ToliongTo 8

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 10 Mei 2014

Tapi sebelum ia turun tangan, Cui San sudah mendahului berkata: "Jie wie berdua memang paling cocok duduk di sini," kata Cui San. "Biarlah aku duduk disitu." Sambil berkata begitu, ia berjalan kemeja keenam.

"Thio Ngoko, kemari! " seru In So So sambil menggapai.
Cui San segera mendekati, karena menduga si nona ingin berbicara dengannya. Tapi diluar dugaan, So So menarik sebuah kursi dan menaruhnya di samping kursinya. "Kau duduk disini saja." katanya sambil tersenyum.

Cui San jengah bukan main dan untuk sejenak ia tak tahu harus berbuat bagaimana. Kalau duduk disitu, ia merasa malu. Kalau menolak, penolakan itu merupakan hinaan besar untuk sinona.

"Aku ingin bicara denganmu," bisik SoSo.

Melihat sorot mata memohon dari sinona, Cui San merasa tak tega untuk menolak dan lantas saja duduk dikursi itu. Nona In jadi sangat girang dan sambil bersenyum-senyum, ia menuang secawan arak.

Di lain pihak melihat duduknya Cui San di samping nona In, walaupun sudah berhasil merebut kedudukan utama, Kok Cek Seng dan Chio Tauw jadi semakin medongkol. Pada sebelum mereka duduk dikedua kursi itu, Pek Kwie Sioe menyelak dan mengebut-ngebut kursi itu dengan menggunakan tangan bajunya. "Memang pantas Taykiamkek dari Kun lun pay duduk dikursi utama," katanya sambil tertawa. "Duduklah." Sehabis berkata begitu, dengan bersama Siang Kim Peng dan sepuluh Hio cu, ia segera kembali ke tempat duduknya.

Dengan anggapan bahwa mereka sudah berhasil menindih lawannya, Ko Cek Seng dan Chio Tauw segera duduk dikedua kursi itu. Tapi berbareng dengan suara "krekek", kaki kursi patah dan mereka rubuh terjengkang. Untung juga, sebagai ahli-ahli silat, begitu rubuh, begitu mereka melompat bangun. Tak usah dikatakan lagi, mereka malu bukan main, lebih-lebih karena para hadirin tertawa terbahak-bahak. Ko Cek Seng mengerti, bahwa patahnya kaki kursi adalah karena perbuatan Pek Kwie Sioe yang mengerahkan Lwee-kang pada waktu mengebut-ngebut dengan tangan bajunya. Ia yakin, siorang she Pek telah menggunakan tenaga Im kin (tenaga dingin) yang tidak dipunyakan olehnya sendiri. Ia adalah seorang yang sombong dan sama sekali tidak memandang mata kepada Peh bie kauw yang dianggapnya sebagai agama menyeleweng.

Mimpipun ia tak pernah mimpi, bahwa dalam Peh bie kauw terdapat orang yang berkepandaian sedemikian tinggi.

Sementara itu, dengan suara tawar Pek Kwie Sioe berkata pula: "Semua orang tahu, bahwa ilmu silat Kun lun pay lihay luar biasa. Akan tetapi, janganlah Jie wie menumplek hawa marah kepada kursi itu. Ilmu yang barusan diperlihatkan Jie wie, aku yakin dimiliki oleh semua orang yang hadir disini." Ia menuding kepada sepuluh orang Hiocu yang duduk dimeja paling ujung, Hampir ber bareng, diiringi dengan suara "krekek-krekek", sepuluh kursi patah kakinya dan sepuluh Hio cu itu bangun berdiri dengan sikap tenang.

Sekali lagi para hadirin bersorak sorai, sedang paras muka kedua jago Kun lun pay jadi pucat bagaikan mayat.

Diantara sorakan tiba tiba dua orang Hio cu menghampiri meja utama dengan masing-masing mendukung sebuah batu besar. "Kursi kayu tidak cukup kuat untuk diduduki oleh kalian," kata satu antaranya "Jie wie duduklah dibatu ini"

Kedua Hio cu itu adalah orang kuat dalam Peh bie kauw. Ilmu silat mereka biasa saja, tapi mereka memiliki tenaga yang luar biasa.

Ko Cek Seng dan Chio Tauw kaget bukan main. Meskipun mereka berkepandaian tinggi ilmu ilmu pedang, mereka merasa tak sanggup menyambuti batu yang beratnya kira-kira tujuh ratus kati itu, "Taruhlah." kata Ko Cek Seng.

"Huh !' kedua orang kuat itu mengerahkan tenaganya dan mengangkat tinggi-tinggi kedua batu itu. "Sambutlah !" kata mereka.

Kedua jago Kunlun itu terkesiap. Dengan serentak mereka melompat kebelakang.

"Jika Jie wie Kunlun Kiam kek tak mau duduk di meja utama, biarlah Thio Siang ong saja yang duduk di situ," kata Pek Kwie Sioe.

Mendengar perkataan itu, Cui San yang sedang kelelap dalam lautan asmara mendadak tersadar. "Celaka !" ia mengeluh. "Tak boleh aku membiarkan diriku dijatuhkan oleh memedi perempuan ini," Ia lantas saja bangun berdiri dan menghampiri meja utama.

Dalam mengundang Cui San untuk duduk di meja utama, Pek Kwie Sioa beminat menjajal kepandaian pemuda itu, yang dipuji tinggi oleh Siang Kim Pang, tapi belum disaksikan olehnya sendiri. Maka itu, begitu lekas Cui San menghampiri, ia segera memberi isyarat kepada kedua Hio cu itu dengan lirikan mata.

"Thio Siangkoan, hati-hati!" teriak kedua Hio cu itu waktu Cui San sudah datang cukup dekat dan sambil membentak keras, dengan berbareng mereka melontarkan kedua batu itu yang lantas saja terbang kekepala Cui San.

Semua hadirin terkesiap dan serentak mereka bangun. berdiri. Dilain pihak, melihat terbangnya kedua batu besar itu, Pek Kwie Sioe yang hanya ingin mencoba kepandaian pemuda itu dan pada hakekatnya tidak mempunyai maksud kurang baik, lantas saja merasa menyesal, tercampur takut. Ia yakin, bahwa sebagai seorang ahli silat, pemuda itu masih dapat menyelamatkan diri dengan melompat mundur. Akan tetapi, kejadian itu adalah kejadian yang sangat memalukan, sehingga bukan saja Cui San, tapi In So So pun bisa menjadi gusar.

Sebagai seorang kejam, sesaat itu juga ia sudah mengambil keputusan, bahwa ia akan menumplek semua kesalahan diatas pundak kedua Hio cu itu dan jika perlu, ia akan membinasakan mereka supaya bisa meloloskan diri dari kegusaran nona In.

Melihat menyambarnya batu, Cui San pun terkejut. Jika ia melompat mundur, seperti Ko Cek Sang dan Chia Tauw, ia merasa sangat malu karena hal ini sangat menurunkan pamornya Bu tong pay. Pada detik yang sangat genting, ia tak sempat memikir panjang-panjang lagi. Pada saat berbahaya, semua tenaga dan ilmu dari seorang yang pandai silat bisa keluar secara wajar. Demikianlah, tanpa dipikir lagi, tangan kirinya mengebas kekanan batu yang menyambar dari sebelah kiri dengan pukulan huruf "bu" (persilatan) sedang tangan kanannya mengebas kekiri batu yang menyambar dari sebelah kanan. Seperti telah dikatakan, berat setiap batu tak kurang dari tujuh ratus kati, sehingga, ditambah dengan tenaga jatuhnya dari atas kebawah, maka tenaga menindih dari setiap batu tidak kurang dari seribu kati.

Dalam mempelajari ilmu silat, Cui San belum pernah mengutamakan latihan untuk memperbesar tenaga, sehingga jika diukur dengan tenaga yang dimilikinya, ia pasti tak akan dapat menyambuti kedua batu itu. Akan tetapi, ilmu silat Tnio Sam Hong yang berdasarkan Su hoat adalah ilmu silat yang sangat luar biasa.

Pada hakekatnya, ilmu silat dari Bu tong pay tidak mengutamakan tenaga atau kecepatan memukul. Yang dipelajari ialah ilmu mengeluarkan tenaga pada saat yang tepat dengan gerakan dan kekuatan tenaga yang tepat pula. Pada jaman belakangan, dalam kitab Thay kek Kun keng, Ong Cong Gak, seorang ahli Bu tong pay telah ne nyebutkan pukulan Sie nio Po cian kin (tenaga empat tahil melontarkan barang yang beratnya ribuan kati). Dengan lain parkataan, jika tenaga yarg dikirim sesuai dengan "peraturan", maka tenaga empat tahil akan dapat melontarxan barang yang beratnya ribuan kati.

Demikianlah dengan menggunakan ilmu silat yang paling tinggi dari gurunya, Cui San berhasil melontarkan kedua batu besar itu yang menyambar kepalanya

Apa yang telab mengejutkan para hadirin ialah ia seolah-olah melemparkan kedua batu itu dengan tangan bajunya, karena kedua tangannya bersembunyi di dalam tangan baju yang besar. Kejadian itu adalah sedemikian mengejutkan, sehingga semua orang hanya mengawasi dengan mulut terngaga dan lupa untuk bersorak sorai lagi.

Dilain saat, kedua batu itu melayang turun ke muka bumi, yang satu lebih tinggi, yang lain lebih rendah. Dengan sekali menotol kakinya di tanah, badan Cui San meleset keatas dan ia lalu bersila diatas batu yang lebih tinggi. Dengan suara gedubrakan hebat, sehingga bumi tergetar, batu pertama ambruk dibumi dan separuhnya amblas di dalam tanah dan dilain detik, batu kedua jatuh tepat diatas batu pertama dan waktu kedua batu itu beradu, lelatu api muncrat keatas.

Dengan paras tenang, Cui San tetap duduk di batu yang sebelah atas. "Tenaga kedua Hio cu sungguh besar." katanya sambil bersenyum. "Aku merasa kagum dan takluk." Tapi kedua Hio cu itu masih tetap mengawasi dengan mata membelalak, tanpa dapat mengeluarkan sepatah kata.

Beberapa saat kemudian, dilembah yang sunyi itu barulah bergema sorak sorai gegap gempita.

In So So mengawasi Pek Kwie Sie dengan mata melotot, tapi paras mukanya berseri-seri. Sekarang Pek Kwie Sie kegirangan. Ia mengerti, bahwa ke cerobohannya yang hampir-hampir menerbitkan onar, berbalik merupakan keuntungan bagi dirinya.

Sesudah menuang secawan arak, ia segera menghampiri Thio Cui Sin dan berkata dengan suara nyaring: "Sudah lama kami mendengar nama besar Bu tong Cit hiap, tapi baru sekarang kami melihat kepandaian Thio Ngohiap. Betapa besar rasa kagum kami tak dapat dilukislan lagi. Izinkan siauwjin memberi selamat kepada Thio Siang kong dengan secawan arak ini." Sehabis berkata begitu, ia minum kering arak itu.

Cui San lantas saja turut minum dan menjawab dengan kata-kata merendahkan diri.

Tiba-tiba dari meja Kie keng pang bangun berdiri seorang lelaki yang mengenakan baju kuning. "Menurut pendapatku, ilmu silat Thio Ngohiap yang sangat tinggi adalah soal kedua." teriaknya. "Yang paling mengagumi adalah hatinya yang mulia, berbeda jauh dengan manusia manusia rendah yang barhati jahat dan biasa menggunakan siasat busuk. Aku juga ingin memberi selamat kepada Thio Ngohiap dengan secawan arak." Sehabis berkata begitu, ia minum kering secawan arak yang dipegangnya.

Orang itu bukan lain daripada Bek Siauw pangcu yang kemarin telah ditolong dengan perahu Siang Kim Pang atas permintaan Cui San. Sambil membungkuk pemuda itu mengangkat cawan araknya seraya berkata: "Tak berani aku menerima pujian yang begitu tinggi. Aku pun ingin balas memberi hormat kepada Bek Siauw pangcu dengan secawan arak ini." ia hirup araknya sampai kering.

Sesudah suasana berubah tenang kembali, perlahan-lahan Pek Kwie Sioe bangun berdiri dan berkata dengan suara nyaring : "Belum lama berselang, agama kami telah mendapatkan golok mustika yang dikenal sebagai To liong to.... Mengenai golok itu, dalam Rimba Persilatan tersiar kata kata yang, seperti berikut : Bulim cie-cun, poto To Liong, hauw leng thian hee, boh kam poet-ciong!" Berkata sampai disitu, ia berhenti sejenak dan kedua matanya yang bersinar terang menyapu para hadirin.

"Sesudah memperoleh golok mustika itu, In Kauw cu dari agama kami sebenarnya ingin mengundang orang-orang dikolong langit untuk mengadakan sebuah pertemuan besar di gunung Heng San guna memperlibatkan golok itu kepada dunia," katanya pula. "Akan tetapi menghimpun pertemuan besar itu meminta banyak tenaga dan tempo, sehingga oleh karenanya pemimpin kami telah mengambil keputusan untuk mengundang saja kalian yang berada di tempat-tempat yang berdekatan supaya kalian dapat turut melihat macamnya golok mustika itu." Sehabis berkata begitu, ia mengebas tangannya dan delapan orang murid Peh bie kauw lantas saja bangun berdiri dan berjalan menuju kesebuah gua yang terletak disebelah barat.

Semua mata mengawasi delapan orang itu yang mendapat tugas untuk mengambil To liongto. Tapi waktu mereka keluar lagi, yang dibawa mereka, bukan golok, tapi satu hanglo (tempat perapian) besi yang sangat besar dengan api yang berkobarkobar. Mereka memikulnya dengan menggunakan pikulan kayu yang sangat panjang dan dengan napas tersengal-sengal, meraka menaruh hanglo itu di tengah-tengah lapangan. Di belakang mereka mengikuti empat orang, dua menggotong sebuah bantalan besi dan dua orang lagi maisng-masing membawa sebuah martil raksasa

"Siang Tan cu," kata Pek Kwie Sioe, "harap kau suka memperhatikan golok mustika itu untuk menetapkan keangkeran!"

"Baiklah." kata Siang Kim Peng sambil berpaling dan berkata kepada Hio cu yang tadi melontarkan batu kepada Cui San, "Ambil golok mustika itu !"

Mereka lantas saja masuk kedalam guha dan keluar lagi dengan seorang menyangga sebuah bungkusan sutera kuning dengan kedua tangannya, sedang seorang lain melindungi di sampingnya. Hio cu itu lalu menyerahkan bungkusan tersebut kepada Siang Kim Peng dan kemudian berdiri dikiri kanannya. Dengan sikap hormat, Siang Kim Peng jalu membuka bungkusan yang di dalamnya berisi sebatang golok. Dengan kedua tangan ia mengangkat tinggi-tinggi golok itu yang kemudian dihunusnya. "Golok ini adalah To liong to yang sangat dihormati dalam Rimba Persilatan!" teriaknya. "Kalian boleh melihatnya dengan teliti."

Nama besar To liong to sudah lama dikenal dalam dunia Kang ouw. Akan tetapi, melihat macamnya golok itu yang biasa saja dan warnanya kehitam-hitaman, semua orang menjadi sangsi. Apa benar golok itu To liong to yang dikagumi dalam Rimba Persilatan ?

Perlahan-lahan Siang Kim Peng turunkan golok itu dan menyerahkannya kepada Hio cu yang berdiri disebelah dirinya. "Gunakanlah martil!" ia merintah.

Hio cu itu lalu menyambuti golok tersebut yang lalu ditaruh diatas bantalan besi dengan mata golok menghadap keatas Hio cu yang disebelah kanan segera mengangkat martil dan menghantam nya kemata golok. "Trang!" dan.., "loh!" Kepala martil terpapas putus jadi dua potong. Separuh jatuh ditanah dan separuh lagi masih menempel digagang martil

Itulah kejadian yang sungguh luar biasa. Semua orang terkesiap dan dengan serentak mereka bangun berdiri. Bahwa dalam Rimba Persilatan terdapat senjata mustika yang dapat memapas baja atau emas, bukan kejadian langka.

Tapi senjata yang dapat memapas besi yang begitu besar seperti memapas tahu, benar-benar belum pernah didengar mereka. Seorang dari Sin kun bun dan seorang dari Kie keng pang segera menghampiri bantalan besi itu dan menjemput potongan martil yang jatuh di tanah. Ternyata, bagian yang terpapas berkilat-kilat, sebagai tanda baru saja dipapasnya.

Sementara itu, dua orang Hio cu yang lain sudah mengangkat martil yang satunya lagi yang lalu dihantamkan kemata golok. Seperti juga tadi, dengan mengeluarkan suara "tring", kepala martil terpapas pula.

Kali ini semplaknya martil itu disambut dengan tampik sorak riuh.

Perlahan-lahan Siang Kim Peng mendekati bantalan besi itu dan mengangkat To liong to. Kemudian, dengan gerakan To pek Hwa san (Menghantam gunung Hwa san), ia membabat bantalan besi itu yang lantas saja kutung dua. Sesudah itu, sambil menenteng golok, ia berjalan ke sebelah barat dan dengan kecepatan kilat, menjambret dahan satu pohon siong tua dengan golok itu. Dengan beruntun-runtun, ia membabat delapan belas pohon siong,
Para hadirn merasa sangat heran, karena meskipun terang-terangan sudah dibabat putus, pohon-pohon itu masih tetap berdiri tegak.

Pek Kwie Sioe tertawa nyaring dan dengan tangan bajunya, ia mengebas pohon yang pertama. Dengan suara gedubrakan, pohon itu. sebatas yang telah terbacok, rubuh diatas tanah. Teryata, memang dengan sekali membabat saja, dahan pohon itu sudah menjadi putus. Tapi karena To liong to tajam luar biasa, maka biarpun dahannya putus pohon itu masih tetap berdiri dan barulah tumbang sesudah didorong oleh Pek Kwie Sioe, sesudah merubuhkan pohon pertama, Pek Tan cu lalu mengebas pohon-pohon lainnya yang juga lantas saja rubuh dengan mengeluarkan suara keras.

Sesudah itu, sambil tertawa terbahak-bahak Pek Kwie Sioe mengambil Toliong to dari tangan Siang Kim Peng dan lalu memasukkannya kedalam hanglo yang apinya sedang berkobar-kobar.

Pada waktu pohon-pohon sedang rubuh dikebas Pek Kwie Sioe, tiba-tiba disebelah kejauhan terdengar suara "peletak peletok" dan gedubrakan yang beruntun-runtun, seperti juga seorang lain sedang merubuhkan lain-lain pohon. Pek Kwie Sioe dan Siang Kim Peng terkejut dan mereka segera mengawasi kearah suara itu. Mereka jadi lebih kaget lagi, karena teryata, bahwa tiang-tiang dari perahu perahu yang berlabuh dipantai, rubuh satu demi satu. Pada tiang-tiang itu tergantung bendera bendera Peh bie kauw, Kie keng pang, Hay see pay dan Sin kun bun. Semua orang lantas saja turut memandang kearah itu. Keruaan saja mereka jadi gusar bukan main dan beberapa pemimpin, dengan mengajak sejumlah orang sebawahannya, lantas saja berlari-lari kepantai untuk me nyelidiki.

Mendadak, jago-jago yang berkumpul dilapangan itu melihat lain perubaban yang lebih mengagetkan. Satu demi satu, perahu mereka mulai tenggelam. Rombongan kedua, yang terdiri dari beberapa partai, lantas saja menyusul kepantai. Jarak antara pelabuhan dan lapangan rumput itu tidak terlalu jaub, tapi rombongan penyelidik pertama, yang terdiri dari belasan orang, tidak kelihatan balik kembali.

Semua orang saling mengawasi dengan perasaan sangsi. Sambil menengok kepada seorang Hio cu Pek Kwie Sioe berkata: "Coba kau pergi lihat." Sesudah orang itu pergi, dengan sikap tenang yang di buat-buat, ia berkata pula: "Mungkin sekali di-lautan terjadi perubahan luarbiasa, Tuan-tuan tak usah terlalu berkuatir. Andaikata semua perahu rusak, kita masih bisa pulang dengan getek-getek kayu. Mari! Keringkan cawan !"

Walaupun hati mereka bergoncang keras, tapi supaya tidak dikatakan bernyali kecil, jago-jago itu terpaksa mengangkat juga cawan mereka. Tetapi baru saja cawan menenpel di bibir, tiba-tiba terdengar teriakan menyayatkan hati, seperti juga jeritan orang yang melompat bangun dengan paras muka pucat. Mereka itu rata-rata manusia-manusia, yang sudah biasa membunuh sesama manusia. Tapi sekarang mereka jadi ketakutan karena terjadinya perkembangan luar biasa dan suara jeritan itu yang sangat menyeramkan. Pek Kwie Sioe dan Siang Kim Peng segera mengenali, bahwa itulah teriakan Hio cu yang barusan diperintah pergi menyelidiki. Di lain saat, sekonyong-konyong terdengar bunyi tindakkan kaki dan seorang yang bagaikan mandi darah mendatangi de gan berlari lari. Orang itu bukan lain dari pada Hio cu tadi.

Dengan kedua tangsnnya, ia menekap mukanya yang bercucuran darah, kulit kepalanya terbeset, pakaiannya robek-robek dan berlepotan darah. Begitu berhadapan dengan suara bergemetar ia berkata : "Kim mo Say ong ! .Kim mo Say ong ..." (Kim mo Say ong 'Raja singa bulu emas").

"Singa?" menegas Pek Kwie Sioe dengan hati lebih lega karena menduga, bahwa yang menyerang adalah seekor binatang buas.

"Bukan...bukan...." jawab Hio cu itu, "Manusia, bukan, bukan singa. Semua orang dicakar sampai mati.... semua perahu tenggelam !"

Sehabis berkata begitu, ia tidak dapat mempertahankan diri lagi dan rubuh binasa diatas tanah "Coba aku yang menyelidiki," kata Pek Kwie Sie.

"Aku ikut," kata Siang Kim Peng.

"Tidak, kau harus melindungi In Kouwnio," cegah Pek Kwie Sioe, yang mengerti bahwa sekarang ia sedang menghadapi lawan yang sangat tangguh. Hio cu yang tadi diperintah pergi menyelidiki, adalah salah seorang yang ilmu silatnya paling tinggi dalam kalangan Pek bie kauw. Bahwa dia telah dibinasakan secara begitu mudah, merupakan suatu tanda, bahwa pihak lawan adalah seorang yang lihay bukan main. Siang Kim Peng tidak membantah lagi dan sambil mengangguk, ia menjawab "ya."

Mendadak tardengar suara batuk-batuk, diikuti dengan suara bicaranya seorang : "Kim mo Say ong sudah berada disini!"

Semua orang terkejut dan menengok kesana tapi mereka tak melihat bayangan manusia lain. Dimana orang itu bersembunyi ?

Mendadak terdengar pula suara itu : "Tolol! Sungguh tolol !" Cacian itu disusul dengan terbayangnya sebuah batu besar dan satu manusia melompat keluar dari lubang dibawah batu. Ternyata, siang-siang ia sudah bersembunyi dibelakang pohon dan kemudian, dengan menggali tanah,ia masuk kedalam lubang yang dibuatnya dibawah sebuah batu besar.

Bukan main kagetnya semua orang, tidak terkecuali In So So, yang sambil mengeluarkan seruraan "ah!" lari mendekati Thio Cui San.

Badan orang itu tinggi besar luar biasa, kira-kira lebih tinggi satu kaki dari manusia biasa. Rambutnya yang berwama kuning terurai dipundaknya sedang kedua matanya yang bersinar hijau bersorot tajam seperti pisau.

Dalam tangannya, ia mencekal sebatang toya Long gee pang yang panjangnya satu tombak tujuh kaki. Dengan tubuhnya yang seperti raksasa. Ia berdiri diantara meja-meja perjamuan bagaikan satu malaikat.

"Kim mo Say ong?" Cui San tanya dirinya sendiri. "Siapa dia ? Aku belum pemah mendengar nama begitu, baik dari Suhu, maupun dari lautan." Ia mendapat kenyataan, bahwa orang itu mengenakan jubab panjang yang terbuat dari macam-macam kulit binatang, seperti kulit harimau, kulit macan tutul, kulit kerbau, manjangan, biruang. anjing ajak, rase dan sebagainya. Sepotong demi sepotong kulit-kulit itu dijahit satu pada lainnya dan dilihat dari buatannya yang sangat halus, tukang yang membuatnya bukan sembarang tukang. Antara begitu banyak binatang, hanya kulit singa saja yang tidak terdapat pada pakaiannya itu. Cui San menduga, bahwa orang itu sangat menghormati binatang singa, sehingga ia menggunakan nama binatang itu sebagai gelarnya. Long gee pang atau toya gigi anjing ajak, yang dicekal oleh orang itupun lain daripada yang lain. Menurut kebiasaan, paku-paku yang merupakan gigi anjing ajak, hanya dipasang pada satu ujung dari Long gee pang. Tapi toya yang dicekal orang bukan saja panjang dan besar luar biasa, tapi juga dipasang paku-paku pada kedua ujungnya, sedang warna toya keemas-emasan, tapi bukan terbuat daripada emas.

Sesudah dapat menenteramkan hatinya yang berdebaran, Pek Kwie Sioe maju setindak seraya bertanya : "Apakah aku boleh mengetahui she dan nama tuan yang mulia ?"

"Aku she Cia, bernama Sun, alias Twie Su," jawabnya. "Disamping itu aku juga mempunyai satu gelaran, yaitu Kim mo Say ong."

Cui San dan So So saling melirik. Mereka sependapat, bahwa walaupun ganas, orang itu mempunyai nama dan gelar seperti seorang sasterawan.

Mendengar jawaban yang pantas, hati Pek Kwie Sioe jadi lebih lega. "Oh, kalau begitu, aku sedang berhadapan dengan Cia Sianseng," katanya sambil membungkuk.

"Sebegitu jauh yarg diketahui olehku, Sianseng dan kami sama sekali belum pemah berurusan, malah belum pernah mengenal satu sama lain. Tapi mengapa, begitu tiba
Sianseng segera merusak perahu dan membunuh orang !"

Cia Sun tersenyum dan memperlihatkan dua baris giginya yang putih dan berkilat. "Perlu apa tuan-tuan berkumpul di tempat ini?" ia balas menanya.

Pak Kwie Sioe merasa, bahwa ia tidak dapat berjusta terhadap orang yang lihay itu. Dalam perhitungannya, biarpun ia tahu orang itu bekepandaian tinggi, tapi karena dia hanya seorang diri, ia tidak begitu keder. Ia menganggap bahwa dengan Siang Kim Peng, Thio Cui San dan In So So, biar bagaimanapun juga, pihaknya akan dapat menjatuhkan lawan tunggal itu. Memikir begitu, ia lantas saja menjawab dengan suara nyaring: "Belum lama berselang Peh bie kauw telah mendapat sebilah golok mustika dan sekarang kami mengumpulkan sahabat-sahabat dalam dunia Kang ouw untuk menyaksikan golok tersebut."

Cia Soon menengok kehanglo yang apinya sedang berkobar-kobar dan membakar sebilah golok berwama hitam. Melihat api yang begitu hebat, tapi golok itu sedikitpun tidak bergeming, ia tabu, bahwa golok itu benar benar senjata mustika. Dengan tindakan lebar ia mendekat dan mengangsurkan tangan untuk mencekal gagang golok.

"Tahan!" bentak Siang Kim Peng.

Cia Sun menengok. "Mengapa?" tanyanya sambil tersenyum tawar.

"Golok itu adalah milik agama kami," jawabaya.

"Sababat, kau hanya boleh melihat dari jauh tidak boleh mendekatinya "

"..Milikmu?" menegas Cia Sun. "Apa golok itu dibuat olehmu atau dibeli olehmu?"

Siang Kim Peng tergagap, tak dapat ia menjawab pertanyaan itu.

"Pihakmu mengambilnya dari tangan orang lain dan sekarang aku mengambilnya dari tangan kamu," kata pula Cia Sun "Hal itu cukup adil, mengapa tidak boleh?'' Sehabis berkata begitu, ia kembali memutar badan dan. mengangsurkan tangannya untuk mencekal gagang To liong to.

Berbareng dengan suara berkerincin rantai Siang Kim Peng mengeluarkan senjata semangka dari pinggangnya.

"Sahabat!" bentaknya. "Jika kau tidak meladeni, aku terpaksa berlaku kurang sopan terhadapmu." Dalam kata-katanya ia baru memberi peringatan, tapi sebenarnya berbareng dengan perkataannya itu "semangka" yang ditangan kirinya sudah menyambar punggung Cia Sun.

Tanpa memutar badan atau menengok, Cia Sun menyodok kebelakang dengan toyanya. Benturan antara Long gee pang dan 'semangka' itu menerbitkan suara yang sangat hebat dan semangka besi itu hancur jadi tujuh delapan potong yang melesat kesana sini. Hampir berbareng badan Siang Kim Peng bergoyang goyang dan sudah muntahkan darah, ia rubuh berguling tanpa beryawa lagi.

Ternyata Siang Kim Peng telah dibinasakan dengan tenaga Lweekang yang menyerang dari Long gee pang lewat semangka besi itu ketubuhnya. Jika orang tahu betapa tinggi kepandaian Siangg Kim Peng, dapatlah ia membayangkan hebatnya Lweekang orang she Cia itu.

Lima Hio cu Cu ciak tan menecelos hatinya. Dengan serentak mereka melompat maju, dua menubruk pemimpin mereka, sedang tiga yang lain, tanpa memperdulikan segala apa, segera menghunus golok dan menerjang musuh.
Sesudah mengambil To liong to, dengan menggunakan Long gee pang Cia Sun menyontek hangl0 besi itu yang lantas saja terbang keatas dan jatuh menghantam tubuh ketiga Hio cu itu. Karena tenaganya belum habis, hanglo itu menggelinding terus dan menghantam pula kedua Hio cu yang sedang coba membangunkan Siang Kim peng. Dalam sekejap, pakaian lima Hio cu dan mayat Siang Kim Peng, berkobar-kobar. Empat Hio cu mati disitu juga, sedang yang satu menjerit_jerit kesakitan.

Siapakah yang tidak menjadi gentar sesudah melihat kejadian yang sangat hebat itu?

Meskipun masih berusia muda, Cui San sudah kenyang makan asam garam dunia Kangouw dan sudah pernah bertemu dengan banyak sekali orang pandai. Tapi manusia yang kepandaiannya setinggi Cia Sun, belum pemah ditemuinya. Diam diam ia mengakui, bahwa kepandaiannya masih kalah jauh. Ia mengakui, bahwa diantara saudara-saudara seperguruannya, tak satupun yang dapat menandingi orang itu, bahkan Bu tong Cit hiap, tujuh pendekar Butong, bersama-sama belum tentu bisa memperoleh kemenangan. Menurut taksirannya, adalah gurunya seorang yang dapat meladeni Cia Sun.

Sementara itu, dengan jarinya Cia Sun menyentil To liong to yang mengeluarkan suara aneh, seperti suara tersentuhnya emas, tapi bukan emas, seperti kayu tapi bukan kayu. Ia manggut-manggutkan kepalanya seraya berkata dengan suara perlahan : "Tak ada suara, tak ada warna, Benar-benar golok mustika."

Sesudah itu, ia mengawasi sebuah sarung golok yang terletak dimeja, didekat tempat berdirinya Pek Kwie Sioe. "Apa itu sarung To long to?" tanyanya, "Bawa kemari."

Pek Kwie Sioe mengerti, bahwa sepuluh sembilan jiwanya bakal melayang. Jika ia menurut dan menyerahkan sarung golok itu, habislah nama baiknya yang sudah dipertahankan selama puluhan tahun. Disamping itu, jika dikemudian hari Kauw cu menyelidiki peristiwa tersebut, ia pasti akan binasa dalam tangannya pemimpin tersebut. Tapi dilain pihak, jika membangkang, ia juga bakalan mati. Maka itu, sesudab memikir sejenak, ia lantas saja berkata : "Jika kau ingin membunuh aka, bunuhlah ! Aku siorang she Pek, bukan manusia yang takut mati."

Cia Sun bersenyum. "Keras kepala ! Manusia keras kepala !" katanys. "Dalam Peh bie kauw teryata terdapat orang-orang yang mempunyai nyali." Tiba tiba ia mengayun tangan kirinya dan To liong to menyambar ke arah Pek Kwie Sioe, Begitu golok menyambar, Pek Kwie Sioe, yang tidak berani menyambuti, lantas saja berkelit ke samping. Tapi diluar dugaan. waktu mendekati
meja mendadak golok itu terbang rendah dan ., "srok!", masuk tepat kedalam sarungnya ! Apa yang lebih aneh lagi, golok yang sudah bersarung itu terbang balik dan dengan sekali menyontek dengan Long gee pang, Cia Sun sudah mencekel lagi golok itu yang bersama sama sarungnya lantas saja diselipkan dipinggangnya !

Pertunjukan aneh itu, yang hanya dapat diperlihatkan oleh seseorang yang Lweekangnya sudah mencapai puncak kesempurnaan, benar-benar menakjubkan.

Sesudah itu, sambil menyapu para hadirin dengan matanya yang sangat tajam, ia berkata: "Apakah tuan-tuan mempunyai pendapat lain mengenai keinginanku untuk memiliki golok mustika ini?"

Sesudah ia mengulagi pertanyaannya dua kali, tiba-tiba seorang yang duduk dimeja Hay see pay duduk berdiri dan berkata "Cia Cianpwe adalah seorang yang mulia dan tersohor diempat lautan. Golok mustika itu memang pantasnya dimiliki oeh Cia Cianpee dan kami semua merasa sangat setuju."

"Apakah tuan Cong to ceo?, (pemimpin besar) dari Hay see pay yang bernama Goan Kong Po?" tanya Cia Sun.

"Benar," jawabnya. Ia merasa girang dan heran mendengar pertanyaan itu. Bagaimana Cia Sun bisa mengenal she dan namanya ?

"Apa kau tahu siapa guruku ?" tanya pula Cia Sun "Apa kau tahu dari partai mana ? Perbuatan mulia apakah yang pernah dilakukan olehku ?"

Goan Kong Po tergugu. "Aku ...aku ...." jawabnya terputus putus. Ia sebenarnya tidak pernah mangenal Cia Sun dan kata katanya yang barusan hanialah untuk mengumpak-umpak.

"Sedang kau tidak mengenal aku, bagaimanakau tahu aku sangat mulia dan tersohor diempat lautan?" tanya Cia Soan dengan suara memandang rendah. "Golok ini dulu dimiliki oleh Hay see pay, kemudian direbut oleh Tiang pek Sam-kim dan lalu jatuh kedalam tangan Jie Thay Giam dari Boo tong pay ..."

Mendengar perkataan "Jatuh kedalam tangan Jie Thay Giam dari Bo tong pay" membuat jantung Cui Sin memukul keras. Baru sekarang ia tahu, bahwa golok itu mempunyai sangkut usut dengan Samkonya.

Sementara itu Cia Sun bicara terus: "Dengan diam-diam turunkan tangan beracun, Peh bie kauw merampas golok ini dari tangan Jie Thay Giam. Huh huh!" Sesudah merasa, bahwa Hay see pay tidak mempunyai kesempatan lagi untuk merebut pulang To liong to, kau segera mengeluarkankata-kata merdu untuk mengumpak umpak aku Kau adalah penjilat yang tak mengenal malu dan selama hidup, aku paling benci bangsa penjilat. Kemari!" Waktu mengucapkan kata-kata paling belakang, suaranya nyaring bagaikan geledek dan menusuk kuping.

Goan Kong Po yang sudah hancur nyalinya tidak berani membangkang. Dengan tindakan limbung, ia menghampiri dan waktu sudah berhadapan deaga Cia Sun, kedua kakinya bergemetaran.

Sementara itu, hati Cui San berdebaran dan darahnya bergolak-golak. waktu melirik In So So, ia mendapat kenyataan paras muka si nona pucat bagaikan kertas.

"Kamu, kawanan Hay see pay, sungguh kawanan simuka tebal," Cia Sun mencaci pula. "Ilmu silat kamu ilmu silat pasaran dan modalmu yang terutama untuk mencelakakan manusia adalah garam beracun. Tahun yang lalu, di Gin yauw, kamu telah membinasakan Thio Teng In serumah tangga, tak kurang dari sebelas orang melayang jiwanya. Bulan ini, tanggal satu, kamu juga telah membunuh Auwyang Ceng di Hay bun."

Goan Kong Po kaget tak kepalang. Ia sungguh tak mengerti, bagaimana Cia Sun bisa tahu seluk beluk kedua pembunuhan itu yang dilakukan secara rahasia.

"Mengapa kau diam saja ?" bentak Cia Sun "Suruh orangmu bawa dua mangkok garam beracun kemari! Aku mau lihat bagaimana macamnya racunmu itu?"

Sudah menjadi kebiasaan orang-orang Hay see pay bahwa kemanapun mereka pergi, mereka pasti membekal garam beracun. Maka itu, dengan apa boleh buat, Goan Kong Po segera memerintahkan sebawahannya membawa dua mangkok racun.

Cia Sun menyambuti dua mangkok itu yang lalu diendut-endus dengan hidungnya, "Mari kita masing-masing makan semangkok!" katanya.

Goan Kong Po terkesiap, garam itu mengandung racun yang sangat hebat, sehingga, jangankan dimakan. sedangkan menempel dibadan manusia saja sudah cukup untuk mengambil jiwa orang.

Dalain saat, Cia Sun menancapkan toyanya di tanah dan satu tangannya menyambar kedagu Goan Kong Po yang begitu tersentuh, mulutnya lantas saja menganga dan tidak dapat ditutup lagi.

Hampir berbareng ia mengangkat mangkok garam dan menuang semua isinya kemulut orang!

Binasanya Thio Tang In dan semua keluarganya di Gie yauw dan terbunuh matinya Auwyang Ceng dalam sebuah hotel di Hay bun merupakan suaru teka-teki yang mengherankan dalam Rimba Persilatan.

Sekarang baru ketahuan, bahwa kedua pembunuhan gelap itu telah dilakukan oleh orang-orarg Hay See pay. Maka itu melihat nasib yang dijalani Goan Kong Po, jago-jago yang berada di situ diam-diam merasa girang,

Sesudah itu sambi mengangkat mangkok garam yang satunya lagi. Cia Sun berkata dengan suara nyaring : "Aku si orang she Cia selalu berlaku adil dan jujur. Kau sudah makan semangkok, aku pun akan makan semangkok." Ia menuang garam itu kedalam mulutnya dan lalu menelannya.

Itulah perbuatan yang tak pernah diduga orang orang yang paling kaget adalah Cui San. Sesudah memperhatikan paras muka Cia Sun, ia mendapat kenyataan, bahwa meskipun sepak terjangnya sangat ganas, pada paras mukanya terdapat sinar kesedihan, Dengan mengingat, bahwa' jago-jago yaag telah dibinasakan olehnya adalah manusia manusia jahat. maka dalam hati pemuda itu muncul rasa simpathi. Demikianlah, begitu lihat Cia Sun menelan garam itu, tanpa terasa ia berteriak : "Cia Cianawee, manusia itu memang pantas mendapat hukuman mati. Perlu apa Cianpwee ber buat begitu ?"

Cia Sun menengok dan mengawasi, Cui can bersenyum, sedang paras mukanya sedikitpun tidak terlihat sinar ketakutan.

"Siapa tuan ?" tanya Cia Sun.

"Boanpwee adalah Thio Cui San dari Bu tong," jawabnya.

"Hmmn ....Bu tong Thio Ngohiap . . . apakah kau datang untuk merebut To liong to ?" tanyanya pula.

Pemuda itu menggelengkan kepala seraya berkata: "Bukan. kedatangan boanpwee adalah untuk menyelidiki sebab musabab terlukanya Jie Samko, Kurasa Cianpwee mengetahui banyak mengenai peristiwa itu dan aku memohon keterangan Cianpwee."

Bersambung jilid 9)


BU KIE
Karya : CHING YUNG
Terjemahan: Bu Beng Tjoe

Sebelum Cia Sun keburu menjawab, tiba-tiba Goan Kong Po mengeluarkan jeritan kesakitan dan ia rubuh sambil memegang perutnya. Sesudah bergulingan beberapa kali ditanah, badannya tidak bergerak lagi dan rohnya berpulang kealam baka.

"Cia Sianseng, lekas minum obat!" teriak Cui San dengan bingung.

"Obat apa?" bentaknya. "Ambil arak!" Seorang pelayan dari Peh bie kauw lantas saja mengambil cawan dan poci arak.

"Mengapa Peh bie kauw begitu kikir?" teriak Cia Sun. "Ambil poci yang paling besar!"

Dengan tergesa-gesa pelayan itu segera mengambil poci yang paling besar dan lalu menaruhnya di hadapan Cia Sun. "Manusia ini rupanya kepingin mampus terlebih cepat," katanya di dalam hati.

Sambil tertawa Cia Sun lalu mengangkat tempat arak itu dan menuang isinya kedalam mulutnya. Dalam sekejap, arak itu yang beratnya kirakira tigapuluh kati, sudah dituang kering. Ia mengusut-ngusut perutnya yang melembung besar den tertawa berkakakan.

Mendadak ia mendongak dan membuka mulutnya. Hampir berbareng, diluar dugaan semua orang ia menyemburkan arak yang menyambar dada Pek Kwie Sioe bagaikan sehelai sutera putih. Karena tidak berjaga-jaga, Pek tan cu terhuyung dan kemudian rubuh karena dadanya seperti dipukul martil. Sesudah itu, Cia Sun lalu menyemburkan keatas arak itu yang kemudian jatuh seperti hujan gerimis, sehingga membasahi muka semua orang.

Sejumlah orang yang Lweekangnya masih cetek,yang tidak tahan dengan bau dan racun arak, lantas saja roboh dalam keadaan pingsan.

Ternyata, dengan menggunakan Lweekang yang sangat tinggi, terlebih dulu Cia Sun mencuci racun garam dalam perutnya dengan arak itu yang kemudian disembur keluar sebagai arak beracun. Sedikit racun yang masih ketinggalan di dalam perut ditindih olehnya dengan menggunakan Lwee kang.

Bek Keng Pangcu dari Kie keng pang, jadi gusar bukan main dan mendadak ia melompat bangun. Tapi dilain detik, ia ingat, bahwa kepandaiannya masih jauh dari kepandaian orang itu, sehingga perlahan-lahan ia duduk kembali sambil menahan amarah.

"Bek Pangcu," kata Cia Sun seraya tertawa dingin. "Bukankah pada Go gwee tahun ini di muara Sungai Bin kiang kau telah membajak sebuah perahu dari Liaow tong ?"

Paras muka Bek keng lantas saja berubah pucat . "Benar," jawabnya.

"Sebagai bajak, memang juga, kalau tidak membajak, kau tentu tak bisa hidup," kata pula Cia Sun. "Bahwa kau membajak, sangat dapat dimengerti olehku. Sedikitpun aku tidak menialahkan kau. Tapi mengapa kau sudah melemparkan beberapa puluh pedagang yang tidak berdosa kedalam laut dan telah memperkosa tujuh wanita sehingga mereka jadi binasa? Apakah seorang gagah dalam dunia Kang ouw boleh melakukan perbuatan yang terkutuk itu ?"

Bek Keng bergemetar sekujur badannya. "Itu.... itu ..... perbuatan .....perbuatan orang orang ku," jawabnya terputus-putus. "Aku aku sama sekali tidak mengambil bagian."

Cia Sun mengeluarkan suara dari hidung. "Huh! Enak benar kau menyangkal!" bentaknya. "Andai kata benar kau tidak mengambil bagian, karena kau sama sekali tidak mencegah orang orangmu melakukan perbuatan yang sangat memalukan Rimba persilatan, maka semua kedosaan harus ditanggung olehmu sendiri. Perbuatan itu seperti juga dilakukan olehmu sendiri. Sekarang aku mau tanya: Siapa siapa pada hari itu telah melakukan perbuatan terkutuk itu ?"

Untuk menyelamatkan jiwanya sendiri, Bek Keng segera menghunus golok. "Coa Sie, Hoa Cong San Ouw Liok ! Kamu bertiga mengambil bagian di hari itu!" Hampir berbareng, bagaikan kilat ia membacok tiga kali dan ketiga bajak itu lantas saja rubuh tanpa bernyawa lagi.

"Bagus! Hanya sayang terlalu terlambat," kata Cia Sun. "Kalau hari itu kau menghukum mereka, hari ini aku tentu tidak turun tangan. Bek Pangcu, ilmu apa yang paling diandalkan olehmu?"
Melihat ia tidak dapat meloloskan diri lagi, Bek Keng berkata dalam hatinya : "Kalau bertanding di daratan, mungkin aku tidak dapat melawannya dalam tiga jurus. Tapi di air adalah duniaku. Andai kata kalah, aku masih dapat melarikan diri. Tak mungkin ilmu berenangnya lebih lihay daripada aku." Memikir begitu, ia lantas saja berkata: "Aku ingin meminta pelajaran Cia Cianpwee dalam ilmu berkelahi dibawah air."

"Baiklah, mari kita pergi ketengah laut untuk menjajal kepandaian" jawab Cia Sun sambil meagangguk. Tapi baru berjalan beberapa tindak, ia berhenti seraya berkata: "Tahan! Aku kuatir begitu lekas aku pergi, orang-orang itu lantas saja kabur!"

Mendengar perkataan itu, semua orang tereajut. Apa dia mau membinasakan semua orang ?

Bek Keng sungkan menyia-nyiakan kesempatan baik dan ia segera berkata dengan tergesa-gesa "Biarpun di dalam air, aku pasti bukan tandingan Cianpwee. Aku mohon pertandingan dibatalkan saja dan aku mengaku kalah."

"Hm... kalau begitu, aku boleh tak usah banyak berabe," kata Cia Sun. "Jika kau mengaku kalah, kau harus membunuh diri."

Bek Keng terkesiap. Sesudah berdiam sejenak, ia berkata dengan suara tak lampas: "Dalam.... dalam pertempuran, kalah menang adalah kejadian biasa. Mengapa mesti membunuh diri?"

"Jangan rewel!" bentak Cia Sun. "Manusia seperti kau ingin bertanding denganku? Kedatanganku hari ini adalah untuk menagih jiwa. Siapa saja yang pernah melakukan perbuatan jahat dan membunuh manusia yang tidak berdosa tak akan bisa terlolos dari tanganku. Hanya karena aku kuatir kamu binasa dengan penasaran, maka aku membolehkan kamu mengeluarkan kepandaian yang paling lihay untuk membela diri. Siapa yang dengan kepandaiannya dapat menangkan aku, aku akan mengampuni jiwamu."

Sehabis berkata begitu, ia membungkuk dan mengambil dua gempal tanah liat yang lalu dibasahi dengan arak. Sesudah memulung gempalan tanah itu menjadi dua bola bundar, ia segera berkata: "Tinggi rendahnya kepandaian berenang dari seseorang dapat diukur dengan berapa lama ia dapat bertahan dibawah permukaan air. Sekarang begini saja. Dengan menggunakan tanah ini, aku dan kau menutup hidung dan mulut. Siapa yang lebih dulu tak tahan, boleh mengorek tanah ini, tapi ia harus membunuh diri sendiri."

Tanpa menanya lagi apa Bek Keng setuju atau tidak, ia segera menutup hidung dan mulutnya dengan tanah liat itu dan kemudian, dengan sekali menimpuk, bola tanah yang lain menutup hidung dan mulut Bak Keng.

Melihat pertunjukan itu, semua orang merasa geli, tapi tak satupun berani tertawa. Sebelum jalanan napasnya ditutup, Bek Keng sudah menarik napas dalam-dalam. Sesudah itu, ia lantas saja bersila dan menahan napas.

Dalam ilmu menahan napas Bek Keng banyak lebih unggul daripada manusia kebanyakan. Semenjak berusia tujuh delapan tahun, ia sering selulup di air untuk menangkap ikan dan kepiting. Dengan latihan yang terus menerus, semakin lama ia semakin mengenal sifatnya air dan dapat bertahan dibawah permukaan air sampai kira-kira sepasangan hio. Maka itu, dalam pertandingan ia percaya bahwa ia bakal mendapat kemenangan.

Dilain pihak, Cia Sun tidak menyontoh perbuatan lawannya. Sebaiknya dari bersila atau duduk, dengan tindakan lebar ia menghampiri meja Sin kun dan menatap wajah Kwee Sam Kun, Ciangbunjin in bun, dengan mata melotot.

Diawasi secara begitu, si orang she Kwee bangun bulu romanya. Buru-buru ia berdiri dan berkata sambil merangkap kedua tangannya. "Cia Cianpwee, aku yang rendah adalah Kwee Sam Kun dari Sin kun bun."

Karena hidung dan mulutnya tertutup, Cia Sun tidak dapat bicara. Ia menyelup telunjuknya ke dalam cawan arak dan menulis tiga huruf diatas meja. Begitu melihat tiga hurup itu, paras muka Kwee Sam Kun lantas saja berubah pucat seperti kertas. Beberapa muridnya melirik huruf-huruf itu yang ternyata berbunyi "Cui Hui Yan" adalah nama seorang wanita, tapi tak tahu mengapa guru mereka jadi begitu ketakutan

Cui Hui Yan adalah puteri gurunya Kwee Sam Kun. Sesudah sang guru meninggal dunia, dia telah main gila dengan nona itu. Tapi, sesudah nona itu hamil, ia meninggalkannya dengan begitu saja dan masuk menjadi murid partai Sin Kun bun. Karena malu dan gusar, Hui Yan menggantung diri sehingga binasa. Karena keluarga Hui hanya ketinggal Hui Yan seorang, maka urusan itu tidak menjadi panjang dan kecuali Kwee Sam Kun sendiri, rahasia tersebut tidak diketahui oleh orang luar. Tapi diluar semua dugaan, sesudah lewat kurang lebih dua puluh tahun, Cia Sun telah menulis nama nona itu diatas meja.

Begitu melihat tiga huruf itu, Kwee Sam Kun segera berkata dalam hatinya: "Sesudah menang kan Bek Keng dan mencopot tanah liat yang menutup jalan napasnya, dia tentu akan mengumumkan perbuatan itu. Paling baik aku menggunakan kesempatan ini untuk turun tangan lebih dulu. Jika dia mengerahkan tenaga untuk melawan aku, dia tentu akan kalah dalam pertandingan melawan Bek Keng". Memikir begitu, ia lantas saja berkata deagan suara nyaring: "Aku yang rendah adalah Ciang bun dari Sin kun bun. Kepandaian ku yang paling diandalkan adalah silat tangan kosong. Sekarang aku ingin meminta pelajaran darimu dalam ilmu silat itu"

Berbareng deagan perkataannya, ia mengirim tinju kempungan Cia Sun dan tinju pertama lalu disusul tinju kedua. Nama "Sam Kun" atau "Tiga tinju" yang digunakan nya adalah karena ia mempunyai tinju yang luar biasa keras, sehingga dengan sekali meninju saja, ia dapat membinasakan seekor kerbau. Dalam kalangan Kangouw, ahli-ahli kelas pertengahan jarang ada yang dapat malayani tiga tinjunya, sehingga oleh karenanya, ia kenal dengan nama "Kwee Sam Kun" dan namanya yang aseli tidak diketahui orang.

Dua tinju yang dikirim dengan beruntun itu segera ditangkis oleh Cia Sun, Sam Kun merasa bahwa dalam menangkis pukulannya, Lweekang lawan tidak seberapa kuat dan berbeda banyak dengan Lweekang yang digunakan untuk membunuh Siang Kim Pang. Maka itu, sambil mengayun tinju ketiga, ia membentak keras: "Jagalah pukulan ketiga!"

Tinju yang sangat hebat itu di beri nama Hun sauw cian kun (Menyapu laksaan serdadu) dan pukulan tersebut sudah pernah menjatuhkan banyak sekali jago-jago Kangouw.

Sementara itu, Bek Keng yang bersila sambil menahan nafas rupanya sudah merasa tak tahan lagi muka dan kupingnya merah, sedang matanya berkunang-kunang. Melihat keadaan ayahnya, Bek Siauw pangcu berkhuatir bukan main. Maka itu selagi Kwee Sam Kun menyerang dengan dua pukulan, dengan cepat ia mencabut sebatang tusuk konde seorang Tocu wanita dari Kie keng pang. Dengan mengerahkan Lweekang dijari tangannya, ia memutus tangkai tusuk konde yang kemudian ditimpukkan kemulut ayahnya. Biarpun tangkai tusuk konde itu dapat melukakan mulut atau tenggorokan sang ayah, tapi tanah liat yang menutup jalanan napas akan berlobang sehingga sedikit banyak ayahnya bisa mendapat hawa udara segar.

Pada saat tangkai tusuk konde itu terpisah kira kira setombak dari mulut Bek Keng, mata Cia Sun yang sangat tajam telah melihatnya. Tanpa menggerakkan tubuh,ia menendang tanah dan sebutir batu kecil melesat keatas, menyambar tangkai tusuk konde, yang begitu terpukul dengan batu kecil itu, lantas saja terbang balik. Tiba tiba Bek Siauwpangcu mengeluarkan teriakan kesakitan sambil menutup mata kanannya, yang mengeluarkan darah. Ternyata, tangkai tusuk konde itu menjambret tepat kemata kanannya yang lantas saja menjadi buta.

Pada saat itulah, tinju Kwee Sam Kun yang ke tiga menyambar kempungan Cia Sun. Sebelum tiba pada sasarannya, pukulan yang sangat dahsyat itu sudah mengeluarkan sambaran angin yang sangat tajam. Sam kun menduga lawannya akan coba menangkis atau berkelit. Tapi tak dinyana, Cia Sun tidak bergerak "Bak!", tinju itu mengenakan tepat pada sasarannya. Kempungan adalah salah satu bagian tubuh manusia yang paling lemah dan tinju itu amblas di kempungan.

Tapi, sesaat itu juga, Kwee Sam Kun mencelos hatinya, karena tinjunya tersedot dengan semacam tenaga yang seperti besi berani. Cepat-cepat ia mengerahkan Lweekang untuk menarik pulang kepalannya, tapi sedikitpun tidak bergeming dan tinju itu terus melekat di kempungan musuh.

Dengan tenang Cia Sun mengangsurkan tangan kirinya kepinggang lawan. Melihat guru mereka dalam keadaan bahaya, dua orang murid Sin kun segera melompat untuk memberi pertolongan. Tapi begitu diawasi Cia Sun dengan sorot mata yang setajam pisau, hati mereka keder dan tidak berani bergerak lagi. Dilain saat, Cia Sun sudah meloloskan ikat pinggang Kwee Sam Kun yang lalu digunakan untuk melibat leher pecundang itu. Sesudah itu ia mengikat ujung ikatatan pinggang kedahan pohon, sehingga badan Kwee Sam Kun jadi tergantung.

Kwee Sam Kun meronta-ronta, tapi semakin ia meronta, ikatan pada lehernya menjirat semakin erat. Beberapa saat kemudian, didepan matanya terlibat bayangan Cui Hui Yang. Rasa takut dan menyesal bercampur aduk dalam hatinya. Dalam keadaan separuh lupa, kupingnya mendengar kata-kata: "Jalan langit tidak pernah gagal. Perbuatan jahat akan mendapat pembalasan Jahat!"

Cia Sun menengok dan melihat warna putih pada kedua matanya Bek Keng. Ia lalu menghampiri, dan lalu mencopot tanah liat yang menutupi jalanan napas lawan itu dan kemudian meraba raba dadanya. Sesudah mendapat kepastian, bahwa Pangcu Kek keng pang itu sudah tidak bernyawa lagi, barulah ia mencopot tanah yang menutupi hidung dan mulutnya sendiri. Ia mendongak dan tertawa nyaring "Kedua orang itu adalah manusia-manusia yang sangat jahat," katanya "bahwa mereka baru binasa sekarang sebenarnya sudah terlalu terlambat." Sehabis berkata begitu, ia mengawasi kedua Kiam kek muda dari Kun loan pay. Paras muka Ko Cek Seng dan Chio Tauw pucat seperti kertas, tapi merekapun bales mengawasi, tanpa mengunjuk rasa keder.

Melihat cara bagaimana Cui San telah membinasakan dua pemimpin dari dua partai persilatan yang ternama, Cui San kaget bukan main dan sugguh-sungguh ia tak dapat mengukuri betapa tinggi kepandaian orang itu. Sekarang melihat Cia Sun mengawasi kedua Kiam kek Kunlun ia merasa sangat berkuatir akan keselamatan kedua orang muda itu.

Buru-buru ia bangun berdiri dan berkata: "Cia Cianpwee, menurut katamu sendiri, orang-orang yang telah dibinasakan olehmu adalah manusia-manusia jahat yang pantas dibunuh. Tapi, jika kau sendiri membunuh manusia secara sembarangan. maka kaupun tiada banyak bedanya dengan orang orang yang dikatakan jahat olehmu."

"Tidak banyak bedanya?" menegas Cia Sun sambil tertawa-tawa. "Kepandaianku tinggi kepandain mereka rendah. Yang kuat menjatuhkan yang lemah. Itulah perbedaannya."

"Manusia bukan binatang dan manusia yang wajar harus dapat membedakan apa yang benar dan apa yang salah," kata pula Cui San. "Jika seorang menindih yang lemah dengan hanya mengandalkan kekuatannya, tanpa memperdulikan benar atau salah, maka orang itu tiada bedanya dengan binatang"

Cia Sun tertawa berkakakan. "Apa benar dalam dunia ini terdapat apa yang dinamakan salah atau benar?" tanyanya dengan nada mengejek. "Orang yang berkuasa pada jaman ini adalah bangsa Mongol. Mereka sering berbuat sewenang wenang. Apakah dalam melakukan perbuatan-perbuatan itu, mereka bersedia untuk bicarakan soal benar atau salah denganmu?"

"Memang benar, mereka tak memperdulikan benar atau salah," jawab Cui San. "Tapi juga benar, bahwa segenap pencinta negeri siang malam mengharap-harapkan datangnya kesempatan untuk mengusir kawanan penjajah itu."

Cia Sun menyeringai, "Huh ! Sekarang kita bicara saja mengenai orang Han sendiri," katanya. "Dulu, pada waktu orang Han duduk diatas tahta, apa dia menggubris soal benar atau salah dalam sepak terjangnya? Gak Hui adalah seorang menteri setia. Tapi mengapa ia dibunuh oleh Song ko cong? Cin Kwee dan Kee Su To adalah menteri-menteri dorna, Tapi mengapa mereka dapat memanjat kedudukan tinggi dan hidup dalam kemuliaan dan kemewahan?"

"Kaizar-kaizar Lam song (kerajaan Song Selatan) telah menggunakan manusia-manusia pengkhianat dan membinasakan menteri menteri setia, antaranya Gak Hui, sehingga kerajaan rubuh dan negeri jatuh kedalam tangan bangsa lain," kata Cui San. "Dalam hal ini dapat kita katakan, bahwa kaizar-kaizar itu telah mendapat buah yang jahat karena menyebut bibit kejahatan. Inilah kejadian yang membuktikan adanya perbedaan antara salah dan benar."

Cia Sun bersenyum dan berkata dengan suara duka: "Thio Ngohiap, kau mengatakan, bahwa kaizar-kaizar itu telah mencicipi buah sebab perbuatannya yang jahat dan kejam. Sekarang aku ingin menanya: Apakah dosanya rakyat jelata sehingga mesti menderita terus menerus, mesti mengalami tindasan?"

Cui San tak dapat menjawab ia hanya menghela napas dengan paras muka suram.

"Rakyat sudah terpaksa membiarkan dirinya di persakiti karena mereka tidak mempunyai kemampuan untuk melawan," menyeletuk In So So. "Hal ini adalah hal yang lumrah dalam dunia."

"Itulah sebabnya mengapa kita, orang-orang Rimba Persilatan, telah belajar silat," menyambungi Cui San. "Tujuan kita yang terutama adalah membela keadilan dan menolong manusia yang perlu ditolong, Cia cianpwee adalah seorang enghiong yang jarang ada tandingannya dan dengan memiliki ilmu yang sangat tinggi itu, Cianpwee dapat berbuat banyak sekali untuk umat manusia ?"

"Apa bagusnya membela keadilan" tanya Cia Sun sambil menjebi. "Apa perlunya membela keadilan?"

Cui San kaget tak kepalang. Semenjak kecil ia telah menerima didikan bathin dari gurunya dan pada sebelum belajar silat, ia sudah tahu pentingnya tugas membela keadilan. Dalam alam pikirannya, seorang yang belajar silat secara wajar mempunyai tugas suci itu. Selama hidup, pertanyaan perlu apa membela keadilan belum pernah masuk kedalam otaknya. Maka itu, mendengar perkataan Cia Sun, ia tercengang dan tak dapat mengeluarkan sepatah kata.

Beberapa saat kemudian, barulah ia berkata: "Membela keadilan... itulah jalan untuk menegakkan keadilan, sehingga perbuatan baik mendapat pembalasan baik dan perbuatan jahat mendapat pembalasan jahat."

Cia Sun jadi tertawa terbahak-bahak. "Omong kosong!" katanya dengan suara nyaring. "Perbuatan baik mendapat pembalasan baik, perbuatan jahat mendapat pembalasan jahat! itu semua omong kosong belaka! Orang-orang Bu tong pay paling suka membaca kitab Cong cu dan sebagai murid Bu tong, kau tentu paham dengan isinya kitab itu."

"Dalam kitab tersebut terdapat kata-kata yang seperti berikut: Dalam dunia ini, Kaizar Oey Tee dianggap sebagai manusia yang berkedudukan paling tinggi. Tapi Oey Tee masih belum dapat menyempurnakan kemuliaannya. Dalam peperangan dilembah To Ok, ia telah mengalirKan darah sampai ratusan li jauhnya. Kaizar Gouw tidak welas asih, Kaizir sun tidak berbakti. Kaizar Ie sempit pemandangannya. Kaizar Tong mengusir majikannya, Bu ong menyerang Tioe, sedang Bu ong menangkap Kiang Lie. Sepanjang sejarah, keenam kaizar itu dianggap sebagai manusia-manusia yang paling mulia. Untuk kepentingan pribadi ahli-ahli sejarah telah memutar balikkan kenyataan-kenyataan secara tidak mengenal malu."

"Sekarang aku mau menanya, Apa artinya perkataan perkataan itu? Oey Tee yang selalu dianggap sebagai seorang nabi, masih dapat membunuh begitu banyak manusia dan mengalirkan darah sampai ratusan li. Jika dibandingkan dengan itu, apa artinya perbuatanku yang hanya membinasakan beberapa manusia saja dan mengalirkan darah yang jauhnya hanya beberapa tindak?"

Cui San tak pernah menduga, bahwa manusia yang macamnya begitu menyeramkan dan sepak terjangnya begitu kejam ganas, dapat menghapal kitab-kitab kuno. Rasa kagumnya jadi semakin besar dan ia berkata dengan sikap menghormat:
"Cia Cianpwee, apa yang barusan dihapal olehmu adalah bagian To tit pian dari kitab Cong cu dan bagian itu dipalsukan orang, bukan ditulis oleh Cong cu sendiri."

"Andai kata benar bagian tersebut ditulis oleh seorang lain tapi yang penting bukan penulisnya." kata Cia Sun "Yang menjadi soal ialah: Apakah tulisan itu beralasan atau tidak?"

"Beralasan terang beralasan juga." jawab Cui San. "Tapi tulisan itu yang menyerang kaizar kaizar jaman dulu, terlalu mencari-cari kesalahan orang dan menurut kesempurnaan dalam dirinya manusia, sedang pada hakekatnya, dalam dunia yang fana ini, tidak ada manusia yang pernah berbuat kesalahan."

Cia Sun mengeluarkan suara dihidung. "kau selalu mencari cari alasan untuk membela orang-orang itu," katanya. "Dalam kitab Kit bong su terdapat tulisan seperti ini: Soan mengusir Giauw di Pang yang. Ek dibunuh oleh Kit. Dalam kitab Siang sie Tong cek terdapat kata kata: Tong mengusir Kiat di Lam co dan perbuatan itu sangat mengurangkan kemuliaannya Nah, lihatlah! Bukankah kedua kitab terang-terang mengunjuk, bahwa kaizar-kaizar jaman dulu yang begitu dimulaikan sebenarnya tidak begitu mulia ?"

Cui San kembali bengong untuk beberapa saat." Aku seorang yang berpengetahuan dangkal dan belum pernah membaca kitab-kitab" katanva "Tapi halnya kaizar-kaizar itu terjadi dijaman purba, sehingga benar tidaknya tak dapat diketahui dengan pasti."

"Baiklah, Jika begitu, sekarang bicarakan saja kejadian-kejadian yang belakangan," kata Cia Sun "Tadi, kau mengatakan, bahwa perbuatan baik akan mendapat pembalasan baik dan perbuatan jahat akan mendapat pembalasan jahat. Tapi kenyataannya tidak selamanya begitu Cong-cu berkata seperti berikut: Benda diluar selamanya belum dapat dipastikan. Maka itulah, Liong Hong dibinasakan. Pie Kan binasa, Kie Cu jadi gila. Ok Lay meninggal dunia. Kiat dan Cu juga habis nyawanya. Orang yang menjadi raja selalu mengharapkan kesetiaan menteri menterinya, akan tetapi menteri setia belum tentu dipercaya. Maka itulah, Ngo Yan menceburkan dirinya disungai. Sedang Tiang Sie binasa di negeri Siok."

"Itulah kata-kata yang ditulis Cong cu. Disamping itu, kau tentu tahu, bahwa Souw Cin telah berhasil mempersatukan enam negara, tapi ia sendiri celaka. Koet Goan seorang menteri setia, tapi belakangan ia sampai membuang diri disungai Bie lo, Han Sin berjasa besar untuk negaranya, tapi tak urung ia binasa di dalam penjara. Sekarang marilah tengok orang-orang peperangan, Tang Ngay berhasil merebut Siok han, tapi ahkirnya ia masuk kerangkeng. Atas bantuan Ngo Cu Sie, negeri Gouw menjagoi, tapi Ngo Cu Sie sendiri didesak oleh rajanya, sehingga ia mesti membunuh diri.

"Han ko couw telah merebut dunia (Tiongkok) atas bantuan Han Sin, tapi ia masih tega untuk membunuh Han Sin. Sesudah mengalahkan Tio Cui di Liang peng. Raja Cin berbalik membunuh Pek Kie. Dilihat dari contoh-contoh itu, siapa kata perbuatan baik akan mendapat pembalasan baik?"

Cui San menghela napas panjang. Ia berduka karena mengingat, bahwa diantara jenderal-jenderal ternama, seperti Teng Ngai, Ngo Cu Sie, Han Sin, Pek Kie, Lie Kong, Man Wan dan lain lain, banyak sekali yang menjadi korban kaizar kaizar kejam.

Sementara itu Cia Sun berkata pula: "Dengan segenap jiwa dan raga. Tay hu Bun Ciong telah mengabdi kepada Gouw ong Kouw Cian, sehingga Kouw Cian dapat merebut pulang negerinya. Tapi bagaimana akhirnya ? Akhirnya Bun Ciong dibunuh mati oleh Kouw Cian."

"Kay Cu Twie mengikuii Ciong Nyie dalam mengunjungi berbagai negeri, sehingga Ciong Nyie belakangan dapat pulang kenegeri Cin dan menjadi Raja Cin bun kong. Akan tetapi, Cin boon kong bukan saja sudah melupakan jasa-jasa Kay Cu Twie bahkan belakangan ia membakar gunung sehingga Kay Cu Twie mati kebakar."

"Hok Kong bersetia kepada kerajaan Han, tapi sesudah ia mati, kaizar Han membunuh serumah tangganya."

"Pada jaman Sam Kok, Liok Sun telah mengalahkan Lauw Pie dan membakar tenda-tenda tentara yang panjangnya tujuh ratus sehingga menyelamatkan Tong gouw dari kemusnahan. Tapi tak urung Sun Koan bercuriga dan menulis surat berulang-ulang. sehingga karena jengkel ia meninggal dunia."

"Pada jaman Tong, Pang Hiang Lang berhamba kepada Tong thay cong. Ia mengunjuk kesetiaannya, sehingga namanya dipuji tinggi dalam kitab sejarah. Tapi pada akhirnya, seluruh keluarganya tak urung di sapu bersih juga oleh sang kaizar ...."

Dengan bersemangat, terus-menerus Cia Sun memberi contoh-contoh dari sejarah, cara bagaimana menteri setia menjadi korban dalam tangannya kaizar kaizar kejam. Sebagian contoh itu dikenal, sebagian pula tidak dikenal oleh Cui San.

Dari sini dapatlah dilihat betapa dalam pengetahuan Cia Sun mengenai ilmu surat dan pengetahuannya itu bahkan melebihi sasterawan biasa.

Sambil mengawasi ketempat jauh, Cui San merenungkan perundingan itu.
"Hm ..... sekarang kau lihatlah !" kata pula Cia Sun. "Kau lihatlah .. . baik dibalas baik, jahat dibalas jahat, tidak selamanya begitu. Banyak manusia jahat hidup mewah dan berkedudukan tinggi. Kita ambil contoh yang paling terkenal. Han ko couw Lauw Pang adalah manusia kejam. Waktu ia akan perang, untuk menyelamatkan jiwa sendiri, dia melontarkan putera puteri kandungnya kebawah kereta."

"Satu waktu Hang Ie telah menangkap ayahnya dan ia diberitahukan, bahwa daging sang ayah bakal dimasak, Tapi Lauw Pangcukup tega untuk berkata begini: Sesudah dimasak, bagilah sedikit kepadaku untuk dicoba. Tapi manusia kejam, manusia tidak berbakti itu, bukan saja sudah menjadi kaizar, tapi juga berumur panjang dan mati baik-baik diatas pembaringan. Huh! Tong thay tiong membunuh kakak dan adiknya sendiri dan kemudian mendesak ayah andanya sambai begitu rupa, sehingga, mau tidak mau sang ayah terpaksa menyerahkan kedudukan kepada anak durhaka itu."

"Song thay cong pun tidak kalah kejamnya. Ia juga manusia yang telah membunuh saudara sendiri. Dalam kalangan Kang ouw, manusia-manusia begitu dipandang luar biasa jahat. Tapi pembalasan apa yang didapat mereka ?"

"Mengenai kekejaman kaizar-kaizar jaman dulu, apa yang dikatakan Cia Cianpwee memang benar sekali," kata Cui San. "Diantara sepuluh, ada sembilan kaizar yang sangat kejam dan buas. Dengan kekuasaannya yang tidak terbatas, mereka membunuh manusia dan berbuat sewenang-wenang, sesuka hati. Mungkin sekali, dihari kemudian akan tiba temponya, kapan dunia tidak melihat lagi kaizar yang memiliki kekuasaan tidak terbatasi."

"Tapi biar bagaimanapun jua, aku tetap ber pendapat, bahwa perbuatan baik akan mendapat pembalasan baik dan perbuatan jahat akan mendapat pembalasan jahat."

"Menurut pendapatku, tujuan terutama dari hidupnya manusia dalam dunia ina adalah mencari keberuntungan dalam rupa ketenangan jiwa dan kepuasan batin. Dan seseorang barulah bisa merasa beruntung, jika ia tahu, bahwa selama hidupnya, ia telah berbuat banyak kebaikan terhadap sesama manusia."

"Mengenai kaizar-kaizar itu atau menteri-menteri dorna yang banyak mencelakakan manusia, sedikit pun aku tidak percaya, jika dikatakan mereka tidak meadapat pembalasan. Manusia yang bermusuhan dengan ayah atau saudara sendiri bahkan mencelakakannya adalah manusia yang paling tidak beruntung di dalam dunia. Bayangkanlah penderitaan batin dari manusia-manusia itu! Mana boleh mereka tidak terhukum? Mereka mungkin terlolos dari hukuman lahir, tapi mereka pasti tidak terlolos dari hukuman batin dan hukuman batin adalah hukuman yang terhebat, karena orang terhukum tidak sedikitpun dapat mencicipi kesenangan dan kepuasan di dalam hatinya. Maka itulah, aku tetap berpendapat bahwa siapa yang menyabar angin pasti akan mendapat taufan."

Sesudah mendengar perundingan yang panjang itu, paras muka Cia Sun agak berubah. Dalam hati kecilnya, ia mengakui kebenaran perkataan pemuda itu. Tapi ia tentu saja sungkan mengaku terang terangan. Sesaat kemudian, sambil mengawasi Cui San dengan sorot mata tajam, ia berkata dengan suara mengejek: "Kudengar gurumu yaitu Thio Sam Hong, berilmu tinggi. Hanya sayang aku belum pernah bertemu dengannya. Kau adalah salah seorang murid terutama dari Thio Sam Hong dan aku merasa menyesal karena mendapat kenyataan bahwa pemandanganmu begitu tolol. Kurasa Thio Sam Hong tiada banyak bedanya denganmu dan aku boleh tak usah pergi menemuinya."

Melihat Cia Sun mempunyai pengetahuan tinggi dalam ilmu surat dan ilmu silat, Cui San merasa sangat kagum. Tapi, karena mendadak orang itu memandang rendah kepada gurunya, yang dipuja olehnya bagaikan malaikat, darahnya lantas saja meluap. "In su (guruku) memiliki kepandaian sedemikian tinggi, sehingga tak akan dapat diukur oleh manusia biasa," katanya dengan suara keras.

"Ilmu Cianpwee sangat tinggi dan tak dapat dilawan oleh orang-orang muda. Tapi dimata Insu, Cia Cianpwee hanialah seorang kasar yang tidak kenal budi."

Mendengar kata-kata itu, In So So kaget bukan main dan buru-buru menarik ujung baju Cui San. Tapi pemuda itu yang sedang panas perutnya, lantas saja berkata: "Seorang laik-laki, jika mesti mati, biarlah mati, tapi tak dapat ia membiarkan gurunya dihina orang"

Diluar dugaan, Cia Sun tidak menjadi gusar. "Thio Sam Hong adalah seorang guru besar dan pendiri sebuah partai yang besar pula," katanya dengan suara tawar. "Mungkin sekali, ia memiliki kepandaian tinggi. Ilmu silat tiada taranya. Bukan tak bisa jadi bahwa jika dibandingkan, kepandaianku tak nempil dangan kepandaiannya. Nanti, di satu hari, aku pasti akan mendaki Bu tong san untuk meminta pelajaran. Thio Ngohiap, ilmu apa yang kau paling mahir? Hari ini aku siorang she Cia ingin menambah pengalaman."

In So So terkejut. Sesudah menyaksikan kepandaian Cia Sun, ia mengerti, bahwa Cui San bukan tandingan orang itu. Maka itu ia lantas saja berkata : "Cia Cianpwee, To liong to sudah jatuh kedalam tanganmu dan semua orang merasa kagum melihat kepandaianmu. Apa lagi yang kau mau ?"

"mengenai To liong to, semenjak dulu telah tersiar beberapa kata-kata yang sampai sekarang belum dapat dipecahkan orang." kata Cia Sun. "Apakah kau tahu bunyi kata-kata itu ?"

"Ya," jawabnya.

"Golok ini katanya sebuah senjata yang paling dihormati dalam Rimba Persilatan dan siapapun juga yang memilikinya, akan dapat memerintah di kolong langit dan tiada manusia yang akan menentangnya," kata pula Cia Sun. "Tapi sampai sekarang, belum ada juga yang tahu, rahasia apa bersembunyi dalam golok ini. Apakah benar orang yang memilikinya dapat memerintah orang-orang gagah dalam Rimba Persilatan ?"

"Cia Cianpwee adalah seorang yang berpengetahuan tinggi dan boan pwee justru ingin menanyakan Cianpwee tentang hal itu," kata si nona.

"Akupun tak tahu," jawabnya. "Sesudah mendapatkan golok ini, aku akan berdiam di tempat yang sepi dan akan menggunakan tempo beberapa tahun untuk mencoba memecahkan teka-teki itu "

"Bagus." kata So So. "Cia Cianpwee mempunyai kecerdasan otak yang melebihi manusia biasa. Jika Cianpwee tidak berhasil, lain orangpun pasti tak akan bisa berhasil."

"Huh huh! Aku si orang she Cia bukan sebangsa manusia sombong," katanya. "Mengenai ilmu surat dan ilmu silat, Kong bun Tay su Ciang bun jin Siauw lim pay, Thio Sam Hong Too tiang dari Bu tong pay, Tiang loo dari Go bie pay dan Kun lun pay semuanya adalah orang-orang yang berkepandaian sangat tinggi. Mengenai kecerdasan otak, Peh bie Eng ong In Kauwcu dari Peh bie kauw memiliki kecerdasan otak yang jarang terdapat dalam ratusan abad."

In So So segera bangun berdiri dan berkata sambil membungkuk: "Terima kasih banyak atas pujian Cianpwee."

"Aku ingin memiliki golok ini, lain orang juga kepingin," kata Cia Sun. "Hari ini di pulau Ong poan san, aku tidak bertemu dengan tandingan. Dalam hal ini, In Kauwcu sudah salah menghitung. Ia menganggap bahwa Pek Tan cu dan yang lain-lain sudah cukup untuk menghadapi Hay see pay, Kie keng pang dan Sin kun bun. Ia sedikit pun tidak menduga, bahwa siorang she Cia bisa datang kemari."

"Bukan, bukan Kauwcu salah menghitung," memutus si nona. "Ia tak dapat datang kemari karena mempunyai lain urusan yang terlebih penting."

"Tapi biarpun begitu, bahwa hari ini To liong to sampai jatuh ketanganku, sedikit banyak menurunkan nama besar In Kauwcu sebagai seorang yang bisa menghitung bagaikan malaikat," kata Cia Sun seraya bersenyum.

Si nona bersenyum dan berkata pula: "Dalam dunia ini, banyak kejadian tidak dapat diperhitungkan lebih dahulu. Enam kali Cukat Buhouw ke luar dari gunung Kie San, tapi ia gagal dalam usahanya untuk mempersatukan seluruh Tiongkok. Tapi, meskipun ia mengalami kegagalan, nama besarnya tidak jadi merosot. Inilah apa yarg dikatakan: Manusia berusaha, Allah yang berkuasa. Cia cianpwee adalah seorang yang luar biasa dan mempunyai rejeki besar. Lain orang bergulat mati-matian untuk merebut golok itu, tapi Cianpwee sendiri sudah dapat memiliknya secara mudah sekali." Sehabis berkata begitu, ia mengawasi Cia Sun sambil bersenyum manis. Ia sudah sengaja mengulur-ulur pembicaraan itu supaya Cia Sun melupakan tantangannya terhadap Thio Cui San.

"Semenjak muncul dalam dunia, entah sudah berapa kali golok ini berpindah tangan dan entah sudah berapa orang binasa karena memilikinya," kata Cia Sun. "Sekarang aku berhasil merebut golok ini. Siapa tahu kalau dikemudian hari tidak muncul seorang yang berkepandaian lebih tinggi dari pada aku"

So So dan Cui San saling melirik. Mereka menganggap, perkataan orang itu mengandung maksud yang dalam. Cui San ingat, bahwa kakak seperguruannya mendapat luka berat karena mempunyai sangkut paut dengan To liong to, dan sampai sekarang mati hidupnya belum dapat dipastikan. Ia sendiri berada dalam bahaya besar dan sebab-sebabnya hanya karena turut melihat golok mustika itu.

Sesudah berdiam sejenak, Cia Sun menghela napas panjang. "Kalian berdua adalah orang-orang yang bun bu coan cay (mahir ilmu surat dan ilmu silat) dan setimpal benar satu sama lainnya, yang satu cantik, yang lain tampan," katanya.

"Jika aku membunuh kalian, aku seolah-olah menghancurkan sepasang Giak kee (alat dari batu giok) yang jarang terdapat dalam dunia. Tapi, didesak oleh keadaan dan kenyataan, tak dapat aku tidak membinasakan kalian."

"Mengapa begitu?" tanya si nona dengan suara kaget.
"Kalau aku pergi dengan membawa golok ini dan meninggalkan kalian di pulau ini, dalam berapa hari saja, orang sedunia sudah tahu, bahwa To liong to berada dalam tanganku," Ia menerangkan.

"Yang ini akan cari aku, yang itu akan cari aku, semua orang akan cari aku. Aku bukan manusia yang tiada tandingan di dalam dunia. Yang lain tak usah dibicarakan. Peh bie Eng ong saja belum tentu dapat dirubuhkan olehku."

"Ah! Kalau begitu kau membunuh orang menutup mulutnya!" kata Cui San dengan suara tawar.

"Benar." jawabnya.

"Jika demikian, perlu apa kau mengunjuk kedosaan orang-orang Hay see pay, Kie keng pang dan Sin kun bun?" tanya Cui San.

Cia Sun tertawa berkakakan. "Aku ingin mereka mati tanpa penasaran," jawabnya.

"Hmm . . kau kelihatannya masih mempunyai hati yang baik," kata puji pemuda itu.

"Di dalam dunia ini, siapakah yang bisa hidup abadi ?" tanya Cia Sun. "Mati lebih cepat atau mati lebih lama beberapa tahun, tidak banyak bedanya. Kau, Thio Ngohiap, dan In Kouwnio masih berusia sangat muda. Jika hari ini kalian binasa di pulau Ong poan san, memang juga kelihatannya sangat mesti disayangkan. Tapi, ditinjau seratus tahun kemudian, bukankah kebinasaan dihari ini atau meninggal dunia dihari nanti bersamaan saja? Andai kata dahulu Cin Kwee tidak mencelakakan Gak Hui sehingga panglima besar itu binasa, apakah Gak Hui bisa hidup sampai sekarang? Yang penting ialah seseorang harus mati dengan hati terang dan tidak merasakan penderitaan. Mika itu, aku sekarang mengajak kalian bertanding secara adil. siapa yang kalah, dialab yang mati. Kalian berusia lebih muda dan aku suka mengalah. Pilihlah dalam ilmu silat dergan senjata, tanpa senjata, Lweekang, senjata rahasia, atau mengentengkan badan, ilmu berenang, kalian boleh pilih dan aku akan mengiringkan."

"Kau sombong sekali," kata sinona. "Apakah kau artikan, bahwa kau bersedia untuk melayani kami dalam ilmu apapun juga?" Suara si nona agak gemetar karena ia tahu, bahwa ia dan Cui San tidak dapat meloloskan diri lagi.

Mendengarkan pertanyaan So So, Cia Sun agak terkejut. Ia adalah seorang yang amat cerdas dan sesaat itu juga, ia lantas saja ingat, bahwa untuk si nona dapat menantangnya dalam ilmu menjahit atau lain lain ilmu kaum wanita yang tidak dimilikinya. Mengingat begitu, ia lantas saja menjawab dengan suara nyaring: "Tantanganku itu terbatas pada ilmu silat. Aku pasti tidak bermaksud untuk bertanding makan nasi, minum arak dan sebagainya yang tidak bersangkut paut dengan ilmu silat." Dilain saat, melihat Cui San mencekal kipas, ia menyambung perkataannya: "Akupun bersedia untuk melayani kalian dalam ilmu bun (ilmu surat). Menulis huruf indah, melukis, memetik khim, main tio kie, menulis syair atau sajak semua boleh. Hanya kita harus berjanji, bahwa pihak yang kalah harus membunuh diri sendiri, Hai! Melihat kalian, sepasang orang muda yang setimpal sungguh untuk menjadi suami isteri, aku merasa sangat tak tega untuk untuk turun tangan."

Mendengar perkataan yang paling belakang itu, paras muka kedua orang muda itu lantas saja berubah merah.

Si nona mengerutkan alis. "Kalau kau yang kalah, apakah kau juga akan membunuh diri?" tanyanya.

"Bagaimana aku bisa kalah?" kata Cia Sun sambil tertawa.

"Dalam pertandingan mesti ada yang kalah dan ada yang menang," kata si nona. "Thio Ngohiap adalah murid dari seorang berilmu tinggi, maka selalu terdapat kemungkinan, bahwa dia akan mengalahkan kau "

Cia Sun tertawa, "Orang yang masih berusia begitu muda, biarpun berkepandaian tinggi tak akan memiliki Lweekang yang cukup dalam untuk dapat menghadapi aku," katanya.

Selagi kedua orang itu bicara, diam-diam Cui San mengasah otak untuk menetapkan ilmu apa yang akan diajukan olehnya. Dalam ilmu surat, dalam mana tercakup seni melukis huruf indah, seni lukis, memetik khim, main tio kie, menulis syair, pengetahuannya masih dangkal. Ilmu apa yang harus diajukannya? Ilmu silat? Ilmu mengentengkan badan? Ilmu silat gubahan gurunya yang berdasarkan Suhoat? Tiba-tiba serupa ingatan berkelebat dalam otaknya dan ia lantas saja berkata: "Cia Cianpwee, karena kau mendesak, maka aku tak dapat tidak mempersembahkan kebodohanku. Jika kalah, aku tentu akan menggorok leher sendiri. Tapi bagaimana, andaikata aku beruntung bisa keluar dengan seri ?"

Cia Sun menggelengkan kepala, "Tak mungkin seri," jawabnya. "Seri dalam pertandingan pertama, kita bertanding pula sampai ada yang menang, dan ada yang kalah."

"Baiklah," kata Cui San. "Andaikata dalam pertandingan ini boanpwee memperlihatkan keunggulan, boanpwee tak berani menuntut apapun jua. Boanpwee hanya ingin memohon supaya Cianpwee sudi meluluskan satu permintaan."

"Aku berjanji untuk meluluskan permintaanmu itu," kata Cia Sun. "Hayolah, katakan saja, dalam ilmu apa kau ingin bertanding."

Melihat begitu, bukan main leganya hati sinona.
"Kau mau bertanding dalam ilmu apa ? Apa kau punya pegangan untuk mendapat kemenangan?" bisiknya.

"Belum tentu," jawabnya.

"Kalau kau kalah, kita coba lari," bisik pula si nona.

Cui San tidak menjawab, ia hanya bersenyum getir. Dengan perahu sudah tenggelam semua dan mereka berada disebuah pulau kecil, kemana mereka mau lari? Ia segera mengikat tali pinggang erat-erat dan mencabut Poan koan pit dari pinggangnya.

"Dalam dunia Kangouw, Gin kauw Tiat hoa Thio Cui San sangat cemerlang dan hari ini aku akan menjajal-jajal dengan Long gee pang." kata Cia Sun,

"Mengapa kau tidak mengeluarkan Lan gin Houw tauw Gin kauw ?"

"Boanpwee bukan ingin bertempur melawan Cianpwee dengan menggunakan senjata," jawabnya dengan sikap hormat.

"Boanpwee hanya ingin sekedar menulis beberapa huruf." Sehabis berkata begitu, ia berjalan kelereng bukit disebelah dimana ia berdiri satu tembok batu yang tinggi dan besar. Ia menarik napas dalam-dalam, menotol tanah dengan kakinya dan badannya lantas saja melesat keatas.


Ilmu ringan badan dari Bu tong pay adalah yang terbaik dalam seluruh Rimba Persilataa. Pada detik mati atau hidup, Cui San telah mengeluarkan seanteto kepandaiannya. Dengan sekali melompat, tubuhnya melesat setombak lebih dan lompatan itu disusul dengan lompatan Tee in ciong kaki kanannya menendang tembok dan badannya kembali terbang keatas kurang lebih dua tombak. Dengan berbareng, Poan koan pit bergerak. "Sret sret sret ....." bagaikan kilat ia sudah menulis huruo , "bu". Baru selesai satu hurup badannya mulai melayang turun kebawah.

Dengan cepat ia mencabut Gin Kauw yang lalu ditancapkan kesebuah lobang kecil ditemboK batu itu. Demikianlah, dengan menggunakan gaetan itu untuk menahan badannya, ia lalu menulis huruf "lim". Ia menulis dengan menggunakan gerakan yang digubah Thio Sam Hong pada malam itu, gerakan-gerakan yang mengandung tenaga Im dan Yang, Kong dan Jioe (negatip dan positip, keras dan lembek) dan semua itu merupakan limn silat tertinggi dari Bu tong pay. Meskipun Lweekang Thio Cui San belum sempurna, sehingga goresan goresan Poan koan pit tidak masuk terlalu dalam ditembok batu itu, tapi kedua huruf itu indah luar biasa, seolah-olah terbangnya naga atau menarinya burung Hong. Sesudah huruf "cie" dan "cun", ia menulis semakin cepat dan dalam sekejap mata, dua puluh empat hurup itu sudah selesai.

Sesudah menulis hurup "hong" yang terakhir, ia menotol tembok dengan Gin kauw dan Poan koan pit dengan berbareng dan dalam suatu gerakan yang indah, badannya melayang turun ke bawah dan hinggap didampingi si nona.

Dengan mulut ternganga Cia Sun mengawasi tiga baris huruf huruf itu yang setiap hurufnya sebesar gantang. Sesudah lewat sekian lama, ia menghela napas saraya berkata: "Aku tak dapat menulis seperti itu. Aku kalah."

Ia tentu saja tak tahu, bahwa Thio Sam Hong berhasil menggubah lima silat yang sangat luar biasa itu sesudah mengasah otak seluruh malam dan pada waktu bersilat, ia telah menumplek seluruh semangat dan pikirannya. Andai kata Thio Sam Hong sendiri yang harus menulis huruf-huruf itu diatas tembok itu, belum tentu ia bisa menulis begitu indah dan bertenaga, jika tidak di sertai dengan semangat dan pemusatan pikirannya yang sesuai. Cia Sun tentu saja tak tabu, bahwa dua puluh empat huruf itu serupa ilmu silat. Ia hanya menduga, bahwa karena melihat To liong to, Cui San sudah ingat perkataan yang tersiar mengenai golok itu dan lalu menulisnya. Ia tak pernah mimpi, bahwa apa yang mampu ditulis oleh Cui San hanialah dua puluh empat huruf itu.

In So So girang bukan kepalang. "Kau kalah, kau tak boleh mungkir dari janjimu!" teriaknya.

"Thio Ngohiap, ilmu yang mempersatukan Bu hak dengan Su hoat (ilmu silat dengan ilmu huruf-huruf bagus) baru sekarang dilihat olehku," kata Cia Sun. "Aku sungguh merasa kagum."Perintah apa yang kau mau memberikan ke padaku?"

"Boanpwee adalah seorang muda yang berkepandaian cetek, mana berani boanpwee memberi perintah kepada Cianpwee?" jawabnya sambil membungkuk. "Boanpwee hanya ingin memberanikan hati untuk mengajukan satu permohonan."

"Permohonan apa?" tanya Cia Sun.

"Aku mohon supaya Cianpwee suka mengampuni jiwa semua orang yang berada di pulau ini," jawabnya. "Cianpwee dapat memerintahkan supaya mereka bersumpah untuk tidak membuka rahasia, bahwa To liong to berada dalam tanganmu."

"Aku belum begitu edan untuk percaya sumpahnya manusia." kata Cia Sun dengan mata melotot.

"Apa kau mau menarik pulang janjimu sendiri?" tanya si nona. "Bukankah kau sudah herjanji, bahwa jika kalah, kau akan meluluskan permintaan Thio Ngoko?"

"Kalau aku tidak pegang janji, mau apa kau?" bentak Cia Sun. Sesaat itu ia rupanya menginsyafi kekeliruannya, karena ia segera menyambung perkataannya: "Jiwa kalian berdua sudah kuampuni. Yang lain tidak bisa."

"Kedua Kiam kek Kun lun pay adalah murid murid dari partai yang ternama dan mereka belum pernah melakukan perbuatan jahat," kata Cui San.

"Jangan rewel!" bentak Cia Sun. "Dimataku, baik dan jahat tiada bedanya. Lekas robek ujung baju kalian dan sumbatlah kuping kalian. Tutup kuping keras-keras dengan kedua tangan. Jika kalian menyayang jiwa, turut perintahku." Ia bicara separuh berbisik, seperti takut didengar orang.

Cui San dan So So saling mengawasi dengan perasaan heran. Tapi karena melihat Cia Sun bicara sungguh-sungguh mereka merobek ujung tangan baju yang lalu digunakan untuk menyumbat kuping dan kemudian mereka menutup kuping dengan kedua tangan.

Tiba2 Cia Sun membuka mulut lebar2 seperti orang berteriak dan mendadak mereka merasa bumi goyang-goyang. Hampir berbareng orang orang Peh bie kauw, Kie keng pang, Hay see pay dan Sin kun bun berubah paras mukanya seolah olah merasakan kesakitan luar biasa, dan dilain saat, mereka rubuh bergulingan diatas tanah.

Ko Cek Sang dan Cio Tauw kelihatan kaget dan ketakutan, buru-buru mereka bersila dan mengerahkan Lwee kang untuk melawan teriakan itu. Dilihat dari paras muka kedua Kiamkek dan keringat yang turun berketel-ketel dari muka mereka, Cui San dan So So tahu, bahwa Ko Cek Seng dan Cio Tauw sedang mengeluarkan seantero tenaganya. Beberapa kali, mereka mengangkat tangan untuk menutup kuping, tapi selalu gagal dan tangan mereka sudah diturunkan lagi sebelum menyentuh kuping.

Sesaat kamudian, Cui San merasa tubuhnya bergoyang keras dan hampir berbareng, tubuh Ko Cek Seng dan Cio Tauw melesat keatas kira-kira setombak akan kemudian rubuh ditanah tanpa bergerak lagi.

Cia Sun segera menutup mulutnya dan memberi isyarat supaya Cui San dan So So membuka sumbat kuping.

"Sebagai akibat dari teriakanku, mereka pingsan untuk sementara waktu," katanya. "Sebentar, sesudah tersadar, urat syaraf mereka yang rusak tidak dapat pulih lagi seperti biasa dan mereka menjadi gila. Mereka tak ingat apa yang sudah terjadi disini. Thio Ngohiap, kau minta aku mengampuni jiwa semua orang yang berada di pulau ini dan permintaan itu telah dipenuhi olehku."

Cui San bengong dan tidak dapat mengeluarkan sepatah kata. Ia bergusar dan berduka, tapi tidak berdaya. Biar bagaimanapun jua, kepandaian Cia Sun yang sangat luar biasa itu harus dikagumi. Ia juga akan mengalami nasib seperti yang lainnya. Dengan perasaan tidak keruan rasanya ia mengawasi Ko Cek Sang, Cio Tauw, Pek kwie Sian dan lain-lain, yang rebah ditanah dengan paras muka pucat bagaikan mayat.

"Mari kita berangkat," kata Cia Sun dengan suara tawar.

"Kemana?" tanya Cui San.

"Pulang!" jawabnya. "Urusan di Ong poan san sudah beres. Perlu apa berdiam lama-lama disini"

Sehabis berkata begitu, ia mengajak kedua orang muda itu pergi kesebelah barat pulau, kebelakang sebuah bukit kecil, darimana mereka lihat sebuah perahu dengan tiga tiang layar yang berlabuh disebuah muara kecil. Perahu itu adalah perahu Cia Sun.

Begita tiba dipinggir perahu, Cia Sun berkata sambil membungkuk: "Aku mengundang Jiewie naik keperahu."

"Hm! Sekarang kau berlaku mulia sekali." kata So So seraya ketawa dingin.

"Dalam perahuku, kalian adalah tamu-tamu yang terhormat, sehingga aku harus memperlakukan kalian dengan segala kehormatan," jawabnya.

Ia memberi isyarat kepada anak buahnya yang segera mengangkat jangkar dan perahu lantas saja berangkat.
Di perahu itu terdapat enambelas atau tujuhbelas anak buah, tapi waktu memberi perintah perintah kepada mereka juru mudi hanya menggerak gerakkan kaki tangannya, seokah-olah semua anak buah gagu dan tuli.

Si nona merasa heran dan berkata : "Kau pintar sungguh, bisa mendarat anak buah yang tuli gagu"

Cia Sun tertawa. "Apa sukarnya?" jawabnya. "Aku hanya perlu cari orang-orang yang buta huruf, menusuk telinganya, memberi obat kepada nya dan segala apa sudah beres."

Mendengar keterangan itu, bulu roma Cui San bangun semua dan ia mengawasi Cia Sun dengan sorot mata gusar.

Tapi So So menepuk-nepuk dan tertawa nyaring : "Bagus! Bagus!" katanya. "Tuli dan gagu juga buta huruf. Hmm! Rahasiamu yang bagaimana besarpun pasti tak akan dibocorkan mereka, Hanya sayang, kau masih memerlukan mereka untuk menjalankan perahu. Kalau bukan begitu, bukankah kau akan membuta kan juga mata mereka?"

Cui San melirik si nona dan menegur dengan suara mendongkol : "In Kauwnio, kau adalah seorang gadis baik-baik, tapi mengapa kau begitu kejam? Kejadian itu adalah kejadian yang sangat mendukakan dan aku sungguh tak mengerti, bagaimana kau sampai hati untuk mengatakan begitu."

So So sudah membuka mulutnya untuk bertengkar, tapi ia mengurungkan niatnya, karena Cui San kelihatannya sudah gusar sungguhan

"Dikemudian hari, sesudah kembali di daratan Tiongkok, aku akan menusuk mata mereka," kata Cia Sun dengan suara dingin.

Sementara itu, layar sudah naik dan perahu melaju semakin cepat.

"Cia Cianpwee, bagaimana orang-orang yang berada di pulau Ong poan san." tanya Cui San. "Kau sudah menenggelamkan semua perahu. Cara bagaimana mereka bisa pulang? "

"Thio Ngohiap," jawabnya, "kau adalah seoraug yang berhati mulia, hanya kau bawel sekali, seperti nenek bangkotan. Biarlah mereka mampus sendiri, bagaikan impian dimusim semi yang tiada bekasnya, Apakah itu bukan kejadian yang bagus sekali?"

Cui San segera menutup mulutnya, karena ia tahu, bahwa terhadap manusia yang kejam itu, ia tak dapat berunding lagi. Ia menunduk dan menghela napas perlahan. Ia ingat, bahwa selama beberapa tahun, Bu tong Cit hiap malang melintang didunia Kangouw dan selalu berada diatas angin. Tapi sekarang, diluar dugaan, ia mesti menunduk dibawah pengaruh orang, tanpa dapat melawan, Hatinya jengkel, pikirannya kusut dan ia memandang ketempat jauh tanpa meladeni Cia Sun dan So So.

Tak lama kemudian, tampak seorang pelayan membawa makanan dan menuang arak ditiga cawan. "Sebelum bersantap aku ingin memetik khim guna menghibur tetamuku yang terhormat," kata Cita Sun. "Disamping itu aku ingin minta petunjuk-petunjuk Thio Siangkong dan In Kauwnio,"

Sehabis berkata begitu, ia mengambil sebuah khim dari dinding gubuk perahu dan lalu memetiknya. Dalam seni musik, Cui San tidak mempunyai pengetahuan yang mendalam dan ia tidak mengenal lagu yang dimainkan. Ia hanya merasa bahwa lagu itu sangat sedih, semakin lama semakin menyayat hati, sehingga pada akhirnya, tak dapat mempertahankan diri lagi dan lalu mengucurkan air mata.

Tiba-tiba, dengan sekali menggaruk dengan lima jarinya, suara tetabuhan itu berhenti. "Aku sebenarnya ingin menghibur kalian, tapi tak dinyana Thio Siangkong berbalik sedih," katanya sambil tertawa getir." Untuk kesalahanku itu aku harus didenda dengan secawan arak,"

Ia mengangkat cawan dan meneguk isinya.

"Lagu apa yang barusan diperdengarkan Cia Cianpwee?" tanya Cui San.

Cia Sun mengawasi So So, seperti juga ingin meminta supaya nona itu yang menjawabnya. Tapi sinona menggelengkan kepala.

"Apakah kau pernah mendengar riwayat Kie Kong dari jaman Cin?" tanya Cia Sun. "Inilah baru yang diperdengarkannya waktu ia mau dihukum mati."

"Lagu Kong leng san?" tanya Ceil San dengan suara terkejut.

"Benar," jawabnya.

"Sepanjang sejarah, semenjak Kie Kong meninggal dunia, lagu ini sudah tidak terdapat dalam dunia," kata pula pemuda itu. "Bagaimana Cianpwee bisa mendapatkannya ?"

Cia Sun tertawa dan paras mukanya yang berseri-seri mengunjuk, bahwa hatinya senang sekali. "Kie Kong manusia keras kepala, adatnva mirip-mirip dengan adatmu." katanya. "Pada jaman itu, Ciong Hwee berpangkat tinggi dan mendengar nama besarnya Kie Kong, ia telah mengunjunginya. Tapi Kie Kong tidak meladeninya dan terus memukul besi yang sedang dikerjakannva. Ciong Hwee mendongkol dan lantas saja berlalu. Ia adalah seorang yang sangat pintar dan berkepandaian tinggi, hanya sayang, pemandangannya terlalu sempit. Sikap Kie Kong dianggapnya suatu hinaan yang tidak dapat diampuni dan secara licik, ia lain menggosok-gosok Suma Ciauw dengan mengatakan, bahwa Kie Kong telah bicara jelek tentang Suma Ciauw itu. Dengan gusar, Suma Ciauw menjatuhkan hukuman mati atas diri Kie Kong. Sebelum dibunuh, ia memetik khim dan memperdengarkan lagu Kong leng san. Sesudah selesai, ia berkata: Mulai hari ini Kong leng san tak akan dapat didengar lagi dalam dunia. Menurut pendapatku, kata-kata itu sangat memandang rendah kepada orang-orang yang hidup dijaman belakangan. Ia hidup dijaman Samkok. Menurut perhitunganku, mungkin sekali lagu itu tidak tersiar pula sesudah jaman itu. Tapi aku tak percaya Kong leng san tidak dikenal orang pada sebelum jaman Samkok."

Thio Cui San tidak mengerti apa maksudnya keterangan itu dan ia lalu minta penjelasan.

"Perkataan Kie Kong menimbulkan rasa penasaran dalam hatiku," menerangkan pula Cia Sun. "Aku segera membongkar kuburan-kuburan menteri-menteri besar dari kerajaan Tong han dan sesudah membongkar duapuluh sembilan kuburan akhirnya aku berhasil menemukan lagu Kong leng san dalam kuburan, Coa Yong" Sehabis menerangkan begitu, ia tertawa terbahak-bahak dengan kegirangan besar.

Cui San terkejut. "Orang ini benar-benar tak mengenal Tuhan," katanya di dalam hati. "Hanya karena sepatah kata yang diucapkan oleh seorang dijaman dulu, dia rela menjadi pembongkar kuburan. Andai kata ada orang yang berdosa terhadapnya, ia pasti membalas sakit hati sehebat-hebatnya"

waktu mendongak, ia lihat sebuah lukisan yang tergantung didinding gubuk perahu. Dilihat dari warnanya yang sudah agak suram, lukisan San Cui (gunung dan air) itu sudah tua sekali, tapi lukisannya sendiri hidup, indah dan angker luar biasa.

Melihat pemuda itu mengawasi tanpa berkesip Cia Sun segera berkata: "Lukisan itu adalah buah tangan Thio Ceng Yoe dari jaman kerajaan Liang. Aku telah mencurinya dari istana kaizar. Menurut orang, kalau melukis naga, ia tak pernah melukis mata naga itu, sebab, jika dilukis, gambar naga lantas saja hidup dan terbang kelangit sesudah mendobrak tembok. Tentu saja cerita itu omong kosong belaka dan hanya digunakan untuk memberi pujian kepada lukisan naga Thio Ceng Yoe yang indah luar biasa. Menurut pendapatku, duapuluh empat huruf yarg ditulis olehmu ditembok batu tidak kalah indahnya dari lukisan San sui itu."

"Boanpwee hanya mencorat coret secara serampangan, mana bisa dibandingkan dengan pelukis kenamaan dijaman dulu" Cui San merendahkan diri.

Demikianlah, mereka beromong omong tentang sastra dan lain-lain ilmu jaman dulu dan jaman sekarang dengan tuan rumah bicara sebagai seorang sasterawan besar. Cui San merasa sangat kagum akan pengetahuan Cia Sun, tapi hatinya tetap diliputi kegusaraaan karena mengingat kekejaman orang itu. Beberapa lama kemudian, ia mulai merasa sebal dan lalu memandang keluar jendela, dengan membiarkan si nona bicara terus dengan tuan rumah.

Tiba-tiba ia lihat matahari sore yang tengah menyelam ditepian laut dan yang memancarkan sinar emas yang gilang gemilang. Selagi mengawasi dengan pikiran melayang layang, mendadak ia terkejut. "Mengapa matahari menyelam disebelah balakang perahu ?" tanyanya di dalam hati. Ia menengok seraya berkata : "Cia cianpwee, juru mudimu telah mengambil jalanan yang salah. Kita menuju kearah timur."

"Tidak salah, kita memang sedang menuju ke timur," jawabnya.

In So So juga kaget. "Disebelah timur adalah lautan besar. Kemana kita mau pergi?" tanyanya.

Cia Sun tidak segera memberi jawaban, tapi pelan-pelan menuang secawan arak dan lain mengendus endusnya dengan paras muka berseri-seri."Arak ini adalah Lie tin, Tin ciu dari Siauwhin," katanya sambil bersenyum. "Usianya paling sedikit sudah dua puluh tahun dan Jie wie tak boleh memandang rendah."

"Aku bukan bicarakan soal arak," kata si nona dengan suara tidak sabaran. "Perahu salah jalan dan kau harus memerintahkan jurumudi memutar kemudi."

"Bukankah waktu masih berada di pulau Ong poan san aku sudah memberitahukan kalian seterang-terangnya?" kata Cia Sun, "Sesudah mendapatkan To liong to, aku ingin mencari sebuah tempat yang terpencil, dimana aku bisa menggunakan tempo beberapa tahun untuk coba memecah kan teka teki sekitar golok mustika itu. Aku ingin mencari tahu, mengapa To liong to dikatakan sebagai senjata yang paling dihormati dalam Rimba persilatan dan apa benar pemiliknya dapat menguasai segenap orang gagah dikolong langit, Daratan Tiong-goan adalah tempat yang sangat ramai. Begitu lekas orang tahu bahwa aku memiliki golok itu, mereka ramai ramai tentu akan menyateroni untuk coba merebutnya dari tanganku. Dengan adanya gangguan itu, mana bisa aku memusatkan pikiran? Kalau yang datang pentolan-pentolan seperti Thio Sam Hong Sianseng atau Peh bie kauwcu atau yang lain lain, belum tentu aku dapat menandinginya. Itulah sebabnya, mnengapa aku ingin cari sebuah pulau yang kecil dan terasing ditengah-tengah lautan, guna dijadikan tempat tinggalku selama beberapa tahun."

"Kalau begitu, kau antarkan kami pulang lebih dulu," kata So So.

Cia Sun tertawa. "Begitu lekas kalian kembali di Tiong goan, apakah rahasiaku tidak menjadi bocor?" tanyanya.

Mendadak Cui San melompat dan berseru dengan suara keras: "Habis apa yang kau mau?"

"Aku tak dapat berbuat lain daripada meminta kalian berdiam bersama-sama aku dan melewati hari-hari secara riang gembira selama beberapa tahun," jawabnya. "Begitu lekas aku dapat menembus rahasia To liong to, kita bertiga segera kembali kedaratan Tiong goan bersama-sama."

"Bagaimana kalau sampai sepuluh tahun kau masih juga belum berhasil?" tanya pula Cui

"Kalian harus mengawani sehingga sepuluh tahun," jawabnya dengan tenang. "Andaikata seumur hidup, aku tidak berhasil, kalianpun harus menemani aku seumur hidup."

"Kau adalah sepasang orang muda yang setimpal dan aku mengerti, bahwa kalian mencintai satu sama lain. Nah ! Kalian boleh menikah dan berumah tangga di pulau itu. Apa itu tidak cukup menyenangkan ?"

Cui San gusar bukan main. "Jangan ngaco kau !" bentaknya.

Ia melirik So So dan ternyata si nona sedang menunduk dengan paras muka kemalu-maluan. Ia bingung bukan main. Ia merasa, bahwa ia tengah menghadapi beberapa lawan yang tangguh dengan berbareng. Cia Sun lawan pertama, si nona lawan kedua, sedang dirinya sendiri merupakan lawan ketiga. Dengan berdampingan dengan wanita cantik itu, belum tentu ia dapat menguasai diri terus menerus.

Terdapat kemungkinan besar sekali, bahwa pada akhirnya, ia akan rubuh dibawah kaki In SoSo.

(Bersambung jilid 10)


BU KIE
Karya : CHING YUNG
Terjemahan: Bu Beng Tjoe

Jilid 10

Memikir begitu, sambil menahan amarah ia segera berkata: "Cia Cianpwee, aku adalah seorang yang selamanya memegang teguh kepercayaan. Aku pasti tidak akan membocorkan rahasia Cianpwee. Aku bersumpah, bahwa aku takkan bicara dengan siapapun jua tentang kejadian dihari ini."

"Aku percaya segala perkataanmu," kata Cia Sun "Thio Ngohiap adalah seorang pendekar yang kenamaan dan setiap perkataanmu berharga ribuan tail emas. Hanya sayang, pada waktu berusia dua puluh lima tahun, aku pernah bersumpah berat. Lihatlah jeriji tanganku."

Ia mengangkat tangan kirinya dan mementang jari-jarinya. Ternyata, ditangan itu hanya ketinggalan tiga jeriji.

Dengan paras muka dingin, Cui San berkata pula: "Pada tahun itu, seorang yang paling dipercaya dan paling dihormati olehku, telah menipu dan mencelakakan aku, sehingga namaku rusak, rumah tangga berantakan, anggauta-anggauta keluargaku binasa dalam sekejap mata. Waktu itu, aku membacok jari tangan dan bersumpah, bahwa selama hidup, tak nanti aku percaya manusia lagi. Sekarang aku berusia empatpuluh lima tahun. Selama duapuluh tahun, aku ingin bergaul dengan kawanan binatang. Aku percaya binatang, tidak percaya manusia. Selama duapuluh tahun, aku membunuh manusia, tidak membunuh binatang."

Cui San bergidik. Sekarang ia mengerti, mengapa lagu Ko leng san begitu menyayat hati dan mengapa, biarpun berkepandaian sangat tinggi, nama orang itu tidak dikenal dalam dunia Kangouw. Sekarang ia mengerti, bahwa kejadian hebat yang terjadi pada dua puluh tahun berselang, telah mengubah sifat-sifatnya Cia Sun. sehingga dia membenci dunia dan segenap penghuninya. Dengan munculnya pengertian itu, rasa gusarnya agak mereda dan di dalam hatinya malah timbul rasa kasihan. Sesudah bengong sejenak, ia berkata dengan suara halus: "Cia Cianpwee, bukankah sakit hatimu sudah terbalas ?"

"Belum" jawabnya. "Ilmu silat orang yang mencelakakan aku, luar biasa tinggi dan aku tak dapat melawannya."

Tanpa merasa, hampir berbareng, Cui San dan So So mengeluarkan suara tertahan: "Masih ada manusia yarg lebih lihay dari padamu?" tanya si nona. "Siapa dia?"

"Perlu apa aku memberitahukan namanya kepadamu?" Cia Sun balas menanya. "Jika bukan karena gara-gara sakit hati ini, apa perlunya aku marebut To liong to? Guna apa aku berusaha untuk memecahkan teka teki sekitar golok itu? Thio Ngohiap, begitu bertemu denganmu, aku lantas saja merasa suka. Jika menuruti kebiasaanku, siang-siang jiwamu sudah melayang. Bahwa aku membiarkan kalian hidup beberapa tahun lebih lama sebenarnya sudah melanggar kebiasaanku, sehingga mungkin sekali, pelanggaran itu akan mengakibatkan kejadian yang tidak baik bagi diri ku."

"Apa artinya perkataanmu?" menegas So So "Mengapa kau mengatakan, hidup beberapa tahun lebih lama?"

"Sesudah aku berhasil memecahkan rahasia To liong to, pada waktu mau meninggalkan pulau itu aku akan mengambil jiwamu," jawabnya dengan tawar. "Satu hari belum berhasil, satu hari kalian masih boleh hidup."

Si nona mengeluarkan suara dihidung. "Hmm! Menurut pendapatku, golok itu hanialah golok yang berat luar biasa dan tajam tuar biasa," katanya. "Kata-kata tentang siapa yang memilikinya akan menguasai orang-orang gagah di kolong langit rasanya hanya omong kosong belaka."

"Kalau benar begitu, biarlah kita bertiga berdiam di pulau itu seumur hidup," kata Cui San. Tiba-tiba menghela napas dan paras mukanya diliputi dengan awan kedukaan.

Perkataan si nona kena tepat pada hatinya. Memang mungkin sekali To liong to hanya sebuah golok yang tajam dan jika benar sedemikian, sakit hatinya yang sangat besar tidak akan dapat dibalas lagi.

Melihat paras Cia Sun yang penuh dengan kesedihan, Cui San ingin coba menghibur. Tapi sebelum ia keburu membuka mulut, Cia Sun su dah meniup lilin seraya berkata: "Tidurlah !" ia kembali menghela napas dan suara helaan napas itu kedengarannya bukan seperti suara manusia, tapi bunyi binatang yang sudah menghembuskan napasnya yang penghabiskan. Dan suara yang menyeramkan itu jadi lebih menyeramkan lagi karena bercampur dengan arus ombak ditengah lautan. Mendengar itu jantung Cui San dan So So memukul keras.

Angin laut yang dingin menderu deru. Sesudah lewat beberapa lama, si nona yang hanya mengenakan selembar pakaian tipis, tak dipat mempertahankan diri dan ia mulai menggigil.

"In kauwnio, apa kau dingin?" bisik Cui San "Tak apa." jawabnya.

Cui San segera membaka jubah panjangnya dan berkata: "Kau pakailah."

Sinona merasa sangat berterima kasih. "Tak usah, kau sendiri juga kedingnan," Ia menolak sambil memaksakan diri untuk bersenyum. Tapi biarpun mulutnya menolak. tangannya menyambuti juga jubahnya itu yang lalu digunakan untuk menyelimuti pundaknya. Begitu merasakan hawa hangat dari jubah itu, ia bersenyum dengan rasa beruntung.

Sementara itu, Cui San sendiri mengasah otak untuk mencari jalan guna meloloskan diri. Sesudah memikir bulak balik, ia berpendapat, bahwa jalan satu-satunya adalah membunuh Cia Sun.

Ia memasang kuping dan diantara suara gelombang, ia mendengar suara mengerosnya Cia Sun yang sudah pulas nyenyak, ia heran dan berkata dalam hatinya: "Orang itu telah bersumpah untuk tidak percaya manusia. Tapi bagaimana ia bisa tidur pulas dalam sebuah perahu bersama sama aku dan In Kauwaio? Apa dia tidak takut aku turunkan taugan jahat? Atau, apakah, karena menganggap kepandaiannya sudah sangat tin6gi, ia tidak memandang sebelah mata kepadaku? Sudahlah ! Biar bagaimanapun jua, aku harus berani menempuh bahaya. Orang ini sudah pasti akan melakukan apa yang dikatakannya. Kalau terlambat, bisa-bisa aku harus menemani dia di pulau kecil sampai masuk dilubang kubur," Memikir begitu, perlahan-lahan ia mendekati In So So untuk membisiki niatannya.

Tapi diluar dugaan, sebelum ia keburu membuka mulut, di dalam kegelapan apa mau si nona memutar kepala sehingga tanpa tercegah lagi, bibir pemuda itu menyentuh pipinya.

Tak kepalang kagetnya Cui San! Ia sangat ingin menyatakan kepada sinona, bahwa kejadian itu adalah kejadian kebetutan dan ia sama sekali tidak berniat untuk berlaku kurang ajar tapi mulutnya terkancing dan ia tak dapat mengeluarkan sepatah kata.

Dilain pihak sinona girang bukan main dan lalu merebahkan kepalanya dipundak pemuda itu. Sesaat itu, So So melupakan segala bahaya yang tengah mengancam dan pada detik itu, ia merasa dirinya, sebagai manusia yang paling beruntung dalam dunia. Tiba-tiba ia dengar bisikan Cui San: "In Kouwnio, aku harap kau tidak jadi gusar."

Dengan paras muka bersemu merah dan dengan suara terputus-putus, ia berkata: "Kau.... menyintai aku.... Aku.... sangat.. girang."

In So So adalah memedi perempuan yang dapat membunuh manusia tanpa berkedip. Tapi dalam keadaan begitu, ia tiada bedanya seperti wanita lain. Jantungnya memukul keras, mukanya panas, rasa malu, kaget dan girang tercampur menjadi satu.

Kalau bukan berada dalam kegelapan, mungkin sekali ia tak berani mengucapkan kata-kata itu yang menumplek isi hatinya kepada pemuda yang dicintainya.

Mendengar jawaban si nona, sekali lagi Cui San terkesiap, ia tidak duga, bahwa permintaan maafnya sudah memancing pengakuan cinta. Biar bagaimana jua, ia adalah manusia biasa, manusia yang masih berusia muda. Maka itu, jantungnyapun memukul keras dan ia jadi bingung bukan main. Tiba-tiba, jiwa kesatrianya memberontak. "Cui San!" Ia mengeluh. "Mengapa kau begitu lemah? Apa kau sudah lupa pesanan In su?. Biarpun ia mencintai aku dan ia pernah melepas budi kepada Samko, tapi ia seorarg dari agama yang menyeleweng dengan sepak terjangnya yang tidak dapat dibenarkan. Andaikata aku ingin menikah dengannya, terlebih dahulu aku harus memberitahukan In su untuk minta permisi. Mana boleh aku bercinta-cintaan di tempat gelap?"

Memikir begitu, dengan perlahan ia mendorong tubuh sinona dan berbisik: "Kita harus berusaha untuk menakluki orang itu guna meloloskan diri."

Mendengar bisikan itu, So So terkejut. "Apa?" Ia menegas.
"Biarpun berada dalam bahaya, kita barus bertindak secara tenang," Menerangkan pernuda itu. "Kalau kita menyerang selagi dia pulas, perbuatan kita bukan perbuatan kesatria. Aku akan membangunkannya dan akan menantangnya untuk mengadu kekuatan. Selagi aku bertanding, kau harus melepaskan jarum emas kejalan darahnya. Meskipun kita mengerubuti dan kemenangan kita bukan kemenangan yang gemilang, tapi apa boleh buat, karena ilmu silatnya banyak lebih tinagi daripada kita."

Cui San membisikkan dengan suara yang sangat halus dan bibirnya hampir menempel dengan kuping si nona. Tapi diluar dugaan, baru saja ia selesai, Cia Sun yang tidur digubuk belakang sudah tertawa terbahak-bahak "Kalau kau membokong, mungkin sekali kau masih mempunyai harapan." katanya dengan suara nyaring. "Tapi dengan ingin mengambil jalanan yang terang, untuk mempertahankan nama baik partaimu, kau cari celaka sendiri."

Dilain saat berbareng dengan berkelebatnya bayangan manusia ia sudah berada di hadapan Cui San dan lalu menghantam dada pemuda itu dengan telapak tangannya.

Selagi Cui San bicara, Cui San sudah mengempos semangat dan mengerahkan Lweekang. Begitu lekas lawan menyerang, ia segera menyambut dengan tangan kanannya dan balas mengirim serangan deagan tenaga Bin ciang (Pukulan kapas). Begitu lekas tangannya kebentrok dengan tangan lawan, ia merasa dadanya tergetar dan tenaga lawan menindih hebat bagaikan gelombang.

Sebelum tangan lawan menyambar, Cui San, yang tabu keunggulan orang itu, sudah mengerahkan seluruh Lweekang untuk membela diri. Maka itu, waktu angin pukulan menyambar, ia menarik pulang lengannya kira-kira delapan dim dan dengan garis pembelaan yang lebih pendek itu, ia mendapat banyak keuntungan, sehingga, walau pun Cia Sun terus menambah tenaganya, ia masih dapat mempertahankan diri.

Sesudah mendorong tiga kali, Cia Sun merasa heran, sebab meskipun Lweekang lawannya banyak lebih rendah, tapi ia tidak berhasil untuk menghancurkannya. Ia terus menambah tenaga, tapi Cui San masih tetap dapat mempertahankan diri. Selagi mereka mengadu kekuatan secara mati-matian, papan perahu mengeluarkan suara "krekekkrekek", karena tidak kuat menahan tindihan tenaga kedua orang yang tengah bertanding itu.

Tiba-tiba Cia Sun mengangkat tangan kirinya dan menghantam kepala Cui San, yang buru-buru menangkis dengan tangan kirinya dengan pukulan Huu kee kim liang (Memasang penglari emas).

Sesudah kedua-dua tangannya beradu dengan kedua tangan lawan, Cui San merasa dadanya di tindih dengan tenaga Im jioe (tenaga lembek), sedang tenaga yang menindih dari atas kepala adalah tenaga Yang kong (tenaga keras). Bahwa seseorang dapat menyerang dengan dua macam tenaga dengan berbareng adalah kepandaian yang sungguh jarang terdapat dalam Rimba Persilatan. Untung juga ilmu silat Bu tong pay sangat mengutamakan Lweekang, sehingga biarpun kalau dalam pertempuran biasa kepandaian Cui San masih jauh, tapi dalam pertandingan Lweekang sedikitnya untuk sementara waktu, dengan menggunakan "ilmu meminjam tenaga, memidahkan tenaga" dan Sie nio po cia kin, ia masih dapat mempertahankan diri.

Dalam sekejap, keringat membasahi pakaian pemuda itu. "Mengapa In Kauwnio masih belum turun tenaga?" tanyanya di dalam hati. "Jika In Kouw nio menyerang, dia pasti akan berkelit dan waktu dia berkelit, aku bisa menggunakan kesempatan untuk menyerang."

Kemungkinan itu juga rupanya sudah diingat oleh Cia Sun sendiri. Waktu baru menyerang, ia menduga, bahwa dengan sekali pukul, ia akan dapat merubuhkan pemuda itu. Tapi diluar dugaan, sesudah seminuman teh, Cui San masih dapat mempertahankan diri. Ia mengerti, bahwa jika sinona turun tangan, ia bisa celaka. Maka itu, sambil bertanding, kedua lawan tersebut terus memperhatikan gerak-gerik In So So.

Karena sedang mengerahkan seluruh Lweekang nya, Cui San tidak berani bicara. Tapi Cia Sun Yang Lweekangnya sudah mencapai puncak tertinggi masih dapat bicara. "nona kecil, aku menasehati kau jangan coba-coba turun tangan," katanya. "Begitu kau melepaskan jarum emas, aku akan segera menghantam dengan sekuat tenaga kecintaanmu tidak dapat hidup lebih lama lagi "

"Cia Cianpwee, tarik pulang seranganmu," kata sinona.

"Kamu akan menghatur maaf?" tanya Cia Sun.

Cui San tidak berani menjawab, karena begitu membuka suara, tenaganya akan habis. Ia mendongkol bukan main karena So So tidak melepaskan jarumnya.

"Cia Cianpwee, lekas tarik pulang tenagamu!" teriak nona In dengan suara bingung "Apa kau mau aku turun tangan?"

Sebenar-benarnya di dalam hati Cia Sun pun sangat berkuatir. Di dalam kegelapan dan di tempat yang sangat sempit, ia sukar menolong diri, jika si nona menyerang dengan jarum emas yang berjumlah besar dan halus itu, ia juga tidak bisa menangkis jarum-jarum itu dengan kedua tangannya yang tengah beradu deagan kedua tangan Cui San. Maka itu, jika So So menyerang, mungkin sekali mereka bertiga akan binasa atau terluka berat bersama-sama.

Karena adanya kekuatiran itu, ia segera berkata: "Nona kecil, aku sebenarnya tidak mempunyai niatan kurang baik, aku bersedia untuk mengampuni jiwanya, jika kau bersumpah atas nama nya."

sesudah memikir sejenak, So So berkata: "Thio Ngoko, kita bukan tandingan Cia Cianpwee. Tiada lain jalan daripada menurut perintahnya dan menemani dia satu dua tahun. Kurasa, sebagai seorang yang sangat cerdas otaknya, tak sukar untuk Cia Cianpwee memecahkan rahasia To liong to. Ngo ko boleh aku bersumpah atas namamu?"

Cui San tetap tidak berani menyahut. Di dalam hati ia mendongkol bukan main karena si nona masih juga tidak mau melepaskan senjata rahasianya.

Melihat kecintaannya terus membungkam, sinona segera berkata: "Aku In So So bersama Thio Cui San berjanji akan mengawani Cia Cianpwee disebuah pulau sampai Cia Cianpwee dapat memecahkan rahasia To liong to. Jika kami mempunyai hati bercabang, biarlah kami mati dibawah pedang atau golok "

Cia Sun tertawa, "Bagi orang-orang Rimba Persilatan, mati dibawah senjata bukan soal penting," katanya.
Si nona menggertak gigi. "Baiklah," katanya dengan suara gusar. "Kalau aku melanggar janji, biarlah aku tidak bisa hidup sampai dua puluh tahun. Apa kau puas?"

Cia Sun tertawa terbahak-bahak dan lalu menarik pulang tenaganya. Begitu lekas tindihan tenaga lawan disingkirkan, Cui San yang sudah habis tenaganya lantas saja rubuh diatas papan perahu. Melihat muka pemuda itu pucat bagaikan kertas dan napasnya tersengai-sengal, bukan main bingungnya si nona yang lantas saja menubruk sambil mengucurkan air mata.

"Murid Bu tong sungguh-sungguh bukan mempunyai nama kosong," memuji Cia Sun. "Tak malu mereka menjagoi dalam Rimba Persilatan diwilayah Tionggoan."

Sementara itu, So So sudah mengeluarkan sapu tangan dan menyusuti keringat yang membasahi Cui San. Melihat si nona menangis sedu sedan, kemendongkolan pemuda itu lantas saja hilang dan di dalam hatinya timbul perasaan sangat berterima kasih. Baru saja ia ingin menghaturkan terima kasih, tiba-tiba matanya gelap. Sayup sayup ia mendengar teriakan So So: "Orang she Cia jika kakakku mati, aku akan mengadu jiwa dengan mu!"

Dilain saat dalam keadaan lupa ingat, ia mendengar suara menderunya angin dan badannya terayun-ayun. Mendadak ia merasa badannya basah dan air asin masuk kedalam mulutnya. Sesaat itu juga ia tersadar dan hatinya bingung, karena ia duga perahu itu sedang karam. Cepat-oepat ia bangun berdiri, tapi ia tak dapat berdiri tegak, sebab perahu kembali miring kekiri dan gelombang menghantam perahu. Angin menderu-deru dan gelombang sebesar bukit menerjang dengan saling susul.

Dalam keadaan ribut dan kacau, mendadak ia dengar teriakan Cia Sun: "Thio Cui San, lekas pergi kebelakang perahu dan pegang kemudinya. Tanpa memikir lagi, ia berlari-lari kebelakang perahu. Ombak lagi-lagi menghantam perahu miring kekiri kanan dan sebuah perahu kecil, yang semula ditaruh diatas perahu layar itu, terbang keatas beberapa tombak tingginya, akan kemudian tenggelam kedasar laut.

Sebelum Cui San tiba di tempat kemudi, gelombang-gelombang besar mengamuk, sehingga perahu terputar-putar dan terpental kian kemari. Buru buru ia mengempos semangat dan menancap kedua kakinya dipapan perahu, sehingga meskipun perahu terombang-ambing, badannya tidak bergerak. Beberapa saat kemudian, sesudah serangan gelombang agak mereda, ia merangkak dan dengan kedua tangannya ia memegang kemudi erat-erat.

Sekonyong-konyong terdengar beberapa kali suara gedubrakan yang keras bukan main dan badan perahu bergoyang goyang, Ternyata, dengan menggunakan Long gee pang, Cia Sun telah merubuhkan tiang layar tengah dan depan dan kedua tiang itu bersama-sama kain layarnya yang berwarna putih, jatuh kedalam laut

Topan yang menyerang benar-benar hebat. Meskipun hanya ketinggalan sebuab layar belakang, perahu itu masih tetap miring kian kemari seperti orang mabok arak. Menghadapi serangan alam yang hebat, Cia Sun yang gagah tak berdaya. Ia mengawasi langit dergan paras muka mendongkol dan beberapa kali hampir-hampir ia tergelincir di sapu angin. Akhirnya, dengan apa boleh buat, ia mengangkat pula Long gee pang dan menghantam tiang yang terakhir.

Sesudah semua tiang layar rubuh, perahu itu lantas saja terombang ambing tanpa tujuan. Tiba-tiba Cui San ingat So So. "In Kouwnio!" teriaknya. "Dimana kau? Dimana kau? In Kouwnio !" Ber ulang-ulang ia berteriak, tapi sedikitpun ia tidak mendapat jawaban, sehingga dalam teriakan-teriakan yang belakangan, dalam suaranya terdapat nada seperti orang menangis. Mendadak ia merasa lututnya seperti dipeluk orang dan berbareng, sebuah gelombang yang besar telah menyambar badannya.

Sambil mengempos semangat, ia mencekal kemudi erat-erat, tapi tak urung tubuhnya bergoyang goyang karena dahsyatnya ombak itu. Pada detik itu, orang yang barusan memeluk lututnya sudah merangkul pinggangnya. "Thio Ngoko, terima kasih," demikian terdengar suara So So yang lemah lembut: "Kau sangat memperhatikan keselamatanku."

Cui San girang bukan, main. "Oh, Tuhan ! Terima kasih untuk perlindunganMu!" bisiknya sambil memeluk pinggang sinona.

Angin terus mengamuk dan amarah lautan masih tetap belum mereda.

Diantara pukulan-pukulan gelombang, mendadak Cui San melihat sebuab kenyataan. Ia sekarang mengakui, bahwa di dalam bahaya, ia lebih memikiri keselamatan So So daripada keselamatan diri nya sandiri.

"Thio Ngoko, biarlah kita mati bersama-sama," bisik pula si nona.

Dalam keadaan biasa, biarpun kedua orang muda itu menyintai satu sama lain mereka pasti tak akan menumplek isi hati mereka secara begitu cepat dan terang-terangan. Tapi pada saat itu pada detik mereka bersama-sama menghadapi kebinasaan, segala perasaan main dan jengah telah dikesampingkan. Di dalam kegelapan dan diantara badai, badan perahu tak hentinya mengeluarkan suara "krekek" dan bisa hancur luluh disetiap saat, tapi di dalam hati kedua orang muda itu terdapat rasa beruntung yang tiada batas.

Sesudah mengadu tenaga dengan Cia Sun, Cui San sebenarnya merasa lelah bukan main. Tapi rasa cinta yang kini tengah memenuhi dadanya telah memberi tenaga baru kepadanya. Dengan tangan kanan, mencekal kemudi tangan kiri memeluk pinggang si nona, ia mengempos semangat dan mengerahkan seluruh Lweekang untuk mempertahankan diri dari serangan-serangan topan dan gelombang.

Semua anak buah perahu sudah habis disapu air. Jika Cia Sun, Cui San dan So So tidak memiliki ilmu tinggi, siang-siang merekapun sudah ditelan laut.

Untung juga, perahu itu sangat kuat buatannya, sehingga, walaupun diserang begitu hebat, tidak sampai jadi berantakan.

Dilain saat, untuk penambahan penderitaan, hujan turun seperti dituang tuang.

Sementara itu, sesudah merubuhkan semua tiang layar, sambil merangkak Cia Sun pergi kebelakang perahu. "Thio Heng tee, terima kasih untuk bantuanmu," katanya. "Serahkan kemudi kepadaku dan pergilah kalian mengaso digubuk perahu."

Cui San lalu menyerahkan kemudi kepadanya dan sambil menuntun tangan si nona, ia menuju kegubuk perahu. Tapi baru berjalan beberapa tindak, se-konyong2 sebuah gelombang, sebesar bukit menghantam dengan dahsyatnya. Karena serangan itu datang secara sangat mendadak,
sekali ini Cui San tidak dapat mempertahankan dirinya lagi. Badan mereka tersapu dan terpental keluar perahu .

Dilain detik tubuh Cui San sudah berada ditengah udara dan melayang turun keatas gelombang! Dalam bingungnya, ia berhasil menjambret pergelangan tangan So So. Pada saat itu, ia hanya ingat untuk binasa bersama dengan si nona

Tapi baru saja tangan kirinya mencekal pergelangan tangan nona In, sekonyong-konyong sehelai tambang menyambar dan melibat lengan tangan kanannya. Hampir berbareng, ia merasa badannya ditarik kebelakang, akan kemudian, bersama sama So So, jatuh diatas papan perahu. Yang menolong mereka adalah Cia Sun sendiri. Pada saat yang sangat genting, Cia Sun menjemput seutas tambang layar yang kebetulan menggetetak didekat kakinya, sehingga pada detik terakhir, jiwa kedua orang muda itu ketolongan.

Itulah kejadian yang sangat diluar dugaan, "Sungguh berbahaya !" mengeluh Cia Sun. Kalau tambang itu tidak kebetulan berada didekatnya, biarpun mempunyai kepandaian yang sepuluh kali lipat lebih tinggi, ia tentu tidak berdaya.

Dengan merangkak, Cui San dan So So lalu masuk kedalam gubuk perahu. Perahu terus ter ombang-ambing, sebentar seperti berada dipuncak gunung dan sebentar seperti masuk kedalam lembah. Tapi bagi mereka yang seolah-olah baru saja bangun dari kuburan, semua bahaya itu tidak ada artinya lagi. "Ngoko," bisik nona In. "Jika kita bisa hidup terus, aku tak mau berpisahan dengan kau untuk selama-lamanya."

"Akupun justeru begin mengatakan begitu," kata Cui San. "Langit diatas, bumi dibawah, diantara manusia dan didasar lautan, kita akan tetap bersama-sama."

Si nona menghela napas. "Benar," bisiknya pula. "Langit diatas, bumi dibawah, diantara manusia dan didasar lautan, kita akan tetap bersama-sama."

Sementara itu, Cia Sun mengemudikan perahu sambil mengomel panjang pendek. Dalam menghadapi badai dan gelombang, kepandaiannya yang sangat tinggi tidak banyak menolong.

Sesudah mengamuk tujuh jam lamanya, barulah topan mereda. Awan hitam perlahan-lahan buyar dan bintang-bintang mulai muncul lagi diatas langit. Cui San dan So So keluar dari gubuk perahu. "Cia Cianpwee, terima kasih banyak untuk pertolonganmu," kata pemuda itu.

"Tak usah rewel," jawabnya. "Kita bertiga hampir-hampir mampus."

Cui San menghela napas dan lain menggantikan memegang kemudi. Sesudah bertahan mati matian hampir semalam Cia Sun pun sudah lelah sekali dan ia segera pergi kegubuk perahu untuk mengaso.

So So duduk didamping kecintaannya dan dongak mengawasi bintang Paktauw yang tengah memancarkan sinaraya. "Ngoko, perahu ini tengah menuju kejurusan utara," katanya.

"Benar," jawabnya. "Aku ingin sekali dia menuju kebarat supaya kita bisa pulang"

"Kalau dia berbalik ketimur, entah kemana kita akan pergi," kata pula nona In.

"Ketimur masuk bilangan samudera," kata Cui San. "Kalau kita berada ditengah lautan tujuh delapan hari saja, tanpa air, kita akan...."

"Kudengar di lautan Tanghay tardapat sebuah pulau dewata," memutus si nona. "Orang kata, di pulau itu terdapat dewa-dewi yang hidup abadi. Siapa tahu, kalau kita mendarat di pulau itu, kita akan tertemu dengan para dewa dan dewi ....."

Sambil mengawasi bima sakti yang membentang dilangit, ia berkata pula: "Mungkin sekali perahu ini akan berlayar terus, sehingga tiba dibimasakti dan kita dapat menyaksikan pertemuan diatas jembatan burung antara Goe Long dan Cit Lie." ( Bima-sakti adalah sehelai sinar terang diwaktu malam yang membentang dilangit, terdiri daripada rangkaian bintang-bintang).

"Ya," kata Cui San. "Kita boleh menyerahkan perahu ini kepada Goe Long, supaya ia dapat menemui Cit Lie disembarang waktu dan tidak usah menunggu Cit gwee Cit sek (tanggal tujuh Cit lie)."

Si nona bersenyum. "Ngoko, jika perahu dihadiahkan kepada Goe long, alat pengangkutan apakah yang dapat digunakan kita jika kita ingin bertemu ?" tanyanya.

"Langit diatas, bumi dibawah, sekali bersama sama, kita telah bersama-sama," jawabnya. "Perlu apa kita menyeberangi bima-sakti ?"

In So So tertawa, paras mukanya seakan-akan sekuntum bunga yang baru mekar Dengan sikap kemalu-maluan, ia mencekal erat-erat tangan Cui San.

Kedua orang mula itu saling mencekal tangan dengan rasa bahagia. Banyak sekali yang ingin dikatakan mereka, akan tetapi, mereka tak tahu apa yang harus dikatakan terlebih dahulu. Memang juga, manakala dua manusia sedang mencintai satu sama lain, kata-kata tidak perlu sama sekali.

Dengan lirikan mata saja, mereka sudah bicara banyak, karena dalam keadaan sedemikian, yang satu tahu apa yang mau dikatakan oleh yang lain.

Entah sudah selang berapa lama barulah Cui San menunduk dan melirik kecintaannya. Ia terkejut, karena kedua mata si nona kelihatan basah dan paras mukanya penuh kedukaan. "Mengapa kau menangis ?" bisiknya.
Anda sedang membaca artikel tentang ToliongTo 8 dan anda bisa menemukan artikel ToliongTo 8 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2014/05/toliongto-8.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel ToliongTo 8 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link ToliongTo 8 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post ToliongTo 8 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2014/05/toliongto-8.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 31 komentar... read them below or add one }

obat penyakit tbc alami mengatakan...

kunjungannya asik terus ga pernah bosan baca artikelnya yg memberikan banyak manfaat..

obat penyakit leukimia alami mengatakan...

tambah terus artikelnya pak, informasinya sangat mendukung dan bermanfaat. . .tambah terus artikelnya pak, informasinya sangat mendukung dan bermanfaat. . .

obat penyakit kram usus alami mengatakan...

thnks gan atas informasinya sangat bermanfaat dan baik banget he

pengobatan herbal usus buntu mengatakan...

selamat siang, semanagat baca postingan bapak :)

cara menyembuhkan penyaKit maag mengatakan...

bermanfaat juga ni informasinya.. makasih ya pak.. sukses terus :D

pengobatan herbal gula darah mengatakan...

terima kasih telah berbagi informasi kepada kami, semoga artikelnya bermanfaat bagi pengunjung yang datang ke website ini ..

obat tradisional insomnia mengatakan...

nice job gan

cara menyembuhkan penyakit epilepsi mengatakan...

Terima kasih informasinya, dan terima kasih tetap menyediakan kami lapak untuk berkomentar, dan mohon maaf jika ada kesalahan.

pengobatan herbal kanker serviks mengatakan...

terima kasih ya ka admin telah berbagi informasi yang menarik kepada kami, semoga artikelnya bermanfaat juga bagi pengunjung yang lain ..

cara menyembuhkan penyakit miom mengatakan...

menarik banget artikelnya gan ..

cara menyembuhkan perut kembung mengatakan...

nice post .. situs ini memang memberi informasi-informasi yang sangat bermanfaat untuk kita semuanya ..

pengobatan herbal jantung lemah mengatakan...

terimakasih, website ini telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk saya dan pengunjung lainnya

obat penyakit kanker payudara alami mengatakan...

informasi yang sangat bermanfaat senang bisa berkunjung kami tunggu artikel terbaik lainnya dan sukses selalu

Cara menyembuhkan penyakit mengatakan...

kunjungan rutin gan , saya selalu mengikuti artikel di web ini.

cara menyembuhkan penyakit nyeri haid mengatakan...

Terima kasih atas informasinya yang begitu menarik untuk di simak

cara alami menyembuhkan kista rahim mengatakan...

Selamat sore .. infonya sangat menarik dan bermanfaat untuk di simak ...

cara alami menyembuhkan glaukoma mengatakan...

artikelnya luar biasa min...
ditunggu updatan terbarunya jangan bosan share pengetahuannya ya ;) ...
terimakasih...

pengobatan herbal tumor otak mengatakan...

Semangat siang ..
trimakasih atas beritanya sangat berbobot untuk ane pribadi. Saya tunggu info berikutnya.Thanks

pengobatan herbal infeksi tulang mengatakan...

Saya ucapkan terimakasih banyak atas informasi yang telah anda sampaikan nya kepada kami,, kami akan selalu menyimak informasi informasi yang anda sampaikan. ...

cara alami menyembuhkan batu empedu mengatakan...

Semoga anda selalu sukses, dan terimakah untuk informasi yang bermanfaatnya sangat membantu ..

cara alami menyembuhkan kelenjar getah bening mengatakan...

Situs ini adalah salah satu favorit saya. Hampir tiap online saya selalu main kesini. Update terus ya mas bro!

pengobatan herbal ifneksi jantung mengatakan...

informasi yang sangat bagus dan menarik,terimakasih ya!

Obat tradisional jantung mengatakan...

Makasih banget udah di share sob, ditunggu yang selanjutnya..

pengobatan herbak jantung sakit mengatakan...

informasi terbaik yang pernah aku lihat..
semoga webiste ini terus update dan memberikan informasi terbaru yang lebih menarik lainnya ..

pengobatan herbal batuk berdarah mengatakan...

saya benar-benar takjub dengan informasi yang disajikan website ini. akurat, faktual dan terpercaya. Terimakasih ..

pengobatan herbal wasir berdarah mengatakan...

informasi yang anda berikan memang sangat luar biasa dan bermanfaat sekali kawan, terima kasih

Cara Cepat Sembuhkan Penyakit Darah Tinggi mengatakan...

salam , terimakasih gan atas postingannya, ditunggu artikel selanjutnya, sangat menarik sekali

pengobatan herbal radang telinga mengatakan...

Terimakasih atasinformasi nya sangat bermanfaat. Dan untuk kedepennya bias menyejikan informasi yang lebih bermanfaat dan berwawasan lagi.

Cara Cepat Sembuhkan Penyakit Batu Ginjal mengatakan...

makasih banyak gan sangat menarik sekali gan artikelnya, cuma terlalu panjang hehehe

Jonny Chan mengatakan...

Domino qq
qq Online
Agen Taruhan
Bandar Bola
Tv Online
Bioskop 21
Film Porno
Tv Indonesia
Film Bokep
Info Bola
Hasil Keluaran Togel
Info Togel
Aplikasi Gratis
Foto Bugil
Cerita Dewasa
Indo Togel
Keluaran Togel
Prediksi Bola
Livescore

Unknown mengatakan...

Solusi Keharmonisan Rumah Tangga Anda !!!!

VIMAX

VIMAX ASLI

VIMAX CANADA

VIMAX HERBAL

VIMAX INDONESIA

VIMAX KOREA

VIMAX TAIWAN

VIMAX ASIA

VIMAX SINGAPURA

VIMAX CAPSUL

PEMBESAR PENIS

OBAT PEMBESAR PENIS

PROEXTENDER ALAT PEMBESAR PENIS

PEMBESAR PENIS PROEXTENDER

ALAT PROEXTENDER

PROEXTENDER

AGEN PROEXTENDER

Obat Kuat Viagra

Alat Pembesar Penis

Vakum Pembesar Penis

Obat Viagra

Pembesar Alat Vital

Obat Potenzol Perangsang Wanita

Vimax

Vimax Asli

Alat Pembesar Penis ProExtender

Posting Komentar