Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Kamis, 19 Juli 2012

-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-

"Hei, pekhu." menyelak Seng Giok cin yang dari setadian
berdiam saja. "ada kabar penting yang hendak disampaikan
oleh pekhu itu mengenai dirinya Tiong Jong."
"Bukan-" jawab Kim Toa Lip sambil geleng-gelengkan
kepala ketawa nyengir.
"Apa Tiong Jong ikut pada nikow tua itu?" menimbrung Kim
Hong Jie.
Besar perhatian dua gadis jelita itu yang terpikat hatinya
oleh Ho Tiong Jong yang gagah dan tampan parasnya.
Tampak Kim Toa Lip menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ayah, hayo lekas cerita..." Kim Hong Jie tidak sabaran
kelihatannya.
"Betul, adik Hong betul ..." kata Seng giok Cin.
Kim Toa Lip mengerti bahwa dua gadis ini menaruh
perhatian besar atas dirinya Ho Tiong Jong, maka ia sengaja
perlambat meneruskan bicaranya.
"Ayah," Kim Hong Jie tidak meneruskan bicaranya, karena
Kim Toa Lip sudah menggoyang-goyangkan tangannya dan
berkata.
"Kalian berdua kelihatan begitu bernapsu hendak
mendengar berita Tiong Jong, kenapa sih?"-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-
Dua gadis jelita itu bungkam.
Nona Seng melirikan matanya pada si paman yang nakal,
parasnya merah seketika. Sedang nona Kim mendeliki
matanya cemberut tapi tidak mengurangi parasnya yang
cantik menarik. malah kelihatannya lebih-lebih manis. Dua
saudara co bengong, sedang Seng Eng tertawa geli.
Kim Toa Lip sendiri bersenyum-senyum melihat nona Seng
tundukkan kepalanya, sedang puterinya ngambek cemberut.

Tapi akhirnya ia tidak ingin menggoda lebih-jauh pada dua
gadis jelita itu, maka ia lalu cerita lagi.
"ceng ciauw mau menolong Tiong Jong keluar dari penjara
air, tapi dia tidak mau. hingga ceng ciauw jadi marah. Aku
telah menyerang ceng Ciauw, apa mau nikow tua itu amat
kejam. Tahu bahwa dia tidak bisa membawa keluar Tiong
Jong, maka dengan senjata gelapnya Tok kim-chi dia
menyerang Tiong Jong... kalian tahu sendiri senjata gelapnya
nikouw tua itu sangat berbisa."-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-
"Ayah, apa Tiong Jong binasa?" menyelak sang puteri.
Sen giok Cin jaga saat itu berbareng hendak membuka
mulutnya menanya, akan tetapi sudah didahului oleh adik
Hongnya.
Mereka kelihatan gelisah. Hatinya berdebaran
menguatirkan akan keselamatan pemuda pujaannya.
"Kau dengar dahulu aku cerita habis" kata Kim Toa Lip
pada puterinya, sambil urut-urut jenggotnya. "Aku lihat
dengan mata kepala sendiri, senjatanya Ceng Ciau amblas
dalam mulutnya Tiong Jong rupanya dia punya gigi ada
beberapa buah yang rontok karena terkena serangan Ceng
Ciauw..."
" celaka" Seng Giok Cin dan Kim Hong Sio mengeluh dalam
hatinya masing-masing.
Tapi tidak ada yang menyelak dalam lanjutan kata-katanya
Kim Pocu yang jail itu, mereka mendengarkan terus dengan
hati berdebaran.-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-
"Ya.... Tiong Jong sudah mati karena senjata gelapnya
ceng ciauw. Senjata nikow tua itu sangat berbisa, rasanya si.
"Dewi obat, Kong Yat Sin meski datang menolong juga tidak
dapat mencegah melayang jiwa Tiong Jong." Dua gadis jelita
itu rasakan hatinya seperti mencelos.

Tiong Jong sudah mati, apa betul? Mereka masih belum
mau percaya, mereka memang tidak mau percaya, kalau tidak
dengan kepala sendiri menyaksikan pemuda pujaannya itu
binasa.
"Apa kabar penting yang dimaksudkan pekhu itu tentang
binasanya Tiong Jong?"
"Ya, betul" jawab Kim Toa Lip sambi anggukan kepalanya.
Dua gadis jelita itu rupanya tahan hatinya menerima kabar
buruk itu, karena masing-masing masih dalam ragu-ragu
untuk mempercayai kebenarannya kalau tidak dengan mata
sendiri melihatnya kematian Tiong Jong.-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-
Wajahnya mereka hanya sebentaran saja berubah,
kemudian tampak tenang kembali hingga membuat batinya
Kim Toa Lip menjadi lega, karena sebermula ia menduga
kabar buruk tentang Tiong Jong yang disampaikannya itu akan
membuat mereka mengalami yang tidak diingini.
"Tempo hari aku pernah meramalkan anak muda itu
panjang umur, bahkan ia akan menjadi seorang ternama
dikemudian hari. Tapi tidak dinyana ia ternyata telah
menemukan kematiannya secara demikian, untuk selanjutnya
aku tidak mau meramalkan lagi orang punya umur." demikian
Kim Toa Lip berkata, seolah-olah berkelakar sambil melirik
pada puterinya.
Tapi nona Kim kelihatan tidak segembira seperti semula
sebelumnya ia mendengar kabar tentang kematiannya Ho
Tiong Jong, malah tampak lesu. Perkataannya sang ayah ia
sambut dengan adem saja.-Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3-
"Ya, serangan yang diterima Tiong Jong itu. memang hebat
sekali," kata pula Kim Toa Iip. "sayang sebelumnya nikouw itu
kena kita bekuk, ada menyelak sinenek Ciauw dengan tibatiba
hingga ia bisa lolos dari kepungan kita."

"Hmm." terdengar Seng Eng menggeram, "semua jago-jago
sudah pada bergerak. Tapi tidak ada satujago boleh menghina
kita".
"Tapi laote," kata Kim Toa Lip. "urusan mereka itu memang
tidak menjadi soal apa-apa, hanya dikuatirkan gurunya si
nikow itu Ya Sin Bo yang amat jahat. Kalau dia turun tangan
membela muridnya kita boleh runyam. Semua urusan yang
kita kerjakan dapat di kacaukan olehnya. Apa tidak lebih baik
kita pancing keluar itu kakek dari goa Pek-cong-tong supaya
dia berhantam dengan sinenek yang memang ada musuh
buyutnya."
Mereka lalu berunding mencari akal bagaimana baiknya
supaya dapat memancing pada kakek aneh itu kemudian biar
kita bertempur dengan Ya Sin Bo. Biarkan salah satu ada yang
mati, berarti hilangnya satu rintangan untuk komplotannya.
Tiba-tiba Co Goan Liang majukan diri, menyatakan ingin
mencoba-coba untuk memancing keluar kakek dari goa- Pek
cong tong.
Hal mana membikin Kim Pocu merasa girang, sebab co
Goan Liang ada putranya co Tong Kang, kalau anaknya
kenapa- napa tentu co Tong Kang iuga tidak tinggal diam.
co Tong Kang tentu akan bertempur mati-matian dengan si
kakek Souw Kie Han-kesudahannya siapa yang mati masa
bodo, kalau co Tong Kang berani, hilang lagi satu lawan dalam
usaha mereka mengatasi rimba persilatan-
Dalam "Perserikatan Benteng-perkampungan- meskipun
sudah retak. tapi masing-masing belum mengunjukkan terangterangan,
satu sama lain dengan diam-diam mengatur akalnya
sendiri-sendiri untuk menjatuhkan saingannya. Jadi co Tong
Kang mati, berarti hilang satu Pocu saingan"
"Kalau engko Liang pergi, aku juga mau turut " tiba-tiba
nona Kim nyeletuk. Kim Toa Lip. Seng Pocu menjadi kaget.

"Kau mau apa kesana?" tegur Seng Pocu.
"Akan membantu engko Liang mengerubuti si kakek."
jawab nona Kim.
-ooo0w0ooo-
XVI. LEMBAH PASIR BERJALAN .
"TIDAK, nanti aku pikir lagi. Urusan ini tak perlu tergesagesa
dilakukan, tak begitu penting" kata pula pocu dari Seng
Kee Po.
Seng Eng rupanya tidak senang Kim Hong Jie menempuh
bahaya ikut-ikutan dengan co Goan Liang.
Pikiran Pocu dari Seng Kee Po ini sama dengan mulutnya
sudah didahului oleh kawannya. Kim Hong Jin dan co Goen
Liang membungkam. Mereka tidak membantah putusannya
Seng Pocu.
Kim Hong Jie makanya berlaku nekad hendak pergi
bersama-sama dengan co Goen Lian, lantaran pikirannya
menjadiputus asa dengan kematian Ho Tiong Jong pemuda
pujaannya.
Ia pikir, tanpa Ho Tiong Jong, untuk apa ia hidup lamalama
dalam dunia, maka lebih baik ia mati sekali ditangannya
si kakek aneh supaya rokhnya dapat menyusul Ho Tiong Jong
yang sudah pergi lebih dahulu..
Kita kembali menuturkan tiga pemuda yang mengadakan
perlombaan-
Kong Soe Jin dan Kong soe Tek tampak sudah berada
dipuncak gunung Hui cui-san yang menjulang tinggi. Berdua
telah meneliti sekitar tempat itu, melihat kebawah umpak

serentetan gunung-gunung kecil sama sekali tidak kedapatan
ada sawah dan ladang.
Dari puncak Hui- cui-san tampak lembah Liusoa kok
(lembah pasir berjalan) yang dikelilingi oleh gunung-gunung
kecil, yalah daerah yang akan dikunjungi oleh tiga pemuda
yang berlomba hendak mengambil batu kumala hangat untuk
dihadiahkan kepada nona Kim Hong Jie.
Di lembah itu ada terbentang padang pasir yang angker.
Yalah orang yang datang ke situ dansalah menginjak kakinya
niscaya akan amblas kedalam pasir itu dan tidak dapat
ketolongan lagi jiwanya. Bukan saja manusia, juga binatang
liar yang salah menginjakkan kakinya akan ambles dikubur
oleh pasir.
Siapapun yang datang ketempat itu belum tentu dapat
pulang dengan selamat.
Dua saudara Kong itu memandang dengan hati berdebaran
ketempat yang bakal dilaluinya oleh Keng soe Tek. Terdengar
Kong Soe Jin menghela napas dan sambil menunjuk dengan
jarinya berkata pada adiknya.
"Sute, itulah yang dinamai lembah Liu-soa-kok, yang kau
akan lalui. Kakek aneh itu tinggal menyepi dalam goa Pek
cong tong dipuncak Sin ban leng. Kau harus waspada betul
betul. Kalau kiranya tidak ungkulan lebih baik kau balik
dengan tangan hampa saja daripada binasa ditempat itu yang
tidak ada artinya sama sekali,"
"Kau keliru toako" sang adik menjawab. "Satu laki-laki tidak
gentar menempuh bahaya, itulah baru satu jantan tulen.
Kenapa kita harus takuti mati? Kalau kita sudah di takdirkan
mati, dimanapun kita harus mati. Kau legakan hatimu, aku
tidak membuat kecewa namanya suhu."
Jawaban ini berada diluar dugaannya sang engko, Kong
Soe Jin menjadi merasa jengah sendirinya, mendengar katakatanya
sang adik yang demikian mantap Meskipun begitu

tetap Kong Soe Jin tak tega melepas adiknya. Dalam
perjalanan turun gunung, kembali Kong Soe Jin berkata.
"Sute, kau dengan aku ada saudara sekandung, maka tidak
perlu kita malu-malu bicara. Terus terang saja aku merasa tak
tega melepaskan kau mengunjungi tempat yang berbahaya
itu. Usulku, lebih baik kau batalkan saja perlombaan ini dan
marilah kita cari tempat sembunyi. Besok pagi-pagi baru kita
pulang. Tentu tidak seorang pun yang mengetahui
perbuatanmu. . . "
"Hei, toako." memotong Kong soe Tek, "perbuatan ini
membuat malu suhu kita, yang waktu ini namanya sedang
harumnya dalam kalangan kangouw. Dengan berbuat begitu
juga berarti aku tidak memperhatikan pada Kim Hong Jie."
Wajahnya Kong Soe Jin berubah mendengar disebutnya
Kim Hong Jie.
Ia bersenyum pada adiknya. "Sute, kalau hatimu naksir
pada nona Kim, aku juga tidak bisa kata apa apa atas
niatanmu." Katanya dengan nada suara menyayang. "Hanya
aku pesan, harap Ialah kau berlaku hati-hati dan dapat
kembali dengan selamat. Aku akan menunggu kau disana,
digunung yang tinggi itu." sambil menunjuk kesebuah gunung.
"orang tidak akan melihat pada kita."
Kong soe Tek anggukkan kepalanya.
Dua saudara yang terkenal dengan julukannya im- yang
Siang-kiam itu, memang ada besar cintanya satu dengan yang
lain, tidak heran kalau perpisahannya itu membuat keduanya
merasa berat.
Setelah mereka berjalan melewati beberapa gunung kecil,
sampailah mereka diperbatasan lembah Liu-soa kok, dimana
ada terbentang padang pasir.
"Aaaa, aku ingin juga mencoba menginjak pasir yang
dikatakan berbahaya dan dapat menelan manusia..." tiba tiba

Kong Soe Jin berkata, berbareng ia jalan menghampir dan
lompat kepasir.
Tiba-tiba mukanya berubah, seperti juga ia mendapat
kesulitan- Adiknya yang melihat engkonya dalam keadaan
demikian cepat-cepat mengulurkan tangannya menolong sang
engko. Tapi ternyata engkonya tak apa apa.
Pasir diinjak oleh Kong Soe Jin tadi bukannya bagian yang
berbahaya maka ia berkata pada adiknya. "Aku tidak apa apa.
hanya barusan aku gugup lantaran kaget."
Berbareng ia genjot tubuhnya lompat lagi ketempatnya
tadi.
"Ya sute, aku hanya dapat mengantar sampai disini saja.
Selanjutnya, kau harus menempuh perjalanan sendiri. Aku
akan menantimu digunung yang barusan aku katakan
padamu, disana aku akan mengawasi perjalananmu sebegitu
jauh dapat dilihat oleh mataku."
"Ya, toako, legakan hatimu. Kau boleh kembali, aku akan
menjaga diriku dengan hati- hati." jawab Kong Soe Tek.
matanya mengawasi pada engkonya dengan perasaan berat.
juga demikian halnya dengan sang engko. Setelah
menghela napas panjang, Kong Soe Jin telah berpisahan
dengan adiknya dan ia terus naik lagi kegunung Hui-ci-san-
Koen cong diantar oleh nona Lauw Hong In dan dua
adiknya si nona bernama Lauw cian dan Lauw Seng, malah
Hui seng Kang juga turut mengantarnya.
Mereka berpisahan diperbatasan lembah Liu-soa kok.
mereka ini tidak berpapasan dengan dua saudara Kong yang
mengambil jalan dari jurusan lain-
In Kle Seng diantar oleh Gong Ci dan cong Yong, dalam
mana turut serta juga nona yang lincah, ialah ciauw Soe soe.
Merekapun mengantar hanya sampai diperbatasan lembah Lusoa-
kok dan kembali lagi ke gunung Hu-cui sanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Goa Pek oong tong dipuncak Si ban-leng itu berdinding
batu buatan alam yang licin sekali. Untuk sampai pada kamar
yang tinggi, orang harus melalui tiga kamar batu dan
beberapa undakan dari batu yang diatur sangat kokoh dan
rapat.
Dalam kamar batu yang tertinggi, di empat penjurunya
berjendela satu kaki persegi. Dari jendela kamar ini orang
dapat melihat semua keadaan lembah Liu-soa kok, Keadaan
dalam goa Pek- cong- long tidak begitu luas.
Pertama masuk orang menemui kamar yang pertama
keadaannya sederhana saja. Dinding batunya kasar dan tidak
rata.
Kamar yang kedua diperaboti lengkap juga, seperti kursi
meja dan tempat tidur yang semuanya terbikin dari pada batu.
Suasana dalam kamar ini amat sunyi dan tentram, walaupun
luasnya hanya tiga tumbak saja.
Diatasnya jalanan ke kamar ketiga ada sebuah papan batu
licin mengkilat yang dapat menutup jalanan- Kamar yang
ketiga ini lebar dan luas. inilah ada kamar batu terbesar
diantara kamar-kamar batu lainnya.
Didalamnya terang, dindingnya dibuat dari pada batu
kamala putih yang amat halus. Penerangan disini dipancarkan
dari sebutir mutiara sebesar buah leci yang digantung
ditengah-tengahnya kamar.
Perabotannya tampak lengkap. seperti meja kursi, ranjang,
lemari buku besar dan lain-lainnya perabotan rumah tangga.
Mejanya diberi taplak yang disulam indah, kursinya dikasih
bantalan empuk dan pakai sarung yang disulam juga.
Kelambu pembaringan dipajang indah. Dipinggir lemari
buku ada sebuah meja panjang, diatas mana ada ditaruh
buku-buku dan anglo dari batu giok. Api dalam anglo itu terus
menyala. Pada dinding dihiasi dengan gambar gambar kunodimana
juga ada tergantung sebilah pedang pusaka.

Keadaan dalam kamar itn pendeknya serba resik menarik
siapa yang memasukinya. Barang barang yang serba indah
dalam kamar itu membuat orang terpesona melihatnya.
Kamar yang diperaboti serba indah ini adalah kamarnya
kakek Souw Kie IHan- seorang kakek aneh yang sudah lama
mengasingkan diri dari dunia kang-ouw, dimana dahulunya ia
sangat terkenal namanya.
Saat itu ia sedang berdiri di jendela memandang keadaan
disebelah luar goa nya.
Tiba-tiba ia berseru. "Eh" Kiranya olehnya telah dilihat ada
tiga bayangan manusia yang sedang mendatangi kearah goa
nya, mereka sudah dapat melewati padang pasir yang
berbahaya.
Jauh ia mengasingkan diri dalam goa nya tidak ada satu
manusia yang berani menginjak tempatnya, tapi kini ada tiga
orang yang berbareng menyatroni.
Apakah maksudnya mereka? Apakah mereka itu ada orangorang
kuat yang akan mengganggu ketentramannya dalam
tempat pengasingannya? Matanya terus mengawasi gerakgeriknya
tiga orang itu.
Ia rupanya merasa kaget, karena sampai begitu jauh
tampak mereka sudah memasuki daerah puncak si-ban-leng.
Keistimewaan disekitar puncak gunung Si-ban leng adalah
gundul (tidak berpohon), hanya batu batu besar saja yang
tampak malang melintang, Goa- goa yang terdapat di situ,
entah berapa banyaknya menurut katanya orang ada seribu
buah goa lebih.
Setiap goa entah berapa dalamnya, tidak terawat dan dari
dalamnya menyiarkan bau yang tidak enak untuk hidung.
Buruk seperti baunya jamur beracun yang basah.
Diceritakan Khoe Tiong setelah naik jauh keatas gunung,
tiba-tiba memalingkan mukanya kebelakang, dilihatnya

padang pasir yang berwarna putih, padang pasir yang
dikatakan orang sangat angker dan dapat menelan manusia.
Kini ia sudah dapat melewatinya dengan selamat, Tapi
kemana dua orang kawannya?
Ia celingukan mencarinya, akan tetapi tidak melihat mereka
berdua, hingga diam-diam dalam hatinya yang jahat jelas
merasa kegirangan, ia menduga bahwa dua kawannya itu
tentu telah ditelan oleh padang pasir yang angker itu.
Ia melanjutkan perjalanannya, tampak di-sekitarrya sudah
tidak ada pepohonan yang tumbuh. Hanya batu-batu besar
saja yang pada malang melintang seolah-olah yang
menghadang perjalanan orang yang berkunjung kesitu.
Hatinya diam-diam merasa girang.
Goa Pek-cong-tong sudah berada didepan matanya.
Apakah benar disekitarnya hanya kedapatan binatangbinatang
berbisa saja? ia menanya pada dirinya sendiri.
Tapi bagaimana juga ia harus dapat membawa Hwe-giok
untuk dihadiahkan kepada Kim Hong Jiu, gadis yang memikat
hatinya. Siapa tahu, karena hadiah itu nona Kim akan jatuh
hati kepadanya dan ia berjodoh dengan-nya.
Ia gerakkan pula langkahnya sampai pada jarak dua
tumbak dari ia berdiri ia melihat ada sebuah goa. cepat-cepat
ia menghampiri untuk menyelidikinya. Gua disitu amat banyak,
dimana ia dapat mencari si kakek aneh itu?
Pikirnya, terpaksa ia harus menyelidiki satu persatu goa.
Tapi sampai berapa lama? Ya. apa boleh buat, sudah kelanjur
datang kesitu bagaimanapun ia harus berdaya mencarinya di
goa mana kakek aneh itu bertempat tinggal.
Satu demi satu goa diperiksanya, Ia menggunakan batu
besar dilemparkan kedalam goa untuk mengetahui didalamnya
ada penghuninya atau tidak. Sudah ada beberapa goa yang
diuji dengan batu lemparannya, semua batu seperti amblas

kedalam lumpur. Tidak ada reaksi apa-apa yang menandakan
bahwa didalamaya ada penghuninya.
Pada salah satu goa Koe cong hampir kena digigit oleh
ular-ular kecil berbisa yang datang berbaris kearahnya dan
hendak mencantol kakinya. Untung masih dapat kelihatan, ia
melompat tinggi, kemudian menggempur dengan angin
telapakan tangannya, hingga barisan ular ular kecil itu terbang
berikut batu batu dan pasir.
Dilain goa ia coba lagi dengan pancingannya melemparkan
batu ked alamnya. Kali ini batu yang dilemparkannya itu
seperti terjatuh ketanah, bukannya kedalam lumpur. ia coba
menyelidiki lebih seksama. Kiranya dalam goa itu sangat
gelap. Ia lalu membikin api, dengan obor api ia coba masuk
kedalamnya.
Tidak dikira, dalam goa itu ada sarangnya belalang. Begitu
melihat api, kawaran belalang itu pada menyerbu, hingga
Khoe cong ketakutan dan lekas-lekas mundur hendak keluar
lagi. Tapi kawanan belalang yang jumlahnya puluhan ribu,
tidak memberi ketika ia meloloskan diri dan menyerbu
demikian rupa sehingga Khoe cong pikir jiwanya kali ini akan
mati dikerubuti kawanan belalang.
Meskipun ia menggunakan tenaga angin pukulannnya
untuk mengusir kawanan belalang itu, hasilnya sia-sia saja.
Entah berapa banyak binatang itu yang telah mati oleh
gempurannya yang dahsyat, akan tetapi yang menyerbu
jumlahnya ada berlipat ganda dari yang mati. Tidak heran
kalau Khoe cong telah menjadi kewalahan oleh karenanya.
Sementara itu Kong soe Tek di lain bagian telah mencari
goa kakek souw Kie Han juga menggunakan lemparan batu
sebagai penanya jalan- Ia juga kena diserbu kawanan semut
merah yang galak. hingga keadaannya repot sekali.
Sedang In Kie Seng dilain pihak bekerja cepat ia gunakan
kakinya menendang batu-batu yang ada dimulut goa, sebagai

alat untuk mencari tahu apa didalamnya goa goa itu ada
penghuninya ?
Ia sudah lewati sepuluh goa, akan tetapi belum juga
berhasil menemui goa yang diingininya.
Kakek souw Kie Han melihat tegas semua yang diperbuat
oleh tiga anak muda itu. Ia kenali orang-orang itu tentu ada
dari "Perserikatan Benteng Perkampungan," hanya ia tidak
mengerti, dari sebab apa mereka menerjang bahaya datang
kesitu?
Ia pikirkan, tindakan apa yang harus diambil terhadap tiga
anak muda yang mengacau tempatnya itu? Tiba tiba ia
melihat In Kie seng dengan menggunakan perisai dari gading
telah menerjang masuk kedalam sebuah goa. Terdengar suara
tertawa dingin kakek Souw Kie Han.
In Kie Seng dengan perisainya menggempur dinding disana
sini, hingga banyak bagian yang semplak. Ia masuk terus
kesebelah dalam. tampak keadaan disitu ada terang. Hatinya
berdebaran. Pikirnya, inilah gua yang dicarinya tentu.
Sebelum ia dapat bertindak maju, tiba-tiba ada sebuah
batu menghadang didepannya. Bukan main kagetnya.
Dibelakang batu itu sudah tidak ada jalan lagi, hanya ia
melihat ada sarang laba-laba dengan penghuninya seekor
laba-laba hijau yang luar biasa besar, tampak matanya
mencorong seperti yang sedang mengawasi pada In Kie Seng.
LABA-LABA besar itu tiba-tiba perdengarkan suara aneh,
lalu bergerak menghampiri In Kie Seng, Kaki-kakinya yang
runcing hendak mencengkeram tenggorokan orang,
In Kie Seng kaget dan lompat mundur, tangannya
berbareng digerakan menyerang, hingga laba-laba itu
nyeleweng cengkeramannya, Batu yang telah menjadi
pengganti sasarannya kaki-kakinya yang runcing tampak
berbekas.

orang she In itu ketakutan dan cepat-cepat lari, apa lacur
dimulut goa sudah penuh dengan jaring laba-laba yang
berkilat dan sangat lengket, kiranya laba-laba itu bukannya
sendirian saja, ada kawan-kawannya lagi yang sama sekali
berjumlah sepuluh, hingga membikin In Kie Seng matanya
dibuka lebar dan ketakutan setengah mati.
Hampir rata-rata-laba-Iaba itu sebesar kerbau, yang paling
kecil ada sebesar baskorn cuci muka.
Bukan main sikapnya menakutkan, mereka merayap
dengan keluarkan sinar matanya ya bengis, hendak menerkam
korbannya. Dalam gugup In Kie seng lompat keatas batu
kemudian menendang batu-batu didekatnya ke arah laba-laba
yang kecilan, jitu tendangannya, karena batu yang
diiendangnya tadi mengenakan persis pada tubuhnya si labalaba
yang sial, hingga seketika ita juga setelah mengeluarkan
suara "cet" telah melayanglah jiwanya. Laba-laba kawannya
dalang memakan bangkainya laba laba apes tadi.
Lalu lainnya menyerbu lagi kepada In Kie Seng hingga anak
muda itu terpaksa keluarkan kepandaian nya lompat sana dan
lompat sini menghindarkan bahaya. Kadang kala ia
menyerang dengan batu yang ditendang kakinya atau dengan
angin pukulan telapakan tangannya.
Lantas itu, maka untuk sementara In Kie Seng masih dapat
menyelamatkan dirinya dari terkamannya kawanan laba laba
berbisa itu. Kita melihat Khoe cong yang dikerubuti ribuan
belalang.
Meskipun ia berusaha keras menyapu mundur binatangbinatang
yang mengerubuti dirinya, tidak juga kelihatan
hasilnya, karena kawanan belalang itu makin lama jumlahnya
telah makin banyak saja.. pikirnya ia akan mati konyol kalau
tidak dapat lekas-lekas meloloskan diri.
Matanya celingukan, tidak jauh dari situ ia lihat ada goa
lain, Tanpa memikirkan lagi apa isinya goa itu, ia sudah lantas

lari masuk kedalam gua diuber oleh kawanan belalang, yang
seolah-olah tidak mau kasih korbannya lolos.
Tapi heran, ketika Khoe cong sudah masuk kedalam goa
lain ini, kawanan belalang itu tidak turut nyerbu kedalam.
Tampak mereka bergulung-gulung saja diluar goa, tidak ada
satupun yang berani menerjang masuk-
Khoe cong pikir, tentu dalam goa itu ada binatang
musuhnya kawanan belalang itu yang ditakuti, maka nya
kawanan belalang itu tidak berani menyerbu masuk.
orang dengki hati itu tampak lega hati-nya, ia melihat
kesekitar tempat, disitu tanahnya demak. banyak rumput
basah dan keadaannya kotor sekali. Ia menjadi bengong
memikirkan nasibnya nanti bagaimana?
Keluar lagi takut diserbu belalang, tidak keluar lagi disitu
keadaannya sangat tidak menyenangkan- Tengah ia berada
dalam kebingungan tiba-tiba ia mendengar suara aneh. Ketika
ia menoleh kebelakang nya, kiranya disitu sejarak dua tumbak
daripada-nya ada seekor binatang tokek yang besar sekali dan
bentuknya menakutkan. Binatang itu tengah merayap
mendekati kepadanya, celaka ia menghela dalam hatinya.
Kita balik menengok Kong Soe Tek. Barisan semut merah
tidak kurang-kurang menyeramkannya, karena bukan ribuan
lagi tapi sudar tidak dapat dihitung banyaknya, Kemana Kong
soe Tek lari telah dikejarnya hingga orang she Kong itu
menjadi mengeluh, ia tidak menyangka, bahwa kepergiannya
ke tempat itu akan mendapat banyak halangan yang
menyeramkan.
Dengan susah payah ia bisa juga menyingkirkan diri
ketempat yang ada lumpurnya. dimana kawannya semut
merah itu tidak berani datang dekat, Ada beberapa puluh yang
sudah nempel dibajunya dapat dibunuh mati oleh Kong soe
Tek.

Matanya celingukan- Tiba-tiba ia dapat lihat tidak jauh dari
padanya seperti ada jalanan untuk keluar, melalui jalan
kebawah tanah. Hatinya girang karena pikirnya ia bisa
meloloskan diri dari serbuannya semut merah yang galakgalak
itu.
Ia beristirahat tidak lama, karena begitu ia dapat
menenangkan pula pikirannya, lantas enjot tubuh menancap
kakinya dimulut jalanan keluar tadi. Untuk sementara Kong
soe Tek kelihatan terhindar dari serbuan semut merah yang
tak kehitung jumlahnya itu. In Kie Seng dilain pihak terus
dikeroyok oleh laba laba besar dan beracun.
Laba laba yang sebesar besar kerbau itu, sangat
menakutkan Matanya memancarkan sinar buas, untung In Kie
Seng dapat menabahkan hatinya, dengan kepandaian yang ia
miliki ia sudah terputar-putar menghindarkan diri dari
serangan kawanan laba laba yang sangat bernapsu
menyengkeram dirinya.
Disamping senjata batu yang dihidangkan pada kawanan
laba-laba itu, In Kie Seng tidak kasih perisainya tinggal
nganggur. Dengan kegesitan dan kepandaiannya, beruntun ia
sudah dapat membunuh enam sampai tujuh, laba-laba betina
yang paling besar, menjadi marah.
Satu yang meluncur di tendang In Kie Seng kearahnya,
dengan mata beringas ia sudah tangkis dengan kaki
depannya. Batu itu mental balik dan hampir kena
menghantam pada In Kie Seng, kalau ia tidak keburu berkelit
kesamping menghindarkannya.
"Sungguh berbahaya" diam-diam In Kie Seng mengeluh,
Tapi disamping itu, bagaimana juga ia sudah dapat
membunuh banyak juga kawanan laba-laba itu, hingga
mengurangi bahaya kena dicengkeram oleh kaki-kakinya yang
runcing.

Untungnya laba-laba itu tidak mengejar terus-terusan,
karena jika melihat ada kawannya mati, dengan sendirinya
laba-laba itu berhenti mengejar In Kie Seng ditunda makan
bangkai kawannya dahulu, Air hijau yang keluar dari mulutnya
laba-laba yang mati menyiarkan hawa busuk. yang hampir
hampir membuat In Kie Seng tidak tahan sampai muntahmuntah
.
Akhirnya ketinggalan hanya dua laba-laba lagi, dengan
begitu In Khie Seng setelah main petak beberapa lama lantas
menyingkirkan dirinya kemulut goa dan lari keluar.
Laba-laba betina rupanya penasaran dan menguber tapi
terlambat, karena In Kie Seng sudah nerobos masuk kedalam
goa lain- Rupanya laba laba itu pikir, tidak ada gunanya ributribut
disarang orang lain, maka ia sudah kembali masuk dalam
goanya sendirinya.
Dalam sarang laba-laba itu In Kie Seng kehilangan
perisainya, yang nyangkut pada jaring laba-laba yang lengket,
ia menduga tentu sudah beracun, maka ia sudah tak
menghiraukan pula perisai gadingnya yang ia sangat andalkan
dalam perjalanan mengambil batu kumala hangat itu.
Dalam goa yang ia masuki itu, ia merasa aman- Tapi
perasaan aman itu hanya sebentara n saja, karena ketika ia
mengingat kepada perisainya, lantas merasa dirinya tidak
aman tanpa perisai ditangannya, perisai itu ada benda pusaka,
benda turunan dari leluhurnya maka dengan hilangnya benda
itu, apakah ia ada muka nanti ketemu kawan kawannya dalam
dunia persilatan?
Memikir kesitu hatinya jadi nekad akan mengambil kembali
perisainya yang nyangkut pada jaring laba laba didekat mulut
goa. kalau perlu, pikirnya ia harus adu jiwa dengan laba-laba
betina yang luar biasa besarnya itu.
Setelah mengambil putusan tetap. lantas ia keluar dari goa
menghampiri lagi goa laba-laba tadi, sebelumnya masuk ia

telah kumpulkan seikat rumput kering dan membikin api untuk
menyalakannya. Dengan api ini, ia menerjang masuk dan
membakar jaring laba-laba yang menahan perisainya.
Laba-laba betina menjadi kaget ia tidak berdaya melihat api
berkobar, rupanya ia takut. Ia hanya tinggal mengawasi
dengan mata bersinar buas kepada In Kie Seng yang sedang
berusaha untuk mengambil pulang perisainya.
Setelah mendapat kembali perisainya. dengan segera In Kie
Seng meninggalkan goa laba-laba itu dan masuk kedalam goa
yang lainnya tadi.
Khoe cong dilain pihak. yang dihampiri binatang tokek yang
luar biasa besarnya, lantas mencelat tinggi menyingkirkan diri,
ia rapatkan tubuhnya pada dinding didekat mulut goa
sebentar lagi ia dibikin kaget melihat sang tokek telah
mengulurkan lidah nya yang panjang, ia mengira lidah itu
akan ditujukan kearahnya, tapi ternyata diarahkan kelain
jurusan ialah keluar apa dimana ada kawannya belalang yang
sedang bergulung-gulung seolah-olah sedang menanti Khoe
cong keluar lagi.
Kawanan belalang itu seolah-olah sayapnya pada patah
sebelah, tidak bisa melarikan diri didekati oleh lidahnya sang
tokek, sebentar saja ribuan belalang sudah kena dicaploki oleh
binatang raksasa itu.
Seperti juga pada lidahnya itu ada getahnya, kawanan
belalang ketika nempel pada lidah sang tokeh ia lantas saja
tidak bisa terbang lagi.
Entah berapa ribu banyaknya belalang yang sudah jadi
mangsanya sang tokek, hingga binatang itu tampak
kekenyangan dan baringkan dirinya disatu sudut. Matanya
merem melek, tidurlah ia dengan nyenyaknya.
Pantasan kawanan belalang tadi ketika lihat Khoe cong
masuk kedalam goa itu tidak berani menerjang masuk

kedalamnya kalau begitu didalam goa itu ada musuhnya yang
sakti dan tak dapat dilawan-
Khoe cong untung besar, coba kalau tidak ada belalang
yang menalangi menjadi korbannya binatang tokek itu, pasti
ialah yang dijadikan mangsanya. Diam-diam Khoe cong telah
menarik napas panjang, merasa lega oleh karenanya
kemudian ia keluar dari goa itu.
Kong Soe Tek dan In Kie Seng pun sudah pada keluar dari
dalam goa berbahaya mereka berkumpul lagi dan berdamai
hendak kembali.saja dengan tangan kosong.
Mereka sekarang tidak berani menonjolkan
kesombongannya, karena dengan mata kepala sendiri mereka
menyaksikan bagaimana berbahayanya keadaan ditempat itu.
Dari pada jiwa melayang tanpa kepentingannya yang
menguntungkan, mereka lebih baik kembali saja dengan
tangan hampa, biarpun untuk itu mereka akan menjadi buah
tertawaannya orang banyak.
Meskipun demikian, masing-masing dalam hatinya sangat
menyesal tidak memperoleh batu Hwe giok. untuk dihadiahkan
kepada sijelita Kim Hong Jie.
Kakek Souw Kie Han yang telah menyaksikan semua
kejadian yang dialamkan oleh tiga pemuda itu, diam-diam
merasa tidak puas. Pikirnya. "Tempatku disini orang sudah
tahu tidak boleh dibuat sembarangan tapi tiga pemuda
brengsek ini apa- apaan datang mengacau kesini membuat
ketenangan menjadi terganggu oleh karenanya? Banyak
binatang-binatang berbisa penunggu tempat ini kena
dibinasakan oleh mereka, maka kalau mereka tidak dikasih
rasa, mana bisa?
Bagaimana nanti katanya orang luar, Kalau mereka dapat
kembali pulang dengan selamat. Tidak- aku mesti kasih contoh
untuk yang lain-lainnya, supaya mereka tahu keangkeran

tempatku. orang dapat datang tapi tak dapat kembali pulang
dengan selamat. Ha ha ha..."
Seram juga kalau tiga pemuda itu mendengar tertawanya si
kakek.
Souw Kie Han mengawasi perjalanan tigapemuda itu, yang
hendak kembali pulang ke- rumah nya Seng Eng.
saat itu matahari sudah mulai naik tinggi.
Keadaan dipadang pasir tampaknya menyilaukan, Khoe
cong dan dua kawannya melalui lagi padang pasir yang
dikatakan angker itu, mereka kelihatan tenang-tenang saja
dan menganggap akan selamat kembali menemui kawankawannya
di Seng-kee po.
Melihat tiga pemuda itu sudah mulai menginjak padang
pasir, Sou Kie Han yang mengawasi dari jendela kamar nya,
lantas mengulurkan tangannya memencet alat rahasia,
sebentar lagi terdengar teriakannya Khoe coe, yang
mendadakan dapatkan dirinya ambas ditelan pasir.
In Kie Seng kaget, tapi sebelumnya ia engah, bahaya apa
yang akan menimpali pada dirinya, ia juga tubuhnya amblas
ditelan pasir, hingga ia berteriak-teriak minta tolong juga tidak
ada gunanya.
Kong soe Tek melihat kejadian itu mukanya pucat seketika,
ia coba gerakkan kakinya untuk lari, tapi sang kaki tidak mau
menurut perintah hatinya, ia jatuh lemas dan ia juga
kemudian telah mengalami nasib serupa seperti dengan dua
kawannya kena dicaplok oleh pasir.
Meskipun mereka berontak keras, berusaha untuk keluar
dari pasir itu, ternyata tidak menolong balik, makin lama
mereka terbenam makin dalam, sehingga sebatas hidungnya.
Bukan main ketakutannya mereka, maka satu demi satu sudah
menjadi pingsan oleh karenanya.

Souw Kie Han yang menyaksikan itu semua lantas
perdengarkan suara ketawanya yang aneh lagi, kemudian ia
mengambil lima utas rantai kecil halus dan keluar dari kamar
batunya.
Lebih dahulu ia menghampiri sebuah goa dalam mana
kelihatan sudah ada dua sosok tubuh orang menggeletak
dalam keadaan pingsan-
Siapa mereka itu? Kiranya mereka itu bukan lain dari pada
Kim Hong Jie dan Co Goen Liang. Mereka tidak tahu
keadaannya si kakek yang terus merantai tangannya masingmasing
sambil menggerendeng sendiri.
"Ya, bukainya aku kejam, Tapi karena kalian datang
mengganggu ketenanganku, maka kalian boleh terima
hukuman ini untuk kelancangan kalian-..."
Setelah menyelesaikan tugasnya merantai dua orang itu
dan yakin mereka tidak akan bisa lolos dari dalam goa itu,
karena rantai itu diganduli sebuah gandulan yang luar biasa
beratnya, ia telah meninggalkan mereka menghampiri pada
tiga pemuda yang sedang pingsan, mereka pun dirantai
seperti dua yang lainnya tadi.
Rantai itu meski halus bentuknya, kuatnya bukan main,
terbuat dari baja murni tak mempan diputuskan dengan
pedang yang tajam bagaimanapun.
Sampai disini kita ajak pembaca menengok keadaan
dirumahnya Seng Pocu diwaktu malam.
Bulan sabit nampak sebentar muncul dan sebentar lagi
seperti selulup dibalik awan tebal, hingga keadaan menjadi
gelap.
Malam itu tampak nona Seng sedang berada ditaman
bunga yang terdapat dipekarangan belakang rumahnya.
Seng Giok Cin seperti tengah memikirkan banyak soal,
karena kelihatannya sebentar duduk termenung-menung,

sebentar berdiri jalan mundar mandir dan saban-saban
terdengar helaan napasnya.
Memang malam itu Seng Giok Cin dirundung banyak
pikiran,
Urusan ayahnya yang mengadakan pertemuan mengadu
silat dengan maksud tertentu, halnya Kim Hong Jie menempuh
bahaya bersama co Goen Liang pergi ketempatnya si kakek
aneh Souw Kie Han diluar tahunya Kim Pocu dan Seng Pocu
berdua, Bagaimana nasibnya dengan mereka masih belum
tahu.
Halnya tiga pemuda, yaitu berlomba hendak mendapatkan
sepotong batu kumala berapi untuk dihadiahkan kepada Kim
Hong Jie, masih belum ketahuan nasibnya mereka itu, apakah
mereka akan pulang dengan selamat atau salah satu
diantaranya menemukan halangan yang tidak diingini?
Yang paling membikin hatinya berdebar kalau ia ingat akan
penuturannya Kim Pocu tentang kematiannya Ho Tiong Jong
terkena senjata rahasianya ceng ciauw Nikow yang beracun-
Meski pada saat ia mendengar kabar itu tidak mengunjukkan
reaksi yang menyolok tapi diam-diam dalam hatinya hanya
tuhan saja yang tahu.
Ho Tiong Jong meski bukannya satu anak hartawan, satu
kongcu tapi tingkah lakunya yang polos dan jujur, serta
wajahnya yang cakap menarik membuat nona Seng tidak bisa
melupakannya, ia ingin menarik pemuda ini kedalam
komplotannya mau menggunakan tenaganya dalam usahanya
sang ayah yang hendak menjagoi dalam kalangan persilatan-
Akan tetapi ternyata pemuda itu ada keras hati dan menolak
keras ketika ia hubungi dan membujuknya. Anak muda itu
sekarang sudah mati, Apakah benar dia sudah mati?
Nona Seng masih menyaksikan anak muda itu pendek
umur, apalagi kalau ia ingat ketika bertemu dengannya, ia
kelihatan segar bugar.

Banyak pemuda-pemuda cakap dari tingkatannya, tidak ada
satu yang dapat merebut hatinya Seng Giok Cin. Tapi
terhadap Ho Tiong Jong sekali ia pernah ketemu dibawah
terang bulan ketika ia menyamar sebagai pemuda pelajar,
lantas hatinya sudah jatuh dan tak dapat melupakannya.
"Dia mati..." demikian ia berkata sendirian, ia terbengong
sesaat lamanya, kemudian terdengar pelahan napasnya .
Matanya yang jeli tiba-tiba melihat ada bayangan dibalik
pohon.
Diam-diam dalam hatinya berpikir, "Malam-malam begini
ada orang yang cari mampus."
Ia pura-pura tidak mengetahui ada orang di balik pohon itu
dengan maksud hendak mencekuk orang tadi.
Ketika si nona sudah datang dekat, orang itu berkelebat
dan sembunyikan diri lagi di balik pohon lain.
Diam-diam Seng Giok Cin merasa kaget juga, karena
kegesitannya orang itu ada diluar dugaannya, ia ragu-ragu
apakah ia sebentar berhasil mencekuk batang lehernya?
Ia masih tetap berpura-pura tidak mengetahui dan
menghampiri pohon dibalik mana orang itu mengumpat. Kirakira
dua tumbak jaraknya dari pohon itu, tiba-tiba Seng Giok
Cin membentak.
"Penjahat bernyali besar, jangan lari, nonamu akan bekuk
batang lehermu" berbareng ia melancarkan serangan kepada
orang itu, yang saat mana rapanya hendak melarikan diri lagi.
orang tahu dirinya diserang, orang itu berbalik dan
menyambuti serangan Seng Giok cin bukan enteng, sebab ia
mengerahkan tenaganya hampir delapan bagian, tapi heran,
orang ini menyambuti serangannya dengan seenaknya saja,
sedikitpun tidak bergeming dari tempat berdirinya.

"Penjahat, kau siapa?" tanya nona Seng, ketika melihat
serangan dahsyatnya tidak membawa pengaruh apa-apa.
Tapi orang itu tidak menyahut hanya lalu gerakkan kakinya
hendak lari lagi, Seng giok cin jadi sengit " orang jahat lihat
nonamu akan mengambil jiwa anjingmu" ia membentak.
berbareng melancarkan serangannya yang kedua kali dengan
tipu Pek-pok ciang-it atau Bangau putih mengibaskan
sayapnya."
Serangan ini ada berat, karena tenaga yang dikerahkan
oleh si nona hampir sepuluh bagian, tapi herannya, lagi-lagi
orang itu dapat menyambuti serangannya dengan seenaknya
saja. Malah kali ini ia membalas menyerang dengan
mengibaskan lengan bajunya yang mengeluarkan angin keras,
hingga si nona terpotong mundur.
Kesempatan ini digunakan oleh orang itu untuk enjot
tubuhnya melesat melarikan diri. Tapi si nona tidak tinggal
diam, ia mengejar dengan gesit sekali.
"Nona Seng, kaujangan salah paham. Kedatanganku
bukannya bermaksud jahat." demikian sinona mendengar
orang itu berkata, yang membikin seketika itu ia hentikan
mengejarnya dan orang itu pun lantas lenyap dari
pemandangannya. Nona Seng berdiri menjublek sekian
lamanya.
"dia, apa benar dia....?" akhirnya ia menanya pada diri
sendiri
seketika itu lantas terbayang pemuda tampan dan polos
didepan matanya. "kalau begitu dia tidak mati, oh, benar
barusan ada suaranya dia..."
Seng Giok Cin berkata-kata sendirian, ia seperti
mengenangkan seseorang dan orang itu pun bukan lain Ho
Tiong Jong adanya.

Memang orang tadi ada Ho Tiong Jong. Karena gelap dan
jaraknya pun ada sedikit jauh, maka Seng Giok Cin tak dapat
mengenali dengan tegas, Hanya dari suaranya ia kenali betul,
itu adalah suaranya Ho Tiong Jong, pemuda yang memikat
hatinya.
Dalam bengong memikir hatinya si pemuda tampan itu.
Seng Giok Cin kalang- kadang tampak menyungging
senyuman-
"Aku tidak sangsikan, benar dia... dia tidak mati..." kembali
terdengar si nona berkata kata sendiri, "Tapi, dia sudah
datang mengapa sudah lari lagi? Apa maksud kedatangannya
kesini."
Si nona jadi meragukan kelakuannya Ho Tiong Jong.
Tapi biar bagaimana, hatinya sudah merasa lega karena
kini seolah-olah ada angin mujijad yang menyapu
kedukaannya tadi, ia mengenakan akan kematiannya si anak
muda.
Perlahan lahan ia berjalan masuk kerumah dan didalam
kamarnya ia duduk termenung-menung. Tidak lama, ia
memeriksa keadaan kamarnya. Ia menduga jangan-jangan Ho
Tiong Jong sudah masuk kekamarnya, karena kedatangannya
anak muda itu kesitu tentu mencari dirinya.
Ketika matanya menyapu pada dinding tembok^ hatinya
berdebaran, karena disitu sudah tidak kelihatan lagi golok
pusakanya, sebagai gantinya ada secarik kertas menempel
disitu ia lalu menghampiri dinding itu dan jumput secarik
kertas tadi, yang ia baca bunyinya, "Nona Seng, aku harap
kau rela meminjamkan golokmu padaku, karena seperti kau
tahu, aku paling suka menggunakan senjata golok. Tapi ada
suatu hari, aku nanti akan kembalikan padamu dengan tidak
kurang suatu apa"
Meskipun secarik kertas itu tidak ada tanda tangannya,
Seng Giok Cin tahu bahwa itu ada tulisannya Ho Tiong Jong.

Kembali Seng Giok Cin bengong, secarik kertas ditangannya
tanpa dirasa telah diremas-remas, sejenak romannya tampak
seperti yang geregetan, Memang ia gemas pada pemuda
pujaannya itu, karena itu, karena dia datang dengan cara
sembunyi-sembunyi, tidak mau terang-terangan menemui ia,
yang sebenarnya ada kesempatan yang baik malam itu
mereka berjumpa dalam taman bunganya yang indah.
---ooo0dw0ooo---
XVII. LOLOS DARI TAHANAN.
MENGAPA Ho Tiong Jong tidak mau menemui Seng Giok
Cin?
Mari kita tuturkan keadaan pemuda itu, setelah ia diperiksa
oleh Kim Toa Lip dan co Tong Kang yang dianggapnya sudah
mati.
Dengan kecerdikannya Ho Tiong Jong tatkala itu telah
dapat melebihi dua tokoh kawakan dalam Perserikatan
Benteng Perkampungan- Ia sebenarnya tidak mati,
Tok kim-chi dari ceng ciauw Nikow sudah kena ia gigit,
kemudian dibuang kedalam air yang merendam dirinya, tanpa
dilihat oleh co Tong Kang yang terus menganggap bahwa
senjatanya si nikow mengenakan dengan telak pada mulutnya
Ho Tiong Jong, ia telah menggunakan kepandaiannya
istimewa untuk membikin dirinya tidak bernapas seperti orang
mati, kepalanya teklok dan tubuhnya lemas. Kalau saja ia
tidak dirantai pada tiang batu, terang ia bisa rubuh dan
tenggelam dalam air.
Kepandaian istimewa itu telah membuat Kim Toa Lip dan co
Tong Kang kena dikibuli mentah-mentah .
Tatkala ia melihat dua orang itu berlalu meninggalkan
dirinya, lantas ia menyelesaikan pekerjaannya mengikir rantai
dan tidak lama kemudian ia sudah merdeka. Kebetulan sekali

waktu ia bekerja itu tidak ada orangnya Seng Eng yang
melongok dirinya.
Bukan main girangnya Ho Tiong Jong setelah merdeka, ia
lalu berdamai dengan co Kang cay bagaimana mereka bisa
keluar dari "neraka" itu.
Si orang tua she co, yang mengetahui betul selak-beluknya
bangunan penjara air itu lantas menunjukkan jalan keluar,
yalah melalui got yang menyalurkan keluar air dalam penjara
itu kalau sudah tak diperlukan lagi.
Dengan mengikuti petunjuk co Kang cay tidak sukar Ho
Tiong Jong sudah dapat keluar dan penjara air itu dengan
melalui got tersebut.
Sampai diluar, ia girang dapat menyedot lagi hawa udara
yang segar.
Pikirnya, ia hendak menemui nona Seng, minta penjelasan
sebenarnya untuk apa ia di tahan dalam penjara air itu?
Keadaan waktu itu sudah malam.
Bulan sabit tampak selulup timbul saja di balik awan yang
tebal.
Dengan menggunakan kepandaiannya dalam sekejapan
saja ia sudah sampai di rumahnya Seng Eng, saat itu sudah
malam, tentu Seng Giok Cin berada dlkamarnya, ia mau pergi
kesana, tapi ia tidak tahu dimana letaknya.
Tiba-tiba sedang ia kebingungan dapat melihat ada pelayan
perempuan mendatangi kearahnya, ia cepat mengumpat
ditempat yang gelap. ketika pelayan itu datang dekat ia sudah
sergap dengan tiba-tiba.
Pelayan itu hendak berteriak. tapi keburu diancam oleh Ho
Tiong Jong akan dibunuh kalau berani beterlak. maka ia jadi
ketakutan setengah mati dan minta ampunTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dari mulutnya pelayan itu Ho Tiong Jong dapat tahu
dimana letak kamarnya nona Seng, maka setelah menotok si
pelayan itu jangan dapat bergerak. Ia lantas pergi ke kamar
Seng Giok Cin-
Dari jendela yang terbuka ia mengintip. ternyata di dalam
tidak ada nona Seng. Kemana dia? Demikian tanyanya dalam
hati.
Matanya tiba-tiba memandang pada golok pusaka yang
tergantung didinding dekat tempat tidurnya sinona. Hatinya
sangat ketarik, maka tanpa dirasa ia sudah manjat dan masuk
kedalam melalui jendela tadi.
Dalam kamar keadaannya sangat mewah perabotannya,
bau harum menusuk kehidung-nya, hingga Ho Tiong Jong
menghela napas, kapan mengingat nasibnya yang buruk.
Ia ambil golok yang menarik hatinya itu lalu dihunusnya
dan ia dapat kenyataan itulah ada golok pusaka yang luar
biasa tajam.
Mengingat dalam perjalanannya ia memerlukan golok.
maka ia menulis di sepotong kertas dan ditempelkan sebagai
gantinya dimana golok tadi tergantung, ia percaya Seng Giok
Cin tidak akan marah goloknya itu dipinjam, mengingat tempo
hari si nona dengan suka rela telah menghadiahkan
kepadanya golok berikut kudanya sekali untuk ia pesiar
dipegunungan Hui cui-san.
Ia keluar lagi dengan pikiran masgul tidak menemui si
jelita.
Tiba tiba ia lewat di taman bunga ia nampak ada bayangan
orang yang sebentar duduk dan sebentar berdiri, jalan
mundar-mandir dengan saban-saban menarik napas seakanakan
ada yang dipikirkan dalam-dalam oleh orang itu.
Kapan ia datang lebih dekat, kiranya orang itu ada Seng
Giok Cin sendiri, yang justeru ia sedang cari. Apa itu yang

sedang dipikirkan oleh si nona ia tidak tahu, ia hendak
menghampiri dan menegur, tapi tiba-tiba dalam otaknya
berkelebat suatu pikiran yang mencegah ia berbuat
sebagaimana dimaksud semula.
Ia jadi menghela napas dengan diam-diam, Kenapa Ho
Tiong Jong tidak berani menemui nona Seng.
Itulah karena pemuda itu pikir, percuma saja, ia banyak
bicara, karena tokh jiwanya bakal binasa dalam satu dua
malam ini karena pengaruh racun Tok-kay.
Ia tahu si nona ada menaruh hati padanya, ia tahu si nona
sangat memperhatikan diri- nya, akan tetapi ia takut bicara
terus terang pada nona Seng tentang dirinya terkena racunnya
Tok-kay, karena ia tidak mau membikin orang berduka
hatinya.
oleh sebab itu, ia jadi mengumpet dibalik pohon mengawasi
gerak-geriknya nona Seng, sehingga perbuatannya itu
dipergoki dan terjadilah saling serang seperti dituturkan di
sebelah atas.
Ho Tiong Jong setelah meninggalkan Seng Giok Cin, lantas
masuk pula kedalam penjara air melalui saluran dari mana ia
semula keluar. Mukanya berseri-seri, tampaknya ia seperti
kegirangan-
Ho Tiong Jong girang? Memang benar, anak muda itu
kegirangan, karena ia sekarang sudah mempunyai golok
pusaka miliknya keluarga Seng.
Dengan golok ini, pikirnya ia dapat menggempur kamar
tahanan Co Kang Cay dan menolong keluar orang tua itu
untuk diajak ke kota Yangclo melihat bangunan gununggunungan
yang aneh yang riwayatnya sangat menarik
hatinya.
Pikirnya, kalau saja ia ada jodoh bisa mendapatkan dua
benda ajaib itu yang berupa baskom gaib dan patung kumala

hangat si cantik, ia selainnya menjadi seorang wangwee
(hartawan) yang dermawan, juga ilmu silatnya akan mendapat
kemajuan dan mungkin sukar mendapatkan tandingannya.
Demikianlah, dengan penuh pengarapan ia telah mulai
menggempur batu kokoh yang mengurung Co Kang cay
didalamnya, Perlahan tapi tentu ia sudah bisa membobok
tembok batu yang konon yang kuat itu berkat bantuan golok
pusaka, akan tidak lama kemudian Ia sudah dapat membikin
sebuah lubang dan masuk kedalamnya.
Disitu ia dapatkan siorang tua sedang rebah, parasnya
mengunjukkan ketakutan-"Aaaa, lopek" kata Ho Tiong Jong,
"akhir nya aku dapat masuk juga kekamarmu."
"Tapi, ah, kau..." orang tua itu terputus bicaranya.
"Kau kenapa lopek?" tanya Ho Tiong Jong.
"Tapi, kau sebenarnya tidak seharusnya membongkar
kamar tahananku, nanti kalau Seng Pocu tahu, celakalah
diriku."
"Dari sebab itu, kita harus lekas-lekas dapat keluar dari
sini" jawab Ho Tiong Jong "mari, kita lekas keluar."
"Tiong Jong, mana dapat kau berbuat begitu, aku sudah
tua, tak ada gunanya sekalipun kau dapat menolongnya
keluar. Umurku juga sudah tidak seberapa lagi, Paling celaka,
manakala aku nanti kena ditangkap lagi diriku akan disiksa,
Seng Eng tentu tidak akan membiarkan aku pergi, ia akan
mencarinya sampai dapat."
"Lopek, kau jangan banyak berpikir kesitu. Bukankah kau
pernah berkata bahwa satu waktu kau ingin melihat lagi
sinarnya matahari?" orang tua itu terdiam.
"Lopek. disana diluar kamar tahanan ada menantikan
matahari yang akan menyinari dirimu lagi. Dua puluh tahun
kau dikeram disini tanpa dapat melihat lagi sinar matahari pagi

dan sore, tidak heran kalau kau sangat merindukannya,
bukan?" Kembali co Kang Kay tidak memberikan jawabannya.
"Kau tidak mau ikut aku menyingkir dari neraka dunia ini?"
tanya Ho Tiong Jong. co Kang cay geleng geleng kepala, "Aku
takut, betul-betul aku takut..." katanya.
"Baiklah, kalau begitu peryakinanmu yang sudah dua puluh
itu akan percuma saja. Pengharapanmu selama duapuluh
tahun itu akan sia-sia..."
"Hai, urusan apa yang kau maksudkan ?" menyelak si
orang tua.
"Ha ha ha, lopek, apa kau sudah lupa tempo hari ada
berkata padaku, bahwa kau ingin melihat itu bangunan
gunung-guuungan yang mengandung rahasia ajaib? Apa
bukannya kau yang tadi berkata, bahwa kau sudah yakin akan
dapat memecahkan jalanan rahasia di-sana menurut theorimu
yang sudah kau yakinkan banyak tahun itu ?"
"Kau maksudkan guuung-gunungan dikota Jang co ?"
"Bagus kalau kau masih ingat."
Co tiang cay tergerak batin ya, Memang ia berpengharapan
ada satu waktu ia bisa keluar dari tempat tahanan itu dan
mengunjungi bangunan aneh itu untuk membuktikan apakah
theorinya betul akan mendapatkan jalanan rahasia masuk
kedalamnya gunung-gunungan itu yang membawa riwayat
aneh luar biasa, ia ingin pergi kesana, hatinya gembira, tapi
lantas padam lagi kegembiraannya itu bila mengingat keadaan
dirinya waktu itu.
Ia jadi menghela napas dengan paras lesu, "Lopek, kau
kenapa berduka?" tanya Ho Tiong Jong.
"Kau tidak tahu, Tiong Jong meskipun aku dapat keluar dari
sini, cuma membikin kau berabe saja, sebab aku sekarang
sudah tidak bisa bergerak leluasa seperti dahulu, Lengan
tangan dan kakiku rasanya susah digerakan, ah...,. . nasib."

Orang tua itu sangat berduka, ia seperti kepingin nangis,
tapi air matanya sudah kering.
Maka hanya terdengar beberapa kali ia menghela napas.
"Lopek. kau jangan kesal." menghibur Ho Tiong Jong, "aku
sanggup membawa kau keluar dari sini."
"Tiong Jong, kau sangat berbudi. Semoga Allah selalu
melindungimu....." kata co Kang cay dengan penuh rasa
terima kasih.
Perlahan-lahan ia bangkit dari rebahannya dan coba berdiri,
sebelum ia mencoba kakinya untuk berjalan, Ho Tiong Jong
sudah menyamber tubuhnya dan dibawa keluar dari kamar "
neraka" itu.
Sambil menggendong co Kang cay, pemuda yang berbudi
luhur itu, jalan sepanjang got untuk membuang air, yang
cukup luas untuk mereka lewat tanpa mendapat halangan
apa-apa.
Tiba-tiba mereka mendengar dari arah depan ada kaki
orang berjalan masuk. Mereka jadi kaget, siapakah orang itu?
ia bukan lain dari Seng pocu yang gedang muncul sendiri.
Seng Eng ketika mendapat laporan dari co Tong Kang,
bahwa mayatnya Ho Tiong Jong dilarikan orang dalam hati
sangat cemas, Maka lantas pergi kekamar bukunya dan dari
tempat yang rahasia ia mengambil keluar segulung peta dari
bangunan penjara air. ia meneliti dengan seksama jalanannya
saluran air itu sampai dimana ternyata sampai dibelakang
rumahnya di kebun bunga.
Lalu dari ini ada lagi jalan melalui satu tutupan dari besi
yang dapat terbuka dan tertutup sendiri, yalah jikalau air
dalam kamar tahanan meluap dapat mendorong itu tutupan
menjadi terbuka, jikalau sedang air surut tutup itu tertutup
sendirinya.

Dilihat dari keadaan dua jalan membuang air, itu yang
tersebut duluan adalah jalanan yang paling gampang
ditempuh untuk orang melarikan diri dari penjara air.
Meskipun demikian menurut pikirannya Seng pocu adalah
tidak gampang diketahui oleh orang orang tawanan, jikalau
tidak mengetahui dengan betul jalanan itu, yang memang ada
dirahasiakan-
Pembangunan jalanan air itu Seng Eng telah borongkan
pada satu pemborong she le, tapi orang ini bersama-sama
anak buahnya setelah selesai membikin saluran rahasia itu
telah dibunuh mati semuanya, inilah tindakan kejam, tapi
Seng Eng anggap itu ada satu keharusan ia lakukan untuk
menutup rahasia jalanan itu jangan sampai diketahui oleh
orang luar.
Orang shw ie itu sudah mati, tapi sekarang bagai mana
orang dapat mengetahui jalanan rahasia saluran air itu? Seng
Eng jadi bingung. orang-orang penting dari "Perserikatan
Benteng Perkampungan" memang mengetahui hal itu, akan
tetapi mereka semua sudah bersumpah untuk tidak
membocorkannya.
Seng Eng mengingat akan kawan-kawannya yang
mengetahui hal itu, hatinya timbul ragu-ragu, apakah
diantaranya ada yang mengingkari sumpahnya?
Maka pada malam itu, setelah ia memeriksa peta tersebut,
lalu mengambil senjatanya ci Jit pian (cambukjari matahari),
suatu senjata cambuk pusaka dari keluarga Seng, panjangnya
satu tumbak, besarnya sebesar jari kelingking, bersinar
berkilauan- Pada ujung pegangannya diperlengkapi dengan
dua puluh dua butir mutiara merah sebesar senjata
rahasianya.
Dengan membekal senjata pusaka ini, Seng Eng telah bikin
pemeriksaan dan masuk juga kedalam lobang got, dimana

secara kebetulan ia sudah berpapasan dengan Ho Tiong Jong
yang sedang hendak keluar melalui jalanan itu.
Ho Tiong Jong telah turunkan co Kang cay dari
gendongannya, lalu menghunus goloknya untuk siaga
menghadapi kemungkinan.
Berdua telah mencoba untuk sebisa- bisa menahan
napasnya, jangan sampai terdengar oleh orang disebelah
depan, tapi apa mau telinganya Seng Eng sangat tajam, suara
tarikan napas mereka tidak terlolos sebagaimana yang diharap
oleh merek berdua. Dengan pelahan-lahan Seng Eng jalan
menghampiri mereka.
Ho Tiong Jong cepat menggendong co Kang cay balik
masuk. kemudian mengumpat dibalik kamar tahanan-
Sebentar lagi tampak Seng Eng sudah lewat didepannya.
siapa lantas melakukan pemeriksaan didalam situ, justeru
kesempatan ini digunakan oleh Ho Tiong Jong untuk lari
nerobos melalui got tadi lagi.
Gerakannya tidak terluput dari perhatian nya Seng Eng,
sebab ia lantas balikkan tubuhnya dan menguber. Ho Tiong
Jong sudah berada diluar, Seng Eng juga cepat sudah
menyusulnya .
"co lopek, kau tunggu sebentar, aku akan tempur
padanya,." kata Ho Tiong Jong, sambil turunkan orang tua
dari gendongannya dibawah sebuah pohon-Sebentar lagi Seng
Eng sudah berada didepannya, membentak dengan suara
keras "Hei, siapa kau, berani mati masuk bikin onar
ditempatku ?"
Matanya berbareng melirik pada co Kang cay, hatinya
sangat mendelu, sebab pemuda didepannya ini rupanya
hendak membawa lari pada orang she co yang ia sudah
kurung selama dua puluh tahun lamanya

Seng Eng tidak mengenali Ho Tiong Jong yang mukanya
kotor hitam.
Memang sengaja Ho Tiong Jong bikin mukanya yang
tampan dilapis dengan lumpur, supaya orang tidak mengenali
dirinya, yang dianggapnya sudah mati Bentakan Seng Eng tak
mendapat jawaban
Tentu Seng Eng Pocu menjadi marah, ia belum pernah
mendapat sambutan acuh tak acuh dari seseorang yang
ditegurnya. Maka ia lalu menyerang dengan angin kepalannya,
tapi pemuda itu dengan seenaknya saja telah mengegos dan
serangan Seng Eng telah mengenai sasaran kosong.
Kembali Seng Eng melancarkan serangan hebat, tapi juga
seperti yang pertama tidak mendapatkan maksudnya. Hal
mana membikin jago benteng Seng kee-po itu menjadi heran
lawannya hanya mengandalkan kegesitannya sudah dapat
mengegoskan dua serangannya ya tidak sembarangan orang
dapat meloloskan diri dari pukulannya itu
Mengetahui lawanan berat, maka Seng Eng keluarkan
cambuknya yang dibuat andalan dalam hidupnya malang
melintang di rimba persilatan
Lawannya telah mengeluarkan goloknya yang berkilauan
kena kesoroti rembulan.
Hatinya Seng Eng terkejut, karena ia seperti mengenali
golok itu ada golok miliknya yang tergantung dalam
kamarputerinya.
"orang liar, lekas katakan, kau dapat curi darimana golok
itu?" ia membentak.
Tapi lawannya tidak menjawab, hanya menyerang dengan
senjatanya, hingga Seng Eng sangat mendongkol, ia pun
lantas gerakkan senjata cambuknya, hingga lawan itu dalam
sekejapan saja sudah bertarung ramai sekali.

Co Kang cay menonton dibawah pohon dengan hati kuatir,
diam-diam ia berdoa supaya Tiong Jong diberi kekuatan dapat
mengalahkan Seng Pocu yang kejam.
Ho Tiong Jong membikin bingung lawannya, sebentar ia
mainkan tipu-tipu serangan keluaran Hoa-sanpay, lalu Siauwlim-
pay, kemudian Bu tong-pay. Terutama permainan golokkeramatnya
yang membikin Seng Eng sangat kagum.
Dari mana datangnya anak liar ini? Demikian diam-diam
Seng Eng menanya pada diri sendiri, sementara itu serangan
yang gencar dari pihak lawan yang menggunakan tenaga im
(lemas) dan yang (keras) membuat Seng Eng tak tetap
menyerang dengan senjata cambuk pasakanya.
Sebagai sat ujago kawakan, yang sudah mempunyai nama
dalam kalangan kangouw, terang Seng Pocu tidak mau
mengalah terhadap lawannya yang masih sangat muda. Tapi
bagaimana juga ia ngotot, kenyataannya ia bukan tandingan
sang lawan-
Beberapa kali goloknya lawan hendak mampir ditubuhnya,
akan tetapi tidak jadi, rupanya sang lawan seolah-olah
menaruh belas kasihan-
Perbuatan mana bukannya tidak diketahui oleh Seng Eng,
maka juga diam-diam hatinya mulai gentar menghadapi
lawannya yang lihay. Sebenarnya, baru kali ini ia menghadapi
lawan berat.
Satu kali cambuknya sudah dapat mendekati tubuh lawan,
tapi goloknya musuh ada sangat cepat dengan satu sontekan
yang oleh ujung golok, senjatanya Seng Eng telah dibikin
terbang melayang-layang.
Seng Eng kaget, cepat ia melesat menyambuti cambuknya,
kemudian ia hadapi lagi pemuda lihay itu. ia sebenarnya
keder, tapi sebagai satu jago kenamaan ia tidak mau
menyerah kalah mentah-mentah.

Apalagi hatinya sangat panas bila melihat co Kong cay
pikirnya, kalau bisa ia akan membunuh dua orang itu.
Kembali pertempuran telah berlangsung dengan ramai
sekali.
Cambuknya Seng Eng menari dan mengurung Ho Tiong
Jong, akan tetapi anak muda itu dengan tenang putar
goloknya yang tajam.
Sungguh indah sekali kelihatannya dua senjata itu
dimainkan oleh dua orang yang mahir menggunakannya.
Dua-dua mengeluarkan ilmu serangannya yang hebat,
maka tidak heran kalau kejadian itu telah membikin co Kang
cay melongo, sekalipun ia sebenarnya tidak tahu apa-apa
dalam hal ilmu silat, Hatinya merasa lega, karena melihat
"jagonya" seperti berada diatas angin.
Meskipun cambuknya Seng Eng mengulung, tidak dapat
berbuat banyak. Tubuhnya Ho Tiong Jong sangat gesit, ia
pergi datang menyingkir dari sabetan pecut yang lihay,
sementara goloknya berkelebatan seolah-olah malaikat elmaut
hendak meminta korban, Berbagai tipu silat simpanan sudah
dikeluarkan oleh seng Eng, tapi tetap lawannya yang masih
sangat muda dapat melayaninya dengan bagus sekali. "
celaka?" Demikian ia menghela dalam hatinya.
Ia kerahkan seluruh tenaganya untuk mendesak mundur
lawannya, kemudian merogoh sakunya mengeluarkan senjata
rahasianya sebuah mutira merah sebesar buah lengkeng,
dengan mana ia menyambit.
Mutiara merah ini mengenakan dengan jitu pada dadanya si
anak muda, akan tetapi heran, lawannya tidak rubuh. Malah,
sekali ia bersiul nyaring lantas menyambar tubuhnya co Kang
cay dibawah lari terbang.
Seng Eng kaget betul-betul, ia jadi bengong sejenak.
Hatinya mulai jerih dangan tiba-tiba itulah tidak heran, karena

Seng-Eng selama menjagoi dalam kalangan rimba persilatan
senjata gelapnya itu belum pernah meleset kalau ia gunakan,
korbannya akan rubuh dengan luka berat paling sedikit kalau
tidak binasa seketika itu juga.
Tapi kali ini korbannya yang terkena jitu senjata rahasianya
itu tidak apa apa, malah dapat melarikan diri demikian
gesitnya, siapa yang tidak jadi kaget oleh karenanya?
Tapi ketika Ho Tiong Jong sudah berada tiga tumbak
jauhnya, ia baru sadar dan paksakan menguber, cuma saja
mengubernya tidak sungguh karena direm oleh perasaan takut
kalau-kalau pemuda itu balik lagi dan menempur dirinya
dengan kesudahan ia menjadi pecundangnya .
Setelah mengejar melewati beberapa tikungan, Seng Eng
hentikan kakinya, ia tidak mau spekulasi dengan jiwanya, apa
lagi kalau ingat tempat rahasia dari mana ia mengeluarkan
peta saluran air d ipenjara air itu masih belum ia tutup rapih.
Oleh karenanya, ia balikkan tubuhnya dan kembali ke kamar
bacanya, dimana ia menutup rapih-rapih tempat rahasia itu.
Setelah ia mengasoh sebentaran, lalu pergi keruan-gan
tempat berkumpul.
Ia menyuruh orangnya untuk panggil beberapa kaki
tangannya dan sebentar lagi dalam ruangan itu sudah
berkumpul PekBoe Taysu, Kim Toa Lip. co Tong Kang, Ban
Slong Tojin, song Boe Kie, dua saudara oet-ti dan co Goen
Tiong.
Rapat kilat ini membikin mereka heran, tapi mengerti Seng
Kee Po sudah kedatangan musuh kuat, makanya Seng Pocu
demikian repot kelihatannya.
Apa yang mereka duga memang tak salah, ketika sebentar
lagi Seng Eng menerangkan adanya seorang pemuda yang
lihay telah melarikan orang tawanan yang sudah dua puluh
tahun lamanya ditahan dalam penjara air.

Ia bicara sengit dan minta supaya mereka dengan sungguh
bikin penjagaan dan menangkap orang yang mengacau itu.
"Dia sangat lihay, meski orangnya masih sangat muda.
Maka, kalau orang begini memusuhi kita dan tidak dapat
dibekuk siang-siang niscaya kedudukan kita akan ambruk oleh
karenanya, Maka itu, aku minta sekali lagi, haraplah sekalian
saudara dengan sepenuh hati menjaga benteng kita dan
menangkap padanya."
Demikian Seng Eng tutup bicaranya, ia tidak menceritakan
yang ia barusan sudah bertanding dengan pemuda itu dan
hampir menjadi pecundangnya.
Diantara mereka tidak ada yang majukan pertanyaan apaapa,
hanya menerima perintah dan melakukan penjagaan
terpencar.
Setelah mereka berlalu, Seng Eng tinggal termenungmenung
sendirian-Terdengar beberapa kali ia menghela
napas.
"Ayah." tiba-tiba ia mendengar suara halus menyelusup
dalam telinga. Itulah suara puterinya, yang masuk keruangan
menghampiri padanya. Seng Eng hanya mengawasi puterinya
tidak mengucapkan apa-apa.
"Ayah, kau sudah mengadakan sidang kilat malam-malam
begini apa sebenarnya yang telah terjadi ?" si nona menanya
dengan laku yang sangat manja.
Sang ayah tinggal membisu, seolah-olah ingatannya masih
belum kumpul.
"Ayah, mengapa kau sampai begitu terpengaruh ?"
"Giok-jie. kau . . . kau . . ."
"Kau apa? Ada apa dengan giokjie ?"
"Kau tidak tahu, benteng kita sudah kemasukan satu
pemuda yang lihay ilmu silatnya. Dia sudah menculik co Kang

cay, tawanan kita yang sudah dua puluh tahun lamanya
sungguh celaka sekali, kalau co Kang cay dapat meloloskan
diri dari sini. ia tahu banyak tentang keadaan benteng kita,
kalau ia membocorkan pada musuh kita dengan mudah
mereka dapat membuat bentengan kita ambruk
pertahanannya dan ludeslah sekali angan-angan kita untuk
menjadi jago dalam rimba persilatan-"
"Ayah, bagai mana kau tahu pemuda itu sangat lihay?" si
nona memotong.
"giok-jie, benar-benar dia sangat lihay, cambuk ayahmu
yang telah mengangkat namaku dalam rimba persilatan tidak
ada gunanya dihadapkan kepadanya, malah.... malah senjata
rahasia ayahmu mutiara merah yang ampuh luar biasa tidak
mempan menembusi dadanya yang terkena telak betul, Ah,
dia.... dia memang lihay..." Seng giok cin bingung juga melihat
kelakuan ayahnya.
Adatnya sang ayah sangat angkuh, tidak gampanggampang
memuji kepandaian orang.
Kalau kini ia sampai memiiji-muji demikian rupa, sudah
tentu pemuda itu bukan main lihaynya.
"Apa pemuda itu bukannya dia?" ia tanya dirinya sendiri.
Sedang pikirannya melayang layang, tiba-tiba dibikin kaget
oleh pertanyaan ayahnya.
"Giok-Jie, aku ada mencurigakan senjatanya."
"Senjata apa dia gunakan?"
"Golok pusaka .... kita..."
"Ayah..." hanya ini yang keluar dari mulutnya yang mungil,
dadanya berdebaran seketika itu, parasnya yang pucat agak
kemerah-merahan-
Sang ayah menatap parasnya sang putri sekian lama,
hingga Seng Giok cin tundukan kepalanya.

"Betulkah itu golok pusaka kita?" tegurnya.
" . . . mungkin. . . " jawabnya perlahan.
Puterinya yang biasa lancar bicara dan sangat tangkas
mengatur sesuatu urusan, kini kelihatan agak gugup seolaholah
yang mempunyai kesulitan, membuat Seng Pocu menjadi
heran dan mau mendesak puterinya tapi urung ketika satu
pikiran berkelebat dalam otaknya.
Kalau melihat kelakuan pemuda lihay itu dan anaknya
sekarang, seperti ada mempunyai hubungan apa-apa yang ia
tidak tahu.
Tadi ketika ia bertempur, beberapa kali goloknya si pemuda
hampir berhasil melukai dirinya, tapi heran tidak diteruskan,
seolah-olah sengaja tidak ingin melukainya.
Kalau benar-benar pemuda itu bertempur dengan maksud
membunuh, tadi rasanya tidak sukar mengambil jiwanya,
Mungkin pemuda itu ada memandang pada dirinya, maka
telah mengasih kelonggaran yang tidak diduga-duga.
Seng giok cin ada puteri tunggalnya, ia sangat sayang pada
si nona yang otaknya sangat cerdik dan banyak akalnya, Maka
melihat anaknya seperti mempunyai kesukaran untuk
menuturkan kepadanya soal golok pusaka itu, ia tidak mau
mendesak lebih jauh, hanya simpangkan pembicaraan kelain
jurusan.
"Sudahlah Giok-jie mari ikut aku membantu mereka
menangkap pemuda itu." kita Seng Eng, sambil berbangkit
dari duduk nya dan berjalan keluar diikuti oleh seng Giok Cin
dengan tundukkan kepala.
Selama mengikuti ayahnya, pikirannya terkenang pada
pemuda pujaannya.
Ia tidak mengira sama sekail, kalau Ho Tiong Jong ada
mempunyai kepandaian yang tinggi, dapat mengalahkan

ayahnya yang tersohor mempunyai kepandaian jarang
tandingannya.
Barusan, ketika bertempur dengan Ho Tiong dengan acuh
tak acuh memberikan perlawanannya. Sebab kecuali anak
muda itu memang tidak bermaksud jahat padanya, juga
menang benar-benar kepandaiannya telah meningkat diluar
dugaannya. Tapi kenapa Ho Tiong Jong tidak mau
menemuinya.
Pertanyaan ini adalah yang mengaduk dalam otaknya.
Ia paham Ho Tiong Jong tentu mengerti bahwa ia ada
mencintai padanya, tapi kenapa pemuda itu tidak terangterangan
menemui padanya? Malah ia sudah menculik Co
Kang Cay hendak dibawa keluar benteng, apakah maksudnya
itu?
Rupa-rupa pertanyaan mengaduk dalam otaknya akan
tetapi sulit ia dapat memecahkannya, Tindakkannya pemuda
she Ho itu seolah-olah merupakan teka-teki yang sukar
ditebaknya.
Kini ia dihadang oleh jago-jago kenamaan, apakah Ho
Tiong Jong dapat meloloskan diri sambil membawa beban
yang berupa dirinya Co Kang Cay.
Seng giok cin baru tersadar dari lamunan nya ketika
mendengar ayahnya berkata.
"giok Jie, kau menjaga disini. Awas jangan kasih dia lolos,
Kalau mereka lolos berarti membahayakan pada kedudukan
kita, kau mengerti?"
"Aku mengerti ayah" jawab si nona seperti yang masih
linglung.
Dengan cepat Seng Eng sudah melesat ke lain jurusan dan
menghilang ditempat gelap.

Tempat yang ditugaskan untuk Seng giok cin juga adalah
jalanan penting untuk orang dapat keluar dari Seng Kee Po.
Meskipun ia mencurigai anaknya, tapi Seng Eng percaya
puterinya tak akan menghianati ayahnya sendiri.
Kita kembali melihat Ho TioagJong, Pemuda itu setelah lari
meninggalkan Seng Eng atas petunjuk co Kang cay telah
mengumpat dalam satu bangunan di bawah tanah
Sebelumnya masuk ia turunkan co Kang cay dari
gendongannya dibawah suatu pohon yang rindang,
Ia memeriksa goloknya, diam diam ia merasa terkejut
ketika melihat goloknya gompal karena tadi dipakai menahan
senjata rahasianya Seng Eng.
Ia mengerti hebatnya senjata rahasia mutiara merah itu,
kalau saja tidak golokrya barusan yang menalangi merangkis
nya, jiwanya tentu bisa melayang saat itu.
"Lihay .... " ia menggerendeng sambil menghela napas.
Pikirnya mengalami bahaya maut tadi tidak sampai mati,
apakah nasibnya tidak jadi mati karena racunnya Tok kay
didalam tubuhnya?
Setelah sekali lagi ia menghela napas lalu pondong tubuh
co Kang cay masuk kedalam bangunan rahasia tadi, dimana
mereka sembunyi untuk sementara waktu dari kejarannya
Seng Eng, setelah mengasoh beberapa lama, Ho Tiong Jong
ajak Co Kang Cay ke luar lagi, supaya malam itu juga mereka
bisa meloloskan diri dari kekuasaannya Seng Eng dan kawankawannya.
Tapi ia tidak jadi keluar mengambil jalanan masuk tadi,
karena ketika ia mengintip keluar mendapat lihat ada si muka
merah Kim Toa Lip yang sedang menjaga.
"Lopek, bagaimana sekarang kita bertindak? Semua tempat
rupanya sudah dijaga oleh orang orang kuat dari Seng Kee Po,

apakah lopek tidak punya jalanan lain untuk kita keluar dari
sini dengan selamat?" tanya Ho Tiong Jong Co Kang Cay.
"Tiong Jong, kau jangan kuatir. Masih banyak jalanan untuk
kita bisa keluar dari sini dengan selamat," jawab sikakek
lumpuh.
Hatinya Ho liongJong lega mendengar perkataannya sang
kawan tua.
"Bagus," katanya,"kita berusaha, kita mencoba, bagaimana
juga harus kita berhasil meninggalkan tempat terkutuk ini."
Mereka lalu pergi ke lain bagian keluar, disini baru saja Ho
Tiong Jong menongolkan kepalanya lantas melihat ada dijaga
oleh seorang yang bersenjatakan bendera segi tiga.
Sipemuda kenali ia ada Co Tong Kang, salah satu orang
lihay dalam Perserikatan Benteng perkampungan yang ia
saksikan sendiri kepandaiannya ketika Co Tong Kang
bertempur dengan Ceng Ciauw Nikow. IA kembali pada Co
Kang cay dan berkata padanya.
"Lopek jalanan ini juga tidak aman- Diluar ada dijaga oleh
Co Tong Kang, sulit kita melewatkan dia tanpa ada
pertempuran yang hebat." Co Kang cay berpikir sejenak.
kemudian ia berkata.
"Masih ada jalanan lain, entah disana dijaga oleh siapa,
mari kita kesana ?"
Ho Tiong Jong lalu pondong lagi si kakek jalan mengikuti
jalanan yang berbiluk-biluk, kemudian ia letakkan si kakek dan
ia sendiri menghampiri tutup lubang yang merupakan pintu
jala n keluar untuk mengintip siapa yang jaga disitu.
Hatinya tiba-tiba berdebar, karena ia melihat satu
bayangan kecil langsing yang sedang menjaga dibagian itu. ia
bukan lain tentu nona Seng, pikirnya.

Harapan dapat lolos dengan mendadak muncul dalam
otaknya, ia paham akan besarnya cinta Seng giok cin atas
dirinya, maka ia percaya si nona tidak ingin melihat ia
mengalamkan kesulitan dan tentu akan memberi jalan
kepadanya untuk keluar dari tempat itu. ^
Maka tanpa ragu-ragu ia telah gendong co Kang cay diajak
keluar dari bangunan dibawah tanah itu, Ketika ia hendak
menghampiri sinona telah dibikin merandek melihat ada
bayangan seseorang yang mendatangi menghampiri si nona,
cepat-cepat Ho Tiong Jong menyelingkar dibalik pohon besar.
Terdengar orang tadi berkata. "giok-jie, apakah kau tidak
melihat apa-apa?"
”Ah, dia Seng Pocu” pikir Ho Tiong Jong dibalik pohon-
"Tidak. ayah." jawab si nona ringkas.
"Hati-hatilah kau menjaga, jangan sampai bocah itu lolos
membawa co Kang cay. Aku banyak urusan mengontrol tidak
lama-lama menemani kau. Nah, perhatikan apa yang ayahmu
kata barusan-.."
Omongannya belum habis, orangnya sudah lompat melesat
menghilang dari pemandangan-
Diam-diam Ho Tiong Jong bersyukur dirinya tidak sampai
dipergoki oleh kepala benteng yang kejam telengas itu.
Setelah keadaan sudah aman untuk ia menghampiri si
nona, maka dengan perlahan-lahan sambil menggendong Co
Kang Cay ia datang pada Seng Giok Cin-
Nona Seng terkejut melihat seseorang dengan
menggendong orang datang menghampiri padanya tapi lekas
hatinya menjadi tenang lagi ketika mengetahui bahwa orang
itu bukan lain ada Ho Tiong Jong.
Ia menanti serangan Ho Tiong Jong, tapi heran pemuda itu
tidak menyerang, sebaliknya malah mendekati padanya dan
berkata, "Nona Seng, aku mohon kemuliaan hatimu supaya

memberi jalan lolos kepada kami, untuk pertolongan mana
kami seumur hidup tidak akan melupakannya . "
Seng Giok Cin hatinya berdebaran mendengar suara itu
yang ia kenali betul.
"Hai, kau ini siapa?" si nona pura-pura menanya.
"Aku Ho Tiong Jong," jawabnya.
"Hai, bukan Ho Tiong Jong sudah mati?"
"Giam-lo ong masih belum mau menerima aku."
Si nona menekap mulutnya yang mungil menahan
ketawanya mendengar jawaban Ho Tiong Jong yang lucu.
"Nona Seng, aku harap sekali pertolonganmu itu," kata pula
si pemuda, yang jadi mesem melihat kelakuannya si nona
terasa geli sambil menekap mulutnya. Tiba-tiba ia rasakan
tangannya dicekal si nona.
"Tiong Jong, "kata si nona, "kau ini bukankah sudah mati
dibawah senjata rahasianya ceug ciauw Nikow yang dinamai
Tok kim-chi? cara bagaimana kau bisa hidup. Selain dari itu,
apa maksudmu kau hendak pergi dari sini dengan membawabawa
orang tua ini?" sambil menunjuk pada co Kang cay yang
digendong. "Tidak. malam ini juga kau harus datang
dikamarku."
Ho Tiong Jong terkejut, Dalam hatinya berpikir kalau ia
tidak menurut permintaannya si nona, sudah pasti ia tidak bisa
keluar dari situ, Untuk dirinya sendiri tidak menjadi soal,
hanya kasian kepada co Kang cay yang sudah dua puluh
tahun lamanya belum pernah melihat matahari lagi, Ia cepat
mengambil putusan, jawab nya. "Ya, baiklah nona Seng,
sebentar jam tiga aku akan datang ketempatmu."
Seng giok ceng girang mendengar janjinya si anak muda,
maka ia lalu berkata. "Nah, sekarang cepat-cepat kau
melarikan diri "

Ho Tiong Jong mengucapkan terima kasih, kemudian
meninggalkan tempat itu menuju kekuil bokbrok yang tempo
hari ia dengan Tok-kay pernah meneduh dan telah membunuh
pengemis beracun itu.
Ia lalu menurunkan co Kang cay dari gendongannya.
Berdua duduk diatas lantai, berCakap cakap akan bertindak
selanjutnya.
Selama itu pikirannya si pemuda kalut, karena memikirkan
nasibnya yang hanya sampai besok malam temponya jam tiga,
jiwanya pasti melayang karena racun jahatnya Tok kay.
Pikirnya, orang telah mengetahui dirinya telah binasa dibawah
Tok-kim-chi ceng ciauw Nikow, sekarang hidupnya dalam
rahasia sudah bocor diketahui orang juga.
Untuk apa sebenarnya hidupnya yang sesingkat waktu itu?
Sambil menghela napas ia berkata pada Co Kang Cay
"Co Lopek. baru sekarang aku ingat bahwa pekerjaanku
menolong kau akan terlantar setengah jalan-.."
"Hei, kenapa kau bilang begitu?" memotong Co Kang Cay
kaget.
kembali Ho Tiong Jong menghela napas, "Lopek." katanya
lesu", sebenarnya badanku sudah terkena racunnya Tok kay.
Besok jam tiga malam racun itu akan bekerja dalam tubuhku.
Kecualinya sebelum jam tiga itu aku ketemu dengan si Dewa
obat Kong Jat Sin yang dapat menolongku, jiwaku tidak
melayang karenanya, Aku menyesal tidak bisa melanjutkan
tugasku menolong dirimu sampai ditempat yang aman-"
Co Kang Cay kaget bukan main mendengar bicaranya Tiong
Jong. Mukanya menjadi pucat seketika.
"Hai, bagaimana baiknya ini?" katanya gugup, "Kakiku
sudah tak dapat berjalan, kalau nanti dapat diketemukan oleh
Seng Eng tentu dia akan menyiksa diriku dengan lebih kejam
lagi daripada yang sudah."

Ho Tiong Jong yang berhati budiman, merasa terharu dan
kasihan pada si kakek yang jadi gelabakan ketakutan-
Perkataannya Co Kang Cay memang beralasan- Ditempat
itu, malah disekitarnya sejauh ratusan li masih dibawah
kekuasaannya Seng Eng, mana mereka dapat bersembunyi
disitu, apalagi kalau Co Kang Cay ditinggal sendirian, terang ia
akan ditemukan lagi oleh Seng Eng.
"Tiong Jong, kalau begitu baik kau bawa lagi aku ke
tempatnya Seng Eng," kata co Kang cay dengan tiba-tiba.
Ho Tiong Jong kaget dan mengawasi si kakek dengan
perasaan tidak mengerti.
"Tiong Jong, kau jangan kaget," kata si kakek nyengir, "kau
tidak tahu, kita sembunyi ditempatnya Seng Eng ada lebih
aman, karena disaaa ada banyak tempat yang rahasia dan aku
sendiri yang mengetahuinya, jikalau kita masuk dalam salah
sebuah kamar yang kiranya tidak akan menjadi perhatian
mereka, tentu kita sembunyi dengan selamat kau pikir
bagaimana?"
Ho Tiong Jong pikir jalan itu memang ada berbahaya, tapi
karena sudah tidak ada jalan lain, pikirnya jalan itu baik
ditempuh- nya.
"Tapi, bagaimana kita balik kesana, apa tidak akan
dipergoki oleh mereka?" tanyanya sangsi.
"Kaujangan kuatir, turut saja petunjukku kau jalan akan
selamat" jawab si kakek yang sudah tahu betul selak seluknya
tempat di benteng Seng-kee Po itu.
---ooo0dw0oo---
XVIII. TOTOKAN SI CANTIK IE YA
DEMIKIAN setelah mereka mengasoh sebentar lantas Ho
Tiong Jong menggendong si kakek dan dia akan sendiri, Maka

nya semuanya ada tujuh koper penuh dengan isi nya emas
semua, Betul-betul dalam seumur hidupnya Ho Tiong Jong
baru mengalami melihat harta dunia yang demikian hebatnya,
Mustahil maka berapa harganya emas itu dapat dibayangkan
bawa kembali ke tempatnya Seng Eng. Betul saja, dengan
melalui jalanan yang jarang dilalui orang atas pengunjukan co
Kang cay, akhirnya Ho Tiong Jong dapat membawa si kakek
kembali ke-tempatnya Seng Eng dengan tidak menemui
rintangan apa-apa.
Dengan mengikuti petunjuk Co Kang cay ia menggendong
masuk keluar kamar-kamar batu rahasianya? Akhirnya mereka
memasuki sebuah kamar batu yang lebarnya dua tombak dan
tingginya enam kaki, pintunya dapat didorong dan menutup
sendiri.
Inilah ada kamar yang merupakan pusatnya dari sekalian
kamar batu lainnya, di atasnya kamar ini ada kamar tempat
tidurnya Seng Eng, penerangan disini terpancar dari dua buah
batu mustika.
Co Kang Cay memilih kamar ini dianggapnya tempat yang
aman, karena jarang di datangi oleh Seng Eng. Kamar-kamar
batu rahasia disitu, merupakan gudang hartanya Seng Eng.
Atas pengunjukan Co Kang cay supaya si pemuda dapat
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana besar
hartanya Seng Eng.
Ho Tiong Jong pergi ke kamar sebelahnya dimana benar
saja terdapat harta benda yang tak ternilai harganya. Di atas
meja panjang ia lihat ada tersebut barang mustika, mutiara
dan sebagainya yang sangat berharga.
Lebih jauh ia lihat ada tujuh buah koper besi, ia
membukanya koper itu isinya ada barang barang yang terbikin
dari bahan emas. Ditaksir timbangan koper itu ada puluhan
ribu.

Setelah puas melihat-lihat dalam kamar harta itu, Ho Tiong
Jong balik lagi kekamar dimana Co Kang cay ada menantikan
padanya.
"Bagaimana ?" tanya Co Kang cay ketika melihat si pemuda
menghampiri padanya. Sambil ambil tempat duduk. l Ho Tiong
Jong menjawab. "Ya, betul-betul aku seumur hidupku baru
melihat harta yang demikian besarnya, Tujuh buah koper
penuh dengan emas sedang diatas meja ada berserakan
benda-benda mustika, berlian, batu kumala, mutiara dan
sebagainya. Betul-betul Seng Pocu ada satu hartawan
besar..." Ia berkata sambil menghela napas.
"Hei, kenapa kau menghela napas?" tanya co Kang cay.
"Ya." katanya lesu, "kalausaja aku tidak merasa hutang
budipada nona seng, aku pasti akan mencari akal untuk
mengambil harta benda itu dan kemudian dibagi-bagikan
kepada orang yang melarat supaya mereka dapat bernapas
legahan dalam penghidupannya yang serra sempit."
"Bagus, Tiong Jong," kata sikakek sambil mengelus- elus
jenggotnya, kau yang begini muda mempunyai pikiran begitu
dermawan, kelak di kemudian hari kau akan mendapat
pembalasannya. Memang benar, kalau harta kekayaan itu kita
bagi-bagikan kepada orang miskin, tentu mereka merasa
sangat berterima kasih dan akan membalas budi pada kita..."
"Tidak. lopek" memotong Ho Tiong Jong, "bukan maksudku
untuk menerima pembalasan budi, Aku kalau sampai dapat
membagi harta kepada pihak si miskin, aku sudah merasa
puas dan tidak mengharap akan pembalasan budinya
mereka."
Demikian mereka melamun, jikalau menguasai harta akan
dibagi bagikan kepada rakyat miskin-
Selagi si kakek tersenyum-senyum sambil mengurut- urut
jenggotnya, tiba tiba ia seperti kaget dan berkata pada Ho
Tiong Jong.

"Tiong Jong, bukankah kau sudah berjanji dengan nona
Seng? Kini sudah dekat jam tiga, kau harus pergi kesana,
Harap kau lekas pergi dan cepat kembali, aku disini kesepian
di tinggal sendirian."
"Tidak apa," jawab Ho Tiong Jong bersenyum, " lambatlambatan
sedikit tidak menjadi soal, asal aku pergi
menemuinya. Kau jangan kuatir, aku pergi dan tidak lama
akan balik kembali."
Ia lalu meninggalkan Co Kang Cay, tapi di luar ia merandek
dan memikirkan halnya Sikakek yang sudah dua puluh tahun
ditahan sungguh tersia sia kepintarannya selama dua puluh
tahun itu tak dapat digunakan-
Pikirnya, baik sekali kalau ia masuk pula ke gua harta tadi
dan mengambil beberapa potong emas dan mutiara untuk
diberikan kepada Co Kang Cay, ia sudah tua dan tak dapat
bekerja berat lagi maka emas dan mutiara itu ada untuk
ongkos hidup selanjutnya.
Setelah mengambil putusan, ia lalu mampir lagi keg udang
harta tadi, dimana ia mengambil potong emas dua, dua puluh
butir matiara. Ketika ia hendak kembali kekamar Co Kang Cay,
ia melihat disitu ada patung tembaga yang besar, yang
bermula ia datang kesitu tidak diperhatikan-
Kini ia perhatikan patung tembaga yang besar itu. Pikirnya,
patung beginian apa gunanya ditaruh dalam gudang harta ini?
ia lalu menghampiri dan merabah patung tembaga itu dari
kepala sampai kebawah. Dilihatnya dibawahnya ada satu
bantalan, ia iseng dan menggosok-gosok bantalan ini tiba-tiba
bantalan itu mengeluarkan cahaya dan terbuka. Didalamnya
pun ada sebuah perisai gading lebarnya tiga jari dan
panjangnya tiga dim, pada gading itu ada benang merah,
mulai dari sudut atas bagian kiri terus berputar-putar
ketengahnya dan sampai ditengah-tengah sebelah kanan
benang itu Sudah-putus, ia tidak mengerti apa rahasianya
benda itu, kemudian ia benahi lagi seperti sedia kala, ia balik

lagi ketempatnya Co Kang Cay. orang tua itu heran sianak
muda balik kembali.
"Kau balik kembali, kenapa, apa tidak jadi menemui nona
Seng ?" tegurnya.
"Aku balik kembali membawa ini. "jawab si pemuda sambil
menunjukkan emas dan mutiara yang dibawanya dari kamar
harta,
"Untuk apa kau bawa bawa yang demikian?" tanya si
kakek.
"Kau sudah ditahan disini sudah dua puluh tahun lebih,
maka lebih dari pantas kalau kau dapat bagian ini. Maka harap
lopek terima ini." sambil diberikan pada si kakek. Co Kang Cay
tertawa bergelak-gelak pelahan sambil menerima barang
tersebut.
"Hmm.... Tiong Jong memang betul katamu tadi, Aku harus
mendapat kerugian untuk tempoku yang ditahan disini. Tapi
aku tidak mau harta ini, aku mau tempoku itu, Nah, karena
sudah ketelanjur kau membawanya, maka kita bagi seorang
separuh saja. Kau perlu gunakan untuk diperjalananmu kelak,
untukku separph sudah cukup,"
Ho Tiong Jong menolak. tapi setelah dipaksa ia hanya
menerima lima butir saja, yang ia anggap itu ada pemberian
Co Kang Cay bukannya harta haram.
"Nah, sekarang sudah saatnya aku pergi menemui nona
Seng, Aku sudah paham dengan jalanan rahasia disini, maka
aku tidak sampai salah jalan- Harap kau baik-baik menantikan
disini."
Ho Tiong Jong segera meninggalkan tempat itu sebentar
saja ia sudah sampai dikamarnya nona Seng. ia lalu mengetuk
jendelanya sampai dua kali, tapi tak kedengaran reaksi apaapa
dari dalam.

Ia sudah hendak meninggalkan tempat itu, tapi di
pikirannya tak baik ia mengingkari janji, maka ia lalu
mengetok pula sekali. Tapi tak juga mendapat jawaban, Ketika
ia hendak pasang kupingnya meneliti, ia mendengar suara
mengorok disebelah dalam. Kapan ia menyelidiki dari
renggangannya jendela, ia dapat kenyataan yang tidur ngorok
itu ada satu pelayan perempuan.
Ia sudah putar tubuhnya hendak kembali, tiba-tiba ia
melihat ada berkelebat bayangan orang menuju kepinggir
rumah, dimana ia menghilang.
Ho Tiong Jong bercekat hatinya, Apa ia Seng Eng?
Badannya kurus dan ilmu mengentenGi tubuhnya bagus sekali.
Tertarik oleh penglihatannya, maka ia lantas mengejar,
tidak jadi kembali kekamar rahasianya, ia melihat bayangan
orang itu lompat melewati tembok pekarangan, maka ia juga
menyusul lompati tembok tadi.
Diluar tembok pekarangan itu ternyata ada lapangan, dan
sawah, sedang orang tadi entah kemana perginya tidak
kelihatan bayangan-nya. Tapi ia terus mengejar pula beberapa
li, tiba-tiba ia hentikan tindakannya karena mendengar seperti
ada orang yang sedang bertempur.
Dari suara bentakan-bentakan, ia kenali suaranya Li-lo sat
Ie Ya, "Apakah Ie Ya terjebak disini?" tanyanya dalam hati
sendiri.
cepat-cepat ia pergi ketempat pertempuran disana,
dibelakangnya kebun buah, ia melihat ada tiga orang sedang
bertempur. Dua lelaki melawan satu perempuan-
Perempuan yang dikerubuti itu ia kenali betul ada Li lo-sat
Ie Ya, sedang yang mengeroyoknya juga ia kenali ada oet-ti
Kang dan oet-ti Koen.
Dilihat jalannya pertandingan kelihatan tak menguntungkan
untuk le Ya. ia ini menggunakan selendang sutra sebagai

senjata, sebenarnya ada meminta banyak tenaga karena
orang yang menggunakannya harus menyalurkan tenaga
dalamnya ke selendang sutra itu, barulah selendang itu dapat
digunakan dengan sesuka hatinya.
Maka Ho Tiong Jong pikir, lama lama le Ya akan kewalahan
dan kalah melawan dua musuhnya yang bukan lemah
kepandaiannya.
Mengingat le Ya pernah menolong dirinya tempo hari maka
perasaan hendak membalas kebaikan orang timbul seketika
dalam hatinya. Tambahan ia merasa gemas, seorang
perempuan dikeroyok oleh dua lelaki pantes. Tidak ayal lagi ia
lantas menyerbu dalam pertempuran membantu Li-Iosat le Ya.
Co Tong Kang yang juga ada disitu telah keluarkan
bentakan nyaring. "Hei, kau manusia liar dari mana berani
mengacau ditempatnya Seng Pocu"
Tapi Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia hanya putar
goloknya menyerang kepada dua saudara oet-ti yang
mengerubuti le Ya.
Oet-ti Kang sambil berkelit dari sambaran goloknya Ho
Tiong Jong, telah meneruskan serangan pedangnya kepala Lilo-
sat le Ya.
Oet-ti Koen telah menangkis serangan hebat Ho Tiong Jong
pedangnya membentur golok sampai lelatu api. Ketika
dilihatnya, oet-ti Koen merasa sangat terlihat berduka, karena
pedang cit seng-kiamnya telah menjadi gompal karenanya.
le Ya dilain pihak ketika pedang cit-Seng kiam Oet-ti Kang
mengarah dirinya lantas gunakan selendang suteranya dengan
tipu Sin liong cut hay (Naga sakti keluar dari laut), ia
menggulung senjatanya lawan.
Oetti Kang kerahkan tangannya menarik pulang
pedangnya, tapi selendang suteranya Ie Ya terus menyerang
kearah jalan dari seorang yang penting, Untung co Tong Kang

itu waktu keburu menyelak. menggunakan senjata benderanya
menahan serangan selendang suteranya Ya, hingga oet-ti
Kang terhindar bahaya kena ketotok.
Ho Tiong Jong tidak tinggal diam, dengan gaya co imSuyang
(tiba-tiba lunak berubah keras) yang telah menangkis
benderanya co Tong Kang, Golok dengan Panji Api telah
beradu, serangan im (lunak) dari Ho Tiong Jong telah berubah
menjadi yang (keras) membikin co Tong Kang sangat terkejut,
sampai ia mundur dua tindak.
oet-ti Kan mengenali golok yang digunakan Ho Tiong Jong
ada golok pusaka, maka ia berteriak.
"Hei, kau jangan berlaku pengecut Kau ini pendekar dari
mana, lekas katakan, aku tidak ingin bertempur dengan segala
orang yang tidak punya nama." Ho Tiong Jong tidak
menjawab, ia hanya tertawa dingin.
Ie Ya sekarang sudah mundur, menonton penolongnya
bertempur dengan co Tong Kang, Diam diam ia heran sebab
apa pemuda tidak dikenal ini telah turun tangan
membantunya.
Ho Tiong Jong sebenarnya menyerbupada saat mereka
bertempur, maksudnya supaya Ie Ya lekas-lekas melarikan
diri, tapi kenyataannya tidak demikian, Ie Ya daripada angkat
kaki malah diam menonton dipinggiran, Hatinya jadi gelisah.
Ho Tiong Jong dikeroyok co Tong Kang dan oet-ti Koen,
tapi pemuda itu dengan tenang telah memberikan
perlawanannya. Tipu-tipu golok seperti "Bulan keluar bintang
lenyap dan Dimana hati melewati perbatasan gunung telah
dimainkan oleh si anak muda dengan bagus sekali.
Tenaganya besar, hingga tekanan golok dirasakan oleh co
Tong Kang sangat berat, Maka ia tidak berani menangkis
goloknya Ho Tiong Jong dengan keras lawan keras, hanya ia
mengandalkan kegesitannya untuk menyingkir dari serangan
sang lawanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dengan gaya Thian lie San-hoa, (Bidadari menyebar bunga)
Ho Tiong Jong, menyalakan api membakar langit.
oet-ti Koen yang melihat saudara tuanya tertindih, kuatir
pedangnya akaa mengalami nasib seperti pedangnya sendiri
gompal, maka ia lalu menyerbu memberikan bantuannya Kini-
Ho Tiong Jong jadi dikerubuti bertiga.
Li lo-sat Ie Ya terbengong menyaksikannya pemuda itu
sangat gagah dikerubuti bertiga masih tidak kelihatan merasa
keder, justru ia sedang bengong, mendadak lihat pemuda itu
mendorongkan tangannya kearahnya, angin keras telah
menyampok dirinya hingga ia terpental beberapa tumbak
jauhnya.
Ie Ya bermula heran, tapi kemudian ia mengerti maksudnya
pemuda itu, yalah supaya ia lekas lekas menyingkir dari
tempat itu, Maka seketika itu ia telah menyembunyikan diri
dibaliknya rimba pepohonan yang jauhnya beberapa tumbak
dari tempat pertempuranoet-
ti Koen yang biasa suka sekali membentak ia telah
menyerang dengan pedang gompalnya, Apa mau tangkisan
golok bukan main beratnya, hingga tangannya tergetar dan ia
sendiri telah sempoyongan mundur beberapa tindak.
Lihay Demikian pikirnya, nyalinya seketika itu telah menjadi
ciut.
oet-ti Kang jugapelan pelan telah menarik serangannya,
karena ia tahu betul ia bukan tandingannya musuh. Kalau ia
memaksa meneruskan pertandingan niscaya kerugian akan
dialamkan olehnya.
Tinggal sekarang co Tong Kang, si bayangan kurus yang
dikejar oleh Ho Tiong Jong tadi, masih ngotot melayani Ho
Tiong Jong, meskipun sudah tahu bahwa ia juga bukan
tandingannya si anak muda yang lihay.

Ho Tiong Jong mengerti dua saudara oet-ti itu sudah ciut
nyalinya dan tidak berani mengeroyok lagi, maka untuk
membikin keder satu lawannya yang masih ngotot ini, pemuda
itu telah mengeluarkan tipu tipu serangan bergabung antara
partay-partay Siao lim, Bu-tong dan Kun-lun-
Memang dengan tekanan ilmu gabungan itu co Tong Kang
kelihatan kewalahan-
Diam-diam ia merasa keder akan lawannya yang tangguh
itu. Goloknya berkelebatan menakutkan, hingga dua saudara
oet tilang menonton dipinggiran menjadi terkejut dan
menguatirkan jiwanya co Tong Kang.
Di waktu sudah keteter, co Tong Kang telah keluarkan
ilmunya Thian-bee Heng-gong atau Kuda semberani melayang
diangkasa, suatu tipu serangannya yang paling ampuh dan
sedikit sekali orang yang dapat meloloskan diri dari
serangannya itu.
Badannya co Tong Kang tiba-tiba melesat ke angkasa, dari
atas ia menukik, menyerang dengan kaki dan tangannya
kepada bahu orang.
co Tong Kang sudah kegirangan, musuhnya tentu bakal
kena dikalahkan, bahkan kena ditangkap hidup hidup juga dua
saudara oet ti sudah bersiap-siap untuk bantu menangkapnya
.
Siapa tahu kenyataannya ada di luar dugaan, Tiba-tiba Ho
Tiong Jong bersiul nyaring, badannya mendadak
kemudianjumpalitan kebelakang, akan selanjutnya mencelat
keatas dan melayang turun dalam gerombolan pohon, hingga
sekejapan saja ia sudah menghilang dari pemandangan
mereka.
oet-ti Kang dan oet ti Koen menjadi melongo karenanya.

Sedang co Tong Kang yang mendapat sasaran kosong, juga
tidak kurang kurang kagetnya menyaksikan kepandaian yang
luar biasa dari pemuda lawannya itu.
"Hei, bagaimana orang itu bisa meloloskan dirinya? " oet-ti
Koen nyeletuk setelah rasa kagetnya hilang. co Tong Kang
geleng-geleng kepalanya.
"Aku juga sangat heran," katanya, "orang itu gerakannya
sukar dibade, Tadi dia belum habis menjalankan ilmu
goloknya, ketika dia melihat aku melesat dan hendak
menyerang dengan gaya oei liong (Naga kuning) tidak diduga
gayanya itu telah memunahkan serangan tendanganku.
sungguh lihay orang itu, entah dia dari golongan mana karena
ilmu silatnya yang campur aduk itu dari beberapa partay, Tapi
biar bagaimana juga dia adalah musuh yang sangat berat bagi
kita dan perlu kita waspada untuk kedatangannya yang kedua
kali."
Dua saudara oet ti diam-diam bergidik mendengar katakatanya
co Tong Kang bahwa orang itu akan datang kedua
kalinya, ia tidak sanggup menandinginya.
Mereka telah menarik kesimpulan, orang muda tadi adalah
seorang gagu, karena berka lokali ditanya tak memberikan
penyahutan-
Sementara itu, Ho Tiong Jong yang masuk dalam
gerombolan pepohonan, terus lari hendak balik ke tempat
rahasianya. Belum lama ia tari, tiba-tiba mendengar suara
bentakan merdu." Berhenti "
Dari bilik sebuah pohon besar lompat keluar seorang wanita
yang cantik.
Ho Tiong Jong kaget juga mendengar bentakan itu, maka
ia hentikan larinya dan mengawasi kepada wanita cantik yang
keluar dari balik pohonTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Kiranya dia ada Li lo sat Ie Ya. Dengan wajah berseri-seri
menggiurkan Ie Ya menghampiri Ho Tiong Jong yang sedang
kemekmek.
Ie Ya tidak kenali anak muda itu, karena ia masih tetap
melebur menjadi hitam dan kumel pakaiannya juga tidak
karuan- persis seperti juga seorang pengemis yang sudah
beberapa bulan tidak menemukan air untuk mandi.
"Anak muda, kau baik sekali sudah membantu aku
barusan" kata ie Ya, seraya menghampiri sianak muda lebih
dekat. "Kau siapa?"
Dengan kecepatan bagai kilat ie Ya telah menotok jalan
darahnya Ho Tiong Jong yang membuat si anak muda jatuh
lemas.
Anak muda itu tidak menyangka ie Ya akan membokong
dengan totokannya, maka ia tak berjaga-jaga. Apa maksudnya
ia menotok Ho Tiong Jong, bukankah tadi ia dibantu si anak
oleh muda itu? Kalau saja barusan tidak cepat Ho Tiong Jong
turun tangan membantu, pasti Ie Ya sudah kena ditangkap
oleh musuh musuhnya.
Tapi mengapa ia bukannya mengucapkan terima kasih
malah sebaliknya telah menotok orang sehingga lemas
mendeplok ditanah.
" Hi hi hi..." terdengar ie Ya ketawa agak menyeramkan
tapi air mukanya tetap ramai dengan senyuman- "Anak muda
kau terlalu pandang rendah diriku, begitu lancang turun
tangan membantu aku. Meskipun maksudmu baik, tapi aku Li
lo-sat Ie Ya dalam setiap pertempuran belum pernah dibantu
orang. Dengan turun tangannya kau tadi, tidakkah kau
membuat namaku menjadi gurem? Hm... anak liar dari mana
begitu lancang campur urusanku? siapa kau?"
Ho Tiong Jong diam saja, cuma matanya kedap kedip
menatap wanita cantik didepan-nya. Hatinya merasa sangat
heran atas kelakuannya ie Ya.

Anak muda itu tidak menjawab untuk sekian lamanya,
hingga Ie Ya marah dan mau mengayun tangannya menabok
Ho Tiong Jong, akan tetapi tiba-tiba pikiran sehat berkelebat
diotaknya.
Ia urungkan telapakannya jalan-jalan dimuka Ho Tiong
Jong.
"Ah, aku yang salah." demikian ia menggerendeng
sendirian, ia bersenyum manis, jarinya yang halus kembali
menotok si anak muda dua kali, satu totokan membuat yang
korban tidak bisa bergerak. yang satu lagi membuka totokan
pada urat gagunya sehingga anak muda itu kini dapat
membuka mulutnya menjawab.
Kiranya barusan makanya Ho Tiong Jong membisu saja
karena urat gagunya yang tertotok belum dibuka, Makanya Ie
Ya cepat menarik pulang tangannya yang hendak mampir
dipipinya sianak muda, karena ia ingat bahwa ia keliru, mana
anak muda itu dapat menjawab pertanyaannya sedang
totokan pada urat gagunya belum dibuka?
"Nah, sekarang jawablah pertanyaanku barusan." Kata pula
Ie Ya.
"Enci le aku... aku..."
"Hei, kau... kau..." Ie Ya memotong karena ia kenali itu ada
suaranya Ho Tiong Jong, Tersipu-sipu ia mengulur jari
tangannya membuka totokan pada jalan darahnya si pemuda
yang tadi tertotok.
"Enci ie, kau bikin semangatku menjadi terbang" Ho Tiong
Jong bergurau.
"Siapa suruh kau diam saja," sahut si nona ketawa manis.
"Siapa suruh kau menotok urat gaguku." jawab Ho Tiong
Jong menatap wajahnya yang ayu. Keduanya jadi ketawa geli.

"Adik Jong," kata nona ie. " kabarnya kau sudah mati kena
dihajar senjata Tok kim chi ceng ciauw Nikouw tapi
kenyataannya kau masih segar bugar begini."
"Memang benar senjata rahasianya nikouw mampir
dimulutku, tapi tidak terus masuk ketenggorokan. "
"Sebabnya?"
"Mana dapat senjatanya lewati giginya^"
"Ah, adik Jong, apa benar?"
"Kalau tidak percaya mana dapat aku sekarang berdiri di
hadapanmu?"
Li lo-sat ie Ya geleng-geleng kepalanya. "Adik Jong, betulbetul
aku tidak nyana kau dalam beberapa hari saja tak
ketemu kepandaianmu sudah begitu tinggi, seperti dapat
mengalahkan co Tong Kang, salah satu tokoh terkuat dalam
"Perserikatan Benteng Perkampungan" kalau saja itu tersiar
diluar, namamu akan naik tinggi dengan mendadak dalam
dunia Kang ouw. Aku seharusnya mengaturkan selamat
kepadamu, adik Jong"
"Enci le, kau berkelebihan," sahut Ho Tiong Jong rendah,
"kepandaianku masih cetek dan masih memerlukan didikan
orang pandai lebih jauh, orang bagaimana aku sekarang dapat
pujian begitu muluk dari enci."
"Tapi sebenarnya kau dapat pelajaran dari mana sih?"
tanya si nona penasaran-
"Ah, itu hanya dengan cara kebetalan saja. Tapi biarlah lain
kali aku nanti menuturkan padamu, sekarang enci mau pergi
kemana?"
"Aku mau pergi dari sini."
"Apa kau tak kuatir nanti dicegat dijalanan?"

"Mereka tidak berani lagi, Barusan kalau mereka dapat
menangkap aku, mungkin susah akan aku dapat meloloskan
diri."
Ho Tiong Jong merasa heran, ia menanyakan dari sebab
apa si nona kena dikeroyok oleh dua saudara oet ti. Dari
roman mereka kelihatannya begitu gemas dan seperti mau
menelan si nona.
Ie Ya bersenyum-senyum, "Kau tidak tahu meskipun
kelihatannya akur dalam "Perserikatan Benteng
perkampungan- sebenarnya telah retak. Sudah terpecah
menjadi tiga partai, masing-masing berusaha memperkuat
partainya sendiri untuk kelak dapat menjagoi dikalangan rimba
persilatan- Dua saudara oet-ti itu tidak termasuk dalam
komplotanku, mereka telah menerima perintah dari atasannya,
sekarang setelah mereka gagal, buat sementara aku dapat
berlalu dari tempat ini dengan--selamat. Lain urusannya kalau
dikemudian hari kita berjumpa pula."
"Ooh begitu," nyeletuk Ho Tiong Jong.
Kembali Ie Ya memperlihatkan ketawa nyayang manis
menarik. "Adik Jong, kau kenapa sampai sekarang masih
belum juga berlalu dari sini?"
"Enci Ie, kau mau suruh aku pergi ke-mana? kau tahu
kekuasaannya Seng Pocu ada sangat luas dalam daerahnya
ini, kalau tidak dengan pelahan-lahan menggunakan akal
mana aku dapat lolos dari kejarannya, Lain dari itu, juga aku
masih ada urusan-..."
"Hm urusan-.." menggerenden Gie Ya.
Mukanya yang tadi ramai dengan senyuman mendadak
menjadi dingin-"Aku, tahu tentu urusannya..."
"Urusan apa ? Bagaimana kau tahu ?"
"Urusan nona Seng tentu, Kau sudah kejiret keelokannya,
maka kau tidak maupergi dari sini, dia sedang keluar."

"Keluar kemana?" Ho Tiong Jong memotong.
Ie Ya mendelu hatinya, ia sebenarnya ada cemburuan dan
merasa tidak puas melihat sikapnya Ho Tiong Jong seperti
yang lebih memperhatikan dirinya Seng giok cin daripada
dirinya.
Maka ia tidak lantas menjawab atas pertanyaan si pemuda,
kalau tidak Ho Tiong Jong ulangi lagi pertanyaannya tadi.
"Dia sudah pergi menyusul Kim Hong Jie yang pergi ke
lembah Lui soa-kok."
"Hei, ada itu perkara ? Apa maksud Kim Hong Jie pergi
kesana ?"
"Ya, Kim Hong Jie pergi kesana dengan cu coan Liang,
menyusul tiga orang gila yang bertaruhan mengambil batu
Hwe-giok disana?"
"Ada pertaruhan apa encie Ie? sukalah kau menceritakan
padaku? Dan siapa mereka yang barusan encie katakan tiga
orang gila?"
Ie Ya sebenarnya mendelu hatinya, ia tidak mau orang
banyak tanya lagi dan sudah hendak meninggalkan tempat
icn, kalau tidak Ho Tiong Jong dengan separuh menatap minta
diceritakan halnya Seng giok cin, Kim-Hong Jie dan lainlainnya.
"Soalnya sederhana saja," kata Ie Ya "lantaran saling
kepingin disebut jagoan, maka Khoe Tiong, Tie Kie Song dan
Kong soe Tek bertiga telah pergi ke lembah Lui soa kok untuk
mengambil batu Hwe-giok di goa Pek cong tong..."
"Untuk apa itu Hwe-giok?" sipemuda menyelak.
" Untuk si nona manis Kim Hong Jie?-" jawab ie Ya separuh
menjebi bibirnya.
" Kenapa jadi untuk Kim Hong Jie?"

" Kau tidak tahu, itu Hoan Sian Jie dan Kong Soe Jin
setelah menang bertanding di atas luitay, hadiah peblokan
sutera yang diterimanya, telah diserahkan pada nona Seng.
Rupanya nona Seng tidak enak kalau hanya ia sendiri saja
yang peroleh hadiah itu maka telah mengusulkan pemudapemuda
lainnya bertanding dan mendapatkan hadiah untuk
diserahkan kepada Kim Hong Jie."
"Ada apa hubungan batu Hwe-giok dengan goblogan sutera
itu?" kembali Ho Tiong Jong menyelak
Li lo sat Ie Ya pelototkan matanya, "Kau dengar dahulu
orang ngomong, jangan saban-saban memotong, Mana kau
mengerti kalau belum aku habis menutur." kata Ie Ya.
Ho Tiong Jong ketawa nyengir, ia berasa salah, maka ia
lalu berkata, "lya, iya dah, aku salah. Teruskan ceritamu enci
Ie Ya yang baik."
Kembali ie Ya pelototkan matanya, hanya kali ini matanya
melotot tapi mulutnya yang mungil menyungging senyuman
geli.
"Makanya, kau dengar dulu aku cerita." katanya, "tiga
pemuda itu sebenarnya hendak mengadu kepandaian diatas
luitay, tapi tiba-tiba itu si Goen menyelak dan mengatakan
bahwa pertandingan adu silat sudah bosan mendapat hadiah
sutera sudah bukan model baru, paling baik, katanya,
bertaruh pergi kegoa Pek-cong-tong mengambil Hwe-giok
untuk dihadiahkan pada nona Kim Hong Jie. Barulah itu ada
harganya." katanya.
"Mereka yang mau main jago-jagoan, lantas saja bersedia
untuk melakukan pertaruhan itu, meskipun mereka tau bahwa
orang yang pergi kesana bukannya tidak berbahaya."
Sampai disini nona ie berhenti sebentar. Matanya yang
bagus menatap mesra pemuda didepannya, " kenapa kau
tidak menyelak?" tanyanya.

Ho Tiong Jong melengak, "Bukankah enci bilang aku
dengan menyelak?" tanyanya. Ie Ya menekap mulutnya,
menahan ketawa nya melihat kelakuan Ho Tiong Jong.
"Betul- betul kau bisa pegang janji," si nona kata sambil
tersenyum.
Ho Tiong Jong juga tersenyum. suatu senyuman yang
membuat hatinya ie Ya berduka sebaiknya dari bergembira,
Kenapa? itulah karena diam-diam ia berpikir.
"Pemuda ini dicintai oleh Giok Cin dan Hong Jie sepasang
jelita yang sukar mendapat tandingan kecantikannya maupun
ilmu silatnya, Aku yang dikenal sebagai Kepala iblis Wanita,
apakah ada harapan menempati hatinya pemuda ini? oh,
kejadian itu mungkin hanya bisa terjadi dalam impian belaka."
Berpikir demikian maka wajahnya yang barusan ramai
dengan senyuman lantas berubah duka dan dingin.
"Hei, kau kenapa, enci Ie?" tanya Ho Tiong Jong heran
melihat perubahan itu. Si nona menghela napas,
"Tidak. " jawabnya, "Nah, Dengarlah aku cerita terus."
Ie Ya lantas menceritakan ceritanya tentang tiga pemuda
yang pergi ketempat berbahaya itu telah menimbulkan rasa
kuatir di- kalangan jago-jago tua dan muda, Mereka kuatirkan
keselamatan tiga pemuda itu terhadap si kakek aneh souw Kie
Han yang ganas, penghuni dari goa Pek-cong tong.
Kim Hong Jie yang turut memikirkan halnya tiga pemuda
itu, yang telah pergi kesana karena gara-gara dia juga,
merasa tidak enak hati diluar tahunya jago jago tua dalam
Seng kee-po itu, dengan mengajak co Goan Liang telah
menyusul kesana.
Sebagai penutup ceritanya, ie Ya berkata "Seng Giok cin
dan Kim Hong Jie ada satu komplotan, tidak heran kalau Giok
Cin hatinya merasa tidak enak mendengar kepergiannya Hong
Jie dan iapun telah menyusul kesana. Karena itu,

kedatanganmu untuk menemui Giok cin jadi kecele... hi hi
hi..."
Ho Tiong Jong jadi melongo mendengar keterangannya ie
Ya.
"Habis, apa kepergian mereka itu dibiarkan saja." tanyanya,
ketika tersadar dari melongonya
"Sudah tentu tidak- tolol. Kawanan- kawanan tiga orang
gila itu, yang mahir ilmu silatnya sudah pada menyusul
pertandingan adu kepandaian diatas luitay dengan sendirinya
dihentikan, karena Seng Pocu dan kambratnya pada menyusul
juga."
Ho Tiong Jong menjublek. pikirnya melayang kepada Seng
giok cin dan Kim Hong Jie, pikirnya orang tua aneh dari goa
Pek cong-tong memang sangat kejam dan telengas kabarnya
tapi disamping itu juga disana pun dipelihara banyak kutu,
ular, dan lainnya binatang berbisa, kalau tak sampai terbinasa
ditangannya kakek aneh Souw Kie Han, mereka disana pasti
akan menemui kematiannya karena diantuk oleh binatangbinatang
beracun. Belum kembali ingatannya mendadak ia
mendengar Ie Ya berkata.
"Adik Jong aku mengucapkan banyak terima kasih atas
pertolonganmu barusan, memang harus aku akui kalau kau
tidak datang, entah bagaimana dengan diriku kena dikeroyok
oleh mereka itu. Aku masih ada urusan, maka sampai disini
saja kita berpisahan-"
Ho Tiong Jong melihat si gadis sehabis-nya mengucapkan
kata-katanya dengan segera mengangkat kakinya hendak
berlalu cepat-cepat ia mencegah.
"Eh, encie le tunggu dulu"
Si nona merandek dan menoleh pada Ho Tiong Jong.
"Ada apa lagi?" tanyanya.

"Boleh kah aku minta pertolongan encie?"
"Dalam hal apa?"
"Aku ada mempunyai sahabat seorang tua, yang belum
lama aku tolong keluarkan dari rumah penjara berair, Dia
sudah dua puluh tahun disiksa dalam penjara, aku kasihan, ia
merindukan melihat matahari lagi dalam usia tuanya."
"Siapa orang tua itu, sampai tahan disekap begitu lama ?"
Ho Tiong Jong lalu menuturkan dengan ringkas halnya co
Kang cay dan ie Ya yang mendengarnya telah anggukkan
kepalanya,
Setelah ia kerutkan alisnya yang lentik halus, seperti ia
sedang menimbang-nimbang lalu berkata.
"Aku harus menbiwa ia kemana?"
"Bagaimana kalau ke Yang-co apa tidak kejauhan?" tanya
Ho Tiong Jong bersenyum.
"Jauh atau dekat, kalau memang mau menolong tidak
menjadi soaL" jawab si nona sambil melirikan matanya yang
jeli dan bersenyum menggiurkan.
"Terima kasih, kau baik sekali enci, Aku sebenarnya tidak
ingin membuat berabe encie. kalau saja aku ungkulan untuk
menerjang keluar dari tempat ini. Barusan aku ketemu encie,
lantas mendapat pikiran untuk menyelamatkan orang tua itu,
tidak ada jalan lain yang lebih sempurna dari pada minta
pertolongan encie, Dengan dimasukkan dalam kereta encie,
orang tua itu akan selamat dari tempat mereka disini, Nah,
encie tunggu sebentar, aku akan ambil orang tua itu kemari."
Ie Ya angguk kan kepalanya.
Ho Tiong Jong lantas berlalu, Dengan kepandaiannya
mengelilingi tubuh dalam tempo sebentaran saja ia sudah
kembali dalam kamar rahasianya, di mana co Kang cay sedang
menanti-nantinya .

"Tiong Jong, kau sudah balik? sungguh kesepian
ditinggalkan olehmu." kata co Kang cay dengan muka berseri
seri.
"co Lopek sungguh kebetulan sekali aku ketemu dengan
encie ie. Dengan pertolongannya, kau dapat pulang
ketempatmu di Yang-co." kata Ho Tiong Jong dengan muka
berseri-seri girang.
co Kang cay masih belum mengerti duduk -nya, tapi setelah
ia diberi keterangan tentang Ie Ya hendak menyelamatkan
dirinya sampai ditempatnya di Yang co, orang toa itu
kegirangan- Sambil mengurut-urut jenggotnya ia berkata,
"Tiong Jong, aku betul-betul merasa girang mempunyai
sahabat seorang muda seperti kau ini. Aku harap- setelah kau
disini membereskan kewajibanmu, kau lekas-lekas menyusulku
kesana." Ho Tiong Jong ketawa sambil anggukan kepala.
"co lopek. asal saja aku masih bernyawa pasti aku akan
menyusul kau kesana dan...."
"Tiong Jong." menyelak si kakek, "kau jangan berkata
begitu di lihat dari air muka-mu, kau ini bukan macam orang
yang pendek umur. Rejekimu besar meskipun kau
mengalamkan banyak bayangan dalam perjalanan hidupnya
akhirnya kau akan menjadi seorang yang ternama. percayalah
pada aku si orang tua."
Sebelum orang tua itu berkata habis, Ho Tiong Jong sudah
tidak memberi ketika lagi, dengan cepat ia meny amber
tubuhnya dan di gendong keluar dari tempat rahasia itu.
sebentar saja mereka sudah berada ditempat, dimana Li lo sat
Ie Ya sudah menanti dengan keretanya.
Kusirnya berbadan tegap. tinggi besar. umurnya kirakiranya
tiga puluh tahun-
Roda-roda kereta telah dibungkus, rupanya supaya jangan
menerbitkan suara berisik keluar dari tempat itu.

Ie Ya membantu Ho Tiong Jong memasukkan co Kang cay
kedalam kereta, setelah selesai Ho Tiong Jong berkata pada Ie
Ya.
"Enci ie, kau sudah bermusuhan dengan-.."
"Aku dapat pergi" jawab Ie Ya bersenyum manis,
"Aku kuatirkan-..." Ho Tiong Jong belum lampias bicara
sudah dipotong oleh Ie Ya katanya.
"Kau kuatirkan aku mendapat celaka dari pihaknya Seng
Pocu? IHm... mereka tidak membuat susah padaku, asal saja
aku tidak tertangkap malam ini. Kita akan berhadapan sebagai
sahabat meskipun dalam hati masing-masing ada mempunyai
rencana sendiri.
Kau jangan kuatir, Tiong Jong, kita berpisah sampai disini,
tidak lupa aku mengucapkan sekali lagi terima kasih atas
bantuanmu barusan-." Ie Ya tutup bicaranya dengan
mengerlingkan matanya yang memikat.
Tiong Jong hatinja berdebar sejenak. Tapi lekas ia dapat
menetapkan ketenangannya kembali "Encie ie, selamat
berpisah. Semoga kau selamat dan dilain ketika dapat
berjumpa kembali, tapi..."
Ho Tiong Jong mengelah napas dengan tiba-tiba hingaa ie
Ya jadi terperanjat. "Kau kenapa. Tiong Jong?" tanyanya.
"oh. tidak apa apa, selamat tinggal.... harap saja encie
dapat mengantar co lopek sampai ditempatnya dengan tidak
kurang apa2, Dan co lopek kini kita berpisah." ia meneruskan
kata-katanya pada co Kang cay "Harap saja kau baik baik
dapat menjaga diri.."
Ie Ya sudah membuka mulutnya hendak berkata, akan
tetapi badannya si pemuda sudah melesat sejauh beberapa
tumbak, akan kemudian menghilang dari pemandanganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ho Tiong Jong tidak menceritakan terus terang bahwa
dirinya bakal mati gara-gara racun Tok kay, maka bicaranya
sampai, tapi..." telah terputus.
Ie Ya memandang bayangan si pemuda sampai hilang, lalu
menghela napas, terus naik keretanya dan perintah kusirnya
untuk segera menjalankan keretanya.
---ooo0dw0oooo---
XIX. CUBITAN YANG MENIMBULKAN KENANGAN.
KITA ikuti Ho Tiong Jong. setelah berpisah dengan ie Ya
lantas ia lari kegunung Hul-cui-san- dari tempat mana ia
memandang ia bisa memandang lembah Liu soa kok dipagi
hari.
Dibawahnya sinar mata hari pagi tampak padang pasir
yang putih mengasih pemandangan yang indah. Dalam
hatinya merasa gelisah memikirkan Kim Hong Jie yang ada
kesana, di goa Pek cong-tong tempatnya si kakek aneh yang
terkenal ganas dan kejam.
Tiba-tiba ia melihat dua bayangan orang yang naik kuda
dikaki gunung sedang menuju ketempat Seng Eng. Lantas saja
Ho Tiong Jong mengenali satu diantaranya ada Seng Giok cin,
Dalam hati berpikir, apakah Giok Cin sudah kembali dari sana?
Mungkin Hong Jie sudah menemukan ajalnya disana, maka
Giok Cin sudah kembali dengan tangan kosong? pikirnya tentu
tidak ada gunanya ia lama lama dalam goa kakek aneh itu,
karena Kim Hong Jie tokh sudah mati. Rupa-rupa pikiran saat
itu telah mengaduk dalam otaknya si anak muda.
Bayangap nona Kim yang cantik menarik dengan dua
sujennya dikedua belah pipinya yang halus botoh memikat
hati, membuat Ho Tiong Jong melamun kennasa yang lampau,
dimana ia telah menerima banyak budi dari gadis cilik (Hong

Jie) itu, selama ia belajar silat dua belas jurus ilmu golok
keramat- dari engkong nya.
Tanpa disadari dengan pelahan-lahan ia bertindak. Belum
lama ia berjalan, ia mendengar disebelah depan ada orang
bicara, cepat-cepat ia menghampiri lalu menyelingkar di balik
pohon ketika ia sudah datang dekat kepada orang orang yang
bicara tadi, yang bicara tadi, yang ternyata bukan lain
daripada Hui Siauw ceng yang mukanya kasar dan kakaknya si
Hui Sang Kang bersama-sama dengan nona Lauw Hong In-
Pada saat itu tampak nona Lauw air mukanya muram, yang
dikesalkan, apa mungkin ia memikirkan perginya Kim Hong Jie
ke-tempatnya si kakek aneh, yang belum diketahui bagaimana
nasibnya si nona disana? Terdengar Hui Song Kang berkata, "
itu putrinya Seng Pocu, Seng Giok cin semalaman suntuk
gentayangan tidak berani meneruskan perjalanannya, betulbetul
dia bikin kita celaka"
Hui Siauw ceng mengerutkat alisnya "Ya, memang ditempat
ini ada sangat berbahaya" katanya. "pasir berjalan (Liu soa)
yang harus dilewati sangat angker setiap orang yang berjalan
diatas pasti menemukan bahaya yang tidak diingini."
"semua-mua ada gara garanya co Goan Tiong," nyeletuk
Lauw Hong in. "orang she co itu telah membunuh musuh
dengan meminjam tangannya lain orang, Betul-betul terkutuk
perbuatannya itu..." Hui Siauw ceng tidak berkata apa-apa.
Matanya tampak mengawasi disekitarnya. Tiba-tiba ia
berkata.
"Seng Kang, coba keluarkan tambang panjang yang
digemblok di punggungmu aku hendak mencoba-coba pasir
berjalan ini."
Hui Seng Kang terbelalak matanya mengawasi ayahnya.
"Ayah . . ." katanya gugup,
"Kau kenapa," tanya sang ayah.

"Jangan kita coba-coba menempuh bahaya sendiri Ayah,
coba lihat itu gerombolan Seng Pocu, semuanya juga ada
membawa tambang, akan tetapi mereka masih belum berani
turun tangan"
"Terserah sama mereka," memotong sang ayah dengan
mata melotot, " mereka mana dapat menandingi ayahmu,
Lekas keluarkan jangan banyak rewel ?"
Hong Tiong Jong kini tahu kalau Hui Siauw ceng itu kiranya
ada cungcu dari keluarga Hui, pantasan ia ada demikian
sombong dan angkuh, pikirnya
Hui Seng Kang melihat ayahnya berkeras, ia tidak dapat
membantah, dangan apa boleh buat menurunkan tambangnya
kira kira tiga puluh tumbak. Nona Lauw juga menurunkan
tambangnya, diberikan pada Hui Seng Kang untuk disambung
menjadi lebih panjang, kemudian diberikan pada Hui Siauw
ceng.
Lalu diatur gulungan tambang supaya beres untuk dibawa
terbang oleh sijago tua. Tampak Hui Siauw ceng, sambil
memegangi ujung lambang yang dibelitkan pada
pergelangannya, telah mengerahkan tenaga dalamnya, ia
menarik napas dalam-dalam seketika lamanya, tiba-tiba ia
enjot tubuhnya melesat seperti- juga anak panah cepatnya
meluncur kira-kira dua puluh tumbak jauhnya.
"Adik In" ia berkata "sukalah kau bantu menolong ayahku
jangan sampai dia mengalamkan kecelakaan-.."
Belum habis bicaranya, hatinya kaget bukan main ketika
mendengar ayahnya berteriak, " celaka..."
Hai Suuw ceng tampak bergulat dengan pasir, yang hendak
menarik masuk ia kedalam. Tampak ia sudah amblas sehingga
pinggangnya.
Bukan main gelisahnya Hui Seng Kang, sambil berteriak
supaya nona Lauw bantu turun tangan, ia memegangi

kencang-kencang tambang dan coba menarik ayahnya keluar
dari dalam pasir yang sudah menelan ia sehingga pinggang.
Nona Lauw juga kelihatan kaget, Ia membantu sungguh
sungguh pada Hui Seng Kang dan sebentar lagi tampak
tambang tercetar.
Kiranya Hui Siauw ceng dengan menggunakan ilmu
mengentengi tubuhnya dibantu dengan lambang, ia beruntung
dapat lolos dari cengkeraman malaikat elmaut.
Hui Seng Kang menarik napas lega melihat ayahnya kini
sudah berdiri ditempat yang aman- Rupanya diatas pasir
berjalan itu ada bagian-bagian yang berbahaya dan yang
tidak, yang berbahaya ialah yang telah dipasangi alat rahasia
oleh si kakek aneh souw Kie Han yang dikendalikan dari dalam
goanya, Kini Hui Siauw ceng berdiri dibagian yang tidak
berbahaya.
Tidak lama ia sudah enjot tubuhnya dan balik lagi
berkumpul dengan anaknya dan nona Lauw. Dengan air muka
masih pucat Hui Siauw ceng berkata.
"Aiyaa... betul-betul berbahaya, Baiknya aku yang
mencoba, sehingga dapat menghindarkan diri dari
cengkramannya pasir ajaib itu. Kita sekarang sudah tahu
berbahayanya, maka tidak usah kita tergesah-gesah
menyeberangi pasir berjalan ini."
"Tapi, Hui sickhu, bagaimana baiknya dengan toako Khoe
cong yang sudah dua hari lamanya disana?" nyeletuk nona
Lauw.
"Adik Lauw." Hui Seng Kang menalangi ayahnya menjawab,
"apa kau tidak lihat bagaimana berbahayanya ayah barusan?
Maka kita tidak boleh tergesa-gesa harus kita berunding dulu
bagaimana baiknya untuk menolong mereka yang ada disana."
Lauw Hong In bungkam, tapi diam-diam hatinya merasa
kurang puas.

"Ya, kau tak perlu gelisah." kata Hui Siauw ceng. "Giok cin
yang cerdik tidak berani sembarangan menempuh bahaya,
Yang perlu sekarang, sebaiknya kita kesampingkan dahulu
kepentingan sendiri harus kita bersatu dalam tujuan hendak
menolonGi orang. Dengan demikian barulah bisa diharap kita
dapat mengatasi kesulitan dan usaha kita dapat berjalan
dengan aman-"
Kemudian, mereka bertiga sambil pasang omong, telah
meninggalkan tempat itu.
Ho Tiong Jong yang menyaksikan Hui Siauw ceng punyai
ilmu mengentengi tubuh demikian mahir, sehingga dapat
meloloskan diri dari terkamannya pasir ajaib diam-diam
mengagumi pada orang tua itu.
Kini melihat mereka sudah meningalkan tempat itu diamdiam
mereka berpikir, tapi tidak tahu siapa-siapa diantaranya
pentolan-pentolan dari Perserikatan Benteng perkampungan
itu yang berani menempuh bahaya terlebih dahulu?
"Ya, sebaiknya aku mencari tempat sembunyi, supaya
mereka tidak mengetahui aku ada disini." ia lalu meneliti
disekitarnya tempat itu. Tidak jauh dari tempat ia berdiri
kelihatan ada satu batu besar ia menghampiri dan ternyata
dibawahnya ada sebuah goa.
"Aaaa... ini ada tempat yang aman-" pikirnya, maka ia
sudah lantas masuk kedalamnya dan disitu ia duduk
bersemedi, ia sudah beberapa malam tidak tidur, tidak heran
kalau ia sudah kepulasan dan tidur nyenyak.
Tahu-tahu, ketika sinar matahari merah menyoroti tempat
itu, membuat ia kaget dan cepat cepat lompat bangun dan
keluar dari goa, gunakan ilmu lari cepatnya masuk kedalam
rimba yang banyak pepohonannya.
Ia putar otaknya untuk mencari jalan bagaimana ia bisa
menyeberangi lembah pasir berjalan itu dengan selamat?

Mendadak ia mendapat suatu cara, Lekas ia gunakan
goloknya menebang dua cabang pohon yang kokoh, ia bikin
dua batang cabang itu macam tongkat ia gunakan sepasang
tongkat itu sebagai gantinya pengunjuk jalan untuk mencari
bagian-bagian jalanan yang tidak berbahaya.
Perlahan-lahan ia sudah berjalan diatas pasir ternyata ia
tidak mendapat halangan apa apa, Hatinya ia semakin besar,
maka ia percepat jalannya dan tidak lama kemudian benar
saja ia sudah berada disebrang dibawahnya puncak gunuug
Si-ban-leng.
Diam-diam ia bersenyum ewa mengingat percobaan yang
dilakukan oleh Hui Siauw ceng yang tidak berhasil. Pikirnya, ia
ada lebih pandai menggunakan akal dan sudah bisa sampai
dengan selamat ditempat tujuan- Tapi Ho Tiong Jong tidak
tahu, bahwa ia bisa selamat menyebrangi lembah pasir
berjalan karena alat rahasianya tidak dikerjakan oleh Souw Kie
Han-
Kakek aneh itu pada saat Ho Tiong Jong menyebrangi
padang pasir yang angker itu, sedang nyenyaknya tidur,
karena terus-terusan dua hari dua malam tidak tidur karena
mendapat gangguan dari orang-orangnya Seng Kee Po.
coba kalau sikakek dalam sadar, tentu tidak begitu mudah
Ho Tiong Jong dapat melalui padang pasir berjalan itu, kalau
tidak sampai ia mengalami celaka karena ditelan oleh pasir
seperti kejadian dengan Khoe cong dan kawan-kawannya.
Ho Tiong Jong setelah berdiri sejenak. mengawasi padang
pasir yang ia telah lewati barusan, lantas membuang sepasang
tongkat kayunya.
Anak muda itu bukannya takut mati ditelan pasir, ia
makanya ingin selamat sampai disebrang, karena hatinya ingin
menolongi Kim Hong Jie.
Untuknya, kematian tidak memjadi soal, karena ia tahu ia
tokh bakalan mati karena racunnya Tokskay. ia ingin

sebelumnya mati ia dapat menolong dahulu orang yang ia
hargakan tinggi kebaikannya.
Dilain saat Ho Tiong Jong sudah naik ke puncak gunung, ia
lihat banyak sekali terdapat goa-goa, entah betapa banyaknya
ia tidak dapat menghitungnya. BELUM berapa tombak ia jalan,
tiba-tiba ia berhenti disebuah batu besar.
Ketika matanya memeriksa keadaan disitu, ia melihat
dibatu besar itu ternyata ada sebuah goa. orang tidak mudah
melihatnya karena kealingan oleh batu besar tadi, Selainnya
ini, Ho Tiong Jong dapatkan disana-sini diatas batu-batu ada
liurnya dari binatang berbisa yang sudah menjadi kering
karena kesorotan matahari. Hatinya berdebar mengingat
kemungkinan Kim Hong Jie sudah binasa menjadi mangsanya
binatang berbisa.
Ia lalu berjalan masuk kedalam goa, Ternyata dalam goa
itu amat bersih, diatas jalannya hanya kedapatan pasir putih,
tidak kedapatan sebutir batupun, Mulut goa besar dan tinggi,
dinding sekelilingnya ada dari batu kumala putih, begitupun
lantainya hingga tampaknya terang dan resik.
Dilihat keadaannya goa ini seperti juga tempatnya orang
yang mengasingkan diri, memang membuat orang merasa
betah menempati goa ini, keadaannya tentram dan sunyi, jauh
sekali bedanya kalau dibandingkan dengan goa yang barusan
Ho Tiong Jong masuki dan bersemadi kepulasan, dalam goa
yang terdahulu itu selain tempatnya kecil sempit, juga banyak
kutu-kutu dan lain-lain binatang berbisa.
Selagi ia terpesona menyaksikan keadaan dalam goa itu,
tiba-tiba hidungnya mengendus bau harum. Hatinya heran,
karena ditempat itu dimana ada tanaman bunga karena tidak
ada sebatang rumputpun yang hidup disitu. Terdorong oleh
perasaan kepingin tahu.Ho Tiong Jong telah memasuki goa itu
lebih dalam lagi.

Berjalan tidak lama ia menemui sebuah kamar batu yang
terang, Keadaannya kosong tidak ada perabotan apa-apa, ia
hanya melihat ada satu pot bunga besar yang digantung
setinggi lima kaki pada dinding kamar.
Ketika diperiksa dalampot itu ada ditanami bunga degan
pasir sebagai tanahnya, Tampak bunga itu hidup subur dan
menyiarkan bau harum sebagaimana yang dapat diendus
olehnya tadi
Pot itu berbentuk patkwa delapan persegi makin didekati
harumnya bunga makin keras hingga Ho Tiong Jong tidak
tahan dan keluar dari kamar itu.
Tidak jauh dari kamar tersebut ada kamar pula, Kamarkamar
batu itu dibangun dengan indahnya dan seperti ada
mengandung rahasia. Ho Tiong Jong penasaran lalu keluar
goa lagi, dimulut goa ada pintu bikinan alam yang kokoh kuat,
Depan mulut goa tanahnya berpasir halus dan empuk ketika ia
coba coba berjalan diatasnya, pikirannya didalam goa itu pasti
ada penghuninya yang tinggi ilmunya. Apakah ia ada kakek
Souw Kie Han yang dimaksudnya.
Dengan menemui kakek itu, pikirnya, ia akan dapat tahu
perihal keadaannya Kim Hong Jie apakah si nona masih dalam
selamat atau sudah binasa diantuk binatang beracun yang
banyak berkeliaran disitu?
Memikir kesitu, lantas Ho Tiong Jong putar lagi badannya
memasuki pula goa tadi, Dengan goloknya ia ketok ketok
disekitar dinding, seolah-olah ia ada mencari alat rahasianya.
Tapi ia tidak mendapatkan apa apa selamanya suara membalik
dari ketokan goloknya itu berbunyi mengaung.
Ia masih panasaran, lalu masuk kedalam kamar tadi yang
ada pot bunganya.
Setelah memeriksa disekitar kamar tidak ada apa apa yang
mencurigakan tangannya iseng sadah mendorong dorong pot
berbentuk patkwa itu kekiri, sedikitpun tidak bergerak akan

tetapi ketika didorong kekanan mendadak ia mendengar suara
berkelelek danpot itu menggeser tiga dim.
"Aaaa.... ini tentu kuncinya untuk masuk kekamar rahasia"
pikirnya.
Ia lalu yang menggoyang goyangkan pot itu, segera
terdengar seperti suara terbukanya pintu. Benar saja Ho Tiong
Jong lihat pada dinding kamar batu itu ada terbuka sebuah
pintu. Ho Tiong Jong menjadi girang lalu ia memasuki pintu
tadi, kiranya disitu juga ada sebuah kamar.
Tapi kamar disitu beda dari yang sudah sudah karena
terlihatlah diperlengkapi dengan perabotan yang indah-indah
seperti meja kursi dan tempat tidur.
Batu kumala putih yang melapis dinding dan lantai tampak
berkilat terang, hingga keadaan disini ada lebih terang dari
kamar lainnya.
Diatas pembaring Ho Tiong Jong lihat ada satu kakek kurus
kering sedang bersemedi. cepat-cepat Ho Tiong Jong
mendekati dan menjura memberi hormat, katanya.
"Harap cianpwee suka memaafkan Boan-pwee yang sudah
lancang masuk kedalam tempat istirahat cianpwee disini
karena tidak mengetahui kalau dalam kamar ini ada
penghuninya."
Ho Tiong Jong beberapa saat menanti jawaban, tapi tidak
juga ia mendengar suara si kakek yang bersender didinding
batu.
"Harap cianpwee suka memberi maaf, supaya boanpwee
meninggalkan ruangan ini dengan lega." demikian Ho Tiong
Jong berkata pula.
Tapi lama ditunggu, jaga tidak mendengar orang tua itu
membawa suara.

Diam-diam anak muda itu mendongkol dalam hatinya,
kenapa pikirnya sombong benar orang tua itu, ia sudah
merendah sampai begitu rupa, akan tetapi dianggap sepi saja
seolah-olah suaranya itu tak dapat didengar.
Kini Ho Tiong Jong membuka matanya lebih lebar
mengawasi kepada orang tua itu, hatinya tiba-tiba bercekat,
Dengan pelahan-lahan ia menghampiri lebih dekat dan ketika
diteliti, kiranya orang tua itu sudah menjadi mayat, pantasan
tidak menjawab omongannya tadi.
Entah sudah beberapa lama kakek ini sudah menjadi
mayat, keadaannya masih tetap seperti orang hidup yang
sedang bersemedi
Tangannya tampak sedang memegangi patung kecil
ditempelkan pada dadanya, agaknya seperti yang sangat
menyayangi benda itu.
Ho Tiong Jong iseng tangannya lalu mengambil patung itu
dan dilihatnya. Astaga... patung itu bagus sekali, di buat dari
bahan batu kumala putih.
Patung itu merupakan bentuk badan wanita yang
sempurna, kecantikannya yang luar biasa, hingga Ho Tiong
Jong terpesona dan tangannya menggetar memegangnya.
Saat itu lantas berbayang air muka cantik jelita dari dua
nona didepan matanya, Mereka itu bukan lain dari Seng Giok
Cin dan Kim Hong Jie, Ho Tiong Jong seperti juga sedang
membanding-bandingkan keelokannya dua nona itu dengan
patung yang ada ditangannya. Lama dia dalam keadaan
demikian, tiba tiba terdengar ia menghela napas dan berkata
pada diri nya sendiri.
"Ya masing-masing ada membawa kecantikkannya sendiri,
siapa lebih unggul sukar ditentukan, Giok Cin dan Hong Jie
kelihatannya ada menaruh hati padaku, tapi... ah sayang aku
seorang miskin, mana pantas aku menjadi pasangannya."

Ho Tiong Jong jadi ngelamun. Dewi asmara agaknya mulai
mengadu biru dalam hatinya yang masih kosong.
Tapi sang Dewi tak berhasil mendobrak hatinya, karena
adanya pikiran rendah diri, bahwa ia bukan pasangannya dari
nona-nona tingkatan atas itu.
Dekat pembaringan itu terdapat satu meja kecil, diatasnya
Ho Tiong Jong lihat ada batu kumala yang warnanya kemerahmerahan,
hatinya tertarik dan lalu memegangnya, tiba tiba ia
rasakan hawa hangat nyelusup masuk keseluruh badannya
keluar dari batu tadi.
Hatinya sangat heran, ia tidak tahu itulah ada batu kumala
api(Hwee-giok) yang menjadi benda buruan dari tiga pemuda
Khoe-cong, Kong Soe Tek dan in Kie seng datang
ketempatnya si kakek Souw Kie IHan yalah benda yang akan
dihadiahkan kepada Kim Hong Jie.
Ketarik oleh keajaibannya batu kumala api itu, tanpa
merasa, ia sudah bakal main ditelapakan tangannya,
kemudian dimasukkan kedalam sakunya.
Kemudian ia memandang lagi patung wanita cantik tadi,
ketika diteliti kiranya pada patung itu ada ukiran tulisan yang
berbunyi.
"cay in sudah pulang kealam baka, tak dapat hidup
kembali. Hatiku menjadi kosong oleh karenanya, dunia yang
luas bagaikan menjadi sempit. Tidak ada kebahagiaan lagi
dalam dunia, maka aku menyusul dia ketempat baka. catatan
CIE KENG.
Ho Tiong Jong berdiri bengong setelah membaca ukiran
tulisan tersebut.
Pikirnya, orang tua itu bernama cie Keng yang membuat
patung wanita cantik bernama cay in. ia membuat itu sebagai
kenangan akan istrinya yang sangat dicintainya itu yang
mendahului ia pulang kealam baka.

Kebahagiaan hidup karenanya menjadi musnah dan
hidupnya cie Keng selanjutnya menjadi tidak ada artinya,
Akhirnya ia mengambil putusan untuk menyusul sang istri
ketempat baka. Kesian.
"Ya cie lopek ..." terdengar Ho Tiong Jong berkata
sendirian, "kau masih beruntung boleh dikata, karena kau
sudah mengalami masa kebahagiaan hidup dan
mengenangkan orang yang dicintai, tapi seperti aku... aku
bernasib buruk. Hanya bahaya kematian saja yang dihadapi
olehku sepanjang hidupku. Terlunta-lunta hidupku, dimana
dan siapa orang tuaku, aku juga tidak tahu."
Setelah berkata kata demikian tampak wajahnya muram ia
sangat berduka.
Dengan sangat hati-hati ia telah taruh- lagi patung batu
kumala tadi ditempat asalnya itulah benda miliknya si kakek,
tak dapat dibawa dari situ.
Kemudian setelah mereda dari dukanya, Ho Tiong Jong
keluar dari goa itu setelah terlebih dahulu menutup kembali
kamar batu rahasia itu sebagaimana asalnya. Ia berjalan
dengan tundukan kepala.
Belum lama kakinya bertindak. tiba-tiba ia mendengar
suara seorang wanita memanggil namanya, ia menjadi
celingukan mencari dari mana datangnya suara itu.
"Tiong Jong" kembali ia mendengar orang memanggil
Suaranya merdu halus, tapi seperti mengandung sedih,
tidak heran kalau Ho Tiong Jong menjadi tidak sabaran.
Pikirnya tentu wanita itu dalam keadaan sulit makanya
suaranya ada demikian sedih.
Tapi siapakah dia? Sebab yang mengetahui bahwa dirinya
sudah hidup kembali hanya seng Giok Cin dan Li lo-sat Ie Ya.

Ketika untuk kesekian kalinya suara memanggil tadi
terdengar, Ho Tiong Jong berteriak "Hei, kau ini siapa dan
dimana adanya? Apakah kau ada encie Ie ?"
"oh, bukan, aku she Kim." jawab suara tadi.
Hatinya Ho Tiong Jong terkejut tapi dibarengi oleh rasa
girang, sebab orang itu tentu tidak lain daripada Kim Hong Jie
adanya.
Saat itu seperti keluar dari tumpukan batu, maka cepat
cepat ia menghampiri tempat itu. Memang benar keluarnya
dari sini, orang tidak tahu bahwa disini terdapat sebuah goa
karena kealingan oleh tumpukan batu yang tinggi.
Betul saja tampak nona Kim yang elok sedang berdiri
mengawasi kepadanya dengan bersenyum, memperlihatkan
sepasang sujen-nya yang memikat.
Ho Tiong Jong buru buru menghampiri dan sambil
mencekal tangan si nona yang halus ia berkata. "oh, Tuhan,
terima kasih... terima kasih, akhirnya aku dapat menemukan
kau juga disini, adik Hong..."
"Engko Jong" hanya ini saja yang meluncur dari mulutnya
sigadis yang mungil saking terharunya dapat bertemu pula
dengan pemuda pujaannya itu.
"Adik Hong, kau..."
Belum usai bicaranya, telah dipotong oleh Kim Hong Jie.
"Engko Jong, barusan kau menyebut namanya encie Ie Ya,
apakah sebenarnya memang kau datang kesini hendak
mencari padanya ?"
Si nona menanya dengan sungguh, agaknya seperti yang
menaruh cemburu. Ho Tiong Jong bingung, tak dapat
memberi jawaban lantas.
"Adik Hong, nanti aku akan menceritakan duduknya. Yang
penting sebaiknya aku lekas lekas menolong dirimu keluar dan

tempat ini, apa memangnya kau betah tinggal terus-terusan
disini?"
Kim Hong Jie deliki matanya yang jeli sambil mesem.
"Hmm....siapa kesudian tinggal terus disini. Tapi kau lihat,
apa aku bisa pergi begitu saja?" kata sinona sambil perlihatkan
tangan kirinya yang dirantai dengan rantai halus dan
dicancang menembus ke dinding goa.
Ho Tiong Jong terkejut melihatnya. "Ah, adik Hong,
bagaimana kau bisa diperlukan begini rupa ? Tapi jangan
kuatir, aku nanti putuskan rantai sekecil itu."
Berbareng ia coba gunakan dua tangannya dan
mengerahkan tangannya untuk memutuskan rantai kecil ini,
tapi tidak berhasil biar bagaimana Ho Tiong Jong berdagingan
juga, ia jadi penasaran lalu mencabut goloknya dengan
senjata ini ia mencoba membacok putus, tapi hasilnya serupa
saja tidak bisa putus.
Masin penasaran, anak muda itu lalu pakai batu sebagai
tatakan untuk membacok pitus rantai itu, tapi juga tidak
berhasil, Ho Tiong Jong bukan main herannya, entah dengan
bahan apa rantai yang demikian halusnya itu dibikin sehingga
tidak dapat diputuskan oleh tenaga manusia dan bacokannya
golok? Kim Hong Jie melihat Ho Tiong Jong menjadi
kebingungan, lantas berkata.
"Engko Jong, sebaiknya kita bercakap-cakap saja, jangan
menghiraukan rantai yang mengikat tanganku ini.."
"Habis apa kau mau terus-terusan dirantai begini saja?
"menyelak Ho Tiong Jong.
Si nona bersenyum getir, "Engko Jong, kita sudah lima
tahun lamanya berpisah dan tidak bercakap-cakap. selama
tempo itu tentu kau ada mengalamkan banyak kejadian dalam
perjalanan hidupmu, maka sukalah kau memberitahukan
padaku?"

Ho Tiong Jong geleng-geleng kepalanya "Adik Hong,"
katanya, "sejak kita btrpisahan aku lantas bekerja dalam
perusahaan piauw kiok, Dalam masa ini, kalau aku ceritakan
benar benar aku merasa sedih, Tapi, ah, bagaimana dengan
adik Hong sendiri?"
Kim Hong Jie bersenyum, sepasang sujen nya memain
menarik hati.
"Engko Jong, aku ingin menanyakan kau satu perkara."
" Urusan apa, kau tanyalah," menyelak si pemuda.
"Kau keluar masuk di Seng Kee Po, apakah untuk pertama
kalinya kau melihat aku lagi, apakah kau kenali itu gadis cilik
yang menangis dipinggir sawah karena bonekanya
kecemplung?" tanya si gadis sambil tersenyum manis.
Ho Tiong Jong tertegun. ia tidak pernah menyangka si nona
akan majukan pertanyaan ini, setelah saling pandang sejenak
dengan penuh kenangan lama si pemuda menjawab. "Adik
Hong, masa aku sampai tak dapat mengenal kau si nakal."
"Engko Jong, kau kau..." si gadis nyeletuk sambil menyubit
tangannya si pemuda.
"Aduh..." teriak Ho Tiong Jong pura-pura kesakitan sambil
mengusap-usap tangan yang kena cubitan halus dari si jelita.
"Sakit? Hmmm... sekali lagi kau berani mengatakan si
nakal, aku cubit lebih keras lagi dari barusan," sipengancam
dengan wajah agak cemberut.
Ho Tiong Jong ketawa, ia mengawasi si cantik dengan sorot
mata lain daripada lima tahun berselang, diwaktu Kim Hong
Jie masih anak-anak umur dua belas tahun. Kini
pandangannya penuh dengan rasa mesra dari seorang
pemuda terhadap seorang gadis pujaannya, dahulu hanya
merupakan pandangan kasih sayang dari seorang kakak
terhadap adiknya saja.

Si gadis bukannya tidak tahu perobahan ini, maka dari
cemberut tadi wajahnya sudah lantas berubah bersenyumsenyum
yang bikin orang melamun. Keduanya saling pandang,
keduanya saling untuk menyatakan isi hatinya.
"adik Hong..." Ho Tiong Jong memecahkan.
"Engko Jong...." jawab sigadis pelahan.
Kembali sunyi, dan pasang mata saling pandang dengan
penuh arti.
"Adik Hong." kata si pemuda, "cubitanmu jauh bedanya
dengan dahulu."
"Dulu bagaimana dan sekarang bagaimana."
"Dahulu kasar dan sakit."
"sekarang?"
"Halus seperti yang dielus."
Kim Hong Jie tundukkan kepalanya, wajahnya kemerahmerahan.
Memang ia sendiri tahu, bahwa cubitannya Engko
Jong dahulu dan sekarang jauh bedanya.
Dahulu sebagai anak nakal ia mencubit betul-betul, tapi
sekarang setelah dewasa dan memandang Ho Tiong Jong
sebagai pemuda pujaannya, cubitannya halus seolah-olah
bergurau mengenangkan masa yang lampau. Suatu cubitan
yang menimbulkan kenangan lama. Si pemuda berdiri
bengong dengan penuh lamunannya.
Lama mereka terbenam dalam masing-masing lamunannya.
Ho Tiong Jong baru sadar ketika Hong Jie perlihatkan
sujennya yang memain dan matanya mengerling kepadanya.
"Engko Jong kau masih belum meneruskan ceritamu
mengenai aku." si gadis berkata pelahan.
"Adik Hong," jawab sipemuda "ketika pertama kali kau
diSeng-Kee Po, aku merasa berat untuk menegur kau karena

aku merasa bahwa diriku seorang lantang lantung yang tidak
berguna, mana adik Hong mau mengenalinya lagi?"
"Engko Jong...." nyeletuk si gadis.
Ho Tiong Jong tersenyum getir, "Adik Hong memang aku
keliru, sebab ternyata kau ada seorang nona yang berhati
mulia, kau sudah menolong membuka totokan pada jalan
darahku dan memberikan sebuah kikir untuk aku mengikir
putus rantai, yang membelenggu diriku, oh, sungguh mulia
hatimu semoga Tuhan memberkahimu selamanya."
" Engko Jong, jangan berkata begitu."
"Maka, adik Hong." Kata pula Ho Tiong Jong, "ketika aku
mendengar kau dalam bahaya, dengan melupakan diri sendiri
yang berkepandaian rendah, sudah lantas datang kesini
dengan penuh pengharapan dapat menolong dirimu."
"oh. kau baik sekali Engko Jong, Tapi kenapa mula-mula
kau menyebut enci le?"
"Adik Hong, kaujangan salah mengerti. Aku sebenarnya
dianggap sudah mati oleh semua orang di Seng Kee Po,
kecuali adik Giok dan enci le yang mengetahui bahwa aku
sebelumnya belum mati, Maka selainnya mereka berdua, tentu
siapa lagi yang mengenali padaku?"
"oh, begitu? Maaf untuk pertanyaanku yang tidak
beralasan, Engko Jong?"
Keduanya bersenyum mesra.
Kim Hong Jie yang sangat kegirangan- Pikirnya, pemuda
pujaannya ini benar-benar datang kesini dengan menerjang
bahaya adalah untuk menolong dirinya, bukan untuk
menolong orang lain, Dasar hatinya saja yang penuh cemburu,
membuat barusan berulang kali ia kepingin diterangkan
kenapa si pemuda menyebut enci le bukannya adik Hong?

Kini ia sudah dapat penjelasan- cintanya terhadap pemuda
pujaannya itu sudah semakin tebal saja.
"Tapi adik Hong, bagaimana sekarang baik nya?" tiba-tiba
Ho tiong Jong berkata.
"Urusan apa?" tanya si nona kaget.
" Dirimu, bagaimana dapat lolos dari rantai yang ulet itu?
siapa sebenarnya yang telah merantai kau, adik Hong?"
Kim Hong Jie menghela napas, "Sudah tentu bukan lain
dari tua bangka itu yang merantaiku."
"Tua bangka yang mana?"
"Julukannya si Kakek Aneh dan namanya Siaw Kie Han,
suhengnya Kong Yat Sin si Dewa obat, Dia sangat hebat ilmu
kepandaiannya, ayahku dengan kawan kawannya tak sanggup
menghadapinya .
Kini umurnya sudah hampir satu abad, tapi masih kuat dan
sehat badannya, ia sangat kejam, siapa yang melanggar
daerahnya akan mendapat hukuman dari padanya. Begitulah,
aku yang lancang melanggar daerahnya telah mendapat ini
perlakuan-"
si nona yang unjukkan tangannya yang dirantai.
"Adik Hong, dimana adanya dia? Aku ingin menemuinya
untuk minta maaf supaya kau dapat dimerdekakan dan
kembali dapat berkumpul dengan ayahmu." Kim Hong Jie
terharu mendengar kata-katanya Ho Tiong Jong. "Engko Jong,
dia ada di..."
XX JARUM MAUT.
NONA KIM belum lampias bicaranya, tiba tiba berhenti
karena mendengar suara orang berdehem dan ia kenali itulah

ada suaranya kakek aneh yang tenaga dalamnya sangat
hebat.
"Tunggu, aku lihat siapa diluar," kata Hong Tiong Jong,
sambil bertindak keluar goa. Sampai diluar ia celingukan
mencari orang yang berdehem tadi.
Tiba-tiba dari balik batu besar tampak muncul seorang
tindakannya gesit dan semangatnya bagus, Ho Tiong Jong
yang melihat nya lantas sudah dapat menebak siapa oiang tua
itumaka ia lantas menjura memberi hormat katanya.
" cianpwee, bolehkah boanpwee menumpang tanya apakah
boanpwee berhadapan dengan cianpwee Sauw Kie Han?"
orang tua itu tidak menyahut, hanya anggukan kepalanya.
"Bagus," kata pula Ho Tiong Jong, "tempat disini ada begitu
luas, sukar kalau boa npwee sengaja mencari pada cianpwee.
Kebetulan boanpwee ketemu cianpwee disini."
"Siapa kau." tanya orang tua itu kasar. "Kan mencari lohu
untuk apa? Dan kau masuk golongan mana."
"Maafkan boanpwee berlaku berani, Boenpwee mencari
cianpwee maksudnya hendak minta pertolongan supaya nona
Kim Hong Jie yang dirantai oleh cianpwee dapat diberi
kebebasan, karena dia dengan boanpwee ada hubungan
dekat."
"Hmm. Bebaskan dia? Kau harus tahu, lohu disini sudah
sepuluh tahun lebih telah mengadakan peraturan, barang
siapa yang berani menginjak daerah lohu, bisa masuk tidak
bisa keluar lagi, siapakah kau?"
"Boanpwee bernama Ho Tiong Jong, tidak punya suhu.
Mohon belas kasihan cianpwee supaya nona Kim dibebaskan."
orang tua itu ketawa aneh.

"Lohu sudah tidak lantas ambil tindakan untuk
kelancanganmu datang kemari sudah kelewat bagus, sekarang
kau minta kebebasan tawanan lohu, betul betul lucu..."
orang tua itu berkata dengan sifat mengejek memandang
rendah kepada pemuda dihadapannya, sehingga Ho Tiong
Jong yang melihatnya menjadi hilang sabar.
"cianpwee, andai kata gunung ini sudah menjadi cianpwee,
seharusnya disuatu tempat yang tertentu diberi pengumuman
tidak boleh melanggar wilayah cianpwee, baru orang
mengerti. Meskipun begitu kalau sekiranya ada orang yang
kesasar masuk. rasanya masih dapat pembebasan dan tidak
mendapat hukuman mati, bukan ?"
Souw Kie Han tidak menjawab mendengar perkataannya
Ho Tiong Jong yang beralasan, Selainnya itu, juga lidahnya
sudah mulai kaku, karena sudah puluhan tahun ia
mengasingkan diri dipuncak Si-ban-leng belum pernah ia
ketemu orang dan bercakapan-Akhirnya sikakek menjadi
uring-uringan-
"Bocah." kata sikakek, "lohu tidak perlu dengan
peraturanmu, yang lohu tetapkan, barang siapa yang berani
masuk kedaerahku ini bisa masuk tak bisa keluar lagi, habis
perkara."
Ia bicara dengan satu serangan hebat pada Ho Tiong Jong,
Itulah serangan dengan telapakan tangan, Ho Tiong Jong
tak takut, ia kerahkan seluruh tenaganya untuk menangkis.
Dua kekuatan tenaga dalam segera saling bentur dengan
mengeluarkan tenaga keras.
Si kakek bergoyang-goyang badannya, sedang Ho Tiong
Jong terdorong mundur dua tindak.
Ho Tiong Jong kaget bukan main, ia tak pernah menyangka
bahwa serangan si kakek ada demikian dahsyat. Dila in pihak,
si kakek juga merasa gegetun menyaksikan kekuatan tenaga

dalam Ho Tiong Jong. Meskipun masih demikian muda, tapi
sudah termasuk golongan kelas satu tenaga dalamnya.
Si kakek lantas menyerang lagi, tapi Ho Tiong Jong kali ini
tidak mau menyambuti keras lawan keras, karena barusan
sudah tahu sampai dimana kekuatannya sikakek. ia
menggunakan tenaga lunak untuk melayaninya dan
menyimpan tenaga pada siku lengannya menanti kesempatan
baik lantas dapat digunakan-
Si kakek tahu maksudnya Ho Tiong Jong maka ia lantas
tarik pulang serangan telapakan tangannya dan diganti
dengan serangan lengan baju, ia mengebutkan lengan
bajunya yang gerombonganpergi datang, tapi Ho Tiong Jong
masih dapat mengelakan dirinya dari bahaya.
Tiba-tiba dari kebutan lengan ba Ju Itu, Ho Tiong Jong
dapat mengendus bau amis. Hatinya bercekat, maka ia lantas
menghunus goloknya untuk melayani. Si kakek tawa gelakgelak
melihat Ho Tiong Jong menghunus goloknya.
"Hai bocah" bentaknya "Kau mengeluarkan golok Lam tian
to dari keluarga Seng bisa berbuat apa terhadap lohu? Ha ha
ha... " terus ia melancarkan serangan dengan lengan bajunya
yang ampuh.
Dua lengan baju berseleweran, kelihatannya bagus sekali
seperti juga si kakek sedang menari-nari tapi sebenarnya ia
sedang mencecar Ho Tiong Jong dengan serangan-serangan
yang mengarah jalan darah yang berbahaya sekali.
Satu kali Tiong Jong hampir kena disapu mukanya oleh
lengan bajunya Souw Kie Han, tapi ia sudah dapat
menyingkirkan diri dengan melompat mundur. Kemudian
dengar tertawa dingin ia berkata.
"Hei, kakek, ada apa itu didalam lengan bajumu? Kau
dengan menyembunyikan senjata gelap dalam lengan baju
untuk mencelakai musuh, apakah itu terhitung seorang gagah
dalam kalangan Kang ouw?"

Souw Kie Han terkejut mendengar tegurannya Ho Tiong
Jong.
Diam-diam dalam hatinya berpikir, kenapa penuda ini
mendapat tahu bahwa dalam lengan bajunya ada tersembunyi
senjata rahasia? Pertandingan dihentikan sebentar.
"Bocah," kata si kakek, "sedari dahulu lohu bertempur
menggunakan telapakan tangan dan sepasang lengan bajuku
yang di namai Lengan Baju Besi dengan dua senjata lohu
sudah malang melintang dikalangan Kang ouw. Belakangan
lohu dapat melatih ular kecil yang cerdik sebagai senjata
rahasia yang disembunyikan didalam lengan baju. Ular ini
dapat ditenangkan dan menggigit musuh. Banyak pendekar
ulung yang telah mati dibawah senjata rahasia lohu ini.
Tiap-tiap orang yang sudah mengetahui senjata lohu, harus
menemukan kematiannya, Nah, sekarang lohu mau tanya, dari
sebab apakan bisa mengetahui bahwa didalam lengan baju
lohu ada menyimpan senjata rahasia?"
Ho Tiong Jong mengetahui rahasia itu, karena dahulu ia
ketika diserang oleh Tok-kay (si pengemis beracun) ada
mengendus bau amis semacam itu. Pikirnya, kalau ia berterus
terang kepada si kakek, nanti si kakek akan mencari segala
daya akan menyingkirkan jiwanya, maka ia sudah menjawab
dengan singkat saja.
"Aaaaa,,., hal itu tidak heran, Sebab siapapun tentu akan
dapat menebaknya perbuatanmu itu."
Soaw Kie Han marah tidak mendapat jawaban yang
semestinya, maka ia mulai segera menyerang lagi dengan
lengan bajunya yang mempunyai banyak perubahan serangan,
Ho Tiong Jong setelah membentak lalu memainkan goloknya
untuk melayaninya.
Pemuda itu telah mainkan ilmu golok keramatnya dengan
bagus sekali, hingga serangan sikakek tidak dapat menembusi
benteng pembelaannya.

Diam-diam si kakek merasa amat heran bertanding dengan
Ho Tiong Jong tak dapat menjatuhkannya .
Souw Kie Han lantas merubah serangannya, ia mendesak
lebih rapih dan gencar, sementara itu juga telah memainkan
ilmu goloknya sampai dua belas jurus, ia tidak bisa
meneruskan jurus ketiga belas dan selanjutnya.
Melihat ilmu goloknya si pemuda hanya sampai dua belas
jurus saja, maka Souw Kie Han sudah menggunakan
kesempatan si pemuda sedang kebingungan ia menyerang
dengan baju besinya dan sebentar lagi sudah dapat
menggulung goloknya Ho Tiong Jong yang terus
dilontarkannya ketengah udara.
Berbareng saat itu ular kecil yang tersimpan dalam lengan
bajunya ditenangkan Ho Tiong Jong takut dengan ular kecil
itu, maka ia sudah menjaga-jaga jangan sampai kena gigit,
justru karena itu ia jadi lengah, tiba-tiba dirasakan tubuhnya
lemas karena jalan darahnya yang penting sudah kena dibacok
oleh si kakek tua aneh.
Souw Kie Han tertawa terkekeh-kekeh setelah membuat Ho
Tiong Jong tidak berdaya, "Hei bocah, kau sekarang baru
merasakan lihaynya lohu. Bagaimana, apa masih mau
melawan lagi?"
Ho Tiong Jong tertawa dingin. "Ha ha ha... ada lihaynya
apa sih? Kau menggigit aku, Kalau aku mengerutkan alis
sedikit saja karena takut, kau jangan panggil aku Ho Tiong
Jong sebagai satu laki-laki sejati"
Souw Kie Han mengangkat ular kecilnya ditodongkan
kemukanya Ho Tiong Jong sambil berkata. "Hmm kau dengan
berkata begitu tentu tidak takut mati, bukan?"
"Selama hidupku, belum pernah mengingkari hukum
Tuhan, kenapa aku harus takut mati. Kau boleh suruh ularmu
yang beracun itu untuk menggigit aku."

Si kakek sebenarnya menghendaki Ho Tiong Jong, dengan
mudah saja ia melontarkan ularnya kemuka si pemuda dan
pasti mukanya Ho Tiong Jong akan digigitnya.
Racunnya akan masuk mengikuti peredaran darah dalam
tubuh Ho Tiong Jong dan tidak lama kemudian ia bisa mati
konyol.
Tapi si kakek rupanya tidak mengingini-jiwanya itu. Ia
seperti merasa sayang atas ketabahan hatinya menghadapi
kematian, ia telah menarik pulang ular kecilnya dan dimasukan
pula kedalam lengan bajunya kemudian berkata,
"Kau karena itu nona kecil, makanya kau menjadi nekad
begini. sekarang begini saja lohu tidak mau melepaskan nona
itu, tapi kau lohu beri ampun- Nah lekas kau pergi dari sini.
Lekas, jangan sampai lohu berubah pikiran lagi"
Tapi mana Ho Tiong Jong mau mengerti ia pergi dari situ
tanpa Kim Hong Jie. Maksud kedatangannya justru hendak
menolongi Kim Hong Jie, maka ia lantas berkata pada si
kakek.
" cianpwee, aku tidak bisa berlalu dari sini tanpa ikut
sertanya nona Kim. Aku berjanji setelah aku dengan nona Kim
lepas dari sini, akan bersumpah tidak berani menginjak pula
daerah ini, Cianpwe bisa meliwatkan hidupmu dengan tenang
dan tentram."
"Kau tidak dengar lohu barusan bilang ? Kau boleh berlalu
dari sini, tapi si nona lohu tahan-" kata si kakek dengan muka
kurang senang.
Ho Tiong Jong terus membandel. ia mengijeng macam
anak kecil, minta supaya Kim Hong Jie dibebaskan. Hal mana
membuat Souw Kie Han pusing dan menjadi marah.
"Bocah" katanya, "Kalau kau terus-terusan mengganggu
lohu, jangan menyesal kalau lohu tidak akan ijinkan pula kau
pergi dari sini."

Ho Tiong Jong ketawa getir. pikirnya, jiwanya hanya hidup
tinggal semalaman lagi, apanya yang ditakuti, maka ia lantas
berkata dengan suara mantap. " cianpwee, kau boleh tak usah
melepaskan aku, asal nona Kim kau merdekakan."
"Betul?"
"Ya."
"Kau tidak menyesal?"
"Aku Ho Tiong Jong sebagai satu laki-laki sejati, sekali
mengucapkan perkataan tidak akan menjadi menyesal?"
"Baik, kau keluarkan tanganmu."
Ho Tiong Jong tidak sampai diminta dua kali, sudah lantas
menyodorkan sepasang tangannya, Tampak si kakek telah
mengeluarkan jarum perak yang ujungnya sangat tajam dan
berwarna hitam, kemudian pegang tangan kirinya si pemuda
dan menusukkan jarum peraknya pada bagian jalan darah
yang penting.
Setelah melakukan itu lalu berkata, "Ya, sekarang kau
boleh pergi. Kau sudah kena bisa dari jarum pencabut Rokh
jiwamu hanya tahan dua belas jam saja, sekarang lohu dapat
melepaskan nona itu. Tapi kau harus berjanji, kau tidak boleh
membocorkan rahasia lohu ini pada siapa juga, kau paham?"
Ho Tiong Jong dengan tabah anggukkan kepalanya. Ia
terus mengikuti Souw Kie Han ketempatnya Hong Jie.
Si nona ketika melihat pemuda pujaannya berhasil
mengudang Souw Kie Han diam-diam dalam hatinya memuji
kepandaiannya Ho Tiong Jong. Bukan main girangnya, tampak
ia berseyum-senyum hingga sujennya memain memikat hati.
"Engko Jong, kau..." hanya ini yang meluncur dari mulutnya
yang mungil, matanya mengerling menusuk hati Ho Tiong
Jong.

Hatinya pemuda itu berdebaran ia mengerti si nona,
kegirangan dan ia tahu si gadis mencintai dirinya sangat
besar, tapi entah kapan ia memikirkan nasib hidupnya hanya
tinggal semalaman lagi, tiba-tiba rasa cemas dan sedih
mengaduk dalam hatinya dan ia sudah kepingin menangis
seketika itu juga.
Ketika si pemuda datang dekat, tangannya si nona yang
halus memegang tangannya dengan mesra, Buat sekian
kalinya ia mendengar si gadis berkata.
" Engko Jong, kau..."
"Adik Hong, aku beruntung dapat mengundang Souw
cianpwee untuk membebaskan kau d rantai dan kau
selanjutnya akan bebas." kata Ho Tiong Jong dengan
paksakan wajahnya ketawa gembira.
"Engko Jong, kau baik sekali." jawab si gadis kegirangan
sementara itu Souw Kie Hao sudah mendekatinya rantai
halus yang tidak mempan senjata golok oleh sikakek hanya
dijepit dengan dua jarinya saja sudah putus, seperti juga yang
kena digunting.
Hebat ilmu kepandaiannya si kakek. keduanya yang
menyaksikan itu menjadi saling pandang dan diam-diam
dalam hati masing-masing pada memuji si kakek. Tanpa
berkata apa-apa si kakek telah berdiri tidak jauh dari mereka
berdua.
Kim Hong Jie kini sudah bebas, ia tidak perdulikan si kakek,
hanya ia lantas menyekal tangannya Ho Tiong Jong, sambil
menatap wajahnya sipemuda yang tampan, Kim Hong Jie
telah menanya.
" Engko Jong, cara bagaimana sampai dia mau melepaskan
aku?."

Ho Tiong Jong paksa bersenyum, "Adik Hong, hal ini baik
belakangan saja aku ceritakan padamu, sekarang yang paling
perlu, lekas-lekas kau menyingkir dari sini."
"Mari kita sama sama pergi, "mengajak si gadis.
"Kau pergi lebih dahulu, aku masih ada urusan sedikit
dengan Soaw Locianpwee."
Kim Hong Jie heran, ia menatap wajahnya sipemuda yang
sedang tersenyum kepadanya tapi bagaimana juga
senyumannya itu seperti tak sewajarnya, maka Kim Hong Jie
lalu menanya.
"Engko Jong, kalau kau tidak mau pergi aku juga tidak
akan meninggalkan tempat ini, Dari sebab apa, maka kau
tidak mau pergi bersama-sama?"
"Hei, bocah" menyelak Souw Kie Hong dengan keras,
"Lekas kau pergi dari sini, aku sudah bagi kau kebebasan apa
kau tidak puas?"
Nona Kim ada satu gadis yang cerdik, setelah dia menatap
wajahnya si kakek dan Ho Tiong Jong bergantian lantas ia
dapat menebak bahwa keadaan tidak sewajarnya maka
dengan gemas ia berkata pada Souw Kie Han-
"Kakek jahat, sekali nonamu bilang tidak mau pergi tetap
tidak akan pergi, aku mau lihat kau bisa berbuat apa...."
Souw Kie Han perdengarkan ketawanya yang aneh, ia tidak
meladeni Kim Hong Jie yang nyerocos bicara, ia ngeloyor dan
sebentar saja sudah tidak kelihatan mata hidungnya.
Kim Hong Jie hatinya sangat tidak enak, dengan air mata
mengembeng, ia berkata pada pemuda pujaan hatinya^
"Engko Jong, kau jangan sanggupi permintaannya, Ayo,
mari kita lekas meninggalkan tempat ini."
Tidak menunggu nona Kim meneruskan perkataannya, Ho
Tiong Jong telah menyelak, katanya, "Adik Hong, memang aku

tidak omong sejujurnya padamu, Tapi.... ah, untuk apa kau
mengambil sikap demikian terhadap si kakek? jiwaku tidak
berharga."
Kim Hong Jie kaget, "Haa... kau tentu telah mengikat janji
dengan kakek jahat itu. Baik, aku akan berhitungan
dengannya." ia tutup katanya itu dan lari memburu si kakek
keluar goa.
Tapi Ho Tiong Jong dengan cepat mencegah "Adik Hong,
kaujangan begini kasar." katanya, sambil menyekal lengannya
si nona, Si nona menangis dihalangi maksudnya.
"Adik Hong, kau harus berpikir dengan tenang. Kau ada
seorang cerdik, mudah sekali kau dapat menarik kesimpulan
bahwa kekuatan sendiri bukan tandingannya si kakek. Jangan
lagi kau hanya seorang diri meskipun dikerubuti bersama
akupun, masih bukan lawannya pula. Tidak apa, biarlah aku
yang menanggungnya, asal kau dapat pulang kemerdekaanmu
dan kembali kerumah dengan selamat aku sudah merasa
puas." Si nona menangis sesenggukan-
"Engko Jong. ... gunaku kau sudah berkorban ini betul
betul hatiku tidak mengasih. Kau tidak ada, apa artinya
hidupku oh Engko Jong, kau..."
Nona Kim menangis makin sedih, hingga Ho Tiong Jong
yang melihatnya menjadi teturutan mengucurkan air mata, ia
tidak pernah mengimpi, bahwa sinona begitu tebal cintanya
terhadap dirinya.
Tapi, ya, apa hendak dikata, Hidupnya hanya sampai besok
malam saja dan sekarang ia sudah dapat menolong jiwanya
orang yang pernah melepas budi padanya, hatinya sudah
bukan main senangnya, sebelumnya ia menemukan ajalnya
dapat menolong nona Kim, kematiannya nanti tidak membuat
ia penasaran dan rela menyambut malaikat elmaut.

"Sudahlah adik Hong, kau jangan nangis terus-terusan
nanti masuk angin" menghibur si pemuda dengan suara parau
karena sangat sedih.
Dengan air mata berlinang linang Kim Hong Jie
mengatakan isi hatinya.
"Engko Jong, sejak kau meninggalkan rumahku pada lima
tahun berselang, tidak barang sesaat aku melupakan dirimu.
Aku senantiasa menantikan kedatanganmu kembali supaya
kau dapat merampungkan ilmu golok keramat yang sama
sekali ada delapan belas jurus. Kan hanya dua belas jurus
saja, masih belum cukup untuk kau pakai malang melintang
didunia Kang ouw yang penuh dengan bahaya. Tapi setelah
dinantikan setahun dua tahun, tiga dan sampai lima tahun
tidak juga kelihatan muncul. Kau bayangkan sendiri,
bagaimana cemas dan risau-nya hatiku memikirkan dirimu,
Aku sangat menguatirkan keselamatanmu..."
Sampai disini, Kim Hong Jie tidak tahan dengan rasa
sedihnya dan menangis semakin keras, hingga Ho Tiong Jong
tanpa disadari telah memeluk si nona dan mengusap-usap
dahinya serta membetulkan rambutnya yang riap- riapan
dengan penuh kasih sayang.
"Adik Hong, aku berdosa terhadapmu, kau. .... oh kalau
aku tahukan ada demikian, betapa merindukan diriku, sudah
tentu aku tidak akan membawa adat sendiri yang anginanginan-
Nah sekarang kau berhenti menangis."
"Lima tahun berselang," kata pula sigadis, "Aku dapat
membuktikan peribadimu yang luhur ketika kau tolong
mengembalikan bonekaku yang kecemplung itu. Waktu itu kau
tidak menghiraukan hawa dingin, kau telah menolongku. Kini,
kini.... aku mendapat bukti lebih nyata lagi tentang kemuliaan
hatimu terhadapku.."
"Adik Hong," menyelak Ho Tiong Jong. "Betul-betul aku
merasa bangga mendapat pujianmu dan perhatianmu yang

demikian besar, aku dapat mengerti akan isi hatimu
terhadapku. Aku juga merasa, hatiku ada begitu dekat dengan
kau, hanya.... hanya sayang ada itu perbedaan-.."
Ho Tiong Jong tak dapat meneruskan kata-katanya, ia
berkata sampai disitu juga sudah merasa keterlepasan-
Kim Hong Jie hentikan sesenggukkannya dan menatap
wajahnya si anak muda. "Engko, long, kau kata tadi
perbedaan perbedaan apa itu?" tanyanya.
"Perbedaan tingkatan kita, Kau dari tingkatan atas dan aku
dari tingkatan yang paling rendah, seorang gelandangan
seperti aku, mana orang tuamu memandang mata dan
mengijinkan kau bergaul dengan aku? Ah, adik Hong,
sebaiknya kita akhiri sampai disini saja perkenalan kita, karena
makin rapat kita bergaul makin membuat hatiku jadi lebih
sengsara saja..."
"Ah, Engko Jong... Tidak. tidak.... apa itu tingkatan tidak
ada dalam kamusku perihal tingkatan atau derajat, kau adalah
orang yang paling mulia."
"Adik Hong, Sudahlah, ucapanmu ini aku kuatir akan
membuat kau menyesal dibeakang harinya."
"Tidak mungkin" kata si gadis sambil membantingbantingkan
kakinya, ia menangis lebih keras dari semula
hingga saking sedihnya, ditambah kakinya lemas karena
kelamaan ia dirantai oleh si kakek aneh, maka seketika itu
juga Kim Hong Jie menjadi pingsan-
Ho Tiong Jong yang menyaksikan si nona pingsan dalam
pelukannya menjadi sangat gelisah, sebelumnya ia bertindak
apa-apa mendadak mincul Souw Kie Han-
Tanpa kata apa apa lagi si kakek telah menotok urat
tidurnya si nona, sehigga Kim Hong Jie jatuh pulas dengan
nyenyaknya.

"Bocah." kata si kakek. "Sekarang kau boleh antar dia
keluar dari tempatku, jangan datang-datang lagi kesini. Kau
ingat, racun dari jarum Pencabut Rokh yang sudah bersarang
dalam tubuhmu itu, hanya akan mengijinkan kau hidup dalam
waktu dua belas jam saja. Selainnya sute lohu Kong Jat Sin
yang dapat menolong dirimu, sudah jangan harap lain orang
dapat menolongnya."
Ho Tiong Jong sangat mendongkol pada si kakek, tapi apa
ia bisa bikin? ia tidak ladeni Souw Kie Han mengoceh, hanya
lantas ia pondong si nona untuk dibawa turun dari gunung Sie
ban-leng, kemudian dengan melalui Liu soa kok (lembah pasir
berjalan) ia terus membawa si nona sampai dlkaki gunung Hui
cui san.
Ia memilih suatu tempat dibawah satu pohon untuk
meletakkan si nona supaya gampang dilihat oleh orang yang
berlalu lintas ditempat itu, ia mengharap si nona lekas
diketahui oleh orang dari Seng Kee Po supaya lekas pulang
dan berkumpul kembali dengan ayahnya.
Melihat si nona masih tidur dengan nyenyaknya, hatinya Ho
Tiong Jong menjadi sangat sedih, ia mengusap-ngusap
jidatnya si nona sekian lamanya, Hatinya jadi melamun
pikirnya kalau dirinya ada sederajat dengan si nona, Kim Hong
Jie memang ada satu pasangan yang tepat bagi dirinya.
Ia menyesalkan dirinya yang bernasib sangat buruk. terus
menerus menemukan halangan saja, Besok malam racunnya
Tok kay akan bekerja disusul oleh bisa jarum pencabut Roch
dari si kakek, untuknya sudah tak dapat lolos lagi dari
kematian, Mau pergi ketempat si Dewa obat Kong Yat Sin,
dimana? ia tidak tahu tempatnya Dewa obat itu.
Kalaupun tahu tentu letak tempatnya ada sangatjauh dan
sebelumnya ia menemui Kong Yat Sin jiwanya sudah
melayang ditengah perjalananTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Mengingat akan nasibnya dan mengingat akan
kecintaannya Kim Hong Jie dan Seng Giok cin yang demikian
besar atas dirinya, diam-diam dirinya merasa sangat sedih dan
tanpa merasa saat itu ia telah mengucurkan air matanya.
Pelahan-lahan tangannya merogoh sakunya dan
dikeluarkanlah batu kumala api (Hwe-giok), ia pegang
tangannya si nona yang halus dan batu itu dikepalkan dalam
telapakan tangannya Kim Hong Jie.
"Adik Hong, baik baiklah kau menjaga diri.." ia berkata
sendirian sambil mengelus sekilas jidat dan pipinya sinona
yang sedang tidur nyenyak. Nasib telah menentukan kita
berpisahan, semoga dilain penitisan saja kita berjumpa
kembali, selamat berpi....sah adik Hong."
Ia menutup kata katanya dengan suara terputus-putus dan
menyeka air matanya yang berlinang linang, Kemudian ia
bangun berdiri, setelah sejenak mengawasi lagi si gadis,
perlahan-lahan meninggalkan sinona balik lagi ke Liu soa kok.
XXI. KAKEK ANEH DIKEPUNG
Ketika ia hampir sampai di tepi lembah pasir berjalan itu.
tiba-tiba ia melihat ada kira-kira dua puluh orang sedang
berkumpul, kuda-kuda tunggangnya mereka ditambat tidak
jauh dari mereka berdiri, Rupanya mereka sedang berunding
matanya mengawasi kearah depan, hingga tidak mengetahui
kalau Ho Tiong Jong diam diam telah sembunyikan dirinya
tidak jauh dari mereka.
Orang-orang itu kiranya ada pentolan-pentolan dari
Perserikatan Benteng perkampungan-
Diantaranya Ho Tiong Jong kenali ada Seng Eng dengan
puterinya seng Giok Cin, Kim Toa Lip ayahnya Kim Hong Jie,
Hui Siauw Beng, Hui Seng Kang, nona Lauw Hong In, Kong
soe Jin, semuanya terdiri dari dua puluh orang tua muda.

Meskipun dalam kalangan Perserikatan Benteng
perkampungan sudah ada keretakan menjadi tiga partai,
ternyata diwaktu menghadapi kesulitan mereka bisa bersatu
padu untuk mengatasinya. semuanya bersemangat untuk
menolonGi kawan-kawannya yang dalam bahaya.
Yang paling tengik lagaknya Kong Soe Jin yang cengar
cengir seperti monyet kena terasi. jikalau beromong-omong
dengan wanita, Nona Seng semua melihatnya, maka ia selalu
menjauhkan dirinya.
lain dari itu hatinya memang sedang terbenam oleh rasa
sedih, memikirkan akan nasibnya Kim Hong Jie, yang menjadi
kawan akrabnya. Air mukanya bermuram durja, ia tidak
banyak omong, seperti yang kehilangan semangatnya.
Ho Tiong Jong yang menyaksikan dari kejauhan merasa...
kasihan kepada nona Seng.
Sebentar lagi kelihatan seng Eng, Kim Toa Lip dan Hui
Siauw ceng masing-masing mengangkat sebuah batu sebesar
satu kaki persegi, yang sudah diikat tambang.
Mereka pada mengerahkan tenaga dalamnya. Batu-batu itu
kemudian dilemparkan ke seberang persis jatuh ditepi bawah
gunung Si ban leng.
Bagus sekali ketika batu-batu itu melayang miring dengan
membawa tambang, kemudian pada menancap ditempat
tujuannya dengan kokoh sekali. oleh karenanya orang jadi
bisa melewati padang pasir berjalan itu diatas tambang yang
melintang itu.
Yang pertama maju, adalah cianpwee Toa-nio yang dikenal
paling mahir ilmu meng entenGi tubuhnya. Nyonya tua itu,
benar saja dapat menyebranGi pasir berjalan dengan selamat
diatasnya tambang setelah disebrang, si nenek telah membikin
kokoh pula batu-batu yang menancap tadi, maka dengan
bergiliran telah berjalan diatas tambang itu Kim-Toa Lip. Hui
Siauw ceng dan lain-lainnya.

Justeru diwaktu Ciauw Toa-nio dan Kim Toa Lip sedang
memegangi lambang membantu kawan-kawannya
menyebrang, tiba-tiba meluncur turun dari atas gunung
seorang kakek yang bukan lain ada Souw Kie Han sendiri.
Ia membentak dengan bengis. "Hei lekas hentikan
perbuatan kalian, jangan coba membikin ribut ditempat lohu,
Lekas kembali:" Mereka terkejut, tapi hanya sejenak saja.
Mereka tidak takut pada kakek aneh itu, cuma saja karena
menyerbu ketempat orang tanpa ijin, mereka menjadi raguragu
untuk memberi alasannya. Tapi Ciauw Toa nio yang
mulutnya lancang sudah berteriak keras.
"Kakek jahat!! Kau jangan sok jago-jagoan dan menang
sendiri, Lekas kembalikan itu anak muda yang kau sudah
tahan, baru nyonya mu dapat mengampuni jiwamu dan
dengan hormat akan kembali lagi dari sini."
"Hmm." menyelak Souw Kie Han sangat mendongkol "Kau
enak saja bicara, kalian jatuhkan dulu lohu, baru bicara
tentang pengembalian anak-anak nakal itu yang sudah datang
kemari tanpa ijin lohu."
ciauw Toa nio ketawa cekikikan seram, matanya mendelik
mengawasi pada si kakek aneh dari goa Pek cong-tong, tapi
sudah tentu saja tidak dibuat jerih oleh yang tersebut
belakangan. Maka ia telah berkata pula.
"Nenek tidak berguna, kau jangan banyak lagak nanti lohu
bikin kau tahu rasa untuk kelancanganmu datang disini."
"Baik." teriak si nenek "Lihat saja nanti siapa yang akan
dikasih tahu rasa aku atau kau sendiri?"
sementara itu kawan-kawannya Ciauw Toa nio sudah
menyebrang semuanya. Sambil urut-urut jenggotnya dan
tertawa bergelak gelak Souw Kie Han berkata.
"Kalian tentu dari Perserikatan Benteng Peikampungan,
bukan?"

"Ya, kau mau apa, kakek jahat "jawab ciauw Toa nio
dengan suara keras.
Sebetulnya Seng Eng dan yang lain-lainnya, kepingin bicara
dengan baik-baik saja kepada si kakek. tapi apa mau Ciauw
Toa-nio sukar di rem mulutnya, Selalu mendahului yang lain
lainnya, Mungkin karena ia pikir, bahwa dalam rombongannya
itu dialah yang paling mahir dalam ilmu silat maupun dalam
hal meng entenGi tubuh.
"Bagus... bagus..." kata Souw Kie Han.
"Memang, kalau diingat ada sukar sekali kalian bersembilan
dapat berkumpul bersama-sama. Kini, kalian sudah dapat
berkumpul, lohu kepingin menjajal barisan kalian yang buat
bangga, yalah yang dinamai "Kim-long pat-hong-thian-bee tin"
(barisan delapan penjuru angin naga emas dan kuda sakti),
mari lohu kepingin menjajal sampai dimana lihay nya barisan
yang diagul-agulkan oleh kalian itu."
"Hmm...." menggeram Ciauw Toa nio, kembali ia
mendahului kawan kawannya. "Kalau yang dihadapi oleh kami
orang ada si Dewa obat Kong Yat Sin, mungkin kami orang
akan merasa jerih dan lekas-lekas berlalu dari sini, Tapi kau...
kau tua bangka yang tidak tahu tingginya langit dan tebalnya
bumi mau membuka mulut besar? Hi, hi, hi...."
Slouw Kie Han kewalahan menghadapi si nenek ia selainnya
tidak pandai tarik urat juga sudah banyak tahun tidak bergaul
dengan sesamanya, mulutnya sudah menjadi kaku. Tidak
heran, kalau ia merasa sangat gemas kepada si nenek yang
pintar ngomong.
"Sekarang begini saja" kata si kakek. "pertama tidak ada
satu diantara kamu orang yang kuperkenankan datang
ditempat lohu dipuncak gunung, Kedua, kalian boleh berbaris
dahulu disana, untuk menempur lohu sebentar. Kalian
keluarkan kepandaian apa saja yang dimiliki untuk
menjatuhkan lohu, akan lohu layani dengan baik, Asal kalian

tak mau memenuhkan dua syarat ini, h mm... jangan sesalkan
lohu mati berbuat telengas "
Kim Toa Lip yang paling gelisah, karena puterinya dikira
masih berada dalam kekuasaannya si kakek Maka sebelumnya
Ciauw Toa nio membuka mulut sudah lantas berkata. "Baik,
kami akan menerima dua syarat itu, tapi dengan jaminan
bahwa lima orang yang ditahan olehmu semuanya berada
dalam keadaan selamat."
"Ha ha ha, jangan kuatir, Mereka dalam keadaan segar
bugar Asal kalian dapat menjatuhkan lohu pendeknya mudah
saja mereka akan lohu bebaskan dengan tidak kurang suatu
apa."
Mendengar ini hatinya Kim Toa Lip dan yang lain-lainnya
merasa lega.
" Kakek bangkotan" teriak Ciauw Toa-nio libatiba ia masih
terus tak mau kalah suara dari kawan-kawannya, "Kau boleh
belajar kenal dahulu dengan nyonya mu ini kalau aku kalah,
baru menjajal kami punya barisan yang ampuh."
"Kau ini nenek lancang" kata Souw Kie Han. "Kalau belum
dikasih rasa memang juga belum kenal kelihayan lohu."
Ciauw Toa nio tertawa terkekeh-kekeh. Souw Kie Han
sudah masuk usia sembilan puluh tahun masih lebih tua dua
puluh tahun dari Ciauw Toa nio yang berumur tujuh puluh
tahun. Jarak diantara mereka kira-kira ada empat tumbak.
Untuk melayani si kakek, Ciauw Toanio tidak sungkansungkan
mengeluarkan senjatanya yang ampuh, yala h suatu
tali yang panjang sepuluh tumbak yang di namai, Tali Terbang
Menjerit. inilah senjata Ciauw Toanio yang sangat diandalkan
yang telah mengangkat namanya tersohor dalam kalangan
Kang ouw.

"Kakek tua kejemur" menggoda Ciauw Toa noi. "Kau lihat
senjata nyonyamu akan membuat tidak ada jalan untuk
meloloskan diri. Hi hi hi....."
Berbareng ia telah melontarkan talinya yang panjang itu.
Tapi Souw Kie Han tidak bergerak untuk berkelit atau
mengegos hanya lengan bajunya dikibaskan yang
mengeluarkan angin dahsyat, hingga senjata tali Ciauw Toanio
balik lagi dan hampir saja menghajar pemiliknya sendiri,
kalau tidak si nenek cepat-cepat berkelit kesamping untuk
menghindarkan serangan talinya sendiri. "He he he he"
terdengar sikakek ketawa.
Matanya Ciauw Toa nio melotot, ia menyerang lagi tapi
seperti juga tadi si kakek tidak bergerak dari berdirinya dan
hanya mengebutkan lengan bajunya saja, cukup membuat si
nenek gelagapan-
Yang jailnya si kakek seperti bisa mengendalikan angin
pukulan lengan bajunya, ia membikin anginnya berkumpul
mengarah rambutnya Ciauw Toa nio, hingga dalam tempo
pendek saja rambutnya si nenek sudah menjadi riap- riapan
seperti setan-
Panas hatinya Ciauw Toa nio dikocok demikian, maka ia
menyerang lebih hebat lagi, setelah pukulan simpanannya
telah dikeluarkan barulah ia bisa membuat perlawanan
terhadap si kakek.
Cuma saja tegas sekali, bahwa ia bukan tandingannya
Souw Kie Han- Meskipun ia coba mengurung dengan tali
wasiatnya, tapi si kakek dengan acuh tak acuh melayani
padanya.
Kim Toa Lip nampak Ciauw Toa nio keteter jadi saling
pandang dengan kawan kawannya, ia memberi isyarat untuk
menyerbu kalau Ciauw Toa nio sebentar menghadapi bahaya
serangan si kakek.

Kembali terdengar si kakek tertawa terkekeh-kekeh, "Budak
lancang, aneh sekarang boleh rasai kelihayannya lohu, He he
he...." Sambil berkaca Souw Kie Han telah merubah tipu
serangannya. Lengan biju kanannya menggunakan tipu
serangan ok hong Pauw-ie, (angin jelek hujan ribut) dan
lengan baju yang kiri menyerang dengan gaya, "Li-hoanBe
thian (wanita celaka menutupi udara).
Dua- gerak tipu serangan dengan lengan baju yang hebat
sekali, hingga Ciauw Toa-nio merasakan gencetannya hampir
tak dapat bernapas. "Benar hebat" Demikian ia pikir dalam
hatinya.
Kehabisan akal. Ciauw Toa nio berlaku nekad, ia mulai
merogoh sakunya dan diam-diam sudah mengayunkan
tangannya, segera benda yang berkeredepan hitam tampak
diudara, itulah senjata gelapnya yang biasanya tidak suka
salah alamat, kini nyeleweng karena angin pukulan lengan
bajunya si kakek. Betul juga bendanya yang ampuh itu tidak
dapat menyentuh badannya Souw Kie Han.
"He he he..." tertawa sikakek. "budak lancang, sekarang
bagaimana."
Bagaimana gemas juga, bagaimana marahnya juga, Ciauw
Toa-nio tidak bisa berdaya sama sekali menghadapi sikakek
yang ilmunya ada lebih jauh lebih tinggi dari padanya. Malah
dalam hatinya meragu- ragukan kalau sikakek sebentar dapat
dikalahkan oleh barisan yang ampuh.
"Kakek bangkotan." Ciauw Toa-nio tiba-tiba menjerit, ketika
ia terus kena didesak oleh lawannya, "Kau berhentikan dahulu
pertandingan ini, aku mengaku kalah dan pertandingan
dengan barisan kini boleh lantas dimulai."
Si nenek berbareng lompat keluar dari kalangan
pertempuran dengan napas sengal-sengal. Kini Souw Kie Han
tertawa gelak-gelak,

"Bagus, bagus..." katanya, "Nah, cobalah bentuk barisanmu
yang sangat dibuat bangga itu. Lohu ingin lihat, apa bisa bikin
terhadap lohu. He he..."
Seng Eng, KimToa Lip dan lain-lainnya panas hati
mendengar perkataan sombong dari si kakek. ^api memang
juga sudah menjadi kenyataan mereka, kalau satu melawan
satu bukan tandingannya si kakek.
Buktinya, Ciauw Toa nio yang merupakan benggolan dari
mereka tidak bisa tahan meladeni duapuluh jurus saja.
Apa boleh buat, mereka telan semua rasa gusar dan
mengharap dengan barisannya yang dinamai "Kim Liong-pat.
liong thian bee tiu" atau "Barisan delapan penjuru angin naga
emas dan kuda sakti"
Ho Tiong Jong yang mengikuti mereka dan mengumpat
ditempat yang tidak jauh dari kalangan pertempuran diamdiam
merasa kagum dengan ilmu silatnya si kakek yang tinggi.
Diam-diam ia berpikir "sebab apa si kakek tidak
menggunakan ular terbangnya untuk membunuh ciauw Toanio?
Heran, kenapa dia tidak berlaku kejam?" Kim Toa Lip
maju kedepan sebagai pemimpinnya.
Sret... terdengar suara pedang dihunus keluar dari
sarungnya. itulah ada pedang Kim liong kiam, senjata pusaka
dari Kim-liong-po (benteng naga emas). KimToa Lip yang akan
mengepalai barisan (tin).
Dalam perkara memainkan senjata, KimToa Lip ada lebih
unggul dari kawan-kawannya, maka juga ia telah diangkat
sebagai kepala dalam barisan-
Kim Pocu dengan suaranya yang keras saban-saban
berseru mengatur orang-orangnya yang menduduki tempattempat
penting dalam barisan, seperti Seng Eng, Co Tong
Kang, Hui Siauw Ceng dan lain-lainnya mendapat bagianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
bagiannya untuk menjaga posisinya masing-masing dengan
senjata di tangan-
Betul-betul angker kelihatannya barisan yang dibentuk oleh
Kim Pocu.
Senjata yang digunakan oleh mereka ada bermacammacam
seperti yang digunakan oleh Seng Eng dengan cambuk
besar, Hui Siauw Ceng dengan pit, ada yang menggunakan
giokstay (ikat pinggang), perisai dan lain-lainnya.
Yang menarik perhatian CoTong Kang dengan senjata
bendera apinya (Liat -hwekie), ia menjaga posnya dengan
angker sekali.
sebentar lagi barisan sudah mulai bergerak, mengurung
souw Kie Hong.
Ho Tiong Jong yang menyaksikan kejadian itu menjadi
melongo, ia tidak tahu barisan apa yang akan mengepung si
kakek, Apakah Souw Kie Han dapat memecahkan barisan yang
angker itu? Souw Kie Han sendiri merasa sangsi, apakah ia
akan berhasil dengan perlawanannya nanti.
Melihat Souw Kie Han masih tetap bergerak. maka Kim Coa
Lip telah berkata kepadanya, "Kie Han, kami sudah siap.
kenapa kau tinggal diam saja? Boleh mulai kau membobolkan
barisan kami kalau kau ada itu kemampuan."
Nona Ciauw Soe See, anaknya Ciauw Toa-nio nyeletuk.
"Mana si kakek ada itu keberanian untuk membikin pecah
barisan" Si nenek nyengir ketika mendengar anaknya berkata
demikian-
"Budak lancang, kalau aku tidak ditinggal mati oleh isteriku
yang amat cantik dan bersumpah tidak akan membinasakan
kaum perempuan, kau siang-siang sudah tidak bernyawa pula
ditangan lohu, Hmm..."

Souw Kie Han tutup ucapannya diiringi satu serangan
dengan lengan bajunya kepada Ciauw Soe See hingga si nona
merasakan sesak napasnya, ia memang tadi sudah melihat,
bagaimana si kakek membuat ibunya tidak berdaya dan
hampir hampir kena dipecundangi mentah-mentah, kalau tidak
buru-buru lompat keluar dari kalangan berkelahi minta
pertandingan dihentikan-
Ciauw Soe See menjadi ketakutan, untung Kim To Lip
datang menyelak. katanya,
"Kie Han, kaujangan bikin anak kecil ketakutan, kalau ada
mempunyai kepandaian boleh keluarkan untuk memecahkan
barisan kami."
Souw Kie Han melotot matanya, ia tidak senang dengan
perkataannya Kim Pocu yang memandang rendah rasa dirinya.
Tapi sebelum ia membuka mulut, Kim Toa Lip sudah berkata
pula.
"Kie Han, kami memang sudah mendengar tentang
kematian isterimu yang elok itu, tapi sekarang kau bertempur,
jangan bercabang hatimu. Kau harus menggunakan
kepandaianmu dengan sungguh-sungguh,sebab tidak
gampang-gampang kau bisa lolos dari barisan kami ini ada
warisan dari nenek moyang kami, yang pada seribu tahun
yang lalu pernah mengepung seorang pendekar yang luar
biasa kepandaian ilmu silatnya dan membuat dia mati kutu."
"Baiklah aku akan pecahkan barisan kalian" Pikirannya,
paling dahulu ia harus menjatuhkan Kim Toa Lip yang menjadi
kepala barisan, Kalau kepalanya sudah jatuh, badan dari
buntutnya lantas kalut dengan sendirinya.
Tapi ia tidak mengira, bahwa Kim Toa Lip bukan makanan
empuk. Karena begitu ia menyerang, Kim Toa Lip sudah
gunakan Kim liong kiam untuk melayaninya.

Pedang pusakanya amat berat hingga angin yang keluar
dari pedang itu juga bukan main beratnya dirasakan oleh si
kakek.
Tiga gebrakan lekas sekali telah berlalu, Ternyata Kimpocu
dapat memainkan pedangnya dengan enteng dan kokoh sekali
pertahanannya, Diam-diam si kakek menjadi kaget pikirannya,
"Ini satu Kim Toa Lip saja sudah sukar dijatuhkan cepat-cepat,
bagaimana kalau aku sebentar dikerubuti oleh yang lainlainnya?
Kalau kepandaiannya mereka ada jauh dibawahnya Kim
Toa Lip tidak apa, tapi kalau rata-rata kepandaiannya
berimbang saja, sukar buat aku keluar dari barisan ini....
Tiba tiba ia mendengarkan Khoe Cong berkata, "Kim toako,
kau jangan serakah, kasihlah aku mendapat giliran untuk
melayani si kakek. tanganku sudah gatal benar." Khoe Cong
berkata sambil tertawa, hingga Souw Kie Han menjadi
mendelu hatinya.
"Jangan kuatir Khoe hiante, segera kau juga mendapat
gilirannya, Aku juga tidak serakah mengangkangi sendiri."
sahut Kim Pocu,
"Tidak. kasih aku yang mendapat giliran dahulu." inilah
suaranya Coa Tong Kang.
Kemudian disusul oleh suaranya Seng Pocu. "Tidak bisa aku
harus mendapat giliran terlebih dahulu, sesudahnya Kim
toako."
Demikian orang ramai meminta pada dulu-dulu mendapat
giliran melayani si kakek, hingga Souw Kie Han dibuat pusing
kepalanya, ia sangat mendelu hati, ia gusar sekali.
Pikirnya orang sangat memandang rendah terhadap
kepandaiannya. Bagaimana juga ia harus memecahkan
barisan ini, barulah mereka tahu Souw Kie Han punya
kelihayanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Sementara itu pedangnya Kim Toa Lip telah mendesak
dengan keras sekali, hingga mau tidak mau perhatiannya di
tumplek kepada Kim Toa Lip. Apa mau tidak diduga sama
sekali, ketika ia berkelit dari serangan pedang Kim Toa Lip ada
angin yang meny amber dari samping, itulah Ciauw Toa-nio
yang mengirim serangan dahsyat.
Matanya mendelik bahna gusar, tapi sebelumnya ia dapat
membalas serangan orang, kempa li dari lain jurusan, ia
diserang, ia dihujani serangan dari segala jurusan, boleh
dikatakan dari delapan penjuru angin hingga ia repot sekali
menangkis serangan yang dilakukan dengan senjata.
Souw Kie Han dalam marahnya sudah mainkan sepasang
lengan baju besinya yang ampuh, hingga angin menderuderu
dan pasir batu pada berterbangan karena kesemprot oleh
angin pukulannya yang hebat.
Kim Toa Lip masih terus dengan tenang mengendalikan
serangannya.
Pada suatu saat ia mengirim tusukan tajam, tapi Souw Kie
Han cepat merubah posisinya, hingga Kim Toa Lip kepaksa
merubah tusukan pedangnya menjadi membabat, inilah yang
ditunggu-tunggu oleh si kakek karena ia melihat Ciauw Toanlo
merogoh sakunya hendak menerbangkan pula senjata
gelapnya.
Maka diwaktu ia berkelit dari babatannya Kim Toa Lip
lengan bajunya lantas menyerang kearahnya Ciauw Toa-nio,
hingga senjata rahasia sinenek yang hendak diayun jadi urung
dan ia sendiri sempoyongan terkena angin pukulan lengan
bajunya si kakek, napasnya dirasakan menyesak dan hampir ia
rubuh pingsan-
Serangan si kakek tadi ada tipu ilmu silat yang dinamai
"Pek in Cat san" atau "Awan putih keluar dari gunung" yang
hebat sekali hingga Ciauw Toa-Nio tidak tahan- Untung Ciauw
Toa Lip melihat bahaya, Menampak kawannya kena dihajar

oleh angin pukulan musuh, segera ia menerjang si kakek
dengan gaya "Iblis bermain mata" ia mengirim serentetan
tusukan pedang sehingga Souw Kie Han tidak punya
kesempatan untuk mengambil jiwanya si nenek yang sangat
menyebalkan hatinya. Dengan begitu Ciauw Toa-Nio dapat
ketolongan jiwanya.
Hebat tipu serangan iblis bermain mata dari Kim Toa Lip
tadi, sebab dua belas tusukan pedang mengarah pada dua
belas tempat jalan darah yang penting pada tubuhnya si kakek
aneh dari goa Pekscong-tong itu.
Tapi dasar ilmu silatnya lebih atas, maka serangan yang
bertubi-tubi itu dapat dielakan oleh Souw Kie Han dengan baik
sekali, malah ia sudah mengulurkan tangan dan membuka
lima jarinya untuk menyengkeram Ciauw Toa-nic.
Si nenek saat itu sudah meramkan matanya akan terima
nasib, tapi cengkereman si kakek urung setengah jalan,
karena satu benda berapi telah membentur tangannya, itulah
ada benda yang diluncurkan oleh Coa Tong Kang.
Ketika melihat kawannya dalam bahaya Coa Tong Kang
menggunakan ilmu "Thian-bee Keng gong (kuda semberani
melayang di angkasa) melesat keangkasa dari udara dengan
senjata gelapnya yang mengandung api ia telah menyambit
pada lengan si kakek hingga kebakar. Si kakek terpaksa
menarik pulang cengkeremannya karena jarinya dirasakan
panas. Souw Kie Han perdengarkan suara ketawanya yang
aneh.
Matanya menyapu sekalian jago-jago itu yang jumlahnya
sembilan orang, yang keren- keren kelihatannya, Kecuali Kim
Toa Lip yang masih ngotot menyerang dengan pedangnya dan
beberapa orang lainnya, masih ada lima orang pula yang
masih belum bergerak dan tengah mengawasi kepadanya
dengan senyuman dinginTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Senjata mereka macam-macam, ada yang digunakan untuk
jarak jauh ada yang untuk jarak dekat, semuanya telah
digerakkan menyerang si kakek, akan tetapi semuanya dapat
dielakan oleh Souw Kie Han-
Ho Tiong Jong ditempat sembunyinya melihat jalannya
pertempuran demikian hatinya sangat heran, Kenapa Souw
Kie Han tidak menggunakan senjata gelapnya yang berupa
ular kecil untuk membunuh mati musuhnya? Dilain pihak.
Seng Eng dan kawan kawannya juga karena tidak mau
mengambil jiwanya sikakek aneh itu ? untuk yang tersebut
belakangan Ho Tiong dapat menebak sebab sebabnya,
mungkin mereka masih menguatirkan anak keponakan mereka
yang masih disekap oleh si kakek.
Kalau anak-anak disekap ditempat yang tidak ketahuan
dimana letaknya dan si kakek sudah binasa, dimana mereka
bisa mencarinya anak-anak itu, Terdengar Kim Toa Lip berkata
nyaring. "Hei, Kie Han, apa kau masih belum mau menyerah?
Kau jangan mengimpi dapat melepaskan diri dari kepungan
kami orang."
Mendengar kata-kata ini bukan main gusarnya Souw Kie
Han-
Ia sebenarnya kepingin menggunakan ularnya untuk
membunuh musuhnya akan tetapi dipikir lagi, kalau misalnya
ia sudah dapat membunuh satu musuhnya tentu senjata
rahasia itu diketahui oleh yang lain-lainnya.
Mereka tentu tidak akan mau mengerti dan mengeroyok
mati padanya, Lain urusannya kalau ia berhadapan dengan
satu dengan satu, mudah saja ia mengeluarkan senjata
ularnya untuk membinasakan musuhnya. senjata gelapnya itu,
selainnya Ho Tiong Jong tidak ada yang mengetahuinya pula.
Ia pikir, ada harapan suatu waktu ia ketemu dengan satu
pada orang-orang yang kini mengepungnya ia bisa

membinasakan dengan ular itu. Akhirnya ia bisa menjawab
ucapan Kim Toa Lip tadi.
"Kau jangan keliru mengira lohu takut mati. Dalam buku
kamus hidup lohu tidak ada takut mati."
"Kau sudah merasakan lihaynya barisan kami, bukan? Nah,
sekarang kau merdekakan anak dan keponakan kami, supaya
kami dapat melepaskan kau dengan selamat dari kepungan
kami." Kim Toa Lip sambil mengasih tanda pada orang
orangnya untuk meng gerakan barisannya.
"IHm, kalian dengan perkataanku" teriak si kakek, "Lohu
belum mau mengaku kalah dan sejak dahulu malah belum
mengaku kalah. Kalian tidak percaya, nah boleh belek, (belah)
dada lohu apa dalam hati lohu ada tertulis kata-kata kalah?"
Semua orang hentikan bergeraknya barusan, mereka saling
pandang mendengar kata-katanya si kakek barusan, Mereka
diam-diam mengagumi sikap si kakek yang kepala batu dan
kecekatannya tidak mau mengaku kalah.
"Baik," tiba-tiba Kim Toa Lip berkata. "sekarang aku mau
tanya kau mau lepaskan tidak orang-orang yang telah kau
tahan?"
Souw Kie Han pada saat itu memang sudah sangat lelah,
karena sudah bertanding ratusan jurus lamanya, ia sungkan
mengaku kalah dan terus meladeni mereka mengeroyok
dirinya, ia sudah coba menerjang keluar dari barisan sampai
dua kali, akan tetapi semuanya gagal, kini ia mengerti, bahwa
sukar untuk ia keluar dari kepungan kalau tidak menyerah
kalah.
Sebenarnya ia sangat mendongkol dengan kata tadi, tapi
apa daya? Kepaksa ia menjawab dengan suara dingin,
"Hmm....untuk apa aku kasih mereka tinggal hidup dalam
daerahku?" Kim Toa Lip tertawa bergelak gelak mendengar
ucapannya si kakek.

"Bagus inilah tanda dari perdamaian, Saudara-saudara,
lekas kasih jalan untuk Souw- Locianpwee panggil anak-anak
kita keluar ha ha ha..."
Souw Kie Han mendelik melihat lagaknya Kim Toa Lip. tapi
ia tidak ungkulan untuk mengajak mereka bertarung lagi,
maka ia hanya berkata.
"Hari ini urusan kita sudah berakhir sampai disini. Mulai
sekarang dan untuk selanjutnya kalian dari Perserikatan
Benteng perkampungan dan anak buah kalian dilarang
menginjak daerah kediaman lohu ini. Kalau larangan ini
dilanggar, jangan sesalkan kalau lohu tidak memberi ampun
lagi pada yang bersangkutan-"
Anak-anak muda yang mendengar ancamannya si kakek
rata-rata pada naik darah panas hatinya, akan tetapi sembilan
orang tua tidak menunjukkan perubahan apa-apa diwajahnya
dan juga tidak mengucapkan janjinya akan mentaati larangan
si kakek. Mereka membungkam terus.
Tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di otaknya si kakek,
maka ia telah tertawa bergelak-gelak. hingga membikin pihak
lawannya keheranan-
"Kau menertawakan apa?" tanya Seng Eng, yang dari
setadi tinggal diam--saja.
"Lohu menertawakan pada kalian orang-orang tua yang tak
ada gunanya."
" Dalam hal apa, maka kau berani mengatakan demikian?"
nyeletuk ciauw Toa nio
"Lohu menyaksikan ketika kalian hendak menyebrangi Liu
soa kok ada begitu bersusah payah, beda dengan seorang
muda yang pernah datang kesini, ia dengan secara mudah
saja dapat melalui lembah pasir berjalan (Liu soa- kok)."
Perkataan si kakek membuat Kim Toa Lip dengan kawankawan
jadi saling pandang.

XXII. GIOK CIN BUKA RAHASIA HATINYA.
MEKEKA tampak sedang menduga-duga siapa adanya
pemuda yang dimaksudkan oleh si kakek aneh itu.
"Aku lihat kalian bersembilan-" terdengar Souw Kie Han
berkata pula, "yang sudah dapat nama termashur dikalangan
Kangouw, tapi buktinya mengecewakan-Menyebrangi lembah
pasir berjalan saja ketakutan setengah mati, beda dengan
seorang muda yang datang kesini dia sudah sampai dipuncak
Si-ban leng dengan tidak mendapat kesukaran apapun juga,
malah dia sudah dapat menolonGi nona yang dicitiunya dan
sudah dibawa pergi olehnya."
"Siapa dia?" tanya Kim Toa Lip dengan tidak sabaran.
"Ho Tiong Jong..."
Semua orang terperanjat mendengar nama itu disebut.
Mereka hampir tidak percaya dengan pendengarannya
karena Ho Tiong Jong itu sudah mati, bagaimana ia bisa
datang kepuncak Si ban-leng? Apakah itu setannya yang
datang kesitu?
Seng giok Cin terperanjatnya lain, Mukanya berubah
seketika jantungnya dirasakan memukul keras.
"Tiong Jong sudah mendahului kita menolong adik Hong...
oh, dia gagah sekali, di mana adanya sekarang?" si nona
diam-diam menanya pada diri sendiri.
Kim Toa Lip menjublek sekian lamanya. Ia tidak mengerti
Ho Tiong Jong bisa hidup kembali. Adakah pemeriksaannya
kurang teliti? ia bersama Coa Tong Kang memeriksa bersamasama
Ho Tiong Jong dalam penjara air dimana ia sudah
melayang jiwanya karena di hajar oleh senjata rahasia Ceng
ciauw Nikouw yang beracun, Tok kim chi (pedang emas
berbisa).

Setelah memikir lebih dalam, ia jadi geli sendirinya. ia tidak
mengira Ho Tiong Jong pada mempunyai kepandaian yang
membuat dirinya itu betul betul telah tewas jiwanya dengan
menggunakan tenaga dalamnya ia sudah dapat membuat
dirinya dingin dan tidak bernapas, betul-betul macamnya
orang sudah mati.
Disamping rasa geli, hatinya bukan main girangnya, karena
Kim Hong Jie puterinya, ternyata sudah tidak ada pula pada si
kakek dan sudah ditolong oleh itu sianak muda yang gagah
dan tampan-
Tiba-tiba ia kaget mendengar sikakek berkata.
"Hm hanya sayang sekali lohu sudah memberi tusukan
beracun pada Tiong Jong sebagai ganti jiwanya yang luar
biasa dalam dunia persilatan dia tidak akan muncul lagi dalam
dunia Kangouw. Sayang, sungguh sayang. Ya apa mau dikata,
kecuali suteku Kong Jat Sin dapat menolong jiwanya sudah
tidak ada pula orang lainnya lagi."
"Berapa lama ia bisa hidup?" menyelak Seng giok Cin.
"Dia dapat hidup dalam beberapa jam saja." jawab si
nenek.
"Aaaaa locianpwee keliru?"
"Mana lohu bisa keliru ?"
"Tiong Jong tidak bisa mati, Aku tidak percaya ia bisa mati
."
"Sebabnya ?"
"Kalau dia memang harus mati, tempo hari saja ketika kena
Ceng ciauw Ni Kouw punya Tok-Kim chi. Senjata rahasianya
itu amat berbisa, aku tidak percaya jarum maut cianpwee ada
lebih berbisa dari Ciauw Nikouwpunya Tok-Kim chi."
"Bisa jarum yang lohu tusukan di tubuhnya itu termasuk
diantara "Lima Bisa" sedang Ceng Ciauw punya Tok kim chi

termasuk juga dalam itu "Lima Bisa", Kalau Tiong Jong tidak
mati oleh Tok-kim-chi tentu dia bakalan mati oleh jarum
mautku, itulah rupanya, Tiong Jong memang sudah nasibnya
akan binasa dengan racun kesian-"
"Sudahlah," menyelak Kim Toa Lip. "sekarang lekas kau
keluarkan itu anak yang kau tahan, Dan kami akan berlalu dari
sini?"
Si kakek delikin matanya akan tetapi ia tidak kata apa-apa,
ia ngeloyor pergi sekian lamanya, kemudian datang lagi
dengan Tan Kie Seng, cu Coan Liang dan Kong soe Tek.
Mereka kegirangan dapat berjumpa kembali dengan paman
dan kawan-kawan, terutama Kong soe Tek yang
kegarangannya paling besar karena telah dapat berjumpa
kembali dengan Kong Soe Jin, engkonya.
Kedua saudara itu, yang mendapat julukan im yang Siang
kiam, telah berpelukan kegirangan dengan berlinang-linang air
mata.
Kim Toa Lip sendiri tenang-tenang saja, karena puterinya
telah diselamatkan oleh Ho Tiong Jong. Meskipun anak muda
itu sudah kena tusukan jarum beracun si kakek, ia percaya Ho
Tiong Jong dapat membawa putrinya ketempat yang selamat,
Mereka lantas pada meninggalkan tempat itu, karena
orang-orang yang hendak ditolong nya sudah beres dan
kembali dengan selamat. Hanya Seng Giok Cin yang tidak
turut mereka pulang.
Seng Eng yang percaya puteri-nya bisa membawa dirinya,
tidak berkata apa-apa, ketika si nona menolak untuk turut
pulang dengan alasan hendak bercakap-cakap sebentar
dengan si kakek, ia hanya memesan supaya si nona berlaku
hati-hati.

Seng Giok Cin hiburkan sang ayah dengan kata-kata yang
menentram bati, maka ayahnya telah meninggalkan ia dengan
hati lega.
Meskipun dimulut tidak mengucapkan apa-apa, tapi dihati
Seng Eng sudah menebak seratus persen bahwa puterinya
tidak turut pulang bersama sama tentu hendak menyelidiki Ho
Tiong Jong.
Sebagai orang tua yang menyayang pada putrinya, Seng
Eng mengerti bahwa puterinya telah jatuh hati kepada
pemuda yang gagah berani itu.
souw Kie Han heran melihat si nona tidak turut pergi, maka
ia lalu menanya. "Hei nona mengapa kau tidak turut kepada
mereka?"
Seng Giok Cin tersenyum manis, Pelahan-lahan ia
mendekati si kakek dan berkata pelahan "cia npwee, aku tidak
turut berlalu dari sini karena aku ada sedikit urusan dengan
cianpwee."
"Hei, urusan apa lagi ?" menentang si kakek dengan heran-
"Soal Tiong Jong." jawabnya.
Si kakek buka lebar matanya, Pikirnya, si cantik Kim Hong
Jie telah menyintai Ho Tiong Jong begitu rupa, kini kembali
satu nona elok menaruh perhatian begitu besar kepada si
pemuda, Betul-betul Tiong Jong sangat beruntung, hanya
sayang dia pendek umur, sudah kena jarum mautnya dan
tidak bisa tertolong jiwanya.
"Tiong Jong kenapa," tanya si kakek.
"Kalau Tiong Jong sudah mati, dimana kuburannya ?"
"Kau mau bersembahyang ?"
"Ya," jawab si nona telengas .Souw Kie Han mengelah
napas, ia mengawasi paras muka si nona yang cantik menarik,
yang saat itu mengandung kedukaanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Hatinya kasihan, akan tetapi apa mau di kata, ibarat beras
sudah jadi bubur ia sendiri tak dapat menolonGi Ho Tiong
Jong, Tapi ia bisa menghiburi si nona, katanya.
"Nona, Tiong Jong masih belum mati, sebentar malam kirakira
jam dua baru dia mati..."
Setelah berkata demikian, kembali si kakek mengawasi
wajah yang cantik menarik nona didepannya, pikirannya saat
itu melayang kepada istrinya yang telah meninggalkan dunia.
Maka sambil menghela napas ia pelahan lahan angkat
kakinya meninggalkan Seng giok cin berdiri sendiri.
Seng Giok Cin tak tahu, ia harus berbuat bagaimana
sekarang.
Mau menyusul Ho Tiong Jong, menyusul kemana? ia tak
tahu kemana perginya si pemuda yang membawa Kim Hong
Jie.
Ia jadi berdiri menjublek sekian lamanya, pelahan napas
terdengar beberapa kali, wajahnya menunjukkan rasa duka.
Ho Tiong Jong barusan mendengar Souw Kie Han memujimuji
dirinya, diam-diam ia merasa bangga, Kalau saja pujian
itu pada beberapa waktu berselang, tentu ia sudah keluar dari
tempat sembunyinya dan mengunjuk diri sambil tepuk-tepuk
dada.
Tapi kini Ho Tiong Jong sudah ada pengalaman, ia tidak
mau unjukkan dirinya sewaktu dirinya diangkat tinggi-tinggi,
meskipun sang hati kepingin menonjolkan mukanya didepan
orang banyak. terutama diiepan gadis jelita seperti nona Seng.
seban saat ia tidak bisa wajahnya yang cantik dan
kebaikannya.
Kini tegas ia menyaksikan bagaimana nona Seng begitu
memperhatikan dirinya. ia tidak turut pulang dengan ayah dan
pamannya karena ingin mengetahui hal kematian dirinya,
pembicaraan yang dilakukan antara nona Seng dan Souw Kie

Han tertangkap nyata dalam telinga si pemuda, hingga diamdiam
ia berkata kepada dirinya sendiri.
"Dia juga menyintai diriku, bagaimana ini jadinya? Hong Jie
dan giok Cin dua nona cantik jelita pada menyintai aku,
kenapa ?"
Ia sendiri tak tahu, Apakah lantaran wajahnya cakap
cakap? Atau karena sikap dan pengawakannya gagah?
Aaaa..... mustahil, sebab tak kurang-kurang pemuda pemuda
lain yang lebih tampan dan gagah, malah mereka ada dari
tingkatan atas, sedang ia sendiri hanya seorang muda dari
kalangan gelandangan saja, IHemn, ia tidak habis mengerti.
Tiba-tiba ia teringat bahwa dirinya hanya tinggal beberapa
jam lagi saja, hatinya menjadi cemas.
Diwaktu ia mengelah napas, matanya melihat nona Seng
dengan perlahan lahan angkat kakinya menuju lembah. Cepat
cepat ia keluar dari tempat sembunyinya dan dengan tindakan
ringan yang tidak menerbitkan suara ia menghampiri si nona.
Dari belakang nya ia berkata perlahan-
"Adik Giok, kau jangan berduka, aku ada disini."
Kaget bukan main Seng giok Cin, cepat ia berbalik dari
depannya berdiri Ho Tiong Jong dengan muka berseri seri,
wajahnya yang tampan menawan yang selalu menjadi buah
matanya.
Tapi herannya Seng Giok Cin bukannya mengunjuk wajah
girang melihat si pemuda saat itu, sebaliknya air mukanya
tampak dingin.
"Ya, bagaimana sekarang setelah kau ada disini?" katanya
ketus. Ho Tiong Jong jadi berdiri bengong.
Sama sekali ia tidak mengira bahwa akan mendapat
jawaban begitu ketus dan air muka yang dingin, Aneh,
pikirnya.

"Kau kira dirimu seorang gagah perkasa, bukan? Hm....
tidak tahu malu."
Kegirangan dan kemesraan Ho Tiong Jong seketika itu
lenyap tak berbekas. ia seolah-olah diguyur air dingin dengan
mendadak saja badannya dirasakan menggigil.
Tadinya ia menduga Seng giok Cin menyambut ia dengan
mesra, karena ia menyaksikan sendiri, bagaimana gelisah dan
benar perhatian Seng giok Cin terhadap dirinya yang
dikatakan sudah kena racun dan akan menemukan ajalnya.
Heran kenapa sikapnya demikian dingin? Ah, dasar hati wanita
sukar diduga. Ketika Seng giok Cin perlakukan Ho Tiong Jong
demikian?
Soalnya adalah karena si nona merasa malu. Tadi
perbuatan dan percakapannya dengan si kakek pikirnya telah
diketahui oleh sipemuda, itulah berarti bahwa rahasia hatinya
telah diketahui semua oleh Ho Tiong Jong.
Ia merasa malu sendiri, maka juga ketika mataaya
kebentrok dengan matanya sipemuda, lantas saja selebar
mukanya menjadi merah jengah. Untuk menebus rasa
malunya ia coba unjukkan muka dingin dan ucapan perkataan
ketus, tapi ia salah hitung, karena justeru demikian sipemuda
yang beradat angkuh lantas mengambil jalannya sendiri.
Ho Tiong Jong bukannya itu pemuda yang gampang
menekuk lutut didepannya wanita cantik, boleh diinjak injak
kepalanya, asal si nona untuk sikap manis pemuda she Ho itu
adatnya angkuh dan dapat menghargai dirinya sendiri.
Mukanya lantas berubah, ia tidak unjuk senyumannya lagi
dan menjawab ucapannya si nona.
"Ya, nona Seng harap kau suka maafkan, kalau karena
kedatanganku ini ada mengganggu ketentramanmu. Budimu
yang telah kuterima, aku tidak akan melupakannya. Nah,
selamat tinggal."

Setelah berkata demikian Ho Tiong Jong lantas berlalu dari
depan si cantik. seng Giok Cin jadi kebingungan-
Barusan kedengarannya enak sekali ketika Ho Tiong Jong
mengucapkan kata kata adik giok, sekarang sudah berubah
lantas dengan "Nona Seng," inilah ada tanda bahwa pemuda
itu menolak sikapnya yang barusan di unjuk itu. ia tidak
menduga sama sekali kalau pemuda itu berkepala batu dan
tidak tunduk oleh kecantikan-
Maka cepat-cepat ia memburu, "Eh, Engko Jong, kau
tunggu dahulu." teriaknya. Ho Tiong Jong hentikan
tindakannya.
"Ada urusan apa lagi?" tanyanya.
" Kau sekarang hendak pergi kemana?"
Ho Tiong Jong tidak menjawab, ia harus angkat bahunya
dan gelengkan kepala.
Pikirnya betul-betul hati wanita sukar di tebak arahnya.
Barusan ia begitu ketus dan dingin, kini ramah tamah dan
menanyakan pula tentang dirinya hendak pergi kemana, tak
pernah mau tahu urusan orang, mau pergi ke mana itulah ada
urusannya sendiri.
Meskipun ia akan menghadapi kematian, tapi untuk di hina
seseorang wanita, nanti dahulu, Maka ia segera melangkah
lagi hendak meninggalkan si nona, yang kini sudah jinak dan
lunak.
Seng Giok Cin gelisah menghadapi kepala batu, maka ia
cepat memegang tangannya dan menanya pula dengan suara
halus merdu dan tidak lupa mulutnya yang mungil
menyungging senyuman
"Engko Jong harap jangan marah, barusan aku berlaku
kurang sopan, Harap kau suka maafkan, sebenarnya
bagaimana rencanamu kau mau pergi kemana?"

"Aku sendiri tidak tahu, tapi aku harus lekas meninggalkan
tempat ini." Ho Tiong Jong menjawab sambil berjalan.
Si nona mengintil disampingnya. "Engko Jong menurut
pikiranku sebaiknya kau mengikuti aku, buat aku coba
menyembuhkan racun yang ada di tubuhmu." Ho Tiong Jong
ketawa getir.
"Kau baik sekali nona Seng," jawabnya, "terima kasih kau
tak usah repot-repot karena diriku, sebab aku sendiri bisa
mengatasinya."
Perih hatinya Seng Giok cin, kembali ia mendengar si
pemuda memanggil, nona lagi padanya bukannya adik, itu
tandanya masih marah kepadanya.
Seumurnya Seng Giok cin belum pernah begitu merendah
pada orang, juga belum pernah mendengar kata-kata yang
acuh tak acuh seperti Ho Tiong Jong, maka hatinya sangat
perih dan ia kepingin menangis oleh karenanya. Ia melihat si
pemuda meninggalkan kepadanya.
Terpaksa ia memburu pula, sambil menyekal lengannya
pula ia berkata. "Engko Jong kau benci padaku ?"
" Kenapa aku harus membenci kau ?"
"Kau kelihatannya acuh tak acuh terhadapku."
"Ya, diantara kita tidak ada hubungan lain, Kita hanya
sebagai kenalan sepintas lalu saja dan itu mudah dilupakan,
Budimu yang aku terima, selama aku masih hidup tentu aku
tidak akan melupakannya."
Kembali Seng Giok Cin hatinya merasa di tusuk-tusuk.
Perih sekali hatinya ia menyintai sipemuda, tapi ternyata
pemuda itu tidak mengerti akan cintanya. Tapi itu bukan
salahnya Tiong Jong, salahnya sendiri barusan membuat sakit
hatinya sipemuda yang beradat tinggi. ia menyesal,
bagaimana akalnya supaya ia dapat baik kembali ?

"mari kita bicara." mengajak si nona sambil menarik
lengannya sipemuda pergi kebawahnya pohon yang rindang.
Kedua-nya buat sejenak lamanya tinggal membisu.
Seng Giok Cin tundukan kepala, sedang Ho Tiong Jong
saban saban mendongak melihat kelangit seolah-olah ada
apa-apa disitu yang dicari.
Suatu saat ia memandang sinona ^ang menundukkan
kepala sambil bakal main ujung bajunya.
"Nona Seng ada urusan apa kau ajak aku kesini?" tiba-tiba
sipemuda membuka pembicaraan-
Seng Giok Cin tidak menjawab, hanya dari sepasang
matanya yang jelita tiba-tiba mengeluarkan air mata.
Ho Tiong Jong kaget melihat Seng Giok Cin menangis.
"Kau kenapa?" tanyanya heran.
"Engko Jong." kata si nona sambil terisak-isak "Apa kau
masih marah padaku ?"
"Kenapa aku mesti marah padamu ?"
"Engko Jong, kau tak tahu isi hatiku terhadapmu." Ho Tiong
Jong melengak.
Sebelum ia membuka suara menanya, si nona sudah mulai
melanjutkan kata-katanya secara blak blakan ia bukan seorang
nona pemaluan atau pingitan, ia tidak tedeng aling-aling untuk
mengatakan isi hatinya didepan pemuda pujaanya.
"Engko Jong, seumur hidupku selain ayah yang aku amat
pikiri, tidak ada lain orang lagi. Tapi sejak hari itu, waktu kau
menolong diriku tanpa menghiraukan diri sendiri telah
menempur "Sepasang Orang Ganas" hatiku terus memikir
padamu."
Ho Tiong Jong berdebaran hatinya mendengar pengakuan
si nona, ia tidak menyangka bahwa si nona berani secara

terang terangan membuka rahasia hatinya, ia terus
mendengarkan lanjutannya si nona bicara.
"Malah, aku lebih berat memikiri dirimu dari pada ayahku
sendiri, Pikirku. setelah kau mati, aku akan mencukur rambut
masuk menjadi nikouw untuk melayani suhu di Ta san- Setiap
hari aku akan tetap mengenangkan dirimu, mendoakan
supaya arwah mu dialam baka mendapat tempat yang lapang
..."
Seng Giok Cin sampai disini sudah tidak dapat menahan
rasa sedihnya lagi, maka ia telah menangis makin sedih
danjatuhkan dirinya dalam pelukannya Ho Tiong Jong. Ia
menangis terisak-isak didadanya sipemuda yang lebar dan
kuat.
Ho Tiong Jong sementara itu sudah tak dapat berkata-kata
saking kagetnya. Kaget, Karena ia tidak menyangka si nona
ada demikian besar cintanya terhadap dirinya, ia menyesal
akan perlakuannya tadi, yang membuat si nona merasa tidak
enak hatinya, Perlahan-lahan ia memenangkan hatinya.
Sambil mengusap-ngusap rambutnya si nona yang hitam
mengkilap dan tumbuh subur ia menghibur.
"Adik Giok. kau jangan berkata demikian- Aku hanya
seorang pemuda gelandangan, tidak punya rumah tangga
yang tentu, malah orang tua sendiri belum tahu dimana
adanya. Masih terlalu banyak pemuda-pemuda pantaranku,
yang lebih tampan, gagah dan tinggi kedudukannya maupun
ilmu silatnya, maka bagimu masih mudah saja untuk
memilihnya bukan? Kau..."
"Engko Jong." memotong si nona dengan air mata masih
berlinang-linang, "memang tidak salah ucapanmu barusan,
banyak yang lebih cakap dan cerdik dari pada kau. Tapi kau
adalah kau, mereka adalah mereka, Mereka bukannya kau.
Engko Jong, kau tidak tahu, meski sekarang badanku belum
menjadi milikmu, tapi hatiku telah lama menjadi milikmu.

Maka kalau kau mati, hatiku juga berarti mati, mengikuti kau
dikubur, Selanjutnya aku akan hidup dengan semangat
melayang-layang dan mungkin, setelah suhu menutup mata
aku juga akan menyusul rokhmu ketempat baka."
"Adik Giok..." suara merdu menyelusup ditelinga si nona,
sedang mulutnya ditekap oleh sipemuda pujaannya, "Kau
jangan berkata demikian, aku seram mendengarnya, Nah,
sekarang coba dongakkan wajahmu yang cantik."
Seng Giok Cin menurut, dengan air mata masih berlinanglinang,
ia dongakkan mukanya menatap wajahnya Ho Tiong
Jong yang bersenyum kepadanya. Sejenak lamanya keduanya
saling memandang dengan tidak merasa puas.
Tangannya Ho Tiong Jong yang kiri dipakai menunjang
dagunya si nona, sedang yang kanan dipakai mengusap-usap
jidat, rambut, pipi dan mulutnya sinona yang mungil, Matanya
terus menatap seolah olah tidak mau berkedip.
Si nona diperlakukan demikian, tinggal mandah saja malah
merasa sangat bahagia.
"Adik Giok." kata sipemuda dengan suara pelahan, "Aku
cinta padamu, aku ingin memandang wajahmu sepuas
puasnya, supaya kalau aku nanti mati dapatlah aku
mengenangkan wajah yang elok jelita dari kekasihku daiamdunia..."
Suara Ho Tiong Jong parau kedengaran-nya, karena
menahan rasa sedih yang mencengkeram hatinya. Tampak
pada kedua belah matanya ada meneteskan butiian air mata,
sedang sepasang matanya Seng Giok Cin yang barusan baru
berhenti menangis, kini mendengar kata kata itu. kembali
mengeluarkan air mata dengan derasnya.
Keduanya jadi saling peluk dengan sangat mesra seakan
akan tidak ingin berpisahan pula, keduanya saat itu merasa
sangat bahagia, melupakan untuk sesaat itu atas kematiannya
sipemuda yang sebentar lagi akan terjadi.

Suaranya Ho Tiong Jong yang memanggil "adik Giok" terus
berkumandang dalam telinganya si nona, jasanya seperti
suara musik yang merdu, ia bersenyum, diam-diam dan balas
memeluk erat-erat pada sipemuda yang memeluk kencang
tubuhnya seakan- akan sudah tak mau melepaskannya lagi.
Tiba-tiba Ho Tiong Jong mendorong dengan perlahan tubuh
sinona yang harum semerbak, pikirannya kalut perasaannya
cemas meluap-luap dan ia menyesal bahwa umurnya akan
demikian pendek. Kalau saja ia diberi panjang umur, alangkah
bahagianya ia hidup di dampingi seorang wanita elok seperti
nona Seng Eng yang mencintai setulus hati.
"Adik Giok,sudah waktunya kita berpisahan-.." terdengar
sipemuda pelahan sambil mendorong tubuhnya si pemudi
pelahanseng
Giok Cin berkeras tidak mau dipisahkan dari tubuhnya.
" Engko Jong...." ia berbisik, "Biarkan aku ikut kemana kau
pergi temponya ada sangat singkat untuk kita akan berpisahan
selama-lamanya, dengan begitu dapatlah nanti aku
mengenangkan wajahmu dibawah sinarnya lampu sang
Buddha."
Ho Tiong Jong kaget, ia tidak tega untuk mendorong sinona
yang memeluk erat-erat tubuhnya.
"Adik Giok. semestinya aku tidak boleh berbuat begini, aku
harus bersikap dingin padamu, memancing kebencianmu,
supaya kau dapat melupakan aku. Tapi, ya, barusan kau kata
hendak mengikuti aku sampai aku..."
"IHussstt..." kata Seng Giok Cin, sambil menekap mulutnya
sipemuda dengan jari-jari tangannya yang halus mulus,
"jangan teruskan bicaramu, aku seram mendengarnya,
sebaiknya kita bicarakan hal hal yang membahagiakan hati
saja."

Ho Tiong Jong menatap wajah cantik dari Seng Giok Cin,
kerlingkan matanya yang menjalin hati, membuat Ho Tiong
Jong lemas karenanya, maka ia bersenyum dan berkata
dengan pikiran lega. "Baiklah, aku menurut saja padamu."
Seng Giok Cin berseri-seri, air matanya yang barusan
berlinang linang telah menghilang entah kemana.
Perlahan-lahan ia keluar setangannya, hendak menyeka
bekas menangis tadi.
Ho Tiong Jong cepat merebutnya setangan yang harum
semerbak ini, ia sendiri yang menyeka pelahan-lahan air yang
masih mengeram ditelakupan dan bulu matanya yang halus
lentik, oh bagaimana bahagia Seng Giok Cin pada saat itu.
Keduanya saling menatap dengan bersenyum-senyum.
Tangannya nona Seng yang halus memegang tangannya
sipemuda, diajaknya untuk berduduk pada sebuah batu besar
yang tidak jauh dari situ.
"Engko Jong." kata sinona, setelah mereka duduk
berendeng, "semula aku tidak memperdulikan segala kejadian-
Kini aku merasakan akan kedatangannya malaikat elmaut.
Setelah aku menyaksikan perbuatanmu menolong si lemah
memberantas si jahat, hatiku jadi tergerak. Aku berjanji akan
membuang perangaiku yang sudah-sudah dan selanjutnya
akan menjalankan kebenaran seperti kau?"
"Bagus itu, bagus adik Giok, Setelah aku..." dia tidak dapat
melanjutkan bicaranya karena mulutnya kembali dibekap oleh
tangan yang mungil Seng Giok Cin matanya melotot
kepadanya seolah-olah menegur kenapa ia hendak berkata
pula yang menyeramkan itu. Ho Tiong Jong merasa bersalah,
maka ia berseri-seri kemudian berkata. "Adik Giok, maafkan
aku barusan aku kelupaan-"
"Aku harap kan jangan timbulkan soal demikian pula, yang
membikin hatiku sangat pilu dan kepingin menangis. apakah

kau senang melihat aku menangis terus-terusan?" demikian si
nona menyesalkan-
"Iyah dah. aku tidak berani lagi." jawab sipemuda
bergurau.
Seng Giok Cin ketawa, Suasana menjadi gembira lagi,
keduanya meneruskan percakapannya. Seng Giok Cin
menyatakan pikirannya.
" Engko Jong meski betul katanya kau tak iapal ditolong
lagi, tapi apa salahnya sebelumnya waktunya sampai, kita
berdaya untuk mencari pemunah racun yang ada ditubuhmu.
Siapa tahu Tuhan memberkahkan kita dapat hidup bahagia
nanti?" Ho Tiong Jong diam saja.
Tapi otaknya bekerja, ia pikir, tubuhnya sudah tiga kali
kena racun. Pertama karena goresan kukunya Tok-kay,
kemudian Toat-kim chi dari ceng ciauw Nikow yang ia gigit
dengan giginya, lantas belakangan diinjeksi oleh jarum
mautnya si kakek aneh dari Lembah Pasir Berjalan-
Tiga macam racun sudah mengaduk dalam tubuhnya, mana
mungkin dirinya ketolongan dari bahaya kematian.
Melihat sipemuda diam saja. Seng Giok Cin meneruskan
bicaranya.
"oo, ya.... sekarang aku baru ingat, Locianpwee Kong Yat
Sin sering-sering datang ke gunung Po kay san menyambangi
seorang sahabatnya untuk bercakap-cakap. Dari sini gunung
itu jaraknya hanya seratus lie saja. Aku kira, dalam waktu dua
jam kita sudah bisa sampai, Siapa tahu peruntunganmu
panjang umur, dengan Tuhan Yang Maha Esa kau dapat di
tolong. Dia ada mempunyai hubungan baik dengan ayahku,
maka aku akan minta supaya bagaimana juga ia dapat
menolong dirmu. Eh bagaimana kau pikir?"
Ho Tiong Jong terbuka sedikit harapannya, ia menyetujui
usulnya si nona untuk pergi kesana.

Disaat mereka pada bangun berdiri dari duduknya, tiba tiba
muncul Souw Kie Han dihadapan mereka.
"Hei, kalian lagi merundingkan apa lagi bukan lekas pergi?"
tegurnya kasar.
Ho Tiong Jong beringas, Agaknya ia sangat marah pada si
kakek yang menginjeksi dirinya dengan jarum mautnya. Tapi
sebelum pemuda membuka suara, Seng Giok Cin menalangi
padanya menjawab. "Hii, kau ini orang tua bawel benar,
sekarang juga kira memang hendak meninggalkan tempatmu"
Souw Kie Han melihat sepasang matanya si nona merah
seperti habis menangis, hatinya menjadi lemas. Tidak tega
berlaku keterlaluan, ia hanya menyuruh supaya mereka buru
buru meninggalkan tempat itu.
Matanya Ho Tiong Jong mendelik, "IHm...." ia menggeram,
"kalau kepandaianku diatasmu, aku akan membereskan kau
kakek serakah ini mengangkangi seluruh gunung."
Souw Kie Han berubah wajahnya, ia tidak senang
mendengar perkataan Ho Tiong Jong. "Bccah, kau jangan
banyak omong. Sekali lagi kau berani berkata begitu awas"
demikian ia mengancam.
Ho Tiong Jong meluap amarahnya.
Ia nekad dan hendak menempur lagi si kakek, meskipun ia
sudah dipecundangi dan tahu bahwa kepandaiannya belum
nempil untuk melayani si kakek. Pikirnya, sudah kepalang,
tokh dirinya bakalan mati, Takut apa sama si kakek yang
kejam itu.
Tapi Seng Giok cia lebih sabar, ia tahu meski ia berdua
bersatu juga mengerubuti si kakek masih bukan tandingannya,
apa lagi Ho Tiong Jong seorang diri menghadapinya, maka ia
sudah kasih isyarat kepada sipemuda dengan kerlingan
matanya.

"Sabar Locianpwee, jangan berbuat sekasar itu kepada
kami, Tokh kami hanya menginjak Liu soa-kok hanya untuk
sekali ini saja, untuk apa kau jadi marah?"
Si kakek mendengar tata bahasanya demikian halus dan
merendah, hatinya lemas, Terdengar ia menghela napas,
kemudian berkata.
"Ya, kalian tidak tahu kesusahan hati lohu. Sebenarnya,
lohU tidak punya maksud memberlakukan kalian kasar. "
Ho Tiong Jong mendengar perkataannya si kakek, lantas
terlintas dalam ingatannya suatu penemuannya tempo hari.
"Aku tahu kau punya kesusahan hati ," katanya Souw Kie Han
berubah wajahnya, ia mengawasi si pemuda sejenak.
"Bagaimana kau tahu kesusahan lohu ?"
"Kau tentu sedang memikirkan benda wasiat yang kau cari
tak ketemu, bukan ?"
Si kakek tergetar hatinya, ia heran kepada pemuda ini
dapat menebak dengan tepat kesusahan hatinya ?
"Apa artinya perkataanmu itu," tanya sikakek.
"Sekarang kau terangkan dahulu kesusahan hatimu, nanti
aku akan kasih tahu apa apa yang membuat terhibur
kesusahanmu?"
si kakek terheran heran mendengar bicaranya Ho Tiong
Jong.
"Ya. lohu sudah puluhan tahun lamanya-tapi selama itu
belum juga dapatkan benda yang lohu maksudkan-"
Ho Tiong Jong ketawa, "Aku tahu kesusahan ini, kau lentu
mencari itu patung yang melukiskan tubuhnya satu wanita
elok. benar tidak?"
"Hei bocah" teiiak si kakek, "Kau bohong mana bisa jadi
kau dapat menemukan benda itu digunung Sie ban-leng ini,
tentu kau menemukannya diluar gunung."

"Aku sudah memegangnya, aku sudah melihatnya, bahkan
sudah membaca apa bunyinya tulisan yang diukir pada patung
sicantik itu." jawab Ho Tiong Jong. souw Kie Han terbelalak
matanya, ia mengawasi si pemuda tanpa berkesiap.
"Bocah, kau lekas beritahukan pada lohu, dimana letaknya
dan apa patung itu sudah di ambil olehmu. Bicara lekas, kalau
sedikit, membohong lohu tidak perkenankan meninggalkan
tempat ini. Mungkin lohu akan membuka pantangan
membunuh dan hilangkan jiwa kalian."
Seng Giok Cin terkesiap hatinya, ia jerih juga menghadapi
si kakek yang sedang kalap mendengar berita tadi dari Tiong
Jong.
Tapi sebaliknya Ho Tiong Jong tidak takut, ia tertawa
bergelak-gelak. " Kakek kejam, aku Ho Tiong Jong tidak nanti
takut dengan ancamanmu sekarang mati dan nanti mati,
untukku sama juga bukan?"
Souw Kie Hanjadi melongo. Memang benar juga katakatanya
sipemuda, ia sudah kena jarum injeksi mautnya lagi
beberapa jam menemui kematiannya, kalau sekarang ia
membunuhnya sama juga, tidak banyak bedanya ada terlebih
cepat ia menemui kematiannya.
Ia menyesal sendiri tidak dapat memunahkan racun jarum
mautnya, kalau tidak boleh ia memunahkan dahulu racun yang
pada ditubuhnya si pemuda untuk mengorek rahasia yang
diketahui oleh sipemuda itu dengan jalan menyiksa dirinya.
Kini gertakannya tidak mempan- Maka dengan mendongkol
ia sudah tinggalkan pergi sepasang muda mudi itu.
Mereka juga tidak ambil perduli si kakek dan lantas angkat
kaki dari situ. Tapi tidak dinyana si kakek kemudian balik lagi
dan menegasi, katanya. "Hei bocah, apa patung itu kau sudah
ambil?"

"Tidak" jawab Ho Tiong Jong sambil terus berjalan, hingga
si kakek menjadi tidak senang pertanyaan dianggap sepi.
Dalam gemasnya, ia sudah keluarkan kepandaiannya menotok
dari jarak jauh, sebentar lagi Ho Tiong Jong dan sinona pada
jatuh rubuh.
"He he he," si kakek tertawa aneh, ketika melihat
korbannya rubuh, ia datang menghampiri lalu keluarkan rantai
wasiatnya, dan merantai muda mudi itu diikatnya pada pohon
masing-masing sejarak kira kira satu tumbak.
Mereka diikat berhadap hadapan, Setelah mana ia lalu
membuka pula semua totokannya, sehingga saling susul Seng
Giok Cin dan Ho Tiong Jong mendusin,
Si nona merasa girang, ketika siuman melihat Ho Tiong
Jong tak kurang suatu apa hatinya lega, sebaliknya sipemuda,
ketika membuka matanya bukan main gusarnya pada Souw
Kie Han, ia mencaci maki si kakek.
"Kau ini tua bangka tidak tahu diri, kejam dan tidak punya
peri kemanusiaan-Bagaimana tidak hujan tidak angin mau
berlaku sewenang-wenang lagi pada kami? Apa belum puas
dengan jarum mautmu yang ditusukkan kepadaku."
Tapi Souw Kie Han tidak jadi marah, malah ia ketawa
terkekeh kekeh.
"Kau sayang pada dia?" tanyanya kemudian sambil
menunjuk pada nona Seng.
"Tentu, kan mau berbuat apa?" sahut Ho Tiong Jong
beringas.
"He he he, kalau kau sayang padanya, lekas cerita terus
terang, lohu tidak akan mau mengganggu seujung
rambutnya?"
"Tidak. kau jangan kena digertak olehnya, Engko Jong,
kalau kau menuruti kemauannya aku akan membenturkan

kepalaku mati disini" demikian si nona berkata dengan suara
gemas dan pasti.
"He he, dia cerita juga boleh kenapa?"
"Tidak. aku tidak suka menyenangkan hatimu, Kau kakek
kejam."
"Bocah, kau jangan bikin lohu jadi marah" bentak Souw Kie
Han pada nona Seng.
"Tidak. aku tidak takut kau marah, Eh, Engko Jong kalau
kau memberitahukan kepadanya aku akan menggigit lidahku
untuk mati disini."
Souw Kie Han benar benar marah, ia angkat tangannya
menampar pipinya si nona hingga bersuara nyaring, Sinona
sangat malu di hina demikian rupa seumur hidupnya ia baru
mengalamkan kejadian itu. Dengan air mata bercucuran ia
memaki si kakek kalang kabut, tapi tidak diladeni oleh Souw
Kie Han.
Di lain pihak Ho Tiong Jong perih hatinya melihat
kekasihnya diperhina demikian rupa oleh si kakek. tapi apa
daya? ia tidak mempunyai tenaga untuk melawannya, ia
hanya menyesalkan dirinya yang tidak punya guna.
Tapi Souw Kie Han juga sesudah menampar si gadis
harinya merasa sangat menyesal ia terburu napsu bukannya ia
punya maksud untuk menghina seorang wanita, ia berbuat
demikian karena tidak tahan oleh perasaan gusarnya. Ia lalu
menghadapi Ho Tiong Jong dan berkata.
"Bocah lohu sudah mengambil ketetapan untuk melepaskan
kau dan dia. Tapi dengan syarat, yalah ke satu kalau kalian
sudah merdeka kau menjamin dia tidak akan membikin pusing
lohu, kedua kau harus bersumpah bahwa benda itu masih
dipuncak gunung ini tidak dibawa olehmu. Bagaimana kau
sanggup?"

Si kakek rupanya merasa kuatir juga si nona kalau sudah
dimerdekakan akan ngamuk dan merangsak dirinya, Meskipun
ia sendiri tidak takuti Seng Giok Cin tapi biar bagaimana juga
ia merasa sungkan melayani seorang anak perempuan yang
pantas menjadi buyut-nya.
Ho Tiong Jong pikir-pikir syarat-syaratnya itu dapat
diterima sebab kalau ia terus membandel, dikuatirkan si nona
akan mendapat tambah penghinaan yang tak ada perlunya
dari si kakek. Maka ia lalu mengawasi pada Seng Giok Cin,
seakan-akan yang meminta persetujuaanya .
Seng Giok Cin mengerti, ia pikir memang tidak ada gunanya
membandel. Paling perlu lekas-lekas mereka dapat
kemerdekaannya, supaya Ho Tiong Jong cepat-cepat
mendapat pertolongan dari Kong Jat Sin. Maka ia lantas
mengasih isyarat dengan matanya, bahwa ia mupakat
sipemuda menerima baik syaratnya slkakek.
"Bagaimana? "si kakek mendesak.
"Ya, aku terima syaratmu itu. Kalau aku membawa patung
itu, biarlah langit dan bumi menghukum diriku?"
Souw Kie Han tertawa gelak-gelak.
Ia percaya perkataan sipemuda, maka seketika itu ia telah
melepaskan mereka lagi. Seng Giok Cin cepat-cepat mengajak
Ho Tiong Jong meninggalkan tempat itu.
Mereka menuju ke gunung Po-kay san- Di sepanjang jalan,
mereka bercakap-cakap meskipun di wajah mereka kelihatan
gembira, tadi dalam hati masing-masing cuma Tuhan yang
tahu, Mereka kuatir akan gagal racun pada tubuh sipemuda
tak dapat ditolong karena tidak dapat menemui Dewa obat
Kong Yat Sin-Mereka beli seekor kuda naiki berdua,
Gunung Pokaysan itu tidak seberapa jauh mereka hanya
memerlukan setengah jam saja berkuda sudah sampai
ditempat yang dituju. Ketika mendaki gunung tersebut sampai

ditengah-tengahnya Seng Giok Cin telah menangis, karena
hatinya sangat sedih memikirkan nasib sendiri dan Ho Tiong
Jong, pemuda pujaannya, ia berkata pada sipemuda.
"Ya, Engko Jong hatiku merasa takut sekali."
"Kau takuti apa?" tanya sipemuda heran-
"Kalau-kalau kita tak dapat menjumpai orang yang akan
diminta pertolongannya, bagai mana baiknya, ya? Kau jangan
meninggalkan aku..." Ho Tiong Jong mendengar kata-kata si
nona, hatinya sangat pilu.
"Kau jangan takut, jiwa manusia di tangan Tuhan-"
menghibur Ho Tiong Jong, tapi berbareng ia sudah menotok
jalan darah si nona hingga ia ini jatuh lemas.
Ho Tiong Jong cepat menahan tubuhnya si nona yang
hendak rubuh, perlahan-lahan si jelita diturunkan dan kuda
dan diletakkan diatas rumput dibawah satu pohon siong yang
rindang.
Matanya si nona mengawasi sipemuda dengan sayu,
seolah-olah mau menanya, kenapa menotok dirinya?
Kemudian memeramkan matanya tidur pulas.
"Adik Giok. jangan kecil hati. Aku terpaksa menotokmu,
supaya kau jangan turut aku kesana, Sebab kalau benar tidak
menemui orang yang dicari, repotlah nanti aku karena kau
putus asa. Kau beristirahatlah sebentar disitu, aku segera akan
kembali^"
la boleh dikata telah berkata-kata sendirian, karena Seng
Giok Cin saat itu sudah tidak sadarkan dirinya, ia sudah pulas
karena totokannya tadi. Ia menghampiri kudanya dan
ditambat pada sebuah pohon-Cepat Ho Tiong Jong gerakan
kakinya naik keatas gunung. Sesampainya dipuncak. benar
saja ia dapatkan rumah yang dimaksud.

Ia tampak mencil sendirian, hingga tidak sukar untuk Ho
Tiong Jong mencarinya. setelah berada didepan rumah, ia lalu
mengetuk pintunya.
XXIII. ANTARA SUKA DAN DUKA.
Ketika ketukannya tidak mendapat jawaban, ia lalu
membentak. "Numpang tanya, apa Kong Jat Sin lo cianpwee
ada didalam rumah ?"
"Siapa di luar ?" terdengar jawaban dari sebelah dalam.
"Aku Ho Tiong Jong bersama nona Seng Giok Cin ingin
berjumpa."
"Sayang sekali terlambat sedikit, Kong Jat Sin sudah pergi
dari sini."
Mencelos rasa hatinya mendengar ia terlambat datang tak
dapat menjumpai Kong Jat sin. pikirnya jiwanya sudah tak
dapat tertolong lagi, habislah pengharapannya.
Tiba-tiba ia mendengar dari sebelah dalam dari suara tadi,
yang menanyakan apa nona Seng itu ada putrinya Seng Eng?
Muridnya dari Kok Lo-lo dari Rumah Es Tay-pek-san?
Pertanyaan mana dijawab oleh Ho Tiong Jong "Ya"
"Hei, untuk apa sebenarnya kamu berdua datang kemari?
Apakah sekiranya dapat diwakili olehku?" demikian kata-kata
orang dari sebelah dalam.
"TERIMA kasih, tapi urusan rasanya sulit untuk diwakili."
jawab Ho Tiong Jong.
"Mari masuk. kita bicara didalam ada lebih leluasa."
mengundang orang tadi.
Ho Tiong Jong terus masuk kedalam rumah, Ternyata
didalamnya ada lebar dan resik, di tengah-tengah ada kursi
dari batu diatas mana ada duduk seorang tua yang sedang

bakal main biji-biji catur, sikapnya gagah dan bersemangat.
Ho Tiong Jong lantas menjura sambil berkata.
"Boanpwe Ho Tiong Jong menghadap didepan Lo cianpwe."
orang tua ini memandang pada sipemuda sejenak lamanya,
lantas angguk-anggukan kepalanya, "Anak muda mukamu
tampan dan gagah, tentu kepandaian silatmu ada tinggi, Mari
datang dekat sini." mengundang si orang tua.
Ho Tiong Jong menurut, Kiranya si orang tua mengundang
sipemuda datang lebih dekat hendak menatap lebih leluasa
lagi, Dalam hatinya memuji tulang tulang bakat yang
sempurna dari Ho Tiong Jong untuk menjadi jago silat
ternama.
Melihat sikapnya si orang tua, yang memperkenalkan
namanya Kie Hia San, penghuni dari rumah itu, diam-diam si
anak muda berpikir bahwa orang tua itu tentu bukan orang
sembarangan- ia tentu ada salah satu jago tua yang telah
mengasingkan diri, makanya juga ia menjadi sahabat baiknya
Kong Jat Sin, si Dewa obat yang suka keluyuran menyambangi
sahabat-sahabat karibnya.
Memikir kesitu lantas Ho Tiong Jong menjatuhkan diri
berlutut dan berkata.
"Li-cianpwee, kedatangan boanpwe adalah hendak minta
pertolongan dari Kong Lo cianpwee, hanya sayang sekali tak
dapat menjumpainya, kini boanpwee beruntung dapat
berhadapan dengan Lo-cianpwee, mohon pertolongan
cianpwee supaya dapat menolong boan pwee yang ditimpa
kesulitan-"
Orang tua itu kaget menyaksikan kelakuannya Ho Tiong
Jong.
"Anak muda kau jangan pakai banyak peradatan, Lekas
bangun dan ambil tempat duduk." katanya, sambil mengunjuk
pada sebuah kursi dari batu.

Ho Tiong Jong menurut, ketika diminta menuturkan hal
pertolongan yang hendak di mintanya, telah dituturkan jelas
oleh sipemuda tentang dirinya menghadapi bahaya kematian
karena kena racun Tok kay, Tok-kim chi Ceng cianw Nikow
dan paling belakang jarum mautnya Souw Kie Han-Orang tua
itu geleng-geleng kepala.
"Ya, memang hanya Kong Iaote saja yang dapat menolong
kau. Nona Seng baik kepadamu, tapi kau jangan lupa pada
nona yang kau sudah tolongi." Ho Tiong Jong baru ingat lagi
tentang Kim Hong Jie. Ia lalu minta supaya orang tua itu
sebisanya dapat menolong dirinya.
Kie Hia sianjin geleng-geleng kepala, "Aku bukannya tidak
mau menolongi, tapi memang aku tidak punya kemampuan
untuk menawarkan racun dari dalam tubuhmu itu."
Habislah pengharapan Ho Tiong Jong.
Maka, setelah minta diri dari tuan rumah, ia lalu keluar lagi
dari rumah itu berjalan dengan pikiran kalut menuju
ketempatnya Seng Giok Cin yang barusan ia tinggalkan-
Ketika ia sampai dan hendak membuka totokan si gadis,
tiba tiba ada seorang dibelakangnya berkata. "Nanti dahulu."
Ho Tiong Jong kaget, cepat ia membalik. Kiranya orang itu
ada Khi Hia Sianjin, yang telah menguntit dirinya, ia memuji
kepandaiannya orang tua itu, yang ia tidak dapat dengar sama
sekali kedatangannya kesitu.
"Dia tokh harus dibuka totokannya, supaya siuman
kembali," kata Ho Tiong Jong.
"Aku tahu, tapi sebelumnya kau telan dahulu ini pil
buatanku, Aku membuatnya dalam tempo sepuluh tahun dari
embun pohon siong tua. orang biasa kalau memakan bisa
tambah umur seratus tahun, sedang untuk orang yang berilmu
silat dapat membuat badan segar dan tambah semangat

dalam tempo satu jam saja. Meskipun pil ini tak bisa
menghilangkan racun, tapi ada sangat berfaedah untukmu."
setelah berkata Kie Hia Sanjin serahkan pil itu kepada Ho
Tiong Jong.
Bermula sipemuda tidak mau menerimanya karena merasa
sayang Pil yang sangat berharga itu ditelan olehnya yang tidak
lama lagi akan mati, Tapi Kie Hia Sanji mende-sak. katanya,
"Memang sayang akan pil yang mujarab ini kau telan karena
tokh kau bakal mati, akan tetapi kau harus ingat, kalau
sebentar nona Seng sudah siuman dan melihat mukamu
begitu lesu guram, apa nanti jadinya?"
Ho Tiong Jong terperanjat, ia baru ingat akan
kepentingannya nona yang dicintainya maka ia lantas
menyambuti pil tadi dan segera ditelannya.
"Nah, sekarang kau sudah menelan pilku, sama saja kau
menelan pilnya Kong Laote."
Ho Tiong Jong merasa bekerjanya pil itu, lebih dulu masuk
dalam tenggorokannya sangat harum kemudian dirasakan
sekujur badannya segar betul, semangatnya berbareng
terbangun, ia sangat heran, diam-diam sangat memuji
kemujaraban obat itu. Ia memandang Kie Hia Sianjin dengan
penuh terima kasih. " Cianpwee, kau sangat baik, aku sangat
berterima kasih kepadamu." katanya.
"Anak kau jangan kata begitu, Aku memberikan pil itu
karena terdorong oleh perasaan simpati kepadamu. Orang
muda yang seperti kau, hormat dan memandang tinggi pada
orang tua, sungguh jarang sekali, Lain dari itu, aku kuatir
kedukaannya nona Seng kalau sebentar dia siuman melihat
kau dalam keadaan lesu tidak bersemangat karena putus asa,
dia tentu akan sangat berduka dan perih hatinya. Maka itu,
sekarang kau sudah menelannya, aku lihat obat itu mulai
bekerja karena air mukamu sekarang sudah berubah
bersemangat."

Ho Tiong Jong hanya menjawab. "Cianpwee... terima....
kasih..." Kemudian ia duduk bersemedi disisinya nona Seng.
Ia merasakan bekerjanya obat Kie Hia Sianjin lebih jauh
dalam tubuhnya. perutnya dirasakan panas, kemudian hawa
panas itu beredar keseluruh tubuhnya membuka jalan darah
yang kurang baik bekerjanya. tulang tulangnya pun mendapat
pengaruh kemujarabannya itu obat tadi.
Dalam sekejapan saja Ho Tiong Jong merasakan sekujur
badannya menjadi sangat segar dan tenaganya bertambah
kuat, semangatnya juga terbangun.
Bukau kepalang girangnya sipemuda, sayang ketika ia buka
matanya yang barusan di pejamkan sekian lama merasakan
menyelusupnya hawa panas disekujur badannya, ternyata Kie
Hia Sianjin sudah tidak ada dihadapannya pula. Orang tua itu
entah sejak kapan telah meninggalkan padanya. Matanya lalu
memandang pada nona Seng yang masih rebah seperti orang
pulas
Mukanya elok dan putih seperti salju, bibirnya kecil mungil
seolah-olah menantang di cium, Ho Tiong Jong menyaksikan
keelokannya si gadis, terpesona sekian lamanya. Dadanya
dirasakan berontak. pelahan-lahan tangannya di ulur untuk
mengusap-usap itu pipi yang halus, jari telunjuknya
mengkutik- kutik bibirnya yang merah menantang. Hatinya
semakin bergoyang karena kelakuannya itu.
Pikirnya. "Aku tokh bakal mati dalam beberapa jam lagi,
apa halangannya kalau aku akan mencium dia."
Karena pikiran ini ia merebahkan dirinya disisinya si gadis,
muka didekati pada mukanya nona Seng dengan sangsisangsi,
tapi... tapi... akhirnya perasaan sangsi itu lenyap dan si
nona dalam keadaan tidak sadar mendapat ciuman mesra dari
pemuda pujaan-nya.
oh...kalau saja itu dilakukan dalam keadaan nona Seng
sadar, entah bagaimana besar rasa girang dan bahagianya.
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-silat-golok-sakti-3.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Silat : Golok Sakti 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-silat-golok-sakti-3.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar