Ketika ia melihat penjahat itu membukai kancing bajunya
Seng Giok Cin, hatinya gusar bukan main tanpa menunggu
lagi ia sudah menerjang masuk melalui jendela yang mana
tidak terkunci. Ternyata penjahat cabul itu sangat gesit, sebab
serangannya Kim Toa Ki dapat dipunahkan dengan
kegesitannya.
Kemudian ia mengebut dengan lengan bajunya dan saat itu
lampu menjadi padam, Keadaan dalam kamar menjadi gelap.
pintu tampak terbuka dan si penjahat meloloskan diri,
kemudian lompat kegenteng hendak melarikan diri lebih jauh.-Cerita Ngentot ABG Silat : Golok Sakti Tamat-
Tapi ia tidak menyangka sama sekali, kalau Kim Toa Ki
gerakannya ada lebih gesit lagi, karena belum berapa langkah
ia lari, Kim Toa Ki sudah menyandak dan mengirim serangan
dahsyat dengan angin pukulannya, hingga si penjahat
terpental tubuhnya dan menggelundung jatuh lagi ketanah.
Dengan kesakitan ia bangun dan lekas-lekas mau
menghilang, tapi Kim Toa Ki sudah berada lagi didepannya,
Kini ia tanpa dapat ditangkis oleh si terjahat cabul, pukulan
geledek dari Kim Toa Ki sudah bersarang didadanya, seketika
itu juga Teng Leng terhuyung-huyung sambil memuntahkan
darah segar dari mulutnya.
Kemudian ia rubuh dan-.. jiwanya melayang menemui raja
akherat untuk beruntungan akan dosanya yang sudah berbuat
banyak kejahatan didalam dunia. Demikian ada bagiannya si
penjahat cabul yang dikutuk oleh masyarakat.
Kim Toa Ki datang mendekati ia memeriksa dan dapat
kenyataan memang Teng- Leng sudah tidak bernyawa lagi, ia
kemudian meninggalkan sang korban dan masuk ke dalam
kamarnya Seng Giok Cin, ia menyalakan lampu, lalu
menghampiri sinona yang sedang rebah tidak ingat keadaan
disekitarnya.-Cerita Ngentot ABG Silat : Golok Sakti Tamat-
ia mendadak melihat badannya Seng-Giok Cin yang
bajunya sudah terbuka separuh. cepat-cepat ia bertindak
keluar dan rapatkan lagi pintu kamar. Dengan tindakan lebar
ia pulang ketempat penginapannya sendiri. ia mengetuk
kamar disebelah kanan yang ia sewa.
"Sumoy, sumoy, bangun... Ada urusan penting yang
memerlukan pertolonganmu. Lekas bangun sebentar."
demikian sambil mengetuk pintu, Kim Toa Ki telah
membanguni sumoaynya ceng Ie yang tidur dikamar tersebut.
"Aaaa... ada apa suheng?" tanya ceng ie dari sebelah
dalam, suaranya marah-marahan-
"Bangun sebentar, ada urusan penting perlu dikerjakan-"
"Ah, suheng sebaiknya itu dilakukan besok pagi saja, aku
ngantuk...."
Kim Toa Ki tak berdaya, ia kenal baik tabiatnya sang sumoy
kalau sudah tidur tak mau dibangunkan meskipun ada
kejadian apa juga.
Setelah ia terpekur sejenak. mendadak ia mendapat serupa
pikiran yang dianggapnya akan membikin sang sumoy dapat
bangunia
lalu mengetuk lagi dan berkata. "Sumoy si penjahat
memetik bunga hampir-hampir saja masuk..."
"Haaa.... dia" terdengar ceng ie lompat bangun dari tempat
tidurnya.
Dilain saat tampak pintu kamar terbuka dan ceng ie sudah
berdiri dipintu dengan pakaian untuk jalan malam, "Mana dia
suheng? Kurang ajar, aku sebelum dapat membunuh mati
orang cabul itu hatiku belum merasa puas." katanya dengan
bengis, hingga Sang suheng ketawa nyengir karena akalnya
berhasil.-Cerita Ngentot ABG Silat : Golok Sakti Tamat-
"Hampir masuk bukan kekamarmu sumoy, dia hampir
kekamarnya seorang wanita dilain tempat penginapan- mari
kita kesana, untuk mengepung dirinya, Masa iya dia bisa lolos
dari tangan kita?" kata Kim Toa Ki.
ceng ie tanpa diminta kedua kalinya, dengan lantas
merapatkan pintu kamarnya dan mengikuti pada suhengnya
yang jalan dimuka menuju ketempat penginapannya Seng
Giok Cin.
XXXII LENCANA RAHASIA TUHAN.
NONA ceng di bawa ketempat di mana Teng Leng
menggeletak dalam keadaan tidak bernyawa, dari jauh ceng ie
dapat melihat ada orang menggeletak ditanah, lalu menanya
pada suhengnya, "Hei, suheng, didepan itu ada orang yang
menggeletak. siapa dia ?"
"Dia adalah penjahat yang barusan kuberitahukan padamu,
sumoy."
"Kan bilang kita akan mengepung penjahat, sekarang dia
sudah menggeletak dalam keadaan tidak bergerak. buat apa
mesti dikepung lagi ?" ceng ie melirik pada suhengnya sambil
monyongkan mulutnya.
Kim Toa Ki ketawa nyengir "mari kita lihat dia " Dilain saat
keduanya sudah berdiri dekat tubuhnya Teng Leng.
"Dia sudah mampus, siapa yang membunuh dia." tanya
ceng ie
"Aku sendiri yang membunuhnya."
"celaka tiga belas." menggerendeng ceng ie sambil putar
tubuhnya dan hendak kembali ke tempat penginapannya.
"Eh, eh nanti dahulu, sumoy...." kata Kim Toa Ki gugup,
sambil pegang lengannya si- nona, hingga si nona terpaksa
merandek.
"Kau ada apa lagi, penjahat sudah kau bunuh, apa kau
kurang puas dan sekarang hendak mengganggu
ketentramanku diwaktu tidur?" Si nona berkata, wajahnya
cemberut, rupanya mendongkol diapusi oleh suhengnya.
"Bukan begitu, sumoy. Kau jangan marah dahulu, dengar
aku cerita. Nah, disana itu ada kamarnya wanita yang si
penjahat hendak satroni, Dia keburu aku bunuh, hinga tak
dapat melakukan kerjaannya yang busuk..."
"Hahh, sekarang kau mau apa?" memotong si nona.
"Aku minta pertolonganmu."
"Pertolongan apa, sih?"
"Tolong kau masuk kedalam kamar itu dan lihat bagaimana
keadaannya siwanita dalam kamar itu, apakah dia masih
pingsan karena ketakutan ?"-Cerita Ngentot ABG Silat : Golok Sakti Tamat-
ceng ie jebikan bibirnya. "Hmmm...." katanya, "ada-ada
saja suheng mengasih kerjaan diwaktu aku enak tidur..."
Meskipun mulutnya berkata demikian, tapi kakinya terus
jalan menghampiri kamarnya Seng Giok Cin. Dalam kamar
lampu dipasang terang, maka ketika ia masuk dan mendekati
pembaringan lantas saja ia kenali wanita yang sedang tidur itu
ada nona Seng, putrinya Seng Pocu.
Hatinya ceng ie terkejut "Kenapa Seng Giok Cin berada
disini?"
Pikirnya, "benar-benar penjahat itu berani mati, beraniberani
membentur putrinya seng pocu yang sangat
berpengaruh dalam dunia Kang ouw." Terdengar ia meneriaki
suheng.
"Suheng, apa kau tidak tahu atau dalam kamar ini ada
Seng Giok Cin ?"
"Mana aku tahu, sebab aku tidak masuk kedalam." jawab
Kim Toa Ki, dalam hati diam-diam ia merasa geli.
"celaka betul, bagaimana kau bilang dalam kamar ini ada
perempuan kalau kau tak dengan mata sendiri melihatnya ?"
"Sudah, jangan banyak rewel, Tolong sadarkan dia dari
pingsannya. habis perkara, setelah sadar, kau boleh
meninggalkannya sumoy. Kita harus buru-buru pulang..."
"Hmmm...." sumoy perdengarkan suara di-hidung.-Cerita Ngentot ABG Silat : Golok Sakti Tamat-
ceng Ie datang dekat pada nona Seng, lalu ulur tangannya
membuka totokan pada urat tidurnya, sebentar lagi sinona
mengucek-ngucek matanya, kemudian menangis sedih hingga
ceng Ie menjadi heran.
"Adik seng, kenapa kau menangis?" tanya nya.
Seng Giok cin sambil susut air matanya yang bercucuran
telah mengawasi pada nona ceng.
"Hei, enci ceng ada disini?" ia balik menanya.
"Aku disini, karena gara-garanya suhengku yang
mengganggu orang tidur-"
"Enci ceng, kenapa begitu?" tanya nona Seng heran.
Pikirnya, mesti ada kejadian yang tidak beres, makanya Kim
Toa ci dan ceng Ie mendadak ada disitu, ia kuatirkan Ho Tiong
Jong, Karena salah paham, dua orang oei-san pay itu yang
menduga Ho Tiong Jong mau berbuat jelek terhadap dirinya,
telah menghajar Ho Tiong Jong hingga kabur dari situ.
"Kalau tidak ada suhengku, niscaya kau akan menjadi
korban orang jahat." kata ceng Ie. "Untung saja ada suhengku
yang keburu turun tangan . . ."
"Enci ceng, siapa orang jahat itu?" memotong Giok Cin
dengan pikiran gelisah. Pikirnya, tentu tidak bisa salahi Kim
Toa Ki salah mengerti dan mengira Ho Tiong Jong ada orang
jahat.
"orang itu yang hendak berbuat jahat atas dirimu sekarang
sudah mampus." Seng Giok Cia kaget bukan main-
Hampir saja keterlepasan dari mulutnya menyebut nama
Ho Tiong Jong.
Tapi perkataan "Ho" yang hampir meluncur dari mulutnya
telah ditelannya lagi.
"Enci ceng, siapa orang jahat itu yang telah dimampusi oleh
suheng ?"
ceng Ie tertawa, "Suhengku sangat berjasa sudah turun
tangan sebelum kau dijadikan korbannya." kata ceng Ie, ia
seperti juga yang hendak menggoda nona Seng, tidak lantas
menjawab langsung pertanyaannya Seng Giok Cin.
Seng Giok Cin tidak sabaran, dalam hati diam-diam sangat
mendongkol. "Kau tahu, siapa orang jahat itu?" tanya ceng ie.
Seng Giok Cin geleng-geleng kepala.
"Dia adalah si tukang petik bunga diwaktu malam yang
tersohor bernama Teng Leng. penjahat paling kurang ajar dan
entah sudah berapa banyak wanita yang menjadi korban
kebusukannya itu. Hmm baiknya dia hanya ketemu suhengku,
coba kalau dia berhadapan dengan aku, pasti kematiannya
Tidak tinggal utuh, sedikitnya kepalanya akan terpisah dari
tubuhnya"
Kaget bukan main Seng Giok Cin mendengar penuturan
nona ceng.
"terima kasih, memang aku dalam keadaan pulas lupa
daratan, mana dapat berdaya membela diri kalau penjahat itu
hendak berbuat jahat? Sukur, sukur, dan aku mengucapkan
terima kasih kepada suheng mu yang sudah dapat mencegah
kejahatannya itu atas diriku. Mana suheng mu sekarang?"
"Suhengku ada diluar, mungkin dia sekarang sudah kembali
kerumah penginapan- Nah, sekarang kau sudah tersadar dan
aku pun sudah tidak diperlukan lagi pertolongannya, maka aku
permisi berlalu saja, adik seng."
Seng Giok cin turun dari pembaringannyadan memberi
hormat pada ceng ie sambil berkata, "Enci ceng, tolong kau
sampaikan pada suhengmu aku punya terima kasih atas
perlolongannya itu. juga kepadamu yang sudah membuka
totokan urat tidurku, aku juga tidak lupa menghaturkan
banyak banyak terima kasih." ceng ie repot juga menerima
penghormatan dari nona Seng,
Dilain saat Seng Giok Cin sudah berada sendirian lagi, ceng
ie sudah pergi menyusul suhengnya, yang pada keesokan
harinya mereka telah meneruskan perjalananya ke oey-san.
Seng Giok Cin saat itu memikirkan Ho Tiong Jong. Kemana
perginya pemuda itu sehingga dirinya dalam keadaan tidak
ingat orang hampir-hampir saja menjadi korbannya Teng
Leng, yang ia sudah dengar penjahat itu sangat busuk
kelakuannya.
Ia tidak mengerti akan perbuatannya Ho Tiong Jong yang
telah menotok urat tidurnya kemudian ditinggalkan sendirian-
Kapan ia ingat akan kejadian dirinya hampir menjadi
mangsanya Teng Leng, si penjahat cabul yang mesum itu
hatinya Seng Giok Cin menjadi tawar terhadap dirinya Ho
Tiong Jong. Pikirnya, pemuda itu benar-benar tak setulusnya
menyinta pada dirinya karena buktinya ia telah meninggalkan
dirinya.
Tapi kemudian ia ragu ragu dalam hatinya sendirian-
Kenapa Ho Tiong Jong sudah meninggalkan ia sendirian?
Kemana dia sudah pergi? Apakah dia sudah mati karena racun
dalam tubuhnya.
Pelahan-lahan ia rapihkan pakaiannya, puyeng ia
memikirkan halnya Ho Tiong Jong. Sementara itu cuaca juga
sudah mulai terang tanah.
Dengan hati sedih Seng Giok Cin meninggalkan rumah
penginapan itu, kembali pulang ke rumahnya, karena ia tidak
ungkulan untuk mencari jejaknya Ho Tiong Jong.
Ia jalankan kudanya dengan pelahan-lahan, Pikirannya
kusut betul, saban-saban tampak ia kerutkan alis dan bibirnya
menjadi seperti yang merasa cemas sekali. Inilah karena
pikirannya tidak bisa melupakan pada Ho Tiong Jong,
Pemuda itu sudah demikian ihlas meninggalkan dirinya
dalam keadaan tertotok, apa- maksudnya? Apakah dengan
maksud hendak membuat dirinya celaka? Ah, tidak bisa jadi.
Demikian dalam otaknya bergulat pikiran yang hendak menilai
kewalitetnya Ho Tiong Jong dalam urusan asmara.
Ketika sang matahari sudah mulai naik tinggi, ia terpaksa
pecut kudanya untuk dilarikan karena ia merasa kepanasan
juga. Tidak lama kemudian ia sudah sampai di rumah.
Setelah menyerahkan kudanya kepada pelayannya, lantas
ia masuk ke dalam kamarnya, ia menukar pakaian yang
barusan penuh debu, kemudian mencari ayahnya dalam
ruangan kamar tempat bekerjanya.
Pada saat itu, ia melihat ayahnya sedang duduk
menghadapi meja tulisnya sambil termenung-menung dan
saban-saban tangannya mengurut- urut kumis dan jenggot
yarg panjang, Air mukanya seperti yang sangat berduka
sekali, hingga Seng Giok Cin merasa sangat kasihan-
Tiba-tiba saja ia telah menubruk ayahnya sambil berseru.
"Ayah."
Tapi seng Eng ternyata sikapnya ada lain dari biasa. Kalau
biasanya ia suka menyambut pelukannya sang puteri yang
manja dengan penuh kasih, kini ia telah menolak tubuhnya si
gadis, sehingga Seng Giok cin jatuh meloso dilantai.
"Ayah..." Seng Giok Cin sambil merayap bangun.
"Kau jangan menyentuh pula tubuhku, aku sudah bukan
ayahmu lagi..."
Seng Giok Cin buka lebar matanya, karena merasa sangat
kaget akan sikapnya dan perkataannya sang ayah yang
demikian asing untuk telinganya. "Ayah, kau kenapa?"
tanyanya ketika sudah berdiri lagi.
"Hmm...Budak hina, kau sudah berikan golok Lam tian-to
kepada Tiong Jong? jawab." sang ayah membentak dengan
amat gusar.
Seng Giok cin anggukkan kepalanya, Seng Eng sangat
murka, Alisnya berdiri, kumis dan jenggotnya juga hampir
pada berdiri, bahwa menahan amarahnya yang besar, "Budak
hina, kalau begitu tentukan yang sudah kasih lolos Tiong Jong
yang itu malam menyaru sebagai pengemis. Betul?"
Seng Giok cin perih hatinya. Air mata-nya tanpa terasa
mengucur deras, sambil anggukkan kepalanya perlahan-lahan
ia menjawab "Ayah, Tiong Jong sudah mati, untuk apa ayah
sampai begini marahnya?"
"Mati? Apa aku tidak tahu, ketika di Liu-soa kok kau tidak
ikut pulang, selanjutnya kau kabur dengan anak gendeng itu?"
"Memang benar aku bersama Tiong Jong berjalan bersamasama
tapi selama itu aku bergaul dengannya tidak melanggar
batas kesopanan-"
"Bagus Bagus!!! Tidak melanggar batas kesopanan-"
"Kau kenapa ayah? Tiong Jong ada satu pemuda baik-baik
bagaimana ayah bagitu marah kepadanya."
"Baik, baik, itulah dalam anggapanmu yang sudah mabok
cinta, Budak hina, kau pulang apa maksudmu?"
"Aku pulang kerumah hendak menemui ayah "
"Kau pulang hendak membikin aku muntah darah dan lekas
mati, bukan?"
Seng Giok Cin melengak, ia melihat ayahnya saking marah
suaranya hampir terdengar ditenggorokan, kemudian
mengucurkan air mata.
Seng Eng ada satu jago yang terkenal dalam kalangan
putih dan hitam, tidak berkedip membinasakan jiwa manusia
dan tidak menyesal akan segala perbuatannya yang salah, apa
lagi mengeluarkan air mata.
Tapi kali ini, menghadapi puterinya, yang dianggapnya
sudah nyeleweng dan membantu pada pemuda bukan
komplotannya, bukan main perihnya dan tanpa terasa ia
mengucur kan air mata.
Menyaksikan keadaannya sang ayah demikian, cepat Seng
Giok cin jatuhkan diri berlutut.
"Ayah" katanya sambil menangis tersedu-sedu, "apakah
kesalahan Giok Jie Yang membuat ayah begini marah? oh...
kalau saja ibu masih ada, tentu Giok Jie akan memeluk
kakinya untuk minta perlindungan dari kemarahan ayah yang
begini rupa..."
Seng Eng semakin sedih mendengar puterinya menyebutnyebut
ibunya yang sudah lama meninggal dunia.
Perlahan-lahan dari lengan bajunya ia mengeluarkan badibadi
kecil dan dilemparkan kedepan Seng Giok Cin sambil
berkata, "Budak hina, kau sudah bikin malu ayahnu, hanya
kematian saja yang dapat menebus dosamu.. Nah, terimalah
ini dan kau boleh habiskan jiwamu di depanku.."
Seng Giok Cin bukan main kagetnya, inilah ada perlntah
ayahnya yang tidak bisa ditawar lagi. Sudah menjadi
kebiasaan ayahnya, kalau hendak menghukum orangorangnya
paling dekat, ia melemparkan badi-badi kecilnya
untuk orang itu membunuhi diri. Tak ada pengampunan lagi.
Dilihat dari sikap orang tua itu. Seng Giok Cin sudah tidak
diberi ampun lagi.
Pikirnya Seng Giok Cin, pemuda yang menjadi idamidamannya
sudah mati karena racun maka ia hidup lama-lama
juga tidak ada gunanya. Kini ada jalan, ayahnya telah
menyuruh ia mati didepannya, Maka ia sudah tidak
menyayangi pula jiwanya. Ia lalu menubruk kaki ayahnya dan
menangis sesenggukan
"Ayah..." katanya dengan suara memilukan- "Giok Jie ada
satu anak yang tidak berbakti, telah membikin ayah kesal dan
marah, maka biarlah setelah nanti Giok jie sudah tidak
bernapas harap ayah suka mengampuni dosa Giok jie menjadi
bergembira lagi sebagaimana biasa . . ."
Ia hentikan kata-katanya sejenak. tangannya pelan-lahan
memungut badi badi yang dilemparkan ayahnya tadi.
Saat itu Seng Eng melihat kelakuannya sang putri yang
sangat dikasihinya itu, bukan main pilu hatinya, ia seolah-olah
ingin menangis menggerung- gerung dan ia tidak tega
menyaksikan keadaan putrinya demikian menderita.
Ia lihat, setelah badi-badi berada ditangan nya, sambil
acungkan itu diarahkan ke tenggorokannya, Seng Giok Cin
dengan berlinang-linang air mata telah berkata.
"Tiong Jong, kau sudah jalan lebih dulu, tunggulah aku
akan menyusul padamu..."
seketika itu, tangannya digerakan hendak menubles
tenggorokannya sendiri, akan tetapi diluar dugaan kakinya
Seng Eng dengan cepat telah menendang tangan si nona,
hingga badi badi itu telah terlempar jauh.
"Budak jelek." kata Seng Eng dengan hati pilu, "Apa-benar
Ho Tiong Jong sudah mati? Lekas jawab?"
Seng Eng sama sekali tidak menduga kalau Seng Giok Cin
begitu setia membela kekasihnya hingga dengan tabah
hendak mengorbankan dirinya menyusul rokhnya Ho Tiong
Jong. Keadaan Sang puteri membuat Seng Eng berubah
wajahnya pucat seketika, dengan gugup barusan ia
menendang dengan kakinya si nona hendak tancapkan badi
badi nya yang tajam ditenggorokannya .
"Ayah. . ."jawab Seng Giok Cin. "Tiong Jong semalam
sudah mati karena racun yang ada dibadannya. Dimana
mayatnya sekarang berada, Giok Jie, aku sendiri tidak tahu,
Karena ayah begitu marah kepadanya maka Giok Jie pikir
biarlah jiwa Giok Jie berkorban untuk menghilangkan
kebencian ayah, Ayah, dia ada seorang baik, Giok Jie
menyinta kepadanya."
Mendengar putrinya dengan terang-terangan membuka
rahasia hatinya, Seng Eng sangat gusar selalu. Bahna gemas,
saat itu kakinya melayang menendang putrinya, sehingga
tubuhnya Seng Giok Cin terlempar bergulingan dua tumbak.
Seng Eng masih marah, ia terus menghampiri puterinya dan
berkata dengan keras.
"Budak hina, budak tak berbudi, kamu ini dengan matimatian
membela Ho Tiong Jong dan melupakan ayah yang
membesarkan dan mendidik kau sampai dua puluh tahun
lamanya. Kau tidak ingat budi orang tua, apa kau ini boleh
dihitung manusia?"
Seng Giok Cin menangis sedih sekali.
Seumurnya, baru kali ini ia mengalami periakuan yang
demikian tak enak dari sang ayah, seingatnya, ia sangat
dimanja oleh ayahnya dan dianggapnya ia puteri tunggalnya
yang sangatjempolan- Tapi kali ini karena sangat membenci
Ho Tiong Jong, Seng Eng demikian marah terhadap puterinya.
"Ayah..." kata Seng Giok Cin, "perlu apa menyebut-nyebut
orang yang sudah mati. Semalam jam tiga racun dalam
tubuhnya bekerja, dan merenggut jiwanya, Pada saat ia
meninggalkan Giokjle ia telah menotok urat tidurnya Giokr jie
sehingga tidak tahu ke mana ia sudah pergi . ."
"Bagus.." memotong sang ayah, "Kau ditotok dan kau tidak
tahu kenapa Tiong Jong sudah pergi, Hm Dalam hal ini kalau
bukan kau yang mendustai aku, adalah kau yang membohongi
Ho Tiong Jong, kau mengerti."
"Ayah mengapa kau berkata demikian?"
"Lencana Rahasia Tuhan telah hilang.."
"Ayah . . ."
"Kalau bersekongkol mencuri lencana itu, kau membohongi
aku, tapi kalau kau tidak tahu hal Lencana itu, Tiong Jong
telah menipu padamu."
"Tapi, ayah . . ."
"Heran." kata Seng Eng. "Tiong Jong menemukan
kematiannya, kenapa ia tidak menyerahkan kembali Lencana
itu kepadamu, Lencana itu sudah tentu masih ada pada Tiong
Jong ketika ia menarlk napasnya yang penghabisan.."
Seng Giok Cin sangat terkejut mendengar cerita ayahnya,
dengan suara lemah ia ber-kata.
"Tapi, ayah, lencana itu pasti dicuri orang lain- Buat Tiong
Jong yang melakukan itu tidak bisa jadi, Giokjie kenal betul
hatinya yang jujur. Tak bisa jadi Ho Tiong Jong melakukan itu
karena dia tidak tahu akan nilai harganya. Lencana Rahasia
Tuhan itu, ia sama sekali tidak tahu kalau dalam Perserikatan
Benteng perkampungan ada pertikaian dan keretakan. Betul,
dia tidak tahu."
Seng Eng tertawa getir, "Anak bodoh, kau tahu apa? Anak
tolol itu telah menipu pada mu kau tidak berasa. Kau tahu,
lencana itu Selainnya dia tidak ada siapa lagi yang
mengambilnya. Dia dengan co Kang cay sudah berdiam dalam
gudang benda benda pusaka, bekas- bekas jejaknya mereka
tampak tegas. Diluar gudang harta, bekas bekas kakinya itu
telah dihapus oleh mereka, rupanya supaya jangan diketahui
orang." Seng Giok Cin gelisah hatinya.
Ia sama sekali tidak perCaya, kalau Ho Tiong Jong telah
mencuri lencana pusaka ayahnya itu. Kalau benar ia
pencurinya benar benar anak muda itu cinta kasih terhadap
dirinya palsu belaka.
Dengan begitu tentu Ho Tiong Jong tidak mati sedang
racun yang dikatakan ada dalam tubuhnya dan akan
merenggut jiwanya tentu itu hanya karangan Tiong Jong saja.
Mengingat pada yang barusan disebut, Seng Giok Cin,
keretak gigi wajahnya berubah bengis, tangannya dikepalkepalkan,
se-olah-olah yang sangat gemas sekali.
Melihat kelakuannya sang puteri, Seng Eng menarlk
kesimpulan bahwa Seng Giok Cin benar tidak tahu menahu
soal lencana pusaka itu. Pasti adalah Ho Tiong Jong yang telah
mencurinya.
seng Eng berduka mengingat putrinya sudah terbenam
dalam lautan asmara.
Ho Tiong Jong cakap dan gagah, ia tidak bisa menyaksikan
anaknya meny intai pemuda seperti Ho Tiong Jong yang
menjadi idam-idaman gadis yang mana juga.
cuma saja ia sangat menyesal, karena terlibat oleh asmara
itu, putrinya telah melupakan dirinya yang menjadi ayahnya
dan yang mendidiknya sedari kecil.
Seng Eng benar-benar sangat berduka, bagaimana ia harus
mengambil putusannya kepada putrinya yang sangat
dikasihinya itu? Kembali ia mengucurkan air mata.
Sambil menyusut air matanya yang mengalir dikedua
pipinya, orang tua itu telah berjalan masuk kedalam dan
sebentar kemudian keluar lagi, dengan membawa satu
bungkusan kecil yang segera dilemparkan pada Seng Giok Cin
berkata.
"Dalam bungkusan itu ada barang permata berharga,
paling sedikit harganya tidak kurang dari seratus sembilan rlbu
tail perak,cukup buat ongkos hidupmu, Mulai saat ini kita
putus hubungan antara anak dan ayah, maka kau pergilah dari
siul, jangan kau menginjak pula rumah ini. Kalau kau
melanggar putusanku ini, aku akan membakar rumah ini, dan
akan membunuh kau dan aku juga akan menyusul rokhmu."
"Ayah." seru Seng Giok Cin, kembali ia menubruk kaki
ayahnya, Akan tetapi Seng Eng dengan keras hati sudah
menendang sang puteri hingga ia bergulingan dilantai sambil
menangis gegerungan-
"Kau tentu kenal baik adatku." katanya, "Sekali
menetapkan keputusan tak dapat dilanggar oleh siapapun.
Nah, segera sekarang ku akan mengabarkan kepala gurumu,
Kok Lo lo di Tay pek san, supaya dia tidak menerima
kedatanganmu kesana karena perbuatanmu yang menghianati
ayah sendiri, Kok Lo lo tentu akan menerima baik
permintaanku, sebab dia memang paling benci kepada orang
yang berhianat, kau boleh hidup kemana saja, jangan
mengaku lagi aku sebagai ayahmu. Nah, jalanlah lekas
meninggalkan tempat ini "
"Ayah, oh, kau... ke.." lagi-lagi ia menubruk kaki ayahnya,
kali ini juga tubuhnya si nona telah terlempar jauh-jauh kena
di tendang oleh Seng Eng yang segera meninggalkan putrinya
sedang menangis gegerungan. Dilain saat Seng Eng sudah
tidak kelihatan dalam ruangan itu, sementara Seng Giok cin
juga sudah jatuh pingsan bahna sedihnya, Ketika ia mendusin
hari sudah menjelang magrlb.
Ia sangat berduka, kembali ia menumpahkan air mata
mengingat akan nasibnya entah bagaimana nanti.
Setelah melampiaskan kesedibannya, sambil menyeka air
mata yang membasahi kedua pipinya, Seng Giok cin pelahanlahan
merangkak dan memungut bungkusan kecil tadi yang
dilemparkan oleh ayahnya. isinya memang ada barang
permata yang sangat berharga dan cukup untuk bekal selama
melewatkan hidupnya. Tapi apa artinya hidup untuk dia tanpa
Ho Tiong Jong disampingnya?
Penghidupan untuknya menjadi tawar, lebih-lebih lagi
karena ia dilarang untuk menjumpai gurunya di Tay-pek san-
Memang orang tua dalam rumah es di Tay peh-san itu, mudah
saja akan menerima pengaduan-nya sang ayah danakan
membenci padanya, pikirnya tidak berguna ia pergi menemui
gurunya untuk meminta keadilan-
Mengingat akan kata-kata ayahnya bahwa Tiong Jong tentu
sudah menipu dirinya dan ia kena dibohongi oleh pemuda itu,
pikirnya Tiong Jong tentu belum mati dan ia akan mencari
orang muda untuk bikin perhitungan atas perbuatannya yang
telah membuat putus hubungan antara ia dengan ayahnya^
Semangatnya lantas bangun.
Lantas ia bangkit berdiri, kemudian berjalan masuk
kedalam kamarnya.
Dalam kamarnya tidak terlihat dua pelayannya yang biasa
menyambutnya. Kemana mereka itu ?
Pikirnya, sudah tentu ayahnya yang sudah menggebah dua
pelayannya itu.
Hatinya sakit sekali, sambil menggigit bibirnya ia buka
lemari dan bereskan pakaiannya yang perlu dibawa sekalian
juga beberapa barang permata yang menjadi kesukaannya ia
bawa, pedangnya yang disangkutkan pada tiang pembaringan
juga tidak lupa ia bawa.
Setelah beres, dengan pedang tersoren di pinggang, ia
berjalan keluar.
Tidak seorangpun ia ketemukan dalam rumah itu, se-olaholah
semuanya sudah dilarang oleh ayahnya untuk menjumpai
dan melayani padanya.
Seng Giok Cin gigit bibirnya sampai berdarah, iailah saking
ia menahan pilu hatinya, ia sebagai satu puteri yang sangat
dimanja kini diusir begitu kejam.
Ia tahu tabiat ayahnya, sekali ia bilang putih harus putih,
maka sekali ia mengusir ia sudah harus angkat kaki dari
rumahnya, Kalau tidak. benar benar orang tua itu akan
membuktikan perkataannya akan membakar rumahnya,
membunuh ia dan kemudian membunuh diri sendiri.
Demikianlah dengan hati sangat sedih ia meninggalkan
rumahnya.
Saban-saban tampak ia menoleh kebelakang seakan-akan
yang mengucapkan selamat tinggal kepada itu pohon-pohonan
yang bagus, kepada itu taman bunga dan kolam indah permai,
dimana ia bisa bermain dengan gembira.
Sang waktu sudah malam, maka ia tahu mencari suatu
rumah penginapan unmk melewatkan sang malam.
Dalam rumah penginapan ia minta disediakan makanan,
untuk menangsal perutnya yang sudah keroncongan, ia
sebenarnya tidak bernapsu makan, akan tapi ia paksakan juga
karena kuatir masuk angin dan nanti mendapat halangan
dalam perjalanannya mencari Ho Tiong Jong.
Mengingat akan dirinya Ho Tiong Jong saban-saban si gadis
kertak gigi dan kepal-kepalkan tangannya, ia sangat gemas,
karena dirinya sudah ditipu oleh kecintaanya yang palsu,
demikian pikirnya.
Ia mengharap lekas-lekas ia akan menjumpai pula pemuda
itu dan akan membuat perhitungan untuk perbuatannya yang
palsu.
Untuk membikin supaya dirinya tidak dikenali orang
makanya ia sudah menyaru sebagai lelaki dalam
perjalanannya. Malah kali ini, ia sudah menutup wajahnya
dengan sepotong kain kuning, yang dibagian matanya ia
lubangi.
Demikianlah dalam pakaian itu, ia telah melakukan
perjalanan beberapa hari, tapi penyelidikannya tentang Ho
Tiong Jong tidak juga ia dapat selentingan apa-apa.
Dengan cara kebetulan sekali, pada itu malam penyerbuan
ke kuil Kong beng-si oleh Khoe cong dan kawan-kawannya,
seng Giok cin justru berada dalam kuil tersebut, baru saja
bertindak masuk untuk minta meneduh karena kemalaman-
Ia mendengar orang berteriak menyebut nama Ho Tiong
Jong, hatinya lantas terkesiap dan ia kenali bahwa yang
berseru itu ada Siauw-pocu Khoe cong.
Pikirnya, tidak bisa salah lagi tentu dalam kelenteng itu ada
bersembunyi Ho Tiong Jong, orang yang sedang ia cari.
Seng Giok Cin mengerti kedatangannya Khoe cong mencari
Ho Tiong Jong niscaya tidak bermaksud baik. Khoe cong
datang tentu bukan sendirian, masih ada lagi kawankawannya
yang akan menyusul belakangan.
Melihat kekejamannya Khoe cong yang menerjang masuk
dengan menggunakan pukulan-pukulan yang ganas, hatinya
Seng Giok Cin tidak tega mendengar hweshlo muda yang
menjadi korbannya pada berteriak menyayatkan hati.
Lantas Ho Tiong Jong dam kamar yang dijaga kuat oleh
Kong Goan hweshlo itu sedang berbuat apa? ia tidak ingin
pemuda itu jatuh ditangan kawanan orang kejam, ia harus
ambil pihaknya Ho Tiong Jong untuk menolak mundur mereka,
kalau sudah selamat barulah nanti ia sendiri membuat
perhitungan dengan si pemuda.
Setelah mengambil keputusan tetap. maka ia sudah
menyerbu dalam perkelahian ketika Khoe cong sedang
membasmi kawanan kepala gundul yang tidak seberapa
kepandaiannya dari pada menganggap Khoe cong itu ada satu
tamu lihay ilmu silatnya.
Selanjutnya adalah seperti pembaca mengetahui, maka
sekarang kita kembali menceritakan pertemuannya Ho Tiong
Jong dan Seng Giok Cin. Melihat Ho Tiong Jong melengak,
Seng Giok Cin berkata.
"Engko Jong, meskipun cintamu terhadapku tidak dengan
setulusnya, aku sendiri tak dapat melupakan padamu. Aku
akan pergi kesuatu kuil yang jarang dikunjungi manusia,
dimana aku akan cukur rambutku dan masuk menjadi
nikow..."
Ho Tiong Jong kaget, sambil cekal tangan si gadis dan
digoyangkan ia menanya. "Adik Giok, kau mengambil
keputusan itu sudah dipikir matang-2"
Seng Giok Cin tundukan kepalanya dan sejenak tak dapat
menjawab.
"Bagaimana, apa kau sudah pikir dengan matang?" si
pemuda ulangi pertanyaannya.
"Ya, sudah..." jawabnya pelahan-
"Sebabnya, kenapa kau mau menjauhkan diri dari aku ?"
Si nona tak dapat menjawab ia tundukkan kepalanya
dengan pikiran kusut.
"Kau mengambil tindakan itu karena menyesal sudah
bergaulan dengan aku, hingga kau diusir oleh ayahmu
bukan?"
". . . bukan begitu engko . . .Jong..."
"Habis, apa?"
"Kau tidak tahu kesulitan hatiku, Apa kau tidak paham
dengan perkataanku barusan bahwa meskipun kau tidak
menyinta aku dengan setulusnya, aku sendiri tetap tidak akan
melupakan padamu. "
"Kesulitan karena lencana pusaka itu?"
"Ya. Karena hilangnya lencana itu, ayahku akan
mengalamkan kesulitan dari kawan-kawan seperjuangannya
yang semuanya ada mempunyai tanda demikian-"
"Adik Giok apa kau menyangka aku yang mencurinya."
"Aku tidak menuduh padamu, hanya menurut katanya ayah
dalam kamar harta ada kedapatan bekas-bekas kakimu dan co
Kang cay." Ho Tiong Jong tidak enak hatinya. Sesaat lamanya
mereka membisu.
"Adik Giok, ayahmu tidak keliru mendapatkan bekas bekas
kaki kami dalam kamar harta itu, akan tetapi aku tidak
mencuri lencana yang dimaksud itu. Aku hanya mengambil
beberapa butir mutiara untuk diberikan kepada co Kang cay..."
"Kenapa kau berbuat begitu?"
"Karena aku pikir co Kang cay sudah disekap oleh ayahmu
dua puluh tahun lamanya, ada lebih dari pantas kalau dia
mendapat keuntungan sedikit untuk ongkos hidup melewatkan
hari tuanya. Aku kasihan dia...."
Sampai disini, si pemuda seperti ingat sesuatu? Ketika ia
berada dalam kamar harta dan ketarlk hatinya oleh sesuatu
benda dari gading, yang ia masukkan kedalam kantongnya
tanpa disadari bahwa itu ada maksud perbuatan mencuri.
"Eh Adik Giok. Bukankah ini barangnya yang kau
maksudkan?" sembari keluarkan benda yang terbikin dari
gading itu diserahkan pada tangannya si gadis. seng Giok Cin
terbelalak matanya melihat benda itu.
"Engko Jong, benar ini dia.." katanya sambil terus diperiksa
benda itu.
WAJAHNYA yang barusan sangat berduka, kini telah
berubah dengan tiba-tiba- ia begitu girang, hingga mulutnya
tak berhenti menyungging senyuman-
Ho Tiong Jong yang melihat kekasihnya demikian gembira
ia merasa puas dan lega hatinya. ia berkata pada Seng Giok
Cin.
"Adik Giok. harap kau jangan salah paham dan suka
dimaafkan perbuatannya, Benda itu telah aku masukkan
kedalam kantongku dengan tak mengandung maksud lain dari
pada aku merasakan sangat ketarik olehnya dan tanpa
disadari aku mengambilnya. Aku berani bersumpah kalau..."
Seng Giok Cin menubruk si pemuda, tangannya yang
mungil menekap mulutnya yang hendak meneruskan
ucapannya,
"Aku percaya, aku percaya, Engko Jong," kata Seng Giok
Cin dengan berseri-seri manis.
Ho Tiong Jong memeluk tubuhnya si nona yang langsing,
matanya berlinangkan air mata, "Adik Giok hanya kau seorang
didunia ini yang dapat mempercayai diriku, Adik Giok kau
adalah jiwaku yang kedua..."
Seng Giok Cin terharu, ia juga tak tahan kalau tak
mengucurkan air mata, karena hatinya sangat kasihan pada
pemuda sebatang kara ini.
"Aku selalu percaya akan kejujuranmu, Engko Jong."
Si gadis berkata sambil mengeluarkan sapu tangannya yang
wangi semerbak. dipakai menyeka air matanya si pemuda
yang berlinang dipipinya yang cakap.
Keduanya dengan perasaan lega dan girang lalu pada
duduk lagi diatas batu besar dan Seng Giok Cin telah menanya
pada sipemuda.
"Engko Jong, apakah kau tahu riwayatnya benda ini yang
dinamai "Lencana Rahasia Tuhan?"
Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala, "Aku tak tahu
riwayatnya, aku baru melihatnya lebih tegas juga sekarang
setelah kau kenali dia ada benda yang dicarinya." Seng Giok
Cin angguk-anggukan kepalanya sambil berseri seri,
"inilah memang aku sudah menduga," sahutnya dengan
suara merdu, "Engko Jong baiklah aku akan bercerita padamu
hal riwayatnya benda pusaka ini, yang begitu jauh aku
mendapat tahu dari ayahku, yang dalam tempo senggangnya
suka mendongeng kepadaku sukalah kau mendengarkannya
?"
"Adik Giok. asal kau yang bercerita, biarpun bermalammalam
aku akan mendengarkannya dengan penuh perhatian.
"
"Kalau orang lain?" Memotong sigadis sambil
mengerlingkan matanya yang jeli, yang kontan menusuk
hatinya si pemuda hingga berdebaran. Ho Tiong Jong ketawa
nyengir.
"Kalau yang lain bagaimana ?" mengulangi Seng Giok Cin.
XXXIII. KEMBALI BERPISAHAN.
"Kalau yang lain aku ngantuk dibuatnya."
"Hii..." Seng Giok Cin sambil ulur tangannya yang halus
hendak mencubit lengannya si pemuda akan tetapi ia
urungkan ketika mengingat tempo hari ia mencubit seperti
iuga mencubit papan besi.
"Kenapa tidak jadi adikku ?" menggoda si-pemuda.
Seng Giok Cin deliki matanya, tapi sudah tentu dibarengi
dengan senyuman mesra. Keduanya gembira bersenda gurau.
Kemudian Seng Giok Cin menuturkan riwayatnya, "Lencana
Rahasia Tuhan itu seperti berlkut, Leluhur dari "Perserikatan
Benteng Perkampungan," ada berjumlah sembilan orang.
Mereka semuanya ada berkepandaian ilmu silat tinggi dan
masing-masing ada mempunyai kepandaian simpanannya
yang istimewa. Semuanya sangat terkenal dalam kalangan
rlmba persilatan dan rata-rata pada belum punya istri.
Mereka itu ada menjagoi dalam kalangan putih, ada juga
yang menjagoi dalam kalangan hitam. Pendeknya rata-rata
mereka malang melintang dalam kalangan Kangouw jarang
menemukan tandingan, oleh karenanya mereka jadi sangat
bangga dengan kepandaiannya dimilikinya.
Berbareng pada masa itu, ada muncul juga seorang jago
silat tua yang menamakan dirinya in Kie Lojin, Kepandaiannya
dalam soal ilmu silat, tenaga dalam dan lain-lain, sangat tinggi
sukar diukur berapa tingginya.
Satu demi satu sembilan jagoan ketemu dengan in Kie Lojin
dan satu demi satu sudah pernah dikalahkan oleh In-Kie Lojin.
Mereka merasa kurang puas dengan kelakuannya itu. Apa
mau, pada suatu waktu mereka bisa berkumpul bersama-sama
dan masing-masing pada menceritakan pengalamannya kena
dijatuhkan oleh In Kie Lojin.
Mereka dengan serentak lalu menganggap bahwa In Kie
Lojin itu sebagai musuh mereka bersama.
Untuk menebus kekalahan, mereka telah menggabungkan
tenaga hendak mencari in Kie Lojin. Tapi sebelumnya, mereka
ingin minta petunjuk dari Beng Hie Sanjin, yang menurut
kabar ada susioknya in Kie dan benci kepada sutitnya itu.
Satu diantaranya sembilan jago itu telah mengutarakan
pikirannya, kalau hendak mencari Beng Hie Sanjin tempatnya
dibelakang Sian-hoa digunung oeisan. Sebab sering orang
melihat orang tua itu ada muncul digunung oei san-
Mereka lantas berunding dan telah diambil keputusan untuk
pergi kebelakang puncak Lian hoa, mencari orang tua yang
telah mengasingkan diri itu.
Betul saja, mereka sudah bisa menemui Beng Hie Sanjin
ditempat yang disebutkan oleh salah satu kawannya. Mereka
dengan berterus terang telah menceritakan bahwa mereka
penasaran tempo hari telah dipecundangi oleh In Kie Lojin dan
kedatangan mereka adalah hendak minta petunjuk bagaimana
caranya supaya bisa mengalahkan in Kie Lojin. Beng Hie
Sanjin ketawa mendengar permohonannya sembilan orang itu.
Ia kata. benar ia ada susioknya in Kie Lojin.
Dahulu ketika suhunya masih hidup, ia belajar bersamasama
dengan suhengnya. Tapi dalam pelajaran itu ternyata
dibeda-bedakan, suhengnya telah mendapat pelajaran ilmu
tenaga dalam yang istimewa, akan tetapi ia sendiri tidak. Maka
ketika suhunya meninggal ia bangkit bangkit suhunya yang
menyayangi muridnya pilih kasih, selalu mengeloni suhengnya.
Sang suheng dengan ketawa menghibur pada sutenya,
supaya ia jangan salah mengerti karena dalam anggapan
suhunya sang sute ita tabeatnya masih belum ada ketentuan,
di kuatirkan kalau sudah mempunyai ilmu yang hebat
perjalanannya akan menyeleweng.
Keterangan mana membuat Beng Hie Sanjin tidak tenang
dan bertengkar dengan suheng yang selalu mengalah
kepadanya.
Kemudian sang sute sudah meninggaikan suhengnya, yang
jadi sangat berduka ketika melihat kepergiannya sang sute
yang tak dapat ditahan. Malah Beng He Sanjin saat itu telah
sesumbar, bahwa kelak, kemudian ada satu hari ia akan
kembali dan mengunjukkan kepandaian yang lebih mahir dari
suhengnya.
Suhengnya hanya menyambut sesumbarnya sang sute
dengan ketawa getir.
Lama sejak itu mereka tidak ketemu, ketika pada suatu hari
Beng Hie San-jin pulang hendak menemui suhengnya ternyata
sang suheng sudah meninggal dunia.
Itulah pada tiga puluh tahun berselang, sejak Beng Hie
Sanjin meninggaikan suhengnya.
Ia dapat kenyataan bahwa ilmu gaib dari kitab, "Kumpulan
ilmu silat sejati," telah diwariskan kepada in Kie Lojin. Hal
yang membuat hatinya sangat tidak senang dan mencaci maki
pada in Kie Lojin, yang dikatakan tidak berhak menerima
warisan kepandaian dari suhengnya.
Mereka bertengkar mulut, akhirnya urusan hanya
dipusatkan dengan kepalan, Maka keduanya lantas mengukur
tenaga kepandaiannya, akan tetapi ternyata Beng Hie Sanjin
masih bukan tandingannya in Kie Lojin, ia akhirnya dikalahkan
dengan sangat malu sekali ia lantas mencari suatu tempat
untuk menyepi dan meyakinkan lebih jauh kepandaian yang
kiranya dapat menjatuhkan in Kie Lojin.
Ia telah menciptakan suatu tin (barisan) yang istimewa,
terdiri dari beberapa orang untuk menempur ln Khie Lojin,
karena kalau mengandaikan kepandaian satu dua saja untuk
menempur in Kie Lojin masih bukan tandingannya. Kebetulan
sembilan orang itu datang berkunjung.
Waktu itu in Kie Lojin masih belum rampung meyakinkan
semua ilmu dalam kitab pusaka itu, jikalau in Kie Loiin sudah
satu tahun meyakinkannya, jangan harap sembilan orang itu
dapat merubuhkannya. Tapi justeru waktu itu masih ada tiga
bulan dan baru in Kie Lojin tamat mempelajari kitab gaib itu.
Sembilan orang itu ketarik dengan penuturannya Beng Hie
San jin tentang kitab Kumpulan ilmu silat sejati, mereka ingin
memilikinya, maka mereka telah mendesak kepada orang tua
itu supaya memberikan pelajarannya tentang barisan.
Beng Hie san-jin berkata kepada mereka, bahwa tempo ada
demikian singkat, yaitu jikalau sebelumnya tiga bulan mereka
dapat belajar dengan mahir pasti ada harapan dapat menang,
dan in Kie Lojin, sebaliknya kalau sampai belajar lewat tiga
bulan mereka belum mahir dengan ilmu barisan ini, jangan
harap bisa menempur in Kie Lojin yang ilmunya sangat tinggi.
In Kie Lojin setelah dia mahir dengan segala ilmu silat yang
tersebut dalam kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" tentu ia akan
menjadi jago tanpa tandingan dalam kalangan rlmba
persilatan-
Sembilan orang itu merengek-rengek minta diajari ilmu
barisan ( tin ) itu dari si orang tua, mereka berjanji akan
belajar sungguh-sungguh supaya dapat mengalahkan in Kie
Lojin dan merampas kitab pusaka itu untuk dijadikan milik
mereka.
Demikian, akhirnya mereka punya permintaan diluluskan,
Mereka belajar dengan tekan ilmu barisan itu, yang kemudian
di namai "barisan Naga Emas dan Kuda sembrani di empat
penjara angin", Disebabkan mereka belajar dengan sangat
tekun, maka dalam tempo dua bulan mereka sudah lulus di uji
oleh Beng Hie Sanjin-Mereka kemudian mencari in Kle Lo-jin
untuk membuat perhitungan-
Sembilan orang itu terdiri dari sembilan she, mulai she Kim
co, Seng, Khoe, Lauw, IHui, cong dan ciauw. Dalam
pertemuan dengan In Kie Lojin, mereka minta disaksikan oleh
orang-orang dari kalangan Kang-ouw pengeroyokannya atas
dirinya in Kie Lojin.
Sedang pada in Kie Lojin mereka telah menetapkan syarat,
ialah kalau mereka kalah, mereka disuruh apa saja oleh In Kie
Lojin, tegasnya mereka menyerah dibawa kekuasaannya In
Kie Lojin. Tapi sebaliknya, jikalau mereka menang, mereka tak
menginginkan lain dari pada in Kie Lojin suka menyerahkan
kitab pusakanya yang sangat mengilarkan hati mereka.
in Kle Lojin mendengar syarat itu, telah mengerutkan
alisnya dan diam-diam berpikir. "ia sudah mahir atau apal
diluar kepala akan isinya kitab "Kumpulan ilmu silat sejati",
kalau ia kalah bertanding, tidak ada halangan melukiskan
petunjuk diatas sesuatu benda untuk mereka mencari sendiri
dimana disimpannya buku pusaka itu."
Kalau mereka berjodo, sudah tentu dengan mudah
didapatkan oleh mereka berdasarkan petunjuk yang dilukiskan
olehnya, akan tetapi kalau mereka tidak mempunyai jodo
sudah tentu buku itu tak dapat diketemukan-
Akhirnya in Kie Lojin telah menyanggupi syarat yang
diajukan oleh mereka.
Begitulah, mereka telah mengatur barisannya dengan
lantas dan kemudian mengundang untuk In Kle Lojin datang
memukul pecah barisannya.
In Kie Lojin agak terkejut juga menyaksikan barisan yang
belum pernah ia lihat dalam pengalamannya. Tapi, sebagai
jago ulung, ia pantang mundur dan menyerbu pada barisanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dengan dikepalai orang she Kim, sembilan orang itu telah
mengurung dan jalankan ilmunya dengan sangat hati-hati dan
cepat sekali.
Setelah lama in Kle Lojin terputar-putar tidak juga dapat
memecahkan barisan tersebut, maka ia telah menyerah kalah
dan meluluskan permintaannya mereka.
Ia minta supaya sembilan orang itu mundur tiga puluh lie
dari tempat tinggalnya.
Dalam tiga hari mereka akan mendapat pengunjukan dari
jago kawasan itu perihal dimana ditaruhnya buku wasiat itu.
Mereka memang jerih untuk berurusan lebih jauh dengan in
Kie Lojin, maka perjanjiannya itu telah diterima saja dengan
sangat terpaksa.
Demikianlah dalam tempo tiga hari in Kie Lojin telah
melukis pada sembilan buah lencana dari gading, yang
mengunjukkan dimana disimpannya buka pusaka itu.
Kalau orang dapat membaca dan mengerti maksudnya,
yang terlukis pada sembilan lencana gading itu, sudah tentu
akan dapat mengambil kitab yang diliarkan itu.
Tempo tiga hari sangat cepat dalam anggapannya in Kie
Lojin, akan tetapi lama untuk sembilan orang yang menantinantikan
kedatangannya jago ulung itu.
Tidak sampai mereka mengeluh kekesalan karena in Kie
Lojin memegang betul janjinya. Pada waktunya ia telah
menemukan sembilan orang itu dan menyerahkan pada
mereka masing-masing satu lencana yang dan diberitahukan
bagaimana mereka harus gunakan sembilan lencana itu
sebagai pengunjuk jalan ketempatnya kitab "Kumpulan ilmu
silat sejati" disimpan-
Kala itu sudah malam, maka mereka setelah satu persatu
menerima lencana gading itu telah kembali ke tempat
penginapannya, semalaman mereka tidak bisa tidur, karena
masing-masing pada kuatir kalau lencananya nanti akan
dirampas oleh kawannya sendiri.
Mereka kemudian telah angkat saudara, akan tetapi
perbuatan itu tak menghilangkan rasa curiganya masingmasing
akan kecurangan dari kawannya sendiri.
Dalam tempo lima tahun mereka gentayangan mencari
kitab pusaka itu, akan tetapi tidak mendapatkan hasilnya,
karena belum paham benar apa yang tersebut pada sembilan
lencana itu. Akhirnya satu persatu merayap pada suatu
tempat, sehingga mati mereka tidak saling berjumpa lagi.
Kemudian turunannya membentuk perserikatan yang
dinamai "Perserikatan Benteng perkampungan" dengan tujuan
mempererat hubungan, tapi belakangan ini mereka telah
ngalamkan keretakan, Satu dengan lain saling curiga
mencurigai dan masing-masing pada mengambil jalannya
sendiri-sendiri mengumpulkan kawan yang gagah gagah untuk
nanti menjagoi diantara kawan-kawannya perserikatan.."
Ho Tiong Jong setelah mendengar riwayat sembilan
lencana tersebut, lalu angguk-anggukkan kepalanya,
kemudian menyekal tangannya si gadis, katanya.
"Adik Giok. bagaimana kalau kita sama-sama berusaha
mengumpulkan lencana itu, hingga berjiwalah lengkap
sembilan dan kita sama-sama memahamkannya arti dalam
lencana itu? Aku tidak percaya kalau kita tidak paham dan
mendapatkan pedang pusaka itu. Bagaimana pikiranmu?"
Giok cin bersenyum manis, diam-diam merasa bahagia atas
perhatian pemuda pujaannya itu dan tangan yang menyekal
tangannya itu rasanya hangat dan mesra.
"Adik Giok. kau sudah diusir oleh ayahmu, rasanya tidak
ada halangannya kau mengikuti aku merantau bukan?" tanya
si pemuda, ketika melihat Seng Giok Cin diam saja.
"Aku girang bila dapat menyertai kau merantau, tapi
bukannya sekarang."
"Kenapa begitu?"
"Namamu jelek dipemandangan ayah, karena dituduh
dengan sengaja kau mencuri benda pusakanya. Aku diusir
juga lantaran dituduh sekongkol dengan kau. Hal ini perlu
dibersihkan karena kau bukan sengaja membawa benda
pusakanya dan aku juga bukan Sekongkolanmu. Maka perlu
aku menemui ayahku untuk menyerahkan benda ini dan
menerangkan bahwa kau membawanya dengan tidak
disengaja, Bukan ini baik?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, hanya kerutkan alisnya.
"Jadi, kau tak mau ikut aku merantau?"
"Bukannya begitu Engko Jong."
"Habis bagaimana maksudmu?" Ho Tiong Jong seperti yang
agak mendongkol karena kekasihnya menolak diajak bersamasama
merantau, sebaliknya hendak kembali kerumah ayahnya.
"Kasih, aku pulang dahulu untuk menemui ayahku, untuk
membereskan salah paham lencana pusaka yang dibawa
olehmu ini." kata Seng Giok Cin sambil menunjukkan benda
pusaka yang mengakibatkan kesulitan itu. "Kau tak usah ikut
aku mungkin ada meminta tempo juga untuk aku membikin
ayahku mengerti dan memaafkan pada kita, Kau boleh
menantikan aku disuatu tempat untuk kita berjumpa lagi...."
"Berapa lama kau pulang ke rumah?" tanya si pemuda.
"sebaiknya kau kasih tempo lamaan sedikit, paling lama
tiga bulan dah."
"Baik, baik, aku akan menanti kau."
"Dimana sebaiknya kau menanti aku untuk kita bertemu
pula?" Ho Tiong Jong tundukkan kepalanya, seakan-akan yang
berpikir.
"Aku kira dirumahnya co Kang cay di Yang-ce ada tempat
yang paling baik untuk kita bertemu muka kembali, Disana
aku sekalian dapat menyelidiki..."
"Menyelidiki apa?" memotong Seng Giok Cin.
Ho Tiong Jong lantas menyeritakan ceritanya co Kang cay
dalam penjara air perihal baskom ajaib dan patung kumala
yang mempunyai khasiat luar biasa.
Benda benda itu terdapat dalam gunung-gunungan yang
telah dapat diselidiki jalan masuknya oleh co Kang cay didalam
dua puluh tahun lamanya. la sudah berjanji dengan orang tua
itu akan bersama-sama menyelidiki dua benda wasiat itu.
Setelah mendengar penuturan sang kekasih. "sebaiknya
kau jangan terlalu memikirkan yang bukan-bukan. orang
semakin berilmu semakin dibuat iri hati oleh sesamanya. Maka
paling baik kita jadi orang sederhana saja, selamat dan aman
bukanlah ini ada lebih baik?"
Si nona menutup matanya sambil mengerlingkan matanya
dan bersenyum manis. Ho Tiong Jong tersenyum
menyambutnya.
Kemudian ia angguk-anggukan kepalanya, tandanya ia
setuju dengan perkata anyasi Nona. Tiba-tiba IHo Tiong Jong
ingat sesuatu, ia merogoh kantongnya sambil berkata.
"Adik Giok kurasa kitab pusaka yang dimaksudkan dalam
sembilan lencana itu ada jilid ke-1, sebab jilid kedua aku
sudah punya. Nah, ini dianya."
Ho Tiong Jong menyerahkan pada si nona buku yang
tempo hari di bawa-bawa oleh si-pengemis beracun Kang
ciong, Seng Giok Cin terkejut, ia lantas menyambuti dan
memeriksa buku itu, ternyata tidak salah itu jilid ke dua.
"Engko Jong, kau dapat dari mana kitab berharga itu?"
tanya si nona heran.
Ho Tiong Jong lalu menuturkan dengan rlngkas
pengalamannya dengan Tok-ka y Kang Ciong dan ia peroleh
buku itu diatas sebuah pohon yang sedang dipatokin burung.
Kitab mana telah di sambitkan oleh si pengemis beracun itu
dan nyangkut dipohon.
"Kau simpanlah baik baik, Engko Jong." kata sigadis setelah
habis memperhatikan, seraya diserahkan kepada sipemuda
lagi.
"Aku ingin, setelah kita dapatkan yang ke satu, kitab ini
menjadi lengkap dan kita bisa bersama sama mempelajarlnya
disuatu tempat pegunungan-"
"Kau ingin mengasingkan diri, Engko Jong?" menyelak si
gadis,
"Memang maksudku demikian, asal kau selalu berada
disampingku . . ."
Seng Giok Cin mengerlingkan matanya yang jeli, penuh
dengan rasa bahagia dan kasih. sebelum ia membuka mulut,
Ho Tiong Jong telah berkata lagi.
"Adik Giok. asal kita sudah memahamkan dengan mahir
isinya kitab ajaib itu pasti kita akan merupakan pasangan
pendekar dalam dunia Kangouw tanpa tandingan-"
"Bagus, bagus, kau boleh melamun muluk-muluk. Nah,
sekarang aku hendak pergi."
"Nanti dulu, adikku." mencegah Ho Tiong Jong sambil
tangannya menyamber pinggang yang langsing itu, ditarlk dan
dipeluknya dengan hangat.
"Adik Giok . ."
"Engko Jong ..."
Dua pasang mata beradu denganpenuh kasih sayang, itulah
ada saat-saat yang sangat bahagia bagi sepasang merpati itu.
Mulutnya tak dapat mengucapkan kata-kata, akan tetapi
sorot mata dari kedua pihak cukup menyatakan seribu kata isi
hatinya, Lama mereka saling berpelukan, "Engko Jong, aku
hendak pergi..." terdengar suara si nona pelahan, ia pelahanlahan
meloloskan diri dari pelukan lengan yang kuat itu.
"Adik Giok aku tidak ingin kau tinggalkan..." sambil
memeluk makin erat, hampir si nona tak berkutik.
"Engko Jong, hanya untuk sementara waktu saja kita
berpisah."
"Kau akan ikut aku merantau bukan?"
"Tentu, pasti aku akan ikut kau. Eh, kenapa kau menangis."
Si nona kaget menampak IHo Tiong Jong berlinang-linang
air mata. cepat-cepat ia mengeluarkan setangannya dipakai
menyusuti air mata kekasihnya.
"Engko Jong, kau jangan menangis. Kau kenapa?" sambil
menyeka air matanya.
"Adik Giok . ." sahut sipemuda dengan suara d iteng
gorokan, "hidupku matang dalam penghinaan, hanya kau adik
Giok ... hanya kau seorang yang memperhatikan aku dan
menyayang diriku. Kau adalah jiwaku yang kedua..."
Lengannya memeluk makin erat, seng Giok Cin sampai
hampir tak bernapas, tapi ia rela dan biarkan diri dipeluk
demikian rupa oleh pemuda pujaannya yang hendak
melampiaskan rasa duka hatinya, mencari kehangatan dari
orang yang mengasihinya. sebentar lagi pelukan sipemuda
mengendur.
Seng Giok gunakan ketika ini untuk melepaskan diri, sambil
berkata.
"Nah, Engko Jong, lepaskan aku, untuk menemui ayah
membikin bersih namamu yang dituduh tanpa atasan,
lepaskan Engko Jong ...."
Agak tidak rela si pemuda melepaskan si nona yang
bertubuh kecil langsing tapi lincah dan gesit sekali.
Dilain saat kelihatan Ho Tiong Jong mengawasi berlalunya
Seng Giok Cin sambil berdiri terbengong-bengong,
semangatnya seolah-olah terbawa oleh bayangannya Seng
Giok cin yang telah menghilang tidak lama kemudian-Ketika ia
tersadar dari lamunannya, semangatnya terbangun.
Ia sudah berkeputusan pasti, bahwa Seng Giok cinlah yang
akan menjadi pasangannya yang setimpal. Meski ia ada
puterinya seorang Pocu yang kaya raya anak yang dimanja
sejak kecil, ternyata ia dapat menyesuaikan dirinya untuk
menyinta dan dicinta oleh seorang miskin seperti dirinya.
Ia memperhatikan sikap dan kelakuan si nona terhadap
dirinya, begitu ramah dan telaten, ia mengingat akan kebalkan
Seng Giok Cin yang berulang kali menolongnya. Semua ini
seolah-olah merupakan "meterai" pada hatinya akan tidak
mencintai gadis lagi, kecuali si jelita Seng Giok Cin.
Demikian ia melanjutkan perjalanannya dengan melamun-
Tidak lama, ia sudah sampai dirumahaya co Kang cay di
Yang-ce. Ketika ia mengetuk pintu rumah, yang membukanya
adalah si cantik Ie Ya.
Ho Tiong Jong agak tertegun menampik si iblis cantik ada
dirumahnya co Kang cay sebelum ia membuka mulut telah
didului oleh Ie Ya.
"Adik Jong, aku memang sudah menduga kau akan datang
lagi kesini, cuma saja begini cepat benar ada diluar
dugaanku."
Ie Ya berkata sambil menyilahkan Ho Tiong Jong masuk.
seraya berjalan masuk Ho Tiong Jong menanya. "Encie le,
kenapa kau ada di sini?"
"Kenapa, apa tak boleh aku berada disini"
"Bukannya begitu, hanya aku merasa heran saja"
"ow, kau heran, kau baik sekali enci le." kata Ho Tiong Jong
tersenyum
Ie Ya mengerlingkan matanya yang galak. tiba-tiba ia ingat
akan kelakuannya sendiri ketika menghadapi sipemuda dalam
pingsan- ia telah mencium Ho Tiong Jong dengan berlinanglinang,
oh, bagaimana bahagianya ia dapat menyentuh pipi
orang yang menjadi impiannya itu. justru ia ingat itu, maka
selembar mukanya menjadi merah dan ia tundukkan
kepalanya ketika Ho Tiong Jong mengawasi kepadanya.
Diam-diam Ho Tiong Jong tidak enak hatinya, karena ia
tahu benar, bahwa iblis cantik ini ada jatuh hati kepadanya.
Bagaimana ia dapat menyambut cintanya si cantik karena
hatinya sudah ditempati oleh Seng Giok Cin, gadis pujaannya
yang kecil langsing, yang pandai dalam bun dan bu (sastra
dan silat).
Untuk membuat nona Ie tidak lebih menjadi lengket pula
kepadanya, maka Ho Tiong Jong sebisa bisa unjukkan sikap
tawar, ia terus berjalan masuk menemui co Kang cay yang
saat itu datang menyambut dengan jalan dingkluk-dingkluk
pakai tongkat.
Ie Ya tidak enak hatinya melihat sikap sipemuda tetapi ia
bisa bersabar dan mengikuti dibelakangnya masuk ke dalam.
"Aaa, Tiong Jong, selamat ketemu lagi..." co Kang cay
berkata dengan gembira.
"Selamat, selamat co lopek.,." sambut Ho Tiong Jong
gembira. Keduanya saling bergandengan jalan masuk
keruangan tetamu.
Li lo-sat ie Ya tidak turut masuk. karena ia anggap mereka
baru ketemu lagi, sudah tentu keduanya merasa kangen untuk
dapat berCakap cakap berduaan saja.
Memang juga dugaannya ie Ya tidak meleset, sebab
mereka terus bercakap cakap dengan sangat gembira
agaknya. Terutama si orang tua she co nyerocos terus.
Setelah masing-masing basahkan tenggorokannya dengan
teh hangat, co Kang cay berkata pada Ho Tiong Jong.
"Tiong Jong, bagaimana dengan maksud kita tempo hari?"
"Urusaa apa itu co lopek?"
"Ah, kau ini suka kelupaan, apa kau sudah lupa dengan
baskom ajaib dan si cantik yang hebat khasiatnya."
Ho Tiong Jong terkejut ia diam-diam saja, tidak lantas
menjawab, hingga si orang tua tidak sabaran dan menanya
pula.
"Tiong Jong kau kenapa? Apa ada hal-hal yang menghalang
kau turut aku melakukan penyelidikan kesana?" Ho Tiong Jong
anggukkan kepalanya.
"Hei, bukankah kau sudah berjanji akan kita bersama-sama
menyelidikinya?"
"Tadinya memang begitu, tapi sekarang hatiku merasa
tawar."
"Tawarnya? Apa sebabnya, Tiong Jong?"
Ho Tiong Jong kerutkan alisnya, "co lopek," katanya
kemudian, menurut katanya adik Giok penyelidikan itu kita
jangan terus kan, karena banyak bahayanya."
"Ah, Tiong Jong, Sudah dua puluh aku membuat
penyelidikan bagaimana aku dapatkan rahasianya jalan masuk
ke gunung-gunungan itu, dan sekarang aku sudah yakin benar
theorlku itu akan berhasil. Tapi dengan mendadak kau
berubah pikiran, apa kau mau membikin aku muntah darah
karena kekesalan?"
Ho TiongJoug tercengang mendengar bicaranya si orang
tua yang diucapkan dengan sungguh-sungguh, ia lalu
menghiburi.
"co lopek, kau bersabar dahulu sebaiknya kau pikir matangmatang
jangan sampai kita menyesal dibelakang hari"
"Aku sudah yakin benar bahwa aku akan berhasil
menyelidikinya, keuntungan toh bukannya untuk aku tapi
untuk kau sendiri bukan ?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia memikirkan kata katanya
Seng Giok Cin, yang tidak menyetujui ia ikut ikutan menyelidiki
benda ajaib itu.
"Nah, sekarang begini saja," katanya, "Urusan itu baik kita
tunda dahulu, Lain kali kita bicarakan pula. Sekarang aku
membutuhkan bantuan lopek."
"Bantuan apa ?" tanya si orang tua heran-
"Suheng lopek itu sekarang ada tinggal di mana ?"
co Kang cay gelengkan kepala, "Aku tak dapat mengatakan
alamatnya Tiong Jong"
"Lopek, bukankah kau menyayang pada Tiong Jong?
Kenapa mau menyembunyikan tempat suheng mu ?"
"Untuk apa kau hendak mengetahui tempat tinggalnya ?"
"Penting. Aku ingin mengetahui rumahnya, sebab aku ingin
pergi kesana "
"Kau kau . . ." kata co Kang cay seperti yang ketakutan-
Ho Tiong Jong ketawa. "Kau jangan ketakutan, co lopek.
Bukankah kau pernah mengatakan rejekiku besar dan
belakang hari akan menjadi orang ternama?"
"Betul, tapi kenapa kau hendak mencari suhengku?"
"itulah ada sebabnya." sahut Ho Tiong Jong tenang,
"Aku tahu sekarang, memang benar kepandaiannya suheng
lopek ada sangat di segani dikalangan Kang-ouw, tapi
sekarang sudah mengasingkan diri, Tidak ingin mencampuri
urusan dunia lagi, Hal mana, sebenarnya sungguh dibuat
sayang kalau dia pasti meninggal dunia tidak menurunkan
kepandaiannya kepada salah seorang yang ia penuju untuk
menjadi akhli warisnya.?"
"Kau menebak jitu sekali, lopek"
"Ha ha ha..." co Kang cay tertawa, "Pengharapanmu sia-sia
saja, dia tidak suka dirinya dikenali orang lagi, Aku takut
memperkenalkan kau kepadanya."
"Kapan rejekiku besar, untuk apa kau takuti padanya?"
co Kang cay terkejut, Diam diam ia berpikir memang kalau
dilihat tampang mukanya Ho Tiong Jong rejekinya besar dan
di kemudian hari akan menjadi orang ternama. Mungkin tidak
ada bahayanya kalau nanti ketemu dengan suhengnya.
Tiba-tiba ia seperti menemukan jalan untuk membikin
suhengnya suka menemui Ho Tiong Jong, Maka dengan girang
ia berkata.
"Tiong Jong suhengku itu tak mau menemui orang, Tapi
aku ada satu akal untuk ia keluar dari sarangnya. Kau pergi
kesana, dengan sengaja membuat onar, membikin rusak apaapa
dalam kampungnya, pasti dia akan keluar menemui kau,
Kalau dengan sengaja kau minta-minta ketemu padanya,
jangan harap dia bisa keluar menemui padamu, bagaimana
kau pikir?"
Ho Tiong Jong lerkejut, "Lopek mana bisa aku berbuat
demikian? Bisa-bisa aku nanti diganyang oleh suheng mu."
"Kapan rejekimu besar, apanya yang ditakuti, bukan?"
Si orang tua ketawa nyengir, sementara Ho Tiong Jong
berubah wajahnya seperti yang sakit gigi.
Ternyata omongannya tadi dapat dibuat pentungan oleh si
orang tua. Akhirnya ia ketawa juga dan menyetujui pikirannya
co Kang cay.
Selagi mereka uplek berunding. tiba-tiba muncul Li lo sat ie
Ya. Dengan muka berseri-seri ia berkata. "Hei, kalian berdua
begitu asyik berunding, apa sih yang dibicarakan yang begitu
gembira? Ajak aku boleh tidak?"
ie Ya berkata sambit menghampiri kursi, diatas mana ia
duduk tanpa dipersilahkan pula oleh dua orang yang sedang
berunding itu.
Ho Tiong Jong tidak enak hatinya, kalau terus berlaku
tawar kepada ie Ya, sebab biar bagaimana juga, iblis cantik ini
ada menjadi salah satu tuan penolongnya. Maka ketika Ie Ya
mengambil tempat duduk sambit ketawa ia berkata.
"Ah, encie Ie, tidak ada apa-apa yang penting
dirundingkan. Hanya kita dapat bertemu lagi, rasa girang telah
ditumpahkan oleh masing-masing."
"Ouw, begitu? Bagaimana tentang perjalananmu setelah
meninggaikan kuil Kong beng si? Betul-betul hebat kepandaian
adik Jong, apalagi setelah kau digembleng oleh Tay-Hong
Hosiang..."
"Encie Ie..." memotong Ho Tiong Jong, tapi ia tidak dapat
melanjutkan kata-katanya karena merasa sangat sedih
mendengar disebutnya nama Tay Hong Hosiang. co Kang cay
melihat sikapnya Ho Tiong Jong telah salah anggapan-
Dikiranya pemuda itu ada kata-kata penting untuk di
sampaikan kepada ie Ya, tak dapat dilampiaskan karena
adanya ia disitu, Maka sambil berbangkit dari duduknya ia
berkata.
"Tiong Jong, dan kau nona Ie, aku mohon diri karena aku
ada urusan lain . . ." ia berkata sambil angkat kakinya
ngeloyor.
Kali ini ia tidak dibentak "jangan bergerak" oleh Ie Ya
seperti temjo hari, hanya kepergiannya itu diawasi oleh si
Nona dengan bersenyum manis. Setelah orang tua itu berlalu
ie Ya telah menanya pula pada Ho Tiong Jong.
"Adik Jong, bagaimana oh, sungguh kejam sekali kawanan
gadis itu, mereka telah membakar kuil, sehingga rata dengan
tanah, Sungguh mengerikan sekali waktu itu ketika aku
mendengar jeritan dari hweshio yang tak dapat melarikan diri
menjadi mangsanya si raja merah yang mengamuk tanpa
dapat ditahan-"
"Enci ie, bagaimana dengan Tay Hong Hosiang.... ?"
"Aku sendiri tidak tahu, sebab sewaktu api hendak menjilat
lebih luas, aku sudah meninggalkan Kong Goan suhu dan
menyelamatkan diri. Kau tahu sendiri aku tak dapat dengan
terang-terangan membantu pihaknya kawanan hweshio itu
karena aku terikat dengan sumpahku kepada Khoe Pocu."
Ho Tiong Jong menundukan kepala, sepasang matanya
sejenak tampak beringas, "Aku akan membalas dendam
kepada orang orang kejam itu Harus, harus aku membalaskan
sakit hati atas kematiannya Tay Hong Hosiang yang baik
budi...."
Demikian ia terdengar bicara sendirian, Ie Ya yang paling
tidak takuti segala apa, sejenak ketika Ho Tiong Jong
beringas, bulu romanya pada bangun juga, ia tidak
menyangka si pemuda yang tampan dan murah ketawanya itu
dapat mengunjukkan sikap yang demikian menakuti.
"Memang menjemukan perbuatannya itu," kata Ie Ya. "tapi
waktu itu kau terus ke- mana? Apa kau menyusul itu orang
berkedok kuning? siapakah dia?"
XXXIV SI CANTIK DARI KEBUN SAYUR
Ho Tiong Jong terkejut mendengar disebutnya si kedok
kuning. "Habis kau terus pergi kemana?"
"Aku pikir, kau berlaku nekad-nekadan, tak ada faedahnya.
Akhirnya aku akan dikepung oleh banyak musuh. Maka aku
sudah meninggalkan mereka dengan maksud pada suatu hari
aku akan mengunjungi pusatnya Perserikatan Benteng
perkampungan untuk menuntut balas atas kekejaman mereka
di Kong-beng si. Tapi aku tidak mengira kalau kekejaman
mereka tidak hanya sampai pada membunuhi padri-padri
disitu saja, tapi juga mereka sudah membakarnya kuil Kong
beng-si yang dibangun oleh Tay Hong Hosiang dengan susah
payah.
Ie Ya tertawa tawar "Kekejaman demikian untuk mereka
sudah biasa, Tapi yang mengherankan aku itu orang berkedok
kuning, dengan mati-matian telah bertempur dipihak kita, ilmu
pedangnya sangat hebat. Tidak gampang orang itu menemui
tandingan yang setimpat. Khoe cong yang ganas, boleh dikata
tidak nempilpada kepandaiannya." Ho Tiong Jong membisu.
"Hei, kenapa kau tidak bicara? Apa kau tidak tertarik oleh
pertolongannya si kedok kuning?"
"Enci ie, justru aku sedang memikirkan dirinya. Aku
sebenarnya pada waktu itu betul sudah menguber pada si
kedok kuning, hanya sayang aku tak dapat menyandak, dia
sungguh hebat ilmu mengentengi tubuhnya. Dia rupanya tidak
ingin menerima pengucapan terima kasihku."
"Aku menyesal, sebab aku juga kepingin tahu siapa adanya
orang itu sudah kesudian turun tangan membela kita, kau
rupanya membohongi aku, Adik Jong ?"
"Bagaimana enci dapat berkata begitu?"
Li-losat Ie Ya tertawa getir, "Adik Jong, aku percaya kau
sudah menyandak dirinya si kedok kuning ber..."
"Enci ie.." memotong Ho Tiong Jong.
"Aa, kau jangan mendustai encimu. Si kedok kuning itu ada
hubungan erat denganmu, betul tidak tebakanku ?"
Ho Tiong Jong gaga-gugu, ia sebenarnya tidak mau
menyakiti hatinya le Ya, yang ia tahu benar ada menyintai
dirinya, sebab kalau ia omong terus terang bahwa si kedok
kuning ada Seng Giok Cin tentu hatinya nona Ie menjadi
kecewa.
Tapi, sekarang di tebak demikian oleh si iblis cantik Ho
Tiong Jong jadi kebingungan bagaimana ia harus
menjawabnya.
"Adik Jong." kata Ie Ya dengan suara agak tidak lancar,
"aku tak perlu menyebutkan namanya si kedok kuning, karena
dari sikapmu diam-diam kau sudah mengakui tepatnya
tebakanku atas dirinya, Aku tidak harus menyampuri
urusanmu dengan dia. hanya dalam urusan pembakaran Kong
beng si bagaimana juga harus aku turut menginsafi
semangatmu yang tenggelam dalam lautan asmara." Ho Tiong
Jong merah selebar mukanya.
"Adik Jong." kata pula le Ya. "Tay Hong Hosiang sudah
demikian baik hati terhadap dirimu. Dia telah mengorbankan
tenaga dalam untukmu sehingga dia binasa dalam lautan api,
ini harus kau ukir dalam otakmu benar-benar. Satu waktu kau
harus cari orang yang telah bersalah, yang menyebabkan kuil
Kong beng si terbakar dan menjadikan kematiannya orang
terhadap siapa kau ada berhutang budi."
Ho Tiong Jong merah matanya. Butiran air mata tanpa
dirasa telah menerjang keluar dari kelopak sepasang matanya.
Pemuda gagah itu melepas air matanya dengan pikiran
sangat kalut.
Ia memang berhutang budi pada Tay Hong Hosiang tapi
siapa mau dikata, orang yang baik terhadap dirinya itu kini
sudah berada ditempat baka. Baginya, tidak jalan lain, untuk
membuat rochnya ditempat baka merasa senang, adalah
mencari orang yang membakar kuil Kong-beng-si untuk
membalaskan sakit hatinya.
"Enci ie...." jawab Ho Tiong Jong dengan suara parau,
"perkataanmu tidak salah, terima kasih atas perhatianmu. Aku
ingat betul akan nasehatmu ini."
"Aku tidak perlu dengan terima kasihmu. Asal kau selalu
ingat diriku, aku sudah merasa girang dan bahagia..."
Ho Tiong Jong terkejut, matanya menatap pada nona Ie
yang cantik, kecantikan dalam bentuk lain dan Seng Giok Cin
kekasihnya itu. nona Ie ada mempunyai kecantikan dan daya
penarik lain, hingga ketika matanya kebentrok dengan sorot
mata Ie Ya yang haus dengan cinta pemuda impiannya itu,
membuat hatinya Ho Tiong Jong tergetar.
Tapi untung ia lekas sadar. Pikirnya dengan menimbulkan
urusan asmara baru dengan si iblis cantik dirinya akan
menemui kesulitan berlarut-larut, ia tak dapat melupakan
gadis yang telah menempati hatinya terlebih dahulu, maka
matanya yang tadi memandang dengan mesra telah berubah
dan cepat-cepat ia tundukkan kepalanya.
Li-lo sat Ie Ya bersenyum getir, ia mengerti anak muda itu
tak dapat ia miliki. Hatinya sudah kena direbut oleh Seng-Giok
Cin.
Terdengar ia menghela napas panjang, Ho Tiong Jong
rasakan hatinya pilu, ia mengerti bahwa Ie Ya seperti yang
putus asa hendak merebut hatinya yang ia sudah berikan pada
Seng Giok Cin.
la tidak tahu saat itu bagaimana ia harus berbuat, untung
ketolongan dengan munculnya co Kang cay yang mengundang
Ho Tiong Jong dan Ie Ya datang diruangan makan, dimana
sudah tersedia hidangan untuk mereka.
"Tiong Jong, hidangan sudah siap untukmu. Mari kita
makan, nona Ie mari kita makan-.." demikian tuan rumah
mengundang dengan ramah.
"co lopek, kau terlalu memperhatikan padaku." kata Ho
Tiong Jong.
"Kau habis melakukan perjalanan dari tempat jauh,
seharusnya kau lekas-lekas menangsel perutmu. Anak muda,
mari kita makan .... ha ha..." co Kang cay berkata sambil
menggandeng Ho Tiong Jong.
Ie Ya kesal hatinya dengan munculnya si orang tua, tapi ia
pikir lagi, memang benar juga Ho Tiong Jong datang dari
tempat jauh seharusnya ia menemukan hidangan terlebih
dahulu, baru bercakap-cakap dengan gembira.
Maka ia dengan tidak berkata apa apa telah mengikuti dua
orang itu berjalan ke ruangan makan, sesampainya disitu Ho
Tiong Jong berkata.
"co lopek perutku memang sudah minta diisi, tapi badannya
rasanya lengket dengan debu diperjalanan maka aku permisi
mandi dahulu saja..." Pemuda itu berkata dengan Jenaka.
"Tentu, tentu . . IHei. cin Siang mari sini" ia memanggil
pelayannya, yang segera menyamperi, "kau bawa Ho Siauw ya
kekamar mandi. Terlebih dulu kau bawa kekamarnya yang lalu
sudah ku beritahukan padamu, baru kau antar kekamar
mandi, Kau baik-baik melayani Siauw ya ya "
Ho Tiong Jong ketawa nyengir, ia melirik pada ia Ya dan
berkata.
"Enci le, kau turut co lopek dulu menghadapi hidangan. Tak
usah menantikan aku, makan saja lebih dahulu."
Ie Ya hanya mesem, Kemudian ia mengikuti co Kang cay
masuk keruangan kamar makan, disana ia bercokol
menghadapi hidangan, Tapi ia tak mau makan sendirian, ia
nantikan sampai Ho Tiong Jong datang supaya dapat makan
bersama-sama. Lama juga Ho Tiong Jong pergi mandi
sehingga si Nona kekesalan-
"nona Ie, kau makan saja lebih dahulu, jangan tunggu
Tiong Jong mungkin dia lama dikamar mandi."
"Biar, biarlah aku menantikan dia."
co Kang cay tidak berkata apa-ala lagi, ia agaknya jerih
kepada ini nona galak.
sebentar lagi, Ho Tiong Jong muncul juga di ambang pintu.
Ia melihat keduanya membungkam, hidangan masih belum
ada yang ganggu, rupanya mereka menanti kedatangannya,
Maka cepat-cepat ia masuk dan mengambil tempat duduk
sambil berkata.
"co lopek. enci Ie, kenapa kalian belum makan? Mari kita
makan-"
Ho Tiong Jong tanpa sungkan-sungkan lagi sudah kerjakan
sumpitnya menyumpit daging ayam yang empuk lalu
dimasukan kedalam mulutnya, kemudian disusul dengan nasi,
ia makan dengan lahapnya. Dalam beberapa saat ia sudah
menyikat tiga mangkok nasi. selama makan Ho Tiong Jong
tidak banyak bicara.
Ie Ya yang menunggu-nunggu Ho Tiong Jong bercerita
ternyata kecele, ia terhadang timbulkan soal sebagai bahan
pembicaraan, akan tetapi Ho Tiong Jong menjawab dengan
"Ya" atau anggukkan kepala saja.
Setelah mereka selesai makan, Ho Tiong Jong omongomong
sebentaran dengan co Kang cay dan ie Ya, kemudian
permisi tidur siang-siang dengan alasan badannya sangat
lelah.
Kembali Ie Ya merasa kecewa, ia juga kemudian telah
masuk tidur, Dalam kamarnya, Ho Tiong Jong tidak dapat
tidur, pikirannya bekerja, Menurut pengunjukkan co Kang cay
suhengnya itu ada bertempat tinggal tidak jauh dari pintu kota
sebelah timur, Mereka ada muridnya In Kay, yang di
maksudkan In Kay tentu In Kie Lojin-
Dari otaknya yang cerdik, ia menduga pasti bahwa Sim Pek
Hian, suhengnya co Kang cay itu bukan lain daripada akhli
waris In Kie Lojin yang termasyhur ia telah menyembunyikan
dirinya dalam sebuah tempat yang sunyi dengan penduduk
beberapa gelintir saja, ia memperkenalkan namanya sebagai
seorang she Sim.
Dengan berbuat demikian ia tidak mengalami kesulitan dari
pihaknya orang-orang Perserikatan Benteng perkampungan
yang mengarah kitab "Kumpulan ilmu silat sejati" yang ia
sembunyikan pada suatu tempat rahasia.
Meskipun sudah berjalan berpuluhan tahun tidak
kedengaran orang-orang dari Perserikatan Benteng
perkampungan menyelidiki akan kitab pusaka itu, akan tetapi
ia selalu waspada, ia tidak ingin kitab wasiat itu jatuh
ketangan orang sembarangan yang akan membuat huru-hara
dalam dunia Kang ouw. Ho Tiong Jong gulak gulik
dipembaringannya.
Pikirnya, "bagaimana ia harus bertindak untuk menghadapi
jago tua yang merahasiakan dirinya itu? ia harus memilih jalan
sangat hati-hati, kalau tidak, niscaya maksudnya untuk minta
diterima jadi muridnya si orang tua itu akan gagal."
Ho Tiong Jong merasa kepandaiannya belum sempurna, ia
harus belajar lagi kepada orang pandai itu, yang memiliki kitab
pusaka jilid ke satu, yang didalamnya ada dilukiskan berbagai
ilmu silat yang sangat tinggi.
cara ilmu silat berbagai cabang bagaimana dipraktekkannya
ada ditulis dengan lengkap dalam kitab itu, Dalam jilid kedua,
yang demikian itu tidak ada.
Hanya tertulis komentarnya saja dan sedikit petunjukpetunjuk
bagaimana orang memelihara badannya supaya jadi
kuat dan mempunyai tenaga dalam yang mahir.
Demikianlah, pada keesokan harinya, pagi-pagi sekali Ho
Tiong Jong sudah bangun, setelah cuci muka, lantas ia keluar
pergi ketoko untuk membeli barang yang akan diberikan
kepada jago tua itu sebagai bingkisan perkenalan. Ie Ya
tatkala mana masih belum bangun dari tidurnya.
Ho Tiong Jong setelah membeli barang-barang yang perlu
sebagai bingkisan itu, tidak kembali kerumahnya co Kang cay,
tapi langsung menuju kepintu kota sebelah timur untuk
mencari Sim Pek Hian akhli waris dari in Kie Lojin.
Mulutnya mudah bertanya, maka tidak heran ia sudah
dapat pertunjukan yang diingini. Mula-mula ia menemukan
jalannya yang buruk. disana ada berdiri kira-kira sepuluh
rumah yang jelek. pada setiap sampingnya rumah-rumah itu
ada pekarangan yang lebar dan kebun sayur.
Ia berjalan sampai dirumah yang di ujung sekali, pintunya
tertutup rapat dan sepi keadaan disitu, ia melihat kebun sayur
yang terbentang disitu luasnya kira kira tiga bu sekitarnya
dipagar oleh pohon-pohon berduri amat rapat, tingginya kirakira
satu tumbak. Ditengah-tengah kebun sayur itu ada
sebuah rumah kecil, mencil sendiri. Pikirnya, apakah dia itu
rumahnya Sim-Pek Hian?
Diam-diam ia menghela napas. orang pandai dalam dunia
persilatan sampai mengumpat dalam rumah demikian kecil,
tidak lain, karena maksudnya untuk melindungi kitab pusaka
yang dimilikinya itu.
Ia berjalan masuk kedalam kebun sayur itu, Tidak jauh dari
ia berjalan ia mendapat lihat ada tanah sedikit muncul sebuah
kuburan, Sekitarnya dikitari oleh kira-kira dua puluh pohon
Tho.
Kemudian ia menghampiri rumah kecil itu, justru ia hendak
mengetuk pintunya, tiba-tiba sudah dibuka dari sebelah dalam
dan tampak satu gadis remaja yang cantik sekali berjalan
keluar.
Ho Tiong Jong terpesona oleh kecantikan si nona.
Dua pasang mata kebentrok, si nona sambil bersenyum
telah tundukkan kepalanya dan meneruskan perjalanannya
lagi.
Mulutnya sudah terbuka hendak menanya, akan terapi
urung, karena si nona tampak jalannya cepat-cepat saja, Ho
Tiong Jong tidak berani mengetuk pintu, hanya ia keluar lagi
dari kebun sayur itu, ia menghampiri seorang wanita tua yang
sedang menjemur pakaian-
Dengan laku hormat ia menanyakan rumah dalam kebun
sayur itu siapa penghuninya? Benar seperti apa yang ia duga
semula rumah kecil itu ada tempat tinggalnya Sim Pek Hian
Ia seorang tua, dan sudah tinggal disitu sepuluh tahun
lamanya-Ho Tiong Jong berjalan lebih jauh. Di depannya salah
satu rumah ia lihat ada duduk seorang anak lakl-laki berumur
kira-kira dua belas tiga belas tahun sedang asyik membaca
buku. Rupanya ia sangat tekun dengan pelajarannya, Ho
Tiong Jong berhenti dan menanya.
"Adik kecii, kau kelihatan sangat tekun dengan
pelajaranmu, sehingga melupakan keadaan disekitarmu, Siapa
namamu adik kecil?"
Anak laki-laki itu tak lantas menjawab- hanya ia mengawasi
pada Ho Tiong Jong beberapa saat, "kau siapa? Aku bernama
Kioe Kie Hok." jawabnya kemudian,
Ho Tiong Jong tertawa, "Aku mencari teman" katanya, "tadi
tak ketemu. Adik kecil, kalau kau suka terimalah bingkisan ini
supaya aku tak berabe membawa pulang lagi."
Ho Tiong Jong berkata sambil menyerahkan bingkisan yang
dibawanya, akan tetapi anak itu tak mau menerimanya.
"Tidak- tidak- aku tidak mau nerima." katanya, sambil
tangannya ditaruh ke belakang lucu sekali kelihatannya.
"Kenapa kau tak mau terima, adik kecil?" tanya Ho Tiong
Jong. Tapi sebelum anak itu menjawab, tiba-tiba ada suara
memanggil nama anak itu.
"Kie Hok. Kie Hok. lekas masuk kedalam" demikian
terdengar suara merdu dari sebelah dalam rumah. Tidak lama
kemudian orang yang memanggil tadi telah unjukkan dirinya
dan bukan lain kiranya ada si nona yang barusan Ho Tiong
Jong lihat dirumahnya Sim Pek Hian.
"Enci, ini koko mau kasih bungkusan padaku, tapi aku telah
menolaknya ..." kata Kho Kie Hok. sambil menunjuk pada Ho
Tiong Jong.
Si nona memandang pada si pemuda dengan melototkan
matanya.
Ho Tiong Jong tidak enak hatinya, ia kuatir si nona
menduga yang tidak-tidak bahwa ia dengan memberikan
bangkusan itu hendak membuat jahat pada anak kecil itu.
"Nona harap kaujangan salah paham. Aku memberikan
bungkusan ini dengan setulus hati. Sebab orang yang kucari
tidak ketemu, aku pikir dari pada aku bawa kembali
bungkusan ini lebih baik diberikan pada adik kecil ini."
"Kie Hok. hayo masuk kedalam " memerintah sang enci,
sinona ternyata tidak menghiraukan Ho Tiong Jong.
"Nona apa kau tidak percaya atas perkataanku barusan ?"
si nona yang hendak berjalan masuk kedalam mengikuti
adiknya, telah baliki badannya dan berkata, "Siapa yang
berkata pada mu tidak percaya ? Kau bilang begitu sendiri,
mungkin bicaramu tidak benar."
Ho Tiong Jong melongo, ia tidak menduga sama sekali si
nona akan berkat demikian-Hatinya sangat tidak enak. ia tak
berjaya untuk melayani nona yang ketus dingin ini,
kemungkinan besar, kalau diajak bicara lebih lama akan
menimbulkan salah paham lebih hebat lagi.
Ho Tiong Jong jadi serba salah. Untuk meninggalkan begitu
saja, ia pikir kurang pantas, maka ia berdiri menjublek sekian
lama. Tapi ia akhirnya berlalu juga dari depan rumah itu,
ketika melihat sinonapun tinggal membisu saja. Tapi belum
berjalan berapa langkah ia mendengar gerutuannya sinona.
"Hm.. Masih baik kau tahu diri, kalau tidak sudah kuhajar
kau."
Ho Tiong Jong merandek dan balik badannya menatap
wajahnya si gadis, Si nona ada dari familie Kho. Gadis remaja
yang cantik jelita. entah dengan siapa ia tinggal ditempat itu.
Ketika melihat dirinya diawasi, ia balas memandang pada Ho
Tiong Jong.
Wajah si pemuda yang tampan menawan dan
pengawakannya yang tegap dan gagah, agaknya membuat
tergetar juga hatinya si gadis cantik dari kebun sayur. Selebar
mukanya menjadi merah, kemudian ia tundukkan kepalanya.
Terdengar Ho Tiong Jong tertawa perlahan. ia berpendapat
bahwa gadis ini hanya diluarnya galak. sedang hatinya ada
lemah.
Tertawanya si pemuda justeru menimbulkan salah paham
pada nona Kho. Air mukanya tampak cemberut, dengan suar
galak ia menanya.
"Kau tertawakan apa ? Hm Kau tentu mentertawakan aku,
ya ?"
"Aku tertawakan kau juga bukan bermaksud jelek."
"Habis apa maksudnya ?"
Ho Tiong Jong kembali tertawa.
"Kau jangan main gila dengan nonamu, ya ?"
"Waduh galaknya. Kalah harimau..."
Wajahnya nona Kho cemberut-cemberut ketawa,
mendengar si pemuda berkelakar.
"Niiih... harimau " bentaknya, seraya menyerang dengan
tangannya yang halus.
"Eee... kok nyerang? Apa nona mau berkelahi dengan aku?"
si pemuda menggoda seraya berkelit dari serangan sinona.
Gemas hatinya nona Kho, sebab giginya sampai
bercatrukan.
Ia tidak menyangka, serangannya yang hebat tadi dengan
mudah saja dapat diegoskan oleh pemuda tampan didepannya
itu.
Nona Kho sebenarnya tidak ingin mengumbar napsu
marahnya, karena biar bagaimana juga, barusan hatinya
sudah kena ketusuk panah asmaranya Ho Tiong Jong, tapi
karena keterlanjur barusan ia sudah menyerang, ia harus
lanjutkan tindakannya.
"Lelaki tolol.jangan banyak omong" nona Kho membentak
lantas menyerang lagi pada Ho Tiong Jong dengan gerakan
yang gesit sekali. Kembali serangannya menemui tempat
kosong.
Ho Tiong Jong yang diserang, bukan saja dapat
menghindarkan serangan, tapi seperti setan saja dengan
mendadakan sudah berada disampingnya si nona.
"Hei, nona, kau benar-benar ganas..." terdengar suara
berbisik, nyelusup ke telinganya nona Kho yang saat itu
sedang kebingungan kehilangan lawannya.
NONA Kho kaget bukan main, ketika nampak dirinya Ho
Tiong Jong berada disampingny siapa kalau mau dengan
mudah saja menyamber pinggangnya yang ceking langsing,
cepat melompat menjauhkan diri.
"orang liar kau berani main-main dengan nonamu? Barusan
aku lihat gerak-gerikmu didepan rumahnya Sim loya, aku
sudah tahu kau ini bukannya orang baik-baik."
"Nona, kau jangan berkata sembarangan."
"Kalau bukannya orang liar, kenapa kau datang mengacau
disini ?"
"Aku datang juga ada maksudnya."
"Maksud apa? Hendak mencuri barang, atau sengaja
hendak mempersulit orang?"
Ho Tiong Jong tidak senang dikatakan hendak mencuri
barang dan mempersulit orang, karena kedatangannya kesitu
adalah dengan hati yang sujud hendak menemui orang
pandai. Dengan sungguh-sungguh ia berkata.
"Nona, aku hampir tidak percaya seorang nona cantik jelita
seperti kau ini dapat mengeluarkan kata-kata yang tak enak
bagi orang yang mendengarnya."
"Habis, kau mau apa?" tanyanya galak. Ho Tiong Jong
membisu.
"Kau tidak senang dikata-katai demikian, apa urusanmu.
Kau boleh membela dirimu kalau ada mempunyai kepandaian-
Kini sudah berhadapan dengan nonamu, jangan harap ka
dapat lolos sebelumnya mendapat tanda mata atas
perbuatanmu yang lancang."
"Baiklah, aku ingin lihat kepandaianmu sampai dimana."
Nona Kho ketawa ngikik, kepalannya yang kecil diayun
menyerang si pemuda, tapi lagi-lagi menemui tempat kosong,
Meskipun begitu telah mengejutkan juga si pemuda yang tidak
mengira sama sekali kalau nona yang demikian sederhana ada
mempunyai tenaga dalam yang mahir.
Angin serangannya berkesiur mendampar seolah-olah
gelombang laut. Dengan tenang Ho Tiong Jong meladeni si
nona bertempur Rupanya nona Kho sangat penasaran akan
serangannya yang sudah dilakukan sampai tiga kali, tapi tidak
ada satu yang dapat menyentuh Ho Tiong Jong, meski hanya
ujung bajunya saja, Si nona bergerak dengan lincah,
menyerang dan membela diri dengan bagus sekali hingga
diam-diam Ho Tiong Jong merasa sangat kagum.
Pasti si nona sudah mendapat didikan orang pandai kalau
tidak, dalam usia demikian muda mana bisa ia sudah
mempunyai kemahiran dalam tenaga dalam?
Mengingat bahwa dirinya datang kesitu bukannya hendak
mencari musuh, mengingat juga bahwa sinona ketika pertama
kali sepasang matanya kebentrok dengan sorot matanya
seperti yang tertarik olehnya, maka perlawanan Ho Tiong Jong
tidak dengan sungguh-sungguh, malah kasihkan dirinya
dicecer dengan tidak memberikan perlawanan apa-apa. Hal
mana membuat nona Kho jadi heran.
"Hei, orang liar Lekas keluarkan kepandaianmu untuk
dipertontonkan didepan nonamu, Aku mau lihat apa kau ada
harganya untuk menjadi lawan dari nonamu ?"
Biar bagaimana Ho Tiong Jong berdaya sebisanya menahan
sabar, kini ia mendengar kata-kata si nona yang jumawa,
hatinya merasa panas juga.
"Nona sombong, aku she orang she Ho tidak mempunyai
kepandaian-" Jawabnya, berbareng ia merubah cara
bersilatnya. Kim-ci Gin-ciang dikombinasi dengan Tok liong
ciang-hoat.
Tubuhnya berkelebat gesit seka1i hingga si nona yang
barusan menang diatas angin, dalam sedikit tempo saja jadi
kelab akan- Sebentar-bentar ia merasa ditowel bahunya,
kupingnya dan lengannya, semua itu menyatakan bahwa ilmu
silatnya si nona bukan tandingannya si pemuda.
Tapi nona Kho masih terus membandel dan memberikan
perlawanan dengan gigihnya.
Lama kelamaan ia kena dipermainkan Ho Tiong Jong
menjadi gemas juga. Dari gemas menjadi marah dan dari
marah menjadi sedih, akhirnya ia lompat dari kalangan
berkelahi sambil banting-banting kaki seperti hendak
menangis ia berkata.
"orang she Ho, kau jangan kira ilmumu sudah tinggi
hendak menghina pada seorang wantia. Betul-betul kau orang
liar ini tidak tahu malu."
"Aku bukannya hendak menghina padamu, nona. Maaf atas
semua perbuatanku tadi sebab memang juga bukannya
menjadi aku punya maksud untuk bertempur dengan seorang
wanita."
"Tutup mulutmu " bentak si nona, "Kalau kau benar satu
laki-laki, jangan kita bertempur disini, mari ikut aku kekebun
sayur, disana nanti kita akan mendapat kepastian siapa yang
lebih unggul kepandaiannya."
Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala.
"Aku tidak berani bertempur lagi dengan kau?" kata pula si
pemuda.
"Kenapa, apa kau takut? Hm Pengecut memang selalu
merasa jerih hatinya."
Kembali Ho Tiong Jong dibikin panas hatinya oleh kata-kata
si nona. "Apa kau kira aku takut padamu?" katanya lagi
kemudian-
"Kalau tidak takut, kenapa jerih untuk berkelahi di kebun
sayur?"
"Baik, silahkan kau jalan lebih dulu."
Si nona tanpa menjawab lagi, lantas enjot tubuhnya
melesat dan sebentar saja sudah menghilang dari
pemandangannya, Ketika Ho Tiong Jong sampai dikebun
sayur, ia celingukan mencari si nona ternyata dia masih belum
kelihaian-
Tidak lama kemudian ia lihat pintu rumah kecil yang ada
ditengah-tengah kebun sayur itu sudah terbuka dan nona Kho
kelihatan keluar dengan muka berseri-seri.
"Aaa.... dia tentu sudah lapor pada Sim Pek Hian untuk
minta bantuan-" pikir Ho-Tiong Jong, "itu memang lebih baik,
aku jadi dapat bertemu dengan orang pandai yang tak mau
menemui tetamunya. Ha ha ha.." ia ketawa geli dalam
hatinya. Tapi diam-diam ia memperhatikan kalau-kalau si tua
ada ikut keluar dengan nona Kho.
Ternyata Sim Pek Hian tidak unjukkan batang hidungnya,
malah pintu rumah telah dirapatkan lagi oleh nona Kho,
kemudian ia menghampiri si pemuda yang sudah berada di
lapangan kebun sayur,
Tampak air mukanya yang cantik mengunjukkan senyuman
mengejek.
"orang liar, dengan kepandaianmu yang tidak seberapa
rupanya kau sengaja hendak menghina kaum perempuan,
sekarang kau menghinakan aku di tengah jalan, tentu
perbuatanmu ini bukannya kali ini saja. Entah sudah berapa
banyak nona-nona yang sudah diperhina olehmu. Nah,
sekarang nonamu akan membalas dendam untuk
perbuatanmu yang tidak senonoh itu."
"Nona. . ." menyelak Tiong Jong. "kau jangan sembarangan
berkata. Aku bukannya itu lelaki yang kau maksudkan- Kalau
aku mau menghinamu. barusan untuk apa berlaku baik hati
mengampuni kau. Aku siang-siang sudah menotok kau rubuh
dan sekarang kau tak usah mengobralkan katamu yang
menyakiti hati itu."
Nona Kho tak dapat menjawab, pikirnya benar juga katakatanya
si pemuda itu.
Mungkin ia bukannya orang jahat, kalau ia sudah mencaci
demikian karena ia menuruti napsu gemasnya saja kepada
pemuda gagah itu.
"Nona kalau aku berbuat salah, aku dengan senang hati
memohon maaf dengan kau tapi kalau kau menuduh yang
bukan-bukan benar-benar aku tak dapat menerima." kata Ho
Tiong Jong lagi dengan roman serius.
Nona Kho mengawasi si pemuda, tanpa berkata-kata untuk
sesaat lamanya.
Ho Tiong Jong menduga sinona sudah dapat dibikin
mengerti dan menyesal akan bicaranya yang sembarangan itu
maka melihat si nona diam saja ia tidak berkata-kata lagi,
hanya menantikan apa jawabannya sinona nanti.
"Aaaa. . . kata-katamu boleh juga." kata nona Kho. "Untuk
mendapat maaf dari aku mudah saja, aku minta kau berdiri
tegak dan aku akan tempiling pipimu, barulah aku merasa
puas dan memaafkan padamu, Kau tidak boleh membalas
atau menyerang aku karena kalau berbuat demikian kau bisa
celaka. Nah, jagalah sekarang aku menyerang"
Ho Tiong Jong mendongkol, ia tak mau diperhina orang
perempuan maka ia sudah bersiap ketika sinona menyerang.
Nona Kho ternyata telah melancarkan serangan dengan
tangan kanannya hanya berpura-pura saja, sebab yang
sebenarnya memukul ada tangan kiri mengarah mukanya.
Bukan main si pemuda kagetnya, karena serangan yang
dilakukan si nona ada demikian cepat dan tak diduga-duga
hingga ia kena diakali.
Selebar mukanya menjadi merah karena menahan marah.
Ketika tangannya si nona hampir memukul mukanya, ia lantas
mendongakkan kepalanya, berbareng tangannya bekerja
mengirim serangan, hingga nona Kho sempoyongan terdorong
oleh dahsyatnya angin pukulan Ho Tiong Jong.
Nona Kho kaget dan ia tak berani menyerang lagi.
"Ha ha ha.,." terdengar Ho Tiong Jong ketawa, "Terima
kasih atas seranganmu dan sekarang terimalah pembalasan
seranganku."
Sambil berkata Ho Tiong Jong menyerang dengan ilmu
serangan berantai, sehingga nona Kho menjadi kelab akan
menangkis.
Tapi dengan pelahan-lahan nona Kho dapat melayani si
pemuda dengan ilmunya yang sukar diterobosi serangan
musuh, tangannya diputar membuat suatu lingkaran-
Ilmu lingkaran tangan itu mengandung angin keras, hingga
Ho Tiong Jong bingung juga bagaimana caranya memecahkan
ilmu itu. ia lantas menggunakan beberapa tipu pukulan dari
Tok liong ciang-hoat untuk melayaninya.
Sayang tipu-tipu istimewa dari Tok- liong ciang-hoat
warisan Tok-kay itu tak dapat menembusi pertahanan si nona,
yang dengan gigihnya menangkis dan terkadang ia
melancarkan serangan istimewa yang membuat Ho Tiong Jong
bingung juga menghindarinya.
Pada suatu saat tiba-tiba Ho Tiong Jong lompat keluar dari
kalangan berkelahi,
seolah-olah hendak menyudahi pertempuran yang belum
ada keputusannya itu.
Terdengar nona Kho tertawa dingin. "ow kiranya kau
belajar lompat juga? Sejak tadi aku tak bergerak..." sambil
berkata ia melangkah mundur dan berdiri diatas galangan
kebun sayur
"orang liar, kau berani bertempur disini, mari kesini. Kita
bertanding di sini siapa yang melangkah keluar dari galangan
dia dinyatakan kalah, bagaimana akur?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab. Hatinya panas, seketika itu
ia melesat dan dilain saat ia sudah berdiri didepan nona Kho.
Si nona menyambut kedatangannya si pemuda, setelahnya
berdiri tegak dengan jurus serangan kedua oleh tangan kanan
dan ke-arah muka dengan serangan tangan kiri.
Meski agak gugup, ternyata serangan-serangan itu dapat
dihindarkan oleh Ho Tiong Jong.
Kemudian ia membuka serangan membalas, pertandingan
diatas galangan kebun sayur ternyata sangat menarik hati,
mereka kelihatan bertempur dengan sungguh-sungguh dan
masing-masing pada keluarkan ilmu simpanannya.
Malah kali ini Ho Tiong Jong dibuat heran, sebab kalau tadi
di jalanan ia menempur si gadis dengan mudah dapat
mempermainkannya, menowel kuping, menyentuhnya
bahunya dan lengannya, kini ternyata si gadis sangat gesit
dan ia merasa kewalahan untuk meladeninya, ia kagum
dengan kepandaiannya si nona yang sempurna.
Pikirnya, "mungkin si nona tadi sudah mendapat
pengunjukan dari si orang tua yang tak mau menemui
tamunya, makanya nona Kho kali ini sangat lihay."
Dengan muridnya saja rasanya sudah kewalahan
bertempur, bagaimana nanti kalau melayani gurunya nona
Kho? Pikiran ini mengaduk dalam otaknya Ho Tiong Jong.
Sebaliknya nona Kho juga berpikir, kalau semua
serangannya selalu luput, bagaimana nanti kesudahannya.
Ho Tiong Jong perhebat serangan-serangannya, ia
menyecar dari segala jurusan, akan tetapi si nona tetap
dengan pembelaannya lingkaran tanganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Lama-lama karena hatinya gentar juga rasanya badan
sudah mulai letih, maka sinona sambil bertanding terus
mundur saja, Akhirnya ia kabur dan menghilang diantara
pepohonan- Kelakuan mana membuat Ho Tiong Jong
tertegun, ia tidak mengira bahwa sinona akan meninggalkan ia
demikian saja.
Apakah sinona sudah tidak tahan oleh serangannya? Tidak,
nona Kho masih tahan kalau ia mau terus bertempur. Tapi
kenapa dia sudah melarikan diri? Rupa-rupa pikiran mengaduk
otaknya Ho Tiong Jong.
Ia ingin sekali dapat menemui sim Pek-Hian gurunya sinona
tentu Pikir ia sudah sampai disitu, karena kalau tidak sampai
menemui orang pandai itu sayang sekali.
Selagi ia melamun sambil saban-saban mengawasi angkasa
yang luas, tiba-tiba ia mendengar suara nona Kho yang
merdu, ia cepat menoleh, ternyata si gadis sedang berdiri
disampingnya salah satu pohon. Kini ia berdandan rapih,
rupanya barusan ia habis tukaran, kelihatannya sangat elok
hingga Ho Tiong Jong berdiri menjublek menyaksikan
keelokan wanita yang seperti bidadari itu.
"Hei, kau jangan bengong mengawasi saja, dengarlah aku
bicara" menegur sinona,
sambil menekap mulutnya yang mungil menahan gelinya.
Ho Tiong Jong seperti tersadar dari lamunannya.
cepat-cepat in berdiri tegak dan balas tersenyum, kemudian
berkata.
"Nona, ada pesan apa untukku?"
"Kau pasang kuping baik-baik dan dengarlah aku bicara."
nona Kho berkata lagi dengan suara sungguh-sungguh.
"Baik nona, aku sudah siap" jawab Ho Tiong Jong, sambil
berdiri tegak menghadap si nona. Lagaknya lucu sekali, hingga
mau tidak mau nona Kho yang tadi sudah mulai serius
bicaranya sudah ketawa dibuatnya.
"orang edan, jangan main sandiwara didepan nonamu. Aku
akan bicara sungguh-sungguh, kau harus mendengarnya
supaya dirimu tidak sampai binasa."
"celaka tiga belas kenapa aku harus binasa?"
"Kau dengar dahulu bicaraku, nanti tahu apa sebabnya."
Ho Tiong Jong anggukkan kepalanya, "Nah, lihat disana
ada kuburan keramat," kata si nona lagi, sambil menunjuk
pada tanah yang muncul yang merupakan kuburan-
"Sekali-kali kau tak boleh coba-coba mendekatinya. Kalau
melanggar ini. akibatnya jiwamu akan melayang, ini ada pesan
yang pertama, kau mengerti ?"
XXXV. ILMU LINGKARAN BUMI LANGIT.
HO Tiong Jong anggukkan kepalanya. "Dan yang kedua,
peringatan apakah itu?" tanyanya.
"Yang kedua kau harus perhatikan- Tempat ini ada tempat
keramat, kalau sebentar kau mau keluar dari kebun sayur itu
tak mempunyai daya, janganlah kau berlaku tolol dengan
membabi buta tabrak sana dan tabrak sini merusak kebunan.
Kau harus bersumpahyalah setelah kau keluar dari tempat
ini kau tak boleh mengatakan pada orang lain tentang
pengalamanmu disini, barulah aku akan melepaskan padamu."
Ho Tiong Jong geli dalam hatinya.
Pikirnya, "kebun yang tidak seberapa luas itu, mana dapat
menahan dirinya dan ia bisa linglung untuk keluarnya. Tak
bisa jadi.
Ah, ini nona rupanya mau menggertak ia saja supaya
ketakutan-"
"Dan yang ketiga?"
"Terserah pada pikiranmu, mau mentaati peringatanmu
atau tidak. sebab yang bakal mengalami kebinasaan bukannya
aku."
"Dan yang keempat?"
"Kau, kau... harus bisa jaga diri."
Ho Tiong Jong melengak mendengar kata-katanya si gadis
paling belakang.
Dalam kata-katanya itu seperti mengandung kasih sayang
yang mesra. Entahlah, apa gadis cantik jelita itu juga jatuh
hati padanya? Ah. sungguh runyam sekali kalau ia mesti
dicintai oleh satu gadis lagi, Tapi gadis Seng Giok Cin, Kim
Hong Jie, Ie Ya dan tak terhitung ceng ie, sudah membuat ia
mabuk untuk memilihnya, semuanya ada cantik-cantik,
masing-masing membawa gaya dan tingkah laku yang khusus
untuk membuat lelaki terpikat. Hebat ia tidak berani
memikirkan pula si nona dari kebun sayur itu.
Ketika pikirannya tersadar dari tertegunnya, ia lantas
memandang kearah sigadis berdiri, akan tetapi ternyata nona
Kho sudah menghilang, entah sedari kapan ia sudah
meninggalkan tempat itu.
Ia celingukan mencarinya, akan tetapi tidak kelihatan gadis
cantik itu.
Pikirnya, "si nona mengatakan bahwa tempat kuburan itu
keramat, mungkin ia tidak berdusta, ingin ia menemui Sim Pok
Hian yang berkepandaiannya sangat tinggi, jikalau ia harus
mati rasanya rela, peringatan si nona harus ditaati, karena
perkataannya itu bukan perkatan mustahil akan menimbulkan
kematian atas dirinya, kalau ia melanggar peringatan itu. .
Dengan pelahan-lahan ia meninggalkan tempat itu,
pikirannya terus melayang layang ingin menemui sim Pek
Hian- Ketika ia sampai pada pintu kebun. lantas ia menerobos
keluar, tapi alangkah kagetnya ketika mengetahui bahwa
sesuatu yang bermula ia apal betul kini tampaknya sudah
berubah dan ia tak tahu harus jalan kemana buat bisa keluar
dari tempat itu.
Ia coba lompat melesat kesana sini tapi tidak juga
menemui jalan keluar, ia sangat heran- Ketika diteliti pintu
kebun sekarang kelihatan seperti sudah dipindahkan kelain
tempat,yalah kesebelah belakang bagian kanan, ia terus
mencari jalanan keluar, tapi ia terputar putar dan merasakan
jalan sudah sangat jauh, tapi herannya itu kuburan kalau ia
menengok kebelakang masih tetap saja berada tidak jauh dari
padanya.
Keadaan disitu makin lama makin membingungkan.
Meskipun ia menggunakan ilmunya meng entengi tubuhnya
yang sudah mahir, tidak menolong juga untuk mencari jalan
keluar dari situ, ia sudah coba jalan sejauhnya bisa, tapi
penghabisannya sampai disitu-situ juga.
Tempat itu rupanya merupakan satu tin (barisan) yang
membingungkan yang memang dengan sengaja dibuat oleh si
kakek Sim Pek Hian untuk melindungi kitab pusakanya.
orang yang masuk kedalam kebun sayur itu tidak gampanggampang
bisa keluar, kecuali dengan pertolongannya si kakek
atau orangnya yang mengantarkan ia keluar. Ho Tiong Jong
diam-diam mengakui kebenarannya perkataan si gadis.
Tadinya ia memandang rendah, kebun sayur yang demikian
mana bisa menahan dirinya tapi kenyataanya sekarang ada
demikian maka ia jadi teringat pada si cantik yang
mengucapkan kata-katanya paling belakang suruh ia menjaga
diri.
Apakah ia akan menolong dirinya? Kalan sampai begitu
kembali ia akan berhutang budi kepada seorang perempuan,
ia berhutang budi kepada Seng Giok Cin. Ie Ya dan Kim Hong
Jie, kini ia akan berhutang budi lagi kepada si cantik dari
Kebun Sayur rupanya, memikir kesini diam diam ia jadi
menghela napas.
Setetah ia termenung-menung sebentaran, lalu
memalingkan kepalanya memandang ke-tempat yang ada
kuburannya yang dikitari oleh pohon-pohon tho. pikirnya
sudah lupa akan peringatannya nona Kho, maka dengan
pelahan-lahan ia datang menghampiri dan melihat lihat
keadaan kuburan itu.
Tiba-tiba matanya melihat pada papan yang ada tulisannya.
KUBURAN KERAMAT SIAPA YANG MENGINTAI RAHASIANYA
AKAN BINASA.
Ho Tiong Jong seram juga membacanya, Lain papan yang
terdapat disitu ada bertulisan. PINTU KELUAR DI DEKAT
MATA.
Kini hatinya girang, karena mendapat pengunjukan itu
untuk keluar dari kebun sayur itu, ia tidak mengganggu
kuburan keramat itu, dengan sangat hormat ia meninggalkan
tempat itu. ia kembali berjalan terputar-putar hasilnya terupa
saja ia disitu-situ juga. Kali ini ia menemui sebuah batu nisan
yang bertulisan.
XXXVI KUBURAN RAHASIA LANGIT DAN BUMI.
Hatinya heran, ia ingin menyelidiki lebih mendalam kuburan
itu, maka ia lantas lompat ke atas kuburan-
Tiba-tiba ia dibikin kaget dengan berkelebatnya bayangan
orang diantara pohon pohon tho, sebentar kemudian keluar
dari balik salah satu pohon seorang tua berpengawakan tinggi
besar dan kekar sekali hanya sayang agaknya dia itu bongkok.
Matanya bersinar, menandakan bahwa tenaga dalamnya
sangat tinggi.
Ho Tiong Jong cepat lompat turun lagi dari atas kuburan
dan menyambut kedatangan orang itu seraya menjura dalamTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
dalam, "cianpwee, harap suka maafkan perbuatanku yang
tidak becus. Apakah cianpwee ini ada Sim Pek Hian
Locianpwee ?" orang tua itu kerutkan alisnya yang putih.
"Bocah, aku tidak menyalahkan kau, hanya aku ingin
menanya kenapa kau telah menghina anak pungutku?" tanya
orang tua itu.
Ho Tiong Jong kaget, ia terus menduga bahwa yang
dikatakan anak pungutnya itu tentu ada sinona cantik yang
bertempur dengannya.
"Siapa namamu?" tanya si kakek, sebelum Ho Tiong Jong
sempat membuka suara.
"ow..... aku bernama Ho Tiong Jong." jawabnya "Tapi
cianpwe aku tidak merasa sudah menghina kau punya anak
pungut. Karena salah paham kita jadi bertengkar, mana berani
aku menghina orang perempuan ? Bolehkah aku meniapat
tahu nama cianpwe yang terhormat?" orang tua itu menguruturut
jenggotnya.
"seperti yang kau katakan semula, itulah ada namaku."
jawabnya. Ho Tiong Jong terkejut. cepat-cepat ia menjura lagi
dengan hormatnya dan berkata.
"Aku Ho Tiong Jong sudah berlaku tidak hormat didepan
cianpwee, harap cianpwee tidak menjadi kecil hati dan suka
memaafkannya." Sim Pek Hian tertawa tergelak- g elak.
"Bocah, kau pintar sekali membawa diri, Aku Sim Pek Hian
sudah tinggal disini mengasingkan diri sepuluh tahun tidak lagi
menyampuri urusan Kang-ouw, tentu saja tidak mengenal
siapa aku. Kau rupanya dalam kalangan Kang-ouw ada sedikit
nama juga, makanya kau pandang rendah semua orang." Kini
dia berkata telah memanggil nona Kho.
"Siujie, ayo lekas keluar, Dan keluarkan lagi beberapa ilmu
mu untuk dipertonton-kan didepan bocah jumawa ini."
Ho Tiong Jong bingung menghadapi sikapnya Sim Pek
Hian, tapi ia tidak takut, ia sebenarnya ingin membantah katakatanya
si orang tua, tapi sebelum ia buka mulut sudah
didahului oleh nona Kho yang merdu menyahuti panggilannya
Sim Pek Hian kemudian dirinyapun segera muncul dari balik
pohon-
Ia menghampiri si orang tua dan dengan lagak kolokan ia
berkata.
"Gihu, kau panggil aku bertempur dengan dia, mana aku
bisa menang."
"Anak tolol. Aku suruh kau maju, tentu saja tidak
mengijinkan kau menjadi kerugian-"
"Habis, memberi pelajaran ilmu silat begitu-begitu juga
mana aku dapat mengalahkan dirinya?"
"Bocah tolol, jangan banyak rewel, Lekas maju tempur
padanya."
"GihU, sebaiknya kau ajari dahulu aku, bagaimana aku
dapat memukuli dia. Kemudian kita bekuk padanya dan
memunahkan ilmu silatnya, supaya dia jangan bikin susah
orang lagi."
Sim Pek Hianpelototkan matanya, Ho Tiong Jong sementara
itu tinggal membisu saja, ia ingin menonjolkan keberaniannya,
hanya menantikan saja apa yang anak dan ayah angkat (gihu)
itu akan bertindak atas dirinya yang tidak bersalah itu.
Melihat kelakuan Ho Tiong Jong yang demikian sopan
santun dan tidak ceriwis, Sim Pek Hian mendapat anggapan
lain atas pengaduan anak pungutnya.
"Sin-jle, apakah benar anak muda ini jahat?"
"oh, gihu pasti dia seorang jahat, kalau tidak mana ia
berani..."
Si gadis tak dapat melampiaskan kata katanya Karena ia
merasa jengah, karena ia teringat belum lama ia kena
dipermainkan si anak muda ditowel kuping, bahu dan
lengannya sehingga ia merasa gemas sekali.
"cianpwee." kata sipemuda, ketika melihat si gadis seperti
yang merasa jengah untuk menjelaskan bicaranya, "Kalau aku
bersalah, aku minta maaf, sebab aku bukan sengaja. juga,
kalau kau mendengar pengaduan jangan sepihak saja, harus
didengar keterangan dari kedua pihak, baru adil." Sim Pek
Hian melototkan matanya.
"Masa iya Siujie mendustai aku? Dia masih menganjurkan
supaya aku memusnahkan ilmu silatmu, bukankah dia sangat
benci kepadamu?"
Setelah berkata demikian, orang tua itu lalu berpaling pada
anak angkatnya.
"Hai, Sin-jie hayo maju dan tempiling mukanya..."
Nona Kho kali ini tak main tawar tawar lagi, ia lantas
berteriak.
"Bocah liar, kali ini pasti aku dapat menempiling mukamu,
baru hatiku merasa puas" ia berkata sambil menyerang pada
Ho Tiong Jong.
Ho Tiong Jong tak tinggal diam, sebab ia lantas berkelit,
hingga tangan si nona yang kecil mungil tak dapat menemui
sasarannya.
Sim Pek Hian melihat itu terus berteriak "Hei siujie, kenapa
kau tidak memukulnya? Hayo, lekas maju lagi danpukul
mukanya."
"Ah, gihu, aku tak dapat melakukannya, dia sudah
menghindarkan diri jauh-jauh." Sim Pek Hian tertawa
bergelak- gelak melihat kelakuan sang anak angkat.
"Siujie, kau jangan kasih dia menghindarkan diri." kata
sang ayah angkat, "kau harus menyerang dia dari kiri kanan
dengan tepat, Apa kau sudah lupa dengaa gerakan co cu Hun
hoa (membelah bunga kanan dan kiri) ? Dengan gerakanmu
ini pasti kau berhasil menggaplok mukanya.,., Ha ha ha...."
"Ah, aku tidak tega meludahi mukanya." jawab Kho Siu
(Nona Kho) Sim Pek Hian kembali tertawa ngakak.
Gaya pukulan co yu Hun hoa itu harus dilakukan dengan
cepat, mencecar musuh dari kiri kanan, hingga membuat
musuh gelabakan dan akhirnya mukanya kena ke pukul, terus
mukanya diludahi.
Sebenarnya Kho Siu sungkan mengeluarkan ilmu pukulan
itu, karena tidak meludahi mukanya Ho Tiong Jong yang
tampan, tapi karena ia sangat penasaran tidak bisa
menjatuhkan pemuda gagah itu, maka apa boleh buat ia
jalankan juga.
"Bocah liar" bentaknya pula, "Lihat nonamu akan bikin
mukamu menjadi bengkak " berbareng ia menyerang dengan
gesit sekali. Benar saja, gerakan co yu Hun hoa ada hebat
sekali.
Si nona dengan lincah dan gesit luar biasa telah menyerang
dari kanan dan kiri laksana angin. Repot juga Ho Tiong Jong
menangkisnya. ia tidak tahu entah bagaimana nona Kho
bergerak. datang datang ia merasakan pipinya seperti kena
ditempiling. Panas rasanya bekas tempilingan itu dipipinya.
Ho Tiong Jong sangat mendongkol, ia mengawasi pada si
nona yang saat itu sedang mengawasi padanya juga, matanya
melotot dan mulutnya bergerak-gerak seperti juga yang
hendak meludahi mukanya.
Sialan betul kalau musti kena diludahi nona Kho pikirnya si
pemuda.
Dalam jengkelnya Ho Tiong Jong telah mengeluarkan
ilmunya Tok liong cianghoat, ilmu pukulan telapak tangan
naga berbisa, warisannya Tok-kay Kang clong. Dengan ilmu
serangan ini, kembali si nona kedesak ia sangat repot,
terpaksa ia mainkan pula ilmu nya cuan lay cian goan (dalam
lingkaran langit bumi), Tangannya membuat lingkaran
menangkis serangannya si pemuda yang bertubi-tubi.
Hebat serangan pemuda itu, karena angin pukulannya saja
yang menderu- deru cukup membuat lawannya merasa jerih.
Dalam tempo pendek si Nona sudah mandi keringat melayani
lawannya yang gesit.
"GihU, kau jangan pergi jauh-jauh. Diam di sini dan lekas
kasih petunjuk pada Siu jie untuk menggebuk budak liar ini,
oh... gihu..."
Si nona saat itu sudah meramkan matanya, karena satu
serangan ganas segera menghajar tubuhnya, itulah Ho Tiong
Jong kejengkelannya mau turun tangan sedikit berat terhadap
si Nona yang bandel.
Tiba-tiba satu bayangan berkelebat dan pukulanya Ho
Tiong Jong menghajar pada bayangan tadi yang menalangi
tubuhnya Nona Kho, kiranya bayangan itu Sim Pek Hian
sendiri yang cepat turun tangan melihat anak angkatnya
dalam bahaya.
sim Pek Hian yang menyaksikan jalannya pertandingan
diam-diam telah memuji kepandaiannya Ho Tiong Jong. ia
memang sudah menduga, menghadapi kepandaiannya
sipemuda sang anak angkat bukan tandingannya. Ketika
mendengar keluhannya Kho Siu, hatinya diam diam sangat
geli.
ia paham, bahwa anak angkatnya itu ke-pincuk hatinya
oleh pemuda cakap itu. Kalau tokh ia masih mau menempur
Ho Tiong Jong karena sifatnya yang angkuh dan tidak mau
mengalah, ia penasaran dikalahkan oleh si pemuda.
Ketika sinona datang padanya mengadu halnya Ho Tiong
Jong yang mempermainkan dirinya dalam suatu pertempuran
dan minta sang ayah angkat untuk membalaskan
penasarannya, Sim Pek Hian sudah mengerti akan isi hatinya
Kho Siu.
Sebab ketika ia mengatakan bahwa ia akan memusnahkan
ilmu silat sipemuda yang sudah lancang masuk ketempatnya
dan menghina anak angkatnya Kho Siu berubah wajahnya dan
memohon supaya sang ayah angkatjangan turun tangan
berat. Cukup dengan sedikit hajaran enteng saja.
Waktu itu Sim Pek Hian belum melihat yang mana satu
pemuda yang menghina Kho Siu, tapi hatinya sudah dapat
menduga tentu ada satu pemuda cakap dan tinggi ilmu silatnya,
Sebab Kho Siu bukannya gadis biasa, ilmu silatnya tinggi
atas didikannya sendiri, kalau tokh sampai kena dipermainkan
tandanya pemuda yang menjadi lawannya tentu lihay.
Balik menceritakan Ho Tiong Jong, ketika merasakan
pukulannya menghajar tubuh orang hatinya sangat terkejut, ia
menyesal dan pikirnya si nona tentu tidak tahan akan
pukulannya yang berat, tapi tidak dinyana pukulannya itu
tertolak balik hingga ia mundur sampai tiga tindak.
Ketika ia mengawasi, kiranya yang menjadi sasaran
pukulannya tadi bukannya si jelita melainkan Sim Pok Hian
yang saat itu tampak berseri-seri kepadanya.
"Bocah kau terlalu kejam. Masa melayani satu wanita saja
mau turun tangan begitu berat? Tidak pantas bukan?"
Ho Tiong Jong tundukan kepala, ia merasa bersalah maka
ia mengucapkan rasa menyesalnya pada nona Kho dan minta
maaf. Tapi Kho Siu hanya deliki matanya dan tidak
mengatakan apa apa.
"Siujie " kata orang tua itu pada anak angkatnya "kau
barusan tentu kaget, bukan? Nah, sekarang giliranku akan
membalaskan sakit hatimu menghajar dia."
"Jangan, jangan-" menyelak sigadis, "Jangan gihu yang
mengajarnya, harus dengan tanganku sendiri barulah aku
merasa puas ow, coba lihat, dia seperti yang hendak
melarikan diri."
Sim Pik Hian kewalahan dengan anak angkatnya yang
manja.
Ia melihat Ho Tiong Jong tidak bergerak dari berdirinya,
bagaimana anak angkatnya mengatakan ia hendak melarikan
diri? Ho Tiong Jong berdiri alisnya, lalu tertawa dingin.
"Aku Ho Tiong Jong," katanya sambil tepuk-tepuk dada,
"meski kepandaiannya rendah, tak nanti gentar menghadapi
musuh yang mana pun juga,janganlah kalian memandang
begitu hina, aku tidak akan lari." Sim Pek Hian tertawa
bergelak gelak.
"Bocah sombong." katanya, "Kau telah permainkan anak
angkatku, tentu juga kau bukannya orang baik-baik. Nah,
keluarkanlah senjatamu." Ho Tiong Jong tertawa dingin.
"Kau juga harus keluarkan senjatamu." jawabnya, "Aku tak
perduli pandanganmu terhadapku bagaimana, tapi aku akan
memegang kesopanan, tidak berani aku menggunakan senjata
menempur orang tua yang bertangan kosong."
Sim Pek Hian geleng-gelengkan kepala, "Bocah, kau jangan
mimpi dengan tangan kosong melawanku kau dapat menang."
"Aku tidak perduli."
Berbareng saat itu si pemuda telah menerjang pada Sim
Pek Hian-
Sim Pek Hian tidak bergerak dari berdiri-nya. Ketika
tangannya sipemuda membentur tubuhnya, Ho Tiong Jong
rasakan ia seperti memukul gundukan kapas, ia mengerti
bahwa orang tua itu Iwekangnya sudah sampai pada taraf
yang tertinggi. Tidak boleh sembarangan ia menempurnya.
Ia lalu menyerang pula. Tapi benar-benar Sim Pek Hian ada
seorang tua yang matang dalam hal ilmu silat, karena sekali
berkelebat satu pukulan sipemuda lelah jatuh ditempat
kosong, orangnya sudah ada dibelakangnya sipemuda. Ho
Tiong Jong diam-diam merasa kagum akan kegesitannya Sim
Pek Hian.
Tapi ia ada satu pemuda bandei dan pantang mundur.
Meskipun tahu lawan ada lebih tinggi kepandaiannya ia tidak
menjadi jerih, malah sambil tertawa tawar ia berkata, "orang
tua jagalah beberapa pukulan aku si orang muda "
Berbareng ia telah mengeluarkan ilmunya Kim cie Gin ciang
satu, jari emas telapakan perak. ia gunakan gaya Thian lie Sahoa
(Bidadari menyebarkan bunga), sepasang tangannya
dikerjakan cepat sekali, menotok dan membabat lihay sekali.
Ternyata ilmu serangan Kim-gi Gin Ciang yang dia pelajari
dari sahabat karibnya, Kho Kie siorang gaib yang bisa
menembusi tanah, telah ia yakinkan betul-betul dan sekarang
ilmu itu dimainkan olehnya bukan main lihay nya, mungkin
Kho Kie yang mengajarnya juga tidak sampai demikian lihay
nya.
Sim Pek Hian melayani dengan tenang akan tetapi hatinya
diam-diam sangat kaget menyaksikan kepandaian pemuda
lawannya itu. serangannya sangat cepat dan berbahaya,
sedang penjagaannya jaga rapat sekali.
Mengetahui musuh ada sangat tinggi ilmu silatnya, maka
Ho Tiong Jong sangat hati-hati melayaninya, ia hanya berani
menyerang dengan tenaga lima bagian, ia kuatir serangannya
akan gagal dan tenaganya digunakan oleh Sim Pek Hian untuk
memukul baik dirinya, oleh karena pasti ia akan mendapat
luka parah didalam tubuhnya.
Dugaan Ho Tiong Jong tidak salah. Beberapa kali Sim Pek
Hian kasihkan dirinya ditotok dan dipukul, tapi totokan dan
pukulan itu menyentuh tubuhnya si jago tua seperti juga
membentur benda yang empuk lunak.
Hal mana membuat Ho Tiong Jong diam-diam merasa
gelisah juga melayaninya. Pelahan-lahan ia merasa dirinya
seperti dipermainkan oleh jago tua itu. Maka Ho Tiong Jong
lalu membentak.
"orang tua, kau benar lihay, Aku Ho Tiong Jong tidak
kecewa Kalau musti jatuh dengannya seorang pendekar ulung
seperti kau ini. Namaku akan menjadi harum dalam dunia
persilatan Ha ha, ha."
"Bocah kau jagalah serangku" balas membentak Sim Pek
Hian, Ho Tiong Jong tidak gentar, ia sangat andaikan ilmu
golok keramatnya yang delapan belas jurus itu. Saat mana ia
tidak menggunakan senjata golok, hanya telapakan tangan
saja digunakan sebagai senjata tajam, membabat dan
membacok hebat sekali.
Melihat gerakan sipemuda yang demikian itu, Sim Pek Hian
kenali itulah ada ilmu golok simpanan dari Siauw-lim sie. Pada
suatu saat, setelah berkelit dari serangannya Ho Tiong Jong,
ia lompat menjurus satu tumbak kemudian berkata pada
kawannya.
"Wah, benar-benar kau lihay, ilmu yang kau mainkan itu
ada ilmu golok delapan belas jurus dari Siauw lim-sie. maka
sekarang coba hunus golokmu supaya aku dapat melayani
dengan lebih bersemangat lagi. Aku mau tahu, apakah
kepandaianku dapat menandingi ilmu golok yang sangat lihay
itu?"
Sim Pek Hian berkata dengan alis berdiri dan kumis serta
jenggotnya juga kelihatan pada berdiri inilah menandakan,
bahwa orang tua itu sedang marah. Dalam keadaan demikian,
wajahnya orang tua itu menyeramkan dan bengis sekali, Hal
mana membuat nona Kho yang menyaksikan menjadi sangat
kuatir cepat-cepat ia berkata. "Gihu, harap kau jangan marah
begitu rupa, nanti kesehatanmu terganggu..."
"Siujie, kau berdiri jauhan" jawab sang ayah angkat, "Kau
tidak tahu maksudku sekarang ini. Seperti aku pernah
ceritakan padamu, pada dewasa ini yang tahan bertempur
dengan aku dalam tiga jurus tanya ada tujuh orang saja yalah
dua jurus aku berikan kesempatan lawan menyerang. Satu
jurus lagi giliranku menyerang, Kalau bocah ini bisa tahan
seranganku sejurus itu, dia akan terhitung orang yang
kedelapan yang tahan bertempur denganku dalam tiga
gebrakan."
Ho Tiong Jong mendengar perkataanya Sim Pek Hian,
pikirnya orang tua ini sombong amat, maka saat itu tanpa
menawar lagi ia sudah menghunus goloknya Lam tian to golok
pusakanya keluarga Seng.
"orang tua kau jangan begitu takabur," kata Ho Tiong Jong,
siap dengan golok ditangan-
Sim Pek Hian tertawa tergelak-gelak sambil menguruturutjengotnya.
"Bocah, nyalimu benar besar, Baiklah, sebentar akan jajal
kepandaianmu tapi harap kau jangan sungkan-sungkan turun
tangan. kau menyerang saja menurut suka hatimu, kau
mengerti ?"
Ho Tiong Jong sangat mendongkol hatinya. "Nah, mulailah
menyerang" kata Sim Pek Kian-
Ho Tiong Jong tidak sungkan-sungkan lagi, lantas
menyerang dengan satu tipu serangan yang hebat sekali, ia
mengarah pada orang punya jalan darah mati, tapi sebelum
goloknya dapat mengenai sasarannya tiba tiba ia merasakan
telapakan tangan dan jarinya seperti yang terkena strom
listrik.
Bukan main kagetnya si pemuda, Itulah tenaga dalamnya
yang disalurkan kegolok sudah kena dipunahkan oleh
serangan yang tidak kelihatan dari Sim Pek Hian, yang
menggunakan salah satu tipu serangan dari buku "Kumpulan
ilmu silat sejati."
Ho Tiong Jong sekali digetarkan telapakan danjari
tangannya, hampir saja golok yang dicekalnya jatuh ditanah
juga ia tidak tahan berdiri tegak. ia terdorong mundur oleh
tenaga tidak kelihatan hingga lima tindak jauhnya. Matanya
Ho Tiong Jong terbelalak, keheranan-
"Ha ha ha,.. . Tiong Jong, meskipun kau mahir ilmu silat,
terhadap aku tak bisa berbuat apa apa." kata Sim Pek Hian
bangga. Ho Tiong Jong tertawa dingin.
"Atu tidak menduga ditempat ini ada seorang jago ulung
dalam kalangan Kang ouw yang mengasingkan diri, Bicara
terus terang, meskipun kepandaianku tak tinggi, ilmu golok
keramatku hanya dapat dilawan oleh ilmu dari kitab
"Kumpulan ilmu silat sejatii."
"Hai, kau...?" memotong Sim Pek Hian terkejut. orang tua
itu kaget karena Ho Tiong Jong menyebut nama kitab
pusakanya
"Hm...." ia menggerang, "karena kau sudah dapat tahu
asalnya ilmuku ini, hari ini jangan harap kau bisa keluar dari
kebun sayurku, Meskipun kau tumbuh sayap. jangan harap
kau bisa kabur, bocah "
Ho Tiong Jong terkejut dan dia merasa heran, cepat ia
menanya.
"Apa memangnya in Kie Lojin yang dahulu namanya
terkenal dalam kalangan Kang ouw mempunyai hal yang
rahasia dan tak dapat diumumkan? Kau yang menjadi akhliwarisnya
dan memiliki benda pusaka terpaksa mengasingkan
diri dan bersembunyi di tempat ini untuk menjaganya bukan?"
Sim Pek Hian dibuat melengak oleh kata-katanya Ho Tiong
Jong.
"Darimana bocah ini mendapat tahu nama suhunya, Dari
mana dia dapat tahu tentang Kitab "Kumpulan ilmu silat sejati"
? Demikian Sim Pek Hian menanya-nanya pada dirinya sendiri.
Matanya mengawasi tajam sekali pada pemuda didepannya.
Ho Tiong Jong tak jerih, ia lawan ketawa, sorot mata yang
memandang tajam kearahnya itu.
"Bocah," kata Sim Pek Hian, "aku tak perdulikan nama
kosong dan harta dunia, makanya aku menyepi di tempat ini.
Karena kau sudah mengetahui hal riwayatku, maka tak dapat
keluar lagi kau dari kebun sayur ini."
Perkataannya ditutup dengan sambaran tangannya kearah
tangan yang menyekal golok, hingga hampir saja Ho Tiong
Jong goloknya terampas, ia cepat menarik tangannya dan
menangkis dengan tangan Tay kang Beng-beng (Sungai besar
tak terbatas), suatu ilmu serangan yang dapat dipakai
menyerang dan menangkis. Sim Pek Hian tertawa tergelakgelak.
"Bocah, apakah kau tidak punya ilmu lagi selainnya ilmu
golok keramatmu itu?"
"Ya aku hanya mempunyai ilnu silat itu. Tapi, tak mudah
kau menjatuhkan aku."
"Apa benar?"
"Boleh coba saja."
"Baik, lihat aku akan menjatuhkan kau..."
Ho Tiong Jong ketawa, ia siap dengan kuda-kudanya dan
hendak melayani orang tua itu dengan ilmu Tok liong cianghoat.
Sim Pek Hian menunggu sampai goloknya datang dekat,
lantas ia menyampok dengan tangan kiri, sedang tangan
kanannya meluncur hendak menotok jalan darah didadanya si
anak muda, Ho Tiong Jong cepat lompat mundur.
Sim Pek Hian merangsak. sepasang tangannya
berkelebatan seperti kilat.
Ho Tiong Jong gunakan jurus Ji lay Tong pei (Ji-iay hud
menghajar punggung) untuk pertahanan, tapi Sim Pek Hian
tubuhnya gesit sekali, berkelebatan dan tangannya sabansaban
meluncur hendak menotok jalan darah yang penting.
Ho Tiong Jong putar goloknya sebagai titiran hingga untuk
sementara Sim Pek Hian tak bisa menembusi pertahanannya
sipemuda. Segera delapan belas jurus ilmu goloknya
dimainkan habis, kepaksa ia telah mulai lagi dari bermula.
Sang lawan tak memberikan lawannya bernapas. Tak heran,
kalau lima belas j urus sudah dilewatkan pula Ho Tiong Jong
sudah lelah sekali.
Sim Pek Hian gunakan ilmu lingkaran bumi langit dari buku
"Kumpulan ilmu silat sejati". Beda dengan nona Kho, ilmu ini
dimainkan oleh Sim Pek Hian hebat sekali dan mengeluarkan
angin menderu- deru, hingga Ho Tiong Jong menjadi gentar
juga menghadapi lawan yang berkepandaian lebih tinggi itu.
Kalau sampai sebegitu jauh ia masih bisa melayani karena
mengandal kepada ilmu golok keramatnya dan anggapan
bahwa si orang tua tak bersenjata, mana dapat mengalahkan
dirinya?"
Ia tidak menduga sama sekali kepandaiannya Sim Pek Hian
sangat tinggi, pengalaman bertempur pun sudah sangat
matang dalam Kalangan Kang ouw, maka tak sampai Ho Tiong
Jong memainkan habis babak kedua dari ilmunya delapan
belas jurus, sudah kena dibikin kewalahan oleh ilmu
"Lingkaran bumi langit" Sim Pek Hian.
"orang liar, rasakan akibat kesombongan- mu" teriak nona
Kho. melihat sipemuda tidak berdaya kena dikurung oleh
serangan lingkaran tangan Sim Pek HianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ho Tiong Jong jengkel mendengar ejekan si nona sebelum
ia menyahut Kho Siu sudah berkata lagi, "Kalau kau jempol"
sambil unjukan jempolnya yang kecil mungil.
Ia bersuara sambil mesem, hingga hatinya si pemuda
menjadi panas.
Tapi badannya yang sudah letih menekan hatinya untuk
bersabar, justru ia sedang repot menghalau serangan siorang
tua, dengan mendadak berkelebat satu tubuh yang kecil
langsing menyerang padanya dan tidak ampun lagi ia kena
dirubuhkan-
Pelahan-lahan ia merangkak bangun, kiranya bayangan
langsing tadi adalah Kho Siu yang saat itu sudah lari
menghilang ke dalam pepohonan lebat.
"Kurang ajar ini gadis cilik...." ia menggerendeng sendirian,
tapi ia merasa lega hati nya, karena dengan dirubuhkannya ia
oleh Kho Siu, niscaya si nona akan merasa senang hati nya.
Tidak lama si nona sudah muncul lagi dan wajahnya ramai
dengan senyuman-
Ho Tiong Jong mesem, sambil garuk-garuk kepalanya yang
tidak gatal, sementara Sim Pek Hian tampak berdiri ketawa
mengawasi kelakuannya dua muda mudi itu.
"Hei, Siu, kenapa bocah liar ini tahu rahasia disini?" tiba
tiba Kho siu berkata hingga sang-ayah angkat mendelik
matanya
"Anak tolol." bentak Sim Pek Hian- "Dengan berkata
demikian kau membuka rahasia disini yang hanya diketahui
oleh kita saja, kau tahu?"
Hatinya Ho Tiong Jong bercekat, pikirnya mungkin si nona
berkata demikian seakan-akan memberi kisikan padanya
bahwa ditempat itulah ada rahasianya jikalau keluar dari
kebun sayur itu.
Ho Tiong Jong celingukkan dan jalan ke sana sini, yang
dilihat saja oleh Kho Siu dan Sim Pek Hian, Ternyata Ho Tiong
Jong sangat cerdas otaknya, berdasarkan petunjuk-petunjuk
lukisan perkataan dipapan yang di tancap sana sini, ia sudah
mulai paham jurusan jalan keluar. Hal mana membuat Sim
Pek Hian memuji kecerdasan otaknya si pemuda.
Ketika Ho Tiong Jong setelah terputar-putar balik kembali,
ternyata Sim Pek Hian sudah tidak berada disitu, hanya
ketinggalan Kho Siu yang sedang berdiri mengawasi
kepadanya.
Ketika ia datang dekat, hatinya sangat heran, karena nona
Kho berlinang-linang air mata,
"Kenapa dia menangis?" Tanyanya dalam hati sendiri.
Tadi ia begitu lincah dan berandalan, mengejek menusuk
hati, kenapa kini dia menangis? Sunggrh mengherankan.
Dengan kelakuan sopan Ho Tiong Jong menanya, "Nona
Kho, kau kenapa menangis? Apa kau merasa sakit hati karena
perbuatanku terhadapmu kurang sopan? Baiklah sekarang aku
mohon maaf padamu..."
"orang tolol, bukan karena itu aku menangis..." sahut si
nona dengan terisak-isak dan tundukan kepala, tangannya
yang mungil memegang setangan dan dipakai menyeka air
matanya yang berlinang-linang.
Ho Tiong Jong mendapat jawaban demikian jadi melengak.
"Habis kenapa kau menangis?.." ia menanya pula.
Si nona tidak menjawab. Tapi ketika Ho Tiong Jong dengan
lemah lembut menanya lagi, Kho Siu sudah mulai berkata.
"Kau sekarang sudah kena ditangkap oleh gihu, rasanya
sukar kau dapat lolos dari tempat ini. Kau pasti dikurung
ditempat rahasia didalam tanah, yaitu didalam kuburan itu."
kata si nona sambil menunjuk pada sebuah kuburan yang
tidak jauh dari mereka letaknya.
Kho Siu melototkan matanya diiringi dengan sebuah
senyuman manis.
"celaka tiga belas" pikir Ho Tiong Jong. "Apakah memang
sudah nasibnya harus berhutang budi kepada perempuan, apa
sudah ditakdirkan sepanjang hidupnya terus-terusan terlibat
dalam asmara? Sudah ada empat gadis jelita yang meny intai
dirinya,yalah Seng Glok cin, ceng Ie, Ie Ya Kim Hong Jie.
Sekarang kembali ada gadis cantik yang berupa dirinya Kho
Siu.
"Tidak. aku harus keraskan hati, supaya jangan terlibat
dalam asmara. Aku sudah ada seng Giok Cin, kenapa harus
membuat orang patah hati lagi ?"
"Terima kasih Nona Kho, tapi.." ia tidak melampiaskan
bicaranya, hanya enjot tubuhnya dan sebentar lagi ia sudah
berada diatas kuburan termaksud, ia celingukan di atasnya,
lalu matanya dapat melihat sebuah rawa berlumpur
disampingnya kuburan, panjangnya tiga tumbak dan lebarnya
delapan kaki. Tidak jauh dari padanya ada papan yang
bertulisan
"KUBURAN DIJAGA DEWA, YANG TAHU RAHASIANYA PASTf
MATI."
Apa rawa berlumpur itu ada kuburannya suci sampai dijaga
oleh dewa? ia menanya pada diri sendiri. Betul-betul ia
penasaran, kepingin melihat apa sebenarnya dalam rawa
berlumpur itu. Maka dengan tidak memikir pula akan
akibatnya, ia sudah siap hendak melompat kerawa lumpur itu.
Tiba tiba terdengar suara teriakan Sim Pek Hian, "Bocah
tolol, kau cari mampus."
Tapi teriakan itu tidak dihiraukan oleh Ho Tiong Jong, ia
sudah lantas lompat masuk kedalam rawa berlumpur itu.
Alangkah kagetnya ia ketika kakinya menginjak lumpur lantas
melesak. makin lama dirinya terbawa masuk oleh lumpur
sehingga batas lutut, ia kebingungan karena bagaimana juga
ia berdaya hendak menggunakan ilmu mengentengi tubuhnya
tetap tak berhasil, lumpur itu seolah-olah telah menyedot
tubuhnya dibawa kedalam.
XXXVII. DALAM GUA KUBURAN.
TiBA-tiba terdengar suara ketawanya Sim Pek Hian
dibelakangnya.
"Bocah, kau benar-benar sangat gegabah, lumpur ini
sangat lengket sekali, jangan kata manusia, sedang burung
saja yang kakinya nempel di lumpur lantas tidak bisa terbang
lagi. Dalamnya ada satu tumbak, kau disini setelah melesak
tujuh hari tujuh malam akan melayang jiwamu dan badanmu
akan berubah menjadi lumpur Ha ha ha..."
Ho Tiong Jong sebenarnya tidak takut mati. Cuma saja,
menghadapi kematian secara konyol itu benar-benar ia tidak
rela, Apalagi kalau ia ingat pada kekasihnya Seng Giok Cin
yang cantik jelita, pikirannya menjadi cemas dan ia menghela
napas beberapa kali.
Tarikan napas itu terdengar tegas oleh Sim Pek Hian,
hingga si orang tua kelihatannya tidak tega melihat si anak
mudah harus melayang jiwanya oleh lumpur.
"Ha ha.. bocah kau kelihatannya seperti tidak rela mati
dimakan lumpur."
"Aku bukanya takut mati, orang tua "
"Habis, kalau bukan takut mati, kenapa kau romannya
seperti yang berduka ?"
"Kau lihay melihat roman muka orang, memang juga aku
tidak rela kalau mesti mati konyol begini karena aku masih
mempunyai tugas yang belum kulaksanakan-"
"Tugas apa yang masih kau beratkan ?"
"Aku harus melaksanakan tugasku menuntut balas."
"Haa.... menuntut balas pada siapa ?"
"Menuntut balas kepada... oh. sudahlah, percuma saja aku
omong, sebab kau orang tua toch tidak ada sangkut pautnya.
Biarlah aku mati saja." Sim Pek Hian kasihan melihat keadaan
Ho Tiong Jong.
"Baiklah aku tolong kau keluar dari rawa lumpur ini...."
katanya, berbareng ia gunakan ilmu mengentengi tubuhnya
"Rajawali menyambar korban-"
Dengan satu lompatan seperti burung rajawali menyambar,
tubuhnya Ho Tiong Jong diangkat oleh Sim Pek Hian dan dilain
saat anak muda itu sudah berada ditepi rawa dengan selamat,
sungguh hebat sekali ilmu mengentengi tubuhnya Sim Pek
Hian, hingga diam diam Ho Tiong Jong sangat memuji.
Disamping itu Ho Tiong Jong juga merasa heran, kenapa
orang tua ini menolongi dirinya? Bukankah ia lebih suka
melihat dirinya mati? Tengah ia keheranan, terdengar Sim Pek
Hian berkata.
"Bocah, kan bilang tak takut mati. Nah, sekarang baik
baiklah menjawab pertanyaan ku."
"Silahkan menanya, lotiang." jawab Ho Tiong Jong.
"Aku lihat kau bawa bawa golok Lam tian to senjata itu
mula mulanya ada miliknya orang she Ho dari Lok-yang,
setelah turun termurun akhirnya jatuh pada Seng An, ayahnya
seng Eng. Apa betul golok itu berasal dari keluarga Seng?"
"Betul" jawab Ho Tiong Jong sambil anggukkan kepala.
"Apa kau datang kemari diutus oleh Seng Eng dari Seng kepo?",
"Bukan."
"Siapa yang mengutus kau datang kemari?"
"Adalah keinginanku sendiri datang ke-sini."
"Kau datang tentu ada membawa itu sembilan Lencana
Rahasia Tuhan, bukan?" Ho Tiong Jong geleng-geleng kepala.
"Tempo hari aku dapat satu benda pusaka itu, tapi aku
sudah kembalikan lagi pada pemiliknya." kata Ho Tiong Jong.
"Siapa pemiliknya."
"Seng Eng, pocu dari Seng- ke po."
"Apa mereka bersembilan orang itu kini sudah bersatu
lagi?"
"Aku tidak tahu?" jawab Ho Tiong Jong dan mulai ogahogahan
kelihatannya melayani pertanyaan si orang tua yang
mendesak padanya seperti juga polisi yang sedang
mengempos persakitan-
"Apa kau tahu rahasia dari benda pusaka itu?" mendesak
Sim Pek Hian.
"Aku tidak tahu-" suaranya perlahan, hampir tidak
kedengaran.
"Bagaimana kau bisa tahu tentang kitab. "Kumpulan ilmu
silat sejati?" dan tentang mendiang suhuku?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab.
Ketika pertanyaan tadi diulangkan, juga Ho Tiong Jong
membisu.
orang tua itu menjadi jengkel, Dengan kecepatan kilat ia
menotok jalan darah Ho Tiong Jong yang melumpuhkan
badannya, seketika itu Ho Tiong Jong rubuh tak bertenaga.
"Bocah kau menghina aku? IHmm, kau berani tak
menjawab segala pertanyaanku? Bagus, bagus Pasti satu hari
sembilan benda pusaka itu ada ditanganku dengan mana aku
tak melanggar janjiku untuk mendapatkan kitab "Kumpulan
ilmu silat sebati", setelah aku mahir. sembilan orang itu tak
akan luput dari tanganku, Aku akan menghajar mereka habishabisan,
Ha ha ha...."
Ho Tiong Jong meskipun tertotok tubuhnya tapi
penglihatan dan kupingnya bekerja sebagaimana biasa.
Ia heran si orang tua marah-marah dan tidak mengerti
dengan ocehannya barusan-
Sim Pek Hian tampak menghampiri kuburan, dimana ia
melihat ada anak angkatnya selang berdiri dengan wajah
seperti yang ketakutan-
Mungkin si nona sangat menguatirkan tentang dirinya Ho
Tiong Jong sipemuda cakap jatuh ditangan ayah angkatnya
bakal tidak dapat pengampunan dan akan dibunuhnya. Ketika
ia melihat ayahnya muncul, ia cepat cepat menyambut
"Gihu...."
"SiuJie, kau pulang lebih dahulu" sang ayah angkat
memerintah. Kho Siu cemberut, tapi ia tak berani membantah
perintah Sim Pek Hian-
DENGAN tidakan ayal-ayalan ia melangkahkan kakinya.
Dilain saat orang tua jtu sudah balik kembali dan lalu
angkat tubuhnya Ho Tiong Jong, dikempit dibawa kekuburan,
ia merabah pada tulisan yang berbunyi DEWA dan menekan
dengan telunjuknya, tak lama kemudian batu nisan menggeser
dan terbukalah sebuah lubang.
Ia masuk kedalamnya dan ketemu dengan pintu besi kecil
yang tidak berlubang kunci, tapi ketika ia menggeserkan batu
nisan tadi ketempat biasa, lantas ada terbuka sebuah lubang,
ia mengulur tangannya dimasukkan kelubang itu, tak lama
lantas terdengar suara gedobrakan, piatu besi itu lantas
terbuka dan dengan menggendong Ho Tiong Jong orang tua
itu berjalan masuk.
Pintu digebrukkan dan tertutup pula dengan sendirinya
seperti semula keadaannya.
Keadaan didalam situ ada sangat gelap. Ho Tiong Jong
rasakan dirinya dibawa menurun dan terputar-putar, Sebentar
lagi Sim Pek Hian masuk kesuatu ruangan kamar yang
diterangi api lilin yang cukup terang.
Kiranya ruangan itu ada sebuah kamar batu yang lebar,
ditengah-tengahnya ada ditaruh tiga buah peti mati, tubuhnya
Ho Tiong Jong lantas diletakkan ditanah, kemudian Sim Pek
Hian menghadapi tiga peti mati tersebut dan berdiri beberapa
saat dengan mulut kemak- kemik seperti juga ada
mengucapkah apa-apa. Kemudian berkata pada Ho Tiong
Jong.
"Bocah, kau ini sebenarnya ada satu pemuda yang
berbakat hanya saja kau terlibat didalam sebuah komplotan
Persatuan benteng perkampungan. Barusan sebenarnya aku
hendak membunuhmu, tapi mengingat aturan kami tidak
boleh membunuh sembarangan orang kalau tidak terhadap
orang yang sangat jahat, maka aku urungkan tindakanku itu,
Aku sekarang didepan peti mati memutuskan untuk
menghukum kau. Kau bebas dari hukuman mati, tapi tak
terluput daii hukuman hidup,"
"Ya, sesuka lotiang. Sekali aku sudah ditawan," katanya
dengan gagah "aku menyerahkan nasibku padamu. Kau boleh
punya suka menghukumku."
"Hmm... bocah bernyali besar" Ho Tiong Jong tinggal
tenang-tenang saja.
"Bocah, kau jangan enak enakan." kata pula Sim Pek Hian,
"apa kau tahu hukuman macam apa yang aku sudah tetapkan
untuk dirimu?"
"Aku mana tahu?" jawab Ho Tiong Jong acuh tak acuh.
"Dengarlah, pertama ku bikin buta matamu, kedua potong
lidahmu dan ketiga telingamu aku tusuk supaya tidak dapat
mendengar. Setelah kau menjadi seorang cacad yang tidak
melihat mendengar dan bicara, tentu kau tidak dapat
membocorkan halnya tempat disini kepada orang lain-"
Sim Pek Hian menduga sianak mula akan terkejut
mendengarnya dan menggigil karena ketakutan, tapi
kenyataannya Ho Tiong Jong tinggal tenang-tenang saja,
hingga membuat orang tua itu sangat heran-
"Bagaimana, apa kau tidak jeri dengan hukuman yang
barusan aku sebutkan sebagai gantinya hukuman mati?" tanya
Sim Pek Hian, ketawa nyengir.
Ho Tiong Jong tertawa dingin, "Lotiang," katanya, "soal
kematian aku pandang seperti juga aku pulang kerumah. Aku
tak takut mati, Kau akan menghukum aku dengan cara yang
barusan kau sebutkan tidak menjadi soal, hanya..."
"Hanya apa, bocah ?"
"Hanya aku perlu meninggalkan pesan"
"Bagus, memang baik begitu, sebelum kau menjadi cacad
kau boleh nyatakan keinginanmu, mungkin aku dapat
melakukannya." Ho Tiong Jong menghela napas.
"Ingin aku meninggalkan pesan, supaya disampaikan
kepada tiga orang."
"Lalu, siapa mereka itu ?"
"Mereka itu semuanya ada wanita."
Sim pek Hian melengak, "Kau maksudkan mereka itu ada
ibumu dan dua saudaramu?"
"Bukan, Aku Ho Tiong Jong tidak punya anak saudara
dalam dunia ini, Mereka bertiga mengasihi diriku yang
bernasib buruk maka perlu mereka diberi penjelasan tentang
menghilangnya aku. Karena kalau tidak. mereka akan
mencarinya dengan hati patah dan ini aku tidak mau."
"Habis bagaima aku harus berbuat?" memotong Sim Pek
Hian-
"Meskipun kau tidak langsung membunuh aku tapi dengan
hukuman mu itu akibatnya toch sama juga aku bakalan mati,
Maka aku ingin kau sampaikan pesanku pada mereka."
"Baik, sebutkanlah apa pesanmu."
"Pertama aku minta kau menyampaikan pada nona Giok Cin
puterinya Seng Eng dari Seng kepo."
"Seng Glok Cin puterinya Seng Pocu?" Sim Pek Hian
menegasi heran-
"Ya, dia, Katakan padanya bahwa racun yang ada dalam
tubuhku tiba-tiba telah kambuh dan karena tidak tahan
sakitnya aku telah membunuh diri dan mayatnya hanyut
dalam sungai. Giok Cin dalam perjalanan menemui ayahnya,
untuk mengembalikan lencana pusaka itu, entah, apakah dia
dapat diterima atau tidak oleh ayahnya? Karena dia dituduh
oleh ayahnya telah berkomplot dengan aku mencuri benda
pusakanya itu, maka ayahnya menjadi begitu murka dan
mengusir anaknya yang paling dikasihinya itu.,." sampai disini
Ho Tiong Jong berhenti, sejenak pikirannya ia tak dapat
menemui mukanya pula.
"Lalu, selanjutnya bagaimana?" tegur Sim Pek Hian.
"Pesan kedua, tolong disampaikan kepada nona ie Ya yang
bergelar Li lo sat. Katakan padanya bahwa aku Ho Tiong Jong
sudah bersuami isteri dengan seorang gadis yang
dipenujunya. Kini sudah membuang semua ilmu silatnya dan
hidup dengan isterinya disebuah desa yang sepi sebagai
petani..."
Kembali Ho Tiong Jong berhenti sejenak sampai disini, ia
membayangkan wajahnya Ie Ya yang cantik menarik. iblis
cantik yang sangat ditakuti kawan dan lawan, tapi terhadap
dirinya ada demikian ramah dan telaten, senyumannya yang
segar dan perbuatan perbuatannya yang banyak menolong
pada dirinya tak dapat ia melupakan nona itu.
"Dan... pada nona yang ketiga, apa pesanmu?" tegur Sim
Pek Hian-
"Dia adalah nona Kim Hong Jie, puteri nya Kim Po cu dari
Kim liong po. Katakan padanya bahwa Ho Tiong Jong dalam
suatu pertempuran melawan banyak orang sudah jatuh dalam
jurang yang dalam, Dia telah binasa dan bangkainya dimakan
binatang liar. Nona Kim tak usah mengharap akan ketemu
kembali dengannya..." Ho Tiong Jong mengembang air mata
setelah mengucapkan pesannya.
Pikirannya melayang pada nona cantik jelita dua sujennya
yang memikat tak dapat ia lupakan, Masa lampau terbayang
dimatanya, dimana Kim Hong Jie masih jadi gadis cilik, itulah
pada masa ia menerima pelajaran dua belas jurus ilmu golok
keramatnya si engkong nya si nona.
Ia paham, bahwa setelah dewasa, nona Kim tampaknya
telah merubah cinta dalam arti adik terhadap engkonya
menjadi seorang gadis terhadap pemuda impiannya.
Bagaimana mesra ia bergurau dengan sinona ketika
pertemuannya di sarangnya kakek Souw Kie Han. Cubitannya
yang hangat, sampai saat itu ia masih rasakan Entahlah,
bagaimana dengan keadaannya nona Kim sekarang ini?
Sim Pek Hian dapat mengerti dengan kesedihannya
sipemuda saat itu.
Ia paham, bahwa Ho Tiong Jong tidak akan berkedip
menghadapi kematian, Tapi ia mengucurkan air mata kalau
mengingat tiga gadis yang mencintainya dengan besar,
sebelumnya menjadi tua, Sim Pek Hian juga tentu pernah
mengalami saat-saat romantis, maka juga ketika melihat
sipemuda tundukkan kepala, ia diam diam merasa terharu.
Saat itu pikirannya pun melamun pada masa mudanya.
Kemudian terdengar ia menghela napas beberapa kali.
"Bocah." katanya, "sebenarnya aku mau menghukum kau
dengan apa yang aku katakan barusan, tapi mengingat
pesanmu yang demikian dan mengharukan aku jadi tak tega
untuk membuat dirimu menjadi cacad. Sekarang aku mau
menanya padamu, apa maksudmu sebenarnya kau datang
kemari."
"Kedatanganku sebenarnya bermaksud baik baik
saja."jawab Ho Tiong Jong.
"Apa maksudmu itu?"
"Tadinya aku berniat untuk mengangkat lotiang menjadi
guruku."
"Kau mau angkat aku jadi gurumu?"
"itulah maksudku. cuma sayang kedatanganku tak
disambut sebagaimana pantasnya, malah diajak setori oleh
nona Kho, kemudian lotiang sendiri juga ikut-ikutan membuat
aku jadi kecewa dengan maksudku yang semula itu." Sim Pek
Hian tampak termenung.
Pikirnya ia sudah tua, belum ada seorang yang berbakat
untuk menjadi akhli warisnya, Kebetulan Ho Tiong Jong ada
satu pemuda yang mempunyai tulang-tulang bakat yang sukar
didapatkan keduanya pada waktu itu, sebenarnya baik sekali
kalau ia menerima anak muda itu menjadi muridnya. Tapi ia
tak dapat memberi putusan ketika itu juga, maka ia berkata.
"Bocah, kau sudah berguru kepada berapa banyak guru?
Aku lihat ilmu silatmu campur aduk banyak sekali macamnya."
"Aku belum pernah mempunyai guru."
"Habis darimana kau dapat itu kepandaian?"
"Aku belajar sendiri dengan beberapa pengunjukan dari
kawan-kawan."
Sim Pek Hian tidak percaya, tapi ia tidak mendesak lagi.
"Baiklah, sekarang kau tinggal dahulu disini untuk sepuluh
hari lamanya, aku akan pikir dahulu, apakah aku akan terima
kau jadi muridku atau tidak. tergantung dari keputusanku
nanti." Ho Tiong Jong tidak menjawab.
"EH, darimana kau tahu aku ada disini dan mempunyai
sedikit kepandaian yang diturunkan oleh mendiang guruku ?"
tiba tiba Sim Pek Hian menanya.
"oh, hal itu dari pikiranku saja, dari dugaan-dugaanku saja
bahwa lotiang ada akhli waris dari In Kie Locian-pwee
almarhum."
"Mana bisa begitu, kalau tidak ada pengunjukan orang lain
tentu kau tak dapat mengetahui asal usulku disini ."
"Itulah terserah pada lotiang, mau percaya syukur, tidak
mau percaya ya apa mau dikata. Sebab apa yang aku
terangkan ada dengan sejujurnya hati." Sim Pok Hian
kewalahan ketika mendengar jawaban sipemuda.
orang tua itu kemudian menepok pundaknya dan
bebokongnya sipemuda, yang satu untuk membuka totokan,
lainnya katanya ada totokan untuk menghilangkan tenaganya,
ia berkata.
"Aku sudah bebaskan kau dari totokan, tapi aku menotok
jalan darahmu yang penting, supaya kau jangan bergerak
berat-berat, Kalau kau bergerak yang berat-berat, tahu sendiri
akibatnya, tenaga dalammu akan musnah dan kau akan
menjadi orang biasa lagi, Kau mengerti? Nah, setelah sepuluh
hari aku akan menengoki kau disini, apakah aku nanti dapat
menerima kau menjadi murid atau tidak?"
Setelah berkata, Sim Pek Hian lalu meninggalkannya anak
muda itu dalam goa kuburan sendirian Kini ia gerakkan
badannya, ternyata tidak lemas lagi. ia bisa bergerak dengan
baik. Tapi untuk bergerak berat-berat ia masih takut, sebab ia
seperti benar ada merasakan totokan Sim Pek Hian-
Diwaktu sore ia diantari makanan oleh nona Kho dengan
melalui lubang pada pintu, beda dengan sikapnya yang sudah,
ternyata kali ini ia bertemu si nona bersikap sangat ramah dan
manis budi.
"Toako, aku membawakan makanan untukmu, Harap kau
terima dan makan biar kenyang" demikian sinona berkata
sambil bergurau.
Sebenarnya Ho Tiong Jong tidak mau makan, tapi dipikir
lagi kalau ia tidak terima makanan itu diwaktu malam ia
kelaparan ia nanti makan apa? ia masih ada harapan hidup,
maka adatnya yang badung ia tekan, ia sebenarnya jengkel
pada nona Kho, karena gara-garanya menyebabkan ia bentrok
dengan orang yang ia ingin jadikan gurunya. ia pura-pura
menolak.
"Nona Kho, terima kasih, Biar saja aku mati kelaparan, buat
apa kau perhatikan aku membawaKan makanan segala ?"
"oh, masih marahan nih? Hi hi hi...." sinona kata sambil
tertawa cekikikan. "Memang juga aku marah padamu, karena
gara garamu aku jadi dikeram begini."
"Tidak apa hitung-hitung mengasoh bolehkan Maksud baik
kau tak mau terima, kau dapatkan maksud apa lagi ?"
Ho Tiong Jong bercekat hatinya mendengar kata-kata si
nona paling belakang. Apa maksudnya?, tapi ia masih gemas
saja pada nona jumawa itu. "Sudahlah, bawa lagi saja
makanan itu ." katanya.
"Jangan begitu toako, Kau terima saja, kalau malam kau
tidak lapar tak usah kau makan, Tapi kalau lapar, kau sudah
ada makan yang buat diganyang ?"
Ah, ini nona bawel amat sih ? Kata-katanya amat jenaka,
beda dengan ketika ia menghadapi pada saat yang lalu, Maka
akhirnya ia terima juga makanan yang disodorkan itu sambil
mengucapkan terima kasih.
"Tak usah pakai terima kasih, toako. cuma aku pesan,
kalau api lilin yang menerangi ini sudah dekat habis kau
sambung terus, sebab dalam ruangan ini tak boleh apinya
padam. Lilin sudah sedia banyak disitu, bukan?"
Ho Tiong Jong melirik pada empat lilin, benar saja ada
sedia banyak sekali lilin-
"Baiklah nona Kho," jawabnya, "tapi nona Kho, apa maksud
sebenarnya ayah angkatmu menahan diriku ini disini ?"
Si nona ketawa manis, "Kau nanti tahu sendiri, kau tenangtenang
saja tinggal dalam goa kuburan ini, aku nanti sabansaban
antari kau makanan . . ."
Si nona sambil berkata telah meninggalkan Ho Tiong Jong,
hingga si pemuda tiiak mendapat kesempatan untuk berbicara
terlebih jauh.
Setelah menaruh makanan diatas meja, Ho Tiong Jong
duduk termenung.
Ia memikirkan kata-katanya si nona tadi. "Maksud baik kau
tidak mau terima kau mau maksud apa apa. ia menebak
nebak sekian lama, tak dapat ia menecahkannya. Keisengan,
ia lalu jalan lihat-lihat tiga peti mati yang ada disitu.
Pada peti nomor satu ia melihat tulisan
"TEMPAT ISTIRAHAT SIANSU KUI KOK CU USIA 152
TAHUN,
yang nomor dua
"TEMPAT ISTIRAHAT THIAN KIE TEE PIT USIA 220
TAHUN"
dan yang ke tiga,
"TEMPAT ISTIRAHAT IN KIE LOJIN, USIA 150 TAHUN."
Hatinya Ho Tiong Jong ketarik oleh peti mati yang ketiga
(in Kie Lojin), maka didepan peti mati siapa ia lantas berlutut,
memohon kerelaan hatinya in Kie Lojin untuk ia membuka peti
matinya.
Demikian setelah ia cukup berkemak-kemik, lantas perlahan
tangan membuka tutup peti mati. ia tidak berani mengerahkan
tenaganya, karena kuatir totokannya Sim Pek Hian bekerja
dan dirinya berbahaya, ia geser peti mati itu perlahan-lahan,
didalamnya ternyata sangat bersih, sebagai gantinya mayat
ada kedapatan, disitu sebuah kitab dan sebuah pedang
dengan gagangnya terbuat dari kayu pohon tho. pedang dan
kitab itu terbungkus oleh sehelai kain warna kuning.
Ia dapat melihat ini semua dengan bantuan penerangan
lilin yang dibawa kedalam peti mati, Ketika tersorot oleh
terangnya api lilin, pedang tadi memancarkan sinar
berkeredepan menandakan bahwa pedang itu ada pedang
pusaka.
Sedang bukunya, ketika ia buka lembaran pertama, lantas
dapat melihat dengan kalimatnya. "KITAB KUMPULAN ILMU
SILAT SEJATI JILID KE-SATU."
HATINYA Ho Tiong Jong terkesiap membaca kalimatnya
buku.
Buku keduanya ia sudah miliki, kalau ia dapat memahami
buku yang ke satu ini terang ilmu silatnya akan meningkat
sangat tinggi. Dengan tangan gemetar ia mengambil buku itu.
Dalam hati berdoa dengan sujut, minta karunianya in Kie
Lojin supaya ia dapat memahami isinya kitab itu, kalau
memangnya ia ada berjodoh menjadi muridnya orang tua
yang sangat tersohor itu pada jamannya. Kemudian ia tutup
rapih lagi peti mati itu.
Dengan hati berdebar debar Ho Tiong Jong mulai membaca
isinya kitab pada sebuah kursi disisi meja diatas mana ada
barang hidangan yang dikirim oleh nona Kho.
Saking asyiknya ia memahami isinya sampai ia lupa ada
makanan dari nona Kho, kalau tidak perutnya berkeroncongan
minta diisi. ia baru engah, perutnya sudah lama minta diisi,
maka ia tangsal perutnya sebentara n, setengah mana ia
melanjutkan memahami isinya kitab.
Pada lembaran pertama Ho Tiong Jong sudah dapat
pengunjukan penting yalah cara-cara bagai mana
mengembalikan tenaga asli, misalnya kena totokan jalan darah
atau kena keracunan bagaimana jalannya untuk mengetahui
dan memunahkannya bahaya itu. ia rajin sekali mempelajari
bagian ini, lantas dicoba menurut pengunjukan itu, mencari
tahu bagaimana keadaan dirinya sendiri. Ternyata ia sekarang
sudah bebas dari keracunan dan juga .... totokan-
Jadi tidak benar bahwa Sim Pek Hian telah menotok jalan
darahnya yang penting dan dilarang mengerahkan tenaganya
berat-berat.
Setelah dapat mengunjukkan itu, ia coba gerakan tenaga
dalamnya, mengerahkan dengan sungguh-sungguh seluruh
kekuatannya ternyata tidak apa apa, jadi bohong apa kata nya
Sim Pek Hian itu.
Diam-diam hatinya Ho Tiong Jong menjadi heran dan
menanya pada dirinya sendiri: "apa maksudnya Sim Pek Hian
membohongi dirinya?"
Tadi ia tak dapat memikirkan hal itu, karena perhatiannya
sangat ketarik oleh isinya buku yang memuat berbagai ilmu
silat, Semuanya pada mempunyai keistimewaannya, ilmu silat
dengan pedang, golok dan lain-lain senjata termuat lengkap
dalam kitab itu, juga ilmu pukulan tangan kosong. banyak
sekali yang menarik hatinya Ho Tiong Jong, terutama ia
ketarik oleh dua macam ilmu yang dinamai "Tan-ci Sin kang
atau "Sentilan satu jari tenaga sakti" dan "Te-it Thiam hiat"
atau "llmu menotok jalan darah No. Wahid."
Pikirnya, ia dapat memahami ilmu ini saja, rasanya sudah
cukup menjagoi dikalangan rimba persilatan, karena jarang
sekali orang mempunyai ilmu yang demikian hebatnya. Tapi
semua itu harus diyakinkan dengan betul oleh orang yang
berbakat dan yang mengalami keanehan sepanjang hidupnya,
justru Ho Tiong Jong ada satu pemuda berbakat untuk
menjadi jago silat ternama, juga ia pernah menemui keanehan
dalam hidupnya, yalah makan dua pilnya si Dewa obat Kong
Yat Sin dari pelayannya Seng Giok Cin, tidak jadi mati,
kemudian kena racunnya Tok kay, lantas dihajar oleh Uang
Emas Beracun (Tok-kim chi) ceng ciauw Nikou, belakangan
racun dari Souw Kie Han punya jarum maut tidak juga ia
dapatkan kematiannya.
Semuanya itu sudah merupakan keanehan dan membuat
tenaga sakti dalam tubuhnya Ho Tiong Jong jadi luar biasa.
Sejak malam itu Ho Tiong Jong meyakinkan betul-betul
segala ilmu silat yang terdapat dalam kitab jilid ke satu itu.
Berkat otak nya yang cerdik, juga karena ia meyakinkan jilid
ke duanya, maka semua pelajaran hampir dapat dicangkok
semua dalam otaknya.
Yang ia utamakan dari semua petunjuk petunjuk ilmu silat
itu, adalah Tan-ci Sin- kang dan Te-it Thiam hiat, yang
lainnya, pikirnya, akan meyakinkan lebih jauh diluar goa
kuburan itu, jikalau tidak sampai keburu diyakinkan- Asal ia
tahu garis garis besarnya saja, selanjutnya ia dapat
memperaktekkan sendiri dengan pecahan ciptaannya sendiri.
Boleh dikata siang dan malam Ho Tiong Jong meyakinkan
kitab tersebut.
Nona Kho terus saban saban mengantarkan makanan
untuknya, yang ia sambut dengan penuh terima kasih, ia tidak
marah lagi kepada sinona, malah kalau sinona bergurau ia
lawan bergurau lagi, hingga keduanya kelihaian sangat
gembira.
Tepat sepuluh hari Ho Tiong Jong juga tepat mencatat
semua isinya dalam kitab jilid kesatu itu, kemudian ia simpan
pula dalam peti mati ia berlutut mengucapkan banyak terima
kasih atas karunia in Kie Lojin yang sudah menurunkan ilmu
kepandaiannya kepada dirinya.
Ia justru sedang berlutut, tiba-tiba ia mendengar ada suara
pintu dibuka. Ketika ia menoleh, kiranya yang datang ada Sim
Pek Hian-
Ho Tiong Jong dalam sepuluh hari itu dalam goa kuburan
sudah dapat memahami apa arti kata-katanya nona Kho
tempo hari. Maksud baik kau tidak mau terima kan mau
dapatkan maksud apa ?
Artinya Sim Pek Hian menjebloskan ia dalam goa kuburan
itu, adalah supaya Ho Tiong Jong dapat memahami isinya
kitab "Kumpulan lima Silat Sejati" lalu menjadikan dirinya
seorang jago tanpa tandingan-
Tak usah ia berguru lagi kepala Sim Ptk Hian, sudah cukup
dengan apa yang ia dapat pelajari dari kitab itu. dia seorang
cerdik, mempraktekkannya sangat mudah. Mungkin, dengan
kecerdikannya, berdasarkan dari ilmu yang didapat dari kitab
itu bisa dipecah-pecah digodok menjadi lebih lihay lagi.
Sikap sim Piek Hian sekarang berubah. Kalau sepuluh hari
yang ia ia selalu bersikap mengejek dan memanggilnya juga
"bocah" saja, tapi sekarang lain- Ketika melihat Ho Tiong Jong
datang memburu padanya dan menjatuhkan diri berlutut, ia
sambil mengusap-usap kepalanya si anak muda berkata.
"Ho Tiong Jong, kau bangunlah. Aku datang kemari
bukannya mau menerima engkau menjadi muridku, akan
tetapi aku mau memberi selamat padamu, yang kau sudah
dapat memahami isinya kitab "Kumpulan ilmu Silat Sejati", jilid
keduanya sudah ada padamu maka untukmu ada lebih mudah
lagi meyakinkannya."
"Lotiang, oh... bagaimana kau dapat tahu itu?" menyelak
Ho Tiong Jong.
"Ha ha ha..." tertawa Sim Pek Hian- "Dari ilmu silatmu yang
campur aduk itu aku tahu kau ada menggunakan beberapa
tipu ilmu silat yang ada tersebut dalam kitab "Kumpulan Ilmu
Silat Sejati" cuma sayang itu kurang benar sebab kau tak
meyakinkan ilmu silat itu dalam jilid ke 1, yang kau yakinkan
ada dari dalam jilid ke dua, hanya keterangan kebagusannya
ilmu silat yang kau mainkan itu." Ho Tiong Jong terbengong
mendengar penjelasan itu.
"Lotiang benar, nah inilah ada jilid kesatu," kata Ho Tiong
Jong sambil merogoh kitab yang dimilikinya.
Sim-Pek Hian ketawa sambil menyambuti kitab jilid ke
duanya dibulak balik lembarannya sebentaran, kemudian
diserahkan kembali pada Ho Tiong Jong.
"Ya ini benar ada jilid kedua, Kau simpan baik-baik, sebab
isinya ada petunjuk lebih terang dari ilmu silat dalam jilid
kesatu, jangan sampai jatuh ditangannya orang sembarangan
sebab berbahaya sekali kalau orang jahat yang
mendapatkannya, ibarat macan nanti tumbuh sayap. Aku
sebenarnya sudah merasa kurang tenteram untuk melindungi
kitab pusaka disini, hanya terpaksa sebab tidak ada lagi yang
jadi akhli warisnya."
"Apa sampai begitu berat menjaganya?" menyelak Ho
Tiong Jong.
"Ya, begitulah, sembilan jago dari Perserikatan Benteng
perkampungan mengarah buku pusaka itu. Kalau seandainya
mereka sudah dapat memahami apa artinya yang tertulis pada
sembilan "Lencana Rahasia Tuhan" sudah pasti mereka akan
menyerbu kemari, Kalau sampai sebegitu jauh mereka belum
berhasil memahaminya karena mereka satu dengan lain saling
curiga. coba mereka persatu padu, pasti dapat diketahui
dimana disimpan nya kitab pusaka yang dicarinya."
"Lalu apa lotiang tidak ungkulan mengusir mereka pergi?-"
"Aku bukannya takut, hanya kuatir mereka merusak peti
mati mendiang suhu dan su-couwku . Mereka tentu datang
dengan bergelombang. sembilan orang datang menyerbu atau
membawa kawan lainnya siapa tahu."
Ho Tiong Jong angguk anggukan kepalanya "Sebenarnya,"
kata pula Sim Pek Hian, "aka sudah mau berikan buku itu
padamu, cuma saja sudah terikat dengan perjanjian,
yalahpada siapa yang membawa sembilan buah "Lencana
Rahasia Tuhan" kepadanya kitab itu diberikan. jadi kalau
umpama kau ung kulan merampas pulang sembilan lencana
itu, baik sekali, kau bawa disini dan ditukar dengan kitab
pusaka."
Ho Tiong Jong termenung. "Baiklah, aku nanti akan
mencobanya." katanya.
"Bagus, aku harap kau berhasil. Sebab aku sangat kuatir
kitab itu akan jatuh di tangan orang jahat dan membikin repot
dunia persilatan oleh karenanya. Nah, sekarang kau
bangunlah"
Ho Tiong Jong menurut atas undangannya siorany tua,
anak muda itu duduk berhadap hadapan diatas kursi, Atas
pertanyaan Sim Pek Hian, Ho Tiong Jong tuturkan pengalaman
hidupnya yang penuh kegetiran, ia tidak tahu dimana adanya
orang tuanya, ia merasa berhutang budi terhadap orang-orang
yang telah berlaku baik terhadap dirinya seperti kepada Seng
Giok Cin, Kho Kie, Li-lo sat ie Ya. Kim Hong Jie dan
menuturkan pula persahabatannya dengan co Kang Hay sejak
dalam penjara air sampai sudah keluar dari penjara neraka
dunia itu.
Sim Pek Hian angguk anggukkan kepala beberapa kali
selama Ho Tiong Jong menutur dan ia tak memotong orang
punya pembicaraan. Sehabis pemuda itu bercerita, Sim Pek
Hian lantas menanya. "sekarang kau mau pergi kemana kalau
sudah keluar dari sini."
"Aku akan menemui adik Giok, dengan siapa kita telah
berjanji akan menikah dan merantau bersama sama."
"Apa janji itu sudah tiba waktunya."
"oh, tidak. Masih ada kira kira dua bulan lagi."
"Nah, kaiau begitu kau tinggal saja disini barang sebulan
disini, supaya dapat memberikan kau pengunjukan yang amat
perlu dalam banyak macam ilmu silat yang kau dapatkan dari
buku pusaka mendiang suhu- ku. " Ho Tiong long bangkit dan
duduknya dan kembali berlutut.
"Terima kasih atas perhatian lotiang, memang ada
maksudku yang suci untuk mengangkat kau menjadi
guruku..."
"oo, tidak. tidak- bukan begitu maksud-ku," menyelak Sim
Pek Hian, sambil angkat pemuda itu bangun lagi, "Kau sudah
belajar langsung dari kitab pusaka siansu, otomatis kau sudah
menjadi murid siansu, Kau selanjutnya boleh anggap aku
sebagai su-hengmu, bukan sebagai gurumu, Ha ha ha..." Ho
Tiong Jong melongo.
Tapi kemudian dengan hati terharu dan air mata
bercucuran ia memeluk Sim Pek Hian sambil berseru, "... Su ...
heng..."
"Sute..." jawab Sim Pek Hian dengan suara sangat terharu.
Sejenak lamanya kedua orang itu saling peluk dengan hangat.
Sungguh diluar dugaan sekali, maksudnya Ho Tiong Jong
datang pada Sim Pek Hian hendak mengangkat orang tua itu
menjadi gurunya, tidak tahunya tidak berjodo menjadi guru
dan murid tapi berjodo menjadi suheng dan Sute.
Atas pertanyaan Ho Tiong Jong, bagaimana orang tua itu
dapat tahu kalau ia ada menyakinkan isi kitab "Kumpulan ilmu
Silat Sejati" dengan ketawa sang Suheng menjawab.
"oo, itu mudah saja, Memang sengaja aku menahan kau
sepuluh hari dalam goa kuburan ini, maksudku, kalau kau ada
berjodo menjadi murid Siansu kau dapat memahami isinya
kitab pusaka Siansu yang ada didalam peti matinya. Dugaanku
benar tidak salah kau adalah orangnya yang berjodo, sebab
selama sepuluh hari itu aku mengintip diluar tahumu gerak
gerikmu mengapalkan isinya kitab sangat tekun dan otakmu
sangat encer untuk mengingat semua isinya, sekarang isinya
kitab boleh dikata sudah ada dalam otakmu dan dalam waktu
ini kau hanya memerlukan latihan saja lantas semuanya dapat
kau praktekkan dengan baik." Ho Tiong Jong sangat kagum
akan kelihayan matanya sang Suheng. Sebelum ia membuka
mulut, Sim Pek Hian sudah berkata pula.
"Nah, Sutee, sekarang mari kita berlutut di depan peti mati
siansu, untuk meneguhkan persaudaraan kita dalam
seperguruan-"
Ho Tiong Jong menurut, sim Pek Hian memperkenalkan
suteenya dan Ho Tiong Jong yang menyatakan dengan hati
tulus mengangkat saudara, In Kie Lojin sebagai gurunya, dan
sebagai murid ia berjanji akan bantu melindungi kitab pusaka
gurunya itu supaya tidak terjatuh dalam tangannya orang
orang jahat, ia bersumpah dalam hidupnya selalu akan
membela keadilan membasmi kejahatan dan menentramkan
dunia persilatan, ilmu silat dari kitab pusaka akan diwariskan
kepada orang-orang yang berjodoh atas pengunjukan
abahnya sang guru dialam baka. Tidak akan diturunkan
kepada sembarang orang.
Demikianlah, sejak hari itu Ho Tiong Jong saban hari
mendapat pertunjukan dari Sim Pek Hian untuk melancarkan
ilmu ilmu silat yang sudah dicatat dalam otaknya, Tapi dalam
hati diam-diam Ho Tiong Jong merasa heran, sebab ada ilmu
silat yang hebat tapi sulit, ketika ditanyakan keterangannya
pada Sim Pek Hian sang Suheng tak dapat menerangkannya,
karena katanya ia belum menerima pelajaran itu dari suhunya.
Rupanya, tidak semua kepandaian ilmu silat yang
dikumpulkan dalam kitab pusaka itu, diturunkan pada Sim Pek
Hian- Entahlah, apakah Sim Pek Hian kurang berbakat atau
sebelum itu ilmu silat itu dipelajari Sang suhu sudah keburu
meninggal dunia? Tapi hal ini tidak ditanyakan lebih jauh oleh
Ho Tiong Jong.
Hubungan Ho Tiong Jong dan Kho Siu juga, selama Ho
Tiong Jong tinggal ditempatnya Sim Pek Hian menjadi
bertambah erat, Sering-sering mereka pasang omong dengan
gembira, Kini nona Kho berbalik bahasa kalau dulu mulai
bertemu suka menyebut "orang liar" kemudian berubah
memanggil "toako", sekarang ia harus memanggil "susiok"
(paman), derajat Ho Tiong Jong jadi lebih tinggi lagi.
Sering panggilan "susiok" ini dipakai bergurau nona Kho,
tapi Ho Tiong Jong hanya ganda tertawa saja.
Kecantikan nota Kho yang menggiurkan dan sikapnya yang
Jenaka pandai bergurau membuat Ho Tiong Jong bimbang.
XXXVIII. PENUTUP.
DI LIHAT sikapnya makin hari makin berubah. Ho Tiong
Jong mendusin bahwa si nona ada jatuh hati kepadanya,
Hatinya menjadi bingung, ia kuatir akan terlibat dalam asmara
lagi, pikirnya, sebaiknya ia siang siang pergi dari situ, Waktu
ini ia sudah tinggal satu setengah bulan dalam rumahnya Sim
Pek Hian-
Pada suatu malam, ia gelisahan tak dapat tidur, karena
romannya Seng Giok Cin selalu berbayang didepan matanya,
ia seolah-olah mempunyai firasat kurang enak maka pada
keesokan harinya ia mohon diri dari Sim Pek Hian-Sang
suheng tidak berkeberatan, malah ia berkata sambil ketawa.
"Memang sudah cukup kau dapat penjelasan dari aku, tak
dapat memberikan penjelasan lainnya, malah aku percaya
dikemudian hari ilmu silatmu akan jauh lebih tinggi dari
padaku yang menjadi Suhengmu, Ha ha ha..... tapi aku tidak
mengiri, malah merasa bangga mempunyai seorang Sutee
yang lihay seperti kau Tiong Jong...."
Ho Tiong Jong merendahkan diri. "Mana dapat aku akan
lebih lihay dari Suheng, yang mendapat pendidikan langsung
dari Siansu." katanya sambil ketawa.
Tiba tiba Sim Pek Hian seperti ingat sesuatu, "Eh, Sutee,"
kafanya, "apakah kau tidak mau menunggu Siu-cie pulang
dahulu menengoki orang tuanya."
"Ah, tidak apa," jawab Ho Tiong Jong sambil ketawa,
"tolong Suheng sampaikan terima kasihku yang besar
kepadanya dan minta maaf aku berlalu dari sini diluar
kehadirannya."
Ho Tiong Jong seperti yang kesusu, "Hatiku sudah dua hari
ini merasa tak enak. aku kuatir adik Gok sudah kembali dan
menanti kedatanganku," ia berkata pula. Kemudian
berpamitan sambil memberi hormat pada sang Suheng dan
tidak lupa mengucapkan terima kasihnya atas kebaikannya
orang tua itu, ia berjanji satu waktu akan datang kembali
menyambangi tuan rumah.
Sim Pek Hian tak dapat mencegah kepergiannya sipemuda,
sambil berdiri ia mengelus elus jenggotnya pikirannya
berduka. ingat kepada anak angkatnya, sebagai orang tua
matanya tak dapat dikelabuhi bahwa anak angkatnya ada
jatuh cinta kepada pemuda tampan dan lihay itu, tapi apa mau
dikata, ia sendiri tak berdaya untuk mempersatukan mereka
menjadi suami istri, karena Ho Tiong Jong sudah banyak
pacarnya, yang menyintai dirinya.
Terang Ho Tiong Jong tentu akan menolak kalau ia
bicarakan urusannya Siu-jie untuk diambil istri oleh pemuda
itu.
orang tua itu menghela napas sambil mengawasi berlalunya
si anak muda dari kebun sayurnya, sampai tidak kelihatanpula
bayangannya. Mari kita ikuti Ho Tiong Jong yang kembali
kerumahnya co Kang cay. Kebetulan saat itu tampak si orang
tua sedang berdiri disamping pintu.
Ia tampak sangat gelisah. Dengan jalan dingkluk-dingkluk
dibantu oleh tongkatnya ia menyongsong kedatangannya Ho
Tiong Jong. Ketika berhadapan ia lantas berkata.
"Tiong Jong kau kemana sampai begitu lama? Aiya kau
bikin susah orang saja, sekarang bagaimana baiknya ini? Ah,
kau Tiong Jong..."
co Kang cay bicara sangat gugup, hingga Ho Tiong Jong
tak mengerti apa yang dimaksudkan oleh si orang tua itu,
Maka ia menanya. "co lopek, ada apa sih kau begitu gugup?"
"Nona Ie sudah pergi menyusulmu pada setengah bulan
yang lalu, lima hari yang lalu ada datarg nona Seng
mencarimu, menunggu sampai lima hari, maka ia sudah tidak
sabaran dan menyusulmu lagi."
"Ha Adik Giok sudah datang? Kapan dia perginya?" tanya
Ho Tiong Jong.
"Kira-kira dua jam berselang ia sudah pergi, katanya
hendak mencarimu."
"Apa co lopek tidak kasih tahu aku pergi kemana kepada
dua nona itu."
"Tidak- sebab aku takut mtreka bikin huru-hara dirumahnya
Suheng, nanti aku yang dimarahi oleh Suheng."
"Bagus sekarang kasih tahu padaku, kejurusan mana nona
Seng pergi?"
"Ke jurusan Barat, entah dia sudah sampai dimana ?"
"Baik, nah selamat tinggal, sampai lain kali kita ketemu
lagi."
Anak muda itu tampak menanti co Kang cay menjawab,
sudah lantas putar badannya dan lari kejurusan Barat
menyusul pada nona Seng Giok Cin. co Kang cay hanya berdiri
melongo mengatasi berlalunya si anak muda.
Perjalanan kejurusan Barat tidak banyak tempat tempat
yang ramai, maka ia enak menggunakan ilmu jalan cepatnya
untuk menyusul Seng Giok Cin.
Kini kepandaian dalam hal mengentengi tubuhnya sangat
hebat Tak lama ia sudah sampai pada suatu tempat
pegunungan- Pikirnya, menurut dugaan ia sudah dapat
menyandak nona Seng, tapi masih juga ia belum dapat
menyusulnya. Ia celingukan dan memperhatikan disekitar
tempat itu.
Dalam herannya ia menghampiri sebuah pohon untuk
meneduh, Belum lama ia duduk sambil menebak-nebak
kemana jalannya sang kekasih atau kupingnya telah
mendengar seperti ada beradunya senjata orang bertempur.
Ia pasang kupingnya lebih hati-hati, suara itu ternyata
datangnya seperti dari bawah jurang. Tanpa memikir lamalama
lagi, ia lalu enjot tubuhnya melesat melayang seperti
burung dan dilain saat ia sudah sampai d itempat
pertempuran-
Ternyata yang bertempur ada seorang wanita dikerubuti
oleh tiga orang lelaki yang semuanya ada berkerudung
kepalanya dengan kain hitam, hatinya Ho Tiong Jong sangat
kaget ketika nampak wanita itu bukan lain daripada
kekasihnya, siapa sedang keteter dikerubuti oleh tiga lelaki
yang semuanya berkepandaian tidak rendah.
Tapi ia tidak ingin turun tangan lekas-lekas, ingin melihat
dahulu kepandaiannya sang kekasih, apakah ia dapat
mempertahankan diri dari keroyokannya tiga laki laki
berkerudung kain hitam itu?
Seng Giok Cin ternyata sangat gesit, pedangnya menarinari
diantara berkelebatnya tiga senjata musuh, hingga
kelihatannya sukar ia dijatuhkan untuk sementara waktu.
Diam-diam Ho Tiong Jong menghampiri lebih dekat pada
medan pertempuran mereka satu juga tidak ada yang engah
bahwa saat itu ada jago lihay. Satu diantara lawan Giok Cin
berkata.
"Sudah baik-baik kau menjadi orang penting dalam
perserikatan kita, kenapa kau jadi tergila-gila kepada itu
maling kecil? Hari ini kalau tidak dapat membekuk kau untuk
dibawa ketempat kami, kami bersumpah untuk
mengambiljiwamu ditempat ini juga."
"Jangan banyak bacot manusia rendah, Apa kau kira
nonamu takut pada kalian? IHm lihat pedang nonamu akan
ambil kepalamu satu persatu."
"Jangan kasih hati Samte, bekuk saja kita kerjain-" kata
yang satunya lagi.
Mereka lantas mengurung rapat, ilmu silatnya berubah
lebih cepat dan ganas, hingga biar bagaimana Seng Giok Cin
menjadi gelisah juga. Kalau ia dikerubuti oleh dua saja masih
ia dapat menandingi dan mungkin dapat mengalahkannya
akan tetapi ia, ditigain, benar berat untuk melawannya.
Hatinya jadi melamun pada Ho Tiong Jong, Dimana dia
sekarang?
Karena hatinya terpencar, maka Seng Giok cin jadi lengah
memusatkan tenaga dalamnya, hingga ketika pedangnya
kebentur dengan senjata musuh terpaksa ia mundur, Apa
celaka justru ia diserbu dan hendak dipeluk oleh salah satu
lawannya.
Ia tak dapat meloloskan diri, karena dalam posisi sulit, ia
sudah mandah terima nasib dengan meramkan mata. tapi tiba
tiba ia mendengar lawannya keluarkan jeritan tertahan- Ketika
ia membuka matanya, kiranya Ho Tiong Jong sudah berdiri
diantara mereka. oooh bukan main girangnya si nona.
"Engko Jong, kau." serunya kegirangan sambil memburu
dan berdiri disampingnya sang kekasih.
"Adik Giok kau kaget barusan? Hm si manusia rendah tadi
aku sudah kasih persen kau lihat dia sekarang sedang
kesakitan-"
Seng Giok Cin memandang pada orang tadi yang hendak
memeluk dirinya, benar saja tampaknya seperti sedang
merasakan kesakitan lengannya. Entah bagaimana rupanya ia
dalam keadaan demikian, sebab mukanya ditutup kerudung
kain hitam dan hanya mendengar rintihannya yang sakit.
Barusan orang tadi ketika lengannya hampir menyentuh
pinggangnya Seng Giok Cin yang langsing, tiba-tiba ia
berjengit dan cepat menarik pulang sepasang lengannya,
karena ia rasakan lengan kanannya seperti kena ditusuk-tusuk
jarum sakitnya, ia heran dengan kesakitan ia mundur
beberapa tindak.
Tidak tahu dari mana datangnya, seketika itu sudah ada Ho
Tiong Jong dihadapannya tengah bersenyum-senyum, ia jadi
menggigil karena sudah tahu sampai dimana kelihayannya
anak muda ini yang dahulunya ia sangat pandang rendah.
Pelahan-lahan rasa sakitnya hilang dan lengannya dapat
digeraki lagi, orang tadi lantas berkumpul dengan dua
kawannya yang lain menghadapi si pemuda yang saat itu
masih bersenyum-senyum mengawasi pada mereka .
"Mereka sangat jahat engko Jong," tiba-tiba Seng Giok Cin
berkata, "kau harus kasih hajaran pada mereka supaya tahu
diri."
"Adik Giok. kau kenali mereka ini ?"
"Aku sudah lantas kenali dari mereka punya lima silat dan
juga suaranya." Ho Tiong Jong bersenyum lagi,
"Siapa?" tanyanya.
"Mereka ada muridnya itu siluman Khoe Tok" Si pemuda
anggukkan kepalanya.
"Aku penasaran kalau belum menggampar mukanya satu
persatu sebagai hadiah perbuatannya mereka yang tidak
sopan barusan terhadapku."
"Baik, kau boleh laksanakan sebentar."
"Maling kecil, kau jangan banyak lagak. Apa kau kira kami
bertiga boleh buat sembarangan? IHm... lihat kami bekuk
batang lehermu dan sekalian dengan ini budak penghianat itu
kami akan gusur kemarkas."
Perkataannya tak lampias, karena tiba tiba mendengar
suaranya Ho Tiong Jong yang aneh sekali, ia ketawa bergelak
gelak seperti biasa kelihatannya, akan tetapi kedengaran di
kuping masing-masing seperti guntur berbunyi hingga mereka
menjadi berubah wajah nya dan merasa jerih.
Seng Giok Cin mendengarnya seperti biasa saja, maka ia
jadi heran tatkala melihat tiga orang itu pada menekap
kupingnya masing-masing dengan tangannya dan matanya
pada terbelalak mengawasi pada Ho Tiong Jong dengan
penuh rasa heran dan jerih.
Masing-masing dalam hatinya menanya, "Dari mana Ho
Tiong Jong dapat ilmu yang lihay itu. Apa kepandaiannya lebih
hebat dari duluan ?"
Dari takut mereka jadi nekad, sebab pikirnya, daripada
mereka sebentar mendapat hinaan lebih baik unjuk
kepandaian dulu, siapa tahu dapat menjatuhkan sianak muda
dengan mengandalkanjumlah mereka ada lebih banyak.
Mereka mengasih tanda dengan isyarat mata. Kemudian
dengan serentak telah menyerang pada Ho Tiong Jong yang
barusan saja berhentikan ketawa nya, serangan mereka ada
hebat sekali, tiga senjata berbareng berkelebat mengarah
tubuhnya sang korban-
Suara senjata terdengar "trang trang" saling bentur tapi
yang saling bentur ada senjata mereka sendiri, Sedang Ho
Tiong Jong telah menghilang entah kemana? Mereka
celingukan melihat sebentar ada dibela kang satu kawannya,
kemudian dibelakang kawan lainnya begitu seterusnya, hingga
mereka tak dapat menyerang dengan senjatanya dikuatirkan
nanti salah menyerang kena kawan sendiri. Bukan main
mereka herannya menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong,
"Kau jangan keluarkan ilmu iblis, lekas hadapi kami, kalau
kan benar satu laki laki, kau..." belum kata-katanya ini
lampias, tiba tiba telah terdengar suara .
"Baiklah" lantas tubuhnya Ho Tiong Jong berkelebat seperti
kilat. Entah bagai mana ia bergerak, sebab dilain saat satu
persatu tiga lawannya itu kena ditotok dan berdiri seperti
patung, Hanya matanya saja yang berputaran mengawasi
pada Ho Tiong Jong yang saat itu sudah berdiri pula
disampingnya Seng Giok cin sambil ketawa.
Seng Giok Cin sangat kagum dengan kepandaiannya sang
kekasih, ia tidak tahu dari mana kekasihnya itu dapatkan
kepandaian yang demikian hebat?, ia terbengong mengawasi
Ho Tiong Jong, hanya bisa mengeluarkan kata kata,
"Eng....koJong..kau..." Ho Tiong Jong ketawa, ia mengerti
akan kagum dari kekasihnya itu.
Tangan kananaya merangkul tubuh si cantik, dua pasang
mara saling berpandangan dengan penuh rasa cinta dan
bahagia, "Adik Giok. bukankah kau hendak menampar mereka
satu persatu ..." kata sipemuda pelahan.
Seng Giok Cin anggukkan kepalanya sambil bersenyum
manis.
Hatinya sangat bangga mempunyai kekasih yang demikian
tampan romannya dan demikian lihay ilmu kepandaiannya.
"Ilmu apakah itu, Engko Jong?" tanya si gadis.
"ilmu mengentengi tubuh meminjam berkesiurnya angin
dan ilmu menotok jalan darah nomor satu.,."
"Aku mau diajar itu, engko Jong."
"Tentu, kau akan jadi isteriku, segala apa milikku dan
menjadi milikmU juga, cuma tergantung kepada kekuatan
tenaga dalammu saja sesuai atau tidak untuk menerima
pelajaran itu, bukan ?"
Sambil mendongak menatap wajah sang kekasih yang
tampan, Seng Giok Cin manggutkan kepalanya, kemudian
rebahkan kepalanya yang berambut harum itu didadanya Ho
Tiong Jong yang kokoh.
Pelukan Ho Tiong dirasakan makin erat, itulah lebih lebih
dari seratus kata-kata bahagia dengan lisan- Keduanya saling
peluk sesaat lamanya pelukan bahwa adegan itu disaksikan
oleh tiga orang musuhnya yang sedang pada berdiri dengan
tak dapat menggerakkan tubuhnya.
Hanya matanya yang pada melotot dan hatinya penuh rasa
jelus dan iri hati, si cantik dari Seng-keepo berada didalam
pelukannya orang yang mereka sangat benci dan ingin
membunuhnya .
"...adik, Giok. bukankah kau mau memberi persen pada
mereka?" bisik Ho Tiong Jong sesaat kemudian-
Seng Giok Cin seperti yang baru mendusin dari kelelepnya
dalam kebahagiaan mata, dengan perlahan-lahan ia
melepaskan diri dari pelukan Ho Tiong Jong.
"Kau benar, engko Jong." katanya seraya menghampiri
kepada mereka Masmg-masing dalam posisi mereka tadi
bergerak hendak menghajar Ho Tiong Jong, senjata masih di
tangan, kelihatannya lucu sekali. Senjata mereka dilucuti, lalu
kerudungnya masing masing dibuka dan benar saja mereka
ada Seng Boe Ki dan dua saudara oet ti
"engko Jong kau lihat cecongornya tiga orang jahat ini.."
kata si nona, serentak ia menggampar mukanya satu per-satu
hingga mereka meringis-ringis, pedas rasanya gamparan si
nona.
Ketika dalam gemasnya si nona hendak persen
gamparannya yang kedua kali, Ho-Tiong Jong mencegah
"Sudah. sudah cukup, Biar kita bebaskan supaya mengadu
kepada gurunya, aku mau lihat itu siluman jahat apa ada
punya kepandaian serta nyali untuk membalas dendam muridmuridnya
ini?"
Ho Tiong Jong ingat akan cerita tempo hari yang ia dengar
bahwa Khoe Tek ada sangat jahat, tukang hirup darah
manusia dan darah darah wanita yang datang bulan dibuat
obat, kemudian orangnya diperkosa dan dibunuh mati, ia
sekarang sudah mempunyai kepandaian tinggi, ingin ia
ketemu orang ganas kejam itu untuk membinasakannya. oleh
sebab mengingat itu, maka tiga muridnya dilepaskan oleh Ho
Tiong Jong.
Ia hanya menepuk punggungnya masing-masing, lantas
mereka sudah bebas dari totokan dan diusir dari situ. Dengan
masing-masing membawa senjata, mereka ngacir terbirit-birit
meninggalkan tempat itu.
seng Giok Cin tertawa terpingkal-pingkal melihat kelakuan
mereka itu.
Balik pada urusannya sendiri, atas pertanyaannya sang
kekasih, Seng Giok Cin ber- cerita.
Sepanjang perjalanan seratus lie sampai ke rumahnya
orang orang ayahnya pada menghalang- halangi padanya,
tidak mengijinkan ia berkunjung kerumahnya atas perintah
ayahnya, ia lalu menulis sepotong surat mengabarkan maksud
kedatangannya ada membawa Lencana Rahasia Tuhan yang
hilang maka barulah perjalanannya lancar.
Ayah girang mendapat kembali barang pusakanya itu,
kepada sang ayah ia berterus terang, bahwa ia akan berumah
tangga dengan Ho Tiong Jong. Ayah tidak ambil perduli,
hanya kepala-kepala Perserikatan lainnya tidak puas dan
menahan ia sampai Ho Tiong Jong datang baru dilepaskannya.
Belakangan putusan dirubah, menyuruh ia kembali pada Ho
Tiong Jong untuk mengabarkan bahwa pemuda itu ditunggu
kedatangannya dalam tempo lima belas hari dikota Tong an
pada sebuah kuil, untuk mengadu kekuatan- Sebagai penutup
Seng Giok cin sambil berlinang air mata berkata.
"engko Jong, karena cintaku yang besar pada dirimu, aku
sampai tega meninggalkan ayahku hidup bersendirian
dirumah, Entahlah bagaimana dengan kesehatannya nanti..."
"Adik Giok. Ia orang tua tak dapat melupakan kasihnya
kepada anaknya yang sangat disayang seperti kau. Maka
senangkan-lah hatimu. Sekarang, kepaksa aku minta
bantuanmu untuk pergi ke Siauw lim si di gunung Ko-san,
tempatnya Beng Tie Taysu, Kau bawa ini gelang batu giok,"
Ho Tiong Jong sambit keluarkan gelang batu giok kepercayaan
dari orang orang Siauw-lim-pay.
"Serahkan padanya dan minta supaya Beng Tie Taysu hadir
ditempat yang ditetapkan oleh orang-orang dari perserikatan
pada hari pertemuan mereka dengan aku."
"Kau mau minta bantuan dari Siauw-lim-sie?" tanya Seng
Giok Cin.
"Terpaksa, karena aku belum tahu tenagaku apa cukup
untuk menghadapi mereka sembilan orang dengan barisannya
Kim liong-pat hong thian- bee tin-"
"Ya memang barisan itu memang lihay, sekarang aku pergi
dah."
Dua kekasih itu terpaksa berpisahan pula, karena
menghadapi urusan yang sangat penting dan berbahaya.
Tanggal yang dijanjikan kebetulan jatuh pada harian capgo-
meh.
Menjelang magrib Ho Tiong Jong sudah ada di kelenteng
Po in-si di kota Tang-san, tempat yang telah dijanjikan
Dibawahnya terang bulan, Ho Tiong Jong jalan-jalan
disekitar kelenteng tersebut sambil menikmati pemandangan
yang permai, ia melamun, pada hari-hari yang akan datang, ia
akan menghadapi pertempuran kemudian akan menikah
dengan sicantik Seng Giok cinooh, bagaimana bahagianya
kalau ia sudah berumah tangga dengan gadis yang menjadi
pujaannya itu.
Tengah ia enak-enakan melamunkan kebahagiaannya, tibatiba
dari balik sebuah pohon muncul sesosok bayangan
menghadang didepannya.
"Ha ha ha...., Tiong Jong kau benar-benar satu kuncu
dapat memegang janjimu." orang itu adalan Khoe Cong, si
muka jelek. yang jelus hatinya.
"Kau jangan muncul sendirian, panggil keluar kawankawanmu
sekalian-"
Khoe Cong bersiul nyaring, segera pada muncul dengan
beruntun delapan orang dari segala jurusan, Mereka lengkap
sembilan orang yang merupakan kepala dari Perserikatan
Benteng Perkampungan- Mereka dikepalai oleh Kim Toa Lip.
ayahnya Hong Jie.
Sambi tertawa nyaring Kim Toa Lip berkata "Kau
kelihatannya tenang-tenang saja, aku tidak sangka kau belani
muncul disini."
"Jangan banyak omong, lantas jelaskan apa maksud kalian
mengundang aku datang kesini?" memotong Ho Tiong Jong
dengan suara dingin.
Seng Eng dan ciauw Toa Nio menanyakan halnya Lencana
Rahasia Tuhan yang dibawa-bawa oleh Ho Tiong Jong, apakah
diberitahukan kepada orang lain?
"Meskipun aku bilang "tidak" kalian toch tak akan percaya,
sekarang mau apa, aku dapat mengiringinya" tantang Ho
Tiong Jong.
"Bocah sombong itu tidak boleh dikasih hati h ayo kurung
dia bersama barisan kita, Biar tahu kelihayan kita." teriak
ciauw Toa Nio
Ho Tiong Jong tertawa bergelak gelak. "Kalian boleh atur
barisan, aku Ho Tiong Jong tidak akan tinggal lari," kata
sipemuda sikapnya jumawa.
Semua jago-jago tua itu pada heran melihat sikapnya Ho
Tiong Jong yang demikian tenang, Apakah mungkin ia sudah
tambah kepandaiannya lagi? Tapi ketelanjur sudah
menonjolkan barisannya yang lihay, maka Kim Toa Lip sebagai
kepala lantas perintah kawan-kawannya berbaris mengurung
pada sipemuda.
"Silahkan kau menerjang dan pukul pecah pecah barisan"
kata Kim Toa Lip.
Ho Tiong Jong tidak tawar menawar lagi, ia hunus goloknya
dan menerjang pada Kim Toa Lip. Siapa tinggal tidak
bergerak. tapi ketika goloknya Ho Tiong Jong hampir sampai
ia menangkis dengan pedangnya, ia terhuyung-huyung
mundur tiga tindak. sedang Ho Tiong Jong masih tetap
ditempatnya. Bukan main kagetnya orang she Kim itu.
Ho Tiong Jong sampai demikian hebat tenaga dalamnya,
sungguh diluar segala dugaan-
Semua orang-orang Perserikatan pada membelalakkan
matanya.
Tiba-tiba terdengar suara-suara orang yang memuji Budha,
ternyata yang datang ada Beng Tie Taysu diiringi oleh
sembilan kawannya.
orang-orang yang mau bergebrak urungkan bergeraknya,
Kim Toa Lip dan kawan-kawannya saling pandang dan
menduga-duga apa maksud kedatangannya Beng Tie Taysu
dari Siauw lim si itu, Sedang Ho Tiong Jong diam-diam merasa
girang. Ketika sudah datang dekat, Beng Tie Taysu sambil
memberi hormat, berkata.
"Harap kalian jangan bertempur dahulu, Loceng ingin
bicara dengan Ho Sicu sebentar. Yang mana satu Ho Sicu
harap suka datang pada Loceng."
Ho Tiong Jong keluar dari kepungan musuh, sambil
menjura ia memohon maaf untuk kelancangannya memohon
kedatangannya sang paderi dengan mengirimkan gelang batu
kumala. Diterangkan batu kumala itu dikasih oleh Ie Boen
Hoei dari kantong Suheng-nya yang telah meninggal dunia.
Asal usulnya permusuhan sehingga ia hendak bergebrak
dengan sembilan orang itu diberitahukan dengan singkat.
Beng Tie Taysu menghela napas, Tapi ketika ia mendengar
kawanan orang dari Perserikatan pada beberapa bulan yang
lalu telah membakar gerejanya Tay Hong Hosiang sehingga
musnah, matanya Beng Tie Taysu berkilat sejenak. tapi
kemudian tenang lagi.
"Musnahnya Kong- beng si karena gara-gara orang orang
jahat ini yang tidak kesampaian maksudnya mengambil
jiwaku, ini ada tanggung jawab ku. Harap Taysu bersabar,
setelah aku dapat membasmi sembilan orang ini sebagai balas
dendam atas kematiannya Tay Hong Hosiang dan muridTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
muridnya serta musnahnya gereja Kong- beng si, aku nanti
serahkan diri pada Taysu, bagaimana Taysu hendak
menghukumku, aku juga bersedia dengan rela.."
"Ho Sicu jangan merendah begitu rupa, penanggung jawab
dari musnahnya Kong beng-si dan kematiannya Tay Hong
serta murid-muridnya adalah mereka ini."
Sembilan orang itu terkejut mendengar pembicaraan
mereka, Kiranya kedatangan Beng Tie Taysu itu adalah
hendak membantu pada Ho Tiong Jong.
"Anak haram, jangan banyak rewel, Lekas terima kematian
untuk mengganti jiwa anakku" demikian terdengar teriakan
dari pihak Perserikatan-
Yang berteriak itu ternyata Han Siauw ceng, ia yang sudah
tidak sabaran menanti Ho Tiong Jong pasang omong dengan
Beng Tie Taysu.
"Ho Sicu, silahkan" kata Beng Tie Taysu. Dilain saat Ho
Tiong Jong sudah dikepung lagi oleh sembilan orang dalam
barisan Kim liong pat-hong thian bee tin, setelah terlebih
dahulu menyerahkan golok Lam-cun-tonya kepada Seng Giok
Cin, ia menghadapi mereka dengan tangan kosong.
"Anak haram." bentak Hui Siauw Ceng, "Kau mau cari
mampus siang-siang masuk dalam barisan kami dengan
tangan kosong."
Ho Tiong Jong sangat mendongkol dikatakan anak haram,
"orang tua dekat mampus, jangan banyak bacot. Lihat saja
nanti, siapa yang akan menemui Giam lo ong...."
Kim Toa Lip sementara itu sudah memberi aba-aba kepada
orang-orangnya untuk lantas turun tangan- Tidak tempo lagi
Ho Tiong Jong dihujani senjata dan dikepung rapat sekali, tapi
Ho Tiong Jong dengan bersiul nyaring badannya berkelebatan
seperti kilat cepatnya ia menggunakan ilmu mengentengi
tubuh. "Berkesiuran angin, Tanci Sin- kang dan Te it ThiamTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
hiat Dari buku "Kumpulan ilmu Silat Seiati" ia sudah paham
benar, cara bagaimana memecahkan barisan yang sangat
dibanggakan oleh sembilan orang itu.
in Kie Lojin tempo hari kena dijatuhkan oleh barisan
demikian, sejak mana ia sudah menyusun satu cara,
bagaimana untuk memecahkan barisan tersebut dan ia telah
menulisnya didalam kitab pusakanya. Bagian ini dipelajari oleh
Ho Tiong Jong khusus untuk menjatuhkan sembilan orang dari
Perserikatan Benteng Perkampungan-
Menghadapi kegesitan seperti kilat itu, bukan main
sibuknya sembilan orang jago kelas satu itu, mereka punya
senjata saling bentur dengan kawannya sendiri sebagai ganti
sasarannya yang menghilang pergi datang. Dalam tempo
pendek saja ke-9 orang itu sudah kena ditotok semuanya dan
masing masing pada berdiri dalam gerakannya masing-masing
ketika kena tertotok.
Lucu sekali, ada yang sedang angkat kaki menendang, ada
yang sedang menyabetkan pedangnya, menusukkan senjata
pitnya, menggunakan pentungannya dan lain-lain sebagainya.
Hanya matanya saja yang dapat digerakan berputaran
mulutnya tak dapat berbicara, inilah hasilnya dari ilmu Te-it
Thiam hiat (ilmu menotok jalan darah nomor satu) yang
dipelajari oleh Ho Tiong Jong yang istimewa untuk
menghadapi mereka.
Beng Tie Taysu geleng-geleng kepala dan memuji namanya
Budha menyaksikan kepandaian Ho Tiong Jong yang luar
biasa, Dengan tangan kosong dapat menjatuhkan sembilan
jagoan dalam perserikatan yang telah tersohor namanya.
Seng Giok Cin bengong saking kagum menyaksikan
kepandaian sang kekasih.
Ho Tiong Jong lalu menghampiri satu persatu dan
mengompes siapa yang telah melakukan pembakaran
kelenteng Kong beng-si, ternyata yang menjadi biang
keladinya ada Hui Siauw Ceng.
Sambil menghadapi dua orang tersebut, Ho Tiong Jong
menengadah kelangit. Mulutnya kemak-kemik seperti yang
mengucapkan apa-apa kata katanya yang penghabisan
nyaring juga kedengarannya. "Taysu yang jadi orang alus
harap saksikan Ho Tiong Jong membalas sakit hati Taysu."
Berbareng ia mendekati Hai Siauw Ceng dan menepuk
pinggangnya, kemudian Khoe Cong di tepuk pundaknya,
sambil berkata.
"Nah kalian boleh pulang, sebentar malam boleh
merasakan akibat dari perbuatan jahat kalian-"
Seiring dengan kata-katanya Ho Tiong Jong menendang
satu demi satu, Dua-duanya terlepas dari totokan dan pada
angkat kaki dari situ tanpa menoleh lagi kebelakang.
"Taysu aku sudah membalaskan sakit hatinya Thay Hong
Hosiang pada orang-orang yang bersalah, bagaimana pikirnya
Taysu terhadap lainnya? Apakah hendak dibebaskan saja,
sebab mereka tidak turut campur dalam pembakaran Kong
bengsi."
Beng Tie Taysu menghela napas, ia mengerti Ho Tiong
Jong barusan sudah turun tangan berat terhadap orang yang
bersalah, Mereka sebentar malam baru akan merasa tepukan
Ho Tiong Jong yang lihay, sekujur tubuhnya seperti ditusuktusuk
dengan jarum, setelah menderita tiga hari tiga malam
mereka akan melayang jiwanya.
Ia tidak hendak mencari musuh, maka ia lalu anggukkan
kepalanya. "Ya, kasihlah mereka bebas...." katanya.
Satu persatu dibuka totokannya oleh Ho Tiong Jong dengan
tendangan dan gamparan pada muka masing-masing kecuali
ketika gilirannya Seng Eng dan Kim Toa Lip. orang muda itu
masih ingat dan pandang mukanya Seng Giok Cin dan Kim
Hong Jie, maka ia tidak mau keterlaluan ia gunakan Tan ci
Sin-kang, menyentil dari kejauhan membuka totokanpada dua
orang tua ini.
Mereka semuanya tanpa mengucapkan apa apa sudah pada
angkat kaki dari tempat itu dengan penuh rasa penasaran dan
malu.
Kejadian ini telah menggemparkan dunia persilatan ketika
jago jago dalam kalangan Kang-ouw mengetahuinya, hingga
namanya Ho Tiong Jong telah meningkat tinggi sekali.
"Ho Sicu, hebat sekali kepandaian Ho Si-cu, Loceng belum
pernah menyaksikan kepandaian yang demikian lihay, dengan
tangan kosong dapat memecahkan barisan "Kim-liong-pat
hong thian be-tin-.." memuji Beng Tie Taysu.
"Ah, ini berkat anjuran semangat dari Taysu saja..." jawab
Ho Tiong Jong merendah, hingga Beng Tie Taysu diam-diam
memuji pada pemuda yang bisa membawa diri itu.
"Nah, Ho Sicu, sampai disini saja kita berpisah, Kalau sicu
dibelakang hari ada keperluan dengan tenaga kami orang dari
Siauw-lim-si, boleh suruhan orang saja untuk membawa ini
gelang batu kumala kepadaku..." sambil menyerahkan kembali
gelang batu kumala hijau kepada Ho Tiong Jong.
Ho Tiong Jong menyambuti sambil mengucapkan terima
kasih.
Beng Tie Taysu ajak kawan kawannya berlalu dari tempat
itu diawasi oleh Ho Tiong Jong dan Seng Giok Cin sampai
lenyap dari pandangannya.
Seng Giok Cin yang tengah melayang-layang pikirannya
menjadi terkejut ketika tiba tiba satu tangan yang kuat
menyambar pinggang nya yang langsing dan dipeluk eraterat?
Suara bisikan yang tak asing lagi baginya mengusap
ngusap dalam telinganya.
" . . . . Adik Giok. mari kita pergi . . . ."
" . . . . Kemana engko Jong ?"
" . . . . Merantau . . . ."
Dua pasang mata berpandangan diiringi senyuman pelukan
makin erat... itulah lebih dari seratus satu kata-kata mesra dan
yang dapat diucapkan dengan mulut mereka berdua....
TAMAT
ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
{ 1 komentar... read them below or add one }
MANTAB KOLEKSINYA GAN, JANGAN LUPA KUNJUNGIN JUGA YA
BARU 2014 ABG CANTIK DIPAKSA NGENTOT
BARU 2014 ABG AMOY NGENTOT AMA GURU BP
BARU 2014 CEWEK AMOY DIPERKOSA RAME-RAME DI GUBUG
BARU 2014 PANTAT CEWEK AMOY MULUS GOYANG OPLOSAN
BARU 2014 JANDA MUDA YANG MASIH SEGER DAN BAHENOL
BARU 2014 MEMEK MERAH AMOY BEGITU MENGGODA
BARU 2014 NGINTIP CEWEK AMOY CANTIK MULUS MANDI
Posting Komentar