Cerita Ngentot Guru : HPH 3a

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 22 September 2012

Cerita Ngentot Guru : HPH 3a ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru , cersil terbaru, Cerita Dewasa, cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru,Cerita Dewasa Terbaru Cerita Ngentot Guru : HPH 3a, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Ngentot Guru : HPH 3a


"Blang! Blang" di tengah suara gemuruh ruangan itu terus berputar dan
tenggelam makin cepat, begitu kencang putarnya hingga sebagian orang yang
terjebak di situ tak mampu berdiri tegak lagi, banyak yang terlempar dan jatuh
terguling banyak pula yang merasa kepalanya jadi pusing, mata berkunang2 dan
akhirnya roboh tak sadarkan diri.
Sementara itu, dengan dituntun tangan yang halus dan hangat itu Tian Pek
telah memasuki sebuah pintu sempit, setelah berbelok baberapa kali mereka
menembus ke sebuah lorong di bawah tanah. Tempat berpijak tidak berputar
bahkan ia merasa mulai mendaki undak2an batu, jelas ia telah lolos dari jebakan
Sok-ki-tay-tin tadi.
Suasana dalam lorong itu tetap gelap gulita tak nampak sesuatu apapun,
untungnya pandangan Tian Pek sudah terbiasa setelah sekian lama terjebak di
tempat yang gelap, lapat2 ia dapat menangkap bayangan punggung orang yang
menggandeng tangannya, ditinjau dari tubuhnya yang langsing tak diragukan
lagi orang ini pasti Kim Cay-hong.
Beberapa kali Tian Pek bermaksud melepaskan gandengannya, tapi entah apa
sebabnya, setiap kali niat itu selalu dibatalkan, beberapa kali ia hendak bertanya
akan diajak ke manakah dirinya, tapi setiap kali pula maksud itu diurungkan. Ia
merasa nyaman bergandengan tangan dengan gadis yang cantik itu.
Entah sudah berapa jauh mereka berjalan, akhirnya ia mendengar suara
"blang" yang keras, agaknya sebuah pintu batu telah didorong terbuka.
Menyusul Kim Cay-hong lantas menarik tangannya dan melompat keluar dari
lorong tersebut.
Kiranya mereka muncul di tengah gardu sebuah gunung2an di tengah taman,
tertampak bangunan indah dan aneka warna bunga yang menyiarkan bau
harum, rembulan bersinar dengan terangnya di langit.
Di bawah cahaya bulan purnama, Kim Cay hong tampak jauh lebih cantik dan
menawan hati, dengan tertawa manis ia berkata: "Untung aku mengetahui jalan
keluar lewat lorong rahasia tadi, kalau tidak niscaya kita akan mengalami nasib
yang sama dengan mereka!"
Hangat perasaan Tian Pek merdengar Kim Cay-hong mengistilahkan "kita"
bagi mereka berdua, segera ia bertanya: "Apakah mereka akan tenggelam ke
dasar bumi? Masa ruangan ini tak dapat bergerak naik lagi ke permukaan
tanah?"
Kim Cay-hong tersenyum manis, ditatapnya wajah Tian Pek dengan
pandangan mesra, lalu sahutnya: "Aku sendiripun kurang jelas, hanya waktu
kecil pernah kudengar dari ayahku bahwa ruang tengah itu telah dilengkapi
sebuah alat jebakan yang bernama Sek-ki-tay-tin, asalkan tombol rahasianya
ditekan. maka ruangan itu akan tenggelam ke dasar tanah dan selamanya tak
akan muncul kembali, bila mereka terjebak dalam ruangan tersebut, kendatipun
ilmu silatnya sangat lihay, selamanya akan terkubur di situ...... "
"Ah, aku tidak percaya dengan perkataanmu!" tiba2 Tian Pek menjengek.
Kim Cay-hong melangkah maju dua tindak, serunya dengan kurang senang:
"Jadi kau kau anggap aku membohongi kau?"
"Hahaha ...."Tian Pek bergelak tertawa. "Bukankah engkohmu dan jago2
keluarga Kim masih terjebak di sana, masa merekapun akan menemani musuh
dan terkubur selamanya di situ?"
Kim Cay-hong tertawa cekikikan mendengar perkataan itu, sahutnya: "Tentu
saja engkohku tidak akan bertindak sebodoh itu, tentu iapun mengetahui lorong
rahasia yang menembus keluarl"
"Tapi, sampai kini engkohmu belum lagi ikut keluar bersama kita."
Tanpa sadar Tian Pek menggunakan pula istilah "kita", istilah yang terasa
mesra sekali, kontan saja air mukanya jadi merah, jantungnya berdebar dan
kata2nya terputus.
Makin manis senyum Kim Cay-hong. dengan wajah berseri ia menerangkan:
"Lorong rahasia yang terdapat di seputar alat jebakan Sek- ki-tay-tin bukan cuma
satu ini saja, jalan tembusnya juga tidak melulu berada di sini saja, sekali orang
salah langkah dalam ruangan yang berputar kencang itu, maka selamanya dia
tak akan mampu memasuki lorong rahasia sempit yang hanya bisa cukup
dilewati satu orang saja itu ........... "
"O, sungguh tak tersangka istana Kim yang tersohor di dunia persilatan
ternyata sudi menggunakan alat jebakan yang rendah dan memalukan ini untuk
mencelakai orang," seru Tian Pek dengan nada kesal. “Hitung2 aku Tian Pek
telah merasakan sampai di manakah kelicikan manusia istana Kim. Baiklah,
selama gunung tetap menghijau, kita pasti berjumpa lagi di lain waktu. Selamat
tinggal !”
Tanpa menunggu jawaban Kim Cay-hong, dengan langkah lebar Tian Pek
lantas berlalu.
Pucat wajah Kim Cay-hong mendengar perkataan itu, untuk sesaat dia berdiri
tertegun, setelah Tian Pek berlalu ia baru merasakan hatinya sakit bagai di iris2,
tak tahan lagi ia menangis dan memburu ke arah pemuda itu sambil berseru:
"Kau...... kau jangan pergi ..... "
Ketika merasakan angin menyambar dari belakang, Tian Pek mengira Kim Cayhong
dari malu nenjadi gusar dan akan menyerangnya, cepat dia mengegos
sambil menghantam ke belakang.
Tapi segera dilihatnya si nona sama sekali tidak menghindar atau berkelit,
dengan tangan terpentang dan dada membusung sedang menubruk ke arahnya
Setelah pukulan dilancarkan baru Tian Pek tahu Kim Cay-hong tidak
bermaksud menyerangnya melainkan cuma menubruk ke dalam pelukannya,
dalam keadaan demikian sekalipun Tian Pek berhati keras bagai baja, luluh juga
hatinya. Maka cepat ia berusaha menarik kembali pukulannya. Tapi sayang,
sudah terlambat, meskipun sebagian besar tenaga pukulannya dapat ditahan,
tapi sebagian kecil tetap mengenai dada si nona.
Kim Cay-hong mengeluh tertahan, badannya yang menubruk ke depan
tergetar sempoyongan, lalu roboh terkapar............
Cepat Tian Pek melompat maju dan merangkul tubuh Kim Cay-hong sebelum
roboh, dipeluknya nona itu erat2, sekalipun dalam keadaan gugup dan panik
serta tidak sengaja, tak urung berdebar juga jantungnya.
Pucat wajah Kim Cay-hong, alisnya bekernyit, bibirnya terkatup rapat dan
dada naik-turun, rupanya tidak enteng luka dalam yang dideritanya.
Tian Pek cemas dan sedih, ia menyesal telah melukai gadis cantik itu, bisiknya
dengan tergagap: "Nona .... nona Kim, aku ... aku tidak sengaja melukai
dirimu............ aku tak sengaja ....”
Kim Cay-hong membuka sedikit matanya, melihat tubuh sendiri berada dalam
pelukan Tian Pek dan anak muda itu seperti anak kecil yang berbuat salah
sedang minta ampun, maka terhiburlah hatinya, bisiknya dengan napas
tersengal: "Aku….. aku tak me............ menyalahkan dirimu............ asal......asal
engkau tahu perasaaanku. maka............ maka…. cukuplah….”
Kepala Tian Pek seperti mendengung demi mendengar perkataan itu, akhirnya
kejadian yang paling ditakuti berlangsung juga, nona cantik yang dilukainya
tanpa sengaja ini bukan saja tidak dendam atau benci padanya, sebaliknya
malahan mengucapkan kata2 yang mesra, bukankah semua ini sudah cukup
gamblang.
Dia, si nona, telah jatuh cinta padanya, sedangkan dia sendiri mengetahui
bahwa anak dara itu adalah puteri musuh, puteri pembunuh ayahnya, dapatkah
ia menerima cinta itu?
Namun sekarang kesadarannya, dendamnya, rationya, semuanya sudah
lenyap, ia tak dapat membohongi diri sendiri, jelas iapun jatuh cinta pada nona
cantik ini.
Sementara itu Kim Cay-hong kelihatan tambah gawat, setelah mengucapkan
beberapa patah kata tadi, ia tak dapat mengendalikan pergolakan darah di
dadanya, darah segar segera merembes keluar dari mulutnya.
Tian Pek menjerit kaget, tanpa pikir lagi dipeluknya tubuh Kim Cay-ho g lebih
erat, tangan kanannya secepat kilat menutuk tiga Hiat-to penting di tubuh anak
dara itu, kemudian telapak tangannya ditempelkan pada Ki-bun-hiat di depan
dada Kim Cay-hong.
Ketika telapak tangannya menempel dada si nona, Tian Pek merasa ujung
jarinya menyentuh sesuatu yang kenyal, seperti kena listrik, sekujur badannya
bergetar keras, darah bergolak, hampir saja ia tak mampu mengendalikan diri…..
"Oou ..... !" entah kesakitan, entah keluhan puas, itulah suara Kim Cay-hong
ketika tangan pemuda itu menempel dadanya yang montok itu.
Tian Pek tersentak sadar dan sedapatnya menahan gejolak napsu setan, cepat
ia kerahkan hawa murni dan disulurkan melalui telapak tangannya ke tubuh si
nona.
"Nona Kim," bisiknya lirih, "kusalurkan tenaga dalam untuk mengobati luka
nona, harap nona salurkan pula hawa murnimu untuk mengiringi ….”
Kim Cay-hong membuka matanya dan mengerling manja ke arah pemuda itu,
tapi ia tidak bersuara, ia menurut dan mengiringi hawa murni yang disalurkan
Tian Pek itu.
Melalui jalan darah Ki-bun-hiat, aliran hawa panas, bergerak menembus Samciat-
hiat, dari situ bergerak turun ke bawah mencapai pusar, kemudian bergerak
pula menembus bagian bawah tubuh, dalam waktu singkat badannya jadi segar
kembali, malahan rasa sakit di dadanya seketika lenyap pula.
Ia merasa tangan Tian Pek yang hangat itu mulai bergerak meraba dadanya,
kemudian pelahan bergerak turun ke bawah dan ke bawah kecuali merasakan
tubuhnya jadi segar, Kim Cay-hong juga merasakan pula rasa gatal2 geli,
semacam perasaan yang belum pernah dialaminya.
Kim Cay-hong tak tahan lagi, ia bergeliat dan rada gemetar, mukanya yang
pucat seketika berubah menjadi merah membara............ .
"O ... " Kim Cay-hong mengeluh tertahan dengan mata terpejam seperti orang
mengigau: "Mulai sekarang, aku tak mau kau panggil nona Kim ..... "
"Lalu harus kupanggil apa?" tanya Tian Pek dengan samar2 seperti orang
mabuk.
"Panggil aku adik Hong .... "
Pikiran Tian Pek semakin hanyut dan lupa daratan, melupakan sakit hatinya, ia
menurut dan memanggil: "Adik Hong............ . "
“O, engkoh Tian ..... engkau sangat baik . ,." keluh Kim Cay-hong lagi sambil
tarik napas panjang.
Kim Cay- hong, gadis perawan keluarga Kim yang termashur, puteri pujaan
seorang tokoh persliatan, nona yang kecantikannya tiada bandingannya dan
mendapat predikat Kanglam-te-it-bi-jin saat ini sedang dibuai asmara dalam
pelukan seorang pemuda musafir, merasakan kebahagian orang hidup,
kebahagiaan yang tak pernah dialami sebelumnya, pelahan ia memejamkan
matanya dan tenggelam dalam mimpi.
===mch===
Bagaimana akibat dari mabuk cinta antara Kim Cay- hong dan Tian Pek?
Dapatkah para jago silat yang terkurung itu membebaskan diri?
Bacalah jilid ke-15
Jilid-15.
Cinta memang memiliki kekuatan gaib yang tak terbatas.
Di tengah keheningan malam itu se-konyong2 terdengar suara orang
mendengus di balik semak pohon sana.
Sebenarnya luka Kim Cay-hong tidak terlampau parah, setelah diobati oleh Tian
Pek dengan ilmu sakti yang dipelajari dan kitab pusaka Thian-hud-pit-kip, boleh
dibilang semua lukanya telah sembuh. Kalau mereka masih berdekapan hanya
karena mereka tengah asyik dibuai asmara.
Tentu saja suara tertawa dingin yang sangat tiba2 itu segera menyadarkan
kedua muda-mudi itu. Tian Pek yang per-tama2 tersadar dan cepat
membangunkan Kim Cay-hong dari pelukannya, kemudian menghardik: "Siapa
yang bersembunyi disana?"
Sesosok bayangan hitam berkelebat keluar dan balik pepohonan yang rindang,
secepat kilat orang itu tahu2 sudah berdiri sambil bertolak pinggang di
undak2an gardu, siapa lagi dia kalau bukan Tian Wan-ji yang lincah. usil dan
masih polos itu.
Sama sekali tak menyangka Wan ji akan muncul di sini Tan Pek melenggong.
Wan-ji yang cantik itu jelas merasa cemburu. matanya yang jeli mengerling
bergantian pada wajah Tian Pek dan Kim Cay-hong, tampaknya ia ingin
menyelami rahasia hati kedua orang itu.
Merah wajah Tian Pek berdua karena dipandang setajam itu oleh anak dara
yang masih polos dan bersih itu, tanpa terasa mereka menundukkan kepalanya
rendah2.
"Hehehe, di bawah bulan purnama memadu cinta, tanpa terasa bulan sudah
jauh bergeser, ternyata orang yang memadu cinta belum juga sadar." demikian
Wan-ji ber-olok2.
Kikuk Tian Pek mendengar sindiran tersebut, terpaksa ia menjawab: "Wan-ji,
untuk apa kau datang ke sini . . ?"
"Untuk apa? Aku datang untuk ber-main2!" sahut Wan-ji dengan cemburu.
"Yang jelas aku tidak datang kemari agar dipeluk orang dan dipanggil adik. . ."
Sindiran yang tajam itu menggusarkan Kim Cay-hong, mendadak ia menengadah
dan membentak: "Budak liar dari mana? Berani kau cari perkara ke istana Kim
sini."
"Hai, kalau bicara hendaklah tahu diri," sahut Wan-ji dengan dahi berkerut.
"Kalau kau main kasar, hm, jangan menyesal bila nona hajar adat padamu!"
Sebagai seorang nona yang selalu disanjung puja, sekalipun ayah atau
saudaranya sendiripun tidak pernah bicara sekasar itu kepadanya, bisa
dibayangkan betapa gusarnya Kim Cay-hong oleh ucapan Wan-ji tadi.
Saking gusarnya sekujur badan jadi gemetar, teriaknya: "Bagus, sebelum kuusir
kau malah berlagak di hadapanku Hm, jika kau tidak segera minta maaf, jangan
harap bisa tinggalkan istana keluarga Kim dengan hidup."
Wan-ji menjengek: "Hehe, kalau ingin bicara besar mesti lihat dulu kekuatan
sendiri Hm, hanya sedikit kemampuanmu belum tentu sanggup menahan diriku
di sini?"
"Budak liar, tajam amat mulutmu!" bentak Kim Cay-hong dengan kemarahan
yang tak terkendalikan lagi. "Sambutlah seranganku ini!"
Dua jari tangan kirinya segera mencolok ke dua mata Wan-ji, ssmentara telapak
tangan kanan memotong iga kiri lawan, Jurut serangan yang digunakan adalah
Yu-hong-si-sui (kawanan lebah bermain di alas putik bunga) serta Cay-loan-lianhoa
(bunga indah berwarna warni).
Berbicara soal ilmu silat, maka kepandaian yang dimiliki Wan-ji sekarang
beberapa kali lipat lebih lihay daripada Kim Cay-hong setelah ia belajar ilmu silat
dari Sin-kau (monyet sakti) Tiat Leng, ilmu silat yang dimilikinya saat ini sudah
terhitung kelas satu di dunia persilatan.
Meskipun dua jurus serangan yang dilancarkan Kim Cay-hong sangat lihay, tapi
dalam pandangan Wan-ji bukanlah ancaman yang serius, sambil tertawa dingin
ia mengegos kesamping, berbareng tangan kanannya segera balas
mencengkeram persendian pergelangan tangan kanan musuh.
Betapa terperanjat Kim Cay-hong menghadapi ancaman tersebut, mimpipun ia
tak menyangka se-orang nona cilik yang masih begitu muda ternyata memiliki
jurus serangan yang luar biasa lihaynya, bukan saja dua serangan mautnya
berhasil dihindari dengan mudah, malahan tangan kiri sendiri terancam oleh
serangan musuh.
Kim Cay-hong jadi terkesiap, apalagi setelah merasakan betapa tajamnya angin
serangan lawan pergelangan tangan cepat ditarik ke bawah.
Gagal dengan serangan yang pertama, Wan-ji tidak memberi kesempatan bagi
musuh untuk menarik napas, tangan kiri mencengkeram ke depan sementara
telapak tangan kanan menabas jalan darah Cian-keng-hiat di bahu lawan.
Dengan agak kerepotan Kim Cay-hong menghindarkan diri dari cengkeraman
tangan kiri lawan. tapi bacokan telapak tangan kanan tak dapat dihindarkan lagi,
untuk menangkis jelas tak sempat, tampaknya bacokan Wan-ji itu segera akan
bersarang di tengkuk Kim Cay-hong.
Telapak tangan Wan-ji sepintas lalu kelihatan kecil, halus dan lemas, tapi dengan
tenaga dalam yang kuat, bacokannya tidak kurang tajamnya dari pada bacokan
pedang atau golok.
Tian Pek terkejut, cepat ia membentak: "Tahan Wan-ji!"
Tapi Wan-ji anggap tidak mendengar, bacokan telapak tangan diayun lebih cepat
lagi ke tengkuk
musuh.
Secepat kilat Tian Pek menerjang maju, tangan kirinya menarik lengan Kim Cayhong
terus diseret mundur, sementara tangan kanan digunakan menangkis
serangan Wan-ji.
"Plak!" telapak tangan saling beradu.
Tubuh Wan-ji bergetar, ia terdorong mundur tiga langkah, mukanya pucat
karena marah, matanya melototi Tian Pek dengan merah berapi.
Kim Cay-hong terlempar kesamping dan berhasil lolos dari maut, ia berdiri
dengan muka pucat seperti kertas, ia merasa malu bercampur gusar.
Tian Pek juga merasakan telapak tangannya yang beradu dengan tangan Wan-ji
itu terasa panas dan sakit, diam2 ia memuji kehebatan tenaga dalam gadis itu,
sekalipun begitu lahirnya dia berlagak tenang, katanya: "Wan-ji, kau sama sekali
tiada permusuhan dan dendam apa pun dengan nona Kim, kenapa kau
melancarkan serangan mematikan kepadanya ....?"
Tentu saja Wan-ji merasa tak senang hati karena pemuda pujaan hatinya telah
menyelamatkan jiwa lawan cintanya, lebih2 setelah mendengar ucapan yang
jelas membela Kim Cay-hong tersebut, tak tahan lagi ia melelehkan air mata.
Sambil mendepakkan kakinya ke tanah dan menggigit bibirnya untuk menahan
isak tangisnya ia berteriak: "'Aku benci kau . . . selama hidup ini aku tak sudi
bertemu lagi dengan kau....!" Habis berkata, ia terus putar badan dan berlari
pergi.
"Mau lari kemana? Lihat serangan!" mendadak dari balik pohon sana
berkumandang suara bentakan menyusul secomot cahaya hijau segera
bertaburan menyongsong nona itu.
Untung Ginkang Ni-gong-hoan-ing yang dimiliki Wan-ji telah mencapai puncak
kesempurnaan, sekalipun tiba2 menghadapi sergapan senjata rahasia yang
dilancarkan dengan cara yang licik dan keji, ia tidak menjadi gugup.
Mendadak ia melejit dan mengapung tinggi ke atas, dengan begitu Am-gi yang
bersinar hijau itu segera berdesingan menyambar lewat di bawah kakinya.
Tian Pek merasa ngeri juga menyaksikan kejadian itu hingga berkeringat dingin.
Cinta Wan-ji terhadap Tian Pek boleh dikatakan sudah mencapai tingkatan tergila2,
tatkala ia saksikan pemuda pujaannya ternyata mengadakan pertemuan
gelap dengan gadis lain, kontan saja hawa amarahnya berkobar.
Masih mendingan bila Tian Pek tidak memukul mundur dirinya dihadapan
saingan cintanya itu, apalagi pemuda itupun mencela tindakannya, bisa
dibayangkan betapa remuk rendam perasaannya.
Dengan menahan rasa sedih segera ia tinggal pergi, siapa tahu ia disergap lagi
secara keji dan licik, kemarahannya seketika tertumplek kepada penyergap ini.
Kini rasa cemburu, benci, dendam, gusar dan sedih bercampur aduk dalam
hatinya, gadis yang lembut itu jadi garang dan menyeramkan, begitu berada di
udara ia terus membentak, dengan cepat luar biasa ia menerkam penyergapnya
itu.
Dengan daya terkam ke bawah itu, ia kerahkan segenap tenaganya, kedua
telapak tangan menghantam batok kepala lawan.
Rupanya penyergap itu tak menduga Wan-ji akan melambung ke udara untuk
menghindari ancaman senjata rahasianya, melihat tubrukan maut yang
mengerikan itu buru2 ia cabut pedangnya untuk membela diri ....
Pada saat itulah segenggam senjata rahasia berwarna hijau kembali menyambar
datang dari sudut halaman lain, malahan kali ini sambaran Am-gi ini sama sekali
tidak menimbulkan suara.
Bukan saja jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang pertama tadi, bahkan
sambaran Am-gi inipun jauh lebih kuat. jelas penyerang kali ini terlebih tangguh
daripada yang pertama tadi.
Tertampaklah bayangan hijau menyelimuti angkasa, bagaikan gerombolan
kunang2 langsung mengurung sekujur badan anak dara itu.
Tian Pek terperanjat, cepat ia berseru: "Wan-ji, awas, dibelakang ada senjata
rahasia lagi!"
Rupanya ia menyadari gelagat tidak enak, tampaknya serangan kedua sukar
dihindarkan Wan-ji, maka sambil membentak ia terus melompat maju dan
melancarkan pukulan dahsyat ke arah senjata rahasia tersebut.
Banyak di antara senjata rahasia itu terpental dan berhamburan ke tanah
tersampuk oleh angin pukulan Tian Pek, akan tetapi disebabkan jaraknya agak
jauh, angin pukulannya tak berhasil merontokkan seluruh senjata itu.
Tampaklah belasan titik cahaya hijau masih menyambar ke tubuh Wan-ji.
Waktu itu Wan-ji sudah melayang turun ke tanah, diapun tahu ancaman senjata
rahasia dari belakang itu. tapi berhubung tenaga pukulannya sudah telanjur
dilancarkan dengan sepenuhnya untuk menghantam penyergap pertama yang
dibencinya tidaklah mungkin baginya untuk melambung lagi untuk menghindari
ancaman kedua ini.
Dalam keadaan begitu cepat ia anjlok ke b¬wah, berbareng pukulannya
diperkeras untuk menghantam lawan di bawah.
Meski penyergap pertama tadi sudah melolos pedangnya, tapi melihat
hantaman Wan-ji yang dahsyat ini, ia tak berani sambut dengan kekerasan,
cepat ia melompat ke samping.
"Blang!" debu pasir beterbangan, pukulan dahsyat itu menimblkan dua liang
yang dalam di permukaan tanah,
Sungguh luar biasa bahwa seorang nona cilik muda belia memiliki tenaga
pukulan sedahsyat ini-
Tapi setelah serangannya mengenai tempat kosong. Wan-ji lantas turun ke
bawah, mendadak ia sempoyongan, mukanya pucat, agaknya cukup parah
terluka dalam.
Penyergap pertama tadi tertawa ter~bahak2, ia tak punya lengan kiri. dengan
pedang ditangan kanan segera ia menusuk ke dada Wan-ji.
Rupanya sewaktu Wan-ji mengapung di udara tadi ia telah dilukai oleh
hamburan senjata rahasia yang kedua kalinya, paha dan iga sebelah kiri masing2
termakan oleh senjata rahasia lawan sehingga rasa sakitnya merasuk ke tulang,
berdiri saja hampir tak kuat, bagaimana mungkin ia sanggup mengelakkan
tusukan pedang yang ganas itu.
Rasa sakit yang tidak kepalang itu membuat pandangan Wan-ji ber-kunang2, ia
putus asa, sambil menghela napas ia berpikir: "Ai, tak tersangka akhirnya aku
harus tewas di depan kekasih yang telah berubah pikiran. ... Tahu begini, lebih
baik mati saja dulu, dengan begitu mungkin masih tertinggai sedikit kenangan
manis, tapi kini kini. . . ."
Ia hanya bergumam dan tak mampu menghindari ujung pedang musuh. Yang
membuatnya sedih bukan soal mati, tapi kekasih yang mengikat janji dengan
gadis lain, buyarlah impiannya dan hancurlah segala harapannya.
"Beng Ki-peng, tahan!" terdengar Tian Pek membentak.
"Blang! Blang!" benturan keras segera menggelegar, tatkala Wan-ji membuka
matanya yang kabur, lamat2 dilihatnya pemuda buntung yang hendak
menusuknya tadi berdiri mematung dengan muka pucat dan sorot mata yang
bengis. Pedangnya sudah terlepas, darah meleleh keluar dari ujung bibirnya,
jelas ia terluka tidak ringan.
Wan-ji berpaling lagi ke arah lain, dilihatnya engkoh Tian yang dicintainya tapi
juga dibencinya sekarang sedang berdiri kereng di sampingnya.
Rasa sedih yang membuat putus asa Wan-ji tadi tiba2 berubah menjadi
kegirangan, ia bergumam lagi: "O, rupanya engkoh Tian yang menyelamatkan
jiwaku. Ah, engkoh Tian masih tetap mencintai aku. . .O, betapa bahagianya aku!
Engkoh Pek. . .engkoh Pek sayanga, sekalipun aku harus mati sekarang juga, aku
rela. . . sebab aku akan mati dengan bahagia. . . ."
Tiba2 rasa sakit yang tak tertahan menyusup ulu hatinya, sekali ini Wan-ji
benar2 jatuh tak sadarkan diri ....
Sementara itu, setelah Tian Pek berhasil memukul rontok pedang Beng Ki-peng
dan sekalian melukainya, tiba2 dilihatnya pula Wan-ji roboh pingsan, cepat ia
melompat maju dan menyambar tubuh si nona yang akan roboh itu.
Melihat keadaan luka Wan-ji, Tian Pek menjadi gusar, teriaknya: "Hm, terhadap
seorang gadis tak berdosa kalianpun tega menyerangnya secara rendah dan keji,
beginikah tindakan yang biasa dilakukan orang2 istana keluarga Kim? Huh,
sungguh memalukan sekali . . . ."
Tiba2 terdengar seseorang tertawa dingin, menyusul sebuah kursi beroda
muncul dari balik pohon yang rindang sana, di atas kursi beroda itu berduduklah
Cing-hu-sin Kim Kiu yang termashur.
Di belakang Cing-hu-sin Kim-Kiu mengikut belasan orang laki2 berpakaian
ringkas dan tujuh anak tanggung berbaju putih yang membawa pedang perak,
semuanya melotot ke arah Tian Pek.
Setiba di depan pemuda itu, Cing-hu-sin Kim Kiu lantas berkata dengan tertawa
dingin: "Hehe. siapa menang dialah raja, siapa kalah dialah penyamun! Bagi
orang persilatan yang penuh dengan pertikaian dan permusuhan, siapa kuat dia
menang, siapa lemah dia kalah, kenapa mesti memusingkan pertarungan cara
terang2an atau main sergap segala?"
Merah padam wajah Tian Pek demi berhadapan dengan musuh besarnya,
dengan melotot dan menggereget ia berteriak: "Bangsat! Tua bangka! Kau
manusia munafik, dengan cara licik dan keji kau mencelakai saudara-angkatmu,
kemudian merampok harta bendanya dan menggunakan harta yang tak halal itu
untuk memelihara begundal2mu guna menunjang perbuatan busukmu. Hm, hari
ini kau bertemu dengan Siauya, inilah detik terakhir hidupmu, tamatlah
riwayatmu sekarang!"
Pedang Hijau segera dicabut keluar, kemudian dengan menggereget ia
menambahkan lagi: "Kim Kiu, serahkan jiwamu!"
Belum pernah Cing-hu-sin Kim Kiu dicaci-maki orang dengan cara yang begitu
berani, untuk sesaat tokoh yang berwatak aneh ini jadi tertegun, ia terbelalak
lebar dan lama sekali mengamati anak muda itu, sejenak kemudian ia baru
berkata; "Menuruti adatku, kau mencaci maki padaku, dosamu harus diganjar
dengan kematian. Akan tetapi mengingat usiamu masih muda ternyata
mempunyai rasa dendam yang sedemikian mendalam atas diriku, aku menjadi
ingin tahu bagaimana duduknya persoalan. Nah, katakanlah. apa alasanmu
sehingga rasa bencimu padaku demikian hebatnya?! Padahal sudah puluhan
tahun aku tak pernah muncul di dunia persilatan, apalagi setelah kakiku dibikin
cacat oleh musuhku hingga lumpuh, watakku memang berubah menjadi
pemarah, sekalipun begitu kuyakin belum pernah bermusuhan dengan orang
lain, apa- lagi dengan umurmu yang masih muda, masa sejak berada di rahim
ibumu kau sudah bermusuhan denganku? Nah. katakanlah sebab2nya, kau
datang memusuhi aku atas hasutan orang lain barangkali?"
Tian Pek menengadah dan tertawa latah, sahutnya: "Hahaha, menurut
perkataanmu ini, rasanya
Cing-hu-sin sudah jadi orang baik2, sungguh lucu dan menggelikan. Hm, ingin
kutanya padamu, apakah kau masih ingat pada Pek-lek-kiam Tian In thian,
pemimpin Kanglam-jit-hiap dimasa lalu?"
Bukan saja Cing-hu-sin Kim Kiu terperanjat demi mendengar nama Pek-lek-kiam,
bahkan semua orang yang hadir di situ ikut terkesiap.
Lama sekali Kim Kiu melototi Tian Pek tanpa berkedip, setelah itu baru ia
berkata: "Aku dengar kau she Tian, apakah kau ini keturunan Tian In- thian?"
"Kau heran dan terkejut?" ejek Tian Pek, "Ha haha, tentunya kau tak menyangka
ayahku mempunyai keturunan bukan? Tentunya kau tak menduga ada orang
akan membongkar kekejiamnu mencelakai saudara-angkat sendiri? Hahaha,
Thian memang maha adil, akhirnya putera Pek-lek-kiam Tian In-thian berhasil
menemukan pembunuh ayahnya. Hahaha, Kim Kiu, apa yang hendak kau
katakan lagi?"
Berbicara sampai di sini, ia lantas menengadah dan tertawa ter-bahak2 dengan
suara yang menggelegar.
Berubah hebat air muka Cing-hu-sin Kim Kiu, sebentar pucat sebentar berubah
jadi hijau, entah terkejut entah keder, untuk sesaat ia tak dapat bersuara.
"Ayah!" tiba2 Kim Cay-hong menubruk kesamping ayahnya dan berseru sambil
menangis. "Benarkah apa yang dikatakan Tian-siauhiap? Ayah, kukira kejadian
ini pasti suatu kesalah pahaman belaka, pasti ada orang yang sengaja mengadu
domba agar kalian saling bermusuhan, anak percaya ayah adalah orang baik, tak
mungkin ayah mencelakai saudara-angkat sendiri . . O, ayah, berilah keterangan
se-jelas2nya kepada Tian siauhiap akan kesalah pahaman ini . O, ayah, cepat
katakanlah ... "
Memandangi puterinya yang menanggis sedih, air muka Cing-hu-sin Kim Kiu
mengalami perubahan beberapa kali, mendadak ia melotot bengis, ia tertawa
seram dan berkata: "Hahaha, apa yang diucapkan bocah itu memang benar,
akulah yang telah membinasakan Tian In-thian! Cuma apa yang dikatakan bocah
itu keliru besar, ayahnya sendiri yang merupakan seorang iblis, dia yang
menganiaya dan menindas keenam saudara angkat sendiri, membuat kami jadi
selalu menderita, karena tak tahan akhirnya kami memberontak dan bekerja
sama untuk membinasakan dia. Hm, dia yang lebih dulu tak berbudi sebagai
kakak angkat sehingga kamipun tak setia. Ia mati dalam suatu pertarungan yang
adil. aku tak dapat disalahkan atas kematiannya itu!"
Gusar Tian Pek tak terkatakan, dia menggigit bibir dan menahan perasaan yang
hendak meledak itu ia menyadari berhasil atau tidak membalas sakit hati
ayahnya, semua itu bergantung pada pertempuran malam ini, maka sedapatnya
ia menahan gejolak perasaannya agar tidak menggagalkan usahanya.
Sementara itu Kim Cay-hong sedang menjerit sedih: "O. tak mungkin . . tak
mungkin terjadi begitu. . . ."
Saking sedih ia terus jatuh pingsang di samping kursi beroda ayahnya.
Kata orang: "Lelaki hidup untuk bekerja, perempuan hidup untuk bercinta".
Semenjak kecil Kim Cay-hong telah kehilangan kasih sayang ibunya, dalam
pandangan anak dara itu ayahnya adalah malaikat pengasih pujaannya. Dia
menghormat serta memuja ayahnya, menganggapnya sebagai simbol
kepercayaan dan panji kehormatan.
Dan sekarang terbukti bahwa ayahnya bukanlah orang yang agung bijaksana.
bahkan menjadi musuh besar pemuda yang kini telah menguasai seluruh
perasaannya, dapat dibayangkan betapa hebat pukulan batin yang dirasakan
gadis itu.
Cing-hu-sin Kim Kiu tak malu disebut seorang laki2 yang berhati baja, meskipun
tahu puterinya jatuh tak sadarkan diri, namun ia tidak menggubris, bahkan
melirikpun tidak, sorot matanya yang bengis tetap tertuju Tian Pek, katanya:
"Hehehe, sudah puluhan tahun rahasia ini tersimpan, selama ini tak ada yang
tahu Tian-in-thian masih mempunyai seorang anak yang masih hidup di dunia
ini. Sekarang, semuanya telah menjadi jelas, bila kau tahu diri dan bisa berpikir,
boleh segera berlalu dari sini, tak nanti kuhalangi dirimu, tapi kalau tak tahu diri
ya terserahlah!"
Sampai disini, ia tertawa dingin, lalu menambahkan: "Hanya sebelumnya ingin
kuperingatkan kepadamu, kalau kau tetap nekat mencari gara2 maka itu berarti
kau mencari kematianmu sendiri!"
Tian Pek melotot beringas, teriaknya dengan murka: "Bila dendam kematian
ayahku tidak dibalas, apa gunanva aku hidup di dunia ini? Bangsat tua, kalau kau
punya keberanian mengakui dosamu, maka bersiaplah menerima kematianmu,
hari ini aku Tian Pek akan menggunakan darahmu sebagai sesajen untuk arwah
ayahku!"
Habis ucapannya, dia baringkan Wan-ji di atas tanah, ia putar pedang Bu-cingpek-
kiam dan menusuk lawan.
Dalam gusarnya serangan pertama Tian Pek ini lantas menggunakan Hong-luipat-
kiam ajaran Sin- lu-tiat-tan.
Hong-lui-pat-kiam memang ilmu pedang maha lihay, dengan jurus Hong-cenglui-
beng (angin berembus guntur menggelegar), hawa pedang yang tebal
seketika menyelimuti seluruh angkasa, disertai deru angin yang keras, Bu-cingpek-
kiam segera mengancam dada Cing-hu-sin Kim Kiu.
Terkesiap Cing-hu-sin Kim Kiu menghadapi serangan yang mengerikan itu, ia tak
menyangka ilmu silat Tian Pek jauh melampaui dugaannya, malahan kelihatan
lebih hebat daripada Pek-lek-kiam Tian In-thian dulu.
Cepat Kim Kiu putar kursi berodanya dan menggelinding ke samping.
Dalam keadaan begitu, Cing-hu-sin Kim Kiu hanya memikirkan bagaimana
caranya menghindarkan diri dari ancaman musuh, ia lupa puterinya yang
pingsan masih bersandar di samping kursiberodanya. Dengan bergeraknya kursi
beroda itu, otomatis tubuh Kim Cay-hong roboh ketanah
Tian Pek terlalu napsu ingin balas dendam, serangan yang dilancarkan dengan
sendirinya keji tanpa kenal ampun.
Maka tatkala Cing-hu-sin Kim Kiu menggeser kursi dan menghindari tujukan
maut, cahaya pedang berkilat langsung menyambar ke depan mengancam
tubuh Kim Cay-hong yang pingsan.
Se-keras2 hati Cing-hu-sin Kim Kiu masih sayang juga pada nyawa puterinya,
melihat Kim Cay-hong terancam oleh senjata Tian Pek, segera dia berteriak
keras: "Jangan melukai puteriku . .. . "
Rupanya Tian Pek sendiripun menyadari apa yang akan terjadi sekuatnya ia
berusaba menarik kembali serangatnya.
Tapi keenam bocah tanggung berbaju putih tadi tidak tinggal diam, demi melihat
majikannya terancam bahaya, serentak pedang perak mereka dilolos, mirip
selapis dinding perak, berbareng mereka menangkis.
"Tring . . . .! Tring ...!" terdengar dentingan nyaring, enam pedang perak
tersampuk oleh pedang Tian Pek, keenam bocah tanggung berbaju putih itu
merasakan telapak tangan panas dan sakit, hampir saja pedang perak mereka
terlepas dari cekalan.
Tian Pek tidak melanjutkan serangan lagi, dia tarik kembali pedangnya dan
melayang mundur ke belakang.
Sebagai seorang pemuda yang jujur dan bijaksana, ia tidak ingin mencelakai
orang yang tidak bersalah juga tiada sangkut paut dengan masalah yang
dihadapinya, maka dari itu walaupun rasa bencinya pada Cing-hu-sin Kim Kiu
sudah merasuk tulang, akan tetapi ia tidak ingin melukai Kim Cay-hong yang tak
sadarkan diri serta ke enam anak kecil.
Ia bijaksana dan mulia, tapi orang lain tidaklah sebaik dia, baru saja dia bergerak
mundur. se-konyong2 Cing-hu-sin Kim Kiu ayun tangannya, segenggam Cing-hupiau
segera berhamburan pula.
Senjata rahasia Cing-hu-piau adalah senjata andalan Kim Kiu, apalagi setelah
kakinya lumpuh akibat salah minum obat, kepandaiannya itu dilatih terlebih
hebat dan boleh dibilang sudah tiada bandingannya di kolong langit ini.
Belum lagi Tian Pek berdiri tegak, tahu2 cahaya hijau menyilaukan telah tersebar
memenuhi angkasa, sekujur badannya terkurung oleh senjata lawan. Cepat ia
putar Pedang Hijau bagai kitiran untuk melindungi semua Hat-to penting di
tubuhnya.
"Cling! Cring. . .!" suara gemerincing berkumandang menciptakan serentetan
irama yang kacau, semua Cing-hu-piau yang mengancam tiba di sapu bersih oleh
pedang Tian Pek.
Namun Kim Kiu benar2 seorang ahli senjata rahasia, selagi Tian Pek sibuk
menangkis semua senjata rahasia yang mengancam tadi, mendadak ia
mengeluarkan pula segenggam Cing-hu-piau, satu di antaranya disentil ke atas
tanah,
Tian Pek tidak tahu apa maksud lawan, "cring" mendadak senjata rahasia yang
disentil kebawah tadi setelah menyentuh tanah terus melejit kembali ke atas,
setelah berputar setengah lingkaran terus menyambar ke bawah perut Tian Pek.
Heran Tian Pek, ia pikir kalau satu genggam saja tak mampu meng-apa2kan
diriku. masa cuma satu biji mata uang begini bisa berguna?
Belum lenyap pikirannya, tahu2 mata uang tadi sudah mendekati lambungnya,
dalam keadaan begitu, cepat dia menangkis dengan pedangnya.
Tring!" terjadi lagi dentingan nyaring, mata uang itu mencelat dan berputar satu
lingkaran dan mendadak menyambar kembali ke bagian kaki.
Tian Pek berjingkat kaget, buru2 ia angkat kakinya sambil berputar, walaupun
begitu mata uang tadi masih sempat menerobos celananya hingga robek.
Walaupun tidak sampai terluka dan hanya celananya saja yang robek, namun
pelajaran ini cukup mengerikan Tian Pek hingga berkeringat dingin. Sebab ia
tahu senjata rahasia ini beracun, tempo hari ia sudah merasakan Cing-hu-piau
ini ketika bertarung melawan Beng Ki-peng, untung Kim Cay-hong segera
memberikan obat penawar kepadanya hingga tidak beralangan. Keadaan sekarang
sudah berubah, andaikata kali ini sampai terluka lagi, tak mungkin ia
mendapatkan obat penawar pula.
Dalam pada itu Cing-hu-siu Kim Kiu sedang tertawa ter-bahak2, ejeknya: "Itulah
permainan yang bernama Cing-hu-pay-siu (kecapung memberi selamat panjang
umur) dan kau sudah tak mampu mempertahankan diri, apalagi bila kumainkan
Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) yang merupakan serangan
mematikan, maka kau pasti akan mati tak tertolong lagi!"
Bicara sampai disitu, jari tangannya kembali menyentil sebatang Cing-hu-piau ke
depan.
Kali ini Tian Pek sudah tahu kelihayannya, ia tak berani menyampuknya dengan
pedang lagi, ketika titik cahaya hijau menyambar datang, cepat ia mengegos ke
samping.
Siapa sangka, belum sempat ia menghindari ancaman pertama, Cing-hu-sin telah
melepaskan senjata rahasianya yang kedua, menyusul ber-turut2 ia lepaskan
pula serentetan mata uang yang semuanya ditujukan ke permukaan tanah.
Dengan menggunakan daya pantulan itulah senjata rahasia tersebut meloncat
ke udara dan menyambar dari arah yang berbeda dan tak terduga untuk
menyerang sasarannya.
Seketika Tian Pek kelabakan., ia berkelit ke sana dan menghindar kesini dengan
kalang kabut
Diam2 Tian Pek gelisah, ia pikir bila keadaan ini berlangsung terus maka lama
kelamaan aku bisa mati kehabisan tenaga andaikan tidak terkena serangan,
daripada mati konyol lebih baik kuterjang kesamping bangsat tua itu, sekalipun
mati akan kuajak dia gugur bersama ....
Setelah ambil keputusan, dengan cepat dia menghindari sambaran sebuah
senjata rahasia itu, kemudian berusaha mendekati lawannya.
Tapi Cing-hu-sin Kim Kiu cukup cerdik, dia dapat menebak maksud anak muda
itu, ia tertawa mengejeknya: "Heh, percuma kau cari akal, sedangkan ayahmu
saja tak dapat lolos dari tanganku, apalagi anak ingusan macam kau!"
Seraya berkata, segenggam Cing-hu-piau segera ditaburkan pula ke atas tanah.
"Cring! Cring!" cahaya hijau bermuncratan ke empat penjuru dan serentak
mengancam Hiat-to penting di badan Tian Pek.
Terkejut Tian Pek, terdengarlah Cing-hu-sin ter tawa ter-bahak2: "Hahaha, inilah
Cing-hu-hoan-tong (kecapung memenuhi kolam) untuk mengantar kau pulang
ke akhirat..."
Segera Tian Pek merasakan kaki dan lengan sakit pedas, beberapa buah Ciog-hupiau
telah bersarang di tubuhnya.
"Habislah riwayatku. . ." keluh Tian Pek dalam hati.
Tapi demi teringat pada sakit hati ayahnya yang belum terbalas, ia merasa tak
rela untuk mati dengan begitu saja.
Sekuatnya ia tutup Hiat-to penting di seluruh tubuh sehingga racun untuk
sementara tak sampai menyerang ke dalam jantung, kemudian ia menarik napas
panjang, entah darimana datangnya kekuatan, ternyata ia berhasil melompat ke
atas pagar taman yang tingi.
"Anak keparat, ingin kabur kemana?!" ejek Cing-hu-sin Kim Kiu sambil tertaWa.
"Kau sudah terkena senjata rahasia beracun. tidak sampai tiga jam jiwamu pasti
akan melayang!"
Berdiri di atas dinding Tian Pek merasa pandangannya ber-kunang2, hampir saja
ia jatuh terjungkal ke bawah, tapi sekuat tenaga ia berdiri tegak di situ, lalu
memaki dengan gregetan: "Bangsat tua, hari ini kuampuni jiwa anjingmu, tapi
suatu saat Siauya pasti akan datang lagi untuk membuat perhitungan dengan
kau. . . ." Habis ini ia terus melompat turun keiuar taman dan lari secepatnya.
"Jangan biarkan anak keparat itu melarikan hari, tangkap dia sampai dapat .... !"
teriak Cing-hu-sin Kim Kiu dengan gusar.
Disambung suara bentakan, berpuluh jago istana keluarga Kim segera
melakukan pengejaran keluar pekarangan.
Ketika Tian Pek melompat keluar gedung itu ia masih sempat mendengar
rintihan Kim Cay-hong; "O, ayah ....ampunilah jiwanya ...."
Tentu saja Tian Pek tidak membiarkan dirinya tertangkap oleh musuh, setelah
mengetahui ada yang mengejar, ia terus kabur ke depan, sekalipun tubuhnya
terasa linu, sakit, lemas dan kesemutan, tapi ia bertahan sekuatnya dan
berlarian dengan cepat menjauhi tempat itu.
Sementara itu sudah tengah malam, keramaian di kota Lam-keng mencapai
puncaknya, acara malam Cap-go-meh yang di-nanti2kan oleh segenap lapisan
masyarakat semenjak petang telah dimulai. yaitu acara kembang api udara serta
melepaskan lampion.
Penduduk ber-jubel2 ingin mengikuti tontonan menarik itu, beraneka warna
kembang api memenuhi udara menciptakan bentuk warna-warni yang sangat
indah, sementara kembang api bersemarak diangkasa, banyak penduduk yang
membawa lampion berhias saling berlarian menuju ke luar kota.
Suasana bertamhah ramai, lautan manusia ber-desak2an memenuhi jalan raya,
hal ini memberi kesempatan baik bagi Tian Pek untuk meloloskan diri dari
kejaran jago istana Kim . ... ,
Waktu itu Tian Pek sudah bermandikan darah, racun keji yang terkandung
diujung senjata Cing-hu-piau mulai mengembang dalam tubuhnya, kesadaran
dan daya ingatannya mulai kabur, untung saja ia terhimpit diantara orang
banyak yang saling berdesakan sehingga tubuhnya tidak sampai roboh.
Begitulah, di tengah berjubelnya orang banyak akhirnya Tian Pek dengan
setengah sadar terbawa oleh arus manusia sampai di pintu Cin-hway-bun dan
mencapai tepi sungai Cin-hway.
Sambil ber-teriak2, arus manusia itu saling berebut menuju ke sungai dan
membuang lampion mereka kedalam air, beraneka warna lampion segera
terombang-ambing dibawa arus menuju kehilir, pemandangan tampak indah
menawan.
Tian Pek juga terbawa ketepi sungai, ia sudah kehabisan tenaga, tubuhnya lemas
sekali, karena tidak terhimpit lagi oleh orang banyak, akhirnya ia roboh terkulai
tak sadarkan diri.
Entah berapa lama sudah lewat, Tian Pek merasakan sekujur badannya sakit
sekali, cepat ia membuka mata dan memandang sekelilingnya. Ia lihat dirinya
berbaring diruangan pendopo sebuah kelenteng bobrok.
Ruangan ini amat besar, atapnya sudah banyak berlubang, bintang tampak
bertaburan dilangit yang gelap, jelas masih malam hari.
Kelenteng ini benar2 sudah bobrok, patung di meja pemujaan tampak sudah
rusak, sarang labah2 memenuhi langit2 ruangan dan debu bertimbun.
Tapi aneh, tempat Tian Pek berbaring adalah sebuah meja sembahjang yang
bersih, malahan alas tidurnya adalah rumput kering yang tebal, sebuah selimut
tebal menutupi badannya.
Tapi setelah pikiran Tian Pek jernih kembali, Waktu ia berpaling, apa yang
terlihat kemudian hampir saja membuat dia menjerit kaget.
Di bawah cahaya pelita yang remang2 tampak seorang manusia aneh berwajah
hijau dan berambut merah dengan memegang belati sedang menusuk
tubuhnya.
Betapa terperanjatnya Tian Pek, dia mengira dirinya terjatuh ke tangan iblis.
Buru2 saja ia menjerit, mendadak kaki terasa sakit tidak kepalang, tanpa ampun
lagi pemuda itu jatuh pingsan pula.
Tatkala ia siuman kembali untuk kedua kalinya, rasa ngeri masih belum lenyap,
ia coba menoleh, tapi apa yang dilihatnya membuatnya tercengang lagi.
Suatu pemandangan aneh muncul kembali, manusia aneh bermuka hijau dan
berambut merah tadi sudah tak ketahuan kemana perginya, yang duduk di
sebelahnya sekarang adalah seorang gadis cantik dan sedang menatapnya
dengan pandangan penuh rasa kasih sayang.
Hampir saja Tian Pek tidak percaya pada matanya sendiri, ia mengira sedang
bermimpi, Ia kucek2 matanya dan memandang pula, dilihatnya sepasang mata
yang jeli dan besar masih menatapnya tanpa berkedip.
Tian Pek segera angkat tubuh hendak berduduk, serunya dengan kuatir:
"Aku ....aku berada dimana .... ?" — Tapi segera pula tubuhnya terasa sakit tidak
kepalang, sebelum kata2 itu berlanjut, ia menjerit dan jatuh telentang.
Gadis cantik itu tertawa manis, ucapnya lembut: "Engkau jangan bergerak dulu,
senjata rahasia yang bersarang dibadanmu baru kucabut dan racunnya sudah
punah, tapi mulut lukanya belum merapat, asal isristirahat dua hari lagi, tentu
kau akan sehat kembali."
Sudah beberapa gadis cantik yang pernah dilihat Tian Pek, seperti Buyung Hong
yang dingin dan anggun, Tian Wan-ji yang polos dan lincah serta Kim Cay-hong
yang mendapat julukan Kanglam-te-it-bi-jin.
Akan tetapi gadis yang berada di depannya saat ini bennr2 luar biasa sekali,
kecantikannya sedikitpun tidak berada dibawah Kim Cay-hong, kelincahan dan
kepolosannya tidak kalah daripada Tian Wan-ji, malahan tampaknya lebih
anggun daripada Buyung Hong, wajahnya begitu cerah bagaikan sang surya di
musim semi.
Dandanannya juga sederhana, ia tidak berbedak maupun memakai gincu. gerakgeriknya
lugu
seperti anak perawan keluarga rakyat kecil, tapi bergaya lembut dan anggunnya
puteri keluarga bangsawan. cuma tidak mewah dan tidak angkuh.
Tian Pek tertegun termangu seperti orang kehilangan sukma. selang sesaat
kemudian ia terus berpaling ke arah lain dan seperti ingin mencari sesuatu.
"Eh, apa yang kau cari?" tiba2 si gadis cantik menegur dengan tertawa manis.
"Tadi aku seperti melihat seorang manusia aneh bermuka hijau dan berambut
merah . . ."
Gadis itu tertawa pula. ia ambil sebuah topeng dibelakangnya dan diperlihatkan
kepada anak muda itu.
Sekarang Tian Pek baru tahu, kiranya manusia aneh bermuka hijau dan
berambut merah itu tak lain adalah penyamaran gadis ini dengan topengnya.
"O, rupanya nona menggodaku dengan memakai topeng ini!" katanya
kemudian, "Ai, kalau begitu, agaknja nona pula yang telah menyelamatkan
jiwaku?"
Kembali gadis itu tertawa manis dan mengangguk.
"Boleh kutahu siaba nama nona agar budi kebaikan ini dapat kubalas di
kemudian hari!" tanya Tian Pek.
Gadis itu tertawa dan tidak menjawab, dia angkat topeng bermuka hijau dan
berambut merah itu sambil menggerakkannya kesana kemari.
Tian Pek melongo bingung, ia tak paham apa maksud gadis itu, maka ditatapnya
gadis itu dengan sorot mata penuh tanda tanya.
"Coba tebak siapa namaku?" tanya gadis itu sambil tertawa.
"Ah, rupanya nona suka bergurau, masa nama orang boleh sembarangan
dijadikan tebakan?"
Gadis itu menatapnya lekat2 penuh arti, katanya kemudian: "Engkau betul2 tak
tahu atau cuma pura2 bodoh?"
Tian Pek jadi melengak. sekali lagi dia mengamati wajah orang yang cantik jelita,
ia berusaha mengumpulkan semua ingatannya, tapi ia merasa benar2 belum
pernah berjumpa dengan nona ini,
Iapun tidak pernah mendengar bahwa di dumni Kangouw ada seorang gadis
cantik yang suka mengenakan topeng setan begini. Dengan menyengir akhirnya
ia berkata "Aku belum pernah bertemu muka dengan nona, juga belum pernah
mendengar...."
"Masa kau belum lagi tahu siapa diriku setelah melihat topeng ini?" sekali lagi
gadis itu menegur sambil memperlihatkan topengnya.
Tian Pek tambah bingung, untuk sesaat ia tak mampu menjawab, dalam hati ia
berpikir: "Jangan2 gadis ini memang memiliki nama besar di dunia persilatan?
Mungkin aku yang picik dan kurang pengalaman, maka tidak tahu siapa dia . . . ."
Sementara dia masih termenung, gadis itu tertawa manis, sambil menepuk
pemuda itu bagaikan kasih sayang seorang ibu ia berkata: "Kau tak perlu peras
otak untuk memikirkan soal itu lagi, akhirnya toh kau akan tahu sendiri, kini
lukamu belum sembuh, walaupun senjata rahasia yang bersarang di tubuhmu
sudah kucabut keluar dan racun yang mengeram ditubuhmu telah kupunahkan,
akan tetapi paling sedikit kau perlu istirahat selama tiga sampai lima hari,
perutmu tentu sangat lapar bukan? Tunggulah sebentar disini, akan kucarikan
makanan bagimu . . ."
Setelah membuang enam kepingan mata uang tembaga hijau di sisi Tian Pek. dia
segera berkelebat pergi dengan cepat.
"Cepat amat gerak tubuhnya," diam2 Tian Pek memuji sambil menjulur lidah.
Jangankan ia sendiri tak mampu menandingi, sekalipun paman Lui yang lihay
Ginkangnya serta Wan-ji yang pernah dipuji Sin-lu-tiat-tan rasanya juga sukar
menandingi kehebatan nona itu.
Tanpa terasa pikiran Tian Pek melayang jauh, melihat Ginkangnya yang lihay
dapat diduga pula ilmu silatnya pasti sangat tinggi, pasti juga namanya sangat
tersohor di dunia persilatan, tapi siapakah dia? Mengapa belum pernah
terdengar selama ini?
Akhirnya sorot matanya tertuju pada enam keping mata uang yang ditaruh gadis
itu di sampingnya sebelum pergi tadi. Mendingan kalau tak memandang benda
itu, darah panas segera bergelora dan matapun merah berapi.
Nyata sedikitpun tak ada bedanya antara ke enam keping mata uang ini dengan
mata uang tembaga yang ditinggalkan mendiang ayahnya, mata uang inilah yang
disebut Cing-hu-piau, senjata rahasia andalan Cing-hu-sin Kim Kiu.
"Ayah tewas terkena senjata rahasia beracun ini, untung ada gadis cantik itu
yang menolong aku, kalau tidak, mungkin akupun sudah tewas seperti apa yang
dialami ayah?"
Makin dipikir pemuda itu merasa semakin sedih, gusar dan dendam, tanpa
terasa ia pegang beberapa keping mata uang itu.
Cahaya pelita tiba2 berguncang terembus angin, menyusul sigadis yang
memakai topeng itu telah muncul kembali di hadapannya.
"Jangan sentuh benda itu!" bentak nona itu cepat. "Mata uang itu mengandung
racun yang keji!"
Maka cepat Tian Pek menarik kembali tangannya.
"Tiga hari lamanya racun baru hilang dari sekitar mata uang ini," kata nona itu.
"Sekarang baru hari kedua, kalau ingin memegangnya tunggu saja sampai
besok . . .."
"Apa? Jadi aku sudah dua hari berada disini?" tanya Tian Pek dengan terkejut.
"Dari malam Cap-go-meh sampai malam Cap-jit tepat sudah dua hari," ucap
nona itu sambil tertawa cekikikan. "Sebenarnya akupun terlalu tegang, sekalipun
racun mata uang ini lihay sekali, asal tidak masuk darah takkan memberi reaksi
apa2, tadi aku kuatir mata uang itu melukai jari tanganmu hingga berdarah,
kalau sampai terjadi begitu kan kau sendiri yang susah."
Sambil bicara ia taruh makanan yang dibawanya ke hadapan pemuda itu,
kemudian menanggalkan topengnya, lalu berkata lagi: "Nah, makanlah! Sudah
dua hari engkau tidak makan apa2, tentu sudah lapar bukan?"
Ketika bungkusan itu dibuka ternyata isinya adalah seekor bebek panggang
Lamkeng serta belasan cakwe.
Bebek panggang Lamkeng sangat tersohor, jangankan dimakan, baunya saja
sudah cukup membuat orang mengiler, apalagi Tian Pek sudah dua hari tidak
makan tidak heran kalau ia mengganyang hidangan yang diberikan itu dengan
lahapnya.
Saking bernapsunya pemuda itu mengganyang hidangan itu sampai mulutnya
jadi penuh dan tak tertelan, dia kelolodan makanan yang menyumbat
tenggorokannya tak bisa masuk dan tak bisa keluar, saking paniknya wajahnya
menjadi merah padam.
Mimik wajahnya yang lucu itu menggelikan hati si nona ia tertawa ter-pingkal2,
perutnya jadi sakit dan air matanya ikut berlinang.
"Hei, tuanku, makanlah pelahan sedikit!" serunya sambil tertawa. "Jangan2
tidak mampus karena senjata rahasia, tapi mati keselak, nah, baru konyol."
Tiba2 kerongkongan Tian Pek berkeruyukan dan matanya mendelik, si nona
menjadi kuatir, tapi pemuda itu lantas tarik napas panjang dan berseri.! "Aduh,
hampir saja aku mati tercekik . . ."
Melihat kelakuan Tian Pek yang lucu itu, si nona tertawa ter-pingkal2, tanpa
terasa ia menjatuhkan diri ke pangkuan anak muda itu.
Tapi mendadak Tian Pek menjerit kesakitan, kiranya si nona lupa pada luka
ditubuh anak muda itu, cepat ia berbangkit. Dilihatnya anak muda itu sedang
memandangnya dengan muka merah, maka si nona lantas mencubit lagi dan
keduanya sama2 tertawa pula cekakak dan cekikik.
Tengah bercanda dengan riang gembiranya, tiba2 di luar kelenteng ada suara
keresekan yang lirih, suara yang menyerupai daun jatuh, bila tidak diperhatikan
pasti tidak mendengarnya, tapi hal ini tak dapat mengelabui si nona yang lihay
itu.
Gelak tertawanya seketika terhenti, ia melompat dan membentak nyaring:
"Siapa di sana? Berani mengintip?"
Begitu kata2 terakhir terucapkan, tahu2 ia sudah melayang keluar.
Sungguh gesit dan cepat gerak tubuh nona itu, tapi di luar tak tertampak
sesosok bayangan manusiapun, suasana tetap hening.
Nona itu percaya penuh pada ketajaman pendengarannya, meski tidak berhasil
menemukan jejak musuh, ia percaya bahwa pendengarannya pasti tidak salah.
Ia berdiri dengan bertolak pinggang, ia mendengus, ucapnya: "Hm, tentunya kau
tahu siapa yang berdiam di sini, kalau berani mengintip lagi, jangan menyesal
nonamu tidak sungkan2 lagi padamu."
Pada waktu bicara sekarang, air mukanya yang cantik telah timbul warna guram,
kendati suaranya tidak begitu keras, akan tetapi tersiar sampai belasan li
jauhnya.
Apabila betul ada orang yang mengintip, dalam jarak seluas sepuluh li pasti
dapat mendengar ucapan si nona yang merdu bagaikan burung berkicau tapi
mengandung nada seram dan mengancam itu.
Selesai mengucapkan kata2nya nona itu tidak peduli adakah orang yang
bersembunyi di sekitar situ, ia melayang keudara, setelah berputar satu kali,
ibarat burung walet kembali ke sarang, dia menerobos jendela dan masuk ke
ruang kelenteng tadi.
"Engkau berhasil menemukan sesuatu, nona?" tanya Tian Pek.
Senyum manis menghiasi wajah nona itu, berbeda sekali suaranya kini dengan
nada ancamannya yang mengerikan diluar tadi Ia menjawab: "Kemungkinan ada
satu-dua ekor tikus kecil yang bernyali besar bersembunyi di atas sana dan
mengintip kita bergurau!"
Tian Pek tidak berbicara lagi, persoalan itu tak dipikirnya. Untung ia tidak
sempat mendengar
ucapan si nona yang seram di luar tadi, kalau tidak niscaya dia takkan bersikap
setenang itu.
Hal ini bukan karena ketajaman pendengaran Tian Pek tidak berfungsi lagi,
soalnya ucapan si nona tadi sengaja dipancarkan dengan senacam kepandaian
khusus yang disebut Gi-ih-coan-im (menyampaikan suara dengan bahasa
semut), ia dapat memancarkan gelombang suara pembicaraannya hingga sejauh
sepuluh li lebih, langsung disampaikan ke telinga orang yang dituju, sebaliknya
bagi orang yang bukan tujuannya, kendatipun berada beberapa meter
didepannya juga takkan mendengar apapun.
Nona cantik itu tidak bilang kepada Tian Pek bahwa dia bicara apa2 kepada
orang yang mengintip mereka, maka Tian Pek sendiripun tidak mendengar apa
yang diucapkan nona itu ketika berada di luar kelenteng tadi.
Seperti tidak pernah terjadi apapun, kembali nona cantik itu bergurau dengan
Tian Pek, kemudian ia menina-bobokan pemuda itu agar tertidur, dia sendiri
duduk bersimpuh di depan pembaringan sambil mengatur pernapasan.
Tapi dapatkah Tian Pek tidur? Sebentar2 ia teringat kembali usaha balas
dendamnya yang gagal, kemudian teringat akan Wan-ji yang terjatuh di tangan
Cing-hu-sin Kim Kiu, lalu terbayang pula kawanan jago persilatan yang terjebak
oleh Sek-ki-tay-tin di istana keluarga Kim, entah bagaimana nasib mereka?
Setelah itu ia terbayang pada Kim Cay-hong yang cantik, Buyung Hong yang
pernah bertelanjang bulat didepannya, mengingat betapa sucinya tubuh
telanjang seorang gadis, mengingat pula watak Buyung Hong yang dingin dan
angkuh. bila gadis itu tidak mencintai dirinya, mengapa ia menunjukkan
badannya yang bugil di depannya?
Sekalipun pada waktu itu dia terpengaruh oleh irama seruling pembetot sukma
yang mengacaukan pikiran sehat dan kesadarannya, tapi kalau tubuh telanjang
seorang gadis sudah diperlihatkan padanya, kecuali dirinya mengawini gadis itu,
kalau tidak hidup si gadis ini berarti sudah tamat.
Teringat akan persoalan ini, diam2 Tian Pek merasa gelisah bercampur kuatir
bagi Buyung Hong, ia merasa gadis yang suka murung ini patut dikasihani, gadis
itu selalu terkurung didalam rumah, se-akan2 seekor burung yang berada
disangkar emas, sama sekali tiada kebebasan.
Namun Tian Pek tak dapat mengawini gadis tersebut, bukannya dia tak
mencintai nona itu, sekalipun pemuda yang berhati baja juga akan luluh
menghadapi ketulusan hati si nona, apalagi Tian Pek adalah pemuda yang
berperasaan dan berbudi.
Akan tetapi, apa mau dikata, Buyung Hong adalah puteri pembunuh ayahnya,
ayah gadis itu adalah musuh besar yang akan dibunuhnya, mungkinkah dia
mengawini anak gadisnya?
Tiba2 Tian Pek teringat juga pada Hoan Soh-ing, kegagahan serta kecantikannya
mendatangkan suatu perasaan lain bagi anak muda ini, meski diwaktu berada
dalam gua batu ia telah mengurut jalan darahnya dan menyembuhkan lukanya,
walau pun dia menyentuh tubuhnya yang halus, empuk dan menggiurkan itu,
namun tiada suatu ingatan jahat yang terlintas dalam benaknya, ia hanya
menganggapnya sebagai seorang sahabat karib . ....
Sayang ayahnya termasuk pula salah seorang musuh besar yang membunuh
ayahnya. Ai, hampir semua kekasihnya adalah keturunan musuhnya.
Mungkinkah ia ditakdirkan hidup sebatangkara?
Perasaan Tian Pek mengalami pergolakan yang hebat, bagaikan ombak
samudera yang bergolak, jangankan tidur, untuk menenangkan pikiran saja
susah.
Sering ia membuka mata dan melirik gadis cantik yang telah menyelamatkan
jiwanya ini, dia ingin tahu siapakah nona ini dan darimana asal-usulnya,
Dia benar2 cantik molek, Tian Pek tahu dirinya bukan orang yang gila
perempuan, apalagi dirinya mengemban tugas membalas dendam, kini dirinya
dalam keadaan luntang-lantung tanpa tempat meneduh, dalam keadaan merana
ia harus menghadapi godaan cinta Wan-ji. Buyung Hong. Hoan Soh-ing, Kim Cayhong....
gadis2 itu sama jatuh cinta padanya dan terasa sukar menyelesaikannya,
masa sekarung harus bertambah lagi keruwetan baru?
Istimewa sekali gaya nona itu sewaktu mengatur pernapasan, ia tidak duduk
bersila, melainkan duduk dengan sebelah kakinya menekuk, kaki yang lain
diluruskan kedepan, tangan menopang dagu, bulu mata panjang menaungi
matanya yang jeli dengan senyum manis menghiasi bibirnya. Lesung pipinya
kelihatan nyata, begitu indah menawan gayanya mirip sebuah lukisan wanita
cantik yang sedang tidur.
Dilihatnya kabut putih tipis menguap dari telinga, hidung serta bibirnya, kabut
putih itu membumbung ke atas dan menggumpal di atas kepala membentuk tiga
kuntum awan yang berbentuk seperti bunga.
Ditinjau dari semua itu, jelas Lwekang si nona sudah mencapai puncak
kesempurnaan yang tak terkirakan.
Nona itu terlalu cantik, begitu cantik hingga sukar dilukiskan, walaupun tiada
pikiran jahat yang melintas dalam benak Tian Pek, namun tanpa terasa iapun
memandangnya dengan terbelalak.
Mendadak nona itu membuka matanya dan terseuvum manis, senyuman yang
menggiurkan dan mesra. Terguncang hebat perasaan Tian Pek.
Pelahan nona itu meluruskan kedua kakinya, lalu bangkit dan menghampiri Tian
Pek, dengan pelahan dia meraba tubuhnya.
Hangat dan halus belaian tangan si nona. Tian Pek merasa peredaran darahnya
bertambah cepat dan makin bergolak, ia hampir tak sanggup mengendalikan
perasaan lagi ....
Tiba2 si nona membisikannya: "Agar lukamu cepat sembuh, biarlah kukorbankan
sebagian tenaga murniku untuk mengobati kau, sekarang salurkanlah tenagamu
untuk mengiringi aliran hawa murniku!"
Tian Pek merasa malu sendiri, mukanya menjadi panas, pikirnya: "Wahai Tian
Pek, engkau menganpgap dirimu sebagai seorang laki2 sejati, seharusnya kau
tidak boleh sembarangan berpikir. Orang lain bermaksud baik hendak
menyembuhkan lukamu tapi kau. . .."
Berpikir sampai disini, segera ia tarik kembali pikiran busuknya dan
membersihkan pikirannya dari segala maksud jahat, perhatian dipusatkan jadi
satu dan hawa murnipun disalurkan menyusuri badan.
Ia merasa si nona mulai meraba tubuhnya, segulung hawa panas segera
menyusup dan mengelilingi seluruh badannya.
Kedua telapak tangan gadis itu meraba kian kemari tiada hentinya, Tian Pek
merasakan badan bertambah nyaman dan segar, begitu nyaman sampai rasa
sakit pada lukanya tidak terasa lagi.
Ketika terapi penyembuhan itu mencapai puncaknya, tiba2 gadis itu mengerut
dahi dan berhenti meraba, telinganya menangkap sesuatu yang mencurigakan,
hawa napsu membunuh seketika menyelimuti seluruh wajahnya.
Selagi Tian Pek heran oleh perubahan air muka si nona, mendadak ia meraih
topeng dan dipakainya, sekali melejit ia terus melesat keluar kelenteng itu.
Kecantikan nona itu memang luar biasa, dikala tersenyum bahkan bagaikan
bunga yang sedang mekar, tapi bila air mukanya berubah, maka seramnya
membikin orang bergidik, terutama tingkah lakunya yang serba misterius, serba
rahasia asal-usulnya, mau tak-mau membuat Tian Pek menjadi takut.
Ia coba memeras otak pula untuk menyelami asal-usul gadis itu, ia ingat kembali
apakah di dunia persilatan pernah ada tokoh seorang gadis cantik yang
bertopeng setan begini?
Jangan2 dia adalah orang yang dikirim musuhnya untuk mencelakainya? Tapi
jelas hal ini tak mungkin terjadi, sikapnya sangat baik, malahan dia bersedia
mengorbankan hawa murninya untuk mengobati luka yang dideritanya, kalau
dia orang yang dikirim musuh, kenapa dia malah bantu menyembuhkan
lukanya? ....
Begitulah selagi macam2 pikiran berkecamuk dalam benak Tian Pek, tiba2
terdengar kain baju berkesiur, menyusul sesosok bayangan orang melayang
masuk ke dalam ruangan.
Tian Pek mengira gadis cantik yang misterius itu telah kembali, semula ia tidak
menaruh perhatian, akan tetapi setelah orang itu berada di depannya barulah ia
terperanjat.
Ternyata pendatang ini bukan gadis cantik itu, melainkan seorang pemuda
pelajar tampan berbaju putih.
Tahun baru adalah musim dingin, meski Tian Pek tidur beralaskan onggokan
rumput kering dan berselimut masih juga terasa dingin. tapi pemuda pelajar ini
justeru membawa kipas lempit sehingga kelihatan sangat menyolok dan janggal.
Agak tercengang Tian Pek menyaksikan kehadiran orang yang tak dikenal ini.
Pemuda baju putih itu lantas tertawa dan menyapa: "Anda asyik benar ditemani
Hong-gan-mo-li (iblis wanita berwajah cantik), tampaknya kau menjadi lupa
daratan."
"Mengapa anda berkata demikian? . . ." seru Tian Pek dengaa bingung.
Pemuda berbaju putih itu mengetuk kipas peraknya di atas telapak tangan
kirinya, lalu menjawab: "Perempuan cantik tak lebih cuma tengkorak yang
berdaging, kecantikan perempuan juga seperti ulat yang berbisa, sebelum kau
sadar dari impian indahmu, mungkin kau sudah akan menjadi setan
gentayangan di kelenteng bobrok ini!"
"Apa artinya perkataanmu ini?" sekali lagi Tian Pek bertanya dengan terkejut.
"Kecantikan dan perempuan sebetulnya tenyata kosong belaka, lautan
kesengsaraan tak bertepi, berpaling adalah daratan. . . ." kata pula pemuda baju
putih itu seperti khotbah seorang pendeta.
Tian Pek benar2 dibikin bingung oleh perkataan orang. "Apabila anda ingin
memberi sesuatu petunjuk, harap bicaralah terus terang mengapa pakai istilah2
yang membingungkan orang . . ."
"Hahaha?" pemuda baju putih itu ter-bahak2. "Benarkah kau tidak kenal
perempuan iblis itu? Berani kau bermesraan dengan dia?!"
Tentu saja Tian Pek tidak mengetahui asal usul gadis cantik yang serba misterius
itu, tapi bagaimanapun juga orang telah menyelamatkan jiwanya, maka ia tak
menaruh prasangka jelek atas nona itu. Kini cara bicara pemuda baju putih ini
seperti main teka-teki diam2 ia tidak senang.
"Bila tak ada urusan lain, silakan anda tinggalkan saja tempat ini!" demikian kata
Tian Pek. "Maaf, Cayhe sedang sakit dan tiada nafsu untuk berbicara dengan
anda."
"Aku hanya bermaksud baik saja padamu, tak tahunya malahan menimbulkan
salah paham! Baiklah, kalau kau belum tahu, biarlah kukatakan terus terang
padamu, iblis perempuan itu tak lain adalah 'Ang-hun-ko-lau-mo-kui-kiau-wa'
(Boneka cantik iblis sakti siluman tengkorak)! Gembong iblis nomor wahid di
kolong langit dewasa ini, tahu tidak?"
Tidak kepalang kaget Tian Pek demi mendengar keterangan ini. "Sungguhkah
perkataanmu?" ia menegas.
"Buat apa kubohongi kau? Sejak dari 'pulau iblis' di lautan timur sana kukuntit
iblis ini, masa keteranganku ini dapat keliru?"
"Ah, tak kusangka dia adalah. . .tak kusangka ....sungguh sukar untuk dapat
dipercaya ...."
Perlu diketahui. Ang-hun-ko-lau, Kui-bin-kiau-wa (Tengkorak cantik, boneka
bermuka setan) adalah seorang gembong iblis yang namanya sangat termashur
di dunia persilatan sejak puluhan tahun yang lalu. wajahnya memang cantik
jelita bak bidadari kahyangan, akan tetapi hatinya kejam melebihi ular berbisa,
ilmu silatnya sangat tinggi hingga sukar diukur, tabiatnya juga sangat cabul dan
dengki, setiap lelaki tampan tentu akan ditawannya untuk dipikat dan dirayu,
bila kurang mencocoki seleranya laki2 itu lantas dibunuhnya.
Pantangannya yang terbesar adalah bertemu gadis cantik, perempuan cantik
yang ditemuinya pasti dibunuhnya dengan cara keji, bukan saja matanya dicukil
dan lidahnya dipotong, wajah mereka yang cantik dirusak hingga tak berwujud
manusia lagi, dalam keadaan begitu baru korban ditinggalkan dan
membiarkannya sekarat dan akhirnya mati.
Oleh karena kekejamannya, meskipun belum lama ia muncul di dunia Kangouw,
namun seluruh dunia sudah digemparkan oleh kecabulan serta kekejamannya,
akan tetapi karena ilmu silatnya terlalu tinggi, jarang sekali ada orang yang
sanggup menandinginya.
Itulah sebabnya hanya dalam beberapa tahun saja banyak sekali muda mudi
yang hancur masa depannya dan tewas secara mengerikan di tangan
perempuan berhati iblis ini.
Bukan saja jago muda dari kalangan hitam yang menjadi korban, seringkali jago
muda dari golongan putih pun terbunuh. lama2 kejadian ini menimbulkan
kegusaran semua pihak, baik jagoan dari golongan putih maupun dari kalangan
hitam sama membencinya, akhirnya bergabunglah semua kekuatan dunia
persilatan uutuk ber-sama2 menumpas perempuan blis itu, dalam suatu
pertarungan yaug sengit di puncak Thay-san, akhirnya iblis itu berhasil melarikan
diri dari kepungan.
Dalam pertarungan sengit itu banyak juga korban di pihak delapan perguruan
besar serta kawanan jago Lok-lim dari tujuh propinsi di selatan dan enam
propinsi di utara. Sebab itulah maka akhir2 ini nama Su-tay-kongcu semakin
menonjol dan menjagoi Bu-lim tanpa kesukaran.
Sejak itu pula tengkorak cantik gadis bertopeng setan itupun lenyap dari
keramaian dunia. Ada orang mengatakan ia tewas akibat luka parah yang
dideritanya, ada pula yang mengatakan ia bertapa di "pulau iblis" di lautan
timur, tapi bagaimanapun tak seorang yang tahu jelas,
Tahun berganti tahun, kejadian yang menggemparkan itupun sudah dilupakan
orang, kalau ada yang mengungkap kembali juga cuma dijadikan kisah menarik
belaka di waktu senggang.
Tian Pek pernah mendengar cerita itu dari para Piausu tua di perusahaan
pengawalan dulu, tapi mimpipun ia tak menyangka gadis cantik yang telah
menyelamatkan jiwanya itu adalah tengkorak cantik gadis bertopeng setan, bisa
dibayangkan betapa terkesiapnya.
Cuma saja ada satu hal ia merasa sangsi, gadis yang menyelamatkan jiwanya itu
masih amat muda, mungkinkah dia ini gembong iblis yang pernah
menggemparkan dunia persilatan pada puluhan tahun yang lalu?
Maka sambil tertawa ia berkata: "Apakah ucapanmu ini dapat membuat aku
percaya?"
"Ya, kutahu kau takkan percaya pada perkataanku, tapi kelak bila kau percaya
mungkin waktu itu sudah terlambat bagimu," demikian kata pemuda itu.
Mendadak terdengar orang mendengus di belakang. cepat pemuda berbaju
putih itu berpaling, entah sedari kapan gadis bertopeng setan itu sudah berdiri
di tengah ruangan.
Topeng yang bermuka hijau dan berambut merah serta bertaring menutupi
seraut wajah yang cantik jelita, kecuali perawakannya rada pendek dan kecil ia
memang persis seperti iblis yang menakutkan.
Untung Tian Pek pernah menyaksikan wajah aslinya, kalau tidak, pasti takkan
tersangka bahwa makhluk aneh seperti setan ini sebenarnya adalah penyaruan
seorang gadis jelita.
Dengan suara dingin menyeramkan gadis bertopeng setan itu menjengek: "Hm,
sudah kuduga pasti kau inilah yang ngacau, Huuh, selicik-liciknya akal busukmu
jangan harap bisa membohongi aku, cuma akupun merasa heran, apa sebabnya
kau selalu membuntuti kepergianku dan selalu saja mengacau dan mengganggu
kegembiraanku. Sebenarnya apa maksudmu?"
Pemuda berbaju putih itu tidak menjawab, mendadak ia melancarkan suatu
pukulan dahsyat.
"Blang," gadis bertopeng menangkis pukulan itu, benturan keras mengguncang
sekelilingnya, pelita di atas meja ikut tersampuk padam.
Suasana menjadi gelap gulita, pertempuran berlangsung semakin gencar, Tian
Pek berbaring dan tak dapat mengikuti jalannya pertarungan itu dengan jelas,
tapi ia dapat merasakan betapa ttaam dan hebatnya desingan angin pukulan
kedua pihak.
Di tengah kegelapan, mendadak terdengar gadis bertopeng setan itu
membentak nyaring: "Kau ingin lari lagi!...."
Menyusul angin pukulan semakin men-deru2, tampaknya si gadis bertopeng
setan telah mempergencar serangannya.
Tiba2 si pemuda baju putih berseru: "Maaf, aku tak dapat menemani terlalu
lama! Tapi kaupun jangan keburu bangga dulu, bila Hay-gwa-sam-sat (tiga
malaikat bengis dari lautan) tiba, saat itulah ajalmu akan tiba."
ata terakhir kedengaran berkumandang dari puluhan kaki jauhnya, jelas pemuda
baju putih itu sudah berhasil kabur keluar kelenteng dengan kecepatan luar
biasa.
"Hm, sampai ke ujung langitpun akan kubekuk kau!" terdengar suara gadis
bertopeng setan menggema dikejauhan.
Diam2 Tian Pek menjulurkan lidah saking kagumnya, sungguh cepat sekali gerak
tubuh mereka dan sukar dicari bandingannya.
Suasana dalam kelenteng kembali hening, dengan pikiran kalut Tian Pek
berbaring sendirian disitu, ia merasa sudah banyak pengalaman aneh yang
dialaminya selama ini, tapi pertemuannya dengan gadis bertopeng setan serta
pemuda berbaju putih inilah terhitung pengalaman yang paling aneh dan
membingungkan.
Ia pikir bila gadis bertopeng setan itu benar adalah Tengkorak cantik gadis
topeng setan seperti apa yang dikatakan pemuda berbaju putih itu, maka aku
harus bersyukur dapat terhindar dari cengkeramannya. Tapi kalau dipikir lagi hal
inipun tak mungkin terjadi. Iblis keji itu sudah tersohor sejak puluhan tahun
berselang, masa ia masih begitu muda dan kecil? Siapapun tak akan percaya.
Juga pemuda berbaju putih yang tak dikenalnya itu mengapa sengaja datang
membongkar rahasia gadis itu dengan menempuh bahaya?
adahal setelah kepergok gadis bertopeng segera pula pemuda itu berusaha
melarikan diri dan menggunakan nama Hay-gwa-sam-sat untuk me-nakuti si
nona, siapa gerangan Hay-gwa-sam-sat yang dimaksudkan itu?
Semakin dipikir Tian Pek semakin bingung, akhirnya dia anggap baik si gadis
bertopeng setan maupun pemuda yang berbaju putih, keduanya bukan orang
baik2, gerak-gerik mereka mencurigakan, asal-usulnya dirahasiakan, namapun
sungkan dikatakan, semuanya serba tidak beres, bila terjatuh didalam
cengkeraman mereka, tentu lebih banyak celaka daripada selamatnya.
"Daripada menanggung derita di tangan mereka, lebih baik kucari tempat
bersembunyi lain untuk merawat lukaku? Bila luka sudah sembuh, segera kucari
jalan untuk membalaskan dendam ayah."
Begitu timbul keinginan kabur, serta merta Tian Pek menggerakkan tangan
kakinya dan rasa sakit ternyata sudah hilang ia mengerahkan pula hawa
murninya dan terasa bisa terhimpun, betapa girangnya anak muda itu, ia tahu
berkat pertolongan si nona bertopeng setan itu ia telah sehat kembali.
Tapi ketika ia bangkit berduduk, seketika ia tertegun bingung. Kiranya ketika tak
sadar, ia tak merasa tubuhnya dalam keadaan telanjang bulat. pakaiannya entah
sejak kapan sudah dibelejeti.
Dalam kagetnya Tian Pek coba meraba sekujur badannya, kecuali lengan dan
kakinya yang dibalut dengan kain, boleh dibilang ia betul2 dalam keadaan
telanjang bulat.
Kejut Tian Pek sukar dilukiskan, cepat ia meraba disana-sini, akhirnya di tengah
kegelapan ia berhasil menemukan bajunya, cuma pakaian itu sudah ter-koyak2
tak keruan.
Sekarang Tian Pek baru mengerti, rupanya untuk membalut dan mencabut
keluar senjata rahasia yang bersarang di tubuhnya, gadis bertopeng itu telah
merobek bajunya.
Teringat dirinya dibelejeti hingga bugil oleh seorang nona jelita, tanpa terasa
muka Tian Pek menjadi merah.
Tapi ada sesuatu yang membuatnya terlebih cemas daripada rasa malunya itu,
yakni kitab pusaka Thian-hud-pit-kip yang dipandangnya lebih berharga
daripada jiwanya kini ikut lenyap.
Cepat ia meraba tempat lain, Pedang Hijau Bu-ceng-pek-kiam juga lenyap tak
berbekas.
aking gusarnya Tian Pek mencaci-maki kalang kabut Setelah mengetabui pedang
pusakanya diambil orang, niatnya untuk kabur seketika lenyap, sekarang dia
malah ingin menentui gadis bertopeng setan itu untuk menuntut kembali kitab
pusaka Thian-hud-pit-kip serta Pedang Hijau.
Pakaiannya sudah jelas tak mungkin bisa dikenakan lagi, dengan hati
mendongkol ia merobek kain selimutnya menjadi beberapa potong lalu diikat di
tubuh dengan kain bajunya yang robek, meski bentuknya menjadi lucu sekali,
tapi paling sedikit bagian vital di tubuh dapat ditutupi dan juga untuk menolak
hawa dingin.
Selesai berdandan, dengan langkah cepat dia menyusup keluar, terlihat bulan
telah condong ke barat, sinar yang bening menyoroti kelenteng yang bobrok itu
menciptakan suatu pemandangan yang suram.
ian Pek tak tahu kelenteng ini berada dimana, tapi segera ia menuju ke arah
pergi pemuda baju putih serta si gadis bertopeng tadi.
Beberapa li telah ditempuhnya tanpa terasa, namun tiada sesuatu tanda yang
dilihatnya, yang melintang di depan mata adalah sebuah suugai yang lebar.
Gemerlapan air sungai dengan suaranya yang men-debur2, tapi tiada bayangan
seorangpun yang kelihatan.
Tian Pek mengira dia salah arah, baru saja dia akan putar balik ke tempat
semula, dari tepi sungai sebelah kiri sana mendadak terdengar suara langkah
orang yang semakin dekat.
Dari suaranya, Tian Pek menduga jumlah pendatang pasti lebih daripada satu
dua orang, tergerak pikirannya, cepat ia menyusup ke balik semak2 dan
bersembunyi.
Di bawah cahaya rembulan yang terang, dengan jelas anak muda itu dapat
menyaksikan munculnya serombongan orang dari balik alang2 di tepi sungai
sana.
Panjang juga barisan itu, ada berpuluh orang jumlahnya, semua bertubuh kekar,
pada masing2 bahu mereka memanggul sebuah peti yang tampaknya berat
sekali.
Setiba di tepi sungai, orang2 itu menurunkan peti dan menyusunnya dengan
rapi. Kebetulan Tian Pek bersembunyi dekat dengan tumpukan peti itu, maka
semua dapat terlihat dengan jelas.
Mereka terdiri dari laki2 kekar berpakaian ringkas, malahan diantaranya adalah
jago pengawal berseragam yang sudah dikenal oleh Tian Pek.
"Ah, bukankah mereka ini jago istana keluarga Kim?" demikian ia membatin.
"Kenapa di tengah malam buta begini mereka menggotong peti sebanyak ini
ketepi sungai? Tampaknya juga bukan
pindah rumah, sungguh aneh . . ."
Sementara Tian Pek masih ragu, terdengar seorang pengawal dengan napas terengah2
berkata: "Entah apa yang hendak dilakukan majikan kita ini? Tengah
malam buta begini kita diperintahkan mengangkut peti2 berat ini ketepi sungai,
tampaknya bukan pindah rumah, tapi kenapa barangnya diangkut semua kemari
. . . ."
"Ssst, Lo-su! Masa kau tidak tahu?" bisik rekannya dengan lirih, "kudengar
orang2 yang kemarin dulu terkurung di dalam Sek-ki-tay-tin itu entah sebab apa
tahu2 hari ini sudah kabur semua, mungkin majikan kita takut mereka akan
datang membalas dendam, maka semua harta-benda diungsikan lebih dahulu,
kalau tak kuat menahan serbuan musuh beliau dapat segera mengundurkan
diri."
"Ah, masa betul?" seru pengawal pertama tadi dengan kaget.
"Bukankah sering kita dengar, katanya barang siapa terjebak di dalam Sek-ki-taytin,
maka selamanya tak bisa lolos? Kenapa orang2 itu bisa kabur?"
"Disitulah letak keanehannya, kudengar Sek-ki-tay-tin digerakkan bukan atas
perintah majikan kita, melainkan Beng-siauya yang melakukan sendiri, karena
peristiwa tersebut majikan jadi marah besar, ia menuduh Beng-siauya telah
mengacaukan rencananya, malahan karena peristiwa ini Beng-siauya telah
disekap dalam sel."
"Bukankah Beng-siauya selalu menuruti perintah majikan? kenapa kali ini dia
melanggar perintah? Apakah dia sudah sinting?"
"Memangnya kau anggap dia belum sinting? Kalau dia tak sinting, tak mungkin
Kongcu dan Siocia ikut dijebak pula disana."
Pengawal yang bernama Lo-su itu menggeleng kepala berulang kali, katanya
pula: "Lantas apa sebabuna dia sampai melakukan perbuatan sinting itu?"
"Kenapa lagi? Tentu saja disebabkan anak keparat she Tian itu. Sebenarnya
Beng-siauya dan Siocia dibesarkan bersama dalam satu keluarga, hubungan
mereka b*ak sekali, besar hasrat Beng-siauya akan menperisterikan Siocia,
malahan majikanpun sudah menyetujui persoalan ini. Apa mau dikata, sejak
kedatangan anak keparat she Tian itu mendadak sikap Siocia terhadap Bengsiauya
jadi dingin dan tawar, sebaliknya hubungannya dengan orang she Tian itu
bertambah mesra, maka Beng-siauya menjadi gusar tidak kepalang, dalam suatu
pertarungan sengit lengannya tertabas kutung oleh orang she Tian, tentu saja
Beng-siauya tambah dendam dan benci. Dua hari yang lalu Beng-siauya
bermaksud membalas dendam, siapa tahu ia malahan kena dipukul dan terluka
oleh pemuda Tian, dari sakit hati Siauya menjadi sinting, pada kesempatan
pemuda Tian berada dalam ruangan itulah. mendadak ia menggerakkan Sek-kitay-
tin untuk membunuh saingan cintanya itu ...."
Walaupun pelahan suara pembicaraan kedua orang itu, tapi berhubung Tian Pek
bersembunyi dekat dengan mereka, maka semua pembicaraan tersebut dapat
didengar olehnya dengan jelas.
Tiba2 dari tepi pantai di seberang muncul cahaya lampu yang bergoyang kesana
kemari, agaknya seorang diseberang sedang memberi tanda kepada orang yang
ada di sebelah sini.
Seorang laki2 berpakaian ringkas segera bersuit, lalu kepada rekan2nya ia
berkata: "Bersiaplah, perahu hampir datang!"
Dua orang pengawal yang sedang bercakap itupun menghentikan pembicaraan
mereka. Suara dayung membelah air bergema di tengah kesunyian, bayangan
perahu mulai mendekati pantai.
Cepat sekali laju perahu itu, permukaan sungai yang luasnya puluhan tombak itu
ternyata ditempuh dalam waktu singkat, menyusul munculnya perahu itu,
belasan buah sampan juga bermunculan, rupanya sampan kaum nelayan.
Pada sampan yang paling depan tampak seorang berduduk di atas sebuah kursi
beroda, orang itu tak lain adalah Cing-hu-sin Kim Kiu.
Setelah sampan menepi, orang2 yang berada di haluan sampan segera
menggunakan gaetan untuk menghentikan perahu, sementara orang di daratan
tadi segera menggotong peti2 itu dan diangkut ke atas perahu.
Tersirap darah Tian Pek demi berjumpa dengan Cing-hu-sin Kim Kiu, musuh
besar yang membunuh ayahnya, dia tak sanggup mengendalikan emosinya lagi
sambil membentak, secepat kilat ia melompat keiuar dari tempat sembunyinya.
"Kim Kiu bangsat tua! Serahkan jiwa anjingmu! . . . ." teriaknya penuh
kebencian, suatu pukulan dahsyat segera menabas tubuh kakek yang lumpuh
itu.
Kemunculan Tian Pek sangat mendadak, cepat pula serangannya, sebelum
kawanan jago yang ada didaratan mengetahui apa yang terjadi, tahu2 Tian Pek
sudah menerjang musuh.
Mimpipun Cing-hu-sin Kim Kiu tidak menyangka bakal disergap dalam keadaan
begitu, dalam gugupnya ia masih sempat menangkis datangnya serangan
tersebut.
=====
Dapatkah Tian Pek membunuh Kim Kiu, mengapa tengah malam buta Kim Kiu
hendak kabur?
Siapa sebenarnya si gadis bertopeng setan itu?
— Bacalah jilid ke 16 —
Jilid 16 : Liu Cui-cui, gadis bertopeng setan
"Blang!" di tengah beoturan keras, kursi berodanya berputar dan hampir saja
tercebur ke dalam sungai.
Untung banyak sekali jago2 pengawal berada di belakang kursi beroda ltu,
cepat mereka menahan kursi tersebut, sekalipun demikian, akibat guncangan
hebat perahu itu lantas terdorong meninggalkan pantai.
Betapa gusar dan kejut Cing-hu-sin Kim Kiu setelah menyaksikan rahasianya
terbongkar, dengan suara keras ia berteriak: "Cepat bekuk mereka, satupun
jangan terlepas, bunuh tanpa perkara!"
Rupanya ia tidak tahu banyak musuh yang datang, maka dia memberi
perintah begitu.
Diam2 Tian Pek menyesal karena terburu napsu, kini Cing-hu-sin telah kabur
ke tengah sungai, tak mungkin lagi baginya untuk menyeraog lagi.
Dalam pada itu belasan laki2 kekar tadi telah menurunkan peti mereka serta
mengepungnya.
Dengan tubuh hanya dibungkus dengan robekan kain selimut, Tian Pek tidak
gentar menghadapi musuh.
Sementara itu kawanan Busu ( jago silat ) teiah mengepung maju, setelah
tahu bahwa lawan hanya Tian Pek seorang, keberanian mereka bertambah
besar, diiringi suara bentakan, empat pengawal berbaju perang segera putar
pedang dan menusuk anak muda itu.
Dengan gesit Tian Pek putar badan menghindari serangan itu, telapak
tangannya menyapu ke depan kontan empat pengawal itu menjerit dan
mencelat.
Terkejut kawanan Busu lainnya, serentak mereka menghentikan gerak
majunya, nyata mereka menjadi jeri oleh perbawa Tian Pek yang sekali serang
merobohkan empat orang itu.
Tiba2 terdengar siulan nyaring, sesosok bayangan hitam melambung ke
udara, sesudah berputar satu lingkaran mendadak menukik dan menerkam Tian
Pek laksana burung rajawali menerkam mangsanya.
Dari gaya serangannya segera Tian Pek mengenali orang ini adalah Tiat-ih-huipeng
(rajawali sakti bersayap baja) Pah Thian-bo, salah seorang di antara
"sepasang pengawal baja".
Semenjak mendapat ajaran ilmu sakti seratus hari dari Sin-lu-tiat-tan,
kepandaian Tian Pek sudah maju pesat, makin besar juga ia percaya pada diri
sendiri, kendatipun tahu bahwa Tiat-ih-hui-peng adalah jago utama istana
keluarga Kim, pula mempunvai "baju sakti bersayap baja" yang dapat
membantunya melambung ke udara, namun Tian Pek sama sekali tak gentar,
Ketika musuh menubruk turun. bukannya berkelit atau menghindar, Tiap Pek
malahan menyongsong ancaman tersebut dengan suatu pukulan dahsyat.
Dua kekuatan kebentur dan menerbitkan suara gemuruh.
Tian Pek tidak tergetar oleh benturan tersebut dan tetap berdiri di tempat,
sebaliknya Tiat-ih-hui-peng yang berada di udara terpental dan berjumpalitan
beberapa kali, lalu ia kuncupkan sayap dan melayang turun.
Kejadian ini sangat mengejutkan kawanan jago istana Kim yang hadir di
sekitar tempat itu, mereka tahu ilmu silat Tiat-ih-hui-peng sangat tangguh,
jarang ada kekuatan yang mampu menahan gempurannya, tapi kini jago mereka
ternyata menelan pil pahit yang mengenaskan.
Setiba di permukaan tanah, Tiat-ih-hui-peng mengebas sayap bajabya, dalam
kegelapan tak kelihatan bagaimana air mukanyu, tapi dapat diduga ia pun
terkejut, ia sedang mengatur pernapasan untuk mempersiapkan serangan
kedua.
Berpuluh lentera mendadak menyala di atas sampan, cahaya yang terang itu
menyorot ke arah Tian Pek.
Di bawah cahaya lampu, semua orang dapat melihat jelas dandanan Tian Pek
yang lucu itu, tubuhnya hanya dibungkus dengan robekan selimut, ikat
pinggangnya cuma beberapa helai kain baju, bukan &aja tanpa bersepatu.
malahan sebagian tubuhnya juga telanjang. Akan tetapi wajahnya yang cakap
kelihatan kereng.
Sebagian besar jago istana Kim kenal siapa dia, hampir semuanya bersuara
heran: "He, dia ..."
Cing-hu-sin Kim Kiu yang berada di perahunya dan berteriak lantang:
"Tangkap bangsat cilik itu, jangan sampai kabur, tangkap dia!"
Berpuluh orang dengan senjata terhunus segera bergerak maju, dalam waktu
singkat Tian Pek terkepung rapat, namun tak seorangpun yang berani
turun tangan lebih dahulu.
Terdengar gelak tertawa menggema, seorang kakek bungkuk tampil ke depan.
Inilah dia Tiat-pi to hong Kongsun Coh.
Ia menghampiri Tian Pek, tegurnya: "Hahaha, saudara cilik. hanya beberapa
hari tak bertemu, rupanya ilmu silatmu telah mendapat kemajuan lagi. Haha,
ada satu persoalan ingin kutanyakan padamu apakah kau bersedia memberi
jawaban?"
Selama berada di istana keluarga Kim, beberapa kali Tian Pek mendapat
bantuan dari kakek bungkuk ini, dengan sendirinya ia pun bcrkesan baik
padanya.
Maka dengan menahan rasa dendam yang berkobar ia menjawab:
"Persoalan apa yang hendak Kongsun cianpwe bicarakan?"
“Istana keluarga Kim menerima dirimu sebagai tamu terhormat, apa
sebabnya saudara malahan memusuhi kami?"
"Kongsun-cianpwe mungkin tidak tabu. Ayah-ku dibunuh oleh Cing-hu-sin
Kim Kiu, dia adalah musuhku, dengan sendirinya aku ingin menur.tut balas,
walau begitu aku masih bisa membedakan mana yang benar dan mana yang
salah, barang siapa tidak tersangkut dalam peristiwa itu, akupun tak ingin
memusuhi dia, Kongsun-cianpwe, bila engkau bersedia cuci tangan di dalam
persoalan ini, aku Tian Pek niscaya takkan memusuhi dirimu!"
"Apakah aku boleh tahu siapakah mendiang ayahmu?" tanya Kongsuo Coh
dengan melengak.
"Tidak pantas seorang anak menyebut nama ayahnya, tapi kalau Cianpwe
ingin tahu, terpaksa kukatakan, mendiang ayahku tak lain adalah Pek lek-kiam
Tian In-thian!"
"O, maaf. maaf, kiranya saudara cilik ini keturunan Tian-tayhiap ..."
Di tengah kegelapan terdengar tuara dayung membelah air, Tian Pek kuatir
Cing-hu-sin Kim Kiu kabur, cepat dia berseru: ' Perkataanku sudah cukup jelas,
Kongsun-cianpwe tentunya bersedia untuk cuci tangan di dalam persoalan ini
bukan?"
Tiat pi-to liong mengunjuk wajah serta salah, ia menjadi ragu2.
Sementara itu Tian Pek dapat menangkap suara dayung yang kian menjauh,
tapi cahaya lampu yang menyorot terang itu membuatnya silau sehingga sukar
melihat keadaan sana, segera ia membentak keras: "Bangsat tua Kim Kiu, jangan
coba kabur.. .. "
Dengan cepat dia menubruk ke tepi sungai.
Tiat-pi-to-liong adalah jago yang mengutamakan setia kawan serta
kebenaran, tentu saja iapun tabu siapa Pek lek-kiam Tian In-thian, sejak anak
muda itu menyebutkan asal-usulnya, ia sudab mengambil keputusan untuk
mengundurkan diri dari persoalan ini. Tapi dia bekerja dan terima upah, dia
harus tahu kewajiban, maka ia menjadi ragu, melihat Tian Pek hendak bertindak
pula, cepat ia berseru: "Nanti dulu, saudara cilik, dengar dulu perkataanku"
Berbareng itu cepat ia mencengkeram ke arah Tian Pek.
Tian Pek mengira Tiat-pi-to-liong sengaja me-nyerangnya, sedang musuh
tampak akan kabur, tanpa pikir ia lantas menghantam.
Tiat-pi-to-liong tidak menduga Tian Pek akan melancarkan serangan balasan,
iapun tak menyangka anak muda itu memiliki gerakan tubub secepat itu, sedikit
meleng jari tangan Tian Pek tahu2 sudah mengancam Kwan-goan-hiat sikunya.
Kwan-goan-hiat adalah Hiat-to penting, kalau kena tertutuk, lengan itu akan
lumpuh dan tak bisa digunakan lagi, ia jadi terkejut bercampur gusar.
Dia terkejut lantaran usia Tian Pek begitu muda ternyata memiliki ilmu silat
sehliay itu, dia marah karena maksud baiknya malahan dibalas pemuda itu
dengan serangan mematikan.
Sebagai seorang jago tua yang tinggi hati, tentu saja ia marah diperlakukan
macam begitu, dia anggap lawan menghinanya, karena gusar dan
mendongkolnya, mendadak ia balas menghantam punggung Tian Pek.
Serangan yang dibalas dengan serangan ini merupakan pertarungan adu jiwa,
bila Tian Pek tidak segera membatalkan ancamannya, sekalipun dia berhasil
merusak lengan kanan Tiat-pi-to-liong, akan tetapi punggungnya juga akan
termakan oleh pukulan maut musuh dan jiwanya pasti akan melayang.
Tian Pek tahu bahaya ancaman maut itu, ia tidak bermaksud mengadu jiwa
dengan kakek bungkuk itu, pada saat terakhir tiba2 ia tarik kembali
serangannya, lalu melaysng jauh ke samping.
Tiat-pi-to-liong semakin gusar, teriaknya dengan marah: "Saudara cilik, begini
pongah sikapmu, apakah kau merasa ilmu silatmu teramat tinggi, ingin kucoba
beberapa jurus seranganmu!"
Sepuluh jari tangannya lantas dipentang lebar2, secepat kilat ia menubruk
maju pula.
Tian Pek terkesiap, dia tak berani menyambut serangan itu dengan keras
lawan keras, segera ia melayang ke samping untuk menghindar.
Belum sempat Tian Pek berdiri tegak, desingan angin tajam menyambar pula
dari belakang, ia tahu ada orang menyergap, ia tak sempat berpaling, cepat ia
menangkis ke belakaug, "blang!" benturan keras terjadi, begitu dahsyatnya
hingga lengan Tian Pek terasa kaku kesemutan, darah bergolak, ia tergentak
mundur tiga langkah.
"Kuat sekali tenaga pukulan orang ini, entah jago lihay darimana?" pikir Tian
Pek.
Segera ia mengamati musuhnya, kiranya orang ini adalah Tiat ih-hui-peng,
orang tua ini berdiri tegak di depanuya sambil melotot gusar.
Rupanya tatkala melancarkan sergapan dari udara pertama kali tadi, Tiat-ihhui-
peng hanya menggunakan enam bagian tenaga saktinya dan dia mcnderita
kerugian, maka dalam sergapan yang kedua ini ia sertakan segenap
kekuatannya.
Tian Pek sendiri karena harus menyambut pukulan itu dengan ter-gesa2,
tentu saja hawa saktinya tak mampu digunakan sampai pada puncaknya, tidak
heran kalau ia kalah kuat dalam adu tenaga ini.
Sementara Tian Pek terktjut, suara bentakan Tiat-pi-to-liong telah
menggelegar lagi dari belakang, menyusul segulung angin pukulan mengancam
tiba.
Gusar Tian Pek karena harus menghadapi sergapan maut dua jago ternama,
ia tidak gentar, malahan semangat tempurnya semakin berkobar, menyaksikan
datangnya ancaman itu dia tidak menghindar ataupun berkelit, dengan ilmu
Hong-lui pat-kiam ajaran Sin-lu-tiat-tan, ia menggunakan telapak tangannya
sebagai pengganti pedang, dia bacok musuh dengan jurus Sim-hong-ci-lui.
"Bluk!" pukulan maut Tian Pek bersarang telak di punggung musuhnya yang
bungkuk
Kiranya Tiat-pi-to-liong telah dibikin gusar oleh Tian Pek, setelah serangan
dengan jurus Ciong-liong-si-jiau (naga sakti unjuk cakar) berhasil di-hindari
lawan, sebagai orang yang pemberang, kegusarannya makin memuncak, ketika
dilihatnya pemuda itu sedang menyambut pukulan rekannya Tiat-ih-hui-peng,
dengan keras lawan keras, segera ia pun menghantam punggung Tian Pek
dengan jurus Ciang-liong-tham-hay (naga selulup ke laut).
Maksudnya hendak mencengkeram punggung musuh, apa mau dikata
gerakan Tian Pek terlampau cepat, bukan dia yang berhasil, bacokan lawan yang
malahan bersarang di punggungnya yang bungkuk.
Sebagaimana julukannya, Tiat-pi to liong (naga bungkuk berpunggung baja)
memiliki kekebalan pada punggungnya itu, dengan demikian sekalipun bacokan
Tian Pek berhasil dengan telak tapi sama sekali ia tak terluka, malahan Tian Pek
sendiri yang merasakan telapak tangannya jadi sakit.
Walaupun demikian Tiat pi-to liong sendiri pun terpental oleh tenaga pukulan
itu, setelah sempoyongan beberapa puluh langkah dia baru berhasil
mengembalikan keseimbangan badannya.
Dapat dibayangkan betapa gusarnya Tiat-pi to liong karena berulang
kecundang, semenjak terjun ke dalam dunia persilatan, belum pernah ia
menderita kekalahan sehebat ini, dalam gusarnya cepat ia menerkam ke depan
pula, kakinya secepat kilat menendang lambung Tian Pek dengan jurus Liong-jutjim
tam (naga sakti muncul dari telaga).
Malahan telapak tangan kirinya segera pula hendak mencukil kedua mata
pemuda itu dengan gerakan Siang liong-ciang-cu (sepasang naga berebut
mutiara), satu gerakan dengan tiga serangan yang berbeda, benar2 ancaman
yang mengerikan.
Tian Pek menghadapinya dengan tenang, ia keluarkan ilmu langkah Kiu-kiukui-
goan untuk menghadapi musuh, gerakanoya seperti maju tapi tidak maju,
mundur bukan mundur, namun serangan gencar musuh jangan harap akan
menyentuh tubuhnya.
Ilmu langkah inipun ajaran oleh Sin-lu-tiat-tan khusus untuk mengalahkan Nigong-
hoan-ing, ilmu khas andalan Sin-kau Tiat Leng dan ternyata kepandaian ini
juga bermanfaat dipakai untuk menghindari tiga serangan berantai dari Tiat pito-
liong barusan.
Setelah Tian Pek unjuk kepandaian tangguhnya, baru semua jago terkejut,
semua orang heran dan terbelalak.
Tian Pek sendiri sama sekali tidak menggubris keheranan lawannya, dengan
enteng bagaikan awan bergeirak diangkasa ia maju tiga langkah ke kiri, mundur
tiga langkah ke kanan, tiap tiga langkah kali tiga langkah ia segera berputar
kembali ke tempat semula, ternyata tubuhnya selalu berkisar di tempat semula,
sekalipnn begitu semua serangan gencar yang dilancarkan musuh berhasil
dihindar dengan manis.
Sekarang semua orang baru terbelalak dan melongo siapa yang tak heran
melihat ketangguhan seorang pemuda macam Tian Pek?
Melihat temannya sudah sekian lama tak berdaya terhadap anak muda itu,
segera Tiat-ih-hui-peng pentang sayap dan ikut terjun di tengah gelanggang.
Sstelah sepasang pengawal baja turun tangan bersama baru terlihat kekuatan
mereka yang ampuh dan serangan mereka makin berbahaya, satu dari udara
dan yang lain dari daratan, pukulan demi pukulan dilancarkan dengan gencar
dan dahsyat.
Dalam keadaan begini Tian Pek terpaksa memberikan perlawanan dengan
lebih gigih, kakinya bergerak dengan ilmu langkah Kiu-kiu-kui-goan, sementara
tangannya memainkan jurus2 serangan Hong-lui-pat-kiam, meskipun tanpa
menggunakan pedang, namun setiap bacokan telapak tangannya segera
mematahkan setiap serangan musuh.
Dalam waktu singkat tiga puluh gebrakan sudah lewat, namun keadaan tetap
seimbang, siapapun tak berhasil mendesak mundur musuhnya.
Tian Pek pernah menyaksikan kerja sama dari kedua pengawal baja ini ketika
mereka menghadapi barisan bambu hijau kaum pengemis di bukit "dua belas
gua karang", sekarang setelah mengalami sendiri kerubutan tersebut baru ia
mengakui betapa hebatnya kerja sama mereka ini.
Tiat-ih-hui-peng andalkan sayap bajanya selalu menerjang dan menubruk dari
udara dengan pukulan beratnya, sementara Tiat-pi-to-liong yang berada d1
daratan melepaskan pukulan dan cakar mautnya dengan kekuatan mengerikan
ditambah pula ilmu punggung bajanya yang tahan pukulan, terkadang Tian Pek
tak mampu menghindarkan diri dan terpaksa harus melayani serangan keras
lawan keras.
Dalam waktu singkat Tian Pek sudah terlibat dalam suatu pertempuran yang
harus memeras tenaga, berbicara soal tenaga dalam. walaupun harus
menghadapi kerubutan kedua pengawal baja, sekuatnya ia masih mampu
bertahan sehingga tak sampai kalah, akan tetapi berhubung pakaian yang
dikenakan hanya sobekan kain selimut yang dibalutkan, setelah tersampuk angin
pukulan musuh kain selimut itu jadi terlepas dari ikatan hingga gerak geriknya
jadi kurang leluasa, ia kuatir kain penutup tubuhnya terlepas hingga badannya
jadi telanjang, hal ini bisa membuatnya runyam.
Ia bermaksud kabur saja, apa mau dikata kalau selimut itu se-akan2
membelenggu kakinya, sergapan Tiat-ih-hui-peng dari atas juga selalu
mengintai.
Lama2 Tian Pek jadi gelisah bercampur panik terpaksa dia harus menggigit
bibir dan meneruskan perlawanannya dengan gigih.
Beberapa gebrakan kemudian, kain selimut pembalut tubuhnya sudah makin
kendur, malahan separuh di antaranya telah merosot hingga di bawah perut,
badan bagian atas jadi bugil, ini membuat gerak-geriknya semakin tidak leluasa
tampaknya sebentar lagi ia bakal kalah ....
Pada saat yang gawat inilah tiba2 terdengar bentakan nyaring, sesosok
bayangan manusia dengan disertai kilatan cahaya tajam membelah udara
menyusup ke tengah gelanggang.
Tiat-ih hui-peng berpekik nyaring, bagaikan layang2 yang putus benangnya,
tahu2 tubuhnya terlempar ke belakang dan jatuh di tempat lima-enam tombak
jauhnya.
Setelah merangkak bangun Tiat-ih-hui-peng melihat sebelah baju ajaib yang
menjadi sayapnya itu telah patah satu.
Pucat wajah orang tua itu, rasa kaget menghiasi mukanya, jelas ia merasa
ngeri dan takut sebab sayap andalannya berhasil dipatahkan pendatang yang tak
dikenal ini.
Waktu ia mengamati, seorang manusia aneh bermuka hijau dan berambut
merah dengan pedang terhunus berdiri angker di tengah gelanggang.
Bagi Tian Pek tentu saja kemunculan manusia aneh ini tidak mengherankan,
berbeda dengan kawanan jago dari istana Kim, mereka sama terkesiap.
Tiat-pi-to-liong melihat rekannya kehilangan sebelah sayap, dalam kejutnya ia
jadi gusar, sambil membentak, segera ia menghantam manusia aneh itu.
Tenaga dalam Tiat-pi-to liong memarg lihay, ditambah pula serangan tersebut
dilancarkan dalam keadaan gusar, makin dahsyat hawa pukulan yang terpancar.
Seperti gulungan ombak samudera, angin pukulan itu langsung menerjang
dada manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu.
Manusia aneh itu mendengus, dengan suatu gerakan enteng dia
mengayunkan pula telapak tangannya untuk menangkis. "Blang!" Tiat-pi-to-liong
tergetar sejauh lima langkah ke belakang.
Jago bungkuk itu melotot, ia tak menduga musuhnya akan begini tangguh,
mukanya merah padam dan cambangnya pada berdiri kaku bagaikan duri
landak, dia tambah murka. Setelah tertegun sejenak tiba2 ia membentak,
seperti roda kereta, mendadak ia menyeruduk manusia aneh bermuka hijau itu
dengan punggung bajanya yang keras.
“Kau cari mampus!" hardik manusia aneh bermuka hijau itu sambil tertawa.
Baru habis ucapannya, Pedang Hijau di genggamannya tiba2 menusuk ke depan
dan "Crasss", dengan telak pedang menikam punggung Tiat pi-to liong itu.
Jago bungkuk itu menjerit kesakitan, jeritan keras bagaikan longlong srigala di
tengah malam buta, ia sempoyongan sejauh beberapa kaki sebelum berhasil
berdiri tegak, darah segar bagaikan pancuran segera menyembur keluar dari
punggungnya yang terluka itu.
Ilmu kebal Bang-yu-ceng-gi (hawa sakti kerbau dungu) yang dimiliki Tiat-pi-toliong
bukan saja membuat badannnya kebal senjata, terutama sekali
punggungnya amat keras melebihi baja, siapa tahu hanya sekali tusuk semua
kekebalan yang dimilikinya telah punah dengan begitu saja.
Jeritan melengking Tiat-pi-to-liong amat menyayatkac hati, seluruh kulit
tubuhnya berkerut tanda rasa sakit yang tak terhingga, setelah ilmu kebalnya
punah, maka peredaran darah dalam tubuhnya bergolak, penderitaannya jauh
lebih mengerikan daripada orang biasa.
Para jago istana keluarga Kim sama ngeri dan jeri oleh peristiwa itu, kedua
tokoh utama yang paling mereka andalkan kini dikalahkan secara mengerikan
oleh seorang manusia aneh apa lagi yang mereka harapkan?
Dengan suatu gerakan secepat kilat. mendadak manusia aneh bermuka hijau
itu meluncur ke depan, Pedang Hijaunya berkelebat kian kemari dengan
cepatnya, darah segar berhamburan di sana-sini, beberapa orang ysng menjerit
tadi seketika terkutung kepalanya dan mampus seketika.
"Hm, inilah contohnya bagi mereka yang berjiwa pengecut dan suka menjerit
seperti setan!" seru manusia aneh bermuka hijau setelah membinasakan
beberapa orang.
Jago istana keluarga Kim yang masih tertinggal di situ benar2 mati kutunya,
mereka benar2 pecah nyalinya sampai bersuarapun tidnk berani, mata mereka
terbelalak dan mulut melongo lebar, dengan muka pucat seperti mayat mereka
berdiri seperti patung.
Alis Tian Pek berkerut, ia merasa tak tega menyaksikan pembantaian
tersebut, ia tahu di balik topeng setan itu adalah seorang dara cantik bak
bidadari dari kahyangan, namuu kekejamannya ternyata di luar dugaan.
Tian Pek segera kenali juga Pedang Hijau di-tangan si nona tak lain adalah Bucing-
pek-kiam milik sendiri, dengan langkah lebar ia lantas mendekatinya dan
berseru: "Serahkan pedang pusaka itu kepadaku!"
"Eh, kenapa hatimu jadi lembek?" kata manusia aneh bermuka hijau itu seraya
berpaling, "masa kau lupa cara bagaimana mereka mengerubuti dirimu barusan
ini?”
Berbicara sampai di sini, mendadak ia membungkam dan tak melanjutkan.
Untung ia mengenakan topeng, kalau tidak niscaya Tian Pek dapat
menyaksikan betapa merah wajah anak dara itu saking malunya.
Kiranya kain selimut yang menutupi tubuh Tian Pek telah merosot sampai
pangkal paha sehingga bagian badannya yang harus dirahasiakan mulai mengintip2.
Tapi anak muda itu masih belum berasa, ia malahan berseru: "Peduli amat,
pokoknya aku tak ingin bertemu dengan kau, apalagi kau memakai pedangku
untuk membantai orang, cepat serahkan pedang itu kepadaku!"
Manusia aneh bermuka hijau dan berambut merah itu mendadak tertawa
cekikikan seraya melengos ke arah lain, serunya: "Hai, lihatlah potongan-mu,
lekas betulkan pakaianmu ...”
Tian Pek lantas menunduk kepala, ketika mengetahui keadaannya yang
hampir2 polos, seketika mukanya merah panas, buru2 ia tarik naik kain
penutup badannya dan mengikatnya lagi.
Sementara Tian Pek membereskan pakaiannya, beberapa jago istana keluarga
Kim yang bernyali kecil diam2 hendak mengeluyur pergi.
Namun gerak-gerik mereka tak terlepas dari ketajaman mata manusia aneh
bermuka hijau, baru saja mereka hendak kabur. segera ia meleset ke sana, di
mana Pedang Hijau berkelebat, kepala bergelindingan pula di tanah dan darah
segar bermuncratan.
Tian Pek tak tega, ia berseru: "Hai, kembalikan pedang itu kepadaku, jangan
lakukan pembunuhan lagi, kalau tidak, terpaksa aku tidak sungkan2 lagi
padamu!"
Kali ini manusia muka setan tidak membangkang, dia kembalikan pedang itu
kepada Tian Pek sambil mengomel: "Namanya pedang tak berperasaan (Buceng),
hanya kugunakan untuk mencabut nyawa beberapa ekor tikus saja
kenapa mesti ber-kaok2?”
Dengan mendongkol Tian Pek menerima pedang dan berkata: "Kenapa kau
omong begitu, mereka kan orang tak berdosa."
"Huh, kan demi membela kau, maka kubunuh mereka," kata si nona.
Tanpa terasa nada ucapannya memperdengarkan nada seorang gadis, tapi
lantaran mukanya memakai topeng sehingga kedengarannya menjadi janggal,
hal ini menimbulkan perasaan heran dan sangsi dalam hati kawanan jago silat
termasuk pula kedua pengawal baja yang terluka, mereka memandang wajah
manusia aneh itu dengan melenggong.
"Aneh sekali!" pikir mereka, "manusia aneh ini jelas bermuka seram seperti
iblis, kenapa suaranya seperti suara gadis.
Sementara itu Tian Pek telah melangkah ke tepi sungai dengan pedang
terhunus, tapi setibanya di pantai, yang tertampak hanya beberapa buah perahu
kosong. sedangkan perahu yang ditumpangi Cing-hu sin Kim Kiu entah sudah
kemana kabur-nya.
Peti2 tadi juga tidak tampak pula, rupanva di kala Tian Pek bertempur
melawan kedua pengawal baja, Cing hu-sin Kim Kiu telah mengangkut peti2 itu
dan kabur, sementara orang2 yang ditinggalkan itu dijadikan tumbal bagi
keselamatannya.
Termangu Tian Pek memandangi air sungai, diam2 mansia aneh bermuka
setan meadekatinya dan menegur: "Hei, apa yang kau cari?"
"Musuh besarku telah kabur, aku ingin menyeberangi sungai ini!"
"Kalau begitu, mengapa tidak naik ke atas perahu?"
Tapi, aku tak bisa mendayung perahu!" kata Tian Pek.
"Kau tak bisa, aku bisa, tanggung kuantar sampai ke seberang!" seru manusia
aneh itu sambil tertawa.
Apa yang dipikirkan Tian Pek sekarang adalah bagaimana caranya memburu
jejak musuh, demi mecdengar ucapan itu, tanpa pikir ia terus melompat ke atas
perahu.
Selama hidup Tian Pek belum pernah naik perahu, ketika melompat ke atas
sampan yang sempit dan kecil itu, ia kehilangan imbangan badan karena berdiri
terlalu ke samping, sampan oleng, buru2 ia menahan keseimbangan tubuhnya
dengan kaki menolak tepi sampan.
Apa mau dikata injakan tersebut kelewst keras, sampan tersebut segera
oleng ke samping lain lagi dan membuat tubuh anak muda itu hampir saja
terlempar ke dalam sungai.
"Aduh " Tian Pek menjerit kuatir.
Untung pada saat yang gawat itu tangannya ditangkap orang, habis itu
sampan itu terus meluncur ke tengah sungai deagan cepat. Kembali Tian Pek
kehilangan keseimbangan badan dan jatuh telentang, untung seorang lantas
mendekapnya,
Orang yang menahan tubuh Tian Pek jelas ada gadis bertopeng itu, ia sangat
menguasai kendaraan air karena sejak kecil dibesarkan di sebuah pulau,
bermain perahu baginya selincah orang daratan menunggang kuda. Segera
iapun melompat ke atas perahu setelah menolak perahu ke tengah sungai.
Karena itu, ketika Tian Pek jatuh ke belakang, segera ia merangkul tubuhnya,
karena iapun tidak ber-jaga2 sebelumnya, keduanya lantas roboh bersama.
Mereka berbaring telentang, Tian Pek berada di atas dan gadis muka setan
berada di bawah, untung perahu itu tak sampai terbalik akibat kejadian itu.
Sesaat kemudian mereka sama meronta bangun, tapi karena sempitnya
ruang perahu untuk sementara waktu mereka sulit untuk berdiri.
Akhirnya Tian Pek membalik badan dan merangkak bangun sedang gadis
muka setan melepaskan topengnya dan ikut bangun, serta merta kedua orang
itu beradu pandang.
Di bawah cahaya rembulan, gadis itu bukan berwajah setan lagi, tapi tampak
cantik mempesona, timbul perasaan aneh dalam benak Tian Pek. ia merasakan
tubuh si gadis yang halus, empuk dan harum ... tangannya jadi lemas dan
badan yang sudah setengah terangkat jatuh kembali menindihi tubuh gadis itu.
Sebenarnya gadis ini bukan Kui-bin kiau-wa (gadis cantik muka setan) yang
tersohor akan kecabulannya, Kui bin-kiau-wa adalah seorang yang lain, tapi
orang lain salah sangka padanya.
Gadis ini ibarat bunga yang baru mekar, dia adalah seorang gadis yang polos,
karena tubuhnya ditindih seorang pemuda ganteng, kontan iapun merasa
sekujur badan jadi lemas, suatu perasaan aneh segera menyelimuti
perasaannya, belum pernah ia temui pengalaman semacam ini sepanjang
hidupnya, jantungnya berdebar keras, tenaganya jadi lenyap, dengan napas
terengah dia pejamkan matanya rapat2.
Untuk beberapa waktu lamanya, kedua orang sama2 diam saja. dibuai oleh
perasaan yang aneh itu, perahu terhanyut seadiri terbawa oleh arus.
Sementara itu kawanan jago istana Kim dan kedua pengawal baja yang
berada didaratan hanya berdiri termangu dengan rasa keheranan, melihat
sampan yang memuat kedua orang itu lenyap di tengah sangai.
Bulan masih bulat meskipun malam itu tanggal tujuh belas, sinarnya tidak
secerah malam tanggal lima belas, sampan itu bergerak mengikuti arus sungai,
terombang-ambing tanpa tujuan memuat sepasang muda-mudi yang sedang
mabuk oleh perasaan aneh
Malam amat sepi, udara dingin, tiada terdengar suara lain kecuali debaran
jantung kedua muda-mudi yang saling tindih itu.
Di teagah kcheningan itu, tiba2 si gadis menggeliatkan tubuhnya, entah
karena merasa sakit lantaran tertindih seorang laki2 kekar ataukah karena
lengannya yang kesemutan.
Tian Pek tersentak sadar, ia ingin merangkak bangun, tapi mendadak kedua
tangan gadis itu mulai meraba punggungnya dengan perlahan.
Bagaikan kena aliran listrik, sekujur badan pemuda itu gemetar, ia merasa
rabaaan gadis itu se-olah2 disertai aliran listrik yang menimbulkan hawa panas
darah bergolak keras.
Waktu ia membuka mata, ia lihat gadis yang ditindihnya itu berada beberapa
senti di depan matanya dengan bibirnya hampir menempel bibir, mata yang jeli
setengah terpejam, mulut yang mungil setengah terbuka, dengus napas yang
memburu mencerminkan sesuatu kehendak, rangkulan pada Tian Pek tambah
erat dan tiada berhenti merabanya.
Tian Pek memang tidak berpakaian, dengan sendirinya sentuhan langsung itu
sangat merangsang dengan sendirinya pula pemuda itu balas memeluk gadis itu,
diciumnya bibir yang mungil dengan ber-napsu, makin dicium semakin kalap.
Betapapun nona itu tidak tahan reaksi Tian Pek yang gila ini, napasnya
terengah dan tiada hentinya merintih, bagaikan ular tubuhnya menggeliat ke
sana kemari .
Tiba2 awan hitam menutupi rembulan yang menerangi jagat, pantulan sinar
di permukaan air juga lenyap, suasana jadi gelap, sampan itupun berubah
sesosok bayangan hitam yang samar2, tak jelas lagi pemandangan di atas
perahu itu, sayup2 cuma terdengar suara air sungai yang beriak di bawah.
xxxx
Fajar telah mulai menyingsing, sinar keemasan mulai mengintip di ufuk timur.
Sampan kecil yang terombang-ambing tanpa tujuan itu akhirnya terhanyut ke
tepian dan "duuk", sampan menumbuk pantai pasir.
Guncangrm keras itu mengejutk<n dua orarg yarg lelap dimabuk cinta itu
hingga mereka melompat bangun dengan gugup, pertama mereka saling
pandsng sekejap, terbayang kembali apa yang mereka lakukan semalam, tak
kuasa lagi merahlah muka mereka.
Dengan ter-sipu2 si nona memandang sekejap ke arah Tian Pek yang masih
telanjang dan ber-kata: "Coba lihat ..."
Habis itu ia lantas melompat ke pantai, tapi entah mengapa, baru saja
bergerak, mendadak nona itu menjerit tertahan, hampir saja ia kecebur ke
sungai.
Cepat Tian Pek juga melayang sana dan menyambar tubuhnya, lalu bersama2
turun di permukaan tanah.
"Kenapa kau?" tanya Tian Pek dengan penuh perhatian. "Masa sejauh ini saja
kau tak mampu menyeberanginya?"
"Hm, gara-garamu, semalam kau . . . . " tiba2 muka si nona jadi merah, dan
mengerling genit.
Meskipun Tian Pek tidak paham apa yang di maksudkan, tapi ia dapat
menangkap pandangan yang mesra, hatinya terasa manis dan hangat.
"Tidak mcngapa bukan ....?" ia bertanya pula dengan likat.
"Walaupun tidak akan mengganggu, akan tetapi latihanku menjadi
berantakan, aku tak dapat mencapai tingkat kekebalan yang paling tinggi,"jawab
si nona.
"Akulah yang membikin susah padamu. Ai, tidak sepantasnya semalam aku . . .
. "
"Ah, bukan salahmu semua!" sela si nona sambil teitawa, "aku sendiri pun
bertanggung jawsb, bila aku tidak . . . " mendadak ia tidak melanjut-kan
kata2nya,
"Eh, kenapa tidak kaulanjutkan?" Unye Tian Pek.
Gadis itu menghela napes. "Ai, ketika aku hendak datang ke Tionggoan sini,
ayahku telah melarangnya, beliau bilang imanku kurang teguh dan mudah
terjerumus ke jaringan cinta, tapi aku tak percaya, sebab tak seorang laki2pun di
dunia ini yang kupandang sebelah mata. Karena itulah aku bersikeras untuk
berangkat juga. Tak tersangka ternyata ucapan ayahku memang benar. setelah
aku berjumpa dengan kau . . , "
"Setelah berjumpa dengan aku, kau lantas tak sanggup menguasai diri, begitu
maksudmu?" sambung Tian Pek sambil tertawa.
Merah wajah gadis cantik itu, dia angkat tinju seraya mengomel: "Kau berani
menterlawakan aku, kupukul kau!"
"Mana berani kutertawai dirimu," cepat Tian Pek berseru, "O, ya, tadi kau
bilang ayahmu, siapakah ayahmu itu? Bukankah kau ini si tengkorak cantik gadis
bermuka setan? Masa Tengkorak cantik gadis bermuka setan masih punya
ayah?"
"Dari siapa kau tahu aku ini Tengkorak cantik gadis bermuka setan?" seru nona
itu dengan heran-
"Siapa lagi selain pemuda berbaju putih itu? Terus terang, aku memang tidak
percaya dengan perkataannya. Tengkorak cantik gadis bermuka setan adalah
gembong iblis yang tersobor semenjak puluhan tahun berselang, masa usianya
masih semuda kau?"
'Perkataannya memang tak keliru, akulah Tengkorak cantik gadis bermuka
setanl" tiba2 gadis itu menyahut sambil tertawa misterius.
Tertegun Tian Pek mendengar perkataan ini, ditatapnya dara cantik itu
dengan ter-mangu2, lalu serunya pula. "Jadi kau benar2 Tengkorak cantik
bermuka setan?"
"Kenapa?" kata si nona sambil tertawa cekikikan, "kau jadi takut?"
Tian Pek temenung sejenak, kemudian menjawab: "Bila sebelum kajadian
semalam, mungkin aku takut, tapi setelah hubungan semalam aku tak takut lagi.
Bahkan kutahu kau cuma bergurau dengan aku, kau pasti bukanlah Tengkorak
cantik gadis bermuka setan!"
"Seandainya aku betul adalah tengkorak cantik gadis bermuka setan?" nona
itu menegas sambil menatap Tian Pek tajam2, "apakah kau tak mencintai aku
lagi? Semua janji setia yang kau ucapkan semalam tak kan kau penuhi lagi?"
"Meski aku tidak percaya dengan perkataanmu, tapi andaikata kau benar2
adalah Tengkorak cantik gadis bermuka setan, aku tetap cinta padamu, sumpah
setia yang telah kuucapkan semalam, sampai kiamat pun tak akan berubah!"
Betapa terharunya gadis itu setelah mendengar jawaban tersebut, ia putar
badan sambil menjatuhkan diri ke dalam pelukan Tian Pek, diciumnya anak
muda itu dengan mesra dan berseru: “sayang, engkau sangat baik"
Tiba2 gadis itu berseru tertahan, ia mendorong tubuh pemuda itu dan berkata
lagi: "Coba lihat! Bicara terus tiada hentinya sampai lupa dengan keadaanmu.
Hayo cepat berpakaian, kalau dilihat orang kan berabe”
Tian Pek baru ingat kalau ia tak berpakaian, buru2 kain kumalnya diikat
kencang2 pula, masih untung, tempat itu sepi dan jauh dari penduduk,
bila tidak, bagaimana orang akan tercengang menyaksikan seorang gadis cantik
berada dalam pelukan seorang pemuda telanjang di dalam perahu.
"Wah, kita mesti cari baju yang baik!" serunya.
Gadis itu tertawa. Tian Pek lantas berkata lagi: "Berbicara dari kemarin
sampai sekarang, belum juga kau katakan namamu dan juga nama ayahmu."
"Meskipun ayahku berdiam di luar lautan, tapi bila kusebutkan namanya,
pasti kau tahu. Aku sendiri bernama Cui-cui."
"Nonaku yang baik, janganlah jual mahal, cepat katakanlah siapa gerangan
ayahmu?'
"Gi-san-cu (kipas sakti perak) Liu Tiong-ho!"
"Lo jit (ke tujuh) dari Kanglam-jit-hiap dahulu?!" seru Tian Pek dengan kaget
"Benar!" gadis itu mengangguk.
Kontan perasaan Tian Pek jadi kalut dan sakit bagaikan di iris2 dengan pisau,
sambil menengadah jeritnya dengan sedih: "O, Thian, mengapa selalu
kubertemu dengan anak musuh-besarku? Wan-ji, Buyung Hong, Hoan Soh-ing,
Kim Cay-hong semuanya adalah puteri musuh besarku, kini aku bertemu pula
dengan kau, Liu Cui-cui! O, Cui-cui, semalam aku tak tahu kau she Liu, kenapa
tidak kau katakan sejak mula?"
Teriakan Tian Pek mirip orang yang sudah sinting, tapi Liu Cui-cui. gsdis
bertopeng setan itu masih tetap tenang saja.
Tatkala kekalapan Tian Pek mereda dengan kalem ia menjawab: "Aku jauh
lebih jelas mengenai peristiwa di masa lampau itu, ketahuilah, orang yang
membunuh ayahmu hanyalah lima orang saja, ayahku sama sekali tidak ambil
bagian, bahkan oleh karena ayahku tidak turut serta dalam peristiwa itu, beliau
didesak sehingga tak sanggup tancap kaki di daratan Tionggoan, akhirnya ia
membawa ibu dan aku menyingkir ke sebuah pulau terpencil di lautan!"
Sebenarnya Tian Pek tidak percaya, tapi dari sikap si nona yang ber-sunggub2
dan sama sekali tidak kelihatan berbohong, akhirnya dia bertanya lagi: 'Kalau
begitu, tentunya kau tahu siapa diriku ini?"
"Kenapa aku tidak tahu? Engkau adalah Tian Pek, putera Tian In-thian, paman
Tian, kekasihku pada saat ini dan suamiku di masa mendatang! Kau si tolol kecil
ini, kaukira kesucianku sama sekali tak berharga sehingga boleh kuberikan
kepada orang lain? Kalau aku tidak mengetahui asal usulmu, memangnya aku
rela menyerabkau ke-per . . . keperawananku kepadamu?"
Sebagai gadis yang dtbesarkan di suatu pulau terpencil di luar lautan, Liu Cuicui
tak kenal adat istiadat yang kolot, ia sudah biasa hidup bebas dan suka terus
terang, tapi ketika mengucapkan beberapa kata terakhir tadi tidak urung
mukanya menjadi merah.
"Aneh benar, sejak bertemu dengan kau, kecuali nama, rasanya aku tak
pernah menceritakan asal-usulku kepadamu, darimana kau tahu semua ini
dengan begitu jelas?"
Tiba2 Cui-cui tertawa: "Coba tebak, siapakah yang telah melepaskan kawanan
jago persilatan yang terjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di gedung keluarga Kim?"
"Masa engkau?" tanya Tian Pek dengan terkejut.
Liu Cui-cui mengangguk: "Bukan saja aku yang melepaskan orang2 itu, seperti
juga engkau, maksud kedatanganku ke daratan Tionggoan inipun hendak
mencari perkara dengan mereka berempat untuk membalas sakit hati orang
tuaku!"
"Apakah ayahmu yang berada jauh di luar lautan juga dicelakai oleh mereka?"
tanya Tian Pek terperanjat.
"Ai, tampaknya kau belum tahu jelas tentarg duduknya persoalan di masa
lalu," kata Cui-cui sambil menghela napas, "menurut keterangan ayahku, dahulu
ayahmu dan ayahku ditambah empat keluarga besar lain serta Hoan Hui adalah
saudara angkat yang tergabung dalam Kanglam-jit-hiap "
"Soal itu aku sudah tahu!" kata Tian Pek.
"Kalau sudah tahu, sudahlah, aku takkan bercerita pula."
Tian Pek jadi gelisah, cepat katanya: "Aku cuma tahu sedikit saja, kejadian
selanjutnya boleh dibilang tidak jelas, silakan kaulanjutkan ceritamu!"
"Kalau ingin tahu, janganlah memotong pembicaraanku!" omel Cui-cui, lalu ia
mcmandang sekeliiing tempat itu, kemudian mcnunjuk ke suatu pohon yang
rindang di tepi pantai dia berseru lagi: "Tempat itu nyaman dan juga bisa
memandang sang surya akan terbit, hayo kita duduk di sana saja!"
Maki berjalanlah kedua orang itu menuju ke sana dan duduk bersanding di
bawah pohon yang rindang sambil ber-cakap2.
Kiranya dalam peristiwa yang dulu itu, setelah Pek-lek kiam Tian In-thian
berhasil meminjam "mutiara penolak air", dia tidak terjun sendirian ke dasar
telaga Tong ting-oh untuk mencari harta, melainkan ditemani oleh Gin-san cu
Liu Tiong-ho, setelah berhasil masuk ke dalam gua dan menemukan harta karun
yang jumlahnya terlalu banyak, terpaksa kedua orang itu mendarat lagi untuk
merundingkan cara pengambilan harta tadi dengan kelima saudara yang lain.
Dalam perundingan Tian In-thian tetap bersikeras akan menggunakan harta
karun itu guna menolong rakyat yang tertimpa bencana alam di sekitar Ouwlam
dan Kwitang, Liu Tiong-ho sendiripun mendukung usul tersebut, tapi lima orang
lainnya tidak setuju.
Sebagai pimpinan persaudaraan Tian In-thian tersohor karena ketegasannya,
wataknya juga lebih mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan
pribadi, ia tak peduli terhadap maksud kelima orang rekannya dan tetap
melaksanakan apa yang telah direncanakan.
Kelima orang saudaranya tak berani membangkang, terpaksa mereka pura2
menyetujui, padahal secara diam2 mereka telah menyusun rencana untuk
mencelakai Toako mereka.
Setelah semua harta kekayaan itu diangkat ke daratan, ternyata isinya bukan
saja terdiri intan permata dan mutu manikam yang tak ternilai, terdapat pula
tiga macam benda pusaka yang tiada taranya, yakni Pi-sui-giok-pik (batu kemala
penolak air), pil Toa-lo-kim-wan serta kitab pusaka Bu-sia-cin-keng.
Ketiga macam benda pusaka itu merupakan barang yang diincar oleh setiap
umat persilatan, terdapatnya benda itu semakin mempertebal sifat tamak
kelima bersaudara yang lain itu.
Maka pada saat Tian In thian bersiap untuk melakukan pencarian yang kedua
kalinya ke dasar telaga, tiba2 kelima orang itu menyergap secara licik, begitu
Cing-hu-sin berhasil melukai korbannya dengan senjata rahasia yang diandalkan,
empat bersaudara lainnya segera melakukan serangan kilat, tak terhindar lagi
matilah seorang pendekar besar di tangan saudara-angkatnya sendiri secara keji.
Waktu kelirna orang itu berhasil membinasakan Tian In-thian, kebetulan Ginsan-
cu Liu Tiong-ho mendapat tugas di dasar telaga sehingga ia sama sekali tidak
mengetahui terjadinya peristiwa tersebut-
Di kala Liu Tiong ho menyelesaikan tugasnya dan muncui kembali ke daratan,
Tian In-thian telah terluka parah dan menemui ajalnya di tepi telaga itu.
Baru Liu Cui-cui bercerita sampai di sini, Tian Pek tak dapat menahan rasa
sedihnya lagi, ia menangis tersedu, dengan air mata bercucuran ia berkata:
"Ayahku tidak mati seketika, dengan membawa luka yang parah beliau sempat
pulang ke rumah untuk berjumpa dengan ibu dan aku, setelah meninggalkan
pesannva baru mengembuskan napas yang penghabisan!"
"Tentang soal ini, mungkin ayah sendiripun tak tahu," Cui-cui menerangkan,
"ayahku cuma bilang bahwa akhirnya ia kehilangan jenazah ayahmu, malahan
ayahku mengira jenazah ayahmu telah dikebumikan oleh kawan2 persilatan.
sungguh tak nyana paman ternyata berhasil mencapai rumah dan bertemu
dengan ibumu dan kau."
"Ada suatu soal yang belum kupahami sampai sekarang, sesaat sebelum
mcnemui ajalnya ayahku sempat menyerahkan Bu-ceng-pek-kiam untuk dipakai
membalas dendam serta sebuah bungkusan lagi "
Sambil berkata dia hendak merogoh saku, tapi jelas tiada sesuatu yang dapat
ditemukan lagi.
Sebaliknya dengan tertawa Cui-cui lantas mengeluarkan sesuatu dan
bertanya: "Bukankah kau mencari keenam macam benda ini?
Setelah gadis itu mengeluarkan keenam macam benda yang dicari, Tian Pek
baru tahu kalau semua barang miliknya telah diambil si nona tapi sekarang ia tak
perlu panik lagi karena antara mereka berdua sudah tiada perbedaan milikmu
dan milikku lagi.
"Betul, kecusli mata uang tembaga yang telah kuketahui sebagai Cing-hu-kimci-
pau milik Kim Kiu, lima benda yang lain belum kuketahui asal-usulnya!"
"Kalau kau tak tahu, akan kuterangkan padamu!" sambil menuding sebuah
benda di antaranya si nona melanjutkan: "Kain ini adalah robekan pakaian yang
dikenakan Ti-seng-jiu Buyung Ham!"
"Soal inipuu aku tahu!" kata Tian Pek.
"Mutiara baja ini adalah senjata rahasia Pak-ong-pian Hoan Hui yang disebut
Tan-ci-gin-wan (peluru psrak sentilan jari). Sedangkan kancing tembaga ini
adalah kancing bajunya Kun-goan-ci Su-gong Cing, sementara tali serat ini milik
Kian-kun ciang In Tiong-liong, malahan pernah digunakan untuk membelenggu
tubuhku, sedangkan segumpal rambut ini tak lain adalah rambut kepalaku
"
Kejut Tian Pek mendengar keterangan terakhir ini, pada saat itulah mendadak
terasa segulung angin tajam menyambar batok kepaia mereka, keruan mereka
terkejut.
Tian Pek bermaksud menghindar, tapi Liu Cui-cui tanpa berpaling telah
menggerakkan tangannya ke belakang, tahu2 sepotong sapu tangan sudah
terjepit oleh jarinya.
Diam2 Tian Pek terkejut, ia heran jago darimanakah yang memiliki tenaga
dalam selihay itu, sehingga selembar sapu tangan yang enteng bisa di gunakan
sebagai senjata rehasia.
Dari angin tajam yang menyertai sambaran sapu tangan itu dapat diketahui
ilmu silat yang dimiliki si penyergap pasti tinggi luar biasa.
Dengan terkejut cepat dia berpaling, tertampaklah Tian Wan-ji dengan wajah
pucat dan sorot mata sedih berdiri di atas tanggul di tepi sungai dan sedang
memandang ke arahnya dengan terkesima.
Sungguh di luar dugaan pertemuan ini, Tian Pek sendiripun merasa
tercengang.
"He kau!" serumya tertahan. "Wan-ji, ada urusan apa kaudatang ke sini?"
Bibir Wan-ji terkatup kencang dan menahan gejolak emosi, mimik wajahnya
jadi sangat aneh tertawa bukan tertawa, menangis tidak menangis, ketika
mendapat pertanyaan tersebut, pandangannya semakin muram dan sedih.
"Bukit dan sungai toh bukan wilayah kekuasanmu, kalian boleh datang
kemari, kenapa aku tidak boleh? Apakah kedatanganku telah mengganggu
kesenangan kalian?"
Jelas nadanya mengandung rasa cemburu, syukur Wan-ji masih dapat
menguasai diri sehingga tak sampai mengutarakan kata2 yang tak sedap
didengar.
Merah wajah Tian Pek, sahutnya tergagap.
"Bu..bukankah kau terluka ketika berada di taman keluarga Kim? Kenapa
sekarang kau berada di sini ?"
Tian Pek adalah pemuda yang polos, tentu saja ia tak menduga bahwa
pertanyaannya justeru malah menusuk perasaan si nona.
Mata Wan-ji lantas merah dan hampir menangis. ia berseru: "Aku terluka
atau tidak peduli apa dengan kau? Sekalipun aku mati juga kau tak
perlu mengurusnya! "
Tiba2 ucapannya terputus dan wajahnya mengunjuk rasa heran sambil
memandang ke belakang Tian Pek.
Tian Pek juga berpaling ke belakang, tampaklah Liu Cui-cui dengan topeng
setannya sedang melangkah maju.
Hampir tak percaya Wan-ji pada matanya sendiri, dari bayangan
punggungnya jelas terlihat Tian Pek sedang duduk di tepi sungai bersama
seorang gadis, mengapa setelah berpaling berubah menjdi makhluk aneh yang
bermuka buruk seperti setan.
Sementara itu Liu Cui-cui telah melayang maju sambil menegur: "Siapa dia
ini?"
Liu Cui-cui bertopeng setan, gerak-geriknya jadi menyeramkan, suarapun ketus,
dingin dan garang.
Tian Pek menatap wajah Liu Cui-cui yang jelek itu, ia merasa penyaruan gadis
tersebut sedikitpun tak ada celanya, bahkan orang akan mengira aslinya dia
memang berwajah sejelek itu.
Terbayang kembali kejadian mesra malam berselang, diam2 ia membatin:
"Wah, kalau dia benar2 berwajah sejelek setan, aku jadi ragu apakah sanggup
bermain cinta dengan dia?"
Sementara Tian Pek sedang melamun, Liu Cui-cui yang bertopeng setan itu
tahu2 melayang tiba dan "cring", Pedang Hijau Bu-ceng-pek-kiam telah
dicabutnya dari punggung anak muda itu.
Tian Pek terperanjat, ia jadi teringat pada keganasan Liu Cui-cui yang telah
membunuh orang bagaikan membabat rumput kemarin.
Terbayang kejadian itu, dia kuatir kalau Wan-ji dilukainya, cepat serunya:
"Mari, kuperkenalkan kalian, ini adalah nona Wan dan yang ini adalah...."
Belum habis ucapannya Liu Cui-cui telah menggetarkan bu-ceng-pek-kiam,
dengan nada ketus ia bertanya: "Ah, kiranya kalian telah saling kenal! Hayo
jawab, apa hubunganmu dengan dia?"
Tian Pek tak menyangka rasa cemburu Liu Cui-cui sedemikian besarnya, dia ingin
menegur, tapi terasa sungkan, sebab bagaimanapun hubungannya
dengan nona itu sekarang telah meningkat menjadi hubungan yang luar biasa,
namun iapun tak ingin Wan-ji terluka olehnya, maka cepat ia berkata: "0.. dia
adalah adikku..”
"Aku tidak tanya padamu, jangan ikut bicara!" bentak Cui-cui. Lalu ia berkata
pula kepada Wan-ji "He, tak perlu kau melongo seperti orang dungu, hayo
mengakulah terus terang! Kalau tidak, jangan menyesal kalau aku bertindak
tidak sungkan lagi padamu!"
Wan js bukan gadis yang bodoh, pertama kali bertemu dengan Cui-cui yang
bermuka jelek, ia masih mengira telah salah lihat. Akan tetapi setelah orang
bersuara, meski nadanya di-bikin2, namun ia lantis menduga kejelekan wajah
orang kemungkinan adalah hasil penyamaran, lalu iapun mendengar nada
cemburu dibalik teguran lawan serta sikap kikuk Tian Pek, dengan segera
duduknya perkara dapat dipahaminya.
Maka sambil mendengus Wan-ji balik menegur: "Apa hubunganmu dengan
engkoh Tian? Berani benar kau bersikap galak padaku?"
"Aku adalah isterinya, kau? "
"Hehe, belum pernah kudengar engkoh Tian telah kawin, darimana muncul
seorang bini macam kau, dan lagi hehehe…"
"Dan lagi apa?" bentak Cui-cui sambil menggetarkan Pedang Hijau.
"Dan lagi mengapa kau tidak bercermin dulu?" jengek Wan-ji sambil
mencibir. "Kalau tak punya cermin, pergilah ke tepi sungai dan pandanglah dulu
tampangmu, pantaskah menjadi bini engkoh Tian. .."
Bstapa gusar Cui-cui sukar dilukiskan pedang bergerak, secepat kilat ia
menusuk ke dada Wan-ji.
Tinggi sekali ilmu silat Cui-cui, serangan itu dilancarkan dengan cepat luar
biasa, di mana cahaya hijau berkelebat, hampir saja tak dapat diikuti dengan
pandangan mata, tahu2 ujung senjata telah berada di depan dada Wan-ji.
Namun Wan-ji juga tidak lemah, dengan gerak langkah Ni-gong-hoai-ing yang
telah mencapai puncak kesempurnaan, dia menggeser badannya ke-samping
untuk berkelit, menyusul mana telapak tangannya segera didorong ke muka
dengan satu pukulan dahsyat.
"Eeh .... eeh jangan berkelahi. .” teriak Tian Pek dengan gelisah.
Ta menerobos maju dan berdiri di antara kedua gadis yang sedang bertarung
maksudnya hendak mengalangi mereka agar tak bisa melanjutkan
pertempurannya.
Apa mau dikata, ketika Tian Pek menerjang masuk ke dalam gelangang,
kebetulan Wan-ji sedang melepaskan pukulan dahsyatnya, maka tak bisa di
cegah lagi gulungan angin pukulan yang amat dahsyat itu langsung tertuju ke
badan Tian Pek.
Mau berkelit tak sempat lagi, dalam keadaan terjepit mau-tak-mau Tian Pek
harus menghimpun tenaganya untuk menangkis pukulan itu.
"Blang!" dua gulung tenaga pukulan saling beradu, baik Wan-ji maupun Tian
Pek sama2 tergetar mundur satu langkah.
Wan ji mengira Tian Pek sengaja membantu manusia aneh bermuka hijau itu,
saking khekinya air matanya berlinang "Sebetulnya kau bantu siapa ..?"
teriaknya dengan marah dan pucat wajahnya.
Tian Pek belum sempat menjawab dan Cui-cui telah membentak, tusukan kedua
dilontarkan.
Tian Pek berpaling begitu mendengar desingan angin tajam dari belakang,
dilihatnya Bu-ceng-pek-kiam disertai kilatan cahaya hijau menyambar ke depan.
Cepat ia menerjang maju seraya membentak: "Tahan!"
Karena Liu Cui-cui kelihatan tidak mau berhenti, dalam gugupnya dengan
jurus Cia kwan-tiam goan ia meraih pergelangan tangan kanan Liu Cui-cui,
maksud pemuda itu Bu-ceng-pek-kiam akan dirampas agar kedua nona itu tidak
melanjutkan pertarungannya.
Dengan ilmu silat Liu Cui-cui, cukup dia berganti jurus dan niscaya lengan
kanan Tian Pek akan dipapasnya, tapi nona itu tak ingin mencelakai anak muda
itu, ia merasa jalan pedangnya teralang oleh tubuh Tian pek, terpaksa pedang
tadi ditarik kembali kemudian menggeser ke samping.
Dipihak lain, Wan-ji pun gelisah bercampur gusar, ilmu Soh hun-ci yang maha
sakti segera di-mainkan, dari jauh mendadak ia menutuk Sim-gi-hiat di tubuh Liu
Cui-cui.
Cepat Tian Pek mengalangi pula serangan tersebut. Bagaimanapun gusarnya
Wan ji iapun kuatir serangannya melukai Tian Pek, terpaksa ia tarik kembuli
serangannya.
Begitulah, Tian Pek terpaksa harus berputar ke kiri dan mengadang ke
kanan, mencegat ke depan dan membendung ke belakang, berulang kali ia
berseru minta kedua nona itu menghentikan pertarungannya, tapi ia tak
berhasil.
Untungnya baik Wan-ji maupun Liu Cui-cui sama2 tak ingin melukai Tien Pek,
maka betapa kejinya serangan mereka, setiap kali diadang Tian Pek, buru2
serangan lantas ditarik kembali.
Jurus serangan yang digunakan kedua nona itu sama ganasnya, akan tetapi
pertarungan itu sendiri tidak sengit, kendatipun demikian, Tian Pek jadi
kerepotan, sebentar dia harus mengalangi Wan-ji sebentar lagi dia barus
mengadang Lm Cu -cm, dalam sekcjap kedua nooa itu sudah saling bergebrak
puluhan jurus.
Karena mesti bergerak cepat, lama2 robekan kain selimut yang menutupi
tubuh Tian Pek mula mengendur lagi, ketika mendadak ia harus melompat ke
sana, tahu2 tali pengikat putus dan kain penutup terlepas, keruan keadaannya
yang "mulus" lantas terpampang di depan kedua nona.
Bagi Cui-cui yang sudah pernah tahu kemulusan tubuh pemuda itu tentu tak
menjadi soal, apalagi ia memakai topeng. Sebaliknya Wan-ji masih suci murni,
tentu saja wajahnya berubah menjadi merah.
Dalam keadaan begini, ia tak pikir lagi akan bertempur pula, ia melirik
sekejap ke arah Tian Pek, lalu lari ter-birit2.
Melihat itu, Liu Cui-cui tertawa cekikik geli: "Hihihi kenapa kau kabur?
Boleh kabur asalkan tinggalkan batok kepalamu di sini!" Sambil berkata ia lantas
mengejar ke sana.
Tian Pek sendiripun malu sekali ketika pembalut tubuh terlepas hingga
telanjang bulat, cepat dia menarik kembali kain rombengan itu dan mengikatnya
lagi sambil memaki dirinya sendiri yang lagi sial.
Ketika ia selesai membetulkan, gadis itu sudah menghilang dari
pandangannya.
Tian Pek kuatir bila kedua nona itu bertempur kembali hingga terjadi korban,
cepat dia mengejar ke sana, tapi sayang gerakan tubuh kedua nona itu terlalu
cepat, sudah melewati dua lereng bukit dia tetap kehilangan jejak kedua nona
itu.
Dengan gelisah Tian Pek melanjutkan pengejarannya ke depan, setelah
melintasi sebuah bukit lagi akhirnya tibalah di depan sebuah lembah yang
sempit.
Lembah tersebut diapit oleh dua dinding tebing yang curam, dipandang ke
dalam selat sana tampaklah macam2 orang berkerumun, jumlahnya ratusan,
mereka membentuk satu lingkaian, sayup2 terdengar deru angin pukulan dan
gemerlap cahaya senjata bertebaran di kalangan, jelas di situ sedang terjadi
pertarungan sengit.
Di antara jago2 yang berkumpul di sana, ia lihat Wan-ji serta Cui-cui juga
berdesakan di antara rombongan jago silat itu, yang aneh ternyata mereka tidak
saling labrak lagi, melainkan sedang mengikuti jalannya pertempuran di dalam
gelanggang.
Heran Tian Pek, iapun memburu ke sana, apa yang kemudian dilihatnya
membuat pemuda itu tertegun.
Kawanan jago yang berkumpul di situ kebanyakan adalah jago lihay dari
keempat keluarga besar, malahan sebagian di antara mereka adalah orang2
yang pernah tcrjebak di dalam Sek-ki-tay-tin di gedung keluarga Kim beberapa
hari yang lalu.
Tian Pek sudah tahu mereka terlepas ditolong oleh Cui-cui, yang aneh adalah
semua orang memandang jalannya pertarungan di tengah gelanggang dengan
terbelalak dan terkesima, terhadap musuh yang berada disekitarnya boleh
dibilang sama sekali tak ambil peduli.
Ketika Tian Pek tiba di tempat itu, tak seorang-pun yang berpaling, mereka
tetap mengikuti pertarungan di tengah kalangan dengan terkesima, se~akan2
pertarungan yang sedang berlangsung itu mempunyai daya tarik yang luar biasa
besarnya.
Tian Pek ikut melongok ke tengah gelanggang, ia lihat enam orang sedang
melangsungkan pertarungan dalam tiga partai.
Belasan sosok mayat sudah terkapar disekitarnya, mungkin mayat tersebut
adalah korban yang terbunuh sebelumnya.
Di antara para jago yang mengikuti jalannya pertarungan, banyak di antara
mereka juga sudah terluka. ada yang kehilangan lengan, kehilangan kaki, darah
segar membasahi sekujur tubuh mereka, tapi mereka tak ada yang berlalu dari
situ, malahan setelah membalut lukanya terus menonton jalannya pertarungan
dari samping gelanggang
Sekilas pandang Tian Pek kenal para korban yang mati dan teiluka itu
kebanyakan adalah kawanan jago dari keempat keluarga besar, hal in1
membuat hatinya terkejut.
"Aneh, mengapa begitu banyak jago lihay yang jatuh korban? Jagoan
darimanakah yang berilmu sehebat ini?" demikian pikirnya.
Ketika ia berpaling pula ke tengah kalangan, keenam orang itu masih
bertempur dengun sengit. Tiga di antaranya berwajah asing baginya, belum
pernah Tian Pek berjumpa dengan mereka, tapi dandanan mereka jelas bukan
penduduk daratan Tionggoan.
Mereka terdiri dari seorang kakek berjenggot putih panjang sebatas perut,
seorang perempuan tua bermuka jelek, wajah penuh keriput serta seorang
paderi setengah baya berbadan pendek gemuk, berwajah seperti anak muda.
Sedangkan tiga orang yang berhadapan dengan mereka adalah Mo-in-sin-jiu
Siang Cong-thian, Hiat-ciang hwe-liong (naga api telapakan darah) Yau Peng gun
serta seorang jago lain yang belum pernah dijumpai Tian Pek. tapi pernah
dengar namanya, yakni Tok-kiam leng coa (pedang racun ular sakti) Ji Hoau-lam.
 
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Guru : HPH 3a dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Guru : HPH 3a ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/09/cerita-ngentot-guru-hph-3a.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Guru : HPH 3a ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Guru : HPH 3a sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Guru : HPH 3a with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/09/cerita-ngentot-guru-hph-3a.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 3 komentar... read them below or add one }

legging mengatakan...

cersil ya..ko judul di rubah segala..

hendri prastio mengatakan...

artikelnya bagus sekali sob,,menambah pengetahuan dan wawasan.. terima kasih banyak atas sharenya..semoga selalu menciptakan karya" terbaiknya,,,dan ditunggu UPDATEan terbarunya sob,,,pokoknya mantap deh! keren buat blog ente ! dan saya mohon dukungannya sob buat lomba kontes SEO berikut:
Ekiosku.com Jual Beli Online Aman Menyenangkan
Commonwealth Life Perusahaan Asuransi Jiwa Terbaik Indonesia
terima kasih atas dukungannya sob,, saya doakan semoga ente selalu mendapatkan kebaikan,, dan terus sukses!! amin hehe sekali lagi terima kasih banyak ya sob...thaks you verry much...

JUAL BOKEP mengatakan...

nitip ya..siapa tau ada yang butuh. sukses selalu buat website bos
--------------------------------------

JUAL BOKEP JEPANG dan BARAT MURAH

Jual Bokep Jepang & Barat Update Mingguan

Video Bokep Kualitas Bening & Top!

LEBIH DARI 1400 PAKET BOKEP BISA DIPILIH!!

BOLEH BELI BOKEP PER JUDUL

KLIK SINI - KLIK SINI - KLIK SINI



http://bitly.com/jualbokepavmansion





----------------------------------

Posting Komentar