Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 30 April 2014

Kalau dalam hati Jie Thay Giam tidak muncul rasa kasihan mungkin sekali golok mustika yang menggemparkan itu, akan hilang dari dunia persilatan.

"Golok ini adalah mustika dalam Rimba Persilatan," kata Thay Giam dan dalam hatinya "Akan tetapi, menurut pendapatku, senjata ini bukan senjata yang mujur. Hay tong ceng Tek Sang dan-puluhan orang Hay see pay binasa karena gara2 To liong to. Sekarang paling benar aku mempersembahkan senjata ini kepada Suhu, untuk meminta keputusan."

Sesudah selesai menguburkan semua mayat itu, karena kuatir garam beracun mencelakakan rakyat, ia segera mencari cabang2 kering yang lalu disulut untuk membakar kelenteng tersebut. Dibawah sinar api itu ia lalu meneliti golok mustika itu yang ternyata berwarna hitam bukan besi dan juga bukan emas, entah dibuat dari logam apa. Dari gagang sampai badannya samar2 terlihat garisan2 yang berwarna biru. Dengan mata kepala sendiri, ia telah menyaksikan dibakarnya golok itu, tapi sungguh aneh, golok tersebut tidak rusak sedikitpun. "Bagaimana orang bisa menggunakan golok yang begini berat?" tanyanya di dalam hati. "Dulu, Ceng liong Yan-goat to dari Kwan Ong-ya, yang mempunyai tenaga malaikat, hanya delipan puluh satu kati beratnya," Kwan Ong-ya, Kwan Kong dari jaman samkok.

Ia segera me masukkan golok itu kedalam buntalannya dan kemudian berkata dengan suara perlahan didepan kuburan Tek Seng. "..Tek Loo tiang, bukan mau serakahi golok ini. Tapi karena To liong to senjata luar biasa, maka jika jatuh ketangan manusia jahat, bencananya bukan kecil. Aku ingin menyerahkannya kepada Suhu, seorarg adil yang berhati mulia, yang tentu akan bisa
membereskan persoalan golok ini se-baiknya."

Sesudah berkata begitu, ia lalu menggendong buntalannya dan meneruskan perjalanan kejurusan utara.

Sesudah berjalan kurang lebih setengah jam tibalah ia ditepi sungai. Ketika itu ribuan bintang yang sinarnya sudah suram masih berkelip kelip diatas sungai. Ia mengawasi keberbagai jurusan tapi tak terlihat sebuah perahu pun. Ia lalu berjalan disepanjang gili2 dan kira2 semakanan nasi, ia lihat sinar lampu dari sebuan perahu penangkap ikan yang terpisah kira2 belasan tombak dari tepi sungai.

"Toako penangkap ikan!" teriaknya. "Tolong seberangkan aku?"

Karena perahu ikan itu terpisah terlalu jauh sipenangkap ikan rupanya tidak mendengar teriakannya.

Thay Giam segera mengempos semangat dan berteriak lagi. Terikan itu yang disertai dengan Lweekang yang sudah dilatih kira2 dua puluh tahun nyaring dan sangat tajam. Beberapa saat kemudian dari aliran sebelah atas muncul sebuah perahu kecil yang menggunakan layar dan yang perlahan-lahan menempel ditepi sungai. "Apa tuan mau menyeberang" tanya si juru mudi.

"Benar, aku ingin minta pertolongan Toako untuk menyeberangkan aku," jawabnya dengan girang.

"Sekali menyeberang ongkosnya satu tahil perak." kata pula juru mudi itu.

Permintaan itu sebenarnya terlalu mahal tapi sebab ingin buru-buru, Thay Giam tak rewel lagi. "Baiklah," katanya seraya melompat turun kedalam perahu yang melesak kedalam air.

"Tuan, bawa apa kau ? Mengapa begitu berat," tanya juru mudi itu dengan perasaan heran.

Jie Thay Giam segara mengangsurkan sepotong perak dan menjawab sambil tertawa : "Tak apa2. Badanku berat. Ayohlah"'

Si juru mudi kelihatannya bercuriga dan berulang kali melirik buntalan Thay Giam. Sesaat kemudian, dengan menuruti aliran air, perahu itu belayar dengan mengambil arah timur laut. Sesudah melalui satu li lebih tiba2 terdengar suara gemuruh.

"Juru mudi, apa mau turun hujan?" tanya Thay Giam.

"Bukan." jawabnya seraya tertawa, "Guru itu suara air pasang sungai Cian tong kang. Dengan mengikuti aliran air pasang. dalam sekejap kita bisa sampai dilain tepi."

Thay Giam mengawasi kearah suara itu. Jauh2 ia lihat sehelai garis putih yang mendatangi dengan ber-gulung2. Suara itu kian lama kian menghebat dan gelombang juga jadi makin besar. "Baru sekarang kutahu, bahwa diantara langit dan bumi terdapat pemandangan yang seangker ini," katanya di dalam itati. "Tidak cuma2 aku membuat perjalanan ini." Dilain saat, ombak sungai sudah tiba dan mendorong perahu dengan kekuatan luar biasa.

Selagi memandang dengan penuh perhatian se-konyong Thay Giam mengeluarkan seruan tertahan, karena dipuncak ombak terlihat sebuah perahu yang menerjang kedepan menurut gerakan ombak itu. Apa yang luar biasa ialah pada layar putih dari perahu itu terdapat lukisan yang merupakan sebuah tangan berwarna merah dengan lima jeriji yang terpentang lebar. Karena memiliki mata yang sangat tajam, biarpun di dalam kegelapan, dalam jarak puluhan tombak ia sudah bisa lihat tangan berdarah itu.

Sijuru mudi sendiri baru bisa melihatnya sesudah perahu itu datang terlebih dekat. Mendadak ia mengeluarkan teriakkan ketaku tan:" Hiat chioe hoan." (Hiat chioe hoan perahu layar Tangan berdarah).

"Apa itu Hiat chioe hoan?" tanya Thay Giam.

Sebaliknya dari menjawab ia menerjun ke dalam air! Thay Giam terperanjat dengan gelombang yang sebear itu biarpun pandai berenang, orang tak akan bisa bertahan lama di dalam air buru-buru ia mengambil sebatang gala yang lalu disodor keair tapi juru mudi itu menggoyangkan tangan dengan paras muka ketakutan dan dilain saat ia masuk kedalam gelombang untuk tidak keluar lagi.

Tanpa juru mudi begitu terpukul ombak, perahu itu lantas saja terputar. Cepat-cepat Thay Giam pergi kebelakang perahu untuk memegang kemudi pada saat itulah mendadak terdengar suara "dak" dan perahu Hiat chioe hoan membentur perahunya Thay Giam
Karena kepala Hiat chioe hoan dilapis besi begitu terbentur, perahu Thay Giam lantas saja bocor dan air menerobos masuk.
Bukan main gusarnya Thay Giam. "Perahu siapa yang begitu kurang ajar?" bentaknya dengan suara keras. Melihat perahunya sudah hampir tenggelam, dengan sekali menotol ujung kaki, ia melompat keatas kepala perahu Hiat chioe hoan. Pada yang bersamaan satu ombak besar menerjang, sehingga Hiat chioe hoan "terbang" keatas, setombak lebih tinggi nya. Kejadian itu terjadi pada sesaat badan Thay Giam berada ditengah udara sehingga perhitungannya meleset semua dan ia melayang jatuh kedalam air.

Pada detik yang sangat genting sambil mengempos semangatnya ia menggoyang kedua pandaknya dan dengan menggunakan gerakan Tee in ciang, tiba2 tubuhnya meleset keatas lagi setombak lebih dan kedua kakinya hinggap diatas kepala perahu Hiat-chioe-hoan.

"Ada orang tercebur di air! Lekas tolong !" teriak Thay Giam. Ia mengulangi teriakannya beberapa kali. Tapi tidak mendapat jawaban.

Dengan mendongkol ia menolak pintu gubuk perahu tapi pintu itu yang terbuat dari besi, tidak bergeming. Seraya menggerakkan Lweekang dikedua lengannya ia mendorong sambil membentak keras. Pintu belum terbuka tapi sudah berlobang karena menghubungkan gubuk dan pintu telah putus dan jatuh dengan mengeluarkan suara berkerincingan.

Tiba2 di dalam gubuk terdengar suara orang "Tee in ciong dan Tin san ciang (Pukulan menggetarkan gunung) yang tersohor dari Bu tong pay sungguh bukan pujian kosong. Jie Sam hiap serahkan To liong to yang berada dalam buntalanmu dan kami akan mengantarkan kau menyeberang sungai suara yang le mah lembut itu bukan lain dari pada suara kaki tangan Peh bie Kauw cu yang pernah didengarnya dikelenteng Hay sin bio. Sekarang baru ia tahu bahwa perahu Hiat ciu hosn adalah milik Peh bie Kauw cu sehingga tidak heran sijuru mudi jadi ketakutan setengah mati.

Tapi ia tak mengerti bagimana orang itu tahu namanya dan beradanya To liong to di dalam tangannya.

Sebelum ia menanya orang itu sudah berkata lagi:" Jie Sam Hiap mungkin kau merasa heran mengapa kami tahu she dan namamu bukankah begitu tapi sebenarnya kau tak usah heran kecuali ahli silat Bu tong pay dalam dunia ini siapa lagi yang memiliki lompatan Tee in ciong dan pululan Tin san ciang? Tiga hari sebelum Jie Sam hiap menginjak wilayah Ciat kang kami sudah mendapat warta. Hanya sayang kami tidak keburu menyambut dari tempat jauh.

Thay Giam tak tahu bagaimana harus menjawab perkataan orang itu tapi mengingat sijuru mudi yang tercebur di dalam air ia lantas saja berkata. "Hal lain dapat ditunda paling dulu kita harus menolong jiwanya juri mudi itu."
Orang itu tertawa ter-bahak2. "Jie Sam hiap hatimu terlalu mulia katanya. "Juragan perahu itu mempunyai satu gelaran yang sangat bagus yaitu Sauw cay Seei kwie (Setan air yang menagih hutang) Disungai Ciang tong-kang entah berapa banyak jiwa melayang di dalam tangannya. Jie Sam hiap adalah seorang yang berhati sangat mulia. Tapi setan air itu sebenarnya sudah mengincar buntalanmu dan ingin menagih hutang dari penitisan yang lain. Haha !"

Thay Giam sendiri sebelumnya sudah menaruh curiga, karena-lihat lahat juru mudi itu yang seperti lagak bangsat. Sekarang ia mendapat kenyataan, bahwa kecurigaannya sangat beralasan. "Bolehkah aku mendapat tahu she dan nama tuan yang besar dan apa boleh aku bertemu muka denganmu?" tanya Thay Giam.

"Antara Peh bie kauw dan partai tuan sama sekali tidak mendapat tali persahahatan atau permusuhan," jawabnya. "Maka itu menurut pendapatku, lebih baik kita tak usah bertemu muka. Jie Sam hiap taruh saja To liong to di kepala perahu dan kami akan menyeberangkan kau ketepi."

Mendengar perkataan itu, darah Thay Giam lantas saja naik. "Apakah To liong milik Peh bie kauw?" tanyanya dengan suara kaku.

"Bukan," jawabnya. "Tapi golok itu adalah senjata termulia dalam Rimba Persilatan, maka dapatlah dimengerti, jika setiap ahli silat sangat ingin memilikinya."

"Kalau begitu, dengan sangat menyesal aku tak bisa meluluskan permintaanmu," kata Thay Giam. "Golok ini sudah jatuh kedalam tangan ku dan aku merasa berkewajiban uniuk menyerahkan kepada guruku, supaya ia bisa memberi keputusan. Aku masih berusia muda dan tak dapat mengambil keputusan apa apa."

Orang itu kembali bicara, tapi suaranya sehalus bunyi nyamuk, sehingga Thay Giam tak dapat menangkapnya. "Apa kau kata?" tanyanya sambil maju beberapa tindak.

Sesaat itu, gelombang besar kembali menghantam, sehingga perahu layar itu "terbang" keatas dan terombang ambing ditengah2 ombak. Mendadak Jie Thay Giam merasa sakit gatal didada dan pahanya, seperti digigit nyamuk. Waktu itu adalah permulaan musim semi dan biasanya tidak ada nyamuk.

Tapi ia tidak menghiraukan dan lalu menepuk beberapa kali di tempat yang gatal. "Untuk merebut sebilah golok, Peh bie kauw telah membinasakan tidak sedikit manusia," katanya dengan suara nyaring. "Dikelenteng Hay sin bio saja, beberapa puluh orang telah melayang jiwanya. Menurut pendapatku, tanganmu agak terlalu kejam."

"Kau salah," membunuh orang itu. "Dalam menurunkan tangan, Peh bie kauw selalu membuat perbedaan. Terhadap orang jahat, kami turunkan tangan yang berat, sedang terhadap orang baik, kami turunkan tangan enteng. Jie Sam hiap, namamu yang mulia telah menggetarkan dunia Kangouw dan kami tentu tidak akan mengambil jiwamu. Jika kau menyerahkan To Liong to, kami akan segera memberikan obat pemunah jarum Bun sie ciam kepadamu," Bun sie ciam Jarum kumis nyamuk.

Mendengar kata2 "Bun sie ciam," Thay Giam terperanjat. Buru-buru ia meraba dada, dibagian yang bekas digigit nyamuk. Ia merasa gata12, tiada bedanya seperti akibat gigitan nyamuk. Tapi sesudah memikir sejenak, ia mengerti, bahwa rasa gatal itu tak mungkin akibat gigitan nyamuk, karena pada waktu itu adalah musim semi, apapula jika diingat, bahwa ia sedang berada diatas sungai. Dari mana datangnya nyamuk? Mendadak ia mendusin. "A-ha! Kalau begitu, ia sengaja bicara perlukan untuk memancing supaya aku datang terlebih dekat, agar ia bisa menimpuk dengan senjata rahasianya yang sangat halus," katanya didadalam hati. Mengingat ketakutannya Tek Seng orang2 Hay-see-pay dan si juragan perahu, maka boleh dipastikan, racun itu hebat luar biasa. Maka itu, jalan yang terbaik adalah menangkap dan memaksanya untuk mengeluar kan obat pemunah. Memikir begitu, sambil membentak keras, ia melompat kedalam gubuk perahu itu.

Sebelum kedua kakinya hinggap dipapan perahu, angin yang sangat tajam menyambar mukanya dan dalam gusarnya, iapun segera menghantam dengan sekuat tenaga. Begitu kedua tangan kebentrok, kedua lawan itu tetpental kebelakang dengan berbareng Jie Thay Giam sendiri terdorong keluar, tapi sukar, ia tak sampai roboh terguling hanya telapak tangannya dirasakan sakit sekali ia mengerti bahwa musuh telah menyembunyikan senjata dalam tangannya sebab pada waktu kedua telapak tangan beradu ia merasa tujuh batang jarum atau paku, menancap ditelapak tangan nya. Dalam segebrakan itu ia sudah tahu bahwa tenaga lawan kira2 setanding dengan tenaganya sendiri.

"Racun Ciang sim Cit sang tengku hebat luar biasa" demikian terdengar suara orang itu "Lweekang Jia Sam hiap sungguh liehay dan aku merasa takluk. Ciang sim Cit seng teng (Paku tujuh bintang) yang ditaruh ditelapak tangan.

Jie Thay Giam yang sabar sekarang menjadi kalap ia meraba buntalannya dan lalu mencabut To liong to. Sambil mencekal gagang golok dengan kedua lengan ia membacok. "Trang!" pintu besi itu terbelah dua melihat tajamnya golok itu semangatnya terbangun dan ia lalu membacok kalang kabut sehinga gubuk itu yang terbuat dari pada besi lantas menjadi hancur dan lembaran2 besi jatuh ke dalam air.

Orang yang berada di dalam gubuk tak dapat menyembunyikan dirinya lagi ia lalu melompat kebelakang perahu seraya menbentak "kau sudah kena dua macam racun, mau apa kau banyak lagak." Jie Thay Giam yang sudah mata gelap tidak menghiraukannya dan terus menerjang sampai memutar golok.

Melihat serangan kalap itu buru-buru orang itu menangkis dengan sebuah jangkar. "Trang" jangkar itu juga terbelah dua dengan hati mencelos ia melompat kesamping dan berteriak.

"Hei? Kau lebih sayang jiwa atau lebih sayang golok?"

Thay Giam berhenti menyerang. "Baiklah" katanya. Serahkan obat pemunah aku akan menyerahkan golok ini kepadamu. Sesaat itu merasa pahanya semakin gatal dan sakit sebagai tanda bahwa racun sudah mulai bekerja. Mengingat bahwa To liong to telah didapatinya secara kebetulan dan sebab ia memang tak ingin memiliki harta benda orang lain maka hilang hilangnya golok itu juga tidak dirasakan berat olehnya. Dilain saat, ia sudah melemparkan To Liong to diatas papan perahu.

Orang itu kegirangan dan buru-buru menjemput nya, akan kemudian meng-usap2 badan golok itu dengan sikap yang sangat menyayang. Ia berdiri dengan membelakangi rembulan, sehingga Thay Giam tak dapat lihat nyata mukanya. Tapi dalam perhatiannya kepada golok itu, ia rupanya lupa akan janjinya untumemberikan obat pemunah.

Lewat beberapa saat, rasa sakit dan gatal didada dan paha Thay Giam makin menghebat. "Eh, mana obat?" tanyanya.

Orang itu tertawa berkakakan seperti juga mendengar cerita lucu.

Tentu saja Thay Giam jadi gusar seka]i." Hei! Aku minta obat yang dijanjikan olehmu," bentaknya. "Ada apa lucunya ?"

Orang itu menuding muka Thay Giam dan berkata seraya tertawa: "Hihihi ! Kau sungguh tolol ! Sebelum aku mengeluarkan obat, kau sudah lebih menyerahkan golok ?"

"Perkataan seorang laki2 seperti juga larinya seekor kuda," kata Thay Giam dengan amarah me-luap2. "Kita sudah berjanji untuk menukar golok dengan obat, apa kau lupa?"

Orang itu tertawa lagi. "Dengan golok dalam tanganmu, aku masih jerih juga," katanya dengan suara mengejek, "Adat kata kau tidak bisa menangkan aku, kau masih dapat melemparkan golok itu kedalam sungai dan belum tentu aku bisa mencarinya. Tapi sekarang, sesudah golok ini berada dalam tanganku, apa kau masih mengharapkan obat pemunahan ?"

Perkataan itu se-olah2 air dingin yang mengguyur kepala Thay Giam. Mimpipun ia tidak pernah mimpi, bahwa orang itu bisa berlaku begitu licik. Ia ingat, bahwa Bu-tong-pay tak mempunyai permusuhan apapun jugs dengan Peh bie-kauw, sedang orang itupun memiliki kepandaian tinggi, sehingga kedudukannya pasti bukan kedudukan rendah. Tapi mengapa ia menjilat lagi ludah yang sudah dibuang?

"Jie Sam hiap," orang itu berkata pula. "Ada satu hal yang harus diterangkan kepadamu. Racun dari Bun sie ciam masih tidak begitu hebat tapi racun Cit-seng benar2 luar biasa. Dalam tempo dalam duapuluh empat jam semua dagingmu akan copot dan jatuh ditanah. Dalam dunia kecuali obat pemunah dari Peh bie kauw, jangankan manusia, sedang dewapun tak akan bisa menolongnya. Disamping itu andaikata sekarang aku memberikan obat pemunah, obat itu hanya bisa menolong selembar jiwamu, tapi ilmu silat Jie Sam-hiap yang tersohor dalam dunia Kangouw tak akan bisa pulih kembali untuk se-lama2nya. Perkataan itu dikeluarkan dengan suara manis dan lemah lembut, se-olah2 manusia itu sedang bicara dengan sahabat karibnya.

"Hidup atau mati adalah takdir," kata Thay Giam sambil menahan amarah. "Selama hidup Jie Thay Giam belum pernah melakukan apa2 yang tidak baik, sehingga ia boleh tak usah merasa malu terhadap Langit dan bumi. Andaikata sekarang aku binasa dalam tangan seorang rendah, sedikitpun aku tidak merasa jerih."

Orang itu mengacungkan jempolnya. "Bagus!," ia memuji. "Nama besarnya Bu tong Cithiap benar2 bukan nama kosong. Orang gagah yang kenal Cit-seng-teng dan Bu sie-ciam tak bisa dihitung berapa banyaknya. Kalau bukan, meminta ampun, mereka yaitu orang2 yang mempunyai tulang punggung tentu mencaci aku. Tapi orang yang seperti Jie Sam-hiap, yang tidak menghiraukan masih akan hidup, aku sungguh jarang menemui."

Thay Giam mengeluarkan suara dihidung "Tapi apakah aku boleh mendapat tahu she dan nama tuan yang besar?" tanyanya.

"Aku hanialah seorang kecil dalam Peh-bie-kauw dan jika Bu-tong-pay ingin membalas sakit hati adalah Kauw cu yang akan melayaninya." jawabnya. "Malam ini, Jie Sam hiap akan mati dengan diam2."

(Bersambung Jilid 5)


BU KIE
Karya : CHING YUNG
Terjemahan: Bu Beng Tjoe

Jilid 5

SEMENTARA itu, karena leher dan badannya tak bisa bergerak, JieThay Giam hanya bisa melihat bendera piauw yang tertancap dipot bunga. Untuk sejenak seluruh ruangan sunyi senyap dan yang terdengar hanialah bunyi laler yang beterbangan kian kemari. Lain suara yang didengarnya ialah suara nafas Touw Tay Kim yang ter-sengal2. Walaupun tak melihat mukanya, ia bisa menebak, bahwa Cong piauw tauw itu tengah mengawasi emas yang berkredepan dengan mata membelalak.

Beberapa saat kemudian, barulah terdengar suara Touw Tay Kim: "In Toa ya, piauw apa yang mau diantar?"

"Lebih dulu jawablah pertanyaanku," sahutnya. "Apakah kau bisa memenuhi tiga syarat yang diajukan olehku.."

Touw Tay Kim menepuk lututnya seraya berkata: "In Toa ya, sesudah kau memberi hadiah yang begitu besar, biarlah aku mempertaruhkan jiwa untuk memenuhi segala permintaanmu, Kapan aku bisa menerima piauw itu?"

"Piauw yang harus dilindungi dan diantar olehmu adalah orang rebah dibalai2 itu," jawabnya dengan suara dingin.

Tanpa merasa, Touw Tay Kim mengeluarkan seruan tertahan, bahkan herannya.

Jie Thay Giam terkesiap. Ia membuka mulut, tapi suara yang mau dikeluarkan, tak bisa keluar.

Dengan menggunakan seantero tenaganya, is coba melompat turun, tapi tubuhnya tak bisa bergerak sedikitpun. Sekarang baru ia tahu, racun Cit seng teng benar2 liehay.

"Apa ... apa .... benar tuan ini?" menegas Touw Tay Kim dengan suara terputus2.

"Tak salah," jawabnya. "Kau sendiri yang harus mengantarkannya. Kau bolah menukar orang. Dalam sepuluh hari, kau sudah mesti tiba di Bu tong san, Siang yang hu, propinsi Ouw pak, dan menyerahkan orang itu kepada Thio Sam Hong, Ciang cun Couw su bu tong pay."

"Bu tong pay?" menegas Touw Tay Kim. "Biarpun tak mempunyai ganjela apa2 dengan Bu tong pay, tapi kami, murid2 Siauw lim-sie jarang...jarang sekali berhubungan dengan mereka ....Ia...."

"Jika gagal, kau tak akan dapat mengganti kerugian dengan laksaan tail emas," kata si orang she In dengan suara tawar.

"Katakan saja. Terima atau tidak. Mengapa sebagai seo-rang laki2 kau begitu sukar mengambil keputusan?"

"Baiklah, dengan memandang muka In Toanya, Liong-boan Piauw-kiok menerima baik piauw ini," jawabnya.

Orang ini tersenyum. "Hari ini Sha gwe Jie kauw (Bulan tiga tanggal 2?)," katanya. "Kalau pada Sie gwee Cee kauw Ngosie (Bu1an Empat tanggai 9), tengah hari, kau belum menyerahkan tuan ini kepada Ciong bun Couwsu Bu tong pay, aku akan membasmi besar kecil tujupuluh satu orang di Liong baen Piauw kiok. Malah ayam dan anjingpun tak akan diampuni olehku!" Ancaman itu disusul dengan suara "trik trik" dan belasan jarum perak yang halus menancap dipot bunga itu yang lantas saja hUncur jadi puluhan keping yang jatuh berhamburan dilantai.

Timpukan senjata rahasia itu yang disertai dengan Lwekang dahsyat, benar2 mengejutkan. Touw Tay Kim mengeluarkan seruan kaget sedang Jie Thay Giam pun terkesiap.

"Ayoh pulang!" bentak siorang she In. Dua tukang gotong lalu saja menaruh balai2 diatas lantai dan segera meninggalkan ruangan itu dengan ter-buru-buru.

Selang beberapa saat, sesudah dapat menentramkan hati Touw Tay Kim menghampiri Jie Thay Giam seraya menanya: "Bolehkah kutahu she dan nama tuan yang mulia? Apa benar tuan dari Bu tong pay ?"

Thay Giam tak dapat berbicara, ia hanya mengawasi Cong piauw tauw itu yang berusia kira2 limapuluh tahun, badannya tinggi besar dengan otot2 lengan yang menonjol keluar dan parasnya angker sekali. Melihat potongan badan dan gera2kan orang itu, Thay Giam tahu bahwa ia adalah seorang ahli ilmu silat Gwa kang(ilmu silat luar).

"In Toaya adalah seorang tampan yang lemah lembut gerakannya," kata Touw Tay Kim. "Tak dinyana mereka memiliki kepandaian yang begitu tinggi. Orang dari partai manakah dia?" Ia mengulangi pertanyaannya beberara kali tapi Thay Giam tetap tidak menjawab dan terus memeramkan kedua matanya.

Hati Cong-piauw tauw itu merasa sangat tidak enak. Ia sendiri adalah seorang ahli melepaskan senjata rahasia sehingga di dalam dunia Kangouw, ia mendapat julukan Ie-pie-him, tapi kepandaian siorang she In betul2 luar biasa.

Dengan sekali mengebas tangan bajunya belasan batang jarum yang halus bagaikan bulu kerbau telah menghancurkan sebuah pot kristal. Jika tak melihatnya dengan mata kepala sendiri ia tentu tak akan percaya. Ia membungkuk dan menjemput kepingan kristal yang jatuh dilantai ternyata setiap jarum seperti juga terpantek masuk dengan martil kedalam kristal itu. Lweekang yang sedemikian hebat, ia sungguh belum pernah mendengarnya.

Sudah dua puluh tahun lebih Touw Tay Kim mengepalai Liong bun Piauw kiok dan selama itu ia telah mengalami tidak sedikit gelombang dari dunia Kang ouw. Tapi piauw manusia hidup dengan ongkos dua ribu tahil emas bukan saja belum pernah dialami olehnya, tapi juga belum pernah terdengar dalam seluruh sejarah perusahaan piauw.

Sesudah menyimpan emas itu ia segera memerintahkan orang untuk membawa Jie Thay Giam kesebuah kamar yang sepi supaya sisakit bisa mengaso, kemudian dengan cepat ia mengumpulkan para piauw tauw, menyiapkan kuda kereta untuk berangkat pada hari itu juga.

Sebelum berangkat karena merasi tidak enak mendengar ancaman siorang she In, Touw Tay kam lebih dulu berdamai dengan dua orang piaum tauw yang berusia tinggi sesudah menghitung2, mereka mendapat kenyataan bahwa dari ibu Touw Tay Kiam sampai bayi Ciok Piauw tauw yang berusia belum cukup sebulan keluarga Liong bun Piauw kiok tepat berjumlah tujuh puluh satu orang yaitu sesuai dengan jumlah yang disebutkan oleh siorang she In. Mereka bertiga lantas saja saling mengawasi dengan hati berdebar.

"Cong pauw touw," kata Piauw tauw she Ciok itu. "Menurut pendapatku meskipun hadiahnya besar tugas ini terlalu berbahaya, sehingga lebih baik kita menolak saja."

Piauw tauw yang satunya lagi seorang she Su, lantas saja berkata: "Ciok Sam ko sayang sungguh pendapatmu diutarakan sesudah kasep. Piauw ini sudah diterima dan apakah Liong bun Piauw kiok yang sudah mendapat nama besar selama dua puluh tahun lebih harus mengembalikannya lagi?"

"Su Ngo tee," kata Ciok Piauw tauw dengan suara mendongkol. "Kau menyayang nama besar Liong bun Piauw kiok tapi apa kau tidak menyayangi jiwanya begitu banyak orang? Menurut penglihatanku urusan ini sangat mencurigakan dan mungkin sekali orang sedang memasang jebakan untuk menjebak kita."

Su Pauw tauw tertawa dingin seraya berkata "sesudah makan dari perusahaan piauw, memang siang malam kita hidup diujung senjata. Kalau Ciok Sam ko mau hidup tenteram, kau harus berdiam saja dirumah sambil mendukung bayimu dan jangan berkelana diluaran."

Kedua Piauw tauw itu lantas saja mulai bertengkar keras, sehingga Touw Tay Kim harus datang disama tengah, "Jie wie jangan tarik urat," katanya sambil tersenyum. "Piauw sudah diterima dan kita memang tidak boleh mundur lagi, Orang kata, musuh datang jenderal menyambut, air datang tanah menguruk. Bahwa Ciok Sam ko memikiri So So istri kakek lelaki dan anaknya, adalah kejadian yang sangat bisa dimengerti. Sekarang begini saja, kita mengirim semua orang tua, perempuan dan anak2 dari keluarga piauw hang kesebuah kampung diluar kota Lim an. Tindakan ini bukan sebab kita bernyali kecil, tapi hanya untuk menjaga akan terjadinya segala kemungkinan.

Sehabis berkata begitu, ia segera memerintah kan sejumlah pegawai piauw hang untuk segera mengantar keluarga para piauw tauw ke sebuah dusun guna menyingkirkan diri sementara waktu.

Semua orang yang bakal mengiring piauw istimewa itu, lantas saja makan kenyang dan mempersiapkan bekalan untuk disepanjang jalan. Sesudah beres, seorang pegawai segera membawa bendera piauw dengan kedua tangannya dan berjalan kepintu tengah dari gedung Liong bun Piauw tok. Sambil membuka bendera itu, ia membentak: "Liong bun sam yauw lee, Hie jie hoa wia long!" (Tiga ekor gabus yang sedang melompat dari Liong bun, akan berubah menjadi naga).

Sementara itu, macam2 pikiran masuk kedalam otak Jie Thay Giam yang rebah dalam sebuah kereta. "Selama berkelana dalam dunia Kangouw aku selalu memandang rendah orang2 Phiauw hang, katanya di dalam hati. "Tak dinyana, selagi menghadapi bencana besar, aku harus diangkut ke Bu tong san oleh mereka." Dilain saat, ia bertanya pada dirinya sendiri "Siapakah sahabat she In itu yang sudah menolong jiwaku? Didengar dari suaranya, ia mestinya seorang perempuan dan menurut katanya Cong piauw tauw, parasnya tampan dan ilmu silatmya tinggi. Tapi cara2nya sungguh luar biasa. Hanya sayang, aku tak dapat melihat wajahnya dan, juga tak bisa menghaturkan terima kasih. Jika bisa terlolos dari kebinasaan. aku pasti akan membalas budinya yang sangat besar itu."

Kereta berjalan terus dan waktu hampir tiba dipintu kota, se-konyong2 terdengar teriakkan Touw Tay Kim: "Mengapa kamu kembali? Aku sudah memesan, kamu tak boleh balik ke Lim-an."

"Cong...cong-piauw- tauw," demikian terdengar jawaban terputus?. "Kami...kuping kami!"

"Siapa yang potong kupingmu?" teriak pula Touw Tay Kim dengan suara gusar tercampur kaget.

"Selagi...mengantar...Loa tay tay (nyonya tua ibu Touw Tay Kim) keluar kota, baru kira2 dua li, kami....dicegat orang," menerangkan orang itu dengan suara gemetar: "Pencegat2 itu bengis dan ganas sekali. Keluarga Liong bun Piauw kiok tidak boleh meninggalkan kota Lim an, kata satu diantaranya. Aku coba melawan dengan mulut, tapi orang itu lantas saja menghunus golok dan memotong kupingku! Kuping meraka... mereka berduapun telah dipotong olehnya. Orang itu menyuruh aku beritahukan Cong piauw tiauw, bahwa jika piauw yang harus diantar tidak tiba pada temponya yang betul, maka...maka....ayam dan anjing akan di basmi semua.

Touw Tay Kim menghela napas. Ia mengerti bahwa setiap gerak gerik Liong bun Piauw kiauw sekarang diawasi orang. Sambil mengebas tangan kanannya ia lantas saja berkata. "Baiklah kamu pulang saja. Jaga baik2 semua keluarga dan gedung Piauw kiok. Jangan keluar kalau tidak terlalu perlu." Sehabis berkata begitu ia mencambuk kuda dan rombongan itu lantas berangkat.

Dengan secepat-cepatnya mereka menuju kejurusan barat. Yang mengantar Jie Thay Giam, selain Touw Couw piauw tauw Ciok dan Su Piauw tauw, masih ada empat orang piauw su muda yang bertubuh kuat dan kekar. Mereka semua menunggang kuda pilihan dan seperti yang dikatakan siorang she In mereka menukar kereta, menukar kuda2, tapi tidak diperbolehkan menukar orang2. Dengan hati berdebar mereka meneruskan perjalanan siang hari dan malam karena mereka tahu, bahwa jika terlambat bukan saja jiwa mereka sendiri tapi jiwa semua keluarga Liong bun Piauw kiok pun tak akan bisa ditolong lagi.

Waktu baru keluar dari kota Lim an, Touw Tay Kim menduga, bahwa disepanjang jalan, ia akan harus mengadu jiwa. Ia harus mengadu jiwa dalam pertempuran2 mati2an. Tapi diluar dugaan, sesudah meniggalkan Ciat kang, melewati An hui dan kemudian masuk dalam propinsi Ouw pak, dalam beberapa hari, mereka tak pernah menemui rintangan apapun jugaa. Hari itu, telah mereka lewati kota Hoan shia, Thay pang tiam, Sian jin touw, Kong hwa koan. Dia kemudian sesudah menyeberang sungai Han sui, tibalah mereka di Laoho kouw dari mana mereka bisa mencapai Bu tong san dalam tempo sehari.

Sebelum Ngo sie, mereka sudah tiba di Song kengcu dan tak lama lagi akan tiba di gunung Butongsan. Biarpun disepanjang jalan cepat lelah tapi mereka tiba pada waktu yang tepat sehingga para piauw tauw jadi sangat girang.

Waktu itu adalah buntut musim semi dan permulaan musim panas. Langit cerah, hawa hangat, pohon2 hijau, dan bunga2 beraneka warna. Sambil memandang puncak Thian cu hong yang menjulang kelangit dengan cambuknya. Touw Tay Kim berkata: "Ciok Sam tee selama beberapa tahun ini nama Bu tong bay jadi semakin tersohor dan meskipun masih belum bisa menandingi Siauw lim pay, sepak terjang Bu tong Cit hiap telah menggetarkan dunia Kang ouw. Dengan melihat Thian cu hong yang begitu angker, aku jadi ingat perkataan orang bahwa jika manusianya jempol tanahnya pun keramat."

"Biarpun Bu tong pay telah mendapat nama besar tapi dasarnya masih sangat cetek dan tak bisa dibandengkan dengan Siauw lim pay yang mempunyai sejarah seribu tahun lebih," kata Ciok Piauw tauw.

"Ambil saja contoh, Cong piauw-tauw sendiri, yang memiliki Jie sie chioe Hang-mo-ciang (Pukulan takluki iblis yang mempunyai duapuluh empat jalan) dan Liam cu Kong-piauw yang bisa dilepaskan beruntun. Siapakah diantara orang2 Butong yang mempunyai ilmu yang sangat tinggi itu."

"Benar", seru Su Piauw tauw. "Omongan2 dalam kalangan Kangouw kebanyakan tidak boleh dipercaya. Nama Bu tong cit hiap memang cukup tersohor, tapi bagaimana tinggi kepandaian mereka, kami belum pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Mungkin sekali pujian2 itu diberikan oleb orang2 kampung yang belum pernah melihat luasnya dunia."

Touw Tay Kim hanya bersenyum. Sebagai seorang yang mempunyai pengetahuan banyak lebih tinggi daripada kedua Piauw-tauw itu, ia yakin, bahwa nama besarnya bu tong pay bukan nama kosong dan Bu-tong Cit hiap pasti memiliki kepandaian luar biasa. Akan tetapi karena selama duapuluh tahun lebih ia memang jarang bertemu dengan tandingan maka ia sangat percaya akan kepandaiannya sendiri. Sudah ber-ulang2 ia mendengar umpakan kedua piauw tauw itu dan sebagai manusia biasa, ia tetap merasa girang setiap kali, mendengar pujian yang muluk.

Sembari ber-omong2 ketiga piauw tauw itu, berjalan dangan rendengkan kuda mereka semakin lama jalanan gunung semakin sempit, sehingga orang tidak bisa jalan berendeng dan Su Piauw tauw lalu menahan les kuda untuk berjalan disebelah belakang.

"Cong piauw tauw kalau sebentar kita bertemu dengan Thio Sam Hoag, peradatan apa yang dijalankan kita", tanya Ciok piauw tauw.

"Kita bukan dari partai dan tak punya ikatan apupun juga" jawabnya. "Akan tetapi Thio Sam Hong sudah beusia sembilan puluh tahun dan dalam Rimba Persilatan dapat dikatakan ialah yang merasa paling tua. Untuk menghormati seorang Ciau pwee dari Rimba Persilatan tidak halangannya jika kira berlutut di hadapannya."

"Menurut pendapatku, begitu bertemu kita berteriak: "Thio Cinjin, Boanpwee memberi hormat dengan berlutut!" ia tentu akan belaku sungkan dan coba mencegah", kata Ciok Piau tauw, "dengan demikian kita boleh tidak usah menjalankan peradatan yang besar itu.."

Touw Tay Kim tidak memberi jawaban. Ia hanya bersenyum karena ia sedang coba menebak asal usul Jie Thay Giam.

Selama sepuluh hari Thay Giam tidak pernah bergerak dan juga tidak pernah mengeluar kan sepatah kata. Makan minumnya dan segalanya harus ditolong oleh pegawai piauw kiok. Sudah beberapa hari Tauw Tay Kim dan lain piauw tauw coba men duga2 tapi mereka tetap tak bisa menebak siapa adanya pemuda itu. Apa dia murid Bu tong pay? Sahabat atau musuh Bu tong? Semakin mendekat Bu tong san semakin besar rasa heran mereka. Tapi mereka ingat bahwa begitu lekas bertemu dengan Thio Sam Hong teka teki itu akan terpecah sendirinya. Hanya mereka tak tahu apa pertemuan itu akan berbuntut dengan kecelakaan atau keberuntungan.

Selagi Touw Tay Kim mengasah otak disebelah barat tiba2 terdengar suara kaki kuda. Untuk menyelidiki Ciok piauw tauw lantas saja mengebrak tunggangannya yang segera kabur terlebih dulu. Beberapa saat kemudian ia melihat enam penunggang kuda yang setelah berada dalam jarak belasan tombak dari rombongan piauw mendadak menahan les dan menghadang ditengah jalan. Tiga orang terbaris didepan dan tiga orang disebelah belakang.

"Apakah bakal muncul rintangan dikaki Bu tong san?" Touw Tay Kim bertanya di dalam hati. Ia mendekati Su Piauw tauw dan ber bisik. "Hati2 jaga kereta."

Sementara itu seorang pegawai piauw kiok sudah meng-goyang2 bendera ikan gabus sebagai satu pemberian harmat, sedang Touw Tay Kim sendiri segera majukan kudanya untuk menyambut keenam orang itu. "Liongbun Piauw kiok numpang lewat di tempat sahabat dan jika kami berlaku kurang hormat mohon sahabat sudi memaafkan" katanya seraya membungkuk.

Diantara enam pemegat itu terdapa dua orang tosu "imam" yang memakai topi kuning sedang yang lainnya adalah orang2 biasa. Mereka semua menyoren golok atau pedang dan sikapnya angker sekali. Mendadak Touw Tay Kim mendapat satu ingatan: "Apakah mereka bukan enam pendekar dari Bu tong Cit hiap?" tanyanya di dalam hati ia segera menggebrak tunggangannya dan berkata sambil merangkap kedua tangannya "aku adalah Touw Tay Kim dari Liong bun Piauw kiok, bolehkah aku mendapat tahu she dan nama saudara yang mulia?"

"Perlu apa Touw heng datang di Bu tong san", tanya salah seorang yang berdiri disebelah kanan. Orang itu bertubuh jangung sedang pada pipi kirinya terdapat sebuah tahi lalat itu tumbuh tiga lembar rambut yang panjang. "Piauw kiok kami telah diminta membawa seorang yang terluka berat ke Bu tong san untuk diserahkan kepada Ciang bun dari partai saudara2. Thio Cinjin," jawabnya.

"Kami telah diminia oleh seorang she In untuk membawa tuan itu kegunung ini," sahutnya. "Siapa adanya tuan itu, bagaimana ia mendapat luka dan duduknya persoalan semua tak diketahui oleh kami. Liong Bun Piauw kiok hanya menerima permintaan orang dan menjalankan tugasnya sebaik mungkin. Mengenai soal pribadi, kami selamanya belum pernah mencari tuan."

Sebagai seorang yang sudah puluhan tahun bekerja dalam perusahaan piauw. Touw Tay Kim punya pengalaman luas. Dengan berkata begitu, ia mencuci bersih segala kemungkinan yang bisa merembet kepada Liong bun Piauw kiok. Baik Jie Thay Giam seorang sahabat, maupun musuh Bu tong pay, keenam orang itu tak bisa menjadi gusar terhadapnya.

Orang yang bertahi lalat menengok kepada dua kawannya seraya berkata. "Orang she In? Siapa orang itu?"

"Ia adalah seorang pemuda yang berparas tampan dan mempunyai kepandaian tinggi dalam ilmu melepaskan senjata rahasia," menerangkan Touw Tay Kim.

"Apa kau pernah bertempur dengannya ?" tanya pula si penyegat.

Touw Tay Kim jadi bingung dan menjawab dengan gugup: "Tidak... tidak .. dia yang...."

Belum habis perkataannya salah seorang lain sudah membentak: "Mana To liong to? Dalam tangan siapa golok itu berada ?"

"Apa itu To liong to?" menegas Touw Tay Kim dengan kaget. "Apakah Bu lim cie cun, Po to to liong ! yang tersohor?"

Orang yang membentak ternyata beradat berangasan. Tanpa banyak bicara lagi, ia segera melompat turun dari tunggangannya meng hampiri kereta, membuka tirai lain melongok kedalamnya.

Melihat gerakan orang itu yang gesit luar biasa, Tauw Tay Kim jadi semakin bercuriga. "Apakah kalian bukan Bu tong Cit hiap yang namanya tersohor dalam dunia Kangouw ?' tanyanya. "Yang mana Song Tay hiap" Sudah lama kudengar nama besarnya dan aku ingin sekali bertemu muka."

"Nama itu hanya nama kosong belaka dan tidak-cukup berharga untuk di-sebut2," kata orang vang bertahi lalat. "Touw heng terlalu merendahkan diri."

Sesaat itu, si berangasan sudah melompat pula keatas punggung kudanya. "Lukanya sangat berat dan harus segera ditolong " katanya. "Biarlah kita saja yang membawanya."

Orang yang bertahi lalat lalu merangkap ke dua tangannya seraya berkata dengan suara manis: "Untuk capai lelah Touw heng yang dari jauh sudah mengantar sampai disini, Siauwte menghaturkan banyak terima kasih."

Tauw Tay Kim segera membalas hormat dan mengucapkan perkataan merendahkan diri.

"Saudara itu mendapat luka yang sangat berat, maka biarlah kami saja yang membawanya keatas gunung untuk segera ditolong." kata pula orang itu.

Toaw Tay Kim yang memang ingin melepas kan diri dari tanggung jawab selekas mungkin lantas saja berkata: "Biarlah. Kalau begitu di sini saja kami menyerahkan tuan itu kepada Butong-pay."

"Touw heng jangan kuatir," kata orang itu. "Sekarang Siauwte yang bertanggung jawab. Apakah ongkos piauw sudah dibayar?"

"Sudah dibayar cukup," jawabnya.

Orang itu lalu mengeluarkan sepotong emas yang beratnya kira2 seratus tahil dan berkata sambil mengangsurkan kepada Touw tay Kim: "Ini untuk beli teh, harap Touw heng suka mem-bagi2kan kepada saudara2 yang lain."

Cong piaw tauw itu menolak dengan keras. "Dua ribu tahil emas sudah lebih daripada cukup." katanya. "Aku bukan seorang temaha."

"Hm Dua tahil emas..." kata orang yang bertahi lalat itu. Dua kawannya lantas saja majukan tunggangan mereka, yang satu melompat keatas kereta, mengambil Ies dari tangan kusir dan lalu menjalankan kereta itu sedang yang satunya lagi mengikuti dari belakang.

Orang yang bertahi lalat mengayun tangan dan melemparkan potongan emas itu kearah Touw Tay Kim. "Touw heng jangan berlaku sungkan," katanya seraya tertawa. "Kalian kem ball saja kekota Lim an."

Melihat potongan emas melayang kehadapan nya, Touw Tay Kim terpaksa menyambutnya. Sebenarnya ia masih ingin memulangkannya tapi orang itu sudah berlaku dengan kaburkan tunggangannya.

Disebelah kejauhan ia lihat lima orang mengiring kereta yang muat Jie Tay Giam dan sesudah membelok disuatu tikungan mereka menghilang dari pemandangan. Dilain saat melihat potongan emas yang dicekal dalam tangannya, ia terkesiap karena terdapatnya sepuluh tapak jari yang dalamnya kira2 setengah dim. Apa yang lebih luar biasa, ialah, tapak jari2 itu, sampai urat2nya, terpeta nyata diatas potongan emas itu. Walaupun emas lebih lembek dari pada besi atau tembaga, tapi tenaga jari tangan itu, yang disertai dengan Lweekang yang sangat dahsyat benar2 mengejutkan. Sambil mengawasi emas itu dengan mulut ternganga, ia berkata dalam hatinya "Bu tong Cip hiap sungguh2 lihay. Di dalam Siau lim pay mungkin hanya satu dua Su siok yang mempelajari Kim kong cie, yang mempunyai kepandaian seperti itu."

Melihat pemimpin mengawasi potongan emas itu dengan bengong, Ciok Piauw tauw ber kata: "Cong piauw-tauw, murid2 Bu tong agak tak tahu adat. Sesudah bertemu muka, mereka sama sekali tidak memperkenalkan diri dan juga tidak menanyakan she dan nama kita. Dari tempat yang jauhnya ribuan kita datang kesini. Tapi mereka merasa tak perlu untuk mengundang kita bersantap atau menginap semalaman datam kuil mereka. Sebagai sesama orang Rimba Persilatan, sikap mereka sangat tidak manis."

Di dalam hati, memang Touw Tay Kim me rasa sangat tak puas akan sikap orang2 itu, hanya ia tak mengatakan terang2an. Maka itu mendengar perkataan rekannya, ia seera berkata dengan suara tawar: "Dengan adanya mereka, kita bisa menghemat tenaga. Baiklah ada baiknya juga?"

"Disamping itu, aku sebenarnya agak tak enak jika orang2 Siauw-lim-pay mesti masuk kedalam kuil Bu tong-pay. Jie-wie Hiantee marilah kita berangkat pulang!"

Dalam perjalanan itu, meskipun tidak menemui, halangan Liong bun Piauw-kiok telah dihina orang. Bahwa Bu-tong Liok-hiap sudah tidak mamperkenalkan diri, merupakan tanda bahwa mereka tak memandang sebelah mata kepada Piauw kiok itu. Semakin memikir Touw Tay Kim jadi semakin mendongkol dan diam2 ia menghitung cara bagaimana sakit hati itu bisa dibalasnya.

Dalam perjalanan pulang itu sedang sipemimpin diliputi dengan kemasgulan, para Piauw tiauw dan pegawai bergirang2. Sesudah capai sepuluh hari dan sepuluh malam, Liong bun Piauw-kiok bisa mengantongi duaribu tail emas dan Cong piauw tiauw mereka yang terbuka tangannya, sudah pasti akan memberi hadiah besar.

Diwaktu magrib, mereka sudah melewati Song kengcu. Melihat Touw Tay Kim masih berduka Ciok piauw-touw berkata: "Cong-piauw, jangan kau terlalu jengkel. Gunung tinggi dan air panjang dilain hari dalam dunia Kangouw, kita pasti akan bisa berpapasan
lagi dengan mereka. Hm! Berapa lama Bu?tong Cit-hiap bisa mempertahankannya ?"

Touw Tay kim menghela napas. Ciok Hiante katanya. "Ada suatu hal yang sangat dibuat menyesal olehku."

"Hal apa ?" tanyanya.

Baru saja ia berkata begitu, disebelah belakang tiba2 terdengar suara kaki kuda. Tindak kuda itu tidak begitu gencar, malah boleh di katakan perlahan, tapi heran sungguh, semakin lama kedengarannya semakin dekat. Semua orang lantas saja menengok kebelakang. Ternyata kuda itu mempunyai kaki yang amat panjang sedang bendanyapun kira2 dua kaki lebih tinggi daripada kuda biasa, dengan kaki yang panjang langkahnya sangat lebar, sehingga biarpun larinya tak terlalu cepat, jarak yang dicapai lebih jauh daripada kuda biasa, bukan saja istimewa tubuh dan kakinya, gerakannya angker sekali sedang bulunya mengkilap seperti dipoles minyak.

"Bagus benar kuda itu!" memuji Ciok piauw tauw. Ia terdiam sejenak dan kemudian berka ta : "..Cong pit tauw, apakah kami berbuat sesuatu kesalahan?"

"Bukan, bukan kalian berbuat kesalahan," jawabnya dengan suara duka. "Apa yang diingatkan adalah kejadian pada duapuluh lima tahun berselang. Waktu itu, sudah dua belas tahun aku belajar dalam Siauw lim sie dan sudah memenuhi syarat2 sebagai murid yang lulus. Guruku Goan-hiap Sian su coba membujuk supaya aku berdiam lagi lima tahun guna belajar lima Tay kim kong ciang. Tapi sebagai seorang pemuda yang pendek pikiran, aku menganggap, bahwa kepandaian dimilikiku, sudah cukup untuk aku malang melintang dalam dunia Kangouw. Maka itu, ditambah lagi dengan rasa tak tahan untuk hidup menderita terlebih lama di dalam kuil, aku sudah menolak bujukan In su. Hai! Jika pada waktu itu aku belajar lagi lima tahun, hari ini aku tentu tak akan dihina oleh murid2 oe tong..." Baru berkata sampai disitu, orang yang menunggang kuda jempolan itu, yang bulunya berwarna hijau putih, sudah menyandak dan kemudian melewati rombongan piauw hang. Selagi lewat, sipenunggang kuda melirik Touw Tay Kim dan Ciok Ptauw tauw dengan paras muka heran.

Touw Tay Kim pun mengawasi orang itu yang ternyata adalah seorang pemuda tampan yang berusia kira2 dua puluh dua tahun dengan paras muka yang angker.

Dilihat sekelebatan ia seorang yang bertubuh kecil lemah tapi sesudah diawasi dalam tubuh yang kecil itu terdapat gerakan2 yang gesit,lincah dan mantep. Sambil merangkap kedua tangannya, pemuda itu berseru: "Numpang lewat! Numpang lewat!" Dalam sekejap, kuda itu sudah kabur didepan rombongan piauw hang.

Sembari mengawasi byangan pemuda itu, Touw Tay Kim bertanya: "Ciok Hian tee, bagaimana pendapatmu mengenai orang muda itu ?"
"Dia turun dari atas gunung mungkin sekali salah seorang murid Bu tong." jawabnya. Tapi ia tidak membekal senjata dan badannyapun kelihatan lemah. Bisa jadi juga ia seorang biasa saja dan bukan murid Bu tong."

Mendadak, pemuda itu memutar tunggangan nya dan balik kembali. Jauh2 ia sudah memberi hormat seraya berkata: "Maaf ! Siauwtee ingin ajukan satu pertanyaan, harap kalian tidak jadi gusar."

Mendengar kata2 yang manis itu, Touw Tay Kim segera menahan les dan balas menanya: "Pertanyaan apa ?"

Seraya melirik bendera ikan gabus yang dicekal oleh seorang pegawai piauw hang, pemuda itu berkata. "Apakah kalian dari Liong-bun Piauwkiok dikota Lim-an ?"

"Benar," jawab Ciok Piauw tauw.

?Boleh aku mendapat tahu she dan nama Sahabat2 yang mulia?" tanya lagi pemuda itu "Apakah Touw Cong-piauw-tauw baik?"

Ciok-piauw-tauw merasa senang sekali melihat cara2 pemuda itu yang ramah tamah, tapi karena orang2 Kang-ouw sangat sukar ditebak isi hatinya, maka ia belum berani bicara terus terang. "Aku she Cok, siapakah sahabat?" katanya. "Apakah sahabat men genal Cong-piauw tauw dari piauw-kiok kami?"

Pemuda itu lantas saja melompat turun dari tunggangannya dan maju beberapa tindak dengan satu tangan menuntun kuda. "Aku she Thio, namaku Cui San," ia memperkenalkan diri. "Sudah lama kudengar nama besar dari Cong piauw tauw hanya sayang aku belum bisa berkenalan dengannya."

Begitu mendengar nama "Thio Cui San" Touw Tay Kim dan yang lain2 terkejut bukan main. Nama Thio Cui San "Touw tong Cit hiap" dan dalam beberapa tahun yang terakhir namanya sangat terkenal dalam Rimba Persilatan. Menurut katanya orang ia memiliki ilmu silat yang sangat tinggi dan tidak dinyana, ia bukan saja masih berusia begitu muda, tapi gerak geriknya juga menyerupai anak sekolah yang lembut.

Dengan rasa sangsi Touw Tay Kim majukan kudanya seraya berkata: "Aku yang rendah ialah Touw Tay Kim. Apakah tuan bukan Gin kauw Tiat hoa Thio Ngo hiap?"

Muka pemuda itu lantas saja bersemu dadu "Pendekar apa?" tanya dengan suara jengah. "Pujian Touw Cong piauw-touw terlalu tinggi untuk diterima olehku. Sesudah datang di Bu tong-san, mengapa kalian tidak mampir di tempat kami? Hari ini adalah hari ulang tahun kesembilanpuluh dari guru kami dan jika sekiranya tidak menjadi halangan aku mengundang saudara2 naik kegunung untuk minum arak panjang umur."

Senang sekali hati Touw Tay Kim dan yang lain, "mengapa diantara Bu tong Cit hiap terdapat perbedaan watak yang begitu besar?" Kata Ciong piauw tauw itu di dalam "Enam orang yang jadi begitu tak mengenal adat tapi Thio Ngo hiap sedemikian tambah ramah. Ia lantas saja melompat turun dari tunggangannya dan herkata: "Dari Lim-an kami datang di Siangyang dan tujuan kami sebenarnya adalah untuk menemui Thio Cinjin. Hanya...hanya tidak membawa barang antaran, kami merasa malu untuk mendaki gunung."

Thio Cui San tersenyum. "Kita semua sama dari kalangan Rimba Persilatan," katanya dengan suara halus,"Toaw Cong piauw tauw janganlah menganggap kami sebagai orang luar. Guruku sering mengatakan bahwa ilmu silat Bu tong pay bersumber dari Siauw lim dan ia memesan bahwa jika bertemu dengan Cian pwee Siauw lim pay kami harus menghormat nya sebagaimana mustinya kalau guruku tahu rombongan Toaw Cong piauw tauw lewat di-kaki gunung siang2 ia tentu sudah memerintahkan kami menyambut dari tempat yang jauh."

Mendengar perkataan itu Touw Tay Kim jadi salah mengerti, ia menduga Thio Cui San hanya ber-pura2 dan dalam perkataan yang tajam. Ia tertawa dan berkat dengan suara tawar. "Walaupun ilmu silat Bu tong dikatakan ter sumber dari Siau lim sie akan tetapi bagaikan warna2 hijau sebenarnya berasal dari warna biru tapi pada akhirnya hijau mengalahkan biru. Thio Sian hiap yang masih berusia muda memang sangat dikagumi orang. Tapi manusia yang seperti aku dalam usia yang sudah lanjut ini kepalaku seperti juga menempel di badan anjing."

"Ah, mengapa Cong piauw tauw", kata begitu Thio Cui San. "Dalam kalangan Kang ouw, siapakah yang tidak mengenal nama besar Lioag bun Piauw kiok? Dalam Rimba Persilatan semua orang tabu liehaynya Jie cap sie chioe Hong mo ciang dan Lian cu Kong piauw. Touw Cong piauw tauw apakah kau boleh memperkenalkan beberapa Toako ini ke padaku?"

Mendengar permintaan orang yang diajukan secara pantas, Touw Tay Kim lantas saja memperkenalkan Ciok dan Su Piauw tauw kepada pemuda itu.

"Aku sungguh merasa beruntung bahwa dini hari bisa berkenalan dengan saudara2 yang mempunyai nama besar dalam Rimba Persilatan" kata pula pemuda itu. "Dulu Kim to golok emas dari Ciok Piauw tauw telah merohohkan Ie yang Ngo hiang (Lima Jago Ie yang) dijalankan Sin an sedang ilmu silat toya Sam gie kun dari Su Piau tauw juga tidak kurang tersohornya."

Sebagai seorang murid yang sangat disayang oleh Thio Sam Hong pemuda itu mempunyai pengetahuan yang sangat luas mengenai didunia Kang ouw karena dia sering mendengari cerita gurunya.

Dengan otak yang cerdas dan peringatan yang kuat apa yang sudah didengarnya tidak terlupa lagi sebagai Couw su Bu tong pay yang sudah mencapai usia sembilan puluh tahun dan mempunyai pergaulan luar, Thio Sam Hong dapat dikatakan mengenal semua partai semua cabang persilatan dan semua tokoh dan segala pengalamannya serta pengetahuannya sering diceritahan kepada murid2nya. Maka itu, begitu mendengar nama Ciok dan Su Piaaw tauw, Thio Cui San lantas saja bisa menyebutkan kepandaian yang sering diandalkan dari kedua orang.

Bahwa pemuda itu mengenal kepandaian Touw Tay Kim yang namanya sudah terkenal selama puluhan tahun, bukan kejadian yang meng herankan. Tapi pengetahuannya mengenai Ciok dan Su Piauw tauw, yaitu ahli2 silat kelas empat atau kelas lima, ada sedikit luar biasa. Tak usah dikatakan lagi, pujian yang diucapkan dengan nada sungguh2 itu, menggirang kan sangat hatinya ketiga pemimpin piauw hang itu.

"Cong piauw tauw" kata Ciok piauw tauw. "Hari itu secara kebetulan adalah hari ulang tahun orang tua itu. Menurut pendapatku, memang pantas jika kita naik keatas untuk menberi selamat panjang umur."

"Benar," kata Thio Cui San. "Sesudah kalian datang kesini. kami harus memenuhi tugas sebagai tuan rumah. Beberapa saudara seperuruanku adalah orang2 yang sangat suka bergaul. Marilah, aku mengundang kalian menginap semalam dua malam."

Sesudah mendengar pembicaraan itu, Touw Tay Kim mendapat lain pikiran. "Bagaimana dia bisa tahu begitu tegas mengenal Ciok dan Su Piauw tauw?" tanya di dalam hati. Dalam hal ini mungkin terdapat lain latar belakang. Apakah karena perbuatannya yang tak mengenal adat keenam orang yang tadi sudah ditegur oleh gurunya yang memerintahkan pemuda ini menghaturkan maaf dan mengundang kita?" Memikir begitu, hatinya jadi lebih lega. Ia tertawa seraya berkata: "Kalau saudara seperguruanmu sama ramah tamahnya seperti Thio Ngo hiap, sedari tadi kami sudah naik keatas gunung."

"Apa?" menegasi Cui San dengan suara heran. "Apakah Cong piauw tauw sudah bertemu dengan saudara seperguruanku? Yang mana?"

Touw Tay Kim kembali menduga pemuda itu ber-pura2. "Hari ini, rejekimu sangat besar," jawabnya. "Dalam seharian saja, aku su dah bertemu dengan hampir semua anggauta dari Bu tong Cit hiap."

Pemuda itu jadi semakin heran dan mengawasi pemimpin piauw hang itu dengan mata terbuka lebar. "Apakah kau juga bertemu dengan Jie Sam ko?" tanyanya.

"Apa Jie Thay Giam Jie Sam hiap?" menegas Touw Tay Kim. "Mereka merasa segan untuk memperkenalkan diri, sehingga aku tak tahu, yang mana itu Jie Sam hiap. Aku hanya bertemu dengan enam orang dan mungkin sekali Jie Sam hiap terdapat diantara mereka.,"

"Enam orang?" seru pemuda itu dengan suara kaget. "Sungguh mengherankan ! Siapa mereka ?"

"Mana aku tahu ? Saudara2 seperguruanmu sendiri yang sungkan memperkenalkan diri," jawabnya. "Karena kau adalah Thio Ngo hiap maka keenam orang iru mestinya Song Tayhiap dan yang lain2". Waktu berkata begitu, ia menekankan setiap perkataan "Hiap" dengan nada mengejek tapi pemuda itu yang sedang ke bingungan tidak, memperhatikan ejekan orang.

"Apa benar2 Cong piauw tauw telah betemu dengan mereka?" menegas pula Thio Cui San.

"Bukan saja aku, tapi semua orang yang mengikut dalam rombongan ini, juga telah lihat mereka," jawabnya.

Pemuda itu meng geleng2kan kepalanya. "Tak bisa jadi," katanya dengan suara pasti. "Hari ini, Song Suko dan yang lain2 sehari suntuk menemani Suhu di Giok hie kiong dan setindak pun mereka tak pernah berlalu dari samping Suhu. Melihat sampai tengah hari Jie Samko belum juga datang, Suhu telah memerintahkan siauw tee turun gunung untuk menyambutnya. Cara bagaimana Cong piauw tauw bisa bertemu dengan Song Suko dan yang lain lain ?"

"Apakah orang yang pada pipinya terdapat sebuah tahi lalat dan pada tahi lalat itu tumbuh tiga lembar rambut bukan Song Tay hiap?" tanya Touw Tay Kim dengan hati ber debar2.

Cui San terkesiap. "Diantara Suhengteeku tak seorangpun yang bertahi lalat dipipinya," katanya.

Perkataan itu seperti air dingin yang menggusur kepala Tauw tay Kim. "Keenam orang itu mengatakan mereka adalah Bu tong Liokhiap," katanya dengan jantung memukul keras. "Diantara mereka terdapat dua toojin yang memakai topi kuning. Tentu saja kami...."

"Biarpun guruku seorang toojin, akan tetapi semua muridnya adalah orang2 biasa yang tidak memeluk agama," kata pemuda itu. "Apa kah mereka benar2 memperkenalkan diri sebagai Bu tong Liok hiap ?"

Touw Tay Kim mengeluarkan keringat dingin. Memang juga orang2 itu tidak pernah memperkenalkan diri sebagai Bu tong Liok hiap. Adalah ia sendiri yang menganggap mereka sebagai enam pendekar Bu tong, kenyataan yang sebenarnya ialah mereka tidak membantah pada waktu ia mengutarakan anggapan begitu untuk beberapa saat ia dapat mengeluarkan sepatah kata dan hanya mengawasi kedua kawannya dengan paras muka pucat. "Kalau begitu keenam orang itu mengandung maksud jahat", katanya dengan mendadak, mari kita ubar!" Ia melompat keatas punggung kudanya yang lalu dikaburkan keatas gunung.

Thio Cun San pun lantas saja menyusul dan kemudian merendengkan kudanya dengan tunggangan Touw Tay Kim. "Touw heng!" serunya "Perlu apa kita menguber mereka? Tak apa2 jika mereka menggunakan nama kami."

"Dalam ini terselip lain hal", kata Touw Tay Kim. "Bagaimana dengan orang itu? Kami sebetulnya ingin menyerahkan orang ini kepada Thio Cinjin tapi enam orang itu sudah mengabilnya dari tangan kami. Orang itu mendapat luka berat. Celaka sungguh!"

Sambil membedel kudanya dengan suara terputus-putus, ia menceritakan apa yang sudah terjadi.

"Siapa namanya orang itu? Bagaimana macamnya", tanya Cui San dengan heran.

"Entahlah," jawabnya "ia terluka berat, tak bisa bicara dan tak bisa bergerak sedang napasnya tinggal sekali2. Ia berusia kurang lebih tigapuluh tahun." Sesudah berkata begitu ia segera melukiskan roman dan potongan badan Jie Thay Giam. "Celaka", teriak Cui San dengan hati mencelus, "itulah Jie Samko!" Beberapa saat kemudian sesudah dapat menentramkan hatinya dengan tangan kiri ia manyentak les kuda Touw Tay Kim.

Binatang itu yang sedang lari keras berhenti dengan mendadak sambil berbengar keras dan berjingkrak sedang mulutnya mengeluarkan darah akibat dentakan itu.

Dengan kaget seraya menghunus golok Touw Tay Kim metompat turun dari tungganganaya. Ia heran, cara bagaimana pemuda yang badannya begitu kurus lemah bisa mempunyai tenaga yang begitu besar.

"Touw Toako jangan salah mengerti" kata pe muda itu, "dari tempat jauhnya ribuan li Toako telah mengantar Jie Sam ko sampai disini dan untuk itu semua siauwtee merasa sangat berterima kasih. Maka itu sedikitpun siauwtee tidak mempunyai maksud yang kurang baik."

Touw Tay Kim segera masukkan goloknya kedalam sarung tapi tangan kanannya mesih tetap mencekal gagang senjata itu.

"Bagaiman Jie Samko mendapat luka? Siapa musuhnya? Siapa yang minta Touw Toako mengantarkannya sampai disini?" tanya Cui San.

Tapi antara tiga pertanyaan itu, satupun tak dapat dijawab oleh Touw Tay Kim.

"Bagaimana macamnya keenam orang itu yang mengambil Jie Samko?" tanya pemuda itu. Sebelum Toauw Tay Kim keburu menjawab, Su Piauw-tauw sudah mendahului dan lalu melukiskan macamnya orang2 itu.

"Kalau begitu, biarlah Siauwtee coba mengubar mereka", kata Thio Cui San seraya memberi hormat dan lalu kaburkan tunggangannya sekeras-kerasnya.

Sebagai saudara seperguruan dan dengan bersama2 melakukan pekerjaan mulia, Butong Cit hiap mencintai satu sama lain seperti saudara kandung. Mendengar kakaknya luka berat dan jatuh ketangan orang2 yang belum di ketahui siapa adanya, bukan main bingung Cui San. Ia membedal mencambuk kuda mustika itu, se-olah2 tidak menghiraukan jika tidak tunggangannya yang disayang mesti lantaran kecapaian. Dalam sekejap ia sudah tiba di Co tiam, satu tempat dimana terdapat tiga cagak jalanan: yang satu naik keatas gunung, sedang yang lain membelok kejurusan timur laut sampai di kota In-yang.

"Kalau enam orang itu benar2 mengantar Jie Samko keatas gunung, waktu turun gunung, aku pasti sudah bertemu dengan mereka," katanya di dalam hati. Memikir begitu, ia lantas saja mengambil jalanan yang menjurus ketimur laut.

Sesudah lari kurang lebih satu jam, meskipun bertenaga kuat, per-lahan-lahan kuda itu menjadi lelah dan semakin lambat. Siang sudah ter ganti dengan malam dan dijalanan gunung yang memangnya sepi, sudah tidak terdapat lagi manusiapun yang bisa diminta keterangannya. Sambil mengubar, pemuda itu, mengaju kan macam2 pertanyaan pada dirinya sendiri "Jie Samko memiliki kepandaian yang sangat tinggi." Pikirnya. "Bagaimana ia bisa dilukakan orang dengan begitu mudah? Tapi dilihat dari sikap dan perkataan Touw Tay Kim tak bisa jadi ia mendusta."

Selagi mengasah otak, tiba2 kuda itu berbanger dan lari kesebidang tanah lapang dimana terdapat beberapa kuburan. Thio Cui San mengerti bahwa penyelewengannya binatang itu pasti disebabkan oleh sesuatu yang luar biasa. Dengan waspada ia mengawasi tanah lapang itu. Sesaat kemudian ia mendapat kenyataan, bahwa sebuah kereta roboh terguling di antara rumput yang tinggi.

Setelah lihat seekor keledai rebah didepan kereta itu dengan kepala hancur. Buru-buru ia melompat turun dan menyingkap tirai kereta, tapi di dalamnya tidak terdapat manusia. Ia menengok keseputarnya dan mendadak matanya yang sangat jeli melihat seso sok tubuh manusia rebah di dalam gompolan rumput. Dengan jantung memukul keras, ia menubruk dan mengangkat orang itu. Dengan sekelebatan saja, ia sudah mengenal bahwa orang itu bukan lain dari pada Sukonya yang sedang dicari.

Dalam kegelapan, samar2 ia lihat kedua mata kakak seperguruan itu tertutup rapat, sedang mukanya pucat bagaikan kertas. Bukan main kaget dan sakit hatinya. Dengan tangan gemetar, ia mendukung sang Suko dan menempelkan mukanya sendiri dimuka yang pucar itu. Tiba2, dalam hatinya yang duka timbul harapan, karena ia merasakan sedikit hawa hangat dipipi Jie Thay Giam. Buru-buru ia meraba dada Sukonya dan ternyata jantung sang kakak masih mengetuk dengan perlahan.
Anda sedang membaca artikel tentang Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5 dan anda bisa menemukan artikel Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2014/04/kumpulan-cerita-super-hot-to-liong-to-5.html,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Kumpulan Cerita Super Hot : To Liong To 5 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2014/04/kumpulan-cerita-super-hot-to-liong-to-5.html. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar