Cerita Ngentot Guru : HPH 3a ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru,
Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru Cerita Ngentot Guru : HPH 3a, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Ngentot Guru : HPH 3a
"Blang! Blang" di tengah suara gemuruh ruangan
itu terus berputar dan
tenggelam makin cepat, begitu kencang putarnya hingga
sebagian orang yang
terjebak di situ tak mampu berdiri tegak lagi, banyak yang
terlempar dan jatuh
terguling banyak pula yang merasa kepalanya jadi pusing,
mata berkunang2 dan
akhirnya roboh tak sadarkan diri.
Sementara itu, dengan dituntun tangan yang halus dan
hangat itu Tian Pek
telah memasuki sebuah pintu sempit, setelah berbelok
baberapa kali mereka
menembus ke sebuah lorong di bawah tanah. Tempat berpijak
tidak berputar
bahkan ia merasa mulai mendaki undak2an batu, jelas ia
telah lolos dari jebakan
Sok-ki-tay-tin tadi.
Suasana dalam lorong itu tetap gelap gulita tak nampak
sesuatu apapun,
untungnya pandangan Tian Pek sudah terbiasa setelah sekian
lama terjebak di
tempat yang gelap, lapat2 ia dapat menangkap bayangan
punggung orang yang
menggandeng tangannya, ditinjau dari tubuhnya yang
langsing tak diragukan
lagi orang ini pasti Kim Cay-hong.
Beberapa kali Tian Pek bermaksud melepaskan gandengannya,
tapi entah apa
sebabnya, setiap kali niat itu selalu dibatalkan, beberapa
kali ia hendak bertanya
akan diajak ke manakah dirinya, tapi setiap kali pula
maksud itu diurungkan. Ia
merasa nyaman bergandengan tangan dengan gadis yang cantik
itu.
Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, akhirnya ia
mendengar suara
"blang" yang keras, agaknya sebuah pintu batu
telah didorong terbuka.
Menyusul Kim Cay-hong lantas menarik tangannya dan
melompat keluar dari
lorong tersebut.
Kiranya mereka muncul di tengah gardu sebuah gunung2an di
tengah taman,
tertampak bangunan indah dan aneka warna bunga yang
menyiarkan bau
harum, rembulan bersinar dengan terangnya di langit.
Di bawah cahaya bulan purnama, Kim Cay hong tampak jauh
lebih cantik dan
menawan hati, dengan tertawa manis ia berkata:
"Untung aku mengetahui jalan
keluar lewat lorong rahasia tadi, kalau tidak niscaya kita
akan mengalami nasib
yang sama dengan mereka!"
Hangat perasaan Tian Pek merdengar Kim Cay-hong
mengistilahkan "kita"
bagi mereka berdua, segera ia bertanya: "Apakah
mereka akan tenggelam ke
dasar bumi? Masa ruangan ini tak dapat bergerak naik lagi
ke permukaan
tanah?"
Kim Cay-hong tersenyum manis, ditatapnya wajah Tian Pek
dengan
pandangan mesra, lalu sahutnya: "Aku sendiripun
kurang jelas, hanya waktu
kecil pernah kudengar dari ayahku bahwa ruang tengah itu
telah dilengkapi
sebuah alat jebakan yang bernama Sek-ki-tay-tin, asalkan
tombol rahasianya
ditekan. maka ruangan itu akan tenggelam ke dasar tanah
dan selamanya tak
akan muncul kembali, bila mereka terjebak dalam ruangan
tersebut, kendatipun
ilmu silatnya sangat lihay, selamanya akan terkubur di situ......
"
"Ah, aku tidak percaya dengan perkataanmu!"
tiba2 Tian Pek menjengek.
Kim Cay-hong melangkah maju dua tindak, serunya dengan
kurang senang:
"Jadi kau kau anggap aku membohongi kau?"
"Hahaha ...."Tian Pek bergelak tertawa.
"Bukankah engkohmu dan jago2
keluarga Kim masih terjebak di sana, masa merekapun akan
menemani musuh
dan terkubur selamanya di situ?"
Kim Cay-hong tertawa cekikikan mendengar perkataan itu,
sahutnya: "Tentu
saja engkohku tidak akan bertindak sebodoh itu, tentu
iapun mengetahui lorong
rahasia yang menembus keluarl"
"Tapi, sampai kini engkohmu belum lagi ikut keluar
bersama kita."
Tanpa sadar Tian Pek menggunakan pula istilah
"kita", istilah yang terasa
mesra sekali, kontan saja air mukanya jadi merah,
jantungnya berdebar dan
kata2nya terputus.
Makin manis senyum Kim Cay-hong. dengan wajah berseri ia
menerangkan:
"Lorong rahasia yang terdapat di seputar alat jebakan
Sek- ki-tay-tin bukan cuma
satu ini saja, jalan tembusnya juga tidak melulu berada di
sini saja, sekali orang
salah langkah dalam ruangan yang berputar kencang itu,
maka selamanya dia
tak akan mampu memasuki lorong rahasia sempit yang hanya
bisa cukup
dilewati satu orang saja itu ........... "
"O, sungguh tak tersangka istana Kim yang tersohor di
dunia persilatan
ternyata sudi menggunakan alat jebakan yang rendah dan
memalukan ini untuk
mencelakai orang," seru Tian Pek dengan nada kesal. “Hitung2
aku Tian Pek
telah merasakan sampai di manakah kelicikan manusia istana
Kim. Baiklah,
selama gunung tetap menghijau, kita pasti berjumpa lagi di
lain waktu. Selamat
tinggal !”
Tanpa menunggu jawaban Kim Cay-hong, dengan langkah lebar
Tian Pek
lantas berlalu.
Pucat wajah Kim Cay-hong mendengar perkataan itu, untuk
sesaat dia berdiri
tertegun, setelah Tian Pek berlalu ia baru merasakan
hatinya sakit bagai di iris2,
tak tahan lagi ia menangis dan memburu ke arah pemuda itu
sambil berseru:
"Kau...... kau jangan pergi ..... "
Ketika merasakan angin menyambar dari belakang, Tian Pek
mengira Kim Cayhong
dari malu nenjadi gusar dan akan menyerangnya, cepat dia
mengegos
sambil menghantam ke belakang.
Tapi segera dilihatnya si nona sama sekali tidak
menghindar atau berkelit,
dengan tangan terpentang dan dada membusung sedang
menubruk ke arahnya
Setelah pukulan dilancarkan baru Tian Pek tahu Kim
Cay-hong tidak
bermaksud menyerangnya melainkan cuma menubruk ke dalam
pelukannya,
dalam keadaan demikian sekalipun Tian Pek berhati keras
bagai baja, luluh juga
hatinya. Maka cepat ia berusaha menarik kembali
pukulannya. Tapi sayang,
sudah terlambat, meskipun sebagian besar tenaga pukulannya
dapat ditahan,
tapi sebagian kecil tetap mengenai dada si nona.
Kim Cay-hong mengeluh tertahan, badannya yang menubruk ke
depan
tergetar sempoyongan, lalu roboh terkapar............
Cepat Tian Pek melompat maju dan merangkul tubuh Kim
Cay-hong sebelum
roboh, dipeluknya nona itu erat2, sekalipun dalam keadaan
gugup dan panik
serta tidak sengaja, tak urung berdebar juga jantungnya.
Pucat wajah Kim Cay-hong, alisnya bekernyit, bibirnya
terkatup rapat dan
dada naik-turun, rupanya tidak enteng luka dalam yang
dideritanya.
Tian Pek cemas dan sedih, ia menyesal telah melukai gadis
cantik itu, bisiknya
dengan tergagap: "Nona .... nona Kim, aku ... aku
tidak sengaja melukai
dirimu............ aku tak sengaja ....”
Kim Cay-hong membuka sedikit matanya, melihat tubuh
sendiri berada dalam
pelukan Tian Pek dan anak muda itu seperti anak kecil yang
berbuat salah
sedang minta ampun, maka terhiburlah hatinya, bisiknya
dengan napas
tersengal: "Aku….. aku tak me............ menyalahkan
dirimu............ asal......asal
engkau tahu perasaaanku. maka............ maka…. cukuplah….”
Kepala Tian Pek seperti mendengung demi mendengar
perkataan itu, akhirnya
kejadian yang paling ditakuti berlangsung juga, nona
cantik yang dilukainya
tanpa sengaja ini bukan saja tidak dendam atau benci
padanya, sebaliknya
malahan mengucapkan kata2 yang mesra, bukankah semua ini
sudah cukup
gamblang.
Dia, si nona, telah jatuh cinta padanya, sedangkan dia
sendiri mengetahui
bahwa anak dara itu adalah puteri musuh, puteri pembunuh
ayahnya, dapatkah
ia menerima cinta itu?
Namun sekarang kesadarannya, dendamnya, rationya, semuanya
sudah
lenyap, ia tak dapat membohongi diri sendiri, jelas iapun
jatuh cinta pada nona
cantik ini.
Sementara itu Kim Cay-hong kelihatan tambah gawat, setelah
mengucapkan
beberapa patah kata tadi, ia tak dapat mengendalikan
pergolakan darah di
dadanya, darah segar segera merembes keluar dari mulutnya.
Tian Pek menjerit kaget, tanpa pikir lagi dipeluknya tubuh
Kim Cay-ho g lebih
erat, tangan kanannya secepat kilat menutuk tiga Hiat-to
penting di tubuh anak
dara itu, kemudian telapak tangannya ditempelkan pada
Ki-bun-hiat di depan
dada Kim Cay-hong.
Ketika telapak tangannya menempel dada si nona, Tian Pek
merasa ujung
jarinya menyentuh sesuatu yang kenyal, seperti kena
listrik, sekujur badannya
bergetar keras, darah bergolak, hampir saja ia tak mampu
mengendalikan diri…..
"Oou ..... !" entah kesakitan, entah keluhan
puas, itulah suara Kim Cay-hong
ketika tangan pemuda itu menempel dadanya yang montok itu.
Tian Pek tersentak sadar dan sedapatnya menahan gejolak
napsu setan, cepat
ia kerahkan hawa murni dan disulurkan melalui telapak
tangannya ke tubuh si
nona.
"Nona Kim," bisiknya lirih, "kusalurkan
tenaga dalam untuk mengobati luka
nona, harap nona salurkan pula hawa murnimu untuk
mengiringi ….”
Kim Cay-hong membuka matanya dan mengerling manja ke arah
pemuda itu,
tapi ia tidak bersuara, ia menurut dan mengiringi hawa
murni yang disalurkan
Tian Pek itu.
Melalui jalan darah Ki-bun-hiat, aliran hawa panas,
bergerak menembus Samciat-
hiat, dari situ bergerak turun ke bawah mencapai pusar,
kemudian bergerak
pula menembus bagian bawah tubuh, dalam waktu singkat
badannya jadi segar
kembali, malahan rasa sakit di dadanya seketika lenyap
pula.
Ia merasa tangan Tian Pek yang hangat itu mulai bergerak
meraba dadanya,
kemudian pelahan bergerak turun ke bawah dan ke bawah
kecuali merasakan
tubuhnya jadi segar, Kim Cay-hong juga merasakan pula rasa
gatal2 geli,
semacam perasaan yang belum pernah dialaminya.
Kim Cay-hong tak tahan lagi, ia bergeliat dan rada
gemetar, mukanya yang
pucat seketika berubah menjadi merah membara............ .
"O ... " Kim Cay-hong mengeluh tertahan dengan
mata terpejam seperti orang
mengigau: "Mulai sekarang, aku tak mau kau panggil
nona Kim ..... "
"Lalu harus kupanggil apa?" tanya Tian Pek
dengan samar2 seperti orang
mabuk.
"Panggil aku adik Hong .... "
Pikiran Tian Pek semakin hanyut dan lupa daratan,
melupakan sakit hatinya, ia
menurut dan memanggil: "Adik Hong............ .
"
“O, engkoh Tian ..... engkau sangat baik . ,." keluh
Kim Cay-hong lagi sambil
tarik napas panjang.
Kim Cay- hong, gadis perawan keluarga Kim yang termashur,
puteri pujaan
seorang tokoh persliatan, nona yang kecantikannya tiada
bandingannya dan
mendapat predikat Kanglam-te-it-bi-jin saat ini sedang
dibuai asmara dalam
pelukan seorang pemuda musafir, merasakan kebahagian orang
hidup,
kebahagiaan yang tak pernah dialami sebelumnya, pelahan ia
memejamkan
matanya dan tenggelam dalam mimpi.
===mch===
Bagaimana akibat dari mabuk cinta antara Kim Cay- hong dan
Tian Pek?
Dapatkah para jago silat yang terkurung itu membebaskan
diri?
Bacalah jilid ke-15
Jilid-15.
Cinta memang memiliki kekuatan gaib yang tak terbatas.
Di tengah keheningan malam itu se-konyong2 terdengar suara
orang
mendengus di balik semak pohon sana.
Sebenarnya luka Kim Cay-hong tidak terlampau parah,
setelah diobati oleh Tian
Pek dengan ilmu sakti yang dipelajari dan kitab pusaka
Thian-hud-pit-kip, boleh
dibilang semua lukanya telah sembuh. Kalau mereka masih
berdekapan hanya
karena mereka tengah asyik dibuai asmara.
Tentu saja suara tertawa dingin yang sangat tiba2 itu
segera menyadarkan
kedua muda-mudi itu. Tian Pek yang per-tama2 tersadar dan
cepat
membangunkan Kim Cay-hong dari pelukannya, kemudian
menghardik: "Siapa
yang bersembunyi disana?"
Sesosok bayangan hitam berkelebat keluar dan balik
pepohonan yang rindang,
secepat kilat orang itu tahu2 sudah berdiri sambil
bertolak pinggang di
undak2an gardu, siapa lagi dia kalau bukan Tian Wan-ji
yang lincah. usil dan
masih polos itu.
Sama sekali tak menyangka Wan ji akan muncul di sini Tan
Pek melenggong.
Wan-ji yang cantik itu jelas merasa cemburu. matanya yang
jeli mengerling
bergantian pada wajah Tian Pek dan Kim Cay-hong, tampaknya
ia ingin
menyelami rahasia hati kedua orang itu.
Merah wajah Tian Pek berdua karena dipandang setajam itu
oleh anak dara
yang masih polos dan bersih itu, tanpa terasa mereka
menundukkan kepalanya
rendah2.
"Hehehe, di bawah bulan purnama memadu cinta, tanpa
terasa bulan sudah
jauh bergeser, ternyata orang yang memadu cinta belum juga
sadar." demikian
Wan-ji ber-olok2.
Kikuk Tian Pek mendengar sindiran tersebut, terpaksa ia
menjawab: "Wan-ji,
untuk apa kau datang ke sini . . ?"
"Untuk apa? Aku datang untuk ber-main2!" sahut
Wan-ji dengan cemburu.
"Yang jelas aku tidak datang kemari agar dipeluk
orang dan dipanggil adik. . ."
Sindiran yang tajam itu menggusarkan Kim Cay-hong,
mendadak ia menengadah
dan membentak: "Budak liar dari mana? Berani kau cari
perkara ke istana Kim
sini."
"Hai, kalau bicara hendaklah tahu diri," sahut
Wan-ji dengan dahi berkerut.
"Kalau kau main kasar, hm, jangan menyesal bila nona
hajar adat padamu!"
Sebagai seorang nona yang selalu disanjung puja, sekalipun
ayah atau
saudaranya sendiripun tidak pernah bicara sekasar itu
kepadanya, bisa
dibayangkan betapa gusarnya Kim Cay-hong oleh ucapan
Wan-ji tadi.
Saking gusarnya sekujur badan jadi gemetar, teriaknya:
"Bagus, sebelum kuusir
kau malah berlagak di hadapanku Hm, jika kau tidak segera
minta maaf, jangan
harap bisa tinggalkan istana keluarga Kim dengan
hidup."
Wan-ji menjengek: "Hehe, kalau ingin bicara besar
mesti lihat dulu kekuatan
sendiri Hm, hanya sedikit kemampuanmu belum tentu sanggup
menahan diriku
di sini?"
"Budak liar, tajam amat mulutmu!" bentak Kim
Cay-hong dengan kemarahan
yang tak terkendalikan lagi. "Sambutlah seranganku
ini!"
Dua jari tangan kirinya segera mencolok ke dua mata
Wan-ji, ssmentara telapak
tangan kanan memotong iga kiri lawan, Jurut serangan yang
digunakan adalah
Yu-hong-si-sui (kawanan lebah bermain di alas putik bunga)
serta Cay-loan-lianhoa
(bunga indah berwarna warni).
Berbicara soal ilmu silat, maka kepandaian yang dimiliki
Wan-ji sekarang
beberapa kali lipat lebih lihay daripada Kim Cay-hong
setelah ia belajar ilmu silat
dari Sin-kau (monyet sakti) Tiat Leng, ilmu silat yang
dimilikinya saat ini sudah
terhitung kelas satu di dunia persilatan.
Meskipun dua jurus serangan yang dilancarkan Kim Cay-hong
sangat lihay, tapi
dalam pandangan Wan-ji bukanlah ancaman yang serius,
sambil tertawa dingin
ia mengegos kesamping, berbareng tangan kanannya segera
balas
mencengkeram persendian pergelangan tangan kanan musuh.
Betapa terperanjat Kim Cay-hong menghadapi ancaman
tersebut, mimpipun ia
tak menyangka se-orang nona cilik yang masih begitu muda
ternyata memiliki
jurus serangan yang luar biasa lihaynya, bukan saja dua
serangan mautnya
berhasil dihindari dengan mudah, malahan tangan kiri
sendiri terancam oleh
serangan musuh.
Kim Cay-hong jadi terkesiap, apalagi setelah merasakan
betapa tajamnya angin
serangan lawan pergelangan tangan cepat ditarik ke bawah.
Gagal dengan serangan yang pertama, Wan-ji tidak memberi
kesempatan bagi
musuh untuk menarik napas, tangan kiri mencengkeram ke
depan sementara
telapak tangan kanan menabas jalan darah Cian-keng-hiat di
bahu lawan.
Dengan agak kerepotan Kim Cay-hong menghindarkan diri dari
cengkeraman
tangan kiri lawan. tapi bacokan telapak tangan kanan tak
dapat dihindarkan lagi,
untuk menangkis jelas tak sempat, tampaknya bacokan Wan-ji
itu segera akan
bersarang di tengkuk Kim Cay-hong.
Telapak tangan Wan-ji sepintas lalu kelihatan kecil, halus
dan lemas, tapi dengan
tenaga dalam yang kuat, bacokannya tidak kurang tajamnya dari
pada bacokan
pedang atau golok.
Tian Pek terkejut, cepat ia membentak: "Tahan
Wan-ji!"
Tapi Wan-ji anggap tidak mendengar, bacokan telapak tangan
diayun lebih cepat
lagi ke tengkuk
musuh.
Secepat kilat Tian Pek menerjang maju, tangan kirinya
menarik lengan Kim Cayhong
terus diseret mundur, sementara tangan kanan digunakan
menangkis
serangan Wan-ji.
"Plak!" telapak tangan saling beradu.
Tubuh Wan-ji bergetar, ia terdorong mundur tiga langkah,
mukanya pucat
karena marah, matanya melototi Tian Pek dengan merah
berapi.
Kim Cay-hong terlempar kesamping dan berhasil lolos dari
maut, ia berdiri
dengan muka pucat seperti kertas, ia merasa malu bercampur
gusar.
Tian Pek juga merasakan telapak tangannya yang beradu
dengan tangan Wan-ji
itu terasa panas dan sakit, diam2 ia memuji kehebatan
tenaga dalam gadis itu,
sekalipun begitu lahirnya dia berlagak tenang, katanya:
"Wan-ji, kau sama sekali
tiada permusuhan dan dendam apa pun dengan nona Kim,
kenapa kau
melancarkan serangan mematikan kepadanya ....?"
Tentu saja Wan-ji merasa tak senang hati karena pemuda
pujaan hatinya telah
menyelamatkan jiwa lawan cintanya, lebih2 setelah
mendengar ucapan yang
jelas membela Kim Cay-hong tersebut, tak tahan lagi ia
melelehkan air mata.
Sambil mendepakkan kakinya ke tanah dan menggigit bibirnya
untuk menahan
isak tangisnya ia berteriak: "'Aku benci kau . . .
selama hidup ini aku tak sudi
bertemu lagi dengan kau....!" Habis berkata, ia terus
putar badan dan berlari
pergi.
"Mau lari kemana? Lihat serangan!" mendadak dari
balik pohon sana
berkumandang suara bentakan menyusul secomot cahaya hijau
segera
bertaburan menyongsong nona itu.
Untung Ginkang Ni-gong-hoan-ing yang dimiliki Wan-ji telah
mencapai puncak
kesempurnaan, sekalipun tiba2 menghadapi sergapan senjata
rahasia yang
dilancarkan dengan cara yang licik dan keji, ia tidak
menjadi gugup.
Mendadak ia melejit dan mengapung tinggi ke atas, dengan
begitu Am-gi yang
bersinar hijau itu segera berdesingan menyambar lewat di
bawah kakinya.
Tian Pek merasa ngeri juga menyaksikan kejadian itu hingga
berkeringat dingin.
Cinta Wan-ji terhadap Tian Pek boleh dikatakan sudah
mencapai tingkatan tergila2,
tatkala ia saksikan pemuda pujaannya ternyata mengadakan
pertemuan
gelap dengan gadis lain, kontan saja hawa amarahnya
berkobar.
Masih mendingan bila Tian Pek tidak memukul mundur dirinya
dihadapan
saingan cintanya itu, apalagi pemuda itupun mencela
tindakannya, bisa
dibayangkan betapa remuk rendam perasaannya.
Dengan menahan rasa sedih segera ia tinggal pergi, siapa
tahu ia disergap lagi
secara keji dan licik, kemarahannya seketika tertumplek
kepada penyergap ini.
Kini rasa cemburu, benci, dendam, gusar dan sedih
bercampur aduk dalam
hatinya, gadis yang lembut itu jadi garang dan
menyeramkan, begitu berada di
udara ia terus membentak, dengan cepat luar biasa ia
menerkam penyergapnya
itu.
Dengan daya terkam ke bawah itu, ia kerahkan segenap
tenaganya, kedua
telapak tangan menghantam batok kepala lawan.
Rupanya penyergap itu tak menduga Wan-ji akan melambung ke
udara untuk
menghindari ancaman senjata rahasianya, melihat tubrukan
maut yang
mengerikan itu buru2 ia cabut pedangnya untuk membela diri
....
Pada saat itulah segenggam senjata rahasia berwarna hijau
kembali menyambar
datang dari sudut halaman lain, malahan kali ini sambaran
Am-gi ini sama sekali
tidak menimbulkan suara.
Bukan saja jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang
pertama tadi, bahkan
sambaran Am-gi inipun jauh lebih kuat. jelas penyerang
kali ini terlebih tangguh
daripada yang pertama tadi.
Tertampaklah bayangan hijau menyelimuti angkasa, bagaikan
gerombolan
kunang2 langsung mengurung sekujur badan anak dara itu.
Tian Pek terperanjat, cepat ia berseru: "Wan-ji,
awas, dibelakang ada senjata
rahasia lagi!"
Rupanya ia menyadari gelagat tidak enak, tampaknya
serangan kedua sukar
dihindarkan Wan-ji, maka sambil membentak ia terus
melompat maju dan
melancarkan pukulan dahsyat ke arah senjata rahasia
tersebut.
Banyak di antara senjata rahasia itu terpental dan
berhamburan ke tanah
tersampuk oleh angin pukulan Tian Pek, akan tetapi
disebabkan jaraknya agak
jauh, angin pukulannya tak berhasil merontokkan seluruh
senjata itu.
Tampaklah belasan titik cahaya hijau masih menyambar ke
tubuh Wan-ji.
Waktu itu Wan-ji sudah melayang turun ke tanah, diapun
tahu ancaman senjata
rahasia dari belakang itu. tapi berhubung tenaga
pukulannya sudah telanjur
dilancarkan dengan sepenuhnya untuk menghantam penyergap
pertama yang
dibencinya tidaklah mungkin baginya untuk melambung lagi
untuk menghindari
ancaman kedua ini.
Dalam keadaan begitu cepat ia anjlok ke b¬wah, berbareng
pukulannya
diperkeras untuk menghantam lawan di bawah.
Meski penyergap pertama tadi sudah melolos pedangnya, tapi
melihat
hantaman Wan-ji yang dahsyat ini, ia tak berani sambut
dengan kekerasan,
cepat ia melompat ke samping.
"Blang!" debu pasir beterbangan, pukulan dahsyat
itu menimblkan dua liang
yang dalam di permukaan tanah,
Sungguh luar biasa bahwa seorang nona cilik muda belia
memiliki tenaga
pukulan sedahsyat ini-
Tapi setelah serangannya mengenai tempat kosong. Wan-ji
lantas turun ke
bawah, mendadak ia sempoyongan, mukanya pucat, agaknya
cukup parah
terluka dalam.
Penyergap pertama tadi tertawa ter~bahak2, ia tak punya
lengan kiri. dengan
pedang ditangan kanan segera ia menusuk ke dada Wan-ji.
Rupanya sewaktu Wan-ji mengapung di udara tadi ia telah
dilukai oleh
hamburan senjata rahasia yang kedua kalinya, paha dan iga
sebelah kiri masing2
termakan oleh senjata rahasia lawan sehingga rasa sakitnya
merasuk ke tulang,
berdiri saja hampir tak kuat, bagaimana mungkin ia sanggup
mengelakkan
tusukan pedang yang ganas itu.
Rasa sakit yang tidak kepalang itu membuat pandangan
Wan-ji ber-kunang2, ia
putus asa, sambil menghela napas ia berpikir: "Ai,
tak tersangka akhirnya aku
harus tewas di depan kekasih yang telah berubah pikiran.
... Tahu begini, lebih
baik mati saja dulu, dengan begitu mungkin masih
tertinggai sedikit kenangan
manis, tapi kini kini. . . ."
Ia hanya bergumam dan tak mampu menghindari ujung pedang
musuh. Yang
membuatnya sedih bukan soal mati, tapi kekasih yang
mengikat janji dengan
gadis lain, buyarlah impiannya dan hancurlah segala
harapannya.
"Beng Ki-peng, tahan!" terdengar Tian Pek
membentak.
"Blang! Blang!" benturan keras segera
menggelegar, tatkala Wan-ji membuka
matanya yang kabur, lamat2 dilihatnya pemuda buntung yang
hendak
menusuknya tadi berdiri mematung dengan muka pucat dan
sorot mata yang
bengis. Pedangnya sudah terlepas, darah meleleh keluar
dari ujung bibirnya,
jelas ia terluka tidak ringan.
Wan-ji berpaling lagi ke arah lain, dilihatnya engkoh Tian
yang dicintainya tapi
juga dibencinya sekarang sedang berdiri kereng di
sampingnya.
Rasa sedih yang membuat putus asa Wan-ji tadi tiba2
berubah menjadi
kegirangan, ia bergumam lagi: "O, rupanya engkoh Tian
yang menyelamatkan
jiwaku. Ah, engkoh Tian masih tetap mencintai aku. . .O,
betapa bahagianya aku!
Engkoh Pek. . .engkoh Pek sayanga, sekalipun aku harus
mati sekarang juga, aku
rela. . . sebab aku akan mati dengan bahagia. . . ."
Tiba2 rasa sakit yang tak tertahan menyusup ulu hatinya,
sekali ini Wan-ji
benar2 jatuh tak sadarkan diri ....
Sementara itu, setelah Tian Pek berhasil memukul rontok
pedang Beng Ki-peng
dan sekalian melukainya, tiba2 dilihatnya pula Wan-ji
roboh pingsan, cepat ia
melompat maju dan menyambar tubuh si nona yang akan roboh
itu.
Melihat keadaan luka Wan-ji, Tian Pek menjadi gusar,
teriaknya: "Hm, terhadap
seorang gadis tak berdosa kalianpun tega menyerangnya
secara rendah dan keji,
beginikah tindakan yang biasa dilakukan orang2 istana
keluarga Kim? Huh,
sungguh memalukan sekali . . . ."
Tiba2 terdengar seseorang tertawa dingin, menyusul sebuah
kursi beroda
muncul dari balik pohon yang rindang sana, di atas kursi
beroda itu berduduklah
Cing-hu-sin Kim Kiu yang termashur.
Di belakang Cing-hu-sin Kim-Kiu mengikut belasan orang
laki2 berpakaian
ringkas dan tujuh anak tanggung berbaju putih yang membawa
pedang perak,
semuanya melotot ke arah Tian Pek.
Setiba di depan pemuda itu, Cing-hu-sin Kim Kiu lantas
berkata dengan tertawa
dingin: "Hehe. siapa menang dialah raja, siapa kalah
dialah penyamun! Bagi
orang persilatan yang penuh dengan pertikaian dan
permusuhan, siapa kuat dia
menang, siapa lemah dia kalah, kenapa mesti memusingkan
pertarungan cara
terang2an atau main sergap segala?"
Merah padam wajah Tian Pek demi berhadapan dengan musuh
besarnya,
dengan melotot dan menggereget ia berteriak:
"Bangsat! Tua bangka! Kau
manusia munafik, dengan cara licik dan keji kau mencelakai
saudara-angkatmu,
kemudian merampok harta bendanya dan menggunakan harta
yang tak halal itu
untuk memelihara begundal2mu guna menunjang perbuatan
busukmu. Hm, hari
ini kau bertemu dengan Siauya, inilah detik terakhir
hidupmu, tamatlah
riwayatmu sekarang!"
Pedang Hijau segera dicabut keluar, kemudian dengan menggereget
ia
menambahkan lagi: "Kim Kiu, serahkan jiwamu!"
Belum pernah Cing-hu-sin Kim Kiu dicaci-maki orang dengan
cara yang begitu
berani, untuk sesaat tokoh yang berwatak aneh ini jadi
tertegun, ia terbelalak
lebar dan lama sekali mengamati anak muda itu, sejenak
kemudian ia baru
berkata; "Menuruti adatku, kau mencaci maki padaku,
dosamu harus diganjar
dengan kematian. Akan tetapi mengingat usiamu masih muda
ternyata
mempunyai rasa dendam yang sedemikian mendalam atas
diriku, aku menjadi
ingin tahu bagaimana duduknya persoalan. Nah, katakanlah.
apa alasanmu
sehingga rasa bencimu padaku demikian hebatnya?! Padahal
sudah puluhan
tahun aku tak pernah muncul di dunia persilatan, apalagi
setelah kakiku dibikin
cacat oleh musuhku hingga lumpuh, watakku memang berubah
menjadi
pemarah, sekalipun begitu kuyakin belum pernah bermusuhan
dengan orang
lain, apa- lagi dengan umurmu yang masih muda, masa sejak
berada di rahim
ibumu kau sudah bermusuhan denganku? Nah. katakanlah
sebab2nya, kau
datang memusuhi aku atas hasutan orang lain
barangkali?"
Tian Pek menengadah dan tertawa latah, sahutnya:
"Hahaha, menurut
perkataanmu ini, rasanya
Cing-hu-sin sudah jadi orang baik2, sungguh lucu dan
menggelikan. Hm, ingin
kutanya padamu, apakah kau masih ingat pada Pek-lek-kiam
Tian In thian,
pemimpin Kanglam-jit-hiap dimasa lalu?"
Bukan saja Cing-hu-sin Kim Kiu terperanjat demi mendengar
nama Pek-lek-kiam,
bahkan semua orang yang hadir di situ ikut terkesiap.
Lama sekali Kim Kiu melototi Tian Pek tanpa berkedip,
setelah itu baru ia
berkata: "Aku dengar kau she Tian, apakah kau ini
keturunan Tian In- thian?"
"Kau heran dan terkejut?" ejek Tian Pek,
"Ha haha, tentunya kau tak menyangka
ayahku mempunyai keturunan bukan? Tentunya kau tak menduga
ada orang
akan membongkar kekejiamnu mencelakai saudara-angkat
sendiri? Hahaha,
Thian memang maha adil, akhirnya putera Pek-lek-kiam Tian
In-thian berhasil
menemukan pembunuh ayahnya. Hahaha, Kim Kiu, apa yang
hendak kau
katakan lagi?"
Berbicara sampai di sini, ia lantas menengadah dan tertawa
ter-bahak2 dengan
suara yang menggelegar.
Berubah hebat air muka Cing-hu-sin Kim Kiu, sebentar pucat
sebentar berubah
jadi hijau, entah terkejut entah keder, untuk sesaat ia
tak dapat bersuara.
"Ayah!" tiba2 Kim Cay-hong menubruk kesamping
ayahnya dan berseru sambil
menangis. "Benarkah apa yang dikatakan Tian-siauhiap?
Ayah, kukira kejadian
ini pasti suatu kesalah pahaman belaka, pasti ada orang
yang sengaja mengadu
domba agar kalian saling bermusuhan, anak percaya ayah
adalah orang baik, tak
mungkin ayah mencelakai saudara-angkat sendiri . . O,
ayah, berilah keterangan
se-jelas2nya kepada Tian siauhiap akan kesalah pahaman ini
. O, ayah, cepat
katakanlah ... "
Memandangi puterinya yang menanggis sedih, air muka
Cing-hu-sin Kim Kiu
mengalami perubahan beberapa kali, mendadak ia melotot
bengis, ia tertawa
seram dan berkata: "Hahaha, apa yang diucapkan bocah
itu memang benar,
akulah yang telah membinasakan Tian In-thian! Cuma apa
yang dikatakan bocah
itu keliru besar, ayahnya sendiri yang merupakan seorang
iblis, dia yang
menganiaya dan menindas keenam saudara angkat sendiri,
membuat kami jadi
selalu menderita, karena tak tahan akhirnya kami
memberontak dan bekerja
sama untuk membinasakan dia. Hm, dia yang lebih dulu tak
berbudi sebagai
kakak angkat sehingga kamipun tak setia. Ia mati dalam
suatu pertarungan yang
adil. aku tak dapat disalahkan atas kematiannya itu!"
Gusar Tian Pek tak terkatakan, dia menggigit bibir dan
menahan perasaan yang
hendak meledak itu ia menyadari berhasil atau tidak
membalas sakit hati
ayahnya, semua itu bergantung pada pertempuran malam ini,
maka sedapatnya
ia menahan gejolak perasaannya agar tidak menggagalkan
usahanya.
Sementara itu Kim Cay-hong sedang menjerit sedih: "O.
tak mungkin . . tak
mungkin terjadi begitu. . . ."
Saking sedih ia terus jatuh pingsang di samping kursi
beroda ayahnya.
Kata orang: "Lelaki hidup untuk bekerja, perempuan
hidup untuk bercinta".
Semenjak kecil Kim Cay-hong telah kehilangan kasih sayang
ibunya, dalam
pandangan anak dara itu ayahnya adalah malaikat pengasih
pujaannya. Dia
menghormat serta memuja ayahnya, menganggapnya sebagai
simbol
kepercayaan dan panji kehormatan.
Dan sekarang terbukti bahwa ayahnya bukanlah orang yang
agung bijaksana.
bahkan menjadi musuh besar pemuda yang kini telah
menguasai seluruh
perasaannya, dapat dibayangkan betapa hebat pukulan batin
yang dirasakan
gadis itu.
Cing-hu-sin Kim Kiu tak malu disebut seorang laki2 yang
berhati baja, meskipun
tahu puterinya jatuh tak sadarkan diri, namun ia tidak
menggubris, bahkan
melirikpun tidak, sorot matanya yang bengis tetap tertuju
Tian Pek, katanya:
"Hehehe, sudah puluhan tahun rahasia ini tersimpan,
selama ini tak ada yang
tahu Tian-in-thian masih mempunyai seorang anak yang masih
hidup di dunia
ini. Sekarang, semuanya telah menjadi jelas, bila kau tahu
diri dan bisa berpikir,
boleh segera berlalu dari sini, tak nanti kuhalangi
dirimu, tapi kalau tak tahu diri
ya terserahlah!"
Sampai disini, ia tertawa dingin, lalu menambahkan:
"Hanya sebelumnya ingin
kuperingatkan kepadamu, kalau kau tetap nekat mencari
gara2 maka itu berarti
kau mencari kematianmu sendiri!"
Tian Pek melotot beringas, teriaknya dengan murka:
"Bila dendam kematian
ayahku tidak dibalas, apa gunanva aku hidup di dunia ini?
Bangsat tua, kalau kau
punya keberanian mengakui dosamu, maka bersiaplah menerima
kematianmu,
hari ini aku Tian Pek akan menggunakan darahmu sebagai
sesajen untuk arwah
ayahku!"
Habis ucapannya, dia baringkan Wan-ji di atas tanah, ia
putar pedang Bu-cingpek-
kiam dan menusuk lawan.
Dalam gusarnya serangan pertama Tian Pek ini lantas
menggunakan Hong-luipat-
kiam ajaran Sin- lu-tiat-tan.
Hong-lui-pat-kiam memang ilmu pedang maha lihay, dengan
jurus Hong-cenglui-
beng (angin berembus guntur menggelegar), hawa pedang yang
tebal
seketika menyelimuti seluruh angkasa, disertai deru angin
yang keras, Bu-cingpek-
kiam segera mengancam dada Cing-hu-sin Kim Kiu.
Terkesiap Cing-hu-sin Kim Kiu menghadapi serangan yang
mengerikan itu, ia tak
menyangka ilmu silat Tian Pek jauh melampaui dugaannya,
malahan kelihatan
lebih hebat daripada Pek-lek-kiam Tian In-thian dulu.
Cepat Kim Kiu putar kursi berodanya dan menggelinding ke
samping.
Dalam keadaan begitu, Cing-hu-sin Kim Kiu hanya memikirkan
bagaimana
caranya menghindarkan diri dari ancaman musuh, ia lupa
puterinya yang
pingsan masih bersandar di samping kursiberodanya. Dengan
bergeraknya kursi
beroda itu, otomatis tubuh Kim Cay-hong roboh ketanah
Tian Pek terlalu napsu ingin balas dendam, serangan yang
dilancarkan dengan
sendirinya keji tanpa kenal ampun.
Maka tatkala Cing-hu-sin Kim Kiu menggeser kursi dan
menghindari tujukan
maut, cahaya pedang berkilat langsung menyambar ke depan
mengancam
tubuh Kim Cay-hong yang pingsan.
Se-keras2 hati Cing-hu-sin Kim Kiu masih sayang juga pada
nyawa puterinya,
melihat Kim Cay-hong terancam oleh senjata Tian Pek,
segera dia berteriak
keras: "Jangan melukai puteriku . .. . "
Rupanya Tian Pek sendiripun menyadari apa yang akan
terjadi sekuatnya ia
berusaba menarik kembali serangatnya.
Tapi keenam bocah tanggung berbaju putih tadi tidak
tinggal diam, demi melihat
majikannya terancam bahaya, serentak pedang perak mereka
dilolos, mirip
selapis dinding perak, berbareng mereka menangkis.
"Tring . . . .! Tring ...!" terdengar dentingan
nyaring, enam pedang perak
tersampuk oleh pedang Tian Pek, keenam bocah tanggung
berbaju putih itu
merasakan telapak tangan panas dan sakit, hampir saja
pedang perak mereka
terlepas dari cekalan.
Tian Pek tidak melanjutkan serangan lagi, dia tarik
kembali pedangnya dan
melayang mundur ke belakang.
Sebagai seorang pemuda yang jujur dan bijaksana, ia tidak
ingin mencelakai
orang yang tidak bersalah juga tiada sangkut paut dengan
masalah yang
dihadapinya, maka dari itu walaupun rasa bencinya pada
Cing-hu-sin Kim Kiu
sudah merasuk tulang, akan tetapi ia tidak ingin melukai
Kim Cay-hong yang tak
sadarkan diri serta ke enam anak kecil.
Ia bijaksana dan mulia, tapi orang lain tidaklah sebaik
dia, baru saja dia bergerak
mundur. se-konyong2 Cing-hu-sin Kim Kiu ayun tangannya,
segenggam Cing-hupiau
segera berhamburan pula.
Senjata rahasia Cing-hu-piau adalah senjata andalan Kim
Kiu, apalagi setelah
kakinya lumpuh akibat salah minum obat, kepandaiannya itu
dilatih terlebih
hebat dan boleh dibilang sudah tiada bandingannya di
kolong langit ini.
Belum lagi Tian Pek berdiri tegak, tahu2 cahaya hijau
menyilaukan telah tersebar
memenuhi angkasa, sekujur badannya terkurung oleh senjata
lawan. Cepat ia
putar Pedang Hijau bagai kitiran untuk melindungi semua
Hat-to penting di
tubuhnya.
"Cling! Cring. . .!" suara gemerincing
berkumandang menciptakan serentetan
irama yang kacau, semua Cing-hu-piau yang mengancam tiba
di sapu bersih oleh
pedang Tian Pek.
Namun Kim Kiu benar2 seorang ahli senjata rahasia, selagi
Tian Pek sibuk
menangkis semua senjata rahasia yang mengancam tadi,
mendadak ia
mengeluarkan pula segenggam Cing-hu-piau, satu di
antaranya disentil ke atas
tanah,
Tian Pek tidak tahu apa maksud lawan, "cring"
mendadak senjata rahasia yang
disentil kebawah tadi setelah menyentuh tanah terus
melejit kembali ke atas,
setelah berputar setengah lingkaran terus menyambar ke
bawah perut Tian Pek.
Heran Tian Pek, ia pikir kalau satu genggam saja tak mampu
meng-apa2kan
diriku. masa cuma satu biji mata uang begini bisa berguna?
Belum lenyap pikirannya, tahu2 mata uang tadi sudah
mendekati lambungnya,
dalam keadaan begitu, cepat dia menangkis dengan
pedangnya.
Tring!" terjadi lagi dentingan nyaring, mata uang itu
mencelat dan berputar satu
lingkaran dan mendadak menyambar kembali ke bagian kaki.
Tian Pek berjingkat kaget, buru2 ia angkat kakinya sambil
berputar, walaupun
begitu mata uang tadi masih sempat menerobos celananya
hingga robek.
Walaupun tidak sampai terluka dan hanya celananya saja
yang robek, namun
pelajaran ini cukup mengerikan Tian Pek hingga berkeringat
dingin. Sebab ia
tahu senjata rahasia ini beracun, tempo hari ia sudah
merasakan Cing-hu-piau
ini ketika bertarung melawan Beng Ki-peng, untung Kim
Cay-hong segera
memberikan obat penawar kepadanya hingga tidak beralangan.
Keadaan sekarang
sudah berubah, andaikata kali ini sampai terluka lagi, tak
mungkin ia
mendapatkan obat penawar pula.
Dalam pada itu Cing-hu-siu Kim Kiu sedang tertawa
ter-bahak2, ejeknya: "Itulah
permainan yang bernama Cing-hu-pay-siu (kecapung memberi
selamat panjang
umur) dan kau sudah tak mampu mempertahankan diri, apalagi
bila kumainkan
Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) yang merupakan
serangan
mematikan, maka kau pasti akan mati tak tertolong
lagi!"
Bicara sampai disitu, jari tangannya kembali menyentil
sebatang Cing-hu-piau ke
depan.
Kali ini Tian Pek sudah tahu kelihayannya, ia tak berani
menyampuknya dengan
pedang lagi, ketika titik cahaya hijau menyambar datang,
cepat ia mengegos ke
samping.
Siapa sangka, belum sempat ia menghindari ancaman pertama,
Cing-hu-sin telah
melepaskan senjata rahasianya yang kedua, menyusul
ber-turut2 ia lepaskan
pula serentetan mata uang yang semuanya ditujukan ke
permukaan tanah.
Dengan menggunakan daya pantulan itulah senjata rahasia
tersebut meloncat
ke udara dan menyambar dari arah yang berbeda dan tak
terduga untuk
menyerang sasarannya.
Seketika Tian Pek kelabakan., ia berkelit ke sana dan
menghindar kesini dengan
kalang kabut
Diam2 Tian Pek gelisah, ia pikir bila keadaan ini
berlangsung terus maka lama
kelamaan aku bisa mati kehabisan tenaga andaikan tidak
terkena serangan,
daripada mati konyol lebih baik kuterjang kesamping
bangsat tua itu, sekalipun
mati akan kuajak dia gugur bersama ....
Setelah ambil keputusan, dengan cepat dia menghindari
sambaran sebuah
senjata rahasia itu, kemudian berusaha mendekati lawannya.
Tapi Cing-hu-sin Kim Kiu cukup cerdik, dia dapat menebak
maksud anak muda
itu, ia tertawa mengejeknya: "Heh, percuma kau cari
akal, sedangkan ayahmu
saja tak dapat lolos dari tanganku, apalagi anak ingusan
macam kau!"
Seraya berkata, segenggam Cing-hu-piau segera ditaburkan
pula ke atas tanah.
"Cring! Cring!" cahaya hijau bermuncratan ke
empat penjuru dan serentak
mengancam Hiat-to penting di badan Tian Pek.
Terkejut Tian Pek, terdengarlah Cing-hu-sin ter tawa
ter-bahak2: "Hahaha, inilah
Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) untuk
mengantar kau pulang
ke akhirat..."
Segera Tian Pek merasakan kaki dan lengan sakit pedas,
beberapa buah Ciog-hupiau
telah bersarang di tubuhnya.
"Habislah riwayatku. . ." keluh Tian Pek dalam
hati.
Tapi demi teringat pada sakit hati ayahnya yang belum
terbalas, ia merasa tak
rela untuk mati dengan begitu saja.
Sekuatnya ia tutup Hiat-to penting di seluruh tubuh
sehingga racun untuk
sementara tak sampai menyerang ke dalam jantung, kemudian
ia menarik napas
panjang, entah darimana datangnya kekuatan, ternyata ia
berhasil melompat ke
atas pagar taman yang tingi.
"Anak keparat, ingin kabur kemana?!" ejek
Cing-hu-sin Kim Kiu sambil tertaWa.
"Kau sudah terkena senjata rahasia beracun. tidak
sampai tiga jam jiwamu pasti
akan melayang!"
Berdiri di atas dinding Tian Pek merasa pandangannya
ber-kunang2, hampir saja
ia jatuh terjungkal ke bawah, tapi sekuat tenaga ia
berdiri tegak di situ, lalu
memaki dengan gregetan: "Bangsat tua, hari ini
kuampuni jiwa anjingmu, tapi
suatu saat Siauya pasti akan datang lagi untuk membuat
perhitungan dengan
kau. . . ." Habis ini ia terus melompat turun keiuar
taman dan lari secepatnya.
"Jangan biarkan anak keparat itu melarikan hari,
tangkap dia sampai dapat .... !"
teriak Cing-hu-sin Kim Kiu dengan gusar.
Disambung suara bentakan, berpuluh jago istana keluarga
Kim segera
melakukan pengejaran keluar pekarangan.
Ketika Tian Pek melompat keluar gedung itu ia masih sempat
mendengar
rintihan Kim Cay-hong; "O, ayah ....ampunilah jiwanya
...."
Tentu saja Tian Pek tidak membiarkan dirinya tertangkap
oleh musuh, setelah
mengetahui ada yang mengejar, ia terus kabur ke depan,
sekalipun tubuhnya
terasa linu, sakit, lemas dan kesemutan, tapi ia bertahan
sekuatnya dan
berlarian dengan cepat menjauhi tempat itu.
Sementara itu sudah tengah malam, keramaian di kota
Lam-keng mencapai
puncaknya, acara malam Cap-go-meh yang di-nanti2kan oleh
segenap lapisan
masyarakat semenjak petang telah dimulai. yaitu acara
kembang api udara serta
melepaskan lampion.
Penduduk ber-jubel2 ingin mengikuti tontonan menarik itu,
beraneka warna
kembang api memenuhi udara menciptakan bentuk warna-warni
yang sangat
indah, sementara kembang api bersemarak diangkasa, banyak
penduduk yang
membawa lampion berhias saling berlarian menuju ke luar
kota.
Suasana bertamhah ramai, lautan manusia ber-desak2an
memenuhi jalan raya,
hal ini memberi kesempatan baik bagi Tian Pek untuk
meloloskan diri dari
kejaran jago istana Kim . ... ,
Waktu itu Tian Pek sudah bermandikan darah, racun keji
yang terkandung
diujung senjata Cing-hu-piau mulai mengembang dalam
tubuhnya, kesadaran
dan daya ingatannya mulai kabur, untung saja ia terhimpit
diantara orang
banyak yang saling berdesakan sehingga tubuhnya tidak
sampai roboh.
Begitulah, di tengah berjubelnya orang banyak akhirnya
Tian Pek dengan
setengah sadar terbawa oleh arus manusia sampai di pintu
Cin-hway-bun dan
mencapai tepi sungai Cin-hway.
Sambil ber-teriak2, arus manusia itu saling berebut menuju
ke sungai dan
membuang lampion mereka kedalam air, beraneka warna
lampion segera
terombang-ambing dibawa arus menuju kehilir, pemandangan
tampak indah
menawan.
Tian Pek juga terbawa ketepi sungai, ia sudah kehabisan
tenaga, tubuhnya lemas
sekali, karena tidak terhimpit lagi oleh orang banyak,
akhirnya ia roboh terkulai
tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, Tian Pek merasakan sekujur
badannya sakit
sekali, cepat ia membuka mata dan memandang sekelilingnya.
Ia lihat dirinya
berbaring diruangan pendopo sebuah kelenteng bobrok.
Ruangan ini amat besar, atapnya sudah banyak berlubang,
bintang tampak
bertaburan dilangit yang gelap, jelas masih malam hari.
Kelenteng ini benar2 sudah bobrok, patung di meja pemujaan
tampak sudah
rusak, sarang labah2 memenuhi langit2 ruangan dan debu
bertimbun.
Tapi aneh, tempat Tian Pek berbaring adalah sebuah meja
sembahjang yang
bersih, malahan alas tidurnya adalah rumput kering yang
tebal, sebuah selimut
tebal menutupi badannya.
Tapi setelah pikiran Tian Pek jernih kembali, Waktu ia berpaling,
apa yang
terlihat kemudian hampir saja membuat dia menjerit kaget.
Di bawah cahaya pelita yang remang2 tampak seorang manusia
aneh berwajah
hijau dan berambut merah dengan memegang belati sedang
menusuk
tubuhnya.
Betapa terperanjatnya Tian Pek, dia mengira dirinya
terjatuh ke tangan iblis.
Buru2 saja ia menjerit, mendadak kaki terasa sakit tidak
kepalang, tanpa ampun
lagi pemuda itu jatuh pingsan pula.
Tatkala ia siuman kembali untuk kedua kalinya, rasa ngeri
masih belum lenyap,
ia coba menoleh, tapi apa yang dilihatnya membuatnya
tercengang lagi.
Suatu pemandangan aneh muncul kembali, manusia aneh
bermuka hijau dan
berambut merah tadi sudah tak ketahuan kemana perginya,
yang duduk di
sebelahnya sekarang adalah seorang gadis cantik dan sedang
menatapnya
dengan pandangan penuh rasa kasih sayang.
Hampir saja Tian Pek tidak percaya pada matanya sendiri,
ia mengira sedang
bermimpi, Ia kucek2 matanya dan memandang pula, dilihatnya
sepasang mata
yang jeli dan besar masih menatapnya tanpa berkedip.
Tian Pek segera angkat tubuh hendak berduduk, serunya
dengan kuatir:
"Aku ....aku berada dimana .... ?" — Tapi segera
pula tubuhnya terasa sakit tidak
kepalang, sebelum kata2 itu berlanjut, ia menjerit dan
jatuh telentang.
Gadis cantik itu tertawa manis, ucapnya lembut:
"Engkau jangan bergerak dulu,
senjata rahasia yang bersarang dibadanmu baru kucabut dan
racunnya sudah
punah, tapi mulut lukanya belum merapat, asal isristirahat
dua hari lagi, tentu
kau akan sehat kembali."
Sudah beberapa gadis cantik yang pernah dilihat Tian Pek,
seperti Buyung Hong
yang dingin dan anggun, Tian Wan-ji yang polos dan lincah
serta Kim Cay-hong
yang mendapat julukan Kanglam-te-it-bi-jin.
Akan tetapi gadis yang berada di depannya saat ini bennr2
luar biasa sekali,
kecantikannya sedikitpun tidak berada dibawah Kim
Cay-hong, kelincahan dan
kepolosannya tidak kalah daripada Tian Wan-ji, malahan
tampaknya lebih
anggun daripada Buyung Hong, wajahnya begitu cerah
bagaikan sang surya di
musim semi.
Dandanannya juga sederhana, ia tidak berbedak maupun
memakai gincu. gerakgeriknya
lugu
seperti anak perawan keluarga rakyat kecil, tapi bergaya
lembut dan anggunnya
puteri keluarga bangsawan. cuma tidak mewah dan tidak
angkuh.
Tian Pek tertegun termangu seperti orang kehilangan sukma.
selang sesaat
kemudian ia terus berpaling ke arah lain dan seperti ingin
mencari sesuatu.
"Eh, apa yang kau cari?" tiba2 si gadis cantik
menegur dengan tertawa manis.
"Tadi aku seperti melihat seorang manusia aneh
bermuka hijau dan berambut
merah . . ."
Gadis itu tertawa pula. ia ambil sebuah topeng
dibelakangnya dan diperlihatkan
kepada anak muda itu.
Sekarang Tian Pek baru tahu, kiranya manusia aneh bermuka
hijau dan
berambut merah itu tak lain adalah penyamaran gadis ini
dengan topengnya.
"O, rupanya nona menggodaku dengan memakai topeng
ini!" katanya
kemudian, "Ai, kalau begitu, agaknja nona pula yang
telah menyelamatkan
jiwaku?"
Kembali gadis itu tertawa manis dan mengangguk.
"Boleh kutahu siaba nama nona agar budi kebaikan ini
dapat kubalas di
kemudian hari!" tanya Tian Pek.
Gadis itu tertawa dan tidak menjawab, dia angkat topeng
bermuka hijau dan
berambut merah itu sambil menggerakkannya kesana kemari.
Tian Pek melongo bingung, ia tak paham apa maksud gadis
itu, maka ditatapnya
gadis itu dengan sorot mata penuh tanda tanya.
"Coba tebak siapa namaku?" tanya gadis itu
sambil tertawa.
"Ah, rupanya nona suka bergurau, masa nama orang
boleh sembarangan
dijadikan tebakan?"
Gadis itu menatapnya lekat2 penuh arti, katanya kemudian:
"Engkau betul2 tak
tahu atau cuma pura2 bodoh?"
Tian Pek jadi melengak. sekali lagi dia mengamati wajah
orang yang cantik jelita,
ia berusaha mengumpulkan semua ingatannya, tapi ia merasa
benar2 belum
pernah berjumpa dengan nona ini,
Iapun tidak pernah mendengar bahwa di dumni Kangouw ada
seorang gadis
cantik yang suka mengenakan topeng setan begini. Dengan
menyengir akhirnya
ia berkata "Aku belum pernah bertemu muka dengan
nona, juga belum pernah
mendengar...."
"Masa kau belum lagi tahu siapa diriku setelah
melihat topeng ini?" sekali lagi
gadis itu menegur sambil memperlihatkan topengnya.
Tian Pek tambah bingung, untuk sesaat ia tak mampu
menjawab, dalam hati ia
berpikir: "Jangan2 gadis ini memang memiliki nama
besar di dunia persilatan?
Mungkin aku yang picik dan kurang pengalaman, maka tidak
tahu siapa dia . . . ."
Sementara dia masih termenung, gadis itu tertawa manis,
sambil menepuk
pemuda itu bagaikan kasih sayang seorang ibu ia berkata:
"Kau tak perlu peras
otak untuk memikirkan soal itu lagi, akhirnya toh kau akan
tahu sendiri, kini
lukamu belum sembuh, walaupun senjata rahasia yang
bersarang di tubuhmu
sudah kucabut keluar dan racun yang mengeram ditubuhmu telah
kupunahkan,
akan tetapi paling sedikit kau perlu istirahat selama tiga
sampai lima hari,
perutmu tentu sangat lapar bukan? Tunggulah sebentar
disini, akan kucarikan
makanan bagimu . . ."
Setelah membuang enam kepingan mata uang tembaga hijau di
sisi Tian Pek. dia
segera berkelebat pergi dengan cepat.
"Cepat amat gerak tubuhnya," diam2 Tian Pek
memuji sambil menjulur lidah.
Jangankan ia sendiri tak mampu menandingi, sekalipun paman
Lui yang lihay
Ginkangnya serta Wan-ji yang pernah dipuji Sin-lu-tiat-tan
rasanya juga sukar
menandingi kehebatan nona itu.
Tanpa terasa pikiran Tian Pek melayang jauh, melihat
Ginkangnya yang lihay
dapat diduga pula ilmu silatnya pasti sangat tinggi, pasti
juga namanya sangat
tersohor di dunia persilatan, tapi siapakah dia? Mengapa
belum pernah
terdengar selama ini?
Akhirnya sorot matanya tertuju pada enam keping mata uang
yang ditaruh gadis
itu di sampingnya sebelum pergi tadi. Mendingan kalau tak
memandang benda
itu, darah panas segera bergelora dan matapun merah
berapi.
Nyata sedikitpun tak ada bedanya antara ke enam keping
mata uang ini dengan
mata uang tembaga yang ditinggalkan mendiang ayahnya, mata
uang inilah yang
disebut Cing-hu-piau, senjata rahasia andalan Cing-hu-sin
Kim Kiu.
"Ayah tewas terkena senjata rahasia beracun ini,
untung ada gadis cantik itu
yang menolong aku, kalau tidak, mungkin akupun sudah tewas
seperti apa yang
dialami ayah?"
Makin dipikir pemuda itu merasa semakin sedih, gusar dan
dendam, tanpa
terasa ia pegang beberapa keping mata uang itu.
Cahaya pelita tiba2 berguncang terembus angin, menyusul
sigadis yang
memakai topeng itu telah muncul kembali di hadapannya.
"Jangan sentuh benda itu!" bentak nona itu
cepat. "Mata uang itu mengandung
racun yang keji!"
Maka cepat Tian Pek menarik kembali tangannya.
"Tiga hari lamanya racun baru hilang dari sekitar
mata uang ini," kata nona itu.
"Sekarang baru hari kedua, kalau ingin memegangnya
tunggu saja sampai
besok . . .."
"Apa? Jadi aku sudah dua hari berada disini?"
tanya Tian Pek dengan terkejut.
"Dari malam Cap-go-meh sampai malam Cap-jit tepat
sudah dua hari," ucap
nona itu sambil tertawa cekikikan. "Sebenarnya akupun
terlalu tegang, sekalipun
racun mata uang ini lihay sekali, asal tidak masuk darah
takkan memberi reaksi
apa2, tadi aku kuatir mata uang itu melukai jari tanganmu
hingga berdarah,
kalau sampai terjadi begitu kan kau sendiri yang
susah."
Sambil bicara ia taruh makanan yang dibawanya ke hadapan
pemuda itu,
kemudian menanggalkan topengnya, lalu berkata lagi: "Nah,
makanlah! Sudah
dua hari engkau tidak makan apa2, tentu sudah lapar
bukan?"
Ketika bungkusan itu dibuka ternyata isinya adalah seekor
bebek panggang
Lamkeng serta belasan cakwe.
Bebek panggang Lamkeng sangat tersohor, jangankan dimakan,
baunya saja
sudah cukup membuat orang mengiler, apalagi Tian Pek sudah
dua hari tidak
makan tidak heran kalau ia mengganyang hidangan yang
diberikan itu dengan
lahapnya.
Saking bernapsunya pemuda itu mengganyang hidangan itu
sampai mulutnya
jadi penuh dan tak tertelan, dia kelolodan makanan yang
menyumbat
tenggorokannya tak bisa masuk dan tak bisa keluar, saking
paniknya wajahnya
menjadi merah padam.
Mimik wajahnya yang lucu itu menggelikan hati si nona ia
tertawa ter-pingkal2,
perutnya jadi sakit dan air matanya ikut berlinang.
"Hei, tuanku, makanlah pelahan sedikit!" serunya
sambil tertawa. "Jangan2
tidak mampus karena senjata rahasia, tapi mati keselak,
nah, baru konyol."
Tiba2 kerongkongan Tian Pek berkeruyukan dan matanya
mendelik, si nona
menjadi kuatir, tapi pemuda itu lantas tarik napas panjang
dan berseri.! "Aduh,
hampir saja aku mati tercekik . . ."
Melihat kelakuan Tian Pek yang lucu itu, si nona tertawa
ter-pingkal2, tanpa
terasa ia menjatuhkan diri ke pangkuan anak muda itu.
Tapi mendadak Tian Pek menjerit kesakitan, kiranya si nona
lupa pada luka
ditubuh anak muda itu, cepat ia berbangkit. Dilihatnya
anak muda itu sedang
memandangnya dengan muka merah, maka si nona lantas
mencubit lagi dan
keduanya sama2 tertawa pula cekakak dan cekikik.
Tengah bercanda dengan riang gembiranya, tiba2 di luar
kelenteng ada suara
keresekan yang lirih, suara yang menyerupai daun jatuh,
bila tidak diperhatikan
pasti tidak mendengarnya, tapi hal ini tak dapat
mengelabui si nona yang lihay
itu.
Gelak tertawanya seketika terhenti, ia melompat dan
membentak nyaring:
"Siapa di sana? Berani mengintip?"
Begitu kata2 terakhir terucapkan, tahu2 ia sudah melayang
keluar.
Sungguh gesit dan cepat gerak tubuh nona itu, tapi di luar
tak tertampak
sesosok bayangan manusiapun, suasana tetap hening.
Nona itu percaya penuh pada ketajaman pendengarannya,
meski tidak berhasil
menemukan jejak musuh, ia percaya bahwa pendengarannya
pasti tidak salah.
Ia berdiri dengan bertolak pinggang, ia mendengus,
ucapnya: "Hm, tentunya kau
tahu siapa yang berdiam di sini, kalau berani mengintip
lagi, jangan menyesal
nonamu tidak sungkan2 lagi padamu."
Pada waktu bicara sekarang, air mukanya yang cantik telah
timbul warna guram,
kendati suaranya tidak begitu keras, akan tetapi tersiar
sampai belasan li
jauhnya.
Apabila betul ada orang yang mengintip, dalam jarak seluas
sepuluh li pasti
dapat mendengar ucapan si nona yang merdu bagaikan burung
berkicau tapi
mengandung nada seram dan mengancam itu.
Selesai mengucapkan kata2nya nona itu tidak peduli adakah
orang yang
bersembunyi di sekitar situ, ia melayang keudara, setelah
berputar satu kali,
ibarat burung walet kembali ke sarang, dia menerobos
jendela dan masuk ke
ruang kelenteng tadi.
"Engkau berhasil menemukan sesuatu, nona?" tanya
Tian Pek.
Senyum manis menghiasi wajah nona itu, berbeda sekali
suaranya kini dengan
nada ancamannya yang mengerikan diluar tadi Ia menjawab:
"Kemungkinan ada
satu-dua ekor tikus kecil yang bernyali besar bersembunyi
di atas sana dan
mengintip kita bergurau!"
Tian Pek tidak berbicara lagi, persoalan itu tak
dipikirnya. Untung ia tidak
sempat mendengar
ucapan si nona yang seram di luar tadi, kalau tidak
niscaya dia takkan bersikap
setenang itu.
Hal ini bukan karena ketajaman pendengaran Tian Pek tidak
berfungsi lagi,
soalnya ucapan si nona tadi sengaja dipancarkan dengan
senacam kepandaian
khusus yang disebut Gi-ih-coan-im (menyampaikan suara
dengan bahasa
semut), ia dapat memancarkan gelombang suara
pembicaraannya hingga sejauh
sepuluh li lebih, langsung disampaikan ke telinga orang
yang dituju, sebaliknya
bagi orang yang bukan tujuannya, kendatipun berada
beberapa meter
didepannya juga takkan mendengar apapun.
Nona cantik itu tidak bilang kepada Tian Pek bahwa dia
bicara apa2 kepada
orang yang mengintip mereka, maka Tian Pek sendiripun
tidak mendengar apa
yang diucapkan nona itu ketika berada di luar kelenteng
tadi.
Seperti tidak pernah terjadi apapun, kembali nona cantik
itu bergurau dengan
Tian Pek, kemudian ia menina-bobokan pemuda itu agar
tertidur, dia sendiri
duduk bersimpuh di depan pembaringan sambil mengatur
pernapasan.
Tapi dapatkah Tian Pek tidur? Sebentar2 ia teringat
kembali usaha balas
dendamnya yang gagal, kemudian teringat akan Wan-ji yang
terjatuh di tangan
Cing-hu-sin Kim Kiu, lalu terbayang pula kawanan jago
persilatan yang terjebak
oleh Sek-ki-tay-tin di istana keluarga Kim, entah
bagaimana nasib mereka?
Setelah itu ia terbayang pada Kim Cay-hong yang cantik,
Buyung Hong yang
pernah bertelanjang bulat didepannya, mengingat betapa
sucinya tubuh
telanjang seorang gadis, mengingat pula watak Buyung Hong
yang dingin dan
angkuh. bila gadis itu tidak mencintai dirinya, mengapa ia
menunjukkan
badannya yang bugil di depannya?
Sekalipun pada waktu itu dia terpengaruh oleh irama
seruling pembetot sukma
yang mengacaukan pikiran sehat dan kesadarannya, tapi
kalau tubuh telanjang
seorang gadis sudah diperlihatkan padanya, kecuali dirinya
mengawini gadis itu,
kalau tidak hidup si gadis ini berarti sudah tamat.
Teringat akan persoalan ini, diam2 Tian Pek merasa gelisah
bercampur kuatir
bagi Buyung Hong, ia merasa gadis yang suka murung ini
patut dikasihani, gadis
itu selalu terkurung didalam rumah, se-akan2 seekor burung
yang berada
disangkar emas, sama sekali tiada kebebasan.
Namun Tian Pek tak dapat mengawini gadis tersebut,
bukannya dia tak
mencintai nona itu, sekalipun pemuda yang berhati baja
juga akan luluh
menghadapi ketulusan hati si nona, apalagi Tian Pek adalah
pemuda yang
berperasaan dan berbudi.
Akan tetapi, apa mau dikata, Buyung Hong adalah puteri
pembunuh ayahnya,
ayah gadis itu adalah musuh besar yang akan dibunuhnya,
mungkinkah dia
mengawini anak gadisnya?
Tiba2 Tian Pek teringat juga pada Hoan Soh-ing, kegagahan
serta kecantikannya
mendatangkan suatu perasaan lain bagi anak muda ini, meski
diwaktu berada
dalam gua batu ia telah mengurut jalan darahnya dan
menyembuhkan lukanya,
walau pun dia menyentuh tubuhnya yang halus, empuk dan
menggiurkan itu,
namun tiada suatu ingatan jahat yang terlintas dalam
benaknya, ia hanya
menganggapnya sebagai seorang sahabat karib . ....
Sayang ayahnya termasuk pula salah seorang musuh besar
yang membunuh
ayahnya. Ai, hampir semua kekasihnya adalah keturunan
musuhnya.
Mungkinkah ia ditakdirkan hidup sebatangkara?
Perasaan Tian Pek mengalami pergolakan yang hebat,
bagaikan ombak
samudera yang bergolak, jangankan tidur, untuk menenangkan
pikiran saja
susah.
Sering ia membuka mata dan melirik gadis cantik yang telah
menyelamatkan
jiwanya ini, dia ingin tahu siapakah nona ini dan darimana
asal-usulnya,
Dia benar2 cantik molek, Tian Pek tahu dirinya bukan orang
yang gila
perempuan, apalagi dirinya mengemban tugas membalas
dendam, kini dirinya
dalam keadaan luntang-lantung tanpa tempat meneduh, dalam
keadaan merana
ia harus menghadapi godaan cinta Wan-ji. Buyung Hong. Hoan
Soh-ing, Kim Cayhong....
gadis2 itu sama jatuh cinta padanya dan terasa sukar
menyelesaikannya,
masa sekarung harus bertambah lagi keruwetan baru?
Istimewa sekali gaya nona itu sewaktu mengatur pernapasan,
ia tidak duduk
bersila, melainkan duduk dengan sebelah kakinya menekuk,
kaki yang lain
diluruskan kedepan, tangan menopang dagu, bulu mata
panjang menaungi
matanya yang jeli dengan senyum manis menghiasi bibirnya.
Lesung pipinya
kelihatan nyata, begitu indah menawan gayanya mirip sebuah
lukisan wanita
cantik yang sedang tidur.
Dilihatnya kabut putih tipis menguap dari telinga, hidung
serta bibirnya, kabut
putih itu membumbung ke atas dan menggumpal di atas kepala
membentuk tiga
kuntum awan yang berbentuk seperti bunga.
Ditinjau dari semua itu, jelas Lwekang si nona sudah
mencapai puncak
kesempurnaan yang tak terkirakan.
Nona itu terlalu cantik, begitu cantik hingga sukar
dilukiskan, walaupun tiada
pikiran jahat yang melintas dalam benak Tian Pek, namun
tanpa terasa iapun
memandangnya dengan terbelalak.
Mendadak nona itu membuka matanya dan terseuvum manis,
senyuman yang
menggiurkan dan mesra. Terguncang hebat perasaan Tian Pek.
Pelahan nona itu meluruskan kedua kakinya, lalu bangkit
dan menghampiri Tian
Pek, dengan pelahan dia meraba tubuhnya.
Hangat dan halus belaian tangan si nona. Tian Pek merasa
peredaran darahnya
bertambah cepat dan makin bergolak, ia hampir tak sanggup
mengendalikan
perasaan lagi ....
Tiba2 si nona membisikannya: "Agar lukamu cepat
sembuh, biarlah kukorbankan
sebagian tenaga murniku untuk mengobati kau, sekarang
salurkanlah tenagamu
untuk mengiringi aliran hawa murniku!"
Tian Pek merasa malu sendiri, mukanya menjadi panas,
pikirnya: "Wahai Tian
Pek, engkau menganpgap dirimu sebagai seorang laki2
sejati, seharusnya kau
tidak boleh sembarangan berpikir. Orang lain bermaksud
baik hendak
menyembuhkan lukamu tapi kau. . .."
Berpikir sampai disini, segera ia tarik kembali pikiran
busuknya dan
membersihkan pikirannya dari segala maksud jahat,
perhatian dipusatkan jadi
satu dan hawa murnipun disalurkan menyusuri badan.
Ia merasa si nona mulai meraba tubuhnya, segulung hawa
panas segera
menyusup dan mengelilingi seluruh badannya.
Kedua telapak tangan gadis itu meraba kian kemari tiada
hentinya, Tian Pek
merasakan badan bertambah nyaman dan segar, begitu nyaman
sampai rasa
sakit pada lukanya tidak terasa lagi.
Ketika terapi penyembuhan itu mencapai puncaknya, tiba2
gadis itu mengerut
dahi dan berhenti meraba, telinganya menangkap sesuatu
yang mencurigakan,
hawa napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh wajahnya.
Selagi Tian Pek heran oleh perubahan air muka si nona,
mendadak ia meraih
topeng dan dipakainya, sekali melejit ia terus melesat
keluar kelenteng itu.
Kecantikan nona itu memang luar biasa, dikala tersenyum
bahkan bagaikan
bunga yang sedang mekar, tapi bila air mukanya berubah,
maka seramnya
membikin orang bergidik, terutama tingkah lakunya yang
serba misterius, serba
rahasia asal-usulnya, mau tak-mau membuat Tian Pek menjadi
takut.
Ia coba memeras otak pula untuk menyelami asal-usul gadis
itu, ia ingat kembali
apakah di dunia persilatan pernah ada tokoh seorang gadis
cantik yang
bertopeng setan begini?
Jangan2 dia adalah orang yang dikirim musuhnya untuk
mencelakainya? Tapi
jelas hal ini tak mungkin terjadi, sikapnya sangat baik,
malahan dia bersedia
mengorbankan hawa murninya untuk mengobati luka yang
dideritanya, kalau
dia orang yang dikirim musuh, kenapa dia malah bantu menyembuhkan
lukanya? ....
Begitulah selagi macam2 pikiran berkecamuk dalam benak
Tian Pek, tiba2
terdengar kain baju berkesiur, menyusul sesosok bayangan
orang melayang
masuk ke dalam ruangan.
Tian Pek mengira gadis cantik yang misterius itu telah
kembali, semula ia tidak
menaruh perhatian, akan tetapi setelah orang itu berada di
depannya barulah ia
terperanjat.
Ternyata pendatang ini bukan gadis cantik itu, melainkan
seorang pemuda
pelajar tampan berbaju putih.
Tahun baru adalah musim dingin, meski Tian Pek tidur
beralaskan onggokan
rumput kering dan berselimut masih juga terasa dingin.
tapi pemuda pelajar ini
justeru membawa kipas lempit sehingga kelihatan sangat
menyolok dan janggal.
Agak tercengang Tian Pek menyaksikan kehadiran orang yang
tak dikenal ini.
Pemuda baju putih itu lantas tertawa dan menyapa:
"Anda asyik benar ditemani
Hong-gan-mo-li (iblis wanita berwajah cantik), tampaknya
kau menjadi lupa
daratan."
"Mengapa anda berkata demikian? . . ." seru Tian
Pek dengaa bingung.
Pemuda berbaju putih itu mengetuk kipas peraknya di atas
telapak tangan
kirinya, lalu menjawab: "Perempuan cantik tak lebih
cuma tengkorak yang
berdaging, kecantikan perempuan juga seperti ulat yang
berbisa, sebelum kau
sadar dari impian indahmu, mungkin kau sudah akan menjadi
setan
gentayangan di kelenteng bobrok ini!"
"Apa artinya perkataanmu ini?" sekali lagi Tian
Pek bertanya dengan terkejut.
"Kecantikan dan perempuan sebetulnya tenyata kosong
belaka, lautan
kesengsaraan tak bertepi, berpaling adalah daratan. . .
." kata pula pemuda baju
putih itu seperti khotbah seorang pendeta.
Tian Pek benar2 dibikin bingung oleh perkataan orang.
"Apabila anda ingin
memberi sesuatu petunjuk, harap bicaralah terus terang
mengapa pakai istilah2
yang membingungkan orang . . ."
"Hahaha?" pemuda baju putih itu ter-bahak2.
"Benarkah kau tidak kenal
perempuan iblis itu? Berani kau bermesraan dengan
dia?!"
Tentu saja Tian Pek tidak mengetahui asal usul gadis
cantik yang serba misterius
itu, tapi bagaimanapun juga orang telah menyelamatkan
jiwanya, maka ia tak
menaruh prasangka jelek atas nona itu. Kini cara bicara
pemuda baju putih ini
seperti main teka-teki diam2 ia tidak senang.
"Bila tak ada urusan lain, silakan anda tinggalkan
saja tempat ini!" demikian kata
Tian Pek. "Maaf, Cayhe sedang sakit dan tiada nafsu
untuk berbicara dengan
anda."
"Aku hanya bermaksud baik saja padamu, tak tahunya
malahan menimbulkan
salah paham! Baiklah, kalau kau belum tahu, biarlah
kukatakan terus terang
padamu, iblis perempuan itu tak lain adalah
'Ang-hun-ko-lau-mo-kui-kiau-wa'
(Boneka cantik iblis sakti siluman tengkorak)! Gembong
iblis nomor wahid di
kolong langit dewasa ini, tahu tidak?"
Tidak kepalang kaget Tian Pek demi mendengar keterangan
ini. "Sungguhkah
perkataanmu?" ia menegas.
"Buat apa kubohongi kau? Sejak dari 'pulau iblis' di
lautan timur sana kukuntit
iblis ini, masa keteranganku ini dapat keliru?"
"Ah, tak kusangka dia adalah. . .tak kusangka
....sungguh sukar untuk dapat
dipercaya ...."
Perlu diketahui. Ang-hun-ko-lau, Kui-bin-kiau-wa
(Tengkorak cantik, boneka
bermuka setan) adalah seorang gembong iblis yang namanya
sangat termashur
di dunia persilatan sejak puluhan tahun yang lalu.
wajahnya memang cantik
jelita bak bidadari kahyangan, akan tetapi hatinya kejam
melebihi ular berbisa,
ilmu silatnya sangat tinggi hingga sukar diukur, tabiatnya
juga sangat cabul dan
dengki, setiap lelaki tampan tentu akan ditawannya untuk
dipikat dan dirayu,
bila kurang mencocoki seleranya laki2 itu lantas
dibunuhnya.
Pantangannya yang terbesar adalah bertemu gadis cantik,
perempuan cantik
yang ditemuinya pasti dibunuhnya dengan cara keji, bukan
saja matanya dicukil
dan lidahnya dipotong, wajah mereka yang cantik dirusak
hingga tak berwujud
manusia lagi, dalam keadaan begitu baru korban
ditinggalkan dan
membiarkannya sekarat dan akhirnya mati.
Oleh karena kekejamannya, meskipun belum lama ia muncul di
dunia Kangouw,
namun seluruh dunia sudah digemparkan oleh kecabulan serta
kekejamannya,
akan tetapi karena ilmu silatnya terlalu tinggi, jarang
sekali ada orang yang
sanggup menandinginya.
Itulah sebabnya hanya dalam beberapa tahun saja banyak
sekali muda mudi
yang hancur masa depannya dan tewas secara mengerikan di
tangan
perempuan berhati iblis ini.
Bukan saja jago muda dari kalangan hitam yang menjadi
korban, seringkali jago
muda dari golongan putih pun terbunuh. lama2 kejadian ini
menimbulkan
kegusaran semua pihak, baik jagoan dari golongan putih
maupun dari kalangan
hitam sama membencinya, akhirnya bergabunglah semua
kekuatan dunia
persilatan uutuk ber-sama2 menumpas perempuan blis itu,
dalam suatu
pertarungan yaug sengit di puncak Thay-san, akhirnya iblis
itu berhasil melarikan
diri dari kepungan.
Dalam pertarungan sengit itu banyak juga korban di pihak
delapan perguruan
besar serta kawanan jago Lok-lim dari tujuh propinsi di
selatan dan enam
propinsi di utara. Sebab itulah maka akhir2 ini nama
Su-tay-kongcu semakin
menonjol dan menjagoi Bu-lim tanpa kesukaran.
Sejak itu pula tengkorak cantik gadis bertopeng setan
itupun lenyap dari
keramaian dunia. Ada orang mengatakan ia tewas akibat luka
parah yang
dideritanya, ada pula yang mengatakan ia bertapa di
"pulau iblis" di lautan
timur, tapi bagaimanapun tak seorang yang tahu jelas,
Tahun berganti tahun, kejadian yang menggemparkan itupun
sudah dilupakan
orang, kalau ada yang mengungkap kembali juga cuma
dijadikan kisah menarik
belaka di waktu senggang.
Tian Pek pernah mendengar cerita itu dari para Piausu tua
di perusahaan
pengawalan dulu, tapi mimpipun ia tak menyangka gadis
cantik yang telah
menyelamatkan jiwanya itu adalah tengkorak cantik gadis
bertopeng setan, bisa
dibayangkan betapa terkesiapnya.
Cuma saja ada satu hal ia merasa sangsi, gadis yang
menyelamatkan jiwanya itu
masih amat muda, mungkinkah dia ini gembong iblis yang
pernah
menggemparkan dunia persilatan pada puluhan tahun yang
lalu?
Maka sambil tertawa ia berkata: "Apakah ucapanmu ini
dapat membuat aku
percaya?"
"Ya, kutahu kau takkan percaya pada perkataanku, tapi
kelak bila kau percaya
mungkin waktu itu sudah terlambat bagimu," demikian
kata pemuda itu.
Mendadak terdengar orang mendengus di belakang. cepat
pemuda berbaju
putih itu berpaling, entah sedari kapan gadis bertopeng
setan itu sudah berdiri
di tengah ruangan.
Topeng yang bermuka hijau dan berambut merah serta
bertaring menutupi
seraut wajah yang cantik jelita, kecuali perawakannya rada
pendek dan kecil ia
memang persis seperti iblis yang menakutkan.
Untung Tian Pek pernah menyaksikan wajah aslinya, kalau
tidak, pasti takkan
tersangka bahwa makhluk aneh seperti setan ini sebenarnya
adalah penyaruan
seorang gadis jelita.
Dengan suara dingin menyeramkan gadis bertopeng setan itu
menjengek: "Hm,
sudah kuduga pasti kau inilah yang ngacau, Huuh,
selicik-liciknya akal busukmu
jangan harap bisa membohongi aku, cuma akupun merasa
heran, apa sebabnya
kau selalu membuntuti kepergianku dan selalu saja mengacau
dan mengganggu
kegembiraanku. Sebenarnya apa maksudmu?"
Pemuda berbaju putih itu tidak menjawab, mendadak ia
melancarkan suatu
pukulan dahsyat.
"Blang," gadis bertopeng menangkis pukulan itu,
benturan keras mengguncang
sekelilingnya, pelita di atas meja ikut tersampuk padam.
Suasana menjadi gelap gulita, pertempuran berlangsung
semakin gencar, Tian
Pek berbaring dan tak dapat mengikuti jalannya pertarungan
itu dengan jelas,
tapi ia dapat merasakan betapa ttaam dan hebatnya desingan
angin pukulan
kedua pihak.
Di tengah kegelapan, mendadak terdengar gadis bertopeng
setan itu
membentak nyaring: "Kau ingin lari lagi!...."
Menyusul angin pukulan semakin men-deru2, tampaknya si
gadis bertopeng
setan telah mempergencar serangannya.
Tiba2 si pemuda baju putih berseru: "Maaf, aku tak
dapat menemani terlalu
lama! Tapi kaupun jangan keburu bangga dulu, bila
Hay-gwa-sam-sat (tiga
malaikat bengis dari lautan) tiba, saat itulah ajalmu akan
tiba."
ata terakhir kedengaran berkumandang dari puluhan kaki
jauhnya, jelas pemuda
baju putih itu sudah berhasil kabur keluar kelenteng
dengan kecepatan luar
biasa.
"Hm, sampai ke ujung langitpun akan kubekuk
kau!" terdengar suara gadis
bertopeng setan menggema dikejauhan.
Diam2 Tian Pek menjulurkan lidah saking kagumnya, sungguh
cepat sekali gerak
tubuh mereka dan sukar dicari bandingannya.
Suasana dalam kelenteng kembali hening, dengan pikiran kalut
Tian Pek
berbaring sendirian disitu, ia merasa sudah banyak
pengalaman aneh yang
dialaminya selama ini, tapi pertemuannya dengan gadis
bertopeng setan serta
pemuda berbaju putih inilah terhitung pengalaman yang
paling aneh dan
membingungkan.
Ia pikir bila gadis bertopeng setan itu benar adalah
Tengkorak cantik gadis
topeng setan seperti apa yang dikatakan pemuda berbaju
putih itu, maka aku
harus bersyukur dapat terhindar dari cengkeramannya. Tapi
kalau dipikir lagi hal
inipun tak mungkin terjadi. Iblis keji itu sudah tersohor
sejak puluhan tahun
berselang, masa ia masih begitu muda dan kecil? Siapapun
tak akan percaya.
Juga pemuda berbaju putih yang tak dikenalnya itu mengapa
sengaja datang
membongkar rahasia gadis itu dengan menempuh bahaya?
adahal setelah kepergok gadis bertopeng segera pula pemuda
itu berusaha
melarikan diri dan menggunakan nama Hay-gwa-sam-sat untuk
me-nakuti si
nona, siapa gerangan Hay-gwa-sam-sat yang dimaksudkan itu?
Semakin dipikir Tian Pek semakin bingung, akhirnya dia
anggap baik si gadis
bertopeng setan maupun pemuda yang berbaju putih, keduanya
bukan orang
baik2, gerak-gerik mereka mencurigakan, asal-usulnya
dirahasiakan, namapun
sungkan dikatakan, semuanya serba tidak beres, bila
terjatuh didalam
cengkeraman mereka, tentu lebih banyak celaka daripada
selamatnya.
"Daripada menanggung derita di tangan mereka, lebih
baik kucari tempat
bersembunyi lain untuk merawat lukaku? Bila luka sudah
sembuh, segera kucari
jalan untuk membalaskan dendam ayah."
Begitu timbul keinginan kabur, serta merta Tian Pek
menggerakkan tangan
kakinya dan rasa sakit ternyata sudah hilang ia
mengerahkan pula hawa
murninya dan terasa bisa terhimpun, betapa girangnya anak
muda itu, ia tahu
berkat pertolongan si nona bertopeng setan itu ia telah
sehat kembali.
Tapi ketika ia bangkit berduduk, seketika ia tertegun
bingung. Kiranya ketika tak
sadar, ia tak merasa tubuhnya dalam keadaan telanjang
bulat. pakaiannya entah
sejak kapan sudah dibelejeti.
Dalam kagetnya Tian Pek coba meraba sekujur badannya,
kecuali lengan dan
kakinya yang dibalut dengan kain, boleh dibilang ia betul2
dalam keadaan
telanjang bulat.
Kejut Tian Pek sukar dilukiskan, cepat ia meraba
disana-sini, akhirnya di tengah
kegelapan ia berhasil menemukan bajunya, cuma pakaian itu
sudah ter-koyak2
tak keruan.
Sekarang Tian Pek baru mengerti, rupanya untuk membalut
dan mencabut
keluar senjata rahasia yang bersarang di tubuhnya, gadis
bertopeng itu telah
merobek bajunya.
Teringat dirinya dibelejeti hingga bugil oleh seorang nona
jelita, tanpa terasa
muka Tian Pek menjadi merah.
Tapi ada sesuatu yang membuatnya terlebih cemas daripada
rasa malunya itu,
yakni kitab pusaka Thian-hud-pit-kip yang dipandangnya
lebih berharga
daripada jiwanya kini ikut lenyap.
Cepat ia meraba tempat lain, Pedang Hijau Bu-ceng-pek-kiam
juga lenyap tak
berbekas.
aking gusarnya Tian Pek mencaci-maki kalang kabut Setelah
mengetabui pedang
pusakanya diambil orang, niatnya untuk kabur seketika
lenyap, sekarang dia
malah ingin menentui gadis bertopeng setan itu untuk
menuntut kembali kitab
pusaka Thian-hud-pit-kip serta Pedang Hijau.
Pakaiannya sudah jelas tak mungkin bisa dikenakan lagi,
dengan hati
mendongkol ia merobek kain selimutnya menjadi beberapa
potong lalu diikat di
tubuh dengan kain bajunya yang robek, meski bentuknya
menjadi lucu sekali,
tapi paling sedikit bagian vital di tubuh dapat ditutupi
dan juga untuk menolak
hawa dingin.
Selesai berdandan, dengan langkah cepat dia menyusup
keluar, terlihat bulan
telah condong ke barat, sinar yang bening menyoroti
kelenteng yang bobrok itu
menciptakan suatu pemandangan yang suram.
ian Pek tak tahu kelenteng ini berada dimana, tapi segera
ia menuju ke arah
pergi pemuda baju putih serta si gadis bertopeng tadi.
Beberapa li telah ditempuhnya tanpa terasa, namun tiada
sesuatu tanda yang
dilihatnya, yang melintang di depan mata adalah sebuah
suugai yang lebar.
Gemerlapan air sungai dengan suaranya yang men-debur2,
tapi tiada bayangan
seorangpun yang kelihatan.
Tian Pek mengira dia salah arah, baru saja dia akan putar
balik ke tempat
semula, dari tepi sungai sebelah kiri sana mendadak
terdengar suara langkah
orang yang semakin dekat.
Dari suaranya, Tian Pek menduga jumlah pendatang pasti
lebih daripada satu
dua orang, tergerak pikirannya, cepat ia menyusup ke balik
semak2 dan
bersembunyi.
Di bawah cahaya rembulan yang terang, dengan jelas anak
muda itu dapat
menyaksikan munculnya serombongan orang dari balik alang2
di tepi sungai
sana.
Panjang juga barisan itu, ada berpuluh orang jumlahnya,
semua bertubuh kekar,
pada masing2 bahu mereka memanggul sebuah peti yang
tampaknya berat
sekali.
Setiba di tepi sungai, orang2 itu menurunkan peti dan
menyusunnya dengan
rapi. Kebetulan Tian Pek bersembunyi dekat dengan tumpukan
peti itu, maka
semua dapat terlihat dengan jelas.
Mereka terdiri dari laki2 kekar berpakaian ringkas,
malahan diantaranya adalah
jago pengawal berseragam yang sudah dikenal oleh Tian Pek.
"Ah, bukankah mereka ini jago istana keluarga
Kim?" demikian ia membatin.
"Kenapa di tengah malam buta begini mereka menggotong
peti sebanyak ini
ketepi sungai? Tampaknya juga bukan
pindah rumah, sungguh aneh . . ."
Sementara Tian Pek masih ragu, terdengar seorang pengawal
dengan napas terengah2
berkata: "Entah apa yang hendak dilakukan majikan
kita ini? Tengah
malam buta begini kita diperintahkan mengangkut peti2
berat ini ketepi sungai,
tampaknya bukan pindah rumah, tapi kenapa barangnya
diangkut semua kemari
. . . ."
"Ssst, Lo-su! Masa kau tidak tahu?" bisik
rekannya dengan lirih, "kudengar
orang2 yang kemarin dulu terkurung di dalam Sek-ki-tay-tin
itu entah sebab apa
tahu2 hari ini sudah kabur semua, mungkin majikan kita
takut mereka akan
datang membalas dendam, maka semua harta-benda diungsikan lebih
dahulu,
kalau tak kuat menahan serbuan musuh beliau dapat segera
mengundurkan
diri."
"Ah, masa betul?" seru pengawal pertama tadi
dengan kaget.
"Bukankah sering kita dengar, katanya barang siapa
terjebak di dalam Sek-ki-taytin,
maka selamanya tak bisa lolos? Kenapa orang2 itu bisa
kabur?"
"Disitulah letak keanehannya, kudengar Sek-ki-tay-tin
digerakkan bukan atas
perintah majikan kita, melainkan Beng-siauya yang
melakukan sendiri, karena
peristiwa tersebut majikan jadi marah besar, ia menuduh
Beng-siauya telah
mengacaukan rencananya, malahan karena peristiwa ini
Beng-siauya telah
disekap dalam sel."
"Bukankah Beng-siauya selalu menuruti perintah
majikan? kenapa kali ini dia
melanggar perintah? Apakah dia sudah sinting?"
"Memangnya kau anggap dia belum sinting? Kalau dia
tak sinting, tak mungkin
Kongcu dan Siocia ikut dijebak pula disana."
Pengawal yang bernama Lo-su itu menggeleng kepala berulang
kali, katanya
pula: "Lantas apa sebabuna dia sampai melakukan
perbuatan sinting itu?"
"Kenapa lagi? Tentu saja disebabkan anak keparat she
Tian itu. Sebenarnya
Beng-siauya dan Siocia dibesarkan bersama dalam satu
keluarga, hubungan
mereka b*ak sekali, besar hasrat Beng-siauya akan
menperisterikan Siocia,
malahan majikanpun sudah menyetujui persoalan ini. Apa mau
dikata, sejak
kedatangan anak keparat she Tian itu mendadak sikap Siocia
terhadap Bengsiauya
jadi dingin dan tawar, sebaliknya hubungannya dengan orang
she Tian itu
bertambah mesra, maka Beng-siauya menjadi gusar tidak
kepalang, dalam suatu
pertarungan sengit lengannya tertabas kutung oleh orang
she Tian, tentu saja
Beng-siauya tambah dendam dan benci. Dua hari yang lalu
Beng-siauya
bermaksud membalas dendam, siapa tahu ia malahan kena
dipukul dan terluka
oleh pemuda Tian, dari sakit hati Siauya menjadi sinting,
pada kesempatan
pemuda Tian berada dalam ruangan itulah. mendadak ia
menggerakkan Sek-kitay-
tin untuk membunuh saingan cintanya itu ...."
Walaupun pelahan suara pembicaraan kedua orang itu, tapi
berhubung Tian Pek
bersembunyi dekat dengan mereka, maka semua pembicaraan
tersebut dapat
didengar olehnya dengan jelas.
Tiba2 dari tepi pantai di seberang muncul cahaya lampu
yang bergoyang kesana
kemari, agaknya seorang diseberang sedang memberi tanda
kepada orang yang
ada di sebelah sini.
Seorang laki2 berpakaian ringkas segera bersuit, lalu
kepada rekan2nya ia
berkata: "Bersiaplah, perahu hampir datang!"
Dua orang pengawal yang sedang bercakap itupun
menghentikan pembicaraan
mereka. Suara dayung membelah air bergema di tengah
kesunyian, bayangan
perahu mulai mendekati pantai.
Cepat sekali laju perahu itu, permukaan sungai yang
luasnya puluhan tombak itu
ternyata ditempuh dalam waktu singkat, menyusul munculnya
perahu itu,
belasan buah sampan juga bermunculan, rupanya sampan kaum
nelayan.
Pada sampan yang paling depan tampak seorang berduduk di
atas sebuah kursi
beroda, orang itu tak lain adalah Cing-hu-sin Kim Kiu.
Setelah sampan menepi, orang2 yang berada di haluan sampan
segera
menggunakan gaetan untuk menghentikan perahu, sementara
orang di daratan
tadi segera menggotong peti2 itu dan diangkut ke atas
perahu.
Tersirap darah Tian Pek demi berjumpa dengan Cing-hu-sin
Kim Kiu, musuh
besar yang membunuh ayahnya, dia tak sanggup mengendalikan
emosinya lagi
sambil membentak, secepat kilat ia melompat keiuar dari
tempat sembunyinya.
"Kim Kiu bangsat tua! Serahkan jiwa anjingmu! . . .
." teriaknya penuh
kebencian, suatu pukulan dahsyat segera menabas tubuh
kakek yang lumpuh
itu.
Kemunculan Tian Pek sangat mendadak, cepat pula
serangannya, sebelum
kawanan jago yang ada didaratan mengetahui apa yang
terjadi, tahu2 Tian Pek
sudah menerjang musuh.
Mimpipun Cing-hu-sin Kim Kiu tidak menyangka bakal
disergap dalam keadaan
begitu, dalam gugupnya ia masih sempat menangkis datangnya
serangan
tersebut.
=====
Dapatkah Tian Pek membunuh Kim Kiu, mengapa tengah malam
buta Kim Kiu
hendak kabur?
Siapa sebenarnya si gadis bertopeng setan itu?
— Bacalah jilid ke 16 —
Jilid 16 : Liu Cui-cui, gadis bertopeng setan
"Blang!" di tengah beoturan keras, kursi
berodanya berputar dan hampir saja
tercebur ke dalam sungai.
Untung banyak sekali jago2 pengawal berada di belakang
kursi beroda ltu,
cepat mereka menahan kursi tersebut, sekalipun demikian,
akibat guncangan
hebat perahu itu lantas terdorong meninggalkan pantai.
Betapa gusar dan kejut Cing-hu-sin Kim Kiu setelah
menyaksikan rahasianya
terbongkar, dengan suara keras ia berteriak: "Cepat
bekuk mereka, satupun
jangan terlepas, bunuh tanpa perkara!"
Rupanya ia tidak tahu banyak musuh yang datang, maka dia
memberi
perintah begitu.
Diam2 Tian Pek menyesal karena terburu napsu, kini
Cing-hu-sin telah kabur
ke tengah sungai, tak mungkin lagi baginya untuk menyeraog
lagi.
Dalam pada itu belasan laki2 kekar tadi telah menurunkan
peti mereka serta
mengepungnya.
Dengan tubuh hanya dibungkus dengan robekan kain selimut,
Tian Pek tidak
gentar menghadapi musuh.
Sementara itu kawanan Busu ( jago silat ) teiah mengepung
maju, setelah
tahu bahwa lawan hanya Tian Pek seorang, keberanian mereka
bertambah
besar, diiringi suara bentakan, empat pengawal berbaju
perang segera putar
pedang dan menusuk anak muda itu.
Dengan gesit Tian Pek putar badan menghindari serangan
itu, telapak
tangannya menyapu ke depan kontan empat pengawal itu
menjerit dan
mencelat.
Terkejut kawanan Busu lainnya, serentak mereka
menghentikan gerak
majunya, nyata mereka menjadi jeri oleh perbawa Tian Pek
yang sekali serang
merobohkan empat orang itu.
Tiba2 terdengar siulan nyaring, sesosok bayangan hitam
melambung ke
udara, sesudah berputar satu lingkaran mendadak menukik
dan menerkam Tian
Pek laksana burung rajawali menerkam mangsanya.
Dari gaya serangannya segera Tian Pek mengenali orang ini
adalah Tiat-ih-huipeng
(rajawali sakti bersayap baja) Pah Thian-bo, salah seorang
di antara
"sepasang pengawal baja".
Semenjak mendapat ajaran ilmu sakti seratus hari dari
Sin-lu-tiat-tan,
kepandaian Tian Pek sudah maju pesat, makin besar juga ia
percaya pada diri
sendiri, kendatipun tahu bahwa Tiat-ih-hui-peng adalah
jago utama istana
keluarga Kim, pula mempunvai "baju sakti bersayap
baja" yang dapat
membantunya melambung ke udara, namun Tian Pek sama sekali
tak gentar,
Ketika musuh menubruk turun. bukannya berkelit atau
menghindar, Tiap Pek
malahan menyongsong ancaman tersebut dengan suatu pukulan
dahsyat.
Dua kekuatan kebentur dan menerbitkan suara gemuruh.
Tian Pek tidak tergetar oleh benturan tersebut dan tetap
berdiri di tempat,
sebaliknya Tiat-ih-hui-peng yang berada di udara terpental
dan berjumpalitan
beberapa kali, lalu ia kuncupkan sayap dan melayang turun.
Kejadian ini sangat mengejutkan kawanan jago istana Kim
yang hadir di
sekitar tempat itu, mereka tahu ilmu silat
Tiat-ih-hui-peng sangat tangguh,
jarang ada kekuatan yang mampu menahan gempurannya, tapi
kini jago mereka
ternyata menelan pil pahit yang mengenaskan.
Setiba di permukaan tanah, Tiat-ih-hui-peng mengebas sayap
bajabya, dalam
kegelapan tak kelihatan bagaimana air mukanyu, tapi dapat
diduga ia pun
terkejut, ia sedang mengatur pernapasan untuk
mempersiapkan serangan
kedua.
Berpuluh lentera mendadak menyala di atas sampan, cahaya
yang terang itu
menyorot ke arah Tian Pek.
Di bawah cahaya lampu, semua orang dapat melihat jelas
dandanan Tian Pek
yang lucu itu, tubuhnya hanya dibungkus dengan robekan
selimut, ikat
pinggangnya cuma beberapa helai kain baju, bukan &aja
tanpa bersepatu.
malahan sebagian tubuhnya juga telanjang. Akan tetapi
wajahnya yang cakap
kelihatan kereng.
Sebagian besar jago istana Kim kenal siapa dia, hampir
semuanya bersuara
heran: "He, dia ..."
Cing-hu-sin Kim Kiu yang berada di perahunya dan berteriak
lantang:
"Tangkap bangsat cilik itu, jangan sampai kabur,
tangkap dia!"
Berpuluh orang dengan senjata terhunus segera bergerak maju,
dalam waktu
singkat Tian Pek terkepung rapat, namun tak seorangpun
yang berani
turun tangan lebih dahulu.
Terdengar gelak tertawa menggema, seorang kakek bungkuk
tampil ke depan.
Inilah dia Tiat-pi to hong Kongsun Coh.
Ia menghampiri Tian Pek, tegurnya: "Hahaha, saudara
cilik. hanya beberapa
hari tak bertemu, rupanya ilmu silatmu telah mendapat
kemajuan lagi. Haha,
ada satu persoalan ingin kutanyakan padamu apakah kau
bersedia memberi
jawaban?"
Selama berada di istana keluarga Kim, beberapa kali Tian Pek
mendapat
bantuan dari kakek bungkuk ini, dengan sendirinya ia pun
bcrkesan baik
padanya.
Maka dengan menahan rasa dendam yang berkobar ia menjawab:
"Persoalan apa yang hendak Kongsun cianpwe
bicarakan?"
“Istana keluarga Kim menerima dirimu sebagai tamu
terhormat, apa
sebabnya saudara malahan memusuhi kami?"
"Kongsun-cianpwe mungkin tidak tabu. Ayah-ku dibunuh
oleh Cing-hu-sin
Kim Kiu, dia adalah musuhku, dengan sendirinya aku ingin
menur.tut balas,
walau begitu aku masih bisa membedakan mana yang benar dan
mana yang
salah, barang siapa tidak tersangkut dalam peristiwa itu,
akupun tak ingin
memusuhi dia, Kongsun-cianpwe, bila engkau bersedia cuci
tangan di dalam
persoalan ini, aku Tian Pek niscaya takkan memusuhi dirimu!"
"Apakah aku boleh tahu siapakah mendiang
ayahmu?" tanya Kongsuo Coh
dengan melengak.
"Tidak pantas seorang anak menyebut nama ayahnya,
tapi kalau Cianpwe
ingin tahu, terpaksa kukatakan, mendiang ayahku tak lain
adalah Pek lek-kiam
Tian In-thian!"
"O, maaf. maaf, kiranya saudara cilik ini keturunan
Tian-tayhiap ..."
Di tengah kegelapan terdengar tuara dayung membelah air,
Tian Pek kuatir
Cing-hu-sin Kim Kiu kabur, cepat dia berseru: '
Perkataanku sudah cukup jelas,
Kongsun-cianpwe tentunya bersedia untuk cuci tangan di
dalam persoalan ini
bukan?"
Tiat pi-to liong mengunjuk wajah serta salah, ia menjadi
ragu2.
Sementara itu Tian Pek dapat menangkap suara dayung yang
kian menjauh,
tapi cahaya lampu yang menyorot terang itu membuatnya
silau sehingga sukar
melihat keadaan sana, segera ia membentak keras:
"Bangsat tua Kim Kiu, jangan
coba kabur.. .. "
Dengan cepat dia menubruk ke tepi sungai.
Tiat-pi-to-liong adalah jago yang mengutamakan setia kawan
serta
kebenaran, tentu saja iapun tabu siapa Pek lek-kiam Tian
In-thian, sejak anak
muda itu menyebutkan asal-usulnya, ia sudab mengambil
keputusan untuk
mengundurkan diri dari persoalan ini. Tapi dia bekerja dan
terima upah, dia
harus tahu kewajiban, maka ia menjadi ragu, melihat Tian
Pek hendak bertindak
pula, cepat ia berseru: "Nanti dulu, saudara cilik,
dengar dulu perkataanku"
Berbareng itu cepat ia mencengkeram ke arah Tian Pek.
Tian Pek mengira Tiat-pi-to-liong sengaja me-nyerangnya,
sedang musuh
tampak akan kabur, tanpa pikir ia lantas menghantam.
Tiat-pi-to-liong tidak menduga Tian Pek akan melancarkan
serangan balasan,
iapun tak menyangka anak muda itu memiliki gerakan tubub
secepat itu, sedikit
meleng jari tangan Tian Pek tahu2 sudah mengancam
Kwan-goan-hiat sikunya.
Kwan-goan-hiat adalah Hiat-to penting, kalau kena
tertutuk, lengan itu akan
lumpuh dan tak bisa digunakan lagi, ia jadi terkejut
bercampur gusar.
Dia terkejut lantaran usia Tian Pek begitu muda ternyata
memiliki ilmu silat
sehliay itu, dia marah karena maksud baiknya malahan
dibalas pemuda itu
dengan serangan mematikan.
Sebagai seorang jago tua yang tinggi hati, tentu saja ia
marah diperlakukan
macam begitu, dia anggap lawan menghinanya, karena gusar
dan
mendongkolnya, mendadak ia balas menghantam punggung Tian
Pek.
Serangan yang dibalas dengan serangan ini merupakan
pertarungan adu jiwa,
bila Tian Pek tidak segera membatalkan ancamannya,
sekalipun dia berhasil
merusak lengan kanan Tiat-pi-to-liong, akan tetapi
punggungnya juga akan
termakan oleh pukulan maut musuh dan jiwanya pasti akan
melayang.
Tian Pek tahu bahaya ancaman maut itu, ia tidak bermaksud
mengadu jiwa
dengan kakek bungkuk itu, pada saat terakhir tiba2 ia
tarik kembali
serangannya, lalu melaysng jauh ke samping.
Tiat-pi-to-liong semakin gusar, teriaknya dengan marah:
"Saudara cilik, begini
pongah sikapmu, apakah kau merasa ilmu silatmu teramat
tinggi, ingin kucoba
beberapa jurus seranganmu!"
Sepuluh jari tangannya lantas dipentang lebar2, secepat
kilat ia menubruk
maju pula.
Tian Pek terkesiap, dia tak berani menyambut serangan itu
dengan keras
lawan keras, segera ia melayang ke samping untuk
menghindar.
Belum sempat Tian Pek berdiri tegak, desingan angin tajam
menyambar pula
dari belakang, ia tahu ada orang menyergap, ia tak sempat
berpaling, cepat ia
menangkis ke belakaug, "blang!" benturan keras
terjadi, begitu dahsyatnya
hingga lengan Tian Pek terasa kaku kesemutan, darah
bergolak, ia tergentak
mundur tiga langkah.
"Kuat sekali tenaga pukulan orang ini, entah jago
lihay darimana?" pikir Tian
Pek.
Segera ia mengamati musuhnya, kiranya orang ini adalah
Tiat ih-hui-peng,
orang tua ini berdiri tegak di depanuya sambil melotot
gusar.
Rupanya tatkala melancarkan sergapan dari udara pertama
kali tadi, Tiat-ihhui-
peng hanya menggunakan enam bagian tenaga saktinya dan dia
mcnderita
kerugian, maka dalam sergapan yang kedua ini ia sertakan
segenap
kekuatannya.
Tian Pek sendiri karena harus menyambut pukulan itu dengan
ter-gesa2,
tentu saja hawa saktinya tak mampu digunakan sampai pada
puncaknya, tidak
heran kalau ia kalah kuat dalam adu tenaga ini.
Sementara Tian Pek terktjut, suara bentakan
Tiat-pi-to-liong telah
menggelegar lagi dari belakang, menyusul segulung angin
pukulan mengancam
tiba.
Gusar Tian Pek karena harus menghadapi sergapan maut dua
jago ternama,
ia tidak gentar, malahan semangat tempurnya semakin
berkobar, menyaksikan
datangnya ancaman itu dia tidak menghindar ataupun
berkelit, dengan ilmu
Hong-lui pat-kiam ajaran Sin-lu-tiat-tan, ia menggunakan
telapak tangannya
sebagai pengganti pedang, dia bacok musuh dengan jurus
Sim-hong-ci-lui.
"Bluk!" pukulan maut Tian Pek bersarang telak di
punggung musuhnya yang
bungkuk
Kiranya Tiat-pi-to-liong telah dibikin gusar oleh Tian
Pek, setelah serangan
dengan jurus Ciong-liong-si-jiau (naga sakti unjuk cakar)
berhasil di-hindari
lawan, sebagai orang yang pemberang, kegusarannya makin
memuncak, ketika
dilihatnya pemuda itu sedang menyambut pukulan rekannya
Tiat-ih-hui-peng,
dengan keras lawan keras, segera ia pun menghantam
punggung Tian Pek
dengan jurus Ciang-liong-tham-hay (naga selulup ke laut).
Maksudnya hendak mencengkeram punggung musuh, apa mau
dikata
gerakan Tian Pek terlampau cepat, bukan dia yang berhasil,
bacokan lawan yang
malahan bersarang di punggungnya yang bungkuk.
Sebagaimana julukannya, Tiat-pi to liong (naga bungkuk
berpunggung baja)
memiliki kekebalan pada punggungnya itu, dengan demikian
sekalipun bacokan
Tian Pek berhasil dengan telak tapi sama sekali ia tak
terluka, malahan Tian Pek
sendiri yang merasakan telapak tangannya jadi sakit.
Walaupun demikian Tiat pi-to liong sendiri pun terpental
oleh tenaga pukulan
itu, setelah sempoyongan beberapa puluh langkah dia baru
berhasil
mengembalikan keseimbangan badannya.
Dapat dibayangkan betapa gusarnya Tiat-pi to liong karena
berulang
kecundang, semenjak terjun ke dalam dunia persilatan,
belum pernah ia
menderita kekalahan sehebat ini, dalam gusarnya cepat ia
menerkam ke depan
pula, kakinya secepat kilat menendang lambung Tian Pek
dengan jurus Liong-jutjim
tam (naga sakti muncul dari telaga).
Malahan telapak tangan kirinya segera pula hendak mencukil
kedua mata
pemuda itu dengan gerakan Siang liong-ciang-cu (sepasang
naga berebut
mutiara), satu gerakan dengan tiga serangan yang berbeda,
benar2 ancaman
yang mengerikan.
Tian Pek menghadapinya dengan tenang, ia keluarkan ilmu
langkah Kiu-kiukui-
goan untuk menghadapi musuh, gerakanoya seperti maju tapi
tidak maju,
mundur bukan mundur, namun serangan gencar musuh jangan
harap akan
menyentuh tubuhnya.
Ilmu langkah inipun ajaran oleh Sin-lu-tiat-tan khusus
untuk mengalahkan Nigong-
hoan-ing, ilmu khas andalan Sin-kau Tiat Leng dan ternyata
kepandaian ini
juga bermanfaat dipakai untuk menghindari tiga serangan
berantai dari Tiat pito-
liong barusan.
Setelah Tian Pek unjuk kepandaian tangguhnya, baru semua
jago terkejut,
semua orang heran dan terbelalak.
Tian Pek sendiri sama sekali tidak menggubris keheranan
lawannya, dengan
enteng bagaikan awan bergeirak diangkasa ia maju tiga
langkah ke kiri, mundur
tiga langkah ke kanan, tiap tiga langkah kali tiga langkah
ia segera berputar
kembali ke tempat semula, ternyata tubuhnya selalu
berkisar di tempat semula,
sekalipnn begitu semua serangan gencar yang dilancarkan
musuh berhasil
dihindar dengan manis.
Sekarang semua orang baru terbelalak dan melongo siapa
yang tak heran
melihat ketangguhan seorang pemuda macam Tian Pek?
Melihat temannya sudah sekian lama tak berdaya terhadap
anak muda itu,
segera Tiat-ih-hui-peng pentang sayap dan ikut terjun di
tengah gelanggang.
Sstelah sepasang pengawal baja turun tangan bersama baru
terlihat kekuatan
mereka yang ampuh dan serangan mereka makin berbahaya,
satu dari udara
dan yang lain dari daratan, pukulan demi pukulan
dilancarkan dengan gencar
dan dahsyat.
Dalam keadaan begini Tian Pek terpaksa memberikan
perlawanan dengan
lebih gigih, kakinya bergerak dengan ilmu langkah
Kiu-kiu-kui-goan, sementara
tangannya memainkan jurus2 serangan Hong-lui-pat-kiam,
meskipun tanpa
menggunakan pedang, namun setiap bacokan telapak tangannya
segera
mematahkan setiap serangan musuh.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat, namun
keadaan tetap
seimbang, siapapun tak berhasil mendesak mundur musuhnya.
Tian Pek pernah menyaksikan kerja sama dari kedua pengawal
baja ini ketika
mereka menghadapi barisan bambu hijau kaum pengemis di
bukit "dua belas
gua karang", sekarang setelah mengalami sendiri
kerubutan tersebut baru ia
mengakui betapa hebatnya kerja sama mereka ini.
Tiat-ih-hui-peng andalkan sayap bajanya selalu menerjang
dan menubruk dari
udara dengan pukulan beratnya, sementara Tiat-pi-to-liong
yang berada d1
daratan melepaskan pukulan dan cakar mautnya dengan
kekuatan mengerikan
ditambah pula ilmu punggung bajanya yang tahan pukulan,
terkadang Tian Pek
tak mampu menghindarkan diri dan terpaksa harus melayani
serangan keras
lawan keras.
Dalam waktu singkat Tian Pek sudah terlibat dalam suatu
pertempuran yang
harus memeras tenaga, berbicara soal tenaga dalam.
walaupun harus
menghadapi kerubutan kedua pengawal baja, sekuatnya ia
masih mampu
bertahan sehingga tak sampai kalah, akan tetapi berhubung
pakaian yang
dikenakan hanya sobekan kain selimut yang dibalutkan,
setelah tersampuk angin
pukulan musuh kain selimut itu jadi terlepas dari ikatan
hingga gerak geriknya
jadi kurang leluasa, ia kuatir kain penutup tubuhnya
terlepas hingga badannya
jadi telanjang, hal ini bisa membuatnya runyam.
Ia bermaksud kabur saja, apa mau dikata kalau selimut itu
se-akan2
membelenggu kakinya, sergapan Tiat-ih-hui-peng dari atas
juga selalu
mengintai.
Lama2 Tian Pek jadi gelisah bercampur panik terpaksa dia
harus menggigit
bibir dan meneruskan perlawanannya dengan gigih.
Beberapa gebrakan kemudian, kain selimut pembalut tubuhnya
sudah makin
kendur, malahan separuh di antaranya telah merosot hingga
di bawah perut,
badan bagian atas jadi bugil, ini membuat gerak-geriknya
semakin tidak leluasa
tampaknya sebentar lagi ia bakal kalah ....
Pada saat yang gawat inilah tiba2 terdengar bentakan
nyaring, sesosok
bayangan manusia dengan disertai kilatan cahaya tajam
membelah udara
menyusup ke tengah gelanggang.
Tiat-ih hui-peng berpekik nyaring, bagaikan layang2 yang
putus benangnya,
tahu2 tubuhnya terlempar ke belakang dan jatuh di tempat
lima-enam tombak
jauhnya.
Setelah merangkak bangun Tiat-ih-hui-peng melihat sebelah
baju ajaib yang
menjadi sayapnya itu telah patah satu.
Pucat wajah orang tua itu, rasa kaget menghiasi mukanya,
jelas ia merasa
ngeri dan takut sebab sayap andalannya berhasil dipatahkan
pendatang yang tak
dikenal ini.
Waktu ia mengamati, seorang manusia aneh bermuka hijau dan
berambut
merah dengan pedang terhunus berdiri angker di tengah
gelanggang.
Bagi Tian Pek tentu saja kemunculan manusia aneh ini tidak
mengherankan,
berbeda dengan kawanan jago dari istana Kim, mereka sama
terkesiap.
Tiat-pi-to-liong melihat rekannya kehilangan sebelah
sayap, dalam kejutnya ia
jadi gusar, sambil membentak, segera ia menghantam manusia
aneh itu.
Tenaga dalam Tiat-pi-to liong memarg lihay, ditambah pula
serangan tersebut
dilancarkan dalam keadaan gusar, makin dahsyat hawa
pukulan yang terpancar.
Seperti gulungan ombak samudera, angin pukulan itu
langsung menerjang
dada manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu.
Manusia aneh itu mendengus, dengan suatu gerakan enteng
dia
mengayunkan pula telapak tangannya untuk menangkis.
"Blang!" Tiat-pi-to-liong
tergetar sejauh lima langkah ke belakang.
Jago bungkuk itu melotot, ia tak menduga musuhnya akan
begini tangguh,
mukanya merah padam dan cambangnya pada berdiri kaku
bagaikan duri
landak, dia tambah murka. Setelah tertegun sejenak tiba2
ia membentak,
seperti roda kereta, mendadak ia menyeruduk manusia aneh
bermuka hijau itu
dengan punggung bajanya yang keras.
“Kau cari mampus!" hardik manusia aneh bermuka hijau
itu sambil tertawa.
Baru habis ucapannya, Pedang Hijau di genggamannya tiba2
menusuk ke depan
dan "Crasss", dengan telak pedang menikam
punggung Tiat pi-to liong itu.
Jago bungkuk itu menjerit kesakitan, jeritan keras
bagaikan longlong srigala di
tengah malam buta, ia sempoyongan sejauh beberapa kaki
sebelum berhasil
berdiri tegak, darah segar bagaikan pancuran segera
menyembur keluar dari
punggungnya yang terluka itu.
Ilmu kebal Bang-yu-ceng-gi (hawa sakti kerbau dungu) yang
dimiliki Tiat-pi-toliong
bukan saja membuat badannnya kebal senjata, terutama
sekali
punggungnya amat keras melebihi baja, siapa tahu hanya
sekali tusuk semua
kekebalan yang dimilikinya telah punah dengan begitu saja.
Jeritan melengking Tiat-pi-to-liong amat menyayatkac hati,
seluruh kulit
tubuhnya berkerut tanda rasa sakit yang tak terhingga,
setelah ilmu kebalnya
punah, maka peredaran darah dalam tubuhnya bergolak,
penderitaannya jauh
lebih mengerikan daripada orang biasa.
Para jago istana keluarga Kim sama ngeri dan jeri oleh
peristiwa itu, kedua
tokoh utama yang paling mereka andalkan kini dikalahkan
secara mengerikan
oleh seorang manusia aneh apa lagi yang mereka harapkan?
Dengan suatu gerakan secepat kilat. mendadak manusia aneh
bermuka hijau
itu meluncur ke depan, Pedang Hijaunya berkelebat kian
kemari dengan
cepatnya, darah segar berhamburan di sana-sini, beberapa
orang ysng menjerit
tadi seketika terkutung kepalanya dan mampus seketika.
"Hm, inilah contohnya bagi mereka yang berjiwa
pengecut dan suka menjerit
seperti setan!" seru manusia aneh bermuka hijau
setelah membinasakan
beberapa orang.
Jago istana keluarga Kim yang masih tertinggal di situ
benar2 mati kutunya,
mereka benar2 pecah nyalinya sampai bersuarapun tidnk
berani, mata mereka
terbelalak dan mulut melongo lebar, dengan muka pucat
seperti mayat mereka
berdiri seperti patung.
Alis Tian Pek berkerut, ia merasa tak tega menyaksikan
pembantaian
tersebut, ia tahu di balik topeng setan itu adalah seorang
dara cantik bak
bidadari dari kahyangan, namuu kekejamannya ternyata di
luar dugaan.
Tian Pek segera kenali juga Pedang Hijau di-tangan si nona
tak lain adalah Bucing-
pek-kiam milik sendiri, dengan langkah lebar ia lantas
mendekatinya dan
berseru: "Serahkan pedang pusaka itu kepadaku!"
"Eh, kenapa hatimu jadi lembek?" kata manusia
aneh bermuka hijau itu seraya
berpaling, "masa kau lupa cara bagaimana mereka
mengerubuti dirimu barusan
ini?”
Berbicara sampai di sini, mendadak ia membungkam dan tak
melanjutkan.
Untung ia mengenakan topeng, kalau tidak niscaya Tian Pek
dapat
menyaksikan betapa merah wajah anak dara itu saking
malunya.
Kiranya kain selimut yang menutupi tubuh Tian Pek telah
merosot sampai
pangkal paha sehingga bagian badannya yang harus
dirahasiakan mulai mengintip2.
Tapi anak muda itu masih belum berasa, ia malahan berseru:
"Peduli amat,
pokoknya aku tak ingin bertemu dengan kau, apalagi kau
memakai pedangku
untuk membantai orang, cepat serahkan pedang itu
kepadaku!"
Manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu mendadak
tertawa
cekikikan seraya melengos ke arah lain, serunya:
"Hai, lihatlah potongan-mu,
lekas betulkan pakaianmu ...”
Tian Pek lantas menunduk kepala, ketika mengetahui
keadaannya yang
hampir2 polos, seketika mukanya merah panas, buru2 ia
tarik naik kain
penutup badannya dan mengikatnya lagi.
Sementara Tian Pek membereskan pakaiannya, beberapa jago
istana keluarga
Kim yang bernyali kecil diam2 hendak mengeluyur pergi.
Namun gerak-gerik mereka tak terlepas dari ketajaman mata
manusia aneh
bermuka hijau, baru saja mereka hendak kabur. segera ia
meleset ke sana, di
mana Pedang Hijau berkelebat, kepala bergelindingan pula
di tanah dan darah
segar bermuncratan.
Tian Pek tak tega, ia berseru: "Hai, kembalikan
pedang itu kepadaku, jangan
lakukan pembunuhan lagi, kalau tidak, terpaksa aku tidak
sungkan2 lagi
padamu!"
Kali ini manusia muka setan tidak membangkang, dia
kembalikan pedang itu
kepada Tian Pek sambil mengomel: "Namanya pedang tak
berperasaan (Buceng),
hanya kugunakan untuk mencabut nyawa beberapa ekor tikus
saja
kenapa mesti ber-kaok2?”
Dengan mendongkol Tian Pek menerima pedang dan berkata:
"Kenapa kau
omong begitu, mereka kan orang tak berdosa."
"Huh, kan demi membela kau, maka kubunuh
mereka," kata si nona.
Tanpa terasa nada ucapannya memperdengarkan nada seorang
gadis, tapi
lantaran mukanya memakai topeng sehingga kedengarannya
menjadi janggal,
hal ini menimbulkan perasaan heran dan sangsi dalam hati
kawanan jago silat
termasuk pula kedua pengawal baja yang terluka, mereka
memandang wajah
manusia aneh itu dengan melenggong.
"Aneh sekali!" pikir mereka, "manusia aneh
ini jelas bermuka seram seperti
iblis, kenapa suaranya seperti suara gadis.
Sementara itu Tian Pek telah melangkah ke tepi sungai
dengan pedang
terhunus, tapi setibanya di pantai, yang tertampak hanya
beberapa buah perahu
kosong. sedangkan perahu yang ditumpangi Cing-hu sin Kim
Kiu entah sudah
kemana kabur-nya.
Peti2 tadi juga tidak tampak pula, rupanva di kala Tian
Pek bertempur
melawan kedua pengawal baja, Cing hu-sin Kim Kiu telah
mengangkut peti2 itu
dan kabur, sementara orang2 yang ditinggalkan itu
dijadikan tumbal bagi
keselamatannya.
Termangu Tian Pek memandangi air sungai, diam2 mansia aneh
bermuka
setan meadekatinya dan menegur: "Hei, apa yang kau
cari?"
"Musuh besarku telah kabur, aku ingin menyeberangi
sungai ini!"
"Kalau begitu, mengapa tidak naik ke atas
perahu?"
Tapi, aku tak bisa mendayung perahu!" kata Tian Pek.
"Kau tak bisa, aku bisa, tanggung kuantar sampai ke
seberang!" seru manusia
aneh itu sambil tertawa.
Apa yang dipikirkan Tian Pek sekarang adalah bagaimana
caranya memburu
jejak musuh, demi mecdengar ucapan itu, tanpa pikir ia
terus melompat ke atas
perahu.
Selama hidup Tian Pek belum pernah naik perahu, ketika
melompat ke atas
sampan yang sempit dan kecil itu, ia kehilangan imbangan
badan karena berdiri
terlalu ke samping, sampan oleng, buru2 ia menahan
keseimbangan tubuhnya
dengan kaki menolak tepi sampan.
Apa mau dikata injakan tersebut kelewst keras, sampan
tersebut segera
oleng ke samping lain lagi dan membuat tubuh anak muda itu
hampir saja
terlempar ke dalam sungai.
"Aduh " Tian Pek menjerit kuatir.
Untung pada saat yang gawat itu tangannya ditangkap orang,
habis itu
sampan itu terus meluncur ke tengah sungai deagan cepat.
Kembali Tian Pek
kehilangan keseimbangan badan dan jatuh telentang, untung
seorang lantas
mendekapnya,
Orang yang menahan tubuh Tian Pek jelas ada gadis
bertopeng itu, ia sangat
menguasai kendaraan air karena sejak kecil dibesarkan di
sebuah pulau,
bermain perahu baginya selincah orang daratan menunggang
kuda. Segera
iapun melompat ke atas perahu setelah menolak perahu ke
tengah sungai.
Karena itu, ketika Tian Pek jatuh ke belakang, segera ia
merangkul tubuhnya,
karena iapun tidak ber-jaga2 sebelumnya, keduanya lantas
roboh bersama.
Mereka berbaring telentang, Tian Pek berada di atas dan
gadis muka setan
berada di bawah, untung perahu itu tak sampai terbalik
akibat kejadian itu.
Sesaat kemudian mereka sama meronta bangun, tapi karena
sempitnya
ruang perahu untuk sementara waktu mereka sulit untuk
berdiri.
Akhirnya Tian Pek membalik badan dan merangkak bangun
sedang gadis
muka setan melepaskan topengnya dan ikut bangun, serta
merta kedua orang
itu beradu pandang.
Di bawah cahaya rembulan, gadis itu bukan berwajah setan
lagi, tapi tampak
cantik mempesona, timbul perasaan aneh dalam benak Tian
Pek. ia merasakan
tubuh si gadis yang halus, empuk dan harum ... tangannya
jadi lemas dan
badan yang sudah setengah terangkat jatuh kembali
menindihi tubuh gadis itu.
Sebenarnya gadis ini bukan Kui-bin kiau-wa (gadis cantik
muka setan) yang
tersohor akan kecabulannya, Kui bin-kiau-wa adalah seorang
yang lain, tapi
orang lain salah sangka padanya.
Gadis ini ibarat bunga yang baru mekar, dia adalah seorang
gadis yang polos,
karena tubuhnya ditindih seorang pemuda ganteng, kontan
iapun merasa
sekujur badan jadi lemas, suatu perasaan aneh segera
menyelimuti
perasaannya, belum pernah ia temui pengalaman semacam ini
sepanjang
hidupnya, jantungnya berdebar keras, tenaganya jadi
lenyap, dengan napas
terengah dia pejamkan matanya rapat2.
Untuk beberapa waktu lamanya, kedua orang sama2 diam saja.
dibuai oleh
perasaan yang aneh itu, perahu terhanyut seadiri terbawa
oleh arus.
Sementara itu kawanan jago istana Kim dan kedua pengawal
baja yang
berada didaratan hanya berdiri termangu dengan rasa
keheranan, melihat
sampan yang memuat kedua orang itu lenyap di tengah
sangai.
Bulan masih bulat meskipun malam itu tanggal tujuh belas,
sinarnya tidak
secerah malam tanggal lima belas, sampan itu bergerak
mengikuti arus sungai,
terombang-ambing tanpa tujuan memuat sepasang muda-mudi
yang sedang
mabuk oleh perasaan aneh
Malam amat sepi, udara dingin, tiada terdengar suara lain
kecuali debaran
jantung kedua muda-mudi yang saling tindih itu.
Di teagah kcheningan itu, tiba2 si gadis menggeliatkan
tubuhnya, entah
karena merasa sakit lantaran tertindih seorang laki2 kekar
ataukah karena
lengannya yang kesemutan.
Tian Pek tersentak sadar, ia ingin merangkak bangun, tapi
mendadak kedua
tangan gadis itu mulai meraba punggungnya dengan perlahan.
Bagaikan kena aliran listrik, sekujur badan pemuda itu
gemetar, ia merasa
rabaaan gadis itu se-olah2 disertai aliran listrik yang
menimbulkan hawa panas
darah bergolak keras.
Waktu ia membuka mata, ia lihat gadis yang ditindihnya itu
berada beberapa
senti di depan matanya dengan bibirnya hampir menempel
bibir, mata yang jeli
setengah terpejam, mulut yang mungil setengah terbuka,
dengus napas yang
memburu mencerminkan sesuatu kehendak, rangkulan pada Tian
Pek tambah
erat dan tiada berhenti merabanya.
Tian Pek memang tidak berpakaian, dengan sendirinya
sentuhan langsung itu
sangat merangsang dengan sendirinya pula pemuda itu balas
memeluk gadis itu,
diciumnya bibir yang mungil dengan ber-napsu, makin dicium
semakin kalap.
Betapapun nona itu tidak tahan reaksi Tian Pek yang gila
ini, napasnya
terengah dan tiada hentinya merintih, bagaikan ular
tubuhnya menggeliat ke
sana kemari .
Tiba2 awan hitam menutupi rembulan yang menerangi jagat,
pantulan sinar
di permukaan air juga lenyap, suasana jadi gelap, sampan
itupun berubah
sesosok bayangan hitam yang samar2, tak jelas lagi
pemandangan di atas
perahu itu, sayup2 cuma terdengar suara air sungai yang
beriak di bawah.
xxxx
Fajar telah mulai menyingsing, sinar keemasan mulai
mengintip di ufuk timur.
Sampan kecil yang terombang-ambing tanpa tujuan itu
akhirnya terhanyut ke
tepian dan "duuk", sampan menumbuk pantai pasir.
Guncangrm keras itu mengejutk<n dua orarg yarg lelap
dimabuk cinta itu
hingga mereka melompat bangun dengan gugup, pertama mereka
saling
pandsng sekejap, terbayang kembali apa yang mereka lakukan
semalam, tak
kuasa lagi merahlah muka mereka.
Dengan ter-sipu2 si nona memandang sekejap ke arah Tian
Pek yang masih
telanjang dan ber-kata: "Coba lihat ..."
Habis itu ia lantas melompat ke pantai, tapi entah mengapa,
baru saja
bergerak, mendadak nona itu menjerit tertahan, hampir saja
ia kecebur ke
sungai.
Cepat Tian Pek juga melayang sana dan menyambar tubuhnya,
lalu bersama2
turun di permukaan tanah.
"Kenapa kau?" tanya Tian Pek dengan penuh
perhatian. "Masa sejauh ini saja
kau tak mampu menyeberanginya?"
"Hm, gara-garamu, semalam kau . . . . " tiba2
muka si nona jadi merah, dan
mengerling genit.
Meskipun Tian Pek tidak paham apa yang di maksudkan, tapi
ia dapat
menangkap pandangan yang mesra, hatinya terasa manis dan
hangat.
"Tidak mcngapa bukan ....?" ia bertanya pula
dengan likat.
"Walaupun tidak akan mengganggu, akan tetapi
latihanku menjadi
berantakan, aku tak dapat mencapai tingkat kekebalan yang
paling tinggi,"jawab
si nona.
"Akulah yang membikin susah padamu. Ai, tidak
sepantasnya semalam aku . . .
. "
"Ah, bukan salahmu semua!" sela si nona sambil
teitawa, "aku sendiri pun
bertanggung jawsb, bila aku tidak . . . " mendadak ia
tidak melanjut-kan
kata2nya,
"Eh, kenapa tidak kaulanjutkan?" Unye Tian Pek.
Gadis itu menghela napes. "Ai, ketika aku hendak
datang ke Tionggoan sini,
ayahku telah melarangnya, beliau bilang imanku kurang
teguh dan mudah
terjerumus ke jaringan cinta, tapi aku tak percaya, sebab
tak seorang laki2pun di
dunia ini yang kupandang sebelah mata. Karena itulah aku
bersikeras untuk
berangkat juga. Tak tersangka ternyata ucapan ayahku
memang benar. setelah
aku berjumpa dengan kau . . , "
"Setelah berjumpa dengan aku, kau lantas tak sanggup
menguasai diri, begitu
maksudmu?" sambung Tian Pek sambil tertawa.
Merah wajah gadis cantik itu, dia angkat tinju seraya
mengomel: "Kau berani
menterlawakan aku, kupukul kau!"
"Mana berani kutertawai dirimu," cepat Tian Pek
berseru, "O, ya, tadi kau
bilang ayahmu, siapakah ayahmu itu? Bukankah kau ini si
tengkorak cantik gadis
bermuka setan? Masa Tengkorak cantik gadis bermuka setan
masih punya
ayah?"
"Dari siapa kau tahu aku ini Tengkorak cantik gadis
bermuka setan?" seru nona
itu dengan heran-
"Siapa lagi selain pemuda berbaju putih itu? Terus
terang, aku memang tidak
percaya dengan perkataannya. Tengkorak cantik gadis
bermuka setan adalah
gembong iblis yang tersobor semenjak puluhan tahun
berselang, masa usianya
masih semuda kau?"
'Perkataannya memang tak keliru, akulah Tengkorak cantik
gadis bermuka
setanl" tiba2 gadis itu menyahut sambil tertawa
misterius.
Tertegun Tian Pek mendengar perkataan ini, ditatapnya dara
cantik itu
dengan ter-mangu2, lalu serunya pula. "Jadi kau
benar2 Tengkorak cantik
bermuka setan?"
"Kenapa?" kata si nona sambil tertawa cekikikan,
"kau jadi takut?"
Tian Pek temenung sejenak, kemudian menjawab: "Bila
sebelum kajadian
semalam, mungkin aku takut, tapi setelah hubungan semalam
aku tak takut lagi.
Bahkan kutahu kau cuma bergurau dengan aku, kau pasti bukanlah
Tengkorak
cantik gadis bermuka setan!"
"Seandainya aku betul adalah tengkorak cantik gadis
bermuka setan?" nona
itu menegas sambil menatap Tian Pek tajam2, "apakah
kau tak mencintai aku
lagi? Semua janji setia yang kau ucapkan semalam tak kan
kau penuhi lagi?"
"Meski aku tidak percaya dengan perkataanmu, tapi
andaikata kau benar2
adalah Tengkorak cantik gadis bermuka setan, aku tetap
cinta padamu, sumpah
setia yang telah kuucapkan semalam, sampai kiamat pun tak
akan berubah!"
Betapa terharunya gadis itu setelah mendengar jawaban
tersebut, ia putar
badan sambil menjatuhkan diri ke dalam pelukan Tian Pek,
diciumnya anak
muda itu dengan mesra dan berseru: “sayang, engkau sangat
baik"
Tiba2 gadis itu berseru tertahan, ia mendorong tubuh
pemuda itu dan berkata
lagi: "Coba lihat! Bicara terus tiada hentinya sampai
lupa dengan keadaanmu.
Hayo cepat berpakaian, kalau dilihat orang kan berabe”
Tian Pek baru ingat kalau ia tak berpakaian, buru2 kain kumalnya
diikat
kencang2 pula, masih untung, tempat itu sepi dan jauh dari
penduduk,
bila tidak, bagaimana orang akan tercengang menyaksikan
seorang gadis cantik
berada dalam pelukan seorang pemuda telanjang di dalam
perahu.
"Wah, kita mesti cari baju yang baik!" serunya.
Gadis itu tertawa. Tian Pek lantas berkata lagi:
"Berbicara dari kemarin
sampai sekarang, belum juga kau katakan namamu dan juga
nama ayahmu."
"Meskipun ayahku berdiam di luar lautan, tapi bila
kusebutkan namanya,
pasti kau tahu. Aku sendiri bernama Cui-cui."
"Nonaku yang baik, janganlah jual mahal, cepat
katakanlah siapa gerangan
ayahmu?'
"Gi-san-cu (kipas sakti perak) Liu Tiong-ho!"
"Lo jit (ke tujuh) dari Kanglam-jit-hiap
dahulu?!" seru Tian Pek dengan kaget
"Benar!" gadis itu mengangguk.
Kontan perasaan Tian Pek jadi kalut dan sakit bagaikan di
iris2 dengan pisau,
sambil menengadah jeritnya dengan sedih: "O, Thian,
mengapa selalu
kubertemu dengan anak musuh-besarku? Wan-ji, Buyung Hong,
Hoan Soh-ing,
Kim Cay-hong semuanya adalah puteri musuh besarku, kini
aku bertemu pula
dengan kau, Liu Cui-cui! O, Cui-cui, semalam aku tak tahu
kau she Liu, kenapa
tidak kau katakan sejak mula?"
Teriakan Tian Pek mirip orang yang sudah sinting, tapi Liu
Cui-cui. gsdis
bertopeng setan itu masih tetap tenang saja.
Tatkala kekalapan Tian Pek mereda dengan kalem ia
menjawab: "Aku jauh
lebih jelas mengenai peristiwa di masa lampau itu,
ketahuilah, orang yang
membunuh ayahmu hanyalah lima orang saja, ayahku sama
sekali tidak ambil
bagian, bahkan oleh karena ayahku tidak turut serta dalam
peristiwa itu, beliau
didesak sehingga tak sanggup tancap kaki di daratan
Tionggoan, akhirnya ia
membawa ibu dan aku menyingkir ke sebuah pulau terpencil
di lautan!"
Sebenarnya Tian Pek tidak percaya, tapi dari sikap si nona
yang ber-sunggub2
dan sama sekali tidak kelihatan berbohong, akhirnya dia
bertanya lagi: 'Kalau
begitu, tentunya kau tahu siapa diriku ini?"
"Kenapa aku tidak tahu? Engkau adalah Tian Pek,
putera Tian In-thian, paman
Tian, kekasihku pada saat ini dan suamiku di masa
mendatang! Kau si tolol kecil
ini, kaukira kesucianku sama sekali tak berharga sehingga
boleh kuberikan
kepada orang lain? Kalau aku tidak mengetahui asal usulmu,
memangnya aku
rela menyerabkau ke-per . . . keperawananku
kepadamu?"
Sebagai gadis yang dtbesarkan di suatu pulau terpencil di
luar lautan, Liu Cuicui
tak kenal adat istiadat yang kolot, ia sudah biasa hidup
bebas dan suka terus
terang, tapi ketika mengucapkan beberapa kata terakhir
tadi tidak urung
mukanya menjadi merah.
"Aneh benar, sejak bertemu dengan kau, kecuali nama,
rasanya aku tak
pernah menceritakan asal-usulku kepadamu, darimana kau
tahu semua ini
dengan begitu jelas?"
Tiba2 Cui-cui tertawa: "Coba tebak, siapakah yang
telah melepaskan kawanan
jago persilatan yang terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di
gedung keluarga Kim?"
"Masa engkau?" tanya Tian Pek dengan terkejut.
Liu Cui-cui mengangguk: "Bukan saja aku yang
melepaskan orang2 itu, seperti
juga engkau, maksud kedatanganku ke daratan Tionggoan
inipun hendak
mencari perkara dengan mereka berempat untuk membalas
sakit hati orang
tuaku!"
"Apakah ayahmu yang berada jauh di luar lautan juga
dicelakai oleh mereka?"
tanya Tian Pek terperanjat.
"Ai, tampaknya kau belum tahu jelas tentarg duduknya
persoalan di masa
lalu," kata Cui-cui sambil menghela napas,
"menurut keterangan ayahku, dahulu
ayahmu dan ayahku ditambah empat keluarga besar lain serta
Hoan Hui adalah
saudara angkat yang tergabung dalam Kanglam-jit-hiap
"
"Soal itu aku sudah tahu!" kata Tian Pek.
"Kalau sudah tahu, sudahlah, aku takkan bercerita
pula."
Tian Pek jadi gelisah, cepat katanya: "Aku cuma tahu
sedikit saja, kejadian
selanjutnya boleh dibilang tidak jelas, silakan
kaulanjutkan ceritamu!"
"Kalau ingin tahu, janganlah memotong
pembicaraanku!" omel Cui-cui, lalu ia
mcmandang sekeliiing tempat itu, kemudian mcnunjuk ke
suatu pohon yang
rindang di tepi pantai dia berseru lagi: "Tempat itu
nyaman dan juga bisa
memandang sang surya akan terbit, hayo kita duduk di sana
saja!"
Maki berjalanlah kedua orang itu menuju ke sana dan duduk
bersanding di
bawah pohon yang rindang sambil ber-cakap2.
Kiranya dalam peristiwa yang dulu itu, setelah Pek-lek
kiam Tian In-thian
berhasil meminjam "mutiara penolak air", dia
tidak terjun sendirian ke dasar
telaga Tong ting-oh untuk mencari harta, melainkan
ditemani oleh Gin-san cu
Liu Tiong-ho, setelah berhasil masuk ke dalam gua dan
menemukan harta karun
yang jumlahnya terlalu banyak, terpaksa kedua orang itu
mendarat lagi untuk
merundingkan cara pengambilan harta tadi dengan kelima
saudara yang lain.
Dalam perundingan Tian In-thian tetap bersikeras akan
menggunakan harta
karun itu guna menolong rakyat yang tertimpa bencana alam
di sekitar Ouwlam
dan Kwitang, Liu Tiong-ho sendiripun mendukung usul
tersebut, tapi lima orang
lainnya tidak setuju.
Sebagai pimpinan persaudaraan Tian In-thian tersohor
karena ketegasannya,
wataknya juga lebih mengutamakan kepentingan umum daripada
kepentingan
pribadi, ia tak peduli terhadap maksud kelima orang
rekannya dan tetap
melaksanakan apa yang telah direncanakan.
Kelima orang saudaranya tak berani membangkang, terpaksa
mereka pura2
menyetujui, padahal secara diam2 mereka telah menyusun
rencana untuk
mencelakai Toako mereka.
Setelah semua harta kekayaan itu diangkat ke daratan,
ternyata isinya bukan
saja terdiri intan permata dan mutu manikam yang tak
ternilai, terdapat pula
tiga macam benda pusaka yang tiada taranya, yakni
Pi-sui-giok-pik (batu kemala
penolak air), pil Toa-lo-kim-wan serta kitab pusaka
Bu-sia-cin-keng.
Ketiga macam benda pusaka itu merupakan barang yang
diincar oleh setiap
umat persilatan, terdapatnya benda itu semakin mempertebal
sifat tamak
kelima bersaudara yang lain itu.
Maka pada saat Tian In thian bersiap untuk melakukan
pencarian yang kedua
kalinya ke dasar telaga, tiba2 kelima orang itu menyergap
secara licik, begitu
Cing-hu-sin berhasil melukai korbannya dengan senjata
rahasia yang diandalkan,
empat bersaudara lainnya segera melakukan serangan kilat,
tak terhindar lagi
matilah seorang pendekar besar di tangan saudara-angkatnya
sendiri secara keji.
Waktu kelirna orang itu berhasil membinasakan Tian
In-thian, kebetulan Ginsan-
cu Liu Tiong-ho mendapat tugas di dasar telaga sehingga ia
sama sekali tidak
mengetahui terjadinya peristiwa tersebut-
Di kala Liu Tiong ho menyelesaikan tugasnya dan muncui
kembali ke daratan,
Tian In-thian telah terluka parah dan menemui ajalnya di
tepi telaga itu.
Baru Liu Cui-cui bercerita sampai di sini, Tian Pek tak
dapat menahan rasa
sedihnya lagi, ia menangis tersedu, dengan air mata
bercucuran ia berkata:
"Ayahku tidak mati seketika, dengan membawa luka yang
parah beliau sempat
pulang ke rumah untuk berjumpa dengan ibu dan aku, setelah
meninggalkan
pesannva baru mengembuskan napas yang penghabisan!"
"Tentang soal ini, mungkin ayah sendiripun tak
tahu," Cui-cui menerangkan,
"ayahku cuma bilang bahwa akhirnya ia kehilangan
jenazah ayahmu, malahan
ayahku mengira jenazah ayahmu telah dikebumikan oleh
kawan2 persilatan.
sungguh tak nyana paman ternyata berhasil mencapai rumah
dan bertemu
dengan ibumu dan kau."
"Ada suatu soal yang belum kupahami sampai sekarang,
sesaat sebelum
mcnemui ajalnya ayahku sempat menyerahkan Bu-ceng-pek-kiam
untuk dipakai
membalas dendam serta sebuah bungkusan lagi "
Sambil berkata dia hendak merogoh saku, tapi jelas tiada
sesuatu yang dapat
ditemukan lagi.
Sebaliknya dengan tertawa Cui-cui lantas mengeluarkan
sesuatu dan
bertanya: "Bukankah kau mencari keenam macam benda
ini?
Setelah gadis itu mengeluarkan keenam macam benda yang
dicari, Tian Pek
baru tahu kalau semua barang miliknya telah diambil si
nona tapi sekarang ia tak
perlu panik lagi karena antara mereka berdua sudah tiada
perbedaan milikmu
dan milikku lagi.
"Betul, kecusli mata uang tembaga yang telah kuketahui
sebagai Cing-hu-kimci-
pau milik Kim Kiu, lima benda yang lain belum kuketahui
asal-usulnya!"
"Kalau kau tak tahu, akan kuterangkan padamu!"
sambil menuding sebuah
benda di antaranya si nona melanjutkan: "Kain ini
adalah robekan pakaian yang
dikenakan Ti-seng-jiu Buyung Ham!"
"Soal inipuu aku tahu!" kata Tian Pek.
"Mutiara baja ini adalah senjata rahasia Pak-ong-pian
Hoan Hui yang disebut
Tan-ci-gin-wan (peluru psrak sentilan jari). Sedangkan
kancing tembaga ini
adalah kancing bajunya Kun-goan-ci Su-gong Cing, sementara
tali serat ini milik
Kian-kun ciang In Tiong-liong, malahan pernah digunakan
untuk membelenggu
tubuhku, sedangkan segumpal rambut ini tak lain adalah
rambut kepalaku
"
Kejut Tian Pek mendengar keterangan terakhir ini, pada
saat itulah mendadak
terasa segulung angin tajam menyambar batok kepaia mereka,
keruan mereka
terkejut.
Tian Pek bermaksud menghindar, tapi Liu Cui-cui tanpa
berpaling telah
menggerakkan tangannya ke belakang, tahu2 sepotong sapu tangan
sudah
terjepit oleh jarinya.
Diam2 Tian Pek terkejut, ia heran jago darimanakah yang
memiliki tenaga
dalam selihay itu, sehingga selembar sapu tangan yang
enteng bisa di gunakan
sebagai senjata rehasia.
Dari angin tajam yang menyertai sambaran sapu tangan itu
dapat diketahui
ilmu silat yang dimiliki si penyergap pasti tinggi luar
biasa.
Dengan terkejut cepat dia berpaling, tertampaklah Tian
Wan-ji dengan wajah
pucat dan sorot mata sedih berdiri di atas tanggul di tepi
sungai dan sedang
memandang ke arahnya dengan terkesima.
Sungguh di luar dugaan pertemuan ini, Tian Pek sendiripun
merasa
tercengang.
"He kau!" serumya tertahan. "Wan-ji, ada
urusan apa kaudatang ke sini?"
Bibir Wan-ji terkatup kencang dan menahan gejolak emosi,
mimik wajahnya
jadi sangat aneh tertawa bukan tertawa, menangis tidak
menangis, ketika
mendapat pertanyaan tersebut, pandangannya semakin muram
dan sedih.
"Bukit dan sungai toh bukan wilayah kekuasanmu,
kalian boleh datang
kemari, kenapa aku tidak boleh? Apakah kedatanganku telah mengganggu
kesenangan kalian?"
Jelas nadanya mengandung rasa cemburu, syukur Wan-ji masih
dapat
menguasai diri sehingga tak sampai mengutarakan kata2 yang
tak sedap
didengar.
Merah wajah Tian Pek, sahutnya tergagap.
"Bu..bukankah kau terluka ketika berada di taman
keluarga Kim? Kenapa
sekarang kau berada di sini ?"
Tian Pek adalah pemuda yang polos, tentu saja ia tak
menduga bahwa
pertanyaannya justeru malah menusuk perasaan si nona.
Mata Wan-ji lantas merah dan hampir menangis. ia berseru:
"Aku terluka
atau tidak peduli apa dengan kau? Sekalipun aku mati juga
kau tak
perlu mengurusnya! "
Tiba2 ucapannya terputus dan wajahnya mengunjuk rasa heran
sambil
memandang ke belakang Tian Pek.
Tian Pek juga berpaling ke belakang, tampaklah Liu Cui-cui
dengan topeng
setannya sedang melangkah maju.
Hampir tak percaya Wan-ji pada matanya sendiri, dari
bayangan
punggungnya jelas terlihat Tian Pek sedang duduk di tepi
sungai bersama
seorang gadis, mengapa setelah berpaling berubah menjdi
makhluk aneh yang
bermuka buruk seperti setan.
Sementara itu Liu Cui-cui telah melayang maju sambil
menegur: "Siapa dia
ini?"
Liu Cui-cui bertopeng setan, gerak-geriknya jadi
menyeramkan, suarapun ketus,
dingin dan garang.
Tian Pek menatap wajah Liu Cui-cui yang jelek itu, ia
merasa penyaruan gadis
tersebut sedikitpun tak ada celanya, bahkan orang akan
mengira aslinya dia
memang berwajah sejelek itu.
Terbayang kembali kejadian mesra malam berselang, diam2 ia
membatin:
"Wah, kalau dia benar2 berwajah sejelek setan, aku
jadi ragu apakah sanggup
bermain cinta dengan dia?"
Sementara Tian Pek sedang melamun, Liu Cui-cui yang
bertopeng setan itu
tahu2 melayang tiba dan "cring", Pedang Hijau
Bu-ceng-pek-kiam telah
dicabutnya dari punggung anak muda itu.
Tian Pek terperanjat, ia jadi teringat pada keganasan Liu
Cui-cui yang telah
membunuh orang bagaikan membabat rumput kemarin.
Terbayang kejadian itu, dia kuatir kalau Wan-ji
dilukainya, cepat serunya:
"Mari, kuperkenalkan kalian, ini adalah nona Wan dan
yang ini adalah...."
Belum habis ucapannya Liu Cui-cui telah menggetarkan
bu-ceng-pek-kiam,
dengan nada ketus ia bertanya: "Ah, kiranya kalian
telah saling kenal! Hayo
jawab, apa hubunganmu dengan dia?"
Tian Pek tak menyangka rasa cemburu Liu Cui-cui sedemikian
besarnya, dia ingin
menegur, tapi terasa sungkan, sebab bagaimanapun
hubungannya
dengan nona itu sekarang telah meningkat menjadi hubungan
yang luar biasa,
namun iapun tak ingin Wan-ji terluka olehnya, maka cepat
ia berkata: "0.. dia
adalah adikku..”
"Aku tidak tanya padamu, jangan ikut bicara!"
bentak Cui-cui. Lalu ia berkata
pula kepada Wan-ji "He, tak perlu kau melongo seperti
orang dungu, hayo
mengakulah terus terang! Kalau tidak, jangan menyesal
kalau aku bertindak
tidak sungkan lagi padamu!"
Wan js bukan gadis yang bodoh, pertama kali bertemu dengan
Cui-cui yang
bermuka jelek, ia masih mengira telah salah lihat. Akan
tetapi setelah orang
bersuara, meski nadanya di-bikin2, namun ia lantis menduga
kejelekan wajah
orang kemungkinan adalah hasil penyamaran, lalu iapun
mendengar nada
cemburu dibalik teguran lawan serta sikap kikuk Tian Pek,
dengan segera
duduknya perkara dapat dipahaminya.
Maka sambil mendengus Wan-ji balik menegur: "Apa
hubunganmu dengan
engkoh Tian? Berani benar kau bersikap galak padaku?"
"Aku adalah isterinya, kau? "
"Hehe, belum pernah kudengar engkoh Tian telah kawin,
darimana muncul
seorang bini macam kau, dan lagi hehehe…"
"Dan lagi apa?" bentak Cui-cui sambil
menggetarkan Pedang Hijau.
"Dan lagi mengapa kau tidak bercermin dulu?"
jengek Wan-ji sambil
mencibir. "Kalau tak punya cermin, pergilah ke tepi
sungai dan pandanglah dulu
tampangmu, pantaskah menjadi bini engkoh Tian. .."
Bstapa gusar Cui-cui sukar dilukiskan pedang bergerak,
secepat kilat ia
menusuk ke dada Wan-ji.
Tinggi sekali ilmu silat Cui-cui, serangan itu dilancarkan
dengan cepat luar
biasa, di mana cahaya hijau berkelebat, hampir saja tak
dapat diikuti dengan
pandangan mata, tahu2 ujung senjata telah berada di depan
dada Wan-ji.
Namun Wan-ji juga tidak lemah, dengan gerak langkah
Ni-gong-hoai-ing yang
telah mencapai puncak kesempurnaan, dia menggeser badannya
ke-samping
untuk berkelit, menyusul mana telapak tangannya segera
didorong ke muka
dengan satu pukulan dahsyat.
"Eeh .... eeh jangan berkelahi. .” teriak Tian Pek
dengan gelisah.
Ta menerobos maju dan berdiri di antara kedua gadis yang
sedang bertarung
maksudnya hendak mengalangi mereka agar tak bisa
melanjutkan
pertempurannya.
Apa mau dikata, ketika Tian Pek menerjang masuk ke dalam
gelangang,
kebetulan Wan-ji sedang melepaskan pukulan dahsyatnya,
maka tak bisa di
cegah lagi gulungan angin pukulan yang amat dahsyat itu
langsung tertuju ke
badan Tian Pek.
Mau berkelit tak sempat lagi, dalam keadaan terjepit
mau-tak-mau Tian Pek
harus menghimpun tenaganya untuk menangkis pukulan itu.
"Blang!" dua gulung tenaga pukulan saling
beradu, baik Wan-ji maupun Tian
Pek sama2 tergetar mundur satu langkah.
Wan ji mengira Tian Pek sengaja membantu manusia aneh
bermuka hijau itu,
saking khekinya air matanya berlinang "Sebetulnya kau
bantu siapa ..?"
teriaknya dengan marah dan pucat wajahnya.
Tian Pek belum sempat menjawab dan Cui-cui telah
membentak, tusukan kedua
dilontarkan.
Tian Pek berpaling begitu mendengar desingan angin tajam
dari belakang,
dilihatnya Bu-ceng-pek-kiam disertai kilatan cahaya hijau
menyambar ke depan.
Cepat ia menerjang maju seraya membentak:
"Tahan!"
Karena Liu Cui-cui kelihatan tidak mau berhenti, dalam
gugupnya dengan
jurus Cia kwan-tiam goan ia meraih pergelangan tangan
kanan Liu Cui-cui,
maksud pemuda itu Bu-ceng-pek-kiam akan dirampas agar
kedua nona itu tidak
melanjutkan pertarungannya.
Dengan ilmu silat Liu Cui-cui, cukup dia berganti jurus
dan niscaya lengan
kanan Tian Pek akan dipapasnya, tapi nona itu tak ingin
mencelakai anak muda
itu, ia merasa jalan pedangnya teralang oleh tubuh Tian
pek, terpaksa pedang
tadi ditarik kembali kemudian menggeser ke samping.
Dipihak lain, Wan-ji pun gelisah bercampur gusar, ilmu Soh
hun-ci yang maha
sakti segera di-mainkan, dari jauh mendadak ia menutuk
Sim-gi-hiat di tubuh Liu
Cui-cui.
Cepat Tian Pek mengalangi pula serangan tersebut.
Bagaimanapun gusarnya
Wan ji iapun kuatir serangannya melukai Tian Pek, terpaksa
ia tarik kembuli
serangannya.
Begitulah, Tian Pek terpaksa harus berputar ke kiri dan
mengadang ke
kanan, mencegat ke depan dan membendung ke belakang,
berulang kali ia
berseru minta kedua nona itu menghentikan pertarungannya,
tapi ia tak
berhasil.
Untungnya baik Wan-ji maupun Liu Cui-cui sama2 tak ingin
melukai Tien Pek,
maka betapa kejinya serangan mereka, setiap kali diadang
Tian Pek, buru2
serangan lantas ditarik kembali.
Jurus serangan yang digunakan kedua nona itu sama
ganasnya, akan tetapi
pertarungan itu sendiri tidak sengit, kendatipun demikian,
Tian Pek jadi
kerepotan, sebentar dia harus mengalangi Wan-ji sebentar
lagi dia barus
mengadang Lm Cu -cm, dalam sekcjap kedua nooa itu sudah
saling bergebrak
puluhan jurus.
Karena mesti bergerak cepat, lama2 robekan kain selimut
yang menutupi
tubuh Tian Pek mula mengendur lagi, ketika mendadak ia
harus melompat ke
sana, tahu2 tali pengikat putus dan kain penutup terlepas,
keruan keadaannya
yang "mulus" lantas terpampang di depan kedua
nona.
Bagi Cui-cui yang sudah pernah tahu kemulusan tubuh pemuda
itu tentu tak
menjadi soal, apalagi ia memakai topeng. Sebaliknya Wan-ji
masih suci murni,
tentu saja wajahnya berubah menjadi merah.
Dalam keadaan begini, ia tak pikir lagi akan bertempur
pula, ia melirik
sekejap ke arah Tian Pek, lalu lari ter-birit2.
Melihat itu, Liu Cui-cui tertawa cekikik geli:
"Hihihi kenapa kau kabur?
Boleh kabur asalkan tinggalkan batok kepalamu di
sini!" Sambil berkata ia lantas
mengejar ke sana.
Tian Pek sendiripun malu sekali ketika pembalut tubuh
terlepas hingga
telanjang bulat, cepat dia menarik kembali kain rombengan
itu dan mengikatnya
lagi sambil memaki dirinya sendiri yang lagi sial.
Ketika ia selesai membetulkan, gadis itu sudah menghilang
dari
pandangannya.
Tian Pek kuatir bila kedua nona itu bertempur kembali
hingga terjadi korban,
cepat dia mengejar ke sana, tapi sayang gerakan tubuh
kedua nona itu terlalu
cepat, sudah melewati dua lereng bukit dia tetap
kehilangan jejak kedua nona
itu.
Dengan gelisah Tian Pek melanjutkan pengejarannya ke
depan, setelah
melintasi sebuah bukit lagi akhirnya tibalah di depan
sebuah lembah yang
sempit.
Lembah tersebut diapit oleh dua dinding tebing yang curam,
dipandang ke
dalam selat sana tampaklah macam2 orang berkerumun,
jumlahnya ratusan,
mereka membentuk satu lingkaian, sayup2 terdengar deru
angin pukulan dan
gemerlap cahaya senjata bertebaran di kalangan, jelas di
situ sedang terjadi
pertarungan sengit.
Di antara jago2 yang berkumpul di sana, ia lihat Wan-ji
serta Cui-cui juga
berdesakan di antara rombongan jago silat itu, yang aneh
ternyata mereka tidak
saling labrak lagi, melainkan sedang mengikuti jalannya
pertempuran di dalam
gelanggang.
Heran Tian Pek, iapun memburu ke sana, apa yang kemudian
dilihatnya
membuat pemuda itu tertegun.
Kawanan jago yang berkumpul di situ kebanyakan adalah jago
lihay dari
keempat keluarga besar, malahan sebagian di antara mereka
adalah orang2
yang pernah tcrjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di gedung
keluarga Kim beberapa
hari yang lalu.
Tian Pek sudah tahu mereka terlepas ditolong oleh Cui-cui,
yang aneh adalah
semua orang memandang jalannya pertarungan di tengah
gelanggang dengan
terbelalak dan terkesima, terhadap musuh yang berada
disekitarnya boleh
dibilang sama sekali tak ambil peduli.
Ketika Tian Pek tiba di tempat itu, tak seorang-pun yang
berpaling, mereka
tetap mengikuti pertarungan di tengah kalangan dengan
terkesima, se~akan2
pertarungan yang sedang berlangsung itu mempunyai daya
tarik yang luar biasa
besarnya.
Tian Pek ikut melongok ke tengah gelanggang, ia lihat enam
orang sedang
melangsungkan pertarungan dalam tiga partai.
Belasan sosok mayat sudah terkapar disekitarnya, mungkin
mayat tersebut
adalah korban yang terbunuh sebelumnya.
Di antara para jago yang mengikuti jalannya pertarungan,
banyak di antara
mereka juga sudah terluka. ada yang kehilangan lengan,
kehilangan kaki, darah
segar membasahi sekujur tubuh mereka, tapi mereka tak ada
yang berlalu dari
situ, malahan setelah membalut lukanya terus menonton
jalannya pertarungan
dari samping gelanggang
Sekilas pandang Tian Pek kenal para korban yang mati dan
teiluka itu
kebanyakan adalah kawanan jago dari keempat keluarga
besar, hal in1
membuat hatinya terkejut.
"Aneh, mengapa begitu banyak jago lihay yang jatuh
korban? Jagoan
darimanakah yang berilmu sehebat ini?" demikian
pikirnya.
Ketika ia berpaling pula ke tengah kalangan, keenam orang
itu masih
bertempur dengun sengit. Tiga di antaranya berwajah asing
baginya, belum
pernah Tian Pek berjumpa dengan mereka, tapi dandanan
mereka jelas bukan
penduduk daratan Tionggoan.
Mereka terdiri dari seorang kakek berjenggot putih panjang
sebatas perut,
seorang perempuan tua bermuka jelek, wajah penuh keriput
serta seorang
paderi setengah baya berbadan pendek gemuk, berwajah
seperti anak muda.
Sedangkan tiga orang yang berhadapan dengan mereka adalah
Mo-in-sin-jiu
Siang Cong-thian, Hiat-ciang hwe-liong (naga api telapakan
darah) Yau Peng gun
serta seorang jago lain yang belum pernah dijumpai Tian Pek.
tapi pernah
dengar namanya, yakni Tok-kiam leng coa (pedang racun ular
sakti) Ji Hoau-lam.
{ 3 komentar... read them below or add one }
cersil ya..ko judul di rubah segala..
artikelnya bagus sekali sob,,menambah pengetahuan dan wawasan.. terima kasih banyak atas sharenya..semoga selalu menciptakan karya" terbaiknya,,,dan ditunggu UPDATEan terbarunya sob,,,pokoknya mantap deh! keren buat blog ente ! dan saya mohon dukungannya sob buat lomba kontes SEO berikut:
Ekiosku.com Jual Beli Online Aman Menyenangkan
Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia
terima kasih atas dukungannya sob,, saya doakan semoga ente selalu mendapatkan kebaikan,, dan terus sukses!! amin hehe sekali lagi terima kasih banyak ya sob...thaks you verry much...
nitip ya..siapa tau ada yang butuh. sukses selalu buat website bos
--------------------------------------
JUAL BOKEP JEPANG dan BARAT MURAH
Jual Bokep Jepang & Barat Update Mingguan
Video Bokep Kualitas Bening & Top!
LEBIH DARI 1400 PAKET BOKEP BISA DIPILIH!!
BOLEH BELI BOKEP PER JUDUL
KLIK SINI - KLIK SINI - KLIK SINI
http://bitly.com/jualbokepavmansion
----------------------------------
Posting Komentar