Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15-Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15-Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15-Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15-Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15


Walaupun tahu bahwa ucapan A Ci ini ditujukan kepada
"Ong Sing-thian" dan bukan terhadap seorang Yu Goan-ci, tapi
hatinya merasakan juga semacam kenikmatan yang sukar
dilukiskan. Sejak keluarganya berantakan dan hidup merana
penuh siksa derita, sungguh mimpi pun Goan-ci tidak pernah
menduga dia akan dapat merasakan kenikmatan batin seperti
sekarang ini.
A Ci mendongak dan tanya pula, "Bagaimana, apa engkau
sudi?"
"Ya, sudah tentu aku sudi, cuma...."
"Aku melarang engkau berkata 'cuma' apa segala!" cepat A
Ci memotongnya.
Sikap anak dara yang mengomel aleman itu membuat hati
Goan-ci bertambah terombang-ambing, katanya, "Ya, sudah,
jika engkau tidak suka mendengarkan, biarlah tidak
kukatakan."
Maka tertawalah A Ci, katanya pula, "Sekarang bawalah
aku ketepi sungai dulu."
"Ketepi sungai?" Goan-ci menegas dengan heran.
"Ya, mukaku tentu sangat kotor, aku ingin cuci muka."
"Meski mukamu masih ada sedikit noda darah, tapi engkau
tetap sangat manis dipandang."
Kembali A Ci tertawa, tapi sekali ini tertawa yang
memilukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan gemetar Goan-ci mengulurkan tangannya, katanya,
"Bo...boleh kau pegang tanganku, biar aku membawamu
kesana."
A Ci lantas mengulurkan tangannya untuk memegang
tangan Goan-ci.
Seketika badan Goan-ci seperti kena setrom dan gemetar.
Sungguh mimpi pun tak terpikir olehnya bahwa pada suatu
hari A Ci dapat mengulurkan tangan untuk memegang
tangannya, dapat mengucapkan kata-kata sedemikian ramah
kepadanya. Setindak demi setindak ia bawa A Ci kedepan, ia
merasa seperti terbang diawang-awang, semangat serasa
kabur.
Selang agak lama barulah A Ci tanya pula, "Apakah
disekitarmu sini tiada sungai kecil?"
Mendadak Goan-ci sadar dari lamunannya, ia dengar jauh
disana ada suara gemericiknya air, maka cepat jawabnya,
"Ada, tampaknya didepan sana ada sebuah sungai."
Benar juga, sesudah menyusur hutan, tertampaklah sebuah
sungai kecil dengan airnya yang jernih sedang mengalir
dengan tenangnya.
Sesudah membawa A Ci ketepi sungai, lalu kata Goan-ci,
"Nah, A Ci, sekarang engkau sudah berdiri ditepi sungai."
A Ci berjongkok, ia rendam tangannya sejenak didalam air
sungai, lalu berkata, "Coba kamu menyingkir dulu, kalau aku
memanggilmu barulah boleh kau kembali kesini."
Goan-ci menjadi gugup karena anak dara itu menyuruhnya
menyingkir, tanyanya, "Sebab apa?"
Tapi A Ci jadi marah-marah, katanya, "Aku menyuruhmu
menyingkir dan kamu harus segera menyingkir!"
Dasar sifat A Ci memang manja, ketika hidup dalam istana
Lam-ih Tai-ong di Lamkhia ia sudah biasa berkuasa dan main
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perintah, maka tanpa terasa sifat tuan putrinya itu menonjol
lagi.
Tapi, sesudah berkata, segera ia ingat, "Wah, sekarang aku
tidak boleh main perintah lagi, jika dia sampai marah dan aku
ditinggalkan, lantas bagaimana?"
Karena itu, cepat ia berdiri dan berkata pula dengan suara
halus, "Perasaanku sedang tertekan sehingga bicaraku agak
kasar, harap engkau jangan marah padaku."
Padahal dahulu Goan-ci sudah kenyang dihajar, dicambuk
dan disiksa oleh A Ci, untuk itu Goan-ci harus bersorak malah
sekarang cuma didamprat saja, hal ini boleh dikatakan
kejadian yang terlalu biasa dan soal kecil.
Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa sekarang A Ci
berbalik minta maaf padanya dan mohon dia jangan marah.
Saking gugupnya lantaran perbedaan yang menyolok itu,
cepat Goan-ci menjawab, "Ah, ti...tidak, Asalkan engkau
senang boleh kau bicara sesukamu kepadaku."
Mendengar itu, diam-diam A Ci merasa heran juga. Ia tidak
paham mengapa "Ong-kongcu" yang serba jempolan ini
sedemikian baik hati dan suka mengalah padanya? Apakah
dirinya memang sudah ditakdirkan mempunyai rejeki sebesar
ini? Demikian pikir A Ci.
Karena senang, maka ia berkata pula, "Jika demikian,
hendaknya menyingkir dulu. Tapi jangan mengintip, lho!"
"Namun...namun aku tetap khawatir bila meninggalkanmu,"
kata Goan-ci sambil geleng kepala.
"Tidak apa-apa, lekas pergi!" ujar A Ci dengan tertawa.
Tapi Goan-ci masih merasa berat, setiap melangkah tentu
menoleh satu kali, Akhirnya beberapa puluh tindak jauhnya,
lalu ia berhenti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selang agak lama barulah terdengar suara A Ci yang merdu
itu memanggilnya, "Ong-kongcu, dimanakah engkau?"
Goan-ci memang sedang menunggu dengan tidak sabar
lagi, demi mendengar seruan anak dara itu, terus saja ia
melompat kedepan A Ci.
Noda darah dimuka A Ci sekarang sudah tercuci bersih,
pakaian lelaki yang semula juga sudah berganti dengan baju
wanita yang sepan berwarna ungu. Kedua matanya setengah
terpejam, wajah tersenyum manis menantikan datangnya
"Ong-kongcu".
Tapi mendadak Goan-ci terpatung ditempatnya, sepatah
kata pun tak sanggup diucapkannya.
"Ong-kongcu, coba lihat, sekarang aku tidak sejelek tadi,
bukan?" demikian A Ci berkata lagi.
Tetap Goan-ci tidak sanggup bersuara.
Mendadak air muka A Ci mengunjuk rasa cemas dan
khawatir, serunya, "Ong-kongcu, apakah... apakah engkau
tidak berada disini?"
Dengan susah payah akhirnya Goan-ci menjawab satu kata
saja, "Ada!"
"Kenapa engkau tidak menjawab pertanyaanku?" tegur A
Ci.
"Aku....aku tidak tahu cara bagaimana harus bicara." sahut
Goan-ci tergagap.
A Ci melangkah maju dua tindak, mendadak tangan meraba
keatas dan tanpa sengaja menyenggol pula topeng besi Goanci.
Keruan Goan-ci kaget dan cepat menyurut mundur.
A Ci tertegun, tampaknya sangat heran, tanyanya
kemudian, "Engkau....memakai topi apakah itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci sampai keluar keringat dingin, sahutnya dengan
gugup, "O, tidak apa-apa, hanya....hanya topi biasa saja."
"Aku seperti menyentuh sepotong besi?" ujar A Ci.
"O, bukan, bukan!" seru Goan-ci gugup sambil goyang
tangan tanpa pikiran apa A Ci dapat melihatnya atau tidak.
"Ini hanya sepotong batu giok hiasan topiku."
Sambil berkata, ia pun melangkah mundur terus, tiada
hentinya ia berpikir, "Bila ingin berada bersama A Ci, maka
sekali-kali tidak boleh A Ci mengetahui bahwa diriku adalah sibadut
besi alias Yu Goan-ci. Tapi kalau topeng besi ini tetap
berada pada kepalaku, pada suatu hari akhirnya tentu juga
akan diketahui anak dara itu, tatkala mana apakah ia masih
akan sedemikian baiknya kepada diriku?"
Begitulah, maka sambil kedua tangan memegangi kerudung
besi itu, dalam hati Goan-ci terus menjerit, "Aku harus
lepaskan ini, harus lepaskan ini!" Mendadak ia putar tubuh
terus tinggal pergi.
Mendengar langkah orang, A Ci menjadi khawatir,
teriaknya, "Ong-kongcu, apakah engkau hendak pergi?
Hendak kemana?"
Mendadak Goan-ci berhenti dan menjawab, "A Ci, tiba-tiba
aku teringat kepada sesuatu urusan yang harus kuselesaikan.
Hendaknya kau tunggu disini, bila urusanku sudah beres,
segera kukembali kesini."
Air muka A Ci berubah sedih, katanya, "Urusan apakah
yang harus kau selesaikan, apa sangat penting?"
"Ya, sangat penting," sahut Goan-ci dengan tersenyum
getir. "Jika tidak kuselesaikan, maka....maka aku tidak dapat
berada bersamamu lagi."
Semula A Ci melengak oleh jawaban Goan-ci itu. Tapi
segera terpikir olehnya, "Dia masih muda dan ganteng, sudah
tentu ia mempunyai kekasih. Sekarang mendadak aku hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ditinggalkan, boleh jadi dia hendak pergi menceraikan
kekasihnya itu untuk kemudian datang kembali untuk
berkumpul denganku."
Berpikir demikian, A Ci menjadi gembira lagi, katanya,
"Baiklah, aku akan menunggumu disini, tapi jangan lamalama,
ya?"
Sebabnya Goan-ci hendak meninggalkan A Ci adalah karena
bertekad akan menghilangkan kerudung besi yang
membungkus kepalanya itu. Tapi kerudung itu sudah
melengket dengan kulit dagingnya, untuk melepaskannya
dengan paksa sudah tentu bukan soal mudah, bisa jadi
jiwanya akan melayang sekalian. Dan kalau mati, tentu dia tak
dapat kembali lagi untuk bertemu dengan A Ci.
Karena itu Goan-ci menjadi tertegun disitu dan sulit
menjawab. Sebaliknya A Ci sedang pikir kejurusan lain, ia
menduga "Ong-kongcu" yang ganteng itu tentu sangat banyak
kekasihnya, kalau mesti menceraikan mereka satu per-satu,
tentu juga akan banyak makan tempo. Maka katanya
kemudian, "Ya, sudahlah, bolehlah kau pergi dan aku akan
tetap menunggu disini asal engkau pasti kembali kesini."
"Aku pasti akan kembali." sahut Goan-ci.
"Ya, sudahlah, boleh berangkatlah!" kata A Ci sambil
menghela napas pelahan.
Goan-ci mundur beberapa tindak, tiba-tiba ia berkata pula.
"A Ci, kamu sendirian....."
"Aku takkan pergi dari sini, rasanya takkan berhalangan,
asalkan engkau lekas pergi dan lekas kembali." sahut A Ci.
Teringat bila nanti kerudung besi sudah dilepaskan,
sedangkan mata A Ci sudah buta, tentu tidak dapat mengenali
dirinya lagi, selanjutnya akan dapatlah berdampingan dengan
anak dara pujaannya itu, hidup didunia ini masakah ada yang
lebih gembira dan bahagia dari pada kejadian ini?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Goan-ci putar tubuh dan berlari pergi secepat
terbang, ia ingin pergi kesuatu kota dan cari seorang pandai
besi untuk membuka topengnya itu secara paksa.
Tapi bila membayangkan betapa akibatnya kalau topeng itu
dibeset mentah-mentah dari mukanya, mau tak mau ia sendiri
pun merasa ngeri.
Namun demi hidup berdampingan selamanya dengan A Ci,
agar anak dara itu percaya dia adalah Ciangbunjin dari Keklok-
pai, ia harus berani "menyerempet bahaya", betapapun
siksa derita harus berani dihadapinya. Karena itu ia tidak
gentar lagi, maju terus pantang mundur.
Ia berlari-lari beberapa li jauhnya, tapi sekitarnya adalah
hutan belukar belaka, entah kota terletak dimana. Ia menjadi
gelisah, ia lari keatas sebuah bukit kecil dan memandang jauh
sekitarnya. Ia lihat diarah Timur-laut sana ada mengepul asap
cerobong dapur, ia pikir disana tentu ada rumah penduduk,
segera ia lari pula kearah itu.
Tapi baru satu-dua li jauhnya, tiba-tiba terdengar suara
teriakan seorang perempuan, "Oooi, engkoh Jun-jiu yang
tercinta! Lotoa bikin marah padamu, mengapa aku pun tidak
digubris lagi olehmu?"
Suara itu sangat halus dan terputus-putus, tapi sangat
jelas.
Goan-ci terkesiap, cepat ia menyusup dan sembunyi
ditengah semak-semak rumput ditepi jalan, diam-diam ia
mengeluh mengapa dunia sesempit ini, dimana-mana selalu
kepergok Sing-siok Lokoai.
Maka terdengar Ting Jun-jiu sedang membentak dengan
gusar, "Pergi sana, pergi!"
Dari suaranya jelas orangnya sudah sangat dekat dengan
tempat sembunyi Goan-ci itu. Karuan Goan-ci tambah takut,
sampai bernapas pun tidak berani keras-keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu ia mengintip, ia lihat lengan baju Ting Jun-jiu robek
sebagian, mukanya merah padam dan sedang berlari
kearahnya, dibelakang iblis tua itu menyusul Yap Ji-nio yang
genit.
Melihat muka Ting Jun-jiu yang bengis itu, saking takutnya
sampai Goan-ci memejamkan mata. Ia berharap iblis itu terus
lari lewat kesana dengan demikian tempat sembunyinya itu
tidak sampai diketahui.
Ia tidak tahu bahwa sesudah tubuhnya penuh dengan
racun dingin Peng Jan (ulat sutra es), maka unsur racun yang
bersemayam dalam tubuhnya jauh lebih jahat daripada badan
Ting Jun-jiu, jadi Goan-ci sesungguhnya sudah berubah
menjadi "manusia berbisa".
Selama hidup Ting Jun-jiu suka berkutetan dengan maklukmakluk
berbisa, biar pun disemak rumput hanya bersembunyi
seekor ular berbisa, bila dia melayang lewat juga dapat
diketahuinya, apalagi Goan-ci yang badannya penuh racun
ulat sutra es yang maha lihai?
Maka ketika Ting Jun-jiu mendekat dengan tempat
sembunyi Goan-ci itu, mendadak ia berhenti, air mukanya
menampilkan rasa curiga dan ragu.
Ting Jun-jiu tidak tahu yang sembunyi dalam semak-semak
itu adalah Yu Goan-ci, ia cuma merasa ada sesuatu makluk
yang maha dingin dan maha berbisa berada ditempat dekat
situ. Ia pun khawatir makluk maha berbisa itu terkejut dan
lari, juga khawatir karena Pek-giok-giok-ting tidak dibawanya
sehingga sulit untuk menangkap makluk maha berbisa itu.
Lantaran itulah, maka ia menjadi ragu dan tertegun ditempat.
Karena untuk sekian lamanya tiada terdengar sesuatu
suara, Goan-ci lantas membuka matanya, ia lihat jarak Singsiok
Lokoai dengan tempat sembunyinya cuma empat-lima
meter jauhnya, keruan ia ketakutan dan gemetar. Dan celaka,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena gemetarnya sehingga rumput disekitarnya ikut
berkresekan.
Sebaliknya Ting Jun-jiu juga kaget, ia menyangka makluk
maha berbisa itu tentu sangat besar, maka ia pun tidak berani
sembarangan bertindak.
Melihat Ting Jun-jiu mendadak berhenti, maka Yap Ji-nio
ikut berhenti, katanya, "Engkoh Jun-jiu apakah engkau mau
rujuk kembali denganku! Ai, dasar tidak punya perasaan, tidak
ingat bahwa orang siang malam senantiasa merindukan
dikau!"
Ting Jun-jiu sama sekali tidak menoleh, hanya sinar
matanya memandang kesemak rumput dengan tajam. Selang
sejenak mendadak jarinya menyelentik tiga kali, tiga butir obat
sebesar gundu berwarna kuning muda terus menyambar
ketengah semak rumput itu.
Melihat tindakan Ting Jun-jiu, air muka Y ap Ji-nio berubah,
mestinya hendak bicara menjadi urung, lekas ia mundur
kebelakang.
Hal itu dapat dilihat Goan-ci dengan jelas, meski ia tidak
kenal benda apakah ketiga putar gundu warna kuning itu, tapi
ia menduga pasti benda yang sangat berbisa.
Ia menjadi takut dan karena itu badan semakin gemetar.
Kebetulan juga, waktu ketiga butir gundu warna kuning yang
diselentikan Ting Jun-jiu itu jatuh kebawah, sebutir
diantaranya tepat mengenai kepala besi Goan-ci, "Blang",
mendadak gundu itu meletus dan menghamburkan kabut
kuning, segera terendus pula bau yang aneh, tapi Goan-ci
sendiri tidak merasakan apa-apa.
Sedang gundu yang lain jatuh disampingnya dan juga
meledak, kabut kuning lantas menjalar memenuhi tanah,
dimana kabut itu menyambar, segera tetumbuhan yang
tadinya menghijau segar itu menjadi layu dan kering.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Goan-ci merasa bingung, sementara itu gundu yang
ketiga telah jatuh tepat dipunggung tangannya. Dengan kaget
ia kebaskan tangannya, tapi gundu itu sudah keburu pecah,
tiba-tiba ia merasa punggung tangan dingin segar, selain itu
tiada terasa apa-apa.
Karena itu barulah ia merasa lega. Ia coba mengintip
kesana, ia lihat wajah Ting Jun-jiu tampak merasa kaget dan
khawatir.
Dalam pada itu terdengar Yap Ji-nio juga berkata dengan
terperanjat, "He, engkoh Jun-jiu, makluk aneh apakah yang
berada ditengah semak-semak rumput itu? Beruntun kau
timpuk tiga butir 'Hoa-kut-wan'(pil pemunah tulang), kenapa
hasilnya nihil?"
Ting Jun-jiu menoleh dan melototi Yap Ji-nio, semprotnya,
"Maksudmu Hoa-kut-wan ini kurang lihai?"
"Eh, engkoh Jun-jiu, jangan main-main," sahut Ji-nio sambil
mundur lagi beberapa tindak. Ia khawatir jangan-jangan
dirinya akan dibuat percobaan dengan gundu berbisa si iblis.
Padahal Ting Jun-jiu sendiri juga sedang heran dan ragu,
karena ketiga butir Hoa-kut-wan yang ditimpukkan tadi tidak
membawa hasil apa-apa. Padahal kabut kuning yang
dihamburkan gundu Hoa-kut-wan itu sangat jahat, kalau kena
badan orang rasanya seperti dibakar, baik binatang mau pun
manusia pasti tidak tahan.
Sama sekali tak terduga olehnya bahwa dia justru kebentur
Yu Goan-ci yang badannya penuh terisi unsur racun dingin
dari ulat sutra es, biarpun makluk berbisa paling lihai didunia
ini juga tidak dapat meng-apa-apakan dia sekarang.
Ting Jun-jiu tidak berani sembarangan menyingkap semak
rumput itu untuk memeriksa, sebaliknya ia malah mundur lagi
dua langkah. Lalu tangannya bergerak pula, dari dalam lengan
baju lantas melayang keluar dua titik api hijau dan terbang
kedepan dari kanan dan kiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berulang-ulang Ting Jun-jiu menyentik pula sehingga kedua
titik bunga api itu mendadak menyala menjadi dua gumpal api
unggun dan jatuh ketanah, api yang berkobar itu terus
menjalar kedepan, lalu kedua ujung api saling sambung
menjadi satu hingga berwujud sebuah lingkaran api seluas
beberapa meter.
Meski api yang berkobar itu tidak terlalu hebat, namun
dalam sekejap saja lingkaran api itu menjadi sangat sempit.
"Hebat benar ilmu 'Tok-yap-sau-heng'(api berbisa mencari
jejak) yang kau semburkan ini, sungguh banyak menambah
pengalamanku, engkoh Jun-jiu," demikian Yap Ji-nio memuji
dari jauh.
Ting Jun-jiu tampak berseri-seri, sahutnya, "Ya, biarpun
makluk yang sembunyi disemak rumput itu betapa bandelnya,
jika apiku sudah membakar, akhirnya dia pasti akan menjadi
abu."
Dilain pihak Goan-ci menjadi ketakutan, karena terkepung
ditengah api dan lingkaran api itu makin lama makin sempit,
demi mendengar ucapan Ting Jun-jiu itu, ia tambah takut
hingga giginya gemerutukan.
Suara kertukan gigi itu segera didengar oleh Sing-siok
Lokoai dan dikenali adalah suara manusia, segera ia
membentak, "Siapa itu? Tidak lekas keluar?!"
Goan-ci pikir urusan sudah begini, untuk sembunyi lagi
terang tidak dapat, malah sebentar lagi bisa mati konyol
terbakar menjadi abu. Bahkan A Ci yang sedang menunggununggu
kembalinya itu tentu akan sia-sia.
Maka terpaksa ia berdiri dan berseru dengan ketakutan,
"Suhu, akulah yang sembunyi di sini, harap engkau jangan
gusar, aku .... "
Girang dan kejut pula Ting-lokai demi melihat yang muncul
itu adalah Goan-ci. Cepat ia membentak pula, "Di mana A Ci?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia ... dia entah sudah lari ke mana? " sahut Goan Ci.
Tiba-tiba Ting-lokoai menghantam ke depan tenaga
pukulannya membikin Goan-ci terpental dari lingkaran api
yang sementara itu sudah menyempit itu. Sesaat kemudian,
mendadak api menjulang tinggi ke atas. lain menyurut kembali
dan sebentar lagi lantas padam
Segera Jun-jiu membentak Goak-ci, "Mestinya akan
kubiarkan kamu terbakar menjadi abu, sekarang aku
mengampuni jiwamu, kenapa kamu tidak lekas menyembah
dan berterima kasih?"
Dengan ketakutan Goan-ci berlutut dan menyembah,
katanya, "Ya, banyak terima kasih atas budi kebaikan Suhu."
Pada saat Goan-ci berlutut itulah, sekonyong-konyong Ting
Jun-jiu sambar pergelangan tangan Goan-ci dan dipegang
erat-erat.
Keruan Goan-ci kaget, serunya. "Suhu, ken... kenapa .... "
Sebenarnya tidak nanti Goan-ci berani meronta atau
melawan, tapi karena dipegang secara mendadak, dalam
kagetnya dengan sendirinya iapun hendak menarik kembali
tangannya. Karena itu suatu arus hawa murni terus menerjang
ke arah urat nadi pergelangan tangan yang terpencet itu.
Kontan Ting Jun-jiu merasa tangannya kedinginan, seperti
ada arus racun meresap ke tubuhnya. Sungguh kagetnya
bukan buatan, lekas ia lepas tangan dan melangkah mundur.
Sebaliknya saking ketakutan kedua kaki Goan-ci menjadi
lemas dan kembali ia menyembah-nyembah lagi.
Pada waktu pertama kalinya bertemu dengan Goan-ci
memang Ting Jun-jiu sudah merasa dalam tubuh pemuda itu
mengeram unsur racun yang jauh lebih hebat dan lebih kuat
daripada dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi ia habis bertempur, dengan Buyung Hok dan Toan
Yan-khing, banyak tenaganya terbuang tatkala menggunakan
. "Hoa-kang-tai-hoat", maka sekarang unsur racun dalam
tubuhnya menjadi lebih lemah daripada Goan-ci, Dan
sebabnya dia lantas lepas tangan sebenarnya juga lantaran
dia merasa takut.
Kini melihat Goan-ci berulang menyembah dan minta
ampun, walaupun dalam hati Ting-lokoai sendiri sangat jeri,
namun sedikit pun ia tidak perlihatkan perasaannya itu, tibatiba
ia melangkah maju, bentaknya, "Waktu kau angkat guru
padaku kamu telah bersumpah setia, tapi sekarang kau berani
mendurhakai guru dan membawa lari sumoai sendiri, sekarang
kau berani minta ampun padaku?”
Goan-ci tidak menjawab melainkan terus menyembah.
"Baiklah, boleh juga jiwamu kuampuni, tapi selanjutnya
kamu harus betul-betul setia, tidak boleh main gila lagi," kata
Lokoai.
"Terima kasih, Suhu, Tecu pasti tidak berani lagi," sahut
Goan-ci.
"Nah, sekarang katakan, di mana A Ci?" tanya Jun-jiu.
Jika tanya urusan lain, tentu Goan-ci akan menjawab terus
terang. Tapi yang ditanya sekarang adalah di mana beradanya
A Ci, sudah tentu ia tidak mau mengaku. Maka ia hanya
menunduk sambil berlutut saja dan tidak bersuara.
Ting Jun-jiu menjadi gusar, bentaknya, "Baru saja kau
minta ampun, tapi sekarang sudah tidak menurut padaku
lagi?"
Mendadak ia angkat sebelah kaki dan menginjak di atas
kepala besi Goan-ci sehingga menempel tanah.
Walaupun demikian, tetap Goan-ci tidak mau menjawab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Ji-nio mengikuti semua kejadian ini. Ia lihat api berbisa
yang dibakar oleh Ting-lokoai itu tidak mendapatkan sesuatu
makluk berbisa apa-apa, sebaliknya muncul seorang Thi-thaujin
(orang berkepala besi) yang aneh, maka ia pun sangat
terkejut.
Ketika dilihatnya Goan-ci berlutut, dan menyembah minta
ampun kepada Sing-siok Lokoai, segera iapun melangkah
maju, katanya, "Engkau Jun-jiu, sejak kapan kau menerima
murid berkepala besi ini?"
Ting-lokoai hanya berdehem dan tidak gubris padanya.
Saat itu Yap Ji-nio sudah di depan Goan-ci, dengan heran ia
menjentik, di kerudung besi itu sehingga mengeluarkan suara
"plak-plok" dua kali.
Memangnya boyok Goan-ci sudah pegal kerena kepalanya
diinjak. Sekarang diselentik oleh Yap Ji-nio. keruan kepala
terasa sakit dan mata berkunang-kunang, tanpa kuasa lagi
hawa mumi lantas bergolak.
Yap Ji-nio kembali ulur tangan untuk meraba kepala besi
Goan-ci yang dianggapnya lucu itu.
Tak tersangka olehnya saat itu di atas kerudung besi itu
penuh dengan hawa murni yang maha dingin sehingga
membeku selapis es yang tipis.
Maka begitu tangan Yap Ji-nio menyentuhnya, seketika ia
merasa dingin, tak terhingga dan cepat menarik kembali
tangannya. Namun sedikit terlambat. "cret", kulit di telapak
tangan sobek sebagian terlengket dikerudung besi itu.
Karena kesakitan, Yap Ji-nio menjadi murka, bentaknya,
"Thi-thau-siaucu, kau main sihir apa?” menyusul tangannya
menabok dari samping.
Melihat Yap Ji-nio hendak menghajar Goan-ci, hal ini
kebetulan malah bagi Ting Jun-jin, segera ia menarik kakinva
dan melangkah mundur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena kepala mendadak enteng, Goan-ci menjadi
terjengkang kebelakang, kepalanya membentur batu hingga
bersuara nyaring, karena jumpalitan yang tak sengaja itu
serangan Yap Ji-nio menjadi luput malah.
Sekali luput serangannya, segera Ji-nio melangkah maju
dan serangan lain dilontarkan lagi.
Melihat wanita itu sangat genit dan galak, pula menyebut
gurunya "Engkoh Jun-jiu", maka Goan-ci tidak berani
melawan, ia hanya melindungi tempat yang berbahaya dengan
kedua tangan sambil berteriak-teriak, "Suhu aku benar benar
tidak tahu di mana beradanya A Ci, sungguh tidak tahu!"
Baru habis ucapannya, tahu-tahu tubuhnya kena dihanjut
tiga kali oleh Yap Ji-nio sehingga mencelat.
Yap Ji-nio merasa tubuh Thi-thau-jiu itu sedingin es, tenaga
pukulan yang dilontarkan itu segera hilang sirna tanpa bekas.
Mendadak ia ingat Thi-thau-jin itu adalah murid Ting-lokoai,
dengan hilangnya tenaga pukulan sendiri secara aneh janganjangan
kena dimakan oleh "Hoa-kang-tai-hoat” dari Sing-siokpai
yang maha lihai itu.
Dalam pada itu dengan napas terengah-engah Goan-ci
berkata, "Suhu, aku benar-benar tidak tahu jejak A Ci."
Ting Jun-jiu mendengus katanya, "Kamu yang membawa
lari A Ci, di mana dia, mengapa tidak tahu?"
Goan-ci menjadi bungkam, ia lihat tangan sang guru mulai
terangkat lagi. ia ketakutan dan berseru pula, "Ampun Suhu!
Tecu benar-benar tidak... tidak tahu di mana A Ci berada!"
Pelahan tangan Ting-lokoai menabok ke depan, kira-kira
belasan senti di atas kepala Goan-ci mendadak tangannya
membalik dan berganti arah, "blang", tahu-tahu sebatang
pohon di samping sana dihantamnya sehingga patah.
"Jika pukulanku ini mengenai kepalamu, bagaimana jadinya
denganmu?" bentak Lokoai.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tecu ... Tecu tidak sanggup menahan pukulan Suhu ini,"
sahut Goan-ci dengan ketakutan dan gelagapan.
"Ya, mungkin kepala besimu ini bisa gepeng kena
pukulanku ini," jengek Lokoai.
"Terima kasih atas kemurahan hati Suhu," kata Goan-ci.
"Kamu tidak mengaku di mana A Ci berada, mana dapat
kuampuni jiwamu?" damprat Lokoai.
Goan-ci menghela napas, sahutnya, "Suhu tampaknya aku
sudah ditakdirkan harus rnati di bawah pukulanmu. Aku....
tidak bisa berkata lain."
Jin-jiu melengak tapi lantas tertawa dan berkata, "Kamu
jujur, rasanya tak nanti mendustai aku"
Merasa ada harapan buat hidup, cepat Goan-ci menyembah
dan berkata pula, "Ya, mana Tecu berani berdusta."
"Baiklah," kata Ting-lokoai, "dahulu waktu kau angkat guru
padaku, pernah kukatakan akan menjodohkan A Ci padamu.
Sekarang dia sudah buta, apakah kamu masih mau terima
dia?"
Cepat Gaan-ci menjawab, "A Ci adalah gadis secantik
bidadari, mana Tecu berani mengimpikan hal itu."
"Ahh, tidak perlu pura-pura," ujar Lokoai dengan tertawa.
"Meski kamu durhaka padaku, tetap aku dapat mengampuni
dosamu. Sekarang boleh kau bawa aku menemui A Ci, aku
pasti akan menjodohkan dia padamu."
Tapi Goan-ci tahu yang disukai A Ci adalah pemuda
ganteng seperti Buyung Hok, jika anak dara itu mengetahui
orang yang menyelamatkan dia itu adalah "si badut besi" yang
pernah diperbudak olehnya, pasti dia akan sangat kecewa dan
tidak nanti mau menjadi istrinya.
Meski tak keruan rasa hatinya pada saat itu tapi ia tetap
menjawab, "Tecu benar-benar tidak tahu di mana beradanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Ci, betapapun Suhu akan memaksa pengakuan Tecu juga
percuma."
Sungguh gusar Ting Jun-jiu tak terkatakan, coba kalau
bukan ingin mencari Pek-giok-giok-ting yang berada pada A Ci
itu, tentu sekarang Goan-ci sudah dibunuhnya.
Tapi ia dapat berlaku tenang lagi, dengan tersenyum ia
berkata, "Baiklah, berdirilah!"
Goan-ci mendongak ke atas, ia ragu dan tidak berani
berdiri.
"Aku, bilang berdirilah!" ucap Jun-jiu pula.
Dan barulah Goan-ci berani berdiri.
Mendadak Ting Jin-jiu melengos, katanya,"Sudahlah, lekas
enyah! Kamu tidak setia padaku, aku pun tidak sudi
mempunyai murid seperti dirimu lagi."
Habis berkata terus saja ia melesat pergi, hanya sekejap
saja sudah menghilang di kejauhan sana.
Untuk sekian lama Goan-ci termangu-mangu ketika ia
sadar, ia coba melihat sekitarnya, namun Jing Jun-jiu benarbenar
sudah pergi, bahkan Yap Ji-nio juga sudah menghilang,
ia sangsi apakah bukan sedang mengimpi.
Waktu ia coba membenturkan kepala pada sepotong batu,
"trang", kepala terasa sakit, terang bukan dalam mimpi.
Ia jalan beberapa tindak ke depan sambil memanggilmanggil,
"Suhu! Suhu!"
Tapi keadaan sunyi senyap, tiada seorangpun yang
kelihatan. Ia tahu tidak mungkin dirinya diampuni dengan
begitu mudah. Maka kembali ia bersaru, "Suhu, Tecu akan
memberitahukan jejak A Ci."
Ia pikir kalau sang Suhu masih berada di situ pasti akan
perlihatkan diri lagi jika mendengar ucapannya itu. Siapa tahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tetap tiada suara jawaban meski dia sudah mengulangi
seruannya itu.
Setelah berpikir sejenak, mendadak ia berlari cepat ke
depan, namun tetap tiada seorang pun dilihatnya.
Buru sekarang ia merasa lega. Ia pikir, barangkali Sing-siok
Lokoai menaruh belas kasihan padanya agar bisa hidup
bersama dengan A Ci, maka benar-benar mau
mengampuninya.
Teringat kerudung besinya itu harus lekas melepaskan,
maki cepat ia lari pula ke depan untuk mencari kota. Sesudah
beberapa li lagi, benar juga dari jauh kelihatan di depan ada
sebuah kota.
Segera ia menanggalkan bajunya untuk membungkus
kepalanya hingga rapat, hanya matanya yang kelihatan.
Setelah setengah li lagi, tiba-tiba dilihatnya ada dua orang
sedang datang dari depan, Goan-ci kenal kedua orang itu
adalah kambratnya Buyung Hok, yaitu Hong Po-ok dan Pau
Put-tong. Keruan ia terkejut dan berhenti lari.
Secepat angin Hong Po-ok dan Pau Put-tong sudah lewat di
rampingnya. Baru Goan-ci merasa lega, sekonyong-konyong
pundaknya di tepuk orang sekali.
"He, kenapa kepalamu dibungkus rapat” itulah, suara Pau
Put-ton alias si "bukan."
"O, aku ... aku meriang,tidak boleh kena angin," Goan-ci
membohong.
"Samko, buat apa gubris seorang desa, ayolah kita lekas
mengejar ke sana!" demikian Po-ok sedang memanggil.
"Bukan, bukan! Dia membungkus kepalannya dengan baju,
larinya tadi juga kelihatan sangat cepat, tidak mungkin orang
sakit, kukira pasti Tai-thau-Siaucu itu!" sahut Put-tong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci menjadi gugup, badan terasa lemas lekas ia
menggoyang-goyang kedua tangannya dan berkata, "'Tidak,
tidak, aku bukan si Thi-thau-siaucu itu!"
Tapi karena ia menggoyang-goyangkan kedua tangannya,
maka baju yang membungkus kepalanya menjadi kendur dan
terbuka sehingga kelihatanlah kerudung besinya itu.
Maka tertawalah Pau Put-tong terbahak-bahak, katanya,
"Nah, Site, tajam tidak pandangan Samko mu ini?"
"Awas, Samkol" tiba-tiba Po-ok menarik mundur Pau Puttong.
Meski Put-tong tidak kenal apa artinya takut, tapi derita
sengsara ia sudah kena pukulan berbisa Goan-ci tempo hari
itu masih terasa ngeri bila teringat olehnya, maka ia pun
menurut saja ketika ditarik mundur.
Goan-ci masih coba hendak menutupi kepalanya yang khas
itu. Namun Pau Put-tong sudah lantas membentaknya "Hai.
Thi-thau-siaucu, sebenarnya kamu ini manusia apa?"
"O. aku ... aku cuma seorang kecil yang tak berarti buat
apa tuan-tuan, mencari perkara padaku” sahut Goan-ci.
"Bukan, bukan! Pukulanmu yang berbisa itu sampai Hianthong
Taisu dari Siau-lim-si juga tidak tahan, kami berdua
saudara justru sangat kagum padamu," kata Put-tong.
"Tampaknya biar betapapun tinggi kepandaian Ting Jun-jiu
juga tidak sesuai menjadi gurumu, entah asal-usulmu
sebenarnya dari mana?"
. "Aku ... aku tidak punya asal-usul apa-apa," sahut Goan-ci
gugup.
Tiba-tiba Pau Put-tong melangkah maju setindak. Begitu
pula Hong Po-ok lantas cabut belatinya yang mengkilap itu
dan melangkah maju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat belati Po-ok yang tajam itu Goan-ci menjadi girang,
cepat katanyaa, "Eh, tuan ini, aku ingin pinjam sesuatu barang
padamu, entah boleh tidak ?”.
Seketika air muka Po-ok berubah hebat.
Maklum, di dunia kangouw banyak sekali istilah-istilah yang
kedengarannya sangat sopan, tapi mengandung arti yang
sebaliknya. Misalnya orang berkata "mohon petunjuk", maka
itu berarti ajak berkelahi. Dan bila dipakai kata-kata "pijam,"
maka besar kemungkinan barang yang hendak "dipinjam" itu
adalah sebelah tangan, mata atau buah kepala dari lawan itu.
Sebab itulah Hong Po-ok menjadi kaget demi mendengar
Goan-ci ingin "Pinjam" sesuatu padanya, cepat ia tanya; "Apa
yang hendak kau pinjam?"
Goan-ci tuding Po-ok, tapi susah untuk
menerangkan.Keruan sikap Goan-ci ini membikin Hong Po-ok
tambah kuatir cepat ia mundur selangkah lagi.
"Sebenarnya kau mau pinjam apa? ... " belum habis Pau
Put-tong bertanya, mendadak ia loncat ke samping sana
secepat anak panah dan menghilang ke dalam semak-semak
rumput. Menyusul segera terdengar dua kali teriakan orang
yang aneh tahu-tahu Pau Put-tong sudah melompat balik lagi
dengan menjinjing dua orang.
Kedua orang itu tampak meronta-ronta tapi cengkeraman
Put-tong seperti kaitan kuatnya, betapapun sukar terlepas.
Sesudah dekat, Put-tong melemparkan kedua tawanan itu
ke tanah segera ia pun meloncat dan menginjak punggung
mereka.
"Sute, lekas turun tangan!" seru kedua orang itu tiba-tiba
sambil mengangkat kepalanya.
Baru sekarang Goan-ci dapat melihat jelas bahwa kedua
orang ini adalah saudara seperguruannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pau Put-tong bergelak tertawa, katanya, "Kiranya kalian
adalah anak murid Sing-siok Lokoai. Kalian main sembunyi di
situ ingin berbuat apa?"
"Pau-enghiong, kami diperintahkan Suhu untuk mengawasi
jejak Thi-thau-jin ini dan tiada sangkut-pautnya denganmu,
harap sudilah angkat kakimu!" mohon kedua orang itu.
Put-tong terbahak-bahak lagi, mendadak ia lompat turun
dari punggung kedua tawanan itu.
Sebagai kesatria, ia tidak sudi banyak tingkah dengan
murid Sing-siok-pai yang dianggapnya kaum keroco itu.
Sebaliknya Goan-ci menjadi kuatir, cepat ia berseru. "Pauenghiong,
jangan bebaskan mereka!"
Namun kedua murid Sing-siok-pai sudah merangkak
bangun, mereka terus menubruk maju. Selagi Goan-ci
tercengang, tahu-tahu kedua lengannya sudah dicengkeram
kedua Suhengnya itu.
"Ayo, lekas ikut kami menemui Suhu!" bentak kedua orang
itu.
"Ai, kenapa kedua Suheng bikin susah padaku!. Jika sudi
melepaskan diriku, sungguh budi kebaikan kalian takkan
kulupakau," mohon Goan-ci.
"Tidak bisal" bentak kedua orang itu dengan bengis, Lalu
Goan-ci diseret pergi.
Otomatis Goan-ci meronta sebisanya, maksudnya cuma
ingin melepaskan diri dari pegangan kedua orang itu. Tak
tersangka baru saja tangan bergerak, tahu-tahu kedua orang
itu sudah lantas mencelat pergi sehingga beberapa rneter
jauhnya tulang mereka patah dan kepala pecah, ternyata
sudah terbanting mati semua.
Keruan Goan-ci tambah kaget, sesudah tercengang
sejenak, segera ia angkat langkah seribu alias kabur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyaksikan kejadian itu sungguh heran dan kejut Pau Puttong
dan Hong Po-ok tak terkatakan.
Melihat Goan-ci lari, berbareng mereka berseru, "Nanti
dulu!"
Namun Goan-ci sudah ketakutan, ia lihat ke dua Suhengnya
mendadak terbanting mampus, ia sangka itu perbuatan Pan
Put-tong dan Hong Po-ok, maka ia lari terbirit-birit. Apalagi
mendengar seruan kedua orang itu, ia jadi makin takut dan
ingin lari lebih cepat. Namun kaki menjadi lemas malah dan
akhirnya jatuh tersungkur di tanah.
Seperti angin lesus cepatnya Hong Po-ok sudah lantas
menyusul sampai di depan Goan-ci, tanyanya, "Tadi
sebenarnya kau ingin pinjam apa padaku?”.
"Tidak, aku , .. aku tidak berani pinjam lagi," sahut Goan-ci
dengan takut sambil memandang belati yang masih dipegang
Po-ok itu.
Melihat sinar mata orang mengincar belatinya, tiba-tibi Pook
paham maksudnya, tanyanya pula "0, apa barangkali kau
ingin meminjam belatiku ini"
"Ya ... ya, sebenarnya ada maksudku hendak pinjam, tapi
... tapi kalau tuan tidak boleh, ya, sudahlah.," kata Goan-ci
dengan tergegap.
"Belatiku ini tajamnya bukan main, dapat memotong besi
seperti mengupas mangga, apa kau mau meminjamnya untuk
mengupas kerudung pada kepalamu ini?" tanya Po-ok.
"Ya, betul," sabut Goan-ci.
Po-ok tertawa dingin, jengeknya, "Hm, ketika di depan
Siau-lim-si aku pernah hendak mengupas topengmu ini, tapi
kamu tidak mau, bahkan menghantam aku satu kali sehingga
aku menderita setengah mati, sekarang ... hm .... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci menjadi ketakutan, sahutnya, "Aha.,, tentu Hongtoaya
salah paham, mana mampu aku menyerangmu?"
Hong Po-ok adalah seorang laki-laki jujur, melihat Goan-ci
menyangkal perbuatanya itu, ia menjadi gusar, dampratnya,
"Bagus, sudah memukul orang dan sekarang berani mungkir,
Habis apakah orang yang memukul aku di Siau-lim-si itu
adalah tangan babi atau tangan anjing?"
"Bukan, tapi cakar kura-kura," sambung Put-tong.
"Itu berkat kesaktian Sing-siok Losian dan tiada sangkutpautnya
denganku," kata Goan-ci dengan kikuk.
Mendengar itu, Po-ok dan Put-tong tambah heran dan
bingung, sudah terang mereka kena pukulan berbisa Thi-thaujin
ini sehingga menderi ta sekian lamanya, sampai Sih-sin-ih
juga geleng-gelengkepala tak berdaya, coba kalau tidak
ditolong oleh hwesio muda itu, mungkin sampai saat ini
mereka masih tersiksa, mengapa Thi-thau-jin ini tidak mau
mengakui perbuatannya dahulu itu? Tapi kalau melihat
sikapnya jelas bukan sengaja pura pura hodoh?
Maka dengan terheran-heran mereka sama tanya, "Kau
bilang itu berkat kesakitan Sing-siok Lokoai?"
"Ya, Sing-siok Losian bilang itu adalah ilmu gaib Slng-siokpai
dan tidak boleh diceritakan kepada orang luar," sahut
Goan-ci sesudah ragu sejenak.
"Ilmu gaib?' Po-ok dan Put-tong menegas dengan heran.
"Jadi Sing-siok-pai juga punya ilmu gaib? Eh. sobat kepala
besi, cobalah jelaskan!"
Goan-ci memandang belati tajam di tangan Hong Po-ok itu
ia jadi sangsi untuk menceritakan "mantra" ajaran Sing-siok
Lokoai itu, ia masih ingat apa yang dikatakan Lokoai bahwa
mantera itu sangat manjur, bila ia ucapkan mantera itu, maka
dari jauh juga sang guru itu akan dapat membantunya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu gaib. Tapi sekarang ia telah membawa lari A Ci, entah
mantera itu masih manjur atau tidak.
Melihat Goan-ci ragu-ragu, segera Po-ok menarik Put-tong,
katanya, "Samko marilah kita pergi saja, Thi-thau-jin ini
adalah musuh kita, buat apa kita meminjamkan belati
padanya!"
Goan-ci menjadi gugup karena akan ditinggalpergi, ia tahu
belati Hong po-ok itu sangat tajam dan sukar mencari senjata
serupa itu, maka cepat ia berseru, "Nanti dulu, baiklah akan
kuterangkan, ilmu gaib itu ,ia mulai dengan membaca mantera
yang berbunyi 'Sing-siok Losian, Sing-siok Losian, lindungilah
muridmu, atasi musuh dan memperoleh kemenangan, satutiga-
lima-tujuh-sembilan dan sekali aku membaca-mantera ini
dari jauh segera beliau akan menggunakan ilmu gaibnya untuk
menolong aku."
Semula Po-ok dan Put-tong melengak oleh keterangan itu.
Tapi segara mereka merasa geli dan tertawa terpingkalpingkal
Hong Po-ok sampai melengking dan Pau Put-tong
mendongak sambil memegangi perutnya yang melilit saking
gelinya.
"Jangan kalian anggap lucu, justru dengan ilmu gaib itulah
sudah kulukai kalian dengan sekali pukul saja " ujar Goan-ci.
Po-ok coba menahan rasa gelinya, lalu berkata "Sobat
kepala besi, meski kami pernah dilukai olehmu, tapi melihat
kamu dibohongi iblis tua itu secara kelewatan, maka kami
sekarang ikut penasaran. Haha, iblis tua itu mahir ilmu gaib
kentut! Jika kamu dikatakan jago kelas satu di dunia
persilatan, inilah yang betul!”.
Tapi Goan-ci berulang goyang tangannya, katanya,
"Hendaknya tuan jangan berkata demikian, dari mana aku bisa
dikatakan jago kelas satu? Hehe, masakah aku jago kelas
satu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia termangu-mangu pula ketika teringat dalam anggapan
A, Ci ia pun disangka sebagai jago kelas satu, paling baik hal
ini akan tetap menjadi impian muluk bagi anak dara itu agar
dia selalu merasa gembira.
Melihat Goan-ci tiba-tiba termangu-mangu, maka Po-ok
berkata pula, "Malah, menurut pendapatku, mungkin ilmu silat
Sing-siok Lokoai sendiri juga tidak bisa lebih tinggi
daripadamu."
"Ai, jangan dibicarakan lagi," demikian Goan-ci berulang
menggoyang tangan pula.
"Hong-site," kata Put-tong, "Orang ini tampiknya setengah
gila, tidak perlu banyak bicara lagi dengan dia."
Tapi dengan sungguh-sungguh Po-ok berhata pula, "Sobat
kepala besi, pada suatu hari nanti tentu kamu akan tahu
bahwa apa yang kukatakan ini bukanlah omong kosong. Ilmu
silatmu sangat tinggi, pukulanmu yang berbisa itu boleh dikata
nomor satu di jagat ini, yang kuharap adalah selanjutnya
jangan sembarangan kau pukul orang lagi!"
"Sudah tentu," sahut Goan-ci cepat. "Asal orang tidak
memukul aku, tidak nanti kupukul orang."
Tiba-tiba Po-ok melemparkan belati ke arah Goan-ci setelah
digosok-gosok beberapa kali pada kain celananya, katanya
"Baiklah, orang she Hong telah anggap dirimu sebagai kawan,
belati ini, kuberikan padamu!"
Cepat Goan-ci menyambut belati itu untuk sejenak ia
tertegun, tapi mendadak ta berlutut.
Kepalsuan orang kangouw sukat diduga, sebagai orang
kangouw kawakan, sudah tentu Hong Po-ok dan Pau Put-tong
selalu waspada. Maka demi melihat Goan-ci mendadak
berlutut, cepat mereka melangkah mundur ke samping.
Sudah tentu Goan-ci tiada maksud menyerang atau maksud
jahat tain tapi dengan menurut aturan ia menjura tiga kali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu berkata, "Tuan berdua sudi menganggap aku sebagai
kawan, sungguh aku orang she Yu merasa sangat berterima
kasih.”
"0, kiranya kamu she Yu?" Po-ok menegas.
"Ya," sahut Goan-ci.
"Yu-keh-siang-hiap dari Cip-hian-ceng yang tersohor itu
apakah angkatan tua keluargamu?” tanya Pau Put-tong.
Goan-ci menjadi pilu teringat kepada ayah dan pamannya
itu. Sejenak kemudian barulah ia menjawab, "Sudah lama
kukagum pada kedua pendekar tua yang tersohor dari Ciphian-
ceng itu, cuma sayang tiada punya rejeki untuk bertemu
dengan kedua Yu-lounghiong "itu!"
Sembari berkata air matanya lantas bercucuran juga, cuma
dia memakai topeng besi sehingga orang lain tidak tahu.
Hong Po-ok saling pandang sekejap dengan Pau Put-tong,
mereka tahu Thi-thau jin ini tentu belum mau menjelaskan
asal-usutnya, mereka sekarang sudah berkawan, masakah
kelak tiada kesempatan untuk berjumpa pula?
Karena itu, mereka lantas memberi salam dan berkata,
"Baiklah, sobat Yu. sampai berjumpa pula kelak”
"Ya, sampai berjumpa," sahut Goan-ci sambil membalas
hormat.
Dan sesudah kedua orang itu pergi, cepat Goan-ci juga
lantas berangkat. T idak lama, sampailah di tepi sebuah sungai
kecil.
Sambil bercerminkan air sungai, pelahan Goan-ci
mengangkat belatinya, tapi tangan terasa gemetar luar biasa.
Maklum, topeng besi itu telah melengket dengan kulit
dagingnya di bagian kepala, kalau dibesetnya mentah-mentah
bukan mustahil jiwanya akan terancam sudah tentu hal ini
membuatnya takut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi demi teringat bila nanti topeng besi itu sudah
dilepaskan, untuk selanjutnya ia akan dapat hidup
berdampingan untuk selamanya dengan A Ci dalam
kedudukannya sebagai. "Ong Sing thian, Ciangbunjin dari Keklok-
pai," maka seketika semangat jantannya timbul lagi. ia
pegang kencang belatinya dan perlahan memotong" bagian
sela-sela sambungan topeng besi bekas las-lasan itu.
Memang belati Hong Po-ok itu sangat tajam maka sekali
potong dengan pelahan, seketika tempat las itu terbelah.
Lalu Goan-ci simpan baik-baik belati itu, dengan sebelah
tangan pegang belahan topeng besi bagian depan dan tangan
lain pegang belahan bagian belakang sambil meringis
menahan sakit terus saja ia pantang sekuat-kuatnya.
Dia Sudah nekat maka sekali pentang kulit daging yang
melengket pada topeng itu lantas ikut terubek mentahmentah.
Seketika ia merasa kesakitan luar biasa, pandangannya
menjadi gelap, ia menjerit sekali, lalu tak sadarkan diri lagi.
Entah berapa lama kemudian, pelahan ia siuman kembali.
Ia merasa kepala sakit luar biasa, sampai mata juga sukar
dibuka. Ia hendak merangkak bangun, ketika tangan menahan
tanah barulah ia tahu bahwa separoh badannya bagian atas
telah terendam dalam air sungai. Cepat ia raba pula kepala
sendiri, tapi yang terpegang oleh tangannya itu terasa sangat
keras dan dingin.
Kiranya setelah topeng besi itu terbeset dari kepalanya
berikut kulit daging yang melengket itu saking sakitnya ia
jatuh pingsan dan secara kebetulan bagian kepala itu
terendam dalam air sungai sehingga jiwanya tertolong-malah.
Maklum, begitu kepalanya terendam air, ketika hawa
berbisa, maha dingin dari tubuhnya ikut mengalir keluar,
segera air sungai di sekeliling kepalanya lantas membeku
menjadi es sehingga membungkus kepalanya, darah ya ng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadinya mengucur lantas mampet. kepalanya sekarang
kembali seperti bertopeng lagi, cuma sekali ini topeng es dan
bukan topeng besi. Ia sendiri merasa kaget ketika meraba
kepalanya dan mengira topeng besi itu belum terlepas, dalam
kaget dan kecewanya kembali ia jatuh pingsan lagi.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 57
Waktu untuk kedua kalinya ia siuman kembali, sementara
itu lapisan es yang membungkus kepalanya sudah mulai cair,
sekarang tempat luka itu dirasakannya bagai dibakar
panasnya.
Sekuatnya ia coba berbangkit, ketika ia berkaca pula pada
air sungai kembali, ia kaget lagi. Semula ia mengira ada suatu
mahluk aneh atau siluman yang berdiri ditepi sungai tapi
segera diketahuinya bahwa "siluman” itu tak lain tak bukan
adalah bayangan sendiri.
Untuk sekian lamanya ia terkesima. Akhirnya dengan
tabahkan diri ia coba berkaca lagi.
Sekarang ia memeriksa mukanya sendiri dengan jelas,
kelihatan kulit daging sudah dedel dowe beberapa bagian
kepalanya sudah botak karena ikut mengelotoknya kulit
berambut itu. Hidungnya juga sudah coplok sehingga
sekarang dia lebih mirip tengkorak hidup, pendek kata
mukanya sekarang teramat jelek.
Ia sangat berduka, pedih hatinya, perlahan ia pejamkan
mata. Ia tahu biarpun nanti lukanya sembuh, namun mukanya
yang jelek itu mungkin tiada bandingannya lagi didunia ini.
Untunglah sekarang A Ci sudah buta, anak dara itu dapat
diajak kesuatu tempat yang tiada pernah didatangi orang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disitulah mereka berdua akan dapat hidup aman tentram dan
muka yang jelek tentu takkan menjadi soal.
Segera ia lemparkan topeng besi berikut kulit daging dan
rambut yang masih melengket itu kedalam sungai, sambil
menahan sakit ia lari kembali kehutan sana.
Ketika hampir sampai ditempat tujuan, hati Goan-ci mulai
berdebar-debar. Sesudah menyusur hutan itu, tertampaklah
seorang wanita duduk ditepi sungai kecil itu. Dari jauh Goan-ci
sudah lantas berseru, "A Ci! A Ci!”
Tapi wanita itu tidak menjawab, juga tidak menoleh, hanya
diam saja.
Goan-ci menjadi kuatir, jangan-jangan kepergiannya yang
terlalu lama itu membikin si anak dara itu kurang senang,, tapi
sesidah dekat barulah ia tahu urusan agak ganjil, sebab
wanita itu tidak memakai baju ungu yang merupakan tanda
pengenal A Ci yang khas.
Mendadak wanita itu terkikik-kikk, lalu berpaling dan
berkata, "Sudah pulangkah kau? Sudah lama aku
menunggumu disini…………”
Goan-ci kaget, kiranya wanita ini adalah Bu ok put cok Yap
Ji nio, sidurjana maha jahat.
Sebaliknya Yap Ji nio juga terperanjat demi melihat muka
Goan-ci itu. Dia berjuluk Bu ok put cok, segala kejahatan
pernah diperbuatnya, maka kejadian yang bagaimana
kejamnya juga pernah dilihat, tapi demi melihat muka Goan-ci
yang bonyok itu, mau tak mau ia pun merasa ngeri.
Dalam pada itu Goan-ci telah melangkah maju dan
bertanya, "Dimanakah A Ci?”
"Kau cari dia?” Tanya Ji nio sesudah menenangkan diri.
Goan-ci tahu Yap Ji nio adalah kenalan Tiang Jan jiu dan
sama jahatnya, kalau bukan karena A Ci, sejak tadi tentu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah lari terbirit-birit, tapi sekarang ia malah mendesak maju
dan berseru:
"A Ci…..dimana A Ci?”
Muka Goan-ci masih babak bonyok, sinar matanya
mengunjuk rasa tak sabar, Ji nio menjadi jeri, dengan
tersenyum yang dibuat-buat ia tanya, "Apakah A Ci yang kau
maksudkan itu si nona baju ungu yang beraut muka bundar
telur itu?”
"Ya benar, dimana dia?” teriak Goan-ci dengan tidak sabar.
"Dia sedang cuci kaki ditepi sungai, buat apa kamu
gembar-gembor!” sahut Ji nio sambil tunding semak rumput
ditepi sungai.
Goan-ci percaya saja, segera ia lari kesana tapi dengan
cepat sekali Yap Ji nio menggeser kebelakangnya dan terus
menghantam.
Sama sekali Goan-ci tidak menduga akan serangan itu
sehingga tepat kena digenjot, ia terhuyung-huyung kedepan
dan jatuh tersungkur. Dan begitu jatuh diatas tanah, segera ia
lihat A Ci juga meringkuk ditengah semak-semak rumput situ,
entah sudah mati atau masih hidup.
Dilain pihak Yap Ji nio juga lantas memburu tiba, dengan
kaki ia injak punggung Goan-cid an membentak, "Siapa kau?”
"A Ci! A Ci! Kau telah mengapakan A Ci?” teriak Goan-ci
dengan napas terengah karena menguatirkan keselamatan A
Ci, tanpa pikir lagi ia terus meronta sekuatnya.
Seketika Ji nio merasa ditolak suatu arus tenaga yang maha
kuat, tanpa kuasa tubuhnya roboh terjengkang.
Sekali melompat bangun, terus saja Goan-ci pegang
pundak Yap Ji nio dan digentak-gentak, tanyanya, "Bagaimana
keadaan A Ci, kenapa dia?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika Yap Ji nio merasa suatu tenaga maha kuat dan
maha dingin menerjang kedalam badannya, saking dinginnya
sehingga gigi gemerutuk dan mata mendelik, sudah tentu ia
tidak sanggup bersuara.
Melihat keadaan perempuan durjana itu, Goan-ci jadi kaget
malah. Ia tahu ilmu silat lawan sangat tinggi, kini air mukanya
begitu aneh, jangan-jangan sedang mengerahkan sejenis ilmu
maha lihai utk membikin celaka dirinya.
Goan-ci menjadi jeri, pegangannya jadi kendur, dengan
lemas Ji nio jatuh terkulai ketanah, tampaknya lebih banyak
menghembuskan napas dari pada menarik napas, bahkan
berkutik pun tidak lagi.
Untuk sejenak Goan-ci terkesima, ia sangka nasibnya
sendiri masih mujur, penyakit ayan iblis itu mendadak kumat.
Kesempatan bagus ini tidak boleh disia-siakan, cepat ia lari
kearah A Ci. Ia lihat A Ci hanya tertutuk hiat tonya, ia merasa
lega. Kepandaian membuka hiat to yang tertutuk itu masih
dipunyai Goan-ci, maka perlahan ia tepuk beberapa kali tubuh
A Ci.
Sesudah menarik napas segar, lalu A Ci merangkak bangun,
"aku sudah mendengar semuanya” katanya.
Goan-ci tercengang, tanyanya, "Kau dengar apa?”
Dengan wajah berseri-seri A Ci menjawab, "Aku telah
mendengar, hanya sekali gebrak saja kamu merobohkan Buok-
put-cok Yap Ji nio sehingga tak bisa berkutik lagi. Sekarang
napasnya sudah putus belum?”
"Bu-ok-put-cok Yap Ji nio?” Goan-ci menegas.
"Ya, dia sudah mati, bukan?” sahut A Ci dengan tertawa.
Sebagai putra jago silat yang luas pergaulannya, dengan
sendirinyadi Cip hian ceng dahulu sering juga Goan-ci
mendengar orang bercerita tentang "Thian he su ok” empat
durjana didunia, siapa tahu wanita yang menggeletak di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
depannya sekarang ini adalah si durjana kedua dari Su ok itu,
coba kalau tahu sejak tadi, tidak nanti ia berani main pegangpegang
segala. Seketika ia berkeringat dingin dan tidak dapat
bersuara.
"He…kenapakah kau?” Tanya A Ci dengan heran.
"Ooo….dia….” sebenarnya Goan-ci hendak menerangkan
bahwa penyakit ayan Yap Ji nio mendadak kumat. Tapi demi
terpikir sekarang diri sendiri adalah Ong Sing thian,
Ciangbunjin Kek lok pai, mana boleh jeri kepada Su ok apa
segala? Mka terpaksa ia menyambung, "Dia sudah
menggeletak? Orang macam dia mana sanggup tahan sekali
hantamanku. Eh…A Ci, marilah kita pergi saja!”
Sambil mendongak didepan Goan-ci, tampak sekali A Ci
sangat kagum kepada pemuda itu, katanya"Ilmu silat Bu ok
put cok Yap Ji nio sangat tinggi, sampai Ting lokoai sendiri
juga sering mengatakan demikian pada murid-muridnya, tapi
sekarang hanya dalam sekejap saja ternyata sudah
kaubereskan dengan sangat mudah, sesudah kukenal dirimu,
untuk selanjutnya aku takkan kuatir dihina orang lagi.”
Saking terharusampai suaranya menjadi parau dan airmata
hampir menetes.
"Ya, sudah tentu takkan ada orang berani menghinamu
lagi, aku akan selalu berada bersamamu.” Cepat Goan-ci
menghiburnya, lalu ditambahkan lagi dengan suara pelan, "Ya,
aku akan selalu berada bersamamu.”
Maka tertawalah A Ci dengan senang, pikirnya sejenak, lalu
berkata pula, "Engkau sangat baik kepadaku, sekarang ada
satu permohonanku lagi.”
"Urusan apa? Silahkan bicara saja, tapi…..tapi kita harus
pergi dulu dari s ini,” kata Goan-ci.
Rupanya ia kuatir sebentar Yap Ji nio akan sembuh kembali
dari penyakit ayan yang kumat itu dan tentu dirinya sukar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melawannya. Sama sekali tak terpikir olehnya biarpun Yap Ji
nio belum mati juga tidak nanti wanita durjana itu berani
sembarangan menyerang lagi.
"Tapi kukira engkau takkan meluluskan permintaanku,” ujar
A Ci.
Goan-ci membawanya meninggalkan tempat itu sambil
menjawabnya, "Aku pasti akan meluluskan permintaanmu.”
"Belum lagi aku menerangkan apa yang kuminta, masakan
engkau sudah lantas meluluskan?” A Ci menegas dengan
tersenyum.
Goan-ci pikir biarpun apa yang diminta anak dara itu, asal
dirinya mampu, biarpun masuk kelautan api atau terjun keair
mendidih juga akan dilakoni. Maka jawabnya lantas, "Apa
yang kau minta, cobalah ceritakan?”
A Ci merandek, perlahan ia mendongak, air mukanya penuh
harap, katanya, "Ong kongcu, kumintakau suka merebut
kedudukan Ciangbunjin Sing siok pai agar aku dapat menjadi
ketua Sing s iok pai itu.”
"Ap….apa katamu?” Goan-ci menegas dengan mata
terbelalak. Sama sekali tak terduga olehnya bahwa apa yang
diminta anak dara itu adalah urusan demikian.
"Ya, aku pikir dibawah dukunganmu tentu akan dapat
menjadi ciangbunjin Sing siok pai” sahut A Ci.
"He….A….A Ci, apakah engkau sengaja bergurau?” ujar
Goan-ci dengan gemetar.
Bibir A Ci yang merah tipi situ mencibir, aleman omelnya,
"Baru saja kau bilang akan meluluskan permintaanku,
mengapa hanya urusan sekecil ini saja enggan kau terima?”
"Kau……kau bilang ini urusan kecil?” kata Goan-ci dengan
menyengir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Habis ilmu silatmu begini tinggi, kau pun menyatakan
bahwa orang lain takut kepada Ting Jun jiu, hanya engkau
yang tidak takut. Jika demikian untuk mengalahkan Ting Jun
jiu bagimu kan bukan soal sulit?”
Terpaksa Goan-ci menjawab, "Ya sudah tentu
bukan……bukan soal sulit.”
A Ci makin senang, serunya, "Itulah bagus! Habis kau
kalahkan Ting Jun jiu, dapat kaunagkat aku menjadi
Ciangbunjin Sing siok pai, malhan Ting Jun jiu diharuskan
mengaku sebagai muridku…ha…ha…bukankah sangat hebat!”
Seketika Goan-ci tidak sanggup bicara lagi, bahwasannya
Ting Jun jiu adalah gurunya A Ci, minta bantuan orang luar
untuk merebut kedudukan ketua dari tangan sang guru saja
sudah merupakan kejadian luar biasa didunia persilatan,
apalagi sang guru diharuskan pula mengaku guru pada sang
murid, hal ini benar-benar tidak pernah terjadi dan tidak
pernah terdengar.
Tapi Sing siok pai adalah golongan jahat yang paling aneh
di dunia ini, bagi A Ci hal itu dianggapnya sebagai sesuatu
yang menarik dan menyenangkan.
Goan-ci termangu-mangu agak lama, katanya kemudian, "A
Ci, nama Sing s iok pai sudah dibenci orang, lebih baik engkau
jangan menjadi ciangbunjinnya.”
"Ehm…emoh!” ucap A Ci dengan aleman, "tadi engkau
sudah menyanggupi, sekarang tidak boleh mungkir. Nama
Sing siok pai sangat disegani, apalagi pusaka Pek giok ting
juga Cuma aku yang tahu tempatnya, maka ciangbunjin
seharusnya dijabat olehku.”
"Tidak, aku tidak mungkin Cuma untuk mengalahkan Ting
Jun jiu, hal ini……”
Sesungguhnya perasaan Goan-ci sangat bingung. Dia
mengaku ciangbunjin Kek lokpaid an mengaku berilmu silat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maha tinggi, hal ini tidak lebih Cuma untuk menyenangkan
hati A Ci saja, sama sekali tak terduga olehnya bahwa
pikirananak dara itu memang aneh-aneh dan macam-macam,
tahu-tahu timbul keinginannya menjadi ciangbunjin Sing siok
pai.
Jangankan pada hakikatnya Goan-ci tidak berani bergebrak
melawan Ting Jun jiu bahkan bertemu saja takut, lalu dengan
kemampuan apa ia dapat merebut kedudukan ciangbunjin itu
bagi A Ci?
Sementara itu A Ci tampak menunduk, lalu berkata , "Ong
kongcu, aku merasa agak kurang sesuai untuk berada
bersamamu…….”
Goan-ci terkejut, cepat serunya, "A Ci, kenapa kaubicara
demikian?”
"Habis engkau adalah ciangbunjin suatu aliran besar,
sebaliknya aku bukan apa-apa, mana aku sesuai menjadi
kawanmu?” kata A Ci.
"Aaai…aku juga bukan…….” Hampir saja Goan-ci
menjelaskan bahwa dirinya sebenarnya juga bukan ketua Kek
lok pai apa segala, untung ucapannya tidak jadi diteruskan.
"Engkau bukan apa?” A Ci menegas.
"Ooo….aku….aku bukan menolak permintaanmu itu,”
demikian cepat Goan-cig anti haluan, "Cuma……Cuma Sing
siok pai itu entah ada dimana, cara bagaimana kita dapat
menemukan dia?”
"Inikan gampang,” ujar A Ci dengan tersenyum, "Asal aku
menyalakan panah isyarat perguruan segera dapat kupancing
dia kesini.”
"He…..jangan-jangan!” cepat Goan-ci mencegah.
NamunA Ci sudah lantas mengeluarkan sebatang panah
kecil warna ungu,ia pecahkan ekor panah itu dengan kukunya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
obat bakar sebangsa belirang bila terkena angin segera
menyala dengan sendirinya, "sreng” panah it uterus meluncur
keudara bagai roket dengan membawa jalur asap ungu.
Melihat itu saking kuatirnya Goan-ci sampai lemas dan
hampir-hampir jatuh terkulai.
"Coba lihatlah, betapa tinginya panah itu?” ujar A Ci.
Terpaksa Goan-ci menengadah, ia lihat asap ungu itu
sudah tinggi diudara. Mendadak terdengar suara "dorr”, panah
roket itu meletus sehingga terjadi kembang api yang berwarna
ungu, bunga api sedemikianbesar sehingga dalam jarak
belasan li jauhnya juga akan kelihatan.
Karuan kaget Goan-ci bukan buatan, lekas ia tarik tangan A
Cid an berseru, "Lekas lari!”
Karena ditarik tanpa kuasa A Ci terus ikut lari kedepan,
serunya, "Heh, ada apa? Kita tunggu disini saja, asal melihat
api ungu, segera Ting Jun jiu akan memburu kesini!”
Tapi Goan-ci tidak sempat bicara lagi, ia lari terus sambil
menyeret anak dara itu, sekaligus berlari sejauh beberapa li
barulah berhenti.
"Apakah kamu tidak beran bergebrak dengan Ting Jun jiu?”
Tanya A Ci sambil mengibaskan tangan Goan-ci.
"Ah…Ting……Ting Jun jiu itu terhitung apa?” sahut Goan-ci
dengan terengah-engah.
"Habis, mengapa lari?”
"Aku bukan lari, tapi kukuatir pada waktu kuhajar Ting Jun
jiu nanti, tanpa sengaja engkau akan ikut dicelakai olehnya,
maka kubawa dirimu menyingkir kesini.”
"Lalu, sekarang bagaimana?”
"Biarlah ku kembali kesana sendirian untuk menghajar Ting
Jun jiu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak! Tadi kamu sudah menyatakan takkan meninggalkan
aku lagi.”
Sebenarnya Goan-ci Cuma ingin pergi kesana lalu balik lagi
dan menyatakan Ting Jun jiu sudah dibinasakan olehnya,
dengan alasan demikian mungkin urusan akan dapat selesai
untuk sementara.
Kedua mata A Ci buta, ia sangka arah yang dituju adalah
tempat tadi, tak tahunya justru arah yang berlawanan.
Sesudah beberapa li lagi, A Ci mengira sudah kembali
ketempat semula, padahal jaraknya dengan tempat tadi sudah
tambah jauh.
Lalu Goan-ci berhenti, katanya pura-pura , "Eh….mengapa
tidak Nampak batang hidung Ting lokoai?”
"Kecuali dia tidak melihat isyarat panahku tadi, kalau
melihat tentu dia akan memburu kesini,” ujar A Ci, "aku masih
ada panah isyarat seperti itu, biarlah kulepaskan lagi
sebatang.”
"Jangan!” cepat Goan-ci mencegah.
Tapi tindakan A Ci sangat cepat tahu-tahu panah roket
yang kedua sudah diluncurkan keudara dengan membawa api
ungu,
Karuan Goan-ci berkeringat dingin, hendak mengajak A Ci
melarikan diri lagi kuatir anak dara itu gusar, kalau tidak lari,
sebentar tentu akan celaka ditangan Ting Jun jiu.
Tengah Goan-ci merasa bingung, dari jauh sana sudah
terdengar duara Ting lokoai yang terputus-putus tapi cukup
jelas, "A Ci, jika kauingin kembali kedalam perguruan, aku
masih dapat mengampunimu.”
"Ya, tecu memang ingin masuk kembali ke perguruanSing
siok pai!” teriak A Ci, "suhu lekas engkau kemari!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini dia, sudah datang!” demikian jawab Ting Jun jiu,
suaranya dari jau mendekat damn tahu-tahu orangnya sudah
muncul.
Seketika kedua kaki Goan-ci terasa lumpuh, ia duduk diatas
sepotong batu dan pasrah nasib, A Ci bersandar
disampingnya, diam-diam ia pun kebat-kebit demi mendengar
Sing siok lokoai benar-enar telah tiba Jun jiu yang sengaja
dipancing datang untuk melawan "Ong Kongcu” ini, sekarang
tentu lagi terkesima dan heran demi melihat dirinya berada
bersama dengan seorang "kongcu yang gagah perkasa”.
Saat itu Ting Jun jiu memang sangat heran, ia berdiri
tertegun dalam jarak beberapa meter jauhnya, dengan sinar
mata yang berkilat-kilat ia pandang Goan-ci.
Karena topeng besinya sudah dibeset mentah-mentah dari
kepalanya, sekarang luka bekas besetan itu juga sudah kering
sehingga muka Goan-ci lebih mirip setan daripada manusia,
tampaknya sangat menyeramkan, tapi pemuda itu sedang
gemetar duduk diatas batu.
Biarpun Ting Jun jiu sudah berpengalaman, seketika juga
tidak dapat meraba orang maca apakah Yu Goan-ci itu,
sesudah mengamati sejenak, kemudian ia menegur, "Siapakah
saudara ini?”
Diam-diam A Ci membatin, "Ting Jun jiu ternyata belum
kenal dengan Ong Sing thian, dari suaranya kedengaran
merasa jeri, hal ini menandakan Ong Sing thian pasti sangat
gagah perkasa dan berwibawa.”
Berpikir demikian, ia merasa lega dan tinggal menantikan
jawaban Goan-ci saja.
Tapi tunggu punya tunggu, tetap tiada suara sahutan
Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya goan-ci sendiri lagi lemas demi melihat Ting Jun jiu
benar-benar memburu datang, sampai tenaga untuk
membuka suara saja sukar dikeluarkan.
Maka dengan suara mengikis tawa A Ci lantas mendahului
berkata, "Ting Jun jiu, apakah kau belum pernah melihat
kongcu ini?”
Mendengar A Ci tiba-tiba langsung memanggil namanya,
keruan gusar Ting Jun jiu tidak kepalang tapi demi mendengar
nada suara anak perempuan itu agak angkuh seperti tidak
takut lagi padanya, maka ia coba bersabar dan menjawab
:”Ya, belum pernah kami kenal. Siapakah dia?”
Tuan ini adalah Ong Sing thian, ciangbunjin Kek lok pai,
masakah belum pernah kau dengar namanya? Ujar A Ci
dengan tertawa.
Sing siok Lokoai melengak, banyak sekali aliran dan
golonganorang Bulim, tapi selama ini belum pernah didengar
ada nama "Kek lok pai” segala, Mendadak ia membentak, "Kek
lok pai” apa? Ngaco belo belaka”
"Huh, kau sendiri mirip kura-kura dalam sumur, apa mau
dikata lagi?” jengek A Ci, "Ong kongcu buat apa banyak bicara
dengan dia, boleh kau turun tangan saja.”
Ting Jun jiu menjadi heran, katanya ,”Kau suruh dia turun
tangan, turun kemana?”
"Begini kurasa sudah terlalu lama kaujabat ketua Sing siok
pai, tentu kaupun sudah bosan maka kupikir kini seharusnya
diganti oleh orang lain,” kata A Ci.
Ting Lokoai mendongkol dan geli pula, ia coba Tanya lagi,
"Habis mesti diganti s iapa?”
"Sudah tentu aku,” sahut A Ci sambil tunding hidungnya
sendiri, "dan kamu boleh menyembah dan menyebut aku
sebagai suhu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rasa gusar Ting Jun jiu tak tertahankan lagi, sekali
membentak mendadak ia menubruk maju, kelima jari
tangannya bagaikan kaitan terus mencakar kepala A Ci,
sedangkan tangan lain juga s iap didepan dada untuk menjaga
kalau Goan-ci mendadak juga menyerangnya.
Sebenarnya Goan-ci tidak berani bersuara, kini demi
Nampak Ting Jun jiu menyerang dengan ganas dalam
gugupnya mendadak ia berteriak, "nanti dulu!”
Saking gugupnya sehingga suaranya menjadi gemetar dan
lain dari pada biasanya.
Ting Jun jiu adalah tokoh jempolan, begitu Goan-ci
membuka suara saja, segera dapat didengarnya pihak lawan
itu memiliki lwekang yang maha tinggi, terang seorang tokoh
yang tidak boleh dipandang enteng, maka cepat ia menggeser
dan cengkeramannya tadi berganti arah kepada Goan-ci.
Dalam sekejap itu Goan-ci pikir bila tidak melawan tentu
akan mati, daripada mati konyol lebih baik berusaha
sebisanya, maka dengan pejamkan mata, kedua tangannya
terus menolak kedepan dengan cepat.
Kedua tangannya itu menolak lurus kedepan, sedikitpun
tidak bergaya, tapi membawa sambaran angin dingin yang
maha kuat. Keruan Sing siok Lokoai terperanjat, cepat ia tarik
kembali serangannya dan melangkah kesamping dua tindak
sambil membentak, "Siapakah kau?”
Waktu Goan-cimembuka mata kembali, ia lihat Sing siok
Lokoai sudah menggeser pergi, ternyata dirinya nyaris mati
konyol, ia pikir tak mungkin akan terjadi lagi seperti ini,
hampir-hampir ia berlutut dan minta ampun.
Namun tiba-tiba terdengar A Ci berseru, "Ong kongcu,
sekali gebrak saja dia sudah terdesak mundur, mengapa
engkau tidak menyerang lagi?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia…..dia terdesak mundur?” Goan-ci mengulangi ucapan
itu dengan bingung.
Sesudah mengadu tenaga dengan Goan-ci, segera Lokoai
dapat mengukur tenaga dalam lawan ternyata sangat aneh,
tapi rasanya seperti sudah dikenalnya juga. Mendadak teringat
olehnya, maka dengan tertawa ia berkata, "He…he..kiranya
kamu ini angkatan tua Thi thau siancu itu?”
Dan belum lagi Goan-ci menjawab, tiba-tiba A Ci bertanya,
"Ong kongcu, Thi thau siancu apa maksudnya?”
Goan-ci menjadi gelagapan, sahutnya dengan tergagap,
"Ooo…aku….aku mempunyai seorang murid, kepalanya sangat
lihai, tentu Ting Jun jiu sudah…..sudah pernah telan pil pahit
dari dia, makanya teringat padanya.”
A Ci menjadi girang, katanya, "Ting Jun jiu, kiranya dengan
muridnya saja kamu sudah keok, apalagi sekarang berani
melawan Ong kongcu? Ha…ha…kedudukanku sebagai
ciangbunjin Sing siok pai sudah terang tak bisa ditawar-tawar
lagi.”
Keruan gusar Ting Jun jiu bukan buatan, sehingga rambut
dan jenggotnya seakan-akan tegak melandak.
Melihat sikap Ting Jun jiu yang menakutkan itu, hampirhampir
Goan-ci angkat langkah seribu alias melarikan diri,
Cuma ia tak tega meninggalkan A Ci, terpaksa ia kuatkan
semangatnya untuk menantikan tindakan Ting Lokoai
selanjutnya.
Sementara itu Ting Jun jiu sudah menggerakkan unsur
racun ketelapak tangannya dan setiap saat siap untuk
dihantamkan, tapi karena ia pun merasa jeri maka sebegitu
jauh masih belum bertindak, ia yakin Goan-ci pasti gurunya
Thi thau siaucu alias si bocah berkepala besi, dahulu ia pernah
mengadu tenaga satu kali dengan Thi thau siaucu itu dan
hampir-hampir celaka, sudah tentu sekarang ia lebih-lebih jeri
terhadap Goan-ci yang disangkanya guru Thi thau siaucu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Coba kalau A Ci tidak berada disitu, mungkin sejak tadi ia
sudah mencari alasan untuk mengeluyur pergi, tapi sekarang
A Ci telah membuka suara hendak merebut kedudukan
ciangbunjin, bahkan suruh dia berbalik mengangkat guru pada
anak dara itu, sedangkan Ting Jun jiu sendiri memang juga
pernah mendurhakai gurunya sendiri.
A Ci adalah murid didikannya, dengan sendirinya ia tahu
anak dara itu berani bicara berani berbuat. Karena itulah,
dalam keadaan demikian tidak mungkin ia melarikan diri.
Begitulah kedua belah pihak saling menunggu sekian
lamanya, dalam takutnya kaki Goan-ci terasa lemas, beberapa
kali hampir saja ia berlutut dan minta ampun, untung dia
masih dapat bertahan mengingat A Ci yang berada
diampingnya. Namun demikian, tidak urung ia menjadi
gemetar juga.
Sebaliknya Sing siok lokoai menjadi kaget malah, dia tidak
kenal seluk beluk pihak musuh, maka ragu-ragu untuk
menyerang. Sekarang mendadak Goan-ci gemetar lagi, ia
menjadi kuatir jangan-jangan pihak lawan sedang
menghimpun kekuatan, maka cepat ia mundur selangkah.
Sekejap itu saja entah sudah berapa kali ia berpikir,
teringat olehnya kejadian pada waktu pertama kalinya ia
mengadu tangan dengan Goan-ci. Dahulu sudah terang Goanci
lebih unggul, tapi bocah kepala besi itu berteriak-teriak
minta ampun malah. Tatkala itu dirinya pernah curiga janganjangan
bocah itu sengaja mempermainkannya.
Sekarang guru bocah kepala besi itu mendadak muncul
pula disini, bukan mustahil memang orang inilah yang dahulu
sengaja menyuruh bocah kepala besi itu untuk menjajaki
kepandaiannya dan pada saat genting A Ci digondol lari, boleh
jadi tujuan mereka adalah ingin mendapatkan Pek giok giok
ting itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Demikianlah karena sejak mula pikiran Sing siok lokoai
memang sudah jeri dan menjurus kearah yang salah maka
semakin dipikir semakin ia bertambah ragu.
Melihat Ting lokoai hanya memandang dirinya dan tidak
lantas turun tangan, diam-diam Goan-ci merasa lega, tapi
tetap gemetaran.
A Ci tidak dapat melihat, tapi dapat mendengar, sesudah
sekian lama tidak terdengar pertarungan kedua orang itu,
sebaliknya terdengar suara gemetar orang, keruan ia
terheran-heran dan segerta Tanya, "Ong kongcu, siapakah
yang gemetar?”
"Ti…..tidak ada…..” sahut Goan-ci depat denga terputusputus.
Keruan A Ci tambah kaget, serunya ,”Hei Ong kongcu,
apakah kau yang gemetaran?”
"Mana…..mana bisa, aku justru lagi…..lagi menghimpun
tenaga …..” sahut Goan-ci.
"Habis, mengapa engkau tidak lantas turun tangan saja?”
desak A Ci.
"Ya, segera aku turun tangan, " sahut Goan-ci sambil telan
air liur. sekuatnya ia coba angkat tangan dengan perlahan.
Melihat lawan mulai angkat tangan dan siap menyerang,
Ting Jun jiu menjadi tegang, segera tangan kirinya siap
didepan dada dan tangan kanannya membalik keatas dengan
gaya siap melawan musuh.
Dengan susah payah barulah Goan-ci sanggup angkat
tangannya keatas, namun tiada keberanian untuk dipukulkan
sehingga telapak tangannya hanya siap menyerang tapi tetap
gemetar.
Sungguh kejut Ting Jun jiu tak terkatakan, ia sudah banyak
berpengalaman, tapi belum pernah melihat ilmu pukulan aneh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang gemetar seperti ini. Sekilas pikir ia kuatir bila pukulan
lawan terlanjur dilontarkan, untuk bicara secara baik-baik
jangan sampai bergebrak, kunci daripada semua itu justru
terletak pada A Ci.
Maka ia lantas mundur lagi selangkah sambil berseru, "A
Ci!”
"Ada apa Ting Jun jiu? Apakah kamu sudah mau
menyembah guru kepadaku?” sahut A Ci.
"A Ci,” kata Ting Jun jiu dengan menahan gusar, "tentu kau
tahu aku tiada tandingannya didunia ini, kau berani main gila
seperti ini tentu akan kau terima ganjarannya. Tapi kalau kau
mau insaf akan dosamu, biarlah aku takkan mengusut
kesalahanmu ini.”
Namun A Ci cukup cerdik, ia sudah dapat mendengar suara
Ting Jun jiu yang keder itu, iblis itu sekarang hanya mirip
"macan kertas” saja, galak diluar, tapi didalam hati
sebenarnya ketakutan setengah mati.
Maka A Ci tertawa seanng, sahutnya, "Ha…ha….jika
memang benar kamu tiada tandingannya didunia ini, maka
lekas kau binasakan Ong kongcu dan tangkap aku agar dapat
menunjukkan tempat penyimpanan Pek giok giok ting di
Lamkhia itu, mengapa kau masih ragu dan sangsi?”
Sungguh dongkol Ting Jun jiu tidak kepalang tapi tak
berdaya, ia hanya melotot sekali kepada Goan-ci.
Sebaliknya Goan-ci juga dapat mendengar suara Ting Jun
jiu yang jeri itu, ia pikir apa barangkali karena mukaku terlalu
menyeramkan sehingga ting Lokoai ketakutan?
Mka dengan tabahkan hati ia berkata denganharapan dapat
menggertak iblis itu, "Ya, A Ci ingin menjadi ketua Sing siok
pai,kau mau menyerahkan jabatanmu kepadanya atau tidak!”
Sudah tentu Ting Jun jiu tidak mau menyerah mentahmentah
hanya karena digertak begitu saja, ia pikir paling tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga mesti menjajal dulu kepandaian sejati pihak lawan. Bila
memang tidak sanggup melawan rasanya masih belum
terlambat untuk melarikan diri.
Maka ia hanya tertawa dingin saja tanpa menjawab,
sedangkan tangan perlahan mulai menolak kedepan.
Melihat tangan iblis tua itu sudah mulai bergerak, seketika
hati Goan-ci kebat kebit dan keluar keringat dingin, kedua kaki
terasa lemas dan tanpa kuasa terus duduk mendeprok
ditanah.
Melihat lawan mendadak duduk, maka gerak tangan Ting
Jun jiu bertambah cepat.
Melihat demikian, Goan-ci menjadi ketakutan, ia menjerit
sekali sambil berjumpalitan kesana, maka terdengarlah suara
"blang!” sekali, pukulan Ting Jun jiu mengenai tanah sehingga
berwujud sebuah liang kecil.
Mestinya Goan-ci hendak merangkak bangun untuk
melarikan diri, tapi demi Nampak betapa hebat pukulan Ting
Jun jiu itu kakinya semakin terasa lemas sehingga berdiripun
tidak sanggup.
Dalam pada itu A Ci juga mendengar gelagat tidak enak,
cepat ia Tanya, "Ong kongcu, bagaimana kesudahannya?”
"A Ci,” sahut Goan-ci dengan suara yang dibuat-buat,
"jabatan ketua Sing s iok pai kukira….”
Belum lagi Goan-ci selesai bicara mendadak Ting Jun jiu
mendesak maju dan pukulan kedua dilontarkan lagi. Terpaksa
Goan-ci menghindar dengan berjumpalitan dan bergulingguling
ditanah.
Namun tenaga pukulan Ting Jun jiu itu belum dikerahkan
seluruhnya, mendadak ia membentak,” Kenapa kamu tidak
balas menyerang?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, mengapa engkau tidak balas hantam dia, Ong
kongcu?” cepat A Ci juga berseru.
Tapi Goan-ci sudah lemas sehingga bersuarapun tidak
sanggup. Ia lihat pukulan Ting Jun jiu itu mulai mendekat
pula, saking ketakutan nyalinya serasa pecah, tanpa pikir lagi
ia meringkuk, ia sembunyikan mukanya dibawah ketiak.
Sekilas itulah sekonyong-konyong pikirannya tergerak, tibatiba
teringat olehnya sesuatu gambar dengan gaya yang aneh
yang pernah dibacanya dalam kitab berbahasa sangsekerta
itu. Dengan sendirinya sebelah tangannya yang lain terus
diputar kebelakang, lalu dijulurkan kedepan pula melalui
selangkangan.
Pengalaman Ting Jun jiu terlalu banyak dan
pengetahuannya sangat luas, meski dia tidak kenal Ih kin keng
segala tapi demi melihat gaya aneh yang dipasang Goan-ci itu,
segera ia tahu bahwa lawan sedang mengerahkan lwekang
yang maha dahsyat, maka pukulannya lantas dihentikan
setengah jalan.
Sesudah meringkuk dengan gaya yang aneh itu, segera
Goan-ci merasa hawa murni dalam tubuhnya bergejolak
dengan cepat dan hebat seakan-akan membanjir ketelapak
tangan yang menjulur kedepan melalui selangkangan itu
bahkan terus merembes keluar dan menyambar kedepan.
Keruan mendadak Ting Jun jiu merasa diterjang oleh suatu
arus tenaga yang maha kuat, terpaksa ia pun mengerahkan
tenaga yang ditahan tadi.
Tapi celaka, sedikit dia keluarkan tenaga, tenaga lawan
yang membanjir itu pun segera bertambah kuat, ketika
tangannya tertolak kedepan seluruhnya, maka tenaga lawan
yang membanjir itupun terasa luar biasa kerasnya dan dukar
ditolak kembali.
Ting Jun jiu menjadi gugup dan guar, ia mendakkan tubuh
sedikit dan pasang kuda-kuda lebih kuat, mendadak ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membentak sekali, ia pun segenap tenaganya pada tangan
kanan tertolak kedepan sekuatnya.
Dengan pukulan sepenuh tenaga ini, ia pikir paling tidak
akan dapat mengadu tangan dengan pihak lawan, pada
kesempatan mana segera ia dapat salurkan unsure racun.
Tak tersangka justru pada saat pertaruhannya yang
terakhir itu, tiba-tiba ia merasa tangannya ditolak kembali oleh
suatu arus tenaga yang tak terbendungkan. Tanpa ampun lagi
Ting Jun jiu menjerit, tubuh terpental keudara dan
berjumpalitan sehingga beberapa kali baru kemudian jatuh
kebawah sejauh beberapa meter.
Sesudah berdiri dan tenangkan semangat, ia coba
memandang kearah Goan-ci, sungguh ia tidak percaya dapat
bertemu dengan seorang lawan yang sedemikian lihai.
A Ci menjadi girang ketika mendengar jeritan aneh Ting
Lokoai, lalu ada suara orang terpental jatuh pula, segera ia
berseru, "Ong kongcu, Ting Jun jiu sudah mampus belum?”
Keruan Ting Lokoai sangat gusar, teriaknya, "Hendak
mampuskan aku? Huh…tidak segampang ini!”
"Ong kongcu, lekas kau bereskan dia, jangan sampai dia
lolos!” seru A Ci pula.
Tenaga dalam yang dikeluarkan Goan-ci dengan gaya aneh
yang dipelajarinya menurut gambar dalam kitab Ih kin keng
itu memang tak terbendungkan. Namun kalau Ting Jun jiu
tidak menyerang dengan sepenuh tenaga tentu tidak sampai
terpental, tapi lantaran dia bermaksud menjajal Goan-cid an
kalau dapat akan mengadu tangan dengan lawan.
Siapa duga tenaganya itu jauh kalah kuat daripada tenaga
aneh yang dilontarkan Goan-ci itu sehingga sebelum dia
sempat menggunakan Hoa kang tai hoat, dia sendiri sudah
mencelat keudara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untung dia masih dapat menutup hiat to pada tubuhnya
dan jatuh kebawah dengan baik, kalau tidak tentu Sing siok
lokoai sudah tamat riwayatnya.
Dilain pihak Goan-ci juga sangat bersyukur Sing siok lokoai
mendadak terpental pergi didengarnya pula A Ci sedang
mendesak agar dia turun tangan lebih jauh, maka cepat ia
jawab, "Ah, musuh yang sudah ngacir buat apa dikejar?
Biarkan dia pergi saja. Dan tentang ketua Sing siok pai sudah
tentu…..sudah tentu menjadi bagianmu untuk menjabatnya.”
Segera A Ci berseru, "Nah, Ting Jun jiu kau dengar tidak?
Mulai hari ini aku adalah cingbunjin Sing s iok pai.”
"Huh, kamu manusia apa? Berani mengaku sebagai
ciangbunjin Sing siok pai?” sahut Ting lokoai dengan gusar.
"Hahaha!” A Ci terbahak-bahak. "Kamu sudah dikalahkan
Ong kongcu, masakan kamu masih berani mengangkangi
kedudukan ciangbunjin? Haha…apa kau tidak kuatir ditertawai
orang seluruh jagat?”
"Kamu sengaja menggunakan tenaga orang luar, kamu
dapat dianggap sebagai murid murtad golongan kita, masakah
kau berani mengaku pula sebagai ciangbunjin apa segala?”
sahut Ting Jun jiu.
Tapi dengan tertawa A Ci berkata, "Bagaimana hubunganku
dengan Ong kongcu tentu dapat kau saksikan sendiri, dia
bukanlah orang luar sebagaimana kau sangka. Segera juga
kami akan kembali ke Sing siok pai, barangsiapa diantara
murid Sing siok pai berani mengakuimu sebagai ketua segera
akan kuhukum mati, sebaliknya yang menyembah kepadaku
sebagai ciangbunjin baru tentu akan kuberi hadiah dan naik
pangkat. Huh….percuma saja kamu mengaku sebagai bekas
ciangbunjin, coba jawab, pusaka Sing siok pai kita, yaitu Pek
giok giok ting sekarang berada ditangan siapa?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dasar mulut A Ci memang tajam, biasanya Ting Jun jiu
paling suka mendengar sanjung puji, tapi sekarang ia kalah
didebat sehingga tidak dapat menjawab.
Melihat lawannya bungkam, A Ci makin dapat angin, segera
ia berseru pula, "Nah, Ting Jun jiu, lekas menyembah kepada
ciangbunjin baru! Kalau tidak menurut, hari ini tentu akan
kuadili dosamu ini.”
Ting jun jiu terperanjat, cepat ia melompat mundur dulu
dua tindak, lalu mendamprat dengan suara bengis, "A Ci, jika
kau jatuh ketanganku lagi, tentu akan kubeset kulitmu dan
membetot ototmu…..”
Belum habis ucapannya, mendadak A Ci mengikik tawa,
sahutnya, "Hihi…boleh kau keluarkan ancaman lebih banyak,
apabila kamu yang jatuh ditanganku, pasti akan kuperlakukan
kamu menurut resepmu itu….”
Terpaksa Ting Jun jiu tutup mulut. Habis dia tidak unggul
melawan "Ong Sing thian”, dengan sendirinya kemungkinan
dia akan ditawan A Ci akan lebih besar, maka bukan mustahil
ancaman yang dia keluarkan itu akan menjadi "Senjata makan
tuan”.
Tentu saja A Ci tambah senang, ia terbahak-bahak puas,
katanya pula, "Nah, Ting Jun jiu, betapapun aku masih
menaruh belas kasihan padamu, bolehlah lekas enyah. Tapi
ingat, selanjutnya kamu dilarang menyebut nama Sing siok pai
dan menginjak Sing siok pai dalam jarak seratus li
disekitarnya.”
Saking dongkolnya sampai muka Ting lokoai pucat pasi,
tapi ia masih tidak mau kalah suara, segera ia pun berkata,
"Sing s iok losian adalah ketua Sing siok pai, siapa yang berani
tidak mengakui aku?”
"Huh, kamu sudah kalah, masih berani mengaku sebagai
ketua? Ini, sekarang akulah yang menjadi ketua!” seru A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kentut, akulah ciangbunjin resmi Sing siok pai, sedangkan
kamu Cuma ciangbunjin palsu, siapa yang mau mengakuimu?”
ujar Ting lokoai.
"Sudahlah, pendek kata bila kamu sampai kepergok olehku
disekitar Sing siok pai, maka awas jika jiwa anjingmu, pasti
tidak ku ampuni,” ancam A Ci, "Nah, lekas enyah, masih
menggonggong terus disini buat apa?”
Adu mulut kalah, adu tenaga juga keok, keruan Ting Jun jiu
hanya mendelik belaka. Dibawah ejek sindir A Ci itu, akhirnya
ia putar tubuh dan mengeluyur pergi dengan cepat.
Sungguh senang A Ci tak terlukiskan, hanya dengan
mendamprat ting Jun jiu habis-habisan dan secara paksa
dapat dapat merebut kedudukan ciangbunjin Sing siok pai hal
ini boleh dikatakan merupakan hasil karya terbesar selama
hidupnya.
Setelah puas tertawa, kemudian ia berseru, "Ong kongcu!
Ong kongcu!”
Sementara itu Goan-ci sudah bangun, ketika mendengar A
Ci berkata kepada Ting Jun jiu tentang "bagaimana
hubunganku dengan Ong kongcu” dan "dia bukanlah orang
luar” lagi, tanpa kuasa hatinya berdebar-debar dan semangat
seolah-olah melayang-layang diangkasa, maka ia hanya
memandangi A Ci dengan termangu-mangu sehingga tidak
mendengar panggilannya itu.
Yang terpikir olehnya saat itu adalah derita sengsara yang
pernah dirasakan selama hidupnya adalah berkat A Ci, tapi
bahagia yang dirasakannya juga adalah atas hadiah anak dara
itu. Sungguh kejadian aneh didunia ini sukar dibayangkan oleh
siapa pun juga.
Begitulah sesudah A Ci mengulangi panggilannya beberapa
kali lagi barulah Goan-ci tersadar dari lamunannya, cepat ia
menjawab, "Ya, A Ci ada urusan apa?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mengapa engkau diam saja?” omel A Ci sambil
menjengkitkan bibir, "kamu tidak gubris lagi padaku?”
"Ah, masakan aku tidak gubris lagi padamu kecuali aku
sudah mati,” sahut Goan-ci.
"Wah, ilmu silatmu sungguh maha tinggi dan Ting Jun jiu
benar-benar sudah kau kalahkan,” ujar A Ci dengan tertawa,
"urusan yang masih kita kerjakan masih sangat banyak, buat
apa kita tinggal lagi disini?”
Sebenarnya tadi sebab apa Ting Jun jiu bisa terpental
keudara dan jatuh terus ngacir, hal ini sampai sekarang belum
lagi dimengerti Goan-ci. Sekarang mendengar A Ci bilang
masih banyak urusan yang harus dikerjakan, ia menjadi gugup
dan kuatir, cepat ia Tanya, "kem….kembali ada urusan apa
lagi?”
"Sekarang kita pergi mencari orang Kai pang untuk
merebut Pak kau pang, masakah kamu sudah melupakan
perkataanku tadi?” sahut A Ci.
"Sesudah mendapatkan Pak kau pang, lalu aku akan
menemui cihu. Kukira cihu yang kini telah menjabat Lam ih
Taiong, pasti tidak sudi menjadi Pangcu kaum jembel itu, bisa
jadidia dengan suka hati atau kalau perlu akan kugunakan
sedikit akal, tentu dia akan menyerahkan Pak kau pang
kepadaku, dengan demikian aku akan dapat merangkap
menjadi pangcu Kai pang!”
Berkata sampai disini, ia tertawa dengan sangat gembira.
Goan-ci sendiri tertegun sejenak, katanya kemudian,
"Baiklah, mari kita berangkat!”
Namun dalam hati ia ambil keputusan akan membawa anak
dara itu ketempat sepi, tempat yang jauh dari masyarakat, toh
A Ci sudah buta dan tentu takkan tahu.
Sebaliknya A Ci mengira Goan-ci sudah menerima
permintaannya itu. Dan belum lagi urusan ini selesai, diamTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
diam ia mulai peras otak pula untuk memikirkan urusan aneh
yang akan dilakukan selanjutnya.
Sebagai gadis yang cerdik, diam-diam A Ci merasakan
Goan-ci suka menurut kepada segala keinginannya, apa yang
diminta tentu takkan ditolak.
Dalam girangnya ia merasa pergaulannya dengan Goan-ci
ini jauh lebih menyenangkan daripada waktu berada bersama
Siau Hong. Apalagi Siau Hong adalah cihunya, sedangkan
Goan-ci dalam anggapannya adalah seorang kongcu muda
yang gagah perkasa, dalam lubuk hatinya telah bersemi
asmara yang penuh manisnya madu sehingga derita karena
matanya buta itu terlupakan sama sekali.
Begitulah Goan-ci membawa A Ci menuju kedepan, tidak
lama kemudian mereka sampai disuatu kota. Ketika mereka
lalu dijalan besar, terdengarlah suara percakapan orang ditepi
jalan dengan rasa menyesal, "lihatlah orang itu! Ya, mukanya
benar-benar luar biasa! Aaai….sunguh hebat, selama hidup
tidak pernah kulihat orang semacam ini!”
Mendengar bisikan orang-orang itu, A Ci menjadi lebih
senang. Ia sangka setiap orang sama mengagumi betapa
gagah perkasanya pemuda yang mendampinginya itu.
Sebaliknya Goan-ci cukup paham apa artinya kata-kata
orang ditepi jalan itu, maka ia hanya berjalan terus dengan
cepat sambil menunduk.
Tiba-tiba A Ci teringat sesuatu dan berkata, "Kita masih
harus mencari para tetua Kai pang diberbagai tempat, maka
kita tidak boleh tanpa binatang tunggangan. Kota ini agaknya
cukup besar, boleh kita beli dua ekor kudanya yang paling
bagus.”
Sesudah dalam perjalanan lagi, dengan tertawa A Ci
berkata, "Ong kongcu, dimana engkau berada, sampai bicara
pun orang merasa sungkan, hal ini menandakan engkau pasi
sangat berwibawa dan dihormati atau ditakuti.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku pun tidak sengaja hendak menakuti mereka,” Sahut
Goanci.
"A Ci, berada bersamaku, apakah engkau merasa takut?”
"Entah, kalau aku dapat melihat, bisa jadi aku pun akan
merasa takut,” sahut A Ci.
"Ah….tidak….tentu tidak!” cepat Goan-ci berkata pula.
Dan sesudah mereka keluar dari kota itu, segera Goan-ci
melarikan kuda mereka kearah barat. Ia sengaja memilih
tempat atau jalan yang sepi, tempat yang dituju makin lama
makin sunyi.
Sepanjang jalan mereka banyak bicara dan banyak gembira
sehingga tidak merasa kesepian.
Selama beberapa hari itu boleh dikatakan adalah saat-saat
paling bahagia bagi hidup Goan-ci selama ini.
Beberapa hari kemudian entah sudah sampai dimana,
sepanjang mata memandang hanya lereng gunung belaka,
sama sekali tidak kelihatan ada penduduk disekitar situ.
A Ci mulai rebut, ia Tanya, "Kita berada ditempat mana ini?
Mengapa tiada terdengar suara orang?”
"Didepan sana adalah sebuah kota, Cuma hari sudah dekat
magrib, jika kita dapat mencapai kota itu tentu juga sudah
malam dan tiada sesuatu yang menarik dikota yang sudah
sunyi itu,” sahut Goan-ci.
"Mengapa berturut-turut kita selalu lewat dibeberapa kota
pada waktu malam?” tiba-tiba A Ci berkerut kening,
"sebenarnya ada apa kau dustai aku?”
Air muka Goan-ci berubah, cepat ia menjawab, "Aku
dustaimu? Buat apa aku berdusta? Ini kan Cuma kebetulan
saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah beberapa hari kita tidak mendengar suara seorang
pun, jangankan pula hendakmencari orang Kai pang. Coba
cara bagaimana aku harus pulang ke Lamkhia dan menemui
Cihu?”
"Engkau masih akan pulang ke Lamkhia?” Tanya Goan-ci.
"Sudah tentu” sahut A Ci dengan bersitegang, "Aku adalah
puteri Toan hok kuncu kerajaan Tayli, Cihuku adalah Lam ih
Taiong. Nanti kalau kamu bertemu dengan cihu, apa kau mau
menjadi Taiong juga?”
Teringat siksa derita yang dialaminya di istana Lam ih
Taiong dahulu itu, Goan-ci merasa ngeri dan tanpa terasa
suaranya menjadi agak gemetaran, "Tidak, aku tidak ingin
menjadi Tai ong segala, A Ci, bukankah kau bilang hendak
selalu berdampingan denganku? Untuk itu biarlah kitamencari
suatu tempat yang jarang didatangi manusia, kita dapat hidup
bahagia bagai dewa kahyangan.”
"Tidak enak, tidak enak,” sahut A Ci sambil goyang-goyang
tangan. "Kalau kita Cuma hidup berduaan saja, siapa lagi yang
tahu bahwa aku telah berkenalan dengan seorang kawan yang
memiliki kepandaian maha tinggi? Dan cara bagaimana aku
dapat terkenal pula didunia ini?”
Goan-ci tersenyum getir, katanya, "A Ci…..”
"Sudahlah jangan bicara lagi,” sela A Ci.
"Permainan yang begitu banyak dan menyenangkan
diistana Lam ih Taiong saja membosankanku, masakah aku
bisa kerasan tinggal dipegunungan yang sepi? Kau bilang
didepan sana ada sebuah kota, nah lekas cari tahu kita berada
ditempat mana dan nanti akan kuberitahukan selanjutnya kita
harus kemana.”
Diam-diam Goan-ci menghela napas. Sebenarnya ia ingin
membawa A Ci meninggalkan Tionggoan dan menuju kesuatu
tempat yang jarang didatangi manusia, disitulah mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdua dapat hidup berdampingan selamanya, tanpa peduli
pertengkaran dan saling bunuh didunia persilatan lagi.
Tapi harapannya ternyata sukar terkabul, sebab A Ci terang
masih suka kepada keramaian dan kedudukan, rasanya kelak
masih banyak kesulitan yang harus dihadapinya.
Terpaksa Goan-ci hanya mengiakan secara samar-samar
saja lalu melarikan kuda menuju depan.
Makin lama A Ci makin tak sabar lagi, serunya, "Mengapa
belum sampai? Kita seperti berjalan dilereng gunung, bukan?”
"Sesudah melintasi pegunungan ini, didepan sana adalah
kota,” sahut Goan-ci.
"Aaai…kamu ini, untuk apa sih kau bawa aku ketempat
sunyi seperti ini?” omel A Ci.
Tengah bicara, tiba-tiba terdengar kumandang suara
seruling. Suara seruling itu terputus-putus tiba-tiba tajam
melengking, kadang-kadang merendah, kedengarannya
sangat aneh.
Sebenarnya Goan-ci ingin menghindarkan arah datangnya
suara seruling itu, tapi saat itu mereka kebetulan berada
ditengah-tengah suatu selat gunung, jalan disitu hanya satusatunya,
kalau putar balik tentu akan membuat A Ci curiga,
maka terpaksa Goan-ci membawanya maju terus.
Sebaliknya A Ci menjadi sangat senang, dia mendengar
suara seruling itu, katanya, "Wah, sesudah dekat kota
keadaan memang sangat berbeda, siapakah gerangan peniup
seruling itu? Apakah ada kawanan ular yang merayap kesini?”
A Ci sudah biasa main binatang berbisa, ia dengar diantara
suara seruling itu tercampur suara mendesis-desis, maka
segera ia tahu ada kawanan ular yang merayap kearah
mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Goan-ci memandang kedepan, benar juga dilihatnya
ada dua ekor ular raksasa dengan warna belang-bonteng
sedang merayap datang dengan amat cepat, anehnya diatas
pungung ular-ular itu berdiri satu orang.
Besar kedua ular itu kira-kira sebulatan paha, panjangnya
belasan meter, kedua ular itu merayap berjajar seperti
berbaris, penunggang ular itu berdiri dengan kaki menginjak
diatas badan tiap-tiap ular, jadi seperti main ski saja meluncur
dengan cepat, walaupun badan ular pada umumnya sangat
licin, tapi orang itu dapat berdiri dengan mantap, bahkan
sambil meniup seruling lagi.
Keruan Goan-ci terheran-heran, katanya, "Wah A Ci, ada
pemandangan aneh ini!”
"Pemandangan aneh apa? Lekas ceritakan padaku,” pinta A
Ci.
"Ada seorang yaitu seorang padri asing yang kurus kering,
kedua kakinya menginjak diatas dua ekor ular dan sedang
meluncur kemari,” tutur Goan-ci.
Segala permainan dan segala dolanan yang aneh-aneh
tentu pernah dicoba oleh A Ci. Tapi permainan menunggang
ular seperti apa yang diceritakan Goan-ci ini belum pernah
dicobanya. Maka cepat ia berkata, "Wah, sangat menarik!
Lekas kau rampas kedua ekor ular itu, marilah kita juga
menunggang ular saja, bukankah jauh lebih menyenangkan
daripada menunggang kuda?”
Goan-ci tidak menduga anak dara itu dapat mengeluarkan
pikiran yang aneh-aneh, ia jadi ragu dan menyesal telanjur
diceritakan padanya.
Selagi ia tidak tahu cara bagaimana harus berbuat,
sementara itu kedua ekor ular raksasa itu sudah meluncur
tiba, ketika padri asing penunggang ular itu meniup sulingnya
dengan suara melengking sekali, kedua ular itu lantas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhenti, lalu padri asing itu memandang Goan-cid an A Ci
dengan matanya yang besar melotot itu.
Goan-ci melihat padri itu berkulit hitam hangus kepalanya
kurus bagai tengkorak, tapi matanya bersinar sehingga
membuat siapa yang memandangnya merasa risi.
Tiba-tiba padri itu menunjuk kuda tunggangan Goan-ci
berdua, lalu mulutnya mengeluarkan kata-kata yang aneh dan
panjang lebar. Tapi Goan-ci lantas dapat memahami bahasa
yang digunakan padri itu bukan lain adalah bahasa yang
pernah dipelajarinya dari Polo Singh dahulu itu.
Tapi karena dulu dia dipaksa belajar, selain setiap hari
kenyang dihajar, pada hakkatnya ia tidak paham bahasa apaapaan
itu. Maka sekarang ia pun tidak dapat menangkap apa
maksud ucapan padri asing itu.
"Ong kongcu, apa yang dibicarakan orang ini?” Tanya A Ci.
"Aku pun tidak paham,” sahut Goan-ci
"Tampaknya dia menghendaki kedua ekor kuda kita.”
"Hah, mungkin dia sudah bosan menunggang ular, maka
ingin bertukar dengan kuda kita. Ayolah boleh tukar saja
dengan dia, Tanya dulu dia berani tambah berapa, namanya
tukar tambah!” kata A Ci.
Goan-ci mengamat-amati pula sikap padri asing itu, lalu
sahutnya, "tapi rasanya bukan begitu maksudnya, agaknya dia
Cuma ingin ambil kedua ekor kuda kita untuk tangsal perut
kedua ekor ularnya yang tampaknya sudah kelaparan itu.”
"Masa? Mengapa begini kurangajar hwesio asing ini?” seru
A Ci dengan gusar.
Dalam pada itu padri itu masih mengoceh terus, suaranya
makin lama makin tajam. Lwekang Goan-ci jauh lebih kuat, dia
tidak merasakan apa-apa tapi A Ci lantas merasa perasaannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kacau dan tubuhnya bergoyang-goyang hampir jatuh dari
kudanya.
Cepat Goan-ci mengangkatnya dan dipindahkan diatas
kudanya, jadi dua orang menunggang seekor kuda.
Dan baru saja A Ci meninggalkan kudanya, mendadak ular
dibawah injakan kaki kanan padri asing itu lantas menubruk
maju, secepat kilat leher kuda itu dililit sehingga kuda itu
terguling-guling ditanah sambil meringkik ngeri.
"Ada apa? Ada apa?” A Ci Tanya berulang-ulang.
Dalam pada itu kepala ular itu mendadak menyusup
kedalam mulut kuda , lalu ringkikan kuda itu makin lama
makin lemah dan akhirnya berhenti.
Goan-ci sampai terkesima menyaksikan itu, sesudah A Ci
mengulangi pertanyaan baru ia dapat menjawab,
"Ooo…seekor ular milik padri itu menggigit mati kudamu.”
A Ci tercengang, tapi segera katanya, "Jangan kuatir, kita
suruh dia ganti dengan ularnya saja!”
Sementara itu ular tadi telah menarik kembali kepalanya
dari mulut kuda sambil menjulur-julurkan lidahnya yang
merah, lalu mengesot ditanah dengan kemalas-malasan
bagaikan seorang yang habis makan terlalu kenyang dan ingin
mengaso dulu.
Sedang ular yang lain juga mulai mendesis-desis,
tampaknya sudah tidak sabar lagi. Padri asing itu pun
menunding kuda yang ditunggangi Goan-ci bersama A Ci itu
sambil membentak-bentak.
Goan-ci pikir padri ini sangat aneh, rasanya sukar dilawan,
paling selamat kuda ini diserahkan saja padanya dan habis
perkara.
Maka ia lantas berkata, "Harap Taysu jangan gusar, biarlah
kami turun dulu dari kuda ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu ia lompat turun dan memayang A Ci pula kebawah dan
kemudian mereka melangkah mundur beberapa tindak.
Dalam sekejap ular raksasa itu sudah menyambar maju,
sekali gigit kepala kuda itu dicaploknya. Maka terdengarlah
suara siat suit yang keras hanya sekejap saja otak kuda itu
telah disedot habis lalu ular itupun mengesot ditanah dengan
kemalas-malasan.
Adapun padri asing itu tenang-tenang saja berjalan
mondar-mandir sambil menggendong tangan sedangkan
Goan-ci merasa bingung, ia berdiri diam disitu tanpa berdaya.
Segera A Ci Tanya lagi, "Bagaimana dengan kedua ekor
ular itu? Kenapa engkau tidak minta ganti padanya?”
"Bahasa kita dengan padri itu tidak sama, daripada susuhsusah,
biarkanlah,” ujar Goan-ci.
"Bahasa tidak sama, apa salahnya?” kata A Ci, "kau gebah
dia biar ngacir dan ular-ular itu kan menjadi milik kita?”
Tapi meski Goan-ci sudah peras otak juga tidak ingat cara
bagaimana harus mengucapkan kata "ular” sebagaimana
dahulu Polo singh pernah mengajarkannya.
Tapi ia yakin padri ini besar kemungkinan adalah
bangsanya Polo singh, boleh jadi mereka adalah kenalan pula,
kalau ia sebut nama Polo singh bukan mustahil akan dapat
berunding secara baik-baik dengan padri itu. Maka segera ia
berkata, "Polo singh!”
Benar juga padri itu tampak melengak dan memandang
kearahnya.
Maka tertawalah A Ci dengan terkikik geli, serunya
,”Hihi…kiranya kaupun mahir bicara dalam bahasanya yang
aneh itu.”
"Tidak, aku tidak dapat, Polo singh adalah nama orang,”
sahut Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba padri itu mendekati Goan-cid an menegas, "Polo
singh?”
Goan-ci manggut-manggut, "Ya, Polo singh…..Polo singh!”
Tapi mendadak padri itu menjambret dada Goan-ci dengan
lima jarinya yang kurus kering itu sambil digoncanggoncangkan
dan mulutnya mengoceh panjang lebar, entah
apa yang dimaksudkannya.
Karuan Goan-ci terkejut, cepat serunya, "Heh…apa-apaan
ini?”
Dengan mendelik padri itu mengamati Goan-ci sejenak,
tampaknya ia agak aseran, tiba-tiba serunya tajam, "Polo
singh?”
Sekarang Goan-ci tahu bahwa maksudnya telah
mendatangkan celaka malah baginya, terpaksa ia berkata lagi,
"Ya, sekali Polo Singh tetap Polo singh, biarpun kau pegang
aku lebih keras juga tiada gunanya.”
Sudah tentu padri itu tidak paham apa yang dikatakan
Goan-ci, ia tambah gusar dan mengomel pula panjang lebar
sambil mengoncangkan Goan-ci lebih keras.
A Ci tidak sabar mendengarkan percekcokan mereka itu,
katanya, "Buat apa banyak rewel dengan dia, bereskan saja
dia , Ong kongcu!”
Segera Goan-ci sedikit menarik dirinya dengan maksud
meronta. Tak terduga cengkeraman padri itu ternyata sangat
kuat.
"bret!”
Tahu-tahu bajunya robek dan isi sakunya jatuh semua
ketanah.
Diantaranya terdapat belati pemberian Hong Po ok
sehingga menerbitkan suara nyaring waktu jatuh dan
mengeluarkan sinar kemilau.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padri itu terus jemput belati itu sambil diobat-abitkan dua
tigakali kearah Goan-ci dan mengucapkan dua kalimat entah
apa maksudnya.
"Jika Taysu suka pada belati ini, biarlah kuberikan
padamu,” cepat kata Goan-ci.
"Heh mana boleh!” seru A Ci.
"Apakah kedua ekor ularnya itu lebih bagus daripada kuda
kita, masakah harus tambah dengan sebilah belati!”
Goan-ci serba runyam menghadapi kedua orang
didepannya sekarang ini, yang satu tidak dikenal bahasanya,
yang lain buta dan bicara asal buka mulut saja. Terpaksa ia
menjawab, "Kau diam saja A Ci, biar aku yang melayani dia.”
Sesudah memeriksa belati itu, kemudian padri itu
mendadak angkat tangannya. Cepat Goan-ci menarik mundur
A Ci, ia sangka padri itu hendak menyerang.
"Apakah padri itu hendak menyerang kita?” Tanya A Ci.
"Belum, entah dia mau apa?” sahut Goan-ci.
Dan sesudah geraki belati itu beberapa kali, kemudian padri
itu membuang belati itu ketanah.
"Eh, kiranya Taysu tidak sudi, ya sudah kuambil kembali
saja,” kata Goan-ci sambil melangkah maju untuk menjemput
belati itu.
Kebetulan belati itu jatuh dekat kitab Ih kin keng yang tadi
ikut jatuh ketanah, maka Goan-ci lantas sekalian
menjemputnya kembali.
Tapi mendadak terdengar padri itu berteriak aneh, sebelum
Goan-ci tahu apa yang terjadi, mendadak tangannya kena
dipegang padri itu dengan kencang sehingga belati dan Ih kin
keng yang sudah diambilnya itu jatuh pula ketanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa menghiraukan belati itu , padri itu terus jemput Ih
kin keng.
Goan-ci terkejut, cepat serunya, "Heh, taysu, tidak boleh
ambil kitab itu!”
Berbareng ia meronta sekuatnya sehingga terlepas dari
cekalan padri itu sekalian ia terus mendorong pundak orang.
Yang dipikir padri itu adalah menjemput Ih kin keng, maka
ia tidak sempat menghindarkan dorongan Goan-ci itu.
Kebetulan dorongan itu mengenai Koh cing hiat dipundaknya,
mendadak saja padri itu berteriak aneh sekali terus mencelat
bagai terbang.
Karuan Goan-ci tercengang, ia sangka ginkang padri ini
benar-benar sangat hebat.
Ketika ia perhatikan lebih jauh, ia lihat padri itu terpental
belasan meter jauhnya, baru turun ketanah, malahan diatas
tanah padri itu masih berjumpalitan lagi beberapa kali.
Goan-ci menjulurkan lidah melihat ketangkasan padri itu,
cepat ia jemput kembali belatinya dan siap melawan orang.
Tak terduga sesudah dapat berdiri kembali, padri itu Cuma
melotot saja kepada Goan-ci, lalu ia merogoh keluar
serulingnya dan ditiup beberapa kali.
Mndengar suara seruling, kedua ekor ular yang tadinya
mengesot ditanah mendadak mengangkat kepalanya dan
menggoyang ekor terus menerjang maju dengan cepat.
Keruan Goan-ci terkejut, cepat serunya, "A Ci lekas lari!”
"Ada apa?” A Ci kaget juga.
Goan-ci tidak sempat menerangkan lagi, sedangkan kedua
ekor itu sudah merayap tiba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski dia biasa main ular, tapi terhadap ular sebesar itu ia
menjadi bingung juga, terpaksa ia hanya pegang tangan A Ci
sambil menahan napas.
Anehnya ketika ular-ular itu kira-kira dua tiga meter
didepan Goan-ci, ia dengar suara seruling yang ditiup padri itu
makin lama makin melengking tajam, malahan sambil meniup
seruling, padri itu pun menari-nari, keringat tampak memenuhi
jidatnya, suatu tanda sedang mengerahkan tenaga untuk
mendesak ularnya agar menyerang, tapi celaka baginya,
kedua ekor ular itu tetap meringkuk saja dan tak mau
bergerak.
Suara seruling itu makin lama makin keras dan tinggi,
sampai akhirnya….
"Prak!”
Mendadak seruling itu pecah menjadi dua belah. Wajah
padri itu tampak berubah pucat, cepat ia kabur dan
menghilang dibalik lembah sana.
"Bagaimana?” Tanya A Ci cepat.
"Padri itu sudah lari, tapi kedua ekor ular raksasa masih
meringkuk disini tanpa bergerak,” sahut Goan-ci.
"Wah, tentu mereka takut padamu, agaknya mereka sudah
kenal maksud manusia, coba kau dekati mereka untuk melihat
bagaimana reaksinya?”
"Men………….mendekati mereka?” Goan-ci menegas dengan
kuatir.
"Ya, apa kau takut?” Tanya A Ci.
Mendadak Goan-ci membusungkan dada, sahutnya, "sudah
tentu tidak…….tidak takut.”
Tapi melihat kedua ekor ular yang luar biasa besarnya itu,
mau tidak mau ia merasa ngeri juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan perlahan akhirnya ia mendekati ular-ular itu, ia
pentang tangan dan beraksi hendak menyerang sambil mulut
mendesis-desis.
Namun kedua ular itu meringkuk semakin erat, tampaknya
sangat ketakutan.
"Bagaimana, apa mereka mau tunduk pada perintahmu?”
Tanya A Ci pula.
"Tampaknya kedua ekor ular ini kurang cerdik, rasanya
tidak berguna untuk ditaklukan,” ujar Goan-ci.
"Habis bagaimana, kuda kita sudah mati, tanpa kedua ekor
ular ini cara bagaimana kita melanjutkan perjalanan?” omel A
Ci.
Terpaksa Goan-ci menjawab, "Baiklah, akan kucoba lagi!”
Lalu perlahan ia mengulur tangan kedepan hendak meraba
kepala ular.
Melihat kepala ular menunduk ditanah sambil menjulurkan
lidah, kembali Goan-ci ragu dan takut.
Dan selagi ia hendak menarik kembali tangannya, tiba-tiba
kedua ular itu meloncat keatas terus memanggut lengannya.
Kontan saja Goan-ci menjerit.
Keruan A Ci ikut kaget, "Ada apa?” tanyanya cepat.
"Aku……..aku digigit ular!” seru Goan-ci sambil meringis. Ia
sangka jiwanya pasti akan melayang sehingga suara pun
terasa lemas.
Namun kedua ular itu lantas melepaskan gigitannya,
dengan cepat terus merayap pergi dan melilit erat pada suatu
batang pohon besar.
Makin lama kain keras lilitannya, hanya sekejap saja
terdengarlah suara…
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Pletak! Pletok!” perut kedua ular raksasa itu pecah dan
darah memenuhi tanah disekitar pohon.
Dengan mata terbelalak Goan-ci memandang bangkai ularular
itu, hampir-hampir ia mengira didalam mimpi.
Dalam pada itu, A Ci berseru pula, "Ong kongcu,
bagaimana keadaanmu?”
Goan-ci coba angkat lengannya yang digigit ular itu dan
digerak-gerakkan, tapi tidak terasa sakit, hanya tempat yang
digigit itu terdapat dua baris bekas gigitan.
Maka jawabnya, "Aku tidak apa-apa.”
"Dan bagaimana kedua ekor ular itu?” Tanya A Ci pula.
"Sudah mati,” sahut Goan-ci.
"Aaai….mengapa kaubunuh ular itu?” Tanya pula A Ci
"Aku tidak membunuhnya, tapi mereka mati sendiri,” sahut
Goan-ci.
Biarpun A Ci sangat pintar juga tidak dapat mengetahui
sebenarnya apa yang menyebabkan kematian ular-ular itu,
maka ia hanya menghela napas dan menyatakan rasa
sayangnya.
Kiranya unsur racun yang terhimpun dalam tubuh Goan-ci
itu jauh lebih lihai daripada ular-ular berbisa itu, maka begitu
ular-ular itu mengigit Goan-ci, darah berbisa dibadan Goan-ci
itu berbalik membinasakan mereka malah.
Ketika Goan-ci memandang kedepan, tiba-tiba dilihatnya
ada lagi dua ekor ular yang lain sedang mrayap tiba, ia
tersenyum getir dan berkata, "Tidak perlu menyesal A Ci, ada
dua ekor ular lain yang sedang mendatangi pula, malahan
lebih besar daripada tadi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah…apa juga dapat dipakai sebagai kendaraan?” seru A
Ci dengan girang.
"Ya” sahut Goan-ci, "malahan kedua ekor ular ini jauhlebih
aneh, ekor mereka terlibat menjadi satu dan diatasnya duduk
seorang padri asing.”
"Wah, apa betul!” seru A Ci sambil bertepuk tangan.
"Buat apa aku dustaimu,” sahut Goan-ci.
Cepat sekali kedua ekor ular itu sudah merayap tiba. Waktu
Goan-ci memperhatikan padri yang duduk diatas seekor ular,
ia lihat usianya sudah sangat tua, mukanya penuh keriput, tapi
sinar matanya tajam.
Goan-ci tahu tidak mungkin lagi untuk melarikan diri,
terpaksa ia berdiri disitu dengan harapan akan selamat lagi
seperti tadi.
Tiba-tiba A Ci berseru, "Heh padri! Apakah kamu mewakili
kawanmu tadi hendak member ganti kerugian binatang
tunggangan kepada kami?”
Padri itu memandang bangkai ular dengan air muka
terkejut, lalu membuka suara dan ternyata sangat fasih
berbahasa tionghoa, katanya,”Apa kalian datang dari Siau lim
si?”
A Ci merasa senang mendengar padri itu mahir bahasa
Tionghoa, sahutnya cepat, "Ai mengapa jawabmu
menyimpang seribu derajat? Aku Tanya apakah kau datang
untuk mengganti kuda kami yang mati digigit ular kalian itu?”
Tapi jawaban padri itu tetap menyimpang,
"Yang manakah diantara kalian yang diminta tolong oleh
Polo Singh Sute?”
Goan-ci terperanjat, tanpa terasa ia tanya, "Apakah engkau
ini suhengnya Polo Singh?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, namaku Cilo Singh,” sahut padri itu.
"Apakah engkau yang dimintai tolong oleh suteku itu? Jika
begitu barang yang dia minta agar kau sampaikan kepada
kami itu boleh kau serahkan padaku saja.”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 58
"Ong kongcu, apakah Cilo Singh ini orang gila?” seru A Ci
dengan kurang senang karena orang bicara tak keruan
juntrungannya.
Sebaliknya Goan-ci sudah kenyang merasakan siksaan Polo
Singh di Siau lim si dahulu, ia tahu ilmu silatnya sangat tinggi
sekarang diketahui padri ini adalah Suheng Polo Singh, keruan
ia tambah keder sehingga lupa bahwa A Ci sudah buta,
berulang ia goyang tangan memberi tanda agar A Ci jangan
bersuara. Lalu katanya, "Taysu ini tentu salah paham, aku
tidak datang dari Siau lim si, juga tidak pernah
melihat……melihat Polo Singh segala.”
Cilo Singh mengunjuk rasa tidak percaya, katanya, "Habis,
mengapa tadi kausebut nama Polo Singh ? Dan kitab Ih kin
keng berbahasa sansekerta yang merupakan pusaka Siau lim
si itu, mengapa bisa berada padamu?”
Pada hakikatnya Goan-ci tidak tahu buku yang jatuh dari
saku Siau Hong dan ditemukannya itu buku apa, jangankan
nama Ih kin keng segala, maka jawabnya, "Ah, tentu Taysu
salah paham.”
Cilo Singh tampak mulai aseran, katanya, "Apa kauingin
mengangkangi Ih kin keng itu? Jika demikian, jangan kau
salahkan aku main kasar, ya?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci menjadi gugup, sahutnya, "Bilakah aku mempunyai
Ih kin keng segala? Ini, yang ada padaku hanya barangbarang
seperti ini saja!”
Lalu ia keluarkan seluruh isi saku dan ditunjukkan kepada
padri itu. Tapi terang kitab Ih kin keng dalam tulisan
sansekerta itu pun terdapat diantaranya.
Cilo Singh menjadi girang, pikirnya, "Waktu Sute
menyerahkan kitab pusaka ini kepada bocah ini, tentu tidak
pernah menerangkan apa-apa padanya, maka bocah ini tidak
tahu seluk beluk tentang Ih kin keng ini.”
Segera ia meloncat maju kedepan Goan-ci.
Sebaliknya Goan-ci berkata lagi, "Coba lihat milikku hanya
ini saja. Belati ini memang sangat tajam, jika Taysu suka
boleh…..”
Tiba-tiba A Ci mengikik tawa. Ia pikir padri asing ini pasti
juga takkan terhindar daripada kekalahan, sebab itulah ia
tertawa.
Sebaliknya Goan-ci sedang kelabakan menghadapi Cilo
Singh, ia tidak paham mengapa A Ci tertawa, maka ia hanya
berdiri tertegun ditempatnya.
Sementara itu Cilo Singh sudah mendekat, matanya
menatap belati di tangan Goan-ci itu dan berkata, "Ai…benarbenar
sebuah senjata pusaka yang hebat, apakah sicu sudi
memberikan padaku?”
"Senjata ini memang juga pemberian orang lain, silahkan
Taysu ambil saja,” ujar Goan-ci.
Maka pelahan Cilo Singh mengulurkan tangannya,
tampaknya belati itu akan dipegangnya, tapi mendadak
tangannya membelok kesamping sehingga kitab Ih kin keng
yang dipegang Goan-ci pada tangan lain yang disambarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Perubahan gerakan Cilo Singh ini teramat cepat sehingga
tahu-tahu Ih kin keng itu sudah kena direbut olehnya.
Keruan Goan-ci tercengang, cepat ia berseru, "He…tidak
boleh, tidak boleh! Buku kecil itu akan kupakai sendiri.”
Dari pengalamannya sejak berada di kotaraja negeri Liau,
beberapa kali Goan-ci lolos dari cengkeraman maut berkat
ajaran gambar dalam Ih kin keng itu, maka sudah tentu ia
tidak mau kitab itu direbut orang dengan begitu saja.
Namun Cilo Singh sudah lantas melompat mundur,
sahutnya, "Kau mau pakai, aku pun hendak memakainya.”
Goan-ci sudah kenyang dianiaya dan didamprat orang,
demi mendengar jawaban padri itu, ia tertegun, terpaksa ia
berkata, "Tapi…..tapi mana boleh begitu? Kau rebut barangku
dengan cara sewenang-wenang, hal ini mana boleh?”
”Ong kongcu, barang apa yang direbut olehnya?” Tanya A
Ci tiba-tiba.
"Ooo…hanya sejilid buku kecil saja, yaitu…..”
"Masakah kau tinggal diam barangmu direbut padri setan
itu?” potong A Ci dengan mendongkol dan heran pula.
Tapi Goan-ci sekali-kali tidak berani melawan Cilo Singh, ia
lihat padri itu sedang membalik-balik halaman kecil itu,
wajahnya menampilkan rasa girang. Maka dengan lagak
seorang dermawan, segera Goan-ci berkata, "Ya sudahlah, toh
buku itu bukan sesuatu barang penting, jika kau mau boleh
ambil saja.”
Tiba-tiba A Ci menggentak kaki, katanya, "Ai, kamu ini
sungguh sangat aneh, ilmu silatmu begini tinggi, tapi diam
saja meski barangmu dirampas orang!”
Mendadak hati Goan-ci tergerak. Diam-diam ia heran
mengapa A Ci, Hong Po ok, Pau Put tong dan lain-lain sama
mengatakan ilmu silatnya sangat tinggi, apa yang mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
katakana itu tidak mungkin benar, tapi bila teringat pada apa
yang dilakukannya paling akhir ini selalu berhasil, setiap
tindakannya selalu menguntungkan dirinya, jangan-jangan
Tuhan menaruh belas kasihan padaku sehingga diriku benarbenar
telah diberkati dengan ilmu silat yang maha tinggi?
Betapapun Goan-ci bukanlah anak dungu, meski
pengalamannya selama ini membuatnya bingung, tapi
akhirnya toh terpikir juga akan kemungkinan seperti apa yang
dikatakan orang-orang atas ilmu silatnya itu.
Maka dengan membusungkan dada segera ia berkata,
"Benar A Ci, memang tepat katamu, biarlah kurebut kembali
barangku itu.”
Lalu dengan langkah lebar ia mendekati Cilo Singh.
Ketika mendadak Cilo Singh mengangkat kepala dan
memandang dengan sorot mata yang bersinar tajam, kembali
Goan-ci merasa jeri lagi, ia coba menunjuk Ih kin keng
ditangan padri itu dan berkata, "buku itu tidak boleh diberikan
padamu, nah, kembalikan padaku!”
"Jika demikian, ambillah kembali!” sahut Cilo Singh.
Goan-ci menjadi girang dan segera hendak mengambil
kitab itu. Tak disangka baru saja tangan diangsurkan, tahutahu
tangan kanan Cilo Singh ditarik sedikit sehingga tangan
Goan-ci memegang tempat kosong. Berbareng itu tangan kiri
Cilo Singh seperti bisa mulur belasan senti lebih panjang dan
tahu-tahu punggung Goan-ci kena digebuk sekali dengan
keras.
Karena tidak berjaga-jaga, hantaman Cilo Singh itu
membuat Goan-ci terjungkal kedepan sejauh beberapa meter,
darah serasa bergolak dalam rongga dadanya.
Mendengar ada orang terkena pukulan dan kemudian
terjungkal jatuh, A Ci mengira setiap orang pasti tidak tahan
digebuk oleh "Ong Sing thian”, maka dengan bertepuk tangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia berseru girang, "Wah, Ong kongcu benar-benar sangat
hebat!”
Sudah tentu Goan-ci hanya menyengir saja atas pujian itu.
Ia merangkak bangun dan merasa menyesal telah
sembarangan turun tangan. Tadi nya ia sangka diri sendiri
memiliki ilmu silat yang tinggi seperti dikatakan A Ci dan lainlain,
siapa tahu sekali maju lantas telan pil pahit sehingga
membuatnya kehilangan kepercayaan atas diri sendiri.
Ia tidak tahu bahwa lweekangnya sekarang sama sekali
tidak dibawah Cilo Singh, soalnya ia tidak tahu cara
bagaimana harus menggunakannya untuk melawan musuh,
makanya tidak berhasil merebut kembali kitab pusaka,
sebaliknya malah kena digebuk sekali oleh "Thong Pi kang”
ilmu tangan panjang Cilo Singh.
Waktu ia pandang pula padri itu, ia lihat Cilo Singh sedang
memandang A Ci dengan sinar mata keheran-heranan, ia
tambah gugup, kuatir Cilo Singh mengatakan dirinya kena
digebuk dan terjungkal, hal ini tentu akan sangat
mengecewakan A Ci.
Sebab itulah maka berulang Goan-ci menggoyang-goyang
tangan sambil mendekati Cilo Singh, katanya dengan suara
keras, "Ya, sudah tentu, sekali aku turun tangan, mana dia
tahan?”
Sebaliknya Cilo Singh jadi melongo, sebab saat itu Goan-ci
sedang memberi hormat padanya sambil memberi tanda agar
dia jangan bersuara.
Maka terdengar A Ci bertanya pula, "Apakah barangmu
sudah kau rebut kembali?”
"Sudah tentu,” sahut Goan-ci cepat.
Tapi Cilo Singh mendadak acungkan Ih kin keng yang
dipegangnya itu dan berkata, "Ini……”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun cepat Goan-ci memberi tanda tutup mulut padanya,
saking gugupnya hampir saja ia berlutut untuk memohon. Lalu
teriaknya keras-keras, "A Ci, biar kupergi mengejarnya,
kautunggu saja disini dan jangan pergi ya!”
Habis berkata segera Goan-ci lari ke sana sambil menoleh
dan menggapai-gapakan tangan kepada Cilo Singh.
Cilo Singh tahu pasti ada sesuatu yang ganjil maka tanpa
bicara ia pun menyusul ketempat Goan-ci itu. Sesudah belasan
meter ia tidak tahan lagi akan rasa herannya, segera ia buka
suara, "Kamu ini main gila apa?”
"Taysu,” cepat Goan-ci menjawab dengan tersenyum pahit,
"barang yang kau inginkan sudah kau peroleh, pula engkau
sudah gebuk aku satu kali, sekarang apa salahnya kalau
engkau mengalah sedikit kepadaku?”
Cilo Singh memandang sekejap kearah A Ci, lalu tersenyum
penuh kelicikan, katanya, "Ya, pahamlah aku! Kau ingin nona
itu mengira kamu telah mengalahkan aku, betul tidak?”
"Ya, betul,” sahut Goan-ci, "Jika Taysu suka membantu
dalam hal ini, sungguh aku akan sangat berterima kasih.”
Cilo Singh pikir sejenak, lalu berkata, "Aku ingin
membantumu, tapi kau pun harus membantuku, yaitu
membawaku pergi mencari suteku, Polo Singh.”
Goan-ci terkejut, sahutnya kemudian, "Tapi ……tapi Polo
Singh berada diSiau lim si, mana dapat aku membawamu
kesana?”
"Kamu sudah bertemu dengan dia , tentu tahu dia berada
dimana,” ucapCilo Singh. "Dibiara yang besar seperti Siau lim
si itu, kalau tidak kau beritahukan tempatnya, cara bagaimana
aku dapat menemukan dia?”
Tapi Goan-ci menggoyang-goyangkan tangan, katanya,
"Tidak, tidak bisa, aku tidak berani pulang ke Siau lim si lagi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Cilo Singh menjulurkan tangannya, kelima
jarinya mirip kaitan terus mencengkeram pundak Goan-ci
dengan kencang.
Jika tadi Goan-ci belum merasakan gebukan, tentu
sekarang dia berani meronta dan mungkin malah melawan,
dengan demikian tentu dia dapat melepaskan diri dari
cengkeraman orang dan mungkin juga Cilo Singh bisa celaka.
Tapi sekarang dia sudah kehilangan kepercayaan atas diri
sendiri sehingga untuk meronta saja tidak berani, apalagi
melawan. Sebaliknya kalau berteriak kuatir didengar A Ci,
maka terpaksa ia hanya memohon saja dengan suara lirih,
"Taysu….lepas…..lepas!”
Namun Cilo Singh tidak mengendurkan cengkeramannya,
bahkan diperkeras malah. Dengan demikian ia sangka Goan-ci
akan berteriak kesakitan dan minta ampun. Tak terduga
lweekang Goan-ci secara otomatis lantas mengeluarkan daya
perlawanan, kontan suatu arus tenaga maha kuat menggetar
keatas sehingga cengkeramannya hampir terlepas.
Keruan Cilo Singh kaget, tapi waktu ia pandang muka
Goan-ci, ia lihat pemuda tetap mengunjuk rasa kuatir dan
gugup.
Dasar Cilo Singh memang licin,, segera ia tahu ada sesuatu
yang ganjil atas diri pemuda itu, ia berkata dengansuara
perlahan, "Aku akan melepaskanmu jika kamu berjanji akan
membawaku pergi mencari Polo Singh.”
Terpaksa Goan-ci menjawab dengan tersenyum getir,
Baiklah! Tapi aku pun mempunyai suatu syarat.”
"Syarat apa?” Tanya Cilo Singh.
"Yaitu Taysu tidak boleh mengatakan aku tidak mahir ilmu
silat di depan A Ci.”
Cilo Singh menjadi heran, katanya, "Kamu tidak bisa
silat……O, ya, kamu tidak bisa ilmu silat.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dan Taysu harus pura-pura sudah kukalahkan danmau
ikut ke Siau lim si,” kata Goan-ci pula, "Jika kau mau
memenuhi permintaanku ini, jangankan membawamu mencari
Polo Singh, biar menjadi budakmu juga aku rela.”
"Baiklah aku terima,” kata Cilo Singh kemudian setelah
berpikir cepat, lalu ia lepaskan cekalannya ata pundak Goanci.
"A Ci,” segera Goan-ci berseru, "Cilo Singh Taysu ini
telah…..telah kususul kembali!”
Sudah tentu A Ci tidak tahu seluk beluk apa yang terjadi, ia
sangka hal itu pasti betul, sebab "Ong kongcu” maha sakti,
segala apa tentu dapat dilakukannya dengan baik, maka ia
pun Tanya lebih jauh,”dan dimanakah kedua ekor ular yang
dapat dikendarai itu?”
"Masih ada disini,” sahut Goan-ci, "Dia juga boleh
membiarkamu menumpang di atas ular-ular ini,” sambari
berkata ia pun memberi tanda kepada Cilo Singh agar
menyatakan setuju.
Maka Cilo Singh mengangguk, lalu Goan-ci berkata pula,
"Cilo Singh Taysu ini cukup kenal gelagat, dan………….dia tidak
mampu melawan aku, maka terima dibawah perintahku.”
Wah bagus!” seru A Ci senang, "Dan dimanakah ular-ular
itu? Coba naikkan aku keatas elor mereka.”
Segera Goan-ci memberi tanda, dan Cilo Singh lantas
bersuit dua kali, lalu kedua ekor ular raksasa itu saling melilit
sehingga bagian ekornya terangkat keatas seperti tempet
duduk kereta. Lalu Goan-ci mengangkat A Ci duduk diatasnya,
Tentu saja senang anak dara itu tak terkatakan dan tertawa
terus-menerus.
Melihat A Ci sangat gembira, diam-diam Goan-ci bersyukur
karena akalnya berhasil dengan baik, walaupn untuk
selanjutnya ia harus tunduk kepada perintah orang, tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sementara ini ia sudah dapat membuat senang hati A Ci, pula
perjalanan ke Siau lim si sangat jauh, di tengah jalan besar,
kemungkinan masih ada kesempatan untuk melarikan diri.
"Kita akan pergi kemana?” dengan tertawa A Ci tanya.
"Marilah kita pergi ke Siau lim si saja, mau?” ajak Goan-ci.
Biarpun A Ci adalah anak dara yang tidak kenal apa artinya
takut, tapi Siau lim si adalah pusatnya dunia persilatan dan
tempat suci agama Buddha, ia terkesiap juga demi mendengar
ajakan itu.
"Ada apa pergi ke Siau lim si?” tanyanya kemudian.
"Menurut Cilo Singh Taysu ini, katanya dia ada seorangsute
terkurung di biara itu, maka…….maka aku dimintai bantuan
agar pergi menolongnya,” tutur Goan-ci.
"Menolong orang ke Siau lim si, apakah kau yakin akan
berhasil?” Tanya A Ci dengan berkerut kening.
"Sudah tentu,” sahut Goan-ci.
"Jika begitu, ayolah kita berangkat,” kataA Ci, "Eh, cara
bagaimana mengendarai ular ini agar mau berjalan?”
Segera Cilo Singh bersuit pula dan kedua ekor ular itu
lantasa merayap ke depan.
A Ci merasa kdatangan ular itu sangat "stabil”!” saking
senangnya sampai dia ngakak terus.
Dasar dia memang gadis yang pintar, maka dalam waktu
tiga hari saja, ia sudah paham cara bagaimana mengendalikan
ular-ular itu, baik maju, mundur maupun berhenti atau
membelok, semua itu tidak perlu bantuan Cilo Singh lagi.
Melihat A Ci sangat gembira, sudah tentu Goan-ci juga
sangat senang. Selama dua tiga hari itu sebenarnya banyak
kesempatan untuk melarikan diri. Tapi Goan-ci merasa berat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan yang dijaga benar-benar oleh Cilo Singh adalah A Ci
sehingga Goan-ci tidak dapat kabur.
Jalan yang mereka lalui adalah jalan kecil dipegunungan
yang sepi, tapi terkadang juga ketemu orang. Sedangkan
mereka bertiga mempunyai corak sendiri-sendiri. Cilo Singh
bermuka seperti tengkorak hidup yang lain seorang padri
asing yang kurus kering sedangkan A Ci cantik molek, tapi
buta kedua matanya, apalagi duduk di atas ekor ular.
Pemandangan demikian benar-benar luar biasa, maka
orang yang ketemu di tengah jalan kebanyakan lari terbiritbirit,
ada satu dua orang yang lebih tabah juga Cuma
menontot saja dari jauh.
Beberapa kali A Ci minta Goan-ci membawanya ke kota,
maksudnya hendak mengadakan "pawai” mengendarai ular
untuk ditonton orang kota, tapi Goan-ci memberi macammacam
alasan untuk menolak permintaan anak dara itu.
Kalau orang lain, tentu A Ci sudah mendampratnya dan
tinggal pergi sendiri dengan mengendarai Ularnya. Tapi
terhadap "Ong Sing thian” ini diam-diam sudah bersemi
asmaranya, walaupun beberapa kali ia marah-marah, tapi juga
tidak tega untuk tinggal pergi sendiri.
Selama tujuh atau delapan hari berlalu dengan tiada terjadi
apa-apa. Lama-lama A Ci menjadi bosan duduk diatas ekor
ular, terkadang ia pun turun untuk jalan berendeng Goan-ci.
Hari itu sudah dekat magrib, Goan-ci dan A Ci jalan di
depan Cilo Singh bersama ularnya ikut dibelakang, beberapa
kali Goan-ci menoleh dan melihat padri itu kira-kira
ketinggalan belasan meter jauhnya, kalau dia tarik A Ci terus
melarikan diri mungkin dapat lolos, kuatirnya kalau tidak
berhasil dan Cilo Singh membongkar gua wasiatnya tentang
pembohongannya kepada A Ci, kan bisa runyam?
Karena itulah ia menjadi ragu dan sampai tidak terasa
ketika ada seorang berpapasan dengan dia. Sebaliknya A Ci
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih dulu mendengar ada suara tindakan orang lain, lalu ia
berhenti dan berkata, "Ong kongcu, ada orang datang!”
Waktu Goan-ci memandang ke depan, tertampak seorang
hwesio dengan jubah kelabu, muka bercahaya dan sikap
agung berwibawa, walaupun tampaknya pelahan datangnya,
tahu-tahu sudah mendekat dan sekejap saja sudah berselisih
lalu disamping mereka.
Sudah beberapa hari A Ci tidak bertemu dengan orang luar,
Cilo Singh itu adalah padri yang tidak suka bicara pula, A Ci
memang lagi kesal, maka cepat ia Tanya pada Goan-ci, "Ong
kongcu, macam apakah dia itu?”
"Seorang padri suci,” sahut Goan-ci.
"Huh, hanya seorang hwesio biasa, dari mana kau tahu dia
suci dan tidak?” kata A Ci.
Waktu Goan-ci menoleh, ia lihat padri yang sudah lalu itu
juga sedang berpaling untuk memandangnya. Melihat muka
padri yang bercahaya dan agung itu, dengan sendirinya timbul
rasa suka dan kagum Goan-ci, maka cepat ia berkata, "Ya, A
Ci, memang benar seorang padri suci.”
"Coba kau panggil dia, akan kutanya dia apakah betul dia
padri suci atau Cuma hwesio sontoloyo?” ujar A Ci dengan
tertawa.
Keruan Goan-ci terkejut, katanya, "He, A Ci, Taysu itu
tampak sangat agung, mana boleh mengolok-olok dia?”
Namun A Ci sudah lantas berteriak, "Hai Toa hwesio, apa
kau dengar ucapanku? Apa kamu datang dari ?”
Diam-diam Goan-ci mengeluh dan tidak sempat mencegah
lagi. Cilo Singh yang melihat hwesio itu air mukanya berubah
dan menyapa, "Bilakah Tai lun Beng Ong berkunjung ke negeri
tengah ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hwesio itu memang Tai lun Beng Ong alias Cumoti adanya.
Karena disapa, segera ia pun menjawab dengan tertawa,
"Ooo, kiranya Cilo Singh Suheng, kenapa engkau juga
mengembara kenegeri Song sini?”
Melihat Cilo Singh begitu prihatin terhadap hwesio tak
dikenal ini, pula menyebutnya sebagai "Tai lun Beng Ong”,
diam-diam Goan-ci pikir orang ini pasti tidak sembarangan
asal usulnya. Karena itu segera ia hendak membawa lari A Ci
pada kesempatan kedua hwesio itu sedang bicara.
Tapi A Ci keburu berkata lagi, "Eh, Toa hwesio, apakah
gelaranmu Tai lun Beng Ong?”
Sejak mula Cumoti tidak pernah berpaling kearah Cilo
Singh, juga tidak pernah menaruh perhatian pada A Ci,
sebaliknya sinar matanya terus menatap tajam atas diri Goanci
saja.
Goan-ci merinding sendiri karena dipandang sedemikian
rupa, ia menjadi bingung pula.
Segera Cumoti merangkap tangan member hormat dan
menyapa, "numpang Tanya siapakah nama Sicu yang mulia
ini?”
Nyata sekali lihat saja ia sudah lantas tahu bahwa sinar
mata Goan-ci itu sangat luar biasa. Lwekang maha tinggi,
tentu seorang kosen yang jarang diketemukan, Cuma
mukanya sedemikian jelek, makanya ia Tanya. Bahkan pada
kedua tangan yang terangkap di depan dada itu diam-diam
telah dikerahkan tenaga dalamnya untuk menyerang ke
depan.
Namun lwekang Goan-ci memang maha tinggi, tenaga
dalam Cumoti yang sangat kuat itu ternyata tidak dirasakan
olehnya sama sekali, ia hanya menjawab, "Aku……aku
bernama………”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia lihat sinar mata orang berkilat-kilat seakan-akan dapat
membaca isi hatinya, maka nama samarannya sebagai "Ong
Sing thian” menjadi tidak berani diucapkan.
"Barangkali Sicu ada sesuatu yang susah dikatakan,
sehingga tidak ingin memberitahukan namamu, bukan?”
Tanya Cumoti pula.
"Ya, boleh……boleh dikatakan demikian” sahut Goan-ci
dengan samar-samar.
Memangnya A Ci sedang mendongkol karena hwesio yang
disebut Tai lun Beng Ong itu tidak gubris padanya, sekarang
dia bertanya kepada Goan-ci maka hati A Ci menjadi senang
lagi, ia pikir pasti potongan Ong Sing thian yang gagah
perkasa itu membikin hwesio itu menjadi gugup sehingga lupa
menjawab pertanyaannya tadi.
Demi mendengar Goan-ci enggan mengatakan
namanya,segera ia berseru, "Toahwesio, tuan ini adalah Ong
Sing thian, Ong kongcu, Ciangbunkin Kek lok pai diwilayah
barat sana, mungkin pengalamanmu terlalu cetek, maka tidak
kenal dia.”
Cumoti menjadi curiga, meski dia datang dari negeri Turfan
yang jauh, tapi ia cukup kenal setiap aliran dan golongan
dunia persilatan, dahulu malah pernah bergaul dengan Buyung
siansing dan saling tukar pikiran tentang ilmu silat.
Buyung siansing itu adalah seorang kosen yang aneh,
setiap aliran dan golongan persilatan di dunia ini boleh
dikatakan dikenal semua olehnya, tapi tidak pernah menyebut
tentang "Kek lok pai” sedangkan laki-laki bermuka jelek yang
berada didepannya sekarang terang memiliki ilmu silat luar
biasa, dengan sendirinya Cumoti ragu dan curiga.
"Kau bilang Kek lok pai?” demikian Cumoti menegas pula.
"Nah, betul tidak kukatakan pengalamanmu terlalu cetek?”
ujar A Ci. "Kek lok pai itu adalah perguruan ciptaan Tat mo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
locou sendiri. Jika kau datang dari Siau lim si, maka lekas kau
pulang kesana, katakana kepada Ciang bunjin dari Kek lok pai,
Ong Sing thian dan Ciangbunjin dari Sing lok pai, Toan A Ci
hendak berkunjung kesana, suruhlah hwesio disana diap-siap
menyambut kedatangan kami dikaki gunung Siau sit san!”
Sejak A Ci buta dan berada bersama Goan-ci yang
dianggapnya sebagai Ong Sing thian yang maha sakti,
semenjak itu ia lantas hidup dialam khayal yang dianggapnya
sebagai kehidupan nyata, maka setiap tutur katanya sekarang
menjadi mirip dengan orang yang maha kuasa dan tak
terkalahkan.
Meski lus pengalaman Cumoti, untuk sejenak ia menjadi
bingung juga mendengar ucapan anak dara itu, kemudian
baru ia Tanya, "Lisicu, lalu Toan A Ci, Ciangbunjin Sing siok
pai itu berada dimana?”
A Ci mengikik tawa, sahutnya, "Orangnya sebesar ini dan
berdiri didepanmu, masakah tidak kaulihat?”
Cumoti tambah curiga mendengar itu, katanya, "Ooo,
kiranya Lisicu sendiri adalah ketua Sing siok pai, habis Ting
Jun jiu itu……”
"Biarlah kuterangkan padamu agar bisa menambah
pengetahuanmu tentang perubahan besar dalam dunia
persilatan pada masa akhir-akhir ini,” kata A Ci. "Ting Jun jiu
telah dikalahkan olehku bersama Ong kongcu, sudah lama dia
kehilangan mahkotanya sebagai ketua Sing s iok pai!”
"O, jika demikian, ilmu silat Ong kongcu ini benar-benar
luar biasa,” kata Cumoti sambil mengangguk.
Meski A Ci sengaja mengatakan bahwa dia sendiri dan Ong
kongcu telah mengalahkan Ting Jun jiu, tapi yang dipuji
Cumoti hanya Goan-ci saja, sebab sekali pandang saja ia
sudah tahu ilmu silat A Ci hanya biasa saja, kalau ada yang
mampu mengalahkan Sing siok lokoai, maka orang itu tentu
adalah "Ciangbunjin Kek lok pai” ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka dengan berseri-seri A Ci mengoceh pula, "Sudah
tentu luar biasa, Kau lihat padri yang bernama Cilo Singh itu
bukan? Dia datang dari Thian tok dan pandai menaklukan ular,
tapi hanya sekali gebrak saja, Ong kongcu sudah
mengalahkan ia sehingga sepanjang jalan terpaksa dia
menurut segala perintah kami.”
"Kiranya demikian,” kata Cumoti dengan tersenyum, "Di
negeri Thian tok sendiri Cilo Singh sudah termasuk seorang
jag kelas satu, tapi mengapa begini sial, hanya sekali gebrak
saja lantas keok?”
Cilo Singh dapat mendengar nada Cumoti itu sengaja
hendak mengolok-olok padanya, masakah dia yang malah
diputar balikkan oleh A Ci, kalau Cumoti nanti menyiarkannya
kepada orang lain pula, maka pamor Cilo Singh bisa hilang
habis-habisan, apalagi Turfan berdekatan dengan Thian tok,
kalau berita kekalahannya sampai di negeri asalnya itu dia
akan kehilangan muka.
Saking gusarnya Cilo Singh tidak hiraukan lagi janjinya
kepada Goan-ci yang minta dia pura-pura mengaku di
kalahkan olehnya,dengan tertawa dingin ia lantas
menjawab.’’Hehe,memangnya sekali gebrak saja aku sudah
dikalahkan Ong-kongcu itu!’’
"Ya, paling-paling juga Cuma dua kali gebrak masakah kau
sanggup bertahan sampai tiga kali gebrak?” ujar A Ci.
Keruan yang kelabakan adalah Goan-ci sehingga
berkeringat, serunya, "A Ci, sudahlah jangan bicara lagi.”
"Tidak bisa, padri ini suka plintat-plintut, harus kau beri
pelajaran lagi padanya,” kata A Ci.
"Memberi…….memberi hajaran?” Goan-ci komat-kamit
sendiri.
Dan belum lagi A Ci buka suara lagi, disebelah lain Cilo
Singh sudah lantas menjengek, "Hm, nona cilik, hendaknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan mimpi disiang bolong lagi. Ketika dia bertarung
denganku, hanya sekali gebrak saja sudah terjungkal! Tapi dia
kuatirdiketahui olehmu, maka aku diminta pura-pura
dikalahkan oleh dia. Hm, cara bagaimana ia berani lagi
member hajaran padaku?
Mendengar Cilo Singh telah membongkar rahasianya, diamdiam
Goan-ci mengeluh, "Wah, celaka! Tamatlah riwayatku!”
Seketika kaki terasa lemas, dan jatuh duduk di atas tanah.
Sebaliknya A Ci mencibir dan menjawab Cilo Singh, "Huh,
kau sendirilah yang mimpi di siang bolong! Kamu ini kutu apa
sehingga mampu mengalahkan Ong kongcu dalam sekali
gebrak? Dan buat apa dia mesti minta kamu pura-pura kalah
apa segala?”
Cumoti juga tidak mempercayai uraian Cilo Singh itu,
segera ia pun berkata, "Cilo Singh suheng, orang beragama
tidak boleh berdusta!”
Cilo Singh tertawa dingin, katanya, "Jika aku dapat
menangkapnya, tentu Ben gong akan percaya bukan?”
A Ci menjadi gusar, serunya, "Ong kongcu,padri ini terlalu
kurang ajar, harus kau hajar adat padanya!”
Tapi kepala Goan-ci serasa mendengung-dengung,
terhadap ucapan A Ci itu sudah tentu sukar menjawab. Ia
sadar meski sementara ini A Ci belum lagi percaya kepada
cerita Cilo Singh itu, tapi sebentar lagi bila Cilo Singh dapat
menangkapnya, tentu anak dara itu akan percaya dan segala
kebohongan yang dikarangnya secara indah dan muluk-muluk
pasti juga akan terbongkar.
Begitulah, maka Goan-ci Cuma termangu-mangu duduk
diatas tanah, sampai Cilo Singhsudah mendekatinya juga dia
tidak tahu.
Melihat Cilo Singh sudah hampir turun tangan segera
Cumoti melangkah maju dan berkata, "Nanti dulu, ilmu silat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ong sicu ini sangat tinggi, masakah Hud heng (saudara dalam
Buddha) tidak dapat melihatnya?”
Sudah tentu Cilo Singh juga dapat melihat itu, tapi ia
memang benar sekali hantam saja pernah membuat Goan-ci
terjungkal. Sebab itulah ia menjawab dengan mendengus,
"Hm, biarpun ilmu silatnya tinggi, tetap tidak melebihiku.”
Mestinya Cumoti hendak bicara lagi, tapi ia lantas ganti
pikiran dan mengundurkan diri.
Segera Cilo Singh membentak, "Ayo bangun dan bergebrak
denganku!”
Tapi Goan-ci Cuma menunduk saja dan badan agak
gemetar.
"Ong kongcu tidak perlu berdiri untuk bergebrak
denganmu,” segera A Ci berseru, "biarpun duduk juga dia
akan dapat merobohkanmu dengan sangat mudah.”
Cilo Singh tertawa dingin beberapa kali, mendadak
tangannya mencengkeram pundak Goan-ci, kelima jarinya
yang kurus bagai kaitan itu seakan-akan amblas ke dalam
daging Goan-ci. Tapi lwekang Goan-ci teramat tinggi sehingga
tidak merasa sakit.
Waktu Cilo Singh angkat tangannya, seketika Goan-ci kena
diangkat ke atas.
"Lepas Taysu, lepas!” cepat Goan-ci memohon.
"Hm” jengek Cilo Singh, "Nah, katakana lekas, kamu yang
menang atau aku yang menang?”
Tenggorokan Goan-ci terasa kering dan tersumbat. Ketika
ia berpaling kea rah A Ci, sekilas dilihatnya anak dara itu
sedang menantikan jawaban dengan rasa cemas dan tidak
sabar. Goan-ci pikir ada baiknya juga rasa kecewa A Ci itu
ditunda barang sebentar saja. Maka dengan suara keras ia
menjawab, "sudah tentu kamu yang dikalahkan olehku.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cilo Singh menjadi murka, ia angkat tangannya lebih tinggi
lagi.
Sebenarnya tubuh Cilo Singh tidak lebih tinggi daripada
Goan-ci, tapi ia mahir "Thong pi kang”, tangan lain mengkeret
makin pendek, sebaliknya tangan yang mengangkat Goan-ci
itu mengulur makin panjang sehingga Goan-ci terangkat
keatasdan terkatung-katung dipermukaan bumi.
"Nah, bagaimana?” Tanya Cilo Singh pula dengan
mengekek tawa aneh.
Air muka A Ci tampak mulai sangsi, serunya, "Ong kongcu,
bagaimana dirimu?”
Sungguh perasaan Goan-ci sangat sedih, ia pikir tidak
dapat bohong lagi, maka dengan tersenyumgetir ia menjawab,
"A Ci, biarlah kukatakan terus terang padamu, aku
sebenarnya……”
Belum selesai ucapannya, tiba-tiba air muka A Ci tampak
berubah hebat. Melihat itu, mendadak Goan-ci berhenti bicara.
Maka dengan suara gemetar A Ci bertanya,
"Sebe…….sebenarnya kenapa?”
Tiba-tiba Goan-ci ganti haluan dan menjawab, "aku
sebenarnya sedang mempermainkan dia. Coba kau pikir,
sedangkan Ting Jun jiu saja bukan …..bukan tandinganku,
apalagi Cuma seorang padri asing, masakah aku takut?”
A Ci tidak dapat melihat keadaan Goan-ci yang terkatungkatung
di udara itu, maka ia tertawa senang demi mendengar
jawaban itu.
Cumoti juga sangat heran karena selama ini Goan-ci tetap
tidak bisa menyerang. Ia pun mengira apa yang dkatakan
Goan-ci untuk sekadar menghibur A Ci itu memang
sungguhan, maka katanya, "Ong kongcu memang orang yang
kocak dan suka berkelakar.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tergeraklah hati Goan-ci, tiba-tibaia pikir Tai lun Beng Ong
ini tampaknya pasti seorang jago kelas wahid, mungkin dia
akan dapat menolong diriku.
Maka cepat sahutnya, "Eh Taysu…kalau menurut
pendapatmu, cara…..cara agaimanakah aku harus bertindak
agar bisa mengatasi dia?”
"Buat apa mesti kau Tanya orang lain?” sela A Ci.
"Aku sengaja hendak menguji sampai dimana pengetahuan
ilmu silat Taysu ini,” jar Goan-ci.
"Ooo…kiranya demikian,” kata A Ci dengan tertawa.
Seketika Cumoti juga tidak tahu benar atau tidak ucapan
Goan-ci itu, aka dengan tersenyum, ia menjawab, "Jika kau
hantam Siau-hai-hiat, mau tak mau dia terpaksa harus
melepaskanmu.”
"Tapi terletak di manakah ‘Siau hai hiat’ itu?” Tanya Goan-ci
pula.
Cumoti mengira Goan-ci sedang mengujinya, tanpa pikir ia
pun menjawab lagi, "terletak sedikit di bawah ‘Leng to hiat’
dan sedikit di atas ‘Jing leng hiat’”
Keruan Goan-ci menjadi kelabakan, dahulu ia pernah
belajar mengenali tempat hiat to dengan paman dan ayahnya,
tapi dasar anak bambungan, ia lebih suka main ular dan cari
jangkrik daripada menghapalkan pelajarannya. Sebab itulah ia
sudah lupa hiat to manakah yang bernama Jing leng hiat dan
Leng to hiat.
Terpaksa ia Tanya pula, "Dan terletak dimanakah kedua
hiat to itu?”
Tapi sebelum Cumoti menjawab, segera Cilo Singh menyela
dengan suara kurang senang, "Tai lun Beng Ong, sebenarnya
apa maksudmu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ong sicu ini sedang menguji kepandaianku, terpaksa mesti
kujawab, "sahut Cumoti dengan tertawa.
"Huh, dia tahu ilmu silat apa?” jengek Cilo Singh gusar,
"Jika dia paham ilmu silat mengapa tidaktahu bahwa Siau hai
hiat itu terletak di lengan?”
Kata-kata Cilo Singh ini lantas menyadarkan Goan-ci malah
sehingga ia mengetahui bahwa hiat to yang disuruh serang
oleh Tai lun Beng Ong ituterletak diatas lengan. Karena Cilo
Singh mencengkeram pundak kanannya sehingga tangan
kanannya tidak leluasa bergerak, terpaksa ia angkat tangan
kirinya.
Melihat Goan-ci benar-benar hendak menghantamnya, Cilo
Singh menjadi gusar, mendadak cengkeramannya diperkeras
sehingga jarinya yang kurus kering itu seakan-akan ambles
semua ke dalam pundak Goan-ci.
Tapi Goan-ci tetap seperti tidak merasakan apa-apa,
sebaliknya Cilo Singh lantas merasa pundak orang timbul
suatu daya sedot yang maha kuat, tenaga yang dikerahkannya
untuk mencengkeram itu seakan-akan disedot keluar dari
tangannya. Dalam kagetnya tanpa menunggu hantaman
Goan-ci tiba, segera ia angkat tangannya dan Goan-ci
dilemparkan hingga jatuh.
Ketika pukulan Goan-ci dilontarkan ia sudah terlempar lebih
dahulu sejauh belasan meter. Jatuhnya yang keras itu kalau
orang lain tentu tak tahan, tapi Goan-ci anggap seperti tidak
terjadi apa-apa dengan cepat ia merangkak bangun lagi.
"Nah, bagaimana menurut pendapatmu, Beng ong?” jengek
Cilo Singh.
Sebagai seorang cerdas segera Cumoti dapat melihat
tenaga dalam Goan-ci sangat hebat, tapi dalam hal ilmu silat
sejati boleh dikatakan tidak becus sama sekali. Jadi mirip
sepotong intan yang belum digosok sehingga tidak diketahui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa batu itu sebenarnya adalah batu mestika yang jarang
terdapat.
Maka ia sengaja menggoyang kepala dan berkata, "meski
dapat kaulemparkan dia, tapi menurut pendapatku, kalau
bukan dia sengaja mengalah, tentu dia sengaja hendak
mempermainkanmu.”
Sebenarnya Goan-ci sedang lesu, demi mendengar ucapan
Tai lun Beng Ong itu, tiba-tiba ia mendapat akal lagi, cepat
serunya, "Ya, memang aku Cuma main-main saja denganmu,
tapi kamu malah anggap sungguhan dan senang setengah
mati, hahaha!”
"Hm, jadi sengaja kau permainkan aku maksudmu?” sahut
Cilo Singh, saking gusarnya ia tertawa, "jika demikian, coba
jawab, Ih kin keng yang maha penting ini mengapa bisa
berada di tanganku?”
"He, Ong kongcu, ‘keng-keng’ apa yang dia maksudkan?
Bukankah kau bilang sudah direbut kembali?” seru A Ci.
"Ya, memang sudah kurebut kembali sejak tadi, jangan kau
percaya kepada ocehannya,” sahut Goan-ci cepat.
Cilo Singh jadi naik darah sehingga tanpa pikir ia keluarkan
Ih kin keng dalam tulisan sansekerta itu, katanya, "jika begitu,
habis barang apakah ini?”
Baru saja ia keluarkan kitab itu, di sebelah lain tubuh
Cumoti mendadak seperti melembung belasan sentilebih besar
sehingga lengan bajunya mirip tertiup angin. Tapi dia cukup
cerdik, segera ia tenangkan diri seperti semula sehingga
perubahan sikapnya itu tidak diketahui oleh Cilo Singh.
Sebaliknya Goan-ci menjadi serba runyam ketika Cilo Singh
mengeluarkan Ih kin keng itu. Tapi ia pikir A Ci toh tidak dapat
melihat, asal terus menyangkal saja tentu keadaan masih bisa
dikuasainya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia segaja terkekeh-kekeh beberapa kali, sahutnya,
"Hehe…barang apa yang kau pegang itu? Haha…sungguh
menggelikan, benar-benar lucu….hahaha…..haha…..
"Apa kamu sudah buta, sehingga barangnu sendiri tidak
kau kenali lagi?” damprat Cilo Singh dengan gusar.
"Hud heng,” tiba-tiba Cumoti menyela, "bolehkah kitab itu
kupinjam lihat sebentar?”
Waktu bicara, kedua tangan Cumoti tetap terselubung di
tengah lengan bajunya yang longgar, bicaranya dengan
tersenyum-senyum pula sehingga sedikit pun tiada tanda
mencurigakan.
Tapi mendadak Cilo Singh terperanjat demi mendengar
nada ucapan Cumoti itu, cepat ia berpaling kearah Cumoti,
demi Nampak air muka orang itu tersenyum-senyum saja dan
kedua tangannya terselip dalam lengan baju, barulah Cilo
Singh merasa lega.
Siapa duga pada saat itu juga tiba-tiba dirasakan ada suatu
tenaga halus tapi maha kuat sedang menerjang ke urat nadi
tangan kanannya. Seketika tangan Cilo Singh terasa
kesemutan, cekalannya menjadi kendur, Ih kin keng yang
dipegangnya itu mendadak meloncat keatas.
Segera Cilo Singh sadar kena diselomoti Tai lun Beng Ong.
Sekilas ia lihat Cumoti tetap tersenyum-senyum, bahkan
jubahnya juga tidak bergerak sedikit pun, entah dengan cara
bagaimana ia mengeluarkan tenaga gaib maha maha kuat itu.
Maka cepat Cilo Singh mengapung ke atas dengan maksud
hendak menyambar kembali Ih kin keng itu.
Tapi pada saat tubuhnya terapung di uadara itulah, kembali
tenaga dalam yang halus tapi sangat kuat itu menyerangnya
tanpa bersuara dan tepat mengenai dadanya, ia menjerit
sekali terus terpental. Ia berkaok-kaok murka, "Tai lun Beng
Ong, apa maksudmu ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Cumoti hanya tersenyum saja, sekali tangan bergerak,
tahu-tahu Ih kin keng itu terbang ke tangannya, lalu ia
berkata, "Ih kin keng ini adalah milik Siau lim si, maka
kugunakan ilmu silat Siau lim si untuk merebutnya kembali.”
Cilo Singh juga bukan tokoh sembarangan, demi
mendengar ucapan Cumoti itu, tiba-tiba ia ingat sesuatu,
katanya segera, "Apakah Bu siang jiat ci?”
Cumoti hanya tersenyum saja tanpa menjawab.
Keruan Cilo Singh muram dan lesu, sepatah kata pun tidak
anggup bicara lagi.
Baru sekarang Goan-ci yang mengikuti kejadian itu dapat
menghela napas lega, katanya, "Wah, kepandaian Taysu ini
benar-benar maha sakti!”
Padahal ketika Cumoti menggunakan "Bu siang jiat ci” (jari
maut tanpa wujud) tadi sedikitpun tidak bergerak, tapi tenaga
jari itu diam-diam menyambar keluar dari dalam lengan
bajunya.
Sebagai seorang tokoh besar, sekali omong saja Cilo Singh
lantas tahu ilmu yang digunakan Cumoti itu adalah Bu siang
jiat ci, tapi tidak demikian dengan Goan-ci, ia hanya memuji
sekadarnya saja.
Lalu Cumoti menjawab dengan tersenyum, "Ah, hanya
sedikit kepandaian tak berarti, semoga tidak ditertawakan
kaum ahli.”
A Ci tidak dapat melihat. Ia hanya dengar percakapan
ketiga orang itu dan sukar memahami apa sbenarnya yang
terjadi, maka cepat ia bertanya, "Apa yang terjadi Ong
kongcu? Apa sudah bergebrak dengan Toa hwesio itu?”
Belum lagi Goan-ci menjawab, mendadak Cumoti ulur
tangannya untuk menjabat sebelah tangan Goan-ci. Sejak tadi
ia sudah tahu lwekang Goan-ci sangat tinggi, tapi dilihatnya
pula Goan-ci dibanting terjungkal oleh Cilo Singh dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat mudah, hal ini membuatnya tidak habis mengerti,
maka sekarang ia sengaja hendak menjajal sampai dimanakah
sebenarnya lwekang Goan-ci?
Sebaliknya Goan-ci menjadi tergetar ketika mendadak
tangannya digenggam tangan Cumoti, tenaga dingin dalam
tubuhnya otomatis lantas terhimpun ke telapak tangannya itu.
Seketika Cumoti merasa tenaga yang dikerahkannya tahutahu
disedt oleh pihak lawan, keruan ia terkejut dan cepat
lepas tangan.
Keadaan begitu pernah dialami Cumoti dahulu ketika
mengadu tangan dengan Toan ki di Thian liong si Tayli. Siapa
duga hari ini pengalaman itu berulang lagi.
Kalau Toan ki memiliki ilmu sakti masih dapat dimengerti
mengingat keluarga Toan memang dikenal sebagai keluarga
jago silat yang disegani, tapi siapakah gerangan Ong Sing
thian yang berada di depannya sekarang ini, mengapa ilmu
silatnya juga sedemikian lihay dan aneh.
Tampaknya jago-jago muda di dunia persilatan tionggoan
telah "patah tumbuh hilang berganti”, jago tua hilang lahir
jago muda yang lebih sakti, terang harapannya untuk
menjagoi dunia persilatan akan sukar tercapai.
Begitulah Cumoti termangu-mangu sejenak ditempatnya,
kemudian ia tertawa dan menjawab pertanyaan A Ci tadi,
"Lisicu tidak perlu kuatir, akujustru sangat cocok dengan Ong
sicu, masa bisa saling labrak malah?”
A Ci merasa senang, katanya, "Toa hwesio kamu benarbenar
licin, sudah tahu akan mampir melawan Ong kongcu,
lalu kau bicara menurut arah angin.”
"Haha, jika Lisicu adalah ketua Sing siok pai tentunya juga
pernah mendengar namaku yang rendah?” kata Cumoti
dengan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu pun bergantung apakah kamu memang terkenal atau
tidak,” ujar A Ci. "Didunia ini jumlah hwesio sebanyak bulu
kucing, ari mana dapat kukenal si anu atau si dia satu
persatu?”
Cumoti tidak marah, ia tetap tersenyum dan berkata,
"siauceng adalah Tai lun Beng Ong Cumoti, Koksu kerajaan
Turfan.”
Mendengar itu, mendadak badan A Ci bergetar tanpa terasa
wajahnya menjadi pucat. Goan-ci terkejut, cepat ia Tanya,
"Ada apa A Ci?”
"Ooo…ti….tidak apa-apa,” sahut A Ci setelah terkesima
sejenak. SEbabnya dia pucat bukanlah karena takut melainkan
karena kegirangan.
Waktu mula-mula ia dengar namanya "Tai lun Beng Ong”,
hal ini tidak berkesan baginya. Tapi demi mendengar nama
"Cumoti, Koksu (imam Negara) kerajaan Turfan”, hal inilah
yang mengguncangkan perasaannya.
Ia pernah dengar Sing siok lokoai menyebut nama Cumoti
dan diketahui adalah jago kelas wahid sekarang, tokoh
semacam Cumoti juga begitu jerinya terhadap Ong Sing thian,
maka betapa bahagia dirinya yang telah dapat berkenalan
dengan Ong kongcu yang gagah perkasa ini, sungguh ia tidak
sanggup melukiskannya.
Dengan girang segera A Ci berkata pula, "O kiranya Cumoti
Taysu, tadi aku omong kasar, harap dimaafkan.”
Sebaliknya Goan-ci mengira ucapan Cumoti yang menilai
tinggi padanya tadi, sengaja hendak menutupi
kepincangannya agar tidak diketahui A Ci, maka Goan-ci
merasa sangat berterima kasih. Segera ia Tanya A Ci dengan
suara perlahan, "A Ci, apakah asal-usul Taysu ini sangat
hebat?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah tentu,” sahut A Ci. "Dia adalah orang kosen
kalangan Buddha, sudah tentu luar biasa.”
Padahal kalau A Ci memuji Cumoti, ini berarti juga
menaikkan gengsi Ong Sing thian yang dia cintai itu.
Maka Goan-ci lantas member hormat kepada Cumoti,
"Taysu sungguh entah cara bagaimana aku harus berterima
kasih padamu”
TapiCumoti diam-diam saja, ia hanya member tanda
kepada Goan-ci, lalu tunding kearah A Ci.
Maka tahulah Goan-ci bahwa padri itu telah paham
maksudnya, sekarang dia Cuma member isyarat tangan, hal
ini menandakan dia sengaja hendak membantunya agar tidak
diketahui A Ci.
Sejak kecil Goan-ci tidak disukai ayah dan pamannya,
ketika terlunta-lunta di kangouw juga kenyang dihina dan
dianiaya orang, tiada seorang pun yang mau memahami dan
memperhatikan dia seperti Cumoti sekarang. Saking
terharunya terus saja Goan-ci hendak member sembah.
Namun lengan jubah Cumoti telah mengebas, suatu tenaga
yang tak kelihatan mengangkatnya bangun, katanya, "Ong
sicu, jika engkau tidak mencela kepada Siau ceng, marilah kita
mengikat persahabatan saja.”
"He, Taysu, mana….mana aku berani?” sahut Goan-ci
gugup.
"Ong kongcu,” kata A Ci, "meski Cumoti Taysu adalah
Koksu negeri Turfan, tapi nanti bila sudah sampai Lamkhia di
negeri Liau, Cihuku adalah Lam ih Taiong di sana, dengan
sendirinya kedudukanmu nanti juga tidak rendah, maka
sekarang kaupun tidak perlu terlalu merendah diri.”
Cumoti melengak, ia tahu negeri Liau adalah salah satu
negeri yang terkuat pada waktu itu, Lam ih Taiong adalah
perdana menteri yang berkuasa penih, tampaknya nona cilik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang buta ini bukanlah sembarangan putrid. Maka katanya,
"ucapan Lisicu ini memang betul, harap Ong sicu tidak perlu
merendah diri.”
Namun Goan-ci masih goyang-goyang tangan dan berkata,
"Taysu, aku…….”
Tapi mendadak Cumoti sedikit geraki tangannya,
serangkum angin menyambar ke depan sehingga dada Goanci
terasa sesak, untuk bicara menjadi susah.
Malahan lantas terdengar suara bisikan orang yang sangat
halus menyusup telinganya, "jika kamu banyak omong lagi
tentu rahasiamu akan diketahui nona itu. Sekarang aku pun
tidak mau banyak omong denganmu, nanti malam saja antara
tengah malam aku akan datang menemuimu, dan kita akan
dapat bicara dengan lebih jelas.”
Berulang Goan-ci mengangguk, ia lihat A Ci dan Cilo Singh
seperti tidak mendengar apa-apa, tahulah Goan-ci bahwa
ucapan Cumoti itu hanya ditujukan padanya seorang saja.
Maka ia pun menjawab, "Baiklah, sudah tentu aku menurut
saja.”
Cumoti terbahak-bahak, katanya, "Sungguh tidak nyana
tanpa sengaja dapat berkenalan dengan seorang ksatria
gagah perkasa seperti Ong kongcu sungguh sangat
beruntung.”
Sebaliknya Goan-ci juga juga menjawab dengan setulus
hati, "jika dapat berkawan dengan Taysu, tentu saya juga
merasa bahagia.”
Lalu Cumoti berpaling kepada Cilo Singh yang berdiri diam
di samping dengan wajah muram itu, "Hud heng, kukira Ong
kongcu juga tidak perlu padamu lagi, lebih baik permisi
kepada Ong kongcu dan lekas pulang ke Thian tok saja!”
Urusan sudah begini, bukan saja Cilo Singh tidak dapat
menyuruh Goan-ci membawanya pergi mencari Polo Singh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahkan Ih kin keng yang mestinya sudah ditemukan itu
direbut pula oleh Cumoti, saking murka dan gemas, akhirnya
ia menjadi putus asa, katanya kemudian, "Baiklah, Ong
kongcu, aku akan pulang ke Thian tok saja.”
"Silahkan!” sahut Goan-ci.
"Dan kedua ekor ular itu pun boleh kau bawa pulang
sekalian, aku tidak perlu lagi. Awas, lain kali jangan sampai
kepergok olehku,” demikian A Ci ikut berkata.
Dengan lesu dan patah semangat Cilo Singh lantas tinggal
pergi kea rah barat dengan membawa kedua ekor ularnya.
"Sekarang silahkan Ong kongcu berdua melanjutkan
perjalanan, siauceng ada urusan, semoga kelak berjumpa
pula,” kata Cumoti.
Mendengar Cumoti akan pergi, seketika Goan-ci merasa
seperti akan kehilangan sesuatu, tapi demi teringat tengah
malam padri itu akan datang menemuinya, maka iapun
menjawab, "Baiklah, Taysu silahkan!”
Pada waktu berangkat, kembali Cumoti berpaling dan
tersenyum pada Goan-ci, wajahnya yang agung berwibawa itu
membuat orang merasa suka dan hormat pula, sungguh mirip
malaikat dewata hidup, Goan-ci sampai termangu-mangu,
sesudah didesak A Ci baru ia sadar, lalu mereka melanjutkan
perjalanan kedepan.
Sambil berjalan Goan-ci merasa tidak sabar lagi, ia
berharap hari lekas gelap dan malam lekas tiba serta lekas
tengah malam.
Waktu mereka bermalam ditengah jalan, karena letih A Ci
lantas tertidur diatas tanah rumput, sebaliknya Goan-ci masih
mondar-mandir saja sambil terkadang menengadah
memandang langit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kira-kira dekat tengah malam, benar juga dilihatnya Cumoti
melayang tiba seperti dewa yang turun dari kahyangan, cepat
Goan-ci berlutut member hormat.
Cumoti membangunkannya, katanya, "kita sudah
berkawan, buat apa pakai peradaban seperti ini?”
"Taysu, sekali-kali aku tidak berani mengharapkan sesuatu
yang muluk-muluk, biar pun menjadi budak Taysu juga aku
merasa kurang sesuai,” kata Goan-ci.
Cumoti tersenyum, katanya, "Jangan bikin nona Toan
terjaga, marilah kita menyingkir kesana,” lalu ia tarik tangan
Goan-ci dan diajak pergi.
Dalam perjalanan yang tidak terlalu jauh itu berturut-turut
Goan-ci menggunakan tujuh macam cara yang berbeda untuk
menjajal lwekang Goan-ci, tapi yang dapat disimpulkan adalah
kepandaian Goan-ci mirip dengan "Hoa kang tai hoat” Sing
siok pai, sedangkan tenaga dalamnya sukar dijajaki, pula
unsur racun yang maha dingin dan maha jahat di tubuh Goanci
itu sudah mencapai tingkatan yang sukar diukur.
Memang maksud Cumoti akan memperalat kebodohan
Goan-ci itu, sekarang tekadnya semakin teguh, sebaliknya
Goan-ci sama sekali tidak tahu.
Tidak lama kemudian, sampailah mereka di tengah suatu
hutan. Disitu lagi-lagi Goan-ci hendak menyembah, tapi
ditahan Cumoti pula.
Dengan sangat Goan-ci memohon, "Taysu, kepandaianmu
begini sakti, engkau sangat baik pula padaku, kalau engkau
tidak terima penghormatanku, bagaimana perasaanku bisa
tentram?”
"Sekarang aku Cuma kawanmu saja,” sahut Cumoti dengan
tersenyum, "bila kelak aku ada maksud menerima mu sebagai
murid, tatkala itulah baru boleh kau sembah padaku.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar demikian, tanpa terasa Goan-ci berjingkrak
kegiranga. Dahulu ia angkat guru pada Ting Jun jiu dan
merasa bangga mempunyai seorang suhu yang bergaya dewa,
tapi berhubung prsoalan A Ci sehingga hubungannya dengan
Ting lokoai menjadi retak, ia memang ingin mencari guru lain
lagi.
Meski batin Cumoti itu sangat licin dan keji, tapi lahirnya
tampak agung sehingga membuat siapa yang memandangnya
tentu timbul rasa kagum dan hormat. Apalagi Ting Jun jiu
suka main kekerasan terhadap Goan-ci, sebaliknya Cumoti
mau membantu kesukarannya malah, yaitu membantunya
membohongi A Ci, sebab itulah ia menjadi sangat senang
demi mendengar Cumoti ada kemungkinan akan menerimanya
sebagai murid.
Sesudah berjingkrak senang sebentar, tiba-tiba teringat
pula olehnya bahwa Tai lun Beng ong ini adalah seorang
hwesio, kalau dirinya mengangkat dia sebagai guru, bukankah
juga akan cukur rambut dan menjadi hwesio dan hwesio harus
masuk kelenteng dan dilarang kawin, lalu cara bagaimana
dirinya dapat berdampingan dengan A Ci untuk selamanya?
Wah, cialat! Ia menjadi ragu demi teringat demikian itu.
Rupanya Cumoti dapat meraba isi hatinya, dengan
tersenyum ia berkata, "kelak bila kamu ada maksud menjadi
muridku, maka boleh kuanggap dirimu sebagai muridku dari
keluarga preman.”
Keruan Goan-ci kegirangan setengah mati, cepat ia
menjawab, "Taysu, jika demikian Tecu…..”
"Nanti dulu,” tiba-tiba Cumoti mengebaskan lengan bajunya
sehingga ucapan Goan-ci itu tertahan, "aku belum
menyanggupi untuk menerimamu sebagai murid, mana boleh
kamu mengaku tecu padaku?”
Goan-ci menjadi bingung, ia garuk-garuk kepala dan telinga
dengan serba salah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begini,” ucap Cumoti lebih lanjut, "bila kamu memang
benar ingin menjadi muridku, maka kau harus berbuat dulu
beberapa hal yang bajik, dengan demikian barulah aku dapat
menerimamu.”
"Sudah tentu mau, silahkan Taysu member petunjuk,” seru
Goan-ci cepat.
"Nah, coba dengarkan,” kata Cumoti dengan
Tersenyum, "Ada seorang Toa ok jin (Manusia maha jahat),
namanya Toan Ki, apakah pernah kau dengar namanya?”
"Toan Ki, Toan Ki?” demikian Goan-ci mengulangi dua kali
nama itu, lalu menjawab, "Belum, belum pernah dengar.”
"Lahirnya orang itu kelihatan sangat alim dan seperti putra
seorang bangsawan, tapi sebenarnya seorang maha jahat,
maha busuk. Ketahuilah bahwa Lam hai gok s in, itu si durjana
ketiga dari Su ok adalah muridnya.”
Goan-ci terkejut, sahutnya, "jadi Toan Ki itu adalah gurunya
Gak losam, tentu saja jahatnya bukan buatan!”
Dasar pengalaman Goan-ci memang dangkal maka demi
mendengar cerita Cumoti secara sepihak dan sengaja dibesarbesarkan
itu ia lantas percaya penuh bahwa Toan Ki memang
benar adalah Toa ok jin yang harus diganyang.
Maka Cumoti meneruskan, "Nah, kalau kamu ingin
mengumpulkan jasa dan berbuat bajik, maka tugasmu yang
pertama harus membasmi Toa ok jin yang bernama Toan Ki
itu.”
Kembali Goan-ci terperanjat, sahutnya, "Taysu jika…..jika
Toan Ki adalah Toa ok jin macam begitu, ilmu silatnya dengan
sendirinya juga sangat tinggi, masakah aku…..aku mampu…..”
Sampai disini ia jadi menggigil dan gigi gemertukan,
bicaranya menjadi macet.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Menurut pendapatmu, bagaimana dengan kepandaianku?”
Tanya Cumoti.
"Kepandaian Taysu maha sakti, sungguh belum pernah
kulihat selama ini,” sahut Goan-ci.
"Nah, baiklah, maka aku akan mengajarkan sejurus ilmu
sakti padamu,” kata Cumoti. "Nanti bila ketemu Toan Ki, asal
kaujabat erat tangannya maka kamu pasti akan dapat
menaklukan dia.”
Sudah tentu Goan-ci masih ragu-ragu, ia hanya pandang
Cumoti dan tidak bicara lagi.
Segera Cumoti berlagak seperti "dukun klenik” yang sedang
beraksi, ia tepuk beberapa kali badan Goan-ci, katanya, "Nah,
sekarang sudah kusalurkan ilmu saktiku ke dalam badanmu,
sebelum ketemu Toan Ki, sama sekali jangan kau jabat tangan
dengan siapa pun juga.”
Goan-ci manggut-manggut tanda tahu, sahutnya, "Jika
demikian, berada dimanakah Toan Ki itu?”
"Besok pagi boleh kau lanjutkan perjalanan ke timur sana,
kira-kira tujuh atau delapan li jauhnya tentu akan kau
temukan dia, "tutur Cumoti. "Dia sedang duduk termenung
sendirian ditengah hutan.”
Goan-ci gosok-gosok telapak tangan sendiri lalu dipentang
dan dipandang, katanya, "Baiklah, besok pagi-pagi aku lantas
berangkat kesana.”
Mlihat tipu muslihatnya sudah dimakan Goan-ci, segera
Cumoti mengundurkan diri, "Sementara ini kita berpisah dulu,
nanti bila usahamu sudah berhasil, tentu aku akan datang
menjengukmu lagi.”
Ia sengaja hendak pamer, maka begitu selesai berkata,
mendadak tubuhnya melayang pergi secepat angin, hanya
sekejap saja orangnya sudah menghilang tanpa bekas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di samping kagum tak terkatakan, Goan-ci juga girang
akan mendapat guru maha sakti.
Padahal maksud tujuan Cumoti adalah lantaran dia pernah
kecundang di tangan orang she Toan dari Tayli, untuk
membalas dendam tidak mampu, kini dilihatnya ilmu Goan-ci
ini agak mirip dengan kepandaian Toan Ki itu, bedanya Cuma
yang satu keras, maha panas, sebaliknya yang lain maha
dingin dan maha berbisa, sebab itulah ia ingin memperalat
kebodohan Goan-ci untuk melabrak Toan Ki.
Begitulah, maka kemudian Goan-ci lantas kembali ke
tempat semula, pelahan ia mendekati Cumoti, ia lihat anak
dara itu masih tidur sangat nyenyak.
Di bawah s inar bulan dan bintang yang remang-remang, ia
lihat muka yang cantik itu ber tambah menggiurkan.
Dilihatnya pula mulut anak dara itu mengulum senyum, seperti
sedang mengimpikan sesuatu yang menyenangkan.
Goan-ci termangu-mangu memandangi wajah yang cantik
itu, kebetulan angin meniup sehingga rambut A Ci tersebar
dan menutupi mukanya, pelahan Goan-ci membetulkan
rambut anak dara itu.
A Ci seperti berasa, ia membalik tubuh sedikit, mulutnya
bergumam, "Ong kogncu, di dunia persilatan hanya dikenal
Lam Buyung dan Pak Kiau Hong, tapi tiada orang tahu masih
ada seorang Se ek Kek lok Ong (Ong si maha gembira dari
benua barat) seperti dirimu.”
Sudah jelas kata-kata itu Cuma igauan A Ci saja, tapi Goanci
merasa nikmat juga mendengarnya. Ia tahu Lam Buyung
dan Pak Kiau Hong adalah tokoh tertinggi di dunia persilatan
masa kini, sekarang kedudukan dirinya dalam pandangan anak
dara itu di sejajarkan dengan kedua tokoh ternama itu, hal ini
menandakan betapa cinta A Ci kepadanya.
Pelahan Goan-ci meraba muka sendiri yang benjal benjol
bekas luka itu, ia merasa tiak mengecewakan meski dirinya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah menyerempet bahaya dan menahan sakit dengan
membeset topeng besi itu. Kelak kalau bisa mengangkat guru
pada Tai lun beng ong pula, boleh jadi dirinya akan dapat
belajar ilmu silat maha tinggi, tatkala itu tentu takkan kuatir
lagi rahasianya diketahui A Ci.
Begitulah Goan-ci lantas rebah di samping A Ci dengan
berbantalkan lengan sendiri. Ia terus memandangi wajah yang
cantik ayu itu semalam suntuk tanpa tidur.
Ketika fajar menyingsing, pelahan barulah A Ci mendusin,
ia mengulet kemalas-malasan, lalu bangun duduk.
Lekas Goan-ci menyapa, "Kamu sudah bangun A Ci?”
Tiba-tiba A Ci bertiarap pula ke tanah rumput itu, ia pegang
tangan Goan-ci katanya, "Aku bermimpi.”
"Mimpi tentang apa?” Tanya Goan-ci.
"Aku mimpi menyaksikan pertemuan para jago kelas satu
dunia, mereka saling bertanding untuk menentukan
kepandaian masing-masing.”
"Hasilnya bagaimana, siapa yang jadi juara?” Tanya Goanci.
A Ci tertawa, katanya, "Ada seorang kongcu muda tak
terkenal, ia robohkan Lam Buyung dan mengalahkan Pak Kiau
Hong, pada padri Siau lim s i tidak ada yang berani maju, Sing
siok lokoai dihajarnya hingga minta ampun. Juara ilmu silat itu
tentunya dengan sendirinya dipegang oleh kongcu muda itu.”
"Siapakah kongcu muda itu?” Tanya Goan-ci.
Air muka A Ci berubah merah, ia cubit pelahan tangan
Goan-ci, lalu berkata, "ialah engkau sendiri, aaai dasar
linglung!”
Goan-ci benar-benar terlena dibuai rayuan A Ci itu sehingga
untuk sekian lamanya ia tidak anggup bersuara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya terdengar A Ci terkikik-kikik, katanya pula,
"kenapa diam saja? Apa kau rasa tidak dapat melawan
mereka?”
"Sudahlah A Ci, jangan bicara tentang impian lagi,” cepat
Goan-ci menjawab. "tapi hari ini aku benar-benar hendak
pergi melabrak seorang Toa ok jin.”
"Toa ok jin apa?” Tanya A Ci.
Goan-ci ingat A Ci she Toan, sedangkan Toan Ki yang
hendak dicarinya itu juga she Toan, jangan-jangan nanti anak
dara itu akan kurang senang. Maka ia menjawab, "entah siapa
namanya, yang terang dia adalah seorang maha jahat, maka
harus ditumpas. Namun ilmu silat Toa ok jin itu sangat hebat
pula, maka waktu kulabrak dia, paling baik kamu jangan
dekat-dekat.”
"Ya, aku tahu,” sahutA Ci. "padahal, engkau sudah pasti
akan menang, aku mendekat atau melihat dari jauh juga sama
saja.”
"Marilah kita berangkat,” ajak Goan-ci. Segera ia gandeng
tangan A Ci san menuju ke timur.
Kira-kira belasan li jauhnya, benar juga di depan terdapat
hutan lebat. Goan-ci pikir sebentar lagi dirinya akan bertempur
melawan seorang jahat yang ilmu silatnya sangat tinggi, meski
Tai lun beng ong sudah mengajarkan ilmu sakti kepadanya,
tapi betapapun ia tetap merasa jeri.
Diam-diam ia coba periksa telapak tangan yang akan
dipakai menggenggam tangan Toa ok jinn anti. Ia lihat tangan
sendiri toh sama saja seperti sehari-hari dan tidak ada tanda
mempunyai ilmu sakti apa segala. Maka ia tambah kebat-kebit
dan tidak tentram.
Sampai diluar hutan, Goan-ci merasa ragu dan berhenti.
"Apa sudah sampai?” Tanya A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, di sini ada sebuah heng lim (hutan pohon apricot),
konon Toa ok jin itu sembunyi disini, maka boleh kau tunggu
disini saja,” kata Goan-ci.
Sebenarnya A Ci adalah seorang gadis yang bandel, tapi
sekarang ia sangat penurut, sahutnya, "Baiklah, boleh kau
labrak Toa ok jin itu dan aku akan menunggu di sini.”
Sesudah mendudukkan A Ci di atas sebuah akar pohon, lalu
Goan-ci masuk ke hutan yang sangat lebat dan rindang itu
sehingga rasanya sangat dingin dan seram.
Sampai sekian lama Goan-ci menyusur hutan itu dan tetap
tidak menemukan seorang pun. Ia pikir Toan Ki itu tentu tidak
berada di situ lagi, selagi ia hendak putar balik, tiba-tiba
terdengar disebelah timur laut sana ada suara orang menghela
napas perlahan.
Goan-ci tercengang, ia coba mencari kearah suara itu.
Sesudah berputar dan membelok beberapa kali, akhirnya
dilihatnya ada seseorang dengan menggendong tangan
sedang berdiri di situ dengan menengadah sambil tiada
hentinya berkeluh kesah.
Goan-ci sembunyi di balik pohon. Ia pikir orang ini mungkin
bukan Toan Ki, sebab seorang yang maha jahat tidak mungkin
berada sendirian disini sambil berkeluh kesah.
Mendadak terdengar orang itu berkomat kamit sendiri,
"Nona Ong! Nona Ong! Tahukah dikau ada seorang sedang
rindu dan sedih bagimu?”
Mendengar itu, baru sekarang Goan-ci tahu bahwa orang
ini bahkan adalah seorang yang romantik, tampaknya dia
merindukan seorang nona she Ong, tapi harapannya tak
tercapai, makanya berkeluh kesah, sambil pikir segera Goan-ci
melangkah maju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat orang itu berpaling demi mendengar suara tindakan
Goan-ci. Maka tertampaklah dengan jelas, kiranya orang ini
adalah seorang kongcu muda.
Orang ini bukan lain daripada Toan Ki adanya. Sebenarnya
ia sedang merindukan Ong Giok yan, ketika mendadak
didengarnya ada suara tindakan orang dari belakang, ia kaget
dan cepat berpaling, sebab baru saja kemarin ia ketemu
Cumoti, ia kuatir jangan-jangan akan diserang padri itu dari
belakang. Tapi demi Nampak orang yang datang ini adalah
seorang laki-laki bermuka maha jelek, ia jadi terheran-heran
pula.
Sebaliknya Goan-ci juga dapat melihat jelas sikap Toan Ki
yang kelihatan linglung itu, tapi usianya masih muda dan
wajahnya cakap, jelas bukan Toa ok jin sebagaimana
disangkanya semula.
Sebelum Toan Ki menegurnya, segera ia mendahului
membuka suara, "sebentar lagi ditengah hutan ini akan terjadi
suatu pertempuran dahsyat maka lebih baik saudara lekas
pergi dari sini saja!”
Toan Ki hanya mengiakan sekali dengan acuh tak acuh dan
tetap berdiri di s itu.
Maka Goan-ci berkata pula, "tampaknya saudara bukanlah
orang persilatan, daripada nanti tersangkut dalam
pertempuran yang dahsyat, lebih baik lekas pergi saja, carilah
suatu tempat lain jika kamu ingin berkeluh kesah lagi.”
Sebenarnya Toan Ki sangat benci kepada ilmu silat,
sekarang ia sendiri sudah memiliki kungfu maha tinggi, tapi
sifatnya itu masih tetap tidak berubah, maka dengan berkerut
kening ia menjawab, "Kusangka tempat inilah paling aman,
tentram dan dapat kugunakan untuk termenung dengan
tenang. Kenapa kalian tidak mencari tempat lain untuk
bertempur?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada orang berjanji untuk bertemu dengan aku di tengah
hutan ini,” kata Goan-ci.
"Jika begitu, kenapa saudara sendiri tidak takut?” Tanya
Toan Ki. "apa barangkali saudara sendiri memiliki kepandaian
hebat?”
Goan-ci tersenyum getir, sahutnya, "biarpun aku ingin
menghindari juga tidak dapat lagi.”
"Sebab apa?” Tanya Toan Ki dengan heran.
"Habis aku sendiri adalah salah satu pihak yang akan
bertempur di tengah hutan ini, cara bagaimana aku boleh
pergi?” kata Goan-ci.
Melihat muka orang meski jeleknya tiada takaran, tapi
mempunyai hati nurani yang baik, maka Toan Ki coba member
nasihat, "mumpung belum terjadi, jika sekarang kau mau
tinggal pergi, bukankah pertarungan dahsyat nanti dapat
dihindarkan.”
"Tidak bisa,” sahut Goan-ci. "justru akulah yang hendak
melabrak Toa ok jin itu, sebelum bertemu mana boleh
kutinggal pergi?”
Toan Ki tahu urusan permusuhan di dunia persilatan
biasanya sukar dilerai, maka katanya pula sesudah berpikir
sejenak, "Jika demikian, siapakah Toa ok jin itu?”
"Toa ok jin itu bernama……ah, lebih baik saudara jangan
mengetahuinya, jangan-jangan engkau akan semaput bila
mendengar namanya,” demikian Goan-ci merasa tidak tega
menakut-nakuti kongcu yang lemah lembut ini dengan nama
Toa ok jin.
Sama sekali tak terduga olehnya bahwa orang
dihadapannya sekarang ini justru adalah "Toa ok jin” itu?”
"Aku…..aku tidak tahu,” sahut Goan-ci dengan bimbang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Toan Ki tambah heran tanyanya, "jika kamu tidak
yakin akan dapat mengalahkan Toa ok jin itu, tapi kau datang
juga kesini untuk mencari perkara padanya, masakah di dunia
ini ada orang tolol macam dirimu ini?”
Goan-ci hanya tersenyum getir saja, sahutnya, "meski aku
tidak becus apa-apa, tapi ada seorang padri sakti pernah
menepuk beberapa kali pada badanku dan telah mengajarkan
semacam ilmu sakti padaku, asal aku genggam tangan Toa ok
jin itu, segera aku dapat mengalahkan dia.”
Apa yang dikatakan Goan-ci ini biarpun dia sendiri juga
tidak yakin. Untung Toan Ki juga masih hijau dalam hal ilmu
silat, ia hanya merasa tertarik oleh cerita itu, maka tanyanya
pula, "apakah telapak tanganmu itu terdapat jimat sehingga
begitu sakti?”
"Ini lihat, sama saja seperti biasa,” sahut Goan-ci sambil
membuka tangannya.
"Jika demikian, jadi dalam hatimu sebenarnya kau pun
tidak percaya kepada omongan padri itu?” Tanya Toan Ki.
Tapi Goan-ci tidak menjawab, ia hanya geleng-geleng
kepala , lalu menghela napas dan berkata, "sudahlah, saudara
tidak perlu urus, lekas pergi dari s ini saja!”
"Tidak apa, kepandaian lain aku tidak punya kalau bicara
tentang lari, kuyakin tiada seorangpun mampu memburu aku,”
sahut Toan Ki. "maka biarlah aku nanti menonton saja
dipinggir.”
Sebenarnya Toan Ki juga tidak ingin melihat orang
bertempur, soalnya ia lihat Goan-ci adalah seorang yang jujur,
tampaknya pasti tidak mampu melawan Toa ok jin itu, mana
bila perlu ia bermaksud hendak membantunya dengan
menyeretnya melarikan diri.
"apakah saudara tidak kuatir ikut terembet nanti?” Tanya
Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, aku tidak kenal Toa ok jin itu, masakah dia akan
mengganggu aku?” sahut Toan Ki.
Melihat orang susah disuruh pergi, terpaksa Goan-ci tidak
banyak omong lagi, ia terus menuju ketengah hutan lebih
jauh. Tapi disana keadaan rindang gelap, meski sudah dicari
kesana kemari tetap tiada seorang pun yang diketemukan.
Diam-diam Goan-ci sangat heran, ia pikir mungkin Tai lun
beng ong salah duga tentu Toa ok jin yang bernama Toan Ki
itu sudah keburu pergi dari situ. Ketika ia hendak putar balik,
tiba-tiba dilihatnya Toan Ki masih mengikuti dibelakangnya.
Sekonyong-konyong hatinya tergerak, teringat apa yang
dikatakan Tai lun beng ong bahwa potongan Toan Ki itu
sangat mirip seorang putra bangsawan dan orang yang berada
didepannya sekarang bukabkah seorang kongcu bangsawan,
jangan-jangan inilah dia….
Goan-ci sampai tercengang memandangi Toan Ki. Selagi ia
hendak Tanya namanya, tiba-tiba ia ganti pikiran lagi, ia
merasa bila kongcu lemah lembut seperti ini adalah seorang
Toa ok jin, maka di dunia ini tentu tiada orang baik lagi, buat
apa dirinya mesti tanya pula?
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 59
Tengah Goan Ci bersangsi, tiba-tiba di luar hutan sana
bergema suara orang mengakak tawa, suara tertawa itu
sangat nyaring dan lepas. Menyusul berkumandang pula suara
tertawa kaum wanita, suaranya genit menggiurkan.
Goan Ci lantas teringat kepada A Ci yang sedang
menunggunya di luar hutan itu, kalau ada orang datang,
mungkin akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan lagi. Maka
cepat ia lari keluar hutan sana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan baru saja tubuhnya bergerak, tahu-tahu di sebelahnya
angin berkesiur, gerakan Toan Ki ternyata lebih cepat daripada
dia dan tahu-tahu sudah melayang ke depan sana.
Goan Ci terkesiap dan bersuara kaget, ia pikir orang
ternyata memiliki kepandaian setinggi ini. Tapi dilihatnya pula
kelakuan Taan Ki seperti orang kesurupan setan, maka ia jadi
tertegun, sementara itu Toan Ki sudah menghilang dari
pandangannya.
Waktu Goan Ci pasang telinga, ia dengar di luar hutan sana
sayup-sayup ada suara orang bicara. Cuma tidak terdengar
jelas. Segera ia pun lari ke sana secepat terbang, hanya
sekejap saja ia sudah berada di luar hutan, ia lihat Toan Ki
berdiri di tengah jalan sambil terlongong-longong memandang
ke depan sana.
Waktu Goan Ci celingukan sekitarnya, ia jadi kelabakan
karena A Ci tidak terlihat. Segera ia berteriak-teriak, "A Ci ... A
Ci Dimana kau?”
Sungguh rasa kuatir Goan Ci sukar dilukiskan demi tidak
memperoleh jawaban A Ci, seketika keringat membasahi
tubuhnya dan otot-otot hijau memenuhijidatnya. ia coba
perhatikan Toan Ki dan tanya, "Saudara tadi keluar lebih dulu,
apakah kau lihat A Ci?”
Tapi Toan Ki masih menteleng ke depan padahal dijalan
sana keadaan sunyi senyap tiada seorang pun dan entah apa
yang dia pandang.
Sesudah Goan Ci mengulangi pertanyaannya barulah ia
jawab dengan bingung. "Hah, apa? A Ci?”
"Ya, seorang gadis cantik berbaju ungu, kedua matanya
buta, dia takkan pergi jauh dari sini, sahut Goan Ci. Apakah
kau lihat dia?”.
"Tadi dia sudah pergi!” kata Toan Ki.
"Pergi kemana?” desak Goan Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki tersenyum getir, sahutnya, "Ya, dia sudah pergi.
Melirik saja tidak padaku, anggapnya dunia ini seperti tiada
seorang aku ini”
Goan Ci menjadi kuatir dan tambah gopoh, cepat tanyanya
pula. "Apa yang kau ocehkan? Dimana A Ci? Tentu kau lihat
dia?”.
Sembari berseru, berulang ia goyang-goyangkan bahu Toan
Ki.
Karena itu barulah Toan Ki seperti tersadar dari impiannya,
dengan kening berkerut ia tanya, "Ada apa sobat?”
"A Ci Aku mencari A Ci” seru Goan Ci, saking gugupnya
sampai suaranya serak.
"O, kiranya saudaraa hendak mencari orang, sayang tidak
dapat kubantu apa-apa”, sahut Toan Ki.
"Kentut” semprot Goan Ci, "Baru saja kau bilang melihat
dia. Nah lekas katakan, telah kau bawa kemana dia?”
Sebabnya Toan Ki mendadak lari keluar hutan tadi adalah
karena tiba-tiba mendengar suara tertawa seorang laki-laki
dan seorang perempuan yang dikenalnya sebagai suara
Buyung Hok dan Ong Giok yan, sebab itulah ia lari keluar
seperti kesetanan. Tapi yang dapat dilihatnya hanya bayangan
belakang Ong Giok yan saja, lantaran itu ia menyesal
setengah mati dan merasa kehilangan sesuatu sehingga
seperti orang linglung.
Ketika ditanya Goan Ci pada hakikatnya ia tidak
mendengarkan, sebaliknya ia berkeluh kesah akan perasaan
sendiri sekarang di dengarnya Goan Ci berkata, "Baru saja kau
bilang melihat dia”, ia sangka "dia” yang dimaksudkan itu
adalah Buyung Hok, maka kembali angot pula ketololtololannya,
sahutnya, "Ya, aku memang melihat dia. Cuma dia
tidak melihat aku”.
"Sudah tentu dia tak dapat melihatmu”, kata Goan Ci cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yang dimaksudkan Goan Ci adalah karena A Ci sudah buta,
sudah tentu tak bisa melihat.
Maka Toan Ki menghela napas, katanya, "Dalam hatinya
hanya terisi seorang saja, orang lain hanya terpandang dan
tak terlihat olehnya”.
Goan Ci merasa bangga, sahutnya, "Sudah tentu dalam
hatinya hanya terdapat seorang saja”.
Nyata terjadi salah wesel antara mereka, yang satu
maksudkan Ong Giok yan, yang lain A ci, tentu saja tidak
kelop.
Lalu Goan Ci berkata lagi, "Dan sekarang ke manakah
dia?”.
"Entah aku tidak tahu”, sahut Toan Ki, "Wahai Toan Ki
Kemanakah dia pergi, apakah kau tahu?”
Goan Ci berjingkrak kaget demi mendengar nama Toan Ki
disebut. Beruntun ia mundur tiga langkah, hatinya berdebardebar,
tanyanya, "Kau bilang Toan Ki? sia..siapakah yang
bernama Toan Ki?”
"Aku inilah Toan Ki sendiri”, sahut Toan Ki.
Keruan Goan Ci tambah kaget, serunya, "Jadi kau ini..”
Mendadak ia berhenti lalu menyambung lagi dengan
bentakan bengis, "Dimana A Ci? Lekas katakan "
Sebenarnya Goan Ci sudah biasa dimaki dan dihajar orang,
biarpun dipukul mati juga tidak heran. Tapi sekarang
diketahuinya bahwa pemuda dihadapannya ini adalah Toan Ki,
ditambah ‘provokasi’ yang telah dicekoki Cumoti, maka ia
anggap Toan Ki benar-benar seorang Toa ok jin, apalagi
mendadak A Ci menghilang, hal ini digandengkan dengan
kejahatan sang Toa ok jin pula, maka ia yakin hilangnya A Ci
pasti juga permainan Toan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Soalnya menyangkut keselamatan A Ci, dalam keadaan
terpaksa pun ia berani menyelamatkan A Ci didepan hidung
Ting jun-jiu, apalagi sekarang yang dihadapi adalah Toan Ki, si
Toa ok jin.
Dalam kadaan gusar, muka Goan Ci yang babak bandas
bekas luka menjadi merah padam, matanya berkilat-kilat,
tampaknya sangat seram.
Ketika Toan Ki memandang sekejap padanya, ia pun
terkesiap dan menyurut mundur selangkah, katanya, "A Ci? A
Ci apa?”.
"Eh, masih berlagak pilon?” damprat Goan Ci dengan gusar.
"Aku tidak tahu tentang A Ci segala, jangan kau tanya
padaku” ujar Toan Ki sambil goyang-goyang kedua tangannya.
Melihat orang menyangkal, Goan Ci tambah murka
sehingga mukanya yang jelek itu tambah beringas, kedua
tangannya terus diangkat, dengan kaku ia menubruk ke
depan. Meski gerak ilmu silatnya suma biasa saja, tapi
mukanya itulah yang menakutkan.
Toan Ki terkejut, cepat ia keluarkan Leng po wipoh yang
aneh, sedikit meluncur segera tubrukan Goan Ci dapat
dihindarkannya.
Dengan tubrukan yang kalap itu Goan Ci sangka pasti akan
kena sasarannya, siapa tahu mendadak lawan meluncur pergi,
sampai ujung bajunya saja tidak tersenggol. Goan Ci tertegun
sejenak, tiba-tiba ia bersuara aneh dan kembali menubruk
pula. Cepat Toan Ki berseru, "Hei sobat, ada urusan apa
hendaknya dibicarakan baik-baik”.
"Kembalikan A Ci ku” teriak Goan Ci dengan suara aneh.
"Aku tidak tahu A Ci itu apa?” sahut Toan Ki.
"Kentut, baru saja kau bilang melihat dia semprot” Goan Ci.
Tengah bicara, berulang Goan Ci menubruk beberapa kali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski Toan Ki tidak balas menyerang namun sama sekali
Goan Ci tidak pikirkan lawan itu sebenarnya bukan Toa ok jin
segala, sebaliknya ia sangka ilmu sakti yang diajarkan Tai lun
beng ong padanya teramat lihai sehingga Toa ok jin tidak
berani melawannya. Maka ia makin dapat hati dan menubruk
semakin cepat.
Begitulah yang satu menubruk dan yang lain menghindar.
Kedua orang sama-sama cepat luar biasa. Toan Ki menjadi
kebat-kebit, ia merasa kejadian sekarang ini jauh lebih
berbahaya daripada dahulu waktu ia mempermainkan Lam hai
gok sin, untunglah gerak Leng po wipoh teramat aneh dan
bagus sehingga sebegitu jauh Toan Ki selalu dapat terhindar
dari bahaya.
Setelah udak-udakan hampir setengah jam, tetap Goan Ci
tidak mampu memegang Toan Ki, saking nafsunya sampai
matanya merah membara dan menakutkan. Tapi Toan Ki terus
tutup mata malah dan anggap tidak melihat, hanya kakinya
saja yang bekerja.
Sembari mengudak Toan Ki, diam-diam Goan Ci merasa
kuatir juga akan keselamatan A Ci, keringat mengucur deras
dari jidatnya bagai air hujan sehingga menghalangi
pandangannya, terpaksa ia mengangkat lengan baju untuk
mengusap.
Di luar dugaan, sesudah sekian lama ia menubruk kian
kemari, debu pasir ikut bertebaran dan memenuhi lengan
bajunya, sekali ia mengusap keringat pada mukanya, seketika
matanya kelilipan dan tidak dapat melihat lagi.
Keruan Goan Ci jadi kelabakan, walaupun soal mata
kelilipan hanya sekejap saja sudah dapat disembuhkan, tapi
menghadapi seorang Toa ok jin, kalau mendadak diserang kan
bisa celaka. Maka terpaksa tangannya mencakar-cakar dan di
obat-abitkan ke depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tak tersangka permainan secara ngawur itu justru
mendatangkan hasil di luar dugaan. Pada waktu menggunakan
Leng-po-wi-poh yaitu langkah ajaib andalan Toan Ki, jika
musuh mengincar tubuhnya dan menyerang menurut aturan,
biarpun berusaha sampai sekarat juga takkan kena. sebaliknya
kalau menyerang secara ngawur dan serabutan, hal ini justru
berbahaya bagi pemain langkah aneh ini.
Sekarang mata Goan Ci kelilipan sehingga terpaksa ia
mencakar dan menjambret sekenanya, tahu-tahu malah Toan
Ki kena dipegangnya.
"Nah, kena dia” seru Goan Ci dalam hati.
Keruan Toan Ki terkejut, sekuatnya ia mengebaskan
tangannya, "bret” sepotong lengan bajunya terobek dan
pegangan Goan Ci juga terlepas.
Leng-po-wi-poh yang selama ini menguntungkan itu
sekarang mendadak tidak manjur, keruan Toan Ki kaget
sehingga langkahnya sedikit terlambat, sedang lawan terlihat
menubruk maju lagi, dalam gugupnya terpaksa Toan Ki
menggeser mundur sedikit dan otomatis kedua tangannya
digunakan menyambut tubrukan orang. Maka terdengarlah
suara "plak-plok” dua kali, empat tangan seketika saling
lengket.
Goan Ci masih ingat pesan Tai-lun-beng-ong, maka segera
ia kerahkan tenaga. Tubuh kedua orang pun lantas terpaku di
tempat masing-masing tanpa bergerak lagi.
Pada saat itulah tiba-tiba Cumoti tampak melayang tiba.
Orang pandai seperti dia ini ternyata juga tercengang demi
melihat keadaan kedua orang yang saling dorong dengan
kedua tangan masing-masing mirip dua orang pegulat yang
sedang mengukur tenaga.
Tertampak muka Toan Ki merah membara, badan menguap
mirip kuali panas yang baru ditutupnya, sebaliknya sekujur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
badan Goan Ci tampak terbungkus oleh selapis salju putih
tipis.
Cumoti sangat luas pengalamannya, tadinya ia cuma
mengetahui ilmu yang dimiliki oleh Toan Ki dan Goan Ci itu
yang satu maha keras dan panas sebaliknya yang lain maha
dingin dan maha berbisa, lebih dari itu ia tidak tahu darimana
datangnya kedua macam ilmu silat yang sangat aneh itu.
Sekarang sesudah kedua orang saling gebrak, ia jadi
terperanjat pula demi melihat keadaan panas-dingin diantara
mereka itu.
Sejak Toan Ki makan katak merah dan tanpa sengaja
menggunakan "Cu-hap-sin-kang” untuk menyedot Iwekang
beberapa jago kelas satu, sebenarnya kekuatannya boleh
dikatakan tiada tandingannya lagi di dunia ini. Tapi kebetulan
muncul pula seorang Goan Ci yang telah mengisap racun
maha dingin dari ulat sutra es dan memperoleh pula Ih-kinkeng
yang mujizat sehingga berhasil memiliki "Peng-jan-gikeng”
ilmu ajaib ulat sutra es. Ilmu kedua orang itu justru
berlawanan sehingga sekali gebrak kedua orang benar-benar
ketemu tandingan yang sama kuatnya dan sukar dipisahkan.
Bagi Toan Ki sudah tentu tiada maksud hendak membikin
susah orang, sebaliknya meski Goan Ci ingin merobohkan
Toan Ki, hal ini pun tidak mudahi ia pun tidak tahu cara
bagaimana harus melaksanakan maksudnya itu.
Oleh karena kepandaian kedua orang sama-sama maha
kuat dan hebat, maka begitu tangan saling menempel, secara
otomatis tenaga murni kedua orang lantas dikeluarkan untuk
menyerang lawan, semakin kuat daya tekanan lawan, dengan
sendirinya tenaga perlawanan yang dikeluarkanjuga tambah
kuat. sebab itulah sekali gebrak mereka lantas mengeluarkan
tenaga murni masing-masing sepenuhnya sehingga boleh
dikata pertarungan mereka ini adalah pertarungan yang maha
dahsyat dan jarang terdapat di dunia persilatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sebentar saja Cumoti menyaksikan disamping,
terlihat sekujur badan Toan Ki sudah terbungkus oleh uap
panas hingga mirip sebuah anglo, sebaliknya badan Goan Ci
juga perlahan terbungkus oleh selapis es tipis mirip sebuah
almari es.
Diam-diam Cumoti sangat senang karena usahanya
mengadu domba kedua orang itu telah berhasil, segera ia
melangkah maju dan angkat tangan hendak melontarkan
pukulan kearah Toan Ki. Tapi belum lagi pukulannya terjadi,
tiba-tiba dari belakang terdengar teriakan orang yang sangat
nyaring "Jangan taysu”.
Cepat Cumoti menoleh, ia lihat di belakangnya sudah
berdiri seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kiranya
Buyung Hok dan Ong Giok yan berdua,
"Kenapa jangan?” Tanya Cumoti.
Seketika Buyung Hok tak bisa menjawab, sebabnya dia
berseru mencegah adalah lantaran rasa sayangnya kepada
kepandaian Toan Ki dan Goan Ci yang luar biasa itu sehingga
tanpa terasa ia mencegah serangan gelap Cumoti itu.
Karena tidak mendapat jawaban, Cumoti berkata pula.
"Dahulu Siau-ceng bersahabat sangat akrab dengan Buyung
siansing, ketika berbicara tentang ilmu pedang di dunia ini.
Buyung siansing menyatakan bahwa Lak-meh-sin-kiam dari
Thian-liong-si di Tayli adalah ilmu pedang nomor satu di dunia
ini. cuma sayang beliau tidak pernah menyaksikan sendiri
sehingga hal ini sangat disesalkannya. Tatkala itu aku berjanji
padanya untuk berusaha melaksanakan cita-cita beliau itu.
Kini meski Buyung siansing sudah wafat, tapi tetap harus
kutepati janji, biarpun Lak-meh-sin-kiam-boh (kitab ilmu
pedang) sudah musnah, tapi Toan Ki ini sudah menghapalkan
seluruh isi kitab ilmu pedang itu di luar kepala sehingga pada
hakikatnya dia merupakan kiam-boh hidup, maka hendak
kutawan dia ke depan makam Buyung sian sing untuk dibakar
di sana guna menepati janji ku itu”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Taisu”, tiba-tiba Ong Giok yan berseru, "Persahabatanku
dengan Toan kongcu ini belum lama, tapi kami agak cocok
satu sama lain. Maka janjimu yang tidak penting itu harap
dianggap sebagai kelakar saja dan tak perlu ditepati”.
Tapi Cumoti melihat Toan Ki sudah tak bisa bergerak lagi,
sekali pegang tentu akan dapat ditawannya dengan mudah,
sudah tentu ia tidak mau menuruti permintaan Ong Giok yan
itu, katanya dengan terbahak-bahak, "Hahaha.. Lisicu anggap
aku ini orang apa? Masakah boleh janji tidak ditepati?”
Sembari berkata, terus saja tangannya mencengkeram
pundak Toan Ki.
Ong Giok yan menjerit tertahan, sambil menutup mukanya
dengan tangan karena tidak tega menyaksikan lebih jauh.
Namun Buyung Hok lantas bertindaki ia melayang maju sambil
membentak, "Tahan Taisu”.
Dengan cepat luar biasa ia melayang sampai di samping
Cumoti jari tengahnya terus menyelentik "Siau-yau-hiat”
dipinggang paderi itu.
Tapi pada saat itu pula mendadak Cumoti menjerit aneh
sekali, tahu-tahu tubuhnya terpental pergi dengan
berjumpalitan, totokan Buyung Hok secepat kilat itu ternyata
mengenai tempat kosong, segera ia menarik kembali
tangannya, sementara itu Cumoti kelihatan berdiri di tempat
sejauh tiga empat meter sana dengan muka pucat dan badan
agak gemetar.
Buyung Hok tidak tahu apa yang telah terjadi dalam
sekejap itu, maka ia coba tanya "Ada apa Taisu?”
Sudah tentu Cumoti tidak dapat menjelaskan, yang terang
baru saja jarinya menyentuh pundak Toan Ki, mendadak ia
merasa yang dipegangnya itu seperti arang yang membara,
berbareng terasa dari badan Toan Ki timbul semacam daya
sedot yang maha kuat hingga tenaga dalamnya terhisap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan kaget Cumoti tidak kepalang dan cepat menarik
kembali tangannya, untung ia masih dapat melepaskan diri
dari sedotan Toan Ki, hal ini boleh dikatakan luar biasa berkat
ketangkasan dan kecerdikannya yang dapat bertindak dengan
cepat-
Walaupun demikian tidak urung tenaga dalam Cumoti itu
juga sudah tersedot sebagian oleh Cu-hap-sin-kang ilmu sakti
katak merah yang dimiliki Toan Ki itu.
Saat itu Toan Ki sedang mengukur tenaga dengan Goan Ci,
ketika mendadak mendapat bantuan tenaga segar dari luar,
seketika juga Goan Ci didesaknya hingga mundur setindak.
Dan sedikit badan Goan Ci bergeraki segera lapisan es yang
membungkus tubuhnya itu sama rontok dan jatuh ke tanah.
Tapi hanya setindak saja ia terdesak mundur, lalu ia dapat
berhenti pula dengan kuat, sedang Peng-jan-ih-kang tetap
bekerja sehingga dengan cepat badannya kembali terbungkus
oleh selapis es tipis yang baru bahkan makin lama makin tebal
lapisan es itu dan mengeluarkan cahaya gemerlapan di bawah
sinar sang surya.
Sebaliknya badan Toan Ki tampak menguap lebih keras lagi
hingga seperti mengepulkan asap yang tipis, pemandangan
yang berlawanan dengan Goan Ci itu sungguh sangat aneh
dan menarik.
Sesudah Cumoti kaget setengah mati, lekas ia kerahkan
tenaga murni untuk menghimpun kembali Iwekangnya hingga
seketika tidak sanggup bersuara, sedangkan Buyung Hok juga
melongo menyaksikan apa yang terjadi tadi.
"Piauko, apakah dapat kau pisahkan mereka?” Tanya Ong
Giok yan kemudian.
Buyung Hok menghela napas panjang, sahutnya, "Hari ini
barulah kutahu bahwa ilmu silat sesungguhnya tiada batasnya,
mungkin di jaman ini tiada seeorang pun yang dapat
memisahkan mereka ini”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ong Giok yan merasa kuatir, katanya. "Habis, apakah Toan
kongcu dan laki-laki jelek ini akan…”
"Mereka berdiri terpaku disini, pada akhirnya tenaga
mereka tentu akan habis dan tatkala itu dengan sendirinya
mereka akan terpisah”, ujar Buyung Hok.
Walaupun tidak dijelaskan juga Ong Giok yan tahu bahwa
terpisahnya kedua orang itu nanti tentu akan dibarengi
dengan kematian mereka. Dalam keadaan demikian, mau
tidak mau teringat juga olehnya kebaikan Toan Ki padanya
selama ini sehingga sedikit banyak ia pun merasa cemas.
Dengan termangu-mangu Buyung Hok menyaksikan Toan
Ki dan Goan Ci yang saling pegang tanpa bergerak itu,
mendadak ia berteriak. "Piaumoi, selama hidupku, terang ilmu
silatku tak mungkin mencapai setinggi mereka ini”.
"Pertarungan mereka ini kelak tentu akan dibuat cerita
pujian sepanjang masa didunia persilatan, sebaliknya aku
hanya menyaksikan saja tanpa dapat berbuat apa-apa dalam
cerita itu nanti entah diriku akan dijadikan peranan sebagai
apa?”.
Belum lagi Ong Giok yan menjawab, tiba-tiba Buyung Hok
menyambung dengan menjengek. "Hm, tentu aku akan
diceritakan sebagai seorang pengecut yang tiada taranya. Ya,
biarpun aku harus binasa tergetar oleh tenaga mereka, akan
kupisahkan mereka agar dapat meninggalkan nama harum di
kemudian hari”.
Ong Giok yan terkejut mendengar tekad sang piauko itu,
cepat ia berseru "Jangan Piauko”.
Namun sudah terlambat. Buyung Hok merangkap kedua
tangannya bagaikan orang senbahyang terus menerjang
kedepan.
Dalam hal pengetahuan, Ong Giok yan ada lebih tinggi
daripada Buyung Hoki ia tahu sekali sang Piauko menerjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepenuh tenaga, andaikan dapat memisahkan kedua orang
yang sedang mengadu tenaga itu, tapi sang Piauko sendiri
tentujuga tidak dapat menahan gencetan dua arus tenaga
yang berlawanan dan maha hebat itu dan pasti akan binasa
seketika.
Maka ia menjadi kuatir dan tanpa berdaya, ia hanya bisa
menangis saja sambil mendekap muka sendiri.
Syukurlah pada saat Buyung Hok mulai menerjang itu,
sekonyong-konyong dari dua jurusan menyambar pula dua
rangkum angin yang maha kuat dengan cepat luar biasa.
Maka tertampaklah dari sebelah timur melayang tiba
seorang leki-leki berbaju hitam berperawakan tegap, muka
berkedok, hanya kelihatan kedua matanya, sedangkan dari
sebelah barat muncul seorang padri berjubah putih dan melulu
matanya yang kelihatan.
Datangnya kedua orang ini sedemikian cepat sehingga
seakan-akan dua jalur sinar hitam putih mendadak berkelebat
ke depan Buyung Hok, berbareng kedua orang itu angkat
tangannya pula sehingga dua arus tenaga yang sangat kuat
menyambar kearah Buyung Hok, tanpa kuasa lagi Buyung Hok
terpental mundur.
Sesudah mendesak mundur Buyung Hok, segera laki-laki
baju hitam dan padri berjubah putih bergabung menjadi satu,
dengan berjajar mereka terus menerjang ke depan, tenaga
pukulan mereka pun terhimpun menjadi satu sehingga
mendadak Toan Ki dan Goan Ci dapat dipisahkan. Bahkan
kedua orang itu sedikit pun tidak berhenti, secepat kilat
mereka lantas berpencar pula, seorang ke timur dan yang lain
ke barat, hanya dalam sekejap saja mereka lantas menghiaing
lagi.
Rupanya kedua orang yang berbaju hitam-putih itu telah
menggabungkan tenaga pukulan mereka menjadi suatu jalur
tenaga yang sempit untuk menerobos keempat tangan Toan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ki dan Goan Ci yang saling lengket itu sehingga kedua
pemuda itu dapat dipisahkan secara mentah-mentah bahkan
tenaga pukulan gabungan itu tidak lantas lenyap, tapi masih
terus menyambar kedepan sehingga sebatang pohon itu
seakan-akan terbelah oleh sebuah kampak raksasa yang maha
tajam dan tumbang seketika.
Toan Ki dan Goan Ci juga tergetar mundur dua tiga tindaki
lapisan es di tubuh Goan Ci sama rontok pula, sedang hawa
berbisa Toan Ki juga menguap lenyap tanpa bekas.
Waktu Goan Ci terhuyung-huyung mundur, ia masih
sempat mengetahui berkelebatnya bayangan si orang berbaju
hitam yang melayang kearah barat sana, seketika ia
tercengang dan teringat sesuatu.
Dahulu waktu Kiau Hong mengamuk di Cip-hian-ceng, saat
itu Goan Ci mengikuti peristiwa itu dengan sembunyi di balik
dinding, ia menyaksikan para ksatria sama menggeletak mati
atau terluka parah, akhirnya Kiau Hong juga tidak tahan, tapi
dapat di tolong oleh seorang laki-laki berbaju hitam dengan
seutas tambang panjang, sebab itu kesan Goan Ci kepada
orang berbaju hitam itu sangat mendalam.
Maka sekarang sekilas lihat saja ia dapat mengenali orang
berbaju hitam tadi bukan lain adalah orang yang sama dahulu
itu. sedangkan padri baju putih yang melayang kearah timur
itu tidak keburu dilihat oleh Goan Ci.
Sebaliknya arah berdiri Cumoti dan Buyung Hok kebetulan
dapat melihat bayangan tubuh padri berjubah putih itu.
Mestinya Cumoti sudah mulai tenang kembali, tapi demi
nampak potongan tubuh padri itu, kembali air mukanya
berubah hebat pebuh keheranan dan kesangsian, ia berpaling
dan tanya Buyung Hok, "Taisu tadi itu apakah…”
Tapi Buyung Hok lantas menggeleng kepala dan menjawab,
"Gerak tubuhnya terlalu cepat, menyesal tidak jelas
kulihatnya”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cumoti tercengang sambil bergumam sendiri. "Apakah
dia….ah tentu, mata ku yang kabur sehingga mengira dia
seorang sobatku yang lama”.
Dalam pada itu sesudah terpisah dari Toan Ki, segera Goan
Ci memeriksa sekitarnya dan tidak mendapatkan A Ci, yang
terlihat hanya Ong Giok yan dan Buyung Hok saja, maka
kembali ia berteriak aneh. "Dimana A Ci?” segera Toan Ki
hendak ditubruknya pula.
Tapi baru saja badannya bergeraki tiba-tiba terdengar
suara sambutan A Ci dari tempat jauh. "ong kongcu, aku
berada disini”
Sungguh girang Goan Ci melebihi putus lotere 120 juta
demi mendengar suara A Ci, sekuatnya ia menahan tubuhnya
sehingga terjatuh ketanahi tapi biarpun dia terbanting lebih
keras juga takkan terasa sakit bahkan seoera ia meloncat
bangun terus memburu kearah datangnya suara A Ci.
Maka tertampaklah A Ci sedang mendatangi dengan
perlahan, bajunya yang berwarna ungu muda itu bergerakgerak
ditiup angin, wajahnya menampilkan senyuman manis.
Saking girangnya Goan Ci sampai berteriak-teriak aneh
terus memapak maju, meski ia lewat disamping Ong Giok yan
yang kecantikannya boleh dikata tiada tandingannya di dunia
ini, tapi sekejappun Goan Ci tidak meliriknya, mungkin dalam
pandangannya biarpun bidadari yang turun dari
kahyanganjuga tak dapat menandingi si A Ci kesayangannya
itu.
Sesudah dekat, dengan napas memburu ia lantas tanya, "A
Ci, kemanakah dikau pergi? Ai….aku….aku sungguh sangat
kuatir”.
"Bukankah sekarang aku sudah kembali, kuatir apa?” sahut
A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tadi Goan Ci memang kelabakan setengah mati dengan
hilangnya A Ci, kini demi ditegur oleh dara itu, seketika ia
merasa rasa kuatirnya itu memang berlebihan, dalam keadaan
buta dengan sendirinya A Ci takkan meninggalkannya,
mengapa mesti kuatir?
Sekarang sesudah anak dara itu diketemukan kembali,
sungguh girangnya sudah dilukiskan, segala apa yang terjadi
tadi telah dikesampingkan seluruhnya. Maka dengan tertawa A
Ci tanya, "Apakah kau jadi berkelahi dengan orang?”
Goan Ci hanya memandangi anak dara itu dengan
terkesima, pada hakikatnya ia tidak dengar apa yang
ditanyakan itu.
Berulang A Ci tanya pula, tapi mendadak Goan Ci malah
balas tanya diluar garis. "Kenapa engkau tidak omong dan
lantas tinggal pergi begitu saja?”
A Ci tertawa genit, sahutnya, "Aku pergi mencari tahu
tentang dirimu”.
"Hah Kau..kau” seru Goan Ci terkejut.
"Tadi kudengar Buyung kongcu dan nona Ong Giok yan
berdua lewat di luar hutan itu, teringat olehku bahwa Buyung
kongcu adalah kawanmu, maka aku lantas berseru
memanggilnya dan berbicara tentang dirimu”.
Seketka kepala Goan Ci seperti diguyur air es, keluhnya di
dalam hati. "Wah, celaka tamat tamatlah riwayatku sekarang”
"He, kenapa kau? Mengapa diam saja?” Tanya A Ci dengan
heran.
Belum lagi Goan Ci menjawab, tiba-tiba sebuah tangan
orang meraih pundaknya, cepat Goan Ci menoleh, ia lihat
orang itu adalah Buyung Hok yang sedang memandang
padanya dengan tertawa. Keruan kejut Goan Ci tambah hebat
sehingga mundur setindak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dengan tertawa Buyung Hok berkata, "A Ci, sayang
kau datang terlambat sedikit, Ong kongcu mu ini sangat
mengkuatirkan dirimu dan dia telah unjuk ilmu saktinya
sehingga kami benar-benar terpesona”.
Dengan girang A Ci menjawab. "Apakah betul? Ah, Buyung
kongcu sendiri terlalu rendah hati”.
"Sekali-kali aku tidak rendah hati”, sahut Buyung Hok.
"Betapa tinggi ilmu silat Ong kongcu sungguh sukar diukur”.
Mendengar ini, A Ci tertawa lebih gembira lagi. sebaliknya
Goan Ci berdiri terpaku di tempatnya dengan perasaan
bingung.
Sehabis berkata, lalu Buyung Hok lari pergi dengan
perlahan, katanya. "Kami masih ada sedikit urusan, sampai
bertemu pula”. Hanya sekejap saja orangnya sudah pergi
jauh.
Sesudah termangu-mangu sebentar, kemudian Goan Ci
berkata, "A Ci, ketika kau tanya mereka tentang diriku, apa
yang dikatakannya padamu?”.
"Semula Buyung kongcu tercengang”, tutur A Ci, "Tapi
kemudian nona Ong Giok yan mengingatkan dia, lalu ia
mengatakan bahwa engkau sangat mirip dia bahkan orang lain
sering menyangka kalian adalah saudara sekandung”.
Kembali Goan Ci termangu-mangu, sungguh terima
kasihnya tak terhinggakan kepada Buyung Hok dan Ong Giok
yan berdua, ia tahu kedua orang itu tentu melihat A Ci sudah
buta, tatkala membicarakan diriku tampaknya anak dara ini
sedemikian mesra, karena tidak ingin A Ci sedih dan kecewa,
maka mereka sengaja membohonginya, hal ini tidak ubahnya
seperti telah menolong jiwaku.
Sampai sekian lama Goan Ci tertegun, ketika ia menoleh, ia
lihat Toan Kij uga sudah pergi, sedang Cumoti tampak lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergerak keluar hutan sana dengan cepat, segera Goan Ci
berteriak-teriak. "Taisu.. Taisu”.
Tapi Cumoti sama sekali tidak menoleh, secepat terbang
orangnya menghilang di balik pohon sana.
"Taisu, nanti malam akan kau cari aku lagi tidak?” seru
Goan Ci pula.
Darijauh terdengar Cumoti menjawab, "Kamu tidak dapat
membedakan antara yang jahat dan bajik, buat apa aku
berhubungan lagi denganmu?”.
Goan Ci semakin gugup, serunya pula. "Tapi engkau telah
berjanji akan terima aku sebagai murid, apa…apa…”
Tapi segera teringat olehnya bahwa A Ci berada disitu,
ucapannya itu tentu akan membikin rahasianya terbongkar,
seketika ia berkeringat dingin dan tidak sanggup meneruskan
ucapannya.
Sementara itu Cumoti sudah berada sangat jauh tapi
suaranya masih terdengar, "Jika kau mau taat kepada pesanku
dan berdaya untuk membasmi Toa ok jin Toan Ki, maka
harapanmu akan kuterima sebagai murid dikemudian hari
mungkin bisa terkabul”.
Saking girangnya Goan Ci menjawab dengan suara keras,
"Ya, ya Taisu Engkau sendiri jangan lupa ya”.
Habis itu, suasana di tengah hutan lantas sunyi senyap,
sampai agak lama baru terdengar A Ci bersuara, "Ong kongcu,
ilmu silatmu sendiri sudah tergolong kelas wahid, sampai Ting
jun jiu juga kena kau labrak hingga ngacir mengapa engkau
sedemikian menghormat kepada Tai lun beng ong ini,
bukankah hal ini akan merosotkan harga dirimu?”
Goan Ci merasakan nada ucapan A Ci itu mengandung rasa
kecewa, tidak puas dan mendongkol, agaknya menaruh curiga
pula kepadanya, maka cepat ia menjawab, "A Ci, rupanya
kau..kau tidak tahu bahwa aku hanya pura-pura hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengangkat guru padanya, tapi..tapi sebenarnya aku
mempunyai maksud tujuan tertentu.....”
"Ah, kiranya demikian, jadi engkau hanya pura-pura saja
hendak mengangkat guru kepadanya”, A Ci menegas dengan
tertawa.
"Ya, sudah tentu hanya pura-pura saja”, sahut Goan Ci.
"Coba pikirkan, aku Ong sing-thian adalah ciangbunjin
Kek…Kek-lok-pai, masakah aku sudi berguru pula kepada
orang lain? Tentang maksudku hendak mengangkat guru
kepadanya sudah tentu pura-pura saja. Bicara tentang ilmu
silat sejati, huh. masakah Cumoti itu….”
Sebenarnya ia hendak mengatakan Cumoti itu tak mungkin
dapat menandingi dirinya, tapi dia adalah seorang jujur,
terhadap Cumoti memang dia sangat kagum, biarpun
dibelakang juga tidak mau berlaku kurang sopan, sebab itulah
ia urung melanjutkan ucapannya itu.
Maka dengan tertawa A Ci berkata, "Ong kongcu,
jangankan cuma Cumoti, sedangkan tokoh maha hebat seperti
Buyung kongcu itu juga sedemikian menghormat dan segan
padamu, sudah tentu Cumoti itu sekali-kali bukan
tandinganmu. Tapi engkau sengaja pura-pura hendak berguru
padanya, sebenarnya apa maksud tujuanmu?”
Goan Ci bukan anak bebal, tapi juga bukan orang pintar
dan cerdik, disuruh mencari akal mendadak untuk
membohong sekali-kali tak bisa. Maka demi ditanya oleh A Ci
terpaksa ia menjawab. "Tentang ini..ini. ehm..ini.”
Seketika A Ci ngambek, dengan mulut menjengit ia berkata
"Jika engkau tidak sudi menerangkan juga tak apa,
memangnya aku juga tidak sesuai untuk ikut mengetahui
rahasia dunia persilatan yang maha penting ini”.
Goan Ci menjadi gugup melihat A Ci kurang senang, cepat
katanya. "Ini pun bukan rahasia apa-apa, jika kau ingin tahu,
sudah tentu dapat kuterangkan”. Berbareng itu ia coba peras
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
otak dengan harapan dapat menemukan sesuatu akal untuk
menjawab pertanyaan A Ci itu, tapi meski sudah dipikir kian
kem ri tetap tak diperoleh sesuatu akal yang baik.
Karena Goan Ci tergagap-gagap tak bisa menerangkan
lebih jauhi A Ci mengira pemuda itu sengaja tidak mau bicara
terus terang padanya. Biasanya A Ci terlalu dimanjakan dan
tinggi hati meski sekarang matanya buta tapi dalam waktu
singkat silat-silatnya itu sukar berubah. Maka dalam gusarnya
segera ia membuang muka terus tinggal pergi dengan cepat.
Keruan Goan Ci tambah gugup, cepat ia berseru, "A Ci, A
Ci, jangan gusar, biarlah kukatakan padamu sekarang juga”.
"Huh, tidak begini” jengek A Ci. "Aku tidak suka dengar
lagi”.
Mendadak kakinya kesandung sesuatu dan jatuh
tersungkur, sambil menjerit kaget. Meski matanya sudah buta,
tapi ilmu silat A Ci masih cukup lihai, sekali tangan kanan
menahan tanah, dengan enteng ia melompat bangun lagi.
Segera Goan Ci mendekatinya sambil bertanya. "Engkau
tidak apa-apa bukan, A Ci?”.
"Biar terbanting mati saja daripada hidup di siksa” sahut A
Ci.
Diam-diam Goan Ci heran bilakah dirinya pernah menyiksa
anak dara ini? selama berkenalan dengan A Ci, yang sudah
kenyang dihina dan disiksa adalah Goan Ci sendiri, tapi
sekarang anak dara ini mengomeli dia dan memutar balikkan
apa yang terjadi sebenarnya, keruan Goan Ci serba runyam.
Waktu A Ci berdiri tegak kembali, ketika ia coba meraba
barang apa yang menyandung kakinya itu hingga jatuhi
ternyata di situ terlintang sebatang pohon tumbang yang
sudah terbelah menjadi dua, bagian batang pohon yang
terbelah terasa sangat licin dan rajin, rasanya sekali-kali bukan
dipotong oleh gergaji dan sebagainya, andaikata dikapak juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak mungkin terdapat kapak sebesar itu yang dapat
membelahnya dari atas kebawah dan tidak mungkin pula
terdapat manusia raksasa yang mampu membelah sebatang
pohon besar dari atas.
Sesudahberpikir sejenak segera A Ci tahu sebab
musababnya, katanya dengan suara terputus-putus,
"Ong…ong kongcu, tadi engkau telah-telah bertanding dengan
orang dan membelah pohon ini menjadi dua bukan?”.
Sebenarnya watak Goan Ci sangat rendah hati dan tidak
suka membual serta mengagulkan diri sebab dia tahu diri
sendiri adalah orang bodoh, hendak membual juga tidak bisa,
tapi sekarang dihadap n A Ci, ia menjadi kuatir kalau anak
dara itu mengetahui harga dirinya yang tidak laku sepeserpun,
sekali guci wasiatnya terbongkar, seketika anak dara itu akan
meninggalkan dirinya.
Sebab itulah, setiap kesempatan yang dapat menaikkan
harga diri dan ilmu silatnya tentu tidak disia-sia kan olehnya.
Akan tetapi terbelahnya pohon sebesar ini adalah lantaran
gabungan tenaga laki-laki baju hitam dan padri jubah putih
yang dilakukannya dalam sekejap setelah memisahkan Goan
Ci dan Toan Ki, betapa hebatnya tenaga gabungan itu mana
dapat ditandingi oleh siapapun juga. Biarpun sekarang Goan Ci
hendak membual dihadapan A Ci juga tidak berani mengaku
mempunyai kemampuan sehebat itu.
Karena itu ia hanya menjawab dengan tergagap. "Tentang
ini…ini bukan..”
"Ong kongcu”, sela A Ci dengan tersenyum. "Engkau ini
sangat baik. Cuma ada sesuatu yang kurang”.
"Kur..kurang apa?” Tanya Goan Ci cepat.
"Engkau terlalu rendah hati”, ujar A Ci. "Sudah terang
gamblang ilmu silatmu maha tinggi, tapi engkau tidak mau
mengaku. Meski orang pandai biasanya memang tidak suka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pamer, tapi terhadap-terhadap diriku masakah kaupun anggap
seperti orang lain?”.
Hati Goan Ci berdebar-debar hebat, dengan suara kikuk ia
jawab, "Terhadapmu sudah..sudah tentu lain dari yang lain.
Kau bilang apa tentu itu yang kulakukan. A Ci, sejak berjumpa
denganmu aku selalu bersikap demikian”.
A Ci menghela napas, katanya. "Cuma sayang aku tidak
pernah dapat melihat wajahmu, ya, seumur hidup ini aku
takkan dapat melihatmu lagi”.
Seketika anak dara itu menjadi muram durja. Tapi sejurus
kemudian ia lantas berkata dengan tertawa lagi. "Menurut
Buyung kongcu itu, katanya orang lain suka angap mukamu
sangat mirip dengan dia, tapi ia sendiri merasa tak dapat
membandingimu. Nyata engkau memang seorang yang
ganteng bagus, ilmu silatmu sangat tinggi pula, sebaliknya
aku., aku hanya seorang nona buta, dimanakah letak
kebaikanku sehingga berharga mendapatkan perhatianmu?”.
Hati Goan Ci sangat terharu, mendadak ia berlutut dan
katanya dengan suara gemetar, "No..nona hendaklah jangan
berkata demikian lagi, aku..Ong sing thian hanya berharap
selama hidup ini senantiasa dapat berdampingan denga nona,
untuk itu biarpun aku menjadi budakmu juga aku rela”.
Sudah tentu A Ci tidak tahu Goan Ci berlutut, tapi dari nada
ucapannya itu ia dapat mendengar perasaan pemuda itu
sangat terguncang, maka ia sangat girang, katanya, "Ong
kongcu, engkau sedemikian baik padaku, ya, boleh dikata kita
ini memang ada jodoh, aku pun berharap dapat berdampingan
denganmu untuk selamanya dan takkan berpisah lagi.
Cuma…cuma, dikemudian hari nanti kurasakan engkau belum
tentu tetap setia padaku seperti sekarang”.
Goan Ci menjadi gugup, cepat ia bersumpah dengan suara
keras, "Tuhan menjadi saksi bila, bila kelak aku berbuat tidak
pantas kepada nona A Ci, biarlah Tuhan menghukum aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tersiksa selama hidup dan takkan hidup gembira seperti
sekarang ini”.
"Hihijadi sekarang engkau sangat gembira?” Tanya A Ci
dengan tertawa.
"Ya, gembira sekali”, seru Goan Ci sambil berdiri "Sekarang
aku merasa sangat bahagia, mungkin malaikat dewata juga
tak dapat melebihiku”.
Tiba-tiba A Ci termenung-menung sambil menengadah,
katanya, "Ong kongcu, engkau telah menipu Tai lun beng ong
dan pura-pura menyatakan hendak mengangkat guru
kepadanya, sebenarnya apa maksud tujuanmu? Apakah dalam
ilmu silatnya itu ada sesuatu yang istimewa yang ingin kau
selami dan engkau menipunya untuk mendapatkan
kepandaiannya itu, lalu akan kau binasakan dia? ya, bagus,
kukira pasti demikian. Cuma saja Cumoti itu sangat licin,
rasanya tidak mudah untuk mengakali dia”.
Diam-diam Goan Ci terkejut, ia tak habis mengerti
mengapa yang dipikirkan anak dara itu selalu hal-hal yang keji
seperti itu? Tapi dengan uraian A Ci itu, kini dapat
memecahkan kesulitan Goan Ci malah, sebenarnya ia serba
susah karena tak dapat memberi alasan yang masuk akal
untuk membohongi A Ci, sekarang ia tidak perlu cari akal lagi,
segera ia mengiakan dan membenarkan saja untuk menuruti
jalan pikiran A Ci itu.
Maka A Ci berkata pula, "Ong kongcu, bahwasannya ilmu
silatmu sangat tinggi, tetapi Cumoti yang cerdik dan pintar itu
tidak mungkin tidak tahu dan tentu dia takkan mau
mengatakan padamu tentang ilmu sakti andalannya dengan
sejujurnya, maka jika kau ingin menipu ilmu silatnya kukira
hanya ada satu jalan”.
"Jalan bagaimana?” Tanya Goan Ci.
"Begini, tutur A ci. "Lebih dulu engkau berjanji dengan dia
agar saling mengajarkan kepandaian andalan masing-masing,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
harus saling tukar kepandaian masing-masing baru akan
membawa manfaat bagi kedua pihaki dengan demikian tentu
dia akan keluarkan kepandaiannya yang sejati tanpa curiga,
sebaliknya kau pun mesti mengajarkan kepandaianmu yang
sejati kepadanya, sekali-kali tidak boleh main simpan
kepandaian, sebab dengan kecerdikan Cumoti itu, sedikit kau
curang tentu akan diketahuinya”.
"Aku., aku harus mengajarkan dia dengan kepandaianku
yang sejati?” Goan Ci menegas dengan ragu-ragu. sedang di
dalam hati ia membatin. "Aku mempunyai kepandaian sejati
apa? Kalau kepandaian gegares sih aku memang hebat”.
Tapi dengan tersenyum A Ci berkata, "Ya, kau pun harus
mengajarkan kepandaianmu yang sejati padanya, kalau tidak
tentu sukar mendapatkan kepandaian Cumoti yang sejati.
Cuma saja harus kau tinggalkan satu dua jurus terakhir yang
paling lihai dan jangan buru-buru diajarkan semua padanya,
dengan demikian tentu dia takkan turun tangan lebih dulu
untuk membunuh mu”.
Goan Ci terperanjat, serunya. "Apa? Dia akan turun tangan
lebih dulu membunuh aku?”
"Ya, kalau dia tidak turun tangan lebih dulu maka engkau
yang harus turun tangan lebih dulu”, sahut A Ci "Ong kongcu,
aku menaksir dia juga mempunyai maksud tujuan yang sama
seperti dirimu, tapi hendaklah engkau jangan terlalu tamak,
asal sudah dapat menguasai sembilan bagian dari seluruh
kepandaiannya yang sejati, sisanya boleh kau tinggalkan saja.
yang paling penting turun tangan lebih dulu dan sekali hantam
lantas binasakan dia daripada akhirnya engkau yang akan
dibunuh olehnya, kan bisa runyam?”
Seketika Goan Ci merinding, ia sudah kenal watak A Ci
yang kejam, asal dapat menyenangkan diri sendiri, tentang
mati hidup orang lain tidak pernah dipikirkan, hal ini Goan Ci
sendiri sudah kenyang merasakannya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dasar Goan Ci sudah kesemsem benar-benar padanya,
meski seram atas sifat anak dara itu, namaun dalam hati ia
masih pikir, "Ya, betapapun yang dipikirkan itu adalah demi
kebaikanku, jika aku tidak turun tangan lebih dulu untuk
membinasakan cumoti, tentu aku sendiri yang akan mampus
dibunuh oleh Cumoti”.
Kalau terang-terangan suruh dia membunuh orang,
terutama padri sakti yang sangat dipujanya itu betapapun ia
merasa segan, semula ia berharap Cumoti lekas datang
menemuinya lagi, tapi sekarang berbalik ia berharap semoga
padri itu jangan diketemukan.
Dan karena tidak mendengar jawaban Goan Ci, segera A Ci
bertanya lagi. "Kenapa? Apakah perkataanku salah?”
"Ooo..tidak..tidak perkataanmu sangat tepat” cepat Goan Ci
menjawab. "Aku sedang berpikir kelak Cumoti itu hendak
tukar pikiran tentang ilmu silat denganku, lantas ilmu silat
mana yang harus kupakai untuk mengadakan pertukaran
dengan dia”.
Diam-diam A Ci pikir, "Ong kongcu ini sekarang sangat
kesemsem padaku, agaknya dia memang sungguh-sungguh,
tetapi s iapa yang berani menjamin dia takkan berubah pikiran
di kemudian hari? Andaikata kelak mendadak timbul maksud
jahatnya dan aku ditinggal pergi begitu saja, sedangkan kedua
mataku sudah buta, lantas cara bagaimana aku dapat hidup di
dunia ini? Namun jika aku sudah berhasil memperoleh ilmu
saktinya, aku dapat menggunakan telinga sebagai gantinya
mata, dalam kedudukanku sebagai ketua Siong siokpai, aku
dapat menyuruh para murid mengiringi disekelilingku, tatkala
itu bila dia berani main gila tentunya aku dapat berdaya untuk
membunuhnya. Maka hal yang terpenting sekarang adalah
belajar ilmu saktinya. Tapi kalau aku bicara terus terang minta
belajar padanya belum tentu dia mau meluluskan, maka lebih
baik aku mengakali dia saja”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah ambil keputusan demikian, segera ia berkata,
"Ong kongcu, meski kedua mataku sudah buta, tapi pikiranku
masih cukup cerdas bukan?”
"Sudah tentu, sahut Goan Ci. "Kecerdasanmu bahkan jauh
lebih hebat daripadaku, otakmu lebih tajam daripadaku”.
"Itulah sukar dipastikan”, ujar A Ci dengan tertawa. "Tapi
sebodoh-bodohnya seorang tentu akan pintar bila dua orang
suka berunding. Maka kalau kita berdua mau bersatu padu,
kukira cara berpkir kita tentu akan lebih sempurna”.
"Jika begitu, apa pun yang nona hendak katakan padaku
boleh silahkan bicara terus terang saja, aku pasti akan
menurut”, sahut Goan Ci.
"Kupikir Cumoti itu sangat licin dan licik, sebaliknya engkau
sangat lugu dan jujur, bila bergebrak dengan dia, mungkin
engkau akan tertipu olehnya. Maka lebih baik begini saja,
boleh keluarkan segenap ilmu silatmu padaku, nanti aku akan
ikut memikirkan bagian-bagian mana yang boleh diajarkan
kepada Cumoti itu dan bagian mana yang harus dirahasiakan”.
Keruan Goan Ci kelabakan oleh permintaan A Ci itu,
pikirnya. "Wah, celaka Apa barangkali dia telah mengetahui
rahasiaku yang sebenarnya tidak becus sesuatu ilmu silat apa
pun dan sekarang sengaja hendak membikin susah padaku?
Wah, lantas bagaimana baiknya ini,?”
Karena tidak memperoleh jawaban Goan Ci, dasar A Ci
memang kelewat pintar, sebaliknya tidak dapat melihat
perubahan air mukaGoan Ci, maka disangkanya pemuda itu
sungkan mengunjukkan ilmu silatnya sendiri. Diam-diam A Ci
pikir pula, ilmu silat Ong sing thian ini maha sakti, dia adalah
seorang ciangbunjin pula, sudah tentu dia bukan orang bodoh
dan tidak dapat kutipu dengan begini saja, kulihat dia
memang sungkan memamerkan ilmu silatnya padaku. Karena
gugupnya itu, tanpa terasa menangislah A Ci. Goan Ci
terkejut, cepat serunya, "He, kenapa nona?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudahlah, lekas-lekas kau pergi saja dan selanjutnya
jangan urus diriku pula, aku pun tidak ingin melihatmu lagi”,
sahut A Ci sambil terguguk.
Keruan bukan main kejut Goan Ci, sahutnya cepat, "Ai,
baru saja kita bicara baik-baik, kenapa mendadak nona
berkata demikian?”
Mendengar suara orang agak gemetar, diam-diam A Ci
bergirang, pikirnya, "Orang ini ternyata benar-benar telah
jatuh hati padaku, untuk menipu dia terang sangat susah,
lebih baik bicara terus terang dan memohon padanya,
mungkin dia akan dapat meluluskan permintaanku”.
Karena itu segera A Ci berkata. "Kukira sepuluh hari atau
setengah bulan lagi tentu akan kau tinggalkan diriku, daripada
nanti sedih dan berduka, lebih baik sekarang kita lekas
berpisah saja”.
Goan Ci menjadi girang dan kuatir pula, cepat sahutnya,
"Aku sudah menyatakan selama hidup takkan meninggalkan
nona, janji sudah kukatakan, sumpah sudah kuucapkan,
masakah nona masih tidak percaya?”
"Aku justru tidak percaya” ujar A Ci sambil goyang kepala.
"Habis bagaimana, apa perlu kukorek hatiku ini supaya
nona memeriksanya sendiri, dengan demikian tentu nona akan
percaya”.
Tiba-tiba A Ci menangis lagi sambil berkata. "Kau..kau tahu
kedua mataku sudah buta, maka segaja menggunakan katakata
demikian untuk menyindir aku”.
Goan Ci tambah gugup sehingga keluar keringat, mendadak
ia berlutut dan bermaksud merangkul kaki A Ci, tapi sebelum
menyentuh kaki anak dara itu, tiba-tiba timbul rasa takutnya
dan cepat menarik kembali tangannya dan berkata. "Sekalikali
aku tidak bermaksud begitu, jika aku sengaja biarlah aku
dikutuk”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Ci dapat mendengar suara Goan Ci berlutut
dihadapannya, diam-diam ia sangat girang, tapi air matanya
semakin bercucuran, katanya dengan sesenggukan, "Ya,
kecuali kau penuhi sesuatu permintaanku baru aku mau
percaya”.
"Jangankan satu, biarpun seratus atau seribu permintaan
nona juga akan kuterima”, sahut Goan Ci cepat. "Nah, lekas
nona katakan”.
"Tapi-tapi engkau toh tidak bakalan menerima, biar
kukatakan juga percuma, paling-paling akan dibuat buah
tertawaanmu saja”, ujar A Ci.
Begitulah A Ci sengaja jual mahal untuk memancingkan Ci,
semakin dia tak mau bicara, semakin bernafsu Goan Ci
memohon.
Akhirnya berkatalah A Ci, "Apabila engkau benar jujur
kepadaku, maka hendaknya kau ajarkan sedikit banyak ilmu
silat saktimu padaku, agar kelak bila kau tinggalkan aku,
paling tidak aku sudah mempunyai sedikit ilmu penjaga diri”
Jika Goan Ci benar-benar mempunyai ilmu sakti, sedikit A
Ci memohon saja pasti akan diluluskannya.
Akan tetapi pada hakikatnya Goan Ci tidak mahir ilmu silat
apa-apa, dibandingkan kepandaian A Ci sendiri bahkan juga
selisih sangat jauh, darimana Goan Ci dapat menerima
permintaan itu.
A Ci menjadi gelisah karena sampai lama tidak mendengar
jawaban Goan Ci. Pikirnya, "Mumpung sekarang dia sangat
kesemsem padaku, betapapun aku harus minta dia meluluskan
permohonanku”.
Maka sengaja dia menghela napas, lalu berkata, "Ong
kongcu, bahwasannya aku minta kau ajarkan ilmu saktimu, hal
ini memang tidak pantas dan tentu sukar diterima olehmu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi akupun tidak menyalahkanmu, maka biarlah kita berpisah
saja mulai sekarang”.
Goan Ci menjadi gugup, sepat serunya, "Tidak..Tidak aku
meluluskan permintaanmu, aku akan mengajarkan ilmu sakti
padamu”.
A Ci sangat girang, tapi lahirnya ia berlagak anggap sepele
dan berkata. "Kamu terpaksa menerima permintaanku,
andaikan mengajar juga kurang rela dalam hati, buat apa sih
begini? Lebih baik kita berpisah saja dan untuk selanjutnya
tidak perlu bertemu lagi”.
Dalam gugupnya timbul suatu pikiran pada benak Goan Ci.
"Betapapun harus kuhalangi kepergiannya, soal mengajar ilmu
juga bukan pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam satu-dua
hari, paling penting sekarang aku harus menahannya disini”.
Dalam bingung itu tiba-tiba teringat olehnya kejadian di
Cip-hian-ceng dahulu, tatkala mana ayahnya minta seorang
tokoh persilatan agar sudi memberi petunjuk beberapa jurus
kepadanya. Maka tokoh persilatan itu minta dia mengunjuk
dulu apa-apa yang telah pernah dipelajarinya agar dapat
diketahui sampai dimana kepandaian yang telah dikuasainya.
Namun Goan Ci sendiri menyadari dalam hal ilmu silat
dirinya terlalu tak becus, sekali main tentu akan membikin
malu sang ayah dan pamannya maka biarpun sudah dipaksapaksa
tetap ia tidak mau main, sudah tentu tokoh persilatan
itu tidak senang dan karena itu pula lantas tidak jadi memberi
petunjuk.
Teringat akan kejadian dahulu itu segera Goan Ci berkata.
"Nona, jika engkau hendak mempelajari ilmu saktiku, maka
kita harus mencari suatu tempat yang sunyi sepi agar tidak
diganggu orang luar. Lebih dulu harus kau tunjukkan segenap
kepandaian yang pernah kau pelajari dari Sing-siok-pai,
dengan demikian barulah aku dapat menilai kepandaianmu
dan kemudian mengajarkan ilmu-ilmu sakti padamu”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, memang seharusnya begitu, seru A Ci dengan
girang. Cuma kita juga tidak perlu mencari tempat yang terlalu
sepi, paling baik sembari mengajarkan ilmu padaku, kita
sambil mencari markas besar Kai pang, dengan demikian kita
dapat segera merebut kedudukan Pang cu dari kaum jembel
itu untuk dikembalikan kepada Cihuku dinegeri Liau sana.
Besar kemungkinan cihu tak mau terima, dengan demikian
aku sendirilah nanti yang akan menjadi Pangcu. Wah, sungguh
hebat, selain menjadi Ciangbunjin Sing-siok-pai aku pun
merangkap menjadi Pangcu Kai pang, aku akan bekerja sama
dengan ciangbunjin Kek-lo-pai untuk menjagoi dunia
persilatan ini, biarpun siau-lim-pai, Koh-soh Buyung dan lainlain
juga pasti akan keder bila mendengar nama kita. Wah,
sungguh bagus sekali, bukan?”
Begitulah makin bicara makin gembira, meski kedua
matanya buta, tapi tidak mengurangi kecantikannya tatkala
gembira ria demikian sehingga jantung Goan Ci berdebardebar
dibuatnya.
Sesudah A Ci tenang kembali, lalu berkatalah Goan Ci.
"Untuk merebut kedudukan Pangcu dari Kai pang memang
juga bukan soal sulit. Cuma saja kalau aku yang merebutnya
bagimu, nanti rasanya takkan membikin tokoh Kai pang itu
tunduk benar-benar, lebih baik tunggu saja nanti bila aku
sudah mengajarkan ilmu sakti padamu dan kau sendiri dapat
menundukkan mereka dengan kepandaianmu sendiri, palingpaling
aku cuma mengawalmu dari samping saja untuk
menjaga keselamatanmu, dengan demikian bukankah jauh
lebih baik?”
"Ya, ya, bagus” seru A Ci. "Ong kongcu, sifatku memang
terlalu tergesa-gesa. Kita juga tidak perlu mencari tempat sepi
lagi, disini kan tidak ada orang lain. Nah, biar kutunjukkan
kepandaian Sing-siok-pai yang paling kasar kepadamu agar
engkau dapat segera pula mengajarkan ilmu sakti padaku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nah, kunci dari pengantar ilmu silat Sing-siok-pai adalah
begini”.
Lalu ia menguraikan istilah-istilah yang merupakan kunci
ilmu silat Sing-siok-pai yang pernah dipelajarinya dariTing
Lokoai, menyusul ia tunjukkan pula beberapa jurus
permainannya.
Diam-diam Goan Ci berpikir, sebenarnya aku telah diterima
sebagai murid oleh Ting Lokoai tapi karena membela A Ci
sehingga aku bermusuhan dengan dia, maka sedikitpun aku
belum memperoleh kepandaiannya, sebaliknya malah banyak
mengalami kesukaran selama ini. sekarang aku mengaku
sebagai seorang kosen yang memiliki ilmu sakti segala,
padahal kepandaianku hanya gegares belaka, ilmu sakti apa
segala sama sekali aku tidak becus. Tapi agar tidak
mencurigakan A Ci, terpaksa aku main kayu sekadar
mengelabui dia, biarlah kukatakan ilmu silat Sing-siok-pai tidak
berguna, selain itu aku tidak punya cara lain”.
Segera ia berkata. "Nona, kulihat ilmu silat yang kau
pelajari telah tersesat kejalan yang tidak benar, ilmu silat Singsiok-
pai memang juga tidak terlalu jelek, maka aku harus
mempelajarinya dahulu agar dapat memahami di mana letak
kesalahannya, dengan demikian barulah aku dapat memberi
petunjuk padamu agar kembali kearah yang benar”.
"Betul” seru A Ci dengan girang. "Memang guruku, eh,
tidak. Ting Lokoai itu memang biasanya tidak suka menerima
murid yang sudah pernah belajar silat sebab katanya orang
yang sudah pernah belajar silat bila disuruh ganti belajar ilmu
silat Sing-siok-pai akan beberapa kali lebih sukar daripada
orang yang tadinya sama sekali belum pernah belajar silat.
Tapi sekarang, Ong kongcu, tentu engkau akan banyak lebih
susah bila mengajarkan ilmu sakti padaku”.
"Ah.. hanya sedikit kesukaran ini apa alangannya?” sahut
Goan Ci. Nah. coba aku akan mulai Jurus pertama yang kau
mainkan tadi adalah begini, dan jurus kedua demikian”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah Goan Ci lantas menirukan gaya permainan A Ci tadi
dan mulai berlatih.
Ilmu silat Sing-siok-pai itu dasarnya memang berpangkal
pada ilmu berbisa, semakin kuat Iwekang yang berbisa jahat,
semakin lihai pula ilmunya itu.
Dua jurus pertama yang dipertunjukkan A Ci tadi disebut
Kim goan kek sik (gaya jagat tak berkutub) yaitu jurus
permulaan dari kungfu Sing-siok-pai. Bagi yang mulai berlatih
biasanya perlu makan waktu sebulan dua bulan baru dapat
menguasainya betul-betul.
Tapi sekarang Goan Ci sudah memiliki Iwekang yang tinggi,
racun ulat sutra es yang maha hebat dan mujizat itu luar biasa
kuatnya, sampai Ting Lokoai sendiri pun kewalahan.
Kini Goan Ci menirukan gaya permainan A Ci tadi, sekali
tangannya bergeraki segera terjadilah jurus pertama itu
dengan sempurna, bahkan ketika tangannya menampar ke
depan, mendadak terdengar suara gemuruh yang keras,
sebatang pohon kecil yang terletak kira-kira dua tiga meter di
depan sana kontan tumbang.
Keruan Goan Ci kaget, ia coba memainkan jurus kedua dan
kembali tangannya menampar lagi kedepan tapi lagi-lagi
sebatang pohon terhantam patah menjadi dua.
Ia bergirang dan terperanjat pula, pikirnya, "Wah. ilmu silat
Sing-siok-pai ini ternyata membawa daya sakti sehebat ini
jangan-jangan dia sengaja hendak mempermainkan aku, dia
sendiri mahir ilmu selihai ini, tapi mengapa minta belajar ilmu
sakti apa segala padaku?”
A Ci sendiri ketika mendengar suara tumbangnya pohon itu
segera berkata, "Wah. benar-benar maha lihai Ong kongcu,
lekas kau ajarkan padaku, cara bagaimana sekali hantam
dapat menumbangkan pohon?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah jurus yang kau mainkan tadi tidak dapat
menumbangkan pohon?” Tanya Goan Ci dengan ragu.
A Ci mengikik tawa, sahutnya, "Jurus Kun goan bu kek sik
ini adalah jurus pengantar yang paling kasar dan dipelajari
setiap murid Sing-siok-pai yang mulai belajar, kalau sekali
hantam dapat tumbangkan pohon, bukankah setiap murid
Sing-siok-pai akan menjadi jago yang tiada tandingannya di
dunia ini?”
Tapi Goan Ci tetap tidak paham sebab musabab pohon
tumbang itu. segera ia coba menghantam pula tapi tidak
menurut gaya permainan A Ci tadi. sekarang pohon yang di
arah itu ternyata bergoyang sedikitpun tidak, ia coba perkeras
tenaganya, tetap pohon itu tidak bergeming, sebaliknya ketika
ia gunakan gaya Kun goan bu kek sik lagi, "Blam” kontan
pohon itu patah dan tumbang bagai dipotong dengan
sebatang kapak raksasa.
Kiranya setiap jurus dan setiap gaya ilmu silat Sing-siok-pai
dapat mengembangkan racun dingin dari tenaga dalam
melalui jurus ilmu silat itu. untuk ini yang lebih penting adalah
tenaga dalam dengan racun dingin yang hebat, dengan
demikian baru dapat dikerahkan melalui daya serangan yang
dilontarkan dengan sepenuhnya.
Untuk belajar jurus ilmu silat Sing-siok-pai itu gampang,
yang susah adalah memiliki Iwekang yang hebat itu. Pada
umumnya murid Sing-siok-pai hanya pandai menggunakan
gaya ilmu silat mereka, diantaranya cuma Ti sing cu dan
beberapa orang lagi yang cukup tinggi Iwekangnya, dan
diantara mereka itulah tergolong tokoh pilihan dalam Singsiok-
pai.
Sekarang Goan Ci tidak paham seluk beluk hal itu, ia pun
tidak berani banyak tanya, sebab kuatir rahasianya diketahui A
Ci. Lantaran itu, ia hanya minta agar A Ci mengunjukkan ilmu
silatnya yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Ci lantas meneruskan permainannya sejurus dan Goan Ci
juga lantas menjiplak dengan cara yang sama, tapi pada
setiap jurus itu ia dapat mengerahkan tenaga serangan yang
maha hebat.
Maka sesudah belasan jurus Goan Ci merasa apa yang
dipelajari sudah terlalu banyak dan sukar untuk diingat semua,
segera ia minta A Ci berhenti dulu dan mengulangi lagi dari
semula.
Dengan tertawa A Ci berkata, "Ong kongcu, menurut
pendapatmu, tentu ilmu silat Sing-siok-pai ini terlalu dangkal
dan mentertawakan, bukan?”
"Juga tidak, diantaranya banyak pula yang dapat dipakai.
Cuma ..Cuma memang agak kurang bernilai”, ujar Goan Ci
dengan lagak maha guru.
Sembari bicara, ia pun menirukan gaya A Ci sambil sebelah
kakinya menendang kedepan sehingga sepotong batu kena
disambarnya sehingga mencelat, sungguh kebetulan juga,
ketika batu itu mencelat beberapa meter jauhnya dan waktu
turunnya dengan tepat hampir menimpa kepala dua orang
yang saat itu sedang berjalan datang dengan cepat.
Melihat batu itu akan menjatuhi kepala orang Goan Ci
menjadi kuatir, cepat ia menjerit, "Wah, celaka. He awas Ada
batu jatuh”.
Seorang di antaranya yang berada di sebelah kiri segera
menggeser ke samping, kedua tangannya menolak sekaligus
ke atas sehingga batu yang menyambar itu kena ditolak ke
samping dan membentur tebing disisinya sehingga
menerbitkan suara keras diserta meletiknya lelatu api.
Orang itu menjadi gusar dampratnya, "Siapa yang berani
main gila dengan tuanmu”
Dengan cepat sekali mereka lantas melompat kehadapan
Goan Ci dan A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat kedua orang itu berbaju compang camping,
berdandan sebagai pengemis dengan membawa beberapa
buah kantung kain, maka Goan Ci segera tahu kedua orang itu
pasti anggota Kai pang. Lekas ia memberi hormat dan
berkata, "Maafkan kedua Toako dari Kai pang, kami tidak
sengaja, sudilah kalian jangan marah”.
Karena Goan Ci cukup sopan dan telah minta maaf, pula
dari daya sambaran batu yang keras tadi, kedua orang Kai
pang itu percaya ilmu silat Goan Ci pasti sangat lihai, maka
mereka pun tidak ingin cari perkara, segera mereka membalas
hormat dan menjawab. "Ah, tidak apa-apa”
Habis itu segera mereka hendak melanjutkan perjalanan.
Tiba-tiba A Ci berseru, "He, apakah kalian orang Kai pang?
Wah, bagus, sangat kebetulan Memang aku hendak mencari
sarangmu untuk merebut kedudukan Pangcu kalian, sekarang
kalian datang ke sini, eh, dimanakah letak markas besar kalian
sekarang?”
Mendengar orang hendak merebut kedudukan Pangcu
organisasi mereka, pula melihat dandanan A Ci jelas bukan
sesama anggota Kai pang, terang hal ini merupakan suatu
hinaan maha besar bagi kehormatan Kai pang mereka, keruan
seketika air muka kedua orang Kai pang itu berubah hebat,
berbareng mereka bertanya, "Siapa kamu ini? Kenapa
sembarangan menghina kami?”
A Ci sengaja mencari alasan untuk cari perkara kepada Kai
pang, sekarang kedua orang itu menanyakan asal usulnya,
keruan hal ini sangat kebetulan baginya, segera ia jawab
dengan tersenyum. "Aku ini ketua Sing-siok-pai yang baru,
aku she Toan bernama Ci”.
Si pengemis yang pertama degan badan tinggi kurus itu
tampak berkerut kening, katanya. "Pemimpin Sing-siok-pai
adalah Ting Lokoai, hal ini diketahui oleh setiap orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kangouw, mengapa kamu budak cilik ini berani sembarangan
omong?”
Pengemis yang lain bertubuh sedang, usianya sudah
mendekati setengah abad, tapi kedudukannya tampak lebih
rendah daripada temannya sehingga segala apa hanya
menurut perintah si pengemis kurus saja, tapi dia dapat
berpkir lebih hati-hati, maka dengan suara perlahan ia
membisiki kawannya itu. "Tik hiante, kita masih ada urusan
penting, lebih baik jangan menggubris anak kecil yang masih
ingusan ini”.
Si pengemis kurus mendengus sekali, katanya, "Hm,
seorang budak buta, seorang lagi..”
Sampai disini ia melirik sekejap kearah Goan Ci dengan
sikap jijik dan memandang rendah, nyata bila dia meneruskan
ucapannya itu dapat ditaksir apa yang akan dikatakan kalau
bukan jelek seperti siluman tentu adalah mirip setan.
Sudah tentu Goan Ci tidak mau memberi kesempatan
padanya untuk mengucapkan kata-kata yang dapat
membongkar keburukan wajahnya itu. Maka tanpa bicara lagi
tangannya terus bergerak, ia pakai gaya permainan silat A Ci
yang disebut Kun goan bu kek sik tadi dan menghantam
perlahan kedepan.
Ilmu silat pengemis kurus itu juga sangat hebat, gerakgeriknya
juga cepat. Begitu melihat Goan Ci menghantam,
meski jarak mereka sebenarnya ada dua tiga meter jauhnya
dan tangan Goan Ci tidak nanti dapat mencapai badannya,
namun dia tidak berani gegabah dan lekas menghimpun
tenaga untuk menyambut serangan itu.
Maka terdengarlah suara krak sekali, mendadak tubuh
pengemis itu terjengkang kebelakang, ternyata tulang
punggungnya patah sebatas pinggang, orangnya menjadi
mirip tertekuk menjadi dua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan pengemis yang lebih tua tadi terkejut, ia berseru,
"He, Tik hiante, ken..kenapakah? He, engkau sudah
meninggal”
Sebenarnya Goan Ci tiada maksud hendak membunuh
orang, tujuannya hanya untuk mencegah agar pengemis kurus
itu tidak mengucapkan kata-kata yang akan membongkar
rahasia kejelekan mukanya, siapa duga mendadak terdengar
pengemis tua itu mengatakan lawannya sudah mati, keruan ia
terkejut dan berseru, "He, kenapa dia?”
Segera ia memburu maju, ketika ia periksa pengemis kurus
itu, ia lihat kedua biji matanya melotot keluar, mukanya
sangat mengerikan. Goan Ci menjadi takut dan menyesal,
katanya dengan gelagapan, "O..ini..ini...”
Sebaliknya si pengemis tua menjadi kuatir dirinya juga akan
diserang oleh Goan Ci yang mukanya buruk menakutkan itu, ia
pikir daripada mati konyol lebih baik turun tangan lebih dulu,
maka selagi Goan Ci berjongkok memeriksa si pengemis
kurus, segera pengemis tua itu angkat kedua kepalan dan
sekuatnya menghantam punggung Goan Ci.
Pertama, Goan Ci memang tidak becus ilmu silat segala,
mka tidak dapat berkelit. Kedua, dia telah membinasakan si
pengemis kurus secara tidak sengaja, ia merasa menyesal,
maka rela digebuk beberapa kali oleh lawan untuk sekedar
menebus dosanya.
Maka terdengarlah suara "blak-bluk” dua kali, kedua
kepalan si pengemis tua itu dengan keras mengenai punggung
Goan Ci. Akan tetapi yang roboh terpental justru pengemis iu
sendiri dengan mulut menyemburkan darah segar.
Goan Ci kaget, serunya, "He, kenapa dia?”
Sebalinya A Ci memujinya, "Ong kongcu, ilmu silatmu
benar-benar maha hebat, hanya sekali dua gebrak saja sudah
membereskan kedua jago pilihan Kaipang”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat darah segar masih terus menyembur keluar dari
mulut pengemis tua itu, Goan Ci menjadi takut, segera ia
pegang tangan A ci dan diseretnya lari. "Marilah kita lekas
pergi, lekas”
Tanpa kuasa A Ci diseret Goan Ci dan ikut lari dengan
cepat, ia dengar angin berkesiur ditepi telinga, ia tahu mereka
berlari sangat kencang, ia menjadi senang dan berseru. "Wah,
sangat enak. Ayolah lari lebih cepat lagi”
Maka dalam sekejap saja mereka sudah lari sejauh belasan
li. Dari belakang sayup-sayup terdengar suara teriakan orang,
"Yu hiante Berhenti dulu, Yu hiante..”
Jelas itu suara Pau Put tong, tapi Goan Ci habis membunuh
orang, ia kuatir ditangkap oleh Pau Put tong, maka bukannya
dia berhenti, sebaliknya lari terlebih cepat.
Orang yang memanggil itu memang betul Pau Put tong,
sekarang dia bersama Hong Po ok, Buyung Hok, Ting Pekjwan
dan Kongya Kian serta Ong Giok yan telah berkumpul
kembali. Mereka telah bicara diri Goan Ci yang aneh itu,
karena tertarik, maka Buyung Hok lantas putar balik
mencarinya lagi dengan maksud hendak tanya lebih jauh
tentang seluk beluk diri Goan Ci itu.
Dari jauh mereka melihat Goan Ci merobohkan dua orang,
lalu melarikan diri dengan menyeret A Ci, Buyung Hok melihat
cara lari Goan Ci itu sangat kaku, tampaknya seperti orang
yang sama sekali tidak mahir ginkang, tapi betapa pesat
larinya itu rasanya tidak dibawah dirinya.
Tatkala itu jarak mereka sudah dua tiga li jauhnya. Buyung
Hok menaksir andaikan mengejar juga susah menyusulnya.
Karena itu ia hanya heran dan gegetun saja menyaksikan
menghilangnya bayangan Goan Ci dan A Ci.
Ketika mereka sampai di tempat menggeletaknya kedua
pengemis tadi, mereka terkesiap menyaksikan keadaan kedua
pengemis yang terbinasa dan terluka parah itu. Lebih-lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengemis yang mati itu, badannya terlipat ke belakang,
keadaannya sangat luar biasa.
Segera Kongya Kian memayang bangun pengemis tua itu,
ia keluarkan sebutir pil dan dijejalkan kemulutnya. Tapi darah
segar masih terus mengucur dari mulut pengemis itu sehingga
obat luka itu tidak dapat ditelannya.
Cepat Pek-jwan menutuk dua kali pada hiatto penting di
dada pengemis itu. sebenarnya ilmu menutuk Ting Pek-jwan
yang disebut cat hiat ci (tutukan menghentikan darah)
biasanya sangat manjur, sekali tutuk tentu darah yang
mengucur keluar akan mampet. Tapi sekarang darah segar
ternyata masih menyembur keluar dari mulut pengemis tua
itu, keruan hal ini membuat Ting Pek-jwan heran.
"Ting toako, orang ini terluka parah dan terserang pula oleh
racun dingin, maka harus kau tutuk hiatto pada
punggungnya”, ujar Ong Giok yan.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 60
Pek-jwan tercengang. Tapi segera ia menurut dan menutuk
dua hiat-to punggung pengemis tua. Benar juga darah lantas
berhenti menyembur keluar dari mulutnya. Dengan demikian
dapatlah Kongya Kian memberikan pil lagi dan dapat ditelan
oleh pengemis itu.
Sesudah menarik napas dalam-dalam, dengan suara
terputus-putus pengemis tua itu berkata, "Banyak terima kasih
atas.....atas pertolonganmu. Numpang tanya sia........siapakah
nama inkong (tuan penolong) yang budiman ?"
"Membantu sesamanya bagi orang kangouw adalah soal
biasa. Kenapa mesti dipikirkan." sahut Pek-jwan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali pengemis tua itu menarik napas dalam-dalam lagi.
ia merasa tenaganya sudah habis, ada maksudnya hendak
mengeluarkan sesuatu dari bajunya tapi tidak kuat lagi. Maka
katanya, "To.... tolong...."
Kongya Kian tahu maksudnya. Katanya, "Apakah engkau
hendak mengambil sesuatu barangmu ?”
Pengemis itu mengangguk.
Segera Kongya Kian mengeluarkan isi saku pengemis itu.
Ternyata macam-macam benda yang dibawanya. Ada am-gi,
ada alat ketikan api, ada obat-obatan, ada makanan kering
dan sedikit uang perak.
"Aku.... aku tidak kuat lagi." demikian pengemis itu bicara
dengan lemah. "di sini sehelai.... sehelai maklumat yang
sangat... sangat penting. Mohon in-kong suka.....suka
mengingat sesama orang Kangouw dan.......dan sudilah
menyampaikannya ke.....kepada Tianglo Kai-pang kami, untuk
itu sungguh aku sangat berterima kasih.”
Habis berkata, sambil terengah-engah ia mengulurkan
tangan untuk mengambil satu lipatan kertas kuning yang
dipegang Kongya Kian yaitu salah satu isi sakunya yang
dikeluarkan Kongya Kian tadi.
"Harap jangan kuatir” Buyung Hok coba menghiburnya. Jika
keadaanmu sudah ditolong lagi, maka kami berkewajiban
menyampaikannya barangmu kepada Tiang lo dari Pang
kalian.
Habis berkata segera ia terima kertas kuning yang
dipegang pengemis itu.
"Aku bernama Ih It-jing,” dengan suara lemah pengemis itu
berkata lagi. "Mohon tuan suka sampaikan kepada kawankawanku,
bahwa........bahwa aku baru datang dari negeri sehe,
kertas.........kertas ini berisi maklumat raja se-he tentang
sayembara mencari menantu raja. urusan........urusan ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maha penting dan menyangkut jaya dan runtuhnya nasib
kerajaan song kita. Maka Pang kami..........Pang kami.......”
Sampai disini ia tidak sanggup bicara lagi, kelihatannya ia
sangat bernafsu hendak menghabiskan pembicaraannya, tapi
tenggorokan serasa tersumbat. Rasanya darah hendak
menyembur keluar lagi.
Tiba-tiba ia melihat wajah Buyung Hok yang ganteng itu,
teringat sesuatu olehnya, segera ia tanya sekuatnya,
"Siapa........siapakah tuan ? Apakah........apakah …Kohsoh........”
"Benar, aku Buyung Hok dari Koh-soh,” sahut Buyung Hok.
Pengemis tua itu terperanjat, serunya, "He, kau.... kau
musuh besar kami.........”
Mendadak ia rebut kembali kertas kuning tadi.
Namun Buyung Hok tidak mau merebut dengan dia dan
membiarkan kertas itu diserobot kembali olehnya. Pikirnya,
"Orang Kai-pang masih tetap mencurigai aku sebagai
pembunuh Be Tai-goan, wakil pangcu mereka. Paling akhir ini
meski kabar bohong itu agak reda, tapi orang ini baru pulang
dari se-h e. Dengan sendirinya belum tahu perkembangan
dunia persilatan terakhir ini.”
Sesudah merebut kembali kertas kuning itu, segera si
pengemis tua merobeknya menjadi dua dan selagi hendak
merobek pula, baru saja tangannya bergeraki mendadak
tenaganya sudah habis, darah menyembur lagi dari mulutnya,
kaki berkelojotan sekali lalu melayanglah jiwanya.
Hong Po-ok coba mengambil kertas kuning yang sudah
terobek menjadi dua itu dan dibentang menjadi satu. Ia lihat
pada kertas itu banyak tertulis huruf asing yang tak dikenal.
Pada bawah tulisan itu malah terdapat pula sebuah cap
merah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kongya Kian paham beberapa tulisan asing, setelah
membaca tulisan pada kertas kuning itu, kemudian ia berkata,
"Kertas ini memang benar berisi maklumat tentang sayembara
mencari menantu raja se-he. Maklumat ini berbunyi, "Putri
Bon Gi dari kerajaan se-he kini sudah dewasa. Maka baginda
raja bermaksud mencari menantu yang serba pintar dan
gagah perwira. Ditetapkan mulai hari Tiongchiu tahun ini akan
diadakan sayembara pemilihan dan dapat diikuti oleh bangsa
apa pun juga asalkan merasa cukup memenuhi syarat
sayembara. Pada hari memasukkan formulir sayembara, para
calon akan diterima pula oleh baginda raja sendiri Andaikata
para calon itu akhirnya gagal terpilih, maka mereka juga akan
diberi pangkat dan diangkat sebagai panglima menurut
kepandaian masing-masing."
Sambil mendengarkan isi maklumat itu, Hong Po-ok
tertawa terbahak-bahaki katanya, "Ai, orang Kai-pang ini
benar-benar sangat menggelikan Jauh-jauh ia datang
membawa kertas maklumat ini dari se-he, apa barangkali
maksudnya hendak diberikan kepada salah seorang Tianglo
dan kawan mereka agar ikut sayembara untuk dipilih sebagai
menantu raja se-he ?”
"Bukan, bukan” demikian seru Pau Put-tong dengan
istilahnya yang khas. "Agaknya site tidak tahu bahwa para
Tianglo Kai-pang itu sudah tua lagi jelek. Tapi diantara anak
murid mereka yang muda, sudah tentu tidak kurang daripada
yang serba pintar dan tampan. Kalau salah seorang diantara
mereka ada yang terpilih menjadi menantu raja se-he
bukankah Kai-pang akan naik pangkat juga seketika?”
"Kabarnya para ksatria Kai-pang biasanya tidak kemaruk
kepada kedudukan dan kemewahan hidup. Mengapa Ih It-jing
ini justru terpengaruh oleh hal-hal dmeikian itu ?” ujar Pekjwan
dengan berkerut kening.
"Toako,” kata Kongya Kian, "Pengemis ini tadi mengatakan
bahwa urusan ini sangat penting dan menyangkut nasib
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan Song, jika apa yang dikatakan ini benar, maka
tujuannya pulang ke sini rasanya tidak mungkin melulu untuk
kepentingan Kai-pang mereka saja.”
"Bukan, bukan?” kembali Pau Put-tong berseru sambil
geleng kepala.
"Samte mempunyai pendapat apa lagi?” tanya Kongya Kian.
"Kau tanya padaku mempunyai pendapat apa lagi, itu
berarti kau anggap aku sudah pernah mengemukakan sesuatu
pendapat. Padahal aku belum menyatakan apa-apa. Hal ini
menandakan sebenarnya kamu tidak percaya aku mempunyai
sesuatu pendapat, sebaliknya sekarang justru tanya padaku.
Dengan demikian bukankah kau maksudkan aku cuma omong
kosong saja, betul tidak ?”
Sifat Hong Po-ok adalah suka berkelahi, tapi lawannya
sudah tentu orang lain. Dengan saudara angkat sendiri tidak
mungkin berkelahi. Sebaliknya Pau Put-tong suka berdebat,
untuk ini sudah tentu tidak peduli dengan kawan atau lawan,
asal tidak cocok, terus saja berdebat tidak habis-habis.
Sudah tentu Kongya Kian kenal wataknya. Maka dengan
tersenyum ia berkata, "Tidak, aku benar-benar mengharapkan
pendapatmu yang baik. Biasanya samte juga sering memberi
pendapat yang berguna.”
Dan selagi Put-tong hendak putar lidah lagi, namun Pekjwan
telah menyelanya, "Ya, samte mempunyai pendapat apa
? Apakah kau tahu maksud tujuan Ih It-jing ini dengan
membawa formulir tentang sayembara mencari menantu raja
se-he ini ?”
"Aku bukan Ih It-jing, dari mana kutahu ?” sahut Put-tong.
Maka Buyung Hok coba minta pendapat Kongya Kian. Tapi
dengan tersenyum Kongya Kian berkata, "Pikiranku pasti tidak
sama dengan samte.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia tahu apa yang dikatakannya nanti pasti akan didebat
oleh Pau Put-tong, maka sebelumnya ia sengaja menyatakan
hal ini.
Put-tong melototnya sekali, katanya, "Bukan, bukan sekali
ini jiko salah terka, apa yang kupikir sekali ini justru serupa
dan persis dengan pendapatmu."
"Terima kasih kepada langit dan bumi. sekali ini benarbenar
luar biasa.” ujar Kongya Kian dengan tertawa.
"Jiko, sebenarnya bagaimana pendapatmu ?” tanya Buyung
Hok.
"Dijaman ini berdiri lima negara yaitu Liau, Song, Turfan,
Se-he dan Tayli,” demikian Kongya Kian mulai bicara. "Kecuali
kerajaan Tayli yang terpencil di selatan dan tiada maksud
berebut pengaruh dengan negara lain, maka keempat negara
lain itu semuanya mempunyai nafsu besar untuk mengakangi
dunia ini....”
"Jiko, engkau salah besar” tiba-tiba Put-tong menyela.
"Kerajaan Yan kita meski tidak punya wilayah kekuasaan yang
sah, tapi Kongcunya senantiasa berusaha memulihkan wibawa
pemerintah kita. siapa tahu kalau kelak kerajaan Yan kita akan
berdiri kembali dan berkembang dengan jaya ?”
Ketika Pau Put-tong bicara tentang kerajaan Yan mereka,
wajah Bung Hok dan Ting Pek-jwan tampak bersikap serius
dan kereng, berbareng mereka menyatakan, "Ya, cita-cita
membangun kembali negara kita senantiasa tidak pernah kita
lupakan."
Seperti pernah diceritakan bahwa leluhur Buyung Hok
adalah suku bangsa Sianpi (Siberia). Keluarga Buyung dengan
negeri Yan yang mereka dirikan pernah juga merajai bagianbagian
wilayah Tiongkok selama beberapa dinasti. Akhirnya
keluarga Buyung dapat ditumpas oleh kerajaan Gui sehingga
keturunan mereka hidup terpencar di mana-mana. Namun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu keturunan keluarga Buyung selama ini masih bercitacita
membangun kembali kerajaan Yan mereka.
Sampai jaman berakhirnya dinasti Tong, diantara keluarga
Buyung itu muncul seorang yang berbakat tinggi namanya
Buyung Liong-sia. Orang ini telah melebur berbagai aliran ilmu
silat sehingga menjadi suatu aliran tersendiri serta tiada
tandingannya di dunia ini.
Sudah tentu Buyung Liong-sia tidak pernah melupakan citacita
leluhurnya untuk membangun kembali kerajaan Yan. Maka
ia pun mengumpulkan banyak orang-orang gagah untuk
persiapan pergerakannya.
Tapi pada waktu itu kebetulan Tiong Khong-in sudah
berhasil mendirikan kerajaan Song dan dapat menguasai
seluruh negeri sepenuhnya sehingga Buyung Liong-sia tidak
dapat berbuat apa-apa meski memiliki ilmu silat setinggi
langit. Akhirnya ia meninggal dunia dengan masgul tanpa
berhasil apa-apa dari segala jerih payahnya itu.
Beberapa keturunan kemudian, akhirnya sampailah di
tangan Buyung Hok yang menurunkan segala cita-cita tinggi
dan ilmu silat leluhur yang hebat itu. Cuma untuk membangun
kembali kerajaan Yan pada waktu itu boleh dikatakan suatu
penghinaan dan pemberontakan yang tak bisa diampuni oleh
pemerintah Song. Maka meski Buyung Hok diam-diam
menghimpun kekuatan, namun lahirnya sedikitpun tidak
kentara kecuali beberapa orang kepercayaannya seperti Tiong
Pek-jwan dan lain-lain, orang luar boleh dikatakan tiada
seorang pun yang tahu. Orang Bu-lim hanya kenal "Koh-soh
Buyung” sebagai suatu keluarga yang memiliki ilmu silat maha
tinggi dan mempersamakan mereka dengan aliran dan
perkumpulan kangouw biasa.
Begitulah, maka ketika Pau Put-tong menyebut tentang
usaha pergerakan mereka dalam membangun kembali
kerajaan Yan, karena disekitar mereka adalah pegunungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sepi, maka dengan penuh semangat serentak mereka
melolos senjata sebagai tanda tekad bulat mereka.
Sebaliknya Giok-yan lantas menyingkir pergi menjauhi sang
Piauko dan kawan-kawannya itu. Maklum, ibunya selalu anti
usaha pergerakan keluarga Buyung yang dipandangnya
sebagai pemberontakan itu. Ia anggap cita-cita keluarga
Buyung hendak merajai dunia hanya lamunan belaka dan
tiada harapan lagi. Sebaliknya besar kemungkinan akan
menyeret keluarga mereka ke lembah kehancuran, sebab
itulah maka ibu Giok-yan melarang Buyung Hok berkunjung ke
rumahnya dan lebih suka hidup menyepi di perkampungan
yang dikelilingi rawa-rawa itu.
Kongya Kian memandang sekejap ke arah Giok-yan yang
menyingkir ke samping itu, lalu katanya pula, "Sudah
beberapa tahun negeri Liau berperang dengan kerajaan song.
Meski Liau agak unggul, tapi untuk membasmi song adalah
tidak mungkin, sebaliknya se-he dan Turfan berdiri tegak di
sebelah barat kedua negeri ini memiliki kekuatan yang tidak
sedikit. Asal salah satu negeri itu mau membantu Liau, pasti
song akan terancam keruntuhan. Begitu pula sebaliknya bila
song yang dibantu se-he maka Liau akan celaka.”
Mendadak Hong Po-ok menepuk paha dan berkata, "Tepat
ucapan jiko ini. selamanya Kai-pang sangat setia kepada
pemerintah song, sebabnya Ih It-jing ini membawa pulang
formulir sayembara dari se-he ini agaknya dia berharap dari
kerajaan song ada seorang ksatria muda perkasa dapat ikut
memperebutkan sayembara itu. Bila antara negeri song dan
se-he terikat hubungan keluarga, maka kuatlah kedudukan
mereka dan tiada tandingannya lagi di dunia ini.”
Kongya Kian mengangguk-angguk, katanya, "Memang
kedudukan akan menjadi kuat tapi bilang tiada tandingannya,
mungkin agak berlebih-lebihan, cuma dengan kekayaan
perbekalan kerajaan Song ditambah kekuatan pasukan se-he,
tenaga gabungan mereka ini memang akan sukar dilawan oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Liau dan Turfan. Tentang kerajaan Tayli yang kecil itu sudah
tentu jadi tiada artinya. Maka menurut tafsiranku, bila song
dan se-he bersatu, maka tindakan pertama yang akan
dilakukan pasti mencaplok Tayli, langkah selanjutnya barulah
menyerang Liau.”
"Perhitungan Ih It-jing yang muluk-muluk itu mungkin
memang demikian, tapi hubungan keluarga antara song dan
se-he rasanya tidak dapat berjalan selancar itu.” ujar Pekjwan.
"Sebab kalau negeri Liau, Turfan dan Tayli mengetahui
berita ini, tentu mereka akan berusaha untuk menyabot dan
menggagalkan maksud itu.”
"Ya, bukan saja akan menyabot, bahkan masing-masing
negeri itu tentu juga ingin ikut dalam sayembara
memperebutkan putri kerajaan se-he itu.” tukas Kongya Kian.
"Dan entah putri se-he itu cantik atau jelek, entah
wataknya halus atau kasar,” ujar Pek-jwan.
"Ha ha ha " Put-tong terbahak. "Kenapa toako bersangsi,
apakah kau ingin ikut sayembara itu untuk mencalonkan diri
sebagai menantu raja se-he ?”
"Kalau usia Toakomu ini lebih muda 20 tahun dan ilmu
silatnya sepuluh kali lebih lihai, kalau seratus kali lebih cakap
mukaku, maka detik ini juga segera aku terbang ke se-he
untuk mencalonkan diri sebagai menantu raja,” sahut Pekjwan.
"Samte, usaha membangun kembali kerajaan Yan kita
sudah berlangsung selama ratusan tahun dan tetap tinggal
cita-cita saja tanpa sesuatu hasil. Kalau dipikirkan benar-benar
soalnya adalah karena kurang dukungan yang kuat. Bila se-he
dapat menjadi sanak keluarga Buyung, kerajaan Yan kita
dengan bantuan kekuatan pasukanse-he yang hebat itu, sekali
keluarga Buyung bergerak di Tionggoan sini, masakah usaha
kita takkan berhasil dengan baik ?”
Biasanya segala apa tentu didebat oleh Pau Put-tong, tapi
ucapan Ting Pek-jwan sekarang membuatnya menganggukTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
angguk. Katanya, "Ya, benar Asal urusan ini berguna bagi
membangun kembali kerajaan Yan kita, maka tidak peduli
putri se-he itu cantik atau jelek seperti siluman, ya, asalkan
dia sudi menjadi biniku, biarpun dia sejelek babi betina juga
aku akan menikahinya”.
Mendengar itu, semua orang bergelak tertawa, pandangan
mereka sama beralih kepada Buyung Hok seorang.
Sudah tentu Buyung Hok tahu maksud keempat kawannya
itu, yaitu dia yang diharapkan pergi ke se-he untuk mengikuti
sayembara itu. Kalau bicara tentang kecakapan muka, umur
dan kepandaian ilmu silat serta sastra, di jaman ini mungkin
tiada seorang pemuda lain yang dapat membandinginya.
Maka kalau dia sendiri mau pergi ke Se-he, boleh dikatakan
74% usaha mereka akan berhasil. Tapi kalau raja se-he
menilai calon menantu dengan asal usulnya, meski Buyung
Hok sendiri adalah keturunan kerajaan Yan, tapi keluarga
mereka sudah lama runtuh, sekarang mereka hanya tinggal
sebagai keluarga biasa dalam negeri Song. untuk
dibandingkan dengan putera bangsawan dari negeri Song,
Tayli, Turfan, Liau dan lain-lain, terang Buyung Hok harus
mengaku kalah.
Berpikir sampai disini. Buyung Hok memandang sekejap
pada kertas maklumat itu.
Kongya Kian dapat menerka apa yang dipikirkan
junjungannya itu, maka katanya, "Di dalam maklumat ini
diterangkan dengan jelas tidak memandang kedudukan dan
asal usul keturunan, yang dinilai cuma kepandaiannya
calonnya, sebab tentang kedudukan akan segera diperoleh
bila yang calon sudah terpilih menjadi menantu raja,
sebaliknya kepandaian dan ketampanan sang calon tidaklah
dapat dianugrahi oleh raja. Kongcuya, cita-cita keluarga
Buyung selama beratus tahun ini sekarang tergantung
kepada.......kepada keputusanmu.........?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bicara sampai disini, karena guncangan perasaannya
sampai suaranya menjadi gemetar.
Wajah Buyung Hok juga tambah pucat, ia tahu sedang
menghadapi suatu kesempatan bagus yang sukar dicari, sebab
biasanya kalau seorang putri raja mencari jodoh, hal ini
selamanya diperintahkan oleh raja kepada salah seorang
petugas istana untuk mencarikan calon pemuda bangsawan
yang setimpal dan tidak pernah terjadi dengan dengan tara
pemilihan terbuka seperti sekarang ini.
Tanpa terasa ia memandang ke arah Ong Giok-yan. ia lihat
gadis itu sedang berdiri di bawah pohon sambil memandang
jauh ke sana, tampaknya sangat kesepian dan harus
dikasihani.
Buyung Hok tahu sang Piamoai itu sejak kecil sudah sangat
cinta padanya, meski ayang Buyung Hok dan bibi yaitu ibu
Giok-yan tidak cocok dan merintangi hubungan baik mereka
tapi akhirnya gadis itu meninggalkan rumah dan berkelana di
kangouw hanya untuk mencari dirinya. Biasanya Buyung Hok
tidak terlalu memperhatikan soal asmara, yang dipikirkan
hanya usaha membangun kembali kerajaan leluhur saja.
Tapi betapa pun ia adalah manusia yang berperasaan,
Giok-yan sedemikian cinta padanya, sudah tentu ia pun dapat
merasakan, sekarang kalau mendadak mesti meninggalkan
sang piaumoai untuk melamar seorang putri raja bangsa lain
yang tak pernah dikenalnya, walaupun tujuannya adalah demi
cita-cita membangun kembali negaranya, tapi dalam hati ia
benar-benar tidak tega.
Melihat Buyung Hok termenung-menung, Kongya Kian
berdehem sekali, katanya, "Kongcu, sejak dahulu seorang
besar harus kesampingkan soal kecil, seorang pahlawan,
seorang ksatria sejati harus berani menembus rintangan
ikatan pribadi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"ya, kalau kerajaan yan kita dapat dibangun kembali,
dengan sendirinya Kongcu adalah rajanya, sebagai seorang
raja, punya empat istri dan puluhan selirjuga tidak
mengherankan.” demikian Pau Put-tong ikut bicara. "Maka
nanti putri se-he akan menjadi permaisuri, sedang nona ong
dapatlah diberi gelar sebagai Se-Kiong-nionio (permaisuri
kedua)”
Diam-diam Buyung Hok mengangguk juga. Teringat
olehnya pesan mendiang ayahnya yang selalu meminta dia
mengutamakan nasib negara daripada urusan pribadi, demi
negara urusan asmaranya boleh dikatakan tiada artinya.
Apalagi selama ini ia pandang Giok-yan hanya sebagai adik
cilik saja meski gadis itu cinta benar-benar kepadanya.
Asalkan cita-citanya kelak terkabul, Giok-yan akan diberi gelar
kehormatan sebagai selir kesayangan raja, tentu gadis itu
akan senang.
Sesudah berpikir sejenaki Buyung Hok tidak merisaukan
urusan Giok-yan lagi, katanya.
"Ucapan saudara-saudara memang beralasan, sekarang
memang terbuka suatu kesempatan bagus untuk membangun
kembali kerajaan Yan kita yang jaya. Cuma sebagai seorang
ksatria kita harus dapat menepati janji, betapa pun surat
maklumat ini harus kita sampaikan kepada orang Kai-pang.”
"Ya, betul.” Pek-jwan menanggapi. Jangankan Kai-pang,
andaikan ada juga kita tidak boleh menggelapkan maklumat
ini sehingga memalukan derajat kita.”
"Betul.” kata Po-ok. "Toako dan jiko silakan mengawal
Kongcu ke Se-he, samko dan aku bertugas mengirim surat
maklumat ini kepada Kai-pang. sampai hari Tiongchiu tahun
depan masih ada satu tahun lamanya. Jika mereka ingin
memilih calon yang akan dikirim juga masih keburu dan kita
tak adpat dituduh mengakali mereka.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita selalu bertindak secara terang-terangan. Biarlah kita
bersama mengirimkan surat maklumat ini kepada para Tiang
lo Kai-pang. Habis itu barulah kita berangkat ke Se-he” ujar
Buyung Hok.
"Ucapan Kongcu ini sangat cocok dengan pendapatku.
Memang kita tidak boleh menimbulkan prasangka jelek atas
diri kita.” kata Pek-jwan.
Serentak Kongya Kian, Pau Put-tong dan Hong Po-ok juga
mengangguk setuju. Mereka mengubur kedua anggota Kaipang
tadi dan mengambil dua kantung kain milik anggotaanggota
Kai-pang itu sebagai tanda pengenalnya.
Kemudian Buyung Hok memanggil Ong Giok-yan, katanya,
"Piaumoai, kedua murid Kai-pang ini telah dibunuh orang.
Dalam hal ini menyangkut suatu urusan besar, untuk itu aku
harus pergi sendiri ke markas besar Kai-pang. Kebetulan sekali
dapat mengantar Piaumoai pulang ke Man-to-san-ceng.”
Mendengar nama kediamannya disebut, Giok-yan terkejut.
Katanya, "Ti.... tidak. Aku tidak mau pulang. Kalau melihat
aku, tentu aku akan dibunuh ibu.”
Buyung Hok tertawa, katanya, "Meski watak bibi agak
keras, beliau cuma mempunyai seorang putri tunggal. Mana
beliau tega membunuhmu. Paling-paling cuma akan
didampratnya saja”
"Tidak..aku tak mau pulang. Biarlah aku ikut pergi ke Kaipang."
sahut Giok-yan.
Karena Buyung Hok sudah mengambil keputusan akan
pergi ke Se-he untuk ikut sayembara memperebutkan putri
raja, maka dalam hati ia merasa tidak enak terhadap Giokyan.
Ia pikir sementara ini biarlah menuruti permintaan gadis
itu saja.
Maka katanya, "Lebih baik begini saja. untuk ikut berkelana
di dunia kangouw terang tidak pantas. Maka janganlah kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ikut pergi ke Kai-pang. Tapi karena kamu tidak mau pulang,
bolehlah tinggal sementara di yan-cu-oh kediamanku itu. Nanti
kalau urusanku sudah beres, segera aku pulang untuk
menemuimu.”
Air muka Giok-yan barulah merah. Dalam hati diam-diam ia
bergirang. cita-cita yang diharapkannya selama ini adalah
menjadi istri sang Piauko dan tinggal bersama di yan-cu-oh.
Sekarang Buyung Hok menyatakan dia boleh tinggal di sana.
Meski belum secara resmi meminang padanya, namun urusan
terang sudah maju selangkah lagi.
Giok-yan tidak enak untuk menyatakan setuju dengan
begitu saja. Maka perlahan ia menunduk dan matanya
memantulkan sinar yang penuh arti.
Kongya Kian saling pandang sekejap dengan Ting Pekjwan.
Mereka merasa berdosa karena telah membohongi
seorang gadis yang masih polos dan hijau itu. Namun begitu
akhirnya mereka melanjutkanjuga perjalanan ke selatan.
Sungguh Giok-yan sukar menyembunyikan perasaannya
yang girang itu karena sang Piauko sudi menerimanya tinggal
di yan-cu-oh. Meski ia pun merasa sikap Buyung Hoki Ting
Pek-jwan dan lain agak luar biasa terhadap dia, tapi biasanya
Giok-yan memang tidak suka menyangka jelek kepada siapa
pun, maka sedikit pun ia tidak curiga.
Hari itu, karena mereka meneruskan perjalanan secara
tergesa-gesa sehingga melampaui pos penginapan, maka
sampai hari sudah gelap mereka masih berada dijal n
pegunungan.
Diam-diam Pek-jwan memikirkan Giok-yan yang tidak biasa
berjalan jauh itu. Kalau mereka sendiri biarpun melanjutkan
perjalanan sepanjang malam juga tidak menjadi soal. Maka
katanya, "Marilah kita mencari suatu gua atau kelenting rusak
untuk sekedar menginap semalam.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, kita harus memasak sedikit air untuk menyeduh teh
dan cuci muka nona Ong." ujar Pau Put-tong.
Karena mereka sudah bertekad akan pergi ke Se-he untuk
mencalonkan Buyung Hok sebagai menantu raja, maka
sepanjang jalan mereka melayani Giok-yan dengan jauh lebih
baik daripada biasanya, sudah tentu Giok-yan tidak tahu
bahwa sebabnya mereka berbuat begitu adalah karena rasa
tidak enak dalam hati mereka itu. Ia sangka mungkin Pekjwan
berempat anggap dia adalah bakal istri junjungan
mereka, dengan sendirinya sekarang lebih menaruh hormat
padanya. Maka dalam senangnya itu terkadang ia pun merasa
agak kikuk.
Hong Po-ok berjalan paling depan untuk mencari tempat
yang dapat dibuat berteduh. Tapi makin jauh jalan
pegunungan itu, makin berliku dan terjal. Lebih-lebih tiada
sesuatu sungai kecil atau mata air segala. Kalau dia sendiri
mestinya tidak usah memikirkan tempat mengaso tapi mencari
suatu tempat yang cocok untuk Giok-yan benar-benar sangat
sulit.
Sekaligus Po-ok berlari beberapa li jauhnya, selagi ia
menggerutu karena belum juga menemukan suatu tempat
baik, sesudah melintasi sebuah tanjakan, tiba-tiba dilihatnya di
lembah sebelah kanan ada setitik sinar lampu.
Sungguh girang Po-ok tidak kepalang, segera ia berpaling
ke belakang dan berteriaki "Di sana ada rumah tinggal orang”
Mendengar itu, dengan cepat Buyung Hok dan lain-lain
memburu ke tempat Po-ok itu.
Kata Kongya Kian dengan girang, "Tampaknya rumah
tinggal kaum pemburu atau petani gunung. Paling tidak kita
akan dapat minta numpang semalam bagi nona Ong."
Segera mereka berenam berjalan ke arah sinar lampu itu
dengan cepat.Jarak cahaya itu sangat jauhi sudah sekian lama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka berjalan tapi api sinar itu masih kelihatan berkelipkelip
dna tidak nampak sesuatu rumah pun.
Hok Po-ok mulai tak sabar, terus saja ia memaki, "Kurang
ajar, tampaknya cahaya itu agak tidak beres.”
"Berhenti dulu" mendadak Ting Pek-jwan berseru,
"Kongcuya, coba lihat, itu adalah cahaya hijau.”
Waktu Buyung Hok memperhatikan, benarjuga. Ia lihat
sinar itu hijau gilap, berbeda dengan sinar lampu pada
umumnya yang berwarna kemerah-merahan dan kekuningkuningan.
Kecuali ong Giok-yan. Buyung Hok dan kawan-kawannya
itu adalah tokoh kangouw ulung, segera mereka mempercepat
langkah menuju ke arah s inar lampu itu. Kira-kira satu li pula,
sekarang sinar lampu dapat terlihat lebih jelas.
"Ada golongan sia-mo-gwa-to (orang-orang jahat dan
golongan sesat) yang sedang berkumpul disitu”
Sebenarnya dengan kepandaian Buyung Hok berlima boleh
dikata tidak perlu jeri kepada s iapa pun dan golongan apa pun
di dunia kangouw. Tapi sekarang mereka harus memikirkan
ong Giok-yan, mereka tidak ingin membikin si nona ikut
menghadapi bahaya. Maka meski Pau put-tong dan Hong Pook
sudah getol berkelahi, namun sedapatnya mereka harus
menahan diri.
Maka Buyung Hok berkata, "Sudahlah, disana jalannya
kurang bersih. Marilah kita putar kembali kejalan yang lain
saja.”
Dan baru beberapa langkah mereka putar balik ke arah
tadi, tiba-tiba suatu suara sayup-sayup berkumandang datang
dari arah sinar hijau tadi. "Jika sudah tahu sia-mo-gwa-to
berkumpul disini, kalian beberapa ekor siluman kecil itu
kenapa tidak ikut hadir untuk meramaikan pertemuan ini ?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suara itu terkadang keras dan terkadang perlahan sehingga
membikin pendengarnya merasa tidak enak. Tapi setiap katakatanya
terdengar sangat jelas.
Buyung Hok hanya mendengus saja, ia tahu ucapan Pau
Put-tong tadi telah didengar pihak lawan. Dari suara yang
terputus-putus itu dapat diketahui Iwekang pembicara itu
tidaklah cetek tapi juga belum terhitung kelas satu. Maka ia
lantas memberi tanda dan berkata, "Sudahlah, kita tiada
waktu buat gubris mereka. Marilah kita pergi saja.”
Tapi suara itu lantas mendamprat, "Binatang kecil, berani
omong besar. Apa dengan demikian kau mau lari dengan
mencawat ekor ? Kalau mau lari, paling tidak kalian harus
menyembah dulu 200 kali kepada kakekmu ini”
Sungguh Po-ok tidak tahan lagi, katanya segera dengan
suara tertahan, "Kongcu, biarlah aku ke sana untuk memberi
hajaran padanya”
Tapi Buyung Hok menggeleng kepala, katanya, "Dia tidak
tahu siapa kita ini, maka tak perlu menggubrisnya”
Terpaksa Po-ok mengiakan. Lalu mereka berjalan lagi
belasan tindak tapi kembali suara orang itu bergema pula, "
Yang jantan kalau mau larijuga boleh, tapi yang betina harus
ditinggalkan disini untuk menghibur kakekmu.”
Mendengar Ong Giok-yang dihina dengan kata-kata kotor
oleh orang itu, seketika Buyung Hok dan lain-lain merandek
dan sangat gusar. Ketika mereka berpaling, kembali terdengar
suara orang itu, "Bagaimana ? Antarkan ke sini yang betina itu
aga kakek......”
Baru berkata sampai disitu, mendadak Ting Pek-jwan
mengerahkan tenaga dalamnya dan membarengi membentak
sekeras-kerasnya, "Kekkk”
Perpaduan lafal "kek” itu berbarengan dengan suara orang
itu, seketika suaranya mengguncang lembah pegunungan itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan anak telinga semua orang serasa pekak- serentak
terdengarlah suara jeritan ngeri dari arah cahaya hijau sana.
Di malam sunyi dan ditengah menggemanya suara "kek” yang
mengguncang lembah itu terseling lagi suara jeritan ngeri
orang, maka kedengarannya menjadi sangat seram.
Rupanya Ting Pek-jwan telah melukai pihak lawan dengan
suara bentakannya yang membawa tenaga dalam maha kuat
itu. Dari suara jeritan tadi agaknya luka orang itu tidak ringan,
bisa jadi sudah tewas malah.
Dan begitu suara jeritan orang tadi lenyap, tiba-tiba
terdengar suara mendesing satu kali. sebatang anak panah
berapi hijau meluncur ke udara terus meletus di atas.
"Sekali sudah berbuat, ayolah bereskan sampai akhirnya
biar kita sapu bersih sarang kaum iblis ini.” ajak Hong Po-ok
"Ya, kita sudah mengalah dengan maksud menghindarkan
percekcokan, tapi sekali sudah berbuat harus dilakukan
sampai selesai” kata Buyung Hok. Habis berkata, segera
mereka berlari cepat ke arah musuh.
Meski Giok-yan sangat luas pengetahuannya terhadap
segala macam ilmu silat dari setiap aliran dan setiap golongan,
tapi Iwekangnya terlalu cetek, pengalamannya juga tidak ada.
Karena kuatir gadis itu mendapat celaka, maka Buyung Hok
sengaja melambatkan langkahnya untuk mendampingi Giokyan.
Di bawah cahaya api hijau yang remang-remang,
sementara itu terdengar suara bentakan Hong Po-ok dan Pau
Put-tong. Terang mereka sudah mulai bergebrak dengan
musuh. Menyusul terdengarlah tiga sosok bayangan orang
mencelat ke atas disusul suara "plak-plok” beberapa kali,
nyata tiga orang itu telah kena dibereskan oleh Put-tong dan
Po-ok sehingga tertumbuk di dinding batu.
Waktu Buyung Hok berlari sampai di bawah sinar hijau, ia
lihat Ting Pek-jwan dan Kongya Kian telah berdiri disamping
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah wajan perunggu yang besar dengan air muka sangat
prihatin. Dari dalam wajan kaki tiga tertutup itu tampak
mengepulkan asap yang halus dan memantul cepat ke atas
bagai panah.
"Rupanya golongan song Tho-kong dari Pekilin-tong di
sujwan barat.” ujar Giok-yan.
"Pengetahuan nona benar-benar sangat luas.” puji Kongya
Kian.
Tapi Pau Put-tong lantas menyanggahnya, "Dari mana nona
tahu ? Cara mengepulkan asap sebagai tanda berita sudah
ada sejak ribuan tahun yang lalu belum tentu adalah
perbuatan orang she song dari......”
Belum habis ucapannya tiba-tiba Kongya Kian menunjukkan
sebelah kaki wajan itu dengan isyarat.
Waktu Pau Put-tong berjongkok dan coba menyalakan
ketikan api, ia lihat kaki wajan itu memang benar berukir
sebuah huruf "song” yaitu ukiran dalam goresan yang
melingkar-lingkar mirip ular kecil, wajan itu tampaknya adalah
barang antik yang berharga.
Dasar Pau Put-tong memang suka ngotot. Meski tahu apa
yang dikatakan ong Giok-yan memang benar, tapi dia tetap
menyanggah.
"Ya, sekalipun wajan ini milik orang she Song dari sujwan
barat, tapi siapa berani menjamin bahwa barang ini bukan
barang curian ? Apalagi wajan begini besar, kemungkinan
adalah barang palsu.”
Kiranya orang golongan song Tho-kong dari Pekilin-tong di
sujwan barat itu adalah suku bangsa Biau yang adat
istiadatnya sangat berbeda dengan orang persilatan di
Tionggoan. Mereka suka memakai racun, kepandaian mereka
ini sangat disegani orang-orang kangouw. Baiknya mereka
jarang bermusuhan dengan orang luar, asal orang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembarang n memasuki wilayah kekuasaan mereka, maka
mereka pun tidak sembarangan menyerang orang.
Sekarang melihat wajan milik golongan song Tho-kong itu,
diam-diam Buyung Hok dan lain-lain agak ragu. Mereka heran
mengapa song Tho-kong bisa sampai di pegunungan ini
padahal jaraknya dengan sujwan barat masih sangat jauh dan
rasanya tidak mungkin termasuk wilayah pengaruh song Thokong.
Dengan kepandaian Buyung Hoki Ting Pek-jwan dan lainlain
sudah tentu tidak perlu takut kepada song Tho-kong apa
segala. Cuma saja mereka tiada permusuhan dengan
golongan petualang itu. Kalau menang juga kurang gemilang,
sebaliknya kalau sampai terlibat permusuhan dengan mereka
tentu kelak akan memusingkan kepala. Padahal yang mereka
pikirkan sekarang hanya cara bagaimana membangun kembali
kerajaan Yan, sedapatnya mereka tidak ingin bermusuhan
dengan orang apalagi dengan suku bangsa yang tak beradab
itu.
Maka sesudah berpikir sejenaki tiba-tiba Buyung Hok
berkata, "Sudahlah tempat seperti ini lebih baik kita tinggal
pergi saja”
Ia lihat di tepi wajan perunggu itu menggeletak seorang
tua yang sudah kempas kempis napasnya, berbaju coklat
ringkas, pinggangnya terlipat seutas tali rumput, dengan mata
mendelik sedang memandang mereka, ia menduga orang tua
ini pasti yang memaki mereka tadi. Maka ia coba memberi
isyarat kepada Pau Put-tong.
Put-tong dapat menangkap maksudnya, segera ia pegang
galah bambu tempat gantungan pelita hijau, ia angkat ujung
galah bambu itu, "bles” ia sambitkan galah itu sehingga
menembus dada orang tua yang menggeletak di tanah itu,
pelita hijau itu pun padam seketika.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tidak menduga-duga, Giok-yan sampai menjerit
kaget.
Kongya Kian lantas berkata, "orang yang berjiwa kecil
bukanlah jantan, kalau tidak keji bukanlah laki-laki sejati. Ini
namanya membunuh orang melenyapkan saksi, supaya tidakk
meninggalkan penyakit di kemudian hari”
Habis berkata, sekali kakinya bekerja, segera wajan besar
itu pun di depaknya hingga roboh.
Segera Buyung Hok gandeng tangan Giok-yan dan diajak
melompat ke samping kiri sana. Tapi baru beberapa meter
jauhnya, dalam kegelapan tiba-tiba terdengar sambaran angin
tajam, sebatang golok dan sebatang pedang telah menyerang
sekaligus dari samping.
Tapi sekali Buyung Hok mengibaskan lengan bajunya,
dengan kepandaian yang khas ia bikin bacokan golok dari
sebelah kiri itu mengenai kepala orang di sebelah kanan dan
tusukan pedang dari sebelah kanan menembus dada orang di
sebelah kiri. Hanya dalam sekejap saja sekaligus dua
penyergap itu telah dibereskan, bahkan langkah Buyung Hok
sedikit pun tidak berhenti dan hasil terus berlari cepat ke
depan. "Hebat benar, Kongcuya " puji Kongya Kian.
Buyung Hok hanya tersenyum saja, mendadak ia lompat ke
depan, "plok”, ia papak seorang musuh yang menubruk dari
depan sehingga orang itu terjungkal ke bawah bukit,
menyusul tangan lain menghantam pula. Rupanya musuh
telah angkat kedua tangannya untuk menahan, tapi lantas
terdengar jeritan orang itu dan muntah darah.
Dalam kegelapan Buyung Hok tiba-tiba mencium bau anyir
busuk menyusul terdengar suara mendesis perlahan
menyambar dari depan. Cepat Buyung Hok mengerahkan
tenaga pada tangan dan memukul ke depan sehingga sebelum
mencapai sasarannya senjata gelap yang belum diketahui
bagaimana bentuknya itu telah terpental balik ke sana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul terdengar pula suara jeritan panjang seorang.
Rupanya senjata telah makan tuan sipenyergap itu.
Terkepung ditengah-tengah rmusuh dalam malam gelap,
hanya sekenanya Buyung Hok membunuh beberapa orang,
tapi ilmu silat yang satu makin tinggi daripada yang lain,
sesudah merobohkan enam orang, diam-diam Buyung Hok
merasa terkesiap. Pikirnya, "Tiga orang yang pertama agaknya
orang-orang song Tho-kong dari sujwan barat, tapi tiga orang
lagijelas dari golongan lain. Permusuhan bertambah banyaki
sungguh gelagatnya tidak menguntungkan.”
Maka terdengar Ting Pek-jwan berseru, "Ayolah berramairamai
kita terjang ke Thing-hiang-siau-tiok”
Seperti diketahui "Thing-hiang-siau-tiok” adalah sebuah
papilion diperkampungan yan-cu-oh kediaman Buyung Hoki
letaknya di sebelah barat papiliun itu biasanya ditempati A Cu.
sekarang Pek-jwan mengajak menerjang ke Thing-hiang-siautiok.
itu berarti ia menganjurkan menerjang ke arah barat
untuk menghindari cegatan musuh yang berjumlah banyak itu.
Ia sengaja menggunakan kata-kata kode itu.
Buyung Hok tahu maksud kawannya itu. Tapi saat itu
keadaan gelap gulita dan sukar membedakan arah, ia tidak
tahu arah barat terletak di sebelah mana. Ketika ia perhatikan,
ia dengar angin pukulan Ting Pek-jwan sedang bergerak di s isi
kanan belakangnya, segera ia tarik Giok-yan dan mundur ke
samping Pek-jwan.
Tiba-tiba terdengar suara "plak-plok” dua kali, kembali Pekjwan
mengadu tangan dengan musuh. Rupanya orang itu
tidak mampu menahan hantaman Pek-jwan yang hebat itu,
tiba-tiba terdengar jeritannya, tapi anehnya suaranya makin
menjauh ke bawahi menyusul terdengar suara gedebukan
jatuhnya batu dan patahnya ranting pohon dan sebagainya.
Diam-diam Buyung Hok terkejut ia tahu, musuh terjerumus
ke bawah jurang. Dalam keadaan gelap ia tidak tahu bahwa di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sisi mereka adalah jurang, untung ada musuh yang dihantam
terjungkal ke dalam jurang. Kalau tidak, bukan mustahil
mereka sendiri akan terjerumus juga tanpa sadar.
Pada saat itulah, tiba-tiba dari tempat yang tinggi di
sebelah kiri sana terdengar suara seruan orang, "Tokoh kosen
dari manakah yang mengacaukan Ban-sian-tai-hwe ini? Apa
memang tidak pandang sebelah mata kepada 36 gua Cinjin
dan 72 pulau dewa ?”
Buyung Hok dan Ting Pek-jwan bersuara heran perlahan.
Mereka pernah mendengar tentang "36 gua Cinjin dan 72
pulau Dewa", tapi apa yang disebut Cinjin (malaikat) dan
Dewa itu tidak lebih hanya kawanan jago silat yang tidak
termasuk sesuatu perkumpulan atau golongan serta tidak
berasal dari sesuatu aliran persilatan tertentu.
Mereka hidup bebas dan tinggal di 36 gua dan 72 pulau
terpencil, ilmu silat mereka ada yang yang tinggi dan ada yang
rendah, biasanya mereka pun tiada hubungan satu sama lain
dan tidak membawa pengaruh apa-apa bagi dunia kangouw,
maka mereka justru berkumpul di pegunungan ini.
Segera Buyung Hok menjawab dengan suara lantang,
"Kami berenam sedang menempuh perjalanan pada malam
hari dan tidak mengetahui kalian berkumpul di s ini. Maka telah
banyak mengganggu, harap dimaafkan. Apa yang terjadi ini
hanya salah paham saja, hendaknya jangan dianggap
sungguh-sungguh dan sukalah kalian membiarkan kami pergi
dari s ini.”
Ucapan Buyung Hok ini tidak keras juga tidak merendahi
pula tidak memberitahukan siapa dirinya, tapi ia pun minta
maaf karena telah terlanjur membunuh beberapa orang.
Di luar dugaan, sekonyong-konyong terdengar suara
tertawa yang beraneka ragam nadanya, ada yang terbahakbahaki
ada yang terkekeh, ada yang terkikik dan ada yang
terhoho, makin lama makin riuh suara tertawa itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semula suara tertawa itu cuma belasan orang saja, tapi
akhirnya di delapan penjuru terdengar penuh orang tertawa
sehingga kedengarannya tidak kurang dari beberapa ratus
orang banyaknya.
Mendengar begitu banyak jumlah orang-orang itu,
didengarnya istilah "Ban-sian-tai-hwe” (pertemuan besar
berlaksa dewa) tadi, maka diam-diam Buyung Hok membatin,
"sialan benar malam ini kejeblos ke dalam pertemuan besar
kaum tak karuan ini, baiknya aku sendiri belum
memperkenalkan diri, maka lebih baik tinggal pergi saja agar
urusan tidak tambah runyam. Apalagi jumlah mereka terlalu
banyak, betapa pun enam orang sukar melayani mereka.”
Di tengah tertawa ramai itu, tiba-tiba terdengar seorang
yang berada di tempat tinggi sana berkata, "Ucapanmu tadi
sungguh seenaknya sendiri saja. Kalian sudah mencelakai
beberapa orang saudara kami, kalau sekarang kami
membiarkan kalian pergi, lalu kemana muka para dewa ke-36
gua dan ke-y72 pulau ini harus ditaruh ?”
Buyung Hok coba tenangkan diri dan memperhatikan
sekitarnya, ia lihat dimana-mana baik di atas puncak, di
lereng, di tanjakan pegunungan itu penuh berdiri orang. Ada
yang lengan bajunya panjang gondrong, ada yang pakaiannya
singsat ringkas, ada kakek yang berjenggot panjang, ada
wanita dengan sanggulnya yang menjambul tinggi. Orangorang
itu tadi entah sembunyi dimana, tapi sekerang
mendadak seperti muncul dari bawah tanah.
Kini Ting Pek-jwan berempat juga sudah berkumpul di
sekitar Buyung Hok dan Giok-yan dalam posisi melindungi.
Tapi ditengah kepungan musuh yang berjumlah beratus orang
itu, mereka hanya mirip sebuah sampan di tengah samudra
saja.
Buyung Hok, Ting Pek-jwan dan lain-lain selama hidupnya
entah sudah mengalami pertempuran dahsyat berapa kali
banyaknya, tapi melihat suasana sekarang mau tak mau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka rada kuatir juga. Pikir mereka, " orang-orang ini
semuanya aneh-aneh. Kalau cuma sepuluh atau belasan oang
saja kita takkan takut, tapi kalau mereka berkumpul menjadi
satu, betapa pun sukar dilayani.”
Maka dengan Iwekang yang kuat segera Buyung Hok
berseru menjawab, "Kata peribahasa, yang tidak tahu tidak
dapat disalahkan. Tentang nama kebesaran cinjin ke-36 gua
dan para Dewa ke-72 pulau memang sudah lama kudengar
dan sekali-kali tidak berani sengaja mengacau, song Tho-kong
dari Pekilin-tong, Hian-hong-cu dari Ca-liong-tong di
perbatasan Tibet, ciang ciu-hu siansing, tocu dari Hian-bengto
di luat utara, para cianpwe ini kukira juga hadir disini
semua, sungguh kami tidak sengaja mengacau ke sini. untuk
ini hendaknya kalian maklum.”
Tiba-tiba terdengar suara seorang tua tertawa terkekehkekeh,
katanya, "Kau sebut-sebut nama kami lantas ingin
mengeluyur pergi begini saja ? Hehehe "
Buyung Hok menjadi mendongkol, sahutnya, "Kami cuma
menghormati kalian adalah orang tua maka ingin berlaku
sopan. Hal ini jangan kalian artikan bahwa aku Buyung Hok
takut pada kalian."
Mendengar nama "Buyung Hok” seketika terdengar suara
kaget orang banyak. Suara orang tua tadi lantas bertanya,
"Apakah Koh-soh Buyung yang terkenal dengan "in-pi-ci-to,
hoan-si-pi-sin itu ?”
"Benar, memang akulah adanya,” sahut Buyung Hoki
"Wah. Koh-soh Buyung memang bukan kaum
sembarangan. Ayolah para pemegang lampu, marilah kita
maju menjumpainya " demikian seru orang tua itu.
Dan baru habis ucapannya, mendadak dari jurusan
tenggara sana menjulang tinggi ke udara sebuah pelita
kuning, menyusul sebelah barat dan barat laut juga ada pelita
merah yang naik ke angkasa. Dalam sekejap itu dari segenap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penjuru menjadi penuh sinar pelita dengan aneka macam
ragamnya.
Nyata setiap tokoh Tongcu (pemilik goa) dan tocu (pemilik
pulau) yang hadir itu masing-masing mempunyai warna dan
corak pelita yang berbeda-beda. sinar pelita itu berkelip-kelip,
sebentar terang sebentar guram sehingga wajah semua orang
tampaknya menjadi sangat aneh tersorot sinar pelita yang
warna warni itu
Buyung Hok melihat orang-orang itu pun rupa-rupa
ragamnya, ada laki-laki, ada wanita, ada yang tampan dan
ada yang jeleki ada hwesio, juga ada tocu. sebagian besar
menghunus senjata, bentuk senjata mereka pun sangat aneh
dan tak terkenal namanya.
"Hai, Buyung Hok” segera seorang berada di sebelah barat
mulai bersuara, "keluarga Buyung kalian suka malang
melintang di daerah Tionggoan, hal itu pun masa bodoh.
Tetapi sekarang kau berani main terobos di tengah pertemuan
kami ini, bukankah kamu terlalu memandang enteng kepada
kami ? Kamu terkenal suka "menggunakan kepandaian orang
untuk menyerang kembali pada orang itu. Maka aku ingin
tanya kepadamu, cara bagaimana kamu akan menggunakan
kepandaianku untuk menyerang padaku ?”
Waktu Buyung Hok memandang ke arah suara itu, ia lihat
di atas batu padas sana duduk bersila seorang tua berkepala
besar. Kepala yang besar itu gundul kelimis tanpa seutas
rambut pun, wajahnya merah membara sehingga kalau
dipandang dari jauh kepalanya mirip sebuah bola merah.
"Terimalah salamku, mohon tanya siapakah nama tuan ?”
segera Buyung Hok memberi hormat dan bertanya.
Kakek kepala besar itu tertawa sambil pegang perutnya
yang buncit, katanya, "Aku justru ingin menguji dirimu ingin
kulihat apakah Buyung-si dari Koh-soh benar-benar maha
pintar atau cuma omong kosong belaka. Tadi kutanya padamu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cara bagaimana akan kau gunakan kepandaianku untuk
menyerang kembali padaku. Bila dapat kaujawab dengan
tepat, tentang orang lain aku tidak menjamin, tapi aku sendiri
pasti takkan membikin susah padamu dan kemana kau mau
pergi boleh kau pergi dengan bebas.”
Melihat gelagatnya, Buyung Hok tahu urusan hari ini tentu
susah diselesaikan dengan kata-kata saja, tapi mau tak mau ia
harus main beberapa jurus dulu. Maka katanya. Jika demikian,
baiklah aku akan mengiringi main beberapa jurus, silahkan
cianpwe mulai dulu "
Kembali orang tua itu tertawa terkekeh-kekeh, katanya,
"Aku sedang menguji dirimu dan bukan ingin diuji olehmu.
Kalau kamu tidak dapat memberikan jawaban, maka istilahmu
yang terkenal itu hendaknya lekas dihapus saja "
Diam-diam Buyung Hok sangat mendongkol, orang tua itu
hanya duduk nongkrong di tempatnya, tidak dikenal namanya
atau dari golongan mana, sudah tentu susah diketahui apa
kungfu andalannya dan kalau tidak tahu apa kepandaiannya,
cara bagaimana dapat menyerang kembali dengan kepandaian
orang itu ?
Selagi Buyung Hok berpikir di sebelah sana si kakek lantas
mengejeki "Kami para kawan dari ke-36 gua dan ke-72 pulau
biasanya hidup terpencar dan tidak suka ikut campur tetek
bengek di Tionggoan. Kalau gunung tiada harimau,
monyetpun akan mengaku sebagai raja. Hah, bocah ingusan
macam dirimu ini juga berani mengaku sebagai "Lam Buyung
dan Pak Kiau Hong” apa segala. Haha, sungguh menggelikan,
hahaha, benar-benar tidak tahu malu. Dengarkan, jika hari ini
kau ingin meloloskan diri, hal ini tidak sulit asalkan kau
sembah sepuluh kali kepada tiap-tiap Cinjin ke-36 gua dan
tiap-tiap Dewa ke-72 pulau, jadi total jendral harus
menyembah menyembah 1.080 kali, habis itu segera kami
melepaskan kalian."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memangnya sejak tadi Pau Put-tong sudah tidak sabar,
sekarang ia lebih-lebih tidak tahan lagi, segera ia berteriaki
"Kau minta Kongcuya kami "menggunakan kepandaianmu
untuk menyerangmu” tapi sekarang kau suruh dia
menyembah padamu. Tentang kepandaianmu yang khas
memang Kongcuya kami tidak dapat menirukannya. Haha,
benar-benar menggelikan. hahaha, benar-benar tidak tahu
malu "
Ia bicara dengan menengadah dan menirukan lagu suara s i
kakek dengan mirip benar.
Karuan kakek itu sangat gusar, mendadak ia batuk sekali,
sekumur riak kental terus menyemprot ke muka Pau Put-tong.
Cepat Put-tong mengegos sehingga riak kental itu
menyambar lewat di s isi telinganya, tapi mendadak riak kental
itu dapat berputar di udara, "plok", tahu-tahu menyambar
kembali dan tepat mengenai batok kepala Pau Put-tong.
Kekuatan riak kental itu sungguh tidak kecil, seketika Pau
Put-tong merasa kepala pening, badan terhuyung-huyung.
Kiranya riak kental itu tepat mengenai "yang-pek-hiat” di
tengah-tengah batok kepala.
Buyung Hok terkejut, bahwa riak kental dapat diguanakan
sebagai senjata adalah tidak mengherankan tapi riak kental itu
dapat berputar di udara, inilah yang luar biasa.
Terdengar kakek itu terbahak-bahaki katanya, "Nah,
Buyung Hok, aku pun tidak mau paksa harus kau gunakan
kepandaianku untuk menyerang aku, cukup asal dapat kau
katakan asal usul ludahku barusan ini, maka aku akan
menyerah padamu.”
Buyung Hok memeras otak dengan cepat, tetapi betapa
pun tidak ingat siapakah tokoh yang mahir menggunakan
ludah sebagai senjata ini. Tiba-tiba dari sebelahnya suara
seorang yang nyaring merdu berkata, "Tuan Bok-tocu, engkau
sudah berhasil meyakinkan ilmu sakti "cio-tau-bi-sin-kang”,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh tidak mudah latihanmu ini. Korban yang telah jatuh
di bawah keganasanmu tentu juga tidak sedikit. Kongcu kami
mengingat jerih payahmu yang telah berlatih mati-matian,
maka tidak mau membongkar asal usul kepandaianmu ini agar
engkau terhindar dari kutukan sesama orang persilatan.
Memangnya kau kira Kongcu juga begitu rendah untuk
menyerangmu kembali dengan kepandaianmu yang keji ini ?”
Dari suaranya saja segera Buyung Hok tahu bahwa
pembicara itu adalah Giok-yan. sungguh ia sangat girang dan
terperanjat pula. Ia tahu Giok-yan sangat pintar, sekali baca
segera dapat mengingatnya di luar kepala, maka segala kitab
pusaka ilmu silat yang tersimpan dalam lemari ayahandanya
boleh dikata sudah dibacanya dan dapat mengapalkan di luar
kepala segala ilmu silat dari aliran mana pun boleh dikata
serba tahu, hanya cara menggunakan saja ia tidak dapat.
Kungfu "cio-tau-bi-sin-kang” atau ilmu sakti lima gantang
beres tidak pernah didengar oleh Buyung Hok, sebaliknya
Giok-yan ternyata mengenalnya tapi entah tepat tidak tebakan
gadis itu.
Tertampak muka si kakek kepala besar yang tadinya merah
membara itu mendadak berubah menjadi pucat tapi hanya
sebentar saja lantas kembali merah lagi. Dengan tertawa ia
berkata, "Dara cilik tahu apa, hendaknya jangan sembarang
omong, "tio-tau-bi-sin-kang” adalah ilmu keji dan membikin
celaka orang, masakan orang macam aku sudi melatihnya ?
Namun begitu kamu dapat menyebut she kakekmu ini, boleh
dikatakan lumayan juga.”
Mendengar jawaban itu, Giok-yan tahu tebakannya benar
cuma saja kakek itu tidak mau mengaku. Segera ia berkata
pula, "Tuan-bok-tongcu dari Jik-yam-tong di gunung Ngo-cisan
pulau Hainam, siapakah orang kangouw yang tidak kenal
namamu ini ? Kirainya ilmu Tuan bok-tongcu barusan ini
bukan "cio-tau-bi-sin-kang”, jika begitu tentu adalah semacam
ilmu sakti lain perubahan dari Te-hew-kang.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Te-hwe-kang” Pemimpin golongan jik-yam-tong itu
selamanya dari keluarga Tuan bok-
Kakek tua berkepala besar itu bernama Tuan-Bok Goan.
Ketika mendengar Giok-yan dapat menyebut asal usulnya
tapi sengaja menutupi pula kepandaiannya "cio-tau-bi-sinkang”,
maka diam-diam kakek itu merasa berterima kasih.
Apalagi sebenarnya di kalangan kangouw, Jik-yam-tong adalah
suatu golongan keroco yang tak terkenal, tapi di mulut Giokyan
sekarang telah dikatakan sebagai golongan yang tersohor.
Tentu saja ia tambah senang. Dengan tertawa ia berkata, Yya,
memang kepandaianku ini adalah salah satu bagian dari Tehwe-
kang. Karena sudah kukatakan tadi, sekali dapat kau
sebut asal usulku, maka aku pun takkan mempersulitkalian.”
Pada saat itulah, sekoyong-konyong dari bawah batu padas
di depan sana terdengar suara seorang yang sangat halus
dengan nada seperti orang menangis terguguk-guguk, sedang
berkata, "Tuan Bok Goan, suamiku dan saudaraku apakah
dibunuh olehmu ?Jadi kamu jahanam ini telah meyakinkan
"tio-tau-bi-sinkang” dan telah membinasakan mereka ?”
Orang yang bicara itu teraling-aling oleh bayangan gelap
batu padas sehingga tidak jelas bagaimana potongannya,
tetapi lamat-lamat kelihatan seorang wanita yang berbaju
hitam, berbadan jangkung dan lengan bajunya sangat
panjang.
Tuan Bok Goan tertawa, sahutnya, "siapakah nyonya ?
Pada hakikatnya aku tidak kenal apa "cio-tau-bi-sinkang” itu,
jangan kau percaya kepada obrolan nona cilik ini”
Tiba-tiba wanita itu menggapai Giok-yan dan memanggil,
"Nona cilik, marilah sini. Aku ingin tanya padamu.”
Sekali wanita itu menggapai, tiba-tiba Giok-yan merasa
suatu tenaga tarik yang kuat telah menariknya ke sana
sehingga tanpa kuasa ia melangkah satu tindak ke depan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika wanita itu menggapai lagi, kembali Giok-yan hendak
tertarik maju pula, karuan ia menjerit kaget.
Buyung Hok tahu pihak lawan sedang menggunakan "Kimliong-
kang” (ilmu menangkap naga), semacam ilmu
menangkap dan mencengkeram yang lihai. Kalau ilmu
mencengkeram dan menangkap seperti itu sudah terlatih
sempurna, maka sekali menggapai tangan saja segera lawan
dapat dipegangnya dari jauh.
Padahal Iwekang Giok-yan sangat cetek, sebaliknya wanita
itu hanya dapat membikin nona itu tertarik maju satu-dua
tindak saja. Hal ini menandakan kepandaian wanita itu belum
seberapa tinggi.
Sementara itu tertampak si wanita menggapai pula untuk
ketiga kalinya, segera Buyung Hok mengebaskan lengan
bajunya, ia keluarkan ilmu "Tau-coan-sing-ih”, ilmu
andalannya yang lihai. Kontan tenaga cengkeraman dari jauh
itu menyerang kembali ke arah wanita itu sendiri. Rupanya
wanita itu menjadi kaget, ia berteriak sekali sambil
sempoyongan ke depan.
Sesudah terhuyung-huyung kira-kira dua-tiga meter berada
di depan Buyung Hok, barulah wanita itu dapat menahan
tubuhnya. Karuan ia kaget setengah mati dan kuatir diserang
pula, maka sekuatnya ia melompat mundur untuk kemudian
mengamat-amati Buyung Hok dengan melenggong.
"Le-hujin dari ya-hoa-to di laut selatan, kepandaianmu "jaiyan-
kang” memang sangat hebat. Kagum sungguh kagum.”
kata Giok-yan.
Wanita itu tampak sangsi, sahutnya "Nona cilik, dari......dari
mana kau kenal aku ? Dan mengapa tahu pula ilmu Jai-yankang
kami?”
Karena sekarang wanita yang dipanggil sebagai Le-hujin
atau nyonya Le itu sudah tidak teraling oleh bayangan batu
padas, maka semua orang dapat melihat jelas pakaiannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang hitam mulus itu, tapi diantara warna hitam bajunya itu
seperti terdapat macam-macam benang emas, benang perak
dan benang yang berwarna-warni iain sehingga di bawah sinar
pelita tampaknya menjadi kemilauan.
"Cit-jai-po-ih (baju pusaka tata warna) adalah pusaka yahoa-
to (pulau bunga kelapa), siapakah di dunia ini yang tidak
tahu ?”sahut Giok-yan. "Tadi Le-hujin telah unjuk ilmu sakti
yang mahir menangkap dari jauh, sudah tentu kepandaian ini
adalah Jai-yan-kang (ilmu menangkap burung) yang terkenal
dari ya-hoa-to”
Kiranya ya-hoa-to atau pulau bunga kelapa yang disebut
Giok-yan itu terletak di laut selatan yang banyak bukit
karangnya dan banyak menghasilkan sarang burung, cuma
sarang burung itu berada diatas karang-karang ang terjal
sehingga untuk mengunduhnya tidaklah gampang.
Keluarga Le sudah turun temurun tinggal di pulau kelapa
itu dan dari kebiasaan mereka mengunduh sarang burung itu
terlatihlah semacam kungfu Jai-yan-kang itu.
Memangnya Le-huji sudah jeri ketika sekali gapai kena
diseret maju oleh Buyung Hoki apalagi asal usulnya kena
dibongkar pula oleh Giok-yan, karuan ia tambah jeri. Ia
mengira segala kepandaiannya sudah dapat diukur oleh pihak
lawan, maka ia menjadi tidak berani main-main lagi. Terpaksa
ia berkata kepada Tuan-bok Goan, "Tuan-bok-loji, seorang
laki-laki sejati berani berbuat harus berani bertanggung jawab.
Nah, katakan terus terang saja, sebenarnya suamiku dan
saudaraku dibunuhmu olehmu atau bukan ?”
Tiba-tiba Tuan-bok Goan tertawa pula, katanya, "Maaf,
maaf Kiranya Le-hujin dari ya-hoa-to- Kalau dibicaranya
sebenarnya kita adalah tetangga malah. Tapi selamanya aku
tidak pernah bertemu dengan suamimu, dari mana bisa
dikatakan dia dibunuh olehku?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Le-hujin tampak masih sangsi, katanya, "Baiklah,
akhirnya urusan pasti akan ketahuan. Asalkan memang betul
bukan kamu yang membunuhnya” Habis berkata kembali ia
menyingkir dan sembunyi di balik batu padas pula.
Dan baru saja Le-hujin mengundurkan diri, sekonyongkonyong
terdengar sesuatu benda berat jatuh dari atas
sebatang pohon yang besar, "bluk”, benda itu jatuh diatas
batu padas. Ketika diperhatikan, kiranya sebuah wajan raksasa
dari perunggu.
Buyung Hok terkejut, cepat ia menengadah dulu untuk
melihat teken macam apakah orang yang sembunyi di pucuk
pohon itu sehingga mampu mengangkat suatu benda yang
beratnya beratus-ratus kati ke atas pohon untuk kemudian
dibanting ke bawah ? Kalau melihat bentuk wajah itu,
tampaknya serupa dengan wajan perunggu dari Pek-lin-tong
tadi. Cuma bangun wajan ini jauh lebih besar. Barangkala
song Tho-kong sendiri yang sembunyi di atas pohon Tapi
waktu ia pandang ke atas toh tiada sesuatu bayangan pun
yang terlihat.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara desis angin yang
sangat halus dan hampir sukar terdengar. Namun Buyung Hok
teramat cerdik. Cepat ia meloncat ke atas dan kedua lengan
bajunya mengebat sehingga menyangkutkan serangkum angin
keras yang menghantam kembali ke arah sambaran sambaran
itu. Tepat pada saat itu didepannya tertampak gemerdepnya
benda-benda halus, beratus-ratus jarum selembut bulu kerbau
terpental balik dan bertebaran ke berbagai penjuru.
Menyusul terdengar suara teriakan ramai Kongya Kian,
Hong Po-ok dan orang-orang disekitar situ. "Wah. celaka ini
jarum berbisa Jahanam, siapa yang menggunakan senjata
sekeji ini ? Aduh, gatal sekali "
Dalam keadaan tubuh terapung di udara, sekilat pandang
Buyung Hok melihat tutup wajan itu sedikit bergerak seperti
ada sesuatu hendak menerobos keluar dari dalam wajan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan genting demikian, tiada sempat buat pikir lagi.
segera Buyung Hok lemparkan Giok-yan yang dirangkulnya
ketika meloncat ke atas tadi, katanya, "Duduklah di atas
pohon”
Menyusul badannya lantas menurun ke bawah tapi bukan
ke tanah melainkan ke atas wajan raksasa itu
Ia merasa tutup wajan masih bergerak-gerak, segera ia
gunakan kepandaian membikin antap badannya untuk
menindih tutup wajan sekuatnya.
Apa yang terjadi itu berlangsung dalam sekejap dan baru
Buyung Hok dapat menindih tutup wajan tetap ditempatnya,
sementara itu jerit dan bentakan orang disekitarnya sudah
tambah ramai, "Aduh, lekas ambilkan obat penawarnya ini
jarum berbisa Gu-mo-ciam (jarum bulu kerbau) dari Pek-lintong.
Dalam waktu satu jam dapat membuat nyawa orang
melayang, lihainya bukan kepalang wah, celaka, dimana
bangsat tua song Tho-kong itu ? Dimana dia ? Keparat ya,
lekas seret dia keluar dan paksa ia memberi obat penawarnya
Kurang ajar, bangsat tua ini sembarangan menghamburkan
jarumnya sampai kawan sendiri juga diserang song Tho-kong
song Tho-kong dimana kamu, keparat Lekas berikan obat
penawarmu "
Begitulah seketika terjadi riuh ramai makian dan suara
orang ingin mencari Song Tho-kong untuk minta obat penawar
racun, orang yang terkena jarum berbisa itu ada yang
berjingkrak saking gatal, ada yang memeluk pohon saking tak
tahan rasa sakit. Nyata racun Gu-mo-ciam atau jarum bulu
kerbau itu luar biasa lihainya sehingga siapa yang terkena
akan tersiksa oleh rasa gatal dan sakit yang tak terhingga.
Padahal diantara orang-orang yang kena jarum itu ada
ketua dari sesuatu golongan dan ada pemimpin dari sesuatu
perkumpulan, tapi dalam keadaan tersiksa mereka menjadi
lupa daratan akan kedudukannya sendiri dan tidak kenal malu
lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya yang diperhatikan oleh Buyung Hok adalah
kawan-kawannya, sekilas ia pun melihat Kongya Kian
memegangi dada dan perutnya sedang mengerahkan tenaga
dalam, sedang Hong Po-ok tampak melonjak-lonjak sambil
mencaci maki kalang kabut. Maka tahulah Buyung Hok bahwa
kedua kawan itu telah terkena jarum berbisa tadi. Ia menjadi
kuatir dan gusar pula.
Terang menghamburnya jarum berbisa bagai hujan tadi
dilakukan oleh seorang dengan pesawat rahasia yang mungkin
terpasang di dalam wajah raksasa itu. Kalau tidak, rasanya
tidak mungkin dapat menghamburkan jarum halus dalam
sekejap saja.
Yang paling membuatnya gemas adalah kelicikan
penyerang tak kelihatan itu. Lebih dulu Buyung Hok dipancing
supaya menengadah ke atas pohon, pada saat itulah jarum
berbisa lantas dihamburkan dari dalam wajan. Coba kalau dia
kurang cerdik dan tidak tangkas, pasti beratus-ratus atau
beribu-ribu jarum berbisa itu sudah bersarang di tubuhnya.
Sebaliknya penyerang itu rupanya bersembunyi di dalam
wajan sehingga jarum berbisa yang dihantam kembali oleh
Buyung Hok itu hanya mengenai orang-orang disekitarnya dan
tidak mengenai penyerang gelap itu.
Maka terdengarlah suara seorang yang sengaja dibikinbikin
berkata, "Buyung Hok, sekali ini kamu telah salah lakon.
Mengapa berbalik kau gunakan kepandaian orang untuk
menyerang dirimu ? Bukankah sangat tidak cocok dengan
kebiasaan Koh-soh Buyung ?”
Yang bicara itu kedengaran berada agak jauh dan rupanya
terlindung di belakang batu padas sehingga tidak ikut terkena
jarum berbisa. Makanya dia berani mengejek.
Tapi Buyung Hok tidak gubris padanya, ia pikir untuk
memusnahkan racun jarum itu harus mencari penyerang yang
sembunyi di dalam wajan, ia merasa tutup wajan yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diinjaknya itu bergerak terus, terang orang di dalam wajan itu
sedang berusaha menerobos keluar.
Kepandaian Buyung Hong sangat hebat. Dengan jarinya ia
gantol pada dahan pohon sehingga dia dapat membuat
badannya seenteng kapas atau seberat bukit berlaksa kati.
Bila orang itu ingin menerobos keluar, kalau dia tidak
membobol wajan itu dengan pedang mustika, maka dia harus
menggunakan tenaga sanggahan punggungnya untuk
mengangkat pohon dengan tenaga tindihan Buyung Hok itu.
Sebenarnya orang yang berada di dalam wajan itu memiliki
tenaga raksasa. Biasanya dengan tenaga punggungnya ia
mampu menumbuk rubuh seekor banteng. Karena itulah dia
sekarang berani main sembunyi dalam wajan tanpa kuatir.
Tapi sekali ini dia salah hitung. Meski sudah berulang kali ia
menyundul ke atas.
Tetap tutup wajan itu tak bergeming seperti tertindih oleh
sebuah bukit. Karuan orang itu kelabakan. Berulang ia
mengerahkan tenaga tapi tetap susah keluar.
Diam-diam Buyung Hok sudah memperhitungkan setiap kali
orang di dalam wajan itu menyundul, setiap kali pula tentu
akan banyak mengorbankan tenaga dalam, sebab ia sengaja
mengadu tenaga sundulan orang dengan tindihan tiohon besar
itu.
Maka tertampak pohon yang dipakai sebagai pegangan itu
bergoyang-goyang seakan-akan tumbang. Tapi untuk
menyundul sebatang pohon bersama akar-akarnya memang
terlalu sulit namun akar pohon sedikit demi sedikit juga mulai
banyak yang putus. Kalau orang di dalam wajan ini
menggunakan tenaga lagi beberapa kali, bukan mustahil dia
akan dapat menyingkap tutup wajan dan menerobos keluar.
Namun Buyung Hok juga sudah siap sedia. Ia menduga
begitu orang itu menerobos keluar, tentu akan
menghamburkan jarum berbisa lagi untuk melindungi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya. Dan sekali hantam, semua jarum orang itu tentu
akan dapat dipukul kembali dan mengenai tubuh orang itu
sendiri. Dengan demikian, maka pasti dia akan mengeluarkan
obat penawar untuk menyembuhkan lukanya sendiri dan tidak
perlu susah lagi berusaha merebutnya.
Tiba-tiba ia merasa tutup wajan bergoncang hebat dua kali
lagi, habis itu tahu-tahu lantas berhenti dan tiada terdengar
sesuatu gerak gerik orang di dalam wajan.
Buyung Hok menaksir orang itu tentu lagi menghimpun
tenaga untuk menyundul sekuatnya buat menerobos keluar
dari wajan. Maka ia sengaja mengendurkan tenaga tindihan
sedang telapak tangan kanan sudah siap menghantam.
Tak terduga sampai sekian lama orang di dalam wajan itu
tidak bergerak lagi, seperti sudah mati sesak di dalam.
Dalam pada itu jerit tangis orang banyak semakin riuh
ramai. Beberapa orang yang lebih rendah kepandaiannya
saking tak tahan akan derita sakit dan gatal telah bergulingguling
di tanah, ada yang membentur-benturkan kepala di
atas batu dan ada yang memukul-mukul dada sendiri
Beramai-ramai mereka berteriak-teriak mencari song Thokong
dan ingin menyeretnya keluar untuk mengambil obat
penawarnya. Di tengah suara teriakan yang menyeramkan itu,
ada belasan orang menjadi kalap terus menerjang ke arah
Buyung Hok.
Tapi Buyung Hok segera meloncat ke atas dengan enteng,
selagi ia hendak duduk di dahan pohon sekonyong-konyong
terdengar suara mendesir-desir halus, dari samping
menyambar tiba secomot sinarperak gemerdap, kembali
beribu jarum berbisa yang halus telah menyambar lagi ke
arahnya.
Serangan ini sama sekali di luar dugaan Buyung Hok, song
Tho-kong yang menyerang dengan jarum berbisa itu sudah
pasti masih berada di dalam wajan, sedangkan jumlah jarum
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbisa yang berhamburan dan keras agaknya bukan
dilakukan oleh tenaga manusia melainkan dihamburkan
dengan menggunakan sesuatu pesawat tertentu, apa
barangkali ada begundal song Tho-kong yang bersembunyi di
samping situ dan sekarang menyerangnya secara keji ?
Saat itu Buyung Hok sedang terapung di udara, untuk
menghindar terang sangat susah-Kalau menghantam kembali
jarum berbisa itu dengan tenaga pukulan yang dahsyat, ia
kuatir seperti kejadian tadi yaitu mengenai kawan sendiri
karena waktu itu Pek-jwan berempat masih berada di bawah.
Tapi Buyung Hok bukan Buyung Hok kalau dia lantas mati
kutu begitu saja. Gelar "Lam Buyung dan Pak Kiau Hong”
memang bukan gelaran kosong belaka.
Ilmu silat keluarga Buyung sebenarnya sangat hebat dan
susah diukur. Meski Buyung Hok selama ini lebih giat dalam
usahanya hendak membangun kembali kerajaannya sehingga
tiada sempat meyakinkan ilmu silat leluhurnya dengan tekun,
tapi sebagai ahli waris Koh-soh Buyung sudah tentu bukanlah
tokoh sembarangan.
Ketika lengan bajunya mengebas sekali, bagaikan layar
perahu yang tertiup angin dengan tenaga kebasan itu
tubuhnya terus melompat ke samping. Berbareng itu dari
kebasan lengan bajunya lantas terlontar suatu arus kekuatan
yang maha kuat sehingga beribu jarum berbisa itu tergampuk
terbang ke udara. Habis itu dengan gaya yang indah, dengan
ringan seperti burung kemudian Buyung Hok meluncur turun.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 61
Tatkala itu udara sebenarnya gelap gulita tapi di bawah
sinar pelita yang terang itu semua orang dapat melihat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan jelas melayang turunnya Buyung Hok yang indah dan
cekatan itu, semua orang tercengang dan kagum luar biasa.
Di tengah suara jerit maki yang menyeramkan itu tiba-tiba
bergema pula suara sorak puji yang gemuruh sehingga jerit
teriak orang yang tersiksa itu kalah kerasnya.
Tadi waktu ia melayang turun gayanya sangat lambat dan
indah, tapi sekarang ia menubruk ke bawah dengan cepat
seperti elang menyambar anak ayam, di mana bayangannya
tiba, sekonyong-konyong kedua kakinya menginjak kepala
seorang yang pendek gemuk di tepi batu padas itu.
Kiranya sesudah mengincar dengan cermat dari atas tiba -
tiba ia melihat tangan orang gendut buntak ini memegang
sebuah benda yang mirip sebuah wajan kecil dengan gerakgerik
seperii hendak menjepretkan jarum berbisa lagi. Maka
segera ia mendahului menyambarnya.
Namun si gendut itu juga sangat gesit, sebelum batok
kepalanya terinjak kaki Buyung Hok, dengan cepat sekali ia
menjatuhkan diri terus menggelinding pergi seperti bola,
Karena itu, Buyung Hok telah menginjak tempat kosong,
namun segera ia susuli dengan hantaman keras ke punggung
lawan.
Waktu itu si gendut baru saja hendak merangkak bangun
karena pukulan Buyung Hok dari jauh itu, "Plak", kembali ia
terjungkal lagi terkena pukulan itu
Tapi sekalian ia terus pentalkan diri beberapa meter
jauhnya, habis itu barulah berbaagkit.
Namun pukulan Buyung Hok teramat hebat, baru saja si
gendut sempat berdiri dengan agak sempoyongan, mendadak
badannya tergeliat dan kembali jatuh tersungkur pula.
Serentak terdengar suara teriakan orang ramai.
"Song Tho-kong, mana obat penawarmu, lekas keluarkan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbareng mereka lantas menyerbu ke arah si gendut
buntak itu.
"Kiranya si pendek gendut itu adalah Song Tho-kong!"
demikian Ting Pek-jwan dan Pau Put-tong sama membatin.
Karena mereka juga buru-buru ingin menangkapnya untuk
mendapaikan obat penawar guna menyembuhkan luka para
saudara angkatnya, maka berbareng mereka pun membentak
dan menubruk ke sana.
Sementara itu Song Tho-kong tampak menggunakan
tangan menyanggah tanah dan bermaksud merangkak
bangun, tapi rupanya ia sudah terluka tidak ringan, tenaga
sudah tidak mau menuruti kehendak hatinya lagi, baru saja
badannya terangkat sedikit, "bluk", kembali ia jatuh lagi.
Dalam pada itu Pau Put-tong sudah menubruk tiba, sakali
cengkeram ia hendak remas pundak Song Tho-kong,
cengkeramannya menggunakan tenaga sekuatnya dengan
tujuan agar musuh tak bisa berkutik lagi.
Tak terduga, baru saja kelima jarinya memegang pundak
orang, tiba-tiba telapak tangannya terasa sakit luar biasa,
cepat ia tarik kembali tangannya, ketika diperiksa, ternyata
tangan sudah penuh darah.
Kiranya Song Tho-kong itu memakai baju yang penuh
dipasang jarum lembut sehingga mirip seekor landak yang
berduri tajam.
Jarum-jarum itu juga berbisa, maka dalam sekejap saja Pan
Put-tong merasa telapak tangannya pegal linu dan gatal luar
biasa, saking gatalnya sehingga hatinya serasa seperti dikilikili,
saking tak tahan, sungguh ia ingin potong saja tangannya.
Dalam kejut dan gusarnya, segera sebelah, kaki Pau Puttong
melayang hendak menendang pantat Song Tho-kong, ia
lihat orang gendut itu meringkuk ditanah seperti babi,
tendangannya itu pasti akan kena sasarannya dengan keras.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ketika kakinya sudah hampir mengenai pantat orang
mendadak Put-tong sadar, "Wah, celaka! Jika pantatnya juga,
penuh terpasang jarum yang tajam bukankah kakiku ini akan
hancur?"
Padahal saat itu kakinya sudah melayang ke depan dan
untuk menariknya kembali terang tak bisa lagi, tiada jalan lain
terpaksa Pau Put-tong miringkan tendangannya sehingga
hanya menyenggol sedikit celana Song Tho-kong, sekalian
tubuh Pau Put-tong lantas ikut berputar seperti kitiran.
Dalam pada itu Pek-jwan dan lain-lain juga sudah
menubruk tiba. Tapi mereka menjadi kaget melihat Pan Puttong
yang jelas dapat menawan Song Tho-kong itu entah
mengapa mendadak tangan Put-tong malah terluka sendiri.
Mereka melihat Song Tho-kong masih bertiarap di atas tanah
tanpa bergerak, seketika itu mereka menjadi tidak berani
sembarangan bertindak.
Dasar watak Put-tong memang sangat keras dan tak mau
kalah, sekali ia keselomot sudah tentu ia tidak mau tinggal
diam lagi, tanpa pikir segera ia angkat sepotong batu besar
sambil berteriak,
"Awas, minggir! Biar kugecek mampus kura-kura bangsat
ini!”
Tapi segera ada oranya mencegahnya, "Jangan, jangan!
Kalau digebuk mati, tentu kita takkan mendapatkan obat
penawarnya!"
Lalu ada orang lain ikut berteriak, (Dewi KZ
http://kangzusi.com/) "Obat penawar pasti berada dalam
bajunya, ayolah tumbuk mampus dia dulu baru nanti ambil
obatnya!”
Rupanya berkumpulnya para petualang yang menyebut
dirinya dewa ke-36 gua dan ke-27 pulau itu masing-masing
mempunyai maksud tujuan sendiri dan sama sekali tiada rasa
persatuan buktinya ketika Pau Put-tong ingin menggecek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mampus Song Tho-kong ternyata ada juga yang menyatakan
setuju bahkan beramai-ramai mengemukakan usulnya.
Begitulah di tengah suara orang banyak itu, Put-tong tidak
peduli lagi, ia angkat batu besar itu, dengan langkah lebar ia
mendekati Song Tho-kong, ia incar punggung orang buntak itu
dengan tepat sambil membentak, "Biar kugesek mampus kurakura
berduri ini!"
Tatkala itu Put-tong merasa gatal pegal di tangannya
bertambah bebal dan susah ditahan lagi, maka sekali ia ayun
tangannya, langsung batu besar itu menghantam punggung.
Song Tho-kong.
"Blang", terdengar suara gemuruh yang keras dibarengi
debu pasir beterbangan,
Orang-orang Itu ada yang girang dan ada yang kualir pula.
Mereka menduga Song Tho-kong pasti akan hancur lebur
seperti bergedel tertumbuk batu besar itu, tapi mereka
menjadi terkejut, karena sama sekali mereka tidak mendengar
suara jeritan Song Tho-kongg, sebaliknya mengapa debu pasir
bisa berhamburan?
Ketika mereka memperhatikan, mereka tambah
tercengang. Ternyata batu besar yaiig dihantamkan Pan Puttong
itu masih tetap di atas tanah, sebaliknya Song Tho-kong
sudah menghilang entah keumana.
Cepat sekali Pan Pat-tong berpikir demi melihat keadaan
yang ganjil itu, segera ia depak batu besar itu. Maka
tertampaklah di bawah tanah situ berdapat sebuah liang,
besarnya cuma sebesar 20 an senti saja., padahal badan
Sonng Tho-kong segemuk babi, masakah dia dapat menyusup
ke dalam liang sekecil itu seperti kelinci?
Ia tidak tahu bahwanama Song Tho-kong memakai kata
"Tho" atau tanah, dengan sendirinya dalam hal menggangsir
tanah ia sangat rnahir. Ia dapat menggangsir dengan sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cepat dengan menggunakan tangan dan kaki sesudah itu ia
terus menyusup ke dalam liang yang digangsirnya itu.
Tapi waktu Buyung Hok menginjak tutup wajannya
sehingga dia tidak dapat keluar, saat itu ia telah membuka
pantat wajan dan meloloskan diri ke bawah tanah.
Sesudah tertegun sejenak, segera Pau Put-tong mencari
pula tempat sembunyi Song Tho-kong. Ia pikir sekali pun
dapat menggangsir, toh hanya manusia dan bukan trenggiling,
paling banter juga cuma satu-dua meter jauhnya dan hanya
dapat sembunyi untuk sementara saja, masakah dapat
menghilang?"
Tapi selagi ia mencari, tiba-tiba terdengar seruan Buyung
Kok, "'Ini dia, di s ini!"
Berbareng itu lengan bajunya terus mengebas sepotong
batu padas. Kiranya batu padas itu sebenarnya bukan batu
melainkan punggung Sung Tho-kong yang menonjol ke atas.
Dasar kelakuan Song Tho-kong itu memang aneh-aneh dan
macam-macam caranya mengelabuhi mata orang, kalau bukan
pandangan Buyung Hok yang tajam tentu susah menemukan
jejaknya.
Dan sekali angin kebasan lengan baju Buyung Hok tiba,
seketika badan Song Tho-kong yang bulat itu mencelat ke
udara,
Sejak terkena pukulan Buyung Hok tadi, luka Song Thokong
sebenarnya cukup parah, sekarang menjadi lebih-lebih
tidak sanggup melawan sedikitpun, terpaksa ia berteriakteriak,
"Sabar dulu, jangan menyerang lagi, aku akan
memberikan obat penawarnya!"
"Jangan kuatir, aku takkan menyerang lagi," kata Buyung
Hok dengan tersenyum dan mengebaskan lengan baju lagi
sehingga Song Tho-kong dapat turun ke bawah dengan
enteng tanpa alangan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar suara orang berseru dari jauh, "Kohsoh
Buyung benar-benar hebat dan bukan omong kosong
belaka!”
"Terima kasih atas pujianmu!" sahut Buyung Hok dengan
merendah.
Pada saat itu juga, sekonyong-konyong sejalur sinar emas
dan sejalur sinar perak menyambar tiba dari sebelah kiri,
begitu hebat sambaran sinar emas perak itu sehingga
mengeluarkan suara mendenging.
"Senjata apakah yang lihai ini?” diam-diam Buyung Hok
membatin. Ia tidak berani ayal, segera kedua lengan bajunya
mengebas pula memapak ke depan.
"Blung," angin kebasannya tertolak kembali sebaliknya
sinar emas dan perak itu pun terpental balik, Dan baru
sekarang terlihat dengan jelas, kiranya kedua jalur sinar emas
perak itu adalah dua utas selendang yang panjang lagi lebar,
yang sebuah berwarna emas dan yang lain berwarna perak.
Dari tenaga benturan tadi Buyung Hok sudah dapat
menjajal bahwa tenaga dalam orang yang menggunakan
selendang warna emas itu lebih kuat daripada kawannya yang
memakai selendang warna perak itu. Tapi terasa juga olehnya
bahwa tenaga yang dikeluarkan orang yang menggunakan
selendang perak itu belum dikerahkan seluruhnya, sebaliknya
orang yang bersenjata selendang emas telah mengeluarkan
segenap tenaga dalamnya yang ada.
Maka tertampaklah di depan sana berdiri dua orang,
semuanya kakek-kakek, yang bersenjata selendang emas
berjubah putih perak dan.yang bersenjata selendang perak
berjubah warna emas, jadi terbalik warna jubah dan senjata
yang mereka pakai itu.
Jubah mereka pun gemerlapan menyilaukan mata, jubah
macam begitu pada umumnya tidak ada orang yang mau
pakai kecuali pemain sandiwara di atas panggung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar si kakek jubah perak berkata, "Hebat. sungguh
kagum, marilah terima sekali lagi serangan kami berdua!"
Menyusul sinar emas berkelebat, selendang emas
menyambar pula dari sebelah kiri, sebaliknya selendang perak
tiba-tiba menyendal ke atas terus menyambar turun ke bawah
untuk menyerang kepala Buyung Hok.
"Kedua Cianpwe .... " baru Buyung Hok lhendak bicara,
mendadak terdengar suara menderu, tiga batang-golok
panjang membabat pula dari bagian bawah.
Rupanya musuh telah menggunakan "Te-tongto", ilmu
golok bergelindingan di tanah, tiga orang telah bekerja sama
dengan sangat rapat untuk menyerang bagian bawah tubuh
Buyung Hok.
Ilmu golok dengan cara bergelindingan di tanah itu
sebenarnya jarang digunakan oleh jago silat kelas wahid,
sebab yang diarah selalu bagian bawah badan musuh, daya
tempurnya terbatas pula dengan main bergulingan di tanah
juga merosotkan pamor seorang tokoh ternama.
Tapi terdengar dari suara sambaran golok ketiga penyerang
itu, rasanya tenaga dalam merekajjua tidak lemah dan dapat
digolongkan jago kelas dua. Apalagi sekarang mereka tiga
bergabung menjadi satu, golok mereka menyambar susulmenyusul
dengan cepat kalau lena sedikit tentu sasarannya
bisa binasa, maka betapapun tidalah boleh dipandang enteng.
Jadi saat itu Buyung Hok menghadapi serangan, dari tiga
jurusan, dari utas, samping kiri dan depan bawah. (Dewi KZ
http://kangzusi.com/) Diam-diam ia.pikir, "Pihak lawan
terkenal sebagai Tongcu ke-36 gua dan Tosu ke-72 pulau,
jumlah mereka sangat banyak, kalau aku tidak mendahului
memberi hajaran pada mereka, tentu urusan sukar diakhiri."
Waktu itu dilihatnya ketiga golok musuh sedang
menyambar tiba pula dari bawah, ia incar dengan tepat dan
menendang tiga kali secepat kilat sehingga tiap-tiap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tendangannya mengenai pergelangan tangan musuh, tiga
batang golok mereka kontan mencelat ke udara.
Ketika Buyung Hok menggeser tubuh ke samping, sedikit ia
geraki tangan, dengan ilmu "Tancoan-sing-ih" yang lihai, tahutahu
ujung selendang emas diputar balik, "plak”, selendang
emas itu saling melilit menjadi satu dengan, selendang perak
kawannya.
Sementara itu ketiga orang yang memalukan Te-tong-to
juga sudah menerjang maju, tiga batang golok mereka
mendadak ditimpukkan, bahkan mereka tidak terus mundur,
sebaliknya pentang tangan dan hendak merangkul kedua kaki
Buyung Hok sambil mengeluarkan suara kalap.
Dalam keadaan berkelahi satu lawan banyak, sudah tentu
Buyung Hok tidak mau badan tersentuh lawan, sekali kaki
melayang, secepat angin hiatto penting di dada ketiga orang
itu ditendangnya hingga terjungkal.
Pada saat itulah seorang berbaju hitam dengan tangan dan
kaki serba panjang melompat maju, ia pentang tangannya,
yang lebar itu dan sekali raih segera Song Tho-kong diangkat
olehnya ke atas.
Seperti diceritakan pada badan Song Tho-kong itu penuh
berduri sebagai landak, tapi tangan orang berbaju hitam itu
entah berkulit setebal badak atau memakai sarung tangan
istimewa sehingga tidak takut pada duri di badan Song Thokong
itu, dan sekali sasarannya diangkat segera ia melompat
mundur lagi sejauh beberapa meter.
Melihat gerak-gerik si baju Hitam itu sangat gesit dan
cekatan, terang kepandaiannya jauh lebih tinggi dari yang lain,
diam-diam Buyung Hok berkuatir, "Kalau Kong Tho-kong kena
digondol lari orang ini, untuk, mencari obat penawarnya pasti
akan sangat sulit."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berpikir demikian, tanpa ayal lagi segera ia lompat
melintasi. tiap sosok tubuh yang menggeletak di tanah itu
terus menghantam orang berbaju hitam itu.
Mendadak orang itu tertawa panjang, tahu-tahu sebilah
golok melintang di depan dadanya, nyata sebatang golok yang
sangat tajam dan mengeluarkan sinar berkilauan. Kiranya
sebatang Kui-thau-to, yaitu ujung golok berbentuk kepala
setan dengan punggung golok agak tebal.
Dalam keadaan begitu, kalau pukulan Buyung Hok
diteruskan, itu berarti tangan sendiri sengaja disodorkan untuk
dimakan senjata musuh.
Namun Buyung Hok bukanlah Buyung Hok jika cuma sekian
saja kemampuannya, ia tetap hantamkan tangannya itu,
ketika tangan sudah tinggal beberapa senti hampir mengenai
golok musuh, meddadak tangannya memotong ke samping
meng--ikuti batang golok lawan, jadi tujuannya hendak
memotong jari tangan si baju hitam yang memegang golok
itu.
Dengan tenaga dalam Buyung Hok yang hebat, betapa kuat
tebasan tangannya itu boleh dikatakan tidak kalah tajamnya
dengan Kui-thau-to lawan. Karena tidak menyangka akan
perubahan serangan Buyung Hok itu, maka terdengar orang
berbaju hitam itu bersuara heran perlahan, lekas ia buang
goloknya dan menggunakan tangan untuk memapak serangan
Buyung Hok.
"Plak". kedua tangan saling beradu dan kembali si baju
hitam bersuara heran pula, badan tergeliat, tapi masih sempat
melompat mundur lagi beberapa meter jauhnya dengan
tangan kiri tetap mencangking badan Song Tho-kong yang
gendut buntak itu.
Ketika tangan Buyung Hok membalik kembali, dengan
cepat ia masih sempat menyambar golok Kui-thau-to lawan
yang dilepaskan itu, Segera, hidungnya mencium bau busuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amis yang memuakkan. la tahu pada golok itu tentu dilumasi
racun yang maha jahat,
Walaupun sekali gebrak Buyung Hok dapat merampas
senjata lawan, tapi dilihatnya pada pihak musuh sudah ada
beberapa orang mengadang didepan si baju hitam dengan
senjata lengkap kalau hendak merampas kembali Song Thokong
dengan menerjang orang banyak itu terang bukan
pekerjaan gampang. Apalagi sesudah mengadu tangan tadi, ia
merasa tenaga si baju hitam agak lebih lemah daripada
dirinya, namun mempunyai sesuatu kepandaian yang aneh
dan istimewa, biarpun bertarung satu lawan satu juga takkan
dapat merobohkannya dalam waktu singkat.
Dalam, pada itu terdengar teriakan dan cacimaki orang
banyak yang sudah tak sabar lagi, semua memaki Song Thokong
dan minta obat penawarnya lekas dikeluarkan untuk
menyembuhkan rasa sakit gatal mereka yang tak tertahankan
itu.
Di bawah cahaya obor tertampak bayangan orang berlari
kian kemari, semuanya sedang minta si baju hitam lekas
mengeluarkan obat penawar dari baju Song Tho-kong.
"Baiklah! Nah, Song-gendut, lekas serahkan obat
penawarmu," kata orang berbaju hitam itu.
"Harus kau lepaskan aku dahulu!" seru Song Tho-kong.
Tapi si baju hitam menjawab, "Sekali aku melepaskanmu,
tentu kamu akan ditawan musuh. Mana boleh kulepaskanmu?
Ayolah lekas keluarkan obat penawarmu!"
Serentak orang banyak juga berteriak dan memaki untuk
mendesak Song Tho-kong lekas menyerahkan obat
penawarnya.
Maka dengan suara yang serak Song Tho-kong berkata,
"Obat penawar kupendam di dalam tanah, kalau aku tidak
dilepaskan, cara bagaimana aku dapat mengeluarkannya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang melengak oleh keterangan itu. Mereka
percaya apa yang dikatakan Song Tho-kong itu pasti betul,
sebab Song Tho-kong terkenal suka sembunyi di dalam gua
alau liang di bawah tanah, jika dia menyimpan sesuatu di
bawah tanah tentu bukan omong kosong.
Meski Buyung Hok tidak mendengar suara teriakan dan
rintihan Kongya Kian dan Hong Pook, tapi ia dapat
membayangkan bila orang lain berteriak-teriak tidak tahan
oleh siksaan racun Song Tho-kong itu maka dapat diduga
kedua kawannya itu pun pasti juga serupa keadaannya. Jalan
satu-satunya sekarang harus berusaha sebisanya merebut
kembali Song Tho-kong urusan lain boleh dipikirkan belakang.
Maka sekali berteriak, terus saja ia putar Kui-thau-to
rampasannya dia menerjang ke tengah-tengah orang banyak.
Ting Pek-jwan dan Put Hut-tong menjaga rapat di samping
kedua kawannya, mereka menyaksikan Buyung Hok
menerjang ke tengah musuh bagai harimau mengamuk di
tengah kawanan kambing, siapa yang berani merintangi
segera dirobohkannya.
Melihat terjangan Buyung Hok yang hebat itu , si baju
hitam tidak berani memapaknya, sambil membawa Song Thokong
ia sengaja menyingkir jauh-jauh.
Maka terdengarlah teriakan orang ramai,
"Awas, senjata yang dipakai dia adalah 'Lik-po-hiang-lo-to',
jangan sampai kena dilukai olehnya! Wan, sungguh celaka,
Lik-po-hiang-lo-to itu kena direbut olehnya!"
Dan dimana Buyuilg Hok tiba, ternyata .semua orang sama
menghindarinya dengan rasa jeri.
Maka dapat diduganya Kui-thau-to itu pasti bukan senjata
sembarangan, padahal golok itu berbau busuk, tapi justru
diberi nama "Lik-po-hiang-lo-to" (golok harum sari wangi)
segala, sungguh menggelikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam ia pikir pula, "Dengan golok berbisa ini tidaklah
susah bagiku untuk membunuh sepuluh atau dua puluh
Tongcu atau Tocu mereka ini, tapi selama ini aku tiada
permusuhan apa-apa dengan mereka, buat apa mesti banyak
menimbulkan korban? Kalau permusuhan ini semakin
mendalam dan mereka tidak mau memberikan obat
penawarnya, maka keadaan Jiko dan Siko tentu akan payah
dan sukar tertolong."
Karena pikiran itulah, maka tatkala Buyung Hok menerjang
dan menyerbu, ia tidak melukai atau membunuh lawan lagi,
hanya kalau ada kesempatan segera ia menutuknya hingga
roboh atau menendangnya hingga terjungkal.
Semula orang-orang itu sangat panik dan jeri, tapi demi
melihat daya guna golok yang diputar Buyung Hok itu tidak
membahayakan, maka mereka menjadi tenang kembali, dalam
sekejap saja serentak senjata mereka dikeluarkan untuk
mengerubut Buyung Hok.
Meski kepandaian Buyung Hok sangat tinggi, tapi dikerubut
puluhan orang, seketika ia agak kerepotan juga , apalagi di
luar kepungan itu masih ada beratus orang pula, mau tak mau
ia agak kuatir juga.
Tidak lama kemudian, Buyung Hok pikir kalau pertarungan
begitu diteruskan tentu sukar diakhiri tambaknya terpaksa ia
harus turun tangan keji. Maka sekail goloknya berputar, pada
saat lain dua orang musuh kena diketok roboh oleh gagang
goloknya.
Tiba-tiba terdengar seruan Ting pek-jwan,
"Manusia rendah, jangan mengganggu nona Ong!"
Ketika Buyung Hok melirik ke sana, dilihatnya ada dua
orang sedang melompat ke atas untuk menyerang Giok-yan
yang nongkrong di atas pohon itu. Pek-jwan nampak
memburu maju dan beruntun melancarkan serangan sehingga
seorang musuh kena dicegat olehnya, tapi seorang lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serapat meloncat ke atas pohon namun segera terdengar
suara jeritannya, ternyata orang itu kena didepak oleh Ong
Giok-yan.
Buyung Hok agak lega. Tapi segera terlihat ada tiga orang
melompat lagi ke atas, maka tahulah dia akan tujuan orangorang
itu. "Tentu mereka ingin menangkap Piaumoai untuk
dijadikan sandera, sungguh rendah perbuatan mereka ini. "
Tapi ia sendiri sedang dikeroyok dan sukar melepaskan diri.
Pada saat lain dilihatnya dua orang wanita yang melompat
ke atas itu berhaiil mencengkeram lengan Giok-yan terus
diseret turun ke bawah. Seorang Thauto (hwesio berambut)
yang memakai gelang emas di atas kepala telah melintangkan
goloknya pada leher Giok-yan sambil berteriak,
"Buyung-siaucu, kau mau menyerah atau tidak? Kalau
tidak, segera akan kupenggal kepala jantung hatimu ini!"
Buyung Hok terkesiap juga oleh ancaman itu ia tahu orangorang
itu sangat kejam, berani berkata berani berbuat,
sungguh celaka kalau Piaumoai benar-benar dibunuh oleh
mereka.
Tapi Koh-soh Buyung selama ini malang melintang di Bulim,
masakah sekarang harus menyerah kepada ancaman
orang? Kalau sekarang menyerah, cara bagaimana kelak dapat
berkecimpung pula di dunia kangouw?
Hati berpikir, tapi tangan tidak menjadi kendur, sekali
tangan kirinya menampar, kontan dua orang musuh kena
dihantam hingga mencelat beberapa meter jauhnya,
"Apa benar-benar kamu tidak mau menyerah. Baiklah, biar
kupenggal kepala nona jelita ini!" seru pula Thauto tadi, dan
goloknya yang kemilauan itu terus diangkat ke atas.
"Tahan dulu, jangan sekali-kali mencelakai nona Ong,
biarlah aku saja yang menyerah padamu!" demikian tiba-tiba
terdengar setuan seorang dari lereng gunung sana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat lain, tertampaklah sesosok bayangan orang sedang
datang secepat terbang, beberapa orang yang berdiri di
jalanan sana kedengaran membentak-bentak dan hendak
merintangi tapi dengan menyelinap ke kanan dan membelok
ke kiri, tahu-tahu orang itu sudah menerobos lewat dari
rintangan orang banyak dan memburu tiba. Dibawah cahaya
obor yang terang dapatlah terlihat dengan jelas, nyata dia
bukan lain ada!ah Toan Ki.
"Untuk menyerah kan urusan panjang, demi nona Ong, kau
minta aku menyerah seratus kali atau seribu kali juga jadi, "
demikian seru Toan Ki sambil berlari mendekati Thauto tadi,
lalu katanya lagi, "He, lekas kalian lepas tangan untuk apa
kalian menangkap nona Ong?"
Giok-yau tahu Toan Ki tidak mahir ilmu silat tapi toh berani
menolongnya tanpa menghiraukan Keselamatan sendiri,
sungguh rasa terima kasihnya tak terhingga. Segera serunya,
"Toan ... Toan kongcu, kiranya engkau?”
"Ya , ya, aku!" sahut Toan Ki kegirangan-.
'Persetan! Kamu ini apa?" damprat Thauto tadi.
"Aku manusia. Memangnya kaukira apa?" sahut Toan Ki.
"Plak", mendadak tangan Thauto itu membalik dan kena
tampar di bawah dagu Toan Ki dan kontan pemuda itu
terjungkal ke samping, kebetulan kepalanya membentur
sepotong batu, seketika darah bercucuran.
Melihat cara lari Toan Ki tadi terang memiliki ginkang yang
sangat tinggi maka Thauto itu yakin pemuda itu pasti memiliki
ilmu silat yang lihai pukulannya barusan sebenarnya cuma
serangan pura-pura saja, sebaliknya tebasan goloknya yang
segera akan dilontarkan bila pemuda itu berkelit barulah
benar-benar serangan yang berbahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa duga hantamannya yang tidak sungguh-sungguh itu
malah kontan merobohkan Toan Ki, keruan ia terkesima
malah. Sementara itu dilihatnya
Buyung Hok masih menerjang kian kemari dengan
gagahnya, segera ia berteriak, "Sekali lagi kuperingatkan
supaya kamu menyerah saja, kalau tidak segera kepala nona
ini kupenggal sungguh-sungguh, apa yang Hudya (tuan
budha) katakan selamanya terbukti dan tidak omong kosong.
Nah, kau mau menyerah atau tidak? Satu ... dua ...."
Buyung Hok menjadi serba sulit, bicara tentang hubungan
persaudaraan mereka, sudah tentu tidak nanti ia biarkan Giokyan
dibunuh musuh.
Tapi nama "Koh-soh Buyung" yang agung itu tidak boleh
menyerah di bawah ancaman orang sehingga kelak akan
dibuat buah tertawaan orang kangouw.
Maka ia terus, berteriak menjawab, "Thauto bangsat,
jangan kau mimpi bahwa Kongcuya mau menyerah padamu.
Tapi kalau kau berani mengganggu seujung rambut nona itu,
kalau aku tidak mencincangmu hingga hancur luluh aku
bersumpah takkan menjadi manusia lagi!"
Sembari berseru ia lantas menerjang ke arah Giok-yan.
Tapi dua-tiga puluh orang yang ber senjata lengkap telah
mengerubutnya dari muka dan belakang sehingga susah
melepaskan diri.
Sebaliknya Thauto tadi menjadi gusar, teriak nya, "Aku
justru akan bunuh anak dara ini, ingin kulihat kau mampu
mengapakan Hudya?"
Habis berkata, goloknya diangkat dan segera diayun ke
leher Giok-yan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena kuatir keserempet, (Dewi KZ http://kangzusi.com/)
maka kedua wanita yang memegangi lengan Giok-yan itu
lekas-lekas lepas tangan dan melompat mundur.
Saat itu Toan Ki baru merangkak bangun, dengan tangan
kiri mendekap batok kepala yang "bocor" itu, ia meringis
kesakitan. Tapi demi dilihatnya si Thauto benar-benar hendak
memenggal kepala Giok-yan dan gadis itu tampak berdiri
terpatung di tempatnya seperti ditutuk orang dan sama sekali
tak dapat melawan atau menghindar keruan kejut Toan Ki
tidak kepalang, sekali jarinya menuding, "crit-crit", mendadak
lengan si Thauto yang memegang golok itu terpotong putus,
golok bersama lengan putus yang masih mencengkeram
senjata itu jatuh ke tanah.
Kiranya dalam keadaan gugup dan kuatir, secara otomatis
tenaga murni di dalam badan Toan Ki bergolok,sehingga "Lakmeh-
sin-kiam" dapat dikeluarkan dan sekali tuding lengan
Thauto itu kena dipotong putus olehnya. Menyusul itu Toan Ki
terus berlari maju, segera ia tarik Giok-yan keatas
punggungnya dan digendong sambil berseru,
"Lari paling perlu!"
Thauto tadi bernama Pa-gan-thauto (Thauto bermata
harimau), Tocu (penguasa pulau) Yame san-to, orangnya
sangat jahat dan ganas. Biar sebelah lengannya sudah putus
dan sangat kesakitan, tapi saking gusarnya ia menjadi kalap
pula, segera, ia gunakan tangan yang masih hidup itu untuk
menyambar lengan sendiri yang putus tadi, ia mengerang
keras sekali terus melemparkan lengan putus itu bersama
golok yang masih tergenggam kearah Toan Ki.
Timpukkan lengan putus bersenjata itu sangat cepat dan
lihai, untung dalam gugupnya Toan Ki masih sempat
menuding pula ke belakang, "crit", satu jurus "Siau-yangkiam"
dilontarkan dan tepat mengenai golok yang terpegang
lengan putus itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika golok itu tergetar jatuh dari cekalan lengan putus,
sebaliknya lengan putus itu masih tetap menyambar kedepan
dan "plok", pipi Toan Ki tepat terbentur sehingga mirip
ditempeleng sekali.
Memangnya batok kepala Toan Ki sudah keluar "kecap"
sekarang disambali puyeng tujuh keliling oleh tempelengan
itu, langkahnya menjadi sempoyongan. Tapi ia masih ingat
dengan baik bahwa Ong Giok-yan harus diselamatkan. Maka
dengan langkah ajaib "Leng-po-wi-poh," cepat ia menerjang,
keluar kepungan orang banyak.
Meski kawanan orang-orang itu segera hendak merintangi
sambil berteriak-teriak dan, membentakbentak, tapi dengan
"Leng-po-wi-poh" yang hebat itu dapatlah Toan Ki menyusup
kian kemari dan menerjang keluar kepungan.
Hanya sekejap saja Toan Ki sudah meninggalkan orang
banyak dengan menggendong Giok-yan karena kuatir dikejar
lagi, ia terus berlari sehingga lebih satu li baru berhenti
setelah menghela napas laga, lalu ia turunkan Giok-yan.
Tapi dengan wajah merah Giok-yan berkata
"Tidak, tidak, Toan kong-cu, hiat-to badanku kena ditutuk
musuh, aku tidak sanggup berdiri."
"O, jika begitu, katakanlah tempat hiat-to yang tertutuk itu,
biarlah aku membukanya," kata Toan Ki sambil memegangi
bahu nona itu.
"Tidak, tidak perlu," sahut Giok-yan. "Sebentar lagi hiat-to
yang tertutuk akan buyar sendiri, engkau tidak perlu
membukanya bagiku." .
Kiranya untuk membuka hiat-to yang tertutuk itu harus
memijat "Sin-hong-hiat", sedangkan Sin-hong-hiat itu terletak
di bagian dada, sudah tentu Giok-yan merasa malu
mengatakan hal ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya Toan Ki tidak-tahu hal itu, ia malah berkata lagi,
"Di sini sangat berbahaya, lebih baik kubuka hiat-tomu saja
agar kita bisa melarikan diri."
Tapi Giok-yan menggeleng kepala tanda tidak setuju.
Ketika ia memandang ke belakang, dilihatnya Buyung Hok dan
Ting, Pek-jwan masih bertempur di tengah kepungan musuh.
Karena kuatirkan keselamatan sang Piauko, segera ia berkala,
"Toan-kongcu, Piaukoku masih terkepung musuh kita harus
kembali ke sana untuk menolongnya."
Pedih rasa Toan Ki mendengar ucapan itu. La tahu yang
dipikir Giok-yan hanya Buyung Hok seorang saja. Seketika
Toan Ki merasa putus asa, pikirnya, "Rinduku kepadanya
terang takkan terkabul, hari ini biarlah aku membantu dia
mencapai cita-citanya dan biarlah aku mati bagi Buyung Hok.
Aku tidak mahir ilmu silat, tapi aku akan menerjang lagi ke
dalam kepungan musuh dengan segala risiko."
Karena pikiran itu, segera ia menjawab, "Baiklah, boleh kau
tunggu di sini, biar aku menyerbu ke sana untuk menolong
Piaukomu."
Tapi Giok-yan berkata, "Tidak, tidak! Engkau tidak mahir
ilmu silat, cara bagaimana hendak kau tolong dia'.'"
"Bukankah tadi aku pun dapat menggendongmu dan lolos
dengan selamat"' sahut Toan Ki tersenyum.
Giok-yan tahu "Lak-meh-sin-kiarn" yang menjadi andalan
Toan Ki itu terkadang manjur dan terkadang tak berguna,
maka ia masih kuatir, katanya pula, "Tadi hanya kebetulan
saja, karena,...karena kau kuatirkan keselamatanku dan
mendadak Lak-meh-sin-kiam dapat dikeluarkan. Tetapi
terhadap Piaukoku belum tentu dapat kau lakukan seperti
terhadap diriku, mungkin .... mungkin..."
"Jangan kuatir, terhadap Piaukomu aku pun akan
perlakukan serupa seperti terhadap dirimu," kata Toan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Giok-yan tetap geleng kepala, katanya
"Toan-kongcu, kurasa tidak baik, hal itu agak berbahaya
bagimu."
"Nona Ong," seru Toan Ki dengan membusungkan dada,
"pendek kata, asalkan engkau yang minta aku menyerempet
bahaya, biarpun mati juga aku tidak menolak”
Kembali air muka Giok-yan berubah merah, sahutnya lirih,
"Engkau sungguh sangat baik terhadapku , aku merasa sangat
berterima kasih."
"Tidak apa-apa, tidak apa-apa, " seru Toan Ki dengan
bersemangat dan segera bermaksud menyerbu kembali ke
medan peitempuran.
Tapi Giok-yan berkata pula, "Toan-kongcu, aku tak bisa
bergerak, jika kau tinggaikan aku, tentu aku bisa celaka bila
ada orang jahat datang kemari .... "
Toan Ki menjadi bingung, ia garuk-garuk kepala dan
berkata, "Ya, bagaimana ini ... ini ..."
Sebenarnya maksud Giok-yan ingin Toan Ki
menggendongnya lagi dan kemudian pergi membantu Buyung
Hok, cuma permintaan demikian sukar diucapkannya. Maklum,
betapapun adalah memalukan jika seorang anak perawan
minta digendong seorang jejaka.
Karena itu ia bicara secara samar-samar dengan harapan
Toan Ki dapat menangkap maksudnya, tapi dasar bebal Toan
Ki justru tidak mengerti ia hanya garuk-garuk kepala dan
kukur-kukur kuping dengan bingung
Dalam pada itu suara pertempuran di sana terdengar
semakin gemuruh suara benturan senjata juga semakin ramai,
nyata Buyung Hok semakin sengit melabrak lawan yang
banyak itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok-yan menginsyafi kekuatan musuh yang besar itu, ia
menjadi kuatir dan tak menghiraukan rasa malu lagi segera ia
berkata, "Toan-kongcu, tolong suka menggendong aku lagi
dan kita bisa lantas pergi membantu Piauko, bukankah cara ini
paling baik!"
Toan Ki seperti sadar dari impian, serunya "Ya, ya, betul.
Goblok, mengapa aku tidak dapat memikirkan cara baik ini"
Segera ia berjongkok dan membiarkan Giok-yan
menggemblok di atas punggungnya.
Waktu pertama kali Toan Ki menggendong Giok-yan tadi,
yang dipikir olehnya ialah gadis itu harus diselamatkan, lain
tidak. Tapi sekarang kembali sesosok tubuh yang halus empuk
menggemblok di atas punggungnya kedua tangannya
merangkul pula kedua kaki si nona , meski terhalang oleh
pakaian, tapi dapat juga dirasakan oleh Toan Ki kulit badan
nona cantik itu.
Selama ini, siang malam, baik dalam renungan maupun
dalam impian, yang selalu terbayang dalam kalbu Toan Ki
melulu Ong Giok-yan seorang.
Telah diketahuinya bahwa nona itu ikut pergi bersama
Buyung Hok, beratus kali, mungkin beribu kali Toan Ki
memperingatkan dirinya sendiri agar lekas tinggal pergi
kearah sendiri saja, tapi aneh, kakinya seakan-akan tak
berkuasa dan tanpa terasa tetap mengikuti jejak nona itu dari
jauh.
Sejak ia makan katak merah sehingga memiliki "Cu-hapsin-
kang" yang sakti itu, tampa terasa ia telah memiliki
ginkang yang tinggi, jalannya cepat dan enteng, maka selama
dia menguntit di belakang Giok-yan itu sama sekali tak
diketahui oleh Buyung Hok. Tentang Giok-yan dinaikkan ke
atas pohon dan Buyung Hok melabrak musuh, semuanya itu
disaksikan Toan Ki dengan jelas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ketika si Thauto hendak membunuh Giok-yan dan
memnksa supaya Buyung Hok menyerah, dengan sukarela
Toan Ki terus tampil ke muka dan bersedia mewakilkan
Buyung HoK untuk "menyerah", tapi pihak musuh justru tidak
sudi menerima "jasa baik" yang diajukan Tuan Ki itu,
akibatnya Thauto itu mesti mengorbankan sebelah lengannya
malah.
Sekarang Toan Ki menggendong Giok-yan lagi, mau tak
mau perasaannya berdebar-debar dan pikirannya
menyeleweng, namun segera ia mendampiat dirinya sendiri,
"Toan Ki, dalam keadaan begini, mengapa kau berani timbul
pikiran menyeleweng, kamu benar-benar binatang! Orang kan
gadis "ting-ting* yang suci bersih dan agung tapi kaupikirkan
hal yang kotor, ini berarti kamu telah menodai dia, sungguh
kurangajar dan harus diajar, ya harus dihajar, ya harus
dihajar!"
Terpikir "harus dihajar," eh, betul-betul Toan Ki angkat
tangan terus menampar beberapa kali pada muka sendiri,
berbareng ia percepat langkahnya dan berlari ke depan bagai
terbang.
Sudah tentu Giok-yan sangat heran atas kelakuan Toan Ki
itu, ia tanya, "Ada apa Toankongcu ?”
Dasar Toan Ki memang jujur, Giok-yan dipujanya sebagai
bidadari dari kayangan, tentu saja ia tidak berani berdusta
maka dengan terus terang ia menjawab, "Sungguh harus
dihajar, sebab telah timbal pikiranku yang tidak hormat
terhadap nona!"
Giok-yan paham kata-katanya itu sehingga mukanya
berubah merah jengah seketika.
Pada saat itu tiba-tiba seorang Toan (imam) dengan
pedang terhunus memapak ke arah mereka. Sambil berteriak,
"Keparat, bocah ini berani datang mengacau lagi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sekali tusuk, dengan gerak "Tok-liong-cui-tong" (naga
berbisa keluar dari liang), langsung dada Toan Ki hendak di
arah.
Dengan sendirinya Toan Ki menggunakan langkah ajaib
"Leng-po-wi-poh" untuk menghindar. Tiba-tiba didengarnya
bisikan Giok-yan, "Jika dia menusuk lagi dari kiri, cepat kau
putar ke sebelah kanan dan tepuk 'Thian-cong-hiat' di bawah
iganya."
Benar juga, menyusul Tosu itu menusuk pula dari sebelah
kiri. Maka dengan cepat Toan Ki menggeser ke sebelah kanan,
"plok", kontan ia tepuk "Thian-cong-hiat" menurut ajaran
Giok-yan tadi.
Rupanya hiat-to itu memang merupakan ciri kelemahan
imam itu, meski tepukan Toan Ki itu tidaklah teras, tapi sudah
cukup membuat imam itu tumpah darah dan ketakutan
setengah mati, segera ia lari terbirit-birit.
Tapi baru saja Tosu itu dihalau pergi, segera ada dua orang
lelaki kekar menerjang tiba pula. Namun Giok-yan memang
serba pintar dan serba paham segala macam ilmu silat,
dengan suara pelahan ia memberi sedikit petunjuk kepada
Toan Ki dan segera pemuda itu dapat membereskan pula
kedua lawan.
Melihat kemenangan yang diperoleh ternyata sangat
gampang, sedang si nona selalu berbisik-bisik, di tepi
telinganya, hawa mulutnya yang sedap dan bau harum yang
keluar dari badan nona itu membuat semangat Toan Ki
berkobar-kobar meski pada saat itu jiwanya sedang
dipertaruhkan di medan pertempuran.
Ketika ia merobohkan dua musuh pula, sementara itu
jaraknya dengan Buyung Hok sudah tinggal beberapa meter
saja. Sekonyong-konyong ada angin menyambar, tahu-tahu
dua lonjor bayangan hijau seperti cambuk menjahat ke arah
Toan Ki. Dan baru saja ia menggeser ke samping tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
salah satu cambuk itu dapat menegak di udara untuk
kemudian menyambar pula dengan cepat dan gesit luar biasa.
Seketika Giok-yan dan, Toan Ki menjerit kaget demi
mengetahui bahwa kedua lonjor benda lemas itu ternyata
bukan senjata melainkan dua ekor ular hidup.
Kalau pembaca tidak lupa, tentu masih ingar permulaan
Toan Ki bertemu dengan Ciong Ling tatkala itu gadis cilik itu
juga menggunakan ular hidup sebagai senjata, tapi Ciong Ling
menggunakan senjata ular untuk mengalahkan musuh,
sebaliknya sekarang musuh menggunakan ular hidup untuk
menyerang Toan Ki sendiri, jadi keadaannya sama sekali
berlainan.
Maka segera Toan Ki mempercepat langkahnya dengan
maksud melampaui kedua punyerang itu, tak terduga kedua
orang berbaju hijau yang bersenjata ular itu bertubuh pendek
kecil dan gerak-gerik mereka pun sangat lincah, beberapa kali
Toan Ki menyelinap ke sana dan ke sini selalu kena dicegat
mereka, Diam-diam ia mengeluh, segera ia tanya Giok-yan,.
"Wah, bagaimana ini, nona Ong?"
Dalam hal ilmu silat boleh dikatakan Giok-yan serba tahu,
tapi cara menggunakan ular sebagai senjata, terang ini tidak
tercatat dalam kitab ilmu silat mana pun. Biasanya tidaklah
susah baginya untuk mengenali setiap gerakan atau setiap
jurus dari aliran mana pun, tapi untuk menaksir bagaimana
serangan ular itu akan dilontarkan musuh sekarang dia boleh
dikatakan mati kutu.
Diam-diam Giok-yan pikir "Untuk menaksir jurus serangan
ular hidup terang sangat susah biasanya menangkap rampok
harus menangkap benggolannya, kukira kedua pemain ular ini
yang harus dirobohkan dahulu."
Namun gerakan kedua pemilik ular itu kalau dibilang aneh
memang juga aneh, dikatakan tidak aneh, tampaknya
memang tidak aneh. Gerak-gerik mereka sangat cepat tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat kaku dan bodoh terang mereka tidak pernah belajar
ginkang apa segala, namun demikian mereka dapat meloncat
kian kemari secepat kera.
Karena itu, susah bagi Giok-yan untuk menaksir tipu
serangan yang akan dilancarkan mereka, setiap kali ia suruh
Toan Ki menyerang suatu tempat, aneh juga, selalu dapat
dihindarkan oleh mereka dengan sangat lincah dan cerdik.
Begitulah, sembari berpikir cara untuk mengalahkan musuh
Giok-yan terus memperhatikan juga keadaan sang Piauko,
dalam pada itu riuh ramai pula suara jeritan orang yang
kesakitan, berpuluh orang yang terkena jarum berbisa Song
Tho-kong tadi sama bergelimpangan di tanah sambil berteriakteriak
tak tahan.
Sedangkan orang berbaju hitam yang menawan Song Thokong
tadi lagi mendesak agar menyerahkan obat penawar,
tapi obat panawar yang dikehendaki
itu justru dipendam di sebelah Buyung Hok, karena jeri
kepada kelihaian Buyung Hok, sibaju hitam tidak berani
sembarangan maju, ia hanya berteriak-teriak mendesak
kawannya agar menyerang lebih gencar dengan maksud
mendapatkan obat penawar untuk menolong kawan-kawannya
yang lain. Tapi untuk merobohkan Buyung Hok bukanlah
pekerjaan yang gampang.
Tiba-tiba terdengar suara perintah seorang tiga di antara
pengeroyok Buyung Hok itu segera mundur, lalu digantikan
oleh tiga orang baru yang terdiri dari tokoh pilihan semua.
Lebih-lebih seorang di antaranya yang pendek ternyata
memiliki tenaga yang hebat ia putar sepasang senjata yang
berbentuk palu baja. Ketika Buyung Hok menangkis dengan
golok, lengannya tergetar sampat pegal, keruan ia terkejut.
Maka waktu palu, orang menghantam lagi, segera ia berkelit
dan tidak rnau menangkis pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pertarungan sengit itu, tiba-tiba terdengar seruan
Ong Giok-yan, "Piauko, gunakan "Gin-ting-ban-tian” lalu ganti
dengan 'Pi-kim-tang-hong'."
Buyung Hok kenal kepandaian sang Piaumoai dalam teori
ilmu silat jauh lebih pintar daripada dia sendiri, cuma nona itu
tidak suka berlatih sendiri, tapi untuk mengajar orang dia
boleh dikatakan adalah seorang maha guru yang sukar dicari.
Maka ia pun tidak meragukan petunjuk sang Piaumoai itu,
segera goloknya berputar, hingga mengeluarkan cahaya
kemilau dalam jurus "Gin-ting-ban-cian" atau pelita perak
berlaksa buah.
Karena serangan yang lihai itu para pengeroyok dipaksa
menghindar mundur. Dan pada saat itulah lengan baju kiri
Buyung Hok terus mengebas dan dipuntir pula dalam jurus
"Pi-kim-tang-hong" atau pentang lengan baju menahan angin.
Kebetulan saat itu si pendek sedang menghantam dengan
kedua palunya dari atas dan bawah dalam gerak tipu khaithian-
pi-te (membuka langit memecahkan bumi), Tapi
mendadak terdengar suara "trang" yang amat keras sehingga
memekakkan telinga, dengan tepat kedua palu si pendek
saling bentur sendiri dan mencipratkan lelatu api.
Saking kuatnya tenaga si pendek sehingga kedua belah
tulang lengan sendiri tergetar patah oleh getaran tenaga
sendiri, kontan terjungkal dan tak sadarkan diri.
Kesempatan itu segera digunakan Buyung Hok untuk
melontarkan pukulan kedepan untuk membantu Pan Put-tong
mendesah mundur dua lawan yang tangguh. Waktu Put-tong
memayang bangun Kongya Kian, ia lihat muka sang Jiko
sudah hitam gelap, tanda keracunan yang sudah kasip, kalau
tidak lekas ditolong, tentu jiwa akan melayang dalam waktu
singkat,
Di sebelah lain keadaan Toan Ki juga sudah berubah secara
aneh. Ketika Giok-yan memberi petunjuk kepada Buyung Hok,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan sendirinya keadaan Toan Ki tidak dapat
diperhatikannya pada saat yang sama.
Bagi Toan Ki yang tiba-tiba mendengar si nona hanya
membantu Buyung Hok dan tidak peduli lagi padanya, meski
tubuh nona itu berada di atas gendongannya, namun hatinya
telah melayang kepada Buyung Hok, hal ini membuat Toan Ki
merasa hampa dan pedih, hingga air matanya hampir-hampir
menetes.
Pada saat itulah, "crit-crit", mendadak kedua ekor ular
musuh menyambar tiba dan tepat memagut lengan kirinya
"Aiii..” bukan Toan Ki yang menjerit, tapi Giok-yan yang
berteriak kaget, "Toan-kongcu, engkau .... "
"Ya, biarlah, biar mati digigit ulat saja," kata Toan Ki
dengan lesu dan bosan hidup.
Melihat warna kedua ekor ular itu belang-bonteng, kepala
gepeng bersegi tiga, terang ular-ular berbisa jahat, seketika
Giok-yan menjadi bingung dan kuatir. Di luar dugaan
mendadak kedua ular itu berkelojotan dua kali lalu jatuh
ketanah dan mati semua.
Seketika kedua orang yang memainkan ular itu pucat
mukanya, mereka bicara beberapa kalimat dalam kalimat
dalam bahasa daerah mereka, lalu putar tubuh dan melarikan
diri.
Kiranya kedua orang itu sudah biasa memiara dan memuja
ular, kini melihat Toan Ki tidak mati digigit ular mereka yang
berbisa jahat, sebaliknya ular mereka yang mati sendiri,
mereka-mereka menyangka Toan Ki adalah malaikat ular
rajanya ular, maka mereka ketakutan dan segera ngacir.
Giok-yan juga tidak tahu ilmu Cu-hap-sinkang yang dimiliki
Toan Ki itu, maka ia coba tanya. "Toan-kongcu, bagaimana
engkau.. Bagaimana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memangnya Toan Ki lagi lesu dan berduka tiba-tiba
mendengar pertanyaan Giok-yan yang berulang-ulang dengan
nada penuh perhatian, seketika ia girang kembali dan
semangatnya terbangkit lagi,
Terdengar Giok-yan bertanya pula, "Engkau digigit ular-ular
itu, bagaimanakah keadaanmu Toan-kongcu"
"Ah, tidak apa-apa, tidak apa-apa!" sahut Toan Ki cepat.
Pikirnya asal kau mau memperhatikan diriku, biarpun setiap
hari aku digigit ular beberapa kali juga tidak menjadi soal.
Segera ia mengangkat langkah dan menerjang ke depan
untuk mendekati Buyung Hok
Pada saat itu juga, tiba-tiba terdengar suara seorang yang
sangat lantang berkumandang dari tengah udara, "Buyungkongcu,
para Tocu dan Tongcu selamanya kalian tiada
permusuhan atau sakit hati apa-apa, buat. apa kalian
bertempur mati-matian'secara demikian?"
Waktu semua orang mendongak ke arah datangnya suara
maka terlihatlah dipucuk pohon sana berdiri seorang Tojin
(imam) berjenggot hitam tangan membawa sebatang Hut-tim
(kebut), tempat kakinya menginjak tertampak batang pohon
itu mentul-mentul naik-turun gaya Tojin itu nampak sangat
gagah dan indah.
Di bawah sinar obor yang terang itu kelihatan wajah Tojin
itu putih bersih, usianya kira-kira setengah abad, dengan
tersenyum ia berkata pula.
"Jika orang-orang yang keracunan dalam keadaan
berbahaya, maka paling penting harus menyembuhkan
mereka dahulu. Hendaklah kalian suka terima usulku,
sementara ini berhentilah bertempur, kalau ada perselisihan
boleh dibereskan nanti!"
Melihat ginkang imam berjenggot hitam itu sangat hebat.
Buyung Hok menduga ilmu silat orang tentu juga sangat lihai,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memangnya ia pun sedang menguatirkan keadaan Kongya
Kian dan Hong Po-ok, segera ia gunakan kesempatan itu
untuk bicara, "Jika tuan sudi memisahkan percekcokan ini,
sudah tentu kuterima dan aku bersedia berhenti bertempur."
Habis berkata, ia putar goloknya sehingga berwujud satu
lingkaran, lalu ia tarik kembali senjatanya ke depan dada dan
berdiri tegak. Tapi dirasakannya pula lengan kanan masih
jarem pegal, nyata itulah akibat tangkisannya atas serangan
palu baja si pendek tadi, diam-diam ia gegetun atas tenaga
raksasa lawan yang hebat itu.
Dalam pada itu si baju hitam yang masih mencengkeram
Song Tho-kong tadi lagi mendongak dan bertanya, "Siapakah
nama tuan yang terhormat?"
Dan belum lagi Tojin itu menjawab, tiba-tiba di tengah
orang banyak terdengar seruan seorang
"Oh-lotoa, asal-usul orang ini tidak boleh dibuat main-main,
ia adalah ... adalah to . tokoh luar biasa, dia ... dia adalah
..adalah Kau ..Kau .... "
Berulang orang itu menyebut "Kau" dan tetap tidak
sanggup menyambung seterusnya. Rupanya orang itu
mempunyai penyakit bicara gagap, dalam gugupnya cara
bicaranya menjadi lebih sulit dan susah diteruskan.
Tapi si baju hitam yang dipanggil sebagai Oh-lotoa itu
cukup cerdik, tiba-tiba teringat satu orang olehnya, segera ia
berseru, "Apakah dia adalah ...adalah Kau-ong si raja ular
naga PutpenTojin?"
Si gagap menjadi girang, sebab kata-kata yang terhenti di
tenggorokannya telah terkorek keluar cepat ia berkata pula,
"Be ... betul! Dia.... dia adalah .. adalah Kau ... Kau ...Kau ...”
Sampai di s ini kembali tenggorokannya tersumbat lagi.
Segera Oh-lotoa memberi Kiongchiu kepada imam di atas
pohon dan berkata, "Apakah tuan tuan itu Put-peng Tojin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang maha tersohor itu? Sudah lama kudengar nama Tojin
yang besar, sungguh beruntung hari mi dapat berjumpa di
sini."
Tatkala dia bicara, sementara itu pertempuran sudah
berhenti.
Maka dengan tersenyum Tojin itu menjawab,
"Ah, saudara terlalu memuji saja. Orang kangouw mengira
aku sudah lama meninggal dunia, makanya Oh-siansing
merasa sangsi dan tidak percaya bukan ?”
Sambil bicara ia terus melompat turun. Anehnya daya
menurunnya itu ternyata sangat pelahan hingga tubuhnya
seperti tak berbobot. Rupanya lebih dulu ia telah
mengebutkan kebutnya ke tanah, tenaga kebutan yang
menimbulkan daya tolak itu menahan tubuhnya sehingga dia
dapat turun dengan sangat lambat.
Bagi orang yang tidak tahu tentu mengira hal itu sangat
ajaib dan seperti ilmu sihir saja, tapi bagi orang yang
berkepandaian tinggi segera mengetahui bahwa kebutnya
yang menimbulkan daya tolak dari bawah sehingga tubuhnya
tertahan dan dapat menurun dengan pelahan. (Dewi KZ
http://kangzusi.com/) Tentu saja semua orang kagum tak
terkira.
Segera Oh-lotoa bersorak. "Ginkang yang hebat!"
Sementara itu kaki Putpeng Tojin juga sudah menginjak
tanah, lalu katanya pula, "Tentang percekcokan kalian,
sebagai orang di luar garis tentu aku dapat melihat dengan
lebih jelas bahwa pokok pangkalnya adalah lantaran salah
paham saja. Sebab itulah bila sudi terima saranku, hendaknya
kalian akhiri percekcokan ini secara bersahabat, sekarang
boleh minta Song Tho-kong mengeluarkan obat penawar
untuk menyembuhkan para kawan yang keracunan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nada ucapan Put-peng Tojin itu sangat ramah tapi
berwibawa sehingga orang sungkan menolak permintaannya.
Apalagi berpuluh orang yang keracunan dan merintih-rintih di
tanah itu memang juga sangat tersiksa sehingga kedua pihak
sama-sama ingin bisa lekas menolong kawan mereka itu.
Maka Oh-lotoa lantas melepaskan Song Tho-kong, katanya,
"Nah, Lau Song, mengingat maksud baik Put-peng Totiang,
biarlah kita menurut”
Song Tho-kong tidak bicara lagi segera ia lari ke sebelah
Buyung Hok, kedua tangannya bekerja dengan cepat sehingga
dalam sekejap saja tanah di situ telah di gingsirnya menjadi
sebuah lubang dari situ diluarkan sebuah bungkusan.
Sesudah bungkusan itu dibuka, kiranya isinya adalah
sepotong besi hitam. Dengan besi itu segera ia gunakan untuk
menyedot jarum lembut yang melukai seorang di sisinya.
Kiranya besi hitam itu adalah batu sembrani, agaknya jarum
berbisa itu harus dikeluarkan lebih dulu untuk kemudian baru
dibubuhi obat.
"Song-siansing," dengan tertawa. Put-peng Tojin berkata,
"seorang kesatria harus memikirkan orang lain lebih dulu baru
kemudian memikirkan kepentingannya sendiri, Apakah tidak
lebih baik kau sembuhkan dulu kawan-kawan Buyung-kongcu
itu?"
"Ah, toh akhirnya akan diobati semua, lebih dulu atau tidak
juga sama saja," Song Tho-kong
Namun begitu tidak urung ia pun menuruti kehendak Putpeng
Tojin itu. Lebih dulu ia menyembuhkan Kongya Kiam dan
Hong Po-ok, lalu menyembuhkan pula tangan Pau Put-tong,
habis itu barulah ia tolong kawan-kawan sendiri,
Jangan dikira potongan Song Tho-kong itu bundar buntak,
tampaknya seperti ketolol-tololan tapi gerak-geriknya ternyata
sangat cepat kesepuluh jarinya yang pendek gemuk itu
bahkan lebih lincah daripada jari kaum gadis yang mahir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyulam. Maka tidak antara lama jarum berbisa pada luka
semua orang sudah dikeluarkan serta dibubuhi obat oleh Song
Tho-kong. Seketika rasa gatal pegal semua orang lenyap.
Namun demikian, ada juga beberapa orang di antaranya
yang berwatak keras dan aseran terus mencaci-maki kepada
Song Tho-kong yang menggunakan senjata rahasia keji itu
dikutuknya kalau kelak mati tentu bangkainya tak terkubur.
Tapi Song Tho-kong diam saja, ia membungkam dan
membudek, segala caci-maki orang sama sekali tak
digubrisnya.
"Oh-Lotoa," kala Put-peng Tojin dengan tersenyum,
"berkumpulnya ke-36 Tongcu dan ke 72 Tocu di sini apakah
berhubung dengan urusan orang di Thian-san itu?"
Oh-lotoa terkejut,tapi lahirnya sama sekali tidak perlihatkan
perasannya itu, sahutnya, "Apa yang Put-peng Tojin
maksudkan, sungguh aku tidak paham. Kami biasanya tinggal
terpancar di berbagai penjuru dan jarang sekali berkumpul,
hari ini kami saling berjanji untuk mengadakan pertemuan
ramah tamah di sini, maksud tujuan lain tidak ada, Soalnya
entah mengapa Buyung-kongcu dari Koh-soh menerjang ke
sini sehingga terjadi percekcokan seperti tadi."
"Aku sendiri jaga secara kebetulan berlalu disini, sungguh
kami tidak tahu bahwa para tokoh ksatria sedang berkumpul
di sini sehingga banyak mengganggu, untuk ini aku minta
dimaafkan," demikian kata Buyung Hok. "Mengenai maksud
baik Püt-peng Totiang untuk melerai percekcokan ini sehingga
urusan tidak jadi meluas, sudah tentu kami juga merasa
sangat berterima kasih. Sekarang biarlah kami mohon diri saja
dan sampai berjumpa pula."
Ia tahu berkumpulnya ke-36 Tongcu dan ke-72 Tosu yang
terkenal sebagai tokoh kaum petualangan tentu mempunyai
urusan penting yang dirahasiakan dan dengan sendirinya tidak
ingin diketahui oleh orang luar. Buktinya barusan Put-peng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tojin menyebut tentang "Orang di Thai-san” dan segera Ohlotoa
membelokkan pembicaraannya terang sekali mereka
pantang membicarakan "orang di Thian-san" itu. Kalau
sekarang dirinya tidak mengundurkan diri, tentu nanti akan
disangka dirinya sengaja hendak mencari tahu rahasia orang.
Sebab itulah sesudah memberi hormat ke sekelilingnya. lalu ia
ajak Pek-jwan dan lain-lain melangkah pergi.
Oh-lotoa membalas hormat Buyung Hok dan berkata,
"Buyung-kongcu, hari ini aku Oh lotoa beruntung dapat
berkenalan dengan tokoh ksatria tersohor seperti dirimu
sungguh merupakah suatu kehormatan besar bagi kami.
Gunung selalu menghijau dan air sungai tetap mengalir,
selamat berpisah dan sampai berjumpa pula,"
Dari ucapannya itu nyata ia memang tidak ingin Buyung
Hok dan kawan-kawannya tinggal lebih lama di situ.
Tapi Put-peng Tojin lantas berkata, "Oh-lotoa apakah kau
tahu Buyung-kongcu .ini orang macam apa!"
Oh-lotoa tampak tercengang, sahutnya, "Lam Buyung, Pak
Kiau Hong, nama kebesaran Koh-soh Buyung'sangat tersohor,
masakah tidak tahu?"
"Itulah dia," ujar Put-peng Tojin dengan tertawa. "Jika tahu
ada seorang tokoh besar seperti ini mengapa kalian
kesampingkan saja, bukankah sangat sayang? Padahal pada
waktu biasa, kalau ada orang mengharapkan bantuan
keluarga Buyung, ha, jangan kalian harap, dapat,
menemuinya. Dan sekarang secara beruntung kalian telah
dipertemukan dengan Buyung-kongcu di s ini, sebaliknya kalian
diam saja dan tidak memohon bantuannya, bukankah kalian
ini sangat bodoh."
"Tapi ... tapi .... " sahut Oh-lotoa dengan ragu.
"Hahaha!” Put-peng Tojin tertawa, "Nama kebesaran
Buyung-kongcu tersohor di seluruh jagat ini. Kini kalian telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyang menderita di bawah perlakuan sewenang-wenang
Thian-san Tong-lo....”
Begitu mendengar nama "Thian-san Tong-lo" (si nenek
bocah dari Thian-san), seketika, semua orang bersuara "haa"
sekali. Suara terkejut, heran, takut, gusar dan macam-macam
perasaan lain.
Rupanya setiap orang yang bersuara itu mempunyai,
kesannya sendiri-sendiri terhadap Thian-san Tong-lo yang
disebut itu, tanpa terasa di antara oran-orang itu banyak yang
gemetar ketakutan.
"Orang macam apakah Thian-san Tong-lo itu sehingga
membuat mereka begini takut!" demikian diam-diam Buyung
Hok bertanya di dalam hati.
Terdengar Put-peng Tojin menyambung, "Di bawah siksaan
kejam dan hinaan Thian-san Tong-lo itu, hidup kalian sudah
tentu tidak aman, para ksatria di jagat ini yang tahu nasib
kalian ini juga akan menyesal. Sekarang kalian ada maksud
berbangkit untuk melawannya, sudah tentu setiap orang ingin
memberi bantuan sebisanya. Sedangkan orang yang
berkepandaian rendah sebagai diriku juga bersedia
mencurahkan sedikit tenaga, apalagi Buyung-kongcu yang
sudah terkenal berbudi luhur, masakah beliau hanya berpeluk
tangan tanpa ikut campur?"
Tapi dengan tertawa Oh-lotoa menjawab, "Entah Totiang
mendapat berita dari mana, kami kira ini hanya kabar bohong
saja. Tentang Tong-lo Popo, meski beliau memang agak
sedikit keras terhadap kami, tapi semua mi adalah lantaran
beliau ingin kami berbuat baik, untuk ini kami justru merasa
sangat berterima kasih dan utang budi pada beliau dari mana
bisa dikatakan "hendak melawan” beliau?"
"Hahahaha! Jika demikian, jadi aku sendiri yang salah duga
dan suka iseng mencampuri urussan orang lain," kata Putpeng
Tojin. "Baiklah, mari Buyung-kongcu, kita bersama-sama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi ke Thian-san untuk omong-omong dengan Tong-lo, kita
akan sampaikan padanya bahwa para Tongcu dan Tocu di s ini
sangat berbakti pada beliau dan sekarang sedang sibuk
hendak mengadakan perayaan ulang tahun baginya."
Habis berkata, terus saja, ia mendekati Buyung Hok
Segera ada orang berteriak kutlir, "Oh-lotoa, jangan sampai
dia merat begitu saja. kalau rahasia kita bocor, wah, bisa
berabe!"
Lalu ada yang menanggapi, (Dewi KZ http://kangzusi.com/)
"Ya, orang she Buyung iin juga harus dibekuk sekalian!
Bagaimanapun hari ini kita harus bekerja habis-habisan!"
Serentak ramailah suara orang melolos senjata dengan
caki-maki yang kotor, senjata yang tadinya mereka simpan
kembali sekarang disiapkan lagi.
"Hah, apakah kalian bermaksud membunuh orang untuk
menghilangkan saksi? Apa kalian kira begitu gampang?"
jengek Put-peng tojin
Habis itu mendadak ia tarik suara dan berteriak, "Hu-yong
Siaucu dan Kiam-sin Loheng, disini ada 36 Tongcu dan 72
Tocu sedang mengadakan komplotan keji untuk memberontak
dan hendak melawan Tong-lolo, tapi rahasia mereka dipergoki
olehku sekarang aku hendak dibunuh mereka agar rahasia
niereka tidak bocor. Wah, celaka ini, tolong, lekas tolonglah!
Jiwa Putpeng Tojin hari ini mungkin akan melayang ke
nirwana!"
Suaranya yang keras itu berkumandang jauh ke lembah
gunung sana sehingga dan segenap penjuru menggema suara
kumandang yang ramai.
Dan baru lenyap suara Put-peng Tojin itu, dari puncak
gunung arah barat sana terdengar suara seorang yang lantang
menjawab, "Hidung kerbau (kata olok-olok kepada kaum
Tosu) Putpeng Tojin, jika kamu dapat lari hendaklah lekas lari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja, kalau tak dapat lari boleh menyerah saja kepada
nasibmu, Para anak cucu murid Tong-lolo ini susah tuituk
diajak bicara, untuk menolong jiwamu terus terang saja aku
tidak sanggup, paling-paling aku hanya dapat menyampaikan
berita tentang dirimu kepada Tong-lolo saja."
Dari suaranya itu dapat ditaksir sedikitnya orang itu berada
di tempat sejauh tiga-empat li.
Dan baru selesai ucapan orang itu, dari puncak sebelah
utara berkumandang pula suara seorang wanita yang nyaring.
"Hidung kerbau, jika kamu mampus semuanya itu adalah
akibat perbuatanmu sendiri yang suka iseng mencampuri
urusan orang lain. Habis, mereka sudah mengatakan sendiri
dengan baik, sekali mereka bergerak, maka Tong-lolo pasti
akan celaka. Untuk ini biarlah sekarang juga aku akan
berangkat ke Thian-san hendak kutanya si nenek cara
bagaimana dia akan bertindak."
Dari suara ini, agaknya jarak tempat wanita ini lebih jauh
lagi daripada suara orang lelaki yang duluan tadi.
Mendengar itu, seketika air muka Oh-lotoa dan kawankawannya
berubah hebat. Jarak kedua orang yang bersuara
itu ada beberapa li jauhnya untuk mengejar mereka terang
tidak mungkin, tampaknya Put-peng Tojin sudah mengatur
dengan baik asal dia dalam keadaan bahaya, segera bersuara
untuk minta bala bantuan pada kawan-kawannya. Apalagi dari
suara kedua, orang itu terang mempunyai Iwekang yang lihai,
sekalipun Oh-lotoa dan kawan-kawannya dapat mengejar,
juga belum tentu dapat melawan mereka,
Oh-lotoa juga cukup cerdik dan dapat melihat gelagat,
segera ia berseru, "Put-peng Totiang.....
Halaman 59 dan 60 hilang
....... pula dengan Put-peng Tojin bertiga maka urusan
betapa besarnya kukira tiada seorang pun yang dapat
merintanginya, kukira tidak perlu kami ikut mengganggu di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini sehingga akan mengacaukan urusan kalian malah. Maka
biarlah kami mohon diri saja."
"Nanti, dulu," sahut Oh-lotoa. "Sekali urusan kami sudah
diumumkan secara terbuka, maka soal ini berarti menyangkut
keselamatan jiwa beberapa ratus kawan kami. Dari para
Tongcu dan Tocu yang berkumpul di sini sekarang, mati hidup
dan timbul atau tenggelam nasib kami hanya bergantung di
ujung tanduk saja. Maka Buyung-kongcu, sesungguhnya
bukan kami tidak mempercayai kalian, soalnya urusan ini
terlalu besar sehingga kami tidak berani menanggung risiko
ini."
Seketika Buyung Hok paham maksud orang. Tanyanya
"Jadi saudara melarang kami pergi dari s ini?"
"Sebenarnya bukan begitu maksud kami, tapi... tapi apa
boleh buat," sahut Oh-lotoa.
"Huh, peduli apa dengan Tong-lolo atau Tong pepek
segala, kami sendiri tidak pernah kenal namanya, apalagi
orangnya, adapun urusan apa yang hendak kalian lakukan
adalah urusanmu, kami jamin takkan membocorkan sepatahkata
pun," seru Pau Put-tong. "Memangnya kau sangka Kohsoh
Buyung itu orang macam apa, masakah apa yang sudah
kami ucapkan dianggap sebagai kentut saja? Kalau kalian
bermaksud menahan kami secara kekerasan, haha, kukira
juga belum tentu kalian mampu. Andaikan aku Pau Put-tong
dapat kalian tahan, masakah kalian sanggup menahan Buyung
kongcu kami dan Toan-kongcu itu?"
Oh-loioa percaya apa yang dikatakan Pan Put-tong itu.
Memang benar sulit untuk menahan Buyung Hok, lebih-lebih
Toao Ki yang mempunyai langkah ajaib itu.
Oh-lotoa coba memandang sekejap pada Putpeng Tojin
dengan serba susah, ia, berharap imam itu mau memberi
saran cara bagaimana harus diperbuatnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka berkatalah Put-peng Tojin, "Oh-lotoa, lawanmu itu
benar-benar terlalu lihai jika kamu dapat tambah seorang
pembantu, kan lebih baik! Ilmu sila Koh-soh Buyung-si siapa
yang tidak tahu di dunia ini? Apalagi dia tidak mengharapkan
sesuatu balas jasamu tentu rejeki yang akan kalian peroleh
kelak tidak nanti dia minta bagian, untuk ini hendaknya kamu
jangan kuatir. Yang paling utama ialah lawan kalian itu harus
dibunuh. Kalau pergerakan kalian sekali ini tak mampu
membunuhnya akan berarti tamatlah riwayat kalian. Nah,
dengan adanya bala bantuan lihai sebagai Buyung-kongcu,
mengapa kalian tidak mau mohon padanya?"
Sebenarnya Oh-lotoa masih enggan, tapi akhirnya ia
tetapkan hati dan mendekati Buyung Hok serta memberi
hormat, katanya, "Buyung kongcu, selama berpuluh tahun ini
kami para Tongcu dan Tocu telah kenyang tersiksa dengan
penghidupan yang tidak layak bagi manusia, (Dewi KZ
http://kangzusi.com/) sekali ini kami sudah nekat akan
mengadu jiwa dengan iblis tua itu, untuk mana diharapkan
bantuanmu, atas budi kebaikanmu sudah tentu selamanya
takkan kami lupakan."
Meski permohonannya kepada Buyung Hok ini sebenarnya
terpaksa, bukan timbul dari maksudnya yang sebenarnya, tapi
ucapannya itu toh sangat sungguh-sungguh dan tulus iklas.
Sebenarnya Buyung Hok hendak menolak, sebab ia tidak
ingin terlibat dalam urusan para petualang itu, tapi mendadak
pikirannya tergerak,
"Oh-lotoa ini menyatakan takkan melupakan budi untuk
selamanya, jika demikian, rasanya ada manfaatnya juga
bagiku. Di antara mereka ini tentu juga banyak orang pandai.
Padahal bila aku hendak membangun kembali kerajaan Yan
kami justru sangat niernbutuhkan tenaga, jika hari ini aku
membantu mereka, kelak bila perlu, tentu aku pun dapat
minta bantuan mereka. Jago silat sebanyak beberapa ratus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang sungguh merupakan suatu pasukan penggempur yang
hebat."
Karena pikiran itu, segera ia berkata, "Tentu kubantu,
sebagai sesama orang kaugouw memang sudah seharusnya
berbuat demikian ... "
"Betul, betul!" seru Oh-lotoa dengan girang demi
permintaannya diluluskan.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 62
Sebaliknya Ting Pek-jwan berulang-ulang mengedipi
Buyung Hok maksudnya agar lebih baik menolak dan tinggal
pergi, sebab dilihatnya Oh-lotoa dan begundalnya itu bukan
manusia baik-baik jika bergaul dengan mereka tentu lebih
banyak rugi daripada untungnya.
Tapi Buyung Hok hanya balas mengangguk tanda
memahami maksudnya, lalu menyambung perkataannya tadi,
"Sebenarnya kepandaian saudara-saudara cukup tinggi, kukira
urusan betapa besarnya juga dapat diselesaikan, tapi melihat
kejujuran dan kesetiakawanan saudara-saudara, sungguh aku
menjadi ingin bersahabat pula dan aku siap untuk
mencurahkan sedikit tenagaku ini”.
Selesai Buyung Hok bicara, serentak terdengar sorak
gembira semua orang, sungguh tak terduga oleh Oh-lotoa dan
kawan-kawannya bahwa Koh-soh Buyung yang termasyur di
dunia ini dengan rendah hati mau trima permintaannya untuk
memberi bantuan.
Sebaliknya Ting Pek-jwan, Kongya Kian dan lain-lain
merasa bingung. Tapi biasanya mereka taat kepada setiap
perintah Buyung Hok apa yang diputuskan sang junjungan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selalu mereka turut biarpun Pau Put-tong yang biasanya suka
ngotot juga tidak berani membangkang Kongcuya mereka.
Mendengar sang Piauko sudah berkawan dengan lawanlawan
tadi, maka berkatalah Ong Giok-yan kepada Toan Ki,
Toan kongcu, mereka takkan berkelahi lagi, harap kau
turunkan aku saja.
"O, ya, ya” sahut Toan Ki gugup, cepat ia berjongkok untuk
menurunkan Ong Giok-yan ketanah
"Terima kasih” bisik Ong Giok-yan dengan wajah merah.
"Ai, langit tinggi, bumi luas juga ada masanya kiamat, tapi
rindu dendam ini selamanya takkan berakhir”, demikian tibatiba
Toan Ki bergumam sendiri menghela napas.
Rupanya dalam sekejap itu terbayang olehnya bahwa
sebentar lagi Ong Giok-yan akan ikut pergi bersama Buyung
Hok dan untuk seterusnya susah bertemu pula didunia seluas
ini, sebaliknya ia sendiri akan terlunta-lunta di dunia kangouw
dengan menanggung rasa duka dan akhirnya akan meninggal
dengan rindu dendam.
Tiba-tiba Ong Giok-yan menegurnya, "Hm, engkau
mengomel apa, Toan kongcu?”
Toan Ki kaget dan tersadar dari lamunannya, cepat ia
menjawab, "O, tidak apa-apa, aku..aku sedang melamun”.
Dalam pada itu Putpeng Tojin telah berkata, "Oh-lotoa,
terimalah ucapan selamat dariku. Buyung kongcu suka
memberi bantuan padamu, ini berarti usaha kalian sudah pasti
akan berhasil. Jangankan Buyung kongcu sendiri tiada
bandingannya, bahkan bawahannya yang bernama Toan
kongcu itu pun seorang kosen yang jarang terdapat di dunia
persilatan”.
Mungkin karena dia lihat Toan Ki menggendong Ong Giokyan
dengan sikap yang sangat menghormat, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disangkanya Toan Ki sama seperti Ting Pek-jwan dan lain-lain
adalah punggawa Buyung Hok
Maka Buyung Hok cepat member keterangan, "Toan-heng
ini adalah keturunan keluarga bangsawan ternama di Tayli,
aku sendiri sangat menghormat padanya. Eh Toan-heng,
marilah kuperkenalkan kepada kawan-kawan”.
Tapi saat itu Toan Ki sedang berdiri disamping Ong Giokyan
sambil kadang-kadang melirik dan mengendus bau harum
anak dara itu, meski ia tidak berani secara memandang secara
terang-terangan kemuka Ong Giok-yan, tapi ia sudah puas
memandangi tangan si nona yang putih bersih dan halus itu.
Karena itu pada hakikatnya ia tidak mendengar panggilan
Buyung Hok
Maka Buyung Hok berseru pula, "Toan-heng, silahkan
kemari untuk berkenalan dengan sobat-sobat ini”.
Namun Toan Ki tetap tidak mendengar, yang kelihatan
baginya pada saat itu melulu tangan Ong Giok-yan yang putih
halus itu, lain tidak.
Maka Ong Giok-yan ikut berkata, "Toan kongcu, Piauko
memanggil dirimu”.
Aneh juga, jika suara orang lain tak didengarnya, suara
Ong Giok-yan itu seketika didengar oleh Toan Ki, cepat ia
menjawab, "O, ya Ada apa dia panggil aku?”
"Piauko ingin memperkenaIkanmu kepada berapa sobat
baru itu”, kata Ong Giok-yan.
Tapi Toan Ki benar-benar berat untuk meninggalkan nona
itu, maka tanyanya, "Dan kau sendiri akan menemui mereka
tidak?”
Ong Giok-yan menjadi kikuk oleh pertanyaan itu, sahutnya.
"Mereka ingin bertemu denganmu dan bukan diriku”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika engkau tidak ke sana, maka aku pun tidak” kata Toan
Ki.
Putpeng ToJin adalah seorang tokoh terkemuka kaum
petualang, biasanya sangat angkuh dan tidak memandang
sebelah mata kepada orang lain. Ia hanya melihat langkah
Toan Ki sangat aneh tapi juga tidak memandangnya sebagai
seorang tokoh. Ia dengar tanya jawab Toan Ki dengan Ong
Giok-yan itu, ia salah sangka pemuda itu tidak sudi berkenalan
dengan dia, ia tidak tahu bahwa yang terpikir oleh Toan Ki
pada saat itu hanya Ong Giok-yan seorang saja, segala urusan
lain sudah tak digubris olehnya.
Meski dalam hati sangat mendongkol oleh sikap Toan Ki itu,
namun Putpeng Tojin adalah seorang yang dapat menahan
perasaan, maka lahirnya tetap tenang-tenang saja seperti
tidak terjadi apa-apa.
Melihat perhatian semua orang dialihkan kepada dirinya
dan Toan Ki, mau tak mau Ong Giok-yan menjadi risi dan
kuatir sang Piauko salah paham, maka cepat serunya, "Piauko,
harap..harap pegang diriku”.
Tapi Buyung Hok tidak suka mengunjuk kasih mesra muda
mudi di depan banyak orang, sahutnya, "Ting toako, harap
kau bantu Piaumoi sebentar. Eh Toan-heng, silahkan maju
kemari”.
"Toan kongcu, kata Ong Giok-yan, Piauko minta engkau ke
sana hendaknya engkau suka menurut”.
Mendengar si nona minta dipayang oleh Buyung Hok dan
bukan minta padanya, seketika hati Toan Ki terasa pedih,
maka dengan limbung ia berjalan ketempat Buyung Hok.
"Toan-heng”, segera Buyung Hok berkata. "Biarlah
kuperkenalkan engkau kepada beberapa orang kosen ini. yang
ini adalah Putpeng Totiang dan itu Oh siansing, yang itu lagi
adalah Song kongcu”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, ya” sahut Toan Ki. Tapi yang terpikir olehnya adalah,
"Sudah terang aku berada disampingnya, mengapa dia tidak
suruh aku memayang dia, sebaliknya minta pada Piaukonya?
Dari sini dapat diketahui bahwa tadi dia minta aku
menggendongnya hanya terdorong oleh keadaan terpaksa
saja, bila waktu itu Piaukonya dapat menggendong dia, tentu
dia akan minta tolong pada sang Piauko dan tidak nanti
memperbolehkan aku menyentuh badannya. Bahkan Ting Pekjwan,
Kongya kian dan lain-lain dalam mata si nona juga lebih
akrab daripada diriku, padahal mereka adalah punggawa
Piaukonya. sebaliknya diriku? Aku tiada sangkut paut apa-apa
dengan dia, bukan sanak bukan kadang, hanya bertemu
secara kebetulan, sudah tentu dia tidak menaruh perhatian
pada diriku jika selama ini dia mengijinkan aku
memandangnya, hal ini sudah terhitung rejekiku yang maha
besar. Dan sekarang, ai, tidak nanti dia sudi memperbolehkan
aku memegang dia”.
Melihat kelakuan Toan Ki yang linglung, sinar matanya
buram, mukanya menghadap ke tempat lain, terhadap
maksud Buyung Hok yang hendak memperkenalkan mereka
dianggap seperti tidak tahu, air mukanya tampak muram durja
dengan alis berkerut rapat, nyata pemuda itu tidak sudi
berkenalan dengan mereka. Keruan Oh-lotoa dan Putpeng
Tojin merasa keki.
"Hahaha, selamat berkenalan, selamat berkenalan”
demikian saking mendongkol Putpeng Tojin sengaja tertawa
segera ia ulurkan tangan untuk menjabat tangan kanan Toan
Ki.
Oh-lotoa paham juga maksud itu, cepat ia ulurkan tangan
buat menjabat tangan kiri Toan Ki. Berbeda dengan Putpeng
Tojin yang lebih sabar, begitu turun tangan segera Oh-lotoa
mengerahkan tenaga untuk memecet sekuatnya, maksudnya
ingin Toan Ki kesakitan dan tahu rasa. Cuma akhirnya ia pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pura-pura ramah sedikit pun tidak member tanda yang
mencurigakan.
Siapa tahu, begitu tangan mereka memegang tangan Toan
Ki, seketika Putpeng Tojin merasa hawa murni dalam
tubuhnya menuang keluar. Keruan ia terkejut dan cepat
hendak menarik kembali tangannya, tapi betapa hebat tenaga
dalam Toan Ki sekarang sehingga telapak tangan Putpeng
Tojin seperti melengket karena tersedot erat oleh Cu-hap-sinkang
yang lihai itu.
Sedangkan Oh-lotoa biasanya suka menggunakan racun
maka begitu memegang tangan Toan Ki seketika ia
menyalurkan kadar racun dari tangannya. Meski tiada
maksudnya hendak membikin celaka nyawa Toan Ki, tapi ia
ingin membikin pemuda itu sakit gatal serta akhirnya saking
tak tahan tentu akan minta ampun, habis itu barulah ia akan
member obat penawar racun.
Tak tahunya sejak Toan Ki makan katak merah Bong-kohcu-
hap, segala racun sudah tidak mempan lagi baginya, maka
racun yang dikerahkan dari tangan Oh-lotoa itu pun tidak
dapat mengganggu apa-apa terhadap Toan Ki, sebaliknya
tenaga murni Oh-lotoa yang terus disedot dengan cepat.
Keruan Oh-lotoa juga kelabakan dan berteriak-teriak "Hei, hei!
Kau..kau gunakan Hoa-kang-tai-hoat”.
Sebaliknya Toan Ki masih melamun sendiri, dalam
benaknya masih tidak habis menyesal dan gegetun. "Dia tidak
sudi dipayang olehku, apa artinya hidupku ini? Lebih baik aku
pulang ke Tayli saja dan untuk seterusnya tidak bertemu lagi
dengan dia. Ai, lebih baik pergi ke Thian-liong-si saja, biarlah
aku menjadi hwesio dan minta diterima sebagai murid Khoeng
Taisu, untuk selanjutnya aku takkan berkecimpung di
dunia ramai lagi..”
Dalam pada itu Buyung Hok menyaksikan Putpeng Tojin
dan Oh-lotoa sedang kelabakan, ia tidak tahu seluk beluk
kepandaian Toan Ki maka disangkanya Toan Ki sengaja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak menghajar Putpeng Tojin dan Oh-lotoa, cepat Buyung
Hok tarik punggung Putpeng Tojin dan secepat kilat ia betot
sambil mengerahkan tenaga murni sendiri untuk menolak daya
sedot Cu-hap-sin-kang karena betotan itu mendadak dapatlah
Putpeng Tojin ditarik lepas dari tangan Toan Ki, berbareng ia
berseru, "Toan-heng, sabar dulu”
Karena betotan itu, Toan Ki sendiri juga kaget dan tersadar
dari lamunannya, sudah beberapa kali ia punya Cu-hap-sinkang
disangka orang sebagai "Hoa-kang-tai-hoat” dari Singsiok-
pai. Tapi sekarang ia dapat menggunakan cara yang
diajarkan pamannya, yaitu Toan-cing-beng untuk
menghimpun perhatian dan menarik kembali tenaganya.
Karena itu segera daya sedotnya kepada Oh-lotoa juga lantas
berhenti.
Saat itu Oh-lotoa sedang membetot-betot sekuatnya untuk
melepaskan diri, ketika mendadak tangannya terlepas dari
daya sedot lawan, saking kuatnya ia menarik, seketika ia
sempoyongan dan hampir jatuh terjengkang. Keruan mukanya
merah jengah, terkesiap dan gusar pula.
Pengetahuan dan pengalaman Putpeng Ttjin lebih luas, ia
merasa daya sedot yang timbul dari tangan Toan Ki seperti
berbeda dengan Hoa-kang-tai-hoat yang sangat ditakuti di
dunia kangouw itu tapi sebenarnya sama atau tidak karena ia
sendiri belum pernah merasakan bagaimana serangan Hoakang-
tai-hoat, maka susah juga baginya untuk
memastikannya.
Sebaliknya Oh-lotoa masih terus berteriak "Hoa-kang-taihoat…
Hoa-kang-tai-hoat”
Namun dengan tersenyum Toan Ki berkata, "Huh!
kepandaian Sing-siok Lokoai Ting jun-jiu itu teramat rendah
dan keji, siapa yang sudi belajar ilmunya itu? Ai, kamu benarbemar
seperti katak dalam sumur., ai…ai.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Toan Ki lagi mengolok-olok Oh-lotoa, tapi
mendadak teringat pula s ikap Ong Giok-yan yang memandang
asing kepadanya, maka kembali ia menghela napas gegetun
beberapa kali.
Dalam pada itu Buyung Hok juga menjelaskan, "Toan-heng
ini adalah keturunan keluarga ternama dari Tayli. It-yang-ci
dan Lah-meh-sin-kiam keluarganya tiada bandingan di dunia
ini, sudah tentu tidak dapat disamakan dengan kepandaian
Sing-siok Lokoai itu”.
Bicara sampai disini, mendadak ia merasa tangan dan
lengan sendiri kian lama tambah kaku dan bengkak nyata hal
ini bukan lantaran getaran palu baja si pendek tadi tapi ada
sebab lainnya. Diam-diam ia terkejut.
Waktu ia periksa tangan sendiri, ternyata punggung tangan
sudah membiru, hidungnya mengendus bau amis busuk pula,
maka tahulah dia seketika. "Ah, tanganku sudah terlalu lama
berdekatan dengan Lik-po-hiang-lo-to yang berbisa ini,
sehingga hawa racun meresap ke kulit tanganku.
Segera ia lintang kembali golok rampasannya itu, dengan
gagang golok kedepan dan ujung golok terpegang, katanya
pada Oh-lotoa, "Oh siansing, terimalah kembali senjatamu ini
dan maafkan kelancanganku tadi”.
Segera Oh-lotoa hendak menerima kembali goloknya,
namun tangan Buyung Hok ternyata tidak melepaskan
cekalannya, Oh-lotoa tercengang, tapi segera ia paham,
katanya dengan tertawa, "Ya, golok ini memang sedikit aneh
maafkan telah banyak membikin susah padamu”.
Lalu ia mengeluarkan sebuah botol kecil, ia menuang keluar
sedikit obat bubuk dan diusapkan pada tangan Buyung Hok.
Seketika Buyung Hok merasa tangannya dingin segar, obat
penawar Oh-lotoa ternyata cespleng, hanya sekejap saja
sudah kelihatan khasiatnya. Maka dengan tersenyum puas
Buyung Hok sodorkan golok rampasannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah terima kembali senjatanya, kemudian Oh-lotoa
berkata kepada Toan Ki, "Toan-heng ini sebenarnya kawan
atau lawan kita? Jika kawan, tentu kami anggap sebagai orang
sendiri dan biar kuceritakan duduk perkara yang sebenarnya.
Tapi kalau lawan, biarpun kepandaianmu maha tinggi,
terpaksa kita harus bertempur mati-matian pula”. Tatkala
bicara sikap Oh-lotoa sangat gagah dan angkuh sambil melirik
Toan Ki.
Namun Toan Ki sedang edan kasmaran, sudah tentu ia
tiada mempunyai sikap gagah ksatria sebagai Oh-lotoa.
Bahkan dengan lesu ia berkata. "Aku sendiri sedang kesal
sekali, darimana aku sempat menggubris urusan orang lain?
Aku bukan kawanmu dan juga bukan lawanmu, urusan kalian
aku tak dapat membantu, tapi aku pun pasti takkan
mengganggu. Ai, aku memang seorang malang, sudah suratan
nasib harus berduka terus. Tentang urusan tetek bengek di
kalangan kangouw, masakan aku Toan Ki mau ikut campur?”
Melihat kelakuan Toan Ki yang angin-anginan dan
mengigau sendiri itu, setiap berkata selalu melirik kearah Ong
Giok-yan, maka dapatlah Putpeng Tojin menduga akan
duduknya perkara, segera ia berseru kepada si nona, "Ongkohnio,
Piaukomu sudah berjanji akan ikut membantu dan
akan berjuang bersama kami, kukira nona sendiri juga akan
ikut serta dalam urusan kami ini, bukan?”
"Ya, jika Piauko sudah berjanji akan ikut bersama kalian,
dengan sendirinya aku juga siap untuk mengikuti jejaknya di
bawah pimpinan totiang”. sahut Ong Giok-yan. "Ah! nona
terlalu merendah hati saja”, kata Putpeng Tojin dengan
tersenyum.
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Toan Ki, "Buyung
kongcu sudah terang akan membantu kami begitu pula Nona
Ong juga akan ikut serta bersama kami. sekarang tinggal Toan
kongcu, jika kau pun sudi ikut dalam pergerakan kami ini,
sudah tentu kami merasa sangat berterima kasih. (Dewi KZ)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi kalau kongcu tiada maksud membantu bolehlah silahkan
sesukamu untuk pergi saja.”
Habis berkata ia mengacungkan tangannya sebagai tanda
menyilahkan tamunya pergi. Tiba-tiba Oh-lotoa menyela.
"Tentang ini…ini”
Rupanya ia tidak setuju atas ucapan Putpeng Tojin itu,
sebab kuatir dengan kepergian Toan Ki nanti rahasia mereka
akan bocor.
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa sekali Ong Giok-yan sudah
menyatakan akan ikut serta tinggal disitu, biarpun Toan Ki
sekarang diseret dengan lokomotif juga dia tak mau pergi,
namun begitu Oh-lotoa tetap siapkan goloknya, asal Toan Ki
melangkah pergi, segera ia akan merintanginya.
Toan Ki hanya mondar mandi saja sambil berkata. "Engkau
menyilahkan aku pergi, tapi aku sendiri tidak tahu harus
kemana? Bumi seluas ini bagiku hanya sebesar daun kelor, di
manakah aku dapat bernaung? Ai, aku… aku..tiada tempat
tujuan lagi.”
"Jika begitu, lebih baik Toan kongcu berada bersama kami
saja, seru Putpeng Tojin dengan tersenyum. Bila terjadi apaapa
nanti boleh menonton saja disamping, tidak perlu kau
bantu pihak mana pun”.
Selagi Oh-lotoa bersangsi Putpeng Tojin lantas mengedipi
dia dan berkata, "Oh-lotoa, kerjamu sesungguhnya terlalu
melilit, selama ini hanya kukenal nama para Tongcu dan tocu
kalian, tapi belum kenal muka mereka. Mumpung sekarang
berkumpul semua di s ini, seharusnya kau perkenalkan mereka
kepada Buyung kongcu dan Toan kongcu sekalian”.
"Ya, ya, memang seharusnya demikian”, sahut Oh-lotoa,
lalu ia panggil satu persatu Tongcu atau Tocu untuk
diperkenalkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski ke-72 tocu dan ke-36 Tongcu itu terkenal sebagai
suatu komplotan, tapi mereka masing-masing mempunyai
pangkalannya sendiri-sendiri dan satu sama lain terpencar
jauh banyak diantara mereka pun tidak saling kenal muka dan
baru malam ini mereka benar-benar kenal secara merata ke-
108 tokoh petualang itu.
Diantara mereka ada empat orang telah terbunuh oleh
Buyung Hok dalam pertarungan sengit tadi, maka anak buah
keempat korban itu masih bersikap menantang dan dendam
ketika dikenalkan kepada Buyung Hok
Dengan suara lantang Buyung Hok lantas berkata. "Maaf,
terpaksa aku mesti mencelaka beberapa kawan kalian dalam
pertarungan tadi, sungguh aku pun merasa tidak enak. Tapi
selanjutnya tentu aku akan berbuat sesuatu yang berfaedah
bagi kalian untuk mengganti kesalahan ini. Tapi bila masih ada
kawan yang benar-benar tidak dapat memaafkanku, biarlah
sesudah kita bersama-sama menghadapi musuh besar nanti,
kemudian boleh silahkan kalian datang ke kediamanku di Kohsoh
untuk mencari penyelesaian denganku”.
"Cara demikian paling bagus”, kata Oh-lotoa. "Buyung
kongcu memang seorang yang suka berterus terang. Padahal
diantara kami ini satu sama lain juga ada yang bermusuhan,
tapi tatkala menghadapi musuh bersama, terpaksa mesti
dikesampingkan dulu permusuhan pribadi. Dengan ini aku
ingin tanya, jika ada salah seorang kawan yang berpandangan
cupat, tidak pikirkan musuh bersama tapi menggunakan
kesempatan ini untuk membalas sakit hati seseorang, cara
bagaimana harus ditindak terhadap orang demikian ini?”
"Orang begitu berarti penyakit bagi kita semua, maka kita
harus membersihkannya dari lingkungan kita”, teriak orang
banyak. "Ya, padahal jiwa kita tak terjamin bila tak mampu
melawan Lothaipo (nenek reyot) dari Thiansan itu, masakah
masih masalah memikirkan urusan pribadi? Untuk itu
hendaknya Buyung koncu jangan kuatir, sarang yang terbalik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
takkan ada telur yang utuh, kami kira tiada seorang pun yang
berpikiran sebodoh itu”.
"Jika, demikian, terima dulu salamku”, sahut Buyung Hok.
"Dan entah bantuan apa yang dapat kuberikan, harap suka
menerangkan.”
"Oh-lotoa”, kata Putpeng Tojin, "Kita sedang menghadapi
urusan besar bersama, maka kita harus dapat saling
membantu, tentang Thainsan Tonglo itu boleh kau ceritakan
kepada orang banyak agar setiap orang tahu dimana letak
kelihaian Lopocu itu supaya kita dapat waspada sebelumnya.”
"Baiklah”, kata Oh-lotoa,”Jika para saudara mendukungku
untuk mengatur sementara pergerakan kita, meski kepandai
nku terlalu dangkal dan tidak pantas memikul tanggung jawab
ini, syukur kita dibantu Buyung kongcu, Putpeng Tojin Kiamsin,
Hu-yong siancu dan lain-lain sehingga bebanku menjadi
lebih ringan”.
"Hai, hai! Pakai bicara secara pelungkar pelungker apa
segala, bicaralah secara cekak-aos, tidak perlu bertele-tele”
"Benar, kita sudah biasa main senjata pada saat
menghadapi urusan besar, buat apa bicara hal-hal kosong?”
demikian beramai-ramai para Tongcu dan tocu berteriak.
"Baiklah, memang semangat para kawan harus dipuji”, kata
Oh-lotoa, "Sekarang kuminta Kim-tocu dari Hai-ma-to suka
menjaga di sebelah tenggara sana, kalau tahu ada musuh
mengintai harap segera member isyarat. Hong-tongcu darl Cigiam-
tong silahkan menjaga disebelah barat dan….”
Begitulah berturut-turut ia perintahkan delapan tokoh
pilihan untuk menjaga delapan penjuru dan semuanya
menerima dengan baik tugas itu.
Diam-diam Buyung Hok membatin, "Para Tongcu dan tocu
ini tampaknya sangat liar dan ganas, tapi hari ini mau tunduk
dibawah perintah Oh-lotoa dengan rasa was-was dan prihatin,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka dapat diduga urusan yang akan mereka hadapi ini
sangat penting dan lawan mereka juga benar-benar jangat
menakutkan mereka, tapi urusan mungkin sangat sukar
dihadapi”.
Sesudah mengatur penjagaan seperlunya, kemudian Ohlotoa
berkata pula, "Sekarang silahkan saudara-saudara duduk
ditanah, biar kuceritakan kesengsaraan kami selama ini.”
"Kalian adalah orang-orang yang sudah biasa membunuhi
membakar, menggarong, meracun, segala kejahatan bagi
kalian adalah pekerjaan sehari-hari, mengapa kalian juga
kenal arti kata sengsara? kukira ini agak janggal, ya sungguh
janggal” tiba-tiba Put-tong menyela.
Buyung Hok kenal watak Pau Put-tong, sekali orang terlibat
debat dengan dia, maka biarpun tiga hari tiga malam juga
takkan habis-habisan, maka katanya, "Pausamko, hendaknya
dengarkan uraian Oh-lotoa, jangan memotong ceritanya.”
Pau Put-tong masih menggerundel, tapi tidak berani
membangkang perintah Buyung Hok maka terpaksa tidak
berani bicara lagi.
Oh-lotoa tampak tersenyum getir, katanya. "Teguran Pauheng
barusan memang beralasan juga. sebagai pemimpin dari
suatu wilayah kekuasaan masing-masing, biasanya kami tidak
kenal apa artinya takut. Biarpun kepandaian orang she Oh
terlalu rendahi tapi watakku kepala batu, selama hidup hanya
orang lain yang takut padaku dan tidak nanti aku takut pada
orang lain, siapa tahu…ai..”
Oh-lotoa menghela napas, sekonyong-konyong seorang
disebelah sana juga menghela napas panjang dengan rasa
duka yang mengharukan. Waktu semua orang memandang
kearah suara itu, kiranya Toan Ki adanya, sambil
menyilangkan tangan dipunggung belakang, pemuda itu
sedang menengadah memandang rembulan sembari
bergumam sendiri, "Sinar bulan purnama, si cantik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggetarkan sukma hatiku tak habis duka, dimanakah
terdapat pelipur lara!”ia bersajak menuruti perasaan rindunya
pada waktu itu, tapi yang berada disitu adalah orang-orang
kasar yang tidak tahu tulis sudah tentu jarang ada yang
paham perasaan Toan Ki itu. Sebaliknya semuanya melotot
padanya dengan mendongkol karena dia telah mengacau
cerita Oh-lotoa.
Sudah tentu yang paling paham sajak Toan Ki itu adalah
Ong Giok-yan. Ia kuatir sang Piauko marah ia coba melirik
kearah Buyung Hok dilihatnya sang Piauko sedang
mencurahkan perhatiannya kepada cerita Oh-lotoa tadi dan
sama sekali tidak mempedulikan apa yang diucapkan Toan Ki,
maka diam-diam legalah hati Ong Giok-yan,
Sementara itu Oh-lotoa telah meneruskan uraiannya.
"Buyung kongcu, Putpeng Tojin dan lain-lain sekarang sudah
bukan orang luar lagi, maka akupun tidak malu-malu lagi
untuk bercerita terus terang. Kami tiga puluh enam Tongcu
dan Tujuh pulh dua Tocu selama ini tampaknya hidup bebas
merdeka ditempatnya sendiri-sendiri, tapi sebenarnya kami
terkekang dibawah keganasan Thian-san Tong-lo atau dapat
juga dikatakan hidup kami telah diperbudak olehnya, setiap
tahun dia tentu mengirim orang untuk mendamprat kami
habis-habisan. Tapi jangan kalian kira kami merasa
mendongkol karena didamprat, sebaliknya kami justru merasa
senang, semakin kami dimaki, semakin senang kami.
"Hahaha, sungguh aneh, di dunia ini masakah ada manusia
serendah itu, dimaki orang malah merasa senang?” seru Pau
Put-tong geli. ”Ya, sebab kalau kami cuma dicaci maki oleh
utusan Tong-lo itu, maka itu berarti telah bebas dari
malapetaka dalam tahun itu dan untuk ini para kawan akan
berpesta pora untuk menyatakan syukur kehadirat Tuhan. Ai,
menjadi manusia sampai sedemikian rupa, sesungguhnya
kami memang terlalu rendah, sebaliknya kalau kami tidak
dicaci maki oleh utusan Tong-lo itu, bila kakek moyang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
delapan belas turunan kami tidak dimaki maka penghidupan
kami selanjutnya tentu akan susah. Maklum, kalau kami tidak
dicaci maki, maka tentu kami akan dihajar olehnya, bila nasib
mujur paling-paling kami hanya dihajar 30 kali pentungan, jika
kaki kami tidak patah dihajar, tentu kami akan berpesta pora
juga untuk merayakan keselamatan kami”.
Pau Put-tong dan Hong Po ok saling pandang dengan geli.
Sungguh kejadian yang aneh bin ajaib, masakah sudah dicaci
maki dan dihajar setengah mati orang masih harus berpesta
pora pula untuk merayakannya.. tapi jika melihat ucapan Ohlotoa
yang tegas dan suara caci maki orang banyak dengan
penuh rasa dendam, rasanya apa yang diceritakan itu bukan
omong kosong.
Dalam pada itu, yang sedang dipikir Toan Ki sebenarnya
cuma Ong Giok-yan seorang, ketika ia lihat nona itu juga asyik
mendengarkan uraian Oh-lotoa, mau tak mau ia pun
mendengarkan uraian Oh-lotoa itu, kontan saja Toan Ki
berteriak-teriak. "Mustahil, mustahil Masakah di dunia ini bisa
terjadi hal demikian itu? Thian-san Tong-lo itu manusia atau
dewa? Siluman atau setan? Mengapa begitu sewenangwenang,
sungguh keterlaluan”.
"Ucapan Toan kongcu memang tepat”, sahut Oh-lotoa,
"Kami benar-benar tersiksa, kami dianggap lebih rendah
daripada binatang oleh nenek keparat itu. Nah, coba Sumatocu,
silahkan perlihatkan bekas luka penderitaanmu kepada
para sobat”.
Segera seorang tua yang kurus kering membuka bajunya
sehingga kelihatan pada punggungnya banyak jalur-jalur
malang melintang bekas luka cambukan yang keras, dari
bekas luka ini orang dapat membayangkan betapa hebat
penderitaan orang tua itu ketika dihajar.
"Itu belum apa-apa, lihatlah paku di punggungku ini”, tibatiba
seorang laki-laki hitam berseru, segera ia pun membuka
bajunya, maka tertampaklah sebatang paku besar masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menancap di punggungnya, mungkin sudah cukup lama
sehingga pangkal paku itu kelihatan sudah berkarat, entah
sebab apa laki-laki hitam itu tidak berusaha untuk mencabut
paku itu.
Habis itu, kembali ada dua tiga orang memperlihatkan
bekas luka mereka yang dihajar utusan Thian-san Tong-lo,
semuanya sangat parah dan caranya juga sangat aneh serta
menyiksa.
Melihat itu seketika Toan Ki berteriak-teriak lagi. "Wah, wah
Masakah di dunia ini ada manusia begitu kejam. Hai, Oh-lotoa,
aku Toan Ki bertekad akan membantumu, marilah kita
bersama-sama membasmi penyakit bagi dunia persilatan itu”.
"Terima kasih”, sahut Oh-lotoa. Lalu ia berpaling kepada
Buyung Hok. "Diantara kawan-kawan yang hadir disini
sekarang boleh dikata tiada satu pun yang luput dari siksaan
nenek jahanam itu. Karena takut kepada keganasannya itu
maka kami hanya telan mentah-mentah semua siksaan,
syukur, setelah mengganas selama ini akhirnya tiba juga saat
naasnya.”
"Kalian disiksa, tapi tidak berani melawan, apakah karena
kepandaian nenek itu teramat hebat?” Tanya Buyung Hok.
"Ya, kepandaian nenek bangsat itu memang sangat lihai,
sampai dimana kelihaiannya sukar diukur”, sahut Oh-lotoa.
"Kau bilang nenek itu juga menemui saat yang naas, coba
ceritakan lagi”, pinta Buyung Hok.
Tiba-tiba Oh-lotoa jadi bersemangat, serunya, "Ya, justru
karena itulah maka kami beramai-ramai berkumpul disini.
Bulan tiga tahun ini, aku dan Ho-tongcu bersembilan orang
mendapat giliran wajib mengantar upeti. Kami banyak
mengumpulkan mutiara, mestika, kain halus dan sutera,
bahan makanan yang mahal serta bedak dan gincu, kami
mengantar ke Biau-biau-hong di Thian-san.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ha ha, apakah Lothaipo itu berwujud s iluman tua? Katanya
sudah nenek-nenek, mengapa pakai bedak dan gincu segala?”
seru Pau put-tong dengan tertawa.
"Ya, usia nenek bangsat itu sudah tua, tapi tidak sedikit
budak dan dayangnya yang masih muda belia dan sudah tentu
memerlukan bedak dan gincu”, tutur Oh-lotoa. "Cuma di
puncak gunung itu tiada seorang lelaki pun, mereka bersolek
entah diperlihatkan kepada siapa?”
"Diperlihatkan kepadamu, barangkali?” ujar Pau put-tong
dengan tertawa.
"Pau-heng jangan bergurau,” sahut Oh-lotoa dengan
sungguh-sungguh. Lalu ia melanjutkan ceritanya, "Untuk naik
ke atas puncak gunung itu mata kami telah ditutup dengan
kain hitam, hanya terdengar suaranya dan tidak dapat terlihat
orangnya.Jadi penghuni Biau-biau-hong itu sebenarnya cantikcantik
atau sejelek siluman sudah tua atau masih muda, sama
sekali kami tidak tahu”
"Jika begitu, jadi bagaimana macam Thian-san Tong-lo itu
selama ini kalian juga tidak pernah melihatnya?” Tanya
Buyung Hok
"Melihatnya sih sudah pernah”, sahut Oh-lotoa, "tapi itupun
berarti maut bagi kawan yang melihatnya. Hal ini terjadi kirakira
belasan tahun yang lalu, ketika seorang kawan dengan
nekat membuka kain hitam penutup mata, namun sebelum ia
tutup kembali kain hitam itu, perbuatannya sudah diketahui
oleh nenek bangsat itu, segera kedua mata kawan itu
dicungkil, lidahnya diiris, kedua tangannya dipotong pula.”
"Benar-benar kejam. Mengapa mesti memotong lidah dan
kedua tangannya?” ujar Buyung Hok.
"Mungkin agar kawan itu tidak dapat menceritakan tentang
rupa nenek bangsat itu kepada orang lain,” kata Oh-lotoa.
"Lidahnya dipotong kan tidak bisa bicara lagi dan tangan juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipotong supaya tidak dapat menulis. Keparat, benar-benar
lihai”, seru Pau put-tong sambil melelet lidah.
"Dan apa yang kalian dengar ketika bulan tiga tahun ini
kalian datang ke Biau-biau-hong sana? "Tanya Buyung Hok
"Ketika kami bersembilan balik ke Biau-biau-hong, sungguh
kami ketakutan setengah mati,” tutur Oh-lotoa. "Soalnya upeti
yang kami bawa itu sebenarnya kurang komplit sebagaimana
ditentukan nenek bangsat itu, terutama benda-benda aneh
seperti telur kura-kura laut berumur tiga ratus tahun, tanduk
menjangan yang panjangnya dua meter, sudah tentu sukar
untuk dicari, untuk ini kami menjadi kebat-kebit dan menduga
pasti akan mendapat hukuman keji. Diluar dugaan, sesudah
terima upeti kami, nenek bangsat itu menyuruh dayangnya
memberitahukan kepada kami bahwa barang-barang telah
diterima dengan baik dan kami disuruh lekas enyah dari situ.
Keruan kami seperti putus lotere 120 juta, cepat saja kami
tinggalkan puncak gunung itu. setiba dikaki gunung, setelah
membuka kain hitam penutup mata, tiba-tiba terlihat dibawah
gunung s itu terbinasa tiga orang, seorang diantaranya dikenal
oleh Ho-tongcu sebagai Kiu-ek Tojin, seorang tokoh
terkemuka dari negeri Se-he”.
"O, kiranya Kiu-ek Tojin dibinasakan oleh nenek keparat itu,
tapi orang kangouw justru mendesas desuskan, katanya
dibunuh oleh Koh-soh Buyung,” ujar Put peng Tojin.
"Kentut, kentut busuk” sela Pau Put-tong tiba-tiba. "Peduli
Kiu-ek ToJin (imam sebilan sayap) atau Pat-bwe Hwesio (padri
delapan buntut), yang terang kami tidak pernah kenal
manusia-manusia seperti itu, tapi kematian mereka dicatat lagi
atas rekening kami”.
Meski kentut-kentut yang diucapkan Pau put-tong itu tidak
ditujukan kepada Put peng Tojin, tapi bagi pendengaran orang
lain tentu agak menusuk telinga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Putpeng Tojin juga tidak marah, katanya dengan
tersenyum, "Ya, maklumlah nama Koh-soh Buyung terlalu
masyur sehingga menimbulkan prasangka jelek orang”.
"Kent…” belum lagi kata ‘tut’ terucapkan, tiba-tiba Pau puttong
melirik kearah Buyung Hok sehingga ucapannya terhenti.
"Kenapa Pau-heng telan kembali kedalam perut sendiri”,
ujar Putpeng Tojin.
Pau put-tong menjadi gusar setelah paham maksud
perkataan imam itu, bentaknya. "Keparat, aku kau maki telan
kentut sendiri?”
"Mana berani” sahut Putpeng Tojin, "Pau-heng suka makan
apa, boleh terserah”.
Selagi Pau put-tong hendak mendebatnya lagi, tiba-tiba
Buyung Hok berkata, "Sudahlah samko tidak perlu berdebat
lagi. Kabarnya Kiu-ek Tojin memiliki ginkang yang sangat
tinggi, Lui-kong-tang adalah senjata andalannya, selama tiga
puluh tahun ini jarang ketemu tandingannya. Jangankan diriku
memang tidak pernah bermusuhan dengan dia, andaikata
bermusuhan juga belum tentu aku dapat menandingi imam
yang tersohor dengan palu geledeknya itu”.
"Ah, Buyung kongcu terlalu merendahkan diri sendiri saja”,
ujar Putpeng Tojin dengan tersenyum. "Biarpun Kiu-ek Tojin
terkenal dengan Lui-kong-tang (senjata palu dan tatah), tapi
kalau Buyung kongcu mau mengembalikannya dengan
serangan Lui-kong-tang pula, pasti juga dia akan terima
ajalnya”.
"Tapi luka ditubuh Kiu-ek Tojin itu ada dua tempat bekas
tusukan pedang”, kata Oh-lotoa. "Jadi berita tentang
pembunuhnya adalah Koh-soh Buyung sebenarnya bohong
belaka. Hal ini telah kusaksikan dengan mata kepala sendiri
tidak nanti salah. sebab kalau dia dibunuh Buyung kongcu,
tentu senjata yang mencabut nyawa Kiu-ek Tojin itu adalah
Lui-kong-tangnya sendiri”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau bilang ada dua bekas tusukan pedang?” Putpeng Tojin
menegas. "Kalau betul ini memang aneh”
"Putpeng Tojin memang hebat, sekali dengar saja segera
tahu ada sesuatu yang ganjil”, seru Oh-lotoa sambil tepuk
pahanya sendiri, "Kiu-ek Tojin mati dibawah Biau-biau-hong
dengan dua tempat luka pedang, ini benar-benar tidak beres”.
Diam-diam Buyung Hok membatin, Dimanakah letak tidak
beres? Putpeng Tojin ini tahu ada sesuatu yang ganjil, tapi
aku tidak dapat memikirkannya.
"Rupanya Oh-lotoa sengaja hendak menguji Buyung Hok”
katanya. "Buyung kongcu, bukankah kematian Kiu-ek Tojin itu
sangat ganjil?”
Selagi Buyung Hok hendak menjawab terus terang bahwa
dia tidak paham letak keganjilannya, tiba-tiba Ong Giok-yan
menimbrung.” Luka Kiu-ek Tojin itu yang satu terletak di
tengah-tengah antara Hong-ji-hiat dan Hok-tho-hiat, yang lain
di Koai-ki-hiat diatas pundak sehingga tulang patah, betul
tidak?”
Oh-lotoa terkejut, serunya, "Hei, apakah waktu itu nona
juga berada di sana? Mengapa kami-kami tidak melihat nona?”
Dari suaranya yang terputus-putus ini, nyata ia menjadi
ketakutan, ia kuatir jika sampai setiap tindak tanduknya juga
diketahui oleh nona itu sehingga tersiar, maka tidak mustahil
sebelum gerakan rahasia mereka ini dimulai sudah diketahui
lebih dulu oleh Thian-san Tong-lo.
Tiba-tiba suara seseorang lain berkumandang di tengah
orang banyak. "Ya dari..dari ..mana kau..kau tahu ken..kenapa
aku ti..tidak me.. melihat ?
Rupanya pembicara ini mempunyai penyakit gagap, dalam
keadaan gugup, bicaranya menjadi makin tak keruan. Orang
gagap ini adalah salah satu diantara kesembilan jago yang ikut
Oh-lotoa mengirim upeti ke Biau-biau-hong itu, biarpun orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini mempunyai penyakit gagap, tapi ilmu silatnya sangat
hebat, sebab itu tiada seorang pun yang berani mentertawai
cara bicaranya itu.
Maka dengan acuh tak acuh Ong Giok-yan menjawab.
"Musim semi tahun ini aku berada di daerah Kanglam, selama
hidupku ini tidak pernah ke Thian-san segala”.
Oh-lotoa tambah takut jika nona itu tidak menyaksikan
sendiri kematian Kiu-ek Tojin, tapi hanya mendengar dari
cerita orang lain saja, inikan menandakan kejadian itu sudah
tersebar di kalangan kangouw? Maka cepat ia tanya, "Habis
nona mendengar dari siapa?”
"Aku hanya menerka saja”, sahut Ong Giok-yan, "sebab
Kiu-ek Tojin adalah tokoh terkenal dari Lui-tian-bun, tatkala
bertempur tentu dia menggunakan ginkang, tangan kiri
memegang tameng dan tentu bagian dada dan punggung
sebelah kiri terjaga rapat, satu-satunya kelemahan yang dapat
diincar musuh hanya sebelah kanan, dan lawannya yang
menggunakan pedang jika ingin merobohkan dia harus
mengincar Hong ji hiat dan Hai tho hiat di paha kanan. Dan
kalau Kiu-ek Tojin menangkis dengan tameng dan hendak
balas menyerang dengan Lui-kong-tang dengan sendirinya
lawan akan menyerang punggungnya. Sebenarnya musuh
tidak gampang menyerang Kiu-ekTojin dengan pedang, paling
baik kalau menggunakan Boan koanpit dan sebangsa alat
piranti tiam hiat, jika memakai pedang, kukira kalau tidak
menggunakan jurus Pek hong-koanjit (pelangi putih
melingkungi matahari) tentu pakai jurus Pek-te cam-coan(raja
putih memotong ular)”.
Baru sekarang Oh-lotoa merasa lega oleh penjelasan Ong
Giok-yan itu, selang sejenak barulah ia mengacungkan
jempolnya dan memuji. "Hebat, sungguh kagum orang dari
keluarga Koh-soh Buyung memang tiada yang lemah. Analisa
nona barusan benar-benar seperti menyaksikan sendiri
kejadian itu”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona ini she Ong, dia bukan..bukan…”, demikian Toan Ki
ikut berseru.
Namun ong Giok-yan lantas memotong. "Nenekku she
Buyung, aku dianggap orang dari keluarga Buyung juga
boleh”.
Seketika pandangan Toan Ki serasa gelap, telinganya
mendengung oleh ucapan si nona yang menyatakan aku
dianggap orang dari keluarga Buyung juga boleh.
Dalam pada itu Tocu yang berpenyakitan gagap tadi telah
berkata juga, "O..ki. kiranya be.. begitu”.
Tapi Oh-lotoa itu sangat hati-hati dalam segala hal, ia coba
menegas lagi. "Nona Ong, apa yang kau uraikan barusan apa
benar berdasarkan analisa menurut teori ilmu silat dan bukan
menyaksikan sendiri kejadian itu?”.
Ong Giok-yan hanya manggut-manggut dan tidak
menjawab.
Tiba-tiba si gagap berseru pula, "Umpamanya bila engkau
ha..harus mem..membunuh oh..Oh-lotoa, co-coba
bagaimana..bagaimana caranya ?”
"Apa maksud tujuanmu dengan pertanyaan ini?” bentak
Oh-lotoa dengan gusar.
Tapi segera timbul pula keragu-raguannya, usia nona ini
sangat muda, masakah dia dapat menganalisa kematian Kiuek
Tojin dengan sangat jitu. Hal ini sungguh sukar dipercaya,
besar kemungkinan waktu itu dia sembunyi di bawah puncak
Biau-biau-hong dan menyaksikan peristiwa itu urusan ini
sangat penting, betapapun harus ditanya dengan lebih jelas.
Maka akhirnya dia pun bertanya, "Ya, coba jika nona
hendak membunuh aku bagaimana caranya ?”.
Ong Giok-yan hanya tersenyum saja dan tidak menjawab,
tiba-tiba ia membisiki Buyung Hok. "Piauko, kelemahan orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini terletak di Thian cong hiat di belakang bahunya dan Ceng
ling hiat dibalik s ikunya, asal kedua tempat ini diserang, tentu
dapat kau robohkan dia”.
Dalam hal pengetahuan ilmu silat memang Ong Giok-yan
jauh lebih luas daripada Buyung Hok, dahulu tatkala iseng
Buyung Hok memang sering minta petunjuk padanya, tapi
sekarang dihadapan jago silat sebanyak ini masakah dia sudi
diberi petunjuk oleh seorang nona cilik. Maka ia hanya
mendengus saja dan tidak mau menurut, serunya "Jika kamu
ditanya Oh-tongcu, maka boleh kau jawab terang-terangan
saja”.
Ong Giok-yan menjadi merah jengah, diluar dugaannya
bahwa maksud baiknya telah menimbulkan reaksi kasar dari
sang Piauko, segera katanya, "Piauko, ilmu silat di dunia ini
tiada satu pun yang tak dikenal oleh Koh-soh Buyung, boleh
kau katakan saja kepada Oh-lotoa”.
Tapi Buyung Hok cukup angkuh dan tinggi hati, ia tidak
mau pura-pura, juga tidak mau mendapat petunjuk seorang
nona, maka sahutnya, "Ilmu silat Oh-tongcu sangat tinggi,
masakah begitu mudah untuk merobohkan dia? sudahlah, Ohtongcu,
tak perlu kita mengurus persoalan di luar pokok
pembicaraan, silahkan teruskan ceritamu tentang kejadian di
Biau-biau-hong itu”.
Namun Oh-lotoa justru ingin tahu dengan jelas apakah ada
orang lain lagi yang menyaksikan kejadian masa dahulu itu,
maka katanya pula. "Nona Ong, jika engkau tidak tahu cara
untuk membunuh orang she oh, dengan sendirinya kau pun
belum pasti tahu jurus ilmu pedang apa yang menewaskan
Kiu-ek Tojin itu. Apa yang kau katakan tadi terang hanya
untuk menggoda aku saja. Maka tentang darimana nona
mendapat tahu kematian Kiu-ek Tojin itu tidak boleh dibuat
main-main, tapi hendaklah terus terang saja”.
Waktu Ong Giok-yan membisiki Buyung Hok tadi, dengan
penuh perhatian Toan Ki terus mengikuti apa yang dilakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nona itu terhadap sang piauko, dengan Iwekangnya yang
tinggi, apa yang dibisiki Ong Giok-yan kepada Buyung Hok
dapat didengarnya dengan jelas. Kini mendengar ada ucapan
Oh-lotoa itu pada hakikatnya hendak menuduh Ong Giok-yan
berdusta, nona yang dipujanya bagaikan dewi kahyangan itu
mana boleh dicerca orang sesukanya.
Maka tanpa berkata lagi, terus saja Toan Ki melakukan
langkah ajaib Leng-po-wi-poh, ia menggeser ke kanan dan
menyelinap ke kiri dan tahu-tahu sudah sampai dibelakang
Oh-lotoa.
Oh-lotoa kaget, bentaknya. "Kau mau apa?”
Tapi secepat kilat Toan Ki sudah dapat memegang Thiancong-
hiat dibelakang bahu kanannya sedang tangan lain
mencengkeram pula Ceng-ing-hiat dibalik siku kiri Oh-lotoa,
yaitu kedua hiat-to yang merupakan tempat lemah dibadan
Oh-lotoa.
Gaya serangan Toan Ki itu sebenarnya sama sekali tidak
menurut teori dan sangat kaku sehingga lebih mirip tingkah
laku seorang copet yang kuatir konangan. Tapi karena
langkahnya yang ajaib itu sehingga tahu-tahu Oh-lotoa
didekati olehnya, pula letak kelemahan Oh-lotoa itu memang
sangat tepat diketahui oleh Ong Giok-yan, kedua hiat-to yang
dikatakan itu memang benar ialah bagian yang merupakan ciri
kelemahannya, ia tahu-tahu sekarang kena dicengkeram
musuh dan Oh-lotoa tidak berani balas menyerang,
dikuatirkan mendadak Toan Ki mengerahkan tenaganya dan
seketika dia bisa celaka.
Ia tidak tahu meski Toan Ki memiliki Iwekang yang maha
hebat, tapi tidak dapat dikerahkan dengan sesuka hati
sehingga biarpun kedua tempat kelemahannya dicengkeram,
namun sebenarnya pemuda itu sama sekali tidak dapat
merobohkan dia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cuma dia tadi sudah merasakan kelihaian Toan Ki dengan
Cu-hap-sin-kang yang membuatnya ketakutan itu, dengan
sendirinya sekarang ia tidak berani melawan. Terpaksa ia
berkata dengan tersenyum ewa, "Ilmu silat Toan kongcu
memang benar-benar sakti, aku takluk sungguh-sungguh”.
"Aku tidak bisa ilmu silat, semuanya berkat petunjuk Nona
Ong”, sahut Toan Ki. Lalu ia melepaskan cengkeramannya dan
melangkah kembali ke tempatnya semula dengan perlahanlahan.
Oh-lotoa menjadi heran dan takut, setelah termangumangu
sekian lamanya, baru ia berkata lagi, "Hari ini aku baru
tahu bahwa dunia seluas ini masih banyak orang kosen”.
"Oh-lotoa, kamu mempunyai kawan kosen sebanyak ini
yang siap membantumu, sungguh kamu harus merasa
gembira dan bahagia”, seru Putpeng Tojin.
"Benar”, sahut Oh-lotoa. "Seperti juga rasa heran Putpeng
Tojin tadi, ketika aku melihat kedua luka Kiu-ek Tojin itu,
kontan saja aku ragu-ragu, sebab selama ini cukup satu
gebrakan saja orang dari Leng-ciu-kiong (istana elang sakti) di
Biau-biau-hong sudah dapat membinasakan lawannya,
mengapa sekarang harus berturut-turut melukainya dua kali?”
Diam-diam Buyung Hok terkejut, pikirnya. "Dengan
kepandaian Ih-pi-ci-to, hoan-si-pi-sin keluarga Buyung kami
selama ini sudah mengguncang Bu lim tapi orang-orang dari
Leng-ciu-kiong di Biau-biau-hong itu hanya satu kali gebrak
saja sudah cukup untuk membinasakan lawannya, sungguh
aku tidak percaya di dunia ini ada ilmu silat selihai itu?”
Walaupun sangsi dalam hati, tapi Buyung Hok adalah
seorang yang dapat menahan perasaannya, maka lahirnya ia
berlaku tenang-tenang saja.
"Oh-tongcu”, tiba-tiba Pau cut tong menimbrung, "Kau
bilang orang-orang Leng-ciu-kiong itu tidak perlu dua kali
gebrak untuk membinasakan seorang lawan, hal ini memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak sulit terhadap golongan tidak becus, tapi kalau ketemu
jago pilihan, apakah juga dalam sejurus dapat membunuh
orang? Ha..ha. benar-benar terlalu dilebih-lebihkan, terlalu
berlebihan.”
"Jika Pau-heng tidak percaya, habis apa yang dapat
kukatakan lagi”, sahut Oh-lotoa. "Namun silahkan pikirlah,
jelek-jelek kami 36 Tongcu dan 72 Tocu juga bukan manusia
yang dapat ditundukkan oleh siapa pun juga, tapi terhadap
nenek bangsat itu tiada seorang pun diantara kami yang
berani membantah perintahnya, bahkan selama berpuluh
tahun ini sedikit pun tidak timbul maksud untuk melawannya.
Coba, kalau dia tidak mempunyai kepandaian yang luar biasa,
apakah kami mau tunduk padanya dengan begini saja?”
"Ya, hal ini memang agak aneh, belum tentu kalian rela
diperbudak oleh dia”, kata Pau put-tong sambil mengangguk.
Tapi dasar wataknya memang tidak gampang menyetujui
pendapat orang lain, maka biarpun merasa ucapan Oh-lotoa
itu cukup beralasan toh masih ditambahkannya pula. "Tapi
meski kau bilang tidak berani timbul maksud untuk melawan,
sekarang bukankah hal itu sudah terjadi dan kalian bermaksud
memberontak kepadanya?”
"Dalam urusan ini sudah tentu ada alasannya”, sahut Ohlotoa.
"Tatkala kulihat kematian Kiu-ek Tojin itu adalah akibat
dua tempat luka, aku menjadi curiga. Waktu kuperiksa kedua
korban lainnya kematian mereka pun serupa, yaitu tidak
terbunuh dalam sekali serang, hal ini menandakan sebelumnya
telah terjadi pertarungan sengit. Aku lantas berunding dengan
para Tongcu, meski merasa peristiwa itu mencurigakan, apa
barangkali kematian Kiu-ek Tjin itu bukan terbunuh oleh orang
Leng-ciu-kiong? Tapi kalau bukan terbunuh oleh orang Lengciu-
kiong, habis siapa kah yang begitu berani main gila
disekitar puncak gunung yang merupakan wilayah pengaruh
Leng-ciu-kiong itu? Begitulah, dengan penuh curiga kami
melanjutkan perjalanan. Tiada seberapa jauh, mendadak AngTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tongcu berkata ‘Jang….jangan-jangan.. Lo..Lo-huj in (nyonya
tua) – Lo-hujin..sa...sa…’”
Mendengar cara Oh-lotoa menirukan dengan tergagapgagap,
maka tahulah Buyung Hok orang yang dimaksud
sebagai Ang-tongcu tentu adalah orang yang punya penyakit
gagap tadi.
Maka terdengar Oh-lotoa menyambung pula. "Tatkala itu
belum seberapa jauh kami meninggalkan Leng-ciu-kiong,
padahal berada dimana pun juga kalau menyebut nenek
bangsat itu tiada seorang diantara kami yang berani kurang
ajar padanya dan selalu menyebutnya sebagai Lohujin. Ketika
kami mendengar Ang-tongcu mengatakan, jang..jangan
jangan Lo..Lohujin sa..sa maka segera kami menyambungnya,
sakit? Maksudmu?”
"Ya, sebenarnya sudah berapa tua Thian-san Tong-lo itu?”
Tanya Putpeng Tojin.
"Itulah tiada seorang pun yang tahu”, sahut Oh-lotoa.
"Yang terang di antara kami yang diperbudak olehnya, yang
paling lama sedikitnya empat lima puluh tahun lamanya,
pendek kata tiada seorang pun yang pernah melihat
tampangnya dan tiada seorang pun yang berani tanya
umurnya. Maka ketika Ang-tongcu mengemukakan pikirannya,
seketika kami pun teringat bahwa Manusia pada akhirnya pasti
akan mati, betapapun tinggi ilmu silatnya nenek bangsat itu
masakah dia dapat hidup untuk selamanya dan takkan
mampus? sekali ini dia sama sekali tidak memberi hukuman
pada kami meski barang upeti kami itu tidak lengkap, hal ini
sudah luar biasa, apalagi Kiu-ek Tojin mati di kaki gunung
dengan luka yang tidak cuma satu tempat saja, hal ini lebihlebih
mencurigakan lagi.”
"Pendek kata, kami semuanya menganggap dibalik semua
kejadian itu tentu ada sesuatu yang tidak beres. Tapi kamu
hanya saling pandang satu sama lain, ada yang senang, ada
yang kuatir, ada yang sedih, namun tiada seorang pun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berani mengemukakan pendapat lagi. Kami cukup tahu waktu
itu adalah kesempatan satu-satunya untuk melepaskan
belenggu dari nenek bangsat itu dan untuk menjadi manusia
baru. Tapi selama itu kami telah kenyang disiksa dan dikekang
d iba wah kekuasaan nenek keparat itu sehingga tiada
seorang pun yang berani menyerempet bahaya untuk datang
kembali ke Leng-ciu-kiong buat menyelidiki keadaan yang
sebenarnya.”
"Sesudah agak lama, akhirnya Gim-tongcu berkata. Dugaan
Ang jiko tadi memang cukup beralasan, cuma urusan ini juga
sangat berbahaya. Menurut pendapatku, ada lebih baik kita
pulang ke tempat masing-masing saja untuk menantikan
berita lebih lanjut, bila sudah mendapat kabar yang
memastikanya belum terlambat untuk kita bertindak lagi.”
"Usul Gim-tongcu ini memang jauh lebih aman dan lebih
baik, namun kami benar-benar tidak dapat bersabar lagi,
sebagian besar diantara kami bersembilan orang itu ingin
lekas mendapatkan keadaan yang pasti, maka Ang-tongcu
berkata, itu Sing-si-hu..Sing-si-hu…”
"Tidak perlu dia meneruskan ucapannya juga kami paham
maksudnya. Maklum, nenek bangsat itu telah memegang
Sing-si-hu (jimat mati hidup) kami sehingga siapa pun tiada
yang berani melawannya dan bila dia jatuh sakit dan akhirnya
mampus sehingga Sing-si-hu itu jatuh lagi ketangan orang
kedua, maka terang kami akan menjadi budak pula bagi
pengganti nenek bangsat itu dan selama hidup kami tiada
kesempatan lagi buat hidup sebagai manusia yang layak.”
"Apalagi kalau orang kedua itu lebih jahat dan kejam
daripada nenek bangsat itu, maka derita sengsara untuk
selanjutnya pasti akan lebih celaka. Dalam keadaan berbuat
atau tidaki terpaksa kami harus bertindak dan menyelidiki
keadaan yang sebenarnya walaupun tahu hal ini berarti kami
harus menyerempet bahaya. Dan diantara kami bersembilan
itu kalau bicara tentang ilmu silat dan kecerdikan, maka AngTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tongcu boleh kata tiada bandingannya, lebih-lebih ginkangnya,
boleh dikatakan jempolan. Tatkala itu keadaan menjadi sunyi,
pandangan semua orang terpusat kearah muka Ang-tongcu.”
Sampai disini, tanpa terasa Buyung Hok Ong Giok-yan,
Toan Ki, Ting Pek-jwan dan lain-lain yang tidak kenal s iapakah
Ang-tongcu itu, seketika memandang kian kemari diantara
orang banyak untuk mencari tokoh yang dimaksudkan dengan
ilmu silat yang tinggi tapi mempunyai penyakit gagap itu.
Mereka coba mengingat-ingat ketika mereka diperkenalkan
kepada para petualang itu agaknya tidak terdapat orang she
Ang.
Rupanya Oh-lotoa tahu akan pikiran Buyung Hok dan
kawan-kawannya itu, katanya dengan tersenyum, "Ang-tongcu
suka pada ketenangan dan tidak suka bergaul, sebab itulah
tadi tidak diperkenalkan kepada kalian, harap maaf. begitulah
ketika itu kami semuanya berharap agar Ang-tongcu suka
tampil kemuka untuk pergi menyelidiki teka teki yang
mencurigakan itu. Maka Ang-tongcu telah berkata jika
demikian keputusan saudara-saudara, hal ini memang juga
menjadi kewajibanku, sudah tentu aku akan pergi
menyelidiki.”
Semua orang tahu cara bicara Ang-tongcu tentu juga
tergagap-gagap dan tidak mungkin selancar seperti ucapan
Oh-lotoa sekarang, cuma saja Oh-lotoa tidak mau menirukan
penyakit gagap menggelikan orang itu.
Lalu Oh-lotoa menyambung, "Setelah Ang-tongcu kembali
lagi ke Biau-biau-hong, kami berdelapan menunggu di kaki
gunung, sungguh hati kami waktu itu sangat tidak tentram,
satu jam kami rasakan oleh kami seperti setahun lamanya,
kami kuatir kalau terjadi apa-apa atas diri Ang-tongcu dan
akibatnya kami tentu akan celaka. Maklum saja, sebab kalau
Ang-tongcu benar-benar mengalami nasib malang waktu itu,
maka kami takut nenek bangsat itujuga akan membunuh kami
semua.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi urusan sudah terlanjur, biar bagaimana jadinya harus
dihadapi dengan konsekuen-Begitulah kami menunggu dengan
kebat-kebit. Kira-kira tiga jam kemudian, akhirnya kelihatan
Ang-tongcu kembali dengan selamat. Kami tidak lantas tanya
dia, tapi dari wajahnya yang berseri-seri kami tahu tentu ada
kabar baik”
"Benar juga Ang-tongcu menerangkan kepada kami bahwa
Lohujin jatuh sakit dan tidak berada diatas gunung. Berita itu
diperoleh Ang-tongcu ketika dia menyelundup lagi kedalam
Leng-ciu-kiong dan mendengar percakapan diantara dayang
nenek bangsat itu, diketahui bahwa nenek bangsat itu sedang
menderita sakit keras dan waktu itu lagi pergi mencari obat”
Sampai disini, serentak terdengarlah sorak gembira orang
banyak bahwasannya berita sakitnya Thian-san Tong-lo tentu
sudah mereka ketahui lebih dulu, dan pokok persoalan yang
hendak mereka rundingkan dengan berkumpulnya mereka ini
justru adalah tentang sakitnya nenek dari Thian-san itu,
namun demi mendengar Oh-lotoa menyebut lagi berita itu
tanpa kuasa mereka bersorak gembira pula.
Toan Ki geleng-geleng kepala menyaksikan kelakuan
kawanan petualang itu, katanya, "Orang lagi sakit, tapi kalian
gembira sungguh tidak punya perasaan”
Tapi semua orang sedang bersorak-sorai, sudah tentu tiada
seorang pun yang memperhatikan ucapannya itu.
Maka Oh-lotoa melanjutkan. "Dengan sendirinya girang
para kawan tak terkatakan demi mendapat berita baik itu, tapi
kami kuatir pula kalau-kalau hal itu cuma tipu muslihat si
nenek bangsat yang sengaja hendak menguji kesetiaan kami
saja. Maka sesudah kami berunding lagi, selang dua hari
kemudian segera kami beramai-ramai menyelidiki pula keatas
gunung. Sekali ini aku mendengar dengan telingaku sendiri
bahwa si nenek bangsat memang benar-benar jatuh sakit.
Cuma saja dimana tempat penyimpanan Sing-si-hu itu tetap
tidak dapat kami temukan”.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai, Oh-lotoa, benda apakah sebenarnya Sing-si-hu yang
kau katakan itu?” tiba-tiba Pat put tong menyela.
"Hal ini terlalu panjang untuk diceritakan”, sahut Oh-lotoa
dengan menghela napas. "Pendek kata, dengan memegang
Sing-si-hu itu, maka nenek bangsat itu dapat membinasakan
kami setiap saat”.
"Wah, apakah semacam jimat yang maha lihai?” Put tong
menegas.
"Ya, boleh juga dikatakan demikian”, sahut Oh-lotoa
dengan tersenyum getir. Rupanya ia tidak suka banyak
menyinggung tentang Sing-si-hu, maka ia berpaling dan
berkata kepada orang banyak. "Dan urusan kita sekarang ialah
sakitnya nenek bangsat itu memang sudah terang dan pasti,
kalau kita ingin melepaskan diri dari belenggu siksaan, maka
kini sudah tiba waktunya, kita harus berani bertindak
sebisanya. Cuma saja saat ini apa nenek bangsat itu sudah
kembali ke Leng-ciu-kiong atau belum, hal ini kita tidak tahu.
Dan bagaimana tindakan kita selanjutnya diharap saudarasaudara
ikut memberi usul. Lebih-lebih Buyung kongcu, Toan
kongcu dan Putpeng Tojin bertiga, mohon sudi memberi
nasihat yang berharga”.
"Membikin celaka orang lain selagi dia dalam keadaan
susah, hal ini tidak boleh diperbuat oleh seorang laki-laki
sejati” kata Toan Ki "Jangankan aku tidak mempunyai saransaran
yang baik andaikan ada juga aku tidak sudi
mengemukakan.”
Seketika air muka Oh-lotoa berubah hebat, tapi sebelum ia
buka suara, Putpeng Tojin telah mengedipi dia, kata imam itu
dengan tertawa, "Toan-heng memang sudah menyatakan
takkan membantu pihak manapun dan cuma akan menonton
saja, maka kalau dia tak mau memberi saran yang berharga
juga kita tak dapat memaksanya untuk menyerang Biau-biauhong,
sekarang paling perlu hendaklah Oh-lotoa menerangkan
dulu bagaimana kekuatan Leng-ciu-kiong yang sebenarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Ang-tongcu dan Oh-heng bersembilan menyelidiki
kesana lagi, sebenarnya selain si nenek bangsat masih ada
tokoh-tokoh siapa lagi dan bagaimana pertahanan yang
teratur di istana itu? Biarpun oh heng tak dapat mengetahui
seluruhnya, paling sedikit tentu dapat memberi gambaran
sekadarnya untuk kita rundingkan bersama.
"Sungguh memalukan kalau kuceritakan”, tutur Oh-lotoa.
"Ketika kami meyelidiki lagi ke Leng-ciu-kiong. sebenarnya
kami sangat ketakutan, sedapatnya kami main sembunyisembunyi
dan kuatir dipergoki. Namun begitu akhirnya
ditaman bunga belakang istana itu toh aku kepergokjuga oleh
seorang anak dara.”
"Melihat dandanan anak perempuan itu tampaknya adalah
kaum hamba karena tidak sempat menyingkir sehingga
jejakku dapat dilihatnya., syukur pada saat itu pikranku dapat
bekerja cepat, kuatir rahasia perbuatanku bocor, terus saja
aku melompat maju, dengan Kim-na-jiu-hoat segera aku
bermaksud menangkap dayang cilik itu.”
"Seranganku itu kulontarkan dengan mati-matian, maklum
setiap orang di Leng-ciu-kiong itu tidak boleh dipandang
enteng, biarpun seorang anak kecil juga bukan mustahil
memiliki ilmu sakti yang susah dijajaki. Maka sekali aku
menerjang maju, aku insyaf perbuatanku itu lebih banyak
mendatangkan celaka daripada selamat bagiku..”
Bicara sampai disini suara Oh-lotoa kedengaran agak
gemetar, agaknya masih mengerikan bila dia mengenang
saat-saat yang sangat bahaya ketika itu.
Begitu pula semua orang juga mendengarkan uraian Ohlotoa
dengan cermat dan sunyi. Bila teringat kepada Thian-san
Tong-lo, sebenarnya semua orang sangat ketakutan. Tapi Ohlotoa
ternyata berani menggerayangi Biau-biau-hong,
walaupun hal itu dilakukan karena terpaksa, namun betapapun
harus diakui sebagai seorang pemberani dan nekat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terdengar Oh-lotoa melanjutkan, "Sekali aku
menubruk maju, segera kugunakan ilmu Hou-jiau-kang
(cengkeraman sepenuh tenaga). Tatkala itu terkilas juga suatu
keputusan dalam benakku, bila sekali tubruk aku tak mampu
menawan anak dara itu sehingga dia sempat berteriak minta
tolong, maka segera aku akan terjun ke bawah puncak
gunung yang curam itu, lebih baik aku bunuh diri saja
daripada mati konyol disiksa oleh nenek bangsat itu.”
"Siapa duga…siapa duga ketika tanganku tepat
mencengkeram pundak anak dara itu, ternyata sedikitpun ia
tak melawan, bahkan ia kelihatan ketakutan dan segera roboh
dengan lemas, ternyata sama sekali ia tak paham ilmu silat,
saking girangnya saat itu aku sendiri sampai terkesima, kakiku
terasa lemas, ya, bicara terus terang, waktu itu aku pun
hampir-hampir roboh dengan lemas.”
Maka tertawalah semua orang sehingga melonggarkan
semua urat-urat yang tegang.
Oh-lotoa menyindir dirinya sendiri juga hampir roboh
ketakutan, tapi semua cukup tahu sebenarnya Oh-lotoa sangat
tangkas dan pemberani, buktinya ia berani menangkap orang
dari Biau-biau-hong, hal ini sudah terang tidak sanggup
dilakukan oleh orang lain.
Oh-lotoa memberi tanda sekali, seorang anak buahnya
lantas maju dengan mengangkat sebuah karung warna hitam
dan ditaruh di depan Oh-lotoa. sesudah Oh-lotoa membuka
tali pengikat karung itu dan dibelejeti ke bawah, tiba-tiba dari
dalam karung menongol keluar kepala satu orang.
Semua orang sampai berseru kaget, waktu diperhatikan
perawakan orang di dalam karung tampak pendek kecil,
terang seorang anak perempuan.
"Nah, inilah dia anak dara yang kutawan dari Biau-biauhong
itu”, dengan berseri-seri Oh-lotoa memperlihatkan hasil
operasinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serentak semua orang bersorak memuji akan ketangkasan
Oh-lotoa, tentang keberaniannya dan menganggap dia
sebagai pahlawan nomor satu di antara para Tongcu dan tocu.
Di tengah sorak gembira orang banyak, anak perempuan itu
tampak mewek-mewek dan akhirnya menangis dengan sedih.
"Sesudah kami dapat menawan anak dara ini”, demikian
Oh-lotoa menyambung, "Karena kuatir terjadi apa-apa yang
tidak menguntungkan, maka cepat kami turun gunung. Ketika
kami periksa anak dara itu, sungguh sayang, ternyata bocah
ini seorang gagu.”
"Semula kami kira dia sengaja pura-pura tuli dan berlagak
bisu, maka berulang-ulang kami mencari akal untuk
mencobanya. Terkadang kami sengaja membentak mendadak
di belakangnya, ingin kami lihat apakah dia kaget atau tidaki
tapi meski sudah dicoba beberapa kali, ternyata dia memang
benar gagu.”
Untuk sejenak pandangan semua orang di alihkan pada
kepala anakperempuan diluar karung itu, kedengaran suara
tangisan bocah itu agak serak, tampaknya memang benar
seorang bisu- Tiba-tiba seroang diantara para Tongcu itu
bertanya, "Oh-lotoa, apa dia tidak dapat menulis?”
"Ya, tidak dapat”, sahut Oh-lotoa. "Kami sudah
memaksanya dengan macam-macam jalan, kami sudah
merangket dia, sudah merendam dia dalam air, menyelomot
dia dengan api, membiarkan dia kelaparan dan siksaan lain,
tapi tetap tak berhasil. Tampaknya bukan karena dia kepala
batu tapi memang benar-benar tidak dapat.”
"Huh, menyiksa seorang nona cilik dengan cara-cara
demikian rendah dan keji, sungguh tidak tahu malu” jengek
Toan Ki tiba-tiba saking tak tahan atas perbuatan kejam yang
diceritakan Oh-lotoa itu.
Tapi Oh-lotoa menjawab, "Siksaan yang kami rasakan dari
nenek bangsat itu berpuluh kali lebih kejam daripada yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami perbuat itu, balas membalas, kenapa kami mesti merasa
malu?”
"Jika hendak membalas dendam, seharusnya kalian tujukan
kepada Thian-san Tang lo itu, apa gunanya kalian bertindak
terhadap terhadap seorang pelayan cilik yang tak berdosa”
ujar Toan Ki.
"Sudah tentu ada gunanya”, sahut Oh-lotoa. Lalu ia
keraskan suaranya dan berpaling kepada orang banyak.
"Saudara-saudara sekalian, hari ini kita sudah bertekad akan
memberontak kepada Biau-biau-hong dengan bersatu padu,
selanjutnya kita harus senasib sepenanggungan, ada rejeki
dirasakan bersama, ada kesusahan kita pikul beramai kita
akan bersumpah setia dengan darah bagi perjuangan kita ini.
Adakah diantara saudara-saudara yang merasa tidak setuju?”
Berulang Oh-lotoa bertanya, sampai pertanyaan ketiga
kalinya, mendadak seorang laki-laki tinggi besar berputar
tubuh terus melarikan diri kearah barat tanpa permisi.
"Hai, Kiam-hi Tocu, hendak kemana?” seru Oh-lotoa.
Namun laki-laki itu tidak menjawab, bahkan tancap gas
lebih kencang sehingga dalam sekejap saja sudah menghilang
dibalik lereng gunung sana.
"Pengecut itu melarikan diri di garis depan lekas dicegat”,
teriak orang banyak-serentak ada belasan orang lantas
mengejar, namun jaraknya sudah agak jauh, sukar untuk
dipastikan apakah mereka dapat menyusul Kiam-hi Tocu atau
tidak.
Tapi sejenak kemudian, sekonyong-konyong terdengar
suara jeritan ngeri yang panjang dari balik lereng sana. semua
terkejut dan saling sandang dengan bingung. Belasan orang
yang sedang mengejar tadi juga serentak berhenti ditengah
jalan. Pada saat lain tiba-tiba terdengar angin berkesiur,
sebuah benda bundar tampak melayang tiba dari jauh sana
danjatuh di tengah orang banyaki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat Oh-lotoa melompat maju untuk menyambar benda
bundar itu, dibawah cahaya obor tertampak benda itu
berdarah, kiranya sebuah kepala manusia. Ketika diperhatikan,
tampak muka kepala manusia itu sangat beringas, mata
mendelik dan jenggot menjingkrak, ternyata buah kepala
Kiam-hi Tocu yang baru saja melarikan diri
Untuk sejenak Oh-lotoa tertegun, ia tidak tahu mengapa
Kiam-hi Tocu (pemilik pulau ikan pedang) itu dapat melayang
jiwanya sedemikian cepat ? Lamat-lamat dalam hati kecilnya
timbul perasaan yang seram jangan-jangan Thian-san Tang lo
telah datang?
Terdengar Put peng Tojin sedang bergelak tertawa dan
berkata, "Kiam-sin, benar-benar tidak bernama kosong. Kiamsin
Loheng, penjagaanmu benar-benar sangat ketat”
Lalu dari balik gunung sana berkumandang suara sahutan
orang. "Melarikan diri di garis depan, pengecut seperti ini
boleh dibunuh oleh siapa pun juga, untuk ini harap para
Tongcu dan tocu sudi memaafkan.”
Sesudah tenang kembali, bukannya marah pada Kiam-sin
yang telah membunuh kawan mereka, bahkan para Tongcu
dan tocu itu menyatakan rasa syukur mereka, "Untung Kiamsin
membantu kami membasmi penghianat ini, sehingga tidak
merusak pergerakan kami.”
Diam-diam Buyung Hok Ting Pek-jwan dan lain-lain merasa
orang yang bergelar Kiam-sin (dewa pedang) itu agak terlalu
sombong. Biarpun ilmu pedangnya tinggi juga tak boleh
mengaku sebagai dewa. Mereka merasa tidak pernah
mendengar tokoh kangouw yang bergelar demikian itu, entah
bagaimana ilmu pedangnya yang sejati?
Diam-diam Oh-lotoa mentertawai dirinya sendiri yang
menyangsikan kedatangan Thian-san Tang lo tadi. segera ia
berseru, "Saudara-saudara sekalian, marilah kita masingmasing
membacok sekali badan anak dara itu. Meski gagu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi dia orang Biau-biau-hong, marilah kita minum darahnya
sebagai tanda tekad kita akan melawan Biau-biau-hong.
sesudah sumpah setia ini, jangan lagi di antara kita saudarasaudara
yang merasa takut-takut lagi, kita harus maju terus
pantang mundur”
Sehabis bicara, segera ia mendahului meloloskan golok,
sinar hijau berkelebat, seketika semua orang mengendus bau
amis dari senjatanya yang berbisa itu.
"Ya, benar, serentak sahut orang banyak. Marilah kita
bersumpah setia dengan minum darah korban kita dan untuk
selanjutnya kita harus maju terus tanpa gentar”.
Diam-diam Buyung Hok berkerut kening, ia tahu politik Ohlotoa
itu ingin kawan-kawannya terikat oleh sumpah setia dan
tak berani berkhianat pula. Meski tindakan mereka dengan
membunuh anak perempuan kecil itu agak terlalu kejam, tapi
Buyung Hok sudah berpengalaman luas kejadian yang lebih
kejam pun sering dilihatnya, maka sekarang ia pun tidak
terlalu menaruh perhatian.
Berbeda dengan Toan Ki, segera pemuda ini berteriakteriak.
"Hehe, ini tidak boleh terjadi, tidak boleh terjadi Mana
boleh membunuh seorang anak perempuan tak berdosa? He,
Buyung heng, engkau harus mencegah perbuatan kejam
mereka ini.”
Tapi Buyung Hok menggeleng kepala, sahutnya, "Toanheng,
keselamatan mereka sendiri juga bergantung dalam
tindakan mereka ini, kita adalah orang luar, lebih baik tidak
ikut campur.”
Terdorong oleh jiwa kesatrianya segera Toan Ki berseru
pula, "Seorang laki-laki sejati mana boleh berpeluk tangan
saja bila melihat ada ketidak adilan? Nona Ong, biarpun
engkau nanti akan mencaci maki padaku juga akan kutolong
anak itu. Cuma saja aku..aku sama sekali tidak paham ilmu
silat, untuk menolong nona cilik itu memang agak sulit. Eh, ya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ting-heng, Kongya-heng, Hong-heng, biarlah kuterjang masuk
untuk menolong nona itu dan kalian nanti membantuku dari
belakang ya?”
Tapi Ting Pek-jwan berempat biasanya melulu tunduk
kepada perintah Buyung Hok saja, sekarang junjungan mereka
tidak mau ikut campur dengan sendirinya mereka pun tidak
mau sembarangan bertindak mereka hanya menggeleng
kepala saja sebagai tanda penyesalan kepada Toan Ki
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 63
Mendengar gembar-gembor Toan Ki itu, Oh-lotoa menjadi
kuatir kalau pemuda yang berkepandaian sangat aneh itu
nanti benar-benar mencari perkara sehingga urusan bisa
runyam, maka segera ia mendahului bertindak, ia angkat
goloknya dan berseru. "Biarlah Oh-lotoa turun tangan nomor
satu”
Kontan golok terus membacok kearah anak perempuan
yang tubuhnya masih terselongsong karung itu.
"Celaka seru Toan Ki, jarinya lantas menunding, dengan
Tiong-ciong-kiam segera ia tusuk golok Oh-lotoa.
Di luar tahunya bahwa Lak-meh-sin-kiam yang dia miliki itu
masih belum dapat digunakan dengan sesuka hatinya, tatkala
hawa murni dalam tubuhnya bergolak ia dapat mainkan ilmu
pedang tanpa wujud itu dengan daya serang yang lihai, tapi
lebih sering ia tak dapat mengerahkan tenaga dalam sehingga
Lak-meh-sin-kiam yang dimilikinya itu kehilangan dayaa
gunanya dan begitu pula halnya sekarang.
Maka tertampaklah golok Oh-lotoa itu menyambar ke atas
kepala anak dara itu, bukan mustahil dalam sekejap lagi
kepala bocah itu akan terbelah menjadi dua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat menentukan itulah sekonyong-konyong dari
belakang sepotong batu padas melompat keluar sesosok
bayangan orang, sekali tangannya bergerak, kontan Oh-lotoa
tertumbuk mundur oleh serangkum angin yang kuat.
Berbareng tangan orang lain itu terus menyambar karung
hitam yang berisi anak dara itu dan di gendong di atas
punggung, lalu dibawa lari secepat terbang ke arah barat.
Serentak orang banyak sama berteriak-teriak dan
membentak-bentak berbareng terus mengejar juga. Tapi lari
orang itu teramat cepat sehingga tiada seorang pun yang
mampu menyusulnya.
Yang paling girang adalah Toan Ki, dengan matanya yang
tajam segera ia kenal siapa gerangan orang yang membawa
lari karung berisi anak dara itu, segera ia berteriak "Itulah dia
Hi-tiok Hwesio dari Siau-lim-si Wahai, Hi-tiok suheng,
terimalah puji hormat dariku. Perbuatanmu ini sangat mulia.
Nama baik Siau-lim-si di dunia persilatan memang bukan
omong kosong belaka”
Ternyata orang yang menyerobot dan membawa lari
karung berisi anak perempuan itu memang betul adalah Hitiok
Hwesio.
Sesudah menyaksikan pertarungan sengit antara Buyung
Hok lawan Ting jun-jiu di rumah makan itu dimana ia
sembunyi dikolong meja dan meja dimana ia sembunyi itu
digempur hancur oleh pukulan Ting jun-jiu, saking ketakutan
Hi-tiok lari terbirit-birit menyelamatkan diri
Sepanjang jalan ia ingin mencari paman gurunya untuk
minta nasihat seperlunya. Maklum, sesudah menggebuk mati
susiokcouw, yaitu Hian lan Taisu, sungguh Hi-tiok merasa
bingung dan sedih. Pengalamannya di dunia kangouw teramat
hijau dan tidak kenal jalan pula, untuk masuk rumah makan
atau rumah penginapan kuatir kepergok orang sebangsa Ting
Lokoai, maka yang dituju selalu jalan kecil dan lereng
pegunungan yang sepi saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Hi-tiok Hwesio menyingkir ke tempat yang sunyi dan
terpencil di lereng gunung itulah, kebetulan ke tiga puluh
enam Tongcu dan ke tujuh puluh dua Tocu juga sedang
berkumpul mengadakan musyawarah di lembah gunung situ,
saking banyak jumlah anak buah masing-masing tokoh yang
hadir dalam pertemuan itu, dengan sendirinya banyak juga
yang berjumpa dengan Hi-tiok di tengah jalan.
Karena melihat potongan orang-orang itu agak aneh tindak
tanduk mereka pun mencurigakan maka timbul rasa heran
dalam hati kecil Hi-tioki diam-diam ia lantas mengintil di
belakang orang banyak untuk menyelidiki duduknya perkara,
sebab itulah segala apa yang terjadi telah didengar dan
dilihatnya.
Terhadap dendam permusuhan di kalangan kangouw sama
sekali dia tidak paham, tapi dasar jiwanya memang welas asih
dan berbudi luhur, maka ketika dilihatnya Oh-lotoa
mengacungkan golok hendak membacok mati seorang anak
dan yang sedikitpun tidak mampu melawan, tanpa peduli apaapa
lagi segera ia terjang keluar dari tempat sembunyinya, ia
serobot karung yang berisi anak dara itu terus digondol lari.
Ilmu silat Hi-tiok mestinya sangat rendahi tapi sejak si
kakek Siau-yau-pai mencurahkan tenaga murni yang
dihimpunya selama tujuh puluh tahun kedalam tubuh Hi-tioki
maka kekuatan Iwekang Hi-tiok sekarang bukan main
hebatnya, begitu karung itu berada dipunggungnya, terus saja
ia lari secepat terbang ke atas gunung dan hanya sekejap saja
sudah menghilang di dalam hutan yang lebat, macam-macam
amgi yang dihamburkan para Tongcu dan tocu itu menjadi
luput seluruhnya.
Waktu semua orang melihat langkah Hi-tiok begitu enteng
dan cepat, sekali maju Oh-lotoa lantas dibikin terpental,
terang ilmu silatnya sangat lihai, apalagi terdengar pula Toan
Ki mengatakan dia adalah padri Siau-lim-si, itu biara yang
mempunyai nama dan wibawa yang membuat setiap orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa jeri maka mereka menjadi tidak berani terlalu
mendesak.
Cuma urusannya sangat penting, dengan digondolnya anak
perempuan itu, bila usaha pergerakan mereka sampai bocor
maka itu berarti akan mendatangkan malapetaka bagi mereka,
sebab itulah semua orang lantas terus mengejar sambil
membentak-bentak dan berteriak-teriak.
Puncak gunung yang tak dikenal namanya itu menjulang
tinggi ke tengah awan, penuh pula dengan salju, untuk bisa
mendaki sampai puncaknya sekalipun orang yang memiliki
ginkang maha tinggi juga diperlukan beberapa hari lamanya.
Sebab itulah Putpeng Tojin lantas berseru "Para saudara
jangan kuatir, Hwesio itu berlari ke atas gunung, itu berarti
menuju jalan buntu tidak nanti dia mampu terbang ke langit.
Asalkan kita beramai-ramai menjaga rapat jalanan di sekitar
puncak ini, pasti dia takkan dapat lolos.”
Mendengar itu semua orang merasa agak lega. segera Ohlotoa
mengatur kawan-kawannya mengepung rapat segenap
jalan dibawah gunung itu. Kuatir kalau diterjang Hi-tiok dari
atas, maka tiap-tiap jalan diadakan tiga pos penjagaan
ditambah belasan jago pilihan yang selalu meronda silih
berganti.
Selesai mengatur, lalu Oh-lotoa bersama Putpeng Tojin,
Song Tho-kong, Hong-tongcu, Gim tocu dan lain-lain yang
seluruhnya berjumlah belasan orang terus naik ke atas
gunung untuk menggerebeki mereka bertekad harus
melenyapkan jiwa padri itu supaya tidak mendatangkan
bahaya di kemudian hari.
Adapun Buyung Hok dan rombongannya disuruh menjaga
di sebelah timur. Resminya mereka diminta menjaga, tapi
sebenarnya mereka sengaja disingkirkan ke tempat terpencil
agar tidak langsung ikut campur urusan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Buyung Hok tahu Oh-lotoa dan lain-lain masih
mencurigai dirinya, maka ia hanya tersenyum saja dan
membawa kawan-kawan menuju ke tempat yang ditunjuk
untuk menjaga, sebaliknya Toan Ki masih terus memuji
keperkasaan dan kesatriaan Hi-tiok tanpa peduli apakah orang
lain setuju atau tidak atas pujiannya itu.
Dalam pada itu Hi-tiok masih terus lari ke atas makin lama
hutan yang disusupi itu semakin lebat- Tapi suara teriakan
para pengejarnya juga makin menjauh.
Waktu ia turun tangan menolong orang adalah karena
terdorong oleh keluhuran budinya yang ingin membela si
lemah tapi sekarang bila dipikir para pengejarnya itu
semuanya berkepandaian sangat tinggi dan kejam pula, salah
seorang diantara mereka sekali hantam sudah cukup untuk
membinasakan dirinya, maka Hi-tiok menjadi ketakutan,
pikirnya. Paling baik harus kucarikan suatu tempat
tersembunyi yang takkan ditemukan mereka, dengan demikian
barulah anak dara ini dan jiwaku bisa selamat.
Saat itu Hi-tiok boleh dikatakan lupa lapar dan lupa letih
dimana hutan yang paling lebat kesitulah lantas disusupi.
Baiknya dia mempunyai Iwekang yang kuat sehingga
sedikitpun tidak merasa payah meski sudah dua jam ia berlari.
Setelah berlari-lari lagi tak lama, hari sudah terang, kakinya
sudah mulai menginjak lapisan salju yang tipis. Kiranya dia
sudah sampai di pinggang gunung, di tempat itu
Sinar matahari tak sampai, maka disitulah terdapat salju
yang tak mencair, ia coba menenangkan diri dan mengawasi
sekelilingnya dengan hati masih kebat kebit. ia bergumam
sendiri. "Wah, harus lari kemana sekarang?”
Di luar dugaan, mendadak terdengar suara orang berkata
di belakangnya, "Setan penakut yang dipikir hanya lari terbiritbirit
saja, sungguh aku pun ikut malu”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Haya..” teriak Hi-tiok dengan kaget, langsung ia lari pula
ke atas gunung seperti diuber setan.
Sesudah beberapa li, ia coba menoleh ternyata tak terlihat
seorang pun, maka ia bergumam lagi, untung tiada orang
mengejar
Tapi baru ia selesai bicara, kembali di belakang ada orang
bersuara. "Pengecut seorang laki-laki sejati masakan
ketakutan seperti celurut? sungguh goblok” Keruan kejut Hitiok
melebihi tadi, segera ia angkat langkah lari pula.
Dalam pada itu terdengar suara tadi berkata pula di
belakangnya, "Sudah penakut, tolol pula, sungguh
menggelikan”
Kalau didengar dari suara itu terang hanya belasan sentj
auhnya di belakangnya, boleh dikata sekali ulur tangan saja
pasti Hi-tiok akan terpegang. Maka diam-diam ia menjerit di
dalam hati. "Wah, celaka Kepandaian orang ini sedemikian
tinggi, sekali ini riwayatku pasti akan tamat”
Segera ia tancap gas sepenuhnya lari semakin cepat.
Tapi suara itu kembali berkata "Jika takut mestinya jangan
sok gagah seperti pahlawan. sekarang ingin kutanya padamu,
sebenarnya kamu hendak lari kemana?”
Mendengar suara itu hanya di tepi telinganya saking
gugupnya kaki Hi-tiok serasa lemas semua dan hampir saja
terbanting jatuh, untung dia hanya sempoyongan saja. Habis
itu cepat ia putar tubuh kebelakang, namun tiada bayangan
seorang pun yang terlihat, ia sangka orang itu sembunyi di
balik pohon, maka dengan penuh hormat ia berkata,
"Siauceng melihat orang-orang jahat hendak membunuh
seorang dara cilik, maka dengan tidak tahu diri telah
menolongnya, sama sekali tiada maksud buat berlagak
sebagai pahlawan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Huh, berani berbuat tapi tidak tahu kekuatan sendiri, pasti
akan kau rasakan hasilnya nanti”, jengek suara itu yang tetap
berjangkit dibelakang telinganya.
Keruan Hi-tiok tambah kaget, cepat ia berpaling lagi, tapi
dibawah sinar matahari yang sementara itu sudah terang
benderang menembus celah-celah hutan yang lebat, jelas
tidak kelihatan bayangan setan pun, jangankan manusia.
Ia tahu kepandaian orang yang bersuara itu pasti berpuluh
kali lipat lebih tinggi daripadanya, jika orang bermaksud jahat,
biarpun sepuluh Hi-tiokjuga sudah melayang jiwanya.
Namun didengar dari nadanya, orang itu hanya memakinya
sebagai pengecut, penakut, agaknya orang itu bukan
sekomplotan dengan Oh-lotoa. Keruan Hi-tiok dapat
menenangkan diri, lalu katanya, "Ya, siauceng memang tidak
becus, harap cianpwe suka memberi petunjuk”.
"Hm, kamu bukan cucu muridku, buat apa mesti kuberi
petunjuk padamu? " demikian suara itu menjengek.
"Ya, ya”, sahut Hi-tiok dengan gugup, "Memang siauceng
salah omong, harap cianpwe suka maafkan, soalnya jumlah
musuh terlalu banyak siauceng bukan tandingan mereka.
Seka…sekarang aku harus melarikan diri lagi.”
Habis berkata, kembali ia lari kencang keatas gunung.
Puncak gunung itu adalah jalan buntu,jika mereka berjaga
rapat disekeliling puncak itu, "Cara bagaimana kamu dapat
meloloskan diri?” kata suara dibelakangnya itu.
Hi-tiok tertegun oleh pertanyaan itu dan berhenti lari,
sahutnya. "Hal itu tidak..tidak kupikirkan, sukalah Cianpwe
menaruh belas kasihan sudilah memberi petunjukjalan yang
baik padaku.”
"Hehehehe”, suara itu tertawa dingin, "Sekarang hanya ada
dua jalan bagimu, pertama, putar balik ke sana dan tempur
mereka, bunuh semua setan iblis keroco itu”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sulit” sahut Hi-tioki "Pertama, karena siauceng memang
tidak becus, pula tidak suka membunuh orang.”
"Jika begitu boleh ambil jalan kedua”, kata suara itu
"Terjunlah kejurang yang beratus meter dalamnya itu
sehingga badanmu akan hancur lebur dan habis perkara
seluruhnya.”
"Tentang ini…ini.” ia tidak melanjutkan, tapi coba berpaling,
ia lihat di belakangnya hanya salju belaka, di atas salju kecuali
bekas tapak kaki sendiri toh tiada bekas kaki orang lain.
Diam-diam ia membatin. "Wah, kepandaian orang itu
benar-benar sudah mencapai tingkatan menginjak salju tanpa
meninggalkan bekas, suatu tingkatan yang sukar diukur.”
Rupanya orang itu menjadi tidak sabar, maka terdengar
suara orang itu berkata pula, "Ini dan itu apa segala, apa yang
hendak kau katakan, ayo lekas?”
"Kalau terjun kejurang sudah tentu akan mati tapi sekaligus
juga akan membikin anak dara yang kutolong ini ikut menjadi
korban, hal inilah yang membuatku keberatan”, kata Hi-tioki
"Sebenarnya apa hubunganmu dengan Biau-biau-hong,
sehingga tanpa pikir keselamatan jiwa sendiri kau berani
menyerempet bahaya untuk menolong dia?” Tanya suara itu.
Sambil berlari ke atas gunung Hi-tiok menjawab. "Tentang
Biau-biau-hong dan Leng-ciu-kiong baru untuk pertama
kalinya kudengar tadi. Aku adalah murid Siau-lim-si, sekali ini
mendapat tugas ke luar, sama sekali tiada sangkut paut dan
hubungan apa-apa dengan golongan dan aliran lain di
kangouw.”
"Jika begitu, rupanya kamu ini seorang hwesio cilik yang
gagah ksatria”, jengek suara itu.
"Hwesio cilik sih memang betul, gagah ksatriia mungkin
tidak” sahut Hi-tiok. "Pengalamanku terlalu cetek sehingga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak berbuat secara gegabah, sekarang telah banyak
mengalami kesulitan, sungguh aku menjadi bingung”.
"Tenaga dalam yang kau miliki sangat hebat tapi
kepandaian ini terang bukan berasal dari Siau-lim-pai, apakah
sebabnya?” Tanya suara itu.
"Hal ini terlalu penjang kalau diceritakan, justru inilah salah
satu kesulitan yang sedang dihadapi diriku”, sahut Hi-tiok.
"Terlalu panjang atau terlalu pendek apa segala, pokoknya
jangan banyak alasan, lekas kau ceritakan” semprot suara itu
dengan kencang.
Tapi Hi-tiok lantas ingat pada pesan So-sing-ho yang
menyatakan bahwa nama Siau-yau-pai adalah suatu rahasia
dan sekali-kali tidak boleh didengar orang luar. Apalagi orang
yang bersuara di belakangnya ini bagaimana tampangnya
sampai sekarang belum lagi diketahuinya, sudah tentu ia
merasa sangsi untuk menceritakan rahasia besar itu. Maka
jawabnya, "Untuk itu harap cianpwe suka maaf. sesungguhnya
ada kesulitanku sehingga tidak dapat kuberitahukan dengan
terus terang”.
"Hm, jika begitu, ayo lekas turunkan aku saja” kata suara
itu dengan kurang senang.
"Ha..ah? Ap..apa katamu?” teriak Hi-tiok kaget.
"Lekas turunkan aku apa-apa segala, cerewet” sahut suara
itu.
Dengan jelas Hi-tiok dapat membedakan suara itu bukan
suara kaum pria atau wanita, suara banci juga bukan tapi
suara serak-serak tua. sungguh ia tidak paham apa maksud
perkataan suara itu yang minta lekas turunkan aku, padahal
belum lagi naik dari mana bisa turun.
Segera ia berhenti dan cepat putar tubuh, tapi tetap tidak
tampak seorang pun di belakangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tengah Hi-tiok merasa bingung, tiba-tiba suara itu memaki
pula, "Hwesio goblok lekas turunkan aku. Aku berada di dalam
karung ini, memangnya kau kira aku siapa?”
Keruan Hi-tiok tambah kaget, sehingga pegangannya
menjadi kendur dan bluk karung yang digendongnya itu
terbanting ke tanah dan terdengar suara jeritan "aduh” dari
dalam karung. Dari suara jeritan yang serak tua itu terang
sama dengan suara yang terdengar tadi.
Hi-tiok juga berteriak kaget dan cepat berkata, "Ai, nona
cilik, kiranya dirimu. mengapa suaramu berubah sedemikian
tua?”
Cepat ia buka karung itu dan memapah keluar satu orang.
Orang itu jelas kelihatan pendek kecil, terang seorang anak
perempuan yang berumur delapan sembilan tahun, mukanya
putih halus dan tidak terlalu cantik, tapi jelas terang dan nyata
memang benar-benar seorang dara cilik. Pakaiannya juga
pakaian anak kecil yang umum, rambutnya digelung seolah
menjadi dua, bahkan memakai sebuah kalung dengan mainan
yang indah. Tapi sinar matanya tajam berkilat-kilat penuh
wibawa.
Melihat sikap anak dara yang aneh luar biasa itu, seketika
mulut Hi-tiok ternganga dan tidak sanggup bicara.
Anak dara itu berkata. "Ketemu sama orang tua juga tidak
memberi hormat, dasar tidak punya aturan”
Suaranya tetap serak-serak tua, malahan lagaknya melebihi
nyonya besar.
"No…nona cilik”
"Hus, nona cilik atau nona besar apa segala. Aku ini
nenekmu, tahu?” bentak anak dara itu sebelum lanjut ucapan
Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok melengak sekejap, la tersenyum, katanya,
"Sudahlah, jangan berkelakar lagi, kita masih dalam keadaan
bahaya. Marilah lekas masuk ke dalam karung lagi dan kita lari
ke atas gunung, sebentar musuh tentu akan mengejar kemari”
Sekilas mendadak anak dara itu melihat tangan kiri Hi-tiok
memakai sebentuk cincin besi, segera ia berseru, "Hei, apaapa
itu? Coba kulihat”
Sebenarnya Hi-tiok tidak suka memakai cincin besi itu.
Cuma diketahuinya bahwa cincin itu adalah benda penting,
kalau disimpan didalam saku kuatir akan hilang, maka
terpaksa dipakainya juga pada jari. Mendengar pertanyaan
anak dara itu, dengan tertawa ia menjawab. "Ah, hanya benda
yang tidak berharga dan bukan suatu mainan yang menarik”.
Sekonyong-konyong anak dara itu pegang tangan kiri Hitiok
dan memeriksa cincin besi itu dengan teliti.
Baru sekarang Hi-tiok dapat melihat jelas bahwa telapak
tangan anak dara itu ternyata sangat besar dan sangat tidak
seimbang dengan bentuk tubuhnya yang pendek kecil itu.
Bahkan telapak tangannya kelihatan kurus kering, otot hijau
menonjol, kulit kisut sehingga mirip tangan kaum nenek-nenek
yang berusia delapan sembilan puluh tahun, sedikitpun tidak
pantas sebagai tangan seorang dara cilik, saking kagetnya
cepat Hitiok membetot tangannya sehingga terlepas dari
pegangan orang.
"Cincin ini kau dapat mencuri dari mana?” bentak anak dara
itu dengan suara kereng seperti jaksa yang sedang
menghardik penjahat.
Hi-tiok merasa tidak senang, sahutnya, "Orang beragama
harus taat kepada ajaran-ajaran suci, mana boleh melakukan
pencurian atau perampokan, apalagi membunuh. Cincin ini
adalah pemberian orang, mengapa kau bilang aku mencuri?”
"Omong kosong” semprot anak dara itu. "Kamu mengaku
sebagai murid Siau-lim-si, mana mungkin orang memberikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cincin ini padamu. Ayo, jika tidak mengaku terus terang, maka
hari ini sudah pasti kamu akan kusiksa kubeset kulitmu dan
kubetot otomu.”
Diam-diam Hi-tiok tertawa geli, "Pikirnya jika aku tidak
melihat potonganmu dengan mata kepala sendiri, tentu aku
akan mati kaku digertak oleh suaramu yang galak ini”
Maka ia menjawab.” Nona cilik”
"Plak” belum lanjut ucapannya, tahu-tahu pipi kirinya
dipersen sekali tamparan, untung tenaga anak dara itu tidak
besar sehingga tidak terlalu sakit.
Dengan bersungut Hi-tiok mengomel, "Hei, mengapa kau
pukul orang? Masih kecil sudah begini galak?”
Anak dara itu berkata. "Kamu bernama Hi-tiok? Ehm, Leng,
Hian, Hui, Hi, Jika begitu kamu adalah anak murid Siau-lim-si
angkatan ke delapan puluh tujuh, hwesio-hwesio cilik seperti
Hian cu, Hian pi, Hian lan dan lain-lain tentu adalah kakek
gurumu, bukan?”
Hi-tiok sampai melangkah mundur saking herannya,
sungguh susah dipercaya bahwa seorang dara cilik ternyata
mengetahui angkatan perguruannya, bahkan para kakek
gurunya seperti Hian cu dan lain-lain disebutnya sebagai
Hwesio cilik, nada ini terang tidak mirip seorang anak
perempuan kecil.
Tiba-tiba Hi-tiok teringat kepada dongeng tentang arwah
halus yang hidup kembali dengan masuk ke mayat orang lain.
ia menjadi sangsi jangan-jangan ada arwah setan tua yang
hinggap pada badan si nona cilik ini?
Dalam pada itu terdengar anak dara itu berkata pula. "Aku
Tanya padamu, kalau betul bilang betul, kalau tidak katakan
tidak mengapa diam saja?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang kau katakan memang betul”, sahut Hi-tiok
"Cuma agak keterlaluan jika kau sebut Hongtiang dan para
kakek guru kami sebagai Hwesio-hwesio cilik”
"Kenapa bukan hwesio-hwesio cilik?” ujar anak dara itu.
"Sedangkan aku dan guru mereka adalah satu angkatan dan
setingkat, bila ketemu tentu juga Hian cu menyebut aku
sebagai cianpwe yang terhormat, sudah puluhan tahun aku
menyebut dia sebagai hwesio cilik, masakah sekarang kau
anggap aku keterlaluan segala?”
Keruan Hi-tiok tambah terkejut, guru Hian cu adalah Leng
bud siansu, yaitu padri saleh yang jarang terdapat pada murid
siau-lim-si angkatan ke delapan puluh empat, hal ini cukup
diketahui oleh Hi-tiok sendiri. Karena itu, ia tambah yakin
bahwa anak dara ini pasti kesurupan arwah halus setan tua.
Maka dengan suara terputus-putus ia coba tanya lagi. "Lantas,
sia….siapakah kau?”
Tiba-tiba anak dara itu marahi dampratnya. "Tadi kau sebut
aku sebagai Cianpwe dan member hormat pula, mengapa
sekarang kamu hanya panggil aku dengan kau saja? Hm, jika
tidak mengingat jasamu telah menyelamatkan aku, tentu
sekali hantam saja nenek sudah cabut jiwa anjingmu”
Mendengar anak dara itu menyebut diri sebagai nenek
keruan Hi-tiok merasa takut, katanya, "Ya, nenek numpang
tanya siapakah nama nenek yang mulia?”
"Nah, mesti begini”, ujar anak dara itu dengan senang.
"Aku ingin tanya dulu, dari mana kau peroleh cincin besi itu?”
"Sungguh mati, cincin ini adalah pemberian seorang
Losiansing (tuan tua)” sahut Hi-tiok dengan sungguh-sungguh.
"Sebenarnya aku tidak mau terima pemberian ini, maklum aku
adalah murid siau lim dan tidak nanti menerima pemberian
sesuatu dari luar. Tapi jiwa Losiansing itu dalam keadaan
gawat, tanpa peduli dia terus saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah! kau bilang jiwa Losiansing itu dalam keadaan gawat?
Apa dia sudah mati?” demikian tiba-tiba anak dara itu
memegang tangan Hi-tiok dengan erat dan bertanya dengan
suara gemetar, "Tidak..tidak coba ceritakan dulu, bagaimana
bentuk wajah Losiansing itu?”
"Dia berjenggot sangat panjang, mukanya putih bersih,
orangnya sangat tampan dan bagus”, sahut Hi-tiok
"Dan kenapa jiwanya bisa dalam keadaan gawat?” Tanya
anak dara itu dengan suara makin gemetar. Padahal dia
memmemiliki ilmu silat maha tinggi..
Tapi pada saat lain mendadak anak dara itu berubah
menjadi gusar dan mendamprat Hi-tiok. "Hwesio busuk. ilmu
silat Bu-gai-cu maha tinggi, jika dia tidak membuyarkan
tenaganya mana bisa dia mati? Kematiannya masakah begini
gampang?”
"Ya, ya” sahut Hi-tiok sambil mengangguk
Meski usia anak dara di hadapannya itu kelihatan sangat
muda, tapi wibawanya ternyata membuat Hi-tiok merasa jeri
dan hormat sehingga tidak berani membantah ucapannya
meski dalam hati tidak habis mengerti tentang apa yang
disebut membuyarkan tenaga dalam segala, kalau orang mau
mati apasih kesukarannya? Mengapa dikatakan tidak begitu
gampang?
Dalam pada itu si anak dara bertanya pula, "Dimanakah
kamu bertemu dengan Bu-gai-cu?”
"Yang kau maksudkan apakah Losiansing yang mukanya
tampan, gurunya Cong pian siansing So-sing-ho itu?” Hi-tiok
menegas.
"Ya, siapa lagi kalau bukan dia?” bentak anak dara itu.
"Hm, sampai namanya saja tidak kau kenal tapi kau berani
berdusta dan mengatakan dia memberikan cincin besi itu
padamu. Kamu benar-benar berani mati dan tidak tahu malu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apakah kau juga kenal Bu-gai-cu Losiansing itu?” Tanya
Hitiok.
"Aku yang tanya padamu dan bukan kamu yang harus
tanya padaku”, bentak anak dara itu dengan gusar. "Aku
tanya padamu dimanakah kamu bertemu dengan Bu-gai-cu,
ayo lekas jawab”
"O, hal itu terjadi di atas suatu puncak gunung”, tutur Hitiok.
"Secara tidak sengaja aku memecahkan suatu problem
catur sehingga aku bertemu dengan Losiansing itu.”
Karena jawaban yang dianggapnya tidak masuk akal itu,
agaknya anak dara itu ingin menampar Hi-tiok lagi, tapi
sekarang mereka berdiri tegak berhadapan, sedangkan
perawakan anak dara itu pendek kecil, untuk memukul muka
Hi-tiok tentu tak sampai, maka tangannya yang sudah
terangkat urung dihantamkan. Dengan gusar ia mendamprat.
"Kamu benar-benar ngaco belo selama beberapa puluh tahun
entah berapa banyak kaum cerdik pandai yang dijatuhkan oleh
problem catur itu, masakah hwesio cilik tolol dan dogol macam
dirimu malahan mampu memecahkannya? He kau berani
membual lagi, apa kau minta kugampar mulutmu?”
"Kalau melulu kepandaianku sendiri memang tidak sanggup
memecahkan problem catur itu”, kata Hi-tiok. "Tapi waktu itu
sudah terlanjur Cong pian siansing memaksaku harus
menjalankan biji catur yang kupegang, maka terpaksa
sembarangan kujalankan sebiji caturku dengan mata tertutup,
siapa tahu permainan secara ngawur itu berbalik menemukan
jalan keluarnya, ditambah lagi ada orang kosen diam-diam
membantuku sehingga problem catur itu akhirnya dapat
kupecahkan. semuanya itu hanya secara kebetulan saja, tapi
karena kekhilafanku itu sehingga banyak terjadi perbuatan
dosa lainnya, sungguh tobat, omitohud...omitohud..”
Demikian akhirnya Hitiok berulang-ulang menyebut
Buddha.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Anak dara itu tampak setengah percaya dan setengah tidak
katanya "Jika begitu duduknya perkara masih masuk akal”.
Belum habis ucapannya, sekonyong-konyong terdengar
suara suitan dan tindakan orang banyak d iba wah gunung
yang cukup jelas.
Hi-tiok menjerit kuatir, ia buka karung terus jejalkan anak
dara itu kedalam karung dan segera digendong untuk dibawa
lari pula keatas gunung, sesudah berlari-lari sebentar, suara
para pengejar itu kembali ketinggalan jauh lagi. Waktu Hi-tiok
menoleh, tanpa terasa ia berteriaki "Wah, celaka”.
"Kenapa celaka?” Tanya si anak dara didalam karung.
"Aku telah meninggalkan bekas tapak kaki di atas salju,
kemana pun kita lari pasti juga akan ditemukan mereka”,
sahut Hi-tioki
"Terbang saja diatas pohon tentu tak akan meninggalkan
bekas”, kata anak dara itu. "Cuma sayang ilmu silatmu terlalu
rendah ginkang yang sepele saja kamu tidak bisa. Eh hwesio
cilik kulihat tenaga dalammu tidak lemah boleh juga kamu
coba-coba”.
"Baiklah coba ini”. Kata Hi-tiok dan segera ia meloncat
tinggi ke atas. Dan ternyata sekali loncat saja tingginya
melebihi pohon. Waktu turun ia julurkan kaki hendak hinggap
disuatu dahan, tak terduga injakannya terlalu berat,”krak”
dahan itu patah sehingga Hi-tiok kejeblos berikut dahan pohon
yang patah itu
Jatuhnya Hi-tiok dengan badan terlentang sehingga kalau
terbanting ke tanah tentu karung yang berisi anak dara itu
akan tertindih. Dasar hati Hi-tiok memang welas asih kuatir
anak dara itu akan tertindih mati, dengan segala kemampuan
ia coba membalik tubuh diudara sehingga menjadi tengkurap
jatuhnya, "bluk” ia terbanting keras, batok kepalanya
membentur sepotong batu dan kontan bocor.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok merintih-rintih kesakitan dan meronta bangun
dengan malu katanya kemudian, "Ai, aku terlalu bodoh, tidak
dapat”
"Kamu lebih suka terluka sendiri daripada menindih aku,
betapapun kamu ternyata cukup menghormati nenek” ujar
anak dara itu. "Karena nenek ingin menggunakan tenagamu
pula sebagai tanda jasa biarlah kuajarkan sejurus lompatan
terbang padamu. Nah, dengarkan dengan baik, tatkala
melompat ke atas, kedua lutut sedikit di tekuk, tenaga dalam
kau himpun dibagian pusat, ketika badan terapung keatas,
lantas…”
Begitulah satu persatu ia memberi penjelasan dan
mengajarkan pula cara berputar dan membelok diudara, cara
melompat kesamping atau mundur kebelakang. selesai itu,
lalu katanya. "Nah, sekarang boleh coba melompat lagi seperti
apa yang kuajarkan ini.”
"Baiklah”, sahut Hi-tiok. "Dan lebih baik kucoba sendirian
saja supaya kalau gagal tidak membikin susah padamu”. Lalu
ia bermaksud menaruh karung itu ke tanah.
Tapi anak dara itu menjadi gusar, dampratnya.
"Kepandaian yang nenek ajarkan padamu masakah bisa
keliru? Kenapa mesti pakai coba-coba segala? Jika sekali ini
kamu terbanting lagi seketika juga nenek akan
menyembelihmu”.
Hi-tiok merasa mengkirik bila teringat punggungnya
menggendong mayat hidup yang setiap saat bisa mencekik
lehernya, ia ingin melemparkan jauh-jauh karung itu, tapi
tidak berani. Terpaksa ia tabahkan hatinya, ia turut apa yang
diajarkan anak dara itu.
Ia tahan napas d a himpun tenaga, lutut sedikit tertekuk
lalu meloncat perlahan ke atas.
Benar juga sekali ini tubuhnya seakan-akan bisa terapung
sendiri keatas dengan perlahan, meski tiada sesuatu pegangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di udara toh ia dapat berputar dan membelok dengan sesuka
hati.
Saking girangnya Hi-tiok berteriak-teriak. "Hah! jadilah
sekarang, jadi..”
Tak terduga karena mulutnya terbuka sehingga hawa murni
yang bekerja dalam badan lantas gembos sehingga ia jatuh
kebawah lagi. untung jatuhnya sekarang menegak dan tidak
keras, maka tidak sampai terbanting, hanya kedua kakinya
yang yang terbentur dan kesakitan.
"Tolol” damprat si anak dara "Jika mau bicara lebih dulu
harus mengatur pernapasan supaya tidak jatuh kebawah.
Langkah pertama saja belum bisa sudah ingin langkah kelima
dan keenam”.
"Ya, ya memang salahku”, sahut Hi-tiok.
Maka ketika ia meloncat lagi dengan ringan ia dapat
hinggap dipucuk pohon, ranting pohon itu hanya mentulmentul
saja dan tidak patah, girang Hi-tiok tak terhingga, tapi
dia tidak berani bersuara lagi, ia menuruti apa yang diajarkan
anak dara tadi dan melompat kedepan, ternyata sekali lompat
saja sudah beberapa meter jauhnya dan dapat mendarat
diranting yang lain, ketika ranting pohon itu menyendal sekali,
kembali ia melompat keatas pohon berikutnya. Dan sekali
sudah lancar, ia merasa badan enteng dan tenaga penuh
makin melompat semakin jauh, sampai akhirnya sekali lompat
dapat melampaui dua pohon jauhnya, ditengah udara ia dapat
bergerak bebas seperti ’superman”, keruan ia terkejut dan
bergirang.
Puncak gunung itu lebat dan rindang dengan pepohonan,
Hi-tiok melayang diatas pohon bagai terbang, dengan
sendirinya tidak meninggalkan sesuatu bekas di atas tanah.
Maka hanya sebentar saja ia sudah jauh berada ditengahtengah
hutan yang lebat itu. "Cukuplah! sekarang boleh turun
saja”, kata si anak dara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang Hi-tiok sudah menaruh hormat dan segan kepada
anak dara itu, sambil mengiakan ia lompat turun dengan
perlahan, kemudian memapah anak dara itu keluar dari dalam
karung.
Melihat roman Hi-tiok berseri-seri penuh kegirangan seperti
orang baru putus lotere, kontan anak dara itu memaki,
"Hwesio cilik kere, baru dapat belajar sedikit kepandaian
kasaran saja sudah kegirangan setengah mati”
"Ya, ya, sebab ilmu yang diajarkan nenek ternyata sangat
berguna”, sahut Hi-tioki
"Sekali tunjuk saja kamu lantas bisa, suatu tanda
pandangan nenek memang tiada keliru, bahwa Iwekangmu itu
bukan berasal dari Siau-lim-si”, kata anak dara itu,
"Sebenarnya Iwekangmu kau belajar dari siapa? Mengapa
dalam usiamu yang masih semuda ini sudah mempunyai
Iwekang sedemikian tinggi”.
Hi-tiok menjadi pedih teringat kepada kejadian tempo hari,
sahutnya. "Ini adalah perbuatan Bu-gai-cu Losiansing yang
telah…telah mencurahkan segenap tenaga murni yang
dilatihnya selama lebih tujuh puluh tahun ke dalam tubuhku
pada saat beliau akan wafat, sesungguhnya siauceng tidak
berani berhianat pada Siau-lim-si dan berguru pada aliran lain.
Tapi waktu itu tanpa peduli Bu-gai-cu Losiansing lantas
memunahkan kepandaian yang kuperoleh dari Siau-lim-si lalu
beliau mencurahkan segenap tenaga murninya padaku,
siauceng sendiri tidak tahu apakah ini pantas diterima atau
tidak dan entah untung atau akan bunting. Ai, pendek kata,
bila kelak siauceng pulang ke Siau-lim-si, pendek
kata…pendek kata..”
Berulang-ulang ia bilang pendek kata, tapi entah apa yang
harus di pendek katakan.
Sekali ini anak dara itu ternyata diam saja dengan
termangu-mangu, ia menggelar karung diatas batu padas, lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersandar dan termenung dengan bertopang dagu. Katanya
kemudian dengan perlahan "Jika begitu, jadi memang benar
Bu-gai-cu telah mewariskan kedudukan ciangbunjin siau-yaupai
kepadamu”.
"Eh, kiranya kaupun kenal nama Siau-yau-pai?” Tanya Hitiok
dengan heran.
Sebegitu jauh Hi-tiok masih tidak berani menyebut nama
Siau-yau-pai karena teringat kepada pesan So-sing-ho yang
menyatakan bahwa kecuali orang dari golongan sendiri, bila
ada orang luar yang mendengar nama Siau-yau-pai, maka
orang itu tidak boleh dibiarkan hidup di dunia ini. sekarang ia
dengar anak dara itu menyebut dulu Siau-yau-pai, makanya ia
berani menyambung.
Terdengar anak dara itu menjawab dengan marah-marah.
"Sudah tentu aku tahu siau-yau-pai. Bahkan ketika nenek
kenal Siau-yau-pai, saat itu Bu-gai-cu sendiri belum lagi tahu”.
Hi-tiok hanya mengiakan saja dan tidak berani membantah.
Pikirnya, "Boleh jadi kamu kesurupan arwah setan tua dari
beberapa ratus tahun yang lalu, sudah tentu kamu lebih tahu
daripada Bu-gai-cu”.
Dalam pada itu tampak anak dara itu menjemput sebatang
kayu kering dan sedang menggores-gores di atas tanah salju,
sejenak kemudian sebuah papan catur telah selesai
"Wah, celaka, dia akan paksa aku main catur”, diam-diam
Hitiok mengeluh.
Sesudah menggambar papan catur, anak dara itu tampak
memasang biji catur pula dengan tanda-tanda garis bundar
kosong sebagai biji putih dan garis blok bundar dianggap
sebagai hitam.
Baru separuh saja anak dara itu memasang biji catur,
segera Hi-tiok dapat mengenali apa yang dilukiskan itu adalah
problem catur yang dikarang Bu-gai-cu itu. ia menjadi heran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
darimana anak dara ini tahu akan problem catur itu Pikirnya
jangan-jangan dahulu kaupun pernah berusaha memecahkan
problem catur itu, tapi gagal sehingga kamu mati konyol
saking dongkolnya?
Berpikir demikian, kembali ia merinding menghadapi anak
dara yang disangkanya kesurupan setan itu.
Sejenak kemudian, terdengar anak dara itu berkata. "Nah,
katanya kamu pernah memecahkan problem catur ini,
sekarang coba kau jalankan langkahnya yang pertama, ingin
kulihat betul tidak apa yang kau katakan itu”.
Hi-tiok mengiakan dan segera menjalankan satu biji catur
hitam, lalu dilanjutkannya dengan langkah-langkah menurut
apa yang didengar dari bisikan Toan yan khing tempo hari dan
akhirnya pecahlah problem catur itu.
Seketika keringat tampak berketes-ketes dari dahi anak
dara itu, terdengar ia bergumam sendiri. "Takdir, takdir
sungguh tiada seorang pun yang dapat berpikir permainan
aneh yang harus membunuh diri dulu untuk kemudian baru
menyerang?”
Sesudah termangu-mangu sejenak kemudian anak dara itu
berkata "jika demikian, tampaknya hwesio cilik tidak omong
kosong belaka. Tapi bagaimana Bu-gai-cu menyerahkan cincin
besi itu padamu, coba tuturkan pada ku sejelas-jelasnya
sedikitpun tidak boleh bohong”
Hi-tiok mengiakan, lalu berceritalah pengalamannya sejak
dia ditugaskan turun gunung sehingga memecahkan problem
catur mendapat Iwekang dan cincin besi dari Bu-gai-cu,
menyaksikan Ting jun-jiu meracun dan membunuh So-sing-ho
dan Hian lan, akhirnya dirinya melarikan diri dengan
ketakutan, semuanya ia ceritakan dengan jelas.
"Jika begitu terang Bu-gai-cu adalah gurumu, mengapa
kamu tidak memanggilnya sebagai suhu, sebaliknya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyebutnya Bu-gai-cu Losiansing apa segala?” Tanya di anak
dara.
Hi-tiok menjadi serba susah sahutnya, "Sebab siauceng
tetap padri Siau-lim-si dan tidak boleh masuk lagi ke
perguruan lain”.
"Apa kamu sudah bertekad danpasti tidak mau menjadi
Ciangbunjin Siau-yau-pai?” anak dara itu menegas.
Hi-tiok geleng-geleng kepala dan menjawab, "Ya, tidak…
pasti tidak”
"Jika begitu kan gampang”, ujar anak dara itu. "Kau
berikan cincin besi itu padaku. Biarlah aku mewakilimu
menjadi Ciangbunjin Siau-yau-pai, mau?”
"Bagus, itulah yang kuharap”, seru Hi-tiok dengan girang,
segera ia lepaskan cincin besi yang dipakainya dan diserahkan
kepada anak dara itu.
Wajah anak dara itu tampak menampilkan rasa girang dan
gusar pula, segera cincin itu hendak dipakai pada jarinya, tapi
jarinya ternyata sangat kasar dan besar sehingga jari tengah
dan jari manis tidak dapat dimasuki cincin akhirnya cincin itu
dipakai pada jari kecil secara paksa.
Dengan suara mendongkol kemudian anak dara itu berkata
pula. "Kau bilang Bu-gai-cu memberikan lukisan padamu dan
kamu disuruh pergi ke Thian san untuk mencari orang dalam
lukisan itu, coba, dimanakah lukisan itu?”
Segera Hi-tiok mengeluarkan lukisan yang dimaksudkan.
Ketika anak dara itu membentang lukisan dan melihat wanita
cantik berdandan secara puteri keraton dalam gambar itu,
seketika air mukanya berubah hebat, kontan ia mencaci maki
"Jadi dia ingin budak hina dina ini mengajarkan kepandaian
padamu? Dia-dia tetap tidak lupa kepada budak hina dina ini
dan melukisnya sebagus ini”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saking murka dan cemburunya, terus saja dia banting
lukisan itu ke tanah dan diinjak-injak lukisan wanita cantik itu
seketika menjadi kotor dan konyol.
"He, jangan” seru Hi-tiok dan cepat jemput kembali lukisan
yang telah tak keruan macamnya itu.
"Apa yang disayang?” bentak anak dara itu dengan gusar.
"Lukisan sebagus ini kan sayang kalau diinjak-injak” sahut
Hi-tiok-
"Apakah bangsat Bu-gai-cu itu mengatakan padamu
tentang siapa budak hina dina ini?” Tanya si anak dara.
"Tidak” sahut Hi-tiok sambil menggeleng kepala, ia menjadi
heran mengapa sekarang Bu-gai-cu dimaki sebagai bangsat?
"Hm, bangsat itu sedang mimpi barangkali, masakah
sesudah berpuluh tahun budak hina dina itu masih sedemikian
rupa? Huh! biarpun dulu juga tampangnya tidak sebagus ini”
demikian anak dara itu marah-marah lagi. saking murkanya
kembali lukisan itu hendak direbutnya pula untuk dirobekrobek.
Tapi Hi-tiok keburu mengangkat tangannya ke atas dan
kemudian menyimpannya di dalam baju.
Dengan marah-marah anak dara itu masih terus memaki.
"Bangsat Bu-gai-cu, yang tidak punya perasaan, dasar budak
hina dina”
Sudah tentu Hi-tiok merasa bingung atas pengakuan orang,
ia menduga setan yang selurup di badan anak dara ini tentu
kenal wanita cantik dalam gambar itu dan kedua orang pernah
bermusuhan, sebab itulah si anak dara mencaci maki tidak
habis-habisnya demi melihat gambarnya.
Begitulah selagi anak dara itu masih terus mengumpat,
sementara itu Hi-tiok merasa perutnya berkeruyukan. Nyata
sesudah berlari-lari semalam suntuk sebegitu jauh ia tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makan minum apa pun, maka sekarang ia kelaparan.
Kemudian anak dara itu tanya, "Apa kau lapar?”
"Ya” sahut Hi-tiok. "Dipuncak gunung yang penuh salju
melulu ini mungkin tiada sesuatu makanan apa-apa”.
"Kenapa tidak ada?” ujar anak itu. "Dipuncak salju ini
sangat banyak ayam juga banyak menjangan dan kambing
liar. Mari sini, biar kuajarkan suatu ilmu lari cepat ditanah
datar, lalu akan kuajarkan pula cara menyambit ayam
menangkap kambing..”
Tapi Hi-tiok lantas goyang-goyang tangan sebelum ucapan
anak dara itu habis, katanya. "Wah, orang beragama mana
boleh membunuh. Aku lebih suka mati lapar daripada makan
barang berjiwa”
"Hwesio busuk! Hwesio goblok! apakah selama hidupmu ini
tidak pernah makan daging segala?” damprat anak dara itu
Hi-tiok jadi teringat kejadian dirumah makan tempo hari,
waktu itu dia digoda dan diticu A Ci sehingga terlanjur makan
sepotong daging gemuk serta minum satu mangkuk kuah
ayam.
Maka dengan muka bersungut ia menjawab, "Ya, pernah
aku ditipu orang satu kali sehingga terlanjur makan barang
berjiwa, tapi kejadian itu tidak disengaja, rasanya Buddha juga
takkan menyalahkan aku. Tapi kalau aku disuruh membunuh
mahluk berjiwa, minta ampun, tidak nanti mau kulakukan.”
"Kamu tidak mau menyembelih ayam dan memotong
kambing, tapi mau membunuh manusia, dosamu tentu
berlipat ganda, ujar anak dara itu”.
"Aneh bilakah aku membunuh manusia?” Tanya Hi-tiok
dengan heran, "Omitohud Dosa, dosa..”
"Aaaa, pakai dosa segala, sungguh menggelikan”, kata
anak dara itu. "Kalau kamu tidak mau menangkap ayam untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makanku, selang dua jam lagi tentu aku akan mati, ini kan
berarti kamu yang membunuh diriku?”
Hi-tiok menjadi serba runyam, ia garuk-garuk kepala,
katanya kemudian "Jika engkau merasa lapar, dipuncak
gunung ini tentu banyak rebung dan sayur-sayuran biarlah
kucarikan untukmu”.
Mendadak anak dara itu menarik muka, ia menunjuk
matahari dan berkata. "Sang surya sudah bergeser sampai
diatas, bila aku tidak minum darah segar, aku pasti akan mati.
Hal ini sekali-kali tidak kubohongimu”.
Hi-tiok menjadi ketakutan, tanyanya, "Orang baik-baik
kenapa mesti minum darah segar?”
Teringat olehnya bahwa iblis yang suka isap darah adalah
sebangsa drakula, maka ia jadi mengkirik lagi.
Maka terdengar anak dara itu berkata pula, "Aku
mempunyai semacam penyakit aneh, tiap-tiap hari waktu
lohor bila tidak minum darah segar, maka hawa murni dalam
tubuhku akan bergolak dan akibatnya bisa membakar mati
diriku, sebelum mati tentu aku akan menjadi gila, hal mana
tentu juga takkan menguntungkanmu”
Tapi Hi-tiok masih terus menggeleng kepala katanya, "Biar
bagaimana pun juga sebagai murid Buddha aku harus patuh
pada ajaran agama dan taat pada setiap larangannya.
Jangankan aku sendiri tidak mau disuruh membunuh makluk
berjiwa, sekali pun melihat engkau hendak membunuh juga
pasti akan kucegah sebisanya”.
Anak dara itu memandang tajam pada Hi-tiok, dilihatnya
padri dogol itu agak takut-takut tapi jelas tekadnya sangat
teguh rasanya sukar disuruh menurut, sesudah tertawa dingin
beberapa kali, lalu ia tanya pula. "Kamu mengaku sebagai
murid Buddha dan taat pada pelajaran agama. Coba katakan
apa sih larangan dan pantangan agama kalian?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Larangan dan pantangan agama Buddha sudah tentu
banyak” sahut Hi-tioki "Pendek kata, dilarang membunuh
adalah larangan pertama agama Buddha.”
"Katanya dalam kitab Buddha ada disebut tentang
memotong daging sendiri untuk makanan elang dapatkah kau
ceritakan kisahnya”, kata anak dara itu.
"Dahulu sang Buddha sakyawuni waktu melihat seekor
elang lapar sedang memburu seekor burung merpati, beliau
merasa tidak tega dan menyembunyikan merpati itu dalam
bajunya. Elang lapar itu berkata pada sang Buddha, ‘Engkau
menolong jiwa merpati itu tapi aku yang akan mati kelaparan’.
Karena, itulah sang Buddha lantas memotong daging sendiri
untuk makanan elang lapar itu”, demikian tutur Hi-tioki
"Bagus” seru si anak dara "Sekarang kalau kamu tidak mau
menangkap kambing atau mencari ayam bagiku, maka kamu
harus meniru kebijakan sakyawuni dengan memotong daging
sendiri untuk makananku. Kalau tidak itu berarti kamu bukan
murid Buddha lagi”
Sembari bicara ia singkap lengan baju kiri Hi-tiok sehingga
kelihatan lengannya yang putih gemuk. Lalu sambungnya lagi
dengan tertawa, "Setelah makan lenganmu yang gemuk itu
tentu cukup untuk tahan lapar selama satu hari”.
Sekilas Hi-tiok melihat gigi anak dara itu panjang lagi
lancip, terang bukan gigi kaum kanak-kanak, melihat lagaknya
itu seperti ingin sekali gigit terus mengunyah daging
lengannya.
Sebenarnya Hi-tiok tidak perlu takut kepada anak dara
yang kecil dan lemah itu, tapi sejak tadi ia menduga anak dara
itu tentu keseluruhan setan, maka begitu melihat kelakuannya
yang luar biasa itu, ia jadi merinding dan ketakutan.
Mendadak ia menjerit keras-keras satu kali, ia kipatkan tangan
anak dara itu terus berlari kembali ke bawah gunung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saking takutnya maka jeritan Hi-tiok itu sangat keras dan
nyaring sekonyong-konyong terdengar seruan orang di
pinggang gunung sana, "Itulah dia, disana Marilah kita
beramai-ramai menggerebeknya.” Nyata itulah suara Putpeng
Tojin.
Karena itulah Hi-tiok lantas berhenti lari, pikirnya, "Wah!
celaka. Karena jeritanku barusan sehingga tempat sembunyi
diketahui, lantas bagaimana baiknya sekarang?”
Mestinya ia hendak lari kembali untuk menggendong anak
dara itu, tapi ia masih takut jika ditinggal sendiri ia merasa
tidak tega pula.
Dalam keadaan ragu-ragu ia coba melongo ke bawah
gunung, ia lihat beberapa titik hitam sedang merayap keatas
meski jaraknya masih jauh tapi akhirnya pasti akan disusul
mereka. Dan sekali anak dara itu tertangkap mereka pasti tak
berampun lagi.
Karena itu, akhirnya Hi-tiok putar baliki dar jauh ia berkata
kepada si anak dara, "Hei, asal kamu bersumpah takkan
menggigit aku, segera akan kugendong dirimu untuk
melarikan diri lagi.”
Anak dara itu tampak tertawa, sahutnya, "Marilah sini, akan
kukatakan padamu, orang-orang yang sedang merayap ke
atas itu seluruhnya berjumlah lima orang, yang pertama
adalah Putpeng Tojin, kedua Oh-lotoa, ketiga orang she Ang,
dua orang lagi she Lo dan Lai. Biarlah kuajarkan beberapa
jurus kepandaian, lebih dulu Putpeng Tojin harus kau
robohkan.”
Sesudah merandek sejenak lalu sambungnya pula dengan
tersenyum, "Ya, hanya robohkan dia saja agar dia tak bisa
berkutik tapi jangan kau bunuh dia dengan demikian tidak
berarti kamu membunuh dan melanggar pantangan”.
Tapi Hi-tiok merasa ragu, sahutnya, "Ilmu silat Putpeng
Tojin dan Oh-lotoa sangat tinggi cara bagaimana dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kurobohkan mereka? Biar pun kepandaianmu sangat bagus
juga tak mungkin mengajarkan padaku dalam waktu sesingkat
ini”.
"Goblok! dasar goblok” semprot anak dara itu. Bu-gai-cu
adalah ketua Siau-yau-pai, dia adalah guru So-sing-ho dan
Ting jun-jiu. Tentang kepandaian So-sing-ho dan Ting jun-jiu
sudah kau saksikan sendiri, maka dapat kau bayangkan
bagaimana dengan kepandaian guru mereka, sekarang dia
sudah mencurahkan seantero tenaga yang dilatihnya selama
tujuh puluh tahun kepadamu, dengan kekuatanmu ini
masakah kaum keroco sebangsa Putpeng Tojin dan Oh-lotoa
itu mampu melawanmu? soalnya kamu terlalu goblok dan tak
dapat menggunakan kekuatanmu, sekarang coba ambil karung
itu tarik napas dalam-dalam dan mengerahkan tenaga pada
lengan kanan, pentang mulut karung itu, lalu tangan kiri
gaplok sekali pada pinggang belakang musuh”
Hi-tiok menuruti setiap gerakan yang diajarkan itu tapi dia
tetap tidak percaya hanya dengan beberapa gerakan itu
mampu merobohkan jago-jago silat terkemuka itu.
"Habis itu jari telunjuk kiri tutuk bagian ini ditubuh musuh,
salah.. salah.. naik sedikit ..ya betul, itulah tempatnya. Harus
mengerahkan tenaga dan jangan keliru tempat yang harus
ditutuk itu”.
Begitulah anak dara itu melanjutkan petunjuknya.
Hi-tiok menirukan semua petunjuk itu dan mengingatnya
dengan baik. Meski yang diajarkan itu kelihatannya cuma lima
enam gerakan saja, tapi setiap gerakan itu ternyata meliputi
macam-macam gaya yang sangat aneh dan ruwet sehingga
Hi-tiok melatihnya sampai setengah hari masih tetap tidak
tepat dengan ajaran di anak dara.
Untung ingatan Hi-tiok cukup baik, ia dapat ingat setiap
kalimat kungfu dasar yang diajarkan anak dara itu cuma saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau dia disuruh memainkan secara sekaligus seluruh ajakan
itu tetap dia tidak becus.
Berulang-ulang anak dara itu memperbaiki kesalahan Hitioki
ia pun tidak habis-habis memaki "Goblok dasar goblok
Bu-gai-cu benar-benar buta sehingga mencari seorang ahli
waris semacam dirimu, jika kamu seorang pemuda tampan
masih dapat dimengerti, tapi kamu justru seorang hwesio cilik
yang bermuka jelek dan goblok pula, entah cara bagaimana
Bu-gai-cu dapat penujuimu.”
Hi-tiok menjadi heran, tapi mendongkol karena olok-olok
anak dara itu, sahutnya, "Ya. Bu-gai-cu Losiansing juga
pernah menyatakan lagi mencari seorang ahliwaris berupa
pemuda tampan. Peraturan Siau-yau-pai itu benar-benar
sangat aneh. Dan sekarang ketua siau yau pai kan dijabat
olehmu, tapi..”
Ia tidak melanjutkan lagi, sebenarnya ia ingin berkata.
"Tapi nona cilik yang diselurupi setan tua seperti dirimu juga
tidak seberapa cantik”
Hi-tiok melatih lagi beberapa kali dengan tekun, meski
setiap kali masih salah. Tiba-tiba terdengar suara orang berlari
secepat terbang, Putpeng Tojin memburu tiba sambil berseru
dengan tertawa dan segera menerjang kearah Hi-tiok,
"Sungguh cepat benar larimu, ya hwesio cilik”.
Hi-tiok insyaf tak mampu melawan, segera ia putar tubuh
hendak angkat langkah seribu, Tapi si anak dara keburu
membentaknya. "Lakukan menurut ajaran tadi, jangan takut”
Karena tak sempat banyak berpikir lagi, segera Hi-tiok
pentang mulut karung, ia kerahkan tenaga pada lengan kanan
terus menghantam kearah Putpeng Tojin
"Setan alas, berani, kau lawan Toya (tuan besar)” damprat
Putpeng Tojin sambil menangkis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Aneh juga, imam yang ditakuti 36 Tongcu dan 72 Tocu itu
ternyata tidak tahan sekali hantam, sedikit tubuhnya
terhuyung-huyung, terus saja kepala Pul-peng Tojin menyusup
ke dalam karung yang dipantang Hi-tiok..
Girang Hi-tiok tidak kepalang, menyusul ia menutuk pula
"Ih-sik-hiat" menurut ajaran si anak dara tadi.
"Ih-sik-hiat" itu terletak di kanan-kiri tulang punggung, tapi
Hi-tiok tidak mahir ilmu Tiam-hiat, dalam keadaan gugup
tutukannya menjadi melenceng sehingga kena "Yang-kanghjat",
suatu hiat-to yang terletak di atas Ih-sik-hiat.
Rupanya Put-peng Tojin menjadi kesakitan, ia menjerit dan
menerobos keluar lagi dari dalam karung terus menjatuhkan
diri ke depan sana dan tergelinding ke bawah gunung.
"Sayang, sayang" demikian terdengar si anak dara berseru
gegetun. Lalu ia memaki Hi-tiok pula, "Goblok, suruh kau
tutuk Ih-sik-hiat supaya dia roboh tak berkutik, kenapa, kau
tutuk Yang-kang-hiatnya?"
Sebaliknya Hi-tiok tampak kaget dan bergirang pula,
serunya "Wah, ajaranmu ini boleh juga, biarpun salah tutuk,
tapi sudah membuatnya ketakutan setengah mati!"
Sementara itu Oh-lotoa telah menerjang maju untuk
menggantikan. Put-peng Tojin.
Segera Hi-tiok memapaknya dengan menjinjing karung
katanya, "Oh-lotoa, marilah jika kaupun mau coba-coba!"
Melihat sekali gebrak Put-peng Tojin lantas dikalahkan,
maka Oh-lotoa sangat waspada dan tidak mau main seruduk
Ia angkat golok "Lok-po-hiang-lot-to" yang berbisa itu dan
menabas dari samping.
"Haya, celaka" teriak Hi-tiok. "Dia pakai senjata, aku tidak
sanggup melawannya! Tadi tidak kauajarkan cara melawan
golok padaku, sekarang aku tidak keburu minta petunjuk lagi
padamu”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lekas pondong aku dan meloncat ke atas pohon sana!"
seru si anak dara.
Dalam pada itu Oh-lotoa telah menyerang tiga kali kepada
Hi-tiok, untung Oh-lotoa sudah jeri lebih dulu padanya
sehingga tidak berani terlalu mendesak, serangan yang
dilancarkan itu lebih bersifat menggertak saja. Tapi hal ini
sudah cukup membual Hi-tiok kelabakan dan terancam
bahaya, Maka demi mendengar seruan si anak dara , ia
menjadi girang, pikirnya, "Ya, betul, menyelamatkan diri
dengan meloncat ke atas pohon adalah kemahiranku!"
Tapi sebelum ia lari kearah si anak dara tau-tau golok Ohlotoa
sudah berulang-ulang menyerangnya pula. "Sret..sret",
dua kali tabasan selalu mengarah tempat yang mematikan di
tubuh Hi-tiok.
"Haya , Celaka!" teriak Hi-tiok gugup. Cepat ia loncat ke
atas melambung tinggi ke atas pohon cemara yaiig besar.
Pohon cemara itu empat-lima meter tapi sekaligus Hi-tiok
dapat mencapainya dengan mudah keruan hal ini membuat
Oh-lotoa terkejut.
Meski ilmu silat Oh-lotoa sangat tinggi, tapi dalam hal
ginkang ia hanya biasa saja. Pohon setinggi itu tidak mampu
dicapainya. Tapi sasaran utamanya memang bukan Hi-tiok
melainkan anak dara maka ia lantas memaki, "Hwesio setan
jika memang pintar boleh berdiri saja selama di atas pohon
dan jangan turun!"
Habis berkata ia terus lari kearah si anak dara, sekali
pegang segera leher baja anak dara itu dicengkeramnya dan
diangkat ke atas. Rupanya dia masih hendak, menawan
kembali anak dara itu agar kawan-kawannya dapat ikut
membacoknya masing-masing satu kali dan minum darahnya
sebagai sumpah,
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-panas-pendekar-negeri-tayli-15.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Panas ; Pendekar Negeri Tayli 15 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-panas-pendekar-negeri-tayli-15.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar