Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 11 Oktober 2011

"Hanya orang yang mohon diangkat sebagai muridnya saja yang

mau berlutut dengan sangat hormat tanpa bergerak di depan goa

tempat kediamannya itu"

"Bagaimana kau bisa tahu kalau orang itu sudah berlutut sangat

lama sekali di sana?" tanya Wi Lian In kembali.

"Coba kau lihat di atas punggung orang itu sudah terdapat

dedaunan kering yang amat banyak sedang saat ini di atas puncak

sama sekali tidak ada angin, ranting-ranting pohon pun tidak

bergoyang maka aku menduga orang itu tentu sudah berlutut

sangat lama sekali"

Dengan perlahan Wi Lian In menganggukkan kepalanya.

"Jikalau orang itu memang datang untuk mengangkat dia sebagai

guru, maka si Kay Kong Beng ini memang sedikit pun tidak punya

perasaan-"

Mendengar perkataan dari Wi Lian In ini sekali lagi Ti Then

tertawa dingini

"Kecuali dia disebut sebagai si kakek pemalas yang kerjanya

hanya duduk melulu, dia pun memiliki sebuah hati yang amat keras

bagaika baja"

"Bilamana dia tidak ingin menerima orang itu sebagai muridnya,

kenapa tidak mau terus terang saja beritahu kepadanya, sebaliknya

menyuruh orang itu berlutut dalam waktu yang amat panjang?"

"Dahulu aku juga pernah datang ke sini mohon dia menerima

diriku sebagai muridnya, dia sepatah kata-kata pun tidak bilang,

hanya pejamkan matanya terus sambil duduk tidak bergerak, Hmm.

."

"Ooh. ." seru Wi Lian In sambil pentangkan matanya lebar-lebar.

"Kau. . kau juga pernah mohon mengangkat dia sebagai gurumu??"

"Benar" sahutnya Tt Then mengangguk.

"Hal ini benar terjadi kapan??"

"Dahulu. ."

"Sebelum belajar ilmu dari Bu Beng Lojin?"

"Ehmm" Ti Then tidak membuka mulutnya kembali, dia tidak

ingin membicarakan peristiwa yang sudah terjadi waktu yang

lampau, karena bilamana harus menceriterakan urusan yang sudah

lalu maka dia akan menemui kesulitan di dalam menceriterakan asal

usulnya itu.

Wi Lian In yang melihat dia tidak mau memberi penjelasan

sejelas-jelasnya segera mengira dia tidak ingin mengingat kembali

peristiwa yang menyedihkan hatinya, karena itu dia pun tidak terlalu

mendesak. sambil menarik ujung bajunya dia berkata: "Bagaimana

kalau kita lihat-lihat di sana?"

"Baik, jika orang itu benar-benar ingin menganggap Kay Kong

Beng sebagai guru, lebih baik cepat-cepat kita nasehatkan padanya

untuk menghilangkan pikiran ini."

Sambil berkata dia segera mulai berjalan menuju ke gua

tersebut.

Kurang lebih setelah mereka berjalan delapan sembilan kaki dari

dimana pemuda itu berlutut, dari sana sudah dapat melihat si kakek

pemalas Kay Kong Beng yang ada dalam gua.

selang pada saat ini mendadak si kakek pemalas Kay Kong Beng

mementangkan matanya lebar-lebar, ujarnya dengan dingin.. "Kau

belum pergi?"

Usianya kurang lebih sudah mendekati sembilan puluh tahunan,

rambut serta jenggotnya sudah memutih bagaikan perak. Wajahnya

kaku dan sangat berwibawa disertai sifatnya yang dingin kaku. Pada

badannya dia memakai jubah tipis berwarna hijau, mungkin karena

sudah terlalu lama duduk di sana seluruh tubuhnya penuh dengan

debu sehingga keadaannya mirip sekali dengan seorang pengemis.

Pemuda yang berlutut di depan gua ketika mendengar si kakek

pemalas Kay Kong Beng membuka mulutnya terlihatlah seluruh

tubuhnya tergetar dengan amat keras. segera dengan nada

merengek ujarnya.

"Hamba mohon kau orang tua mau terima aku sebagai murid,

sejak ini hari walau pun di suruh menjadi anying atau kuda sebagai

pembalasan jasa hamba juga mau"

Ternyata tidak salah, dia memang datang untuk mohon diterima

sebagai murid.

Tanpa terasa Ti Then mau pun wi Lian In bersama-sama

menghentikan langkah kakinya, ketika mereka mendengar kalau si

kakek pemalas Kay Kong Beng membuka mulut, hal ini berarti juga

pemuda itu mem punyai harapan, karenanya tidak ingin maju untuk

mengganggu.

Tampak si kakek pemalas Kay Kong Beng mengerutkan alisnya

yang sudah memutih, ujarnya dengan suara amat berat.

"Sekali pun kau berlutut seratus tahun lagi juga tidak berguna,

Lohu sejak dulu sudah ambil sumpah tidak akan menerima murid

lagi."

Pemuda itu menganggukkan kepalanya berulang kali, dengan

nada memohon ujarnya lagi:

"Hamba mem punyai dendam berdarah yang harus dibalas,

bilamana kau orang tua tidak mau menerima hamba sebagai murid

berarti hamba tidak mem punyai kesempatan lagi untuk membalas

dendam sakit hati ini. ."

"Soal ini tidak ada hubungannya dengan lohu" jawab si kakek

pemalas itu dengan suara amat dingin.

Hampir-hampir pemuda itu dibuat menangis karena cemasnya,

dengan nada isak tangis yang ditahan-tahan mohonnya lagi.

" Hamba mohon kau orang tua mau berbuat baik, asalkan kau

orang tua tidak mau terima aku sebagai murid. lebih . . lebih baik

hamba mati. . mati. . di sini saja."

"Hmmm, setiap orang yang mohon Lohu terima dia sebagai

murid tentu bilang punya dendam sakit hati yang harus dibalas,

Lohu telah bosan terhadap omongan itu"

Pemuda itu tidak bisa menahan isak tangisnya lagi, dengan

melelehkan air matanya, rengeknya lagi.

"Setiap perkataan yang hamba katakan adalah nyata,jlkalau kau

orang tua tidak percaya boleh. . boleh pergi menyelidiki sendiri"

"Tidak perlu periksa lagi" Potong si kakek pemalas cepat "Lohu

sama sekali tidak akan percaya kalau Wi Ci To bisa melakukan

pekerjaan yang merugikan orang banyak ini"

Ketika Wi Lian In mendengar bahwa persoalan ini menyangkut

ayahnya tanpa terasa tubuhnya tergetar keras, segera dia siap maju

ke depan untuk menanyai lebih jelas lagi. Ti Then yang melihat

tindak tanduknya ini dengan cepat-cepat mencegah dirinya, ujarnya

setengah berbisik,

"Jangan keburu napsu, kita dengar lagi apa yang akan dikatakan-

"

Agaknya pemuda itu masih tidak merasakan Ti Then serta Wi

Lian In sudah ada di sampingnya, dengan perasaan yang bergolak

dia angkat tangannya bersumpah.

"Bilamana perkataan dari hamba ada sepatah yang bohong,

biarlah Thian memberikan kematian yang mengerikan kepadaku, Wi

Ci To bajingan tua itu memang benar-benar sudah membunuh mati

ayah ibuku bahkan sudah merampas pusaka keturunanku pedang

pusaka Khang Lu Po Kiam."

-0000000-

Ada saat berbicara dia angkat kepalanya, dengan demikian Ti

Then serta Wi Lian In bisa melihat bagian dari wajahnya, begitu

mereka bisa melihat wajahnya tanpa terasa lagi mereka berdua

menjerit kaget.

Dialah sinaga mega Hong Mong Ling adanya.

Ternyata dia sudah lari ke atas gunung Kim Teng san untuk

omong sembarangan di hadapan sikakek pemalas Kay Kong Beng.

Wi Lian In merasa terkejut, gusar juga girang dia mana bisa

bersabar lebih lama lagi, sambil membentak nyaring dengan cepat

tangannya mencabut keluar pedangnya dan menubruk kearahnya.

Hong Mong Ling yang mendengar secara tiba-tiba dari belakang

badannya muncul suara bentakan nyaring dengan cepat dia

menoleh ke belakang, tetapi begitu dilihatnya mereka adalah Wi

Lian In serta Ti Then saking terkejutnya dia menjerit keras, hampir-

hampir sukmanya ikut melayang saking takutnya, sambil menjerit

ngeri dia melayang dan melarikan diri menuju ke samping kanan

dari gua tersebut.

"Bangsat kau mau lari kemana". Bentak Wi Lian In dengan amat

gusar. Tubuhnya dengan cepat menubruk melakukan pengejaran

dengan amat cepatnya.

Ti Then pun ikut menyusul dari belakang, tubuhnya bagaikan

seekor kuda terbang, di dalam sekejap mata saja sudah melampaui

diri Wi Lian In dan berada kurang lebih empat kaki di belakang

Hong Mong Ling. Tetapi pada saat itulah Hong Mong Ling sudah

berada di pinggiran puncak. dengan gugupnya dia tanpa memilih

jalan lagi sudah meloncat turun dari atas puncak tersebut.

Ti Then yang tidak tahu keadaan dari

puncak itu ketika

dilihatnya dia meloncat turun dia pun ikut meloncat juga.

Tetapi begitu dia sudah meloncat turun segera terlihatlah

keadaan dari puncak itu tanpa terasa dia sudah menarik napas

dingin, diam-diam pikirnya dtngan perasaan terkejut. "Bangsat cilik

kau sungguh-sungguh tidak ingin nyawamu lagi"

Kiranya di bawah puncak itu adalah sebuah tebing yang amat

curam. jaraknya dengan punggung puncak itu ada dua puluh kaki

lebih, sedang ditengahnya sama sekali tidak terdapat pohon yang

bisa menghambat daya luncur tersebut, karenanya bila meloncat

turun dari sana berarti juga melakukan bunuh diri.

Sedang keadaan dari Hong Mong Ling saat ini seperti juga

sebuah bintang yang rontok dengan cepatnya meluncur terus

kearah bawah.

Ti Then yang berada di dalam keadaan terkejut itu tiba-tiba

melihat tubuh Hong Mong Ling yang meluncur dengan cepatnya ke

bawah itu mendadak mencabut keluar pedangnya. pada saat dia

berhasil mencabut keluar pedangnya itulah tubuhnya sudah berada

kurang lebih satu kaki dari permukaan tanah. "Triing. . "

Terdengar suara ujung pedang yang mengenai tanah kemudian

disusul dengan suara benturan yang amat keras, seluruh tubuh

Hong Mong Ling dengan amat beratnya terlempar jatuh ke atas

permukaan tanah.

Mungkin karena dia menggunakan pedangnya terlebih dulu untuk

menyentuh tanah sehingga bisa membuang sebagian besar dari

daya tekanan itu, karena itulah dia tidak sampai menjadi terluka

parah setelah jatuh terlentang beberapa saat lamanya dia segera

berguling dan bangun kembali untuk kembali melarikan diri ke

bawah puncak.

Ti Then pun segera ikut menggunakan caranya itu, pedangnya

dengan cepat dicabut keluar kemudian dengan gaya menusuk

menutul permukaan tanah dan membuang sebagian dari tenaga dan

dengan gesitnya dia berguling ke samping.

Ketika memandang kembali terlihatlah saat itu Hong Mong Ling

sudah berada kurang lebih beberapa kaki jauhnya dari tempat

dimana kini dia berada dikarenakan tempat selanjutnya tumbuh

dengan rapatnya pohon-pohon maka dengan enaknya dia bisa

mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk melarikan diri.

Wi Lian In yang berdiri diujung puncak tidak berani langsung

meloncat turun dengan cepat teriaknya.

" Cepat kejar.. cepat kejar jangan sampai dia lolos kembali."

Dengan cepat Ti Then melayangkan tubuhnya ke tengah udara,

kemudian dengan kecepatan bagaikan kilat mengejar kearah depan.

Agaknya Hong Mong Ling sudah ambil keputusan biar pun dirinya

mati juga tidak ingin sampai ditawan kembali oleh Ti Then tampak

dengan nekatnya dia terus terjun ke bawah puncak.

Ti Then dengan kencangnya mengejar terus dari belakang, satu

rintangan demi satu rintangan bisa dilaluinya dengan selamat.

Di dalam sekejap mata mereka berdua sudah tiba di kaki gunung,

Hong Mong Ling yang pertama-tama mencapai permukaan tanah

tubuhnya dengan cepat berkelebat menuju kearah hutan rimba

yang agak lebat di samping tempat itu.

Begitu tiba di atas tanah datar kecepatan larinya Ti Then pun

semakin lipat ganda, tampak di dalam satu dua kali loncatan saja

dia sudah berada kurang lebih beberapa kaki di belakangnya.

Agaknya Hong Mong Ling sudah tahu kalau dia tidak mungkin

berhasil lolos dari kejarannya, mendadak tubuhnya berputar sedang

pedangnya dengan amat dahsyat melancarkan satu serangan

mematikan kearah belakang.

Ti Then dengan cepat angkat pedangnya menangkis kemudian

disusul dengan tiga serangan berantai melanda tubuhnya, di dalam

sekejap saja sudah membuat Hong Mong Ling menjadi kalang kabut

dibuatnya.

Dengan paksakan diri Hong Mong Ling berhasil juga meloloskan

diri dari beberapa serangan itu, agaknya dia tahu dirinya sudah

terjepit mendadak tertawa sedih.

“Ti Then, kau sudah rebut calon istriku kini mau bunuh aku lagi,

dimana letaknya hati nalurimu??

“Sebetulnya aku tidak punya maksud untuk membunuh kau,

tetapi hatimu terlalu jahat,.”

“Aku hanya ingin mengangkat si kakek pemalas sebagai suhuku,

sama sekali tidak mengandung maksud lain”

“Kalau begitu kenapa tadi kau bilang Wi Ci To sudah bunuh mati

ayah ibumu bahkan sudah merebut barang pusaka turun

temurunmu?”

Hong Mong Ling menjadi kelabakan dibuatnya.

“Itu...itu salahku bicara terlalu cepat, jikalau kali ini kau mau

melepaskan aku, aku bersumpah akan mengubah sifatku yang jelek

ini.”

Dengan meminyam kesempatan sewaktu mereka sedang

berbicara itulah Ti Then dengan cepat menempelkan ujung

pedangnya ke depan ulu hatinya kemudian memaksa dia mepet

dengan pohon, bentaknya.

“ Lepaskan padangmu. “

Hong Mong Ling menurut perintahnya dan melepaskan

pedangnya ke atas tanah, ujarnya sambil tertawa pahit :

“Bilamana kau bunuh mati aku mungkin selama hidupmu akan

merasa menyesal, “

Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Sekarang aku mau tanya satu urnsan kepadamu, jika kau bisa

memberikan jawaban yang memuaskan hati aku segera melepaskan

satu jalan kehidupan buat dirimu.”

Hong Mong Ling menjadi amat girang, “Baik, silahkan bertanya.”

“Apa tujuan dari Hu Pocu bersekongkol dengan kau untuk

menculik pergi nona Wi?”

“Dia menaruh simpatik kepadaku”

Alis dari Ti Then segera dikerutkan rapat-rapat, ujarnya sambil

tertawa dingin.

“Nona Wi dengan cepat akan sampai di sini, jikalau dia sudah

sampai di sini aku tidak bisa membantu kau lagi, makanya cepat kau

katakan terus terang.”

Hong Mong Ling dibuat ragu-ragu beberapa saat lamanya,

akhirnya jawabnya juga.

“Baiklah, urusan yang sebetulnya adalah begini, ada orang yang

melakukan jual beli dengan Hu Pocu dan sanggup memberi dia

selaksa tahil perak sebagai balas jasanya, syaratnya adalah

mintakan sebuah barang dari dalam Loteng penyimpan kitabnya..”

“Siapa orang itu?” desak Ti Then lebih lanjut.

“Dia adalah .....”

“Plaak...” mendadak keningnya terpukul oleh semacam senyata

rahasia sehingga darah segar memancar keluar membasahi empat

penjuru.

Sebuah batu cadas dengan amat tepatnya bersarang

dikeningnya, dikarenakan tenaga sambitan yang amat keras dan

kuat membuat batu itu seketika itu juga bersarang amat dalam di

dalam kepalanya itu, darah segar memancar keluar dengan amat

derasnya.

Ti Then menjadi amat terperanyat dengan cepat dia putar

pedangnya melindungi badan bentaknya dengan keras.

“Kawanan tikus dari

menggelinding keluar. “

mana

yang

sudah

datang,

cepat

Batu itu berkelebat dari belakang tubuhnya karena itu segera dia

memutar tubuhnya ke belakang, dengan kepandaiannya sekarang

serta kecepatan geraknya boleh di kata waktu antara dia putar

badannya serta Hong Mong Ling terkena sambaran batu itu hanya

terpaut tidak lebih sekejap mata saja, tetapi walau pun dia sudah

putar matanya memandang keempat penjuru jangan dikata

orangnya sekali pun bayangannya juga tidak tampak.

Ti Then merasa terkejut bercampur gusar baru saja dia siap

hendak melakukan pengejaran mendadak dari kaki puncak sebelah

depannya muncul dua sosok bayangan manusia..si kakek pemalas

Kay Kong Beng serta Wi Lian In, segera tanyanya.

“Nona Wi, kau melihat tidak seorang melarikan diri dari tempat

ini?”

Sambil lari mendekat sahutnya Wi Lian In cepat.

“Tidak, apa dia berhasil melarikan diri ?”

“Yang aku maksudkan bukan Hong Mong Ling” jawab Ti Then

semakin bingung.

“Dia adalah orang yang lain dan baru saja menyambit senyata

rahasia membunuh mati Hong Mong Ling.”

Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat,

“Ada urusan apa? . , . siapa orang itu ?” tanyanya dengan amat

terperanyatat.

“Karena aku tidak melihat dia baru bertanya dengan dirimu,

ketika aku putar tubuhku orang itu sudah melarikan diri tanpa

bekas..”

Agaknya Wi Lian In benar-benar dibuat terperanyat, tanyanya

kepada si kakek pemalas Kay Kong Beng yang berdiri disisinya:

“Kay Lodianpwe, kau melihat tidak?”

“Tidak.” Jawab sikakek pemalas Kay Kong Beng sambil gelengkan

kepalanya. “Lohu selama ini ikut kau turun kemari, kau tidak melihat

sudah tentu Lohu juga tidak melihatnya.”

Waktu berbicara air mukanya masih tetap dingin kaku dan sangat

tawar, agaknya semua urusan tidak ada hubungannya dengan dia.

“Bajingan. Aku harus cari orang sampai dapat...” seru Ti Then

dengan amat gusarnya.

Sambil berkata tubuhnya dengan cepat berkelebat mengejar

kearah depan.

Dia memastikan orang itu tentu orang yang mengadakan jual beli

dengan Hu Pocu, pihak lawan sengaja turun tangan membunuh

mati Hong Mong Ling tentu bertujuan untuk menutup mulutnya,

karena itulah dia sudah bulatkan tekad untuk mencari hingga dapat

orang yang melakukan pemibunuhan itu.

Wi Lian In ketika melihat Ti Then melakukan pengejaran segera

ujarnya kepada sikakek pemalas Kay Kong Beng.

“Kay Lo-cianpwe, kau bisa bantu kami untuk carikan orang itu ?”

Si Kakek pemalas Kay Kong Beng tetap berdiri ditempat semula.

“Lohu tidak ingin terlibat di dalam urusan yang tidak berguna,

kalian pergilah cari sendiri” ujarnya dengan amat tawar.

Wi Lian In tidak bisa berbuat apa-apa terpaksa dia mendepakkan

kakinya keras-keras ke atas tanah kemudian mengejar dengan

mengambil arah yang berlainan.

Menanti setelah mereka berdua lenyap dari pandangan barulah

sikakek pemalas itu berjalan mendekati mayat Hong Mong Ling yang

sudah putus napas itu, lama sekali dia memandang wajahnya

kemudian baru menghela napas panjang.

“Hati bangsat cilik ini amat jahat, dia seharusnya binasa..”

ujarnya sambil gelengkan kepalanya.

Ti Then yang kerahkan tenaga dalamnya sepenuh tenaga

membuat larinya pun semakin cepat, bagaikan kilat cepatnya dia

melakukan pemeriksaan disekeliling hutan itu. sesudah dicarinya

ubek-ubekan selama setengah hari lamanya tetap tidak memperoleh

hasil, dia pun dengan uring-uringan terpaksa kembali ketempat

semula.

Sesampainya di sana tampaklah olehnya si kakek pemalas masih

berdiri di hadapan. mayat Hong Mong Ling, dia tidak berani berlaku

ayal dengan cepat maju ke depan memberi hormat, ujarnya,

“ Kay Lo-cianpwe apa masih ingat dengan cayhe ?

Dengan perlahan kulit mata si kakek pemalas bergerak melirik

sekejapkearahnya.

“Bukankah kau sipendekar baju hitam Ti Then yang pada tahun

lalu memohon Lohu menerima dirimu sebagai murid?” ujarnya

dengan nada amat tawar,

“Benar, urusan tahun yang lalu tidak usah kita ungkap lagi.“

Terlihat sikakek pemalas sedikit tersenjum.

“Jika dilihat dari gerakan tubuhmu tadi kelihatan sekali jauh tebih

hebat berpuluh-puluh kali lipat dari tahun yang lalu jagoan dari

mana yang sudah menggembleng dirimu ?”

“Maaf tidak bisa cayhe sebut”

Pada wajah sikakek pemalas Kay Kong Beng sedikit pun tidak

kelihatan perasaan tidak puasnya, dia tertawa terbahak-bahak.

“Kau bocah cilik apa masih menaruh perasaan marah kepada diri

Lohu?”

“Tidak.”

“Kalau begitu bagus sekali, bukannya Lohu tidak pandang dirimu

sebaliknya dikarenakan sejak dulu Lohu sudah angkat sumpah untuk

tidak menerima murid lagi.”

“Boanpwe sudah tahu kalau kau orang tua pada waktu yang

lampau pernah menerima satu murid kemudian dikarenakan

muridmu itu berbuat jahat dan durhaka maka di dalam keadaan

gusar kau orang bunuh mati muridmu itu kemudian bersumpah

untuk tidak menerima murid kembali, kau orang tua tidak mau

menarima murid kembali memang sangat beralasan sekali. “

“Benar.” jawab Sikakek pemalas Kay Kong Beng mengangguk.

“Makanya Lohu tidak ingin menerima murid kembali dan tidak ingin

membunuh mati muridku yang kedua ini.”

Ti Then dengan perlahan-lahan menoleh memandang keempat

penjuru.

“Nona Wi kemana?”

“Mengejar orang itu.”

Dengan perlahan Ti Then berjongkok di depan mayat dari Hong

Mong Ling dan memeriksanya dengan teliti luka pada bagian

kepalanya, ketika dilihatnya batu yang menyambar tersebut

bersarang sedalam satu cun tanpa terasa hatinya merasa berdesir

juga, ujarnya.

“Sungguh hebat tenaga dalam orang itu.”

Si kakek pemalas Kay Kong Bang hanya mengangguk saja tanpa

mengucapkan sepatah kata pun.

“Locianpwe sudah tahu orang itu?” tanya Ti Then lagi sambil

menuding kearah mayat Hong Mong Ling.

“Tadi sudah dengar dari nona Wi.”

“Locianpwe bisa percaya terhadap semua omongannya?”

“Jikalau dia mengatakan orang lain, Lohu mungkin masih mau

percaya, tetapi dia bilang Wi Ci To yang sudah membunuh mati

ayah ibunya hal ini Lohu tidak akan mempercayai,”

Ti Then menjadi amat girang.

“Itulah sangat bagus, padahal orang tuanya...” ,

Baru saja berbicara sampai di sini ranting-ranting di atas

kepalanya mendadak bergoyang, tampak dengan ringannya Wi Lian

In meloncat turun dari atas pohon itu.

“Kau menemukan sesuatu?... tanya Ti Then dengan cepat.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 18.1: Pembesar kota Cuo It Sian

"Tidak, setan pun tak kelihatan."

"Hmm" dengus Ti Then dengan amat gemasnya. "aku harus

berusaha cari dia sampai dapat, dia tak akan lolos dari tanganku"

"Sebetulnya tadi sudah terjadi urusan apa?" tanya Wi Lian In

perlahan.

Ti Then

tambahnya:

segera

menceritakan

pengalamannya

terakhir

"Di dalam pada saat ini orang yang bisa membayar uang

sebanyak satu laksa tahil perak tidak banyak jumlahnya, dengan

menurut titik terang itu pasti bisa kita dapatkan."

"Si anying langit rase bumi punya banyak uang, mereka juga

bisa melakukan" tiba-tiba si kakek pemalas menimbrung.

Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.

"Pasti bukan perbuatan dari si anying rase bumi"

"Ooh . . ." seru si kakek pemalas.

"Dengan berdasarkan hal apa kau berani bicara begini."

"Karena sianying langit Kong sun Yau sudah binasa diujung

pedang boanpwe."

Tanpa terasa air muka si kakek pemalas sedikit berubah. "Kiranya

begitu" sahutnya perlahan.

"Kau sanggup membinasakan si anying langit Kong sun You

berarti juga kepandaian silatmu sudah mencapai tarap amat tinggi."

Ti Then tidak mau menyawab perkataannya itu, kepala Wi Lian

In ujarnya: "Bagaimana kalau kita kubur saja mayatnya."

Dengan pandangan gemas dan penuh diliputi kebencian Wi Lian

In melirik sekejap ke atas jenazah Hong Mong Ling.

"Bajingan ini sudah melupakan budinya Tia yang sudah

membesarkan dirinya, bahkan masih memfitnah dia orang tua

menghina dan mengatakan Tia sudah membinasakan ayah ibunya,

manusia yang berhati binatang semacam ini buat apa kita kuburkan

mayatnya??"

"Pokoknya dia sudah binasa, buat apa pikirkan persoalan itu

lagi??"

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.

"Kau mau kuburkan mayatnya, kuburlah sendiri aku tidak mau".

Terpaksa Ti Then mencabut pedangnya dan seorang diri

menggalikan sebuah liang untuk mengubur mayat Hong Mong Ling.

"Nona Wi, apakah ayahmu baik-baik saja ??" Tanya sikakek

pemalas kemudian kepads Wi Lian In.

Wi Lian In tidak berani kurang hormat, segera dia bungkukkan

badannya memberi hormat:

"Terima kasih atas perhatian cianpwe, Tia baik-baik saja""

"Ehmm. Lohu sudah ada dua tahun lamanya tidak bertemu

dengan ayahmu, bilamana kau bertemu dengan dia sampaikan

salam dari Lohu."

"Baiklah terima kasih atas perhatian cianpwe" Sekali lagi Wi Lian

In memberi hormat.

"Lohu mau kembali ke dalam goa, apa kalian mau duduk-duduk

sebentar di dalam goa?"

"Tidak perlu, tidak berani mengganggu ketenangan dari cianpwe"

jawab Wi Lian In dengan gugup.

Si kakek pemalas segera tersenyum, dengan cepat bagaikan kilat

dia putar tubuhnya dan berlalu dari sana.

Saat ini Ti Then sudah selesai mengubur mayatnya Hong Mong

Ling, sambil melemaskan otot-ototnya dia memandang bayangan si

kakek pemalas yang mulai melayang dengan cepatnya menuju ke

atas puncak, gumamnya seorang diri:

"Orang tua ini boleh dikatakan baik juga, boleh dikatakan jahat,

sungguh membuat orang menjadi bingung."

"Perduli bagaimana pun, asalkan dia tidak berbuat kejahatan

sudahlah cukup" Sambung Wi Lian In segera.

Dengan perlahan Ti Then membersihkan pedangnya kemudian

memasukkan kembali ke dalam sarungnya.

"Tadi bagaimana dia mau ikut kau datang kemari?" tanyanya

kemudian.

"Ketika dia mendengar aku adalah putrinya dari Pek Kiam Pocu

sikapnya segera berubah, dia bilang dia tidak akan percaya terhadap

semua perkataan dari Hong Mong Ling bahkan mengutarakan

kepadaku mau membantu menawan kembali si bangsat cilik Hong

Mong Ling itu."

Ti Then segera tersenyum:

"Kelihatannya di dalam dunia ini dia hanya menghormati ayahmu

seorang saja"

Wi Lian In pun segera ikut tertawa.

"Hal ini berarti juga dia bukanlah seorang yang benar-benar suka

menyendiri"

"Mari kita pergi dari sini"

Wi Lian In segera mengangguk, dengan berdampingan mereka

berjalan menuruni gunung itu dengan langkah yang amat perlahan.

sembari berjalan tak henti hentinya Ti Then berpikir terus. .

"Aku tidak bisa menerka di dalam Bulim waktu ini selain si anying

langit rase bumi yang memiliki banyak uang siapa lagi yang bisa

begitu kayanya kau tahu tidak?"

"Kau jangan terlalu percaya atas perkataannya, mungkin sekali

dia sedang berbohong"

"Tidak." Bantah Ti Then segera.

"Aku percaya dia bukan sedang berbohong, coba kau pikirlah

jikalau dia sedang berbohong kenapa orang lain bisa bunuh mati dia

secara tiba-tiba sewaktu dia hendak memberi tahu nama orang

yang mengadakan jual beli?"

"Tapi waktu itu bukankah Tia sudah membawa kita masuk ke

dalam Loteng Penyimpanan kitab untuk melihat-lihat?" Bantah Wi

Lian In tidak mau kalah.

"Bukankah di dalam loteng itu kecuali terdapat kitab-kitab serta

lukisan yang bertumpuk tumpuk hanya ada rahasia pribadi Tia

sendiri?" Ti Then hanya tertawa tidak menyawab.

Dengan cepat Wi Lian In putar kepalanya memandang dirinya.

"Apa kau kira Tia masih menyimpan rahasia yang tidak mau

diceritakan pada kita"

"Bukan suatu rahasia, tapi semacam barang"

"Selamanya Tia menganggap uang perak. mau pun emas seperti

kotoran manusia, dia tidak akan menyimpan barang-barang

berharga yang bernilai satu kota"

Ti Then tidak ingin membuat dia tidak gembira segera ujarnya

lagi:

"Ehm, kemungkinan sekali orang yang melakukan jual beli itu

tahu kalau ayahmu memiliki sebuah Loteng Penyimpanan kitab yang

amat misterius, lalu sudah mengangap di dalamnya pasti tersimpan

barang-barang berharga, dengan demikian timbulah hati serakahnya

dan menggunakan uang sebesar selaksa tahil perak untuk

menyuruh Hu Pocu masuk ke dalam Loteng Penyimpan kitab itu

melakukan pencurian"

Wi Lian In segera mengangguk tanda menyetujui pendapatnya

ini.

"Yang aneh kenapa Hu Pocu mau menyanggupi permintaan

orang lain dan melakukan pekerjaan yang begitu memalukan

terhadap Tia."

"Uang sejumlah satu laksa tahil perak. jumlah itu bukanlah suatu

jumlah yang kecil sudah tentu setiap orang terpancing itu"Jawab Ti

Then tertawa.

"Sedangkan orang yang melakukan jual beli itu ternyata tak tahu

barang apa yang sudah disimpan di dalam Loteng Penyimpan kitab

itu sehingga berani mengeluarkan uang satu laksa tahil perak . . Hm

siapa dia?"

Berkata sampai di situ mendadak dia menghentikan langkah

kakinya, sedang air mukanya penuh diliputi oleh perasaan terkejut

bercampur ragu-ragu.

Ti Then yang melihat perubahan wajahnya segera tahu tentu dia

sudah teringat siapa orang yang bisa melakukan jual beli itu,

hatinya menjadi amat girang, tanyanya dengan cepat,

"Siapa?"

"Tidak mungkin, tidak mungkin." seru Wi Lian In kembali sambil

gelengkan kepalanya "Dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan

semacam ini."

"Siapa yang kau maksudkan?" desak Ti Then lagi.

"Pembesar kota atau sian Thay ya, Cuo It Siang"

Pikiran Ti Then menjadi terang kembali.

Tak salah dalam Bu lim selain si Anying langit Rase Bumi, boleh

dihitung sian Thay ya Cuo It Sian saja yang paling kaya.

"Tapi aku berani pastikan dia pasti bukanlah orang yang

melakukan jual beli itu"

Ti Then berpikir sebentar kemudian mengangguk.

"Ehmm, si pembesar kota Cuo It Sian merupakan seorang

pendekar tua yang sudah mem punyai nama sangat terkenal di

dalam dunia kang ouw, dengan sifat dan tindak tanduknya setiap

hari dia tak mungkin mau melakukan pekerjaan semacam ini . . ."

Kiranya yang dikatakan sebagai pembesar kota Cuo It Sian dalam

Bu lim mem punyai nama yang sangat terkenal sekali, dia bukan

saja pandai di dalam ilmu silat dalam hal ilmu surat menyurat pun

sangat jempolan, pada waktu yang lampau sesudah dia lulus dalam

ujian negara dia diangkat sebagai pembesar kota tapi baru saja

menyabat kedudukan itu satu tahun lamanya dia sudah meletakkan

jabatannya, sebabnya karena di dalam melakukan penyelidikan dan

pemeriksaan soal pembunuhan, para pembunuhnya ternyata adalah

para enghiong hohan yang sedang membela keadilan. Dia tahu

kedudukannya sebagai pembesar sangat terikat karenanya segera

letakkan jabatannya pulang kam pung.

sejak waktu itu dia sering berkelana di dalam Bu lim sebagai

seorang pendekar yang menegakkan keadilan. Dengan harta

peninggalan leluhurnya yang begitu banyak. bukan saja hidupnya

cukup dan senang bahkan suka membantu kepada yang lemah dan

karena itulah semua orang di dalam Bu lim menyebut dirinya

sebagai Sian Thay ya.

Dengan perkataan lain, dia merupakan seorang pendekar yang

membenci akan kejahatan, manusia semacam ini sudah tentu tidak

mungkin mau melakukan jual beli dengan Huang puh Kiam Pek

untuk mencuri barang dari Wi Ci To.

"Tetapi..." ujar Ti Then lagi sesudah berpikir beberapa waktu

lamanya. "Selain dia, siapa lagi yang bisa mengeluarkan uang

sebanyak selaksa tahil perak???"

"Mungkin orang yang melakukan jual beli itu bukanlah orang dari

kalangan Bu lim."

Ti Then segera tertawa:

"Kalau begitu kau tidak setuju dengan pendapatku tadi?"

"Apa pendapatmu?" Tanya Wi Lian In melengak.

"Aku tadi berpendapat kalau orang yang membunuh mati Hong

Mong Ling adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu."

"Tetapi dengan kepandaian silatnya yang tidak lemah, jikalau dia

ingin mencuri semacam barangnya Tia bukankah bisa turun tangan

sendiri?" bantah Wi Lian In cepat.

"Sebabnya bisa sangat banyak sekali, sekarang aku baru tahu

satu sebabnya saja, tentu dia sudah menyelidiki keloteng Penyimpan

kitab itu dan mengetahui di sana sudah terpasang alat-alat rahasia

yang amat lihay, karena tahu tidak bisa turun tangan sendiri lalu

melakukan jual beli dengan diri Hu Pocu"

Tanpa terasa Wi Lian In menganggukkan kepalanya.

"Ehmm, masih ada satu sebab lagi, tentu orang yang melakukan

jual beli itu mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat

dengan diri Hu pocu, makanya Hu pocu baru menyanggupi . . . ."

Berbicara sampai di sini mendadak air mukanya berubah kembali

dengan amat hebatnya.

"Jika demikian adanya, itu sian Thay ya Cuo It Sian merupakan

orang yang patut dicurigai."

Dengan tajam Ti Then memandangi wajahnya.

"Apakah Cuo It Sian sangat baik dengan Hu Pocu?"

"Benar, mereka merupakan sepasang sahabat yang paling erat"

"Kalau begitu, kita bisa pergi mencari Cuo It Sian untuk diajak

berbicara"

"Rumahnya ada dikota Tiong khin Hu, darisini masih ada tiga hari

perjalanan"

"Ehmm perjanyian dengan si rase bumi Bun Jin cu masih ada dua

belas hari lamanya, masih ada waktu." ujar Ti Then segera.

" Kalau begitu mari kita berangkat."

Mereka berdua segera turun

mengambil kudanya kembali

berangkat memasuki daerah

sampailah mereka di kota Tiong

dari gunung Kim Teng san, setelah

di rumah petani mereka segera

siok Khin. Tiga hari kemudian

khin Hi

Hari itu siang hari sudah menjelang, sinar matahari dengan amat

teriknya memancarkan sinarnya ke seluruh jagad. Mereka berdua

sesudah menangsal perutnya disebuah kedai rumah makan dan

bertanya alamat dari Cuc It sian barulah menunggang kuda masing-

masing menuju ke sana.

Ujar Wi Lian In kemudian ketika berada ditengah jalan:

"Sesudah bertemu muka nanti kita harus menggunakan cara apa

untuk membuktikan dia benar atau bukan orang yang melaksakan

jual beli tersebut??"

"Pertama-tama kita beritahukan kepadanya terlebih dulu kalau

kita baru saja pulang dari gunung Kim Teng san, jikalau dia

memang benar orang yang melakukan jual beli itu setelah

mendengar perkataan kita air mukanya pasti berubah, dengan

berdasarkan hal ini sedikit-dikitnya kita bisa buktikan kalau dia

adalah si pembunuh Hong Mong Ling. Jika air mukanya sama sekali

tidak berubah?" Tanya Wi Lian In kemudian.

"Kalau memang begitu kita beritahukan kepadanya kalau Hu

Pocu karena gagal melakukan pekerjaan kini sudah bunuh diri dan

ayahmu perintahkan kita berdua untuk sengaja menyambangi

dirinya untuk dimintai beberapa petunjuk. jika kita bicara begini

bilamana dia adalah orang yang melakukan jual beli itu air mukanya

tidak bisa tenang-tenang saja, sedikit berubah saja kita bisa

pastikan dia itu orangnya"

"Pendapatmu sungguh bagus sekali, baiklah kita lakukan

demikian saja." Pada saat mereka berbicara itulah tanpa terasa

sudah tiba di depan rumah Cuo It Sian.

Bangunan ini amat besar dan megah sekali, pintu depan dicat

merah darah sedang tembok yang mengelilingi bangunannya amat

tinggi sekali, sedang tangga batu yang menghubungkan jalan

dengan pintu dibuat dari ubin yang mengkilap. satu kali pandang

saja sudah tahu kalau dia merupakan seorang hartawan yang

sangat kaya, baru saja mereka berdua tiba di depan pintunya

terlihatlah seorang pelayan tua sudah menyambut kedatangan

mereka, ujarnya sambil merangkap tangannya memberi hormat:

"Kalian berdua mau cari siapa ?"

Sengaja Ti Then perlihatkan sikapnya yang amat dingin dan

angkuh. "Mau cari Lo ya kalian"

"Oooh .. tolong tanya siapa nama dari kongcu?" tanya pelayan

tua itu lagi sambil tertawa.

"Cayhe Ti Then sedang dia adalah nona Wi, putri kesayangan

dari Pek Kiam Pocu, kami sengaja datang menyambangi lo ya

kalian"

Ketika pelayan itu disebutkannya nama ini, sikapnya semakin

ramah lagi, berkali-kali dia rangkap tangannya memberi hormat,

"Kiranya kalian datang dari Pek Kiam Po, silahkan masuk ke

dalam untuk minum teh."

Selesai berkata dia bergegas ke samping mempersilahkan tamu-

tamunya untuk masuk.

"Apa Lo ya kalian ada dirumah?" Tanya Ti Then mendadak.

"Lo ya baru saja keluar rumah, tapi orangnya ada di dalam kota

saja. . Silahkan kalian berdua tunggu sebentar di dalam blar Lo han

segera kirim orang cari dia kembali"

Ti Then segera mengangguk. Ia dan Wi Lian In segera masuk ke

dalam ruangan dalam.

Pelayan tua dengan memimpin mereka berjalan masuk melalui

ruangan tengah, ruangan minum teh dan akhirnya berbelok ke

suatu serambi yang amat panjang, setelah itu barulah sampai

disuatu ruangan tamu yang amat kecil tapi indah sekali. Pelayan tua

itu segera mempersilahkan mereka berdua untuk duduk ujarnya:

"Lo ya kami selamanya paling suka menerima tamu-tamu

terhormat di dalam ruangan tamu yang kecil ini, kalian berdua

jangan sampai marah"

Sambil berkata dia meletakkan dua cawan teh wangi ke depan Ti

Then serta Wi Lian In sambungnya:

"Kalian berdua tunggulah sebentar di sini, biariah Lo han kirim

orang untuk panggil Lo ya kami kembali"

Selesai berkata dia segera memberi hormat dan mengundurkan

diri dari dalam ruangan.

Wi Lian In setelah melihat pelayan tua itu pergi baru bergeser ke

samping tubuh Ti Then, ujarnya dengan suara rendah:

"Aku rasa.. mungkin kita sudah salah anggap orang lain".

"Kenapa ??" tanya Ti Then sambii tersenyum.

"Coba kau lihat orang lain begitu kaya tapi tidak menjadi

sombong karenanya, bahkan terhadap orang lain begitu ramah,

bagaimana bisa jadi orang yang bermaksud jahat ??"

"Tahu orangnya tahu wajahnya belum tentu tahu hatinya, di

dalam dunia ini banyak orang yang menggunakan kedok orang baik

padahal hatinya amat busuk dan tersimpan niat-niat jahat yang

berada diluar batas."

Wi Lian In segera mengerutkan alisnya: "Tapi aku rasa Cuo It

Sian bukanlah manusia semacam ini. ."

"Aku juga tidak berani pastikan dialah orang yang melakukan jual

beli tersebut tetapi kita harus mengadakan penyelidikan juga

terhadap dirinya."

"Ehmmm .... nanti sesudah bertemu dengan dia apa yang kita

ucapkan lebih baik sedikit sopan dan halus sehingga tidak sampai

mencelakai orang lain."

"Aku sudah tahu, kau berlegalah hati". sahut Ti Then sembari

tertawa.

Dengan perlahan Wi Lian In angkat cawannya dan mereguk

sedikit teh itu, ujarnya kemudian:

"Teh ini sungguh wangi sekali, entah menggunakan daun teh apa

namanya??"

Ti Then pun ikut meneguk satu tegukan, kemudian sahutnya:

"Inilah yang dinamakan Yu Cian, aku pernah minum teh ini dahulu."

"Apa itu Yu Cian??"

"Itulah Teh yang dipetik sebelum musim pemghujan, teh

semacam ini sesudah direndam dengan air panas yang mendidih

kemudian diletakkan di bawah sorotan sinar matahari segera akan

timbul suatu warna yang menyilaukan mata, bukan saja rasanya

gurih dan harum bahkan sangat mahal harganya"

Tidak tertahan lagi Wi Lian In meneguk lagi satu tegukan ujarnya

kemudian sambil tertawa:

"Pengalaman dan pengetahuanmu sungguh amat luas." .

Ti Then pun ikut tertawa.

"Itu bukanlah terhitung apa- apa."

"Cuo It Sian sudah begitu tidak aneh kalau dia tidak ingin

menyabat sebagai pembesar lagi, coba kau lihat tempat tinggalnya

ini saja mungkin hampir meliputi seratus dua ratus kamar

banyaknya."

"Tidak salah, disekitar kota Cong cin -Hu mi semua bangunan

kebanyakan tidak sebesar rumah ini"

Baru saja mereka berbicara sampai di situ tampaklah pelayan tua

tadi sudah berjalan masuk bersama-sama seorang tua yang

memakai pakaian amat perlente sekali"

Ti Then segera mengira kakek tua berbaju perlente itu adalah si

sian Thay ya, dengan cepat dia bangkit berdiri:

Pelayan tua itu dsngan cepat berkata sambil tertawa:

"Ini adalah kuasa kami, Lo ya kami sebentar lagi baru kembali"

"ooh... Ti Then tidak berani berlaku ayal, segera dia rangkap

tangannya memberi hormat kepada orang itu. "selamat bertemu,

selamat bertemu."

Orang tua itu cepat-cepat balas memberi hormat, ujarnya

ssmbari tertawa:

"Ti Siauw hiap silahkan duduk, majikan kami baru saja keluar

harap tunggu sebentar lagi."

Ti Then segera mengucapkan kata-kata merendah dan duduk

kembali ke tempat semula. Kuasa she Go itu pun duduk di hadapan

mereka, kepada Wi Lian In tanyanya. "Nona ini apakah putri

kesayangan dari Wi Pocu??"

Wi Lian In dengan tersenyum malu-malu menundukkan

kepalanya, dia tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Kuasa she Go itu pun segera menoleh kepada Ti Then kembali.

"Aku dengar katanya Ti siauw hiap sudah diangkat sebagai Kiauw

tauw dari Benteng Pek Kiam Po??"

"Benar. ."

"Sungguh soorang pemuda enghiong" puji kuasa she Go itu.

"Para pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po semuanya

merupakan jago-jago nomor wahid di dalam Bu lim, dengan usia

dari Ti Siauw hiap yang masih demikian muda ternyata dapat

menduduki di atas para pendekar pedang sungguh merupakan

suatu hal yang aneh dan sukar untuk dipercaya."

"Terima kasih atas pujian diri Penguasa Go, cayhe tidak berani

untuk menerimanya"

"Ini hari Ti Siauw hiap serta nona Wi datang kemari entah mem

punyai urusan apa? " tanyanya lagi dengan sopan.

"Kami sengaja datang untuk menyambangi majikan kalian-"

"Oooooh... terima kasih, terima kasih. . Ehm, aku dengar katanya

di dalam Benteng Pek Kiam Po pada waktu-waktu mendekat ini

sudah berturut-turut terjadi beberapa urusan entah berita ini benar

tidak..."

"Penguasa Go sudah mendengar berita apa?" tanya Ti Then

dengan amat cepat. Penguasa Go melirik sekejap kearah Wi Lian In

kemudian sambil tertawa jawabnya. " Urusan mengenai Hong siauw

hiap dan nona Wi..."

"Sedikit pun tidak salah, samuanya memang peristiwa yang

nyata"jawab Wi Lian In dengan mantap.

"Heeeii .. sungguh tidak nyana Hong siauw hiap dia orang

ternyata sudah terjurumus ke dalam lembah yang demikian hinanya,

sungguh sayang sekali."

"Hong Mon Ling sudah mati."

Seketika itu juga penguasa Go menjadi sangat terperanyat.

"oooh, ayahmu. . ayahmu yang hukum mati dia?"

"Bukan"

"Lalu. , lalu bagaimana dia bisa mati?" tanya penguasa Go itu

semakin terperanyat. saat itulah Ti Then secara tiba-tiba memotong,

"Majikanmu kapan baru kembali?"

Agaknya penguasa Go menjadi melengak atas dipotongnya

perkataan ini, tapi dengan cepat dia sudah sadar kembali kalau Ti

Then tidak senang dia mencampuri urusannya, dengan wajah penuh

senyuman paksa ujarnya kemudian.

"Sudah hampir datang, tadi majikan kami sedang pergi cari

teman untuk diajak ngobrol, mungkin sebentar lagi sudah kembali,

apakah Ti siauw hiap ada urusan yang penting?"

"Ooh. . tidak begitu penting, hanya ada satu urusan yang hendak

minta keterangan darinya"

"Entah urusan apakah itu?" tanya penguasa Go cepat.

"Urusan ini lebih baik dibicarakan sesudah bertemu muka sendiri

dengan majikan kalian-"

"Baik. . baik. ." Seru penguasa Go berulang kali sambil tertawa

malu, "Silahkan kalian menunggu sebentar. . ooh iya, apa kalian

berdua sudah bersantap"

"Sudah."

"Jikalau belum bersantap, kalian berdua tidak usah terlalu

sungkan- . oooh.. majikan sudah datang."

Ti Then mau pun Wi Lian In segera menoleh ke arah luar

ruangan, ternyata tidak salah seorang tua beejubah hijau dengan

langkah tergesa-gesa berjalan menuju ke dalam ruangan tamu yang

amat kecil itu.

Kakek tua itu berusia kurang lebih delapan puluh tahunan,

rambutnya sudah memutih semua, sedang alisnya amat panjang

sampai di bawah mata, hidungnya yang mancung serta wajahnya

yang merah bersinar menunjukkan suatu semangat yang tinggi

serta keangkeran yang tak terbantahkan.

Wi Lian In pernah bertemu dengan Sian Thay ya Cuo It Sian ini,

karenanya begitu dilihatnya si pembesar kota itu datang segera dia

bangkit berdiri untuk menyambut. Ti Then yang berada di

sampingnya pun segera ikut bangkit berdiri.

Dengan langkah yang amat cepat si pembesar kota Cuo It san

berjalan masuk ke dalam ruangan tamu itu, begitu dilihatnya Wi

Lian In berdiri di sana segera dia tertawa terbahak bahak.

"Haa. . hee. . hey budak. angin apa yemg meniup kau datang ke

sini?"

Wi Lian In tidak berani berlaku ayal di hadapan seorang cianpwe

segera dia menjura uutuk memberi hormat.

"Wi Lian In datang menghunjuk hormat kepada Cue locianpwe."

"Haa. . hee. . hee. ." sipembesar kota Cuo It Sian tertawa lagi,

"Benerapa tahun tidak bertemu, kau sudah bertambah tinggi"

sambil tertawa malu Wi Lian In menundukkan kepalanya rendah-

rendah, tanpa memberikan jawaban.

Dengan perlahan Cuo It Sian menoleh kearah Ti Then, tanyanya

sambil tertawa.

"Apakah saudara ini adalah Ti Kiauw tauw dari Benteng Pek Kiam

Po, si pendekar baju hitam Ti Then?"

Ti Then pun segera merangkap tangannya memberi hormat.

"Boanpwe memberi hormat, harap cianpwe suka memaafkan-"

"Tidak perlu begitu sungkan, cepat duduk untuk berbicara" seru

Cuo It san tertawa.

Penguasa Go pun dengan cepat mengundurkan diri dari sana,

demikianlah tua muda tiga orang segera mengambil tempat

duduknya masing-masing. Pertama-tama Cuo It Sian yang buka

mulut.

"Apakah ayahmu tidak datang??" tanyanya.

"Tidak"

"Sudah ada beberapa tahun lamanya lohu tidak mengunjungi

Benteng Pek Kiam po, apakah ayahmu serta Hu Pocu baik-baik

saja??" Wi Lian In tidak menyawab, dia hanya melirik sekejap

kearah Ti Then.

Cuo It Sian yang melihat air muka mereka sedikit aneh segera

menjadi tertegun.

"Ada urusan apa??" tanyanya keheranan.

Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang ke

atas wajahnya, kemudian baru jawabnya dengan perlahan.

"Urusan ini sangat panjang untuk diceritakan, kali ini boanpwe

serta nona Wi sengaja dari gunung Kim Teng san datang ke mari

untuk menyambangi diri Locianpwe"

Ketika Cuo It Sian mendengar jawaban ini dia sepertinya merasa

keheranan, sambil mengedip-ngedipkan matanya dia balas pandang

sekejab Ti Then-" Kalian datang dari gunung Kim Teng san, apa arti

perkataan ini??"

Air mukanya hanya diliputi oleh perasaan terkejut dan heran,

sama sekali tidak terdapat perasaan ragu-ragu serta takutnya.

Ti Then dengan amat tajamnya memandang wajahnya terus,

tambahnya:

"Benar kami datang dari gunung Kim Teng san, sengaja datang

menyambangi diri locianpwe."

Tanpa terasa Cuo It Sian menggerutkan alisnya rapat-rapat,

dengan perasaan bingung ujarnya.

"Jadi maksud kalian- kalian baru saja naik kegunung Kim Teng

san untuk untuk menyambangi si kakek pemalas Kay Kong Beng

kemudian datang ke rumah Lohu?? Ini. . ini berarti ada urusan

apa?"

Ti Then sedikit pun tidak melihat adanya perubahan yang aneh

pada wajahnya, tanpa terasa dia dibuat gugup juga, ujarnya.

"Apakah Locianpwe tidak tahu kalau Hu pocu kami sudah bunuh

diri??"

Air muka Cuo It Sian seketika itu juga berobah amat hebat,

mendadak dia bangkit berdiri teriaknya dengan terperanyat.

"Apakah Huang Puh Kiam Pek bunuh diri? dia kenapa mau bunuh

diri??"

Kali ini walau pun air mukanya berubah amat hebat tetapi

perubahan ini jelas sungguh berubah, dan bukannya berubah

seperti apa yang dibayangkan oleh Ti Then semula.

Ti Then segera mem punyai dugaan kalau dia bukanlah orang

yang melakukan jual beli serta membunuh mati Hong Mong Ling,

karena jika dia betul-betul orangnya tidaklab mungkin perubahan

wajahnya begitu sungguh-sungguh, karenanya perasaan curiga

yang semula ditujukan kepada diri pembesar kota Cuo It Sian ini

pun menjadi goyah juga. Dia menarik napas panjang-panjang, lama

kemudian barulah ujarnya.

"Inilah hal yang Wi Pocu sangat ketahui, karenanya Wi pocu

memerintahkan boanpwe untuk datang kemari minta petunjuk dari

Locianpwe, karena Lo cianpwe sudah bersahabat sangat lama sekali

dengan diri Hu Pocu, kemungkinan sekali Locianpwe tahu mengapa

Hu Pocu bunuh diri"

Dengan perasaan terkejut bercampur heran Cuo It Sian

memandang wajah Ti Then tak berkedip.

"Lohu sudah ada dua tiga tahun lamanya tidak bertemu dengan

Hu Pocu, dia Heey. . coba bagaimana kalau kalian Ceritakan dulu

dengan teliti keadaan yang sudah terjadi??"

Ti Then menundukkan kepalanya berpiklt sebentar, kemudian

barulah mengangguk.

"Baiklah, urusan ini harus diceritakan sedari Wi pocu

membatalkan ikatan jodoh antara Hong Mong Ling dengan nona Wi,

tentang urusan ini tentunya Locianpwe sudah dengar berita dari

orang lain bukan?"

"Benar, pernah mendengar tentang berita ini"

"Ada satu malam boanpwe sedang bermain Catur dengan Hu

Pocu sehingga jauh malam mendadak budak kami datang melapor

kalau nona Wi sudah lenyap tanpa bekas, Hu Pocu serta boanpwe

segera berangkat menuju ke kamar untuk mengadakan

pemeriksaan, menurut keadaan pada waktu itu kami mengambil

kesimpulan kalau nona Wi sudah diculik, oleh Hu Pocu

memerintahkan seluruh pendekar pedang yang ada di dalam

Benteng untuk mengadakan pemeriksaan di empat penjuru.."

"Waktu itu apakah Wi Pocu tidak berada di dalam Benteng??"

potong cuo It Sian mendadak.

“Benar, Wi Pocu serta seorang pendekar pedang merah karena

ada urusan sudah keluar Benteng, tetapi pada keesokan harinya Wi

Pocu sudah kembali lagi ke dalam Benteng dan sekali lagi

menggerakkan semua pendekar pedang yang ada di dalam Benteng

untuk melakukan pengejaran. Hu Pocu serta boanpwe pada pagi

hari-hari ketiga bersama-sama meninggalkan Benteng Pek Kiam Po

,,”

Segera dia menceritakan kembali bagaimana dia menerima

undangan dari si setan pengecut, bagaimana melukai kulit kepala si

Setan pengecut itu di atas gunung Kim Teng San menolong kembali

Wi Lian In lalu bagaimana mengetahui bahwa Huang Puh Kian Pek

adalah si setan pengecut itu.

Ketika

selesai

mendengar

cerita

itu

Cuo

It

saking.terperanyatnya sudah menjerit tertahan, tanyanya.

Sian

“Apakah sesudah kalian berhasil membuka rahasianya lalu dia

melakukan bunuh diri?”

“Benar.” Sahut Ti then mengangguk.

Sebelum dia melakukan bunuh diri apakah tidak mengatakan

kenapa dia sampai bersekongkol dengan Hong Mong Ling untuk

menculik diri Nona Wi?”

Terpaksa Ti Then berbohong sahutnya.

“Benar, dia bilang sudah menerima pesanan jual beli dari

seseorang, orang itu sanggup membayar selaksa tahil perak

Kepadanya dengan syarat mencurikan semacam barang Wi Pocu

dari dalam Loteng Penyimpan Kitabnya”

Air muka Cuo It Sian sedikit pun tidak berubah, tanyanya dengan

cemas:

“Siapakah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu

itu?”

Ti Then tidak segera memberikan jawabannya, hanya ia terus

menerus memperhatikan perubahan air muka pihak lawan, sebentar

kemudian setelah merasa yakin kalau dia bukanlah orang yang

melakukan jual beli itu, jawabnya:

“Hu Pocu hanya mengatakan ada orang yang melakukan jual beli

dengan dia dengan upah selaksa tahil perak, karena untuk sesaat

dia menjadi rakus akan harta makanya baru menerima permintaan

tersebut sedangkan siapa yang sudah melakukan pekerjaan ini dia

sama sekali tidak mau mengatakannya"

Dia berhenti sejenak, kemudian sambungnya:

“Kiranya Wi Pocu tahu kalau Locianpwe mem punyai hubungan

persahabatan yang sangat erat dengan Hu Pocu selama puluhan

tahun lamanya, sengaja mengirim boanpwe kemari untuk minta

keterangan barangkali locianpwe mengetahui sedikit urusan ini”

Cuo It Sian mengerutkan alisnya rapat-rapat, lama sekali dia

tidak menyawab, kurang lebih seperminum teh kemudian baru

terdengar dia membuka mulutnya member jawaban:

“Selama ini Hu Pocu jadi orang amat jujur dan berhati lurus

bagaimana bisa melakukan pekerjaan semacam ini? Hei, sungguh

membuat orang merasa diluar dugaan...TiSiauwhiap tadi bilang baru

saja pulang dari gunung Kim Teng San, sebetulnya apa arti dari

perkataan ini?”

“Setelah Boanpwe serta nona Wi menerima perintah untuk

meninggalkan Benteng ditengah jalan sudah mendengar perkataan

dari seorang kawan Bulim yang mengatakan pernah bertemu muka

dengan Hong Mong Ling di atas gunung Kim

Teng San, karenanya segera boanpwe berdua berangkat menuju

ke atas gunung Kim Teng San dengan harapan bisa menawan dia”

“Tidak salah.”Sahut Cuo It Sian mengangguk. “Jikalau bisa

berhasil menawan Hong Mong Ling maka kita bisa tahu juga siapa

orangnya yang sudah melakukan pekerjaan jual beli itu akhirnya

apa kalian berhasil menawan dia kembali?”

“Setelah boanpwe berdua tiba di atas gunung Kim Teng San,

pada waktu itulah sudah menemukan kalau Hong Mong Ling sedang

berlutut di depan gua tempat kediaman Si kakek pemalas Kay Kong

Beng, dia sedang memohon si kakek pemalas Kay Kong Beng mau

menerimanya sebagai murid dengan harapan bisa memperoleh

sebuah sandaran.”

“Lohu dengar si kakek pemalas sudah bersumpah untuk tidak

menerima murid kembali, mungkin dia tidak akan diterima sebagai

muridnya bukan?”

“Benar” jawab Ti Then mengangguk, “Ketika dia melihat

boanpwe berdua muncul di sana dengan gugup segera melarikan

diri, tetapi ketika sampai di bawah puncak dia sudah berhasil

boanpwe tawan dan pada saat boanpwe sedang paksa dia untuk

memberitahukan nama orang yang melakukan jual beli itu, baru dia

mau menyawab saat itulah sebuah batu cadas sudah menyambar

datang dan tepat menghajar batok kepalanya sehingga binasa”

“Haaaa....siapa orang itu?” Tanya Cuo It Sian kaget.

“Sudah tentu orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu

Pocu, dia sengaja turun tangan membunuh Hong Mong Ling untuk

melenyapkan kesaksian.”

“Siapakah orang itu ?” tanya Cuo It Sian lagi sambil memandang

tajam wajahnya.

Ketika Ti Then melihat dia betul-betul tidak memperlihatkan

sedikit perubahan pun segera memastikan kalau dia bukanlah orang

yang

sudah melakukan jual beli itu, karenanya dengan terus terang

jawabnya.

“Sungguh sayang sekali boanpwe sama sekali tidak melihat

dirinya, begitu batunya menyambar segera dia melarikan diri dari

sana, karena itu boanpwe tidak berhasil menawan dia kembali.”

“Heey... sungguh sayang sekali”

“Kenapa tidak, tetapi boanpwe percaya cepat atau lambat

akhirnya aku berhasil juga menawan dia, karena di dalam Bu-lim

orang yang bisa membayar uang sebesar satu laksa tahil perak tidak

banyak jumlahnya.”

Mendengar perkataan itu air muka Cuo It Sian segera berubah

amat hebat, sepasang matanya mernancarkan sinar yang amat

tajam, sesudah memandang beberapa saat lamanya ke atas wajah

Ti Then pada air mukanya segera timbullah senyumannya yang

amat dingin.

“Lohu sekarang paham, kalian sudah mencurigai Lohu kalau

adalah orang yang melakukan jual beli dengan Hu Pocu”

“Tidak berani, tidak berani..locianpwe sudah salah paham”

Cuo It San tertawa dingin.

“Lohu merupakan salah satu orang yang sanggup membayar

uang sebesar selaksa tahil Perak, ditambah lagi merupakan kawan

baik dari Hu Pocu, bukan begitu?”

“Nama besar dari locianpwe sudah tersebar diseluruh Bu-lim,

mana boanpwe berdua berani menaruh perasaan curiga terhadap

diri locianpwe, kedatangan boanpwe ini hari hanya mengharapkan

locianpwe mau member sedikit gambaran dan sedikit keterangan

kepada kami, selain itu tidak punya maksud lainnya”

Sekali lagi Cuo It Sian memandang tajam wajahnya, dengan

diiringi suatu senyuman yang amat tidak gembira ujarnya.

“Jikalau perkataanmu ini tidak bohong, Lohu di sini minta maaf

terlebih dulu karena tidak bisa membantu kalian sebab lohu sendiri

juga tidak tahu siapa orangnya yang patut dicurigai”

“Di dalam dunia kangouw saat ini kecuali locianpwe serta si

anying langit rase bumi siapa lagi yang amat kaya?”

“Lohu tidak tahu” sahut Cuo It Sian sambil gelengkan kepalanya,

Bilamana kalian menganggap siapa yang kaya dialah manusia yang

patut dicurigai boleh dikata pikiran kalian terlalu kekanak-kanakan”

“Tetapi hal ini sangat beralasan sekali” timbrung Wi Lian In yang

selama ini bungkam terus.

“Kalau begitu” ujar Cuo It Sian lagi sambil tertawa dingin tak

henti-hentinya.

“Lohu juga termasuk salah seorang yang patut dicurigai bukan?

Coba kalian ke kota dan tanyakan kepada penduduk di sini selama

dua bulan yang baru lalu pernahkah Lohu meninggalkan kota Tiong

Khin Hu ini barang setapak pun, orang-orang di dalam kota setiap

hari melihat lohu ada di sini”

“Locianpwe kau jangan marah” Wi Lian In coba meredakan

hawa amarah Cuo It Sian yang mulai berkobar, “Kami memang

benar-benar tidak menaruh perasaan curiga terhadap diri

Locianpwe, kami hanya sengaja datang kemari untuk minta

keterangan dari kau orang tua dan mengharapkan dari sini bisa

memperoleh sedikit keterangan”

Jilid 18.2: Tertawan di gudang bawah tanah

"Jikalau kalian tidak pernah menaruh perasaan curiga terhadap

lohu kenapa pertama yang kalian ucapkan adalah kalian baru saja

datang dari gunung Kim Teng san? hal ini membuktikan kalau kalian

sudah menaruh curiga lohulah orang yang sudah membinasakan

Hong Mong Ling sewaktu berada digunung Kim Teng san. kalian kini

sengaja berbicara tentu sengaja sedang memeriksa perubahan

wajah dari lohu apakah mencurigakan atau tidak"

Wajah Lian In segera berubah menjadi merah padam.

"Sudahlah tetapi sekarang kami sudah percaya kalau kau orang

tua bukanlah orang yang melakukan jual beli itu"

Dengan wajah penuh perasaan tidak senang Cuo It Sian bertanya

kembali: "Sekarang ayahmu berada dimana?"

"Beberapa hari kemudian dia akan pergi ke istana Thian Teh

Kong untuk menemui janyinya."

"Kalian juga mau pergi ke istana Thian Teh Kong?" tanya Cuo It

sian lagi.

"Benar."

"Kalau lohu mau membicarakan

berhadapan dengan ayahmu"

persoalan

ini

langsung

Wi Lian In menjadi gugup dibuatnya.

"Tidak... tidak perlu begitu"

"Kenapa? apakah Lohu tidak seharusnya pergi mencari ayahmu

untuk membicarakan persoalan ini hingga menjadi jelas..."

"Bukan begitu" seru Wi Lian In agak gugup "Kami pergi ke istana

Thian Teh Kong sebetulnya mau bertempur dengan si rase bumi

Bun Jin Cu, jikalau orang tua berangkat bersama-sama kami si rase

bumi Bun Jin Cu bisa salah paham menganggap kau orang tua

merupakan bala bantuan kami, lebih baik kau orang tua tidak usah

berbuat begini."

"Sampai waktunya biarlah Lohu berdiri di samping untuk

menonton saja."

"Tetapi"

Mendadak Cuo It sian tertawa terbahak-bahak.

"Ha. . haa . haaa.. haaa.. Lohu sekarang sudah paham, ini hari

kalian datang mencari lohu pasti bukan atas perintah dari ayahmu,

bukan begitu?"

"Benar" sahut Wi Lian In, sekali lagi wajahnya sudah berubah

menjadi merah padam seperti kepiting rebus. "Jika Tia tahu kami

datang ke sini mencari kau orang tua, dia pasti akan marah

kepadaku"

"Baik, baik" seru Cuo It Sian tertawa terbahak-bahak. " Kalian

datang mencari Lohu sekali pun bukan atas perintah dari ayahmu,

tapi Lohu mengingat usia kalian yang masih kecil tidak akan cari

perkara lagi dengan diri kalian"

Wi Lian In menjadi amat girang.

"Dengan begitu kau orang tua tidak jadi ikut kami pergi ke istana

Then Teh Kong bukan ???"

"Benar" sahut Cuo It sian mengangguk.

Saat itulah Wi Lian In baru merasa hatinya menjadi lega, dengan

tersenyum malu dia menundukkan kepalanya rendah-rendah.

"Keponakan perempuanmu tidak tahu apa-apa sehingga

membuat salah terhadap kau orang tua, sungguh maaf sekali"

"Tidak mengapa, tidak mengapa padahal urusan ini tidak bisa

salahkan kalian kalau sampai menaruh curiga kepadaku, Lohu

memang tidak salah memiliki banyak uang bahkan Hu pocu pun

mem punyai hubungan persahabatan yang amat erat selama

puluhan tahun lamanya, jikalau Lohu misalnya mohon padanya

untuk mencarikan semacam barang milik ayahmu, dia memang pasti

sukar untuk menampiknya."

Dia berhenti sebentar untuk

tambahnya lagi sambil tertawa:

berganti

napas,

kemudian

"Tetapi kalian pun harus berpikir walau pun harta kekayaan dari

lohu ini boleh di kata belum menangkan sebuah negara tapi untuk

dipakai seumur hidupku masih terlalu berlebihan, Lohu mau apa,

ada apa, buat apa pergi menyuruh orang lain untuk mencuri sebuah

barang ke punyaan ayahmu??"

Ti Then segera bangkit berdiri, sambil merangkap tangannya

memberi hormat ujarnya:

"Perkataan dari Locianpwe sedikit pun tak salah, maaf tadi

boanpwe sekalian sudah menaruh curiga kepada diri Locianpwe,

mohon locianpwe suka memaafkan, kini ijinkan boanpwe sekalian

memohon diri"

"Buat apa begitu tergesa-gesa?" tanya Cuo It sian melengak.

"Perjanyian dengan pihak istana Thian Teh Kong tinggal

beberapa hari saja, kami harus segera berangkat untuk mengejar

waktu."

" Kalau memang begitu lohu juga tidak akan menahan kalian

lebih lama lagi" seru Cuo It sian kemudian sambil bangkit berdiri

"Lain kali jika lewat dikota ini jangan lupa untuk tinggal beberapa

hari di rumah Lohu ini, walau pun usia dari lohu sudah amat tua

tetapi sangat suka untuk bergaul dan berkawan dengan orang-

orang muda"

Ti Then segera menyanggupi hal itu, bersama-sama dengan Wi

Lian In mereka berpamit dan keluar dari ruangan itu.

Cuo It Sian menghantar mereka berdua sampai diluar pintu

besar, masing-masing barulah berpisah, Ti Then bersama-sama Wi

Lian In dengan menunggang kudanya masing-masing dengan cepat

berjalan ke tengah jalanan dalam kota.

Terdengar Wi Lian In menghela napas panjang, ujarnya

kemudian ketika sudah berada ditengah jalan.

"Coba kau lihat, sejak semula aku sudah bilang dia tak mungkin

orang yang sudah melakukan jual beli itu"

" Tetapi jika tidak datang sendiri untuk membuktikan siapa yang

tahu kalau dia bukan orangnya?" Bantah Ti Then cepat.

"Untung sekali dia tidak kukuh untuk ikut kami pergi menemui

Tia, kalau tidak Tia tentu akan memaki aku setengah mati."

"Kita mencurigai dialah orang yang sudah melakukan jual beli itu

semuanya sangat beralasan sekali, aku kira ayahmu tidak akan

memaki kita semua."

"Sekali pun perasaan curiga kita pada dirinya sangat beralasan

tetapi perkataannya lebih beralasan lagi, dia sangat kaya sekali,

mau apa ada apa buat apa pergi mencuri barang miliknya Tia?"

Mendengar perkataan ini Ti Then terpaksa tertawa pahit.

"Kemungkinan sekali barang milik ayahmu itu untuk dibeli

dengan uang."

"Kau berbicara demikian berarti juga masih menaruh sedikit

curiga terhadap dirinya"

"Tidak" Bantah Ti Then dengan cepat.

"Maksudku, sekali pun orang kaya masih ada alasan juga untuk

pergi mencuri barang miliknya orang lain-"

Dengan sedihnya Wi Lian In menghela napas panjang.

"Hanya entah barang apa yang sudah Tia simpan di dalam

Loteng Penyimpan kitabnya itu?"

"Sesudah bertemu dengan ayahmu lebih baik kita jangan

tanyakan soal ini"

"Kenapa?"

"Sebelum Hu Pocu bunuh diri dia pasti sudah menguraikan

persoalan ini di hadapan ayahmu, sedang ayahmu kalau

memangnya tidak ingin kita ikut mengetahui persoalan iui di

dalamnya pasti ada persoalan yang harus dirahasiakan, kita tak

seharusnya membuat ayahmu serba susah"

"Tidak. persoalan ini harus di tanyakan sampai jelas"

"Sekali pun kau ingin tahu, ayahmu belum tentu mau beri tahu

padamu"

Wi Lian In segera mencibirkan bibirnya.

"Aku tidak percaya kalau Tia masih ada rahasia yang tidak boleh

diberitakan pada putrinya sendiri"

"Mungkin ada satu hari ayahmu akan memberitahukan persoalan

ini dengan sendirinya tetapi sekarang aku kira belumlah saatnya

buat kita untuk ikut mengetahui soal ini"

"Apa kau menganggap barang yang disimpan Tia itu ada

hubungannya dengan rahasia pribadinya?"

"Aku kira bukan" jawab Ti Then gelengkan kepalanya. Jika ada

sangkut paut dengan rahasia pribadi ayahmu maka orang yang

bermaksud mengadakan pencurian itu pasti seorang dari kalangan

lurus, tetapi orang yang memerintahkan Hu pocu melakukan

pencurian itu bukanlah orang dari kalangan lurus"

"Kalau memangnya tidak ada sangkut pautnya dengan rahasia

pribadi Tia, kenapa kita tidak boleh ikut menyelidikinya??"

"Persoalan ini aku sendiri juga tidak mengerti, pokoknya kalau

memang ayahmu tidak mengijinkan kita ikut tahu di dalamnya pasti

ada alasan-alasan yang kuat" Dengan perlahan

Wi Lian In menghela napas panjang.

"Huy, sudahlah untuk sementara aku akan berpura-pura tidak

tahu akan urusan ini, kini apa kita langsung menuju ke istana Then

Teh Kong??"

"Untuk menginap satu hari di dalam kota juga boleh, hanya saja

bila Cuo It sian tahu akan hal ini dia pasti tidak akan senang hati."

"Kalau begitu kita keluar dari kota saja" Mereka berdua segera

menyalankan kudanya keluar dari kota Tiong khin cu dan berangkat

menuju kearah selatan, ketika sudah berjalan sejauh dua puluh li

sampailah mereka di sebuah dusun kecil sedang hari pun mulai larut

malam.

"Sudahlah" seru Wi Lian In tiba-tiba sambil tertawa. "Seperti juga

perkataan dulu menjelang tengah malam beristirahatlah, ayam

mulai berkokok baru melihat langit kembali"

"Aku kira di dalam dusun ini tidak ada rumah penginapan" ujar Ti

then ikut tertawa juga.

"Kalau begitu kita cari kuil saja untuk menginap satu malam."

Ternyata dugaan mereka sedikir pun tidak salah, sekali pun

sudah berputar ke seluruh dusun, ternyata sebuah rumah

perginapan pun tidak kelih atan, tetapi diluar dusun di temuinya

sebuah kuil dari kaum Toosu.

Kuil Toosu itu bernama kuil sam Cing Kong, walau pun

bangunannya tidak begitu besar tetapi keadaannya amat tenang

sekali karena itu mereka berdua segera mengambil keputusan untuk

menginap di sana.

Segera terlihat seorang tosu tua dengan amat ramahnya berjalan

keluar menyambut kedatangan mereka, setelah mengetahui maksud

kunjungan Ti Then berdua dengan perasaan amat girang ujar Toosu

tua itu.

"Baiklah, kalian berdua kalau tidak merasa muak dengan kotoran

kuil kami, silahkan untuk bermalam di sini"

Ti Then menjadi amat girang sekali.

"Entah siapa sebutan dari Tootiang??" tanyanya.

"Pinto It Cing dan merupakan penerima tamu dari kuil ini" Ti

Then pun segera memperkenalkan dirinya.

"Cayhe bernama Ti Then sedang nona ini adalah putri dari Pek

Kiam Pocu"

Ketika itu It Cing sanyien mendengar kalau mereka merupakan

orang-orang dari kalangan Bu lim, air mukanya segera berubah

amat hebat, dengan tertawa paksa ujarnya. "oooh .. silahkan

masuk. silahkan masuk. ."

Selesai minum teh It Cing Toojin segera bangkit memimpin

mereka berdua menuju kedua buah kamar yang bersih dan tenang

sekali, akhirnya tanyanya juga. " Kalian berdua tentu belum

bersantap malam bukan?"

"Benar, tetapi cayhe membawa bekal makanan kering, Tootiang

tidak usah. ."

"Bekal kering untuk dimakan ditengah jalan" potong it Cing

Toojin dengan cepat, "Kini sicu sudah ada dikuil kami, buat apa

berlaku begitu sungkan-sungkan- tunggulah sebentar biar Pinto

perintah orang untuk kirim nasi kemari."

Selesai berkata dia memberi hormat dan mengundurkan diri dari

kamar.

Tidak lama kemudian seorang Toosu berusia pertengahan

dengan membawa senampan nasi dan sayur berjalan masuk ke

dalam kamar kemudian meletakkan nasi serta sayur itu ke atas meja

dengan amat rapinya, ujarnya kepada Ti Then sambil memberi

hormat. "sicu silahkan bersantap.jikalau membutuhkan apa-apa

silahkan perintah saja."

"Terima kasih atas perlakuan kalian yang baik, cayhe tidak

memerlukan apa-apa lagi" sahut

Ti Then cepat sambil gelengkan kepalanya.

Sesudah Toosu berusia pertengahan itu meninggalkan kamar,

barulah Ti Then bersama-sama Wi Lian In duduk saling berhadapan

dan mulai bersantap. sambil bersantap ujar Wi Lian In dengan

perlahan.

"Toosu-toosu dari kuil ini sangat baik sekali memperlakukan

orang lain, besok sebelum berangkat kita harus beri beberapa tahil

perak kepada mereka"

"Baiklah, aku juga merasa Toosu-toosu itu sangat ramah dan

sopan sekali, seharusnya kita kasih persen lebih banyak kepada

mereka"

"Adakalanya, bisa hidup beberapa hari lamanya ditempat yang

demikian sunyinya ini terhadap badan mau pun pikirannya sangat

baik sekali."

" Betul" Sahut Ti Then setuju. "Bila cuma beberapa hari saja

masih tidak mengapa. kalau kelamaan mungkin akan merasa kesal

juga. ."

Sedang mereka berdua bercerita sambil bersantap masuklah

Toosu berusia pertengahan tadi membawa sepoci teh panas,

sehabis membereskan meja dia pun mengundurkan diri kembali.

Ujar Ti Then kemudian-

"Jarak hari ini sampai waktu perjanyian kita dengan si rase bumi

Bun Jin Cu masih ada delapan hari lamanya, sedang kita baru hari

sudah bisa tiba di istana Thian Teh Kong, coba kaupikir enaknya

selama beberapa hari ini kita pergi kemana?"

"Bagaimana kalau kita menginap beberapa hari di dalam kuil ini

saja ??"

"Tidak baik, lebih cepat cari tempat untuk bermain saja"

"Hanya tidak tahu disekitar tempat ini ada pemandangan yang

indah tidak ??"

"Besok pagi kita pergi tanya pada toosu itu bukankah sudah

beres?"

"Baiklah sekarang kau kembalilah kekamar untuk beristirahat"

Dengan perlahan Wi Lian In berjalan ke dekat meja dan

menuang teh ke dalam dua cawan, sambil mengangsurkan cawan

yang satu ke depan Ti Then ujarnya dengan manya:

"Aku masih tidak ingin tidur, kita ngomong-ngomong lagi saja."

Ti Then segera menerima cawan itu dan meneguknya satu

tegukkan-

"Waktu buat kita untuk ngomong-ngomong masih sangat banyak

sekali" serunya sambil tertawa.

"Jika kau bosan dengan aku biarlah aku segera pergi" ujar Wi

Lian In kurang senang kemudian diteguknya jugs teh dalam cawan

itu.

"Ha ha ha. . jangan ngomong begitu"

Wi Lian In segera meletakkan cawannya ke atas meja, kemudian

berjalan ke hadapannya, ujarnya dengan malu-malu:

"Coba ngomonglah secara terus terang, sebenarnya ... kau suka .

suka padaku tidak?"

Ti Then sama sekali tidak menduga kalau dia bisa mengeluarkan

kata-kata ini, untuk seketika itu juga dia dibuat kelabakan.

"Su. . . sudah. . sudah tentu suka".

Wi Lian In angkat kepalanya memandang sekejap ke arahnya,

dengan wajah sedih ujarnya:

" Tetapi aku merasa kalau kau tidak suka padaku, kau selalu

menghindari aku, selalu berlagak pura. . . berlagak pilon-"

Ti Then pun meletakkan cawannya ke atas meja, sambil

memegang kencang sepasang pundaknya dia menghela napas

dengan perlahan-

"Tidak salah, aku selalu berusaha menghindari kau, hal ini

karena. . karena aku tidak sesuai untuk mencintai. . mencintai

dirimu."

Menggunakan kesempatan ini Wi Lian In menyatuhkan diri ke

dalam pelukannya ujarnya dengan air mata yang menetes ke luar:

"Kau sedang omong kosong,jika kau tidak pantas siapa lagi yang

pantas? siapa lagi yang sesuai?"

"Siapa pun pantas, siapa pun sesuai cuma aku seorang yang

tidak pantas" jawab Ti Then perlahan sedang tangannya dengan

sangat mesra mengelus elus rambutnya yang indah itu.

Mendadak Wi Lian In angkat kepalanya dengan air muka penuh

perasaan terkejut bercampur gusar, ujarnya: "Apa arti dari

perkataanmu ini?"

Dengan cepat Wi Lian In angkat tangannya untuk menutupi

bibirnya, ujarnya dengan manya.

"Siapa yang menghendaki kau punya kedudukan? siapa yang

menghendaki kau punya uang? Kenapa kau bisa punya pikiran

yang demikian menggelikan?"

Berbicara sampai di sini mendadak sepasang tangannya yang

sedang merangkul Ti Then dengan perlahan terlepas sedang

tubuhnya pun dengan amat lemasnya merosot ke bawah untuk

kemudian jatuh terlentang tidak sadarkan diri.

Ti Then yang melihat seCara tiba-tiba dia jatuh tidak sadarkan

diri hatinya menjadi amat terperanyat, cepat- cepat ditariknya. "Wi

Lian In kau kenapa?" tanyanya dengan cepat.

Sepasang mata Wi Lian In dipejamkan rapat-rapat, tubuhnya

lemas tak bertenaga sama sekali ternyata dia benar- benar jatuh tak

sadarkan diri

Ti Then sama sekaii tidak menduga die bisa jatuh tidak sadarkan

diri secara tiba-tiba untuk sesaat hatinya menjadi bingung sekali,

segera dia meaggendong badannnya untuk di atas pembaringan.

Tetapi baru saja

mendadak lututnya

tubuhnya mau pun

tanah. Dia pun jatuh

dia berjalan dua langkah dari tempat semula

menjadi sangat lemas saking tidak kuatnya

tubuh Wi Lian In sama-sama jatuh ke atas

tidak sadarkan diri.

00000

PERTAMA-TAMA yang sadar kembali adalah Ti Then, dia seperti

baru saja bangun dari suatu tidur yang amat pulas sekali, tetapi

ketika dia bisa membuka matanya kembali dan melihat dengan jelas

pemandangan di sekeliling tempat itu tanpa terasa lagi dia

menemukan dirinya sudah tidak tertidur di dalam kamar pada kuil

san cing Koan itu, kini dia berada disuatu ruangan bawah tanah

yang amat dingin, lembab dan gelap sekali.

Luas dari ruangan bawah tanah itu kurang lebih hanya lima kaki

saja, sekelilingnya merupakan dinding dinding tanah yang amat

lembab.

Di bawah dinding tanah sebelah badannya terdapatlah sebuah

tangga-tangga batu yang menuju ke atas, diujung tangga batu

terdapat sebuah pintu besi, sedang di samping pintu di atas dinding

tergantunglah sebuah lampu minyak. selain itu tidak tampak barang

lainnya.

Ti Then merasakan baru saja terbangun dari suatu impian yang

amat buruk. sesudah tertegun beberapa saat lamanya barulah dia

mulai angkat kakinya berjalan menuju ke atas tangga-tangga itu.

Tetapi baru saja berjalan sejauh tiga depa, mendadak

terdengartah.. "cring .." seketika itu juga badannya berhenti

bergerak. walau sudah berusaha sekuat tenaga tetap tidak berhasil

untuk maju.

Cepat- cepat dia tundukkan kepalannya memandang, saat itulah

dia baru merasa kalau dibagian pinggangnya sudah di ikat dengan

seutas rantai yang amat kuat sedang ujung rantai tersebut diikat

dengan sebuah tiang besi yang ditanam amat dalam sekali di bawah

permukaan tanah.

Pada waktu dia melihat adanya tiang besi itulah dia juga melihat

diri Wi Lian In seperti juga dirinya dirantai dengan besi dan saat ini

sedang berbaring dipojokan dinding.

Ti Then segera meloncat ke samping tubuh Wi Lian In, tertaknya

dengan cemas.

"Lian In- . Lian In, cepat kau bangun"

Wi Lian In lelap tertidur dengan amat pulasnya.

Ti Then segera gerakan tangannya menggoyangkan tangannya

teriaknya kembali: "Lian In- , Lian In- , cepat bangun"

Waktu itulah Wi Lian In baru mengeluarkan sedikit suara, dengan

perlahan matanya dipentangkan kemudian gumamnya dengan

suaranya yang amat manya. "Hari belum terang, tidur sebentar

lagi."

Baru berbicara sampai di situ mendedak dia bangkit berdiri, air

mukanya berubah sangat hebat. "Hey, tempat mana ini?"

"Sebuah ruangan bawah tanah" sa hut Ti Then tertawa pahit.

"Ruang bawah tanah?" teriak Wi Lian In dengan perasaan amat

terperanyat "Ruang bawah tanahnya siapa?? bagaimana kita sampai

di sini??"

"Mungkin ruang bawah tanahnya kuil Sam Cing Koan, HHmm,

kita masih bilang mereka angat sopan dan ramah menghadapi

tamu-tamu, kiranya tak lebih kaum bajingan rampok"

"Tetapi. ." seru Wi Lian In lagi dengan kaget. "Bagaimana

mereka bisa berhasil menawan kita kembali?"

"Sesudah kita minum air tehnya tidak lama kemudian sudah jatuh

tidak sadarkan diri, tentu di dalam tehnya sudah diberi obat

pemabok oleh mereka."

Wi Lian In menjadi amat geli, sekali pergelangan tangannya

dengan cepat di balik untuk mencabut keluar pedangnya, siapa tahu

dia sudah menangkap tempat kosong, sehingga tanpa terasa lagi air

mukanya berubah sangat hebat, dengusnya dengan amat dingin-

"Hmmm pedangku juga diambil mereka"

Melihat kegusaran dari Wi Lian In, Ti Then tertawa pahit lagi,

ujarnya sambil menuding kearah rantai yang mengikat pinggang

mereka. "Mereka masih merantai kita dengan sebuai rantai yang

begitu besar"

Wi Lian In dengan cepat mencekal erat-erat rantai itu, sepasang

matanya merah berapi saking marahnya. "Bisa tidak diputus dengan

paksa?"

"Biar aku coba-coba."

Dia putar badannya kearah tiang besi itu, sepasang tangannya

dengan kencang mencekal erat-erat rantai tersebut kemudian di

tariknya beberapa kali. Akhirnya bukan saja tidak berhasil

memutuskan rantai itu bahkan untuk menggoyangkan tiang besinya

pun tidak sanggup.

Tanpa terasa lagi dia mengeluarkan seruan kecewa.

"Tidak bisa, tidak bisa .. . barang semacam ini harus ada sebuah

pedang pusaka yang bisa memotong besi baru bisa berhasil"

Wi Lian In pun mengerahkan tenaganya untuk mencoba tarik

rantai itu, ketika dilihatnya betul- betul dia tidak berhasil

memutuskan rantai tersebut, dia baru berhenti menarik, ujarnya

sambil menggerutuk gigi "Toosu bangsat, apa maksud mereka

untuk menahan kita ditempat seperti ini?"

Ti Then tidak memberikan jawabannya, matanya dengan amat

tajam memandang lurus ke atas tiang besi itu. Lama sekali baru dia

buka mulutnya. "Entah tiang besi ini bisa dicabut keluar dari

permukaan tanah atau tidak?"

"Mari kita coba bersama-sama."

Demikianlah mereka berdua segera mendekati tiang besi itu,

empat buah tangan bersama-sama merangkul tiang besi tersebut

kemudian bersama-sama mencabutnya.

siapa tahu sekali pun mereka sudah kerahkan seluruh tenaga

yang mereka miliki, jangan dikata tercabut, sedikit bergerak pun

tidak. seperti tiang besi itu sudah berakar di dalam tanah.

Hal ini membuat Wi Lian In menjadi amat heran-

"Suatu urusan yang amat aneh, dengan kekuatan kita berdua,

sekali pun sebuah pohon besar juga bisa roboh, kenapa tidak

sanggup untuk mencabut keluar sebuah tiang besi saja."

"Dalam hal ini hanya ada satu sebab saja, tiang besi ini

dihubungkan dengan tiang besi yang lain, jika ada empat tiang besi

yang ditanam di bawah tanah, sekali pun kita berdua kerahkan

semua tenaga juga tidak akan berhasil." Tak terasa lagi Wi Lian In

menjadi murung dibuatnya. "Lalu bagaimana baiknya?"

"Duduk dulu, kita menanti sebentar lagi" sambil berkata dia

duduk bersandar ke dinding.

Dengan gemasnya Wi Lian In pun mendepakkan kakinya ke atas

tanah, kemudian duduk disisi Ti Then, ujarnya lagi.

"Sungguh aneh sekali, aku lihat Toosu-Tosu bangsat itu sama

sekali tidak memiliki kepandaian silat, coba kau lihat mereka

memiliki ilmu silat tidak?"

"Ehmm.. tidak." sahut Ti Then gelengkan kepalanya. Dengan

gemas sekali lagi Wi Lian In menghela napas panjang.

"Ternyata kita bisa kecundang ditangan para tosu-tosu bangsat

yang tidak berkepandaian silat, sungguh menyesal sekali"

"Di dalam kuil Sam Cing Koan bukan hanya ada Toosu menerima

tamu itu saja, Toosu-toos yang lain mungkin memiliki kepandaian

silat"

Wi Lian In segera merogoh ke dalam sakunya, tapi sebentar

kemudian sudah mendengus dengan amat gusar,

"Hmm semua uangku sudah diambil mereka,

bagaimana?"

punyamu

Ti Then pun ikut merogoh ke dalam sakunya.

"Semua sudah diambil oleh mereka, iih, salah masih ada ini"

Kiranya uang kertas itu adalah uang yang diterimanya dari si Giok

Bin Longkung cu Hoay Lo, itu manusia cabul tempo hari, uang yang

sebesar lima belas laksa tahil itu di dalam gudang uang Tiang An

Glen Khie di kota Tiang An.

Waktu itu sesudah dia berhasil menawan itu manusia cabul Giok

Bian Lang cung cu Hoay Lo dia pernah menggunakan uang itu untuk

menebus nyawanya, dia menganggap uang itu adalah hasil

rampasan, rampokan pihak lawannya karena itu tidak mau

menyanggupi permintaannya dan turun tangan menghukum mati

dia orang.

Setelah itu dalam anggapannya dia ingin pergi kekota Tiang An

untuk mengambil uang tersebut guna dibagikan kepada orang-

orang miskin, karena perubahan yang terjadi berulang kali,

maksudnya ini tidak terlaksana terus tidak di sangka ini hari ternyata

uang itu tidak sampai terampas oleh bajingan-bajingan toosu di atas

kuil Sam Cing Koan.

"Sungguh suatu urusan yang aneh" teriak Wi Lian In keheranan,

"Uang kertas ini bisa memperoleh uang sebesar lima belas laksa

tahil kenapa mereka tidak mau"

"Ehmm" Ti Then segera memasukkan uang itu ke dalam sakunya

kembali. "Inilah keteledoran mereka, kau jangan berteriak keras-

keras sehingga mereka bisa tahu urusan ini"

Dengan perlahan Wi Lian In mengangguk. ujarnya dengan suara

yang amat lirih sekali.

"Mereka mengurung kita ditempat ini entah bermaksud hendak

menggunakan cara apa membereskan kita?"

"Semoga saja tidak memotong daging kita untuk di jual sebagai

makanan."

"Kau jangan omong sembarangan" teriak Wi Lian In dengan

amat terperanyat. "Mereka bukannya sedang membuka kedai gelap.

buat apa potong daging kita untuk dijual ??"

"Selain itu tidak terpikir oleh ada alasan apa lagi mereka mau

tangkap kita, jika ditinyau dari keadaan biasanya setelah mereka

merampas uang kita tentu membunuh sekalian kita sehingga bersih"

"Dan terbukti kini dia tidak membunuh kita, tentu ada maksud-

maksud lainnya..." sambung Wi Lian In segera.

"Tidak mungkin-. tidak dia menawan kita sebagai sandera untuk

memeras ayahmu"

"Bagaimana kau bisa tahu?"

"Aku percaya di dalam kuil itu pasti ada Toosu yang memiliki

kepandaian silat, sedang ketika kita masuk ke dalam kuil untuk

menginap secara gegabah sudah lapor nama kita, mereka kalau

sudah tahu kalau kau adalah putrinya Pek Kiam Pocu, sekali pun

nyalinya mereka lebih besar pun belum tentu berani melakukan

pekerjaan ini."

Wi Lian In yang merasa perkataan dari Ti Then sangat berasalan

sekali, tanpa terasa sudah mengangguk.

"Tidak salah.. karena itu turun tangan membinasakan diri kita

tetapi mereka sama sekali tidak turun tangan terhadap kita"

"Itulah sebabnya" seru Ti Then sambil kerutkan alisnya rapat-

rapat. "Kita tidak bisa paham soal ini ..Hmm. Aku sudah tahu, tentu

Tosu-toosu dari kuil Sam Ciang Koan ini adalah anak buah dari si

anying langit rase bumi" Air muka Wi Lian In segera berubah sangat

hebat.

"Berdasarkan hal apa kau berani memastikan kalau mereka

adalah anak buah dari si anying langit rase bumi??"

"Anak buah dari si anying langit rase bumi sangat banyak sekali

dan meliputi berbagai golongan, apa lagi tempat ini dengan istana

Thian Teh Kong jaraknya sangat dekat sekali, karena Toosu-toosu

dari kuil san Cing Koan ini pasti anak buah dari si anying langit rase

bumi mereka tahu si rase bumi Bun Jen Cu sudah menantang

ayahnya untuk bertanding, maka dari kini mereka tawan kita

terlebih dahulu kemudian memaksa ayahmu untuk mengaku kalah"

Air muka Wi Lian In segera berubah menjadi pucat pasi, dengan

nada amat cemas serunya.

" Kalau benar begitu, kita harus cepat- cepat berusaha untuk

melarikan diri dari sini"

Dengan perlahan Ti Then mengangguk, mendadak ujarnya

dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara.

"Ada orang datang, kita cepat- cepat berbaring ke tanah pura-

pura masih belum sadar" dengan meminyam kesempatan dia tidak

bersiap siaga kita turun tangan menguasai dirinya"

Selesai berkata dengan mengambil tempat seperti semula Ti

Then jatuhkan diri berbaring kembali.

Wi Lian In pun dengan cepat ikut berbaring ketempat semula.

Baru saja mereka selesai berbaring, pintu besi diluar tangga batu

itu sudah terbuka kemudian disusul dengan suara gesekan pintu

yang amat panjang, seorang berkerudung hitam dengan membawa

makanan berjalan turun ke bawah.

Manusia berkerudung ini seluruh badannya memakai pakaian

berwarna hitam, selain dari potongannya bisa dilihat kalau dia

adalah seorang lelaki sampai kira- kira berusia berapa tahun pun

tidak tahu.

Dia berjalan turun ke bawah tangga batu yang terakhir,

kemudian berhenti kurang lebih empat depa dari tempat dimana Ti

Then sekalian berbaring, setelah memandang beberapa waktu ke

arah Ti Then serta Wi Lian In yang berbaring di atas tanah,

mendadak dia mengeluarkan suara tertawanya yang amat dingin.

"He. Hee.. kalian sungguh-sungguh belum sadar kembali?"

Selesai berkata dia bungkukkan badannya meletakkan makanan

yang dibawanya itu ke atas tanah, kemudian putar badannya siap

pergi dari sana.

Mendadak Ti Then meloncat bangun tangannya dengan dahsyat

melancarkan satu cengkeraman maut mengarah pinggang pihak

lawannya, serangan ini dilakukan bagaikan kilat cepatnya tetapi

ketika berada kurang lebih lima enam cun dari pihak lawannya

tubuhnya sudah tertahan oleh rantai yang mengikat pinggangnya.

Agaknya manusia berkerudung hitam itu telah tahu kalau Ti Then

tidak akan sanggup mencengkeram dirinya, karena itu sengaja dia

tidak menghindar bahkan berdiri tegak tidak bergerak sedikit pun

juga, ujarnya sambil tertawa aneh.

"Suatu ilmu cengkeraman yang amat bagus, jikalau tadi aku

terkena cengkeramanmu itu pasti sekerat dagingku akan hilang"

Ti Then betul-betul dibuat amat gusar sekali, telapak kanannya

ditarik sedang kakinya mendadak melancarkan satu tendangan kilat

mengancam lambung pihak lawannya. orang berkerudung hitam itu

sekali lagi tertawa terbahak-bahak, dia mundur setengah langkah ke

belakang menghindarkan diri dari tendangan tersebut, ejeknya lagi:

"Tendanganmu kali ini juga tidak jelek. hanya kurang panjang

sedikit ha ha ha..." Ditengah suara tertawanya yang amat keras dia

mulai melangkah naik ke atas tangga-tangga batu itu untuk pergi.

"Berhenti" Bentak Ti Then dengan amat gusar.

Orang berkerudung hitam itu sama sekali tidak mau menggubris

dan meneruskan langkahnya menaiki tangga-tangga batu itu,

setelah melewati pintu besi lantas ditutupnya pintu itu dengan amat

keras.

Saking gusarnya hampir-hampir Ti Then merasakan dadanya

mau meledak dibuatnya, makinya dengan amat gusar:

"Bajingan pengecut, cucu kura-kura, Kenapa kalian tidak mau

bicara lebih jauh lagi?"

"Sudah. . sudahlah. . tidak usah memaki lagi" ujar Wi Lian In

sambil bangkit duduk. "Aku lihat mereka pasti anak buah dari si

anying langit rase bumi"

"Hmm, jika aku berhasil meloloskan diri dari sini, pasti kubunuh

mereka satu persatu" seru Ti

Then dengan amat gemas. "Jika dilihat bentuknya, dia bukan

Toosu-toosu itu."

Ti Then dengan berdiam diri duduk kembali ke tempat semula,

sesudah menghembuskan napas panjang-panjang barulah ujarnya:

"Tempat ini kemungkinan sekali bukan berada dikuil Sam Cing

Koan itu .."

"Dan ruangan bawah tanah ini bukan ruang bawah tanahnya kuil

Sam Cing Koan?" Tanya

Wi Lian In dengan amat terperanyat.

"Mungkin kita sudah berada di dalam istana Thian Teh Kong."

Sekali lagi Wi Lian In dibuat terperanyat oleh perkataan ini.

"Tidak mungkin, agaknya kita belum begitu lama jatuh pingsan."

"Bagaimana kau bisa tahu kalau kau belum jatuh pingsan sangat

lama? Mungkin kita sudah tidak sadarkan diri beberapa hari

lamanya, kemudian mereka membawa kita dari kuil Sam Cing Koan

ke dalam istana Thian Teh Kong."

Berbicara sampai di sini, dia mengambil makanan yang baru saja

dikirim itu ujarnya lagi.

"Coba kau lihat, makanan ini jauh lebih bagus dari makanan yang

kita temui sewaktu berada di dalam kuil Sam Cing Koan, tempat ini

pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu" Dengan perasaan amat terkejut

bercampur ragu-ragu teriak Wi Lian In lagi:

"Jikalau tempat ini adalah istana Thian Teh Kong, tadi orang itu

kenapa harus berkerudung?? si rase bumi Bun Jin Cu kenapa tidak

turun kemari untuk bertemu muka dengan kita??"

"Dia mungkin sengaja memperlihatkan kemisteriusannya, dia

pikir mau menyiksa kita terlebih dulu".

"Hey. ." Wi Lien in menghela napas panjang. "Kelihatannya untuk

melarikan diri kita akan mengalami kesulitan.

“Lain kali jika dia kirim santapan buat kita lagi, aku harus carikan

satu akal buat menawan dia”

Mendengar perkataan itu Wi Lian In tertawa pahit.

“Jika dia tidak mau berjalan mendekati kita, bagaimana kita bisa

menawan dirinya?”

“Aku punya akal, mari sekarang kita makan dulu”

Dia bangkit berdiri dan mengambil makanan itu ke hadapan Wi

Lian In, ketika dilihatnya makanan itu sangat lezat kelihatannya

tanpa terasa dia sudah tertawa.

“Coba kau lihat makanan itu jauh lebih enak daripada makanan

yang kita temui sewaktu berada di kuil Sam Cing Koan, aku berani

bertaruh tempat ini pasti bukan kuil Sam Cing Koan itu”

Agaknya Wi Lian In tidak bernapsu untuk bersantap, dengan

wajah amat murung ujarnya.

“Coba kau katakan, kau punya akal apa untuk menawan orang

berkerudung itu?”

Ti Then tidak mau langsung memberikan jawabannya, dia

mengambil semangkok nasi, ujarnya kemudian sambil tertawa:

“Makan kenyang dulu, setelah itu aku baru beritahukan

kepadamu”

“Aku tidak bernapsu”

“Tidak makan kenyang mana ada tenaga untuk menawan

musuh? Cepat makan, cepat makan!”

Wi Lian In segera merasa kalau perkataannya sedikit pun tidak

salah, dengan paksakan diri dia pun mengambil nasi untuk makan.

Ti Then yang dikarenakan sudah mem punyai cara untuk

menawan musuh hatinya sangat gembira sekali, satu mangkuk nasi

belum berapa lama sudah habis disikat olehnya.

Wi Lian In yang melihat dia bersantap dengan begitu

bernapsunya segera mengangsurkan nasinya yang masih separuh

ke hadapan wajahnya, ujarnya dengan manya.

“Aku tidak habis, kau tolonglah aku habiskan nasi yang masih

separuh ini”

Dengan perlahan Ti Then gelengkan kepalanya.

Jika kau tidak mau habiskan nasi itu maka aku tidak mau

beritahukan bagaimana caranya menawan pihak musuh”

“Aku sungguh-sungguh tidak bernapsu untuk bersantap”

“Bagaimana juga kau harus makan”

Wi Lian In menjadi agak gemas dibuatnya.

“Hmmm, kau mau paksa aku?”

“Sekarang kau baru tahu?” balas tanya Ti Then sambil tertawa

terbahak-bahak.

Dalam hati Wi Lian in tahu dia berbuat demikian karena takut dia

menderita kelaparan karena itu memaksa dia untuk berdahar, tanpa

terasa hatinya merasa terhibur juga, sehingga tanpa dia sadari nasi

yang masih ada separuh mangkuk di dalam sekejap saja sudah

disikat hingga ludas.

Agaknya dia sangat ingin sekali mengetahui caranya Ti Then

hendak menawan musuh, sambil membersihkan mulutnya dia

berkata.

“Sudah selesai, ayoh sekarang beritahukan padaku kau mau

menggunakan cara apa untuk menawan orang berkerudung itu?”

“Menggunakan cambuk”

“Darimana kau mendapatkan cambuk itu?” Tanya Wi Lian In agak

melengak.

Ti Then segera melepaskan ikat pinggangnya dan memegang

ujung dari ikat pinggang tersebut, sedikit tangannya digetarkan

seketika itu juga ikat pinggang yang amat lemas menjadi kuat

bagaikan seekor naga yang sedang menari.

Ujarnya sambil tertawa.

“Inilah cambuk, bajingan tadi bilang kakiku tidak cukup panjang,

sekarang cambuk ini cukuplah panjang buat menawan dirinya”

Melihat itu Wi Lian In menjadi amat girang sekali.

“Permainan ini adalah ilmu andalan dari si rase bumi Bun Jin Cu,

kau juga bisa?”

Sekali lagi Ti Then menggerakkan ikat pinggangnya.

“Dulu aku belum pernah mempelajari ilmu ini tetapi di dalam

keadaan yang terpaksa mungkin masih bisa memperoleh sandaran”

Wi Lian In menjadi amat girang sekali.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 19.1: Terjebak dalam lautan api

"Bagus sekali, sewaktu kau mengenakan ikat pinggang ini

menggulung sepasang kakinya aku segera kirim satu pukulan ke

badannya"

Dengan perlahan Ti Then mengangguk.

"Betul sekali" sahutnya tertawa, "Kita harus bekerja sama dengan

sangat erat, sekarang kau berdirilah di sana biar aku coba-coba

terlebih dulu."

Wi Lian In menurut dan berdiri ditempat dimana dia tidak dapat

mundur kembali, ujarnya:

"Kau harus berlatih hingga betul-betul bisa menggulung

sepasang kakiku kemudian menarik seluruh tubuhku kearahmu

sana."

Perkataan "sana" baru selesai di katakan mendadak terasa

olehnya pandangannya menjadi kabur, pinggangnya terasa

mengencang seperti juga dililit oleh seekor ular, seluruh badannya

meninggalkan permukaan tanah melayang menuju kearah Ti Then.

Dengan gerakan yang amat gesit Ti Then membuang ikat

pinggangnya ke atas tanah kemudian sepasang tangannya

menerima tubuhnya yang ramping kecil itu dan memeluknya dengan

amat kencang.

Dengan mengambil kesempatan itu dengan amat mesranya dia

kirim satu ciuman ke atas pipinya, ujarnya dengan perlahan. "Apa

betul begitu??"

Saking malunya seluruh wajah Wi Lian In berubah menjadi

merah dadu, kepalanya segera disusupkan ke atas dada Ti Then

bersamaan pula kepalannya dengan perlahan-lahan memukuli

badan Ti Then.

"Kau jahat, aku tidak mau. ." serunya sambil tertawa malu-malu.

Ti Then memeluk badannya semakin kencang lagi. "Sejak dulu aku

sudah bilang aku lebih jahat dari Hong Mong Ling."

"Ehmm..jika kau sebut namanya lagi aku tidak mau perduli kau

lagi."

Ti Then angkat kepalanya kembali, dia segera berganti dengan

bahan pembicaraan yang lain.

"Sekarang entah waktu siang atau malam?"

"Mungkin sudah tengah malam. "

"Kalau begitu kita harus tunggu beberapa jam lagi bajingan itu

baru datang kembali."

"Jikalau misalnya secara tiba-tiba si rase bumi Bun Jin Cu datang

kemari kau punya maksud untuk berbuat bagaimana?" tanya Wi

Lian In tiba-tiba.

"Kita harus melihat bagaimana sikapnya terhadap kita terlebih

dulu, jikalau dia punya maksud untuk turun tangan membinasakan

kita, terpaksa kita harus turun tangan untuk mengadu jiwa, kalau

tidak lebih baik kita jangan banyak bergerak secara gegabah."

"Jika bisa berhasil menawan dia bukankah sangat bagus sekali,

kenapa lebih baik berdiam saja??" tanya Wi Lian In lagi.

"Kepandaian silat dari si rase bumi Bun Jin Cu bukankah kau

sudah melihat sendiri, jika mau menggunakan ikat pinggang ini

untuk menawan dia mungkin tidak terlalu mudah."

"Tetapi jikalau orang berkerudung itu bukan seorang yang

terpenting, buat apa menawan dirinya??"

"Aku lihat manusia berkerudung itu bukanlah seorang yang tidak

terpenting, jikalau tidak penting kenapa dia harus mengerudungi

wajahnya."

"Masih ada lagi, jikalau dibadannya tidak membawa kunci dari

rantai ini bagaimana??"

" Kalau begitu jika si rase bumi Bun Jin Cu mau menolong nyawa

dia, harus memberikan kuncinya kepada kita."

"Apa mungkin si rase bumi Bun Jin Cu mau melepaskan kita

hanya untuk menolong nyawa orang anak buahnya?"

Ti Then segera angkat bahunya.

"Benar, dia tidak akan melepaskan kita hanya untuk menolong

nyawa seorang anak buahnya, tetapi di dalam keadaan seperti ini

selain kita harus mencoba untuk menggunakan cara itu, apa kau

punya cara yang lain lagi??"

Wi Lian In juga tidak terpikirkan cara yang lebih bagus lagi,

terpaksa dia menghela napas panjang, kemudian menundukkan

kepalanya rendah-rendah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Kurang lebih sesudah lewat tiga jam lamanya, apa yang

ditunggu-tunggu Ti Then selama ini sudah muncul. Terdengar suara

pintu besi diluar dibuka kemudian suara langkah seseorang yang

semakin lama semakin mendekat bergema datang.

Ti Then segera kirim tanda kepada Wi Lian In, sepasang tangan

ditekuk di depan dadanya padahal tangan kanannya secara diam-

diam masuk ke dalam sakunya mengambil keluar ikat pinggangnya

dan siap untuk turun tangan.

Wi Lian In pun segera bergeser ke depan dan duduk di sebelah

kanan dari Ti Then, dia cudah bersiap sedia untuk turun tangan

menotok jalan darah pihak musuhnya begitu ikat pinggang dari Ti

Then berhasil meliliti pinggang lawannya.

Pada saat kedua orang itu baru saja selesai bersiap sedia, pintu

besi sudah terbuka dan masuklah orang berkerudung hitam tadi.

Pada tangannya dia membawa sebuah tong kayu yang besar

agaknya tempat itu sengaja dikirim buat Ti Then berdua membuang

kotoran.

Dia menuruni terus tangga-tangga batu itu, sesudah meletakkan

tong besar itu ke atas tanah dari dalamnya diambil keluar dua

mangkuk nasi dan diletakkan ditempat di mana Ti Then berdua tidak

bisa maju lagi. sesudah mengambil kembali mangkuk- mangkuk

kosong yang terdahulu, dia baru mendorong tong besar itu ke

depan, gerak geriknya amat hati-hati dan teliti sekali agaknya dia

terus menerus bersiap sedia terhadap todongan Ti Then yang

mendadak.

Ti Then yang melihat dia amat waspada dan tidak gampang

untuk turun tangan, di dalam hatinya diam-diam merasa amat

cemas sekali, ujarnya kemudian sambil tertawa:

"Saudara terus menerus tidak mau beritahukan alasan kenapa

menawan kami berdua, agaknya di dalam hal ini ada sebab-sebab

tertentu, tetapi ada satu hal tentunya saudara mau menyawabnya

dengan berlega hati bukan, sekarang waktu apa?"

Orang berkerudung hitam itu mengambil kembali kedua buah

mangkuk yang kosong itu, tertawanya dengan seram.

"Buat apa kalian menanyakan soal itu??" ujarnya dingin.

"Ingin tanya saja, kami di kurung di dalam tempat ini sudah

beberapa lamanya?"

"Sekarang waktu pasang lampu, kalian sudah jatuh tidak

sadarkan diri selama satu malam"

"Ooh kiranya sudah satu hari satu malam" seru Ti Then agak

tertahan "Lalu apa saudara juga tidak mau beritahu alasan apa

kalian mau menawan kami??"

"Belum sampai waktunya" jawab manusia berkerudung itu

singkat.

"Aku tahu sekarang, kalian tentu sedang menanti Wi Pocu datang

memenuhi janyi kemudian baru jatuhi hukuman kepada kita, bukan

begitu??"

Manusia berkerudung itu segera memperlihatkan senyumannya

yang amat misterius.

"Sedikit pun tidak salah" sahutnya dingin.

"Sekarang si rase bumi Bun Jin Cu apa berada di sini?" Tanya Ti

Then lagi.

"Benar" sahut orang berkerudung itu singkat.

" Kenapa dia tidak mau turun bertemu muka dengan kami??"

"Jika kalian pengen mati juga tidak perlu begitu cepat- cepat,

pada saat dia bertemu muka dengan kalian berarti juga waktu kalian

untuk meninggalkan dunia ini."

"Aku tahu dia pasti benci sekali kepada diriku karena aku sudah

bunuh suaminya" ujar Ti Then tertawa.

Manusia berkerudung hitam itu hanya tertawa dingin saja,

kemudian putar tubuhnya pergi dari situ.

Tangan kanan Ti Then segera melayang mengebutkan ikat

pinggang yang sudah disiapkan ditangannya itu, laksana seekor ular

raksasa yang baru keluar dari dalam gua bagaikan kilat cepatnya

meluncur ke depan.

"Plaakk" dengan amat tepat sekali ikat pinggang itu melilit

seluruh pinggang dari manusia berkerudung hitam itu

Orang berkerudung hitam itu menjadi sangat terperanyat,

dengan cepat dia berusaha melepaskan diri dari lilitan tersebut,

tetapi pada saat yang bersamaan itu pula seluruh tubuhnya berhasil

ditarik meninggalkan permukaan melayang kearah Ti Then.

Wi Lian In segera melayang ke depan melancarkan satu totokan

yang dahsyat menghajar jalan darah Ling Thay Hiat di bagian

punggungnya, karena itu ketika tubuhnya orang berkerudung hitam

itu terjatuh ke atas tanah dia sudah tidak bertenaga lagi untuk

bergerak.

Kiranya jalan darah "Ling Thay Hiat" sekali pun merupakan salah

satu jalan darah kematian di dalam tubuh manusia tetapi asalkan

turun tangan tidak terlalu berat tidak akan sampai mencabut nyawa

orang tersebut, karena Wi Lian In masih ingin menggunakan dia

sebagai sandera untuk memaksa si rase bumi Bun Jin Cu

melepaskan dia serta Ti Then karena itu dia tidak membinasakan

orang tersebut.

Dengan cepat Ti Then bergerak kembali menambahi orang itu

dengan satu totokan kembali pada jalan darah kakunya, seperti baru

saja mendapatkan harta kekayaan dengan cepat dia seret orang itu

ke samping.

"Cepat geledah badannya" seru Wi Lian In dengan suara yang

lirih.

Dengan cepat Ti Then mengulur tangannya merogoh ke dalam

saku orang berkerudung itu, tetapi walau pun sudah diperiksa

setengah harian lamanya tetap tidak menemukan sesuatu apa pun,

tanpa terasa lagi dia merasa sedikit kecewa.

"Hmm dia sungguh-sungguh

dengusnya dengan cemas.

tidak

membawa

kunci

itu."

Wi Lian In tidak mau ambil diam, tangannya dengan cepat

merampas kain kerudungnya itu sehingga terlihatlah suatu wajah

yang ramah dan gagah, sedikit pun tidak nampak tanda-tanda

pernah berbuat jahat sedang usianya sudah berada di atas lima

puluh tahunan. Tidak terasa lagi dia menjadi melengak.

"Orang ini aku tidak kenal, apa kau kenal dengan dia orang?"

"Aku juga tidak kenal, sungguh aneh sekali. ." seru Ti Then

sambil gelengkan kepalanya.

"Benar" sambung Wi Lian In lagi dengan air muka penuh

perasaan ragu-ragu "Kalau dia memangnya tidak kenal dengan kita,

kenapa harus mengerudungi wajahnya??" Ti Then segera menggigit

kencang bibirnya:

"Sekarang aku punya suatu perasaan, kemungkinan sekali orang

ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu itu"

Wi Lian In agak tertegun mendengar keterangan ini.

"Ooh. . bagaimana bisa bukan?"

"Pertama, jika orang ini betul- betul anak buah dari si rase bumi

Bun Jin Cu, tidak ada alasan buat dia untuk mengerudungi

wajahnya, kedua, pertama kali dia datang kemari sepatah kata pun

dia tidak mau berbicara, tetapi ketika kedatangannya kali ini dengan

amat cepatnya dia sudah mengaku sebagai anak buah dari si rase

bumi Bun Jin Cu, hal ini membuktikan bahwa setelah mereka

melihat kita sudah salah menganggap dia sebagai anak buahnya si

rase bumi Bun Jin Cu untuk menutupi asal usulnya yang

sesungguhnya dia sudah mengakui dengan cepat"

"Jika orang ini bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu, lalu

siapakah dia? Apa tujuannya menawan kita di sini?" tanya Wi Lian

In dengan perasaan amat terkejut bercampur heran.

" Cepat kita sadarkan kemudian paksa dia untuk berbicara."

Tetapi .. baru saja mereka membalikkan badan manusia

berkerudung hitam itu untuk bersiap menyadarkan dirinya, pintu

besi di atas tangga-tangga batu itu mendadak tanpa mengelearkan

sedikit suara pun sudah muncul kembali dua orang manusia. Tidak

salah, dua manusia berkerudung hitam.

Pada tangan ke dua orang manusia berkerudung hitam itu

masing-masing membawa seperangkat busur serta anak panah dan

berdiri berjajar di atas tangga batu itu, sikapnya amat dingin dan

kaku mirip sekali dua setan yang baru saja keluar dari neraka.

Melihat hal itu air muka Ti Then segera berubah sangat heran,

dengan cepat dia lintangkan badan manusia berkerudung hitam itu

ke depan Wi Lian In serta dirinya, kiranya dia mau menggunakan

tubuh manusia berkerudung hitam itu sebagai tameng dari serangan

anak-anak panah, ujarnya dengan tertawa dingin:

"Jika kalian berani lepaskan anak panah untuk memanah kami,

maka yang binasa adalah dia terlebih dulu".

Kedua orang manusia berkerudung hitam itu tidak mengucapkan

sepatah kata pun, mereka masing-masing mulai mempersiapkan

anak panahnya masing-masing, terdengarlah salah satu diantara

mereka berdua dengan suara yang amat dingin dan kaku berkata:

" Kalian mau lepaskan orang itu tidak??"

"Jika kalian mau melepaskan kami pergi, maka kami juga akan

melepaskan orang ini"

"Kalau tidak?" ejek manusia berkerudung hitam itu sambil tak

henti-hentinya memperdengarkan suara tertawanya yang amat

dingin

" Kalau tidak. kami minta dia menemani kami mati"

" Kalian tidak akan kami jatuhi hukuman mati, asalkan kalian mau

lepaskan dia maka kalian bisa menanti di sini dengan tenang."

"Menanti apa?" desak Ti Then cepat.

"Menanti sesudah usaha kita mencapai keberhasilan maka kalian

segera akan mendapatkan kebebasan juga."

"Kalian bukan anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu bukan?"

"Benar atau bukan sekarang kalian tidak perlu tahu."jawab orang

berkerudung hitam itu keras.

"Aku mau tahu."

Mendadak orang berkerudung hitam itu terbahak-babak dengan

amat keras. "Tetapi siapa yang mau beritahu kepada kalian??"

Ti Then segera menuding kearah orang berkerudung hitam yang

berada ditangannya. "Dia bisa beritahu kepada kami" sahutnya

dingin.

Suara tertawa dari manusia berkerudung hitam itu mendadak

berhenti, sepatah demi sepatah ujarnya dengan suara berat:

"Kalian bila tidak lepaslan dia kembali maka kalian akan

mendapatkan suatu pelajaran yang lain dari pada yang lain, kalian

lihat saja"

"Suatu perlakukan yang bagaimana??" tanya Ti Then dengan

wajah dingin sedang mulutnya tidak hentinya memperdengarkan

suara tertawa yang amat menusuk telinga.

" Kalian tidak mungkin akan memperoleh makan"

Ti Then angkat kepalanya tertawa terbahak-bahak.

"Tetapi jika kami berdua mati kelaparan, kalian

menggunakan apa untuk berjual beli dengan diri Wi Pocu??"

mau

"Tidak lama lagi Wi Ci To akan memperoleh berita dari kami,

sedang urusan kita dengan dia pun bisa di selesaikan di dalam lima

hari ini, kalian tidak makan tidak akan sampai membuat kalian mati

kelaparan, hanya saja suatu penderitaan yang agak berat akan

menimpa diri kalian, buat apa kamu semua memaksa untuk

merasakan penderitaan tersebut??"

"Sebenarnya kalian sedang mengadakan jual beli apa dengan Wi

Pocu?"

" Kalian tunggu saja dan tanya sendiri dengan Wi Ci To" jawab

orang berkerudung itu dingin.

"Baiklah" sahut Ti Then kemudian sambil angkat bahunya.

"Jika kawanmu memang tidak mau berbicara biarlah aku pergi

tanya Wi Pocu sendiri sudah bertemu muka"

Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mendengus dengan amat

dinginnya. " Kalian betul- betul tidak mau melepaskan dia?"

"Tidak"

Orang berkerudung hitam itu menjadi betul- betul gusar

dibuatnya.

"Heee... hee.. kau bangsat cilik agaknya tidak takut mati

kelaparan tetapi apa benar-benar merasa tega melihat nona Wi

menderita kelaparan???"

"Kalian tldak perlu ikut merasa kuatir, nonamu tidak akan

menderita kelaparan" sambung Wi Lian In dengan dingin.

"Tidak urung kalian tidak bisa lolos dari sini, buat apa mencari

gara-gara??"

Ti Then tidak mau kalah, segera dia pun menuding kearah orang

berkerudung hitam yang berhasil ditawan itu.

"Temanmu ini juga tidak akan solos dari cengkeramanku, apa

kalian tidak ingin menolong nyawanya"

Dari sepasang mata orang berkerudung hitam itu segera

memancarkan sinar yang amat tajam dan buas sekali, serunya

dengan gemas.

"Kau bangsat cilik jangan harap bisa mendapatkan berita seperti

apa yang kalian inginkan"

"Kau bukanlah dia, kenapa dia tidak mau menyawab semua

pertaayaanku???" ejek Ti Then sambil tertawa.

Orang berkerudung hitam itu tidak mau menyawab lagi, dia

melirik sekejap kearah temannya yang berada disisinya, kemudian

mereka berdua mulai menarik busurnya mengarah ulu hati dari

manusia berkerudung hitam yang berada di depan diri Ti Then.

Tiba-tiba .... mereka mulai melepaskan anak panah itu.

Jarak mereka tak lebih hanya lima depa saja, karena itu

meluncurnya dua buah anak panah itu bagaikan kilat cepatnya.

Ti Then sama sekali tak menduga pihak lawannya begitu teguh

untuk melenyapkan nyawa kawannya sendiri Ketika dilihatnya kedua

buah anak panah itu meluncur datang sebetuinya dia mau

menyingkirkan orang berkerudung itu ke samping, tapi ketika

teringat bilamana dia membawa orang berkerudung itu menyingkir

ke samping maka Wi Lian In yang ada di belakangnya akan

mengalami bencana, karena itulah disaat yang amat keritis itu dia

tetap ragu-ragu dan tidak bergerak sedikit pun dari tempat semula.

Sedang meluncurnya kedua batang anak panah itu pun amat

cepat, di dalam sekejap mata saja terdengarlah . . "Bluk . . . bluk..."

kedua batang anak panah itu dengan tepat menghajar ulu hati dari

orang berkerudung itu. Melihat hal ini Ti Then menjadi sangat

gusar.

"Bajingan bangsat, kalian sungguh amat kejam."

Orang berkerudung hitam itu hanya memperdengarkan suara

tertawanya yang amat aneh, lama sekali baru ujarnya.

"Sekarang kalian sudah tidak dapat memaksa dia untuk

mengucapkan kata-kata lagi, bagaimana kalau mayatnya

kembalikan kepada kami?"

Ti Then takut sesudah mayat itu dilemparkan kembali kepada

mereka, lantas mereka melancarkan serangan kembali terhadap

dirinya berdua karena itu dia tak mau melepaskan tamengnya dari

orang berkerudung tersebut.

Ketika orang berkerudung bitam itu melihat mereka tak mau

mengembalikan mayat tersebut, segera angkat kepalanya tertawa-

tawa.

"Baiklah jikalau kalian merasa sangat tertarik terhadap mayat

tersebut, biarlah aku tinggalkan di sini untuk kalian dahar

dagingnya"

Selesai berkata dia putar badan sambil menarik kawan di

sebelahnya untuk meninggalkan tempat itu.

Terlihatlah mereka mulai menaiki tangga-tangga batu itu sesudah

menutup kembali pintu besi dan menguncinya kembali terdengar

suara langkah kakinya semakin lama semakin jauh.

Lama sekali Ti Then berdiri tertegun di sana, kemudian baru

meletakkan kembali mayatnya ke atas tanah.

"Dugaanku ternyata tidak salah." ujarnya sambil menghela napas

panjang. "Ternyata mereka bukan anak buah dari si rase bumi Bun

Jin Cu."

Wi Lian In pun bergeser ke samping tubuh Ti Then, ujarnya

sambil memandang mayat tersebut dengan pandangan terperanyat.

"Sungguh kejam, untuk menyaga rahasia mereka ternyata

dengan tidak sayang turun tangan jahat membinasakan kawannya

sendiri, di dalam dunia ini ternyata masih ada manusia yang tidak

berprikemanusiaan"

"Dari hal ini sudah bisa diketahui kalau sekali pun mereka harus

mengorbankan dirinya pun tetap berjuang terus sampai mencapai

pada tujuannya...memeras ayahmu."

"Tetapi tidak tahu mereka mau Tia menyanggupi ucapannya?"

"Hmm, mereka pasti sedang ayahmu untuk menyerahkan

semacam barang"

"Betul, otak pimpinan dari orang orang yang menawan kita kali

ini pastilah orang yang sudah melakukan jual beli dengan Hu Pocu"

Air muka Wi Lian In segera berubah hebat.

"Tidak salah. . pasti dia orang, sedang manusia berkerudung ini

tentu anak buahnya semua"

Dia segera bangkit berdiri dan berjalan bolak balik di sana,

ujarnya lagi dengan perasaan murung:

"Bagaimana sekarang baiknya??"

"Bilamana ayahmu sudah setuju untuk menyerahkan barang itu

berarti kesempatan buat kita untuk hidup masih ada, tetapi. ."

"Kau pikir Tia bisa serahkan barang itu tidak?" potong Wi Lian In

dengan cepat.

" Untuk menolong nyawa kita mungkin dia mau, tetapi bukankah

karena kita berdua sudah menyusahkan ayahmu?."

"Tetapi kita tidak bisa meloloskan diri dari sini"

Dengan berdiam diri Ti Then memandangi mayat yang ada di

atas tanah itu dengan mata melotot, mendadak seperti baru saja

teringat akan sesuatu hal mendadak dia mencabut keluar dua

batang anak panah yang tertancap di dalam tubuh orang

berkerudung itu, serunya dengan sinar mata penuh gembira:

"Dua batang anak panah ini, mungkin bisa bantu kita untuk

meloloskan diri" Semangat Wi Lian In segera timbul kembali.

"Benar" serunya kegirangan, "Kita gunakan kedua batang anak

panah ini sebagai senyata rahasia dan berusaha membinasakan

mereka."

"Tidak. sekali pun kita berhasil membinasakan mereka untuk

meloloskan diri tetap tidak bisa."

"Kalau tidak, kau bermaksud berbuat bagaimana ???" tanya Wi

Lian In tertegun.

Ti Then segera memperendah suaranya.

"Kita gunakan kedua batang anak panah ini untuk membongkar

tiang besi yang tertanam di dalam tanah.

"Apa bisa??" tanya Wi Lian to ragu-ragu.

"seharusnya bisa. ."

"Tetapi, jika sewaktu kita sedang membongkar tiang besi ini

mendadak mereka masuk lagi, lalu. ."

"Tidak mungkin" potong Ti Then segera.

"Baru saja mereka menghantarkan nasi buat kita makan, di

dalam dua tiga hari ini mungkin mereka tidak akan datang lagi"

Pandangan Wi Lian In menjadi bersinar kembali.

" Kalau memang demikian, mari kita mulai bekerja, tetapi entah

harus bekerja berapa hari baru bisa membongkar tiang besi ini?"

"Jika di bawah tiang besi ini masih ada besi yang melintang di

dalam tanah, paling cepat mungkin kita harus bekerja satu hari

penuh baru bisa"

Wi Lian In segera mengambil satu batang anak panah dari

tangan Ti Then kemudian mulai berjongkok di bawah tiang besinya

dan mulai turun tangan bekerja.

Ti Then pun mulai bekerja untuk membongkar tiang besi itu,

ujarnya dengan suara perlahan:

"Hati-hati sedikit, jangan sampai ujung anak panah itu menjadi

putus"

Demikianlah bagaikan kilat cepatnya mereka bekerja terus

menggali tanah itu untuk berusaha membongkar tiang besi yang

mengikat mereka, tidak kurang satu jam kemudian mereka sudah

berhasi menggali tanah itu sedalam dua depa lebih.

Tapi semakin mereka bekerja semangatnya semakin berkobar,

karena tanah itu tidaklah keras, sehingga Ti Then tidak perlu

menggunakan ujung panah, cukup dengan telapak tangan saja

sudah bisa bekerja.

Ketika mereka sudah mencapai kurang lebih tiga depa dalamnya

mendadak terasa oleh mereka ujung anak panahnya terbentur

dengan suatu barang yang amat keras. Wi Lian In segera menjerit

keras. "Ada batu"

"Tidak salah, memang batu." seru Ti Then kegirangan. " Kenapa

kau malah kegirangan?"

Ti Then dengan menggunakan ujung anak panahnya

membersihkan pasir yang ada disekeliling batu itu kemudian telapak

tangannya ditusuk keujung pinggiran batu seketika itu juga sebuah

batu yang amat besar sudah terangkat dari dalam tanah. Ujarnya

sambil tertawa:

"Bukankah demikian satu persatu kita singkirkan batu ini jauh

lebih cepat daripada harus membongkar tanah itu?"

Wi Lian In ketika melihat perkataannya sedikit pun tidak salah dia

menjadi amat girang.

"Bagus sekali, jika demikian adanya kita bisa membongkar tiang

besi itu jauh lebih cepat lagi"

Ti Then sudah mendorong batu pertama ke samping segera

bungkukan badan mendorong kembali batu yang kedua. . ketiga.

.ke empat.

Tidak sampai satu jam kemudian mereka sudah berhasil

membongkar permukaan tanah sekitar tiang besi itu seluas lima

depa dengan dalam lima enam depa ditambah lagi sejumlah tiga

puluh buah batu besar sudah berhasil dikeluarkan dari dalam tanah.

"Tiang besi itu sungguh panjang sekali kenapa masih belum

teriihat dasarnya?" Tanya Wi Lian In kemudian-

"Mungkin sudah hampir.."

Dikarenakan rantai yang mengikat badan mereka hanya

sepanjang tiga depa ke sananya mereka harus bekerja sambil

membungkukkan badannya rendah- rendah, sesudah membongkar

sedalam satu depa kemudian ternyata tidak salah lagi, mereka

sudah dapat melihat ujung sebelah dalam dari tiang besi itu dan

dugaan Ti Then sertikit pun tidak salah, pada ujung tiang besi itu

dihubungkan lagi dengan empat tiang besi yang melintang.

Keempat tiang besi yang melintang itu ada sebesar batang

pedang panjangnya, setiap tiang besi ada tiga depa lebih dengan

mendatar lurus di dalam tanah, tidak tahu tiang itu dihubungkan

dengan tempat mana lagi.

Ti Then segera merangkul tiang besi itu dan menggoyangkannya

beberapa kali dengan sekuat tenaga, alhasil tiang besi itu kelihatan

sedikit mengendor, tanpa terasa lagi dia mengerutkan alisnya rapat-

rapat.

"Tidak bisa jadi, kita harus membongkar permukaan tanah ini

lebih lebar lagi sehingga keempat tiang besi yang melintang itu bisa

diangkat keluar."

"Jika kita begitu, mungkin kita harus bekerja satu hari lagi baru

bisa lolos" seru Wi Lian In murung

"Kita sekarang sudah bekerja dua jam lamanya mungkin

sekarang sudah tengah malam buta,jika kita teruskan pekerjaan ini

sekarang juga mungkin ketika cuaca menjadi terang kembali seluruh

pekerjaan kita sudah selesai, ayoh, cepat turun tangan."

Demikianlah mereka berdua segera melanjutkan kerjanya

kembali menggali tanah di bawah tiang besinya masing-masing.

Ti Then yang bekerja deagan amat giat hanya di dalam beberapa

waktu saja sudah berhasil membongkar permukaan tanah

sepanjang tiga depa dan saat itulah dia sudah tidak bisa bekerja

kembali karena rantai yang mengikat badannya sudah tidak dapat

mau kembali.

Ini merupakan suatu persoalan yang paling berat, rantai yang

mengikat badannya mereka hanya sepanjang tiga depa saja, di

tambah dengan lengannya paling banyak juga hanya mencapai

sejauh empat lima depa dari tempatnya, untuk lebih maju lagi

sudah tentu tidak mungkin.

Wi Lian In bekerja jauh lebih perlahan tetapi ketika dilihatnya

keadaan Ti Then yang tidak dapat melanjutkan pekerjaan itu tanpa

terasa dia pun berhenti, ujarnya sambil menghela napas panjang:

"Bagaimana??"

Sepasang mata dari Ti Then mengeluarkan sinar yang amat

tajam, dia membuang anak panah itu dan memundurkan diri ke

samping tiang besinya itu tubuhnya sedikit berjongkok ke bawah

sepasang tangannya dtngan kencang mencekal tiang itu dan

menariknya dengan sekuat tenaga.

"Kraaak . . . ." terdengar suara yang amat nyaring bergema

memenuhi seluruh ruangan itu, tiang besi itu patah menjadi dua

bagian oleh tenaga tarikan dari Ti Then ini.

Melihat kejadian ini Wi Lian In menjadi amat girang. "Kekuatan

sakti, coba kita cabut yang lainnya lagi."

Ti Then segera putar tubuhnya menuju kearah tiang besinya

sesudah mencoba mencabutnya berulang kali akhirnya dengan

timbulkan suara yang amat nyaring tiang besi itu pun putus juga .

Perasaan girang yang meliputi seluruh hati Wi Lian In semakin

memuncak. Kita putuskan satu tiang lagi, kita segera akan lolos dari

sini".

"Tidak bisa, tidak bisa" jawab Ti Then dengan napasnya yang

ngos-ngosan seperti kerbau. "Biar aku istirahat sebentar, aku sudah

kerahkan semua tenagaku kini badanku betul- betul terasa amat

lelah."

"Kalau begitu biar aku yang coba mencabut"

Dia segera putar badannya. sepasang tanganya dengan erat-erat

mencekal tiang besi itu, kuda-kudanya diperkuat mendadak dengan

seluruh tenaganya dia mencabutnya ke atas, tetapi sekali pun sudah

kerahkan tenaga penuh tiang besi tersebut hanya sedikit bengkok

saja.

Ti Then segera tarik napas panjang-panjang. "Mari kita coba

dengan bergabung."

Sambil berkata tubuhnya pun ikut masuk ke dalam liang,

sepasang tangannya dengan erat mencekal tiang besi itu,

bersamaan pula tenaga mereka berdua dikerahkan ke luar, tanpa

banyak rewel lagi tiang ketiga itu pun berhasil dipatah menjadi dua

bagian.

Kini masih tersisa satu tiang lagi, tetapi mereka saat ini betul-

betul sudah kehabisan tenaga, jangan dikata untuk mencabutnya

hanya untuk mendorong saja mereka sudah merasa tidak kuat.

Mereka berhenti sebentar untuk istirahat, setelah itu sekali lagi

dicobanya dan kali ini ternyata berhasil.

Tiang besi yang terakhir ini pun berhasil mereka patahkan

menjadi dua bagian.

Tetapi hal ini bukanlah berarti mereka sudah lolos dari

kesukaran, karena waktu sekarang dibadan mereka masih ada

rantai yang mengikat badan mereka, sedang rantai itu dengan amat

kuatnya terikat di atas tiang besi itu, jika mereka ingin lolos dari

ruang bawah tanah itu terlebih dahulu harus dapat menerjang pintu

besi itu, bahkan sekali pun mau terjang itu pintu besi dibadan

mereka masing-masing pun tetap harus membawa sebuah tiang

besi yang amat banyak. dengan membawa tiang besi yang amat

berat.

Berat tiang besi itu saja sudah ada dua ratus kati, jikalau diluar

sana sudah bersiap-siap musuh dalam jumlah yang amat banyak.

dengan membawa tiang besi yang demikian beratnya apa mereka

bisa meloloskan diri?"

Mereka berdua tampak duduk beristirahat sebentar, ujarnya Wi

Lian In pada saat itu

"Bagaimana kalau kita

menggunakan tiang besi ini?"

terjang

pintu

besi

itu

dengan

"Jangan, tunggu sebentar . ." seru Ti Then sambil gelengkan

kepalanya.

"Masih mau tunggu apa lagi?"

"Kita tangsal perut terlebih dahulu baru cari akal."

Dia bangkit berdiri dan mengambil kedua mangkuk nasi yang

dihantar oleh dua orang berkerudung hitam itu, sambil memberikan

satu mangkuk nasi kepada Wi Lian In ujarnya sambil tertawa.

"Jika mau adu jiwa kita juga harus makan kenyang dulu, bukan

begitu?"

Wi Lian In hanya tersenyum saja sambil menerima mangkuk nasi

itu, tidak lama kemudian dia sudah menyikat habis nasi tersebut.

Selesai bersantap mereka berdua baru bangkit berdiri, ujar Ti

Then sambil tertawa. "Sudah, sekarang kau mulai berteriak." . Wi

Lian menjadi melengak. "Apa?"

"Dari pada harus menggunakan tiang besi ini untuk mendobrak

pintu besi tersebut, lebih baik kita pancing mereka datang untuk

membukakan pintu buat kita."

Wi Lian In segera merasa cara ini sedikut pun tak salah, dia

menjadi amat girang sekali.

"Bagus" serunya "Biar aku mulai berteriak . . . Ehmm, tunggu

sebentar . . ."

"Ada apa?"

Mendadak wajah Wi Lien In berubah menjadi merah dadu, dia

menundukkan kepala rendah-rendah kemudian ujarnya malu: "Tidak

mengapa aku hanya ingin . . ."

"Kau ingin berbuat apa?" tanya Ti Then melengak.

Dengan gemasnya Wi Lian In mendepakkan kakinya ke atas

tanah, sahutnya dengan malu malu.

"Aku tidak ingin berbuat apa-apa, aku hanya ingin . . ingin..."

Ti Then yang melihat jawabannya terputus-putus tanpa terasa

sudah tertawa terbahak-bahak.

"Kau ingin apa cepat katakaniah, buat apa sungkan??"

"Kau . . kau.. berdirilah menghadap ke sana." sera Wi Lian In

dengan perasaan amat malu. "Jangan bergerak yaah, jangan

menoleh tahu tidak"

Seketika itu juga Ti Then menjadi paham, segera dia memutar

tubuhnya membelakangi dirinya dan berdiri tidak bergerak sedikit

pun juga. "Sudahlah, sekarang silahkan"

Agaknya Wi Lian In masih merasa tidak lega hatinya ujarnya lagi.

"Kau jangan mengintip yeah, kalau tidak. . kalau tidak aku pukul

kau"

"Baik, baiklah, sekarang silahkan cepat"

Wi Lian In barulah mulai melepaskan ikat pinggang dan

pakaiannya untuk berjongkok menyelesaikan urusan pribadinya,

sebentar kemudian dengan perasaan malu dia sudah bangkit berdiri

kembali.

"Sudahlah sekarang bagaimana kalau aku mulai berteriak??"

tanyanya sambil tersenyum malu.

"Baik, sekarang mulai berteriak."

"Harus berteriak bagaimana??"

"Bagaimana pun boleh, asal bisa memancing mereka datang

kemari."

"Bagaimana kalau aku berteriak ngeri?"

"Baiklah" sahut Ti Then sambil tertawa.

Demikianiah Wi Lian In lantas berteriak ngeri dengan amat

panjang dan kerasnya, suara itu penuh diliputi oleh perasaan yang

amat takut, kesakitan seperti baru saja digigit oleh setan.

Ti Then pun segera memungut dua buah potongan tiang besi

tadi, sambil mengangsurkan kepada kepada Wi Lian In ujarnya lagi:

"Bawa barang ini, nanti bisa kita gunakan sebagai pengganti

pedang"

Wi Lian In segera menerimanya dan disisipkan ikatan

pinggangnya, kemudian bersama-sama dengan Ti Then mengangkat

tiang besi itu, siap menerjang kearah pintu-pintu besi tersebut.

Dengan pusatkan seluruh perhatian mereka bersiap sedia, tetapi

lama sekali tidak terdengar juga adanya orang yang menuruni

tangga-tangga batu itu, tanpa terasa dia menjadi ragu-ragu.

"Kenapa?? kenapa mereka belum datang juga ??"

"Sttt, jangan berbicara"

"Bagaimana kalau aku berteriak lagi?"

"Tidak perlu, mereka pasti akan datang."

Ternyata dugaan dari Ti Then sedikit pun tidak salah, baru saja

dia selesai berbicara dari depan pintu besi itu sudah terdengar suara

langkah dua orang yang berjalan dari kejauhan mulai mendekati

tempat tersebut. Kemudian disusul dengan suara dibukanya kunci

besi itu.

Ti Then yang mengangkat ujung tiang yang berada di depan

segera sedikit mengangguk memberi tanda kepada Wi Lian In,

setelah itu dengan memperingan langkah masing-masing mereka

mulai berjalan menaiki tangga batu itu siap menerjang keluar.

"Kraaaak..." suara yang smat nyaring bergema, pintu besi itu

perlahan-lahan mulai membuka.

Yang muncul tidak lain adalah dua orang berkerudung hitam

yang tadi, tetapi begitu mata mereka terbentur dengan Ti Then

serta Wi Lian In yang berdiri di belakang pintu sambil mencekal

tiang besi tersebut saking terperanyatnya mereka sudah berteriak

tertahan, salah satu diantara mereka segera menyambar ujung

pintu siap untuk di tutup kembali.

Tetapi baru saja tangannya mencapai pinggiran pintu itu, Ti Then

serta Wi Lian In dengan masing-masing mengeluarkan suara

bentakan yang amat nyaring dengan mencekal tiang besi itu sudah

menerjang ke luar dari sana.

Berat tiang besi itu ada dua ratus kati di tambah dengan tenaga

dorongan mereka berdua sudah cukup sebetulnya untuk menerjang

sebuah pintu kota, apa lagi hanya pintu besi yang kecil.

Jika orang sampai kena terjang tiang ini tidak urung seketika itu

juga akan binasa ditempat, karenanya orang-orang berkerudung

hitam itu dengan amat gugupnya sudah meloncat ke samping untuk

menghindarkan diri.

Demikianiah Ti Then beserta Wi Lian In dengan tanpa perduli

keadaan disekelilingnya sudah menerjang keluar dari pintu besi itu

dengan masih membawa tiang besi yang amat berat.

Diluar pintu besi itu merupakan sebuah rumah yang terbuat dari

tanah liat di dalamnya bertumpuk-tumpuk barang-barang

pertanyan, sekali pandang saja sudah tahu rumah itu merupakan

sebuah gudang pertanyan yang biasanya digunakan untuk

menyimpan gandum serta alat-alat bertani.

Ketika Ti Then serta Wi Lian In melihat keadaan ditempat itu

tanpa tarasa lagi sudah menjadi melengak, tetapi mereka tidak

berhenti sampai di sana ketika dilihatnya kedua orang berkerudung

hitam sudah meloncat keluar dari rumah itu itu mereka pun segera

menerjang terus keluar dari sana.

Saat ini cuaca menunjukkan hampir terang tanah, keadaan

disekeliling tempat itu masih gelap gulita, tetapi pada saat mereka

sudah berada diluar rumah itu sekali pandang saja mereka sudah

melihat tempat itu adalah sebuah tanah lapang yang biasanya

digunakan untuk menjemur padi.

Pada permulaan ketika mereka dikurung di dalam ruangan di

bawah tanah di dalam otak mereka masing-masing terus menerus

memikirkan di tempat manakah sekarang mereka berada, semula

mereka mengira sudah berada diruang bawah tanahnya istana

Thian Teh Kong akhirnya tahu juga kalau dugaan mereka salah,

tetapi mereka sama sekali tidak menduga kalau mereka sudah

berada dirumah seorang petani.

Bagaimana bisa di rumah seorang petani?

Jilid 19.2 : Janyi menjadi suami istri

Baru saja mereka berdua merasa terkejut dan heran mendadak

terdengarlah suara desiran angin yang amat tajam, tampak dua

batang anak panah dengan amat dahsyatnya sudah meluncur

secara diam-diam kearah mereka.

Sabatang anak panah mengancam Ti Then sedang sebatang

lainnya mengancam Wi Lian In.

Ti Then segera bungkukkan badannya ke bawah tiang hesi yang

ada ditangan kanannya dengan tepat memukul kearah anak panah

tersebut, bersamaan pula bentaknya dengan cemas.

“Lian In, hati-hati”

Dengan kecepatan yang luar biasa Wi Lian In segera mencabut

tiang besinya pula untuk memukul jatuh anak panah yang

mengancam badannya.

“Cepat mundur ke dalam rumah!” serunya keras.

Baru saja dia selesai berkata tampak dua batang anak panah

dengan mengeluarkan sambaran angin yang amat tajam meluncur

kembali mengancam mereka berdua.

Sekali lagi mereka pukul jatuh anak-anak panah itu.

Terdengar Ti Then berteriak dengan amat keras.

“Mereka berada di ujung rumah di sebelah depan, cepat kita

serang ke sana!”

“Jangan!” seru Wi Lian In dengan amat cepat, “Kita mundur

kembali ke dalam rumah saja, lebih baik kita cari kampak untuk

putuskan rantai-rantai ini”

Ti Then segera merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,

akhirnya bersama-sama dengan Wi Lian In dengan tergesa-gesa

mereka mengundurkan diri ke dalam rumah itu dan menutup rapat-

rapat pintunya, setelah meletakkan tiang besi itu ke atas tanah

mereka mulai mencari alat untuk memutuskan rantai-rantai

tersebut.

Tetapi sekali pun sudah mencari disekeliling rumah itu tetap tidak

tampak adanya kampak, tetapi ditemuinya sebuah cangkul.

Ti Then segera mengambil cangkul tersebut, ujarnya dengan

cepat kepada Wi Lian In:

“Cepat berjongkok, biar aku coba”

Wi Lian In menurut omongannya dan berjongkok lantas

meletakkan rantainya ke atas tanah.

“Criiiing!” terdengar suara yang amat nyaring bergema diseluruh

ruangan disertai dengan percikan bunga-bunga api, ujung cangkul

itu sedikit bengkok tetapi rantainya tetap utuh tidak cedera sedikit

pun juga.

“Tidak ada gunanya, cangkul itu tidak berguna” seru Ti Then

sambil membuang cangkul itu ke atas tanah.

“Kurang ajar” teriak Wi Lian In dengan amat gusar, “Di sini

terdapat begitu banyak alat-alat tetapi sebuah kampak pun tidak

kelihatan”

“Tentu sudah disembunyikan oleh mereka, mari kita terjang lagi

keluar, bagaimana kalau kita cari di dalam rumah yang lain?”

“Mereka melancarkan serangan dari tempat kegelapan, sukar

buat kita untuk berjaga-jaga, lebih baik untuk sementara kita

menunggu di sini saja sampai terang tanah”

“Begitu

pun juga boleh” sahut Ti Then kemudian sambil

mengangguk sesudah berpikir sebentar. “Agaknya mereka cuma

dua orang saja, baiklah kita tunggu sampai terang tanah baru turun

tangan bereskan mereka.”

“Gelegar . . !” mendadak suara yang amat keras bergema

memenuhi seluruh ruangan , kiranya pintu kayu depan rumah itu

sudah mulai diserang dengan menggunakan batu-batu cadas yang

amat besar sehingga menggetarkan dengan amat kerasnya.

“Hmmm..” Ti Then tertawa dingin tak henti-hentinya. “Coba kau

lihat mereka malah berani menyerang kita”

“Kelihatan sekali kepandaian slat mereka tidak seberapa,

bilamana berani merusak pintu untuk menyerang kita Iebih baik kita

tutup jalan mundurnya terlebih dahulu kemudian baru kita tangkap

dari dalam.”

“Betul” seru Ti Then tertawa.

“Bluuuk..!” Sekali lagi suara pintu kayu yang terkena gempuran

batu besar.

“Mari kita palangkan tiang besi ini di belakang pintu kayu itu”

Seru Ti Then

dengan suara perlahan. ” Jika kita melihat mereka menyerang

masuk segera angkat tiang besi itu biar mereka jatuh tersungkur”

Wi Lian In menjadi amat girang sekali.

“Pendapat yang amat bagus.”

Mereka berdua satu di sebelah kiri yang lain di sebelah kanan

berjongkok didekat pintu kemudian palangkan itu tiang besi di

depan pintu untuk menanti dengan amat tenangnya.

Sebuah batu besar mengenai pintu rumah itu lagi membuat pintu

tersebut menjadi patah dua bagian dan terpentang ke samping.

Terdengar orang berkerudung hitam itu dengan suaranya yang

tertawa seram.

“Hey bocah cilik cepat keluar dan menyerah tanpa melawan,

kalau tidak kalian

akan merasakan siksaan yang sangat berat”

Ti Then tertawa terbahak-bahak dengan amat kerasnya.

“Kalian punya kepandaian apa saja silahkan gunakan keluar, aku

sekalian sudah siap sedia untuk minta petunjuk.”

“Jika kau bangsat

menggelinding keluar. “

cilik

ingin

hidup

lebih

lama

cepat

“Aku tidak ingin hidup, kalian masuklah” jawab Ti Then sambil

tertawa nyaring.

“He.. . he .. he.. . kalian sungguh-sungguh sudah ambil

keputusan untuk mati didaIam rumah itu?” Tanya orang

berkerudung hitam itu sambil tertawa aneh.

“Benar.”

“Bagus, lohu akan memenuhi harapan kalian”

Selesai dia berbicara mendadak terlihatlah segumpal bayangan

hitam melayang menuju ke atas atap rumah tersebut.

Kiranya setumpuk rumput kering adanya.

Selesai melemparkan rumput kering itu disusul dengan desiran

anak panah berapi meluncur kearah rumput kering tersebut,

agaknya rumput itu semula sudah diberi minyak karena itu begitu

terkena api segera terbakar dengan amat besarnya.

Kiranya mereka punya maksud untuk membakar Ti Then berdua

di dalam rumah batu itu.

Ti Then sama sekali tidak menyangka nereka bisa berbuat begitu,

ketika dilihatnya api berkobar dengan amat besarnya dia merasa

amat terperanyat, dengan tergesa-gesa dia meloncat keluar sedang

kakinya dengan melancarkan satu tendangan kilat menendang

rumput-rumput kering yang berapi itu.

Tendangan itu dilancarkan bagaikan kilat cepatnya karena itu

tidak sampai melukai kakinya.

Siapa tahu kedua orang berkerudung yang berada diluaran ketika

melihat dia melancarkan tendangan kilat menyingkirkan rumput-

rumput kering tersebut, empat telapak mereka segera melayang

melancarkan satu serangan dahsyat.

Terasalah segulung angin serangan yang amat dahsyat bagaikan

menggulungnya ombak besar ditengah samudra menggulung tak

henti-hentinya kearah rumput kering itu membuat api yang sedang

berkobar bergolak dengan dahsyatnya melayang kembali ke dalam

rumah itu.

Ti Then yang badannya masih terikat oleh rantai membuat

gerakannya tidak leluasa lagi, karenanya dia tidak sanggup untuk

melancarkan serangan juga memukul balik rumput-rumput kering

itu, di dalam keadaan yang amat gugup diambilnya cangkul yang

menggeletak di atas tanah kemudian menyambut datangnya

rumput-rumput kering itu.

Sambarannya kali ini membuat rumput-rumput kering itu menjadi

tersebar keempat penjuru dan jatuh di tiang-tiang pintu yang

terbuat dari kayu, seketika itu juga rumput-rumput kering yang

berapi itu mulai membakar apa yang ditemuinya.

Wi Lian In dengan cepat mengambil sebuah karung goni dan

dipukul-pukulkan ke atas tanah dimana api mulai berkobar.

Tetapi baru saja mereka selesai memadamkan api itu tampak

segumpal rumput kering serta sebatang anak panah berapi

melayang kembali ke dalam, seketika itu juga rumah tersebut

terbakar kembali.

Ti Then menjadi amat gusar sekali, makinya.

“Anak jadah cucu kura-kura, Lian In ayoh kita terjang keluar saja

adu jiwa dengan mereka”

“Baik, kita bunuh mereka semua”

Kedua orang itu segera menerjang keluar, sambil membentak

keras mereka menerjang keluar dari rumah itu dengan ditangan kiri

dan tangan kanan mereka masing-masing membopong sebuah tiang

besi.

Kedua orang berkerudung hitam ketika melihat mereka

menerjang bersamaan waktunya melancarkan satu serangan

dengan menggunakan anak panah mereka kemudian bersama-sama

menyatuhkan diri ke samping bersembunyi ditempat kegelapan.

Di dalam sekejap mata saja ada dua batang anak panah lagi

meluncur dari arah Barat serta Utara menyerang ke tubuh Ti Then

serta Wi Lian In dengan amat cepatnya.

Kiranya mereka tidak berani bertempur berhadap-hadapan

dengan Ti Then,

kini mereka hendak menggunakan kelemahan dari Ti Then yang

harus membopong tiang besi untuk melancarkan serangan

mendesak dirinya.

Ti Then dengan amat gusarnya membentak keras, mendadak dia

melemparkan tiang besi yang dibawanya dan melayangkan

tangannya menyambut datangnya sambaran anak panah itu,

kelihatannya dia hendak menggunakan anak panah itu sebagai

senyata rahasia untuk balas melancarkan serangan kepihak musuh.

Wi Lian In pun segera berbuat sama dengan diri Ti Then, hanya

sayang mereka berdua tidak bisa melihat dengan jelas tampat

persembunyian mereka berdua karenanya serangan balasan mereka

dengan menggunakan anak panah itu tidak sampai mencapai pada

sasarannya.

Dengan kecepatan bagaikan kilat Ti Then memungut kembali

tiang besi itu kemudian bentaknya :

“Bunuh dulu binatang yang ada di sebelah Timur, ayoh jalan.”

Mereka berdua dengan masing-masing menggotong tiang besi itu

dengan cepat berlari menuju kesudut sebelah Timur, tetapi ketika

sampai ditempatnya ternyata tidak tampak bayangan musuh.

Sedang pada saat yang bersamaan pula dari belakang tubuh mereka

meluncur datang dua batang anak panah membokong diri mereka.

Mereka berdua dengan cepat putar tubuhnya memukul jatuh

anak panah itu, ketika memandang ke atas tampaklah kedua orang

berkerudung hitam itu sudah berdiri di atas atap dua buah rumah.

Dengan amat gusarnya Ti Then membentak keras.

“Kalau kalian betul-betul punya nyali turunlah, kita tentukan di

atas permainan senyata”

“Ha ha ha ... .jangan cemas” teriak manusia berkerudung hitam

itu sambil tertawa terbahak-bahak, “Sebelum kucing menghabiskan

tikus hasil mangsanya seharusnya dipermainkan dulu sampai puas"

Ti Then segera menaungut anak panah yang terjatuh ke atas

tanah itu dan disambit kembali kearah orang itu, bentaknya:

“Ayo gelinding turun dari sana.”

Anak panah itu meluncur lebih dari pentangan busur tetapi begitu

orang berkerudung hitam itu melihat Ti Then melayangkan

tangannya tubuhnya dengan cepat menyingkir ke samping beberapa

depa jauhnya kerena itu dengan sangat mudah sekali dia berhasil

menghindarkan serangan tersebut.

Manusia berkerudung hitam lainnya segera membalas serangan

itu dengan memanahkan sebatang anak panah kearahnya,

demikianlah saat itu juga antara

pihak terjadilah suatu pertempuran panah yang amat seru sekali.

Mendadak ujar Wi Lian In dengan suara perlahan.

“Jangan disambit kembali”

Waktu itu Ti Then baru saja menangkap sebatang anak panah

dan siap disambit

kembali, mendengar perkataan itu dia menjadi tertegun.

“Kenapa ?” tanyanya.

Dengan suara yang amat Iirih sehingga hampir-hampir tidak

terdengar sahut Wi Lian In:

“Anak panah yang mereka bawa sudah tidak banyak lagi, asalkan

kita terus menerima saja menanti setelah anak panah mereka habis,

mereka tidak akan mengapa-apakan kita lagi.”

“Betul” seru Ti Then tertawa. “Labih baik kita maju beberapa

langkah ke depan untuk pancing mereka memanah lebih banyak

lagi.”

Mereka berdua lantas maju dua langkah ke depan dan berdiri

ditepi lapangan untuk penjemuran padi itu.

Kedua orang berkerudung hitam itu ketika melihat mereka

berdua bukannya mencari tempat bersembunyi bahkan malah

munculkan kini segera memanahkan anak panahnya terus menerus.

Dengan amat gesitnya Ti Then mau pun Wi Lian In meloncat

kekanan kekiri untuk menghindarkan diri dari serangan tersebut,

walau pun ditangan mereka harus mengangkat sebuah tiang besi

yang amat berat tetapi tidak sebuah pun anak-anak panah itu

mangenai badan mereka.

Tidak lama kemudian anak panah dari kedua orang berkerudung

hitam itu sudah tinggal tidak seberapa banyak lagi.

“Ha ha ha ha .. . . bagaimana?” Ejek Ti Then tertawa terbahak

bahak.

“Terang-terangan kalian tidak bisa mengapa-apakan kami, aku

lihat Iebih baik kalian turun saja ke sini untuk bergebrak”

Kedua orang berkerudung hitam itu tidak memberikan

jawabannya barang sekejap

pun, mereka saling bertukar

pandangan kemudian secara tiba tiba bersama-sama menyatuhkan

diri ke belakang wuwungan rumah dan lenyap tanpa bekas.

Wi Lian In menjadi melengak dibuatnya.

“Hmmm.. entah mereka berdua menggunakan permainan setan

apa lagi?”

“Tidak usah takuti mereka, cuma dua orang saja bahkan hari

pun hampir terang tanah apa pun yang bakal terjadi kita tidak usah

takuti lagi”

“Dekat dekat sini agaknya tidak ada rumah petani yang kedua,

entah tempat manakah ini?”

Baru saja Ti Then mau memberi jawabannya mendadak terasalah

olehnya dari belakang tubuhnya ada sambaran angin tajam yang

membokong dirinya dengan cepat dia bungkukkan badannya sedang

tiang besi yang ada ditangannya di balik melancarkan tangkisan.

“Traaaaang . “ suara benturan besi segera bergema disusul

dengan percikan bunga api memenuhi angkasa.

Secara diam-diam kedua

munculkan diri di belakang

orang

berkerudung

itu

sudah

badan mereka berdua, kali ini ditangan masing-masing mencekal

sebuah golok besar kelihatannya mereka punya maksud untuk

beradu tenaga dengan diri Ti Then berdua.

Ti Then sesudah berhasil menangkis pergi serangan golok pihak

musuhnya, tubuhnya dengan cepat berputar balik, tiang besi

ditangannya ditekan ke atas kemudian secara tiba-tiba menyerang

kearah orang berkerudung hitam yang sedang membokong diri Wi

Lian In itu.

Serangannya ini dilancarkan bagaikan kilat cepatnya, hanya

sayang ditangan kirinya harus menggendong tiang besi yang amat

berat bahkan Wi Lian In yang ada di sampingnya tidak bisa

menyesuaikan diri dengan gerakannya karena itu serangan yang

dilancarkan ini tidak sampai pada tubuh pihak musuhnya dan

mencapai sasaran yang kosong.

Kedua orang berkerudung hitam itu sama-sama tertawa aneh,

satu dari sebelah

kiri yang lain dari sebelah kanan bersama-sama mengangkat

goloknya melancarkan serangan kembali, tetapi mereka tidak berani

langsung menyerang berhadap-hadapan dengan diri Ti Then, setiap

serangan mereka pasti ditujukan pada tempat-tempat yang sukar

bagi Ti Then untuk bergerak.

Semula di dalam anggapan Ti Then asalkan pihak lawannya mau

turun tangan dengan dia maka dirinya dengan amat mudah bisa

menggunakan ilmunya yang amat sakti untuk membinasakan

mereka berdua, tetapi sekarang sesudah bergebrak beberapa jurus

banyaknya dia baru merasa kalau keadaannya tidak semudah apa

yang dipikirkan semula.

Ketika dilihatnya Wi Lian In diserang dan dipaksa berada di

dalam keadaan amat bahaya, segera serunya dengan gugup:

“Lian In, lepaskan tiang besi itu dan duduklah.”

Wi Lian In yang mendengar perkataan itu segera tahu kalau Ti

Then siap menggunakan sikap tenang untuk menguasai lawannya,

karena itu dia lantas meletakkan tiang besi itu ke atas tanah dan dia

sendiri tanpa ragu-ragu lagi duduk ke atas tanah.

Ti Then

pun ikut duduk, merekti berdua duduk dengan

punggung menempel

punggung sedang tangannya yang lain

memutarkan tiang besi itu untuk melindungi dirinya sendiri dari

serangan pihak musuh, demikianlah mereka dengan amat

mudahnya berhasil memunahkan setiap serangan musuh.

Kedua orang berkerudung hitam itu menyerang kembali

beberapa saat lamanya ketika dilihatnya mereka tidak sanggup

melukai diri Ti Then berdua, salah satu diantara orang berkerudung

hitam itu segera memberi tanda dan mereka berdua dengan tidak

banyak cakap lagi mengundurkan diri ke belakang kemudian

melenyapkan diri di balik kegelapan.

“Mungkin mereka mau melepaskan panah-panah lagi, mari kita

mundur ke bawah tembok pojokan sana untuk menghindarkan diri

dari bokongan pihak musuh.”

Siapa tahu sekali pun mereka sudah menunggu setengah jam

lamanya tetap tidak mendengar sedikit gerakan apa pun.

“Heran...” Seru Wi Lian In ragu-ragu.

“Apa mereka sudah tahu sukar lantas mengundurkan diri?”

“Aku kira tidak mungkin, mereka pasti tidak akan melepaskan

kita dengan begini saja, mereka tentu sedang mempersiapkan suatu

penyerangan kembali”

Dengan dinginnya Wi Lian In mendengus.

“Aku tidak percaya mereka bisa melancarkan penyerbuan dengan

cara yang lain lagi.”

“Aku hanya tahu mereka tidak lepas tangan begitu saja, untuk

menutup penyamaran mereka..... “

Perkataannya belum selesai mendadak di sekeliling rumah petani

itu bergema

Suara percikan yang amat keras disusul berkobarnya lautan api

yang amat dahsyat.

Lautan api itu muncul dari empat penjuru rumah pertanyan itu,

hanya di dalam sakejap mata saja gulungan api yang amat dahsyat

menggulung ketengah udara dan menge pung semua tempat.

Jelas sekali kedua orang berkerudung hitam itu secara diam-diam

sudah menyiram sekeliling tempat itu dengan minyak bakar

kemudian menyulut api sehingga membuat api itu baru mulai saja

sudah berkobar begitu dahsyatnya, hanya di dalam sekejap mata

saja kedua buah rumah itu sudah terbakar menjadi abu.

Air muka Wi Lian In segera berubah amat hebat, teriaknya

dengan amat terperanyat.

“Celaka mereka mau bakar kita hidup-hidup.”

Selamanya Ti Then punya nyali yang amat besar dan tidak

pernah kacau pikirannya menghadapi berbagai mara bahaya, tapi

kali ini ketika dilihatnya empat penjuru semuanya merupakan lautan

api yang berkobar-kobar dengan amat dahsyatnya, air mukanya

tanpa terasa berubah memucat juga, teriaknya dengan gemas:

“Kurang ajar, seharusnya sejak tadi aku

mereka bisa melakukan pekerjaan ini”

punya pikiran kalau

“Kalau begitu kita cepat-cepat mundur ke liang ruang bawah saja

untuk bersembunyi” teriak Wi Lian In dengan amat cemasnya.

“ Tidak bisa, walau pun ruang bawah tanah itu tidak sampai

terbakar tetapi kita bisa dipanggang sampai mati.”

Pikiran Wi Lian In menjadi amat kacau, serunya dengan gemetar.

“Lalu bagaimana baiknya?”

“Terjang keluar.”

“Tidak mungkin, empat penjuru merupakan lautan api bagaimana

kita bisa terjang keluar ? Lebih baik kita bersembunyi di dalam

ruang bawah tanah itu saja?”

“Tidak bisa.”potong Ti Then dengan tegas, “Kita tidak bisa

bersembunyi di dalam ruang bawah tanah itu lagi..mari ikuti diriku!”

Dia mengangkat tiang besinya kembali bersama-sama dengan Wi

Lian In mereka Iari keluar dari rumah itu menuju ketengah lapangan

penjemur padi.

Di depan Iapangan penjemuran padi tidak terdapat barang apa

pun, karena api yang berkobar di sebelah sana agak lemah, jilatan

api tidak lebih hanya enam tujuh depa tingginya.

Pada jarak kurang Iebih tiga kaki dari tembok api itu Ti Then

menghentikan langkahnya.

“Mari kita meloncat dari sebelah sini saja.”serunya.

Wi Lian In menjadi terkejut bercampur gugup.

“Dengan menyeret tiang besi yang begitu beratnya apa mungkin

bisa meloncat keluar?” serunya.

“Bisa, gunakan saja tiang besi itu untuk meloncat keluar,

demikian saja, kita

Masing-masing menggendong satu pojokan kemudian Iari ketepi

tembok lautan api itu kemudian menancapkan ujung yang lain ke

atas permukaan tanah, dengan meminyam kekuatan ini kita

layangkan badan keluar dari lingkungan tersebut”

Sambil berkata dia member contoh kepada diri Wi Lian In.

Melihat hal itu Wi Lian In menjadi amat terkejut bercampur

girang.

“Cara ini sedikit pun tidak jelek, hanya saja kalau tidak berhasil

badan kita pasti akan terjatuh ke dalam lautan api”

“Betul” seru Ti Then tersenyum pahit, “Tetapi selain ini tidak ada

cara lain lagi”

“Baiklah, daripada mati lebih baik kita tempuh bahaya ini saja,

tetapi...”

“Tetapi kenapa?”

Wajah dari Wi Lian In mendadak berubah menjadi merah dadu,

dengan perasaan amat malu ujarnya.

“Waktu itu sewaktu masih ada di kuil Sam Cing Koan kau pernah

bilang suka padaku, entah itu sungguh-sungguh atau tidak?”

Ti Then sama sekali tidak menduga di saat-saat yang begitu kritis

dan membahayakan jiwa mereka dia sekali lagi mengungkit urusan

ini membuat di dalam hati diam-diam merasa amat geli juga.

“Sudah tentu sungguh-sungguh” serunya sambil mengangguk.

Wi Lian In dengan perlahan mengangkat kembali wajahnya yang

telah memerah itu, tanyanya lagi dengan perasaan malu bercampur

girang.

“Kalau begitu, kau punya rencana untuk meminang aku tidak?”

“Sudah

tentu”

sekali

lagi

Ti

Then

mengangguk,

“Tetapi....sekarang aku kira bukan waktunya untuk membicarakan

soal ini..”

“Tidak” potong Wi Lian In dengan serius, “Sekarang adalah

waktu yang paling tepat untuk membicarakan soal ini, jika kau mau

meminang aku maka sekarang juga aku sudah menganggap kau

sebagai suamiku, dengan demikian jikalau kita sampai mati tertelan

oleh lautan api itu kita mati juga sebagai suami istri”

“Kalau kita tidak jadi mati?” tanya Ti Then lagi.

“Kalau begitu dari kedudukan sebagai suami istri kita undurkan

sebagai calon suami istri, nanti setelah Tia setuju kita baru resmikan

upacara ini”

Ti Then menjadi sangat girang sekali.

“Baik, kalau begitu bagus sekali”

“Perlu kita berlutut untuk upacara?”

“Sesukamu” sahut Ti Then tertawa.

“Kalau begitu kita berlutut menghadap ke langit” seru Wi LIan In

sambil tertawa malu, “Sesudah sembahyang dengan langit dan bumi

kita masing-masing saling member hormat, bagaimana?”

“Bagus sekali!”

--

33

Mereka berdua segera berlutut menghadap ke sebelah selatan

dan menghormat kepada langit dan bumi setelah itu bangkit berdiri

dan saling memberi hormat lagi.

Saat itu Wi Lian In betul-betul merasa amat girang sehingga

tanpa bisa dicegah lagi dia sudah menubruk ke dalam pelukan Ti

Then dan mengucurkan titik air mata kegirangan.

Mereka berdua saling berpeluk dengan eratnya, masing-masing

tidak ada yang buka suara untuk memecahkan kesunyian yang

nikmat tersebut.

Api yang berkobar disekeliling mereka semakin lama semakin

membesar dan akhirnya disekitar tempat itu pun mulai terbakar

dengan dahsyatnya.

Lama sekali baru kelihatan Ti Then dengan perlahan mendorong

badannya ke samping.

“Mari, sekarang kita lompati tembok lautan api ini”

Mereka berdua dengan tidak banyak cakap masing-masing

mencekal satu ujung tiang besi itu kemudian bersama-sama

mengangkatnya.

“Ayoh jalan” bentaknya disusuI tubuhnya bergerak menerjang ke

depan.

SeteIah berlari sampai ditepian tembok api itu mereka segera

meletakkan ujung yang satu dari tiang besi itu ke atas tanah

kemudian membentak Iagi :

“Naik!”

Tubuh mereka bersama-sama meloncat ke atas dengan

meminyam kesempatan sewaktu tiang itu berdiri mereka bersama-

sama meIepaskan ujung tiang besi sehingga dengan begitu tubuh

mereka pun ikut melayang ke atas.

Tiang besi itu sebetulnya ada enam depa panjangnya ditambah

dengan panjang rantai tiga depa karenanya sekali loncat mereka

bisa mencapai setinggi sembilan depa, akhirnya mereka berhasii

juga melewati jilatan api setinggi enam tujuh depa itu dengan

selamat dan berkelebat menuju kearah luar.

Siapa tahu lebar tembok api itu ada satu kaki, karenanya ketika

mereka masing-masing mencapai di atas permukaan tanah empat

buah kaki mereka dengan serta merta terjatuh ke dalam lautan api.

Suatu perasaan yang amat sakit menyerang diseluruh kulit kaki

mereka membuat Ti Then mau pun Wi Lian in saking sakitnya sudah

berteriak keras.

Tanpa terasa lagi dengan sekuat tenaga mereka berguling kearah

luar dan menyeret pergi tiang besi yang ada ditengah lautan api itu

sejauh tiga empat kaki jauhnya dan lolos dari bahaya tersebut.

Ti Then dengan tidak perdulikan perasaan amat sakit yang

menyerang kakinya dia dengan sekuat tenaga meloncat ke depan

kemudian dengan menyeret Wi Lian In serta tiang besi itu berlari

lagi sejauh beberapa kaki.

Tetapi pada saat mereka baru saja lolos dari bahaya ituiah

mendadak dari samping kiri kanan mereka berkelebat bayangan

manusia kemudian disusul dengan berkelebatnya dua batang golok

besar yang memancarkan sinar keperak-perakan, hanya di dalam

sekejap saja golok tersebut sudah membabat di pinggiran badan

mereka.

Sekali lagi kedua orang berkerudung hitam itu melancarkan

serangan kearah Ti Then berdua.

Di dalam keadaan yang amat bingung dan kacau Ti Then tidak

sempat mencabut keluar tiang besi yang terselip dipinggangnya

untuk digunakan menangkis serangan golok pihak Iawannya,

terpaksa dia mengguling ke samping bersamaan pula dia

membentak keras dan melancarkan tendangan sapuan kearah kaki

musuh.

Dengan tendangan sapuan ini sebetulnya dia tidak

mengharapkan bisa mengenai pihak musuhnya, siapa tahu urusan

yang berada diluar dugaannya sudah terjadi, orang berkerudang

hitam itu ternyata tidak sanggup untuk menghindarkan diri dari

serangan tersebut.

“Bluuuk . . “ dengan disertai suara teriakan kaget orang

berkerudung hitam itu jatuh terlentang di atas tanah.

Pada saat yang bersamaan pula Wi Lian In berhasil

menghindarkan diri dari serangan golok orang berkerudung hitam

lainnya, di dalam keadaan yang amat cemas tanpa terasa lagi

tangannya sudah mencomot segenggam pasir dan disambitnya

tepat mengarah wajah pihak musuh.

Serangan aneh dengan menggunakan secomot pasir ini kelihatan

sekali

berada diluar dugaan orang berkerudung hitam itu karenanya

dengan tepat pasir tersebut menghajar wajahnya, mungkin ada

beberapa pasir yang masuk ke dalam matanya, terdengar dia

berteriak aneh kemudian sambil menutupi wajahnya mengundurkan

diri ke belakang dengan tergesa gesa.

Sebaliknya orang berkerudung hitam yang tersapu jatuh oleh

serangan Ti Then tadi tidak sempat untuk melarikan dirinya. Ti Then

yang melihat dia terjatuh segera menubruk ke atas tubuhnya

sedang sepasang tangannya dengan sekuat tenaga mencekik

lehernya dan menekan terus ke atas tanah.

Dia betul-betul merasa benci dan gemas atas keganasan pihak

lawannya oleh sebab itu sewaktu turun tangan dia sama sekali tidak

ragu-ragu. “Kraaak . Suara remuknya tulang-tulang bergema

memenuhi sekeliling tempat itu, ternyata tulang leher dari orang

berkerudung hitam itu sudah berhasil dicekik remuk olehnya.

Dikarenakan sewaktu turun tangan dia melancarkan serangannya

dengan secepat kilat maka sampai suara teriakan ngerinya pun

belum sempat diteriakkan dia sudah binasa.

Orang berkerudung hitam yang terkena percikan pasir tadi

setelah melihat kawannya binasa saking takutnya seluruh wajahnya

sudah berubah menjadi pucat pasi, berulangkali dia mundur ke

belakang agaknya dia betul-betul merasa amat takut.

Ti Then menarik kembali tangannya dan bangkit berdiri dengan

perlahan, ujarnya dengan amat dingin sambil memandang tajam

wajah orang berkerudung hitam itu.

“Kini tinggal kau seorang.”

Sekali lagi orang berkerudung hitam itu mundur beberapa

langkah ke belakang, agaknya dia bermaksud melarikan diri dari

sana.

“Kau tidak akan bisa lari.” Seru Ti Then tertawa dingin. “Kau

harus menyerang kami lagi, menyerang sampai kami betul-betul

binasa baru boleh pergi, kalau tidak asalkan kami berhasil melarikan

diri sini dan menanyakan pada rumah-rumah petani yang ada

disekitar tempat ini siapa majikan kalian, aku tidak akan menemui

kesukaran untuk mengetahui siapakah otak dari kalian.”

Sepasang mata dari orang berkerudung hitam itu segera

berkedip-kedip, mendadak ujarnya.

“Kam pung pertanyan ini adalah lumbung dari Sian Thay-ya, Cuo

It Sian, otak pimpinan kita adalah sipembesar kota Cuo It Sian

tersebut.”

Selesai berkata sepasang kakinya mendadak menutul permukaan

tanah dan lari ke depan, Iaksana segulung asap hitam hanya di

dalam sekejap saja dia sudah lari tanpa bekas ditelan kagelapan

yang masih mencekam sekeliling tempat itu.

Ti Then seketika itu juga menjadi tertegun.

Perkataan dari orang berkerudung hitam itu membuat hatinya

betul-betul tergetar, dia tidak paham apa maksud dari perkataan

orang itu, apakah perkataannya itu benar? Apa tujuannya untuk

mencelakakan diri si pembesar kota Cuo It Sian ?? Atau memang

punya maksud lain ?

Wi Lian In pun dibuat terkejut oleh perkataan tersebut, ketika

dilihatnya orang berkerudang hitam itu sudah berlari amat jauh

tanpa terasa dia sudah bergumam seorang diri:

“Apa betul perkataannya? Apa betul pemimpin mereka adalah itu

pembesar kota Cuo It Sian ?”

Tampak Ti Then menarik napas panjang-panjang.

“Sukar untuk dipastikan.” serunya sambil gelengkan kepalanya

berulang kali. “Perkataannya ini boleh dipercaya juga boleh tidak

dipercaya. “

“Perkam pungan tani ini apa betul milik si Cuo It Sian atau bukan

kita bisa selidiki dengan mudah.”

Ti Then berpikir sejenak, kemudiana baru menyahut.

“ Aku kira tidak salah, perkam pungan tani ini pasti miliknya Cuo

It Sian.”

“Bagaimana kau bisa tahu ?” tanya Wi Lian In terperanyat.

“Perkataan dari orang itu pastl terselip suatu rencana busuk

Iainnya.kalau memangnya suatu siasat busuk maka tempat yang

dimaksud tentu sungguh-sungguh sehingga membuat kita menjadi

percaya, makanya aku rasa ucapannya yang mengatakan perkam

pungan tani ini miliknya itu pembesar kota Cuo It Sian sedikit pun

tidak salah.”

“Kalau begitu orang yang perintah tangkap dan tawan kita juga

betul-betul perbuatan dari Cuo It Sian?”

“Belum tentu” Ti Then gelengkan kepalanya. “Untuk menutupi

asal usul yang sebetulnya pihak lawan tanpa ragu-ragu turun

tangan melenyapkan kawannya sendiri, kenapa sewaktu mau pergi

sudah membocorkan keadaan yang sebenarnya ?”

Tanpa terasa Wi Lian In sudah mengangguk:

“Tidak salah. Tidak salah, dia berkata begita tentu mau

menjerumuskan diri Cuo It Sian. “

Sekali lagi Ti Then gelengkan kepalanya.

“Tetapi dia harus tahu juga kalau kita tidak akan percaya

omongannya dengan begitu mudah, maka... perkataannya ini

kemungkinan juga memang betul, maksud dia berbicara terus

terang pasti mengharap dalam hati kita timbul perasaaan tidak

percaya memancing kita masuk ke dalam alam kebingungan”

“Sebetulnya kau sedang membicarakan apa?” tanya Wi Lian In

melongo.

“Maksudku, majikan mereka. Adalah itu pembesar kota Cuo It

Sian juga mungkin betul lima bagian karena dia melihat dirinya tidak

berhasil mencelakai kita dan

Kita

pun bisa bertanya-tanya disekitar tempat ini apalagi

sewaktu kita sudah dapat dengar dari penghuni perkam pungan tani

ini kalau tempat itu miliknya sipembesar kota Cuo It Sian sudah

tentu kita akan mencurigai diri Cuo It Sian, karena dia memberitahu

kita terlebih dahulu kalau pemimpin mereka adalah Cuo It Sian agar

di dalam pikiran kita timbul perasaan tidak percay, karena dia

merasa kita tidak akan percaya atas omongannya”

Saat itu Wi Lian In baru paham tanpa terasa dia mengangguk

lagi.

“Tidak salah, jika ditinyau dari sini orang yang menjadi otak dari

penangkapan kita kemungkinan sekali perbuatan dari Cuo It Sian. “

“Yah atau bukan, sekarang kita hanya bisa pilih salah satu.”

“Kita boleh pergi Tanya-tanya dulu sekeliling perkam pungan tani

ini, tetapi sebelumnya kita harus mencari akal membuka rantai yang

mengikat pada badan kita”,

Ti Then tersenyum, sambil menunjuk kearah orang berkerudung

hitam yang baru saja dibunuhnya itu ujarnya.

“Jika dugaanku tidak salah, kunci untuk membuka rantai kita ada

di dalam badannya”

Wi Lian In segera memperlihatkan perasaan yang amat girang.

“Ooooh, bagaimana kau bisa tahu kunci itu berada di dalam

badannya?”

“Tadi sesudah aku bunuh mati orang ini, manusia berkerudung

hitam yang lainnya segera mundur ke belakang dengan perasaan

amat takut, jika ditinyau dari keadaan kita sekarang ini dengan

badan dirantai pada tiang besi yang amat

Berat untuk mengejar dirinya pun tidak mungkin bisa berhasil,

buat apa harus takut? Karena itu pikiranku segera bergerak, aku

pikir...”

“Kunci itu berada dibadannya” sambung Wi Lian In dengan amat

girang.

“Betul” seru Ti Then ikut tertawa girang.

Wi Lian In segera meloncat ke samping mayat dari manusia

berkerudung hitam itu san mulai memeriksa isi sakunya, mendadak

tampak dia berteriak girang kemudian meloncat bangun sambil

memperlihatkan dua buah kunci.

“Coba kau lihat” teriaknya keras, “Dugaanmu sedikit pun tidak

salah, kunci itu memang ada di dalam sakunya”

Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali.

“Coba bawa kemari, kita coba” serunya cemas.

Wi Lian In segera menuju ke belakang badannya dan

memasukkan salah satu kunci yang ada ditangannya ke dalam

lobang kunci rantai tersebut kemudian memutarnya kekanan.

“Klik” rantai sudah terbuka.

Ti Then betul-betul merasa amat girang sekali, cepat-cepat

direbutnya kuncinya yang lain dan membukakan rantainya mereka

berdua yang bisa bebas kembali dari belenggu tak tertahan sudah

pada meloncat kegirangan.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 20.1 Api cinta Wi Lian In

Tiba-tiba Wi Lian In menjerit kesakitan. "Aduh . . kakiku sakit

benar aduh . . ."

"Waah . . . tentu terkena api sewaktu meloncat tadi, mari sini

biar aku periksa sebentar."

Dia menarik celana kakinya ke atas, terlihatlah kakinya yang

semula berwarna putih laksana salju kini sudah berubah menjadi

memerah dengan penuh gelembung-gelembung air yang amat

banyak. dalam hati Ti Then merasa sedikit tak tega lalu hiburnya

dengan suata perlahan-

"Wah masih untung cuma kulitnya saja yang terluka, sebentar

saja akan sembuh dengan sendirinya"

"Lalu bagaimana?" tanya Wi Lian In kemudian dengan nada

kuatir. "Omong kosong ,mari sini biar aku yang periksa"

"Tidak usah periksa lagi" Ujar Ti Then sambil tertawa, dia lantas

bangkit dan berdiri kembali.

"Saat ini kau juga tidak membawa obat luka terbakar, cuma lihat-

lihat saja apa gunanya?? Yang penting kita sekarang harus cepat-

cepat meninggalkan tempat ini, nanti setelah sampai di dalam kota

kita baru beli obat buat luka- luka terbakar ini."

Waktu itu sang surya sudah memancarkan sinarnya keempat

penjuru, dari tempat kejauhan seCara samar-samar terdengar

kokokan ayam yang saling sahut menyahut.

Mendengar suara kokokan ayam itu Wi Lian In segera angkat

tangannya menuding kearah mana berasalnya suara kokokan ayam

tersebut serunya dengan girang.

"Di sebelah sana tentu ada rumah kaum petani, ayoo kita lihat ke

sana."

Kedua orang itu segera meninggalkan rumah petani yang kini

sudah terbakar musnah itu.

Kurang lebih setelah melakukan perjalanan sejauh setengah li,

tak salah lagi mereka sudah menemukan sebuah rumah petani,

kaum petani di sana sejak pagi-pagi sudah bangun dari tidurnya dan

kini hanya terlihat seorang perempuan sedang menCuoi pakaian

didekat sumur.

Dengan tanpa sungkan-sungkan lagi Wi Lian In maju

menghampiri perempuan itu untuk kasi hormat. Ujarnya: "Toa so

permisi."

"Kalian . . . . " teriak perempuan desa itu mendadak dengan

pandangan penuh perasaan terperanyat, dia memandang kearah Ti

Then berdua kemudian meloncat bangun "Kalian datang dari

mana??"

"Kami kakak beradik sedang mencari seorang famili kami, siapa

tahu ketika berjalan sampai di sini sudah tersesat,Toa so tolong

tanya tempat manakah ini?"

"Ooh, kiranya di sini bernama desa Thay Peng cung," sengaja Wi

Lian In memperlihatkan perasaan terperanyat. "Kami kakak beradik

sebetuinya mau pergi ke Tiong cing hu, entah kota Tiong cing hu

terletak didaerah mana? jaraknya dari sini masih seberapa jauh?"

"Waah jauh sekali. Kota Tiong cing hu terletak di sebelah barat

daya harus melakukan perjalanan selama satu hari penuh baru

sampai di sana."

"Aaah, masih harus menempuh satu hari perjalanan??. kami kira

kota Tiong cing hu sudah dekat dari sini"

"Kota Tiong khing hu adalah sebuah kota besar, sewaktu hamba

masih muda pernah pergi satu kali, pergi ke sana waktu itu hamba

harus berjalan satu hari penuh baru sampai"

"Famili kami kakak beradik bernama Cuo It sian, mungkin Toa so

pernah mendengar nama dari Cuo it sian ini bukan?"

Mendengar disebutnya nama Cuo It sian ini perempuan desa itu

menjadi sangat girang sekali.

"Oooh . . . kiranya kalian mau mencari Cuo Lo-ya, kami

penduduk dari desa Thay Peng Cun semuanya merupakan lumbung

padi milik dia orang tua, sudah tentu kami tahu diri Cuo Lo-ya"

Berbicara sampai di sini sikapnya pun berubah menjadi sangat

ramah sekali, sepasang tangannya yang masih basah oleh air Cucian

dengan tergesa gesa digosok-gosokkan ke atas celananya kemudian

dengan wajah penuh dihiasi oleh senyuman ujarnya:

"Mari ... mari . silahkan kalian berdua masuk ke dalam rumah,

tentu kalian berdua belum sarapan pagi bukan . . . ."

"Tidak. tidak perlu kami sudah makan." potong Wi Lian In

dengan gugup "Terima kasih atas maksud baik dari Toa so, kita

harus segera berangkat"

Dengan terburu-buru mereka memberi hormat, kemudian putar

badannya melanjutkan perjalanannya. .

sesudah melakukan perjalanan beberapa saat lamanya barulah

terdengar Wi Lian In tertawa dingin:

"Heee.. hee .. kelihatannya si pembesar kota Cuo It sian tidak

bisa luput dari kecurigaan kita."

Ti Then tidak langsung memberikan tanggapannya,

termenung berpikir sejenak lalu baru jawabnya.

dia

"Sebelum kita memperoleh bukti yang betul-betul bisa di pegang

teguh, lebih baik jangan secara sembarangan menuduh kalau dialah

orang manusia berkerudung itu untuk menawan dan menyekap

kita..."

"Lalu apa rencanamu dari sekarang untuk menyelidiki urusan ini

??"

"Kembali ke kuil Sam cing Koan dulu"

"Benar" seru Wi Lien In menganguk, "Kita mengupas bajingan-

bajingan toosu itu terlebih dulu, jikalau mereka sudah mengaku

kalau pemimpin mereka adalah Cuo It sian, kita bisa bawa mereka

untuk bertemu dengan Cuo It Sian."

"Aku pikir peristiwa kita dibikin mabok kemungkinan sekali tidak

ada sangkut pautnya dengan tosu-tosu dari kuil Sam cing Koan-"

Wi Lian In menjadi melengak

"Bagaimana tidak ada sangkut pautnya?? kita dibikin mabok

sewaktu berada di dalam kuil, apalagi yang kirim teh itu kepada kita

juga toosu-toosu dari kuil tersebut"

"Jikalau yang menjadi otak mereka adalah cuo It Sian,

seharusnya mereka tahu bisa jelas dari kuil Hwesio-hwesio sukar

untuk melarikan diri dari kuil tosu, mereka tidak mungkin berani

memerintahkan toosu-toosu kuil itu untuk memberi obat pemabok

ke dalam air teh yang bakal kita minum"

"Kalau begitu, dia sudah kirim orang lain untuk bersekongkol

dengan toosu-toosu kuil Sam cing koan ??"

"Kalau misalnya betul-betul begitu" sahut Ti Then kemudian

"Maka orang itu seharusnya mem punyai hubungan yang sangat

erat sekali dengan tosu-tosu kuil Sam cing Koan, karena itu para

toosu baru menyanggupi untuk membantu mereka, aku lihat tidak

mungkin. . tidak mungkin"

"Tetapi tidak perduli bagaimana pun juga, peristiwa dibikin

maboknya kita oleh toosu-toosu kuil sam Cing Koan adalah peristiwa

yang betul-betul sudah terjadi"

"Sekali pun begitu" bantah Ti Then lagi, " Kemungkinan sekali

otak dari peristiwa ini datang sendiri lalu kirim orang untuk secara

diam-diam bercampur baur dengan toosu-tosu yang lain kemudian

secara sembunyi-sembunyi memasukkan obat pemabok itu ke

dalam air teh kita."

" Walau pun kemungkinan bisa begitu, tapi. ."

"Aku rasa pasti demikian" potong Ti Then cepat.

" Kalau memangnya demikian lalu buat apa kita pergi ke kuil Sam

Cing Koan?"

"Pergi mengambil buntalan serta kuda kita"

Saat itulah Wi Lian In baru ingat kalau buntalan serta kuda

tunggangan mereka masih ketinggalan di dalam kuil sam Cing Koan-

segera dia tertawa.

"Ha.. haa.. aku sudah lupa kalau buntalan serta kuda

tungggangan kita masih disimpan di dalam kuil sam Cing Koan-.."

Satu jam kemudian mereka berdua sudah tiba di dalam dusun

dimana terletak kuil sam Cing Koan, sesudah pergi membeli obat

terbakar di sebelah kedai obat barulah mereka menuju kekuil sam

Cing Koan-

"Tidak perduli bagaimana pun kita harus memancing-mancing

pada mereka dengan pertanyaan-pertanyaan" seru Wi Lian in

kemudian sampainya di depan kuil sam Cing Koan itu,

"Kemungkinan sekali diantara tosu-tosu yang ada di dalam kuil

sekarang ini masih ada yang merupakan komplotan dari orang-

orang berkerudung hitam itu."

"Sudah tentu harus ditanyai dulu, tetapi aku percaya kita tidak

akan bisa berhasil memperoleh jawaban yang memuaskan hati, mari

kita masuk."

Mereka berjalan menaiki tangga di depan pintu kemudian masuk

ke dalam ruangan besar yang bernama sam Cing Thlen waktu itulah

mereka sudah melihat si penerima tamu . "It Cing" tojin menerima

seorang kakek tua itu dari rakyat biasa dan kini baru berbicara,

ketika dia orang melihat Ti Then serta Wi Lian In berjalan ke dalam

ruangan, air mukanya seketika itu berubah menjadi amat terkejut

bercampur gembira, cepat-cepat dia berdiri dan datang menyambut:

"Bukankah kalian berdua adalah sepasang kakak beradik yang

kemarin hari menginap di dalam kuil kami??" teriaknya.

"Benar" jawab Ti Then sambil bungkukkan badannya memberi

hormat.

"Malam itu sesudah kalian berdua bersantap. kenapa secara tiba-

tiba sudah lenyap tanpa bekas?"

"Ha. ha . soal itu kami harus bertanya juga kepada Totiang yang

pada malam itu mengirim santapan buat kami berdua."

"Ooooh..." teriak It Cing Toojin tertegun, "Apa mungkin sian

Tong sudah berlaku kurang hormat kepada kalian dan sudah

berbuat salah kepada kalian berdua?"

"Oooh totiang yang malam itu kirim santapan buat kita bersama

sian Tong??" tanya Ti Then tersenyum.

"Benar, selama ini dia sangat sopan menghadapi orang lain, tidak

disangka kali ini sudah melakukan kesalahan terhadap kalian

berdua, waah. dia memang seharusnya dihukum" Ti Then segera

tersenyum.

"sian Tong totiang bukannya melakukan kesalahan kepada kami

berdua karena sikap serta tindak tanduknya"

" Kalau tidak" teriak It Cing Toojin melengak. "Bagaimana dia

sudah berbuat salah kepada kalian berdua"

Ketika Ti Then melihat dalam ruangan itu masih ada orang

sedang menyambangi kuil dia tidak mau secara terus terang

membeberkan kejadian yang sesungguhnya di depan orang lain

sehingga membuat nama baik dari kuil sam Cing Koa bernoda,

karenanya itu ujarnya kemudian.

"Dapatkah Tootiang mempersilahkah sian Tootiang untuk ikut

kami berbicara di dalam kamar belakang??"

"Baiklah" sahut It Cing Toojin kemudian sambil mengangguk

"Buntelan dari sicu berdua masih ada di dalam kamar belakang,

silahkan kalian berdua menanti sebentar di dalam kamar belakang,

biarlah pinto mencari sian Tong"

Ti Then mengangguk menyetujui, dengan diikuti oleh Wi Lian In

mereka berdua berjalan melalui pintu samping ruangan tengah itu

menuju kekamar di mana kemarin malam mereka menginap.

Ternyata kedua buah buntalan itu masih tetap terletak di atas

pambaringan dengan baiknya, agaknya mereka memang betul-betul

tak pernah menggeserkan buntalan itu.

Wi Lian In segera membuka buntalannya untuk memeriksa

sebentar isinya, setelah itu barulah ujarnya sambil tertawa:

"Kelihatannya mereka betul- betul jujur, buntalanku sama sekali

tidak dikutik-kutik oleh mereka"

"Tapi buntalanku pasti sudah diperiksa oleh mereka"

Perkataan ini baru saja di ucapkan terlihatlah It Cing Tojin serta

Sian Tong Toojin sudah berjalan masuk ke dalam kamar.

Agaknya It Cing Toojin sudah mendengar apa yang diucapkan

oleh Ti Then tadi, sambungnya kemudian.

"Benar, pinto memang pernah membuka buntalan dari sicu untuk

diperiksa isinya karena lenyapnya kalian berdua secara tiba-tiba

membuat pinto merasa tidak tenang untuk mencari tahu asal usul

kalian berdua mau tak mau terpaksa kami mesti membuka buntalan

kalian untuk diperiksa, harap sicu berdua tak sampai marah karena

hal ini"

"Tidak mengapa, tidak mengapa. . memang seharusnya begitu."

It Cing Tojin lantas menuding ke arah Sian Tong Toojin yang

berada di sampingnya, ujarnya:

"Dialah sian Tong yang pada malam itu melayani sicu berdua, dia

sudah berbuat salah apa sicu sekalian boleh secara langsung

menegur padanya agar pinto pun bisa menyatuhi hukuman

kepadanya"

Sepasang mata Ti Then dengan amat tajamnya memandang

seluruh tubuh dari Sian Tong Toojin, lama sekali baru terdengar dia

tertawa dingin.

"To Tiang sudah mendapatkan perintah dari siapa untuk

memasukkan obat pemabok ke dalam air teh kami?"

"Sicu, kau sedang berbicara apa??" tanya sian Tong Toojin

termangu- mangu.

" Kenapa Tootiang harus berpura-pura bodoh?"

Air muka Sian Too Toojin semakin berubah hebat, dia segera

menoleh ke arah It Cing Toojin yang berdiri di sampingnya.

"Susiok" ujarnya dengan perasaan bingung "sicu ini sedang

berbicara apa?"

Agaknya It Cing Tojin sudah dibuat terperanyat oleh perkataan

tersebut, keringat dingin mengucur keluar dengan derasnya,

wajahnya pun berubah pucat pasi serunya lagi sambil memandang

kearah diri Ti Then-

"Jadi maksud sicu air teh yang pada malam itu dikirim sian Tong

kekamar kalian sudah ditaruhi obat pemabok di dalam?"

"Sedikit pun tak salah." sahut Ti Then dengan amat dingin

"setelah kami minum air teh itu tak lama kemudian jatuh tak

sadarkan diri, sewaktu sadar kembali ternyata kami sudah dikurung

di sebuah ruangan di bawah tanah"

"Hal ini sungguh-sungguh sudah terjadi?" Teriak It Cing Toojin

dengan perasaan terkejut.

"Sampai pagi hari inilah kami baru berhasil melarikan diri dari

dalam ruangan bawah tanah itu, Tootiang, kau bisa melihat sendiri

bukan dari dandanan serta pakaian kami yang kotor dan koyak ini."

"Tetapi siauwte tak pernah melakukan pekerjaan semacam ini."

Seru Sian Tong Toojin keras-keras. Ti Then tertawa dingin:

"salah satu dari ketiga orang berkerudung hitam yang menculik

dan mengurung kami itu sudah mengaku kepada kami."

"Dia bilang siauw te yang menaruh obat pemabuk itu ke dalam

air teh kalian?" Teriak sian Tong Toojin dengan amat gusar.

"Tidak salah"

"Omong kosong." teriak Sian Tong Toojin sambil mencak-mencak

saking gemasnya.

"Dia sedang memfitnah aku, sekarang dia ada dimana?? Ayoh

kita cari dia untuk diajak beradu muka dengan aku."

"Dia sudah aku lukai bagian lehernya kini masih berada di tempat

itu."

"Kalau begitu" ujar sian Tong Toojin dengan amat gusarnya "Mari

kita bersama-sama pergi cari dia, di hadapan kita semua boleh

kalian tanyakan, siauw te mau lihat dia masih berani mengoceh tak

karuan tidak"

"Sebetulnya siapakah mereka itu? Kenapa mau menculik kalian

berdua?...." tanya It Cing Toojin kemudian-

Ti Then berdiam diri tak menyawab, dia tahu sian Tong Toojin

memang benar-benar tidak tersangkut di dalam urusan ini

karenanya dia pura-pura tak mendengar.

"Demikian pun baik juga." ujarnya kemudian, "cayhe akan pergi

ke sana untuk membawa dia orang datang kemari, aku mau lihat

dia yang sedang memfitnah diri Too tiang atau Too tiang yang

sedang berbohong bagaimana?"

"Bagus sekali, hal ini memang jauh lehih bagus, kebersihan hati

siauw te bagaimana bisa dirusak orang dengan seenaknya, sicu

cepat engkau tangkap dia dan bawa ke sini agar semua orang bisa

menjadi jelas. Hmm... h mm... kurang ajar... kurang ajar..."

Ti Then segera menyinying buntalannya dan diikat pada

punggungnya, setelah itu baru tanyanya.

"Kuda tunggangan kami berdua masih di sini bukan?"

"Benar, biar siauw te pergi menuntunnya kemari." selesai berkata

dengan tergesa-gesa dia berjalan pergi.

Ti Then segera merangkap tangannya memberi hormat kepada

diri It Cing ujarnya.

" Kemungkinan sekali orang berkerudung hitam itu memang dia

membohong untuk memfitnah diri sian Tong Tootiang. pokoknya

bagaimana keadaan yang sebetulnya biarlah cayhe sesudah

membawa dia datang ke sini baru kita periksa lagi dengan lebih

teliti"

"Baiklah, pinto berani pastikan kalau sian Tong tidak mungkin

merupakan seorang yang begitu jahatnya, sicu silahkan pergi tawan

orang itu untuk dibawa ke sini"

Mereka bertiga segera berjalan keluar dari kamar, terlihatlah sian

Tong tojin sudah menuntun kedua ekor kuda itu menanti di depan

pintu.

Ti Then serta Wi Lian In segera menerima kudanya masing-

masing dan meloncat naik ke atas, sesudah memberi hormat

kembali kepada It Cing Tojin mereka segera melarikan kudanya

meninggalkan kuil sam Cing Koan.

Mereka berdua sesudah melarikan kudanya beberapa waktu

lamanya baru terlihatlah Ti Then tertawa pahit.

"Coba kau lihat, betul tidak omonganku ?? mereka tentu tidak

tahu urusan ini".

"Kenapa tadi kau bilang mau membawa orang berkerudung

hitam itu untuk dihadapkan dengan dia orang?, bukankah orang

berkerudung hitam itu sudah kau cekik mati sejak tadi-tadi?"

"Jikalau tidak berbohong mana mungkin

melepaskan kita pergi dengan begitu saja"

mereka

akan

"Kini seharusnya kita pergi cari Cuo It sian"

"Tidak. tidak ada gunanya cari dia"

Wi Lian In menjadi melengak.

"Tidak pergi cari Cuo It sian lalu seharusnya pergi cari siapa?."

"Cari ayahmu.."

Sekali lagi Wi Lian in dibuat melengak oleh jawaban dari Ti Then

ini. "Ooooh. . benar ??"

"Sekali pun yang menjadi dalang penculikan kita adalah Cuo It

sian tetapi sekarang kita sama sekali tidak punya bukti apa pun,

kita bisa mengapa-apakan dirinya, tidak perduli siapa orang yang

menjadi dalang di dalam penculikan ini, tujuan mereka adalah

hendak menggunakan kita orang sebagai tunggangan untuk

memaksa ayahmu menyerahkan barang itu, makanya kita harus

mencari ayahmu untuk diajak berunding, asalkan kita berhasil

bertemu dengan ayahmu kemudian menanyakan lebih jelas lagi,

tidaklah sukar bagi kita untuk mengetahui siapa dalang yang

sebenarnya."

"Ehmmm, memang beralasan juga" jawab Wi Lian In kemudian

sambil mengangguk "Tetapi entah sekarang Tia sudah tiba diistana

Thian Teh Kong belum?"

"Kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali bisa bertemu

dengan beliau"

"Aku punya satu pendapat, bagaimana kalau kits kembali kedesa

Thay peng sun untuk melihat-lihat keadaan di sana?"

"Tidak salah" seru Ti Then, segera di teringat akan sesuatu hal

kembali, "Mari kita berangkat sekarang juga, kemungkinan sekali di

sana kita bisa bertemu dengan pihak lawan"

"Selain itu masih bisa mencari kembali pedang kita, kita mau

pergi keistana Thian Teh Kong seharusnya mem punyai pedang

yang menggembel dibadan kita."

"Baiklah, ayoh kita cepat berangkat"

Mereka berdua segera melarikan kuda dengan cepat, tidak selang

lama kemudian sudah berada kembali di dalam dusun Thay Peng

Cung.

Pada jarak kurang lebih ratusan langkah dari depan dusun

tersebut mereka meloncat turun dari kuda dengan sangat cepat,

memperhatikan keadaan disekeliling tempat itu.

Terlihatlah keadaan didusun tersebut sebagian besar sudah

terbakar musnah, kini hanya tinggal tembok-tembok serta tiang

tidak ikut terbakar berdiri serabutan, diatap asap dengan tebalnya

tetapi keadaan disekitar tempat itu tidak tampak bayangan manusia

pun-

Agaknya Wi Lian In merasa keadaan diluaar dugaannya, serunya:

"Bagaimana di sini tidak tampak sesosok bayangan manusia pun???"

"Mari kita lihat-lihat ke sana"

Dengan jalan menyelinap mereka berdua dengan bersembunyi-

sembunyi jalan mendekati perkam pungan tersebut, sesudah

memeriksa disekeliling dusun itu, terasalah oleh mereka kalau

disekeliling tempat itu memang betul-betul tidak tampak bayangan

musuh, karenanya dengan tenang-tenang baru berani munculkan

diri untuk berjalan maju ke depan.

orang berkerudung hitam dibunuh mati Ti Then tadi, kini

mayatnya sudah terbakar, panasnya hawa di sana saat ini seluruh

kulit badan sudah terkupas bahkan seluruh tubuhnya sudah

digenangi dengan air bercampur darah yang amis sekali baunya,

keadaan begitu seram dan memaksa orang mau muntah.

"Mayat ini belum pernah dipindah dari tempat semula,

kelihatannya mereka belum datang ke sini" ujar Ti Then kemudian-

"Tetapi aneh, seharusnya penduduk disekitar dusun ini tahu

kalau ditempat ini terjadi kebakaran tetapi kenapa tidak ada orang

yang datang??"

"Api mulai membakar ditengah malam buta, kemungkinan sekali

mereka memang tidak melihatnya"

"Lalu satu keluarga dari petani yang mendiami tempat ini sudah

pergi kemana?" potong Wi Lian In tiba-tiba.

Ti Then termenung berpikir sebentar kemudian baru jawabnya:

"Ada dua kemungkinan, yang pertama sudah dibunuh oleh

mereka, yang kedua sudah pindah dari tempat sini. jikalau sudah

pindah lalu.."

"Lalu yang perintah mereka sudah tentu si pembesar kota Cuo It

sian" potong Wi Lian In-

"Benar" jawab Ti Then mengangguk. "Cuo It Sian merupakan

pemilik tanah dari perkam pungan ini, hanya dia seorang saja yang

bisa memerintahkan penduduk sini untuk pindah."

"Waaaah. .waaah... celaka, pedang kita sudah tentu rusak karena

terbakar"

"Pedang itu tidak mungkin bisa terbakar rusak. ayoh kita lihat-

lihat di dalam sana, mungkin pedangnya masih ada."

Demikianlah mereka berdua segera masuk ke dalam rumah itu

untuk mencari kembali pedang mereka, sesampainya diruangan

yang sudah terbakar hangus di sana di temuinya oleh mereka lima

sosok mayat yang sudah terbakar hangus.

"Ooh Thian " teriak Wi Lian In dengan perasaan terperanyat, "

Kelima sosok mayat ini apakah mayat dari pemilik rumah ini?"

"Pasti benar" jawab Ti Then dengan wajah serius. "Coba kau lihat

diantara kelima sosok mayat adalah mayat bocah . ."

Tak tertahan lagi Wi Lian In menarik napas dingin, dengan

gemas teriaknya. "Hmm . . . sungguh kejam hati bajingan-bajingan

itu" Ti Then pun mengerutkan alisnya rapat-rapat.

"Yang aneh, sewaktu kemarin malam kita melarikan diri dari

ruangan bawah tanah kenapa tidak menemukan mereka-mereka

ini?"

" Kemarin malam kita sama sekali tidak masuk ke dalam ruangan

tamu ini."

"Tetapi sewaktu terjadi kebakaran seharusnya orang-orang ini

berteriak minta tolong . . . ." bantah Ti Then lagi, tapi sebentar

kemudian dia sudah menjerit tertahan "HHmm, mereka berlima

tentu telah di totok jalan darah bisunya sehingga tak sanggup untuk

berteriak minta tolong, Heeey. . sungguh mengerikan"

Wi Lian In tidak berani terlalu banyak melihat lagi, serunya

kemudian-

"Mari kita keluar saja."

Ti Then melakukan pencarian kembali di antara reruntuhan

tembok, tetapi tetap tidak menemukan kembali kedua belah pedang

mereka, akhirnya dia mengundurkan diri juga dari ruangan tamu itu

untuk mencari diantara reruntuhan ditempat lainnya.

Mereka berdua dengan susah payah mencari setengah harian

lamanya tetapi tetap tidak memperoleh hasil, terpaksa dengan hati

kesal Ti Then berdua berhenti mencari.

Ti Then mengambil keluar bubuk obat dan membubuhinya pada

luka Wi Lian In kemudian membubuhi juga pada kakinya sendiri,

setelah itu baru ujarnya:

"Aku lihat di dalam waktu yang sangat singkat tidak mungkin kita

memperoleh hasil, kita tak usah menunggu lagi, sekarang juga kita

berangkat ke istana Thian Teh Kong."

"Baiklah, aku mau berganti pakaian dulu tolong kau jagakan

jikalau ada orang datang cepat-cepat beritahu padaku"

"Jadi maksudmu sewaktu kau berganti pakaian aku tidak usah

menutup mataku?" goda Ti Then sambil tertawa.

"cis . . . jangan omong sembarangan aku mau berganti pakaian

di belakang runtuhan tembok itu,tapi kau jangan ngintip lho, kalau

tidak. . . awas aku pukul kau."

"Kita sekarang sudah jadi suami istri, buat apa kau begitu rikuh-

rikuh terhadap aku orang??"

"Bukan suami istri, tapi calon suami istri" bantah Wi Lian In

dengan serius, " Kemarin malam aku sudah berbicara sangat jelas,

jikalau kita mati maka boleh dianggap kita sudah menjadi suami

istri, tetapi kalau tidak mati kita harus undurkan sebutan kita

sebagai calon suami istri."

"Omongan apa itu??" seru Ti Then sambil menghela napas

panjang-panjang "Aku sungguh menyesal kenapa kemarin malam

tidak terbakar mati saja?"

Wi Lian In segera tertawa cekikikan, dia melepaskan buntalannya

dan berjalan ke balik reruntuhan tembok untuk berganti pakaian-

"Cepat sedikit, aku juga mau berganti"

Wi Lian In yang di balik runtuhan tembok segera menyawab.

"Kenapa kau tidak berganti pakaian di sana saja??"

"Waaah tidak bisa .. .tidak bisa, jika ada orang datang aku harus

lari kemana??"

"Kau seorang lelaki takut apa lagi?" seru Wi Lian In sambil

tertawa geli.

" orang lelaki tidak takut orang lelaki tapi takut dengan orang

perempuan, jikalau secara tiba-tiba datang seorang nona dan waktu

itu aku sedang telanyang .. waah kemana aku harus lari??"

"Hmmm, kamu orang sedang mimpi yaa?" teriak Wi Lian In

sambil tertawa terus.

Ditengah percakapan itulah dia sudah selesai berganti pakaian

dan berjalan keluar dari balik runtuhan tembok. Ti Then segera

melepaskan buntalannya sendiri.

"Sekarang giliranku, kau jangan mengintip aku ganti pakaian lho"

serunya sambil tertawa

Air muka Wi Lian in seketika itu juga berubah menjadi merah

padam. "Cis. . siapa yang mau mengintipkan ganti pakaian??"

Sambil tertawa Ti Then berjalan ke balik runtuhan tembok

kemudian melepaskan semua pakaiannya yang sudah kotor, siapa

tahu baru saja dia memakai celananya mendadak terdengar Wi Lian

in yang ada diluar sudah berteriak: "Aduh celaka ada orang datang"

Seketika itu juga Ti Then menjadi kelab akan, tanpa memakai

pakaian atasnya lagi dengan badan setengah telanyang dia berlari

keluar: "Dimana. . dimana??" tanyanya gugup,

seketika itu juga Wi Lian In tertawa cekikikan sehingga badannya

terbungkuk- bungkuk .

-ooo00000ooo-

Dua hari kemudian mereka sudah tiba dekat dengan gunung Kim

Hud san- dimana terletaknya istana Thian Teh Kong, dari jauh

hanya terlihatiah pegunungan yang saling bersambungan

menembus awan.

Jika dilihat dari kejauhan puncak Kim Hud san semuanya ada

empat buah, lingkar melingkar sambung menyambung laksana naga

yang sedang tertidur keadaannya amat megah sekali.

Tak terasa lagi Wi Lian In sudah memuji.

" Gunung Kim Hud San inijauh lebih bagus dari pada gunung

Kiam Teng san."

"Aku dengar di atas gunung ada tempat-tempat pesiar yang

bagus-bagus dan indah sekali seperti kuil Lian Hia si, si Ci Gi, gua

sak Gouw Tong, gua Ku Hud Tong dan lain-lainnya. Katanya dahulu

sering banyak pelancong yang berpesiar ke sana. ."

"Lalu sejak si anying langit rase bumi mendirikan istana Thian

Teh Kong di sana kaum pelancong jarang yang berani ke sana?"

"Benar." sahut Ti Then mengangguk. "Bukan saja kaum

pelancong tidak berani berpesiar ke sana, sampai pada hwesio yang

berdiam di dalam kuil di atas gunung pun pada meninggalkan

gunung, mereka tidak berdiam menjadi satu dengan kaum

perampok."

"Hmmm si anying langit rase bumi sungguh buas sekali."

Maki Wi Lian In dengan gusar. "Mereka tidak pergi ke tempat lain

justru datang ke sini merusak pemandangan indah.".

"Bukan begitu saja" tambah Ti Then lagi. "Aku dengar semua kuil

yang ada digunung sekarang ini sudah dijadikan sarang perampok

oleh mereka."

"Lalu istana Thian Teh Kong didirikan di sebelah mana?"

"Mungkin tidak jauh dari si ci Go tetapi tempat yang sejelasnya

aku sendiri juga tidak tahu"

"Jarak waktu dengan saat perjanyian masih ada dua hari

lamanya, kini kita mau langsung naik ataukah menanti Tia di bawah

gunung saja?"

"Siang hari menunggu di bawah gunung"

"Kalau malam naik ke gunung

sambung Wi Lian In sambil tersenyum.

melakukan

penyelidikan?"

"Benar." jawab Ti Then sambil mengangguk

"Si rase bumi Bun Jin Cu kini sudah kehilangan suaminya, dengan

kepandaian serta kekuatan anak buahnya dia tidak mungkin berani

menantang ayahmu secara terang-terangan, kemungkinan sekali

mereka sudah pergi mengundang jago-jago Bu lim lainnya untuk

mereka di dalam pertempuran kali ini atau mungkin juga dia sudah

mengatur jebakan buat kita agar kita terpancing, karenanya kita

harus naik ke atas gunung untuk mengadakan penyelidikan terlebih

dahulu."

Wi Lian in segera angkat kepalanya memandang keadaan

cuacanya lalu baru ujarnya.

"Sekarang masih ada waktu satu jam baru malam hari menjelang

datang, lebih baik kita cari suatu tempat yang baik untuk istirahat."

Ti Then segera pentangkan matanya memandang keadaan

sekeliling tempat itu, terlihatlah di sebelah kiri diantara rentetan

pegunungan yang melingkar terdapat sebuah hutan yang sangat

lebat sekali, serunya kemudian sambil menuding kearah sana. "Mari

kita ke sana saja."

sewaktu naik gunung mereka berdua sudah menitipkan kuda

tunggangan mereka pada rumah kaum tani disekitar tempat itu,

karenanya gerak geriknya mereka sekarang jadi lebih lebih leluasa,

hanya di dalam beberapa kali loncatan saja mereka berdua sudah

berada di dalam hutan yang lebat itu.

"Kita bersembunyi di dalam hutan yang begini lebat, jikalau Tia

datang apa dia orang tua bisa melihat kita?" Ujar Wi Lian In

kemudian sesampainya di dalam hutan itu.

"Bisa, tempat ini merupakan jalan gunung untuk menuju ke atas

gunung."

"Buat sementara orang lain tentu akan menggunakan jalan ini

tetapi buat ayahku belum tentu"

Ti Then segera tersenyum.

"Tidak ayahmu pasti bisa menggunakan jalan ini untuk naik

gunung."

"Alasanmu."

"Karena ayahmu merupakan seorang yang suka terus terang,

jikalau dia naik gunung untuk memenuhi janyi pastilah dia akan

secara terang-terangan naik gunung, tidak mungkin dia orang tua

mau naik gunung secara sembunyi-sembunyi."

Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sedang memuji ayahnya

dalam hati lantas merasa sangat gembira sekali, tanpa terasa lagi

dia sudah melemparkan satu senyuman manis kepadanya.

"Perkataanmu sedikit pun tidak salah. Tia memang seorang lelaki

yang demikian-" Ti Then tersenyum, tambahnya kemudian-

"Tetapi kemungkinan sekali kita tidak bisa bertemu dengan

ayahmu jika terus menanti di sini"

"Perkataanmu kenapa begitu plin plan?" seru Wi Lian In

melengak.

"Kemungkinan sekali si otak dari penculikan diri kita itu sama

sekali tidak tahu kalau kita sudah melarikan diri

Wi Lian In segera merasa perkataannya sedikit pun tidak salah,

tak terasa lagi dia mengangguk.

"Ehmm jika memang betul-betul begitu, bilamana Tia sudah

mendengar kalau kita tertawan kemungkinan sekali sudah

membatalkan datang ke sini untuk memenuhi undangan dari pihak

istana Thian Teh Kong"

sinar matanya yang amat indah itu berkedip-kedip sebentar

kemudian dengan merasa kuatir tambahnya: "Lalu bagaimana kita

sekarang??"

"Biar aku seorang diri naik ke atas gunung untuk memenuhi

undangan"

"Lalu aku??"

"Pergi cari ayahmu."

" Kau suruh aku pergi kemana mencarinya?"

"Sebelum si otak penculikan itu mau menggerakkan ayahmu, dia

tentu membiarkan ayahmu melihat diri kita terlebih dulu. Karenanya

kau harus menuju ke dusun Thay Peng cun sana."

"Tetapi" bantah Wi Lian In lagi "Dengan seorang diri kau naik ke

atas gunung untuk memenuhi undangan, apakah kamu orang sudah

merasa punya pegangan untuk mengalahkan si rase bumi Bun jin

Cu beserta anak buahnya??"

"Jika mereka menyerang satu persatu aku merasa masih punya

kekuatan untuk menghalau mereka, bilamana mereka bergerak

secara bersama-sama tidak kuat jauh lari dengan kedua belah

kakiku ini."

"Tidak" sekali lagi bantah Wi Lian In.

"Malam ini kita masih menyelidiki dulu keadaan istana Thian Teh

Kong kemudian baru balik ke sini menunggu Tia, bilamana lusa

masih belum datang untuk memenuhi janyi hal itu berarti Tia sudah

ikut si penculik itu pergi ke perkam pungan Thay Peng cun itu, kita

harus berusaha bertemu dengan sirase bumi Bun jin Cu untuk

mengundurkan perjanyian ini, setelah itu bersama-sama pergi

mencari Tia."

"Demikian pun baik juga, tetapi malam ini biar aku seorang diri

saja yang pergi mengintip. kau lebih baik tunggu saja di sini."

" Kenapa ??" seru Wi Lian In sambil mencibirkan bibirnya.

"Jika seorang diri saja yang mengintip maka keadaan kita sukar

diketatui oleh mereka, jikalau kita harus pergi bersama-sama,

bilamana sampai ketemu waahh sulit buat kita untuk menolong dari

jebakan si rase bumi Bun Jin Cu."

"Tidak aku juga mau ikut"

"Baik" seru Ti Then setengah mengancam "Bilamana kau tidak

mau mendengar omonganku, sesudah kembali kebenteng Pek Kiam

Po aku segera minta berhenti dari ayahmu"

Mendengar ancaman itu Wi Lian In jadi gugup,

"Baik . .... baik" serunya cepat. "Aku mendengar omonganmu,

aku mendengar omonganmu"

Ti Then segera tersenyum.

" Calon istriku yang paling cantik, sekarang silahkan mengambil

keluar rangsum kita, bagaimana kalau kita makan bersama-sama

.??"

Mereka berdua lalu mendahar rangsum tersebut setelah itu saling

berpelukan dan bermesraan, lama sekali di bawah pohon yang

rindang. Tiba-tiba terdengar Wi Lian In menghela napas panjang.

"Haay . . . malam begitu cepat datang."

"Heehh . . . kenapa ???" saru Ti Then melengak.

Wi Lian In segera tersenyum malu, kepalanya ditundukkan

rendah-rendah.

"Kau mau berangkat kapan?? "

"Sebentar lagi, dari sini untuk mencapai istana Thian Teh Kong

masih ada setengah hari perjalanan-"

Perlahan-lahan Wi Lian In menyatuhkan dirinya kembali ke dalam

pelukannya, ujarnya sambil memejamkan sepasang matanya.

" Lebih baik kau berangkat pada kentongan pertama saja, si rase

bumi Bun Jin Cu tentu sudah mengatur banyak penjagaan di

sekeliling istananya, kalau pergi terlalu pagi malah lebih mudah di

ketahui oleh mereka"

Perlahan-lahan pada wajahnya terpancarkan suatu sinar

kebahagian, sinar tersebut tentu bisa ditemui di wajah setiap nona

yang sedang terjerumus di dalam lembah percintaan, karena hal

inilah Ti Then segera tahu kenapa dia minta dirinya berangkat

sesudah kentongan pertama, dia bukan merasa kuatir atas

keselamatan dirinya kalau sampai diketahui oleh anak buahnya si

rase bumi Bun Jin cu melainkan dia mengharapkan bisa bergumul

dan bermesra-mesraan lebih lama lagi dengin dirinya.

Jilid 20.2 Terperangkap di istana Thian Teh Kong

Setiap kali dia menghadapi "Rasa cinta yang demikian tebalnya"

ini Ti Then selalu merasa seperti meneguk secawan arak yang manis

bercampur rasa pahit, dalam hati dia merasa girang juga merasa

murung, karena dalam pikirannya segera terbayang kembali olehnya

kalau dia hanya menerima perintah dari seseorang. . dia cuma

sebuah patungnya saja.

Tanpa terasa lagi tangannya mulai mengusap wajahnya yang

halus itu, sembari merasakan kenikmatan dari perasaan cintanya

yang berkobar-kobar ini dalam hatinya merasa perih juga seperti

diiris-iris oleh beribu-ribu golok.

Tetapi Wi Lian In sama sekali tidak mengetahui akan hal ini, pada

wajahnya terbayang suatu senyuman yang sangat gembira, ujarnya

sambil tertawa ringan-"Aku punya usul. ."

"Usul apa?" tanya Ti Then melengak.

"Selesai kita membereskan urusan di sini kita langsung pulang ke

dalam Benteng saja, sewaktu kau bertemu dengan si locia itu

pelayan tua kau bisa secara diam-diam kasi tanda kepadanya. ."

Untuk beberapa waktu lamanya Ti Then dibuat bingung oleh

perkataannya yang tidak ada ujung pangkalnya ini. "Beri tanda apa

kepada si Lo-cia. . ???"

"Hmm, kau pura-pura bodoh." seru Wi Lian In dengan

manyanya, sedang tangannya dengan perlahan mencubit kakinya Ti

Then-

"Oooh. ." Ti Then segera paham apa yang sedang dimaksudkan-.

"Kau minta aku suruh si Locia mewakili aku pergi meminang

dirimu??"

"Si Locia sangat suka kalau kita orang bisa bersatu, dia tentu

mau membantu kamu orang."

"Tapi aku tidak bisa omongnya."

"Tidak usah terus terang, secara diam-diam saja kau beri tanda

kepadanya"

"Bagaimana caranya?" tanya Ti Then lagi,

"Sewaktu lain kali dia mengungkat kembali hubungan diantara

kita berdua, kau bolehlah berkata kepadanya sambil tertawa. "Locia,

kau cuma bicara di mukaku terus apa gunanya?, sesudah dia

mendengar perkataanmu ini dia toh punya pikiran untuk menjadi

mak comblangnya, walau pun dia cuma seorang pelayan saja, tetapi

dia sudah turut dengan ayahmu selama puluhan tahun lamanya,

perkataannya Tia tidak akan menganggapnya sebagai angin lalu"

"Bilamana ayahmu tidak setuju?" tanya Ti Then sambil tertawa.

"Tidak mungkin, bilamana Tia menolak dia orang tua tidak

mungkin bisa membiarkan kita berdua melakukan perjalanan

bersama-sama pada kali ini."

"Bilamana ayahmu bermaksud untuk menjodohkan kau

kepadaku, kenapa tidak tunggu saja sampai dia bilang sendiri?"

Wi Lian in tidak bisa berbuat apa-apa lagi, tak terasa lagi sambil

tertawa malu dia mencubit kembali kaki Ti Then berulang kali.

"Baiklah" serunya dengan gemas. "Sudah. . sudahlah, aku sama

sekali tidak memaksa."

"Lian In" seru Ti Then kemudian sambil menghela napas

panjang. "Sekali lagi aku mau berbicara aku betul-betul suka

padamu tetapi kemungkinan sekali pada satu hari kau bisa

mengetahui kalau aku bukanlah seorang yang baik."

Wi Lian In pun ikut menghela napas panjang:

"Andaikata seperti apa yang kau katakan, di kemudian hari kau

berbuat tidak baik kepadaku, waktu itu aku mau menerimanya

dengan rela hati, bajingan itu selamanya tidak pernah mengatakan

begitu, dia selalu bilang kalau dia jadi orang sangat jujur, sangat

pendiam sangat berbudi dan bagaimana cintanya kepadaku. ."

Setelah mendengar perkataan ini Ti Then semakin merasa

menyesal, dalam hati segera dia mengambil satu keputusan

pikirnya.

"Dia begitu cinta dan menaruh hatinya kepadaku, bagaimana aku

tega mempermainkan dirinya?? Heey. sudah. .sudahlah, lain kali

jikalau majikan patung emas perintahkan aku untuk melakukan

pekerjaan yang merugikan mereka ayah beranak. sekali pun harus

binasa aku juga tidak melakukannya."

Sesudah mengambil keputusan ini, hatinya pun terasa begitu

leganya, mendadak dia ulurkan tangannya mengangkat kepalanya

ke atas kemudian kirim sebuah ciuman mesra ke atas bibirnya.

Wi Lian In sama sekali tidak menduga dia bisa berbuat demikian,

seketika itu juga dia dibuat kelabakan, tetapi hal ini pun merupakan

suatu kejadian yang sangat diinginkan sejak dahulu karenanya dia

hanya memberi sedikit perlawanan kemudian berdiam diri

membiarkan Ti Then melakukan penyerbuannya.

Suasana yang manis dan mendebarkan hati itu hanya di dalam

sekejap saja sudah berlalu, kentongan pertama kini menjelang di

depan mata, terpaksa dengan hati berat Ti Then mendorong

badannya ke samping lalu bangkit berdiri "Sekarang aku harus

berangkat" ujarnya perlahan.

"Ti Toako, biarkan aku mengikuti dirimu?" Mohon Wi Lian In

segera.

"Tidak. kau harus menanti di sini."

"Woow. . kamu orang. ." seru Wi Lian In sambil mencibirkan

bibirnya.

"Aku tidak ingin kau pun menempuh bahaya, aku juga tidak mau

membiarkan si rase Bumi Bun Jin Cu menawan dirimu karenanya

terpaksa aku harus berbuat demikian-"

"Kalau begitu kapan kau baru kembali??"

"Sebelum terang tanah, bilamana sesudah terang tanah aku

belum kembali juga, hal ini berarti juga aku sudah menemui sesuatu

kejadian diluar dugaan, waktu itu kau harus cepat-cepat

meninggalkan tempat ini pergi cari ayahmu, paham tidak??"

"Tidak, jikalau kau tidak kembali aku pasti mau raik ke atas

gunung mencari kau."

"Hmm" sahut Ti Then sambil tertawa "Jikalau benar-benar begitu

tentu si rase bumi segera membagi hartanya kepada anak buah

mereka."

"Soal ini aku tidak mau ikut campur" Desak Wi Lian In tetap

ngotot, "Besoknya aku mesti bersama-sama kau orang"

"Baik. . baiklah" sambung Ti Then dengan cepat "Urusan tidak

akan berobah menjadi demikian beratnya, kau tidak usah berbicara

lagi, aku mau pergi"

Baru saja dia selesai berbicara tubuhnya sudah berkelebat sejauh

puluhan kaki kemudian dengan cepatnya berlari dan lenyap di balik

pepohonan yang amat lebat disekitar tempat itu.

Bagaikan melayangnya seekor burung elang dengan amat

cepatnya dia berkelebat menuju ke atas puncak gunung Kim Hud

san, di dalam sekejap mata saja sudah berada di atas sebuah

puncak bukit, sambil berdiri diam diam memandang kealam di

sekelilingnya.

Terlihatlah kurang lebih satu li di punggung gunung secara

samar-samar terlihatlah memancarnya beberapa titik lampu yang

sangat terang, dia tahu tempat itu pasti bukanlah istana Thian Teh

Kong melainkan sebuah kuil yang sudah direbut oleh orang-orang

istana Thian Teh Kong. Tubuhnya dengan berkelebat menuju ke

arah dimana berasalnya sinar yang terang itu.

Tetapi sesudah berlari selama beberapa waktu lamanya

mendadak dia merasakan kalau keadaan sedikit tidak beres.

Karena kini dia sudah berada kurang lebih empat lima li jauhnya

memasuki gunung tetapi selama perjalanan ini dia sama sekali tidak

bertemu dengan seorang penjaga pun.

Gerak geriknya sangat gesit dia cepat sekali, tetapi selama ini dia

tidak lupa untuk memeriksa setiap tempat yang kemungkinan sekali

ditempati sebagai pos penjagaan, tetapi setiap tempat pegunungan

yang dilalui selama ini bukan saja keadaannya amat terang bahkan

tidak tampak seorang penyahat pun yang berjaga ditempat-tempat

yang strategis. Keadaan seperti tidak perduli untuk orang yang

berjalan malam macam apa pun tentu merasakan suatu keadaan

yang tidak beres. Atau dengan perkataan lain tidak ada penjagaan

di atas gunung bukannya berarti si rase Bun Jin Cu sudah

mengendorkan penjagaan terhadap serangan orang lain, melainkan

dia sudah perintahkan orang agar termakan ke dalam jebakan yang

membingungkan ini, dia sengaja tidak memberi penjagaan pada

pos-posnya, hal ini bermaksud agar musuhnya terjerumus ke dalam

jebakannya yang sudah disiapkan terlebih dahulu.

Karenanya gerak gerik Ti Then semakin berhati-hati, dia tidak

berani bergerak maju secara serampangan, tubuhnya dibungkukkan

rendah-rendah, kemudian dengan menggunakan pohon-pohon serta

dedaunan yang tumbuh di sana sebagai penghalang pandangan,

bergerak dengan sangat hati-hati sekali, dia sama sekali tidak

membiarkan sinar rembulan

menyinari tubuhnya sehingga meninggalkan bayangan di

belakangnya, apalagi sesuatu yang membuat orang lain merasa

curiga.

Sebentar dia berlari cepat, sebentar kemudian dia berhenti dan

berjongkok, gerak geriknya amat berhati-hati, sesudah membuang

waktu yang sangat banyak akhirnya dia berhasil juga mendekati

tempat dimana berasalnya sinar lampu tadi.

Dengan terburu-buru dia menerobos ke dalam sebuah semak

kemudian menongolkan kepalanya keluar, terlihatlah olehnya

sebuah pemandangan yang lain daripada yang lain, bahkan hal itu

membuat dia berdiri tertegun. Apakah sinar lampu itu mendadak

lenyap?

Bukan, sinar lampu masih ada, cuma yang ia lihat sekarang

bukanlah sinar lampu melainkan sinar dari api yang sedang

berkobar.

Di atas punggung gunung itu tidak tampak adanya kuil lagi,

melainkan setumpukan puing-puing berserakan memenuhi

permukaan tanah.

Setumpukan puing-puing itu diantaranya masih mengepulkan api

yang lumayan besar.

Tempat itu memang betul-betul merupakan sebuah kuil, cuma

sekarang kuil itu sudah terbakar hingga tinggal puing-puingnya. Iih.

. sudah terjadi peristiwa apa?

Apa mungkin Wi Ci To sudah tiba?

Tidak mungkin, dia adalah seorang yang tahu aturan dan

bukanlah manusia semacam dia sebelum waktunya yang sudah

dijanyikan pasti tidak akan mempercepat waktunya datang ke atas

gunung untuk melancarkan serangan bokongan.

Peristiwa ini tentu dilakukan oleh musuh-musuh dari si anying

langit rase bumi yang sudah mendengar akan kematian dari si

anying langit Kong Sun Yau dan kini sengaja datang hendak balas

dendam dan membumi hangus semua tempat yang ada disekitar

istana Thian Teh Kong.

Sambil berpikir keras Ti Then memandang keadaan sekelilingnya

dengan lebih teliti lagi, baru saja dia mau majukan jalannya ke

depan untuk melihat lebih jelas lagi mendadak dari antara

pepohonan di sebelah kiri dari reruntuhan puing-puing kuil itu

berjalan mendatang dua orang lelaki berpakaian singsat, keadaan

dari mereka berdua amat mengenaskan sekali, pakaian mereka

sudah robek-robek tidak karuan bahkan kelihatan beberapa lubang

bekas terkena api apalagi badannya terluka bakar sehingga

membuat gerak-gerik mereka sangat lamban sekali.

Mereka berdua dengan saling rangkul-merangkul memaksakan

diri berjalan ke depan sedang dari mulutnya tidak henti-hentinya

mengeluarkan suara rintihan yang memilukan hati.

Sesampainya di luar hutan di dekat runtuhan puing-puing kuil itu

mereka baru menghentikan langkah kakinya, sambil memandang ke

arah puing-puing yang berserakan itu mereka bersama-sama

menghela napas panjang.

Terdengar salah satu diantara mereka itu sambil menghela napas

panjang makinya dengan perasaan sangat gemas.

“Maknya..tidak kusangka ini hari aku bisa terjatuh sampai

keadaan semacam ini.”

Salah seorang lelaki dengan telinga seperti kuping gajah itu

segera menyambung:

“Heeeyy....cialat...cialat...begitu Thian Cun modar semuanya juga

ikut musnah.”

“Hanya sayang kita sudah mengikuti Thian Cun selama puluhan

tahun lamanya kini apa pun tidak mendapat.”

“Itu salahnya kita sendiri, semua orang secara diam-diam

membuat rencana untuk merampok semua harta benda yang ada di

dalam istana sebaliknya kita malah dengan enak-enak tertidur pulas,

untung

saja

kita

cepat-cepat

sadar

tidak...waaah...waaah..nyawa pun ikut lenyap.”

kembali,

kalau

“Heey..entah bagaimana keadaan di dalam istana sekarang ini?”

“Apanya yang bisa dibicarakan lagi, sudah tentu keadaannya

seperti tempat ini. Semua orang dengan andalkan nyawa sendiri-

sendiri pada merampok barang yang ditemui kemudian lemparkan

api

ke

dalamnya..semuanya

akan

segera

beres,

makanya..makanya...”

“Bagaimana kalau kita ke istana sebentar untuk lihat?”

“Sudah, sudahlah tidak perlu pergi lagi, kaki kanan aku si orang

tua sudah terluka bakar kini terasa begitu sakitnya, buat apa balik

ke sana lagi..makanya, lebih baik kita turun gunung saja.”

“Turun gunung sekarang juga?”

“Kenapa?”

“Cuaca begini gelapnya, apalagi di badan kita masih terluka,

jikalau sampai jatuh bukankah keadaan kita semakin parah?”

“Tidak mungkin, ayoh kita perlahan-lahan jalan..”

Berbicara sampai di sini mereka berdua segera saling bombing

membimbing untuk menuruni gunung itu dengan mengikuti jalan

kambing yang ada di sana.

Ti Then sesudah melihat bayangan dari kedua orang itu lenyap

dari pandangannya dia barulah bangkit berdiri, pikirnya.

“Kiranya di dalam istana Thian The Kong sudah terjadi

kekacauan, kaum perampok sudah pada berontak dan kini

merampok semua harta kekayaan yang tersimpan di dalam istana

Thian Teh Kong.”

Akhirnya seperti ini dia sama sekali tidak pernah

membayangkannya, tetapi dia paham akibat ini memang seharusnya

terjadi, pada waktu yang lalu pengaruh istana Thian Teh Kong bisa

kuat hal ini dikarenakan kepandaian silat dari si Anying langin Kong

Sun Yauw sangat liehay, karenanya anak buahnya tidak berani

melawan, sebaliknya kini si Anying langit Kong Sun Yauw sudah

binasa, si Rase bumi Bun Jin Cu pun sedang merasa sedih sehingga

tidak ada kekuatan untuk mengurusi anak buahnya, sudah tentu

banyak anak buahnya akan memberontak kemudian merampok dan

melarikan diri dari atas gunung.

Akibat yang terjadi seperti ini terhadap kalangan Bu-lim memang

merupakan suatu hal yang menyedihkan.

Ti Then menarik hawa segar dalam-dalam kemudian pikirnya lagi

:

“Entah sirase bumi Bun Jin Cu masih ada di atas gunung atau

tidak ? Aku harus naik ke atas untuk Iihat-lihat, jikalau dia masih

ada di sana lebih baik aku selesaikan saja urusan ini secara pribadi.”

Begitu pikiran ini berkelebat di dalam benaknya dia segera mulai

menggerakkan badannya melayang menuju ke puncak gunung.

Setelah diketahui olehnya kalau di dalam istana Thian Teh Kong

sendiri sudah terjadi kekacauan hal ini berarti juga tidak adanya

penjagaan di atas gunung bukanlah merupakan salah satu siasat

yang sedang diatur oleh sirase bumi Bun Jin Cu, karenanya dia tidak

perlu menyembunyikan dirinya lagl selama di dalam perjalanan ini,

dengan menggunakan ilmu meringankan tubuhnya yang sudah

mencapai pada kesempurnaan dia melayang terus menuju puncak

gunung.

Setelah melewati gua Sak Gouw Tong serta Si Ci Go dia

melanjutkan kembali perjalanannya sejauh puluhan li dan akhirnya

sampai juga di istana Thian Teh Kong.

Istana Thian Teh Kong yang sudah menggetarkan seluruh dunia

kangouw ini sama sekali tidak sampai dibakar oleh kaum

pemberontak, tetapi depan pintu istana terlentanglah berpuIuh

puluh mayat yang menggeletak memenuhi permukaan tanah, ada

yang kepalanya putus, ada yang perutnya robek sehingga ususnya

keluar dan lain-lain, keadaan yang begitu mengerikan, darah yang

berbau amis tercecer memenuhi seIuruh

permukaan tanah.

Jika dilihat dari keadaan .tersebut agaknya pertempuran sengit

baru saja berhenti tidak lama.

Ti Then takut di dalam istana kemungkinan sekaIi masih tersisa

kaum penyahat yang masih belum meninggaIkan tempat itu dan

tidak berani langsung menerjang masuk ke dalam, setelah

diperiksanya dengan amat teliti keadaan sekeliling tempat itu dan

betul-betul merasa yakin kalau tidak ada musuh yang masih sisa di

dalam istana itu, dia barulah berani meloncat naik ke atas

wuwungan dari istana Thian Teh Kong tersebut.

Keadaan di dalam istana itu sama saja seperti keadaan diluar,

mayat-mayat menggeletak diseluruh tempat agaknya karena

perebutan harta kekayaan memaksa mereka saling bunuh

membunuh.

Diantara mayat-mayat itu bahkan ada dua mayat yang gayanya

sangat menggelikan sekali, mereka berdua sudah binasa

semua,yang satu terkena tembusan pedang panjang sedang yang

lain terkena bacokan pada pundak sebelah kirinya tetapi ditangan

masing masing bersama sama mencekal sebuah buntalan, agaknya

sesudah terluka parah dan rubuh ke atas tanah mereka masih ingin

memperebutkan buntalan tersebut.

Ti Then sesudah berdiam diri untuk memperhatikan keadaan

kemudian

dengan

tanpa

disekelilingnya

beberapa

saat

mengeluarkan sedikit suara pun dia meloncat turun dari atas

wuwungan rumah. lalu berjalan mendekati buntalan itu, terlihatlah

di dalam buntalan itu kini cuma tersisa dua stel pakaian saja,

agaknya intan permata yang berharga sudah disikat oleh ‘Nelayan

Beruntung’ yang menonton di samping.

Dia melemparkan kembali buntatan itu ke atas tanah. kemudian

melanjutkan langkahnya menuju ke dalam, setelah melewati

ruangan besar, ruang Teh, ruang bunga sampailah dia disebuah

serambi yang amat panjang sekali bahkan dari dalam serambi itu

secara samar-samar terdengarlah suara seorang perempuan sedang

menangis terisak-isak.

Dia segera angkat kepalanya memandang ke sana terilhatlah di

hadapannya berdirilah sebuah ruangan yang amat besar dan megah

sekali, di atas ruangan itu terpancanglah sebuah papan nama

bertuliskan ‘Khie le Tong’ tiga huruf kata dari emas.

Suara tangisan itu tidak lama berkumandang keluar dari dalam

ruangan “Khie le Tong” itulah.

Dalam hati Ti Then merasa amat terperanyat, cepat-cepat dia

menyatuhkan diri berjongkok di samping sebuah tiang besar,

pikirnya:

“Untung sekali masih ada seorang yang hidup, entah siapakah

dia orang ?? Apakah sirase bumi Bun Jin Cu ? Ataukah dayang dari

istana Thian Teh Kong?”

Dengan amat tenangnya dia memperhatikan keadaan di sana

selama beberapa saat lamanya, akhirnya dia mengambil keputusan

untuk masuk ke dalam mengadakan memeriksa, demikianlah

tubuhnya segera bergerak menuju kearah ruangan Khie Ie Tong

tersebut.

Sesampainya di samping ruangan Khie Ie Tong itu suara tangisan

terisak dari dalam ruangan itu terdengar semakin jelas lagi, di atas

tebing Sian Ciang di belakang benteng Pek Kiam Po tempo hari

pernah mendengar suara isak tangisan rase bumi Bun Jin Cu oleh

karena jtulah begitu dia mendengar suara tangisan tersebut segera

diketahui olehnya kalau suara tangisan itu bukan lain berasaI dari si

Rase bumi Bun Jin Cu.

“Hmmm, ternyata dia masih ada di sini.”

Setelah berpikir keras beberapa waktu lamanya mendadak

terdengar Ti Then berteriak :

“Orang yang ada di dalam apa benar si rase bumi Bun Jin Cu ??

Dari dalam ruangan Khie le Tong suara tangisan dari si rase bumi

Bun Jin Cu segera berhenti kemudian diikuti ruangan itu menjadi

terang benderang,

“Siapa ?” tanya si rase bumi Bun Jin Cu dengan suara yang amat

dingin sekali.

Ti Then segera munculkan dirinya di depan pintu Khie le Tong

itu.

“Cayhe Ti Then,” sahutnya. tenang.

TerIihatlah pada waktu itu si rase bumi Bun Jin Cu sedang duduk

disebuah kursi kebesaran, pakaiannya tidak karuan rambutnya

kacau sedang wajahnya amat pucat, begitu dilihatnya Ti Then sudah

muncul di depan air mukanya tanpa terasa lagi sudah berubah

sangat hebat. Cepat-cepat dia meloncat bangun kemudian serunya

dengan amat benci:

“Kiranya kamu orang.”

“Entah di dalam istana itu sudah terjadi urusan apa?”

Si rase bumi Bun Jin Cu tidak memberi jawabannya, dengan

pandangan mata yang rnemancarkan sinar kebencian dia pelototi

diri Ti Then, kemudian sambil menggigit bibirnya dia berteriak

kembali.

“Waktu perjanyan belum tiba, kau bangsat cilik buat apa datang

ke sini ?”

“Aku boleh bicara terus terang padamu malam ini sebenarnya

aku cuma datang ke atas gunung untuk melakukan pengintaian,

siapa tahu di dalam istana Thian Teh Kong sudah terjadi peristiwa

yang demikian menyedihkan karena itu terpaksa aku meneruskan

perjalanan datang ke sini untuk melihat keadaan yang sebenarnya.”

Sepasang alis dari Si rase bumi Bun Jin Cu segera dikerutkan

rapat-rapat, sambil menggerutuk giginya dia menjerit kembali.

“Semuanya ini hasil hadiah yang kau berikan kepada kami,

kedatanganmu malam ini sungguh bagus sekati bilamana aku tidak

bisa menghancurkan tubuhmu sekali pun binasa mataku tidak

meram.”

“Hee..heee..bukankah anak buahmu sudah pada meninggalkan

dirimu seorang diri?” ejek Ti Then sambil tertawa tawar.

“Tidak salah” teriak si rase bumi Bun Jin Cu sambil menghajar

sebuah meja dengan amat kerasnya, “Mereka semua memang

sudah pergi, tetapi kau bangsat cilik jangan bergembira terlebih

dahulu, cukup aku seorang sudah lebih dari cukup untuk bereskan

dirimu.”

“Aku menaruh perasaan simpatik terhadap kejadian yang kau

alami, tetapi harus kau ketahui pada itu hari kejadian di atas tebing

Sian Ciang jikalau aku tidak bunuh suamimu kemungkinan sekali

aku sudah terbunuh oleh dirinya. .”

“Tidak usah banyak omong lagi,” sekali lagi teriak si rase bumi

Bun Jin Cu sambil menghajar meja yang ada di sampingnya. Ti Then

segera tertawa dingin.

“Aku cuma mengharapkan kau menjadi paham, istana Thian The

Kong kalian bisa menjadi demikian kesemuanya dikarenakan

keserakahan dirimu, janganlah kau salahkan urusan ini kepadaku.”

“Tidak usah banyak omong lagi, pokoknya ini hari aku harus

bunuh dirimu untuk melampiaskan kebencianku terhadap dirimu.”

“Bagus sekali, aku tahu untuk selamanya kau tidak akan

melepaskan aku hidup, memang lebih baik kita selesaikan urusan

diri kita pada malam ini juga. Tetapi kini, seperti omonganku tadi,

aku betul-betul merasa simpatik atas kejadian yang kau alami,

walau pun kau Bun Jin Cu bukanlah seorang perempuan baik-baik,

tetapi tidak perduli bagaimana pun kejadian yang kau alami selama

satu bulan ini betul-betul membuat keadaanmu patut dikasihani.”

“Telur makmu.” maki si rase bumi Bun Jin Cu dengan gusarnya.

"Aku tidak membutuhkan rasa simpatik dari kau bangsat.”

Mendengar makian yang kotor itu Ti hen. tanpa terasa sudah

kerutkan alisnya rapat-rapat.

“Maksud dari perkataanku tadi, malam ini aku tidak akan

membunuh dirimu, nanti bilamana terjadi pertempuran diantara kita

kau boleh serang aku dengan. menggunakan cara apa pun, waktu

itu aku akan bertahan saja tanpa melancarkan serangan balasan,

jikalau kau berhasil membunuh mati aku, yaaah.. tidak ada

perkataan lain lagi tetapi jikalau kau tidak berhasil rnembinasakan

diriku maka lain kali jikalau sampai bertemu kembali, aku, tidak

akan sungkan-sungkan lagi terhadap kau orang. "

“Hmm..kau bangsat cilik jangan bermimpi, malam ini kau tidak

akan berhasil meloloskan diri dari tanganku.” Teriak si rase bumi

Bun Jin Cu sambil tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Perkataanku kini sudah selesai, sekarang silahkan kau mulai

turun tangan”

Dari balik sebuah kursi Si rase bumi Bun Jin Cu mencabut keluar

sebilah pedang panjang, teriaknya sambil menudingkan pedang itu

ke hadapan Ti Then.

“Kau masuklah ke sini, kita bereskan hutang-hutang kita di dalam

ruangan Khie le Tong ini juga”

Ti Then sama sekali tidak mau percaya kalau dirinya bisa terluka

ditangannya,..tanpa ragu-ragu lagi dia berjalan masuk ke dalam

ruangan itu.

Ketika Bun Jin Cu melihat dia berjalan memasuki ke dalam

ruangan mendadak berteriak kembali :

“Berhenti !”

“Ada apa??” tanya Ti Then tersenyum tapi dia menghentikan

langkahnya juga.

“Aku mau bertanya suatu urusan...”

“Silahkan berbicara”

“Malam ini kalian datang berapa orang?”

“Cuma dua orang saja, aku serta nona Wi.”

“Wi Ci To ???".

“Dia tidak datang bersama kami, mungkin lusa baru sampai

didini.”

Sepasang mata dari Bun Jin Cu segera berkedip-kedip tanyanya

kembali:

“Dimana budak itu ?"

“Dia tidak ikut naik ke atas gunung”

“Kenapa tidak sekalian ikut ke sini??"

“Sebelum waktunya perjanyian buat apa dia datang ke sini??”

“Kini dia ada dimana ?”

“Maaf tentang pertanyaan ini cayhe tidak bisa memberikan

jawabannya.” seru Ti Then sambil tertawa.

Si rase bumi Bun Jin Cu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Aku sangat mengharapkan dia ikut datang, agar dia bisa melihat

dengan cara bagaimana aku menghukum rnati dirimu”

“Haaaa ..haaaaa.. tapi dia tidak punya ganyalan sakit hati apa-

apa dengan dirimu..”

Sepasang mata bolanya segera berputar-putar sekali lagi dia

tertawa dingin,

“Tentu dia sedang menunggu di bawah gunung, hmmm.. kini aku

mau tawan dirimu terIebih dulu, jikalau lama sekali dia tidak melihat

kau kembali tentu dengan sendirinya bisa naik ke atas gunung

untuk mengadakan pencarian. hee ,... heee..saat itu aku mau

sekalian tangkap dirinya,”

“Tidak salah pada waktu itu dia memang bisa naik ke atas

gunung untuk mencari aku tetapi apa kau punya kekuatan untuk

menawan aku orang ?”

“Hee..hee.. tanpa membuang banyak tenaga aku bisa tawan kau

bangsat”

Mendadak Ti Then teringat kembali kalau di dalam istana Thian

Teh Kong penuh dipasangi alat-alat rahasia, kemungkinan sekali di

dalam ruangan Khie Ie Tong ini sudah dipasang sebuah alat rahasia

yang sangat dahsyat sekali, tanpa terasa lagi dia sudah merasa

amat terperanyat, cepat-cepat dia menjejak tubuhnya meloncat

mundur ke belakang.

Tetapi... dia sudah terlambat satu tindak.

Pada saat dia sedang teringat kembali untuk mengundurkan diri

dari ruangan Khie le Tong itulah mendadak permukaan tanah yang

diinyaknya sudah meresap ke dalam, kemudian diikuti dengan suara

peletekan yang amat nyaring, permukaan tanah itu sudah membalik

kearah dalam tanah.

Kiranya permukaan tanah dari ruangan Khie le Tong ini

merupakan sebuah papan yang bisa berputar.

Ti Then tidak sempat untuk menghindarkan diri lagi dari kejadian

itu, padahal sekali pun dia sempat meloncat mundur juga tidak

mungkin bisa menghindarkan diri dari kejadian itu karena seluruh

badannya kini sudah meluncur turun ke bawah dengan kecepatan

yang luar biasa.

Begitu tubuh Ti Then meluncur ke bawah, papan permukaan

yang ada di atasnya sudah menutup kembali seperti asalnya

semula, karenanya Ti Then yang meluncur ke bawah dengan amat

cepatnya itu sebelum tubuhnya mencapai permukaan tanah

keadaan di sekelilingnya sudah menggelap kembali.

Dia tidak tahu, bagaimana keadaan di bagian bawahnya, tetapi

dengan cepat, di dalam hatinya sudah mengambil suatu bayangan

yang paling buruk yaitu dia menduga dibagian bawahnya sudah

dipasang golok-golok yang amat banyak sekali menantikan

kejatuhan badannya, karena itu cepat-cepat dia mengerahkan

seluruh tenaga dalamnya melancarkan satu pukulan dahsyat kearah

bawah, pada saat yang bersamaan puIa. dengan menggunakan

tenaga pantulan itu dia berjumpalitan di tengah udara untuk

kemudian melayang turun dengan amat ringannya.

Di daIam sekejap saja tubuhnya sudah mencapai permukaan

tanah, pada saat kakinya mencapai tanah itulah seperti

menggerakkan alat rahasia lainnya terdengarlah suara benturan

yang amat keras di bagian atasnya sebuah benda besi yang amat

berat sekali melayang turun menghajar kepalanya.

Ti Then menjadi amat terperanyat sepasang tangannya dengan

cepat diayunkan ke atas siap-siap menerima benda yang mau

menekan dirinya itu, siapa tahu pada jarak kurang lebih beberapa

depa di atasnya benda itu berhenti bergerak.

Dia menghembuskan napas lega, dengan perlahan kakinya mulai

bergerak ke samping sedang tangannya mulai meraba-raba,

terasalah di sekelilingnya Cuma ada terali besi yang amat kuatnya.

Sebuah...dua..tiga..empat buah..mendadak dia menjadi paham,

teriaknya dengan perasaan amat kaget:

“Celaka, kiranya aku dikurung di dalam sebuah sangkar besi.”

Cepat-cepat dia mencekal besi-besi itu kemudian dengan sekuat

tenaga ditarik-tariknya beberapa kali, walau pun sudah kerahkan

seluruh tenaganya keadaan masih tetap seperti semula, bukan saja

tidak cidera bahkan gemilang sedikit pun tidak.

Besarnya terali besi itu ada sebesar kepalan bocah cilik, sedang

luasnya tempat itu hanya cukup buat dia berdiri saja,..dia tahu

ternpat ini adalah sebuah kurungan besi yang amat kuat sekali.

Bagaimana sekarang ?

Si rase bumi Bun Jin Cu sebentar lagi tentu sudah sampai di sini ,

„.

Mendadak ditengah kegelapan itu tertembuslah suatu sinar yang

amat terang sekali, sinar itu semakin lama semakin membesar,

dengan diikuti masuknya sinar terang terdengar juga suara cicitan

yang amat nyaring.

Sebuah pintu batu yang amat besar dengan perlahan-lahan

bergeser kearah sebelah kiri.

Ketika seluruh pintu batu itu sudah bergeser ke samping, sinar

terang memancar masuk memenuhi seluruh ruangan, dia bisa

melihat keadaan disekelilingnya dengan amat jelas sekali bahkan

melihat juga si rase bumi Bun Jin Cu yang berdiri di depan pintu.

Sedikit pun tidak salah, dia memang sudah terjerumus di dalam

sebuah

sangkar terbuat dari besi.

Pada tangan Bun Jin Cu menenteng sebuah lampu yang tahan

terhadap angin sedang wajahnya penuh dengan senyuman puas

sedang memandang dirinya, mendadak terlihatlah tangannya

menekan sebuah tomboI pada dinding di sampingnya kemudian

serunya sambil tertawa terkekeh-kekeh.

“Hey bangsat cilik, ayoh kemari.”

Sangkar dari besi itu dengan perlahan-lahan segera bergeser ke

depan dan terus bergerak sampai pada ujungnya yang persis ada di

hadapan dari dari si rase bumi Bun Jin Cu.

Bun Jin Cu segera meletakkan Iampu yang ada ditangannya ke

atas tanah kemudian sambil bertolak pinggang, ejeknya dengan

suara yang amat dingin.

“Bagaimana ? Hey bangsat, kau punya perkataan apa lagi ?”

“Tidak ada yang bisa dibicarakan lagi, sekarang aku sudah

terjatuh ke tanganmu, mau dibunuh mau disiksa sesukamu.”.

“Kau sudah bunuh suamiku, mencelakakan kami orang-orang

istana Thian Teh Kong sehingga berantakan, aku tidak akan

memberikan kematian yang terlalu cepat buat kamu orang, aku mau

menggunakan bermacam-macam cara siksaan untuk menyiksa

kamu, aku mau membuat kau binasa perlahan-lahan, binasa

sepotong demi sepotong”

“Apa itu binasa secara perlahan-Iahan, binasa sepotong demi

sepotong?” tanya Ti Then sambil tertawa pahit.

“Nanti kau akan tahu dengan sendirinya.”

“Besok lusa Wi Pocu sudah sampai di sini, jika kau mau

menghukum mati diriku lebih baik cepat sedikit.”

“Hmmm..” dengus Bun Jin Cu dengan amat dinginnya, “Kau

masih mengharapkan ada orang yang dating menolongmu keluar

dari sini?”

“Bilamana Wi Pocu tahu kalau aku sudah kau tawan sudah tentu

akan berusaha untuk menolong aku.”

“Betul!” seru si rase bumi Bun Jin Cu sambil tertawa dingin,

“Tetapi selamanya dia tidak akan berhasil.”

“Hee..soal ini lebih baik kita tunggu saja di kemudian hari.”

Bun Jin Cu tidak berbicara lagi, pada sebuah tempat di atas

dinding dia menekan lagi sebuah tombol alat rahasia, setelah itu

dengan tenangnya dia meninggalkan tempat tersebut.

Semula Ti Then menganggap tentunya dia akan menggerakkan

alat rahasia untuk mengembalikan sangkar besinya ketempat

semula, tetapi segera dia merasa keadaan sedikit tidak beres karena

begitu dia menekan tombol tersebut sangkar besi dimana dia berada

bukannya mundur ke belakang melainkan meluncur kembali ke

bawah,

Kurang lebih sesudah menurun sejauh tiga empat depa dalamnya

mendadak permukaan sangkar besi itu sudah terendam di dalam air

yang sangat dingin, kiranya di bawah permukaan tanah itu

merupakan sebuah kolam air yang sangat dingin.

Sangkar besi itu meluncur turun terus ke bawah sehingga air

yang merendam badan Ti Then setinggi lehernya, dalam hati dia

benar-benar merasa berdesir pikirnya:

“Oooh...Thian, sebetulnya dia mau berbuat apa terhadap diriku

dengan

merendam

badanku

ke

dalam

kolam??

mau

menenggelamkan badanku ataukah agar badanku menjadi hancur

?”

Kelihatannya dia punya maksud untuk menenggelamkan seluruh

badannya, karena ketika air sudah mencapai pada lehernya sangkar

besi itu masih terus meluncur ke bawah sehingga seketika itu juga

air kolam melampaui kepalanya.

Dengan tergesa-gesa dia merambat naik ke atas sangkar besi itu

untuk menongolkan kepalanya ke atas permukaan air, siapa tahu

sangkar besi itu tidak berhenti sampai di situ saja akhirnya sangkar

besi itu berhenti pada dasar kolam.

Kini dia terkurung di dalam sangkar, untuk keluar sudah tidak

mungkin lagi karena seluruh tubuhnya sudah terkurung di dalam air

sedang pernapasannya pun mulai terasa amat sesak.

Seperti seekor tikus yang terjatuh ke dalam air dengan gugup dia

bergerak ke sana kemari berusaha membuka penutup dari sangkar

besi itu, tetapi walau pun dia sudah berusaha dengan menggunakan

seluruh

tenaga dalamnya tetap tidak memperoleh hasil yang diinginkan,

beberapa waktu kemudian dia mulai terasa napasnla habis, tanpa

bisa dicegah lagi dia mulai membuka mulutnya meneguk air kolam

itu.

Satu detik kemudian dia tidak bisa bergerak lagi, tubuhnya

dengan amat tenangnya menggeletak pada dasar kolam ..jatuh

tidak sadarkan diri.

XXX

Waktu itu Wi Lian In sedang menunggu di bawah pohon dengan

amat tenangnya, dia rnerasakan hatinya amat kesepian tetapi

sedikit pun tidak merasa kuatir atas keselamatan dari Ti Then,

karena dia percaya dengan kepandaian silat yang dimiliki Ti Then

sekarang ini dia masih sanggup untuk menghadapi segala mara

bahaya.

Sepasang tangannya dipangku di depan dadanya sedang

kepalanya didongakkan memandang rembulan yang terpancang

ditengah awan, pada benaknya terbayang kembali berbagai

pemandangan indah semasa lalu, terbayang olehnya juga keadaan

sewaktu benteng Pek Kiam Po mengadakan perayaan buat

perkawinannya dengan Ti Then, bagaimana para tamu pada

berdatangan untuk memberi selamat sehingga seluruh Benteng

penuh sesak, ayahnya dengan senyum manis menarik tangannya Ti

Then untuk dikenalkan pada tamunya satu persatu...

Mendadak segulung awan gelap menutupi cahaya rembulan

membuat cuaca menjadi sangat gelap, seketika itu juga dia menjadi

sadar kembali dari lamunannya.

Pada saat itulah mendadak dia merasakan seseorang dengan

perlahan lahan mendekati badannya, dalam hati diam-diam dia

merasa sangat girang pikirnya.

“Tentu dia sudah kembali, tentu dia sudah datang. Hmmmm,dia

mau memeluk aku dari belakang agar aku menjadi kaget.”

Karena itu dia tidak bergerak lagi, dengan pura-pura tidak tahu

dia tetap berpangku tangan duduk di sana.

Perasaannya sedikit pun tidak salah, di belakang badannya

memang benar-benar ada seseorang yang mulai berjalan mendekati

badannya, cuma saja orang itu bukan Ti Then melainkan adalah

seorang yang berkerudung hitam.

Orang berkerudung hitam ini bukanlah orang yang sudah

melarikan diri sewaktu ada di perkam pungan Thay Peng Cung

melainkan orang lain.

Tubuhnya tinggi bahkan kelihatan gemuk sekali, sepasang

matanya memancarkan sinar yang amat tajam, jika dilihat dari

gerak-geriknya jelas sekali kepandaian silatnya berada jauh di atas

kedua orang berkerudung hitam yang melarikan diri dari perkam

pungan Thay Peng Cung tempo hari itu.

Dengan perlahan-lahan dia menggeserkan badannya mendekati

Wi Lian In yang sedang duduk terpekur, agaknya dia punya

maksud untuk menawan diri Wi Lian In secara tiba-tiba.

Akhirnya dia sudah mencapai pada kurang lebih tiga depa dari

diri Wi Lian In.

Tampak tangan kanannya dengan perlahan-lahan diangkat ke

atas sehingga terlihatlah lima jarinya yang seperti kuku garuda,

dengan perlahan dia mulai mendekat tubuh Wi Lian In dan

mengancam jalan darah Cian Cing Hiat-nya.

Pada saat yang bersamaan pula mendadak Wi Lian In putar

badannya menubruk kearah sepasang kaki dari ‘Ti Then’ sambil

serunya genit.

“Haa....haaa..mau menggoda aku yaah?”

Orang berkerudung itu sama sekali tidak menyangka dia bisa

melancarkan serangan ini dengan cepat sepasang kakinya menutul

permukaan tanah kemudian meloncat mundur sejauh tujuh delapan

kaki dari tempat semula.

Ketika Wi Lian In melihat orang itu bukanlah Ti Then dalam hati

juga merasa terperanyat, dengan gugup dia meloncat bangun

kemudian teriaknya.

“Siapa kau?”

Walau pun di dalam keadaan terperanyat dan gugup tetapi dia

bisa melihat kalau pihak lawannya bukanlah anak buah dari si rase

bumi Bun Jin Cu (Karena anak buah dari si rase bumi Bun Jin Cu

tidak perlu menggunakan kain kerudung segala), juga dia tahu

orang ini bukanlah orang berkerudung hitam yang melarikan diri

tempo hari sewaktu ada di dalam perkam pungan Thay Peng Cung.

Ketika orang berkerudung hitam itu mendengar perkataannya

ditambah lagi melihat perubahan wajahnya yang amat terperanyat

bercampur gugup segera tahu kalau tadi dia sudah salah

menganggap dirinya sebagai Ti Then, tanpa terasa lagi dia tertawa

terbahak-bahak.

“Kau kira aku siapa? Kekasihmu Ti Then? He..hee...”

Wi Lian In benar-benar merasa malu, gusar bercampur kaget,

segera dia maju satu langkah ke depan, kemudian bentaknya

dengan nyaring:

“Siapa kamu orang?”

Orang berkerudung hitam itu tetap tidak bergerak, dia hanya

tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Aku datang khusus hendak menyampaikan sebuah kabar buruk,

kekasihmu Ti Then sudah binasa di dalam istana Thian Teh Kong.”

Wi Lian In benar-benar merasakan hatinya tergetar sangat keras

sekali, air mukanya berubah menjadi pucat pasi sedang suaranya

pun rada gernetar.

“Kau . . . kau orang dari istana Thian Teh Kong?”

“Tidak salah” jawab orang berkerudung hitam itu mengangguk.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 21.1 : Wi Lian In juga terjebak

Walau pun dalam hati Wi Lian In merasa amat terperanyat,

tetapi dengan perasaan curiga tanyanya pula

“ Bilamana kau anak buah dari istana Thian Teh Kong kenapa

mukamu kau tutupi dengan kain kerudung?”

“Hee ?. hee .. karena akulah majikan yang baru dari istana Thian

Teh Kong"

“Hmmmm” Dengus Wi Lian In dengan amat dingin. “Kecuali Si

rase bumi Bun Jin Cu sudah modar, kalau tidak dari istana Thian

Teh Kong tidak akan muncul pemimpin baru. "

“Ha..ha.. kau bodoh, bodoh amat, sekarang si rase bumi Bun Jin

Cu kan sudah menjadi istriku. “

Mendengar perkataan ini Wi Lian In semakin terperanyat,

pikirnya:

“ Jikalau si rase bumi Bun Jin Cu itu benar-benar sudah

mendapatkan seorang suami yang baru maka sebagai pemimpin

baru dia mem punyai cara berpikir yang berbeda pula, dia memang

mirip sekali dengan lagak seorang pemimpin. “

“Omong kosong “ Teriaknya kemudian sembari berusaha

menenangkan pikirannya. “Bun Jin Cu baru saja kehilangan

suaminya, dia tidak mungkin mau mencari suami yang baru sebelum

suaminya dikubur satu bulan lamanya”

“Tetapi dia mau tidak mau terpaksa harus berbuat demikian “

sahut lelaki berbaju hitam yang berkerudung itu, “Karena dia sangat

memerlukan bantuan dari seorang suami untuk menyelesaikan

pekerjaannya pada esok hari. “

Wi Lian In segera merasa perkataannya ini beralasan juga,

seketika itu juga kepercayaannya terhadap “Kematian” Ti Then pun

menjadi bertambah tebal beberapa bagian hatinya terasa semakin

terkejut lagi.

"Kau jangan omong sembarang di sini.” Bentaknya dengan

teramat gusar. “Kau tahu bagaimana macam Ti Kiauw tauw kami?

dengan mengandalkan kepandaianmu yang seperti monyet

kepanasan jangan harap bisa melukai dirinya.”

“Kau tidak tahu siapakah aku yang sebetulnya, bagaimana bisa

tahu pula kalau aku tidak sanggup untuk melukainya?" Balas seru

lelaki berbaju hitam yang berkerudung itu sembari tertawa dingin.

“Aku tidak mau perduli siapa kau orang” teriak Wi Lian ln dengan

amat gusarnya, “Di dalam Bu lim pada saat ini kecuali si kakek

pemalas seorang jangan harap bisa menemukan orang yang bisa

mencelakai jiwanya. “

“Heee .. . heee .... aku bisa anggap perkataanmu itu sedikit pun

tidak salah tetapi alat-alat rahasia yang dipasang di dalam istana

Thian Teh Kong kami sudah cukup untuk menghancur lumurkan

seluruh isi badannya”

Wi Lian In pun tahu bagaimana hebat serta dahsyatnya a!at-alat

rahasia yang dipasang di dalam istana Thian Teh Kong,

kepercayaannya kali ini semakin bertambah beberapa bagian lagi.

Di dalam keadaan yang amat sedih bercampur gusar dia segera

membentak keras, tubuhnya sambil menubruk maju ke depan

teriaknya

“Aku akan adu jiwa dengan kau orang”

Sepasang tangannya dipentangkan di tengah udara, jari-jari

tangannya ditegangkan bagaikan baja lalu melancarkan serangan

dahsyat mencukil kearah sepasang mata pihak lawan.

Lelaki berkerudung itu segera tertawa panjang, telapak

tangannya dengan gaya “ Tong Ci Pay Kwan Im” atau bocah cilik

menyembah dewi Kwan Im menyambut datangnya serangan

tersebut, bersamaan pula kaki kanannya diangkat melancarkan

tendangan kilat menghajar lambungnya.

Ketika Wi Llan ln melihat serangan yang dilancarkan pihak lawan

ternyata tidak jelek dia tidak berani berlaku gegabah lagi, tubuhnya

dengan amat cepat miring ke samping sepasang telapak tangannya

dengan amat cepat membabat kearah kaki kanan pihak Jawan yang

menendang dirinya.

Telapak kiri lelaki berkerudung itu cepat cepat menyambar ke

samping. “Plaak.” dengan keras lawan keras dia tangkis datangnya

serangan dari Wi Lian In itu.

Wi Lian In segera merasakan tangannya seperti terbentur dengan

baja yang amat kuat, telapak tangan kanannya terasa amat sakit

sekali sehingga tak kuasa lagi tubuhnya tergetar mundur dua

langkah ke belakang.

Dengan pertempuran ini masing-masing pihak sudah merasa

amat jelas bagaimana kehebatan ilmu silat lawannya, jelas di dalam

hal tenaga dalam lelaki berkerudung itu jauh lebih tinggi beberapa

tingkat dari diri Wi Lian In.

Wi Lian In yang melihat tenaga dalam dirinya tidak sanggup

memenangkan pihak lawan cara bertempurnya segera berubah,

serangan-serangan yang dilancarkan banyak kosong dari pada nyata

dia tidak ingin menyambut datangnya serangan pihak lawan

denganke ras lawan keras kembali.

Dari ayahnya dia pernah belajar sebuah ilmu telapak yang khusus

ditujukan untuk melawan pihak musuh yang memiliki tenaga dalam

jauh Jebih tinggi dari dirinya, ilmu tersebut disebut sebagai ilmu

telapak “Lok Hoa Ciang” atau ilmu bunga berguguran, segera tanpa

berpikir panjang lagi dia mengeluarkan seluruh jurus dari ilmu

telapak bunga berguguran untuk menyambut datangnya serangan

dari pihak musuh.

Untuk beberapa saat lamanya lelaki berkerudung itu segera

terdesak mundur terus oleh keampuhan dari ilmu telapak itu, tetapi

semakin lama akhirnya dia berhasil juga mengetahui kunci

kelemahan dari ilmu telapak bunga berguguran itu, di dalam

sepuluh jurus kemudian dia sudah berhasil memunahkan seluruh

serangan pihak lawan di atas angin kembali.

Wi Lian ln yang hatinya bercabang karena memikirkan

keselamatan dari Ti Then membuat perhatiannya pun menjadi tidak

tercurahkan di dalam pertempuran ini, ketika diiihatnya ilmu telapak

bunga berguguran sudah digunakan habis tetapi masih belum juga

berbasil mendapatkan kemenangan hatinya terasa semakin

bertambah kacau, serangan yang dilancarkan menjadi kacau balau

sehingga berturut turut dia terdesak mundur terus oleh serangan

musuh.

Lelaki berkerudung itu tidak mau melepaskan barang satu detik

pun, dia terus menerus melancarkan serangan gencar mendesak

mundur Wi Lian In sedangkan mulutnya memperdengarkan suara

tertawanya yang amat menyeramkan.

“Heee ..hee , , budak liar-“ ejeknya dingin. “Jikalau kau orang

mau menemukan mayat kekasihmu lebih baik serahkan saja kau

orang tanpa melawan, aku segera akan membawa kau naik ke atas

gunung untuk menemuinya “

Baru saja dia orang habis berkata mendadak wajah Wi Lian In

berubah sangat girang sekali, teriaknya dengan cemas.

“ Aaaah.. „ Ti Kiauw tauw sudah datang “

“ Haaa ,, haa , mayatnya pun sudah mulai dingin” seru lelaki

berkerudung itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Kau jangan ngibul

tidak karuan, dia orang tidak akan bisa muncul kembali di sini hee,,

hee, kau mengharapkan dia orang bisa datang menolong dirimu?

mimpi, hii, hii, kau orang sedang mimpi di siang hari bolong”

Wi Lian In yang melibat dia orang sama sekali tidak dibuat takut

oleh gertakannya ini dalam hati semakin percaya lagi kalau Ti Then

sudah binasa di dalam istana Thian Teh Kong, saking sedih hatinya

permainan siiatnya pun menjadi bertambah kacau balau.

Melihat kesempatan yang amat baik lelaki berkerudung itu

dengan cepat maju melancarkan titiran serangan gencar mendadak

kakinya menyapu kearah kaki Wi Lian In dengan cepatnya sembari

membentak keras

“ Kau rubuhlah."

Wi Lian ln tidak sempat menghindarkan diri lagi, kakinya terkena

sapuan tersebut dengan amat cepatnya.

"Bruuuk.” Tubuhnya dengan amat keras terbanting ke atas tanah

tidak bisa berkutik lagi.

Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak, jari

tangannya dengan kecepatan bagaikan kilat melancarkan serangan

totokan ketubuh Wi Lian In.

Mendadak . . . .

“Lian In kau jangan gugup, aku datang” Suara seseorang yang

amat berat secara tiba-tiba berkumandang keluar dari dalam sebuah

hutan yang amat lebat.

Jika didengar dari nada suaranya orang itu mirip sekali dengan

diri Ti Then.

Seluruh tubuh lelaki berkerudung itu terasa bergetar dengan

amat kerasnya jelas sekali dia benar-benar merasa terperanyat.

Tanpa memperdulikan lagi diri Wi Lian ln yang menggeletak di

atas tanah dengan cepat tubuhnya meloncat ke atas pohon

kemudian berlalu dengan terbirit-birit.

Wi Lian ln benar-benar dibuat teramat girang, cepat-cepat dia

meloncat bangun lalu berseru dengan keras.

“Then ko, apa betul kau orang yang datang?"

Terdengar suara ujung baju yang tersampok angin berderu

mendatang, mendadak di depan tubuhnya berkelebat datang

sesosok bayangan manusia.Tetapi orang itu bukanlah Ti Then,

melainkan seorang pendekar berusia pertengahan.

Wajah pendekar berusia pertengahan ini cukup tampan,

pakaiannya merupakan sebuah jubah enghiong yang bersulamkan

seekor naga dari emas pada pinggangnya tersoren sebilah pedang,

sedang pada ujung pedang tergantunglah sebuah kain yang

berwarna merah.

“Kau, Suma suko” seru Wi Lian In agak tertegun dengan

membelalakkan matanya.

Kiranya pendekar berusia pertengahan ini bukan lain adalah salah

satu pendekar pedang merah dari Benteng Pek Kiam Po yang

bergelar “Mo lm Kiam Khek” Suma San Ho adanya.

Begitu tubuh si Mo Im Kiam Khek-Suma Sin Ho. melayang turun

ke atas permukaan tanah dengan cepat dia melintangkan

padangnya di depan dada. matanya menyapu sekejap ke empat

penjuru lalu ujarnya dengan cemas.

“Sumoay- di mana musuhnya? “

Dalam hati Wi Lian In merasa sangat kecewa sekali karena orang

yang datang bukanlah diri Ti Then, tetapi dalam hati dia pun merasa

amat terkejut bercampur heran karena dia sama sekali tidak

menyangka di dalam keadaan yang sangat berbahaya pendekar

pedang merah ini bisa tepat munculkan dirinya di sana, dengan

pandangan termangu mangu dia orang memperhatikan diri Suma

San Ho.

“Suma Suko. bagaimana kau orang bisa sampai di sini? “

Bukannya memberi jawaban dia malah balik bertanya.

“Ie heng tahu besok pagi Wi Pocu ada janyi dengan pihak istana

Thian Teh Kong- karenanya aku bermaksud malam ini mengadakan

penyelidikan dulu terhadap situasi pihak musuh karena itu aku

sengaja datang ketempat sini. tadi aku dengar kau berteriak Ti

Kiauw Tauw sudah datang,.... .sebenarnya sudah terjadi urusan

apa??? Ti Then sudah pergi kemana??? siapakah orang yang sudah

menyerang dirimu tadi ??? “

Mendengar pertanyaan itu tak tertahan lagi titik-titik air mata

mengucur keluar dengan derasnya membasahi seluruh wajah Wi

Lian ln.

“ Ti Kiauw tauw sudah binasa.” ujarnya sembari menangis

terisak-isak.

“Sungguh?” Teriak Suma San Ho dengan amat terkejut. “Jadi

yang dimaksud sebagai mayat pun sudah mendingin olteh orang itu

adalah diri Ti Kiauw tauw.”

“ Benar.” Sahut Wi Lian In mengangguk, suara tangisannya

semakin lama semakin keras. “Dia bilang Ti Kiauw Tauw sudah

terjebak oleh alat rahasia dan kini sudah meninggal“

“Lalu siapakah orang itu?” Tanya Suma San Ho dengan semakin

cemas lagi.

“ Seorang lelaki yang berkerudung, dia menyebut dirinya sebagai

suami si rase bumi Bun Jin Cu yang baru, pemimpin baru dari istana

Thian Teh Kong.”

“Tetapi aku rasa hal ini tidak mungkin” Seru Suma San Ho kaget.

“Aku pun merasa demikian, si rase bumi Bun Jin Cu tidak

mungkin mau kawin lagi dengan begitu cepat, - tetapi perkataan

dari lelaki berkerudung itu sangat beralasan sekali, dia bilang Bun

Jin Cu sangat membutuhkan seorang suami untuk menggantikan

ayahku, perkataan ini ...”

“Perkataan ini tidak dipercaya.” Potong Suma San Ho dengan

cepat.

Wi Lian In menjadi melengak.

“Kenapa tidak boleh dipercaya? Bun Jin Cu memang seharusnya

membutuhkan seorang yang memiliki kepandaian silat amat tinggi

untuk membantu dia orang menghadapi musuh-musuhnya untuk

memenangkan

pertempuran

esok

pagi

dia

seharusnya

mengorbankan semuanya demi tercapainya cita-cita ini,”

“Tidak benar, tidak benar” ujar Suma San Ho sambil gelengkan

kepalanya berulang kali. “Berita yang le heng dapatkan sama sekali

tidak ada yang menganggap soal Bun Jin Cu sudah kawin lagi”

"Kau sudah memperoleh berita apa? “ tanya Wi Lian In

melengak.

“ Kemarin sore le heng mendengar banyak orang yang berbicara

katanya orang-orang pihak istana Thian Teh Kong sudah pada

menghianati diri Bun Jin Cu, katanya karena mereka melihat si

anying langit Kong Sun Yau sudah modar dan mengetahui juga

perjanyiannya dengan Wi Po cu esok hari mereka segera merasakan

kalau pemimpin mereka tidak akan sanggup mengalahkan orang-

orang benteng Pek Kiam Po karenanya bersama sama mereka

sudah berkhianat dan melarikan diri turun gunung sesudah

merampok seluruh kekayaan yang ada di dalam istana , . . apakah

kalian tidak pernah mendengar adanya berita ini?”

“Tidak pernah, apakah sungguh hal ini sudah terjadi?” tanya Wi

Lian ln terkejut.

“Kemungkinan besar hal ini sudah terjadi, karena di tengah

perjalanan le-heng sudah menemui beberapa orang anggota istana

Thian Teh Kong ketika mereka melihat diri le-heng ternyata sudah

pada berlarian menyauhi

perlawanannya “

diriku

tanpa

berani

memberikan

"Jika hal ini benar-benar sudah terjadi maka lelaki berkerudung

tadi pasti bukanlah suami yang baru dari si rase bumi Bun Jin Cu”

seru Wi Lian In mendadak, “karena jika Bun Jin Cu mau kawin dia

tentu mencari seorang yang memiliki kepandaian silat amat lihay,

jikalau dia sudah mem punyai seorang suami yang memiliki

kepandaian silat amat lihay anak buahnya sudah tentu tidak akan

menghianati dirinya lagi, bukan begitu? “

“Kapan kau serta Ti Kiauw-tauw tiba di sini ?”

“Sebelum malam hari sudah tiba di sini, Ti Kiauw-tauw bilang

mau naik ke gunung untuk menyelidiki jejak musuh di dalam istana

Thian Teh Kong dan menyuruhi aku menunggu di sini, aku sudah

menunggu dua jam lamanya mendadak muncul lelaki berkerudung

itu, kepandaian silatnya sangat lihay sekali aku tidak bisa

mengalahkan dia “

“Tetapi.. “ ujar Suma San Ho kemudian sambil mengerutkan

keningnya setelah berpikir sejenak. “Jika dia orang bukan orang

pihak istana Thian Teh Kong lalu mengapa sudah turun tangan

membokong dirimu ? maka , . .”

“Aaaah ... sekarang aku baru tahu” tiba-tiba teriak Wi Lian In

dengan keras. “Dia tentunya pemimpin dari tiga orang berkerudung

yang terdahulu, dia bukan lain tentu yang sudah melakukan jual beli

dengan Hu Pocu kita.”

Suma San Ho yang mendengar perkataan ini segera dibuat

menjadi bingung, sambil mengucak-ucak matanya dia bertanya:

“Siapakah ketiga orang berkerudung itu? siapa yang sudah

mengadakan jual beli dengan Hu Pocu kita ?”

Persoalan ini jika diceritakan amat panjang sekali, lebih baik kita

pergi memecahkan teka teki mati hidupnya Ti Kiauw tauw serta

keadaan dari istana Thian Teh Kong dulu, lalu aku baru

menceritakam seluruh persoalan kepadamu”

“Baiklah” jawab Suma San Ho mengangguk. “Tetapi le heng

percaya Ti Kiauw tauw belum menemui bencana, dia pasti masih

hidup “

Mendengar perkataan ini Wi Lian In menjadi amat girang,

tanyanya,

“Dengan berdasarkan apa kau berani memastikan, kalau Ti Kiauw

tauw belum menemui bencana?“

Suma San Ho segera tersenyum.

“Tadi secara mendadak kau berteriak “Ti Kiauw tauw sudah

datang” apakah sengaja sedang memancing jawaban dari pihak

lawan? “

“Benar, tetapi bangsat itu sama sekali tidak dibuat kaget oleh

perkataanku itu, bahkan sebaliknya malah tertawa terbahak bahak,

dia bilang mayat dari Ti Kiauwtauw sudah mendingin maka aku jadi

merasa sangat kuatir terhadap keselamatan Ti Kiauw tauw"

“ Ti Kiauw tauw sudah pergi selama dua jam lamanya dan belum

kembali juga, kemungkinan sekali dia memang sudah terjatuh ke

tangan si rase bumi Bun Jin Cu tetapi dia pasti belum menemui

kematiannya alasannya, pertama: Besok pagi Bun Jin Cu akan

mengadakan pertempuran melawan Wi Pocu jikalau malam ini dia

berhasil menawan diri Ti Kiauw tauw maka dia tidak akan cepat-

cepat penghukum mati dirinya sebaliknya menahan dirinya untuk

menguasahi Wi Po cu pada keesokan harinya. Kedua : tadi aku

sewaktu Ie-heng menirukan nada suara dari Ti Kiauw tauw dengan

berkata “Aku datang” lelaki berkerudung itu cepat-cepat melarikan

diri dari sini, hal ini berarti juga kalau Ti Kiauw tauw belum mati, jika

dia sudah mati mengapa lelaki berkerudung itu segera melarikan diri

sesudah mendengar suaranya?“

“Benar, benar sekali“ Seru Wi Lian In dengan amat girang. “

Tetapi lebih baik kita menyeiidiki urusan ini sampai jelas terlebih

dulu . „ , ayoh jalan“

Wi Lian In dengan cepat berlari menuju ke atas gunung, Suma

San Ho pun mengikuti dari belakangnya sambil berlari tanyanya

dengan suara keras,

“ Sumoay, apakah Pocu tidak berjalan bersama-sama dengan

kalian ?”

“Tidak, Tia berangkat dulu satu hari sebelum kita berangkat,

katanya

dia mau menawan diri Hong Mong Ling. Ooooh benar, aku mau

memberitahukan satu hal kepadamu, itu bangsat yang tidak tahu

malu Hong Mong Ling sudah menemui ajalnya.”

“Aaaah??? dia mati di tangan siapa?” tanya Suma San Ho

tertegun.

“Dia sudah dibinasakan oleh lelaki berkerudung tadi. aku percaya

orang berkerudung tadi pastilah orang yang sudah melakukan jual

beli dengan Hu Pocu kita.”

“Sebetulnya sudah terjadi urusan apa?”

“Baiklah aku sekarang juga menceritakan urusan ini kepadamu,

sebenarnya urusan adalah begini, setelah aku serta Ti Kiauw tauw

meninggalkan benteng karena waktu itu masih ada dua puluh hari

lamanya dengan waktu perjanyian dengan Bun Jin Cu maka Ti

Kiauw tauw mengajak aku berpesiar kegunung Kim Teng San . . .”

“Kim Teng San?” sela Suma San Ho terperanyat. “Bukankah

gunung Kim Teng San merupakan tempat kediaman dari si kakek

pemalas Kay Kong Beng, kalian sudah bertemu dengan dia orang? “

“Sebenarnya kami tidak bermaksud untuk menemui Kay Kong

Beng itu tetapi sesampainya di atas gunung Kim Teng San karena

tidak ada tempat indah yang bisa dinikmati maka kami mengambil

keputusan untuk pergi ke rumah kediaman Kay Kong Beng.

Siapa sangka sewaktu tiba di depan gua tempat tinggal Kay Kong

Beng di atas puncak gunung Kim Teng San ternyata kami sudah

menemukan itu bangsat cilik Hong Mong Ling sedang berlutut di

depan gua memohon Kay Kong Beng untuk menerimanya sebagai

murid..”

Sewaktu dia menyelesaikan ceritanya mereka berdua sudah tiba

di punggung gunung, yaitu tepat di depan kuil yang sudah terbakar

hangus itu.

Melihat asap yang masih mengepul di antara tumpukan puing-

puing tak terasa lagi Suma San Ho sudah berkata.

“Kelihatannya berita yang tersiar dalam dunia kang ouw adalah

sungguh-sungguh terjadi, istana Thian Teh Kong agaknya memang

benar-benar sudah menemui pengkhianatan”

“Tidak tahu bagaimana dengan keadaan istana Thian Teh Kong-

nya sendiri?” ujar Wi Lian In sambil memandang ke tempat

kejauhan. “Jikalau di sana pun sudah terbakar musnah hal ini

berarti juga Ti Kiauw-tauw tidak mungkin sudah terjebak di dalam

alat rahasia yang dipasang di dalamnya.

“Benar” jawab Suma San Ho mengiakan. “Kemungkinan sekali

istana Thian Teh Kong belum sampai terbakar musnah, jikalau

sudah hancur lebur mana mungkin Bun Jin Cu tetap berdiam

ditempat ini ? Ti Kiauw tauw pun tidak mungkin pergi sedemikian

lamanya.”

Seketika itu juga Wi Lian ln merasakan hatinya mulai murung

kembali, tanyanya dengan amat cemas :

“Jarak dari sini ke istana Thian Teh Kong masih seberapa jauh?”

“Tidak terlalu jauh lagi, mari ikuti diriku"

Dengan dipimpin oleh Suma San Ho mereka berdua segera

melakukan perjalanan kembali ke depan, setelah melewati sebuah

tebing yang terjal mendadak Suma San Ho menghentikan

langkahnya, ujarnya dengan suara perlahan sambil menuding

kearah sebuah bayangan hitam di atas gunung yang ada

diseberangnya.

“Coba kau lihat, itulah istana Thian-Teh Kong”

Saat ini pagi hari sudah mulai mendekat, sinar rembulan telah

lenyap dari udara membuat suasana di sekeliling tempat itu amat

gelap sekali, ditengah kegelapan cuma terlihat sedikit sinar lampu

yang memancarkan keluar dari dalam istana Thian Teh Kong

ditempat kejauhan, keadaan pada saat itu amat menyeramkan

sekali.

“Kau lihat bagaimana?” tiba-tiba bisik Wi Lian ln dengan suara

perlahan.

“ Selama di dalam perjalanan menuju ke tempat ini sama sekali

kita tidak menemukan kaum perampok yang berjaga-jaga di sekitar

tempat ini, jelas sekali istana Thian Teh Kong sudah menemui

bencana tetapi jika ditinyau dari keadaan ini agaknya istana Thian

Teh Kong itu sama sekali tidak menemui cedera, sudah tentu Bun

Jin Cu pun masih ada di sana..”

“Jika demikian tidak salah lagi Ti Kiauw tauw pasti sudah

tertawan olehnya” sambung Wi Lian In dengan hati yang berdebar-

debar keras.

“Ehmmm..coba kau lihat baiknya kita masuk ke dalam istana

sekarang juga atau menanti sesudah terang tanah?”

“Sudah tentu sekarang juga,”

“Tetapi suasana di dalam istana itu amat gelap sekali “ seru

Suma San Ho ragu-ragu, “ apalagi kita pun tidak tahu bagaimana

keadaan di dalam istana tersebut, jikalau sampai terjebak oleh alat

rahasia mereka . . .”

“Jika kau tidak berani masuk tunggulah di tempat ini saja biar

aku masuk seorang diri” Potong Wi Lian In cepat.

Tubuhnya dengan cepat melayang ke arah istana Thian Teh Kong

itu.

Dengan terburu-buru Suma San Ho memburu ke depan.

“Nona Wi kau jangan salah paham” ujarnya dengan suara yang

amat lirih, bukannya nyali le-heng kecil tetapi aku rasa kita harus

bekerja dengan berhati-hati”

Saat ini Wi Lian In cuma ada satu tujuan saja di dalam hatinya

yaitu mengetahui keadaan yang sebenarnya dari Ti Then terhadap

keselamatan dirinya sendiri sama sekali dia tidak mengambil pikiran

lagi, mendengar perkataan itu dia segera tertawa dingin.

“Setelah kita tiba di istana Thian Teh Kong asal jangan masuk ke

dalam rumah bukankah alat-alat rahasia itu sama sekali tidak bisa

mengapa-apakan diri kita?”

“Sekali pun begitu lebih baik kita sedikit berhati-hati “ ujar Suma

San Ho perlahan, “Kemungkinan sekali masih banyak orang yang

tidak menghianati diri Bun Jin Cu.”

Wi Lian In tidak berbicara lagi, dengan beberapa kali loncatan dia

melayang turun di depan istana Thian Teh Kong itu.

Ketika dilihatnya terdapat banyak mayat-mayat

bergelimpangan di depan istana itu dia menjadi tertegun.

yang

“liih „ . orang-orang ini apakah dibunuh mati oleh Ti Kiauw

tauw?”

Suma San Ho segera berjongkok memeriksa keadaan dari mayat

mayat tersebut lalu gelengkan kepalanya,

“Bukan, orang-orang ini sudah mati kurang lebih sudah mati satu

hari lamanya “

“Lalu siapa yang melakukannya? “ tanya Wi Lian In heran.

“Kemungkinan sekali dilakukan oleh Bun Jin Cu sendiri“

”Tidak salah “ Seru Wi Lian In menjadi panas kembali, “Dia

melihat orang orang ini pada mengkhianati dirinya sudah tentu

sangat marah sekali, karenanya dalam keadaan marah dia lalu turun

tangan kejam membinasakan mereka semua”

Dia berhenti sebentar untuk menyapu sekejap ke sekeliling

tempat itu, lalu tambahnya lagi.

“ Jika dilihat dari keadaan ini di dalam istana masih ada orang

lain tidak?”

“ Menurut apa yang le heng ketahui di antara anak buah si

anying langit rase bumi cuma ada dua orang saja yang tidak

mungkin mengkhianati diri mereka,”

“Siapa?” Tanya Wi Lian ln sambil memandang kearahnya dengan

tajam.

“Si menteri pintu serta Pembesar jendela. dua orang ini paling

setia terhadap si anying langit rase bumi, kini sekali pun si anying

langit sudah modar tetapi mereka tidak mungkin mau mengkhianati

diri Bun Jin Cu”

Mendengar disebutnya nama-nama itu Wi Lian ln segera tertawa

dingin.

“Jika cuma kedua orang ini saja kita tak perlu terlalu takut lagi,

kepandaian silat mereka aku orang sudah pernah menyajalnya, aku

kira tidak ada yang bisa dibanggakan”

Dia berjalan menuju ke samping sesosok mayat lalu memungut

sebilah pedang panjang.

“Ayoh jalan” ujarnya sambil berjalan menuju ke pintu depan,

“Kita lihat-lihat ke dalam”

Setelah mereka berdua keluar memasuki pintu depan, apa yang

dilihat keadaan di sana mirip sekali seperti yang ditemui Ti Then

semula di dalam istana penuh bergelimpangan mayat-mayat yang

kebanyakan kehilangan lengannya, kaki atau kepalanya, darah yang

mulai membeku berceceran di semua tempat membuat keadaannya

sangat mengerikan sekali.

Suma San Ho yang merupakan seorang pendekar yang memiliki

nama terkenal di dalam Bu lim entah sudah menemui berapa

banyak pertempuran yang ngeri tetapi ketika melihat suasana di

dalam istana itu tak terasa lagi dengan membelalakan matanya dia

menghela napas panjang.

“Sungguh tidak kusangka istana Thian Teh Kong yang sudah

memimpin kaum Liok-lim selama puluhan tahun lamanya kini sudah

mendapatkan akhir yang demikian mengenaskan“

“Bilamana pada hari biasa si anying langit serta rase bumi bisa

baik-baik menarik anggotanya sudah tentu tidak akan terjadi

pengkhianatan semacam ini “

Mereka berdua dengan melintangkan pedang di depan dada

melakukan pemeriksaan kembali di sekeliling tempat itu, ketika

dirasanya tak tampak sesosok manusia yang masih hidup dan

dengan segera mereka melanjutkan langkahnya masuk ke dalam

istana itu dan tiba di depan ruangan Khie Ie Tong tersebut.

Mendadak dari dalam ruangan Khie Ie Tong berkumandang

keluar suara rintihan yang amat lemah sekali.

Suara itu sepertinya dikeluarkan oleh seorang yang sudah

mendekati ajalnya, kedengarannya amat mengerikan sehingga

mendirikan bulu roma.

Wi Lian In serta Suma San Ho yang mendengar suara ini

bersama sama menjadi amat terkejut, cepat-cepat tubuhnya

membungkuk ke bawah dan pusatkan perhatiannya untuk

mendengar.

Beberapa saat kemudian terdengar Suma San Ho berbisik dengan

suara yang amat lirih kepada Wi Lian In :

“ Agaknya suara itu berasal dari seorang rampok muda“

“ Tapi aku rasa suara itu mirip sekali dengan suara Ti Kiauw-

tauw” bantah Wi Lian In.

Air muka Suma San Ho segera berubah sangat hebat.

“ Oooooh . . . benar ?“

Wi Lian In segera pusatkan perhatiannya untuk mendengarkan

kembali suara itu beberapa saat lamanya, akhirnya dengan wajah

berubah amat hebat bisiknya:

“ Aaaah .... semakin didengar aku rasa semakin mirip “

“ Jika dia orang adalah Ti Kiauw-tauw bagaimana dia orang bisa

terluka di dalam ruangan Khie Ie Tong ini ?”

“Tentu sewaktu dia memasuki ruangan Khie Ie Tong ini untuk

mengadakan pemeriksaan sudah tersenggol alat rahasia dan

terhajar semacam senyata rahasia.”

“Tidak bisa jadi “ seru Suma San Ho mengemukakan kecurigaan

hatinya. “Jikalau Bun Jin Cu melihat dia sudah terluka tentu segera

menawan

dia orang untuk disimpan di dafam penyara, dia tidak mungkin

membiarkan dia orang berbaring di sana terus”

“ Tetapi jika Bun Jin Cu sudah meninggalkan istana Thian Teh

Kong ini?”

Sinar mata Suma San Ho segera berkelebat, akhirnya dia

mengangguk juga.

“Ehmmm tidak salah, kemungkinan sekali Bun Jin Cu sudah

meninggalkan

tempat ini...coba kau berteriaklah untuk lihat-lihat adakah reaksi

dari dalam ruangan”

Wi Lian In segera bangkit berlari dan berteriak ke arah ruangan

Khie Ie Tong itu,

“Hey . . di dalam ada orangkah ?

Dari tengah ruangan tersebut segera menyahut suara seorang

dengan nada terputus-putus.

“Lian. . In . . kau... kau ..ce . , . pat . . . daaa - ., datang .”

Kecuali Ti Then siapa orang lagi yang bisa memanggil dirinya

dengan sebutan Lian In?

Wi Lian In menjadi sangat girang sekali dia menoleh dan

menggape kearah Suma San Ho lalu bertindak menuju ke ruangan

Khie Ie Tong tersebut

“Tunggu dulu” cepat Suma San Ho menarik tangannya.

“Kenapa?“ teriak Wi Lian In dengan amat gusar.

Suma San Ho tidak ambil perduli terhadap dirinya yang merasa

kurang senang terhadap tindakannya ini, teriaknya keras :

“Ti Kiauw tauw, di dalam sana adakah alat rahasia ?”

“Kaaau .. . . kau .. kau siapa ?” Suara rintihan dari Ti Then

segera bergema kembali.

“Cayhe adalah Suma San Ho dari pendekar pedang merah “.

“Aiaa . . . aaaalat .... alat rahasia di sini - - - di si ni sudah ....

sudah berjalan . . . kaaa .... kalian cepat .. , cepat masuk . tolong . .

tolong . . aaaku . . - aku . - - aaa . “

“ Aku datang” Wi Lian In tidak bisa menahan golakan hatinya

dengan cepat dia berkelebat masuk ke dalam ruangan tersebut.

Suma San Ho yang melihat sumoaynya berlari masuk segera

mengikutinya dari belakang mereka berdua dengan cepat

menerjang masuk ke dalam ruangan Khie Ie Tong yang amat gelap

gulita itu.

Untuk beberapa saat lamanya mereka tidak bisa melihat Ti Then

sebenarnya sudah terluka diarah sebelah mana, Wi Lian ln jadi

bingung serunya kembali,

“ Ti Kiauw iauw, kau berada di mana?“

Baru saja ucapannya selesai mendadak permukaan tanah yang

diinyak oleh mereka sudah membalik kearah dalam.

Seperti halnya dengan Ti Then mereka pun tidak punya

kesempatan untuk melarikan diri, bersama-sama tubuhnya meluncur

jatuh ke bawah.

Lalu seperti juga dengan Ti Then mereka berduaan terkurung di

dalam kerangkeng besi di bawah tanah itu.

Wi Lian In menjadi sangat terperanyat, teriaknya berulang kali

“Aduh celaka... kita kena tipu, kita kena tipu,”

Suma San Ho lalu mencabut keluar pedangnya dan membacok

kearah kurungan besi tersebut tetapi tidak berguna, besi terali itu

terbuat dari baja murni yang tidak mungkin bisa dihancurkan

dengan menggunakan pedang biasa, dia menjadi menghela napas

panjang.

“Sungguh jahanam sekali “ makinya dengan gusar. "

“Semuanya adalah kesalahanku” ujar Wi Lian ln dengan wajah

sangat malu, “Aku sama sekali tidak mendengar kalau suaranya

ternyata palsu”

“ Heee, heee, semuanya dikarenakan kelihayan dari permainanku

untuk menirukan nada suara dari kekasihmu itu “

Dengan diiringi suara tertawanya yang kegirangan si rase bumi

Bun Jin Cu sudah muncul pada ujung kurungan besi itu.

Bersamaan dengan suara terbukanya pintu batu, pada ujung

dinding dengan perlahan-lahan terbuka ke samping, serentetan

sinar yang amat terang memancar masuk dalam ruangan.

Dengan wajah penuh senyuman Bun Jin Cu muncul di depan

pintu, lalu tangannya menekan tombol pada dinding, kurungan besi

itu dengan cepatnya sudah meluncur ke depan tubuhnya.

“Hii.. . . bii . penghasilanku malam ini sungguh bagus sekali “

ujarnya tertawa cekikikan, “Di dalam satu malaman aku sudah

berhasil memperoleh tiga ekor ikan besar “

Wi Lian In benar-benar dibuat sangat gusar sekali, kakinya

dengan cepat melancarkan tendangan dahsyat menghajar besi

kurungan tersebut. f

“Nenek bangsat” makinya dengan amat gusar “Kau sudah apakan

Ti Kiauw-tauw kami ?”

“Kau ingin cepat-cepat bertemu dengan dia bukan ?“ ejek Bun Jin

Cu tertawa.

Sudah tentu Wi Lian ln sangat mengharapkan bisa bertemu

dengan diri Ti Then untuk mengetahui mati hidupnya, tetapi dia

tidak memberikan jawabannya, sepasang matanya dengan amat

gusar melotot ke arahnya dia kepingin sekali menerjang keluar dari

kurungan lalu kirim satu bacokan membinasakan dirinya.

“Nona Wi” ujar Bun Jin Cu kembali sambil tertawa. “Aku tahu kau

sangat suka kepada dirinya, tetapi aku orang mau memberi nasehat

kepadamu lebih baik perasaan cintamu ini kau tarik kembali, karena

untuk hidupmu kali ini tidak mungkin bisa memperoleh jawabannya

lagi”

Wi Lian In ketika mendengar perkataan itu menjadi amat

terperanyat.

“Kau sudah mencelakai dirinya ?” Bentaknya dengan amat gusar.

“Apakah dia orang tidak seharusnya modar?” Balas tanya Bun Jin

Cu sambil menyandarkan tubuhnya pada dinding tembok.

Wi Lian In benar-benar dibuat teramat

menggetarkan pedangnya dia menantang.

gusar

sambil

“Lepaskan aku keluar, aku mau menyagal kau nenek tua yang

jelek.”

Bun Jin Cu tenang-tenang saja seperti baru melihat harimau

betina yang sedang kalap dia tersenyum-senyum.

“Perkataan kau orang sungguh lucu sekali, mana mungkin aku

mau melepaskan dirimu hanya untuk membunuh diriku?”

“Mari kita adakan pertempuran yang menentukan mati hidup

kita, coba lihat kau yang mati atau aku yang hidup,” teriak Wi Lian

In kembali.

“Heee . . - hee .. , , aku tidak akan berbuat demikian,” ujar Bun

Jin Cu sambil gelengkan kepalanya,” Aku sudah berbasil menawan

dirimu, buat apa kau paksa aku untuk membuang tenaga dengan

percuma?“

“Perempuan cabul, nenek tua yang jelek, tidak aneh kalau anak

buahmu pada menghianati dirimu, kau.. . , , kau tidak cukup

bersikap sebagai pentolan perampok perempuan“

“Hiii ..- hiii . .,hiii . . . ayo maki, maki terus sepuas hatimu, nanti

aku mau suruh kau menangis terus.”

“Bun Jin Cu.” Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung- “Kau punya

rencana menghukum kita dengan cara apa?”

“Kau tunggu saja nanti,”

“Heee ... heee . , .aku mau peringatkan satu hal kepadamu” ujar

Suma San Ho kembali sambil tertawa dingin, “Pendekar pedang

merah dari Benteng Pek Kiam Po sudah pada kumpul di atas gunung

ini, jikalau kau kepingin hidup cepat lepaskan kita dari sini”

Mendengar perkataan tersebut Bun Jin Cu segera angkat

kepalanya tertawa terbahak bahak.

“Pendekar pedang merah dari benteng Pek Kiam Po kalian itu

masing-masing macam apa? kini aku orang sudah berhasil menawan

nona Wi yang terhormat ini, sekali pun datang seratus orang Wi Ci

To aku pun tidak akan takut.”

“Tapi bilamana kami mati kau pun jangan harap bisa meloloskan

diri dengan selamat”

Bun Jin Cu tertawa semakin keras lagi.

“Perkataanmu ini kemungkinan sekali tidak salah, tetapi sejak

semula.

aku orang sudah tidak ingin hidup lebih lama lagi, ini hari aku

orang bisa menghukum mati Ti Then serta nona Wi ini sekali pun

pada kemudian hari harus binasa ditangan Wi Ci To sedikit pun aku

tidak merasa menyesal”

“Ti Kiauw-lauw sudah membinasakan suamimu, kalau kau orang

mau membalas dendam ini kami tidak bisa berkata apa-apa lagi,

tetapi Wi Sumoay kami ini tidak punya dendam apa-apa dengan

kau orang, kenapa kau pun ingin membinasakan dirinya?“

Bun Jin Cu segera tertawa, “Sewaktu ada dialas tebing Sian Ciang

dia sudah mengejek diriku, karena itu setelah aku orang membuat

dia merasakan penderitaan yang amat hebat lalu sekalian

membasminya dari muka bumi “

Wi Lian In segera menjerit keras, teriaknya

“Sekarang juga aku mau mengejek dirimu lagi, kau kehilangan

suamimu memang pantas, bagus sekali kematiannya ini namanya

takdir buat kau orang, tahu tidak perempuan cabul ?“

Air muka si rase bumi Bun Jin Cu berubah sangat hebat.

“Menteri pintu, pembesar

panggilnya dengan keras.

jendela,

kalian

masuk

kemari”

“Baik”.

JILID 21.2 : Pengkhianatan menteri pintu

Ditengah suara sahutan tampak dua orang berjalan masuk ke

dalam pintu dan muncul di belakang tubuh Bun Jin Cu.

“Bawa mereka ke dalam ruangan siksa” perintahnya kepada

kedua orang itu.

Selesai berkata dia berjalan meninggalkan tempat itu.

Ketika si menteri pintu melihat dia berlalu dari sana dari

wajahnya segera terlintas senyumannya yang amat seram, dengaa

perlahan dia ke ujung ruangan dan menekan sebuah tombol di

sana.

Dengan disertai suara gesekan yang amat keras kurungan besi

dimana Wi Lian In serta Suma San Ho berada dengan perlahan

mulai menurun ke bawah dan masuk ke dalam kolam air itu.

Atau dengan perkataan lain, mereka

penyambutan seperti yang dialami Ti Then.

pun mendapatkan

Kurang lebih seperempat jam kemudian, menteri pintu baru

menekan tombol kembali untuk mengerek naik kurungan besi

tersebut.

Saat Wi Lian In serta Suma San Ho yang ada di dalam kurungan

besi itu sudah jatuh tidak sadarkan diri, bagaikan dua ekor ayam

yang tercebur ke dalam air dengan lemasnya mereka menggeletak

di dasar kurungan.

Si pembesar jendela segera memandang ke arah Wi Lian In,

wajahnya sudah penuh diliputi oleh napsu jahat, ujarnya dengan

cengar cengir.

“Nona yang begitu cantiknya kalau dibinasakan sungguh sayang

sekali . .”

“Haa , . haa , , bagaimana, kau sudah mengilar.: “ Goda si

menteri pintu tertawa terbahak bahak.

“Cuma aku tidak enak untuk mengusulkan permintaanku ini“

“Bagaimana kalau Lohu yang mewakili dirimu?“

“Apakah Hujin setuju? “

“Jangan kuatir” seru si menteri pintu tersenyum “Menanti setelah

Wi Ci To pun berhasil ditawan aku kira hujin tentu menyetujuinya,

kau menggunakan barang apa untuk mengucapkan terima kasihnya

kepadaku?”

Si pembesar jendeia segera tertawa terbahak-bahak.

“ Kita menteri pintu pembesar jendeia, kau suka harta aku suka

perempuan sudah tentu aku menggunakan uang untuk

mengucapkan terima kasihku kepadamu"

“Berapa ?“

“Bagaimana kalau seratus tahil perak"

“Baik, kita putuskan demikian.”

Demikianlah mereka berdua lalu membuka pintu kurungan besi

itu dan menggotong tubuh Wi Lian In serta Suma San Ho keluar.

Setelah diberi pertolongan seperlunya ketika melihat mereka

hendak sadar kembali dari pingsannya kedua orang itu segera

menotok jalan kakunya, setelah itu dengan seorang membopong

sesosok tubuh berjalan keluar dari sana.

Setelah melewati sebuah lorong kecil dan melewati sebuah pintu,

sampailah mereka di dalam sebuah ruangan siksa yang agak lebar.

Di dalam ruangan siksa itu sudah tersedia berbagai macam alat

siksa yang sangat menyeramkan.

Si rase bumi Bun Jin Cu duduk di atas sebuah kursi yang tertutup

dengan sebuah kulit macan, beberapa kaki di hadapannya berdirilah

tiga buah tiang kayu yang pada tiang tengah sudah terikat

seseorang.

Orang itu bukan lain adalah Ti Then.

Sepasang tangan serta sepasang kakinya terpentang lebar-lebar

yang masing-masing bagiannya sudah terikat kencang-kencang di

atas tiang kayu tersebut, baju bagian atasnya sudah terbuka

sehingga terlihatlah dadanya yang sudah dipenuhi dengan bekas-

bekas cambukan, setiap bekas cambukan masih mengalirkan darah

segar.

Jelas sekali dia baru saja memperoleh pukulan yang kejam

sehingga jatuh tidak sadarkan diri.

Setelah si menteri pintu dan pembesar jendela menyeret tubuh

Wi Lian In serta Suma San Ho masuk ke dalam ruangan siksa

terdengar Bun Jin Cu sudah berkata.

“Ikat mereka di atas tiang kayu itu lalu bebaskan jalan darahnya“

“Perlukah membuka pakaian mereka? “ tanya si pembesar

jendela tiba-tiba sambil lertawa.

“Pakaian dari Suma San Ho boleh di buka, pakaian Wi Lian In

jangan”

Air muka si pembesar jendela segera memperlihatkan rasa

kecewanya.

“Kenapa tidak ditelanyangi sekalian?“ tanyanya tertawa nyengir.

“Lo Ciauw, kau orang semakin tua semakin menjadi“ goda Bun

Jin Cu sambil tertawa cekikikan,"Kau sudah mengambil perhatian

khusus dengan budak itu?”

Air muka si pembesar jendela segera berubah memerah, dia

tertawa dengan malu-malu.

“Hamba tidak berani “ sahutnya perlahan.

“Ehmmrnm ... " kenapa kau orang sudah berlaku sungkan?“ Goda

si menteri pintu sembari mengikat tubuh Suma San Ho ke atas tiang

kayu.

Dengan mengambil kesempatan itulah si pembesar jendeIa

tertawa cengar cengir tanyanya:

“ Hujin, kau bermaksud berbuat apa terhadap budak ini? “

“Nanti sesudah berhasil tawan Wi Ci To sekalian kita baru

menghukum mereka dengan perlahan-lahan, tapi kau jangan kuatir

aku tahu kesukaan dari Lo Ciauw kau orang, sebelum aku

menghukum mati dirinya aku akan kasih kesempatan buat kau

orang untuk menikmati tubuhnya..”

Si pembesar jendela menjadi amat girang.

“Baik . . . baik . . “ sahutnya berulang kali. “Terima kasih hujin..

terima kasih hujin,”

“ Masih ada kau Lo si, nanti setelah dendam sakit hatiku terbalas

aku orang akan perseni dirimu sebanyak-banyaknya. Hey.. di tengah

tiupan angin taupan kita bisa mengetahui mana yang rumput mana

yang bukan, ditengah kesusahan baru ketahuan siapa yang setia

siapa yang tidak, tidak ku sangka sama sekali diantara ribuan orang

banyaknya cuma kalian berdua saja yang mau setia kepadaku”

“Hujin kau jangan bicara sembarangan lagi “ bantah si menteri

pintu dengan cepat. “Hamba sama sekali tidak menaruh minat

terhadap perempuan “

Bun Jin Cu segera tetawa. “Kau tidak suka perempuan apakah

tidak suka pada harta pula?“

“Harta? siapa yang tidak suka padanya?” ujar si menteri pintu

sambil tertawa malu. “Tetapi saat ini seluruh harta kekayaan yang

ada di dalam istana Thian Teh Kong sudah dirampok habis-habisan.

.“

“Tidak, terus terang saja aku beritahukan kepada kalian, harta

kekayaanku masih amat anyak sekali“

“Sungguh?” tanya si menteri pintu dengan amat girangnya.

“Kau sudah tertarik?” Goda si rase bumi Bun Jin Cu kembali

sambil melirik sekejap kearahnya.

Dengan gugup si menteri pintu gelengkan kepalanya berulang

kali.

“'Tidak tidak . . hamba ikut bergembira buat diri hujin.. ternyata

hujin sudah merasakan hal yang bakal terjadi di kemudian hari

sehingga menyimpan sebagian besar dari harta kekayaannya ke

dalam suatu tempat yang tersembunyi, dengan demikian . . dengan

demikian bisa digunakan oleh Hujin untuk melanjutkan hidup di

kemudian hari “

“ Heeey . . . harta kekayaan yang tersimpan bernilai di atas

jutaan tahil perak banyaknya, untuk beberapa keturunan pun tidak

akan habis dipakai”

“Kalau begitu bagus sekali, untuk beberapa keturunan pun tidak

akan habis dipakai "

“Biarlah menanti setelah aku berhasil membalaskan dendam buat

suamiku

aku

akan

mengambil

keluar

sebagian

untuk

menghadiahkan kepadamu, sedikit-dikitnya aku harus beri seratus

ribu tahil perak buat kau orang.”

”Tidak .. . tidak, hamba tidak berani menerimanya” Tolak si

menteri pintu dengan cepat.

“Kenapa ?”

“Hamba tidak ikut mengkhianati diri hujin bukanlah dikarenakan

mengharapkan persenan yang begitu banyak dari hujin” jawab si

menteri pintu dengan serius, ”Hamba cuma mengharapkan bisa

mengikuti hujin untuk selamanya untuk membalas terima kasihku

atas perhatian yang di berikan hujin kepada kami.”

Agaknya Bun Jin Cu dibuat terharu juga oleh kata-katanya ini,

matanya menjadi memerah hamper-hampir butiran air mata

menetes keluar.

“Aku tahu kalian berdua sangat setia kepadaku, tetapi sejak

Thian Cu binasa aku sudah merasa berputus asa, nanti biarlah

setelah urusan selesai semua aku mau cari sebuah tempat yang

tidak pernah didatangi manusia untuk melanjutkan hidupku

selanjutnya, karena itu kau tidak usah sungkan-sungkan lagi,

perkataan yang sudah aku katakan selamanya tidak akan berubah

kembali, sampai waktunya aku pasti akan menghadiahkan seratus

ribu tahil perak kepadamu“

“Budi kebaikan dari hujin hamba menerimanya saja di dalam

hati” ujar si menteri pintu serius pula “ Tetapi hamba tidak akan

menerima uang barang satu peser pun dari hujin”

Agaknya si pembesar jendela merasa keheranan atas kebaikan

hati dan kesetiaan dari menteri pintu ini, tak tahan lagi dia berseru :

“Lo si selama hidupnya kau orang paling suka dengan uang perak

yang putih berkilauan, kenapa kali ini kau menolak pemberian dari

hujin?“

“Tidak salah, lohu selama hidupnya memang paling suka dengan

uang perak” jawab si menteri pintu dengan wajah berubah keren.

“Bahkan boleh di kata saking senangnya sampai tidak bosan-

bosannya, tetapi uang yang lohu sukai adalah uang orang lain,

bukan uang dari Hujin“

Ketika si pembesar jendela melihat wajahnya yang serius tak

terasa lagi sudah menjulurkan lidahnya.

“Hee . heee, , , tidak kusangka kau Lo si ternyata seorang

manusia yang berbudi “

Bun Jin Cu yang melihat mereka sudah selesai mengikat tubuh

Wi Lian In serta Suma San Ho ke atas tiang lalu ujarnya sambil

tertawa:

"Sudah, sudahlah, sekarang kalian boleh keluar berjaga-jaga di

sana, jikalau menemukan Wi Ci To sudah datang cepatlah datang

memberi kabar kepadaku”

Si menteri pintu serta pembesar jendela segera menyahut dan

mengundurkan diri dari dalam ruangan siksa itu.

Bun Jin Cu lalu bangkit berdiri dan mengambil segentong air dan

disiramkan ke atas wajah Ti Then, setelah meletakkan kembali

gentong tersebut dia mengambil sebuah cambuk dan kembali ke

kursinya semula.

“Hmmm “ dengusnya dingin. “Kali ini aku mau lihat kau bangsat

busuk merasa tidak “

Tidak lama kemudian Ti Then sudah sadar kembali dari

pingsannya.

Dia segera memperdengarkan suara tertawanya yang mendirikan

bulu roma, ujarnya:

“Hey bangsat cilik, coba kau angkat kepalamu siapa yang sudah

ada dikanan kirimu ??? “.

Dengan perlahan Ti Then angkat kepalanya, ketika melihat Wi

Lian ln yang ada di sebelah kiri serta Suma San Ho yang ada di

sebelah kanannya dia menjadi sangat terperanyat.

“Bukankah dia adalah “ Mo Im Kiam khek “ Suma San Ho, kenapa

kau pun tawan dirinya ?”

“ Dia datang bersama-sama dengan kekasihmu, aku dengan

tanpa membuang sedikit tenaga pun sudah berhasil menawan

mereka berdua”'

“Tentu kau menggunakan papan terbalik yang ada di dalam

ruangan Khie Ie Tong ?” Seru Ti Then tertawa pahit.

“Sedikit pun tidak salah” jawab Bun Jin Cu mengangguk. Walau

pun papan terbalik itu merupakan satu macam alat rahasia yang

paling sederhana tetapi kegunaannya amat besar sekali,

kemungkinan sekali dengan alat itu aku pun berhasil menawan Wi

Ci To tanpa membuang banyak tenaga.”

Dengan perlahan Ti Then menghela napas panjang.

“Aku betuI-betul merasa tidak paham, sebetulnya siapakah

musub besar yang sudah membinasakan suamimu?”

Bun Jin Cu segera tertawa dingin tak henti-hentinya.

“ Malam itu sewaktu ada di atas tebing Sian Ciang jika bukannya

Wi Ci To datang tepat pada waktunya dan melancarkan pisau

terbang sehingga memutuskan angkinku kau bangsat cilik tidak

akan berhasil membinasakan suamiku, maka itu seluruh orang-

orang dari Banteng Pek Kiam Po merupakan musuh besarku”

“ Hmm, tentu selama ini kau merasa cuma suamimu seorang saja

yang tidak patut untuk menerima kematiannya ?“

"Benar"

“Tapi aku rasa cuma orang yang bisa berjaga diri saja yang tidak

seharusnya binasa“

Bun Jin Cu mendadak meloncat bangun dan kirimkan satu

pukulan cambuk ke atas badannya, dia tertawa dingin dengan

seramnya.

“Kau orang tidak usah banyak bicara dengan aku, aku tidak ingin

berbicara soal apa pun dengan kau “

Berbicara sampai di sini dia menarik rambut Wi Lian ln dan

mendongakkan kepalanya ke atas lalu mendengus dengan amat

dingin.

“Kau budak jelek, tidak mau sadar-sadar juga?”

"Cuh . .” mendadak Wi Lian In meludahkan riak ke atas wajahnya

yang dengan tepat menghajar hidung Bun Jin Cu.

Si rase bumi menjadi amat gusar sekali, dia mundur dua langkah

ke belakang lalu mengangkat cambuknya kirim satu cambukan ke

atas tubuhnya.

Wi Lian In segera merasakan badannya amat sakit sekali, dengan

menahan sakit dia melototkan matanya memandang dia orang

dengan amat gusar.

Ti Then yang melihat kejadian itu segera merasakan hatinya

seperti diiris iris dengan amat gusar dia meronta sekuat tenaga lalu

bentaknya dengan keras.

“Tahan, perempuan cabul kenapa kau pukul badannya?“

oooooOooooo

Mendengar perkataan itu Bun Jin Cu menghajar tubuh Wi Lian In

makin keras lagi, sembari memukul ujarnya tertawa melengking.

“ Aku sengaja akan memukul dia, aku mau lihat kau merasa

sedih tidak ?“

Saat ini Suma San Ho pun sudah sadar kembali dari pingsannya,

ketika dilihatnya Wi Lian In mendapatkan hajaran yang begitu

kejam seketika itu juga dia menjadi amat gusar.

“Perempuan sundal. Nenek jelek. kenapa kau tidak memukul aku

saja?” teriaknya dengan mata melotot.

“ Kau tunggu saja sebentar lagi akan tiba giliranmu “

Sembari berkata cambuknya bagaikan titiran air hujan dengan

kerasnya dihajarkan ke atas tubuh Wi Lian ln.

Ti Then benar-benar dibuat gusar oleh tindakannya ini, sambil

membentak keras sepasang tangannya mengerahkan seluruh

tenaga untuk meronta.

“ Kraak , . “ tiang kayu yang mengikat tangannya seketika itu

juga terputus menjadi dua bagian.

Kiranya tali yang digunakan untuk mengikat sepasang tangan

serta sepasang kakinya itu merupakan otot kerbau yang sangat

kuat, semula dia pernah mencoba untuk memutuskannya tetapi

tidak berhasil kini melihat Wi Lian In memperoleh hajaran yang

demikian kejam membuat dia orang dalam keadaan amat gusar

segera mengeluarkan suatu tenaga gaib yang amat hebat sekai

membuat tiang kayu tersebut menjadi patah.

Tetapi walau pun kayu itu patah orang masih tidak sanggup

untuk meninggalkan tiang kayu itu karena sepasang kakinya masih

terikat di atas tiang.

Ketika Bun Jin Cu melihat dia sudah berhasil meronta sehingga

tiang kayu menjadi putus dengan cepat tubuhnya meloncat ke

belakang lalu melancarkan serangan menotok jalan darah kakinya.

Ti Then tidak bisa menghindar lagi terasa seluruh tubuhnya

menjadi linu seketika itu juga anggota badannya tidak bisa

bergerak.

Bun Jin Cu segera berputar ke depan badannya, sambil bertolak

pinggang memperlihatkan sikapnya yang menantang, dia tertawa

genit.

“Sejak tadi aku sudah tahu lebih baik aku pukul dia daripada

memukul dirimu sekarang tentu puas bukan?"

”Kubunuh kau bangsat Perempuan.” Teriak Ti Then dengan amat

gusarnya.

“Bilamana kau bangsat cilik berhasil meloloskan diri dari istana

Thian Teh Kong ini aku akan menantikan kedatanganmu kembali,

tetapi sekarang aku orang tetap mau memukul dia, kau baik-baiklah

berdiri nonton di sana.”

Selesai berkata pinggulnya digoyang-goyangkan lalu berjalan ke

hadapan Wi Lian In dan dengan perlahan mulai mengangkat

cambuknya.

Suma San Ho yang melihat kejadian ini benar benar tidak kuasa

menahan hawa amarahnya,bentaknya keras

“Perempuan sundal kenapa kau tidak berani pukul aku ? Mari kau

ke sini kalau berani pukul aku saja “.

Bun Jin Cu pura-pura tidak mendengar, cambuknya diangkat

tinggi-tinggi lalu dengan sekuat tenaga dihajar ke atas tubuh Wi

Lian In.

Pada waktu dia menghajarkan cambuknya yang pertama itulah

mendadak pintu ruangan siksa itu dibuka, tampak si pembesar

jendela dengan wajah gugup berlari masuk.

“Ada urusan apa?” tanya Bun Jin Cu dengan cepat sewaktu

dilihatnya wajah si pembesar jendela amat gugup.

“Lapor kepada hujin, di dalam istana sudah kedatangan seorang

manusia yang sangat misterius” ujar sipembesar jendela dengan

cepat.

“Siapa ?” tanya Bun Jin Cu kaget.

“Tidak tahu, dia memakai baju berwarna hitam, wajahnya

berkerudung kepandaian silatnya tidak jelek, sewaktu dia sudah

berada di belakang tubuh hamba, saat itulah hamba baru merasa . .

.”

“Lalu bagaimana dengan Lo-si ? “ tanya Bun Jin Cu kaget.

“Lo-si tidak mengapa, manusia misterius itu sama sekati tidak

menyerang hamba sekalian, dia cuma bilang mau bertemu dengan

Hujin untuk membicarakan sebuah juai beli.”

“ Dia tidak mau menyebutkan namanya? Tanya si rase bumi ini

semakin terperanyat.

“ Benar, tetapi dia berkali-kali mengutarakan bahwa dia bukan

datang kemari mencari gara-gara melainkan hendak membicarakan

sebuah barang dagangan.”

“Barang dagangan apa?“

“Dia biiang setelah bertemu

membicarakannya sendiri”

dengan

hu

jin

baru

mau

Bun Jin Cu segera tertawa dingin.

“Hmm.. aku kira tentu dialah Wi Ci To itu, da ingin memancing

aku keluar dari sini“

“Tidak. . . bukan, bukan dia.” Cepat si pembessr jendela

gelengkan kepalanya. “Dari bentuk tubuhnya sangat mirip dengan

diri. Wi Ci To“

"Sebelum aku berhasil menawan diri Wi Ci To aku orang sudah

mengambil keputusan untuk tidak meninggalkan ruangan di bawah

tanah ini, coba kau keluar tanya padanya mau membicarakan soal

juai belii barang apa, bilamana dia tidak mau bicara terus terang

katakan saja aku tidak ingin membicarakan persoalan ini dengan

dirinya itu“

“Baik” sahut si pembesar jendela dan berlalu dari sana.

Sepasang mata dari Bun Jin berputar-putar mendadak dia

melepaskan cambuk dan pergi menutup pintu setelah itu baru

duduk kembali ke kursinya sambil melirik sekejap kearah Ti Then,

Wi Lian ln serta Suma San Ho tiga orang.

“Kalian jangan bergirang dulu “ ujarnya sambil tertawa dingin. “

jika orang yang baru saja datang itu hendak menolong kalian maka

jangan harap dia orang bisa melakukannya, saal ini kecuali kami

orang-orang dari istana Thian Teh Kong tidak ada seorang pun

yang bisa menerobos masuk ke dalam ruangan siksaan ini“

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu tambahnya,

“Sedang aku orang pun sudah mengambil keputusan untuk

mempertahankan tempat ini, tidak perduli siapa yang sudah datang

aku sudah memastikan diri untuk tidak keluar “

Wi Lian ln serta Suma San Ho yang mendengar dari mulut si

pembesar jendela itu mengatakan orang yang baru saja datang

adalah “Seorang yang misterius” segera mengetahui orang itu

tentulah lelaki berkerudung tadi, karenanya terhadap “ Pendatang""

itu sama sekali tidak menaruh harapan, dalam hati Ti Then tergerak

juga oleh perkataan ini, walau pun dia juga menduga “Pendatang”

itu kemungkinan sekali kaum komplotan dari orang-orang

berkerudung yang munculkan diri di dusun Thay Peng Cung tetapi

dia pun merasa kemungkinan sekali “Pendatang “ itu adalah orang

dari benteng Pek Kiam Po, segera dia pun tertawa dingin.

“Hmmm, sesudah istana Thian Teh Kong rata dengan tanah,

tempat ini pun bisa digali dengan perlahan-lahan, akhirnya liang

rasemu ini bakal terbongkar juga “

Mendadak..

Suara ketukan pintu memecahkan kesunyian kembali.

Dengan amat gesit Bun Jin Cu meloncat ke samping pintu lantas

tanyanya dengan suara keras.

“Siapa? Lo-Ciauw?”

“Benar, hamba adanya” sahut orang itu.

“Apakah orang tersebut sudah berhasil menerjang masuk ke

dalam istana?”

“Belum” jawab pembesar jendela dengan sangat hormat, “Dia

masih berdiri di luar ruangan Khie Ie Tong”

Mendengar sampai di sana, Bun Jin Cu baru merasa lega, dia

segera membuka pintu membiarkan si pembesar jendela berjalan

masuk.

“Dia berbicara apa lagi?”

“Dia masih tidak mau menjelaskan persoalannya, tapi dia

menjelaskan juga barang apa yang hendak diperjual belikan dengan

diri hujin”

Berbicara sampai di sini dia melirik sekejap kearah Ti Then serta

Wi Lian ln lalu tertawa terbahak-bahak.

“ Urusan apa yang begitu menggelikan ?” tanya si Bun Jin Cu

keheranan.

“ Sungguh menggelikan, sungguh menggelikan sekali, haa ....

haaa .... “

Melihat dia orang tidak memberikan jawaban juga Bun Jin Cu

segera mengerutkan keningnya.

“Sebenarnya dia mau membicarakan perdagangan apa dengan

aku?”

“Dia bilang mau membeli kedua orang itu dari tangan hujin “

sahutnya sambil menuding ke arah Ti Then serta Wi Lian In.

“ Ooh ... dia mau membeli kedua orang ini ?”

“ Benar, dia bilang mau membayar seratus ribu tahil perak

kepada hujin untuk membeli kedua orang tersebut“

Wajah si rase bumi Bun Jin Cu segera berubah adem, dia tertawa

dingin.

“Perkataanku sedikit pun tidak salah bukan ? jikalau dia orang

bukan Wi Ci To sendiri tentulah salah satu pendekar pedang merah

dari Benteng Pek Kiam Po.”

“Tidak mungkin “ Bantah si pembesar jendela gelengkan

kepalanya.

“Hamba berani memastikan kalau dia orang bukanlah pendekar

pedang merah dari benteng Pek Kiam Po,”

“Sungguh?” Seru Bun Jin Cu kurang percaya.

“Benar, jikalau orang-orang dari benteng Pek Kiam Po

mendengar kalau ketiga orang ini sudah terjatuh ketangan hujin

mereka pasti akan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk

berusaha menolong mereka meloloskan diri, dengan sifat mereka

tidak mungkin pihak sana mau mengeluarkan banyak uang untuk

membeli mereka bertiga karena jikalau mereka sampai membeli

mereka bertiga bukankah nama dari Benteng Pek Kiam Po akan

hancur?”

Bun Jin Cu segera merasakan perkataannya ini sediki t pun tidak

salah, tanpa terasa lagi dia sudah mengangguk.

“Hmmm . . . pemikiranmu ini memang sangat beralasan sekali .

.”

“Apa lagi..” sambung si pembesar jendela itu lagi, ”Orang itu

cuma bilang mau membeli Wi Lian In serta Ti Then dua orang dan

sama sekali tidak mengungkat-ungkat Mo Im Kiam Khek, bilamana

orang itu berbasal dari benteng Pek Kiam Po sudah tentu dia pun

akan membeli sekalian diri Mo Im Kiam Khek.”

“Benar, sangat beralasan, lalu apakah dia orang juga

mengatakan tujuannya untuk membeli Ti Then serta Wi Lian In?”

“Benar, dia bilang dia orang ada dendam sakit hati dengan Wi Ci

To, dia hendak menggunakan kedua orang ini untuk menguasahi

diri Wi Ci To.”

“ Kalau memang demikian tujuannya sama seperti apa yang aku

orang cita-citakan.”

“ Bagaimana dengan keputusan hujin?”

”Hmmm...” dengus si rase bumi dengan amat dingin. “ Kau pergi

beritahu kepadanya, jangan dikata seratus ribu tahil perak sekali

pun satu juta tahil perak aku juga tidak akan menjual mereka

kepadanya.”

“Baik,” sahut si pembesar jendela lalu berlalu dari sana dengan

terburu-buru.

Bun Jin Cu segera menutup pintu kembali, kepada Ti Then

bertiga dia menyengir.

“Kalian sudah dengar belum? musuh besar dari We Ci To

sungguh banyak sekali.”

Ti Then bungkam tidak berbicara.

“Di antara kalian bertiga adakah yang tahu siapakah orang itu ?”

tanyanya lagi sambil tertawa.

“Bilamana kau orang kepingin kenapa tidak keluar sendiri untuk

melihat-lihat?” Seru Ti Then dengan amat dingin.

“Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan dirinya “

“ Sebaliknya orang itu sangat tertarik kepadamu” sambung Suma

San Ho dengan cepat. “Dia bilang dialah suamimu yang baru.”

“ Suma San Ho apakah badanmu benar-benar merasa gatal?“

teriak si rase bumi tertawa keras.

“Hal ini sungguh-sungguh terjadi, tadi sewaktu masih ada di

bawah gunung dia sudah membokong nona Wi dan mengaku

sebagai majikan baru dari istana Thian Teh Kong, dia bilang dialah

suamimu yang baru.”

“ Aaaah sungguh ??? “.

“Jika kau tidak percaya kenapa tidak keluar untuk bertanya

sendiri ? “

“Lalu tahukah kau siapakah dia orang?” tanya Bun Jin Cu lagi

sambil tertawa.

“Baiklah”

“Berapa besar usianya? bagaimana wajahnya?”

“Wajahnya berkerudurg sehingga tidak bisa dilihat, tetapi jika

didengar dari suaranya dia tidaklah terlalu tua, bahkan kepandaian

silatnya tidak rendah aku rasa dia dia orang sangat cocok untuk

dijadikan suamimu yang baru”

Wajah Bun Jin Cu segera berubah memerah, dengan nada malu-

malu ujarnya.

“Bangsat, kau pun merasa kuatir juga terhadap perkawinan aku

orang? “

Baru saja Suma San Ho mau memberi jawaban mendadak dari

pintu luar terdengar kembali suara ketukan pintu,

“Lo ciauw?” tanya Bun Jin Cu dengan cepat.

“Bukan, hamba adanya “ Suara dari menteri pintu,

Bun Jin Cu segera membuka pintu membiarkan si menteri pintu

berjalan masuk,

“Bagaimana dengan Lo ciauw?'- tanyanya cepat.

“ Dia tidak mengapa “

“ Lalu bagaimana dengan orang itu?TM-

“Dia masih ada di sana, dia minta hamba masuk ke dalam untuk

memberi nasehat kepada hujin, dia bilang jikalau hujin tidak ingin

menjual tawanan itu dia sangat mengharapkan hujin mau

mengubah cara dengan bekerja sama dengan dia orang untuk

bersama sama menghadapi Wi Ci To. hamba rasa . . . “

Berbicara sampai di sini dia segera menutup mulutnya rapat-

rapat.

“Kau rasa bagaimana ?“

“Hamba rasa orang itu sangat bernapsu sekali untuk ikut

bersama kita bahkan kepandaian ilmu silatnya amat tinggi, tadi di

depan hamba dia sudah mempamerkan satu tenaga pukulannya

dimana hanya dalam satu kali sambaran saja patung singa di depan

ruangan Khie le Tong sudah berhasiI dihancurkan”

Air muka Bun Jin Cu segera berubah sangat hebat, serunya

“Patung arca singa yang ada di depan ruangan Khie le Tong

dibuat dari bahan yang sangat keras, jikalau dia orang bisa

menghancurkan benda tersebut berarti puIa tenaga dalamnya

mencapai pada tarap kesempurnaan.”

“Benar, maka itu hamba rasa jikalau hujin mau bekerja sama

dengan dia orang kemungkinan sekali bisa mendirikan kembali

kewibawaan dari istana Thian Teh Kong kita untuk melanjutkan

menjagoi Bu-lim”

Sepasang mata dari Bun Jin Cu segera berkedip-kedip tanyanya:

“ Dia tetap tidak mau bicara terus terang soal asal usulnya?“

“ Benar, dia bilang jikalau hujin mau bekerja sama dengan dia

maka setelah menjadi orang sendiri sudah tentu dia orang tidak

akan menyembunyikan asal usulnya”

“Jika kau dengar dari suaranya kau kira berapa besar usianya ?”

“Mungkin enam puluh tahun ke atas”

Bun Jin Cu menjadi amat gusar, teriaknya kalap:

“Ooooh , , , , kiranya seorang kakek tua celaka.”

Si menteri pintu yang melihat secara mendadak dia menjadi

gusar dalam hati menjadi keheranan.

“Dia . . . dia .. walau pun usianya sudah lanjut tetapi bukan

seorang kakek tua celaka, tubuhnya tinggi kekar perkataannya pun

amat nyaring dan berwibawa membuat orang yang mendengar

merasa amat kagum.

“Tidak mau, tidak mau” teriak si rase bumi Bun Jin Cu dengan

amat gusarnya. “Aku tidak mau bekerja sama dengan dia orang, kau

suruh dia orang cepat menggelinding dari sini “

“Hujin kau jangan marah dulu” Ujar si menteri pintu mendadak

dengan memperendah suaranya. “Dia orang benar-benar punya

maksud untuk bekerja sama dengan kita, bahkan dia memberikan

sebuah nota uang sebesar seratus ribu tahil perak, katanya jika

hujin setuju..”

“Tidak usah banyak omong lagi” potong si rase bumi Bun Jin Cu

sambil mengulapkan tangannya, “kau sendiri pun tidak usah

banyak komentar suruh dia cepat-cepat menggelinding dari sini.”

Si menteri pintu segera tertawa, dari wajahnya terlintas sifat

liciknya.

“Hujin tunggu dulu, dia masih mengatakan sesuatu, tapi hujin

jangan marah setelah mendengar perkataan ini “

“Bukankah dia orang bilang mau memperistri diriku?” Sambung

Bun Jin Cu cepat.

“Bukan.”

Bun Jin Cujadi tertegun.

“Kalau tidak, dia mengatakan apa?”

Si menteri pintu melirik sekejap ke arah Ti Then bertiga lalu

merendahkan suaranya.

“Perkataan ini lebih baik jangan sampai mereka bertiga ikut

mendengar . .”

Si rase bumi Bun Jin Cu segera menarik dia orang untuk maju

beberapa langkah ke depan lalu baru ujarnya

“Sekarang kau berbicaralah”

Menteri pintu segera menempelkan bibirnya ke samping telinga

dan berkata dengan suara yang amat lirih,

“Dia bilang jikalau hujin tidak menginginkan uang yang seratus

ribu tahil perak itu maka dia bersedia untuk menghadiahkan uang

seratus ribu tahil perak itu kepada . . . Lohu”

Kata terakhir “ Lohu” segaja diperkeras, dan pada saat yang

bersamaan

pula jari tangannya melancarkan serangan menotok jalan darah

kaku pada tubuh Bun Jin Cu.

Air muka Bun Jin Cu segera berubah sangat hebat, sepasang

matanya terbelalak, dengan perasaan amat gusar bentaknya:

“Lo si„ kau berbuat apa?”

Perkataan terakhir baru selesai diucapkan tubuhnya sudah rubuh

ke atas tanah.

Perubahan yang terjadi secara tiba-tiba ini membuat Bun Jin Cu

sangat terperajat, demikian juga dengan Ti Then bertiga yang

terikat di atas tiang kayu, mereka sama sekali tidak menyangka si

menteri pintu bisa ikut berkhianat juga.

Si menteri pintu segera tertawa seram. Sikapnya sudah berubah

sangat ganas dan kejam sekali, sambi memandang kearah Bun Jin

Cu yang tertotok di atas tanah ujarnya dengan perlahan.

“Mau apa? Hee . , . hee . . , hee ... jika kau orang belum jelas

biarlah lohu mengulangi lagi, dia bilang jikalau hujin tidak mau

menerima uang sebesar seratus ribu tahil perak itu maka dia rela

menghadiahkan uang tersebut kepada diri Lohu. “

Air muka Bun Jin Cu sudah berubah menjadi pucat kehijau-

hijauan, dia tahu perbuatan apa yang hendak dilakukan si menteri

pintu terhadap dirinya, di samping merasa terkejut bercampur

ketakutan dia pun merasa sangat gusar, bentaknya.

“ Budak bangsat nyalimu sungguh besar kau sudah bosan hidup

lebih lama lagi?”

“Heee .. . hee . . .Hujin yang baik, kau orang jangan marah-

marah dulu” Seru si menteri pintu sambil tertawa seram. “Di dalam

keadaan seperti ini kau jangan menyalahkan tindakan dari Lohu ini“

“Kau pingin berbuat apa?” Teriak si rase bumi dengan penuh

perasaan gusar bercampur kaget.

“Jual mereka berdua untuk mendapatkan uang tambahan yang

tidak terduga,” jawab si menteri pintu sambi! menuding ke arah Ti

Then serta Wi Lian In.

“Bagus, bagus sekali, tidak kusangka kau pun mengkhianati

diriku” seru Bun Jin Cu sambil meneteskan air mnta saking

mangkelnya. “ Tetapi sewaktu aku hendak memberi uang sebesar

seratus ribu tahil perak kepadamu tadi kenapa kau tidak mau terima

? mengapa sekarang hanya Jikarenakan uang sebesar seratus ribu

tahil perak pula kau mengkhianati diriku?”

“Haaaa , haaa , , , kau terlalu memandang rendah keinginanku,

jikalau Lohu cuma menginginkan seratus ribu tahil perakmu buat

apa aku orang menanti sampai hari ini batu berkhianat? terus

terang saja aku beritahu kepadamu, sejak semula Lohu sudah tahu

kalau sebagian besar harta kekayaanmu sudah kau sembunyikan di

suatu tempat karena tidak tahu tempat penyimpannya maka aku

tidak ikut kawan-untuk mengkhianati kau ”

“Kau jangan mimpi” Teriak Bun Jin Cu gusar, “Kau jangan harap

bisa memperoleh harta kekayaan tersebut.”

Pada wajah menteri pintu segera terlintaslah senyuman yang

amat licik dan kejam.

“Tidak, Lohu tahu kau masih tidak ingin mati kau tentu bisa

berikan barang barang itu kepadaku, bukan begitu ? “

“Sekali

pun aku harus mati aku bersumpah tidak akan

menyerahkan barang-barang itu kepadamu.” Teriak Bun Jin Cu

sambil menggigit bibir menahan kemangkelan hatinya yang sudah

memuncak.

“Bagus sekali, kalau kau orang memangnya tidak takut mati lohu

pun tidak ingin membinasakan dirimu, tetapi Lohu bisa memotong

sepasang kakimu lalu menghancurkan kecantikan wajahmu

sehingga kau berubah menjadi seorang nenek tua yang sangat jelek

dan cacad”

Mendengar ancaman itu air muka Bun Jin Cu segera berubah

menjadi pucas pasi, dengan amat gusar dia melototkan matanya

kearahnya, akhirnya sambil menghela napas panjang dia berkata

dengan nada yang amat sedih

"Lo-si, kau berlaku demikian kepada ku apakah tidak merasa

kalau tindakanmu itu terlalu kejam?'"

"Begitulah.” ujar simenteri pintu sambil tertawa serak, “Hujin,

kau tahu aku pun tahu kita semua suka membicarakan persoalan

dengan baik-baik”

“Kau terlalu bodoh, orang yang ada di depan itu sekarang

menyanggupi dirimu untuk menyerahkan uang sebesar seratus ribu

tahil perak tetapi setelah kau menyerahkan kedua orang itu

kepadanya maka dia akan turun tangan membunuh dirimu” ujar si

rase bumi memberi peringatan.

Soal ini Lohu sejak tadi sudah memikirkannya" Sela si menteri

pintu sambil angkat bahunya. “Sebelum aku orang mendapatkan

uangnya Lohu tidak akan turun tangan menyerahkan mereka

berdua kepada dirinya, tentang hal ini kau boleh berlega hati “

“Tapi kemungkinan juga uang tersebut adalah palsu . . “

“Tidak akan palsu, Lohu sudah memeriksa nota uang tersebut

dengan teliti, aku kenal dengan tandannya yang ada di atas, Lohu

pun mem punyai simpanan uang di dalam gudang uang itu”

“Lo Ciauw apakah ikut juga mengkhianati diriku?” Akhirnya tanya

Bun Jin Cu dengan sedih

“Tidak, dia orang kecuali paling doyan perempuan terhadap hujin

sangat setia”

Bun Jin Cu menjadi sangat girang teriaknya.

“ Bagus sekali, akhirnya masih ada juga orang yang tidak

mengkhianati diriku”

“Tetapi sungguh amat sayang” Seru menteri pintu menyengir,

“Tidak beruntung dia ... dia sudah mati “

-ooo0dw0ooo-

Jilid 22 : Barang apa yang diminta lelaki berkerudung?

”Kau sudah membunuh dirinya? "tanyanya Bun Jin Cu tertegun.

“Tidak salah“ sahut si menteri pintu mengangguk, “Lohu tahu

kau orang tidak akan mau menjual tawanan itu juga tidak akan mau

bekerja sama dengan dia orang semakin tahu pula dia si Lo Ciauw

tidak bisa menghianati dirimu, karenanya Lohu turun tangan terlebih

dulu membunuh mati dia orang.”

“Sungguh tidak kusangka, sungguh tidak kusangka kau Lo si

mem punyai hati yang demikian kejamnya ..” Teriak Bun Jin Cu

dengan wajah yang amat sedih bercampur gusar.

“Bukankah kau orang sering berkata dengan suamimu, Tahu

mukanya tahu wajahnya belum tentu tahu isi hatinya beberapa

perkataan ini? “

Bun Jin Cu benar-benar dibuat gemas sumpahnya.

“Kau tidak akan memperoleh cara kematian yang wajar, kau

tidak akan mati dengan sempurna“

Mendengar perkataan itu air muka si menteri pintu segera

berubah hebat, dari atas dinding dia mencabut keluar sebilah golok

baja lalu menjerat badannya berdiri ujarnya sambil melototi dirinya

dengan amat buasnya:

“Lohu sudah tidak sabaran untuk banyak bertanya, sekarang kau

harus menyawab pertanyaan lobu, dimanakah harta kekayaanmu itu

kau sembunyikan?“

“Jika aku tidak mau menyawab apa kah kau akan merusak

kecantikan wajahku serta memotong kedua belah kakiku?" tanyanya

lagi dengan wajah berubah pucat pasi.

“Sedikit pun tidak salah” jawab menteri pintu ketus.

“Tetapi bilamana aku memberitahukan tempat penyimpanan

harta kekayaan tersebut kau tidak akan membunuh diriku?”

“Benar“ sahutnya mengangguk.

“Aku tidak percaya “

“Apa yang sudah lohu katakan selama ini tidak akan berubah

kembali, aku tidak akan berbohong“

“Kau tidak takut kalau aku mencari balas kepadamu pada

kemudian hari?”

Si menteri pintu segera tertawa terbahak-bahak.

“Selamanya kau tidak akan bisa mencari lohu untuk membalas

dendam karena lohu cuma menyanggupi untuk tidak membunuh

kau, lohu sama sekali belum pernah menyanggupi untuk tidak

memusnahkan seluruh kepandaian silatmu”

“Apa?“ teriak Bun Jin Cu dengan sangat terperanyat. “Aku mau

memberitahukan tempat penyimpanan harta kekayaanku kau orang

masih hendak memusnahkan seluruh ilmu silatku?”

"Yaaa, cuma ada satu jalan ini yang bisa membuat Lohu berlega

hati”

Dari sepasang mata si rase bumi Bun Jin Cu segera memancar

keluar sinar kemarahan yang berapi-api, agaknya saking gemasnya

dia kepingin sekali menelan dia orang bulat-bulat. Sambil menggigit

bibir teriaknya sepatab demi sepatah

“Si Im piauw kau binatang buas yang berhati srigala . .. “

Mendadak si menteri pintu menekankan golok bajanya ke atas

batang hidungnya.

“Lohu tidak akan bertanya untuk ketiga kalinya, kau mau

memberi tahu tempat penyimpanan harta kekayaanmu tidak?”

bentaknya keras.

Seketika itu juga si rase bumi Bun Jin Cu berhenti memaki,

setelah menarik napas panjang sahutnya dengan nada terputus-

putus.

“Har ... harta . . , harta kekayaan ., itu , , di , . . disimpan , - -

disimpan di dalam . di dalam sebuah ruang rahasia di dalam

ruangan siksa ini “

“Pada dinding sebelah mana? "tanya si menteri pintu sambi!

menyapu sekejap di sekeliling ruangan tersebut,

“Dinding yang di belakang itu.”

Si menteri pintu segera mengalihkan pandangan matanya kearah

dinding tembok yang ada di belakang ruang siksa tersebut, agaknya

dia merasa berada diluar dugaan.

“Haaa . ... ha. ha .... tidak kusangka harta kekayaanmu itu kau

sembunyikan di dalam dinding ruangan siksa ini ...”. seru nya sambil

tertawa terbahak-bahak. “Bagaimana cara membuka dinding

tersebut?”

“Dinding tersebut tidak akan bisa digerakkan.”

“Lalu bagaimana caranya untuk masuk ke dalam ?“tanya si

menteri pintu ragu-ragu.

“Pada dinding tersebut seluruhnya mem punyai seratus buah

batu besar, kau singkirkan dulu batu yang ketiga puluh enam,

empat puluh enam dan lima puluh enam setelah itu kau akan

menemukan sebuah jalan di bawah tanah yang sempit.”

“Di dalam ruangan itu adakah alat rahasianya ??”

“Tidak ada.”

“Sungguh tidak ada ?“ seru si menteri pintu tertawa dingin.

“Jikalau kau orang merasa takut kenapa tidak bawa aku sekalian

kssana?”

“Lohu memang mem punyai maksud demikian.”

Tangannya dengan cepat mencengkeram tangan kanan dari Bun

Jin Cu lalu menyeretnya ke bawah dinding bata tersebut, lantas

dengan

menggunakan tangan kanannya dia memeluk pinggangnya

sehingga membuat badannya bersandar pada tubuhnya sendiri,

tangannya yang lain mulai menggerakkan golok baja untuk

mengorek keluar ketiga buah batu bata yang dimaksud tadi.

“Ketiga buah batu bata ini?” tanyanya.

“Benar, empat buah batu bata ini ada yang di bawah batu nomor

tiga puluh enam, empat batu bata yang ada di bawah nomor empat

puluh enam serta empat batu bata yang ada di bawah batu nomor

lima puluh enam harus dibongkar juga”

“Heee ... he hee maaf hujin, sewaktu ini lohu bekerja aku harus

tetap memeluk dirimu seperti ini, karena jika ada suatu peristiwa

yang terjadi secara mendadak kau pun tidak dapat ikut melarikan

diri . . . sekarang sekali lagi aku mau bertanya harta kekayaanmu itu

apa betul kau simpan ditempai ini?”

"Benar” teriak si rase bumi Bun Jin Cu dengan amat sengit.

Si menteri pintu segera tersenyum, golok bajanya diangkat dan

mulai bongkar batu-batu bata yang dimaksudkan, berturut turut dia

menusuk beberapa kali pada batu nomor tiga puluh enam sehingga

menjadi kendur baru menggunakan ujung golok mencukilnya keluar.

Sewaktu dia membongkar sedalam setengah depa mendadak dia

berhenti bekerja dan menggeserkan kakinya setengah langkah ke

samping sehingga badan dari Bun Jin Cu kini berhadap-hadapan

langsung dengan dinding batu tersebut, ujarnya sambil tertawa

seram.

“Sewaktu aku melepaskan batu bata ini, jikalau dari dalam

dinding meluncur keluar senyata-senyata rahasia itu akan tepat

menghajar wajahmu terlebih dulu”

“Heee . . . hee . . kau terlalu teliti, aku lihat aku tidak akan

berhasil membokong dirimu” ujar Bun Jin Cu sambil tertawa pahit.

Si menteri pintu segeta tertawa, dia meletakkan golok bajanya ke

atas tanah lalu menggunakan tangannya membongkar batu bata

tersebut.

Batu yang seberat tiga puluh kati segera terjatuh ke atas tanah

sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali.

Sedang dari atas dinding itu sama sekali tidak ada gerakan apa

pun juga, tak ada senyata rahasia yang meluncur keluar.

Di balik batu itu suasana amat gelap sekali tidak tampak barang

apa-apa di sana kecuaii secara samar-samar bisa diduga kalau

tempat itu merupakan sebuah jalan rahasia.

Si menteri pintu yang melihat dari balik dinding itu tidak ada

senyata rahasia yang meluncur keluar dia baru menengok ke dalam

untuk memeriksa.

“Berapa panjang jalan rahasia ini?” tanyanya tiba-tiba sambil

tertawa.

“Ada tujuh delapan kaki panjangnya “

“Kalian menyimpan harta kekayaan itu pada ujung jalan rahasia

ini ?”

“Tidak, pada ujung jalan rahasia itu terdapat sebuah pintu besi,

di balik pintu besi terdapat sebuah ruangan kecil, seluruh harta

kekayaanku ada di dalam ruangan kecil itu.”

Si menteri pintu menjadi amat girang sekali, tanpa banyak

bertanya lagi dia segera membongkar keluar batu yang keempat

puluh enam serta ke lima puluh enam, setelah itu dengan mengikuti

ketiga buah batu tadi dia melanjutkan membongkar.

Kurang lebih seperminum teh lamanya seluruh pintu jalan rahasia

sudah muncul di hadapannya.

Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho yang terikat di atas tiang

kayu dan menghadap ke depan pintu ruangan siksa pula karenanya

tidak bisa melihat bagaimana keadaan di sana, tetapi rasa

terperanyat serta ngeri yang semula meliputi hati mereka bertiga

semakin lama semakin Ienyap karena mereka tahu jika mereka

terjatuh ketangan orang berkerudung itu maka kesempatan untuk

melanjutkan hidup masih ada.

Hal ini jelas sekali, tujuan dari si rase bumi Bun Jin Cu adalah

menawan mereka untuk dibunuh sebagai balas dendam atas

kematian suaminya, sebaliknya tujuan dari lelaki berkerudung itu

hanya bertujuan untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan barang

tersebut kepadanya, jikalau Wi Ci To sudah menyerahkan “Barang”

tersebut kepadanya sudah tentu mereka segera akan dilepaskan.

Saat itu terdengar si menteri pintu sedang bertanya.

“Jalan rahasia ini dibangun sudah lama?”

“Sewaktu mendirikan istana Thian Teh Kong jalan rahasia itu

sudah ada”

“Bagaimana lohu tidak tahu?”

“Selain kami suami istri berdua tidak ada orang ketiga yang tahu”

“Atau dengan perkataan lain, jalan rahasia ini kalian suami istri

yang menggalinya sendiri?”

“Bukan begitu, orang-orang yang menggali jalan rahasia ini

sudah kami bunuh semua setelah mereka menyelesaikan

pekerjaannya”

“Ooooh kiranya begitu” ujar si menteri pintu sambil

tertawa.”Harta kekayaan yang disimpan di dalam ruangan tersebut

apa benar-benar bernilai di atas puluhan juta tahil perak?”

“Benar, semua barang merupakan barang-barang berharga yang

tidak ternilai harganya, diantara itu cuma ada sebuah peti emas

yang merupakan barang paling tidak berharga, maukah kau

memberikan batangan emas itu kepadaku?”

“Ada berapa banyak?“

"Cuma tiga puluh kati“

“Heee . . heee , , . tiga puluh kati emas murni merupakan sebuah

harta kekayaan juga kenapa Lohu harus memberikannya

kepadamu?“

Bun Jin Cu hanya bisa menghela napas paajaag.

“Jika kau tidak memberikan sedikit kepadaku bukankah aku akan

menjadi ludas dan amat miskin?”

“Baiklah, mengingat hubungan persahabatan kita pada waktu-

waktu yang lalu lohu akan berikan satu kati emas buatmu untuk

melanjutkan hidupmu dikemudian hari“

“Cuma satu kati? satu kati emas bisa digunakan untuk apa ?“

“Kau jangan terlalu serakah, satu kati emas murni bukanlah satu

jumlah yang kecil, asalkan sedikit mengirit maka barang itu bisa

memberi makan kepadamu selama satu, dua tahun lamanya.”

“Bagaimana untuk selanjutnya??? “

Si menteri pintu termenung sebentar, lalu tertawa.

“Sudah tentu setelah lohu memusnahkan seluruh ilmu silatmu

kau tidak bisa merampok lagi kemana-mana, maka itu lohu

nasehatkan kepadamu di dalam satu, dua tahun ini kau cepat-

cepatIah mencari seorang suami yang baru untuk nunut hidup,

dengan wajahmu yang cantik lohu kira untuk mencari pengganti

suami tidaklah terlalu sukar. “

“Hmmmm, terima kasih atas pemikiranmu buatku itu“ dengus

Bun Jin Cu dengan amat dinginnya.

“Sudah cukup, ayo kita masuk.”

“Kau tidak takut di dalam jalan rahasia itu sudah diatur alat-alat

rahasia yang bisa membinasakan jiwamu?"

Si menteri pintu segera tertawa terbahak bahak.

“Tidak takut, karena lohu akan memeluk badanmu terus, tidak

perduli sudah terjadi urusan apa pun kau harus menemani lohu”

“Heee ..... perkataanmu sedikil pun tidak salah” ujar si rase bumi

sambll menghela napas panjang, “ Aku orang memang masih tidak

ingin mati .... sekarang kau dengarlah petunjukku, berjalanlah

masuk dengan melalui pinggiran dinding,”

Dengan menggunakan tangan kirinya si menteri pintu memeluk

pinggangnya erat-erat membuat badannya dengan kencang

menempel pada badannya sendiri, segera dia mengikuti petunjuk itu

untuk berjalan masuk dengan melalui pinggiran dinding sebelah

kanan.

Di atas jalan rahasia itu secara samar-samar bisa terlihat

tersusun rapi sebuah demi sebuah batuan hijau yang mengkilap

jelas sekali di dalam jalan rahasia itu sudah dipasang alat rahasia

yang amat lihay sekali.

Kurang lebih berjalan lima kaki kemudian sewaktu kaki kanan si

menteri pintu

hendak menginyak batu hijau yang kelima mendadak Bun Jin Cu

berteriak:

“Berhenti.”

Dalam hati si menteri pintu merasa amat tegang, mendengar

perkataan tersebut tubuhnya tak kuasa lagi sudah tergetar dengan

amat keras.

Dengan cepat dia berhenti di atas batu hijau yang kelima itu

sambil tanyanya :

“Ada apa ?”

“Sekarang berganti berjalan melalui dinding sebelah kiri“

“Jika berjalan salah akan terjadi peristiwa apa?“ tanya si menteri

pintu kemudian sambil memperhatikan batuan hijau yang tersusun

di atas permukaan tanah itu.

“Ada seratus dua puluh batang anak panah akan meluncur dari

empat penjuru jalan rahasia ini “

Dengan perlahan si menteri pintu dongakkan kepalanya ke atas

dinding jalan rahasia itu, tampak suasana amat galap sekali

sehingga tidak terlihat ujung dindingn, dalam hati dia segera tahu di

atas sana tentu sudah dipasang alat rahasia.

Tak terasa lagi sambil menghembuskan napas dingin ujarnya :

“Jalan rahasia ini demikian sempitnya jikalau bersamaan waktu

meluncur keluar seratus dua puluh batang anak panah sekali pun

dia memiliki kepandaian silat yang amat tinggi pun sukar untuk

meloloskan diri .. “

“Karena ini kita tidak boleh salah jalan barang satu tindak pun”

seru Bun Jin Cu sambil tertawa dingin.

Si menteri pintu segera memindahkan badannya ke sebelah

kanan lalu dengan sangat berhati-hati sekali berjalan ke samping

satu langkah besar, dan tanyanya kembali :

“Sekarang maju ke depan berapa langkah ?”

“Kau jalanlah terus, sampai pada tempat yang tidak bisa dilalui

tentu aku bisa memberitahukan kepadamu”

Akhirnya dengan sangat berhati-hati sekali si menteri pintu

berjalan maju melalui tiga buah batu hijau dan berhenti kembali.

“Sekarang bagaimana ?“

“Aku belum suruh kau berhenti buat apa kau merasa begitu

tegang?“

“Jawabanmu jangan sembarangan” teriak si menteri pintu

dengan amat gusar.

“Maju lagi tiga langkah ke depan “

Si menteri pintu segera maju lagi ke depan.

Siapa tahu baru saja dia berjalan dua langkah ke depan

mendadak terdengar si rase bumi Bun Jin Cu sudah berteriak kaget:

“ Aduh . . .. . “

Suara teriakan kagetnya ini hampir-hampir membuat nyali si

menteri pintu copot dari dalam raganya, tububnya tergetar dengan

amat keras sekali lalu dengan ketakuan dia meloncat ke atas udara

dan melayang keluar dari jalan rahasia itu dengan amat cepatnya.

oooX ooo

37

Tetapi sewaktu dia sudah tiba di luar jalan rahasia itu, dari dalam

ruangan sama sekali tidak terjadi sesuatu kejadian apa pun.

Hal ini benar-benar membuat dia menjadi melengak, dengan

amat kheki tanyanya: “Hey sudah terjadi urusan apa?“

“Tidak mengapa“ sahut Bun Jin Cu sambi! tertawa genit "Aku ada

sedikit urusan pribadiku yang harus diselesaikan”

“Telur makmu,” Teriak si menteri pintu dengan amat gusar. “Kau

sengaja mencari gara-gara dengan lokhu.”

“Ouw .... aku kan sungguh-sungguh, karena hatiku merasa amat

cemas kepingin sekali aku orang menyelesaikan sedikit urusan

pribadiku terlebih dulu, biarlah kita baru masuk kembali setelah aku

menyelesaikan urusanku itu“

“Tidak bisa jadi,” teriak menteri pintu keras-keras, “Mau pergi

kencing yaah nanti, kau tunggu saja setelah kita berada didalm

ruangan jalan rahasia itu,”

”Tapi aku sudah betul-betul tidak bisa tahan lagi.”

“Jangan banyak bicara, jika kau berani cari gara-gara lagi jangan

salahkan lohu akan kasih sedikit hajaran kepada mu“

Sehabis berkata dengan amat gusarnya dia berjalan kembali ke

dalam ruangan rahasia tersebut.

Dengan melalui jalan yang semula dia berjalan lima langkah dari

dinding sebelah kanan lalu berjalan lima langkah lagi dari dinding

yang sebelah kiri dan berdiri pada tempat yang semula.

“Sekarang harus berjalan berapa langkah lagi ?” tanyanya

dengan amat gusar.

“Maju satu langkah ke depan.”

Dengan mengikuti petunjuk itu si menteri pintu berjalan maju

satu langkah ke depan. laiu tanyanya kembali:

“Selanjutnya?”

“Sekarang berjalan melalui batuan hijau yang ada di sebelah

tengah, kau maju lagi tujuh langkah ke depan”

Dengan mengikuti petunjuk itu si menteri pintu segera berjalan

maju melalui batuan hijau yang ada di sebelah tengah, setindak

demi setindak dia berjalan maju ke depan.

Menanti setelah Bun Jin Cu seka lian bertindak pada langkah

yang kelima mendadak dia menghela napas dengan amat sedihnya.

“Si Im Piauw orang-orang berkata manusia binasa karena harta

burung mati karena makanan kenapa kau tidak mau percaya

terhadap pepatah kuno itu ?”

“Kau berbicara apa?“ seru menteri pintu melengak.

Baru saja dia berkata sampai di situ kaki kirinya sudah menekan

pada batuan hijau yang keenam, segera dia merasakaa batuan hijau

yang diinyaknya itu menekan turun ke bawah, hatinya segera

merasa tidak beres tetapi baru saja dia bersiap mengundurkan diri

dari sana waktu sudah tidak mengijinkan lagi.

“Sreeet . . sreet . .” suara berdesirnya anak panah yang meluncur

keluar bagaikan air hujan dengan amat cepatnya meluncur keluar

dari empat penjuru ruangan dan berkelebat menuju kearah mereka.

Seketika itu juga ada berpuluh-puluh anak panah yang berhasil

menembusi bagian kepala, lengan, dada serta kaki dari menteri

pintu serta Bun Jin Cu.

Segera terdengarlah si menteri pintu memperdengarkan suara

jeritan ngerinya yang penghabisan, tubuhnya berkelejet beberapa

kali lalu rubuh ke atas tanah tidak berkutik kembali.

Tubuh Bun Jin Cu pun ikut rubuh ke atas tanah tetapi dia sama

sekali tidak memperdengarkan suara teriakan yang ngeri sebaliknya

tertawa keras dengan amat seramnya.

Suara tertawanya semakin lama semakin perlahan akhirnya dia

tundukkan kepalanya menemui ajalnya dengan mulut penuh

senyuman.

Ti Then, Wi Lian In serta Suma San Ho tidak bisa melihat

kejadian apa yang sudah terjadi di dalam jalan rahasia itu, tetapi

mereka

pun sedikitnya mendengar peristiwa apa yang telah

berlangsung, terdengar Ti Then dengan perasaan terkejut

bercampur girang berteriak keras

“Haaaa mereka sudah menggerakkan alat rahasia “

Dengan sekuat tenaga Suma San Ho menoleh ke belakang,

ketika dilihatnya tubuh Bun Jin Cu serta si menteri pintu yang

menggeletak di atas tanah dengan tubuh penuh tertancap oleh

delapan sembilan batang dengan anak panah tak terasa lagi dia

sudah menjerit tertahan.

“Tidak salah, mereka sudah binasa terkena sambaran anak

panah.”

“Bagus - , . bagus sekali.” teriak Wi Lian In dengan amat

girangnya sehingga melupakan badannya yang amat sakit.

“Sekarang mereka sudah

pembalasan dari Thian”

binasa,

itulah

yang

dinamakan

“Ternyata dia punya keberanian untuk mengadu jiwa dengan

sang pengkhianat, hal ini sungguh berada di luar dugaanku” ujar Ti

Then dengan terharu.

“Itulah disebabkan dia terlalu becci terhadap si menteri pintu

yang sudah mengkhianati dirinya sehingga tanpa sayang jiwanya

sendiri dia sudah mengadu jiwa dengan dirinya” timbrung Suma San

Ho dengan amat gembira.

“Sekarang aku mau mulai berusaha membebaskan totokan jalan

darahku bagaimana kau? Tempat-tempat yang terpukul terasa sakit

tidak?”

“Ada sedikit sakit tetapi tidak mengapa aku rasa perlahan-lahan

akan sembuh dengan sendirinya . . , . Suma suheng, bagaimana

dengan keadaanmu?”

“Ie-heng baik-baik saja” sahut Suma San Ho dengan cepat.”

Cuma saja tangan serta kakiku terikat kencang-kencang oleh otot

kerbau itu . . . .”

“Eeeeh lelaki berkerudung itu sudah berada di dalam istana, kita

harus cepat-cepat berusaha untuk meloloskan diri dari ikatan tiang

kayu ini” tiba-tiba Wi Lian in memperingatkan.

“Tadi si menteri pintu bilang dia orang sudah membinasakan si

pembesar Jendela, entah hal ini benar atau tidak?”

“Aku kira sedikit pun tidak salah” jawab Suma San Ho cepat.

“Karena ingin menelan semua harta kekayaan kemungkinan sekali

dia tidak akan melepaskan diri pembesrJendela”

“Kalau memang demikian adanya, cayhe rasa keselamatan kita

untuk sementara tidak mengapa”

“Tidak salah” jawab Suma San Ho. “Lelaki berkerudung itu tidak

ada yang menunjuk jalan dia tentunya tidak berani menerjang

secara sembarangan ke sini dengan menerjang kedelapan belas

alat-alat rahasia yang sudah dipasang si anying langit rase bumi

disekeliling tempat ini”

“Sekarang persoalannya sekali pun kita berhasil melepaskan diri

dari belenggu ini tapi tidak bia menorobos keluar dari tempat ini”

ujar Ti Then lagi.

“Lebih baik kita bicarakan persoalan itu setelah kita lolos dari

tiang kayu ini, kau membutuhkan waktu berapa lama untuk

membebaskan diri dari totokan jalan darahmu itu ?”

“Kurang lebih setengah jam lamanya”

“Kalau begitu cepatlah kau mengerahkan tenagamu, tidak perduli

bagaimana pun kita harus meloloskaa diri dari ikatan tiang kayu ini

sebelum lelaki berkerudung itu berhasil memasuki ruangan siksa

ini.”

“Baik, aku tidak akan berbicara kembali dengan kalian.”

Ti Then segera memejamkan matanya untuk pusatkan seluruh

perhatiannya mengatur pernapasan, dengan mengikuti aliran jalan

darah dia berusaha menggunakan hawa murninya untuk menerjang

jalan darahnya yang tertotok.

Waktu itu lelaki berkerudung yang sedang menanti diluar

ruangan Khie Ie Tong sewaktu melihat si menteri pintu sudah amat

lama sekali tidak keluar-keluar juga hatinya tidak sabaran, sambil

menggendong tangan dia berjalan mondar mandir dan bergumam

seorang diri:

“Hmmm, sudah begitu lama kenapa dia tidak balik? tentu di sana

sudah terjadi peristiwa, tetapi jikalau dia tidak berhasil menguasai

Bun Jin Cu sebaliknya dibunuh olehnya kenapa si rase bumi itu tidak

keluar untuk menengok ?? apakah dia sudah bersiap sedia umuk

bertahan di dalam ruangan siksanya itu?”

Mendadak telinganya menangkap suatu gerakan tubuh yang

mencurigakan, tubuhnya dengan cepat berkelebat bersembunyi di

balik sebuah wuwungan rumah,

“Ada orang yang datang?”

Tidak salah, tempat itu sudah kedatangan dua orang.

Kedua orang itu kurang lebih sudah berusia empat puluh

tahunan, tubuhnya memakai baju singsat berwarna hijau dengan

sebuah golok besar tergores pada punggungnya, jika dilihat dari

wajahnya yang bengis kejam jelas sekali mereka bukanlah manusia

baik-baik.

Gerakan tubuh mereka sangat mencurigakan sekali, seiampainya

di depa t ruangan Cbi le Tong sewaktu dilihatnya tubuh si pembesar

jendela sudah menggeletak tak bernyawa di atas tanah wajah

mereka segera berubah amat hebat.

Mereka saling berpandangan sekejap lalu terdengarlah salah

seorang yang berbadan tinggi besar berbisik dengan suara yang

amat lirih:

“Bukankah dia orang adalah sipembesar jendela ?”

Lelaki kasar yang punya bentuk badan pendek kecil segera

mengangguk, “Tidak salah, dialah si pembesar jendela itu.”

“Sungguh heran sekali,” terdengar lelaki berbadan tinggi besar

itu berseru dengan pandangan terperanyat.

“Dia sama sekali tidak mengkhianati diri Teh Ho Kenapa dia pun

terbunuh ?”

“Entah si menteri pintu masih ada tidak?” tiba-tiba silelaki

berbadan pendek memberi peringatan sedang matanya berputar

memandang ke sekeliling tempat itu.

“Si pembesar jendela sudah mati sudah tentu si menteri pintu

pun tidak akan hidup kemungkinan juga dia sudah meninggalkan

tempat ini.”

“Tapi Teh Ho kemungkinan juga masih di dalam.”

“Tidak mungkin” seru lelaki berbadan besar itu cepat. “Aku berani

bertaruh dengan kau orang, dia pasti sudah meninggalkan istana

Thian Teh Kong ini”

“Tapi lebih baik kita sedikit berhati-hati jangan dikarenakan

sedikit harta kita malah kehilangan nyawa”

Dia berhenti sebentar untuk tukar napas lalu sambungnya

kembali:

“Omong terus terang saja, Lo Liuw, sebenarnya kau merasa Teh

Ho masih ada seberapa banyak harta kekayaan yang terpendam di

ruang bawah tanahnya ? apa barang-barang ini pasti ada ?”

“Pasti, tidak salah lagi” sahut lelaki berbadan besar itu sambil

mengangguk. “Lo cu sudah kerja selama tujuh, delapan tahun

lamanya di dalam ruangan alat-alat rahasia dan sering sekali melihat

Thian Cun serta Teh Ho memasuki ruangan siksa itu, mereka pasti

sudah menyembunyikan sejumlah harta kekayaan di dalam ruangan

itu.”

“Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar sudah tersimpan

sejumlah harta kekayaan bagaimana Teh Kong ini?” Sela si lelaki

berbadan pendek itu.

“Aku orang tua bisa mengambil kesimpulan kalau dia orang

sudah meninggalkan tempat itu alasaanya ada dua Pertama, esok

hari merupakan waktu janyinya kepada Wi Ci To untuk mengadakan

pertandingan, dia orang bukanlah tandingan dari Wi Ci To

karenanya dia harus menghindarkan diri dari tempat tersebut,

kedua: menurut anggapannya harta kekayaan yang disimpan di

dalam ruangan siksa tak

ada yang mengetahuinya, karena itu dengan berlega hati dia

meninggalkan tempat itu, dia bisa balik kembali ke atas gunung

setelah waktu perjanyian dengan Wi Ci To lewat.”

Lelaki kasar berbadan pendek itu segera termenung berpikir

sebentar akhirnya sambil memandang tajam wajahnya dia berkata:

“Lalu apakah ksu sudah merasa yakin bisa melewati kedelapan

belas buah alat

rahasia itu ?”

“Aku orang tua sudah bekerja selama tujuh, delapan tahun

lamanya di dalam kamar alat-alat rahasia itu, terhadap semua alat

rahasia aku sudah mengenalnya seperti mengenali jariku sendiri,

kau boleh berlega hati tidak perlu melewati kedelapan belas alat

rahasia itu pun masih bisa sampai di dalam ruangan siksa“

Mendengar perkataan teisebut lelaki berbadan pendek itu

menjadi amat girang sekali,

“Kalau memangnya demikian urusan tidak bisa ditunda-tunda

lagi, ajoh mari kita masuk ke dalam”

“Sekali lagi aku orang tua berbicara” tiba-tiba ujar lelaki berbadan

tinggi besar itu dengan serius.

“Setelah kita mendapatkan harta kekajaan itu maka aku orang

tua akan mendapatkan tujuh bagian sedangkan kau orang cuma

tiga bagian.”

“Tidak ada persoalan. tetap seperti perkataan semula.”Jawab

lelaki pendek itu mengangguk berulang kali.

“Kalau begitu ikutilah diri lohu” ujarnya kemudian sambil

melanjutkan langkahnya memasuki ruangan Khie Ie Tong tersebut,

Pada saat mereka berdua berjalan memasuki pintu ruangan Khie

Ie Tong itulah si lelaki berkerudung yang semula bersembunyi di

atas wuwungan rumah mendadak melayang turun ke atas tanah

dan bergerak menuju ke belakang badan kedua orang laki-laki kasar

itu.

Kedua orang lelaki kasar itu masih tetap tidak merasakan

sesuatu, mereka melanjutkan perjalanannya terus menaiki tangga.

Tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat

berkelebat mencengkam leher dari lelaki berbadan pendek itu

kemudian mengangkat seluruh badannya ke atas.

“ Aduuh .. “

Saking terkejutnya lelaki berbadan pendek itu sudah berteriak

tertahan.

Tetapi baru saja suara teriakannya keluar dari mulut tubuhnya

sudah dilemparkan beberapa kaki jauhnya oleh lelaki berkerudung

itu sehingga kepalanya hancur dan darah segar berceceren keluar,

tubuhnya hanya berkelejet beberapa kali lalu rubuh binasa.

Lelaki berbadan tinggi besar itu menjadi amat terperanyat sekali

hamper-hampir membuat sukmanya pun ikut melayang, sambil

menjerit-jerit keras tubuhnya dengan cepat mengundurkan diri ke

belakang.

Tubuh lelaki berkerudung itu bagaikan bayangan setan saja

mengikuti terus dari belakang badannya.

“Heee . . hee jangan lari aku tidak akan membinasakan dirimu”

Lelaki berbadan tinggi besar itu tidak mau tahu, pergelangan

tangan kanannya dengan cepat di balik mencabut keluar golok yang

terselip pada pinggangnya lalu dengan dahsyatnya dibacok ke atas

kepala lelaki berkerudung itu.

Tubuh lelaki berkerudung itu dengan cepat berkelebat ke

samping, telapak tangannya di balik mencengkeram pergelangan

tangan lawannya sedang mulutnya membentak keras.

“Lepas”

Seketika itu juga lelaki berbadan tinggi besar itu merasakan

pergelangan tangan yang dicengkeram oleh orang berkerudung itu

terasa amat sakit sekali, golok di tangannya tidak dapat dicekal lagi

dengan menimbulksn suara yang amat nyaring goloknya terjatuh ke

atas tanah.

Saking-takutnya seluruh tubuh lelaki berbadan tinggi besar itu

gemetar dengan amat kerasnya, sepasang lututnya menjadi lemas,

tak kuasa lagi dia jatuhkan diri berlutut di atas tanah.

“Ooh Thayhiap am puni aku orang” mohonnya dengan suara

gemetar.

“Hmm.. aku bilang tidak akan membunuh kau yah tidak bunuh,

apa telingamu sudah tuli?”

Mendengar perkataan tersebut lelaki itu menjadi terkejut

bercampur gembira, serunya berulang kali.

“Baik, baik, kau . . kau siapakah kau orang tua?”

“Lohu adalah Wi Ci To dari benteng Pek Kiam Po” sahut orang

berkerudung itu dingin.

“Aaaah?” tak kuasa lagi lelaki itu menjerit tertahan lalu berdiri

melongo tak bisa mengucapkan sepatah kata pun juga.

Sinar mata lelaki berkerudung itu segera berkelebat dengan amat

tajamnya, dia tertawa dingin tak henti-hentinya.

“Siapa namamu?’ tanyanya.

“Hamba bernama Liuw Khiet“ sahut lelaki tersebut sambil

menelan ludah.

“Kau pun anak buah dari istana Thian Teh Kong?”

“Benar” Jawab si Liauw Khiet mengngangguk.”Tetapi sekarang

hamba sudah mengkhianati Teh Ho dan bukan anggota dari istana

Thian Teh Kong lagi.”

“Tadi kau bilang sudah bekerja selama tujuh delapan tahun

lamanya di dalam ruangan alat rahasia, perkataanmu itu sungguh-

sungguh atau sedang berbohong?”

"Sungguh . . . sungguh waktu itu hamba benar-benar terdesak

karenanya tidak berani melawan.""

“Kau benar-benar mem punyai cara untuk memasuki ruangan

siksa itu tanpa melalui kedelapan belas alat rahasia tersebut? “

sambung lelaki berkerudung itu.

Benar. “Seru lelaki tersebut setelah ragu ragu sebentar.

“Bagus sekali, kau bawalah lohu masuk ke dalam,”

“Wi Pocu mau berbuat apa masuk ke dalam ruangan siksa itu?”

tanya Liuw Khiet ragu ragu.

“Mencari Bun Jin Cu”

“Aaaah “ Liuw Khiet segera berteriak kaget. “Teh Ho masih . . .

masih ada di dalam istana Thian Teh Kong?”

“Tidak salah” sahutnya mengangguk, “Dia tahu lohu sudah

datang lalu tidak berani keluar bertempur, selama ini dia terus

menerus bersembunyi di dalam ruangan siksanya saja, karena itu

terpaksa lohu harus masuk ke dalam mencarinya.”

“Tentang soal ini ...tentang ini..”

Lelaki berkerudung itu segera tertawa dingin.

“Jikalau kau orang tidak mau baik-baik membawa lohu masuk ke

dalam, jangan salahkan lohu akan membinasakan dirimu”

Air muka Liuw Khiet segera berubah pucat pasi, sahutnya

berulang kali:

“Baik..baik. hamba akan membawa Wi Pocu masuk ke dalam.

cuma . . “.

“Cuma apa ?”

“Jikalau Wi Pocn tidak berhasil membinasakan dirinya maka

hamba akan menerima akibat yang mengerikan.”

“Ooooh. . . hehe ,, heee .. kau boleh berlega bati,” Ujar lelaki

berkerudung itu sambil tertawa seram. “Lohu pasti berhasil

membasmi dirinya“

“Setelah Wi Pocu membinasakan dirinya apakah kau orang tua

juga mau melepaskan hamba?”

“Sudah tentu, sudah tentu “Sahut orang berkerudung itu

berulang kali.

“Jikalau di dalam ruangan siksa itu benar-benar terdapat harta

kekayaan maka Lohu mau perseni beberapa bagian kepadamu.”

Mendengar perkataan tersebut Liuw Khiet menjadi amat girang

sekati, dia segera mengangguk,

“Baik , , . baik , ,, terima kasih Wi Pocu, sejak ini hari hamba

tentu akan berubah sifat dan jadi orang baik-baik"

Lelaki berkerudung itu tidak mau banyak bicara lagi dia segera

menarik tangannya berjalan memasuki ruangan Khie Ie Tong itu

tanyanya.

“Kita masuk melalui ruangan Khie Ie Toag ini?”

“Benar, di belakang meja panjang itu.”

“Lohu tahu diatss permukaan ruangan ini sudah dipasang papan

terbalik, kita harus berjalan melalui mana sehingga tidak mengenai

alat rahasia tersebut?“

“Papan membalik ini bukan bergerak secara otomatis tetapi harus

digerakkan dengan tenaga manusia, alat untuk menggerakkan

papan itu ada di bawah meja panjang tersebut, kini di balik meja

panjang tidak ada orang yang ada di sana dengan sendirinya alat

rahasia ini tidak akan berjalan“

“Hmm, jika kau berani menipu lohu jangan salahkan aku

membinasakan dulu dirimu” tiba-tiba ancam lelaki berkerudung itu

dengan suara yang amat berat.

“Wi Pocu harap kau berlega hati, hamba sekali pun punya nyali

lebih besar- pun tidak berani menipu kau orang tua”

“Baiklah, mari kita masuk ke dalam“

Dengan menarik tangan Liuw Khiet dia berjalan memasuki

ruangan Khie Ie Tong itu.

Dengan sangat berhati-hati sekali dia berjalan menuju ke

belakang meja panjang itu lalu bungkukan badannya memeriksa,

tetapi di atas meja itu sama sekali tidak terlihat adanya tombol

rahasia segera di dalam anggapannya Liuw Khiet sudah apusi

dirinya, dengan amat gusar sekali dia mengerahkan tenaga

murninya untuk menggencet pergelangan tangan dari Liuw Khiet.

“Hmm, heee .... hee ,, di bawah meja panjang itu sama sekali

tidak ada tombol rahasia,” ujarnya sambil tertawa dingin.

Seketika itu juga Liuw Khiet merasa kan pergelangan tangannya

sangat sakit se hir-tga serasa menusuk tulang, dia cepat-cepat

bungkukkan badannya

“Ada. ada, hamba akan membukanya buat kau orang tua lihat,”

“Dimana tombol rahasia itu?” Seru lelaki berkerudung itu kembali

sambil tertawa dingin, tetapi lima jarinya yang mencengkeram

pergelangan tangan Liuw Khiet sudah mulai mengendor.

Dengan terburu-buru Liuw Khiet mengulur tangannya menepuk

dan mendorong meja panjang tersebut, segera terlihatlah sebuah

jalan rahasia yang sangat gelap.

Pada tengah pintu ruangan rahasia itu tampaklah empat buah

tomboi yang berwarna merab, kuning, hitam dan putih empat

warna.

Dia segera menuding kearah tombol tersebut sambil berkata :

"Coba kau orang tua lihat, bukankah ini merupakan tombol-

tombol alat rahasia?”

“Ehmm . . kenapa ada empat buah banyaknya“

“Yang merah digunakan untuk membuka papan berputar, yang

hitam untuk turun sedang yang putih untuk naik ke atas dan yang

kuning digunakan untuk menutup papan berputar” sahut Liuw Khiet

menerangkan.

“Apa yang dimaksud dengan naik ke atas dan turun ke bawah“

”Jika kita menekan tombol hitam maka papan yang kita inyak

sekarang akan turun ke bawah dan terus meluncur sampai jalan

rahasia di bawah tanah”

“Oooh kiranya begitu, di dalam jalan rahasia dbawah tanah

adakah alat rahasia?”

tanya lelaki berkerudung itu menjadi paham kembali.

“Tidak ada, di sana cuma ada tiga buah pintu besi“

“Setelah melewati ketiga buah pintu besi itu kita akan sampai di

dalam ruangan siksa?”

“Benar “

Agaknya lelaki berkerudung itu tidak percaya kalau susunan

ditempai itu bisa begitu sederhananya, nada suaranya segera

berubah menjadi amat keras.

“Tadi kau bilang di dalam ruangan siksa itu si anying langit rase

bumi sudah menyimpan barang-barang berharganya, kalau memang

begitu kenapa di dalam ruangan siksanya dia tidak memasang alat

rahasia apa pun?”

“Jaian rahasia ini biasanya cuma digunakaa oleh Thian Cun serta

Teh Ho dua orang saja, untuk keselamatan mereka sendiri sengaja

mereka tidak memasang alat rahasia di sana,”

“Baiklah, sekarang kau boleh pencet tombol itu,”

Liuw Khiet segera menekan tombol berwarna hitam itu, papan

yang seluas tiga depa itu segera tanpa mengeluarkan sedikit suara

pun meluncur ke bawah menuju ke ruangan rahasia yang ada di

bawah tanah.

Ruangan bawah tanah itu terbuat dari batu batu cadas yang

amat kuat, luasnya ada empat depa sedang tingginya satu kaki dan

panjangnya lorong tersebut tidak diketahui karena tiga kaki dari

sana sudah terhalang oleh sebuah pintu besi.

Lelaki berkerudung itu segera menarik Liuw Khiet turun ke atas

tanah tanyanya kembali

“Di dalam lorong bawah tanah ini apakah tidak ada lampu?“

“Tidak ada”

“Kalau begitu” ujar lelaki berkerudung itu lagi sambil menuding

kearah papan yang baru saja meluncur ke bawah itu.”jika barang ini

sudah naik ke atas bukankah kita harus meraba-raba ditengah

kegelapan.”

“Tidak mengapa, pintu besi itu mudah untuk dibukanya."

Agaknya lelaki berkerudung itu merasa hatinya kurang mantap,

dia segera menuding kearah pintu besi ini dulu kemudian baru

menaikkan kembali barang ini.

Liuw Khiet segera menyahut, dia berjalan ke depan pintu besi

yang ada di dalam lorong bawah tanah lalu mencekal gelang pintu

dan menariknya lima kali lalu mendorong ke belakang.

“Kraaak ..” dengan menimbulkan suara yang amat nyaring pintu

besi itu segera membuka ke samping.

Saat ini di hadapan mereka terbentanglah sebuah jalan rahasia

yang panjangnya ada tiga kaki, pada ujung jalan rahasia itu muncul

kembali sebuah pintu besi yang bentuknya serupa dengan pintu besi

di hadapan mereka sekarang ini.

"Pintu besi yang kedua itu apa perlu di buka pula?” tanya Liuw

Khiet sambil memandang kearah orang itu,

“Bukankah kau bilang semuanya ada tiga buah pintu?”

“Benar“

“Kalau begitu buka semuanya terlebih dahulu kita batu menutup

pintu masuk “

Liuw Khiet segera menyahut dan berjalan ke depan pintu besi

yang kedua itu tangannya menarik gelangan pintu empat kali dan

mendorongnya ke belakang, pintu besi itu pun terbuka.

Ketika dia berhasil membuka pintu yang ketiga, tampak jalan

rahasia itu berbelok ke kanan, pada ujungnya terdapatlah sebuah

pintu batu

“Itulah ruangan siksa“ ujar Liuw Khiet dengan perlahan sambil

menuding kearah pintu batu itu.

Suaranya rada gemetar, karena dia merasa sangat takut dan

ngeri terhadap diri si rase bumi Bun Jin Cu.

“Jika pintu besi itu ditutup mati dari dalam kita harus berbuat

bagaimana untuk membukanya ?“ tanya lelaki berkeruduog itu pula

dengan suara perlahan.

“Terpaksa kita harus menghancurkan pintu tersebut.”

Lelaki berkerudung itu segera termenung berpikir sebentar,

akhirnya jawabnya

“Baiklah,lohu akan kembali ke sana untuk menutup pintu, kau

baik-baiklah menunggu di sini”

Sembari berkata tangan kanannya dengan cepat berkelebat

menotok jalan darah kaku dari tubuh Liuw Khiet.

Belum sempat Liuw Khiet menjerit tertahan tubuhnya sudah

jatuh duduk di atas tanah, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.

Lelaki berkerudung itu dengan cepat membalikkan badannya

kembali ke pintu depan lalu menekan tombol berwarna putih itu

untuk menaikkan kembali papan tersebut, setelah itu berjalan

kembali ke depan pintu batu dan mendorong pintu tersebut

dengan sekuat tenaga, tetapi pintu itu sama sekali tidak

gemilang.

Dia menjadi gusar, tubuhnya mundur satu langkah ke belakang

lalu membentak keras dan melancarkan satu tendangan dahsyat

kearah pintu tersebut,

“Braaak . . ,”suara yang amat nyaring segera bergema memenuhi

seluruh lorong tetapi pintu itu sema sekali tidak tampak cedera,

jelas sekali memperlihatkan kalau pintu tersebut memang amat kuat

sekali.

Ti Then, Wi Lian In serta 3uma San Ho yang mendengar dari luar

ruangan siksa itu ada suara orang yang sedang menendang pintu

dalam hati segera tahu kalau lelaki berkerudung itu sudah sampai di

sana, mereka bertiga segera saling bertukar pandangan dengan hati

yang ngeri.

“Ti Kiauw tauw” terdengar Wi Lian In berkata dengan suara yang

amat cemas, “Kau sudah berhasil membebaskan jalan darahmu?”

Ti Then gelengkan kepalanya tetapi dia tidak mengucapkan

sepatah kata pun.

Sebetulnya pada detik-detik terakhir itu dia sudah akan berhasil

membebaskan jalan darah kaku yang tertotok pada badannya tetapi

suara tendangan pintu yang berkumandang secara tiba-tiba itu

membuat dia merasa terkejut sehingga hawa murni yang sudah

dipersatukan menjadi buyar kembali.

Tetapi dia tidak berani banyak berbicara dia hendak

mengumpulkan kembali hawa murninya untuk menggunakan

kesempatan yang terakhir ini menerjang jalan darahnya yang

tertotok sehingga bisa terbebas sebelum pihak musuh berhasil

mendobrak hancur pintu batu tersebut.

Kirannya kayu yang mengikat tangannya kini sudah terputus oleh

tangannya, asalkan jalan darahnya terbebas maka sepasang

tangannya segera akan bebas bergerak.

“Braaak. Braak. Braak“

Pintu batu itu ditendang kembali sehingga membuat pintu

menjadi tergetar dengan amat kerasnya, jika ditinyau dari keadaan

saat ini kemungkinan sekali sebentar lagi pintu itu akan terpukul

bancur.

Wi Lian In menjadi sangat terperanyat, teriaknya dengan hati

cemas.

“Cepat . . . ccpat sekali, Ti Kiauw tauw kau cspatlah sedikit,

mereka sudah hampir berhasil menerjang piniu itu”

“Jangan takut.” Tiba-tiba Suma San Ho menenangkan suasana

yang mulai menegang itu, “Pintu itu terhalang oleh besi, untuk

beberapa saat lamanya dia tidak mungkin bisa msnjebolkan pintu

itu,”

“Tidak” bantah Wi Lian In dengan

menghancurkan pintu itu dengan cepat.

cepat,”

Dia

bisa

“Braak. Braaak„ Braak.”

Suara tinjuan yang amat nyaring bergema kembali, ternyata

sedikit pun tidak salah pintu itu sudah kelihatan mulai mengendor

dari engselnya,

Mendadak terdengar lelaki berkerudung itu tertawa terbahak

bahak,

“Hey Bun Jin Cu“ teriaknya mengejek. “Kau bersembunyi terus di

dalam ruangan bukanlah suatu cara yang bagus lebih baik kau

orang cepat bukakan pintu buat aku?“

Wi Lian In menjadi melengak, medadak di dalam benaknya

berkelebat suatu ingatan dengan menirukan nada suara dari Bun Jin

Cu teriaknya

”Hey siapa kau orang?”

Lelaki berkerudung itu sama sekali tidak mengerti kalau Bun Jin

Cu sudah mati, karenanya dia orang sama sekali tidak mencurigai

pula kalau suara itu bukan suara dari Bun Jin Cu sendiri, kakinya

sekali lagi menendang pintu batu itu dengan berat-berat lalu

tertawa terbahak-bahak.

“Jika kau orang mau tahu siapakah Lohu kenapa tidak membuka

pintu mempersilahkan aku orang masuk saja?“

“Tidak, aku tidak akan membukakan pintu sebelum kau orang

menjelaskan siapakah adalah kau orang“

“Kau boleh berlega hati” teriak lelaki berkerudung itu. “Lohu

bersumpah tidak akan mengganggu seujung rambut pun dirimu.

Lohu sengaja datang kemari untuk membicarakan kerja sama kita

untuk menghadapa Wi Ci To”

“Bagus, bagus sekali“ sahut Wi Lian In dengan menirukan lagak

dari Bun Jin Cu. “Tetapi aku orang masih tidak mengetahui siapa

ssbenarnya kau, bagaimana aku bisa menyetujui untuk bekerja

sama dengan dirimu?“

”Lebih baik kita bicarakaa soal ini setelah berhadap-hadapan

muka, di samping itu lohu pua bisa memberitahukan namaku”

“Hee . hee . aku tidak akan tertipu oleh pancinganmu” Seru Wi

Lian In mendadak sambil tertawa dingin. “Jika mau membicarakan

soai ini leoih baik kau berdiri saja di pintu luar”

“Omong yang mudah saja lohu hendak menggunakan putrinya

serta bangsat cilik she-Ti itu untuk memaksa Wi Ci To menyerahkan

sebuah barang”

“Kau akan memaksa Wi Ci To untuk menyerahkan barang apa ?“

desak Wi Lian In lebih lanjut. f

“Sebuah barang yang sangat tidak berharga untuk dibicarakan.”

“Kalau memangnya tidak berharga, buat apa kau mencari barang

tersebut?”

“Barang itu sangat tidak berharga, sampai dijual pun tidak laku,”

“Sebetulnya barang apa yang sedang kau cari?” desak Wi Lian In

terus.

“Lohu tidak bisa memberitahukan hal ini kepadamu.”

“Hal ini berarti juga kau sama sekali tidak bermaksud sungguh-

sungguh untuk bekerja sama dengan diriku.”

“Lohu akan segera memberikan uang sebesar seratus ribu tahil

perak untuk membeli tawaranmu itu.”

Wi Lian In segera tertawa dingin.

“Aku orang sama sekali tidak tertarik dengan uang seratus ribu

tahil perakmu itu.”

“Tapi Lohu masih bisa membantu dirimu untuk menghadapi Wi Ci

To, dengan tenaga gabungan dari kita berdua Wi Ci To pasti bisa

diringkus dengan mudah" ujar lelaki berkerudung itu coba memaksa

Bun Ji Cu untuk tertarik.

“Sekarang aku sudah punya tiga orang tawanan, buat. apa aku

orang takut dengan Wi Ci To lagi?”

“Kau terlalu memandang rendah dirinya, dia tidak akan mau kau

kuasai dengan begitu mudahnya”

“Oooh benar?” Seru Wi Lian In sambil tertawa terbahak-bahak.

“Coba kau bilang tegakah dia orang melihat putrinya, dia masih

mem punyai berpuluh puluh orang pendekar pedang merah yang

memberikan bantuannya. Kau tidak akan bisa bertahan melawan

kerubutan mereka.”

“Hii . . hiii . • .hii . , . menunggang keledai membaca not lagu,

kita lihat saja bagaimana hasilnya nanti, “ Sela Wi Lian In kemudian

sambil tertawa.

“Tidak perduli bagaimana pun apa kau sudah ambil keputusan

untuk tidak mau bekerja sama dengan Lohu ?“ Tiba-tiba ancam

lelaki berkerudung itu sambil tertawa dingin.

Wi Lian In menoleh memandang sekejap kearah Ti Then, ketika

dilihatnya dia

masih mengerahkan tenaga dalamnya untuk membebaskan jalan

darahnya yang tertotok lalu ujarnya lagi,

“Di dalam keadaan seperti ini aku punya beberapa syarat, jika

kau bisa penuhi syarat-syarat tersebut aku baru mau bekerja sama

dengan dirimu"

“Cepat kau katakana!”

“Pertama, sebutkan siapa kau orang. Kedua, katakan barang apa

yang hendak kau paksakan dari Wi Ci To untuk diserahkan kepada

dirimu“

“Hmmm “ dengus lelaki berkerudung itu dengan kurang senang,

“Buat apa kau tertarik dengan urusan ini?“

“Tertarik?” Mendadak Wi Lian In tertawa terbahak-bahak “Sifat

manusia memang demikian“

“Jikalau lohu tidak mau berbicara apakah kau tidak ingin

menerima permintaan dari lohu untuk mengadakan Kerja sama?"

Seru lelaki berkerudung itu dengan amat dingin.

Wi Lian In tidak memberikan jawaban secara langsung, dia

segera tertawa.

“Jikalau kau mau bsrbicara terus terang, aku orang pasti akan

merahasiakannya bahkan tidak mau pula barang yang hendak kau

hadiahkan kepadaku, kau lihat bagaimana?“

“Tidak” potong lelaki berkerudung itu dengan tegas,

“Permintaanmu itu lohu tidak sanggup untuk memenuhinya,aku

cuma minta kau mau menyetujui kerja sama diantara kita kalau

tidak lohu segera akan menerjang masuk ke dalam ruanganmu ini"

Dia berhenti sebentar lalu sambungnya sambil tertawa seram :

“Jikalau Lohu berhasil mendobrak pintu ini sampai waktu itu

sekali pun ingin bekerja sama dengan Lohu aku pun tidak akan

mau“

Wi Lian In yang melihat jalan darah dari Ti Then belum berhasil

juga dibebaskan hatinya merasa amat cemas sekali nada ucapannya

segera berubah amat halus sahutnya

“Jikalau aku orang menyanggupi kau hendak menggunakan cara

apa untuk membantu diriku untuk menghadapi Wi Ci To?”

“Sewaktu besok pagi dia naik ke atas gunung dia orang tentu

membawa banyak sekali pendekar pedang merah. Lohu membantu

dirimu membasmi semua pendekar pedang merah lalu bersama-

sama bergabung tenaga menghadapi dirinya.”

“Kau punya pegangan kuat untuk mengalahkan para pendekar

pedang merah itu?”

“Sama sekali tidak ada soal” jawab lelaki berkerudung itu singkat.

“Tetapi aku pun percaya tanpa bantuan dari dirimu aku masih

sanggup untuk menghadapi para pendekar pedang merah itu dan

membasminya semua“

“Hmm” terdengar lelaki berkerudung itu tertawa dingin, “Kau

hendak menggunakan cara apa untuk membasmi seluruh pendekar

pedang merahnya?”

“Asalkan aku berhasil memanctng mereka untuk memasuki

ruangan di bawah tanah ini maka aku bisa menggerakkaa alat

rahasia untuk membasmi para pendekar pedang merah itu“

Mendengar perkataan itu lelaki berkerudung itu segera terbahak

bahak.

“Cuma sayang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah aku

hancurkao semua,

coba pikirlah jika aku tidak berhasil menghancurkan alat-alat

rahasia itu bagaimana Lohu bisa sampai di sini dalam keaadaan

selamat?”

“Haaa.. kau berhasil melewati kedelapan belas alat rahasiaku

itu?” teriak Wi Lian In pura-pura kaget.

“Sedikit pun tidak salah” jawab lelaki berkerudung itu sambil

tertawa tergelak.

"Karena Lohu melihat si menteri pintu lama sekali tidak kembali

juga, di dalam keadaan cemas terpaksa aku menerjang kemari

seorang diri, sekarang kedelapan belas alat rahasiamu itu sudah

berhasil Lohu hancurkan”

“Hmmm, tidak kusangka kau lihay juga“teriak Wi Lian In semakin

terperanyat.

“Maka itu sekarang kau cuma ada satu jalan saja ....

menyanggupi untuk bekerja sama dengan Lohu”

“Soal ini aku harus pikirkan terlebih dulu, sudah tentu kau harus

memberi waktu buat aku orang berpikir sebentar bukan?”

“Tidak” tolak lelaki berkerudung itu ketus, “Jika kau tidak mau

menerima maka Lohu segera akan menerjang pintu batumu ini“

“Jikalau kau orang benar-benar punya maksud untuk bekerja

sama dengan aku sudah tentu membiarkan aku untuk berpikir

sebentar”.

Lelaki berkerudung itu termenung berpikir sebentar, akhirnya dia

baru menyawab

“Baiklah, cepat kau berpikir"

Ketika Wi Lian In mendengar dia orang sudah menyetujui untuk

mcmberi waktu kepada dirinya untuk berpikir hatinya menjadi agak

lega, segera kepada Ti Then tanyanya dengan suara perlahan.

“Hey, kau harus menunggu berapa waktu lagi baru berhasil

membebaskan diri dari totokan jalan darah?”

Ti Tben tetap bungkam tidak mengucapkan sepatah kata pun.

“Jangan ganggu dia, waktu masih belum tiba sekali pun kau ribut

juga tidak

Berguna” Tiba-tiba Suma San Ho menimbrung dengan suara

yang perlahan.

Wi Lian In mengerutkan alisnya rapat-rapat, dia tidak berbicara

lagi.

Beberapa saat kemudian terdengarlah suara teriakan dari lelaki

berkerudung berkumandang lagi agaknya dia sudah merasa tidak

sabaran.

“Bun Jin Cu, kau sudah mengambil keputusan belum?”

“Kau jangan ribut,aku sedang barpikir masak-masak“ seru Wi

Lian In dengan gugup.

“Hmm jika kau mau cepat-cepatlah bilang kalau tidak mau yaa

cepat menolak buat apa berpikir lama-lama?” teriak lelaki

berkerudung itu dengan amat gusar.

“Aku sedang memikirkan satu urusan jikalau aku setuju untuk

bekerja sama dengan dirimu nanti setelah kau mendapatkan barang

yang kau dapatkan apakah kau orang masih melanjutkan untuk

bekerja sama dengan dirimu? ataukah kita berjalan berpisah?”

“Jika kau orang senang untuk bekerja sama terus dengan lohu

sudah tentu lohu akan membantu kau untuk mendirikan istana

Thian Teh Kong kembali.”

“Kalau begitu bukankah kita orang akan menduduki sebagai

pemimpin baru dari istana Thian Teh Kong?“

“Haaaa . . . haaa . , , jika lohu yang menduduki puncak

pimpinan hal ini tidak akan merendahkan nama besar dari dirimu.”

“Tadi aku dengar dari si menteri pintu serta pembesar jendeia

katanya kepandaian silatmu amat tinggi sekali, tetapi saudara bukan

apaku bagaimana kau orang bisa menduduki tempat puncak

pimpinan dari istana Thian Teh Kong?“

“Hiii.. hiii ,. jika kau mau, lain kali kita bisa hidup bersama untuk

selama- lamanya,”

"Baiknya sih baik cuma aku takut di tertawai orang lain” seru Wi

Lian In tertawa malu-malu.

Lelaki berkerudung itu segera tertawa terbahak-bahak,

“Usiamu masih sangat muda, jika kawin lagi

sepantasnya siapa yang berani mentertawakan dirimu?”

memang

“Tetapi . ,Heeey.” tak tertahan lagi Wi Lian In menghela napas

panjang, “Aku masih tidak bisa melupakan suamiku yang terdahulu.”

“Orang yang sudah mati tidak akan bisa hidup kembali, buat apa

kau begitu rindu kepadanya?”

“Semasa hidupnya dia terlalu baik kepadaku, bagaimana aku

orang tidak memikirkan dirinya?”

“Kalau begitu" ujar lelaki berkerudung itu kemudian sambil

tertawa serak. “Kau ingin menyanda untuk selamanya?"

”Tentang soal ini untuk sementara waktu aku masih belum

mengambil keputusan”

“Jika kau tidak ingin kawin lagi yah sudahlah, setelah kita bekerja

sama untuk melenyapkan benteng Pek Kiam Po kita bisa berjalan

menurut jalannya masing-masing”

“Tunggu dulu“ tiba tiba Wi Lian In berteriak dengan suara berat,

“Aku hendak menanyakan suatu urusan kepadamu”

”Ada urusan apa lagi?” tanya lelaki kerudung itu sambil

mendengus dingin. “Ini tahun kau umur berapa?”

“Sudah enam puluh tahun lebih.“

“Aih . . .” Teriak Wi Lian In dengan amat keras. “Sudah berumur

enam puluh tahun ?“

“Kenapa ?“

“Usiamu sudah terlalu tua“

Lelaki berkerudung itu menjadi amat gusar sekali setelah

mendengar perkataan dari Wi Lian In itu, kakinya dengan hebat

melancarkan satu tendangan kilat ke arah pintu batu itu, sedang

mulutnya dengan amat gusar membentak:

“Jika kau orang tidak punya maksud kawin dengan Lohu buat

apa ikut campur dengan bertanya-tanya umurku?“

“Aaaah . . . . jangan marah dulu, jangan marah dulu“ seru Wi

Lian In dengan gugup “Aku masih belum mengambil keputusan“

“Kau siluman rase sungguh amat licik kau hendak mengulur ulur

waktu ??” teriak lelaki berkerudung itu sambil melancarkan

tendangan kembali menghajar pintu batu itu.

Wi Lian In yang mendengar dia melancarkaa serangan kembali

menghajar pintu batu itu dalam hati merasa sangat cemas sekali,

apalagi saat ini jalan darah dari Ti Then belum berhasil dibebaskan,

terpaksa teriaknya dengan amat keras:

“Aku mau bertanya kembali tentang satu urusan, kau sudah

beristri belum?”

Lelaki berkerudung itu tidak mau memberikan jawabannya lagi,

dengan sekuat tenaga dia melancarkan tendangan menghajar pintu

batu itu sehingga membuat seluruh ruangan siksa menjadi tergetar

dengan amat kerasnya.

Situasi sudah mencapai pada tarap sangat kritis sekali.

Saat ini Ti Then masih tetap memejamkan matanya untuk

mengatur pernapasan dari atas kepalanya tampak butiran keringat

sebesar kacang kedelai dengan derasnya menetes keluar, wajahnya

merah padam agaknya dia sudah mencapai pada

puncak

latihannya.

ooo00ooo

38

Tak tertahan lagi Wi Lian In berseru dengan suara yang

perlahan, “Ti Kiauw tauw, cepat sedikit dia dan hampir berhasil

mendobrak pintu tersebut”

Baru saja perkataannya selesai mendadak terdengar suara

jatuhnya benda besi ke atas tanah . . . pantek dari pintu batu itu

sudah berhasil digetarkan hingga terlepas dari tempatnya.

Bersamaan dengan membukanya pintu batu itu bagaikan kilat

cepatnya lelaki berkerudung itu berkelebat masuk ke dalam

tubuhnya tegak sepasang tangannya disilangkan di depan dada,

lagaknya sedang siap menerima serangan musuh.

Tetapi ketika dilihatnya di dalam ruangan siksa itu sama sekali

tidak tampak bayangan dari Bun Jin Cu dia menjadi tertegun,

bersamaan pula tubuhnya berdiri tegak matanya dengan amat

tajam sekali menyapu sekejap ke arah diri Ti Then, Wi Lian In serta

Suma San Ho bertiga.

“Dimana Bun Jin Cu?” tanyanya dengan suara berat.

“Dia sudah lari.” Cepat-cepat sahut Suma San Ho.

“Heee , he , .. dia lari kearah mana?“ Seru si lelaki berkerudung

itu sambil tertawa dingin.

“Tadi aku lihat dia orang berlari menuju ke belakang dinding batu

itu.”

Sepasang mata lelaki berkerudung itu dengan cepat msnyapu

sekejap kesekeliling tempat itu, ketika dilihatnya pada dinding batu

pada bagian belakang dari ruang siksa itu tampak sebuah lubang

besar dia segera menjerit tertahan.

“Dia melarikan diri melalui dinding batu itu?” tanyanya lagi.

“Tidak salah“

Mendadak lelaki berkerudung itu berkelebat menuju ke samping

dinding batu itu dan menengok ke dalam ruangan jalan rahasia

yang ada di balik dinding, waktu itu lah dia menemukan pada

kurang lebih tiga kaki di dalam ruangan rahasia itu menggeletak dua

sosok mayat yang dia orang bisa melihat dengan jelas orang

tersebut bukan lain adalah Bun Jin Cu serta si menteri pintu

tubuhnya segera terasa bergetar dengan amat keras.

“Iiilh . . dia sudah mati?” serunya tertahan.

“Siapa yang sudah mati?” tanya Suma San Ho pura-pura merasa

terperanyat.

“Bun Jin Cu serta si menteri pintu, mereka suduh menginyak alat

rahasia dan kini sudah binasa ditengah jalan rahasia itu terhajar

hujan panah”

“Tidak aneh sewaktu kau berhasil menerjang pintu dan

memasuki ruangan ini kita mendengar suara teriakannya, kiranya

dia sudah terkena alat rahasia . . haa.. . haaa hal ini sungguh

menyenangkan sekali, tidak kusangka sama sekali Bun Jin Cu pun

bisa menemui ajalnya terkena alat rahasia yang dipasangnya

sendiri”

Lama sekali lelaki berkerudung itu memandang tajam mayat Bun

Jin Cu yang menggeletak di atas tanah, mendadak dia mengambil

sebuah batu cadas yang besar dan disambitkan tepat menghajar

mayatnya yang menggeletak di atas tanah.

Batu cadas itu dengan amat kerasnya terjatuh ke atas tubuh Bun

Jin Cu sehingga mengeluarkan suara yang amat keras sekali.

Ketita batu itu mengggelinding ke samping dengan tepat

membuat wajah Bun Jin Cu tertoleh kearah luar.

Kiranya dia takut Bun Jin Cu sedang berpura-pura mati

karenanya sengaja dia menyambitkan batu itu untuk memeriksa

apakah Bun Jin Cu benar-benar sudah binasa, kini ketika dilihatnya

dia orang benar-benar sudah menemui ajalnya seketika itu juga

hatinya menjadi sangat gembira sambil mendongakkan kepalanya

tertawa terbahak serunya:

“Tidak salah, tidak salah, dia orang memang betul-betul sudah

binasa, haaa . .haa baaa . . - berarti juga kalian bertiga kini sudah

menjadi barang di dalam kantong lohu”

Ditengab suara tertawanya yang amat keras tubuhnya melayang

menuju ke hadapan Ti Then bertiga.

Melihat lelaki berkerudung itu melayang mendekati mereka

bertiga,, Suma San Ho menjadi kuatir, ujarnya dengan cepat.

“Kita bertiga harus terjatuh ketangan saudara hal ini sungguh

merupakan suatu tejadian j«ng sangat beruntung”

“Oooh benar?” teriak leliki berkeru dung itu sambil tertawa

tergelak.

“Sedikit pun tidak salah” sahut Suma San Ho membenarkan. “Bun

Jin Cu menawan kami dikarenakan mau membalas dendam

sedangkan saudara cuma hendak menggunakan kami untuk

merebut semacam barang saja“

“Tetapi jikalau Wi Ci To tidak mau menyerahkan barang yang

Lohu minta itu maka kalian pun jangan harap bisa hidup” ujar lelaki

berkerudung itu sambil tertawa seram.

“Sekali pun perkataanmu sedikir pun tidak salah tetapi saudara

pun tidak akan membinasakan kita pada saat ini, bukan begitu?”

Lelaki berkerudung itu tidak memberikan jawabannya, dengan

langkah perlahan dia berjalan menuju kehadaoan Ti Then lalu

mengangkat kepalanya yang tertunduk dengan lemasnya itu.

Ketika dilihatnya sepasang mata Ti Then terpejam rapat-rapat,

sepertinya sedang jatuh tidak sadarkan diri tak terasa lagi dia sudah

tertawa dingin.

“Kenapa dengan bangsat cilik ini?”

“Dia sudah terpukul rubuh oleh Bun Jin Cu“ sahut Suma San Ho

berbohong.

Dengan amat teliti sekali lelaki berkerudung itu memeriksa kedua

buah tiang kayunya yang terpatahksn, melihat ini dia menghela

napas panjang.

“Hey...tenaga dalamnya sungguh tidak lemah, kayu yang begitu

kuatnya dia masih bisa mematahkannya”

“Karena dia memutuskan kayu tiang itulah Bun Jin Cu baru

memukulnya hingga jatuh tidak sadarkan diri, pukulannya sungguh

amat kejam sekali.”

Dengan langkah perlahan lelaki berkerudung itu beralih ke

hadapan Wi Lian In ejeknya sambil tertawa.

“Hee...hee..agaknya kau pun sudah merasakan sedikit deritamu

juga?”

Wi Lian In melengos, mulutnya tetap ditutup rapat-rapat.

Lelaki berkerudung itu pun segera beralih ke depan tubuh Suma

San Ho.

“Bun Jin Cu bersiap-siap mau melarikan diri kenapa dia tidak mau

membunuh dirimu terlebih dulu?” ujarnya sambil tertawa.

“Kemungkinan sekali dia tidak bermaksud uniuk melarikan diri

meninggalkan istana Thian Teh Kong ini, agaknya dia berusaha

untuk membawa si menteri pintu bersembunyi di suatu tempat lalu

baru balik kemari membawa kita semua meninggalkan ruangan

siksa, siapa sangka mereka sudah tidak kebentur dengan alat

rahasia sehingga menemui ajalnya.”

Agaknya lelaki berkerudung dia sama sekali tidak mencurigai

perkataan dari Suma San Ho ini, dia segera mengangguk.

“Sebetulnya Lohu

punya maksud sungguh-sungguh untuk

bekerja sama dengan dirinya, asalkan dia mau menyanggupi diri

Lohu maka dia pun tidak akan menerima kematiannya dengan

demikian mengenaskan”

“Sebetulnya saudara bermaksud meminta barang apa dari Pocu

kami?” tiba-tiba tanya Suma San Ho.

“Soal ini kalian tidak perlu tahu” sahutnya ketus.

“Apakah kitab pusaka Ie Cin Keng itu?”

Mendengar disebutnya kitab pusaka

berkerudung itu segera terbahak-bahak.

Ie

Cin

Keng

lelaki

“Kitab pusaka Ie Cin Keng itu sekali pun kalian hadiahkan untuk

Lohu sebagai kertas pembersih pantatku. Lohu belum tentu mau.”

“Apakah dikarenakan sebuah lukisan?” tiba-tiba timbrung Wi Lian

In,

Agaknya lelaki berkerudung itu dibuat melengak, tapi sebentar

kemudian sudah tertawa kembali.

“Haaa . . . haaa . , , haaa , . . bagaimana kalian bisa pikirkan

tentang lukisan? apakah di dalam loteng penyimpan kitab dari

ayahmu itu sudah tersimpan sebuah lukisan yang sangat berharga

sekali?“

“Di dalam loteng penyimpan kitab ayahku kecuali kitab serta

lukisan tidak ada barang yang berharga lagi.”

“Lobu tidak menghendaki kitab-kitab serta lukisan-lukisan dari

ayahmu itu” ujar lelaki berkerudung itu sambil tertawa. “ Sekali pun

kitab serta lukisan lukisan itu lebih berharga lohu tidak akan

memandang barang sekejap pun”

“Lalu kau orang menghendaki barang apa?” Desak Wi Lian In.

“Soal ini kalian tidak perlu tahu” Potong lelaki berkerudung itu

sambil gelengkan kepalanya. “Bukankah lohu tadi sudah bilang

kalian tidak usah ikut mengetahui persoalan ini?”

Tiba-tiba Wi Lian In menghela napas panjang ujarnya,

“Aku sangat haus dapatkah kau orang carikan secawan teh buat

diriku?“

“Ditempat ini mana ada teh?” ujar lelaki berkerudung itu sambi

menyapu sekejep

kesekeliling tempat itu.

“Aku pun tidak tahu, coba kau keluarlah dari sini tolong

membantu aku carikan”

Perasaan curiga segera menyelimuti wajahnya, mendadak dia

tertawa seram.

“Heee . . hee , . sekarang aku tahu, bukankab kau sedang

menipu lohu untuk keluar dari sini lalu dengan mengambil

kesempatan itu melarikan diri dari tempat ini?”

“Jikalau kami mem punyai cara untuk melarikan diri tidak akan

menanti sampai sekarang, buat apa kau orang banyak curiga?”

“Tapi kekasihmu segara akan sadar kembali” ujar lelaki

berkerudung itu sambil menuding kearah Ti Then, “Dia sudah

berhasil memutuskan tiang kayu yang mengikat tubuhnya maka

setelah dia sadar kembali dengan cepat dia akan berhasil

melepaskan otot kerbau yang mengikat badannya, bukan begitu?“

“Dia baru saja dipukul dengan amat kejam, tidak mungkin dia

orang bisa sadar kembali dengan cepat“ ujar Wi Lian In sambil

menghela napas panjang dengan amat sedihnya.

Lelaki berkerudung itu tak bias menahan gelinya, dia segera

tertawa keras.

“Jika kau mau minum the boleh saja, tetapi Lohu harus menotok

jalan darah kakunya dulu”

“Kalau begitu sudahlah, aku tidak jadi minum” teriak Wi Lian In

dengan gugup.

“Hal ini semakin membuktikan kalau kau sedang menipu diri

Lobu, sekarang Lohu harus menotok jalan darah kakunya terlebih

dulu”

Selesai berkata jari tangannya dipentangkan lalu dengan

kecepatan bagaikan kilat menotok jalan darah kaku pada tubuh Wi

Lian ln.

Wi Lian In yang melihat permainannya yang pura-pura malah jadi

berantakan tak terasa lagi menjadi sangat gusar, makinya:

“Bajingan tua, kau tunggu saja setelah ayahku datang tentu ada

tontonan yang bagus buat kau orang”

Lelaki berkerudung itu tertawa terbahak-bahak, kakinya mulai

bergerak mendekati diri Ti Then.

“Lohu memang kepingin sekali kalau ayahmu bisa datang kemari

dengan cepat”

Sambil berkata jari tangannya pun dengan cepat diangkat

menotok jalan darah kaku pada tubuh Ti Then.

Pada saat jari tangannya hendak mendekati jalan darah kaku

pada tubuh Ti Then itulah mendadak sepasang tangan dari Ti Then

diangkat, tangan kirinya dengan kecepatan bagaikan kilat

membabat kearah lambungnya.

Seketika itu juga lelaki berkerudung itu mendengus berat,

tubuhnya dengan sempoyongan mundur tiga langkah ke belakang

lalu berjongkok sambil memegangi lambungnya yang kena hajar.

Hal ini memperlihatkan kalau serangan dari Ti Then tadi dengan

amat tepat sekali berhasil menghajar lambungnya sehingga dia

mendapatkan luka dalam yang tidak ringan.

Dengan cepat Ti Then bungkukkan badannya melepaskan otot

kerbau yang mengikat kakinya, dia harus cepat-cepat melepaskan

ikatan kakinya ini untuk meloloskan diri, karena sebentar lagi lelaki

berkerudung itu tentu akan melancarkan serangan ke arahnya.

Tetapi baru saja dia berhasil melepaskan belenggu pada kaki

kanannya lelaki berkerudung itu sudah bangkit berdiri.

Dengan disertai suara bentakan yang amat kerasnya menubruk

maju ke depan, telapak tangan kanannya dipentangkan sehingga

tampaklah lima jarinya yang bagaikan cakar burung elang dengan

amat dahsyat menghajar jalan darah “Yu Bun hiat” pada dada

sebelah kirinya.

Datangnya serangan ini sangat dahsyat sekali, agaknya dia

hendak membinasakan Ti Then sebelum terlepas dari ikatan karena

itu tubuhnya pun tidak sanggup untuk meloloskan diri dari tiang

kayu tersebut melihat datangnya serangan pihak musuh terpaksa

tubuhnnya menyingkir ke samping bersamaan pula kaki kanannya

dengan sekuat tenaga menjejak permukann tanah sehingga

tubuhnya akan sedikit meleng, dengan bersusah payah akhirnya dia

berhasil juga menghindarkan diri dari serangan musuh.

Tangannya dengan cepat menyambar otot kerbau yang semula

digunakan untuk mengikat tangannya itu dengan menggunakannya

sebagai cambuk dia melancarkan serangan melilit leher pihak lawan.

Tubuhnya yang harus memikul sebuah tiang kayu yang amat

berat tetapi berhasil juga menghindarkan diri dari satu serangan

dahsyat jeng dilancarkan oleh lelaki berkerudung itu bahkan berhasil

pula menggunakan otot kerbau sebagai cambuk balas melancarkan

serangan membuat Wi Lian In serta Suma San Ho yang melihatnya

merasa sangat kagum, tak terasa lagi mereka berteriak mcmuji.

Sebaliknya gerakan silat dari lelaki berkerudung itu pun tidak

bodoh, bukannya mundur tubuhnya semakin mendesak maju ke

depan, tubuhnya yang sebelah atas membungkuk untuk

menghindarkan diri dari ancaman otot kerbau dari Ti Then

sedangkan sepasang telapak tangannya bersama-sama membabat

ke depan menghajar pinggang dari Ti Then.

Kecepatan geraknya amat mengagumkan

berkelebatnya sinar kilat di tengah udara.

sekali

laksana

Ti Then segera bersuit panjang mendadak dengan membawa

serta tiang kayu yang mengikat badannya dia meloncat sejauh lima

enam kaki jauhnya ke ujung kanan dari dinding batu itu.

Di bawah dinding batu itu tersedialah bermacam-macam alat

siksa yang diantaranya tergantung sebuah rantai besi.

Dengan cepat Ti Then menyambar rantai besi itu kemudian

digetarkan dan menyapu ke tubuh lelaki berkerudung yang saat itu

datang mengejar.

Melihat datangnya serangan rantai lelaki berkerudung itu segeta

tertawa dngin kakinya menggelincir ke samping, tubuhnya dengan

cepat rebah kekiri, telapak tangan kirinya bagaikan kilat cepat

menyambar datangnya serangan rantai dari Ti Then itu.

Ti Then mana mau membiarkan rantainya tertangkap, dengan

cepat tangannya digetarkan kembali, rantai besi itu mendadak

bagaikan seekor ular dengan licinnya beputar-putar lalu dengan

dahsyatnya menusuk ke dada pihak lawan.

Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka

kalau Ti Then bisa memainkan rantai itu sehingga demikian

sempurnanya, untuk sesaat dia tidak sanggup untuk memecahkan

jurus tersebut terpaksa dengan cepat tubuhnya melayang mundur

kembali ke belakang.

Ti Then berhasil mendesak mundur pihak lawannya dengan cepat

dia meloncat kembali ketengah udara kemudian memepetkan tiang

kayunya pada dinding batu.

Kiranya dia sudah menemukan kalau di atas dnding itu

tergantung sebuah golok baja, dia berharap bisa memperoleh golok

baja itu sehingga bisa digunakan untuk memutuskan otot kerbau

yang mengikat kakinya.

-ooo0dw0ooo-

Jilid 23 : Wi Ci To datang memenuhi janji

Sudah tentu lelaki berkerudung itu pun mengetahui maksud

hatinya, karena itu setelah tubuhnya terdesak mundur ke belakang

disertai dengan suara bentakan yang amat keras tubuhnya sekali

lagi menubruk ke arah depan.

Ti Then yang meloncat kearah dinding di mana tergantung golok

baja itu sama sekali tidak segera mencabut keluar golok tersebut.

Mendadak dia membentak keras, rantai besi ditangannya dergan

sekuat tenaga diobat-obitkan ke depan lalu meluncur terlepas dari

tangannya.

Rantai besi itu bagaikan seutas tali dengan kecepatan tinggi

meluncur dengan dahsyatnya menghajar tubuh lelaki berkerudung

itu.

Agaknya lelaki berkerudung itu sama sekali tidak menyangka Ti

Then bisa melakukan hal itu, untuk sesaat lamanya dia terdesak

untuk menyingkir ke samping kiri menghindar diri dari sambitan

rantai besi itu.

Dan pada saat yang amat singkat itulah Ti Then sudah berhasil

mencabut keluar golok baja yang tergantung di atas dinding lalu

dengan beberapa kali bacokan berhasil memutuskan otot kerbau

yang mengikat kaki kirinya.

Dengan demikian dia sudah bebas dari belenggu.

Setelah tidak ada tiang kayu yang mengganggu gerakannya pun

semakin bebas lagi, serangan yang dilancarkan kearah lelaki

berkerudung itu menjadi semakin gencar siapa tahu pada saat dia

hendak menggerakkan golokya melancarkan serangan itulah lelaki

berkerudung itu sudah berhasil meloncat ke hadapan Wi Lian In.

Telapak tangan lelaki berkerudung itu dengan cepat ditekan ke

atas batok kepala dari Wi Lian ln sembari membentak mengancam :

“Jangan bergerak, sedikit kau bergerak saja Lohu segera akan

menyagal budak ini”

Ti Then sama sekali tidak menyangka kalau orang berkerudung

itu bisa menggunakan cara yang paling rendah untuk mempersalahi

dirinya, dia segera menghentikan langkahnya.

“Heee . . heee - . beranikah kau bertempur secara jujur dengan

diriku?” tantangnya dengan wayah adem.

Ketika lelaki berkerudung itu melihat ternyata dia benar-benar

tidak berani bergerak maju hatinya merasa agak lega, dia pun

tertawa dingin dengan amat seramnya,

“Aku tidak ada keperluan untuk berbuat demikian.” serunya.

“Tidak kusangka di dalam Bu lim ternyata masih ada juga

manusia yang tidak tahu malu seperti kau” Dengus Ti Then dengan

amat gusar.

Lelaki berkerudung itu segera menyengir kejam.

"Lohu tidak malu, yang aku takuti cuma tujuanku yang tidak

mencapai sukses”

“Sekarang kau tidak akan bisa mencapai tujuanmu lagi, jikalau

kau ingini nyawamu cepatlah bergelinding dari sini,”

“Hmm, sekarang Lohu masih ada di atas angin, kenapa harus

menggelinding dari sini ?“ Serunya dengan nada mengejek.

Mendadak suaranya berobah menjadi amat keren, dengan

gusarnya dia membentak:

“Lepaskan golokmu, kalau tidak jangan salahkan lohu tidak

berlaku sungkan-sungkan lagi terhadap budak ini “

“Ti Kiauw tauw,jangan perduli dirinya “ Teriak Wi Lian In dengan

cepat, “Cepat kau serang dia orang, kau tidak usah mengurusi diriku

lagi.“

Telapak tangan kiri dari lelaki berkerudung itu dengan cepat

dipentangkan di depan dadanya dengan gaya hendak meraba

teteknya.

“Kau surgguh-sungguh tidak takut ?” ancamannya sambil tertawa

menyengir dengan kejamnya.

Seketika itu juga air muka Wi Lian In berubah pucat pasi, dia

tidak berani membuka mulut lagi.

Ketika lelaki berkerudung itu melihat dia tidak berani berteriak

lagi kepalanya dengan perlahan ditoleh kearah Ti Then.

“Kau dengar tidak? Lohu perintah kau untuk melepaskan golok

tersebut”

Walau pun Ti Then tahu kalau pihak lawannya tidak akan turun

tangan jahat dengan membinasakan diri Wi Lian In tetapi dia pun

tidak berani menggunakan taruhan nyawa Wi Lian In untuk

menempuh bahaya, segera dengan hati uring-uringan dia

melemparkan goloknya ke atas tanah, tetapi mulutnya tetap

memperdengarkan suara tertawa dingin yang tak henti-hentinya,

“Sekali pun golok ini aku lepaskan tetapi kukira kau belum bisa

mengapa-apakan diriku ?"

“He.. hee kau bangsat cilik lihat saja nanti'“ seru lelaki

berkerudung itu sambil tertawa seram.

Sehabis berkata mendadak tangan kirinya diulur memeluk

pinggang dari Wi Lian In dengan membawa sekalian tiang kayunya

dia berjalan menuju ke pintu depan.

Ti Then yang tidak tahu dia orang hendak berbuat apa terhadap

Wi Lian ln ketika melihat dia membawa pergi Wi Lian In dari sana

hatinya menjadi amat cemas tak terasa lagi tubuhnya maju satu

langkah ke depan teriaknya dengan gusar:

“Kau mau berbuat apa terhadap dirinya?”

Telapak tangan kanan dari lelaki berkerudung itu dengan cepat

ditekankan kembali ke atas batok kepala Wi Lian In,

“Jangan bergerak.” teriaknya kasar, “Apakah kau ingin melihat

budak ini menemui ajalnya ditanganku ?”

“Kau hendak membawa dirinya kemana ?“

“Tidak akan meninggalkan ruangan siksa ini. Lohu sudah datang

dengan membawa seorang pembantu.“

Diam-diam Ti Then merasa amat terperanyat sekali, tak terasa

lagi dia sudah bertanya :

“Kau sudah membawa pembantu ? “

“Benar, dia sekarang berada di depan pintu ruangan siksa ini “?

sahut lelaki berkerudung itu dtngaa amat bangga.

Sambil berkata dengan menyeret tubuh Wi Lian In dia

mengundurkan diri dari pintu batu itu.

Pada saat dia mengundurkan diri ke depan pintu batu itulah

dengan amat gesit tangannya rnelancarkan cengkeraman

mengangkat sesosok tubuh manusia ke atas.

Orang itu bukan lain adalah Liuw Khiet yang membawa dia orang

memasuki ruangan siksa ini.

Sudah tentu Ti Then tidak kenal dengan Liuw Khiet, ketika

dilihatnya tubuh orang itu amat kaku dia orang segera mengerti

kalau orang tersebut sudah tertotok jalan darahnya oleh lelaki

berkerudung itu, dalam hati dia merasa semakin heran.

“Orang inikah pembantumu?” tanyanya perlahan.

“Tidak salah” sahut lelaki berkerudung sambil mengangguk. “Jika

dia menginginkan nyawanya sudah tentu harus menjadi pembantu

lohu”

“Siapakah sebenarnya dia orang?" tanya Ti Then kembali.

“Dia bernama Liuw Khiet, yang semula merupakan salah seorang

anak buah dan istana Thian Teh Kong yang bekerja di ruang alat

rahasia “

“Tentang hal ini aku sama sekali tak menduga, kiranya di tempat

ini masih ada dia seorang yang belum meninggalkan istana Thian

Teh Kong ini”

“Tidak” bantah lelaki berkerudung itu dengan cepat “Dia sudah

pergi dari sini tapi Kembali lagi untuk mencuri harta kekayaan dari

Bun Jin Cu, akhirnya dia tidak untung sudah berhasil Lohu tangkap”

Dia melepaskan tubuh Liuw Khiet itu ke atas tanah lalu dengan

kerennya dia membentak.

“Hey Liuw Khiet, kau ingin mati atau hidup ?"

“Mau hidup . . mau hidup” sahut Liuw Khiet dengan suara

gemetar, “Hamba mau menjadi pembantu dari kau orang tua”

“Kalau begitu sangat bagus sekali“sahut lelaki berkerudung itu

sambil tertawa, “Apa yang Lohu perintahkan kau harus

melakukannya dengan cepat, tahu tidak ?”

“Tahu . . tahu . , tahu.”

“Kau orang bisa menotok jalan darah ?” tanya lelaki berkerudung

itu.

“Sedikit-sedikit saja.”

“Kalau begitu kau pun kenal letaknya jalan darah di tubuh

manusia bukan ?” tanya lelaki berkerudung itu lagi dengan suara

yang amat dingin.

“Kenal ... kenal”

“Bagus sekali " seru lelaki berkerudung itu dengan amat

gembira. “Sekarang Lohu mau membebaskan jalan darahmu yang

tertotok lalu kau pergi menotok jalan darah kaku dari bangsat cilik

itu, berani tidak ?”

“Asalkan kau orang tua masih menguasai nona Wi itu hamba

sudah tentu berani”

“Bagus sekali” teriak Ielaki berkerudung itu lagi dengan amat

gembiranya. “Baik-baiklah kau membantu Lohu untuk menguasahi

ketiga orang itu, setelah urusan selesai Lohu pasti akan perseni

dirimu banyak-banyak bahkan melepaskan kau dari sini.”

“Baik .. baik terima kasih atas kebaikan budi kau orang tua.”

“Tetapi bilamana kau orang berani memperlihatkan permainan

busuk seketika itu juga Lohu akan mencabut nyawamu saat itu

juga”

“Baik ,. baik, hamba tidak berani” seru Liuw Khiet berulang kali.

Telapak tangan dari lelaki berkerudung itu segera menepuk ke

atas badannya membebaskan jaian darah kakunya yang tertotok.

“Nah sekarang bangunlah.”

Liuw Khiet berdiam diri sebentar lalu baru bangkit berdiri, dengan

gaya yang amat hormat ujarnya:

“Sekarang aku harus pergi menotok jalan darahnya ?”

“Tidak salah” sahut lelaki berkerudung itu mengangguk.

“Sewaktu turun tangan kau harus melancarkannya dengan sekuat

tenaga”

“Dia tidak akan melawan bukan?” tanya Liuw Khiet lagi dengan

ketakutan sambil melirik sekejap kearah Ti Then.

“Tidak mungkin berani” sahut lelaki berkerudung itu tertawa,

“Jika dia berani melawan maka nona Wi inilah yang akan menderita

terlebih dulu”

Mendengar perkataan tersebut nyali Liuw Khiet jadi bertambah

besar, dengan gaya seekor anying hendak menggigit manusia

dengan langkah perlahan dia berjalan mendekati tubuh Ti Then.

“Liuw Khiet” seru Ti Then sambil tertawa. “Kau sungguh amat

bodoh, sewaktu kau berhasil menotok jalan darah kakuku maka dia

akan turun tangan membinasakan dirimu,, dia selamanya tidak

pernah melepaskan siapa pun “

“Cuh, kau bangsat cilik tidak usah banyak omong lagi“ Bentak

Liuw Khiet dengan amat gusar “Pandanganku orang tua jauh lebih

terang dari dirimu, siapa

menentukannya sendiri“

yang

bisa

dipercaya

aku

baru

“Jikalau kau orang tidak parcaya terhadap omonganku,

silahkanlah untuk cepat turun tangan” sahut Ti Then kemudiaa

sambil tertawa serak,

“Angkat tanganmu ke atas.” Bentak Liuw Khiet dengan cepat.

Ti Then tertawa dia menurut saja, perintah tersebut dengan

mengangkat tangannya ke atas,

Jari telunjuk serta jari tengah dari Liuw Khiet dengan amat

tepatnya menghajar jalan kaku dari Ti Then.

Seketika itu juga Ti Then rubuh ke atas tanah.

Saat itulah lelaki berkerudung itu baru bisa menghembuskan

napas lega, dia segera meletakkan tubuh Wi Lian In ke atas tanah

lalu tertawa ter-babak-bahak.

“Bagus .... bagus sekali. sekarang seret dia orang kemari lalu

mengikat tangan serta kakinya dengan menggunakan otot kerbau

tersebut, “

Liuw Khiet menyahut dan menarik sepasang kaki Ti Then untuk

dibawa menuju ketengah itu antara tubuh Wi Lian In serta Suma

San Ho, setelah itu memungut otot kerbau yang menggeletak di

atas tanah.

Dengan perlahan dia memungut dua utas otot kerbau, baru saja

tubuhnya hendak berjalan menuju ke samping tubuh Ti Then

mendadak air mukanya berubah sangat hebat, sambil

membelalakkan matanya lebar-lebar dia memandang ke depan pintu

itu lalu berteriak dengan amat keras

“Iiiih siapa kau?”

Ssbenarnya saat ini telaki berkerudung itu sedang berdiri

membelakangi pintu batu tersebut, mendengar perkataan itu

dengan amat terkejut sekali dia putar badannya ke belakang lalu

melancarkan satu serangan dahsyat ke depan.

Perubahan yang dilakukan amat cepat sekali, laksana

berkelebatnia kilat, siapa tahu setelah melancarkan serangannya itu

dia segera menemukan kalau di depan pintu batu itu sama sekali

tidak menemui jejak musuh.

Sedang saat dia merasakan kalau di depan pintu tidak tampak

adanya orang itulah mendadak punggungoja sudah terhajar oleh

satu pukulan yang amat dahsyat sekali.

Orang yang melakukan serangan dahsyat itu bukan lain adalah Ti

Then sendiri.

Kiranya Liuw Khiet tadi sama sekali tidaksecara sungguh-sungguh

metotok jalan darah kakunya, sedangkan di dalam ruangan siksa itu

pun sama sekali tidak terdapat manusia lain.

Setelah lelaki berkerudung itu merasakan punggungnya kena

hajar dengan amat keras itulah dia segera merasa dirinya sudah

kena tipu, tubuhnya dengan cepat berjumpalitan keluar dari pintu

batu itu lalu dengan amat cepatnya melayang keluar dari ruangan

bawah tanah itu.

Ti Then segera membentak keras, tubuhnya meloncat ke atas

melakukan pengejaran dari belakang.

Liuw Khiet pun dengan tergesa-gesa memungut golok yang ada

di atas tanah lalu meloncat ke samping tubuh Wi Lian ln dengan

menggunakan golok itu dengan cepat dia memutuskan otot kerbau

yarg mengikat tangan kakinya setelah itu menyusul memutuskan

otct kerbau yang mengikat tangan serta kaki dari Suma San Ho.

Perubahan yang terjadi secara mendadak ini benar benar berada

diluar dugaan dan Wi Lian In mau pun Suma San Ho sendiri, Wi

Lian In dangan membelalakan matanya memandang kearah Liuw

Khiet serunya dengan amat terkejut bercampur girang.

“Kau . . . kau tidak menotok jalan darah kakunya?“

Liuw Khiet setelah memutuskan otot kerbau yang mengikat

tangannya Suma San Ho dia segera berjongkok memutuskan otot

kerbau yang mengikat kakinya., saat itu dia segera tertawa

sahutnya.

"Tidak, bukankah tadi hamba sudah bilang pandangan hamba

jauh lebih jelas

siapa yang bisa dipercaya siapa yang tidak bisa dipercaya,”

“Bagus sekali” teriak Wi Lian In dengan amat girang sekali. “Kau

jadi manusia tidak jelek juga, nanti kami tentu baik-baik

mengucapkan terima kasih kepadamu”

Berbicara sampai di situ tubuhnya sudah menerjang keluar dari

ruangan siksa tersebut.

Saat ini Liuw Khiet sudah berhasil memutuskan seluruh otot

kerbau yang mengikat tubuh Suma San Ho.

Dengan cepat Suma San Ho meloncat kearah dinding sebelah kiri

untuk mencabut keluar sebilah pedang yang tergantung di sana.

Baru saja dia hendak menerjang keluar dari ruangan itu untuk

menyusul diri Wi Lian In mendadak tampak Wi Lian In sudah balik

kembali ke dalam ruangan siksa itu.

“Kenapa kau?” seru Suma San Ho tertegun.

“Sungguh cepat sekali.” teriak Wi Lian In dengan wayah amat

terkejut, “Mereka sudah berlari meninggalkan tempat ini dengan

amat cepatnya,”

Air muka Liuw Khiet segera berubah sangat hebat.

“Kalau begitu tentu mereka sudah berlari masuk ke dalam

ruangan bawah tanah yang pernah dipasangi dengan alat-alat

rahasia itu. kalau tidak mereka tidak akan lari dengan cepatnya.”

Mendengar perkataan tersebut Wi Lian In menjadi sangat

terperanyat sekali.

“Dua buah jalan rahasia itu yang mana baru menuju ke tempat

alat rahasia itu" tanyanya dengan cemas.

"Jalan di bawah tanah yang berbelok ke kanan dan terus

lempeng itu merupakan jalan di bawah tanah yang sudah dipasangi

dengan delapan belas buah alat rahasia“

“Bukankah tadi bajingan tua itu bilang sudah berhasil merusak

kedelapan belas buah alat rahasia tersebut?“

“Dia sedang omong kosong." seru Liuw Khiet dengan cepat.

“Kalau begitu” ujar Wi Lian In kembali “Bagaimana dia sampai di

dalam ruangan siksa ini dengan selamat tanpa melewati kedelapan

belas alat rahasia tersebut??”

“Dia memaksa hamba untuk membawa dia masuk kemari dengan

mengambil jalan rahasia yang lain.”

“Kalau begitu” ujar Wi Lian In dengan keheranan, “Kenapa dia

tidak melarikan diri dengan melalui jalan rahasia yang semula?“

“Pada ujung jalan rahasia itu terdapat sebuah alat rahasia yang

digunakan untuk naik turun” ujar Liuw Khiet menerangkan,

”Mungkin dia melihat waktunya untuk mencapai jalan tersebut tidak

sempat lagi makanya dia memilih jalan rahasia yang dipasangi

dengan delapan belas alat rahasia itu untuk melarikan diri „ . .cepat,

kita pergi lihat “

Selesai berkata dia berlari terlebih dahulu memimpin yang lain

untuk berlari ke depan.

Wi Lian In serta Suma San Ho yang mengikuti dari belakang

bersamaan sudah bertanya.

“Kau memahami jalan di sini?”

“Paham" sahutnya cepat, “Aku cuma takut tidak sempat

menyusul mereka, alat rahasia yang berada di paling depan

bernama “Siang Sek Sin Peng “ atau sepasang batu mengepres kue,

alat tersebut amat libay sekali“

“Apa itu Siang Sek Sin Peng,?" tanya Suma San Ho kebingungan.

“Jikalau kita tidak mengerti bagaimama cara jalannya melalui

tempat itu maka bilamana kita menyenggol alat rahasia dari kedua

belah dinding akan muncul batu besar, yang bersama-sama

menggencet menjadi gepeng, itulah yang dinamakan Siang Sek Sin

Peng.”

Wi Lian In yang mendengar kelihayan dari alat rahasia itu hatinya

segera merasa berdebar debar.

“Jika bajingan tua itu berhasil digencet mati itulah paling bagus,

cuma aku takut .. takut Ti Kiauw tauw pun ikut menemani dirinya.”

“Semoga saja merekajangan sampai begitu ... “ Sela Liuw Khiet

dengan ce pat.

Selesai berkata dengan amat cepatnya dia berlari ke depan,

mendadak dengan wayah terperanyat dan muka pucat dia

menghentikan langkahnya.

“Kenapa??” tanya Wi Lian In dengan cepat sewaktu dilihatnya dia

orang ketakutan.

“Coba kajian libat” serunya sambil menuding ke depan.

Wi Lian In serta Suma San Ho dengan cepat mengalihkan

pandangan matanya, mengikuti arah yang dituding oleh Liuw Khiet

itu. tampaklah kurang lebih tiga kaki dari mereka berdiri jalan

rahasia tersebut sudah terhalang oleh dua buah pintu batu yang

amat rapat sekali, Wi Lian menjadi bingung, tanyanya.

“Kau tidak bisa membuka pintu batu yang besar itu?“

“Itu bukan pintu batu” seru Liuw Khiet dengan cepat sembari

menarik napas panjang-panjang. “Itulah yang tadi hamba

maksudkan sebagai alat rahasia Siang San Sin Pek, kedua buah batu

itu merupakan batu yang digunakan untuk menggencet ke tengah.

Sedang saat ini kedua buah batu besar itu sudah merapat satu

sama lainnya hal ini sudah tentu berarti juga kalau alat rahasia itu

sudah menggencet sesuatu.”

Wayah Wi Lian In segera berubah amat hebat, serunya,

“Jadi maksudmu, mereka sudah tergencet di dalam?“

“ Kemungkinan sekali memang demikian .. “ sahut Liuw Khiet

mengangguk.

Wayah Wi Lian In segera berubah menjadi amat sedih sekali,

sambil mencekal tangan Liuw Khiet serunya dengan suara setengah

menangis.

“Apa betul-betul tidak ada jalan untuk meloIoskan diri?”

Liuw Khiet segera tertawa pahit.

“Panjang kedua buah batu ini ada lima kaki, jikalau sewaktu

mereka menyenggol alat rahasia itu dapat segera meloncat mundur

kemungkinan sekali bisa lolos . ..tetapi menurut apa yang sudah

sering terjadi mereka tidak mungkin berhasil mencapai lima kaki

jauhnya di dalam satu kali loncatan saja.”

Mendengar keterangan itu Wi Lian In menjadi amat sedih,

mendadak dia menutupi wayahnya dengan tangan lalu menangis

terseduh-seduh dergan amat sedihnya.

“Eeeeh jangan menangis,jangan menangis” seru Suma San Ho

dengan gugup, “Kita sama sekali tidak mendengar kalau mereka

sudah memperdengarkan suara yang mencurigakan, kemungkinan

sekali sebelum kedua buah batu besar itu menggencet ketengah

mereka sudah berhasil meloncat keluar dari jalan rahasia ini.”

“Kaujangan menghibur diriku,” seru Wit Lian In sambil menangis

semakin keras, “Tidak perduli siapa pun tidak mungkin berhasil

meloncat sejauh lima kaki hanya di dalam satu kali loncatan saja,

dia, . . . dia tentu sudah tergencet di tengah.“

“Dapatkah kau memisahkan kedua buah batu besar itu ?” tanya

Suma San Ho kemudian kepada Liuw Khiet.

“Dapat .... dapat “ jawab Liuw Khiet mengangguk. “ Tetapi

hamba harus berputar satu jalan yang amat panjang sekali baru

bisa sampai di dalam kamar alat rahasia tersebut, aiat untuk

membuka alat rahasia “Siang Sak Sia Peng “ ini

dalam kamar rahasia tersebut”

pun berada di

“Kalau begitu bagaimana kalau kau pergi membuka alat rahasia

ini terlebih dulu ?” ujar Suma San Ho dengan gugup.

“Baiklah, kalian harap tunggu sebentar di sini “

Selesai berkata dengan cepat dia putar badan meninggalkan

tempat itu.

Suma San Ho dengan perlahan menoleh kearah Wi Lia n In dan

hiburnya dengan kata-kata yang halus:

“Sumoay untuk sementara waktu lebih baik kaujangan bersedih

hati dulu, " Ie-heng percaya Ti Kiauw tauw tidak mungkin menemui

bencana, dari wayahnya jelas memperlihatkan kalau dia orang

bukanlah seorang yang pendek usia . .”

“Sungguh ?” tanya Wi Lian In mendadak sambil angkat kepalanya

yang sudah dibasahi oleh butiran air mata itu.

“Sungguh” jawab Suma San Ho mengangguk. “Alisnya panjang

sekali hal ini membuktikan kalau dia orang termasuk orang yang

panjang umur, dia tidak mungkin bisa mati dengan begitu

mudahnya,”

“Kau bisa meramal ?” tanya Wi Lian In tertegun.

“Benar" sahut Suma San Ho sambil tertawa paksa, “Cuma hanya

paham sedikit kulitnya saja”

Wi Lian In menundukkan kepalanya kembali sambil menangis

tersedu-sedu.

“Jika dia mati aku pun tidak ingin hidup lebih lanjut, kau tahu

tidak dia jadi orang amat baik, dia sangat baik sekali terhadap

diriku, bahkan kita . . kita , , .”

“Benar, orang budiman akan selalu di lindutgi Thian, dia tidak

akan mati” coba hibur Suma San Ho sekali lagi, tak urung nada

suaranya menunjukkan kesedihan hatinya pula.

“Tetapi aku mengetahui dengan amat jelas kepandaian silat yang

dimilikinya, tak mungkin bisa sekali loncat mencapai sejauh lima

kaki”

Jika seseorang mencapai pada saat kritis yang mengancam

jiwanya kadang kala bias muncul suatu tenaga gaib yang sesuatu

luar biasa sekali, Ie-heng percayaTi Kiauw tauw pasti lolos dari mara

bahaya ini”

Mendadak Wi Lian In meloncat ke hadapan kedua buah batu

raksasa itu lalu berteriak menghadap ke arah celah yang ada di

tengahnya:

“Ti Kiauw tauw... Ti Kiauw tauw, kau berada dimana?”

Selesai berteriak dia menempelkan telinganya kearah celah-celah

tersebut untuk pusatkan perhatiannya mendengar.

Tetapi dia segera menjadi kecewa, dia sama sekali tidak

mendengar sedikit suara pun dari Ti Then.

Suma san Ho segera maju ke depan menariknya ke belakang.

“Kemungkinan sekali dia sudah jauh meninggalkan tempat ini”

ujarnya. “Karena itu dia orang sudah tidak mendengar suara

teriakanmu itu”

“Jalan rahasia ini adalah lurus, jikalau dia masih hidup sudah

seharusnya mendengar suara teriakanku ini”

“Tadi Liuw Khiet sudah berkata kalau di dalam jalan rahasia ini

dipasang delapan belas buah alat rahasia, jikalau alat rahasia

tersebut sudah mulai bergerak belum tentu jalan rahasia ini masih

tetap lurus seperti semula”

“Itu Liuw Khiet sudah pergi amat lamanya tidak ada beritanya

lagi? Apa dia sudah melarikan diri?” gumam Wi Lian In kemudian.

“Tidak mungkin, dia memberi bantuan dulu kepada kita tidak

mungkin dia orang akan melarikan diri”

“Aku ada satu hal yang tidak paham” ujar Wi Lian In

mengemukakan keberatan hatinya. “Kenapa dia orang bias berdiri di

pihak kita?”

“Karena dia tahu kita tidak akan membinasakan dirinya”

“Sungguh sayang sekali Ti Kiauw tauw tidak berhasil melukai

bajingan tua itu dengan pukulannya tadi” seru Wi Lian In sambil

menghela napas panjang. “Jikalau pukulannya tadi berhasil

membinasakan dirinya maka sudah tentu tidak akan terjadi peristiwa

semacam ini”

“Kenapa tidak?” sambung Suma San Ho. “Tetapi hal ini tidak bias

dikatakan karena tenaga dalam Ti Kiauw tauw terkuras pada saat itu

dia melancarkan serangan dengan berbaring sudah tentu tenaga

dalamnya tidak dapat dikerahkan sepenuh tenaga, apalagi bajingan

tua itu...”

Perkataannya belum selesai mendadak terdengar suara

berderiknya batu-batuan yang amat ramai, kedua belah batu

raksasa yang merapat tadi dengan perlahan mulai bergeser kekanan

dan kekiri.

Di dalam sekejap saja batu tersebut sudah kembali menjadi

sebuah jalan rahasia.

Walau pun jalan rahasia itu amat gelap tetapi mereka berdua

hanya di dalam sekali pandang saja bisa melihat pada batu cadas

yang ada di sebelah kanan terbanting sesosok mayat manusia yang

kini sudah d buat gepeng oleh gencetan batu.

Dengan suara yang amat keras Wi Lian In menjerit ngeri

tubuhnya menjadi lemas seketika itu juga dia jatuh tidak sadarkan

diri di atas tanah.

Suma San Ho menjadi amat terperanyat, dengan gugup dia

membangunkan badannya kembali sambil berteriak dengan suara

yang amat cemas :

“Sumoay, sumoay, kau bangunlah.”

Wi Lian In sedikit pun tidak berkutik, biji matanya yang setengah

terbuka dan setengah tertutup itu berputar kearah atas, tubuhnya

amat lemas jelas sekali dia memang sudah jatuh tidak sadarkan diri.

Suma San Ho berteriak lagi beberapa kali tetapi dia tetap jatuh

tidak sadarkan dirinya, terpaksa dia meletakkan kembali tubuhnya

ke atas tanah lalu berlari memasuki jalan rahasia tersebut

keadaasnya saat ini amat bingung sekali karena dia tahu orang yang

sudah kena gencet mati itu pasti Ti Then, dia bisa mengambil

kesimpulan ini karena ada sebuah alasan yang amat kuat. Sewaktu

alat rahasia itu muIai berjalan lelaki berkerudung itu berlari dipaling

depan sehingga dia masih mem punyai harapan untuk meloloskan

diri, sebaliknya Ti Then yang melakukan pengejaran di belakang

pasti sukar untuk meloloskan diri, hal ini sudah terang jelas sekali

dan masuk diakal.

Tetapi sekali pun begitu dia masih mem punyai satu harapan, dia

mengharapkan orang yang sudah kena gencet mati itu bukanlah Ti

Then.
Anda sedang membaca artikel tentang Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten] dan anda bisa menemukan artikel Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-4-thi-ten.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Pendekar Patung Emas 4 [Thi Ten] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/10/pendekar-patung-emas-4-thi-ten.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar