Cerita Dewasa Anak Kecil : Bara Naga 4 ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru,
Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Dewasa Anak Kecil : Bara Naga 4
Cerita Dewasa Anak Kecil : Bara Naga 4
Cerita Dewasa Anak Kecil : Bara Naga 4
Kata Siang
Cin dengan tenang: "Jangan terbawa emosi Siang-cuncu, ini menyangkut
keselamatan
murid2 Bu-siang pay kalian "
Loh Bong-bu
memburu maju, dia pegang tangan Siang Kong-ceng untuk
menabahkan
hati sang
kawan.
Siang Cin
lantas bersuara pula: "Sekarang lebih baik percepat perjalanan."
"
Maka barisan
berkuda dipacu lebih kencang pula. .
Si Sayap
terhang Kim Bok yang semula berada di belakang barisan membedal
kudanya
menyusul
kedepan, serunya gugup: "Kenapa mendadak dilarikan kencang? Ada
kejadian
apa?"
Siang
Kong-ceng hanya mendengus tanpa bersuara. Mukanya tampak hijau
membesi,
secara
ringkas Loh Bong bu menceriterakan kejadian tadi, sekilas Kim Bok
melenggong,
segera ia berkata: "Mungkinkah mereka sengaja hendak memancing?
Atau
mencari
perempuan lain sebagai gantinya untuk menipu kita? Kalau betul demikian,
mereka
memang terlalu menghina dan pandang rendah kita.. ."
"Semoga
mereka bukan sengaja menipu . . . ." ujar Loh Bong bu menghela napas.
Habis
berkata ia larikan kudanya menyusul ke samping Siang Cin, berdiam
sebentar,
lalu dia bersuara: "Ai, Siang-heng, benar2 bikin rikuh . . . . "
Siang Cin
tertawa ewa, katanya; "Hubungan muda-mudi ada kalanya sukar diselami,
cinta adalah
problem yang rumit dan aneh serta lucu, Loh-heng, apakah
Siang-cuncu
punya anak laki2"
Loh Bong bu
melenggong, dia menatap Siang Cin, akhirnya menghela napas,
katanya:
"Aku
takluk padamu Siang-heng, memang Siang cuncu punya seorang putera.
Selama
peristiwa
ini, kedua muda mudi ini berhubungan amat intim, malah Ciangbunjin
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
144
agaknya juga
setuju akan perjodohan ini ...... merandek sebentar, lalu dia
bertanya:
"Bagaimana kau bisa menerka ke arah sini?"
"Ya,
firasatku yang berbicara, kulihat amarahnya begitu meluap melebihi seorang
pengabdi,
tapi lebih mirip seorang tua yang kehilangan puteri atau menantunya
dibawa lari
orang . . . . . . ."
Kagum Loh
Bong-bu luar biasa, katanya: "Sejak pertama kau membongkar muslihat
musuh di
restoran tempo hari, Cayhe sudah mulai kagum dan tunduk padamu, kali
ini rabaanmu
tepat pula, Siang-heng kau malang melintang dan tersohor di
Kangouw,
memang kebesaran namamu bukan karena kebetulan .. ...."
"Jangan
kau terlalu memujiku," kata Siang Cin. "Loh-heng, dalam hal ini
sebetulnya
tiada sesuatu yang istimewa, tentunya kau masih ingat, waktu di
restoran di
Ho than toh tempo hari, kedua orang Hek-jiu-tong itu dengan nada
memerintah
suruh si gendut pemilik restoran mengambilkan sumpit? Pernah kau
dengar ada
koki yang seharusnya diperintah malah memerintah majikannya? Tapi
sang majikan
justeru tunduk dan menunaikan tugasnya dengan segera?"
Loh Bong-bu
manggut2, ia memandang ke depan sana, di puncak sebuah gunung di
depan
kelihatan bayangan bangunan yang bentuknya aneh, bila maju beberapa li
lagi keadaan
tentu bisa terlihat lebih jelas.
Mendadak ia
memberi aba2, maka barisan berkuda yang panjang ini memperlambat
lari kudanya
dan akhirnya berhenti, Siang Kong ceng dan Kim Bok mendekat ke
depan, Loh
Bong bu lantas berkata: "Sudah sampai di Pi ciok-san."
Siang
Kong-ceng masih gelisah, katanya dengan mengertak gigi: "Lekas kita atur
kekuatan,
akan ku terjang ke sana untuk membantu orang2 kita."
Belum sempat
orang lain menjawab, dari hutan di depan sana tampak lima
bayangan
penunggang
kuda dilarikan ke arah sini, yang memimpin kiranya adalah Ceng-yapcu
Lo Ce.
"Bagaimana?"
tanya Siang Kong ceng sambil memapak maju.
Malam yang
dingin, tapi Ceng-yap-cu bercucuran keringatnya, katanya kemudian:
"Pertahanan
musuh amat kuat, pos2 penjagaan berlapis. Si jagal jenggot merah
dari Wi
ji-bun hanya bisa mengawasi gerak-gerik musuh dari sini dan tak mungkin
maju lebih
dekat. Siang hari pihak Hek jiu-tong malah melepas burung2 elang dan
anjing
pelacak untuk menggeledah segenap pelosok gunung, murid2 Wi ji-bun
terpaksa
harus singkir ke sana dan sembunyi ke sini, memang susah dan
melelahkan,
malam ini perkampungan mereka di puncak gunung terang benderang
sayup2
kedengaran suara tambur dan bunyi seruling serta musik yang mengalun
gembira,
seperti pesta pernikahan, tapi pertahanan dan penjagaan mereka tak
pernah
kendur . . . . . . .
Dengan serak
Siang Kong-ceng. berkata: "Apakah si jenggot merah dan lain2
pernah
menimbulkan
keributan?"
"Tidak,
musuh tidak menemukan apa2 Dan tidak memperlihatkan gerakan apa2."
Setelah
berpikir, akhirnya Siang Kong-ceng berpaling pada Siang Cin, katanya:
"Lote,
hatiku tidak tenteram, bagaimana menurut pendapatmu?"
"Turun
dulu dan istirahat di sini," ucap Siang -Cin tertawa, "lalu pilihlah
beberapa
orang untuk menyusup ke Pi-ciok-son, tentukan pula kode rahasia, sudah
tentu,
sebelum serbuan dilaksanakan, lebih baik kalau diusahakan menolong puteri
Ciangbun
kalian lebih dulu."
Siang Kong
cerrg melompat turun, katanya: "Baik, sudah demikian saja," Tiba2
segera di
kirim ke barisan belakang, seratus empat puluhan lebih anak buah
Bu-siang-pay
serempak turun dari punggung kuda, cepat sekali Lo Ce sudah pimpin
lima orang
anak buahnya membawa orang banyak memasuki daerah yang ditumbuhi
alang2
setinggi pinggang manusia, di bagian luar teraling oleh hutan, memang
tepat kalau
daerah ini digunakan menyembunyikan kuda mereka.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
145
Kelima anak
buah Lo Ce ditugaskan menjaga kuda, sementara yang lain dengan
hati2
tanpa
mengeluarkan banyak suara masuk ke hutan sebelah depan, hutan pohon
cemara
di sini
bercampur dengan semak2 pohon liar, lima murid Bu siang pay tampak
berjaga di
empat penjuru mengawasi berbagai arah dan tempat persembunyian.
Di antara
bayang2 pepohonan, bola mata Siang Cin mencorong bagai mata binatang
buas
berkelap-kelip ditengah kegelapan, Loh Bong-bu mendekatinya, katanya
berbisik:
"Siang-heng, apakah boleh mulai beraksi?"
Siang Cin
menoleh, katanya dengan suara dingin: "Bagaimana pendapat kalian?"
Bentrok
dengan sorot mata Siang Cin, Loh Bong-bu berdebar, mendadak dia
gemetar,
katanya:
"Siang-heng, sorot matamu tajam luar biasa .. . ."
Lekas Siang
Cin berkedip sehingga sorot matanya yang berkilau sirna seketika,
katanya
mantap: "Apakah Siang cuncu dan Kim-cuncu berpendapat orang2mu itu
dapat
menyelundup
ke atas gunung untuk menyambut serbuan dari luar?"
Loh Bong-bu
tenangkan hatinya, katanya: "Sebetulnya Lo Siang sendiri yang hendak
menyusup ke
sarang musuh, tapi tindakan ini dirasa kurang leluasa apalagi orang2
sebanyak ini
harus dipimpinnya, tadi setelah kami berunding, maka diputuskan Jan
Pek-yang,
Ang Siu-cu dan Te Yau bertiga memimpin dua puluhan murid cekatan
menyusup ke
Pi-ciok-san, sementara gerakan dari luar kita serahkan kepada
Siang-heng
untuk bantu mengaturnya ...
Siang Cin
menggeleng, katanya: "Dua puluh murid itu urungkan saja
kuberangkatannya,
urusan ini tidak boleh gegabah. bila sampai konangan musuh,
pihak kalian
akan mengalami kegagalan total dan kerugian pasti amat besar, oleh
karena itu
biarlah aku sendiri bersama Jan-heng bertiga yang menyusup ke jantung
musuh."
"Tapi
gerakan dari luar. . . " cepat Loh Bong bu berkata.
"Kalian
bertiga yang harus mengatur," sela Siang Cin. "Loh heng, inilah
urusan
besar dan
penting artinya bagi Bu-siang-pay kalian, terus terang tidak enak
kuturut
campur tangan," setelah berherti, lalu ia menambahkan: "Apalagi
sebagai
Cuncu masa
kalian harus tunduk pada perintahku?"
Berpikir
sejenak akhirnya Loh Bong-bu bersuara: "Kalau demikian maksud
Siang-heng,
terpaksa Cayhe setuju, cuma untuk kepentingan kami Siang-heng harus
ikut
menempuh bahaya, terus terang hati kami tidak tenteram . . . . "
Tersenyum
Siang Cin, katanya: "Bersahabat harus berani berkorban, untuk ini
Loh-heng
tidak usah sungkan." Loh Bong-bu melangkah keluar, tak lama kemudian
dia sudah
kembali bersama Liat-hwe-kim lun Siang Kong ceng dan Hwi-ih Kim Bok,
Siang
Kong-ceng berkata dengan gelisah: "Siang-lote. barusan Bong-bu
memberitahukan,
katanva Lote hendak pimpin orang kami sebagai pelopor?"
"Betul,"
sahut Siang Cin.
"Apakah
tidak bikin repot Siang-lote, sepantasnya orang2 kami sendiri yang harus
jadi pelopor
. . . . . " seru Sayap Terbang Kim Bok.
"Sekarang
waktu sudah amat mendesak, lebih cepat lebih baik, tak perlu saling
berebutan
tugas, Siang-cuncu, tolong perintahkan kepada murid2 kalian yang akan
ikut aku
supaya menyiapkan diri."
Liat-hwe-kim-lun
Siang Kong ceng menepuk pundak Siang Cin, katanya lantang:
"Baik,
terima kasih lebih dulu dariku." Lalu dia tepuk tangan tiga kali, maka
Tok ciang
Jan Pek yang, Thi tan Ang Siu-cu dan Poan-hou jiu Te Yau yang sudah
menunggu
sejak tadi segera tampil ke depan.
Sambil
mengelus jenggot Siang Kong-ceng memberi pesan: "Kalian bertiga harus
ikut
Siang-tayhiap menyusup ke sarang musuh untuk menyambut gerakan kita dari
luar, kalian
harus turut petunjuk Siang tayhiap, ingat pentingnya tugas kalian,
harus
berhasil dan tidak boleh gagal."
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
146
Ketiga
jagoan Bu-siang-pay ini sama mengiakan, Siang Cin lantas menyeletuk:
"Siang
cuncu, bila granat belirang kalian meledak di udara, maka kalian harus
mulai
menyerbu ke atas gunung." Siang Kong-ceng menggenggam kencang tangan
Siang
Cin, katanya
haru: "Segalanya kuserahkan padamu, Lote."
Sambil
tertawa tawar Siang Cin mengangguk kepada Kim Bok dan Loh Bong-bu,
begitu
badan
membalik, bagai segumpal mega kuning tahu2 tubuhnya melejit tinggi ke
pucuk pohon,
sekali berkelebat, ia melayang jauh ke sana.
Jan Pek-yang
bertiga segera ikut meluncur ke sana, hanya sekejap saja bayangan
merekapun
lenyap ditelan tabir kegelapan.
Mengawasi
kegelapan di depannya, Loh Bong-bu bergumam: "Ilmu ringan tubuh
Hwi-liong-hian-hun
(naga ter bang muncul di mega) yang hebat, kawanan
Hek-jiu-tong
malam ini akan memperoleh ganjarannya . . . . "
Terbangkit
semangat Siang Kong-ceng, katanya: "Hayolah, lekas kalian persiapkan
diri."
Maka suara
aba2 segera terdengar di sana sini, bayangan orang tampak bergerak di
dalam hutan.
Sementara
itu, dengan ringan dan pesat Siang Cin tengah mengayun langkahnya
diantara
bayang2 pepohonan, setiap lompatan begitu jauh dan kencang, di dalam
Bu-siang
pay, Jan Pek-yang bertiga juga terhitung jago2 kelas satu, kini meski
mereka sudah
mengerahkan seluruh kekuatan untuk mengikuti tetap ketinggalan
cukup jauh.
Pi-ciok san
sudah semakin dekat, cahaya lampu yang terang benderang di
perkampungan
di puncak bukit sudah jelas kelihatan, bangunan yang ditatah dari
batu2 gunung
terasa angker bagai iblis raksasa yang berduduk di tengah
kegelapan.
Tiba2 dari
tempat gelap sana terdengar siulan rendah bagai bunyi burung
kokok-beluk,
sekaligus muncul bayangan puluhan orang yang segera merubung
maju
dari semak2
sekitarnya.
Baru saja
Siang Cin hendak beraksi, Tok-ciang Jan Pek yang yang ada di
belakangnya
cepat memburu maju, teriaknya dengan suara tertahan: "Apakah
saudara2
dari Wi ji bun? Jan Pek-yang, di sini!"
Seketika
bayangan orang2 yang sudah bergerak maju itu menyusup lenyap pula ke
dalam semak2
belukar, sementara seorang laki2 pendek dengan kedua kakinya
yang
melengkung
bagai busur tahu2 menerobos keluar dari sana, dia terkekeh, katanya:
"Kukira
siapa, tahunya kau si bocah buntung ini, kenapa lari begitu kencang,
memangnya kau
suka hawa sejuk di tempat ini?" Suaranya tiba bersama
bayangannya
yang buntak,
itulah seorang laki-saki cebol dengan kepala besar, kupingnya
lebar,
giginya bersiung besar, kulit mukanya yang kasar burikan lagi.
Tok-ciang
Jan Pek-yang hanya mendengus, katanya dingin: "Kalian segera akan
memperoleh
perintah, tunggu saja tanda kobaran api belirang di puncak Pi ciok
san, kalian
harus segera menyerbu ke sana, kami menyusup ke sarang musuh
menyambut
kalian dari dalam. Adakah teman2 kita di sebelah depan?"
Si cebol
kuping lebar meringis tawa, katanya: "setan mungkin ada, rombongan kita
ini
merupakan barisan yang paling dekat dengan sarang musuh, tak jauh lagi
kawanan
serigala Hek-jiu-tong mondar mandir, kalian harus hati2, jangan sampai
batok kepala
kalian kena dipancung musuh." Sembari bicara laki2 cebol ini tanpa
berkesip
mengamati Siang Cin, tapi Jan Pek-yang tidak hiraukan dia, katanya
sambil
berpaling: "Siang tayhiap, apakah segera berangkat?"
Siang Cin
tertawa, dia bawa ketiga orang itu terus menyelinap ke semak belukar
di depan.
Poan hou-jiu Te Yau berjalan paling belakang, waktu lewat di depan si
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
147
cebol dia
tertawa dan berkata lirih:
"Lo-kian-tui
(kaki melingkar), hati2lah akan kedua kaki mestikamu . . . . "
Lo-kian-tui
segera memberi aba2 kepada anak buahnya terus menyelinap ke dalam
semak
alang2. Pi-ciok-san kini sudah di depan mata, dua beltas jalan berbatu
yang
ber-liku2 menjalar naik ke atas dari arah kiri-kanan, enam jalan yang
berliku di
sebelah kanan pada setiap ujung pengkolan tergantung sebuah lampion
warna
kuning, lampion itu dikerek tinggi bersambung ke atas puncak, sinar
lampion
besar yang terang benderang itu menyebabkan jalan berliku itu kelihatan
jelas,
bayangan tikuspun akan terlihat nyata, di bawah setiap lampion besar itu
berjaga
empat laki2 seragam hitam yang memeluk golok besar, di samping setiap
empat laki2
ini mendekam pula seekor anjing galak. Sementara enam jalan berliku
di sebelah
kiri kelihatan gelap gulita, tapi terasakan adanya ancaman yang
serius dalam
kegelapan itu.
Mendekam di
belakang sebuah batu kelabu, dengan mengerut kening Siang Cin
mengamati
keadaan sekelilingnya, Poan-hou jiu menggeremet maju ke sampingnya,
katanya
lirih: "Siang-tayhiap, kita naik dari arah mana?"
Memandang
lekat ke depan, sesaat kemudian baru Siang Cin memberi putusan:
"Dari
arah kiri
yang gelap itu."
Sedikit
bimbang akhirnya Poan hou-jiu berkata: "Bukan Cayhe banyak mulut,
Siang-tayhiap,
kurasa keadaan jalan disebelah kiri jauh lebih berbahaya daripada
sebelah
kanan yang benderang itu. bukan mustahil banyak pula jebakan dan
perangkap di
sana . . . "
"Betul,"
ucap Siang Cin, "tugas kita adalah menyusup ke jantung musuh tanpa
konangan,
kalau naik dari jalan kanan, jelas tak mungkin tidak konangan, meski
mereka belum
tentu mampu merintangi kita, tapi jejak kita sudah konangan dan
pasti
menimbulkan geger dikalangan mereka. Kalau naik dari sebelah kiri memang
jauh lebih
berbahaya. tapi Te-heng harus ingat, di tempat gelap memang sulit
bergerak,
tapi merekapun sukar merintangi kita."
Memang
beralasan, maka Te Yau mengangguk.
"Ayolah
maju!" kata Siang Cin kemudian.
Selincah
kucing merunduk mereka berempat berlompat maju diantara batu2 yang
terserak di
semak belukar." Akhirnya mereka tiba di mulut jalan berliku yang
menanjak ke
atas, lebar jalan batu padas ini kira2 satu tombak.
Keadaan
jalan itu gelap gulita, dua sisi dindingnya menjulang tinggi dan curam,
sunyi senyap
tak terdengar suara apapun.
Sejenak
Siang Cin periksa keadaan sekitarnya, sebat sekali ia melejit tinggi dan
hinggap di
panggung batu yang terletak di antara jalan pertama dan ke dua,
panggung
batu ini berlumut dan ditumbuhi akar2an, batu besar ini mendekuk tidak
rata, dengan
hati2 sekali dia bergerak sehingga tidak menimbulkan suara apapun,
dia mendekam
sekian lama kemudian mengawasi kanan kiri dan depannya, kira2
lima
langkah di
sebelah depan ada tiga orang laki2 berseragam hitam tampak mendekam
di tanah,
mereka tumplek seluruh perhatian mengawasi jalan pertama di sebelah
bawah, di
depan ketiga orang itu terpasang peralatan panah berpegas yang
sekaligus
dapat membidikan anak2 panah secara beruntun, kalau tidak diperhatikan
sukar diduga
karena alat2 panah ini ditutupi dengan daun dan semak2 rumput,
ujung panah
yang kemilau biru itu tertuju ke jalan pertama di sebelah bawahnya
padahal
lebar jalan itu hanya setombak, dengan diberondong anak panah sekian
banyak,
tikuspun takkan lolos oleh panah2 beracun itu.
Siaag Cin
coba menoleh ke atas, kembali ia dibikin terkejut, panggung batu di
antara jalan
yang satu dengan jalan yang lain lapat2 terlihat pos setiap jarak
tiga tombak
pasti dipasang peralatan senjata rahasia yang lihay, demikian pula
di dinding
jalan berliku yang tinggi itu juga dipasang berbagai macam alat
rahasia yang
secara otomatis dapat membidikkan senjatanya.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
148
Pelan2
seperti kucing merunduk tikus Siang Cin menggeremet maju, kini
didengarnya
satu diantara ketiga orang penjaga itu menguap dan menggeliat, lalu
menggerutu:
"Keparat, mereka sedang pesta pora makan minum sekenyangnya,
yang
kawin juga
sedang main di kasur, kita yang sial harus makan angin dengan perut
kelaparan .
. . . . "
"Sssst,"
seorang temannya mencegah, "jangan kau kentut melulu . . . . . beberapa
hari ini
suasana cukup tegang, kau tahu, tujuh di antara sepuluh Toako kita
sudah pulang
kandang, beberapa hari yang lalu Ngo-ko pimpin kawan2 Hiat-huntong
melabrak
musuh, kabarnya juga gugur semua."
"Cuh,"
orang pertama menjadi uring2an, "tak usah kau singgung Hiat-hun-tong
kita, bagian
yang mereka terima dan hidangan yang mereka makan selalu lebih
besar dari
bagian orang lain, tapi kalau menjalankan tugas selalu minta tenaga
orang
lain."
Seorang yang
sejak tadi diam saja lantas mengomel: "Keparat, memangnya apa
yang
kalian
persoalkan? Buat apa kau menggerutu melulu di sini, memangnya orang
gagah
macam apa
kau?"
Karena
disemprot oleh kawannya yang satu ini, keadaan menjadi tenang sejenak,
tapi sesaat
kemudian si mulut usil itu menggerutu lagi: "Jaga malam ini harus
sampai pagi
pula, kemarin main Paykiu kantongku sudah terkuras habis, dasar lagi
sial . .
"
Laki2 yang
menyemprot tadi mendengus, katanya: "Kau si mulut usil ini memang
harus
mampus, kalau kemarin kau tidak kalah habis2an, masa malam ini kau bakal
cerewet.
Melihat tampangmu saja sudah muak, mendengar kau mengerutu lagi, tuan
besarmu ini
menjadi geregetan . . . ."
Seluruh
percakapan ketiga orang ini terdengar jelas oleh Siang Cin, diam2 ia
geleng2
kepala.
Ketiga orang
tadi terdiam pula, rumput dan ranting kering berisik diembus angin
lalu, awan
ber-gulung2 di angkasa menambah gelapnya malam yang mencekam ini.
Setelah
berpikir sejenak, diam2 Siang Cin maklum untuk menyusup ke atas gunung
tanpa
konangan dan bentrok dengan para penjaga ini terang tidak mungkin,
pengalaman
ber-tahun2 selama ini segera terbayang kembali dalam benaknya.
Selama
ini entah
itu demi kepentingan pribadi atau untuk membantu kesukaran orang lain,
khusus dia
mengutamakan gerak "cepat".
Untuk
mengganyang para penjaga di sini harus digunakan pula gerak cepat agar
tanda bahaya
tak sempat dikirim ke markas pusat di atas gunung.
Tanpa banyak
ragu lagi, dengan pelan2 Siang Cin melorot turun dari panggung
batu, ia
melejit kembali ke belakang panggung batu, Jan Pek-yang dan Ang Siu-cu
tengah duduk
bersemadi, sementara Poan-hoan-jiu Te Yau sedang meng-gosok2
telapak
tangan dengan tidak sabar.
Baru saja
Siang Cin tiba Te Yau lantas bertanya lirih: "Bagaimana Siang-tayhiip?
Bisa mulai
kerja?"
Siang Cin
lantas menceritakan apa yang baru dilihatnya, lalu katanya tegas:
"Urusan
tidak boleh terlambat, waktu sudah amat mendesak, sepanjang jalan ini
kita harus
bekerja secara kekerasan, bunuh seluruh orang yang ada di sini sampai
di markas
pusat mereka serta menolong orang kita, menurut perhitunganku, dikala
musuh tahu
gelagat jelek, urusanpun sudah selesai."
Jan Pek-yang
dan Siu-cu diam saja tanpa komentar, tapi Te Yau ragu2, katanya
lirih:
"Apa boleh buat, terserah pada petunjuk Siang-tayhiap saja..." Siang
Cin
tertawa
tawar, katanya tegas: "Dikala membunuh, kalian harus gunakan gerak
cepat, tanpa
kenal ampun."
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
149
Ketiga orang
mengangguk, maka Siang Cin memberi tanda untuk mulai beraksi,
secepat
kilat ia melejit ke punggung batu di sana. Kali ini dia tidak main
sembunyi
pula, baru kaki menginjak batu, ketiga laki2 itupun terperanjat, mereka
membentak
sambil berpaling: "Siapa?"
Sinar mata
Siang Cin mencorong setajam pisau, dia meleset lewat disamping ketiga
orang itu,
belum lagi ketiga oranng itu melihat jelas, telapak tangan kanan
Siang Cin
sudah menabas, kontan tiga batok kepala seketika mencelat dan jatuh
terguling di
jalan.
Belum lagi
mayat ketiga orang ini roboh, tahu2 Siang Cin sudah meleset pula ke
pos
penjagaan di sebelah atasnya, baru saja bertiga orang yang jaga di sini
merasakan
adanya bahaya, tahu2 bayangan Siang Cin sudah meluncur tiba, kedua
telapak
tangannya terayun kontan ketiga korban inipun roboh terjungkal dengan
perut dan
dada remuk.
Jan Pek-yang
bertiga yang menguntit kencang di kelakang hakikatnya tidak sempat
bekerja,
tapi setapakpun mereka tidak berani ketinggalan, kejadian demikian
terus
berlangsung sampai pos penjagaan keenambelas.
Kejadian
yang sebetulnya tidak menimbulkan suara berisik ini, betapapun telah
mengejutkan
orang2 yang jaga di pos2 bagian atas, dua orang Hek-jiu-tong segera
melolos
golok serta memapak maju, sementara seorang lagi merogoh keluar sebuah
bumbung
warna perak kemilau terus dibanting ke tanah sekuatnya.
Sambil
menggeram tiba2 Siang Cin melenting kedepan, kedua kakinya menyepak
kedua
orang yang
memapak maju, di tengah berkelebatnya sinar golok, ujung kakinya
menyelinap
di tengah sinar golok lawan dan secara telak mengenai jidat. kedua
orang Hek
jiu-tong, sambil berpekik kedua orang itupun terguling2 di jalan yang
menurun itu.
Bersamaan
dengan itu mata Siang Cin yang jeli juga telah melihat seorang musuh
yang tengah
mengayun tangan hendak membanting bumbung perak tadi, maka
telapak
tangannya
berkelebat lebih dulu, berbareng ujung kakinya menyapu bumbung perak
yang
melayang jatuh itu, gumpalan darah segar seketika tersembur dari
tenggorokan laki2
itu, sementara bumbung perak itu mencelat jatuh ke sana.
Ketika Siang
Cin melayang lagi ke pos penjaga ke tujuh belas, bumbung perak yang
menggelinding
itu telah meledak, semburan api berasap menjulang tinggi ke udara,
mirip
kembang api yang sengaja diluncurkan ke angkasa.
Kobaran api
yang besar dan menyala benderang ini menyebabkan jejak Siang Cin
berempat
konangan dan tak sempat menyembunyikau diri lagi. Padahal masih enam
langkah
untuk mencapai pos penjagaan selanjutnya.
Tiga orang
yang jaga di sini menjadi kaget, salah seorang di antaranya melihat
bayangan
Siang Cin yang tengah meluncur datang bagai elang menyambar kelinci.
Orang ini
ketakutan, sekuatnya dia berteriak: "Mata2, awas mata2 . . .." tiba2
suaranya
seperti ditelannya pula, dengan kedua tangan mendekap dada orang ini
roboh
terkulai dengan penderitaan yang luar biasa, kiranya sebatang tombak
bersula
telah menghujam dadanya.
Kedua orang
temannya berteriak aneh, satu di antaranya mengeluarkan bumbung
perak serupa
yang meledak tadi. Cepat Siang Cin menghantam dari kejauhan, belum
sempat
lawannya mengeluarkan senjata, tahu2 tubuhnya mencelat seperti diterjang
badai, orang
itupun melolong dan rnenghamburkan darah serta roboh ter guling2,
bumbung
perak yang telah dia keluarkan itu mencelat ke atas dan kebetulan jatuh
pula
menyentuh punggungnya.
"Dar",
di tengah pancaran lelatu api yang berwarna warni itu, tubuh si korban
hancur lebur
terbakar hangus. Tiada kesempatan untuk menyaksikan adegan yang
mengerikan
ini, karena ledakan satu disusul ledakan yang lain pada pos penjagaan
sebelah
atas, malam yang gelap menjadi terang benderang oleh pancaran cahaya
warna warni
di angkasa. Siang Cin anggap tidak melihat, ia terus meluruk meubruk
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
150
maju, pada
saat itulah dari jalan di sebelah bawah yang mereka lalui tadi
terdengar
suara meletup yang cukup keras dan menimbulkan hawa panas, ribuan
lidah api
sekaligus menyala, seluruh jalan2 berliku di bawah sana telah ditelan
api, nyala
api yang semakin besar itu terus merambat ke atas sampai di ujung
jalan sana.
Cepat Tok
ciang Jan Pek yang melayang maju ke dekat Siang Cin, serunya gugup:
"Siang-tayhiap,
musuh telah tahu kedatangan kita."
Kedua
telapak tangan Poan-hou-jin Te Yau terayun beruntun, tiga orang Hek-jiu
tong di
depan sana dipukulnya roboh binasa, sebat sekali mereka terus menerjang.
"Terjang
terus ke atas!" Siang Cin mendorong semangat mereka. Di atas panggung
batu di
sebelah depan ada dua puluhan orang Hek jiu-tong telah berjajar menunggu
kadatangan
mereka.
Siang Cin
menghardik sekali, sebuah benda melengkung dengan memancarkan
cahaya
kuning
kemilau kontan membabat ke depan, luncuran kencang dan ganas, hanya
kelihatan
cahaya kuning berkelebat, beberapa orang Hek jiu-tong yang memapak
maju
seketika roboh terguling dengan batok kepala copot dari lehernya, terdengar
suara
gedebukan diiringi golok yang berkerontangan, suasana menjadi kacau balau.
Itulah
senjata rahasia khas Siang Cin, Toa-liong kak.
Menyambit
dan menangkap pula, Toa-liong-kak kembali berputar balik ke tangan
Siang Cin,
sementara itu sisa musuh yang berjumlah delapan orang juga telah
diganyang
habis oleh Jan Pek-yang bertiga, darah berceceran, mayat
hergelimpangan.
Kini tinggal
sebuah pos penjagaan terbesar di sebelah depan, di bagian atas pos
penjagaan
ini sengaja dirintangi sebuah dinding, tembok dan di depan dinding
inilah
berjajar menunggu dengan tenang puluhan orang Hek-jiu-tong bersenjata
lengkap, di
sebelah kanan mereka berdiri pula enam laki2 kekar, meski keenam
orang ini
juga berseragam hitam, tapi pada leher mereka dihiasi oleh sebuah
mainan
sebesar telapak tangan manusia yang terbuat dari logam.
Siang Cin
meluncur tiba sembari menyerbu ia berseru lantang: "Kawan tangan
hitam, nih
penagih nyawa telah tiba."
Keenam laki2
kekar itu menggerung bengis, dari arah yang berbeda mereka
merubung
maju, enam
senjata berbentuk aneh sekaligus menyerang.
Siang Cin
menyeringai, sedikit berjongkok, Toa- liong-kak lantas menyamber,
cahaya
kuning berputar menyilaukan mata, dikala Toa-liong-kak berputar balik dan
tertangkap kembali
oleh Siang Cin, empat di antara enam musuh itu sudah
berguling
roboh dengan kedua kaki sebatas lutut terbabat kutung. Dua orang yaug
selamat jadi
melenggong, air muka mereka menampilkan rasa ngeri, tapi dengan
nekat mereka
menerjang maju pula.
Tok-ciang
Jan Pek-yang juga maju kedepan, pukulan dahsyat segera menyapu ke
arah
musuh,
jengeknya: "Kawanan tangan hitam, pergilah menghadap Giam-lo-ong."
Dua orang
itu tanpa bicara segera mengayun golok Kui-thau-to dan sebatang
gantolan
runcing, mereka menghujani Siang Cin dengan serangan deras. Sementara
di sebelah
sana Thi tan Ang Siu-cu dan Poan hou-jiu Te Yau juga sedang menghajar
lawan, dalam
kepungan orang banyak, senjata Ngo-poan-kim-cui (bandulan emas
lima
kelopak)
milik Ang Siu-cu yang berat itu betul2 mengnujuk perbawanya yang hebat,
di mana
bandulannya, menyambar, musuh pasti dibikin tunggang langgang.
Sekilas
Siang Cin tertawa senang, tiba2 dia melejlt ke atas dinding tadi, baru
saja kakinya
hinggap di atas tembok, dari tempat gelap di sebelah depan tiba2
terdengar
suara jepretan, maka berhamburlah anak panah selebat kawanan tawon
yang
mengejar mangsa, bintik2 sinar perak yang gemerdep memecah udara sama
tertuju ke
arah Siang Cin.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
151
Cepat sekali
Siang Cin sudah memperhitungkan suatu posisi yang menguntungkan
di
pojok sana,
maka begitu dia berjumpalitan, Toa liong-kak ditangannyapun
tersambit
dengan membawa ekor cahaya kuning.
Terdengar
suara dering beradunya senjata tajam dan terseling pula teriakah orang
yang
meregang nyawa.
Seperti
sudah diperhitungkan, tangan Siang Cin dapat menangkap pula
Toa-liong-kak
yang berputar balik dengan cahayanya yang kemilau kuning, Toa
liong-kak
yang telah berlepotan darah pula.
Puluhan
tombak di sebelah sana terlihat perkampungan besar yang dibangun dari
batu2
gunung, pintu gerbangnya yang tinggi terbuat dari tembaga, didepan pintu
gerbang
adalah undakan batu yang lebar, megah dan angker keadaannya, kini
kecuali dua
lampion besar yang bergantung di dua sisi pintu gerbang, lampu yang
semula
menyala benderang dalam suasana pesta pora tadi telah padam seluruhnya,
maka keadaan
perkampungan tampak gelap gulita.
Di bawah
cahaya lampion besar di pinto gerbang itu Siang Cin dapat melihat
sebuah
pigura besar yang tergantung di depan pintu dengan ukiran huruf2 besar
bertinta
emas yang berbunyi: "Bu-wi-san-ceng".
Siang Cin
berdiri di tempat yang miring di depan perkampungan, sementara bidikan
anak panah
telah berharnburan dari belakang tanggul sana. tanpa ayal Siang Cin
melesat
keatas tanggul rendah itu, tapi baru saja dia melangkah, dari tempat
kegelapan di
belakangnya terdergar suara dingin bengis berkata:""Hm,
Toa-liong-kak,
jadi kau ini Naga Kuning adanya?"
Sebat sekali
Siang Cin membalik tubuh, tampak di atas sebuah batu padas berdrri
seorang
tinggi kurus tengah mengawasinya, Siang Cin menjengek: "Kalau kau sudah
tahu
Toa-liong-kak, kenapa tidak kau turun tangan menolong jiwa temanmu?"
Mendengus
orang itu: "Tak perlu menolong jiwa mereka, cepat atau lambat toh
utang darah
ini harus ditagih?"
"Baiklah,
boleh coba kau tagih," bentak Siang Cin, Toa-liong-kak tiba2 menyamber
pula dengan
suara mendesing kencang, Toa-liong-kak berputar terus membahat
lebar.
Lawannya
kelihatan terkejut, sedikit miring tubuh, berbareng sebilah pedang
kemilau
menyampuk Toa liong-kak yang menyamber tiba.
Tapi
mendadak Toa-liong-kak berputar memancarkan cahaya kemilau dan berkisar
turun
membabat ke paha orang itu.
Se-konyong2
sinar kemilan bertebaran, pedang panjang orang itu berputar kencang,
Toa-liong-kak
tersampuk dan akhirnya jatuh berkerontang.
Bagai
bayangan setan, "ser, ser"", dua Toa-liong-kak tahu2 menyerang
tiba pula,
dikala orang
itu menyadari bahaya tengah mengancam, sementara kemilau Toa
liong-kak
sudah menyamber tiba di depan mata. Tetapi orang itu tidak gugup
sedikitpun,
cepat ia berkisar ke samping, pedang berputar kencang dan rapat,
tapi
Toa-liong-kak seperti benda hidup saja, berulang kali kena dibentur pergi,
tapi
berulang kali pula memutar balik menyerang lagi dari berbagai arah.
"Bagus
sahabat, kau memang berisi," puji Siang Cin. Pada setiap katanya segera
sebuah
Toa-liong-kak tersambit pula, Toa-liong-kak yang "meluncur akhirnya
berjumlah
sembilan buah.
Orang itu
merasakan betapa berat tekanan sembilan batang Toa-liong-kak dari
berbagai
arah.
Se-konyong2
jerit kaget kesakitan tercetus dari mulut orang itu, bagai orang
gila
sekuatnya dia putar pedang sekencangnya, berbareng ia berusaha berkelit,
sinar
pedangnya yang memanjang seperti rantai perak membungkus sekujur
badannya.
Tapi
Toa-liong-kak memang senjata ampuh dan aneh, berulang kali terketuk pergi
tapi bukan
saja tidak jatuh, andaikan jatuh juga masih melejit lagi dan berputar
pula
menerjang balik pada lawannya, se olah2 sebelas batang Toa liok-kak ini
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
152
dikendalikan
oleh seseorang yang lihay saja.
Benturan
beberapa kali menimbulkan percikan api, kejadian hanya sekejap belaka,
belum lagi
pancaran kembang api itu sirna, se konyong2 terdengar rintih yang
mengerikan,
orang yang bersenjata pedang itu tampak berputar dengan langkah
sempoyongan,
tiga di antara sebelas Toa-liong-kak kena diketuknya jatuh dan tak
mampu
bergerak pula, tapi delapan yang lain ternyata telah menghujam ke
tubuhnya,
kepala, dada, perut, punggung, kaki dan tangan, dengan pedang
menyangga
tanah, pelan2 orang kurus tinggi itu robot terjungkal.
Secepat
angin Siang Cin memburu maju memunguti Toa liong-kak, lalu menghampiri
korbannya,
karena badan dihiasi delapan Toa-liong-kak, keadaan orang itu boleh
dikatakan
sangat mengenaskan, wajahnya sudah tidak pada bentuknya semula,
darah
tampak
meleleh dari mulutnya, dengan rebah telentang, sekujur badan
berkelejetan,
sinar matanya pudar, tapi masih menatap Siang Cin tanpa berkedip,
mulutnya
megap2 kepayahan.
Orang itu
juga mengenakan seragam hitam, juga memakai kalung mainan berbentuk
telapak
tangan manusia warna hitam, cuma berbeda dengan kalung orang lain, tepat
di tengah
telapak tangan kalung orang ini terbingkai sebentuk batu warna merah
sebesar buah
kelengkeng.
Dikala Siang
Cin melihat batu merah pada kalung ini, segera ia tahu bahwa
kedudukan
dan jabatan orang ini tentu jauh berbeda dengan para korbannya yang
terdahulu,
belum lagi pikirannya bekerja, tiba2 dilihatnya bayangan orang
berkelebat
di sebelah sana, didengarnya seorang berteriak ngeri dan sedih:
"Celaka
. . . . Cit-ko . . . . Cit-ko dibunuh musuh!"
Siang Cin
terkesiap, kiranya orang ini adalah pentolan ketujuh di antara
kesepuluh
gembong Hek-jiu-tong, permusuhan kini jadi lebih mendalam lagi, sambil
menunduk dia
berkata dengan suara berat: "Kau bukan tandinganku. mestinya kau
tidak perlu
mengorbankan jiwa. Kau mati penasaran, tapi kau memang seorang laki2
sejati"
Pucat muka
orang itu, ia menatap Siang Cin, kerongkongannya berkeruyuk, akhirnya
kepala
terkulai miring tak bergerak lagi, sepasang matanya tetap mendelik,
agaknya dia
mati penasaran, dengan terlongong Siang Cin mengawasi pipi kiri
orang yang
terdapat tahi lalat sebesar kacang berwarna kehitaman.
Suara ribut2
menyentak lamunan Siang Cin, waktu ia memandang ke sana, ratusan
orang2
Hek-jiu tong telah merubung datang mengepung dirinya, semuanya
bersenjata
golok besar,
wajah mereka tampak bengis, sorot matanya memancarkan dendam
kesumat.
Dengan cepat
Siang Cin mencabut delapan Toaliong-kak dari tubuh korbannya,
seluruhnya
dia rangkap di sebelah tangannya, dengusnya kemudian: "Suruh
pimpinanmu
keluar, sembunyi bukan cara untuk menyelesaikan persoalan ini,
kawanan
tangan hitam, jangan biarkan darah kalian mengotori Bu wi san ceng ini
dengan
percuma."
Sebelum gema
suara Siang Cin lenyap, dari belakang rombongan kawanan tangan
hitam yang
ratusan jumlahnya ini tampak tiga bayangan orang tengah meluncur
datang
secepat angin, di antara gerakan lompatan ketiga bayangan ini tampak pula
kemilau
senjata tajam.
Dalam waktu
yang sama dari arah tembok yang mengalang jalan sana juga
berkumandang
lengking suara panjang, beruntun muncul pula tiga bayangan orang,
setelah
celingukan sejenak, serempak mereka meluncur ke arah Siang Cin.
Maklum bahwa
suatu pertempuran besar dan banjir darah bakal terbentang di depan
mata, pelan2
Siang Cin memasukkan Toa-liong kak ke dalam sarungnya di ikat
pinggang.
Tiga orang
yang muncul dari arah tembok tadi adalah Jan Pek-yang, Ang Siu-cu dan
Te Yau,
badan mereka berlepotan darah, dengan napas sedikit memburu mereka
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
153
melayang
turun di kanan kiri Siang Cin, setelah menarik napas panjang Te Yau
berkata
lirih: "Kawanan tangan hitam di atas batu sana berhasil kami babat
habis, hanya
lengan Ang Siu-cu saja yang terluka, tapi tidak parah, Cayhe dan
Pek-yang
tidak kurang suatu apapun . "
"Musuh
sudah mengepung dan akan terjadi pertempuran babak terakhir di sini,
Te-heng
tolong kalian bertiga menyusup ke dalam perkampungan musuh dan
mencari
jejak puteri
kesayangan Ciangbunjin kalian, Cayhe akan segera memberi tanda
supaya bala
bantuan kita dibawah segera menyerbu ke atas."
Te Yau
melenggong, katanya: "Tapi di sini hanya Siang-tayhiap sendiri . . . .
"
- - - - - -
- - - - - - -- - - - - - - - - - - - - - - - - - -
Pertarungan
maut apa yang akan terjadi antara Siang Cin dengan gembong2
Hek-jiu-tong?
Dapatkah
puteri ketua Bu-siang-pay diselamatkan dan apa yang telah terjadi atas
diri anak
dara itu?
- Bacalah
jilid ke - 9 –
Jilid 09
Kawanan tangan
hitam yang berjumlah ratusan itu sudah berhenti di depan,
sementara tiga
sosok bayangan orang di di belakang itu dalam sekejap telah
melayang lewat
melampui kepala barisan manusia itu dan hinggap di depan barisan,
mereka melotot
gusar ke arah Siang Cin berempat.
Mendadak Siang
Cin angkat tangannya, meluncurlah sebuak benda hitam bundar ke
udara, ketika
mencapai ketinggian belasan tombak benda itu meledak, kembang api
yang berwarna
warna menjadikan pemandangan udara yang indah, sesaat menatap
ke atas, Siang
Cin menoleh ke arah Jan Pek yang bertiga, katanya: "Tak lama lagi
situasi pasti
berubah dan akan lebih baik daripada keadaan yang kita hadapi
sekarang"
Kawanan Tangan
Hitam di depan mereka mulai menampakkan reaksi, tapi tiada
satupun yang
berani bertindak tanpa perintah, sementara ketiga orang itu masih
berdiri tegak
tak bergeming, mata mereka tetap melotot tak berkesip.
Satu
diantaranya yapg berperawakan kasar dan berhidung besar tampil kedepan,
serunya dengan
suara lantang, "Anak muda, sudah cukup kau takabur, apakah Lo-jit
kau yang
membunuhnya?"
Siang Cin
tersenyum, katanya; "Kau inikah Si Biruang Lu Tat, pentolan keenam dari
kesepuluh
gembong Hek-jiu-tong?"
Bentuk mata
laki2 kasar ini mirip mata ular, hidung besar seperti hidung singa,
mulutpun lebar
dengan bibir yang tebal pula, serunya dengan gusar: "Akulah yang
tanya kau, apakah
Lo jit mati ditanganmu?".
Mendengus
Siang Cin dan balas bertanya: "Kalau betul mau apa?"
Hidung laki2
kasar itu menjadi merah, hardiknya beringas: "Siapa kau?"
Siang Cin
berseru lantang: "Napa Kuning Siang Cin."
Nama julukan
ini bagai suara guntur di siang hari bolong, sekujur badan laki2 itu
tampak
bergetar, rona mukanyapun berubah, teriaknya. "Bagus, Siang Cin, kiranya
kau!"
Seorang laki2
setengah umur di samping yang berperawakan sedang tapi kurus
menyeringai
dingin.
katanya:
"Liok-ko, jenazah Jit-ko belum lagi dingin, memangnya setelah dia kaku
baru kau akan
menuntut balas kematiannya?"
Seorang laki2
yang juga berusia pertengahan dengan alis tipis menimbrung: "Orang
she Siang,
majulah kau, aku Siok-lokiu akan mengiringi kematianmu ke akhirat."
Tenang2
mengawasi ketiga orang di depannya, Siang Cin berkata kalem: "Ya, kalian
pentolan2 Hek
jiu tong, Lo-liok Si Biruang gunung Lu Tat, Lo-pat Si alap2 hitam Dian
Ki dan Lo-kiu
Siang-to-toh-hun (sepasang golok perenggut sukma) Mo Siong telah
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
154
datang
sekaligus, maaf kalau aku masih asing dengan kalian, maklumlah sebelum ini
memang kita
belum pernah jumpa, setelah kalian memperkenalkan urutan
kedudukan tadi
baru kutahu akan nama kalian."
Ketiga orang
ini tetap berdiri tegak tanpa bergerak, sementara itu dari bawah gunung
sudah
terdengar suara gaduh serbuan orang2 Bu-siang-pay, kadang terdengar juga
suara ledakan
keras, sementara semprotan minyak berapi masih menerangi jalan
berliku di
sebelah bawah, gelagatnya pertempuran cukup seru atas serbuan pasukan
Bu-siang-pay
itu.
Tanpa
mengunjuk perasaan si Biruang gunung Lu Tat menoleh danm mengawasi
kedua saudara
angkat di kanan kirinya, akhirnya tatapan matanya tertuju pada
saudaranya
yang sudah menggeletak menjadi mayat di atas tanah sana, pelan2 dia
berkata:
"Siang Cin, manfaat apa yang kau terima dari pihak Bu-siang-pay, sampai
kau rela
menjual nyawa bagi mereka?"
Bertaut alis
Siang Cin, katanya tak acuh: "Soalnya satu sama lain segera cocok
sekali
bertemu, dan yang lebih penting, aku merasa muak melihat sepak terjang dan
perbuatan keji
kalian."
Alap2 hitam
Dian Ki segera menggerung, ia memaki: "Kentut makmu busuk!"
Lu Tat segera
mengulap tangan menghentikan caci maki Dian Ki, katanya tandas:
"Siang
Cin, kau sudah main terjang ke gunung kini dia main bunuh, Hek jiu tong tidak
akan memberi
ampun padamu. Dan lagi tak usah kau mengharapkan bala bantuan
orang
Bu-siang-pay di bawah gunung itu, baiklah sekarang kami bicara blak2an saja,
kawanan tikus
Bu-siang-pay itu takkan mampu membobol berbagai rintangan berat
yang telah
kami atur dengan baik, umpama berhasil menerjang kemari juga takkan
luput dari
kematian oleh serangan beberapa saudara tua kami."
"Apa
ya?" Siang Cin mengejek. "Marilah kita coba2 saja."
Sambil
menggeram Lu Tat menahan rasa gusarnya seperti mengharapkan sesuatu
dia menengadah
melihat cuaca.
Dengan tenang
Siang Cin berkata: "Kalian memang boleh juga, sebelum kawan2 Busiang-
pay menerjang
tiba kalian sudah tahu akan serbuan mereka ...."
Si Biruang Lu
Tat menyeringai dam melangkah maju, katanya: "Tepat sekali, dan
sekarang
marilah kita mulai saja."
Siang Cin
memberi tanda gerakan tangan kepada Jan Pek-yang bertiga yang ada
dibelakangnya,
habis itu mendadak ia menerjang ke sana, telapak tangannya
setajam golok
membabat tenggorokan Lu Tat.
Hampir pada
saat yang sama, Tok-ciang Jan Pek yang tiba2 melejit maju dan
melemparkan
granat belerang ke udara. "Tarr", kembang api bercampur asap biru
keputihan
seketika berhamburan berjatuhan ke dalam rombongan orang2 Hek jiutong.
Biruang gunung
Lu Tat menggerung keras, cepat ia menghindari serangan Siang Cin,
berbareng
sebatang toya perak sepanjang tiga kaki sudah tergenggam di tanganya,
segera ia
balas menerjang ke arah Siang Cin,
Tanpa bersuara
Alap2 hitam Dian Ki juga menyelinap maju, telapak tangan tegak
miring
menggempur punggung lawan.
Segera Jan
Pek-yang berteriak: "Maju!" " Mereka bertiga terus menerjang
masuk ke
Bu-wi-san
ceng.
Tapi baru saja
mereka melompat maju, empat golok segera memapak dari kiri-kanan,
si golok
perenggut sukma Mo Siong lantas membentak: "Marilah gebrak dulu bebera
jurus
denganku"
Thi tan Ang
Siau cu segera menyongsong serangan musuh, bandulan beruas
berkelopak
lima sekaligus melancarkan belasan gerakan, ayunan bandulannya
menderu bagai
gelombang samudra. Tapi Jan Pek-yang dan Te Yau sedikitpun tidak
tertunda
gerakannya, beruntun beberapa kali lompatan, tanpa menemui banyak
rintangan
mereka sudah melampaui pagar dan meluncur masuk ke dalam
perkampungan.
Tiga puluhan
anggota Tangan Hitam roboh bergulingan, api sama berkobar di tubuh
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
155
mereka, bau
hangus kulit daging manusia tercium keras, pekikan puluhan mulut
berpadu
seperti berlomba seram mengerikan.
Dengan enteng
dan tangkas, Siang Cin meluputkan diri dari sergapan Dian Ki,
telapak tangan
berkelebat, ia balas membabat kearah musuh yang licik ini,
sementara
tangan kanan bergerak menciptakan bayangan ceplok2 dan tak teraba ke
mana arahnya
tahu2 menyongsong serangan Lu Tat.
Maka, tiga
orang sama berlompatan menyingkir, terdengar Siang Cin mendengus,
sebuah pukulan
sakti terus dilontarkan, seketika udara seperti penuh ditaburi
bayangan
telapak tangan.
Tapi Biruang
gunung Lu Tat juga tak mau kalah tangkas, iapun ingin pamer ilmu
kebanggaannya
yang telah digemblengnya selama puluhan tahun, yaitu Cui-si-cap
lak-sian (enam
belas kali berkelebat mengejar bayangan) dikombinasikan dengan
permainan toya
pendeknya yang berat itu, ia balas menyerang dengan gencar,
sementara Dian
Ki dengan telapak tangan kosong selalu main menyerang secara
bergerilya,
sehingga pertempuran tiga orang ini berjalan seru dan menegangkan,
apalagi
gerakan mereka sama cepat dan tangkas, masing2 sama melontarkan tipu
serangan
berbahaya.
No-poan-kim-cui
yang diyakinkan Thi-tan Ang Siu-cu boleh dikatakan sudah cukup
sempurna,
selama ber-tahun2 dia tumplek segala ketekunan dan tekadnya untuk
memperdalam
permainan senjata bandulan yang satu ini, entah itu dikala fajar atau
senja, Ho-hou
cui-hoat yang punya tiga puluh enam jurus ini tak pernah lupa
dilatihnya
secara rajin, kini seorang diri dia menghadapi Sian ce-to-toh-hun Mo Siong,
pentolan
kesembilan dari Hek-jiu-tong.
Kawanan Tangan
Hitam yang tidak terluka masih ada tujuh puluhan orang lebih,
kecuali
belasan orang yang ditugaskan memberi pertolongan kcpada para korban,
sisa yang lain
di bawah pimpinan beberapa Thaubak tetap merubung maju
mengepung
Siang Cin dan Ang Siu-cu di tengah arena.
Beruntun Siang
Cin menyerang pula dengan jurus It siau-siang itu yang hebat, dikala
musuh
menggerung gusar seraya berkelit pergi, dengan telak kakinya mendepak
roboh seorang
musuh, waktu telapak tangan kirinya menyelonong ke depan, seorang
lawan kena
ditonjoknya terpental dengan muntah darah.
Sambil
melompat kesana Siang Cin membentak kereng: "Ang heng, kenapa
mestikamu
tidak segera kau gunakan?"
Dikala bicara
itulah terasa deru angin mengemplang batok kepalanya, tiba2 ia
melengkung
badan, berbareng tangan memukul balik beberapa kali, menyusul
dengan jurus
Ngo mo-sio-bing langsung dia me nbelah ke arah Dian-Ki, di tengah
samberan angin
kencang secepat kilat itulah, tujuh kawanan Tangan Hitam telah
terjungkal
robob binasa.
Ang Siu-cu
mengertak gigi dan melabrak Mo Siong mati2an, mendengar peringatan
Siang Cin
mendadak dia menyurut mundur, tapi Mo Siong bagai bayangan ikut
mendesak maju,
sementara sepasang goloknya yang kemilau tajam itu menyamber
bersilang dari
atas dan samping, sedetikpun tidak memberi kesempatan kepada
lawan, malah
ejeknya: "Orang gagah dari Bu-sang-pay, hayolah maju lagi"
Bicara
sejujurnya di kalangan Bu siang- pay dalam barisan Thi ji bun. Ang Siu-cu
sebetulnya
terhitung jago kosen kelas wahid. orang yang terkenal dan dijunjung
tinggi
martabatnya di dalam Bu siang-pay. Kungfunya memang hebat, cerdik pandas
juga
pemberani, tapi kali ini ia berhadapan dengan salah satu gembong Hek-jiu tong.
nama Siang-to
toh hun cukup disegani juga di kalangan Kangouw, maka Ang Siu cu
dipaksa
tumplek seluruh bekal kepandaiannya untuk menghadapi lawan yang hebat
ini, meski
dalam waktu singkat Mo Siong tak mungkin mengalahkan atau membunuh
Ang Siu-cu,
tapi untuk mengalahkan lawannya, Ang Siu-cu jelas juga tiada harapan.
Ang Siu-cu tak
berani takabur atau lena untuk mendesak lawan, sehingga Bian-hokcuci
dan pelor
belerang yang disimpan dalam bajunya sama sekali tak sempat
dikeluarkannya,
dengan nekat di samping melayani rangsakan lawan, iapun harus
selalu waspada
akan serangan kawanan Tangan Hitam yang membokong sehingga
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
156
keadaannya
cukup gawat.
Siang Cin
cukup jelas akan keadaan yang dihadapi kedua musuhnya, sementara Lu
Tat dan Dian
Ki juga bertekad bertempur sampai titik darah terakhir untuk
mengerubut si
Naga Kuning, bukan saja jurus serangan mereka keji, se-olah2
merekapun rela
mengorbankan jiwa raga sendiri asal gugur bersama musuh, apalagi
tingkat kepandaian
kedua orang ini dapat dinilai lebih unggul daripada Mo Siong.
Berkepandaian
tinggi dan bernyali besar, tapi bukan tugas enteng bagi Siang Cin
untuk
merobohkan kedua lawannya dalam waktu singkat kecuali menggunakan jurus
sakti yang
tiada taranya. padahal uutuk melancarkan jurus sakti ini dia sendiripun
harus
menyerempet bahaya.
Terdengar
jeritan, seorang kawanan Tangan Hitam yang berbadan tinggi besar
tampak
terpental roboh dengan kepala remuk, sementara Mo Siong terdengar
mengumpat:
"Kunyuk Bu-siang-pay, biar tuan besarmu membeset kulit dan menelan
dagingmnu ...
. "
Tiba2 Siang
Cin melambung tinggi ke atas, di tengah udara ia menukik dengan
tubrukan
keras, si Alap2 hitam Dian Ki berpekik aneh, kedua telapak tangan
sekaligus
memukul beberap kali, deru angin pukulan menyampuk bagai kisaran
angin puyuh.
Tidak
berkelit, tidak menghindarkan membalik, Siang Cin tetap menukik lurus ke
bawah menubruk
Dian Ki, dikala angin pukulan lawan hampir menyentuh tubuhnya,
bagaikan mega
mengambang di angkasa, dia meluncur lewat dengan jurus Gwat
bong-ing, lalu
disusul pula dengan tipu Ngo mo so hing, kekuatan telapak tangannya
setajam golok,
bagai kilat menyambar Dian Ki.
Cepat Dian Ki
berusaha menyurut mundur, tapi Siang Cin tetap mengejarnya. Pada
saat itulah si
Biruang gunung Lu Tat menggerung keras, toya peraknya dengan
kemplangan
keras terayun tiba."
Mendadak Siang
Cin batalkan kejarannya kepada Dian Ki, badan melengkung, kaki
mendepak di
udara, gerakannya begitu indah, gesit dan tangkas, yang terlihat
hanyalah segulung
bayangan yang membal balik, padahal toya perak Lu Tat dengan
sekuatnya
telah menyabet, jelas tak mungkin ditarik balik, saking gugupnya, dengan
tumit kaki dia
berusaha memutar, berbareng toya perak ditarik rendah terus menjojoh.
Tapi baru ia melakukan
setengah gerakan, telapak tangan Siang Cin dalam sekejap
itu bagai
kilat telah beberapa kali menghajar dadanya, begitu cepat sampai orang
tidak sempat
melihat jelas, dikala Lu Tat merasakan dadanya tergetar keras dan
napas menjadi
sesak oleh pukulan sekeras godam, tahu2 Siang Cin sudah
berjumpalitan
ke sebelah sana.
Wajah yang
beringas dan kasar itu menjadi pucat dan berkerut menahan kesakitan,
si Biruang
gunung yang kekar ini tak kuasa lagi berdiri tegak, langkahnya
sempoyongan,
kerongkongan terasa amis dan tersemburlah darah segar.
Tanpa
menghiraukan korbannya Siang Cin melesat ke sana, di tengah udara
badannya
kembali membalik, beberapa kali pukulan dahsyat sekaligus dilancarkan
menyongsong
Dian Ki yang memburu maju hendak menolong saudaranya.
Sambil
rnenggembor marah Dian Ki melontarkan belasan jurus pukulan, tapi
gerakannya
tetap tertahan dan malah terdesak mundur, belum lagi sempat dia
melakukan
gerakan susulan, kawanan Tangan Hitam yang lain sama menjerit dan
berteriak2;
Liok ko roboh . . . . . . Hai kawan2, Liok ko telah ajal . . . "
Dian Ki kaget
seperti disambar geledek mendengar teriakan ramai itu, sesaat dia
terlongong,
tapi Siang Cin tidak pernah merandek sedikitpum, dengan menjengek
tiba2 dia
menyelinap maju, telapak tangan tegak miring membelah batok kepala
orang.
Bayangan
pukulan berkelebat bagai setan perenggut nyawa, Dian Ki tersentak kaget,
cepat dia
menekuk pinggang seraya menunduk, berbareng kedua tangan menepuk
ke atas. Akan
tetapi ia tetap tak dapat menahan pukulan Siang Cin yang dahsyat.
"Prak",
suara tulang terpukul patah, tulang pipi Dian Ki terpukul pecah, ia terpental
ke
samping,
sementara tangan kanan Sang Cin membelah pula kuduk orang, kontan
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
157
Dian Ki
menggelepar di tanah.
Tanpa merandek
sedikitpun, Siang Cin terus meluncur maju pula, sebilah Toa-liongkak
tertimpuk, di
mana kemilau cahaya berkelebat, lima pasang kaki orang
yang.menerjang
maju sama terbabat kutung.
Mo Siong yang
lagi melabrak Ang Siu-cu dapat melihat jelas, darah tersirap, dengan
bola mata
merah membara, sepasang goloknya berputar sekencang kitiran, mulut
ber-kaok2
seperti serigala kelaparan, dengan kalap tanpa hiraukan diri sendiri dia
cecar lawannya
yang bersenjata bandulan ini.
Dasar si
Bandul besi Ang Siu-cu juga berwatak angkuh, kini musuh menyerang
semakin
gencar, maka bandulan emasnya juga tak mau kalah gencar dengan keras
pula dia
layani amukan Mo Siong
Hanya beberapa
gebrak saja Siang Cin yang mengamuk di sana terjang ke tengah
rombongan
kawanan Tangan Hitam, tiga puluhan orang sekaligus dibikin tunggang
langgang,
jerit tangis mereka tak terperikan, darah muncrat kemana2, sisanya yang
masih segar
lari pontang-panting, tapi segera mereka merubung maju pula dengan
mengertak gigi
dan nekat melotot penuh dendam.
Tangan Siang
Cm terpentang sebat sekali dia memburu ke arah Siang-to-toh-hun
yang mencecar
Ang Siu-cu itu, sekilas Mo Siong melirik Siang Cin, suketika
jantungnya
serasa pecah, takut tapi juga gusar dan dendam, akhirnya dia nekat,
golok kanan
dengan keras menyampuk bandulan Ang Siu-cu sementara golok di
tangan kiri
mengikuti gerakan tubuhnya melingkar miring menyelonong ke samping
Ang Siu-cu.
Thi tan Ang
Siu cu berusaha menarik balik bandulannya, dengan tangan kanannya
membelah ke
dada lawan,
Kejadian
berlangsung cepat, se-olah2 baru saja mulai dan segera pula berakhir,
belum sempat
Siang Cin memburu tiba, cepat dia berteriak: "Awas Ang-heng,
mendekam .....
. ."
Sayang baru
saja suaranya keluar dari mulut, "trot", golok Mo Siong telah menusuk
masuk sela2
tulang iga Ang Siu cu, hampir pada waktu yang sama telapak tangan
Ang Siu cu
dengan telak juga membelah dada kiri orang. "Trang", bandulannyapun
berhasil
membentur pergi golok kanan Mo Siong, di tengah percikan lelatu api,
kedua orang
sama terpental roboh ke belakang.
Begitu tubuh
Ang Siu-cu menyentuh tanah, kawanan Tangan Hitam yang merubung
disekitar
gelanggang segera memburu maju sambil menghujani bacokan golok
mereka.
Sementara itu
Siang Cin telah menerjang tiba, di mana lengannya menggaris,
telapak
tangannya menyerempet tenggorokan tiga musuh yang memburu maju,
semburan darah
segera menyemprot tinggi, sementara Siang Cin menggasak pula
dua lawan yang
lain, dua orang kawanan Tangan Hitam ini melolong keras, golok
mereka
mencelat, tulang dada patah dan remuk, jiwa melayang seketika.
Ang Siu-cu
jatuh tengkurap dengan napas kempas kempis, tangan kiri menekan luka
pada iga kiri,
tapi darah tetap merembes dari celah2 jari tangannya.
Setengah
berjongkok Siang Cin bertanya dengan cemas: "Ang heng, bagaimana
keadaanmu?"
Dengan suara
serak Ang Siu-cu menjawab: "Sia ng . . . . . Siang-tayhiap . . . . . .
.aku
tak kuat
lagi."
Waktu
berpaling ke sana, terlihat oleh Siang Cin kawanan Tangan Hitaan tampak
memapah Mo
Siong yang kelihatan bermuka pucat menuju kedalam perkampungan.
Sambil angkat
tubuh Ang Siu cu, segera Siang Cin membentak: "Mo Siong,
serahkan
jiwamu: ....." di tengah kumandang suaranya Siang Cin melayang ke sana,
terjun ke
tengah gerombolan musuh, beberapa kawanan Tangan Hitam yang
memapah Mo
Siong sama berteriak kaget, ada beberapa orang angkat golok terus
menerjang
maju.
Sekali Siang
Cin geraki tangan kanan, dua musuh melolong kesakitan dan
menyernburkan
darah segar, kematian mereka teramat mengenaskan.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
158
Mo Siong
menjadi kalap dan beringas, dia dorong orang2 yang memapahnya,
dengan langkah
sempoyongan dia menyerbu maju seraya berteriak deagan suara
serak, dua
bilah goloknya memancarkan sinar kemilau membabat miring, mengarah
leher dan dada
Siang Cin.
Mencorong bola
mata Siang Cin, ia menghardik bengis: "Bayarlah hutang jiwamu,
Mo
Siong!"
Sepasamg golok
baru menyamber setengah jalan, "Nyek", tiba2 Mo Siong terpukul
mencelat,
badannya jungkir balik di udara celakanya kepalanya membentur tanah
lebih dulu dan
pecah.
Dua orang yang
memapahnya tadi berdiri melongo ketakutan, kaki mereka seperti
berakar di
bumi, tenaga untuk angkat langkah seribupun sudah tiada lagi.
Bola mata
Siang Cin merah membara melotot kepada kedua orang yang ketakutan
ini, pelahan
dia berkata: "Kalian bunuh diri saja sekarang!"-
Tiba2 bergidik
seperti tersentak bangun dari lamunan mereka, kedua orang ini putar
badan terus
hendak melarikan diri, Siang Cin mendengus sekali, di mana tangannya
bergerak,
"Serr", sebatang Toa-liong-kak dia sambitkan, terdengar kedua orang
itu
mengeluh
tertahan, Toa-liong-kak tahu2 sudah berputar kembali pula ke tangan
Siang Cin.
Tanpa ayal
lagi Siang Cin melompat ke atas tanggul dan turun di baliknya baru dia
rebahkan Ang
Siu-cu yang dipanggulnya, keadaan Ang Siu-cu sudah kempas
kempis, napasnya
sudah lemah dan tinggal menunggu ajal belaka.
Menggosok
telapak tangan yang gemetar Siang Cin berteriak dengan suara serak:
"Ang-heng
. .. . . . bala bantuan kalian akan segera tiba, kuatkan hatimu,
pertahankan
dirimu . . . . . . takkan lama tentu ada orang akan memberi pertolongan
padamu"
Pelahan2
membuka matanya yang pudar, wajah Ang Siu-cu yang pucat mengulum
secercah
senyum tawar, bibirnya gemetar, suaranya terdengar rendah "Mung . . . ..
kin tak kuat
lagi, Siang-tayhiap . . . . aku kuatir . . . . . . setengah hidupku
berkecimpung
di kalangan Kangouw . . . . . . hari ini memperoleh ganjaran . . . . . .
yang setimpal,
memang demikianlah . . . . . . sebab dan akibat, ini
memang . . . .
. .sudah kuduga sebelumnya . , . . , . . . "
Menggeleng
pilu Siang Cin, katanya dengan suara lirih: "Gara2ku yang tidak becus
membantumu,
Ang-heng. Ai, apa pula yang bisa kukatakan?"
Beberapa kali
tubuh Ang Siu-cu bergetar dan berkelejetan, matanya terbeliak,
sementara
sinar matanya sudah mulai pudar, Siang Cin sudah sering melihat
keadaan macam
begini, dia tahu laki2 yang gagah perwira dihadapannya ini tak lama
lagi bakal
mangkat mendahuluinya menuju alam baka.
Tengorokannya
bersuara rendah, jari tangan Ang Siu-cu yang gemetar dan terasa
mulai dingin
menggenggam kencang tangan Siang Cin, kulit mukanya berkerut,
sekuatnya dia
menarik napas, lalu berkata dengan tersendat: "Suruh . . . . , suruh
mereka . . . .
. . membawa pulang abu tulangku ke padang rumput . . . . . . . ."
"Ya,
pasti kulakukan," sahut Sing Cin.
Ang Siu-cu berkelejetan
beberapa kali, lalu tak bergerak lagi, namun bola matanya
tetap
terbelalak, matipun agaknya dia tak mau meram.
Tanpa bersuara
Siang Cin berdoa mengawasi jenazah dihadapannya, dia menghela
napas, lalu
dia pondong jenasah Ang Siu-cu dan ditaruh di tempat yang agak
tersembunyi,
lalu dia lari ke arah Bu-wi-san-ceng.
Dinding tembok
yang dibangun dari batu gunung tampak begitu tinggi dan tebal,
musuh yang
datang kemari pasti akan ciut nyalinya, tapi Siang Cin sedikitpun tidak
gentar, dia
melayang ke atas, bagai seekor burung raksasa di tengah udara dia
meliuk dengan
badan melengkung, dia melayang turun seringan daun jatuh.
Tempat berada
Siang Cin adalah sebuah serambi panjang luas yang dialasi batu
marmer hijau,
maju ke depan lagi adalah deretan rumah yang di bangun dari batu
gunung. Tepat
di tengah sana adalah ruang pendopo, delapan buah pintu yang
diatur segi
delapan dengan daun pintu terbuat dari tembaga seluruhnya terpentang
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
159
lebar, cahaya
lampu tampak terang benderang di dalam pendopo, di payon kiri
kanan rumah
bergantungan dua belas lampu kaca yang mengkilap, sebuah huruf
"GI"
(setia) yang besar berwarna merah darah tergantung tepat di tengah dinding
ruangan, di
bawah huruf besar ini, tepat di kaki tembok terdapat sebuah meja
panjang, dua
batang lilin besar tampak menyala terang.
Dalam suasana
segenting ini tiada tampak bayangan seorangpun didalam ruang
pendopo ini,
Siang Cin memandang ke seluruh penjuru, perhatiannya tertuju pada
pigura besar
tepat tergantung di tengah ruangan, pigura ini berwarna dasar putih,
tanpa tulisan
sehurufpun, hanya ada lukisan tangan manusia berwarna hitam yang
kelihatannya
seram.
Agaknya baru
saja berlangsung dalam ruang pendopo ini perjamuan pernikahan.
Diam2 Siang
Cin menghela napas kasihan akan nasib anak perempuan itu, juga
merasa ikut
malu pula bagi pihak Bu-siang-pay, padahal pasukan sudah dikerahkan,
peperangan
yang menimbulkan banjir darahpun telah terjadi, betapa banyak jiwa
telah
dikorbankan, memangnya apa tujuannya? Tidak lain hanya ingin melampiaskan
rasa penasaran
belaka?.
Pelan2 Siang
Cin menaiki undakan dan maju ke depan, memasuki ruang pendopo,
harumnya dupa
dan baunya arak masih merangsang hidung, permadani merah
digelar sejak
dari pintu memanjang ke arah meja sembahyang di tengah ruang sana,
suasana
gembira ria masih terasakan.
Menjelajah ke
seluruh ruangan, tiada jejak mencurigakan yang ditemukan oleh Siang
Cin, lalu
dengan langkah hati2 dan penuh perhitungan Siang Cin membelok ke kiri
menyusuri
serambi menuju ke belakang, di sana terdapat sebuah kamar duduk yang
dipajang
dengan serasi dan asri.
Kamar ini
terdapat tiga buah pintu, satu di antaranya menembus ke belakang pula,
sementara
pintu di kanan-kiri menembus ke kamar lain, setelah berpikir sejenak,
Siang Cin tidak
memeriksa lebih lanjut, dia membelok ke pintu kanan.
Di sini
terdapat serambi yang liku2, di ujung serambi adalah sebuah rumah yang
terbuat dari
batu gunung pula, keadaan gelap gulita dan tidak terdengar apa2,
dengan enteng
Siang Cin meluncur ke depan, kira2 setengah perjalanan serambi
berliku itu,
tiba2 ia belok keluar serambi, sekali melenting, dia melejit tinggi dan
hinggap di
atap rumah.
Di atap
serembi panjang ini pada kedua sisinya terdapat payon yang bertalang
tempatnya yang
dekuk cukup pas untuk mendekam seorang. Segera kuping Siang
Cin yang tajam
mendengar suara "klik" sangat pelahan, payon yang kedua sisi
terbuat dari
lempengan besi itu mendadak terbalik dan mengatup, baru sekarang
disadari oleh
Siang Cin bahwa payon besi ini ternyata tajamnya luar biasa.
Sigap sekali
tangan Siang Cin menepuk ke bawah sehingga badannya mencelat ke
atas, dikala
badannya tegak kembali di atap serambi itu, hujan panahpun memapak
dirinya.
Dalam
kegelapan Siang Cin masih bisa melihat bahwa hujan panah dibidik keluar
dari barisan
jendela di deretan rumah pertama ujung serambi sana, cepat Siang Cin
melayang ke
sana sembari ayun sebelah tangannya, sebuah kotak kayu warna
merah dia
timpukkan dengan deru suara yang kencang melayang masuk melalui
jendela ke
dalam rumah pertama.
Suara kotak
kayu itu jatuh dan pecah berantakan sekejap saja didengarnya
kegaduhan
mulai timbul di dalam rumah: "Waduh, O, apa ini yang
menggigitku"" ---
"Aduh
biang, sakit sekali . . . . . "" "Celaka, dari mana labah2
sebanyak ini? Aai,
minggir, jangau
kau mendesak ke arahku . . . . . . " - "To-thauling, aduh, aku
digigit . . .
. . . . .."
Siang Cin
menyeringai, mendadak ia membalik tubuh, sebuah sabuk kain berminyak
bagai seekor
ular panjang tiba2 meluncur, dengan tepat menghantam lampu kaca
yang paling
ujung. "Prang pyaaar", ditengah suara berisik berhamburnya pecahan
kaca, suara
nyala api yang segera berkobar terdengar mengerikan, sabuk minyak
yang
mengandung belerang itu seketika menimbulkan kebakaran yang hebat.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
160
Setelah
menarik napas panjang, Siang Cin pentang tangan dan mengapung ke atas
hinggap di
atap paling tinggi dari bangunan itu.
Api berkobar
semakin besar di sebelab bawah, segera Siang Cin melayang ke sana
pula, dikala
hampir tiba di samping bangunan tinggi besar ini, dari arah kanan
dilihatnya dua
orang tengah baku hantam dengan sengit, keduanya bergebrak
dengan gerak
cepat dan cekatan.
Lapat2 Siang
Cin mengenali kedua orang yang lagi berhantam di atap rumah itu satu
di antaranya
adalah Poan-hou-jiu Te Yau, lawannya adalah seorang yang berjubah
merah.
Baru saja ia
hendak menerjang kesana membantu Te Yau, tiba2 ia punya pikiran lain,
umumnya orang2
kawanan Tangan Hitam, sekalipun dia seorang gembong yang
punya
kedudukan tinggi, semuanya mengenakan warna hitam, memangnya dari
mana pula jago
kosen berjubah merah ini? Memangnya di dalam waktu singkat ini
pihak mereka
telah mengundang jago2 dari aliran lain untuk bantu menghadapi
serbuan orange
Bu-siang-pay? Kalau hal ini betul, betapa banyak jago2 silat yang
telah tiba?
Bagaimana tingkat kepandaian mereka? Kini di mana pula mereka
menyembunyikan
diri?
Siang Cin
tidak ayal lagi, cepat dia melesat ke sana, dari jauh angin pukulannya
segera melanda
musuh yang berjubah merah menyolok itu.
Sebat sekali
orang berjubah merah itu berkisar, pergi, Poan-hou-jiu Te Yau berteriak
riang:
"Siang-tayhiap, jejak Siocia sudah ditemukan, Pek yang sedang . . . . . .
"
Belum habis
dan bicara laki2 ubah merah telah melompat maju ke kanan-kiri, dalam
gerakan ke
kiri-kanan ini, tiba2 sebelah tangannya menggablok ke arah Siang Cin,
sedang tangan
yang lain memukul Te Yau tenaga pukulannya kuat luar biasa.
Diam2 Siang
Cin mendongkol, main kepalan dirinya adalah paling ahli, kenyataan
lawan berani
main hantam dihadapannya. Sembari menghardik tangannya bergerak
setengah
melingkar, lingkaran kecil terus meluas menjadi sebuah lingkaran besar, di
tengah
lingkaran besar inilah tersembunyi pukulan hebat, se-olah2 sebuah jala besar
yang tidak
kelihatan terus mengurung ke arah musuh.
Maka si jubah merah
merasakan adanya gencetan berat dari dua arah yang berbeda,
begitu tahu
gelagat tidak menguntungkan cepat dia menyurut mundur, tapi ujung
jubahnya
terobek oleh telapak tangan Siang Cin.
Bagai
bayangan. Siang Cin memburu maju dengan serangan tiga puluh tujuh jurus
pukulan,
sementara kedua kakinya berganti menendang secara berantai, gaya
pukulannya
yang keras bagai gelombang yang ber-gulung2, bayangan kakinya
secepat kilat,
rangsakan yang dahsyat ini sekaligus mendesak si jubah merah
mundur sampai
di pinggir atap rumah.
Siang Cin
melejit mundur seraya mendengus, lalu ia berseru: "Te-heng, apakah Janheng
mengejar
musuh?"
Te Yau
menyahut: "Betul, tadi Cayhe juga ikut mengejar, tapi dicegat keparat
ini."
Dalam
percakapan singkat ini, laki2 jubah merah telah menubruk balik, begitu
berhadapan
kedua tangannya kembali melancarkan bayangan pukulan yang
bersusun dan
tebal menggulung kearah Siang Cin.
Kini Sang Cin
telah melihat jelas tampang lawannya, ternyata orang ini berwajah
cakap, seorang
pemuda yang gagah kekar, sikapnya kelihatan angkuh, sorot
matapun tajam.
Sambil
bcrputar, se konyong2 bayangan jubah kuning Siang Cin berkelebat, seolah2
sekaligus
telah berubah menjadi ribuan Siang Cin, dari arah yang sukar diduga
ini, sekaligus
ia menggempur musuh dengan tak kalah gencar dan sengitnya.
Deru angin
pukulan meledak saling bentur, bayangan pukulan beterbangan tanpa
kenal ampun
lagu ia menggempur laki2 jubah merah itu.
Siang Cin
telah keluarkan Bong-li-mo (iblis dalam ini api), salah satu dari kesembilan
keahliannya,
selama terkenal di Kangouw jarang Siang Cin menggunakan jurus yang
lihay ini
Karena Bong-li-mo dan Win jian san merupakan tipu pukulan yang paling
ganas diantara
sembilan jurus ilmu pukulannya yang hebat, seluruhnya telah
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
161
memeras tenaga
dan pikiran Siang Cin selama enam tahun baru berhasil
diyakinkannya
ilmu pukulan ini.
Maka terdengar
si jubah merah menjerit kaget, sekuatnya dia melompat sejauhnya,
sembari
melompat kedua tangannya masih bergerak membuat pertahanan yang
kukuh bagai
dinding, sekuatnya dia berusaha membendung serangan gencar musuh
yang
memberondong tiba dari berbagai penjuru, serentetan suara keras menggetar,
tubuh si jubah
merah tampak terjungkal ke bawah.
Sebat sekali
Poan-hou jiu Te Yau memburu maju, serunya sambil tepuk tangan:
"Siang
tayhiap, kau memang hebat, tidak lebih dari tiga jurus sudah kau bikin bocah
itu terjungkal
ke bawah, padahal sudah hampir ratusan jurus Cayhe bergebrak
dengan dia
."
Siang Cin
tersenyum, katanya: "Te-heng, tahukah kau ketiga jurus ilmu yang
kugunakan tadi
telah memeras keringat, tenaga dan pikiranku selama tujuh tahun?"
Melenggong
sejenak, lalu Te Yau tertawa kikuk.
"Kungfu
anak muda tadi ternyata cukup lihay," demikian kata Te Yau kemudian,
"bicara
terus terang Siang tayhiap, kalau dilanjutkan mungkin aku tidak dapat
mengalahkan
dia."
Sambil menepuk
pundak Te Yau, dengan rasa was2 Siang Cin berkata: "Gelagatnya
kurang beres,
si jubah merah tadi jelas bukan anggota kawanan Tangan Hitam,
sejauh ini
kita belum tahu berapa banyak musuh telah mengundang bantuan dari
golongan lain,
sedang bala bantuart Bu siang pay kalian sampai sekarang belum
juga menyerbu
tiba di sini, padahal jejak puteri Ciangbunjin kalian belum .juga ada
kepastiannya,
malah . . . . . . em, herannya gembong2 kawanan Hek jiu-tong yang
lain sampai
sekarang belum juga muncul ........."
Tanpa sadar
hampir saja Siang Cin menceritakan tentang kematian Ang Siu-cu, tapi
dia tahu dalam
detik2 yang masih gawat ini, berita duka cita ini sekali2 tidak boleh
dia sampaikan,
supaya tidak mempengaruhi semangat juang orang2 Bu-siang-pay,
jika sampai
kalap dan bertempur tanpa menggunakan pikiran sehat, urusan tentu
bisa runyam.
Agaknya
Poan-hou-jiu Te Yau tidak perhatikan bahwa Ang Siu-cu sudah tiada di
samping Siang
Cin, dengan rasa kuatir dia berkata: "Kekuatiranmu memang
beralasan,
Siang-tayhiap, Pek-yang sudah mengejar ke sana, perumahan dalam
perkampungan
itu seluruhnya gelap gulita, bangunannya sambung menyambung
seluas ini,
untuk mencari jejak Pek yang memang bukan soal mudah . . . . . . "
Berpikir
sejenak, Siang Cin berkata pula: ""Apa boleh buat, terpaksa kita
berpencar
mencarinya,
peduli dapat tidak menemukan Jan-heng dan puteri Ciangbunjin kalian,
dalam waktu
sesulutan dupa kita harus sudah tiba dan menunggu di pintu ruang
pendopo
sana."
Baru saja Te
Yau manggut, tiba2 seperti ingat apa2 dia bertanya: "O, ya, Siang
tayhiap, mana
Siu-cu?"
Kebetulan
Siang Cin sudah putar tubuh, sahutnya dengan tertawa getir: "Dia terpisah
denganku.
Hayolah sekarang kitapun berpencar." Habis bicara Siang Cin
mendahului
terjun ke tempat gelap.
Sejenak Te Yau
berdiri melenggong, ia geleng kepala, iapun melompat ke sana.
Suasana dalam
perkampungan yang luas gelap ini sunyi senyap, dalam kesunyian
ini terasa
adanya ancaman yang amat berbahaya dan membuat orang merinding,
Tanpa berhenti
Siang Cin terus meluncur ke barat, matanya menjelajah dan
memeriksa
dengan cermat setiap tempat dan setiap sudut, tapi kecuali kesunyian
dan kepekatan,
perkampungan besar ini hampir boleh dikatakan sudah tidak dihuni
oleh makhluk
hidup lagi.
Tiba pada
sebuah taman bunga yang kelihatan teratur dan terawat baik, berbagai
jenis bunga
seruni tumbuh di dalam pot2 yang berjajar di sekeliling empang yang
berbentuk
sabit, sebuah jembatan berliku tampak melintang di atas empang yang
panjang dan
luas ini, sebuah gardu mungil berada di tengah empang sana Siang Cin
memandang
sekilas ke sana, baru saja ia hendak berlalu, tiba2 ia mendengar suara
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
162
kresekan lirih
di dalam gardu.
Tergerak hati
Siang Cin, lekas dia mendekam, dengan tajam dia mengawasi gardu
itu, sesaat
kemudian, dari dalam gardu kembali didengarnya suara pakaian yang
bergesek,
batok kepala seorang tampak menongol keluar serta celingukan ke kanan
kiri.
Mendadak Siang
Cin pentang tangan, secepat kilat tiba2 dia menubruk kepala yang
menongol itu.
Sudah tentu
kejadian mendadak ini membuat orang itu kaget dan menjerit takut,
belum lagi
sempat dia memberi reaksi, sekali raih dan jambak Siang Cin sudah
angkat orang
itu ke atas, orang ini berpakaian hitam dengan kulit muka benjal benjol,
wajah yang
bengis dan jerih, ini memang cocok sebagai anggota kawanan Tangan
hitam.
Sembari
menjerit kaget, golok yang dipegang orang itupun terlepas jatuh dan
bersuara
nyaring.
Sekencang
tanggam Siang Cin jambak leher baju orang itu, katanya dengan
menyeringai:
"Pasukan besar Bu-siang-pay telah menyerbu ke atas Pi-ciok-san,
sepuluh
gembong kalian sudah gugur separuh, anak buah juga tak terhitung
banyaknya yang
binasa, yang masih hidup sudah ngacir menyelamatkan diri, dan
kau sahabat,
kini juga tiada harapan hidup lagi."
Saking tegang
dan ketakutan orang itu tampak pucat mukanya, napasnya terasa
sesak,
mulutnya megap2, sekujur badan gemetar dan basah oleh keringat dingin,
sedikit
mengendurkan jari2nya Siang Cia berkata pula: "Di mana kalian sekap puteri
Ciangbunjin
Bu-siang-pay?"
Sekuatnya
orang itu menarik napas sahutnya tersendat: "Aku . . . . . . aku tidak
tahu."
Setajam pisau
sorot mata Sang Cin di tempat gelap, jengeknya mengancam:
"Sekarang
kau akan mampus secara sia2, Hek-jiu-tong sudah hancur, tiada orang
yang akan
memuji dan mengenangmu, kematianmu tak ubahnya seperti babi atau
anjing yang
tak berharga, tapi kau tak usah kuatir, kawan2mu sudah bubar, tiada
orang yang
akan membuat tuntutan dan mencari kesulitanmu, maka beritahukan
saja padaku
sejujurnya, nanti kuberi seratus tahil perak sebagai imbalan jasamu,
ehm?"
Daging
benjal-benjol di muka laki2 bermuka buruk ini tampak ber gerak2, ia
mengawasi
Siang Cin dengan ragu.
"Bagaimana?"
Siang Cin mendesak pula.
Orang itu
celingukan ke kanan-kiri, lalu berkata dengan suara lirih: "Baiklah,
kuberitahu
padamu, nona dari Bu-siang-pay kalian itu dikurung dalam kamar rahasia
di bawah gardu
ini . . . . . ."
Siang Cin
menatapnya lekat2, tanyanya: "Cara bagaimana membuka pintu kamar
rahasia?"
Sejenak
bimbang akhirnya orang itu berkata: "Meja batu di tengah gardu itu diputar
ke kanan kiri
masing2 tiga kali, meja batu itu akan bergeser dan terbuka sebuah
lubang yang
menjurus ke bawah dengan undakan batu, setelah melewati lorong
sempit panjang
akan tiba di kamar tahanan itu."
"Siapa
yang menjaga nona itu?" tanya Ciang Cin pula.
Setelah
menelan liur baru orang itu menjawab ragu2: "Ada . . . . Pat-ko Dian Ki
dan
lima orang
Thaubak."
Dingin sinar
mata Siang Cin, katanya: "Bagus, kau memang jujur dan mau terus
terang,
sekarang biar aku memberi persen padamu."
Mulut si muka
burik tampak menyungging senyum. tangannya terulur untuk
menerima dua
ratus tahil yang dijanjikan Siang Cin.
Siang Cin
merogoh saku mengeluarkan uang yang dijanjikan, malah jumlahnya satu
kali lipat
lebih banyak, tapi begitu uangnya tergenggam ditangan orang, tiba2 dia
tertawa ter
kekeh2 aneh, bernada kejam dan mengancam, seketika orang bermuka
buruk itu
merasakan gelagat jelek, belum lagi dia menggenggam kencang dua
keping uang
perak itu, tahu2 uang itu terebut pula oleh Siang Cin, sekali gablok,
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
163
kedua keping
uang perak itu ambles masuk ke sela2 tulang pundak orang itu.
"Huuaaah,"
laki2 buruk rupa itu menjerit, saking kesakitan muka yang jelek dan hitam
itu tampak
pucat kelabu.
Siang Cin
menjambaknya pula, sepatah demi sepatah dia berkata: "Bicaralah terus
terang padaku,
di mana nona itu disembunyikan?"
Sambil menahan
sakit dan keringat dingin gemerobyos, kata orang itu dengan
gemetar:
"Aku... aku sudah beritahu . . . . beritahu padamu . . . . aku . . , .
sudah
bicara terus .
. . . terus terang "
"Tapi kau
lalai akan satu hal," jengek Siang C,a, "ketahuilah Pat-ko kalian si
Alap2
hitam Dian Ki
sudah modar, malah aku sendirilah yang merenggut nyawanya."
Laki2 itu
berdiri melongo dengan badan tetap gemetar, mungkin saking kaget sampai
dia lupa
merintih kesakitan maka sedikit tekan uang perak yang menusuk di tulang
pundak orang
itu, Siang Cin mengancamnya pula: "Di mana?"
Keruan orang
itu menjerit pula seperti babi disembelih saking kesakitan suaranyapun
berubah serak,
katanya sambil menahan sakit: "Me . . . , memang betul . . . .
berada . . . .
di dalam kamar batu ...."
"Bohong!"
bentak Siang Cin. Telapak tangannya bekerja pulang-pergi, dia gampar
muka orang
beberapa kali, laki2 itu mundur sempoyongan serta roboh telentang,
waktu
merangkak bangun tangannya berusaha memungut goloknya yang terlempar
jatuh di
lantai tadi terus hendak membabat kaki Siang Cin.
Baru saja
sinar golok berkelebat, mendadak kaki Siang Cing terayun, belum lagi
golok orang
menyamber tiba, kakinya telah menendang Thay yang-hiat dengan telak,
bersama
goloknya orang itu mencelat ke atas dan "byuuur" kecebur ke dalam
empang.
Sejenak
mengawasi mayat yang terapung dipermukaan air, mendadak Siang Cin
membalik
badan. Dalam gardu entah sejak kapan sudah berdiri seorang laki2 tua
berpakaian
hitam dengan jenggot putih panjang terurai di depan dada. Sorot mata
orang tua ini
setajam kilat, lama dia pandang Siang Cin lekat2, Siang Cinpun balas
menatap orang
dengan dingin, dalam kegelapan dia sudah mengerahkan
Lwekangnya
siap bertindak untuk menjatuhkan musuh lebih dulu.
Dengan lantang
orang tua ini berkata: "Biarlah Lohu saja yang beritahu di mana
puteri
Ciangbunjin Bu-siang-pay sekarang berada."
"Siapa
kau?" bentak Siang Cin.
Orang tua itu
menyeringai dan berkata: "King Ji-seng."
Mendengus
Siang Cin, katanya: "Lama kudengar namamu yang tersohor, sahabat
tua, Kunsu
(guru atau penasihat) dari Hek-jiu-tong, si bijak yang pandai membakar
rumah dan
membunuh orang."
Marah tapi
King Ji seng tertawa, katanya: "Kelihatannya Lohu memang welas asih,
tapi bila
perlu aku bisa melakukan kekejaman, sebaliknya kau, membunuh orang
seperti
memotong sayur, jadinya sahabat muda, kau tiada ubahnya seperti diriku"
Siang Cin
menjengek: "Kalau dua durjana berhadapan, maka dia harus menentukan
antara mati
dan hidup."
Sambil
mengelus jenggot, sikap King Ji-seng tampak tenang, katanya: "Akan tetapi,
apakah kau
tidak pikirkan lagi tentang jiwa puteri Ciangbunjin Bu-siang pay?"
"Baiklah,
silakan bicara," ucap Siang Cin.
Setelah
berdehem lalu King ji-seng berkata dengan pongah: "Puteri CiangbunJin
Busiang-
pay Thi
Yang-yang sudah suka sama suka dan menjadi jodoh yang setimpal
dan takkan
terpisahkan dengan Losam kami, mereka sudah melangsungkan
pernikahan
secara resmi petang tadi, keduanya sudah berjanji kepada bumi dan
langit untuk
hidup sampai tua . . . . . "
"Apakah
ada comblang dan saksi dari kedua pihak?" jengek Siang Cin.
"Sudah
tentu ada!"
Siang Cin mencibir,
katanya: "Siapa saksinya? Apakah bapak ibu Thi Yang yang
telah memberi
izin? Ini hanyalah permainan kotor kalian sepihak, kalian harus tahu,
aku dan
Bu-sang-pay bukan kaum lemah yang mudah ditipu dan dipermainkan."
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
164
Sedikit
berubah air muka King Ji-seng, tapi sekuatnya dia menahan emosi, katanya
tawar:
"Terserah bagaimana penilaianmu, tapi kau juga harus maklum akan satu hal,
jika Thi
Yang-yang sendiri tidak menyetujui perjodohan ini, siapapun tak kuasa
memaksanya untuk
melangsungkan pernikahan ini, malahan terus terang, meski
baru sekarang
resminya mereka melangsungkan pernikahan, hakikatnya
sebelumnya
hubungan suami-isteri lahir batin telah mereka lakukan."
Diam2 Siang
Cin menghela napas, hal ini memang sudah dalam dugaannya, tapi dia
tetap ngotot
menurut pendapat dan pandangannya, katanya: "Yang jelas pernikahan
ini diadakan
secara sepihak oleh Hek-jiu-tong kalian, Khong Giok-tik membalas budi
kebaikan
dengan kejahatan, bukan saja tidak berterima kasih akan pertolongan
jiwanya
terhadap Bu-siang-pay, malah menculik orang dan mencuri pusaka, puteri
penolongnya
dipikat dan dibawa lari, dia telah menyalahi kebenaran, kepercayaan
dan kesetiaan,
karena itu sahabat tua, umpama benar Thi Yang-yang sendiri
sukarela
melangsungkan pernikahan ini, ehm, yang terang perjodohan ini tanpa
restu orang
tua dan tak dapat dianggap resmi."
King Ji-seng
mendengus, katanya sinis: "Sahabat muda, itu adalah pandangan
kalian, kini
bentrokan telah berlangsung secara terbuka, umpama kalian hendak
mengakhiri
pertikaian ini juga tidak boleh jadi, Lohu hanya ingin membeber
persoalan
sebenarnya, jadi bukan mengharapkan sesuatu yang mustahil. Dan lagi
dendam
kematian Lo-jit dan Lo-pat belum kami tuntut dari kedua tanganmu yang
berlepotan
darah itu, maka kau harus membayar utang jiwa ini dengan kematianmu."
"Memang
sudab kupertimbangkan cara tuntut balas kalian ini," ucap Siang Cin,
"bagaimana
hasilnya segera akan kita buktikan bersama, sudah tentu akan terjadi
banjir darah,
darah kalian atau darahku."
Menatap Siang
Cin sekejap pula, tiba2 King Ji-seng membalik badan pada saat
tubuhnya
ber-gerak itulah tahu2 bayangannya lantas lenyap. tapi Siang Cin sudah
melihat bahwa
dua langkah di belakang King Ji-seng berdiri itu, lantai bergerak
merapat, jadi
King Ji-seng melenyapkan diri ke bawah lorong.
Menerawang
sebentar keadaan, Siang Cin terus putar balik keluar, dia harus cepat
mengirim
berita ini kepada orange Bu-siang-pay, selain itu iapun merasakan firasat
jelek, ia
merasa tidak semestinya para gembong Hek-jiu-tong sejauh ini tidak
menampakkan
batang hidungnya, se-olah2 di balik suasasana ini tersembunyi suatu
muslihat yang
keji dan jahat. Pertama, kenapa gembong2 Hek-jiu-tong tidak muncul
seluruhnya
membendung serbuan musuh? Adalah lucu bila mereka lupa bahwa
memecah
kekuatan adalah memperlemah pertahanan sendiri. Kedua, meski Busiang-
pay telah
melakukan serangan besar, sejauh ini pertempuran tetap
berkecamuk di
daerah jalan dua belas liku sana, di puncak Pi-ciok san, terutama
dalam
Bu-wi-san-ceng tidak nampak suasana tegang sedikitpun, apalagi pertahanan
di sinipun
terlampau lemah, jelas ini bukan tindakan kawanan Hek-jiu-tong yang
biasanya cukup
cermat dan lihay. Ketiga, siapa pula laki2 jubah merah tadi? Apakah
Hek-jiu tong
sudah simpan jago2 silat golongan lain yang telah diundang untuk
membantu?
Berbagai pertanyaan ini, semakin dipikir semakin terasa ruwet dan
mencurigakan.
Sebat sekali
dia meluncur keluar rumah, dari sini dia melihat ke arah pendopo yang
tetap terang
benderang, tapi tetap tidak kelihatan bayangan orang, demikian pula
pintu gerbang
Bu wi-san ceng tetap tertutup rapat.
Baru saja
Siang Cin hendak melompat pula ke sana, teriakan pertempuran yang
gegap gempita
segera berkumandang ke atas gunung, suara ledakan dan kobaran
api belirang
dengan asapnya yang tebal, sayup2 terdengar pula benturan senjata
dan jerit
lolong yang menjadi korban.
Tadi di dalam
dia tidak mendengar apa2, maklumlah jaraknya terlalu jauh, tapi dalam
sekejap ini
kenapa pihak Bu-siang-pay dapat menyerbu dan naik ke puncak gunung
begini pesat,
boleh dikatakan serbuan meraka amat mudah tanpa rintangan?
Memangnya
muslihat apa yang diatur musuh?
Tanpa ayal
Siang Cin melayang ke dalam Bu-wi-san-ceng, baru saja dia hinggap di
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
165
balik pagar
tembok, dia melihat orang2 Bu-siang-pay dengan golok sabit mereka
yang kemilau
itu sudah menerjang tiba dari jalan berliku yang terang benderang itu,
hanya masih
beberapa gelintir saja kawanan Hek-jiu-tong yang tetap bertahan
mati2an. dalam
kegelapan tampak rombongan besar orang Hek-jiu-tong sedang
mundur ke arah
utara.
Di tengah
kobaran api dan asap tebal yang bergulung itu, si Sayap terbang Kim Bok
tampak memburu
datang, perawakannya yang tinggi besar tampak menyolok, tiga
puluhan orang
Bu-siang pay yang berseragam putih dengan gelang emas melingkar
di jidat
tampak ikut menyerbu di belakangnya.
Cepat Siang
Cin memapak maju. Muka kim Bok tampak merah berdarah, noda
darah
mengotori sekujesr badannya, Cuncu Wi ji-bun dari Bu siang-pay ini tampak
memburu
napasnya, rambutnya awut2an, pakaiannya hangus terbakar di beberapa
tempat,
melihat Siang Cin segera dia girang: "Lote, tiga barisan kita seluruhnya
telah
menyerbu tiba,
bagaimana keadaan di sini?"
Siang Cin
tertawa, katanya: "Kim-cuncu, kenapa kalian bisa menyerbu datang
secepat
ini?"
Hui-ih Kim Bok
tertawa, katanya: "Tidak begitu cepat, dimulai sejak melihat tandamu,
keparat Tangan
hitam itu bertahan mati2an, baru setengah jalan sudah dua puluhan
anak buah
barisanku yang gugur, si jenggot merah yang jagal itupun terluka, tapi
musuh mungkin
tahu tak mampu melawan, ketika kami berhasil menduduki lagi
beberapa pos
penjagaan mereka, tahu2 mereka mundur dan melarikan diri, maka
dengan leluasa
tanpa banyak rintangan kami, serbu sampai di sini."
Setelah
menghela napas, Kim Bok memandang sekitarnya dengan senyum lebar,
bayangan yang
bergerak semuanya berpakaian putih, mereka adalah orang2 Busiang-
pay yang telah
menduduki puncak gunung sebelah luar, maka dengan puas
Kim Bok
bertepuk tangan, katanya: "Lote, marilah kita langsung serbu ke sarang
mereka?"
"Kim-cuncu,"
ucap Siang Cin sambil menggeleng, "kurasa gelagat kurang wajar,
serbuan harus
segera dihentikan."
Terbelalak Kim
Bok, serunya kaget: "Dihentikan? Dengan susah payah kita
menyerbu ke
sini, mana boleh dihentikan? Kalah menang bukan soal, yang penting
jangan
merosotkan semangat juang mereka."
"Kim-cuncu,"
kata Siang Cin gelisah. "gembong2 musuh yang muncul sampai detik
ini hanyalah
kaum keroco yang tidak berarti, jago2 kosen yang berkepandaian tinggi
belum ada
satupun yang muncul, keadaan dalam Bu-wi-san-ceng juga kosong dan
sunyi senyap
tanpa kelihatan bayangan seorangpun, Cayhe memergoki pula jago2
kosen dari
aliran lain yang membantu mereka, melihat gelagatnya, betapapun kita
harus
bertindak hati2 . . . . . . " setelah memeriksa sekelilingnya Siang Cin
segera
menambahkan
pula: "Semula mereka bertahan dengan segala kekuatan, tapi
mendadak
kekuatan mereka ditarik dan mengundurkan diri, situasi yang sukar
dijelaskan ini
dapat disimpulkan bahwa di balik hal aneh ini pasti ada muslihatnya,
bukan mustahil
mereka sedang mengatur perangkap keji."
Kim Bok
rnendengarkan dengan melongo, diam2 iapun merasakan gejala2 yang
tidak beres
ini, tapi tatkala mana ada dua puluhan murid Bu-siang-pay di bawah
pimpinan laki2
gundul bertubuh gemuk sedang menggempur pintu gerbang Bu-wisan
ceng, dengan
mengacung tinggi golok sabitnya, si kepala gundul gemuk besar
itu tengah
memberi komando kepada anak buahnya, jenggotnya yang merah,
matanya
melotot, alisnya tebal, mulut ber-kaok2, kelihatan beringas dan buas.
"Kim-cuncu,"
teriak Sang Cin, `lekas perintahkan anak buahmu menghentikan
aksinya."
Kim Bok
mengangguk, segera ia bersuit panjang, dua puluhan murid Bu-siang-pay
yang sedang
menggempur pintu segera mundur dan menghentikan aksinya, dengan
bingung mereka
saling pandang lalu berpaling ke belakang.
Cepat sekali
dua bayangan orang tampak meluncur tiba, yang di depan adalah Liat
hwe-kim-lun
Siang Kong-ceng. di belakangnya adalah Ceng-yap cu Lo Ce.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
166
Belum lagi
tiba dari kejauhan Siang Kong ceng sudah berteriak marah: "Lo Kim,
memangnya kau
sudah keblinger? Kemenangan sudah di depan mata, kenapa kau
perintahkan
mereka berhenti?"
Belum lagi Kim
Bok menjawab Siang Cin sudah menapak maju, katanya dengan
tenang: Siang
cuncu, Cayhelah yang minta kepada Kim-cuncu untuk sementara
menghentikan
penyerbuan."
Begitu melihat
Siang Cin, amarah Siang Kong-ceng yang sudah meledak terpaksa
ditahan,
dengan tertawa dia bertanya: "lote, apakah ada sesuatu yang kurang benar?
Secara ringkas
Siang Cin ceritakan hasil penyelidikannya, lalu dia menambahkan:
"Siang-cuncu,
Hek-jiu tong terkenal licik dan keji, betapapun mereka takkan mundur
setelah jatuh
korban begini banyak, kurasa mereka pasti tengah mengatur muslihat,
situasi belum
lagi kita jajaki, jika menyerbu masuk ke perkampungan secara
gegabah,
kukuatir terperangkap oleh jebakan mereka."
Sambil
mengelus jenggot, Siang Kong-ceng berkata tak acuh: "Kukira belum tentu
seperti apa
yang Lote kuatirkan, situasi seperti sekarang ini, terus terang tidak
terpandang
olehku. Yang jelas Hek-jiu tong mengalami gempuran hebat dan jatuh
banyak korban,
nyalinya sudah pecah, mereka ngacir menyelamatkan jiwa,
kesempatan
baik ini mana boleh diabaikan begini saja? Lote, lebih baik kita teruskan
gempur sampai
ke sarang mereka."
Diam2 Siang
Cin menghela napas, katanya: "Kim-cuncu, Cayhe masih muda dan
cetek
pengalaman, jelas tak dapat dijajarkan dengan Siang cuncu, tapi setulus hati
Cayhe
mengutarakan pendapatku, harap para Cuncu bertindak lebih cermat."
Liat-hwe-kim
lun Siang Kong-ceng menyengir, katanya: "lote terlalu merendah hati,
tadi Lohu
terlalu memberanikan diri, kuharap Lote jangan berkecil hati . . . . "
"Mana
berani," ucap Siang Cin, "terlalu berat ucapan Cuncu."
Siang
Kong-ceng memandang sejenak kearah Bu wi-san ceng tanpa bersuara.
akhirnya ia
ambil keputusan: "Baiklah, akan segera kuperintahkan menggempur
sarang
musuh."
Dengan bimbang
Liat-hwe kim lun yang ada di sampingnya berkata: "Lo Siang apa
yang dikatakan
Siang-lote cukup beralasan, kukira hal ini harus dipertimbangkan
lagi."
Dengan kurang
senang Siang Kong-ceng ber-kata: "Bimbang bukan putusan
bijaksana bagi
seorang pimpinan di medan laga, Lo Kim, jika kau merasakan gelagat
menguatirkan,
murid2 Wi-ji-bun kalian boleh tidak ikut menyerbu ke dalam."
Berubah air
muka Kim Bok, katanya gusar: "Siang Kong-ceng, kau kau mengoceh
apa?"
Siang
Kong-ceng mendengus terus membalik badan, ia bersuit melengking pendek
beberapa kali,
maka teriakan gegap gempita serbuan murid2 Bu siang pay segera
bergema pula,
murid2 Bu-siang-pay yang telah menduduki puncak gunung serempak
menyerbu ke
arah Bu-wi-san-ceng, malah ada puluhan bayangan orang telah
melompati
pagar tembok.
Sambil
mengulap tangan Siang Kong-ceng bawa Ceng-yap-cu memburu ke sana,
Kim Bok
menghela napas, katanya lirih: " lote, begitulah ciri orang she Siang yang
suka bertindak
menuruti panasnya hati, wataknya memang congkak, jangan kau
berkecil hati
. . . . . "
Siang Cin
tertawa tawar, katanya rawan: "Aku sudah bekerja sekuat tenaga. Biarlah
Thian yang
memberikan putusannya."
Tengah bicara,
suara gempuran keras terdengar, pelan2 pintu gerbang Bu-wi-san
ceng telah
bobol, sambil berteriak riuh rendah murid2 Bu-siang-pay yang kesetanan
segera
menyerbu ke dalam.
Kim Bok
tertawa getir, katanya: "Lote, hayolah kita susul mereka?"
Siang Cin
mendahului meleset ke depan, ujarnya: "Memangnya kita tidak
membantu?"
Kim Bok tidak
mau kalah cepat, dia lari mendampingi, katanya: "Lote, agaknya tidak
ada apa2 .
..."
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
167
Terbayang rona
dingin pada wajah Siang Cin, katanya prihatin: "Aku berharap
demikian."
Dalam
percakapan ini kedua orang sudah melambung keatas pagar tembok,
sebagian besar
murid2 Bu-siang-pay telah menyerbu masuk ke Bu-wi-san-ceng,
teriakan
mereka masih terdengar, tapi teriakan lantang mereka yang keras itu seperti
kekurangan
sesuatu apa di medan pertempuran. Seketika Siang Cin merasakan
adanya
keganjilan semua teriakan tanpa sambutan dari musuh, sehingga teriakan
yang gegap
gempita itu terdengar rada sumbang.
Menghela
napas, Siang Cin berkata: "Marilah kita masuk, Kim-cuncu."
"Sudah
tentu," ucap Kim Bok tertawa, "mungkin kali ini kau salah perhitungan
Lote."
Reaksi yang
mendadak dan diluar dugaan agaknya memang, disiapkan khusus
menyambut
serbuan orang2 Bu-siang-pay, dikala Kim Bok baru selesa berkata,
sebuah ledakan
yang dahsyat menggoncangkan seluruh puncak gunung, dibarengi
dengan
semburan jalur2 api yang menyala dengan bau belirang dan minyak yang
menusuk
hidung, jalur2 api seperti laba2 yang menyembur dari dalam bumi
menjulang tinggi
menjilat apa saja yang dapat terbakar, rumah2 yang ada di seluruh
Bu-wi-san-ceng
bukan saja ditelan lautan api, satu persatupun telah runtuh oleh
ledakan yang
ber-turut2, suasana kacau balau se-olah2 dunia telah kiamat, seluruh
Bu-wi san-ceng
hancur lebur karena ledakan keras dan menjadi lautan api.
Dikala ledakan
pertama menggelegar, sebat sekali Siang Cin tarik Kim Bok
berjumpalitan
keluar, remukan batu yang berhamburan selebat hujan muncrat kemana2.
Siang Cin bawa
Kim Bok berguling sejauh mungkin. sementara semburan
api menjulang
tinggi ke angkasa sehingga puncak gunung terang benderang.
Asap tebal
berbau belirang menyesakkan napas, sambil batuk2 Kim Bok merangkak
berdiri,
mukanya yang memang merah kini semakin merah, tanpa hiraukan kotoran
di mukanya dia
ber-ternak? serak:
"Habis .
. . . . kita betul2 tertipu . . . . keji . . . . "
Pakaian Siang
Cin tergores sobek di beberapa tempat, dengan lengan baju dia kebut
kotoran di
badannya, dengan tenang dia saksikan kobaran api yang menelan seluruh
Bu-w-san-ceng,
katanya: "Api berkobar begini besar, di dalam perkampungan tentu
dipasang
dinamit dan bahan bakar, Kim cuncu, anak buah kalian mungkin sudah
gugur sebagian
besar."
Mendadak Kim
Bok berjingkrak gusar, teriaknya: "Biar Lohu adu jiwa dengan
mereka."
Cepat Siang
Cin menarik lengan Kim Bok, katanya: "Kim-cuncu jangan gegabah,
bukan cuma
main ledakan dan membakar saja, musuh pasti mengatur siasat lain,
bukan mustahil
orang2 mereka akan segera menyerbu keluar."
Sambil memukul
dada dan menggentak kaki Kim Bok mencak2, teriaknya:
"Lepaskan
aku, Siang lote, lepaskan aku, biarpun mereka berkepala tiga berlengan
enam, dengan
mempertaruhkan nyawa orang she Kim juga akan ganyang mereka."
"Kalau
demikian, kenapa tidak bersabar sebentar,nanti kita sergap mereka," kata
Siang Cin.
Bagai orang
gila Kim Bok berteriak kalap: "Peduli amat, biar Lohu adu jiwa sama
mereka . . .
."
Di tengah
kobaran ani, dari dalam Bu-wi-san-ceng tiba2 berlari keluar belasan orang
dengan langkah
sempoyongan, malah ada yang merangkak, langkahnya limbung,
tubuhnya
bergontai, ada pula yang sekujur badan terjilat api. Keruan Kim Bok
semakin panik,
teriaknya sambil meronta dari pegangan Siang Cin: "Lohu akan
menolong
mereka, Siang Cin jangan kau merintangi aku!"
Bagai harimau
mengamuk Kim Bok memburu maju, baru saja dia berlari lima enam
langkah, dari
sisi perkampungan di tempat gelap sana mendadak terdengar suara
tambur ditabuh
dan bende di pukul ber-talu2, disambut meluncurnya panah api yang
membawa
percikan kembang api melesat ke angkasa, ratusan kawanan Tangan
Hitam serempak
menyerbu keluar dari tempat gelap, bagai air bah mereka
membanjir
maju.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
168
Orang2 Hek
jiu-tong yang memburu datang mendadak melihat bayangan raksasa
hitam yang
menukik dari angkasa, serentak mereka berteriak kaget dan ketakutan, di
tengah jeritan
mereka itulah golok sabit Kim Bok telah bekerja, dalam sekejap saja,
di mana
goloknya berkelebat, puluhan batok kepala orang2 Hek jiu-tong telah
dipenggal.
Tapi keadaan
ini hanya berlangsung sekejap saja selanjutnya Kim Bok telah
terkepung di
tengah lingkaran orang Hek jiu- tong,
Dengan melotot
dan otot hijau memenuhi dahinya, Kim Bok menyerbu musuh bagai
harimau
mengamuk, golok sabitnya menyamber dan membubat kian kemari, jerit
tangis para
korbau terdengar saling susul, tapi kalau yang di depan roboh, yang di
belakang
segera tampil ke muka, Kim Bok tetap terkepung di tengah orang2 Hek-jiutong
seolah2 bukan
lagi manusia, tapi sekelompok binatang yang tidak kenal artinya
mati.
Sekali golok
berputar, tiga kawanan Tangan hitam tertabas kutung sebatas pinggang,
darah sudah
mengotori sekujur badan Kim Bok, mendadak dia berputar pula, baru
saja dia
hendak menyerbu, tiba2 dari belakang barisan orang2 Hek jiu-tong
berkumandang
gelak tawa yang aneh, geliak tertawa itu bergema laksana datang
dari tempat
jauh, suara gaduh seketika kelelap oleh suara gelak tawa aneh ini.
Tergerak hati
Kim Bok, se-konyong2 suatu benda yang dingin mengkilap tahu2
sudah berada
di depan matanya, tak ubahnya cakar iblis yang hendak merenggut
nyawa.
"Wut",
badan Kim Bok yang tinggi besar tiba-tiba melayang ke atas, di tengah udara
ia ber salto
sekali, belum lagi dia sempat melihat wajah si pembokong, gelak tawa
orang itu
berkumadang pula di belakangnya.
Golok sabit
Kim Bok menyabat dengan mengeluarkan deru angin yang kencang,
berbareng dia
mengisar, terasa oleh Kim Bok bahwa serangan goloknya mengenal
tempat kosong,
tahu2 senjata lawan telah mengepruk pula batok kepalanya, kali ini
Kim Bok
melihat jelas, itulah sebatang Long-ge-pang (gada gigi serigala), tongkat
panjang yang
penuh dihiasi gigi yang runcing.
Sebat sekali
golok sabitnya memapak ke atas, "trang", benturan keras sekali, Kim
Bok bersalto
dua kali, sementara lawanpun berjumpalitan ke sana. Orang ini ternyata
berperawakan
pendek, kedua lengannya justeru teramat panjang sebatas lutut,
kepalanya
hanya ditumbuhi beberapa utas rambut, bentuk dan wajah orang inii
bukan saja
jelek juga aneh sekali.
Belum lagi Kim
Bok memperoleh kesempatan ganti napas, bayangan musuh telah
berkelebat maju,
tujuh batang golok menyamber pula dari sekelilingnya, dikala dia
menangkis dan
balas menggasak pengeroyok ini, Laki2 pendek berlengan panjang
itu tertawa
ter-gelak2, katanya dengan suara melengking: "Kim Bok setan tua,
memangnya kau
kira Pi-ciok-san adalah tempat boleh dibuat sembarangan olehmu?
Kalau tuan
besarmu hari ini tidak mencacah tubuhmu dan mayatmu kujadikan
makanan
anjing, jangan anggap tuan besarmu ini gembong nomor dua dari Hek jiu
tong."
Kim Bok
mengamuk semakin kalap, sinar goloknya mendampar seperti gelombang
samudera,
menari naik turun, empat di antara tujuh musuh yang menyerbu maju
disikatnya
roboh binasa, tapi musuh se olah2 damparan ombak yang tidak kenal
berhenti,
gugur satu maju dua, golok setan musuh bergantian secara berantai
merangsak
maju.
Dua puluhan
murid Bu siang-pay yang beruntung dapat meloloskan diri dari kobaran
api dan
ledakan dahsvat di dalam Bu wi san ceng kini sudah terkepung oleh tiga
ratusan
kawanan Tangan hitam, yang memimpin orang2 Hek-jiu-tong adalah King Ji
seng dan si
hidung merah Kau Pui pui, gembong nomor lima.
Dua puluhan
orang gagah Bu-siang-pay tiada satupun uang tidak terluka, di antara
dua puluhan
orang ini temasuk si jagal jenggot merah dan Cengyap cu Lo Ce, tapi
Liat-hwe-kim-lun
Siang Kong ceng dan Cap-kau-hwi-ce Loh Bong-bu tidak kelihbatan
bayangannya.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
169
Pundak kiri
Ceng-yap-cu Lo Ce tampak hangus dan melepuh, demikian pula
mukanya tampak
hitam berair di beberapa tempat, rambutnya tidak keruan dan
menjadi
keriting karena terbakar, sementara jidat si jenggot merah berlepotan darah,
daging pahanya
pun dedel, namun demikian, kedua orang sedikitpun tidak menjadi
jeri, sambil
mengertak gigi dan mata melotot mereka pimpin sisa kawan2nya
mengadakan
perlawanan dengan gigih pada musuhnya yang sepuluh kali lebih
banyak.
Siang Cin
sudah dapat meneropong situasi di depan mata, sayang untuk sementara
dia tidak
mampu memberikan bantuan, karena waktu dia hendak mengikuti jejak Kim
Bok terjun ke
tengah musuh, dari lereng Bu-wi-san-ceng sebelah kanan tiba2
menerobos
keluar lima puluhan orang2 Hek-jiu-tong dan mencegatnya, lima puluh
orang ini
semuanya mengenakan hiasan kalung berbandul telapak tangan yang
terbuat dari
logam, ternyata mereka merupakan tulang punggung kesatuan Hek jiu
tong yang
paling diandalkan keberanian dan kepandaiannya, barisan gagah berani
Hian-hun-tong
yang terkenal.
Siang Cin
pandang kelima puluh orang yang semua berwajah beringas buas, pelan2
di antara lima
puluhan orang ini tampil seorang laki2 berperawakan tinggi kurus,
bermuka pucat,
berusia setengah umur, di depan dada orang ini juga mengenakan
mainan kalung
tangan hitam, cuma di telapak tangan mainan kalungnya itu masih
dihiasi
sebentuk batu warna merah yang mencorong terang, sekilas pandang Siang
Cin lantas maklum
bahwa orang ini tentu salah seorang gembong penting dari Hekjiu-
tong.
Laki2 muka
pucat yang bersikap ramah ini mengangguk dengan tersenyum kepada
Siang Cin,
ditengah kedua alisnya yang hampir tersambung itu tampak lekukan segi
tiga yang
menyolok, suaranya terayata keras dan kasar: "Siang Cin si Naga
Kuning?"
Siang Cin
mengangguk, sahutnya kalem: "Betul!"
Laki2 setengah
umur mengelus batu di tengah telapak tangan mainannya, katanya
tenang:
"Aku yang tak becus ini adalah Si-thauling (gembong keempat) dari
Hek-jiutong,
pimpinan
Hian-hun-tong, kawan persilatan memberi julukan Siau-long (serigala
tertawa) Ji
Bu."
Siang Cin
gosok2 tangannya, katanya: "Memang sesuai dengan nama julukannya,
selamat
bertemu."
Laki2
pertengahan umur, yaitu serigala tertawa Ji Bu memandang sekelilingnya, lalu
katanya:
"Situasi di depan mata kurasa tidak menguntungkan bagi pihak kalian,
betul?"
"Kelihatannya
memang demikian," sahut Siang Cin tak acuh.
"Bicara
terus terang," kata Ji Bu sambil melangkah maju, "aksi kalian yang
tidak
bersahabatnya
sukar baginya untuk menolong kekalahan pihak Bu siang- pay.
Dengan tertawa
Ji Bu berkata pula: "Di bawah gunung kalian juga meninggalkan
sekelompok
orang persiapan bila perlu akan memberi bantuan ke atas, hal ini juga
sudah dalam
perhitungan kami, oleh karena itu saudara ke sepuluh kami bersama
Jik-san-tui
bergabung untuk menggasak mereka, sisa kekuatan kalian itu hanya
dipimpin oleh
si kaki melengkung, memangnya mereka mampu menghadapi
pasukan Hian
hun tong yang berjumluh ratusan orang itu?"
Sekilas lirik
Siang Cin melihat Kim Bok tengah bergebrak sengit melawan laki2
pendek
berlengan panjang itu, perawakan Kim Bok kekar kuat, Lwekangnya tangguh,
tapi lawannya
ternyata bergerak sangat lincah, serangannyapun licik dan keji, maka
sejauh ini pertempuran
kedua orang tetap seru dan belum tampak pihak mana bakal
unggul,
sementara sebagian besar orang2 Hek-jiu-tong sama mengurung Ceng-yapcu
dan lain2.
"Bagaimana
Siang-heng, sudah paham akan penjelasanku?" jengek Ji Bu. "Aku
menjadi
kasian, betapa sukar Siang-heng angkat nama, sayang harus gugur di Piciok-
san yang tidak
berarti ini, kami pihak Hek jiu-tong ikut merasa berduka cita."
Kini, setiap
saat berada dalam pengawasan dan pengintaian pihak kami, baru
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
170
sckarang kalian
insaf situasi tidak menguntungkan, sebaliknya pihakku, hm,
sebelumnya
sudah kami ramalkan nasib apa yang bakal menimpa kalian bila
menyerbu ke
sini"
Setelah
mengunjuk sikap kasihan dan simpatik Ji Bu berkata lebih lanjut: "Dengan
pasukan
sekecil ini menyerbu ke sarang musuh yang jauh adalah siasat paling tidak
menguntungkan,
hal ini tentunya Siang-heng maklum. Sayang sekali, sudah tahu
sengaja
dilanggar, bukankah ini terlalu goblok, memang pihak kami juga banyak
jatuh korban,
tapi pihak kalian? Mungkin jauh lebih parah, Thi-ji-bun dan Wi ji-bun
dari Bu-siang
pay boleh dikatakan sudah musnah seluruhnya, sementara Hian ji-bun
yang bertugas
menyerbu dari balik gunung juga sudah di dalam cengkeraman kami,
pintu belakang
Bu-wi-san-ceng terbuka lebar untuk menyambut kedatangan mereka,
kini mereka
telah menikmati betapa segarnya dipanggang di tengah kobaran api,
mungkin sudah
mangkat ke surga."
Baru sekarang
Siang Cin tahu apa yang terjadi, dia belum melihat bayangan Loh
Bong-bu,
kiranya dia menyerbu naik dari arah lain, kini kecuali diam2 berdoa bagi
para pahlawan
Bu-siang-pay itu, rasanya tiada upaya lain yang dapat dilakukannya"
Mengawasi
jubah kuningnya yang berlepotan darah yang sudah mengering, lapat2
hidung Siang
Cin mengendus bau amis, ia meraba noda darah itu, ia maklum bahwa
darah yang
melekat di sekujur badannya malam ini takkan menjadi kering karena
darah baru
dari para korban yang akan datang pasti akan membasahi badannya pula.
Setelah
berdebem dua kali, Serigala tertawa Ji Bu tersenyum, katanya: "Siang-heng,
kupandang
kebesaran namamu, tak tega aku menyaksikan nasibmu yang
mengenaskan
lebih baik begini saja, biar aku bertanggung jawab dan ambil
keputusan
sendiri, asal Siang-heng suka bunuh diri, aku jamin jenazahmu akan tetap
utuh dan kami
kebumikan dengan upacara kebesaran . . . . . . "
Tiba2 Siang
Cin menyeringai, katanya : "Apa betul ucapanmu?"
Melihat tawa
Siang Cin yang aneh menyeramkan ini, melonjak jantung Ji Bu, tanpa
terasa dia
menyurut mundur selangkah, dia berlagak simpatik, subutnya: "Sudah
tentu, dengan
martabat dan kebesaranku aku berjanji . . . . . . "
Mata Siang-Cin
memandang ke angkasa nan gelap, dikala orang bicara sampai kata
"janji",
kedua tangannya mendadak bergerak, dua batang Toa-liong-kak yang
kemilau kuning
secepat kilat menyamber ke depan.
Begitu sinar
kuning menyambar, lekas serigala tertawa Ji Bu mendekam ke bawah
sambil tetap
tersenyum dan berteriak: "Serbu!"
Lima puluhan
orang Hiat-hun tong serempak ber-teriak2 sambil angkat senjata terus
menyerbu
kalap, bagai harimau kelaparan mereka ingin melalap mangsanya.
Padahal
Toa-liong-kak dengan deru suaranya yang membising telah menyambar tiba,
maka
terdengarlah suara "cras, cras", dalam sekejap mata tujuh orang
terjungkal
dengan kepala
protol, dikala kedua Toa- liong kak menyamber maju pula, tiba2 dua
laki2
menggembor kalap dan melompat maju, seorang terus memeluk Toa-liong-kak
yang menyamber
tiba, maka senjata tajam yang melengkung bagai sabit itu
menghunjam ke
dada mereka, tenaga samberannya yang dahsyat menyebabkan
kedua korban
nya tertolak balik dan jatuh terbanting, meski jiwa sudah melayang tapi
kedua orang
ini tetap memeluk kencang senjata yang merobek dada mereka.
Golok setan
yang besar tebal dari tiga orang tahu2 menderu tiba, mata golok yang
kemilau
mengincar tubuh Siang Cin dari arah yang berbeda, sedikit miring tubuh
serta
berputar, telapak tangan kiri Siang Cin bergerak, cukup sekali gerakan, tapi
ketiga musuh
yang merangsak maju roboh dua di antaranya, seorang lagi sambil
mengeluarkan
suara "ngek", mukanya pecah berdarah dan terpental mundur.
Ji Bu yang
memang suka tertawa segera menyelinap maju, entah sejak kapan dia
telah memegang
sebilah pedang pandak sepanjang dua kaki, lebarnya juga hanya
tiga senti,
baru bayangannya terlihat oleh Siang Cin, sementara pedang pandak
yang kemilau
tajam telah mengancam iga Siang Cin.
Cepat Siang
Cin menggeser ke samping, kedua tangannya bekerja sekaligus, dua
laki2
dipukulnya roboh dengan mandi darah, pada saat itu pula terpaut serambut
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
171
saja pedang
pandak si serigala tertawa Ji Bu menyamber lewat.
Siang Cin
lantas melambung ke atas, di tengah udara dia berjumpalitan, kedua
kakinya
menyepak dan menendang, dua kapak besar yang membelah tiba kena
ditendangnya
mental balik menghunjam dada kawan sendiri, sementara tulang dada
orang ini juga
tersodok remuk oleh gagang kapak yang menerjang balik.
Tanpa bersuara
Serigala tertawa Ji Bu tetap menyerbu dengan tangkas luar biasa,
pedang
pandaknya menggulung ke depan dengan keji, cepat dan ganas.
Sinar mata
Siang Cin mencorong terang, secepat kilat ia menghindari damparan
sinar senjata
musuh, padahal antara serangan pertama dengan serangan berikutnya
boleh
dikatakan tiada peluang sedikitpun, tapi dengan menakjubkan Siang Cin
menyelinap
lewat di antara sela2 sinar pedang musuh se-akan2 tubuhnya itu tak
berisi.
Loh
si-kiu-kiu-kiam-hoat adalah ilmu pedang andalan si serigala tertawa Ji Bu yang
terkenal sejak
dia malang melintang di Kangouw, dia mengira ilmu pedangnya ini
tiada
bandingan, kini sembilan puluh sembilan jurus dari ilmu pedangnya telah
dilancarkan,
tapi jangankan melukai lawan, menyentuh tubuhnya saja tidak mampu.
Berkutet
sekejap bayangan kedua orang lantas terpencar pula, dengan sebat sekali
keduanya sama2
melambung tinggi dan bentrok pula secepat kilat, kembali Ji Bu
lancarkan
belasan jurus serangan, katanya tertawa: ""Siang-heng, Kungfumu
memang tangguh
sekali."
Tubuh Siang
Cin menggeliat ke kanan-kiri, begitu cepat menghindari tabasan
tusukan pedang
lawan, sembari berkelit itu serentak ia balas menyerang sembilan
belas pukulan
dan empat kali tendangan, jubah kuning yang longgar bekibar,
katanya kaku:
"Kawan, kau bukan lawanku"
Pedang Ji Bu
mendadak menaburkan bayang2 sebesar kepalan, seperti kunang2
besar saja
bayangan terang ini bertaburan di udara, setiap kuntum bayangan merah
ini menyambut
pukulan dan tendangan lawan, jelas bahwa setiap kuntum bayangan
serangan lihay
itu membawa tajamnya pedang Ji Bu.
Belum lagi
orang tahu apa yang terjadi, kedua orang sudah terpisah pula, dengan
ramah Ji Bu
berkata: "Siang-heng, siapa kuat siapa lemah, kini masih terlalu pagi
untuk
diputuskan."
- - - - - - -
- - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - --
Dapatkah pihak
Bu-siang-pay lolos dari perangkap Hek jiu-tong?
Kisah cinta
apa di balik persoalan Khong Giok tik, gembong kelima Hek jiu tong yang
membawa lari
puteri ketua Bu-siang-pay itu?
- Bacalah
jilid
ke - 10 –
Jilid 10
Sambil
menghardik Siang Cin sekaligus lontarkan tiga belas kali pukulan. Sambil
tertawa Ji Bu
menyingkir mundur, Siang Cin menarik napas panjang, baru saja ia
hendak
memburu, tiba2 sebuah suara lolong panjang yang mengerikan menarik
perhatiannya.
Waktu dia
berpaling, dilihatnya orang2 Bu-siang pay yang masih bertahan sudah
kurang dari
sepuluh orang, jeritan mengerikan itu keluar dari mulut orang Hek-jiutong,
bola mata
orang ini tercolok buta, bola matanya masih bergelantung di
mukanya karena
urat matanya belum putus, tapi golok setan miliknya juga
menembus dada
seorang Bu-siang-pay, dikala Siang Cin menoleh ke sana, kedua
orang sedang
roboh pelahan dan binasa.
Rangsakan
Serigala tertawa Ji Bu segera bertambah gencar dan sengit, katanya
tertawa:
"Menusuk perasaan bukan?"
Sebat sekali
Siang Cin balas menyerang, katanya tawar: "Kawan, marilah kita
bertempur
besa2an saja bagaimana? Suruhlah anak buahmu mengeroyok maju,
supaya
pertempuran lekas berakhir."
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
172
Tantangan ini
kelihatan menusuk hati Ji Bu, tampak sikapnya rada beruba, dia
maklum kalau
anak buahnya ikut maju mengeroyok, sedang kekuatan lawan begini
tangguh, jelas
anak buahnya akan banyak jatuh korban, lawan lebih sukar
dikendalikan
pula. Maka ia tak berani menjawab. Sementara itu Siang Cin telah
lancarkan
pukulan lagi, ejeknya: Jangan tegang, semakin banyak orang yang
bertempur
bukankah lebih ramai?"
Pedang pandak
Ji Bu, berputar kencang, katanya: "Orang she Siang, kupandang kau
sebagai laki2
sejati maka kulayani kau dengan aturan persilatan, satu lawan satu
menentukan
mati-hidup, jika kau sudah jeri dan ingin merat, bukanlah nama besarmu
yang sudah
tersohor itu akan ludes dalam waktu singkat ini."
Seperti
terbang Siang Cin berputar ke kanan kiri, jengeknya: "Kawan, jangan kau
memancing
kemarahanku dengan cara yang bodoh ini, bukan maksudku
menghindari
bertempur satu lawan satu dengan kau, aku yakin kau maklum ke mana
maksud
tujuanku yang sebenarnya."
Ji Bu menjadi
beringas, mendadak dia berteriak kalap: "Murid2 Hian-hun, cacah
keparat
ini."
Bagai anak
panah lepas dari busurnya, tubuh Siang Cin mendadak melenting tinggi
ke atas,
begitu cepat dan tangkas, sehingga tiada seorangpun yang sempat
merintangi,
dikala dua puluhan orang2 Hek-jiu-tong menubruk ke tengah arena,
mereka saling
membacok dan saling tindih sendiri, sementara Siang Cin sudah
melayang pergi
tiga tombak jauhnya.
Sambil
menggembor si Serigala sekuat tenaga mengapungkan tubuh mengudak ke
atas,
sementara di belakangnya tiga puluhan kawanan Tangan Hitam dari Hiat-hun
tong segera
putar haluan memburu ke arah sana pula.
Di tengah
udara Siang Cin jumpalitan dengan indah, dengan enteng ia meluncur
turun ke depan
pintu gerbang Bu-wi-san- ceng, keadaan Ceng-yap-cu Lo Ce dan si
jagal jenggot
merah sudah teramat gawat, dalam sekejap ini mereka tinggal enam
orang saja
yang masih bertahan mati2an. Luka baru kembali menghias badan Cengyap-
cu Lo Ce, tapi
dia seperti tidak merasakan sakit, padahal ratusan orang Hek-jiutong
mengepung
mereka, sinar golok setan musuh berseliweran disekitar tubuh.
Dengan
menggertak gigi dia putar golok sabitnya, keringat bercampur darah
membasahi
sekujur badan, pandangannya berubah beringas, rasa murka dan
dendam kesumat
membakar sanubarinya, dia tidak lagi menghiraukan keselamatan
sendiri, yang
terpikir hanyalah mengganyang musuh se-banyaknya.
Keadaan si
jagal jenggot merah yang gundul lebih payah lagi, si hidung merah Kau
Pui-pui
justeru mengincar dia dengan berbagai serangan keji, hampir seratus orang
mengepungnya,
darah luka2 di tubuhnya telah bikin jubah putih yang dipakainya
berubah warna
merah seluruhnya.
Di samping itu
masih ada kira2 tiga ratusan orang Hek jiu-tong memagari
gelanggang di
bawah pimpinan Kunsu King Ji-seng, mereka siap menyergap bila
perlu.
Empat murid Bu
siang-pay yang lain saling beradu punggung berdiri di samping
Ceng-yap-cu,
semangat juang mereka ternyata tidak menjadi padam meski badan
terluka dan
musuh mengepung sedemikian rapat, jenazah saudara2 mereka yang
telah gugur
bergelimpangan disekitar kaki mereka, semuanya mati dalam keadaan
yang
mengerikan, pahlawan2 padang rumput yang tadinya segagah harimau
mengamuk itu
kini sudah saling tindih menjadi mayat.
Bagai segumpal
mega kuning bayangan Siang Cin meluncur dari udara, tiga ratusan
orang
Hek-jiu-tong yang memagari gelanggang sama berteriak sampai sang Kunsu
King Ji-seng
mau tidak mau juga melenggong, dari belakang suara si Serigala
tertawa Ji Bu
segera berkumandang: "King losu, cegat dia!"
Mendadak King
Ji-seng menghardik, ia melejit ke atas memapak kedatangan
gumpalan mega
kuning, dia timpukkan segenggam Oh-ling-soh, dikala pasir hitam
berhamburan ke
depan, Thi kut-san (payung kerangka besi) di tangannyapun ikut
menjojoh.
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
173
Segesit burung
menukik di angkasa tubuh Siang Cin tiba2 melingkar laksana seekor
naga kuning,
di dalam gerakan melingkar dan mengapung inilah secara aneh dia
meluncur
pergi.
Jenggot King
Ji seng mendadak berjingkat. tapi sebelum dia sempat beraksi, Siang
Cin sudah
bertindak lebih dulu, empat batang Toa liong kak dengan membawa sinar
kuning ber
putar2. menyerang orange Hek-jiu-tong.
Serigala
tertawa Ji Bun menubruk tiba pada saat itu, melihat samberan Toa liong kak
yang berbahaya
itu, lekas dia berteriak: "Semua lekas tiarap . . . ."
sayang
luncuran Toa liong-kak yang tajam itu ternyata lebih cepat, daripada suara
peringatannya,
dua puluhan batok kepala sekaligus copot dari batang leher,
sementara
keempat batang Toa -liong-kak itu masih terbang ber putar2 mencari
sasaran yang
lain, setelah melingkar satu kali, "tring, tring", Toa-liong kak
saling
bentur
menimbulkan daya pental yang keras sehingga luncurannya terlebih kencang,
sekaligus
tujuh belas orang Hek-jiu-tong tertabas putus pula kepalanya.
Gerakan Siang
Cin ternyata tidak kalah cepat dari luncuran Toa-liong kak, begitu
menubruk tiba,
tangannya terayun, "plak, plok", beruntun batok kepala beberapa
orang hancur,
entah bagaimana kedua tangannya bergerak, tapi korban berjatuhan
saling susul,
tiga belas nyawa mampus dalam sekejap pula, golok setan di tangan
merekapun
mencelat beterbangan melukai teman membinasakan teman sendiri.
Angin berpusar
bagai badai mengamuk, Siang Cin putar tubuh dalam lingkaran lebar
menerjang ke
samping, di mana dia tiba, telapak tangannya tajam bagai golok,
sementara
kakinya menendang bagai samberan geledek, jerit dan teriakan orang2
Hek-jiu tong
terjadi di sana-sini, darahpun muncrat berhamburan.
King Ji-seng,
sang Kunsu yang tua dan keji ini matanya melotot, dia mengudak di
belakang Siang
Cin, tapi betapapun keji dan deras serangannya, selalu terpaut
serambut dan
tak berhasil menyandak musuh.
Sekuat tenaga
Serigala tertawa Ji Bu berusaha mencegat dan merintangi Sang Cin,
tapi gerak
geriknya menjadi kurang leluasa karena teralang oleh anak buahnya
sendiri,
secara terang2an orang2 Hek jiu-tong itu tak berani ngacir ke belakang, tapi
sedapat
mungkin mereka menjauhi gelanggang, maklumlah mereka berjumlah terlalu
banyak dan
berjubel lagi, menghadapi pertarungan yang seram ini, hati siapa yang
takkan panik?
Maka suasana menjadi kacau balau, tampak bayangan orang saling
berdesakan,
tindih menindih dan saling cacimaki sendiri, kalau orang2 yang di depan
berusaha
mundur mencari salamat, maka yang berada di belakang justeru
mendorong maju
kawan2nya yang mendesak mundur itu, tidaklah heran kalau aksi
Siang Cin
berhasil membikin musuh kocar kacir dan tak terkendali pula.
Jenggot King
Ji-seng tampak tak taratur lagi, dia berteriak: "Saudara2 Tangan Hitam,
dengarlah,
sekuat tenagamu kepung dan bunuh keparat ini, siapapun dilarang
mundur, ke
mana dia pergi sambut dengan golok kalian."
Siang Cin yang
terjun ke tengah2 musuh seperti harimau mengamuk dalam
gerombolan
domba, setiap kali tangan bergerak, jiwa musuh pasti direnggutnya,
tendangan
kakinya saban juga mencabut nyawa orang.
Suatu ketika
dia berkelit menghindari bacokan lima golok musuh, berbareng kedua
tangannya
bergerak, "plak, plok", disertai suara menguak seperti sapi hendak
disembelih dua
jiwa musuh kembali melayang.
Sebat sekali
Siang Cin melompat maju ke sana, kaki kanannya menyapu, enam
orang
Hek-jiu-tong kembali disapunya tunggang langgang.
Kini dia sudah
dekat dengan kawanan Tangan Hitam yang mengepung Ceng-yap-cu
Lo Ce. Di
tengah orang banyak yang kacau balau sana, Serigala tertawa Ji Bu
kembali
mengumandangkan suaranya yang melengking gusar: ""Orang2
Hiat-huntong,
putar ke
samping, untuk apa kalian berdesakan di dalam? Memangnya kalian
gentong nasi
semua!"
Dalam pada itu
Ceng-yap-cu telah meluputkan diri dari bacokan golok, berbareng
galok sabit di
tangannya tiba2 menyabet, "cret," dengan telak dia bacok putus lengan
seorang musuh,
sigap sekali ia menubruk maju sembari menusukkan golok sabitnya,
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
174
dada seorang
musuh kembali ditembus goloknya dan binasa. Tapi satu diantara
empat murid
Bu-siang-pay yang berdiri beradu punggung pelahan2 juga tersungkur
roboh, luka
bekas bacokan penuh menghiasi badannya, darah segar masih
mengucur.
Orang lain tidak ambil pusing, tiada orang yang menolongnya karena
semua orang
sedang sibuk mengadu jiwa dan mempertahankan hidup.
Cepat Siang
Cin menerjang masuk ke tengah gerombolan musuh, kebetulan di
sampingnya ada
seorang musuh berperawakan kasar seperti kerbau, segera orang
itu menyerang,
lalu menyurut mundur sambil mencaci maki.
Siang Cin
meraba enam batang Toa-liong-kak yang masih berada dalam sarungnya,
jengeknya:
"Tapi kau harus mampus lebih dulu."
Tanpa ampun
kepalan kanan Siang Cin menggenjot, "bluk", tubuh segede kerbau itu
mencelat
terbang, batok kepalanya pecah, tubuhnya menindih kawan2nya. Tanpa
berhenti
sedikitpun kedua tangan Siang Cin bekerja pula, kontan empat orang Hekjiu-
tong kembali
dirobohkan, bilamana kaki kanannya menyerampang pula, perut
lima orang ditendangnya
pecah dan isi perutnya terburai, dalani sekejap dia sudah
membobol
kepungan musuh.
Lekas Ceng-yap
cu Lo Cc menerjang keluar, "sret", mendadak punggungnya
terbacok
hingga sobek, tapi seperti tidak merasa sakit sedikitpun, kakinya balas
mendepak
kebelakang, seorang musuh ditendangnya jungkir balik, goloknya
mencelat
melukai teman sendrri. Tiga murid Bu-siang-pay yang masih bertahan
melihat
kepungan yang bobol ini.
Serempak
mereka menghardik terus menerjang ke sana, tapi baru bergerak dua
langkak, satu
diantaranya segera terbacok roboh oleh para pengepungnya.
Siang Cin
kembali merobohkan dua musuh cepat dia menyongsong Ceng-yap-cu
yang memburu
ke sampingnya, teriaknya: "Lo heng, mendekatlah ke sampingku . .. .
"
Agaknya
Ceng-yap-cu Lo Cc sudah kalap, hakikatnya dia tidak mendengar seruan
Siang Cin,
mendadak ia menyerang Siang Cin malah.
Dengan tangkas
Siang Cin tangkap pergelangan Lo Ce yang memegang golok, Lo
Ce melonjak
kaget, serta merta sebelah kakinya teraangkat dan menyodok dengan
dengkulnya.
Sembari
menghardik Siang Cin geser langkah sambil tarik tangan Lo Ce terus
diputarnya,
"Cret, cret", ujung golok sabit berhasil merobek perut dua musuh yang
menubruk maju.
Baru sekarang Lo Ce sadar dan melihat jelas siapa orang
didekatnya.
Tenggorokannya berbunyi "krok, krok", dengan suara serak dia
menjerit:
"Siang
.... Siang-tayhiap . . . . .
Siang Cin
lepaskan tangannya, sekali membalik telapak tangan, "plok", batok
kepala
seorang musuh
yang menyergap di hantamnya remuk, katanya dongan kereng: "Ikuti
aku, terjang
mereka, babat habis mereka."
Golok sabit Lo
Ce kembali bekerja seperti kesetanan, haru, sedih dan dendam
membakar hati
Lo Ce, katanya dengan tersendat "Habis semuanya . . . . Siangtayhiap
. .. .semuanya
habis . ..."
Siang Cin
menerjang kian kemari, sekali putar sekaligus dia pukul roboh tujuh musuh.
Tiba2 dua
murid Bu-siang-pay yang terkepung tadi ikut menerjang maju ke arahnya,
sambil
menghadang hardik satu diantaranya mengayun golok memenggal kepala
seorang musuh,
tapi dalam waktu yang hampir sama, golok setan seorang musuh
dengan telak
berhasil menusuk pundak kanannya dari arah bawah.
Wajah murid
Bu-siang-pay yang berlepotan darah ini tampak berkerut menahan sakit,
sembari
menggembor dia putar goloknya dan membacok, "cras" pembokong itu
ditabasnya
mampus.
Siang Cin
melompat maju dan binasakan beberapa musuh yang masih mengeroyok
seorang murid
Bu-siang-pay. Golok murid Bu-siang-pay inipun merobohkan lima
lawan,
akhirnya dia tarik ujung goloknya yang terbenam di dada seorang musuh,
matanya tampak
melotot beringas, dengan langkah sempoyongan dan memburu ke
samping Siang
Cin, teriaknya serak: "Terima kasih, kawan . . . . ".
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
175
Siang Cin
tarik dan terus melompat jauh ke sana, laki2 yang sudah lemas kehabisan,
tenaga dengan
luka2 di sekujur badannya terseret setombak lebih sambil masih berkaok2:
"Lepaskan
aku, kawan . . . . . aku hendak bunuh . ... . . ."
Golok sabit
Ceng yap-cu Lo Ce baru saja membabat lewat di leher seorang musuh,
semburan darah
membikin muka dan sekujur badannya basah kuyup, Siang Cin
menyeret murid
Bu-siang itu ke sampingnya, terus membentak: "Lo-heng, hayolah
kita terjang
kepungan."
Sekujur badan
Lo Ce bergetar, ia menyeringai dan berkata: "Tidak, Siangtayhiap
. . . . .
tidak, bukan mustahil masih ada kawan2 kita yang masih hidup dalam
perkampungan,
tak boleh kita tinggal pergi tanpa menghiraukan mereka. . . . . . . "
Siang Cin
merobohkan pula beberapa orang musuh yang menggempur datang,
serunya gusar:
"Kini jiwamu sendiri belum tentu bisa selamat, mana ada waktu untuk
pikirkan
keselamatan orang lain?"
Berlinang air
mata Lo Ce, katanya tegas: "Siang tayhiap, kumohon padamu, biarlah
kami mati
seluruhnya di sini mengadu jiwa dengan musuh . . . ."
Saking dongkol
Siang Cin membanting kaki, belum lagi dia bicara lebih lanjut,
bayangan orang
tampak berkelebat, suara si Serigala tertawa Ji Bu mengejek:
"Orang
she Siang, main kucing2an dan takut mati, apakah tidak keliru
perhitunganmu."
Sikap Siang
Cin tetap dingin, tapi otaknya bekerja cepat. Di tengah kumandang
suaranya,
Serigala tertawa Ji Bu tampak menubruk tiba seperti bayangan setan.
Sembari teriak
kalap Lo Cc angkat golok terus membacok ke arah musuh, Serigala
tertawa Ji Bu
mengekeh tawa, pedang pandaknya yang lebar itu tampak berkelebat
menciptakan
bayangan sinar yang ber-lapis2. sekaligus dia lancarkan belasan
serangan pada
Lo Ce. .
Gerakan kedua
pihak sama2 tangkas, sayang Lo Ce sudah kehabisan tenaga,
gerakannya
kalah cepat, untunglah Siang Cin yang berhasil merobohkan enam
musuh sempat
menolongnya, telapak tangannya segera menabas pelipis Ji Bu.
Sudah tentu Ji
Bu harus menyelamatkan jiwa sendiri lebih dulu, sebelum sempat
menusuk musuh
cepat dia berputar pergi.
Mengusap
mukanya yang basah oleh keringat dan darah, wajah Lo Ce yang cakap
kelihatan
letih dia menarik napas panjang, katanya lemas: "Terima kasih . . . . . .
Siang tayhiap
. . . . . . "
Siang Cin
hindarkan samberan dua golok, ia berseru gelisah: "Lo-heng, siapkan
dirimu untuk
menerjang keluar."
Lo Ce mengeluh
dengan rasa pedih, katanya serak: "Tapi . . . . . . tapi. . . . . . . .
"
"Prak",
telapak tangan kanan Siang Cin berkelebat, tiga batok kepala musuh
dikepruknya
pecah, sambil mengertak gigi Siang Cin berseru: "Jangan banyak
omong,
Lo-heng, seorang laki2 harus pandai membawa diri."
Secepat angin
Siang Cin berputar ke sana, murid Bu siang pay yang tak jauh di
sampingnya
terbacok luka pula pahanya, sebelum tubuh orang ambruk Siang Cin
sudah
menariknya mundur.
Tanpa bersuara
si Serigala tertawa Ji Bu menyelinap maju pula, diam2 Siang Cin
juga telah
memperhitungkan waktunya, tiba2 Gwat bong-ing dia lancarkan,
berbareng
kakinya bergerak deras, Tau-ce-tui.
Serigala
tertawa memang licik dan licin, dibawah hujan bayangan pukulan dan
tendangan,
segesit belut tiba2 dia menyurut mundur, ia tahu serangan musuh tak
mungkin dapat
dihadapinya, maka dia menghilang di balik tubuh anak buahnya.
Mendadak Siang
Cin memburu maju, sambil menepuk pundak Ceng-yap-cu dia
berkata lirih:
"Ikuti aku!" Lalu iapun mengundang murid Bu-siang pay yang tinggal
satu itu. Tapi
waktu dia berpaling, kebetulan dilihatnya murid Bu-siang-pay itu tengah
menatapnya
sambil menyeringai lucu, pahlawan padang rumput yang gagah perwira
ini, golok
sabitnya itu membacok masuk dari pundak kanan sampai perut seorang
Hek-jiu-tong
tapi golok Kui thau-to murid Tangan Hitam itu juga menembus dadanya.
Di tengah
teriakan gegap gempita murid2 Tangan Hitam kembali merubung maju
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
176
bagai air bah.
Siang Cin meraih tangain kiri Lo Ce yang berlepotan darah, sekali
lompat dia melayang
tinggi ke atas.
Di tengah
bayangan orang banyak yang saling tubruk dengan kacau balau itu,
didengarnya
suara teriakan Serigala tertawa Ji Bu memberi aba2: "Bidik dengan
panah,
incarlah yang tepat, mereka hendak lari."
Di tengah
udara Siang Cin dan Lo Ce saran berjumpalitan dua kali, mata Siang Cin
yang tajam
dapat melihat si Sayap terbang Kim Bok di sebelah sana sedang dalam
keadaan yang
teramat gawat.
Jelas Cuncu
Wi-ji-bun Bu siang-pay ini sudah kehabisan tenaga, keringat
membasahi
tubuh sampai pakaiannya lengket ditubuh, uap tampak mengepul dari
kepalanya yang
kelimis, musuhnya yang utama adalah laki2 pendek dengan lengan
panjang dan
secomot rambut kuning menghias batok kepalanya, lawan tengah
melontarkan
pukulan yang dahsyat, sementara kawanan Tangan Hitam di sekitarnya
secara licik
maju mundur menyergap, roboh satu maju dua.
Kawanan Tangan
Hitam di sana sudah beramai mengudak kemari, malah anak
panahpun
berseliweran, tapi bidikan panah ini sudah terlambat, dikala hujan panah
berlangsung,
sementara itu Siang Cin dan Lo Ce sudah terjun ke dalam arena yang
mengepung Kim
Bok.
Tombak Lo Ce
sudah sejak tadi hilang, sehingga dia tidak kuasa menyerang musuh
dari jarak
jauh, tapi goloknya masih bekerja lincah dan ganas, sekaligus dia
merobohkan
tiga musuh, ia berteriak lantang: "Cuncu, kami datang ........."
Sekuat tenaga
Kim Bok menahan musuh di sekelilingnya, bukannya dia tidak mampu
melarikan
diri, namun demi dendam dan karena penasaran dia tidak rela tinggal
pergi begini
saja, teriakan Lo Ce seketika membakar semangatnya, iapun berteriak:
"Lo Ce,
tidak lekas kau terjang keluar kepungan, tunggu apa lagi?"
Seiring dengan
teriakannya, puluhan kawanan Tangan Hitam tak jauh di sekitarnya
sama jungkir
balik dan menjerit, sesosok bayangan tinggi menyelinap maju, katanya
dingin:
"Kim-cuncu, sebelum kau sendiri pergi, siapa berani pergi
mendahuluimu?"
Golok sabit
Kim Bok sekaligus menyerang belasan jurus, waktu ia mengerling,
segera ia
berteriak girang: "Siang-lote, kaupun datang . . . . "
Yang menerjang
datang ini ialah Siang Cin, sekali pukul dia binasakan seorang
musuh,
sahutnya dingin: "Sudah tentu."
Kim Bok tidak
berhenti, ia bergerak ke kanan kiri, golok sabitnya menciptakan
goresan sinar
kemilau, teriaknya lantang: "Siang-lote, apakah masih ada harapan?"
Sebelum Siang
Cin menjawab, laki2 pendek )awan Kim Bok itu ter-kekeh2, sapanya
dengan tertawa
aneh: "Naga Kuning?"
Sekaligus
Siang Cin lancarkan pukulan dan tendangan berantai, dalam satu kali
tarikan napas
sebelas jiwa musuh telah diganyangnya, setelah itu dia menengadah
dan menjawab
dengan sinis: "Kenapa?"
Sembari
pergencar serangannya, laki2 pendek lengan panjang itu bergelak tertawa,
serunya:
"Sungguh kasihan, kau yang terkenal cerdik ini, ternyata juga bodoh dan
ceroboh . . .
. "
Tersembul
senyuman dingin di wajah Siang Cin, katanya: "Aku tahu kau adalah
gembong kedua
dari Hek jiu tong Thong thian-wan (lutung meraih langit) Ban Lok,
meski namamu
amat tersohor di Kangouw, tapi otakmu puntul dan tampangmu
jelek."
Golok Kim Bok
membacok ke depan terus membabat ke samping, dia ter gelak2,
serunya:
"Tepat sekali pujianmu, Siang lote."
Laki2 pendek
bertubuh aneh ini memang betul gembong kedua dari Hek jiu tong,
setiap insan
persilatan bila menyebut nama Thong-thian-wan Ban Lok pasti
mengerut
kening. Secomot rambut kuning di kepalanya se-olah2 berdiri, gada gigi
serigala di
tangannya segera berputar, di tengah deru samberan angin yang kencang,
dia mengamuk
dan mencaci maki "Naga Kuning, kau harus mampus karena
olok2mu
ini."
Siang Cin
tertawa tenang, dia balas menyerang, sahutnya dingin: "Orang she Ban,
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
177
kau belum
setimpal untukku." - Pada akhir katanya di lihatnya bayangan beberapa
orang telah
mengudak tiba. satu di antaranya yang bergerak paling gesit diketahui
adalah
Serigala tertawa Ji Bu..
Siang Cin
menyurut mundur, dengan suara lirih dia berbisik: "Kim-cuncu, biar Cayhe
bertahan
dibelakang, bawalah orang2mu yang masih hidup untuk meloloskan diri."
Golok sabit
Kim Bok menyamber bagai halilintar, sesaat ia tampak bimbang, katanya
kemudian,
"Tapi . . . , Siang lote, kemungkinan masih ada orang2 kita di dalam
sana. . .
."
Keringat sudah
membasahi jidat Siang Cin, sambil mengertak gigi dia pukul musuh
yang berusaha
menerjang maju, katanya tegas: "Kim-cuncu, anggap saja mereka
sudah
ajal."
Melenggong
sekejap, Kim Bok berseru bingung:" "Tapi . . . . Siang-lote . . . .
"
Dengan jurus
Kui so-hun mendesak mundur Serigala tertawa Ji Bu yang menubruk
tiba, lalu
Siang Cin berkata pula: "Kim-cuncu, apakah kau masih ingin meresapi
suatu pengajaran?"
Setelah ragu
sejenak mendadak Kim Bok menggembor: "Baiklah!"
Siang Cin
melangkah maju, katanya: "Jangan melupakan orang gagah yang
berjenggot
merah itu, mundurlah cepat!"
Ber-kaca2
kedua mata Kim Bok, aiisnya bertaut kencang, sembari menarik Ceng yap
cu Lo Ce,
golok sabit berputar sekencang kitiran, serunya: "Lo Ce, hayolah."
Di tengah
suaara gerungannya, Ceng-yap-cu mendadak menjatuhkan diri terus
menggelundung
ke sana, golok sabitnya membabat miring, dalam sekejap saja
puluhan pasang
kaki manusia sama ditabasnya kutung, jerit kesakitan mengerikan
mendirikan
bulu roma, dikala Lo Ce melompat berdiri pula, lekas Kim Bok
memapahnya
terus dibawa melompat ke udara, ketika tubuh terapung itulah, tombak
pendek yang
terselip di depan dada Kim Bok mendadak menyamber dalam waktu
yang sama,
sekotak penuh berisi Bun tui-ti to (labah2) ditaburkan dengan gerakan
"bidadari
menyebar bunga".
Maka jerit
kaget kesakitan berpadu pula, bagai disapu badai orang2 Hek jiu-tong
yang berjubel
itu sama roboh bergelimpangan, ada pula yang berjingkrak sambil
mengebut dan
memukul, sementara puluhan orang lari sambil menjerit ngeri,
suasana
menjadi kacau-balau.
Thong-thian-wan..
Ban Lok mendadak memburu maju, serunya: ""Siang Cin, kau
licik!"
Tidak jadi
mundur Siang Cin malah memapak maju, sekaligus dia lontarkan
beberapa jurus
pukulan lihay, ,bayangan telapak tangan beterbangan laksana air
bah yang lolos
dari tanggul yang dadal.
Begitu dahsyat
daya pukulan Siang Cin, keji dan mematikan lagi, betapapun Thongthian
wan Ban Lok takkan
mampu menghadapinya, terpaksa ia meraung penasaran
sambil
melompat menyingkir sejauh mungkin.
Serigala
tertawa Ji Bu yang tetap tertawa tampak berlari hendak membantu si hidung
merah Kau
Pui-pui di sana, tapi Siang Cin lebih cepat lagi, sebelum orangnya tiba,
tenaga
pukulannya yang dahsyat sudah membacok musuh.
Serigala
tertawa Ji Bu putar pedang pandaknya, cahaya pedangnya yang kemilau
berwujud
lapisan dinding cahaya yang kukuh untuk membendung damparan angin
pukulan lawan,
maka terjadilah benturan angin pukulan dan pertahanan cahaya
pedang, begitu
dahsyat benturan ini, Ji Bu sampai tertolak mundur dua langkah,
wajahnya yang
pucat tampak merah padam.
Gerakan kedua
pihak berlangsung cepat, dikala dua batang Toa liong-kak berputar
dengan desing
suaranya yang memekak telinga menyamber tiba, si sayap terbang
Kim Bok dan
Ceng-yap-cu Lo Ce kebetulan terjun ke tengah rombongan orang2
Hek-jiu-tong.
Bagai iblis
yang haus darah, kedua batang Toa-liong kak menyamber kian kemari
dengan cahaya
kemilauan, suaranya yang membising mengaburkan perhatian orang
banyak pula,
sehingga orang salah duga bahwa kedua senjata melengkung aneh ini
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
178
seperti benda
hidup.
Jerit orang
banyak terus bersahutan, korban berjatuhan, puluhan batok kepala
manusia sama
terpental, kalau Toa liong-kak kemilau cahayanya, adalah golok sabit
Kim Bok juga
menaburkan cahaya benderang, dalam dua kali gebrak delapan nyawa
direnggut oleh
golok sabitnya. Kaki lengan dan kepala sama protol, isi perut sama
terburai, dada
dan perut robek oleh tabasan golok.
Kepala gundul
yang berjenggot merah itu sudah payah kehabisan tenaga, serta
melihat
kedatangan sang pimpinan yang menerjang datang seperti banteng ketaton,
seketika
bangkit pula semangat tempurnya, entah dari mana datangnya kekuatan
baru, dengan
nekat dia cecar si hidung merah Kau Pui-pui, lalu dengan suara
menggelegar
dia berseru: "Cuncu, aku si jagal hari ini akan mengadu jiwa, dua puluh
tahun lagi
akan menitis pula sebagai laki2 gagah perkasa ......."
Si Hidung
merah Kau Pui-pui melayaninya dengan gerakan cepat dan tangkas pula,
permainan
telapak tangannya masih tetap mantap, sorot matanya membara, katanya:
"Betul
ucapanmu, dua puluh tahun lagi, kau mungkin laki2 sejati . . . ... "
Jenggot merah
si jagal se-akan2 kaku tegak, golok di tangan laki2 gemuk ini
mendadak
berputar kencang, keringat sudah membasahi sekujur badan, dengan
suara kasar
dan sengit dia berkata: "Tapi kau keparat tua boneka ini harus
mengiringi aku
bertamasya ke neraka . . . . . . . "
Hidung Kau Pui
pui yang tinggal secuil daging yang benjol merah itu tampak bergerak2,
dengan sengit
dia lontarkan sembilan jurus pukulan, serunya murka:
"Kematian
sudah di depan mata masih berani jual lagak!"
Sambil menabas
dan membacok, golok si gemuk terus bekerja tak kurang
kencangnya,
dia tergelak2, serunya pongah: "Jika kau sendiri tahu malu, kau mahluk
aneh yang
tidak punya hidung ini tentu merasa malu mengeroyok diriku dengan
bantuan
begundalmu sebanyak ini."
Wajah Kau Pui
pui yang jelek dan beringas itu tampak semakin buruk, sekaligus dia
lontarkan
beberapa jurus pukulan dan tendangan, dikala tangan dan kaki bekerja,
timbul pusaran
angin yang kencang. Tanpa jeri si gemuk, tetap putar golok sabitnya
balas
menyerang, di tengah gempuran yang beradu cepat itu, terdengar suara
"bret"
yang menusuk
telinga, jubah si gemuk yang putih itu tampak sobek sebagian.
Di tengah
suara sobekan ini, dari samping selarik sinar golok melengkung
membacok ke
punggung si hidung merah Kau Pui-pui. Berteriak kaget lekas Kau
Pui-pui
menggeser ke samping, waktu ia berpaling, serta-merta ia berteriak
melengking:
-"Kim Bok!"
Kim Bok
mencecar lawan pula, katanya penuh hebencian: "Kau Pui pui, sejak tadi
kau memang
pandai menghindari bentrokan langsung dan main sergap mencari
lawan yang
lemah, kini kau tidak akan bernasib mujur lagi."
Sambil
berkelit dengan gesit dan tangkas, Kau Pui-pui berhasil lolos dari serangan
golok Kim Bok,
tapi dikala badannya menyelinap menghindar kian kemari itu, ia
sempat melihat
sembilan puluhan anak buahnya lebih dari separo sudah roboh
binasa oleh
amukan golok musuh. Keruan tidak kepalang kagetnya, belum lagi
otaknya sempat
bekerja, Kim Bok yang menjadi lawannya ini telah mendesaknya
lebih ketat,
kembali dia melompat mundur, tapi Kim Bok ternyata tidak mengejarnya,
dikala dia
berdiri tegak pula, tahu2 bayangan seorang sudah melayang ke samping
kirinya dengan
bayangan seorang lagi.
Sedikit
melenggong lekas Kau Pui-pui memandang ke sana, ternyata laki2 gemuk
kepala botak
yang berjenggot merah yang menyatakan ingin jadi laki2 gagah pula
pada penitisan
dua.puluh tahun yang akan datang telah menerjang ke arah kiri,
seketika Kau
Pui-pui sadar, lekas dia berteriak: "Mereka hendak lari, cegat
mereka . . . .
"
Kejadian
berlangsung cepat sekali, belum lagi orang2 Hek-jiu-tong menyadari
maksud
teriakan sang pemimpin, sekali gebrak, di bawah samberan golok kedua
orang Bu
siang-pay ini, sepuluh orang sudah roboh menjadi korban. Kim Bok tergelak2,
dengan
memimpin Ceng yap cu Lo Ce dan si jagal jenggot merah mereka
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
179
terus
menerjang membobol kepungan.
Baru saja
ketiga orang lolos dari kepungan, belum ada tiga tombak jauhnya, di
depan sudah
mengadang seorang laki2 tua berjenggot panjang dan memimpin tiga
puluhan orang
Hek-jiu-tong yang mengenakan mainan kalung telapak tangan di
depan dada,
mereka adalah jago2 Hiat-hun tong yang siap menyambut mereka.
Kim Bok
mendelik, teriaknya gusar: "Kita ganyang mereka?"
Laki2 tua
berjenggot putih itu bukan lain adalah si cerdik pandai dari Hek-jiu-tong,
jago yang tadi
dipaksa jungkir-balik oleh Siang Cin yaitu King Ji-seng.
Belum lenyap
gerungan Kim Bok, badannya yang besar itu mendadak meloncat
tinggi ke
udara, mirip seekor burung raksasa dengan badan menukik dia langsung
menubruk ke
arah King Ji seng.
King Ji-seng tertawa
melengking bagai suara kokok-beluk, payung ragang besi di
tangannya
melingkar satu bundaran, ujung payung yang runcing tiba2 menjojoh ke
depan laksana
pagutan ular berbisa.
Sambil
mengertak gigi golok pendek di kedua tangan Kim Bok sekaligus membacok
gagang payung
lawan, selicin belut mendadak King Ji seng melompat mundur sambil
menarik
payung, hardiknya: "Kepung mereka."
Tiga puluhan
murid Hiat-hun-tong yang sejak tadi berdiri berjajar itu serentak
menggembor,
bagai serigala haus darah, dengan tangkas dan terlatih mereka
merubung maju.
Dalam hati Kim Bok diam2 mengeluh, dia pikir malam ini mungkin
teramat sukar
untuk menjebol kepungan musuh dan lolos turun gunung.
Tapi baru saja
tiga puluhan murid2 Hiat hun-tong yang berani mati itu menerjang
maju beberapa
langkah, dari udara meluncur turun sesosok bayangan orang, belum
lagi orang
banyak sempat melihat gerakannya, enam orang Hiat-hun-tong yang
terdepan sudah
menggelepar roboh, semuanya pecah kepalanya."
"Siang-tayhiap,"
sambut Ceng-yap- ce Lo Ce dengan girang sambil mengayun
goloknya.
Yang baru
datang memang si Naga Kuning Siang Cin, wajahnya yang cakap bersih
tampak
berlepotan darah dan keringat, begitu kaki menginjak bumi Siang Cin segera
susuli lagi
dengan pukulan telapak tangan, tiga jiwa musuh direnggutnya pula,
teriaknya
dengan serak: "Lekas pergi, biar aku tahan mereka."
Mendengar
seruan ini Kim Bok menjadi haru dan berduka pula, teriaknya:
"Sianglote!"
Mendadak Siang
Cin berjongkok menghindari sabetan lima batang golok setan
lawan, waktu
dia menegak pula, telapak tangannya telah memapas patah lengan
dua orang,
ditengah hamburan darah segar itulah, kembali dia meraung gusar:
"Lekas
pergi!"
Mau tak mau
terpaksa Kim Bok, tarik Ceng yap-ce Lo Ce dan si jagal jenggot merah,
bertiga mereka
sama2 melompat ke depan sejauh mungkin, selagi mengapung di
udara,
mendadak kedua kaki Kim Bok memancal, kedua sayap buatan di bawah
ketiaknya
segera berkembang, seperti burung raksasa yang pentang sayapnya,
mereka
melayang turun ke bawah gunung.
Orang2
Hek-jiu-tong hanya ber-teriak2 dengan melongo saja, hampir mereka tidak
percaya akan
pandangan mata sendiri, manusia apalagi dengan muatan dua orang,
bagaimana
mungkin bisa mela yang terbang seperti burung di angkasa? Sungguh
kejadian yang
luar biasa.
Siang Cin sendiri
menjadi lega seperti bebas dari suatu tugas berat, sementara di
sana King
Ji-seng sedang mencak2 seperti kebakaran jenggot, teriaknya kalap:
"Losu,
Loji, Longo, lekas kejar, lekas . . . . ."
Serigala
tertawa Ji Bu dan Kau Pui-pui segera memburu ke bawah gunung,
beberapa
tombak di sebelah sana Thong-thian-wan Ban Lok juga pimpin ratusan
anak buahnya
ikut menguber ke bawah gunung, Siang Cin ter-gelak2 sambil
menengadah,
serunya: ""King Ji seng, tunggulah pembalasanku."
Beringas
pandangan King Ji-seng, ia mengayun payung besinya dan berteriak
kepada murid2
Hiat-hun tong yang berdiri disekitarnya: "Kalian tunggu apa lagi? Mau
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
180
pura2 mampus?
Puluhan jago
Hiat-hun-tong tersentak kaget serentak mereka bergerak, seperti
gerombolan
serigala yang kelaparan tanpa pikir keselamatan sendiri mereka
menyerbu ke
arah Siang Cin.
Waktu itu
Thong-thian-wan Ban Lok dengan ratusan anak buahnya sudah lari
beberapa
tombak ke bawah gunung, beberapa langkah lagi akan tiba di balik
gundukan tanah
dan lenyap di balik sana. Dengan menyeringai Siang Cin kerahkan
seluruh
kekuatannya, kedua tangan terayun bersama, dua batang Toa-liong-kak
menyamber
keluar, suara mendenging seperti jerit tangis setan penagih sukma,
begitu cepat
membabat ke arah Thong-thian-wan Ban Lok di kejauhan itu.
Baru saja Toa
liong kak menyambar keluar, Siang Cin lantas melompat ke balik
gundukan dan
mendekam ke bawah, mendadak ia berputar, telapak tangannya yang
tajam membabat
satu lingkaran.
Tiga belas
jago Hiat-hun-tong yang menubruk maju tiba2 sama merasakan perut
kesakitan,
sebelum mereka menyadari apa yang terjadi, serta merta mereka sama
menunduk
memandang perut masing2 entah sejak kapan isi perutnya ternyata
sudah
kedodoran menjebol perut.
Gaya serangan
Siang Cin yang menakjupkan ini merupakan salah satu jurus dari
San-jiu yang
lihay, sehingga tiga belas musuh yang terbelah perutnya tidak
merasakan
sakit padahal isi perut sudah berlimpah keluar.
Maka
berpadulah jerit tangis sekarat ketiga belas orang yang berkelejatan itu,
semuanya
membuang senjata dan mendekap perut sambil ter-guling2, wajah
mereka yang
tadinya buas kasar itu kini tampak pucat berkeringat.
Tanpa hiraukan
nasib anak buahnya, serigala tertawa Ji Bu, hidung merah Kau Puipui
Ban Lok, King
Ji-seng menubruk dari tiga arah yang berlainan, Siang Cin sudah
memperhitungkan
waktu dan mengincar sasaran dengan baik, mendadak ia
jumpalitan,
dua Toa-liong-kak yang tersisapun dia sambitkan dengan desing
suaranya yang
memekak telinga, tiga musuh yang merangsak maju sementara
teralang oleh
"tanduk naga" ini.
begitu sinar
kuning muncul, Serigala tertawa Ji Bu segera berteriak kalap: "Lo-ngo,
adu
jiwa!"
Si hidung
merah Kau Pui-pui menyahut: "Baiklah!"
"Siuutt",
sebuah Toa liong-kak dengan membawa cucuran darah menyamber tiba,
Kau Pui-pui
tidak menyingkir, mendadak dia menjatuhkan diri terus berputar.
"Cret",
tanduk naga
dengan telak menancap di pundaknya, tapi dengan berputar tadi iapun
sudah
mengelinding ke samping Siang Cin.
Hal ini memang
di luar dugaan Siang Cin, baru saja tanduk naga disambitkan, tahu2
orang yang
meski terluka sudah mendesak tiba, sungguh dia tidak menduga musuh
berani nekat
mengadu jiwa.
Sekilas dia
melenggong, sementara telapak tangan Kau Pui-pui sudah terayun
membelah
dadanya, sedang tanduk naga yang lain melayang diatas kepala si
Serigala
tertawa Ji Bu, dasar licik, dengan menyelamatkan jiwa sendiri, sigap sekali
Ji Bu tarik
seorang anak buahnya terus dilempar ke arah tanduk naga yang
menyamber
tiba, terdengar jeritan ngeri, tanduk naga yang tajam itu sudah ambles
ke dalam perut
murid Hek jiu-tong itu.
Tak sempat
berpikir, lagi Siang Cin melenting ke atas, pada saat yang sama, tanpa
hiraukan
keselamatan sendiri King Ji-seng juga menyelinap maju seraya menjojoh
iga kiri Siang
Cin dengan ujung payungnya yang runcing itu.
"Pletak",
suara tulang remuk disusul "bluk" yang keras pula, si hidung merah
Kau
Pui-pui
terpental ber-guling2, sementar Siang Cin terhuyung mundur tiga langkah,
wajah King
Ji-seng tampak beringas seram, ujung payungnya yang runcing itu baru
dicabut keluar
dari paha Siang Cin.
Bayangan orang
segera berkelebat, sebat sekali si Serigala tertawa Ji Bu menubruk
maju sambil
berteriak, lantang: "Bunuh dia!" - Baru saja dua patah kata ini
terlontar
dari mulutnya,
Ji Bu mendoyong ke depan, "Ngum", pedang pandaknya bergetar,
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
181
dengan keji ia
menusuk. Inilah serangan maut ilmu pedang si Serigala tertawa Ji Bu
yang tiada
taranya.
Tak mau
ketinggalan gagang payung besi King Ji-seng srgesit ular juga mematuk
tiba, cuma untuk
kali ini ujung payung yang runcing itu tidak langsung menusuk ke
arah Siang
Cin, tapi menjojol, di sebelah belakang Siang Cin.
Dalam waktu
sekejap ini dua gembong utama Hek-jiu-tong sekaligus melancarkan
serangan
bersama, kali ini mereka tidak main sergap atau bertempur dari jarak jauh,
tapi bergebrak
dalam jarak dekat, malah serangan yang dilancarkan juga lebih ganas.
Siang Cin
insyaf detik2 yang menentukan dari pertempuran terakhir ini sudah di
depan mata,
dia tahu akibat kalah dan menang pertempuran sengit ini tentu teramat
besar bagi
kedua pihak, hanya antara mati dan hidup.
Serangan
gencar kedua pihak begitu dahsyat, Siang Cin tiba2 memicingkan mata,
perawakannya
yang jangkung itu tiba2 setengah berjongkok. Bong li-mo ( iblis dalam
impian ) dan
Hian jian-sin ( darah menciprat hati ), dua jurus dari sembilan jurus
serangan maut
sekaligus dilancarkan, dikala bayangan telapak tangannya
beterhangan
dengan deru angin yang kencang, dua jurus lihay yang lain dari Gwatbong-
ing dan
Ban-thian hong menyusul pula.
Hampir tidak
terasakan gerakan Siang Cin yang begitu cepat dan tangkas, baru
empat jurus
serangan ini ber-gulung2 di udara, empat jurus susulan yang lebih
dahsyat lagi
telah diberondong keluar pula, keempat jurus susulan ini adalah Kui-sow
bun ( setan menagih
nyawa ), Hay-swan-boh ( pusaran air laut ), Ing- poh long (elang
menerjang
ombak )dan Liong kik-hun ( naga naik ke mega ), angin menderu
menjadikan
pusaran yang kencang, debu pasir beterbangan, gaya Siang Cin yang
setengah
berjongkok tiba2 tegak kembali, maka jurus terakhir dari sembilan tipu
pukulan yang
paling ganas, yaitu Kan- thian bun ( menggetar pintu langit ) didorong
ke luar pula.
Betapa hebat
kekuatan pukulan berantai ini, boleh dikatakan hampir tak mungkin
dilakukan oleh
manusia biasa. Serangan berantai dilancarkan dalam sekejap dari
jurus pertama
sampai jurus kesembilan, damparan angin semakin bertambah hebat.
Bersamaan
dengan serangan sembilan jurus berantai Siang Cin ini. Jenggot King Jiseng
tampak
bergerak, kedua matanya melotot besar, gagang payung besi yang
mengatup itu
tiba2 terbuka, di tengah suara "cret" yang keras, enam belas batang
ruji payung
besi itu melesat bersama kedepan, berbareng si Serigala tertawa Ji Bu
juga memutar
senjatanya seperti kitiran, keduanya menyusup ke tengah arus tenaga
pukulan Siang
Cin yang dahsyat itu.
Jubah kuning
dan lengan baju warna hitam beterbangan, tiga pasang tangan dan
kaki tengah
melakukan gerakan cepat yang tidak mungkin dilakukan oleh tiga ratus
orang,
gebrakan berlangsung dalam sekejap dan sebat, sekali lantas terpencar pula
ke arah
masing2.
Begitu
melompat ke belakang Serigala tertawa Ji Bu sudah tidak mampu berdiri lagi
dia jatuh
tertunduk, pakaian hitam di sekujur badannya sudah hancur ber-keping2,
rambutnya yang
gondrong semrawut, darah tampak membasahi jidat dan belakang
lehernya
bercampur dengan keringat yang gemerobyos, mukanya pucat menguning,
napasnya
tampak ter-sengal2, mukanya menampilkan rasa kesakitan yang luar
biasa.
Di sebelah
sana King Ji-seng juga terlempar keluar dua tombak jauhnya, masih terguling2
lagi, akhirnya
rebah telentang tanpa bergerak lagi, sekujur badan dibasahi
noda darah,
kulit muka mengkeret, darah meleleh dari hidung dan kuping serta mata,
kulit
badannyapun berubah biru hitam. si cerdik pandai dari Hek-jiu-tong yang lihay
otaknya ini
meringkuk tak bergerak lagi, jenggot putih dibawah dagunya juga
kelihatan
guram dan kotor oleh keringat yang tercampur darah, sungguh
mengenaskan
sekali keadaannya.
Lima tombak
dari arena, tampak Siang Cin berdiri kaku laksana patung, bola
matanya tampak
melotot memancarkan cahaya cemerlang di dalam kegelapan, air
mukanya tetap
dingin dan kaku, jubah kuningnya itu juga tampak berderai di bagian
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
182
bawahnya,
noda2 darah bercipratan di sekujur badan, tiga batang ruji payung yang
tajam kemilau
tampak jelas menusuk di paha, pundak dan iganya, sementara
pedang pandak
si Serigala tertawa terselip di antara tulang pundak kirinya, namun
Siang Cin
kelihatan tetap tenang se-akan2 derita ini bukan tumbuh di atas badannya,
dia seperti
sudah pati rasa.
Serigala
tertawa Ji Bu maklum betapa parah luka2nya kini, dalam gebrak
menentukan
barusan, dia terkena lima kali tendangan dan satu pukulan, pukulan
yang teramat
berat.
Sisa2 orang
Hek-jiu-tong yang masih hidup berdiri terpencar di berbagai penjuru,
semuanya
berdiri menjublek, tak tahu apa yang harus dilakukan, sungguh mereka
ngeri
menyaksikan kejadian yang mengenaskan ini, hampir2 semuanya tidak
percaya atas
penglihatan masing2, bahwa tiga gembong pimpinan mereka yang
diandalkan
selama ini telah ambruk pada waktu yang sama, mampus dengan
mengerikan.
Pelahan
sesosok bayangan orang tampak bergerak dari balik bukit sebelah sana,
langkah orang
ini teramat pelahan, di belakangnya ada delapan puluhan murid Hekjiu-
tong, sementara
di atas tanah bergelimpangan mayat kawan mereka yang tak
berkepala, dua
batang Toa-liong-kak tampak menancap di atas tanah padas dan
dada seorang
musuh, sang korban tampak mendelik sambil memeluk dada.
Bayangan orang
itu semakin dekat, kini kelihatan jelas, dia adalah Thong-thian-wan
Ban Lok, pada
bagian pundak kiri pakaian hitamnya tampak basah oleh goresan
senjata yang
mengeluarkan darah, di belakangnya juga ada goresan panjang di
punggung,
darah masih mengucur keluar dan mengalir sampai ke ujung kaki.
Ada beberapa
murid Hek-jiu-tong yang menyingkir jauh di sana, berjongkok sambil
memeluk perut,
tak jauh dari mereka si hidung merah Kau Pui pui meringkuk lemas
tak bergerak
dikelilingi anak buahnya. keadaannyapun kelihatan parah.
Pelahan
Thong-thian-wan melangkah maju dan berhenti tiga tombak di depan Siang
Cin, air
mukanya menampilkan rasa lelah, lama dia menatap musuh bak iblis di
depannya ini,
dengan suara serius akhirnya dia berkata: "Siang Cin, kau memang
tersohor
bertangan ganas di Bu lim, semula aku tak percaya, kini baru terbukti kau
memang
setimpal dengan julukan itu, kau memang buas, ganas dan keji, kalau tidak
tentu sejak
lama kau sudah mampus . . . . "
Aneh pancaran
sinar mata Siang Cin, katanya kalem: "Untuk adu jiwa, orang she
Siang tidak
gentar menghadapi keroyokan iblis2 laknat seperti kawanan Tangan
Hitam kalian.
Ban Lok, pihak kalianla yang menarik keuntungan, tapi pernahkah kau
menaruh belas
kasihan terhadap musuhmu?"
Secomot rambut
kuning di kepala Thong-thian wan Ban Lok tampak melekat di
depan jidatnya
yang basah keringat, kedua lengannya yang panjang bergontai lemas
di samping
tubuhnya, dengan susah dia menelan ludah, lalu berkata dengan suara
serak:
"Gambaranmu teramat seram, Siang Cin, kau memang pantas dipuji sebagai
pengganas
nomor satu, tapi kau harus mengerti, utang jiwa harus dibayar dengan
jiwa."
Menyeringai
Siang Cin menahan rasa sakit yang menusuk tulang sungsumnya,
katanya berat:
"Sudah tentu, orang she Siang selalu siap untuk ini, entah sekarang
atau kelak,
kau atau orang2 lain."
Dengan lidah
kaku Thong-thiau wan menjilat bibirnya, katanya serak: "Siang Cin,
biarlah
sekarang saja?"
Siang Cin
menggeleng dan berkata: "Ban Lok, kau sendiri maklum aku tidak akan
menyerah
mentah-mentah, kita sama2 mempunyai kesempatan, betul tidak?"
"Betul,
tapi kesempatanmu tak banyak . . . . " Ban Lok menyeringai.
Siang Cin
mendengus: "Benar, tapi kau sendiri, dengan tipu muslihatmu kau sudah
berhasil
mencapai sedikit dari apa yang kau harapkan. Ban Lok, jika menurut
kebiasaan
watakmu, sejak tadi tentu sudah melabrakku mati2an, tapi kenapa tidak
kau lakukan?
Sebab kau sendiri sudah terluka parah, kau sudah menyaksikan
betapa
Lwekangku, para pembantumu sudah modar, tiada satupun yang setimpal
BARA NAGA- Koleksi KANG ZUSI
183
menjadi
pembantumu untuk mengalahkan aku, maka kau sengaja menunggu,
mengulur waktu
dengan ocehanmu, kini orang2mu tengah memanggil bantuan.
kalau
ingatanku tidak keliru, pihak Hek-jiu-tong kalian masih ada Lotoa (tertua) Dian
Gun, Losam (
yang ketiga) Mo Giok yang belum muncul, betul tidak?"
Untuk
menyembunyikan perasaannya Ban Lok mengusap pipi dengan telapak
tangan,
katanya: "Siang Cin, kau memang pintar dan ini tidak menguntungkan
dirimu."
{ 114 komentar... read them below or add one }
alamaaa....cerita nya panjang amat!
di copy dulu ya sob sbgai pertinggal di kantong! tq
keren bget ceritanya sob,,,,,sampai sakit mata ane baca nya! thanks ya atas cerita ini.,.,
thanks infonya
mantap
ceritanya bagus juga gan .. kalau ada film nya ini lebih ok aja gan
di tunggu deh layar lebarnya
mantap
mantap cing, mantap dah
seru mas bro... tapi panjang banget
seru juga
meski tulisannya padat :D
Puyeng saya ngeliatnya
keren abis gan
ceritanya panjang amat gan...
PegiPegi.com : Booking Hotel Murah & Mudah di Indonesia
Sepeda Motor Bebek Injeksi Kencang dan Irit Jupiter Z1
Voucher Deal dan Diskon Spesial Hanya di Kliktoday
makasih infonya
izin nyimak isi blog ya kawan.... makasih kawan
makasih infonya
filmnya serunya gan kalau ada nih ha ha ...
ceritanya sih enak cuma, aku lelah ngebacanya ampe pegel, thanks.......!
aduh panjang amat sih, ceritanya ampe2 aku ketiduran bacanya.........!
Keren ceritanya masbroo....wkwkwkwk
enggk ada lagi cerita yg lebih asik lagi sob,,,,mohon di share! :D
makasih gan infonya
asyik seru banget gan ceritanya
cerita yang menarik, dan bacanya juga sangat menarik terimakasih atas infonya.......!
menurut saya cerita ini menarik untuk dibaca, terimakasih atas infonya........!
cerita yang sangat menarik, terimakasih atas infonya......!
aku nunggu yang baru lagi bang..hahayyy
makasih infonya
cerita yang sangat menarik tapi lumayan pegel juga bacanya, kkarna terlalu panjang, terimakasih atas infonya.......!
tahanks atas infonya gan
baru kali ini saya nemuin cerita yang asik, dan juga panjaaaaaaang terimakasih atas infonya sangat bermanfaat sekali.......!
keren infonya
amazing sekali postingannya gan
salam sehat
lanjutkan dengan postingan berikutnya gan
asyik juga nih bacanya.. terimakasih telah berbagi gan
cerita yang menarik terimakasih......!
wah kerrrrreeeeen tuh tulisannya, bikin novel aja gan
ceritanya lucu jug gan
salam
boleh juga nih cerita asik juga,thanks .........!
wiiiis maknyos
okeh, cepk bacanya
coba di film kan gan seru banget nih kayaknya ...
pernah denger juga gan sebelumnya ....
wah keren dan seru gan
seru baca cerita nya, banyakl manfaat.
ceritanya bagus dan menarik juga, thanks ........!
cerita yang menarik gan ...
bagus ceritanya
keren banget
di tunggu gan kaset dan CD nya
ceritanya menghibur
ceritanya bagus tuhh
mantap juga gan ceritanya aku suka ini
menarik sekali ceritanya
cerita yang bagus gan dan menarik juga
keren ceritanya.
wih seru sekali ni ceritanya
Selamat sore gan … kunjungan sore mantap artikelnya sangat menarik :D
seru cerita nya
seru baca ceritanya
aku copy gan buat tugan cerpen :D
keren ceritanya, bagus seru di baca.
ceritanya menarik, asik di baca. dan menghibur
terimakasih gan atas sajian artikelnya yang sangat menarik untuk disimak
cerita yang lucu gan dan menarik ...
cerita nya asik di baca,
salam sehat dan semoga sukses
ceritany asik banget.
cerita yang menarik
artikel yang bagus dan menarik gan
ceritanya seru juga.
di tunggu gan share selanjutnya
artikel yang mantap dan menarik
artikelnya bagus sekali sob,,menambah pengetahuan dan wawasan.. terima kasih banyak atas sharenya..semoga selalu menciptakan karya" terbaiknya,,,dan ditunggu UPDATEan terbarunya sob,,,pokoknya mantap deh! keren buat blog ente ! dan saya mohon dukungannya sob buat lomba kontes SEO berikut:
Ekiosku.com Jual Beli Online Aman Menyenangkan
Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia
terima kasih atas dukungannya sob,, saya doakan semoga ente selalu mendapatkan kebaikan,, dan terus sukses!! amin hehe sekali lagi terima kasih banyak ya sob...thaks you verry much...
keren gan ceritanya, sangat menghibur. .,
crita yang baguss sob
artikel yg menarik juga nih
kurang ngerti ceritanya gan....
I like it thanks for create nice and spiritual blogs on the site i am appreciate for the owner of the sites ....
thanks buat critanya
crita yg bagus
belum faham nih gan critanya
nice share dh mba buat infonya
crita yg baguss
ok juga ceritanya.. makasih..
sippp.... ok punya cih. trims
makasih atas ceritanya...
ok punya ceritanya...
di tunggu cerita selanjutnya...
banyak cerita banyak share...
trims..
sip... ok punya ceritanya. keren
makasih certitanya ok buat pencerahan...
ok-ok punya nich...
makasih,,, ok punya top markotop dech..
ok ... sip, makasih hatur thanks u...
aku suka ceritanya tapi panjang banget...
trims...
panjang banget ceritanya tapi ok punya...
sip.
. ok punya... tirms abis
Thanks for this nice informative blog. Really too impressing.
bagus,, hahahahhah...........
asik juga kalau dibaca pelan2 ....nice!
makasih wawasan saya bertambah denganmembaca artikel bapa.. sukses selalu y!!!!
selamat siang pak, semoga hari ini berhasil
luarr biasa ... wek kk pnuh dengan inpirasi bagi yamg membaca.. di tunggu kk info barunya!
situs yang banyak bermanfaat bagi para komunitasnya, tetap berkarya dan sukses!
Thanks atas artikelnya, makin nambah wawasan saya
Infonya sungguh sangat berguna pak admin... thanks ya..
di tunggu cerita selanjutnya...
luarr biasa ... wek kk pnuh dengan inpirasi bagi yamg membaca.. di tunggu kk info barunya!
bagus sekali ceritanya, mirip2 novel
panjang juga ya ceritanya, tapi seru deh
lumayanlah ceritanya,, dari pada lumanyun
Thanks for this nice informative blog. Really too impressing.
gong xi fa choi gan kebetulan masih cap gomeh
chenlina20160602
oakley sunglasses
michael kors outlet
kate spade handbags
coach outlet store online
louis vuitton outlet
kate spade handbags
coach factory outlet
tory burch outlet online
coach outlet
louis vuitton outlet
jordan 3
gucci outlet
nike roshe flyknit
north face outlet
jeremy scott shoes
polo ralph lauren
kd 8 shoes
coach factory outlet
coach outlet store online clearances
supra shoes
adidas outlet
mont blanc pens
polo ralph lauren
pandora jewelry
nike sb shoes
oakley sunglasses
michael kors purses
fitflops shoes
designer handbags
cheap jerseys
oakley canada
ralph lauren outlet
supra sneakers
air jordans
toms shoes
celine bags
oakley sunglasses
michael kors outlet
toms shoes
true religion
as
Posting Komentar