Cerita Panas Apoteker Gajahmada : HPH 3c ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru Cerita Panas Apoteker Gajahmada : HPH 3c,
Cerita Dewasa, cerita Cerita Panas Apoteker Gajahmada : HPH 3c mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru
Sementara kawanan Piausu yang masih hidup serta The
Pek-siu dan Ho Leng-san
juga terbelalak dengan mulut melongo. Mereka kenal Tian
Pek dan mengetahui
pula ilmu silatnya amat cetek, tapi sekarang, begitu
tampil dan lantas memukul
mundur Hwesio berkerudung itu dan menyelamatkan sang
Congpiautau, tak
heran semua orang jadi terkesima.
Belum lama berselang, mereka masih mengejek ketidakbecusan
Tian Pek,
sekarang anak muda ini muncul dan di luar dugaan ilmu
silatnya ternyata luar
biasa.
Hwesio itu tidak asing bagi Tian Pek, sudah dikenalnya,
sebagai Hud-eng Hoatsu,
satu diantara ketiga tokoh maut dari laut selatan, yang
aneh ialah Hwesio ini
telah melakukan pembegalan dan menggunakan pula kain untuk
menutupi
wajahnya.
Hud-eng Hoatsu sendiripun segera mengenali Tian Pek
sebagai pemuda yang
pernah dihajar sampai terluka oleh si nenek rambut putih
di lembah pemutus
sukma dahulu.Makanya ia tertegun setelah adu pukulan tadi,
sebab
bagaimanapun juga Hud-eng Hoatsu tidak percaya pemuda she
Tian ini sanggup
menyambut Ha-mo-kang (ilmu katak) andalannya itu.
Ha-mo-kang adalah ilmu sakti di luar samudera sana dan
sudah lama lenyap dari
peredaran dunia persilatan, bukan saja besar daya
pukulannya, di balik serangan
tersimpan pula daya isap yang kuat, jangankan menangkis,
sekalipun ingin
menghindar juga sukar, ilmu kepandaian ini terhitung
sejenis ilmu hitam yang
maha dahsyat.
Tiat-ciang-cin-ho-siok terhitung jago kawakan di dunia
Kangouw, ia pun tidak
berani menyambut serangan keras lawan keras ini, tapi
sekarang seorang
pemuda yang berusia likuran sanggup menerimanya secara
mantap,
bagaimanapun Hwesio itu tetap tak percaya.
Kejut dan gusar Hud-eng Hoatsu, tiba2 ia berpekik nyaring.
"Kookk.... kookk.......!" sambil berkaok seperti
katak, dengan keras kedua telapak
tangannya menyodok ke depan.
Serangan maut ini dilancarkan Hud-eng Hoatsu dengan
sepenuh tenaga, dapat
dibayangkan betapa dahsyat daya penghancur yang terpancar
keluar, gulungan
itu langsung menerjang Tian Pek.
Kelam air muka anak muda itu, ia mendengus, bentaknya:
"Bangsat gundul,
tampaknya kau ingin mampus!"
Dengan ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang yang baru saja
dilatihnya,
tangan pemuda itu berayun ke depan.
Ketika dua gulung tenaga pukulan yang maha dahsyat saling
bentur di udara,
terjadilah suara gemuruh bagai bunyi guntur.
"Blang!" bumi serasa bergoncang, debu pasir
menyelimuti angkasa, lidi cemara
yang tumbuh di sekitar gelanggang sama rontok ke tanah
bagaikan hujan.
Di tengah remang2 cuaca, Hud-eng Hoatsu yang gemuk seperti
babi itu
mencelat ke udara bagaikan layang2 putus benangnya, dengan
menerbitkan
suara keras ia terbanting di atas tanah.
Kedelapan orang berpakaian ringkas serta ke empat gadis
berkerudung serentak
menjerit kaget, buru2 mereka menghampiri Hud-eng Hoatsu
dan memayangnya
bangun.
Darah kental meleleh keluar di ujung bibir paderi gemuk
itu, mukanya jadi pucat
pasi, matanya setengah terpejam, jelas isi perutnya sudah
terluka sangat parah.
Salah satu di antara keempat gadis berkerudung itu
mendadak melepaskan kain
kerudungnya sehingga terlihatlah taut wajahnya yang
cantik, dengan mata
mendelik ia tatap sekejap ke arah Tian Pek, katanya:
"Besar amat nyalimu berani
melukai Hud-eng Hoatsu sampai muntah darah. Hm, siapa
namamu?"
Cantik memang gadis itu, cuma sayang di antara kejelian
matanya membawa
sifat genit dan jalang yang merangsang, melihat itu Tian
Pek menyahut dengan
hambar: "Aku Tian Pek, bukan saja Hud-eng Hoatsu
kulukai, bila barang begalan
kalian tidak segera dikembalikan, kalian pun harus kutahan
di sini!"
Seorang gadis lainnya maju menghampiri Tian Pek, iapun
menarik lepas kain
kerudungnya, sambil melotot katanya: "Bagus, kau
berani memusuhi orang Lamhay-
bun. Tapi hati2lah kau, orang Lam-hay-bun akan menuntut
balas pada tiga
turunanmu!"
Sambil berbicara ia lantas berpaling kepada rekan2nya dan
menambahkan:
"Hayo, kita pergi... "
"Hehehe, mau pergi? setelah membunuh orang dan
membegal barang, lantas
mau kabur dengan begitu saja? Tidak mudah sobat!"
Serentetan suara ini muncul beberapa tombak di luar
gelanggang sana, tidak
tampak orang yang bicara, tahu2 dari udara melayang turun
seorang manusia
aneh bermuka hijau dan berambut merah.
Semua orang berpekik kaget, seram sekali tampang manusia
aneh ini, apalagi
ilmu meringankan tubuhnya sungguh mencapai puncak
kesempurnaan.
Kepongahan kedua gadis yang sudab membuka kerudungnya tadi
kontan
tersapu lenyap setelah menyaksikan kemunculan manusia aneh
bermuka hijau
ini, sebagai gantinya air muka mereka berubah jadi pucat
karena takut.
Kedelapan orang berpakaian ringkas serta kedua gadis
lainnya juga mengunjuk
rasa kaget, sekalipun wajah mereka berkerudung sehingga
tidak nampak
perubahan itu, tapi dari kerlingan mata mereka yang panik
dapat diketahui
bahwa rasa takut mereka tak kalah hebatnya dari pada kedua
rekannya itu.
Di satu pihak ketakutan, di pihak lain Ji-lopiautau merasa
terkejut bercampur
girang, ia tak menyangka hanya beberapa bulan saja ilmu
silat Tian Pek telah
mendapat kemajuan sedemikian pesatnya, apalagi setelah
mengetahui manusia
aneh bermuka hijau dan berambut merah itu membantu
pihaknya, sadarlah
jago tua ini bahwa bintang penolong telah tiba.
"Tian-hiante, jangan lepaskan orang2 itu!"
serunya cepat. "Barang kawalan
engkoh-tuamu yang dibajak amat penting artinya....."
Kedua gadis cantik itu tidak pedulikan kata2 Ji-lopiautau
yang ditujukan kepada
Tian Pek, sesudah terkejut menyaksikan kemunculan manusia
aneh bermuka
hijau itu, mereka lantas saling pandang sekejap, kemudian
mengerling kepada
kedelapan orang laki2 dan kedua gadis lainnya, setelah itu
dengan langkah
gemulai mereka menghampiri manusia aneh itu.
Salah seorang di antaranya memberi hormat dan menyapa:
"Ai, kiranya Kui.... 0,
Liu cici, tahukah Cici bahwa Siau-kun (tuan muda) kami
sangat merindukan diri
Cici sehingga mirip orang linglung? Kalau majikan muda
kami mengetahui Cici
berada di sini....."
Sementara gadis itu bercakap2, kedelapan orang laki2
berpakaian ringkas itu
sudah mengangkat Hud-eng Hoatsu yang terluka dan dibawa
pergi dengan
cepat.
Manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu tak lain
adalah Liu Cuicui,
ia mendesis, damperatnya: "Huuh, siapa yang sudi
menjadi Cici kalian...."
"Tian-hiante, jangan biarkan bajingan itu
kabur....." mendadak Ji-lopiautau
berseru lagi.
"Jangan kuatir saudara tua, mereka tak nanti bisa
kabur!"
Seraya membentak, Tian Pek melambung ke udara, tahu2 dia
sudah mengadang
jalan lari kedelapan orang berkerudung itu.
Supaya maklum, bahwa kedelapan laki2 berkerudung itu
adalah Mo-kui-to-patyau
(delapan siluman dari pulau setan), kungfu mereka sangat
tinggi, kecuali
Lam-hay-siau-kun, Lam-hay-liong-li beserta Hay-gwa-sam-sat
dan beberapa
tokoh penting lain, kungfu kedelapan orang ini terhitung
kelas satu.
Di antara kepandaian yang dimiliki mereka ilmu meringankan
tubuh termasuk
paling mereka andalkan, tapi sekarang Tian Pek bisa
melampaui kelihaian
mereka, tak heran kalau mereka jadi melengak.
Sadarlah Mo-kui-to-pat-yau bahwa mereka telah bertemu
musuh lihay, bila
tidak menyerang dengan pukulan mematikan, niscaya sukar
untuk meloloskan
diri.
Mereka saling pandang sekejap, empat siluman mundur ke
belakang, sedang
empat yang lain maju dua langkah ke muka, tangan mendayung
berbareng ke
belakang, inilah Bu-ci-ciang (pukulan hantu) dari pulau
setan.
Empat gulung tenaga pusaran bagaikan gangsingan bergabung
menjadi satu, di
udara terus menggulung ke tubuh Tian Pek.
Menghadapi serangan aneh ini, Tian Pek merasa kepalanya
jadi pening dan mata
ber-kunang2, ia merasa di tengah gulungan hawa yang
berputar seperti
gangsingan itu se-akan2 muncul sebuah kepala raksasa
seperti kepala setan
yang berambut panjang dan bertaring, sambil melotot seram
dan memutar
cakar setannya yang besar langsung menerkamnya.
Betapa terperanjat pemuda itu, ia tahu ilmu silat musuh
pastilah sejenis ilmu
hitam yang mengerikan dan tak boleh dianggap enteng.
Memang itulah inti kelihaian ilmu pukulan siluman atau
Bu-ci-ciang tersebut,
bila digunakan dengan gabungan empat siluman, maka aliran
hawa yang
berpusing akan menciptakan suatu pemandangan yang
mengacaukan pikiran
serta konsentrasi lawan, dalam keadaan lengah inilah
kebanyakan musuhnya
terluka tanpa sadar.
Tian Pek sudah berpengalaman menghadapi pertarungan
sengit, sudah banyak
jago persilatan yang pernah dijumpainya, tapi belum pernah
menyaksikan
pemandangan seaneh ini, dia mengira musuh bisa menggunakan
ilmu sihir atau
sebangsa ilmu hitam yang membingungkan pikiran.
Dalam kaget dan seramnya cepat dia melepaskan pukulan
dahsyat ke arah
kepala setan yang besar dan mengerikan itu.
Ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang memang maha sakti dan
maha dahsyat,
aliran hawa pukulan yang sangat kuat seketika meluncur dan
menghantam
kepala setan itu.
"Blang!' benturan keras menggelegar, bayangan semu
kepala setan itu seketika
terhajar punah dari pandangan mata, empat siluman itu
sendiri terlempar ke
belakang dengan sempoyongan dengan mata terbelalak lebar.
Berhasil dengan serangan yang pertama, Tian Pek melambung
ke udara, tiba2 ia
berjumpalitan dengan kepala di bawah dan kaki di atas dia
menukik ke bawah
dengan jurus Hud-sou-ciang-cok (Buddha sakti turun tahta),
dengan dahsyat ia
menghantam kepala keempat siluman yang lain.
Empat siluman yang lain terkejut, mereka tak mengira
seorang bocah berusia
likuran ternyata memiliki ilmu silat yang sangat lihay,
hanya dengan suatu
pukulannya berhasil membuat kocar-kacir ke-empat orang
saudaranya, bahkan
sekarang menerkam pula ke arah mereka dengan jurus
serangan yang lebih
dahsyat.
Tak seorangpun di antara mereka berani menyambut ancaman
itu dengan keras
lawan keras, cepat mereka gunakan ilmu langkah
Kui-biau-hong (setan melayang
di tengah angin) Syuur! Syuur! Syuur! bagaikan sukma
gentayangan mereka
kabur pontang-panting ke belakang.
Sejak Ji-lopiautau minta kepadanya untuk mengejar pembegal
itu, dalam hati
Tian Pek telah mengambil keputusan untuk menahan beberapa
orang itu, maka
demi dilihatnya keempat orang siluman itu kabur terbirit2,
cepat ia bertindak,
bagaikan burung melambung kembali ke udara, dari situ
dengan jurus Hudkong-
bu-liat (sinar sang Budha memancar cerah), salah satu
jurus serangan
Thian-hud-hang-mo-ciang, ia menyerang ke bawah.
"Blangl Blang!" benturan keras berkumandang
susul-menyusul.
Setiap kali suatu benturan keras terjadi, seorang siluman
itu terjungkal ke tanah,
debu pasir beterbangan, dalam waktu singkat delapan orang
itu sudah terhajar
pontang-panting dan beberapa kali mesti jatuh bangun.
Sudah kenyang kawanan Piausu dari Yan-keng-piau-kiok itu
disiksa oleh
kedelapan siluman ini, sekarang kedelapan orang itu
dihajar habis2an, mereka
jadi amat gembira dan ramai dengan suara sorak-sorai dan
cemooh.
Ji-lopiautau sendiri manggut-manggut sambil menghela
napas, kalau tidak
menyaksikan semua kejadian ini dengan mata kepala sendiri,
tak nanti ia
percaya di dunia ini terdapat kungfu selihay ini.
Ia pun heran, hanya setahun tidak berjumpa, entah darimana
Tian Pek
mendapatkan ilmu silat selihay ini?
Jangankan orang lain, sampai2 Liu Cui-cui sendiripun
tertegun melihat serangan
Tian Pek yang melambung sambil menukik dan melepaskan
serangan berantai
itu.
"Aneh benar!" pikirnya. "Jangan2 engkoh Pek
masih memiliki ilmu tangguh lain
yang sengaja disembunyikan? Atau mungkin ada penemuan
lain?"
Bahwasanya Tian Pek dapat memainkan Thian-hud-hang-mo-ciang,
semua ini
adalah berkat petunjuk gadis ini, jurus Hud-kong-bu-liat
memang harus
dimainkan dengan gerakan melambung dan melepaskan pukulan
ke bawah, tapi
sekarang bukan saja pemuda itu bisa melambung sambil
menyerang bahkan
serangannya berubah menjadi serangan berantai, tak heran
kalau gadis itu jadi
tercengang.
Padahal Tian Pek tidak punya ilmu simpanan apa2, hanya
karena bakatnya yang
baik serta tekunnya memahami sesuatu, apa yang dilihatnya
segera diingatnya
dengan baik, lalu apa yang didapatkan itu lantas
dipraktekkan, dan hasilnya
terciptalah jurus serangan yang aneh dan sakti.
Maklumlah, Tian Pek adalah pemuda yang gila silat, dahulu
ia tak pernah
menemukan guru pandai, hal ini menimbulkan kebiasaannya
mencuri belajar
jurus serangan orang lain di kala pertarungan sedang
berlangsung.
Dahulu ia pernah mencuri belajar Ki-na-jiu dari
Tok-kak-hui-mo (iblis terbang
kaki tunggal)
Li Ki, yang kemudian dipraktekkan sewaktu bertempur
melawan Kui-kok-in-su
(kakek pertapa dari lembah selatan), di mana salah seorang
jago sakti Kanglamji-
ki ini sempat dibikin kaget dan panik.
Kemudian iapun pernah mencuri belajar Tui-hong-kiam- hoat
dari keluarga
Hoan, yang mana sewaktu dipraktekkan melawan
Hiat-ciang-hwe-liong (telapak
darah naga api) dia malah disangka anggota keluarga Hoan.
Sedangkan ilmu gerakan Leng-gong-teng-siang (lintas udara
pentang sayap) yang
barusan ia praktekkan adalah hasil sadapannya sewaktu
menyaksikan gerak
melambung Tiat-ih-hui-peng (rajawali terbang sayap baja)
salah satu di antara
Kim-hu¬tiat-siang-wi itu.
Kepandaian melambung di udara itulah yang tiba2
menimbulkan ilham, ketika
dipraktekkan ternyata hasilnya memang luar biasa.
Beberapa kali ia pernah menyaksikan Tiat-ih-hui-peng
bertempur, setiap kali
bertempur sayap bajanya segera dikebaskan untuk melambung
ke udara, di atas
kedua tangannya lantas didayung berulang kali untuk
mempertahankan
posisinya, sementara kakinya disentakkan sebagai pengemudi
arah.
Maka kini dia mempraktekkan pula sistim tersebut dengan
kedua tangannya
sebagai sayap, berada di udara tangannya lantas mendayung
berulang kali untuk
bergerak ke depan. Setiap kali hendak berganti arah,
kakinya segera disentakkan
ke bawah dengan daya pantulan dari serangannya dia
bertahan melambung
terus di udara.
Dengan menirukan cara bertempur Tiat-ih-hui-peng inilah,
tidak heran kalau
kedelapan siluman dari pulau setan itu dibikin
kocar-kacir.
Tentu saja faktor lainpun sangat mempengaruhi
kesuksesannya ini, apabila
seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna
sehingga dapat
menghimpun hawa murninya untuk melambung dan menukik
berulang kali tak
nanti ia sanggup menirukan cara tersebut, apalagi bila
tenaga dalamnya masih
cetek, sudah pasti ia tak dapat menirukan cara itu.
Hanya sayang pertarungan ini adalah pertarungan pertama
yang dilakukan Tian
Pek setelah mempelajari ilmu baru, banyak kekuatan
pukulannya yang terbuang
dengan percuma, kalau tidak, dengan ilmu
Thian-hud-hang-mo-ciang yang maha
sakti, jiwa kedelapan orang itu pasti sudah melayang.
Keempat gadis berkerudung itu adalah Tho-hoa-su-sianli
(empat dewi bunga
Tho), mereka adalah jago kelas satu, dalam perguruan
Lam-hay-hun, mereka
terperanjat, air muka jadi pucat. Mereka menyadari bila
Mo-kui-to-pat-yau terus
dihajar cara begitu, cepat atau lambat kedelapan orang itu
pasti akan terhajar
sampai mampus, dan bila kedelapan orang itu mampus, mereka
berempat pun
tak akan bisa lolos dari bencana.
Maka cepat mereka saling memberi tanda, dari kantung kulit
masing2 mereka
sama meraup segenggam bubuk racun bunga Tho terus
dihamburkan ke arah
tubuh Tian Pek.
Empat gulung kabut tipis berwarna merah yang berbau harum
seketika
menyebar, bagaikan rangkuman bunga merah yang indah
menawan, kabut
tersebut langsung mengurung sekitar tubuh anak muda itu.
Tiba2 Tian Pek mencium bau harum semerbak yang sangat
aneh......
"Engkoh Pek, cepat menyingkir!" tiba2 Lui
Cui-cui memberi peringatan dengan
kuatir. "Hati2, itulah kabut racun bunga Tho andalan
mereka!"
Tidak cuma berteriak, gadis itupun cepat bertindak, ujung
bajunya dikebutkan
berulang kali dengan ilmu Hiang-siu-biau-hong (ujung baju
harum berembus
angin), angin puyuh yang menderu2 segera menyapu ke depan
dan meniup
kabut merah yang berbau harum itu sehingga tersebar jauh
ke belakang sana.
Tian Pek sendiri segera waspada demi mendengar peringatan
Cui-cui itu, ia
menahan pernapasannya, kemudian dengan gesit melayang
turun ke atas tanah.
Masih untung dia bertindak cepat, kalau tidak niscaya Tian
Pek sudah roboh
oleh kabut racun bunga Tho yang berwarna merah itu.
Tatkala dia berpaling, sempat terlihat kabut racun yang
tersebar oleh pukulan
Hiang-siu-biau-hong itu telah menyelimuti permukaan tanah
seluas belasan kaki
di sisi gelanggang.
Kabut berwarna merah itu perlahan-lahan terus menyebar, di
mana kabut itu
tiba, rerumputan yang hijau dan segar seketika jadi layu,
pepohonan yang
rindang jadi kering dan rontok.
Ada beberapa orang Piausu kurang cepat menghindar, ketika
tersambar oleh
kabut merah itu, sekujur badan seketika merah membara
seperti terbakar,
sambil menjerit mampuslah mereka dalam keadaan yang sangat
mengerikan.
Memang lihay luar biasa kabut racun bunga Tho itu, semua
orang bargidik ngeri,
banyak di antaranya malahan berdiri mematung dengan bulu
kuduk berdiri.
Kurang lebih setanakan nasi buyarlah kabut warna merah
itu, lenyap pula
bayangan tubuh ke delapan siluman dari pulau setan tadi,
empat dewi bunga
Tho beserta Hud-eng Hoatsu yang terluka parah. Rupanya
kawanan pembegal
itu sudah kabur pada kesempatan tersebut.
Melihat musuh sudah kabur, Ji-lopiautau menghela napas
sedih, para Piausu
mengerut dahi dengan wajah kesal, Ban-leng-koan serta
Sik-kau melelehkan air
mata karena cemas.
Tentu saja Tian Pek tahu sebabnya orang2 itu sedih, yaitu
lantaran barang
kawalan mereka dibegal orang, sekalipun demikian ia
menghampiri juga Jilopiautau
sambil memberi hormat, "Engkoh tua!" sapanya,
"baik-baikkah selama
ini? Oleh karena Tian Pek selalu dirundung malang, maka
selama ini tak sempat
menjenguk engkoh tua, harap sudi kiranya memberi
maaf!"
Meskipun gembira karena dapat bertemu lagi dengan Tian
Pek, apalagi si anak
muda pulang dengan membawa ilmu silat yang maha tinggi,
namun Ji-lopiautau
tak mampu tertawa, maklum, dalam keadaan seperti ini tiada
gairahnya untuk
memikirkan persoalan lain kecuali memikirkan barang
kawalannya yang hilang
itu.
"Engkoh tua, engkau begini sedih dan gelisah,
mungkinkah barang kawalanmu
itu adalah barang yang sangat berharga?" tanya Tian
Pek.
Ji-lopiautau menghela napas panjang, jawabnya: "Ai,
Tian-hiante, terus terang
kukatakan padamu, barang kawalanku kali ini memang sangat
berharga.
Bayangkan saja, 30 laksa tahil emas murni uang gaji untuk
seratus delapan
karesidenan Ki-lam-hu bukan suatu jumlah yang kecil, bila
barang kawalanku ini
sampai hilang, seluruh harta kekayaanku dibuat ganti rugi
pun belum cukup!"
Mengetahui pentingnya barang kawalan ini, diam2 Tian Pek
ikut gelisah.
Cui-cui yang berada di sisinya tiba2 tertawa dan berkata:
"Kalau sudah hilang,
semestinya dilakukan pencarian, hanya gelisah melulu
apakah barang2 yang
hilang itu bisa terbang kembali dengan sendirinya?"
Tian Pek bertepuk tangan sambil tertawa: "Betul,
betul! Kalau tidak diadakan
pencarian, darimana barang itu bisa kembali? Kalau
dugaanku tidak meleset,
sarang penyamun pasti berada di sekitar sini. Engkoh tua,
hayo segera lakukan
pencarian. Kami berdua akan membantu untuk mencari kembali
barang
kawalanmu ini!"
Ji-lopiautau sudah menyaksikan sendiri betapa lihaynya
ilmu silat yang dimiliki
Tian Pek serta Cui cui, dia tahu asal kedua orang ini mau
membantu, tidak susah
baginya untuk merampas kembali barang kawalannya.
Dengan wajah berseri dia lantas berseru: "Asal kalian
berdua bersedia memberi
bantuan, legalah hatiku...."
"Engkoh tua, jangan sungkan2. Sewaktu orang she Tian
luntang lantung tanpa
tujuan di dunia persilatan tempo hari, engkoh tua juga
sudah banyak membantu
diriku? Kini engkoh tua mendapat kesulitan, sudah
sewajarnya aku pun
membantu dirimu!"
Ji-lopiautau menggeleng kepala berulang kali: "Bila
Hiante yang membantu,
tentu saja aku tak banyak bicara, akan tetapi saudara
ini....."
Dia berpaling ke arah Cui-cui dan menjura: "Saudara,
engkau dan Lohu tak
pernah saling mengenal, tapi engkau bersedia memberi
bantuan padaku, sudah
semestinya Lohu mengucapkan terima kasih banyak2
kepadamu!"
Tian Pek melirik sekejap ke arah Cui-cui, lalu menyela:
"Engkoh tua, kau tak
perlu sungkan2, sebenarnya ia pun bukan orang luar, dia
adalah...."
Maksud Tian Pek akan memperkenalkan Cui cui kepada
Ji-lopiautau, tapi
mendadak ia membungkam, rupanya ia ingat Cui cui
menggunakan topeng dan
tak suka identitasnya diketahui orang, takut anak dara itu
tak senang hati, maka
ia pun urung bicara lebih lanjut.
Cui-cui tersenyum, katanya: "Aku adalah Kui-bin-jin
(manusia muka setan),
harap Lopiautau banyak2 memberi petunjuk di kemudian
hari!"
Ji-lopiautau terhitung jago kawakan, dari tingkah-laku dan
nada bicara Cui-cui
dia tahu wajahnya yang mengerikan itu pasti samaran
belaka, namun dia pun
tidak membuka rahasia tersebut, sambil tertawa ia
mengucapkan terima kasih.
Setelah Cui-cui bilang begitu, tentu saja Tian Pek tak
dapat berterus terang, ia
lantas mengalihkan pokok pembicaraan, katanya: "Suatu
urusan kalau ditunda2
mungkin akan terjadi perubahan, kita tak boleh membuang
waktu lagi, lebih
baik sekarang juga kita merundingkan cara mencari kembali
barang kawalan
itu!"
Tentu saja Ji-lopiautau menyambut usul itu dengan senang
hati, semua orang
lantas berkumpul membicarakan masalah itu.
Rupanya Cui-cui punya perhitungan sendiri, menurut
pendapatnya, asal
mengikuti bekas roda kereta apa susahnya untuk menemukan
sarang bandit itu?
Tentu saja semua orang membenarkan usul itu, maka
berangkatlah kawanan
Piausu itu melakukan pengejaran dengan mengikuti bekas
roda kereta.
Bekas roda kereta itu bergerak menuju ke kota
tapi menjelang masuk ke kota, bekas roda itu berbelok ke
samping, ketika senja
tiba, sampailah mereka di depan sebuah bangunan gedung
yang megah dan
luas.
Dinding tembok yang mengitari bangunan itu tingginya
mencapai dua tombak
sehingga sekilas pandang mirip sebuah benteng kecil, di
luar dinding pekarangan
terlindung sebuah sungai, di atas benteng tampak bayangan
manusia bergerak
kian kemari, jelas penjagaan sangat ketat.
Bekas roda kereta lenyap ke dalam bangunan itu, untuk
menyerbu ke dalam
gedung jelas tak mungkin karena jembatan penyeberangan
telah digantung,
sementara sungai itu lebarnya belasan tombak, tak mungkin
sungai selebar itu
dapat diseberangi dengan sekali lompat.
Ji-lopiautau kelihatan bingung, ucapnya: "Bukankah
tempat ini adalah Pah-tosan-
ceng Ti-seng-jiu Buyung Ham? Masakah Leng-hong Kongcu
telah bekerja
sama dengan kaum iblis dari Lam-hay-bun dan membegal
barang kawalanku?"
Tian Pek sendiripun tercengang mendengar ucapan itu, ia
mengamati bangunan
itu dengan lebih seksama. Benar juga, bangunan itu memang
perkampungan
Pah to-san-ceng yang pernah disinggahinya.
Kenangan lama terlintas kembali dalam benaknya, pemuda itu
teringat lagi cara
bagaimana dia dibawa ke perkampungan itu oleh nyonya
setengah baya yang
baik hati ketika ia jatuh pingsan di dalam hutan,
bagaimana ia dibaringkan di
kamar Leng-hong Kongcu, dihina dan dicemooh oleh Leng-hong
Kongcu yang
keji dan Tian Wan-ji yang lincah, Buyung Hong, si nona
baju hitam yang
telanjang bulat di depan matanya, Hoan Soh-ing yang
dikenalnya dalam penjara,
kitab Soh-kut-siau-hun-pit-kip pemberian paman Lui.....
dan kejadian lain, semua
kenangan lama itu se-olah2 asap yang telah buyar,
kalau masih ada yang tersisa dalam hatinya juga sudah
samar2 dan tidak jelas
lagi.
Untuk sesaat lamanya, anak muda itu hanya berdiri
ter-mangu2, is tak tahu apa
yang mesti dilakukan...."
"Lau-Sam!" tiba2 Ji-lopiautau berteriak,
"Ambil kartu namaku!"
Si kuda kilat Lau Sam segera mengiakan dan mengeluarkan
sebuah kartu nama
dari buntalannya, lalu dengan hormat diangsurkan.
"Lopiautau, buat apa kartu mama itu?" tanya
Cui-cui dengan tertawa.
"Lohu pernah kenal orang yang bernama Buyung Ham itu,
tak kusangka ia telah
mengirim orang untuk membegal barang kawalanku, sekarang
Lohu akan
mengunjungi perkampungannya menurut aturan dunia
persilatan, ingin kulihat
apa yang akan dia lakukan lagi."
Dengan mendongkol dia lantas berpaling kepada seorang
Piausunya yang
bernama To pit-him (beruang bertangan banyak) Gui
Thian-sang, serunya: "Guilosu,
tolong sampaikan kartu nama ini kepada Buyung Ham, katakan
bahwa Tiatciang-
cin datang menyambangi..."
To-pit-him Gui Thian-seng menerima kartu nama itu dan menuju
ke
perkampungan dengan langkah lebar.
"Kukira lebih baik tidak memakai tatacara
segala," sela Cui-cui "Belum tentu Buyung Ham
bisa mengambil keputusan, juga
belum tentu dia akan menjumpai dirimu!"
"Hm. sekalipun Buyung Ham orang sombong, aku tidak percaya
dia tidak
menggubris lagi peraturan dunia persilatan. Gui-suhu,
pergilah!"
Cui-cui tidak mencegah lagi, ia cuma tertawa saja.
Dengan langkah lebar To-pit-him menuju ke tepi jembatan,
serunya lantang:
"Hei, orang2 Pah-to-san-ceng, dengarkan baikk2.
Tiat-ciang-cing-ho siok Jilopiautau
dari Yan-keng-piaukiok datang berkunjung, harap kalian
buka pintu
dan menyambut."
To-pit him adalah seorang yang berperawakan tinggi besar,
teriakan dengan
tenaga dalam yang kuat, suaranya berkumandang sampai
puluhan lie jauhnya.
Tapi suasana dalam perkampungen tetap sunyi, tak tampak
sesosok bayangan
manusia pun.
To-pit-him mengulangi teriakannya beberapa kali, namun
tiada jawaban yang
terdengar, malahan bayangan yang semula tampak
mondar-mandir di atas
benteng itu sekarang pun menyembunyikan diri di balik
kegelapan.
Suasana jadi sepi, se-olah2 perkampungan itu adalah sebuah
perkampungan
yang kosong.
Lama2 To-pit-him menjadi tak sabar, ia keluarkan sebatang
Gwat-ya-piau dan
disambitkan pada talijembatan gantung itu.
"Blang!" terdengar suara hiruk-pikuk, jembatan
gantung itu ambruk ke bawah
karena tali pengangkatnya putus.
To pit-him tak malu sebagai seorang laki2, dengan membawa
kartu nama itu
selangkah demi selangkah dia menaiki jembatan gantung itu.
Di dalam benteng tetap tiada gerak-gerik atau suara yang
mencurigakan,
suasana masih sepi dan ....
Ketika To-pit-him mencapai tengah2 jembatan gantung itu,
suasana masih tetap
hening, walaupun secara samar2 terasa ada sesuatu firasat
yang tidak enak.
Tian Pek tertegun menyaksikan kejadian itu, ia kagum dan
terharu kepada
kesetiaan serta kegagahan To-pit-him yang rela berkorban
bagi Congpiautau
perusahaannya.
Tampaklah To-pit-him sudah hampir menuruni jembatan
gantung itu dan tiba di
depan pintu gerbang, mendadak dari atas benteng
perkampungan
berkumandang suara desingan tajam, menyusul terjadilah
hujan anak panah.
To-pit-him meraung keras, kedua tangannya bekerja cepat
untuk melindungi
tubuhnya, hujan anak panah gelombang pertama berhasil
dipatahkan olehnya.
Namun hujan panah tidak berhenti sampai situ saja, malahan
makin lama anak
panah yang berhamburan ke bawah bertambah gencar.
Dalam sakejap mata To-pit-him dibikin kerepotan, ia terjebak
dan jiwanya
terancam bahaya.
Ji-lopiautau, Tian Pek, Cui-cui serta kawanan Piausu
lainnya tidak berdiam diri
begitu saja, serentak mereka memburu ke bawah benteng dan
memberikan
pertolongan.
Sayang To-pit-him sudah telanjur terpanah oleh belasan
batang anak panah,
sekujur badannya bermandikan darah dan persis seperti
landak, sekali pun
sudah roboh namun kartu namanya masih tetap dipegangnya
erat2.
Cepat Ji-lopiautau memburu maju, sambil melancarkan
serangan untuk
memukul rontok hujan anak panah itu, tangannya yang lain
menyambar tubuh
To-pit him dan diseretnya ke tempat yang aman, serunya:
"Saudara Gui, aku
telah menyusahkan dirimu, bagaimana keadaanmu?"
Kendatipun jiwanya berada di ujung tanduk, To-pit-him
tetap tersenyum, sekuat
tenaga dia serahkan kembali kartu nama itu kepada
Ji-lopiautau, kataoya
dengan lemas: "Engkoh tua, meskipun tugas ini gagal
kuselesaikan, namun
Siaute tidak sampai memalukan nama perusahaan kita, kartu
nama itu
kuserahkan kembali kepadamu, harap engkoh tua memilih
orang lain yang...
yang ....leb... lebih cocok...."
Darah segar berhamburan dari mulutnya, segera ia terkulai
lemas dan
mengembuskan napas terakhir.
To-pit-him adalah seorang ahli senjata rahasia. orang
Kangouw sebut dia sebagai
"beruang bertangan banyak" oleh karena tubuhnya
yang tegap serta
kepandaiannya melepaskan Am-gi tapi sekarang jiwanya
justeru berakhir oleh
hujan anak panah yang deras, betul2 mati secara
mengenaskan!
Ji-lopiautau tak dapat menahan harunya, air mata jatuh
berderai membasahi
wajahnya, diam2 ia berdoa: "Saudara Gui,
beristirahatiah dengan tenang, aku
akan membalaskan sakit hatimu."
Setelah membaringkan jenazah To-pit-him ke atas tanah, ia
menyeberangi
sungat dan menyerbu ke dalam benteng.
Mungkin ada yang merasa heran, bila mereka sudah tahu
kepergian To-pit-him
hanya mengantar nyawa belaka, mengapa Ji-lopiautau serta
Tian Pek sekalian
tidak mengalangi atau membantu dari samping?
Di sinilah terletak betapa penting arti nama dan
kehormatan seorang jago silat,
seringkall mereka anggap remeh keselamatan sendiri, mereka
lebih
mementingkan kepercayaan orang lain kepadanye serta
memegang janji
daripada keselamatan jiwa sendiri.
Mendingan bila mereka tidak menerima sesuatu pesan atau
titipan dari orang
lain, sekali mereka sudah menerima pesan orang, maka
biarpun harus terjun ke
lautan api atau naik ke bukit golok, mereka tak akan
mundur. Tak dapat
memegang janji bagi mareka berarti merusak nama baik
sendiri.
Itulah sebabnya To-pit-him Gui Thian-seng tak gentar
mengorbankan jiwanya
sekalipun dia tahu jiwanya terancam.
Lalu, apa sebabnya Ji-lopiautau serta Tian Pek sekalian
tidak maju bersama
ataupun memberikan bantuannya?
Dalam hal ini menyangkut pula soal gengsi, sebelum orang
minta tolong atau
minta bantuan kepadanya, maka mereka tak berani membantu
atau
menolongnya, sebab jika mereka sampai berbuat begitu,
bukan saja tak akan
mendapat terima kasih bisa jadi berbalik orang akan marah
karena dianggap
menghinanya.
Begitulah kebiasaan orang persilatan pada waktu itu,
memang aneh
kedengarannya bagi orang awam, tapi benar2 kejadian yang
jamak bagi jago
silat jaman dahulu.
Begitulah Ji-lopiautau telah menerjang ke dalam benteng
itu, dilihatnya mayat
bergelimpangan di mana2, tampaknya para pemanah
tersembunyi yang berada
di atas benteng itu sudah disapu bersih oleh para Piausu
serta Tian Pek
sedangkan kawanan jago itu terus menerjang masuk ke dalam
perkampungan.
Meski Ji-lopiautau sudah kehilangan barang kawalannya dan
menyangkut nama
baik serta keselamatan keluarganya, pula banyak Piausunya
menjadi korban,
namun jago tua itu tak ingin menimbulkan pembunuhan
banyak, sebab
bagaimanapun juga ia merasa punya hubungan baik dengan
Ti-seng-jiu Buyung
Ham.
Ketika dilihatnya mayat bergelimpangan di mana2 dia jadi
kuatir kalau Tian Pek
dan para Piausunya yang berdarah panas melakukan
pembantaian dan akan
mengakibatkan makin rumitnya keadaan, maka cepat ia
memburu masuk ke
dalam perkampungan itu.
Malam telah tiba, perkampungan Pah-to-san¬ceng yang luas
itu diliputi
kesunyian dan kegelapan, tiada sinar lampu, begitu sepi
dan gelap hingga
suasana terasa misterius dan mengerikan.
Secepat angin, Ji-lopiautau melintasi wuwungan rumah dan
menyerbu ke dalam,
seringkali ia dihadang dan disergap lawan dari tempat
kegelapan, namun jago
tua itu bertempur sambil bergerak maju, ia berusaha
menghindari pertumpahan
darah. Ia terus menuju ke arah suara pertarungan yuang
terdengar bergema dari
dalam gedung.
Beruntun ia melintasi tiga halaman yang lebar namun tak
sesosok bayangan
manusia pun yang ditemukan. Bukan saja orang-orang
Pah-to-san-ceng tak ada
yang muncul malahan tiga puluh orang Piausu yang dibawa
Tian Pek dan Cui-cui
juga tak kelihatan batang hidungnya.
Rasa curiga makin menyelimuti hati Ji-lopiautau, sambil
meneruskan perjalanan
menembus gedung satu ke gedung yang lain, ia mulai
menggerutu: "Aneh,
sungguh aneh, ke mana perginya mereka? Jangan-jangan sudah
tertawan
semua?"
Tapi ingatan lain melintas pula dalam benaknya: "Ah,
tidak mungkin kungfu Tian
Pek dan manusia muka setan itu sangat lihai, masa mereka
bisa tertawan
sekaligus tanpa melawan?"
Beberapa halaman kembali sudah dilalui, namun belum nampak
juga sesosok
bayangan manusia pun.
"Kecuali Ti-seng-jiu Buyung Ham yang pernah kujumpai,
beberapa orang jago
Pah-to-san-ceng pernah kukenal.Kenapa tak seorang kenalan
pun yang
kutemui? Aneh, benar2 aneh apa yang telah terjadi?"
pikirnya lebih jauh.
Setelah menembus dua gedung kecil, akhirnya sampailah
Ji-lopiautau di sebuah
halaman luas yang mirip sekali dengan sebuah taman bunga.
Suasana tetap sunyi, taman ini mestinya sangat indah, tapi
sekarang, dalam
kegelapan malahan mendatangkan perasaan seram.
Ia pun tidak mengalami sergapan lagi, se-olah2 sudah
berada di dalam kota
mati.
Kesunyian yang luar biasa ini sungguh sangat mengerikan, jangankan
orang lain,
Ji-lopiautau yang berpengalaman juga dibuat bergidik.
Mendadak satu ingatan terlintas dalam benak Ji-lopiautau,
pikirnya: "Kalau tak
ada orang mau muncul, apa salahnya kalau aku yang menyapa
lebih dulu,
kemudian melihat gelagat selanjutnya....."
Berpikir demikian dia lantas berdehem dan berseru:
"Hai . . . " baru saja dia
bersuara, serentak terdengar kumandang suaranya bergema
dari segenap
penjuru, dari balik kolam, dari bangunan kosong sana,
bersahutan sampai lama
sekali
"Ciit! Ciit! Ciit!" mendadak seekor burung
terbang dalam kegelapan sehingga Jilopiautau
terkesiap dan berkeringat dingin.
Dengan mata melotot ia mengawasi sekeliling tempat itu,
namun tidak terjadi
sesuatu apa pun.
Perlahan rasa kaget dan seram yang mencekam perasaan jago
tua itu mulai
mereda, tapi sebelum usahanya menyapa diulangi kembali,
mendadak "kraak",
sebuah jendela perlahan-lahan terpentang.
Berikut terbukanya jendela itu, terdengar suara helaan
napas sedih
memecahkan kesunyian. Helaan napas itu se-olah2 muncul
dari dalam kuburan,
begitu sedih dan memilukan suara helaan napas itu hingga
membuat bulu roma
orang pada berdiri.
Dengan perasaan takut Ji-lopiautau berpaling, di bawah
remang-remang cahaya
rembulan muncul seorang perempuan berambut panjang dan
bermuka pucat
seperti mayat, rambutnya begitu panjang terurai sahingga
sebagian besar
mukanya tertutup.
Sekujur badan Ji-lopiautau dingin menggigil, pikirnya:
"Malam ini benar2 ketemu
setan di sini...."
Memang tak salah kalau perempuan itu mirip setan, bukan
Saja mukanya begitu
pucat seperti mayat, rambut panjang terurai, matanya juga
mendelong tanpa
berkedip, gerak-geriknya kaku seperti mayat hidup.
Bagaimanapun juga Ji-lopiautau memang tak malu disebut
sebagai jago
kawakan, meskipun hatinya merasa takut, namun tak nampak
gugup dan
bingung. Ditatapnya gadis itu tanpa berkedip.
Jendela itu teraling oleh terali besi yang kuat, setelah
mendorong daun jendela
dari balik terali itu, setan perempuan tadi memegangi
terali besi dan
memandang langit dengan termangu2, mukanya yang pucat
ditempelkan pada
terali, sekalipun persis di depannya berdiri seorang,
namun ia seperti tidak
melihatnya.
Lama sekali setan perempuan itu termangu2, akhirnya dengan
suara yang amat
sedih ia bersenandung dengan nada sedih.
Yang disenandungkan adalah syair "rindu" gubahan
penyair Li Pek, memilukan
suaranya.
Sekarang lopiautau baru yakin perempuan di depannya bukan
setan, tapi benar2
manusia, seorang gadis yang patah hati karena ditinggal
kekasih.
Selang sesaat kemudian, Ji-lopiautau berusaha memberanikan
diri, ia maju
sambil berdehem, tegurnya: "Nona, apakah kau orang
perkampungan ini?"
Gadis itu sama sekali tak memandang ke arahnya, ia tetap
menengadah
memandangi bintang dan rembulan dengan ter-mangu2.
"Engkoh Pek.... Oo, engkoh Pek, di mana kau
sekarang?" gumamnya dengan
lirih. "Tahukah kau betapa adik Hong merindukan
kau?..."
"Engkoh Pek? Adik Hong? Siapakah mereka?" pikir
Ji-lopiautau dengan
tercengang, "tapi engkoh Pek pasti nama kekasihnya
atau suaminya, dan adik
Hong tentulah namanya sendiri...."
Sementara itu nona tadi bergumam lagi dengan sedih:
"0, engkoh Pek, engkau
telah pergi selama dua ratus sembilan puluh sembilan hari,
enam puluh enam
hari lagi akan genaplah setahun. Tahukah kau selama hampir
setahun ini, berapa
banyak air mata yang telah membasahi wajahku? ..... , Oo,
engkoh Pek,
mengapa kau tak datang lagi menjengukku?"
Air mata meleleh keluar dengan derasnya membasahi pipi
yang pucat dan halus
itu.
Ji-lopiautau tertegun, ia melongo oleh tingkah laku anak
dara itu: "Tampaknya
nona ini memang mencintai kekasihnya, sampai waktu
kepergian kekasihnya
juga teringat dengan jelas...."
Pada saat itulah, tiba2 terdengar suara dengusan
berkumandang tak jauh di
belakangnya.
Ji-lopiantau terperanjat, musuh muncul di belakangnya
tanpa diketahui olehnya,
itu berarti ilmu meringankan tubuh orang itu sudah
mencapai puncak
kesempurnaan.
Dengan rasa ngeri jago tua itu berputar ke belakang, kedua
tangannya
disilangkan dl depan dada, waktu memandang ke depan,
terlihatlah tiga orang
kakek telah berdiri di depan sana.
Kakek yang ada di tengah berusia lima puluh tahunan,
mukanya putih bersih,
wajah lebar dan mulut besar, bajunya halus terbuat dan
sutera, dandanannya
persis seorang hartawan, tangan kirinya membawa sebuah
seruling perak yang
bersinar mengkilap.
Kakek di sebelah kanan botak tak berambut, lengan kirinya
buntung, sedang
tangan kanannya diangkat ke atas dan memegang sebuah genta
tembaga,
usianya sudah enam puluhan.
Dan orang yang ada di sebelah kiri juga berusia sekitar
enam puluhan, kakinya
cuma tinggal satu, meskipun demikian ia sanggup berdiri
tegak tanpa ditopang
oleh tongkat, ia bertangan kosong, tidak mambawa senjata.
Di antara ketiga orang kakek itu, dua di antaranya sudah
dikenal oleh Jilopiautau,
sebab mereka adalah Say-gwa-siang-jan (sepasang manusia
cacat dari
luar perbatasan) yakni Tui-hun-leng (genta pengejar sukma)
Suma Keng yang
buntung tangannya serta Tok-kak-hui-mo (iblis terbang
berkaki tunggal) Li Ki,
dahulu kedua orang ini merupakan dua gembong iblis yang
tersohor di kalangan
Lok-lim di wilayah barat laut.
Tatkala Ji-lopiautau masih sering mengawal barang ke
wilayah barat dulu, ia
pernah berjumpa dengan kedua orang ini, karena ciri khas
yang dimiliki kedua
orang itu, kesannya terhadap mereka sangat mendalam,
karena itu hanya
sekilas pandang saja dia segera mengenalinya.
Meskipun jago tua ini tak kenal hartawan kaya setengah
baya itu, namun dari
dandanannya serta seruling perak yang dibawanya, ia dapat
meraba
identitasnya.
"Orang itu tentulah Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng
yang tersohor di dunia
persilatan karena irama iblis Im-mo-siau-hoatnya yang
lihay!" demikian ia
berpikir.
Dia tahu ketiga orang ini adalah jago tangguh yang paling
diandalkan dalam Pahto-
san-ceng.
Cepat ia memberi hormat, sapanya: "Kukira siapa yang
muncul, rupanya adalah
Suma-heng dan Li-heng! Kalau dugaanku tak keliru, saudara
yang ini tentulah
Gin-siau-toh-hun, Ciang Su-peng, saudara Ciang yang
tersohor karena
permainan serulingnya, betul bukan?"
Gin-siau-toh-hun Ciang Su peng mendengus:
Tiat-ciang-cin-ho siok Ji Kok-hiong,
Congpiautau dari Yan-keng-piau-kiok ternyata tidak bernama
kosong, sekilas
pandang saja segera kenal kami. Hm, kagum. kagum!"
"Hahaha, nama besar kesepuluh tokoh utama istana
keluarga Buyung sudah
tersohor di mana2, tentu saja Lohu kenal kalian ..."
"Istana keluarga Buyung?" tukas Gin-siau-toh-hun
sambil mendengus, tiba2 ia
menengadah dan tertawa terbahak2: "Hahahaha, istana
keluarga Buyung sudah
punah dari muka bumi ini, yang ada sekarang tinggal cabang
perguruan Lamhay
¬bun di kota Ce-lam! Tua bangka, jangan sembarangan bicara
kalau tak tahu
urusannya!"
Ji-lopiautau tercengang, ucapan semacam itu keluar dari
mulut jago tangguh
perkampungan Pah-to-san-ceng, hampir saja jago tua ini
tidak percaya pada
pendengarannya sendiri.
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanyanya kemudian.
"Hehehe, setan tua, apa gunanya kami bergurau dengan
kau? Kaukira saudara
Ciang suka berbohong!" kata Suma Keng sinis.
"Lalu di mana Ti-seng-jiu Buyung-cengcu...."
"Itu bukan urusanmu, tak perlu kau banyak
bicara?" bentak Tok-kak-hui-mo.
Setelah ketiga orang itu memberikan keterangan
penegasannya, sekalipun tidak
percaya, mau-tak-mau Ji-lopiautau harus percaya juga, ia
merasa banyak
persoalan yang tak masuk di akal, tapi kenyataan memang
demikian.
Misalnya saja ketiga tokoh ini, mereka adalah tiga jago di
antara kesepuluh
tokoh sakti andalan keluarga Buyung, kalau memang istana
keluarga Buyung
sudah berganti tuan, mengapa mereka bertiga masih tinggal
di sini? Mungkinkah
ketiga orang ini telah menghianati Buyung Ham dan kini
takluk kepada pihak
Lam-hay-bun?
Dia lantas bertanya: "Jadi.... jadi kalian bertiga
telah takluk ... telah
menggabungkan diri pada Lam-hay-bun?"
Kata "takluk" memang tak sedap didengar, bahkan
menusuk perasaan orang,
maka Ji-lopiautau segera menggantinya dengan ucapan
"menggabungkan diri".
Kendatipun demikian, kata tersebut sudah terlanjur
diucapkan, jelas tak
mungkin ditarik kembali, kata2 itu segera mendapat reaksi
yang cukup besar
dari ketiga orang itu.
Air muka Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng, Tui-hun-leng Suma
Keng serta Tok-kak
hui-mo Li Ki seketika berubah hebat, mata mereka melotot
dan hawa napsu
membunuh melintas di wajahnya.
"Ji-loji, kalau kau sudah tahu jadi lebih bagus
lagi," kata Ciang Su-peng
kemudian. "Kini Lam-hay-bun sudah menyapu jagat, tak
lama lagi seluruh
daratan Tionggoan akan terjatuh ke dalam kekuasaannya.
Hehehe, tua bangka,
sekalipun kau ingin menggabungkan diri juga belum
pantas!"
Sekalipun Ji-piautau cukup sabar, setelah dipanggil
"tua bangka" terus menerus,
meledak juga amarahnya, apalagi setelah mengetahui ketiga
orang ini secara tak
tahu malu telah mengkhianati majikannya yang lama.
Segera serunya dengan gusar: "Lohu belum ingin
mengkhianati umat persilatan
dengan menjilat pantat musuh. Hehehe, tidak malukah kalian
perbuatan kalian
meninggalkan Buyung cengcu ini tersiar di duniapersilatan?"
Tui-hun-leng Suma Keng menengadah dan tertawa terbahak2:
"Hahaha, tua
bangka, tak perlu banyak bacot, malam ini jangan harap kau
bisa tinggalkan
tempat ini dengan selamt!"
Gusar sekali Ji-lopiautau, ia muak menyaksikan kepongahan
Tui-hun-leng.
"Huuh, sekalipun bakal mati di sini, jangan harap
perbuatan terkutuk kalian bisa
mengelabui umat persilatan umumnya, akhirnya toh
pengkinanatan kalian akan
tersiar juga."
"Tua bangka, jangan bacot seenaknya!" kata
Tok-kak-hui-mo sambil mendengus.
"Agar kau bisa mampus dengan mata meram, akan
kujelaskan duduknya
persoalan, dengarkan baik2!"
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan: "Pada
puluhan tahun yang lalu
Buyung Ham telah bersekongkol dengan saudara2nya untuk
membunuh Peklek-
kiam Tian In-thian, atas perbuatan yang terkutuk itu dia
telah kehilangan
haknya untuk menduduki kursi pimpinan dunia persilatan.
Sekarang Lam-haybun
telah membongkar rahasia ini, mereka akan menegakkan
keadilan dan
kebenaran, untuk menenteramkan suasana dalam tiga tahun
mendatang dunia
persilatan akan dipimpin olehnya, selain itu kitab
Bu-hak-cin-keng akan
disebarluaskan agar bisa dipelajari oleh setiap pencinta
ilmu silat di dunia ini.
Tiga tahun mendatang akan dibuka pertemuan besar
Enghiong-tay-hwe di
puncak barat Hoa-san, pada waktu itulah setiap orang
berhak mengikuti
pertandingan untuk merebut kursi pimpinan persilatan.
Hehehe, bila dunia
persilatan telah bersatu....."
Ia berhenti dan sengaja tertawa terbahak2 lalu sambungnya:
"Sayang seribu
sayang, tua bangka she Ji ini tidak punya rejeki untuk
menghadiri pertemuan
tersebut!"
"Benar, sebab malam ini adalah malam terakhir kau tua
bangka she Ji ini hidup
di dunia ini!" sambung Tui-hun-leng.
Bersamaan dengan selesainya ucapan itu, Suma Keng segera
melompat ke atas.
------
Intrik apa di balik penaklukan tokoh2 persilatan di
Tionggoan oleh Lam-hay bun
itu?
Cara bagaimana Tian Pek dan Lui Cui¬cui akan membantu Ji
-lopiautau merebut
kembali barang kawalannya?
— Bacalah jilid ke-19 —
Hikmah Pedang Hijau
Diceritakan Oleh : GAN KL
Jilid ke - 19
Waktu berada di udara, genta maut diputarnva Tiing, tiing!
disertai suara
keleningan yang memekak telinga, segera ia menghantam
batok kepala Jilopiautau.
Terperanjat jago tua itu, dia tak menyangka Suma Keng
begitu bertemu lantas
menyerang.
Cepat ia mengegos ke samping sambil berganti langkah,
dengan jurus Ciu-cucam-
kau (Ciu Cu memenggal naga) ia balas bacok pinggang
Tui-hun-leng dengan
pukulan telapak tangan bajanya.
"Serangan bagus!" seru Suma Keng.
Ia meluncur turun, ujung kaki memancal dan melesat ke
samping, keleningan
mautnya berputar setengah lingkaran dan menghantam dada
Ji-lopiautau
dengan jurus Ciu-ling-keng-liong (getaran keleningan
mengejutkan naga).
Suma Keng tidak malu disebut jago tangguh dari
Pah-to-san-ceng, bukan saja
cepat dalam gerakan, jurus serangannya juga aneh dan
lihay.
Ji-lopiautau terperanjat, cepat dia putar telapak
tangannya dan memukul
terlebih gencar, di tengah deru angin pukulan dan deringan
keleningan, dalam
waktu singkat kedua orang itu sudah bertarung puluhan gebrakan.
Agaknva kekuatan mereka seimbang, untuk sesaat sukar
menentukan menang
dan kalah.
Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng mengikuti jalannya
pertarungan itu dari
samping, diam-diam ia mengerutkan dahi, mereka masih ada
tugas penting lain
yang harus diselesaikan dengan cepat, bertarung cara
begitu ielas tidak
menguntungkan mereka.
Akhirnya habislah kesabaran Tok kak-hui-mo Li Ki, sambil
membentak ia lantas
terjun ke gelanggang untuk mengerubuti Ji-lopiautau.
Ilmu silat Congpiautau Yan-keng-piaukiok ini memang
terhitung tinggi, ia
berhasil mengimbangi permainan keleningan maut
Tui-hun-leng secara gigih,
tapi setelah Tok-kak-hui-mo ikut terjun ke dalam
gelanggang, seketika dirasakan
betapa berat daya tekanan musuh, walaupun demikian, jago
tua ini pantang
menyerah, ia masih melayani terus serangan musuh dengan
gigih.
Dalam sekejap mata, belasan gebrakan kembali sudah
lewat....
Gin-siau-toh-hun jadi gelisah melihat serangan gabungan
Se-pak-siang-jan
ternyata tidak mampu merobohkan seorang Piausu tua. Dengan
dahi berkerut
dia menempelkan seruling peraknya di bibir, lalu
ditiupnya: "Tuuit... tuuit....
Tuuit !"
Nyaring suaranya dan rendah nadanya, membuat hati orang
jadi pedih dan
hilang semangat!
Terperanjat Ji-lopiautau, pikirannya mulai dikuasai oleh
pengaruh irama seruling
itu, ia se-olah2 merasa dirinya sudah tua dan tak ada
gunanya memperebutkan
nama serta kedudukan dengan orang lain, makin lama
pikirannya makin kabur,
otomatis gerak serangannya menjadi lamban!
Suma Keng tahu ada kesempatan baik, segera ia manfaatkan
peluang itu.
Keleningan maut berputar, diiringi denging keleningan yang
tajam ia hantam
muka Ji-piautau dengan jurus Ci-hun-to-pok atau sukma
hilang jiwa melayang.
Terkejut Ji-lopiautau ketika tiba2 mendengar desingan angin
yang menyambar
wajahnya, ia tersadar kembali dari pengaruh suara
seruling, ketika dilihatnya
cahaya kuning sudah berada di depan mata, sebisanya ia
mendoyong ke
belakang, sehingga lolos dari ancaman maut.
Cukup cekatan cara Ji-lopiautau menghindarkan sergapan
Tui-hun-ling itu, tapi
dia lupa di sampingnya masih berdiri seorang musuh, yakni
Tok-kak-hui-mo.
Melihat tubuh Ji-lopiautau doyong ke belakang, cepat Li Ki
melejlt, dengan kaki
tunggalnya ia depak ulu hati jago tua itu sambil
membentak: "Kena!"
Kontan Ji-lopiautau mencelat dan roboh tak sadarkan diri.
Untung tendangan itu tidak mengenai bagian tubuh yang
mematikan, sekalipun
demikian cukup membikin pingsan jago tua itu. Suma Keng
memburu ke sana
dan mencengkeram tubuh Ji-lopiautau sekalian ditepuk lagi
jalan darah
tidurnya.
"Tua bangka ini cukup lihay!" kata Tui-hun-leng
sambil tertawa, "untung Ciangheng
menyerangnya dengan irama seruling yang lihay, kalau tidak
..."
"Sudahlah, tak perlu banyak bicara lagi!" tukas
Gin-siau-toh-hun. "Hayo kita
berangkat! Mungkin Siau-kun sudah lama menunggu . . .
"
Selagi mereka akan berlalu, tiba2 terdengar seorang
berkata dengan lirih:
"Mencari kemenangan dengan mengerubut, terhitung jago
macam apa?
Sungguh membikin malu seluruh jago Pah to san-ceng!"
Kaget Tok-kak-hui-mo, ia berpaling ke arah datangnya suara
itu, sesudah
menatap sekejap nona bermuka pucat yang berdiri di depan
jendela itu, ia
menoleh kepada siau-toh-hun dan berkata: "Hampir saja
kita melupakan
sesuatu, dia kan masih ada sebatang akar keluarga Buyung
yang masih
ketinggalan, kalau tidak sekalian dibabat habis, di
kemudian hari mungkin akan
menjadi bibit bencana buat kita ...."
Tok-kak-hui-mo bicara dengan suara yang lirih, tapi entah
bagaimana caranya
ternyata nona bermuka pucat itu dapat mendengar dengan
jelas.
"Oo, jadi kalian hendak membunuh aku untuk
melenyapkan saksi?" ejeknya.
"Jika begitu, hayo cepat turun tangan, kalau tidak,
bila engkoh Pek tiba di sini,
kalian tentu tak bisa hidup lagi!"
Betapa gusar Suma Keng mendengar perkataan itu, dia menghampiri
jendela,
bentaknya: "Kau ingin mampus? Sekarang juga kubunuh
kau...."
Tapi mendadak Gin siau-toh-hun mencegahnya dan berkata:
"Dia cuma seorang
perempuan gila, buat apa kau ladeni? Suma-heng, jangan
buang waktu karena
persoalan ini, hayolah kita lekas menghadap Siau-kun untuk
memberikan
laporan!"
Suma Keng lantas mengangkat Ji-lopiautau, mereka terus
berangkat menuju ke
ruang rapat.
Ruang rapat berada dalam keadaan gelap gulita, di tengah2
ruangan sebuah
meja panjang terletak di dekat dinding, di atas meja
terdapat kitab serta barang
antik, sedangkan di bawah meja ada sebuah pintu rahasia.
Setiba di depan meja, Gin—siau-toh-hun Ciang Su-peng
lantas maju ke muka
dan menekan tombol rahasia di bawah meja itu dengan
seruling peraknya.
"Kreek!" terbukalah sebuah lorong yang sangat
panjang, berpuluh batang obor
dan lilin besar terpasang di dinding, suasana dalam lorong
terang benderang.
Kiranya di bawah tanah ini adalah sebuah ruangan yang
luas.
Sebuah meja panjang terletak di tengah dengan belasan buah
kursi emas, pada
kursi utama berduduk sastrawan baju putih berkipas perak
itu.
Di sebelah kiri sastrawan baju putih itu berduduk seorang
anak dara cantik, ia
mengenakan baju aneh yang bersisik ikan, sisik2 ikan itu
terbuat dari emas dan
memantulkan cahaya kemilauan.
Dandanan gadis itu mewah dan lincah sekali, kecuali
pakaian berbulu dan
bersisik ikan itu, ada tusuk kondai berukirkan burung Hong
menghias sanggulnya
yang tinggi, ukiran burung Hong itu bukan ukiran biasa,
tapi dibuat dan untaian
mutiara yang bersinar.
Belum pernah ada perempuan cantik yang berdandan seperti
ini di daratan
Tionggoan, hakikatnya gadis ini lebih mirip bidadari yang
baru turun dari
kayangan.
Gadis itu memang cantik, tapi sayang alis matanya melentik
tegak dan lagi
matanya tajam seperti singa betina, di antara
kecantikannya terselip napsu
membunuh yang kejam.
Baik pemuda sastrawan baju putih maupun nona cantik
berbaju emas, keduanya
berduduk pada kursi utama, sementara di kedua sisinya
berduduklah belasan
tokoh berpakaian ringkas.
Di antara jago2 yang berduduk di kursi emas itu terdapat
juga delapan orang
siluman dari pulau setan dan empat dewi bunga tho yang
melakukan
pembegalan di hutan itu.
Luka yang diderita Hud-eng Hoatsu tampaknya juga telah
sembuh, bersama
nenek rambut putih dan kakek berjenggot panjang ia duduk
berdekatan,
tampaknya ketiga orang itu tak pernah saling berpisah satu
sama lain, maka
namanya tersohor sebagai Hay-gwa-sam-sat.
Selain itu kesepuluh jago dari perkampungan
Pah-to-san--ceng berada pula di
antara deretan kursi emas itu.
Sementara Ti-seng-jiu Buyung Ham, pemilik Pah-to-san-ceng
itu beserta isteri,
yakni nyonya agung yang pernah menolong Tian Pek dahulu,
Leng-hong Kongcu
yang angkuh serta Tian Wan-ji, semuanya dibelenggu pada
tiang ruangan itu.
Di antara mereka tampak pula "paman Lui" yang
awut2an rambutnya. Lalu ada
lagi berpuluh Piausu dari Yan-keng-piau-kiok yang
terbelenggu kaki tangannya
dan menggeletak di sudut ruangan.
Dari keadaan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa perkampungan
Pah-to-sanceng
telah berganti majikan, pihak perguruan Lam-hay-bun telah
menguasai
tempat ini, sementara Buyung Ham sendiri beserta
keluarganya telah menjadi
tawanan.
Di antara kesepuluh jago tangguh dari istana Buyung serta
ribuan jago lainnya
kebanyakan sudah menyerah kepada musuh, hanya beberapa
orang saja di
antaranya yang masih setia, seperti paman Lui dan lain2,
mereka tertangkap dan
terbelenggu semua.
Dalam pada itu Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng,
Tui-hun-leng Suma Keng serta
Tok-kak-hui-mo Li Ki telah tiba di ruangan, setelah
melemparkan tubuh Jilopiautau,
ia berkata kepada sastrawan baju putih itu denglan hormat:
"Syukur
perintah Siau-kun berhasil kami laksanakan dengan baik,
Tiat-ciang-cin-ho-siok Ji
Kok-hiong telah berhasil kami tangkap!"
Sastrawan baju putih itu mengangguk, sambil tertawa ia
berpaling kepada nona
baju emas, "Sumoiy, silakan melaksanakan hukuman bagi
tawanan."
Dengan sorot mata yang tajam nona berbaju emas itu menyapu
pandang
sekejap ke kiri dan ke kanan, di mana sinar matanya
berkelebat, kawanan jago
yang hadir dalam ruangan itu buru2 tundukkan kepala dengan
hati kebat-kebit.
Pada hakikatnya orang2 yang hadir ini sebagian besar
adalah tokoh silat
ternama di dunia persilatan, sudah berpengalaman dan biasa
bergelimangan di
tengah kilatan golok dan ceceran darah, membunuh orangpun
bukan soal bagi
mereka, namun entah apa sebabnya tak seorangpun berani
beradu pandang
dengan nona cantik itu.
"Bukankah masih ada seorang laki2 dan seorang
perempuan? Kenapa tidak
sekalian ditangkap?" tegurnya dengan nada dingin.
Buru2 Hay-gwa-sam-sat berdiri, sahutnya dengan prihatin:
"Lapor tuan puteri,
pemuda Tian Pek serta Kui-bin kiau-wa (gadis cantik
bermuka setan) saat itu
tidak berada di perkampungan sana. Biarlah kita cari
jejaknya di kemudian hari
dan perlahan2!"
Perasaan tak senang terlintas di wajah nona baju emas itu,
tampaknya dia akan
mengumbar amarahnya.
Agaknya pemuda baju putih itu cukup kenal tabiat adik
seperguruannya itu,
cepat ia berkata: "Kedua orang itu kan di luar garis,
untuk menangkap mereka
masih tersedia banyak waktu di kemudian hari, sementara
tak perlu kita gubris
dulu, bagaimana kalau...."
"Kau berani membela orang luar dan menentang
perintahku?" hardik nona baju
emas itu dengan kurang senang.
Agaknya sastrawan baju putih itu takut terhadap anak dara
itu, buru2 ia
menjawab dengan menyengir: "Sumoay, janganlah berkata
begitu! Masa
Suhengmu bisa membantu orang lain untuk menentang
perintahmu?"
"Kau anggap aku tidak bisa menebak apa yang sedang
kaupikir?" jengek si nona.
Sastrawan baju putih itu tertawa getir, ia tidak menjawab
lagi kecuali ketuk2
kipas peraknya pada tangan sendiri.
Dengan mendongkol nona baju emas itu mengerling sekejap ke
arah sastrawan
baju putih itu, kemudian sambil bertepuk tangan dua kali
dia berseru: "Upacara
dimulal!"
Dari balik gordin di belakang meja nona itu berjalan
keluar duabelas orang
bocah berbaju putih yang masing2 membawa sebuah hiolo
kecil, setibanya di
depan meja, dengan teratur mereka memisahkan diri ke kanan
dan kiri dan
berdiri secara rapi.
Bau harum semerbak memenuhi seluruh ruangan, kabut tipis
mengepul keluar
dari hiolo kecil itu memenuhi ruangan membuat suasana
menjadi remang2.
Kejadian aneh tiba2 timbul, begitu semua orang mencium bau
harum semerbak
itu, pikiran mereka lantas linglung, apa yang terlihat
se-akan2 adalah malaikat
yang agung dan berwibawa, yang terpikir oleh mereka
hanyalah takluk dan
tunduk, sama sekali tiada pikiran hendak menentang atau
melawan.
Sebaliknya orang2 yang semula tak sadar, setelah mencium
bau harum itu
segera jernih kembali pikirannya.
Yang dimaksudkan sadar di sini hanya sadar dalam perasaan,
yakni bisa
mendengar, bisa melihat tapi daya pikir masih tetap
tenggelam di tengah
kekaburan.
Ji-lopiautau yang semula tak sadar kinipun telah mendusin,
tatkala dia membuka
matanya dan menyaksikan pemandangan aneh ini, seketika ia
melongo.
Selagi semua orang berada dalam keadaan limbung, dari
belakang gorden
muncul lagi belasan orang lelaki berkerudung, orang2 itu
bergerak kian-kemari
dengan cepat, ada yang menarik kursi dan ada yang
menggeser meja, dalam
sekejap ruangan rahasia itu sudah berganti rupa.
Sebuah lukisan besar menghiasi dinding ruangan itu,
lukisan seorang berkepala
botak dan berkaki telanjang.
Aneh sekali muka orang di dalam lukisan ini, bukan saja
kepalanya botak,
hidungnya pesek dan mulutnya lebar, pada keningnya seperti
terdapat suatu
garis lekukan sehingga menyerupai manusia purba.
Pada bagian alas lukisan tertera beberapa huruf besar:
"Cosu pendiri perguruan,
Lam-hay-it-kun!"
Di depan lukisan itu terdapat sebuah tungku tembaga yang
tingginya tiga kaki
dengan lebar sepelukan dua manusia, entah bahan dupa apa
yang dibakar
dalam hiolo tersebut, terlihat gulungan asap memancar
keluar dan mengepul
lama ke atas, persis seperti pancuran air saja, ketika
mencapai atap ruangan,
asap itu menyebar ke empat penjuru dan bergerak turun ke
bawah.
Udara dipenuhi asap tebal, begitu tebalnya membuat orang
yang berada di
dalam ruangan se-akan2 berada di atas puncak yang tinggi
dan dikelilingi awan.
Di depan hiolo tembaga itu terbentang sebuah papan kayu
tebal yang
panjangnya empat kaki, banyak bekas bacokan golok pada
papan kayu itu, lima
bilah golok tajam menancap di sekitar papan itu.
Lebih kecil golok itu daripada golok yang biasa dipakai
orang persilatan,
panjangnya cuma dua kaki, tapi jauh lebih tajam dan lebih
mengkilap. Pada
gagang golok terdapat ukiran kepala setan yang
berwarna-warni, bermuka hijau
dan berambut merah dengan menyeringai seram.
Dalam pada itu sastrawan baju putih serta nona baju emas
itu sudah berduduk
di kedua samping hiolo tembaga itu, sementara para jago
bekas anak buah
Buyung Ham serta kawanan jago dari Lam-hay-bun berduduk di
kedua sisi
mereka, keduabelas bocah baju putih itu mengangkat tinggi2
hiolo berdiri di
belakang orang itu, ketika asap dupa yang mengepul keluar
bercampur dengan
asap dupa yang mengepul dari hiclo tembaga, terciptalah
lautan kabut yang
menambah seramnya suasana ruangan itu.
Di tengah ruangan rahasia itu terdapat empat buah tiang
yang besar, pada
setiap tiang tersebut terikat satu orang yakni Ti-seng-jiu
Bayung Ham, isterinya,
yaitu nyonya agung setengah baya, Leng-hong Kongcu serta
Tian Wan-ji.
Sedangkan jago2 yang setia kepada keluarga Buyung, paman
Lui serta Jilopiautau
beserta para Piausu Yan-keng-piaukiok dibelenggu tangannya
dan
menggeletak di lantai.
Semua benda dan peralatan upacara diatur dengan baik dan
terlatih oleh
belasan lelaki berkerudung, tak lama kemudian semua
persiapan telah selesai.
Pelahan gadis berbaju emas itu menyapu pandang sekeliling
ruangan, dia
mengangguk sedikit dengan sikap yang sangat hormat para
lelaki berkerudung
itu menjura lalu mengundurkan diri.
Di tengah keheningan yang mencekam, tiba2 terdengar suara
benda dipukul,
keras dan melengking suaranya, menggetar hati setiap
orang.
Nona berbaju emas itu berbangkit, dengan suara yang dingin
dan menyeramkan
seolah2 suara yang datang dari kuburan ia berkata:
"Kedatangan Lam-hay-bun
ke daratan Tionggoan kali ini adalah untuk melenyapkan
kaum sampah
persilatan Tionggoan serta menegakkan keadilan bagi dunia
persilatan, barang
siapa pernah melakukan kejahatan dia harus dibunuh dan
dilenyapkan dari
muka bumi ini."
Suasana dalam ruangan itu hening, udara terasa menyesakkan
napas.
Dengan tajam sorot mata nona baju emas itu, menyapu
sekejap ke arah
kawanan jago yang pada bungkam dan tunduk kepala rendah2
itu, ia menuding
Ti-seng-jiu, lalu katanya pula: "Di masa lampau,
Buyung Ham adalah salah satu
dan Kanglam-jit-hiap, tapi karena ia kemaruk harta dan
gila pangkat, secara
diam2 ia bersekongkol dengan orang lain untuk membinasakan
saudara
angkatnya sendiri Pek lek-kiam Tian-In-thian, coba
bayangkan, pantaskah
manusia semacam ini menerima kematian?"
"Pantas dihukum mati!" jawab semua orang tanpa
terasa. "Ya, bunuh!"
Ji-lopiautau yang terbelenggu terperanjat, sebab
diketahuinya tanpa disadari
mulutnya ikut meneriakkan kata "Bunuh" itu.
Padahal dia tidak berpikir
demikian, akan tetapi tanpa bisa dicegah mulutnya
berteriak sendiri. Aneh kalau
diceritakan, tapi kenyataannva memang begitu.
Sementara dia merasa tercengang, si nona baju emas itu
telah bertepuk tangan
sambil berseru: "Laksanakan hukuman!"
Lima orang laki2 kekar setengah telanjang muncul dari
balik gorden, masing2
mencabut sebilah golok berkepala setan dari sisi papan
tadi, kemudian bergerak
maju.
"Sreet! Set Sreet!" di antara kilatan cahaya
tajam, darah segar berhamburan, Tiseng-
jiu Buyung Ham yang gagah perkasa tahu2 sudah binasa.
Bukan saja kedua
tangannya terkutung, kedua kaki juga batok kepalanya juga
berpisah dengan
tubuhnya.
Memang kejam sekali cara pelaksana hukuman itu, inilah
hukuman Ngo-to-bunsin
(lima golok menyayat mayat) yang merupakan cara paling
keji dan golongan
hitam.
Rupanya kelima orang laki2 kekar itu sudah berpengalaman
sekali dengan
pekerjaan mereka ini, sejak mencabut golok, membunuh
korbannya, semua
gerakan dilakukan dengan cepat luar biasa. Sebelum semua
orang tau apa yang
terjadi, lima orang itu sudah mencincang tubuh Buyung Ham.
Setelah mengusap darah pada golok mereka pada sol sepatu
masing2, mereka
ayunkan tangannya dan ......crat crat!" dengan jitu
golok kepala setan itu
menancap kembali diatas papan kayu. Lalu kelima orang itu
dengan cepat lantas
mengundurkan diri.
Menyaksikan Buyung Ham dibunuh secara keji, nyonya agung
itu jatuh pingsan,
Leng-hong Kongcu, yang angkuh dan tinggi hati sekarang
terkulai dengan lemas
dan pucat wajahnya.
Hanya Wan-ji saja yang pantang menyerah, dengan mata
melotot ia mencaci
maki kalang kabut: "Perempuan anjing, sakit hati ini
sekalipun sampai di akhirat
tetap kutuntut."
Nona berbaju emas itu pura2 tidak mendengar, dengan suara
yang tetap dingin
dia menuding nyonya setengah baya yang pingsan itu,
katanya: Perempuan ini
membantu suaminya melakukan kejahatan, dia tidak
melaksanakan kewajiban
sebagai seorang perempuan, dia pantas mati tidak?"
Perkataan itu lebih mirip suatu perintah, anehnya perkataan
itu diutarakan
seperti minta permupakatan kepada para jago, dan yang
lebih aneh lagi ternyata
kawanan jago itu memberikan tanggapan.
"Pantas mati!" — "Bunuh!" bergemuruh
teriakan orang banyak.
Bersama dengan seruan yang hiruk-pikuk itu, lantas di
balik dinding ruangan itu
terdengar suara ribut mulut yang lirih.
Seorang perempuan dengan suara merdu sedang berkata:
"Tadi kan sudah
kukatakan bahwa aku hanya mengajak kau menyaksikan
keramaian, kenapa kau
ingin mencampuri urusan orang lain?"
"Aku pernah berutang budi kepada nyonya ini,"
jawab yang lelaki dengan cepat.
"Bagaimana pun juga aku tak dapat tinggal
diam...."
Suara itu muncul dengan mendadak dan sama sekali di luar
dugaan,
melengaklah nona berbaju emas itu, ia pandang sekeliling
tempat itu, ia tahu
pasti ada orang mengintai di tempat gelap.
Air muka sastrawan berbaju putih itu pun berubah hebat,
iapun memandang
kian kemari.
"Blang!" selagi kedua orang itu celingukan ke
sana-sini, tiba2 terjadi getaran
keras, debu pasir beterbangan, sebagian besar dinding yang
kuat itu mendadak
ambrol runtuh.
Suasana jadi kalut, kawanan jago yang berduduk dekat
dinding itu serentak
melompat bangun dan menyingkir.
Di tengah kegaduhan itu, sesosok bayangan orang secepat
kilat melayang keluar
dan berdiri tegak di tengah ruangan.
Dia adalah seorang pemuda yang tampan, berjubah
sutera,rambutnya kusut,
namun tidak mengurangi ganteng dan gagahnya.
Pemuda itu adalah Tian Pek.
Kemunculannya yang tiba2 ini sangat mengejutkan semua
orang, baik para jago
yang mengenalnya maupun yang tidak kenal.
Ji-lopiautau serta kawanan Piausu Yan-keng piaukiok segera
bersorak
menyambut kedatangannya. wajah mereka berseri karena
gembira. Bagaimana
pun juga Tian Pek dipandang mereka sebagai bintang
penolong.
Paman Lui juga kaget, mimpipun ia tidak menyangka tenaga
dalam Tian Pek
sekarang telah mencapai tingkatan yang sedemikian
sempurnanya, sebab tak
nanti tembok sekuat itu bisa dijebolnya jika Lwekangnya
tidak sempurna.
Leng-hong Kongcu pun mengunjuk rasa kaget, ia tak tahu
dengan cara apa Tian
Pek bisa menyembunyikan diri di balik dinding ruangan
rahasia itu?
Hanya Wan-ji saja yang memperlihatkan rasa terkejut
bercampur girang,
teriaknya dengan lantang: "Engkoh Tian, cepat tolong
kami!"
Dalam pada itu Hay-gwa-sam-sat sudah melompat bangun
dengan kaget dan
heran. Air muka sastrawan berbaju putih itu pun berubah
hebat.
Nona berbaju emas yang berwajah dingin menyeramkan itu
entah apa sebabnya
tiba2 menunjukkan pula sikap yang lain, mukanya tidak
sedingin tadi lagi, sorot
matanya kini jauh lebih hangat, malahan di balik
kehangatan terselip kegenitan
yang menggiurkan.
Tian Pek memang memiliki daya tank yang luar biasa,
terbukti puteri cantik
keempat keluarga besar dunia persilatan sekaligus
mencintai dia. Maka tidaklah
heran jika sekali bertemu nona berbaju emas inipun jatuh
hati padanya.
Perlu diketahui, sastrawan berbaju putih itu tak lain
adalah Lam-hay-siau-kun,
sedangkan nona berbaju emas itu adalah Lam-hay-liong-li,
mereka berdualah
yang memimpin kawanan jago Lam-hay-bun menyerbu ke daratan
Tionggoan.
Waktu Lam-hay-siau-kun menyaksikan adik seperguruannya
yang cantik tiba2
tersenyum ke arah pemuda itu, hatinya seketika jadi
cemburu, dia lantas
berteriak: "Hay-gwa-sam-sat, di mana kalian bertiga?
Bukankah kusuruh kalian
bekuk bangsat itu? Kalian mengatakan dia tak ada di
tempat, coba lihat
sekarang, dia muncul di sini! Hayo, cepat bekuk bangsat
ini."
Air muka Hay-gwa-sam-sat berubah hebat, nenek berambut
putih yang bernama
Leng-yan-hong itu segera melompat bangun, bentaknya:
"Bocah keparat! Sudah
lama nenekmu mencari kau tapi tidak ketemu, tak tersangka
kau berani datang
kemari. Hmm, terimalah kematianmu di sini!"
Sambil membentak, ia melesat ke depan dan langsung
melancarkan pukulan
dahsyat ke arah Tian Pek.
Tian Pek sama sekali tidak menghindar atau berkelit, iapun
melancarkan suatu
pukulan kuat.
"Blang!" adu pukulan terjadi. Tian Pek masih
berdiri tegak di tempat semula,
sebaliknya si nenek berambut putih tergetar mundur tiga
langkah.
Mata nenek rambut putih itu melotot, ia heran pemuda yang
beberapa bulan
berselang pernah dilukainya itu kini mampu menggetar
mundur dirinya.
Hud-eng Hoatsu segera berseru: "Hei, nenek hati2
terhadap bocah itu, entah
obat apa yang telah dia makan,tenaga pukulannya mendadak
tambah hebat."
Perlu diketahui, sekalipun Hay-gwa-sam sat jarang berpisah
satu sama lainnya,
tapi sudah terbiasa bagi mereka untuk saling mengejek dan
saling menggoda.
Seringkali hal yang benar diucapkan secara terbalik,
sedangkan kata2 yang benar
berbalik tidak berarti sungguh2.
Setelah Hud-eng Hoatsu kecundang di hutan saat melawan
Tian Pek, dengan
maksud baik ia memberi peringatan kepada nenek itu agar
rekan¬nva tidak ikut
kecundang di tangan lawan.
Tapi oleh karena kebiasaan mereka yang suka saling
mengejek itu, si nenek
menanggapi peringatan itu sebagai suatu cemoohan, ia pikir
Hud-eng Hoatsu
mengejeknya lantaran tak mampu menahan serangan lawan,
maka dengan
menyeringai ia berteriak: "Bangsat gundul, tak perlu
mengejek, lihatlah pukulan
mautku ini!"
Dengan menghimpun tenaga dalam ia menubruk maju dan
menghantam.
Memang dahsyat sekali pukulan itu, Tian Pek tahu musuh
telah melipat
gandakan tenaga pukulannya, sambil mendengus iapun
mengeluarkan Thianhud-
hang-mo-ciang. ia sambut pukulan tersebut dengan keras
lawan keras.
Tatkala dua gulung angin pukulan yang dahsyat itu bertemu
terjadilah benturan
dahsyat. debu pasir beterbangan, hampir sebagian besar
ruang bawah tanah itu
tergetar hancur berserakan.
Kali ini Leng-yan-hong, si nenek berambut putih, terdesak
mundur sampai lima
langkah ke belakang.
Matanya melotot makin besar, rambutnya yang beruban sama
menegak,
sungguh ia tidak percaya pemuda yang pernah dihajar sampai
terluka pada tiga
bulan yang lalu, sekarang ternyata memiliki kekuatan yang
jauh lebih dahsyat
daripadanya.
Kekalahan beruntun ini membikin hatinya penasaran, sambil
berpekik nyaring,
ilmu jari sakti Soh-hun-ci yang paling diandalkan lantas
dikeluarkan, dengan
sepenuh tenaga ia incar jalan darah Sian-gi-hiat di tubuh
musuh.
Nyonya agung setengah baya yang telah mendusin dari
pingsannya serta Tian
Wan-ji dan kawanan Piausu dari Yan-keng-piau-kiok serentak
berseru kuatir.
Namun Tian Pek sendiri sama sekali tidak panik, dengan
lima langkah Cian-hoanbiau-
hiang-poh ia menggeliat ke samping dan tahu2 sudah lolos
dari ancaman.
"Criitt!" dengan manerbitkan suaas nyaring,
tenaga jari si nenek mengenai
sasaran yang kosong, sebuah lubang segera muncul di
dinding batu yang berada
jauh di belakang sana.
Setelah terhindar dari serangan maut itu, dengan ilmu
langkah Cian-hoan-biauhiang-
poh, Tian Pek segera memburu ke belakang nenek itu, untuk
kesekian
kalinya ia menghajar lagi punggung si nenek.
Nenek berambut putih itu seorang yang tinggi hati, bukan
saja ilmu silatnya
tinggi, pada hsti2 biasa jarang sekali ada orang yang
mampu menandinginya,
dengan ilmu Soh-hun-ci, menurut perkiraannya Tian Pek
pasti tak mampu
menghindarkan diri andaikan tidak mati pasti juga akan
terluka parah. Tapi
kenyataannya baru saja serangan tersebut dilepaskan, tahu2
dia kehilangan
jejak musuh.
Untuk sesaat nenek itu jadi melengak. Pada saat itulah
mendadak dirasakan
hawa panas menyambar dari belakang.
Segera ia merasakan gelagat jelek, cepat ia mengelak, tapi
tetap terlambat,
segera pundak kiri terasa seperti dibakar oleh besi panas,
sakit sekali rasanya,
menyusul tubuhnya lantas tergetar ke depan, ia menjerit
kaget dan ter-huyung2
ke depan, "Blang", ia menumbuk dinding.
Kontan kepalanya jadi pening tujuh keliling. matanya
berkunang2 dan dadanya
jadi sesak, sampai lama Leng-yan-hong tak sanggup
berkutik.
Ilmu sakti yang tercantum dalam kitab Soh-kut-siau-hun-
pit kip memang hebat,
untuk pertama kalinya Tian Pek praktekkan ilmu sakti itu
dan hasilnya benar2 di
luar dugaan. Hanya satu gebrakan si nenek berambut putih,
salah satu dari tiga
malaikat maut telah terhajar sampai terluka parah.
Jeritan kaget dan seruan tercengang seketika berkumandang,
baik kawan
maupun lawan, semua tercengang oleh kelihayan Tian Pek,
siapapun tak
mengira pemuda yang masih hijau ini ternyata mampu melukai
si nenek yang
lihay itu.
Dalam pada itu, kakek berambut panjang yang berada di
samping telah meraung
gusar menyaksikan si nenek berambut putih terluka.
Kakek berjenggot ini bernama Kiu Ji-hay, dia adalah
kekasih dan suami nenek
berambut putih itu, maka dapat dibayangkan betapa rasa
gusar si kakek.
Di tengah bentakan kakek berjenggot panjang itu menghimpun
tenaga
dalamnya pada telapak tangan kanan, telapak tangan
terpentang lebar sebagai
roda, dari telapak tangan terpancar hawa berpusar yang
keras.
Tian Pek terkesiap, bahkan para hadirin juga terperanjat.
Buyung-hujin, Tian
Wan-ji. Ji-lopiautau beserta para Piausunya sama menjerit
kaget dan kuatir bagi
Tian Pek.
Ilmu silat kakek berjenggot panjang ini sudah lama punah
dari peredaran dunia
persilatan, inilah Kungfu Tay-jiu-in atau telapak tangan
raksasa.
Tenaga pukulan yang terpancar dari Tay jiu-in sangat ampuh
dan jarang sekali
ada orang yang mampu membendungnya.
Selama hidup belum pernah Tian Pek menghadapi ilmu pukulan
selihay ini, ia tak
berani menghadapinya dengan keras lawan keras, buru2
digunakannya Cianhoan-
biau-hiang-poh untuk menghindar ke samping.
Baru saja ia berkelit, terdengar bisikan seperti bunyi
nyamuk menggema di
samping telinganya: "Engkoh Pek, berhadapan dengan
musuh harus percaya
pada diri sendiri, jangan takut, sambutlah dulu sebuah
pukulannya, coba sampai
di manakah kemajuan yang kaucapai dengan ilmu pukulan
Thian-hud-hang-mociang
itu ...
Tian Pek tahu pasti Cui-cui yang memberi kisikan tersebut,
terbangkit semangat
jantannya, maka tatkala pihak lawan menyerang untuk kedua
kalinya, ia tidak
menghindar ataupun berkelit lagi, telapak tangannya
didorong keluar,
disambutnya serangan musuh yang dahsyat itu dengan keras
lawan keras.
Dalam serangan itu Tian Pek telah menggunakan jurus
Hud-kong-bu-ciau dari
Thian-hud-hang-mo-ciang.
Terasalah angin pukulan men-deru2 dan terjadi benturan
keras, kekuatan yang
terpancar keempat penjuru berubah menjadi angin puyuh,
yang menyapu
semua benda yang ditemuinya. Seluruh ruangan rahasia itu
berguncang keras
se-akan2 ambruk.
Di tengah jerit kaget orang banyak, Tian Pek cuma bergetar
sedikit saja dan
masih tetap berdiri pada posisi semula. Sebaliknya kakek
berjenggot panjang,
Ciu Ji-hay, tokoh sakti dari laut selatan yang telah
malang melintang di daratan
Tionggoan, tahu2 tergetar mundur dengan sempoyongan.
Betapa rasa kaget si kakek berjenggot panjang itu benar2
sukar dilukisLan,
mimpi pun dia tak menyangka di kolong langit ini ternyata
ada orang yang
berani menyambut serangan mautnya tanpa cedera.
Meski kaget dan penasaran, namun ia tak sanggup menyerang
lagi. Maklumlah,
Tay-jiu-in yang lihay telah tergetar buyar kekuatannya
oleh ilmu sakti Tian Pek,
ia perlu mengatur napas dan memulihkan tenaga.
Suasana jadi hening dan perhatian semua orang tertuju pada
anak muda itu,
diam2 Hud-eng Hoatsu menggeser ke belakang Tian Pek dan
mendadak ia
berpekik "kok-kok" dua kali, berbareng kedua
tangannya menghantam
punggung Tian Pek.
Inilah Ha-mo-kang andalan Hud-eng Hoatsu yang maha lihay.
Menurut perhitungannya, setelah bertarung lawan dua jago
sakti, tentu tenaga
Tian Pek sudah banyak berkurang, maka dia lantas menyergap
dari belakang dan
ingin sekali hantam membinasakan anak muda itu.
Sejak Tian Pek muncul, seluruh perhatian Tian Wan-ji
lantas tertuju kepada
pemuda itu, ia merasa gembira sekali setelah dilihataya
secara beruntun
pemuda itu berhasil mengalahkan dua musuh tangguh. Ia
makin kagum lagi
pada kehebatan kekasihnya, bila tubuhnya tidak
terbelenggu, tentu sudah dari
tadi ia memburu maju dan menjatuhkan diri ke dalam
pelukannya.
Sekarang dilihatnya Hud-eng Hoatsu melancarkan sergapan
dari belakang, nona
itu jadi panik bercampur cemas, cepat ia berteriak
lantang: "Engkoh Tian, awas,
Hwesio busuk itu akan menyergap dirimu ...."
Sekalipun Wan- ji tidak berteriak juga Tian Pek merasakan
datangnya sergapan
dari belakang, tenaga dihimpunnya untuk menghadapi ancaman
itu.
Semula iapun mengira tenaga dalamnya akan lemah atau akan
berkurang
daripada semula, sebab beruntun ia telah menghadapi dua
musuh tangguh, tapi
setelah hawa murninya dihimpun, si anak muda baru tahu
bahwa pikiran
semacam itu ternyata keliru besar.
Bukan saja tenaga dalamnya tidak semakin lemah, dia malah
merasakan
tubuhnya lebih segar dan bersemangat daripada semula,
sadarlah pemuda itu
bahwa tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan.
Sukar
dilukiskan betapa girangnya.
"Sekarang ilmu silatku telah mencapai kesempurnaan,
itu berarti dendam
berdarah ayahku bisa kutuntut balas dengan sebaik2nya....
Ai, akhirnya apa yang
kucitakan akan tercapai juga?" demikian ia berpikir.
Tatkala sergapan dari belakang sudah hampir menempel di
pungguugnya, tanpa
berpaling telapak tangannya diayun ke belakang untuk
menyambut serangan
tersebut dengan kekerasan.
"Blang!" benturan keras menggelegar di udara,
angin berpusing memancar ke
empat penjuru, suara dengusan berat berkumandang di
belakangnya.
Hud-eng Hoatsu mencelat sejauh dua tombak oleh tangkisan
Tian Pek yang
dahsyat itu, sungguh mengenaskan sekali keadaannya.
Padahal di antara Hay-gwa-sam-sat, ihmu silat si kakek
berjenggot panjang itu
terhitung yang paling tinggi, si nenek berambut putih
terhitung nomor dua dan
Hud-eng Hoatsu yang paling lemah, kalau kedua orang yang
lebih lihay
daripadanya juga dibikin keok oleh Tian Pek, apalagi dia.
Rupanya ia salah menilai kekuatan Tian Pek, sebab
disangkanya tenaga pemuda
itu pasti sudah lemah karena telah menghadapi kakek
berjenggot dan nenek
berambut putih beruntun. Ia tidak tahu kalau Tian Pek
telah mendapat
penemuan aneh yang tak terduga, bukan saja hawa murninya
sudah mencapai
kesempurnaan, iapun berhasil menyerap intisari ilmu silat
yang tercantum
dalam kitab Soh-kut-siau-hun pit kip sehingga sumber
tenaga Tian Pek boleh
dikatakan tidak pernah kering.
Begitulah tubuh Hud eng mencelat seperti bola danmenumbuk
dinding, Darah
bergolak dalam tubuhnya, matanya berkunang2 dan kepala
pusing tujuh keliling,
akhirnya iapun muntah darah.
Secara beruntun dalam waktu singkat Tian Pek berhasil
mengalahkan Hay-gwasam-
sat, peristiwa ini sungguh membuat terkesiap baik lawan
maupun kawan.
Suasana jadi hening, semua orang dengan mata terbelalak
mengawasi Tian Pek,
tak seorangpun berani maju lagi ke depan...
Sin-liong-taycu, pangeran dari Lam-hay-bun, si sastrawan
berbaju putih itu,
memegang kipas peraknya erat2, ia kaget dan gugup,
sementara biji matanya
berputar kian kemari, entah rencana busuk apalagi yang
sedang dia susun.
Air muka kedelapan siluman dari pulau setan juga pucat
seperti mayat, mereka
tidak menduga di daratan Tionggoan masih terdapat jago
setangguh itu.
Kawanan jago dari istana keluarga Buyung yang kini takluk
kepada Lam-hay-bun
seperti Gin-siaau-toh-hun Ciang Su-peng, Tui-hun-leng Suma
Keng Tok-kak-huimo
Li Ki serta lain2nya sama berdiri diam bagaikan patung,
peristiwa itu sama
sekali di luar dugaan mereka, untuk sesaat orang2 itu pun
ketakutan.
Hanya empat dewi bunga tho serta Lam-hay-liong-li, yaitu
si gadis berbaju emas,
yang tetap tenang2 saja, tidak tampak rasa kaget dan takut
di wajah mereka,
malahan senyum genit menghiasi bibir mereka.
Sejak kehadiran Tian Pek di ruangan itu, empat dewi bunga
tho sudah
mengerling pemuda itu secara genit, sekarang setelah
pemuda itu secara
beruntun menangkan tiga kali pertarungan, mereka lebih
bergairah lagi untuk
menarik perhatiannya. Goyangan pinggul yang bikin hati
berdebar, kerlingau
mata yang memabukkan serta suara tertawa yang mengkili2
hati sungguh
membuat orang lupa daratan.
Mengenai Lam-hay-liong-li, dia memang cantik jelita,
kecantikannya jelas tidak
kalah dibandingkan Cui-cui, hanya sayang sikapnya yang
sombong serta tindaktanduknya
yang dingin, inilah yang bikin orang lain tak berani
memandang dan
mendekatinya.
Padahal gadis mana yang tak mendambakan cinta? Seorang
gadis kalau sudah
dewasa, dengan sendirinya mengidamkan seorang pemuda
tampan untuk
menjadi kekasihnya, cuma Lam-hay-liong-li ini dibesarkan
di pulau setan yang
jauh dari daratan, belum pernah nona itu menemukan seorang
pemuda
idamannya.
Mo-kui-tocu, kepala pulau setan, Lam-hay-It-kun, sejak
mendirikan perguruan
Lam-hay-bun, kecuali didampingi jago2 lihay yang rata2
sudah lanjut usia, anak
muridnya kebanyakan adalah manusia kasar yang bertampang
kriminil, hanya
putera tunggalnya saja, yakni kakak seperguruan
Lam-hay-liong-li, hanya
pemuda inilah yang dapat dikatakan tampan.
Sayang kakak seperguruannya ini terlalu bangor, suka main
perempuan di sanasini,
wataknya yang jelek ini memberikan kesan yang jelek pula
dalam pikiran
Lam-hay-liong-li, dia menganggap laki2 di dunia ini tak
ada yang baik.
Mendingan kalau cuma begitu saja, kemudian ternyata
Lam-hay-it-kun
menyerahkan kekuasaan tertinggi dari perguruannya kepada
nona ini, secara
otomatis pula wataknya berubah keji dan tinggi hati.
Tapi hari ini, setelah bertemu dengan Tian Pek yang
berilmu silat tinggi dan
berwajah tampan, ia terpesona, untuk pertama kalinya
perasaan kewanitaannya
tersentuh, dia merasa bahwa Tian Pek inilah yang
didambakannya, pemuda
tampan seperti inilah yang diharapkan mendampinginya
sepanjang masa.
Oleh sebab itulah, sekalipun secara beruntun Tian Pek
telah melukai tiga orang
jago tangguh Lam-hay-bun, dia tidak menjadi gusar,
sebaliknya senyum manis
menghiasi wajahnya, dia berbangkit dan menghampiri anak
muda itu, katanya:
"Siapa kau? Kenapa kauberani memusuhi Lam-hay-bun
kami?"
Seandainya perkataan itu diutarakan orang lain, mungkin
para jago tak akan
merasa heran, tapi kata2 itu diucapkan oleh
Lam-hay-liongli yang sudah biasa
bersikap ketus dan dingin, apalagi ucapan tersebut
ditujukan kepada musuh
yang secara beruntun telah melukai tiga jago lihaynya.
Sudah tentu Tian Pek tak tahu akan hal ini, sekalipun
dilihatnya senyuman manis
menghiasi mulut Lam-hay-hong-li yang cantik bak bidadari
dari kayangan itu,
namun iapun menyaksikan hawa napsu membunuh yang sangat
tebal yang
menyelimuti wajahnya.
"Aku Tian Pek!" jawabnya kemudian dengan
lantang, "aku tiada bermaksud
memusuhi Lam-hay-bun kalian, hanya saja aku merasa
penasaran menyaksikan
perbuatan kalian yang membunuh orang seenak sendiri, oleh
sebab itu sengaja
aku muncul di sini untuk menegakkan keadilan dan kebenaran
bagi umat
persilatan umumnya."
Jawaban itu sesungguhnya diucapkan dengan jujur, tapi bagi
pendengaran Lamhay-
liong-li terasa ketus dan menghina.
"Hehe, besar amat lagakmu?" jengeknya. "Kau
bicara menurut perasaan hatimu
sendiri ataukah ada orang lain yang menjadi tulang
punggungmu di belakang
layar?"
Tian Pek jadi marah, ia tak tahu anak dara inilah pemimpin
Lam-hay-bun, ia
menyangka seorang anak dara berani memandang enteng
padanya, ini berarti
pihak Lam-hay-bun terlalu menghinanya.
Dengan setengah berteriak, ia berkata: "Aku Tian Pek
tidak mengenal arti
`tulang punggung' segala, akupun tak pernah diperintah
orang dari balik layar,
apa yang ingin kulakukan segera kulaksanakan, aku berani
berbuat berani pula
menanggung risikonya, dengan pedang Bu-ceng-pek-kiam
inilah akan kusapu
setiap manusia jahat di dunia ini!"
Kedengarannya memang amat jumawa ucapan tersebut,
tapisemua orangpun
dapat merasakan batapa gagah dan jantannya pemuda ini,
banyak orang
bersorak memuji keperwiraannya.
Terutama Wan-ji serta nyonya setengah baya yang pernah
menolongnya itu, air
mata mereka hampir saja bercucuran saking terharunya.
Siapakah yang berani menunjukkan sikap sekeras itu di
hadapan musuh yang
jelas memiliki kekuatan berkali lipat daripada pihaknya?
Maklumlah, pengaruh Lam-hay-bun di dalam dunia persilatan
besar sekali,
bukan saja mereka telah menaklukkan empat keluarga besar,
hampir semua
jago baik dari golongan putih maupun dari kalangan hitam
sama tunduk dan
takluk kepada mereka, tak seorangpun di dunia persilatan
yang berani secara
terang2an menentang mereka.
Bukti yang paling nyata adalah menyerahnya
Gin-siau-toh-hun Ciang Su-peng,
Tui-hun-leng Suma Keng serta Tok-kak-hui-mo Li Ki sekalian
kepada pihak Lam
hay bun, padahal mereka terhitung jago lihay yang
disegani. toh jago2 semacam
mereka tak ada yang berani melawan kekuasaan Lam-hay-bun.
Tapi sekarang Tian Pek, seorang pemuda yang masih hijau
telah menunjukkan
keberanian yang luar biasa, tak heran kalau semua orang
dibikin tercengang.
Bahwa Tian Pek berani menandingi Lam-hay¬bun yang telah
menaklukkan dunia
persilatan Tionggoan, sungguh keberanian anak muda inipun
luar biasa,
Maklum, tiga bulan lamanya ia hidup di gunung untuk
merawat lukanya, dengan
sendirinya ia tidak tahu keadaan sekarang.
Begitulah kening Lam-hay-liong-li seketika berkernyit,
katanya: "Kalau begitu,
jadi kau sudah mengambil keputusan akan memusuhi
Lam-hay-bun kami?"
Tian Pek mendengus, betapa mendongkolnya pemuda itu
melihat nona berbaju
emas itu tak pandang sebelah mata padanya. Tanpa bicara
lagi ia menghampiri
nyonya setengah baya yang terikat di tiang itu dan
melepaskan tali pengikatnya.
Gusar Lam-hay-liong-li, selama hidup belum pernah
dilihatnya pemuda
seangkuh itu dan berani berbuat sesukanya di hadapannya.
"Tahan!" hardiknya dengan gusar. Berbareng ia
pun
melompat maju dan menghadang di depan pemuda itu,
bentaknya lagi sambil
menarik muka: "Apa yang hendak kau lakukan?"
"Apa lagi? Tentu saja menolong orang!" sahut
Tian Pek, tanpa menoleh ia tetap
meneruskan perbuatannya melepaskan tali pengikat
Buyung-hujin.
Lam-hay-liong-li meraung gusar, segera ia bermaksud
mencegahnya.
"Kiongcu!" tiba-tiba Hu-yong-hui-cu (selir bunga
teratai), orang kedua dari
keempat dewi bunga tho, tampil ke muka sambil menggoyang
pinggul. "Buat
apa tuan puteri turun tangan sendiri untuk membekuk seorang
bocah, biarlah
kami kakak-beradik yang melaksanakan tugas ini!"
Berbicara sampai di sini, ia mengerling sekejap kepada
saudara2nya agar bersiap
sedia.
Ketiga dewi hunga tho lainnya sama tertawa genit sambil
goyang pinggul
mereka melayang ke tengah gelanggang dan mengepung Thian
Pek.
Tentu saja Lam-hay-liong-li sendiri pun memaklumi akan
kedudukannya, maka
setelah keempat dewi bunga tho terjun ke gelanggang, ia
lantas mengundurkan
diri.
Ia tahu, bicara soal tenaga dalam, jelas jauh keempat dewi
bunga tho itu kalau
dibandingkan Hay-gwa-sam-sat. Tapi ia pun tahu kelicikan
keempat dewi itu,
mereka banyak tipu akalnya dan mahir menggunakan obat
biusnya, untuk
menghadapi Tian Pek yang masih hijau tentu mereka lebih
meyakinkan daripada
Hay-gwa-sam-sat.
Tian Pek tetap tidak menghiraukan, selesai membuka tali
belenggu di tubuh
Buyung-hujin, ia pun hendak melepaskan tali belenggu
Wan-ji.....
Baru saja tangan anak muda ito akan memegang tali yang
membelenggu Wan-ji,
tiba2 ia menangkap suara dengusan lirih.... suara dengusan
itu amat ketus dan
jelas penuh rasa cemburu.
Tian Pek melengak ia tahu dengusan itu pasti suara Cui-cui
yang bersembunyi di
balik dinding, tapi ia tak perduli, ia tetap berusaha
melepaskan tali pengikat
Wan-ji.
Setelah bebas dari belenggu, Buyung-hujin menggerakkan
tangannya yang kaku,
kemudian mengucapkan terima kasih kepada Tian Pek, lalu
dengan air mata
bercucuran ia membereskan jenazah suaminya, Ti-seng-jiu
Buyung Ham yang
mati tercincang dengan mulutnya berkomat-kamit seperti
membaca doa.
Semua peristiwa itu berlangsung hanya sekejap, maka suara
dengusan lirih tadi
pun tidak menarik perhatian orang.
"Saudara cilik!" keempat dewi bunga tho mengejek
sambil tertawa genit, "untuk
menyelamatkan dirimu sendiri saja masih menjadi persoalan,
apakah gunanya
kau urusi orang lain?"
Ketika ucapan itu tidak digubris Tian Pek, malah pemuda
itu meneruskan
tindakannya menolong orang, Hiang-in-huicu, pimpinan dari
keempat dewi tho
itu lantas melangkah maju dan merepaskan suatu pukulan
dari jauh.
Angin pukulan itu lembut se-olah2 tak bertenaga, namun
membawa bau harum
semerbak yang menusuk hidung.
Tian Pek tak berani gegabah, ia pun mengayunkan telapak
tangannya dan
menyambut serangan tersebut dengan keras-lawan-keras .
"Bocah bodoh, serangan itu jangan kau sambut, cepat
tutup pernapasanmu!"
bisikan lembut menggema lagi di sisi telinga anak muda
itu.
Sungguh terkejut Tian Pek demi mendengar bisikan itu,
buru2 ia menutup
pernapasannya, walau demikian tak urung ada sedikit bau
harum yang tercium
olehnya, kontan kepala jadi pening dan mata berkunang2.
Setelah pemimpinnya bergerak, ketiga dewi lainnya serentak
bertindak pula,
masing2 melancarkan suatu pukulan dari jauh.
Tiga gulung asap berwarna putih dengan membawa bau harum
serentak
terpancar ke depan dan mengurung sekujur badan Tian Pek.
Untunglah Cui-cui dengan cepat memberi kisikan sehingga
anak muda itu
menutup pernapasannya, kendatipun bau harum obat bius yang
dipancarkan
Hiang-in-huicu ada sebagian yang tercium olehnya, tapi
dengan dasar tenaga
dalamnya yang sempurna, sedikit ia salurkan hawa murninya,
obat bubuk itu
seketika dipaksa keluar dari dadanya.
Maka ketika angin pukulan yang dilancarkan ketiga orang
dewi lainnya
menggulung tiba, bukan saja Tian Pek tidak roboh, malahan
kesadarannya jauh
lebih segar.
Dengan jurus Sam-cing-yau-bun (menyapu bersib hawa iblis)
Tian Pek balas
dengan pukulan dahsyat ke depan. angin puyuh disertai
suara gemuruh dengan
gencarnya menyapu keempat dewi cabul itu.
Tho-hoa-su-sian menjerit kaget, buru2 mereka menghindar,
bagaikan kupu2
yang beterbang¬an di antara pepohonan mereka kabur ke
sana-sini.
Berhasil dengan gerakan menghindar, delapan telapak tangan
yang putih halus
diayun kembali ke muka dengan lincah, empat gulung hawa
berbau harum yang
jauh lebih tebal kembali menyambar ke depan mengurung
sekujur badan Tian
Pek.
Untung Tian Pek dapat menutup pernapasannya, ia tak takut
lagi menghadapi
serangan kabut harum itu, ketika dilihatnya delapan buah
telapak tangan halus
itu menyerang ke arahnya, ia sama sekali tidak menghindar
ataupun berkelit,
jurus kedua dari ilmu pukulan Thian-hud-hang-mo-ciang
segera dilontarkan.
Keempat dewi Lam-hay-bun ini memang tangguh sekalipun
mereka harus
menghadapi pukulan dahsyat, ternyata mereka sanggup
bergerak lincah ke sana
kemari, sekalipun angin pukulan itu kencang dan kuat,
sekali melejit tahu2
mereka sudah terlepas dari ancaman maut.
Mereka berusaha menghindari pertarungan adu kekerasan,
bila diserang
mereka berkelit dan melayang mundur, setiap kali ada
kesempatan bubuk
pemabuk yang harum baunya segera ditaburkan.
Mereka yakin Tian Pek takkan sanggup menutup pernapasannya
terlalu lama
sambil bertempur, lama kelamaan anak muda itu tentu tak
tahan, su¬tu ketika
bila pemuda itu menarik napas, dia pasti akan keracunan
dan jatuh tak sadarkan
diri.
Mereka tak menyangka bahwa Lwekang Tian Pek berasal dari
kitab pusaka Sohkut-
siau-hun-pit-kit, semacam ilmu tenaga dalam yang berbeda
dengan ilmu
Lwekang pada umumnya, asal satu kali dia tarik napas, maka
hawa murni akan
beredar dengan lancarnya di dalam dada dan sanggup tahan
sampai sekian
lamanya.
Sebab itulah meski pertarungan telah berlangsung puluhan
gebrakan, namun
Tian Pek masih tetap segar bugar, jangankan pusing atau
sempoyongan, gejala
mabukpun sama sekali tidak ada.
Tho-hoa-su-sian mulai tercengang, sambil bertempur
merekapun berpikir:
"Aneh, benar2 sangat aneh, masakah bocah ini sudah
melatih diri sehingga
mencapai tingkatan Kim-kong-put-hwai (ilmu kebal yang
membuat badan tak
rusak)? Padahal kabut pemabuk sukma yang kami gunakan
adalah obat
pemabuk khas dari Lam-hay.... orang lain bila kena sedikit
saja akan segera
pulas, tapi dia ternyata sanggup bertarung terus sekian
lamanya, sungguh
peristiwa yang sangat aneh!"
Dari rasa heran, keempat dewi itu jadi penasaran, karena
penasaran merekapun
jadi ingin menang, begitu terhindar dari suatu serangan
Tian Pek, gadis tersebut
segera membentak: "Mega inginkan baju bunga inginkan
tamu."
Berbareng dengan ucapan tersebut, ia pentang kedua tangan
dan berjumpalitan
di udara, baju luarnya yang tipis itu tahu2 sudah
dilepaskan.
Dengan terlepasnya kain penutup badan, maka
terlihatlahsebuah tubuh yang
halus dan ber-liuk2 seperti ular.
Putih halus tubuh nona itu, payudaranya yang montok dengan
garis tubuh yang
mempesona, dengan langkah gemulai dan payudara yang
dibusungkan, nona itu
melangkah maju, gayanya sanggup membuat mendelik pendeta
sekalipun.
Setelah sang Toaci lepas pakaian, Jici (kakak kedua)
Hu-yong-huicu tahu encinya
telah memberi komando untuk mengeluarkan barisan Lo-sat-mi-hun-tin
(barisan
iblis wanita pemikat sukma), dia lantas berputar dan
berseru: "Angin sejuk
berembus keindahan yang menerawang muncul di depan!"
Seraya berteriak, ia lepas bajunya dan dibuang, tubuh yang
indah diperagakan di
depan orang banyak.
"Kalau rombongan gadis berkumpul di bukit ..."
demikian sambung Samci (enci
ketiga) Siang-hoa-huicu dengan lantang, ia sadar badan,
bajunya tersingkap,
pinggulnya yang putih dan gemuk dipertontonkan pula kepada
Tian Pek.
Sici (enci keempat) Siau-siang-huicu cepat menyambung:
"Berkumpul di
sorga ...."
Ia maju ke depan anak muda itu, melepaskan kancing baju
dan membuka
pakaian yang tipis itu, diperlihatkannya payudaranya yang
putih montok dengan
putingnya yang ke-merah2an sambil berlenggang dan
berjoget.
Kebetulan Tian Pek lagi menghantam dan dada
Siau-sian-huicu se-akan2
disodorkan kepadanya.
Keruan Tian Pek terkejut dan buru2 tarik kembali
serangannya. Anak muda itu
terbelalak dengan mulut melongo.
Walaupun sudah banyak pertempuran seru dialaminya, belum
pernah Tian Pek
ketemu pertempuran yang unik ini, ia menjadi serba salah.
Begitulah, sambil bernyanyi lagi Tho-hoa-su-sian telah
melepaskan bajunya satu
persatu dan menari telanjang yang merangsang, tubuh yang
putih, paha yang
mulus, payudara yang montok dan lekukan tubuh yang indah,
semua terpapar di
depan mata Tian Pek, mereka tidak menyerang dengan obat
bius, tapi hanya
menari2 secara merangsang di hadapan Tian Pek.
Bau harum semerbak yang aneh berembus keluar dari tubuh
mereka yang
telanjang itu, guncang¬n tubuh mereka dan tarian
merangsang yang dibawakan
kian lama kian menggila, membuat jantung orang ber-debar2.
Dalam waktu singkat, seluruh ruangan dipenuhi oleh bau
harum yang tebal
ditambah pula pertunjukan tari telanjang hingga suasana di
situ makin
memabukkan.
Kecuali Lam-hay-siau-kun, Lam-hay-liong-li dan beberapa
tokoh yang berilmu
tinggi, sebagian besar kawanan jago yang hadir sudah
terbuai ke alam impian
yang indah, mereka terkesima menyaksikan tarian bidadari
yang menawan hati
itu.
Jangankan kaum pria yang memang mudah terangsaog,
sekalipun Buyung-hujin
dan Wan-ji juga ikut tenggelam dalam keadaan setengah
sadar setelah
meencium bau harum yang memabukkan.
Inilah irama Cing-peng-lok yang paling diandalkan
Tho-hoa-su-sian, dengan
irama maut ini sudah ratusan bahkan ribuan lelaki yang
mereka tundukkan,
siapa gerangan yang dapat menahan diri setelah mendengar
irama merdu
pembetot sukma ini? Siapa yang tahan menyaksikan tarian
merangsang dan
menggairahkan itu? Jangankan manusia biasa, manusia bajapun
akan luluh
imannya.
Tian Pek melongo terkesima, bukan lantaran tarpikat oleh
tarian telanjang itu, ia
cuma heran dan tak habis mengerti, belum pernah ia jumpai
pertarungan
Kungfu cara begini.
Maklumlah, pemuda ini sudah banyak menerima gemblengan,
Thian-sian mo-li
maupun To-li-mi-hun-toa-hoat yang paling dahsyatpun pernah
dijumpai, apalagi
cuma ilmu merangsang yang enteng ini, tidak nanti dapat
mempengaruhi anak
muda ini.
Dasar wataknya memang polos, karena keempat dara itu tidak
menyerang lagi
melainkan cuma menyanyi dan menari telanjang, dengan
sendirinya Tian Pek
sungkan menyerang lagi, iapun berhenti dan memandang
tarian telanjang
mereka dengan ter¬mangu2 dan tak tahu apa yang mesti
dikerjakan.
"Tolol! Kenapa melamun melulu?" demikian tiba2
bisikan lirih tadi
berkumandang lagi, mengomel sambil tertawa. "Jangan
kau anggap tarian itu
indah dan boleh kau nikmati seenaknya, ketahuilah itulah
Lo-sat-mi-hun-toa-tin
andalan Tho-hoa-su-sian, bila tidak kau hancurkan barisan
mereka, niscaya
kaulah yang bakal celaka!"
Tian Pek bergidik, ia tahu Cui-cui memberi peringatan
kepadanya, cepat ia
tenangkan pikiran dan berusaha melepaskan diri dari
pengaruh tari merangsang
itu.
Setelah hawa murni dihimpun pada telapak tangan dan
menyilangkan tangan di
depan dada, ia membentak gusar: "Perempuan tak tahu
malu, hentikan tarian
gilamu! Ketahuilah, Siauya bukan manusia rendah yang mudah
dipengaruhi. Hm,
bila kalian tetap nekad dan main gila begini, terpaksa
Siauya tidak sungkan2
lagi....!"
Tian Pek lupa bahwa kabut beracun masih menyelimuti
seluruh ruangan, dia
hanya berpikir untuk berbicara dan mengancam keempat
lawannya, pernapasan
yang selama ini tertutup kini terbuka lantaran harus
berbicara.
Bau harum itu lantas menyusup masuk hidungnya dan terisap
ke dalam paruparu,
kontan matanya berkunang-kunang dan kepalanya pening, ia
jadi mabuk.
Sekalipun demikian, ia tetap berusaha menyelesaikan
kata-katanya, lantaran itu
kata terakhir menjadi tidak jelas.
Tho-hoa-su-sian cukup berpengalaman, dari keadaan Tian Pek
mereka lantas
tahu si anak muda sudah kecundang, tapi sewaktu mereka
lihat pemuda itu
masih tetap bertahan merekapun tahun racun yang bersarang
di tubuhnya tidak
terlampau banyak.
Serentak gadis-gadis itu menerjang ke depan, sambil goyang
pinggul dan pamer
dada mereka menari dengan gaya yang lebih merangsang,
mereka coba
mengacaukan pikiran anak muda itu.
"Ai, jangan terlalu garang, ah! Hehehehe!...."
seru Hian-in-huicu sambil tertawa
cekikikan.
Hu-yong-huicu lantas menyambung sambil tertawa:
"Saudara cilik, belum
pernah kau nikmati kehangatan tubuh perempuan bukan? Hayo,
peganglah...
hihihi...."
Dengan kerlingan yang genit, ia menggetarkan payudaranya
yang kenyal itu ke
depan, sengaja didekatkan payudaranya yang montok ke depan
mata Tian Pek.
Bau harum khas perempuan lantas berembus dari badan gadis
itu, apalagi Tian
Pek belum pernah berhadapan dengan perempuan sejalang ini,
ia berusaha
menyalurkan hawa murninya guna melawan bau harum yang
bikin hati tergoda
itu, apa mau dikata, hawa murninya seolah-olah sudah
punah, ia tak mampu
berkutik lagi...."
Sementara itu Siang-hoa-huicu serta Siau-siang-huicu
lantas merubung maju
sambil goyang pinggul dan pamer dada, dalam waktu singkat
anak muda itu
sudah terkurung di tengah.
Tian Pek merasa kepalanya semakin pening, yang terlihat
hanya dada yang
montok dan paha yang mulus, kepala semakin berat dan
pandangan pun
kabur.....
Tangkap!" tiba2 Lam-hay-liong-li membentak, menyusul
ia tertawa dingin dan
berseru pula: Huh, tadinya kukira kau adalah seorang laki-laki
sejati, tak tahunya
juga sebangsa lelaki tak beriman...."
Sungguh ucapan yang menghina, jatuhnya Tian Pek adalah
karena kurang hati2
sehingga dia terjebak. Sungguh tidak kepalang gusarnya,
tapi apa daya? Badan
terasa lemas tak bertenaga. diam2 menyesal: "Ai,
beginilah jadinya kalau kurang
hati-hati akhirnya aku Tian Pek mampus di tangan kaum
perempuan hina dina
ini...."
"Tahan!" tiba2 terdengar bentakan nyaring.
"Barang siapa berani mengganggu
seujung rambut engkoh Pek, segera akan kubunuh dia!"
Tian Pek berada dalam keadaan tak sadar, ia sempat
mendengar dan melihat
Cui-cui yang bertopeng setan telah muncul menolongnya.
"Perempuan hina!" terdengar Lam-hay-liong-li
membentak. "Kau mengkhianati
perguruan, sekarang kau berani pula menentang perintahku.
Hayo lekas
menyerahkan diri atau kau minta dibekuk!"
Cui cui memberi hormat kepada Lam-hay-liong-li, katanya:
"Terimalah hormat
Cui-cui, tapi ini adalah terakhir kali kuhormati dirimu,
untuk selanjutnya Cui-cui
telah melepaskan diri dari ikatan Lam-hay-bun....."
Terperanjat Tian Pek meski berada dalam keadaan hampir tak
sadar, sungguh
tak tersangka Cui-cui adalah anggota perguruan
Lam-hay-bun.
"Tutup mulut!" terdengar Lam-hay-liong-li
menghardik, "Hm, besar amat
nyalimu, berani kau bicara begitu. Hehehe, coba jawab, apa
hukumannya bagi
pengkhianat perguruan Lam-hay-bun?"
Gemetar Cui-cui mendengar ancaman itu, tapi segera
teringat hubungan suamiisterinya
dengan engkoh Pek, sedang engkoh Pek bermusuhan dengan
pihak
Lam-hay-bun, kalau sekarang tidak kuputuskan hubunganku
dengan Lam-haybun,
kelak pasti tak dapat hidup bersama di sisi engkoh
Pek...."
Berpikir demikian, ia lantas berkata: "Kiong-Cu,
setiap manusia mempunyai cita2
dan tujuannya sendiri, jangan kau paksa diriku untuk
melakukan hal-hal yang
tidak kusukai. Cui-cui telah memutuskan hubungan dengan
Lam-hay-bun,
semoga Kiong-CU mengingat hubungan baik seperti
kakakberadik dengan Cuicui
di masa lampau dan melepaskan aku."
"Hehehe, hubungan kakak-beradik?" jengek Lam-hay-liong-li
sambil tertawa
dingin.
"Jangan kau tempel emas di wajah sendiri. Huhhh! Kau
hanya seorang budakku
saja, lantaran aku kasihan padamu maka aku bersikap agak
baik padamu. tak
terduga kau lantas berbuat sesukamu, bukan saja topeng
setanku kau curi,
kemudian kabur tanpa pamit dan sekarang berani
mengkhianati perguruan,
berani juga menentang perintahku Hm, Kau harus diganjar
hukuman yang
setimpal.."
Cui-cui penasaran, karena Lam-hay-liong-li bersikap ketus,
ia pun tidak lembut
lagi, katanya kasar: "Aku pelayanmu? Hah, enak saja
kau mengoceh. Aku
melayani kau lantaran ayahku numpang di rumahmu, aku
berbuat demikian
karena ingin membalas kebaikanmu tapi kau anggap aku ini
pelayanmu?
Mengenai topeng, benda itu adalah milik Suhu, setelab Suhu
meninggal, beliau
tiada berpesan mewariskan topeng itu kepadamu, bila kau
boleh pakai, kenapa
aku tak boleh.....?"
Gusar sekali Lam-hay-liong-li, dengan mata melotot ia
membentak: "Kurangajar,
kau berani memberontak? Kalau tak kuhajar mampus dirimu,
tak mau lagi aku
menduduki tampuk pimpinan Lam-hay-bun lagi!"
Angin pukulan segera menderu2, agaknya Lam-hai-liong-li
mulai berhantam
dengan Liu Cui-cui.
Lamat2 Tian Pek masih sempat mendengar bagaimana Lam-hay-siau-kun
berusaha melerai tapi apa yang terjadi selanjutnya tak
diketahui lagi karena dia
lantas kehilangan kesadarannya....
—o0o— —o0o
Entah sudah lewat berapa lama, tiba2 Tian Pek merasa
mukanya jadi dingin, ia
menggigil dan siuman kembali.
Begitu membuka mata, tahu2 ia berbaring dalam sebuah kamar
yang indah,
banyak orang mengerumuni sekeliling pembaringan.
Pembaringan maupun kamar itu seperti sudah dikenalnya,
setelah diamati
dengan lebih seksama, tahulah Tian Pek bahwa ia berada
dalam kamar tidur
Leng-hong Kongcu, kamar yang pernah ia tinggali selama
beberapa hari ketika
jiwanya ditolong Buyung-hujin dahulu.
Wajah orang2 itu kelihatan cemas dan tidak tenang, agaknya
dia telah menjadi
pusat perhatian orang banyak dan semua orang berharap ia
cepat sadar
kembali.
Di antara orang2 itu terdapat pula Buyung-hujin dan
Wan-ji, yang satu duduk di
depan pembaringan sedang yang lain mendekap di tepi
ranjang dengan sorot
mata kuatir, mereka awasi pemuda itu, air mata tampak
berlinang-linang di
kelopak matanya.
Liu Cui-cui tampak memegangi sebuah cawan air, rupanya dia
yang
menyadarkan Tian Pek dengan air dingin itu.
Ji-lopiautau beserta sekalian Piausu berkerumun di depan
pembaringan, saking
gelisahnya mereka gosok kepalan sambil memandang dengan
penuh harap,
ketika Tian Pek sadar kembali sesudah disembur air dingin,
wajah mereka
kontan berseri girang.
Leng-hong Kongcu yang angkuh duduk termangu2 di sudut
sana, entah apa yang
lagi dipikirkannya.....
Begitu sadar Tian Pek lantas melompat bangun dan berseru:
"Apa yang telah
terjadi? Dimana orang Lam-hay-bun? Apakah mereka sudah
kabur semua?"
"Hiante, jangan bercakap2 dulu!" Ji-lopiautau
cepat mencegah, "kau baru sadar,
atur dulu pernapasan dan periksa lukamu, urusan
selanjutnya kita bicarakan
pelahan2!"
"Jangan kuatir, tak apa2!" sela Cui-cui dari
samping, "kabut harum pemabuk Mihun-
hiang-bu dari Tho-hoa-su-sian cuma bikin orang semaput dan
tidak melukai
orang, kalau engkoh Pek sudah sadar kembali, itu tandanya
dia sudah sehat
kembali..."
"Oo, engkoh Tian! Kau sudah sadar?" seru Wan-ji
dengan muka berseri.
Buyung-hujin sendiri tiada hentinya menyeka air mata,
sedih dan girang
bercampur aduk, bisiknya: "Tian siauhiap! Terima
kasah atas pertolonganmu,
cuma suamiku.... dia...." Meledaklah isak tangisnya
yang memilukan hati.
Bibir Leng-hong Kongcu bergerak, seperti ma mengucapkan
sesuatu, tapi urung.
Sementara itu Tian Pek sudah mengatur pernapasannya dan
terbukti hawa
murni dapat bergerak dengan lancar, ia tahu apa yang
dikatakan Cui-cui, tidak
salah, cepat ia melompat bangun sambil menggenggam tangan
Cui-cui, serunya
penuh emosi: "Cui-cui, kuminta kau mengaku terus
terang, benarkah kau
anggota perguruan Lam-hay-bun?"
Sayu wajah Cui-cui, ia mengangguk pelahan.
"Kenapa tidak kau katakan sejak mula?" seru Tian
Pek dengan marah.
Cui-cui melepaskan tangannya dari cekalan Tian Pek, ia
duduk di dekat meja dan
tidak bersuara.
Pada dasarnya Tian Pek adalah pemuda yang benci pada
segala macam
kejahatan, apalagi setelah menyaksikan betapa keji dan
buasnya orang Lam-haybun,
kemudian melihat pula kejalangan Tho-hoa-su-sian, rasa
benci dan
muaknya sudah bertumpuk, maka ia merasa kecewa setelah
tahu bahwa Cui-cui
berasal satu komplotan dengan mereka.
Bila teringat Cui-cui dan dirinya sudah ada hubungan intim
sebagai suami-isteri,
maka ia menjadi gelisah dan marah, ia mendengus:
"Bagus.... bagus sekali, kau
berani membohongi aku....."
"Tian Hiante, jangan gusar dulu!" buru2
Ji-lopiautau menghiburnya, "sekalipun
nona Liu bekas anggota Lam-hay-bun, jelas dia telah
menolong kau dengan
mempertaruhkan jiwa raganya, dari sini dapat kita tarik
kesimpulan bahwa dia
telah meninggalkan kejahatan dan menuju kebaikan."
Tapi Tian Pek sudah telanjur marah, ia tak gubris nasihat
Lopiautau, dengan
gusar serunya lagi: "Aku tak peduli, pokoknva dia membohongi
aku karena sejak
mula tidak berterus terang padaku...."
Hati Cui-cui merasa seperti ditusuk2, akhirnya sambil
menangis dia kabur keluar
ruangan itu.
Cui-cui adalah nona yang tinggi hati, jangankan orang
lain, sekalipun Lam-hayliong-
li yang setiap hari dilayanipun ia berani membantahnya,
sekarang ia telah
dimaki oleh Tian Pek dihadapan orang banyak, kejadian ini
dianggapnya sangat
memalukan. Apalagi dengan mempertaruhkan jiwa-raganya ia
melepaskan diri
dari ikatan perguruan dan menyelamatkan jiwa Tian Pek,
sekarang malahan
dicaci maki oleh pemuda itu, tentu saja ia bersedih hati,
tanpa bicara lagi ia
kabur dari situ.
Ji-lopiautau memburu keluar, namun Cui-cui sudah kabur
entah ke mana.
"Nona Liu! Nona Liu!" Ji-lopiautau berteriak,
namun tiada jawaban, tampaknya
gadis itu sudah pergi jauh.
Akhirnya ia balik ke dalam kamar, katanya kepada Tian Pek:
"Tian-hiante,
bukannya engkoh tua suka menegur dirimu, tapi perangaimu
memang terlalu
terburu napsu, biarpun nona Liu berasal dari Lam-hay-bun,
toh beberapa kali ia
sudah menolong kita, bahkan tak segan2 memusuhi pihak
perguruannya, dari
situ dapat kita ketahui bahwa ia sudah bertekad
meninggalkan Lam-hay-bun,
pepatah bilang: Seorang laki2 sejati tak akau menghalangi
orang lain bertobat
dan menuju ke jalan yang benar. Tapi kau telah bersikap
kasar padanya,
bukankah tindakanmu itu justru akan menjerumuskan dia ke
lembah
kenistaan.... ?"
Sesungguhnya kemarahan Tian Pek terhadap Cui-cui bukan lantaran
Cui-cui
berasal dari Lam-hay-bun belaka, tapi merupakan luapan
perasaan yang
terpendam selama beberapa bulan berkumpul dengan nona itu.
Perkenalan Tian Pek dengan Cui-cui sebagaimana diketahui
adalah lantaran
gadis itu menyelamatkan jiwa pemuda itu ketika terluka, di
kala itu Tian Pek
hanya merasa berterima kasih tanpa sedikit perasaan cinta
pun.
Kemudian gerak-gerik Cui-cui yang misterius dan serba
rahasia itu pernah
menimbulkan curiganya dan diam2 ia ingin meninggalkannya,
tapi waktu
diketahui Pedang Hijau serta kitab Soh-hun-siau-kut telah
diambil gadis itu,
mau-tak-mau ia mencari lagi jejaknya.
Waktu pertarungan di tepi sungai melawan
Kim-hu-siang-tiat-wi mereka
bertemu pula dan karena kurang hati2 mereka jatuh di dalam
sampan dan
mengakibatkan terjadinya hubungan tubuh yang
melampauipersahabatan,
sampai disitupun tiada dasar cinta yang mendalam di hati
pemuda itu, apa yang
terjadi itu hanya secara kebetulan saja dan karena
dorongan napsu seketika itu.
Tian Pek merasa gadis itu telah mempersembahkan kesucian
tubuhnya
kepadanya, maka iapun tak dapat meninggalkan tanggung
jawabnya dengan
begatu saja, ia mengambil keputusan akan memperisteri dan
menjadikan nona
itu sebagai teman hidupnya. Di sinilah terbukti
kebijaksanaan Tian Pek yang
mulia dan kebesaran jiwanya.
Berbeda dengan Cut-cui, ia mencintai Tian Pek dengan
sepenuh hati, cinta
remaja yang penuh gairah kebanyakan memang demiklan,
sekali pandang lantas
jatuh cinta, sekali suka lantas menyerahkan tubuhnya,
untung juga dia ketemu
Tian Pek, kalau ketemu pemuda bergajul, bisa jadi dia akan
merenungkan
nasibnya yang malang.
Kesungguhan hati Cui-cui bisa dibuktikan dengan
kesediaannya berkorban untuk
mengobati luka Tian Pek dengan tubuh telanjang, bagaikan
ayam yang
mengerami telur, setiap hari ia bertelanjang mendekapi
tubuh pemuda itu serta
melaksanakan terapi penyembuhan Sun-im-liau-siang.
Setelah pemuda itu sembuh, dengan bertubuh telanjang dan
melakukan
gerakan To-li-mi-hun-toa-hoat ia membantu Tian Pek
berlatih tiga macam ilmu
maha sakti yang tercantum dalam kitab
Soh-kut-siau-hun-pit-kip, boleh dibilang
kesuksesan Tian Pek sekarang adalah berkat bantuan
Cui-cui.
Suatu ketika, Cui-cui menggoda Tian Pek dengan sepatah
kata, ia berkata:
"Engkoh Pek, mulai sekarang kauharus tunduk pada segala
perintahku dan tak
boleh membangkang."
Sejak meninggalkan lembah bukit itulah, sepanjang
perjalanan nona itu selalu
membatasi ruang gerak Tian Pek. bahkan setiap kali
mempraktekkan ucapan di
atas, lama-kelamaan timbul juga perasaan tak puas di dalam
hati pemuda itu.
Apalagi setiap hari gadis itu mengenakan topeng setan, hal
ini mendatangkan
pula perasaan tak senang bagi Tian Pek.
Perasaan tak puas dan tak senang ini kian menumpuk, lama
kelamaan
terciptalah perasaan gemas yang tak terkendalikan.
Ji-lopiautau adalah orang luar, sudah tentu ia tak tahu
perasaan muda-mudi itu,
dia hanya menganggap Tian Pek yang berbuat kelewat batas.
Tapi Tian Pek tetap penasaran, dia mendengus berulang
kali, anak muda ini pikir
tidak pantas Cui-cui membohonginya, ia anggap dirinya
sebagai suami Cui-cui,
tidak sepantasnya seorang isteri membohongi suaminya.
Sementara itu Buyung-hujin berkata kepada Tian Pek:
"Nona Liu itu orang baik,
kungfunya juga tinggi, tanpa bantuan nona Liu mungkin kita
semua sudah
mampus di di tangan perempuan sadis dari Lam-hay-bun
itu!"
"Ah, belum tentu!" tiba2 Wan-ji menyela,
"seandainya sastrawan berbaju putih
yang disebut Lam-hay-siau-kun itu tidak bentrok sendiri
dengan Lam-hay-liongli,
kurasa Liu Cui-cui pun tak mampu menghadapi serangan keji
perempuan
itu...."
"Wan-ji, siapa suruh kau banyak mulut?" omel
Nyonya Buyung sambil melotot,
"bukankah kau sendiripun dibekuk musuh? Untung kita
ditolong nona Liu, kalau
tidak ...."
"Kalau anak tidak kecundang oleh serangan gelap Tho-hoa-su-sian,
jangan harap
mereka bisa membekuk diriku....." bantah Wan-ji
dengan penasaran.
Melihat kedua orang itu nyaris cekcok sendiri, buru2
Ji-lopiautau mengalihkan
pokok pembicaraan, "Sudahlah, urusan yang sudah lewat
biarkan lewat, apa
gunanya disinggung lagi? Dewasa ini Lam-hay-bun sudah
mengembangkan
sayapnya ke seluruh daratan Tionggoan, mereka main bunuh
dan main siksa
seenaknya sendiri, kalau tidak ditanggulangi secepatnya,
bisa jadi daratan
Tionggoan akan jadi bukit mayat dan lautan darah, entah
berapa banyak jiwa
manusia lagi yang akan jadi korban ?"
Pada saat itulah tiba2 sesosok bayangan berkelebat masuk
ke dalam ruangan,
rupanya orang ini adalah paman Lui, kepada nyonya Buyung
berkata: "Lapor
Hujin, kawanan cecunguk yang berkhianat dan takluk kepada
pihak Lam-hay-bun
sudah dibereskan semua, sisanya yang masih setia kepada
Hujin sekarang
berkumpul di halaman tengah, jumlahnya mencapai seratus
orang lebih, mereka
sedang menunggu keputusan Hujin!"
Buyung-hujin memang tak malu disebut nyonya pemuka dunia
persilatan,
meskipun baru saja tertimpa musibah, suaminya baru saja
tewas secara
mengerikan, namun dia masih tetap tenang menyelesaikan
kesulitan2 yang
dihadapinya.
-------------
Apa yang akan dilakukan Cui-cui setelah meninggalkan Tian
Pek dengan
sakit hati?
Ke mana perginya orang2 Lam-hay-bun setelah gagal
menaklukkan Tian Pek?
Jilid ke 20 : Wan-ji pedih kekasih jadi calon suami
kakaknya
Selesai mendengar laporan itu, dia keluar untuk menemui
kawanan jago yang
setia, kemudian mengatur kembali jabatan serta kedudukan
orang itu ....
Kesempatan ini pun digunakan paman Lui untuk menjumpai
Ji-lopiautau,
kemudian menyapa pula Tian Pek di pembaringan.
Kini Tian Pek memandang paman Lui sebagai sanak sendiri,
ia lantas
menceritakan asal-usul sendiri dan mengenai dendam
berdarah ayahnya
Paman Lui manggut2, akhirnya ia memperingatkan anak muda
itu: "Soal
dendam memang urusan penting, apalagi dendam kematian
ayahmu, tapi
sekarang Buyung-cengcu sudah tewas, sebagai seorang
ksatrya sudah
sewajarnya kau lupakan masalah itu, yang sudah mati
sudahlah, akhirilah sakit
hatimu dengan berakhirnya riwayat hidup orang itu Mulai
detik ini, pekerjaan
terpenting yang harus kau lakukan adalah bagaimana caranya
bekerja sama
dengan kawan2 persilatan untuk ber-sama2 menentang
kelaliman orang2 Lam
hay bun, entah bagaimana pendapatmu tentang persoalan
ini?"
Sambil berkata paman Lui menatap tajam wajah Tian Pek
se-akan2 berusaha
menembus perasaan hati anak muda itu.
Setelah Tian Pek mengangguk, legalah hati jago tua ini ia
merasa terhibur karena
keturunan sahabatnya ini ternyata berjiwa besar, segera ia
pegang tangan Wanji
dan Leng-hong Kongcu dan menarik kedua orang itu ke depan
Tian Pek,
katanya: "Mereka ini adalah putera-puteri Buyung
cengcu, dendam angkatan
tua biarlah ikut dibawa masuk ke liang kubur, semoga
generasi sekarang ini bisa
melupakan kejadian lalu dan mengikat tali persaudaraan
yang lebih erat. Nah,
bersahabatlah kalian lebih akrab!"
Dengan pandangan mesra Wan-ji menatap Tian Pek, sebab
sejak dulu dia
memang mencintai Tian Pek, dia tak tahu orang tua mereka
pernah terikat
permusuhan begitu, sekarang sesudah persoalannya dibikin
terang oleh paman
Lui, sudah tentu ia merasakan hal ini se-olah2 pucuk
dicinta ulam tiba . . .
Leng hong Kongcu yang angkuh lenyap kepongahannya saat
itu, ia kelihatan
sedikit kikuk dan tak tahu apa yang mesti dilakukan......
Tian Pek lantas ulurkan tangannya dan menggenggam tangan
Wan-ji dan Lenghong
Kongcu. Merah wajah Leng-hong Kongcu, ia pun menjabat
tangan Tian
Pek.
Rasa girang Wan-ji sukar dilukiskan, ia menggenggam tangan
Tian Pek erat2,
seandainya dalam kamar itu tak ada orang lain, mungkin ia
sudah menjatuhkan
diri ke dalam pelukan anak muda itu.
Dengan mudah saja paman Lui berhasil mencairkan permusuhan
kedua
keluarga, Ji-lopiautau dan kawanan Piausu lainnya ikut
mengucapkan selamat.
Di antara sekian banyak orang, paman Lui kelihatan paling
gembira, ia tertawa
ter-bahak2, tapi tiba2 air mata bercucuran, ia menangis
terisak dengan sedihnya
....
Kelakuan aneh paman Lui ini kontan saja bikin orang
melengak, dengan heran
mereka mengawasi orang tua itu.
Kebetulan Buyung-bujin telah kembali, ia lihat paman Lui
tertawa tergelak
kemudian menangis sedih, mau-tak-mau iapun melongo heran.
"Saudara Lui," cepat tegurnya, "orang suka
mengejek dirimu sebagai si sinting,
jangan2 kau ngahannya saat itu, ia kelihatan sedikit kikuk
dan tak tahu apa yang
mesti dilakukan......
Tian Pek lantas ulurkan tangannya dan menggenggam tangan
Wan-ji dan Lenghong
Kongcu. Merah wajah Leng-hong Kongcu, ia pun menjabat
tangan Tian
Pek.
Rasa girang Wan-ji sukar dilukiskan, ia menggenggam tangan
Tian Pek erat2,
seandainya dalam kamar itu tak ada orang lain, mungkin ia
sudah menjatuhkan
diri ke dalam pelukan anak muda itu.
Dengan mudah saja paman Lui berhasil mencairkan permusuhan
kedua
keluarga, Ji-lopiautau dan kawanan Piausu lainnya ikut
mengucapkan selamat.
Di antara sekian banyak orang, paman Lui kelihatan paling
gembira, ia tertawa
ter-bahak2, tapi tiba2 air mata bercucuran, ia menangis
terisak dengan sedihnya
....
Kelakuan aneh paman Lui ini kontan saja bikin orang
melengak, dengan heran
mereka mengawasi orang tua itu.
Kebetulan Buyung-hujin telah kembali, ia lihat paman Lui
tertawa tergelak
kemudian menangis sedih, mau-tak-mau iapun melongo heran.
"Saudara Lui," cepat tegurnya, "orang suka
mengejek dirimu sebagai si sinting,
jangan2 kau memang benar2 sinting? Masa sudah tua begini,
bisa2nya kau
tertawa sambil, menangis?....."
Sambil menyeka air matanya yang bercucuran paman Lui
lantas menerangkan
hal ikhwal hubungan antara ayah Tian Pek dengan
Buyung-cengcu akhirnya ia
menambahkan: "Enso selama ini kau mengganggap diriku
sebagai saudara
sendiri, sedang aku dengan ayah Tian hiantit adalah
sahabat sehidup semati,
mengapa aku tak boleh tertawa bila usahaku mencairkan
dendam antara kedua
keluarga ini berhasil? Dan kenapa aku tak boleh menangis
karena aku merasa
tak bisa membalaskan dendam bagi kematian saudara
In-thian?"
Tiba2 Buyung-hujin memeluk Tian Pek dan menangis pula
dengan sedihnya.
Kali ini paman Lui yang dibikin bingung, ia berusaha untuk
menghibur nyonya
itu, katanya: "Enso, baru saja kau mengatakan diriku
sinting jangan2 kaupun
ketularan penyakitku? Apa sebabnya kau ikut menangis?"
Sambil menahan rasa sedih Buyung-hujin menyahut.
"Sampai detik ini baru
kutahu peristiwa pembunuhan yang terjadi waktu itu adalah
hasil
perbuatannya.... O, tahukah kalian bahwa Tian siauhiap
sebenarnya adalah
keponakan keluarga ibuku?"
Kiranya nyonya Buyung berasal dari marga Tian, dia adalah
saudara sepupu Pek
lek-kiam Tian In-thian, maka hubungan mereka boleh
dikatakan sangat dekat
sekali.
Tiba2 Ji lopiautau berkata: "Ai, begitulah dendam dan
budi yang sering terjadi di
dunia persilatan, segala sesuatu sukar diraba dari famili
bisa menjadi musuh,
bisa pula musuh berubah menjadi sanak keluarga sendiri .
.."
Seperti teringat akan sesuatu, jago tua ini lantas
berpaling ke arah Buyung-hujin
dan berkata lagi: "Kemarin malam, ketika aku menyusup
ke gedung ini tanpa
sengaja aku tersesat ke sebuah taman, pada sebuah tempat
di taman itu kulihat
seorang gadis disekap di situ, entah siapakah anak dara
itu? Kenapa dia
disekap ... .?"
"Ai, itulah dia enciku!" teriak Wan-ji sebelum
Ji-lopiautau menyelesaikan
kata2nya.
"Ya, dia anak Hong!" seru Buyung-hujin dengan
cemas. "Dia disekap di sana oleh
setan tua itu. Untung Ji-lopiautau mengingatkan, kami
sendiri telah
melupakannya, Hayo cepat kita ke sana dan membebaskan dia.
Ai, entah betapa
penderitaan
yang dialami bocah itu . . . " Habis berkata, tanpa
menunggu orang2 lain ia lantas
memburu keluar lebih dahulu.
Wan-ji, Tian Pek, paman Lui serta Ji-lopiautau sekalian
segera menyusul dari
belakang, dengan gerak tubuh beberapa orang itu, dalam
waktu singkat mereka
telah berada di taman sana, bangunan gedung yang sunyi
sepi terbentang di
depan.
Buyung Hong yang pucat masih berdiri di balik terali besi
sambil
bersenandungkan syair Tiang-siang-si karya Li Pek,
suaranya lirih dan memilukan
hati.
Buyung-hujin tak sanggup menahan kepiluan hatinya
menyaksikan keadaan
puterinya yang mengenaskan, sambil menahan isak tangisnya
ia berseru: "Anak
Hong, ibu datang menolong kau . . . "
Tian Pek melayang ke depan pintu. "Trang,"
gembok yang amat besar itu segera
terpapas patah, pintu gedung didobrak secara paksa.
Ketika pemuda itu melayang masuk ke dalam ruangan, Buyung
Hong berdiri
terbelalak dengan melongo, lama sekali ia menatap Tian Pek
tanpa berkedip,
anak dara itu merasa se-olah2 berada di dalam mimpi, selang
sesaat kemudian
baru ia menubruk ke dalam pelukan Tian Pek dan menangis
tersedu-sedan.
Keadaan Buyung Hong memang mengenaskan rambutnya yang
panjang terurai
dalam keadaan awut2-an, meskipun berada dalam pelukan Tian
Pek, namun
suara tangisannya yang memilukan cukup membuat orang lain
ikut melelehkan
air mata terharu.
Semua orang merasa Ti-seng-jiu Buyung Ham kelewat keji,
sampai2 puteri
kandung sendiripun ia perlakukan sekejam itu, manusia
macam begini memang
pantas kalau mati.
Sementara itu Buyung-hujin berdiri tertegun dengan
perasaan tak keruan,
maklum di hadapan orang banyak puterinya Itu bukan saja
tidak menggubrisnya,
tapi malahan menubruk ke dalam pelukan Tian Pek, sebagai
seorang ibu
bagaimanakah perasaannya?
Ia merasa, tidaklah pantas kalau seorang gadis perawan
berada terus dalam
pelukan seorang laki2, cepat ia menarik tangan Buyung Hong
seraya berseru:
"Nak, semuanya ini salah ibu, gara2ku kau harus
disekap ayahmu sekian
lama....."
Buyung Hong terus menubruk ke dalam pelukan ibunya dan
menangis
tergerung, seluruh siksa deritanya selama ini se-olah2
hendak dilampiaskan.
Setelah dihibur banyak orang, perlahan Buyung Hong baru
berhenti menangis,
kemudian dipayang oleh Buyung-hujin dan Wan-ji menuju ke
ruang depan, Wanji
disuruh menemani encinya membersihkan badan dan ganti
pakaian, Buyunghujin
menarik paman Lui ke sudut ruangan, kedua orang tua itu
tampak
berunding sesuatu.
Tampak paman Lui manggut2, bahkan sambil bertepuk dada ia
berjanji akan
melakukan tugas itu. Tugas apa? Tak ada yang tahu . .
Kiranya Buyung-hujin memohon paman Lui agar suka menjadi
comblang bagi
puterinya, nyonya itu ingin menjodohkan puteri sulungnya
kepada Tian Pek,
sebab ia cukup memahami perasaan puterinya, apalagi
setelah adegan yang
berlangsung dalam pertemuan tadi, di mana gadis itu
menubruk ke dalam
pelukan Tian Pek, ia tahu puterinya akan bergairah kembali
apabila dikawinkan
dengan pemuda itu, sebab itulah ia minta tolong kepada
paman Lui untuk
mengikat tali perkawinan kedua muda-mudi itu.
Ketika berita gembira itu disampaikan oleh paman Lui
kepada Tian Pek, pemuda
itu merasa tak dapat menampik pinangan tersebut dengan
begitu saja, pertama
karena mereka pernah saling bertelanjang bulat akibat
pengaruh irama seruling.
Ke dua, peristiwa menangisnya anak dara itu dalam
pelukannya tadi, ketiga, ia
menaruh rasa simpati dan kasihan pada anak dara itu dan
keempat, baru saja ia
cekcok dengan Liu Cui cui, ditambah pula dia harus memberi
muka kepada
paman Lui, oleh sebab itulah dia mengangguk tanda setuju
Tian Pek lupa, dengan tindakannya ini meskipun ia telah
menggirangkan hati
Buyung Hong, tapi justeru ia telah melukai perasaan
seorang gadis lain dan gadis
itu tak lain tak-bukan adalah Tian Wan ji.
Waktu itu Wan ji sedang menemani encinya membersihkan badan
dan tukar
pakaian, ketika kembali ke ruang depan dan mendengar kabar
tersebut,
hancurlah perasaannya, kini encinya akan menjadi bakal
isteri satu2nya orang
yang dicintainya.
Dengan hati yang remuk redam diam2 tanpa sepengetahuan
orang lain Wan-ji
berlalu dari gedung itu.
"Tentu saja sebagai adik tak mungkin baginya untuk
berebut pacar dengan
kakaknya sendiri namun ia pun tidak tahan menyaksikan
perkawinan yang akan
menghancur-lumatkan hatinya ini, ia pikir bila bunuh diri
di rumah, hal ini hanya
akan merepotkan ibunya belaka, maka sesudah berpikir
akhirnya dia mengambil
keputusan untuk minggat.
Begitulah, ketika upacara penguburan jenazah Buyung-cengcu
selesai dan
semua orang mempersiapkan pesta perkawinan antara Tian Pek
dan Buyung
Hong, saat itulah semua orang baru tahu Wan ji telah
lenyap tak berbekas,
semua orang lantas men-duga2 apa sebabnya anak dara itu
pergi tanpa pamit.
Di antara sekian banyak orang, hanya Tian Pek seorang yang
mengerti, ia tahu
gadis itu meninggalkan rumah tanpa pamit adalah lantaran
dirinya.
Beberapa kali Wan-ji pernah mempertaruhkan jiwanya untuk
menolong dirinya,
pemuda itu tahu Wan-ji adalah seorang gadis polos yang
belum punya
pengalaman apa2 dalam dunia persilatan, apabila membiarkan
gadis itu
berluntang-lantung sendirian di dunia persilatan, sudah
pasti jiwanya akan
terancam.
Sebagai seorang pemuda yang berjiwa ksatria. apakah nanti
Tian Pek bisa
tenang menikmati bulan madunya. Setiap kali berduaan
dengan Buyung Hong
pikirannya lantas melayang memikirkan keselamatan Wan ji.
Lama kelamaan ia jadi tak tahan, akhirnya ia berunding
dengan Buyung Hong
untuk mengundurkan perkawinannya, malahan iapun minta
pertimbangan
Buyung-hujin dan paman Lui tentang niatnya akan keluar
mencari Wan ji.
Kebetulan Ji-lopiautau juga hendak pamit untuk mencari
barang kawalannya
yang hilang, sebab sewaktu orang2 Lam-hay-bun meninggalkan
Pah-to-san-ceng,
mereka telah membawa pula barang begalannya. Paman Lui
juga kuatir
membiarkan Tian Pek dan Buyung Hong melakukan perjalanan
sendiri, akhirnya
diputuskan mereka berempat berangkat bersama.
Dengan memilih empat ekor kuda jempolan, berangkatlah
mereka
meninggalkan perkampungan Pah-to-san-ceng, tapi kemanakah
mereka harus
pergi? Dunia tidak selebar daun kelor, mencari jejak
seorang di dunia seluas ini
boleh bilang ibaratnya mencari sebiji jarum di tengah
samudera, ke mana
mereka menuju?
{ 9 komentar... read them below or add one }
Menurut perkiraan Tian Pek, Wan-ji hanya pernah mengunjungi kota Lam-keng
serta daerah di sekitarnya seperti "duabelas gua karang", apalagi di tempat itu
terdapat pula lembah Bong-hun-kok yang sangat rahasia letaknya, gadis itu
pernah belajar silat selama beberapa bulan pada Sin-kau Tiat Leng, siapa tahu
kalau anak dara itu bersembunyi di sana?
Menurut perkiraan Tian Pek, Wan-ji hanya pernah mengunjungi kota Lam-keng
serta daerah di sekitarnya seperti "duabelas gua karang"
Ceritanya mantab gan
keren abis
artikelnya bagus sekali sob,,menambah pengetahuan dan wawasan.. terima kasih banyak atas sharenya..semoga selalu menciptakan karya" terbaiknya,,,dan ditunggu UPDATEan terbarunya sob,,,pokoknya mantap deh! keren buat blog ente ! dan saya mohon dukungannya sob buat lomba kontes SEO berikut:
Ekiosku.com Jual Beli Online Aman Menyenangkan
Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia
terima kasih atas dukungannya sob,, saya doakan semoga ente selalu mendapatkan kebaikan,, dan terus sukses!! amin hehe sekali lagi terima kasih banyak ya sob...thaks you verry much...
Ada berita baru nih....
Mas ihsan blog's Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model dan Talent
Slidegossip.com adalah media entertaiment online
yang banyak menampilkan, mempublish, dan
mempromosikan profil dan foto- foto artis, model,
telent, desainer hingga fotografer agar dapat dikenal
banyak orang lewat website ini. Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model
dan Talent
Langsung saja yuk, kita tampilnya di Mas ihsan blog's Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model dan Talent
Baca juga artikel lainya di :
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 1
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 2
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 3
Ada berita baru nih....
Mas ihsan blog's Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model dan Talent
Slidegossip.com adalah media entertaiment online
yang banyak menampilkan, mempublish, dan
mempromosikan profil dan foto- foto artis, model,
telent, desainer hingga fotografer agar dapat dikenal
banyak orang lewat website ini. Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model
dan Talent
Langsung saja yuk, kita tampilnya di Mas ihsan blog's Slidegossip.com Pusatnya Pencarian Profil Artis, Model dan Talent
Baca juga artikel lainya di :
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 1
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 2
Mau Bikin Website + Hosting Murah AbizZ? Ke Rajawebhost.com aja! 3
keren bung
menuju kerumahlah balik tidur capek bertarung hehehe
Posting Komentar