Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5-Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5-Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5-Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5-Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5


He-he koancu segera menjulurkan lidahnya sambil berseru memuji:
"Kongcu, dahsyat amat tenaga dalam yang kau miliki !" Sun Tiong-lo
cuma tertawa tidak menjawab. Hou ji tidak ambil diam, dengan
cepat dia bertanya kepada He-he
koancu: Koancu, dengan kecerdasan Soh bun ki, aku percaya dia sudah
mendengar suara gemuruh tersebut sekarang apalagi setelah merasakan
pula goncangan dari bangunan loteng ini, aku rasa dia tak mungkin tidak
tahu akan sebabnya bukan ?"
"Hmmm, sekalipun dia tak akan memahami apa sebabnya untuk
sementara waktu, tak lama kemudian dia toh akan msngerti juga"
Setelah berpikir sejenak, kembali Hou-ji berkata: "Setelah terkurung
dalam lorong rahasia tersebut, mungkinkah
ada jalan lain baginya untuk meloloskan diri dari situ ?" "Ada, tapi
memerlukan bantuan dari luar, yakni membuka pintu
baja yang berada dibawah loteng ?"
Hou ji manggut-manggut. dia lantas berpaling ke arah Sun Tiong- lo
sambil berkata.
Siau liong, orang toh tak akan terkurung terlalu lama disini, bagaimana
kalau dilepaskan saja?"
"Sementara Sun Tiong lo masih termenung dan belum menjawab, He he
koancu telah menukas.
"Bukannya aku berhati kejam dan tak berperikemanusiaan, orang itu
amat jahat dan berbahaya, tak boleh dilepaskan dengan begitu saja."
"Oooh, mengapa demikian?" Seandainya dia terlepas dari kurungan,
maka kuil kami jangan
harap bisa melewati kehidupan yang aman dan tenteram" Sun Tiong lo
segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya dengan cepat. "Koancu, sekalipun kita tidak menolongnya,
diapun tak bakal
terkurung kelewat Iama!" "Kalau tak ada yang menolongnya dari luar,
siapa yang akan
menyelamatkan jiwanya?" Sun Tionglo tertawa, tiba-tiba dia bertanya.
"Coba kau jawab, siapakah yang memberi petunjuk kepadanya
untuk membangun loteng ini? Siapa pula yang memberitahukan
kepadanya kalau kitab pusaka itu tersimpan dalam ruangan bawah
tanah diri kuil Teng thian koan?"
Dengan cepat He he koancu menjadi sadar kembali, dengan cepat dia
berseru:
"Kongcu maksudkan, siorang asing itu bakaI kemari?" Sun Tiong lo
memandang ke arah Hou ji, dan Hou ji melirik
sekejap kearah nona Kim, kemudian baru sahutnya.
"Benar, dia sudah pasti akan datang!"
Dengan perasaan keheranan He he koancu bertanya lagi. "Di loteng
ini tiada air tiada makanan, bila manusia sampai
terkurung selama beberapa hari ini, mustahil dia bisa tetap berada
dalam keadaan hidup, kecuali kalau siorang asing itu berada disekitar
sini, kalau tidak..."
"Koancu, perkataanmu itu sangat tepat, dia memang berada disekitar
tempat ini." tukas Hou ji cepat.
He he koan cu semakin tak percaya lagi, katanya. "Kalau memang
begitu, seharusnya dia kan sudah menolong Soh
bun-ki sedari tadi ?" Dengan cepat Hou ji tertawa. "Dia bukan dewa,
bagaimana mungkin dia bisa menduga kalau
Soh hun ki yang sudah memperlihatkan watak aslinya telah bentrok
dengan koancu ? Bagaimana mungkin dia bisa tahu kalau pintu baja
digerbang utama sudah tak dapat dibuka lagi dari dalam?
"Apalagi kami semua masih berada disini, sebelum semua latar
belakang yang sebenarnya terungkap keluar, terpaksa dia hanya bisa
menyembunyikan diri belaka disekitar tempat ini, buat apa dia harus
menampakkan diri di depan umum ?"
Setelah He-he koancu berhasil memahami beberapa persoalan itu,
diapun lantas berkata:
"Jika kudengar dari pembicaraan kongcu barusan, tampaknya kongcu
sekalian kenal dengan si orang asing tersebut ?"
"Emm, kemungkinan besar memang kenal." He he koancu segera
berkerut kening, katanya kemudian: "Aaai, persoalan ini benar-benar
menjemukan, asal Soh hun ki
lolos dari kurungan, sudah pasti dia akan datang mencari diriku..."
"Benar !" sambung Sun Tiong lo, "Itulah sebabnya kita harus
menolongnya sekarang juga serta menyelesaikan masalah ini hingga
tuntas."
He-he koarcu segera menunjuk ke arah se buah gelang penarik disudut
ruangan itu, lalu berkata:
"Bila gelang itu kau tarik, pintu ruangan ini akan segera terbuka, dia
berada diluar sana !"
"Bagaimana caranya untuk menutup kembali pintu ini?" Nona Kim
yang selama ini membungkam segera menuding
gelang yang lain seraya berkata. "Asal kau menarik gelang yang
satunya, pintu akan segera
menutup !" Sambil tertawa He-he koancu segera manggut-manggut.
"Betul, perkataan nona memang benar !" Sun Tiong lo segera
berpaling ke arah Hou ji, kemudian. "Engkoh Hou, tolong kau yang
mengurusi ke dua gelang ini, hatihati
terhadap segala kemungkinan yang tak diinginkan !" Hou ji
menyahut dan berjalan mendekati gelang besi itu,
tanyanya kemudian: "Apakah harus di buka?" Sun Tiong-lo
mengangguk "Yaa, sekarang boleh dibuka, bila aku sudah keluar nanti,
cepat
kau tutup lagi pintu ini !" Ketika Hou-ji menarik gelang besi tersebut
pintu ruangan segera
bergerak naik ke atas, dengan suatu gerakan cepat Sun Tiong-lo
menyelinap keluar ruangan.
Baru saja ia keluar dari pintu, pintu baja itu telah bergerak turun
kembali dan menutup ruangan tersebut rapat-rapat.
Suara gemerincingnya pintu dengan cepat mengejutkan Soh-bun- ki
yang terkurung diluar.
Waktu itu, Soh-hun-ki yang terkurung dalam lorong sedang merasa
amat gusar, tapi dia benar-benar dibikin tak berdaya.
Maka sewaktu pintu terbuka, dia segera membalikkan badannya,
sepasang matanya dengan cepat saling bertemu dengan sorot mata
Sun Tionglo yang tajam.
Sekulum senyuman sempat menghias ujung bibir Sun Tiong Io.
sebaliknya Son-hun-ki berdiri dengan wajah penuh kegusaran.
Sejak terkurung dalam lorong rahasia tersebut, sudah barang tentu Soh
hun ki tidak mengetahui atas semua perubahan yang terjadi didalam
ruangan rahasia tersebut, tak heran kalau dia menjadi amat terperanjat
setelah menyaksikan Sun Tiong Io berjalan keluar dari ruangan rahasia
itu...
Tapi sebagai seorang yang cerdas, setelah berpikir sebentar saja ia
telah memahami apa gerangan yang telah terjadi.
Maka ditatapnya Sun Tiong Io dengan wajah penuh amarah dan
perasaan benci yang meluap-luap, teriaknya:
"Perempuan busuk itukah yang telah membuka pintu rahasia yang
sempit untuk kalian?"
Sun Tiong lo sama sekali tidak menjawab, malah sekulum senyuman
tetap menghiasi di ujung bibirnya.
Soh hun ki segera memutar biji matanya, dengan cepat ia teringat lagi
akan satu hal.
Tadi, sewaktu dia terkurung dan sedang merasa kesal, tiba-tiba
terdengar olehnya suara benturan keras yang bergema sekali demi
sekali, bahkan suara getaran yang terakhir mengakibatkan seluruh
bangunan loteng itu bergoncang keras, apa gerangan yang telah terjadi
?
Teringat akan hal tersebut, dengan sok pintar dia berkata sambil
tertawa:
"Bagaimana ? Tentunya kau merasa gagal bukan untuk menggempur
dinding dan melarikan diri dari kurungan..."
Sun Tiong lo segera menggelengkan kepalanya berulang kali, tukasnya
cepat.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 33
"APA yang telah terjadi justru merupakan kebalikan daripada apa yang
kau duga, aku telah berhasil menggempur dinding batu itu sehingga
ambruk dan tembus dengan dunia luar!"
Mendengar perkataan itu, paras muka Soh-hun ki berubah hebat, tapi
dengan cepatnya dia telah terbahak-bahak kembali.
Sun Tiong lo ikut tersenyum, tanyanya. "Kenapa? Tidak percaya?"
"Huuh, terus terang saja kukatakan." ucap Soh hun ki dingin,
"walaupun lohu merasa kepandaian silatku sudah menjagoi seluruh
kolong langitpun aku yakin masih belum sanggup menggempur dinding
batu sampai hancur maka aku baru tersekap di sini dengan perasaan
apa boleh buat."
"Kalau toh kau memang sudah menggempur hancur dinding batu itu,
setiap saat kau bisa pergi meninggalkan tempat ini? Lohu ingin bertanya
kepadamu sekarang, bukannya pergi meninggalkan bangunan ini, mau
apa kau malah datang mencariku?"
"Kalau toh kau memang amat cerdik, mengapa tidak mencoba untuk
menebaknya sendiri?" kata Sun Tiong lo masih tetap tertawa.
"Tak usah ditebak lagi, sesungguhnya persoalan ini terlampau
sederhana!"
"Oooh kalau begitu apa salahnya bila kau utarakan secara berterus
terang ?"
Soh hun ki mendengus dingin. "Kau gagal untuk menggempur batu
itu, keadaan kalian sama
seperti lohu, tetap tersekap ditempat ini!" Sun Tiong lo segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Aku tak perlu membohongimu, dua gempuran keras yang memekikkan
telinga tadi telah membuktikan segala sesuatunya!"
Soh hun ki mengalihkan soiot matanya ke arah Sun Tiong lo. kemudian
termenung dan membungkam dalam seribu bahasa.
Dia sedang meneliti kembali suara gempuran keras yang pernah
didengar olehnya tadi, kalau dari hancurnya batu yang terbesar,
agaknya ucapan lawan memang benar, dinding batu itu memang
berhasil digempur lawan hingga hancur, akan tetapi..."
Berpikir sampai disitu, dia segera bertanya: "Kalau memang demikian,
mau apa kau datang kemari ?" katanya sambil menatapnya.
Dengan wajah sungguh sungguh Sun Tiong lo berkata. "Percayakah
kau ? Aku datang untuk menyelamatkan kau dari
sekapan ditempat ini" "Aah, masa kau mempunyai hati sebaik ini ?"
kata Soh hun ki
agak sedikit tercengang. Sun Tiong lo mengalihkan sorot matanya dan
menatap Soh hun
ki Iekat-lekat, katanya. "Belum tentu aku datang atas dasar hati yg
bajik, semestinya
kaupun mengerti ?" Soh hun ki semakin tertegun. "Sayang sekali lohu
tak mengerti." katanya. "Aku tak nanti akan menolongmu tanpa sebab
musabab, akupun
mempunyai syarat !" "Syarat?" Soh hun-ki segera tertawa tergelak
"Hmm, mungkin
kau anggap dirimu sudah luar biasa..." Sun Tiong lo mengangkat bahu,
tukasnya. "Aku tidak mempunyai waktu untuk berbincang-bincang terus
denganmu, sekarang aku hanya ingin bertanya sepatah kata
saja
kepadamu, inginkah kau meloloskan diri dari loteng ini? Cepat jawab
pertanyaanku ini..!"
"Heeh... heeh... heeh... lohu justru tak mau menjawab, mau apa kau ?"
"Hmmm, kau jangan bermimpi disiang hari bolong, Lok hun pay tak
akan menyelamatkanmu dari sini!"
Paras muka Soh hun ki berubah hebat. "Apa? Kau... kau tahu...
siapakah Lok hun pay itu...?" serunya
gemetar. Gertak sambal Sun Tiong lo ternyata mendatangkan reaksi
yang
cukup positif, dengan suara dalam ia segera berkata lagi: "Sekarang,
kendatipun kau ingin berpura-pura terus juga tak ada
gunanya, cuma kau tak usah kuatir, aku tak ingin menanyakan
persoalanmu yang menyangkut soal lencana Lok-hun-pay."
Setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya. "Tapi aku hendak
memberitahukan kepada-mu, setelah kami
berhasil meninggalkan loteng ini dengan selamat, maka akan
kuledakkan obat peledak yang tertanam disekitar Ioteng ini, agar
seluruh bangunan lonteng ini porak poranda dan hancur berkepingkeping."
Setelah mendengar perkataan tersebut, Soh hun ki baru tak dapat
menahan diri lagi, dengan suara keras lantas dia membentak:
"Kalian berani ?" "Haaahh... haaah... haaaahhh... tak ada salahnya
untuk kau
nantikan, buktikan sendiri aku berani untuk melakukan ancaman itu
atau tidak."
Selesai berkata, si anak muda itu segera membalikkan badan dan
berjalan menuju ke pintu ruangan batu.
Mendadak Soh hun ki menubruk ke muka, melancarkan serangan secara
tiba2 dengan mengerahkan segenap kekuatan yang dimilikinya.
Sayang tekali bukan saja Sun Tionglo telah mempersiapkan diri secara
baik-baik, bahkan ia sudah menduga kalau Soh hun ki bakal berbuat
demikian, secepat kilat dia membalikkan badannya kemudian
mengayunkan telapak tangan kanannya untuk menyambut datangnya
serangan dari Soh hun ki dengan keras lawan keras.
Soh hun ki segera terpental jauh kebelakang akibat dari benturan
kekerasan tersebut.
"Blam !" tubuhnya yang mencelat kebelakang itu segera menumbuk
dinding dari terjatuh lagi beberapa kaki dari posisi semula,
Bukan begitu saja, bahkan telapak tangan kanannya itu tak sanggup
diangkat kembali, sepasang matanya segera memancarkan sinar
ketakutan dan rasa nyeri yang sangat tebal, dia memandang Sun Tiong
lo dengan mata melotot, dadanya naik turun tak menentu, napasnya
tersengkal-sengkal seperti kerbau.
Wajahnya yang tanpa perasaan, kini berubah menyeringai seram,
agaknya dia sedang berusaha keras untuk menahan rasa sakit.
Sun Tiong lo mendengus, katanya kemudian: "Sekarang mungkin
kaudw sudah mengerti apa sebabnya Lok-hun pay tak akan datang
untuk menolongmu lagi, bila ia mempunyai nyali sebesar ini, akupun
tak usah repot-repot untuk mencarinya lagi !"
Kekuatan serangan yang maha dahsyat itu, seketika itu juga
menggetarkan hati si gembong iblis tua yang sudah banyak tahun
menggetarkan dunia persilatan ini.
Lewat berapa saat kemudian, Soh hun-kie baru berkata:
"Sebenarnya siapakah kau? siapakah kau ?"
"Kau tak usah menggubris siapakah aku, lebih baik lagi kalau
mengurangi pertanyaan yang tak berguna, sekarang jawab, kau
kepingin keluar tidak dari sini ?"
Soh-hun-ki ragu berapa saat lamanya kemudian baru menjawab:
"Kalau bisa keluar tentu saja lebih baik, cuma... cuma...
hehehehe, cuma syaratmu itu tolong tanya apa syaratmu itu ?" "Mulai
sekarang kau tak boleh mencari gara gara lagi dengan Hehe
koancu!" "ltu soal gampang, kita tentukan dengan sepatah kata ini
saja!"
segera Soh-hun-ki menyahut. Tapi Sun Tiong lo kembali
menggelengkan kepalanya berulang
kali, ujarnya: "Tidak bisa, tidak bisa dipastikan dengan janjiku saja !"
"Lantas apa yang kau inginkan sebelum bisa mempercayai aku?"
tanya Soh-hun-ki sambil mengerdipkan matanya berulang kali. "Hmm.
selama puluhan tahun ini kau sudah banyak melakukan
kejahatan, aku rasa sudah waktunya bagimu untuk menarik kembali
semua kejahatanmu itu."
Soh hun-ki segera berkerut kening, kemudian dengan pandangan curiga
ia berkata lagi: "Aku rasa sekalipun aku berjanji hendak menarik
kembali semua kejahatanku pun, kau tak akan percaya ?"
Dengan sorot mata yang amat dingin bagaikan es, Sun Tiong lo
memanjang sekejap wajah Soh hun ki, kemudian berkata:
"Yaa, apa boleh buat lagi, aku toh tak mungkin saban hari saban waktu
mengawasi dirimu terus menerus, oleh sebab itu percuma saja kau
berjanji akan berbuat ini itu, karena aku tak bisa mempercayai janjimu
itu dengan begitu saja, mengerti kau ?"
Soh hun-ki segera menghembuskan napas panjang, setelah termenung
sejenak katanya kemudian:
"Baiklah, kalau begitu kau beleh berterus terang, apa yang kau
kehendaki ?"
"Aku hanya menginginkan tenaga dalammu itu!" Paras muka Soh
hun ki segera berubah hebat kebetulan rasa
sakit pada telapak tangan kanannya sudah jauh berkurang, mendadak
dia melompat bangun, kemudian sambil mencorongkan sinar buas dari
balik matanya, ujarnya kepada Sun Tiong lo sambil menyeringai seram:
"Lohu akui telah memandang rendah dirimu, akupun mengakui bahwa
tenaga dalammu jauh lebih tinggi daripada lohu, tapi kau menginginkan
lohu terima kematian tanpa melawan hmm! pada hakekatnya kau
sedang bermimpi disiang hari bolong !"
"Toh tiada orang yang ingin membunuhmu" kata Sun Tiong-lo dingin,
"tapi aku pun tak bisa membiarkan tenaga dalammu itu tetap kau miliki
sehingga bisa dipergunakan untuk melakukan kejahatan, Nah. sekarang
waktunya telah sampai, katakanlah terus terang !"
"Boleh, Lohu tetap tak akan menyerah dengan begitu saja" Soh hun ki
tertawa seram.
Sun Tiong lo menjadi naik pitam, segera bentaknya lagi: "Ucapanmu
memang sangat gagah dan pantas dikagumi, hanya
sayangnya kau tidak pantas untuk mengucapkan kata-kata seperti itu!"
Sembari berkata, selangkah demi selangkah Sun Tiong lo berjalan maju
kemuka dan mendekati Soh hun ki.
Menghadapi ancaman yang membahayakan keselamatan jiwanya ini
terpaksa Soh hun ki harus mencabut keluar panji percabut nyawa nya
yang tak pernah berpisah dari badan dan kini terselip dibelakang
pinggangya itu dengan tangan gemetar.
Sun Tiong lo tersenyum, tanpa berhenti barang selangkahpun, sambil
maju kedepan ia meloloskan pedang mestikanya.
Lorong rahasia tersebut hanya selebar satu kaki dengan panjang lima
kaki, sesungguhnya bukan tempat yang ideal untuk melangsungkan
suatu pertarungan.
Dengan pedang dilintangkan didepan dada, Sun Tiong lo berkata lagi
dengan suara dingin.
"Aku berharap kau suka mempertimbangkan diri dengan sebaik- baiknya,
bila kupunahkan tenaga dalammu itu dengan menggunakan ilmu jariku.
maka kau tidak akan terluka, sebaliknya bila terpaksa harus
menggunakan pedang ini, maka besar kemungkinannya kau bakal
menderita banyak luka bacokan !"
Agaknya Soh hun-ki telah bertekad untuk beradu jiwa, dengan suara
keras segera bentaknya:
"Omong kosong, siapa menang siapa kalah belum lagi ketahuan, buat
apa kau mengucapkan kata-kata yang sesumbar ?"
Sun Tiong lo tidak banyak bicara lagi, dengan langkah lebar dia maju ke
depan.
Dengan cepat Sohhun ki melirik sekejap ke arah belakang, jaraknya
dengan arah dinding masih ada beberapa kaki, andaikata sepasang
panjinya digunakan bersama, berarti masih ada sisa ruang kosong yang
cukup untuk bergerak lebih jauh.
Maka sorot matanya segera ditujukan kearah pedang yang berada
ditangan Sun Tiong lo, bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan
yang tidak diinginkan.
Walaupun tempat itu merupakan sebuah lorong rahasia, tapi berhubung
terpisah oleh dinding yang telah memagari ke empat penjuru maka pada
hakekatnya tempst itu merupakan sebuah tempat yang buntu, bila
pertarungan sampai terjadi, maka pihak yang kalah jangan harap bisa
lolos dari situ dalam keadaan selamat.
Soh hun ki cukup mengetahui akan hal ini, maka disaat ia bertekad
untuk bertarung maka diapun mengambil keputusan untuk
mengesampingkan soal keselamatan jiwanya.
Kalau pepatah pernah bilang "ditempat yang buntu pun masih ada
harapan untuk hidup" berarti meski berada disuatu tempat yang "mati"
jalan kehidupan masih selalu tersedia.
Maka keadaan sekarang jauh berbeda, tempat tersebut betuI- betul
buntu dan tiada harapan untuk hidup. apalagi buat Soh hun ki, pada
hakekatnya tempat tersebut merupakan suatu tempat yang mematikan
baginya, sebab walaupun dia berhasil menang pun jangan harap bisa
lolos dari lorong tersebut dengan selamat, seandainya dia dapat berpikir
lebih seksama dan mau mempertimbangkan kembali hasil adu
kekuatannya dengan Sun Tiong lo tadi mungkin dia akan sedikit merasa
mengerti akan kehidupan selanjutnya
Tapi dalam saat begini, dia sama sekali tak berpikir lebih jauh, dia
hanya tahu mencari kemenangan untuk melanjutkan hidupnya, dia
harus melangsungkan duel dengan Sun Tiong lo.
Sementara itu, Sun Tiong lo telah berada tujuh depa dari hadapan Soh
hun ki, dalam jarak sedekat, ini asal dia maju selangkah lagi sambil
melancarkan serangan, maka pedangnya akan segera mencapai depan
dada Soh hun ki.
Sebaliknya Soh hun ki hanya berdiri menanti dengan sikap yang amat
tegang, walaupun sudah berada dalam keadaan seperti ini, namun dia
belum juga bergeser dari posisinya semula.
Dalam hal ini, Sun Tiong lo mau tak mau harus mengangguk memuji...
Maka anak muda itu segera berhenti, kemudian katanya pelan.
"Mengingat tak mudah untuk mencari nama bila kau tidak
melawan maka aku hanya akan memunahkan tenaga dalammu saja
dengan tetap meninggalkan ilmu silatmu seutuhnya, bagaimana
pendapatmu?"
Soh hun-ki yang mendengar ucapan mana, segera salah mengartikan
perkataan itu, sambil tertawa seram ia lantas berseru:
"Tak usah bermimpi di siang hari bolong, kau anggap lohu sudah pasti
akan kalah ?"
Sun Tiong-lo menghela napas panjang. "Yaaa, kalau toh kau enggan
menuruti nasehatku, aku pun tak
ingin banyak berbicara lagi" Ujung pedangnya segera digetarkan ke
depan dan menusuk ke
atas dada Soh-hun ki. Agaknya Soh hun ki tahu bahwa selisih jarak
mereka masih ada
tujuh depa, sedang gerakan menusuk yang tidak dibarengi dengan
gerakan tubuh yang maju ke depan itu hanya bermaksud untuk
memancing lawannya masuk perangkap maka dia tetap tak bergerak
sama sekali dari posisinya semula.
Itulah sebabnya sambil tertawa dingin, dia hanya mengawasi pedang
yang berada ditangan kanan Sun Tiong lo tanpa berkedip.
Siapa tahu disaat dia menganggap serangan musuh hanya merupakan
suatu tipu muslihat belaka, tahu-tahu ancaman mana berubah menjadi
suatu serangan sungguhan, segulung desingan angin tajam menyambar
kemuka dan menusuk ke tan-tian dipusatnya.
Menghadapi ancaman tersebut ia menjadi kaget dan merasakan
sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya, dengan gugup
tubuhnya bergeser kekanan, lalu panji besi ditangan kirinya didayung
kemuka menggulung ketubuh pedang Sun Tiong lo.
Sayang, kembali Soh hun ki salah menduga. Tubuhnya yang bergeser
ke kanan memang merupakan suatu tindakan yang tepat, tapi panji
besinya yang menggulung kearah kiri justru mengenai sasaran yang
kosong.
Tatkala ia merasakan ayunan senjata panji besi ditangan kirinya
mengenai sasaran yang kosong, dia segera sadar kalau gelagat tidak
menguntungkan, buru-buru dia ingin merubah gerakan guna
menyelamatkan diri.
Sayang sekali tenaga pukulan yang amat kuat telah keburu menekan
keatas tubuhnya, diiringi suara aneh, panji tersebut sudah patah
menjadi dua bagian.
Kini tangannya hanya sempat menggenggam sepotong besi sepanjang
tujuh inci saja, Sedangkan panji itu sendiri sudah terurai berai diatas
tanah dalam keadaan hancur berantakan.
Kini paras muka Soh-hun ki telah berubah menjadi pucat pias seperti
mayat, sekarang dia baru sadar, Sun Tiong-lo masih tetap berada
sejauh tujuh depa didepannya, tusukan pedang itu pun tidak menebusi
pusarnya.
Oleh sebab itu, bisa disimpulkan kalau panji saktinya sama sekali tidak
saling membentur dengan senjata tajam lawan, atau dengan perkataan
lain, dalam selisih jarak seperti ini, tak mungkin senjata mereka dapat
saling membentur satu sama lainnya.
Tapi kenyataan sekarang, walaupun senjata mereka tidak saling
membentur namun kenyataannya panji bajanya telah hancur berkeping
keping diatas tanah, apa gerangan yang telah terjadi ?
Kini, Soh hun-ki sudah mengerti apa gerangan yang telah terjadi, itulah
sebabnya paras mukanya kontan berubah menjadi pucat seperti mayat,
ditatapnya Sui Tiong lo dengan perasaan bergidik dan mata melotot
besar.
Hawa pedang ! Tak bakal salah lagi, memang hawa pedang !
Semenjak terjun ke dalam dunia persilatan Soh hun-ki sudah
sering mendengar orang membicarakannya tapi sampai dia malang
melintang dalam dunia persilatan dan namanya menjadi termasyur,
belum penuh ia menjumpai seseorang yang benar-benar memiliki
kepandaian selihay itu.
Sekarang, usia sudah menanjak tua, sungguh tak disangka hal tersebut
benar-benar terjadi, bahkan hawa pedang yang amat dahsyat itu
muncul ditangan seorang anak muda, dari sini bisa dibayangkan sampai
dimanakah taraf kepandaian silat yang dimiliki orang itu.
Kenyataan baru saja terbentang di depan mata, jelas hal tersebut tak
dapat diragukan lagi, tapi... tapiiii.... jurus serangan tersebut terlampau
cepat. Sedemikian cepatnya sampai Soh hun ki sendiripun hampir tak
percaya, tapi dia pun tak bisa tidak harus mempercayainya...
Itulah sebabnya setelah rasa kaget dan takut nya hilang, dengan cepat
ia menunjukkan sikap siap untuk melangsungkan suatu pertarungan
mati hidup.
"Oooh kau ingin melangsungkan suatu pertarungan habis- habisan?"
tegur Sun Tiong lo dengan kening berkerut.
Soh hun ki merasakan hatinya terkesiap, tapi diluarannya tetap bersikap
angkuh.
"Tentu saja" sahutnya, "Lohu tak bakal mengucurkan airmata sebelum
melihat peti mati."
Sun Tiong lo mendengus dingin, dia mendesak maju lebih kedepan
sehingga selisih jarak antara kedua belah pihak tinggal lima depa saja...
Dengan gugup Soh hun-ki melompat mundur sejauh hampir satu kaki.
Sambil tertawa dingin Sun Tiong lo segera berkata. "Jalan tembus kini
sudah terbuka, setiap saat kau boleh
mengundurkan diri dari sini. aku tak akan memperebutkan waktu
denganmu, kini kau boleh
maju beberapa langkah, gunakanlah jurus serangan yang paling kau
banggakan untuk melancarkan serangan!"
"Kau boleh menyerang lebih dulu !" tukas Soh hun-ki sambil
menggeleng dan berlagak tidak gentar.
Sun Tiong-lo semakin mengerutkan dahinya. "Sekarang, coba kau
berpaling dulu, lihatlah apakah kau
mempunyai jalan untuk mundur lagi ?"
Soh-hun ki kuatir Sun Tiong lo manfaatkan kesempatan tersebut untuk
melancarkan serangan, ia sama sekali tak berpaling melainkan
menggunakan panji besi ditangan kanannya untuk mengukur jarak,
ternyata sisa jarak dibelakang tubuhnya tinggal dua depa.
Maka dengan berhati-hati sekali dan kewaspadaan tinggi, dia maju tiga
langkah lagi ke depan.
Tiga langkah tak sampai lima depa, dia sudah dapat melancarkan
serangan dengan meng gunakan panji besinya.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo menatap wajah Soh
hun ki lekat-lekat, kemudian tegurnya:
"Menurut pendapatmu berapa juruskah serangan panjimu yang paling
diandalkan?"
"Heeehhh... heeehhhh... hedwehhh... aku bukan anak kecil, aku tak
bakal termakan olen tipu musIihatmu itu!" seru Soh hun ki sambil
tertawa.
Sun Tiong lo ikut tertawa. "Terserah bagaimanakah jalan pikiranmu
itu, sekarang aku hanya
ingin memberi kesempatan sebanyak lima jurus untukmu didalam lima
jurus ini kau tak usah kuatir untuk melancarkan serangan dengan
sepenuh tenaga, tapi selewatnya lima jurus, kau haruslah ber-hati2!"
Mendengar perkataan itu, Soh hun ki menjadi sangat gembira, serunya
dengan cepat.
"Sungguh? sungguhkah perkataanmu itu?" "Hmm.. aku toh tidak
perlu membohongi di rimu" jengek Sun
Tiong lo dengan suara dingin. Tapi Soh hun kie belum juga merasa lega,
kembali ujarnya: "Dalam lima jurus ini, apakah kau tak akan
melancarkan
serangan balasan ?"
"Yaa, sudah pasti tak akan melancarkan serangan balasan!" Sun Tiong
lo mengangguk.
Soh hun ki berpikir lagi beberapa saat lamanya, tampaknya dia
berminat untuk melakukan percobaan, kembali dia berseru:
"Apakah kau hendak menggunakan Kiam-khi (hawa pedang) lagi untuk
melakukan pertahanan?"
Sun Tiong lo memandang sekejap kearah Soh Luti-ki, lalu berkata
dengan sungguh-sungguh.
"Oooh... aku mengira hingga kini aku masih belum mengetahui tenaga
dalam apakah yang telah menghancurkan panji besi yang beiada
ditangan kirimu, rupanya meski kau sudah tahu-namun masih belum
mau mempercayainya ?"
Merah padam selembar wajah Soh-hun-ki karena jengah, cepat- cepat
dia berkata:
"Walaupun lohu keras kepala, namun aku masih cukup tahu diri, bila
aku harus melawan ilmu Kiam Khi mu yang maha dahsyat tersebut
dengan menggunakan tenaga dalam sendiri, jelas hal ini merupakan
suatu tindakan tak tahu diri."
"Sebab mengenai ilmu Kiam-khi tersebut hidup sampai sekarang. lohu
hanya pernah mendengar tapi belum pernah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, aku benar-benar tidak mempercayainya dengan begitu
saja, dalam hal ini kau harus mengerti?"
"Yaa, aku mengerti." Sun Tiong-lo manggut-manggut, "itulah sebabnya
aku memberi kesempatan kepadamu untuk melancarkan lima jurus
serangan !"
"Aaaaai, kau memiliki hawa Kiam-khi yang hebat, aku lihat lebih baik
tak usah dicoba lagi." seru Soh-hun-ki dengan tertawa getir.
Dengan cepat Sun Tiong-lo menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Dalam lima jurus yang pertama, kau tak usah menguatirkan tentang
hal ini lagi !"
"Baiklah." kata Soh-hun-ki kemudian sambil membusungkan dada,
"padahal lohu juga mengerti, sekalipun kai bertarung menggunakan
tenaga dalam dan ilmu silat yang biasapun lohu bukan tandinganmu,
tapi kesempatan yang sangat baik ini tak akan kusia-siakan dengan
begitu saja, sebab kesempatan sebaik ini belum tentu akan kujumpai lagi
dimasa mendatang !"
Berbicara sampai disitu, mendadak Soh hun ki meluruskan matanya ke
muka dan menatap wajah Sun Tiong lo lekat lekat.
Tergerak hati Sun Tiong lo, sebab saat ini lah dia menemukan bahwa
gembong iblis tua yang termashur karena kejahatannya itu, sekarang
sudah tidak nampak lagi wajah keganasan, kebuasan serta kekejian
hatinya lagi.
Sementara dia masih keheranan, Soh hun kiz telah buka suara
memanggil:
"Anak muda..." "Aku she Sun bernama Tiong lo." tukas sang
pemuda cepat. Soh hun ki menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya: "Maafkan kekerasan kepala lohu, entah bagaimana juga,
kau dan
lohu berhadapan sebagai musuh bukan teman, lohu cukup
memanggilmu sebagai anak muda saja."
Sun Tiong lo menatap Soh hun ki lekat-lekat, kemudian katanya lebih
lanjut:
"Baik, terserah mau sebut apa saja kepadaku!" "Kini, meski kita
berhadapan sebagai musuh bolehkah lohu
merepotkan kau sianak muda akan suatu hal?" "Boleh. asal pekerjaan
itu bisa kulakukan." "Aaah, cuma urusan rumah tangga lohu!" "Bolehkah
aku mengetahuinya?" tanya Sun Tiong lo dengan
kening berkerut.
Soh hun ki tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya berkata kembali.
"Orang persilatan sedikit sekali yang mengetahui kalau lohu mempunyai
istri mempunyai anak, alasannya karena istriku sudah lama mati, sedang
anak menantuku juga sudah tak ada lagi."
Bagaimanakah ceritanya sampai mereka mati, kejadian tersebut sudah
berlalu sangat lama, rasanya kitapun tak usah membicarakan lagi, yang
hendak kubicarakan kini adalah seorang cucu perempuan lohu!"
Ketika berbicara sampai disitu, dia berhenti sebentar, kemudian
lanjutnya.
"Anak muda, tahukah kau berapa usia lohu sekarang?" "Dengan cepat
Sun Tiong lo menggeleng. "Entahlah, tapi
tampaknya seperti lima puluh tahun atau lebih sedikit!" Soh hun ki
segera tertawa. "Berbicara sejujurnya, kini lohu sudah berusia tujuh
puluh dua
tahun, berhubung semasa kawin dulu masih amat muda, maka pada
usia tujuh belas tahun sudah berputra, usia empat puluh tahun sudah
punya cucu, oleh sebab itu tahun ini cucu perempuanku telah berusia
tiga puluh dua tahun."
"Oooh, kini cucu perempuanmu berada dimana?" "lnilah persoalan
yang hendak lohu titipkan kepadamu untuk
menyelidikinya..." Sun Tiong-Io tertegun. "Apakah kau menyuruh aku
mengarungi samudra, menjelajahi
ujung langit untuk menemukan jejak cucu perempuan itu?" "Benar, kau
harus menemukan dia bahkan harus menyelamatkan
pula jiwanya." Sekali lagi SuoTiong-!o menjadi tertegun sesudah
mendengar
perkataan itu.
"MenoIong dia?- ia menegaskan "apakah dia sedang terancam oleh
sesuatu mara bahaya? Dengan cepat Soh hun-ki mengangguk
"Betul. keadaannya sekarang teramat berbahaya, mungkin saja saat ini
dia sudah mendapat ancaman yang membahayakan jiwanya karena dia
sudah melewati batas waktu janjinya untuk bertemu denganku cukup
Iama..."
Mendengar sampai disitu, tanpa terasa Sun Tiong lo menukas dengan
cepat:
"Tunggu sebentar, aku sudah mendengar sedikit duduknya perkara,
tentunya semula kau mengetahui tentang berita cucu perempuanmu itu,
bahkan mengadakan hubungan surat menyurat, tapi kali ini..."
Soh hun-ki segera mengangguk, kembali selanya: "Benar, anak
muda, dengarkan ceritaku lebih lanjut, walaupun
lohu tak becus namun terhadap Lok hun pay tidak benar-benar takluk
tapi aku dipaksa untuk menuruti perkataannya adalah cucu
perempuanku itu, maka dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa aku
harus menuruti perintahnya hingga kini."
"Tapi lohu mengadakan perjanjian dengannya, yakni setiap tiga buIan
satu kali. kami kakek dan cucu diperbolehkan saling menulis surat untuk
menyatakan keselamatan masing-masing dan ia menyetujui serta
melaksanakannya, selama belasan tahun hal ini berlangsung terus tiada
putusnya.
"Kali ini, suratnya memang datang tetapi jangan harap dia bisa
mengelabuhi lohu, gaya di dalam tulisannya mau pun nama suaranya
memang betul merupakan tulisan tangan cucu perempuanku sendiri, iapi
lohu dapat melihat kalau surat itu adalah sepucuk surat palsu !"
"Bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi ?" tanya Sun Tiong-lo tanpa
terasa.
Soh-bun-ki segera tertawa dingin.
"Heeeh... heeehh... heeehkzh... bagaimana mungkin ? Sudah belasan
tahun lohu mengadakan hubungan surat menyurat dengan cucu
perempuanku, aku percaya setiap suratku pasti diperiksa olehnya
dengan seksama, maka kalau dia ingin memalsukan gaya tulisannya, hal
ini sebetulnya bukan sesuatu yang sukar!"
"Aku rasa, bagaimanapun miripnya dia menirukan gaya tulisannya,
dengan demikian perbedaannya pasti ada dan perbedaan itu bisa
ditemukan dalam sekilas pandangan saja"
"Justru kebalikannya yang terjadi." Soh bun ki menggeleng, "begitu
miripnya gaya tulisan itu, mungkin cucu perempuanku yang melihat pun
akan merasa terkejut dan mengira dia yang benar- benar menulis
sepucuk surat itu sendiri, sebab tulisannya terlalu mirip."
"Oooh... kalau begitu, dalam setiap surat menyurat diantara kalian
berdua, selalu membuat kode rahasia sebagai tanda keasliannya?"
Soh hun ki melirik sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian serunya
memuji.
"Anak muda, kecerdikannya sungguh menakutkan. betul sekali, memang
dalam surat-surat kami selalu diberi suatu kode rahasia untuk
menunjukkan keasliannya, dan aku yakin kode rahasia tersebut jangan
harap bisa diketahui orang lain.
"Aku tahu, Lok hun pay memang amat liehay, selama belasan tahun
mungkin saja dia selalu meneliti dan memperhatikan surat kami, tapi
kenyataannya kode rahasia tersebut tak berhasil ia temukan, oleh
karena itulah aku baru tahu kalau surat terakhir yang kuterima bukanlah
surat yang ditulis oleh cucu perempuanku sendiri."
"Anak muda, sekarang lohu harus menitipkan persoalan ini kepadamu
untuk kau lakukan, apalagi kau adalah musuh besar Lok- hun-pay, maka
dari itu untuk melancarkan jalannya usahamu nanti, aku harus
memberitahukan kode rahasia ini kepadamu..."
"Tidak usah, aku percaya dengan semua perkataaanmu !" tukas Sun
Tiong lo sambil mengulapkan tangannya.
Tapi Soh hun-ki kembali menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya dengan cepat:
"Tidak, aku harus memberitahukan kepadamu kode rahasia tersebut
tidak berada pada kertas kosongnya, melainkan dalam deretan
hurufnya, yakni dengan mengurangi garis dari setiap huruf tertentu !"
"Mengurangi garis dari setiap huruf tertentu ?" tanya Sun Tiong lo
keheranan.
"Yaa, bukan begitu saja, bahkan setiap surat harus menuruti urutannya
secara beraturan, misalnya pada surat yang pertama dengan pembuka
kata.
"Dipersembahkan kepada ayah tercinta," maka pada permulaan awal kata
dipersembuhkan tersebut dia akan mengurangi coretannya pada huruf D.
Bukan menghilangkannya sama sekali melainkan mengurangi coretan
bagian bawahnya sehingga bentuknya berupa tulisan "()"
"Sedang pada surat yang kedua, dia akan mengurangi coretannya pada
huruf "kepada" dan kemudian dengan mengurangi sebagian huruf "K"
tersebut, begitu pula pada surat ketiga, ia akan mengurangi coretan
pada tulisan "A" dari kata ayah, demikianlah selanjutnya.
"Bila sampai pada huruf kalimat yang terakhir, maka akan diulangi
kembali pada huruf kalimat permulaan, Aku yakin bagaimana pun
cerdiknya Lok hun pay, tak mungkin dia bisa menemukan rahasia dibalik
kode rahasia kami ini!"
Sun Tiong lo menghela napas panjang, pujinya: "Yaaa, memang luar
biasa, orang lain memang jangan harap bisa
menemukan tanda rahasia tersebut!" Dengan
bangga Soh hun ki berkata lebih jauh:
"Persoalan ini merupakan salah satu persoalan yang paling kubanggakan
selama ini. Beberapa waktu berselang akupun menerima surat dari cucu
perempuanku, tapi semuanya berubah, dalam surat itu aku tak berhasil
menemukan lagi kode rahasia tersebut.
"ltulah sebabnya aku menyadari kalau cucu perempuanku sedang
menjumpai kesulitan, tapi kemampuanku sangat terbatas, bila kulawan
sudah pasti aku akan mati, ditambah pula aku pun tidak mengetahui
mati hidup dari bocah itu."
"Maaf kalau aku menukas" sela Sun Tiong lo tiba-tiba, "tolong tanya
apakah kaupun tidak tahu dimana Lok hun pay bercokol?"
-oo0dw0oo- SOH HUN KI mengelengkan kepalanya. "Setan tua ini
amat licik, bagaimana mungkin aku bisa
mengetahui tempat persembunyiannya?" "Apakah kau pun pernah
menyaksikan raut wajah dari tua
bangka tersebut ?" kembali Sun Tiong lo bertanya dengan kening
berkerut,
Soh-hun-ki tertawa getir, "Setan tua itu mengenakan topeng !" "Wah,
kalau begitu sulit," kata Sun Tiong lo sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Sebenarnya, lohu sudah
mempunyai rencana bagus untuk
membalas dendam, aku ingin memancing dia memasuki loteng ini.
kemudian mengurungnya disini dengan alat rahasia, setelah itu
memaksanya untuk menyebutkan di manakah cucu perempuanku
sekarang berada.
"Siapa tahu pada saat inilah, anak muda, kalian telah sampai lebih dulu
disini, membuat usahaku selama ini berantakan, sekarangpun lohu sudah
tak mampu mempertahankan diri lebih jauh, maka..."
"Dari mana munculnya kata sudah tak mampu mempertahankan diri
lagi itu?" tiba-tiba Sun Tiong-lo menukas,
Soh hun ki mendengus. "Hmm, anak muda, bukankah kau sengaja
bertanya setelah
mengetahui keadaan yang sebenarnya ?" "Atas dasar apakah berkata
demikian?" "Tadi kau sudah bilang hendak melangsungkan pertarungan
dalam lima gebrakan, lohu tahu kalau aku tak bakal menangkan dirimu,
dengan akibatnya tenaga dalamku akan punah, bila lohu sudah
kehilangan tenaga dalamku, apakah aku masih mampu untuk
mempertahankan diri?" seru Soh hun ki dengan gusar.
Sun Tiong-Io berkerut kening. "Persoalan ini lebih baik kita bicarakan
nanti saja, aku ingin
bertanya dulu kepadamu seandainya pada suatu ketika aku dapat
berjumpa dengan cucu perempuanmu, dengan benda apa aku harus
memperkenalkan diri agar dia memahami duduk persoalan yang
sebenarnya ?"
Soh bun ki memperlihatkan panji besi di tangan kanannya seraya
berkata.
"Kau boleh mempergunakan gelang besi sebesar dua inci diujung panji
ini sebagai tanda pengenal !"
"Baik kalau begitu berikan kepada sekarang!" ujar Sun Tiong lo sambil
menyodorkan tangannya kemuka.
Tapi dengan cepat Soh hun ki menggeleng-gelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Bila gelang besi itu kulepas maka panji ini akan segera terbelah menjadi
dua dan tak bisa dijadikan senjata lagi, padahal lohu masih harus
melawan seranganmu, maka sebelum pertarungan lima gebrakan
dilangsungkan tak nanti akan kulepaskan gelang tersebut untuk di
serahkan kepadamu..."
Dengan wajah serius, anak muda kembali berkata: "Kau harus
mendengarkan secara baik-baik, aku telah berubah
pikiran sekarang dan tak akan memunahkan tenaga dalamu lagi, cuma
kau harus mengangkat sumpah dan tidak melakukan kejahatan lagi
dalam dunia persilatan sejak kini."
"Kemudian berikan gelang tersebut kepadaku dan segera tinggalkan
loteng ini, gantilah wajahmu dengan raut wajah lain, dengan cara
demikian secara diam-diam kaupun bisa mencari tahu jejak cucu
perempuanmu didalam dunia persilatan aku berharap kalian cucu dan
kakek bisa berjumpa lagi, carilah suatu tempat yang terpencil dan
berpemandangan indah, dan hiduplah disitu hingga akhir jaman !"
Beberapa patah kata itu segera membuat Soh hun-ki menjadi tertegun
ditempatnya.
Dengan suara dalam, Sun Tiong lo kembali berkata: "Aku mempunyai
dendam kesumat sedalam lautan dengan Lokz-hun-pay, dan aku telah
bersumpah untuk menuntut belas kepadanya, bahkan sekarang aku
sudah mulai mencurigai seseorang sebagai Lok-hun pay, dia adalah
sahabat karib ayahku almarhum."
"Oooh, siapakah namanya?" sambung Soh-hun ki cepat. "Dia
bernama Mao Tin-hong!" ucapan Sun Tiong lo ini diutarakan
dengan sepatah demi sepatah kata. Soh hun ki segera menjerit kaget.
"Aaah. aku pernah berjumpa dengan orang ini dimasa lalu,
seharusnya dia terhitung seorang enghiong yang berjiwa Iurus ?" Sun
Tiong-Io tertawa hambar. "Aku toh sudah bilang tadi, dia seorang yang
mencurigakan saja
!" "Hooh.." Soh hun ki berseru tertahan, tiba-tiba tanyanya lagi,
"anak muda, secara tiba-tiba saja kau berbuat kebaikan, apakah ada
suatu perintah yang hendak kau bebankan kepadaku ?"
Sun Tiong lo menggeleng. "Tidak ada, setelah perpisahan kita nanti
terserah kau boleh
pergi kemanapun kau ingin pergi !" Soh hun ki, berpikir sebentar
kemudian katanya lagi: "Anak muda, terus terang saja kuberitahukan
kepadamu, bila
tenaga dalamku masih utuh, aku akan tinggal sekian waktu lagi disini
untuk menunggu kedatangan Lok hun pay tersebut, aku tak akan
segera pergi meninggalkan tempat ini."
"Cuma aku boleh memberitahukan kepadamu, dalam sepuluh hari
mendatang, bila Lok hun-pay belum juga datang, maka aku akan
berusaha keras untuk mencari Empek angkatmu itu serta menyelidiki
gerak-geriknya secara diam-diam !"
Diam-diam Sun Tiong-Io tertawa geli sesudah mendengar perkataan itu,
tapi diluaran katanya dengan cepat:
"Aku akan berterima kasih sekali kepadamu, cuma lebih baik kau
bersikap lebih hati-hati, paling baik kalau kau menyaru orang lain."
Soh-hun-ki manggut-manggut. "Kau tak usah kuatir, aku sudah tahu
bagaimana aku harus
bertindak untuk menghadapi hal hal seperti itu." Sun Tiong lo pun
mengangguk. "Kalau begitu, kau boleh serahkan gelang besi panji
besimu itu
kepadaku sekarang." Sambil tertawa getir Soh hun ki menyerahkan
gelang berikut
panji baja tersebut kepadanya. "Mulai sekarang, Soh hun ki sudah mati
dalam dunia persilatan,
panji inipun tak akan dipergunakan lagi, lebih baik ambillah berikut
panjinya sehingga bila perlu gelang tersebut bisa kau ambil untuk
keperluanmu . , , ."
Dengan suatu pandangan berarti Sunz Tiong lo memandang sekejap
wajah Soh hun ki, kemudian sambil tertawa dia menggulung
panji tersebut dan diselipkan dipinggangnya, lalu dengan wajah
bersungguh-sungguh katanya.
"SeteIah berpisah nanti, kau harus bersikap sangat hati hati,
sepeninggal kami nanti, pintu utama dari bangunan ini akan terbuka,
dinding sebelah luar sana sudah ambrol dan kau boleh turun dari loteng
ini melewati tempat tersebut.
Seusai berkata, Sun Tiong lo kembali menuju ke pintu ruangan dan
menggetarkan pintu tersebut membikin kode, pintu segera terbuka dan
dia pun menerobos masuk.
Ternyata pintu itu tidak ditutup kembali, melainkan tetap terbuka agar
Soh hun ki bisa kabur dari bangunan berloteng itu...
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian, Soh hun ki baru mulai beranjak
keluar dari ruangan batu itu, ketika menyaksikan dinding batu yang
berhasil digugurkan Sun Tiong-lo, sepasang alis matanya segera
berkenyit kencang.
Ketika menyaksikan alat alat rahasia dengan roda bergigi yang kini
terbentang lebar tanpa perlindungan, helaan napas sedih segera
bergema, agaknya dia merasa amat sayang dengan benda yang telah
dikerjakan dengan susah payah selama banyak tahun ini.
Dia tidak segera menerobos keluar dari loteng itu, malahan segera
melongok sekejap ke sekeliling tempat luar.
Waktu itu suasana amat hening dan tak kedengaran sedikit suara pun,
ketika yakin kalau Sun Tiong-lo sekalian telah berlalu dengan melewati
pagar besi, maka dia mulai tertawa terbahak-bahak dengan amat
senangnya.
Dibalik gelak tertawanya itu, kembali timbul wajah keji, buas dan
menyeringai seram yang menggidikkan hati.
Menyusul kemudian, iapun bergumam seorang diri. "Berbahaya,
sungguh berbahaya, aku tak boleh mengampuni
perempuan cabul itu!"
Siapakah "perempuan cabul" yang dimaksud kan? Suatu teka teki yang
sangat aneh.
Kakinya di depak-depakkan berulang kali di lantai, tampaknya ia seperti
merasa amat gusar, tapi sebentar kemudian telah tertawa
terbahak-bahak lagi.
Ditengah gelak tertawa itu, kembali dia bergumam seorang diri: "Aku
harus segera mencari akal, berusaha keras untuk mencari
sebuah akal yang bagus, meski kali ini aku bisa lolos secara mujur, lain
kali belum tentu akan semujur ini nasibku, sepasang panji besi itu..."
Bergumam sampai disitu, mendadak ia berhenti barbicara sambil
manggut-manggut, ke mudian melanjutkan:
"Lebih baik loteng ini kupunahkan saja, kemudian pergi lebih dulu
meninggalkan tempat ini."
Maka dia menerobos keluar dari lubang diatas dinding dan melayang
keluar alam bebas, lalu dari pintu gerbang dibawah loteng sekali lagi dia
masuk kedalam loteng batu itu dan secara mudah menemukan sumbu
obat peledaknya, setelah menyulut sumbu tadi, diapun cepat-cepat
berlalu meninggalkan tempat tersebut.
Tatkala suatu ledakan dahsyat menggelagar memecahkan keheningan
dia, Soh hun ki telah berada setengah li jauhnya dari bangunan loteng
tersebut, dia tak berhenti karena ledakan mana, melainkan melanjutkan
terus perjalanan nya kedepan.
Tujuannya sekarang adalah reruntuhan ruang tengah kuil Tong thian
koan.
Tatkala dia melangkah masuk ke balik reruntuhan bangunan itu,
mendadak tergerak hatinya dan segera berhenti, kemudian dengan
suatu gerakan cepat dia menyembunyikan diri dibalik reruntuhan
tersebut.
Tak lama kemudian, He he koancu diikuti tiga orang tokoh muda anak
muridnya telah muncul dari belakang bangunan tersebut keempat
orang itu berjalan dengan sikap yang sangat berhati hati dan
wajah amat serius, seringkali mereka berpaling memandang ke
sekeliling tempat itu.
Sekulum senyuman menyeringai yang licik dan menyeramkan segera
menghiasi wajah Soh hun ki, setelah berpikir sejenak, secara diam-diam
ia lantas melakukan penguntilan.
Tempo hari ia sudah pernah tertipu, maka kali ini dia bertindak dengan
lebih berhati-hati lagi.
Walaupun dia tahu kalau Sun Tiong-lo sekalian telah melakukan
perjalanan secara terpisah dengan He he koancu, tapi untuk
berhati-hatinya, dia lebih suka melakukan penguntilan secara diamdiam,
daripada turun tangan secara gegabah.
Tapi sementara dia melakukan penguntilan terhadap He-he koancu
sekalian berempat, dengan ilmu Kim kong ci yang lihay secara
diam-diam dia pun telah meninggalkan kode rahasia diatas dinding kuil
yang menyolok di pandang, entah apa kegunaan kode rahasia tersebut.
Waktu itu, He he koancu berempat sedang berada dalam perjalanan
untuk kembali ke kuil Hian bian koan di kota Hun ho propinsi San Say,
sedangkan Soh hun ki menguntit terus dari kejauhan sambil menunggu
saat yang terbaik untuk turun tangan.
Pada malam hari kedua, Hehe koancu berempat menginap disebuah
rumah penginapan, mereka mengambil di ruangan sebelah barat, Hehe
koancu tinggal di kamar kelas utama, sedangkan ketiga orang muridnya
beristirahat dalam kamar depan.
Kini Soh hun ki yakin kalau Sun Tiong lo sekalian sudah menempuh arah
perjalanan yang berlawanan dengan perjalanan yang ditempuh oleh He
he koancu, bahkan bisa jadi mereka terpisah sejauh puluhan atau
ratusan li, tentu saja mereka tak akan munculkan diri secara tiba-tiba
disitu.
Tapi, dia masih tetap bersikap sangat berhati-hati sekali, dicarinya kamar
dirumah penginapan lain untuk beristirahat cuma
setelah dia masuk kerumah penginapan tersebut dan mendapatkan
kamar, kembali dia keluar rumah dan berputar-putar kian kemari.
Padahal pada saat inilah secara diam-diam dia sedang meninggalkan
kode rahasia dengan ilmu Kimde kong ci di depan pintu gerbang rumah
penginapan serta tempat-tempat strategis lainnya persis seperti apa
yang ditinggalkan di atas reruntuhan dinding dari kuil Tong thian koan.
Kentongan kedua sudah menjelang tiba, api lentera dikota itu sudah
dipadamkan, semua orang pun telah berangkat menuju ke alam impian.
Tapi diluar halaman kamar dimana Soh hun ki berdiam, kini sudah mulai
kelihatan ada satu gerakan.
Secara beruntun muncul tiga sosok bayangan manusia yang serba putih
meluncur turun ditengah halaman tersebut.
Mereka semua mengenakan kain cadar warna putih untuk menutupi
wajahnya, salah seorang diantara mereka sedang maju mendekati pintu
kamar pada waktu itu dan mengetuk pelan.
Menyusul kemudian pintu itu terbuka dan ia memberi tanda kepada dua
orang manusia berbaju putih lainnya untuk ikut masuk pula ke dalam
ruangan tersebut.
Waktu itu, Soh hun-ki yang berada dalam ruangan telah berganti wajah
maupun dandanannya.
Tiga orang manusia berbaju putih itu segera membungkukkan badan
dan memberi hormat kepada Soh hun-ki, kemudian pemimpin mereka
berkata dengan lirih.
"Hamba telah mengikuti kode rahasia dari majikan untuk menyusul
kemari tepat pada waktunya.
"Majikan??" Rupanya Soh-hun-ki tak lain adalah Lok hun pay sendiri . . .
Peristiwa ini benar-benar sangat aneh dan sama sekali diluar dugaan
siapapun jua.
Seandainya Sun Tiong lo dan Hou-ji serta Bau-ji sekalian tahu bahwa
Soh hun ki tidak lain adalah Lok hun pay, tak mungkin mereka akan
melepaskan bajingan tersebut dari dalam lorong rahasia tersebut
dengan begitu saja.
Seringkali kejadian yang berlangsung dalam dunia memang begitu
kebetulan sehingga sukar bagi orang lain untuk menduga sebelumnya.
Sekarang, Soh hun ki sudah pulih kembali menjadi Lok hun pay. terhadap
ketiga orang manusia berbaju putih itu dia mengulapkan tangannya, lalu
katanya lagi dengan suara dalam dan menyeramkan.
"Secara diam-diam kalian semua sudah pernah bertemu dengan He-he
koancu, aku percaya kalian tak bakal salah melihat orang lagi, sekarang
mereka guru dan murid berempat sedang berada dirumah penginapan
Thian tiang kek can. Tapi kalian harus perhatikan baik- baik, jangan
turun tangan didalam rumah penginapan tersebut, kalau bisa bekuk
mereka kemudian diseret keluar kota dan habisi mereka disitu, setelah
selesai mengerjakan tugasnya ini, kalian dipersilahkan boleh segera
berangkat ke Gakz yang dan menjumpai aku di perahu loteng ditengah
telaga !"
Tiga orang manusia berbaju putih itu mengiakan dengan hormat.
Lok-hun-pay segera menuding kearah ruang samping kiri dibalik
kegelapan sana, lalu kata nya lagi kepada pemimpin tersebut: "Pakaian
dari Son-hun-ki tersebut berada didalam sana, kau tahu
bukan apa yang harus dikerjakan, Semoga kalian berhasil dengan
sukses. jangan lupa, kita jumpa lagi di perahu loteng !"
Manusia berbaju putih yang menjadi pemimpin itu mengiakan dengan
hormat.
Lok-hun pay segera mengulapkan tangannya dan berjalan keluar dari
ruangan, sebaliknya manusia berbaju putih itu masuk kedalam ruangan
tersebut, tak Iama kemudian dia sudah muncul kembali dengan
Soh-hun-ki.
oooOdwOooo Cahaya lentera didalam kamar rumah penginapan
Thian tiang
telah dipadamkan sedari tadi. Tiga buah kamar diruang depan
ditempati ketiga orang murid He
he koancu, mungkin pada saat itu mereka sudah terlelap dalam impian,
siapapun tak menduga kalau bencana besar telah berada didepan mata.
He he koancu yang menempati kamar utama tampaknya belum tertidur
karena pikirannya masih dibebani banyak persoalan meski sementara
telah dipadamkan namun seorang diri ia masih duduk termenung disitu,
entah apa saja yang dipikirkan.
Dia duduk disudut ruangan, suatu tempat yang sebetulnya sangat aneh
tidak lazim orang duduk ditempat seperti ini.
Pembaringannya terletak didekat jendela belakang, sementara didekat
jendela sebelah muka terdapat sebuah meja kecil.
Ia telah memindahkan kursi didepan meja itu ke sudut dinding diujung
pembaringan dekat dinding ruangan, tempat itu merupakan tempat
yang tergelap dari ruangan tersebut.
Tanpa cahaya lentera, kecuali pendatang tersebut sudah tahu
sebelumnya dimanakah ia sedang duduk, bagaimana pun telitinya
dia,tidak mungkin orang akan menyangka kalau ia bakal memilih tempat
seperti itu untuk tempat duduknya.
Yang lebih aneh lagi ialah selimut diatas pembaringan ditata sedemikian
rupa sehingga seolah-olah ada orang sedang tidur disana, dilihat dari
semua persiapannya itu, bisa diduga kalau He he koancu telah
menyadari akan datangnya ancaman bahaya maut yang setiap saat
akan mengancam keselamatan jiwanya.
Seandainya memang begitu, bukankah lebih baik dia mengajak ketiga
orang muridnya melarikan diri ditengah kegelapan begini, dari pada
harus menanti maut dalam penginapan Thian-tiang ?
Oleh karena itu persiapan dari He he koan cu sekarang membuat orang
selain heran dan tak habis mengerti.
Tak selang berapa saat kemudian, mendadak He-he koancu
mengerutkan dahinya kencang-kencang.
Dia sudah mendengar dari balik halaman kamar sana ada manusia yang
berjalan malam sedang bergerak mendekat.
Tapi dia belum juga bergerak, hanya keningnya saja yang segera
berkerut kencang.
Menyusul kemudian, pintu kamar itu dibuka orang tanpa menimbulkan
sedikit suarapun, namun He he koancu masih tetap tak berkutik, tentu
saja dia pun tidak bersuara untuk menegur ataupun membentak.
Bayangan manusia berkelebat lewat, lamat-lamat dapat terlihat dua
sosok bayangan putih bergerak mendekati pembaringannya, kemudian
salah seorang diantaranya membungkukkan badan sambil melancarkan
cengkeraman maut ke atas pembaringan.
Tapi begitu mencengkeram, orang itu segera menjerit kaget:
"Aaaaah, tak ada orangnya, dalam selimut hanya bantal" "Cepat
memasang tentera !" seru yang lain cepat. Pada saat itulah, He he
koancu yang duduk disudut ruangan
dibalik kegelapan berseru: "Tidak usah, aku berada disini." Begitu suara
tersebut berkumandang, dua orang manusia
berbaju putih itu segera mengundurkan diri kedepan jendela. Tapi mereka
adalah manusia-manusia yang cukup
berpengalaman dalam menghadapi musuh, walaupun harus mundur
dalam keadaan amat terperanjat namun selisih jarak antara kedua
orang itu masih tetap berjarak beberapa depa, sehingga halmana tidak
sampai membuat mereka berdua harus mengalami sergapan secara
bersama-sama.
Tadi mereka mundur karena tak pernah menyangka akan terjadinya
perubahan tersebut, setelah mundur sekarang kedua orang itu baru
menghimpun tenaga dalamnya dan memperhatikan He he koancu
dengan lebih seksama.
He-he Koancu masih belum juga bergerak dari tempat duduknya
semula, tapi dengan suara sedingin es dia berseru:
"Kami guru dan murid berempat tidak bermaksud untuk melarikan diri,
bahkan sudah menduga kalau kalian bakal datang, maka kalian
berduapun tak usah menunjukkan sikap semacam ini."
Salah seorang diantara dua manusia berbaju putih itu mendengus dingin.
"Hmm, bagus sekali, kalau toh demikian kami pun akan mengutarakan
maksud kedatangan kami secara terus terang..."
Belum habis ia berkata, kembali He-he koancu telah menukas:
"Tidak usah, maksud kedatangan kalian cukup kuketahui dengan
amat jeIas!" "Kalau memang demikian, hal mana lebih baik lagi" seru
manusia
berbaju putih itu sambil tertawa, "Kalau memang demikian silakan
koancu..."
Sekali lagi He-he koancu menukas: "Mengapa Lok hun-pay tidak
datang sendiri ?" Tanpa berpikir panjang lagi, manusia berbaju putih
itu menyahut: "Majikan masih ada urusan lain..." Tapi rekannya yang
lain segera menyadari akan kesalahan
tersebut, seperti teringat akan sesuatu, buru-buru ia menukas. "Siapa
yang koancu maksudkan ? Siapa sih Lok hun pay itu ?" Dalam pada itu,
manusia berbaju putih yang salah berbicara tadi
segera menyadari akan kesilafan sendiri, mendadak saja seluruh
tubuhnya gemetar keras.
Tentu saja keadaan tersebut tidak lolos dari pengamatan He-he koancu,
dengan cepat dia mendengus dingin.
"Hmm!" Tak usah mencoba untuk mengelabuhi aku, apalagi kalian toh
mendapat perintah untuk membunuh kami guru dan murid hingga
seakar-akarnya? Kami berempat tahu kalau kami tak mampu berbuat
banyak dan tentu akan tewas ditangan kalian, mengapa pula kalian
mesti merasa takut..."
Manusia berbaju putih yang membuka suara pertama kali tadi segera
mengulapkan tangannya, lalu dengan suara dalam berkata:
"Waktu yang tersedia untuk kita tak terlalu banyak, lebih baik koancu
segera mengundang semua muridmu dan ikut kami pergi dari sini?"
"Pergi dari sini?" He he koancu segera tertawa dingin, "heeeh...
heeehh... heeehh... aku rasa tak akan segampang itu...!"
"Kau bilang apa?" bentak manusia berbaju putih pertama dengan amat
gusarnya.
He-he koancu tak mau mengalah, diapun membentak dengan suara
dalam.
"Aku bilang, dengan mengandalkan kalian bertiga, jangan harap pun
koancu guru dan murid berempat akan menyerah dengan begitu saja,
apalagi disuruh mandah digusur keluar kota dan dibunuh ditempat itu,
huuuh, tak akan segampang ini."
Padahal didalam ruangan tersebut cuma ha dir dua orang manusia
berbaju putih, tapi He he koancu mengatakan mereka bertiga, hal
tersebut mau tak mau membuat dua orang manusia berbaju putih itu
merasa terperanjat sekali.
Belum sempat mereka mengucapkan sesuatu, He he koancu telah
berkata lebih jauh.
"Menurut pendapatku, lebih baik kalian sekalian mengundang masuk
rekanmu itu, dari pada dia mesti keanginan diluar!"
"Hmm... kau anggap dengan kemampuan kami berdua masih belum
cukup untuk membekukmu?" dengus manusia berbaju putih pertama.
"Terserah, cuma aku lihat ada baiknya bila kau menuruti perkataanku
saja, paling baik ka au kau undang rekanmu turut."
Agaknya manusia berbaju putih yang lain berhasil menangkap sesuatu
yang tak beres dari ucapan koancu itu, tiba-tiba ia berseru:
"Apakah kau mempunyai bala bantuan di-luar ?" "Ada atau tidak
merupakan urusanku sendiri, kalian tak usah
banyak bertanya." Manusia berbaju putih yang pertama tadi tampaknya
sudah tidak
sabar lagi, tiba-tiba ia berseru. "Ada juga boleh... tak ada juga boleh,
lohu sama sekali tidak
menganggapnya sebagai suatu persoalan, sekarang lohu hanya ingin
bertanya sepatah kata saja kepadamu, kau hendak bangkit berdiri untuk
melangsungkan suatu pertarungan ataukah mengikuti kami pergi dari
sini ?"
Pelan-pelan He he koancu bangkit berdiri, kemudian sahutnya:
"Pergi pun boleh juga, ayo berangkat !" "Mana ketiga orang
muridmu ?" tanya manusia berbaju puih yang
pertama. "Untuk menghindari segala kemungkinan yang tidak
diinginkan
aku telah memerintahkan kepada mereka untuk pergi jauh-jauh dari
sini." sahut He-he koancu ketus.
"Omong kosong." bentak pemimpin berbaju putih itu ketus. "Ayo cepat
katakan, mereka berada dimana ?"
He-he koancu memandang sekejap ke arah lawannya dengan
pandangan sinis, kemudian jengeknya:
"Andaikata kau menganggap aku sedang berbohong, mengapa tidak
mencoba untuk menangkapnya sendiri ?" katanya dingin.
Manusia berbaju putih yang lain segera berpaling dan ujarnya kepada
rekannya itu:
"Lebih baik kita undang koancu lebih dulu, sedang soal yang lain bisa
diselesaikan belakang saja !"
Pemimpin berbaju putih itu mengiakan dan segera berkelebat ke
samping, sedangkan manusia berbaju putih yang lain maju ke depan
pintu dengan langkah lebar sedangkan He-he koancu berjalan diapit di
tengah-tengah.
Sesudah berjalan keluar dari ruangan dan tiba dihalaman, mendadak
He-he koancu berhenti sambil berkata:
"Pun-koancu masih mempunyai beberapa persoalan yang hendak
kutanyakan lebih dulu."
"Koancu, lohu menasehati kepadamu agar ber tindak lebih jujur,
janganlah mencoba untuk berbuat curang atau licik kepada kami!"
pemimpin berbaju putih itu memperingatkan.
He-he koancu segera mendengus dingin, "Hmm, janganlah kau anggap
lantaran pun koancu bersedia pergi mengikuti kalian, berarti aku sudah
menyerah begitu saja, kalian pun tak usah menganggap pun koancu
sebagai seorang tawanan, sekarang dengarkan dulu baik-baik, aku
hendak memberitahukan beberapa persoalan kepada kalian."
"Kalau ada persoalan cepat saja diutarakan lohu sudah tak mempunyai
banyak waktu lagi!" tukas pemimpin berbaju putih itu cepat.
He-he koancu melirik sekejap kearahnya, kemudian baru pelan- pelan
ujarnya:
"Bukankah kalian datang bertiga, apakah kalian tidak memanggilnya lebih
dahulu sebelum melakukan perjalanan bersama-sama?"
Mendengnar perkataan ini, pemimpin berbaju putih merasakan hatinya
terkesiap, serunya tanpa terasa:
"Mengapa kau sangat memperhatikan tentang persoalan ini ?" He-he
koancu tidak menjawab, dia hanya-tertawa dingin tiada
hentinya. Sementara itu manusia berbaju putih yang lain sudah melejit
ketengah udara dengan kecepatan tinggi lalu melayang turun diatas
atap-rumah, sorot matanya yang berada dibalik kain cadar dengan
tajam memperhatikan sekeliling tempat itu.
Tak lama kemudian, manusia berbaju putih itu sudah bertepuk tangan
sebanyak tiga kali, kemungkinan besar inilah kode rahasia mereka umuk
mengadakan kontak, tapi aneh, sekali pun sudah bertepuk tangan
beberapa kali, namun tak kedengaran sedikit suara sahutanpun.
Pemimpin berbaju putih yang berada dibawah itu segera menyadari
kalau gelagat tidak beres, tanpa terasa serunya kepada rekan yang
berada diatas atap rumah:
"Bagaimana? Apakah orangnya tak ada?" Manusia berbaju putih
yang ada diatas atap rumah belum sempat
menjawab, He he koan-cu sudah menukas: "Dia tak mungkin ada disitu,
kecuaIi..." Ketika berbicara sampai disitu, He he koancu sengaja
menghentikan perkataannya, kemudian mengalihkan sorot matanya ke
wajah pemimpin berbaju putih itu.
Sementara itu orang berbaju putih yang berada di atas atap rumah pun
sudah merasakan keadaan yang tak beres, dia segera melayang turun
kebawah seraya berseru:
"Tampaknya situasi telah mengalami sedikit perubahan, lebih baik kita
cepat-cepat meninggalkan tempat ini!"
Namun pemimpin berbaju putih itu segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, sambil menuding ke arah He he koancu, ujarnya kepada
rekan tersebut:
"Tunggu duIu, tampaknya dia mengetahui dengan jelas atas kejadian
yang berlangsung disini !"
"Ehmm. sedikitpun tak salah, aka memang mengetahui dengan jelas atas
semua kejadian disini!" He-he koancu segera menyambung dengan suara
mengejek.
Mendadak pemimpin berbaju putih itu maju dua langkah ke depan dan
menghampiri Hehe koancu, setelah itu serunya dengan suara dalam:
"Ayo bicara, sekarang dia berada dimana?"
He-he koancu tertawa dingin. -oo0dw0oo-
Jilid 34
"HEEEHH... HEEEHH... HEEEHH... KAU... anggap aku bisa digertak
dengan seenaknya saja?" jengeknya.
Pemimpin berbaju putih itu mendengus dingin, mendadak ia
mengayunkan telapak tangannya sambil bersiap-siap melancarkan se
buah pjkulan dahsyat.
Manusia berbaju putih yang lain menjadi amat gugup cepat cepat
serunya: "Saudara Thio, tunggu sebentar!"
Pemimpin berbaju putih itu she Thio bernama Yok sim, ketika
mendengar seruan tersebut ia nampak tertegun, lalu serunya sambil
berpaling:
"Hei, mengapa kau memanggil aku ?" "Betul, kalian memang
terhitung pintar sekali." mendadak He-he
koancu menukas, "menurut apa yang kuketahui, setiap anggota
Lok-hun-pay tak seorang pun yang mengetahui nama dan indetitas
lawannya, apabila suatu ketika namanya telah disebut, hal itu berarti
saat nya untuk mati sudah tiba, sekarang..."
Tidak menunggu He-he koancu menyelesaikan perkataannya, Thio
Yok-sim sudah menukas dengan suara dalam: "Urusan yang kau ketahui
terlampau banyak sayang sekali..."
Belum habis dia berkata, mendadak dia sudah melancarkan sebuah
sodokan dengan jari tangan mengancam jalan darah kematian
Tam-thian diatas pusar He he koancu.
Serangan mana bukan cuma tajam dan mematikan, bahkan dilepaskan
dengan kecepatan luar biasa.
Dengan kepandaian silat yang dimilikinya sekarang, bila dibandingkan
dengan He he koancu maka He he koancu masih ketinggalan cukup
banyak, apa lagi serangan mana dilancarkan dengan setengah
menyergap, pada hakekatnya sulit buat He-he koancu menghindarkan
diri.
Siapa tahu, disaat ujung jari tangannya sudah hampir menempel diujung
baju He he koancu itulah, mendadak He he koancu mengayun kan
tangan kanannya sambil melancarkan kebutan, ke lima jari tangannya
segera tersapu telak diatas pergelangan kanan lawan.
Seketika itu juga dia merasakan sakit yang luar biasa biasa hingga
merasuk ke tulang sum-sum, lengan kanannya menjadi kesemutan,dan
kaki, serta merta jari tangannya itu sudah tak mampu untuk bergerak
lagi.
Dalam tertegunnya lagi-Iagi dia hendak melancarkan serangan, tapi He
he koancu sudah keburu buka suara, katanya.
"Pun koancu menganjurkan kepadamu agar sedikitlah tahu diri, paling
baik lagi jika tidak mempergunakan kekerasan !"
Sementara itu manusia berbaju putih yang lain telah berhasil
memahami segala sesuatunya, sambil maju ke muka dia berseru.
"Koancu, mengapa kau tidak menyuruh semua teman-temanmu itu
keluar dari tempat persembunyian agar kita bisa berbincang- bincang
dengan sebaik-sebaiknya ?"
He he koancu melirik sekejap ke arahnya lalu bertanya: "Ooh,
sekarang kalian baru berpikir untuk mengadakan
pembicaraan dengan kami ?" Manusia berbaju putih itu tertawa.
"Koancu !" dia berkata. "walaupun sekarang orang kami ada yang
terjatuh ke tangan koancu, bahkan ditinjau dari kepandaian ilmu se
rangan yang koancu gunakan barusan, tampak nya tenaga dalam yang
kau miliki betul-betul sudah teramat lihay, cuma..."
Tampaknya He he koancu seperti sudah menduga kalau pihak lawan
hendak membicarakan soal apa, dengan cepat dia menimbrung:
"Kalian keliru, pun koancu sama sekali tidak bermaksud untuk
menyandera orang dan memaksa kalian untuk menuruti perkataanku."
Tampaknya Thio Yok sim pun sudah mulai menyadari sekarang kalau
persoalan yang sedang dihadapi tak boleh dihadapi segera gegabah,
maka dia pun bertanya:
"Bagaimana kalau mempersilahkan teman-temanmu itu keluar agar kita
bisa berbincang lebih jauh?"
He he Koancu segera menggeleng "Sekarang masih belum dapat
dikerjakan!" katanya
"Oooh, apakah masih ada batas waktunya?" "Tiada batas waktu
apa-apa, cuma ada sebuah syarat yang harus
dipenuhi lebih dulu" ujar He-he koancu dengan wajah serius. Thio Yok
sim segera mendengus dingin, "Hmm, masa ada
syaratnya segala? Apakah koancu tidak merasa kalau tindakanmu itu
melampaui batas.."
"Dengarkan baik-baik" kata He he koancu dengan suara dalam, "syarat
tersebut bukan berasal dari pun koancu, melainkan sahabat
kalian yang menyaru sebagai Soh hun ki dan menyaru pula sebagai Lok
hun pay tersebut yang mengusulkan."
"Oooh..." Manusia berbaju putih yang lain berseru, "sekarang aku makin
percaya kalau sahabatku itu sudah kehilangan segala kebebasannya,
namun aku masih saja tetap selalu menaruh curiga, karena Koancu
sama sekali tak pernah bertemu dengan sahabatku itu,"
He-he koancu tertawa hampa. "Segala sesuatunya tentu saja sudah
dipersiapkan lebih dahulu "
katanya. "Tapi kami sama sekali tidak mendengar suara pertarungan
yang
sedang berlangsung." Sekali lagi He he koancu mendengus dingin,
"Tentu saja,
seandainya terdengar suara pertarungan yang berkumandang sampai
disini, majikan kalian yang khusus mengutus orang lain untuk mengantar
kematian itu sudah pasti akan memburu kemari sendiri."
Ucapan mana segera membuat Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih
yang lain menundukkan kepalanya rendah-rendah.
Selang berapa saat kemudian, Thio Yok sim bertanya lagi. "Apakah
sahabatmu itu adalah Sun Tiong lo?" He-he koancu
manggut-manggut "Benar, memang Sun sauhiap
orangnya." Thio Yok sim menundukkan kepalanya semakin rendah Iagi.
"Sekarang dia berada dimana? Kami memang hendak mencari
dia." katanya lebih jauh. Belum sempat He he koancu menjawab, dari
belakang tubuh
Thio Yok-sim dan manusia berbaju putih itu sudah kedengaran
seseorang bertanya.
"Ada urusan apa kalian berdua datang mencari diriku ?"
Thio Yok pim dan manusia berbaju putih yang lain menjadi amat
terkejut sesudah mendengar perkataan tersebut, dengan cepat mereka
berpaling kebelakang, ternyata Sun Tionglo sudah muncul diri disana:
Maka Thio Yok-sim segera berkata: "Lohu adalah Thio Yok-sim, aku
kenal dengan lote, cuma lote tak
mungkin kenal dengan diri lohu, kini lohu ingin bertanya lebih dahulu,
apakah sahabatku berada dalam keadaan selamat ?"
"Dia baik sekali" jawab Sun Tiong Io dengan ranah tamah, "aman
tenteram dan tak ada persoalan apapun."
"Lohu Kang Tat, bagaimana kalau lote menunjukkan tempat lain agar
kita bisa berbincang lebih jauh?" kata manusia berbaju putih yang lain
dengan cepat.
Sun Tiong-lo manggut-manggut, kepada He he koancu segera ujarnya:
"Koancu, bagaimana kalau kupinjam kamar mu untuk sementara waktu
?"
"Tentu saja boleh, silahkan kongcu" sahut He-he koancu sambil tertawa
lebar.
Setelah mengucapkan terima kasih Sun Tionglo segera mempersilahkan
tamunya masuk.
Serombongan manusia masuk kembali ke dalam kamar dan mengambiI
tempat duduk.
He-he koancu yang pertama kali membuka suara lebih dulu, tanyanya
kepada Thio Yok-sim dan Kang Tat berdua:
"Boleh aku memasang lentera ?" Thio Yok-sim berpikir sebentar, lalu
ujarnya kepada Kang Tat: "Saudara Kang, kejadian ini sama sekali di
luar dugaan kami,
menurut pendapatmu..."
Tampaknya semenjak tadi Kang Tat sudah mengambil keputusan dia
segera menyela:
"Saudara Thio, waktu seperti ini belum tentu bisa kita jumpai, biar saja
memasang lampu"
Sun Tiong lo yang berada disisinya segera menimbrung dengan suara
yarg ramah:
"Apabila kalian berdua merasa kurang leluasa, tak apalah, mari kita
berbincang-bincang didalam kegelapan saja."
"Sun lote, sebutan ini mungkin terlampau meninggikan diriku, tapi
sebutan mana benar-benar muncul dari hati lohu yang tulus." ucap
Kang Tat kemudian "lote, sudah cukup lama lohu bersaudara tak bisa
bertemu orang, hari ini adalah kesempatan yang paling baik, sekali pun
gara-gara pertemuan ini kami harus kehilangan segala-galanya,
kamipun sama sekali tidak merasa menyesal!"
Berbicara sampai disitu, He-he koancu telah memasang lentera, Sun
Tiong Io segera berpaling kearah He he koancu seraya ujarnya:
"Dapatkah kurepotkan koancu untuk mengundang suhengku dan
kakakku dengan menemani sobat she Cukat itu untuk datang kemari ?
sekarang kita semua adalah teman bukan musuh."
Sambil tertawa He he koancu segera berlalu dari situ, sebelum pergi
mendadak ia bertanya:
"Apakah nona juga turut datang ?" Sun Tiong lo mengangguk. "Ya,
ada sementara persoalan memang perlu didengar dan
disaksikan dengan mata kepala sendiri." He he koancu segera
memahami maksudnya dan membalikkan
badan berlalu dari sana. Tak selang berapa saat kemudian Hou-ji, Bau
ji. Nona Kim dan
manusia berkerudung putih yang menyaru sebagai Soh hun ki itu sudah
muncul disitu didampingi He he koancu, begitu masuk ke
dalam ruangan, manusia ber kerudung putih itu segera berdiri tertegun.
Rupanya Kang Tat dan Thio Yok-sim sudah melepaskan kain kerudung
mereka dan muncul dengan raut wajah aslinya.
Setelah tertegun sesaat, manusia berkerudung yang baru masuk itu
segera menyadari apa gerangan yang telah terjadi, diapun segera
melepaskan pula kain kerudung sendiri.
Setelah tertawa getir. dia baru berkata. "Malam ini kita bisa hidup lagi
sebagai manusia, sungguh suatu peristiwa yang tak gampang!"
Semua orang sudah duduk dan saling berkenalan, kemudian Cukat Tan
yang baru datang buka suara lebih dulu, katanya:
"Saudara Kang, saudara Thio, apakah kalian sudah bertekad untuk
mengadakan pembicaraan secara blak-blakan dengan Sun lote?"
Kang Tat mengangguk. "Yaa, kami sudah tak punya pilihan lain."
sahutnya. "Masih ingatkah janji kita dengan Mo tua?" sambung Thio
Yok
sim, "kini..." "Baik. kalau begitu kita boleh berbicara secara blak-blakan,
paling
banter juga mati." tukas Cukat Tan cepat. Pada saat itulah Sun Tiong lo
turut berkata sambil tertawa: "Bukankah kalian bertiga sudah bertekad
hendak melepaskan diri
dari pengaruh Lok-hun pay?" "Betul, lohu sekalian sudah cukup
menderita selama ini!" sahut
Kang Tat cepat. "Lohu mengerti" ucap Thio Yok-sim pula. "lote pasti
mempunyai
banyak persoalan yang hendak ditanyakan, untuk menyatakan kejujuran
dan ketulusan kami, sekarang lote boleh mengajukan pertanyaan apa
saja, kemudian lohu semua baru..."
"PadahaI aku pun tidak mempunyai berapa persoalan, yang bakaI
merepotkan kalian bertiga" tukas Sun Tiong-lo.
"Entah berapa pun banyaknya persoalan asal lohu sekalian tahu, pasti
akan kami jawab sejujurnya !" seru Cukat Tan cepat.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Sun Tiong lo segera berkata:
"Kalau begitu, kuucapkan banyak terima kasin dulu kepada kalian
bertiga, persoalan yang kujumpai hanya ada dua macam, pertama,
apakah Lokz-hun-pay adalah Moo Tin hong dari Bukit pemakan manusia
?"
Pada saat yang hampir bersamaan Cukat Tan, Kang Tat dan Thio
Yok-sim bersama-sama menjawab:
"Dugaan lote tepat sekali, memang dialah orangnya !" Nona Kim jadi
amat terperanjat sekali, dengan suara dalam ia
segera membentak. "Omong kosong, kalian jangan mengapa belo tak
karuan." Cukat Tan memandang nona Kim sekejap, lalu sahutnya.
"Nona, lohu bersaudara adalah enam orang adik angkatnya yang
disebut sebagai Lak-yu si enam sahabat, padahal kami tak lebih hanya
budak-budaknya yang sudah banyak tahun menderita dan tersiksa
akibat dari ulahnya..."
"Omong kosong belaka..." kembali nona Kim menukas sambil
mendengus dingin, "ayahku..."
Sun Tiong lo segera mencegah nona Kim untuk berbicara lebih jauh,
selanya.
"Nona Kim, mengapa kau tidak mendengarkan dulu sampai kuajukan
sebuah pertanyaan yang lain sebelum mengumbar amarahmu itu?"
Dengan cepat nona Kim menggeleng. "Aku tak sudi
mendengarkan aku tak sudi mendengarkan."
Sun Tiong lo hanya tersenyum kepadanya kemudian ujarnya lagi
kepada Thio Yok sim:
"Persoalan kedua adalah, nona Kim itu apa benar adalah putri
kesayangan dari Lok-hun-pay ?"
"Dalam persoalan ini lohu mengetahui paling jelas" jawab Kang Tat
dengan cepat, "Loh hun pay tak pernah mempunyai anak !"
Nona Kim menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan tersebut
untuk beberapa saat lamanya dia hanya bisa berdiri tertegun saja.
Kang Tat melirik sekejap kearah gadis itu, kemudian ujarnya lebih
lanjut:
"Nona she Kwik, putri seorang musuh besar dari Lok hun pay, yang
ditakuti oleh Lok hun pay waktu itu cuma dua orang, yang satu adalah
ayah nona dan yang lain adalah ayah lote ini, maka dia berusaha
menggunakan tipu daya untuk mencuri nona dan memeliharanya, tujuan
yang sesungguhnya tak lain adalah ingin mengancam ayah nona agar
tidak mencampuri urusannya lagi."
"Apakah usul ini berasal dari dia sendiri ?" tanya Sun Tiong lo
kemudian.
Dengan cepat Thio Yok sim menggeleng. "Bukan, usul ini berasal
dari seorang kepercayaannya she Kwa !" Mendengar itu, tanpa
terasa Bau ji berkata kepada Soen Tiong lo
: "Jite, mungkinkah orang itu adalah manusia she Kwa yang harus
kita curigai itu?" Sun Tiong lo manggut-manggut. "Ya, sembilan puluh
persen tak salah lagi." Perasaan nona Kim waktu itu sangat sedih sekali,
mendadak ia
mendongakkan kepalanya sambil bertanya:
"Kini orang she Kwa tersebut ada dimana?" "Kini orang itu berada di
tengah telaga Tong ting ou dikota Gak
yang..!" "Di tengah telaga?" seru nona Kim dengan wajah tertegun.
"Ya, sekarang dia berada di atas perahu besar ditengah telaga
tersebut.." sahut Cukat Tan. "Sebelum lohu kemari, Lok hun pay telah
menitahkan kepada
kami agar setelah urusan disini selesai kami harus naik keperahu
tersebut untuk bertemu dengannya, orang she Kwa itupun mungkin
berada disana." sambung Thio Yok sim pula.
Mendengar ucapan mana, nona Kim segera berseru. "Kalau begitu
bagus sekali, mari kita segera berangkat, sekarang
juga aku akan mencarinya dan menanyai persoalan ini sampai menjadi
jelas kembali." katanya kemudian.
"Ke sana sih harus ke sana, cuma nona Kim harus menuruti semua
perkataanku sebab kalau tidak, bukan saja urusan akan menjadi kacau
balau tak karuan bahkan bisa jadi akan menyebabkan timbulnya pelbagai
kerepotan !"
Bau-ji memandang sekejap kearah nona Kim lalu ujarnya pula:
"Biasanya apa yang diduga oleh saudaraku ini tak pernah salah.
mengapa kau tidak mengurangi sifatmu yang jelek itu dengan menuruti
perkataannya ?" katanya kemudian.
Nona Kim melirik sekejap ke arah Bau ji, kemudian mendengus dan
tidak berbicara lagi.
Sedang Bau ji segera berseru dengan gemas: "Benar-benar
menjengkelkan tahu begini, sejak berada di bukit
pemakan manusia dulu, aku sudah membekuknya!" katanya kemudian
"Sebelum diperoleh bukti yang jelas, bagaimana mungkin dia bersedia
mengakui semua kesalahannya ?" kata Sun Tiong lo
dengan wajah serius, "sekalipun sekarang kita juga harus berusaha
mengumpulkan bukti yang sebanyak-banyaknya agar dia tak bisa
memberi bantahan Iagi, barulah kita menuntut balas kepadanya !"
Kini, nona Kim mulai teringat kembali akan perkataan dari Su-nio,
apalagi setelah dicocokkan dengan apa yang dikatakan Kang Tat, Thio
Yok sim dan Cukat Tan, ia merasa asal-usulnya memang semakin
mencurigakan.
Sesudah termenung beberapa saat, dia pun bertanya lagi kepada Cukat
Tat dengan suara lembut:
"Bila seperti apa yang kalian katakan, selama ini selalu dipaksa Lok hun
pay untuk menuruti perintahnya, padahal sampai kini belasan tahun
sudah lewat, mengapa secara tiba-tiba kau berubah sikap..?"
Cukat Tan tertawa getir. "Membekunya salju setebal tiga depa, toh
tak mungkin membeku
dalam seharian, aku rasa ucapan lohu ini dapat nona mengerti, kini
keadaan sudah menjadi-jadi, kebetulan sekali bertemu dengan
kesempatan baik."
"Apa yang kau maksudkan sebagai kesempatan baik?" "Kesempatan
baik yang kami maksudkan adalah pertemuan kami
dengan Sun lote." sambung Kang Tat cepat "seingat kami selama
beIasan tahun belum pernah kami jumpai seorang manusiapun yang
sanggup menaklukan mereka, dan sekarang orangnya sudah ada, maka
dari itu..."
"Oooh." kembali nona Kim menukas "Mungkin kalian lupa, bila kejadian
ini sesungguhnya, maka darah yang menodai tangan kalian sela ma
inipun harus dicarikan akal agar bisa dicuci sampai bersih..."
Thio Yok-sim menghela napas panjang. "Soal ini sudah kami
rundingkan, bahkan telah mangambil suatu
keputusan ! " "Bolehkah kau
utarakan ?"
"Tentu saja boleh !" sela Kang Tat lagi "setelah Lok-hun-pay berhasil
diringkus, kami akan mengumpulkan segenap umat persilatan yang
sebenarnya, bila sudah beres, maka kami pun akan menghabisi hidup
kami untuk menebus dosa-dosa ini !"
Perkataan tersebut diutarakan dengan suara yang lantang dan gagah,
hal ini membuat nona Kim segera menundukkan kepalanya
rendah-rendah.
Pada saat inilah, dengan berterus terang.Sun Tiong lo bertanya kepada
ke tiga orang itu:
"Kalian bertiga menghendaki aku melakukan apa saja?" "Lohu
sekalian tidak mempunyai permintaan lain" ucap Kang Tat,
"aku hanya memohon ke pada lote agar sudi mengikuti petunjuk kami
dan secepatnya membekuk pembunuh keji tersebut, agar dia tak bisa
berbuat sewenang-wenang lagi ditempat luaran"
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Hal ini merupakan salah satu dari
tujuan kami, tentu saja
permintaanmu tak akan kutampik" Maka merekapun bekerja sama
sambil merundingkan tindakan
yang akan mereka ambil selanjutnya. Keesokan harinya, He-he koancu
dan murid-muridnya berpamit
untuk berangkat pulang ke San say, sedangkan Sun Tiong lo sekalian
balik kembali ke Gak yang.
Kang Tat, Thio Yok-sim dan Cukat Tan juga berangkat ke kota
Gak-yang, hanya mereka menempuh jalan lain.
Mereka telah berhasil merundingkan suatu cara yang amat bagus untuk
menghadapi peristiwa tersebut, dan sekarang sedang melakukan suatu
tindakan serta pelaksanaan dari rencana tersebut.
Telaga Tong ting ou yang amar termashur namanya didaratan
Tionggoan itu, kini berada dalam kegelapan malam yang tenang dan
tiada berombak.
Sampan-sampan berlabuh di sepanjang pesisir dan nampak sangat
indah dibawah cahaya rembulan.
Sebuah perahu loteng berlabuh ditengah telaga, sunyi, hening, tak
kedengaran apa-apa.
Tiada cahaya lentera dari perahu itu, juga tak nampak sesosok
bayangan manusiapun, mungkinkah hanya perahu kosong belaka ?
Tidak ! Kalau dilihat dari jangkar besar di buritan perahu yang terbenam
dalam telaga, dapat diduga kalau diatas perahu itu ada orangnya, hanya
sekarang orang tersebut belum sampai menampakkan diri.
"Perahu loteng yang megah dan perkasa dibangun dengan kuat dan
kokoh ini boleh di bilang sangat menyolok mata, dalam wilayah telaga
Tong thig-cu. boleh dibilang merupakan sesuatu yang jarang
ditemukan, itulah sebabnya menarik perhatian orang.
Thio Yok-sim, Kang Tat dan Cukat Tan kini sudah tiba di-tepi telaga
Tong ting cu.
Kentongan pertama baru Iewat, orang yang berpesiar ditepi telagapun
kian lama kian bertambah sedikit.
Thio Yok sim berada didepan, Kang Tat dan Cukat Tan mengikuti
dibelakang, mereka sudah berhenti dibawah pohon yang liu ditepi
telaga, dibawah sinar rembulan mereka sedang celingukan keempat
penjuru untuk menemukan jejak "perahu loteng" tersebut.
Cukat Tan yang pertama-tama menemukan "perahu loteng" tersebut,
tiba-tiba saja serunya sambil menuding ke depan sana.
"ltu, coba lihat, perahunya berada disana !" Thio Yok sim dan Kang
Tat segera berpaling kesana, kemudian
bersama mengangguk. "Bagaimana, kapan kita akan kesana?" tanya
Kang Tat kemudian
dengan suara lirih.
"Sekarang juga mari kita berangkat, loji sudah bilang, kita harus segera
berangkat menuju ke atas perahu loteng itu."
Dengan cepat Cukat Tan menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tunggu dulu, bukannya aku menaruh curiga atau bagaimana, setelah
peristiwa Toan-thian cian, aku mempunyai suatu jalan pemikiran yang
sangat aneh, tampaknya Mao loji sedang bermain gila !"
"Bermain gila? Bermain gila apa?" seru Thio Yok sim dan Kang Tat
hampir bersamaan waktunya.
"Saudara berdua, dengan kelicikan Mao loji, setelah ia memerintahkan
kepada kita sekalian untuk melakukan pembunuhan terhadap He he
koancu dirumah penginapan Thian-tiang, mungkinkah dia akan pergi
dengan begitu saja ?"
Kang Tat dan Thio Yok sim menjadi tertegun dan berdiri bodoh, untuk
beberapa saat lamanya dia sampai tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Kembali Cukat Tan melanjutkan. "Seandainya Mao loji tidak pergi
melainkan membuntuti kita secara diam-diam, aku percaya dengan
kemampuan yang dimiliki tua bangka tersebut, sulit rasanya buat kita
untuk mengetahui jejaknya.
"Itu berarti pembicaraan kita dengan He he koancu dirumah penginapan
Thian tiang, serta kemunculan sahabat Sun yang mengadakan
pembicaraan dengan kita, semuanya pasti diketahui olehnya dengan
jelas.
"Seandainya apa yang kuduga benar, saudara Kang, saudara Thio, bila
kita langsung menuju ketengah telaga dan memasuki perahu loteng,
bukankah hal ini ibaratnya kunang-kunang yang menubruk api?"
Thio Yok sim berpikir sebentar, kemudian manggut-manggut.
"Benar, apa yang diucapkan taudara Cukat memang benar, kita
memang perlu berhati-hati."
"Setelah diperingatkan oleh saudara Cukat, pandanganku pun ada
sedikit berbeda" kata Kang Tat pula.
"Oooh, bagaimanakah menurut pendapat saudara Kang ?"
"Andaikata pada malam itu Mao loji menguntit dibelakang kita,
maka sudah barang tentu Mao loji dapat menyaksikan bukan bagaimana
sahabat Sun menangkap Cukat heng ?"
Tanpa berpikir panjang. Cukat Tan segera menyahut : "Ucapanmu
memang benar." "Harap saudara Cukat pertimbangkan kembali
setelah Mao loji
mengetahui kalau sahabat Sun menyembunyikan diri dirumah
penginapan Thian-tiang. dia segera pergi ataukah akan menyadap
pembicaraan kita lebih lanjut?"
Kali ini Cukat Tan berpikir sebentar, kemudian baru menjawab:
"Kalau dibicarakan dari kelicikan Mao loji, kemungkinan pergi
jauh lebih besar !" Kang Tat manggut-manggut, katanya kemudian:
"Betul, siaute pun berpendapat demikian, oleh sebab itulah siaute
rasa apa yang kemudian kita bicarakan didalam kamar tidur He he
koancu, tak sepatah kata pun yang terdengar oleh loji!"
"Bcnar, kemungkinan besar loji sudah berada puluhan li jauhnya dari
sana waktu itu." sambung Thio Yok Sim.
Saat itulah Kang Tat baru berkata kepada Cukat Tan. "Saudara
Cukat, semenjak kita berpisah dengan sahabat Sun
dirumah penginapan Thian-tiang, sepanjang jalan menuju ke utara,
apakah saudara Cukat pernah membicarakan kembali peristiwa
tertangkapnya kau ditangan Sun...."
Cukat Tan dapat memahami arti kata dari ucapan Kang Tat tersebut,
segera selanya.
"Maksud saudara Kang, Mao loji sesungguh nya tidak mengintil
dibelakang kita?"
Kang Tat mengangguk. "Benar, kalau toh saudara Cukat bisa berpikir
sampai kesitu,
tentunya kau menganggap pendapat siaute benar bukan?" katanya.
Cukat Tan segera manggut-manggut. "Yaa, seharusnya benar !" Thio
Yok sim tak dapat menangkap arti pembicaraan orang,
segera menukas: "Sebenarnya apa gerangan yang telah terjadi?" Cukat
Tat tertawa. "Beginilah duduknya persoalan, ketika berada di rumah
penginapan Thian-tiang, siaute pernah melakukan penjagaan untuk
kalian berdua tapi aku segera dipancing oleh seorang manusia penjalan
malam yang berakibat berkobarnya suatu pertarungan apa lacur aku
kena tertawan."
"Bukankah kau pernah membicarakan persoalan ini sewaktu ada
dijalan?" tukas Thio Yok sim. "tapi apa hubungannya dengan Mao loji."
"Jangan terburu nafsu" kembali Cukat Tat tertawa, "menurut dugaan
saudara Kang, andaikata pada waktu itu Mao loji sedang menguntit
dibelakang kita, sudah pasti dia telah menyaksikan segala sesuatunya
itu, dengan kelicikannya, sudah pasti dia tak akan memasuki rumah
penginapan Thian tiang lagi !"
"Hal ini tak bakal salah lagi, Tapi kalau toh dia sudah melihat bahwa
saudara Cukat kena ditawan, dan sekarang menemukan saudara Cukat
berada dalam keadaan sehat wal'afiat, coba pikirlah, masa dia akan
mempercayai kita lagi ?"
Menyaksikan Thio Yok-sim belum juga mengerti, Kang Tat segera
menimbrung dari samping.
"Beginilah kejadiannya, setelah kukumpulkan semua
kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi dan kupikirkan lagi dengan
lebih seksama, aku lantas berpendapat bahwa Mao loji sesungguhnya
tidak menguntit dibelakang kita pada malam itu."
"Ooooh, atas dasar apa kau berani berkata demikian ?" "Andaikata
Mao loji memang benar-benar menguntit dibelakang
kita pada waktu itu, apa lagi setelah menyaksikan saudara Cukat
tertawan atau mendengar kita melakukan perundingan rahasia, aku
yakin jauh hari sebelum kita tiba disini, segala sesuatunya pasti sudah
terjadi, bahkan dapat diduga kita sudah mampus secara mengenaskan."
Tentunya saudara Thio cukup memahami watak dari Mao loji,
bayangkan sendiri mungkinkah dia tidak melakukan penghadangan di
tengah jalan, sebaliknya malah memberi kesempatan buat kita untuk
melarikan diri ?"
Sekarang Thio Yok sim baru mengerti, dia segera menganggukkan
kepalanya berulang kali.
"Betul, betul, ucapanmu memang amat tepat" Kembali Kang Tat
berkata. "Oleh sebab itu aku rasa kita harus
pergi ke perahu loheng sekarang juga!" "Baik!" seru Thio Yok sim.
Sedangkan Cukat Tan juga tidak memberikan penampikan, maka
merekapun menelusuri jalan setapak ditepi pantai untuk mencuri perahu
yang bisa dipakai untuk menyeberang ke-tengah telaga.
Sambil berjalan kembali mereka berbincang-bincang, terdengar Thio
Yok sim berkata.
"Entah pada saat ini sahabat Sun sudah datang atau belum?"
"Mereka berjalan dengan memotong jalan, sepantasnya sudah sampai
ditempat tujuan."
Thio Yok-sim memperhatikan lagi perahu loteng yang berlabuh ditengah
telaga, kemudian ujarnya lagi:
"Bila kita perhatikan dari perahu loteng tersebut, tampaknya seperti
belum pernah terjadi suatu peristiwa apapun."
"Sahabat Sun sekalian tidak akan bertindak gegabah, mereka pasti
bertindak dengan menurut rencana dan penghitungan yang masak."
"Moga moga saja demikian, kalau tidak, bila Mao loji sampai terlepas
dari jaring, untuk mencarinya lagi pasti akan sulit sekali !"
Mendadak Cukat Tan menghentikan langkahnya kemudian berseru
tertahan dengan nada tegang.
"Aaah, tidak benar ! peristiwa ini tidak beres nampaknya..." Kang Tat
dan Thio Yok sim kelihatan tertegun, kemudian
bersama sama berseru: "Apa yang tidak beres ?" "Mustahil, kalau Mao
loji tidak mempersiapkan orang dan perahu
ditepi pesisir untuk menantikan kedatangan kita, padahal sudah hampir
setengah harian lamanya kita berada disini, mengapa masih belum
nampak batang hidung mereka ? Aku lihat persoalan ini kurang beres."
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Kang-Tat dan Thio Yok sim segera
manggut-manggut berulang kali.
Kembali Thio Yok sim berkata. "Persoalan diatas air, mungkin aku
mengetahui lebih banyak daripada kalian berdua, tempat itu merupakan
tanggung jawab dari "bajingan -Kwa," bangsat itu sangat teliti dan
seksama, lebib baik kita bertindak lebih berhati-hati lagi"
"Jadi maksud saudara Sun, bukannya tiada orang sendiri yang
menyiapkan perahu penye berang, melainkan bajingan kwa kelewat
licik sehingga secara sengaja menyembunyikan perahu dan orangnya
agar tidak munculkan diri untuk sementara waktu."
"Betul, bajingan ini amat teliti, kalau tidak percaya kita boleh berjalan
menyelusuri telaga ini, aku yakin tak selang berapa saat kemudian,
apalagi bajingan itu sudah merasa yakin kalau disini tiada orang yang
menguntit kita, ia akan menitahkan orangnya untuk munculkan diri dan
menyambut kedatangan kita."
Maka mereka bertiga pun tidak berbicara lagi, mereka berjalan santai
menelusuri pesisir:
Waktu itu maIam semakin kelam, para pelancong pun banyak yang
sudah pulang, sepanjang pantai suasana hening dan sepi ditambah pula
mereka bertiga semuanya mengenakan kain kerudung berwarna putih,
hingga nampaknya amat menyolok mata.
Setelah berjalan sejauh setengah lie lebih, dari kejauhan sana baru
muncul seseorang yang berjalan mendekat.
Karena terlampau jauh, mereka tak sempat melihat jelas bagaimanakah
tampang dan dandanan orang itu, namun Thio Yok sim, Kang Tat dan
Cukat Tan menyadari bahwa sembilan puluh persen orang itu adalah
petugas yang di kirim untuk menyambut kedatangan mereka.
Benar juga, tanpa ragu orang itu berjalan mendekat dan langsung
menyongsong kehadapan mereka.
Thio Yok sim, Kang Tat dan Cuka Tan segera berhenti. Sewaktu tiba
dihadapan mereka bertiga, ternyata orang itu tidak
berhenti melainkan ber jalan terus melalui samping mereka, ketika
saling berpapasan inilah, orang tersebut segera berbisik:
"Jalan terus kemuka dan berhenti dibawah pohon Iiu nomor sepuluh
dari sini."
Selesai mengucapkan perkataan itu, orang tadi sudah menjauh kembali
dari mereka.
Menanti bayangan punggung orang itu sudah menjauh, Thio Yok- sim
baru mendengus dingin, bisiknya:
"Bagaimana ? Ucapan siaute tidak salah bukan ?" Cukat Tan
tertawa. "Bajingan Kwa jauh lebih keji dan buas daripada Mao loji,
sampai
waktunya dia tak boleh diampuni !" "Saudara Cukat, bilamana perlu dan
kita harus bertarung
melawan bajingan Kwa, kau harus berhati-hati" kata Kang Tat pula,
"menurut pendapat siaute, tenaga dalam yang dimiliki bangsat itu
mungkin masih jauh lebih hebat daripada kita enam sahabat."
Mendengar perkataan itu, Cukat Tan menjadi tertegun, kemudian
serunya kurang percaya:
"Aaaah, masa ada kejadian seperti ini ?" "Ehmm, seandainya dia
tidak memiliki kelebihan yang luar biasa,
bagaimana mungkin ia dapat menyelundup didalam gedung keluarga
Sun Pak gi dimasa lalu dan menjadi mata-matanya bajingan Mao ? Dan
lagi diapun pernah seorang diri membinasakan Ji hway-su kiam..."
"Darimana saudara Kang bisa tahu kalau dialah yang telah membunuh Ji
hway-su kiam (empat jago pedang dari Ji-hway) ?" sela Thio Yok sim
cepat.
"Waktu itu mereka bermusuhan dengan Ji hway su kiam lantaran barang
kiriman "penting" dari perusahaan Tay hoo piaukiok, aku mendapat
perintah untuk membawa barang kiriman itu, tapi ketahuan su kiam
sehingga mereka melakukan pengejaran.
"Diluar kora Ku keh ceng akupun berjumpa dengan bajingan Kwa yang
di tugas untuk menyambut kedatanganku malam itu juga, dia mengirim
surat kepada Su kiam dan menantangnya untuk berduel, aku kesitu,
bajingan Kwa juga kesitu, tapi hanya dia seorang yang turun tangan."
Cukat Tan menyadari akan sesuatu, dengan cepat dia
menukas:
"Tidak heran kalau saudara Kang bisa berkata demikian, rupanya kau
telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri."
Kang Tat tertawa. "Waktu itu si bajingan Kwa tak pernah menduga akan
terjadinya peristiwa seperti hari ini kalau tidak bagaimana mungkin
siaute berani mengucapkannya keluar ? Dan diapun tak nanti akan
memperlihatkan kepandaian saktinya itu dihadapan kita." setelah
berhenti sejenak, sambil merendahkan suaranya kembali dia berkata.
"Sekarang kita jangan berbicara lagi, kita harus bersikap seperti dahulu
lagi, seharian penuh belum tentu saling berbincang sepatah kata
dengan rekan sendiri, apalagi sudah hampir sampai ditempat tujuan
segala sesuatunya harus bertindak menurut keadaan."
Ketiga orang itu tidak berbicara lagi, mereka segera berjalan bersama
tak siapa pun tidak menggubris yang lain.
Setibanya di depan pohon liu nomor sepuluh, mendadak dari balik
kegelapan muncul seseorang, orang itu mengenakan pakaian serba
hitam dengan kain kerudung berwarna hitam pucat setelah memberi
hormat kepada ke tiga orang itu, katanya:
"Hamba mendapat perintah untuk menunggu kedatangan kalian disini,
harap mengikuti hamba naik ke sampan !"
Ketiga orang itu bersama-sama mendengus dingin, untuk menyesuaikan
diri dengan peranan masing-masing.
Begitulah, dipimpin oleh manusia berbaju hitam itu, mereka segera naik
ke atas sebuah sampan berukuran sedang.
Sampan semacam ini panjang dan sempit dibagian depannya dengan
keistimewaan bisa bergerak cepat.
Di depan dan belakang sampan, masing-masing duduk seorang lelaki
kekar yang memegang dayung.
Mereka bertiga duduk dibagian tengah, satu di muka dan di belakang,
sementara lelaki petunjuk jalan itu pun tidak turut serta naik.
Dari sini bisa diduga kalau lelaki tersebut masih bertugas untuk
menunggu kedatangan orang penting lainnya.
Sementara itu sampan sudah bergerak dengan cepat bagai seekor ikan
disungai, dengan cekatannya bergerak menuju kearah perahu loteng
ditengah telaga sana.
Pada saat itulah, mendadak dari tepi telaga kurang lebih setengah li dari
situ, melesat pula sebuah sampan cepat bergerak menuju ketengah
telaga.
Diatas sarapan itu tak kelihatan cahaya lentera, apa lagi kentongan
kedua sudah lewat, sehingga sulit untuk melihat jelas paras muka orang
yang berada diperahu tersebut.
Akan tetapi kalau dilihat dan bayangan hitam yang berada di atas
sampan, bisa diketahui kalau mereka adalah dua orang.
Walau perahu itu bukan berbentuk sampan yang bisa bergerak cekatan
namun kecepatannya sungguh mengagumkan.
Ada perahu yang berlayar di telaga sesungguhnya merupakan suatu
kejadian yang lumrah tentu saja tiada orang yang memperhatikan secara
khusus.
Tapi arah jalur pelayaran perahu itu sangat aneh, tampaknya
merekapun sedang bergerak mendekati arah perahu loteng.
Thio Yok-sim yang duduk dibagian depan nampak agak termenung
sebentar, kemudian tanyanya kepada lelaki pendayung tersebut:
"Kalian berdua termasuk anggota dari markas cabang disini ?"
Tampaknya lelaki itu selain pandai mendayung sampan, tenaga
dalam dan kepandaian silatnya terhitung hebat juga, mendengar perta
nyaan tersebut segera sahutnya.
"Benar, malam ini hamba mendapat tugas untuk melakukan
perondaan."
"Jalankan perahu lebih lamban!" perintah Thio Yok sim.
Lelaki itu tertegun lalu serunya: "Kau menitahkan kepada hamba agar
jangan menempuh
perjalanan terlalu cepat?" "Benar lambankan sedikit, aku ada urusan."
Lelaki itu segera mengangkat dayungnya dan memberi tanda
kepada orang yang berada di belakang dengan tangan kirinya. Orang
yang dibelakang masih mendayung tiada hentinya, tapi
jalannya sampan pun, secara otomatis menjadi lebih lamban. Kang Tat
dan Cukat Tan yang duduk dibelakang berpeluk tangan
belaka. lalu terdengar Kang Tat bertanya: "Mengapa harus
melambankan jalannya sampan ?" Ucapan dingin dan sama sekali tidak
berperasaan. Thio Yok sim mengerti akan maksud rekannya, diapun
segera
menjawab dengan suara dingin: "Perahu yang berada disebelah kiri
sangat mencurigakan !" Perkataan tersebut diutarakan lebih dingin,
sehingga sangat tak
sedap didengar. Mendengar perkataan tersebut, Kang Tat segera
berpaling dan
menatapnya. Sedang Cukat Tan berseru pula: ”Perahu yang ada
disebelah kanan, lebih aneh lagi." Mendengar ucapan itu, kembali Thio
Yok sim berpaling, dan yang
diucapkan memang benar. Kurang lebih pala jarak setengah panahan
disebelah kanan,
muncul pula sebuah sampan yang bergerak cepat, dengan perahu
disebelah kiri persis membentuk sudut segitiga, kalau di lihat dari
bentuknya jelas mereka bermaksud untuk menjepit dan mengurung
perahu yang mereka tumpangi. Thio Yok-sim sengaja mendengus
dingin, kemudian berseru:
"Mereka yang seharusnya datang kini sudah berdatangan." "Mereka
yang datang biar datang, kita yang mau pergi biar pergi,
ayo dayung sampan kuat-kuat !" seru Kang Tat cepat. Begitu perintah
diturunkan, sampanpun segera meluncur kembali
dengan kecepatan tinggi. Pada saat itulah lelaki si pendayun sampan itu
berkata: "Apakah hamba perlu untuk melepaskan tanda rahasia ke arah
perahu loteng ?" tanyanya. "Apakah kau yakin kalau kedua perahu itu
berisi musuh-musuh
kita ?" seru Cukat Tan. Dengan cepat lelaki pendayung itu
menggeleng. "Hamba tak berani memastikan !" "Hmm, kalau toh
begitu, siapa yang suruh kau bersikap seolaholah
menjumpai masalah gawat saja ? Bila majikan minta pertanggungan
jawabmu, bagaimana kau harus menjawab?"
"Sampai sekarang majikan belum kembali ke perahu, dalam perahu
loteng cuma ada penanggung jawab dari markas cabang kita."
Tergerak hati Thio Yok sim setelah mendengar perkataan itu, serunya
dengan cepat.
"Apakah dia adalah seorang dari tingkatan berbaju emas ?" "Ya, dia
berasal dari tingkat manusia berbaju emas." Sekali lagi Thio Yok sim
mendengus dingin, "Hmm, tahukah kau
akan kedudukan lohu di dalam partai ?" tegurnya ketus. "Hamba
tahu." jawab lelaki itu dengan nada yang sangat berhatihati
sekali. Sekali lagi Thio Yok sim mendengus dingin. "Asal tahu saja
lebih baik lagi hati-hati kalau bertugas, apa yang
harus kalian lakukan, lohu akan memberitahukan kepadamu"
Lelaki itu mengiakan dengan hormat, dia tidak berbicara lagi dan
melanjutkan tugasnya mendayung sampan.
Walaupan sampan itu bergerak amat cepat, tapi berhubung perahu
loteng itu berlabuh ditengah telaga dan kelewat jauh, maka sekarang
perjalanan yang mereka tempuh baru seper-dua atau sepertiganya saja.
Dua buah perahu cepat yang berada dikiri kanan perahu tersebut masih
tetap bergerak dari jarak tertentu, mereka seperti mengawasi seperti
juga lagi melindungi, dengan kecepatan yang sama melaju terus kearah
depan.
Begitulah, tiga buah perahu bergerak maju menembusi ombak.
sepertanak nasi kemudian, jarak mereka dengan perahu loteng itu
sudah semakin mendekat.
Mendadak dari atas perahu loteng itu muncul setitik cahaya
keperak-perakan yang meleset ke tengah udara dan menembusi
kegelapan.
Setelah mencapai ketinggian lima puluhan kaki, terdengar suara ledakan
nyaring, yang disusul munculnya sembilan kuntum lentera perak yang
melayang-layang ditengah udara, separuh bagian permukaan telaga
segera menjadi terang benderang bermandikan cahaya.
Thio Yok sim hanya melirik sekejap kearah beberapa buah lentera perak
itu, sementara mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Kang Tat dan Cukat Tan juga menanggapi dengan berlagak seolah-olah
tidak melihat.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran lelaki pendayung sampan itu,
mendadak katanya.
"Tanda rahasia telah dilepaskan, tampaknya orang yang berada
diperahu loteng sudah mengetahui kalau dua buah perahu yang berada
disebelah kiri dan kanan itu mencurigakan maka mereka
melepaskan tanda rahasia, sekarang kita harus melepaskan juga tanda
rahasia untuk memberikan jawaban".
Thio Yok sim segera mendengus dingin. "Hmmm. apakah
orang-orang diperahu loteng tidak kenal dengan
perahu kita ini ?" serunya. "Kenal sih kenal, cuma menurut peraturan
tanda rahasia, kita..." "Tutup mulut !" bentak Thio Yok sim dengan
nyaring, "kau tak
usah banyak berbicara lagi, tugasmu sekarang adalah mendayun
sampan dan bergerak ke depan !"
Lelaki itu tak berani banyak berbicara lagi dia segera menyambar
dayung dan mendayung dengan sepenuh tenaga, sehingga sampan itu
pun bergerak makin cepat lagi.
Tak lama kemudian, kembali tampak serentetan cahaya kuning muncul
dari arah perahu loteng dan melurcur ke tengah angkasa.
Ledakan nyaring sekali lagi berkumandang memecahkan keheningan
disusul kemudian sembilan buah lentera kuning melayang turun ke atas
tanah...
Lelaki itu tak bisa menahan diri lagi, sekali lagi dia berseru dengan
perasaan gelisah:
"Dengan memberanikan diri hamba melapor kini lentera kuning sudah
dilepaskan, pertanda orang yang berada di perahu loteng sedang
menegur kepada kita, apa sebabnya tidak menjawab tanda rahasia
mereka ?"
"Lohu hanya akan mengucapkan perkataan ini sekali lagi lanjutkan
perahu tersebut menuju ke depan. Bila kau berani banyak bicara atau
melakukan tindakan yang tidak menurut perintah, lohu akan segera
mencabut nyawamu !" ancam Thio Yok sim dingin.
Lelaki itu menjadi ketakutan setengah mati sehingga sekujur tubuhnya
gemetar kali ini dia benar-benar tak berani buka suara Iagi.
Sewaktu sampan itu sudah hampir mendekati perahu loteng itu,
mendadak Thio Yok sim memerintahkan kembali: "Hentikan sampan !"
Begitu perintah diturunkan, dua orang lela ki itu segera mendayung
secara terbalik hingga perahu itu terhenti.
Mendadak pada saat itulah, dua sampan cepat yang berada disebelah
kiri dan kanan maju secara piring ke samping, kemudian sesudah
membentuk satu putaran busur, mereka balik kembali kearah semula
dan mengundurkan diri.
Menanti kedua sampan itu sudah jauh dari pandangan mata, Thio
Yok-sim baru menitahkan kepada lelaki itu untuk meneruskan
perjalanannya lagi..
Ketika sampan itu merapat pada sayap kiri perahu loteng, dari atas
perahu loteng itu segera diturunkan sebuah tambang untuk memanjat,
tetapi pada waktu itu Thio Yok sim Kang Tat dan Cukat Tan sudah
melompat naik ke perahu loteng tersebut.
Diatas geladak perahu loteng telah menanti seorang manusia
berkerudung emas serta lima orang lelaki berkerudung kain hitam
dibelakangnya, mereka bersama-sama membungkukkan badan
menyambut kedatangan ketiga orang itu.
Pertama tama manusia berbaju emas itu yang berkata lebih dulu.
"Hamba menyambut kedatangan kalian bertiga." Dia hanya
menyebut "kalian beniga" tidak menyebut sebutan
"Tiancu" yang seharusnya dipakai untuk "Lak yu"" (enam sahabat),
kalau dihari biasa tentu kau akan murka, tapi kini Thio Yok sim, Kang
Tat mau pun Cukat Tan sama sekali tak perduli atas panggilan
panggilan itu.
Thio Yok sim mempunyai suatu maksud tertentu waktu itu, maka
sambil mendengus dingin katanya:
"Hun caycu (wakil ketua markas cabang) apakah majikan tiada dalam
perahu?"
"Sejak pagi tadi majikan telah keluar, hingga kini beliau belum balik
kembali" jawab hun caycu berbaju emas itu dengan hormat.
Sekali lagi Thio Yok sim mendengus. "Hmm, sekali tebak lohu sudah
tahu, sudah pasti majikan tidak berada dalam perahu."
"Hamba mempersilahkan kalian bertiga untuk melihat-lihat kamar tidur,
sehingga hamba..."
"Tidak usah" tukas Thio Yok sim. "sekarang bawa dulu lohu bertiga
keruang rapat"
Sekali lagi Hun caycu itu mengiakan dengan hormat, kemudian
membalikkan tubuh dan memimpin ketiga orang itu menuju keruang
tengah dalam perahu tersebut.
Thio Yok sim, Kang Tat dan Cukat Tan segera duduk tanpa
sungkan-sungkan sementara dua orang lelaki segera muncul
menghidangkan air teh wangi, setelah itu mengundurkan diri dari dalam
ruangan.
Ketika Thio Yok sim sedang menghirup air teh, Hun caycu itu sudah
membungkukkan badannya sambil berkata:
"Bilamana kalian bertiga tiada perintah lainnya, hamba ingin mohon diri
lebih dulu."
Thio Yok-sim segera meletakkan cawan air tehnya keras-keras ke atas
meja, lalu serunya:
"Hun caycu, tahukah kau bahwa perahu ini sangat menyolok mata?"
"Hamba tahu, tapi Tiancu nomor satu memerintahkan agar perahu ini
berlabuh disini !"
"Hmmm. kalau begitu sewaktu melihat munculnya ke dua buah sampan
yang mencurigakan tadi atas perintah Tiancu nomor satu juga kau di
perintahkan untuk melepaskan tanda rahasia perak dan kuningan
dengan memaksa lohu memberi jawaban..?"
Cepat-cepat Hun caycu menggeleng.
"Itu mah tidak, Tiancu dan majikan telah pergi bersama-sama..."
katanya.
"Oooh, lantas siapa yang memerintahkan untuk melepaskan kode
rahasia tersebut ?"
"Hamba sendiri, karena hamba melihat perahu itu mencurigakan..."
Thio Yok sim segera menggebrak meja keras-keras, tukasnya dengan
suara dalam:
"Tutup mulut, sekarang lohu bertanya pada lagi, apakah kau merasa
keheranan apa sebabnya dari sampan tidak didapati kode rahasia yang
menjawab pertanyaanmu tadi?"
"Yaaa, hamba memang hendak mohon diri untuk menanyai kedua orang
anak buah hamba itu!" Hun caycu tertawa dingin.
"Hee... heeh... tak usah ditanyakan lagi, lohu lah yang menurunkan
perintah melarang mereka untuk melepaskan kode rahasia dan memberi
jawaban."
Sesungguhnya hal tersebut sama sekali tak meleset dari dugaan Hun
caycu tersebut, tetapi dia toh berpura-pura kaget dan berdiri
termangu-mangu disitu sampai lama sekali.
Kemudian ia baru bertanya lagi sambil tersenyum: "Bolehkah hamba
bertanya apa alasannya?" "BoIeh! sekalipun tidak kau tanyakan, lohu
juga akan
memberitahukan kepadamu, walaupun perahu loteng itu agak menyolok
pandangan, tapi sama sekali tidak mencurigakan oleh sebab itulah
majikan baru menitahkan untuk melakukan pertemuan diatas perahu.
"Kedua sampan cepat tadi memang melakukan pengepungan dan
pengejaran yang ketat semenjak lohu sekalian berangkat menuju ke
tengah telaga, padahal sampan itu bukan milik partai kita, berarti
mereka adalah musuh bukan teman..."
"Akan tetapi, seandainya pihak lawan benar-benar sudah mempunyai
bukti, mengapa mereka cuma mengejar sampan kecil dan bukannya
melakukan penyelidikan atas perahu loteng ini? Dari sini bisa disimpulkan
kalau pihak lawan cuma menaruh curiga."
"Kedudukanmu didalam partai amat tinggi yakni seorang caycu deri
cabang markas besar tentunya kau cukup memahami bukan
pertarungan serta tindakan dari partai kita terhadap lawan, dengan
munculnya kedua buah sampan itu. entah siapakah mereka, sudah
seharusnya kalian berupaya untuk menahan mereka.
"lnilah yang menyebabkan lohu sekalian meski sudah mengetahui akan
hal ini, tapi sengaja berlagak acuh, padahal tujuan kami adalah
membiarkan mereka mendekati perahu loteng, kemudian baru turun
tangan untuk membekuk mereka.
"Sebab bila kita bertindak pada waktu itu, maka dengan jarak yang
amat jauh dari pantai sulit buat mereka untuk melarikan diri, Sebetulnya
kami sudah merencanakan segala sesuatunya dengan lancar dan
sempurna, siapa tahu rencana kami harus berantakan akibat ulahmu
yang sama sekali tidak bertanggung jawab itu."
"Sekali melepaskan kode rahasia masih belum puas. eh. tahu- tahu
melepaskan lagi kode rahasia untuk kedua kalinya kalau dibilang kau
kan tidak tahu, rasanya keenakan bagimu, bila dibilang kau sengaja
melepaskan tanda agar musuh bisa kabur, rasanya juga kebangetan."
"Lohu tahu, mungkin kau masih bisa membeberkan alasanmu yang kuat
untuk membela diri maka sekarang kuberi kesempatan kepadamu untuk
membeberkan alasanmu itu, lohu ingin tahu sampai dimanakah
kebenaran dari alasanmu itu."
Kali ini, Hun caycu tersebut benar-benar dibikin tertegun, dia tak pernah
berpikir sebanyak itu, juga tak pernah menyangka kalau persoalannya
akan berkembang menjadi begitu serius, kini dia mulai merasakan
hatinya berdebar-debar.
Menyaksikan Hun caycu membungkam terus sampai cukup lama,
dengan gusar Thio Yok sim membentak lagi:
"Ayo cepat beberkan alasanmu, cepat!" Hun caycu merasa tak
mampu berkata-kata lagi, di dalam
cemasnya dia lantas mempergunakan suatu cara yang sepatutnya tak
boleh dia gunakan, sayang ia tak berpikir kelewat jauh.
Sesudah gelagapan beberapa waktu, diapun berkata: "Hamba
mempunyai alasan, tapi harus hamba laporkan sendiri
kepada Tiancu nomor satu." Celaka! Thio Yok sim yang pada dasarnya
memang berniat untuk
memberi pelajaran kepadanya, Thio Yok sim kini semakin bertekad
untuk membunuhnya, maka ia segera mendengus dingin.
"Hmm! Hu-caycu... apakah kau tidak tahu kalau lohu sekalian juga
Tiancu ?"
"Soal itu hamba tahu." Thio Yok-sim segera tertawa seram:
"Heeeehh... heeehh...
heeehh... tentunya kau masih belum melupakan peraturan dari majikan
bukan?"
"Hamba tidak berani melupakannya !" Thio Yok sim
manggut-manggut "Bagus, kalau begitu lohu ingin
bertanya kepadamu, atas dasar alasan apakah kau tak bisa melaporkan
alasanmu tersebut kepada lohu sekalian..."
Sementara itu Bun caycu sudah berhasil menemukan jawaban yang
tepat, maka sahutnya dengan cepat:
"Sebelum berangkat Tiancu nomor satu telah berpesan kepada hamba,
bahwa didalam menghadapi persoalan apa saja, hamba hanya
melaporkan semua peristiwa tersebut kepadanya dan tak boleh
dilaporkan kepada orang lain, oleh sebab itu hamba tidak berani
membangkang perintah !"
"Apakah dia mengatakan termasuk juga lohu sekalian ?" seru Thio Yok
sim dengan gusar.
"Tiancu nomor satu mengatakan, hamba dilarang melaporkan semua
kejadian kepada siapapun!"
"Oooh, aku mengerti sekarang, kalau begitu lohu sekalian juga
termasuk dalam ucapan "siapapun" tersebut bukan?"
"Harap Tiancu memaklumi!" jawab Hun caycu sambil tersenyum.
Inilah untuk pertama kalinya dia menggunakan sebutan "Tiancu"
untuk memanggil Thio Yok sim. Thio Yok sim segera tertawa
terbahak-bahak. "Haaah... haaahh... haaahh... bagus sekali, berulang
kali majikan
telah menegaskan bahwa semua anggota partai harus menghormati
atasannya menuruti tingkat kedudukan masing-masing dan tak boleh
merahasiakan sesuatu terhadap atasan, jadi rupanya kau menganggap
lohu sekalian kurang berhak untuk..."
"Hamba tidak berani." buru-buru Hun caycu menukas, "apabila tiada
perintah dari Tiancu nomor satu..."
"Tutup mulut!" bentak Thio Yok sim, "jangan kau anggap lohu tidak
memahami maksud hatimu itu, sudah jelas kau merasa tersudut karena
tak mampu menjawab maka kau lantas mempergunakan kedudukanmu
sebagai orang kepercayaan Kwa tiancu untuk membohong dan
menggertak lohu..."
Hun-caycu ini memang bernyali besar, cepat-cepat dia menukas
kembali dengan tegas.
"Maaf kalau terpaksa hamba harus menegur, rasanya tiancu tidak
seharusnya menyebut nama Tiancu nomor satu secara langsung!"
Thio Yok-sim mendongakkan kepalanya lalu tertawa tergelak- gelak,
kepada Kang Tat dan Cukat Tan segera serunya:
"Apakah kalian berdua sudah mendengar jelas ucapannya itu ?"
"Yaa, kami mendengarnya amat jelas!" jawab Kang Tat. Cukat Tan
juga ikut mengangguk.
"Orang ini berani mengucapkan kata-kata semacam itu, kalau dibilang
yang sebenarnya, dia memang pantas untuk menerima kematian."
Begitu ucapan tersebut diutarakan paras muka Hu-caycu yang berada
dibalik sebelah kain cadar berwarna emas itu segera berubah hebat,
cepat-cepat serunya:
"Tiancu, apa salah hamba, mengapa kau menjatuhkan hukuman mati
kepadaku ?"
"Lepaskan kain cadar emasmu dan sebutkan siapa namamu !" bentak
Thio Yok-sim gusar.
Dengan gugup Hun caycu itu melompat mundur ke belakang, sambil
mundur serunya:
"Hamba merasa yakin tak pernah bersalah, mengapa tiancu hendak
membunuhku..."
Thio Yok-sim mendengus dingin. "Hmmm, kau tak lebih cuma
seorang manusia berbaju emas
yang ditugaskan menjaga markas besar diatas air ini, darimana kau bisa
mengetahui nama dari Tiancu nomor satu? Ayo bicara ! Hmmm, hmm,
tak heran kalau malam ini kau sengaja melepaskan kode rahasia
sehingga musuh pada kabur menyelamatkan diri !"
Hun caycu itu tak mampu membantah lagi, dia segera melakukan suatu
tindakan yang merupakan pelanggaran pantangan terbesar, mendadak
sambil membalikkan badan dia mendorong pintu dan siap sedia untuk
melarikan diri.
Siapa tahu belum lagi tubuhnya melejit ke tengah udara, Thio Yok sim
telah berhasil mencengkeram bahunya.
Berbicara dari kepandaian silat dan tenaga dalam yang di milikinya
bagaimana mungkin seorang manusia berbaju emas bisa menandingi
seorang Tiancu seperti dia?
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, Thio Yok sim segera
mencengkeram bahu lawan dengan tangan kanannya, setelah itu
dengan jari telunjuk kirinya dia menyodok ulu hati orang-Hun caycu
mendengus tertahan, lalu muntah darah dan menemui ajalnya seketika.
Thio Yok sim segera melemparkan jenazah itu ke tanah, kemudian
sambil berpaling ke arah Kang Tat dan Cukat Tan, katanya:
“Sekarang kita telah berhasil menyingkirkan seorang kuku garudanya
bajingan she Kwa itu!"
"Seandainya loji pulang, bagaimana kita harus menjawab kepadanya?
"sambung Cukat Tan.
"SegaIa sesuatunya kita laporkan saja kenyataan yang sebenarnya dan
bagaimana dia mengetahui nama she Kwa itu, katakan saja dalam
keadaan terdesaknya ketika kutanyai tentang alasannya melepaskan
tanda rahasia, ternyata dia bersikeras mengatakan kalau alasannya cuma
bisa dilaporkan pada Kwa tiancu" Kang Tat dan Cukat Tan
manggut-manggut, kemudian mereka memanggil anak murid yang ada di
luar ruangan untuk masuk.
Mendapat perintah, kedua orang lelaki itu masuk, tapi mereka jadi
tertegun setelah menyaksikan mayat yang terkapar ditanah.
Dengan sikap acuh dan seakan-akan tak ada suatu urusan apapun, Thio
Yok sim berpesan.
"Gotong keluar jenazah itu, ingat, jangan bertindak sembarangan
sebelum ada perintah!"
Dua orang lelaki itu mengiakan dengan badan gemetar, kemudian
menggotong pergi mayat Hun caycu dari situ.
oooOdezOooo PADA jarak satu lie dari perahu loteng itu, berlabuh
pula sebuah
perahu yang amat besar. Perahu itu biasa dan sederhana, tidak jauh
berbeda dengan
perahu telaga yang lain.
Perahu itu sudah kuno, dipandang dari luar pun sama sekali tak nampak
menyoIok, tapi bila kau dapat memasuki ruangan perahu tersebut maka
akan segera dijumpai kalau perahu itu adalah sebuah perahu besar
yang amat aneh.
Di tengah ruangan perahu tidak terdapat sekatan yang membagi antara
ruang muka dan belakang, ruangan tersebut terbuka dari muka sampai
belakang.
Kain sutra berwarna merah yang mahal harganya digunakan sebagai
tirai untuk melapisi dinding perahu tersebut, sementara lantainya dilapisi
oleh permadani tebal yang berwarna kuning emas.
Disekeliling ruangan terdapat pula banyak sekali kasur untuk duduk
yang tebal lagi lunak khusus dipersiapkan sebagai tempat duduk
manusia yang berkunjung kesana.
Ruang perahu yang besar itu mencapai tiga kaki lebarnya dan enam
kaki panjang, dibelakang sana terdapat sebuah pintu yang berlapiskan
kaca, sementara dibalik pintu itu merupakan ruangan apa, tak
seorangpun yang tahu.
Diatas ruang perahu yang memanjang, tergantung sembilan buah lampu
kristal yang indah.
Cahaya lampu yang lembut memancarkan tujuh warna, menambah
suasana misterius perahu ini.
Kalau suasana didalam ruangan perahu begini, maka kalau dilihat dari
luar, seluruh perahu itu nampak gelap-gulita, siapapun pasti akan
mengira kalau orang yang berada didalam perahu itu sudah terlelap
kealam impian.
Tapi kenyataannya tidak demikian, tuan rumah sedang duduk didalam
ruangan perahu yg megah dan misterius itu untuk menantikan
kedatangan seorang tamu kemudian merundingkan suatu masalah
besar.
Tak selang beberapa saat kemudian, pintu kristal didepan ruangan itu
terbuka dan masuk lah seorang gadis cantik berdandan
menyolok yang cuma mengenakan kain tipis untuk menutupi anggota
badannya.
Disaat pintu itu berputar ke samping kanan itulah, gadis cilik itu
membungkukkan badan sambil berkata:
"Sudah hendak mengabarkan bahwa sang tamu telah datang !" katanya
kemudian.
Pintu kristal itu membuka kearah sebelah kanan, sedang gadis cantik itu
segera berdiri disebelah kanan setelah masuk ke dalam pintu hal ini
menunjukkan kalau hujin tersebut sedang duduk ditempat itu.
Tak salah lagi, rupanya pintu kristal tersebut tidak terdiri dari sebuah
saja, di sebelah kiripun terdapat sebuah, bahkan kedua lembar daun
pintu itu berbentuk menonjol keluar, sehingga bentuk ruang belakang
perahu itu menjadi cekung.
Ditengah-tengah kedua lembar daun pintu itu adalah sebuah ruangan
yang dalam, didalam nya terdapat sebuah kursi singgasana yang tempat
pegangannya bertaburkan intan permata.
Di atas singgasana itu duduk seseorang, tapi seandainya tidak
diperhatikan dengan seksama siapa pun tak akan melihat akan
kehadirannya disitu.
Sekalipun kau perhatikan dengan seksama, mungkin akan membuat
hatimu terperanjat, mungkin kau akan mengira telah menyaksikan suatu
makhluk aneh.
Rambutnya yang panjang digelung indah dengan sekuntum bunga
besar. Kulit wajahnya halus dan lembut, putih ditengah merah, merah
dibalik putih, amat menawan hati.
Sepasang alis matanya melentik bagaikan semut beriring, sepasang
matanya jeli dan berkedip-kedip bagaikan bintang timur, apalagi kalau
sedang tersenyum, akan terlihat bibirnya yang kecil mungil.
Dia mempunyai potongan muka berbentuk kwaci, dagunya bulat lagi
menonjol, sangat menarik hati.
Tapi yang nampak hanya kepalanya saja, sedang sisanya seperti bahu,
dada, lengan, kaki dan tubuh lainnya sama sekali tak nampak.
Mungkin perempuan itu adalah makhluk aneh yang mempunyai kepala
saja.
Seandainya ada orang yang kebetulan menyaksikan peristiwa tersebut
entah dia adalah seorang lelaki kekar bertubuh penuh berotot sekalipun
pasti akan jatuh pingsan karena ketakutan.
Pada saat itulah, batok kepala perempuan yang cantik jelita itu
bergerak sedikit lalu bertanya:
"Apakah dia datang seorang diri?" Dayang genit itu buru-buru
menyahut dengan hormat: "Tidak, ia datang diikuti seorang
pengiring-nya!" Perempuan cantik itu segera mendengus, wajahnya
yang semula
dihiasi dengan senyuman kini berubah menjadi penuh amarah.
-ooo0dew0ooo-
Jilid 35
SETELAH mendengus serunya: "Pergi dan cepat undang dia kemari,
dia berani membangkang
syaratku dengan datang membawa pengiring Hmm! Setelah ia masuk
nanti, serahkan pengiringnya kepada Toa hek dan Ji kim!"
Rupanya dayang cantik itu merupakan orang kepercayaan dari
perempuan cantik itu, dan lagi dia pasti sudah menerima hadiah dari
tamunya, maka sambil tertawa jalang katanya:
"Majikanku yang baik, hal ini mana boleh jadi?" "Mengapa tak boleh
jadi?" kata siperempuan cantik itu sambil
mengerdipkan matanya yang jeli."
"Pengiringnya itu toh tidak sampai ikut naik ke atas sampan terlarang
kita !"
Perempuan cantik itu kembali tertawa. "Hei, budak ! Kau telah
mengincar mestika apa lagi darinya ?" dia
menegur. Dayang itu benar-benar bernyali besar, dengan lantang dia
menjawab. "Tiada mestika apa-apa, cuma enam belas kata yang terdiri
dari
empat bait kalimat !" Seperti memahami akan sesuatu, perempuan
cantik itu manggutmanggut
lalu tertawa terkekeh-kekeh. Selesai tertawa, dengan wajah
serius perempuan cantik itu
menegur lagi. "Hei budak, apakah kupasan Hong ti soh cut ?" Agaknya
budak genit itu dapat melihat paras muka majikannya
yang kurang beres, dengan serius segera jawabnya. "Benar, cuma
budak tidak akan melawan perintah majikan hanya
dikarenakan soal kecil itu." Sekali lagi perempuan cantik itu tertawa,
"Apa maksudmu ? Kalau
sudah menerima hadiah orang, mana boleh kau tampar wajahnya?
Cuma kita tak boleh tertipu, harus mencari orang untuk dijajalkan lebih
dulu !"
"ltulah pemberian dari majikan." kata budak itu sambil tertawa.
Perempuan cantik itu berpikir sebentar kemudian katanya lagi:
"Disaat aku mengajaknya membicarakan persoalan kami, kau
bawalah pengiringnya itu ke istana Mi-kiong disamping sana, kau harus
mencobanya secara baik-baik, tapi apa kau yakin?"
Mendengar ucapan mana, dengan wajah berseri dayang genit itu
segera menyahut.
"Tak usah kuatir majikan, budak tanggung pasti menang !"
Perempuan cantik itu kembali tertawa terbahak-bahak: Sewaktu
semua lampu kristal dalam istana Mi-kiong telah
berubah menjadi merah semua, kau harus membuka cermin iblis
Mo-cing tersebut, aku hendak menonton bagaimana akhir dari
pertarunganmu bersamanya dari ruangan ini."
Dayang itu berlagak tersipu-sipu, serunya dengan muka agak memerah:
"Majikan. memalukan sekali keadaanku waktu itu !" Perempuan
cantik itu segera tertawa, "Bila kau bisa malu, seharusnya sejak dulu
sudah mampus, nah,
pergilah !" Kata-katanya yang terakhir ternyata sudah berobah menjadi
dingin sekali bagaikan es. Dayang genit tersebut tak berani banyak
komentar lagi, sesudah
menjura dalam-dalam, ia segera mendorong pintu kristal itu dan berlalu
dari situ.
Tak lama kemudian pintu dibuka kembali dan dayang itu
mempersilahkan tamunya masuk sembari melapor:
"Kokcu dari lembah Tay hian mo-kok tiba!" ooooOdewOoooo
SEORANG lelaki yang bertubuh kekar segera berjalan masuk pula
ke dalam ruangan itu dengan langkah lebar. Sementara itu, dayang
genit tadi telah mengundurkan diri dari
ruangan sambil merapatkan kembali pintu ruangan. Berhubung lelaki
kekar itu sedang menundukkan kepalanya
ketika dayang genit itu memberikan laporannya, maka dia tak tahu
kalau tuan rumah sedang duduk diruangan tengah tersebut, tanpa
terasa dia mendongakkan kepalanya dan celingukan ke sekeliling
tempat itu,
Ketika lelaki itu mendongakkan kepalanya untuk mencari dimana tuan
rumah berada itulah, serta merta tampak jelas wajah aslinya, ternyata
dia tak lain adalah Lok-hun-pay tersebut.
Tentu saja diapun tak lain adalah Sancu dari Bukit Pemakan Manusia,
Mao Tin-hong adanya. Tapi mengapa dayang genit itu melaporkan
namanya sebagai Kokcu dari lembah Tay hian-mo-kok ?
Tapi terlepas dia adalah Kokcu dari lembah manapun, yang pasti dia tak
lain adalah Mao Tin-hong.
Sudah satu putaran Mao Tin hong mencari tuan rumah tapi belum juga
ketemukan orangnya, tanpa terasa lagi dia masuk ke ruang tengah
dengan kening berkerut.
Sesudah berjalan beberapa langkah akhirnya dia menemukan tempat
yang menonjol ke dalam itu, kemudian setelah diperhatikan berapa
saat, tertawalah dia, dengan cepat ia berpaling ke arah singgasana
dimana kepala perempuan cantik itu berada, kemudian setelah menjura
katanya:
"Hujin, semenjak berpisah baik-baikkah kau?" perempuan cantik itu
tertawa.
"Apakah kaupun berada dalam keadaan baik-baik ? Mari, mari, mari,
duduklah disisiku sini!"
Ucapan itu amat lembut dan menggairahkan, siapa pun tak akan
menampik atas tawaran tersebut.
Tapi Mao Tin nong tidak bergerak, ia masih tetap berdiri di posisi
semula sembari menampik:
"Tak usah, silahkan hujin saja yang datang kemari, bagaimana kalau
kita duduk dalam kursi yang terpisah saja."
Mendengar itu, sambil tertawa perempuan cantik itu berseru :
"Kenapa ? Apakah toa Kokcu masih merasa begitu ketakutan?"
Mao Tin-hong tertawa getir. "Harap hujin memaafkan, sekali kena
dipagut ular, selama
sepuluh tahun lohu takut dengan tali jerami" Kembali perempuan cantik
itu tertawa terkekeh-kekeh, lama
kemudian dia baru berkata: "BetuI juga perkataanmu itu, dalam kolong
langit dewasa ini
memang hanya kokcu seorang yang berhasil meloloskan diri dari sisiku
dengan selamat tanpa cidera, bahkan berhasil kabur dengan aman
sentosa, itulah sebabnya aku benar-benar sangat merindukanmu."
Walaupun berada diatas perahu musuh, kegagahan dan kewibawaan
Mao Tin hong sedikitpun tidak berkurang, katanya kemudian.
"Sama-sama, hujin pun merupakan satu-satunya musuh besar lohu
yang ingin kubunuh untuk melampiaskan rasa sakit hatiku, tapi aku
merasa tak mampu untuk melakukannya."
Kini, perempuan cantik itu tidak tertawa lagi, ujarnya dengan wajah
serius.
"Mao kokcu, kau benar-benar merusak suasana, sebenarnya aku pikir
setelah bersusah-payah kita berjumpa lagi, urusan serius kita bicarakan
belakangan saja, yang penting kita harus bersenang- senang lebih
dulu."
"Hujin, lohu tidak keberatan untuk bersenang-senang, cuma kebiasaan
lohu justru jauh berbeda dengan kebiasaan hujin, aku harus
menyelesaikan semua persoalan lebih dahulu sebelum mempunyai
kegembiraan untuk bersenang-senang !"
"Ooh, kalau begitu mari kita bicarakan soal serius lebih dulu !" sembari
berkata, kepala perempuan cantik itupun segera melayang keluar..
Setelah melayang keluar maka segala sesuatunya pun jadi terang,
rupanya ia mengenakan pakaian yang berwarna dan terbuat
dari bahan yang sama dengan kain tirai, seluruh tubuhnya terbungkus
rapat sehingga cuma kepaIanya saja yang kelihatan.
Tangan maupun kakinya juga sama sekali tidak terlihat, itulah sebabnya
ketika ia duduk di singgasana tadi, sepintas lalu seperti nampak
kepalanya saja, coba kalau orang tak tahu rahasia tersebut pasti
mereka akan menganggapnya sebagai mahluk aneh.
Dengan langkah yang lemah gemulai dia berjalan menuju kesisi kiri
ruangan dan duduk di sana.
Lalu sambil mengulapkan tangannya, dia berseru kepada Mao Tin hong
sambil tertawa:
"Mao kokcu, silahkan duduk." Mao Tin hong manggut-manggut, dia
lantas duduk dihadapan
perempuan cantik itu. Ketika perempuan cantik itu menekan dialas meja
yang
berbentuk empat persegi panjang itu, dari sisi meja segera meuncur
keluar dua buah kotak, dalam kotak berisikan buah-buahan dan botol
porselen.
Isi botol itu adalah cairan yang berwarna-warna, ada yang penuh ada
pula yang tinggal separuh isinya.
"Mao kokcu" ucap perempuan cantik itu kemudian, "tentunya kau
mengetahui akan watak ku bukan?"
Mao Tin hong mengangguk. "Betul, lohu merasa bangga akan hal
itu." Sambil tertawa kembali perempuan cantik itu berkata. "Bagus
sekali, dalam botol itu berisikan berbagai macam sari
bunga dan sari tumbuh tumbuhan yang kukumpulkan dengan susah
payah untuk dibikin minuman lezat.
"Apabila Mao kokcu benar-benar mengetahui akan watakku itu maka
silahkan saja minum, diatas botol semuanya tercantum nama,
cuma aku percaya sekalipun sudah kau baca juga belum tentu
mengetahui artinya."
Mao Tin hong tertawa. "Persis seperti apa yang hujin katakan, lohu
memang tidak begitu
menguasai tentang minuman arak." "Bagus sekali" kata perempuan
cantik itu sambil tertawa merdu,
"kalau begitu kau boleh perhatikan diriku, bila aku menuang warna apa,
kaupun menuang warna apa, tanggung kau tak bakal salah, lagipula
setelah diminum pun akan mendatangkan banyak manfaat !"
Mao Tin hong cuma tersenyum dan tidak menjawab. Saat itulah
perempuan cantik itu berkata: "Sekarang, ambillah dulu cawan
kristal di-pinggir sana." Mao Tin hong menurut dan melaksanakan
apa yang diminta. Kemudian perempuan cantik itu berkata lebih
jauh: "Sekarang tuanglah satu bagian yang berwarna hijau, dua
bagian
yang putih ditambah satu bagian yang merah dan satu bagian yang
kuning emas, akhirnya tambah dengan dua tetes yang berwarna jeruk,
maka siaplah minuman tersebut."
Sementara perempuan cantik itu menyebutkan satu persatu, maka Mao
Tin hong segera melaksanakan seperti apa yang diperintahkan.
Ketika minuman tersebut sudah siap, perempuan cantik itu segera
menekan lagi sebuah tombol dan arak itu pun meluncur masuk kembali
ke balik dinding.
Mao Tin hong yang menyaksikan kejadian itu diam-diam mengangguk
pikirnya:
"Hanya dua puluh tahun tidak berjumpa dengan perempuan ini,
nampaknya kemampuan yeng dimiliki tersebut kian lama kian
bertambah hebat..."
Sementara dia berpikir, perempuan cantik itu sudah mengangkat
cawannya sambil berseru:
"Mao kokcu, silahkan !" Dengan serius Mao Tin hong menggeleng,
tampiknya. "Tidak, harap hujin sudi memaafkan penampikanku ini."
"Mengapa ?" seru perempuan cantik itu dengan wajah tertegun,
"apakah kau masih tidak merasa lega hati . . ." Tapi secara otomatis dia
menghentikan perkataannya, lalu sambil
tertawa manggut-manggut, sambungnya kemudian: "Baik, mari kita
bertukar cawan, seharusnya sekarang tak ada
persoalan lagi bukan?" Sementara berbicara, dia lantas mengendorkan
pegangannya
pada cawan tersecut, sementara cawan itupun meluncur kedepan
dengan mantap dan lamban, seakan ada sesosok sukma gentayangan
saja yang menghantar cawan itu ke hadapan Mao Tin- hong.
Bukan hanya itu saja, sembari bicara tangan kanannya melemparkan
cawan arak sendiri ke depan, tangan kirinya segera menunjuk kearah
cawan arak milik Mao Tin-hong yang berada dimeja. cawan itu segera
melayang keudara dan meluncur kehadapannya.
"Tidak usah, cawan araknya tidak usah di tukar!" kata Mao Tin hong
kemudian.
Sembari berseru, Mao Tin hong segera mendorong tangan kirinya
kedepan. sedang tangan kanannya segera melakukan cengkeraman ke
tengah udara.
Akhirnya kedua buah cawan arak itu sama-sama terhenti ditengah udara
dalam posisi sejajar, selisih jarak antara kedua cawan itu hanya
beberapa inci saja, untuk maju tak bisa maju, untuk mundurpun tak
dapat mundur.
Perempuan cantik itu kontan saja berteriak. "Bagaimana sih ini?
Masa baru saja datang sudah mengajakku
beradu tenaga dalam? Apakah kau tidak merasa rikuh ?" Sementara
berbicara tangan kirinya segera menggapai dengan
cepat, sedangkan tangan kanannya melakukan tekanan, tampaknya dia
tetap bersikeras hendak bertukar cawan.
Tapi kali ini Mao Tin-hong sudah melakukan persiapan yang matang, dia
segera menggapaikan pula tangan kanannya sementara tangan kirinya
mendorong.
Ke dua cawan arak tersebut masih tetap melayang diatas udara, hanya
arak yang ada didalam cawan tersebut bergoncang keras.
Lama kelamaan perempuan cantik itu menjadi agak mendongkol juga,
tiba-tiba dia berseru:
"Mao kokcu, caramu ini sama sekali tidak mirip dengan sikap seorang
tamu ?"
Dengan lembut Mo Tin-hong segera berkata: "Harap hujin segera
menarik kembali cawan mu, lohu ada
persoalan yang hendak disampaikan." Menggunakan kesempatan ituIah
perempuan cantik tersebut
segera menarik kembali kekuatannya dan berkata. "Mengapa tidak kau
katakan sedari tadi ? Betul-betul kelewatan
kau ini." Sembari berseru dia lantas menggapai lagi dan menarik
kembali
cawan araknya. Sedangkan Mao Tin-hong segera menarik cawan
araknya dan
diletakkan diatas meja, katanya kemudian: "Hujin, bukankah tadi lohu
sudah mengatakan lebih baik kita
membicarakan masalah pokoknya lebih dulu kemudian baru mencari
kesenangan..?"
"Masa menghormat secawan arak untuk tamupun kau anggap sebagai
suatu kesenangan?" seru perempuan cantik itu dengan kening berkerut.
"Tidak, itu merupakan kesopanan dan tata krama belaka." Mao Tin
hong segera tertawa. "Yang dimaksudkan menghormati tamu dengan
secawan arak
sebagai tata kesopanan tidak termasuk hujin diantaranya." "Kokcu, apa
maksud dan penjelasan dari perkataanmu itu?" seru
perempuan cantik itu dengan perasaan tidak habis mengerti. Sekali lagi
Mao Tin hong tertawa. "Hujin, cairan hijaumu itu adalah Hoat-coa-tan
(empedu ular
hidup), yang merah adalah Ci coa hiat (darah ular merah), yang putih
adalah C'n yo ho cing (sari sperma kambing birahi), sedangkan setetes
cairan jernih itu melampaui pil Kut su wan dari istana terlarang, apabila
benda-benda tersebut dicampurkan jadi satu, sekalipun Lu lun yang
minumnya, aku rasa diapun tak akan mampu untuk membicarakan
persoalan pokok dulu?" serunya.
Perempuan cantik itu segera membelalakkan matanya lebar-lebar
sambil memperlihatkan sinar yang amat aneh, serunya kemudian sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Luar biasa, luar biasa, Mao Kokcu kali ini aku benar-benar merasa amat
kagum dengan dirimu !"
"Perkataan hujin kelewat serius, itu mah masih belum terhitung
seberapa !"
"Sungguh tak kusangka setelah berpisah hingga kini, pengetahuan dari
kokcu bertambah luas, kalau dilihat dari sini, mungkin segala mestika
andalanku selama ini tak akan mempan lagi terhadap dirimu".
"Aah, semuanya itu karena hujin terlampau sungkan." seru Mao Tin
hong cepat.
Perempiian cantik itu kembali memutar biji matanya, kemudian
menatap wajah Mao Tin hong lekat-lekat, memandangnya sampai lama
dan lama sekali.
Tanpa terasa Mao Tin hong bertanya: "Hujin, apa yang kau perhatikan
?" Sambil mengerdipkan matanya, jawab perempuan cantik itu.
"Tin-hong, mungkin aku hendak mengundurkan diri !" Mendengar
perkataan tersebut, Mao Tin hong segera merasakan
emosinya bergolak, hampir saja dia tak mampu untuk mengendalikan
diri. Tapi sekejap mata kemudian, dia berhasil menenangkan diri, namun
sengaja dengan menunjukkan perasaan emosi yang meluap-luap, dia
berseru.
"Jin Jin. kau . . . . kau,. . . sungguhkah perkataanmu itu ?" Temyata
perempuan itu bernama Jin Jin, sebuah nama yang
sangat indah sekali. Jin-Jin mengerdip genit lalu sahutnya dengan suara
yang sangat
aleman: "Tin hong dahulu aku hendak membunuhmu, bahkan tidak
segan-segan menggunakan ilmu Huan yang soh kut toa hoat untuk
menghadapimu, hendak membinasakan kau, tahukah kau apa sebabnya
?"
Sepasang mata Mao Tin hoog telah berubah menjadi merah, air mata
sudah mengembang dalam kelopak matanya agak terisak sahutnya:
"Aku . . . hingga kini pun aku masih tidak habis mengerti !" Jin Jin
segera menghela napas panjang. "Aaaai... hal ini semua tak lain
karena aku gemas kepadamu.. !" Ucapan tetsebut amat merayu,
amat mempersonakan hati orang,
membuat pendengaran nya serasa tulang belulangnya pada lepas
semua.
Demikian pula halnya dengan Mao Tin hong tapi sekarang hatinya sudah
mendingin dan mengeras seperti baja, hatinya kaku seperti batu karang,
lambungnya seperti bukit salju dan dadanya penuh dengan hawa dingin
yang merasuk tulang.
"Oleh sebab itu, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh rayuan
perempuan cantik itu.
Tapi dia toh berlagak jaga seakan-akan terayu oleh perempuan itu,
mendadak saja dia bangkit berdiri, mukanya, telinganya berubah
menjadi merah, tangan dan kakinya gemetar.
Napasnya memburu. seakan-akan setiap saat hendak menubruk tubuh
Jin-jin, dan menelannya hidup-hidup.
Tapi akhirnya dia hanya melelehkan dua titik air mata, sambil menghela
napas katanya pura-pura:
"Yaa, akupun tahu kalau kau amat benci kepadaku, tapi... tapi mengapa
bisa begitu?"
"Karena kau tidak becus, selalu saja selisih sedikit daripadaku meski
hanya selisih sedikit saja, tapi kau harus tahu, selisih tersebut adalah
begitu menggemaskan begitu menjengkelkan hati."
"Kau bilang, setiap kali berhubungan sudah pasti akan gembira dan
merasa tenang, tetapi justeru karena ketidak becusanmu itu. karena kau
tak man berlatih ilmu Tian im ci sut? akhirnya disaat- saat terakhirku
mendapatkan kegembiraan yang paling top, aku selalu harus kecewa
dan seolah-olah terperosok dalam gudang salju nan dingin, sekali
begitu, dua kali begitu dan selanjutnya begitu terus, aku.... kecuali aku
membencimu, akhirnya aku jadi ingin membunuhmu selain itu, apalagi
yang bisa ku lakukan. Apa lagi?"
Mao Tin hong menghela napsu panjang. "Tegurmu itu memang
tepat, tapi... Jin jin ... mengapa kau tidak
berpikir, pernahkah kau memberi waktu kepadaku agar hatiku menjadi
tenang dan berlatih diri beberapa saat?"
Jin jin segera tertawa cekikikan.
"Buat apa kau harus berkata demikian? Seandainya di kemudian hari
aku tidak merasa kalau diriku pun bersalah, hari ini apa mungkin aku
bersedia datang dari tempat jauh untuk menantikan kedatanganmu di
telaga yang dingin ini?"
Mao Tin hong menundukkan kepalanya rendah-rendah, lalu menghela
napas panjang.
"Terima kasih atas kebaikanmu itu, sayang sekali..." dia sengaja
berhenti berbicara dan menghela napas lagi.
"Sayang apa?" seru Jin Jin dengan tak sabar. Dengan sorot mara
yang murung dan penuh kekesalan Mao Tin
hong melirik sekejap ke arahnya, lalu menjawab. "Jin Jin, tahukah kau
mengapa aku menggunakan tanda
pengenalan untuk mengundang kau bertemu disini kali ini ?" Jin Jin
menggeleng. "Aku toh bukan dewa, darimana bisa tahu?" Ditinjau dari
sikap maupun nada pembicaraan dari Jin Jin, bisa
diketahui kalau perasaan hatinya sekarang adalah luapan emosi yang
sungguh dan tulus.
Sekali lagi Mao Tin hong menundukkan kepalanya rendah- rendah,
lama kemudian dia baru menjawab:
"Sebab pertemuan kali ini adalah pertemuan yang terakhir kalinya untuk
kita suami isteri berdua !"
Paras muka Jin-jin segera berubah hebat sesudah mendengar perkataan
itu, dengan cepat dia melompat bangun dan melayang ke depan, lalu
duduk disisi Mao Tio hong.
Kali ini Mao Tin liong sama sekali tidak bergerak barang sedikitpun jua,
dia hanya melirik sekejap ke arahnya sambil tertawa getir.
"Jin jin" katanya lagi. "Kali ini, sekalipun kau hendak menghadapi diriku
dengan cara yang apa pun, aku tak akan ambil perduli"
Jin jin segera menggenggam tangan Mao Tin hong, lalu digoyangkan
berutang kali, serunya.
"Aku tak akan menghadapimu dengan cars seperti dahulu lagi, tahukah
kau aku berbicara sejujurnya kini, kau lebih hebat daripadaku bayangkan
sendiri, mana aku tega untuk menggunakan cara seperti itu lagi untuk
menghadapi kau ?"
Sekali lagi Mao Tin hong tertawa getir, dia tidak mengucapkan sepatah
kata pun.
Terdengar Jin jin mendesak lebih jauh: "Tin hong, cepat katakan,
mengapa pertemuan kita yang terakhir
kalinya ?" "Pada waktu itu, setelah aku berpisah denganmu, suatu
ketika
aku telah berkenalan dengan seorang she Sun bernama Pak gi.
berhubung banyak hawa murniku yang rusak ditanganmu sehingga
tenaga dalamku maju amat lamban akhirnya aku ketinggalan jauh
dengan kemampuan yang dimiliki sanabatku itu,
"Justru karena alasan ini, lagi lagi aku melakukan suatu kesalahan besar,
watakku makin lama semakin berubah, aku menjadi mendendam
kepadanya sehingga akhirnya membantai seluruh isi keluarganya."
"Dan sekarang, keturunan Sun Pak gi hendak melakukan pembalasan
dendam terhadap dirimu?" seru Jin Jin mendadak.
"Benar, dia sudah datang dan aku pernah berjumpa dengannya,
akupun telah mencoba kepandaian silatnya yang tangguh!"
"Mugkin dia juga lebih tangguh daripada dirimu?" Sekali lagi Mio Tin
hong mengiakan, "BetuI, dia memiliki ilmu Sin
kiam hap it ( pedang dan tubuh berpadu) yang luar biasa sekali,
mungkin tiada manusia Iagi dikolong langit dewasa ini yang mampu
menandingi kelihayannya !"
Jin Jin segera mendengus dingin.
"Hmmm. belum tentu begitu, dia akan mampus bila terperangkap
dalam barisan Toa mi thian hu siu tin ku ..."
Berbicara sampai disini, mendadak perempuan tersebut seperti
menyadari akan sesuatu, segera serunya:
"Tin hong, bukankah kedatanganmu kemari adalah untuk memohon
kepadaku agar mengurungnya dengan mempergunakan ilmu barisan
tersebut..?"
Ternyata Mao Tin hong mengakui secara terus terang. "Benar, aku
memang ingin memohon bantuanmu, sebab cuma
barisan itu saja yang mampu untuk mengurungnya, dan hanya kau
yang mungkin bisa menolongku untuk lolos dari bencana ini!"
"Tin hong, apakah kau tidak merasa terlalu berani untuk mengambil
keputusan tersebut ?"
Mao Tin hong manggut-manggut. "Benar, tapi bagaimanapun juga
kita kan suami isteri, apalagi aku
toh merupakan seorang yang sudah ditakdirkan mati, daripada mati di
ujung pedang Iawan, toh jauh lebih enakan mati di tanganmu sendiri?"
Jin Jin segera berkerut kening. ""Apakah tak bisa dibereskan
persoalannya dengan
mempergunakan cara yang lain." Mao Tin hong menggeleng. "Tak
mungkin, karena persoalannya adalah dendam berdarah,
hutang berdarah dan pembalasan berdarah, maka hanya darah yang
bisa menyelesaikan masalah ini."
Sekali lagi Jin-Jin berpikir sejenak. "Seandainya kukabulkan
permintaanmu itu dan berbaikan
kembali denganmu, bersediakah kau untuk turut aku pulang ke rumah
kita sana.
Mao Tin hong menggeleng. "Keamanan disitu hanya bersifat
sementara saja, masa dia tak
bisa mengejar sampai kesitu?" Jin Jin segera bangkit berdiri, lalu mulai
berjalan mondar mandir
diseputar ruangan. Menggunakan kesempatan disaat perempuan itu
sedang berjalan
mondar mandir itulah, diam-diam Mao Tin boog melepaskan jubah
panjangnya...
Ketika Jin-jin melihat Mao Tin-hong sudah melepaskan jubah
panjangnya itu, tanpa terasa dia bertanya:
"Hai, apa yang hendak kau lakukan ?" Mao Tin hong tertawa getir, "Jin
Jin, marilah, pertemuan kita kali ini adalah pertemuan yang terakhir
kalinya, mungkin kesenangan yang kita lakukan sekarangpun merupakan
kesenangan yang terakhir kalinya, persoalan apapun tak usah
dibicarakan lagi, marilah kita..."
"Tidak" tukas Jin Jin sambil menggelengkan dengan wajah serius, "Tin
hong, sekarang aku sudah benar-benar menganggap dirimu sebagai
suami sendiri, sekalipun perasaan dan sifat kita berbeda pun tak
mungkin bakal terjadi lagi peristiwa yang lalu."
Mao Tin hong segera menggeleng pula, "Tidak mungkin. tak mungkin
bisa kulakukan karena aku adalah orang yang sudah ditakdirkan untuk
mati." katanya seolah putus asa.
Sekali lagi Jin Jin mendengus. "Aku tidak percaya, bila aku tidak
mengijinkan kau untuk mati, siapa mampu untuk membunuhmu?"
Mao Tin hong masih saja menggelengkan kepalanya, cuma kali ini dia
tidak bersuara lagi.
Dengan gembira Jin-Jin berkata lagi: "Tin hong, apakah orang she
Sun itu bakal mencari sampai
disini?"
Mao Tin hong termenung sambil berpikir sejenak, lalu sahutnya sambil
tertawa getir:
"Siapa tahu? Anak muda itu memang memiliki kemampuan yang luar
biasa mengelabuhi dirinya."
Jin-jin segera tertawa. "Sekalipun dia bisa mencari sampai disini, juga
tak mungkin
muncul disaat sekarang, atau sekalipun malam ini dia bisa mencari
sampai disini, rasanya juga tiada sesuatu yang perlu ditakuti."
"Jin-jin" kata Mao Tin hong kemudian "tahukah kau bahwa selama
banyak tahun ini aku terlalu banyak berhutang kepadamu? Tentu saja
aku tidak menyangkal kalau ada sementara waktu akupun merasa amat
mendendam kepadamu, tapi setelah kau menjelaskan alasanmu yang
lalu, aku lantas mengakui bahwa kesemuanya ini sebetulnya merupakan
kesalahanku."
"Tidak" tukas Jin Jin cepat, "Tin hong, ucapanmu memang betul, waktu
itu aku terlampau menyiksa kau, pada hakekatnya sama sekali tidak
memberi kesempatan kepadamu untuk berlatih diri, itu terlampau
mementingkan diriku sendiri."
Pelan-pelan Mao Tin hong mengulurkan tangannya dan memeluk
pinggang Jin Jin, kemudian katanya:
"Sudahlah, jangan berbicara lagi, dalam peristiwa yang lalu kita semua
mempunyai kesalahan, yang sudah lewat biarkan saja lewat!"
Jin Jin tertawa manis, dia lantas bersandar diatas dada Mao Tin hong
sembari berbisik:
"Kau baik sekali, sudah banyak tahun aku tak pernah bersandar diatas
dada yang begini lebar dan berotot, dimasa masa lampau aku selalu
merasa seakan-akan telah kehilangan sesuatu, tetapi sekarang aku baru
mengerti !"
Mao Tin hong turut tertawa, dia memberikan reaksi yang amat mesra
dan hangat.
Serta merta keempat lembar bibir mereka menempel dan berciuman
dengan mesranya.
Dua tubuh itupun menggeliat-geliat seperti dua ekor ular, saling
mengisap dan saling meludah, lama-lama dan lama sekali..
Akhirnya Mao Tin-hong mendapat kesempatan untuk berganti napas,
dia menghela napas panjang:
Jin Jin membetulkan duduknya, lalu katanya. "Coba lihatlah keadaanmu,
baik-baik begini mengapa lagi mesti menghela napas panjang?"
Mao Tin-hong menundukkan kepalanya rendah-rendah. sewaktu
mendongakkan kembali dengan wajah serius sahutnya.
"Jin Jin, benarkah kau bersedia membantuku untuk menghadapi si anak
muda tersebut ?"
Jin Jin mengangguk "Tentu saja. aku bersedia untuk melakukan apa
saja bagimu." katanya.
Ternyata tidak tidak terlintas rasa gembira di atas wajah Mao Tin hong,
kembali ujarnya:
"Jin Jin, aku cukup tahu bagaimanakah perasaan cintamu kepadaku, dan
aku merasa berterima kasih kepadamu, tapi bagaimana pun juga, dalam
peristiwa yang lampau, semuanya merupakan kesalahanku."
"Oleh sebab itu aku merasa bahwa untuk melindungi jiwaku, hal ini
sudah merupakan hal yang lumrah, tapi tidaklah pantas bila kita harus
turun tangan untuk mencelakai si anak muda itu lagi."
Mendengar ucapan tersebut, Jin Jin menjadi kegirangan setengah mati,
serunya tanpa terasa.
"Tin hong, kau benar-benar telah berubah, aku... aku merasa gembira
sekali !"
"Bukankah kaupun telah berubah juga?" kata Mao Tin hong sambil
tersenyum.
"Dahulu aku terlalu tak mengerti urusan, tapi sekarang sudah tidak..."
Mao Tin hong segera menepuk-nepuk bahu Jin Jin, kemudian katanya
lebih jauh:
"Jin Jin, apakah kau telah mengabulkan semua persoalan yang telah
kuucapkan tadi?"
Jin Jin mengangguk. "Tentu saja aku akan mengabulkan
permintaanmu itu, dan sudah
sepantasnya bila mengabulkan permintaanmu tersebut." Mao Tin-hong
tertawa. "Kalau begitu aku harus berterima kasih dulu kepadamu,
kemudian baru memohon suatu hal lagi kepadamu." "Katakanlah, apa
permintaanmu itu?" tanya Jin Jin sambil
bersandar kembali dalam rangkulan Mao Tin hong. "Aku berharap agar
kau sudi memberi petunjuk kepadaku
tentang ilmu Toa-mi thian hun siu tin tersebut !" "Aaah, buat apa kau
mempelajari ilmu tersebut ?" Jin Jin berseru
tertahan. Dengan wajah bersungguh-sungguh Mao Tin hong berkata:
"Jin Jin, aku mempunyai dua alasan., per fama, aku tidak
menginginkan kau yang menampilkan diri untuk bermusuhan dengan
pemuda she Sun tersebut, karena persoalan ini adalah persoalanku
sendiri.
"Ke dua, aku ingin menggunakan sendiri barisan tersebut untuk
mengurungnya, agar dia mengira telah kalah ditanganku dan menyerah
dengan perasaan takluk, sehingga ambisi nya untuk membalas dendam
kepadamu diurungkan.
"Cuma... kau tidak usah kuatir Jin jin. aku tidak ingin mengetahui
rahasia dari ilmu barisan tersebut karena kepandaian itu merupakan
andalanmu, aku tidak lebih hanya ingin mengetahui bagaimana
caranya masuk dan ke luar secara bebas karena hal mana sudah lebih
dari cukup bagi diriku!"
Penjelasan mana segera berhasil memusnahkan kembali rasa curiga
yang baru saja timbul dalam hati Jin Jin, pada hal disinilah letak
kelihayan dari akal muslihat dan kelicikan Mao Tin hong, dia telah
menunggangi ke terus terangan Jin Jin yang sedang di mabuk cinta.
Maka Jin Jin segera bangkit berdiri dan berjalan menuju ketempat
singgasananya, dari suatu tempat disekitar sana dia mengeluarkan kitab
rahasia Toa mi thian hun siu tin tersebut.
Setelah itu sambil melemparkan kitab tadi kehadapan Mao tin hong, dia
berkata:
Periksalah sendiri, pada halaman pertama diterangkan asal mula dari
ilmu barisan tersebut, kemudian cara untuk mengatur ilmu barisan,
sedangkan pada dua halaman yang terakhir tercantum cara untuk
masuk keluar dari barisan tersebut secara leluasa seperti apa yang kau
kehendaki !"
Sambil tersenyum Mao Tin hong manggut-manggut terhadap Jin Jin
sebagai tanda terima kasihnya.
Kemudian ia tidak memperhatikan ke arah Jin Jin lagi, diapun tidak
membuka halaman pertama kitab tersebut, melainkan hanya membuka
pada dua halaman yang terakhir dan memusatkan seluruh perhatiannya
untuk mempelajari semua isi kitab mana.
Jin Jin sendiri, meski sudah hilang rasa curiganya, bukan berarti sama
sekali mengendor kan kewaspadaannya, sekarang dia baru benar-benar
merasa berlega hati, dan sekulum senyuman yang polos segera
tersungging diujung bibirnya.
Jin Jin memang seorang perempuan jalang, dan hal ini tak bakal keliru,
tapi dulunya dia adalah seorang gadis polos yang berhati bajik, justru
salah bertemu orang itulah berakibat dia melakukan hal-hal seperti itu.
Sejak dipaksa untuk meninggalkan perempuan itu, sesungguhnya Mao
Tin hong sudah merasa membenci dirinya sehingga merusak ketulang
sumsum, tapi Mao Tii hong yang memang memahami watak dari Jin Jin
segera melakukan siasat menyiksa diri untuk memancing perempuan
tersebut agar masuk ke dalam perangkap.
Ternyata Jin Jin memang masuk perangkap. Tak selang berapa saat
kemudian, Mao Tin-hong telah menutup
kembali kitab pusaka itu dan disodorkan kembali kehadapan Jin Jin.
kemudian katanya.
"Aku rasa cara itu sudah cukup kupahami, terima kasih banyak atas
kebaikanmu itu."
Jin Jin tertawa. "Simpan saja dalam sakumu, bila adu waktu boleh
kau periksa
sekali lagi dari awal sampai akhir, aku sudah hapal semua itu kitab itu
diluar kepala, bahkan berhasil juga menciptakan banyak perubahan yang
lain, aku sudah tidak membutuhkan kitab itu lagi !"
"Tidak" kata Mao Tin hong dengan wajah serius sembari menggeleng,
"aku bersumpah tak akan memeriksa kitab pusaka itu lagi !"
"Mengapa begitu?" tanya Jin Jin dengan kening berkerut. Mao Tin
hong hanya tersenyum sambil menggeleng, mulutnya
membungkam dalam seribu bahasa, kitab tersebut segera disodorkan
kembali kedalam pangkuan Jin Jin.
Sikap maupun tindak tanduknya yang gagah dan hangat ini. segera
membuat Jin Jin merasa gembira sekali.
Baru saja dia menyimpan kembali kitab pusaka itu, Mao Tin hong telah
memeluknya sambil berbisik:
"Jin Jin, aku... aku... ingin..." Merah jengah selembar wajah Jin Jin,
ucapan tersebut kontan
saja membuat seluruh tubuh perempuan itu menjadi lemas,
dia
segera menyandarkan kepalanya diatas dada Mao Tin hong dan
merintih lirih.
Dengan lembut dan metra Mao Tin hong membaringkan tubuh Jin jin
diatas permadani yang tebal, kasur untuk duduk dijadikan sebagai
bantal merekapun berbaring sambil ber pelukan.
Mao Tin hong segera menfaatkan kesempatan itu untuk mulai
menggerayangi seluruh bagian rahasia dari tubuh si perempuan cantik
itu.
Mendadak Jin Jin berseru tertahan, "Aduh celaka, hampir saja aku
membuat suatu kesalahan besar !"
"Kesalahan apa?" tanya Mao Tin hong dengan paras muka berubah
sangat hebat.
"Aku ingin bertanya kepada mu, apa hubunganmu dengan pengiringmu
itu..?"
Mao Tin-hong menghela napas panjang. "Terus terang saja
kukatakan, dia adakah piauko ku, aku bisa
berubah menjadi seperti ini, delapan puluh persen gara-gara menuruti
kata-kata jahatnya cuma..."
Berkilat sepasang mata Jin Jin, segera selanya: "Tin-hong, bukankah
dikemudian hari kita akan menjadi orang
baik...?" "Kau tak usah kuatir, aku bersumpah akan..." Jin Jin segera
menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tak usah bersumpah, aku
mempercayai perkataanmu itu!"
tukasnya. Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya Iagi. "Tapi aku
rasa piauko mu itu benar-benar merupakan seorang
manusia jahat sekali..." Mao Tin hong segera
menghela napas panjang.
"Aaai aku tahu kalau dia jahat, tapi apa dayaku?" keluhnya dengan
sedih.
Jin-Jin segera tertawa manis. "Masih ingatkah kau dengan inang
pengasuh ku dulu?" "Tentu saja masih ingat, masa dia masih hidup?"
Jin jin menggeleng. "Sudah mati, cuma dia mempunyai seorang anak
gadis yang
tetap berada disisiku." Mao Tin hong yang cerdik segera berseru.
"Apakah orang itu adalah si nona yang memberi laporan tadi?" "Yaa,
betul, memang dia, ia memberitahukan kepadaku kalau kau
pernah mewariskan ilmu Hong tee-soh cut sinkang kepadanya sebagai
imbalan karena kau membawa pengiringmu benarkah demikian?"
Mao Tin hong segera tertawa jengah, "Maafkanlan daku Jin jin. aku
harus berbuat demikian."
Jin jin segera melemparkan sebuah kerlingan kearah Mao Tin hong,
kemudian serunya:
"Aku tahu, pada walau itu kau memang harus bersikap sangat
berhati-hati..."
"Tidak" Mao Tin hong menggeleng "piauko kulah yang memaksa aku
berbuat demikian..."
Jin Jin segera mencegahnya untuk berkata lebih jauh tukasnya. "Tin
hong, aku ingin bertanya kepada mu, mati hidup piauko mu
itu apakah..." "Aku merasa tak tega untuk turun tangan sendiri terhadap
dirinya" sela Mao Tin hong cepat, "seandainya ada orang yang bisa
mewakili aku untuk menyingkirkan dia, berbicara soal perasaan, aku
akan berterima kasih sekali terhadap orang ini."
Jin Jin mencibirkan bibirnya dan tertawa. "Tin hong terlepas apapun
yang kau ucapkan, orang itu adalah
piauko mu. Begini saja, asalkan dia tidak menaruh niat jahat terlebih
dulu, aku akan mengampuni jiwanya..."
Tanpa terasa Mao Tin hong segera bertanya. "Niat jahat apakah yang
timbul di dalam hatinya?" Jin Jin segera mcndengus. "Hmm, bila
dugaanku tidak salah, dia telah tertarik oleh
kecantikan Bi-kui (si Mawar) bahkan menaruh maksud jelek, justeru
dialah yang hendak memanfaatkan ilmu Hwe-tee-soh-cut tayhoat
tersebut untuk menghisap sari hawa im dari dalam tubuh si mawar !"
Mao Tin-hong segera berlagak seolah-olah terperanjat, "Aduh celaka,
kalau begitu cepat beritahu kepada si mawar, sekarang mereka berdua
justeru sedang berada bersama-sama."
Jin Jin segera mengerling sekejap ke arah Mao Tin hong, lalu ujarnya
pelan:
"Apa tidak terlambat bila diberitahu pada saat ini ? sekarang mereka
berdua sedang mencoba untuk mempraktekkan pekerjaan yang menarik
hati itu, mari kita saksikan bersama, coba kita lihat bagaimanakah
watak dari piauko mu itu !"
"Apakah tak terlalu terlambat untuk mencegah mereka ?" tanya Mao
Tin hong.
Jin Jin menggeleng. "Mereka toh bukan laki perempuan biasa,
sekalipun
permainannya berhenti sampai ditengah jalanpun tidak menjadi soal,
tapi sekarang mereka sedang bersenggama dengan saling mengisap
tenaga murni masing-masing, apabila sampai kaget, bisa jadi akan
berakibat jalan api meruju neraka!"
"Aaai... kalau begitu, akulah yang mencelakai jiwa sibunga mawar!" kata
Mao Tin hong sambil menghela napas panjang.
Kembali Jin jin tertawa "Belum tentu, seandainya piauko mu telah
mempunyai niat jahat,
mungkin akibatnya sukar dilukiskan dengan kara-kata, sekarang coba
bantulah tekanlah tombol dibawah meja sebelah kanan sana!"
"Untuk apa?" tanya Mao Tin hong dengan perasaan tidak habis
mengerti. Jin Jin tertawa.
"Tak usah bertanya, asal tekan saja tombol tersebut, dengan sendirinya
kau akan tahu apa gerangan yang bakal terjadi!"
Mao Tin hong menurut dan segera mencari tombol rahasia tersebut,
kemudian menekannya.
Disaat ia bangkit berdiri tadi, entah sejak kapan Jin Jin telah
melepaskan gaun panjang serta pakaian luarnya yang berwarna merah.
Ternyata dibalik pakaian tadi, perempuan tersebut sama sekali tidak
mengenakan apa-apa lagi, jadi dia berada dalam keadaan telanjang.
Potongan badannya yang indah dan menggiurkan ini tak pernah
dilupakan Mao Tin hong selama ini, tanpa terasa lagi dia menelan air
liur, sementara dari balik matanya terpancar keluar hawa napsu birahi
yang menyata-nyala.
Pada saat itulah, terdengar suara berisik dan meja itu telah bergeser
kesamping sehingga di tengah ruangan itu muncul sebuah kaca yang
lebar.
Diatas kaca tadi terbias bayangan manusia, ternyata mereka adalah
sepasang lelaki perempuan dalam keadaan telanjang bulat.
Yang bukan lain adalah pengiringnya, bajingan she Kwa, sedangkan
yang perempuan sibunga mawar.
Waktu itu, kedua orang lelaki perempuan itu sedang bertumpang tindih
dengan hebatnya.
Sibunga mawar sedang menggoyangkan pinggulnya meliuk kemana
kemari bagaikan orang kalap, sedangkan Kwa Cun seng seperti seekor
harimau ganas menyerang dengan sangat hebatnya.
Semua kejadian dan pemandangan yang tertera didepan mata itu,
kontan saja menimbulkan rangsangan dan gejolak birahi dalam dada
Mao Tin-hong. Apalagi disisi telinganya terdengar suara bisikkan Jin Jin
yang lemah lembut, meski sorot mata Mao Tin-hong tak pernah berpisah
dari balik kaca tersebut, tangannyapun tak pernah berhenti
menggerayangi bagian-bagian terahasia ditubuh Jin Jin.
Tak selang berapa saat kemudian, mereka berdua pun.... oooo O-de-O
ooco WALAUPUN Mao Tin-hong sedang bekerja keras untuk
melakukan pertempuran, namun ia tak pernah melupakan semua
rencana busuknya, ketika matanya melirik sekali lagi kearah cermin,
paras mukanya segera berubah, peluh sebesar kacang kedelai pun
jatuh bercucuran dengan amat derasnya.
Kalau dilihat dari apa yang terpampang dari cermin, rupanya Kwa
Cun-seng sedang mempergunakan Hong-tee-soh-cut tayhoat untuk
membuat si bunga mawar menjadi kalap.
Bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung beberapa saat lagi, dalam
keadaan tanpa sadar si Bunga mawar tak akan mampu untuk
mengendalikan gejolak aneh yang membara dalam dadanya itu
sehingga tanpa sadar akan memuntahkan sendiri seluruh hawa
murninya.
Perasaan seperti ini sudah pernah dirasakan sendiri oleh Mao Tin hong
dimasa lalu.
Kenikmatan dan kegembiraannya. pada waktu itu tak mungkin bisa
dibandingkan dengan kenikmatan apapun yang lain didunia ini.
Akan tetapi disaat kenikmatan tersebut sudah mendekati akhir, maka
sebagai gantinya dia akan kehilangan selembar nyawa, dahulu disaat
yang terakhir inilah Mao Tin hong segera menyadari kesilafannya itu dan
segera mengendalikan diri, sehingga walaupun hawa murninya sudah
ditumpahkan keluar namun tenaga dalam nya tidak sampai lenyap.
Dan sekarang Mao Tin hong sudah dapat melihat, dalam saat- saat
itulah si bunga mawar akan kehabisan tenaga murni, diapun bakal mati.
Menyaksikan semua rencana busuknya satu persatu berhasil dengan
sukses itulah, dia sengaja berubah wajah untuk menenteramkan hati Jin
Jin.
BetuI juga, ketika Jin Jin menyaksikan Mao Tin hong menunjukkan rasa
gelisah untuk keselamatan jiwa sibunga mawar, tiba-tiba ia tertawa
cekikikan.
Mendengar suara cekikikan tersebut tanpa terasa Mao Tin hong
bertanya.
"Bajingan keparat itu akan segera berhasil dengan niat busuknya,
sekarang bukannya kau berusaha untuk menolong si bunga mawar,
sebaliknya malah tertawa, aku benar-benar tidak habis mengerti apa
maksud hatimu sebenarnya?"
Jin Jin mendengus. "Tin Hong, kau toh sudah menyaksikan dengan
mata kepala
sendiri, sekarang aku ingin bertanya kepadamu, seandainya aku ingin
membunuh manusia seperti piaukomu itu, menurut pendapatmu
pantaskah kulakukan hal mana?"
"Dia berani berbuat sewenang-wenang, tentu saja pantas menerima
hukuman tersebut !"
"Bagus sekali, kalau begitu mari kita beristirahat sebentar dalam
keadaan begini, coba kita saksikan bagaimana akhirnya?"
Tergerak hati Mao Tin hong setelah mendengar perkataan itu, serunya
kemudian.
"Buat apa kita mesti menyaksikan akibat dari peristiwa tersebut ? Si
bunga mawat akan kehilangan hawa murninya dan mati secara
mengenaskan..."
"Huuuh, enak betul kalau berpikir, si bunga mawar adalah orang
kepercayaanku, masa aku tega membiarkan dia mati ? Terus terang
saja kukatakan sesungguhnya piaukomu itulah yang sudah hampir
mampus..."
Mendengar perkataan itu. Mao Tin-hong baru benar-benar merasa
terperanjat, serunya:
"Jin jin, kau jangan membandingkan diriku yang kena kau tipu tempo
hari."
Jin jin tertawa merdu. "Aku mengerti, kali ini kau memang tidak
bermaksud, tapi piauko
mu yang justru punya maksud jahat sehingga tertipu oleh tipu muslihat
sendiri, apakah kau tidak mengerti apa yang menjadi tandingan dari
ilmu Hong teo soh-cut tersebut ?"
Mao Tin-hong segera merasakan hatinya amat terkesiap. Apakab
selama beberapa tahun ini kau telah berhasil menguasai
ilmu Sik Huay hoat (ilmu perempuan batu)?" Jin Jin segera tertawa
terkekeh-kekeh. "Bukan cuma Sik-h tay hoat saja, bahkan aku pun
dapat
menggeserkan posisi jalan darah, bayangkan saja, kalau piauko mu itu
tak mampu berhubungan Iangsung dengan hawa Im, bagaimana
mungkin dia akan berhasil dengan niat jahatnya ?"
Mendengar penjelasan mana, Mao'Tin hong segera berpekik:
"Oooh... sungguh beruntung!" sebenarnya dalam rencana semula
dia menganggap sudah tidak membutuhkan Jin Jin lagi setelah dia
berhasil mengetahui bagaimana cara untuk masuk keluar dari
barisan Toa mi thian slu hun tin tersebut serta tempat menyimpan kitab
pusaka itu.
Maka dia pun bermaksud menggunakan kesempatan dikala mengadakan
hubungan senggama nanti, seperti apa yang pernah dialami dulu,
diam-diam dia akan menggunakan ilmu Hong tee soh cut untuk
menghisap hawa murni Jin Jin sehingga perempuan itu mampus
Tapi sekarang sekarang, dia baru merasa bersyukur karena ia tidak
bertindak secara gegabah, kalau tidak, bisa jadi ia sudah mampus dalam
melaksanakan permainan menuju kesorga dunia itu.
Berpikir sampai disini, dia segera memperlihatkan sikap yang amat
gembira, serunya sambil tertawa:
"Bagus sekali kalau begitu!" Jin jin berpaling dan memandang
kearahnya lalu serunya: "Apakah kau tidak merasa beriba hati
menyaksikan kematian dari
piauko mu itu?" Mao Tin hong menggeleng. "Jin Jin merupakan
kebalikannya, demi ketenanganku di
kemudian hari serta ketenangan dunia persilatan dimasa mendatang, dia
memang lebih baik mati daripada hidup, oleh sebab itu aku..."
Mendadak ucapannya terpotong oleh adegan yang muncul dari balik
cermin tersebut.
Rupanya adegan pertempuran yang muncul dari balik cermin itu sudah
menunjukkan perkembangan lebih jauh.
Si bunga mawar yang tadi masih bergoyang pinggul seperti orang kalap
itu sekarang nampak jauh lebih tenang, sebaliknya terhadap dirinya Kwa
Cun seng kini justeru telah berubah hebat, selembar wajahnya berobah
menjadi merah padam seperti buah apel yang sudah matang.
Ketika ia memperhatikan lebih jauh, maka tampaklah tubuh kedua
orang itu dari batas pinggang keatas saling menempel satu sama lain.
Tidak, atau lebih tepatnya adalah Kwa Cun-seng sudah kehabisan
tenaga dan lelah setengah mati sehingga tak mampu lagi untuk
mempertahankan berat badannya.
Yang lebih aneh lagi adalah keadaan Kwa Cun seng yang sebenarnya
sudah ibarat ikan yang terpancing dan tinggal menunggu saat
kematiannya, namun ia seperti tidak menyadari ikan hal itu, ia masih
saja menelan dan melalap perempuan cantik itu dengan rakus dan...
Tentu saja keadaannya saat ini sudah terperangkap sama sekali dan tak
mungkin bisa lolos, kendatipun dia ingin melepaskan diripun, sama saja
akan menemui jalan kematian, memang hal inilah yang menjadi alasan
Kwa Cun-seng mengapa dia "mati pun mati romantis",
Agaknya Mao Tin-hong sudah dapat menyaksikan kesemuanya itu
dengan jelas, sambil bersandar di tubuh Jin Jin, katanya dengan tak
bertenaga.
"Singkirkan cermin tersebut, aku sudah tak tega untuk memandang lebih
jauh !"
Sewaktu dia mengucapkan kata-kata itu, situasi kembali terjadi
perubahan.
Rupanya pada saat itu Jin Jin pun dipengaruhi oleh perasaan tak tega,
mendadak ia menekan sebuah tombol dan berseru.
"Hei budak, sudah cukup, enyahkan saja dia dari sini, jangan kau kotori
perahu ku ini !"
Sembari berkata, cermin itu segera menutup kembali, Tapi saat itulah
terdengar si bunga mawar sedang berseru: "Hujin, sudah terlambat...
dia... dia telah mengotori perahu
kita..."
"Budak setan" bentak Jin Jin keras keras, "biarkan dia hidup dan hantar
dia pergi, kemudian datang kemari untuk melayani tuan kita"
"Tuan kita ? Hujin apakah kau lupa..." "Tutup muIut" bentak Jin Jin
dengan penuh kegusaran, "makin
lama kau semakin tak tahu diri !" Suasana menjadi hening untuk
sementara dan tidak terdengar
suara jawaban lagi, "Memanfaatkan kesempatan tersebut. Mao Tin
hong segera berkata dengan nada menyesal: "Jin Jin, tampaknya
perempuan yang belum pernah kujumpai inipun menaruh perasaan
benci kepadaku ?"
"Tin-hong..." kata Jin Jin sambil memeluknya erat-erat. "anak kecil tak
tahu urusan, harap kau jangan masukkan ucapkan tersebut dalam hati
kecilmu !"
Mao Tin hong tertawa getir. "Jin Jin, apakah kau tidak melihat
keadaan kita sekarang, kau
suruh dia datang kemari..." Sambil tersenyum Jin Jin segera
mendorong tubuh Mao Tin hong,
kemudian katanya: "Hampir saja aku lupa akan hal ini, cepat lah
kenakan kembali
pakaianmu..!" "Memakai baju ?" seperti ada maksud tertentu Mao Tin
hong
berseru, "apakah kita tidak..." Jinjin segera menowel pipi Mao Tin hong
seraya berseru: "Anak bodoh, kau anggap aku tidak mengetahui akan
maksud
hatimu itu ? Tapi setelah menyaksikan adegan yang mengesankan tadi,
siapa lagi yang berniat untuk mencari kesenangan? Sudahlah, ayo
cepat mengenakan kembali pakaianmu !"
Mao Tin hong tertawa getir. "Semakin baik hatimu kepadaku, aku
jadi semakin menyesali
perbuatanku dahulu atas diri mu !"
Jin jin mengerling mesra ke arahnya lalu berseru: "Sudah cukup.
kalau berbicara kelewat banyak, jangan salahkan
kalau aku akan menaruh curiga lagi atas dirimu !" Mao Tin hong
tertawa dan tidak berbicara lagi, dengan cepat dia
mengenakan kembali pakaiannya. Jm jinpun mengenakan kembali
pakaiannya kemudian mengatur
segala sesuatunya menjadi seperti semula. Tak selang berapa saat
kemudian, pintu kristal disebelah kanan
sudah dibuka orang, si Bunga mawar cantik pun dengan muka merah
bercahaya rapi menatap wajah Mio Ting-hong berulang kali.
Mao Tin-bong memang pandai bersandiwara dia segera menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
"Hujin..." seru si bonga mawar Tapi belum selesai perkataan tersebut
diutarakan, Jin Jm telah menukas dengan cepat.
"Coba kau lihat keadaanmu si budak, makin lama semakin tak genah
saja, rambut belum lagi disisir sudah masuk kemari, ayo cepat pergi
membersihkan badan lebih dulu, mana orang itu ?" Si Mawar tertawa
manis.
"Hujin, aku sudah menyuruh Kim Ji-nio untuk menghantarkan orang itu
naik ke daratan"
"la masih bisa berjalan ?" tanyanya, Si bunga mawar segera
tertawa cekikikan "jalannya sih masih
bisa berjalan, tapi keadaannya menggelikan sekali, macam... hiiih hiiiih,
hiiiih...."
Dayang itu segera tertawa terpingkal-pingkal seperti menyaksikan sesuatu
yang amat lucu.
Jin-jin melirik sekejap kearah Mao Tin hong yang duduk menunduk dan
membungkam dalam seribu bahasa, kemudian bentaknya keras-keras.
"Benar-benar tak tahu malu, ayo cepat pergi dan segera kembali kesini."
Sambil tertawa si bunga mawar mengiakan dia berlalu dari situ,
sebelum pergi, dia masih sempat berpaling dan melotot sekejap kearah
Mao Tin hong.
Agaknya Mao Tin hong ada niat untuk menyuruh si bunga mawar
mendengar perkataan maka sebelum pintu kristal tersebut menutup
kembali, dia sudah menghela napas dan berkata kepada Jin-Jin:
"Nampaknya bocah itu amat setia kepadamu!"
Tampaknya Jin-jin dapat menangkap maksud dari Mao Tin hong, maka
sahutnya sambil tertawa:
"Kalau dibicarakan yang sebenarnya, mungkin kau tak percaya,
hubunganku dengannya erat bagai kakak terhadap adik !" berbicara
sampai disitu, Jin-Jin memandang sekejap kearah Mao Tin hong
kemudian mengerling ke arah pintu.
Disisi pintu kristal nampak masih ada sedikit celah yang kecil, pintu itu
belum tertutup rapat. Mao Tin hong segera berpaling ke arah Jin-jin,
kemudian kedua orang itu saling berpandangan sekejap dan tersenyum.
Kalau ucapan yang diutarakan secara terang terangan belum tentu
benar, maka orang bilang Kata-kata yang diutarakan dibelakang mereka
yang bersangkutan tentulah kata-kata yang sebetulnya.
Maka si bunga mawar yang menyadap pembicaraan tersebut dari balik
pintu benar-benar masuk perangkap.
Mao Tin hong memang ada niat untuk membaiki si Bunga mawar, maka
Jin jin yang mengetahui akan rial ini segera menambahi dengan
beberapa patah kata, hal tersebut kontan saja membuat si bunga mawar
menjadi kegirangan setengah mati.
Tak selang beberapa saat kemudian, si bunga mawar telah muncul
kembali, bukan saja rambutnya telah disisir dengan rapih, diapun sudah
berganti pakaian baru.
Saat itulah Jin jin baru menggapai kearah si bunga mawar sembari
berkata:
"Hei budak, kemarilah dan jumpai toaya !" "Hujin, apakah harus
memberi hormat?" seru si bunga mawar. Jin jin segera melotot besar.
"Kalau tidak demikian, buat apa aku suruh kau memberi
hormat?" tegurnya. Dengan perasaan apa boleh buat si bunga mawar
segera maju
kedepan dan memberi hormat kepada Mao Tin hong, katanya: "Toaya Bi
kui memberi hormat untuk kau orang tua." Mao Tin hong segera
mengulapkan tangannya seraya berseru: "Bunga mawar, hujin sudah
banyak membicarakan tentang
dirimu, selanjutnya kita adalah sekeluarga dan kaupun tak usah banyak
adat lagi, cara seperti ini hanya akan membuat hatiku merasa tidak
tenteram saja."
Ucapan yaag terakhir itu sengaja di ucapkan oleh Mao Tin hong yang
licik untuk menarik simpatik orang.
Didalam waktu yang amat singkat inilah dia telah berhasil meraba
watak dari perempuan tersebut dan dia tahu bahwa ucapan yang
terakhir ini pasti akan menimbulkan reaksi dari si mawar cantik ini.
Padshal dia justeru hendak menggunakan cara itu untuk menunjukkan
bahwa ia menyesal.
Benar juga si bunga mawar segera masuk perangkap, dengan cepat
perempuan itu berseru:
"Tuan mengapa kau berkata begitu, setiap rumah tangga mempunyi
aturan rumah tangga yang berbeda, Bi kui tak terani membangkangnya,
asalkan tuan juga tidak melakukan permainan gila lagi, sudah barang
tentu akupun akan melayani kau sebagaimana mestinya." katanya.
Dengan perasaan malu Mao Tin hong segera
manggut-manggut.
"Benar juga perkataanmu itu, selanjutnya kita adalah anggota
sekeluarga mari kita bertindak menurut perasan liang sim masing
masing."
Si bunga mawar seperti hendak mengucapkan sesuatu lagi, tapi Jin Jin
segera menukas.
"Cukup, sekarang kau boleh menitahkan kepada Ji-nio untuk
menyiapkan hidangan, ayo cepat !" katanya.
Si bunga mawar mengiakan, sambil tersenyum dia lantas berlalu dari
situ.
Menggunakan kesempatan tersebut Mao Tin hong segera mendekati Jin
Jin dan mengambil cawan arak yang beIum diminum tadi, sambil
mengangkat cawannya ia berkata lembut:
"Jin jin, mari kuhormati secawan arak ini untukmu sebagai
kenang-kenangan untuk kejadian hari ini."
Selesai berkata, tidak menunggu dicegah oleh Jm jin lagi, dia segera
meneguk habis isi cawan tersebut.
Dengan gugup si Jin-jin berseru. "Mengapa sih kau ini? Toh sudah
kau ketahui bahwa arak
tersebut ada racunnya? Mengapa kau memaksakan diri untuk
meneguknya?"
"Inilah hukuman yang paling setimpal bagiku atas kesalahan yang telah
kuperbuat!" jawab Mao Tin hong sambil tertawa getir.
Jin jin mendengus dingin, ternyata diapun mengangkat cawannya dan
meneguk pula isi cawan tersebut sampai kering.
Menyaksikan hal ini, Mao Tin-hong kembali menghela napas panjang.
"Aaai Jin-jin, mengapa kau harus nekad berbuat demikian ?"
Jin jin segera tertawa.
"Apakah kan lupa bahwa akupun pantas dihukum ? Dengan begitu baru
adil namanya, nah sekarang mari kita menelan obat penawar racunnya
!"
Akhirnya setiap orang menelan sebutir pil penawar tersebut bahkan
kedua duanya sama-sama menderita.
Sepintas Ialu, kejadian ini nampaknya hanya suatu peristiwa yang
berlebih-lebihan dan sama sekali tak ada artinya padahal bukan
demikian kenyataannya.
Mengapa bukan demikian? HaI ini baru akan terjawab diakhir dari kisah
tersebut.
Selang berapa saat kemudian, si Bunga mawar telah muncul
menghidangkan sayur dan arak dan melayani mereka berdua mengisi
perut.
oooOdeOooo FAJAR menyingsing, Thio Yok sim, Kang Tat dan Cukat
Tan yang
berada diperahu loteng belum juga nampak Mao Tin hong balik kembali,
mereka pun tidak melihat Kwa Cun-seng kembali pula ke perahu loteng
tersebut.
Thio Yok-sim sudah menduga kalau persoalannya agak kurang beres,
maka kepada Kang Tat dan Cukat Tan segera katanya:
"Aku rasa sudah pasti telah terjadi peristiwa, perahu ini tak bisa
dipertahankan terus, lebih baik kita turun ke darat saja !"
"Seandainya situa bangka itu mendadak kembali?" bisik Kang Tat
dengan perasaan kuatir.
"Tak menjadi soal, sewaktu meninggalkan perahu tak usah
meninggalkan pesan apa-apa, sekembalinya nanti baru memberi
jawaban sesuai dengan situasi dan kondisi.
Cukat Tan termenung beberapa saat Iamanya, kemudian berseru:
"Eeeh, tunggu dulu, aku merasa heran, sebenarnya situa bangka itu
telah pergi kemana..."
"Bagaimana juga, dia baru bisa di temukan bila kita sudah turun dari
perahu ini, di atas perahu..."
Baru saja berbicara sampai disitu, mendadak terdengar ada orang
mengetuk pintu, menyusul kemudian pintu ruangan dibuka orang.
Salah seorang diantar dua orang anggota perkumpulan yang bertugas
daIam ruangan itu sudah melangkah masuk ke dalam. kemudian sambil
menjura katanya.
"Hamba mendapat perintah dari Tiancu nomor satu untuk mengundang
Tiancu bertiga membicarakan sesuatu dalam ruang rahasia"
Thio Yok sim menjadi tertegun, kemudian serunya. "Jadi Tiancu
nomor satu telah kembali?" "Benar, baru saja kembali." jawab orang
itu dengan sikap yang
sangat menghormat. Cukat Tan sengaja mendengus, lalu serunya. "Kau
kembali dan
mengatakan kepada Tiancu nomor satu, kalau lohu sekalian akan
menantikan kedatangannya disini !"
Baru saja perkataan tersebut diutarakan mendadak Cukat Tan teringat
akan satu hal, dia segera bertanya.
"Apakah majikan ikut kembali ?" Orang itu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Hanya Tianeu nomor satu seorang diri yang
kembali keatas
perahu " sahutnya cepat. Kang Tat menjadi keheranan setelah
mendengar perkataan itu,
kembali tanyanya:
"Apakab Tiancu kalian sudah tahu kalau lohu sekalian menjatuhkan
hukuman mati kepada wakil Cay-cu ?"
"Hamba kurang begitu tahu, hamba tidak mengerti apakah Tiancu
nomor satu sudah mendengar kabar tentang hal ini atau belum."
Thio Yok sim segera mendengus. "Baik, kalau begitu sampaikan saja
seperti apa yang telah
kukatakan tadi, suruh Tiancu nomor satu yang datang kemari untuk
berbincang-bincang dengan kami."
Namun orang itu sama sekali tidak menjadi gugup, kembali ujarnya
dengan hormat:
"Lapor kepada Tiancu sekalian, Tiancu nomor satu tak dapat datang
kemari !"
"Tak dapat datang kemari", keempat patah kata itu kontan saja
membangkitkan amarah bagi Cukat Tan, ia segera membentak keras:
"Apakah sepasang kakinya sudah putus !" Siapa tahu perkataan
tersebut segera memancing datangnya
jawaban dari orang, tadi, sahutnya: "Tiancu nomor satu tidak
kehilangan sepasang kakinya, namun
dia sudah tak mampu berjalan lagi, seluruh tubuhnya menjadi lemas
dan bicaranya tidak bertenaga lagi, ketika sampai di bawah perahu tadi,
hamba sekalianlah yang membopongnya naik."
Paras muka Thio Yok Sim segera berobah hebat setelah mendengar
perkataan itu, tanpa terasa dia memandang sekejap kearah Cukat Tan
serta Kang Tat.
Sekalipun raut wajah mereka bertiga ditutup dengan kain kerudung
putih, namun masing-masing pihak dapat memahami perasaan dari
rekan-rekan lainnya.
-ooo0dw0oooJilid
36
MEREKA telah salah menyangka, mereka mengira Kwa Cun-seng dan
Mao Tin-hong telah bertemu dengan Sun Tiong-lo.
Oleh sebab itu, setelah Thio Yok sim memandang sekejap ke arah Cukat
Tan dan Kang Tat, dia lantas bertanya:
"Sebenarnya apa yang telah terjadi ?" "Bagaimanakah keadaan yang
sebenarnya hamba sendiripun
kurang tahu, oleb sebab itu dipersilahkan Tiancu sekalian berkunjung
kedalam ruang rahasia"
Cukat Tan segera bangkit berdiri, kepada Kang Tat dan Thio Yok sim
katanya:
"Kalau msmang begitu, mari kita berangkat kesitu untuk menengok
keadaannya."
Sementara berbicara, dia lantas mengulapkan tangannya dan
menitahkan orang itu untuk berjalan lebih dahulu sebagai petunjuk
jalan, yang dimaksudkan sebagai Ruang rahasia adalah ruangan paling
atas dari perahu loteng tersebut, bila mereka berada disitu, maka semua
pemandangan disekitar sana dapat terlihat jelas, apalagi bila ada orang
yang mencoba untuk mendekati perahu, dengan jelas jejak mereka akan
terlihat.
"Ruang rahasia" itu melupakan sebuah ruangan yang besar dengan
daun jendela yang besar pula, setelah masuk ke dalam pintu, mereka
segera menyaksikan Kwa Cun-seng sedang duduk diatas pembaringan
bersandar padi dinding ruangan.
Paras muka Kwa Cun seng ditutupi pula dengan selembar kain
kerudung. tatkala melihat Thio Yok-sim sekalian bertiga berjalan masuk
dia segera menggerakkan badannya seperti hendak duduk, namun dia
tak mampu untuk berbuat begitu.
Cukat Tan yarg menyaksikan keadaan tersebut segera maju
menyongsong ke depan sambil berseru.
"Terhadap orang sendiri tak usah sungkan-sungkan, berbaring saja di
tempatmu semula."
Sebaliknya Kang Tat segera berpaling kepada petunjuk jalan tadi
sembari memerintahkan.
”Turunkan perintah agar segenap anggota yang ada dalam perahu
meningkatkan kewaspadaannya, siapapun dilarang masuk ke tempat ini
sebelum memperoleh panggilan !"
Orang itu mengiakan dan segera berlalu. Kang Tat pun segera
menutup pintu rapat -rapat. Dalam pada itu, Thio Yoksim telah maju
ke depan menghampiri
pembaringan kemudian tegurnya: "Sebetulnya apa yang telah terjadi ?
Apakah Tiancu telah
bertemu dengan musuh tangguh?" "Aaai... tak akan habis diceritakan
dalam waktu singkat" jawab
Kwa Cun seng dengan suara lemas seperti tak bertenaga, "tolong para
Tiancu sudi membimbingku untuk duduk sebelum pembicaraan
dimulai..."
Cukat Tan segera membimbing Kwa Cun-seng untuk duduk bersandar
pada dinding, lalu katanya.
"Tiancu, dimana majikan sekarang ?" Kwa Cun-seng menghela napas
panjang, "Sekarang, majikan
sedang terjebak..." Kang Tat sengaja menjerit kaget, kemudian
teriaknya. "Apa? Dengan kepandaian silat yang dimiliki majikan,
bagaimana
mungkin dia bisa tersekap ?” Thio Yok sim juga berlagak menjerit
kaget: "Da terjebak dimana ? Berapa banyakkah jago lihay dari pihak
lawan yang telan menjebaknya?"
Dengan cepat Kwa Cun-seng menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya pelan:
"Harap kalian bertiga jangan cemas, walau pun majikan terkurung
namun untuk beberapa saat tak akan sampai membahayakan jiwanya,
sebab pihak lawan bukan bertujuan untuk membunuh- majikkan,
melainkan..."
"Tiancu, harap kau utarakan saja hal hal yang penting dengan kata
paling ringkas!" tukas Cukat Tan cepat.
Dengan lemah dan napas tersengal-sengal. Kwa Cun-seng
menyahut: "Pada jarak beberapa li disebelah kanan petahu kita
sekarang,
berlabuh sebuah perahu itulah majikan terkurung." "Oooh, lantas
berapa banyakkah jago lihay yang berada diatas
perahu tersebut?" tanya Thio Yok sim. "Isi perahu itu semuanya adalah
kaum wanita, jumlah nya tidak
jelas tapi dipimpin oleh seseorang yang dipanggil dengan sebutan "hu
Jin", mereka tak lain adalah kawanan penjahat dari perkumpulan Hu ho
kau yang sudah sering melakukan banyak kejahatan semenjak puluhan
tahun berselang."
Tergerak hati Kang Tat setelah mendengar perkataan itu, serunya cepat.
"Jadi mereka adalah sisa-sisa dari kekuatan Hu hoa kau..?" Dengan
lemas tak bertenaga Kwa Cun seng mengangguk. "Betul, mereka
adalah sisa-sisa penjahat yang berhasil lolos dan
kabur dari kepungan para jago dari perbagai perguruan dibukit Thi Hud
nio tempo dulu, bahkan dialah yang menjadi kaucu dari Hu hoa kau
pada saat ini!"
Kang Tat termenung beberapa saat lamanya, kemudian kembali dia
bertanya:
"Darimana Tiancu bisa tahu kalau dia adalah bekas anggota
perkumpulan Hu hoa kau !"
"Majikan yang berkata demikian, jadi aku duga tak mungkin bakal salah
lagi !"
"Tahukah kau, apa yang hendak dilakukan majikan dengan mengunjungi
perahu besar itu?" tanya Thio Yok sim lebih lanjut.
Tentu saja Kwa Cun seng tahu namun dia tak dapat berterus terang,
maka sembari menggeleng sahutnya:
"Majikan tidak mengungkap alasannya, sudah barang tentu aku tak
berani banyak bertanya!"
"Apa yang terjadi setibanya diatas perahu besar tersebut?" Cukat Tan
bertanya kemudian.
"Majikan diundang masuk ke ruang dalam, sedangkan aku di jamu
didalam sebuah ruang kecil dibelakang buritan tak lama kemudian
akupun terkena sergapannya sehingga seluruh tenaga dalamku punah
tak berbekas..."
Mendengar jawaban tersebut, Thio Yok sim bertiga menjadi terperanjat
sekali.
Kang Tat segera berkata. "Jadi tenaga dalam Tiancu benar-benar
sudah punah ?" Dengan gelisah Kwa Cun seng berseru: "Aku tidak
percaya kalau kalian bertiga tak dapat melihat sendiri
keadaanku sekarang." Cukat Tan tertawa dingin didalam hati, namun
diluarnya dia
berkata kembali: "Wajah kita semua tertutup oleh kain kerudung
bagaimana
mungkin aku bisa mengetahui kalau tenaga dalammu benar-benar
sudah hilang atau tidak ?"
Kwa Cun seng tertawa getir.
"Aaaah, yaa, aku memang bersalah, aku lupa akan hal ini..." serunya
dengan cepat.
Kang Tat tertawa lagi, katanya lebih jauh: "Tolong tanya tiancu, ada
urusan apakah mengundang kehadiran
kami bertiga disini ?" "Kita harus menolong majikan, bahkan
menenggelamkan pula
perahu besar tersebut.” Kang Tat segera mengejek dingin. "Hmm,
dengan kemampuan yang dimiliki Tiancu saja masih kena
dipecundangi hingga kehilangan seluruh tenaga dalamnya, padahal ilmu
silat yang kami bertiga miliki bukan tandingan dari Tiancu bagaimana
mungkin kami bisa, menandingi pihak lawan yang begitu tangguh?"
Kwa Cun seng memaksakan diri untuk mempertahankan tubuhnya, lalu
menyahut:
"Itulah sebabnya kita harus bertindak dengan suatu rencana yang cukup
matang !"
"Katakan saja Tiancu, bagaimana kita harus turun tangan?" ucap Cukat
Tan kemudian.
Ketika masih berada diatas perahu besar tadi, dan mengetahui kalau
tenaga dalam yang dimilikinya belum punah, Kwan Cun seng mengira
jiwanya tak bisa tertolong lagi.
Siapa tahu disaat yang paling kritis Jin Jin telah menurunkan perintah
kepada si bunga mawar agar mengampuni selembar jiwanya.
Kemudian apa yang dibicarakan antara Mao Tin hong dan Jin Jin pun
dapat didengar semua oleh Kwa Cun seng dengan jelas karena alat
rahasia penghubung suara dalam ruangan tersebut belum dimatikan.
Waktu itu Kwa Cun seng sudah bertekad didalam hatinya, entah berapa
kita harus membayarnya dengan harga yang mahal sekalipun dia hendak
menenggelamkan perahu besar tersebut bersama Jin Jin, terhadap Mao
Tin hong pribadi, diapun merasa amat membenci sehingga merasuk
sampai ke tulang sum sum.
Tatkala dia diusir pergi dari perahu tersebut, didalam benaknya sudah
memikirkan berbagai akal muslihat untuk membalas dendam, akhirnya
teringat olehnya akan suatu siasat keji sekali timpuk mendapat dua ekor
burung, itulah sebabnya dia bertekad untuk kembali ke perahu loteng
tersebut.
Tatkala Cukat Tan bertanya bagaimana caranya untuk turun tangan, hal
ini kebetulan sekali sesuai dengan keinginannya, maka segera dia
menjawab:
"Sewaktu majikan dikurung tadi, dia pernah memberi perintah kepadaku
agar mengumpulkan kalian semua apabila aku berhasil lolos dari situ,
lalu menyerang pihak lawan ditengah malam buta nanti dengan
serangan panah berapi."
Kang Tat berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Menyerang perahu
dengan api, boleh dibilang siasat ini
merupakan suatu yang amat keji, tapi bukankah majikan masih berada
di atas perahu musuh ? Apabila kita menyerang dengan api. bukankah
mereka akan tewas semua?"
Dengan cepat-cepat Kwa Cun-seng menggelengkan kepalanya berulang
kali.
"Kalian tak usah kuatir, majikan memiliki akal yang luar biasa dan lagi
memiliki kemampuan yang melebihi siapapun."
"Walaupun begitu, jangan lupa kalau majikan sedang berada dalam
sekapan orang pada saat ini" tukas Cukat Tan cepat, "siapa tahu dia
sama sekali tak mampu bergerak dengan bebas ? seandainya perahu
tersebut sampai terbakar, maka..."
Sekali lagi Kwa Cun-seng menggoyangkan tangannya berulang kali:
"Tentang soal ini, kalian semua tak perlu kuatir, bukan saja majikan
tidak kehilangan kebebasannya untuk bergerak, bahkan dalam tiga hari
ini, dia tak bakal menghadapi ancaman bahaya apapun."
"Yang dimaksudkan oleh Tiancu sebagai "sama sekali tidak kehilangan
kebebasannya" tadi apakah menunjukkan diseputar perahu besar itu
saja?" kata Thio Yok-sim dingin.
"Benar, pihak lawan hendak memaksa majikan untuk bekerja sama
dengannya, ia memberi batas waktu tiga hari buat majikan untuk
mempertimbangkannya, sehingga didalam tiga hari ini dia tidak dapat
meninggalkan perahu besar itu."
"Oooh !" setelah berhenti sejenak, Thio Yok Sim segera berkata lagi,
"dengan kemampuan dari majikan seandainya tenaga dalam yang
dimiliki masih utuh, siapakah yang bisa membatasi gerak geriknya ?"
"Aku hanya tahu majikan berpesan demikian sedang mengenai apa
sebabnya majikan tak bisa bergerak dengan bebas, berhubung majikan
tidak menjelaskan maka akupun tak bisa menduga secara pasti !"
"Tiancu, seandainya kita menyerang perahu musuh dengan api besok
malam, apakah jiwa majikan akan terancam bahaya ?" tanya Kang Tat
lagi.
"Perintah majikan hanya menyebutkan demikian, sehingga soal yang
lain tak dapat ku ucapkan."
"Betul juga perkataan itu!" sengaja Cukat Tan berseru: Kemudian
setelah berhenti sebentar. sambungnya lebih jauh: "Kalau begitu,
harap Tiancu sudi mengeluarkan lencana emas
dari majikan untuk diserahkan kepada kami." Mendengar perkataan
tersebut, Kwan Cun-seng menjadi duduk
seperti orang bodoh, sebelumnya dia berangkat bersama-sama Mao
Tin-hong, ketika pergi pun membawa suatu perhitungan yang
matang, pada hakekatnya sama sekali tak pernah diduga olehnya akan
keadaan saat ini."
Selain itu, setelah tenaga dalamnya hilang, diapun bermaksud untuk
melaksanakan rencana busuk itu untuk membalas dendam termasuk
juga untuk meringkus dan menghabisi nyawa Mao Tin hong,sudah
barang tentu dia tak mampu menunjukkan lencana emas yang diminta.
Namun dasar seorang manusia licik, dengan cepat dia berhasil
memperoleh suatu siasat, katanya kemudian.
"Tiancu, bila kau menginginkan lencana emas dariku pada saat ini,
bukankah hal mana sama artinya dengan menyusahkan diriku?"
"Apa maksud ucapan Tiancu tersebut?" kata Cukat Tan dengan suara
dalam dan berat "untuk menggunakan tenaga Lak yu, selamanya
majikan menurunkan perintah dengan mempergunakan lencana emas,
peraturannya memang begitu, kebiasaannya juga begitu, dalam hal
mana kami salah berbicara...?"
Buru-buru Kwa Cun seng berseru. "Tiancu salah paham rupanya,
maksudku perintah dari majikan disampaikan ketika ia tersekap,
perintah itupun disampaikan dengan ilmu menyampaikan suara, coba
bayangkan sendiri, darimana bisa muncul lencana emas tersebut ?"
Mendengar perkataan itu, Cukat Tan segera menggelengkan kepalanya
berulang kali ujarnya:
"Bukannya kami semua tidak percaya dengan Tiancu nomor satu, tapi
berhubung majikan pernah memperingatkan dengan tegas bahwa
semua perintah hanya bisa dilaksanakan bila ada lencana emas, maka
seandainya tiada lencana emas disini, kami pun tak dapat melaksanakan
perintah dengan begitu saja !"
"Lantas, apakah kita akan membiarkan majikan ditangkap lawan tanpa
berusaha untuk menolongnya?" tegur Kwa Cun-seng dengan suara
yang dalam dan berat.
"Sekalipun kenyataannya mungkin begitu, kami sekalian tak bisa
berbuat apa-apa !"
Kwa Cun seng segera mendengus dingin. "Apakah kalian bertiga
tidak kuatir dihukum majikan setelah ia
berhasil lolos dari bahaya?" ancamnya. Cukat Tan ikut mendengus
dingin. "Hmmm, sampai waktunya, kami pun akan menjawab dengan
perkataan yang sama, kami yakin tiada hukuman yang bakal
dilimpahkan atas diri kami !"
Kwa Cun-seng benar-benar kehabisan akal, maka katanya kemudian
dengan marah:
"Bagus sekali, kalau memang begitu, harap kalian bertiga pergi dari sini,
aku percaya masih dapat memerintahkan semua anggota lainnya untuk
melaksanakan tugas kecil itu!"
"Terserah kehendak Tiancu sendiri yang penting toh urusan tersebut
bukan menjadi tanggung jawab kami!" Cukat Tan sama sekali tidak mau
mengalah.
Kwa Cun seng makin geram, akhirnya dia mengancam: "Harap
kalian jangan lupa, aku telah menyampaikan perintah dari
majikan, bila nanti ketika majikan kembali, aku harap Kalian bertiga
mengakui akan kejadian hari ini."
"Tak usah kuatir" sahut Cukat Tan cepat, "kami semua pasti akan
mengakui akan hal ini."
Kwa Cun seng benar-benar mati kutunya, terpaksa dia membungkam diri
dalam seribu bahasa.
Maka Cukat Tan bertiga pun segera meninggalkan ruang rahasia
tersebut.
Mereka tidak kembali keruang tamu, melainkan berhenti dimulut tangga
luar ruang rahasia ifu, kemudian dengan suara yang amat lirih
membicarakan masalah tersebut.
Thio Yok sim yang pertama-tama buka suara lebih dulu, katanya
dengan lirih:
"Percayakah kalian berdua bahwa diatas perahu tersebut ditempati
orang-orang dari Hu-hoo kau ?"
Cukat Tan termenung beberapa saat, lalu jawabnya: "Apakah
saudara Thio menganggap orang yang berada diatas
perahu itu adalah Sun sauhiap?" Thio Yok-sim manggut-manggut
"Benar, kalau tidak, siapa pula yang bisa menahan bajingan tua
she Mao itu?" Dengan cepat Cukat Tan menggelengkan kepalanya
berulang
kali, katanya kemudian. "Menurut pendapat siaute, orang yang berada
diatas perahu itu
bukan Sun sauhiap." "Oooh, darimana kau bisa tahu?" Cukat Tan
melirik sekejap ke arah pintu ruang rahasia, kemudian
sahutnya: "Andaikata orang yang berada diatas perahu itu adalah Sun
siauhiap, mana mungkin bajingan itu bisa hidup lebih jauh ?" Pada saat
inilah Kang Tat ikut berkata. "Betul, bajingan ini merupakan pentolan
yang menyebabkan
keluarga Sun Tayhiap tumpas sama sekali dimasa lalu, seandainya
orang yang berada di perahu itu adalah Sun tayhiap masa mungkin
bajingan tersebut bisa hidup hingga kini."
"Ya, betul juga perkataan kalian itu, aku memang lupa akan hal
tersebut." kata Thio Yok sim kemudian.
"Terlepas siapakah orang yana berada diperahu itu, yang pasti bajingan
tua Mao memang benar-benar sudah tersekap, menurut pendapat kalian
berdua, sekarang apa yang harus kita lakukan untuk menghadapi
kejadian itu ?"
Kang Tat berpikir sebentar, kemudian jawab nya: "Menurut
pendapatku, lebih baik kita naik kedaratan lebih dulu
untuk mencari Sau sauhiap." Belum habis dia berkata, Cukat Tan sudah
menukas: "Tentu saja hal ini penting artinya, cuma sepeninggal perahu
ini,
seandainya bajingan tua she Kwa itu benar-benar menitahkan anak
buah nya untuk membakar perahu tersebut pada malam ini juga, apa
yang harus kita lakukan ?"
"Berusaha untuk mensukseskan serangan tersebut, kalau bajingan tua
she Mao tersebut sampai mati terbakar, bukankah hal ini jauh lebih baik
lagi."
Cukat Tan segera tertawa, "Seandainya benar-benar sampai terjadi peris
tiwa tersebut, tentu saja jauh lebih baik lagi, yang dikuatirkan adalah
kaburnya bajingan tua she Mao itu menggunakan kesempatan disaat
kebakaran itu berlangsung, pada waktu itu bajingan tua she Kwa tentu
akan menghasutnya dengan beberapa macam perkataan yang kurang
sedap didengar, akibatnya sungguh tak bisa dibayangkan lagi.."
Thio Yok sim termenung dan berpikir beberapa saat lamanya. kemudian
usulnya:
"Mengapa kita tidak berusaha untuk membekuk bajingan tua she Kwa
itu lebih duu, agar dia tak mampu berbicara apa-apa lagi?"
Mendengar usul mana, Cukat Tan segera bertepuk tangan sambil
memuji:
"Suatu usul yang amat bagus. baik kita laksanakan begitu saja!"
Kang Tat segera berkata lagi: "Agar tindakan lebih berhati-hati,
menurut pendapat staute, diantara kita bertiga harus ada seorang yang
ditinggalkan diatas perahu ini bukan saja dapat mengawasi sesuatunya,
juga dapat berjaga terhadap segala kemungkinan yang tidak
diinginkan!"
Thio Yok-sim mengangguk.
"Begitupun ada baiknya, biar siaute saja yang tetap tinggal disini,
sedang kalian berdua segera naik ke darat untuk mengadakan
hubungan kontak dengan Sun sauhiap, selesai berunding kalian baru
memberitahukan hasilnya kepada siaute"
"Ehmmm... meski cara ini bagus, namun belum cukup sempurna".kata
Cukat Tan kemudian, "mengapa kita tidak membekuk dulu bajingan tua
she Kwa itu, kemudian dengan alasan mencarikan tabib buat bajingan
tua itu kita mengajaknya bersama- sama naik kedarat?"
Thio Yok sim dan Kang Tat segera merasa cara ini jauh lebih baik lagi,
maka keputusan pun segera diambil.
Maka Cukat Tan pun manggutkan kepalanya kearah Kang Tat sembari
berkata:
"Saudara Kang, harap kemari. kita berdua segera masuk dan
membimbing bajingan she Kwa itu keluar dari ruangan, sedang saudara
Thio harap menurunkan perintah agar mereka segera menyiapkan
perahu untuk naik kedarat, kita berpencar dulu untuk melaksanakan
tugas masing masing..."
Thio Yok sim mengiakan dan berlalu dari situ dengan cepat.
Sedangkan Cukat Tan dan Kang Tat segera mendorong pintu
ruang rahasia dan berjalan masuk kembali. Tatkala Kwa Cun-seng
menyaksikan Cukat Tan dan Kang Tat
masuk kembali ke dalam ruangan untuk ke dua kalinya, tergerak hati
nya, dia segera menegur:
"Mau apa kalian berdua datang kemari lagi?" Sahut Cukat Tan sambil
tertawa "Barusan kami sudah berunding
sebentar di luar, maka sekarang balik kembali kemari." Kwa Cun seng
salah mengira keadaan telah berbalik
menguntungkan pihaknya, maka sambil tertawa paksa dia berkata:
"Keadaan sekarang amat kritis, bagaimanakah hasil perundingan
dari Tiancu sekalian!?"
"Akhirnya kami putuskan untuk memperoleh jaminan lebih dulu sebelum
dapat melaksanakan perintah tersebut!" sahut Kang Tat cepat.
Kwa Cun-seng menjadi tertegun. "Jaminan ? jaminan apa ?"
Pelan-pelan Cukat Tan berjalan ke muka dan duduk disamping
Kwa Cun-seng, kemudian katanya: "Kami harus dapat jaminan bahwa
saudara Kwa tak akan
mengganggu pekerjaan besar kami ini !" Begitu mendengar Cukat Tan
menyebut namanya secara
langsung, Kwa Cun seng sudah tahu kalau keadaan tidak
menguntungkan, baru saja dia hendak memanggil anak buahnya, Cukat
Tan telah berkata lebih lanjut:
"Kwa Cun-seng, lebih baik bersikaplah lebih pandai, jangan
berteriak-teriak macam anak kecil, lohu berduapun tidak berniat
melukaimu, tapi jka kau berani berani berteriak hal ini berarti kau sendiri
yang mencari kesulitan."
Kini, tenaga dalam yang dimiliki Kwa Cun seng telah punah. seluruh
tubuhnya sudah tak mampu berkutik lagi, persendian tulangnya mana
linu, kakunya bukan kepalang, dia tahu sekalipun berteriak juga tak ada
gunanya. Terpaksa ujarnya setelah menghela napas panjang.
"Cukat Tan, mungkin kalian ingin menghianati majikan !" "Tutup
mulut anjingmu! Kau tahu manusia macam apakah lohu
bersaudara ? Selama banyak tahun ini berapa banyak sudah siksaan
dan penderitaan yang telah kami alami, tentunya kau si tua bangka
mengerti dengan jelas."
Kini, bajingan tua tersebut sudah disekap orang tenaga dalammu juga
telah punah, bila lohu sekalian tidak bertindak saat ini juga, mana
mungkin ada kehidupan lagi bagi kami dikemudian hari."
Sambil mengulapkan tangannya Kwa Cun seng segera menukas:
"Aku mengerti, saudara Kang tidak usah banyak berbicara lagi!"
Kang Tat mendengus dingin, "Hmm, sungguh menggelikan jika lohu
ingin mengutarakan apa yang hendak kuucapkan memangnya kau
dapat menghalangi ?"
Mendadak Kwa Cun-seng menarik kain cadarnya hingga terlepas
kemudian katanya:
"Saudara Kang, dapatkah kau mendengarkan dulu aku bercerita ?”
katanya kemudian.
Tindakan Kwa Cun-seng yang secara otomatis melepaskan kain cadar
sendiri membuktikan kalau saat ini dia sudah bukan merupakan anak
buah dari Mao Tin hong lagi namun Cukat Tan dan Kang Tat masih
belum berapa mempercayai hal tersebut sebagai kenyataan.
Oleh sebab im sambil mendengus Kang Tat berkata: "Orang she
Kwa, lebih baik jangan bermain setan didepan kami
berdua lagi." Kwa Cun-seng tertawa getir "Aku bermaksud tulus dan
jujur. bolehkah aku memberi
keterangan lebih dulu?" katanya. Pada saat itulah Cukat Tan telah
berpaling kearah Kang Tat
sambil berkata: "Saudara Kang, tak ada salahnya untuk mendengarkan
dulu
obrolannya itu." "Baik!" sahut Kang Tat sambil mengangguk "kita
dengarkan dulu
obrolannya." Maka secara ringkas Kwa Cun-seng segera mengisahkan
kembali
semua pengalaman yang telah dialaminya selama ini. Saat itu Kang Tat
dan Cukat Tan baru mengetahui latar belakang
yang sebenarnya dari pertentangan situasi waktu itu. Ketika selesai
menuturkan pengalamannya semalam, Kwa Cun
seng segera menambahkan.
"Sekarang kalian berdua tentunya sudah mengerti bukan bahwa
serangan api yang siaute maksudkan tadi adalah bertujuan untuk
membakar mampus pula Mao Tin hong diatas perahu tersebut, sehingga
boleh dibilang kita mempunyai musuh yang sama."
"Belum tentu." tukas Kang Tat dingin "Kwa Cun-seng, kau harus
mengerti, diantara kita bukannya sama dendam. apalagi menghadapi
musuh yang bersama-sama. Kami berkhianat pada Mao Tin hong, karena
dia sudah kelewat banyak melakukan perbuatan jahat yang terkutuk.
Sedang kau, gara-gara watakmu yang kemaruk harta dan kemaruk main
perempuan berakibat hilangnya tenaga dalam, kau berkhianat kepada
Mao Tin-hong karena dorongan rasa dendam dan sakit hati, bahkan tak
segan-segan menggunakan berbagai akal licik untuk berbaikan dengan
lohu sekalian, dalam sifatmu itu hingga rencana busukmu dapat
terwujud."
Merah padam selembar wajah Kwa Cun seng karena jengah,
cepat-cepat timbrungnya lagi: "Ucapanmu itu memang benar, tapi bagai
manapun juga tujuan kita toh sama !"
"Tidak, tujuan kita sama sekali tidak sama" bantah Kang Tat dengan
suara dalam.
"Tapi toh tak terlepas dari usaha kalian untuk mencabut nyawa anjing
bajingan tua she Mao tersebut ?"
Kang Tat tidak menggubris perkatannya, dia hanya mendengus dingin
berulang kali.
Terdengar Cukat Tan berkata lebih jauh: "Kwa Cun-seng, tujuan kita
sama sekali berbeda, tujuan lohu
sekalian hendak membekuk Mao Tin-hong adalah untuk diserahkan
kepada Sun sauhiap, agar dia yang mengumumkan semua dosa dan
kesalahannya, lalu dijatuhi hukuman mati."
"Sedangkan kau, sama sekali berbeda, kau adalah orang kepercayaan
bajingan tua she Mao itu, karena serakah dan napsu jahatmu akhirnya
kau tertimpa bencana, tapi akibatnya kau
membenci terhadap tulang punggungmu sendiri, kau lantas menyusun
rencana busuk untuk mencelakainya. Sudah mengerti ?"
Kwa Cun-seng baru merasa terkesiap setelah mendengar ucapan
tersebut, segera serunya:
"Apa ? Jadi kalian mempunyai hubungan dengan Sun Tiong lo ?"
Sekali lagi Cukat Tan mendengus dingin. "Hmmm, kenapa ? Apakah
tidak boleh ?" jengeknya. Kwa Cun-seng segera membungkam dalam
seribu bahasa,
sementara otaknya berputar kencang untuk memikirkan persoalan
tersebut
Sementara itu, Kang Tat telah berkata pula dengan suara yang dingin
bagaikan es:
"Kwa Cun seng, lohu masih ingat, tempo dulu kaulah yang telah
menyaru dan menyusup ke dalam gedung keluarga Sun sebagai
mata-mata, apakah semua rencana keji tersebut merupakan hasil dari
rencanamu?"
Dengan cepat Kwa Cun seng menggelengkan kepalanya berulang kali,
bantahnya:
"Bukan, aku hanya mendapat perintah untuk menyelundup sebagai
mata-mata, sedangkan yang menyusun rencana adalah orang lain."
"Hmm, setelah urusan berkembang jadi begini, kau masih mencoba
untuk mungkir?"
Kwa Cun seng segera tertawa getir. "Daripada banyak berbicara,
lebih baik kita kembali kesepakatan
saja, sekarang aku Kwa Cun seng telah berada dalam keadaan seperti
ini, keadaanku tak ada bedanya dengan mati, apa rencana kalian
berdua sekarang terhadap diriku..."
"Yang penting sekarang adalah menyembuhkan dulu penyakitmu itu,
kami hendak mempersilahkan kau untuk ikut kami pergi ke daratan"
sahut Kang Tat cepat.
"Oooh. apakah kalian menghendak serahkan diriku kepada Sun Tiong lo
?" Kwa Cun seng menegaskan.
Cukat Tan cepat-cepat menggeleng. "Tidak, bukan dia yang
menginginkan dirimu" Mendengar jawaban tersebut, segera timbul
harapan dalam hati
Kwa Cun-seng untuk melanjutkan hidup, buru-buru tanyanya: "Lantas
siapakah yang menginginkan aku ?" "Dia adalah kakak dari Sun sauhiap
dari lain ibu, orang itu
bernama Bau-ji !" Paras muka Kwa Cun seng kontan saja berubah
sangat hebat. "Aku tahu, sekalipun kumohon kepada kalian juga tak
berguna,
mau kabur juga tidak mungkin, sudahlah, aku hanya pasrah pada
keputusan kalian berdua."
Setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh: "Cuma ada satu
hal yang membuatku merasa heran, tak habis
mengerti selama banyak tahun ini, tatkala aku diselundupkan kedalam
gedung keluarga Sun sebagai mata-mata dulu, kecuali Mao Tin hong
seorang, siapapun tak ada yang tahu."
"Siapa sangka belasan tahun kemudian Sun Tiong lo dan Bau ji bisa
muncul secara tiba-tiba di Bukit Pemakan manusia, bukan saja mereka
berdua tahu kalau aku she Kwa, bahkan mencoba untuk menulusuri
jejakku keempat penjuru."
Cukat Tat segera tertawa terbahak-bahak, selanya. "Kwa Cun seng,
apakah kaupun tidak merasa heran, darimana
kami semua bisa tahu kalau orang yang menyusun rencana licik untuk
menyelundup kedalam gedung keluarga Sun tempo hari adalah kau?"
Kwa Cun seng menghela napas panjang. "Kalian adalah orang
sendiri, mungkin saja tanpa disengaja Mao
Tin-hong pernah menyinggung tentang peristiwa tersebut, tapi hal ini
jauh berbeda dengan Bau ji dan Sun Tiong lo."
"Soal inipun tak usah kau bingungkan, mereka pun mendapat tahu
berita ini dari mulut Mao Tin hong" tukas Kang Tat dengan cepat.
"Ooh, rupanya begitu!" keluh Kwa Cun seng sambil menghela napas
sedih.
Kang Tat segera mendengus. "Inilah akibat yang harus kau terima
atas perbuatanmu
membantu kaum durjana melakukan kejahatan." Sedangkan Cukat Tan
juga berkata dengan wajah bersungguhsungguh:
"Hukum karma selalu akan berputar, siapa yang membantu
kebaikan dia akan memperoleh pahala, siapa yang membantu kejahatan
dia akan mendapat cela, siapa suruh kau membantu kaum durjana
untuk melakukan kejahatan? setelah terjadi peristiwa separti ini ! kau
harus menyalahkan kepada siapa lagi?"
Mendadak Kwa Cii seng tertawa terkekeh-kekeh dengan nada seram.
tukasnya dengan cepat:
"Kalian berdua tak usah mengucapkan kata-kata yang menyindir dan
mencemooh diri itu lagi, mari kita berangkat !"
Seraya berkata dengan tangan sebelah memegang dinding, tangan lain
bertahan pada pembaringan dia berusaha bangkit dan duduk.
Baru saja Cukat Tan dan Kang Tat hendak maju untuk membimbingnya,
mendadak Kwa Cun seng membentak keras:
"Tidak usah, aku masih mampu untuk berjalan sendiri !"
Mendengar itu Kang Tat segera tertawa dingin.
"Kau bisa adalah urusanmu sendiri kami tak bisa membiarkan kau
berbuat sesuka hati. maaf. sebelum kami menotok jalan darah bisumu,
hati kami tak akan merasa lega, matikanlah..."
Kwa Cun-seng segera mengulapkan tangannya sambil menukas:
"Aku berjanji tak akan banyak berbicara !" Tapi Kang Tat segera
menggeleng kembali. "Jaminanmu tidak
lebih berharga daripada kentut busuk seekor anjing budukan !" Kwa Cun
seng menghela napas panjang, "Baiklah" katanya
kemudian, "aku akan menurut seperti apa yang kalian inginkan, padahal
hatiku sekeras baja, aku hanya ingin mempergunakan tubuhku yang
setengah mati ini untuk ditukar dengan selembar nyawa dari bajingan
Mao Tin hong, kalau tidak. hm..."
"Kalau tidak kau masih bisa berbuat apa?" jengek Kang Tat dengan
suara dalam.
Kwa Cun seng kembali tertawa terkekeh-kekeh. "Kang Tat!" serunya,
"kau jangan menganggap aku Kwa Cun
seng sudah tidak memiliki kemampuan lagi untuk melakukan
pembalasan." Ucapan tersebut segera membuat Kang Tat menjadi
tertegun, serunya kemudian:
"Hemm, darimana kau bisa mengenali siapakah diriku hanya didalam
sekilas pandangan saja ?
Kwa Cun seng mendengus dingin, "Sekalipun kuutarakan juga belum
tentu akan kau pahami !"
Kang Tat segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haaahh...
haaahhh kalau tidak dikatakan memang
jauh lebih baik, aku sama sekali tidak terlalu menguatirkan tentang
masalah ini."
Selesai berkata tiba tiba ia melepaskan kain kerudungnya sambil
berkata lagi:
"Kwa Cun seng, kau mengatakan dirimu masih mempunyai kemampuan
untuk melancarkan serangan balasan, baik, orang she Kang bukan nya
mencemoohmu karena melihat tenaga dalammu itu sudah punah, aku
hanya ingin mengetahui dengan cara apakah kau hendak melancarkan
serangan balasan tersebut nah. silahkan!"
Kwa Cun seng tertawa. "Saudara Kang, benarkah kau ingin bukti?"
dia mengejek. "Toh kau sendiri yang mengatakan tentu saja benar
atau
tidaknya hanya kau sendiri yang tahu!" Pelan-pelan Kwa Cun seng
mengalihkan sorot matanya ke wajah
Cukat Tan, kemudian bertanya: "Saudara Cukat, bagaimana menurut
pendapatmu?" Cukat Tan segera tertawa terbahak-bahak. "Haaahh...
haaah... haaahh... tenaga dalam mu sudah punah.
lohu percaya saudara Kang bukan nya sengaja hendak memperolokorang,
akupun yakin dia tak akan menggunakan ilmu silatnya untuk
menghadapimu, oleh sebab itu lohu bersedia untuk berdiri sebagai
penonton saja."
Kwa Cun seng segera menuding kearah kursi disampingnya sambil
berkata.
"Kalau begitu aku orang she Kwa mengucapkan banyak terima kasih
lebih dulu, silahkan saudara Cukat untuk duduk dulu sambil melihat
keadaan..!"
Sambil tertawa terkekeh kekeh Cukat Tan duduk diatas kursi tersebut,
katanya kemudian:
"Tampaknya kau seperti benar-benar mempunyai kemampuan untuk
melancarkan balasan!"
"Siapa tahu?" kata Kwa Cun seng sambil tertawa: Kemudian
setelah berhenti sejcnak, katanya kepada Kang Tat:
"Saudara Kang, kita hanya akan bergurau saja suatu gurauan yang
biasa, cuma sebelumnya aku menerangkan dulu, aku adalah seorang
manusia yang sudah kehilangan tenaga dalam..."
"Aku mengerti" tukas Kang Tat tak sabar, "tadipun saudara Cukat sudah
berkata bahwa aku tidak akan mempergunakan ilmu silatku untuk
melukaimu, soal ini kau tak usah kuatir dan kaupun boleh melancarkan
serangan dengan berlega hati."
"Tolong tanya, saudara Thio Yok sim kini berada dimana?" tauya Kwa
Cun seng tiba tiba,
"Dia sedang mempersiapkan perahu dibawah sana" jawab Cukat Tan
cepat, "mengapa? Apakah kau ada urusan hendak mencarinya?"
Kwa Cun seng menghela napas panjang. "Sayang sekali dia tidak
berada disini!" Mendengar ucapan tersebut, tergerak hati Kang Tat,
serunya
mendadak: "Bila ia tak hadir disini, apakah kau tak mampu
membuktikan
ucapanmu itu ?" Slkap Kwa Cun seng amat tenang dan sedikitpun tidak
gugup,
sahutnya pelan: "Bukan begitu, hanya saudara Thio jadi tak dapat
menyaksikan
kepandaianku ini, bagiku hal tersebut patut disayangkan dan dia pun
pasti akan merasa sayang juga !"
Kang Tat segera tertawa. "Tidak menjadi soal, setelah kejadian aku
toh bisa menceritakan
semua peristiwa ini kepadanya!" Kwa Cun-seng segera
manggut-manggut "Yaa, nampaknya
memang terpaksa begitu" Sesudah berhenti sejenak, lanjutnya: "Mari:
mari, silahkan saudaia Kang juga duduk dulu, duduk agak lebih dekat
agar bisa melihat dengan lebih jelas lagi !"
Disamping pembaringan tersebut masih terdapat sebuah kursi lagi,
maka Kang Tat segera duduk disana.
Sementara itu Kwa Cun-seng telah menyandarkan seluruh tubuhnya
diatas tangan kiri yang berpegangan diatas dinding, nampaknya payah
sekali, tubuhnya yang bersandar diatas dinding pun nampak kepayahan,
katanya kemudian sambil mengebaskan tangannya itu:
"Payah, benar-benar terlampau payah, aku ingin sekali bisa tidur
dengan nyenyak..."
Menyaksikan tingkah laku orang itu, dengan kening berkerut Kang Tat
segera berseru.
"Hei dapatkah bertindak lebih cepat sedikit" Setelah mengatur
napasnya yang tersengkal-sengkal Kwa Cun
seng berkata. "Tak usah gelisah, segera pun akan terlihat!" Sambil
berkata tangan kirinya diletakkan dulu diatas
pembaringan tersebut kemudian tangan kanannya berpegangan diatas
sebuah cawan kecil disisi pembaringan kemudian kata nya kepada Kang
Tat sambil tertawa.
"Hati-hatilah saudara Kang !" Kang Tat mendengus dingin. "Tak usah
kau risaukan, aku bisa menjaga diri baik-baik !" Siapa tahu baru saja
dia selesai berkata, terdengar suara
gemerincing nyaring bergema memecah keheningan lalu dari atas kursi
yang di tempati oleh Kang Tat itu muncul beberapa buah jepitan besi
yang segera membelenggu kaki, tangan serta pinggangnya sehingga
tubuh Kang Tat sama sekali tak mampu berkutik.
Kang Tat mencoba untuk meronta, namun tidak berhasil, akhirnya
dengan suara dalam teriaknya:
"Kwa Cun seng, kau bedebah yang berotak licik dan berhati pengecut,
kau manusia tak tahu malu!"
Kwa Cun seng sama sekali tidak menjadi gusar, sambil tertawa katanya
kemudian kepada Cukat Tan yang duduk disamping lain:
"Saudara Cukat, katakanlah secara adil, bukankah serangan balasanku
telah berhasil?"
Cukat Tan segera tertawa terbahak-bahak. "Haaah... haaahh...
haaah... Kang tua kau memang harus
mengakui..." Belum selesai dia berkata, mendadak Kwa Cun seng telah
membentak lagi dengan suara menggeledek. "Cukat Tan kaupun harus
menyerah dengan puas !" Begitu ucapan tersebut diutarakan segera
terdengar lagi bunyi
gemerincing, seperti juga Kang Tat, Cukat Tan mengalami nasib yang
sama duduk terbelenggu diatas kursi tersebut.
Gelak tertawa Cukat Tan kontan saja terhenti ditengah jalan, sebaliknya
Kwa Cun se gera menjengek dengan suara dingin:
"Cukat Tan, sekarang dapatkah kau tertawa lagi ?" "Kwan Cun seng"
seru Cukat Tan dengan gusar, "kecuali kau
membunuh lohu sekarang juga, kalau tidak..." "Tak usah kuatir" sahut
Kwa Cun-seng sambil mengulapkan
tangannya, "sekarang aku tak punya minat untuk membunuh orang,
cuma masih berminat melihat orang lain terbunuh, terutama sekali
menyaksikan Mao Tia-bong di bunuh orang.
"Sekarang aku hendak pergi duIu, cuma kalian-pun tak usah kuatir
keadaanku sekarang telah berubah menjadi begini, daripada hidup
begitu lebih baik mati, aku tak bakal melarikan diri dan
menyembunyikan diri."
"Sekarang aku hendak mencari Sun Tiong-lo, dengan menggunakan
selembar nyawaku untuk ditukar dengan kematian
Mao Tin hong, tentu saja kalian mungkin akan mati jauh lebih awal
daripadaku.
"Nah aku pergi dulu sebelum pergi aku hendak memperingatkan kepada
kalian berdua, selanjutnya janganlah kalian berdua gegabah menghadapi
setiap persoalan, terutama jangan jadi gampang mempercayai perkataan
orang lain !"
Berbicara sampai disitu, Kwa Cun-seng segera bangkit berdiri dan
melemparkan tertawa yang seram kepada Kang Tat serta Cukat Tan.
Dalam pada itu, dari arah lorong rahasia sana terdengar Thio Yok sim
sedang berseru:
"Perahu sudah disiapkan, cepatlah kalian bekerja !" "Saudara Thio,
cepat kemari !" Sebetulnya Cukat Tan hendak bertertak, namun
ketika dilihatnya
Kwa Cun seng sama sekali tidak gugup atau panik, bahkan masih duduk
dengan tenangnya dipembaringan, kata selanjutnya segera ditelan lagi
kedalam perut.
Tapi dengan t er iak an dar i Kang Tat t adi sudah cukup,
Thio Yok s im t elah mendorong pintu sambi l masuk k e
dBeagl iatum d.i lihatnya keadaan dari Kang Tat dan Cukat Tan, serta merta dia
menerjang kearah Kwa Cun-seng.
Mendadak terdengar Kwa Cun-seng tertawa terkekeh kekeh, tubuhnya
segera bergelinding kedalam pembaringan itu, dibawah tatapan mata
ThioYok-sim dan Kang Tat serta Cukat Tan itulah, bayangan tubuhnya
tahu-tahu lenyap tak berbekas.
Menyusul kemudian pintu dan jendela dalam luang rahasia itupun
menutup secara otomatis sehingga sama sekali tak nampak sedikit
cahaya pun yang menyorot ke dalam.
Dengan tangannya Thio Yok sim mencoba untuk menyentuh pintu dan
jendela tersebut, ternyata semuanya terdiri dari lapisan besi yang amat
tebal.
Ilmu silat mereka bertiga sesungguhnya amat lihay, gara-gara ingin
menang sendiri, akhirnya malah kena terperangkap dalam ruangan
rahasia oleh Kwa Cun seng yang sama sekali sudah kehilangan tenaga
dalamnya itu.
Menanti Thio Yok-sim atas petunjuk Kang Tat dan Cukit Tan berhasil
meraba tombol alat rahasia dan menarik kembali jepitan besi yang
membelenggu tubuh Kang Tat serta Cu kat Tan, waktu itu Kwa
Cun-seng sudah naik ke daratan.
Tatkala mereka bertiga berhasil menemukan alat rahasia untuk
membuka pintu dan jendela tersebut, saat itu Kwa Cun-seng sudah
setengah harian di daratan, bagaimana mungkin mereka bisa
menemukan jejaknya lagi ?
Waktu itu, mereka bertiga benar-benar merasa malu bercampur
menyesal, maka setibanya diatas daratan mereka mulai melakukan
pencarian dalam anggapan mereka, Kwa Cun-seng sudah sulit berjalan,
mungkin gampang untuk diketahui jejaknya.
Siapa tahu hingga malam tiba, sedikitpun tiada kabar beritanya.
Yang lebih aneh lagi, Sun Tiong-Io yang berjanji akan bertemu
dengan mereka disitu pun tidak nampak batang hidungnya. Akhirnya
bertiga mereka bersantap malam kemudian
merundingkan langkah mereka selanjutnya ditempat yang sepi, tapi
mereka menarik kesimpulan, entah kemanapun Kwa Cun-seng melarikan
diri, yang pasti ia tak akan pergi mencari Mao Tin hong lagi.
Oleh sebab itu setelah melakukan perundingan rahasia serta
pertimbangan yang Iain, mereka segera mengambil suatu rencana yang
amat berani, dengan menumpang sampan kecil mereka langsung
menuju ke perahu besar dimana Mao Tin hong terkurung.
Sewaktu tiba di tepi perahu, si bunga mawar telah mendapat perintah
dari Jin Jin untuk menyambut kedatangan mereka.
Di dalam anggapan mereka mereka, tindakan mereka itu pasti akan
dihadapkan pada suatu pertarungan sengit, siapa sangka keadaannya
justeru merupakan kebalikannya.
Baru saja sampan itu mendekat perahu besar, si gadis mawar sudah
berseru kepada mereka bertiga:
"Atas perintah dari hujin serta toaya, kalian di haruskan untuk
melepaskan kain kerudung sebelum bertemu !"
Ketiga orang itu saling berpandangan sekejap, lalu diwakili oleh Cukat
Tan katanya:
"Maaf, bila tiada lencana emas dari majikan, kami semua tak dapat
menuruti perintah !"
Bunga mawar tertawa, dia segera memperlihatkan lencana tersebut
sembari berseru:
"Nah, kalian sudah puas bukan ?" Cukat Tan sekalian bertiga
kembali saling berpandangan sekejap,
setelah mengetahui kalau lencana emas itu asli, mereka segera
melepaskan kain kerudung masing-masing dan naik ke atas perahu,
kemudian mengikuti di belakang Bi-kui li (gadis bunga mawar) berjalan
masuk kedalam ruangan tengah.
setelah memberi laporan, ketiga orang itu dipersilahkan masuk, mereka
segera menyaksikan Mao Tin-hong sedang duduk di ruang tengah
sambil tersenyum, dia duduk bersandar dalam pelukan seorang
perempuan cantik.
Ketiga orang itu bersikap seakan-akan tak melihat kehadiran perempuan
cantik itu, setelah memberi hormat kepada Mao Tin hong, serunya
bersama:
"Hamba menjumpai majikan." Sambil tertawa Mao Tin-hong segera
mengulapkan tangannya. "Duduk, semuanya duduk, setelah duduk
kita baru berbicara."
katanya kembali.
Setelah mereka duduk semua, Kang Tat baru bertanya: "Tolong
tanya sampai kapan majikan baru akan kembali ke
perahu.?" Sebelum Mao Tin-hong menjawab, Jin-Jin telah menyela lebih
dulu. "Perahu loteng itu sudah tak ada gunanya lagi, di buang saja !"
Untuk kesekian kalinya ke tiga orang itu berlagak seakan-akan
tidak mendengar, mereka hanya menantikan jawaban dari Mao Tinhong.
Mao Tin hong memandang sekejap kearah Jin Jin kemudian katanya
kepada ketiga orang itu.
"Soal itu kita bicarakan nanti saja, sekarang kalian harus memberi
hormat dulu kepada hujin !"
Ke tiga orang itu pun tidak bertanya hujin apa atau hujin siapa,
seakan-akan mereka hanya tahu melaksanakan perintah.
Maka sekali lagi mereka memberi hormat kepada Jin Jin sambil katanya
bersama: "Menjumpai hujin !"
Sambil balas memberi hormat, Jin Jin berpaling dan ujarnya kepada Mao
Tin hong.
"Sungguh tidak kusangka anak buahmu itu semuanya setia dan
berbakti kepadamu !"
Mao Tin hong segera tertawa bangga. "Tentu saja, aku menganggap
mereka sebagai saudara sendiri,
ada kesenangan kita nikmati bersama, ada bencana kita hadapi
berbareng."
Mendengar ucapan mana, ke tiga orang im segera mendengus dingin,
namun tidak sampai diperlihatkan pada perubahan wajahnya.
Terdengar Jin Jin berkata lagi:
"Tampaknya perkataanku tak mungkin bisa memerintahkan mereka
untuk menurut, lebih baik kau saja yang menurunkan perintah, beritahu
kepada mereka kalau perahu loteng itu sudah tak dipakai lagi sekalipun
menggunakan perahu ini juga sama saja."
Mao Tin-hong manggut-manggut, kepada ketiga orang itu segera
serunya cepat:
"Nah sudah kalian dengar belum ? laksanakan seperti apa yang
dikatakan hujin!"
Cukat Tan segera berseru. "Kini Tiancu nomor satu telah kehilangan
tenaga dalamnya,
setelah kembali ke perahu dia mengatakan..." Berbicara sampai disitu,
dia sengaja berhenti berkata untuk
melihat reaksi dari Jin Jin. Dengan cepat Mao Tin-hong menyambung:
"Soal itu aku sudah tahu, sekarang aku perlu memperkenalkan
kepada kalian hujin adalah isteriku, kami sudah berpisah banyak tahun
dan hari ini baru bersua kembali, maka aku telah bertekad untuk
mengundurkan diri dari keramaian dunia persilatan."
"Perahu loteng dan seluruhnya peralatan yang ada di sana, mulai hari ini
kuserahkan pengusahaannya kepada kalian bertiga, hubungan kita
sebagai majikan dengan pembantupun berakhir sampai disini saja, mulai
saat ini kalian tidak akan bisa bersua lagi denganku..."
Dengan cepat Kang Tat menyela: "Menurut laporan dari Tiancu
nomor satu, majikan terkurung
dalam perahu ini." Belum habis perkataan itu diucapkan, Jin Jin telan
tertawa
terkekeh-kekeh. "Haaah, haah, haaah, siapa namamu ?"
tegurnya tiba-tiba. "Lohu Kang Tat !" jawabnya tegas.
"Kang Tat. coba kau perhatikan dengan jeIas. Dengan keadaan dari
majikanmu sekarang miripkah dia seperti orang yang sedang dikurung
?"
Kang Tat bertiga sudah mengetahui duduk perkaranya, tapi setelah
mendengar perkataan itu, segera mereka menyahut:
"Benar, majikan memang sudah dikurung oleh hujin !" "Aaah,
sungguh aneh. apakah mata kalian sudah dipergunakan
lagi ?" Thio Yok sim segera menimbrung: "Hujin, majikan kami
menitahkan kepada lohu sekalian untuk
menyebut demikian, lohu sekalian tak berani membangkang, cuma
kalau hujin ingin membohongi lohu sekalian aku rasa tidak akan begitu
gampang."
Mendengar itu Mao Tin hong segera mengulapkan tangannya dan
berkata sambil tertawa:
"Kalian tak boleh bersikap begitu kurang ajar terhadap hujin, aku sama
sekali tidak disekap kebebasanku juga tidak hilang, aku benar- benar
berniat untuk mengundurkan diri dari dunia persilatan dan tidak berebut
nama dan kedu dukan lagi dengan orang lain."
"Kalian adalah sobat karibku. pembantu kami yang baik, saudara yang
terbaik, lain waktu, hasil karyaku akan menjadi milik kalian semua,
siapa tahu kalau suatu hari aku masih akan pulang untuk menjenguk
kalian semua."
Jin Jin berseru tertahan, tukasnya: "Apa ? Kau masih hendak pulang ?"
Sambil tertawa cepat-cepat Mao Tin hong menghibur Jin Jin, katanya
dengan suara lembut:
"Terhadap anak buahku yang sudah hidup bersama selama puluhan
tahun, masa aku harus menggunakan kata kata yang kurang sedap
untuk melepaskan mereka? ini kan kesempatan terakhir buat kami untuk
berkumpul sebelum perpisahan terjadi
sudah sepantasnya bila ku ucapkan beberapa patah yang enak di
dengar, mengapa kau mesti banyak curiga ?"
Jin Jin segera tertawa dia berpaling kearah Cukat Tan bertiga,
kemudian katanya:
"Aku hanya bisa mengucapkan kata-kata yang jujur, betul, majikan
kalian dengan diriku memang merupakan suami isteri, tapi dahulu pun
diantara kami terikat dendam dan sakit hati, cuma sekarang dendam
dan sakit hati sudah punah, dan kami hidup bersama kembali."
"Aku melarangnya untuk mencari nama dan kedudukan lagi, maka kami
bertekad untuk bersama-sama mengundurkan diri, tempat itu terpencil
dan tak senang menerima tamu, oleh sebab itulah kami tak dapat
membawa serta kalian semua."
"Aku percaya hasil karya yang ditinggalkan majikan kalian amat banyak,
cukup untuk menjamin kehidupan sandang pangan untuk kalian
dihari-hari berikutnya, nah aku sudah selesai berkata dan kalianpun
boleh segera meninggalkan tempat ini !"
"Apa yang dikatakan hujin merupakan pula perkataanku sekarang
kalian boleh pergi !" sambung Mao Tin hong pula.
Dengan kening berkerut Thio Yok sim segera berseru: "Majikan,
tahukah kau bahwa Sun Tiong-lo sekalian sudah
sampai di kota Gak yang ?" "Aku sudah tahu." tukas Jin Jin cepat, "coba
kalau bukan begitu,
pagi tadi perahu kami sudah berangkat untuk berlayar kembali, justru
karena menunggu dia kami menunda saat pemberangkatan kami, aku
hendak menyelesaikan dendam kesumat diantara mereka lebih dulu
sebelum berangkat."
"Tampakrya usaha itu tidak gampang !" tukas Cukat Tan. Jin Jin
tertawa. "Selama hidup aku tidak mengenal apa yang dinamakan
sukar,
kalianpun tidak usah merisaukan persoalan ini lagi."
Kang Tat merasa apa yang mereka ketahui sudah terlampau banyak,
berdiam terus disitu pun tak ada gunanya maka segera ujarnya:
"Majikan, apakah segala sesuatunya hanya begitu?" "Yaa, cuma
begitu" Mao Tin-bong mengangguk, "ingat, baik-baik
meneruskan hasil karyaku." Agaknya Kang Tat memiliki kecerdasan
yang luar biasa dengan
cepat dia mengiakan: "Jangan kuatir majikan hamba hendak mohon diri
lebih dulu."
selesai berkata, mereka bertiga segera memberi hormat, bangkit berdiri
dan siap mengundurkan diri.
Mendadak Cukat Tan bertanya lagi. "Majikan, selanjutnya tentang
peraturan mengenakan kain
cadar.." Mao Tin-hong berpikir sebentar, kemudian menjawab: "Tak
ada gunanya lagi, suruh mereka semua menampakkan diri
dengan wajah aslinya." "Tapi hamba sekalian tidak mengetahui tentang
nama mereka
semua..." kata Thio Yok sim. "DidaIam ruang rahasia bukit pemakan
manusia terdapat daftar
nama mereka, asalkan diperiksa maka kau akan tahu." Ke tiga orang itu
kembali mengiakan, kemudian mengundurkan
diri dari situ. Sampan mereka masih berada disitu, maka tanpa banyak
bicara
mereka segera meninggalkan perahu tersebut. Kini, mereka bertiga
sudah mengetahui semua persoalan dengan
jelas, maka setibanya didarat, sekali lagi mereka merundingan persoalan
tersebut.
Pertama-tama Kang Tat yang berkata lebih dulu:
"Agaknya si tua bangka ini sudah mengandung maksud jahat, dia
masih mempunyai rencana untuk mengerjai hujin tersebut!"
"ltulah sebabnya kita harus menggunakan kesempatan ini untuk
menemukan Sun sauhiap" seru Thio Yok-sim.
Cukat Tan menambahkan pula: "Yaa, kita harus bertindak cepat, mari
kita mencari secara
terpencar besok pagi kita berjumpa lagi disini !" Untuk sementara
waktu pun mereka berpisah dan mengunjungi
rumah makan, rumah penginapan pemilik perahu untuk mencari
keterangan mengenai Sun Tiong-lo, termasuk Kwa Cun seng yang
hendak mereka cari jejaknya...
ooO-de-Ooo Dibelakang kota Oh cian tin yang berjarak dua puluh lie
dari kota
Gak-yang, terdapat sebuah tebing Luan kong kang. Malam itu, dikala
Thio Yok-sim bertiga sedang mencari Sun
Tiong-lo sekalian, waktu itu Sun Tiong-lo, Hou-ji, Bau ji dan nona Kim
sedang berkumpul di Lung kong-kang.
Waktu itu baru kentongan ke dua, mereka datang agak lebih awal.
Datang lebih awal memang ada manfaatnya, tak ada ruginya,
pertama-tama mereka mencari kuburan besar yang terdapat meja
besarnya, meja besar yang sudah disapu bersih dan menunggu
kedatangan mereka.
Baru saja mereka berempat mengambil tempat duduk, nona Kim segera
berkata:
"Menurut pendapatku malam ini aku tak akan datang," "Kenapa?"
tanya Sun Tiong lo tertawa. "Persoalan ini merupakan suatu masalah
yang tanpa bayangan,
tanpa nama tanpa marga, hanya menyuruh seseorang menyampaikan
sepatah kata pesanan, ternyata kita menuruti
permintaan orang dan bersama sama datang kesini, seandainya
peristiwa ini hanya sebuah perangkap untuk menjebak kita..."
"Jangan lagi hanya jebakan, sekalian sarang naga gua harimau, aku
juga akan kemari !"
Nona Kim kembali menggelengkan kepalanya. gumamnya dengan naaa
kesal : "Aku benar benar tidak mengerti !"
Bau ji yang berada disisinya segera menukas dengan dingin: "Benar,
kau memang tidak mengerti, maka harap kau jangan
mencampuri-urusan yang tidak kau pahami itu kami bukan orang tolol
yang-tak punya otak, kami berani kemari tentu saja mempunyai
alasan-alasan tertentu..!"
Nona Kim segera mendengus. "Alasan apa?" serunya, "aku lihat kau
sudah dibikin keblinger,
Baru mendengar ada kabar tentang orang she Kwa itu, kau sudah
buru-buru berangkat kemari. hmmm!"
Bau ji turut mendengus. "Hmm, tahukah kau betapa pentingnya
orang she Kwa tersebut
untuk kami berdua?" "Benarkah terdapat manusia seperti ini, sampai
sekarang pun
merupakan tanda tanya..." Belum habis sinona menyelesaikan
perkataannya, Sun Tiong lo
sudah mencegah sambil berseru: "Adik Kim, jangan berbicara lagi, ada
orang yang datang!" Mendengar ucapan tersebut, semua orang menjadi
tenang
kembali, betul juga, dari kejauhan sana segera terdengar suara langkah
yang kedengarannya sangat aneh.
Hou ji memandang sekejap kearah Sun Tiong lo, kemudian bisiknya:
"Bukankah dia sengaja berbuat begitu ? Kalau tidak, mengepa untuk
berjalan pun harus mengeluarkan suara yang begitu keras ?"
"Jite, apakah kita harus duduk menanti?" Bau ji bertanya pula dengan
kening berkerut.
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Benar, kita duduk menantikan
kedatangannya."
"Aku lihat lebih baik kalian berdua bersembunyi dulu" usul nona Kim
cepat, "andaikata kejadian ini merupakan perangkap..."
Sebelum nona Kim menyelesaikan perkataannya, Sun Tiong-lo telah
menggelengkan kepalanya sambil menukas.
"Tidak mungkin yang datang bukan sahabat dunia persilatan, agaknya
dia kurang leluasa dalam berjalan memerlukan bantuan tongkat dan
menyeret langkahnya yang berat, itulah sebabnya kita mendengar suara
semacam itu!"
Semua orang merasa kurang percaya sesudah mendengar perkataan itu,
tapi kebetulan sekali orang itu sudah muncul dihadapan mereka.
Dibawah sinar rembulan, seperti apa yang dikatakan Sun Tiong-lo tadi,
kakek itu memang harus berjalan dengan bantuan tongkat.
Sun Tiong lo segera bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya
sementara yang lain pun ikut bangkit berdiri.
Tak lama kemudian, kakek bertongkat itu sudah menghampiri mereka
semua, setelah memandang sekejap wajah orang-orang itu, dia
berkata:
"Lohu kurang leluasa dalam bergerak, bagaimana kalau kita duduk dulu
sebelum berbincang-bincang?"
Sun Tiong-lo segera menjura. "Yaa, memang sudah sepantasnya
demikian, silahkan kau orang tua untuk duduk."
Kakek bertongkat itu tidak sungkan-sungkan lagi, sesudah tertawa dia
lantas duduk di meja sebelah kiri.
Kemudian sambil menuding meja di sebelah kanan kepada Sun
Tiong-lo, sambungnya.
"Sauhiap, silahkan duduk pula, dengan begitu kita baru bisa berbincang
lebih enak."
Sun Tiong-lo mengiakan sambil tertawa, kemudian duduk disebelah
kanan, setelah itu baru tegurnya:
"Lotiang, nampaknya kau seperti kenal dengan diriku ?" Kakek itu
tertawa getir. "Bukan cuma terhadap sauhiap saja, beberapa orang
inipun
kukenal semua." Menyusul kemudian, dia lantas menuding ke arah Bau
ji, Hoa ji
daa nona Kim sembari menyebutkan nama mereka satu persatu.
Diam-diam Sun Tiong lo terkejut sekali, namun perasaan mana
tak sempat diperlihatkan diatas wajahnya. "Lotiang memang tidak salah
menyebut" katanya kemudian, "hal
ini benar-benar membuat aku merasa keheranan sekali" Si Kakek itu
segera tertawa, "Tiada yang perlu diherankan, yang
penting sekarang adalah membicarakan masalah pokoknya!" Bsu ji
paling gelisah diantara sekian orang yang hadir buru-buru
serunya: "Benar, tolong tanya lotiang, darimana kau bisa tahu kalau
kami
sedang mencari seseorang dari marga Kwa?" Kakek bertongkat itu
memandang sekejap ke arah Bau ji
kemudian balik bertanya: "Apakah lohu sudah salah menduga?" Cepat
Bau ji menggelengkan kepalanya.
"ltu mah tidak, cuma..." "Asal persoalannya tidak salah, hal ini sudah
lebih dari cukup"
tukas si kakek bertongkat itu cepat, "tentang bagaimana ceritanya
sehingga lohu bisa mengetahui kalau saudara sekalian hendak
mencari orang ini, kalau dibicarakan yang sebenarnya, mungkin kalian
akan tertawa dan kalian akan mengerti sendiri setelah pembicaraan
dilangsungkan nanti."
Sun Tiong lo tertawa, selanya tiba tiba: "Lotiang, bersediakah kau
untuk memberitahukan siapa nama
lotiang yang sesungguhnya !" Kakek itu menggeleng dengan cepat.
"Maaf kalau aku mempunyai kesulitan hingga tak bisa
menyebutkan nama asliku !" Nona Kim mendengar ucapan tersebut
segera mendengus. "Hmmm! Kau bersikap sok rahasia, sengaja
menyembunyikan
nama dan indentitas yang sebenarnya, siapa tahu kalau kau mempunyai
sesuatu maksud dan tujuan tertentu?"
Kakek bertongkat itu tidak menjawab pertanyaan mana lebih dahulu, dia
mengulurkan tangan kirinya kedepan dan berkata kepada Sun Tiong lo:
"Silahkan Sun sauhiap untuk memeriksa dahulu denyutan nadi lohu..."
Tentu saja Sun Tiong-lo mengetahui maksud dan tujuan lawannya,
sambil tertawa dia lantas menampik:
"Aku mempercayai diri lotiang, soal memeriksa denyutan nadi mah tidak
usah."
"Tidak bisa jadi." seru kakek bertongkat itu dengan wajah serius,
"bagaimana pun jua, kau harus memeriksanya !"
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Sun Tiong-lo menempelkan
ketiga jari tangannya diatas urat nadi pada pergelangan tangan kakek
itu, setelah diperiksa, ia baru merasa amat terkejut.
Dengan mata terbelalak besar dan wajah tertegun, ia segera berseru
lantang:
"Lotiang, apakah kau telah berjumpa dengan musuh tangguh? Kalau
tidak, mengapa tenaga dalammu dipunahkan orang ? Bahkan cara
pemunahan tersebut bukan pemunahan biasa, sebenarnya.."
Kakek bertongkat itu segera tertawa getir, tukasnya: "Masalah lohu
pribadi tiada sangkut pautnya dengan masalah
kita, sekarang, Sun sauhiap telah memeriksa nadiku dan tentunya kau
tahu bukan dengan tubuh begini lemah dan hampir mampus, lohu
sudah tidak berkemampuan lagi untuk mencelakai sauhiap sekalian ?"
Merah padam selembar Sun Tiong-lo karena jengah. "Sebenarnya
aku sendiri memang tiada bermaksud untuk berbuat
demikian." katanya. "Oh, kalau memang begitu, hal ini lebih bagus lagi,
bolehkah aku
membicarakan persoalannya secara langsung ?" kata kakek itu. Dengan
sikap hormat dan sungkan Sun Tiong lo menjawab. "Aku
memang sedang siap mendengarkan perkataanmu itu !" Hou-ji
memandang sekejap ke arah kakek itu, kemudian
menyela. "Tunggu sebentar, bolehkah aku mengajukan satu pertanyaan
kepada Lo-tiang ?" katanya. Kakek itu segera manggut-manggut setuju.
"Tentu saja boleh, katakan saja Hou-hiap." Houji mengerdipkan matanya
berulangkali kemudian berkata: "Lotiang mengundang kami sekalian
datang kemari untuk
membicarakan masalah mengenai orang she Kwa tersebut, bukannya
aku curiga, namun sesungguhnya terdapat beberapa persoalan yang
membuatku tidak habis mengerti, maka terpaksa soal tersebut harus
kutanyakan lebih dulu. Pertama, darimana Lotiang bisa tahu kalau kami
berada disini, dan sekali mencarinya
sudah ketemu ? Kedua, untuk memberitahukan dimanakah she Kwa itu
berada, apakah lotiang mempunyai suatu syarat ?"
"Ketiga, darimana lotiang bisa tahu kalau kami sedang mencari jejak
dari orang she Kwa tersebut..." katanya terputus.
Belum selesai perkataan itu diucapkan kakek bertongkat itu menukas
dengan cepat:
"Semenjak sauhiap sekalian memasuki kota Gak yang, jejak kalian tidak
pernah lolos dari mata-mata lohu: oleh karena itu untuk mencari jejak
kalian, sepertinya bukan soal yang pelik buat lohu !"
"Soal memberitahukan jejak orang she Kwa tersebut, benar, lohu
menang mempunyai syarat tersebut ringan dan lohu percaya kalian
pasti bisa menyetujuinya dengan segera."
"Sedangkan mengenai pertanyaan yang ketiga hal ini lebih gampang
lagi.
Dimasa lalu orang she Kwa itu merupakan otak pembantu dari suatu
pembunuhan, sedangkan kalian bermaksud untuk membalas dendam,
bagaimana mungkin kalian tidak akan mencari jejaknya ?"
Bau ji segera kerkerut kening ucapanmu ini memang masuk di akal, tapi
yang membuat orang tidak habis mengerti adalah darimana lotiang bisa
mengenali kami semua bahkan mengetahui dengan begitu jelas tentang
masalah yang sedang kami hadapi?"
Agaknya kakek bertongkat itu sudah merasa tak sabar lagi, dia segera
menyela:
"Apakah masalah seperti itu tak bisa dibicarakan dibelakangan nanti
saja ?"
"BetuI !" dukung Sun Tiong-lo dengan cepat, "harap lotiang
membicarakan dulu masalah menyangkut tentang orang she Kwa
tersebut !"
Kakek bertongkat itu manggut-manggut, sesudah menarik napas
panjang, dia berkata:
"Orang itu bernama Kwa Cun-seng, dia adalah kakak misan dari Mao Tin
hong, anak bibi, tenaga dalam yang dimilikinya sama sekali tidak berada
dibawah Mao Tin hong, terutama akal dan kecerdasannya, boleh dibilang
tipu muslihat banyak sekali."
"Sayang sekali, meskipun dia pintar namun justru keblinger oleh
kecerdasannya itu sehingga terjebak oleh siasat licik Mao Tin hong,
tanpa disadari dia telah melakukan suatu perbuatan yang memalukan
sekali, akibatnya dia terdesak untuk bergabung dengan Mao Tin hong
dan menjadi komplotannya."
-ooo0dw0ooo-
Jilid 37
"SUATU waktu, ketika Mao Tin-hong sedang melakukan perjalanan dalam
dunia persilatan, dia telah berkenalan dengan seorang iblis wanita dan
kawin, sesungguhnya tidak pantas bila dia bermaksud untuk mengincar
kitab pusaka dan kecantikan perempuan itu, sehingga akibatnya tindakan
mana menimbulkan amarah iblis tersebut dan menghisap sari hawa
lelakinya dengan maksud hendak membinasakannya.
"Dasar nasibnya masih mujur, disaat yang kritis dia tahu bahaya dan
segera mempertahankan sedikit hawa murninya dan kabur dari
cengkeraman iblis wanita itu..."
Bau ji yang mendengar cerita mana tidak bersangkutan dengan
masalah apa yang sedang dihadapinya, dentan perasaan tidak sabar dia
segera menukas:
"Lotiang, silahkan kau membicarakan dulu hal-hal yang terpenting,
masalah yang tetek bengek tak usah dibicarakan lagi."
Dengan cepat kakek bertongkat iiu menggelengkan kepalanya berulang
kali, tukasnya:
"Semuanya itu melupakan soal yang penting sobat Bau-ji, apakah kau
tidak ingin tahu, apa sebabnya ibumu dan nenek mu sampai mati
terbunuh ?"
Paras muka Eau ji segera berubah hebat setelah mendengar perkataan
ini, serunya:
"Apakah kejadiannya ada sangkut pautnya dengan kejadian di atas ?"
Kakek bertongkat itu segera tertawa-tawa. "Tentu saja, tentu ada
sangkut pautnya, bahkan besar sekali sangkut pautnya !" katanya.
"Ooh. baik, baik, kalau begitu lanjutkan kembali kisah ceritamu tadi !"
Kakek bertongkat itu manggut-manggut, katanya kemudian: "Ketika
dalam perjalanan pulang ke daratan Tionggoan Mao Tinhong
telah berkenalan dengan seorang jago pedang muda yang sedang
termashur namanya pada waktu itu, jago muda itu bernama Sun Pak gi,
karena hubungannya yang akrab akhirnya mereka berdua mengikat diri
menjadi saudara angkat !"
Mendengar perkataan itu, Sun Tiong-lo manggut-manggut, Hou ji
berkerut kening sedangkan Bau ji segera menghimpun semangatnya
untuk mendengarkan dengan lebih seksama.
Kakek bertongkat itu segera bercerita lebih jauh, bercerita untuk
mengungkap kembali kejadian lama...
Kisah cerita tenrang keluarga Sun yang mempunyai hubungan dengan
Mao Tin-hong itu di kisahkan oleh kakek bertongkat itu dengan teliti dan
cermat, membuat semua orang terpukau rasanya dan mendengarkan
dengan lebih bersemangat lagi.
Perasaan Sun Tiong lo waktu itu amat berat, setelah memandang
sekejap ke arah kakek bertongkat itu, katanya:
"Lotiang, sebenarnya masalah apakah yang membuat Mao Tin- hong
bermusuhan dengan mendiang ayahku ?"
Kakek itu tertawa getir. "Harap sauhiap jangan terlalu terburu
napsu-berilah kesempatan
bagi lohu untuk berkisah secara pelan-pelan hingga segala sesuatunya
menjadi jelas!"
Persoalan itu memang tak bisa dipaksakan untuk diungkap secara
cepat, oleh sebab itu semua orang pun terpaksa hanya manggutmanggutkan
kepalanya tanda setuju.
Untuk sesaat suasana menjadi hening... ooO-de-Ooo SESAAT
KEMUDIAN, setelah kakek bertongkat itu menarik napas
panjang, dia baru berkata lagi: "Semenjak berkenalan dengan Sun
Pak-gi, sikap dari Mao Tinhong
berobah agak gagah, lagaknya sok enghiong dan sok hohan,
boleh dibilang sikap Sun Pak-gi kepadanya amat tulus, sebaliknya Mao
Tin-hong juga tidak menaruh sesuatu pikiran terhadapnya.
"Oleh sebab itu mereka berdua pun melakukan pengembaraan bersama
dalam dunia persilatan, hanya didalam satu dua tahun saja, mereka
berdua sudah berubah menjadi menjadi seorang pendekar muda yang
dihormati dan di segani dalam dunia persilatan.
"Suatu tahun, Sun Pak-gi pulang sendiri ke desa kelahirannya untuk
berziarah dikuburan leluhurnya, sedang Mao Tin-hong juga merasa
cukup umur, maka dia pulang ke dusunnya dan membangun sebuah
perkampungan disana yang pada akhirnya menjadi perkampungan
Ang-liu ceng yang amat termasyur itu."
"Perpisahan mereka berdua berlangsung dua tahun lamanya, sementara
Sun Pak-gi telah berkenalan pula dengan lima saudara "Ngo kian" dan
didalam suatu peristiwa, secara kebetulan pula bertemu dengan Wan
Lihiap."
Rupanya mereka berdua saling jatuh cinta dalam pandangan yang
pertama, sejak itulah mereka berkelana bersama dalam dunia persilatan
diiringi Ngo kian.
"Suatu ketika, dia mengundang Mao Tin hong untuk bertemu di rumah
makan Ping oa ciu lo ditepi telaga Say cu oh,,."
Berbicara sampai disini, kakek bertongkat itu berhenti berbicara dan
memandang sekejap kearah Sun Tiong lo dan bau ji sambil menghela
napas panjang, sikapnya itu membuat orang merasakan betapa
seriusnya masalah itu.
Betul juga, setelah menghela napas panjang kakek bertongkat itu
berkata lebih jauh:
"Sun sauhiap, pertemuan yang diselenggarakan ditepi telaga Say cu oh
tersebut merupakan sumber dari permusuhan tersebut!"
Sun Tiong lo tidak menjawab, alis matanya saja yang segera berkenyit
kencang.
Melihat Sun Tiong lo tidak bicara terpaksa kakek bertongkat itu
melanjutkan katanya:
"Dalam pertemuan dirumah makan Ping oh-ciu lo tersebut yang hadir
boleh dibilang sahabat lama semua, rupanya Mao Ting hong dan Wan
lihiap pun sudah pernah saling berkenalan dalam dunia persilatan pada
dua tahun berselang, rupanya secara diam-diam Mao Tin hong pun
menaruh hati terhadap pendekar wanita tersebut.
"Setelah diperkenalkan oleh Sun Pak-gi, suasana bertambah akrab dan
rumah makan itu penuh dengan gelak tertawa yang amat ramai.
"Selama perjamuan berselang, baik Mao Tin hong maupun Sun Pak gi
sama-sama berusaha merebut hati Wan lihiap, mungkin yang terlibat
tidak menyadari akan hal ini, lain halnya dengan Ngo-kian yang ikut
menyaksikan dari samping.
"Sebagai orang yang berpengalaman entah mengapa Ngo kian telah
merasakan betapa licik dan banyak tipu muslihatnya Mao Tin
hong tersebut bahkan mengetahui pula akan perasaan hati Sun Pak gi
terhadap Wan lihiap, maka secara diam-diam mereka lantas berunding
dan mengambil suatu keputusan.
"Keesokan harinya, Ngo kian segera tampil kedepan dan berkunjung ke
rumah orang tua Wan lihiap serta mewakili Pak-gi untuk melamar gadis
tersebut, ternyata segalanya berjalan lancar, hari perkawinanpun segera
ditetap kan !"
"Mendengar sampai disitu, Sun Tiong lo segera dapat meraba garis besar
dari jalannya peristiwa tersebut, dia segera menghembuskan napas
panjang.
Ketika Bau-ji menyaksikan kakek itu berhenti bercerita, dengan kening
berkerut dia segera menegur:
"Ayolah lanjutkan ceritamu!" katanya. Kakek bertongkat itu
menggeserkan tongkatnya lebih dulu, lalu
baru berkata lebih jauh: "Tatkala lima saudara Ngo-kian minta ijin untuk
meninggalkan
rumah makan Ping-ou ciu lo tersebut dan meminta kepada Sun Pak- gi.
Mao Tin-hong serta Wan Lihiap untuk menunggu dua hari disitu, Mao
Tin hong sudah menaruh curiga.
"Maka ketika malam ke tiga disaat Ngo-kian bersaudara kembali ke
rumah makan itu dan memberitahukan keadaan yang sebenarnya
kepada Wan lihiap dan Sun Pak gi, karena malunya Wan lihiap segera
mohon diri lebih dulu untuk pulang kerumah.
"Mao Tin hong mendengar pula berita tersebut menjadi cemburu
bercampur sedih, meskipun dia sempat menyampaikan ucapan selamat
kepada Sun Pak gi, nanum hatinya ketika itu sudah membencinya
setengah mati.
"Maka sewaktu hari yang ditentukan hampir tiba dan Sun pak gi
mengundang Mao Tin hong untuk mendampinginya, permintaan
tersebut di tolak rnentah-mentah oleh Mao Tin hong, bahkan dengan
alasan masih ada janji lain, dia pergi meninggalkan tempat itu."
Tiba tiba Hou ji menukas: "Peristiwa itu lebih pantas dikatakan
sebagai takdir dan jodoh,
mengapa Mao Tin hong malah menaruh benci dan dendam terhadap
sahabat karibnya sendiri?"
"Kita tidak bisa membicarakan masalah ini menurut ukuran yang
sewajarnya, terutama terhadap manusia yang berjiwa sempit dan
berpikiran picik seperti Mao Tin hong itu, kalau bukan begitu, diapun tak
akan melakukan tindakan berikutnya yang brutal dan sama sekali diluar
dugaan itu"
"Anggap saja Mao Tin hong memang menaruh rasa dendam terhadap
toa nio dan mendiang ayahku." sela Bau ji dingin, "tapi dengan ibu dan
nenekku..."
Cepai kakek itu menukas kembali: "Kau tak usah terburu napsu, satu
persatu semuanya akan
kuceritakan sampai jelas. "Ketika Mao Tin hong merasa ia sudah tak
berdaya lagi untuk
menolong keadaan dan merebut hati Wan lihiap, hatinya baru merasa
sakit dan pukulan batin yang dialaminya itulah memaksa dia untuk
menampik undangan dari Sun Pak gi.
"Namun kemudian, semakin dipikir dia merasa semakin benci, hingga
rasa dendamnya terhadap Sun Pak gi boleh dibilang sudah merasuk ke
tulang sumsum, terutama sekali terhadap lima bersaudara Ngo kian yang
dianggap sebagai biang keladinya, rasa bencinya boleh dibilang sukar
dilukiskan dengan kata kata, yang lebih aneh lagi, terhadap Wan Lihiap
pribadi pun ia turut mendendam.
"Sudah cukup lama dia memikirkan masalah tersebut dengan seksama,
bahkan pernah pula membicarakan soal itu dengan sahabat karib nya,
dia merasa bila dibandingkan dengan Sun Pak-gi, maka seharusnya dia
hanya lebih tangguh dan tak mungkin lebih lemah..."
"Apa yang dimaksudkan sebagai: Lebih tangguh dan tak mungkin lebih
lemah itu?" tukas Hou-ji.
Kakek bertongkat itu segara tertawa terkekeh-kakeh. "Yang dia
maksudkan adalah baik paras muka kedudukan, harta
kekayaan maupun nama besar mereki berdua, Yaa, berbicara soal hal
tersebut, terus terangnya saja waktu itu Mao Tin hong memang lebih
mengungguli Sun Pak gi !"
Walaupun Sun Tiong lo sekalian dilahirkan lebih muda dan tidak
menyaksikan sendiri kesemuanya itu, namun mereka sudah banyak
mendengar dari cerita orang persilatan seperti apa yang dikatakan kakek
bertongkat tersebut, dulu Mio Tin hong memang jauh mengungguli Sun
Pak gi dalam bidang apa saja.
Sementara itu, si kakek sudah memandang sekejap kearah Hou ji,
kemudian berkata lebih jauh:
"Tentu saja berbicara soal tenaga dalam, ilmu silat dan watak, Mao Tin
hong masih kalah bila dibandingkan dengan Sun Pak gi, oleh sebab itu
kalau dibilang Win lihiap penuju pada Sun Pak gi, hal ini memang
merupakan hasil dari kejelian mata pendekar wanita itu!"
Oleh karena orang lain sedang menyanjung orang tuanya, tentu saja
Sun Tiong lo tidak dapat berbicara apa apa lagi, dia hanya tertawa
belaka.
Sesudah tersenyum kakek itu melanjutkan. "Sementara itu, Mao Tin
hong masih memutar otak untuk
mencari jalan yang terbaik untuk melenyapkan musuhnya, tapi hingga
saat perkawinan Sun Pak gi dan Wan lihiap dilangsungkan, ia masih
belum berhasil menemukan suatu cara pun.
"Maka diapun menggunakan suatu alasan untuk tidak menghadiri pesta
perkawinan tersebut, sebaliknya menyembunyikan diri sambil mengatur
bagaimana untuk menjalankan siasat satu batu mendapat dua ekor
burung dan menghindari kecurigaan orang terhadap dirinya.
"Akhirnya dia berkenalan dengan Yan li-hiap, Yan Wan hong dari bukit
Siau-han san, dari tubuh Yan lihiap inilah dia memperoleh suatu rencana
yang amat bagus untuk melakukan pembalasan dendam.
"Maka dengan suatu alasan, dia mengundang adik angkatnya Sun Pak gi
untuk berkunjung ke perkampungannya untuk merayakan hari ulang
tahunnya, waktu itu Yan lihiap juga hadir, masih ada lagi komplotan
orang kepercayaannya.
"Dalam perjamuan mana diam-diam ia mencampuri arak Yan lihiap dan
Sun Pak gi dengan obat perangsang, kemudian mengantar mereka
dalam satu kamar yang berakibat Yan lihiap kehilangan kehormatannya
dan mengandung..."
Bau ji mendengar sampai disitu, mendadak dia menjadi teringat kembali
dengan perdebatan yang sedang dilangsungkan antara ayah dan ibunya
dalam ruangan, dimana dia dan Sun Tiong-lo turut mendengarkan dari
luar jendela.
Waktu itu ibunya menuntut kepada ayahnya, tapi ayahnya selalu
menyangkal telah berbuat sesuatu atas dirinya.
Berpikir sampai disana, tanpa terasa Bau-jl segera memperlihatkan rasa
sangsi:
Menyaksikan hal mana, sambil tertawa kakek itu segera berkata agak
pelan-pelan:
"Keadaan pada waktu itu masih terselip sebuah rahasia besar, seperti
diketahui Yan lihiap kehilangan kehormatannya dalam keadaan tak
sadar, demikian pula dengan keadaan dari Sun Pak gi, Ketika selesai
melakukan perbuatan tersebut dan mereka berdua tertidur, secara
diam-diam Mao Tin hong telah menggotong Sun Pak-gi untuk
dipindahkan ke kamar lain, sedangkan ia sendiri justru menyaru Sun Pak
gi untuk tidur bersama Yan lihiap."
Dengan cepat Hou ji dapat menangkap kejanggalan dari cerita itu,
dengan cepat dia menyela:
"Mengapa dia harus membuang banyak waktu dengan berbuat
demikian...?"
Sedangkan Bau ji juga segera bertanya: "Aku dan jite pernah
mendengarkan perdebatan antara ayah dan ibu ku dimasa lalu, waktu
itu ayanku bersikeras mengatakan kalau tidak menginap dalam kamar
ibuku, apa pula yang sesungguhnya telah terjadi..?"
Kakek itu menghela napas panjang, "Aaaai, disinilah terletak kekejaman
Mao Tin-hong, malam itu Yan lihiap yang pertama-tama tidak kuat
minum arak sehingga sebelum kehilangan kesadarannya telah dihantar
kembali ke kamarnya.
"Menyusul kemudian Sun Pak-gi juga di hantar ke sana, waktu itu Sun
Pak gi sudah rada terpengaruh namun masih sanggup menahan diri,
orang yang menghantarnya sengaja membukakan pintu kamar Yan
lihiap dan menyuruhnya masuk.
"Waktu itu Yan lihiap memang belum terpengaruh oleh obat
perangsang, maka dia lantas menegur ada urusan apa memasuki
kamarnya.
Sun Pak-gl yang masih sanggup mempertahan diri tahu kalau salah
masuk, dia segera minta maaf kepada Yan lihiap dan segera
mengundurkan diri dari sana.
"Tapi belum lama sesudah keluar dari kamar, dia roboh tak sadar,
sedangkan Yan lihiap juga tak sadar pula terpengaruh obat perangsang,
akhirnya secara diam-diam mereka disatukan kembali didalam kamar
dan terjadi lah peristiwa itu !"
Sun Tiong-lo dan Bau-ji saling bertukar pandangan sekejap kemudian
manggut-manggut.
Sekarang mereka berdua sudah mengetahui garis besar dari peristiwa
itu, bahkan dari apa yang diketahui itu, mereka pun semakin memahami
lagi watak yang sesungguhnya dari Mao Tin hong.
Dari sini, bisa disimpulkan kalau Mao Tm hong adalah seorang manusia
yang licik, teliti dan banyak tipu muslihatnya.
Nona Kim yang selama ini membungkam terus, hingga kini masih belum
percaya kalau dia bukanlah mereka itu putri Mao Tin-hong, oleh sebab
itu terhadap ucapan dari kakek ber tongkat inipun merasa sangsi dan
tidak mempercayainya.
Sekarang dia seperti berhasil menangkap suatu titik kelemahan, dengan
dingin segera tegurnya:
"Waaah, tampaknya kau mengetahui jelas sekali akan persoalan yang
menyangkut keluarga Sun dan keluarga Mao !"
Kakek itu memandang sekejap kearah nona Kim, lalu menjawab:
"Benar, dalam kolong langit dewasa ini, selain Mao Tin hong
pribadi, siapapun tak bisa mengetahui persoalan yang begini banyak
melebihi apa yang lohu ketahui, apakah nona tidak percaya ?"
Nona Kim mendengus dingin, "Hmm, betul aku memang tidak percaya
!" Kakek bertongkat itu segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaahh... haaahh... haaahhh... terserah bagaimana pendapat nona !
Namun bila aku sudah selesai mengutarakan semua persoalan yang
kuketahui nanti, aku percaya pikiran nona nanti alan sama sekali
berubah dengan pandanganmu sekarang!"
"Aaah belum tentu begitu!" sahut nona Kim sambil melotot gusar
kearahnya.
Kakek bertongkat itu tidak memberi tanggapan lebih jauh, sambil
tertawa dia lantas berpaling kearah Sun Tioog lo sambil melanjutkan
keterangannya:
"Sun Pak gi yang dijumpai Yan lihiap setelah sadar tak lain adalah hasil
penyaruan diri Mao Tin hong, kebetulan sekali tak lama sesudah
peristiwa tersebat, Sun Pak gi juga mengajak istrinya mengundurkan diri
dari dunia persilatan.
"Yang dimaksudkan sebagai mengundurkan diri hanyalah tidak
melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan sampai akhirnya
gedung mereka telah selesai dibangun, suami istri berdua itu baru
mengambil keputusan untuk mengundurkan diri benar-benar dari
keramaian dunia. rencananya niat tersebut akan diumumkan dihadapan
para tamu yang menyampaikan selamat.
"Siapa tahu, pada saat itulah mereka mendapatkan pemberitahuan dari
Lok hun pay, sebetulnya suami isteri berdua tak berniat untuk meminta
bantuan dari sahabat karibnya, apa mau dikata pada saat itulah Ngo kian
telah datang kesana..."
"Bukankah kejadian ini sangat kebetulan?" sela nona Kim dengan
cepat.
"Benar, sekilas pandangan, kedatangan dari lima bersaudara Ngo kian
seperti suatu kebetulan saja, pada hal bukan demikian sesungguhnya,
mereka bisa muncul disitu karena diundang orang?"
"Siapa yang mengundang mereka?" tanya Hou ji, "Mao Tin hong
yaitu silencana Lok hun pay!" Nona Kimbali mendengus dingin.
"Hmm, darimana kau bisa tahu kalau dia yang mengundang
kehadiran mereka?" "Mao Tiu hong sudah bertekad hendak membunuh
Ngo kian
untuk melampiaskan rasa bencinya, itulah sebabnya dia memberitahukan
kepada ke lima orang bersaudara itu bahwa Sun Pak gi sedang
mengalami ancaman bahaya maut, sehingga dengan demikian mereka
ber lima akan berkumpul menjadi satu."
"Sesungguhnya dendam sakit hati apakah yang terjalin antara Mao Tin
hong dengan Ngo-kian?" tanya Hou ji pula dengan kening berkerut.
"Dulu, andaikata Ngo-kian tidak bertindak sebagai Mak comblang dan
meminangkan Wan lihiap untuk Sun Pak gi, bagaimana mungkin Wan
lihiap bisa menjadi istri Sun Pak gi ? Oleh sebab itu, di dalam anngapan
Mao Tin hong, lima bersaudara Ngo kian merupakan biang keladi dari
semua peristiwa tersebut."
Tanpa terasa Sun Tiong-lo manggut-manggut. "Oooh, rupanya begitu,
kasihan benar ke lima orang paman angkatku itu..."
Kini, sorot mata kakek tersebut baru dialihkan kembali ke wajah Bau ji,
kemudian melanjutkan:
"Malam itu, didahului dengan pengiriman kode rahasia oleh Kwa Cun
seng yang sudah menyelundup ke dalam gedung keluarga Sun, mula2
Mao Tin-hong menuju keruang belakang dulu untuk membunuh Wan
lihiap, kemudian ia muncul kembali dengan dandanan sebagai pelayan
gedung keluarga Sun yang meneriakkan kalau Cubo sudah mati
terbunuh."
"Disaat Sun Pak gi sedang tertegun karena mendengar berita kematian
itu, diapun menggunakan ilmu Ciat lik sinkang untuk mendorong tangan
Yan hliiap hingga pedangnya menusuk ke perut Sun Pak gi.
"Berhasil dengan usahanya itu, menggunakan kesempatan dikala Yan
lihiap sedang terperanjat diapun menggunakan alasan membantu Yan
Sian poo dan manfaatkan kesempatan itu untuk membinasakan lima
bersaudara Ngo kian, disusul kemudian dengan melakukan pencarian
terhadap sauhiap dengan tujuan membabat rumput sampai ke
akar-akarnya.
"Tapi Thian memang maha kuasa, dikala ia sedang menghabisi nyawa
lima bersaudara Ngo kian itulah, sauhiap telah ditolong oleh paman
angkatmu hingga lolos dari ancaman bahaya maut, hal inipun membuat
Mao Tin hong menanamkan bibit bencana baginya untuk di kemudian
hari.
Gagal didalam usahanya menemukan sauhiap ia lantas teringat kembali
kalau putra Yan li hiap pun merupakan darah daging keluarga Sun,
tentu saja dia tak akan melepaskannya dengan begitu saja, akhirnya
terjadilah pembantaiannya atas Yan Sian-poo dan Yan lihiap.
"Tujuannya untuk membunuh Yan poo berdua sesungguhnya palsu,
yang sebenarnya adalah dia hendak membunuh anak yatim yang
mengenaskan itu, siapa tahu semuanya sudah ditakdirkan oleh Yang
Kuasa, justru si bocah itu berhasil meloloskan diri dari cengkeraman
mautnya !"
Berbicara sampai disitu, kakek tersebut terengah-engah dengan wajah
pucat, nampaknya dia merasa lelah sekali.
Lama kemudian, dia baru menggelengkan kepalanya dan berkata lagi
dengan sedih:
"Persoalan tentang hubungan keluarga Mao dan keluarga Sun sudah
banyak yang kucerita kan, lohu yakin kau pun sudah mengetahui cukup
jelas, nah. apa bila sauhiap ada pertanyaan, silahkan diajukan
kepadaku.."
Bau jl segera berpaling ke arah Sun Tiong-lo sambil bertanya: "Jite,
apakah kau hendak menanyakan sesuatu ?" "Siaute sudah tiada
masalah yang perlu ditanyakan lagi" jawab
Sun Tiong lo dengan hormat. Bau ji manggut-manggut kepada kakek
itu segera ujarnya: "Orang tua, aku masih ingin meminta
keteranganmu tentang satu
hal..." "Katakan, asal lohu tahu, pasti akan kuterangkan" Dengan wajah
serius Bau ji berkata: "Kalau bicara soal perasaan,
apa yang dikatakan kau orang tua barusan, kendatipun ditinjau dari
sudut yang manapun dapat dibuktikan kalau semua itu merupakan
kenyataan dan tak dapat diragukan lagi kebenarannya.
Tapi, diantara sekian banyak persoalan yang kau ungkapkan, banyak
diantaranya yang seharusnya merupakan suatu rahasia pribadi. kecuali
Mao si bajingan tua itu, sulit bagi orang lain untuk mengetahuinya, tapi
kenyataannya kau orang tua bisa mengetahui dengaa jelas sekali."
Kakek itu segera menukas: "Lohu cukup memahami maksud hati dari
sauhiap, tentang ini
maaf bila lohu sengaja merahasiakannya, namun sauhiap tak usah
kuatir tak lama lagi lohu pasti akan memberi penjelasan tentang
persoalan ini."
Bauji tidak berkata apa apa lagi, katanya kemudian sambil tertawa:
"Baik, kalau begitu aku akan mendengarkan." Kakek itu tertawa
sorot matanya segera dialihkan kewajah nona
Kim, lalu katanya: "Seharusnya nonapun mempunyai banyak persoalan
yang
mencurigakan hatimu bukan ?" "Kau memang pintar, benar, aku
memang banyak persoalan yang
membingungkan, tapi aku tak ingin bersia-sia untuk mengutarakan nya
keluar, akupun tak ingin bertanya lagi."
"Oooh, apa sebabnya nona menganggap ucapan mana hanya sia-sia
saja?" sudah tahu namun rupanya kakek itu sengaja bertanya lagi.
Nona Kim tertawa dingin. "Selama ini, kau selalu menolak untuk
mengungkapkan nama
serta asal usulmu yang sebenarnya kau selalu sok rahasia dan berdalih
akan menerangkan hal ini belakangan nanti, hmmm ! Terhadap
seseorang yang tak berani mengungkapkan nama serta asal usul yang
sebenarnya, buat apa aku mesti banyak bertanya lagi ?"
Tampaknya kakek itu seperti ada maksud untuk menggoda nona Kim,
katanya kemudian:
"Maksud nona berhubung selama ini lohu selalu merahasiakan namaku.
maka kau menganggap lohu tak dapat dipercaya, maka kau pun tak
usah banyak berbicara lagi ?"
Nona Kim manggut manggut "Benar, memang begitu maksudku !"
Kakek itu segera tertawa. "Sekarang untuk kesekian kalinya aku
hendak menandaskan
kepada nona, nama dan asal usul lohu pasti akan
kuungkapkan bila
pembicaraan disini telah selesai, aku tidak akan berusaha untuk
merahasiakannya."
"Cuma, sebelum lohu menyinggung soal nama dan asal usul lohu itu,
terlebih dahulu lohu minta maaf kepada nona dan ingin mengajukan
suatu pertanyaan kepadamu !"
"Kau boleh mengajukan pertanyaan, mau menjawab atau tidak adalah
urusanku sendiri."
"Ooooh, lohu saja" kata si kakek sambil tertawa," lohu sudah tentu tak
akan memaksa !"
Kemudian setelah berhenti sejenak, tanyanya lagi: "Nona, hingga
sekarang tentunya kau masih belum mengetahui
riwayat hidupmu yang sebenarnya bukan ?" "Tentang persoalan ini,
lebih baik kau tak usah membuang
banyak pikiran untuk mengurusi diriku !" bentak nona Kim dengan mata
melotot penuh kemarahan.
"Nona" kata sikakek lagi dengan wajah bersungguh-sungguh, "bila lohu
tidak menunjukkan sikap baik dengan mengungkapkan asal usul nona,
mungkin nona akan menyesal sepanjang masa dan selalu bersedih
hati.."
Dengan gusar Nona Kim kembali membentak. "Lebih baik kau jangan
mengaco belo lagi dihadapanku!" Kakek itu menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil
menghela napas panjang, ke mudian berkata: "BiIa nona tidak memberi
kesempatan kepada lohu untuk
membicarakan persoalan ini, terpaksa lohupun tidak akan
membicarakannya tapi ada satu persoalan lain yang mau tak mau harus
lohu terangkan lebih dahulu..!"
"Apakah persoalan itupun menyangkut tentang persoaIanku...?" seru
nona Kim dengan kening berkerut.
Kakek itu berpikir sebentar, kemudian baru menyahut.
"Bukan hanya menyangkut soal nona saja!" "Kalau masih ada
sangkut pautnya dengan orang lain, mau bicara
atau tidak terserah pada dirimu sendiri" kata nona Kim kemudian
dengan suara dingin. Kakek itu menyapu sekejap wajah nona Kim
kemudian ujarnya.
"Mula-mula lohu ingin membicarakan lebih dahulu masalah yang
menyangkut tentang seorang perempuan lain !"
"Seorang perempuan lain? siapa ?" seru nona Kim dengan wajah
tertegun karena keheranan.
"Dia adalah selir kesayangan dari Lok hun pay Mao Tin hong, Su Nio !
Kau kenal bukan dengan perempuan ini ?"
Paras muka nona Kim berubah hebat. "Buat apa kita membicarakan
persoalan tentang dia ?" "Lohu percaya, disaat dia hendak
meninggalkan Bukit Pemakan
Manusia, sebelumnya tentu sudah mengadakan hubungan kontak dengan
nona bukan ? Dan aku percaya diapun sudah menyampaikan sesuatu
bukan kepada nona..?"
Nona Kim tidak menjawab, tepi tanpa terasa dia menjadi teringat
kembali dengan peristiwa sebelum Su Nio melarikan diri dari Bukit
Pemakan manusia, dimana perempuan itu telah menyampaikan banyak
masalah dengannya.
Agaknya kakek bertongkat itu seperti mengetahui dengan jelas atas
peristiwa yang terjadi pada malam itu, sesudah bermenung sebentar,
seperti sengaja tak sengaja dia melirik sekejap kearah nona Kim,
kemudian berkata lagi:
"Lohu hendak menyampaikan pesan kepada nona, bahwa apa yang
diucapkan oleh Su Nio itu sesungguhnya bisa dipercaya semua."
Nona Kim segera mendengus dingin, "Hmm, atas dasar apa kau
mengatakan kalau perkataannya itu dapat dipercaya?"
Kakek bertongkat itu menghela napas, "aaii.... kisah yang sebenarnya
seperti sebuah cerita saja, bolehkah lohu untuk mengungkapnya.,."
Belum habis ia berkata, sekali lagi ia ber-kata, sekali lagi nona Kim
menukas:
"Tidak usah, itu tidak suka mendengarkan kisah ceritamu itu!" Sun
Tiong lo yang berada disampingnya segera berkerut kening,
kemudian menyela: "Adik Klm, apa salahnya untuk didengarkan" Nona
Kim benar benar merasa bingung dan serba salah, namun
sesungguhnya dia ingin mengetahui dengan segera segala sesuatu yang
menyangkut riwayat hidup sesungguhnya, akan tetapi diapun kuatir
apabila sudah mengetahui keadaan yang sebenarnya, dia akan menjadi
tak tahan.
Sekarang, dalam segala bidang dan semua masalah, dia sudah merasa
kalau Mao Tin hong adalah seorang manusia misterius yang amat
mencurigakan rasa percayanya pada diri sendiri menjadi goyah, dia ingin
membuktikan kebenaran dari dugaannya tersebut.
Maka sesudah Sun Tiong lo turut menimbrung diapun tidak membantah
ataupun mengucapkan sepatah katapun ditatapnya Sun Tiong lo dengan
pandangan gugup.
Sun Tion lo tersenyum. dia maju kedepan dan menggenggam
tangannya yang lembut dengan mesra.
Menyaksikan keadaan mana, kakek bertongkat itu segera berkata lagi
sambil tertawa.
"Sebelum menemui ajalnya, lohu bisa menyaksikan kalian enghiong dan
Bu jin..."
"Kau tidak usah mengaco belo tak karuan." tukas nona Kim dengan
penuh kegusaran.
Kakek bertongkat itu segera tertawa terbahak-bahak, dia pun
mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya:
"Haah... haaah... haaah... dunia persilatan ini penuh dengan pelbagai
aliran, meski ada sepuluh perguruan besar di tambah dua belas partai
lainnya namun baik Siau lim pay mau pun Bu Tong pay masih terhitung
kekuatan yang lemah.
"Kalau bicara ilmu silat dan tenaga dalam yang sesungguhnya, tiada
perguruan atau partai manapun didunia persilatan yang bisa
menandingi keluarga Kwik dari kota Tong ciu.
"Keluarga Kwik dari kota Tong ciu merupakan satu-satunya keluarga
persilatan yang banyak melakukan kebajikan dan perbuatan sosial,
dimana Mao Tin hong masih malang melintang didalam dunia persilatan
pun, hanya keluarga Kwik dari kota Tong ciu yang disegani.
Oleh sebab itu tak segan-segannya dia itu menyingkir jauh-jauh dari
gedung keluarga itu, sementara secara diam-diam mengutus jago-jago
lihay nya untuk menyelundup ke dalam gedung keluarga Kwik.
"Waktu itu, kebetulan sekali Kwik Toa wang-wee baru saja memperoleh
seorang putri yang disayangi seperti menyayangi nyawa sendiri, nah!
Disaat itulah, jago-jago lihay yang dikirim Mao Tin-hong segera
menjalankan aksi-nya dengan membohongi mak inang pengasuh putri
tersebut, kemudian menculik dan melarikan putri dari keluarga Kwik ini."
Nona Kim merasakan hatinya terkesiap, tanpa terasa dia teringat
kembali dengan ucapan dari Su Nio.
Sebelum pergi, Su Nio pun memberitahukan kepadanya bahwa dia she
Kwik, tapi tidak menyebutkan desa kelahirannya.
Setelah dicocokkan dengan perkataan dari si kakek sekarang,
terbuktilah sudah kalau ucapan tersebut persis sama antara yang satu
dengan lainnya, jangan-jangan...
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa nona Kim segera
menukas:
"Kau sedang membawakan sebuah cerita ?" "Tidak, lohu ledang
membawakan kisah nyata dan riwayat hliup
nona" sahut kakek itu dengan wajah serius. "Jadi kau mengatakan kalau
aku she Kwik?" seru nona Kim
dengan sepasang mata melotot besar. Kakek itu manggut-manggut.
"Tepat sekali, nona adalah putri kesayangan dari Kwik Toawangwee...!"
Belum sempat nona Kim mengucapkan sesuatu, Sun
Tiong lo
telah menyela kembali dari samping: "Lotiang, dapatkah kau
menjelaskan teka-teki ini ?" "Menjelaskan teka teki ini ? Apa yang Sun
sauhiap maksudkan ?"
seru si kakek dengan wajah tertegun. Sun Tiong lo memandang
sekejap ke arah nona Kim, kemudian
katanya: "Menurut apa yang kuketahui, bukan saja Kwik Wangwee
adalah
seorang yang saleh dan ramah, diapun memiliki ilmu silat yang amat
lihay dengan tenaga dalam yang tiada bandingannya..."
"Benar, benar !" sahut si kakek sambil mengangguk, "Sauhiap memang
seorang yang mempunyai maksud-maksud tertentu rupanya !"
Setelah kejadian berkembang menjadi begini rupa, Sun Tiong-lo merasa
tidak perlu untuk membahas akan kejadian di masa lalu lagi, maka
katanya kemudian:
"Terus terang saja kukatakan lotiang, seandainya Kwik wangwee tidak
membantuku, mana mungkin aku bisa memiliki ilmu siiat seperti apa
yang kumiliki sekarang !"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, kakek bertongkat iiu menjadi amat
terkejut dia se gera berseru tertahan:
"Maksud sauhiap, kepandaian silat yang kau miliki itu berasal dari
keluarga Kwik?"
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Yaa, dasar kepandaianku sih
berasal dari ketua Kay pang, tapi
tehnik ilmu silatnya berasal dari Kwik wangwee!" Mendengar sampai
disini, kakek bertongkat iiu segera menghela
napas panjang. "Aaaai, rupanya begitu, tak heran kalau Mao Tin-hong
tak
mampu untuk menandingi sauhiap !" Sun Tiong lo tertawa hambar.
"Lotiang, oleh sebab itulah aku merasa agak curiga dengan
peristiwa yang lotiang ceritakan barusan, dimana Mao Tin hong telah
mengirim orang untuk menculik putrinya, sebab sepengetahuanku ilmu
silat dari Kwik wangwee liehay sekali..."
"Sun sauhiap, harap kau jangan lupa, Mio-Tin hong bertindak dengan
suatu perencanaan yang amat matang."
Sun Tiong lo manggut-manggut. "Tentu saja, cuma setelah
kehilangan putri nya tentu saja Kwik
wangwae tak akan berpeluk tangan belaka!" "Tentu saja tak akan
berpeluk tangan belaka, sayang sekali tiada
tanda tanda yang bisa dipakai untuk melacaki peristiwa tersebut pada
waktu itu, si Inang pengasuh yang masuk perangkap dan kena tertipu
pada akhirnya juga turut dibunuh oleh Mao Tin hong, sehingga boleh
dibilang tiada saksi hidup yang bisa ditemukan lagi."
"Membunuh saksi hidup? Siapa yg terbunuh?" "lnang pengasuh
tersebut !" "Siapa yang membunuh ?" "Su Nio, padahal Su Nio sendiri
pun cukup mengenaskan
nasibnya, dia sendiri pun kena di culik dan diancam oleh Mao
Tinhong
sehingga akhirnya tak berani membangkang perintahnya, semua
kesulitan tersebut lohu ketahui dengan jelas sekali !"
Hou-ji yang selama ini hanya membungkam terus mendadak menyela:
"Aku tak sanggup menahan diri untuk mengajukan satu pertanyaan
kepadamu, darimana kau bisa mengetahui persoalan yang begini banyak
..."
Kakek itu tertawa getir "Bila segala sesuatunya sudah kuterangkan
lohu tentu akan
memberi penjelasan tentang persoalan ini" "Jadi sekarang tidak dapat
?" tanya Hou-ji sambil tertawa. Kakek itu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali. "Tidak dspat, camun lohu dapat menjanjikan
kepada Hou-hiap,
sebelum ku tinggalkan tempat ini, pasti akan kuterangkan persoalan ini
kepada saudara sekalian"
Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah nona Kim yang berada
disisinya, lalu bertanya kepada kakek itu:
"Persoalan mengenai nona Kim, aku percaya ada kemungkinan seperti
itu, sekarang aku ingin bertanya kepada lotiang, masih ada persoalan
apa lagi yang hendak disampaikan kepada kami ?"
"Kini Mao Tin hong berada atas sebuah perahu besar ditengah telaga
sana !" kata kakek itu cepat.
Mendengar perkataan itu, buru buru Bau ji bertanya : "Sungguh ?
Diatas perahu yang mana ?"
"Daripada salah sasaran, lohu bersedia untuk menunjukkan sendiri
perahu itu"
"Baik, baik, kami akan segera berangkat!" kata Bau ji cepat.
Buru-buru Sun Tiong lo mencegah kakaknya untuk beranjak,
katanya dengan cepat:
"Toako, harap tunggu sebentar lagi" Kemudian sesudah berhenti
sejenak, ujarnya lagi kepada si kakek bertongkat itu:
"Lotiang, bukannya aku kelewat banyak curiga, atas kesediaan lotiang
memberitahukan begiat banyak rahasia kepada kami, tentu saja kami
merasa berterima kasih sekali.
"Cuma, kami cukup mengetahui akan kelicikan dan kebusukan Mao
Tin-hong, tak bisa di salahkan kalau kami harus bertindak kelewat
berhati-hati didalam persoalan ini, karena itu kami harus menanyakan
pula masalah ini sampai menjadi jelas."
Kakek itu segera manggut-manggut. "Yaa, sudah seharusnya begitu,
bila sauhiap menaruh curiga,
sudah sewajarnya bila diutarakan." "Berbicara dari keadaan lotiang yang
begitu jelas mengetahui
akan peristiwa yang lampau, semestinya kau mempunyai hubungan
yang akrab sekali dengan Mao Tin hong, bahkan bisa jadi kaupun
pernah terlibat didalam peristiwa ini!"
Belum selesai ia berkata, kakek itu menukas "Sauhiap, mengenai asal
usul lohu, akan ku terangkan pada akhir pembicaaraan nanti."
Sun Tiong-lo tertawa. "Baik, kalau begitu aku ingin bertanya kepada
looang, setelah
kau mengungkap begitu banyak rahasia tentang Mao Tin hong kepada
kami, apakah kau mempunyai pekerjaan yang menginginkan
pertolongan kami untuk menyelesaikannya? Kalau ada, silahkan saja
untuk diutarakan dengan setulus hati."
"Ada, ada satu persoalan besar yang hendak kusampaikan" Sun
Tiong lo kembali tertawa. "Asal dapat kulakukan, sudah pasti akan ku
selesaikan tanpa
membantah..!" Paras muka kakek bertongkat itu berubah menjadi amat
serius,
katanya kemudian:
"Lohu mengharapkan kalian dua bersaudara untuk menumpas
kejahatan dan membunuh Mao Tin hong ?"
"Hmm, rupanya kau ingin menggunakan siasat meminjam golok untuk
membunuh orang"
Bukan menyangkal kakek itu malahan manggut-manggut. "Ucapan
dari nona memang betul, memang begitukah maksud
tujuanku yang sebenarnya." Pengakuan dari si kakek yang berterus
terang iiu malahan
membuat semua orang menjadi terbungkam dan tak mampu menjawab.
Pelan-pelan kakek bertongkat itu berkata lebih jauh: "Terus terang saja
kukatakan sau-hiap, rasa benciku terhadap bajingan she Mao itu tidak
berada dibawah rasa benci kalian."
"Heeeh, heeeh, heeeh, tunggu dulu." tukas nona Kim sambil tertawa
dingin, "ucapanmu yang sepihak itu tak bisa dipercayai dengan begitu
saja, kami harus membuktikannya lebih dahulu secara berhati hati !"
"Tidak usah !" tukas kakek bertongkat itu, "disaat sauhiap sekalian
berjumpa dengan Mao Tin-hong dan bertatap muka dengannya, bila
semua persoalan ini kalian utarakan, aku percaya dia pasti
mengakuinya."
"Masa begitu gampang ?" jengek nona Kim, Kembali kakek bertongkat
itu tertawa.
"Di-kala nona mengungkapkan semua persoalan yang dianggap olehnya
sebagai rahasia besar ini, dengan cepat dia akan tahu kalau lohu yang
mengungkapkan semua rahasia ini kepadamu, tentu saja dia tak akan
menyangkal lagi."
Nona Kim segera terbungkam dalam seribu bahasa, sedangkan Hou-ji
kembali berkata:
"Kedengarannya semua perkataanmu itu memang masuk diakal, tapi
sayangnya tanpa bukti yang jelas !"
"Gampang sekali, dikala sauhiap telah berhasil membekuk dirinya, lohu
bersedia untuk diadu muka dengan dia !"
Sun Tionglo berpikir sebentar, harap lotiang sudi menunjukkan kepada
kami perahu yang kau maksudkan tadi !"
Kakek bertongkat itu manggut-manggut. "Boleh saja, cuma sauhiap
harus berhati-hati walau diatas perahu
tersebut penuh dengan para kaum perempuan sedangkan lelakinya
hanya Mao Tin hong seorang, namun perempuan cabul itu benarbenar
lihay sekali, kepandaian silatnya tak boleh dianggap enteng!"
"Aku tidak takut." tukas Bau ji cepat. Kakek itu segera mengulapkan
tangannya. "Walaupun begitu, lohu berharap sauhiap sekalian masih
sudi
mendengarkan sepatah kataku." "Silahkan saja kau utarakan!" kata Sun
Tiong Io sambil tertawa. Kakek itu memandang sekejap kearah Bou ji
kemudian berkata. "Lohu tahu, ilmu silat yang dimiliki Sau hiap berasal
dari
perkumpulan pengemis, dalam dunia persilatan pun sudah cukup lama
berkelana. apakah kau pernah mendengar tentang suatu lembah yang
bernama Tay hian mo kok?"
Mendengar pertanyaan itu, dengan kening berkerut Hou ji lantas
menyahut.
"Yaa, aku memang pernah mendengar tentang nama tersebut dari
guruku..."
"Tahukah Hou hiap, dimanakah letak lembah tersebut?" Hou ji
segera menggeleng. "Soal ini mah kurang tahu..." "Kalau begitu kau
lebih-lebih tidak mengetahui tentang siapakah
Tay hian kokcu itu?"
"Lotiang, apakah kau tidak merasa kalau pertanyaanmu itu diutarakan
berlebihan?" seru Hou ji dengan kening berkerut.
Kakek itu tidak marah, sebaliknya malah tertawa sembari menyahut:
"Kedengarannya memang seperti berlebihan tapi setelah lohu terangkan
nanti, lohu percaya Hou hiap pasti akan terbelalak dan membungkam,
bahkan menganggap pertanyaai lohu ini memang sudah sepantasnya
diajukan..."
"Perduli siapakah Tay hian kokcu ini, apa sangkut pautnya dengan
persoalan yang sedang kami hadapi?" tanya Bau ji dengan tak sabar.
"Oooh, besar sekali sangkut pautnya!" kata kakek bertongkat itu sambil
tertawa.
Sun Tiong lo memutar sebentar sepasang matanya, mendadak dia
berkata. "Apakah lembah tersebut ada hubungannya dengan Mao Tin
hong?"
"Sun sauhiap memang tak malu disebut sebagai jagoan yang luar biasa,
sekali tebak sudah dapat menebaknya secara jitu." puji si kakek sembari
tepuk tangan.
"Ada sangkut pautnya dengan bajingan she Mao itu? Hou ji ikut
bertanya.
Kakek itu tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, melainkan
berbalik bertanya kepada Hou-ji:
"Tolong tanya Hou hiap, pernahkah kau mendengar soal Pek ho- wan
dari gurumu ?"
Hou ji berpikir sebentar, kemudian sahutnya: "Nama itu seperti
pernah kukenal, tapi..." Berbicara sampai disitu, mendadak Hou ji
teringat akan sesuatu
dan buru-buru serunya:
"Apakah kau maksudkan kebun selaksa bunga Pek hoa wan yang
berada digua Pek hoatong wilayah Biau di Tin lam ?"
Sekali lagi kakek bertongkat itu bertepuk tangan keras: "Hou hiap
memang betul-betul mengenali tempat-tempat
kenamaan dalam dunia persilatan, tepat sekali ! Memang tempat itu
yang kumaksudkan..."
"Hmmm, kalau toh tempat tersebut lantas kenapa?" jengek nona Kim
sambil mendengus.
"Adat istiadat yang berlaku dalam gua Pek hoa tong sama sekali
berbeda dengan tempat tempat lain, bukan saja jumlah perempuan di
situ jauh lebih banyak daripada kaum lelaki nya, lagipula hanya kaum
perempuan yang berhak diangkat menjadi kepala suku dan menguasahi
segenap suku yang ada..."
"Apakah persoalan ini ada sangkut pautnya dengan persoalan yang
akan kita kerjakan ?" jengek nona Kim sinis.
Kakek bertongkat itu manggut-manggut, "Benar, kepala suku Pekz hoa
wan tunduk di bawah perintah pemilik kebun selaksa bunga, sedangkan
pemilik lembah Thay hian mo kok dengan pemilik kebun selaksa bunga
adalah suami isteri..."
"Dapatkah kau memberi keterangan secara langsung." tukas Bau ji
sambil berkerut kening.
"Tak usah tergesa gesa sauhiap, sebentar akan kuterangkan yang
kumaksudkan sebagai pemilik perahu yang sedang berlabuh di tengah
telaga Tong-ting-oh tersebut bukan lain adalah pemilik kebun selaksa
bunga beserta kawanan jago lihaynya..."
Seperti baru menyadari akan sesuatu, Sun Tiong lo segera berseru:
"Ooooh- jadi maksud lotiang, kokcu dari lembah Thay hian mo kok
adalah Mao Tin hong?"
"Benar, si tua bangka itulah orangnya !" sahut kakek bertongkat itu
dengan cepat.
Paras muka Hou ji segera berubah hebat. "Jadi kalau begitu, suami
istri berdua telah bekerja sama untuk
memusuhi diri kami?" seru nya. "Memang begitulah kenyataannya dan
tak bisa diragukan lagi !" Sun Tiong lo tersenyum. "Sekalipun begitu,
aku rasa juga tidak mengapa !" Hou ji segera menggelengkan kepalanya
berulang kali. "Siau-liong, kau tak boleh berpendapat begitu, suhu
pernah
memberitahukan kepadaku bahwa Pek hoa wancu atau pemilik kebun
selaksa bunga itu memiliki ilmu silat yang sangat lihay, apalagi ilmu
barisan Thay mi thian hun Siu-tin nya, boleh dibilang sudah tiada
tandingannya di dunia ini, apalagi dalam kitab kecil kita, tempat terakhir
yang dicantumkan adalah kebun selaksa bunga..."
Sudah barang tentu Sun Tiong lo tak akan melupakan hal ini, dengan
kening berkerut serunya:
"Benarkah begitu lihay?" "Bu lim sam seng (tiga malaikat suci dari
dunia persilatan)
pernah termashur dalam dunia persilatan dimasa lampau, hampir saja
tumpas dalam barisan Tay mi thian bun siu ti-n tersebut, kejadian ini
boleh dibilang hampir diketahui oleh setiap orang di dunia"
Sun Tiong lo termenung beberapa saat lama-nya, kemudian berkata:
"Engkoh Hou, sekalipun begitu kita sudah tidak memiliki pilihan yang
lain lagi..."
Pada saat itulah, si kakek bertongkat itu menyambung kembali
kata-katanya:
"Sampai dimanakah kehebatan dan kelihayan dari ilmu barisan dari
siluman perempuan itu, berhubung lohu tidak tahu maka tidak
berani ku katakan, namun ada cara yang paling bodoh dan paling
sederhana untuk membuat barisan ini tak berfungsi !"
Ucapan ini tentu saja membuat para jago merasa terkejut bercampur
keheranan, tanpa terasa mereka jadi saling berpandangan sampai lama
sekali...
Berhubung Bau-ji sudah tahu kalau Tay hian kokcu adalah Mao
Tin-hong, tentu saja ia tak bisa memandang remeh "cara paling bodoh"
yang dikemukakan oleh kakek bertongkat itu, segera tanyanya dengan
penuh napsu:
"Bagaimana caranya ?" "Cara itu banyak sekali, seringkali cara yang
paling bodoh bisa
mendatangkan kemujuran." Terhadap kakek bertongkat ini, seperti juga
terhadap nona Kim,
Bau ji tidak menaruh kesan yang terlalu paik, oleh sebab itu dengan
perasaan tak sabar dia segera menimbrung: "Dapatkah kau
mengutarakan secara blak-blakan dan berterus terang...?"
"Yang penting hanya satu, yakni kita tak boleh meninggalkan sepasang
suami isteri ini kabur kembali ke wilayah Biau, pertama karena wilayah
Biau jauh letaknya dari sini, ke dua, kalau sampai siluman perempuan
itu kembali kewilayahnya, berarti mereka sudah menang posisi lebih
dahulu !"
Nona Kim mendengus dingin. "Kau yakin kalau dia tak akan kalah ?"
seru nya. "Walaupun ilmu barisan Tay-mi-thian hun-siu-tin dari
silaman
perempuan itu bisa digunakan disegala tempat, namun kalau berbicara
soal kehebatan yang dihasilkan, tentu saja selisih jauh apabila barisan
itu dilakukan dalam wilayah Biau.
"Barisan raksasa dalam kebun selaksa bunga dibuat oleh ayah ibunya,
bukan saja kedahsyatannya mengerikan, bahkan dilengkapi pula
dengan pelbagai alat rahasia, tiada orang yang mampu untuk
menembusinya, kecuali kalau kalian yakin memiliki ilmu silat yang jauh
lebih lihay daripada Bu-lim samseng di masa lalu."
Sun Tiong lo segera manggut-manggut. "Masuk diakal juga
perkataan ini, apalagi kitapun tak akan
membiarkan bajingan tua she Mao itu kabur sampai di wilayah Biau !"
katanya cepat.
Kakek bertongkat itupun turut manggut-manggut. "Benar, kita harus
menjebaknya kemudian baru membekuknya,
kalau sampai dibiarkan kabur kembali ke sarangnya. waah, bisa
berabe!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata lagi: "Kendatipun
demikian, lohu masih kuatir kalau sauhiap sekalian
sulit untuk memperoleh keberhasilan !" Tiba-tiba nona Kim menjerit
lengking: "Tampaknya kau sudah ketakutan sekali terhadapnya ?"
Ucapan tersebut seperti lagi menyindir kakek bertongkat itu,
padahal hal mana menunjukkan kalau sikap maupun pandangan nona
Kim terhadap Mao Tin hong telah mengalami perubahan.
Sekalipun begitu, dia toh tak sampai menunjukkan sikap yang terlalu
menyolok, karena dia tetap menggunakan istilah "dia" untuk
membasahi Mao Tin-hong.
oooO-de-Oooo TAMPAKNYA kakek bertongkat ini bukan cuma
berpengalaman
sangat luas, diapun cukup memahami perasaan orang, maka selesai
mendengarkan perkataan dari nona Kim yang bersifat mengejek itu, dia
segera tertawa dan berkata:
Terus terang nona, memang begitulah kenyataannya dan aku memang
takut sekali padanya !"
Memanfaatkan kesempatan tersebut, nona Kim segera
bertanya:
"Sekarang, tanpa disadari kau telah mengungkapkan hubunganmu
dengan dirinya, apakah dalam keadaan demikian, kau masih merasa perlu
untuk merahasiakan nama serta indentitas mu yang sebenarnya..?"
Kembali kakek itu tertawa. "Segera akan ku-ungkapkan, kita hanya
menunggu bagaimana
caranya untuk melakukan penyerangan !" "Lotiang, bila kau
mempunyai suatu rencana baik, mengapa tidak
kau ungkapkan kepada kami ? seru Sun Tiong-lo yang mendengar
sesuatu dari balik ucapannya tadi.
Si Kakek berpikir sebentar, kemudian katanya: "Lohu rasa, untuk
menangkap ular harus kita pegang bagian
tujuh incinya, untuk membasmi kejahatan harus berupaya untuk
membekuk pentolannya, siluman perempuan itu keji. buas dan cabul,
sedangkan bajingan she Mao itu buas dan banyak tipu rauslihatnya,
maka kita harus menyusun rencana dengan sebaik- baiknya sebelum
melakukan suatu tindakan.
"Perahu besar itu meski berada ditengah telaga, dan bila dibicarakan
menurut keadaan tak bisa dibandingkan dengan sarang naga gua
harimau, namun jika dilakukan penyerangan secara semberono, sudah
pasti akan jatuh korban..."
"Sudah, kau tak usah ngoceh terus yang bukan-bukan, beberkan saja
caramu yang dikata kau baik itu" tukas Bau ji lagi.
"Cara yang terbaik tanpa ada bahaya namun besar kemungkinannya
untuk berhasil adalah menyerang dengan api !"
Bau ji segera manggut-manggut. "Benar, memang cara yang paling
baik" katanya. Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling ke arah
Sun Tiong lo
sambil minta pendapat. Sun Tiong lo
segera tersenyum.
"Lotiang, cara ini boleh dibilang merupakan cara yang paling sempurna,
akan tetapi aku tak dapat berbuat demikian !"
"Mengapa ?" tanya si kakek dan Bau ji hampir bersamaan waktunya.
"Mungkin bajingan she Mao itu adalah pembunuh utama, mungkin juga
apa yang dikatakan lotiang merupakan kenyataan, tapi aku tak bisa
membinasakan dirinya dengan serangan api sebelum segala sesuatunya
dibikin beres dan jelas, aku perlu membuktikan dulu hal ini dari
mulutnya..." Kakek itu menjadi tertegun.
"Kau ingin mencari bukti dari mulutnya sendiri ? Sun sauhiap, apakah
kau tidak merasa bahwa caramu itu kurang baik ? Coba bayangkan
mungkinkah bajingan tua she Mao itu akan memberi kesempatan
kepada sauhiap...? Apalagi siluman perempuan itu mengincar terus dari
sisi arena..."
Belum habis dia berkata, dengan wajah serius Sun Tionglo telah
menukas:
"Lotiang harus mengerti, aku hanya menaruh curiga dalam persoalan ini
dan tidak kumiliki bukti yang cukup, sedangkan ucapan dari lotiang
meski bisa dipercaya, tob tiada bukti yang jelas !"
Kakek bertongkat itu segera berkerut kening, "Bila sauhiap baru
percaya setelah ada bukti, waah sulit juga untuk dibicarakan"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia seperti teringat akan sesuatu,
sembari katanya: "Ah, benar, masih ada persoalan lain yang lohu lupa
menyinggungnya, pertama adalah letak lembah Thay hian mo kok dan
kedua ada lah Gin ih lak yu (enam sahabat baju perak) anak buah
bajingan she Mao tersebut."
Sebenarnya siuhiap sekalian sudah pernah mengunjungi lembah Thay
hian mo kok, yakni tempat yang dikenal sebagi Bukit pemakan manusia
sekarang, cuma Gin ih lak yu tidak mengetahui akan hal ini, Aku yakin
Sun sauhiap pasti tahu bukan mengapa kusinggung
soal ke enam orang itu? Asal kau tanyakan hal ini kepada mereka, akan
segera kau ketahui bajingan she Mao itu baik atau jahat"
"Waah, rupanya kerja sama kami dengan Lak yu juga telah diketahui
oleh lotiang?" kata Sun Tiong lo sambil tersenyum.
Kakek bertongkat itu ikut tertawa. "Yaa, tentu. lohu toh orang yang
ada maksud..." "Kini, aku sudah tidak menaruh curiga atau perasaan
sangsi lagi
terhadap apa yang lotiang ucapkan" "Jadi kau akan tetap menyerang
dengan menggunakan api?" Dengan cepat Sun Tioog lo menggelengkan
kepalanya berulang
kali, serunya cepat: "Maaf, kalau soal itu mah tak bisa kusanggupi."
"Mengapa? Mengapa kau tak dapat menyanggupi usulku ini?"
seru sikakek dengan kening berkerut. "Terlepas dari banyak persoalan
yang masih harus kutanyakan
kepada bajingan Mao, soal perempuan-perempuan didalam perahu itu
masih merupakan suatu masalah besar, siapa sih yang berani menjamin
kalau mereka semua merupakan manusia-manusia jahat yang berhati
sesat dan berjiwa cabul?"
Kakek bertongkat itu terbungkam seketika itu juga oleh perkataan
tersebut, setelah tertegun cukup lama, akhirnya dia baru menghela
napas panjang.
"Aaai., mungkin disini letak perbedaan antara manusia Bu lim dengan
manusia kungcu!"
Kali ini Sun Tiong lo cuma tertawa saja tanpa memberikan jawaban apa
pun.
Mendadak... si kakek bertongkat itu seperti teringat akan sesuatu,
dengan wajah berseri ia segera berseru:
"Aaah.. ada akal, lohu telah menemukan sebuah cara yang amat
sempurna !"
"Ooooh, bagaimanakah akalmu itu ? Tolong kau beberkan." "Kita
tetap menyerang dengan menggunakan api, hanya
sebelumnya kita siapkan sampan disekitarnya, dikala sauhiap
menurunkan perintah untuk membakar perahu tersebut, sampan yang
berada disekitar situ segera maju memberi pertolongan entah
bagaimana pendapatmu ?"
Sun Tionglo termenung dan lama sekali tidak menjawab. Bau-ji yang
berada disisinya segera menimbrung: "Saudaraku, aku pikir cara ini
bisa digunakan” Sun Tiong lo memandang sekejap ke arah Bau-ji,
kemudian
manggut-manggut ke arah Hou ji sembari berkata. "Bagaimana kalau
Engkoh Hou saja yang melaksanakan tugas ini
?" Hou ji segera tertawa. "Boleh sih boleh, cuma soal perahu api yang
digunakan
menyerang tak perlu banyak banyak satu saja pun sudah cukup !"
"Ooooh... rupanya Hou-hiap hendak menyediakan obat peledak
didalam perahu tersebut ?" seru si kakek itu cepat. Mendengar
perkataan itu. Hou-ji segera memandang sekejap- ke
arah si kakek- bertongkat itu sambil berseru: "Waaah. manusia macam
kau benar-benar menakutkan sekali." Kakek bertongkat itu tidak
menjadi marah, dia menjawab dengan
cepat. "Betul, lohu memang orang jahat yang jarang sekali dijumpai
dikolong langit dewasa ini". Keterus terangan orang tersebut justeru
sebaliknya membuat para jago lainnya menjadi rikuh untuk berbicara
lebih jauh.
Sesudah berhenti sejenak, terdengar dia ber kata lagi:
"Itulah sebabnya aku telah memperoleh pembalasan yang paling keji
dari semua manusia di dunia, aku ini harus merasakan kehidupan yang
jauh lebih tersiksa daripada kematian, untung saja sebelum ajalku tiba
aku sempat bertobat dari dosa-dosaku dulu, lebih mujur lagi aku diberi
suatu kesempatan untuk tnemban tu umat persilatan dalam usahanya
melenyapkan seorang manusia yang paling keji, paling licik dan paling
buas di dunia ini!"
Nona Kim mengerling sekejap kearah kakek bertongkat itu, kemudian
katanya:
"Sekarang, semua persoalan sudah beres, semua rencana telah
diputuskan harap kau seharusnya menyebutkan siapa dirimu bukan ?”
"Lohu ingin mengajukan beberapa persoalan kepada sauhiap, harap kau
bersedia menjawab nya." katanya kemudian.
"Katakan, aku pasti akan berusaha untuk memberi jawaban yang
sebaik-baiknya."
"Sebelum menjatuhi hukuman mati terhadap Mao Tin-hong, sauhiap
harus mengusahakan perlindungan bagi keselamatan jiwa lohu !"
"Boleh, aku mengabulkan permintaan lotiang itu" "Sun sauhiap, kita
telah berjanji dengan sepatah kata tersebut
dan kau tak menyesal bukan ?" desak si kakek bertongkat lagi sambil
menatap anak muda itu lekat-lekat.
"Langit dan bumi sebagai saksi, apa yang telah kuucapkan tak akan
pernah kuingkari kembali !"
Kakek bertongkat itu segera berpaling ke arah Bau-ji, Hou-ji dan nona
Kim, kemudian katanya lagi:
"Harap ka!ian bertiga suka menjadi saksi!" "Tak usah kuatir" seru
Biu-ji bertiga cepat, "kami tetap akan
memegang janji yang telah diucapkan!"
Saat itulah si kakek bertongkat itu baru menghela napas panjang,
katanya kemudian:
"Lohu adalah Kwa Cun seng !" Ucapan tersebut begitu diutarakan,
Bau ji menjadi berdiri bodoh,
nona Kim menjadi tertegun dan Hou-ji mengernyitkan alis matanya
rapat-rapat.
Hanya Sun Tiong lo seorang tetap tersenyum sedikitpun tidak nampak
terkejut atau gugup.
Nona Kim yang menyaksikan sikap si anak muda tersebut segera
menjadi sadar kembali, cepat dia berseru:
"Engkoh Tiong, rupanya sedari tadi kau sudah tahu?" Sun Tiong-lo
segera tersenyum. "Tidak sulit untuk menduga sampai ke situ"
katanya, "selain Kwa
Cun seng, siapa lagi di kolong langit dewasa ini yang bisa mengetahui
segala sesuatu tentang Mao Tin-hong, apa lagi tentang tindak tanduknya
di masa silam !"
"Kalau memang begitu, mengapa tidak kau katakan kepadaku sedari
tadi ? Akibatnya aku harus menjadi saksi lagi baginya..." seru Bau ji
agak gemas.
"Kwa lotiang kan sudah kehilangan ilmu silatnya," kata Sun Tiong-lo
dengan suara rendah. "tubuhnya menjadi begitu lemah sehingga tiap
saat kemungkinan besar dia akan mati, apalagi dia telah bertobat dan
mau menyesali perbuatannya dimasa yang lalu, masa kita akan begitu
tega untuk turun tangan membunuhnya?"
"Mengapa tidak ? Memangnya dia benar-benar melepaskan golok
pembunuh dan kembali ke jalan yang benar ?"
"Toako" kembali Sun Tiong-lo berkata dengan wajah
bersungguh-sungguh, "seandainya ayah, ibu dan ji-nio masih hidup,
merekapun akan mengambil keputusan seperti apa yang telah kulakukan
sekarang, asal toako bersedia untuk memikirkan
persoalan ini dengan hati yang tenang, tidak sulit rasanya untuk
memahami hal tersebut."
"Itu nama tidak adil"." seru nona Kim tiba-tiba sambil mendengus
dingin.
-oo0dw0oo-
Jilid 38
SUN TIONG-LO menjadi tertegun dibuatnya. "Tidak adil ? Apa
maksud dari perkataanmu itu ?" serunya. Sambil melotot ke arah Kwa
Cun-seng, kembali nona Kim
berkata: "Semua perbuatan jahat yang dilakukan oleh Mao Tin hong,
ada
delapan sembilan bagian diantaranya muncul dari idenya, sekarang
lantaran mendapat bencana dia menjadi mujur, bukankah hal ini tidak
adil namanya...?"
Sun Tiong lo segera tertawa. "Waah, kalau adil diartikan demikian,
jadi sulit rasanya untuk
dijelaskan. Misalnya saja membunuh seorang manusia keji yang berhati
buas, rasa puas disaat berhasil membunuh penjahat itu memang akan
kita rasakan tapi kalau dibandingkan dengan jumlah manusia yang
terbunuh ditangannya, bukankah hal tersebut menjadi tidak adil ? Bila
kita harus membicarakan soal keadilan dari sini, bukankah kejadian
mana baru terasa adil namanya andaikata penjahat tersebut mempunyai
beratus-ratus lembar jiwa rangkap sesuai dengan jumlah manusia yang
telah terbunuh ditangannya ?"
Ucapan mana kontan saja membuat nona Kim menyengir jengah dan
tak berbicara lagi, pada saat itulah Kwi Cua seag berkata lagi dengan
wajah serius:
"Harap sauhiap sekalian tak usah meributkan persoalan ini, disaat Mao
Tin hong sudah menemui ajalnya, sudah pasti aku pun akan
membayar pula semua dosa yang pernah kulakukan dimasa lalu,
pokoknya aku akan membuat kalian semua menjadi puas dan semua
rasa benci kalian menjadi terlampiaskan !"
Cepat Sun Tiong lo mengulapkan tangannya. "Kalau begitu mah tidak
perlu !" Kemudian sesudah berhenti sejenak, dia berkata lagi:
"Mumpung sekarang ada kesempatan baik, harap lotiang memberi
petunjuk dimanakah perahu besar itu sedang berlabuh kini?"
Kwan Cun seng tidak banyak berbicara lagi, dia segera beranjak
meninggalkan tempat itu dan berangkat menuju ketepi telaga.
oooO-dw-Oooo KANG TAT, Thio Yok sim dan Cukat Tan sudah
setengah harian
lamanya melakukan pencarian disekitar dusun di tepian telaga,
menjelang kentongan pertama, dengan perasaan kecewa akhirnya
mereka berkumpul kembali disekitar bangku batu dibawah pohon liu
ditepi telaga.
Dengan kening berkerut Kang Tat berkata. "Heran mengapa Sun
sauhiap sekalian belum juga datang
kemari?" "Tak mungkin belum datang." seru Cukat Tan "mungkin
mereka
telah menjumpai suatu persoalan sehingga kedatangan mereka kesini
agak tertunda..."
Cepat Thio Yok sim menggeleng. "Aaah, persoalan apa yang bisa
lebih penting daripada usaha
membekuk Mao loji dalam keadaan hidup-hidup ?" Kaag Tat berpikir
sebentar, kemudian katanya: "Yang lebih aneh lagi adalah bajingan she
Kwa itu. padahal dia
sudah kehilangan ilmu silatnya, tak mungkin langkah kakinya bisa
begitu cepat, padahal sejak dia meninggalkan perahu sampai kita
lolos dari kurungan hanya sepertanak nasi saja, masa jejaknya bisa
hilang lenyap dengan begitu saja?"
"Tua bangka itu tahu kalau cepat atau lambat dia pasti akan mati, tentu
saja dia pasti akan mati, tentu saja dia tak akan tinggal terlalu lama lagi
disini" ujar Cukat Tan mengemukakan pendapatnya.
Dengan cepat Thio Yok-sim menggelengkan kepalanya: "Rasa benci
bajingan Kwa terhadap Mao loji boleh dibilang telah
merasuk ke tulang sum-sum, mustahil dia akan melarikan diri, lagipula
tenaga dalamnya sudah punah, tubuhnya menjadi lemah dan tak
mungkin menempuh perjalanan cepat, sekalipun berhasil kabur pun tak
mungkin bisa hidup kelewat lama, oleh sebab itu..."
"Maksud Thio heng, kemungkinan besar bajingan Kwa akan membalas
dendam terhadap Mao loji ?" sela Kang Tat.
"Yaa, bajingan ini berhati keji dan licik, diapun tidak tahu kalau
kematiannya tidak jauh ditambah pula rasa bencinya terhadap Mao lo ji
sudah merasuk ketulang sumsum, sudah pasti dia akan berusaha dengan
segala kemampuan nya untuk membalas deadam."
"Walaupun perkataan itu betul, namun kita sudah menggeledah hampir
semua kota Oh kian tin, nyatanya jejak si bajingan itu belum juga
ditemukan, kecuali kalau dia sudah mempunyai persiapan lebih dahulu,
aku rasa tidak mungkin bisa demikian."
Mendadak Cukat Tan menyela. "Betul mungkinkah bajingan keparat
itu telah menemukan Sun
sauhiap sekalian ?" Begitu ucapan tersebut diutarakan, kontan saja
Kang Tat dan
Thio Yok sim jadi tertegun. Beberapa saat kemudian, Thio Yok sim
menepuk pahanya sambil
berseru keras: "Yaa, mungkin, mungkin sekali dia berbuat
demikian!"
"Seandainya begitu, tidak heran kalau kita tak berhasil menemukan Sun
sauhiap"
Cukat Tan segera bangkit berdiri, serunya: "Ayo berangkat, kita
berjalan kejepan sana kita menuju ke
perahu besar yang dimaksudkan bajingan she Kwa tersebut." "Betul,
siapa tahu kalau mereka pun akan datang kemari." Maka berangkatlah
ketiga orang itu meninggalkan bawah pohon
itu dengan langkah lebar. Mendekati kentongan ke empat, mendadak
Cukat Tan
menemukan sesuatu dibalik kegelapan sana, ia lantas berbisik: "Awas,
dari jalan kecil disisi sebelah kiri pantai telaga nampak
ada manusia sedang berjalan mendekat" Kang Tat dan Thio Yak sim
segera mengalihkan sorot mata
mereka, betul juga, nampak sepasukan bayangan manusia sedang
bergerak mendekat dari kejauhan sana dengan langkah lambat,
sayangnya berhubung keadaan cuaca sangat gelap sehingga tidak
nampak jelas raut wajah orang tersebut.
Lewat beberapa saat kemudian dengan suara, yang lebih lirih Cukat Tan
berkata lagi:
"Tak bakal salah lagi, bajingan Kwa yang sedang mengajak Sun sauhiap
sekalian datang kemari."
"Bagaimana dengan kita sekarang? Lebih baik menyembunyikan diri
lebih dulu sambil menantikan perkembangan selanjutnya ataukah lebih
baik maju menyongsong saja?" Kang Tat segera bertanya.
"Kita sudah mengadakan perjanjian lebih dulu dengan Sun sauhiap,
tentu saja harus maju menyongsong." seru Thio Yok sim dengan cepat.
"Tunggu dulu!" dengan cepat Cukat Tan mencegah, "Sekali pun kita
sudah mengadakan perjanjian, tapi hal itu kita buat secara
diam-diam, apabila kita harus menyongsong kedatangan mereka
sekarang. hal ini sama halnya dengan bajingan she Kwa itu, tiada
berkesempatan lagi untuk mengawasi gerak gerik dari Mao loji !"
"Berada dalam keadaan dan situasi seperti ini, masa kita harus
mengawasi Mao loji lagi" kata Kang Tat sambil tertawa.
Cukat Tan termenung dan berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
baru ia berkata:
"Bila kalian berdua merasa sudah tiada keperluan untuk berbuat
demikian lagi, marilah kita muncul bersama-sama."
Thio Yok-sim segera berpaling dan memandang sekejap ke arah Kang
Tat, kemudian serunya:
"Bagaimana menurut pendapat saudara Kang?" Kang Tat
memandang sekejap kearah rombongan Sun Tiong-lo
sekalian yang makin bertambah dekat itu, kemudian katanya: "Mari kita
menyambut kedatangan mereka, bagaimanapun juga
Mao loji toh sudah mengkhianati anak buahnya dan kabur
menyelamatkan diri, aku pikir sudah tak perlu diawasi lagi, Iebih baik
kita berterus terang saja bekerja sama dengan Sun sauhiap secara
blak-blakan!"
Thio Yok sim manggut-manggut. "Akupun mempunyai pendapat
demikian, apabila setelah
kemunculan kita, kitapun tak usah takut bajingan tua she Kwa
melakukan permainan busuk secara diam-diam. bahkan bila sudah
mengetahui rencana berikutnya, kitapun bisa segera memberi kabar
kepada Mo tua!"
Begitu keputusan diambil, mereka bertiga segera menampakan diri dari
tempat persembunyiannya dan menyongsong kedatangan rombongan
tersebut...
Kwa Cun seng yang berjalan dipaling depan sama sekali tidak
menunjukkan rasa kaget atau gugup tatkala secara tiba-tiba muncul
tiga orang manusia dari balik kegelapan, malah sebaliknya dia berkata
sambil tertawa:
"Ketika akan kemari tadi, lohu sudah menduga kalau kalian bertiga
bakal menampakkan diri disini"
Kang Tat segera mendengus dingin, "Hmm, Kwa Cun seng, kami
bersaudara sungguh merasa takluk kepadamu.!" serunya.
Thio Yok-sim malah tertawa dingin sambil mengejek: "Pepatah bilang,
bila dinding roboh, rerumputan pun ikut
tumbang, kau benar-benar manusia yang tahu diri!" Paras muka Kwa
Cun seng sama sekali tidak berubah menjadi
memerah, segera ujarnya. "Terserah apa saja yang hendak kalian
katakan, sebab ucapan
mana sudah tak akan menyakiti hati lohu lagi" Sementara itu Sun Tiong
lo telah bertanya kepada Cukat Tan
bertiga sambil tertawa. "Baik-baiklah kalian bertiga? Bagaimana dengan
Mo tayhiap
sekalian...?" "Mereka sudah berangkat menurut perjanjian dan kini
menuju
kebukit pemakan manusia!" sela Cukatan cepat. "Bagus sekali." seru
Sun Tiong-lo sambil mengangguk, "apakah
tempat persembunyian bajingan Mao yang lain sudah didatangi orang"
"Mo-heng telah mengirim orang ke sana" timbrung Kang Tat dari
samping rekannya, "percayalah, semua tempat bisa didatangi oleh Mao
loji sekarang telah dimusnahkan semua oleh Mo heng, kini loji sudah
menjadi seorang pangcu sebatang kara"
Thio Yok sim mendelik sekejap kearah Kwa Cun-seng, kemudian
serunya pula:
"Perkataan itu memang tepat sekali, kalau sampai orang Kwa pun turut
putar kemudi mengikuti hembusan angin, kalau Mao loji tidak sebatang
kara itu baru aneh namanya !"
Dalam keadaan demikian, Sun Tiong lo merasa kurang leluasa untuk
memberi penjelasan bagi kedudukan Kwa Cun-seng, maka diapun
hanya tertawa belaka.
Kang Tat tidak berhenti sampai disitu saja, kembali ujarnya kepada Sun
Tiong lo:
"Sun sauhiap, lohu bersaudara percaya, sahabat Kwa sudah pasti telah
mengusulkan agar menggunakan api untuk menyerang perahu besar
yang berlabuh di tengah telaga itu bukan ?"
"Yaa, memang begitulah, serangan dengan api hanya melupakan
persiapan, kecuali bajingan tua she Mao itu bermaksud hendak melarikan
diri, kalau tidak kami tidak bermaksud untuk menggunakannya, Kami pun
mempunyai rencana untuk membicarakan dulu persoalan ini dengan
bajingan tua she Mao."
Mendengar perkataan tersebut, Cukat Tan, Kang Tat dan Thio Yok sim
saling berpandangan sekejap, bagaimanapun juga mereka bertiga harus
mengagumi cara Sun Tiong lo bertindak, sebab hanya tindakan seperti
inilah mencerminkan tindak tanduk dari seorang lelaki sejati.
Kang Tat memandang sekejap ke arah Kwa Cun seng, kemudian
tanyanya lagi "Tolong tanya, siapakah yang akan mempersiapkan
perahu berapi untuk membakar perahu besar itu ?"
Kwa Cun seng mengetahui maksud pertanyaan dari Kang Tat tersebut,
katanya kemudian sambil tertawa:
"Saudara Kang tat usah kuatir, Hou hiaplah yang akan mengurus soal
itu, bukan lohu!" Kang Tat segera mendengus.
"Kalau begitu mah masih mendingan, coba kalau berganti dengan
dirimu, aku orang she Kang sukar untuk mempercayainya !"
Kwa Cun seng sama sekali tidak menjadi gusar atau mendongkol,
tanyanya tiba-tiba:
"Saudara Kang, apakah ucapanmu telah selesai kau utarakan ?"
"Kalau sudah selesai kenapa ? Kalau belum selesai kenapa pula
?" seru Kang Tat gusar. Kwa Cun seng tertawa hambar. "Bila ucapanmu
belum selesat, silahkan dibicarakan dulu sampai
selesai, bila sudah selesai marilah kita membicarakan persoalan pokok
yang sebenarnya."
Pada saat ituIah, Sun Tiong lo turut menimbrung: "Sekarang, kita
sedang bersama-sama menghadapi musuh yang
sama, Kang tat hiap, bersediakah kau memandang diwajahku untuk
tidak menyinggung lagi masalah yang sudah lewat ? Bagaimana kalau
kita bersama-sama membicarakan rencana selanjutnya dalam
menghadapi musuh ?"
Dalam keadaan begini, terpaksa Kang Tat harus menyahut: "Ooooh,
tentu saja. tentu saja, kami tak akan membicarakan
masalah yang sudah lewat lagi." Sun Tiong lo tertawa, dia lantas
membeberkan sekali lagi semua
perundingan yang telah mereka lakukan tadi. Hingga kini, Kang Tat
bertiga baru tahu kalau Mao Tin hong
sebenarnya tak lain adalah Kokcu lembah Tay-hian mo-kok dimasa lalu.
Setelah duduknya persoalan menjadi jelas, maka pembagian kerja pun
dilakukan.
Dengan bertambahnya Kang Tat sekalian bertiga jumlah anggota mereka
menjadi bertambah, maka diputuskan Kang Tat bertiga membantu dalam
mempersiapkan tiga buah perahu untuk melancarkan serangan dengan
api nanti.
Asalkan mereka mendengar suara pekikan nyaring dari Sun Tiong lo
dari tempat kejauhan, maka serangan dengan api akan segera di
lancarkan.
Selesai berunding, diberi kesempatan lagi untuk membicarakan
persiapan-persiapan yang diperlukan.
Terdengar Kwa Cun-seng berkata: "Menurut ilmu perang, serangan
yang paling tepat adalah
serangan disaat musuh sedang lengah. Menurut pendapat lohu,
sebelum kentongan kelima merupakan saat yang paling gelap dan saat
paling tepat untuk melancarkan serangan, serangan dalam keadaan
begini bisa membuat Mao loji panik dan tidak mengetahui berapa
banyak jumlah musuh yang melancarkan serangan."
"Kalau menurut pendapatku." sela Kang Tat, "kalau toh kita hendak
menggunakan kelembutan sebelum kekerasan, maka kita lebih tepat
untuk datang disaat fajar hampir menyingsing dengan begitu akan
mencerminkan pula kejujuran serta keterbukaan kita !"
"Tapi bagi Mao loji, hal ini berarti membeberkan segala sesuatunya..."
seru Kwa Cun-seng dengan kening berkerut.
Belum selesai dia berkata, Sun Tiong lo telah menyela dan katanya
kepada Kang Tat sekalian bertiga:
"Baiklah kita ikuti cara serta waktu dari Kang tayhiap, sekarang kalian
bertiga boleh segera melakukan persiapan !"
Kang Tat bersama Thio Yok-sim dan Cukat Tan segera mengiakan dan
berlalu dari situ.
Kwa Cun-seng sendiri, meski usulnya ditolak mentah-mentah, ternyata
ia tidak menjadi sakit hati, serunya tiba-tiba:
"Kang-heng, harap tunggu sebentar!" Kang Tat salah mengira Kwa
Cun-seng hendak sengaja mencari
gara-gara, dengan perasaan tak senang dia segera bertanya:
"Apakab kau masih ada petunjuk lain yang lebih hebat ?"
"Kepergian saudara Kang kali ini apakah ada cara untuk mendapatkan
sampan ?"
Pertanyaan tersebut segera membuat Kang-Tat sekalian bertiga
menjadi tertegun.
Waktu itu tengah malam sudah lewat, kemanakah mereka hendak
mencari nelayan untuk menyewa perahu ? Apalagi sekalipun berhasil
menemukan para nelayan dan pemilik sampan, belum tentu perahu
mereka bersedia dijual dengan mudah begitu saja.
Menyaksikan rekan-rekannya menjadi melongo, sambil tertawa Kwa
Cun-seng berkata lebih lanjut:
"Saudara Kang, masih ingatkah kau dengan tempat untuk naik sampan
di bawah pohon liu semalam ?"
"Ehmmm, tentu saja masih ingat" "Orang yang berapa disana
bernama Yu Teng poo, dia adalah
murid lohu, segala sesuatunya sudah lohu persiapkan, bila saudara Kang
telah berjumpa dengannya nanti, dia akan serahkan perahunya untuk
saudara Kang gunakan !"
Berbicara sampai disiiu diri dalam sakunya Kwa Cun-seng mengeluarkan
setengah butir mata uang tembaga dan berkata lebih jauh:
"Benda ini merupakan tanda kepercayaan dari lohu, bila Yu Teng po
menyaksikan benda tersebut, dia akan segera melaksanakan
perintahku."
Saat ini. bukan hanya Kang Tat bertiga saja bahkan Sun Tiong lo sekalian
pun menaruh perasaan kagum terhadap Kwa Cun seng, mereka tidak
menyangka kalau Kwa Cun seng, telah mempersiapkan segala sesuatunya
secara matang dan cermat.
Kang Tat menerima separuh buah mata uang tembaga itu, namun
ketika benda tersebut diamati dengan lebih seksama lagi, tergerak
ha-tinya secara tiba-tiba.
"Saudara Kwa," ia lantas berseru, "apakah tanda pengenalmu ini sudah
lama kau pergunakan?"
Tanpa angin guntur, tahu tahu saja Kang-Tat mengubah sebutannya
kepada Kwa Cun-seng menjadi saudara Kwa.
Dengan cepat Kwa Ciin seng menggelengkan kepalanya. "Tanda
pengenal ini sudah lohu pergunakan selama hampir tiga
puluh tahun lamanya." Mendengar jawaban tersebut Kang Tat menjadi
terkejut,
sepasang matanya segera terbelalak lebar-lebar, ditatapnya Kwa
Cun-seng lekat-lekat dan sampai setengah harian lamanya dia tak
mampu mengucapkan sepatah kata pun.
Cukat Tan yang melihat tindak tanduk rekannya itu menjadi sangat
keheranan, segera tegurnya:
"Saudara Kang Tat, ada sesuatu yang tidak beres?" Kang Tat
menggeleng kepada Kwa Cun-seng kembali ujarnya: "Saudara Kwa,
separuh mata uang tembaga ini merupakan tanpa
mengenal dari seseorang kalau aku Kang Tat tidak salah ingat, benda
ini adalah tanda pengenal dari Tan-ci-kim chee (sentilan jari mata uang
emas) Liu Long khek yang termashur namanya didalam dunia persilatan
dimasa lalu..."
Belum selesai berkata, Kwa Cun serg telah menghela napas sedih
sambil menukas:
"Jauh... jauh... sudah terlalu tawar, kejadian tersebut sudah berubah
bagaikan impian !"
Begitu nama "Tan ci kim che" Liu Long khek disebutkan, bukan saja
Thio Yok sim dan Cukat Tan menjadi terkejut, bahkan Sun Tiong-lo dan
Hou ji pun ikut merasa umat terperanjat.
Sun Tiong lo segera berseru pula:
"Sobat Kwa... jangan-jangan kau adalah... Tan ci kim che Liu Long Khek
yang amat termashur namanya didalam dunia persilatan di masa lalu
Sangkoan Ki, Sangkoan tayhiap?"
Dengan pedih Kwa Cun seng menundukkan wajahnya yang tua
rendah-rendah, lalu serunya agak sesenggukkan.
"Harap siauhiap jangan mendesak lagi, hanya membuat lohu makin
menyesal dan malu."
Sun Tiong lo segera menggeleng kepalanya berulang kali, kembali dia
berkata:
"Kwa tayhiap, peristiwa ini sungguh membuat orang tak habis
percaya..."
Mendadak Kwa Cun seng mendongakkan kepalanya, lalu dengan air
mata bercucuran katanya:
"Sekali salah melangkah, menyesal untuk selama-lamanya, harap
sauhiap menahan diri dan lepaskan lohu !".
Maksud perkataan itu sudah jelas sekali, ia menyatakan kalau tak ingin
membicarakan persoalan tersebut lebih jauh.
Sun Tiong lo adalah seorang manusia yang punya maksud untuk
membimbing orang jahat agar kembali ke jalan yang benar, apalagi
Sangkoan Ki merupakan seorang toa enghiong yang dihormati setiap
orang dimasa lalu.
Namun Kwa Cun seng telah menerangkan kaIau persoalan yang
menyedihkan tak ingin dibicarakan lagi, maka Sun Tiong lo termenung
beberapa saat lamanya, begitu mendapat akal ujarnya kepada Kang Tat:
"Kang tayhiap, silahkan kau mempersiapkan diri, apabila masih ada
tempat kosong, sudah sepantasnya bila kau undang sahabat Yu Teng po
tersebut untuk memberi bantuan, aku percaya ilmu menyelam yang
dimiliki orang ini pasti hebat sekali!"
Kang Tat memang seorang yang cerdas, maka begitu mendengar
perkataan tersebut dia mengiakan dan bersama Cukat Tan dan Thio
Yok-sim segera berlalu.
Sedangkan Sun Tiong-Io sekalian, berhubung waktunya masih pagi,
maka mereka hanya duduk di pantai sambil mengawasi perahu besar
tersebut dari kejauhan, kemudian masing-masing mengatur napas
sambil menantikan datangnya fajar sebelum melakukan tindakan lebih
jauh.
Sementara itu, Kang Tat bertiga telah meninggalkan Sun Tiong lo
sekalian, sambil berjalan mereka berbincang-bincang.
Dan terdengar Kang Tat berkata: "Saudara Thio, saudara Cukat,
apakah kalian memahami maksud
pembicaraan dari Sun sau hiap ?" "Yaa, tahu, dia suruh kami baik-baik
menanyai Yu Teng-po."
jawab Cukat Tan. "Betul." Kang Tat berhenti sebentar sambil
menghempaskan
napas panjang, kemudian sambungnya lebih jauh: "Saudara berdua,
kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang
sama sekali diluar dugaan, coba bayangkan betapa gagah dan
perkasanya Liu lok kek (jago pengembara) Sangkoan Ki di dalam dunia
persilatan dimasa lalu, tapi dalam usia tuanya, mengapa dia bisa
berubah menjadi begini rupa !"
Thio Yok-sim turut menghela napas panjang. "Aai, seandainya Kwa
Cunseng adalah Sangkoan Ki, sudah pasti
kejadian ini anehnya bukan kepalang sehingga batok kepala orang
terasa sakit"
"Tentu saja, kalau tidak masa dapat terjadi perubahan sehingga
seakan-akan berubah menjadi seorang yang lain?" ucap Cukat Tan.
"Percuma diduga sendiri, toh akhirnya tak akan bisa terduga, lebih baik
kita segera menemukan Yu Teng po, persiapkan perahu
api, kemudian menanyakan persoalan ini sampai jelas, aku rasa tidak
sulit untuk mengorek latar belakang yang sebenarnya."
Ketika mereka bertiga tiba di tepi pohon itu dan benar juga, tampaklah
seorang manusia berbaju hitam yang menggunakan kain kerudung
hitam sedang berdiri menanti disana.
Kang Tat memandang sekejap kearah orang itu, kemudian dengan
langkah lebar berjalan menghampirinya.
Agaknya orang itu sudah mengetahui akan kehadiran mereka, kenal pula
dengan mereka maka sambil maju menyongsong kedatangan
orang-orang itu serunya:
"Hamba menghunjuk hormat kepada Tian cu bertiga!" Sekarang, Kang
Tat bertiga telah melepaskan kerudung
peraknya, namun orang itu tidak menunjukkan sikap menaruh curiga,
bahkan menegurpun tidak.
Thio Yok sim memperhatikan sekejap wajah orang itu, kemudian
tegurnya.
"Ada perahu kecil?" Orang itu menggeleng. "Sekarang sih tak ada,
biasanya sampan tersebut mondar mandir
kesana kemari, kebetulan saat ini sedang keluar semua" Kang Tat
segera tertawa, sambil mengeluarkan setengah mata
uang tembaga tersebut, katanya: "Ada seorang teman telah
menyerahkan tanda pengenal ini
kepadaku, katanya jika diperlihatkan kepadamu maka akan kuperoleh
tiga buah sampan, diatas sampan sampan tersebut sudah di siapkan
bahan peledak serta bahan bahan yang mudah terjilat api!"
Orang itu menyambut mata uang tersebut, katanya: "Benar memang
ada! Tolong tanya kapan kalian
membutuhkannya..?"
Orang itu cepat benar bertukar nada pembicaraan bahkan paras
mukanya sama sekali tidak nampak perubahan apapun.
Kang Tat juga tidak menegur, katanya kemudian: "Akan kami
gunakan sebentar lagi, harap bawa kami ke sana." Orang tersebut
mengiakan kemudian membalikkan badan dan
berjalan kemuka menelusuri jalanan kecil. Kang Tat sekalian segera
menyusul dibeIakangnya. Kurang lebih setengah panahan kemudian,
dari balik tumbuhan
ilalang yang lebat dia menyeret keluar empat buah sampan kecil, tiga
buah sampan yang beruangan, didalam ruangan tertimbun bahan
peledak, belerang serta bahan bahan lain yang mudah terbakar.
Berhubung waktu masih pagi, Kang Tat segera memberi tanda rahasia
kepada Cukat Tan serta Thio Yok-sim, setelah itu katanya:
"Sebentar, kau dan aku boleh naik diatas sebuah sampan yang sama."
"Hamba turut perintah." sahut orang itu cepat. Kang Tat segera
tertawa, kembali ujarnya: "Sekarang, kita akan segera
menggunakan ketiga sampan penuh
berisi bahan peledak itu, kau pun tak usah menyebut diri sebagai hamba
lagi, apa pula kami bertiga telah melepaskan kain kerudung
masing-masing, aku percaya kau tentunya sudah mengerti apa
maksudnya bukan !"
"Benar, aku memang sudah mengerti." Sekali lagi Karg Tat tertawa.
"Menurut pemilik setengah mata
uang tembaga ini, kau bernama Yu Teng-poo, anak muridnya ?" Orang
itu segera mengangguk. "Benar, aku bernama Yu Teng-poo, murid dari
pemilik tanda
pengenal tersebut."
Kang Tat memandang sekejap kearahnya, kemudian serunya lagi:
"Kalau memang begitu, mengapa sahut Yu tidak melepaskan kain
kerudung mukamu ?"
Seakan-akan robot yang tidak berotak saja, mendengar ucapan mana
Yu Teng poo segera berkata lagi:
"Betul, memang seharusnya dilepaskan !" Sembari berseru, dia
benar-benar melepaskan kain kerudung itu sehingga nampak jelas paras
muka aslinya, Yu Teng poo adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahun, berwajah angker dan gagah.
Sembari menuding ke arah bangku batu di sisinya, Kang Tat lantas
berkata lebih jauh:
"Mari, mari, mari, silahkan duduk sobat Yu mari kita duduk sambil
berbincang-bincang."
"Baik, terima kasih." paras muka Yu Teng po masih tetap kaku dan
sama sekali tanpa perasaan.
Setelah duduk, Kang Tat langsung mengajukan pertanyaannya:
"Gurumu Kwa Cun seng, ternyata adalah si tamu pengembara
Sangkoan tayhiap yang termashur akan sentilan jari mata uang
emasnya dalam dunia persilatan dimasa lalu, kejadian ini benar- benar
sama sekali diluar dugaan sia pa pun ?"
"Benar, sama sekali diluar dugaan siapa pun" jawaban dari Yu Teng-po
masih tetap kaku." tanpa emosi.
"Sobat Yu," Thio Yok-sim turut berbicara, "Gurumu Sangkoan Ki adalah
seorang enghiong hohan yang dihormati dan di sanjung setiap umat
persilatan di dunia ini, sebaliknya Kwa Cun-seng adalah seorang
manusia laknat yang sudah terlalu banyak melakukan perbuatan jahat
selama ini, di antara mereka..."
"Maaf, aku tak bisa mengungkapkan hal itu" tukas Yu Teng poo secara
langsung.
Cukat Tan tertawa, katanya pula: "Sobat Kang, kedudukan gurumu pada
saat ini merupakan seorang manusia laknat yang boleh dibasmi oleh
siapa saja, tapi bila latar belakang dari persoalan ini bisa diketahui
sehingga dibeberkan kepada setiap orang, kemungkinan pandangan
umat persilatan terhadap gurumu akan mengalami perubahan besar."
"Kau sebagai seorang murid yang baik, sudah sepantasnya kalau
memanfaatkan kesempatan yang baik ini untuk memperbaiki nama baik
gurumu dimata masyarakat, kau sepantasnya kalau berdaya upaya
untuk mencapai hal tersebut, itulah sebabnya lohu sekalian dengan
besarkan nyali ingin meminta keterangan darimu, semoga sobat Yu
bersedia memberitahukan keadaan yang sesungguhnya dimasa lampau
!"
Paras muka Yu Teng poo sama sekali tidak berubah, katanya dengan
suara kaku: "Maaf, aku tak dapat menjawab !"
Kang Tat memutar biji matanya, mendadak ia memperoleh sebuah idee
bagus, sembari mengangkat separuh mata uang tembaga itu serunya
dengan suara lantang.
"Yu Teng-po, dengarkan perintah !" Yu Teng poo memandang
sekejap ke arah separuh mata uang
tembaga tersebut, kemudian setelah menghela napas panjang, katanya:
"Tecu menerima perintah !" "Kau harus menjawab semua
pertanyaan yang diajukan oleh lohu
bertiga, apa yang kau ketahui harus kau utarakan dengan sejujurnya,
mengerti..."
"Baik, tecu turut perintah-!" Thio Yok-sim segera berseru.
"Pertama-tama kau harus menuturkan dahulu apa yang telah
terjadi sehingga Sangkoan tayhiap bisa berubah menjadi Kwa Cunseng!"
Yu Teng poa menarik napas dulu dengan suara pedih, kemudian baru
membeberkan semua rahasia besar yang membuat Kang Tat dan Thio
Yok-sim membelalakan matanya lebar-lebar.
Berbicara soal masa lampau Sangkoan Ki, Yu Teng poo kelihatan tak
dapat menahan gejolak emosi dalam hatinya. Ternyata antara
Sangkoan Ki dengan Mao Tin hong adalah hubungan kakak beradik
misan.
Sangkoan Ki adalah sang kakak misan, sedangkan Mao Tin hong adalah
sang adik misan, sejak kecil mereka berdua sudah hidup dan
dibesarkan bersama-sama.
Kemudian masing-masing memperoleh penemuan yang berbeda dan
sama-sama menjadi ternama di dalam dunia persilatan.
Berbicara soal nama serta kedudukan, tentu saja kedudukan Sangkoan
Ki masih lebih tinggi daripada Mao Tin hong, sedangkan dalam soal ilmu
silat, Mao Tin hong juga masih selisih setengah tingkat.
Cuma peristiwa ini telah berlangsung pada dua puluh lima enam
tahunan berselang.
Kemudian Mao Tin hong dan pemilik kebun Pek hoa wan berkenalan
yang dilanjutkan dengan perkawinan, ketika terjun kembali kedunia
persiIatan, baik ilmu silat maupun pengalaman Mao Tin hong, sudah
jauh melebihi Sangkoan Ki.
Bedanya, kalau Sangkoan Ki masih bisa untuk meraih kemajuan, maka
Mao Tin hong yang menderita luka daIam, sebelum memperoleh
penyembuhan total jangan harap bisa memperoleh kemajuan lagi.
Tatkala mereka kakak beradik misan bisa berjumpa lagi dalam dunia
persilatan, waktu itu Mao Tin hong sedang menaruh dendam untuk
menghindari mereka.
Sewaktu Mao Tin hong bertemu lagi dengan Sangkoan Ki, dengan cepat
dia memperoleh sebuah akal, dia tahu kalau
Sangkoan Ki masih sebatang kara, maka setelah membangun
perkampungan mereka pun hidup bersama-sama disatu tempat.
Waktu itu, kendatipun kepandaian silat yang diperoleh Mao Tin hong
sukar mendapat kemajuan berhubung luka dalam yang diderita-nya,
namun dari dalam kebun Pek hoa wan, ia sempat mempelajari banyak
sekali kepandaian aneh dari golongan iblis, dengan umpan ilmu silat
inilah dia berusaha menarik Sang-koan Ki agar mempelajarinya.
Maka tanpa disadari oleh Sangkoan Ki, dia telah salah menganggap
maksud baik misannya ini dan tanpa ragu-ragu mulai mendalami
semacam ilmu yang dinamakan ilmu Thian hua sinkang.
Siapa sangka yang dimaksudkan sebagai Thian hua sinkang
sesungguhnya adalah ilmu Siau hun hoat dari golongan iblis, karena
kurang teliti, akhirnya Sangkoan Ki terjurumus untuk mempelajari
sejenis ilmu jahat yang amat mengerikan.
Menanti Sangkoan Ki menyadari kalau ada hal hal yang tak beres,
tenaga dalam hasil latihabnya dimasa lampau tahu-tahu sudah punah
seperti asap, hilang lenyap tak berbekas, saat itulah menyesal pun tak
ada gunanya...
Tentu saja Sangkoan Kiz tidak terima, dia mencari Mao Tin bong sambil
menuntut keadilan, siapa sangka Mao Tin hong justru cuci tangan
bcrsih-bersih, dia beralasan dahulunya dia tak tahu kalau akan begini,
karena dia sendiripun tertipu.
Kejadian dari ilmu S'au hun tay hoat ini melebihi racun yang ditanam
dalam tubuh seseorang apabila ilmu tersebut dilepaskan sampai
ditengah jalan saja, maka sang korban akan merasakan siksaan dari
Im-mo yang akan menggerogoti hatinya.
Berada dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa Sangkoan Ki harus
berlatih lebih jauh.
Tatkala dia telah berhasil melatih ilmu Siau hun tay hoat tersebut,
wataknya pun ikut berubah, dia telah berubah menjadi
seorang iblis jahat yang licik, buas, kejam dan tak berperi kemanusiaan
Cuma saja, setiap tiga jam kemudian dia akan menjadi sadar selama
dua-tiga jam, maka disaat sedang sadar secara diam-diam Sangkoan Ki
membuat catatan tentang segala riwayat hidupnya, begitulah selanjutnya
sampai bertahun-tahun lamanya tanpa berhenti.
Sewaktu mendengar sampai disitu, tanpa terasa Kang Tat bertanya:
"Kalu begitu, gurumu mempunyai dua macam watak yang sama sekali
berbeda ?"
Mendengar ucapan mana, Yu Teng-po menjadi amat terperanjat segera
serunya:
"Jadi kalian bertiga sudah tahu ?" Kang Tat tidak mengelabuhi apa
yang telah terjadi lagi dia segera
membeberkan segala sesuatunya. Yu Teng-poo merasa bahwa apa
yang telah didengar memang
tak salah, maka sikapnya kembali berubah: "Benar, disaat guruku tak
sanggup mengendalikan diri, dia
adalah seorang manusia laknat yang berhati buas, jahat, kejam dan tak
mengenal ampun, tapi setelah sadar kembali, dia akan menyesal dan
mendendam, merasa sedih nya bukan kepalang.
"Beberapa kali, disaat guruku sedang sadar, dia hendak menghabisi
nyawa sendiri tapi selalu berhasil kucegah dengan berbagai cara dan
akal, malah suatu ketika..."
0oo0de0oo0 Mendadak Cukat Tan menyela: ”Sewaktu suhumu
sedang sadar, apakah dia dapat mencatat
seluruh kejahatan yang telah dilakukan olehnya?”
Yu Teng poo segera menggeleng. ”sebenarnya tak bisa diingat lagi
olehnya, tapi berhubung pertama watak suhuku memang sebenarnya
baik dan saleh, kedua ada aku yg selalu aku mengingatkan maka setiap
kali suhu telah melakukan suatu perbuatan, hampir semuanya telah
dibuatkan catatannya!”
Mendengar sampai disitu, Thio Yok sim segera menghela napas
panjang.
”Aaai, kalau begitu, gurumu malah justru kena dicelakai orang?”
Dengan wajah bersungguh-sungguh Yu Teng poo berkata.
”Walaupun perbuatan suhuku banyak yang jahat dan buas, tapi
kalau dibicarakan yang sebenarnya, penderitaan dan siksaan yang
dideritanya berkali lipat jauh lebih parah dan mengenaskan daripada
mereka yang dicelakai olehnya.”
”Suhumu pernah menyaru sebagai pelayan dan cukup lama menyelinap
dalam gedung milik Sun taihiap Sun Pek-gi suami istri, berarti selama itu
dia pun pernah menjadi sadar waktu itu, mengapa dia tidak
membeberkan segala sesuatunyanya secara terus terang kepada Sun
tayhiap ?” tanya Kang Tat tiba-tiba.
Kembali Yu Teng-po menggelengkan kepalanya berulang kali.
”Tentang peristiwa tersebut, aku sendiripun merasa agak
keheranan, bahkan setiap kali suhu sedang sadar. Aku selalu
menanyakan persoalan ini kepadanya, namun kecuali melelehkan air
matanya, Suhu tak pernah menjawab, seakan-akan dia seperti lagi
menyimpan sesuatu kesulitan yang tak bisa diutarakan keluar !”
”Oooh !” Thio Yok sim segera berpaling ke arah Kang Tat dan katanya
lagi, ”Aku percaya, bila kita memberitahukan latar belakang ini kepada
Sun sauhiap, dia pasti dapat menanyakannya sampai jelas.”
”Akupun yakin, setelah peristiwanya berkembang jadi begini, suhupun
tak akan berusaha untuk meyakinkannya lagi !” sambung Yo Ting po
cepat.
Mendadak Cukat Tan seperti teringat akan sesuatu, katanya tiba- tiba.
”Sobat kecil Yu, ada satu persoalan yang tidak lohu pahami, dapatkah
kuajukan pertanyaan kepadamu ?”
”Tentu saja boleh, asal aku tahu, pasti akan kuberitahukan kepadamu.”
”Sekarang, apakah gurumu sudah sadar sama sekali ?” Yu Teng-poo
segera mengangguk. ”Benar, suhu telah terlepas dari belenggu iblis
!” ”Lohu tidak habis mengerti, mengapa gurumu baru menjadi
sadar kembali disaat seperti ini ?” tanya Cukat Tan dengan kening
berkerut
Yu Teng poo tertawa getir, ”Cukat tayhiap, rupanya kau ingin
membongkar semua persoalan sampai tuntas, seperti kau ketahui, kini
suhuku telah kehilangan seluruh tenaga dalamnya, padahal tenaga
dalam yang hilang sekarang justru merupakan hawa Im kang sesat yang
menjadi biang keladi berubahnya watak suhu selama dua puluhan tahun
ini.”
Padahal segenap kepandaian yang pernah di latih suhu dahulu telah
punah disaat suhu mendengar bujukan dari bajingan Mao dan
mempelajari ilmu Mo kang tersebut, itulah sebab nya disaat hawa Mo
kang tersebut lenyap, secara otomatis diapun memperoleh
kesadarannya kembali.”
”Oooh... tak heran kalau bajingan tua she Mao itu berusaha keras untuk
membinasakan gurumu !” seru Kang Tat seperti sekarang baru
memahami akan hal itu.
”Tentu saja” seru Yu Teng poo dengan gemas, ”bagaimana mungkin
bajingan Mao akan membiarkan seseorang yang sadar dari segala
perbuatan jahat dan busuknya sepanjang hidup ini tetap hidup bebas di
dunia ? Namun akupun merasa tidak habis mengerti, mengapa suhu
bisa meninggalkan perahu tersebut dalam keadaan hidup ?”
”Apakah suhumu tidak memberitahukan alasannya kepadamu ?” Yu
Teng poo segera menggeleng. ”Tidak, akupun tidak sempat
mengajukan pertanyaan tersebut !” Thio Yok-sim segera memutar
biji matanya lalu bertanya: ”Bukankah nama asli gurumu adalah
Sangkoan Ki, mengapa bisa
dirubah menjadi Kwa Cun seng ?” ”ltu mah sederhana sekali, sejak suhu
tenggelam ke dalam
cengkeraman iblis, setiap kali sedang sadar, dia selalu merasa malu dan
menyesal terhadap nama marga Sangkoannya, oleh sebab itu dia pun
berganti dengan nama lain.”
Setelah urusan diperbincangkan sampai ke situ, tiada masalah lain yang
bisa dibicarakan lagi, maka masing-masing orang segera naik ke atas
sampan.
Mereka semua mengambil sebuah sampan setiap orangnya, tapi perahu
yang memuat belerang dan bahan peledak hanya tiga buah, ternyata Yu
Teng po segera melompat naik lebih dulu keatas sampan yang penuh
memuat bahan peledak serta belerang tersebut.
Kang Tat yang menyaksikan kejadian tersebut segera berkerut kening,
tegurnya.
”Yu lote menurut maksud Sun sauhiap dan gurumu, mereka menyuruh
lohu sekalian bertiga masing-masing menempati sebuah sampan berisi
bahan peledak, sedangkan lote hanya mengurusi perahu tersebut untuk
membantu...”
”Tidak” kata Yu Teng-poo dengan paras muka serius, ”aku harus
memegang sebuah perahu yang berisi bahan peledak !”
”Ooooh... mengapa harus begitu ?” tanya Thio Yok-sim. Dengan
cepat Yu Teng poo menyahut: ”Ada tiga alasannya, pertama, sebagai
seorang yang berada
diposisi yang terjepit, maka untuk menunjukkan bahwa
keadaan
kami guru dan murid sekarang didesak oleh situasi, maka aku harus
memegang sebuah perahu berisi bahan peledak tersebut.”
”Ke dua, kami guru dan murid terhadap bajingan tua Mao mempunyai
dendam kesumat yang lebih dalam dari samudra, maka meski tubuh
harus hancur dan nyawa harus melayang, kami rela mengorbankan diri
demi melenyapkan bajingan tersebut dari muka bumi.
”Ketiga, aku sangat menguasahi ilmu dalam air atau bila menggunakan
kata-kata sesumbar, ilmu dalam air yang dimiliki cianpwe bertiga masih
berselisih jauh bila dibandingkan dengan kepandaianku, maka apabila
serangan dengan api ini mengalami kegagalan atau bajingan she Mao itu
menyongsong kedatangan kita aku sudah pasti bisa meloloskan diri
dengan baik!”
Ke tiga alasan tersebut semuanya mempunyai keyakinan yang tak bisa
dibantah, hal ini membuat Thio Yok sim tak mampu membantah lebih
jauh...
Maka sambil tertawa akhirnya Kang Tat berkata. ”Baik, alasanmu
memang meyakinkan sekali anggap saja kau
memperoleh satu bagian!” ”Saudara Kang, kalau begitu kau saja yang
memegang sampan
tersebut...” seru Cukat Tan. Dengan cepat Kang Tat menggeleng.
”Tidak, lebih baik Thio heng saja yang mengurusi perahu kosong
tersebut” katanya. Mendengar ucapan mana, Thto Yok sim segera
tertawa terbahakbahak.
”Haaahh... haaahh... haaah... aku yang harus memegang
sampan kosong itu? Enak benar jalan pemikiranmu itu Sudah banyak
tahun aku hidup menahan hinaan dan sikssan, sedang besok pagi
adalah saatnya untuk membalas dendam dan sakit hatiku,
masa kau suruh aku membuang kesempatan yang baik ini dengan
begitu saja...? jangan harap.”
Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Kang Tat berpaling ke arah
Cukat Tan sembari berseru:
”Kalau memang begitu, saudara Cukat, kau...” Belum selesai dia
berkata, Cukat Tan sudah melompat naik
keatas sebuah perahu berisi bahan peledak sembari berseru: ”Uui, aku
Cukat Tan tak bisa ketinggalan.” Menyaksikan Cukat Tan sudah
menempati sampannya, dengan
cepat Thio Yok-sim melompat naik juga keatas sampan terakhir yang
berisi bahan peledak, kemudian katanya:
”Aku tidak ambil perduli, pokoknya perahu ini miliku !” Melihat
kesemuanya itu, Kang Tat segera menggelengkan kepala
berulang kali, serunya. ”Waaaah itu tidak adil namanya, mari, mari.
Mari... kita tentukan
dengan beradu tangan !” Sementara itu Thio Yok sim dan Cukat Tan
sudah mengambil
gala panjang dari sampan tersebut, sambil menjalankan sampan
tersebut ketengah telaga, seru mereka sambil tertawa, ”ltu mah
merepotkan saja. Saudara Kang, Sampai jumpa lagi ditengah telaga
nanti !”
Dari sikap saling berebut yang dilakukan ke tiga orang itu, Yu Teng poo
seperti dapat me rasakan sesuatu, buru-buru serunya:
”Cianpwee bertiga, dapatkah kalian mendengarkan sepatah dua patah
kataku lebih dulu?”
”Betul... betul...” seru Kang Tat kemudian sambil tertawa, ”aku sudah
tahu kalau lote pasti bersedia mengalah, kau memang seharusnya
memegang sampan...”
”Bukan itu maksudku!” tukas Yu Teng poo, ”aku hanya ingin bertanya
kepada kalian bertiga, siapakah diantara kalian yang memiliki ilmu
berenang paling baik ?”
”limu dalam air yang kumiliki paling baik, di dalam air aku bisa
memperhatikan benda yang berada delapan depa jauhnya di sekitarku.”
Buru-buru Kang Tat berseru.
”Paling tidak aku tak bakal kalah darimu!” sambung Cukat Tan sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
”Haahh.... haaah... haaahh... kalau aku masih bisa melihat sejauh satu
kaki didalam air” seru Thio Yok sim tak mau kalah sambil tertawa
terbahak-bahak.
Yu Teng po turut tertawa katanya kemudian sambil manggutmanggut.
”Seandainya benar benar bisa begitu, akupun boleh merasa berlega
hati...”
”Oooh, masih ada persoalan apa lagi yacg perlu dikuatirkan?” tanya
Kang Tat kemudian.
”Tentu saja ada” kata Yu Teng poo sambil mengangguk ”sekalipun
didalam perjalanan kita ini belum tentu akan menggunakan perahu berisi
bahan peledak, tapi seandainya dipergunakan maka tugas dan tanggung
jawab kita menjadi bertambah besar, bagaimanapun juga kita harus
meningkatkan kewaspadaan kita untuk bertindak lebih berhati hati lagi...”
”Pertama-tama, menyerang dengan api adalah bertujuan untuk
mengurung bajingan tua she Mao itu ditengah perahu besar tersebut
hingga mati terbakar disana, bila tugas ini selesai dilakukan, maka kita
harus dapat mundur kembali dengan selamat.
”Tapi, setelah perahu berisi bahan peledak ini terbakar, maka didalam
waktu singkat sampan mana akan meledak, oleh sebab itu si pendayung
sampan tersebut harus memiliki ilmu berenang yang amat lihay, dengan
begitu dia baru akan lolos dari ancaman bahaya maut...”
”Soal ini tak usah kau kuatirkan, pokoknya kami mempunyai cara untuk
mengatasinya.” Tukas Cukat Tan sambil tertawa.
Dengan wajah serius Yu Teng poo berkata lagi: „Di dalam hal ini,
orang yang tercebur di-air merupakan orang
yang memikul tanggung jawab terberat, sebab jaraknya tidak mungkin
terlalu dekat, mustahil pula terlalu jauh, disamping itu orang yang
menyerang dari belakang perahu besar juga merupakan tugas yang
paling sulit...“
Sulitnya bukan masalah, biar aku saja yang memikul tanggung jawab
untuk menyerang dari balik perahu besar itu“ tukas Kang Tat lagi
dengan cepat.
Yu Teng poo segera tertawa. „Kang tayhiap menyerang dari belakang
perahu besar itu
merupakan urusanku, sedang bagi Kang tayhiap cukup asal begitu
perintah penyerangan diturunkan kau segera memperhatikan permukaan
telaga sambil mempersiapkan gala panjang.“
Dengan perasaan apa boleh buat, akhirnya Kang Tat naik keatas
sampan penyambut tersebut.
Maka berangkatlah ke empat buah sampan tersebut menuju ke tengah
telaga.
Tak lama kemudian mereka sudah semakin mendekati perahu besar
yang berlabuh ditengah telaga nun jauh didepan sana.
oooO-de-Oooo FAJAR telah menyingsing. matahari memancarkan
cahaya
keemas-emasannya menerangi ke seluruh permukaan telaga. Perahu
besar yang sebenarnya merupakan perahu milik Mao Tinhong
itu, sekarang telah berubah menjadi perahu dari Sun Tiong lo
sekalian, orang-orang yang berada datas perahu itu hampir semua
merupakan orang orang dengan maksud dan tujuan yang sama.
Perahu dengan delapan buah layar lebar ini pelan-pelan bergerak
mendekati perahu besar lainnya dibawah sorot cahaya matahari pagi.
Ketika kedua perahu besar ttu sudah berjarak satu panahan, akhirnya
perahu besar berlayar delapan itu berhenti bergerak dan menurunkan
jangkar.
Pada saat yang bersamaan, empat buah sampan cepat yang
dikemudikan oleh Yu Teng po, Kang Tat, Thio Yok sim dan Cukat Tan
telah menerjang ombak bergerak mendekat, setelah melalui perahu
berlayar delapan itu, serentak mereka mengepung perahu besar yang
lain rapat-rapat.
Sampan penyambut yang dikemudikan oleh Kang Tat berhenti agak
jauh dari buritan perahu, sedangkan tiga buah sampan lainnya yang
penuh berisi bahan peledak melanjutkan perjalanannya dan baru
berhenti setelah berada hanya lima kaki saja dari perahu besar itu.
Pada saat itulah Sun Tiong to munculkan diri diujung geladak perahu
berlayar delapan itu dan berseru dengan suara lantang:
"Mao Tin hong, harap segera menampakkan diri untuk
berbincang-bincang..!"
Suasana dalam perahu besar yang ditumpangi Mao Tin hong sunyi
senyap tak kedengaran sedikit suara pun.
Sekali lagi Sun Tiong lo berteriak dengan suara lantang: "Mao Tin
hong, sebagai seorang lelaki sejati berani berbuat,
berani bertanggung jawab, kuanjurkan kepadamu lebih baik segeralah
menampakkan diri, sekarang kau sudah terkepung dari empat penjuru,
tidak mungkin lagi bagimu untuk melarikan diri..."
Sangkoan Ki (maksudnya Kwa Cun seng, selanjutnya akan dipakai nama
aslinya yakni Sangkoan Ki) turut berseru pula dengan suara keras:
"Mao Tin-hong, ayo keluar, aku Sangkoan Ki hendak membicarakan
sesuatu denganmu!"
Suasana dalam perahu besar itu masih tetap sunyi senyap tak
kedengaran sedikit suara pun.
Sesudah mendengus, kembali Sangkoan Ki beneriak keras: "Mao Tin
hong, apabila kau tidak menampakkan diri lagi, jangan
salahkan hatiku keji untuk melancarkan serangan dengan api !" Namun
suasana diatas perahu besar itu masih tetap hening, sepi,
tak kedenjaran sedikit suarapun, seakan-akan semua penghuni perahu
tersebut masih terlelap tidur.
Tiada yang menegur sapa, tiada pula yang menggubris. Dengan cspal
Sangkoan Ki berpaling ke arah Sun Tiong-lo
sembari tanyanya: "Sauhiap, menurut pendapatmu, bagaimana kalau kita
menyerang dengan menggunakan api." Cepat Sun Tiong-lo menggeleng.
"Aku rasa tindakan seperri ini tak boleh di lakukan secara
gegabah." Kemudian setelah berhenti sejenak, ia berpaling kearah Hou
ji
sambil katanya lagi: "Engkoh Hou, turunkan perahu kecil." "Siau-Iiong,
kau hendak pergi kesana untuk menengok keadaan
?" tegur Hou ji dengan kening berkerut. Sun Tiong-lo segera
manggut-manggut. "Hmm, aku harus pergi menengok sendiri hingga
duduknya
persoalan menjadi jelas." Cepat-cepat Hou ji menggeleng lagi. "Ah,
jangan, hal ini terlalu berbahaya, kalau harus kesana,
biarlah aku saja yang ke situ"
"Tidak, aku yang akan ke situ, sedang kalian semua tetap berada di
perahu sembari menantikan kabar beritaku!" seru Sun Tiong lo dengan
nada tegas.
Mendadak nona Kim menyambung: "Biar aku yang pergi." "Adik Kim,
jangan ngaco belo, sekarang apa yang herdak kau
lakukan dengan pergi kesitu?" seru Sun Tiong lo dengan paras muka
serius.
Tampaknya Hou ji cukup mengetahui akan watak dari Sun Tiong lo ini,
tak mungkin apa yang sudah menjadi niatnya bisa dicegah tapi diapun
kuatir bila Sun Tiong lo menyerempet bahaya seorang diri.
Maka setelah memutar biji matanya, mendadak dia memperoleh sebuah
akal bagus, katanya kemudian.
"Baiklah, aku akan segera menurunkan perahu kecil." Selesai berkata,
Hou ji segera membalikkan badan menuju
keperahu bagian belakang dan diam-diam turun kebawah. Sangkoan Ki
segera menggunakan pula kesempatan itu untuk
mohon diri, kemudian menuju ke ruangan belakang. Di ruang belakang,
Sangkoan Ki berkata kepada Hou-ji selelah
menatapnya lekat-lekat: "Hou-hiap, kau bermaksud hendak
menggunakan cara apa untuk
menghalangi niat Sun sau hiap itu ?" "Aku harus mencoba untuk
menyelidiki lebih dahulu, jabatan
apakah yang terdapat di atas perahu tersebut" ujar Hou ji dengan
kening berkerut.
Sangkoan Ki manggut-manggut. "Benar, tapi bagaimana cara Hou
hiap untuk melakukan
penyelidikan tersebut ?" "Kecuali mendatangi perahu itu dan melakukan
penyeiidikan,
masa masih ada cara lain yang lebih baik lagi ?"
"Seandainya Hou-hiap bersedia, lohu mah mempunyai sebuah cara yang
bisa di coba."
"Oya ? Baiklah, coba katakanlah." "Aku rada curiga kalau bajingan
tua she Mao itu sudah tidak
berada diatas perahu lagi..." Hou ji menjadi tertegun sesudah
mendengar perkataan itu,
katanya kemudian. "Aah... hal ini tidak mungkin ?" Sangkoan Ki segera
tertawa. "Bajingan ini licik dan pintar, baginya tiada persoalan yang tak
mungkin tak bisa dilakukan olehnya, cuma untuk berhati hatinya saja,
memang paling baik kalau dicoba untuk diselidiki lebih dulu, cara yang
terbaik adalah mencari busur dan panah, kemudian membidikkan panah
berapi ke seberang sana..."
"Membidikkan panah berapi ke sana ?" tukas Hou ji. Sangkoan Ki
manggut-manggut. "Ya. hal inipun merupakan satu-satunya cara
yang dapat
dipergunakan, sebatang panah berapi tak nanti bisa menimbulkan
kebakaran besar, namun orang yang berada diatas perahu tersebut
sudah pasti akan berusaha untuk memadamkannya, nah dari situlah
kau akan mengetahui keadaan yang sebenarnya..."
Hou ji berpikir sebentar, kemudian mengangguk. "Baiklah, cara ini
memang bisa digunakan." Belum habis dia berkata, Sangkoan Ki
telah menyela lagi: "Aku sudah msmpersiapkan busur dan panah
berapinya, segera
akan kuambil untukmu." Selesai berkata dia lantas mendorong sebuah
pintu kecil
disebelah kanan dan dalam waktu singkat telah berjalan keluar sambil
membawa sebuah busur dan tiga batang anak panah berbulu
putih yang pada ujung panahnya membawa sebuah peluru sebesar
buah tho.
Sambil menyerahkan busur dan anak panah tersebut ketangan Hou ji,
kembali Sangkoan Ki berkata:
"Peluru diujung anak panah tersebut terbuat dari belerang, minyak
hitam dan kapas, begitu bertemu api lantas terbakar, daya bakarnya
bisa mencapai setengah perminum teh, aku rasa tiga batang pun sudah
lebih dari cukup."
Sambil menerima busur dan anak panah tersebut, Hou ji segera
berkata:
"Aku lihat kau belum akan puas sebelum melancarkan serangan dengan
panah berapi?"
"Hou hiap, kau keliru" ucap Sangkoan Ki dengan wajah serius,
"walaupun rasa benci lohu terhadap Mao loji sudah merasuk sampai ke
tulang sumsum namun aku masih cukup mengetahui akibatnya, aku
terpaksa menggunakan cara ini karena tak ingin membiarkan Sun
sauhiap menyerempet bahaya dengan percuma."
"Yaa, sambil selam minum air bukan?" ejek Hou-ji sambil tertawa lebar.
Ucapan ini terlampau menyolok dan mengena sekali dihati Sangkoan Ki..
Ketika selesai berkata tadi, Hou ji segera berjalan keluar dari ruangan
belakang.
Sementara itu perahu besar yang ditumpangi Mao Tin hong berada
dalam keadaan gelap gulita, sunyi senyap dan tak kedengaran sedikit
suarapun, keadaannya tidak jauh berbeda dengan sebuah sampan aneh.
Hou ji berkerut kening, dia segera menyulut sebuah peluru api pada
lentera perahu berlayar delapan itu, kemudian memasang anak panah
tersebut diatas busur, mengerahkan hawa murninya dia membentak
dengan suara keras.
"Mao Tin hong, bila kau tidak munculkan diri untuk berbicara lagi,
jangan salahkan bila siauya akan mulai menyerang dengan anak panah
berapi ini!"
Ketika dari pihak perahu besar diseberang sana belum juga terdengar
suara jawaban, Hou ji segera menarik busurnya kuat kuat kemudian
"Sreeet ,."." diiringi suara desingan tajam, panah berapi itu dengan
membawa sekilas cahaya pelangi berwarna merah membara meluncur
ke-depan dan menancap diatas jendela pada bagian belakang perahu
besar tersebut.
Menyusul kemudian Hou ji menyulut panah api kedua. "Hoa ko,
tunggu sebentar!" tiba-tiba terdengar Sun Tiong lo
berseru lantang. "Aaah, tiga batang panah berapi tak akan sampai
membakar
perahu tersebut, kecuali kalau tiada orang yang munculkan diri untuk
memadamkan kobaran api tersebut." jawab Hou ji.
Berbicara sampai disitu, dia segera melepaskan tangannya dan...."Sreet"
diiringi desingan tajam, kembali panah berapi itu meluncur ke depan.
Kali ini membidik tepat diatas layar utama perahu besar tersebut,
Layar perahu merupakan benda yang mudah terbakar maka
begitu layar perahu terkena bi sikan, api segera membara menjilat
kemana-mana, dalam waktu singkat seluruh layar perahu itu sudah
terbakar menyusul kemudian kertas jendela dan ruangan mulai
terbakar.
Anehnya, ternyata dalam perahu itu tak nampak seorang manusia pun
yang menampakkan diri, tentu saja tak akan terdengar sedikit suarapun
yang berkumandang dari situ.
Sekarang, Sun Tiong lo seperti menyadari akan sesuatu, buru- buru dia
mencegah Hou-ji untuk membidikkan panah berapinya lagi.
"Engkoh Hou kemungkinan besar perahu tersebut kosong dan tidak
berpenghuni lagi, jangan di bidik lagi !" serunya.
Agaknya SangKoan Ki juga berpikir sampai ke situ, dia lantas berseru:
"Yaa. kira harus turunkan perahu kecil dan melakukan pemeriksaan
keatas perahu tersebut.
Sun Tiong-Io merasa tak sabar lagi untuk menunggu sampai
menurunkan sampan kecil, disamping itu sebuah kecurigaan muncul
pula didalam benaknya, maka sambil menyambar sebuah papan dari
dalam ruangan, serunya cepat:
"Tak usah menurunkan perahu, biar aku seorang yang melakukan
pemeriksaan ke atas perahu tersebut."
Selesai berkata, Sun Tiong-lo segera mematahkan papan kayu itu
menjadi beberapa bagian, kemudian dengan melemparkan kayu
tersebut satu per satu ke atas perkemukaan telaga, dengan ilmu
Teng-peng tok-sui dia meluncur kearah perahu besar tersebut dengan
gerakan secepat kilat.
Si anak muda ini memang hebat, begitu potongan kayu dibuang ke
permukaan air, ujung kakinya segera menutul diatas potongan kayu
mana dan meluncur ke muka, kemudian disaat tubuhnya hendak
menukik ke atas permukaan telaga, tangan kanannya kembali
digetarkan melemparkan sepotong kayu.
Dengan cara itulah, secara mudah sekali ia berhasil mencapai diatas
perahu besar.
Hou-ji yang berada diatas perahu tersebut bersama-sama Bau-ji, nona
Kim dan Sangkoan Ki segera menurunkan sampan kecil keatas
permukaan air.
Kendatipun Sun Tiong lo telah mencegah mereka untuk turut kesana,
namun mereka tak tega membiarkan si anck muda itu menyerempet
bahaya seorang diri.
Perahu kecil yang berada diatas perahu berlayar delapan itu hanya
dipakai disaat saat gawat dan penting, oleh karena itu sampan maha
hanya terbuat dari kulit dan cuma muat tiga-empat
orang, bila kelebihan penumpang maka perahu kulit itu akan segera
tenggelam.
Oleh karena itu mencegah Sangkoan Ki untuk turut serta, katanya
dengan cepat.
"Tenaga dalammu sudah punah, mau apa kau ikut ke situ ?"
Sangkoan Ki segera terbungkam dan cuma bisa berdiri tertegun
seperti orang bodoh. Terdengar Bau ji berkata pula: "Sampan kulit ini
kelewat kecil, lebih baik kau tinggal di atas
perahu besar saja !" -ooo0dw0oo-
Jilid 39
SEMENTARA pembicaraan masih berlangsung, nona Kim sudah
melompat turun keatas sampan tersebut, kemudian sambil
mendongakkan kepalanya dia berseru:
"Ayo cepat sedikit, engkoh Lo sudah hampir memasuki ruangan perahu
itu!"
Sangkoan Ki tahu kalau dia tak mungkin bisa ikut, maka dengan suara
keras teriakannya:
"Sun sauhiap, hati-hati! jangan memasuki ruangan tersebut lebih
dulu...!"
Sayang tindakan itu sudah terlambat selangkah. Sun Tiong lo telah
menjejak pintu dan melompat masuk kedalam ruangan.
Hou ji dan Bau ji melompat keatas sampan kecil dengan cepat, sebelum
mereka mendayung perahu tersebut, kembali terdengar Sang koan Ki
berteriak keras:
"Tunggu sebentar Hou hiap, bawalah serta beberapa batang panah !"
Maksud dari ucapan itu jelas, yakni jarak mereka dengan perahu
tersebut masih jauh, seandairya Sun Tiong lo mengalami serangan atau
sergapan, maka mereka tak mungkin bisa memberi bantuan dengan
cepat. Andaikata membawa anak panah, maka mereka bisa memberi
bantuannya dari tempat jauh.
Sambil berteriak Sangkoan Ki berlarian masuk ke ruang belakang, tak
selang berapa saat kemudian dia sudah muncul dengan membawa
sebuah gendewa dengan belasan anak panah dan melemparkannya
kedalam sampan kecil itu.
Saat itulah, Hou ji baru mendayung sampan kecil itu menuju ke arah
depan.
Sangkoan Ki memang tak malu disebut seorang jago kawakan dalam
dunia persilatan, begitu sampan tersebut berangkat, dia segera
memasang lentera diujung perahu untuk menerangi suasana disana,
setelah itu teriaknya ke arah sampan berisi bahan peledak itu.
"Yu Teng po. perhatikan baik-baik, Sun sau hiap sudah naik ke atas
perahu musuh, kau harus menyambut kedatangannya tanpa merubah
posisi, laksanakan perintah menurut perintah dari Sun sauhiap !"
Padahal dia sama sekali tidak tahu kalau orang yang berada diperahu
itu penyambut bukan Yu Teng-po melainkan Kang Tat tapi dengan
diturunkannya perintah tersebut, hal ini membuktikan kalau dia tidak
terlalu mementingkan diri sendiri.
Waktu itu, Kang Tat maupun ketiga perahu berisi bahan peledak tersebut
sudah memperhatikan situasi diitas perahu musuh dan di permukaan air
dengan seksama, merekapun menyaksikan bagaimana Sun Tiong lo
dengan mengandalkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna
melayang naik keatas perahu musuh.
Kendatipun tiada perintah dari Sangkoan Ki, Thio Yok-sim serta Cukat
Tan telah bertekad akan mendekati perahu musuh, maka begitu
mendengar teriakan mana, serentak keempat buah perahu itu
bersama-sama bergerak maju ke muka.
Posisi mereka sekarang sudah jauh melesat ke depan, oleh sebab itu
pula mereka tiba di sasaran dengan cepat.
Sementara itu, San Tiong lo sudah menyerbu masuk kedalam ruang
tengah perahu musuh.
Rupanya disaat panah berapi menancap di atas jendela ruang perahu
dan layar tersebut, namun tidak nampak ada orang yang muncul untuk
memadamkan api, Sun Tiong-lo merasakan hatinya tergerak, dia lantas
menduga kalau Mao Tin-hong telah meloloskan diri dari situ.
Itulah sebabnya dia lantas meluncur ke perahu musuh untuk melakukan
pemeriksaan yang teliti.
Namun diapa bertindak sangat berhati-hati, disaat mana sebelum
berangkat dia berpesan kepada Hou ji agar jangan ikut ke depan, sebab
dia kuatir Mao Tin hong telah melakukan sesuatu persiapan diatas
perahunya sehingga kehadiran mereka disana malahan terkena
jebakannya.
Itulah sebabnya dia saat dia melayang ke arah perahu musuh tadi,
pemuda itupun mengerahkan ilmu pendengaran langitnya untuk
mencoba nemeriksa keadaan disekitar situ, alhasil kecuali suara api yang
membakar perahu, pada hakekatnya tidak ditemukan suara orang
manusia pun.
Begitulah, setelah termenung sejenak didepan pintu perahu, dia lantas
menerjang masuk ke ruang dalam: dia pun mendengar suara teriakan
dari Sangkoan Ki dan Houji, tapi tanpa ragu dia meneruskan langkahnya
menerjang masuk ke dalam.
Dia sudah mendengar dari mulut Sangkoan Ki kalau ruang perahu yang
besar dan luas itu penuh dilengkapi dengan barang mewah, tentu saja
Sangkoan Ki sendiri tidak masuk ke ruang tersebut tempo hari, namun
sempat melihat dari balik cermin.
Tapi keadaan yang tertera didepan mata sekarang sama sekali telah
berubah.
Pintu kaca masih tetap utuh. namun perabot yang ada dalam ruangan
tersebut sudah hilang lenyap, bahkan permadani merah yang melapisi
lantai perahu pun sudah dicopot semua sehingga terlihat warna asli dari
dasar lantai perahu.
Suasana dalam ruangan itu gelap gulita, tiada cahaya lentera,
sedangkan Sun Tiong lo sendiripun tidak membawa alat pembuat api,
untung saja tenaga dalamnya amat sempurna sehingga meski ada
dalam kegelapan pun dia dapat menyaksikan keadaan disitu dengan
amat jelas.
Dengan menghimpun hawa murninya keda lam mata, dia mulai
memeriksa keadaan dalam ruangan tersebut dengan seksama.
Akhirnya diatas dinding perahu dia menemukan sepucuk surat yang
ditancapkan disana, beberapa huruf besar tertera didepan sampul
mana, yang bertuliskan.
"Ditujukan khusus untuk Sun Tiong lo" Dengan kening berkerut Sun
Tiong lo berjalan menuju kedepan
dengan langkah lebar. Ketika sampai disisi dinding ruangan dan baru
saja akan
mengambil surat tersebut, tiba-tiba matanya tertumpuk dengan sebuah
meja lentera disisi bawah surat mana, diatas rak tersebut terdapat pula
sebuah lentera.
Yang lebih aneh lagi, disisi lentera tadi tersedia pula alat untuk
membuat api.
Anak muda itu termenung sejenak, kemudian timbul niatnya untuk
memasang lentera tersebut dan membaca surat mana dibawah lentera.
Tapi satu ingatan lain melintas pula dalam benaknya, akhirnya dia
urungkan niat tersebut dan mengambil surat yang tertancap diatas
dinding itu.
Setelah surat diambil dan dibuka sampulnya tampak selembar kertas
berisikan tulisan yang rapat dan kecil.
Betul dia memiliki ketajaman mata yang luar biasa dan bisa digunakan
untuk memandang keadaan dalam ruangan, namun untuk membaca isi
surat dengan huruf yang begitu kecil, tanpa cahaya lentera tentu saja
sulit baginya untuk membaca.
Oleb sebab itu Sun Tiong lo berjalan mendekati lentera tersebut,
mengambil alat pembuat api dan menyulut lentera yang tersedia disana.
Belum lagi lentera tersebut dipasang, mendadak dari luar jendela
muncul gumpalan api yang rontok kebawah, dalam waktu singkat
seluruh jendela luar sudah terjilat oleh api yang membumbung tinggi ke
angkasa.
Rupanya lain layar tersebut sudah ambruk dan membawa kobaran api
yang menjiIat, membakar benda yang ada disekelilingnya.
Begitu cahaya api berkobar diluar, suasana dalam ruang perahu itu pun
menjadi terang benderang.
Sun Tiong lo memandang sekejap kearah surat itu, lalu memandang pula
kearah lentera yang tersedia dimeja.
Tiba tiba ia seperti menemukan sesuatu, paras mukanya segera saja
berubah hebat, tanpa berpikir panjang lagi, dia membalikkan badan lalu
melompat keluar dari ruang perahu tersebut.
Kebetulan sekali perahu-perahu berisi bahan peledak itu sudah semakin
mendekati perahu musuh, dengan suara menggeledek Sun- Tiong lo
segera membentak keras:
"Cepat menjauhi perahu ini, dalam perahu sudah dipasang bahan
peledak, cepat menjauh!"
Ditengah bentakan itu, dia merendahkan tubuhnya sambil menyambar
sebuah gala panjang, kemudian dilemparkan kearah permukaan air
menuju ke arah berlayar delapan.
Menyusul kemudian diapun ikut melayang keatas gala panjang itu dan
berdiri diatasnya.
Gala bambu itu memang sedang meluncur kearah perahu berlayar
delapan tersebut, ketika kakinya mencapai diatas gala bambu tadi
ternyata gala itu tak tenggelam keair, malah meluncur semakin kearah
depan.
Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna ini, kontan
saja mengejutkan semua orang sehingga mereka bersama- sama
membelalakkan matanya dengan mulut melongo.
Sangkoan Ki dan Kang Tat sekalian makin bersyukur dihati, hari ini
mereka baru tahu kalau tenaga dalam yang dimilikinya Sun Tiong lo
sesungguhnya telah mencapai tingkatan yang tak terhingga.
Untung saja mereka cepat bertobat dan kembali ke jalan besar, dari
musuh kini menjadi teman. kalau tidak, entah bagaimana jadinya
dengan mereka?
Sementara itu Kang Tat, Yu Teng po. Thio Yok sim dan Cukat Tan sudah
mendengar teriakan tersebut, serentak mendayung sampan
masing-masing menjauhi perahu musuh, sedang perahu kulit itupun
segera memutar haluan dan kembali ke perahu berlayar delapan.
Tatkala perahu berisi bahan peledak itu sudah menjauh, sampan kulit
sudah kembali ke perahu induk dan Sun Tiong lo telah kembali ke atas
perahu...
Pada saat itu!ah, perahu musuh yang tak berpenghuni itu sudah
terkepung ditengah jilatan api yang membara, kemudian terjadilah
suatu ledakan dasyat yang menggelegar ditengah udara, diikuti pula
jilatan api mencapai tengah angkasa.
Dalam waktu singkat perahu tersebut sudah hancur berkeping- keping,
api yang membara pun segera lenyap bersamaan dengan lenyapnya
hancuran perahu itu didasar telaga.
Yang tersisa kini hanyalah hancuran kayu yang terapung diatas
permukaan air telaga...
Semua orang segera meninggalkan perahu kecil dan pindah keatas
perahu besar, baban-bahan peledak diatas sarapan pun
dibawah petunjuk Yu Teng poo yang serius dipindahkan semua kedasar
perahu berlayar delapan tersebut.
Kini, semua orang sudah berkumpul didalam ruang perahu yang lebar,
wajah mereka diliputi amarah, hanya Sun Tiong lo seorang tetap
berwajah hambar, tak jauh beda dengan paras mukanya dihari biasa.
Ditengah keheningan yang mencekam, Sangkoan Ki yang pertama-tama
buka suara lebih dulu ujarnya sambil menghela napas.
Kesemuanya ini harus salahkan diriku, sudah seharusnya aku dapat
berpikir kesitu, bajingan Mao licik dan banyak tipu muslihatnya mana
mungkin dia akan membuang sauh disini sambil menunggu kedatangan
kita untuk mencari gara-gara dengannya? sekarang dia telah pergi."
Dengan tak sabar Bau ji segera menukas. "Tak usah membicarakan
kata-kata yang tak berguna lagi,
sekarang yang penting adalah memikirkan kemanakah dia telah kabur?"
”Tak usah dipikir lagi, tentu saja dia telah kabur kekebun raya Pek hoa
Wan gua Pek Hoa tong!" kata Sangkoan Ki cepat.
Bau ji segera berpaling kearah Sun Tiong lo kemudian serunya: "Jite,
mari kita mengajarnya sekarang juga ke wilayah Biau!"
Sikap Sun Tloig-lo sangat tenang, pelan-pelan dia berkata: "Tentu saja
kita harus berkunjung ke wilayah Biau, cuma kita baru akan kesitu
setelah dapat menemukan suatu tindakan yang tepat untuk mengatasi
bajingan Mao tersebut !"
"Sun sauhiap," kata Sangkoan Ki dengan kening berkerut, "lohu berani
jamin dia hanya akan kabur melalui jalanan tersebut saja !"
Mendengar perkataan tersebut Sun Tiong-lo segera tertawa. "Untuk
saat ini aku tak ingin berpikir seenaknya sendiri, aku rasa
persoalan tak akan begitu gampang !"
Sangkoan Ki menjadi sangat gelisah, serunya lagi: "Sun sauhiap, kau
tidak tahu ! Saat ini bajingan Mao sudah tahu
kalau dia telah ditinggalkan anak buahnya, meskipun dunia ini sangat
luas, namun sudah tiada tempat lagi baginya untuk melarikan diri,
satu-satunya kemungkinan hanyalah kabur ke wilayah Biau."
Sun Tiong-lo segera menukas. "Misalkan tadi, seandainya Hou-ji dan
kau tidak berunding secara
rahasia untuk mencoba perahu itu ada orangnya atau tidak dengan
panah terapi, tentu saja perahu tersebut tak akan terbakar.
"Apalagi sekalipun terbakar seandainya aku tidak mencegah kalian turut
serta menuju ke sana dan berangkat seorang diri kesitu dengan
andalkan ilmu meringankan tubuh, tentu saja kalian sudah berada diatas
perahu itu bersama-sama.
"Disamping itu, seandainya layar yang membawa api tidak jatuh secara
kebetulan sehingga menggunakan sinar terang tersebut aku berhasil
menemukan penyakit pada lentera yang tersedia hingga tidak kupasang
sumbu lentera tersebut, mungkin bahan peledak itu sudah meledak
sejak tadi. Nah Sangkoan Tayhiap, coba kau bayangkan bagaimana
jadinya andaikata kita masih berada disana !"
"Tentu saja hancur berkeping keping !" kata nona Kim dengan nada
ngeri bercampur seram.
Sambil tertawa Sun Tong lo memandang sekejap ke arahnya, lalu
ujarnya lagi:
"Benar, rupanya sumbu lentera tersebut sesungguhnya merupakan
sumbu untuk meledakkan bahan peledak tersebut, padahal sumbu itu
cuma satu inci panjangnya, di sekitar perahu sesungguhnya penuh
dengan bahan peledak.
"Andaikata tiada kebetulan-kebetulan yang terjadi, sudah pasti aku
telah menyulut lentera itu, bila bahan peledak itu sudah keburu meledak
sebelum aku pergi dari sana, tak bisa disangkal lagi akupun akan mati
disitu.
"Tadi, bukankah kita semua telah menyaksikan betapa dahsyatnya
ledakan yang di sertai dengan jilatan api itu, nah coba kalian pikirkan,
siapakah yang bisa lolos dari keadaan tersebut ?
Sekarang aku ingin bertanya kepada Sang-koan tayhiap, andaikata kita
semua telah tewas ditengah perahu tersebut, apakah Mao Tin hong perlu
untuk melarikan diri ke wilayah Biau ?"
Sangkoan Ki terbungkam dalam seribu bahasa, kepalanya segera
tertunduk rendah-rendah.
Lama setelah suasana hening, Sun Tiong lo baru berkata lagi sambil
menghembuskan panjang:
"Semuanya ini memang sudah takdir, namun panah api yang di bidikan
Hou ji sama sekali tidak gembira dengan ucapan tersebut, katanya
cepat:
"Semuanya itu cuma suatu kebetulan, cuma suatu kebetulan yang tak
disengaja.”
"Benar" kata Sun Tiong lo serius "semuanya ini memang merupakan
suatu kejadian yang kebetulan, tapi kebetulan yang sesungguhnya di
atur oleh kekuatan gaib dari langit bukan pepatah kuno pernah bilang:
"Perhitungan manusia tak akan bisa mengungguli perhitungan langit...?"
Nona Kim mengerling sekejap ke arah Sun Tiong Io. kemudian
sindirnya:
"Tak kusangka kalau kaupun menjadi seorang penganut tahayul
sekarang..." Sun Tiong-lo segera tertawa.
"Soal ini bukan soal tahayul atau tidak, seandainya Thian tidak
menakdirkan begini, memangnya kita semua masin bisa hidup detik
ini..."
Sangkoan Ki berpikir sebentar, kemudian katanya lagi: "Jadi maksud
Sun sauhiap, bajingan Mao tersebut sekarang
berada di sekeliling tempat ini?"
"Tidak." kata Sun Tiong-lo sambil menggeleng, "sekarang dia sudah
pergi dari sini !"
Sangkoan Ki memang tak malu disebut sebagai seorang jago kawakan,
dia segera manggut-manggut.
"Benar." katanya kemudian, "disaat dia mengetahui kalau rencana
busuknya menemui kegagalan, tentu saja dia berusaha untuk kabur lebih
cepat dari sini !"
Sun Tiong-lo segera manggut-manggut dan tidak berbicara lagi.
"Sekarang tentunya Sun sauhiap sudah percaya bukan kalau
perempuan cabul itu pun merupakan seorang manusia bengis yang
keji?"
Sun Tiong lo memandang sekejap kearah nya kemudian balik bertanya.
"Dari mana kau bisa berkata begitu?" "Kenyataan sudah tertera
dengan jelas dan gamblang,
seandainya perempuan cabul itu tak sekomplotan dengan bajingan
Mao, mengapa pula dia mengijinkan bajingan tua she Mao-itu untuk
melakukan siasat keji dengan mencarikan bahan peledak di dasar
perahunya sebelum melarikan diri dari sini?"
Sun Tiong lo segera terbungkam dalam seribu bahasa, dia tak sanggup
untuk berkata kata lagi.
Sangkoan Ki segera berkata lebih jauh: "Kalau begitu semakin cepat
itu lebih baik bagi kita sekarang
untuk mendatangi wilayah Biau jauh lebih awal!" "Yaa, dengan begitu
posisi kita pasti akan jauh lebih beruntung
lagi." sokong Hou ji dengan cepat. Sun Tiong lo segera berkerut kening
katanya tiba-tiba: "Aku rasa tak mungkin kita bisa tiba lebih awal dari
pada
mereka.,!"
"Aaah, belum tentu, kita toh turun kemudian mengikuti arus air..." seru
Hou ji.
Dengan cepat Sun Tiong to menggelengkan kepala berulang kali,
"Entah bagaimanapun kita menempuh perjalanan, yang pasti tak
mungkin bisa sampai ke tempat tujuan mendahului mereka, apa lagi
merekapun hapal dengan daerah di sekitar sana, sedangkan kita semua
belum ada yang pernah berkunjung ke gua Pek hoa tong, bayangkan
saja, bagaimana mungkin kita bisa mendahului mereka?"
"Perduli bagaimana pun, berapa cepat perjalanan yang bisa kita
tempuh, kita berusaha secepatnya!" seru Sangkoan Ki.
Kali ini Sun Tiong lo tidak memberikan tanggapannya lagi, dia lantas
memperlihatkan surat yang di tunjukkan kepadanya itu, kemudian
berkata:
"Bajingan Mao telah meninggalkan sepucuk surat kepadaku, coba kita
lihat apa isi surat tersebut.
Sembari berkata dia lantas merobek sampul surat itu dan mengeluarkan
secarik kertas ternyata isinya hanya berupa selembar kertas putih.
Dalam pada itu, Yu Teng-poo yang berjaga diluar ruang perahu telah
membentak secara tiba-tiba:
"Siapa disitu? jangan dekati perahu ini!" Begitu mendengar seruan
tersebut, Hou-ji segera melompat
keluar lebih dulu dari dalam ruang perahu, sementara itu, dari luar sana
sudah kedengaran seseorang menjawab dengan nyaring:
"Tolong tanya apakah Gin ih lak yu berada diatas perahu? Lohu Mo..."
Belum selesai ucapan tersebut diutarakan, Kang Tat sudah bersorak
dengan gembira:
"Sun sauhiap, Mo Kiau-jiu telah datang!"
Betul juga, Mo Ciau jiu dibimbing oleh Cukat Tan telah naik keatas
perahu berlayar delapan itu.
Setelah masuk kedalam ruang perahu dan menyaksikan keadaan
didalam ruangan tersebut dia lantas berseru dengan gembira:
"Bagus sekali. aku benar-benar merasa gem bira sekali, dimana jenazah
Mao loji?"
"Tua bangka itu berhasil kabur!" sahut Kang Tat sambil melotot sekejap
ke arahnya.
Mo C i a u j i u t e r t e g u n , l a l u s amb i l mema n d a n g k e
wa j a h o r a n g - o r a n g i t u , s e r u n y a :
"Bukankah di sini hadir begini banyak orang ? Mengapa dia berhasil
melarikan diri?"
Thio Yok sim mendengus dingin. "Hmmm, kakinya kelewat panjang,
apa boleh buat ? Kalau dia
mau kabur, siapa yang bisa mencegah ?" "Tahukah kalian kemana
kaburnya bajingan itu ?" seru Mo Ciaujiu
dengan kening berkerut. "Menurut saudara Saogkoan, kemungkinan
besar dia telah kabur
ke gua Pek hoa tong di wilayah Biau!" Mo Ciau-jiu segera menggertak
giginya kencang-kencang. "Ternyata tidak meleset dari dugaanku, hayo
berangkat, menuju
kesana berarti jalan kematian bagi bajingan tua itu!" Dari balik ucapan
tersebut, semua orang dapat mendengar
sesuatu yang tak beres, tanpa terasa mereka jadi tercengang dan tidak
habis mengerti.
Saat itulah, Sangkoan Ki segera mengemukakan kecurigaan dan
perasaan tak habis mengertinya:
"Mo heng atas dasar apa kau mengatakan kalau kaburnya bajingan Mao
ke wilayah Biau merupakan jalan kematian baginya ?"
Dengan perasaan apa boleh buat Mo Ciau-jiu berpaling ke arah
Sangkoan Ki, kemudian ujarnya sambil tersenyum:
"Maaf lohu berpandangan picik sobat adalah..." Sangkoan Ki cukup
mengetahui tentang watak Mo Ciau jiu, dia
pun mengerti bahwa perasaan benci dan dendam dari Mo Ciau-jiu serta
juga Kang Tat sekalian terhadapnya sudah mendarah daging, kalau bisa
mereka hendak membunuhnya untuk melampiaskan rasa bencinya itu.
Terutama Mo Ciau jiu, tempo hari Sang-koan Ki lah yang mengatur
rencana untuk membekuknya, menghancurkan rumah tangganya dan
melarikan putrinya, terhadap dendam kesumat tersebut, Mo Ciaujiu tak
pernah akan melupakannya.
Kini, walaupun Sangkoan Ki sudah sadar atas dosa-dosanya dan
bertobat namun lantaran kejahatan yang dilakukan olehnya dimasa
dulu terlalu banyak, perbuatannya terlalu keji, dia tahu apabila Mo
Ciau-jio sudah mengetahui keadaan yang sesungguhnya sudah pasti dia
akan menerkamnya.
Oleh sebab itu dia lantas menggeserkan tubuhnya dan berdiri disamping
Sun Tiong lo, katanya kemudian.
"Saudara Mo, kita adalah kenalan lama !" Kening Mo Ciau-jiu
semakin berkerut kencang, serunya dengan
perasaan tidak habis mengerti. "Maaf aku lupa siapakah dirimu dan kita
pernah bersua dimana?" Baru saja Singkoan Ki hendak bicara, Mo-Ciau
jiu telah berkata
lebih jauh: "Aaah, benar! Suara sobat terasa sangat kukenal sekali..."
"Lohu adalah Sangkoan Ki!" sela Sangkoan Ki cepat. Mo Ciau jiu
semakin tertegun lagi setelah mendengar perkataan
tersebut Ialu gumamnya.
"Sangkoan Ki? Apakah kau adalah Sangkoan Ki yang dihormati umat
persilatan dimasa lalu"
"Benar, tentunya Mo tua tak mengira bukan?" sela Kang Tat dari
samping.
Mo Ciau jiu segera menggelengkan kepalanya berulang kali kembali dia
berkata:
"Heran. antara Sangkoan tayhiap dengan lohu hanya kenalan biasa
saja, tapi kalau didengar dari nada suara Sangkoan tayhiap. tampak nya
kukenal sekali..."
"Tentu saja" seru Thio Yok sim memecahkan teka teki tersebut, "sebab
Sangkoan tay hiap tak lain adalah Kwa Cun seng!"
Begitu nama "Kwa Cun seng" disebutkan paras muka Mo Ciau jiu
segera berubah hebat.
Dengan perasaan terperanjat dia mengawasi wajah Sangkoan Ki
lekat-lekat, kemudian serunya tertahan.
"Sungguhkah itu? Benarkah kau adalah bajingan keparat she Kwan
tersebut?"
Sangkoan Ki menarik napas panjang, kemudian manggut- manggut.
Mo Ciau jiu memandang ke arah Kang Tat dengan pandangan penuh
tanda tanya, Kang Tat segera menyatakan kebenarannya. Mo Ciau jiu
memandang pula ke arah Cukat Tan. Cukat Tan pun segera
manggut-manggut, maka dari balik mata Mo Ciau jiu pun segera
memancarkan cahaya api, api penuh hawa napsu membunuh.
Tapi sorot mata yang tajam menggidikan hati itu dalam waktu singkat
berubah kembali menjadi halus dan lembut, hanya sepasang alis
matanya saja yang masih berkenyit.
"Oooh, rupanya kaupun telah menghianati Mao Tin-hong ?" gumamnya
kemudian.
Sangkoan Ki menundukkan kepalanya rendah-rendah, katanya
kemudian pelan.
"Sayang sekali aku terlambat mengkhianatinya, rasa menyesalku tak
terkirakan."
"Kau merasa benci, aku lebih benci lagi !" sambung Mo Ciau jiu dengan
cepat.
Tampaknya Sangkoan Ki memahami maksud perkataan tersebut, maka
dengan wajah serius katanya lagi:
"Siaute cukup memahami akan rasa benci saudara Mo. ketika siaute
dapat menyaksikan batok kepala bajingan Mau telah terpenggal, disaat
itu pula ku jamin akan menyelesaikan rasa benci Mo heng terhadapku,
harap saudara Mo mencatat soal ini didalam hatimu."
"Apakah saudara Sangkoan ada maksud untuk mewujudkan keinginanku
itu?" tanya Mo Ciau jiu sambil memancarkan sinar mendalam dari balik
matanya.
Sangkoan Ki tertawa getir, "Aku hidup sampai kini, sutu-satunya
keinginanku adalah menyaksikan bajingan she Mao itu memperoleh
pembalasannya, ketika harapanku tersebut sudah terpenuhi maka
matipun aku tak akan menyesal, oleh sebab itu semua perkataanku
kuutarakan secara sejujurnya !"
"Baik, kalau begitu kita berjanji dengan sepatah kata ini!" seru Mo Ciau
jiu sambil tertawa.
"Tak usah kuatir." kata Sangkoan Ki lagi dengan nada berat, "Sangkoan
Ki, bukan Kwa Cun-seng !"
Maksud dari perkataan tersebut sudah amat jelas, yakni perkataan dari
Kwa Cun seng tak bisa dipercaya, namun ucapan dari Sangkoan Ki bisa
dipercaya dan setiap ucapan yang telah diutarakan tak pernah akan
disesali kembali.
Tapi Mo Ciau jiu lebih mengerti tentang Kwa Cun seng, walaupun Kwa
Cun seng telah menggunakan nama aslinya, atau dia telah
berganti menggunakan nama Sangkoan Ki, dia tetap adalah seorang
manusia yang sama.
Orang itu bukan saja tidak bisa dipercaya parkataannya, bahkan sudah
cukup banyak melakukan kejahatan, bersalah licik keji dan berhati
berbisa seperti kala jengking, sekali melangkah semua perbuatannya
merupakan perbuatan-perbuatan jahat.
Oleh sebab itu, baginya dia mau bernama Kwa Cun seng atau Sangkoan
Ki, kedua-dua nya sama sekali tak ada perbedaannya.
Apa lagi orang bilang "pohon tumbang, monyet bubaran", ketika Kwa Cun
seng tahu kalau kejayaan bajingan tua she Mao sudah pudar, dia pun
bersikap seakan-akan bertobat untuk menyelamatkan jiwa sendiri.
Maka dia beranggapan meski orang lain bisa dibohongi oleh
perbuatannya itu jangan harap bisa membohongi dirinya.
Namun Mo Ciau jiu sebagai seorang yang berpengalaman, diapun tabu,
sejak Kwa Cun seng berganti nama menjadi Sangkoan Ki, apalagi
setelah berhasil menarik rasa simpatik dari Sun Tiong Io, dengan
perlindungan dari Sun Tiong lo, bukan suatu pekerjaan yang gampang
baginya untuk membunuhnya.
Selain daripada itu, diapun merasa kalau kepandaian silat yang dimiliki
Sangkoan Ki sekarang sudah bukan tandingannya lagi, oleh karena itu
Mo Ciau jiu segera berlagak seakan-akan percaya sungguh dan
menunjukkan sikap yang terbuka.
Tentu saja Mo Ciau jiu tidak tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki
Sangkoa Ki telah punah sama sekali.
Sikap dari Mo Ciau jiu ini membuat Sangkoan Ki mempercayai pula
kepadanya dan tidak melakukan persiapan terhadapnya lagi.
Yang paling penting lagi adalah keluwesan Mo Ciau jiu dalam berbicara,
dimana dia segera mengalihkan pokok pembicaraan ke masalah Mao Tin
hong.
Karena disini sudah tiada harapan lagi, serta merta merekapun
merundingkan perjalanan mereka menuju kewilayah Biau.
Akhirnya mereka mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan
dengan berjalan kaki, biasanya perjalanan dengan berjalan kaki akan
mendatangkan perasaan diluar dugaan bagi orang lain.
Apa yang diduga Sun Tiong lo ternyata memang benar. Mao
Tin-hong tidak pergi jauh, dia sedang mengamati gerakgerik
lawannya disekitar sana. Sejak awal sampai akhir, dia telah
menyaksikan semua peristiwa
tersebut dengan jelas. Dia benar-benar merasa benci, benci yang tak
terkatakan lagi. Dia pun menyaksikan perahu besar berlayar delapan
miliknya itu,
kini berubah menjadi perahu musuh. Dia pun menyaksikan Sangkoan Ki
muncul dengan wajah aslinya,
bahkan sedang menyusunkan rencana bagi tindakan yang akan
dilakukan lawan.
Ketika terjadi ledakan dahsyat serta menyaksikan Sun Tiong lo
mendemonstrasikan kelihayan ilmu silatnya Ma Tin-hong merasakan
nyalinya pecah, dengan perasaan ngeri dia hanya bisa menggelengkan
kepalanya berulang kali.
Disisi tubuhnya sekarang tiada orang lain, bukan saja iblis perempuan
itu tak nampak, dayang centil itupun tak nampak batang hidungnya...
Sekarang, dia menyaru sebagai seorang tukang perahu yang terdekat
diatas perahu nelayan butut seharga sepuluh tahil perak, dia sengaja
berlabuh tak jauh dari perahu besar tersebut sambil secara diam-diam
mengamati keadaan disitu.
Termakan oleh bujuk rayu Mao Tin-hong yang manis dan hangat, si
Iblis wanita dan para dayang dari kebun Pek hoa wan telah
berangkat lebih dulu untuk kembali ke kebun Pek hoa wan dan
membuatkan persiapan baginya.
Sekalipun Sangkoan Ki dan Sun Tiong lo sekalian melakukan
pengawasan dari samping, tapi berhubung tiada orang yang berjaga
dibelakang perahu besar yang menghadap ke tengah telaga, maka Mao
Tin hong dapat melarikan diri dengan leluasa.
Dia sengaja menyuruh si iblis perempuan itu pergi, karena dia tak ingin
iblis perempuan itu menyaksikan dia mempersiapkan siasat menanam
bahan peledak diatas perahu penumpang itu, diapun masih mempunyai
satu perhitungan lain, yakni ia ingin kembali ke Bukit pemakan manusia
sekali lagi.
Didalam Bukit pemakan manusia tersimpan berapa banyak benda
mestikanya, apabila keadaan tidak terpaksa, dia masih ingin berkunjung
kesana sekali lagi dan membawa pergi benda-benda mestika miliknya
itu.
Akan tetapi, sewaktu dia menyaksikan Mo Cau-jiu telah bergabung
dengan Sun Tiong lo harapan tersebut segera punah, setelah termenung
beberapa waktu, akhirnya sambil menggigit bibir dia memutuskan untuk
meninggalkan segala harta kekayaannya itu.
Tatkala dia bertekad untuk meninggalkan telaga Tong ting dan jauh
menuju ke wilayah Biauw, sambil memandang perahu besar dengan
delapan layar serta sekawanan musuh bebuyutannya yang berada
dalam ruang perahu itu, dia bergumam sambil tertawa menyeringai:
"Suatu hari, kalian semua akan mampus ditangan lohu, lohu akan tetap
muncul di daratan Tionggoan, dan waktu itu... Hmm ! Hmm !"
Maksud dari perkataan itu sudah jelas, yakni pada waktu itu seluruh
kolong langit sudah berada dibtwah kekuasaannya.
Setelah mendengus dua kali dan menunjukkan sikap yang benci, dia
tertawa bangga.
Wajahnya dihiasi oleh senyuman menyeringai yang licik, buas dan keji,
sampan kecil tersebut pelan-pelan didayung berangkat menjauhi tempat
itu.
Sementara para jago yang berada di atas perahu besar itu sudah
bersiap-siap untuk melakukan perjalanan
oooO-de-Oooo FAJAR baru menyingsing, dari ujung jalan raya yang
terbentang
lurus kedepan itu berkumandang suara derap kaki kuda, disusul
kemudian muncul segulung "naga kelabu" yang menggulung diangkasa.
Ketika naga kelabu itu mulai muncul, mula-mula hanya menempel pada
permukaan tanah dan terbang menggulung, kemudian mulai
mengembang dan makin lama mengembang semakin besar dan panjang.
Disaat ekor naga mulai membuyar, kepala naga telah tiba didipan pintu
kota.
Pelan pelan naga debu itu mulai membuyar dan muncullah
serombongan manusia berkuda.
Sepasang muda mudi yang berjalan paling duluan adalah Sun Tiong lo
serta nona Kim.
Dibelakang adalah Bau ji, Sangkoan Ki serta Yu Teng Po. Dibelakang
mereka menyusul Kang Tat, Thio Yok sim, Cukat Tan
Ban Seng dan Thia Keng, lima diantara sahabat Lak yu yang masih
hidup.
Menyusul kemudian Mo Cau jiu yang ahli dibidang alat rahasia dan alat
jebakan.
Perjalanan mereka dilakukan dengan amat cepat, waktu itu rombongan
tersebut telah tiba diluar kota Kun beng.
Pintu kota telah dibuka dan rombongan ini masuk kota dan beristirahat
di sebuah rumah mukan yang bernama An ka.
An ka-thian merupakan rumah penginapan rangkap rumah makan yang
termashor dikota Kun beng, hidangan maupun pelayannya hebat, kamar
mereka bersih dan luas.
Setelah melakukan perjalanan semalaman suntuk, Sun Tiong-lo sekalian
merasa perlu untuk mempersiapkan sarapan serta makanan untuk
kuda-kuda mereka.
Selesai sarapan, Sangkoan Ki berpesan kepada pelayan agar
membangunkan mereka tengah hari nanti karena mereka hendak
melanjutkan perjalanan lagi.
Pada ruang sebelah timur berdiamlah Sun Tiong-lo, Bau ji dan nona
Kim.
Pada ruang sebelah barat adalah Sangkoan Ki dan muridnya,sedangkan
pada deretan kamar samping berdiamlah Lak yu dan Mo Ciau jiu.
Mereka telah tidur karena Ielah, malah berpesan kepada pelayan agar
jangan berisik disana.
Pada saat itulah, dari luar penginapan muncul lagi dua orang tamu.
Seorang sastrawan berusia pertengahan dengan dua orang pengiring.
Salah seorang lelaki pengiring itu melompat dari kudanya lebih dulu
kemndian baru melayani sastrawan setengah umur itu untuk turun dari
kudanya.
Setelah membersihkan pakaiannya yang penuh debu, sastrawan
setengah umur itu berkata kepada pelayan yang menyambut
kedatangannya itu sambil tertawa:
"Ada kamar bersih ?" "Ada, ada, ada. silahkan ikuti
hamba..." Kemudian sambil berpaling kearah rekannya, dia
berseru:
"Lo Huang. bawa kuda tamu kedalam istal, turunkan perbekalannya."
Lo-Huang mengiakan sambil siap maju kedepan. Tapi sastrawan
setengah umur itu menggoyangkan tangannya
berulang kali sembari berkata: "Jangan, ke tiga ekor kuda itu bukan
kuda sembarangan,
biasanya kamilah yang mengurusi sendiri. cukup asal kalian menghantar
orang orang ke istal."
Tentu saja pemilik rumah penginapan itu mengiakan berulang
kali,sementara sastrawan setengah umur itu menuju ke kemarnya, dua
orang lelaki itu membawa kuda mereka menuju ke istal.
Lo Huang segera memberitahukan kepada Lo Ceng yang mengurus istal
agar tak perlu mengurusi kuda tersebut, kemudian berlalu dari situ.
Lelaki lelaki yang membawa tiga ekor kuda itu segera bekerja pula,
yang satu melepaskan tali pelana sedang yang Iain berjalan kebelakang
Loceng untuk mengambil sikat.
Menggunakan kesempatan disaat Loceng tak siap itulah, mendadak lelaki
itu menotok jalan darahnya hingga jatuh pingsan.
Selanjutnya kedua orang lelaki itupun mulai bekerja keras, entah apa
saja yang telah dilakukan, menanti pekerjaan mana telah selesai,
mereka baru meneguk bebas jalan darah Lo-ceng tersebut.
"Aah, kau memang mengagetkan saja, mengapa sih secara tiba tiba
jatuh pingsan ?" salah seorang lelaki itu segera menegur.
Sementara Lo ceng masih kebingungan dan tak tahu bagaimana mesti
menjawab, lelaki itu berkata lagi:
"Apakah kau memang mengidap penyakit semacam itu ?" "Tidak
ada!" jawab Lo ceng sambil membelalakkan matanya
lebar-lebar dan menggelengkan kepalanya berulang kali.
Lelaki itupun turut menggelengkan kepalanya.
"Aku lihat, ada baiknya kalau kau pergi mencari tabib untuk
memeriksakan kesehatan badanmu."
Sembari berkata, mereka berdua mulai menyikat kuda, memberi
makan, kemudian menambatnya sebelum pergi.
Sore itu, setelah bangun dari tidurnya, membersihkan badan dan
bersantap, Sun Tiong lo sekalian segera berangkat meninggalkan kota
Kun beng.
Siapa tahu belum sampai dua puluh li, kuda mereka roboh terkulai satu
persatu, tak lama kemudian mulutnya berbusa dan akhirnya mati.
Sangkoan Ki yang berpengalaman segera menemukan hal hal yang tak
beres dengan kuda mereka, serunya dengan cepat:
"Aaah Kuda-kuda kita telah dicekok pil pelemas tulang kita sudah
dipecundangi orang!"
"Ya, penyakit ini pasti berasal dari rumah penginapan An ka!" sambung
Mo Jiau jiu yg berpengalaman pula setelah memandang sekejap ke arah
bangkai kuda itu.
Dengan perasaan mendongkol Bau ji segera mendengus. "Hm, mari
kita kembali dan bekuk batang leher bajingan
tersebut..." Tapi Sun Tiong lo segera menggeleng katanya. "Kita tak
punya musuh lain, sudah pasti perbuatan ini atas
perintah bajingan Mou yang berminat untuk melenyapkan kuda- kuda
kita agar prjalanan kita tertunda, bila kita kembali lagi, berarti kita
sudah termakan oleh siasatnya."
"Tapi tanpa kuda, bukankah perjalanan kita akan semakin terlambat?"
ucap Bau ji.
Sun Tiong lo berpikir sejenak, kemudian katanya kepada Sangkoan Ki:
"Sangkoan tayhiap, tahukah kau diperjalanan depan sana apakah
terdapat pasar kuda?"
OoodeooO MO CIAU JIU menggelengkan kepalanya. "Tidak ada.
kecuali kalau kita mau berputar sejauh sepuluh li lagi
dan membeli kuda di-peternakan keluarga Lok!" "Sepuluh li bukan
perjalanan jauh" sela nona Kim cepat, "tanpa
kuda tak mungkin bagi kita untuk menempuh perjalanan kalau begitu
mari kita, berangkat!"
Berada dalam keadaan apa boleh buat, terpaksa semua orang harus
membawa buntalan masing-masing dan meneruskan perjalanan dengan
berjalan kaki.
Dipeternakan kuda keluarga Lok ada kuda yang bisa dibeli, namun tak
akan bisa mendapatkan pelana, maka merekapun harus berjalan sambil
menyeret pelana.
Perjalanan sejauh sepuluh li harus mereka tempuh dalam setengah
malam, ketika baru akan sampai, mendadak semua orang mendengar
suara derap kaki kuda dari belakang, mereka lantas berhenti sambil
menengok.
Tampaklah dua orang lelaki dengan seorang sastrawan berusia
pertengahan berjalan lewat dari sisi mereka.
Peristiwa semacam ini amat lumrah dan tiada sesuatu yang aneh, tentu
saja tiada orang yang menaruh curiga.
Akhirnya sampai juga mereka dipeternakan keluarga Lok. Waktu itu
mendekati magrib, pemilik peternakan tersebut Lok
Siang beralasan kalau kurang baik untuk memilih kuda dalam suasana
begini, mereka dianjurkan untuk menginap semalam dulu di peternakan
tersebut, besok pagi baru memilih kuda dan meneruskan perjalanan.
Karena menganggap cara ini baik, tentu saja semua orang merasa tidak
keberatan.
Tanah peternakan keluarga Lok cukup besar tempat penginapan untuk
tamu pun cukup luas, malam itu Lok Yang menyelenggarakan
perjamuan untuk menyambut kedatangan tamu-tamunya, baik sikap
maupun caranya berbicara mendatangkan kesan yang baik bagi setiap
orang.
Berbicara yang sebenarnya Sun Tioag lo sekalian hanya akan membeli
sebelas ekor kuda, tidak berapa banyak yang bisa diperoleh dari
keuntungan jual beli itu, maka pelayanan Lok Siang yang begitu ramah
dan hangat justeru mendatangkan perasaan tak tenang di dalam hati
para jago...
Perjamuan itu baru bubaran pada kentongan ke dua. Tempat
menginap untuk para tamunya merupaksn kamar kamar
yang berjejer secara teratur seperti rumah penginapan Sun Tiong-lo
tinggal dikamar pertama, nona Kim berdiam
dikamar nomor dua. Kamar nomor tiga adalah Bau ji, selanjutnya Mo
Ciau jiu Yu
Teng-po, Sangkoan Ki serta Lak yu, dari dua deret kamar yang terdiri
dari duabelas kamar, hanya sebuah saja yang berada dalam keadaan
kosong.
Sesungguhnya jumlah rombongan Sun Tiong lo adalah duabelas orang
tapi di tengah jalan entah mengapa Hou ji memisahkan diri, mungkin
ada urusan penting lain yang hendak di kerjakan olehnya.
Ketika kentongan ke tiga menjelang tiba, semua orang pun terlelap
tidur, suasana menja di hening, sepi dan tak kedengaran sedikit
suarapun.
Suasana didalam peternakan keluarga Lok juga diliputi kegelapan, tak
nampak cahaya lentera yang menerangi tempat itu.
Mendadak tampak sesosok bayangan hitam menyelinap keluar secara
diam-diam dari tempat tinggal para pekerja peternakan yang terletak di
belakang bangunan utama.
Tak lama kemudian bermunculan pula bayangan manusia lain yang
segera menyebarkan diri ke mana-mana.
Ada yang berlarian ke istal sambil secara diam-diam mempersiapkan
kuda.
Ada yang berlarian menuju ke ruang tengah untuk mengambil barang.
Akhirnya dari gedung belakang peternakan itu muncul tiga sosok
bayangan manusia yang masing-masing membawa sebuah peti yang
nampaknya berat sekali.
Mereka langsung menuju ke istal, mengikat peti berat itu diatas pelana
kuda kemudian berlalu dari situ.
Sementara itu, terdapat dua puluhan sosok bayangan hitam yang
sedang mengumpulkan ranting dan kayu kering, kemudian dengan
gerakan cepat dan lincah menuju ke depan ge dung dimana Sun Tiong
lo sekalian sederet menginap.
Mereka menumpukkan ranting-ranting kering tersebut disekeliling
bangunan gedung tanpa menimbulkan sedikit suara pun.
Makin lama ranting dan kayu kering yang ditumpukkan disana semakin
banyak. bahkan hampir sejajar dengan jendela.
Ketika ranting ranting tersebut sudah selesai ditumpuk, kawanan
manusia berbaju hitam pun secara diam diam meninggalkan tempat
kejadian tanpa menimbulkan sedikit suarapun, Kemudian mereka semua
satu persatu berlompat naik ke atas kuda yang telah dipersiapkan
dikejauhan.
Pada saat itulah, tiga orang manusia yang sudah berada di atas kuda
sambil membawa peti peti berat itu berjalan mendekat, salah seorang
di antaranya secara mengulap tangannya.
Serentak kawan manusia yang berada disekeliling gedung tamu itu
mengeluarkan busur dari sisi pelana masing-masing, kemudian orang
itu mengulapkan tangan kanannya lagi, api segera disulut dan obor pun
dipasang.
Tak selang berapa saat saja, orang-orang itu sudah mempersiapkan
panah berapi yang siap dibidikkan.
Tatkala orang itu mengulapkan tangannya sekali lagi panah- panah
berapi itu bersamaan waktunya dibidikkan keatas tumpukan kayu
kering itu...
Panah api bermunculan dari empat penjuru, dalam waktu singkat
seluruh gedung itu sudah terkurung api yang berkobar dengan
hebatnya.
Perlu diketahui, bangunan rumah untuk tamu itu sebagian besar terbuat
dari kayu, atap rumah pun rupanya sudah disiram dengan minyak, maka
dalam waktu singkat seluruh bangunan tersebut sudah terjilat api dan
berubah menjadi sebuah gumpalan api.
Bila orang yang berada dalam gedung tersebut masih bisa meloloskan
diri dari keadaan seperti ini, sudah pasti orang itu setengah dewa.
Ditengah kobaran api yang membara itulah terlihat dengan jelas,
rupanya pemimpin dari gerombolan tersebut tak lain adalah Lok siang
sendiri, pemilik peternakan itu.
Ditengah kobaran api yang membara inilah terdengar Lok Siang berseru
dengan lantang: "Apakah semua orang telah berkumpul ?"
"Ya, sudah berkumpul semua." "Bagus, dengan kobaran api sebesar
ini, aku yakin mereka tak
bakal lolos lagi dengan selamat, mungkin kita tak usah mengikuti
rencana untuk mengundurkan diri dari peternakan ini lagi, cuma kalian
semua harus tetap waspada."
Seorang lelaki berbaju hitam yang berada disamping Lok Siang segera
menyela:
"Saudara Lok, aku lihat lebih baik kita mengikuti rencana untuk mundur
saja dari sini."
"Saudara Co, coba kau lihat, hingga sekarang mereka masih belum
menunjukan sesuatu gerakkan pun, hal ini membuktikan kalau
mereka-semua sudah mati terbakar ditengah tidur yang nyenyak." kata
Lok Siang sambil berkerut kening, "asalkan orang yang kita takuti sudah
musnah, mengapa kita harus menarik diri dari sini ?"
Lelaki she Cio itu menggelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya
cepat:
"Saudara Lok, justeru karena aku tak mendengar suara apa pun dari
mereka, maka aku baru merasa kalau keadaan sedikit tak beres!"
Lok Siang tertawa dingin. "Hee... hee... seharusnya saudara Cho
dapat melihat dengan
jelas. deretan rumah tamu sudah berubah menjadi lautan api, sekalipun
Sun Tiong lo merupakan seorang jago lihay yang berilmu tinggi,
mungkinkah dia bisa lolos dari sini ?"
Lelaki she Cho itu menggelengkan kepalanya lagi. "Kau harus tahu,
mereka bersebelas merupakan jago-jago yang
memiliki ilmu silat yang amat tinggi, seandaikata kebakaran itu sampai
terjadi, seharusnya terdengar teriakan atau jeritan orang, semestinya
ada pula yang mencoba untuk menerobos keluar dari bahaya dan
bayangan manusia yang berkelebat.
"Tapi sejak kebakaran terjadi hingga sekarang, bukan saja tidak
terdengar teriakan atau jeritan kesakitan, tidak nampak pula seorang
manusia pun yang melarikan diri, apakah hal ini tidak mencurigakan ?"
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Lok Siang baru merasakan
keadaan sedikit tak beres.
Dengan kening berkerut katanya kemudian:
"Menurut pendapat saudara Cho, keadaan tersebut adalah..." "Sulit
untuk dikatakan." tukas lelaki she Cho itu. "pokoknya
keadaan seperti ini jauh berbeda dengan keadaan pada umumnya.
lebih baik kita menyingkir saja dari sini!"
Lok Siang termenung sambil berpikir beberapa saat lamanya, kemudian
manggut-manggut.
"Baik, mari kita mundur !" Setelah berpaling, dia mengulapkan tangan
nya kepada para jago sembari teriaknya:
"Sesuai dengan rencana semula, mundur!" Begitu perintah
diturunkan dia bersama lelaki she Cho dan lelaki
setengah umur lainnya segera menarik tali les kuda dan berangkat
dahulu menuju kearah pintu gerbang.
Sedangkan lainnya pun menurut perintah dan mengikuti dibelakangnya.
Siapa tahu ketika Lok Siang dan lelaki she Cho sekalian tiba didepan
pintu gerbang, mendadak dari balik pintu berjalan keluar seseorang,
orang itu memakai jubah panjang dengan pedang tersoren dipunggung,
dia tak lain adalah Sun Tiong lo.
Dalam kagetnya, hampir saja Lok Siang menjerit tertahan, peluh dingin
segera bercucuran dengan derasnya.
Lelaki she Cho itu ternyata cukup licik, begitu melihat Sun Tiong lo
menghadang didepan pintu, dia lantas memutar arah kudanya dan
kabur melalui pagar dinding di sebelah kiri.
Maksudnya dia hendak melompati pagar tersebut dan melarikan diri.
Tiba-tiba suara bentakan berkumandang lagi dari balik kegelapan
malam:
"Siapa yang ingin kabur, dialah yang mampus lebih dulu, dan kau
merupakan contohnya!"
Di tengah bentakan mana, tubuh lelaki she Cho yang sudah hampir
mencapai puncak pagar itu tahu-tahu menjerit kesakitan kemudian
roboh terjengkang ketanah.
Ketika diperiksa lagi, ternyata batok kepalanya sudah lenyap tak
berbekas.
Tindakan tersebut kortan saja menggetarkan perasaan setiap orang
yang hadir disana.
Sekarang Lok Siang telah sadar, rupanya mereka yang berbalik kena
dikepung dalam peternakan tersebut.
Ingin kabur, lelaki she Cho itu merupakan contoh yang jelas, mati tanpa
tempat kabur, sebaliknya kalau tidak kabur, sudah pasti mereka akan
menuntut balas kepadanya atas rencana pembakaran terhadap diri
mereka itu.
Sementara dia masih termenung, Sun Tiong lo telah membentak
dengan suara nyaring:
"Sekarang kuperintahkan kepada kalian untuk turun dari kuda dan
kembali ke ruang tengah gedung secara tertib, siapa berani
membangkang dia akan mampus !"
Melihat kejadian itu, Lok Siang berseru sambil menggertak gigi kencang
kencang.
"Orang she Sun, didalam peristiwa pada maIam ini, aku dan dua
bersaudara Cho yang melaksanakan perbuatan ini, sedangkan anggota
peternakan kami hanya melaksanakan perintah saja, aku harap..."
Belum habis dia berkata, Sun Tiong-lo sudah menukas lebih dahulu:
"Bila ada persoalan lebih baik dibicarakan dalam ruangan tengah saja !"
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Lok Siang harus memutar
kudanya dan berjalan balik.
Dari balik kegelapan, kembali terdengar orang membentak keras.
"Orang she Lok, apakah kau masih merasa berat hati untuk turun
dari kudamu ?" Terpaksa Lok Siang melompat turun dari kudanya,
sedang semua
orang yang lain pun satu per satu melompat turun dari kuda dan
mengikuti dibelakang majikannya.
Wajah semua orang murung dan sayu, langkah mereka pun tampak
berat seperti dibebani dengan benda seberat ribuan kati.
Sementara itu, si jago merah yang membakar kamar tamu sudah
padam, bangunan pun telah porak poranda, suasana dalam peternakan
tersebut terasa jauh lebih gelap dan suram, Sun Tiong- lo berjalan di
paling belakang, sambil berjalan dia berseru:
"Kalian dengarkan baik-baik, barangsiapa mencoba untuk melarikan diri
ditengah jalan, jangan salahkan kalau kubunuh dia secara keji"
Baru selesai dia berkata, mendadak tampak sesosok bayangan hitam
melejit keluar dari rombongan dan melarikan diri ke tempat ke gelapan
dengan kecepatan tinggi.
Tampaknya kepandaian silat yang dimiliki orang itu cukup tinggi,
gerakan tubuhnya cepat bagaikan sambaran kilat, dalam sekejap mata
dia sudah ke balik kegelapan sana.
Disaat bayangan tubuhnya hampir tak nampak itulah, suara bentakan
nyaring berkumandang dari balik kegelapan tembok.
"Sudah diberitahu jangan kabur, kau masih nekad juga sekarang
jangan salahkan kalau aku bertindak keji, salahmu sendiri mencari
kematian buat diri sendiri !"
Menyusul selesainya perkataan itu, jeritan ngeri yang menyayatkan hati
segera berkumandang memecahkan keheningan.
Sun Tiong-lo mendengus dingin, sekali lagi dia membentak
keras:
"Apabila diantara kalian ada yang masih belum percaya, silahkan saja
untuk mencoba melarikan diri !"
Sejak peristiwa itu, sudah ada dua orang yang tewas ditangan lawan,
kejadian mana kontan saja menciutkan hati semua orang dan tak
satupun yang berani mencoba untuk melarikan diri lagi.
Tak selang beberapa saat kemudian semua orang sudah sampai di
ruang tengah, anehnya baru saja mereka mulai melangkah ke dalam
ruangan, ruang tengah yang semula gelap kini menjadi terang oleh
cahaya lentera.
Menyaksikan hal ini, Lok Siang menghela napas panjang, sekarang dia
baru tahu kalau orang lain telah mengatur segala sesuatunya secara
sempurna, bahkan bisa jadi gerak gerik mereka sudah diawasi semua
secara ketat, tidak heran kalau tindakan mereka menderita kegagalan
total...
Sesudah masuk kedalam ruangan, Lok Siang baru melihat bahwa para
jago yang dianggap nya sudah mati terbakar tadi, sebagian besar
diantaranya kini sudah muncul disitu.
Tak terasa dia menundukkan kepalanya rendah-rendah, kemudian
menyingkir kesisi.
Mendadak dia merasa apa yang dilihatnya seperti ada sesuatu yang tak
beres, betul juga diantara kawanan jago dalam ruangan itu tampak pula
Sun Tiong lo berada disitu.
Dengan cepat dia berpaling Iagi ke arah pintu dengan perasaan
terkesiap, apa yang di-lihat? Ternyata Sun Tiong lo yang lain baru saja
langkah masuk ke dalam ruangan.
Dengan cepat dia berpikir sejenak, akhirnya Lok Siang menyadari apa
gerangan yang telah terjadi.
Tak heran kalau rencana yang diatur secara sempurna itu, kini
menderita kegagalan total.
Tak heran pula kalau diantara kawanan jago tersebut tidak nampak Hau
ji, rupanya Hou-ji telah berperan sebagai Sun Tiong-Io
yang bergabung dalam rombongan, sedangkan Sun Tiong lo yang
sebenarnya justeru melindungi semua orang secara diam-diam.
Untung saja ia berbuat demikian kalau tidak mungkin para jago tak
akan lolos dari bencana kebakaran tersebut malam itu.
Sesudah dilakukan pemeriksaan yang jelas, Lok Siang pun menuturkan
kejadian tersebut dengan jelas.
Ternyata dia adalah anak buah Mao Tin-hong, setelah menerima
perintah rahasia, dia lalu mengambil keputusan untuk menghadapi para
jago dengan siasat api.
Sun Tiona-lo juga tidak banyak membuang waktu, dia hanya
memunahkan ilmu silat yang dimiliki Lok Siang, kemudian setelah
memberi peringat kepada anak buah lainnya, mereka baru memilih kuda
bagus untuk meneruskan perjalanan.
OoodwooO SETELAH memasuki daerah Biau, Hou-ji pun pulih kembali
dengan raut wajah aslinya. Kim-sah-cay merupakan sebuan dusun
berkebudayaan bangsa
Han yang letaknya paling dekat dengan wilayah Biau. Karena banyak
yang berkawin campur antara bangsa Han
dengan suku Biau, disekitar tempat itupun tumbuh serumpun suku
campuran baru yang hidup berkelompok disana.
Bagi orang-orang bangsa Han yang hendak naik ke gunung. dusun ini
merupakan pos terakhir, segala kebutuhan bisa dibeli secara lengkap
disitu, bahkan terdapat pula dua rumah penginapan yang khusus untuk
menampung tamu-tamu dari luar daerah.
Sun Tiong-lo berdiam disebuah rumah penginapan yang paling bersih.
Setelah melakukan berapa kali perundingan mereka pun mulai membuat
daftar barang kebutuhan sehari-hari yang menitahkan kepada pemilik
rumah penginapan untuk mempersiapkannya.
Dalam keadaan begini, kuda-kuda tersebut sudah tak ada gunanya lagi,
kendatipun di wilayah Biauw masih bisa digunakan tapi jalan gunung
yang terbentang sejauh dua tiga ratus li itu sulit ditembusi dengan
menunggang kuda, terpaksa mereka tinggalkan binatang-binatang
tersebut disana!
Malam Itu, disebuah ruangan tamu yang agak besar, mereka melakukan
perundingan tentang langkah selanjutnya setelah naik keatas gunung.
Jangan dilihat Sangkoan Ki dan Lak-yu sudah lama mengikuti Mao
Tin-hong, ternyata mereka belum pernah berkunjung ke wilayah Biau.
Malahan sebaliknya Mo Ciau-jiu yang hafal dengan jalanan disekitar situ.
Rupanya semasa masih muda dulu, Mo Ciau jiu seringkali mengikuti
orang tuanya berkunjung ke wilayah Biau, bahkan pernah memperisteri
seorang gadis suku Biau, ia mempunyai seorang putera dan seorang
putri, puteranya tewas digigit ular, sedang puterinya di bawa pulang ke
daratan Tionggoan.
Waktu itu puterinya sudah berusia lima belas tahun. Oleb sebab itu,
ketika Sun Tiong-lo bertanya dimanakah letak
gua Pek-hoa-tong tersebut, Mo Ciau-jiu segera menjawab: "Aku tahu,
bahkan sepanjang jalan menuju kemari, aku telah
membuatkan sebuah peta." Sambil berkata dia mengeluarkan peta
tersebut dan
dibentangkan dihadapan orang banyak. Peta itu dibuat sangat
sederhana, pertama karena Mo Ciau jiu
sudah banyak tahun tidak pernah berkunjung lagi ke wilayah Biau,
sehingga dia membuat peta itu hanya berdasarkan daya ingatan saja,
Kedua, tujuan mereka adalah gua Pek Hoa-tong, maka tempat lainpun
tak dilukiskan.
Sambil menuding kearah suatu tempat di-atas peta. Mo Ciau jiu
berkata:
"Disinilah terletak gua Pek hoa tong itu!" Sun Tiong lo mencoba
untuk mengamati peta tersebut beberapa
saat lamanya, kemudian berkata: "ltu berarti kita harus melalui empat
lima buah perkampungan
suku Biauw terbesar sebelum bisa mencapai tempat tujuan?" "Benar,
yang paling menjengkelkan adalah sewaktu melalui
perkampungan terakhir dimana yang menghuni suku Biau berleher
panjang!"
"Ooooh, berbahaya?" "Suku tersebut merupakan suku yang paling
buas dan kejam
diantara suku suka Biau lainnya." Dengan kening berkerut Nona Kim
segera bertanya: "Mungkinkah bagi kita untuk berjalan agak memutar?"
Mo Ciau jiu menggeleng. "Tempat dimana suku Biau berleher panjang
berdiam persis
berada dikedua belah sisi jalan gunung yang harus kita lalui, tempat
mereka mencapai puluhan Iie lebarnya, jadi bagaimana pun kau
berputar, tak mungkin bisa menghindari daerah mereka.
-oo0dw0oo-
Jilid 40
SUN TIONG LO berpikir sejenak, kemudian tanyanya, "Apakah Mo
tayhiap mempunyai suatu cara untuk mengatasi keadaan seperti ini ?"
"Wilayah Biau kekurangan garam, orang-orang suku Biau gemar
dengan benda yang berwarna-warni, asal kita menyediakan bendabenda
tersebut, enam tujuh bagian kita bisa melalui dari tempat
tersebut dengan aman, tapi ada kalanya keadaan tersebut terkecuali !"
"Paling banter kita terjang dengan kekerasan, apa yang perlu dirisaukan
lagi?" sela Bau ji tidak sabar.
Dengan wajah bersungguh-sungguh Mo Ciau jiu berkata lagi.
"Walaupun kita dapat mengandalkan kepandaian silat kita untuk
melompat dan berlarian, namun senjata tulup dan lembing mereka tak
boleh dipandang enteng, apalagi jumlah mereka pun sangat banyak!"
"Bila ada diantara kita yang kurang berhati-hati hingga melukai atau
membunuh salah seorang anggota mereka, bisa jadi seluruh anggota
suku akan muncul untuk melakukan penyerangan bersama, dalam
keadaan begini, kendatipun kepandaian silat yang kita miliki sangat baik
pun, jangan harap bisa meloloskan diri dari sana dengan selamat."
"Kalau begitu, soal ini tak bisa diperhitungkan dari sekarang." sela Hou
ji.
Mo Ciau jiu tertawa. "Tidak begitu, lohu sudah mempunyai rencana
bagus untuk
mengatasi hal semacam ini" Tiba-tiba Sun Tiong lo teringat kembali
dengan ucapan Mo Ciau
jiu ketika masih berada diatas perahu berlayar delapan. Sementara ia
mendengar Mao Tin hong sedang kabur menuju ke
wilayah Biau, dia telah mengatakan kalau jalan kesana merupakan jalan
kematian baginya.
Maka anak muda itu berseru: "Mo tayhiap, sewaktu berada diperahu
berlayar delapan, kau
pernah bilang kalau kaburnya Mao loji ke wilayah Biau merupakan jalan
kematian baginya, dan sekarang kau bilang sudah mempunyai
persiapan untuk menghadapi keadaan ini, apakah..."
"Benar" tukas Mo Ciau jiu, "lohu pernah menduga, bila berada dalam
keadilan kepepet maka bajingan tua itu akan kabur ke wilayah Biau,
oleh sebab itu aku telah mempersiapkan sebuah langkah kematian dan
sekaranglah saatnya untuk menggunakan hal ini"
"Saudara Mo" seru Sangkoan Ki sambil berseru tertahan. "bukan lohu
menaruh curiga kepadamu, yang jelas sebelum peristiwa ini belum
pernah ada oraag yang tahu kalau bajingan Mao bakal pergi ke wilayah
Biau, bahkan dia sendiripun belum pernah mempunyai rencana untuk
lari kewilayah Biau.
"Kemudian, setelah dipojokkan oleh keadaan dan tiada pilihan lain
baginya, dia baru menuju kewilayah Biau bersama siluman perempuan
tersebut, saudara Mo pun baru tahu kejadian ini belum lama, bagaimana
mungkin kau bisa mempersiapkan langkah ini jauh sebelumnya?"
Mo Ciau jiu memandang sekejap kearah Sang koan Ki, kemudian
berkata pelan:
"Benar, ada satu hal yang tidak saudara sekalian dan Sangkoan tayhiap
ketahui, sebelum berangkat memenuhi janjinya di telaga Tong-ting
tempo hari, Mao loji telah mengutus lohu untuk mewakilinya melakukan
suatu pekerjaan.
"Beruntung sekali lohu sudah berdiam diwilayah Biau sejak kecil,
sehingga aku segera mengetahui kalau dia sedang bersiap sedia hendak
mempersiapkannya didalam wilayah Biau, itulah sebabnya lohu baru
mempersiapkan langkah selanjutnya disana."
"Kau disuruh mempersiapkan apa sih ?" tanya Sangkoan Ki. Mo Ciau
jiu tertawa. "Maaf, lohu tidak bersedia memberi keterangan
kepadamu" Walaupun terbentur batunya, ternyata Sang koan Ki
sama sekali
tidak menjadi gusar, kembali dia berkata:
"Apakah benda yang kau persiapkan itupun sudah dibawa oleh bajingan
tua she Mou itu ?"
"Tidak!" jawab Mo Ciau jiu dingin, "dia tidak sempat lagi untuk
mengambilnya."
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba Mo Ciau jiu menyaksikan Hou ji seperti
hendak bersuara diapun seakan-akan sudah dapat menduga apa yang
hendak di bicarakan oleh Hou ji, maka kembali dia berkata:
"Justru karena dia tidak berkesempatan lagi untuk mengambilnya, maka
lohu pun enggan untuk membicarakan tentang persoalan ini !"
"Apakah benda tersebut dapat dipakai untuk mencelakai orang ?" tanya
Bau-ji pula secara blak-blakan.
"Tentu saja, bahkan besar sekali kemampuannya untuk mencelakai
orang," katanya.
Mendadak Sun Tionglo seperti memahami akan sesuatu, dia segera
berseru pula:
"Mo Tayhiap, apakah benda itu telah punah?" Mo Ciau-jiu
manggut-manggut. "Tatkala aku memperoleh laporan rahasia dari
saudara Kang,
saudara Thio dan saudara Cukat, aku segera memusnahkan benda itu,
bahkan seketika itu juga bersama saudara Ban dan saudara Thia
berangkat menuju ke Bukit Pemakan Manusia.
"Asal benda itu sudah musnah, memang paling baik jangan diterangkan
lagi." kata Sun Tiong-lo kemudian sambil tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap semua
rekannya, kembali dia menambahkan:
"Mungkin Mo tayhiap bersedia untuk menerangkan tentang persiapan
yang kau lakukan?"
"Yaa, tentu saja harus kukatakan, disaat kita akan sampai ditempat
kediaman orang-orang suku Biau berleher panjang, ada orang yang
akan menyambut kita ditengah jalan, ini merupakan salah satu petunjuk
jalan yang lohu siapkan..."
"Apakah petunjuk jalan ini mempunyai hubungan yang baik dengan
kepala suku Biau berleher panjang ?" tanya Sangkoan Ki dengan kening
berkerut.
Mo Ciau-jiu segera menggelengkan kepalanya berulang kali "Aku
rasa tidak, cuma petunjuk jalan itu pasti mempunyai cara
yang baik agar kita semua dapat menembusi tempat tersebut." "Apakah
cuma begini saja yang kau maksudkan sebagai
persiapan itu..?" Sekali lagi Mo Ciau-jiu tertawa. "Tentu saja masih ada
yang lain, hanya saja sebelum aku
berjumpa lagi dengan si petunjuk jalan itu, sehingga tidak bisa kuduga
sampai dimanakah taraf persiapan vang telah mereka lakukan, maka
saat ini aku tak dapat memberi keterangan lagi kepada kalian semua."
Oleh karena dia sudah menerangkan begini, sudah barang tentu semua
orangpun merasa mempunyai semangat menghadapi musuh yang sama
sehingga sekalipun tiada persiapan maupun bantuan penunjuk jalan,
mereka toh harus menembusi wilayah Biau juga untuk mencapai gua
Pek hoa tong.
Karenanya tiada orang yang banyak berbicara lagi. Pokok pembicaraan
pun segera berganti, kini mereka
membicarakan barang-barang yang harus mereka persiapkan.
Terhadap persoalan inipun Mo Ciau jiu sudah membuat persiapan
yang matang, dia se gera menyerahkan sebuah daftar. Sun Tiong lo
segera melakukan penelitian secara amat cermat,
akhirnya dia beranggapan bahwa Mo Ciau jiu memang
seorang
manusia yang punya maksud, sebab barang yang dipersiapkan menurut
daftar tersebut bukan cuma komplit bahkan luar biasa.
Terutama sekali catatan dibalik daftar yang memuat pula beberapa buah
lentera Khong heng leng, garam, gula, kain cita dan laia sebagai nya
boleh dibilang semuanya merupakan benda-benda yang tak boleh
kekurangan diwiIayah Biau.
Mereka serahkan daftar tersebut kepada pemilik rumah penginapan,
sambil tersenyum pemilik rumah penginapan memberitahukan kepada
mereka bahwa segala sesuatunya dapat di persiapkan esok siang, saat
itulah mereka dapat segera berangkat.
Dengan perasaan lega, para jago pun bersantap dan kemudian kembali
ke kamarnya masing-masing untuk beristirahat.
Siapa tahu Mao Tin hong yang sudah mereka pandang enteng itu
ternyata tidak ambil diam belaka, akhirnya...
Pemilik rumah penginapan muncul dengan membawa daftar yang
diserahkan para jago kepadanya serta sekeping uang emas, sambil
tersenyum ramah dia langsung berjalan menuju kekamar tempat para
jago berdiam diri.
Siapa tahu, disaat kakinya sedang melangkah ke tengah halaman
mendadak paras muka nya berubah dan menunjukan wajah bangga
campur menyeringai licik.
Dengan cepat dia kembali kekamar tidurnya dihalaman belakang dan
diam-diam membuka pintu ruangan.
Didalam ruangan sudah terdapat seseorang yang sedang menantikan
kedatangannya, cepat-cepat dia mengunci kamarnya dan berjalan
menuju keruang kegelapan.
Di ruang itu terdapat lentera, lentera diletakkan diatas meja, disisi meja
duduklah seseorang dia tak lain adalah Mao Tin-hong.
^oodeoo^
SEBELUM berbicara pemilik rumah penginapan tertawa lebih dulu, dia
serahkan daftar tersebut kepada Mao Tin hong, kemudian serunya.
"Segala sesuatunya memang persis seperti apa yang diduga oleh
majikan."
Mao Tin-hong tertawa, katanya sambil menerima daftar tersebut:
"Lo-Ceng. inilah jasa yang luar biasa darimu." Pemilik rumah
penginapan itu she Ceng bernama Bun-keng,
dulunya adalah seorang perampok ulung dari wilayah Tin lam. Mao Tin
hong pernah menyelamatkan selembar jiwanya.
Sedang Mao Tin-hong waktu itu masih merupakan seorang pendekar
besar yang berjiwa jujur dan gagah.
Semenjak peristiwa ituIah, Ceng Bun keng sudah berbakti kepada Mao
Tin hong.
Tatkala Mao Tin hong berangkat ke gua Pek hoa tong untuk berjumpa
dengan si iblis perempuan itu, dia meninggalkan Ceng Bun keng di kota
Ciru sah cay untuk membuka usaha penginapan, waktu itu dia memang
membuka usaha sejujurnya.
Ketika Mao Tin hong menderita luka parah dan kabur dari gua Pek hoa
tong, dia bersembunyi didalam rumah penginapan milik Ceng Bun-keng
ini untuk merawat lukanya.
Kemudian setelah lukanya sembuh dan untuk mengawasi si iblis wanita
tersebut, dia mengajak Ceng Bun-keng merundingkan persoalan itu
sampai mendalam.
Alhasil Ceng Bun keng ditinggalkan selamanya disitu sambil meneruskan
usahanya membuka penginapan. sungguh tak nyana pada saat seperti
ini, dia dapat memegang pesanan yang amat besar.
Kejadian seperti ini, tentu saja tak pernah terduga olehnya, apalagi Sun
Tiong lo sekalian sudah barang tentu mereka semakin tidak menduga
lagi.
Sementara itu Ceng Bunkeng sedang bertanya: "Majikan, menurun
pendapatmu apa yang harus kita lakukan
sekarang ini..." Selesai memeriksa isi daftar tersebut, Mao Tin hong
berkata: "Kita mempunyai banyak tempat untuk dipakai sebagai tempat
turun tangan !" "Betul, harap majikan turunkan perintah !.." Mao Tin
hong tertawa. "Pertama-tama soal garam, mereka meminta garam
bataan, dan
kau boleh menggunakan benda lain yang berbentuk bata yang di
luarnya dilapisi dengan bubuk garam yang tebal sekali dengan demikian
mereka tak akan menemukan penyakit dibalik benda tersebut."
"Yaa betul" seru Ceng bun keng sambil tertawa, "sesampainya di Korawa
(kepala suku-Biau berleher panjang) dan mereka mengetahui akan
keadaan tersebut, sudah pasti orang-orang tersebut akan di kejarnya
hingga terjerumus dalam lembah lembah berecun hee...hee..heeh..."
Mao Tin hong menuding lagi kearah kain cita serta lentera tersebut,
kemudian berkata lagi: "Bukankah benda-benda ini lebih gampang lagi
untuk disulap menjadi benda rongsokan ?"
"Tak usah kuatir majikan aku mempunyai cara untuk mengatasinya!"
Sambil tertawa kembali Mao Tin hong menunjuk kearah beberapa buah
lentera Khong beng teng tersebut, kemudian berkata lagi:
"Bun keng, sedangkan mengenai permainan ini, apa ideemu?"
Dengan kening berkerut Ceng bun keng segera menyahut: "Benda
benda tersebut tak bisa dipalsukan, kotak besi dengan
lempengan tembaga di sekelilingnya di tambah pula dengan
lilin
besar yang bisa memancarkan cahaya tajam sampai tempat kejauhan..."
"Apakah kau tidak mempunyai akal untuk merubahnya?" tukas Mao Tin
hong cepat.
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-panas-ngentot-silat-bukit.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Panas Ngentot Silat : Bukit Pemakan Manusia 5 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-panas-ngentot-silat-bukit.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar