Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 30 Juli 2012

Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3-Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3-Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3-Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3


Co Yong Yen menghadapi rombongan Tan Ciu dan
berkata. "Tan Ciu, tidak kusangka, kau dapat mengajak
konco-konco yang banyak sekali."
"Aku ingin menjumpai ketua kalian." Tan Ciu
membentak keras.
”Ia tidak ada." Berkata Co Yong Yen memberi
keterangan.
Pengemis tua turut maju, dengan senyuman yang anginanginan,
ia berkata.
"NonaCo, masih kenalkah kepadaku?"
Co Yong Yen menatap tajam-tajam si Tukang Ramal
Amatir. Tiba-tiba terjadi perubahan yang mendadak.
wajahnya pucat pasi, dengan patuh ia memberi hormat.
"Cianpwe...."
"Tidak kusangka," berkata si pengemis tua, "Kau telah
menduduki jabatan wakil ketua Benteng Penggantungan....
Syukur.... Syukur,.. Aku harus mengucapkan selamat
kepadamu."
"Cianpwe pandai berkelakar."
"Beruntung kau masih ingat kepadaku."
"Bagaimana tidak? itu waktu, cianpwe telah menolong
diriku dari kesusahan. hal ini..."
"Tolonglah panggil keluar ketua kalian." Berkata si
Tukang Ramal Amatir singkat.
"Ia belum kembali kebenteng." Co Yong Yen yang
memberi keterangan.
"Bohong." Bentak Tan Ciu keras.
"Sungguh." Berkata Co Yong Yen. "Kami pun sedang
berusaha mencarinya.Masih belum berhasil."
Tukang Ramal Amatir berpikir sebentar, ia berkata.
"Kukira ia telah melarikan diri."
"Melarikan diri?"
"Betul. Hal ini sudah berada didalam perhitungannya.
Munculnya kau didepan dirinya menggetarkan nafsu hidup
Han Thian Chiu."
Ia memandang Permaisuri dari kutub utara. Wanita
berbaju merah itu menganggukkan kepala, ia dapat
menyetujui dugaan tersebut, katanya.
"Betul, kukira ia telah melarikan diri. Munculnya aku
dihadapannya telah meruntuhkan semua iman-imannya,
pasti aku menuntut balas, dan uutuk menghindari tekanan
itu, ia menyembunyikan diri jauh-jauh. Ia terlalu gesit
bagiku."
Kui Tho Cu berkata.
"Bila tidak mempunyai kegesitan yang melebihi orang,
mana mungkin dapat membangun itu Benteng
Penggantungan."
Pengemis tukang ramal memandang Co Yong Yen
berkata, "Nona Co, bila kami ingin membakar Benteng
Perggantugan. apa langkah yang kau ambil."
"Kami akan mempertahankan sedapat mungkin." jawab
wakil ketua benteng itu.
"Ketua kalian telah melarikan diri, apa yang harus
dipertahankan."
"Demi kemulian benteng, jiwa kamipm akan kami
persembahkan."
"Bagus! kata-kata yang penuh kekasatriaan. Tapi kalian
bukanlah tandingan kami."
"Budi Tan Kiam Lam terlalu besar."
"Dia bukan Tan Kiam Lam."
"Ha?!"
"Percayalah keteranganku. Dia bukan Tan Kiam Lam.
Dia adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu. Ilmu
mengubah mukanya sangat mahir sekali. Tak seorang pun
yang dapat membedakan persamaan itu. Dan kau.... kau
pernah benci kepada si Cendekiawan Serba Bisa Thung Lip
itu orang yang pernah mempekosa tersebut itupun adalah
jelmaan Han Thin Chiu juga,"
"A a a a a a......."
Tan Ciu segera maju berkata. "Dimanakah nona Cang
berada?"
"Didalam."
Tubuh Tan Ciu melesat, menuju kearah yang telah
ditunjuk.
Satu suara rintihan terdengar keluar dari salah satu
kamar. si pemuda melesatkan dirinya kedalam kamar
tersebut.
Cang Ceng ceng terbaring disuatu tempat tidur, keadaan
lukanya tidak ringan, terlihat gadis berbaju putih itu sedang
menerima penderitaan.
Tan Ciu berteriak sedih. "Nona Cang......"
Cang Ceng.ceng lompat bangun, reflek ilmu
kepandaiannya yang tertinggi belum lenyap, menengok dan
terlihat kedatangan si pemuda.
"Kau?. . . ." Ia mengerutkan alisnya.
"Betul. Aku Tan Ciu."
"Apa maksudmu datang kembali lagi?"
"Aku harus menolongmu."
"Pergi! Aku tidak membutuhkan pertolonganmu."
Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Wajah Cang Ceng ceng menunjukan kemarahan. ia
membentak,
"Jangan kau maju lagi. Setapak saja lagi mendekatiku.
segera kubunuhmu."
"Nona Cang... kau telah terluka... Tidak dapat kubiarkan
begitu saja."
Tan Ciu mendekati tempat tidur itu.
Bagaikan berhadapan dengan maut, mata Cang Ceng
Ceng menjadi liar, gadis itu segera lompat dari tempat
tidurnya, ia menerkam si pemuda.
Tan Ciu berteriak. "NonaCeng...!"
Dan ia menyingkirkan diri dari serangan Cang Ceng
Ceng, tidak mungkin ia dapat menerima serangan itu.
Tubuh si gadis menubruk tempat kosong, sempoyongan,
hampir menubruk tembok. Tan Ciu mengulurkan
tangannya, maksudnya memayang orang.
Cang Ceng Ceng membentak. "Pergi . . . Pergi kau . . ."
Satu pukulan pula dihadiahkan kepada si pemuda.
Tan Ciu tidak tega membiarkan tubuh gadis tersebut
menubruk benda lain, ia berusaha menghindari diri
perlahan, karena itulah terkena pukulan, beruntung Cang
Ceng Ceng menderita luka yang agak parah, maka pukulan
itu tidak merusak tubuhnya.
Walaupun demikian, karena menggunakan tenaga besar,
luka Cang Ceng Ceng membuat bibirnya si gadis telah
basah dengan darah.
Memandang wajah sigadis, dengan adanya darah yang
berceceran, Tan Ciu menggigil dingin sangat seram.
Cang Ceng ceng membentak. "Masih tidak mau pergi ?"
Hanya kata-kata itu yang dapat dikeluarkan. tubuh si
gadis telah melemas, terjatuh ditanah. Tan Ciu segera
memayangnya, ia mengeluarkan obat Seng-hiat hoan-hun
tan, maksudnya ingin mengobatinya.
Terdengar satu suara yang membentak. "Jangan..!"
Si pengemis tua, orang yang menamakan dirinya sebagai
tukang ramal itu telah berada dibelakang Tan Ciu. Dialah
yang mengadakan pencegahan.
"Cianpwe melarang memberikan pertolongan
kepadanya?" Bertanya Tan Ciu.
"Betul."
"Mengapa ?"
"Setelah disembuhkan. dengan ilmu kepandaiannya yang
tinggi, siapakah yang dapat mengalahkannya."
Kui Tho Cu turut masuk kedalam kamar itu. Tan Ciu
memandang si bungkuk, meminta pendapatnya.
Manusia bungkuk itu mengangkat pundak, saran apa
yang dapat diberikan olehnya. Diketahui betul Tan Ciu
menyintai gadis itu. bagaimana ia melarang memberi obat?
Bila disetujui maksud si pemuda, setelah Cang Ceng
Ceng sembuh, siapakah yang dapat mengalahkan dirinya?
Apa yang Tan Ciu dapat lakukan kepada Cang Ceng
Ceng?
Tidak dapat menolongnya, juga tidak dapat membiarkan
begitu saja, gadis tersebut menderita luka berat.
Adanya Cang Ceng Ceng masuk kedalam Benteng
Penggantungan dikarenakan membela dirinya, sehingga
kena ilmu Ie-hun Tay-hoat Han Thian Chiu.
Ia harus turut tanggung jawab.
Tan Ciu memandang si Tukang Ramal Amatir.
Pengemis tua itu berkata. "Berusahalah membebaskan
dirinya dari kekangan ilmu Ie-hun Tay hoat itu."
"Cianpwe tidak dapat menolong ?"
"Aku tidak mempunyai itu kepintaran."
Tan Ciu memandang Kui Tho Cu.
Dan sibungkuk pun berkata. "Aku tiada guna."
"Mungkinkah tidak ada orang yang dapat
menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat?"
"Kecuali si Telapak Dingin Han Thian Chiu."
"Mana mungkin . .."
Beberapa orang berjalan masuk lagi, mereka adalah
Permaisuri dari Kutub Utara, Co Yong dan wanita berbaju
hitam Kang Leng.
Mata Co Yong basah dengan air mata, wajahnya kumel
sekali.
Tan Ciu tak tahan mengajukan pertaayaan. "Eh, kau
mengapa ?"
Co Yong menangis semakin sedih.
"NonaCo...." Panggil lagi Tan Ciu.
Kang Leng tampil memberi keterangan. "Sebelum kau
meninggalkan Benteng Penggantungan pernah kuceritakan
sedikit tentang keadaan Benteng Penggantungan, termasuk
asal usul Nona ini, bukan?"
"Aku tidak mengerti." Berkata Tan Ciu.
"Co Yong. . . Bukan . . . Namanya adalah Pek Co Yong,
pocu kami menyerahkannya kepada Hu Pocu, tegasnya
untuk mendidik ilmu surat dan juga ilmu silat, tapi tidak
diceritakan asal usul dirinya?"
Permaisuri dari Kutub Utara turut bicara. "Ternyata. dia
adalah putriku ini."
Tan Ciu berteriak! "Aaaaaa....!"
Kang Leng memberikan keterangan yang lebih jelas,
"Nama Cianpwee ini adalah Pek Pek Hap dan dia adalah
Pek Co Yong." Ditudingnya gadis yang sudah basah
dengan air mata itu!
Tan Ciu pernah mengadakan janji untuk sehidup semati
dengannya. Tidak disangka perubahan situasi dapat
berkembang seperti ini, Tubuhnya gemetaran, menggigil
dingin!
Pek Co Yong menangis semakin sedih!
Tan Ciu berkata, "Kau! Kau Putri Han Thian Cu?"
Pek Co Yong menganggukkan Kepala lemah.
Tan Ciu semakin bingung, Diketahui bahwa Han Thian
Cu itu sebagai musuh besar, bagaimana ia akan mengawini
putri musuh?
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata. "Oo,
anakku . . ."
Pek Co Yong menangis sesenggukkan didalam rangkulan
ibunya.
Pek Pek Hap mengelus-elus rambut putrinya, katanya.
"Janganlah kau bersedjh lagi . . ."
Pek Co Yong menjerit. "Tidak . . . Tidak . . .Aku tidak
mau menjadi putrinya. Dia bukan ayahku?Hal ini tak dapat
disangkal sama sekali, Aku tidak mau . . . Aku tidak mau!"
Pek Pek Hap menghela napas, "Aku mengerti
kesulitannya, tapi?. . . Ia telah merusak kebahagian
hidupku. Tidak sedikit kebahagiaan orang yang telah rusak
dibawah tangan ayahmu itu."
"Uh . . . uh . .."
Tan Ciu maju menghampiri, ia berkata, "Nona Pek,
tidak seharusnya kita dirundung kemalangan ini."
"Aku tidak dapat melupakanmu." Berkata Pek Co Yong.
"Demikian juga dengan keadaan diriku."
"Kehilanganmu, aku akan kehilangan pegangan hidup."
Berkata si gadis.
"Kau harus berani menerima kenyataan."
"Jodoh kita tidak mungkin terlaksana. . .." Suara Pek Co
Yong sangat perlahan sekali. Hanya Tan Ciu seorang yang
dapat mengikuti suara itu.
Tidak dapat disangka. Jodoh mereka terganggu! Biar
bagaimana Tan Ciu harus membunuh Han Thian Chiu,
sedangkan orang itu ayah si gadis.
Tan Ciu berkata, "Gagalnya perjodohan kita tidak akan
mengganggu masa depan, kau harus berusaha hidup. kita
harus berusaha menguasainya."
"Aku sudah bosan hidup, aku ingin mati,"
"Berpikirlah Secara tenang."
"Tentu saja kau dapat berpikir tenang." Berkata pek Co
Yong. "Setelah melepaskan diriku kau masih ada seorang
Cang Ceng Ceng. Tapi... bagaimana dengan keadaan
diriku?"
Kata-kata yang sangat menyayatkan hati. Sangat masuk
diakal.
Tan Ciu dapat melupakan kejadian itu. karena masih ada
calon lainnya, itulah Cang Ceng Ceng. Bagaimana dengan
keadaan Pek Co Yong yang tidak mempunyai pilihan
kedua?
Tan Ciu berkata.
"Kudoakan. agar kau menemukan seorang pemuda yang
lebih baik dariku..."
"Tidak mungkin sama sekali..."
"Kukira dapat. Berusahalah."
"Huh? Kau tidak dapat menyelami hati seorang gadis, ia
hanya dapat menerima satu kali ketukan pintu percintaan!
Hanya satu kali, seterusnya, itulah bukan cinta lagi."
"Kenyataan tidak dapat dielakan! Apa yang dapat kita
tinggalkan! Sudah tentu dapat dicari kembali!"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut
menghibur sang putri, "Co Yong, kuatkanlah imanmu. Apa
yang dikatakan olehnya harus mendapatkan perhatian.
Walau pun kalian tidak dapat hidup bersatu. Kuharap saja
dapat mempertahankan hubungan baik itu."
"Tidak . . .Bukan persahabatan yang kubutuhkan . . .Aku
membutuhkan cintanya...."
Sang ibu berkata.
"Kau .. .Tidak mungkin kau mendapat cintanya lagi."
Pek Co Yong memandang ibu itu tertegun beberapa saat.
tiba-tiba ia lompat keluar, meninggalkan semua orang.
"Co Yong. . ." Tan Ciu mencoba mencegah.
"Co Yong. . . ." Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek
Hap segera mengejar sang putri.
Sebentar kemudian, Pek Co Yong telah keluar dari
Benteng Penggantungan.
Pek Pek Hap berusaha mengejar putri tersebut, beberapa
saat kemudian, ia berhasil, dicegatnya jalan lari gadis itu
dan membentak.
"Co Yong. . ."
Pek Co Yong menggeram. "Minggir."
"Jangan kau mengambil putusan nekad."
"Jangan kau ikut campur."
Butiran air mata membasahi wajah Permaisuri dari
Kutup Utara itu. Ia sangat bersedih. Ia hanya mempunyai
seorang putri. Telah lama dipisahkan Han Thian Chiu kini
berhasil berkumpul menjadi satu. Semua harapan dilepas
kepada putri tunggal tersebut, dengan demikian, kesedihan
yang ditimbulkan oleh Han Thian Chiu bisa terlupakan.
Tak disangka hanya persoalan cinta, Pek Co Yong
meninggalkan dirinya. Bagaimana tidak bersedih?
"Co Yong Yen. . ." Ia berkata dengan ratapan hati.
"Dengarlah kata-kata ibumu. . ."
"Cukup." Pek Co Yong berteriak. "Aku tidak mau
dengar.. . ."
"Kau harus dengar kata-kata ibumu .. ." pek Pek Hap
berusaha mendekati putri itu.
"Tidak . . . tidak . . ."
"Dengar, jangan kau menjadi tolol."
"Jangan kau maju lagi dari tempat ini,"
-ooo0dw0oooJilid14
"CO YONG. . ." Biar bagaimana. Pek Pek Hap harus
menarik kembali putri tersebut kedalam rangkulan dirinya.
Pek Co Yong membentak, tangannya dikibaskan,
memukul kearah sang ibu.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap menyingkir
dari serangan itu, gesit sekali, ia telah berada dibelakang
Pek Co Yong, tangannya bergerak menotok jalan darah
gadisnya.
Pek Co Yong tidak berhasil mengelakkan lagi dari
totokan ibu lihay itu. Ia jatuh kedalam pelukkannya.
"Co Yong. . ." Pek Pek Hap memanggil perlahan. Air
mata seorang ibu telah membasahinya.
"Ibu.. ." Pek Co Yong menangis sesunggukan.
"Jangan kau berbuat tolol." kata sang ibu,
"Bu, aku sudah bosan hidup didunia yang seperti ini."
"Lihatlah dikemudian hari."
"Mengapa Tuhan tidak adil? Mengapa menjatuhkan
malapetaka ini kepada kita?"
"Kita wajib hidup. Setiap manusia yang hidup didunia
wajib mempertahankan dirinya dari segala macam
penderitaan. Seperti sekarang ibumu alami. berapa banyak
godaan hidup yang menekan. berapa banyak penderitaan
telah kualami. Haruskah aku menyerah? Haruskah
kubiarkan tak berakhir? Tidak. Semua telah terjadi. Segala
derita kupikul sehingga hari ini."
"Ibu. . ."
"Kita wajib mempertahankan diri dari segala godaan
hidup. Hanya seorang putri yang kupunyai... tegakah kau
meninggalkan ibumu seorang diri?... Co Yong, kau adalah
putriku. Bila ibumu dapat mempertahankan hidup merana,
mungkinkah kau tidak sanggup menerimanya?"
"Ibu."
"Kuatkan imanmu, hidup adalah penderitaan, kita wajib
mengatasinya. Kita akan bergandengan tangan, kita bahu
membahu menyingkirkan kesulitan-kesulitan itu.
Pek Co Yong dapat diberi mengerti, ia menganggukkan
kepalanya.
Wajah si Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap
bercahaya terang, terlihat senyuman walau penuh air mata.
senyuman itu sangat cerah sekali.
"Kau adalah anak gadisku yang baik." Ia berkata puas.
Dengan bergandengan tangan mereka balik kedalam
Benteng Penggantungan.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berhasil
menahan kepergian gadisnya.
Didalam Benteng Penggantungan berkumpul banyak
orang, mereka adalah sipengemis Tukang Ramal Amatir, si
Bungkuk Kui Tho Cu, wakil ketua Benteng Penggantungan
Co Yong Yen, wanita berbaju hitam Kang Leng dan Tan
Ciu.
Mereka sedang merundingkan cara-cara yang terbaik
untuk menyembuhkan penyakit Cang Ceng Ceng.
Memandang Co Yong Yen, Tan Ciu mengajukan
pertanyaan.
"Nona Co, sebagai wakil ketua benteng mungkin kau
tahu, bagaimanakah untuk memunahkan ilmu Ie-hun Tayhoat?"
"Kukira sangat sulit."
Pengemis Tukang Ramal Amatir berkata. "Nona Co,
setelah kau berjanji untuk melepaskan diri dari Benteng
Penggantungan, tidak perlu kau takut kepada si Telapak
Dingin Han Thian Chiu. Kukira kau dapat memberi
petunjuk yang baik."
Sibungkuk Kui Tho Cu turut berkata. "Betul. Kita dapat
membangun suatu Benteng Penggantungan baru. Tanpa
takut kepada ancamannya manusia durjana itu."
Co Yong Yen dapat diberi mengerti, ia memberikan
keterangannya.
"Kecuali ketua Benteng Penggantungan. hanya seorang
lagi yang dapat menghilangkan ilmu Ie-hun Tay-hoat."
"Si apakah orang itu?"
"Penghuni Guha kematian."
"A a a a a . . .!"
Pengemis Tukang Ramal Amatir dan si bungkuk
menunjukkan wajahnya yang tegang, sebagai dua tokoh
terkemuka, tokoh-tokoh golongan tua, hanya dua orang ini
yang mengetahui, siapa yang dimaksud dengan Penghuni
Guha Kematian itu.
Diceritakan orang banyak bahwa Penghuni Guha
Kematian sangat kejam dan telengas, tidak ada orang yang
tahu pasti, lelaki atau wanita, tidak ada orang yang dapat
menceritakan dengan lebih terperinci, bagaimana sifat
Penghuni Guha Kematian itu.
Tan Ciu tidak tahu menahu tentang Penghuni Guha
Kematian, dan ia bertanya. "Bagaimana sifat-sifatnya
Penghuni Guha Kematian itu?"
Co Yong Yen menggelengkan kepala.
Memandang si Tukang Ramal Amatir, Tan Ciu
menyampaikan pertanyaan yang sama.
"Tentunya cianpwe tahu. . .."
Penghuni Guha Kematian adalah seorangg tokoh maut,
seorang tokoh silat yang menyeramkan. belasan tahun yang
lalu, tersiar berita tentang adanya Guha Kematian ini.
Beberapa tokoh silat ingin mengecek kebenarannya
beramai-ramai mereka memasuki Guha kematian . ."
"Satu persatu mati didalam guha itu?" Tan Ciu menduga
kepada kekejamannya.
"Mereka tidak mati, hanya . . ."
"Tidak ada seorang pun yang mati ?"
"Betul."
"Apa pula keseraman dari guha tersebut?"
"Tidak seorang pun dari tokoh-tokoh silat yang masuk
kedalam Guha Kematian yang mati, tapi tidak seorang pun
dari mereka yang hidup normal, mereka telah menjadi
linglung dan sinting, otak mereka telah dimiringkan."
"Ohhh . .."
"Hidup seperti itu adalah lebih menderita daripada
kematian."
”Apakah dibuktikan kebenaran ini?"
Kui Tho Co turut berkata.
"Tidak perlu disangsikan lagi. Aku pernah melihat
beberapa dari orang-orang berotak miring itu."
Tan Ciu mengerutkan alisnya. Dipandangnya keadaan
Cang Ceng Ceng yang telah dibaringkan ditempat tidur, ia
segera mengambil putusan, dengan mengertek gigi ia
berkata,
"Sungguhkah bahwa si Penghuni Guha Kematian itu
dapat menyembuhkan orang yang telah di Ie-hun Tayhoat?"
Co Yong Yen memberikan kepastiannya. "Pasti!"
"Bagaimanakah kau tahu pasti ?"
"Pocu kami pernah menyebut hal ini." Yang dimaksud
dengan sebutan pocu adalah ketua Benteng Penggantungan
mereka.
Tan Ciu segera mengambil putusan, katanya, "Baik.
Segera kutemukan Penghuni Guha Kematian itu."
Si pengemis tua tersentak kaget.
"Hei, kau ingin pergi kesana?" Ia menatap si pemuda itu.
"Hanya jalan yang satu ini yang dapat kuharapkan."
"Inipun jalan kematian."
"Kematian bagiku. Kehidupan baginya."
"Tidak dapat kami biarkan kau mencari kematian seperti
itu."
"Hanya menjadi seorang sinting, orang yang sakit
ingatan, belum tentu mati, bukan?"
"Apa akibatnya, setelah kau menjadj seorang yang tiada
ingatan?"
"Setiap jalan yang dapat menyembuhkannya harus
ditempuh."
"Bila Penghuni Guha Kematian itu tidak mau menolong
Cang CengCeng?"
"Kukira ia mau."
"Berpikirlah masak-masak dahulu."
"Telah kupikir dengan masak."
Dan Tan Ciu meminta diri kepada semua orang.
Tekadnya yang ingin pergi keguha kematian tidak dapat
diubah lagi.
Kui Tho Cu masih ingin mencegah, hanya tidak ada
alasan yang dapat diutarakan. Ia diam.
Pengemis Tukang Ramal amatir berkata. "Silahkan. Kau
boleh berusaha."
"Dimanakah letak tempat Guha kematian itu?"
"Didaerah pegunungan Ceng-in."
"Terima kasih."
Digendongnya tubuh Cang Ceng Ceng dan
meninggalkan ruangan itu. Tiba dipintu ia membalikkan
kepala memandang Co Yong Yen dan berkata kepadanya.
"Lupa memberitahu kepadamu. Cendekiawan Serba Bisa
Thung Lip menantikan dikamar tahanan bawah."
Co Yong Yen menganggukkan kepala. "Segera kutemui
dirinya."
Tan Ciu siap pergi.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, kini memandang si Tukang
Ramal Amatir dan berkata kepadanya.
"Cianpwe, ada sesuatu yang ingin menyusahkanmu."
"Tentang apa?"
Dari dalam saku bajunya, Tan Ciu mengeluarkan sejilid
kitab. Diserahkannya kitab tersebut dan berkata.
"Didalam kitab ini tercatat ilmu silat maha tinggi, tidak
sejurus pun yang tidak luar biasa, Ambillah."
"Darimana kau dapat?" Bertanya si pengemis itu.
"Atas petunjuk guruku dengan adanya sebuah gambar
peta, disuatu guha dipegunungan yang sepi, aku telah
mendapatkannya sayang latihan tenagaku tidak sempurna.
tidak berani melatih terlalu banyak. Hanya sebagian dari
catatan-catatan ilmu silat yang dapat kupelajari."
Tukang Ramal Amatir tertegun, bertanya. "Mengapa kau
serahkan kepadaku?"
"Kepergianku ini belum tentu dapat kembali lagi.
Sungguh sayang bila sejilid kitab pusaka turut terpendam.
Terimalah."
"Biar kusimpan untuk sementara. Bila kau masih
membutuhkan kau boleh meminta kembali." berkata
pengemis tua itu.
Tan Ciu mengayun langkahnya, sepasang mata si
pemuda berumbuk dengan lain pasang mata. Itulah
sepasang mata Pek Co Yong yang telah menghadang
dirinya.
"Nona Pek....." Ia meminta jalan.
Pek Co Yong berkata dengan kejut, "Tekad kepergianmu
tidak bisa diubah lagi?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Baiklah." Co Yong menghela napas lemah. "Biar
kuantar dirimu sampai didepan."
Tan Ciu tidak menolak etikad baik ini, teringat hubungan
mereka yang sudah lama. mengingat belum tentu mereka
dapat berjumpa kembali dan mengingat hari depan mereka
yang sudah menjadi sangat suram.
Pek Co Yong mengiringi kepergian Tan Ciu, mereka
keluar dari Benteng Penggantungan.
Waktu menjelang magrib. bayangan mereka terpeta
panjang, dengan menggendong tubuh Cang Ceng Ceng,
Tan Ciu tidak bicara.
Pek Co Yong membayangi pemuda itu dengan langkah
berat, tidak lama lagi, mereka segera berpisah, mungkin
perpisahan untuk seumur hidup mereka.
Mereka berjalan sama-sama, tapi tidak sebuah kata pun
yang diucapkannya.
Setengah lie lagi. Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Pek Co Yong menatap wajah sipemuda, ia ingin menanam
satu kenangan yang paling mendalam.
"Nona Pek." berkata si pemuda perlahan, "Terima kasih
kepada kesediaanmu yang mau mengantarkanku sampai
sejauh ini."
"Baik-baiklah diperjalanan," Air mata Pek Co Yong
menjadi basah.
"Selamat berpisah."
"Tidak kusangka. Begitu cinta kau kepadanya. Sehingga
bersedia mengorbankan diri sendiri untuk menyembuhkan
penyakitnya."
"Apa yang telah kuberikan kepadamu. lebih dari pada
itu." Berkata si pemuda.
"Aku tidak percaya." Berkata si gadis.
"Aku nyaris binasa karena ingin menolongmu .... Itu
waktu kau terluka, dengan menerjang segala macam
bahaya, aku memasuki perkumpulan Iblis Merah.. aku
berhasil mengambil obat. Seharusnya kau tahu ....dalam
mataku, posisi kedudukanmu masih berada diatas nona
ini."
"Sungguh?"
Tidak dapat disangkal sama sekali. Pek Co Yong
mengucurkan air mata dengan deras. Tan Ciu turut
bersedih. ia berkata.
"Sayang, nasib mempermainkan kita."
"Nasibku memang buruk." Pek Co Yong menyusut air
mata, "Pergilah. Selamat tinggal."
Tanpa menoleh lagi, Tan Ciu membawa Cang Ceng
Ceng meninggalkan Benteng Penggantungan,
meninggalkan lembah Siang-kiat.
Keluar dari mulut lembah. Tan Ciu mempercepat
langkahnya. Ia menuju kearah pegunungan Ceng-in. Tiba -
tiba terdengar ada suara bentakan!
"Dapatkah saudara itu menghentikan langkahnya?"
Tiga orang berbaju kuning telah melintang ditengah
jalan, mereka menghadang perjalanan si pemuda.
"Apa maksud kalian?" Bertanya Tan ciu kepada ketiga
orang itu.
"Tempat inikah yang diberi nama lembah Siang-kiat?"
Berkata orang berbaju kuning yang ditengah, orang itu lebih
tua dan kedua kawannya.
"Betul." Tan Ciu membenarkan pertanyaan.
"Dilembah inikah letak Benteng Penggantungan?"
"B e n a r ."
"Terima kasih." Sambil mengajak kedua kawannya,
orang tua berbaju Kuning itu berkata. "Mari kita
melanjutkan perjalanan."
Cepat bagaikan kilat, ketiga bayangan itu langsung
masuk kedalam lembah Siang-kiat, tujuannya adalah
Benteng Penggantungan.
Tan Ciu masih tertegun ditempat. Siapakah ketiga orang
berbaju Kuning itu? Dilihat dari gerak-gerik, tidak seorang
pun yang berkepandaian rendah, apa maksud tujuannya ke
Benteng Penggantungan?
Siapakah ketiga orang itu?
Mari kita mengikutinya. Ketiga orang berbaju kuning
menuju ke-arah Benteng Penggantungan.
Yang berjalan ditengah adalah seorang tua. dia adalah
kepala regu dari ketiga orang tadi. Satu dikanan dan satu
dikiri, mereka mengawasi si kepala regu Yang kanan
berhidung bengkung, inilah manusia yang paling
berbahaya. Yang disebelah kiri berwajah cakap, wajah
cakap belum berarti mempunyai hati yang bersih.
Siapakah yang tahu, rencana apa yang sedang
dijelemitkan olehnya.
Tiba-tiba si wajah cakap menghentikan langkanya.
"Tunggu dulu!" Ia berteriak.
Orang tua itu mengerutkan keningnya diketahui bahwa si
wajah cakap menjadi penasehat mereka. Tidak sedikit
rencana-rencana buruk keluar dari hatinya.
"Ada sesuatu yang aneh?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Tidakkah kalian melihat keanehan?" Berkata si wajah
cakap itu.
"Dimanakah letak keanehan?" Bertanya sihidung
bengkung.
"Pemuda tadi."
"Mengapa?" Sang kepala regu bertanya.
"Darimana ia keluar ?"
"Aia ...." Si hidung bengkung terteriak. "Ia meninggalkan
lembah Siang kiat!"
"Betul."
"Bolehkah memisalkan, ia keluar dari Benteng
Penggantungan."
"Aiaa. . ."
'Tentu kalian perhatikan wajahnya."
"A a a a . . ."
"Itulah wajah yang digambarkan olehnya."
"Betul!"
"Pemuda inilah yang kita cari?"
"Pasti."
"Hampir kita lepaskan kesempatan ini."
"Hampir saja ia terlolos dari tangan kita. Mari kita
tanyakan dirinya," berkata si orang tua berbaju kuning.
Ketiga-tiganya balik kembali mengejar Tan Ciu.
Tan Ciu yang sedang menggendeng Cang Ceng Ceng,
tidak hujan tidak angin telah dibentak-bentak oleh tiga
orang berbaju kuing. Kemudian ditinggalkan begitu saja. Ia
meneruskan perjalanan dengan rasa dongkol.
Berderu-deru aogin datang, tiga bayangan yang telah
pergi itu melesat kembali, mereka berteriak keras.
"Saudara didepan, diharap menahan langkah kakimu!"
Tan Ciu berbalik. menantang mereka dan
memperhatikannya. Seorang yang agak tua berjalan
ditengah, dikanan adalah si hidung bengkung. dikirinya
adalah sihati busuk.
Apalagi yang ingin ditanyakan kepada dirinya?
Ketiga orang berbaju kuning itu memperhatikan wajah
dan potongan badan si pemuda lebih seksama dan lebih
lama.
Tan Ciu menentang pandangan mereka!
"Masih ada pertanyaan lain?" Ia membuka suara lebih
dahulu,
Orang tua berbaju kuning yang diapit oleh kedua
kawannya bergumam. "Betul! Sangat cocok dengan
gambaran yang diberikan olehnya."
Tan Ciu masih belum mengerti bahwa dirinya sudah
berada dibawah pengawasan orang. Ia bertanya.
"Apa yang kalian cocokkan."
Orang itu tertawa, sangat misterius sekali.
"Kau baru meninggalkan Benteng Penggantungan!" Ia
bertanya.
Tan ciu menganggukkan kepala, "Betul."
"Orang yang bernama Tan Ciu?" Bertanya lagi orang tua
itu.
Betapa buteknya pun pikiran si pemuda, mana pula
mendapat pertanyaan seperti ini, ia pun sadar bahwa ada
sesuatu yang tidak beres. Ia tidak segera menjawab
pertanyaan itu. Tentunya ada sesuatu yang dikandung oleh
ketiga orang berbaju kuning tersebut.
= o o OdwO o o =
Tiga orang berbaju kuning tidak kenal Tan Ciu, tapi
mereka dapat menyebut nama si pemuda agak aneh! Tan
Ciu tidak segera memberikan jawaban.
"Siapa kalian bertiga?" Ia harus tahu, siapa dan
bagaimana nama sebutan ketiga orang itu.
"Kau belum lagi menjawab pertanyaanku." Berkata
siorang tua.
"Mengapa haruss menjawab segala pertanyaan kalian?"
Wajah orang tua berbaju kuning ditekuk.
"Kau Tan Ciu?" Ia mengulangi pertanyaan,
"Apakah maksud pertanyaan ini?"
"Kau mengakui pertanyaan kami?"
"Aku tidak mengaku."
"Kau bukan Tan Ciu?"
"Ada urusan apa mencarinya?"
"Ada....." Orang tua itu menyeringai sinis dengan penuh
kemisteriusan, ia berkata. "Ada sesuatu rahasia yang harus
disampaikan kepadanya."
"Rahasia apa?"
"Kau Tan Ciu."
"Betul."
Wajah ketiga orang berbaju kuning menunjukkan rasa
girang mereka.
"Putra Tan Kiam Lam?" Bertanya lagi si orang tua baju
kuning.
"Tidak salah."
"Murid si Putri Angin Tornado."
"Sangat tepat."
"Hampir kami kehilangan jejakmu." Berkata orang tua
itu kejam.
"Apa maksud kalian sebenarnya." Bertanya Tan Ciu.
"Kami mendapat tugas untuk menemukanmu."
"Tugas? Apa tugas kalian ?"
"Ikutlah kepada kami."
"Kemana ?"
"Jangan tanya disaat ini. Nanti setelah tiba ditempat
tujuan kau akan segera mengerti sendiri."
Tan Ciu sangat tidak puas.
"Aku tidak ada waktu." Ia berkata ketus.
"Biar bagaimana, waktu ini harus kau ada kau." Berkata
ketiga orang berbaju kuning itu, mereka memaksa.
"Ingin menggunakan kekerasan?"
"Ha ha ha . . ."
"Ketahuilah bahwa nona ini sedang menderita sakit dan
harus segera disembuhkan, semuanya harus diselesaikan
setelah ia sembuh."
"Berapa lama kau harus suruh kami menunggu sampai
dia sembuh?"
"Waktu ini belumdapat kutetapkan."
"Mengapa ?"
"Aku harus membawanya ke Guha Kematian."
"Apa? Ke Guha Kematian ?! .. . Kau ingin masuk
kedalam guha maut itu ?"
"Betul."
"Wah, permintaanmu tidak dapat kami kabulkan. Kau
harus ikut segera. Manusia manakah yang masuk kedalam
Guha kematian dapat muncul kembali didalam keadaan
normal."
Wajah Tan Ciu berubah. "Bila aku menolak ?"
"Jumlah kami ada tiga orang. Kami dapat memaksa kau
segera turut serta."
"Baik, akan kulayani permintaan kalian."
"Dari golongan manakah kalian bertiga ?"
Dari baju seragam kuning itu, Tan Ciu menduga kepada
salah satu golongan dari dalam rimba persilatan.
"Belum waktunya kau tahu." Jawab orang tua yang
menjadi pemimpin mereka.
"Kalian mau maju satu persatu, atau main keroyokan
yang kalian mau ?"
Si wajah bajingan cakap mencalonkan dirinya.
"Tan Tongcu, serahkan kepadaku.” Ia meminta tugas.
Orang tua yang dipanggil Tan Tongcu tidak segera
mengabulkan permintaan itu. Ia memandang kearah
sihidung bengkung.
"Biar aku yang membantu keramaian." Ia berkata.
Tan Tongcu itu menganggukkan kepala. Ia setuju.
Dua orang berbaju kuning menjepit Tan Ciu. si hidung
bengkung dan disebelah kiri adalah si bajingan wajah
cakap.
Tan Ciu masih diliputi oleh rasa bingung, siapakah
orang-orang berbaju kuning ini? belum pernah ada
permusuhan dengan golongan yang menggunakan seragam
kuning, mengapa mereka mengancamnya?
Terdengar sihidung bengkung berkata.
"Kami tidak suka menarik keuntungan dengan adanya
bebanmu itu. Letakkanlah gadis yang terluka itu ditanah,
agar kita dapat bertempur dengan lebih leluasa lagi."
Si hidung bengkung memang pandai bicara, maksud
sangat jelas, bila mereka tidak sanggup melawan pemuda
ini, Tan Tongcu, orang tua yang menjadi kepala regu
mereka itu dapat mencomot Cang Ceng Ceng dan
melarikannya ketempat jauh, dengan demikian, mereka
masih dapat memancing datang si pemuda.
Bila dikatakan tak mau menarik keuntungan. kata-kata
itu adalah kata-kata obrolan kosong. Dengan majunya
mereka berdua, sudah terang gamblang dan jelas, mereka
menarik keuntungan dari jumlah orang yang terlebih
banyak.
”Hehem. . ." Tan Ciu mengeluarkan suara dari hidung.
"Apa yang kau denguskan?" Bentak si bajingan wajah
cakap.
"Biar aku yang berunding dengannya." Berkata sihidung
bengkung. Ia mengirim satu kerlingan mata, kerlingan
tanda isyarat.
Si wajah bajingan cukup mengerti. Ia mengundurkan
diri.
Tan Tongcu segera berteriak. "Biarkan aku yang
menghadapinya."
Ia khawatir pembantu-pembantunya tidak kuat
menghadapi Tan Ciu, maka ia sendiri turun,
Si hidung bengkung juga mengundurkan diri.
Orang tua berbaju kuning dan Tan Ciu telah berhadaphadapan.
Tan Ciu melepaskan CangCeng Ceng, dengan tenang, ia
siap menghadapi serangan lawannya.
Tan Tongcu ini menggeram. "keluarkan senjatamu."
Pada tangannya telah bertambah sebatang pedang,
gerakannya gesit sekali. Tidak terlihat bagaimana ia
mengeluarkan pedang itu.
Tan Ciu juga menarik pedang dari tempatnya.
Tiba-tiba......
Orang tua berbaju kuning yang dipanggil Tan Tongcu itu
telah melejit, ia mengirim satu tusukan pedang.
Hebat. Dari jurus pertama serangan lawan. Tan Ciu
dapat membedakan betapa tingginya ilmu kepandaian
orang tua ini. Ia menutup serangan tersebut.
Tangkisan pedang si pemuda mengandung tiga
perubaban, bagaimana pun perubahan lawan pasti dapat
ditangkis olehnya. Dan betul saja Tan Ciu dapat
menyingkirkan serangan itu.
Traaaanngg.....
Dua orang terpisah. Begitu cepat mereka terdesak
mundur, begitu cepat pula, masing2 merangsek. Setiap
orang mengirim tiga tusukan pedang. setiap tusukan
mengandung dua unsur, menyerang dan bertahan.
Wajah si orang tua baju kuning berubah. Hati Tan Ciu
menjadi gentar. Kepandaian lawan tidaklah berada dibawah
dirinya.
Mengingat masih ada lawan yang menunggu giliran, Tan
Ciu harus cepat-cepat menyelesaikan pertempuran itu.
Timbul niatnya untuk mengadu jiwa.
Tan Tongcu telah menyerang lagi. Tan Ciu melayaninya
setiap serangan dengan serangan pula, itulah cara mati
untuk bersama.
Semakin lama, pertempuran itu bertambah seru.
Sebentar kemudian puluhan jurus telah dilewatkan.
Si hidung bengkung dan si bajingan cakap gatal tangan.
"Lihat," berkata si hidung bengkung. "Bilakah
Pertempuran selesai?"
"Mereka sama kuat, sama hebat." Si bajingan cakap
menganggukkan kepala.
"Meringkus si gadis yang terluka."
"Tapi Tongcu bisa celaka."
"Bila kau bersedia..."
"Apakah maksudmu, suruh aku terjun kedalam
gelanggang pertempuran?"
"Betul."
Si wajah bajingan mengeluarkan pedang, benar saja ia
sudah mengirim dua tusukan, arahnya punggung belakang
Tan Ciu.
Digempur seorang berbaju kuning, Tan Ciu berat untuk
menyingkirkan serangan-serangannya, kini ditambah
seorang musuh lagi, bagaimana ia tidak cepat kalah?
Keringat membasahi sekujur badannya.
Tan Tongcu menyerang dari bagian depan. si wajah
bajingan menusuk punggung pemuda itu.
Tan Ciu melupakan keselamatan jiwanya, Pedang
dibolak balikkan menyerang tiga kali.
Terdengar suara ceramah dua orang. Telah pada pecah
dan rusak kulit ditubuh Tan Ciu oleh si bajingan tampan,
karena masing-masing telah menerima satu tusukan.
Goyahlah posisi kedudukan mereka.
Tan Ciu bersedia memasang posisi baru, disaat ini
datang pukulan, tanpa dapat ditolak, ia terjatuh.
Itulah pukulan Tan Tongcu yang tepat mengenai
lawannya. Ditambah dua kali totokan lagi, Tan Ciu berhasil
dibuat mati kutu.
Si wajah bajingan tampan menyeringai. "Kepandaiannya
hebat."
"Lekas periksa tubuhnya." Tan Tongcu memberi
perintah.
Si hidung bengkung sudah merogoh seluruh kantong
baju Tan Ciu, agaknya sedang mencari sesuatu.
Apa yang diinginkan oleh ketiga orang berbaju kuning
ini ?
Didalam kantong baju Tan Ciu hanya terdapat satu botol
obat Seng-hiat-hoan-hun-tan. Tidak ada benda lain.
Si hidung bengkung tidak berhasil menemukan barang
yang dicari. Dikeluarkan botol obat Seng-hiat-hoan hun-tan
dan dimasukkan kembali.
"Tidak ada." Ia memberi laporan.
Tujuan mereka bukan pada obat Seng-hiat hoan-hun-tan.
Apakah yang diingini olehnya?
Tan Tongcu memandang si wajah bajingan cakap dan
berkata. "Coba kau periksa sekali lagi."
Si wajah bajingan cakap mengulangi pemeriksaan,
sekujur badan Tan Ciu telah digerayangi, lebih jelas dan
lebih lama, ia pun gagal menemukan barang yang
dikehendaki.
"Tidak ada." Ia putus harapan.
"Tidak mungkin!" Tan Tocgcu berteriak. "pasti berada
dibadannya."
"Sangat mengherankan."
"Mengapa tidak ada padanya ?"
"Mungkiakah telah diserahkan kepada seseorang?"
"Oh. diserahkan kepada lain orang?"
"Pasti!"
"Celaka, tidak ada pada dirinya."
"Tan Tongcu, kompes dirinya."
Tan Tongcu itu menganggukkan kepala. jarinya bergerak
cepat menghidupkan jalan-jalan darahnya Tan Ciu yang
telah dibekukannya.
Tan Ciu siuman kembali. Luka yang diderita tidak
ringan, dan dibawah ancaman orang berbaju kuning itu, ia
belum dapat bergerak.
"Katakan." Bentak Tan Tongcu. "Dimana kitab Thianmo
Po-liok ?"
Segala kepangpetan hati sipemuda terbuka, ternyata
maksud tujuan orang-orang berbaju kuning ini pada kitab
pusaka yang telah diserahkan kepada si Tukang Ramal
Amatir.
"Ooo.... Kalian menginginkan kitab tersebut." Ia tertawa
enteng.
"Betul. Dimana kau letakkan kitab tersebut."
"Eh. bagaimana kau tahu, bahwa aku memiliki kitab
Thian mo Po-liok?"
Adanya kitab Thian-mo Po-liok pada Tan Ciu hanya
diketahui oleh beberapa gelintir orang. Bagaimana dapat
tersebar luas?
Tan Ciu harus menjetahui rahasia itu.
Tan Tongcu memberikan jawaban ketus. "Kau tidak
perlu tahu."
Tan Ciu mengasah otak. Rahasia kitab didapat dari
gurunya. tidak ada orang ketiga, entah mengapa, mendadak
sontak, guru tersebut telah lenyap. Bila menghubungkan
kejadian hari ini. tentunya ada hubungan yang sangat erat.
Mungkinkah si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong
telah celaka dibawah tangan orang-orang ini?
"Hei!" bentak Tan Tongcu, "mengapa kau tidak bicara?"
"Apa yang harus kukatakan?"
"Dimana kau sembunyikan kitab Thian-mo-po-liok?"
"Kalian ingin tahu?"
"Tentu."
"Aku akan memberikan jawaban ini. setelah kalian
menjawab beberapa pertanyaanku, Tidak pantas, bila
kesempatan hak bertanya di monopoli oleh kalian. Sudah
waktunya aku mendapat giliran mengajukan pertanyaan."
"Sebutkan pertanyaan-pertanyaanmu itu."
"Dimana kini guruku berada?"
"Gurumu?"
"Ya! Putri Angin Tornado Kim Hong Hong."
"O o o o o . . ."
"Tentunya kalian dapat tahu rahasia kitab Thian-mo Paliok
darinya, bukan?"
"Betul."
"Dimana ia berada?"
"Ia telah tiada."
"Mati!?"
"Betul."
"Oh. . .Siapa yang membunuhnya?.”
"Ayahnya sendiri."
"Ayah guruku?" Tan Ciu memancarkan sinar mata
penasaran. "Mana mungkin! Tidak bisa! Mana mungkin
seorang ayah membunuh putri sendiri?"
"Mengapa tidak mungkin? Kenapa cinta kepada Sim In,
si Putri Angin Tornado Kim Hong Hong melarikan pusaka
ayahnya, itulah Singa Emas Kim Say Cu. dimana terdapat
gambar pusaka, ia telah berkhianat. dan hukuman itu ialah
mati."
"Siapakah orang yang tidak mempunyuai hati manusia,
he? membunuh putri kandung sendiri?"
"Ketua kami."
"Siapa ketua kalian? Perkumpulan apakah yang
dibangun olehnya?"
"Jangan kau tanyakan tentang hal ini. Kini giliranmu
memberikan jawaban. Dimana kitab Thian-mo Po-liok
disembunyikan?"
"Ceritakan dahulu tentang keadaan ketua kalian itu?"
Wajah Tan Tongcu berubah merah dan biru bergantian.
Ia membentak.
"Kau ingin mati dibawah tanganku?!" berkata Tan
Tongcu. Ia menotok keras jalan darah pegal linu si pemuda.
Dengan tiba-tiba bagaikan ada ribuan semut menyerang
tubuh Tan Ciu, mendapat satu tekanan berat, suatu
penderitaan yang luar biasa.
Ia mengertak gigi dan masih tidak tahan, akhirnya
mengeluarkan gerengan. Tan Tongcu tertawa puas.
"Tidak mau mengatakan juga?" Ia mengancam.
"Kau mengimpi."
Tan Tongcu menambah siksaannya. Butiran2 keringat
yang besar-besar berjatuhan dari jidat Tan Ciu, Namun
demikian. si pemuda tetap berkukuh. Tidak mau ia
membuka rahasia.
"Katakan." bentak lagi Tan Tongcu.
"Ti....dak." Tan Ciu sudah benar-benar tidak sanggup
menerima siksaan-siksaan itu, akhirnya ia jatuh pingsan.
Hal ini berada diluar dugaan orang-orang berbaju
kuning.
"Dasar kepala batu." Mengoceh Tan Tongcu.
"Kita bangunkan lagi. Dan siksa dengan siksaan yang
lebih berat."
"Seorang kepala batu tidak dapat dilawan dengan
kekerasan."
"Gorok saja lebernya beres."
"Tapi bagaimana dengan kitab Thian mo Po-liok?"
"Betul, Hanya dia seorang yang tahu."
"Mengapa kaucu menginginkan kitab itu?"
Kaucu sama artinya dengan ketua sesuatu aliran.
"Siapakah yang tidak suka kepada kitab pusaka ?"
"Kita serahkan kepada kaucu?"
Tan Tongcu menganggukkan kepala. "Bagaimana
dengan gadis itu?" Ia menunjuk kearah CangCeng Ceng,
"Ia tidak ada gunanya bagi kita, tinggalkan saja."
"Mari kita berangkat."
Tiga orang berbaju kuning siap berangkat pergi, mereka
batal memasuki lembah Siang-kat. Pada punggung si
hidung bengkung tergendong Tan Ciu.
Hanya belasan tombak . . .
Tiba-tiba terdengar satu bentakan yang menggelegar
keras!
"Berhenti !"
Seorang berselubungkan kain hitam dimukanya telah
menghadang didepan ketiga orang berbaju kuning.
"Turunkan pemuda itu!" Demikian orang berbaju hitam
itu membentak.
Siapa dan bagaimana sebutan tuan yang mulia?" Berkata
Tan Tongcu kepada yang menghadang jalan.
"Kukatakan, segera turunkan pemuda itu!" Bentak lagi si
kerudung hitam.
"Bila kami tidak mau turut." Si wajah bajingan cakap
menantang.
"Oh, ingin membangkang? Inilah bagianmu," Berkata
orang berselubung kain hitam itu, ia menggerakkan tangan.
Terdengar jeritan si wajah bajingan, tubuhnya pecah dan
darah merah bersemburan. Tubuh wajah bajingan itu telah
jatuh, tubuh Tan Ciu juga turut jatuh.
Tan Tongcu dan si hidung bengkung terkejut sekali
melihat itu.
"Masih berani menantang?" Membentak lagi orang itu
dengan sikap galak.
Tan Tongcu tidak dapat menahan kemarahannya, ia
membentak keras, tubuhnya menubruk maju, mengirim
satu pukulan.
Ilmu tenaga dalam Tan Tongcu luar biasa, serangan tadi
pun memberi tahu lebih dahlu sangat jahat sekali.
Walau pun berkepandaian tinggi, tidak berani si baju
hitam menerima serangan itu, tubuhnya melesat mundur,
tapi secepat kilat. tubuhnya kembali mengarah Tan Tongcu.
Tan Tongcu berganti arah, memapaki pukulan tersebut.
Buummm . . .!!
Terdengar suara yang sangat gemuruh, tubuh Tan
Tongcu terdesak mundur, sangat jauh.
"Bagaimana ?"Orang berbaju hitam itu mengejek.
"Ilmu kepandaianmu membuat orang takluk." Berkata
Tan Tongcu.
"Terima kasih. Bila kau tahu diri. silahkan pergi."
"Tapi aku belum mengetahui nama tuan yang mulia."
"Pemilik Pohon Penggantungan."
"Aaaaaaaa......."
Tan Tongcu dan si hidung bengkung terkejut, nama
Pemilik Pohon Penggantungan terlalu seram, ternyata
mempunyai ilmu kepandaian luar biasa!
"Kau......kau yang menjadi pemilik Pohon
Penggantungan?" Ia bertanya gugup.
"Tidak percaya."
"Hari ini kami menyerah kalah." Dan tanpa menengok
kearah tubuh Tan Ciu yang belum sadarkan diri. kedua
orang berbaju kuning itu minggat pergi. Meninggalkan
mayat siWajah bajingan yang sudah tiada bentuk.
Orang berbaju hitam itu menyeret tubuh Tan Ciu.
berpikir sebentar. dan meletakkannya lagi, ia mengubah
rencana!
Percayakah pembaca bahwa orang ini sebagai Pemilik
Pohon Penggantungan?
Dia seorang laki-laki, dan Tan Ciu harus kenal kepada
wajahnya, itulah si Ketua Benteng Penggantungan Tan
Kiam Lam.
Bukan, bukan Tan Kiam Lam. Dia adalah si Telapak
Dingin Han Thian Chiu
Hei,Mengapa Han Thian Chiu menolong Tan Ciu ?
Jangan terburu napsu pembaca, Han Thian Chiu
mempunyai rencananya sendiri. terlihat ia mengeluarkan
gumaman,
"Seharusnya aku tidak membunuhmu, tapi keadaan telah
berkembang seperti ini. Mau tidak mau aku harus
mengorbankan dirimu.
Sengaja ia menolong Tan Ciu dari tangan orang-orang
berbaju kuning, sengaja dikatakan kepada mereka bahwa
dirinya sebagai Pemilik Pohon Panggantungan. Maka
orang-orang berbaju kuning yang berkekuatan besar itu
akan menuntut balas kepada Pemilik pohon
Penggantungan. Inilah maksud tujuan Han Thian Chiu.
Kini ia ingin membunuh Tan Ciu. Ia tidak puas
membunuh orang yang sedang meram seperti mayat, ia
membuka totokan pemuda itu.
Tan Ciu membuka kedua matanya.Masih terlalu suram,
samar-samar seperti ada seseorang berdiri dihadapannya.
Han Thian Chiu tertawa kejam. "Masih kenal
kepadaku?"
Tan Ciu dapat melihat jelas si wajah orang ini.
"Kau...." Hampir ia tidak percaya kepada kenyataan.
"Betul. Aku." Berkata Han Thian Chiu dengan jelas.
"Kau yang menolong diriku?"
"Betul!"
"Dimana aku berada?"
"Sedang berada didalam perjalanan yang sedang menuju
kearah dunia alam baka."
"Bagus. Tapi sebelum aku mati, aku ingin mengetahui
lebih dulu tentang keadaan ayahku." Berkata Tan Ciu.
"Ayahmu telah mati." BerkataHan Thian Chiu.
"Dibawah tanganmu?"
"Boleh dikata demikian."
"Tidak takut mendapat tuntutan. Aku harus membikin
perhitungan denganmu. Hutang darah harus dibayar
dengan darah juga!"
"Haaa, haaa .... Kau juga segera akan menyusul ayahmu
dilain dunia."
Tan Ciu mendongakkan kepala yang tertunduk, dengan
gagah berkata. "Betul. Aku akan binasa, tapi masih banyak
orang yang akan mencari dirimu."
"Haa...haaa.....Siapakah yang berani mencari diriku?"
"Jangan terlalu cepat puas pada diri sendiri. Ketahuilah
bahwa tidak sedikit orang2 yang berkepandaian tinggi
seperti Cang Ceng Ceng . . ."
"Haa...ha, haaa....Cang Ceng Ceng telah memberikan
ilmu catatannya kepadaku, dengan ilmu kepandaianku,
ditambah dengan ilmu lain. siapakah yang dapat
mengalahkanku?"Han Thian Chiu sangat puas.
Han Thian Chiu memandang Tan Ciu, ia mengajukan
pertanyaan, "Masih ada soal lain yang belum jelas?"
Tan Ciu berdengus.
"Bertekuk lututlah minta pengampunan." Kata Han
Thian Chiu.
"Kau mengimpi," Jawab Tan Ciu ketus.
"Bagus, Pergilah kau menyusul ayahmu dialam baka."
Berkata Han Thian Chiu, ia mengangkat tinggi tangan itu,
siap membunuh si pemuda.
Tiba-tiba . . .
Terdengar satu bentakan yang keras. "Tahan!”
Seorang berkerudung hitam tampak muncul dihadapan
mereka, orang inilah yang mengadakan pencegahan!
"Siapa?" Memandang orang itu, Han Thian Chiu
bertanya.
"Nama siapa yang telah kau gunakan?" Balik tanya orang
tersebut.
"Kau Pemilik Pohon Penggantungan?"
"Betul!"
Tan Ciu tersentak kaget, memandang orang yang baru
datang, mungkinkah orang itu yang menjadi ibunya.
Han Thian Chiu tertawa dingin.
"Ingin menolong anakmu ?"
Pemilik Pohon Penggantungan berkata dengan nada
dingin.
"Jangan kau ingin mengorek rahasia orang, Dia anak
siapa, kau tidak perlu tahu."
Han Thian Chiu menggerakkan tangan, memukul kearah
ubun-ubun Tan Ciu.
Orang berkerudung yang baru datang meraihkan tangan
dan melempar benda-benda halus kearah Han Thian Chiu.
Terlihat lima bintik hitam melayang kearah lima jalan
darah penting Han Thian Chiu.
Bila Han Thian Chiu meneruskan maksud yang ingin
membunuh Tan Ciu. setelah Tan Ciu mati. dia sendiri pun
tidak akan berhasil menghindari serangan senjata rahasia
musuh.
Maka ia membatalkan niatnya, ia lompat tinggi. Lima
lembar daun menancap dipohon, daun itulah yang
menolong Tan Ciu dari kematian.
Dikala Han Thian Chiu melompat tinggi, setelah
menyerang dengan senjata rahasia, tubuh Pemilik Pohon
Penggantungan lompat maju, ia menerjang Han Thian
Chiu.
Han Thian Chiu masih ada niatan untuk membunuh Tan
Ciu. tapi dirinya diserang, jiwa sendiri lebih penting, ia
mengerahkan telapak tangan menyambuti datangnya
serangan.
Karena keterlambatan tersebut. Han Thian Chiu diserang
sehingga berulang kali. Pemilik Pohon Penggantungan
memang luar biasa, tanpa istirahat, ia menyerang sehingga
12 kali.
Han Thian Chiu berusaha menyingkirkan diri dari hujan
serangan tadi. Ia lihay, walau pun terdesak, setiap langkah
penangkisan mengandung ancaman.
Tan Ciu terluka.Matanya masih dapat digunakan. orang
berkerudung hitam yang datang belakangan agak kecil,
itulah bentuk potongan seorang wanita, itulah orang yang
pernah menolong dirinya.
Wanita berkerudung hitam ini disebut sebagai Pemilik
Pohon Penggantungan mungkinkah sang ibu, si Melati
Putih?
Tan Ciu dikejutkan oleh suara bentakkan Han Thian
Chiu.
"Terimalah hadiahku." Tiga batang jarum halus
mengancam Tan Ciu.
Wanita berkerudung terkejut, ia harus menolong pemuda
itu, tubuhnya melayang, menyampok jatuh ketiga jarum
halus yang Han Thian Chiu lepas untuk membunuh Tan
Ciu.
Han Thian Chiu tertawa berkakakan. tubuhnya telah
berada ditempat jauh, kesempatan tadi telah digunakan
baik-baik.
"Pemilik pohon Penggantungan, selamat tinggal." Dan
tubuhnya melayang semakin jauh. Hanya satu titik kecil.
kemudian lenyap.
Tan Ciu kemudian berteriak. "Jangan biarkan dia lari. Ia
adalah Telapak Dingin Han Thian Chiu!"
Pemilik Pohon Penggantungan tidak menggubris
teriakan si pemuda.
"Mengapa tidak kau bunuh dirinya." Bertanya lagi Tan
Ciu. "Ia bukanlah Tan Kiam Lam."
"Aku tahu." Pemilik Pohon Penggantungan berkata
singkat.
"A a a a a a, kau . . .!"
Wanita berkerudung telah mengetahui penyamaran Han
Thian Chiu. Maka tidak terkejut lagi. Tan Ciu belum tahu
jelas, siapa wanita berkerudung ini. Diketahui Melati Putih
sakit hati kepada Hun Thian Chiu. bila betul orang yang
berada didepannya sebagai orang yang menjadi ibunya.
tentu mengejar Han Thian Chiu. Kini tidak. Siapakah
Pemilik Pohon Penggantungan?
Pemilik Pohon Penggantungan membalik badan, ia siap
pergi.
Dengan suara gemetar Tan Ciu berteriak. "Tunggu
dulu!"
Wanita berkerudung itu menghentikan langkah kakinya,
berbalik memandang Tan Ciu.
"Ada apa?" Ia bertanya.
"Kau....."
"Aku adalah Pemilik Pohon Penggantungan."
"Pemilik Pohon Penggantungan adalah Melati Putih.
Kau Melati Putih."
"Bukan."
"Kau bukan ibuku?"
"ibumu? Bukan!" Suara itu tidak mengandung perasaan,
sangat dingin.
Tan Ciu semakin bingung. Orang ini bukan ibunya,
mengapa berusaha menolong dirinya sampai lebih dari satu
kali?
"Tidak mungkin!" Tan Ciu berteriak.
"Apa yang tidak mungkin?"
"Hal ini tidak mungkin terjadi.. .kau tidak berterus
terang."
Wanita berkerudung itu gemetar, dibalik kerudung
hitamnya telah basah dengan air mata.
"Kau harus percaya dengan kenyataan." Ia berusaha
menahan getaran jiwanya.
"Ada banyak orang yang mengatakan bahwa Pemilik
Pohon Penggantungan adalah ibuku." Berkata Tan Ciu.
"Siapa yang mengatakan? Si Ketua Benteng
Penggantungan tadi ?"
"Betul, Dan lain orang pun mengucapkan kata-kata yang
sama."
"Siapa orang itu?"
"Tan Kiam Pek,"
Wanita berkerudung itu tersentak bangun.
"Tidak mungkin" Ia berteriak. "Aku tidak kenal
kepadanya."
"Betul-betul kau bukan ibuku?" Tan Ciu meminta
ketegasan.
”Aku . . . Bukan."
"Baik." Berkata Tan Ciu. "Aku harus percaya. Tapi suatu
hari, bila terbukti akan kepalsuan dari keteranganmu ini,
aku Tan Ciu tidak dapat memaafkanmu."
"Aku tidak membutuhkan maafmu."
"Terima kasih atas pertolonganmu,"
"Tidak ada pertanyaan lain? Aku harus segera pergi."
"Tunggu dulu!" Tan Ciu dengan sendirinya tidak mau
membiarkan wanita berkerudung hitam itu pergi begitu
saja.
"Apalagi yang ingin kau tanyakan?" Berkata Pemilik
Pohon Penggantungan.
"Kau telah menolong diriku. Itu budi. Tapi kau juga
membunuh kakakku, itu dendam. Budi dan dendam tak
dapat dicampur baurkan."
"Ha, ha . . .. kakakmu? Tan Sang yang kau maksudkan ?"
"Betul."
Tentu saja. Tan Ciu tidak tahu bahwa Tan Sang itu
belum mati.
"Maksudmu?" Bertanya pemilik Pohon Penggantungan.
"Aku harus menuntut dendam buat kakakku." Berkata
Tan Ciu.
"Berapa tinggikah ilmu kepandaianmu, sehingga berani
menantangku?" Cemooh Pemilik Pohon Penggantungan
itu.
"Hari ini aku lemah. Tapi pada suatu hari, aku pasti
berhasil meyakinkan ilmu yang lebih tinggi."
"Bagus. Aku tunggu kedatanganmu." Dan tubuh wanita
berkerudung hitam itu melesat meninggalkan Tan Ciu.
Tan Ciu menemukan Cang Ceng Ceng yang masih
belum sadarkan diri. Ia menggendongnya dan melanjutkan
perjalanan. tujuannya adalah Guha Kematian. Gunung
Ceng in . . .
Telah satu hari Tan Ciu berada digunung Ceng-in.
Hanya ini yang diketahui. Lebih jelas, ia sudah tidak tahu
lagi.
Tan Ciu mempunyai tekad yang membaja, segala sesuatu
tidak dapat mengganggu usahanya tersebut. Ia meneruskan
usahanya untuk menemukan Guha Kematian.
Dari pagi, siang, sore dan akhirnya hari menjadi gelap.
Tan Ciu belum berhasil menemukan Guha Kematian.
Ia melakukan perjalanan dengan kaki yang amat berat
dirasa.
Tiba-tiba ....
Butiran-butiran air hujan mulai berjatuhan hari pun
segera bergemuruh.
Tan Ciu berlari-lari di jalan pegunungan. Dihari gelap,
terlihat jelas adanya api penerangan. Tan Ciu membawa
Cang CengCeng ketempat itu,
Itulah rumah kayu yang kecil, api penerangan keluar dari
jendela.
"Ada orangkah didalam?" Tan Ciu mengetuk pintu.
"Siapa?" Terdengar suara seorang wanita.
"Aku orang yang sesat dijalanan." Tan Ciu memberikan
jawaban.
Terdengar suara papan gemeresak, dan setelah itu
keadaan menjadi sunyi.
Setelah menunggu beberapa saat, masih belum terlihat
pintu dibuka. Tan Ciu tidak sabar dan berkoar lagi.
"Nona. . ."
Tidak ada jawaban.
"Hei, Kemanakah tuan rumah?" Tan Ciu ingin
mendorong pintu.
Juga tidak ada jawaban.
Mengingat keadaan yang sudah mendesak dan
mengingat keadaan Cang Ceng Ceng yang tidak boleh
terlalu lama ketimpa hujan, Tan Ciu mendorong pintu itu.
Pintu rumah tidak terkunci, dengan mudah dapat dibuka
olehnya.
Tan Ciu telah mendorong pintu rumah kayu disuatu
tempat sepi. digunung Ceng-in dengan menggendong tubuh
Cang CengCeng. ia masuk kedalam rumah tersebut.
"A a a a a . ...!"
Tan Ciu mengeluarkan jeritan tertahan. Apakah yang
telah dilihat olehnya?
Sebuah peti mati menjogrok ditengah-tengah ruangan
tidak terlihat ada bayangan orang. Kemanakah suara
wanita tadi?
Inilah yang sedang dipikirkan oleh Tan Ciu. Kemanakah
wanita tadi?
Ia memandang ruangan tersebut, tidak ada orang.
Rumah kayu itu terlampau kecil. tidak ada ruangan lainnya,
kecuali ruangan yang dijogrokan peti mati tadi.
"Dimanakah pemilik rumah?" Tan Ciu berteriak.
Tidak ada jawaban.
Tentunya ada sesuatu yang tersembunyi dibalik peti mati
merah itu, Tan Ciu meletakkan tubuh Cang Ceng Ceng,
menghampiri peti mati berwarna merah dan membuka kayu
penutup.
dengan mudah. tutup peti mati dapat dibuka, ternyata tidak
dipantek mati.
Tan Ciu memanjangkan leher, melongok isi peti mati.
Tan Ciu mundur kebelakang. Tubuhnya bergerak
merinding. Bulu tengkuknya tegak bangun. Tentunya ada
sesuatu didalam peti, mungkinkah jenazah orang mati?
Benar. Didalam peti mati terbaring sesosok tubuh yang
tidak bernapas. Masih utuh belum lapuk, tentunya mati
belum lama.
Siapakah yang mati ditempat itu?
Seorang wanita?
Bukan. Disana terbaring mayat seorang laki-laki masih
sangat muda, umurnya berkisar diantara belasan tahun.
Tan Ciu mengusap keringat dingin yang telah
membasahi sekujur dirinya.
Tiba-tiba......
Terdengar suara seorang wanita. "Lekas tutup kembali."
Arah datangnya suara adalah dari belakang Tan Ciu
Itulah suara wanita yang pertama tadi didengar.
Tan Ciu menjatuhkan tutup peti mati, maka terkatup
kembalilah tempat penyimpan jenazah tersebut.
Begitu Tan Ciu membalikkan kepala, lagi-lagi ia
dikejutkan oleh pemandangan yang dilihat.
"A a a a a a...!!"
Seorang wanita dengan rambut terurai panjang telah
menatapnya dengan sinar mata tajam, wanita berambut
panjang inilah yang menyuruh ia menutup peti mati.
"Siapa kau?" Tan Ciu membentak.
"Jangan takut." Berkata wanita berambut panjang itu.
"Aku adalah seorang manusia."
"Aku tidak mengatakan kau setan." Berkata Tan Ciu.
"Tapi gerakanmu tadi telah membuktikan perasaan
takutmu,"
Tan Ciu memberanikan diri, "Ha..ha.. Siapakah pemilik
rumah ini?"
"Aku." Wanita berambut panjang itu memberi jawaban
singkat.
"kau? Kau yang menjawab pertanyaanku pertama itu?"
"Betul."
"Tatkala aku masuk kedalam rumah, mengapa tidak
berhasil menemukanmu?"
"Aku bersembunyi dibawah tanah."
"Dibawah tanah ?"
-0oooOdwOooo0-
Jilid15
"BETUL. Yang kuartikan tinggal di bawah tanah,
bukanlah berarti mati. Kamar tidurku yang kuartikan
berada dibawah tanah."
"Mengapa harus tinggal dibawah tanah?"
"Aku tidak ingin melihat peti mati itu. Maka
menempatkan diriku dibawah tanah. Tadi, bila kau tidak
membuka tutup peti mati aku pun tidak bersedia
memunculkan diri."
"Mengapa?'*
"Drama ini sangat sedih sekali."
"Drama?" Tan Ciu tidak mengerti, "Ada hubungankah
dengan pemuda yang berada didalam peti mati itu?"
Wanita berambut panjang menganggukkan kepalanya.
Maka rambut yang sudah terurai itu terbuka, terlihat
wajahnya, umurnya berkisar diantara empat puluhan.
"Siapakah laki-laki itu?" Bertanya Tan Ciu.
"Kekasihku."
"Kekasih?" Tan Ciu lebih-lebih tidak mengerti, seorang
wanita yang sudah hampir empat puluh tahun mempunyai
seorang kekasih yang boleh dikatakan masih kanak-kanak.
Hujan diluar rumah semakin deras. bagaikan dituang
dari atas langit bergemuruh deras.
"Aku harus bermalam disini." Berkata Tan Ciu. "Dia
menderita luka, tidak boleh terlalu lama disiram hujan."
Tan Ciu menunjuk kearah Cang Ceng Ceng yang
terbaring disudut rumah kayu itu.
Wanita berambut panjang mengangukkan kepala. ia
tidak keberatan.
"Seorang diri cianpwe tinggal dirumah ini?" bertanya lagi
Tan Ciu.
Wanita berambut panjang itu mengandung kabut
misterius. si pemuda mulai tertarik.
"Hanya seorang." Wanita tersebut membenarkan dugaan
Tan Ciu. "kecuali itu, dia tetap mengawani diriku," Ia
menunjuk kearah peti mati merah.
"Dia? ...."
"Betul. Dia bukan manusia lagi. Tapi aku tidak dapat
dipisahkan dengannya." Berkata wanita rambut panjang itu
dengan nada suara sedih.
"Kau sangat cinta padanya?" Tan Ciu mengajukan
pertanyaan.
"Sangat cinta sekali." Jawab orang yang ditanya.
"Dia telah mati. Maka. kau harus mengebumikan
jenazahnya."
"Tidak mungkin." Wanita berambut panjang
menggelengkan kepala.
"Mengapa?"
"Setelah kutanam jenazahnya aku akan hilangan orang
yang satu-satunya paling dekat denganku. Aku tidak
mempunyai lain pamili lagi." Suaranya semakin sedih. Dan
akhirnya ia pun menangis. mengucurkan air mata.
Tan Ciu dapat memahami, betapa cintanya wanita
setengah umur ini kepada sang kekasih. Timbul rasa simpati
kepadanya.
"Jenazah itu akan membusuk." Ia memberi peringatan
akan adanya pembusukan.
"Tidak. Tubuhnya akan tetap seperti itu."
"Tidak mungkin. Setiap orang yang sudah tidak bernapas
akan membusuk. hanya tulang belulang yang dapat
ditinggalkan sebagai kenang-kenangan."
Wanita berambut panjang itu tertawa. "Tapi telah tiga
puluh tahun ia berbaring disitu. Tanpa ada pembusukan."
"Aaaa . . .!" Tan Ciu terbelalak. "Tiga puluh tahun?"
"Betul. Lebih dari tiga puluh tahun ia terbaring disitu."
Haruskah Tan Ciu percaya kepada keterangan itu?
Dilihat sikap orang yang bersungguh-sungguh. tentunya
bukan isapan jempol.
Wanita berambut panjang berkata lagi.
"Sungguh! Lebih dari tiga puluh tahun ia terbaring
ditempat itu, seperti apa yang tadi kau lihat. Tidak ada
perubahan sama sekali."
”Belum pernah kudengar ada orang mati yang tidak
membusuk." Berkata Tan Ciu.
"Seharusnya. setiap ada orang mati membusuk. Tapi aku
telah meletakkan sebutir mutiara Jit goat-cu dengan mulut
mengulum mutiara tersebut, dagingnya tak akan
membusuk. Seperti apa yang kau lihat, ia tetap hidup."
Tan Ciu mengerti, mengapa jenazah didalam peti mati
tidak membusuk. Ternyata disertai dengan mutiara Jit-goatcu.
”Cianpwe menunggu dirumah ini sehingga lebih dari tiga
puluh tahun?" Tan Ciu menatap wanita berambut panjang
tersebut.
"Betul."
Tan Ciu ragu-ragu.
"Berapakah umur cianpwe?" Ia bertanya.
"Dapatkah kau menduga?" Balik tanya wanita itu.
"Tentunya belum empat puluh tahun." Tan Ciu
mengeluarkan dugaan.
"Salah. Umurku telah genap 55 tahun."
Tan Ciu agak kurang percaya, wanita ini tidak muda,
tapi juga belum tua. Rambutnya masih hitam mengkilat,
bagaimana berumur lima puluh lima tahun?
"Tidak percaya?" Wanita itu tertawa.
"Kulihat, cianpwe masih muda."
"Ha, ha, . . Aku sudah tua. Umurku sudah tua, lebih tua
lagi adalah hatiku yang tidak mempunyai kesegaran hidup.
Sudah waktunya aku menyusul dia dialam baka."
"Manakala ia tahu akan kesunyian hati cianpwe.
tentunya mati dengan puas, mati dengan mati tertutup
rapat."
"Salah." Berkata wanita itu. "Ia sangat benci kepadaku."
"Benci?"
"Tentu. Karena ia mati dibawah tanganku. Bagaimana
tidak membenci? Dialam baka, tentunya mengutuk-ngutuk
diriku."
"Aaaa. . . . cianpwe yang membunuhnya?"
"Hal itu sudah terjadi lama sekali."
Tan Ciu dibuat bingung lagi. Bila wanita membunuh
seseorang, tentunya tidak cinta. Dan ini tidak mungkin,
wanita dihadapannya sangat cinta kepada sang kekasih,
mana mungkin mengadakan pembunuhan?
"Cianpwee, sangat cinta kepada laki-laki ini?" Bertanya
lagi Tan Ciu.
"Bila tidak cinta padanya, tentu tidak mau menunggu
ditempat ini sehingga tiga puluh tahun bukan?"
"Cianpwe cinta padanya mengapa membunuhnya?"
"Sulit diterima bukan?"
"Memang agak tidak mudah dimengerti."
"Ingin mengetahui cerita yang menyangkut diri kami?"
Tan Ciu tertawa.
"Hujan telah mengantarkan aku ketempat ini baiknya
sudah wajib untuk mendengar cerita cianpwe." Demikian ia
meringankan ketegangan diantara mereka.
"Aku akan bercerita tentang segala kejadian itu. . . .
Dengan harapan, setelah selesai kau mengetahui duduk
perkara, kau dapat melakukan sesuatu untukku."
"Apakah tugas yang cianpwe hendak berikan?" Bertanya
Tan Ciu.
"Tidak sulit untuk kau kerjakan."
Tan Ciu tidak menolak tawaran tersebut. Ia sangat
tertarik kepada pengalaman mudanya wanita rambut
panjang itu, tentunya luar biasa.
Tan Ciu memasang kuping panjang-panjang.
Dan wanita itu mulai bercerita, "Aku Thio Ai Kie......"
Entah mengapa, ia menghentikan katanya, memandang
kearah luar, matanya menunjukkan sinar tajam.
"Mengapa?" Bertanya Tan Ciu tak mengerti.
"Ada orang datang." Berkata wanita yang bernama Thio
Ai Kie itu.
Tan Ciu memandang keluar. tidak terlihat ada sesuatu
yang mencurigakan, Ia memasang kuping juga tidak ada
urusan lain. kecuali suara hujan yang masih belum berhenti.
"Ada orang?" Tan Ciu kau kurang percaya,
"Benar." Berkata Thio Ai Kie. "Ia sedang menuju kearah
kita."
"Aah. tidak kudengar adanya suara langkah kaki itu."
"Kini jaraknya semakin dekat. hanya seratus meter lagi."
Bila apa yang dikatakan oleh wanita itu benar hal itu
sungguh sulit dibayangkan.
Mungkinkah dapat mendengar suara derap langkah
seseorang yang masih berada dijarak seratus meter?
Sedangkan keadaan itu masih turun hujan? Suara berisiknya
angin ribut turut mengganggu. Betapa hebat ilmu
pendengaran wanita yang bernama Thio Ai Kie ini.
Thio Ai Kie berkata.
"Aku hendak bercerita tanpa gangguan. Tapi orang ini
akan segera tiba."
"Ia masih datang?"
"Arahnya tidak berubah. Kukira ia akan datang untuk
menghindari serangan hujan."
"Tentunya kemari?"
"Betul. . . Eh. . . Heran. rumahku belum pernah
mendapat kunjungan orang. Hari ini, setelah
kedatanganmu, muncul lagi orang ini. ia datang lebih
dekat."
Kuping Tan Ciu sudah dapat menangkap suara derap
langkah kaki orang yang baru datang, ia harus memuji
ketajamannya kuping Thio Ai Kie. dapat mendengar suara
yang dua kali lipat dari pendengaran dirinya.
Tiba tiba ....
Terdengar suara pintu diketuk orang
"Siapa ?" Bertanya Thio Ai Kie.
"Seorang pengembara yang ditimpa hujan. dapatkah
memberi kelonggaran untuk meneduh."
"Silahkan."
Pintu itu didorong, dan seorang tua berjalan masuk.
Melihat wajah itu, tiba-tiba Tan Ciu berteriak. "Kau!?"
Orang itu pun melihat adanya Tan Ciu. ia juga terkejut.
"Kau?" Terlihat sekian perobahan pada wajahnya yang
menjadi terang.
Kedua orang itu saling pandang, Thio Ai Kie
menyaksikan hal tersebut memandang kedua tamunya, ia
bertanya. "Kalian saling kenal ?"
"Lebih dari kenal." katanya. "Kedatanganku ketempat ini
dengan maksud tujuan mencari dia."
Siapakah yang mencari Tan Ciu?
Orang yang mengejar Tan Ciu sehingga sampai
digunung Ceng-in adalah si Pendekar Angin Sin Hong
Hiap.
Bagaimana Sin Hong Hiap dapat mengejar datang?
Bagaimana ia tahu bahwa Tan Ciu sedang menuju gunung
Ceng-in ?
Ini adalah suatu pertanyaan.
Memandang Tan Ciu beberapa saat. lalu Hong Hiap
berkata kepadanya. "Ho ho.... bila tidak diganggu oleh
hujan, perjalanan akan kuteruskan, gagallah aku
menemukanmu."
"Kedatanganmu khusus mencari aku?" Bertanya Tan Ciu
heran.
"Betul, sebelum kau masuk kedalam Gua Kematian, aku
harus menemukanmu."
Disebutnya nama Gua Kematian. membuat Thio Ai khie
membelalakkan mata.
Tan Ciu berkerut.
"Bagaimana kau tahu, aku sedang melakukan perjalanan
ke Gua Kematian?" Ia menatap wajah pendekar tua itu.
"Mengapa tidak tahu? Setiap perbuatan tidak mungkin
dirahasiakan, bukan?"
"Maksudmu?"
"Menuntut balas. Aku harus membunuhmu." Berkata
Sin Hong Hiap tegas.
"Jauh-jauh kau mengejar datang untuk membunuh
seseorang?"
"Betul. Dendam kematian muridku harus mendapat
wajah yang paling sempurna. Bila kubiarkan kau masuk
kedalam Gua Kematian, setelah kau menjadi seorang
linglung sinting, tiada guna dan tiada arti sama sekali. Kau
harus tahu, membunuh seseorang harus menanggung
akibat. Kau membunah muridku, maka aku harus
membunuhmu."
Wanita berambut panjang, Thio Ai Kie turut bicara.
"Kalian ada menaruh dendam ?"
"Betul” Berkata si Pendekar Dewa Angin Sin Hong
Hiap. ”Pemuda ini bernama Tan Ciu ia telah membunuh
muridku."
Thio Ai Kie memandang Tan Ciu.
"Kau telah membunuh murid orang?" Ia meminta
kepastian.
"Benar." Tan Ciu tidak menyangkal.
"Mengapa membunuh orang?" Tegur lagi Thio Ai Kie.
Tan Ciu bercerita soal kematian Chiu-it Cong, segala
sesuatunya diceritakannya dengan jelas.
"Betulkah cerita itu?" Thio Ai Kie memandang Pendekar
Dewa Angin SinHong Hiap.
Jago tua itu menganggukkan kepala.
"Kematian yang dicari sendiri." Berkata Thio Ai Kie.
"He...." Sin HongHiap terbelalak.
"Julukanmu pendekar Dewa Angin, kata-kata Pendekar
itu tidak mudah didapat. Mengapa mempunyai murid yang
seperti itu? Kematiannya akan membebaskan dirimu dari
kekotoran dunia, mengapa harus menuntut balas."
Sin Hong Hiap mendebat. "Chio It Cong dilahirkan
sebagai muridku segala sesuatu harus diserahkan kepadaku.
Orang luar tidak berhak ikut campur."
"Dimisalkan aku yang menemukan kejadianku, aku pun
akan membunuh Chio It Cong."
Wajah SinHong Hiap berubah.
"Ternyata kalian telah bersekongkol?" Ia sangat marah.
Thio Ai Kie berkata dingin.
"Pada tiga jam yang lalu, aku belum kenal dengan orang
yang bernama Tan Ciu ini."
"Mengapa membela dirinya?" Tegur SinHong Hiap.
"Kebenaran ada dipihaknya."
"Kebenaran berada dipihak yang berkuasa." Sin Hong
Hiap berdengus.
"Gunakanlah sedikit aturan."
"Aku tidak kenal, apa itu artinya aturan." Pendekar
Dewa Angin SinHong Hiap agaknya telah naik pitam.
Wanita rambut panjang Thio Ai Kie tidak mau kalah.
dengan geram ia membentak. "Sin Hong Hiap. lekas kau
keluar dari rumahku." Ia mengusir,
Sin Hong Hiap tertawa dingin.
"Ingin main keras?" Ia tidak takut.
"Sebelum aku malah memaksa kau keluar dari sini. Ada
baiknya kau tahu diri. Keluarlah!" berkata Thio Ai Kie.
"Ha ha. . . Aku segera meninggalkan rumah ini setelah
berhasil membunuh Tan Ciu."
"Tidak mungkin."
"Bagus! Akan kubuktikan kepadamu, siapa yang
berkuasa. dialah yang menang."
Sin Hong Hiap menutup kata-katanya dengan satu
pukulan. Arah tujuannya bukan wanita rambut panjang itu,
tapi batok kepala Tan Ciu, ia benci kepada pemuda itu, Tan
Ciu adalah orang yang telah menghilangkan jiwa muridnya
juga menjatuhkan nama SinHong Hiap yang ternama.
Langkah SinHong Hiap telah berpikir masak-masak, bila
ia bergebrak dengan wanita rambut panjang itu, mengingat
ilmu kepandaian orang yang seperti berada diatas Tan Ciu,
tentu memakan waktu lama, entah bagaimaua akhir
pertempuran mereka.
Thio Ai Kie tidak tinggal diam. Tubuhnya melesat
menggulung pukulan Sin Hong Hiap
Sin Hong Hiap telah menduga akan adanya gangguan
itu. maka ia bergerak cepat, memukul Tan Ciu dengan
kecepatan kilat. Di samping tak lupa ia mengadakan
penjagaan diri,Menangkis dan menyingkirkannya.
Sin Hong Hiap bergerak lebih dahulu, Thio Ai Kie
menyusul belakangan, tapi kecepatan wanita rambut
panjang itu sungguh luar biasa. bukan saja berhasil
menangkis serangan Sin Hong Hiap yang mengancam Tan
Ciu, lain serangan yang mengancam pendekar tua itu tidak
gagal.
Buumm, Bummm......
Telapak tangan Thio Ai Kie telah mampir dipunggung
dibelakang Pendekar Dewa Angin SinHong Hiap.
Darah merah muncrat dari mulut sipendekar Angin.
Inilah akibat dari kecongkakkan Sin Hong Hiap mendapat
nama puluhan tahun, belum pernah dikalahkan orang,
apalagi berhadapan dengan wanita berambut panjang yang
dianggap sipil, ia hanya menggunakan setengah bagian,
dengan sisa tenaga lainnya tetap menyerang Tan Ciu.
Karena itulah, ia menderita kerugian.
Tan Ciu terbelalak. Dengan jatuhnya Sin Hong Hiap
terbuktilah betapa hebat ilmu kepandaian wanita yang
bernama Thio Ai Kie ini.
Wajah Sin Hong Hiap terlihat sangat seram, bibirnya
meleleh darah, matanya disipitkan. hanya sebelah. Rasa
benci penasaran. sakit hati dan dendam bercampur menjadi
satu.
"Baik." Akhirnya ia berkata lemah. "Aku Sin Hong Hiap
menerima kekalahanku. Lain kali, aku akan balik kembali
mengadakan pembalasan."
Tubuhnya melesat ingin keluar dari pintu. Thio Ai Kie
lebih cepat, ia sudah menghadang kepergian si jago tua.
serta merta mengeluarkan bentakan.
"Tunggu dulu!"
"Apa lagi yang kau mau ?" Sin Hong Hiap mempentang
kedua matanya.
"Aku harus menahan kepergianmu." kata Thio Ai Kie.
"Bagus! Belum tentu aku dapat mati dibawah
tanganmu." Sin Hong Hiap telah menderita luka yang tidak
ringan, suaranya pun agak lemah.
"Aku tidak berniat membunuhmu." Berkata Thio Ai Kie.
"Maksudmu."
"Melarang kau meninggalkan rumah ini."
"Bagus. Aku harus menerjang keluar." Berkata Sin Hong
Hiap yang disertai gerakan tubuhnya.
Thio Ai Kie tidak berpeluk tangan, tangannya bergerakgerak,
menutup jalan si Pendekar Dewa Angin.
Beberapa kali Sin Hong Hiap menerjang, beberapa kali
pula ia tertahan.
Kecepatan Thio Ai Kie luar biasa. kini menggunakan jari
'Cret!' menotok jalan darah Sin Hong Hiap. Si jago tua itu
jatuh tubuhnya.
Tan Ciu sangat berterima kasih kepada wanita berrambut
panjang itu, bila tidak ada Thio Ai Kje yang membantu
dirinya, pasti ia terluka dibawah tangan Sin Hong Hiap.
Mungkin pula ia sudah mati saat ini.
"Atas bantuan cianpwe, aku Tan Ciu mengucapkan
terima kasih," Demikian berkata si pemuda.
"Aku benci kepada manusia-manusia congkak sebangsa
Sin Hong Hiap." berkata Thio Ai Kie.
"Bagaimana cianpwee hendak menempatkan dirinya?"
Bertanya Tan Ciu dengan jari tangan menunjuk kearah Sin
HongHiap yang jatuh tengkurap.
"Biarkan saja ia tidur ditempat itu. Setelah selesai kita
bercerita, akan kuusahakan, bagaimana harus
menyelesaikan dirinya."
Tan Ciu tidak mengusut terlalu panjang,
Thio Ai Kie berkata gemas.
"Bila bukan karena kedatangannya ceritaku sudah
selesai. Ia banyak mengganggu waktu kita. Eh. masih
bersediakah kau mendengarkan ceritaku?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Oh. kudengar kau hendak masuk kedalam Goa
Kematian?"
"Betul!"
"Apa maksudmu masuk kedalam gua itu?” Bertanya
Thio Ai Kie.
"Aku harus menolong dirinya." berkata Tan Ciu sambil
menunjuk kearah CangCeng Ceng.
Thio Ai Kie memandang gadis itu sebentar, kemudian
bertanya. "Lukanya berat?"
"Sangat berat."
"Mengapa harus masuk kedalam Gua Kematian?"
"Lukanya bukan luka biasa. Ia mendapat tekanan ilmu
Ie-hun Tay-hoat."
"Ie-hun Tay-hoat?" Bertanya Thio Ai Kie tersekut.
"Betul. Dikatakan orang. hanya Penghuni Gua Kematian
yang dapat menghilangkan tekanan ilmu Ie-hun Tay-hoat."
Thio Ai Kie menganggukkan kepalanya.
"Tidak dapat disangkal." Ia berkata. "Tapi. pernahkah
dengar tentang peraturan Gua Kematian?"
"Merusak alam pikiran orang yang memasukinya. Itukah
peraturannya ?"
"Betul. Dan setiap orang yang telah masuk kedalam Gua
Kematian, ia akan menjadi sinting linglung."
"Aku tahu." Berkata Tan Ciu. "Aku rela mengorbankan
diriku."
"Demi keberuntungannya bukan?" Thio Ai Kie
menunjuk kearah CangCeng Ceng,
Tan Ciu membenarkan pertanyaan itu.
Thio Ai Kie berkata kepada Tan Ciu.
"Cerita yang akan kukisahkan ada hubungannya dengan
Penghuni Guha Kematian itu,"
"Ooo..." Tan Ciu semakin tertarik.
"Namaku Thio Ai Kie,..." Wanita itu mulai bercerita.
"Dia Kho Liok." Tangannya menunjuk kearah peti mati
merah ditengah-tengah ruangan.
Tan Ciu mengerti, tentunya pemuda yang didalam peti
mati itulah yang dimaksudkan bernama Kho Liok.
"Kecuali kami berdua, tokoh ketiga adalah kakakku yang
bertama Thio Bie Kie." Meneruskan cerita Thio Ai Kie.
"Kami bertiga terlibat didalam kisah percintaan."
Tan Ciu sudah menduga akan hal itu, ia memasang
kuping lebih tajam.
Thio Ai Kie meneruskan ceritanya.
"Kakakku sangat sayang kepadaku. kami dibesarkan
bersama, tanpa ada kasih sayang orang tua, mereka telah
tiada. Kami hidup bersama beberapa saat dan berguru
kepada seorang nenek ahli silat yang bernama Kui Boh Cu.
Dikala aku genap berumur dua puluh tahun, tidak sedikit
pemuda-pemuda yang melamarnya, tapi semua lamaran itu
ditolak ia tidak mau meninggalkan diriku. aku dianggap
anak kecil, selalu membimbing diriku. Dikatakan olehnya,
sebelum aku mendapatkan jodohku, ia tidak akan menikah
dengan orang. Ia lebih suka diam dirumah, sedangkan aku
sering berkelana, dengan ilmu kepandaian yang kumiliki,
aku berhasil mendapatkan gelar Pendekar Wanita Berbaju
Hitam....."
Thio Ai Kie menghentikan ceritanya, ia bermuram durja,
tentunya sedang mengenang akan kejadian masa silamnya.
Tak lama Thio Ai Kie merenung, lalu meneruskan pula
ceritanya.
"Karena kebinalan aku itulah. aku berkenalan dengan
seorang pemuda yang bernama Kho Lok." sambung cerita
wanita itu, "Kami saling jatuh cinta. Orang-orang yang
mengiri pada cinta kami memberi tahu kepadaku. dikatakan
bahwa pemuda bernama Kho Liok inilah ahli wanita.
tukang mempermainkan wanita. penggoda wanita. Tapi
tidak kuterima kisikan-kisikan itu. Di sampingku. Kho Liok
sangat baik dan patuh. tidak mungkin seorang hidung
belang. kami sangat puas merantau kebeberapa tempat,
dibawah buaian asmara kami melupakan semua kedukaan
dunia."
"Dan kalian menikah?" Tan Ciu mengemukakan dugaan.
"Belum." Berkata Thio Ai Kie. "Desas-desus semakin
santer segera kutanyakan kepada dirinya. dari mana asal
desas desus itu. Ia menyangkal, dikatakan bahwa mereka
tak tahu menahu, kecuali aku, ia belum pernah jatuh cinta
kepada orang. Itu waktu aku meninggalkan kakakku, maka
ia tak tahu juga tak dapat meminta pendapatnya. Kata-kata
Kho Liok yang berkesan ialah, ia mengatakan telah
melakukan suatu kesalahan besar. Kutanyakan, kesalahan
apakah yang telah diperbuat? Ia tidak mau memberi
keterangan yang lebih jelas. Betul-betul aku sangat cinta
kepadanya.Maka urusan itu tidak kutarik panjang."
Tan Ciu mendengarkan cerita tersebut dengan penuh
perhatian.
"Pada suaru hari." Thio Ai Kie melanjutkan cerita,
"Kami bercakap-cakap tentang keluarga masing-masing.
kukatakan bahwa aku masih mempunyai seorang kakak
yang bernama Thio Bie Kie, wajahnya berubah. Dengan
acuh tak acuh ia mendengarkan cerita itu tanpa suara. Dan
dengan alasan sakit kepala ia berpisah. Itulah perpisahan
untuk jangka waktu yang lama, tanpa pamit lagi ia
meninggalkan diriku."
"Mungkinkah ada sesuatu yang menyangkut Thio Bie
Kie cianpwe?" Tan Ciu mengemukakan pendapat.
Thio Ai Kie menganggukkan kepala.
"Musuh Thio Bie Kie?" bertanya lagi Tan Ciu.
"Bukan."
"Mengapa ia lari tanpa pamit?"
"Dia adalah kekasih Thio Bie Kie."
"A a a a .... "
"Ia mengatakan, pernah melakukan suatu kesalahan,
itulah yang dimaksudkan. Sebelum kami berkenalan. Thio
Bie Kie telah berhubungan dengannya, itu waktu aku
sedang berkelana, maka tidak tahu hal tersebut. Bila aku
tahu adanya hubungan diantara mereka, tentu aku dapat
menghindari kisah percintaan."
"Kalian kakak dan adik sangat mengasihi, seharusnya
mudah diselesaikan, bukan?" Berkata Tan Ciu.
"Akupun memikirkan begitu, segera pulang dan kutemui,
Thio Bie Kie, kuceritakan semua kejadian, kuceritakan
tentang semua yang menyangkut Kho Liok. Thio Bie Kie
tidak mendengar habis semua kisahku tatkala mendengar
nama Kho Liok disebut, ia jatuh pingsan. . . . Aku bingung.
Cepat-cepat kusadarkan Thio Bie Kie. setelah ia sadar dari
pingsannya, dengan marah mencaci maki diriku, belum
pernah aku melihat ia marah besar seperti itu. Aku takut
sekali. Ternyata kisah percintaannya dengan Kho Liok
tidak sengaja, mereka telah melewati batas-batas
persahabatan. tanpa disengaja cinta kakakku kepada Kho
Liok hanya sepihak, sedangkan Kho Liok tidak cinta
padanya. Kisah mereka dimulai setelah Kho Liok terluka,
ia lari mendapatkan Thio Bie Kie. luka itu luar biasa,
dikelabui musuh sehingga menerima bisa racun yang jahat.
Thio Bie Kie berusaha menyembuhkan dirinya, didalam
keadaan setengah sadar, mereka telah mengadakan
hubungan yang melampaui batas, Setelah Pho Liok
sembuh. dikatakan ia harus menuntut balas. dan ia pergi...
Pergi untuk tidak kembali lagi. Thio Bie Kie merana, tapi
aku tidak diberi tahu tentang penderitaan itu. Aku
meninggalkan kakakku. kucari Kho Liok dibeberapa
tempat. akhirnya aku berhasil menemukannya. Kutegur
mengapa dia berani mempermainkan kami kakak beradik?
Dikatakannya ia tidak bermaksud mempermainkan kami,
orang yang dicintai adalah aku, sedangkan hubungan
dengan Thio Bie Kie dilakukan tanpa sadar, itu waktu bisa
racun belum semua keluar, ditambah dengan cinta Thio Bie
Kie kepada dirinya, maka terjadilah tragedi tersebut... Aku
cinta kepada Kho Liok tapi aku lebih cinta kepada kakakku.
Kuanjurkan kepadanya agar kembali kesamping Thio Bie
Kie, ia menolak. Kami bertengkar dengan hasil kesudahan
matinya dia dibawah tajamnya pedangku."
"Aaaa .." Tan Ciu mengerti akan duduknya perkara dari
hasil percintaan segitiga.
"Bukan maksudku untuk membunuh Kho Liok."
Meneruskan cerita Thio Ai Kie. Suaranya menjadi sember.
air matanya telah membasahi wajah setengah tua itu.
"Dengan sedih aku menggendong jenazahnya, kubawa
pulang dan kutemukan Thio Bie Kie kuceritakan segala
kejadian yang telah terbentang dihadapannya, kesalahan
tersebut tidak dapat diperbarui lagi."
"Thio Bie Kie cianpwee tidak dapat memaaffkan?"
Bertanya Tan Ciu.
"Dengan jatuh bangun dari pingsannya, ia menangis
sesambatan, mengapa aku berlaku ceroboh, membunuh
orang yang kami cintai? Dikatakan aku kejam, tidak mau ia
mempunyai seorang adik kejam, sifat-sifatnya berubah
hampir menjadi gila, kulihat perubahan pada wajahnya, aku
tinggalkan begitu saja. Mulai hari itu aku tinggalkan oleh
dua orang yang kukasihi, Kho Liok mati. Thio Bie Kie lari,
Untuk menebus dosaku, aku menetap disini, kukawani
jenazah Kho Liok sehingga hari ini."
"Tidak ada kabar beritakah dengan Thio Bie Kie
cianpwe?" Bertanya Tan Ciu.
"Dia adalah Penghuni Guha Kematian yang akan kau
kunjungi itu."
"Aaaaaa......"
"Sifatnya telah berubah, aku diancam dilarang memasuki
guhanya. setiap orang yang masuk kedalam guha tersebut
akan mengalami tekanan jiwa. otaknya dimiringkan,
mereka menjadi sinting dan linglung. ”
Thio Ai Kie selesai mengisahkan cerita tentang
percintaan dan sebab musabab dari keluarga mereka.
Selesai mengisahkan cerita lama, Thio Ai Kie berkata,
"Dapatkah kau membantu diriku."
"Akan boanpwe usahakan." Berkata Tan Ciu.
"Kukira tidak sulit untuk kau lakukan." Berkata Thio Ai
Kie. "Permintaanku tidak banyak. Apalagi mengingat kau
sedang menuju kearah Guha Kematian. lebih mudah lagi.
Tolong kau sampaikan rasa penyesalanku kepada Thio Bie
Kie.Mau tidaknya ia menerima rasa penyesalanku, terserah
kemudian hari."
Tan Ciu memberikan janjinya, ia menerima tugas
tersebut.
"Dan aku mempunyai lain permintaan." Berkata lagi
Thio Ai Kie.
"Katakanlah." Tan Ciu memandang wanita berambut
panjang itu.
"Tolong kau kebumikan jenazahnya." Thio Bie Kie
menunjuk kearah peti mati merah yang berisi mayat Kho
Liok.
Tan Ciu terbelalak.
"Bukankah ingin kau kawani terus menerus?" Ia tahu
betul akan hal itu, maka tidak segera melulusi permintaan
orang.
"Kini, pikiranku telah berubah." Berkata Thio Ai Kie.
"Kukira sulit." Berkata Tan Ciu. "Setelah kukebumikan
dirinya. Mungkin kau bongkar kembali, Kau akan
mengawani dirinya."
Thio Ai Kie menggeleng-gelengkan kepala.
Katanya tegas, "Aku tidak mengebumikan dirirya,
karena aku tidak tega. Tapi kau orang lain, kukira akan
dapat menolong diriku."
"Baiklah.” Tan Ciu tidak keberatan.
Pada hari berikutnya, didepan rumah kayu itu telah
bertambah satu makam baru itulah makam Kho Liok.
Tan Ciu menyaksikan Thio Ai Lie bersembahyang.
Beberapa saat kemudian, Thio Ai Kie bangkit, memandang
Tan Ciu seraya wanita itu berkata.
"Aku mengucapkan terima kasih kepadamu."
"Dengan senang hati. Aku melakukan pekerjaan ini."
Tan Ciu merendah.
Sebelum jenazah Kho Liok dikebumikan, Thio Ai Kie
pernah meminta mutiara Jit goat-cu, yang pada sebelumnya
berada dalam mulut jenazah Kho Liok. Kini, dari dalam
saku bajunya, ia mengeluarkan lagi mutiara tersebut
diserahkan kepada Tan Ciu dan berkata kepada si pemuda,
"Ambillah mutiara ini."
Tan Ciu mundur, dengan menggeleng-gelengkan kepada
menolak. "Tidak dapat kuterima hadiah pemberianmu."
"Kukira, kau akan membutuhkannya. Mutiara Cit goatcu
dapat menghilangkan semua bisa racun. dapat tahan
panasnya api dan dapat mengusir dinginnya es, sangat
mujijat untuk pengobatan-pengobatan. Aku tidak
membutuhkannya. Terimalah."
Setelah dipaksa. Tan Ciu menerima pemberian yang
sangat berharga itu.
"Terima kasih." Ia berkesan baik kepada Thio Ai Kie,
"Kau ingin menjumpai kakakku?" Bertanya Thio Ai Kie.
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Sudah berpikir masak-masak, akan akibat yang akan
kau derita?" tanya lagi Thio Ai Kie.
Lagi-lagi Tan Ciu menganggukkan kepala. "Hanya jalan
ini yang dapat kutempuh untuk menolong Cang Ceng Ceng
dari kesengsaraan."
"Tapi. kau akan menggantikan dirinya. kau akan lebih
sengsara."
”Sudah boanpwe pikirkan masak masak."
"Kudoakan saja kau berhasil." Berkata Thio Ai Kie.
"Terima kasih." Berkata Tan Ciu.
"Kau tahu dimana letak Guha Kematian?" Bertanya lagi
Thio Ai Kie.
"Boanpwe membutuhkan keterangan yang lebih jelas.
Tentunya cianpwe tidak keberatan untuk memberi tahu,
bukan?"
Thio Ai Kie memberi tahu letak tempat Guha Kematian.
Membawa Cang Ceng Ceng. Tan Ciu mengambil
berpisah dengan wanita itu mereka harus melanjutkan
perjalanan. kearah Guha Kematian.
Dengan adanya petunjuk Thio Ai Kie, secara mudah
Tan Ciu berhasil menemukan Guha Kematian.
Disuatu lereng lembah, pada bawah tebing curam yang
sangat tinggi, terdapat sebuah guha dengan tulisan 'GUHA
KEMATIAN'.
Tak gentar dengan menggendong tubuh Cang Ceng
Ceng. Tan Ciu memasuki guha tersebut.
Guha tersebut tidak terjaga, sangat gelap, jauh
didepannya, baru terlihat titik terang. Hal itupun
menandakan betapa panjang dari isi Goba Kematian.
Berjalan setengah bagian, tiba-tiba terdengar ada suara
yang membentak.
"Berhenti." Datangnya suara dari lorong gelap lain,
ternyata Guha Kematian mempunyai cabang.
Tan Ciu menghentikan langkahnya.
Terdengar lagi suara itu berkata. "Dengan maksud apa
kau berada ditempat ini?"
Itulah suara seorang wanita.
Tan Ciu memberikan jawaban, "Boanpwe harus
menyembuhkan seseorang."
"Kau tahu bahwa kau telah memasuki Guha Kematian."
"Boanpwe tahu." jawab Tan Ciu tenang.
"Dengan tentang peraturan Guha Kematian?"
"Cukup paham."
Suara wanita itu terhenti sebentar, kemudian berkata.
"Kuanjurkan kepadamu ada lebih baik untuk kembali.
Segeralah keluar dari guha ini."
Tan Ciu tidak takut kepada gertakkan itu. "Dengan
siapakah boanpwe berhadapan?"
"Seharusnya kau tahu." Berkata suara itu.
"Penghuni Guha Kematian ?"
"Heemm . . ."
"Boanpwe ada urusan, maka boanpwe tidak akan keluar
guha sebelumurusan itu berhasil."
"Berpikirlah lagi, apa akibatnya, bila seseorang berani
masuk kedalam Guha Kematian?"
"Sudah boanpwe pikirkan. dapatkah bertemu muka?"
"Aku tidak bersedia menemui orang."
"Bounpwe mohon dengan sangat."
"Permohonan itu kutolak."
"Kawan wanitaku sangat membutuhkan pertolongan."
"Itu urusanmu. Bukan urusanku." Berkata penghuni
Guha Kematian ketus.
"Dia segera mati."
"Sudah kukatakan, bukan urusanku."
"Tapi. . ."
"Tanpa tapi. Lekas kau keluar."
"Aku telah berada ditempat ini. Mengapa harus keluar
lagi?"
"Ingin mencari kematian ?"
"Ha. ha . . . ."
"Apa yang kau tertawakan ?"
"Kukira kau bukan Penghuni guha Kematian."
”Mengapa kau mempunyai pikiran seperti itu ?"
"Tidak cocok dengan apa yang digambarkan orang,"
"Apa yang orang gambarkan tentang diriku?" Suara
wanita didalam lorong guha gelap itu tergetar agaknya ingin
tahu, apa yang dunia luar ceritakan tentang keadan guha
Kematiannya.
"Kau Thio Bie Kie?" Bertanya Tan Ciu.
"Eh....." Disebutnya nama Thio Bie Kie sangat
mengejutkan.
"Mengapa tidak menjawab?” Tegur lagi si pemuda.
"Bagaimana kau tahu, ada orang bernama Thio Bie Kie?"
Suara itu semakin bergetar. didalam dunia persilatan,
siapakah yang mengetahui bahwa Penghuni Guha
Kematian bernama Thio Bie Kie?
Dan Tan Ciu dapat menyebut nama itu. Suatu hal yang
mengejutkan orang yang bersangkutan.
"Ingin tahu?" Berkata lagi Tan Ciu berada diatas angin.
"Katakan. dari mana kau tahu nama itu?" Bentak suara
yang belum terlihat.
"Akan kuberi tahu kepadamu. setelah kita bertema
muka, secara tuan rumah dan seorang tamu. Bukan seperti
keadaan ini, didalam keadaan gelap gulita."
"Aku tidak bersedia menerima tamu," itulah suara
wanita didalam Guha Kematian. "Kau kira setelah
menyebut nama Thio Bie Kie, aku dapat menerima
kedatanganmu, kau mengimpi."
Tan Ciu mengasah otak. Bagaimana ia dapat menemui
orang ini? Kecuali menggunakan tipu saja.
"Aku menemukan seseorang . . ," Ia ingin menggunakan
kelemahan Tho Bie Kie.
"Siapa yang telah kau temukan?" Bertanya suara wanita
didalam kegelapan itu,
"Seorang yang bernama Kho Liok," Berkata Tan Ciu
sambil menunggu reaksi orang.
Suara penghuni Guha Kematian tidak terkejut, terdengar
ia membentak,
"Kemudian!".
"Kho Liok menceritakan tentang keadaan dirimu."
Berbohong Tan Ciu, Ia menduga sedang berhadapan
dengan Thio Bie Kie.
"Tidak mungkin. Suara wanita itu berteriak, "Kho Liok
sudah tidak ada!"
"Kau salah." Berkata Tan Ciu. "Sungguh2 aku telah
melihat Kho Liok."
Wajah jenazah Kho Liok yang Tan Ciu maksudkan.
Tapi ia tidak menyebut dengan jelas sengaja memancing
keluar lawan.
"Kau menemuinya didalam impian." Berkata penghuni
guha Kematian itu.
"Sungguh." Berkata Tan Ciu dengar suara pasti.
"Dimana?"
"Didalam sebuah rumah kayu." Lagi-lagi Tan Ciu main
lidah, entah rumah kayu yang mana yang dimaksudkan
olehnya, mungkin rumah kayu Thio Ai Kie. mungkin juga
rumah kayu didalam liang kubur Kho Liok.
Suara wanita itu berteriak. "Tidak mungkin . . . Ooooo . .
.!!"
Dengan kepintaran otaknya, ia maklum bahwa dirinya
sedang ditipu mentah-mentah dengan tenang ia berkata.
"Aku mengerti . . . Kau sedang menggunakan akal untuk
memancing diriku keluar menemuimu. bukan? Putuskanlah
harapanmu ini. Semua itu tidak dapat mengelabui diriku."
"Tidak percaya? Aku adalah murid Kho Liok.” Semakin
lama Tan Ciu semakin mengelindur jauh.
"Ha. ha .. siapa namamu ?"
"Tan Ciu."
"Apa ?! . . . Tan Ciu ?! . ."
Dari lagu suara orang yang tersentak dan terputus hati
Tan Ciu hampir mencelat. Agaknya orang itu pernah
mendengar dirinya, maka sangat terkejut.
Dikala orang tersebut mendengar nama Thio Bie Kie
disebut, ia terkejut!
Mendengar nama Tan Ciu disebut, ia lebih terkejut lagi.
= oooOdwOooo =
Wanita yang berada didalam Guha Kematian terkejut
karena Tan Ciu menyebut namanya. itulah tidak masuk
diakal, karena jarang sekali orang yang mengetahui dirinya
telah menjadi penghuni Guha Kematian.
Tan Ciu menyebut nama dirinya dan wanita didalam
guha gelap itupun lebih terkejut, ini agak tidak mudah
dimengerti. Apakah yang dikejutkan olehnya ?
"Hei...." Tan Ciu berteriak. "Kenalkah kepadaku?"
"Uh... Uh... mengapa harus kenal kepadamu?" Suara itu
memberikan jawaban yang samar-samar.
"Mengapa kau terkejut ?"
"Aku terkejut? Heh.... Nama Tan Ciu ini pernah
kudengar."
"Siapa orang itu? Siapa yang memberi tahu namaku ?"
"Orang yang pernah masuk kedalam Guha Kematian.
Kau putra Tan Kiam Lam bukan? Tidak perduli putra
siapa. ada lebih baik bila kau bersedia meninggalkan guha."
"Bila tidak? Kau akan membunuh?"
"Aku belum pernah membunuh orang."
"Hanya memiringkan otak orang," Berkata Tan Ciu.
"Itupun lebih kejamdari pada pembunuhan."
"Hee, he. he . , . Kau pintar."
"Aku bersedia menanggung segala resiko, setelah kau
menyembuhkan penyakit kawan wanitaku ini."
"Tidak mungkin."
"Tolonglah." Tan Ciu mulai memohon.
"Dengarlah kata-kata peringatanku, segera kau
meninggalkan Guha Kematian."
"Tidak . , . Ti . . .dak . ." Tan Ciu menjadi kalap, ia
menerjang masuk.
Terdengar berkesiurnya angin, satu serangan menyerang
pemuda itu.
Tan Ciu mengadakan tangkisan. datang lagi lain
serangan, bertubi-tubi. didalam keadaan gelap gulita. Tan
Ciu berdaya. tiba-tiba dirasakan kepalanya berat ada jari
yang menotok dirinya, matanya terkatup tububhnya roboh,
ia jatuh pingsan.
Keadaan masih tetap gelap . . . . .
Satu bayangan menenteng Tan Ciu dengan lain tangan
membawa tubuh Cang Ceng Ceng. Bayangan inilah yang
berdebat sekian lama diperut guha tadi.
Kemanakah Tan Ciu dibawa? Bayangan itu sangat
langsing, dengan menenteng dua tubuh. ia dapat bergerak
dengan leluasa, keadaan didalam guha sangat apal sekali.
Dengan menekan satu tombol. lalu guha terbuka, berbeda
dengan keadaan guha yang semula, guha ini sangat terang,
Wajah wanita yang Tan Ciu kira sebagai Panghuni Guha
Kematian ini telah terpetang jelas. Ia belum tua, sangat
muda, terlalu muda. Tan Ciu telah jatuh pingsan. maka
tidak dapat menyebut nama si gadis. bila Tan Ciu melihat
pasti ia terkejut, inilah si Ular Golis dari eks perkumpulan
Ang mo kauw.
Ang-mo kauw berarti perkumpulan Iblis Merah.
Perkumpulan yang dibangun dan akhirnya jatuh
dibawah tangan Sim In. Dia bukan Thio Bie Kie? Bukan.
Dia adalah murid Thio Bie Kie. Si Ular Golis yang pernah
Tan Ciu temukan di perkumpulan Ang mo kauw.
Kini mudah dimengerti, tatkala ia mendengar nama Tan
Ciu, ia sangat terkejut. Itulah pemuda yang pernah
menolong dirinya. Tidak dapat ia membiarkan pemuda
tersebut rusak dibawah tangan gurunya.
Ular Golis adalah murid Penghuni Guha Kematian Thio
Bie Kie,
Membawa Tan Ciu dan Cang Ceng Ceng, si Ular Golis
memasuki sebuah ruangan yan terang benderang, didalam
ruangan itu berduduk seorang wanita berbaju hitam. itulah
penghuni Guna Kematian Thio Bie Kie, orang menjadi
guru si Ular Golis.
"Ada orang masuk kedalam Guha Kematian?" Bertanya
Thio Bie Kie.
"Betul."
"Eh. mengapa kau membawa kemari ?"
"Dia ada urusan dan ingin bertemu dengan suhu."
”Mengapa tidak merusak pikiran otaknya?" Thio Bi Kie
mengadakan teguran.
"Suhu . .. Dia.. . dia mengetahui namamu."
"Oooo..."
"Dikatakan lagi, dia adalah murid Kho Liok cianpwe,"
"Aaaa....!" Thio Bie Kie berteriak. Badannya gemetaran.
"Tidak mungkin. Tidak mungkin .. !" Dan akhirnya ia
berhasil menguasai keterangan hati. "Tidak mungkin!!
Telah tiga puluh tahun ia mati. . ."
"Dari mana ia tahu nama itu?"
"Tentunya telah bertemu dengan Thio Ai Khie." Thio
Bie Kie mengeluarkan dugaan.
"Dia menggendong seorang gadis yang tidak sadarkan
diri, dikatakan membutuhkan pertolonganmu."
"Membawa seorang gadis yang terluka? Beratkah luka
gadis itu."
"Sangat berat sekali."
"Yang gadis boleh kita terima. Dan setiap laki-laki
adalah manusia kurang ajar, pemuda inipun tidak
terkecuali, geser saja otaknya. Beres."
"Suhu . . ."
"Mengapa?"
"Boleh aku mengajukan permohonan untuknya?" Ular
Golis ingin membalas budi yang Tan Ciu lepas kepadanya.
Manakala Thio Bie Kie mengabulkan permintaan itu, ia
luput dari kematian.
"Aku heran, mengapa kau tidak melakukan tugasmu
dengan baik, ternyata ada sedikit cerita dibalik batu."
Berkata Thio Bie Kie.
"Suhu pada satu tahun yang lalu, dialah yang
menyelamatkan jiwaku dari kematian." Ular Gelis memberi
penjelasan.
"Mungkinkah aku tidak pernah menyelamatkan jiwamu
dari kematian?" Bertanya Penghuni Guha Kematian itu.
"Suhu . ."
"Hm. . . Aku dapat menduga, siapa adanya pemuda ini.
Dia adalah orang yang bernama Tan Ciu itu, bukan ?"
"Betul."
"Cintakah kau kepadanya."
Ular Golis menundukan kepala. Sangat rendah kebawah.
Penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie berkata dengan
suara dingin. "Apa dia juga cinta kepalamu?"
"Dia tidak tahu, apa yang terkandung didalam hatiku."
Berkata Ular Golis lemah.
"Lupakah kepada ceritaku? Aku menjadi korban dari
korban perasaanku. Laki-laki tidak boleh dipercaya. Dan
dia akan merusak hidupmu."
"Suhu . ."
"Kau sungguh mengecewakanku."
"Suhu, maafkan muridmu yang tidak dapat melakukan
tugas ini. Suhu bersedia memberi pengampunan ?"
Thio Bie Kie memandang Tan Ciu karena hubungannya
dengan Kho Liok, ia membenci setiap lelaki, termasuk juga
Tan Ciu.
Matanya beralih kearah Cang CengCeng, dan ia berkata,
"Siapa gadis itu ?"
Ular Golis memberikan jawaban. "Dikatakan kawan
wanitanya ?"
"Hm... Laki-laki yang seperti ini tidak patut dibiarkan
hidup segar, pandai mengambil hati Wanita, tukang
memikat hati wanita."
Dengan sinar mata penuh kebencian. ia menggangkat
tangannya.
Ular Golis sangat paham akan sifat-sifat yang dimiliki
sang guru, ia berteriak.
"M i n g g i r !"
Ular Golis menubruk baju, bertiarap diatas tubuh Tan
Ciu dan sesambatan, "Suhu, bunuhlah aku dahulu."
Thio Bie Kie menatap wajah sang muridnya, wajahnya
yang galak telah berubah menjadi lemah. ia menurunkan
tangannya,
"Oh... Cintamu salah tempat."
Ular Golis menatap wajah guru itu.
"Suhu bersedia mengampuni jiwanya?" Ia meminta
kepastian.
"Bukalah totokannya." Thio Bie Kie memberi perintah.
Ular Golis melihat perobahan wajah guru itu. segera ia
tahu bahwa jiwa Tan Ciu dapat ditolong. dengan beberapa
totokan, ia menghidupkan jalan darah si pemuda yang
disumbat.
Tan Ciu menggeliat bangun, terkenang akan kejadian
yang belum lama dialami, sangkanya sudah mati, segera ia
bergumam.
"Mungkinkah aku belum mati ?"
Terdergar suatu suara menyahuti.
"Bila tidak ada muridku yang mengajukan permohonan,
tentunya kau telah mati."
Tan Ciu memandang kearah datangnya suara itu. sinar
penerangan terang mempetakan gambar seorang wanita.
"Kau . .?" Ia tidak kenal kepada Penghuni Guha
Kematian.
"Aku adalah Penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie."
"A a a a . .."
Per-lahan2 Tan Ciu memperhatikan isi guha itu,
matanya tertumbuk dengan sepasang mata si Ular Golis,
lagi2 ia berteriak,
"Aaa...!" ia berteriak.
"Masih kenal denganku?"Ular Golis tertawa getir.
"Ular Golis?"
Hal ini berada diluar dugaan Tan Ciu, bagaimana Ular
Golis dapat berada didalam Guha Kematian.
"Betul." Gadis itu menganggukkan kepalanya,
Tan Ciu sedang ber-pikir2 didalam perkumpulan Angmo-
kauw Ular Golis telah menyerahkan obat Seng-hiathoan-
hun-tan mungkin ada hubungan dengan Thio Bie Kie?
"Bagaimana kau berada ditempat ini?" ia ingin
mengetahui duduk kejadian.
"Aku yang menolong dirinya," Berkata Penghuni Goha
Kematian Thio Bie kie.
Ular Golis adalah anggota Ang mo-kauw, setelah Sim-in
mati dengan sendirinya perkumpulan itu membubarkan
diri. Hari ini si gadis telah menjadi anak buah Guha
Kematian.
Terdengar lagi Thio Bie Kie berkata. "Berani kau masuk
kedalam Guha Kematian. Nyalimu sungguh besar, he?"
"Ingin merusak otak pikiranku?" Bertanya Tan Ciu.
"Inilah peraturan kami." Berkata Penghuni Guha
Kematian Thio Bie Kie.
Tan Ciu tidak gentar. dengan tenang berkata,
"Aku berani masuk kemari. Hal ini sudah
kuperhitungkan. Kawan wanitaku ini terkena oleh
pengaruh ilmu Ie-hun Tay-hoat, tolonglah kau memberi
kebebasan."
"Akan kuusahakan." Berkata Thio Bie Kie.
"Terima kasih. Kini aku menyerahkan diri." Berkata Tan
Ciu.
"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan kepadamu" Berkata
lagi Penghuni Guha Kematian. "Tentunya, kau telah
berhasil bertemu dengan Thio Ai Kie ?"
"Ia tinggal tidak jauh dari sini." Jawab Tan Ciu.
"Apa yang diceritakan kepadamu?"
"Kulihat kau telah salah paham. Kehidupannya jauh
lebih menderita darimu. Ia sangat sengsara, penderitaan
batin itu sukar dilenyapkan,Maksudku . .."
"Cukup." Bentak Thio Bie Kie. "Aku tidak mau
mendengar cerita ini."
Walaupun demikian. Karena Thio Ai Kie itu adalah
satu2nya adik kandung. satu-satunya orang yang paling
dicintai. perasaannya tidak lepas dari getaran kalbu. terlihat
jelas dari gerak geriknya yang berlainan.
"Bila kau tidak bersedia mendengar cerita aku tidak akan
memaksa kau memasang kuping." Berkata Tan Ciu.
"Kalian, kaum laki-laki adalah kaum penipu." Berkata
Thio Bie Kie penuh derita.
"Tidak ada seorang yang pernah kutipu," Berkata Tan
Ciu.
"Bagaimana hubunganmu dengan muridku?" Bertanya
Penghuni Guha Kematian itu.
Tan Ciu memandang si Ular Golis.
"Dia cinta padamu." Berkata Thio Bie Kie.
"Oh . . ." Diluar dugaan Tan Ciu. Ia sangat terkejut.
"Bila bukan dia yang memohon pengampunan tidak
mungkin Kau dapat mempertahankan kesegaran otakmu."
Tan Ciu tertegun. Tidak disangka bahwa gadis itu jatuh
cinta pada dirinya.
Penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie berkata dengan
sungguh-sungguh. "Jalan yang terbentang dihadapanmu
hanya ada dua jurusan."
Tan Ciu memandang wanita itu. "Katakanlah."
"Jalan pertama, aku dapat memberi ampun kepadamu,
dangan syarat harus menikah dengan muridku."
"A a a a a . . .!" Tan Ciu berteriak kaget. Tidak pernah
disangka. dirinya akan dijodohkan dengan Ular Golis.
Hal ini sulit untuk diterima. Memandang wanita tua itu.
dengan menggoyangkan kepala ia berkata.
"Permintaan Cianpwe menyulitkan orang."
Thio Bie kie memancarkan sinar mata penasaran.
"Kau menolak."
"Boanpwe menolak."
Disamping mereka, si Ular Golis Sauw-tin
menundukkan kepala. jawaban itu sudah berada didalam
perhitungan dirinya.
Thio Bie Kie membentak. "Mengapa? Martabat muridku
tidak dapat mengimbangimu?"
"Jodoh seseorang tidak dapat ditentukan dari seimbang
atau tidak seimbang martabat-martabat mereka." Tan Ciu
menemukan alasan.
"Mengapa kau menolak mengawini muridku?" Bertanya
lagi Thio Bie Kie.
"Bila aku berniat mengawini dirinya. aku dapat bicara
langsung dengannya. Tanpa adanya paksaan orang ketiga."
"Maksudmu aku tidak boleh memaksa."
"Kira-kira demikian."
"Bagus! Berani kau menentang diriku?" Thio Bie Kie
tidak puas.
"Cinta bukanlah sesuatu yang boleh diperintah oleh
seseorang," Tan Ciu tidak gentar kepada Penghuni Guha
Kematian.
Thio Bie Kie memperhatikan wajah si pemuda terlalu
berani, sangat menantang. berambekan besar, bertabiat
keras, sangat luar biasa! Kesan kepada Tan Ciu menjadi
baik.
Teringat kepada cintanya yang mengalami kegagalan,
mungkinkah jodohnya dengan Kho Liok dapat diperintah
oleh seseorang. Kenangan lama membuat Thio Bie Kie
melamun.
Tan Ciu sangat puas dan ia berkata. "Bagaimana dengan
jalan kedua?"
Thio Bie Kie mengangkat pundak, ia berkata singkat.
Sangat singkat, hanya satu patah kata.
"K e m a t i a n !"
Tan Ciu melototkan matanya. Ia masih muda tentu tidak
ingin memilih jalan kematian.
Thio Bie Kie berkata.
"Hanya dua jalan yang akan kusebutkanlah yang
terbentang dihadapan dirimu."
Tan Ciu bungkam, menerima jalan yang telah ditentukan
orang. ia tidak mau. Menentang petunjuk itu, berarti
mempercepat riwayat hidupnya.
Ular Golis Siauw Tin membuka mulut. "Suhu ..."
"Jangan kau turut bicara!" Thio Bie Kie membentak
murid itu.
Ular Golis bungkam.
Thio Bie Kie memperhatikan Tan Ciu dan membentak
pemuda itu.
"Lekas kau pilih dua jalan itu!"
"Tidak ada jalan ketiga?"
"Tanpa jalan lain."
"Apa boleh buat aku harus memilih jalan yang kau sebut
belakangan." Berkata Tan Ciu.
Suatu hal yang berada diluar dugaan Thio Bie Kie. Ia
menyediakan dua jalan kepada pemuda itu. satu adalah
jalan kematian, dan satu lainnya tersedia gadis cantik, jalan
kebahagiaan. Dengan alasan apa, Tan Ciu menolak
kesenangan memilih kematian ?
Mungkinkah si pemuda tidak takut mati? Tidak
mungkin. Semua orang akan berusaha menghindari diri
dari kematian, menjauhi kematian. termasuk juga pemuda
yang berada didepannya.
Penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie mengeluarkan
suara gerengan, kini mengangkat tangannya, bertindak
maju mendekati pemuda itu.
Ular Golis menjadi kaget, ia berteriak. "Suhu . .!"
"Tutup mulut." Bentak wanita itu. "Pergi kau menyingkir
jauh-jauh."
Ular Golis sudah membuka mulut. maksud ingin
memohon lagi. dibentak seperti itu. hatinya menjadi ciut,
ketahui jelas. segala langkah sang guru sangatlah keras,
tidak boleh diganggu.
Thio Bie Kie telah maju satu tapak.
Tiba-tiba Tan Ciu berteriak.
Wajah Thio Bie Kie menjadi terang. Dengan puas ia
berkata.
"Bersedia menerima tawaranku?"
"Tidak." Berkata Tan Ciu.
"Apa lagi yang ingin kau kemukakan?" Bertanya wanita
itu. Ia mengerutkan alis.
"Sebelum aku mati, ada beberapa patah kata yang ingin
kukatakan. pesan ini kutujukan kepada muridmu."
O00de-^-wi00O
Jilid16
IA menunjuk kearah Ular Golis.
Gadis itu telah basah dengan air mata, cepat-cepat ia
berkata. "Apa yang ingin kau katakan ?"
Tan Ciu berkata.
"Aku mendapat pesan dari Thio Ai Kie cianpwe untuk
menyampaikan rasa penyesalannya kepada gurumu. Aku
tidak berhasil, kini jiwaku sudah berada diambang pintu
kematian, tugas ini kuserahkan kepadamu . . ."
"Akan kuusahakan." Berkata Ular Golis Siauw-tin,
sikapnya sangat sedih.
"Permintaanku yang kedua ialah, tolong kau sampaikan
khabar kematianku kepada seorang kakek bungkuk yang
bernama Kui Tho Cu. dia berada didalam Benteng
Penggantungan.”
Ular Golis menganggukkan kepalanya, ia menyanggupi
tugas itu.
"Dan dari Kui Tho Cu itu, kau dapat mengetahui orang
yang harus kubunuh tolong wakilkan diriku membunuh
orang itu. Bersediakah?"
Sekali lagi Ular Golis menganggukkan kepala.
"Terima kasih." Tan Ciu mengakhiri percakapan itu.
Kini ia menghadapi Thio Bie Kie, menyerahkan diri
kepada Penghuni Guha kematian.
"Bunuhlah." ia berkata.
Atas sikap si pemuda yang sangat berani, Thio Bie Kie
harus menaruh salut, walaupun demikian, ia harus
mempertahankan gengsinya. ialah dikatakan ingin
memburuh pemuda itu dan kata-kata ini harus
dilaksanakan, tangannya diangkat lagi.
Tan Ciu mengerti, hal ini tidak dapat dielakkan. ada
baiknya ia bersikap Kesatria.Mati tanpa keluhan suara.
Manakala Thio Bie Kie hendak menurunkan tangan
maut, tiba-tiba wajahnya berkerut. matanya berpaling
kearah pintu guha seolah-olah terdengar sesuatu hendak
melihat sesuatu yang belum diketahui.
Tan Ciu memandang segala perubahan itu dengan rada
berkesiap.
Ular Golis Siauw Tin berteriak. "Suhu, ada orang
datang."
Thio Bie Kie menganggukkan kepala. ia berkata pada
sang murid. "Jaga baik-baik orang ini."
Tubuhnya melesat, meninggalkan mereka.
Datangnya orang itu disaat yang tepat. Tan Ciu terhindar
dari kematian.
Ular Golis mendekati pemuda itu, ia memanggil
perlahan.
"Tan Ciu, sangat menyesal. aku tak dapat berbuat
sesuatu, guruku terlalu keras serta berkepala batu, sulit
untuk berdebat dengannja,"
"Aku tahu." Berkata Tan Ciu tertawa getir.
"Eh, bagaimanakah harus memanggilmu?"
"Namaku Siauw Tin. panggil saja dengan nama sebutan
itu."
"Siauw Tin, bukan maksudku memandang rendah atau
menghina dirimu, penolakanku atas usul gurumu yang
ingin memaksakan perjodohan kita berdasarkan
kenyataan."
"Seharusnya kau menerima tawaran itu." Berkata Siauw
Tin.
Hati Tan Ciu tergetar.
"Mengikat tali hubungan suami isteri denganmu?
Mungkinkah kau bersedia?"
"Aku tidak keberatan. Dimisalkan kau tidak cinta
padaku, akupun tidak memaksa. Jalan yang terbaik ialah
turuti dahulu segala kemauan guruku, setelah itu
dikemudian hari kita dapat menentukan hidup sendiri,
boleh kita berpisah lagi setelah kita keluar dari Guha
Kematian kau bebas memilih gadis lain sebagai isteri yang
sah."
"Aku tidak dapat menodai namamu."
"Turutlah nasehatku, maka kau dapat bebas dari
kematian. Aku berjanji, aku tidak akan mengikat
kebebasanmu untuk memilih istri."
"Kau sudah berpikir tentang segala akibat dari langkah
ini ?"
"Berpikirlah kepada keselamatan jiwamu."
"Aku berteiima kasih kepada pengorbananmu."
"Kau bersedia menerima usulku?"
"Baiklah."
"Aku berjanji, aku tidak mengekang kau memilih istri."
Cerita diatas adalah cerita didalam Guha Kematian.
Diluar Guha kematian, satu bayangan muncul cepat
memasuki guha gelap itu. Thio Bie Kie memapaki
datangnya bayangan itu, ia membertak,
"Siapa!"
Bayangan itu berhenti, dengan suara penuh derita
memanggil.
"Cie cie. . . ."
Dia adalah penghuni rumah kayu, wanita berambut
panjang Thio Ai Kie, adik dari penghuni Guha Kematian.
Thio Bie Kia berhenti dengan ketus ia berkata. "Siapa
yang kau panggil? Aku tidak kenal kepadamu."
"Ciecie. lupakah kepala suara adikmu?" Bertanya Thio
Ai Kie sedih. "Tidak dapatkah kau memaafkan kesalahanku
?"
"Aku tidak mempunyai adik." Berkata Thio Bie Kie
dingin.
"Ciecie. aku mohon pengampunan."
"Cukup."
"Ciecie."
"Sekali lagi kuperingatkan kepadamu, jangan sekali-kali
kau memasuki tempat ini lagi. Lekas keluar!"
"Ciecie. . ."
"Segera kubunuh dirimu. Tahu?"
"Kau tidak dapat memaafkan kesalahanku."
"Lekas kau pergi." Penghuni Guha Kematian Thio Bie
Kie mengusir adik itu.
"Baik kau tidak dapat memberikan pengampunan,
kedatanganku ini ada maksud tujuan lain, kuharap kau
tidak mengganggu Tan Ciu."
"Hmm .... Tan Ciu? .. . Segera akan kubunuh pemuda
itu."
"Aku memohon keikhlasan hatimu."
"Aku bukan seorang pemurah."
Thio Ai Kie putus harapan. Timbul rasa kecewanya.
Tiba-tiba ia menjadi panas hati, dengan kemarahan yang
meluap-luap, ia berkata.
"Kau kejam?"
Thio Bie Kie mengeluarkan suara dari hidung.
"Hanya karena seorang laki-laki, kau menjadikan dirimu
sebagai manusia aneh, kau merusak diri sendiri. Kau telah
merusak penghidupan tenang."
"Kau adalah biang keladi kekacauan." Berkata Thio Bie
Kie. "Kau telah membunuh dirinya."
"Aku sangat menyesal." Berkata Thio Bie Kie. "ia yang
segala sesuatu telah terjadi. apa yang dapat kulakukan?
Kecuali beruraha mengenang kesalahan itu? Tidak seperti
dirimu mengerusak diri sendiri, mengerusak diri orang.
Selama ini, berapa banyakkah orang yang telah kau rusak,
apakah yang kau dapat dari hasil perbuatanmu itu ?"
"Kepuasan."
"Aku telah melakukan suatu kesalahan tanpa disengaja.
Tapi kau melakukan kesalahan2 yang kau ketahui, betapa
jahatnya perbuatanmu itu."
"Tutup mulutmu."
"Aku salah. Kau juga salah. Aku berusaha membenarkan
kesalahanku. mengapa kau kukuh menyiksa diri sendiri?"
"Huh. ingin memberi nasehat kepadaku."
"Betul. Hari ini aku ada niatan untuk memberi nasehat
kepadamu."
"Bagus! Kau sudah berani. hee?"
Wajah Thio Bie Kie membawakan sikap pembunuhan.
Ia harus membunuh adik perempuan ini. Disertai dengan
bentakannya, ia telah menyerang Thio Ai Kie.
Serangan itu mengandung kekuatan yang memecah
gunung membelah laut. latihan tenaga dalam sipenghuni
Guha Kematian memang luar biasa.
Thio Ai Kie dipaksa mengadakan perlawanan, ia
berkata. "Ciecie, kau terlalu sekali."
Pertama kali Thio Ai Kie mengunjungi Guha Kematian,
hampir ia mati dibunuh tangan kejam itu, Itu waktu. ia
tidak mengadakan perlawanan, rasa penyesalan yang tak
terhingga telah memasrahkan dirinya. Kini ia mengerti,
orang yang sudah mati tidak dapat dibangkitkan kembali.
dan ia harus menolong orang yang belum mati. Tan Ciu
tentu berada didalam bahaya.
Kakak beradik itu mempunyai ilmu silat yang tinggi,
begitu bergerak, sulit untuk membedakan kedua bayangan,
mereka gesit, mereka cepat, saling serang dan saling
bertahan. Masing-masing harus mempertahankan diri
mereka.
Drama baru yang akan mengotori sejarah dunia, dua
saudara sedaging bertanding, disamping mereka adalah
jurang maut, siapa lengah pasti binasa, mati ditangan
saudara sendiri!
Dalam sekejap mata, masing-masing telah mengeluarkan
lima kali serangan.
Dua wanita bergebrak didalam mulut Guha Kematian,
mereka adalah sepasang perdedar kakak beradik Thio Ai
Kie dan Thio Bie Kie.
Sepuluh jurus lagi telah dilewatkan. Belum ada tandatanda
akan berakhirnya pertandingan itu. yang satu gesit
yang satu lincah. yang satu lihay dan yang lainnya kosen,
ilmu kepandaian mereka adalah hasil didikan seorang guru.
Masing-masing dapat mengetahui. tipu-tipu bagaimana
yang akan dilontarkan oleh lawannya.
Dua bayangan menyusuri Guha Kematian, mereka
keluar dari dalam menuju kearah dua orang yang sedang
berkutet seru itu.
Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie mengirim satu pukulan,
setelah itu mereka terpisah. Dua pasang mata menuju
kearah dua bayangan yang keluar dari dalam perut guha itu,
Mereka adalah Tan Ciu dan Siauw Tin.
Thio Bie Kie memandang Siauw Tin. sikapnya sangat
marah, "Mengapa kau mengijinkan dia meninggalkan
tempat?" Demikianlah kira-kira teguran guru tersebut
kepala sang murid yang ditugaskan menjaga Tan Ciu.
Thio Ai Kie memandang Tao Ciu, ia girang melihat
keselamatan sipemuda yang belum terganggu.
Tan Ciu segera mengenali kepada penghuni rumah kayu
berambut panjang itu, ia menunjukan hormatnya,
"Cianpwe. ."
Thio Ai Kie membalas dengan satu anggukkan kepala.
"Bagaimana kalian bergebrak tangan?" Berkata Tan Ciu
kepada kedua wanita itu.
"Jangan kau turut campur urusan ini." Berkata Thio Bie
Kie.
Thio Ai Kie berkata.
"Ia ingin membunuh diriku. Apa boleh buat. Aku harus
melayaninya."
"Kalian adalah adik dan kakak, seharusnya. . ." Tan Ciu
ada maksud untuk menjadi juru pemisah.
Thio Bie kie membentak. "Hei. ingin campur tangan
urusan orang?"
Tan Ciu berusaha menyabarkan diri, dengan tenang ia
berkata. "Begitu bencikah kau kepada adik kandung
sendiri?"
"Aku harus membunuh adik yang merusak
kehidupanku." Berkata Thio Bie Kie.
"Dimisalkan kau berhasil membunuhnya, hasil apakah
yang kau dapat dari pembunuhan itu?"
"Kurang ajar!" Thio Bie Kie sangat marah, tangannya
dilayangkan memukul pemuda itu.
Thio Ai Kie telah siap sedia, begitu melihat gerakan sang
kakak. tubuhnya telah melesat menyelak ditengah kedua
orang itu. ia menangkis serangan yang ditujukan kearah
Tan Ciu.
Kakak beradik itu bertempur kembali,
Tan Ciu membentang bacot. "Thio Bie Kie cianpwe . . ."
Thio Bie Kie tidak melayani panggilan pemuda itu,
dirinya sedang digencar serangan serangan oleh sang adik.
ia menangkis setiap serangan itu.
"Thio Bie Kie cianpwe, tidak ada alasanmu untuk
membunuh adik kandungmu sendiri." Berteriak lagi Tan
Ciu.
Kini Thio Bie Kie merangsek Thio Ai Kie, mendengar
kata-kata si pemuda. ia mengundurkan serangannya, serta
merta mendebat.
"Ia juga membunuh orang yang kukasihi."
"Kesalahan itu telah ditebus, betapa menderita ia
karenanya, penderitaan ini lebih berat dari segala
penderitaan yang ada."
"Maka, aku harus membunuhnya." Berkata lagi Thio Bie
Kie sambil menyingkirkan diri dari serangan Thio Ai Kie.
Tan Ciu masih tidak mau menutup mulut. ia berkata.
"Dimisalkan kau berhasil membunuhnya, mungkinkah Kho
Liok cianpwe dapat bangkit dari liang kubur? Apa lagi
mengingat ilmu kepandaian kalian yang sama kuat,
mungkinkah dapat membunuh Thio Ai Kie cianpwe
dengan mudah?"
Thio Bie Kie tertegun, ia terpaku ditempat. Hampirhampir
menjadi korban pukulan sang adik. Beruntung Thio
Ai Kie tak ada niatan untuk membunuh kakak itu, ia
menarik pulang serangan dan berdiri disamping dinding
guha.
Pertempuran terhenti karenanya. Tan Ciu berkata lagi.
"Kenangkanlah kembali penghidupan kalian dimasa
kecil, kalian hanya hidup berdua, tolong menolong dan
bantu membantu, betapa mesra hidup seperti itu. Satu sama
lain saling mencinta, kalian adalah kakak beradik teladan.
Binalah kembali kemesraan hidup itu."
"Tidak seharusnya ia membunuh orang yang kucintai."
Thio Bie Kie berteriak,
"Berpikirlah lagi, cinta tidak dapat diabadikan secara
sepihak, kau cinta kepada Kho LioK cianpwe, tapi cintakah
Kho Liok cianpwe kepadamu. Janganlah kau
mementingkan diri sendiri saja, berpikirlah kepada
kebahagiaan adikmu. dia adalah orang yang Kho Liok
cianpwe cintai. cinta ini tidak dapat kau rebut begitu saja."
Thio Bie Kie membelalakan mata, kemudian
meruntuhkan pandangan itu ketanah.
"Berpikirlah. siapa diantara kalian berdua yang Kho Liok
cianpwe cintai?" tegur lagi Tan Ciu kepada penghuni Guha
Kematian itu.
"Oh......." Thio Bie Kie mengeluarkan keluhan tertahan.
"Mungkinkah kau tidak tahu cinta orang?" Desak lagi
Tan Ciu kepadanya.
Thio Bie Kie lebih mengerti tentang cinta.
Dia maklum bahwa orang yang Kho Liok betul-betul
cintai bukanlah dirinya. Kho Liok lebih cinta kepada Thio
Ai Kie, hubungannya dengan Kho Liok berdasarkan budi
yang telah ditanam. berlangsungnya hubungan mereka
berada didalam keadaan lupa daratan. dikala Kho Liok
belum berhasil menguasai kejernihan pikirannya. Demikian
hal itu terjadi.
Tan Ciu menerusKan pembicaraannya. "Cinta bukanlah
semacam barang dagangan, karena itu ia tidak dapat
dipaksakan.Mengambil contoh kejadian tadi, kau memaksa
aku mengawini Siauw Tin, apa akibat kejadian itu bila aku
menerima tawaranmu? Kukira akan seperti Kho Liok
cianpwe denganmu"
Thio Bie Kie diam ditempat.
Tan Ciu menyambung lagi pembicaraannya. "Kini Kho
Liok cianpwe telah tiada, dialam baka ia pasti bersedih, atas
ketidak akurannya kalian dua saudara."
Ini waktu si Ular Golis Siauw Tin turut membujuk sang
guru. "Suhu ada baiknya kau menerima rumusan Tan Ciu."
Thio Ai Kie juga memanggil.
"Cie cie, aku berjanji untuk menyenangkan dirimu. . ."
Tiba-tiba Thio Bie Kie telah berteriak. "Bagus. Kalian
telah mengadakan persekongkolan, kalian menghina diriku
. . . Uh . .. nasibku memang sial sekali..."
Ia membalikkan badan, lari masuk kedalam guha gelap.
Semua orang terpaku. Sayup-sayup terdengar suara
tangis isak Thio Bie Kie, datangnya dari guha dalam.
Thio Ai Kie, Tan Ciu dan Siauw Tin melangkahkan kaki
mereka, menuju kearah guha dalam. Sebentar kemudian,
mereka berhasil menemukan Thio Bie Kie, si penghuni
Guha Kematian yang sedang menangis sesenggukkan
ditempat pembaringan.
Tan Ciu memandang Siauw Tin. Dan gadis yang
dipandang menganggukkan Kepalanya, dengan suara
perlahan ia berkata.
"Kukira. bujukanmu telah berhasil."
"Mungkinkah ia marah kepadaku?"
"Aku percaya, ia dapat mengubah sifat-sifat lamanya."
Disaat Itu. Thio Ai Kie telah mendekati sang kakak. Ia
memanggil perlahan.
"Cicie...."
Thio Bie Kie menangis semakin keras.
Thio Ai Kie bersujud dihadapan kakaknya dengan sedih
ia berkata. "Cicie. mungkinkah kau tidak dapat memaafkan
kesalahanku?"
Thio Bie Kie mendongakan kepala, dengan mata basah,
ia memandang adik itu.
Tiba-tiba Thio Ai Kie menubruk, ia turut menangis
mengucurkan air mata. Thio Bie Kie membiarkan dirinya
dipeluk, sikapnya masih tetap dingin.
"Ciecie." Panggil lagi Thio Ai Kie. "Bila kau tetap
membenciku, bunuhlah aku, aku sudah bosan hidup, apa
guna hidup sebatang kara?Hidup merana seperti ini?"
Tiba-tiba Thio Bie Kie balas memeluk adiknya. kini ia
telah insaf, tiada guna membenci adik itu. telah lama ia
kehilangan kasih sayang seorang adik, dan kini adik itu
telah kembali.Mereka saling panggil,
"Moay-moay , ."
"Ciecie . . ."
Mereka saling peluk, mereka menangis bersama.
Kesalah pahaman berhasil dilenyapkan, kakak beradik
itu telah saling memaafkan kesalahan masing-masing, kini
mereka telah berhasil kembali.
Tan Ciu dan Siauw Tin turut menyaksikan kejadian tadi,
merekapun mengeluarkan air mata, air mata terharu, air
mata gembira, mereka terharu atas kejadian yang menimpa
diri Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie. mereka gembira karena
berhasil menyatukan kembali dua saudara itu.
Berapa lama kejadian berlangsung ...
Suatu saat, Thio Ai Kie meloloskan diri dari rangkulan
dan pelukan kakaknya, ia memanggil perlahan. "Ciecie . . ."
Thio Bie Kie menyusut air matanya.
"Ciecie . . ." panggil lagi Thio Ai Kie, "Kau telah
memaafkan kesalahanku?"
Thio Bie Kie anggukkan kepala perlahan.
"Semua itu telah lewat . . ." Ia mengoceh perlahan.
"Betul, semua telah lewat, kita harus memulai dengan
hidup baru." Demikian Thio Ai Kie berkata.
"Kita telah tua . ."
"Aku menyesal sekali . . ." Berkata Thio Ai Kie.
"Mengapa aku dapat membunuh dirinya?"
"Dimanakah kini kau menaruh jenazahnya." Bertanya
Thio Bie Kie.
"Telah dikebumikan."
"Ooooo . .."
"Ciecie, masih dapatkah kau menyayang diriku.
Menyayang seperti dijaman kanak-kanak kita?"
"Tidak seharusnya kita berpisah, hanya gara-gara
seorang lelaki, tidak seharusnya kita saling benci."
"Oh, ciecie . . , kau baik sekali."
Mereka memandang kearah Tan Ciu.
"Kita orang-orang harus berterima kasih kepadanya."
Berkata Thio Ai Kie.
Thio Bie Kie menganggukkan kepala. Siauw Tin
berteriak girang.
"Suhu, tentunya kau tidak mengganggu orang lagi,
bukan?"
Thio Ai Kie terkejut,
"Kau hendak membunuh Tan Ciu?" Ia bertanya cepat.
"Kini tidak." Thio Bie Kie menggelengkan kepala. "Dia
adalah seorang pemuda baik."
Tan Ciu menunjukkan hormatnya ia berkata. "Terima
kasih kepada kemurahan hati Cianpwe."
Siauw Tin melirik kearah pemuda itu, dan mereka
tertawa mengerti.
Thio Bie Kie berkata. "Akulah yang seharusnya
mengucapkan terima kasih. Kau telah menolong kami dari
kesepian. Kau telah menyatukan kami dari kembali."
Thio Bie Kie, Thio Ai Kie, Tan Ciu dan Siauw Tin
merasa puas akan kesudahan dari kejadian itu.
Kedatangan Tan Ciu telah melenyapkan keangkeran
Guha Kematian. Mulai dari saat itu. mereka melenyapkan
peraturan-peraturan yang mengganggu ketenangan orang.
- oOdwOo -
Didalam sebuah guha. berdiri tiga wanita dan seorang
laki-laki, mereka adalah Thio Bie Kie. Thio Ai Kie. Siauw
Tin dan Tan Ciu.
Dipembaringan, tertidur seorang gadis berbaju putih,
itulah Cang Ceng-ceng.
Tan Ciu berkata. "Cianpwe, lekaslah menolong dirinya,"
Thio Bie Kie berkata. "Jangan khawatir, telah kujanjikan
untuk menolong dirinya. Kau boleh melegakan hati."
"Telah terlalu lama ia dikekang oleh ilmu Ie-hun Tayhoat."
Tan Ciu memberikan keterangan.
"Aku tahu. Sebelumnya aku hendak bertanya,
bagaimana hubunganmu dengannya?"
"Kawan biasa." Berkata Tan Ciu.
"Kawan biasa?" Mengulang Thio Bie Kie. "Bukan
kekasihmu."
"B e t u l."
"Timbul niatanku untuk menyerahkan sesuatu
kepadamu?"
Kemudian memandang sang adik, dan Thio Bie Kie
berkata. "Moay-moay umur kita sudah tua bukan?"
"Maksudmu?“ Thio Ai Kie belum mengerti.
"Apa guna kita mengangkangi ilmu kepandaian, tanpa
digunakan?"
Thio Ai Kie segera dapat menduga maksud tujuan kakak
itu.
"Kau artikan."
"Ada baiknya menyerahkan ilmu kepandaian kita,
dengan demikian. kita dapat membalas budi jasanya."
"Setuju." Thio Ai Kie berteriak.
Tan Ciu tertegun. Kejadian yang berada diluar
dugaannya,
Maksudnya Tan Ciu masuk kedalam Guha Kematian
untuk menolong Cang Ceng-ceng. tentu harus mengadakan
sedikit pengorbanan, jiwanya sudah siap disumbangkan.
Kini ia batal mati. bahkan mendapat hadiah ilmu silat.
Sungguh diluar dugaan.
Siauw Tin menarik lengan baju si pemuda dan berkata
kepadanya, "Lekas kau ucapkan terima kasihmu."
"Mengucapkan terima kasih?"
"Betul. Mereka akan memberi pelajaran ilmu silat
kepadamu."
"A a a a ...Mana boleh?"
Thio Bie Kie berkata. "Mungkinkah segan kepada ilmu
silat Guha Kematian? Ilmu sesat kau kira?"
"Oh. tidak pernah terpikir sampai kesitu." Cepat Tan Ciu
berkata.
Thio Ai Kie juga berkata.
"Tan Ciu, kau hendak melawan orang-orang kuat
menuntut balas. Bila kau bersedia menerima ilmu silat
kami, tentu mendapat kemajuan yang pesat."
Tan Ciu mengucapkan terima kasihnya.
Thio Bie Kie berkata. "Ilmu kami tidak mudah dipelajari,
kau harus tinggal didalam Guha Kematian untuk beberapa
waktu."
"Tentu." Tan Ciu tidak keberatan.
Menunjuk kearah Cang Ceng-ceng, Thio Bie Kie
berkata. "Kau dapat ditinggalkan olehnya."
"Akh, cianpwe pandai bergurau. Ternyata cianpwe
sangat ramah, seperti tadi, sangat galak sekali."
Thio Bie Kie tertawa.
Siauw Tin mengikuti percakapan mereka, didalam hati
gadis ini, timbul semacam perasaan yang sulit dikeluarkan.
Thio Bie Kie telah menghampiri perbaringan, memegang
dan memeriksa urat nadi Cang Ceng-ceng, tiba-tiba ia
berteriak.
"Hee, mengapa boleh terjadi seperti ini?"
Tan Ciu terkejut.
"Mengapa?" Si pemuda menjadi khawatir.
"Ia dikekang oleh ilmu Ie-hun Tay-hoat, dirinya
menderita luka parah, setelah itu ditotok lama, peredaran
darahnya menjadi beku, ketiga macam tekanan ini
memberatkan lukanya."
"Tentu cianpwe dapat menyembuhkannya, bukan?"
Bertanya Tan Ciu penuh harapan.
"Aku tidak berdaya." Berkata Thio Bie Kie.
"A a a a a .. .!" Wajah Tan Ciu berubah. "Tidak dapat
ditolong sama sekali?"
"Betul. Aku tidak dapat menolongnya?"
"Uh. . . Cianpwe , . tolonglah... ."
"Ha. ha. ha . .!" Tiba-tiba Thio Bie Kie tertawa.
Tan Ciu tidak mengerti.
Thio Bie Kie berkata,
"Bila bukan kekasihmu, mungkinkah kau prihatin seperti
ini?"
Tan Ciu mengerti, ternyata Penghuni Guha Kematian
sedang menggoda dirinya.
"Cianpwe membikin orang bingung saja." Ia berkata.
"Aku ingin mengetahui hatimu." Berkata Thio Bie Kie.
"Sesungguhnya.luka kawan wanitamu ini memang agak
berat."
"Tapi Cianpwe dapat menyembuhkannya, bukan ?"
"Tentu. aku membutuhkan waktu dua hari tanpa
gangguan. Kalau boleh meninggalkan ruangan ini."
Tan Ciu menganggukkan kepalanya.
Thio Ai Kie berkata. "Cicie, aku harus pulang dahulu.
Sin Hong Hiap masih berada didalam rumahku."
Tan Ciu terkejut.
"Bagaimanakah kejadian itu?" Ia bertanya.
"Dia telah menjadi tamuku. Sikapnya yang tidak
memandang orang telah berhasil kutekan. Kini ia tahu
bahwa didalam dunia, masih tak sedikit orang
berkepandaian tinggi yang dapat mengalahknnnya."
"Bagus. Kukira, ia tak akan mengganggu diriku lagi."
"Tentu saja. Setelah mewarisi ilmu kepandaian ciecieku,
siapakah yang dapat menandingimu?"
"Cianpwe memuji."
Setelah meminta diri. Thio Ai Kie meninggalkan Guha
kematian, kembali kerumah kayunya.
Siauw Tin mengajak Tan Ciu keluar dari ruangan itu,
membiarkan sang guru mengobati Cang Ceng Ceng.
Menyusuri lorong-lorong didalam guha itu, Tan Ciu dan
Siauw Tin bercakap-cakap.
"Pernahkah gurumu menyembuhkan seseorang yang
menderita tekanan ilmu Ie-hun Tay-hoat." Demikian Tan
Ciu bertanya.
"Belum."
Tan Ciu menghela napas.
"Jangan khawatir," Siauw Tin memberi hiburan.
"Guruku telah memberi kesanggupan, pasti ia dapat
menyembuhkannya."
Dimulut si Ular Golis mengucapkan kata2 seperti itu,
didalam hati, rasa sedihnya tidak kepalang. Tanpa disadari
dua butir air mata jatuh ketanah.
Tan Ciu terkejut.
"Eh, kau mengapa?" Si pemuda bertanya.
"Ternyata kau sangat cinta kepadanya." Berkata Siauw
Tin penuh cemburu.
Siauw Tin cemburu kepadaCangCeng-ceng,
Tan Ciu berkata. "Dia telah menolong diriku."
Siauw Tin cemberut.
"Mungkinkah aku tidak pernah menolong dirimu?" Ia
menegur si pemuda.
Sangat jelas tujuan arti kata-kata Siauw Tin sebagai
berikut. 'Dia menolong dirimu maka kau jatuh cinta. Dikala
aku menolong dirimu mengapa kau tidak mau
menyintaiku?'
Tan Ciu tertawa. dan berkatalah ia.
"Aku tahu. Kau telah menolong diriku. Tidak akan
kulupakan budi ini!"
"Siapa yang kesudian dilupakan." Bersungut sengit si
gadis.
"Maksudmu?"
"Aku lebih senang mendapat perhatianmu."
"Tentu, aku selalu memperhatikan dirimu."
"Hah. . . . Cinta yang kumaksudkan." Berkata Siauw Tin
menyeploskan kata-kata tadi, setelah itu, ia menundukkan
kepala malu.
Aah. . . .Hal ini sudah berada didalam dugaan si
pemuda.
"Sayang kau sudah mempunyai seorang Cang Cengceng."
Berkata lagi Siauw Tin lemah.
"Siauw Tin...."
Si gadis mengegoskan diri. ia menangis sedih, Tanpa
dirasakan, kedua makhluk itu berpelukan. Dibawah tatapan
Siauw Tin yang terlalu panas, hati Tan Ciu menjadi gugup.
Ia menciumi gadis itu.
Mereka berbisik-bisik, bercerita dan merasakan
kegembiraan, kemesraan dan manisnya asmara.
Siauw Tin bercerita, setelah Tan Ciu meninggalkan Angmo-
kauw. Datang Ketua Benteng Penggantungan Han
Thian Chiu tentu saja. SI Telapak Dingin masih
menggunakan wajah Tan Kiam Lam, ia membunuh semua
isi dari perkumpulan itu, semua kejahatan dijatuhkan
kepada Tan Kiam Lam. Dan perkumpulan Ang-mo-kauw
hancur berantakan.
Beruntung Thio Bie Kie lewat ditempat itu secara
kebetulan. Siauw Tin ditolong olehnya. Demikian ia
menjadi murid sipenghuni Guha Kematian.
Tan Ciu mendengar cerita itu dengan penuh perhatian.
Suatu waktu, tiba-tiba Siauw Tin berkata. "Eh, ada orang
yang masuk guha?"
"Mungkinkah susiokmu balik kembali?" Tan Ciu
mengemukakan dugaannya.
Yang diartikan dengan susiok Siauw Tin adalah Thio Ai
Kie.
"Bukan." Siauw Tin menggelengkan kepala. "Belum
lama ia pergi, mana mungkin ia begitu cepat kembali?"
"Menurut dugaanmu...."
"Mari kita melihatnya." Siauw Tin menggandeng tangan
si pemuda menuju kemulut guha.
Tan Ciu dan Siauw Tin bersembunyi didalam guha.
mereka menunggu kedatangan orang-orang itu.
Terdengar suara seorang wanita yang memberi perintah.
"Kalian menunggu disini. biar aku yang masuk kedalam."
Terdengar langkah orang ini yang memasuki guha
Kematian.
Siauw Tin segera membentak. "Berberti !"
Orang itu terkejut. segera menghentikan langkah.
"Tongcu Guha Kematian?" Suara itu agak gemetaran, ia
bertanya.
Tongcu berarti pemilik atau penghuni guha.
Siauw Tin tidak menjawab, sebaliknya membentak lagi.
"Apa maksudmu mengunjungi Guha Kematian!?" Suaranya
saagat galak, seolah-olah dia adalah penguasa didalam
Guha Kematian.
Wanita yang baru datang tidak berani bersikap kurang
ajar, dengan hormat berkata. "Kami ingin menyampaikan
sesuatu."
"Sebutkan dulu namamu!" Bentak lagi si Ular Golis.
"Hu-hoat dari perkumpulan Kim-ie-kauw Kim Sam nio."
Berkata wanita itu.
"Ada urusan apa kau kemari?"
"Atas perintah Kauwcu. Kami Kim Sam Nio mendapat
tugas untuk menyampaikan undangan, kauwcu kami sangat
mengagumi ilmu kepandaian Tongcu, bila tongcu tak
keberatan Kim-ie-kauw bersedia memberi suatu
kedudukan."
"Hendak mengajak aku masuk kedalam perkumpulan
Kim ie-kauw!" Bertanya Siauw Tin galak. Ia membawakan
sikapnya yang agung dia adalah wakil dari sang guru, setiap
waktu dapat memberi putusan.
"Kami menyediakan kedudukan wakil kauwcu kepada
cianpwe."
Siauw Tin berkata dingin. "Terima kasih. Huh! Wakil
ketua Kim ie kauw? Kalian perkumpulan baju kuning
menganggap diri kalian hebat? Menyerahkan kedudukan
ketua pun akan kutolak. Apalagi kedudukan wakit kauwcu,
huh! . . , ."
"Maksud ketua kami agar."
"Cukup! Beri tahu kepadanya. Penghuni Guha Kemaitan
menolak menggabungkan diri."
"Akan kami beritahu kepada ketua kami." Demikan
berkata wanita berbaju kuning yang bernama Kim Sam Nio
itu.
"Eh. mengapa kau belum pergi?" Tegur Siauw Tin.
Ternyata Kim Sam Nio belum keluar dari Guha Kematian.
"Kami masih ada urusan kedua."
"Lekas katakan."
"Kami ingin menanyakan seseorang. . ."
"Sebutkan nama orang itu."
"Seorang pemuda yang bernama Tan Ciu. Tentunya dia
telah masuk kedalam guha."
Hati Siauw Tin tergetar. segera ia berkata. "Betul!
Mengapa menanyakan dirinya ?"
"Tan Ciu membawa Seorang gadis berbaju putih
memasuki Guha Kematian, maksudnya ingin meminta
pengobatan."
"Betul ada hubungan apa denganmu ?"
SaTU rombongan orang berbaju kuning mendatangi
Guha Kematian. Mereka berada dibawah pimpinan Huhoat
perkumpulan itu, namanya Kim Sam Nio. Setelah
mengatur orangnya, Kim Sam Nio memasuki Guha
Kematian. Ia menanyakan tentang soal Tan Ciu.
Siauw Tin belum tahu maksud tujuan dari lawan itu.
maka ia mengajukan pertanyaan.
kim Sam NiO menjawab, "Tan Ciu telah membunuh
orang kami, karena itu, ketua wajib menangkapnya.Mohon
bantuan Tongcu untuk menyerahkannya kepada kami."
"Hmmm . . ." Siauw Tin berdengus.
"Tongcu keberatan?"
"Tentu."
"Baik. Kim Sam Nio sekalian meminta diri,"
"Silahkan. Segera kalian enyah dari tempat ini." Suara
Siauw Tin sangat galak.
Kim Sam Nio membalikkan badan, dan ia keluar dari
Guha Kematian.
Tan Ciu telah mengikuti percakapan mereka, ia heran.
bagaimana orang2 berbaju kuning itu tahu bahwa dirinya
memasuki Guha Kematian ?
Pertanyaan itu tidak dapat dijawab.
Kim Sam Nio mengajak orang-orangnya pergi dari
tempat itu.
Siauw Tin mengajak Tan Ciu kembali, dan pemuda itu
harus bermalam didalam Guha Kematian.
Dua hari kemudian . . .
Dibawah rawatan penghuni Guha Kematian Thio Bie
Kie, penyakit tekanan Ie-hun Tay-hoat yang mengekang
Cang Ceng-ceng berhasil disembuhkan. kesehatan gadis itu
telah pulih kembali.
Siauw Tin telah mengajak Tan Ciu menemuinya.
Dikala melihat pemuda itu, dengan bingung Cang Cengceng
menarik bajunya, ia mengajukan pertanyaan. "Eh.
bagaimana aku berada ditempat ini?"
Tan Ciu bercerita tentang segala yang telah menimpa diri
gadis tersebut.
Cang Ceng-ceng berteriak. "Aku telah terkena Ie-bun
Tay-hoat ?"
"Betul. Maka kuajak dirimu, dan beruntung dapat
disembuhkan oleh Thio Bie Kie cianpwe."
"Celaka," Berteriak lagi Cang Ceng-ceng. "Dikala aku
lupa daratan, bajingan itu memaksa aku memberi tahu
semua ilmu kepandaianku. Ilmu kepandaian telah kucatat
dan kuberikan kepadanya."
"Betul!"
"Aku harus segera memberi tahu kejadian ini kepada
guruku." Berkata Cang Ceng-ceng.
"Pergilah . .."
"Dan kau?" Cang Ceng-ceng memandang Tan Ciu.
"Untuk sementara. aku harus menetap ditempat ini."
"Mengapa?" BertanyaCang Ceng-ceng heran.
"Aku harus mempelajari ilmu kepandaian Thio Bie Kie
cianpwe."
Thio Bie Kie memberi sedikit penjelasan, setelah itu ia
berkata kepada Siauw Tin.
"Siauw Tin antarkan ia keluar."
Setelah mengucapkan terima kasih. Dengan diantar oleh
Siauw Tin dan Tan Ciu, Cang Ceng-ceng keluar dari Guha
Kematian.
Tiba dimulut guha, Siauw Tin berkata. "Kami hanya
dapat mengantar sampai disini."
Cang Ceng-ceng tidak segera pergi, tapi memandang
kearah Tan Ciu.
Si pemuda berkata. "Baik. Biar kuantar kau beberapa li
lagi." Dan meninggalkan siauw Tin dimulut guha, ia
merendengi Cang Ceng-ceng berjalan.
Siauw Tin memandang dua bayangan itu, hatinya
hancur luluh, ia masuk kedalam guha dengan mata basah.
Bercerita Tan Ciu dan Cang Ceng-ceng. Mereka berjalan
beberapaWaktu, kemudian menghentikan langkah.
"Terima kasih. Kau tidak perlu mengantarkanku lagi."
Demikian Cang Ceng-ceng berkata.
"Selamat jalan." Tan Ciu siap kembali kedalam Guha
Kematian.
"Tunggu dulu!" CangCeng-ceng memanggil.
"Ada apa?" Tan Ciu balik kembali.
"Ada sesuatu yang hendak kutanyakan kepadamu."
"Katakanlah . .."
Si gadis menundukkan kepala.
"Aku tahu. . ."
Dari sinar mata Cang Ceng-ceng. Tan Ciu dapat
menduga kata-kata apa yang akan dikeluarkan oleh gadis
itu.
"Aku girang karena kau sudah tahu, Tapi aku harus
mengulang juga. kuharapkan kau tidak lupa kepadaku....."
"Aku tidak lupa kepadamu." Berkata Tan Ciu.
"Mendapat janjimu. Aku puas Jangan kau lupakan
kawan lama setelah ketemu dengan seorang kawan yang
lebih baru!"
Tan Ciu memegang tangan orang lebih kencang, ia
sangat terharu.
"Legakanlah hatimu !" Ia berjanji!
Cang Ceng-ceng puas, ia tertawa.
Tan Ciu berkata. "Selamat jalan."
"Selamat jalan." Dan Cang Ceng Ceng melepaskan diri.
meninggalkan Tan Ciu, meninggalkan Guha Kematian.
Tan Ciu menunggu sampai bayangan gadis itu lenyap
dari pandangan matanya baru ia balik kembali, masuk
kearah Guha Kematian.
Kita mengikuti perjalanan Cang Ceng Ceng yang lebih
jauh dari Guha Kematian.
Manakala gadis baju putih itu hendak memasuki sebuah
rimba, terdengar satu bentakan keras, berkata.
"Hentikan langkah dengan segera!"
Beberapa bayangan menghadang jalan, mereka adalah
orang-orang berbaju kuning, anggota Kim ie-kauw.
Satu diantaranya adalah orang yang pernah menangkap
Tan Ciu orang yang bernama Tan Tongcu, dia juga anggota
perkumpulan Kim-ie kauw.
Seorang lainnya adalah wanita yang pernah masuk
kedalam Guha Kematian, Hu-hoat dari Kim ie-kauw yang
bernama Kim Sam Nio.
Menunjuk kearah Cang Ceng Ceng. Tan Tongcu
memberi keterangan. "Gadis inilah yang kita maksudkan."
Kim Sam Nio menganggukan kepala. Ia mengerti, apa
yang harus dilakukan olehnya.
Cang Ceng ceng membentak. "Apa maksud kalian
menghadang jalan pergi orang."
Kim Sam Nio maju mendekatinya. Ia berkata mesemmesem.
"Nona, bolehkah saya mengetahui nama
sebutanmu ?"
"Aku Cang Ceng-ceng."
"Kawan Tan Ciu ?"
"Betul."
"Nah segeralah ikut kepada kami. Kemarkas besar Kim
ie-kauw."
"Mengapa?" Cang Ceng-ceng mengerutkan alisnya.
"Kami hendak merundingkan sesuatu denganmu.
Berkata Kim Sam Nio.
"Katakanlah saja ditempat ini," Berkata Cang Ceng-ceng.
"Ada lebih baik membicarakan hal itu dimarkas kami
saja."
Cang Ceng-ceng tidak setuju, mengemukakan alasan,
"Aku hendak melakukan perjalanan pulang, tidak dapat
ikut kalian,"
Kim Sam Nio berkata dingin. "Kami tak akan
mengganggu terlalu lama."
"Aku menolak."
"Mana boleh."
"Mengapa tidak boleh?"
"Kami dapat memaksamu, tahu!"
"Eh, kalian tidak tahu aturan?" Cang Ceng Ceng
memandang orang-orang berbaju kuning.
"Aturan hanya berada dalam tangan orang yang
berkuasa." Berkata Kim Sam Nio.
"Bagus! Tentunya kalian menganggap diri kalian sajalah
yang berkuasa, bukan ?"
"Kami tak dapat menangkap Tan Ciu. kami harus
menawan orang yang mempunyai hubungan dekat
dengannya. itulah kau! Setelah kau berada didalam Kim-ie
kaiuW. mau tak mau. Tan Ciu harus mengantarkan diri."
Tentu saja Kim Sam Nio belum tahu betapa lihaynya
ilmu kepandaian Cang Ceng-ceng. Ilmu kepandaian gadis
ini berada diatas Tan Ciu mana mungkin dapat menangkap
dengan mudah.
Cang Ceng-ceng telah siap sedia, ia memasang persiapan
tempur.
"Ingin metggunakan kekerasan ?" Ia menantang.
Kim San Nio mengirim satu kerlingan mata, itulah tanda
kepada kedua orang berbaju kuning maksudnya memberi
peringatan kepada mereka menangkap musuh itu.
Dua orang berbaju kuning lompat kedepan. menjepit
kedudukan Cang Ceng-ceng. Mereka
telah berada dikanan dan kiri gadis tersebut. Satu menarik
keluar pedang, dan lainnya bersenjata golok, berbareng
mengadakan ancaman.
Wajah Cang Ceng-ceng berubah, terlihat selapis hawa
pembunuhan,
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan gadis itu, Cang
Ceng-ceng menghardik kedua lawannya.
Disaat yang sama, orang berbaju kuning yang memegang
golok menyerang kaki. orang yang memegang pedang
menabas senjatanya, mengancam perut gadis itu.
Gerakan mereka sama cepatnya.
Begitu bergerak, segera terdengar suara jeritan dua orang.
itulah kedua orang berbaju kuning, tubuh mereka terpental.
golok dan pedang terbang jatuh ketanah. lepas dari tangan
pemiliknya. ternyata kedua orang berbaju kuning telah
menjadi korban keganasan Cang Ceng-ceng mereka telah
mati disaat itu juga.
Kim Sam Nio terlompat. Ia kaget sekali.
Wajah Tan Tongcu berubah, ilmu kepandaian musuh
sangat luar biasa, bagaimana mereka dapat menangkapnya?
Cang Ceng-ceng membentak mereka, "Berani kalian
menantang, inilah contoh kalian!"
Ia menudingkan jari kearah dua orang berbaju kuning
yang sudah tiada napas.
Kim Sam Nio berhasil menenangkan getaran jiwanya
dengan dingin ia berkata, "Ilmu kepandaianmu sungguh
tinggi. Itulah berada diluar perkiraan kita orang?"
"Bagus! Kau tahu bahaya? Lekas enyah dari tempat ini."
"Ha, ha, ha. .. . " Kim Sam Nio tertawa.
"Apa yacg kau tertawakan?" Cang Ceng-ceng
membentak.
"Mentertawakan dirimu. Kau terlalu muda, tidak tahu
besarnya dunia. Kau pandai, masih ada orang yang lebih
lihai darimu dan masih ada orang yang lebih gagah darimu.
Ilmu silat tidak terbatas pada ukuran-ukuran tertentu.
Ilmumu tinggi, tapi kami tak takut."
"Maksudmu?" CangCeng-ceng belum mengerti.
"Mengajak kau kemarkas perkumpulan Kim ie-kauw."
"Jawabku singkat. Tidak mau."
"Kami dapat memaksamu."
"Bagus. Paksalah. Akan kulihat, bagaimana kalian
mengalahkan diriku?"
Kim Sam Nio memandang kawannya, ia memanggil,
"Tan Tongcu."
Dan dia menganggukkan kepala, inilah suatu tanda
untuk bekerja sama.
Mata Kim Sam Nio melirik, tangannya tidaK tinggal
diam, secepat itu, iapun memukul CangCeng-ceng.
Tan Tongcu mendapat isyarat mata, ia bersenjata
tongkat, begitu tongkat diayun, ia turut menggencet Cang
Ceng-ceng.
Kecepatan dua orang yang kita sebut diatas sangat cepat
sekali Orang yang diserang pun tidak kalah gesit. Cang
Ceng Ceng dapat menandingi Han Thian Chiu. bukan jago
biasa, begitu dua serangan datang ia sudah menangkis ke
kanan dan kiri.
Kim Sam Nio mengirim serangan yang kedua. Demikian
pula keadaan Tan Tongcu, setelah mengalami kegagalan ia
tak tinggal diam. Cepat sekali ketiga orang itu saling
gempur,
Ilmu kepandaian Tan Tongcu luar biasa. dan Kim Sam Nio
berada diatas laki-laki berbaju kuning juga mempunyai ilmu
kepandaian tinggi. Mereka adalah jago-jago utama dari
perkumpulan baju kuning Kim ie-kauw. Maksudnya
dengan bekerja sama, mudah menangkap Cang Ceng Ceng.
Kini mereka membentur kenyataan si gadis pun
bukanlah lawan empuk, kekuatannya berada diatas dua
orang. Walaupun dua lawan satu, mereka tak berhasil
menarik keuntungan.'
Sepuluh jurus telah dilewatkan.Mereka masih mengukur
ilmu silat masing-masing.
Kim Sam Nio melesat tinggi, dari atas menukik
kebawah. bagaikan seekor burung alap-alap yang hendak
menerkam mangsanya, ia mengincar Cang Ceng-ceng.
Cang Ceng ceng menarik napas, 'sret', ia mengeluarkan
pedang, dua lawannya tangguh, ia harus cepat-cepat
mengalahkan mereka. Dengan pedang itu ia hendaK
memapas putus jari-jari Kim-Sam Nio,
Tongkat Tan Tongcu menyempong kesamping,
kemudian menyerempet kaki gadis. Cang Ceng ceng
menyerang dan diserang.
Kim Sam nio mengempos tenaga, tubuhnya
membumbung naik keatas, menghindari tabasan pedang
musuh.
Tongkat Tan tongcu datang, maka Cang Ceng Ceng
menarik pedang yang mengincar Kim Sam nio, si gadis
harus menghindari diri dari serangan tongkat itu.
Tubuh Kim Sam Nio melayang turun lagi, dari dalam
saku wanita berbaju kuning itu ia mengeluarkan sapu
tangan, cepat2 ditaburkan kearah Cang Ceng Cang.
Kabut putih berhamburan disekitar kepala gadis berbaju
putih itu. Itulah obat bius.
Cang Ceng Ceng hendak mengejar Tan Tongcu, ia gagal,
lalu hendak menusuk Kim Sam Nio disaat itulah kepalanya
dirasatan berat, matanya tertutup tanpa sadarkan diri lagi.
ia jatuh menggeletak,
Kim Sam Nio dan Tan Tongcu saling pandang wajah
mereka tersungging senyuman. Kesudahan itu sudah berada
didalam dugaan dengan menaburkan obat bius, mereka
berhasil meringkus lawan tersebut.
Beberapa saat......
Hawa obat bius telah mereda. tubub Cang Ceng Ceng
menggeletak ditanah.
Kim Sam Nio tertawa dingin, ia berkata. "Bawa
kemarkas kita."
Itulah perintah yang ditujukan kepada Tan Tongcu.
Tan Tongcu mendekati tubuh Cang Ceng-ceng,
menyeretnya, digendong dan siap berangkat pulang.
Tiba-tiba ....
Terdengar satu suara bentakan, "Jangan bergerak."
Seorang wanita tua telah menampilkan diri berdiri dan
menghadang jalan pergi Tan Tongcu dan Kim Sam Nio.
Siapakah wanita itu ?
Dia adalah sipenghuni rumah kayu, Thio Ai Kie, adik
dari penghuni Guha Kematian Thio Bie Kie.
Thio Ai Kie menyodorkan tangan. "Serahkan gadis itu
kepadaku." Ia memberi perintah, Meminta Cang Cengceng.
Kim Sam Nio maju dua tapak.
"Dia putrimu?" Ia bertanya.'
"Dia adalah kawan wanita tuan penolongku." Berkata
Thio Ai Kie.
"Hendak menolong ?"
"Tentu."
"Dia telah menjadi orang tawanan kita. Semua orang
dilarang ikut campur tangan."
"Siapa kalian?"
"Anggota Kim-ie-kauw."
"Huh. semua orang boleh takut kepadamu kalian."
"Thio Ai Kie berjalan maju mendekati Tan Tongcu.
maksudnya ingin merebut Cang Ceng Ceng dari tangan
laki-laki berbaju kuning itu.
Tan Tongcu mundur kebelakang. Kim Sam Nio maju
menghadang kemajuan Thio Ai Kie.
"Berhenti!" Kim Sam Nio membentak keras.
"Aku harus menolong dirinya." Thio Ai Kie berkata
tegas.
Tan Tongcu meletakan telapak tangannya diatas kepala
Cang Ceng-ceng, tepat dibagian ubun-ubun.
"Berani kau maju setapak lagi, dia segera kubunuh mati."
Demikian laki-laki berbaju kuning itu mengancam.
Thio Ai Kie menghentikan langkahnya.
Kim Sam Nio mendapat angin. Ternyata jiwa gadis
berbaju putih yang bernama Cang Ceng-ceng itu begitu
penting, dengan menggunakan badannya sebagai tameng,
mungkinkah mereka tidak dapat membawa pulang kedalam
markas Kim ie kauw.
Dengan tertawa dingin. wanita berbaju kuning ini
berkata. "Tentunya, kau inilah yang menjadi penghuni guha
kematian?"
Kim Sam Nio tidak tahu. bahwa dia sedang berhadapan
dengan adik dari Penghuni Guha Kematian. Karena
munculnya Thio Ai Kie dari sekitar daerah itu. dan
mengatakan Cang Ceng-ceng sebagai kawan Tan Ciu. Ia
menduga Thio Bie Kie.
Thio Ai Kie berdehem. Katanya. "Boleh dikatakan
demikian."
Dia pun akan menetap di guha Kematian, karena itu dia
tidak menyangkal dugaan Kim Sam Nio.
"Huh, kau tidak tahu diuntung, kauwcu kami
mengundang, dengan jabatan wakil kauwcu kau tidak mau
menerima? Apa maksud tujuanmu? Hendak menjadi jago
tanpa nama, tidak mau bersahabat dengan tetangga?"
Kim Sam Nio mengoceh, maksudnya agar orang yang
disangka sebagai Penghuni Guha Kematian itu mau
menggabungkan diri dengan perkumpulan Kim ie-kauw,
"Mengapa harus menerima tawaran kauwcu kalian?"
Thio Ai Kie memandang dua orang berbaju kuning itu.
"Betapa hebat kekuasaan Kim ie-kauw. dengan
menggabungkan diri, bukankah berarti menambah tenaga
Guha Kematian?"
"Cis. aku tidak membutuhkan tambahan tenaga."
"Baiklah. Kata-katamu akan kami sampaikan kepada
kauwcu kami."
Kim Sam-nio dan Tan Tongcu meninggalkan Thio Ai
Kie. Tentu saja Cang Ceng-ceng dibawa serta, dipaksa turut
serta kedalam markas perkumpulan Kim ie kauw. menjadi
orang tawanan mereka.
Thio Ai Kie tidak berdaya.
Sebelum meninggalkan Thio Ai Kie. Kim Sam Nio ada
meninggalkan pesan. demikian kata-kata yang diucapkan.
"Tolong beri tahu kepada Tan Ciu, bila ia menghendaki
kawan wanitanya, dipersilahkan mengadakan kunjungan
kemarkas besar Kim-ie kauw."
Dua tubuh itu bergerak, dan kemudian lenyap.
OodwoO
Didalam Guha Kematian . . .
Tan Ciu tidak tahu menahu tentang kejadian yang
menimpa Cang Ceng ceng. si pemuda sedang menekunkan
diri, mempelajari ilmu.
Ilmu silat Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie,
Thio Ai Kie telah pindah kedalam Guha Kematian,
diceritakan pengalamannya kepada sang kakak. Thio Bie
Kie terkejut, mereka mengadakan perembukan. Bila
memberi tahu hal itu kepada Tan Ciu, tentu mengganggu
pelajarannya. Mereka mengambil putusan untuk menutup
berita itu.
Putusan terakhir diputuskan mengirim si Ular Golis
Siauw Tin pergi kemarkas besar perkumpulan Kim ie-kauw,
mengadakan penyelidikan, bagaimana keadaan Cang Cengceng,
dan mewajibkan gadis itu memberi laporan.
Siauw Tin berangkat, meninggalkan Guha Kematian.
Hari demi hari waktu dilewatkan. Tan Ciu berhasil
mempelajari apa yang diajarkan kepada dirinya.
Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie mengadakan kesepakatan,
mereka mencurahkan sebagian tenaga dalam mereka,
disalurkan kedalam tubuh Tan Ciu, karena itu. si pemuda
memiliki tenaga gabungan, kekuatannya naik dua kali lipat.
Tan Ciu mendapat semua pelajaran dari apa yang
dimiliki oleh kedua jago wanita itu, termasuk ilmu Ie-hun
tay-hoat dan cara-cara penggunaannya!
Thio Ai Kie tidak mau kalah. Mengetahui sang kakak
menurunkan ilmu Ie-hun-tay-hoat. diapun menurunkan
ilmu kepandaiannya yang bernama Hong-lui Kiu-sek,
Hong-lui Kiu sek berarti Sembilan Jurus Angin dan Geledek
yang Bergelegar.
Sepuluh hari kemudian. Tan Ciu mengucapkan terima
kasihnya kepada kakak beradik Thio Bie Kie dan Thio Ai
Kie,
Thio Ai Kie berkata. "Gunakaniah ilmu kepandaianmu
ditempat yang benar."
Tan Ciu memberikan janjinya.
Thio Bie Kie berkata lagi. "Kami telah tua. tidak
membutuhkan ketenaran nama. Kau tidak dipaksa menetap
didalam Guha kematian. Pergilah mengembara mencari
pengalaman."
Tan Ciu berterima kasih kepada dua orang itu,
memasuki Guha Kematian. ia mendapatkan ilmu ilmu
kepandaian hebat, mendapat tambahan tenaga dalam.
Kecuali itu, jasa Tan Ciu yang paling besar adalah
dihapuskan peraturan untuk menyintingkan orang-orang
yang memasuki Goha Kematian. Thio Bie Kie sadar dari
kesalahan itu, semua orang telah disembuhkan, ia telah
bertemu dengan adiknya, mereka berdua bersama. Tanpa
membutuhkan keramaian-keramaian dan kerepotan
lainnya.
Ditempat itu. Tan Ciu tidak menemukan Siauw Tin,
segera ia mengajukan pertanyaan.
Thio Bie Kie memberikan jawaban, "Selama kau melatih
ilmu silat, agar tidak mengganggu ketenanganmu, agar kau
dapat mencurahkan semua pusat perhatian, sengaja kami
menyimpan berita ini."
"Apakah yang telah terjadi?" Bertanya Tan Ciu dengan
hati berdebaran.
"Tentunya, kau tidak lupa kepada Cang Ceng-ceng ?"
"Mengapa?" Tan Ciu sangat terkejut.
Dia kembali lagi? Mungkinkah terjadi sesuatu di antara
....
Tan Ciu tidak jadi drama kejadian, menduga telah terjadi
tolak senjata diantara kedua gadis itu.
"Tenangkanlah hatimu." Berkata Thio Ai Kie.
"Bagaimana dengan Cang Geng-ceng dan Siauw Tin."
Siauw Tin tidak mengapa. Tapi. Cang Ceng-ceng telah
menjadi orang tawanan perkumpulan Kim ie-kauw.
"Aaaa. .. , lagi-lagi orang-orang berbaju kuning itu."
"Betul Mereka telah menahan Cang Ceng-ceng.
kemudian membawanya kemarkas perkumpulan tersebut."
"Aaa.." Tan Ciu mengerti. "Dan bagaimana dengan
Siauw Tin?"
"Dia telah ditugaskan untuk menyelidiki keadaan
perkumpulan Kim ie-kauw." Thio Bie Kie memberi
keterangan.
"Baik." Berkata Tan Ciu. "Segera kupergi ketempat itu."
"Berhati-hatilah kepada mereka." Berkata Thio Ai Kie.
Tan Ciu menganggukkan kepala, tanda ia akan
memperhatikan pesan itu, kemudian meminta diri.
"Tunggu dulu." Berteriak Thio Bie Kie.
Tan Ciu menghentikan langkahnya, menoleh dan
memandang si Penghuni Guha Kematian.
"Cianpwe masih ada pesanan lain?" Ia bertanya.
"Tahukah kau dimana letak markas besar perkumpulan
Kim-ie kauw?"
Tan Ciu tertegun!
“Aaaa . . . Dimanakah letak markas besar perkumpulan
Kim-ie kauw ?"
"Dilembah Ngo-liong, dari gunungNgo-liong-san."
Tan Ciu telah meninggalkan Guha Kematian menuju
kearah gunungNgo liong-san.
Ngo-liong-san adalah nama dari suatu daerah
pegunungan. terdiri dari beberapa puncak, gunung saling
susun, seperti tumpukan tanah tinggi.
Tan Ciu telah menjelajahi keadaan di daerah
pegunungan itu. Ia sedang mencari-cari dimana letak
tempat lembahNgo-liong!
Tiba-tiba ....
Sesuatu bayangan melesat, menghadang kepergian si
pemuda. Tan Ciu mundur beberapa tapak, siap menghadapi
musuh!
Berdiri dihadapan pemuda adalah seorang tua.
"Aaaa.....!" Tan Ciu berteriak kaget.
Itulah si Telapak Dingin Han Thian Chiu, Ia belum
mengubah wajah, masih menggunakan kedok Tan Kiam
Lam.
"Kau? . ." Tan Ciu mundur satu langkah lagi.
"Betul! Aku .. ." Berkata orang itu.
Tan Ciu sangat marah.....bur..... tangannya bergerak,
memukul orang itu, Gerakan si pemuda sangat cepat,
karena tidak ada prasangka sama sekali, hampir-hampir
mengenai sasarannya.
OoodwooO
Jilid17
MENGGELINCIR kesamping, orang itu dapat
meloloskan diri, segera mengeluarkan bentakan.
"Hei. kau sudah gila?"
Tan Ciu menahan serangan yang sudah siap dilontarkan.
Ia membentak.
"Siapa Kau?"
"Perhatikanlah jelas-jelas, siapa diriku." Berkata orang
itu.
Tan Ciu menggunakan sepasang matanya, meneliti
orang berada didepannya, ada tiga orang yang mempunyai
wajah seperti ini. kecuali si Telapak Dingin Han Thian
Chiu masih ada Tan Kiam Pek dan Tan Kiam Lam
sepasang saudara kembar itulah paman dan ayahnya.
Tan Kiam Lam mempunyai andeng-andeng hitam
dikuping kiri.
Tan Kiam Pek mempunyai tahi lalat hitam dikuping
kanan. Itulah perbedaan diantara kedua orang itu.
Satu lagi, adalah Han Thian Chiu. dengan ilmu merias
dan mengubah wajah yang sangat sempurna, iapun
memiliki wajah yang sama dengan saudara kembar itu
memegang peranan sebagai Tan Kiam Lam. Maka
menggunakan tahi lalat hitam dikuping kiri.
Tan Ciu memperhatikan orang yang didepannya, Orang
itu berandeng-andeng hitam ditelinga kanan, itulah Tan
Kiam Pek!
"Paman?!..." Si pemuda masih ragu-ragu.
"Betul. Aku adalah Tan Kiam Pek." Berkata orang itu.
Tan Ciu unjuk hormatnya.
"Maafkan siautit yang telah berani berlaku kurang ajar."
"Kau menduga kepada siketua Benteng penggantungan?"
"Ada sesuatu yang harus siautit beritahu kepadamu.
ketua Benteng Penggantungan bukanlah ayah."
"Aku sudah tahu." Berkata Tan Kiam Pek.
"Bagaimana paman tahu?"
"Aku menjanjikan si pendekar Dewa Angin Sin Hong
Hiap meneruskan pertandingan didepan Benteng
Peaggantungan, dengan maksud melihat bagaimana
reaksinya." Bertutur Tan Kiam Pek. "Rencanaku berhasil.
orang itu menggunakan tangan kanan. Inilah bukti
pertama."
"Kemudian."
"Kuperhatikan lagi gerak gerik tipu silatnya, itupun
berbeda, kupastikan seratus persen bahwa ketua Benteng
Penggantungan bukanlah Tan Kiam Lam."
"Paman telah berkunjung ke Benteng Penggantungan?"
"Baru saja kupergi dari benteng itu."
"Bagaimana keadaan mereka."
"Benteng Penggantungan telah menjadi puing."
"Aaaa ..."
"Benteng Penggantungan telah kedatangan musuh kuat.
semua penghuni benteng itu telah mati."
"Semua telah mati? Bagaimana dengan keadaan
Permaisuri dari Kutup Utara Pek Pek Hiap, pengemis lihai
yang mengaku sebagai Tukang Ramal Amatir, si Bungkuk
Kui Tho Cu sekaliafn?"
"Ketiga orang yang kau sebutkan tidak berada di Benteng
Penggantungan."
”Tidak mungkin. Mereka pasti di Benteng
Penggantungan."
"Diantara mayat-mayat yang menjadi korban tidak
terdapat tubuh mereka."
"Siapakah orang yang menghancurkan Benteng
Penggantungan?"
"Belum diketahui."
"Mungkinkah si Telapak Dingin Han Thian Chiu." Tan
Ciu mengemukakan pendapat.
"Tidak mungkin. Manusia itu tidak mempunyai
keberanian untuk balik kembali."
"Bagaimana keadaan PekCo Yong?"
"Ia menderita luka yang sangat berat."
"Aaa.. . . Bagaimana si Cendikiawan Serba Bisa Thung
Lip?"
"Telah binasa."
"Juga tidak luput dari kematian."
"Sungguh kejam."
"Luar biasa kejam. Tokoh jahat ini berkepandaian tinggi,
kita harus berhati-hati."
Tan Ciu menarik tangan baju Tan Kiam Pek, dan
berkata kepadanya.
"Mari kita berangkat."
"Kemana?" Bertanya Tan Kiam Pek.
"Ke Benteng Penggantungan. Kau katakan Pek Co Yong
menderita luka parah, kita harus segera memberi
pertolongan."
"Mengapa kau berada ditempat ini?" Bertanya Tan Kiam
Pek.
"Maksudku hendak menolong Cang Ceng Ceng."
Menjawab orang ditanya.
"Gadis berbaju putih yang berkepadaian silat yang sangat
tinggi itu?"
"Betul."
"Nah, tugasmu disini belum berhasil, bagaimana ingin
kembali ke Benteng Penggantungan? Legakan hatimu,
kukira Pek Co Yong berada didalam keadaan aman. Ada
baiknya, kau menolong Cang Ceng Ceng lebih dahulu."
"Betul. Aku harus menolong Cang Ceng Ceng lebih
dahulu." Bergumam Tan Ciu.
"Eh siapa yang menangkap kawan wanitamu itu?"
Bertanya Tan Kiam Pek.
"Kim-ie kauw! Orang-orang Kim-ie kauw!" Menjawab si
pemuda.
"Kim ie kauw?" Tan Kiam pek mengerutkan jidat,
"Mengapa aku tidak pernah mendengar nama perkumpulan
ini ?"
Perkumpulan baju kuning baru saja menonjolkan gigi
tentu saja Tan Kiam Pek tidak tahu.
Mereka melakukan perjalanan bersama, tujuannya
menolong Cang Ceng-ceng.
Mendapat bantuan sang paman. Tan Ciu bernyali besar,
pengalaman dan ilmu kepandaian Tan Kiam Pek boleh
diandalkan, bantuan tersebut penting baginya.
Mereka menyelidiki Pegunungan Ngo liong-san.
"Nah, lihat, disana ada seorang berbaju kuning." Tan
Kiam Pek menunjuk kesatu arah.
Seorang anggota Kim ie-kauw sedang mengadakan
perondaan, inilah lembah Ngo-liong.
Tan Ciu tentu melihat adanya orang berbaju kuning itu.
kini ia tidak salah jalan. Mereka telah tiba ditempat markas
besar perkumpulan Kim ie-kauw.
"Biar kubekuk dahulu orang itu," ia berkata.
Tan Kiam Pek menggeleng-gelengkan kepala, ia tidak
setuju.
"Nanti dulu," ia mencegah. "Aku harus
menyembunyikan diri. Kau mengatakan terus terang
kedatanganmu meminta orang. Harus menggunakan
aturan, tata cara dan sopan santun yang mempunyai etikad
baik dapat meredakan ketegangan. Bila musuh berkepala
batu, aku siap mengobrak-abrik sarang mereka,"
Tan Ciu menyetujui usul sang paman. Ia diwajibkan
untuk meminta orang secara sopan. Tan Kiam Pek akan
membayangi dirinya dari tempat gelap, tidak menampilkan
diri. Bila Tan Ciu berhasil. tenaga gelap itu tetap ditempat
gelap. atau menampilkan diri keadaan telah aman dan
damai, tidak membutuhkannya. Tapi bila gagal. ia menjadi
seorang momok jahat. mengobrak-abrik sarang orang.
Tan Kiam Pek segera menyembunyikan dirinya.
Tan Ciu menghampiri si penjaga lembah.
Orang berbaju kuning itu membalikkan badan tampak
olehnya. seorang pemuda cakap dan tampan berjalan
datang.
"Berhenti ditempat itu," Orang berbaju kuning itu
memberi perintah,
Tan Ciu menghentikan langkah kakinya.
"Apa maksud tujaan saudara?" Bertanya orang tersebut.
"Berkunjung kemarkas besar perkumpulan Kim ie
kauw."
"Sebutkan nama saudara!"
"Tan Ciu."
"Apa?!" Orang itu tersentak kaget. "Tan Ciu?!"
"Betul. Katakan kepada ketua kalian, aku Tan Ciu
berkunjung datang."
"Aku akan memberi tahu kedatanganmu, tunggulah
sebentar." Berkata orang itu.
Tan Ciu menganggukkan kepala, kedatangannya secara
jantan, meminta orang tawanan. maka harus tahu aturan.
Orang itu telah membalikkan badan. ia meninggalkan
Tan Ciu. maksudnya memberi tahu dan laporan tentang
kedatangan si pemuda.
Tan Ciu menunggu laporan. Berdiri didepan mulut
lembah Ngo-liong.
Tidak lama kemudian terdengar suara desiran angin yang
bergeser keras. dua gadis berparas cantik berlari-lari datang,
menjumpai kedatangan si pemuda.
Mata Tan Ciu membelalak, paras kedua gadis tersebut
sangat Cantik sekali. Baju yang mereka kenakan sangat
kontras, Satu berpakaian merah sedan yang satu berpakaian
putih.
Gadis yang mengenakan pakaian merah itu membuka
suara. "Kau yang bernama Tan Ciu?"
"Tidak salah." Si pemuda memberikan jawaban.
"Kami berdua ditugaskan menyambut kedatanganmu."
Berkata yang berpakaian putih.
"Segera ajak diriku menemui kauwcu kalian." berkata
Tan Ciu kepada sepasang gadis itu.
"Silahkan jalan didepan." Berkata gadis yang berpakaian
merah.
Tan Ciu mengucapkan terima kasih. Ia berjalan didepan
mereka. Sepasang gadis merah putih mengikuti dibelakang
si pemuda.
Tiga orang itu melakukan perjalanan. menuju kearah
lembah.
Dibelakang si pemuda, sepasang gadis merah putih itu
saling pandang. mereka menganggukkan kepala. Itulah satu
tanda boleh bergerak.
Masing-masing menjepit Tan Ciu, dikiri dan kanan
mengeraskan jari, menotok jalan darah pemuda itu.
Tan Ciu terkejut, desiran angin dari kedua gadis yang
hendak membokong dirinya berkesiur dan berdesir, ia
hendak menghindari serangan gelap itu. Melesat
kesamping.
"Mengapa kalian..." Kata-katanya terputus sampai disini,
Gadis yang mengenakan pakaian pulih berhasil menotok
jalan darah tidur pemuda itu.
Dunia dirasakan medjadi gelap. Tan Ciu tidak sadarkan
diri.
Gadis berbaju merah berkata. "Ia pun masuk perangkap
kita."
Gadis berbaiju putih bertanya. "Kemudian ?"
"Bawa pulang." Memberi perintah gadis yang berpakaian
warna merah.
"Siapa yang menggendongnya?" Bertanya gadis berbaju
putih.
"Kau gendong dirinya."
"Cih, dia seorang lelaki."
"Mengapa? Malu?"
"Kau sajalah yang membawa."
"Baiklah. Kau berhasil menotok jatuh dirinya, Tapi aku
yang membawa pulang, pahala kita tidak ada perbedaan."
Gadis yang berbaju merah itu menggendong Tan Ciu,
dengan menutulkan kakinya ia pun berjalan pergi.
Sepasang gadis merah putih melenyapkan diri.
Tan Ciu dibawa oleh sepasang gadis merah putih itu.
Tan Kiam Pek tidak tahu. Orang-orang dari perkumpulan
Kim ie-kauw juga tidak tahu.
Ternyata sepasang gadis merah putih itu bukanlah
anggota Kim-ie-kauw.
Mereka menggunakan sedikit tipu. berhasil mencegah
pemuda itu menerjang maut.
Bercerita dilembah mulut Ngo-liong.
Dua bayangan kuning meluncur datang, mereka keluar
dalam lembah. Kini sudah berada ditempat pos penjagaan
pertama.
Seorang yang dikanan adalah penjaga lembah, dan orang
yang disebelah kiri adalah seorang wanita berpakaian
kuning, inilah Kim Sam Nio.
Mereka tiba ditempat itu dan mencari Tan Ciu. Tentu
saja tidak berhasil.
Tan Ciu telah digendong pergi oleh sepasang gadis
merah putih.
"Mana itu orang yang kau sebutkan?" bertanya Kim San
Nio. "Dia bicara secara sopan?"
"Betul."
"Hendak bertemu dengan kauwcu."
"Demikian ia mengatakan kepada hamba."
"Bagaimana keadaan wajahnya. marah, tenang atau
bersedih."
"Tidak terlihat jelas."
"Mengapa tidak berada disini?"
"Mungkin telah masuk kedalam lembah," Si penjaga
hendak mengemukakan alasan.
"Tidak mungkin." Debat Kim Sam Nio. "Kita baru
keluar, mengapa tidak berpapasan."
"Lalu kemana pula ia menghilangkan diri?"
"Baik, baik menunggu ditempat ini." Kim-Sam Nio
memberi perintah. "Jangan pergi lagi. Disinilah pos
penjagaanmu. Bila ia kembali segera beritahu."
"B a i k."
Tubuh Kim Sam Nio mumbul tinggi memeriksa daerah
disekitar tempat itu. Kepergian Tan Ciu yang hendak
dipancing masuk kedalam lembah itu mengherankan
dirinya. Biar bagaimana, mereka harus menemukan
pemuda itu.
0oodwoo0
Meninggalkan pencarian Kim Sam Nio yang hendak
menemukan Tan Ciu, dan menyusul perjalanan sepasang
gadis berpakaian merah dan puiih itu.
Mereka membawa Tan Ciu meninggalkan lembah Ngoliong.
Gamblang dan jelas. dua gadis itu bukan angauta
perkumpulan Kim-ie kauw.
Mereka telah meninggalkan lembah Ngo-liong.
Belasan lie kemudian. merasa diri mereka sudah aman,
sepasang gadis merah dan putih menghentikan langkahnya.
Mengambil kesempatan itu mereka istirahat.
Gadis berbaju putih menepuk jidat, gerakan itu sangat
tiba tiba sekali.
"Hei, kau mengapa?" Bertanya gadis yang mengenakan
pakaian merah.
"Bagaimana urusan Benteng Penggantungan?"
"Maksudmu?" Bertanya gadis baju merah tidak mengerti.
"Daripada dua orang melakukan sesuatu tugas. ada lebih
baik kita membagi jabatan."
"Aku belum mengerti."
"Kau pulang dan membawa dirinya. Biar aku yang
bertugas di Banteng Penggantungan." Gadis baju putih
memberi usul.
"Kau harus berhati-hati."
"Tentu."
"Nah, pergilah."
"Tugas membawa dirinya jatuh kepadamu seorang."
"Bawel."
"Tentunya kau lebih senang menggendongnya. Bila mau
kalian pun boleh main cinta2an sangat mesra. bukan?"
"Cis. Tidak tahu malu."
"He. he Tan Ciu terkenal sebagai seorang pemuda berapi
asmara."
"Lekaslah kau pergi!" Bentak gadis baju merah itu.
Yang mengenakan pakaian warna putih pergi tujuannya
adalah Benteng Penggantungan.
Apa yang dilakukan didalam Benteng Penggantungan?
Cerita ini akan diketahui setelah berakhirnya babak ini.
Dengan menggendong tubuh Tan Ciu, gadis baju merah
melanjutkan perjalanan.
Kini, dia sudah berada diatas sebuah sumur tua.
memeriksa keadaan sekelilingnya, mengetahui tidak ada
orang. dengan menggendong tubuh Tan Ciu, gadis baju
merah itu menerjun masuk kedalam sumur tersebut.
Itulah sumur rahasia.
Tempat bermukimnya kawan-kawan dari serasang gadis
berpakaian merah putih tadi.
Bercerita keadaan Tan Ciu. Beberapa lama ia tidak
sadarkan diri. dikala ia bangun dan siuman, dirinya telah
berada disebuah tempat tidur.
Tan Ciu tidak tahu, dirinya bukan berada didalam
markas besar Kim ie-kauw, dua gadis merah dan putih
datang dari dalam lembah tentunya orang-orang
perkumpulan baju kuning itu. ia lupa kepada dandanan
mereka, dua gadis tidak berpakaian kuning, Walaupun
keluar dari dalam lembah Ngo-liong. mereka bukanlah
anggauta perkumpulan itu.
Teringat kejadian yang belum lama terjadi ditotok oleh
gadis berbaju putih.
Tan Ciu bangun berdiri.
Didepan si pemuda berdiri seorang gadis, bukan gadis
baju merah yang membawa Tan Ciu, gadis ini mengenakan
pakaian warna hijau.
"Kau telah sadar?" Berkata gadis itu.
"Siapa kau?" Tan Ciu membentak.
"Segera kau tahu." Berkata gadis itu.
Tan Ciu menggerak-gerakkan tangan kaki, tak ada tanda
terbelenggu. Ia merasa heran.
"Eh, dimanakah aku berada?" Ia tidak mengerti. Bila
sepasang gadis merah putih itu anggota Kim ie kauw
tentunya, ia berada di dalam kamar tahanan.
Bila ditahan, meagapa tidak terbelenqgu? Mengapa
diperlakukan dengan baik?
Gadis berpakaian hijau tidak galak. Gadis ini tertawa
manis.
"Hei. inikah tempat perkumpulan Kim-ie-kauw?"
Bertanya lagi Tan Ciu.
Gadis itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Eii, kemana kalian bawa diriku?" Bertanya lagi Tan Ciu.
"Bersabarlah."
Maksud tujuan Tan Ciu datang kelembah Ngo-liong
adalah menolong Cang Ceng-ceng, kita ia berada dibawah
pengawasan orang. Bagaimana melanjutkan usahanya?
Mana mungkin dapat menahan sabar?
Teringat keadaan Cang Ceng Ceng, hati si pemuda
bergolak kembali. ia mempunyai kebebasan. tubuhnya
melesat, ingin meninggalkan ruangan itu.
Bayangan hijau berkelebat pula, gadis itu pun
mempunyai gerakan yang luar biasa. Ia telah menghadang
didepan si pemuda.
"Hendak kemana?" Demikian ia membentak.
"Minggir." Tan Ciu memukul gadis yang berpakaian
hijau itu.
Pukulan yang luar biasa. si gadis dipaksa menyingkirkan
diri.
Tan Ciu berhasil menerjang keluar dari ruangan itu.
Dikala gadis berpakaian hijau sadar. tubuh si pemuda
telah jauh. Ia mengejar dari belakang.
Gerakan Tan Ciu gesit. kejar mengejar dimenangkan
olehnya. Si gadis tidak berhasil menyandak pemuda itu.
Tiba-tiba, Terlihat bayangan hitam melesat menghadang
kepergian Tan Ciu.
"Berhenti!" Demikian ia membentak,
Tan Ciu terhenti, ia berhadap-hadapan dengan seorang
gadis yang mengenakan pakaian hitam.
"Kau...!?" Tan Ciu berteriak kaget. Duk...Duk.. , Duk...!
Si pemuda mundur kebelakang hingga tiga tapak,
Siapakah gadis berbaju hitam itu? Mengapa sangat
ditakuti?
Tan Ciu mundur kebelakang, semakin jauh.
"Kau. . . Kau. . . Kau Tan Sang?!"
"Betul!" Gadis berbaju hitam menganggukkan kepalanya.
"Mengapa takut kepadaku?"
Gadis itu adalah kakak Tan Ciu, namanya Tan Sang.
Telah mati digantung pada pohon itulah Pohon
Penggantungan.
Bagaimana orang yang telah mati dapat hidup kembali?
Inilah yang diseramkan Tan Ciu.
Beberapa saat, Kakak beradik itu saling pandang.
Akhirnya Tan Sang maju mendekati sang adik.
"Tan Ciu...." Ia memanggil perlahan, penuh kasih
sayang. itulah panggilan seorang kakak yang sangat mesra.
"Kau . . Kau masih hiiup?"
"Aku masih hidup."
Tan Ciu menggoyang-goyangkan kepala. ia tidak
percaya. Mungkinkah seorang yang telah mati bangkit
kembali? Hidup kembali?
Tan Sang memberi keterangan.
"Tan Ciu aku belum mati! Aku adalah kakakmu,"
"Dan orang yang digantung dipohon Penggantungan
itu?"
"Aku belum mati. Percayalah kepadaku."
"Kau yang menyuruh orang membawa aku ketempat
ini?"
"Bukan."
"Siapa yang menyuruh?"
"Pemilik Pohon Penggantungan”
"Pemilik Pohon Penggantungan? Siapakah orang itu?"
"Segera kau bertemu dengannya."
"Dia menempati bangunan ini?"
"Beserta semua murid-muridnya."
Bangunan tersebut berada didasar tanah, dibawah
sebuah sumur tua, maka agak gelap dan kurang
penerangan.
"Ciecie, Pemilik Pohon Penggantungan telah
menggantungmu. mengapa kau beserta dengannya?"
Bertanya Tan Ciu tidak mengerti,
"Mengapa?"
"Dia adalah seorang musuh. Tidak baik mengabdikan
diri kepada musuh."
"Musuh? Kau salah. Dia adalah orang yang mempunyai
hubungan paling dekat dengan kita."
"Siapa ?"
"Ada urusan yang sangat penting untuk dirundingkan
denganmu."
"Urusan penting?" Berkata Tan Ciu panas.
"Kau juga mempunyai urusan penting." Tan Sang
bertanya heran.
"Tentu aku harus menolong Cang Ceng-ceng dari tangan
orang-orang Kim ie-kauw."
"Ha ha. . . .urusan itu mana dapat dikatakan sebagai
urusan penting."
"Eh, mengapa tidak penting." Tan Ciu memjadi sampai
marah.
"Dengarlah ceritaku..."
"Hah, aku harus menolong Cang Ceng-ceng.
"Kita beramai dapat membantu usahamu, Tapi, bukan
sekarang." Berkata Tan Sang.
"Mana boleh? Urusan itu penting sekali. Bila tidak segera
memberikan pertolongan betapa ia akan menderita disana?"
"Aku memberi perintah kepadamu. agar menangguhkan
langkah itu."
"Tidak mungkin." Tan Ciu sangat kukuh.
"Kau melawan?"
"Aku harus menolongnya dahulu."
"Dengarlah pesannya."
"Tidak..." Tubuh Tan Ciu melesat pergi.
"Berhenti!" Bentak Tan Sang. Lagi-lagi menghadang
didepan sang adik.
"Kau?! . . ."
"Tunggulah sebentar,"
"Tidak mungkin.Minggir! Tan Ciu semakin marah,
"Demikian pentingnya Cang Ceng Ceng itu!"
"Tentu."
"Mana yang lebih penting, ibu sendiri atau orang lain?"
"Ibu?"
"Betul. Tidak inginkah kau menemuj beliau?"
"Kau mengatakan. bahwa ibu berada disini?"
"Ng....."
"Aaaa. . . Maksudmu, Pencipta Drama Pohon
Penggantungan wanita berkerudung itu?"
Tan Sang menganggukkan kepala.
"Dia ibu kita?"
"Kau tidak percaya?"
Hati Tan Ciu bergejolak keras, telah lama diharapkan
olehnya. akan adanya suatu keluarga yang mesra hidup
bersama sepasang orang tuanya. Sang ayah. Tan Kiam
Lam. tidak diketahui berita. demikian juga dengan keadaan
ibunya terakhir, ia mendapat selentingan khabar. bahwa
Pencipta Drama Pohon Penggantungan itulah yang menjadi
ibunya.
Ia segera berhadapan dengan Kenyataan. Begitulah hal
itu dapat terjadi?
Tan Ciu memandang kearah keliling, tidak terlihat
sesuatu yang diharapkan.
"Dimana ibu kita?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Mari ikut dibelakangku." Berkata Tan Sang. Mengaiak
gadis yang mengenakan pakaian hijau Tan Sang menuju
kebagian dalam.
Tan Ciu mengikuti dibelakang mereka.
Lorong demi lorong telah dilewatkan Tan Ciu belum
berhasil diketemukan dengan sang ibu.
Mereka tiba didepan sebuah pintu, tujuh gadis menjaga
pintu tersebut, wajah mereka sangat dalam, ketujuh gadis
tersebut mengenakan pakaian yang berlainan, satu baju
kuning yang disebelahnya berbaju merah, lagi berbaju biru,
menyusul yang berpakaian coklat, terong, gading dan yang
diujung berpakaian warna genteng.
Gadis yang berpakaian baju merah adalah orang yang
membawa Tan Ciu ketempat itu. Tidak terlihat gadis yang
mengenakan pakiaian warna putih.
Dari wajah-wajah mereka yang tidak bercahaya. Tan Ciu
mendapat satu firasat jelek.
Atas perintah Tan Sang, ketujuh gadis dengan warna
pakaian tujuh warna itu membuka pintu.Mereka memasuki
ruangan tersebut.
Disebuah bangku didalam ruangan itu berduduk seorang
wanita berkerudung.
Memasuki ruangan, semua gadis berpakaian aneka
macam warna memberi hormat mereka.
"Suhu. . ." Ternyata mereka adalah murid dari wanita
berkerudung itu.
Tan Sang memanggil perlahan, "Ibu...."
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepala,
kemudian berkata. "Kalian boleh menunggu diluar kecuali
Tan Sang dan Tan Ciu."
Gadis yang mengenakan pakaian warna terong, warna
genteng. warna gading warna coklat warna hijau warna
merah warna biru dan warna kuning. semuanya
meninggalkan ruangan itu.
Disana hanya tiga orang. mereka adalah wanita
berkerudung. Tan Sang dan Tan Ciu.
Tan Sang membuka suara lagi. "Ibu. Tan Ciu telah
diundang datang."
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepalanya,
"Aku tahu." ia berkata perlahan.
Tan Ciu maju dua langkah, dengan suara gemetar ia
mengajukan pertanyaan.
"Ibu. . .Kau inikah ibuku?"
Wanita berkerudung itu menganggukkan kepala. dia
yang telah menciptakan Drama Pohon Penggantungan, dia
adalah si Melati Putih Giok Hu Yong ibu Tan Ciu dan
Tang Sang.
"Oh . . . ibu . . ." Tan Ciu menubrukkan dirinya,
menangis dalam pelukan sang ibu.
Pertemuan ibu dan anak yang sangat mengharukan.
Akhirnya merekapun berkumpul kembali. Derita dan duka
yang tidak terhingga, walaupun demikian. mereka boleh
cukup puas. akhirnya keluarga itu bersatu lagi!
Sambil meng-elus2 kepala Tan Ciu. wanita berkerudung
itu berkata.
"Tan Ciu kasihan. . .Oh anakku yang menderita. . .
ibumu menyesal. . .tidak dapat memelihara dirimu baikbaik."
Bagaikan seorarg anak kecil yang sangat lolokan tiba-tiba
saja Tan Ciu menyingkap kerudung tutup muka sang ibu,
Melati Putih terkejut. tapi ia membiarkan gerakan arak
itu.
Wajah dibalik tutup kerudung itu sangat agung, penuh
kewibawaan, tiada cacad, satu wajah yang cukup bagus
mudah dibayangkan, betapa cantik wajah ini semasa muda.
Tan Ciu belum pernah melihat wajah sang ibu, ia
memperhatikannya sekian lama, ingin menanam kesan
yang mendalam.
Melati putih Giok Hu Yong berkata. "Marahkah
kepadaku?"
Tan Ciu menggeleng-gelengkan kepala.
Melati Putih berkata lagi. "Aku menyesal, tidak dapat
memelihara kalian baik2. Aku mempunyai kesukaran
keadaan dan kedudukanku sangai sulit dan terjepit."
"Kami dapat menyelami kesengsaraan ibu." Berkata Tan
Ciu .
"Keluarga kita adalah keluarga sengsara." Berkata Giok
Hu Yong sedih.
"Ibu kita telah berkumpul bukan?"
"Mana kau tahu berkumpulnya kita ini segera
dipecahkan orang."
"Oh, jangan. Telah lama kami merindukanmu. mengapa
tidak hidup bersatu? Mengapa harus berpisah kembali?"
"Tahukah kau, mengapa aku tidak segera
memperkenalkan diri?"
"Ng , .. Mengapa ibu menggunakan tutup kerudung
muka?" Tan Ciu menatap wajah ibunya, tidak luka, juga
tidak bercacad, mengapa harus menutup dan dikerudungi?
"Kau tidak tahu. musuh kita mempunyai ilmu
kepandaian silat yang sangat tinggi, bila ia tahu aku masih
hidup, dengan mudah akan dikalahkan olehnya. Maka aku
harus menyembunyikan waja asliku, melatih diri dengan
tekun."
"Siapakah orang itu?" Bertanya Tan Ciu.
"Dia telah tahu keadaanku, mengadakan tantangan,
maka aku mengundangmu."
"Mangapa begitu jahat, katakan kepada anakmu. siapa
orang itu,biar aku yang menghadapinya."
Melati Putih Giok Hu Yong menggeleng-gelengkan
kepala. ia berkata. "Tidak seorang pun yang dapat
menandinginya."
"Katakanlah siapa orarg itu? Dimana ia berada?"
Bertanya Tan Ciu tidak sabar.
"Segera kuberitahu kepadamu, masih banyak yang harus
kau ketahui. Kini, kau percaya, bahwa akulah orang yang
menciptakan drama Pohon Penggantungan."
"Ng . . ."
"Mengapa aku menggunakan siasat ini?"
Tan Ciu memandang wajah sang ibu, ia tidak mengerti
dengan alasan apa ibu memainkan peran sebagai pencipta
Drama Pohon penggantungan? Mengapa Tan Sang yang
sudah mati dapat dihidupkan kembali?
Melati Putih berkata.
"Tentunya kau belum tahu, bagaimana cerita Pohon
Penggantunggan."
"Ng.. . ."
"Mengertikah, mengapa kakakmu Tan Sang tidak mati?"
"Tidak tahu."
"Cerita harus dimulai dari pertama, Tentunya pernah
kau dengar cerita tentang kematianku, kematian dibawah
tangan ayahmu bukan?"
"Pernah dengar."
"Berita itupun tidak benar. Orang yang membunuh
diriku bukanlah ayahmu. ..."
“Si Telapak Dingin Han Thian Chiu?" Tan Ciu segera
dapat menduga siapa adanya manusia jahat itu.
"Tidak salah. Itulah jelmaan Han Thian Chiu." Berkata
Melati Putih, "Dia sakit hati kepadaku, sebelum aku
menikah dengan ayahmu Han Thian Chiu adalah orang
yang paling getol berkunjung kerumah. Kejadian itu telah
berlangsung lama dimasa mudaku."
"TernyataHan Thian Chiu. Biar aku yang melawannya."
Berkata Tan Ciu gagah.
"Dengarlah perlahan-lahan." Berkata si Melati Putih
Giok Hu Yong. "Orang yang memalsukan ayahmu adalah
Han Thian Chiu, orang yang hendak membunuh akupun
Han Thian Chiu. Tapi orang yang membunuh ayahmu
bukan orang itu."
"Siapa?"
"Seorang wanita yang berkepandaian tinggi. ia
mempunyai hubungan baik dengan Han Thian Chiu. Ilmu
kepandaian Han Thian Chiu tinggi. tapi belum dapat
mengetahui kedua orang tuamu. lain lagi keadaan dengan
wanita ini, dia adalah seorang jago wanita tanpa tandingan
sebelum aku kawin dengan ayahmu, dia cinta dengan
ayahmu. cintanya gagal karena itu, ia menaruh dendam,
Dia adalah musuh utama kita."
"Wanita jelek suatu hari kau akan jatuh kedalam
tanganku." Berkata Tan Ciu gemes, adanya wanita
menjengkelkan baginya. Membunuh sang ayah, menceraiberaikan
keluarganya.
"Wanita ini bersekongkol dengan Han Thian Chiu
menculik ayahmu. . ."
"Menculik...?"
"Ng... Demikianlah Kira-kira kejadian itu, dahulu aku
tidak tahu. Han Thian Chiu menggunakan wajah ayahmu
menggantikan kedudukannya, aku kena tipu, Hanya
beberapa hari aku mengetahui akan'adanya sesuatu yang
tidak beres ayahmu menggunakan tangan kiri seorang
Kidal, Aku marah besar. segera kubunuh dirinya. Tapi
gagal?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Maka tersiarlah khabar seorang wanita membunuh
suami sendiri." Berkata si pemuda.
"Demikianlah aku mendapat nama jelek." BerkataMelati
Putih, "Mereka pandai main sandiwara. Han Thian Chiu
tidak mati, tapi ia berpura-pura mati. Sengaja membuat satu
propaganda seorang istri yang jahat dan kejam telah
membunuh suami sendiri. Karena itu ada alasan kuat untuk
menghukum diriku, aku hendak dibunuh mati, digantung
diatas Pohon Penggantungan."
"Aa . . .Digantung diatas pohon Penggantungan?" Tan
Ciu berteriak kaget. ”Ternyata sang ibu pernah menjadi
korban maut itu! Karena hendak menuntut balas, ia
menciptakan drama Pohon Penggantungan. ”
"Dikala aku hendak membunuh Han Thian Chiu. itu
waktu Han Thian Chiu masih menggunakan wajah
ayahmu, datanglah wanita itu. Dia yang menggagalkan
usaha. aku ditotok oleh seorang wanita yang berkepandaian
tinggi. mereka adalah manusia-manusia sekongkolan,
maksudnya membunuh keluarga kita. Disaat itu aku
mendengar teriakan ayahmu..."
"Ayah? ..."
"Ng . . . Ayahmu memohon agar mereka tidak
membunuh kita orang. Demikian aku digantung diatas
pohon Penggantungan."
"Sampai ditolong orang?"
"Ng.. . Diatas pohon maut itu, aku menderita. sampai
mendapat pertolongan."
"Siapakah yang membawa aku dan Tan Sang kepada
Putri Angin Tornado Kim HongHong."
"Itulah ayahmu."
"Kemudian ?"
"Entahlah. Aku tidak tahu. Mungkin ia masih hidup,
mungkin juga sudah dibunuh oleh mereka."
"Mulai saat itu Han Thian Chiu menggunakan wajah
ayah, berkelana didalam rimba persilatan?"
"Ia menciptakan Benteng Penggantungan, disana
memelihara banyak orang."
"Dan ibu . .."
"Aku melatih diri agar dapat mengatasi mereka,"
"Kini telah berhasil ?"
"Belum. Ilmu kepandaian musuh kita itu sangat tangguh.
Masih belum waktunya bertanding dengan mereka."
"Han Thian Chiu dengan wanita itu?"
"Aku tidak takut kepada Han Thian Chiu, tapi wanita
itu. . ."
"Sangat tinggikah ilmu kepandaiannya?"
"Luar biasa sekali."
"Siapakah nama wanita tersebut?"
"Giok Hong."
"Giok Hong... Giok Hong..." Tan Ciu meng-ingat2 nama
itu.
"Menurut apa yang kutahu." Berkata lagi si Melati Putih
Giok Hu Yong. "Ilmu kepandaian Giok Hong belum ada
tandingan. Ilmu silatnya sangat tinggi dan luar biasa."
"Karena itu ibu menggunakan tutup kerudung muka
menghindarinya?" Tan Ciu meminta ketegasan.
"Ng. . .Aku hendak menuntut balas, aku harus
mengetahui masih hidupkah dia? Karena itu menggunakan
drama Pohon Penggantungan, aku hendak menarik
perhatiannya."
"Ia berhasil dipancing datang?"
"Ng . . .Ia muncul dibawah Pohon Penggantungan."
"A a a a . . ."
"Itulah tahun ketiga, ia menampilkan diri. kami
bertempur, tentu saja aku menggunakan tutup kerudung, ia
tidak tahu siapa diriku, tapi aku tahu, itulah orang yang aku
kehendaki, Ilmu silatnya lebih maju lagi aku bukan
tandingannya, aku dikalahkan. Beruntung, ia tidak tahu,
siapa diriku, karena itu aku bebas dari kematian?
"Dan gadis-gadis yang kau gantung diatas Pohon
Penggantungan?"
"Seperti apa yang telah kau lihat, aku menerima mereka
sebagai murid. Tidak seorang pun yang mati. Dengan cara2
tertentu, aku berhasil mengelabui semua orang."
Tan Ciu memuji kecerdasan otak sang ibu, mereka harus
mencari wanita yang bernama Giok Hong itu. dialah yang
menjadi biang keladi. Rumah tangga hampir hancur
berantakan karenanya.
Musuh kedua adalah si Telapak Dingin Han Thian Chiu.
Mereka harus membunuh kedua orang itu,
Giok Hu Yong berkata. "Aku memberi tahu kepada
mereka, untuk mengundang kau datang, tahukah kau
maksud tujuan itu?"
"Tidak tahu."
"Musuh kita telah mengetahui keadaanku,ia mengirim
surat tantangan. Aku dijanjikan untuk menemuinya
dipuncak Pek-soat-hong. Setelah mengadakan duel keras,
satu harus menerima kematian. Tentu saja. ilmu
kepandaianku masih bukan tandingannya. tapi aku tidak
menyembunyikan diri lagi. tak mungkin menolak tawaran
itu, aku segera ke puncak Pek-soat-hong. hendak berduel
dengannya. Besar kemungkinan aku mati ditempat itu.
Itulah sebabnya mengapa mengundang dirimu, mungkin
hari ini adalah hari pertemuan kita yang terakhir."
Giok Hu Yong menarik napas sedih.
"Serahkan persoalan ini kepadaku." Berkata Tan ciu
gagah. "Sebagai seorang putra aku wajib memikul tanggung
jawab itu."
"Tidak. Kau bukan tandingannya." Berkata Giok Hu
Yong,
"Ibu mengatakan, bahwa ibu bukan tandingannya,
bukan?"
"Ng . . ."
"Mengapa tidak mau menyerahkan perkara ini
kepadaku?"
"Aku tidak mengharapkan kematianmu."
"Kamipun tidak mengharapkan kematian ibu." Berkata
Tan Ciu.
"Bila aku yang hadir. masih mungkin ada pengecualian.
Siapa tahu. peruntungan bagus ada padaku. dapat
mengalahkannya."
"Serahkanlah kepada anakmu, mungkin aku
mengalahkannya."
"Tidak mungkin." si Melaii Putih menolak permintaan
sang anak.
"Ibu. . ."
"Kau belum tahu betapa hebat ilmu kepandaian wanita
itu."
"Aku tidak mempunyai pegangan kuat untuk
mengalahkannya. bukan?"
"Biar bagaimana, orang yang ditantang adalah aku,
bukan kau !"
"Aku adalah putramu, ini wajib."
"Tidak mungkin."
"Mengapa tidak mungkin. Tanggung jawab kedua orang
tua harus jatuh kepada putera dan putri mereka."
"Kukira. ada orang yang datang." Berkata Giok Hu
Yong, ia memandang kearah pintu.
Dikala Tan Ciu sedang bersitegang dengan sang ibu
mendengar ada langkah orang yang mendatangi ruangan
mereka. Percakapan itu terhenti.
Pintu dibuka. . .
Berjalan masuk dua orang. mereka adalah Permaisuri
dari Kutub Utara Pek Pek Hap. Tukang Ramal Amatir,
Pengemis tua yang misterius.
Kedatangan dua orang atas undangan Melati Putih,
maka tidak sulit menemukan bangunan dibawah sumur tua.
Permaisuri dari kutub utara Pek Pek Hap adalah kawan
baik Giok Hu Yong, lebih dari pada itu, nama mereka
pernah dicemarkan oleh si Telapak Dingin Han Thian
Chiu. Mereka pernah digantung dipohon maut. Pohon
Penggantungan.
Mereka sangat gembira pertemuan itu berada diluar
dugaan. Sipengemis tua mulai membuka suara.
"Telah lama kuketahui bahwa Pencipta drama Pohon
Penggantungan adalah dirimu. Karena kau menggunakan
tutup kerudung muka, aku tahu kau mempunyai
kesukaran2. dugaanku pasti tidak salah,"
Kemudian menghadapi Tan Ciu.
"Masih ingatkah kepada pertaruhan kita?" Demikian
Tukang Ramal Amatir itu bertanya.
"Kau tidak percaya. bahwa aku tidak dapat meramalkan
segala sesuatu. termasuk siapa yang menjadi pencipta
Drama Pohon Penggantungan. Telah kutulis jawaban orang
pada sebuah kertas. masih adakah carikan kertas itu?"
Dari dalam saku bajunya, Tan Ciu mengeluarkan
carikan kertas yang diminta.
"Nah, buka dan lihatlah, apa yang kutulis diatas kertas
itu." Berkata lagi pengemis tua.
Tan Ciu membuka lipatan kertas. disana tertulis
"Pencipta Drama Pobon Penggantungan adalah ibumu.
Melati Putih Giok Hu Yong" Wajah Tan Ciu berubah
semakin pucat.
Menurut pertaruhan mereka. Siapa yang kalah bertaruh,
siapa harus menyerahknn batok kepalanya.
Dengan wajah tersungging senyuman, si Tukang Ramal
Amatir berkata, "Bagaimana? Batok kepalamu telah
dikalahkan olehku bukan?"
Tan Ciu bungkam.
"Jangan takut." Pengemis tua itu memberi hiburan. "Aku
tidak menginginkan batok kepalamu."
"Apa yang cianpwee kehendaki?" Bertanya Tan Ciu. Ia
telah kalah bertaruh. sudah selayaknya menyerahkan
barang yang diminta.
"Apapun tidak mau." Berkata si Tukang Ramal Amatir,
"Aku hanya menghendaki keselamatanmu."
Tan Ciu menyengir.
Dengan sungguh-sungguh pengemis tua itu memandang
Melati Putih.
"Kau menyuruh seorang gadis yang berpakaian putih
mengundarg kita orang apa maksud tujuanmu?" ia
bertanya.
Melati Putih menceritakan kesulitannya. musuh sangat
kuat, dan diapun tidak ada niatan untuk menolak janji
pertemuan itu.
Diundangnya Permaisuri dari Kutub Utara dan
Pengemis tua itu hendak memberikan pesan terakhir.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berkata, "Aku
sedang heran, siapakah yang merusak Benteng
Penggantungan? Mendengar ceritamu kukira dialah yang
membunuh sekian banyak orang didalam Benteng
Penggantungan."
"Benteng Penggantungan telah dirusak orang?" Bertanya
Melati Putih Giok Hu Yong.
"Hancur berantakan. Sekian banyak orang telah dibunuh
mati semua," berkata Pek Pek Hap.
"Tahukah orang yang melakukan kebuasan tersebut?"
"Kukira besar kemungkinannya orang itu." Pek PeK Hap
menduga kepada mereka yang sama.
"Siapa?"
"Wanita yang kau sebut bernama Giok Hong itu."
"Apa yang telah terjadi didalam Benteng
Penggantungan?" BerkataMelati Putih.
"Suatu malam, Kami mendapat kunjungan seorang jago
silat tidak ada yang dapat menandinginya kecuali beberapa
orang, semua telah binasa."
"Kita sedang menghadapi musuh bersama."
"Ng, maksudmu, hendak menggabungkan diri?"
Bertanya Permaisuri dari kutub Utara Pek Pek Hap.
Melati Putih Giok Hu Yong menggelengkan kepala.
"Aku hendak menemuinya. Maksudku, tolong pelihara
kedua anakku, juga murid2ku." Ia menghendaki Permaisuri
dari kutub Utara PeK Pek Hap dan si pengemis tua Tukang
Ramal Amatir meneruskan usahanya.
Dari dalam saku bajunya, Melati Pulih mengeluarkan
sebuah kitab, diserahkan kepada Pek PekHap.
"Inilah kitab ilmu silat, didalam isi kitab terdapat
semacam ilmu kepandaian, khusus mendidik beberapa anak
dara, menggabungkan tenaga untuk menghadapi musuh
kuat." Demikian Giok Hu Yong memberi keterangan,
"Tolong didik murid2ku, beri mereka pelajaran yang
terdapat didalam kitab, setelah berhasil mungkin merekalah
yang dapat mengalahkan Giok Hong."
Pengemis Tukang Ramal Amatir berkata.
Giok Hu Yong memandang pengemis tua itu, ia berkata.
"Besar kemungkinan musuh datang dengan jumlah besar.
menggunakan kepergianku bila mereka mengadakan
serangan. tentu tidak ada yang dapat mencegahkannya.
Tugas menjaga sumur Penggantungan kuserahkan kepada
kalian."
Nama tempat persembunyian Melati Putih disebut
Sumur Penggantungan.
"Menjaga keamanan tempat?" Bertanya si Pengemis tua.
"Tentunya kau mau menolong bukan?" Berkata Giok Hu
Yong.
"Menolong orang adalah kewajiban. Bagaimana boleh
menolak? Aku akan menunggu kedatangan mereka, bila
betul ada niatan untuk menghancurkan rumah tangga
orang, aku akan mengadu jiwa. Pergilah dengan tenang."
Tan Ciu berkata, "Ibu, dimanakah letak puncak Pek-soathong
itu?"
"Aku tidak boleh memberi keterangan tentang letak
tempat perjanjian maut. Bila kau tahu. tentunya kau dapat
mendahului aku." berkata siMelati Putih Giok Hu Yong.
Semua orang yang berada ditempat itu sangat paham.
Pertemuan Giok Hu Yong adalah pertemuan maut,
mungkin ia tidak dapat kembali lagi. Hati semua orang
dirasakan menjadi berat.
"Ibu. seharusnya aku yang mewakili mengadakan
pertemuan dengannya." Berkata Tan Ciu.
"Tidak mungkin, ilmu kepandaianmu bukan tandingan
orang yang bernama Giok Hong itu."
"Bila ilmu kepandaianku dapat mengalahkannya?"
"Tidak mungkin." Giok Hu Yong kukuh. "Aku pun
bukan tandingan dia, apalagi kau."
"Bila ilmu kepandaianku dapat mengalahkan ibu,
bagaimana?"
Giok Hu Yong terbelalak.
"Tidak mungkin," ia tidak percaya.
"Bila aku mempunyai ilmu kepandaian tinggi. bila ilmu
kepandaianku berada diatasmu, tentu ibu mengijinkan aku
mewakilimu. mengadakan pertemuan duel itu, bukan?"
Berkata Tan Ciu girang.
"Kau..." Giok Hu Yong masih ragu-ragu,
Si Pengemis Sakti Tukang Ramal memberikan
keputusan, katanya, "Bila kau memiliki ilmu kepandaian
diatas, ibumu tentu saja boleh mewakili dirinya."
"Mana boleh dia. ..." kata Giok Hu Yong.
"Berilah kesempatan.,." Berkata si pengemis tua,
"Anakmu itu harus mendapat latihan, Apa lagi dia dapat
mengalahkan dirimu." .
"Baiklah." Akhirnya Giok Hu Yong mengalah.
"Bila ia dapat mengalahkan diriku pertemuan itu boleh
diwakili olehnya."
Tukang Ramal Amatir berkata. "Nah kalian boleh
bertanding, siapa yang menang dia akan keluar sebagai
juara dan berhak menepati janji orang itu dipuncak Pek
soat-jong!"
Tan Ciu dan ibunya telah saling pandang, mereka
berhadap-hadapan.
Melati Putih Giok Hu Yong meremehkan ilmu
kepandaian sang putra, langkah tersebut dianggap berlebihlebihan.
Tentu saja. Melati Putih tidak tahu, bahwa sang putra
telah mendapat ilmu silat luar biasa didalam belasan hari,
tenaga dalam Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie telah
disalurkan kepadanya.
Berbeda dengan Giok Hu Yong, si pengemis tua
mengetahui kepergian Tan Ciu mencari Guha Kematian,
bila sipemuda dapat meninggalkan Guha Kematian dengan
keadaan selamat, pasti mendapatkan sesuatu. Maka ia
menganjurkan anak dan ibu itu mengadu silat.
Tan Ciu berusaha menenangkan hatinya yang memukul
keras. Ilmu Kepandaian Pencipta Drama Pohon
Penggantungan pernah menggemparkan rimba persilatan.
bukan ilmu biasa, itulah sang ibu, mungkinkah ia dapat
mengalahkannya?
Lain perasaan merangsang rongga dada si pemuda, bila
ia kalah, maka gagallah mewakili sang ibu menepati janji
duel dipuncak Pek soat-hong, Ancaman bahaya akan jatuh
kepada sang ibu, hal ini tidak boleh terjadi.
Pengemis tua yang mengaku sebagai Tukang Ramal
Amatir dapat menduga isi hati orang, segera ia berkata,
"Bocah Tan Ciu, jangan kau menjadi gugup. Kau harus
mengeluarkan semua tenagamu. Bila kau kalah, aku tidak
dapat membantumu lagi. Apa boleh buat kita harus
membiarkan ibumu menerjang bahaya seorang diri."
Tan Ciu berkata, "Aku tahu."
Pengemis Tukang Ramal Amatir memberi komando.
"Nah, boleh mulai."
Tan Ciu memandang sang ibu,
"Ibu boleh mulai." Ia berkata.
"Baik." Giok Hu Yong mengayun tangan. Bagaikan
kecepatan kilat, membuat suatu garisan serangan.
Ilmu kepandaian Pancipta Drama Pohon Penggsntungan
Giok Hu Yong telah diresmikan sebagai ilmu kepandaian
kelas satu. Kecepatan dan kegesitannya sangat luar biasa.
Disaat itu Tan Ciu mendapat serangan kuat dari sang
ibu.
Tiga macam perubahan telah membayangi serangan
Giok Hu Yong.
Setelah menguras ilmu kepandaian Guha Kematian,
ilmu kepandaian si pemuda mengalami kemajuan pesat, ia
dapat melihat lowongan2 bahaya dari serangan ibunya
meluncur kedepan dan dari situ ia menikung, mererobos
lewat. Demikian ia berhasil meloloskan diri dari serangain
Giok Hu Yong, berikut tiga macam perubahannya juga.
Giok Hu Yong tertegun.
Tukang Ramal Amatir berteriak. "Bagus!"
Langkah yang Tan Ciu gunakan untuk meloloskan diri
dari serangan ibunya sangat luar biasa menakjubkan.
Giok Hu Yong pernah menyaksikan ilmu kepandaian
sang putera, kemajuan itupun berada diluar dugaannya.
"Anak Ciu. ilmu kepandaian apa yang kau gunakan
tadi?" Ia bertanya.
"Yu-leng-poh!"
Tukang Ramal Amatir mengeluarkan pujian, "Ilmu yang
luar biasa."
Giok Hu Yong dapat membuktikan bahwa sang putra
telah mendapat kemajuan cepat, bukanlah berarti
menyerah. Serangannya tapi bersipat penjajakan, belum
penuh.
Ia berkata. "Anak Ciu, terima lagi seranganku."
Kata2nya disertai dengan serangan tangan kanan, Tan
Ciu menggunakan tangan kiri menangkis serangan itu.
Giok Hu Yong mengirim serangan tangannya yang
kedua.
Kecepatan mereka melebihi kilat, begitu bergebrak,
saling serang dan saling tangkis. sret. .. . sret,. . . sret.. . .
sret.. . .
Disaat yang sama, empat jurus telah dilewatkan, kedua
bayangan ini berpisah. Memandang situasi itu, wajah
semua orang berubah
Baju Giok Hu Yong telah mendapat tambahan empat
lubang.
Wajah Pencipta Drama Pohon Penggantungan itu pun
berubah menjadi pucat!
Mungkinkah hal ini dapat terjadi? Hanya puluhan hari
berpisah. Tan Ciu dapat lompat naik beberapa kelas!
Tan Ciu menunjuk hormatnya, ia berkata, "Ibu maafkan
kelancangan anakmu."
Giok Hu Yong menyedot napasnya panjang-panjang.
"Ah. . ."
Tan Ciu berkata. "Ibu, kau telah kukalahkan. Beri
kesempatan kepadaku untuk mewakili dirimu meneruskan
janji duel itu."
"Tidak mungkin!"
"Ibu....."
"Aku tidak dapat membiarkan kau mengantarkan jiwa."
"Ibu telah berjanji." Berkata Tan Ciu.
"Aku tidak mengharapkan kau mati dibawah
tangannya." Berkata Giok Hu Yong.
"Akupun tidak mengharapkan ibu mengantar jiwa
kepadanya."
Pengemis tua berkata,
”Kalau kalian berdua tidak menghendaki pihak kedua
menerjang maut, juga wajib menerima tantangan itu.
Seorang yang lebih kuat harus menanggungnya, resiko
kematiannya lebih kecil."
"Aku yang harus pergi," Berkata Tan Ciu.
"Tapi. . ."
Pengemis tukang Ramal Amatir berkata. "Jangan kau
menelan kembali janjimu"
Giok Hu Yong menarik napas dalam,
"Baiklah " Akhirnya ia menyerah.
Pengemis tukang Ramal Amatir menganggukan kepala.
"Kukira Tan Ciu lebih cocok untuk menandinginya."
"Ibu" Panggil Tan Ciu segera. "Dimana letak
perjanjiannya?"
"Kita diwajibkan menunggunya dipuncak Pek-soat-hong.
Dan diberi gambar tentang letak puncak Pek-soat-hong."
"Waktunya?"
"Esok lusa."
"Aku segera berangkat." Berkara Tan Ciu.
"Kau harus berhati-hati." Berpesan sang ibu. Air mata
Giok Hu Yong berlinang-linang.
"Ibu, mengapa kau menangis?" Tan Ciu mengajukan
pertanyaan.
"Ilmu kepandaiannya sangat luar biasa. Kau masih
bukan tandingannya. Setelah kau mati dia akan datang
ketempat ini juga."
"Hah!" Tan Ciu tersentak kaget. "Dia menghendaki
kematian ibu?"
"Ng . , . ."
"Bila ibu mati?"
"Urusan baru selesai."
Tan Ciu mengerutkan alisnya. Ia sedang mengasah otak
untuk mencari jalan keluar mengatasi bahaya.
Melati Putih Giok Ho Yong bertanya kepada anak itu,
"Anak Ciu. Apa yang sedang kau pikirkan?"
Tan Ciu tidak menjawab pertanyaan itu. ia sedang
memikirkan cara-cara untuk mengatasi kesulitan mereka,
mengerutkan alisnya panjang2, tidak seorang pun yang tahu
apa yang sedang dipikir oleh pemuda itu.
Tiba-tiba. . . .
Tan Ciu mengeluarkan bentakan keras, sangat mendadak
sekali.
Terjadi suasana yang menyeramkan.
Semua orang hadir masih binggung, apa maksud yang
menjadi tujuan anak pemuda itu, mengapa mengeluarkan
suara yang seperti orang gila?
Terlebih-lebih si Melati Putih Giok Hu Yong, letaknya
dengan sang anak sangat dekat sekali, jadi kesima.
Sepasang mata Tan Ciu memancarkan cahaya luar biasa.
Tangan si pemuda terangkat. dan ia bergeram lagi menepuk
ibu sendiri.
Giok Hu Yong jatuh menggeletak.
Keadaan semakin kacau.
Terdengar suara jeritan Tan sang, "Tan Ciu, sudah gla
kau? Mengapa membunuh ibu?"
Bentakan itu disertai dengan pukulan tangannya.
Menyingkir dari pukulan Tan Sang, si pemuda berteriak.
"Sabar!"
Tan Sang menarik pulang serangan. Memandang kearah
Giok Hu Yong.
Tubuh Pencipta Drama Pohon Penggantungan telah
menggeletak, tidak bernapas.
Pengemis tukangRamal Amatir tidak dapat tertawa lagi.
Tan Sang membentak. "Dengan alasan apa kau
membunuh ibu?"
Pengemis Tukang Ramal Amatir juga membuka suara,
"Bocah Tan Ciu. mengapa kau. . .?"
"Ibu akan mengikuti dibelakangku." Berkata Tan Ciu.
"Juga tidak seharusnya, kau melakukan perbuatan ini
bukan? Kau melarang orang membunuh ibumu, mengapa
membunuhnya lebih dahulu?"
"Aku tidak membunuh." Berkata Tan Ciu.
"Huh ..."
Itu waktu Tan Sang telah merangkul. Ibunya Tidak
bergerak, juga tanpa denyutan nadi napas,
Pengemis Sakti TukangRamal Amatir tidak percaya.
Tan Ciu memberi keterangan. "Ibu telah kutekan dengan
ilmu Ie-hun-tay-hoat, seolah-olah telah mati. Tapi tidak."
Pengemis Tukang Ramal Amatir tertawa.
"Luar biasa." Ia memberikan pujiannya. ”Segala macam
ilmu pelajaran telah berhasil kau yakinkan."
Tan Ciu berkata.
"Masa berlaku ilmu ini hanya lima belas hari, setelah itu.
dia akan sadar kembali."
"Kau memberi tekanan tidur kepada ibu?" Bertanya Tan
sang.
"Ng......."
"Mengapa?"
"Menurut keterangan yang ibu berikan, musuh kita
terlalu kuat. Dimisalkan aku mati ditangannya, ia pun tidak
luput pula. Kecuali didalam keadaan seperti mati. Bila ini ia
berkunjung datang dan menyaksikan keadaan ibu yang
sudah tidak bernapas, tentunya mendapat kepuasan,
menyudahi perkara."
-ooo0dw0ooo-
Jilid18
TAN SANG mengeluarkan napas lega, ia mengerti
mengapa sang adik harus mengambil langkah yang seperti
ini.
Untuk menjaga sesuatu yang belum datang, cara Tan Ciu
mendapat pujian.
Tan Sang berkata. "Kau menakutkan orang."
"Apa boleh buat."
"Bila kau hendak berangkat?"
"Segera." Berkata Tan Ciu. "Jagalah baik-baik keadaan
ibu kita."
"Tentu."
"Aku pergi."
Mereka mengantar sehingga diluar dari tempat rahasia.
Diperjalanan keluar. Pengemis Tukang Ramal Amatir
mengajukan pertanyaan. "Didalam Guha Kematian. kau
mendapatkan ilmu luar biasa."
"Ilmu Ie-hun Tay-hoat dan beberapa macam ilmu
lainnya!"
"Bagaimana keadaan CangCeng Ceng?"
"Ditangkap oleh perkumpulan Kim ie kauw."
"Perkumpulan Kim-ie kauw?"
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap turut bicara,
"Belum pernah kudengar ada perkumpulan yang seperti
ini."
Tukang Ramal Amatir berteriak. "Apa?! Perkumpulan
Kim-ie kauw?"
"Ng . . ." Tan Ciu menganggukkan kepala,
"Kau telah bentrok dengan Kim ie kauw?"
"Lebih dari satu kali." Lalu diceritakan secara terperinci
bagaimana Kim-ie-kauw menganggu dia.
Selesai bertutur memandang pengemis tua itu, Tan Ciu
mengajukan pertanyaan.
"Cianpwe tentunya kau pernah dengar nama Kim-iekauw?"
"Sudah lama sekali," Berkata Tukang Ramal Amatir.
"Lama sekali." Berkata Pek Pek Hap.
"Puluhan tahun yang lalu, perkumpulan Kim ie kauw
dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berteriak.
"Kim-ie Mo-jin?! . . .Aaaaa!. . , nama ini pernah kudengar.
Bukankah sudah mati?"
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Dibawah pimpinan Kim-ie Mo-jin, perkumpulan itu
semakin pesat, kecongkakannya menyebabkan ia bertindak
sewenang-wenang. orang yang menentang ditendang keluar
dari lingkungan kekuasaan. mereka dibunuh dianiaya atau
diintimidasi. Timbul kekacauan, disusul dengan kemarahan
umum. mereka bersatu menentang rezim Kim ie Mo-jin
dibawah Pimpinan seorang jago penegak keadilan dan
kebenaran yang bernama Tiat Tin Cu. perkumpulan Kin-iekauw
digulingkan dari tahta kekuasaannya. Kim-ie Mo-jin
melarikan diri."
Tan Ciu berkata. "Mungkinkah Kim-ie Mo-jin muncul
kembali?"
"Bukanlah suatu hal yang mustahil."
"Kita harus bersatu, menumpas mereka."
"Tanpa menunggu munculnyaCiat Tin Cu baru."
"B e t u l."
Tiba-tiba Tan Ciu berkata.
"Heran, bagaimana mereka tahu bahwa aku memiliki
kitab Thian mo po-lok?"
"Tentunya mempunyai hubungan rapat dengan
gurumu." Berkata Tukang Ramal Amatir.
"Guruku itu telah lenyap."
"Tentunya telah jatuh kedalam tangan mereka."
"Cianpwe tahu pasti?"
Tukang Ramal Amatir berkata.
"Putri Angin Tornado Kim HongHong cinta kepada Sim
In. melarikan diri dari ayahnya. meninggalkan keluarga. . ."
"Suhu pernah bercerita." Berkata Tan Ciu.
"Tahukah siapa gurumu?"
"Maksud cianpwe ?"
"Siapa yang menjadi ayahnya?"
"Suhu belum menyebut nama lengkapnya."
"Suhumu she Kim. Orang keluarga Kim tidak banyak.
Kukira mempunyai hubungan erat dengan ketua
perkumpulan Kim ie kauw, Kim-ie Mo-jin."
"Aaaa ..!"
"Setelah urusan keluargamu selesai, kau boleh menuju
kearah perkumpulan Kim-ie-kauw."
"Tentu."
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap mengajukan
pertanyaan. "Ada sesuatu yang lupa kutanyakan
kepadamu."
"Katakanlah!"
"Selama beberapa hari belakangan ini. kau bertemu
dengan Ong Leng Leng?"
"Si Ular Golis?"
"Ng...."
Bila tidak disebut nama si Ular Golis Ong Leng Leng,
Tan Ciu sudah melupakannya. Telah lama ia tidak bertemu
dengan gadis itu, Se-olah2 gadis itu telah lenyap dari
permukaan bumi. Tidak ada khabar cerita lagi.
Tan Ciu memandang Pek pek Hap,
"Ia belum kembali ?." Ia bertanya.
"Belum."
"Akan kuperhatikan hal ini."
"Ng. . ."
"Cianpwe. .." Tan Ciu memandang jago wanita itu.
Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap memandang
si pemuda.
"Katakanlah!" Ia berkata.
"Bagaimana keadaan nona Pek?" Ia menanyakan
kesehatan Pek Co Yong.
"Kau telah bertemu dengan pamanmu Tan Kiam Pek?"
"Sudah."
"Luka Pek Co Yong telah sembuh." Berkata Pek Pek
Hap, "Hanya luka hatinyalah yang tidak mungkin diobati
orang lain.”
Wajah Tan Ciu memerah.
Kisah diatas adalah percakapan dari Pengemis Tukang
Ramal Amatir, Permaisuri dari kutup Utara Pek Pek Hap
dan jago muda kita Tan Ciu!
Mereka telah tiba dipermukaan bangunan dibawah
tanah, itulah sebuah sumur tua.
Mengambil selamat berpisah, Tan Ciu meninggalkan
semua orang. Dia menuju kearah puncak Pek soat-hong.
Duel maut?
Tan Ciu akan menghadiri suatu pertemuan maut? Duel
maut?
Langkah kaki Tan Ciu berderap diantara jalan-jalan
pegunungan melewati lembah, mengarungi sungai.
Menurut keterangan sang ibu, musuh terlau kuat. Dia
masih bukan tandingan musuh itu.
Itulah berarti ia menuju kearah kematian,
Terbayang kembali wajah Cang Ceng-ceng. Gadis itu
masih berada didalam perkumpulan Kim ie kauw.
Bagaimana ia harus membebaskan diri?
Bayangan lain menyusul datang, itulah si Ular Golis Ong
Leng-leng. kemana perginya gadis ini?
Disusul dengan bayangan Pek Co Yong.
Bayangan sang paman Tan Kiam Pek. Dua bayanganbayangan
orang yang pernah dikenal olehnya.
Langkah Tan Ciu semakin dekat dengan jurang akhir
penghidupan.
Tiba-tiba.. .
Lamunan Tan Ciu dibangunkan oleh satu suara yang
memanggilnya. "Saudara itu jangan pergi."
Tan Ciu menoleh. Siapakah yang memanggilnya?
Disana telah bertambah seorang, dia mengenakan tutup
kerudung muka, berpakaian warna abu duduk diatas sebuah
kursi beroda, itulah seorang cacad. Orang itu yang
membangunkan Tan Ciu dari lamunan.
"Kau yang memanggil?” Bertanya Tan Ciu
"Betul," Berkata siorang cacad yang duduk diatas kursi
roda.
"Ada urusankah?” Bertanya lagi si pemuda.
Orang itu berkata.
"Kulihat ilmu kepandaianmu lumayan juga, aku hendak
meminta petunjuk."
"Tentang apa?" Bertanya Tan Ciu.
"Berapa lamakah kau berkelana didalam dunia
persilatan?" Bertanya orang diatas kursi roda itu.
"Kurang lebih dua tahun."
"Ng. . . Kau pernah dengar nama seorang yang bernama
Han Thian Chiu dengan gelar Telapak Dingin."
Hati Tan Ciu terkejut.
"Si Telapak Dingin Han Thian Chiu?" Ia berkata.
"Betul!"
"Aku tahu." Berkata Tan Ciu.
Dengan sikap yang tidak sabar, orang cacad itu bertanya
lagi, "Dimanakah kini?"
"Dia pernah menetap didalam Benteng penggantungan.
Dan kemudian pergi entah kemana."
"Ooo...." Orang diatas kursi roda itu mengeluarkan suara
putus harapan.
"Kau hendak menemui Han Thian Chiu?” Bertanya Tan
Ciu.
"Betul."
"Bagaimana hubungan kalian? Kawan?"
"Kawan? Bukan!"
"Ng.. . ."
"Musuh?"
Tan Ciu hendak mengajukan pertanyaan, bagaimana
terjadinya, permusuhan orang itu dengan si Telapak Dingin
Han Thian Ciu. Maksud tadi dibatalkan. Mengingat
perkenalan dengan orang tersebut belum mendalam,
Urusan orang lain tidak perlu menambah kepusingan
otaknya.
Orang itu mengenakan pakaian kelabu, dia duduk lesu,
Seolah-olah putus harapan?
Tan Ciu membuka suara. "Masih ada yang hendak
ditanyakan."
"T i d a k."
"Aku hendak melanjutkan perjalanan." Tubuh Tan Ciu
melesat, cepat sekali meninggalkan orang cacad yang duduk
di kursi beroda.
Orang itu duduk sekian lama!Melamun, Suatu ketika, ia
berkata.
"Eh..-."
Maksudnya hendak menanyakan sesuatu yang sangat
penting, Tapi bayangan Tan Ciu telah lenyap, Tidak
terlihat.
Tangannya memegang kedua gelinding.. siur . . . kursi
itu meluncur. Ia mengejar Tan Ciu!
-ooo0dw0ooo-
Di puncak gunung Pek soat-hong.
Seorang pemuda memandang pandangan dibawah
kakinya.
Siapakah pemuda itu?
Dia adalah murid si Putri Angin Tornado Kim Hong
Hong, putra si Pencipta Drama Pohon Penggantungan
Melati Putih Giok Hu Yong.
Namanya Tan Ciu!
Salju putih menutupi pemandangan, bagaikan kapas
tipis, bunga-bunga salju bertaburan.
Tan Ciu tiba ditempat itu pada keesokan harinya, setelah
ia meninggalkan sang ibu dibangunan luar biasa yang
terletak dibawah tanah. Janji duel adalah dua hari lagi, dua
hari dari waktu keberangkatannya.
Ia datang lebih cepat satu hari dari waktu yang
ditetapkap.
Tan Ciu harus menunggu satu hari.
Memandang tidak ada orang, ia harus mencari tempat
bermalam.
Hawa sangat dingin.
Tan Ciu melayang turun. dia dapat melihat adanya
sebuah guha perlindungan. Langsung meluncur kearah itu.
Guha cukup untuk seorang, sangat gelap, tentunya
sangat dalam.
Memeriksa sebentar, Tan Ciu mengayun kakinya
maksudnya memasuki guha tersebut.
Tiba-tiba, terdengar suara bentakan seseorang.
"Hei!"
Tan Ciu menekan lajunya kaki, ia membatalkan diri.
Berdiri dimulut guha, menolehkan kepalanya.
Seorang pemuda berkerudung jubah kulit macan tutul
berdiri dihadapan jago kita.
Ditangan kanan pemuda berbaju macan itu memegang
senjata bercagak, itulah garpu untuk menghadapi binatang
buas.
Ditangan kiri pemuda itu menantang dua ekor kelinci
liar. itulah hasil buruannya.
Dia seorang pemburu.
Tan Ciu tertegun.
Pemuda berpakaian bulu macan itu menegur lagi.
"Kau mau apa?"
"Ahk tidak?" Tan Ciu masih bingung,
"Huh, bukankah kau hendak memasuki guha itu."
Bertanya lagi si pemuda berpakaian macan tutul.
"Oh, ya....."
"Mengapa boleh sembarang memasuki tempat tinggal
orang?"
"Tempal tinggal orang?"
"Tempat tinggalku." Geram si pemuda pemburu.
"Rumahmu?! Kau tinggal didalam guha itu."
"Mengapa? Tidak boleh?"
"Oh..... Aku salah bicara."
"Hei mengapa tidak meminta ijin dahulu?"
Tan Ciu menyengir.
Bagaimana ia meminta izin? Sedangkan orang itu baru
saja datang.
Mana diketahui, bahwa guha batu itu ada penghuninya?
Pertanyaan-pertanyaan si pemuda berbaju macan sering
menyimpang dan kebiasaan seorang yang berpikiran
normal.
Mungkinkah sedang berhadapan dengan seorang
pemuda sinting.
Tidak mungkin.
Orang itu masih pandai merawat diri. Masih bisa
bersuara. Masih dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan
yang seperti masuk di akal.
"Hei, apa yang sedang kau pikirkan?" Bertanya lagi
pemuda berpakaian kulit macan.
"Oh . . ." Tan Ciu sadar dari lamunannya. "Sedang
kupikirkan, mengapa kau tinggal di dalam sebuah guha?"
"Mengapa tidak? Tinggal didalam guha lebih nyaman
dari membuat rumah." Berkata pemuda berpakaian kulit
macan itu.
"Bolehkah aku memasuki guhamu?" Tan Ciu meminta
ijin.
"Tidak boleh." Berkata pemuda itu.
Tan Ciu membelalakkan mata.
Niatan pertama. ia hendak menerjang masuk Dan
terpikir cepat, apa guna bersitegang dengan seorang pemuda
dungu?
Guha gunung sangat banyak, ia dapat memilih guhaguha
lainnya untuk bermalam,
Tan Ciu berjalan pergi,
Pemuda itu berteriak. "Hei, kau hendak kemana?"
"Pergi."
"Tidak jadi memasuki guhaku?"
"T i d a k!"
"Ha. ha ... Kau marah? Baiklah. Aku mengijinkan kau
masuk." Ia tertawa. "Hawa udara sangat dingin aku
kasihan, kau akan mati kedinginan."
Tan Ciu menyengir lagi.
Guha itu sangat dalam, cukup lebar dapat menampung
belasan orang. Memasuki kebagian dalam. Tan Ciu bebas
dari serangan hawa dingin.
Pemuda berpakaian kulit macan telah meletakkan senjata
perbuatannya, membuat sate panggang kelinci.
Selera Tan Ciu merangsang.
Pemuda itu duduk disamping api unggun, dia berkata.
"Duduklah lebih dekat lagi. Lihat keadaanmu, tentunya
kedinginan."
Tan Ciu menggeser tempat duduk.
"Terima kasih. "Ia berkata.
Pemuda berkulit macan bukan seorang manusia pintar,
dia mempunyai hati yang cukup baik.
Memandang orang itu. Tan Ciu berkata. "Kau tidak
dingin?"
"Dingin? Ha? Tanpa pakaian, aku kuat berbaring dihujan
salju sehingga sepuluh hari, lihatlah?" Pemuda itu
membuka baju kulit macannya, memperlihatkan
keangkeran tubuhnya yang berotot.
Hitam langsat, kulit pemuda itu penuh dengan spieer.
Tentunya sangat kuat.
Tan Ciu tertawa, timbul niatannya untuk menggoda
pemuda ini. ia berkata.
"Badanmu memang luar biasa. didalam bentuk potongan
yang kuartikan. Kekuatannya, hm ... kukira belum tentu
kuat bertahan dari totokan jariku."
"Ha, ha, ha,.." Pemuda itu tertawa.
"Tidak percaya?"
"Berapa kuatkah jarimu itu? Gunakanlah golok dan
pedangmu aku tidak takut."
"Berani kau tertaruh?"
”Bertaruh? Apa. apa yang dipertaruhkan?"
"Bila kau kalah. Aku hendak bermalam ditempat ini."
"Bila kau yang kalah?" Bertanya pemuda itu.
"Katakanlah." Berkata Tan Ciu. "Apa yang kau mau?
Aku akan mengabulkan segala permintaanmu."
"Baik ... Apa yang kuhendaki. . ." Pemuda itu
menggelengkan kepalanya, memikir barang yang belum
dipunyai.
Tiba-tiba ia berteriak.
"Aha sudahkah kau beristeri?"
"Beristeri?" Tan Ciu terbelalak. "Mengapa mengajukan
pertanyaan ini.
"Sangat penting sekali."
"Belum." Berkata Tan Ciu,
"Adakah kawan wanitamu yang terbaik?"
"Tentu saja ada."
"Aha. itulah. Bila kau tidak berhasil menotok aku jatuh,
aku menghendaki kawan wanitamu itu."
Tan Ciu tertegun.
"Permintaan yang luar biasa." Ia berkata.
"Apa yang luar biasa?"
"Masakkan kawan wanita dijadikan barang taruhan?"
"Mengapa tidak boleh?"
"Alasanmu?"
"Umurku telah dua puluh delapan tahun belum beristeri.
Tentu aku ingin beristeri. Aku menghendaki kawan
wanitamu."
Hampir Tan Ciu tertawa.
Dikala itu. daging bakar telah mengepul. Si pemuda
menarik pulang gagang tusukkan, Menyabetnya dua
potong, satu dijejal masuk mulut sendiri dan lainnya
diberikan kepada Tan Ciu.
"Makanlah." Ia berkata.
Tan Ciu menyambuti daging bakar, dengan tertawa, ia
berkata. "Kawan wanitaku disediakan uutuk isteriku. Bukan
untukmu."
"Bila ada lebih, boleh membagi satu." Berkata pemuda
itu.
Tan Ciu menggigit daging kelinci mendengar ucapan itu,
daging itu hampir tersembur keluar.
"Mana boleh." Ia berkata. "Kawan wanita harus dicari
sendiri, bukanlah barang yang boleh sembarang
dipersembahkan. Berusahalah mencari kawan wanita
lainnya."
"Tidak mungkin, tempat tinggalku dipuncak gunung
salju. Tidak mungkin ada wanita berkunjung datang,
Bagaimana aku berkenalan dengan seorang wanita?"
"Kau belum pernah menjumpai wanita?"
"Belum. bagaimana keadaan bentuk wanita itu hingga
saat ini, aku belum tahu. Belum pernah aku melihat bentuk
ukuran wanita."
"Ha. ha, ha ...." Giliran Tan Ciu yang tertawa.
"Bagaimana kau tahu, bahwa aku bukan wanita?" Ia
mengajukan pertanyaan!
"Tentu saja bukan." Berkata pemuda itu. "Ayahku
berkata. Rambut seorang wanira sangat panjang, dadanya
melembung kedepan, perutnya mengecil rapet, pinggangnya
besar kebelakang dan lain-lainnya. Kau tidak mempunyai
ciri-ciri seperti tadi. Kau bukan wanita."
"Ha, ha, ha. . . Eh dimanakah ayahmu?" Tan Ciu
mengajukan pertanyaan.
"Mati."
"Oooo . . Baiklah. Bila aku tidak dapat mengalahkanmu.
Akan kucarikan seorang wanita untuk menjadi isterimu."
"Sungguh?" Pemuda itu sangat girang.
"Tentu. Aku tidak akan menipu."
"Baik. Berani kau menipu, akan kucekek batang
lehermu." Si pemuda membuat suatu gerakan mencekek
orang.
"Boleh." Tan Ciu menerima perjanjian.
"Mari." Pemuda itu memasang dada. "Kau boleh
mencoba menjatuhkan aku."
Didalam hati Tan Ciu tertawa geli. Pemuda ini belum
tahu berapa lihaynya ilmu totokan. Hanya satu kali dorong,
pasti ia dapat menjatuhkannya.
"Sudah bersiap siaga ?" Ia bertanya.
"Sudah. mulailah." Tantang pemuda itu.
Tan Ciu menggerakan tangan, clep . . .. menotok jalan
darah Kie-bun-hiat.
Haheeek. . .
Tangan Tan Ciu dirasakan sakit, hampir patah.
Pemuda itu tidak bergeming dari tempat kedudukannya
yang semula.
Tan Ciu kesima!
Manusia besikah yang dihadapi? Mengapa tidak
mempan totokan?
Pemuda itu tertawa riang. "Aha, kau harus menyediakan
seorang isteri untukku !"
"Kau, kau, kau . .!"
Pemuda itu tertawa, "Aha, masih penasaran?"
Tan Ciu menganggukkan kepala.
Pemuda itu mengeluarkan sebilah pisau, diserahkan
kepada Tan Ciu.
"Kuberi kesempatan satu kali lagi! Gunakanlah pisau ini!
Bila kau tidak berhasil, kau harus mengaku kalah, mau ?"
Tan Ciu telah berhadapan dengan keturunan keluarga
jago silat, dan kini dia maklum, pemuda itu telah menutup
semua hawanya, maka tidak mempan ilmu totokan.
Menyambuti pisau itu, Tan Ciu memberi peringatan.
"Kau harus berhati-hati."
Dengan cara apa, pemuda dapat menghindari tusukan
pisaunya?
"Kuatkanlah tenagamu. aku tidak akan mati." Pemuda
dipuncak gunung Pek-soat-hong itu menantang.
"Awas!" Tan Ciu mengirim suatu tikaman, Trakkk!.. .
Pisau terpental balik.
Nyali Tan Ciu dirasakan seperti hendak mencelat keluar.
Luar biasa! Mungkinkah ada ilmu kepandaian yang
semacam ini? Kepandaian yang tidak mempan senjata
tajam ?
Pemuda berbaju kulit macan itu membuka mulut,
"Bagaimana?Mengaku kalah?"
Tan Ciu mematung ditempat, seolah-olah telah menjadi
seorang manusia batu. Tentu saja ia tidak percaya akan
adanya ilmu kepandaian seperti apa yang telah disaksikan.
"Hei. . ." Pemuda itu berteriak lagi, "Mengapa tidak
bicara.
"Kau menang." Berkata Tan Ciu.
Kemenangan pemuda itu diperas dari ilmu kekebalan,
badannya yang luar biasa. Suatu kemenangan yang gilang
gemilang.
Tan Ciu menderita kesalahan, sangat mutlak.
Kepandaian pemuda ini menaklukkan semua jago rimba
persilatan dan menjadi seorang jago tanpa tandingan.
Dia berkata. "Kau kalah seorang istri."
"Kau hebat.” Tan Ciu memuji.
"Wanita mana yang hendak kau serahkan kepadaku?"
"A a a a," Tan Ciu menghadapi suatu problem kesulitan.
Sebelum terjadi pertaruhan. Tan Ciu menduga pasti
bahwa ia akan memenangkan pertandingan itu.
Terbukti bahwa ia menderita kekalahan.
Siapa yang hendak diserahkan kepadanya sebagai isteri?
"Hei" Berteriak lagi pemuda itu. “Siapa yang hendak kau
serahkan kepadaku ?"
"Kau harus bersabar." Akhirnya Tan Ciu berkata. "Kau
segera tahu."
"Kau yang membawa datang ketempat ini."
"Ng . ."
"B a g u s."
"Eh, bagaimanakah sebutan saudara yang mulia."
"Aku Ong Jie Hauw."
Mereka saling berkenalan.
Hari itu Tan Ciu bermalam didalam guhaOng Jie Hauw.
Menjelang hari yang kedua ?
Hari yang jernih, tanpa hujan salju. Tanah yang masih
putih adalah bekas peninggalan salju dikemarin hari.
Tan Ciu meninggalkan guha Ong Jie Hauw dan menuju
kearah puncak.
Dia tidak menunggu lama, terlihat bayangan merah yang
bergulung naik keatas, itulah bayangan orang yang
ditunggu.
Sangat gesit sekali, cepat sekali, disana telah bertambah
seorang gadis berpakaian baju merah. Mereka saling
pandang. Gadis baju merah tertegun.
"Hei?" Ia menegur ”Adakah melihat seorang wanita?"
"Tidak?" Berkata Tan Ciu.
"Kau menunggu siapa? Bertanya lagi gadis tersebut.
"Kau?"
"Aku?" Gadis baju merah sangat heran. "Kau kenal
kepadaku?"
"kau yang menantang ibuku?"
"Aaaa. . .Kau putra Giok Hu Yong?"
"Betul. kau Giok Hong?"
"Bukan. Aku muridnya! Surat tantangan dikeluarkan
oleh guruku." Berkata sigadis. "Mengapa ibumu tidak
datang?"
"Mengapa gurumu tidak datang?" Balik debat sipemuda.
"Bagus! Berani Giok Hu Yong mengabaikan panggilan
guruku?"
"Dewa manakah yang menjadi gurumu? Mengapa berani
mengadakan surat panggilan?"
Gadis. itu marah besar.
"Kau mencari mati?" Ia membentak
"Kau yang mencari kematian!" Berkata Tan Ciu,
"Bagus! Biar aku yang membunuhmu!" kata gadis itu.
"Kau berani?" Tantang Tan Ciu.
"Mengapa tidak?"
"Kurang ajar."
"Kau yang kurang ajar."
Perdebatan meningkat, pertarungan tidak dapat dielakan.
gadis itu menggoyangkan tangan memukul sipemuda.
Tan Ciu menangkis serangan tadi.
"Serangan bagus." Ia mengeluarkan pujian.
"Kau juga tidak lemah," Berkata gadis itu.
"Kini giliran kau yang menerima seranganku." Berkata
Tan Ciu. Betul-betul ia membalas dengan satu serangan
maut!
Gadis berbaju merah bukan manusia biasa, ia berani
mewakili gurunya menantang Giok Hu Yong, tentu
berkepandaian tinggi! Serangan Tan Ciu dapat diegoskan
olehnya! Dari situ, ia mengirim tiga serangan lainnya,
sangat cepat sekali!
Lawan berat!
Tan Ciu mengerahkan semua kekuatannya, dan ia
berhasil mengimbangi kekuatan lawan!
Belasan jurus telah dilewatkan! Gerakan gadis itu gesit
sekali, Tan Ciu percaya, bila guru si gadis yang berkunjung
datang, dia bukan tandingannya.
Keterangan sang ibu telah terbukti, musuh
berkepandaian tinggi.
Bila guru gadis si baju merah yang datang, akh. . .
Tan ciu memberikan perlawanannya.
Suatu ketika, gadis baju merah membentak, tangan
kirinya melurcur kearah perut si pemuda.
Tan Ciu mengeraskan tangan, membacok kebawah,
sangat keras sekali.
Si gadis gesit, dikala serangan Tan Ciu datang, dia telah
menarik kembali. membatalkan maksud tujuannya yang
semula, jari-jarinya dikeraskan, menotok kearah jalan darah
Leng-lay.
Tan Ciu berganti tempat, berbalik cepat. Dia sudah
berada dibelakang orang. Hut... mendorongkan kedua
tangannya.
Gadis itu mengalami kegagalan. Lompat atau melarikan
diri, berarti kekalahan set! Dia juga berbalik, dengan kedua
tangan, memapaki datangnya pukulan.
Terdengar suara yang bergemuruh, tubuh gadis itu
terpental mundur. Dia kalah tenaga.
Kalah tenaga bukan berarti bukan kalah kepandaian,
dengan tipu-tipu silatnya yang luar biasa ia menerjang lagi.
pertempuran masih belum lagi selesai. Dua puluh jurus
berlalu . . .
Tiga puluh jurus berlewat. Dan setelah empat puluh
jurus kemudian, perbedaan segera menonjol. Dengan
tenaga dalamnya yang lebih unggul. Tan Ciu memaksa
mengadakan benturan-benturan akibat dari benturanbenturan
tadi, sigadis terdesak.
Tan Ciu berhasil membuat suatu posisi tegang lagi?
Kedua telapak tangan didorong kedepan.
Gadis itu tidak mempunyai jalan mundur ia harus
mengadu kekuatan pula.
T i b a2 . . .
Satu bayangan meluncur naik, menyelak diantara kedua
orang ini. Dengan satu tangan satu ia menerima pukulan2
gadis berbaju merah dan Tan Ciu.
Pertarungan duel terhenti
Tan Ciu di Timur. Lawannya diarah Barat, Dia ditengah2
dua orang. berdiri si pemuda berpakaian kulit
macan, itulah Ong Jie Hauw.
Pusat perhatian terpikat oleh bentuk tubuh gadis baju
merah. dengan mulut melongo ia memandangnya terus
menerus.
"Aha. Tentunya, kau seorang wanita asli." Ia berkata.
Itulah kata-kata dan perbuatan yang sangat kurang ajar.
Si gadis segera membentak. "Cih, tidak tahu malu."
Ong Jie Hauw tidak marah, Ia berpaling kearah Tan Ciu
dan menegur kawan itu.
"Hei, mengapa tidak boleh menghina seorang wanita?"
Tan Ciu menyengir.
"Aku. . ."
Gadis berbaju merah sudah hampir menderita
kekalahan. Datangnya Ong Jie Hauw sangat
menguntungkan.
Tiba-tiba hatinya tergerak, bila ia dapat menggunakan
orang ini, tentu lebih menguntungkan lagi. Segera ia
berteriak.
"Dia orang jahat."
Ong Jie Hauw menoleh, dan dikala kepalanya dibalikan,
sepasang matanya telah menatap Tan Ciu.
"Mengapa ?" Ia bertanya.
"Wanita itulah yang jahat." Berkata Tan Ciu.
Ong Jie Hauw menggeleng-gelengkan kepala ia tidak
percaya.
"Dia sangat cantik." Katanya. "Mengapa katakan jahat."
"Saudara Ong," berkata Tan Ciu. "Minggirlah."
Jie Hauw tertawa. Ia tidak mau menyingkir diri dari
persengketaan.
"Saudara Ong?" Berkata lagi Tan Ciu, "Lekaslah kau
kembali kedalam guha! menunggu wanita yang kubawakan
kepadamu?"
"Uh uh, . uh . , ," Ong Jie Hauw mengundurkan diri.
Gadis berbaju merah berteriak, "Jangan percaya?!"
Ong Jie Hauw berpaling.
"Mengapa?" Ia mengajukan pertanyaan.
"Dia bohong." Berkata si gadis. "Dia tidak mempunyai
wanita. Akulah wanita. Kau bantu membunuh dia, aku
adalah istrimu."
"Ah . . ." Ong Jie Hauw berteriak girang, "Kau bersedia
menjadi istriku?"
"T e n t u."
"Mari kita kembali." Ong Jie Hauw hendak menarik
tangan gadis itu.
"Tunggu dulu, Kau harus membunuhnya." Berkata si
gadis, "Tidak akan kau biarkan orang lain menghina
istrimu, bukan?"
"Tentu."
"Bunuh dia." Si gadis memberi perintah.
"Aha, tentu .. . tentu . ." Ong Jie Hauw berhadaphadapan
dengan Tan Ciu.
Tan Ciu mundur dua langkah. Bila Ong Jie Hauw ada
niatan membunuh dirinya. Tidak mungkin ia lolos dari
kematian.
Ong Jie Hauw masih tertawa-tawa.
Tan Ciu mundur satu langkah lagi.
Ong Jie Hauw maju satu langkah, jarak mereka tetap
seperti semula.
Tan Ciu menggeram. "Ong Jie Hauw, kau gila?"
"Gila? Aha . .." Ong Jie Hauw tertawa, "Aku belum
pernah mempunyai penyakit gila."
"Bagaimana kau membantu pihak musuh?" Bertanya
Tan Ciu lagi.
"Dia isteriku. Tentu aku membela dirinya." Berkata Ong
Jie Hauw tertawa-tawa.
Gadis baju merah juga berteriak. "Betul. Setelah
membunuh dirinya. aku adalah istrimu."
Tan Ciu berteriak. "Jangan percaya keterangannya. Dia
hendak menipu dirimu."
"Hendak menipu aku?" Ong Jie Hauw membatalkan
niatannya untuk membunuh Tan Ciu, dia berpaling dan
memandang gadis baju merah yang mengatakan hendak
menyerahkan diri jadi istrinya,
"Kau tidak menipu aku bukan?" Ia berkata.
"Mana mungkin. Bunuhlah dia cepat." Berkata gadis itu.
"Aku adalah istrimu."
"Sungguh? Jangan mencoba untuk membohong
kepadaku."
"Mana mungkin aku berbobong?"
"Baik." Ong Jie Hauw mengambil putusan.
Tan Ciu menggedek-gedek kepala. Apa yang dapat
dilakukan untuk menghadapi si dungu?
Tujuan si Dungu hendak memperistri orang kecuali itu,
apapun tidak dihiraukan olehnya.
Ong Jie Hauw mendatangi Tan Ciu.
Mengapa dunia melahirkan seorang dungu seperti Ong
Jie Hauw? Dikata ada orang yang bersedia menjadi istrinya,
apapun tidak mau diambil pulang. Membunuh orang pun
boleh.
Tan Ciu berkepandaian tinggi. Tinggi untuk menghadapi
orang lain.
Bertemu dengan Ong Jie Hauw yang tidak mempan
senjata, tentu saja Tan Ciu turun pangkat, kalah derajat.
Tan Ciu mundur lagi kebelakang. Ong Jie Hauw
mendesak kedepan.
"Saudara Ong, mengapa kau percaya kepada
obrolannya?" Tan Ciu masih berusaha menghindari
kejadian.
"Mengapa tidak boleh percaya ?"
"Setelah kau membunuh aku, dia segera melarikan diri."
"Melarikan diri?" Ong Jie Hauw berpaling kebelakang.
"Kau hendak melarikan diri?" Ia bertanya kepada gadis
baju merah itu.
"Tidak." Berkata si gadis.
"Bila kau melarikan diri?"
"Kau . . . Kau dapat mengejar, bukan?"
"Aha..."
Ong Jie Hauw mendesak Tan Ciu, untuk kesekian
kalinya.
Tan Ciu menggeretek gigi!
"Saudara Ong," Ia berteriak. "Tekadmu untuk
membantunya sudah bulat?"
"Aha, dia ingin menjadi istriku?Mengapa tidak bulat?"
"Bagaimana dengan wanita yang kau minta dariku?"
"Satu istri pun cukup, persembahanmu tidak kuterima
lagi!"
Tan Ciu membalikkan badan, maksudnya hendak
melarikan diri.
Ong Jie Hauw lebih cepat, begitu melesat. tubuhnya
telah berada diudara, bagaikan seekor burung alap-alap
yang menerkam mangsanya, ia menukik turun.
Cengkeraman yang lihay.
Tan Ciu menjatuhkan dirinya kesamping.
Ong Jie Hauw menerkam lagi. Untuk kedua kalinya, Tan
Ciu berhasil menyingkirkan dirinya.
Dua terkaman Ong Jie Hauw tidak membawa hasil. Sifat
liarnya si dungu terjangkit, ia menggeram, mengeluarkan
suara yang seperti binatang, lagi-lagi menubruk si pemuda.
Tan Ciu teringat akan ilmu Ie hun Tay-hoat, bila dia
dapat menggunakan ilmu itu untuk menundukan lawannya.
Tan Ciu juga mengeluarkan suara pekikan panjang.
Ong Jie Hauw terkejut,Matanya memandang korban itu.
Dua pasang mata hadap-berhadapan. Sinar mata saling
tumbuk.
Menggunakan ilmu batinnya. Tan Ciu memancarkan
cahaya luar biasan tangannya diangkat tinggi2.
Ong Jie Hauw tidak mengerti. kejadian apa yang akan
menimpa dirinya.
Gadis berbaju merah juga bingung.
Tiba-tiba , . .
Ong Jie Hauw tertawa, Ia berkata, "Aha mengapa
mempelototkan mata seperti itu?"
Celaka! Tamatlah harapan Tan Ciu untuk mengalahkan
manusia dungu itu! Tenaga dalam Ong Jie Hauw masih
berada diatas Tan Ciu! Maka kekuatan yang dikatakan
kepadanya tidak membawa hasil!
Ong Jie Hauw mengayun tangan!
P h a n g ! ! !
Tan Ciu tidak dapat menolak pukulan, mulutnya
menyemburkan darah, tubuhnya terpental!
Ong Jie Hauw mengirim pukulan yang kedua.
Tan Ciu menjadi nekad, dengan sekuat tenaga
menyongsong datangnya pukulan itu.
Gedubrak!, Tan Ciu jatuh terpelanting.
Gadis berbaju merah membarengi gerakan itu, beberapa
pukulan pula dilontarkan pada Tan Ciu!
Berguling-gulingan beberapa kali, Tan Ciu meloloskan
diri dari pukulan-pukulan maut!
Akibat dari beradunya kedua tenaga, Ong Jie Hauw juga
terdorong mundur! Kini ia maju kembali. Segera ia
berteriak.
"Serahkan kepadaku."
Gadis berbaju merah mengundurkan diri.
Secepat kilat itu Tan Ciu melarikan diri.
Ong Jie Hauw tertegun!
Gadis Derbaju merah tidak berani mengejar, ilmu
kepandaiannya masih dibawah tingkatan Tan Ciu!
Dia berteriak. "Lekas kejar!"
Ong Jie Hauw mengayun Kaki. mengejar Tan Ciu.
Gadis baju merah mengintil dibelakangnya.
Kecepatan Ong Jie Hauw juga luar biasa, ia berhasil
memperpendek jalan pengejaran.
Tan Ciu melarikan diri. kini dihadapannya tiada jalan
lagi. Lembah curam memutuskan perjalanan.
Ong Jie Hauw telah mengejar tiba.
"Tan Ciu, jangan benci kepadaku!" Berkata si dungu.
Ia memukul lagi,
Tan Ciu menerjunkan diri kedalam jurang sangat dalam,
terdengar suara jeritan pemuda itu, berkumandang lama
sekali. Semakin lama semakin kecil akhirnya lenyap!
Ong Jie Hauw terpaku dipinggiran tebing jurang.
Gadis berbaju merah menengok kebawah hanya kabut
putih yang mengisi lembah itu,
Ong Jie Hauw bergumam. "Manusia tolol. mengapa
menerjunkan diri kedalam jurang? Bukankah mati konyol?"
Gadis baju merah tertawa riang.
Ong Jie Hauw meninggalkan tebing jurang menghampiri
gadis itu dan berkata.
"Mari kita pulang."
"Pulang kemana?" Bertanya gadis itu.
"Tentu saja pulang ketempatku."
"Pulang ketempatmu?"
"Mengapa tidak? Kau harus tidur denganku."
Wajah sigadis menjadi merah,
"Tidak tahu malu." Ia berkata.
"Mengapa malu. Kau adalah istriku. Mengapa tidak
boleh tidur denganmu?"
Gadis itu hendak menggunakan tenaga Ong Jie Hauw
membunuh Tan Ciu. Perkembangan kejadian seperti itu
sungguh berada diluar dugaan.
Ong Jie Hauw berkepandaian tinggi, ciri lain adalah
otaknya yang sangat dungu. Tentu saja gadis itu tak mau
kawin dengannya.
"Dimanakah tempat tinggalmu?" Ia bertanya.
"Didalam guha itu ?"
Lie Bwee, demikian nama gadis berbaju merah tertawa
manis. Dia harus membawakan sikapnya yang lunak, seolah2
tunduk pada si dungu.
Ong Jie Hauw kesima, dia menjadi lupa daratan dunia
pun dirasakan menjadi sorga. Dia tidak tahu. itu pun
termasuk salah satu tipu Lie Bwee.
"Hayo, kau berjalan didepan." Lie Bwee berkata.
"Tentu.... Tentu...." Berkata si dunguOng Jie Hauw.
Seolah-olah terkena ilmu sihir. ia meninggalkan gadis
itu. turun gunung, hendah pulang kedalam guhanya.
Lie Bwee mesem-mesem ditempat, Sebentar lagi. setelah
si dungu sudah jauh, ia akan melarikan diri.
"Dasar dungu." Ia bergumamsendiri.
Ong Jie Hauw melangkah turun, tiba-tiba ia
menghentikan langkah kakinya.
"Tidak mungkin," Ia bergumam. Cepat-cepat ia
membalikkan badan kebelakang, gadis baju merah Lie
Bwee tidak bergeming dari tempatnya yang semula. Ia
menghampiri lagi.
"Ada apa?" Bertanya Lie Bwee. Ia sangat terkejut.
"Tidak mungkin." Berkata Ong Jie Hauw.
"Apa yang tidak mungkin."
"Mana mungkin aku berjalan lebih dulu."
"Maksudmu ?"
"Kau berjalan dihadapanku." Ia berteriak.
"Mengapa?" Lenyaplah kesempatannya untuk melarikan
diri.
"Setelah aku pergi, kau dapat melarikan diri bukan?"
Berkata Ong Jie Hauw. Ternyata, diapun tidak dungu
sekali.
"Melarikan diri.Mana berani!" Berkata Lie Bwee.
"Aha, tidak melarikan diri. Baik berjalanlah didepan."
"Kau saja yang didepan." Berkata Lie Bwee. "Aku tidak
bisa jalan didepan."
"Biar kugendong."
Wajah Lie Bwee berubah. Ong Jie Hauw mendekati
gadis itu.
Lie Bwee kehabisan akal. tiba-tiba timbul rencana baru.
dengan tertawa ia berkata.
"Aku lelah. Gendonglah."
Ong Jie Hauw membelowekkan mulutnya, ia tertawa
girang.
"Aha....." Ia berkata. "Ternyata, kau senang digendong
orang?"
"Semua wanitapun senang digendong, apa lagi
digendoog oleh kekasih sendiri."
"Aha, aku gendong." Ong Jie Hauw mengulurkan tangan
mengangkat tubuh Lie Bwee.
Lie Bwee telah bersiap-siap, jalan darah yang mematikan
adalah jalan darah Beng-bun-hiat, begitu tubuh terangkat, ia
menotok jalan darah Ong Jie Hauw, tepat dibagian Bengbun-
hiat.
Taakk!. . . .
Bagaikan membentur tembok besi yang kuat totokan Lie
Bwee tidak membawa hasil, ujung jarinya patah.
Kejadian itu tidak mengganggu usaha Ong Jie Hauw. Ia
sudah menggendong tubuh orang yang menyatakan
bersedia diperisteri olehnya.
Lie Bwee meringis. tentu saja terkejut.
Manusia besikah yang sedang dihadapi? Mengapa tidak
mempan totokan? Dia berontak-rontak. maksudnya hendak
melepaskan dari kekangan si Dungu.
Ong Jie Hauw tertawa-tawa.
"Aei jangan banyak bergerak. Nanti kau jatuh kejurang."
Ia tidak menyangka bahwa gadis itu masih hendak berusaha
melepaskan diri.
"Lepaskan aku. . . .Lepaskan aku!" Lie Bwee berteriakteriak.
Ong Jie Hauw tertegun.
"Kau minta digendong. bukan?" Ia bertanya dengan
suara bingung, tidak mengerti.
"Tidak mau . .?"
"Jangan main-main." Berkata Ong Jie Hauw. "Aha, kita
sudah tiba."
Ong Jie Hauw menggendong Lie Bwee memasuki
tempat tinggalnya guha lebar dilereng gunung Pek-soathong.
Lie Bwee menggunakan kedua lengannya, memukulmukul
tubuh Ong Jie Hauw, bagaikan memukul tembok
besi tangannya sendiri yang babak belur.
Ong Jie Hauw mengoceh.
"Aha, cerita ayah telah terbukti. seorang wanita adalah
mahkluk yang paling sulit diselami. Kau suka kepada lelaki,
semua wanita suka kepada pelukan lelaki, tapi bersikap
malu-malu kucing, memukul . ..berteriak-teriak ... aku . . .
Biar bagaimanapun kau akan menyerah.
"Lepaskan aku." Lie Bwee berteriak.
"Aha."
Ong Jie Hauw menggendong Lie Bwee masuk kedalam
guhanya.
Bagaimana Lie Bwee berdaya tidak mungkin melepaskan
diri.
Meletakan Lie Bwee ditempat pembaringannya Ong Jie
Haaw berkata.
"Inilah rumahku, seterusnya kau akan menetap ditempat
ini."
"Tidak mau.. . ."
"Aha, mengapa kau tidak mau?"
"Aku tidak mau kawin denganmu."
Ong Jie Hauw tersenyum.
"Kau .. Kau tidak mau kawin dengan aku?" Ia bertanya.
"Betul!"
"Belum lama apakah yang telah kau katakan kepadaku?"
"Kukatakan kepadamu, aku hendak menggunakan
tenagamu untuk membunuh pemuda yang bernama Tan
Ciu."
Ong Jie Hauw mempentang kedua matanya lebar2. tidak
percaya kepada kenyataan.
"Busuk sekali hatimu, he?"
"Kau baru tahu?"
Ong Jie Hauw menjadi marah, setiap orang yang
mengetahui bahwa dirinya ditipu mentah-mentah, tentu
sangat marah. Tangannya dikepal rapat-rapat.
Lie Bwee berkata, "Jangan harap kau mendapat tubuhku.
Bila kau berani, bunuhlah!"
"Kau tidak mau diperistri olehku?"
"Tidak mau."
"Mana boleh?"
"Bunuhlah aku," Lie Bwee berteriak.
"Aha . ." Ong Jie Hauw tertawa, "Aku tidak mau
membunuhmu. Aku hendak memperistrimu."
"Aku tidak mau . ."
"Harus mau,"Ong Jie Hauw menerkam mangsanya.
Lie Bwee berusaha meloloskan diri. kemana pun dia lari,
Ong Jie Hauw telah melintang dihadapannya.
"Aha . ." Si dungu tertawa. "Ingin melarikan diri? . . ."
Kasihan seorang gadis yang tidak mempunyai kekuatan
telah menjadi korban keganasan si dungu.
Didalam guha itu. telah terjadi drama penghinaan yang
tidak dapat dielakkan.
Diluar, hujan salju turun lagi.
Dunia memutih, salju menutupi semua kotaran manusia.
Pemandangan indah menutupi kejahatan masyarakat
yang menjijikan.
Akhirnya salju pun berhenti.
Pergumulan diantara dua insan yang berada didalam
guha itupun sudah selesai.
Terdengar rintihan tangis Lie Bwee.
Ong Jie Hauw selesai melampiaskan hawa napsunya ia
telah mendapat kepuasan yang tidak terhingga.
Lie Bwee berpakaian, berjalan keluar, matanya telah
menjadi benggul.
Ong Jie Hauw terkejut, dengan satu kali luncuran kaki,
ia berhasil menyusul gadis itu.
Menghadang didepannya seraya berkata. "Hendak
kemana ?"
"Pergi." Berkata lagi Lie Bwee singkat.
"Jangan pergi. Kau sudah menjadi istriku." Berkata si
dungu.
Lie Bwee mendelikan mata.
"Minggir!" Ia membentak.
"Mengapa?"
"Bila kau tidak mau minggir, aku segera membenturkan
kepala pada batu." Lie Bwee memberi ancaman.
"Mengapa tidak mau menjadi istriku?"
"Minggir tidak?" Mata Lie Bwee memancarkan
kewibawaan!
Ong Jie Hauw menggeser kakinya, tanpa disadari
olehnya.
Lie Bwee melesat keluar, meninggalkan guha yang telah
mencemarkan dirinya,
Ong Jie Hauw tertegun didepan pintu guha.
Dia adalah seorang pemuda yang jujur. pemuda
berkepandaian tinggi yang belum kenal kepada keramaian
dunia, masyarakat ramai itu sangat asing baginya.
Dia bergumam. "Mengapa? Mengapa dia melarikan diri
lagi. .Mengapa tidak mau menjadi istriku."
Ong Jie Hauw masuk kedalam guhanya.
Tiba-tiba , . .
Kupingnya yang tajam dapat menangkap satu suara,
itulah suara yang datang kearah guhanya.
Dia terpentak bingung, cepat lari keluar,
"Tentunya dia kembali lagi." Demikian si Dungu
menduga kepada Lie Bwee.
Ong Jie Hauw telah berada dimulut guha. Disana
berjongkrok sebuah kursi ada rodanya, diatas kursi itu
duduk seorang berbaju kelabu, wajahnya tertutup oleh
kerudung kain, inilah orang yang pernah Tan Ciu jumpai
ditengah jalan.
Ong Jie Hauw menjadi kecewa. Bukan orang yang
dikehendakinya.
"Siapa kau ?" Ia membentak.
Orang itu mengajukan pertanyaan. "Numpang tanya,
adakah seoraag anak muda yang lewat sini?"
"Seorang anak muda?"
"Siapakah yang kau maksudkan ?"
"Kemarin hari, dia menuju kearah sini."
"Namanya"
"Namanya? O. lupa aku menanyakan, namanya. Dia
mengenakan pakaian warna putih pinggangnya
menggerobol pedang. wajahnya tampan. gerakannya gesit
dan cekatan umurnya diantara dua puluh limaan tahun.”
"Akh ... Tan Ciu yang kau maksudkan?"
"Akh? Tan Ciu?” Orang cacad yang duduk diatas kursi
roda terkejut. wajahnya berubah.
"Anak muda itu bernama Tau Ciu?" Ia bertanya.
"Betul. Dia mengaku bernama Tan Ciu?" Berkata Dungu
Ong Jie Hauw,
"Aaaa..." Orang berkerudung yang cacad itu
mengeluarkan keluhan suara yang menunjukkan getaran
jiwanya.
"Dimanakah dia berada?"Cepat ia bertanya.
"Sudah mati," berkataOng Jie Hauw singkat.
Orang itu mumbul dari tempat duduknya sangat kaget
sekali begitu pantatnya mengenai kursi setelah turun
kembali ia menggerakkan kursi roda itu berjalan dan sudah
berada didepan si Dungu.
"Sudah mati?" Ia membentak.
"Betul." BerkataOng Jie Hauw.
"Mengapa mati?"
"Kudorong dirinya, dia jatuh kedalam jurang dan setelah
itu, tentu saja mati."
"Lekas katakan dimana jurang itu?" Orang cacad yang
menutup wajahnya dengan kerudung kain itu membentak.
"Disana." Ong Jie Hauw menunjuk kearah tebing.
Orang itu memegang roda kursi ... srett ...badan dan
tempat duduknya meluncur cepat, menuju kearah yang si
dungu tunjuk?
"Bila aku tidak berhasil menemukan jejaknya, aku akan
kembali lagi, membikin perhitungan denganmu." Suara
ancaman ini diucapkan sebelum ia bergerak? Saking
cepatnya ia gerakkan orang cacad itu maka terdengar
setelah bayangannya hampir lenyap.
Perbuatannya yang mendorong Tan Ciu sehingga jatuh
kedalam jurang disebabkan oleh ojokan Lie Bwee atas dasar
janji bersedia diperistri, bukti telah menyadarkan dirinya
dari impian. Lie Bwee menggunakan tangannya membunuh
Tan Ciu.
Ong Jie Hauw kembali kedalam guhanya.
Untuk pertama kalinya dia membunuh orang.
Disaat itu malampun datang.
sek, sek. sek, sek,
Itulah derap langkah orang.
Ong Jie Hauw lompat bangun ia meninggalkan
lamunannya. Bayangan seseorang memasuki guha.
Ong Jie Hauw membentak! "Siapa?"
"Aku." Berkata orang itu.
Disana telah terpaksa bayangannya seseorang, itulah
bayangan orang yang belum lama dijatuhkan Kedasar
jurang.
"Aaaaa .,!" Ong Jie Hauw berteriak, "Setan!"
Ong Jie Hauw membalikan badan dia melarikan diri.
Bayangan itu membuntuti dibelakang si Dungu.
Akhirnya Ong Jie Hauwtiba diujung batu tiada jalan lagi.
"Ong Jie Hauw." Memanggil bayangan itu.
"Jangan mengganggu aku!" Berteriak Ong Jie Hauw.
"Bukan aku yang mau membunubmu."
"Ong Jie Hauw aku minta ganti jiwa." Berkata si
bayangan.
"Jangan, oh dewa, tolonglah aku."
"Ha, ha, apakah kesalahanku. Mengapa kau memukul
aku kedasar jurang." Itulah suara Tan Ciu.
"Saudara Tan Ciu, jangan kau mengganggu aku. Akan
kudewa-dewakan arwahmu, aku kupuja seumur hidupku."
"Aku tidak mau menjadi dewa."
"Baik. Baik.Menjadi sahabat baikku?"
"Karena seorang wanita, kau membunuh kawan sendiri."
"Betul . . . Betul . . . Aku harus dihukum. . .hukum apa
pua boleh . . Tapi, janganlah dibawa kedunia akherat,"
"Kau mengaku salah?"
"Betul . ..betul . . . Janganlah kau menyiksa aku didunia
akhirat."
"Baik. Bersediakah mendengar perintahku?"
"Tentu .. Tentu . . Seumur hidup, aku mendengar segala
perintahmu."
"Bersumpahlah,"
"Baik. . . Baik . .. Aku Ong Jie Hauw bersumpah, untuk
seumur hidupku. aku akan mendengar perintah Saudara
Tan Ciu."
"Bagus."
"Lekaslah kau Pergi, jangan mengganggu aku lagi."
"Aku tidak pergi?"
"Aaa, tidak mau pergi? Apa maksudmu?"
"Aku hendak mengawanimu."
"Aaaa ! Kau hendak mengawani aku? Mengawani
seorang manusia?"
"Tentu!"
"Aaaii. . .Aku akan hidup dengan seorang setan?"
"Aku bukan setan."
"Kau ?!. . .Kau Tan Ciu?"
"Betul. Aku Tan Ciu."
"Kau , . . kau . . . Kau sudah mati."
"Belum! Aku Tan Ciu asli."
"Bobong! Kau sudah mati."
"Percayalah, aku belum mati."
"Bohong !"
"Betul. Panggilah!"
Ong Jie Hauw ragu2, dengan tangan gemetar, ia
mendekati pemuda itu!
"Peganglah!" Berkata Tan Ciu.
Ong Jie Hauw memegang tangan Tan Ciu, kini ia
percaya, bahwa bayangan yang dihadapi adalah manusia
juga.
"Syukurlah!" Dia menarik napas lega, "syukur. Kau
masih hidup."
Tan Ciu tertawa.
"Kau mengharapkan kematianku bukan?" Ia berkata.
"Tidak . . Tidak. . .Tidak. . .aku menyesal telah
membunuh seorang sahabat baik yang sepertimu.
Dua sahabat baik rujuk kembali!
= o OdwO o =
Jilid19
TAN CIU memandang kearah keliling isi guha,
"Dimanakah nona baju merah tadi?" Ia bertanya,
"Sudah pergi." BerkataOng Jie Hauw.
"Sudah kukatakan, dia hendak menggunakan dirimu,
kau tidak percaya, Hanya mendengar sepaitah dua patah
kata ucapan seorang wanita kau bersedia membunuh orang.
Dikemudian hari entah berapa banyak orang-orang yang
akan kau bunuh bila menjumpai wanita-wanita yang
sebangsanya."
Ong Jie Hauw berkata. "Selanjutnya, aku tidak percaya
kepada ucapan wanita."
"Mulai saat ini. kau harus mendengar segala perintahku."
"Aha. . .tentu saja."
Tan Ciu berhasil menarik kembali kawan itu.
Mereka berjalan bersama-sama, tiba diruang tidur Tan
Ciu mendudukan diri ditempat pembaringan.
"Aaaa. . ." Pemuda itu lompat bangun. "Mengapa ada
benda ini?"
Ong Jie Hauw terguguk-guguk.
"Gadis tadi. . . Gadis tadi yang . . ."
"Aku tidak mengerti!"
"Kau tolol, setelah kutangkap dirinya, terus kubawa
ketempat tidur."
Si Dungu mengatakan Tan Ciu tolol!
"Aaaaaa," Tan Ciu terkejut.
"M e n g a p a ?"
"Kau telah bersetubuh dengannya?"
"Dia adalah istriku, mengapa tidak boleh?"
"Kau terlalu jujur. Belum tahu keadaan dunia luar."
"M e n g a p a ?"
"Kau suka kepadanya, tapi dia tidak suka kepadamu.
Kalian tidak dapat mengikat hubungan suami istri."
"Aku akan turun gunung mencarinya!"
"Setelah berhasil."
"Kutarik pulang."
"Agar dia menyuruh kau membunuhku lagi?"
"Oh. . .Tidak. . .Tidak. . .Aku tidak akan membunuhmu
lagi." Berkata Ong Jie Hauw.
"Baik. Aku akan membantunya."
"Segera kita turun gunung?"
"Ng, yang penting kau harus mengganti pakaian."
berkata Tan Ciu.
Pakaian Ong Jie Hauw adalah pakaian orang hutan,
terbuat dari kulit macan, wajahnya pun tidak terurus, tentu
saja Lie Bwee tidak tertarik kepadanya.
Ong Jie Hauw berteriak girang.
"Aha ..."
"Pagi-pagi kita akan berangkat." Berkata Tan Ciu.
"Oh, aku lupa memberi tahu." tiba-tiba Ong Jie Hauw
berkata lagi.
"Apa yang telah kau lupakan?"
"Seseorang yang menggunakan tutup kerudung muka
mencarimu.
"Dia ?"
"Kau kenal dengannya?"
"Seorang cacat yang duduk dikursi roda?"
"Betul."
"Dimanakah orang itu?" Bertanya Tan Ciu.
"Sudah pergi."
Orang cacad yang duduk dikursi roda hendak mencari
Han Thian Chiu, apakah maksud tujaannya? Tan Ciu ingin
tahu.
Ong Jie Hauw berkata lagi.
"Orang itu marah. dikatakan olehnya. Bila ia tidak
berhasil menemukanmu, dia hendak membikin perhitungan
denganku.
"Ouw. . ."
Mereka bermalam diguha itu.
Pada hari berikutnya ....
Tan Ciu mengajak Ong Jie Hauw turun gunung, mereka
meninggalkan puncak Pek-Soat-hong!
Pertama-tama, Tan Ciu mengajak sang kawan untuk
membikin pakaian. Ong Jie Hauw meninggalkan
pakaiannya yang terbuat dan kulit macan.
Tujuan dari kedua orang itu adalah mencari si gadis
berbaju merah Lie Bwee.
Tentu saja, Tan Ciu dan Ong Jie Hauw tidak tahu siapa
nama dari gadis berbaju merah itu.
Lie Bwee tidak memperkenalkan dirinya. Tentu saja
kedua pemuda itu tidak dapat mengetahui namanya.
Suatu hal yang menyulitkan Tan Ciu dan Ong Jie Hauw
kemana mereka harus menemukan gadis baju merah itu.
Gadis baju merah adalah murid Giok Hong orang yang
menjadi musuh besar Giok Hu Yong. Bila Tan Ciu
menanyakan kepada sang ibu, tentu dapat mengetahui.
Giok Hu Yong dapat mengetahui tempat tinggal Giok
Hong?
Belum tentu. Teringat kepada ibunya, Tan Ciu menjadi
sangat khawatir.
Gadis baju merah telah kembali. tentunya mengadu
kepada gurunya, bahwa Percipta Drama Pohon
Penggantungan Giok Hu Yong tidak hadir duel maut
dipuncak Pek-soat-hong. Besar kemungkinan bahwa Giok
Hong mengajak murid-muridnya menyerang sumur tua
lembah Penggantungan.
Keadaan sang ibu sangat berbahaya.
Seorang lainpun berada didalamm keadaan bahaya.
ituTlah Cang Ceng Ceng. Adanya gadis itu didalam sarang
perkumpulan Kim ie-kauw. tentunja membahayakan
kesehatannya.
Kecuali Cang Ceng Ceng masih ada seorang lain yang
tiada kabar berita, Itulah si Ular Golis Siauw Tin. Besar
kemungkinan. Siauw Tin jatuh kedalam tangan orang-orang
Kim-ie-Kauw.
Kemana dia harus pergi?
Kembali kelembah penggantungan? Atau kemarkas besar
Kim-ie kauw dilembah Ngo-liong?
Tan Ciu sangat bingung!
Dua tugas sangat mendesak sekali. Kecuali dua unsur
tadi yang membingungkan kepentingan Ong Jie Hauw.
kemana perginya si gadis baju merah? Siapakah nama gadis
itu?
Menyaksikan sang kawan yang melakukan perjalanan
dengan acuh tak acuh, Ong Jie Hauw berkata,
"Aku sedang memikirkan jalan yang harus kita tempuh."
"Mengapa?"
Tan Ciu menepuk kepala. ia mendapat jalan untuk
mengatasi kesulitan.
Ia berkata "Maukah kau menolong?"
"Kita sudah menjadi kawan, bukan?" Berkata si jago
dungu. "Diantara sesama kawan sudah menjadi kewajiban
untuk saling tolong."
"Bagus. Aku hendak minta pertolongamu."
"Aha, mengapa kau tidak mengatakan?"
"Kita berpisah, aku menuju kegunung Ngo-liong hendak
menolong. ..."
"Aku?"
"Kau membantu kakakku, menjaga ibuku."
"Dimanakah kakakmu itu?"
"Disatu sumur tua yang terletak dibelakang kelenteng
didekat rimba Penggantungan."
"Aha, didalam sumur tua?"Ong Jie Hauw terkejut.
"Ng. . . Kau masuk kedalam sumur itu, mereka akan
menyambutmu. Itulah sumur tua."
Tan Ciu membuat suatu gambar tempat untuk
menjumpai rombongan ibunya.
Membawa gambar peta itu, Ong Jie Hauw menuju
kearah sumur Penggantungan.
Tan Ciu menuju kearah lembah Ngo-liong digunung
Ngo-liong-san.
Mereka berpisahan. Mengambil dua jalan yang tidak
sama. melakukan tugas masing-masing.
Cerita bercabang dua, mari kita mengikuti perjalanan
Tan Ciu.
Dia menuju Kearah lembah Ngo-liong, Perjalanan yang
tidak asing bagi Tan Ciu.
Itulah kepergiannya yang kedua kali. Tiba dilembah
Ngo-liong, ia tidak segera menampilkan diri, dia
bersembunyi memeriksa keadaan tempat itu.
Melewati pos-pos penjagaan para angguta Kim-ie-kauw.
Tan Ciu behasil menyelundup masuk kedalam markas besar
perkumpulan itu.
Deretan bangunan rumah telah berada didepannya, tidak
sedikit dari peronda-peronda yang mengadakan penjagaan.
Keamanan dimarkas besar Kim ie kauw dijaga sangat
ketat. Tan Ciu maju merayap, Tiba-tiba terdengar suara
bentakan.
"Siapa!"
Datangnya suara dari salah satu pohon, hal itu
mengejutkan Tan Ciu.
"Hei!" Bentak lagi orang itu. "Sebutkan namamu."
Tan Ciu mengirim satu bacokan tangan...
"Hei!" orang itu jatuh keluar dari tempat
persembunyiannya, dia menyembunyikan diri didalam
sebuah pohon. Hampir Tan Ciu diketahui olehnya,
Penjagaan bukan saja dilakukan oleh mereka yang
berdinas penjaga gelap pun memperkuat keamanan di
daerah itu.
Menyembunyikan diri didalam pohon sungguh sangat
luar biasa.
Mungkinkah dia dapat menembus penjagaan gelap itu?
Tan Ciu berpikir lama.
Tiba2 ia lompat girang, cepat2 membuka pakaian kuning
orang itu, dia telah mendapat akal, dengan menyamar
menjadi salah seorang anggota Kim-ie-kauw tentunya
mudah masuk kesarang mereka.
Tan Ciu berpakaian. berdandan sebagai seorang anak
buah Kim-ie kauw.
Setelah mengembalikan tubuh orang itu ketempatnya
yang semula. Tan Ciu berjalan masuk.
Tiba-tiba terdengar suara bentakan. "Yu Hong ada apa?"
Tan Ciu terkejut,
Dari sebuah undukan tanah. muncul beberapa kepala
orang, Pertanyaan keluar dari mulut salah seorang darinya.
"Aman." Berkata Tan Ciu membawa logat orang yang
bernama Yu Hong.
Seperti apa yang kita ketahui, Yu Hong telah mati
dibawah tangan si pemuda.
"Kita harus ber-hati2, malam ini akan mendapat
kunjungan orang."
"Ng. . ." Tan Ciu melanjutkan perjalanannya.
Pikirannya bekerja. siapakah orang yang hendak
berkunjung kemarkas Kim-ie-kauw?
Apakah maksud tujuannya?
Dia sudah berada didepan sebuah bangunan kuning,
lebih besar dari bangunan-bangunan disekitarnya.
Lagi-lagi Tan Ciu mendapat teguran. "S i a p a ?"
"Yu Hong." Dengan tenang. Tan Ciu memberi jawaban.
"Apa yang kau kerjakan?"
Wah! Tan Ciu mendapat ujian berat. Baagaimana ia
harus mengatasi kesulitannya?
Disaat yang tegang itu, tiba-tiba berlari datang tiga orang
berbaju kuning.
Orang yang hendak memeriksa Tan Ciu membentak lagi.
"Ada apa ?!"
"Mereka sudah tiba dimulut lembah." Tiga orang yang
baru datang memberi laporan.
"A a a a a . . ! Lekas bikin persiapan."
Keadaan menjadi agak kalut masing2 menjalan tugas
yang telah ditentukan.
Menggunakan kesempatan itu. Tan Ciu meninggalkan
mereka. Dia lari kesamping, menyembunyikan diri dibalik
pohon.
Banyak orang berbaju kuning berlari-larian diantaranya,
terlihat Kim Sam Nio, mengajak beberapa orang, dia
meninggalkan bangunan itu.
Tan Ciu melanjutkan penyelidikannya, ia harus mencari
letak kamar tahanan.
Suatu ketika, Tao Ciu lompat masuk ke lorong panjang.
Tiba-tiba ada orang yang membentak. "Siapa?"
Tan Ciu tidak menjawab pertanyaan itu. Ia menyelipkan
dirinya kedalam lorong. Disitu ada pintu, dia mendorong
pintu itu, ia masuk kedalam kamar.
Didalam kamar tertidur seorang gadis.
Dikala Tan Ciu memasuki kamarnya, gadis itu terkejut,
ia membelalakan matanya.
Diluar terdengar suara orang2 yang mengejar.
"Dimana?"
"Disinikah dia?"
"Bagaimana bayangan orang itu?"
"Laki2 atau wanita?"
Teriakan2 itu menuju kearah kamar. Tan Ciu
menemukan jalan buntu, tidak ada tempat persembunyian
baginya.
Tiba-tiba ia mendapat akal. Dia lompat ketempat tidur
gadis itu, membuka kain selimut mengeram dibawah kain
penutup hawa dingin itu.
Dengan suara penuh ancaman, ia bergeram. "Berani kau
mengatakan aku bersembunyi ditempat ini, segera kubunuh
kau lebih dahulu."
Pedangnya telah ia sodorkan kearah sigadis.
Pintu kamar dibuka orang, beberapa orang berbaju
kuning memasuki ruangan itu. Mereka dibawah
pimpinannya seorang tua. Gadis berselimut itu bicara.
"Sam siok, ada urusan apa?" Ia memanggil Sam siok
yang berarti paman ketiga.
Orang tua baju kuning yang dipanggil sam-siok
memeriksa seluruh ruangan, ia tidak menemukan sesuatu,
Ia bertanya,
"Kim Cui, ada orang yang memberi laporan bahwa
sesosok bayangan telah memasuki kamarmu."
Tan Ciu yang bersembunyi didalam selimut,
mengerahkan ancamannya pedangnya.
Kim Cui, demikian nama gadis itu berkata, "Aku tidak
melihat."
Orang tua berbaju kuning mengkerutkan keningnya.
Ia tidak percaya.
Kim Cui berkata. "Mungkinkah salah lihat?"
"Salah lihat?" Orang tua semakin curiga.
Kim Cui berkata lagi. "Mungkin bayangan kucing yang
dilihat olehnya.
"Bayangan kucing?"
"Nah, itu dia kucingnya," Kim Cui menunjuk kearah
sudut kamarnya.
Disana terlihat seekor kucing putih, berbulu panjang, dia
memandang kearah orang2 itu.
Kim Ie Lo-jin demikian nama paman Kim Ciu yang
ketiga itu ragu-ragu, memeriksa lagi keadaan didalam
kamar itu. Akhirnya ia menerima kenyataan.
Kim Ciu berkata. "Sam-siok, masih ada urusan lain?"
Itulah suatu permintaan agar mereka meninggalkan
kamarnya.
Kim ie Lo-jin mengajak semua orang meninggalkan
kamar Kim Ciu.
Tan Ciu menyingkap selimut, kepalanya nongol keluar,
mulutnya terbentang hendak bicara. Cepat-cepat Kim Ciu
mengulapkan tangan, suatu tanda agar pemuda itu tidak
membuka mulut.
Tan Ciu belum mengerti akan maksud tujuan gadis itu.
Lama sekali mereka saling pandang.
Tan Ciu memasang kuping panjang. Sesuatu dengan
napas masih berada diluar pintu, ternyata orang tua berbaju
kuning. Kim-ie Lojin belum percaya kepada keterangan
yang diberikan oleh kemenakannya, ia memasang kuping
juga.
Tidak lama suatu derap langkah yang sangat perlahan
meninggalkan kamar itu.
Dia adalah Kim ie Lo-jin yang berjalan pergi. Tidak ada
suara didalam kamar kemenakannya, maka orang yang
hendak dicari bukan dikamar itu.
Tan Ciu mengeluarkan nanas lega. Nasib masih baik, ia
tidak dipergoki oleh orang tua baju kuning itu. Dengan rasa
terima kasih ia memandang gadis yang bernama Kim Cui
itu.
Kim Cui menganggukkan kepala, ia berkata. "Mereka
telah pergi."
Tan Ciu membelalakan mata, dikala bahaya mengancam
ia kurang menaruh perhatian. Kini bahaya telah lewat,
meneliti keadaan gadis ini hatinya tercekat, agaknya gadis
tersebut berada dalam keadaan telanjang.
Sangatlah masuk diakal. mengapa Kim ie-lo-jin tidak
membuka selimutnya kemenakan itu, ternyata Kim Cui
berada didalam keadaan sakit, tentu saja harus berselimut.
Kim Cui memandang pemuda itu. letak mereka terlalu
dekat, mereka berhadapan muka, napas masing-masing
terdengar jelas. Debaran jantung Tan Ciu memukul keras.
Kim Cui membuka mulut.
"Hei, hendak berkeram terus menerus didalam selimut?"
Tan Ciu merayap keluar. Keadaannya sangat tidak
bersemangat. ia hendak pergi.
Kim Cui berteriak. "Hei, seperti inikah perlakuanmu?"
Tan Ciu terkejut, sadar dari lamunannya, menunjuk
hormat dan berkata. "Atas bantuan nona, aku
mengucapkan banyak terima kasih "
"Hanya mengucapkan terima kasih."
"Maksud nona . . ."
"Aku telah menolongmu, tahu?" Bertanya si gadis.
Tan Ciu menganggukkan kepala.
"Mengapa?" Berkata Tan Ciu.
"Aku mengharapkan bantuanmu."
"Bantuan ?"
"Ng... aku menderita luar biasa."
"Aku tidak mengerti," berkata Tan Ciu,
"Kuceritakan kepadamu. suatu hari. dikala aku melatih
ilmu pedang, seekor ular yang jahat memagut, terlalu cepat,
ular itu berkepala segi tjga, sangat berbisa. aneka macam
pengobatan telah kulakukan tanpa hasil sama sekali."
Tan Ciu mendengar cerita Kim Cui dengan penuh
perhatian.
Kim Cui meneruskan ceritanya. "Ayahku Kim ie Mo-jin
. ."
"Aaa. . .!" Tan Ciu berteriak, ternyata ia sedang
berhadapan dengan putri ketua perkumpulan Kim ie-kauw.
"Mengapa ?" Kim Ciu terkejut.
"Kau anak Kim-ie Mo-jin?" bertanya Tan Ciu.
"M e n g a p a ?"
"Putri ketua perkumpulan Kim-ie kaaw."
"Betul." Kim Cui menganggukan kepala.
"Ayahmu jahat, dia menyuruh orang menangkap
kawanku ..."
"Menangkap kawammu?" Bertanya Kim Cui. "Siapakah
nana kawanmu itu?"
"Cang CengCeng."
"A a a a a ... Kau Tan Ciu?"
"Betul."
"Murid su-siok." Bertanya lagi Kim Cui.
"Siapa yang kau artikan dengan su-siok?"
"Dia adalah putri Angin Tornado Kim HongHong!"
"Aaaa ...!" Tan Ciu berteriak, "Suhu juga disini?"
"Dia ditawan oleh ayahku." Kim Ciu memberi
keterangan. "Kecuali mereka masih ada seorang gadis yang
bernama siauw Tin."
"Aaaa .. Siauw Tin juga ditawan kalian?"
"Ng... Kau hendak menolong mereka?"
"Aku harus menolong mereka." Berkata Tan Ciu.
"Tidak mungkin." Berkata Kim Cui.
"Mengapa tidak mungkin?" Bertanya Tan Ciu.
Kim Cui memberi keterangan.
"Mereka ditawan didalam tekanan batu, tidak seorang
pun tahu dimana letak tahanan batu itu, kecuali keluarga
kami dan beberapa orang yang dipercaya! Penjagaan sangat
keras."
"Kau tahu?"
Kim Cui menganggukan kepala.
"Mau memberi tahu dimana letak tempat tahanan batu
itu." Tan Ciu memohon,
"Aku akan membantu." Berkata Kim Cui.
"Membantu?" Tan Ciu tidak percaya.
"Betul, kau membantu menyembuhkan penyakitku dan
aku membantu kau menolong mereka."
"Menyembuhkan penyakitmu?" Beetanya Tan Ciu.
"Ng. . .Sudah kukatakan, ayahku tidak berdaya, racun
ular itu sangat maha bisa. Dengan aneka macam obat,
mereka mempertahankan jiwaku, tapi tidak dapat
menolong mengeluarkan bisa racun."
"Bagaimana aku dapat menolongmu?" Bertanya Tan
Ciu. "Sedangkan ayahmu sekalian tidak sanggup
menyembuhkannya?"
"Siauw Tin berkata kepadaku, bahwa kau mempunyai
sebuah bola mutiara Jit goat cu."
"Jit-goat-cu?" Tan Ciu teringat kepada pemberiannya
Thio Ai Kie.
Kim Cui menganggukkan kepala.
"Betul." Berkata gadis itu.
Tan Ciu mengeluarkan mutiara Jit goat-cu. Dia percaya,
Jit-goat cu dapat menyembuhkan luka Kim Cui, mengingat
khasiat itu yang sangat luar biasa.
Ia menyerahkan mutiara Jit-goat-cu kepada Kim Cui. Si
gadis menyengir.
"Tolonglah." Ia berkata. Tidak menyambut mutiara itu,
"Tapi.. . Tapi . . ." Mengingat keadaan si gadis yang
tanpa pakaian, bagaimana membantunya.
Kim Cui mengeluarkan suara dari hidung. "Mengapa
menggunakan kata-kata tapi?" Berkata Kim Cui.
"Diantara kita. . . ."
"Diantara kita telah terjadi benturan tubuh bukan?"
Berkata Kim Cui. "Menolong dirimu aku rela. Sebaiknya.
demi kepentinganmu, mungkinkah kau tidak mau?"
Dengan tangan yang gemetaran, Tan Ciu menyingkap
selimut sigadis.
Tan Ciu menggeser kain selimut, Kim Cui memeramkan
mata.
Apa boleh buat, demi menolong gadis itu dari
kesengsaraan badan. Tau Ciu menempelkan mutiara Jitgoat-
cu ditempat lukanya.
Luka dipagut ular tepat dibagian paha besar Kim Cui.
Takdir mengatur jalan cerita seperti ini, apa mau dikata?
Luka dipagut ular masih membengkak, karena itulah
Kim Cui tidak dapat berpakaian, luka menjalar sehingga
kaki dan perut.
Dikala bola Jit goat-cu ditempelkan ditempat luka, darah
hitam mengalir keluar. Kim Ciu mengerutkan alisnya, ia
menahan sakit.
"Sakit?" Bertanya Tan Ciu.
Gadis itu hanya memberi anggukkan kepala. Tidak
bicara.
Bisa jahat telah disedot keluar. mengalirnya bertentangan
dengan arus darah, tentu saja sangat sakit.
Tidak lama kemudian. Bengkak tubuh pada gadis itu
telah mereda, mereda dan akhirnya lenyap sama sekali.
Tempat luka yang memerah mulai kempis.
Akhirnya Tan Ciu berhasil menyembuhkan luka gadis
itu.
Dia menarik mutiara Jit-goat-cu.
"Sudah." Berkata Tan Ciu.
Keringat telah membasahi sekujur tubuh gadis itu,
walaupun demikian, wajahnya bercahaya terang.
"Ada obat pengering untuk luka?" Berkata Tan Ciu telah
menyimpan mutian Jit-goat-cu.
"Ada" Dari dalam bantal. Kim Ciu mengeluarkan bubuk
putih. Obat khusus untuk mengeringkan luka.
Tan Ciu menyambut serbuk putih itu, ditaburnya diatas
mulut luka. Dibungkusnya dengan kain.
Kim Cui menyelimuti dirinya.
"Terima kasih." Ia berkata perlahan.
"Sama-sama."
Butiran air mata mengalir dikedua kelopak Kim Ciu.
Tan Ciu terkejut.
"Mengapa." Ia bertanya.
"Kau hendak pergi?" Bertanya si gadis.
"Ng...."
"Meninggalkan aku?"
"Aku. . .aku. . ." Tan Ciu menjadi gugup sekali.
"Katakanlah terus terang, bagaimana kesanmu
kepadaku?" Bertanya Kim Ciu.
"Tidak buruk."
"Kau telah menyaksikan seluruh bagian dari tubuhku"
Berkata Kim Ciu, ia menundukkan kepala.
"Demi kepentingan . . . ”
"Dikala kau memasuki selimutku?" Kim Cui berkata
dingin.
"Kita orang . . ."
"Betul. Bagaimana hidup kita dikemudian hari ?"
"Aku . . ."
"Tan Ciu, tidak sukakah kepadaku?"
"Kedudukan kita sangat berlawanan." Berkata Tan Ciu.
"Karena ayahku ?"
"Ng . .!"
"Kuharapkan saja, kalian dapat rujuk kembali."
Tan Ciu telah menyembuhkan penyakit Kim Cui!
Dan Kim Cui mengajak pemuda itu kebagian kamar
tahanan batu.
Disuatu tempat yang sangat tersembunyi ditempat yang
banyak rahasianya. Tan Ciu berhasil memasuki kamarkamar
tahanan diruang batu!
"Dimana suhu?" Bertanya Tan Ciu.
"Dikamar itu." Berkata Kim Cui!
Seorang nenek membelakangi mereka. mendengar derap
kaki, ia menoleh itulah Putri Angin Tornado Kim Hong
Hong.
Tan Ciu memegang jeruji besi dan berteriak,
"Suhu!"
Kejadian yang berada diluar dugaan Kim HongHong.
"Kau?" Ia menunjukkan ketidak percayaannya kenyataan
itu jauh sekali.
"Suhu. Tan Ciu akan menolong dirimu."
"Aku bersyukur." Berkata Kim Hong Hong,
Kim Ciu telah membuka pintu kamar tahanan, setelah
itu, ia pergi membuka kamar tahanan Cang Ceng Ceng dan
Siauw Tin.
Mereka berkumpul dikamar tahanan Kim HongHong.
"Suhu. Mari kita meninggalkan tempat ini!" Berkata Tan
Ciu."
Kim Hong Hong menggeleng2 kepala, ia berkata.
"Kalian pergilah!"
Tan Ciu bingung.
"Mengapa?" Ia tidak mengerti akan sikap guru itu.
Kim Hong Hong berkata.
"Aku dibesarkan didalam perkumpulan Kim-ie-kauw.
Ayahku mati karena pengkhianatanku, dosaku harus
kutebus. Kalian pergilah. Aku tidak mau."
"Suhu...!" Tan Ciu masih mencoba untuk mengajak guru
itu meninggalkan kamar tahanan.
"Lekas kalian pergi." Kim Hong Hong membentak.
Cang Ceng ceng, Siauw Tin dan Kim Cui mencoba
mengadakan bujukan.
Tingkat kedudukan Kim HongHong berada diatas ketiga
gadis itu. Dia menolak,
"Pergilah!" Ia mengusir mereka.
Dibawah tuntunan Kim Cui, Tan Ciu dan dua kawan
wanitanya meninggalkan tempat tahanan Kim-ie kauw.
Kim Cui adalah putri ketua perkumpulan Kim-ie-kauw
Kim-ie Mo-jin.
Secara tidak disengaja, Tan Ciu memasuki kamar gadis
itu, hasil dari pertemuan itu adalah bantuan tenaganya.
Mereka berhasil membebaskan Siuw Tin dan Cang Ceng
Ceng.
Kim Hong Hong berat kepada perkumpulan yang
membesarkan dirinya. ia menolak melarikan diri.
Mereka tiba dimulut guha rahasia dari tawanan batu.
Disana telah berbaris orang-orang berbaju kuning,
mereka berada dibawah pimpinan paman Kim Cui yang
bernama Kim-ie Lo jin. Kim Cui terbelalak.
Kim-ie Lo-jin mengeluarkan suara dingin-
"Bagus. Berani kau bersakongkol dengan orang luar?"
Tan Ciu menampilkan dirinya, ia berkata. "Bukan
urusannya. Akulah yang memaksa."
Kim-ie Lo jin menganggukkan . kepala, ia berkata.
"Bagus. Kau bernama Tan Ciu?"
"Betul." Si pemuda tidak menyangkal.
"Luar biasa." Kim ie Lo-iin memberikan pujian!
"Rencana yang bagus! Pandai kau menggunakan tenaga
kemenakanku, he? Pandai kau mengerti tipu, He? Dua
orang menyerang dari depan secara berterang! Dan kau
dengan membawakan sikapnya yang seperti pencuri
menyelinap masuk, menolong orang ..!"
"Aku membawa dua orang kawan?" Tan Ciu menjadi
bingung.
"Jangan berpura-pura tolol." Bentak Kim-ie Lo-jin.
"Penghuni Guha Kematian kakak beradik bukan orangmu?"
"A a a a.. . ."
Ternyata Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie telah menyerang
Kim-ie-kauw.
Tan Ciu sangat girang.
Siauw Tin berteriak. "Guruku juga datang!"
Kim-ie Lo-jin berkata lagi. "Jangan terlalu cepat
bergirang, kauwcu sedang mengusir mereka."
Cang Ceng Ceng telah dikurung orang tanpa sebab,
kemarahannya tidak terhingga. Dia maju dan berkata.
"Apa yang hendak kalian lakukan?"
"Menangkap orang." Berkata Kim-ie Lo-jin.
"Bagus. Tangkap aku dahulu!" Berkata Cang Ceng Ceng.
Ilmu kepandaian si gadis sangat tinggi. bila bukan
kelengahannya, bila bukan Kim Sam Nio yang
menggunakan tipu. menyebar obat bius Cang Ceng Ceng
tidak dapat dikalahkan, Kemarahan itu hendak mendapat
tempat pelampiasan, ia mendekati lawan.
Kim ie Lo-jin mengibaskan tangan.
"Tangkap mereka." Ia memberi perintah. Dia menerjang
Cang CengCeng
Seorang yang berbaju kuning mempunyai ukuran badan
lebih gemuk menyerang Tan Ciu.
Seorang kurus menyerang Siauw Tin.
Dua orang itu adalah jago kelas satu. Mereka hendak
menangkap tiga orang musuh.
Orang-orang berbaju kuning lainnya berkepandaian agak
rendah, mereka mengurung rapat-rapat?
Kim Cui berteriak-teriak.
"Hentikan pertempuran ini . . Hentikan pertempuran ini.
..!"
Tidak ada yang menggubris teriakan putri ketua
perkumpulan Kim ie kauw.
Kedudukan Kim ie Lo-jin sebagai paman Kim Cui lebih
tinggi.Mereka hanya taat pada perintahnya.
Tiga jago Kim ie kauw menempur tiga musuh mereka.
Pertempuran terjadi cepat sekali.
Kim Ciu membanting-banting kaki. Dia tidak
mengharapkan kejadian itu. Kekalahan manapun tidak
dikehendaki, kekalahan Tan Ciu berarti kekalahan dirinya,
kekalahan Sang paman berarti memperdalam permusuhan,
Perjodohannya dengan si pemuda akan terganggu.
Ilmu kepandaian Cang Ceng Ceng sangat mengejutkan
Kim-ie Lo-jin.
Kim ie Lo-jin menduduki kursi kedua setelah
saudaranya, belum juga ia berhasil menangkap gadis baju
putih itu.
Ilmu kepandaian Cang Ceng Ceng berada diatas ilmu
kepandaian Tan Ciu, bila Kim Sam Nio tidak
menggunakan obat bius. belum tentu ia dapat ditangkap
oleh orang orang Kim ie-kauw.
Disaat ini, Cang Ceng Ceng sedang ada kemarahan.
gerak-geraknya sangat sebat, tentu saja membuat Kim-ie
Lo-jin tidak berdaya.
Ilmu kepandaian si gendut dan sim kurus yang melawan
Tan Ciu dan Siauw Tin berada dibawah Kim ie Lo jin.
sebentar kemudian mereka berada dipihak yang terdesak.
Kim Cui menyaksikan dengan sangat cermat.
Tan Ciu memukul,'Hu!' si gendut jatuh terluka.
Disaat yang sama! Siauw Tin hampir menamatkan Jiwa
lawannya!
Kim Cui berteriak. "Jangan bunuh mereka!"
Tan Ciu dan Siauw Tin menarik diri. . .
Beberapa orang Kim ie kauw memayang bangun kedua
jago mereka.
Dikala ini. Cang Ceng Ceng mengeluarkan bentakan, ia
mendesak Kim-ie Lo jin.
Kim-ie Lo jin mendorongkan kedua tangannya.
Cang Ceng Ceng tidak mau menyerah, dia juga
mengerahkan tenaga, menepuk dua pukulan itu
Terdengar suara yang sangat keras. .
"B l e g u r . . .!!"
Kim ie Lo-jin mundur jauh. mulutnya mengeluarkan
darah.
Cang Ceng Ceng yang mundur dua langkah, dia tidak
menderita luka. menggunakan kesempatan musuh tidak
berdaya, ia meneruskan serangannya lompat tinggi
memberi tekanan pukulan.
Kim Cui berteriak lagi. "Nona Cang.. ."
Cang Ceng Ceng menarik pukulannya. Ia melayang
turun.
Kim ie Lo-jin menderita luka yang amat parah, kedua
matanya memancarkan api kebencian.
Cang Ceng Ceng berdengus. "Bila tidak memandang
muka terang nona Kim, aku tidak mengampuni dirimu."
Kim-ie Lo-jin menggeretek gigi, ia berkata.
"Baik aku menyerah kalah. Aku tidak percaya. kalian
tidak meninggalkan tempat ini." Dia hendak mengajak
orang-orangnya meninggalkan musuh-musuh itu.
Disana telah bertambah seorang berbaju kuning. Itulah
Toako Kim-ie Lo-jin ayah Kim Cui, Kaucu Kim-ie-kauw
Kim ie Mo-jin.
Wajah Kim Cui berubah.
"Ayah . .." Ia memanggil perlahan.
Kim-ie lo-jin memberi hormat, "Toako ..."
Kim-ie Mo-jin menganggukkan kepala. Memandang
sang putri. ia mengajukan rasa herannya.
"Kim Cui." Ia memanggil, "Kau dapat berjalan?"
"Aku sudah sembuh." Berkata Kim Cui.
"Siapa yang menyembuhkan lukamu?" Bertanya lagi
Kim ie Mo-jin.
"Dia!" Kim Cui menunjuk Tan Ciu, sikapnya sangat
takut.
"Bagus," Berkata Kim-ie Mo-jin. "Maka kau
membantunya, menolong kawan-kawannya?"
Kim Cui semakin gemetar.
Kim-ie Mo-jin mengeluarkan suara geraman sangat
menyeramkan seperti seekor binatang Purbakala yang
hendak menerkam orang.
Tan Ciu menampilkan diri, ia berkata. "Kaucu, begitu
galak kau pada putri sendiri." Suaranya sangat dingin,
sangat menantang.
Kim-ie Mo-jin mengalihkan sinar pandangan matanya,
tertancap diwajah si pemuda.
"Kau yang bernama Tan Ciu." Ia bertanya,
"Tidak salah."
"Memang luar biasa. Kau adalah seorang pemuda luar
biasa. Sangat berani."
"Terima kasih."
"Kau berani berkunjung datang, mengapa tidak berani
menemuiku?"
"kauwcu, adalah pucuk pemimpin tertinggi dari
perkumpulan Kim-ie kauw, mana mudah untuk
diketemukan."
”Ha ha ha, ...kau belum menerima panggilanku?"'
"Ha ha ha. . . Tujuan kauwcu hendak memiliki Thianmo-
po-lok, ada hubungan apa dengan nona Cang ceng ceng
dan nona Siauw, mengapa menawan mereka?"
Kim-ie Mo-jin menganggukkan kepala.
"Berapakah umurmu?" Ia bertanya.
"Dua puluh satu."
"Bila kau tidak mati, dua puluh tahun kemudian, rimba
persilatan berada dibawah kekuasaanmu."
Kim-ie Mo-jin ada niatan untuk membunuh Tan Ciu.
Bilamana rimba persilatan akan berada dibawah kekuasan
Tan Ciu.
Dan hal itu tidak mungkin terjadi, karena Tan Ciu tidak
mungkin lolos dari kekejamannya.
Wajah Kim Cui berubah menjadi pucat.
Tan Ciu tidak gentar. Ia berkata. "Aku masih ingin hidup
dua puluh tahun lagi?"
"Bagus? Serahkanlah kitab Thian mo po-lok?"
"Bila tidak?"
"Kau dapat mengetahui, apa akibat dari penolakan ini?"
"Aku ingin mengetahui?"
"Kepalamu cukup keras, he?"
"Hampir menyerupai batu."
"Bagus. Kepala batu, segera menerima tangan besiku."
Kim-ie Mo-jin menghampiri si pemuda.
Tan Ciu telah siap sedia.
Kim Cui berteriak. "Ayah. . .!"
Dia menyelak didepan ayahnya, bermaksud
menggagalkan gerakan ayahnya itu.
Kim ie Mo jin membentak. "Minggir!"
"Ayah ...."
"Minggir." Tangan Kim ie Mo-jin dikibaskan.Maka Kim
Cui jatuh kebelakang.
"Kauwcu, inikah perbuatanmu?" Tan Ciu mengeluarkan
suara.
"Hm. . ." Kim ie Mo-jin berdengus. "Kuulang lagi
permintaanku. Menyerahkan kitab Thian-mo Po-lok atau
menyerahkan jiwamu."
"Kita akan menggambil putusan diatas pertempuran."
"Bagus." Berkata Kim-ie Mo jin. "Kalian boleh maju
semua."
Tan Ciu membusungkan dada.
"Aku seorangpun cukup?" Ia berkata
"Ha. ha . . . Kau . . . ha, ha . .."
"Mengapa tertawa?"
"Bila berhasil menerima sepuluh jurus serangan kau
bebas dari kematian." Berkata Kim-ie Mo-jin memberikan
janji.
"Bila tidak dapat menerima sampai sepuluh jurus?" Tan
Ciu masih hendak berkelakar.
"Bila kau tidak dapat menerima serangan-seranganku itu,
tentu jiwamu melayang ke alam baka?"
"Bagus. Hendak kulihat, bagaimana aku dikirim keluar
ke alam baka?"
Cang Ceng Ceng menampilkan diri, ia berdiri didepan
Tan Ciu, dan menghadapi Kim ie Mo jin?
"Biar aku yang menerima sepuluh jurus seranganmu” Ia
berkata.
Kim ie mo-jin membikin penilaiannya!
"Kau?" Ia memandang gadis berpakaian putih itu.
"Betul! Biar aku yang menerima serangan-seranganmu."
Ia berkata.
"Kukira, kau harus menerima dua puluh jurus." Berkata
Kim ie Mo-jin.
Mata kauwcu perkumpalan Kim-ie kauw sangat tajam.
Sekali lihat, ia mengetahui ilmu kepandaian Cang Cengceng
masih berada diatas Tan Ciu. Maka ia menambah
syarat-syaratnya. Melipat gandakan, dari sepuluh jurus
untuk Tan Ciu diganti dua puluh jurus Cang Ceng ceng.
"Baik," Cang Ceng-ceng menerima tantangan itu. "Aku
siap menerima serangan2mu hanya dua puluh jurus, bila
aku beruntung dapat menggagalkan serangan2mu, aku
meminta kebebasan untuk semua orang."
"Baik. bila kau dapat menerima serangan2ku sampai dua
puluh jurus, semua orang bebas." Berkata Kim-ie Mo-jin.
Tan Ciu mengundurkan diri.
Cang CengCengg berhadapan dengan Kim-ie Mo-jin.
Kim ie Mo-jin berkata. "Sudah siap?"
Cang CengCeng menganggukan kepala.
"H u u u u t . . .!
Kim ie Mo-jin menjatuhkan pukulan yang pertama.
Cang Ceng Ceng lompat menyingkirkan diri. Tangan
Kim ie Mo-jin yang sudah hampir jatuh ditanah, tidak
ditarik pulang ia mengganti menjadi cengkeraman,
mengincar naik.
Cang Ceng Ceng terkejut. kecepatan tangan lawan
sangat cepat sekali. Hampir ia tidak dapat mengelakkan
diri. Tangannya dikebutkan, hendak menotok jalan darah
Kim ie Mo-jin, dan demikianlah ia lolos dari lubang jarum,
Beberapa serangan luar biasa lagi dilontarkan oleh Kim
ie Mo-jin.
Keadaan Cang Ceng Ceng semakin gawat. Tan Ciu,
Siauw Tin dan Kim Cui memeras keringat. Mereka
mengkhawatirkan keselamatan gadis itu.
Kim Ie Mo-jin mempergencar serangan2nya.
Cang Ceng Ceng bertahan sedapat mungkin. Sering ia
menjumpai jurus-jurus berbahaya. Belasan jurus telah
dilewatkan.
Pada menjelang saat-saat beberapa jurus yang terakhir
menyusul jurus ke empat belas. Kim ie Mo-jin berhasil
membayangi lawannja, dia memukul keras.
Cang Ceng Ceng menempatkan dirinya ditempat jalan
buntu, dia pun harus menyambuti pukulan itu.
Bledur. . .!!
Tubuh Cang Ceng Ceng terpental jauh. mulutnya
menyembur darah hidup.
Cang CengCeng tidak berhasil!
Wajah TanCiu. Siauw Tin dan Kim Cui menjadi pucat.
Tiba-tiba.. .
Meluncur datang sebuah benda, dikala berhenti disana
telah bertambah kursi beroda, diatas kursi itu duduk
seorang berkerudung, dia adalah orang cacad yang pernah
Tan Ciu jumpai.
Dari kecepatan orang itu. Kim ie Mo-jin maklum. ilmu
kepandaian orang cacad itipun termasuk ilmu kelas satu.
Wajahnya menunjuk rasa bingungnya.
Berapa banyaklah jago-jago yang muncul dihari ini? Dia
menjadi bingung.
Kim ie Mo-jin membentak. "Siapa nama tuan yang
mulia?"
Orang cacad berkerudung itu mengeluarkan suara
dengusan.
Hmmm."
"Kau tidak berani menyebut nama sendiri?" Berkata
Kim-ie-Mo-jin lagi.
"Namaku akan mengejutkanmu." berkata orang cacad
dikursi roda.s
"Ha. ha. . ." Kim-ie Mo-jin tertawa, "Siapakah yang
pernah ditakuti oleh Kim-ie Mo-jin?"
"Ha, ha... Tidak takut kepada Ciat Tin Cu?"
Wajah Kim-ie Mo-jin berubah. Disebutnya nama dari si
jago tiga jaman Ciat Tin Cu mengkeretkan hatinya, tidak
ada seorang pun yang ditakuti olehnya kecuali Ciat Tin Cu.
Dia kenal baik nama, bentuk tubuh dan logat suara Ciat
Tin Cu, orang ini bukan Ciat Tin Cu.
Kim-ie Mo-jin berkata.
"Ha, ha.... Dengan menutup wajahmu dengan kain
kerudung, kau hendak memalsukan nama Ciat Tin Cu?"
"Siapa yang memalsukan nama Ciat Tin Cu. Pernahkah
aku menggunakan namanya?"
"Apakah maksud kedatanganmu?" Kim-ie Mo-jin
membentak.
"Membawa mereka." Orang cacad dikursi roda
menunjuk kearah Tan Ciu dan Cang CengCeng sekalian.
"Ha, ha. . .Kau mempunyai ilmu kepandaian yang
melebihi Ciat Ti Cu?"
"Yang sudah pasti, berada diatasmu!" Berkata orang
cacad itu.
Kim ie Mo-jin marah sekali. Dia menengadah
mengeluarkan suara lolongan panjang. se-olah2 menguasai
dunia, seluruh lembah berkumandang suara pekikan ini.
Wajah Tan Ciu berubah. Ilmu kepandaian Kim-ie Mo jin
memang luar biasa, Orang berkerudung itu tidak gentar.
"Tidak percaya?" Ia berkata.
"Kau terlalu sombong." Berkata Kim ie Mo-jin.
"Sombong? Menghadapi muridku saja, hampir kau
dikalahkan."
"Muridmu?" Kim ie Mo-jin terbelalak. "Siapakah
muridmu itu?"
"Siapa yang belum lama berkutet denganmu?"
"Dia?" Kim-ie Mo-jin menunjuk kearah Cang Ceng
Ceng.
Orang cacat itu menganggukkan kepala.
Oh! Dia guru Cang CengCeng.
"Kau hendak mengajak dia pulang?" bertanya lagi Kim-ie
Mo-jin.
"Ng. . ."
"Tidak mungkin. Kecuali kau dapat mengalahkan aku."
"Baik." Orang cacad dikursi roda itu berkata, "Aku akan
menerima tiga pukulanmu tanpa membalas. Bila aku
menang, aku akan mengajak mereka meninggalkan lembah
Ngo-liong."
Siuuurr. .
Kursi beroda meluncur datang, berhenti dihadapan Kimie
Mo jin.
Kim ie Mo jin menghadapi lawan kuat! Dia harus
berhati-hati,
Tiga Kali pukulan tanpa mendapat serangan balasan?
Mungkinkah ia tidak berhasil?
Kim ie Mo jin tidak parcaya.
Orang itu seperti dapat menduga isi hati orang, ia
berkata, "Tidak percaya?
"Baik." Kim ie Mo-jin berkata, "Bersiap-siaplah untuk
menerima tiga pukulanku."
"Aku sudah siap."
Hut!. . ." Kim-ie Mo-jin memukul orang berkerudung
yang cacad itu.
Hati Tan Ciu, Siauw Tin dan Kim Cui berdebar-debar.
Pukulan Kim ie Mo-jin sangat luar biasa, batu dan debu
mengulak keras.
Terdengar suara benturan yang gemuruh, se-olah2 benda
yang memukul barang lapuk.
Kursi roda hanya bergoyang sebentar, mengganggu
orang yang duduk diatasnya.
Kim-ie Mo-jin melompongkan mulutnya, dia juga
menutup kembali, Betaapa hebat tenaga pukulan tadi.
mengapa lawan itu dapat menerima dengan mudah?
Orang berkerudung itu berkata. "Kau belum
menggunakan tenaga penuh. Ber-hati2lah hanya dua
pukulan lagi!"
Wajah Kim-ie Mo-jin menjadi merah padam.
Siapakah orang ini? Mengapa mempunyai ilmu
kepandaian yang berada diatas dirinya.
Dia belum menggunakan tenaga penuh, itupun cukup
untuk menjatuhkan jago kelas satu. Dimisalkan Ciat Tin Cu
hidup kembali belum tentu jago tiga jaman itu berani
menerima pukulannya tanpa mengadakan perlawanan sama
sekali.
"Aku akan memukul dua kali lagi." Berkata Kim ie Mojin.
"Silahkan!" Berkata orang berkerudung itu dengan
suaranya yang sangat terang.
"Hut. .. Hut . . .!"
Kim-ie Mo-jin mengirim dua pukulannya. Semakin keras
semakin dahsyat.
Kursi roda orang yang terdorong mundur, pemiliknya
masih duduk ditempat semula. Sikapnya sangat tenang.
Wajah Kim-ie Mo-jin berubah pucat. Ia menderita
kekalahan mutlak. Memandang orang2nya, ia memberi
perintah.
"Antar semua tamu2 kita keluar lembah."
Kemudian, ia mamandang orang cacad berkerudung dan
berkata kepadanya.
"Aku kalah."
Tan Ciu. Siauw Tin sangat gembira.
Cang Cang Ceng memanggil orang itu, "S u h u. . ."
"Kalian pergi dahulu." Berkata orang cacad berkerudung
itu.
Mengajak Tan Ciu dan Siauw Tin. Cang-Ceng-ceng
meninggalkan lembah Ngo-liong. Mereka tidak mendapat
gangguan. Semua orang berbaju kuning mengantar keluar.
Guru Cang Ceng-ceng masih berhadap-hadapan dengan
Kim-ie Mo-jin.
Kim ie Mo-jin membentaknya. "Mengapa kau belum
pergi?"
Orang Cacad yang duduk dikursi roda, orang yang
menjadi guru Cang Ceng-ceng membuka tutup kerudung
mukanya.
"Kauwcu, masih Kenalkah dengan aku?" Ia berkata
perlahan.
"Aaaaa . . Kau?" Kim ie Mo-jin berteriak kaget.
"Betul. Aku," Berkata orang itu.
Wajah dibalik kerudung adalah satu wajah yang penuh
cacad, Sudah dirusak orang, maka dia menggunakan kain
penutup.
Kedua kakinya dimakan rematik, maka tidak bisa jalan,
dia menggunakan kursi roda. Orang itu berkata.
"Ilmu kepandaianku tidak cukup untuk menandingimu,
aku telah menderita luka."
Kim-ie Mo-jin percaya orang ini telah dilukai olehnya.
maka tidak mempunyai kekuatan menggerakkan kursi roda,
dia harus mengatur peredaran jalan darahnya untuk
beberapa waktu.
Kim-ie Mo-jin ditipu mentah-mentah, seharusnya dia
marah, bila sebelum mengetahui duduk perkara yang
terang, dia murung dan masgul, kini kemurungan dan
kemasgulannya lenyap semua.
Malah dibayangkan. dia adalah jago diatas segala jago,
hanya pendekar tiga jaman Ciat Tin Cu yang dapat
mengalahkannya, itupun terjadi setelah mereka bertarung
hebat. Berarti dia pun dapat menghadapi jago luar biasa itu
sampai ratusan jurus.
Mungkinkah dikalahkan oleh seorang berkerudung
hanya tiga jurus saja? Bahkan orang itu tidak membalas
menyerang?
Inilah yang memurungkan dirinya. membuat ia menjadi
marah-marah. Membubarkan mengusir semua orangorangnya.
Orang berkerudung itu telah membuka kain
kerudungnya. dia adalah seorang yang berwajah rusak,
sampai dimana ilmu kepandaian orang ini. dia maklum
ternyata dia belum menderita Kekalahan.
Kim-ie Mo-jin segar kembali. Diapun belum menderita
kekalahan.
Walau gagal menangkap Tan Ciu. Dia masih dapat
mempertahankan gengsi dirinya, Dia adalah pendekar
agung nomor dua, setelah dibawah urusan Ciat Tin Cu.
Orang dikursi roda itu memberi keterangan. "Ilmu
kepandaianmu masih berada diatasku. Dikala menerima
pukulan pertama. aku telah menderita luka. Pukulanpukulan
berikutnya tidak dapat kupertahankan lagi, maka
aku mengundurkan diri."
"Ilmu kepandaianmu pun cukup luar biasa." Berkata
Kim-ie Mo jin.
Orang itu berkata lagi! "Kulihat, kau telah
mengumpulkan semua orang-orang lamamu, mungkinkah
hendak mengunjuk gigi kembali?"
Kim-ia Mo-jin mengagggukan kepala.
Orang itu menarik napas dalam-dalam dan
menghembuskannya kembali. sangat panjang sekali. Tutup
kerudungnya dikenakan lagi.
Kim-ie Mo-jin berkata. "Kau tidak percaya ?"
Orang itu berkata. "Kuanjurkan, agar kau membatalkan
niatmu."
"Hendak menantang?" Kim ie Mo jin tidak puas.
"Aku ada niatan untuk menantangmu. Tapi aku belum
mempunyai itu kekuatan." Berkata orang itu.
"Siapa yang mempunyai kekuatan untuk menantang
aku?" Bertanya Kim-ie Mo jin
"Ratu bunga dan anak buahnya." Berkata suhu Cang
CengCeng.
"Ratu bunga?" Kim ie Mo-jin belum mendengar nama
itu.
"Belum mendengar namaRatu Bunga?"
"Pendekar baru dari golongan muda?"
"Bukan. Dia sedang merencanakan untuk menguasai
dunia persilatan. Seperti juga dengan dirimu, kalian adalah
dua kekuatan yang hendak menjadi raja."
"Huh," Kim-ie Mo-jin berdengus. "Mungkinkah dia
mempunyai ilmu kepandaian yang diatasku?"
"Seratus Persen diatasmu."
"Aku diwajibkan untuk menempurnya dahulu, untuk
meratakan kerikil2 tajam yang akan mengganggu usahaku?"
"Sudah tentu."
"Baik! Katakanlah dimana tempat bermukimnya Ratu
Bunga itu?" Berkata Kim ie Mo jin penasaran.
"Dilereng gunung Pek-hoa san." Berkata guru Cang Ceng
Ceng, orang yang cacad kaki dan rusak wajah itu.
"Aku akan menempurnya." berkata Kim ie Mo-jin.
"Kukira kau akan menderita kekalahan." Berkata orang
itu.
"Kau akan mendapat bukti, siapa yang kalah. aku atau
Ratu Bunga itu." Berkata Kim-ieMo jin.
Orang berkerudung berhasil. Diam mesem2. Karena
wajahnya yang rusak berkerudung, Kim-ie Mo-jin tidak
melihat perobahan itu.
Si Ratu bunga Giok Hong adalah guru Lie Bwee orang
yang menjadi musuh siMelati putih Giok Ho Yong.
Orang yang bernama Giok Hong itulah yang dikatakan
membunuh Tan Kiam Lam
Kim-ie Mo-jin meninggalkan orang berkerudung itu.
Orang berkerudung menggeser kursi roda, ia harus
menemui muridnya. Keluar dari lembah, ia menemukan
Cang CengCeng!
Ternyata setelah mendapat ijin pergi, Cang Ceng Ceng,
Siauw Tin dan Tan Ciu keluar dari lembah Ngo-liong.
Disitu Cang Ceng-ceng menunggu gurunya! Tan Ciu dan
Siauw Tin meneruskan perjalanan. Meninggalkan Cang
CengCeng!
Tidak lama dari perjalanan Tan Ciu dan Siauw Tin. dua
bayangan melayang menyambut mereka itulah Thio Ai Kie
dan Thio Bie Kia,
"Aha, kalian telah bebas?" Mereka berteriak girang.
Siauw Tin menubruk kepada mereka. "Sunu. susiok,
terima kasih kepada bantuan kalian." Ia berkata.
Thio Bie Kie berkata,
"Selama satu bulan, kau tiada khabar cerita. Kami
menduga, tentunya kau jatuh kedalam tangan musuh, maka
kami menyusul untuk menolongmu."
Memandang Tan Ciu, si Penghuni Guha Kematian
berkata. "Dimana nona Cang Ceng Ceng? Berhasilkah
menolong dirinya?"
"Dia hendak menunggu gurunya." Tan Ciu memberi
keterangan.
"Tidak ada bahaya lagi?"
Thio Ai Kie dan Thio Bie Kie mengajak Siauw Tin untuk
pulang ke Guha Kematian.
Tan Ciu harus cepat-cepat pulang ke sumur
Penggantungan. Dimana ibunyaa menunggu pulangnya dia.
Gadis berbaju merah Lie Bwee telah kembali, tentu
memberi laporan dari hasil pertempuran dipuncak Pek soathong.
Dan besar kemungkinan mereka menyerang sumur
tua itu.
Tan Ciu berlari pulang. Ditengah jalan, seseorang
menghalang didepannya seraya memanggil. "Tan Ciu ..."
Tan Ciu menghentikan perjalanan. didepannya berhenti
seorang tua, dia adalah sang paman, Tan Kiam Pek.
"Aaaa. . ." Tan Ciu mengeluarkan suara perlahan.
"Bocah, kemana saja kau melarikan diri?" Tan Kiam Pek
menegur.
"Aku. . . ."
"Huh, hampir Saja aka masuk perangkap orang2 Kim-iekauw
itu!"
"Aku Tidak sengaja." Tan Ciu memberi keterangan.
"Tidak sengaja?"
Tan Ciu bertutur tentang apa yang telah dialami,
bagaimana para sucienya membawa dia kesumur rahasia
dirimba Penggantungan.
Tan Kiam Pek mengkerutkan keningnya.
"Pencipta Drama Pohon Penggantungan itu yang
menjadi ibumu?"
"Betul."
"Dugaanku tidak meleset." Berkara Tan Kiam Pek.
"Paman hendak kemana?" Bertanya Tan Ciu.
"Kukira kau jatuh kedalam tangan mereka." Berkata Tan
Kiam Pek. "Aku hendak monolong dirimu. Tapi, penjagaan
sangat ketat, aku belum berhasil menyelundup masuk."
Tan Ciu bersyukur kepada perhatian paman itu.
"Eh," Tan Kiam Pek memandang pemuda itu, "Kau
seperti datang dari arah markas mereka."
Tan Kiam Pek belum mengetahui akan duduk perkara.
Tan Ciu menceritakan pertemuannya dengan guru Cang
Ceng Ceng, orang yang cacad berkerudung, dan bagaimana
orang itu menolong mereka.
"Siapakah nama orang itu?" Bertanya Tan Kiam Pek.
"Belum kutanyakan kepada Cang Ceng Ceng. Tidak
tahu."
"Kini kau hendak kemana lagi?" Bertanya Tan Kiam
Pek.
"Menjumpai ibu."
"Baiklah! Kita boleh berpisah! Kau kerimba
Penggantungan, aku akan ke Benteng Penggantungan."
Berkata Tan Kiam Pek.
"Benteng Penggantungan sudah tidak ada orang."
Berkata Tan Ciu.
"Bagaimana tidak ada orang?"
"Pengemis tua dan Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek
Hap sudah berada didalam sumur ibuku."
"S u n g g u h."
"B e t u l."
"Aku hendak menemui mereka.Mari kita berjalan samasama."
Tan Ciu dan Tan Kiam Pek melakukan perjalanan
bersama, mereka menuju kearah sumur tua didekat rimba
Penggantungan.
Dikala mendekati rimba bersejarah itu, tiba-tiba
melayang empat bayangan, mereka dihadang oleh orangorang
tersebut.
Tan Ciu dan Tan Kiam Pek menghentikan langkah
mereka.
Disana telah berdiri empat orang gadis berpakaian
merah.
Tan Ciu menegur. "Cuwie berempat. . .?"
"Mencari kau." Berkata seorang gadis berbaju merah,
potongan badannya agak gemuk. Dia adalah kepala
rombongan tadi.
"Maksudnya?" Tan Ciu belum tahu maksud tujuan
mereka.
Gadis-gadis baju merah itu tidak menjawab, mereka
menatap sekian lama, dan lagi-lagi si gemuk yang
menjawab pertanyaan Tan Ciu.
"Bersediakah kau ikut kepada kami?"
"Kemana?" Bertanya Tan Ciu.
"Apa maksud tujuan kalian?" Tan Kiam Pek turut bicara,
"Siapakah tuan ini?" Bertanya wanita gemuk berbaju
merah itu.
"Aku sedang bertanya." Tan Kiam Pek membentak.
"Hendak kemanakah kalian mengajak Tan Ciu?"
"M e n g a p a ?"
"Aku harus tahu."
"Guru kami hendak bertemu dengannya." Berkata si
gadis gemuk.
"Siapa guru kalian? Bertanya Tan Kiam Pek.
"Ratu Bunga." Jawab gadis yang ditanya.
"Ratu Bunga?" Tan Kiam Pek belum mendengar gelar
nama itu.
Tan Ciu juga bingung. siapakah yang menggunakan
nama julukan Ratu bunga? Dia tidak tahu.
"Ng . . ." Gadis baju merah berkata, "Guru kami ada
urusan dengannya."
"Kalian anak buah si Ratu Bunga?" Bertanya Tan Ciu."
"Ng...."
"Katakan kepadanya, aku menolak undangan." Berkata
Tan Ciu. "Aku tidak kenal dengannya."
"Segera kau kenal, bila kau bersedia turut kepada kami."
Berkata gadis baju merah.
"Aku tidak mau kenal dengannya." Berkata Tan Ciu.
"Kau harus kenal dengannya." Berkata gadis itu.
"Eh, Hendak menggunakan kekerasan?" Tan Ciu
menatap keempat gadis berbaju merah.
"Kami mendapat tugas untuk mengundangmu." Berkata
si gadis gemuk. "Dengan keramah tamahan atau dengan
kekerasan akan kami pertimbangkan baik-baik. Bila kau
bersedia mendengar perintah, tentu sikap kami ramab
tamah. Tapi bila kau menolak, kami harus menggunakan
kekerasan. Terpaksa! Apa boleh buat!"
"Ha, ha . . . "Tan Kiam Pek tertawa. Sanggupkah kalian
mengalahkan kita berdua?"
Tan Ciu juga berkata. "Bagus. Hendak kulihat,
bagaimana kalian menggunakan kekerasan."
Srek . , .! Serentak, keempat gadis itu mengurung dua
orang.
Tan Ciu dan Tan Kiam Pek sudah bersiap mengganyang
para penghadangnya.
Gadis yang mempunyai potongan badan lebih gemuk
memberi komando. Tiga gadis merah mengurung Tan Ciu.
Si gemuk menghampiri Tan Kim Pek.
Tan Ciu dan pamannya tidak tahu asal usul dari ke
empat gadis baju merah itu, nama Ratu Bunga masih sangat
asing sekali.
Kedua pihak telah bersiap-siap untuk melakukan
pertempuran.
Gadis gemuk mengulapkan tangan itulah perintah untuk
mulai mengadakan gerakan.
Tiga gadis baju merah menerjang Tan Ciu, gerakan2
mereka sangat cepat sekali.
-ooo0dw0ooo-
Jilid 20
SI GEMUK PUN sudah menerkam kearah Tan Kiam
Pek. Lebih gesit dari lebih dari tiga Kawannya.
Perang tangan tidak dapat dielakan.
Peperangan pecah menjadi dua kelompok, Tan Kiam
Pek kontra gadis gemuk, dan Tan Ciu dikurung oleh tiga
gadis baju merah lainnya.
Mengetahui dihadang oleh empat gadis-gadis berbaju
merah itu, mata Tan Ciu diketinggikan, dia memandang
rendah, sampai dimanakah ilmu kepandaian gadis-gadis
ini?
Mana mungkin dapat memadainya?
Hasil dari gebrakan-gebrakan itu sangat mengejutkan si
pemuda, bukan saja gesit dan lihay setiap langkah
merekapun mengandung unsur barisan pat-kwa-tin.
Tan Ciu mandi keringat.
Gadis-gadis baju merah mengurung lebih rapat.
Dilain gelanggang . . .
Ilmu kepandaian Tan Kiam Pek hanya dapat
mengimbangi kekuatan gadis gemuk, dia belum dapat
menekan kekuatannya. Cepat dilawan cepat, kuat dilawan
kuat.
Pertempuran ini berjalan seimbang.
Bila keadaan Tan Kiam Pek tidak begitu membahayakan
dirinya, Tan Ciu mengalami hari-hari naas, posisi
kedudukannya semakin terjepit, mundur lagi dan mundur
lagi.
Tiga gadis baju merah mengurung semakin rapat, mereka
mendesak maju.
Tan Ciu menjadi nekad. tiba-tiba ia mengeluarkan
pekikan keras, mengincar salah seorang dari musuhnya,
menerkam dengan kekuatan penuh.
Tenaga yang disertai dengan ilmu Yu leng-poh sangat
maha dahsyat. Gadis baju merah yang diterjang tidak dapat
mengelakkan diri, terdengar jeritan yang nyaring
melengking, nyawanya terbang melayang. mati menjadi
korban penasaran.
Disaat yang sama, dua gadis baju merah merangsek dari
kiri dan kanan si pemuda.
Tan Ciu gelagapan. Menyingkir berarti menempatkan
dirinya kepada posisi yang lebih buruk lagi. Tidak
menyingkir, berarti kematian tidak mungkin ia menerima
dua pukulan mereka.
Tiba-tiba teringat kepada ilmu Ie-hun Tay-hoat, maka
diapun memekik keras.
Sudah terlambat, bek. .buk...dua pukulan mengenai
tubuh-tubuh sipemuda.
Disaat yang sama, kekuatan magnit Ie-hun Tay-hoat
bekerja, Dua gadis itupun tertegun, dua pasang mata
memperhatikan sikap aneh lawan itu.
Tan Ciu mendelikkan mata, mempelototi mereka.
Secepat kilat dua lawan tertegun, secepat itu pun Tan Ciu
mengirim pukulan2nya duk. . .duk. . .masing2 memberi
hadiah persenan yang berupa jotosan. Kejadian yang seperti
diceritakan diatas terlalu panjang. sebenarnya terjadi disaat
yang hampir bersamaan. Pukulan2 dua gadis berbaju merah
yang mengenai badan Tan Ciu, dan pukulan-pukulan Tan
Ciu yang memukul badan mereka hanya terpaut beberapa
permil menit saja. Tan Ciu yang di pukul dua orang jatuh
pingsan dan dua gadis itupun sudah dijotos oleh pemuda
kita, tanpa ampun, badan itu mereka ringsak, mati
membayangi kawannya.
Tiga gadis berbaju merah mati ditempat itu.
Tan Ciu juga menyemburkan darah segar dia terlena
ditanah, pingsan tanpa ingat orang.
Tidak mudah untuk mengalahkan gadis-gadis berbaju
merah itu, mereka adalah anak buah si Ratu Bunga Giok
Hong yang luar biasa. Setiap orang mempunyai ilmu
kepandaian hebat, kekuatan mereka menyamai jago-jago
kelas satu.
Tan Ciu dapat membunuh tiga orang mereka. Berarti
mengalahkan tiga orang jago kelas satu.
Setelah itu. walaupun dirinya jatuh luka, jatuh pingsan.
diapun tidak akan kalah pamor.
Gadis gemuk yang menempur Tan-Kiam pek dapat
mengikuti perkembangan situasi tadi, tubuhnya melayang
jauh, meninggalkan Tan Kiam Pek, meraihkan tangan
menyambar tubuh Tan Ciu yang terlena tanpa ingatan,
hanya beberapa kali lompatan, dia melarikan diri.
Meninggalkan Tan Kiam Pek yang masih bengong
melolong-lolong.
Dikala gadis gemuk itu melarikan diri. Tan Kiam Pek
takut ditipu musuh, belum berani ia mengejar bersiap-siap
untuk melayani muslihat baru.
Gadis gemuk berbaju merah telah menyeret
kemenakannya.
Tan Kiam Pek sadar dari kesalahan. Dia menjadi marah,
tubuhnya melesat dan berteriak
"Jangan lari!"
Gadis gemuk tidak menghentikan larinya. semakin lama
semakin cepat. Dia memang berangkat, karena itu
mempunyai banyak peluang untuk meninggalkan
lawannya.
Terjadi perburuan. mereka saling kejar.
Gadis gemuk masuk kedalam suatu rimba, sebelum itu,
dia memberi pesan, "Bila hendak mengambil Tan Ciu,
kalian djpersilahkan datang dilereng gunung Pek-hoa-san.
Minta bertemulah dengan guru kami yang menggunakan
gelar Ratu Bunga."
Dikala Tan Kiam Pek memasuki rimba itu ia kehilangan
jejak orang yang dikejar,
Tan Ciu jatuh ketangan musuh.
Tan Kiam Pek menjadi lesu. Meneruskan pengejaran
tiada artinya. Ilmu kepandaian golongan berbaju merah itu
sangat kuat. Tenaganya masih belum cukup.
Dia mengambil keputusan untuk meminta bantuan
beberapa orang. langkahnya menuju ke arah rimba
penggantungan. Dimana terdapat sumur tua, dan kekuatan
Melati Putih Giok Hu Yong berada ditempat itu.
Mengikuti perjalanan Tan Kiam Pek.
Setelah tidak berhasil menolong Tan Ciu, apa boleh buat.
Tan Kiam Pek menuju kearah sumur Penggantungan. Ia
wajib memberi tahu kejadian tadi.
Sumur Penggantungan terletak didekat Rim ba
Penggantungan, maka Giok Hu Yong bebas melakukan
siasat-siasatnya, pergi datang disekitar Pohon
Penggantungan tanpa diketahui orang.
Tan Kiam Pek berhasil menemukan sumur tua itu.
Seperti sumur biasa. sumur kering yang sudah lama tidak
digunakan.
Bila tidak ada petunjuk Tan Ciu, Tan Kiam Pek tidak
mengetahui, bahwa dibawah sumur ini tersembunyi banyak
tokoh-tokoh silat kelas utama.
Tan Kiam Pek menerjunkan diri kedalam sumur itu.
Dia sudah menginjak tanah, dikala berjalan beberapa
tapak. dua bilah pedang telah nempel dilehernya.
"Jangan bergerak." terdengar suara bentakan
mengancam.
Tan Kiam Pek datang bukan dengan maksud tujuan
untuk mengacau, dia diam tidak bergerak.
"Aku hendak bertemu dengan...." Tan Kiam Pek tidak
meneruskan kata-katanya bagaimana dia menyebut nama
Giok Hu Yong.
"Siapa?" Bentak gadis yang melintangkan pedang
dipunggung orang.
"Aku minta bertemu dengan Tong-kay." berkata Tan
Kiam Pek.
Dia teringat kepada keterangan Tan Ciu yang
mengatakan bahwa si Pengemis sakti dari Timur Tong Kay
dan Permaisuri dari Kutub Utara Pek Pek Hap berada
ditempat itu, maka ia menyebut salah satu nama dari kedua
orang tadi.
"Tong Kay?" Agaknya murid-murid Giok Hu Yong tidak
kenal kepada si pengemis Tukang Ramal Amatir.
"Ooo. . .Pengemis tua itu yang kau maksudkan?"
"Ng. . ."
"Dia sudah pergi keluar."
"O. Tan Sang ada?" berkata Tan Kiam Pek.
"Sebutkan namamu !"
"Tan Kiam Pek."
"Tan Kiam Pek ?"
"Ng . . . Aku adalah pamannya."
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-bikin-mupeng-pohon.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Bikin Mupeng : Pohon Keramat 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-bikin-mupeng-pohon.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar