Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18-Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18-Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18-Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18-Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18


"A Ci?" Toan Ki menegas. "Tapi ... tapi dia ingin minta
tolong pada Jiko untuk menyembuhkan matanya, kalau ikut
pergi bersama kau, lantas bagaimana matanya?"
"Jika Hi-tiok Siansing dapat menyembuhkan matanya, maka
aku pun pasti dapat berusaha menyembuhkan matanya,"
sahut Goan-ci.
"Ini ... ini .... " dalam pada itu Toan Ki melihat si gendut
masih terus mengapak, kalau-kalau ayalsebentar lagi urusan
tentu akan runyam, Terpaksa ia berkata, "Ya, ba ... baiklah,
aku terima permintaanmu, le ... lekas kau .... "
Belum habis ia berkata, dl sebelah sana serangan Goan-ci
sudah dilancarkan kearah si gendut.
Ternyata orang gemuk buntak itu sedikitpun tidak gentar
terhadap pukulan Goan-ci itu, dengan tertawa dingin ia buang
kapaknya, ia pasang kuda-kuda dengan kuat, sekali gertak,
kedua tangan terus dipakai memapak pukulan Goan ci itu.
Dari angin pukulan si gendut terdengar dahsyat sekali
tenaganya. Tapi ketika beradu dengan pukulan Goan-ci,
ternyata sedikit pun tidak mengeluarkan suara. Sejenak
kemudian mendadak air muka si gendut berubah hebat, sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tadinya angkuh dan sombong itu tiba-tiba berubah
sangat aneh seperti seorang yang mendadak melihat suatu
kejadian paling ajaib dan sukar dipercaya didunia ini.
Menyusul dari mulut si gendut tampak mengeluarkan
darah, tubuhnya pelahan mengkeret dan jatuh ke dalam
jurang, Sampai cukup lama barulah terdengar suara "bluk"
sekali tentu tubuh si gendut terbanting di atas batu karang di
bawah jurang bila membayangkan betapa mengerikan badan
si gendut itu hancur lebur seketika semua orang sama merasa
menkirik.
Dalam pada itu Hi-Tiok sudah lantas melompat ke atas
dahan pohon, ia lihat tongkat Toan Yan-khing itu terjepit
dalam dahan, rupanya karena tekanan tenaga dalamnya yang
kuat itu hingga tongkat seperti melengket di dahan dan dapat
menahan bobot tubuh empat orang yang tergantung di
bawahnya.
Sungguh kagum Hi-tiok tak terkatakan atas tenaga dalam
Toan Yan-khing yang hebat itu. Segera ia pegang ujung
tongkat orang dan diletak ke atas.
"Hwesio cilikl" demikian Lam-hai-gok-sin berteriak-teriak di
bawah. "Aku memang sudah tahu kamu seorang baik, coba
kalau kamu tidak menolong kami, wah, bagaimana rasanya
jika kami terkatung-katung di s ini sampai tiga hari malam."
"Huh, masih membual segala?" kata In Tiong-ho, "Apa kau
tahan sampai tiga hari malam?”
"Kenapa tidak?" sahut Lam hai-gok-sin dengan gusar.
"Andaikan tidak kuat, asal aku lepaskan jambakanku atas
rambutmu, bukankah lantas jadi? Hm, apa kau minta dicoba?"
Begitulah, biarpun dalam keadaan bahaya toh mereka
berdua masih sempat bertengkar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak lama kemudian Hi-tiok sudah mengangkat Toan Yankhing,
Lam-hai-gok-sin dan In Tiong-ho ke atas. Paling akhir,
barulah Ong Giok-yan ditarik ke atas.
Kedua mata nona itu tampak terkatup rapat, napasnya
lemah, nyata sudah lama orangnya jatuh pingsan.
Sungguh girang dan lega rasa hati Toan Ki, tapi merasa
penuh kasih sayang pula. Ia lihat kedua pergelangan tangan
Giok-yan matang biru dan ada bekas kuku In Tiong-ho yang
tandas, tiba-tiba ia teringat kepada sifat In Tiong-ho yang
kejam dan suka mengganggu kaum wanita itu, pernah timbul
maksud jahat durjana itu terhadap Bok Wan-jing dan Ciong
Ling, untung setiap kali dapat ditolong oleh Lam-hai-gok-sin,
makadapat diduga apa yang terjadi barusan tentu akibat
terulangnya perbuatan jahat In Tiong-ho itu.
Karena pikiran demikian, seketika Toan Ki menjadi gemas
terhadap Tiong-ho, segera la berkata, "Toako, Jiko, orang she
In ini paling jahat hendaknya kau bunuh dia saja!"
"He. salah, salah!" seru Lam-hai-gok-sin tiba-tiba, "Toan ...
Suhu, justru hari berkat bantuan In-Losi sehingga ... binimu ...
Sunio ini dapat diselamatkan. Kalau tidak, wah, tentu binimu
sudah mampus sejak tadi!"
Meski kata-kata Lam-hai gok-sin ini tak karuan, tapi orang
sudah dapat menangkap maksudnya.
Tadi betapa kelabakan dan kuatirnya Toan Ki atas
keselamatan Ong Giok-yan sudah dapat diikuti seluruhnya
oleh Bok Wan-jing, sebelum Giok-yan ditarik keatas saja Wanjing
sudah muram dan sedih kemudian waktu melihat
kecantikan Giok-yan memang lain daripada yang lain hati Bok
Wan-jing bertambah tak karuan rasanya.
Begitulah tidak lama kemudian Giok-yan membuka mata
dengan perlahan tiba-tiba ia berseru, "Di .... di manakah ini?
Apa di sini akhirat?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hus anak dara ini benar-benar ngaco-belo!" kata Lam-haigok-
sin. "Kalau di sini akherat, bukankah kita disini sudah
menjadi setan semua? Mumpung belum resmi menjadi bini
Suhuku, biarlah kupanggil engkau sebagai anak dara lebih
sering. He. anak dara, orang baik-baik mengapa mendadak
mencari kematian? Jika kau sendiri yang mati sebenarnya
tidak menjadi soal bagiku paling-paling kamu Cuma urung
menjadi bini Suhuku, tapi hampir saja In losi juga ikut
mampus bersamamu. Andaikan In-losi mampus juga tidak
mengapa, tapi Toan-lotoa juga hampir-hampir ikut lapor
kepada Giam lo ong, ya. bahkan aku Gak-loji juga hampir ikut
mati konyol, Wah sungguh sialan!"
"Nona Ong, sebenarnya bagaimana duduknya perkara?"
tanya Toan Ki kemudian. "Engkau tentu terkejut dan lelah,
silakan mengaso bersandar di batang pohon ini."
Karena Toan Ki menghiburnya dengan suara ramah-tamah,
mendadák Giok-yan menangis sambil menutup mukanya
dengan kedua tangan. Katanya dengan suara terguguk-guguk,
"Kalian tidak perlu mengurus diriku, aku ... aku tidak ingin
hidup lagi."
Toan Ki terkejut, pikirnya, "Sebab apa dia ingin mati? Wah,
jangan-jangan ... jangan-jangan .... "
Ia coba melirik In Tiong-ho, ketika melihat sikap si durjana
yang buas dan kejam itu, diam-diam ia mengeluh, "Ai, celaka!
Jangan-Jangan nona Ong telah dinodai durjana ini sehingga
dia ingin membunuh diri?”
Tengah Toan KI merasa sangsi, tiba-tiba Ciong Ling tampil
ke muka dan menegur Lam-hai-gok-sin, "He, Gak-losam, baikbaikkah
kamu selama ini!"
"Eh. jebul kau nona cilik ini!" sahut Gok sin dengan girang.
"Baik, baik sekali! Sekarang aku sudah menjadi Gak-loji dan
bukan Gak-losam lagi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ai, jangan kau panggll aku 'cilik' apa segala," sahut Ciong
Ling. "Gak-losam, kau .... "
"Gak-loji!" sela Gak-sin.
"O, ya, Gak-loji, sebab apakah nona ini ingin membunuh
diri? Apakah gara-gara si Jangkung lagi?” tanya Ciong Ling.
"Bukan, Bukan!" berulang Gak-sin menggeleng kepala.
"Demi allah, dalam urusan ini sifat In losi mendadak berubah
dan telah berbuat baik. Sejak kami kehilangan seorang kawan
Yap Ji-nio, Kami menjadi agak kesal. Waktu kami jalan-jalan
sampai di sini, kebetulan kami melihat Anak dara ini sedang
terjun ke bawah jurang. Sekonyong-konyong timbul welas-asih
In losi, dia melompat untuk menarik tangan anak dara itu.
Tetapi daya terjun anak dara itu terlalu hebat, maka ... si
dasar In losi memang orang maha jahat, sekarang mendadak
berubah baik, rupanya menjadi agak tidak tahu diri .... "
"Keparatl" in Tiong-ho memaki dengan gusar, "Sejak kapan
aku pernah berubah menjadi baik? Orang she ln ini paling
suka kepada nona cantik maka ketika kulihat nona Ong ini
hendak membunuh diri, dengan sendirinya aku merasa sayang
jadi maksud tujuanku hendak membawanya pulang untuk
dijadikan kawan hidup."
Seketika Lam-hai-gok-sin berjingkrak, la balas memaki
sambil menuding, "Kamu jahanam bedebah! Sebabnya Gakloji
mau menjambak rambutmu adalah karena mengira
sifatmu yang beringas berubah baik, jika tahu maksudmu yang
durhaka ini, lebih baik Kubiarkan kau terbunuh mampus saja
dalam jurang itu Untunglah Toan lotoa cukup cekatan,
tongkatnya tepat waktunya diulurkan kepadaku sehingga
sempat kugapai ujung tongkat itu dan tidak sampai terjerumus
dalam jurang. T api bobot kita bertiga ada beberapa ratus kati
baratnya, dengan terkontal kantil di udara, akhirnya Toanlotoa
juga ikut terseret ke bawah syukur tongkatnya sempat
menyanggah dahan pohon siong itu. Dan baru kami hendak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencari akal untuk naik ke atas tiba-tiba datanglah si gandut
buntak berkapak dari Turfan itu dia terus menebang pohon ...”
"Jadi si gendut buntak itu orang Turfan? Sebab apa dia
hendak membikin celaka kalian?” tanya Ciong Ling.
"Cuhh," Gok-sin meludah, "semuanya gara-gara In-losi, dia
masuk Istana raja Se He untuk mengintip putri kemudian ia
menyiarkan hasil perbuataanya itu. katanya putri Sa He itu
secantik bidadari. Nah, tentu saja dunia menjadi gempar.
Pangeran Turfan, juga mendengar berita yeng di siarkan Inlosi
itu, dia minta keterangan kepada kami, tapi kami tidak
mau menjelaskan lebih lanjut maka terjadilah pertarungan
sengit dan mengakibatkan jatuh belasan korban di pihak jagojago
turfan, lantaran itulah kami Sam-ok lantas bermusuhan
dengan orang-orang Turfan.”
Karena cerita Lam-hai-gok-sin ini, maka sedikit banyak
dapatlah semua orang memahami duduknya perkara. Tapi
sebab apa Ong Giok-yan sampai mau bunuh diri hal inilah
yang belum lagi diketahui.
Dalam pada itu Gok-sin berkata pula, "Nona Ong, Suhuku
sudah berada di sini, kalian adalah kenalan lama, lebih baik
menjadi suami-istri saja dan jangan membunuh diri lagi."
Giok-yan mendongak dan menjawab dengan masih
terguguk-guguk, "Jika kamu sembarang mengoceh lag untuk
menghina aku segara aku akan... akan membenturkan
kepalaku pada batu karang itu dan biar mati saja."
"Eh, jangan, jangan!" seru Toan Ki cepat. Lalu ia menoleh
kepada Gak-sin, "Gak-losam, jangan .... "
"Gak-loji,” potong Gak-sin.
"Baik, Gak-loji, Jangan sembarangan berkata lagi." kata
Toan Ki. "Kamu telah berjasa menyelamatkan nona Ong,
sungguh Suhu sangat berterima kasih padamu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lam-hai-gok-sin melirik Giok yan dengan matanya yang
kecil aneh itu, katanya, "Kamu tidak mau menjadi Ibu guruku?
Ooo. kelak kamu tentu akan ketinggalan! Itu lihat, nona besar
itu dan nona kecil ìni, semuanya sedang berlomba untuk
menjadi ibu guruku."
Sembari berkata ia pun menuding Bok Wan-jing dan Ciong
Ling.
Muka Wan-jing menjadi merah, "Cis!" semprotnya. Lalu
katanya, "He, di manakah siluman jelek itu?”
Tadi semua orang memusatkan perhatian kepada Hi-Tiok
yang menolong Ong Giok-yan ke atas, baru sekarang sesudah
mendengar ucapan Wan-jing itu semua orang mengetahui
bahwa Yu Goan-ci dan A Ci sudah tidak kelihatan lagi.
"Toako. apakah mereka sudah pergi?" Tanya Toan Ki
kepada Siau Hong. Ia kenal sang Toako adalah seorang cerdik
dan penuh waspada, setiap gerak-gerik Goan-ci dan A Ci tentu
tidak terhindar dari pengamatannya.
"Ya, mereka sudah pergi," sahut Siau Hong. "Kamu sudah
berjanji, dengan sendirinya aku tidak dapat merintangi
mereka."
"Hai. Lotoa, tosi, apa kita akan pulang saja?" mendadak
terdengar Lam-hai-gok-sin berteriak kepada Toan Yan-khing
dan In Tiong-ho yang kelihatan berjalan menuju ke arah
Lengciu. Lalu ia berpaling pula kepada Toan Ki dan berkata,
"Aku akan pergi, ya!"
Habis itu ia terus ayun Langkahnya menyusul ke arah Toan
Yan-khing berdua.
"Nona Ong," kata Ciong Ling kemudian "Engkaü tentu
sangat lelah, marilah kita naik kereta saja."
Lalu ia memayangnya menuju kereta yang ditinggalkan
Goan-ci tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah rombongan mereka lantas meneruskan
perjalanan ke Lengciu. Menjelang magrib sampailah mereka di
dalam kota. Walaupun Lengciu adalah kota raja Se He, tetapi
kalau dibandingkan kota besar dl Tionggoan dengan
sendirinya kalah jauh besar dan ramainya.
Maka rombongan Siau Hong gagal mendapatkan rumah
penginapan. Maklum, kota Lengciu memang tidak besar,
rumah penginapan yang ada telah penuh diisi oleh para
ksatria yang berbondong-bondong datang handak ikut
sayembara. Terpaksa Siau Hong membawa rombongannya
keluar kota dan dengan susah payah akhirnya menemukan
sebuah kelenteng sebagai tempat bermalam. Kaum lelaki
berkumpul dl suatu kamar serambi timur dan kaum wanita
bersatu kamar di sebelah barat.
Sejak betemu kembali dengan Giok-yan sungguh girang
Toan Ki tak terlukiskan, tapi juga gundah-gulana. Malam itu ia
guling-gelantang tak bisa tidur. Yang selalu terbayang olehnya
ialah Ong Giok-yan, Ia pikir, "Sebab apakah nona Ong hendak
membunuh diri?Ai aku harus mencari akal untuk
menghiburnya? Tetapi aku tidak tahu sebab apa dia hendak
mengbunuh diri, dengan cara bagaimana aku harus
menghiburnya?"
Sang dewi malam memancarkan sinarnya yang terang di
tengah cakrawala, sinar bulan itu menembus ke dalam kamar
melalui celah-celah jendela. Saat itu Toan Ki masih gulinggelantang
tak bisa pulas. Akhirnya pelahan ia bangun dan
keluar ke pelataran tengah kelenteng di situ tumbuh dua
batang pohon Waru yang rindang.
Tatkala itu sudah akhir musim panas, tapi di tengah malam
di daerah sekitar Kamsiok hawa terasa agak dingin. Toan Ki
mondar-mandir di bawah pohon waru itu, lamat-lamat ia
merasa luka di dadanya agak sakit, la tahu tentu siang harinya
telah banyak bergerak sehingga membikin luka itu kambuh
kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebab apakah dia ingin bunuh diri?" demikian timbul pula
pertanyaan ini dalam benaknya.
Karena pertanyaan itu tetap sukar dipecahkan, akhirnya ia
melangkah keluar kelenteng. Di bawah sinar bulan yang
terang itu tiba-tiba dilihatnya ada berkelebatnya bayangan
orang di tepi empang sejauhan sana. Samar-samar bayangan
orang itu seperti kaum wanita, bahkan mirip dengan tubuh
Giok-yan.
Toan Ki terkejut, "Wa. celaka, jangan-jangan dia ... dia
hendak bunuh diri lagi."
Cepat ia gunakan ginkang untuk memburu ke sana. Segera
dia keluarkan langkah "Leng-po wi-poh" yang ajaib, maka
cepatnya bukan main dan tak bersuara seperti orang meluncur
dalam air, hanya sekejap saja ia sudah berada dibelakang
bayangan orang itu.
Air empang yang tenang dan bening seperti kaca itu
mencerminkan muka orang itu dengan jelas, memang betul
dia adalah Giok-yan.
Toan Ki tidak berani sembarangan menegurnya, pikirnya,
"Ketika di Siau-sit-san dia sudah kadung benci padaku, waktu
bertemu siang tadi dia juga acuh-tak-acuh padaku, mungkin
dia masih marah padaku. Ya, boleh jadi sebabnya dia ingin
membunuh diri adalah lantaran perbuatanku. Jika begitu,
wahai Toan Ki, kamu terlalu kasar terhadap si cantik dan
mengakibatkan dia gundah merana, kamu benar-benar
berdosa!”
Begitulah Toan Ki sembunyi di belakang pohon dan
termangu mangu menyesalkan dirinya sendiri, makin dipikir
makin merasa dosa sendiri tak terampunkan.
Tiba-tiba dilihatnya air empang yang tenang bening itu
tiba-tiba bergelombang halus, lingkaran gelombang itu
pelahan makin meluas. Waktu Toan Ki memperhatikannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertampak beberapa tetes air jatuh di permukaan empang.
Kiranya air mata Giok yan.
Toan Ki semakin kasihan. Tiba-tiba terdengar Giok-yan
menghela napas, lalu pelahan bergumam, "Ai, aku ... aku lebih
baik mati saja agar tidak merana lebih lama."
Sungguh Toan Ki tidak tahan lagi, segera ia keluar dari
tempat sembunyinya dan barkata, "Nona Ong, seratus kali
salah, semuanya aku yang salah, untuk itu diharap engkau
suka memaafkan. Bila engkau masih tetap marah, terpaksa
aku berlulut padamu."
Habis bicara benar saja ia terus berlutut.
Keruan Giokz-yan kaget, serunya gugup "He, apa ... apa
yang kaulakukan? Le ... lekas bangun. Kalau ... sampai dilihat
orang kan tidak enak?”
"Asal nona sudi memaafkan aku dan tak akan marah lagi
padaku, baru aku mau bangun" sahut Toan Ki.
Giok yan menjadi heran, katanya, "Maaf apa padamu?
Marah apa padamu? Ada sangkut-paut apa dengan
urusanmu?"
"Kulihat nona sangat sedih, padahal segala apa biasanya
nona selalu gembira ria, kukira akulah yang membikin
Buyung-kongcu merasa tersinggung sehingga nona juga ikut
masgul. Biarlah aku berjanji, bila lain kali bertemu dengan dia
lagi, biarpun dia akán memaki dan menyerangku. Aku akan
kabür saja dan takkan balas menyerangdia."
Giok-yan nampak membanting-bantíng kaki dan berkata.
""Ai, engkau ini me ... memang tolol. Aku berdüka sendiri,
sama sekali tiada sangkut pautnya denganmu.”
"Jika begitu, jadi nona tidak marah padaku?”
"Sudah tentu tidak!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika demikian legalah hatiku." kata Toan Ki sambil
berbangkit.
Tapi mendadak hatinya merasa gundah-gelana. Bila Giokyan
sangat berduka karena dia sehingga memaki dan
memukulnya, bahkan membacoknya dengan golok sekali pun
dia akan rela. Tadi si nona justru menyatakan sedihnya itu
tiada sangkul-pautnya dengan dia. Seketika Toan Ki merasa
hampa seakan-akan kehilangan sesuatu.
Dalam pada itu tampak Giok-yan sedang menunduk air
matanya bercucuran pula.
Toan Ki menjadi terharu dan berkata, "Nona Ong,
sebenarnya ada kesulitan apa, lekas katakan padaku. Dengan
segenap tenagaku tentu akan ku selesaikan untukmu, aku
akan berusaha engkau gembira."
Pelahan Giok-yan mengangkat kepalanya, dengan
pandangan yang sayu ia menjawab, "Toan-kongcu, engkau ...
sangat baik padaku, sudah tentu aku sangat ... sangat
berterima kasih, Cuma dalam urusan ini sesungguhnya engkau
tak dapat menolong diriku."
"Aku sendiri memang tidak becus apa-apa," ujar Toan Ki.
”Tetapi Siau-toako dan Hi-tiok Jiko, mereka adalah jago silat
kelas wahid, mereka berada di sini semua, mereka sangat baik
padaku, apa yang kau minta tentu akan dikabulkan oleh
mereka. Apa sebenarnya yang membuatmu berduka, coba
katakan, bisa jadi aku dapat membantumu."
Tiba-tiba air muka Giok-yan yang semula pucat itu berjamu
marah, ia berpaling dan tidak berani menatap sinar mata Toan
Ki, kemudian dengan suara yang lìrih lembut berkata, "Dia
...dia katanya ingin menjadí Huma kerajaan Se He maka
Kongya-jiko membujuk padaku agar .... demi kebangkitan
kembali kerajaan Yan yang baru, terpaksa dia ... dia harus
kesampingkan kepentingan pribadinya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata, tiba-tlba ia berpalíng kembali dan mendekap
di atas pundak Toan Ki lalu menangis tersedu-sedan.
Kejut-kejut senang rasa Toan Ki, sedikit pun ia tidak berani
bergerak. Baru sekarang ¡a paham duduknya perkara, tapi ia
lantas terkesima, entah mesti girang atau susah, Kiranya
lantaran Buyung Hok hendak ikut berebut putri Se He, dan
kalau sudah memperistrikan putri Se He, dengan sendirinya
Giok yan tidak terurus lagi.
Dengan sendirinya lantas terpíkir pula, oleh Toan Ki, "Wah,
bila dia tidak jadi diambil istri oleh Piaukonya, boleh jadi dia
akan lebih lunak kepadaku aku tidak berani mengharapkan
memperistrikan día, asal aku senantiasa dapat melihat
wajahnya yang berseri-seri maka puaslah hatiku. Jika dia suka
kepada ketenangan, maka aku akan mengiringi dia pergi ke
pulau terpencil atau gunung yang sunyi dan selalu
berdampingan dengan dia alangkah bahagia dan senangnya
hidup demikian itu?"
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 79
Berpikir tentang hidup yang mengembirakan itu, ia menjadi
lupa daratan dan tanpa terasa kaki tangan bertingkah pula.
Giok-yan sampai kaget, ia mundur selangkah, ketika
melihat wajah Toan Ki bergembira ria, ia tambah pedih,
katanya, "Tadinya ku ... kusangka engkau adalah orang baik,
makanya aku bicara terus terang padamu, tak tahunya engkau
malah ... malah menyukurkan kemalanganku ini dan malah
mengejek."
”O, tidak, tidak!" sahut Toan Ki cepat, "Langit di atas, bumi
di bawah, boleh mereka menjadi saksi bahwa sekali-sekali aku
tidak menyukurkan kemalangan nasib nona, bila demikian
pikiranmu, biarlah aka terkutuk dan mati tak terkubur."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Asal hatimu memang tidak bermaksud jelek siapa sih yang
menyuruhmu bersumpah apa segala?” ujar Giok-yan. "Tapi
sebab apakah tìba-tiba engkau tampak gembirà?"
Baru pertanyaan itu dikemukakan ia sendiri lantas paham
juga persoalannya. Segera teringat olehnya bahwa sebabnya
Toan Ki mendadak gembira tentu karena Buyung Hok akan
menjadi menantu raja Se He dan Toan Ki menjadi besár
harapannya untuk mengikat jodoh dengan dirinya.
Tentang Toan Ki sangat kesemsem padanya sudah tentu
Giok-yan sendiri tahu. Cuma perhatiannya selalu terpusat
kepada diri sang Piauko, terhadap cinta Toan Ki yang tak
terbalas itu terkadang ia sendiri pun merada menyesal. Tapi
dalam hati "cinta" memang sekali-kali tak boleh dipaksakan."
Begitulah maka sesudah paham sebabnya Toan Ki
berjingkrak senang Giok-yan menjadi malu dengan muka
bersemu merah ia mengomel, "Meski engkau tidak mengejek
aku, tapi kaupun tidak bermaksud baik, Aku ... aku .... "
Sampai di s ini ia tidak sanggup meneruskan lagi.
Toan Ki terkesiap, diam-diam ia mencerca dirinya sendiri,
"Wahai Toan Ki kenapa tiba-tiba timbul pikiranmu serendah itu
dan bermaksud menggagap ikan di air keruh, Orang lain
sedang tertimpa kemalàngan tapi aku malah bergirang?
Bukankah perbuatanmu itu sangat memalukan?"
Melihat Toan Ki termenung-menung dengan suara perlahan
Giok-yan bertanya, "Apakah ucapanku tadi salah dan engkau
marah padaku?"
"O, ti ... tidak, mana bisa kumarah padamu," sahut Toan Ki.
"Habis, mengapa engkau diam saja?"
"Aku .... aku sedang memikirkan sesuatu," kata Toan Ki.
Diam-diam ia sedang menimang-nimang "Kalau
dibandingkan Buyung-kongcu terang aku kalah segalanya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik ilmu sìlat mau pun ilmu sastra, kalah ganteng dan kalah
nama, apalagi mereka berdua adalah famili sendiri dan teman
bermain sejak kecil, sudah lama mereka saling menyukai
dalam hal ini lebih-lebih aku bukan tandingannya. Tapi ada
suatu hal aku harus mengalahkan Buyung-kongcu. Y a, supaya
sampai tua pun dalam lubuk hati nona Ong akan tetap
teringat kepadaku bahwa di dùnia ini satu-satunya orang yang
selalu berpìkir demi kepentingannya tiada orang lain kecuali
aku, Toan Ki."
Sesudah ambil ketetapan itu segera ia berkata pula, "Nona
Ong, jangan berduka lagi, biarlah aku berusaha menasehati
Buyung-kongcu supaya dia jangan menjadi Huma kerajaan Se
He dan supaya dia lekan menikah denganmu saja."
Giok-yan terkejut, sahutnya, "He. tidak! Mana boleh jadi?
Piauko justru sangat benci padamu tidak mungkin dia mau
menerima nasehatmu itu."
"Biarlah aku nanti memberi ceramah padanya akan
kukatakan bahwa hidup manusia di dunia ini paling penting
adalah kecocokan antara suami istri keduanya harus cinta
mencintai, Padahal selamanya dia tìdak kenal putri Se He tidak
akan tahu putri itu jelek atau cantik, apakah baik atau jahat
andaikan menjadi istrinya tentu takkan bahagia. Sàbaliknya
akan kukatakan bahwa nona Ong cantik molek, halus budi dan
bijaksana seluruh dunia sukar mencari bandingannya. Apalagi
engkau sangat cinta padanya, masa día tega mengingkarimu
sehingga akan dicaci-maki oleh kaum ksatria di dunia íni?"
Giok-yan sangat terharu mendengar uraian itu katanya lirih,
"Toan-kongcu, engkau memuji díriku hanya untuk
menyenangkan hatiku saja."
"Bukan! Bukan!" sahut Toan Ki cepat. Dan begítü kata-kata
itu diucapkan, segera ia merasa nada sendiri itu ketularan
kebiasaan Pau Püt-tong, ia tertawa geli sendiri lalu
menyambung, "Aku benar-benar berkata dengan setulusnya,
sedikit pun tidak pura-pura untuk menyenangkan hatimu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rupanya Giok-yan juga geli oleh ucapan "bukan-bukan" itu,
dari menangis ia menjadi tertawa katanya, "Kenapa engkau
menirukan kebiasaan Pau-samko yang jelek?"
Toan Ki kegirangan melihat si nona tertawa, katanya,
"Pendek kata aku pasti akan membujuk Buyung-kongcu agar
menarik kembali maksudnya hendak menjadi menantu
kerajaan Se He dan lebih baik menikah dengan nona saja."
"Dengan perbüatanmu ini, sebenarnya apa tujuanmu? Apa
sih faedahnya bagimu?" tanya Giok Yan.
”Asal kulihat nona bergembira ria dan tertawa, itu sudah
cukup bagiku,” sahut Toan Ki.
Giok-yan terkesiap, ia merasa jawaban yang sederhana itu
justru sangat tandas melukiskan betapa cinta pemuda itu
kepadanya. Tapi karena segenap perhatiaan Giok-yan telah
dicurahkan kepada Buyung Hok seorang, walaupun terharu
seketika, tapi segera terlupa pula.
Katanya kemudian dengan menghela napas. "Engkau tidak
tahu jalan pikiran Piaukoku. Dia memandang usahanya
membangun kembali kerajaan Yan sebagai tugas utama
hidupnya. Dia bilang seorang lelaki sejati harus
mengutamakan perkembangan dan pemupukan pergerakan,
kalau selalu memikirkan urusan lelaki dan perempuan, itu
bukanlah pahlawan. Dia bilang baik putri Se He itu secantik
bidadari atau sejelek setan, pendek kata dia tidak pikirkan,
yang utama ialah dapat membantu dia membangun kembalí
kerajaan Yan."
”Hal itu memang juga betul," pikir Toan Ki. "Keluarga
Buyung mereka senantiasa ingin menjadi raja, Se He memang
dapat membantu usahanya membangun kembali kerajaan
Yan, urusan nona Ong menjadi ... menjadi agak sulit."
Ia lihat air mata Giok-yan berlinang-linang pula, segera ia
membusungkan dada dan berkata, "Nona. sudah jangan
kuatir. Biarlah aku saja yang menjadi menantu kerajaan Se
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
He. Dengan demikian, karena tidak berhasil menjadi Huma,
dia terpaksa akan menikah denganmu."
"Hah, apa?" seru Giok-yan terkejut dan bergirang.
"Aku akan ikut sayembara dan merebut putri Se He," sahut
Toan Ki.
Ketika di Siau-sit-san Toan Ki telah mengalahkan Buyung
Hok dengan Lak-meh-sin-kiam, kejadian itu disaksikan sendiri
oleh Giok-yan, kalau sekarang Toan Ki benar-benar ikut
perlombaan sayembara, rasanya sang Piaoko akan gagal citacitanya
untuk menjadi menantu raja Se He.
Karena pikiran demikian, segera Giok-yan berkata dengan
suara pelahan, "O, Toan-kongcu, engkau benar-benar sangat
baik padaku. Tapi .... tapi dengan demikian engkau tentu akan
dibenci sekali oleh Piaukoku."'
"Tidak menjadi soal, toh sekarang juga dia sudah sangat
benci padaku," sahut Toan Ki.
"Tadi kukatakan putri Se He itu entah cantik entah jelek,
jika engkau menjadi suaminya, bukankah akan membikin
susah padamu?"
"Demi dirimu, biar bagaimana juga aku rela
menangungnya," demikian mestinya hendak dikatakan Toan
Ki. Tapi sebelum terucapkan, tiba-tiba terpikir olehnya, "Apa
yang kulakukan ini jika sengaja untuk membuat kau utang
budi padaku bukankah perbuatan demikian terlalu rendah?"
Karena itu lantas katanya,'"Aku tidak akan susah, sebab
ayahku telah memerintahkan padaku agar berusaha ikut
berebut putri Se He, jadi aku cuma melaksanakan perintah
ayah dan tiada sangkut-pautnya denganmu."
Giok-yan adalah nona yang pintar dan cerdik, demi cinta
Toan Ki rela berkorban baginya, walaupun di mulut Toan Ki
tidak menonjolkan hal ini. Tanpa terasa ia genggam tangan
pemuda itu dan berkata, "O, Toan-kongcu, hidupku ini tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat kubalas kebaikanmu se ... semoga dalam jelmaan hidup
yang akan datang .... "
Berkata sampai di sini, suaranya menjadi parau dan
tenggorokan serasa tersumbat, ia tidak sanggup meneruskan
lagi.
Sudah beberapa kali kedua muda-mudi ini bahu-membahu
menghadapi bahaya dan selalu berdampingan, apa yang
pernah terjadi itu adalah terpaksa, sebaliknya sekali ini Giokyan
sendiri yang terharu, perasaannya timbul dengan
sewajarnya sehingga menggenggam tangan Toan Ki dengan
erat.
Seketika Toan Ki merasa tangannya dipegang oleh tangan
yang halus dan lemas, untuk sejenak ia menjadi lupa daratan,
saat itu biarpun langit akan ambruk juga tak dihiraukannya
lagi Ia pikir s i nona sedemikian baik padaku, jangankan Cuma
mengambil istri putri Se He, sekalipun putri kerajaan Song,
kerajaan Liau, kerajaan Koran dan kerajaan Turfan sekalígus
menjadi istriku juga boleh.
Begitulah, saking senangnya, darah lantas bergolak,
padahal lukanya belum sembuh sama sekali maka kepala
menjadi puyeng, badan terhuyung-huyung dan "byuurr”, ia
terperosot dan kecebur ke dalam empang.
Keruan Giok-yan kaget, serunya, "He, Toan-kongcu! Toankongcu!”
Untung air empang itu sangat cetek, karena terendam air
dingin pikiran Toan Ki menjadi jernih, cepat ia merangkak
bangun dengan basah kuyup.
Dan karena teriakan Giok-yan tadi semua orang yang tidur
dalam kelenteng sama terjaga bangun. Siau Hong, Hi-tiok, Pah
Thlan-sik, Cu Tan-sin dan lain-lain sama berlari keluar. Ketika
melihat keadaan Toan Ki yang serba runyam dan air muka.
Giok-yan tampak merah jengah, diam-diam semua orang
merasa geli, mereka menyangka kedua muda-mudi itu sedang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
main pat-gulpat di tengah malam sunyi, maka mereka pun
tidak enak untuk bertanya ....
Esoknya adalah tanggal 12 bulan, delapan jadi masih ada
tempo tiga hari baru tiba hari Tiongciu. Pagi-pagi Pah Thiansik
sudah masuk kota untuk mencari berita. Waktu-lohor ia
pulang kembali ke kelenteng dan memberi lapor kepada Toan
Ki, "Kongcu, surat lamaran Ongya telah hamba sampaikan
lepada Le-poh (bagian protokol) dan hamba telah diterima
oleh menteri Le-poh dengan ramah beliau menyatakan adalah
suatu kehormatan besar bagi Se He karena Kongcu mau ikut
melamar putri mereka dan besar kemungkinan cita-cíta
Kongcu akan terkabul."
Tidak lama kemudian, tíba-tiba terdengar riuh ramai di lúar
kelenteng, menyusul ada suara alat tetabuhan pula. Waktu
Thian-sik dan Tan-sin memapak keluar kiranya To silong
(menteri To) dari Le-poh datang untuk menyambut Toan Ki ke
tempatpenginapan yang disediakan bagi tamu-tamu agung
kerajaan.
Siau Hong adalah Lam-ih Tai-ong Kerajaan Liau, kalau Se
He mengetahui kedatangannya tentu akan menyambutnya
dengan lebih meriah dan menghormat. Cuma dia telah pesan
kawan-kawannya agar jangan membocorkan kedudukannya,
maka dia dan Hi-Tiok dan lain-lain cuma mengaku sebagaí
pengiring Toan Ki dan bersama-sama pindah ke pondok tamu
asing.
Belum lama mereka mengaso di tempat baru, tiba-tiba
terdengar di ruang belakang sana ada suara caci maki orang,
'Hm, kamu ini kutu macam apa? Kamu juga berani mengincar
putri Se He? Biarlah kukatakan padamu bahwa Huma kerajaan
Se He ini sudah pasti akan diduduki oleh pangeran kami,
kukira kalian lekas merat saja dari sini mencawat ekor!"
Pah Thian-sik dan lain-lain menjadi gusar, mereka tidak
tahu siapakah berani mencaci-maki secara kasar demikian.
Ketika mereka membuka pintu, tertampaklah di pekarangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sana berdiri tujuh atau delapan lelaki kekar kasar dan sedang
bergembar-gembor tak keruan.
Thian-sik dan Tan-sin adalah pendekar-pendekar Tayli yang
terhitung paling pintar dan cerdik. Mereka tidak bersuara,
hanya berdiri di depan pintu saja untuk mendengarkan lebih
jauh. Terdengar caci-maki kawanan lelaki kasar itu makin lama
makin kotor, terkadang juga diselingi dengan kata-kata yang
tak dikenal, agaknya mereka adalah anak buah pangeran
Turfan.
Selagi Thian-sik berpikir cara bagaimana menggebuk pergi
kawanan lelaki itu, mendadak pintu kamar dipojok kiri sana
terdengar dibuka orang dengan keras, menyusul dua orang
melompat keluar, seorang berbaju kuning dan yang lain
berbaju hitam. Keduanya terus menghantam sana dan
menendang situ, hanya dalam sekejap saja tiga. Di antara
kawanan lelaki yang mencaci-maki tadi sudah dirobohkan.
sisanya juga kena dihantam dan dilempar keluar pintu sana.
"Puas! Puas!” seru si lelaki berbaju kuning.
Kiranya mereka adalah Hong Po-ok dan Paù Put-tong.
Mendengar suara kedua orang itu, Giok yan yang berada di
dalam kamar menjadi bimbang, ia bingung apa mesti keluar
untuk bertemu dengan mereka atau tidak.
Dalam pada itu terdengar jago-jago Turfan yang diusir
keluar ítu masih berkaok-keok, "He, manusia she Buyung,
kami kira kamu lebih baik pulang kandang ke Koh-soh saja.
Jangan timbul pikiran hendak memperistrikan putri Se He, Jika
sempat Pangeran kami menjadi gusar menggunakan caramu
untuk diperlakukan atas dirimu dan mengambil adik
perempuanmu sebagai bini muda, maka barulah kamu akan
tahu rasa nanti!"
Hong Po-ok menjadi gemas karena caci-maki yang
demikian kotor itu, segera ia mengudak keluar. Maka
terdengarlah suara "plak-plok, blak-bluk” berulang-ulang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jago-jago Turfan itutelah dihajar hingga lari tungganglanggang.
Tiba-tiba Put Pat-tong memberi hormat kepada Thian-sik
dan Tan-sin dan menyapa, "kiranya Pah-heng dan Cu-heng
juga berada di sini, apakah kalian cuma ingin lihat ramai-ramai
atau mempunyai tujuan lain?"
"Apa tujuan kedatangan Pau-heng sendir¡, begitu pula
maksud tujuan kami," sahut Thian sik.
Air muka Put-tong berubah seketika, tanvanya, "Apakah
Toan-kongcu dari Tayli juga ingin melamar putri Se He?"
"Ya," sahut Thian sik. "Kongcu kami adalah putra mahkota
Tayli, beliau adalah ahliwaris satu-satunya Sri Baginda yang
sekarang, bila kelak beliau naik tahta bukankah akan
merupakan besanan yang setimpal dengan kerajaan Se He.
Sebaliknya Buyung kongcu hanya jejaka yang tak punya
sandaran apa-apa, meski orangnya cakap tapi bukan keluarga
yang setimpal."
Air muka Pau Put-tong tambah kelam, katanya, "Bukan,
bukan! Kamu cuma tahu satu tapi tidak tahu dua. Kongcu
kami adalah pemuda pilihan di antara kaum pemuda, mana
bisa dibandingi pemuda ketolol-tololan seperti Kongcu kalian?”
"Samko," tiba-tiba Hong Po ok berlari masuk kembali, "buat
apa bertengkar dengan mereka, toh besok akan diadakan
perlombaan di depan baginda raja, biarlah nanti masingmasing
pihak keluarkan kepandaian sejati saja."
”Bukan, bukan!" sahut Put-tong. "Perlombaan di hadapan
baginda raja adalah urusan para Kongcu, sedangkan
pertengkaran mulut ini adalah kewajiban kita."
”Hahaha, soal pertengkaran mulut memang harus diakui di
dunia ini tiada seorang pun mampu melawan Pau-heng, nah,
Siaute terima mengaku kalah padamu," ujar Thian-sikz dengan
tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan selagi Pau Put-tong hendak "bukan-bukan” pula,
namun Thian-sik sudah mengundurkan diri ke dalam kamar
bersama Tan sin. "Cu hiante" katanya kemudian, "kalau
menurut kata-kata Pau Put-tong tadi. agaknya Köngcu masih
harus mengikuti pertandingan secara terbuka, padahal luka
Kongcu belum sembuh, sedangkan kungfunya juga terkadang
manjur dan terkadang tidak, bila dalam pertandmgan nanti
Lek-meh-sin kiam tak bisaj dikeluarkan, bukan saja tidak
berhasil menjadi Huma, bahkan jiwanya berbahaya pula, maka
bagaimana menurut pendapatmu?"
Tan-sin juga tak berdaya, terpaksa mereka pergi
membicarakannya dengan Siau Hong dan Hi-tiok.
Menurut Siau Hong, kalau cara pertandingan nanti dapat
diketahui tentu akan lebih mudah mengatur siasat untuk
menghadapinya.
"Jika begitu, marilah Cu-hiante, kita coba pergi tanya
keterangan kepada To silong tentang peraturan pertandingan
itu," ajak Thian-sik segera besama Tan-sin mereka bergegas
pergi.
Siau Hong, Hi tiok dan Toan Ki duduk bersama dan minum
arak sambil mengobrol. Tiba-tiba Siau Hong tanya Toan Ki
tentang pengalamannya memperoleh Lak-meh-sin-kiam itu
dengan maksud hendak mangajarkan semacam cara
mengarahkan tenaga agar adik angkat itu dapat
menggunakan Lak-meh-sin-kiam dengan sesuka hati.
Tak terduga dalam hal teori Iwekang dan sebagainyà sama
sekali Toan Ki tidak paham sehingga sukar untuk
mempelajarinya dalam waktu singkat. Karena tak berdaya,
Siau Hong hanya menggeleng-geleng kepala saja dan
menenggak arak pula.
Kekuatan minum Hi-tiok dan Toan Ki sudah tentu bukan
tandingan Siau Hong maka baru dua-tiga mangkuk saja Toan
Ki sudah menggeletak tak sadarkan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia siuman kembali dengan mata yang merah ia lihat
sinar bulan telah menembus masuk melalui celah-celah
jendela, nyata waktu itu sudah tengah malam. Toan Ki
terkesiap, "Semalam aku belum selesai bicara dengan nona
Ong dan keburu tercebur ke dalam empang, entah dia masih
ingin omong apa lagi padaku? Apa tidak mungkin dia sedang
menantikan aku pula di luar sana? Ai, celaka jangan-jangan
dia sudah menunggu terlalu lama dan sekarang sudah kembali
ke kamar karena tidak sabar menanti?"
Buru-buru ia lompat bangun. Saking tergesa-gesanya
sampai hampir hampir-hampir menubruk kursi di depan
tempat tidurnya. Cepat ia tenangkan diri agar tidak membikin
kaget kawan-kawannya dan pelan ia keluar kamar.
Sesudah melintasi pekarangan tengah dan selagi hendak
membuka pintu luar, tiba-tiba terdengar suara orang berbisik
dibelakangnya, "Toan-kongcu, mar¡lah ikut padaku, aku ingin
bicara denganmu.”
Karena tidak menduga-duga, karuan Toan Ki kaget. Ia
dengar suara orang tidak bermaksud baik, segera ia hendak
berpaling, tapi mendadak hiat-to pinggang dlcengkeram orang
dengan keras.
Samar-samar Toan Ki dapat mengenali orang itu, ia coba
tanya, "Apakah engkau Buyung-kongcu?"
"Memang betul aku adanya," sahut orang itu. "Dapatkah
Toan-heng ikut sebentar padaku?"
"Masakah aku berani menolak undangan Buyung-kongcu?"
sahut Toan Ki. "Kuharap sukalah kau lepaskan tanganmu."
"Tidak perlu lagi!” kata Buyung Hok. Mendadak Toan Ki
merasa tubuhnya terapung, agaknya Buyung Hok telah
mencengkeram punggungnya dan dibawa melompat ke atas.
Pada saat demikian kalau Toan Ki mau berteriak tentu Siau
Hong dan Hi-tiok akan terjaga bangun dan datang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolongnya. Tapi ia pikir, "Jika aku berteriak, tentu nona
Ong akan mendengar juga dan tentu dia akan kurang senang
bila melíhat kami berdua bertengkar. Pasti dia takkan marah
pada Piaukonya melainkan akulah yang akan menjadi sasaran
kemarahannya, maka buat apa aku mencari penyakit?"
Karena itu ia tidak jadi bersuara, Ia membiarkan dirinya
dibawa Buyung Hok dan berlari keluar sana. Walaupun tengah
malam, tapi waktu itu sudah dekat hari Tiongciu, sinar bulan
terang benderang, pemandangan sekitar cukup tertampak
jelas. Ia lihat Buyung Hok berlarí-lari ke luar kota, akhirnya
jalan di kedua tepi kelihatan rumput melulu. Tidak lama
kemudian, mendadak Buyung Hok berhenti dan melemparkan
Toan Ki ke tanah.
"Bluk", Toan Ki terbanting dan meringis kesakitan, pikirnya,
"Orang ini kelihatannya ramah tamah, tapi kelakuannya
ternyata begini kasar."
Segera ia merangkak bangun sambil memegang pinggang
yang sakit, katanya, "Segala urusan boleh Buyung heng
bicarakan dengan baik-baik, mengapa mesti main kasar?"
"Hm, ingin kutanya padamu, apa yang kau bicarakan
dengan Piaomoaiku selama ini?" jengek Buyung Hok.
Muka Toan Ki menjadi merah, sahutnya, "O, tidak ... tidak
apa-apa, hanya bertemu secara kebetulan dan omong-omong
iseng saja."
"Huh, seorang lelaki sejati, berani berbuat berani
bertanggung jawab, apa yang sudah kau katakan, mengapa
tidak berani mengaku?” ejek Buyung Hok. "Memangnya kau
sangka aku tidak tahu? Hm, kau bicara tentang suami-lstri apa
segala, apakah perlu kuuraikan seluruhnya?"
"Hah, jadi ... jadi nona Ong memberitahu seluruhnya
padamu?" Toan Ki menegas dengan gelagapan.
"Mana bisa dia katakan padaku!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika... jika begitu, jadi se ...semalam kau sendiri
mendengarkan semua?"
"Hm, kamu hanya dapat mengapusi nona yang masih hijau,
tapi jangan harap dapat mendustai diriku?” jengek Buyung
Hok.
"Aku dusta tentang apa?" tanya Toan Ki dengan heran.
"Bukankah urusan sudah sangat gamblang.” sahut Buyung
Hok. "Kau sendiri ingin menjadi Huma kerajaan Se He, tapi
takut aku berebut denganmu. maka kamu sengaja mengarang
ocehan yang muluk-muluk untuk memancing aku süpäya
masuk perangkapmu. Hehe, Buyung Hok bukan anak kecil
umur tiga masakah dengan begitu muda dapat kau jebak?
Haha, kamu benar-benar lagi mimpi di s iang bolong!"
"Ai. apa yang kukatakan kepada nona Ong itu timbul
setulus hatiku, kuharap engkau dapat menikah dengan dia dan
hidup bahagia sampai hari tua, lain tidak," ucap Toan Ki.
"Terima kasih atas mulutmu yang manis," kata Buyung
Hok. "Tapi Koh-soh Buyung dengan keluarga Toan dari Tayli
bukan sanak bukan kadang, buat apa kamu mesti memberi
pujian dan restu sebaik ini? Huh, jika aku sampai tergoda oleh
Giok-yan maka kaulah yang akan menarik keuntungannya dan
menjadi Huma yang diagungkan ya?"
Muka Toan Ki menjadi merah, sahutnya, "Ngaco-belo,
Jelek-Jelek aku adalah pangeran Tayli, meski Tayli itu negeri
kecil, tidak nanti kuincar Huma kerajaan Se He. Buyungkongcu,
aku benar-benar memberi nasehat padamu, segala
kedudukan dan kemewahan dalam waktu singkat saja akan
tamat, orang hidup dapat bertahan berapa lama? Andaikan
kau dapat menjadi Huma kerajaan Se He dan dapat naik tahta
sebagai raja Yan, untuk itu entah berapa banyak orang yang
kau bunuh? Sekalipun negeri Tionggoan ini kau sapu bersih
sehingga terjadi banjir darah, apakah kerajaan Yan dapat kau
bangun kembali, hal ini juga masih disangsikan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Buyung Hok ternyata tidak gusar, ia lalu menjawab dengan
nada dingin, "Hm, kamu selalu bicara tentang kebaikan, tapi
dalam hatimu sebenarnya berbisa."
"Apa mau dikatakan lagi jika engkau tidak percaya pada
maksud baikku," ujar Toan Ki. "Pendek kata aku takkan
membiarkan engkau memperistrikan putri Se He, aku tidak
dapat membiarkan nona Ong berduka dan merana lantaran
dirimu sehingga membunuh diri."
"Kau larang aku memperistrikan putri Se He? Haha, apa
kamu mempunyai kemampuan untuk melarang aku? Hm, aku
justru hendak memperistrikan putri Se He, kau mau apa?”
"Aku pasti akan merintangi maksudmu itu dengan sepenuh
tenagaku," sahut Toan Ki. "seorang diri memang aku tak
berdaya, tapi aku akan minta bantuan kawan-kawanku!"
Buyung Hok terkesiap ia cukup tahu betapa lihai ilmu silat
Siau Hong dan Hi-tiok, Bahkan Toan Ki sendiri dengan Lakmeh-
sin-kiam juga sukar dilawan, untung kepandaian lawan
ini terkadang manjur dan terkadang macet sehingga masih
gampang dihadapi.
"Eh, P¡aumoai, mari sini, ingin kubicara denganmu!” tibatiba
ia berseru ke arah sana.
Mendengar Giok-yan berada di situ, Toan Ki terkejut dan
bergirang, cepat ia menoleh. Tapi yang tertampak hanya sínar
bulan yang terang benderang dan tiada satu bayangan
manusia pun.
Baru saja ia mengamat-amati semak-semak pohon di
depan sana yang tampaknya seperti ada berkelebatnya
bayangan orang, sekonyong-konyong punggungnya serasa
kencang lagi, kembali ia dicengkram oleh Buyung Hok, bahkan
badan diangkat pula. Baru sekarang Toan Ki merasa tertipu,
katanya dengan tersenyum getir, "kembali engkau main kasar
lagi, ini kan bukan perbuatan seorang laki-laki sejati?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terhadap manusia rendah sebagai dirimu kenapa masti
pakai cara laki-laki sejati?" sahut Buyung Hok. Lalu ia angkat
tubuh Toan Ki dan menuju ke tepi jalan, di situ terdapat
sebuah sumur mati tanpa bicara lagi ia lemparkan Toan Ki ke
dalam sumur itu.
"Tolong!" segera Toan Ki berteriak-teriak, tapi tubuhnya
lantas terjerumus ke dalam sumur.
Dan baru saja Buyung Hok hendak mencari beberapa
potong batu besar untuk menutup lubang sumur agar Toan Ki
mati kelaparan di dalam situ tiba-tiba terdengar suara seorang
wanita menegurnya, "Piauko, rupanya engkau telah
mempergoki aku? Apa kau ingin bicara sesuatu denganku? Ai,
engkau melemparkan Toan kongcu ke dalam sumur?"
Melihat pendatang ini memang betul Giok-yan adanya,
kening Buyung Hok bekernyit. Waktu ia pura-pura menyebut
sang Piaumoai tadi tujuannya cuma ingin memancing agar
Toan Ki menoleh lalu ia dapat mencengkram hiat-to punggung
pemuda itu dengan mudah, Siapa duga Giok-yan benar-benar
sembunyi di semak-semak pohon sana (yaitu bayangan yang
tertampak oleh Toan Ki tadi).
Ketika mendengar namanya dipanggil, Giok-yan mengira
tempat sembunyinya diketahui Buyung Hok, maka ia lantas
keluar dari tempat sembunyinya.
Rupanya karena hati sedang risau maka selama beberapa
malam ini Giok-yan tak bisa pulas. Tadi ia sedang termenungmenung
di ambang jendela, maka kejadian Toan Ki
dicengkeram Buyung Hok dan dibawa lari dapat dilihatnya, Ia
kuatir kedua orang akan bertengkar lagi sehingga akhirnya
Buyung Hok tak mampu melawan Lak-meh-sin-kiam Toan Ki,
maka cepat ia menyusul keluar dan dapät mengikuti
percakapan Toan Ki dengan Buyung Hok tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah ia lantas berlari-lari mendekati sumur, ia
melongok ke bawah dan berseru, "Toan Kongcu! Toankongcu!
Engkau terluka tidak?”
Waktu dilemparkân ke dalam sumur tadi Toan Ki berada
dalam keadaan terjungkir, kepala di bawah dan kaki di atas.
Untung dasar sumur itu hanya lumpur lunak sehingga
kepalanya tidak pecah, tapi seketika ia pun terbanting pingsan
sehingga seruan Giok-yan itu tak didengarnya.
Sesudah mengulangi seruannya beberapa kali dan tidak
mendapat jawaban, Giok-yan mengira Toan Ki sudah
terbanting mati. Bila teringat selama ini pemuda itu sangat
baik padanya, kematiaanya ini pun boleh dikatakan lantaran
dia, maka menangislah Giok-yan, katanya, "O, Toan-kongcu,
engkau ... tak boleh mati!”
"Hm, ternyata sedemikian mendalam cintamu padaku?"
jengek Buyung Hok.
"Dia ... dia menasehatimu dengan baik, Ken ... kenapa kau
bunuh dia?" kata Giok yan dengan terguguk-guguk.
"Dia adalah lawanku yäng paling besar, bukankah kau
dengar pernyataannya yang hendak merintangi tujuanku
dengan mati-matian?" sahut Buyung Hokz. "Tempo hari ketika
di Siau s it-san dia membikin aku malu habis-habisan sehingga
Buyung Hok sukar menancap kaki lagi di dunia kangouw,
orang macam begini sudah tentu tak bisa kubiarkan hidup."
"Kejadian di Siau ilt-san itu memang salah dia, untuk itu
aku sudah pernah mendampratnya dan dia juga telah
mengaku salah."
"Hm. dia mengaku salah? Hanya ucapan begitu lantas
hendak menyelesaikan permusuhan ini? Padahal setiap orang
kangouw sudah sama mengatakan bahwa aku Buyung Hok
dikalahkan oleh Lak-meh-sin-kiam keluarga Toan mereka,
coba kau plklr, apa aku masih bisa hidup bahagia?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Piauko, kalah atau menang adalah soal biasa bagi orang
persilatan, kenapa mesti dipikirkan selalu?" ujar Giok-yan
dengan suara halus. "Kejadian tempo hari itu pun telah
diketahui ayahmu dan beliau juga memberi petuah padamu,
buat apa engkau mengungkitnya lagi."
Karena masih meragukan mati-hidupnya Toan Ki, kembali
ia melongok ke dalam sumur dan seru pula, "Toan kongcu!
Toan-kongcu!" Tapi tetap tidak mendapat jawaban apa-apa.
"Sedemíkian kau perhatikan dia, lebih baik kamu menjadi
istrinya saja, buat apa mesti pura-pura suka padaku?" kata
Buyung Hok.
Giok-yan menjadi pedih, sahutnya, "Piauko, aku cinta
padamu dengan hati yang murni, apa engkau tidak percaya?"
"Cinta padaku dengan hati murni? Haha! Tempo hari waktu
berada di rumah penggilingan di tepi Thian-oh, waktu kau
sembunyi dalam onggok jerami dengan telanjang bulat
bersama orang she Toan ini. coba katakan, apa yang kau
lakukan di sana? Apa yang terjadi itu kusaksikan dengan
mataku sendiri, masakah hanya secara kebetulan saja?
Tatkala itu aku hendak membinasakan bocah she Toan ini,
tapi kau beri petunjuk padanya untuk melawan aku. Coba
jawab, berkiblat kepada siapa hatimu sebenarnya? Haha,
haha!"
Giok-yan terkesima saking kagetnya, Ia menegas dengan
suara gemetar, "jadi ... jadi jago Se He yang berkedok di ... di
rumah gilingan itu adalah ... adalah ...”
"Benar, jago Se He berkedok yang mengaku bernama Li
Yan cong itu bukan lain adalah samaranku," sahut Buyung
Hok.
"Pantas, memangnya aku pun merasa sangsi waktu itu,"
demikian kata Giok-yan dengan suara pelahan seperti
berguman sendiri. "Waktu itu engkau berkata, 'Bila kelak aku
menjadi raja di seluruh Tionggoan', kata-kata demikian persis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nadamu biasanya, aku ... aku seharusnya mengetahuinya
pada waktu itu."
"Hm, meski kamu tidak tahu pada waktu itu, baru sekarang
mengetahui juga belum terlambat," jengek Buyung Hok.
"piauko." kata Ciok-van. "Waktu itu aku kena racun kabut
yang di sebarkan oleh orang Se He dan berkat pertolongan
Toan-kongcu barulah jiwaku di selamatkan. Di tengah jalan
kami kehujanan dan basah kuyup, terpaksa berteduh di rumah
gilingan itu, ken ... kenapa engkau menaruh curiga."
"Hm, kehujanan dan berteduh?” dengus Buyung Hok,
"Waktu aku tiba kalian berdua masih main sembunyi dan patgulipat
di situ. Bahkan ketika aku hendak membunuh bocah
she Toan kamu mangancam aku akan menuntut balas
baginya. Nona Ong, karena ancamanmu itulah aku
mengampuni jiwanya. Tak terduga hal itu telah menjadi
penyakit bagiku, akhirnya aku malah terjungkal habis-habisan
di tangannya waktu ketemu lagi di Siau-sit-san."
Mendengar sang piauko tidak memanggil namanya, tapi
menyebutnya sebagai "nona Ong", Giok-yan tambah pedih
dasar wataknya memang peramah ia tidak ingin bertengkar
dengan sang piauko yang dicintai dan dihormati ini, maka
jawabnya, "Piauko, kalau waktu itu aku mengenali dirimu,
sudah tentu àku takkan mengemukakan pernyataan itu
padamu. Untuk kesalahan itu, biarlah sekarang aku minta
maaf."
Sembari berkata ia memberi hormat, lalu menyambung
pula, "Takkala itu sungguh aku tidak tahu dirimu, tentu
engkau takkan marah pula. Sejak kecil aku menghormatimu,
segala apa aku pun selalu menurut padamu. Maka kata-kataku
yang menyinggung perasaanmu janganlah kau pikirkan dan
sudilah memaafkan."
Apa yang diucapkan Giok-yan dahulu itu memang
menyinggung perasaan Buyung Hok yang angkuh dan tinggi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hati. Sekarang mendengar si nona mohon maaf dengan katakata
halus dilihatnya wajah si nona yang cantik molek itu,
teringat pula hubungan baik sejak masih kanak-kanak, mautak-
mau hati Buyung Hok menjadi lemas, segera ia memegang
kedua lengan Giok-yan dan berkata, "Piaumoai!"
Sungguh girang Giok-yan tak terkirakan, ia tahu sang
Piauko telah memaafkan dia, terus saja ia menjatuhkan diri ke
pelukan sang Piauko, katanya lirih, "Piauko, jika engkau marah
padaku, boleh engkau damprat dan menghajar diriku, tapi
jangan dendam dalam hati. Piauko, engkau tidak jadi ikut
berebut Huma lagi bukan?”
Semula Buyung Hok menjadi mabuk ketika memeluk tubuh
si nona yang montok dan halus itu, tapi demi mendadak
ditanya tentang Huma segala, seketika hatinya tergetar,
katanya dalam hati, 'Wah, celaka! Wahai Buyung Hok,
mengapa engkau tengelam dalam urusan demikian sehingga
hampir-hampir membikin urusan penting menjadi runyam. Jika
sedikit persoalan pribadi begini saja tak tega memutuskan,
darimana kau dapat bicara tentang pergerakan bagi
kebangkitan kerajaan Yan?”
Segera ia bereskan perasaannya dan mendorong Giok-yan,
katanya, "Piaumoai, hubungan kita hanya sampai di saja, apa
yang pernah kau perbuat dan katakan betapapunu tidak dapat
kulupakan."
"Jika begitu, jadi engkau tetap tidak dapat memaafkan
aku?" tanya Giok-yan dengan hati remuk rendam.
Untuk sejenak terjadilah pertentangan batin Buyung Hok
antara "cinta" dan "usaha" tapi akhirnya ia menggeleng
kepala.
Sungguh hancur luluh hati Giok-yan, tanpa rasa ia tanya,
"Jadi engkâu sudah bertekad akan memperistrikan putri Se He
itu dan takkan peduli lagi padaku?”
Dengan keraskan hati Buyung Hok menggangguk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebelumnya Giok yan sudah pernah membunuh diri, tapi
dapat diselamatkan oleh In tiong-ho, sekarang secara tegas
cintanya, ditolak oleh kekasihnya, seking sedihnya hampir saja
ia tumpah darah. Mendadak teringat olehnya, "Betapapun
Toan-kongcu itu memang sangat cinta padaku, sebaliknya aku
tidak pernah membalas cintanya, malahan sekarang dia telah
mati bagiku, sungguh aku berdosa padanya. Toh sekarang aku
pun tidak ingin hidup lagi, biarlah aku terjun ke sumur saja
agar dapat mati bersatu liang dengan Toan-kongcu untuk
membalas cintanya padaku."
Maka pelahan ia mendekati sumur sambil berpaling dan
berkata, "Píaüko, semoga cita-citamu terkabul dan dapat
memperistrikan putri Se He serta menjadi raja Yan yang jaya!"
Buyung Hök tahu bahwa si nona ada maksud hendak
bunuh diri, segerà ia melangkah maju dan mengulurkan
tangan hendak mencegah. Tapi segera teringat pula olehnya,
asal dia bersuara dan mencegahnya, maka untuk selanjutnya
dirinya tentu akan sukar terlepas dari godaan cinta si nona,
dan itu berarti segala cita-cita pergerakannya akan kandas
seluruhnya. Karena pikiran demikian, maka tangan yang sudah
diulurkan itu tidak jadi menarik kembali s i nona.
Giok-yan dapat menerka apa yang dipikirkan sang Piauko,
ia pikir sedemikian tipis budi pekerti pemuda ini, apalagi yang
mesti diberatkan pula segera ia berseru "Toan-kongcu, waktu
hidup kita tak bisa bersamä, biarlah kita mati bersatu kubur
saja."
Habis itu, segera ia terjun ke dalam sumur dengan kepala
di bawah dan kaki di atas.
Akhirnya Büyung Hok berseru sekali juga dan bermaksud
menyambar kaki Giok-yan. Dengan kecekatannya sebenarnya
tidak sukar baginya untuk menyelamatkan nona itu, tapi pada
detik terakhir dia ragu-ragu lagi dan membiarkan Giok-yan
terjun ke dalam sumur. Ia hanya menghela napas dan
berkata, "Piaumoai, dalam hati kecilmu engkau lebih cinta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada Toan-kongcu, walaupun hidup tak bisa menjadi suamiistri
tapi mati pun bersatu liang, betapapun sudah terkabul
juga cita-citamu.”
"Huh, pura-pura, lelaki palsu!”' tiba-tiba terdengar suara
seorang berkata di belakangnya.
Keruan kejut Buyung Hok tak terkatakan, masakah ada
orang berada di belakang sama sekali tak diketahuinya. Tanpa
bicaralagi ia hantam ke belakang berbareng membalik tubuh.
Di bawah sinar bulan tertampaklah sesosok bayangan
melayang ke depan terbawa oleh angin pukulannya, ringan
dan gesit sekali orang itu.
Tanpa menunggu orang itu menancap kaki di tanah, segera
Buyung Hok melompat maju dan kembali memukul sambil
membentak dengan gusar, "Siapa kamu? Berani main gila
dengan Kongcuya?"
Dalam keadaan terapung orang itu sempat menyambut
serangan Buyung Hok. Lalu orangnya malayang sejauh
beberapa meter baru turun ke tanah. Kiranya dia Cumoti,
imam negara Turfan.
"Haha, sudah terang kamu yang memaksa nona itu
membunuh diri, tapi masih bicara tentang cita-citanya terkabul
segala, apa dengan demikian kau kira dapat menipu orang?"
kata Cumoti dengan tertawa mengejek.
"Ini adalah urusan pribadiku, siapa minta kauikut campur?"
damprat Buyung Hok.
"Segala persoalan di dunia ini setiap orang boleh ikut
campur, apalagi soalnya menyangkut menjadi Huma kerajaan
Se He, ini sudah melampaui urusan pribadimu," sahut Cumoti.
"Hm. jangan-jangan hwesio semacam dirimu juga ingin
menjadi Huma?"
"Hahahaha! Masakah di dunia ini pernah terjadi hwesio
menjadi Huma?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Habis mau apa? Hm, aku memang sudah tahu Turfan
kalian tidak bertujuan baik, jelas kau tampil bagi kepentingan
pangeran kalian!”
"Apa yang kau maksudkan dengan tidak berkepentingan
baik? Apa memperistrikan putri Se He itu kau katakan tidak
bertujuan baik? Lantas tujuanmu sendiri apakah baik?"
"Aku ingin merebut putri Se He, hal ini berdasarkan
kemampuanku sendiri dan tidak menggunakan tenaga
bawahan untuk mengacau ditengah jalan sehingga membikin
orang banyak merasa gemas.”
"Kami mengenyahkan manusia-manusia yang tidak tahu diri
itu agar di kota Langciu tidak terlalu penuh dengan manusia
yang memuakkan, hal ini adalah juga demi kepantinganmu
mengapa kamu keberatan?"
"Jika begitu sih memang bagus. Jadi pangeran Turfan
kalian nanti juga akan mengandalkan tenaga sendiri untuk
bertandingdengan orang lain?”
"Benar.” sahut Cumoti.
Melihat jawaban orang yang tegas dan tak gentar ini, mautak-
mau Buyung Hok menjadi sangsi sendiri, katanya pula,
"Apakah barangkali pangeran kalian mempunyai ilmu silat
maha tinggi dan tiada bandingannya, maka sudah
memperhitungkan pastì akàn memperoleh kemenangan
nanti?”
"Pangeran cilik itu adalah muridku, kepandaiannya masih
boleh juga, untuk dikatakan maha tinggi dan tiada bandingan
agaknya belum, bahwa pasti menang memang sudah
diperhitungkan dengan baik."
Buyung Hok tambah heran, pikirnya, "Jika aku tanyà
dengan terus terang, tentu dia tidak mau menjawab. Biarlah
aku memancingnya saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka katanya segera, "Sungguh aneh dia mempunyai
perhitungan pasti akan menang, sebaliknya aku pun sudah
yakin pasti akan menang. Wah, lantas siapa yang benar-benar
akan menang nanti?"
"Rupanya kamu sangat ingin tahu bagaimana perhitungan
pangeran kami untuk mencapai kemenangan, bukan?" tanya
Cumoti dengan tertawa. ”Kukira boleh kukatakan dulu
perhitunganmu, lalu aku pun uraikan perhitungan kami. Kita
dapat berunding dan tukar pikiran, coba perhitungan pihak
siapa yang lebih pandai."
Padahal yang diandalkan Buyung Hok Cuma ilmu silatnya
tinggi, orangnya ganteng, bicara tentang pasti menang
memang tidak ada. Terpaksa jawabnya, "Ah. engkau ini terlalu
licik dan tak bisa dipercaya, kalau kukatakan padamu, janganjangan
engkau tidak menerangkan juga akalmu bukankah aku
akan tertipu olehmu?"
"Hahaha!" Cumoti tertawa, "Buyung-siheng, aku adalah
sahabat ayahmu, aku menghormatinya dan dia pun
menghormati aku. Kalau aku tidak berlebihan, betapapun aku
terhitung angkatan lebih tua dari padamu. Apa kamu tidak
merasa keterlaluan dengan, ucapanmu barusan ini?"
"Teguran Beng-ong memang tepat, harap maaf," sahut
Buyung Hok sambil memberi hormat.
"Saudara memang pintar," kata Cumoti dengan tertawa
"Jika kamu sudah mengaku sebagai kaum muda, mengingat
ayahmu, dengan sendirinya aku tidak dapat main menangmenangan
terhadapmu. Nah, biar kukatakan saja terus terang
rencana pangeran kami untuk memperoleh kemenangan
dengan pasti, mudah kujelaskan tentu juga tidak berharga
sepeser pun. Begini, setiap orang yang bermaksud ikut
sayembara dalam pemilihan Huma nanti akan kami
bereskannya satu per satu. Dan kalau tiada lawan lagi yang
berebut dengan pangeran kami dengan sendirinya pangeran
kami akan terpilih bukan? Haha. Hahaha!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Air muka Buyung Hok berubah seketika, katanya, "Jika
begitu jadi aku ... ”
"Jangan kuatir," potong Cumoti, "Aku ini sobat lama
ayahmu, tidak mungkin kubunuh putra sobat sendiri. Aku
hanya ingin menasehatimu dengan setulus hati, adalah lebih
selamat bila lekas kau tinggalkan negeri Se He ini."
"Jika aku tidak mau?"
"Untuk itu aku pun takkan menamatkan nyawamu, asal
matamu dicukil atau kaki tanganmu dipotong sebalah
sehingga menjadi cacat, dengan sendirinya putri Se He tidak
mungkin mau dipersunting seorang ksatria gagah yang cacat
badannya."
Sungguh Buyung Hok sangat gusar, cuma ia jeri kepada
ilmu silat padri itu, maka tidak berani sembarangan bergerak.
Ia menunduk untuk memikirkan cara menghadapi lawan
tangguh itu.
Di bawah sinar bulan yang terang, tiba-tiba dilihatnya di
disamping kaki ada sesuatu benda yang sedang bergerakgerak.
Ketika diperhatikan, kiranya bayangan tangan kanan
Cumoti. Ia terkejut, disangkanya padri itu sedang
mengerahkan tenaga dan siap menyerang. Maka diam-diam ia
pun menghimpun kekuatan untuk menjaga segala
kemungkinan.
Tapi lantas terdengar Cumoti berkata pula, ”Buyung-siheng,
kau desak piaumoaimu bunuh dìri, sungguh sangat sayang,
Apakah kau mau lekas pergi dari Se He sini, maka urusan
kematian nona Ong ini pun boleh kulupakan dan takkan ku
usut lebih lanjut.”
”Hm, dia sendiri yang membunuh diri, apa sangkut pautnya
denganku?” sahut Buyung Hok sambil terus memperhatikan
bayangan tangan padri itu, ia lihat bàyangan kedua tangan
Cumoti masih terus gemetar tak berhenti-henti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Buyung Hok merasa curiga, kalau padri itu
hendak menyerang, rasanya tidak perlu mengerahkan tenaga
sampai kedua tangan gemetar sekian lama tentu di balik ini
ada sesuatu yang tak beres. Ketika diperhatikan pula, ia lihat
ujung celana dan baju padri itu pun tampak agak gemetar
sedikit, terang disebabkan seluruh badannya gemetar maka
baju dan celana juga ikut bergetar.
Dasar otak Buyung Hok memang cerdas, sekilas pandang
lantas teringat olehnya, "Tempo hari waktu berada di Congkeng-
kok di Siau lim-si padri tua yang tak diketahui siapa
namanya itu mengatakan Cumoti telah melatih ke-72 macam
ilmu silat Siau lim pai dan kemudian secara paksa mempelajari
pula 'Ih-kin-keng' dikatakan pula latihan Cumoti terbalik dan
nyasar bencana sudah mengancam dalam waktu singkat.
Kalau padri tua itu dengan jitu dapat menunjukkan penyakit
ayah dan Siau Wan-san, maka apa yang dikatakan megenai
Cumoti pasti juga tepat."
Teringat kejadian itu, dari kuatir Buyung Hok berubah
menjadi girang, diam-diam ia mengejek Cumoti sendiri yang
sudah terancam bencana, tapi masih berani menggertak
padanya akan mencukil mata dan membikin buntung kaki dan
tangan segala. Namun untuk menyakinkan pikirannya itu,
segera ia memancing dengan ucapan. "Ai, latihan terbalik,
tenaga dalam nyasar, bencana sudah di depan mata, penyakit
demikian memang paling celaka!"
Sekonyong-konyong Cumoti berteriak bagai serigala
menyalak, suaranya tajam menyeramkan, kontan ia
mecengkeram ke arah Buyung Hok sambil membentak, "Kau
bilang apa? Siapa yang kau maksudkan?"
Buyung Hok berkelit ke samping untuk menghindarkan
cengkeraman itu. Menyusul Cumoti juga putar tubuh sehingga
mukanya tertampak jelas di bawah sinar bulan yang terang,
kelihatan kedua matanya merah membara, mukanya beringas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan buas, semuanya itu tidak dapat menutupi rasa ketakutan
yang terbayang pada mukanya itu.
Melihat itu, maka Buyung Hok tidak sangsi lagi, katanya
segera, "Aku pun hendak memberi nasehat kepada Beng-ong,
lebih baik Beng-ong lekas meninggalkan Se He dan pulang
saja ke Turfan, asal tidak mengerahkan tenaga, tidak lekas
marah, tidak banyak bergerak, tentu Beng-ong akan dapat
pulang ke negeri sendiri dengan selamat. Kalau tidak, wah,
apa yang pernah di katakan padri tua Siau-lim-si itu tentu
akan terbukti."
"Apa katamu, Apa yang kau ketahui?" Cumoti berteriak,
sikapnya yang biàsanya sabar dan berwibawa itu sekarang
telah berubah sama sekali.
Melihat sikap orang berubah beringas, diam-diam Buyung
Hok merasa jeri juga, ia menyusut mundur setindak.
"Apa yang kau ketahui? Lekas katakan?" bentak Cumoti
pula.
Sedapatnya Buyung Hok tenangkan diri, menghela napas,
lalu berkata, "Hawa murni Beng-ong sudah sesat jalan,
keadaan sangat berbahaya, kalau tidak lekas pulang ke
Turfan, boleh juga datang pula ke siau lim-si untuk minta
pertolongan kepada padri sakti itu, jalan ini pun ada harapan
besar bagi keselamatan Beng-Ong."
"Dari mana kau tahu hawa murniku nyasar? ngaco belo
belaka!” sahut Cimoti dengan menyeringai. Berbareng tangan
kiri terus menyusur ke depan, segera hendak mencakar muka
Büyüng Hok.
Kelima jari Cumoti kelihatan agak gemetar, tapi daya
serangan itu tetap sangat dahsyat, sedikitpun tiada tandatanda
kacaunya tenaga dalam, diam-diam Buyung Hok
terkejut dan ragu, "Jangan-Jangan aku salah duga?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia pun tidak berani ayal dan malayani lawan dengan
sepenuh tenaga.
"Mengingat hubunganku dengan ayahmu, bìarlah dengan
sepuluh jurus aku tidak membunuhmu sekedar balas jasaku
kepada ayahmu.” bentak Cumoti, Menyusul ia terus
menghantam.
Walaupun Buyung Hok mahir ilmu 'Tue lam-sing-ih, yaitu
dengan cara meminjam tenaga lawan untuk menghantam
kembali lawan, tapi kepandaian Cumoti terlampau hebat
baginya, apalagi setiap serangan hanya dikeluarkan sampai
setengah jalan dan segera berubah serangan baru lagi
sehingga Buyung Hok tidak sempat menggunakan
kemahirannya ítu, sebal¡knya menjadi selalu terdesak,
terpaksa ia hanya bertahan secepatnya untuk mencari
kesempatan.
Ia lihat serangan Cumoti serba lihai dan luar biasa,
semuanya belum pernah dilihatnya. Dan sesudah sepuluh
jurus mendadak Cumoti membentak, ”Sepuluh jurus sudah
selesai, sekarang terimalah kematianmu!”
Sekonyong-konyong Buyung Hok merasa pandangannya
silau, di sekitarnya seperti penuh dengan bayangan cumoti,
dari kanan menendang dan dari kiri memukul, tahu-tahu dari
depan ada serangan, tiba-tiba dari belakang ada yang
menotok lagi. Jadi serangan-serangan itu seakan-akan
membanjir sekaligus cepat untuk ditangkis.
Terpaksa Buyung Hok kerjakan kedua tangannya secepat
kitiran dengan mengerahkan tenaga penuh, ia hanya menjaga
diri dan tidak balas menyerang, ia hanya memainkan ilmu
pukulannya sendirl dan tidak peduli serangan lawan dari mana
datangnya.
Tiba-tiba terdengar napas Cumoti tambah ngos-ngosan,
semakin tersengal-sengal seperti kuda. Seketika semangat
Buyung Hok terbangkit, ia tahu hawa murni padri itu sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kacau dan napasnya hampir putus asal bertahan sekuatnya
dan tidak sampai dirobohkan lawan, sedikit lama lagi tentu
padri itu akan menggeletak dan binasa sendiri.
Namun meski napas Cumoti tambah tersengal-sengal,
serangannya juga semakin gencar. Sekonyong-konyong ia
menggertak keras sekali. Tahu-tahu Buyung Hok merasa baju
lehernya kena dicengkeram orang dan tubuhnya terangkat ke
atas hiat-to bagian pinggang dan perut juga lantas kesakitan,
nyata dia sudah tertutuk, kaki-tangan menjadi lemas dan tak
bisa berkutik lagi.
Berulang-ulang Cumoti tertawa dingin sedang napasnya
masih ngos-ngosan, kataaya dengan napas memburu, "Aku ...
aku suruh enyah, tapi kamu jus ... justru tidak mau, sekarang
... sekarang jangan kausalahkan aku. Hm, cara ... cara mana
harus kubereskanmu?"
Pada saat itulah dari semak-semak pohon sana muncul
empat jago Turfan, rupanya mereka adalah pengikut Cumoti.
Segera mereka memberi hormat dan berkata, "Adalah sesuatu
titah Beng-ong kepada hamba?"
"Angkat orang ini dan cemplungkan ke dalam sumur itu!"
kata Cümoti. ”Hahaha, ini namanya senjata makam tuan,
memangnya keluarga Buyung kalian paling mahir
menggunakan cara lawan untuk menghadapi lawan, sekarang
kaupun boleh rasakan cara demikian, kamu menyebabkan
kedua muda-mudi mati di dalam sumur sekarang boleh
menyusul mereka.”
Keempat jago Turfan itu mengiakan dan menggoting
Buyung Hok ke tepi sumur. Sungguh rasa menyesal Buyung
Hok tak terkatakan, coba kalau dia tidak kemaruk menjadi
Huma apa segala dan membalas cinta sang Piaumoai, kelak
hidupnya akan bahagia dan takkan mati konyol seperti
sekarang. Dan kalau sudah mati, maka segala impiannya
menjadi raja dengan sendirinya juga lenyap seluruhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh ia ingin minta ampun kepada Cimoti dan berjanji
takkan ikut berebut putri Se He lagi, celakanya karena hiat-to
tertutuk sehingga tak bisa bersuara, sedang Cumoti melirik
saja sudi padanya, maka untuk minta ampun dengan sorot
mata dan mohon dikasihani menjadi tak dapat pula.
"Cemplungkan dia dan segera menggotong beberapa
potong batu besar untuk menutup liang sumur agar dia tak
bisa keluar lagi andaikan nanti dapat membuka hiat-to sendiri
yang tertutuk itu.” perintah Cumoti.
Keempat Bu-su itu segera melemparkan Buyung Hok ke
dalam sumur, lalu berlari-lari pergi mencari batu karang yang
besar.
Cumoti sendiri napasnya masih terengah-engah tak
berhenti-henti, rasa dadanya sesak dan gopoh tak terkatakan.
Kiranya tempo hari sesudah dia melukai Toan Ki dengan
Hwa-yam-to yang tak berwujut itu, lalu ia melarikan diri ke
bawah gunung. Tapi sebelum sampai di bawah Siau-sit-san,
tiba-tiba ia merasa perutnya Sangat panas bagai dibakar,
lekas ia mengatur napas dan melancarkan tenaga dalam, tapi
terasa tenaga dalam sukar diatur.
Ia terkejut sekali akan apa yang dikatakan si padri tua atas
penyakit yang mengeram dalam badannya. Lekas-lekas ia
mencari suatu tempat sepi untuk istirahat, ia coba untuk
semedi dengan tenang, asal dia tidak mengerahkan tenaga
dalam, maka rasa panas yang bergolak dalam badan menjadi
reda juga, Cuma tenaga pun tak bisa digunakan.
Sesudah malam, lalu Cumoti melanjutkan perjalanan
pulang ke Turfan. Di tengah jalan ia dengar berita tentang
sayembara putri Se He. Sebagai imam besar negara yang ikut
menentukan pemerintahan Turfan, di tengah jalan ia dapat
berhubungan dengan pengintai negerinya sendiri dan segera
menyampaikan laporan ke pada rajanya, ia sendiri lalu
mendahului menuju ke Se He.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Raja Turfan memang sudah lama bermaksud bersekongkol
dengan Se He, maka demi mendengar laporan itu, segera ia
kirim putra mahkotanya bersama-sama jago-jago silat yang
tidak sedikit jumlahnya dengan membawa harta mustika,
golok pusaka dan kuda pilihan, berbondong-bondong menuju
Lengciu. Kotaraja Se He.
Harta mestika dan barang-barang berharga yang dibawa
pangerna Turfan itu digunakan menyogok dan menyuap para
menteri dan pembesar Se He, sedang jago-jago silat yang
dibawa itu ditujukan untuk melawan para ksatria dari berbagai
penjuru yang menjadi saingan dalam perebutan putri Se He.
Pada beberapa hari sebelum Tiongciu, jago-jago Turfan itu
sudah mencegat di tengah jalan dan banyak mengalahkan dan
mengusir kembali berbagai ksatria muda yang datang, tapi
akhirnya rintangan jago silat Turfan itu bobol seperti apa yang
telah diceritakan diatas.
Sesudah berada di kota Lengciu, Cumoti sendiri lantas
mencari tempat sunyi untuk merawat diri sehingga panas
badan yang bergolak laksana dibakar itu pelahan tertahan.
Tapi kalau pikirannya sedikit goncang, maka badan lantas
gemetar tak tertahankan. Sampai akhirnya asal pikirannya
sedikit risau, maka jari kaki dan tangan, alis, bibir dan bagianbagian
badan lain lantas ikut gemetar tak berhenti-henti.
Sebagai imam negara Turfan yang diagungkan Cumoti
merasa malu kalau keadaannya itu dilihat orang, maka ia
sengaja tinggal terpencil sendirian, dan jarang menemui
orang. Hari itu ia mendapatlaporan bahwa Buyung Hok telah
sampai juga di Lengciu. bahkan beberapa jago Turfan telah
dihajar anak buah Buyung Hok.
Diam-diam Cumoti marasa tidak enak atas datangnya
Buyung Hok yang diketahuinya mempunyai wajah yang
tampan dan serba pintar dalam ilmu silat dan sastra, kalau
pemuda itu tidak dienyahkan, tentu pangeran Turfan mereka
sukar manandingi. Ia menaksir bawahannya tidak satupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dapat menandingi Buyung Hok, terpaksa ia sendiri harus
turun tangan, segera ia cari tempat pondokan Buyung Hok.
Tapi setibanya di sana, saat itu Buyung Hok sudah
meninggalkan tempatnya dengan menawan Toan Ki. Karena
sekitar tempat tinggal tamu negara itu telah dipasang
pengintai-pengintai, maka dengan mudah Cumoti memperoleh
"info"' ke mana perginya Buyung Hok dan segera ia
menyusulnya. Setiba di sana, sementara itu Toan Ki sudah
dilemparkan ka dalam sumur dan Buyung Hok sedang bicara
dengan Giok-yan.
Begitulah, maka setelah Buyung Hok dilemparkan ke dalam
sumur oleh para Bu-lim Turfan kemudian pergi mencari batu
karang untuk menyumbat mulut sumur, dalam pada itu
Cumoti merasa hawa panas dalam badan semakin bergolak
seakan-akan hendak menjebol tubuhnya, Cuma susahnya
tiada sesuatu lubang yang dapat dibuat saluran keluar.
Dengan sendirinya Cumoti sangat menderita.
Saking tak tahan Cumoti sampai mencakar-cakar dada
sendiri. Ia merasa hawa dalam badan seakan-akan terus
melambung, seolah-olah kepala, dada, perut sedang
melambung dan sebentar lagi akan meledak.
Bagì penglihatan orang lain dengan sendirinya tubuh
Cumoti itu tiada berubah apa-apa, tapi dia sendiri merasa
badan seperti melambung bagai bola, sebaliknya hawa murni
dalam badan masih terus membanjir timbul.
Dalam bingungnya Cumoti menutuk tiga kali bagian bahu
kiri, paha kiri dan kanan sehingga berwujud tiga lubang
dengan maksud menyalurkan hawa murni itu keluar badan.
Darah segar memang terus menyucur keluar sebàliknya hawa
murni tetap sukar dikeluarkan.
Baru sekarang ia ingat dan percaya penuh kepada apa yang
pernah dikatakan si padri tua di Siau-Lim-si, teranglah
sekarang bencana sudah berada di depan matanya, karuan ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketakutan. Tapi apapun juga dia adalah seorang tókoh
kawakan, hatinya takut, pikirannya tidak menjadi kacau.
Sekonyong-konyong terpikir olehnya, "Ya, dia ... dia sendiri
(maksüdnya Buyung Bok) kenapa tidak melatihnya. sebaliknya
rahasia seluruh ke-72 macam ilmu sakti itu dikatakan padaku
semua? Padahal aku hanya sahabat yang saling kenal dalam
perjalanan, biarpun satu sama lain menjadi sangat cocok dan
akrab, kenapa dia begitu murah hati dan rela mamberikan
rahasia ilmu sakti sebanyak itu padaku?"
Dalam keadaan terancam bahaya inilah mendadak Cumoti
teringat kepada hubungannya dengan Buyung Bok dahulu.
Sebagai seorang cerdik memang mula-mula Cumoti juga
merasa curiga ketika Buyung Bok menghadiahkan rahasia ilmu
sakti Siau-lim-pai itu padanya, tapi sesudah dia membaca dia
mencobanya, ia merasa apa yang diterimanya itu toh memang
kepandaian sejati maka hilanglah rasa curiganya.
Baru sekarang pada saat menderita dia dapat menyadarî
apa maksud tujuan Buyung Bok dengan hadiahnya itu, nyata
hadiah itu adalah maksud tujuan Buyung Bok yang keji dan
jahat dengan menggunakan dia sebagai kelinci percobaan, di
samping itu sengaja mengadu dombakan dia dengan Siau-
Lim-pai agar Turfan bermusuhan dengan kerajaan Song dan
dengan demikian keluarga Buyung akan ada kesempatan buat
mengail ikan di air karuh.
Kalau tadi waktu Cumoti menangkap Buyung Hok, mau-takmau
ia teringat kepada kebaikkan ayah pemuda itu yang telah
menghadiahkan kitab pusaka ilmu silat Siau-lim-pai padanya,
sebab itulah ia tidak membunuhnya segera melainkan
membuangnya ke dalam sumur agar pemuda itu mati sendiri.
Tapi sekarang demi sadar akan maksud jahat Buyung Bok atas
hadiah kitab itu sehingga dia masti menderita, keruan ia
menjadi mûrka, ia melongok ke dalam sumur dan
menghantam tiga kali beruntun secara kalap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi pukulan-pukulan itu sama sekäli tidak menimbulkan
suara apa-apa, nyata sumur itu sangat dalam sehingga
pukulannya tidak mencapai dasarnya. Dalam Keadaan murka
kembali Cimoti menghantamlagi sekali dengsn sakuat-kuatnya.
dan sudah tentu pukulan ini pun tidak gunanya, bahkan lebih
celaka lagi karena hawa murni dalam tubuhnya lantas
bergolak dengan lebih hebat, seakan-akan menerjang ke luar
melalui lubang bulu roma yang beribu-ribu banyaknya itu, tapi
semuanya buntu dan sukar menerjang keluar.
Tengah Cumoti murka dan kuatir pula, sekonyong-konyong
dari bajunya terjatuh keluar sesuatu benda dan tercemplung
ke dalam sumur. Cepat ia menyambarnya dengan sebelah
tangan, tapi sudah terlambat. Kalau waktu biasa, dengan
iwekangnya yang tinggi tentu dia dapat meraih kembali benda
itu dengan tenaga sedotan "Kim-liong-jiu" (ilmu menawan
naga), tapi sekarang tenaganya sedang bergolak dan sukar
dikuasai lagi.
Sejenak kemud'an terdengar suara "plok" pelahan terang
benda itu sudah jatuh ke dalam sumur. Diam-diam Cumoti
mengeluh, ia coba merogoh sakunya, benar juga yang jatuh
adalah kitab pusaka "Ih-kin-keng" yang direbutnya dari Guanci
melalui tangan Cilo Singh itu.
Memangnya Cumoti tahu sebabnya iwekangnya tersesat,
semuanya gara-gara latihan menurut Ih kin-keng itu. Ia pikir
untuk memunahkan siksaan itu tentu juga harus dicari
jalannya melalui kitab itu. Jadi kitab itu merupakan kunci
hidupnya, mana boleh sampai hilang?
Dalam gugupnya tanpa pikir lagi ia terus meloncat ke
dalam sumur. Ia kuatir didalam sumur itu ada sesuatu
rintangan dan kuatir pula Buyung Hok dapat membuka sendiri
hiat-to yang tertutuk dan akan menyergapnya di bawah, maka
sebelum kakinya menyentuh tanah, lebih dulu ia memukul dua
kali ke bawah sekaligus untuk menahan daya turunnya pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu pukulannya itu pun tak berguna, daya
turunnya tidak tertahan, sebaliknya badan malah tertolak
miring sehingga "blang", kepalanya membentur dinding
sumur.
Jika waktu biasa, biar kepalanya dikemplang juga takkan
menjadi soal, tapi sekarang matanya lantas berkunang-kunang
dan kepala pusing tujuh keliling, "bluk", ia jatuh tersungkur di
dasar sumur.
Sumur itu adalah sumur mati, sudah lama kering airnya, di
dasar sumur penuh rumput dan daun kering yang sudah
membusuk, saking banyak timbunan daun dan rumput kering
yang sudah busuk itu sehingga berubah menjadi lumpur yang
tebal.
Karena jatuhnya, seketika hidung dan mulut Cumoti
terbenam ke dalam lumpur, ia merasa badannya perlahan
juga amblas ke bawah. Segera ia mencoba merangkak
bangun, tapi celaka, kaki dan tangan terasa lemas semua.
Tengah gugup dan bingung, tiba-tiba terdengar suara
orang berseru di atas sana, "Koksu (imam negara)! Koksu!"
itulah suara keempat jago Turfan tadi.
"Aku berada di sini!" demikian sebut Cumoti.
Tapi begitu ia bicara, seketika lumpur masuk ke dalam
mulut sehingga sukar mengeluarkan suara.
Sayup-sayup terdengar keempat jago Turfan itu sedang
bicara di atas sana, Kata yang seorang, ”Aneh, ke manakah
perginya Koksu?"
Lalu yang lain menjawab, ”Mungkin Koksu tidak sabar
menunggu kita dan telah tinggal pergi lebih dulu. Beliau teiah
pesan agar kita menutup lubang sumur ini dengan batu, maka
boleh kita kerjakan saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdengar kawan-kawannya menyatakan setuju, lalu
terdengar suara gedabukan, rupanya mereka mulai
mengusung batu-batu besar.
Sungguh kejut Cumoti tak terhingga. Kalau sampâi mulut
sumur tersumbat, maka tamatlah riwayatnya. Segera ia
bermaksud berteriak, tapi bila pentang mulut, maka lumpur
busuk lantas membanjir masuk.
Dalam pada itu terdengar suara gemuruh yang keras, batubatu
besar sudah menutup lubang sumur. Rupanya jago-jago
Turfan itu ingin melaksanakan perintah sang Koksu yang
mereka puja bagai malaikat dewata, maka mereka telah
mendatangkan batu besar, sekaligus mulut sumur itu ditutup
dan di timbun beberapa potong batu raksasa.
Tidak lama kemudian terdengar jago-jago Turfan itu pun
berangkat pergi dengan tertawa-tawa, rupanya mereka sangat
senang karena telah menjalankan tugas dengan baik.
Cumoti pikir sekali ini jiwanya pasti akan melayang dan
terkubur dalam sumur itu. Dia adalah seorang pandai, baik
agamanya maupun ilmu silatnya, boleh dikata tiada
bandingnya di daerah barat, siapa duga akhirnya akan
terkubur dalam lumpur sumur mati itu. Setiap manusia tentu
akan mati, tapi mati secara penasaran demikian sungguh tidak
rela bagi Cumoti, dalam sedihnya air mata lantas berlinanglinang.
Meski tubuhnya penüh lumpur, kotornya tak karuan, tapi
seperti biasa orang menangis, ia pun mengangkat tangan
hendak mengusap air mata. Di luar dugaan, baru tangan
kanan terangkat, tiba-tiba menyenggol sesuatu benda, segera
ia memegangnya, kiranya "Ih-kin-keng" yang memang hendak
dicarinya.
Sesaat ítu Cumoti tidak tahu harus menangis lagi atau
mesti tertawa. Kitab pusaka itu sudah ditemukan kembali, tapi
dalam keadaan demikian apa gunanya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba terdengar suara seorang wanita sedang bicara,
"Coba dengarkan, orang-orang Turfan itu telah menutup
mulut sumur dengan batu besar, lantas cara bagaimana kita
dapat keluar dari sini?"
Ternyata yang bicara itu adalah Giok-yan.
Seketika semangat Cumoti tergugah demi mendengar suara
orang, Pikirnya, "Kiranya dia tídak mati, dan entah sedang
bicara dengan siapa?Jika di sini ada orang lain lagi, dengan
bergotong-royong meski batu penyumbat di atas akan dapat
diangkat dan keluar dari s ini."
Dalam pada itu terdengar suara seorang lelaki menjawab
ucapan Giok-yan tadi, "Asal aku senantiasa berdampingan
denganmu, biar pun tidak dapat keluar dari sini juga tidak
menjadi soal. Asal engkau berada di sampingku, sumur
berlumpur busuk bagiku akan sama seperti taman di
surgaloka.
Cumoti terkejut mendengar bicara itu, "Kiranya dia juga
tidak mati? Dia terluka oleh Hwe-yam-to, tentu dia sangat
dendam padaku. Peda saat ini aku sama sekali tak dapat
menggunakan tenaga jika kesempatan ini digunakan olehnya
untuk menuntut balas, wah tentu celakalah aku!"
Kiranya yang bicara tadi adalah Toan Ki ....
Tadi ketika dilemparkan ke dalam sumur oleh Buyung Hok,
seketika Toan Ki pingsan sehingga dia tidak begitu runyam
seperti Cumoti walaupun badan terbenam lumpur.
Kemudian waktu Giok-yan terjun ke dalam sumur sungguh
sangat kebetulan kepala nona itu dengan tepat menumbuk
"Tan-tiong-hiat" di dada Toan Ki sehingga pemuda itu
tertumbuk sadar kembali. Sedang Giok-yan jatuh tepat di atas
badan pemuda itu sehingga tidak sempat terluka bahkan tidak
banyak berlepotan lumpur yang kotor itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika mendadak Toan Ki tersadar, pelahan ia lantas
bangun, tiba-tiba terasa pangkuannya bertambah seorang.
Selagi heran dan sangsi, didengarnya Buyung Hok sedang
bicara di atas sumur, 'Piaumoai betapapun dalam hati kecilmu
toh tetap menyintaiToan-kongcu, walaupun hidup tak dapat
menjadi istrinya tapi mati dapat bersama satu liang kubur
betapapun hal ini dapat memenuhi cita-citamu juga."
Ucapan itu dengan jelas dapat didengar oleh Toan Ki,
seketika ia terkesima dan tanpa terasa ia bergumam sendiri,
"Apa? Hah, ti ... tidak! Tidak! Masakan aku punya rejeki
sebesar itu?"
Di luar dugaan mendadak orang yang berada dalam
pangkuannya itu berkata, "Toan-kongcu, sungguh aku ini
sangat bodoh. Engkau sedemikian baik padaku, tapi aku ...
aku .... "
"Hah? Kau ... nona Ong?" seru Toan Ki kaget.
"Ya,” sahut Giok-yan.
Biasanya Toan Ki sangat menghormati nona itu, sedikitpun
tidak berani timbul pikiran rendah dan kotor terhadap nona
yang dipandangnya maha agung dan suci itu. Sekarang demi
mengetahui nona ìtu berada dalam pangkuannya, dalam suka
dan girangnya segera ia hendak berbangkit untuk melepaskan
Giok-yan.
Akan tetapi tempat di dasar sumur itu tidak terlalu luas
(sumur itu sempit di atas dan melebar di bawah) dan penuh
lumpur pula. Baru saja Toan Ki berdiri kedua kaki lantas
amblas ke dalam lumpur, terpaksa ia tetap memondongnya
dan berulang-ulang menyatakan penyesalannya, "Maaf nona,
maaf! Kita berada lumpur, terpaksa aku berlaku kurang sopan
padamu."
Giok-yan menghela napas, dalam hati merasa sangat
berterima kasih. Sesudah mengalami berbagai kejadian
selama ini, terutama peristiwa terakhir, di mana dua kali dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak membunuh diri dan selalu gagal, maka dia benarbenar
sudah paham dan terang gamblang terhadap jiwa
Buyung Hok, betapapun ia tidak dapat menipu dirinya sendiri
lagi akan cinta Buyung Hok itu. Di tambah lagi Toan ki
memang benar-benar sangat mencintai dia dengan setulus
hati dan segenap jiwa raganya, kalau dibandingkan jelas yang
satu sangat berbudi dan cinta secara mendalam, sebaliknya
yang lain rendah budi pekertinya dan Cuma mementingkan
kepentingan pribadi sendiri.
Dia terjun ke dalam sumur, kejadian ini mesti Cuma
berlangsung dalam sekejap saja, tapi dalam benaknya telah
terjadi perubahan sangat besar. Semula dia cuma menyesali
nasib sendiri dan bertekad membunuh diri untuk membalas
kebaikan Toan Ki, tak terduga pemuda itu dan dirinya ternyata
tidak jadi mati.
Sudah tentu kejadian di luar dugaan ini membuatnya girang
tidak kepälang.
Sebenarnya Giok-yan adalah gadis lemah lembut dan balasbudinya,
tapi sekarang sesudah mengalami berbagai peristiwa
dan pukulan batin, mendadak sifatnya berubah banyak. saking
terharunya ia berkata secara terus terang kepada Toan Ki,
"Toan-kongcu, tadínya kusangka engkau sudah tewas, bila
teringat kepada kebaikanmu padaku, sungguh aku menjadi
berduka dan menyesal pula telah membikin kecewa padamu.
Syukurlah Tuhan maha adil, engkau ternyata baik-baik saja.
Dan apa yang kukatakan di atas tadi juga kau dengar bukan?”
Ketika mengajukan pertanyaan terakhir itu, tanpa terasa
mukanya menjadi merah jengah, ia menyembunyikan
mukanya di samping leher Toan Ki.
Sesaat ìtu tübuh Toan Ki serasa melayang-layang seperti di
alam mimpi. Ternyata apa yang pernah dilamunkan selama ini
dalam sekejap ini telah menjadi kenyataan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karuan girang Toan Ki bukan main, tiba-tiba kakinya terasa
lemas, ia jatuh terduduk dalam lumpur, punggungnya
bersandar dinding sumur, tapi tangan masih memondong
tubuh Giok-yan.
Tak terduga beberapa utas rambut Giok-yan menyusup ke
lubang hidung Toan Ki sehingga rasanya seperti dikili-kili,
kontan Toan Ki bersin beberapa kali.
"He. Kenapa? Apa engkau terluka?” tanya Giok Tan.
"O, ti ... tidak ... Haciim ... haciiiim ...... aku tidak terluka ...
haciiiim ... dan juga bu.... haciiii ... bukan masuk angin, aku
cuma kelewat senang, maka ... ha ... haciiii maka hampirhampir
jatuh pingsan malah," demikiän jawab Toan Ki sambil
berulang-ulang bersin.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 80
Dasar sumur itu gelap gulita, dengan sendirinya satu-samalain
tak bisa melihat dengan jelas. Giok-yan hanya tersenyum
saja dan tidak bicara pula. Dalam hati iapun sangat bahagia
dan gembira. Sejak kecil ia kesemsem kepada sang Piauko,
tapi tidak mendapat balas cinta sebagaimana mestinya dan
baru sekarang ia benar-benar dapat menikmati rasa cinta
kasih antara dua hati yang terjalin menjadi satu.
"No... nona Ong, apa sih yang... yang kau katakan di atas
tadi, aku tidak mendengar ucapanmu itu,” tanya Toan Ki
dengan tergagap-gagap.
"Kukira engkau adalah seorang lelaki jujur dan tulus, tak
terduga kau juga pintar pura-pura,” sahut Giok-yan dengan
tersenyum. "Sudah terang kau telah mendengar apa yang
kukatakan tadi, tapi sekarang kau minta aku mengulangi sekali
lagi di depanmu. Idiiih, malu ah, aku takmau katakan lagi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki menjadi gugup, ia coba menjelaskan: "Ti... tidak
aku be... benar-benar tidak mendengar apa yang kau katakan
tadi. Nah, biar aku bersumpah, jika aku mendengar, biarlah
aku di...” Sampai di sini mendadak mulutnya tertutup oleh
sebuah tangan yang hangat-hangat halus. Nyata Giok-yan
telah mendekap mulutnya.
"Kalau memang tidak mendengar ya sudah, kenapa mesti
pakai bersumpah apa segala,” demikian kata si nona.
Sungguh girang Toan Ki melebihi tadi. Sejak dia kenal Giokyan,
belum pernah ia diperlakukan sedemikian baiknya oleh
nona itu. Maka ia lantas tanya pula: "Habis, apa sih yang kau
katakan di atas sumur tadi?”
"Aku bilang...” tapi mendadak Giok-yan merasa serba kikuk
dan urung meneruskan. Ia belokkan kejurusan lain. "Biarlah
kuterangkan lain kali saja. Toh hari depan kita masih cukup
panjang, buat apa mesti terburu-buru.”
"Hari depan kita masih cukup panjang, buat apa mesti
terburu-buru!” kata-kata ini benar-benar seperti wahyu
malaikat dewata yang jatuh dari langit baginya. Makna
daripada kata-kata itu sudah terang menyatakan bahwa untuk
selanjutnya Giok-yan akan selalu hidup berdampingan dengan
dia.
Namun Toan Ki masih ragu-ragu atas pendengarannya
sendiri, ia masih menegas: "Kau... kau maksudkan untuk
seterusnya kita akan selalu berada bersama?”
Giok-yan merangkul leher Toan Ki dan berbisik-bisik di tepi
telinganya: "Toan Ki, asal kau tidak mencela diriku, tidak
marah padaku karena tempo hari aku telah bersikap dingin
padamu, maka untuk selama hidup ini aku rela ikut bersama
kau dan takkan... takkan meninggalkan dikau pula.”
Jantung Toan Ki hampir-hampir meloncat keluar dari
mulutnya saking kerasnya berdebar. Ia tanya pula: "Habis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bagaimana dengan Piaukomu? Selama ini kau sangat suka
padanya.”
"Ya, tapi toh dia tidak pernah memperhatikan diriku,” sahut
Giok-yan. "Dan baru sekarang aku tahu siapakah gerangan
orang di dunia ini yang benar-benar mencintai aku dan
mengasihi aku, siapa yang telah memandang diriku lebih
berharga daripada jiwanya.”
"Kau maksudkan aku?” tanya Toan Ki.
"Siapa lagi kalau bukan kau,” sahut Giok-yan. Tiba-tiba ia
menangis, katanya pula: "Selama hidup Piaukoku itu selalu
bermimpi akan menjadi raja Yan. Tapi maklum juga, sejak
turun temurun keluarga Buyung mereka memang sudah
mempunyai cita-cita yang muluk-muluk itu. Sebenarnya Piauko
bukan seorang jahat, dia cuma kepingin menjadi raja, maka
segala urusan lain telah dikesampingkan olehnya.”
Mendengar nada si nona ada maksud membela dan
mengecilkan kesalahan Buyung Hok, kembali Toan Ki berkuatir
pula. Tanyanya cepat: "Nona Ong, andaikan kelak Piaukomu
menginsafi kesalahannya dan tiba-tiba membaiki kau lagi,
lan... lantas bagaimana kau?”
"Toan Ki,” sahut Giok-yan dengan menghela napas. "Meski
aku adalah seorang wanita bodoh, tapi sekali-kali bukan
manusia yang bermartabat rendah. Hari ini aku sudah
mengikat janji dengan kau, jika kelak aku berbuat hal-hal yang
tidak baik, bukankah akan merusak nama baikku sendiri?
Apakah aku tidak merasa berdosa terhadap cintamu yang
murni kepadaku?”
Toan Ki kegirangan mendapat jawaban itu, ia berseru
gembira, segera ia angkat sedikit kepala si nona, dia sendiri
lalu menunduk hendak mencium. Dengan malu-malu Giok-yan
menyambutnya dengan mesra dan empat bibir lantas terkatup
menjadi satu. Tapi baru kepalang-tanggung, sekonyongTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
konyong dari atas terdengar suara menyambarnya sesuatu
benda besar yang jatuh ke bawah.
Keruan kedua orang terkejut dan cepat menyisih ketepi
dinding. Maka terdengarlah suara "Bluk” yang keras, sesosok
tubuh telah jatuh ke dasar sumur itu.
"Siapa itu?” tanya Toan Ki.
"O, akulah!” sahut orang itu yang ternyata adalah Buyung
Hok.
Rupanya sesudah Toan Ki sadar kembali, dia lantas roman
dengan Giok-yan sehingga keduanya lupa daratan seakanakan
hidup di dunia sendiri, andaikan saat itu langit akan
ambruk atau bumi meledak tentu juga takkan terpikir oleh
mereka. Dengan sendirinya pertarungan sengit antara Ciumoti
dan Buyung Hok yang di atas sumur tadi juga tak mereka
pedulikan. Sekarang demi mendadak Buyung Hok jatuh ke
dalam sumur, barulah kedua orang itu kaget dan menyangka
Buyung Hok sengaja datang hendak mengganggu janji setia
mereka.
Segera Giok-yan berkata dengan suara gemetar: "Piau...
Piauko, kau mau apalagi datang pula ke... kesini? Hidupku ini
sekarang sudah kupasrahkan kepada Toan kongcu, jika
engkau mau membunuh dia, bolehlah kau membunuh aku
sekalian.”
Sungguh girang sekali Toan Ki mendengar pernyataan
tegas Giok-yan itu. Mestinya dia tidak kuatir dirinya dibunuh
Buyung Hok, yang dikuatirkan adalah Giok-yan akan terbujuk
dan kembali lagi kepangkuan Piaukonya. Tapi sesudah
mendengar ucapan Giok-yan itu, seketika legalah hatinya. Ia
merasa pula si nona telah menjulurkan tangannya untuk
menggenggam kedua tangan sendiri, hal ini makin menambah
kepercayaannya, segera ia berkata: "Buyung-kongcu, kau
boleh pergi menjadi Huma kerajaan Se He, aku tak nanti
berebutan dengan kau, bahkan aku akan membantu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlaksananya cita-citamu itu. Adapun Piaumoaymu ini sudah
menjadi milikku, kau takkan dapat merebutnya lagi. Giok-yan,
betul tidak katamu?”
"Betul,” sahut Giok-yan. "Biar mati atau hidup aku sudah
pasti akan ikut kau.”
Karena Hiat-to tertutuk, maka Buyung Hok dapat
mendengar dan bicara, cuma tak bisa bergerak. Diam-diam ia
memikir: "Mereka berdua belum mengetahui aku telah
dikalahkan Ciumoti dan dalam keadaan tak berkutik, maka
mereka masih sangat jeri padaku, kuatir kalau aku membikin
susah mereka. Ya, hal ini akan menguntungkan diriku, biarlah
aku melakukan tipu mengulur tempo pula.”
Maka ia lantas berkata: "Piaumoay, sesudah kau menjadi
isteri Toan kongcu, maka kita sudah terhitung pamili sendiri.
Toan kongcu adalah adik iparku, masakah aku tega
mencelakai dia lagi?”
Dasar Toan Ki memang seorang jujur dan polos, sedang
Giok-yan masih hijau, maka mereka percaya penuh kepada
ucapan Buyung Hok itu, dalam girangnya mereka lantas
mengucapkan terima kasih.
Lalu Buyung Hok berkata pula: "Toan hiante, sekarang kita
sudah orang sekeluarga, kalau aku pergi menjadi Huma
kerajaan Se He, maka kau takkan merintangi lagi bukan?”
"Sudah tentu,” sahut Toan Ki cepat. "Asal aku dapat
memperisterikan Piaumoaymu, maka tiada cita-citaku yang
lain lagi, biarpun aku dijadikan malaikat dewata juga aku tidak
mau.”
Pelahan-lahan Giok-yan menggelendot di bahu Toan Ki,
girangnya tak terkatakan.
Dalam pada itu diam-diam Buyung Hok coba mengerahkan
tenaga dalamnya untuk membuyarkan Hiat-to yang tertutuk
Ciumoti tadi. Karena seketika susah dipunahkan, pula tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudi minta pertolongan, maka ia hanya menggerutu di dalam
hati: "Dasar sifat kaum wanita memang gampang terpengaruh
dan mudah berganti cinta, buktinya memang betul seperti
Piaumoay sekarang ini. Kalau dia ingat kebaikanku, tentu dia
sudah mendekati dan membangunkan aku.”
Dia mencerca orang lain, tapi lupa dirinya sendiri yang tak
berbudi sehingga Giok-yan merasa putus asa dan hendak
bunuh diri. Padahal tempat di dasar sumur itu luasnya kirakira
cuma dua-tiga meter, jarak mereka satu-sama-lain
sebenarnya sangat dekat, asal Giok-yan melangkah satu
tindak saja sudah dapat mencapai Buyung Hok. Tapi dia
merasa jeri, kuatir kalau Buyung Hok bertipu muslihat dan
membikin celaka Toan Ki. Selain itu iapun takut menimbulkan
rasa curiga Toan Ki, maka sejak tadi selangkahpun Giok-yan
tidak berani sembarangan bergerak.
Begitulah, karena pikirannya bingung, maka untuk
membuka Hiat-to yang tertutuk menjadi tambah susah.
Sedapat mungkin Buyung Hok coba tenangkan diri, lalu
pelahan-lahan membuka jalan darah yang tertutuk itu. Dan
baru saja dia dapat bergerak dan mulai berdiri, "plok” tiba-tiba
ada sesuatu benda jatuh di sebelahnya. Nyata itu adalah "Ihkin-
keng” yang terlepas dari baju Ciumoti. Dan karena
keadaan gelap gulita, Buyung Hok segera menyingkir
kesamping untuk menjauhi benda yang jatuh itu. Dan untung
karena dia menggeser minggir, maka waktu kemudian Ciumoti
melompat turun tidak sampai menjatuhi tubuhnya.
Kembali tadi. Sesudah Ciumoti dapat menemukan kembali
Ih-kin-keng, saking senangnya ia terus terbahak-bahak.
Karena ruang sumur itu sangat sempit, maka kumandang
suara tertawanya itu sampai mendengung-dengung memekak
telinga Toan Ki.
Dan karena tertawanya itu, ternyata Ciumoti tak mampu
menghentikan pula bergolaknya hawa murni yang semakin
hebat dan makin melembung rasanya, pikirannya menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kacau, seketika ia menjadi seperti orang gila, ia menghantam
dan menendang serabutan di kumbangan lumpur itu. Dan
sudah tentu serangan-serangan yang ngawur itu selalu
mengenai dinding sumur, terkadang sangat keras sehingga
batu pecah dan debu pasir bertebaran, tapi terkadang sangat
lemah, sedikitpun tak bertenaga.
Giok-yan sangat takut, dengan kencang ia memepet di sisi
Toan Ki, bisiknya pelahan: "Dia sudah gila, dia sudah gila!”
"Ya, rupanya dia benar-benar sudah gila,” sahut Toan Ki.
Sementara itu kebebasan bergerak Buyung Hok sudah pulih
kembali, untuk tidak terkena serangan Ciumoti, segera ia
gunakan ilmu "cecak merayap” untuk merayap ke atas dan
menggemblok di dinding sumur.
Ciumoti masih terus tertawa dan napasnya juga semakin
tersengal-sengal, sebaliknya pukulan dan tendangannya
tambah cepat.
"Taysu, lebih baik kau duduk saja dan istirahat dengan hati
tenang saja!” demikian Giok-yan coba membujuk dengan
tabahkan hatinya.
"Hahahahaha! Aku tak mau!” seru Ciumoti sambil terbahakbahak,
bahkan ia terus mencengkeram ke arah Giok-yan. di
tempat yang sempit itu, dengan sendirinya susah bagi Giokyan
untuk menghindar, keruan cengkeraman Ciumoti itu
sudah sampai di atas pundak si nona.
Dengan menjerit kaget lekas-lekas Giok-yan mengegos.
Sedang Toan Ki terus menggeser maju untuk mengadang di
depan si nona, serunya: "Kau sembunyi di belakangku saja.”
Dan pada saat itu juga kedua tangan Ciumoti sudah
merangsang maju lagi dan dengan tepat mencekik leher Toan
Ki. Seketika Toan Ki merasa napasnya menjadi sesak dan tak
bisa membuka suara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Giok-yan sangat kuatir, lekas-lekas ia bantu menarik tangan
Ciumoti. Tapi waktu itu Ciumoti sudah dalam keadaan kalap,
meski hawa murninya bergolak dan susah dikendalikan, tapi
tenaga cekikan itu ternyata sangat kuat. Sudah tentu Giok-yan
hanya seperti menarik kecapung menghinggap di tiang batu
saja, sedikitpun tak dapat mengendurkan tangan Ciumoti yang
mencekik Toan Ki itu.
Kuatir kalau Toan Ki tercekik mati, saking bingungnya Giokyan
terus berteriak-teriak: "Piauko, Piauko, lekas kau
menolongnya. Hwesio ini hendak mencekik mati Toan
kongcu!”
Untuk sejenak Buyung Hok menjadi ragu-ragu. Pikirnya:
"Pemuda she Toan ini menyatakan hendak membantu aku
menjadi Huma kerajaan Se He, tapi entah omongannya dapat
dipercaya atau tidak. Dia pernah mengalahkan aku di Siau-sitsan
sehingga nama keluarga Buyung kami runtuh habishabisan
dan kehilangan muka di depan orang banyak,
sekarang dia terancam bahaya, buat apa aku mesti menolong
dia? Apalagi ilmu silat paderi ini sangat tinggi dan susah
bagiku untuk menandingi dia, biarlah mereka berdua mati
konyol dalam pertarungan mereka, kukira jalan ini paling
selamat bagiku.” Karena itu, ia semakin kencang memegang
celah-celah dinding sumur itu dengan memasuki jarinya dan
tidak mau turun untuk membantu, biar Giok-yan berteriakteriak
minta tolong sampai suaranya serak, tetap Buyung Hok
tidak peduli dan anggap tidak mendengar.
Sementara itu mata Toan Ki tampak sampai mendelik,
keruan Giok-yan tambah kuatir, ia gunakan kepalan untuk
menghantam kepala dan punggung Ciumoti sambil berteriakteriak.
Sudah tentu Ciumoti tidak merasakan pukulan-pukulan
si nona, ia hanya ngos-ngosan napasnya sambil terbahakbahak
pula, berbareng masih terus mencekik leher Toan Ki
dengan sekuatnya…
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kembali berceritakan rombongan Siau Hong dan lain-lain.
Pagi itu Pah Thian-sik dan Cu Tan-sin menjadi s ibuk karena
kehilangan Toan Ki dan Giok-yan.
"Wah, pangeran cilik kita ini memang mirip ayahandanya,
dimana-mana suka main roman, tentu tengah malam dia telah
kabur bersama nona Ong dan entah kemana perginya,”
demikian kata Tan-sin.
"Ya, pangeran cilik kita orangnya ganteng dan romantis,
lebih suka wanita daripada tahta,” sahut Thian-sik. "Dia jatuh
hati kepada nona Ong, hal ini telah diketahui semua orang.
Kalau suruh dia menjadi Huma kerajaan Se He, ai, kukira sulit.
Apalagi sifat pangeran kita ini sangat kepala batu, dahulu Sri
Baginda ingin dia belajar silat, tapi dia tetap membangkang
dan tidak mau, kalau dipaksa, dia lantas minggat dari istana.”
"Tiada jalan lain, terpaksa kita mencarinya dan
membujuknya sedapat mungkin,” ujar Tan-sin.
"Pah-heng,” kata Tan-sin pula. "Aku jadi ingat kejadian
dahulu, ketika pangeran cilik kita minggat dari istana. Siaute
dititahkan Ongya untuk mencarinya, dengan susah payah
akhirnya lantas aku dapat menemukan dia, siapa duga...”
sampai di sini ia lantas bisik-bisik: "Siapa duga dia telah
kesemsem kepada nona Bok Wan-jing ini, dan seperti
sekarang, di tengah malam buta merekapun diam-diam
mengeloyor kabur. Untung Siaute sudah menjaga di tengah
jalan sehingga dapat mempergoki mereka.”
"Wah, jika begitu, maka sekarang inipun salahmu,” seru
Thian-sik. "Kau sudah berpengalaman, kenapa kejadian
dahulu itu boleh terulang lagi? Bukankah semalam kita harus
berjaga secara bergiliran untuk mengawasi gerak-gerik
mereka?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan-sin menghela napas gegetun, katanya: "Aku mengira
dia pasti akan ingat hubungan baiknya dengan Siau-tayhiap
dan Hi-tiok Siansing dan tidak nanti tinggal pergi begitu saja,
siapa tahu... siapa tahu...” Mestinya dia hendak mengatakan
"Siapa tahu pangeran kita ternyata lebih mementingkan
wanita daripada persahabatan,.” Tapi kata-kata yang tidak
pantas diucapkan kaum bawahan kepada junjungannya ini
urung dilontarkan.
Begitulah karena tak berdaya lagi, terpaksa kedua orang itu
melaporkan apa yang terjadi kepada Siau Hong dan Hi-tiok.
Segera para kawan dikerahkan untuk mencari, tapi sudah
dicari ubek-ubekan selama sehari, tetap bayangan Toan Ki
dan Giok-yan tak diketemukan.
Malam itu semua orang berkumpul di kamarnya Toan Ki
yang kosong itu untuk berunding. Dan sudah tentu mereka
tidak memperoleh sesuatu akal yang baik untuk mencari
pemuda itu.
Tengah mereka bingung, tiba-tiba bagian protokol kerajaan
Se He mengutus seorang untuk menemui Pah Thian-sik dan
memberitahukan bahwa besok malam hari Tiongchiu baginda
raja akan mengadakan perjamuan besar di istana Se-hwakoing
untuk menghormati para tamu yang datang dari
berbagai penjuru, maka pangeran Tayli itu diharap suka hadir.
Sudah tentu Pah Thian-sik tak dapat mengatakan
lenyapnya Toan Ki, ia hanya menyanggupi saja undangan itu.
Utusan itu pernah disuap oleh Pah Thian-sik, maka
sikapnya sangat baik, waktu hampir berpisah, tiba-tiba ia
membisiki Thian-sik pula: "Pah-loheng, biarlah aku memberi
info padamu. Dalam perjamuan Sri Baginda besok malam, di
situ juga Sri Baginda akan mengamat-amati gerak-gerik,
ketampanan dan kepandaian para tamu calon menantu raja
itu. Sesudah perjamuan boleh jadi akan diadakan perlombaan
membuat syair dan bersajak, atau mungkin juga memanah
dan bertanding silat untuk menentukan siapa yang sesuai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menjadi pasangan Tuan Puteri kami. Maka besok malam
ialah kunci utama bagi sukses tidaknya usaha para calon,
untuk mana diharapkan Toan kongcu suka memperhatikan.”
Berulang-ulang Pah Thian-sik mengucapkan terima kasih,
berbareng ia mengeluarkan sepotong uang emas dan
dijejalkan ketangan utusan itu.
Setiba kembali di dalam kamar, segera Thian-sik
memberitahukan "Info” yang baru didapat itu. Katanya pula:
"Tin-lam-ong telah memberi pesan dengan wanti2 agar
Pangeran cilik kita harus membawa pulang puteri Se He. Kalau
tugas yang diserahkan pada kami ini gagal, maka kami
sungguh malu untuk menemui Ongya lagi.
Tiba-tiba Tiok-kiam mengikik tawa lalu berkata: "Pah-loya,
apa boleh hamba ikut bicara sedikit?”
"Silakan,” sahut Thian-sik.
"Sebabnya ayah baginda Toan kongcu mengharuskan dia
menikah dengan puteri Se He, maksud tujuannya akan ingin
besanan dengan kerajaan Se He untuk memperkuat
kedudukan kerajaan Tayli mereka, bukan?” tanya Tiok-kiam.
"Benar,” jawab Thian-sik.
"Adapun mengenai puteri Se He itu akan secantik bidadari
atau sejelek setan takkan dipikir oleh Toan ongya, bukan?”
ganti Kiok-kiam yang bertanya.
"Ya, tetapi sebagai Tuan Puteri yang diagungkan, sekalipun
tidak secantik bidadari, paling tidak toh juga akan punya
roman muka yang lumayan,” ujar Tan-sin.
"Nah, sekarang kami ada suatu akal, asal puteri Se He
diboyong pulang ke Tayli, maka soal Toan kongcu akan
diketemukan dalam waktu singkat atau tidak takkan menjadi
soal lagi,” sekarang Bwe-kiam yang berkata.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan Lan-kiam juga tidak ketinggalan, katanya: "Nanti,
kalau Toan kongcu sudah bosan pesiar kemana-mana dengan
nona Ong, lewat setahun atau dua tahun, tentu dia akan
pulang sendiri ke Tayli, tatkala mana juga belum terlambat
untuk minta dia melangsungkan pernikahan dengan puteri Se
He.”
Heran dan girang pula Thian-sik dan Tan-sin, kata mereka
berbareng: "He, akal para nona ini benar-benar sangat baik,
coba jelaskan lagi.”
Segera Bwe-kiam bicara lebih dulu: "Sekarang kalau kita
minta nona Bok menyamar sebagai seorang pemuda pelajar,
bukankah akan jauh lebih tampan daripada Toan kongcu. Lalu
kita minta nona Bok suka menghadiri perjamuan raja Se He
besok malam, kukira tiada seorangpun di antara beribu-ribu
tetamu itu mampu menandingi ketampanannya.”
"Ya, nona Bok adalah adik perempuan Toan kongcu,”
demikian Lan-kiam menyambung. "Kalau adik perempuan
mewakilkan kakaknya mengambil isteri demi kepentingan
negara serta untuk memenuhi tugas atas perintah ayah,
bukankah jalan ini boleh dikata ‘sekali tepok beberapa laler’?”
"Dan bila nona Bok sudah terpilih sebagai Huma, untuk
melangsungkan upacara pernikahan tentu masih cukup lama
waktunya, dalam pada itu Toan kongcu tentu sudah dapat
diketemukan,” demikian Tiok-kiam menambahkan.
"Ya, andaikan Toan kongcu tetap belum diketemukan, tiada
halangannya juga kalau nona Bok mewakilkan kakaknya
melangsungkan pernikahan,” akhirnya Kiok-kiam menutup
usul mereka. Lalu keempat dara itu lantas tertawa cekikikan.
Dasar anak kembar empat, maka pikiran mereka sama,
lagak-lagu merekapun sama, tertawa sama, di waktu bicara
juga sama dan entah apalagi yang sama...
Untuk sejenak Pah Thian-sik dan Cu Tan-sin hanya saling
pandang saja. Mereka merasa usul dara-dara itu terlalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembrono, kalau sampai konangan, tentu urusan akan
runyam, bukan saja gagal mengikat perbesanan dengan Se
He, bahkan bukan mustahil raja Se He akan mengamuk dan
menyatakan perang kepada Tayli.
Rupanya Bwe-kiam dapat menerka apa yang dipikirkan
Thian-sik berdua, segera ia berkata pula: "Sebenarnya Toan
kongcu toh mempunyai saudara angkat sebagai Siau-tayhiap
dan mestinya tidak perlu mencari sandaran kepada Se He,
cuma Tin-lam-ong telah memberi perintah sehingga terpaksa
mesti diturut. Dan kalau terjadi apa-apa, Siau-tayhiap adalah
Lam-ih Tay-ong dari kerajaan Liau dengan kekuatan militer
yang dahsyat, asal beliau mau ikut bicara, maka segala
persoalan tentu dapat di atasi, tidak nanti raja Se He berani
main gila kepada kerajaan Tayli.”
Sebagai seorang menteri yang dipercaya dan ikut
memegang pemerintahan, sudah tentu Pah Thian-sik bukan
seorang bodoh. Mengenai Siau Hong dapat dijadikan bala
bantuan kerajaan Tayli, hal ini memang sudah di dalam
perhitungannya. Cuma saja dia merasa tidak enak untuk
mengucapkan sendiri. Kini demi mendengar ucapan Bwe-kiam
itu dan Siau Hong juga mengangguk, maka semangatnya
seketika terbangkit. Pikirnya: "Usul keempat dara cilik ini
tampaknya seperti permainan anak kecil, tapi selain jalan ini
sesungguhnya juga tiada cara lain, hanya nona Bok entah
suka menerima dan mau menyerempet bahaya atau tidak?”
Karena itu, segera ia sengaja berkata: "Usul nona-nona ini
memang akal sangat bagus, tapi pelaksanaannya benar-benar
terlalu berbahaya. Apabila sampai konangan penyamaran
nona Bok nanti, tentu ada kemungkinan nona Bok akan
tertawan, apalagi di situ hadir kesatria-kesatria dari segenap
penjuru, dalam hal orangnya sudah tentu nona Bok adalah
paling tampan, tapi kalau mesti bertanding silat dan
mengalahkan mereka, wah, ini agak kurang meyakinkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika pandangan semua orang lantas beralih kepada
Bok Wan-jing dan ingin tahu bagaimana pendiriannya.
Maka berkatakan Wan-jing: "Pah-siansing, kau tidak perlu
memancing aku dengan kata-katamu itu, soalnya engkohku...
engkohku itu...” hanya sampai di sini, mendadak air matanya
lantas bercucuran dan tidak sanggup meneruskan lagi.
Rupanya telah terjadi pertentangan batinnya, teringat
olehnya apa yang dilakukan Toan Ki dengan Giok-yan
sekarang adalah mirip dengan kejadian Toan Ki dalam
perjalanan bersama dirinya di waktu dahulu, coba kalau
pemuda itu bukan kakaknya sendiri, tentu pemuda itupun
takkan mengingkar janji. Tapi sekarang Toan Ki sedang
bercumbu-cumbuan dengan nona lain, sebaliknya dia sendiri
hidup kesepian di sini, bahkan para kambrat kerajaan Tayli
malah minta dia berjuang baginya.
Dasar watak Bok Wan-jing memang takmau kalah, di kala
pikirannya pepet, mendadak ia angkat meja di depannya
sehingga terbalik, seketika mangkok-piring pecah berantakan,
lalu ia melompat keluar.
Semua orang saling pandang dengan bingung dan merasa
kurang senang pula. Yang paling menyesal adalah Pah Thiansik,
katanya: "Semuanya adalah salahku. Jika aku
memohonnya dengan kata- kata halus paling-paling nona Bok
cuma menolak saja permintaanku, tapi karena aku telah
sengaja memancingnya dengan kata-kata yang menyinggung
perasaannya, maka dia menjadi marah-marah.”
Begitulah, besoknya semua orang masih terus berusaha
menemukan Toan Ki, di dalam kota tampak sangat ramai
dengan hilir-mudiknya pemuda-pemuda gagah dan perlente,
mungkin sebagian besar akan ikut dalam perjamuan malaman
Tiongthyiu dalam istana raja nanti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai petang semua orang telah pulang dan Toan Ki
tetap tidak diketemukan. Maka berkatalah Siau Hong: "Jika
Samte sudah pergi dari sini, maka beramai-ramai kitapun
boleh pulang saja, tak peduli siapa yang akan menjadi Huma
nanti, semuanya tiada sangkut-pautnya dengan kita.”
"Ya, ucapan Siau-tayhiap memang benar, supaya kita tidak
menyaksikan orang lain menjadi Huma dan menimbulkan rasa
penasaran,” ujar Thian-sik.
"Eh, Cu-siansing, kau sendiri sudah beristeri belum?”
demikian tiba-tiba Ciong Ling tanya kepada Cu Tan-sin.
"Jikalau Toan kongcu tidak mau menjadi Huma, kenapa bukan
kau saja yang magang? Eh, siapa tahu kalau kau akan
dianugerahi puteri Se He yang cantik itu, jika demikian,
bukankah juga akan banyak manfaatnya bagi kerajaan Tayli?”
Tan-sin tertawa, sahutnya: "Ai, nona Ciong ini suka
berkelakar saja. Sudah lama aku punya isteri dan punya selir,
banyak pula putera-puteriku, mana boleh aku ikut-ikut
berlomba berebut puteri seperti kaum muda mereka?”
Ciong Ling melelet lidah dan tidak bicara lagi.
Sebaliknya Cu Tan-sin lantas menambahi lagi dengan
tertawa: "Ya, sayang wajah nona Ciong sendiri masih terlalu
muda, pipimu dekik pula dan tidak mirip orang lelaki, kalau
tidak, wah, tentu kau dapat mewakilkan engkohmu untuk
mengikuti sayembara itu...”
"Apa? Mewakilkan engkohku?” Ciong Ling menegas.
Tan-sin merasa telah kelepasan mulut. Tapi dalam hatinya
membatin: "Memangnya kau adalah puteri Tin-lam-ong dari
hubungan yang tidak sah, peristiwa yang masih dirahasiakan
ini tidak boleh sembarangan kukatakan.”
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seorang berkata di luar
kamar sana: "Pah-siansing, Cu-siansing, marilah kita boleh
berangkat sekarang!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan di mana kerai tersingkap, masuklah seorang pemuda
yang ganteng dan tampan. Siapa lagi dia kalau bukan Bok
Wan-jing yang telah menyamar sebagai pemuda pelajar.
"Keruan semua orang terkejut dan bergirang pula, kata
mereka: "He, apa nona Bok sudah bersedia pergi?”
Tapi Bok Wan-jing lantas menjawab: "Cayhe she Toan
bernama Ki, adalah putera pangeran Tin-lam-ong dari Tayli,
diharap ucapan kalian sukalah hati-hati.”
Walaupun suaranya nyaring merdu sebagai suara wanita,
tapi banyak juga pemuda pelajar yang bersuara lemah-lembut,
maka tidak perlu diherankan. Karena merasa Bok Wan-jing
dapat menirukan lagak-lagu Toan Ki, maka tertawalah semua
orang.
Rupanya sesudah marah-marah sebentar dan pulang ke
kamarnya dengan menangis, besok paginya setelah dipikirpikir
pula, ia merasa tidak enak telah berlaku kasar di hadapan
orang banyak, pula ia merasa tertarik juga jika dia menyamar
sebagai Toan Ki untuk ikut berebut puteri Se He dengan jagojago
lain. Dalam hati kecilnya lapat-lapat merasa: "Kau
(maksudnya Toan Ki) ingin menikah dan hidup bahagia
dengan nona Ong, tapi aku justeru sengaja mewakilkan kau
mengambil seorang Tuan Puteri untuk isterimu, biar hidupmu
kelak selalu cekcok di antara dua isteri, dengan begini barulah
kau tahu rasa.”
Kemudian teringat pula olehnya waktu dia datang kekota
Tayli dahulu, di mana ayah Toan Ki juga dihadapkan pada
masalah isteri dan kekasih lain sehingga membuatnya serba
salah dan kikuk, kalau sekarang Toan Ki juga mempunyai
seorang isteri Tuan Puteri secara resmi, maka Giok-yan tentu
takkan berhasil menjadi isterinya yang sah.
Begitulah jalan pikiran kaum wanita. Kalau dia sendiri tidak
bisa menjadi isterinya Toan Ki, maka diapun tidak mengijinkan
seorang gadis lain dapat hidup bahagia sebagai isterinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makin dipikir makin senang, maka dia lantas mengambil
keputusan dan bersedia menyamar sebagai Toan Ki.
Dengan demikian, maka cepat-cepat Pah Thian-sik dan
lain-lain lantas bergegas-gegas menyiapkan segala sesuatu
yang perlu untuk berangkat menghadiri perjamuan raja.
Tiba-tiba Wan-jing berkata: "Siau-toako dan Hi-tiok Jiko,
bila kalian sudi ikut aku pergi bersama aku keperjamuan itu,
maka segala apa aku takkan takut lagi. Kalau tidak, apabila
terjadi pertempuran, mana aku mampu melawan orang. di
dalam istana rasanya juga tidak pantas aku sembarangan
membidikan panah berbisa untuk membunuh musuh.”
"Baiklah, aku dan Jite sudah dipesan oleh paman Toan,
sudah tentu kami akan membantu sekuat tenaga,” sahut Siau
Hong dengan tertawa.
Segera semua orang berdandan seperlunya untuk ikut
pergi. Siau Hong dan Hi-tiok menyaru sebagai pengiring dari
kerajaan Tayli. Ciong Ling dan Bwe-kiam berempat saudara
mestinya ingin ikut juga dengan menyamar sebagai lelaki, tapi
Pah Thian-sik telah mencegah mereka agar jangan ikut, untuk
menjaga penyamaran Bok Wan-jing saja susah, apalagi kalau
ditambah penyamaran mereka berlima, tentu rahasia mereka
akan terbongkar.
Karena itu, terpaksa Ciong Ling dan lain-lain menurut.
Sesudah rombongan mereka berada di tengah jalan, tibatiba
Pah Thian-sik berseru: "Ai, hampir-hampir membikin
urusan menjadi runyam. Bukankah Buyung Hok itupun akan
hadir dan ikut berebut menjadi Huma, dia kenal baik pada
Toan kongcu, lantas bagaimana nanti?”
Siau Hong tertawa, katanya: "Pah-heng tidak perlu kuatir.
Buyung-kongcu juga serupa dengan Samte, diapun telah
menghilang tanpa pamit, tadi aku telah mencari tahu ke
tempatnya, kulihat Ting Pek-jwan, Pau Put-tong dan kawankawannya
juga sedang kelabakan mencari Kongcu mereka.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, ini sangat kebetulan,” kata semua orang dengan
girang.
"Sungguh Siau-tayhiap mempunyai pikiran yang panjang,
sampai-sampai sebelumnya keadaan Buyung Hok juga telah
diselidikinya,” ujar Tan-sin.
"Bukannya aku bisa berpikir panjang,” sahut Siau Hong.
"Aku hanya kuatirkan kepandaian Buyung Hok yang tinggi itu
akan merupakan lawan paling tangguh bagi nona Bok, maka...
hehe, hehe!”
"Kiranya Siau-tayhiap hendak membujuk dia agar malam ini
jangan ikut hadir dalam perjamuan.,” kata Pah Thian-sik
dengan tertawa.
Agaknya Ciong Ling merasa bingung atas petualangan
mereka itu, dengan mata terbelalak ia tanya: "Sebabnya jauhjauh
Buyung-kongcu datang ke sini justeru ingin menjadi
Huma, mana mungkin dia dapat dibujuk olehmu? Apa
memangnya Siau-tayhiap adalah sobat baiknya Buyungkongcu.”
"Sobat sih bukan,” sela Bok Wan-jing dengan tertawa,
"Cuma kepalan Siau-tayhiap terlalu keras baginya, maka dia
terpaksa mesti menurut nasihatnya.”
"O!” Ciong Ling melongo, baru sekarang dia paham
duduknya perkara.
"Begitulah, setiba rombongan mereka di depan istana,
segera Pah Thian-sik menyodorkan kartu undangan. Maka
tertampaklah Le-poh Siang-si (menteri urusan protokol)
kerajaan Se He lantas menyambut keluar sendiri dan
menyilakan rombongan Bok Wan-jing ke dalam istana.
Ternyata sudah ada lebih seratus pemuda yang telah hadir di
situ dan duduk tersebar di ruang situ, di tengah ada suatu
meja yang dilapisi dengan sutera-sutera kuning bersulam,
mungkin itulah tempat duduk raja Se He sendiri, di kanankirinya
terdapat pula dua baris meja yang dilapis dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sutera ungu. di sebelah kanan sudah duduk seorang pemuda
gagah, bermata besar dan beralis tebal dan memakai jubah
merah tua, di atas jubah tersulam dua ekor harimau, di
belakangnya berdiri delapan jago pengawal.
Segera Pah Thian-sik dan lain-lain mengetahui pemuda
gagah ini tentu adalah pangeran Cong-can dari Turfan.
Segera Le-poh Siang-si menyilakan Bok Wan-jing duduk di
barisan meja sebelah kiri dan tidak dicampurkan dengan orang
lain. Hal ini menunjukkan bahwa di antara pemuda-pemuda
pengikut sayembara ini hanya pangeran Turfan dan pangeran
Tayli yang mempunyai kedudukan paling agung, maka raja Se
He menghormatinya dengan cara lain daripada yang lain.
Begitulah para tamu-tamu beramai-ramai masih terus tiba
dan mengambil tempat duduk masing-masing. Sesudah semua
kursi penuh terisi, lalu dua perwira piket berseru: "Para tamu
agung sudah lengkap hadir semua, tutup pintu!”
Maka di tengah iringan suara musik pelahan-lahan pintu
istana dirapatkan. Dan begitu pintu istana tertutup, segara
berbaris keluar serombongan pengawal yang bersenjata
lengkap. Menyusul suara musik bergema pula, dua barisan
dayang keraton berjalan keluar dari ruang dalam, tangan
masing-masing membawa sebuah Hiolo (anglo dupa) kecil
buatan kemala putih, asap tipis tampak mengepul dari Hiolohiolo
itu.
Semua orang tahu Sri Baginda sebentar lagi akan keluar,
maka semuanya lantas diam dan menahan napas.
Paling akhir keluarlah empat pengawal berjubah sulam,
semuanya bertangan kosong, lalu berdiri di kedua sisi
singgasana raja.
Melihat pelipis ke empat pengawal itu semuanya menonjol,
maka tahulah Siau Hong pasti mereka adalah jago pengawal
raja yang memiliki ilmu silat sangat tinggi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu satu di antara ke empat jago pengawal itu berseru:
"Sri Baginda tiba, sambutlah!”
Semua orang lantas berlutut dengan kepala menunduk.
Maka terdengarlah suara langkah orang yang keluar dari
ruang dalam, lalu duduk di atas singgasana yang sudah
tersedia. Dan sesudah jago pengawal tadi memberi aba-aba
pula, barulah semua orang berbangkit dan disilakan kembali
ketempat duduk masing-masing.
Waktu Siau Hong memandang si Raja dilihatnya
perawakannya sedang saja, mukanya kereng, agaknya juga
seorang tokoh kesatria di dunia persilatan.
Kemudian Le-poh Siang-si telah maju ke samping
singgasana sang raja dan membentang sehelai amanat, lalu
dibacanya dengan suara nyaring: "Paduka Yang Mulia Sri
Baginda Raja menyampaikan terima kasih atas kehadiran
tuan-tuan sekalian, marilah bersama-sama mengeringkan
secawan!”
Para tamu menyampaikan sembah hormat, lalu samasamamengangkat
cawan masing-masing. Tapi raja itu
hanyamenempelkan cawannya ke bibir sebagai lambang saja,
lalumeninggalkan singgasananya dan masuk kembali ke
ruangbelakang. Segera para pengawal juga ikut masuk semua
kebelakang sehingga dalam sekejap saja suasana telah
kembaliseperti tadi.
Semua orang saling pandang dengan tercengang, sama
sekali tak terduga oleh mereka bahwa satu kata patah saja
tidak bicara dan minum secegukpun tidak, lalu raja itu sudah
mengundurkan diri. "Padahal bagaimana wajah kami
seorangpun belum diperiksanya dengan jelas, entah cara
bagaimana dia akan memilih menantunya?” demikian pikir
semua orang.
"Sekarang silakan para hadirin makan minum secara
bebas,” seru Le-poh Siang-si.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera pelayan membawakan daharan-daharan yang sudah
tersedia semangkuk demi semangkuk.
Se He adalah negeri pegunungan yang dingin, bahan
makanan mereka yang utama adalah daging sapi dan
kambing, biarpun namanya perjamuan kerajaan, tapi yang
disuguhkan juga tidak lebih daripada daging-daging sapi dan
kambing dalam potongan-potongan besar.
Melihat Siau Hong berdiri mengawal di sampingnya, Bok
Wan-jing merasa tidak enak, segera ia berbisik: "Siau-toako,
Hi-tiok Jiko, silakan kalian duduk dan ikut makan minum.”
Tapi Siau Hong dan Hi-tiok hanya tersenyum saja sambil
geleng-geleng kepala.
Wan-jing kenal watak Siau Hong yang paling gemar minum
arak, tiba-tiba ia mendapat akal, ia memberi tanda dan
memberi perintah: "Tuangkan arak!”
Sebagai pengawal dalam penyamaran, Siau Hong menurut
dan menuangkan semangkuk arak.
"Boleh kau coba rasanya arak ini,” kata Wan-jing pula.
Sungguh girang Siau Hong tak terkatakan, hanya dua-tiga
kali cegukan saja arak semangkuk penuh itu sudah dihirupnya
ke dalam perut.
"Coba semangkuk lagi!” kata Wan-jing pula. Dan segera
Siau Hong minum lagi semangkuk.
Di sebelah sana pangeran Turfan itu juga sedang makan
minum. Sesudah minum beberapa tegukan arak, ia
menyambar sepotong daging panggang terus digerogoti
dengan lahapnya. Sesudah daging itu tinggal sekerat tulang
belakang, segera ia melemparkan tulang itu ke arah Bok Wanjing
dengan lagak seperti tidak sengaja. Tapi samberan tulang
itu ternyata sangat cepat, nyata tenaganya tidaklah kecil.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Cu Tan-sin melolos kipasnya dan mengipas sekali ke
arah tulang itu. Kontan tulang itu terkipas balik dan
menyambar kembali ke arah pangeran Cong-can.
Tapi seorang jago Turfan keburu menangkap tulang itu
sambil memaki dalam bahasanya, sekonyong-konyong ia
angkat sebuah mangkuk besar terus menimpuk ke arah Tansin.
Sekali ini berganti Thian-sik yang turun tangan, ia
memapak dengan sekali pukulan, di mana angin pukulannya
tiba, kontan mangkuk itu pecah menjadi beberapa keping dan
berhamburan kembali ke arah orang-orang Turfan. Lekaslekas
seorang jago Turfan lain menanggalkan jubahnya, sekali
pentang dan mengebas, tahu-tahu pecahan mangkuk itu telah
kena digulung semua oleh jubahnya, gerak-geriknya ternyata
sangat gesit dan cekatan.
Selagi pertarungan itu akan meningkat, sekonyongkonyong
terdengar suara genta bertalu-talu, lalu muncul dua
barisan orang yang bermacam-macam bentuknya, ada yang
tinggi, ada yang pendek, ada yang berdandan ringkas, ada
yang berjubah longgar, semuanya bersenjata dalam bentuk
yang beraneka ragam pula.
Seorang pembesar yang berjubah sulam dan berjalan di
depan, agaknya seperti komandan kedua barisan jago-jago
itu, segera membentak dengan suara keras: "Perjamuan ini
diadakan di dalam istana, hendaklah tuan-tuan tahu tata-tertib
sedikit! Ini adalah jago-jago pilihan dari It-bin-tong negeri
kami, jika tuan-tuan ingin berkelahi, nah, boleh silakan cobacoba
dengan mereka satu-melawan-satu, tapi dilarang main
kerubut.”
Siau Hong dan lain-lain tahu It-bin-tong adalah suatu
dewan yang istimewa dari kerajaan Se He, di dalam dewan itu
terkumpul banyak sekali jago-jago silat pilihan dari segenap
penjuru. Karena itu Pah Thian-sik dan kawan-kawannya lantas
berhenti menyerang, setiap benda yang ditimpukan orangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
orang Turfan lantas ditangkapnya dan ditaruh di atas meja
sendiri, ia tidak balas menimpuk lagi.
Kemudian pembesar berjubah sulam tadi lantas berkata
kepada pangeran Cong-can: "Harap Yang Mulia memberi
perintah agar bawahanmu tidak mengacaukan suasana
ketenangan ini.”
Melihat jago-jago It-bin-tong itu ada ratusan orang
jumlahnya, kalau sampai cekcok dan bertempur, tentu
pihaknya tak dapat melawan, maka Cong-can lantas memberi
tanda untuk menghentikan pengikutnya yang masih berteriakteriak
itu.
"Helian-ciangkun, apakah Tuan Puteri ada sesuatu
perintah?” segera Le-poh Siang-si bertanya kepada pembesar
berjubah sulam tadi.
Kiranya pembesar itu adalah Helian Tiat-su, yaitu tokoh
yang dahulu pernah memimpin jago-jago It-bin-tong menuju
ke Tionggoan, tapi di sana mereka telah dirobohkan dengan
kabut berbisa oleh Buyung Hok yang menyamar sebagai Li
Yan-cong.
Setelah mengalami peristiwa yang merugikan itu, segera
Helian Tiat-su membawa rombongannya pulang kandang. Dia
pernah melihat Siau Hong palsu yang disamar A Cu dan
pernah kenal Buyung Hok yang disamar Toan Ki, tapi Siau
Hong tulen dan Toan Ki palsu yang berada di dalam istana
sekarang ini tidak pernah dikenalnya. Mestinya di antara jagojago
It-bin-tong itu juga terdapat Toan Yan-khing, Lam-haygok-
sin dan In Tiong-ho, tapi mereka mempunyai rencananya
sendiri dan sudah tentu tidak mau diperalat oleh kerajaan Se
He, maka saat ini mereka sedang bertugas di lain tempat
sehingga penyamaran Siau Hong dan Bok-Wan-jing itu tidak
sampai konangan.
Kemudian Helian Tiat-su lantas berseru: "Menurut titah
Tuan Puteri, bila para tamu agung sudah selesai dahar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semuanya disilakan minum teh ke kamar baca di Guang
Haong-kok.”
Jing-hong-kok itu diketahui adalah istana kediaman Bun-gi
Kongcu, puteri Se he yang cari jodoh sekarang ini. Keruan
para pemuda sangat senang dan bersemangat, dengan
undangan itu, teranglah puteri Se He itu ingin memilih sendiri
calon suaminya. Pikir mereka: "Biarpun nanti tidak terpilih,
paling sedikit juga dapat melihat wajah si-cantik sehingga
perjalanan ini tidak sia-sia belaka.”
Dasar watak pangeran Cong-can memang paling tidak
sabaran, dia yang pertama-tama berdiri dan berseru: "Setiap
saat kita dapat makan dan minum. Tapi sekarang paling perlu
kita melihat puteri ayu lebih dulu!”
"Benar!” serentak sebagian besar hadirin menyokongnya.
Segera Cong-can minta Helian Tiat-su membawa mereka ke
tempat tujuan.
"Mari, pangeran Toan dan para hadirin yang lain!” seru
Helian Tiat-su dan dijawab dengan suara sorakan gembira
orang banyak.
Demikianlah Helian Tiat-su lantas membawa para calon
Huma itu menuju ke belakang. Sesudah menyusur sebuah
taman, lalu membelok beberapa kali, kemudian waktu
melintas sebuah bukit buatan, tiba-tiba Bok Wan-jing merasa
di sebelahnya telah bertambah seorang.
Waktu ia melirik, tanpa merasa ia menjerit tertahan dalam
kagetnya. Ternyata orang di sebelahnya tak-lain-tak-bukan
adalah Toan Ki.
"Apa kau terkejut, pangeran?” tanya Toan Ki dengan
pelahan dan tertawa.
"Apa kau sudah tahu semua?” balas tanya Bok Wan-jing
dengan berbisik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tahu semua sih tidak, tapi melihat gelagatnya dapatlah
menerka sebagian besar persoalannya, sungguh membikin
susah kau saja,” sahut Toan Ki.
Bok Wan-jing coba mengawasi kanan-kirinya, ia lihat tiada
pembesar Se He di dekatnya, sebaliknya di belakang Toan Ki
kelihatan ada dua pemuda. Yang seorang berusia 30-an
dengan sikap agak angkuh, yang seorang lagi ternyata sangat
tampan dan lebih muda.
Hanya sedikit memperhatikan saja segera Wan-jing
mengenali pemuda tampan itu adalah samaran Giok-yan.
Seketika ia menjadi gusar, katanya: "Bagus kau, seenaknya
kau mengeloyor pergi bersama nona Ong, tapi aku yang harus
mewakilkan kau menempuh bahaya ini.”
"Jangan marah dulu, adikku manis,” kata Toan Ki.
"Kejadian ini agak panjang untuk diceritakan. Pendek kata aku
telah dilemparkan ke dalam sumur oleh orang dan hampirhampir
mati konyol.”
Mendengar pemuda itu mengalami bahaya, seketika rasa
perhatiannya melebihi rasa gusarnya, cepat Wan-jing tanya:
"Apa kau tidak terluka? Kulihat air mukamu agak pucat.”
Seperti diketahui, di dasar sumur itu Toan Ki telah dicekik
oleh Ciumoti sehingga susah bernapas, pelahan-lahan ia sudah
hampir tak sadarkan diri.
Sebaliknya Buyung Hok yang mendempel di dinding sumur
yang lebih tinggi itu merasa syukur dan senang, kalau bisa dia
berharap Toan Ki tercekik mati saja.
Sudah tentu yang paling kuatir adalah Giok-yan, meski dia
telah menghantam dan menggebuki Ciumoti, tapi masih tetap
tak menolong Toan Ki. Dalam gugup dan bingungnya,
mendadak Giok-yan terus menggigit lengan kanan Ciumoti.
Ketika sekonyong-konyong merasa "Kiok-ti-hiat” di lengan
kanan menjadi kesakitan, Ciumoti merasa hawa murni yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bergejolak di dalam tubuh dan tak tersalurkan itu mendadak
melanda keluar sebagai ban gembos, hawa murni itu mengalir
dari telapak tangannya dan masuk keleher Toan Ki yang
dicekiknya itu.
Mestinya Ciumoti merasa badannya melembung seakanakan
meledak, tapi mendadak gembos, seketika ia merasa
segar kembali sehingga jari yang mencekik leher Toan Ki itu
pelahan-lahan juga menjadi kendur.
Hendaklah maklum bahwa Ciumoti benar-benar seorang
tokoh sakti yang jarang terdapat dalam dunia persilatan, dasar
peyakinannya sangat kuat, maka sekali tenaga dalamnya
terhimpun, susahlah bagi Toan Ki untuk menyedot tenaganya
dengan "Cu-hap-sin-kang” yang ampuh.
Baru sesudah Giok-yan menggigit sekali di tempat Kiok-tihiatnya,
dalam kagetnya hawa murni yang bergolak itu lantas
membanjir keluar. Dan sekali hawa murni itu mendapat jalan
saluran, maka susahlah tertahan lagi, serentak tenaga itu
mengalir ke dalam tubuh Toan Ki dengan tak berhenti-henti.
Tadinya pikiran Ciumoti memang sudah mulai kacau dan
hampir-hampir tak sadar, sesudah tenaga dalamnya terkuras
keluar hampir separoh, mendadak pikirannya jernih kembali,
keruan ia terperanjat: "Wah, celaka! Jika aku punya tenaga
murni tersedot terus seperti ini, pasti dalam waktu tak lama
lagi aku akan lemas dan menjadi orang cacat.”
Karena itu sekuatnya ia berusaha melawan, namun
sekarang sudah terlambat. Sesudah hampir separuh tenaga
murninya masuk tubuh Toan Ki, perbandingan kekuatan kedua
pihak menjadi lebih nyata lagi, tidak mungkin Ciumoti dapat
melawan, biarpun dia meronta sekuat mungkin tetap tak
dapat menahan mengalir keluarnya tenaga murni itu.
Sebaliknya Giok-yan menjadi lega demi melihat akibat
gigitannya itu lantas cekikan Ciumoti itu menjadi agak kendur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dilihatnya tangan Ciumoti itu masih tetap memegang
leher Toan Ki, segera ia menariknya pula.
Tak terduga tangan Ciumoti itu sudah seperti terpantek di
leher Toan Ki, biarpun dia menarik dan membetot, tetap
tangan Ciumoti tak mau lepas.
Walaupun Giok-yan paham (secara teori) ilmu silat berbagai
golongan dan aliran di dunia ini, tapi ia tidak tahu ilmu apakah
yang digunakan Ciumoti sekarang ini, karena itu ia pikir ilmu
apapun juga tentu akan merugikan Toan Ki, maka sedapat
mungkin ia berusaha hendak menolongnya.
Ciumoti sendiripun mengeluh, di dalam hati ia berharap
Giok-yan akan dapat menarik lepas tangannya. Siapa tahu
ketika tangan Giok-yan memegang tangan Ciumoti, seketika
nona itu merasa badannya menggigil, tenaga murninya juga
mendadak tersedot keluar dan tak tertahankan.
Kiranya saat itu Toan Ki sudah pingsan, dengan sendirinya
asal ketemu tenaga yang sakti itu tidak kenal kawan atau
lawan, asal ketemu tenaga lantas sedot saja, maka bukan
Ciumoti saja yang tenaga murninya terisap, bahkan Giok-yan
juga ikut menjadi korban. Maka tidak lama kemudian Giok-yan
dan Ciumoti telah jatuh pingsan semua.
Selang agak lama, ketika tidak mendengar suara apa-apa
dari ketiga orang yang berada di bawah itu, segera Buyung
Hok coba memanggil beberapa kali, tapi tidak mendapat
jawaban. Pikirnya: "Jangan-jangan ketiga orang itu sudah
gugur bersama?”
Lebih dulu ia menjadi girang. Tapi segera teringat
hubungan baik dirinya dengan Giok-yan, mau-tak-mau ia
merasa berduka juga. Kemudian terpikir pula olehnya: "Wah,
celaka! Kalau mereka tidak mati, dengan tenaga gabungan
empat orang mungkin akan dapat keluar dari sini, tapi
sekarang tinggal aku seorang, tentu akan susah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyingkirkan batu besar di atas. Ai, jika kalian ingin mati,
kenapa tidak tunggu dulu dan mati di luar sumur sana saja?”
Dan baru ia hendak melompat turun untuk memeriksa
keadaan Ciumoti dan Giok-yan bertiga, tiba-tiba terdengar ada
suara orang bicara di atas, suaranya berisik ramai, agaknya
adalah kaum petani bangsa Se He.
Rupanya mereka berempat telah ribut semalam suntuk di
dasar sumur itu dan sekarang fajar sudah menyingsing,
banyak kaum petani yang membawa sayur-sayuran hendak
menjual ke pasar di dalam kota dan lewat di samping sumur
itu.
Diam-diam Buyung Hok membatin: "Jika aku berteriak
minta tolong, para petani itu belum tentu sanggup
memindahkan batu-batu karang yang besar itu. Dan bila
merasa tak kuat, tentu mereka akan tinggal pergi dan tak
peduli lagi. Jalan paling baik yalah memancing mereka dengan
rejeki.”
Maka ia lantas sengaja berteriak: "Hei, semua emas ini
adalah milikku, kalian tidak boleh ikut mengangkangi. Ya,
biarlah aku membagi kalian 3000 tahil saja.” Lalu ia berseru
pula dengan suara lain yang sengaja dibuat-buat: "Tidak bisa!
Emas intan sebanyak ini kita ketemukan bersama, sudah tentu
harus kita bagi dengan sama-rata.” Kemudian ia sengaja
membikin suaranya setengah tertahan dan berkata; "Sssst,
jangan keras-keras, kalau sampai didengar orang, tentu
mereka juga akan minta bagian dan bagian kita tentu akan
berkurang!”
Suara tanya-jawab yang sengaja diucapkan Buyung Hok itu
ia siarkan dengan tenaga dalam yang kuat sehingga dapat
didengar dengan jelas oleh para petani yang lewat di pinggir
sumur itu.
Dasar manusia, siapa orangnya yang mendengar ada rejeki
takkan ketarik?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan saja para petani itu terkejut dan bergirang pula.
Maka ramai-ramai mereka lantas merubungi sumur itu dan
serentak berebut untuk menyingkirkan batu-batu karang itu.
Meski batu-batu karang itu sangat besar dan antap, tapi
dengan tenaga gotong-royong orang banyak, akhirnya batubatu
itu dapat di s ingkirkan.
Sudah tentu Buyung Hok sudah bersiap-siap, ia tidak
menunggu sampai batu-batu itu disingkirkan semua, baru saja
kelihatan ada suatu lowongan yang cukup untuk diterobos,
terus saja ia merembet ke atas dan mendadak "wuttt,” ia
terus melayang keluar.
Tentu saja para petani itu kaget setengah mati karena
hanya dalam sekejap saja bayangan Buyung Hok itu sudah
menghilang di kejauhan.
Walaupun masih curiga dan takut, tapi karena daya tarik
harta karun, akhirnya para petani itu tetap menyingkirkan
batu-batu karang, lalu seorang kawan mereka yang paling
tabah dikerek ke dalam sumur dengan tambang.
Setiba di dasar sumur, begitu tangannya meraba segera
orang itu dapat memegang badan Ciumoti. Memangnya dia
sudah was-was dan kebat-kebit, begitu kena meraba badan
manusia, segera ia menyangka kerangka mayat. Keruan
kagetnya tak terkatakan, hampir-hampir sukmanya terbang
meninggalkan raganya. Cepat ia menggoyangkan tambang
dan minta dikerek ke atas.
Mendengar di dalam sumur itu ada orang mati, seketika
para petani itu menjadi ketakutan dan berlari bubaran, mereka
sama kuatir ikut tersangkut perkara pembunuhan, janganjangan
harta karun belum diperoleh, tapi sudah masuk bui
lebih dulu.
Begitulah sampai dekat lohor, berturut-urut ketiga orang di
dalam sumur itu barulah siuman kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang pertama yang siuman adalah Giok-yan. Begitu sadar
kembali, yang per-tama2 teringat olehnya adalah Toan Ki.
Meski saat itu adalah siang bolong, tapi di dasar sumur itu
tetap sangat gelap, ia coba meraba dengan tangannya dan
dapat menyentuh Toan Ki, segera ia berseru: "Toan Ki, o,
Toan Ki, ba... bagaimanakah dengan dirimu?”
Karena tidak mendapat jawaban Toan Ki, Giok-yan
menyangka pemuda itu sudah mati dicekik Ciumoti, terus saja
ia menangis sedih, ia angkat "mayat” Toan Ki dan
merangkulnya dengan kencang di depan dada sambil
sesambatan: "O, Toan Ki, sedemikian baik dan setiamu
kepadaku, tapi selama ini aku belum pernah membalas apaapa
padamu, baru saja kita berharap akan hidup bahagia dihari-
hari yang akan datang, siapa tahu... siapa tahu jiwamu
sudah melayang di tangan paderi jahat ini...”
"Ucapan nona ini hanya betul separoh saja,” demikian tibatiba
terdengar Ciumoti menyela, rupanya iapun sudah sadar.
"Walaupun Lolap adalah paderi jahat, tapi aku tidak
membunuh Toan kongcu.”
Dan pada saat itu Toan Ki telah siuman juga. Ia mendengar
ucapan Giok-yan yang meresap itu bergema di tepi telinganya,
ia menjadi girang. Tiba-tiba ia merasa badannya sendiri
berada di dalam pelukan si nona, segera ia pura-pura masih
belum sadar dan tak berani bergerak, kuatir kalau diketahui
Giok-yan dan dilepaskan sehingga tidak dapat lagi merasakan
nikmatnya dalam pelukan sang kekasih.
Dalam pada itu Ciumoti telah berkata: "Kekasihmu itu
tidaklah kutewaskan, sebaliknya jiwaku yang hampir-hampir
binasa di tangannya.”
Air mata Giok-yan lantas bercucuran, sahutnya: "Dalam
keadaan begini kau masih hendak menipu aku? Ketahuilah
bahwa hatiku seperti disayat-sayat, lebih baik kaupun cekik
mati aku saja agar aku dapat menyusul Toan Ki di alam baka.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan si nona yang tulus iklas dan meresap
itu, sungguh girang Toan Ki tak terkira.
Ciumoti sendiri meski sudah kehilangan tenaga murni, tapi
pikirannya masih sangat cermat, pengalamannya juga luas
dan kenyang makan asam-garam, dari suara napas Toan Ki
yang pelahan tapi tertahan itu, segera ia mengetahui pemuda
itu sebenarnya sudah sadar, tapi sengaja diam saja, maka
iapun tahu maksudnya. Tiba-tiba ia menghela napas pelahan
dan berkata: "Toan kongcu, aku telah salah belajar ilmu sakti
Siau-lim-pay sehingga membikin celaka diriku sendiri, untung
engkau telah menyedot tenaga dalamku sehingga aku tidak
sampai mati konyol seperti orang gila. Sekarang meski ilmu
silatku sudah punah, namun jiwaku telah selamat, untuk ini
aku harus mengucapkan terima kasih atas pertolonganmu.”
Toan Ki adalah seorang yang rendah hati, demi tiba-tiba
mendengar paderi itu mengucapkan terima kasih padanya,
tanpa merasa ia terus menjawab: "Ah, Taysu jangan
merendah diri. Cayhe punya kepandaian dan kebaikan apa
sehingga berani dianggap telah menyelamatkan jiwa Taysu?”
Giok-yan menjadi girang ketika mendadak mendengar Toan
Ki sudah sadar kembali, tapi ia lantas tercengang pula dan
paham sebabnya pemuda itu sengaja diam saja adalah agar
dapat berada di dalam pelukannya, keruan ia menjadi giranggirang
malu, sekuatnya ia dorong pergi Toan Ki dan
mencomel: "Uh, kau ini!”
Toan Ki menjadi malu juga karena rahasianya terbongkar.
Lekas-lekas ia berbangkit dan bersandar di dinding sebelah.
Tiba-tiba ia ingat sesuatu dan bertanya: "He, di manakah
Buyung-kongcu?”
"Ha, aku menjadi lupa juga, di manakah Piauko?” sahut
Giok-yan.
Sungguh girang Toan Ki melebihi mendapat warisan demi
mendengar kata-kata "aku menjadi lupa juga.” Padahal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama ini perhatian Giok-yan selalu terpusat kepada Buyung
Hok seorang, tapi sekarang walaupun sudah selang hampir
sehari toh nona itu tidak ingat kepada Buyung Hok, hal itu
menandakan bahwa dirinya sekarang sudah bertukar tempat
dengan Buyung Hok di lubuk hati s i nona.
Tengah Toan Ki riang gembira, terdengar Ciumoti telah
berkata: "Sifat Toan kongcu sangat tulus dan jujur, rejeki di
kemudian hari pasti tiada takaran. Hari ini Lolap ingin mohon
diri, rasanya kelak susah untuk berjumpa pula. di s ini ada satu
jilid kitab, bila kelak Kongcu kebetulan ada tempo, tolonglah
kitab ini suka dikembalikan kepada Siau-lim-si. Semoga
Kongcu berdua hidup bahagia sampai hari tua.”
Habis berkata, segera ia menyerahkan kitab Ih-kin-keng
kepada Toan Ki.
"Apakah Taysu hendak pulang ke Turfan?” tanya Toan Ki.
"Mana suka, mungkin pulang kesana, mungkin tidak!” sahut
Ciumoti dengan samar-samar. Lalu ia berbangkit, ia coba
menarik tambang panjang yang ditinggalkan kaum petani tadi
dan ternyata cukup kencang, agaknya ujung atas diikat di
batu karang. Dengan tambang itulah ia lantas merambat ke
atas dan tinggal pergi.
Sekarang tinggal Toan Ki berhadapan dengan Giok-yan di
dalam sumur itu, walaupun berada di tempat lumpur tapi hati
mereka sangat senang, siapapun tidak punya pikiran buat
keluar dari sumur itu. Pelahan-lahan tangan kedua orang
sama-sama menjulur ke depan, empat tangan saling
menggenggam, dua perasaan bersatu.
Lama dan lama sekali barulah Giok-yau berkata,"Toan-long,
apakah lehermu tidak terluka? Marilah kita memeriksanya di
luar sana.”
"Sedikit pun aku tidak merasa sakit, juga tidak perlu buruburu
keluar dari sini." sahut Toan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika engkau tidak suka keluar, biar aku mengiringimu di
sini." kata Giok-yan dengan suara mesra. Sekarang dia benarbenar
sudah jinak, sedikit pun tidak membangkang lagi.
Toan Ki menjadi rikuh sendiri, katanya dengan tertawa,
"Tapi engkau tentu tidak betah tinggal di tempat lumpur ini."
Segera ia merangkul pinggang si nona yang ramping itu,
dengan tangan kanan ia pegang tambang, hanya sedikit tarik
saja tahu-tahu tubuhnya sudah mumbul satu-dua meter
tingginya.
Toan Ki sangat heran. la tidak tahu bahwa tenaga dalam
Cumoti yang dikumpulkan selama hidup ini sekarang telah
tersedot semua ke dalam tubuhnya, sebaliknya ia menyangka
sesudah tidur semalam dan lagi bersama kekasih yang
menyenangkan maka tenaganya tambah kuat.
Sesudah keluar sumur, di bawah sinar sang surya
kelihatanlah tubuh mereka penuh Lumpur, mereka saling
pandang dengan tertawa geli. Segera mereka mencari suatü
sungai kecil dan rendam di situ sampai lama, barulah mereka
dapat membersihkan Lumpur yang memenuhi muka, rambut,
baju dan sepatu mereka.
Untung waktu itu hawa tidak terlalu dingin sehingga Giokyan
tahan berendam dalam air. Kemudian mereka bersandar
dí batu karang di tepi sungai untuk mengeringkan baju yang
basah kuyup di badan mereka itu.
Di sinilah Toan Ki mengamat-amati wajah si nona yang
cantik bak bidadari itu dengan rasa bahagia yang tak
terperikan. Sudah tentü Giok-yan menjadi malu, segera ia
miringkan mukanya ke sini sana.
Begitulah kedua muda-mudi itu bicara mengada-ada untuk
menghilangkan waktu. Tanpa terasa harí sudah petang, tidak
lama kemudian sang dewikz malam pun menongol dan
pelahan bergeser ke tengah cakrawala."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba- tíba Toan Kí teringat kepada Buyung Hok, katanya.
"Adik Yan, sekarang cita-citaku telah terkabül, sebaliknya
Piaukomu sekarang sedang mengikuti sayembara perebutan
putri Se He, entah usahanya akan berhasil atau tídak?"
Biasanya bila Giok-yan ingat hal ini, seketika día berduka,
tapi sekarang perasaannya sudah berubah, ia pun agak rikuh
terhadap Buyung Hok dan sebaliknya berharap sang piauko
dapat memperistrikan putri Se He, maka cepat jawabnya, "Ya,
marilah kita lekas pergi melihatnya."
Buru-buru kedua orang itu pulang ke pondok mereka.
Ketika hampir sampai di depan pintu, tiba-tiba di temapt gelap
ada orang berkata, "Kiranya kal¡an pun sudah keluar!”
Jelas itulah suara Buyung Hok.
"Hé. engkau berada di sini?” balas Toan Ki dan Giok-yan
dengan gembira.
"Hm. baru saja menghajar dan membunuh belasan orang
Turfan sehingga tempoku banyak terbuang, " kata Buyung
Hok. "Eh, orang she Toan kenapa kamu tidak hadir sendiri
dalam perjamuan raja, sebaliknya menyuruh seorang nona
menyaru sebagai dirimu? Hm, aku tìdak nanti mem....
membiarkan kau main licik, aku pasti akan bongkar rahasìamu
ini."
"Apa katamu?" sahut Toan Ki dengan heran. "Seorang nona
menyaru apa? Pada hakikatnya aku tidak tahu apa apa."
"Ya, Piauko, kami baru saja keluar dari sumur itu ... " hanya
sekian Giok-yan bicara dan segera merasa ucapan ini kurang
jujur. Padahal sudah setengah harian ia main roman dengan
Toan Ki di tepi sungai, masakah bilang baru saja keluar dari
sumur sana.
Untung Buyung Hok rupanya sedang terburu-buru hendak
menuju ke istana raja untuk menghadiri perjamuan, maka ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak memperhatikan ucapan Giok-yan dan keadaan
pakaiannya yang kusut itu.
Dalam pada itu Giok-yan berkata pula, "Dia ... dia sudah
menyanggupi akan membantumu supaya engkau berhasil
merebut putri Se He. Kalau aku mempunyai seorang tuan putri
sebagai Loso, sudah tentu aku juga ikut gembira."
Semangat Buyung Hok terbangkit, ia menegas, "Apa betul
ucapanmu?”
"Sudah tentu." sahut Toan Ki. "Engkau adalah piauko adik
Yan, terhitung piaukoku pula, Sekarang Piauko ada urusan
masakah pamili sendiri bisa tinggal diam saja?”
Sungguh girang sekali Buyung Hok, Sesudah día keluar dari
sumur, di tengah jalan ía kepergok jago-Jago Turfan dan
terjadi pertempuran sengit walaupun menang akhirnya, tapi ia
pun sudah kehabisan tenaga. Ketika hampir sampai di
pondokan tiba-tiba dílihatnya Bok-Wan-jin dan rombongannya
sedang keluar, segera ia sembunyi di dekat situ untuk
mengawasi. Dan baru dia hendak mencari Tíng Pek-jwan dan
lain-lain untuk berunding, tiba-tiba dilihatnya Toan Ki dan
Giok-yan juga telah kembali, lalu ia menegur mereka.
Diam-diam Buyung Hok pikir pelajar tolol ini rupanya benarbenar
ingin memperistrikan piaumoai, dia adalah adik angkat
Siau Hong dan Hi-tiok, jika mereka benar-benar mau
membantu untuk mendapatkan putri Se He boleh tidak perlu
disangsikan lagi. Karena itu segera ia berkata, "Baiklah, waktu
sudah mendesak marilah lekas kita berangkat ke istana."
Di tengah jalan secara ringkas ia ceritakan penyamaran Bok
Wan-jing yang dilihatnya tadi. Maka Toan ki dapat menerka
sebagian apamaksud tujuan penyamaran Wan-jing.
Setiba di pondokan Buyung Hok, sudah tentu Ting-Pekjwan
dan lain-lain sangat girang. Karena waktu sudah
mendesak buru-buru mereka ganti pakaian. Karena Giok-yan
tak mau berpisah lagi dengan Toan Ki, terpaksa Buyung Hok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membiarkan nona itu ikut dengan menyaru sebagai kaum
lelaki.
Buru-buru mereka berangkat ke istana. Setiba di sana pintu
istana ternyata sudah ditutup, terpaksa Buyung Hok mencari
akal, ia mengajak kawan-kawannya mengitar ke samping
istana, dari situ mereka lantas melompat melintasi pagar
tembok istana yang tinggi itu. Karena sekarang iwekang Toan
Ki sudah tambah hebat, maka dengan enteng dan gampang
sekali ia dapat melayang ke dalam lingkungan istana.
Mereka terus mencari tempat perjamuan itu dengan ubekubekan
di taman. Kebetulan waktu itu perjamuan juga sudah
bubar dan para tamu diundang oleh putri Bun-gi Kongcu ke
Jing-hong-kok untuk untuk minum teh maka dapatlah
rombongan Toan Ki bertemu dengan rombongan Bok Wanjing
....
Begitu Siau Hong dan lain-lain menjadi girang melihat Toan
Ki sudah kembali dengan selamat. Dengan ikutnya Toan Ki
mereka tidak perlu kuatir rahasia akan terbongkar lagi.
Sesudah orang banyak menyusur lewat taman yang luas
itu, dari jauh tertampak sebuah gedung yang megah
menjulang di tengah pepohonan yang rindang. Setiba di
depan gedung itu. segera Helian Tiat-su berseru, "Para tamu
agung sudah tiba untuk bercengkerama dengan Kongcu!"
Ketika pintu terbuka, keluarlah empat dayang keraton yang
masing-masing membawa sebuah tenglong (lampu
barselubung kain), di belakang mereka adalah seorang
pembesar wanita berbaju ungu, katanya, "Atas kunjungan
para paduka, Kongcu menyilakan masuk untuk minum teh."
"Bagus, bagus! Memangnya aku sudah haus!” segera Congcan
mendahului berteriak. Dan tanpa disilakan untuk kedua
kalinya, terus saja ia melangkah masuk ke dalam istana
dengan diikuti yang lain-lain dengan desak mendesak seakanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
akan kuatir tidak mendapatkan tempat yang baik yang lebih
dekat dengan sang putri.
Sesudah masuk di dalam istana itu, tertampak ruangan
sangat luas, lantai ruangan dilapisi permadani berbulu yang
berajutkan bunga beraneka warna dengan indah. Banyak meja
teh yang kecil teratur memanjang dalam beberapa baris, di
atas meja tertaruh mangkuk teh bertutup dan berwarna-warni,
setiap mangkuk bertutup itu didampingi pula sebuah piring
kecil berisi beberapa potongan panganan yang entah apa
namanya. Dan di depan sana tersedia sebuah bangku bundar
berkasur sulam yang indah.
Semua orang menduga bangku itu tentu tempat duduk
sang putri. Karena itu mereka saling berebutan mendapatkan
tempat duduk yang berdekatan dengan bangku bundar itu.
Hanya Toan Ki dan Giok-yan saja dengan bergandengan
tangan dan duduk dí suatu pojokan sambil bicara dengan
pelahan seakan-akan cerita mereka itu tidak habis-habis.
Sesudah semua orang mengambil tempat duduk, kemudian
pembesar wanita tadi mengetukkan sebuah palu kecil pada
sepotong "Hum-pan" (tembikar serupa baki dipakai penjual
bakmi) setelah berbunyi "tok-tok-tok” tiga kali, suasana dalam
ruangan menjadi hening sampai Toan-Ki dan Giok-yan juga
terpaksa berhenti bicara dan menanti keluarnya Bun-gi
Kongcu, sang putri Se He.
Selang tidak lama, terdengarlah suara "kelintang-kelinting",
dari dalam muncul delapan dayang berbaju hijau, mereka
berdiri di kedua sisi. Sejenak pula seorang gadis jelita berbaju
hijau pupus keluar dengan langkah yang menggiurkan.
Seketika pandangan semua orang terbeliak, perawakan
gadis itu langsing ramping gerak-geriknya lemah-lembut,
mukanya sangat cantik pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam semua orang bersorak memuji, "Orang
mengabarkan kecantikan Bun-gi Kongcu tiada bandingannya,
nyatanya memang bukan omong kosong.”
Pangeran Cong-can dan Buyung Hok mempunyai pikiran
yang sama, yaitu takkan merasa kecewa bila dapat
memperistrikan sang putri cantik itu.
Anehnya putri cantik itu tidak lantas düduk tapi ia maju ke
depan bangku bundar tadi dan memberi hormat kepada
semua orang.
Waktu putri itu masuk, semua orang berdiri untuk
menyambut, maka sekarang banyak pula yang mulutnya
berkecek-kecek memuji kecantikan sang putri. Sebaliknya putri
itu ternyata sangat prihatin, sinar matanya tidak berkelíaran,
matanya menatap ujung hidung sendiri, nyata seorang gadis
pingitan yang sangat sopan dan anggun. Karena itu semua
orang sampai tidak berani bernapas karas-keras, kuatir
membikin kaget sang putrì.
Sejenak kemudian, dengan muka kemerah-merahan
barulah putri itu berkata dengan pelahan, "Atas titah Tuan
Putri, para tamu agung disilahkan minum teh seadanya secara
bebas."
Semua orang saling pandang dengan terkesiap, Busyet jadi
gadis jelita ini bukan Tuan Putri sendiri, tampaknya hanya
seorang dayang príbadi putri saja, Dan segera terpikir pula
oleh mereka, jika dayangnya saja secantik ini, maka sang putri
entah betapa cantiknya.
"Kiranya engkau bukan Tuan Putri sendiri," Káta Cong-can
segerà, "jika begitu, harap lekas mengundang Tuan Putri
keluar.”
"Jika hadirin sudah minum Tuan Putri akan
mempermaklumkan sesuatu lagi,” ulas dayang cantik tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, bagus! Tuan Putri ada pesan, sudah tentu akan
menurut saja!"' seru Cong-can dengan tertawa. Dan segera ia
membuka tutup magnkuk yang berisi air teh itu, tanpa banyak
omong lagi ia tuang isi mangkuk itu ke dalam mulut dan
dikunyah.
Kiranya pada masa dahulu, menurut kebiasaan orang
Turfan, mereka menyeduh daun teh dicampur dengan susu
dan gula atau garam, kalau minum sekaligus daun teh juga
ikut dimamah dan dimakan ke dalam perut. Ini adalah
kebiasaan jadi bukan kelakuan kasar pangeran Cong-can.
Sambil masih mengunyah daun teh, segera pula Cong-Can
jejal-jejalkan beberapa potong panganan tadi ke dalam mulut,
lalu berkata, "Nah, aku sudah makan banyak, bolehlah
mengundang keluar sang putrimu!”
Dayang itu mengiakan saja, tapi tidak bergeser melangkah.
Cong-can tahu dia ingin tunggu orang lain selesai minum
baru mau pergi. Sudah tentu Cong-can menjadi gelisah dan
berulang-ulang mendesak orang lain agar lekas habiskan teh
dan makannya.
Dengan susah payah menunggu akhirnya selesai juga
hadirin makan minum, lalu Cong-can tanya pula, "Nah, jadi
sekarang?"
Kembali muka si dayang cantik merah jengah, sahutnya,
"Sekarang Tuan Putri mengundang hadirin berkunjung ke
ruang dalam untuk menikmati lukisan dan tulisan."
"Hah, buat apa melihat lukisan dan tulisan? Aku lebih suka
melihat Tuan Putrimu!” seru Cong-can. Tapi tidak urung ia ikut
berdiri juga bersama orang banyak.
Diam-diam Buyung Hok bergirang. "Sungguh sangat
kebetulan. Resminya sang putri mengundang kàmi menikmati
lukisan dan tulisan, tapi sesungguhnya hendak menguji
kepandaian sastra kami. Orang kasar sebagai pangeran CongTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
can itu sudah tentu tak becus tentang lukisan dan syair apa
segala. Kalau melulu menguji ilmü silat saja aku pun lebih
unggul daripada yang lain, apalagi sekarang sang putri hendäk
menguji kapändaian sastra, tentu saja kemenanganku menjadi
lebih meyakinkan lagi."
Begitulah dengan berseri-seri segera ia pun berdiri dan siap
ikut dayang tadi ke ruangan dalam.
Tapi mendadak dayang itu berkata pula, "Menurut titah
Tuan putri, para nona yang menyamar sebagai lelaki dan para
tuan yang berusia lebih 40 tahun, semüanya disilahkan tinggal
dì istana Guh-hiang-wan ini untuk minum lagi. Sedang hadirin
lain boleh ikut masuk ke ruang dalam.”
Sungguh kejut sekali Bok Wan-jing dan Ong Giok-yan
ternyata penyamaran mereka sejak tadi sudah diketahui
orang.
Tiba-tiba terdengar seruan seorang, "Bukan! Bukan!”
Kembali muka si dayang bersemu merah, rupanya selama
hidup ini dia selalu terkurung di tengah istana selain kaum
Thai-kam (dayang lelaki kebiri , orang kasim), selamanya tak
pernah bertemu dengan kaum lelaki yang sesungguhnya.
Sekarang mendadak berhadapan dengan kaum lelaki
sebanyak ini, sudah tentu ia menjadi kikuk dan grogi.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 81
Selang, sejenak barulah dia berkata, "Entah apa yang
bukan? Harap tuan itu suka memberi petunjuk!"
"Petunjuk sih tidak ada, hanya ada. Penjelasan sedikit
saja,”demikian kata Pau Put tong. "Kulihat kamu agak malu
dan kikuk, maka tak perlu kau tanya lagi, biar aku sendiri yang
menguraikan saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih," sahut si dayang dengan tersenyum manis.
"Nah, tentu kau tahu bahwa jauh-jauh kami datang ke sini
tujuannya adalah ingin melihat Tuan Putrimu," kata Put-tong.
"Betapa susah payahnya kami menempuh perjalanan jauh ini,
ada yang terkubur di tengah gurun pasir karena angin badai,
ada yang menjadi mangsa binatang buas sehingga yang
beruntung lolos dari elmaut itu akhirnya dapat sampai di
Lengciu sini, tujuannya ialah ingin melihat wajah sang Putri
saja. Sekarang lantaran ayah-bundaku beberapa tahun lebih
dulu melahirkan aku sehingga umurku sekarang sudah 4O
tahun lebih sedikit, maka perjalananku yang susah payah ini
akan menjadi sia-sia belaka. Jika tahu akan jadi begini, tentu
sejak mula aku minta ibuku jangan terburu-buru melahirkan
diriku dan ditunda dulu untuk beberapa tahun."
"Hihi, tuan ini suka bergurau," kata si dayang dengan
tertawa. "Kelahiran seseorang masakah dapat di tentukan oleh
manusianya sendiri?"
Melihat Pau Put-tong mengada ada tak habis-habis
pengeran Cong-can menjadi gusar, bentaknya dengan
mendelik, "Kalau Tuan Putri sudah menitahkan begitu, kita
semua harus turut saja, buat apa mesti cerewet lagi?"
Pau Put-tong menjadi gusar juga, mendadak ia mendapat
akal, dengan mengejek ia menjawab, "Eh, Pangeran Yang
Mulia, apa yang kukatakan tadi sesungguhnya juga demi
kepentinganmu Tahun inìengkau sudah beruntung empat
satu, walaupun tidak terlalu tua, kau. sudah lebih dari 40
tahun sebagaimana ditentukan Tuan Putri tadi dan tiada
harapan untuk melihat wajah yang cantik, bukankah sia-sia
saja kedatanganmu ini?"
Padahal usia pangeran Cong can baru menanjak 28 tahun,
cuma dia penuh berewok sehingga orang lain sukar menaksir
berapa umurnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dayang cantik itu masih hijau dan tidak tahu seluk beluk
orang hidup, dengan sendirinya ia tidak dapat menaksir usia
orang lelaki, maka ia menjadi sangsi apakah ucapan Put-tong
itu sungguh-sungguh atau cuma geguyon.
Ia lihat pangeran Cong-can menjadi gusar dan segera
hendak melabrak Pau Put-tong, dengan rasa kuatir cepat ia
mencegah. "Eh, jangan ... jangan kalian bertengkar, kukira
orang yang paling tahu umur masing-masing adalah tuan-tuan
sendiri, maka siapa-siapa yang merasa, sudah berumur lebih
40 tahun disilakan tetap tinggal di sini, yang belum mencapai
40 tahun boleh ikut ke ruang dalam."
"Baik, usiaku belum ada 30 tahun, sudah tentu aku ikut ke
ruang dalam." demikian Pau Put-tong menirukan lagak lagu
sang pangeran. Habis berkata dengan langkah lebar ia terus
bertindak ke dalam.
Si dayang mestinya ingin mencegah, tapi malu-malu dan
kikuk-kikuk serta tak berani. Sudah tentu kesempatan itu
segera digunakan oleh orang-orang lain untuk ikut masuk ke
ruang dalam. Jangankan yang berumur 40 tahun, sekalipun
yang berusia 50-60 tahun Juga banyak yang ikut masuk,
hanya tinggal belasan orang tua yang menjaga kedüdükan
dan kehormatan masing-masing, merekalah yang tetap tinggal
di s itu. begitu pula Bok-wan-jing dan Ong Giok yan.
Mestinya Toan Ki jugä ingin tinggal sajä untuk mengawani
Giok-yan, tapi nona itu mendesak dan mendorongnya agar
ikut membantu Buyung Hok.
Karena itu terpaksa Toan Ki ikut melangkah masuk ke
ruang dalam dengan rasa berat, melangkah satu tindak tiga
kali menoleh, berat rasanya seperti hendak berangkat ke
tempat jauh, seakan-akan sekali berpisah tentu takkan
bertemu lagi dalam beberapa tahun lamanya.
Di tepi sungai ada empat obor yang terang maka dengan
jelas semua orang dapat melihat langkah dayang cantik itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berarti menjerumuskan diri ke dalam sungai. Karena itu ada
sebagian besar hadirin sama menjerit kaget.
Tak terduga dayang cantik itu ternyata tidak terjerumus ke
dalam sungai, sebaliknya kelihatan tetap berjalan dengan gaya
berlenggang yang luwes dan dengan aman mencapai di
seberang sungai sana.
Dalam kagetnya semua orang lantas yakin permukaan
sungai itu pasti ada sesuatu benda berpijak, kalau tidak,
mustahil orang mampu melangkah di udara seperti si dayang
itu.
Benar juga waktu semua orang memperhatikan, maka
kelihatanlah di antara kedua tepi sungai terpasang seutas tali
baja yang sangat halus. Karena tali baja itu sangat kecil,
warnanya hitam pula di dasar sungai juga sangat gelap
sehingga di bawah cahaya obor itu orang sukar mengetahui
akan jembatan tali itu.
Tampaknya sungai itu sangat dalam, kalau sampai
terjerumus, andaikan tidak mati juga pasti setengah mati. Tapi
para pendatang ini sudah tentu bukan tokoh persilatan
pasaran atau kodian, mereka adalah jago silat pilihan, maka
segera ada orang mengeluarkan ginkang, dengan enteng
menyeberang melalui jembatan tali yang hamper-hampir tak
kelihatan itu.
Dalam hal I lmu silat sejati Toan Ki memang tergolong kelas
kambing. tapi bicara tentang ginkang dia sudah mahir "Lengpo-
wi-poh", dengan enteng saja dia dapat menyeberangi
sungai dengan digendong Pah Thian-sik.
Padahal sesudah Toan Ki mendapat tambahan tenaga
dalam Cumoti. ginkangnya saat ini boleh dikata tiada
bandingannya, cuma saja Pah Thían-sik tidak tahu, sedang
Toan Ki sendiri pula tidak menyadari hal ini.
Begitulah, sesudah semua orang melintasi sungai itu, entah
dengan menggunakan alat apa dan di mana, ketika si dayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tadi menggeraki tangannya, "siuut", tahu-tahu tali baja itu
mengkerut dan menghilang ke dalam semak-semak rumput.
Keruan semua orang tambah kebat-kebit dan kuatir.
Dengan demikian mereka telah menghadapi jalan buntu untuk
putar kembali. Mereka menjadi tambah curiga jangan-jangan
orang Se He benar-benar bermaksud jahat?
Begitulah rombongan orang-orang itu lantas masuk ke
ruang dalam dengan menyusuri sebuah serambi yang
panjang. Diam-diam mereka merasa heran. Padahal Jinghong-
kok itu dari luar tampaknya tidak begítu megah, siapa
tahu dí bagian dalam ternyata mempunyai dunia lain, masih
ada tempat seluas itu.
Sesudah menyusuri serambi yang panjang itu, kemudian
sampailah mereka di depan sebuah pintu besar terbuat dari
batu. Dayang cantik itu mengeluarkan sepotong logam kecil
dan memukul pelahan beberapa kali di daun pintu batu yang
terdiri dari daun sayap itu, kemudian pintu batu itu lantas
terbuka.
Para hadirin ini tergolong tokoh-tokoh yang sudah kenyang
asam garam alias banyak berpengalaman, maka demi melihat
daun pintu batu itu tebalnya balasan senti, kuatnya bukan
kepalang, diam-diam mereka merasa curiga, "Jangan-jangan
sesudah masuk, lalu pintu batu ini ditutup kembali, bukankah
sakaligus kita akan terkurung semua? Bukan mustahil raja Se
He sengaja memancing kita dengan sayembara mencari
menantu tapi sebenarnya hendak membasmi habis kaum
ksatria sebanyak mungkin di dunia ini?"
Tapi mereka sudah telanjur datang, betapapun harus
dihadapi apalagi mereka sudah tentu tidak mau unjuk lemah
di depan orang banyak dan putar balik untuk dituduh sebagai
pengecut. Maka tanpa pikir lagi mereka melangkah masuk
semua. Benar juga pintu batu itu lantas merapat kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di dalam situ kembali ada sebuah jalan yang panjang,
kedua tepi jalan ternyata pelita-pelita yang terang. Ujung jalan
itu kembali menghadang sebuah pintu batu pula. Lewat pintu
batu ini kembali ada jalanan panjang, lalu pintu lagi. Jadi
berturut-turut mereka menembus tiga buah pintu batu. Maka
biarpun orang yang tadinya paling acuh, mau-tak-mau
sekarang pun mulai merasa was-was dan curiga.
Dan sesudah membelok ke sana sini beberapa kali tiba-tiba
terdengar suara gemerciknya air, mereka telah sampai di tepi
sebuah sungai yang dalam. Di dalam lingkungan istana
terdapat sungai sungguh suatu hal yang sukar dibayangkan
orang.
"Untuk sampai di kamar tulis sana, lebih dahulu harus
melintasi sungai ini. Nah, silakan!” kata si dayang cantik, habis
itu sekali bergerak, dengan enteng ia terus melangkah ke
dalam sungai itu.
Karena itu diam-diam mereka sama waspada, tapi tiada
seorang pun mengutarakan pikirannya, sebab kuatir akan di
tertawai teman-teman yang lain sebagai pengecut, takut mati.
Diam-diam ada juga yang merasa menyesal mengapa begitu
tolol tanpa membawa senjata waktu masuk istana tadi.
Dalam pada itu sesudah menggulung jembatan tali tadi lalu
si dayang berkata, "Marilah, hadirin silahkan ikut ke sini."
Dan sesudah semua orang dibawa menyusuri sebuah hutan
bambu, akhirnya sampailah di depan sebuah pintu gua.
Dayang itu mengetuk beberapa kali pada pintu gua itu,
ketika pintu terbuka, si dayang cantik berkata, "Silakan masuk,
tuan-tuan!"
Habis itu ia lantas mendahului melangkah ke dalam gua.
Diam-diam Pâh Thian-sik merasa ragu, ia tanya Cu Tan-sin,
"Bagaimana pikiranmu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tan-sin sendiri merasa sangsi apa mesti minta Toan Ki
tinggal di luar gua saja atau membiarkan tuan muda mereka
menyerempet bahaya? Tapi kalau tidak berani menyerempet
bahaya, pasti tiada harapan buat dipilih menjadi Huma.
Tengah kedua orang merasa serba salah, tertampak Toan
Ki melangkah masuk ke dalam gua itu bersama Siau Hong.
Maka tanpa pikir lagi segera Thian-sik dan Tan-sin ikut dari
belakang.
Di dalam gua itu mereka mesti menempuh suatu jalan yang
panjang untuk akhirnya pandangan mereka lantas terbeliak.
Ternyata mereka sudah berada di sebuah ruangan yang
sangat luas.
Ruangan ini dua kali lebih luas daripada ruangan istana di
mana mereka minum teh tadi, nyata sekali ruangan ini adalah
sebuah gua alam di puncak gunung yang telah diperbaiki dan
dipajang secara indah oleh tenaga manusia, Dinding-dinding
ruangan ini tergosok sangat halus dan licin, sekeliling dinding
penuh terhias lukisan dan tulisan indah.
Pada umumnya dl dalam sesuatu gua tentu mengeluarkan
air atau berhawa lembab, tapi ruangan ini ternyata sangat
kering, sedikitpun tidak terasa berbau lembab.
Di sisi ruangan itu terdapat sebuah meja, terletak alat tulis
lengkap dan beberapa jilid kitab. Di sebelahnya ada beberapa
rak buku, beberapa buah kursi serta beberapa buah bangku
batu dan meja batu yang agak kecil.
Kemudian terdengar si dayang cantik berseru, "Di sini
adalah kamar tulis Tuan Putri kami, sekarang silakan hadirin
menikmati lukisan dan tulisan secara bebas!"
Melihat keadaan ruang yang luas dan kosong sedikitpun
tiada mirip kamar tulis seorang Tuan Putri sudah tentu semua
orang terheran-heran dan sangsi pula. Tapi di ruangan itu
penuh pigura lukisan dan tulisan indah, hal ini memang nyata
terbukti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para pendatang ini adalah jago-jago silat semua, kalau
mereka pun bisa tulis menulis sudah terhitung pintar, mana
mungkin mereka dapat membedakan lukisan indah dan
bermutu atau tidak.
Siau Hong dan Hi-tiok meski berilmu silat sangat tinggi,
dalam hal seni sastra mereka pun tidak paham. Maka sesudah
berada dalam ruangan itu, mereka berdua lantas duduk
berjajar di lantai untuk mengawasi gerak-gerik orang lain.
Pengalaman Siau Hong jauh lebih luas daripada Hi tiok,
meski tampaknya dia acuh-tak-acuh seperti tidak tertarik oleh
lukisan yang memenuhi dinding ruangan itu, padahal
pandangannya tidak pernah meninggalkan tingkah pola si
dayang cantik tadi, Dia anggap dayang itu adalah kunci
daripada keselamatan hadirin ini apabila diam-diam raja Se He
main muslihat untuk menjebak mereka maka orang yang
bergerak lebih dulu tentu dayang cantik itu.
Jadi sekarang Siau Hong mirip seekor harimau yang diamdiam
sedang mengintai mangsanya. Walaupun kelihatannya
tenang-tenang saja, tapi sebenarnya siap siaga, asal ada
sedikit perubahan yang tidak menguntungkan segera ia akan
menubruk ke arah si dayang dan takkan memberi kesempatan
lolos baginya.
Sebaliknya orang-orang seperti Toan Ki, Cu Tan-sin,
Buyung Hok, Kongya Kian dan lain-lain karena mereka
memang tergolong cendikiawan, terhitung kaum terpelajar,
asal melihat sebangsa tulisan atau lukisan tentu sangat
tertarik maka saat itu mereka sedang mendekati hiasan
dinding yang tak terhitung jumlahnya itu untuk menikmatinya.
Ting Pek-Jwan lebih hati-hati kelakuannya, Ia pura-pura
sedang menikmati lukisan dan kitab yang berada di rak buku.
Sedang Pah Thian-sik berlagak sedang melihat lukisan, tapi
sebenarnya sedang memeriksa dinding itu dan sudut ruangan
untuk mengetahui apa tiada sesuatu yang mencurigakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya Pau Put-tong saja yang tidak mau tinggal diam,
sambil memandang lukisan-lukisan itu tiada hentinya pula ia
mengoceh, dia mencela lukisan ini terlalu kaku gambarnya dan
mengatakan lukisan itu seperti cákar ayam, sebentar lagi
bilang lukisan itu warnanya salah lain saat mengejek lukisan
itu kurang kuat gayanya, penulisnya tentu kurang makan dan
macam-macam cemooh lagi.
Padahal walaupun Se He terbílang suatu negeri yang
terpencíl dí wilayah barat, sejarahnya juga belum tua, sudah
tentu lukisan yang tersímpan tak dapat dibandingkan dengan
kerajaan Song dan Liau. Tapi lukisan yang menjadi koleksí
kerajaan betapapun tentu tetap juga bukan lukisan
sembarangan.
Di antara lukisan koleksi putri Se He itu banyak terdapat
lukisan dan tulisan seniman ternama jaman kuno, namun
begitu semuanya itu tiada sepeserpun dalam penilaian Pau
Put-Tong yang memang disengaja itu.
Sudah tentu si dayang sangat terkejut dan heran atas
ocehan Pau Put-tong yang ngawur itu, ia coba mendekati dan
bertanya dengan suara pelakan, "Maaf tuan! Apakah lukisan
dan tulisan ini benar-benar kurang baik seperti apa yang kau
katakan? Padahal Tuan Putri kami mengatakan lukisan-lukisan
ini semuanya barang pilihan."
"Tuan Putri kalian tinggal terasing di daerah terpencil ini,
selamanya tidak kenal dunia luar sehingga tidak tahu
sastrawan dan seniman negeri Tionggoan kami maka
seharusnya Tuan Putri kalian mesti sering-sering pesiar ke
negeri kami untuk menambah pengalamannya," demikian Puttong
mengoceh. "Dan, ah, adik cilik, kaupun mesti ikut Tuan
Putrimu jalan-jalan ke sana untuk menambah pengalaman.
Nanti memberi kabar lebih dulu padaku ya dan jangan lupa
mampir di rumahku.”
Dayang itu mengangguk menyatakan baik dengan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu Toan Ki juga sedang memandangi lukisanlukisan
itu dengan teliti, sampai di depan sebuah lukisan
seorang wanita cantik, mendadak ia terkejut dan bersuara
heran.
Kiranya wanita cantik dalam lukisan itu sangat mirip
dengan Giok-yan. Sebelah tangannya memegang jarum dan
tangan lain memegang benang sambil duduk dl samping
jendela sedang menyusupkan benang ke lubang jarum, di atas
lutut wanita terlukis itu tertaruh sepotong kain sutra, jadi
menggambarkan wanita cantik itu sedang menyulam.
"Jiko, cobalah kemari!" seru Toan Ki kepada Hi- tiok.
Hi-tiok mengiakan dan mendekatinya.
Ia juga terheran-heran melihat lukisan itu. ia pikir gambar
yang melukiskan nona Ong kembali terdapat sebuah pula di
sini. Wanita dalam lukisan pemberian guruku itu tiada bedanya
dengan wajah wanita lukisan ini, hanya gayanya saja yang
berlainan.
Toan Ki sendiri makin melihat juga makin heran. Tanpa
terasa ia mengulur tangan untuk meraba lukisan itu. Ketika
jarinya menyentuh dinding, ia merasa pada dinding itu banyak
garis yang berdakak-dekak. Waktu dia mengamat-amati lebih
jelas, kiranya di atas dinding memang terukir banyak sekali
gambar orang-orangan, ada yang duduk, ada yang berdiri dan
ada yang sedang melompat gayanya aneka ragam.
Gambar orang-orangan itu semuanya dikurung dengan
sebuah lingkaran, di luar lingkaran sebagian besar tercatat
pula angka-angka dan huruf-huruf mengenai anatomi.
Sekali memandang saja segera Hi-tiok dapat mengenal
ukiran-ukiran dalam lingkaran-lingkaran itu mirip seperti ukiran
yang dipelajarinya di kamar batu Leng-ciu-kiong itu, Ia tahu
ukiran-ukiran ini adalah rahasia berlatih ilmu silat yang maha
sakti, kalau tenaga dalam belum cukup kuat, tentu akan bikin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
celaka sendiri orang yang mempelajarinya seperti halnya Bwe
kiam dan Tiok kiam berempat tempo hari.
Kuatir kalau Toan Ki juga mengalami kecelakaan, maka
cepat Hi-tiok memperingatkannya, "Samte, lukisan-lukisan ini
tidak boleh dipandang."
"sebab apa?" tanya Toan Ki.
"Ukiran ini adalah semacam rahasia ilmu silat yang amat
tinggi, jika mempelajari secara ngawur, bukannya baik.
sebaliknya bisa celaka," bisik Hi-tiok.
Toan Ki memang tidak berhasrat belajar ilmu silat apa
segala, maka segera ia kesampingkan ukiran-ukiran dinding
itu dan kembali menikmati lukisan "si cantik sedang
menyulam" tadi.
Selama beberapa hari ini hubungannya dengan Giok-yan
sudah sangat erat, wajah si nona boleh dikata sudah
dipandangnya dangan jelas-jemelas, terutama ketika samasama
berbaring di tepi sungai untuk menjemur badan mereka
yang basah kuyup, di sana ia telah memandang muka Giokyan
sedemikian rupa sehingga nona itu merasa malu.
Sekarang sesudah dia mengamat-amati pula lukisan itu
segera dapatlah dibedakan ciri-ciri gambar ini tidak sama
dengan Giok-yan. Wajah yang dilukis memang sangat mirip
Giok-yan Cuma perawakan wanita dalam lukisan itu lebih
bernas lebih montok, mata alisnya bersemangat tangkas dan
gagah, sebaliknya Giok-yan sangat lemah-lembut, usia orang
dalam lukisan juga lebih tua tiga-empat tahun daripada Giokyan.
Di sebelah sana biarpun Pau Put-tong mengoceh tak
karuan, tapi setiap tutur-kata dan gerak-gerik Toan Ki dan Hitiok
selalu diperhatikan olehnya. Maka demi mendengar Hi-tiok
mengatakan ukiran di dinding itu adalah semacam ilmu silat
yang sangat tinggi segera ia mendengus, "Huh, ilmu silat
maha sakti apa? Huh, hwesio cilik memang suka membual!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkala ia terus ikut-lkut memperhatikan ukiran
dinding.
"Gambar-gambar itu jangan dipandang tuan-tuan,"
demikian si dayang lantas memperingatkan, "Tuan Putri
pernah mengatakan bila orang tidak mempunyai dasar kungfu
yang kuat, kalau memandang gambar itu tentu akan celaka
daripada mendapat faedahnya.”
"Dan kalau sudah mempunyai dasar kungfu yang kuat,
tentu akan berfaedah bukan?" demikian jawab Pau Put-tong
yang kepala batu, "Nah, dasar kepandaianku justru sudah
sangat kuat."
Sebenarnya Pah Put-tong cuma bersifat tak mau kalah saja,
pada hakikatnya dia tiada maksud buat mengintip rahasia ilmu
silat orang. Tak terduga baru saja la memandang gaya sebuah
ukiran itu seketika ia terpengaruh, la merasa banyak sekali
perubahan lanjutan dari gaya gambar orang-orangàn itu dan
sukar dipahami, tanpa terasa ia ulur tangan dan angkat kaki
dan mulai main menurut gaya ukiran itu.
Dalam sekejap saja lantas ada orang lain mengetahui
keadaan Pau Put-tong yang aneh itu, menyusul mereka pun
melihat ukiran-ukiran di dinding. Maka terdengarlah suara
orang banyak, ada yang berkata, "He, dl sini ada gambar
ukiran!”
Dan di sana juga ada yang bilang, "Ya, di sini juga ada!"
Dan begitulah, beramai-ramai orang banyak lantas
menyingkap lukisan untuk memeriksa ukiran dinding di
bawahnya.
Tapi mereka hanya melihat sejenak saja. Tánpa terasa kaki
tangan mereka pun ikut-ikut bergerak dan menari seperti
orang sinting.
Diam-diam Hi-tiok terkejut, cepat ia mendekati Siau-Hong
dan berkata, "Toako, gambar-gambar itu terang tidak boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipandang, kalau memandang lagi mungkin semua orang akan
celaka. Jika sampai ada yang kalap, wah, tentu keadaan bisa
kacau-balau."
Siau Hong mengangguk, segera ia membentak keras-keras,
"Hendaknya semua orang jangan memandang ukiran
didinding itu. Kita sudah berada di tempat bahaya, lekas kita
berkumpul untuk berunding apa yang perlu dilakukan."
Karena suara gertakan itu, segera ada beberapa orang
sadar kembali dan menurut untuk berkumpul. Namun daya
pengaruh ukiran-ukiran dinding itu. ternyata sangat besar,
barang siapa asal memandang sekejap salah satu gambar
ukiran itu dan sedikit berpikir, seketika akan merasa gaya
gambar itu dapat memecahkan persoalan sulit ilmu silat yang
selama ini sukar dipecahkan olehnya. Tapi sebenarnya gaya
itu cara bagaimana harus memulainya dan bagaimana
selanjutnya, hal ini menjadi samar-samar pula dan diraba
sehingga tanpa terasa kaki dan tangan ikut-ikut bergerak
untuk menirukannya.
Melihat orang-orang itu seperti sudah senewen semua,
walaupun biasanyaSiau Hong sangat tabah, mau-tak-mau ia
merasa kebat-kabit juga.
Sekonyong-konyong terdengar seorang menjeritkeras-keras
sambil berputar-putar beberapa kali, lalu jatuh terguling di
lantai. Menyusul ada seorang lagi yang mengeluarkan suara
rintihan, mendadak terus menubruk dinding batu sambil
mencakar dan mencengkeram secara kalap seakan-akan ingin
mengelotoki ukiran dinding itu.
Siau Hong tahu bilâ tidak segera mencegah orang-orang itu
agar berhenti melihat ukiran, kalau sampai sedikit lama lagi
tentu akan terjadi bencana atau banjir darah.
Sedikit berpikir segera ia mendapat akal, "krek", ia tarik
sandaran kursi di sebelahnya sehingga sempel ketika
sempalan kayu ia putar dan digosok-gosok dengan kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan, seketika berubah menjadi remukan kayu yang kecilkecil,
Cepat ia hantarkan kayu-kayu kecil itu sebagai senjata
rahasia, maka terdengarlah suara mendesis-desis yang ramai,
hanya sekejap saja pelita dalam kamar itu sudah padam
semua dan keadaan menjadi gelap gulita.
Dalam keadaan gelap hanya terdengar suara pernapasan
orang banyak yang masih terengah-engah, banyak pula yang
menghela napas lega dan bersyukur, "Wah, hampir saja!"
Segera Siau Hong berseru, "Silakan semua orang duduk di
tempat semula masing-masing dan jangan sembarangan
bergerak supaya tidak terjebak pesawat rahasia yang mungkin
terdapat di ruangan ini. Ukiran di dinding itu sangat besar
daya pengaruhnya, hendaklah sekali-kali jangan disentuh,
apalagi dipandang."
Habis berseru, tiba-tiba, Siau Hong menahan suaranya
dengan pelahan dan berkata, "Maaf, harap lekas buka pintu
agar semua orang dapat keluar dari sini."
Kiranya pada waktu menghamburkan senjata rahasianya
untuk memadamkan pelita-pelita itu, berbareng Siau Hong
melompat maju dan dapat memegang tangan si dayang cantik
tadi.
Sudah tentu ilmu silat dayang itu pun tidak rendah, dalam
kagetnya sebelah tangannya yang lain terüs menghantam,
namun segera kena di tangkap pula oleh Siau Hong sehingga
tak bisa berkutik.
Dayang itu menjadi kuatír dan malu pula serta tak berani
bergerak.
Demi mendengar ucapan Siau Hong yang halus itu, segera
ia berkata, "Lepas ...lepaskan tanganku!”
Siau Hong lantas lepaskan tangan si dayang itu. Meski
dalam keadaan gelap gulita, tapi dengan kepandaiannya ia
tidak kuatir dayang itu akan main gila padanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu dayang itu berkata, "Kan sudah kukatakan tadi kepada
mereka bahwa ukiran di dinding itu jangan dipandang, kalau
belum mempunyai dasar kepandaian yang kuat tentu akan
membikin celaka diri sendiri, tapi mereka sendirilah yang tidak
mempercaya pada omonganku."
"Kau suruh aku jangan lihat, aku justru ingin lihat. Kalau
kau suruh aku lihat, tentu sejak tadi aku tak sudi melihat,"
sahut Pau Put-tong sambil duduk di lantai walaupun kepalanya
masih puyeng dan enek rasa di dada.
Diam-diam Siau Hong harus mengakui memang si dayang
tadi sudah memperingatkan mereka jangan melihat ukiranukiran
dinding, agaknya memang tidak sengaja hendak
menjebak. Jika begitu apa maksud tujuan sebenarnya putri Se
He itu mengundang orang banyak ke sini?
Begitulah, selagi Siau Hong berpikir, tiba-tiba hidungnya
mengendus bau harum yang halus. Ia terkejut dan cepat
pencet hidung sendiri. Ia masih ingat dahulu para anggota
Kai-pang pernah dirobohkan oleh bau harum berbisa oleh
jago-jago Ih-bin-tong Se He. Segera ia mengerahkan hawa
murni dalam tubuh dan mengatur pernapasan, tapi tidak
merasa ada sesuatu alangan.
Dalam pada itu tiba-tiba terdengar suara seorang wanita
yang merdu lagi bicara, "Tuan Putri Bon-gi Kongcu tiba!”
Mendengar datangnya sang putri, semua orang menjadi
kaget dan senang pula. Cuma sayang keadaan gelap gulita
sehingga tidak dapat melihat jelas wajah sang putri.
Kemudian suara yang merdu, suara wanita muda, berkata
pula, "Tuan Putri mempermaklumkan bahwa di dinding kamar
beliau banyak terukir gambar, mengenai ilmu silat, ukiranukiran
itu mestinya tidak boleh dilihat oleh orang luar,
makanya sengaja dialing-aling dengan lukisan, tak terduga
ukiran-ukiran, itu masih terlihat juga oleh kalian. Tuan Putri
minta perhatian kalian agar jangan sekali-kali menyalakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelita atau mengatik batu api, kalau tidak, mungkin kalian
akan menghadapi bahaya lagi dan akanmembìkin tidak enak
kedua belah pihak. Sekarang Tuan Putri ingin bicara sedikit
dengan hadirin dan terpaksa dilakukan dalam keadaan gelap,
cara yang kurang menghormat ini diharap hadirin suka
memaafkan."
Hábis itu, terdengar suara berkeriut-keriut, pintu batu tadi
tahu-tahu terbuka, Lalu wanita muda itu bicara pula, "Nah,
jika di antara hadirin ada yang tidak ingin tinggal lebih lama di
sini, sekarang boleh silakan keluar saja dan kembali ke
ruangan tamu di depan tadi, sepanjang jalan akan ada orang
memberi petunjuk sehingga takkan kesasar."
Mendengar sang putri sudah datang, sudah tentu semua
orang tidak mau pergi. Apa lagi suara bicara wanita muda itu
sangat ramah-tamah, sedikitpun tidak mengandung nada
kasar atau jahat sekarang pintu batu dibuka pula sehingga
boleh keluar masuk dengan bebas seketika rasa takut mereka
tadi lenyap sama sekali dan tiada seorangpun yang mau pergi
dari s ini.
"Ternyata hadirin tiada yang ingin pergi sungguh Tuan Putri
merasa sangat terima kasíh. Sekarang sekedar sebagai tanda
mata atas kedatangan hadirin dari jauh, maka Tuan Putri
bersedia menghadiahkan kepada setiap orang sebuah lukisan
dan tulisan yàng berada di sini. Jelek-jelek lukisan dan tulisan
ini adalah koleksi Tuan Putri kami selama bertahun-tahun,
diharap hadirin sudi menerimanya. Dan nanti bila para hadirin
hendak pergi dari s ini boleh sekalian pilih dan ambil sendiri."
Banyak diantara tokoh-tokoh persilatan itu adalah orang
kasar, sudah tentu mereka tidak tertarik oleh lukisan apa
segala. Tapi merekapun tahu lukisan-lukisan itu barang seni
pilihan dan bernilai daripada tiada mendapat apa-apa, boleh
juga nanti diambil untuk dibawa pulang, demikian pikir
mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya Toan Ki saja yang sangat girang, ia bertekad nanti
akan ambil lukisan "si cantik sedang menyulam” tadi untuk
diperlihatkan kepada Giok-yan.
Sebaliknya pangeran Cóng-can lain pikirannya. Ia sudah
menunggu setengah harian, bicara ke sana ke mari sang putri
belum lagi muncul, hanya dayang itu yang mewakilkan bicara.
Tentu saja ia menjadi aseran, segera ìa berteriak, "Bun-gi
Kongcu, jika di sinitidak boleh menyalakan pelita, marilah kita
berganti tempat untuk bertemu? Dalam keadaan gelap gulita
begini engkau tidak dapat melihat aku dan aku tak bisa
memandang dirimu, sungguh konyol!"
Segera dayang tadi berkata, "Jika hadirín ingin melihat
Tuan Putri untuk ini tidak sulit."
"Ya. kami ingin melihat Tuan Putri! Segera ingin!" demikian
ratusan orang itu berteriak-teriak dalam keadaan gelap gulita.
Selain itu banyak pula yang berteriak-teriak. "Lekas
menyalakan lampu, kami takkan melihat ukiran di dinding itu,
masakah ukiran itu akan lebih menarik daripada paras Tuan
Putri yang cantik bak bidadari? Ya asal melihat sekejap saja
wajah Kongcu dan lampu boleh segera di padamkan lagi!
Benar! Silahkan Kongcu tampil ke muka.”
"Diam! Harap hadirin tanang dulu!” demikian seru si
dayang. Dan sesudah suara teriakan-teriakan itu mereda, lalu
ia menyambung "Adapun maksud Tuan Putri mengundang
hadirin ke Se He ini, memangnya beliau ingin menjumpa
dengan beliau. Sekarang Tuan Putri ada tiga soal yang akan
ditanyakan kepada kalian, barang siapa dapat memberikan
jawaban yang dibenarkan Tuan Putri, maka dengan segera
beliau akan menemuinya.”
Seketika semua orang bersorak gembira dan bilang "Eh,
kiranya pakai ujian lisan apa segala!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan ada yang berkata, "Wah, celaka! Aku hanya mahir
putar golok dan main tombak, kalau aku diuji tentang
membaca dan bersyair segala, aku bisa runyam!”
Kemudian si dayang mengumumkan lagi, "soal-soal yang
hendak ditanyakan Tuan Putri kepada hadirin sekalian sudah
diberitahukan kepadaku, maka sekarang silahkan siapa yang
ingin lebih dulu?”
Serentak banyak di antara hadirin itu berebut maju ke
depan dan berteriak-teriak, "Aku lebih dulu! Tidak, aku dulu!
Kamu tadi belakangku, kenapa menyerobot barisanku?”
Si dayang tertawa geli, katanya, "Sudahlah, hadirin sekalian
jangan bertengkar. Padahal orang yang maju lebih dahulu
akan rugi sendiri.”
Sesudah berpikir, semua orang merasa apa yang dikatakan
si dayang memang benar juga. Karena diuji belakangan tentu
akan dapat mendengarkan jawaban-jawaban orang lain yang
telah diujikan dapat menperbaki kesalahannya, kalau benar
akan bias ditiru. Oleh karena itu, seketika semua orang
berbalik ogah-ogahan untuk dia lebih dulu dan saling
mengalah.
"Bagus! Jika kalian berebut lebih dulu, biar aku belakangan.
Tapi sekarang kalian takut menjadi perintis jalan, maka boleh
aku menjadi pembuka buat kalian. Nah, dengarkanlah Tuan
Putri namaku Pau Put-tong. sudah punya anak dan beristri,
yang kuharap hanya melihat muka Tuan Putri yang cantik lain
tidak."
"Pau-siangsing ternyata seorang yang suka berterus
terang," kata si dayang, "Sekarang dengarkan ketiga soal yang
hendak ditanyakan Tuan Putri, ini pertanyaan pertama :
Selama hidup Pau-siansing tentu pernah merasakan sesuatu
yang paling gembira dan bahagia, Nah di manakah Pausiansing
pernah merasakan saat-saat yang paling gembira dan
bahagia itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pau Put-tong berpikir sejenak, lalu menjawab, "Di dalam
sebuah kolam, di situ aku mandi sepuas-puasnya bersama
jantung hatiku, sungguh aku merasa sangat gembira dan
bahagia, Nah, Puas dan apakah jawabanku ini tepat?"
"Tepat atau tidak bergantung pada keputusan Tuan Putri
nanti,” kata si dayang. "Sekarang pertanyaan kedua : Selama
hidup Pau-siansing ini. siapakah orang yang paling kau cintai?"
"Namanya Pau Put-cing," sahut Pu-tong tanpa pikir.
"Dan pertanyaan ketiga : Bagaimana wajah orang yang
paling dicintai Pau-singsing itu?" Tanya si dayang.
"Wajahnya sungguh istimewa," sahut Put-tong. "Dia baru
berumur tiga tahun, matanya satu besar, satu kecil, hidungnya
pesek, kupingnya lebar, kalau diberi perintah ia
membangkang. Bila kusuruh dia tertawa, eh malah dia
menangis dan sekali menangis sedikitnya tiga jam lamanya.
Dia bukan lain adalah putri pertama hatiku Pau Put-cing!”
Semua orang tertawa ngakak, begitu pula si dayang
terpingkal-pingkal geli. Mereka merasa jawaban Pau Put-tong
itu sungguh sangat jujur dan terus terang.
Lalu si dayang berkata. "Pau-siansing silahkan tungggu di
samping dulu. Sekarang silakan orang kedua."
Karena buru-buru ingin berkumpul kembali dengan Giokyan,
maka Toan Ki mendahului maju, ia membungkuk tubuh
memberi salam, lalu berkata, "Caihe Toan Ki dari Tayli,
dengan ini menyampaikan salam hormat kepada Kongcu, Atas
penyambutan dan pelayanan yang telah kuterima dengan
jalan ini pula kusampaíkan terima kasih."
"O, kiranya putra mahkota dari Tayli, harap Yang Mulia
jangan sungkan-sungkan, bahkan kalau ada pelayanan yang
kurang sempurna diharap yang Mulia suka memaafkan," kata
si dayang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah. Cici tidak perlu rendah hati, " sahut Toan Ki. "Apabila
hari ini Tuan Putri tiada tempo senggang, boleh juga
pertemuan ini ditunda sampai lain hari."
"Karena Yang Mulia sudah ikut hadir di sini maka silakan
juga menjawab ketiga pertanyaan tadi," demikian kata si
dayang. "Nah, pertanyaanpertama itu ialah : Di manakah
selama hidup Yang Mulia ini merasa paling gembira dan
bahagia?"
Tanpa pikir Toan Ki menjawab, "Di dalam lumpur sebuah
sumur kering."
Seketika bergemuruhlah gelak-tawa orang banyak. Toan Ki
juga tidak memberi penjelasan lebih lanjut, hanya Buyung Hok
saja yang tahu sebab apa pemuda itu merasa senang dan
bahagia di dalam sumur kering.
Maka terdengar ejekan seorang dengan suara bisik-bisik
kepada kawannya, "Apa barangkali dia seekor halus atau
bekicot makanya merasa senang di dalam Lumpur?”
Dalam pada itu dengan menahan rasa gelí si dayang
bertanya pula, "Dan selama hidup Pángeran siapakah yang
paling engkau cintai, siapakah namanya?”
Baru Toan Ki hendak menjawab, sekonyong-konyong kedua
belah tangan bajunya terasa dijawab orang. Darì sebelah
kanan Pah Thian-sik mengisiknya, "Jawablah ayahanda!"
Sedang Cu Tan-sin juga memberi nasehat dengan lirih di
sebelah lain, "katakan ibunda!"
Rupanya kedua "punakawan" itu merasa jawaban Toan Ki
yang pertama tadi terlalu menyimpang, maka kuatir jawaban
kedua ini akan di tertawai lagì oleh orang banyak. Padahal
kedatangannya ini adalah untuk melamar putri Se He, kalau
sekarang Toan Ki mengaku selama hidupnya telah mencintai
seorang nona lain, pasti runyam maksud tujuan kedatangan
mereka ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebab itülah yang satu menganjurkan menjawab bahwa
orang yang saling dicintai adalah ayahanda, seorang lelaki
harus setia kepada, raja dan berbäkti kepada ayah, inilah jalan
pikiran Pah Thian sik. Sebaliknya Cu Tan-sin menyuruh Toan
Ki menjawab orang yang paling dicintai adalah ibunda,
seorang anak harus cinta pada sang ibu, lnilah jalan pikiran
kaum sastrawan sebagai Cu Tan-sin.
Toan Ki sendiri mestinya akan menjawab bahwa orang
yang paling dicintainya adalah Ong Giok-yan, tapi Thian-sik
dan Tan-sin keburu menjawabnya sehingga Toan Ki urung
membuka mulut. Segera teringat olehnya bahwa dirinya
adalah putra mahkota kerajaan Tayli yang setiap gerak-gerik
dan tutur-katanya menyangkut kehormatan negara. Sebab
itulah ia lantas memuruti nasehat kedua abdi pengiringnya
dan menjawab, "Orang yang paling kucintai sudah tentu
adalah ayah-bundaku.”
Lalu si dayang bertanya pula, "Dan bagaimana dengan
wajah ayah-bunda Yang Mulia? Apakah mirip dengan
engkau?"
"Ayahku bermuka lebar, beralis tebal dan bermata besar,
sikapnya gagah" baru sampai di sini mendadak ia tertegun.
Baru sekarang ia merasa muka sendiri kiranya tidak mirip sang
ayah, tapi lebih mamper sang ibu. Hal ini sebelumnya tidak
pernah terpikir olehnya.
Melihat ucapan Toan Ki berhenti ditengah jalan, si dayang
merasa Pangeran itu sudah selesai, tidak enak menguraikan
muka ibunya yang berkedudukan sebagai permaisuri Tin-lamong
yang diagungkan itu di depan orang banyak. Maka ia pun
tidak Tanya lebih jauh, ia hanya mengucapkan terima kasih
atas jawaban Toan Ki dan mohon dia mengaso ke samping.
Di sebelah sana pangeran cong-can menjadi iri ketika
melihat sikap s i dayang yang sampai menghormati Toan Ki itu.
Pikirnya, "Kamu adalah pangeran, aku pun pangeran. Negeri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Turfan kami jauh lebih besar dan kuat daripada negerimu,
masakah kamu bisa lebih unggul dari padaku?”
Karena pikíran itu, segera ia melangkah maju dan berkata,
"Pangeran Cong-can dari Turfan mohon bertemu dengan
Tuan-Putri."
"Atas kehadiran Yang Mulia sungguh selaku anggota
kerajaan kami merasa mendapat kehormatan besar.” Kata si
dayang sambil memberi hormat, "Sekarang Yang Mulia
disilahkan juga menjawab ketiga pertanyaan itu.”
Cong-can adalah orang kasar dan tidak suka berliku-liku,
dengan tertawa ia berkata, "Ketiga pertanyaan Tuan Putri itu
sudah kudengar, maka tidak perlu kau Tanya lagi satu per
satu, biarlah kujawab sekaligus saja. Nah selama hidupku ini
tempat yang membikin aku paling senang dan bahagia adalah
kelak bila aku telah menjadi Huma, di kamar pengantin pada
malam pertama itulah tempatnya. Adapun orang yang paling
kuciantai selama hidup ini adalah Bon-gi Kongcu, sudah tentu
dia she Li, sedangkan namanya aku tidak tahu, sesudah
menjadi istriku tentu akan dia beritahukan padaku. Tentang
mukanya sudah tentu dia secantik bidadari. Haha, tepat tidak
ketiga jawabanku ini.”
Sebagian besar hadirin itu sesungguhnya mempunyai
pendapat yang sama seperti jawaban pangeran Cong-can itu.
Sekarang Cong-can telah memberi jawaban lebih dulu, maka
diam-diam mereka sangat menyesal tidak sejak tadi-tadi minta
diuji dan memberi jawaban seperti itu. Kalau sekarang
menjawab lagi serupa tentu diolok-olok orang lalu sebagai
penjiplak.
Begitulah Siau Hong telah mengikuti ujian dari si dayang
terhadap orang banyak itu satu persatu, sampai akhirnya ia
merasa bosan. Coba kalau tidak ingin tahu bagaimana hasil
sayembara itu tentu sejak tadi sudah ia tinggal pergi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tengah Siau Hong merasa kesal, tiba-tiba terdengar suara
Buyung Hok berkata. "Caihe Buyung Hok dari Koh-soh dengan
hormat menyampaikan salam kepada Tuan Putri.”
"O, kiranya Buyung-kongcu yang tersohor dengan Ih-pi-cito
dan hoan-si-pi-sin itu, biarpun selama ini hamba berada
dalam keraton, sering juga kudengar nama kebesaran
Buyung-kongcu," demikian puji si dayang.
Diam-diam Buyung Hok merasa senang dan bangga, kalau
dayang itu kenal namanya, dengan sendirinya Tuan Putrinya
juga mengenalnya, bisa jadi mereka sering membicarakan
dirinya. Karena itu, ia menjawab dengan kata-kata yang
rendah hati.
Lalu si dayang berkata pula, "Meski negeri Se He
tempatnya terpencil, sering juga kami dengar tentang 'Pak
Kiau Hong dan Lam Buyung' yang tersohor. Konon Pak Kiau
Hong sekarang sedang berganti she Siau dan menduduki
jabatan tinggi di negeri Liau, entah hal ini betul atau tidak?"
"Ya, memang betul," sahut Buyung Hok. Padahal dia tahu
Siau Hong juga ikut hadir di situ, tapi dia sengaja tak mau
mengatakan.
"Nama Buyung-kongcu sejajar dengan Siau-taihiap, tentu
kalián adalah kenalan baik, entah bagaimana potongan Siautaihiap
itu? Ilmu silatnya kalau dibandingkan Buyung-kongcu
kira-kira siapa yang lebih unggul?" demikian si dayang
bertanya lagi.
Keruan pertanyaan ini membuat Buyung Hok merah
mukanya. Dia pernah bertempur melawan Siau Hong dan
kalah tinggi ilmu silatnya, hal ini telah dilihat orang banyak,
sekarang kalau dia mengakui kenyataan itu tentu dia akan
ditertawai oleh ksatria-ksatria seluruh jagat.
Tapi dasar jiwa Buyung Hok memang agak sempit, dia
tetap tidak rela mengakui keunggulan Siau hong, maka ia
menjadi dadaran dan menjawab, "Apakah pertanyaan nona ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
termasuk ketiga pertanyaan yang hendak diujikan oleh Tuan
Putri?”
"O, tidak, harap maaf," sahut dayang itu cepat, "Soalnya
sudah lama hamba dengar nama kebesaran Siau-taihiap,
saking kagumnya maka hamba mengajukan pertanyaan ini."
"Siau-taihiap saat ini juga berada di sini, bila perlu nona
boleh langsung tanyakan padanya saja,” kata Buyung Hok.
Keterangan ini membuat suasana ruangan itu menjadi
gempar seketika. Maklum nama Siau Hong sangat termasyur
dan disegani oleh setiap orang persilatan.
Agaknya si dayang juga terpengaruh, katanya dengan
suara agak gemetar, "Oo, kiranya Siau-täihiap juga sudi
berkunjung kemari, karena sebelumnya tidak tahu, maka
sudilah memaafkan bila ada penyambutan yang kurang
sempurna,"
Tapi Siau Hong hanya mendengus saja dan tidak
menjawab.
Mendengar nada si dayang jauh lebih hormat kepada Siau
Hong daripada dia, diam-diam Buyung Hok menjädi kuatir,
"Wah, Siau Hong itu pun belum beristri, dia menjabat Lam-ih
Tai-ong kerajaan Liau dan memegang kekuasaan militer yang
besar, terang aku yang tak punya apa-apa ini bukan
bandingannya. Bila putri Se He penujui dia, Wah, bi ... bisa
runyam ini!"
Dalam pada itu terdengar si dayang sedang berkata,
"Biarlah hamba tanya dulu pada Buyung-kongcu, harap Siautäihiap
suka menunggu untuk sementara, maaf."
Begitulah sesudah minta maaf dengan kata-kata yang
merendah, lalu dayang itu tanya Buyung Hok, "Nah,
pertanyaan pertama adalah di tempat manakah Buyungkongcu
merasa paling senang dan bahagia selama hidup ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pertanyaan ini jelas sudah didengar Buyung Hok sejak tadi,
tapi sekarang demi ia sendiri yang ditanya, seketika ia jadi
melongo dan sukar menjawab.
Selama hidup Buyung-Hok boleh dikata senantiasa giat
berusaha membangun kembali kerajaan Yan dan tidak pernah
mengalami waktu senang dan bahagia. Maka dengan tertegun
sejenak, akhirnya ia menjawab, "Untuk merasa benar-benar
senang dan bahagia, bagiku adalah pada masa yang akan
datang dan tidak terjadi pada waktu yang lalu."
Si dayang melengak. Ia mengira Buyung Hok akan
menjawab seperti pangeran Cong-can dan lain-lain dengan
mengatakan akan merasa senang dan bahagia bila dapat
mempersunting sang putri. Tak terduga Buyung Hok
menjawab sedikit samar-samar dengan melambangkan bahwa
rasa senang dan bahagianya adalah kelak bila dia sudah naik
tahta menjadi raja Yan yang jaya.
Begitulah dengan tersenyum lalu si dayang bertanya pula.
"Dan siapakah orang yang paling dícintai Buyung-kongcu
selama hidup ini?”
Buyung Hok menghela napas, sahutnya, "Tidak ada, aku
tidak pernah mencintai s iapapun.”
"Jika begitu, maka pertanyaan ketiga tidak perlu lagi," ujar
si dayang.
"Kuharap setelah bertemu dengan Tuan Putrimu akan
dapat kuberi jawaban pertanyaan kedua dan ketiga ini,” ujar
buyung Hok.
"Baiklah silahkan Buyung Hok mengaso dulu ke sampíng,"
kata si dayang "Sekarang Siau-taihiap pun hadir di sini, maka
maafkan bila hamba juga mengajukan ketiga pertanyaan ini."
Tapi meski dia mengulangi lagi ucapannya tetap tidak
terdengar jawaban Siau-Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Toako kami sudah pergi, harap nona jangan marah." Tibatiba
Hi-tiok berkata.
"O Siau-taihiap sudah pergi?" si dayang menegas dengan
terkejüt.
Kiranya setelah mengikuti ketiga pertanyaan Bun-gi Kongcu
itu, Siau-Hong menduga di balik pertanyaan itu tentu
mempunyai makna yang dalam, yang terang putri se He
itutiada maksud jahat hendak membikin susah para tamunya.
Ia menjadi teringat kepada A Cu sehingga berduka. Ia pikir
bila ketiga pertanyaan putri Se He itu juga diajukan
kepadanya, maka sukarlah baginya untuk membeberkan
rahasia perasaannya di depan orang banyak. Karena itu
segera ia keluar ruang batu tanpa diketahui orang lain.
"Entah sebab apa Siau-taihiap mengundurkan diri dari sini?
Apakah karena marah kepada perlakuan kami yang kurang
hormat ini?" tanya si dayang.
"Toako kami bukanlah orang yang berjiwa kerdil," ujar Hitiok,
"Kukira beliau takkan marah kepada kalian. Ya, aku
menduga dia ketagihan arak, maka kembali ke ruangan depan
sana untuk minum sepuasnya."
"Benar juga. Sudah lama Siau-taihiap tersohor sebagai jago
minum arak yang tiada bandinganya di s ini tidak tersedia arak
yang baik, pantas Siau-taihiap kurang senang. Diharap anda
suka menyampaikan rasa penyesalan Tuan putri kami bila
bertemu dengan Siau-taihiap."
Dayang ini ternyata pandai bicara dan pintar melayani
tamu, jauh berbeda daripada dayang yang menyambut
mereka dengan malu-malu tadi.
Dalam pada itu si dayang bertanya lagi, "Dan siapakah
nama tuan yang terhormat?"
"Aku? O ... aku ... aku bergelar Hi-tiok!" katanya dengan
gugup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di manakah Hi-tiok Siansing merasa paling senang dan
bahagia?" tanya si dayang.
Hi-tiok menghela napas pelahan, sahutnya, "Ah, tempat itu
adalah sebuah gudang es yang gelap gulita."
Baru dia mengatakan "gudang es", tiba-tiba terdengar
suara kaget tertahan seorang wanita, menyusul terdengar
suara nyaring pecahnya cangkir yang jatuh ke lantai.
"Dan siapakah nama orang yang paling di cintai tuan
selama hidup ini?" kembali s i dayang menanya.
"Aku ... aku tidak tahu siapa nama nona itu," sahut Hi-tiok.
Seketika bergemuruhlah gelak-tawa orang banyak. Mereka
semua pikir apakah orang ini agak sinting, masakah tidak
kenal nama si nona lantas jatuh cinta?
Tapi dayang berkata. "Tidak kenal nama nona itu, hal ini
pun tidak perlu diherankan. Banyak juga cerita kuno yang
mengatakan seorang pemuda jatuh cinta kepada bidadari
yang turun dari kayangan dan dengan sendirinya tidak kenal
siapa namanya. Nah. Hi-tiok Siansing, apakah wajah nona
kekasihmu itu juga secantik bidadari?"
"Bagaimana mukanya, selama hidupku ini pun tidak pernah
melihatnya."
Keruan suara gelak-tawa seketika menggelegar lagi
menggema ruangan batu itu. Semuanya menganggap ucapan
Hi-tiok itu benar-benar sesuatu yang paling menggelikan di
dunia ini. Ada juga yang menganggap Hi-tiok sengaja
membadut.
Di tengah suara tertawa ramai itu tiba-tiba terdengar suara
seorang wanita bertanya kepada Hi-tiok dengan perlahan,
"Apakah engkau ini .... 'Kakanda dalam impian'?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah, apakah ... apakah engkau 'Dewikz Impian?' O,
sungguh aku sangat merindukan dikau!" sahut Hi-tiok dengan
terkejut, suaranya sampai gemetar.
Terus saja ia mengulur tangan dan melangkah ke depan,
terendus bau hàrum yang memabukkan sebuah tangan yang
halus hangat terus menggenggam tanganya, lalu suara
seorang yang sudah sangat dikenalnya membisiki dia, "O,
Kakanda impianku, justru karena ingin mencari engkau, maka
aku mohon ayah baginda mengeluarkan maklumat tentang
sayembara pemilihan Huma untuk memancing kedatanganmu
ini."
"Hah, Jadi engkau ini putri .... "
"Ya, marilah kita bicara di dalam saja. O, Kakanda
impianku, sudah lama sekali, siang dan malam senantiasa
kuharap akan tiba saatnya seperti sekarang ini ... "
Begitulah ditengah suara gelak tawa orang banyak yang
belum berhenti itu sepasang kekasih itu diam-diam
menyelinap ke ruang dalam dengan tangan bergandengan
tangan tanpa diketahui oleh siapa pun.
Sedang si dayang masih terus mengajukan ketiga
pertanyaan tadi kepada para tamu, sampai semua orang
selesai diuji, lalu ia berkata, "Sekarang silahkan hadirin
kembali ke ruangdepan untuk minum lagi dan lukisan-lukisan
sebagai tanda mata akan segera dikirim ke sana agar tuantuan
dapat memilihnya sendiri. Apabila tuan Putri ingin
bertemu dengan siapa dengan sendirinya beliau akan
menyampaikan undangannya.”
Dalam keadaan masih gelap gulita segera banyak di antara
hadirin itu berteriak-teriak, "Tidak, kami ingin melihat Tuan
Putrimu! Ya, sekarang juga! Mengapa kami disuruh kian
kemari, bukankah sengaja menpermainkan orang?"
"Sudahlah tuan-tuan," kata si dayang. "Kukira lebih baik
tuan-tuan menunggu dulu di ruangan depan sana, kenapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mesti ribut-ribut, kalau sampai Tuan Putri marah, bukankah
urusan bisa runyam?"
Rupanya ucapan terakhir itu sangat mujarab, seketika
semua orang tenang kembali dan terpaksa keluar dari kamar
batu itu. Di luar cahaya obor terang benderang menerangi
sepanjang jalan, akhirnya semua orang kembali lagi ke ruang
permulaan tadi untuk minum teh.
Sesudah berdampingan kembali dengan Giok-yan, lalu Toan
Ki menceritakan ketiga pertanyaan yang diajukan oleh putri Se
He itu. Ketika mendengar Toan Ki memberi jawaban bahwa
tempat yang membuatnya paling senang dan bahagia selama
hidup ini adalah di dalam lumpur sumur kering itu. Giok-yan
menjadi geli den tertawa ngikik. Katanya dengan muka
kemerah-merahan, "Ya, aku pun serupa engkau."
Tidak beberapa lama, seorang Thaikam membawa keluar
sepondong güluñgan lukisan dan menyilakan para tamunya
masing-masing memilih sebuah.
Para tamu itu sedang menanti dengan tidak sabar akan di
temui putri cantik atau tidak, sudah tentu mereka tidak
memikirkan tentang lukisan apa segala. Maka dengan bebas
Toan Ki dapat memilih lukisan "si cantik sedang menyulam"
itu.
Begìtulah, ia lantas membentang lukisan itu dan
menikmatikeindahannya bersama Giok-yan. Mendadak teringat
olehnya bahwa Hi-tiok juga memiliki sebuah lukisan yang
mirip, segera ia hendak minta sang Jiko mengeluarkan
lukisannya untuk dibanding. Tapi meski ia melongok ke sana
dan ke sini, di ruangan itu ternyata tidak kelihatan bayangan
Hi-tiok.
"Jiko! Jiko!" ia coba berseru memanggil, tetap tiada orang
menyahut. Diam-diam Toan Ki heran ia pikir apakah sang Jiko
sudah pergi bersama Siau-toako atau karena mengalami
sesuatu?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tengah Toan Ki merasa kuatir, tiba-tiba seorang dayang
cantik mendekatinya dan berkata, "Hi tiok Siansing mengirim
surat untuk Yang Mulia.”
Sembari bicara ia pun menyodorkan sehelai kertas surat
yang indah dan terlipat.
Waktu Toan Ki membuka lipatan surat itu, segera
hidungnya mengendus bau harum semerbak. Ia lihat surat itu
tertulis:
Samte,
"Aku sangat senang, senang sekali, sungguh bahagia tak
terkatakan. Maaf telah sia-siakan perjalananmu ini, terpaksa
mesti mengecewakan pesan paman pula, habis apa daya,
tiada jalan lain.”
Toan Ki tahu sang Jiko bekas hwesio itu tidak banyak
bersekolah, dalam hal tulis menulis memang kurang mahir.
Tapi surat ini benar-benar tak keruan juntrungannya, entah
apa yang dimaksudkan "senang dan bahagia" itu. Maka Toan
Ki hanya termangu-mangu memegangi surat itu.
Di sebelah sana pangeran Cong-can menjadi cemburu
ketika melihat seorang dayang cantik menyerahkan secarik
surat kepada Toan Ki, pikirnya. "Kurang ajar, ternyata benar
putri cantik itu telah kau serobot lebih dulu. Hm, tidak bisa!"
Segera ia menggertak sekali terus menubruk maju ke arah
Toan Ki.
Begitulah sampai di depan Toan Ki, secepat kilat kertas
surat yang dipegang Toan Ki terus direbutnya, berbareng
kepalan kanan terus menggenjot dada pemuda itu.
Saat itu Toan Ki sedang menyelami apa arti bunyi surat Hitiok,
maka sama sekali ia tidak tahu menghindar ketika
pukulan Cong-can tiba. Apalagi serangan Cong-can itu secepat
kilat, andaikan hendak berkelit juga tidak keburu lagi. Maka
terdengar suara "bluk, brak, aduuuhh!" berturut-turut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kontan tubuh pangeran Cong-can terpental sampai
beberapa meter jauhnya dan terbantlng di atas sebuah meja,
meja ambruk, cawan pecah berantakan dan Cong-can sendiri
berteriak kesakitan.
Dasar orang kasar, biarpun masih rebah telentang, terus
saja ia bentang surat yang di rebutnya dari Toan Ki dan
segera díbaca dengan suara keras, "Aku sangat senang,
senang sekali, bahagia tak terkatakan .... "
Padahal dengan jelas-jemelas semua orang melihat dia
terpental dan terbanting sampaí menjerit kesakitan, mengapa
sekarang malah berseru, "Sangat senang dan bahagia"?
Karuan semua orang melongo terheran-heran.
Melihat Toan Ki kena pukul, segera Giok-yan mendekati dan
bertanya, "Apakah sakit dan terluka?"
"Tidak, tidak apa-apa.” sahut Toan Ki. "Aku menerima
sepucuk surat dari jiko, rupanya pangeran Turfan ini salah
paham dan menyangka putri Se He mengundang aku untuk
berjumpa dengan dia."
Melihat Cukong mereka terjungkal, terentak para jago
Turfan ikut menerjang maju, ada yang membangunkan Congcan,
banyak pula yang mengelilingi Toan Ki dan hendak
melabraknya.
"Kita tidak perlu lama-lama tinggal di tempat begini,
marilah kita pulang saja," kata Toan Ki kepada kawankawannya.
"Nanti dulu, Kongcu, urusan masih belum selesai, kenapa
terburu-buru. " ujar Pah Thian-sik.
"Ya, di dalam istana Se He ini masakah kita jeri kepada
orang Turfan!” kata Tan-sin. "Bolah jadi sebentar lagi Kongcu
akan ditemui putri cantik, kalau kita tinggal pergi begini saja
bukankah sangat kurang sopan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah kedua orang membujuk Toan Ki agar tinggal lagi
di situ untuk sementara waktu. Benar juga, dari dalam telah
keluar dua-tiga jago It-bin tong dan membentak agar orangorang
Turfan itu jangan sembarangan bertindak sendirisendiri.
Di sana Cong-can juga sudah merangkak bangun, karena
melihat surat itu bukan berasal dari Bun-gi kongcu yang
mengundang Toan Ki, rasa gusarnya manjadi reda.
Dalam pada itu tiba-tiba tampak Boh Wan-jing menggapai
tangan pada Toan Ki sambil memperlihatkan sehelai kertas.
Toan Ki menggangguk, lalu mendekatinya untuk menerima
kertas itu.
Bok Wan-jing dalam penyamaran sebagai Toan Ki dan
bercämpur di antara orang banyak sehingga orang lain tidak
memperhatikan dia. Sekarang pangeran Cong-can sedang
mengawasi gerak-gerik Toan Ki, demi melihat Bok Wan-jing,
segera dapat diketahuinya dandanan kedua orang itu serupa
sekilas pandang tampaknya sangat mirip. Keruan ia terkejut.
Lalu dilihatnya pula Toan Ki menerima sürat dari Bok Wan-jing
dan dibaca, air mukanya tampak aneh. Diam-diam Cong-can
curiga lagi. Ia pikir surat itu pasti kiriman Bun-gi Köngcu.
Segera ia membentak, "Satu kali kau dapat mengelabui aku,
jangan lagi mengira dapat menipu aku untuk kedua kalinya!"
Habis itu kembali ia mengeruduk maju lagi dan sekaligus
surat yang dipegang Toan Ki di rebutnya pula.
Ia sudah kapok dan tak berani menghantam Toan Ki lagi.
Namun sebagai gantinya segera ia gunakan kedua kakinya
untuk menendang perut Toan Ki secara berantai,
tendangannya cepat, caranya ganas pula.
Tak terduga tempat yang dia tendang itu justru adalah
pusat himpunan tenaga murni Toan Ki, tanpa bergerak juga
segera tenaga dalamnya timbul reaksi sendiri, Maka betapa
cepat dan kuatnya tendangan Cong-can segera menimbulkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tenaga pentalan yang sama cepat dan sama kuatnya. Kontan
terdengar suara gedebukan dibarengi dengan suara jeritan,
tubuh Cong-can terpental balik dan melayang lewat di atas
kepala belasan orang, lalu menumbuk beberapa buah meja
dan akhirnya terbanting ke bawah.
Untung kulit daging pangeran Turfan itu cukup kasar lagi
tebal. Toan Ki juga tidak sengaja hendak melukai dia, mana
jatuhnya itu walaupun agak berat, namun tidak sampai
mengalami cidera.
Dan begitu tubuh Cong-can menggeletak di lantai, segera
ia bentang surat yang dia rebut itu dan dibacanya pula dengan
suara keras, "Ada orang lihai hendak membunuh ayahmu
juga. Lekas pergi menolongnya."
Keruan semua orang dibuat bingung pula mengapa Congcan
menyatakan "Ayahku berarti ayahmu juga?" Apa mungkin
pangeran Turfan dan pangeran Tayli dialirkan tunggal ayah?
Sebaliknya Toan Ki, Pah Thian-sik dan Cu Tan-sin Cukup
jelas akan isi surat itu. Surat itu ditulis oleh Bok Wan-jing,
maka apa yang dikatakan, "Ayahku adalah ayahmu" itu
dengan sendirinya yang dimaksud ialah Toan cing-sun.
Begitulah, maka mereka lantas mengelilingi Wan-jing untuk
tanya soalnya.
Tutur Wan-jing, "Tidak lama sesudah kalian masuk ke
dalam, segera Bwe-kian dan Lam-kiam masuk kemari memberi
laporan sesuatu kepada Hi-tiok Siansing, tapi karena tidak
menemui majikan mereka, maka mereka memberitahukan
padaku bahwa mereka mendapat berita ada beberapa orang
lihai telah mengatur jebakan hendak membikin susah ayah.
Jebakan itu diatur di sepanjang jalan di sekitar Sujwan Selatan
yang merupakan jalan yang harus dilalui ayah bila hendak
pulang ke Tayli. Sekarang orang-orang Leng-ciu-kiong telah
disebarkan untuk menyusul ayah dan memperingatkannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
agar waspada, berbareng mereka pun menyampaikan berita
kesini.”
"Dan di manakah enci Bwe-kiam dan Lam-kiam?" tanya
Toan Ki dengan kuatir.
"Hm, dalam pandanganmu hanya tertampak nona Ong
seorang saja orang lain masakah kelihatan olehmu?” sahut
Wan jing. "Tadi mestinya mereka ingin bicara denganmu, tapi
beberapa kali dipanggil engkau diam saja, entah engkau
sengaja tidak menggubris atau benar-benar tidak melihat
mereka."
"Aku ... aku benar-benar tidak mengetahui kedatangan
mereka," kata Toan Ki dengan muka merah.
"Dan sekarang mereka sudah pergi mencari Hi-tiok Jiko dan
tidak menunggumu lagi," tutur Wan-jing "Mestinya aku
hendak memanggilmu, tapi kuatir tak kau gubris, terpaksa aku
menulis secarik surat dan disampaikan padamu."
Toan Ki jadi menyesal dan gegetun pula. Ia tahu
perhatiannya sendiri sedari tadi memang ditumplekkan atas
diri Giok-yan seorang, biarpun saat itu langit ambruk mungkin
juga tak di gubrisnya. Maka tentang datangnya Bwe-kiam
berdua dan teguran Bok Wan-jing tentu tak terdengar
olehnya.
Segera ia minta nasehat pada Thian-sik dan Tan-sin,
"Bagaimana pendapat para paman? Apakah kita harus
menyusul ayah sekarang juga?"
"Ya, harus demikian," sahut Thian-sik berdua. Mereka
anggap keselamatan Tin-lam-ong juga lebih penting daripada
urusan lain, apakah Toan Ki berhasil menjadi Huma kerajaan
Se He atau tidak terpaksa mesti dikesampingkan dulu.
Begitulah mereka lantas tinggalkan istana itu. Toan Ki dan
Giok-yan kembali ke pondok untuk menemui Ciong Ling, lalu
bebenah seperlunya untuk berangkat bersama.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedang Pah Thian-sik pergi mohon diri kepada Le-poh
Siang bahwa pangeran mahkota harus segera pulang, karena
waktu tidak mengizinkan, maka menteri itu diminta
menyampaikan pamit mereka kepada Sri Baginda.
Sesudah urusan selesai segera Thian-sik dan Tan-sin
menyusulToan Ki berdua, kira-kira dua-tiga puluh li di selatan
Lengciu barulah mereka bergabung.
Rombongan mereka terus menuju ke selatan tanpa
berhenti. Sepanjang jalan berulang-ulang mereka menerima
berita dari anak buah Leng-ciu-kiong yang mengabarkan
bahwa rombongan Tin-Lam-ong sedang menuju ke selatan.
Berita lain mengatakan Tin-Lam-Ong berada bersama dua
wanita. Kedua wanita ini pernah saling labrak di kota Ciong
kwan dan ternyata sama kuatnya, syukur dapat dilerai oleh
Tin-Lam-Ong.
Toan Ki tahu bahwa kedua wanita itu yang satu adalah Cin
Ang-bian, ibu Bok Wan-jing, dan yang lain adalah Wi s ing-tiok,
ibunya A Cu dan A Ci.
Bicara tentang ilmu silat agaknya Cin ang-bian lebih unggul,
tapi bicara tentang kecerdikan harus diakui Wi Sing-tiok lebih
unggul. Namun ayah bagindanya yang melerai mereka tentu
segala urusan dapat didamaikan.
Benar juga. Berita menyusul dari anak buah Leng-ciu-kiong
mengatakan bahwa sekarang kedua nyonya itu sudah damai
kembali dan sedang makan minum di suatu restoran bersama
Tin lam-ong. Anak buah Hian thian poh telah memberi isyarat
dan memperingatkan ada musuh di tengah jalan yang hendak
menjebaknya.
Dalam perjalanan Toan Ki juga bertukar pikiran dengan
Thian sik dan Tan-sin, mereka merasa musuh Tin-lan-ong
yang paling lihai selain Toan Yan khing, itu kepala dari Su ok,
rasanya tidak orang lain lagi?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Teringat pada Toan Yan-khing, mau-tak-mau mereka
merasa kuatir. Ilmu Toan Yan-khing sangat tinggi, di seluruh
negeri Tayli hanya Po ting-to seorang saja yang mampu
melawannya, kalau di tengah jalan Tin-Lam-ong sampai
masuk perangkapnya tentu celaka. Tapi apa daya, terpaksa
mereka mempercepat perjalanan untuk menyusul rombongan
Tin-Lam-ong, jika dapat bergabung tentu akan dapat
membantunya untuk melawan Toan Yan-khing.
"Begitu berhadapan dengan Toan Yan-khing, tak perlu
banyak bicara lagí, segera kita menyerubut durjana itu, biarlah
kita mengeroyoknya beramai-ramai, jangan lagi seperti di tepi
telaga tempo hari dan membiarkan dia satu melawan satu
dengan Ongya,” ujar Thian-sik.
"Benar," sahut Tan sin. "Kita berdua ditambah Toankongcu,
nona Bok, nona Ong dan nona Ciong, ada lagi Ongya
sendiri dengan Hoa-toako. Tang-jiko dan lain-lain, mustahil
kita sebanyak ini tidak dapat mengalahkan durjana yang maha
jahat itu?"
"Ya, dengan durjana itu kukira memang tidak perlu bicara
tata cara dunia persilatan lagi, " kata Toan Ki.
Segera mereka mempercepat perjalanan. Ketika hampir
dekat dengan kota Congciu, tiba-tiba terlihat dua penunggang
kuda sedang mendatang secepat terbang. Sesudah dekat
kedua penunggang wanita melompat turun dan berseru,
"Anak buah Hian-thian-poh dari Leng-ciu-kiong menyampaikan
salam hormat kapada Toan-kongcu dari Tayli."
Cepat Toan Ki melompat turun dari kudanya dan
menjawab. "Banyak terima kasih àtas bantuan para Cici,
silakan bangun! Apakah kalian telah melihat ayahku?"
"Lapor Kongcu,"demikian wanita yang lebih tua di sebelah
kanan membuka suara, "sesudah Tin-Lam-ong mendapat
isyarat peringatan kami, rombongan beliau sudah ganti haluan
dan menuju ke arah timur, katanya akan berputar untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian membelok kembali ke Tayli, dengan demikian
supaya musuh kecelik."
Maka legalah hati Toan Ki, katanya dengan girang, "Bagus!
Memangnya buat apa ayah mau bertempur dengan jahanam
itu. Selamat paling perlu dan bukan karena jeri pada mereka.
Dan apakah kedua Cici mengetahui siapakah musuh yang
hendak mencegat ayah-ibu? Berita kalian ini bermula didapat
dari mana?”
"Mula-mula nona Bwe-kiam mendengar cerita dari seorang
nona," demikian tutur wanita tadi. "Katanya nona itu bernama
A Pik apa, katanya murid perempuan dari murid keponakan
majikan kami .... "
"Ah, kiranya A Pik," seru Giok-yan.
"O, kiranya nona A Pik, aku kenal dia, Asalnya dia adalah
pelayan Buyung-kongcu," kata Toan Ki.
"Benarlah jika demikian," kata si wanita tadi, "Menurut
nona Bwe-kiam, katanya usia nona A Pik itu sebaya dengan
dia, pula sesama orang Leng-ciu-kiong, maka keduanya
sangat cocok. Menurut nona A Pik di tengah jalan dia
mendapat kabar, ada seorang tokoh yang sangat lihai hendak
mengganggu Toan-ongya. Nona A Pik mengaku kenal baik
Toan-kongcu, dahulu Kongcu sangat ramah padanya, maka
sekarang dia sengaja dating buat menyampaikan berita itu.”
Toan Ki menjadi teringat kejadian dahulu waktu pertama
kali bertemu dengan A Pik justru dengan perantaraan A Pik
dan A Cu dia dapat berkenalan dengan Giok-yan. Siapa duga
sekali ini A Pik kembali menyampaikan berita penting pula
padanya, seketika timbul rasa terima kasihnya yang tak
terhingga.
"Dan di manakah nona A Pìk sekarang?” tanya Toan Ki.
"Hamba tidak tahu." sahut wanita setengah umur tadi.
"Tapi menurut nona Bwe-kiam, agaknya lawan Toan-ongya itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang sangat lihai, untuk itu kongcu perlu lebih waspada
hendaknya.”
Sesudah Toan Ki mengucapkan terima kasih, lalu kedua
wanita Hian-thian-poh mencemplak ke atas kuda mereka dan
mendahului pergi.
"Bagaimana pendapatmu. Pah-pekhu (paman)?" tanya
Toan Ki.
"Jika Ongya sudah berputar ke arah timur maka boleh kita
langsung ke selatan, rasanya di sekitar Sengtoh akan dapat
bergabung dengan Ongya," ujar Thian-sik.
"Usul paman memang cocok dengan pikiranku," kata Toan
Ki.
Segera rombongan mereka meneruskan perjalanan ke
selatan, akhirnya sampailah mereka di kota Sengtoh. Suatu
kota yang paling ramai dan makmur di propinsi Sujwan.
Tiga hari lamanya Toan Ki dan kawan-kawan pesìar di kota
itu, tapi tidak nampak Toan Cing-sun atau rombongannya.
Diam-diam Thian-sik dan lain-lain menduga mungkin Tin-Lamong
ditemani dua istri cantik sehingga sepanjang jalan sengaja
pesiar sepuas-puasnya, sebab kalau sudah pulang sampai di
Tayli, tentu tidak dapat lagi hidup bebas dan gembira seperti
sekarang.
Terpaksa Toan Ki dan rombongannya meneruskan
perjalanan ke selatan pula. Selama beberapa hari mereka
tidak menerima berita dari perngintai-pengintai wanita Lengciu-
kiong lagi. Tapi Karena sudah makin dekat dengan wilayah
Tayli maka perasaan mereka pun semakin lega.
Sepanjang jalan Toan Ki merasa gembira ria berdampingan
dengan kekasih yang cantik, tapi ia pun kuatir Bok Wan-jing
akan marah, maka ia tidak berani terlalu dingin terhadap nona
itu, terkadang ia sengaja mengajaknya bicara dan bercanda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wan-jing tahu Toan Ki adalah kakaknya sendiri, di tengah
jalan ia pun memberitahu pada Ciong Ling bahwa dara cilik itu
sebenarnya juga anak Toan Cing-sun. Karena itu kedua orang
lantas berganti sebutan dan saling panggil sebagai kakak dan
adik. Walaupun mereka masih merasa murung bila
menyaksikan betapa kasih-mesranya Toan Ki dan Giok-yan,
tapi lambat-laun rasa duka itu pun berkurang sehingga tak
terasa lagi.
Suatu petang, ketika mereka hampir sampai di kota Yangliu-
tin, mendadak udara mendung, menyusul air hujan lantas
menebas besar-besar. Cepat-cepat mereka larikan kuda ke
depan untuk mencari tempat berteduh.
Setelah membelok ke balik sebuah hutan, tertampaklah di
tepi sungai kecil sana berdiri, beberapa buah rumah tembok.
Toan Ki dan lain-lain merasa girang, cepat mereka menuju
kesana.
Sesudah dekat tertampak di bawah ampar berdiri seorang
tuan sedang memandangi awan mendung yang makin lama
makin tebal dan gelap.
Segera Tan-sin melompat turun dari kudanya, ia memberi
hormat dan menyapa, "Ter¡malah salamku, Lotiang (bapak),
rombongan kami ini kehujanan di tengah jalan, maka ingín
mohon mondok untuk sementara di tempat Lotiang, entah
boleh atau tidak?”
"Boleh, sudah tentu boleh," sahut orang tua itu. "Orang
yang keluar rumah tidak mungkin membawa serta pula
rumah. Tuan tuan dan nona-nona silakan masuk.”
Tan-sin mengucapkan terima kasih. Tapi diam-diam ia
terkesiap ketika melihat kerut mata si orang tua yang tajam
itu, suaranya juga nyaring dan kuat, logatnya tìdak mirip logat
penduduk setempat.
Serentak semua orang masuk ke dalam rumah, lalu Tan sin
menunjuk Toan Ki dan diperkenalkan kepada tuan rumah, "Ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah tuan muda kami Li-kongcu, baru pulang menjenguk
pamili di Sengtoh. Dan saudara itu adalah Ciok-toako, aku
sendiri she Tan. Kalau tidak keberatan, numpang Tanya she
Lotiang yang mulia?"
"O, aku she Keh," sahut si orang tua dengan tertawa,
"Baiklah, silahkan Li-kongcu, Ciok-toako dan nona-nona masuk
ke ruangan dalam untuk minum-minum dulu. Melihat
gelagatnya, mungkín hujan ini takkan reda dalam waktu
singkat."
Mendengar Tan-sin telah memperkenalkan nama palsu,
segera Toan Ki merasa urusan agak ganjil, semua orang lantas
ikut berlaku hati-hati.
Orang tua ¡tu membawa mereka ke sebuah kamar sampìng
yang teratur rapi dan bersih, di dinding terhias beberapa
piguran lukisan, dari kamar itu dapat diduga tuan rumannya
pasti bukan orang kampungan. Tan-sin saling pandang
dengan Thian-sik, mereka tambah was-was.
"Tuan-tuan dan nona-nona s ilahkan duduk, segera kusuruh
membawakan teh," kata si orang tua.
Tan-sin mengucapkan terima kasih. Ketika orang tua itu
melangkah keluar, seketika ia merapatkan pintu kamar.
Waktu pintu itu tertutup, segera kelihatan di belakang pintu
tergantung sebuah lukisan yang mengambarkan beberapa
tangkai bunga kamelia dari jenis dan warna yang berbeda.
Taylì adalah tempat paling banyak tumbuh bunga Teh-hoa
(kamelia), maka Toan Ki menjadi girang melihat lukisan itu.
Tiba-tiba tertampak lukisan itu disertai pula sebait tulisan yang
berbunyi. "Tayli punya Teh-hoa tiada bandingannya jenisnya
seluruhnya ada 71 macam lebih besar dari Bo-ten ... "
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 82
Begitulah tulisan itu, anehnya pada bagian-bagian tertentu
dari tulisan itu terdapat kekurangan satu huruf dan lalu satu
huruf lagi, entah sengaja dilowongi atau karena penulisnya
lupa pula tentang Jenis bunga kamelia itu seluruhnya mestinya
berjumlah 72 macam.
Kebetulan di atas meja situ tersedia alat-alat tulisi lengkap,
sebagai seorang pencinta bunga kamelia dan suka bersanjak,
melihat ketidak lengkapan tulísan pada lukisan itu, langsung
Toan Ki mengambil pit dan menambahkan tulisan-tulisan yang
kurang itu, begitu pula tentang jenis kamelia, ia tambahkan
menjadi 72 macam.
"Bagus, dengan ditambahkannya tulisanmu, maka
sempurnalah lukisan itu," seru Ciong Ling dengan tertawa.
Belum lenyap suaranya, tiba-tiba si orang tua tadi
melangkah masuk dan seketika ia merapatkan pintu pula.
ketika melihat lowongan tulisan pada lukisan itu sekarang
telah terisi, segera mukanya berseri-seri, katanya dengan
tertawa, "Sungguh tamu agung, tamu agung! Rupanya aku
sudah berlaku kurang hormat. Lukisan ini adalah buah tangan
seorang sobatku, rupanya dia seorang pelupa waktu
membubuhkan tulisan itu tiba-tiba ia lupa beberapa huruf di
antaranya, katanya mau pulang dulu untuk memeriksa
catatannya dan kelak akan diisi lagi. Ai, siapa duga sesudah
pulang dia lantas jatuh sakit dan akhirnya meninggal sehingga
tulisannya ini tetap lowong. Tak nyana sekarang Lî-kongcu
yang terpelajar ini sudi memenuhi cita-cita sobatku yang
belum terlaksana itu. sungguh aku harus mengucapkan terima
kasih banyak-banyak, Lekas siapkan arak, bikin pesta!"
Segitulah ia berteriak-teriak sambil lari keluar.
Tidak lama kemudian, orang tua ini datang pula dengan
dandanan yang serba baru, ia mengundang Toan Ki dan
kawan-kawannya menghadiri perjamuan d¡ ruangan tamu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena waktu itu hujan masih lebat sehíngga tidak mungkin
untuk meneruskan perjalanan, pula undangan orang tua itu
agaknya sengat sungguh-sungguh dan susah ditolak, terpaksa
Toan Ki dan lain-lain menuju ke rüangan depan. Ternyata di
atas meja sudah tersedia belasan macam masakan ada ayam,
ada itik dan ada daging.
Setelah mengucapkan terima kasih, lalu Toan Kid an
kawan-kawan lantas mengambil tempat duduk sendiri-sendiri.
Segera si orang tua she Keh menuangkan arak, ia sendiri
mendahului minum setegük sambil berkecak-kecak untük
mencicipi rasanya, menyusul lantas minum lagi seteguk besar.
Lalu Katanya dengan tertawa, "Meski arak kampung, tapi
rasanyá masih boleh juga. Li-Kongcu sebenarnya bápak ini
orang daerah Kanglam, karena menghindari musuh, maka
pindah dan hídup di tempat jauh ini, selama ini aku sangat
merindukan kampung halamanku.”
Sambil omong ia terus menuangkan arak ke pada para
tamunya."
Mendengar si orang tua menguraikan asal-usulnya sendiri,
walaupun tak bisa dipercaya seluruhnya, tapi rasa curiga Pah
Thian-sik dan lain-lain menjadliagak berkurang. Apalagi orang
itu telah mendahului minum arak, mereka menjadi tidak kuatir
lagi, segera mereka pun makan minum sepuasnya. Cuma
Thian-sik dan Tan-sin memang lebih hati-hati, mereka minum
sedikit, waktu makan juga selalu mengawasi gerak-gerik si
orang tua, kalau tuan rumah itu sudah mencicipi santapan itu
barulah mereka berani ikut makan.
Sampai malamnya hujan masih tetap belum reda, pula si
orang tua menahan mereka dengan setulus hati, terpaksa
Toan Ki dan kawan-kawannya menginap di iltu.
Sebelum tidur Thian-sik memperingatkan Wan-jing agar
tangen sedikit, jangan tidur sampai lupa daratan, sebab
tempat itu tampaknya agak mencurigakan. Karena itu Wanjing
membiarkan Giok-yan tidur bersama Ciong Ling, ia sediri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya rebah tanpa ganti pakaian, dalam lengan baju sudah
siap dengan panah berbisa. Maski dia tidak berani tidur
nyenyak, sampai fajat menyingsing ternyata tidak terjadi
sesuatu.
Sementara itu hujan sudah terang, sesudah cuci muka dan
berdandan, lalu Toan Ki mohon diri kepada si orang tua.
Mereka diantar sampai jauh oleh orang tua she Keh itu
dengan sangat menghormat. Diam-diam Toan Ki dan lain-lain
sangat benar sesudah berpisah.
Kata Pah Thian-sik, "Sungguh susah dimengerti bagaimana
asal-usul orang tua itu, sekali ini aku benar-benar salah mata."
"Engkau tidak salah mata, Pah-heng." Ujar Tan-sin. "Kukira
orang tua itu semula tidak bermaksud baik. Dia baru berubah
sikap sesudah melihat Kongcuya kita mengisi tulisan dalam
lukisannya itu. Kongcu, menurut pikiranmu, adakah sesuatu
yang aneh dalam lukisan dan tulisan yang tak lengkap itu?"
"Lukisan itu hanya beberapa jenis kamelia yang biasa saja
dan tiada sesuatu yang aneh, begitu pula tulisan itu cuma
catatan yang umum.” sahut Toan Ki.
Karena tidak dapat menarik sesuatu kesimpulan, terpaksa
mereka tidak tarik panjang kejadian itu.
"Paling baik kalau sepanjang jalan dapat menemui lagi
tulisan yang kurang lengkap pada lukisan seperti kemarin itu,
dengan demikian Toan-kongcu kita akan dapat mengisinya
untuk mencari ganti jasa makan minum dan pondokan gratis
sungguh menyenangkan juga," demikian kata Ciong Ling.
Semua orang tertawa atas banyolan nona cilik itu.
Tapi aneh juga, kelakar Ciong Ling itu ternyata
mendatangkan kejadian sungguhan, berulang-ulang mereka
benar-benar menemukan lukisan dengan tulisan yang tidak
lengkap dan lukisan-lukisan itu semuanya menggambarkan
bunga kamelia. Toan Ki juga tidak sungkan-sungkan lagi, asal
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melihat segera ia angkat alat tulis dan mengisi huruf yang
tidak lengkap itu. Dan asal dia sudah mengisi, segera pemilik
lukisan memberi layanan yang memuaskan dengan gratis.
Dalam herannya beberapa kali Cu Tan-sin dan Pah Thiansik
coba memancing kata-kata pemilik lukisan itu, tapi
jawaban yang diperoleh semuanya sama, semuanya
mengatakan tulisan dalam gambar itu memang belum lengkap
dan berkat bantuan Toan Ki, sungguh mereka sangat
berterima kasih.
Sebaliknya Toan Ki dan Ciong Ling masih bersifat kekanakkanak,
mereka merasa senang dengan permainan demikian
itu, makin banyak lukisan yang bertuliskan kurang lengkap,
makin menarik bagi mereka.
Giok-yan sendiri tidak terlalu memusingkan urusan itu, Asal
dilihatnya Toan Ki gembira, maka ia pun merasa senang.
Sebaliknya Bok Wan-jing tidak pernah kenal apa arti takut,
maka ia tidak peduli kejadian itu akan mendatangkan kebaikan
atau bencana.
Hanya Pah Thian-sik dan Cu Tan-sin saja yang semakin
kuatir. Dari apa yang diatur oleh pihak lawan yang rapi itu
mereka menduga di balik itu pasti ada tipu muslihat yang
belum diketahui.
Tapi meski mereka sudah berhati-hati dan menyelami
setiap sesuatu yang mencurigakan. Toh tetap tidak
menemukan bukti apa pun.
Begitulah perjalanan yang makan tempo cukup lama itu
makin lama makin ke selatan. Tatkala itu sudah pertengahan
bulan sepuluh tapi hawa juga tidak dingin, sepanjang jalan
gunung menghijau dan hutan berkerumun rimbun, suatu
pemandangan yang berbeda dengan keadaan alam di wilayah
Se He.
Pada suatu petang, ketika sampai di padang rumput,
sepanjang mata memandang hanya rumput yang memanjang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebat di sebelah kiri sana adalah rimba yang lebat. Tampaknya
dalam jarak beberapa puluh li tiada perkampungan penduduk.
Maka berkatalah Thian-sik, "Kongcu, keadaan di sini agak
berbahaya, lebih baik kita mencari suatu tempat untuk
bermalam."
Toan Ki menyatakan setuju, cuma ia tanya kemana harus
mencari tempat berteduh di padang rumput seluas itu.
"Di lautan rumput seperti ini sangat banyak nyamuk dan
serangga berbisa, banyak pula Ciang-gi (hawa lembab atau
panas) yang bisa mendatangkan penyakit," kata Tan-sin.
"Maka kalau tiada tempat pondokan yang baik, biarlah kita
bermalam di atas pohon saja untuk menghindari serangan
hawa berbisa dan binatang buas atau nyamuk."
Segera rombongan mereka membelok ke arah hutan yang
rimbun itu.
Giok-yan lama tinggal di daerah pedalaman, tapi selamanya
dia belum pernah pesiar ke tempat lain. Maka waktu
mendengar Tan-sin bercerita tentang Ciang-gi yang berbahaya
itu, segera ia tanya lebih jauh apakah sebenarnya Ciang-gi.
"Ciang-gi adalah hawa lembab atau hawa panas yang
berbisa di daerah pegunungan atau hutan belantara yang
jarang didatangi manusia," demikian tutur Tan-sin. "Menurut
cerita oreng Tayli kami. katanya dalam bulan tiga banyak
berjangkit Tho-hoa-ciang (hawa bunga delima berbisa), konon
kedua macam Ciang-gi inilah yang paling berbahaya. Padahal
segala macam hawa berbisa tentu mendatangkan penyakit,
terutama musim panas, serangga berbisa dan nyamuk
berkembang biak dengan subur, masa-masa itulah paling
berbahaya. Sekarang hawa sudah mendekati musim dingin,
keadaan tentu akan lebih baik. Cuma di sekitar sini hawa
sangat lembab, rumput yang memanjang bagai lautan ini pun
setahun demi setahun membusuk, maka hawa lembab yang
berbisa tentu juga lebih keras."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, kiranya hawa berbisa juga diberi nama-nama begitu
indah, jika demikian apakah ada juga Toh-hoa-ciang (hawa
bunga kamelia berbisa)?" tanya Giok-yan tiba-tiba.
Seketika Toan Ki dan lain-lain tertawa geli oleh pertanyaan
si nona, Sahut Tan-sin, "Orang Tayli kami paling suka kepada
bunga kamelia, maka tidak menghubung-hubungkan bunga
yang indah itu dengan hawa berbisa yang membahayakan
itu."
Tengah bicara rombongan mereka sudah mulai memasuki
hutan lebat itu. Karena tanah disitu memang lembab dan
menyerupai lumpur, maka kuda mereka menjadi payah juga
jalannya.
"Kukira kita tak perlu terlalu jauh menjelajahi hutan ini,"
ujar Thian-sik. "Marilah kita boleh berhenti saja disini,
beramai-ramai kita membikin sarang diatas pohon untuk
bermalam, bila sang surya sudah menyingsing dan hawa
berbisa sudah mulai sirna barulah kita melanjutkan
perjalanan."
"Apakah sesudah matahari terbit dan hawa berbisa itu akan
kurang mambahayakan lagi?" Tanya Giok-yan.
Thian-sik membenarkan.
Mendadak Ciong Ling berseru kaget sambil menunjuk
kejurusan timur laut, "Wah, celaka! Disana sudah timbul hawa
berbisa! Hawa berbisa jenis apakah itu?"
Waktu semua orang mamandang kearah yang ditunjuk,
benar juga tertampak segumpal awan yang ditunjuk, benar
juga tertampak segumpal awan yang sedang mengepul keatas
dari tengah rimba sana.
Mendadak Thian-sik terbahak-bahak, katanya, "Nona Ciong,
itu adalah asap cerobong dari orang yang sedang menanak
nasi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah diperhatikan memang betul gumpalan awan itu
adalah asap dan bukan hawa berbisa segala, Maka tertawalah
semua orang, semangat mereka pun terbangkit, jika ada asap,
tentu disana ada manusia.
Segera mereka batalkan maksud berkemah diatas pohon,
tapi beramai-ramai menuju ke tempat mengumpulnya asap
itu. Sesudah dekat, ternyata hutan di situ terdapat beberapa
buah rumah papan, di samping rumah banyak bertumpuk
kayu gelondongan, nyata rumah-rumah itu adalah kediaman
tukang tebang kayu.
Tan-sin tampil ke depan dan berseru, "Hai, Toako
penebang kayu, ada orang dalam perjalanan ingin mohon
mondoksemalam di sini, boleh tidak?”
Tapi sampai sekian lama tiada suara jawaban dari dalam
rumah meski Tan-sin telah mengulangi pula ucapannya.
Padahak asap dapur di dalam rumah masih tetap mengepul,
suatu tanda rumah itu pasti ada penghuninya.
Dengan penasaran Tan-sin mengeluarkan kipasnya yang
biasa digunakan sebagai senjata, dengan pelahan ia buka
pintu dan melangkah masuk ke dalam rumah.
Ternyata tiada bayangan seorang pun di dalam rumah.
sebaliknya terdengar suara "pletak-pletok", suara terbakarnya
kayu. Segera Tan-sin menuju ke ruang belakang dan masuk
ke dapur. Maka tertampaklah di depan tungku ada seorang
nenek bungkuk sedang menunggui api dapur.
"Lopopo (nenek tua), apakah di sini masih ada orang lain
lagi?" segera Tan-sin menegur.
Namun nenek itu hanya memandanginya dengan
melonggok seperti tak mendengar apa pun, Ketika Tan-sin
mengulangi lagi ucapannya barulah nenek itu mrnuding
telinga dan mulut sendiri sambil mengeluarkan suara "ah-uh"
yang kaku. Nyata nenek itu seorang tuli dan bisu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Tan-sin kembali ke ruang depan, sementara itu
Thian-sik, Toan Ki dan lain-lain juga sudah memeriksa rumahrumah
lain dan semuanya tiada penghuninya kecuali nenek
tuli dan bisu itu. Pah Thian-sik juga telah mengelilingi rumah
papan itu dan ternyata tiada menemukan sesuatu tanda, yang
mencurigakan.
"Nenek itu bisu lagi tuli, susah untuk diajak bicara,"
demikian tutur Tan-sin. "Biasanya nona Ong paling sabar,
silakan engkau coba-coba bicara dengan dia."
Giok-yan mengiakan, "Baiklah, coba kuhubungi dia."
Segera ia masuk ke dapur dan main tuding sana dan tuding
sini dengan isyarat tangan, lalu memberikan nenek itu
serenceng uang perak, ah, ternyata berhasil juga membikin
terang duduknya perkara. Sesudah nenek itu menanak nasi,
lalu Giok-yan minta sedikit berás kepada si nenek untuk
menanak nasi bagi kawan-kawannya walaupun tiada laukpauk
dan arak, terpaksa mereka tangsal perut apa adanya.
"Kìta boleh bermalam dí rumah ini dan jangan terpencar,"
kata Thian-sik.
Segera ia membagi kaum lelaki tidur di kamar sebelah
kanan dan kaum wanita di kamar sebelah kiri. Sebagai
penerangan si nenek telah menyalakan sebuah pelita minyak
dan dltaruh di alas meja ruang tengah.
Saking lelahnya dalam perjalanan, segera semua
orangmerebahkan diri untuk tidur. Baru saja mereka hendak
pulas, tiba-tiba terdengar di ruang tengah ada suara "tik tik
tik", suara orang mematik api tapi tidak menyala-nyala.
Segera Thian-sik keluar dari kamarnya, ia lihat pelita
minyak di atas meja sudah padam, dalam kegelapan terdengar
suara "tik-tik-tiK" yang tak berhenti-henti, rupanya si nenek
sedang mengetik api hendak menyalakan kembali pintu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mengetik api dengan pisau dan batu api mestinya tidak sulit
kecuali kalau kawulnya (selaput) basah atau kurang baik.
Segera Thian-sik mengeluakan alat ketikan api sendiri,
"tik", sekali ketik saja api lantas menyala dan terus menyulut
pelita minyak di atas meja itu.
Si nenek tampak tersenyum senang, lalu meminjam alat
ketik api Pah Thian-sik sambil menuding-nuding ke arah dapur
sebagai tanda hendak menyalakan api pula di sana. Tanpa
pikir Thian-sik menyerahkan alat ketikan api itu, lalu ditinggal
masuk kamar untuk tidur lagi.
Selang tak lama, kembali di ruangan tengah terdengar
suara "tik-tik-tik" pula. Toan Ki dan lain-lain terjaga bangun
lagi. Dari sela-sela dinding mereka melihat keadaan di luar
sana gelap gulita, rupanya pelita minyak itu kembali padam.
"Saling tuanya mungkin nenek itu sudah pikun,"
demikianlah Tan sin mengerundel dengan tertawa. Mestinya ia
tidak mau ambil pusing, tapi suara "tak-tik-tak-tik" itu justru
tidak berhenti-henti dan sangat mengganggu, seakan-akan
kalau api belum menyala, maka semalam suntuk nenek itu
akan mengetik terus.
Tan-sin merasa sebel, segera ia keluar, dalam kegelapan ia
lihat si nenek terus mengetik api dengan ngotot. Segera Tansin
mengeluarkan alat api sendiri, "tik" sekali api lantas
dinyalakan dan pelita itu disulutnya.
Si nenek tertawa, ia memberi tanda hendak meminjam alat
ketikan api itu kepada Tan-sin untuk membuat api di dapur,
sudah tentu Tan-sin meminjamkan dan masuk kembali untuk
tidur.
Tak terduga, tidak lama kemudian kembali di ruang tengah
terdengar pula suara "tik-tik-tik" yang berisik. Diam-diam
Thian-sik dan Tan-sin mendongkol dan menggerutu entah
nenek itu main gila apa, selalu menggangu orang tidur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun begitu di luar masih terus berbunyi "tak-tik-tak-tik” tak
berhenti-henti.
Thian-sik melompat keluar. Iarebut pisau dan batu api si
nenek dan mengetiknya, tapi sekali ini api sukar menyala,
waktu ia raba alat-alat itu, ternyata bukan miliknya sendiri,
segera ia tanya dengan heran, "Dimanakah pisau dan batu
apiku?"
Namun ia jadi geli sendiri, muring-muring kepada seorang
bisu-tuli sudah tentu tak ada gunanya.
Dalam pada itu Bok Wan-jing telah keluar juga, ia
keluarkan pisau dan batu api dan berkata, "Pah-sooksiok,
apakah engkau ingin membuat api?"
"Nenek ini lho, masakan berkutatan sejak tadi dan
mengganggu orang tidur saja, sungguh aneh," sahut Thian-sik
sambil menerima alat ketikan api yang disodorkan Boh Wan-
Jing dan sekali ketik api lantas menyala serta menyulut pelita
minyak tadi.
Si nenek tertawa puas sambil memandangi pelita yang
sudah menyala itu.
"Nona Bok silakan tidur lagi agar besok pagi-pagi bisa
berangkat," kata Thian sik sambil kembali ke kamarnva
sendiri.
Siapa tahu, tidak seberapa lama, kembali suara "tak-tik-taktik"
itu berjangkit pula. Serentak Thian-Sin dan Tan-sin
melompat bangun bersama, tapi sebelum berlari keluar
mendadak mereka merasa perbutuan Si nenek itu sangat
mencurigakan, di balik itu pasti ada tipu muslihat tertentu.
Pelahan Thian-sik menjawil kawannya, lalu kedua orang
terbagi dua arah untuk mengepung si nenek.
Dan baru saja mereka hendak menubruk maju, tiba-tiba
hidung mereka mengendus bau harum. Ternyata orang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedang membuat api itu bukan lagi si nenek melainkan Bok-
Wan-jing.
"He, kiranya nona Bok?" tanya Thian-sik.
"Ya," sahut si nona "Aku merasa tempat ini agak
mencurigakan, maka ingin menyalakan pelita untuk
memeriksanya.”
"Coba, biar kubuatkan api," kata Thian-sik. Lalu ia
menerima alat ketikan api itu dari Wan-Jing.
Tapi meski dia sudah mengetik berulang-ulang, setitik
belatu api pun tidak kelihatan, Thian-sik terkejut, serunya,
"Batu api ini tidak baik. Nona Bok, batu ini telah ditukar oleh
nenek itu."
”Cepat kita cari nenek itu, jangan sampai dia sempat lari,"
ujar Tan-sin.
Segera Bok Wan-jing lari ke dapur, sedang Thian-sik dan
Tan-sin mengejar keluar rumah. Tapi hanya sekejap itu saja si
nenek sudah menghilang entah ke mana.
"Jangan mengajar lagi, melindungi Kongcu lebih penting,"
ujar Tan-sin.
Segera mereka kembali ke dalam rumah. Sementara itu
Toan Ki, Giok-yan dan Ciong Ling juga sudah bangun semua.
"Siapa yang membawa alat pembuat api? Nyalakan pelita
lebih dulu," kata Thian-sik.
"Pisau dan batu apiku telah dipinjam oleh nenek itu,"
terdengar dua orang menjawab berbareng. Mereka adalah
Giok yan dan Ciong Ling.
Diam-diam Thian-sik dan Tan-sin mengeluh. Mereka sudah
berhati-hati, akhlrnya toh masih terjebak oleh musuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki mengeluarkan batu api dan coba mengetiknya,
namun tidak berhasil juga, sama sekali tidak mengeluarkan
lelatu.
"Kongcu, apakah nenek itu pun pernäh pinjam alat ketik
apimu?" tanya Tan-sin.
"Ya, sebelum dahar tadi," sahut Toan Ki. "Habis pakai lalu
ia kembalikan padaku."
"Batu api Kongcu itu telah ditukar olehnya,” ujar Tan-sin.
Seketika semua orang terdiam, dalam kegelapan hanya
terdengar suara bunyi serangga di sekeliling rumah. Malam itu
kebetulan akhir bulan, sinar bintang juga guram.
Mereka berenam berkumpul di dalam rumah, diam-diam
mereka merasa keadaan di sekeliling situ sangat berbahaya.
Sejak Toan Ki mengisi tulisan lukisan dan mendapat pelayanan
si orang tua she Keh, memangnya mereka sudah was-was
terhadap tipu muslihat musuh. Tapi meski mereka sudah
mencari dan menyelidiki, tetap tidak menemukan sesuatu
yang mencurigakan. Mereka piker kalau musuh muncul
sekaligus akan lebih gampang diselesaikan sebaliknya kalau
main kucing-kucingan begini sungguh sukar untuk dilayani.
”Nenek itu telah menipu alat pembuat api kita, tujuannya
ialah supaya kita tak dapat menyalakan pelita dan mereka
akan dapat menjalankan tipu muslihat dalam keadaan gelap,"
demikian pendapat Bok Wan-jing.
"Benar," kata Thian-sik. "Dalam keadaan gelap, kalau
mereka menggunakan mahluk berbisa yang kecil-kecil untuk
menyerang kita, wah, bias celaka."
Mendadak Ciong Ling menjerit ketakutan. Waktu semua
orang menanyakan apa yang terjadi dara cilik itu menjawab,
"Aku paling takut pada kelabang dan ketungging, kalau
mereka menggunakan binatang berbisa itu untuk menyerang
kita, tentu celakalah kita. Jika ular aku tidak takut."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona Ciong jangan takut, biarlah kita menyalakan api
dulu," kata Thian-sik.
"Alat-alatnya sudah tidak ada, cara bagaimana menyalakan
api?" tanya Ciong Ling.
"Musuh sengaja bikin kita tak bisa menyalakan api, maka
kita justru akan membuat api, kukira pasti bisa," kata Thiansik.
Segera ia pergi ke dapúr untuk mengambil dua potong
kayu bakar dan diserahkan kepada Tan-sin, katanya, "Cuhianto,
buatlah serbuk kayu, makin halus makin baik."
Tan-sin dapat menangkap maksud sang kawan, ia pun
menyalakan kebulatan tekadnya takkan menyerah kepada tipu
muslihat musuh. Segera ia mengeluarkan sebilah belati dan
mulai mengeruki kayu itu üntuk mendapatkan serbuk kayu
yang halus.
Toan Ki, Bok Wan-jing dan lain-lain segera, membantunya,
mereka keluarkan pisau yang dibawanya dan memotong dan
mengerik kayu-kayu itu menjadi bubuk halus. Tapi dalam hati
semua orang merasa kebat-kebit karena tidak tahu bila musuh
akan menyerang. Maka semuanya tidak bicara, hanya
memperhatikan setiap suaru di luar rumah.
Tidak lama kemudian, waktu Thian sik merasa serbuk kayu
sudah terkumpul dua genggam banyaknya, segera ia
mencakupnya menjadi satu, lalu diambilnya pula secuil kawul
dan disusupkan di tengah serbuk kayu. Ia pegang golok
sendiri dan pinjam pula golok Wan-jing, dengan merapatkan
punggung kedua gaman itu la gesek sekeras-kerasnya
sehingga meletikkan lelatu apí. Serbuk kayu itu terkena lelatu
dan segera menyala, tapi lantas pudar lagi karena belum
mengenai kawulnya.
Sesudah diulangi lagi oleh Thian-sik, akhirnya api dapat
dinyalakan, Toan Kí berseru girang, segera ia menyuluh pelita
minyak di atas meja itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kuatir pelita itu akan padam pula, Tan-sik menyalakan juga
pelita yang terdapat di kamar dan dapur. Walaupun cahaya
api tidak terlalu terang, namun demikian toh akhirnya mereka
telah menyalekan api, seketika semangat mereka terbangkit
seperti orang habis menang perang.
Di antara keenam orang itu, Pah Thian-sik, Cu Tan-sin dan
Bok Wan-jing cukup luas pengalamannya, ilmu silat mereka
pun tinggi, sebaliknya ketiga orang lainnya masih hijau, kalau
musuh benar-benar menyerang secara besar-besaran tentu
akan sukar melawan. Maka keenam orang hanya saling
pandang saja dengan hati kebat-kebit untuk menunggu
perkembangan selanjutnya.
Tapi yang terdengar hanya suara angin mendesir di luar
diseling suara serangga yang ramai, selama itu tiada sesuatu
pula yang aneh.
Waktu Toan Ki menoleh, tiba-tiba ia lihat kedua tiang
rumah masing-màsing terukir tulisan dalam bentuk "Tui lian"
(sajak timpalan) bunyinya kira-kira begini:
Air mengalir di sungai musim semi bunga kamelia ( - )
( - ) memenuhi langit di musim panas buah leci merah.
Jadi dalam setiap bait syair itu masing-masing juga lowong
satu huruf sebagaimana telah di alami sebelumnya. Waktu
Toan Ki mengamat-amati, ia lihat Tui-lian itu diukir dengan
tenaga jari pada tiang kayu itu sehingga dalamnya sampai
satu senti lebih.
Selagi Toan Ki hendak memeriksa lebih jauh, di sebelah
sana Ciong Ling berseru, "Di sini juga ada tulisan!"
Ketika Toan Ki membacanya, ternyata pada sebuah papan
di sebelah sana juga terukir dua baris huruf yang berbunyi:
Gaun hijau muka ( - ) seperti sudah kenal
Bulan ( - ) bunga kemelia mekar sepanjang jalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari tulisan yang mendekuk itu tertampak jelas juga terukir
dengan jari seperti tulisan pada kedua tiang itu.
Waktu makan tadi cahaya pelita agak guram sehingga
huruf-huruf itu tidak terlihat, sekarang sesudah empat pelita
dinyalakan sekaligus barulah huruf-huruf yang terukir itu
dapat dibaca.
"Sepanjang jalan aku sudah banyak mengìsi tulisan yang
tidak lengkap itu, apakah perbuatanku ini akan mendatangkan
kebaikan atau bencana juga tak perlu dipikir lagi, biarlah kita
lihat apa yang hendak dilakukan oleh lawan," kata Toan Ki.
Segera ia mengacungkan jarinya, maka terdengarlah suara
"crat-crit" berulang-ulang, segera ia mengisi lalu huruf "putih"
pada bait pertama di atas tiang tadi sehingga bunyinya
menjadi "Air mengalir di sungai musim semi kamelia putih".
Menyusul bait kedua diisinya satu huruf "awan" sehingga
bunyinya menjadi "Awan memenuhi langit di musim panas
buah leci merah".
Maka lengkaplah sanjak itu sekarang.
Dasar tenaga dalam Toan Ki sekarang sudah sangat kuat,
di mana jarinya tiba, di situ bubuk kayu lantas rontok bagai
diserok. Keruan Ciong Ling sangat senang, ¡a bersorak
memuji, "Wah, tahu begini lihai jarimu, tentu tadi kita tidak
perlu susah-susah mencari serbuk kayu lagi."
Dalam pada itu tertampak Toan Ki telah mengisi pula hurufhuruf
yang kurang pada syair di atas papan sana sehingga
lengkapnya sekarang berbunyi.
Gaun hijaú muka cantik seperti sudah kenal. Bulan
sembilan bunga Camelia mekar sepanjang jalan.
Sembari menulis mulut Toan Ki juga menyairkan sanjak
yang romantis itu, berbareng ia pun melirik Giok-yan sehingga
nona itu merah jengah dan berpaling ke arah lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kayu apakah yang dijadikan tiang dan papan rumah ini,
sungguh harum sekali." ujar Ciong Ling.
Waktu semua orang mengendus, benar juga mereka
merasa dekukan kayu bekas ukiran jari Toan Ki itu sayupsayup
mengeluarkan bau harum semerbak seperti harum
bunga melati dan seperti wàngi bunga mawar pula.
Anehnya makin lama bau wangi itu makin harum sehingga
membikin semangat terbangkit dan perasaan segar.
"Celaka, bau wangi ini mungkin berbisa, lekas tutup
hidung!" seru Tan-sin dengan kuatir.
Karena peringatan itu, segera semua orang mengeluarkan
saputangan atau ujung baju untuk menutup hidung dan
mulut. Tapi sudah tidak sedikit bau harum yang mereka sedot,
kalau hawa berbisa seharusnya mereka merasa kepala pusing
dan mata berkunang-kunang, namun sedikit pun mereka tidak
merasakan sesuatu.
Selang sejenak, mereka tak bisa menahan napas lebih lama
lagi, terpaksa membuka mulut sehingga bau wangi itu banyak
terisap, namun masih tetap tiada sesuatu yang mencurigakan.
Maka legalah mereka dan pelahan melepaskan tutup hidung.
"Kayu wangi ini benar-benar sukar dicari, biarlah kita
membawanya pulang beberapa keping." ujar Ciong Ling.
Belum lenyap suaranya, tiba-tiba telinga semua orang
seperti mendengar suara mendengung. Kembali Tan-sin
terperanjat. katanya, "Celaka, racun mulai bekerja, telingaku
sudah mulai mendengung!"
"Ya, telingaku juga!" sahut Thian-sik.
Tapi Boh Wan-jing lain pendapat, katanya, "Ini bukan
telinga mendengung, tapi sepertì suara rombongan tawon
dalam jumlah besar sedang terbang kemari.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar juga, hanya sekejap saja suara mendengung itu
makin lama makin keras seakan-akan ada beratus ribu ekor
tawon sedang membanjir tiba.
Mendengar suara aneh itu, seketika wajah semua orang
menampakkan semacam rasa yang susah dilukiskan. Mestinya
tawon tidaklah menakutkan, tapi suara mendengung sehebat
itu benar-benar selamanya tidak pernah terdengar, pula belum
tahu dengan pasti apa benar lebah atau bukan.
Sesaat itu semua orang sampai termangu-mangu bingung.
Dalam pada itu suara mendengung itu makin lama makin
dekat dan makin keras serta mengerikan seakan-akan suara
setan iblis yang hendak menyambar nyawa.
Dengan takut Ciong Ling memegangi lengan Bok Wan-jing.
Giok-yan juga pegang tangan Toan Ki dengan kencang, Hari
keenam orang sama berdebar-debar.
Sebelumnya mereka pun sudah tahu bahwa di sekeliling
situ tentu sudah bersembunyi musuh, tapi sama sekali tak
menduga bahwa sebelum menyerang musuh bisa
menyebarkan dulu suara yang menyeramkan itu.
Sekonyong-konyong terdengar suara "plok”, suara sesuatu
benda kecil menumbuk papan rumah, menyusul terdengar
pula "plak-plok" berulang yang sukar dihitung jumlahnya.
"Benar tawon!" teriak Ciong Ling dan Bok Wan-Jing
berbareng.
Tiba-tiba terdengar pula suara ringkík kuda yang kesakitan
sambil membeker dan berloncatan.
"Kuda kita diantup lawon!" seru Ciong Ling.
"Biar kupotong tali kandali agar kuda-kuda itu dapat
menyelamatkan diri," ujar Tan-sin, "Bret" segera ia róbek baju
sendiri untuk membungkus kepalanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi baru saja ia membuka pintu, bagaikan angin lesus saja
tahu-tahu kawanan tawon dalam jumlah beribu-ribu
banyaknya terus menerjang kedalam rumah. Ciong Ling dan
Giok-yan sama menjerit kaget, sedang Pah Thian-sik cepat
menarik minggir Cu Tan-sin, berbareng daun pintu ia depak
sehingga tertutup rapat lagi.
Namun begitu toh di didalam rumah sudah penuh dengan
tawon. Dan begitu sudah masuk, terus saja kawanan lebah itu
menyerang setiap orang yang berada di situ. Hanya dalam
sekejap saja, baik kepala, tangan dan muka semua orang
kena disengat belasan sampai puluhan kali.
Cepat Tan sin menggunakan kipasnya untuk memukul dan
menyampuk sekuatnya, Begitu pula Toan Ki, Bok Wan-jing,
Giok-yan dan Ciong Ling juga membunuh kawanan lebah itu
dengan menahan rasa sakit.
Karena Thian-sik, Tan-sín, Toan Ki dan Bok Wan-jing
membasmi dengan sepenuh tenaga , maka tidak lama
kemudian kawanan tawon itu hanya tinggal beberapa puluh
ekor saja.
Sungguh aneh juga, kawanan tawon itu tetap pantang
mundur, bagai laron menyambar pelita saja mareka masih
terus menerjang dan mengantup setiap orang yang dapat
diserangnya. Dan baru sejenak kemudian kawanan tawon
yang berhasil menyusup ke dalam rumah itu terbasmi habis.
Saking kesakitan diantup tawon Ciong Ling dan Giok-yan
sampai menangis, Dalam pada itu suara tawon menubruk
dindingpapan di luar rumah masih terus terdengar bagai
tetesan air hujan riuhnya, entah betapa juta kawanan lebah
itu sedang menerjang tiba.
Dengan melupakan rasa sakit melepuh karena antupan
tawon tadi, cepat semua orang berusaha menyumbat lubang
dan celah dinding yang mungkin disusupi kawanan tawon.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudian mereka hanya saling memandangi muka masingmasing
yang benjol-benjol dan merah melepuh itu.
"Untung kita berada dalam rumah ini, kalau di tempat
terbuka, wah, tentu binasa dikeroyok kawanan tawon
sebanyak itu." kata Toan Ki.
"Kawanan tawon ini adalah alat serangan musuh, tentu
mereka takkan berhenti begitu saja, bukan mustahil rumah
papan ini akan di jebol mereka," ujar Wan-jing.
Besar juga, belum lenyap ucapannya, sekonyong-konyong
terdengar suara "blang” yang sangat keras, sepotong batu
besar jatuh di atap rumah, menyusul lantas terdengar pula
suara gemuruh disertai berhembusnya debu pasir, dua potong
batu besár jatuh ke bawah menembus atap rumah.
Pelita di dalam rumah seketìka padam, cepat Toan Ki
merangkul Giok-yan kedalam pelukannya untuk melindungi
kepala dan mukanya. Maka terdengarlah suara mendengungdengung
yang memekak telinga, semua orang tahu tidak
mungkin membendung kawanan lebah sebannyak itu,
terpaksa mereka hanya menggunakan lengan baju untuk
menutupi mukanya sendiri.
Hanya sekejap saja tangan dan bagian tubuh lalu yang
terbuka lantas kena tersengat, sakitnya tidak kepalang. Tidak
lama kemudian, Saking tak tahan, robohlah semua orang tak
sadarkan diri, pingsan.
Toan Ki pernah makan katak merah, mestinya kebal
terhadap segala macam racun, tapi káwanan lebah ini adalah
piaraan manusia, sengatnya bukan racun lebah biasa, tapi
sesudah diantup sekian banyak lebah itu akhirnya ia pingsan
juga. Cuma dia mempunyai tenaga dalam paling kuat, maka di
antara keenam orang itu, dia pula yang pertama-tama siuman
kembali.
Begitu sadar segera ia merasa Giok-yan tidak berada dalam
pelukannya lagi. Sebaliknya dalam kegelapan ia merasa kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaki dan tangannya diringkus orang dengan tali, matanya juga
tertutup oleh kain hitam bahkan mulut pun tersumbat
sehingga bernapas saja susah, apalagi bìcara. Ia merasa
tempat-tempat bekas diantup tawon itu masih sangat sakit, ia
merasa dirinya duduk di atas tanah, tapi di mana dan sudah
berepa lama sama sekali tak diketahuinya.
Tengah Toan Ki merasa bingung, tiba-tiba terdengar
seorang wanita sedang berteriak dengan bengis, "Aku sudah
banyak mengorbankan tenaga dan pikiran dan ingin
menangkap anjing tua she Toan dari Tayli itu, mengapa yang
tertangkap adalah anjing kecil ini!”
Toan Ki merasa suara itu sudah pernah dikenalnya, tapi tak
teringat seketika siapa dia.
Dalam pada itu suara seorang wanita tua lagi menjawab,
"Hamba telah menurut segala perintah s iocia, sedikit pun tidak
menyimpang."
"Hm, kuduga di dalam hai ini tentu ada sesuatu yang tak
beres," kata suara wanita tadi.
"Anjing tua itu dari utara menuju ke selatan, mengapa dia
mendadak membelok ketimur? Dan mengapa arak obatyang
telah kita atur kepanjang jalän itu sampai diminum semua oleh
anjing cilik itu?”
Toan Ki tahu apa yang dimaksudkan "anjing tua" itu tentu
adalah ayahnya, Toan Cing-sun, dan "anjing cilik" yang
dimaksud adalah dirinya. Dari suara percakapan mereka itu
agaknya mereka berada diruangan sebelah.
Lalu terdengar si wanita tua menjawab pula, "Hamba sudah
melaksanakan segala petunjuk Siocia, soal Toan-ongya
mendadak membelok ke timur agaknya ada hubungannya
dengan budak-budak she Cin dan she Wi itu."
"Ken ... kenapa kau panggil dia, Toan-ongya pula!" semprot
si wanita tadi dengan gusar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, dah ... dahulu Siocia menyuruh hambä memanggilnya
Toan-kongcu, sekarang ... sekarang usianya sudah lanjut,
maka .... "
"Diam, tidak boleh menyebutnya lagi" bentak si wanita tadi.
Dan sejenak kemudian tiba-tiba ia menghela napas dan
bergumam sendiri, "Ya, usia ... usianya sekarang memang
sudah lanjut!"
Mendengar percakapan kedua wanita itu, seketika legahlah
hatì Toan Ki Pikirnya, "Kukira siapa? Tak tahunya kembali
adalah seorang bekas kekasih ayah pula. Dia mencari perkara
kepada ayah tentu juga lantaran iri dan cemburu. Dia
mengarahkan kawanan lebah untuk merobohkan kami,
tujuannya tentu ingin menangkap ayah dan Cin-ih (bibi Cin)
dan Wi ih (bibi Wi), tapi keliru tangkap kami yang menjadi
korban. Jika demikian agaknya ia pun takkan membikin susah
kami. Tapi siapakah bibi ini? Aku seperti sudah kenal
padanya?”
Sementara itu si wanita tadi berkata pula, "Menurut
laporanmu, jadi tulisan yang tidak lengkap yang kita atur
sepanjang jalan itu telah diisi semua dengan tepat oleh anjing
cilik itu? Hm aku justru tidak percaya, masakah anjing cilik itu
juga paham syair gubahan si anjing tua, masakah begitu
kebetulan?”
"Syair yang dipahami bapaknya, kalau anaknya juga
paham, hal itu juga tidak mengherankan," ujar si nenek.
"Aku justru tidak percaya perempuan hina-dina itu dapat
melahirkan anak sepintar itu?" kata wanita tadi dengan gusar.
Mendengar ibunya dicerca, sungguh Toan Ki sangat gusar,
segera ia bermaksud mendampratnya, tapi baru bibirnya
bergerak segera ia ingat mulutnya sendiri tersumbat, sudah
tentu tak bisa bicara.
Dalam pada itu si nenek lagi bicara, "Siocia, urusan sudah
lalu sekian lamanya, buat apa engkau selalu memikirkannya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apalagi yang bersalah padamu adalah Toan kongcu dan bukan
putranya? Maka ... maka sukalah Siocia mengampuni anak
muda itu saja. Rasanya penderitaannya kena antup Cui-jinhong
(tawon pembuat mabuk) yang kita terbangkan itu juga
sudah cukup baginya."
"Kau minta aku mengampuni anak jadah she Toan itu?"
teriak si wanita dengan suara tajam melengking, "Hm, kalau
aku sudah mencencang dia barulah aku mengampuni dia."
Diam-diam Toan Ki membatin, "Yang bersalah padamu
adalah ayahku dan bukan diriku, mengapa engkau sedemikian
benci padaku? Kiranya kawanan lebah itu bernama Cui jinghong.
Entah cara bagaimana dia memelihara kawanan lebah
itu sehingga dapat dikerahkan untuk mengantup kami?
Siapakah gerangan wanita ini? Suaranya seperti sudah
kukenal, tapi aku tidak ingat. Siapakah dia?"
Sedang Toan Ki mengingat-ingat kembali, tiba-tiba
terdengar Suara seorang lelaki berseru, "Kohma (bibi),
keponakan menyampaikan salam hormat!"
Suara lelakil itu membuat Toan Ki terkejut. Seketika pula
tanda tanya yang berkecamuk dalam benaknya tadi terjawab
semuanya.
Lelaki yang bersuara itu ternyata Buyung Hok adanya.
Maka bibi yang dia panggil itu dengan sendirinya adalah Onghujin
dari Man-to-san-ceng di Koh-soh atau Ibu Giok-yan atau
calon ibu mertua sendiri. Pantas ia merasa sudah kenal
suaranya.
Seketika itu perasaan Toan berdebar-debar bagaikan
belasan buah timba yang naik turun menímba air sumur.
Pikirannya menjadi kacau dan adegan-adegan kejadian di
Man-to san ceng dahulu lantas terbayang pula olehnya ..
Waktu itu Toan Ki dibawa lari oleh A Cu dan A Pik untuk
menghindari kejaran Cumoti dan akhirnya. kesasar ke Mao-tosan-
ceng, perkampungan tempat kediaman Giok-yan dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ibunya, Ia menjadl heran melihat tempat itu melulu tertanam
bunga kamelia dan tiada tumbuh bunga jenis lain.
Menurut peraturan Man-to-san-ceng yang aneh itu, setiap
orang lelaki yang berani masuk ke situ, bila tertangkap tentu
akan dìtabas kedua kakinya. Bahkan menurut nyonya Ong asal
orang Tayli dan she Toan, maka orang itu pasti akan dikubur
hidup-hidup seperti Cin Goan-cun yang bergelar "Nau-kang-
Ong," dia bukan orang Tayli, hanya lantaran rumahnya dekat
dengan Tayli dan dia telah dikubur hidup-hidup oleh Onghujin.
Toan Ki adalah orang Tayli dan she Toan, dia mestinya juga
akan dikubur hidup-hidup oleh nyonya Ong cuma kemudian
diketahuinya Toan Ki mahir merawat bunga kamelia maka
nyonya Ong mengampuni jiwanya bahkan mengadakan
perjamuan untuk pemuda itu.
Tapi lantaran di tengah perjamuan itu Toan Ki bercerita
tentang sejenis bunga kamelia yang bernama "muka si cantik
tercakar", bunga kamelia itu berwarna putih dan pada kelopak
bunga itu ada garis-garis merah yang halus, karena itulah
diibaratkan muka si cantik luka tercakar. Toan Ki mengatakan,
apabila wanita cantik, maka tingkah lakunya seharusnya
lemah-lembut dan berbudi halus tapi kalau muka si cantik
sampai ada luka tercakar, hal itu menandakan si cantik sabansaban
suka berkelahi dengan orang, maka wanita cantik
demikian menjadi tidak dapat dikatakan cantik lagi.
Rupanya kata-kata itu telah menyinggung perasaan Onghujin,
nyonya itu menjadi gusar dan mendamprat Toan Ki, ia
menuduh pemuda itu sengaja hendak mengacau dan
mengolok-oloknya. Apakah wanita cantik lantas tidak boleh
belajar ilmu silat? Di mana letak kebaikannya wanita yang
lemah-lembut dan pendiam? Demikian Ong-hüjin lantas
menjebloskan Toan Ki ke dalam kamar tahanan, bahkan
hampir-hampir saja jiwanya melayang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apa yang terjadi dahulu itu bagi Toan Ki hanya dirasakan
perangai Ong hujin terlalu aneh dan luar biasa. Sekarang demi
mendengar Buyung Hok memanggilnya "bibi", seketika
teringatlah Toan Ki, kiranya suara yang sejak tadi terasa
sudah dikenalnya itu Ong hujin adanya. Seketika ia menjadi
paham pula duduknya perkara, "Ah, kiranya dia (nyonya Ong)
juga bekas kekasih ayah, pantas dia sedemikian cinta pada
bunga kamelia, sebaliknya begitu benci pada orang she Toan
dari Tayli."
Begitulah, segala kejadian yang dahulu sukar dimengerti
olehnya sekarang demi mengetahui letak persoalannya, maka
jelaslah baginya. Nyata sebabnya Ong-hujin cinta pada bunga
kamelia tentu disebabkan pada waktu dia bercinta-cintaan
dengan ayahnya dahulu ada sangkut-pautnya dengan jenis
bunga itu. Dan sebabnya dia begitu benci pada orang she
Toan atau orang Tayli, bahkan tidak segan-segan
menguburnya hidup-hidup, terang disebabkan ayahnya she
Toan dan berasal dari Tayli yang telah menghianati cintanya,
maka dia dendam sehingga setiap orang she Toan atau orang
dari Tayli juga ikut dibencinya.
Malahan Toan Ki menyaksikan sendiri Ong-hujin
menangkap seorang pemuda dan memberi ancaman agar
pemuda itu segera pulang dan membunuh istrinya yang sah,
lalu secara resmi mengawini kekasihnya dari perhubungan
gelap di luar itu. Ketika pemuda itu tidak mau, segera Onghujin
hendak membunuhnya sehingga akhirnya pemuda itu
menurut dengan ketakutan.
Dari kejadian itu kelihatan bahwa di dalam hati kecil Onghujin
juga terdapat harapan agar ayah membunuh istri
resminya untuk kemudian menikah dengan dia.
Dan ketika tanpa sengaja Toan Ki menyinggung tentang
orang wanita cantik bila suka berkelahi tentu akan menjadi
tidak cantik, hal ini membuat Ong-hujin menjadi gusar. Maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat dibayangkan dahulu dia tentu juga sering bertengkar
dengan ayah lantaran urusan pribadi itu.
Bagtulah banyak sekali hal-hal yang tadinya sukar dipahami
sekarang menjadi jelas bagi Toan Ki. Namun begitu perasaan
Toan Ki toh tidak merasa lega, sebaliknya perasaannya
seakan-akan ditindih oleh sepotong batu yang semakin berat.
Apa sebabnya, seketika ia pun tidak tahu. Pendek kata ia
merasakan hubungan antara ibu Giok-yan dengan ayahnya
dahulu membuatnya merasa tidak enak, di dalam lubuk
hatinya mendadak timbul semacam firasat yang menakutkan
...
Dalam pada itu terdengar Ong-hujin sedang menjawab
teguran Buyung Hok tadi. "Ah, kiranya Hiantit yang datang!
Bagus, bukankah kamu sudah hampir naik tahta, sudah
hampir menjadi maharaja Yan jaya?"
Nyata sekali nadanya mengandung sindiran tajam.
Tapi Buyung Hok menjawabnya, "Hal itu memang cita-cita
yang ditinggalkan leluhur kita, Tit-ji sendiri tidak becus,
sehingga selama ini hanya terlunta di kangouw tanpa sesuatu
hasil, makanya sekarang mohon bantuan bibi agar ikut
mengatasi keadaan demi pesan kakek dahulu yang bibi sendiri
juga ikut mendengarnya."
"Bagus, jadi kau sengaja menggunakan nama kakek untuk
memaksa aku?" sahut Ong-hujin dengan ejekan. "Padahal
anak perempuan yang sudah menikah adalah mirip air telah
digebyur keluar, masakah aku ada lagi sangkut-pautnya
dengan soal menjadi raja yang diimpikan keluarga Buyung?
Sebabnya aku melarang kau datang ke Man-to-san-ceng dan
melarang Giok-yan bergaul denganmu justru karena aku kuatir
terikat hubungan kekeluargaan pula dengan pamili Buyung.
Nah, di manakah Giok-yan, telah kau bawa dia ke mana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di manakah Giok-yan?" kata ini bagai bunyi halilintar yang
menggelegar di telinga Toan Ki. Memang sejak tadi juga dia
sedang menguatirkan nona itu.
Tadi waktu kawanan lebah mulai menyerang Giok-yan
dirangkul oleh Toan Ki untuk mengaling-alingnya dari antupan
tawon, tapi sekarang ke manakah nona itu? Kalau menurut
nada pertanyaan Ong-hujin, agaknya dia benar-benar tidak
tahu di mana beradanya Giok-yan.
Maka terdengar Buyung Hok sedang menjawab, "Ke mana
perginya Piaumoai, dari mana kutahu? Dia selalu berada
bersama dengan Toan-kongcu dari Tayli boleh jadi kedua
orang itu sudah lama sembahyangi Allah dan menjadi suamiistri?”
"Hah? Kau ... kau omong apa!" bentak Ong-hujin dengan
suara terpurtus-putus. Mendadak terdengar suara "blang”
sekali, nyonya itu mengebrak meja, lalu katanya pula dengan
gusar. '"Kenapa kamu tidak menjaga Piaumoaimu? Dia adalah
seorang nona muda yang masih hijau, sekarang kau biarkan
dia kelayapan di dunia kangouw dan sedikit pun tidak kau
pikirkan keselamatannya?”
"Mengapa bibi marah-marah padaku?" sahut Buyung Hok.
"Bukankah bibi kuatir aku memperistrikan Piaumoai, kuatir dia
menjadi anggota keluarga Buyung yang mengimpikan menjadi
Kaisar. Dan sekarang urusan menjadi baik, dia sudah menjadi
istri Toan-kongcu dari Tayli kelak dia akan menjadi permaisuri
kerajaan Tayli secara resmi bukankah itu suatu berita baik?"
Mendadak Ong-hujin menggebrak meja pula sambil
membentak, "Omong kosong! Berita baik apa? Justru tidak
boleh terjadi!"
Di kamar sebalah sejak tadi Toan Ki memang sudah kebatkebit
dan kuatir, demi mendengar ucapan Ong-hujin, "Justru
tidak bolah terjadi!" keruan ia tambah cemas. Keluhnya diamdiam,
"Celaka, sungguh celaka! Aku den Giok-yan benar-benar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernasib malang dan banyak aral melintang sekarang ibunya
mengatakan pula "Justru tidak boleh terjadi .... "
Dalam pada itu tiba-tiba terdengar seorang berseru,
"Bukan, bukan! Nona Ong dan Toan kongcu adalah suatu
pasangan yang setimpal, perjodohan yang baik ini Hujin
menganggapnya tidak boleh terjadi. Ini terang salah!"
"Sekali aku bilang tidak boleh jadi tetap tidak boleh jadi!"
bentak Ong-hujin dengan gusar. "Pau Put-tong, kau berani
membantah ucapanku, apa kamu ingin kuperintahkan orang
untuk membunuh anak Perempuanmu?"
Biasanya Pau Put-tong adalah seorang yang tidak takut
pada langit dan gentar pada bumi, ucapan siapa pun pasti
akan dibantahnya. Tapi aneh juga, sekali dibentak oleh Onghujin,
seketika ia cep-kelakep alias bungkam dan tak berani
bersuara lagi.
Diam-diam Toan Ki berteriak di dalam hati. "Pau-samko,
lekas kau bantah ucapan nyonya itu, lekas, tolonglah, lekas!
Ucapan nyonya itu sama sekali 'bo-ceng-li', lekas kau debat
dia. Hanyalah kau seorang ksatria yang berani mendebatnya
berdasarkan kebenaran."
Tak tersangka sesudah ditunggu dan ditunggu lagi keadaan
di sebelah terap sunyi saja, nyata Pau Put-tong tidak berani
bicara lagi.
Hal ini bukan lantaran Pau Put-tong takut anak
perempuannya akan dibunuh suruhan Ong-hujin, tapi karena
turun temurun keluarga Pau sudah menjadi abdi pengiring
keluarga Buyung yang setia dan patuh, sedangkan Ong-hujin
masih terhitung majikannya, jika dia benar-benar marah, jika
dia benar-benar marah, sudah tentu Pau Put-tong menjadi
jeri.
Maka rasa gusar Ong hujin menjadi reda kerena Pau Puttong
tak berani membantahnya lagi, segera ia berkata kepada
Buyung Hok, "Hiantit, kau datang mencari aku, adakah suatu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
permohonan pula? Tentu kamu sedang mengincar sesuatu
milikku lagi?"
"Kohma, Tit-ji adalah sanak keluargamu yang terdekat,
kalau Tit-ji merasa kangen padamu, masakah datang
menyambangi engkau juga tidak boleh? Dan kalau datang apa
pasti Tit-ji sedang mengincar sesuatu barangmu?" demikian
sahut Buyung Hok dengan tertawa.
"Hehe. jadi kaupun pernah kangen pada bibimu ini? Bila
sejak dulu kau kangen padaku, rasanya bibi pasti takkan hidup
merana sebagai sekarang ini," ucap Ong-hujin dengan ketus.
Namun Buyung Hok menghadapinya dengan cengar-cengir,
katanya, "Apa barangkali ada sesuatu yang tidak
menyenangkan hati bibi, silakan bibi katakan saja pada Tit-ji,
tanggung akan kubikin senang hati bibi".
"Fui," semprot Ong-hujin. "hanya beberapa tahun tidak
bertemu kamu sudah pintar menjilat.”
"Mengapa bibi anggap menjilat?” sahut Buyung Hok. "Kalau
perasaan orang lain mungkin Tit-ji sukar menjajakinya, tapi
aku ini kan sanak bibi yang terdekat, urusan apa yang
dipikirkan bibi. andaikan tidak dapat kuterka seluruhnya,
paling sediklt juga dapat kuraba tujuh atau delapan bagian.
Untuk membikin senang bibi, bukan àku sengaja membual,
kukira tidaklah sukar bagiku.”
"O. ya? Jika begitu, boleh juga coba mengatakannya. Tapi
awas, Jika sembarangan mengoceh, tentu akan kugampar
mulutmu!"
Buyung Hok tidak menjawab lagi, mendadak ia menarik
sesuatu dan berdendang, "Gaun hijau muka cantik seperti
sudah kenal, bulan sembilan bunga kamelia mekar sepanjang
Jalan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ong-hujin terkejut. "Da ... dari mana kau tahu? Apakah su
..... sudah kau datangi rumah papan di lautan rumput itu?"
tanyanya dengan suara terputus-putus.
Melihat bibinya sudah mulai termakan oleh ucapannya.
Buyung Hok lantas "jual mahal", sahutnya kemudian, "Pendek
kata bibi tidak perlu tanya dari mana kudapat tahu, cukup bibi
katakan saja mau tidak bertemu dengan orang itu?”
”Ber ... bertemu dengan siapa?" kata Ong-hujin dengan
suara terputus-putus dan lemah, nyata nadanya sudah
berubah, tadi garang, sekarang sudah mengandung nada
mohon tahu.
"Orang yang Tit-ji maksudkan adalah orang yang dikenang
oleh bibi, aír mengalir di sungai musim semi bunga kamelia
putih, awan memenuhi langit di musim panas buah leci
merah!"
Ong-hujin tergetar, tanyanya dengan suara lemah, "Cara ...
cara bagaimana aku dapat berjumpa dengan dia?"
"Bibi sudah berusaha dengan susah payah hendak
menangkap orang itu, tak terduga perangkap yang bibi
pasang tetap meleset dan dia dapat menghindarkan diri.
Kupikir sebenarnya tidak susah untuk berjumpa dengan dia,
untuk itu dia harus ditangkap, yang penting dia harus mau
tunduk pada segala perintah bibi."
Ong-hujin menghela napas, katanya, "Aku sudah pasang
perangkap sedemikian rapinya, toh masih dapat dihindarkan
olehnya. Maka aku tak punya akal lain yang lebih sempurna
lagi."
"Tit-ji tahu di mana orang itu berada, bilamana bibi percaya
padaku, silakan menerangkan padaku tentang perangkap yang
telah dipasang bibi, bias jadi dari situ Tit-ji akan dapat
mengatur siasat yang diperlukan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita adalah orang sekeluarga masakah tidak percaya.”
kata Ong-hujin.
"Perangkap yang kupasang sekali ini adalah lebah 'Cui-jinhong'
Telah kupelihara beberapa ratus sarang tawon, di
perkampungan Man-to-san-ceng tiada tumbuh bunga lain
kecuali kamelia, maka kawanan tawon tidak perlu mencari
madu ke tempat lain.”
"Benar, maka kawanan tawon itu pun tidak suka pada bau
harum lain kecuali bau harum, kamelia,” tukas Buyung Hok.
"Sungguh tidak sedikit jerih-payahku selama memelihara
kawanan tawon itu," kata Ong-hujin. "Telah kucampur obat
bius dalam madu yang biasa dimakan tawon-tawon itu dengan
sedikit demi sedikit sehingga setiap orang yang kena disengat
oleh tawon itu tentu akan jatuh pingsan selama belasan hari."
Toan Ki terkejut mendengar keterangan itu. ia pikir janganjangan
dirinya sudah pingsan selama belasan hari seperti apa
yang dikatakan itu?
Dalam pada itu terdengar Buyung Hok lagi berkata, "Tipu
bibi sungguh sangat rapi dan susah diduga orang. Tapi cara
bagaimana bibi dapat menyuruh kawanan tawon itu
menyengat orang?”
"Untuk itu di dalam makanan orang yang menjadi sasaran
harus dicampurkan sedikit obat khusus," tutur Ong hujin.
"Meskì obat ini tak berwarna dan tak berbau, tapi rasanya
agak pahit, maka tidak boleh diberikan dalam kadar yang
banyak sekaligus. apalagi orang itu pun sangat cerdik, begitu
pula pengirìng-peringiringnya, untuk meracuni mereka pasti
tìdak mudah, maka terpaksa aku harus mengatur siasat,
sepanjang jalan kusediakan daharan bagi mereka dan diamdìam
aku mencekoki mereka dengan obat yang tak berbisa
!tu.”
Mendengar itu, baru sekarang Toan Ki paham duduknya
perkara, jadi santapan yang telah dinikmatinya secara gratis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebagaì balas jasa dari tuan rumah yang tulisan dalam lukisan
telah dilengkapinya itu adalah perangkap yang dipasang Onghujin
rupanya orang-orang yang dipasang nyonya itu telah
diberitahu asal ketemu orang yang dapat mengisi kekurangan
tulisan di dalam lukisan itu, maka dialah Tin-lam-ong dari Tayli
yang sedang diincar, lalu dalam daharan yang disediakan itu
dicampuri obat bius.
Terdengar Ong-hujin lagi menyambung ceritanya, "Siapa
tahu telah terjadi salah wesel, orang itu tidak menuju
kejurusan sini, Sebaliknya putranya yang datang kemari.
Rupanya setan cilik telah menghapalkan sanjak yang digubah
bapaknya, tentu setan cilik ini pun seorang pemuda bangor.
Sepanjang jalan setan cilik itu mengisi huruf-huruf yang
kurang lengkap dalam lukisan dan dapat makan minum
sepuas-puasnya secara gratis sehingga santapan bercampur
obat yang kusediakan untuk bâpaknya telah dihabiskan
olehnya, dan akhirnya sampailah di rumah papan di tengah
lautan rumput itu. Pelita minyak di rumah itu pun sudah
dicampur obat, di tengah tiang kayu rumah itu pun kumasuki
obat, waktu setan cilik itu menggores papan kayu itu sehingga
bau harüm obat-obatan yang tersembunyí di dalamnya terasa
seketika kawanan tawon terpancíng tíba. Ai, siapa duga
rencana yang kujalankan itu terlaksana dengan baik, tapi
sasaran yang tiba ternyata keliru. Setan cilik ¡ni telah merusak
rencanaku, Hm, kalau aku tidak mencencang día rasa
mendongkolku tak terlampiaskan.”
Diam-diam Toan Ki merasa ngeri juga mendengar ucapan
Ong-hujin yang penuh dendam dan benci itu. Diam-diâm ia
harus mengakui betapa rapinya perangkap yang dipasang
nyonya itu, Celakanya secara tidak sengaja dirinya yang
menggantikan sang ayah dan masuk perangkap itu. Tapi ia
pun merasa lega pula bila teringat dengan kejadian salah
sasaran ini, maka ayahnya sekarang tentu dapat lolos dari
ancaman bahaya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu terdengar Ong-hujin lagi berkata dengan
suara marah, "Aku menyuruh budak ini menyamar sebagai tua
bangka yang bisu dan tuli untuk mengatur perangkap di
rumah papan itu, apalagi dia juga kenal orang itu, siapa tahu
akhirnya terjadi juga salah sasaran seperti sekarang ini."
Lalu terdengar si wanita tua tadi membela dirl. "Siocia,
seperti hamba sudah memberi laporan bahwa karena tidak
melihat Toan-kongcu berada di antara kawanan pendatang
itu, maka hamba telah menipu alat ketikan api mereka agar
mereka tidak dapat menyalakan pelita minyak dan kawanan
tawon itu takkan terpancing datang. Siapa tahu orang-orang
itu terlalu cerdik, akhirnya mereka dapat juga menyalakan
pelita minyak."
"Hm, pendek kata, memang kamu yang tidak becus,"
jengek Ong-hujin.
"Bibi, sesudah mengantup orang, apakah kawanan tawon
itu tak bisa digunakan lagi?” Tanya Buyung Hok.
"Tawon yang telah menyengat orang itu tak lama kemudian
akan matí," sahut nyonya Ong, "Tapi yang tawon yang
kupelihara itu beratus-ratus ribu jumlahnya, kalau cuma mati
beberapa ekor apa alangannya?"
"Bagus," seru Buyung Hok. "Jika begitu, sesudah yang
muda, segera kita dapat menangkap pula yang tua. Tit-ji pikir
bila kita mengambil sesuatu benda milik bocah itu, lalu kita
perlihatkan kepada ... kepada orang itu, maka tidak susah
kiranya untuk memancing ke rumah papan di lautan rumput
sana."
"Nah, keponakanku yang baik, betapapun otak orang muda
memang lebih tajam," seru Ong-hujin dengan girang sambil
berbangkit. "Bagus sekali usulmu ini, sebagai ayah yang baik
bila dia tahu anaknya berada dalam cengkraman kita, tentu
dia akan memburu kemari untuk menolongnya, takkala mana
kita akan dapat menggunakan kawanan tawon lagi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, tatkala mana andaikan tanpa bantuan tawon juga
tidak menjadi soal lagi, asal bibi menaruh sedikit obat bius
dalam arak dan disuguhkan padanya, masakah dia takkan
minum dengan gembirä?" demikian kata Buyung Hok.
Ong-hujin lantas terbayang pada adegan pertemuannya
dengan Toan-Cing-sun dan akan menyuguhkan arak nanti,
seketika nyonya itu berseri-seri, rasanya menjadi lemas,
katanya dengan penuh manisnya madu, "Ya benar, Kita pakai
usulmu ini."
"Bibi, akal Tit-ji ini masih böleh juga, bukan?"
"Baiklah, kalau tidak terjadi apa-apa, tentu bibi akan
membalas jasamu," sahüt Ong-hujin dengan tertawa senang
"Sekarang langkah pertama kita harus menyelidiki dulu di
mana beradanya orang yang tak punya perasaan itu."
"Sebenarnya Tit-jii sudah mendengar sedikit kabar, dalam
urusan ini memang ada kesulitan besar,” ujar Buyung Hok.
"Ada kesulitan apa lagi?” tanya Ong-hujin dengan kening
bekernyit, "cepat katakan, kamu memang suka 'jual mahal'
ya?"
"Soalnya orang itu sekarang telah ditawan orang tertentu
dan keselamatannya terancam?" tutur Buyung Hok.
"Brak”, karena kagetnya sebuah mangkuk teh tertampar
oleh tangan Ong-hujin dan jatuh pecah berantakan.
Toan Ki juga terkejut mendengar berita itu, kalau mulutnya
tidak tersumbat tentu ia pun menjerit kaget.
Terdengar Ong-hujin berkata dengan suara gemetar, "Sia
... siapa yang menawannya? Kenapa tidak kau katakan sejak
tadi? Betapapun kita harus mencari akal untuk menolongnya."
"Susahnya ilmu silat lawan teramat tinggi dan Tit-ji sekalikali
bukan tandingannya," tutur Buyung Hok. "Maka kita hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
boleh melawannya dengan akal dan tidak boleh menandingi
dia dengan kekerasan."
Ong-hujin menjadi sedikit lega demi mendengar ucapan
Buyung Hok itu, segera ia Tanya pula, "Cara bagaimana
melawannya dengan akal lekas katakan?"
"Kukira kawanan tawon bibi itu masih boleh digunakan
sekali lagi,'" ujar Buyung Hok. "Asal, kita ganti beberapa tiang
dan ubah tulisannya, umpama kita tulis nama raja Tayli pada
atas tiang itu, maka musuh tentu akan gusar bila
membacanya dan tentu akan menghapusnya, dengan begitu
bau obat segera akan keluar dari dalam tiang kayu itu."
"Apa orang yang menawannya adalah orang yang bernama
Toan Yan-khing yang sedang merebut tahta dengan dia itu?"
tanya Ong-hujin.
Buyung Hok membenarkan.
"Hah, jadi ... jadi dia tertawan oleh Toan Yan-king," seru
Ong-hujin dengan kuatir padahal Toan Yan-khing itu
senantìasa ingin membinasakan dia, bisa jadi saat ini dia su ...
sudah terbunuh olehnya."
"Bibi tidak perlu kuatir," ujar Buyung Hok dengan tertawa,
"Dalam urusan mereka itu masih ada suatu persoalan besar
yang harus bibi ketahui."
"Persoalan apa?" tanya Ong hujin dengan tak sabar.
"Raja Tayli sekarang adalah Toan Cing-bing," käta Buyung
Hök "Dan kekasih bibi itu sudah lama diangkat sebagai
pangeran mahkota secara resmi hal ini telah diketahui oleh
rakyat seluruh negeri Tayli. Toan Cing bing terkenal sebagai
seorang raja yang bijaksana. Tin lam ong yang akan
menggantikan dia pun memperoleh nama baik di kalangan
rakyat jelata, kalau Toan Yan khing membunuhnya begitu saja
tentu akan mengakibatkan kekacauan kerajaan Tayli dan tahta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang diincar Tóan Yan khing menjadi takkan teguh dan akan
gagal."
"Beralasan juga ucapanmu.” ujar Ong-hujin. Tapi dari mana
kau tahu semuanya itu?"
"Sebagian kudengar dari orang lain, sebagian pula adalah
menurut rekaanku," sahut Buyung Hok.
"Ya, selama hidupmu senantiasa ingin menjadi raja, maka
dalam hal persoalan tahta yang dihadapi kerajaan Tayli sudah
tentu kamu dapat merabanya dengan jelas."
"Ah, bibi terlalu memuji diriku," sahut Buyung Hok dengan
tertawa. "Menurut dugaanku, sesudah Tin lam ong ditawan
Toan Yan-khing, tidak nanti dia membunuhnya melaínkán
akan berusaha membiarkan Tin- lam-ong naik tahta dulu,
habis itu dengan akal lain Tin-lam-ong akan dipaksa
menyerahkan tahta kepadanya secara resmi."
"Secara resmi bagaimana?" tanya Ong-hujin.
"Sebenarnya ayah Toan Yan-khing adalah raja Tayli, Cuma
ketika terjadi kerusuhan dan tahtanya digulingkan oleh
pembesar dorna, dalam keadaan kacau Toan Yan-khing lenyap
entah ke mana. Sebab itulah Toan Cing-bing dapat menjadi
raja Tayli yang sekarang. Padahal putra mahkota yang tulen
sebenarnya adalah Toan Yan-khing yang terkenal sebagai
Yan-khing Taícu. Kalau nanti Tin-lam-ong naik tahta, dia tídak
punya keturunan, kalau Toan Yan-khing di angkat sebagai
putra mahkota, hal ini boleh díkata sangat lumrah dan masuk
diakal."
Ong-hujin merasa heran, tanyanya, "Bukankah jelas dia
mempunyai seorang putra, mengapa kau bilang dia tidak
punya keturunan?”
"Eh, mengapa bibi lupa, bukankah baru saja bibi
menyatakan sendiri akan mencencang bocah she Toan ini?
Setelah dicencang, masakah dia bisa hidup lagí?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, benar! Bocah ini adalah anak jadah yang dilahirkan
budak hina-dina itu, jika dibiarkan hidup hanya akan membikin
marah saja padaku."
Tanya-jawab kedua orang itu dapat didengar oleh Toan Ki
yang berada di ruangan sebelah. Pikirnya, "Wah, celaka!
Sekali íni aku pasti akan mati konyol. Giok-yan entah berada di
mana pula? Kalau día berada di sini, bila jadi Ong-hujin akan
mengampuni jiwakü mengingat kebaikan putrinya padaku."
"Asal saat ini jiwanya tidak berbahaya maka legalah hatiku.
Aku tidak ingin dia menjadi raja apapun segala, sebaliknya
akan ku suruh dia ikut pulang ke Man-to-san-ceng saja,"
demikian Ong-hujin lagi berkata.
"Sesudah Tin-lam-ong menyerahkan tahtanya sudah tentu
día akan ikut bibi ke Man-to-san-ceng, tatkala mana biarpun
dia disurüh tínggal terus di Tayli juga dia tidak kerasan lagi.
Cuma saja dia harus terus menjabatnya entah untuk setengah
bulan atau sepuluh hari, pendek kata dia harus menjabat dulu
untuk kemudian baru dia digulingkan, Kalau tidak, tentu Toan
Yan-khing tak mau.”
Toan Yan-khing mau atau tidak peduli apa dengan aku?”
Dengus Ong-hujin. "Kita tangkap saja dia sesudah Toankongcu
diselamatkan lalu binasakan dia, masakah kita mau
peduli dia mau apa tidak?”
"Tapi bibi lupa bahwa kita belum lagi dapat menangkap
Toan Yan-khing,” kata Buyung Hok, untuk hal ini masih sangat
jauh untuk dibicarakan.”
"Tapi di mana dia berada sekarang tentu kau tahu,” kata
ong-hujin. "Keponakanku yang baik, bibimü cukup kenal
watakmu. Dengan membantu urusanku ini sebenarnya balas
jasa apa yang kau harapkan? Untuk itu sebaiknya kita bicara
di muka sacara blak-blakan saja."
"Kita adalah pamili sedarah-daging, untuk sedikit urusan
bibi ini masakah Tit-ji berani mengharapkan sesuatu balas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jasa?" ujar Buyung Hok. "Pendek kata Tit-ji akan bertindak
sekuat tenaga bibi dan tidak mengharapkan sesuatu balas jasa
apa-apa."
Ong-hujin tertegun sejenak sambil melirik pemuda itu. Ia
kenal watak Buyung Hok mirip ayahnya yang cerdik dan licik,
selamanya hanya mau untung dan tidak mau dirugikan, maka
mustahil kalau sekarang pemuda ini akan membantunya
dengan Cuma-cuma. Segera ia berkata, "Baiklah, jika kamu
tidak mau bicara terus terang sekarang, kelak kalau kau minta
sesuatu padaku, maka jangan kau menyesal aku tak bias
memenuhi permintaanmu.”
"Sekali Tit-ji bilang tidak menginginkan balas jasa, maka
pasti tidak.” Sahut Buyung Hok dengan tertawa. "Andaikan
kelak urusan sudah selesai dan bibi merasa senang untuk
memberi persen bebarapa ribu tahil emas atau
menghadiahkan baberapa jilid kitab pusaka ilmu silat, untuk
itu saja Tit-ji mungkin sudah merasa puas.”
Ong-hujin menjadi ragu menhadäpi síkap Buyung Hok ini,
ia tidak tahu apa yang dirancang pemuda itu di balìk mulutnya
yang manis itu? Tapi selantas berkata. "Baiklah coba uraikan
cara bagaimana kita harus menangkap Toan Yan-khing dan
cara bagaimana menolong si dia?"
"Langkah pertama bukankah kita harus memancing Toan
Yan-khing datang kerümah papan di lautan rumput itu dengan
membawa serta Tin-lam-ong?”
"Benar, dan dengan cara bagaimana dapat kau pancing
Toan Yan-khing ke situ?"
"¡ni soal gampang," ujar Büyung Hok. "Toan Yan-khing
ingin menjadi raja Tayli, untuk itu día harus melakukan dua
hal Pertama menawan Toan Cing sun dan memaksanya
memindahkan hak tahta kepadanya. Kedua, Toan Ki akan
dibunuhnya agar Toan Cing-sun tidak punya keturunan.
Dengan sesuatu benda milik Toan Ki dapat kita perlihatkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Toan Cing sun dan día tentu ingin menolong putra
kesayangannya, dengan demikian Toan Yan khing tentu juga
akan ikut menyusul kemari. Maka bocah she Toan yang bibi
tangkap sekarang iní tídaklah keliru dan besar manfaatnya
untuk dipakai sebagal umpan."
"Ehm, boleh juga akalmu ini," kata Ong-hujin.
"Ya, bahkan Tit-jí akan berusaha sedapat mungkin untük
melaksanakan perangkap kita ini supaya bibi akan lebih
senang." sahut Buyung Hok dengan tertawa. "Eh, bibi, boleh
kau süruh bawa keluar bocah she Toan itu."
"Dia belum sadar tersengat tawonku itu, paling sedikit
harus tiga harí lagi baru dapat sadar." Kata Ong-hüjin. "Bocah
itu berada di kamar sebelah, kalau tidak pingsan, tentu
pembicaraan kita ini akan didengar olehnya, Sekarang aku
ingin tanya sesuatu lagi padamu. Meski ... meski Tin Lam-ong
itu orang tidak punya perasaan, tapi dia terhitung seorang
gagah ksatria masakah Toan Yan-khing mampu memaksa dia
menyerahkan tahtanya? Jangan-jangan Toan Yan-khing
menggunakan kekurangan dan menyiksanya?”
Sampai di sini tertampak sekali betapa perhatiannya
terhadap keselamatan Toan Cing sun.
Buyung Hok menghela napas, sahutnya, "Bibi, hal ini lebih
baik jangan ditanyakan saja, kalau Tit-jii katakan terus terang
tentu akan membikin bibi marah."
"Lekas katakan, lekas, perlu berlagak,” desak Ong-hujin.
"Sepertí kukatakan tadi bahwa orang she Toan itu tidak
punya perasaan hal ini rupanya memang tidak salah," ujar
Buyung Hok dengan gegerutun. "Padahal wanita cántik
sebagai bibi biarpun dia sengaja mencarí ke seluruh pelosok
dunía juga sukar didapatkan. Sungguh harus diakui, entah
rejeki apa yang telah menimpa orang she Toan itu sehingga
dia dapat memperoleh simpati bibi. Dan seharusnya dia nanti
merasa puas dan setia kepada bibi, siapa tahu ... siapa tahu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di ... di dunia, ini ternyata ada manusia sebodoh dia itu,
bidadari dia tidak mau, dia justru mencari bini betina dalam
lumpur .... "
"Apa? Kau ... kau maksudkan dia ... dia main gila lagi
dengan .... dengan wanita lain? Siapa perempuan itu?"
"Ah, perampuan hina-dina begitu masakah ada harganya
untuk dísebut-sebüt? Biarpun dia dijadikan budak bibi juga
tídak sesuai buat apa bibi mesti marah pada orang seperti ítu
sehingga menurunkan harga diri bibi sendiri?”
Tapi Ong-hujin tambah gusar ia menggebrak meja
sehingga gedubrukan suaranya, serunya dengan suara
melengking, "Kurangajar! Dia .... dia meninggalkan aku dan
pulang ke Tayli untuk menjadi pangeran, hal ini aku tidak
menyesal, dia sudah punya istri aku pun tidak menyalakan dia,
habis perkenalanku dengan dia terjadi sesudah dia menikah.
Akan tetapi sekarang kau bilang dia .... dia main gila lagi
dengan perempuan lain. Nah siapa, .. siapa perempuan itu,
siapa? Lekas katakan?”
Mendengar Ong-hujin sedemikìan murkanya, mau-tak-mau
Toan Kí merasa berdebar-debar juga. Sungguh tak terduga
olehnya bahwa Giok-yan yang lemah-lembut dan halus budi
itu ternyata mempunyai ibu yang begitu galak. Sungguh luar
biasa pula bahwa ayah dapat berkasih-kasihan dengan nyonya
lihai ini.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 83
Tapi lantas terpikir pula olehnya. "Namun semua bekas
kekasih ayah memang mempunyai perangai yang aneh dan
berbeda-beda. Cin Ang-bian punya putri (Bok Wan-jing) yang
suka membunuh, sedang Wi Sing-tiok melahirkan putri nakal
sebagai A Ci, maka dapat diduga sifat Wi Sing-tiok juga tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbeda jauh dengan putrinya itu. Umpama ibu, dia tidak mau
tinggal bersama dengan ayah dan sengaja hidup menjadi
Nikoh di tempat terasing, sampai bujukan paman baginda tak
dihiraukan olehnya, sebabnya mungkin adalah karena
perbuatan ayah yang bangor, di mana-mana ada kekasih.
Sungguh, urusan asmara adalah sesuatu yang sukar
diselesaikan.”
Dalam pada itu terdengar Buyung Hok sedang berkata,
"Sudahlah, buat apa bibi masih marah-marah? Silakan tenang
dan mengaso, Biarlah Tit-ji menceritakan dengan perlahan."
"Tidak kau ceritakan juga aku dapat menerka.” sahut Onghujin.
"Tentu Toan Yan-khing itu telah berhasil membekuk
seseorang gendak manuasia she Toan itu dan memaksa dia
harus menyerahkan tahta padanya, kalau syarat ini tidak
dipenuhi, maka perempuan hina itu akan dibunuh betul tidak?
Hm, watak orang she Toan yang busuk itu masakah aku tidak
kenal? Jika dipaksa, sekalipun lehernya diancam dengan golok
juga tak mungkin dia mau menyerah. Akan tetapi bila
perempuan yang dia sukai terancam sedikit saja, maka apa
pun dia akan menurut. Hm, apakali perempuan hina-dina itu
sangat cantik? Dengan cara apa siluman itu dapat memikat
manusia she Toan itu? Lekas katakana, siapa perempuan hinadina
itu?"
"Katakan sih boleh saja, Cuma bibi sendiri hendaknya
jangan marah, sebab perempuan hina-dina itu tidak hanya
seorang saja.”
"Hah, tidak hanya seorang, apakah ada dua orang?" teriak
Ong-hujin dengan murka sambil mengebrak meja.
Buyung Hok menggeleng-geleng kepala sambil menghela
napas, sahutnya kemudian, "Ya, bahkän tidak cuma dua orang
saja!”
"Hah? Lebih dari dua malah?” teriak Ong-hujin semakin
gusar. "Jadi' dalam perjalanan juga dia main gila dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan sebanyak itu, satu tídak cukup, bahkan ada lagi
yang kedüa dan ketiga?”
"Bahkan lebih dari tiga,” sahut Buyung Hok dengan gelenggeleng
kepala. "saat itu seluruhnya ada empat orang
perempuan yang mendampingi dia. Tapi buat apa bibi mesti
marah? Nanti bila dia sudah naik tahta, soal istri muda atau
selir toh sudah jamak baginya. Biarpun kerajaan Tayli tidak
sebesar Song atau Lian, dalam istananya andaikan tiada 3000
selir cantik, 300 rasanya tentu ada.”
"Cis! Sebab itulah aku keberatan kalau dia menjadi raja,
tiada seorang raja di dunia ini manusia baik-baik.” teriak Onghujin.
"Nah, lekas katakan, siapakah keempat perempuan
yang mendampingi dia itu?”
Toan Ki juga terheran-heran mendengar keterangan
Buyung Hok itu, ia hanya tahu ayahnya didampingi Cin Angbian
dan Wi Sing-tiok berdua mengapa mendadak bisa
bertambah dengan dua wanita lain lagi?
Dalam pada itu terdengar Buyung Hok sedang menjawab,
"Keempat perempuan itu seorang she Cin, seorang lagi she Wi
dan ... "
"Hm, jadi kedua ekor siluman rase itu mengoda dia lagi,"
jengek Ong-hujin.
"Dan seorang lagi adalah wanita yang sudah bersuami,
kudengar mereka menyebutnya sebagai Ciong hujin, agaknya
nyonya itu sedang mencari-cari seorang putrinya,” demikian
tutur Buyung Hok. "Tampaknya Ciong-hujin itu cukup sopan,
sedikitpun dia tidak memberi hati kepada Tin-lam-ong,
sebaliknya Tin-lam-ong juga menghadapinya dengan menurut
aturan."
"Huh, pura-pura, main sandiwara belaka,” jengek Onghujin,
"Jika betul sopan, seharusnya dia meninggalkan dia,
kenapa sekarang dia bersáma dia? Lalu siapa lagi perempuan
yang keempat?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Yang keempat itu bukanlah wanita hina," ujar Buyung
Hok, "Dia adalah istri kawin sah Tin-lam-ong sendiri."
Serentak Toan Ki dan Ong-hujin sama-sama terkejut. Yang
seorang heran mengapa ibunya mendadak juga datang,
sedang yang lain tidak menduga kalau Tin lam-ong bisa
membawa serta istrinya dalam perjalanan itu?
"Apakah bibi merasa heran?" Tanya Buyung Hok dengan
tertawa. "Padahal kalau bibi mau berpikir secara mendalam,
tentu sedikitpun tidak terasa heran. Maklum, sudah lebih
setahun Tin-lam-ong meninggalkan Tayli, sedangkan di
Tionggoan terkenal banyak wanita yang cantik-cantik, ada
wanita secantik bidadari sebagai bibi, ada lagi wanita genit
sebagai Wi Sing-tiok, sudah tentu permaisuri Tin-lam-ong
merasa kuatir dan cepat-cepat menyusul suaminya."
"Cis, masakah kau jajarkan diriku dengan kawanan
perempuan hina-dina itu?" semprot Ong-hujin. "Dan
bagaimana dengan keempat perempuan itu apa sekarang
masih menggerombol menjadi sate?”
"Jangan kuatir bibi,” ujar Buyung Hok dengan tertawa.
"Ketika sampai di Siang líong-tíok, di s itulah Tin-lam-ong kalah
habis-habisan, sekaligus mereka kena diciduk oleh Toan Yankhing.
Seluruhnya, baik lelaki mau pun wanitanya, semua
kena ditutuk dan tertawan. Waktu itu Toan Yan-khing sedang
mencurahkan perhatiannya untuk menghadapi rombongan
Tin-lam-ong sehingga sama sekali tidak mengira kejadian itu
dapat kusaksikan dengan baik. Cepat saja Tit-ji kaburkan
kudaku dan mendahului mereka, kutaksir sedikitnya telah
kutinggalkan mereka sejauh 200 li jauhnya, mungkin dua hari
lagi baru mereka akan sampai di sini. Nah, bibi, urusan tidak
boleh ayal lagi, kita harus lekas mengatur kawanan tawon dan
obat bius itu, berbareng kita mengirim orang pergi memancing
Toan Yan-khing ke sini .... "
Belum habis ucapannya, tiba-tiba dari jauh terdengar
kumandang suara seorang yang tajam melengking, "Sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sejak tadi aku datang kemari, maka tidak perlu kau pancing
lagi, hanya kawanan tawon dan obat bius itu perlu lekas kalian
mengaturnya."
Dari lengking suara itu dapat ditaksir orangnya tentu masih
beberapa ratus meter jaühnya di sana, tapi bagi pendengaran
Ong-hujin dan Buyung Hok suara itu terasa berada di tepi
telinga mereka. Air muka kedua orang berubah seketika.
Dalam pada itu di luar lantas terdengar suara bentakan Pau
Put-tong dan Hong Po-ok yang sedang menerjang ke arah
suara tadi.
"Awas. kepandaian orang ini sangat hebat. Jangan
memandang enteng!" serta Buyung Hok sambil memburu
keluar pintu.
Di bawah cahaya bulan tertampak bayangan hijau
berkelebat, menyusul sesosok bayangan kelabu dan sesosok
bayangan kuning telah menerjang maju, Itulah Ting Pek-jwan
dan Kongya Kian yang ikut mengerebut dari kanan dan kiri.
Bayangan hijau itu memang betul adalah Toan Yan-khing,
dengan tongkat kiri menyanggah tanah, segera tongkat kanan
digunakan menutuk Ting Pek-jwan dan Kongya Kian, hanya
dalam sekejap saja ia sudah melancarkan tujuh atau delapan
kali serangan mematikan. Sekuatnya Pek-jwan masih dapat
bertahan, tapi Kongya Kian tidak sanggup melawan sehingga
terdesak mundur beberapa langkah. Dalam jeda itu Pau Puttong
dan Hong Po-ok yang mendahului menerjang tadi juga
telah putar balik, Toan Yan-khing lantas terkepung di tengah.
Tapi dengan satu lawan empat kelihatan Toan Yan-khing
masih lebih unggul. Buyung Hok tahu orang itu sangat
tangguh, cepat ia berbisik kepada Ong-hujin, "Bibi, tolong
pinjam dulu pedangmu."
Segera Ong hujin melolos pedangnya dan berpesan, "Hatihatilah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semangat Buyung Hok terbangkit karena memegang
senjata itu, Ia tahu pedang itu adalah pedang mestika yang
dapat memotong besi bagai memotong sayur. Sekali bergerak,
pedang menyambar, segera ia melompat maju dan menusuk
ke arah Toan Yan-khing.
Yan-khing tak berani mengadu tongkatnya dengan pedang
lawan, tubuhnya menggeser cepat ke sana-sini dan berulang
melancarkan serangan berbahaya. Dia dikeroyok lima, Buyung
Hok adalah tokoh kelas wahid pula, tapi sungguh aneh, sama
sekali ia tidak bertahan atas serangan lawan, sebaliknya
tongkatnya berputar dengan cepat dan selalu mendahului
menyerang malah sehingga terpaksa Buyung Hok harus
menarik kembali senjatanya untuk menangkis dan dengan
sendirinya tak sampai melancatkan serangan balasan lagi.
Ilmu silat Ong-hujin tidak terlalu tinggi, hanya
pengalamannya banyak dan pengetahuannya luas,
pengetahuan ilmu silatnya (secara teori) bahkan lebih tinggi
daripada putrinya, yaitu Giok-yan, Sekarang dilihatnya kungfu
yang digunakan Toan Yan-khing ini adalah kapandaian dari
keluarga Toan dari Tayli ia menjadi kuatir dan risau pula
hatinya.
Hendaklah maklum bahwa dahulu waktu Ong-hujin sedang
berpacaran dengan Toan Cing-sun selain mereka telah berjanji
setia, dengan sendirinya mereka pun bertukar pikiran tentang
ilmu silat dan Toan Cing-sun pernah mempertunjukkan it-yang
ci dan kepandaian keluarga Toan yang lain.
Sekarang dilihatnya Ilmu silat keluarga Toan itu dimainkan
oleh Toan Yan-khing secara hebat, gerakannya mirip dengan
kekasihnya dahulu, tidak salah kalau Ong-hujin menjadi risau
terkenang pada masa lalu.
Tiba-tiba teringat olehnya Toan Cing sun telah ditawan
orang ini, mungkin bekas kekasih itu pun berada di sekitar
sini. Sekarang orang jahat itu sedang dikerubut Buyung Hok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan kawan-kawannya, mengapa kesempatan ini tak
kugunakan untuk menolong Toan-long?
Demikianlah diam-diam Ong-hujin lantas hendak keluar dan
mencari ke sekitar sana. Tapi baru saja melangkah,
sekonyong-konyong terdengar Hong Po-ok menjerit, di tengah
kalangan pertempuran sudah berubah. Hong Po-ok kelihatan
mengeletak di tanah, tongkat kiri Toan Yan-khing selalu
menyambar kian kemari pada badan lawan dalam jarak
belasan senti, tapi serangan yang mematikan tidak lantas
dilancarkan. Sedang Buyung Hok, Ting Pek-jwan dan lain-lain
telah menghujami serangan pada Toan Yan-khing, namun
semuanya kena ditangkis oleh tongkat kanan Yan-khing.
Keadaan begitu jelas menunjukkan bahwa Toan Yan Khing
sebenarnya dapat mencabut nyawa Hong Po-ok dengan
gampang, Cuma saja untuk sementara dia belum mau turun
tangan jahat.
Rupanya lantaran itu Buyung Hok mendadak melompat
mundur dan berteriak, "Berhenti dulu!”
Maka cepat T ing Pak-jwan, kongya Kian dan PAu Put-tong
juga lantas melompat mundur.
"Terima kasih atas kemurahan hatimu, Toan Siangsing,”
kata Buyung Hok. "Memangnya kita tiada permusuhan apaapa,
sejak kini orang Buyung dari Koh-soh mengaku kalah
padamu.”
Belum lagi Yan-khing menjawab, sekonyong-konyong Hong
Po-ok berteriak, "Kongcuya, orang she Hong tidak becus, apa
artinya selembar jiwaku ini, hendaklah Kongcuya jangan
sekali-kali mengaku kalah hanya lantaran diriku!"
Yan-khing tertawa, kerongkongannya mengeluarkan suara
"Krok-krok” bagai ayam keselek, katanya, "Orang she Hong
sungguh seorang ksatria tulen.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berbareng ia tarik kembali tongkatnya yang mengancam di
atas badan Hong Po-ok yang masìh menggeletak di tanah itu.
Mendadak Po-ok melompat bangun, sinar golok berkelebat,
kontan ia membacok pula ke atas kepala Toan Yan-khing
sambil berteriak, "Rasakan pula golokku ini!"
Ketika Toan Yan-khing mengangkat tongkatnya ke atas,
seketika Po-ok merasa tangannya seperti tergetar oleh
sesuatu tenaga maha dahsyat dan tak tertahan lagi. goloknya
terlepas dari cekalan menyusul pinggangnya, juga kesakitan,
tiba-tiba tongkat lawan sudah menyabet pinggangnya, kontan
tubuhnya terlempar.
"Kungfu Toan-sìansing sungguh maha sakti, sungguh aku
sangat kagum." demikian kata Buyung Hok. "Marilah dari
lawan kita menjadi kawan, bagaimana kalau aku mengikat
persahabatan dengan Toan-siansing?"
"Baru saja kamu sedang bicara tentang mengatur kawanan
tawon dan hendak membikin celaka padaku, sekarang kalian
tak sanggup melawan aku, lantas kamu hendak main tipu
muslihat apa?" jawab Toan Yan-khing.
"Soalnya bila kita berdua bergabung akan berguna, kalau
bermusuhan tentu akan sama-sama celaka,” ujar Buyung Hok.
"Yan-khing Thaicu, engkau adalah ahliwaris yang sebenarnya
dari kerajaan Tayli. tahtamu telah dirampas orang, mengapa
engkau tidak mencari akal untuk merebutnya kembali?”
"Itu adalah urusanku sendiri, apa sangkut pautnya
denganmu?" sahut Yan-khing dengan melirik hina.
"Jika engkau ingin naik tahta untuk menjadi raja Tayli,
engkau perlu mendapat bantuanku." ujar Buyung Hok.
"Huh, aku justru tidak percaya kamu akan membantu
diriku. Bisa jadi kau ingin sekali tebas membinasakan aku."
"Tidak, aku ingin membantumu menduduki kembali
tahtamu adalah karena kepentinganku pula," ujar Buyung
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hok. "Pertama, aku sangat benci pada bocah bernama Toan Ki
itu, dia telah membikin malu padaku di Siau-sit-san sehingga
hampir aku bunuh diri, nama keluarga Buyung kami telah
dijatuhkan olehnya, sebab itulah aku ingin membantumu
merebut kembali tahtamu sekedar melampiaskan dendamku
padanya. Kedua, sesudah engkau menjadi raja Tayli, aku pun
ada urusan lain yang mengharapkan bantuanmu!"
Walaupun Toan Yan-khing tahu Buyung Hok sangat licin
dan banyak akal, tentu tiada maksud baik terhadapnya. Tapi
demi mendengar uraian Buyung Hok itu, mau-tak-mau ia
menjadi tertarik. Ketika di Siau-sit san tempo hari Yan-khing
sendiri menyaksikan Buyung Hok dikalahkan Toan Ki dan
hampir-hampir saja membunuh diri. Bila teringat kepada
kelihaian Toan Ki itu diam-diam ia pun merasa bukan
tandingan Lak-meh-sin-kiam yang dimiliki Toan Ki itu.
walaupun sekarang Toan Cing-sun sudah tertawan olehnya,
tapi ia pun tidak yakin semua itu akan dapat digertak dengan
ancaman atas jiwa ayahnya.
Karena itulah ia lantas bertanya, "Tapi kamu kan tak dapat
melawan si Toan Ki, lantas dengan cara bägaimana kamu
dapat mengatasi dia?"
Maka buyung Hok menjadi merah jengah, sahutnya
kemudian. "Kalau tak bisa melawan dengan kekerasan harus
dihadapi dengan akal. Pendek kata soal Toan Ki itu akulah
yang bertanggung Jawab untuk menangkapnya dan
diserahkan kepadamu dan boleh ditindak sehendakmu."
Yan-khing menjadi girang. Memang yang masih dikuatirkan
olehnya adalah kepandaian Toan Ki yang sakti itu, kalau
sekarang Buyung Hok menyatakan sanggup menangkapnya,
hal ini berarti akan berkurang suatu ancaman baginya. Tapi
segera terpikir olehnya jangan-Jangan Buyung Hok cuma
omong besar saja dan sengaja hendak menipunya, untuk ini
perlu waspada, Maka katanya pula, "Kamu menyatakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sanggup menangkap Toan Ki, siapa tahu kamu tidak omong
kosong belaka, yang penting harus buktikan lebih dulu."
Buyung Hok tersenyum, sahutnya, "Ong-hujin ini adalah
bibiku, saat ini si bocah Toan Ki sudah tertawan oleh bibi,
maka belíau justru lägi merencanakan untuk menukar bocah
itu dengan orang tawananmu. Inilah sebenarnya maksud
tujuan kami hendak memancing kedatanganmu ke sini.”
Dalam pada itu Ong-hujin telah menyingkir belasan meter
dari tempat bicara kedua orang itu, Ía sedang celingukan kian
kemari untuk mencari Toan Cing Sun. Ketika lamat-lamat
mendengar pembicaraan Buyung Hok itu, cepat ia putar balik.
Segera Toan Yan-Khing membungkuk tubuh sebagai
hormat, katanya dengan suara dalam kerongkongan,
"Terimalah hormatku ini. Entah siapakah gerangan yang Onghujin
ingin tukar?"
Air muka Ong-hujin menjadi merah. Siang malam yang
selalu terkenang olehnya adalah Toan Cing-sun seorang, tapi
sebagai seorang janda sudah tentu tidak pantas dia
mengutarakan perasaannya itu kepada orang luar. Sebab
itulah ia menjadi gelagapan dan tak bisa menjawab.
"Toan Cing sun, ayah si bocah Toan Ki itu dahulu pernah
menyakiti hati bibiku, permusuhan mereka boleh dikatakan
sedalam lautan," tutur Buyung Hok. "Sebab itulah bibi ingin
janjimu, kelak bila sudah kau terima kembali tahta kerajaan
Tayli, segera harus kau serahkan Toan Cing-sun itu kepada
bibi, dan untuk selanjutnya apakah Toan Cing-sun itu akan
dibunuh atau dibakar biar terserah pada bibi."
Toan Yan-khing mengakak-tawa, pikirnya, "Sesudah Toan
Cing-sun menyerahkan tahta padaku, memangnya segera
akan kuhukum mati dia, jika kau mau mewakilkan aku
membinasakan dia, sudah tentu kebetulan bagiku."
Tapi ia pun cukup cerdik, ia merasa urusan ini jadinya
terlalu mudah, jangän-jangan di dalamnya tersembünyi tipu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muslihat lain. Segera ia tanya pula, "Buyung-kongcu, kau
biläng akan minta bantuanku bila aku sudah naik tahta, Untuk
itu aku sendiri tidak tahu apakah mampu membantu atau
tidak,maka lebih baik sekarang juga kita bicara di muka
supaya kelak tidak menyesal jika aku tak dapat memberi
bantuan."
Buyung Hok tertawa, sahutnya, "Dengan ucapan Toansiansing
ini, sekarang aku menjadi lebih percaya lagi padamu.
Karena kita harus tetapkan jual-beli ini. maka urutan pribadi
ini jadi tidak perlu kututupi lagi. Harap maklum bahwa
keluarga Buyung kami adalah keturunan raja Yan masa
dahulu, turun temurun leluhur kami telah meninggalkan pesan
agar berusaha memulihkan kembali kerajaan Yan yang Jaya.
Tapi kekuatanku sendiri terlalu lemah dan susah
mengsukseskan pesan leluhur itu. Maka bila nanti Pangeran
sudah naik tahta menjadi raja Tayli, ingin kumohon bantuan
kerajaan Tayli sebagai modal pembangunan kembali kerajaan
Yan."
Bahwasanya Buyung Hok adalah keturunan raja Yan, hal ini
dìam-diam sudah menimbulkan curiga Toan Yan-khing ketika
menyaksikan Buyung Bok mencegah Buyung Hok bunuh diri di
Siau-sit-san tempo harì. Sekarang rahasia besar pribadinya
diceritakan sendiri pula oleh Buyung Hok, hal ini menandakan
maksud tujuannya benar-benar sangat tulus. Maka pikir Yan
khing, "Dia ingin membangun kembali kerajaan Yan, untuk itu
dia tentu sekaligus akan bermusuhan dengan kerajaan Song
dan Liau yang besar, padahal kerajaan Tayli kami sangat kecil
dan lemah, untuk menjaga diri saja tidak kuat, apalagi
memusuhi negara-negara besar tersebut. Pula aku belum
mendapat dukungan rakyat seluruhnya bila naik tahta, mana
boleh aku menjangkitkan peperangan pula. Ya, biarlah
sekarang aku pura-pura menyanggupi dia, kelak jika ada
kesempatan yang baik akan kubunuhnya saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan pikiran demikian, lalu sahutnya, "Negeri Tayli
sangat kecil dan miskin, bantuan yang dapat diberikan rasanya
tidaklah seberapa. Semoga kelak usahamu akan berhasil dan
kerajaan Tayli dan kerajaan Yan akan selalu terikat menjadi
negeri saudara atau negara keluarga.”
Segera Buyung Hok memberi sambah hormat. "Jika Buyung
HoK dapat membangun kembali kerajaan leluhur, maka turun
temurun kerajaan Yan akan menjadi negeri di bawah
perlindungan kerajaan Tayli dan sekali-kali takkan lupa kepada
budi kebaikan Sri Baginda."
Girang Toan Yan-khing tak terkatakan mendengar dirinya
disebut sebagai "Sri Baginda", Apalagi nada Buyung Hok itu
diucapkan dengan penuh haru dan terima kasih, cepat ia
membangunkan dan berkata, "Buyung-kongcu tidak perlu
banyak adat. Sekarang si bocah Toan Ki itu entah berada di
mana?"
"Dan di mana Toan Cing-sun itu?” demikian Ong-hujin
menyela sebelum Buyung Hok menjawab.
"Harap Sri Baginda sudi mengaso dulu di tempat kediaman
bibi tentang Toan Ki itu dengan segera tentu akan
diserahkan," ujar Buyung Hok.
"Baiklah jika begitu," kata Yan khing dan mendadak dari
perutnya mengeluarkan suara suitan tajam melengking.
Ong-hujin sampai kaget. Tapi lantas terdengar dari jauh
ada suara derapan kuda lari dan gemertak roda yang riuh,
satu iring-iringan kereta-kereta keledai sedang mendatangi.
Sejenak kemudian dapatlah terlihat dengan jelas iring-iringan
itu terdiri dua penunggang kuda yang mengawal dua kereta
keledai besar.
Sesudah dekat, dengan serta-marta Ong-hujin memburu
maju, ia menyelinap lewat di sebelah kedua penunggang kuda
itu dan segera hendak menyingkap tirai kereta untuk
memeriksa isi kereta itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi mendadak di depannya mengadang seorang yang
bermulut besar dan bermata kecil, kupingnya lebar kepala
gundul. Orang aneh ini membentak, "Kau mau apa?”
Ong-hujin terkejut dan cepat melompat mundur. Baru
sekarang dia dapat melihat jelas si muka buruk itu berpaju
pendek warna kuning tua, tangan memegang cambuk,
agaknya dia si kusir kereta.
Tiba-tiba Yan-khing berseru, "Samte, ini Ong-hujin, mari
kita mengaso dulu di tempat kediamannya, para tamu dalam
kereta itu pun dibawa sekalian!”
Kiranya kusir itu adalah Lam-hai-gok-sin.
Waktu tirai kereta terbuka, maka turunlah seorang
penumpang dengan langkah sempoyongan. Seketika perasaan
Ong-hujin menjadi pedih, air mata berlinang-linang. Ia lihat
penumpang kereta yang turun itu bermuka pucat, rambut di
kedua pelipisnya agak ubanan, siapa lagi dia kalau bukan
Toan Cíng-sun, kekasih yang dirindukannya siang dan malam
selama ini?
Watak Ong-hujin memang tidak sabaran, sebenarnya ia tak
bisa menunggu lagi dan segera memburu maju dan menyapa.
"Toan .. Toan ... baik-baikkah kau?”
Ketika mendengar suaranya. Toan Cing-sun terkejut, waktu
dia menoleh dan melihat Ong-hujin serentak air mukanya
berubah pucat.
Kiranya Toan Cing-sun adalah orang berdosa, di manamana
ia banyak utang asmara karena kelakuannya yang
bangor itu. Dan di antara "kreditor" sebanyak itu hanya Onghujin
yang paling dia takuti. Kalau Cin Ang-bian, Wi Sing-tiok
dan lain-lain paling-paling cuma aleman saja dan minta selalu
didampingi Cing-sun, dan puaslah sudah. Tetapi Ong hujin ini
justru selalu mendesak Cing-sun membunuh istrinya yang sah
untuk kemudian mengawini dia. Sudah tentu permintaan
demikian tak mungkin dilakukan oleh Cing-sun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan sendírinya percekcokan itu lantas meruncing,
terpaksa Cing-sun ambil langkah seribu alias kabur tanpa
pamit. Sungguh tak terduga olehnya bahwa dalam keadaan
runyam menjadi tawanan seperti sekarang ini justru kepergok
lagi dengan bekas kekasih yang disegani ítu.
Walaupun Cing-sun suka main cinta dan tidak murni
mencintai setiap kekasihnya, tapi selalu ia menghadapi setiap
kekasíh itu dengan hati tulüs. Maka begitu melihat Ong-hujin,
sekilas ia terperanjat dan segera ia pun memikirkan dulu
kepentingan Ong-hujin, cepat ia berseru, "A Mong, lekas lari,
tua bangka berjubah hijaü adalah seorang maha durjana,
jangan sampai kaupun tertangkap olehnya!”
Sebareng itu ia terus mengadang di tengah antara Onghujin
dan Toan Yan-khing sambil mendesak lagi, "Lekas lari,
lekas A Mong!"
Padahal Cing sun sendiri sudah tertutuk oleh Toan Yankhing,
untuk berjalan saja sukar, dari mana dia mampu
membela keselamatan Ong Hujin.
Namun sekali ia memanggil "A Mong”, yaitu nama kecil
Ong-Hujin, hal ini menandakan betapa perhatiaanya kepada
bekas kekasih itu dan nadanya juga benar-benar timbul dari
hatinya yang tulus, maka buyarlah seketika rasa dendam dan
benci yang dikandung Ong hujin tadi, hanya saja di hadapán
Toan Yan khing dan Buyung Hok betapapun ia tidak enak
memperlihatkan perasaannya, maka ia hanya mendengus saja
dan menjawab, "Huh, keselamatamu sendiri tak terjamin,
tidak perlu gubris utusan orang lain. Dia maha durjana,
memangnya kausendiri maha budiman?"
Habis ini ia lantas berpaling kepada Yan-khing dan berkata,
"Silakan masuk ke dalam rumah, Pangeran!”
Melihat sikap Cing-sun terhadap Ong-hüjin, diam-diam Yankhing
menduga musuh itu pasti lebih besar cinta daripada
bencinya terhadap nyonya itu. sebaliknya biarpun Ong-hujin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ade sesuatu dendam terhadap Cing-sun rasanya juga lebih
banyak cintanya daripada rasa permusuhannya. Pikirnya,
"Terang hubungan kedua orang ini sangat luar biasa. sekalikali
aku tak boleh masuk perangkap mereka."
Tapi dasar kepandaiannya tinggi dan nyalinya besar,
walaupun dalam hati merasa was-was, namun sedikit pun ia
tidak gentar, dengan angkuh ia lantas masuk ke dalam rumah.
Tempat itu adalah suatu perkampungan yang segaja diatur
oleh Ong-hujin untuk menawan Toan Cing-sun, dalam
pekarangan rumah penuh tertanam bunga kamelia, di bawah
sinar bulan remang-remang tertampak keadaan di situ terawat
sangat bersih dan indah.
Melihat cara mengatur tanaman bunga Kamelia itu tiada
ubahnya seperti taman bunga di Koh-soh, di sana Cing-sun
dan Ong-hujin pernah tenggelam di tengah lautan madu
asmara, seketika perasaan Cing-sun menjadi pedih, katanya
dengan suara perlahan. "Kiranya di ... di sini adalah tempat
kediamanmu?"
"Hm, jadi kamu masih ingat?" Jengek Ong-hujin.
"Sudah tentu masih," sahut Cing-sun dengan lirih.
Begitulah beramai-ramai semua orang lantas ikut masuk ke
dalam rumah. Lam-hai-gok-sin juga telah menurunkan semua
tawanan yang berada dalam kereta keledai tadi. Pada suatu
kereta itu berisi Su Pek-hong, yaitu istri kawin sah Toan Cingsun,
lalu Ciong-hüjin. Cin Ang-bian dan Wi Sing-tiok berempat.
Kereta lain berisi Hoan Hwa, siáu Tiok sing dan Tang Su-kui
bertiga menteri setia kerajaan Tayli.
Rupanya mereka kena ditutuk dengan tenaga berat oleh
Toan Yan-khing, maka sama sekali tak bias membangkang
diseret dan digusur oleh Lam-hai-gok-sin serta In Tiong-ho,
paling-paling mereka cuma dapat mencaci-maki saja. Sedang
kusir kereta tetap tinggal di luar rumah dan merawat keledai
mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tempo hari, setelah Toan Cing-sun mengirim Pak Thian-sik
dan Cu Tan-sin mengiringi Toan Ki pergi ke Se He untuk
mengikuti sayembara perebutan menantu raja Se He, tidak
lama kemudian ia lantas mendapati pesan Po-ting-to, yaitu
kakak bagindanya dari Tayli yang memerintahkan dia lekas
pulang ke Tayli untuk menggantikan tahtanya, Po-ting to
sendiri sudah ambil keputusan akan menjadi hwesio di thingliong-
si.
Kerajaan Tayli adalah penganut agama Budha, maka raja
Tayli pada masa terakhir selamanya meninggalkan tahta untuk
menjadi hwesio. Sebab itulah ketika Cing-sun menerima
kiriman kakak bagindanya itu, walaupun merasa berat, tapi
juga tidak heran akan pilihan kakak bagindanya itu. Maka
bergegas-gegas ia lantas pulang ke Tayli dengan membawa
serta Ciu Ang-bian dan Wi Sing tiok.
Di tengah jalan mereka mendapat berita dari para wanita
Ling-ciu-kiong yang memperingatkan bahwa di sepanjang
jalan mereka harus hati-hati menghadapi berbagai perangkap
yang telah dipasang oleh musuhnya yang lihai.
Cing-sun coba bertukar pikiran dengan Hoan Hwa dan lainlain,
mereka sependapat bahwa apa yang dikatakan "musuh
lihai" itu tentu bukan lain daripada Toan Yan-khing. Musuh ini
memang sukar untuk dihadapi, jalan paling baik adalah
menghindari saja.
Sebab itulah mereka ganti arah dan berputar ke timur dulu
untuk kemudian baru membelok ke selatan. Ia tídak tahu
bahwa berita itu diperoleh A Pik dari pelayan-pelayan Onghujin
sehingga yang diketahuí A Pik kurang lengkap.
Perangkap memang beñar ada, tapi sebenarnya tiada maksud
Ong-hujin hendak membikin celaka Cing-sun.
Dan karena pergantían arah perjalanan Cing-sun itu maka
segala apa yang telah direncanakan Ong-hujin itu menjadi
meleset dan menimpa diri Toan Ki. Sebaliknya Cing-sun jadi
kepergok dan ditawan oleh Toan Yan-khíng. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertarungan di pesisir Koa-im-lan, rombongan Cing-sun kalah
habis-habisan, Hoa Hek-liang kena dihantam Lam-hai-gok-sin
hingga kecemplung ke laut, yang lain juga tertutuk dan
tertawan oleh Toan Yan-khing.
Begitulah Buyung Hok lantas menyuruh Ting Pek-jwan dan
kawan-kawannya mangawas-awasi di luar rumäh, ia sendiri
berlagak sebagai tuan rumah untuk mengatur ini dan itu guna
melâyani tetamu.
Ong-hujin sendiri sedang memperhatikan Su Pek-hong, Cin
Ang-bian, Ciong-hujin dan Wi Sing-tiok berempat. Ia merasa
setiap wanita itu mempunyai kegenitan dan kecantikan
masing-masing, walaupun Ong-hujîn merasa dirînya tidak
kalah daripada wanita-wanita saingannya itu, tapi dasarnya
memang tinggi hati, maka ia enggan disama-ratakan dengan
mereka yang dianggapnya perempuan hina.
Di sebelah sana demi mengingat ayah-ibunya datang
semua, tapi tertawan oleh musuh, maka di samping merasa
girang Toan Ki juga kuatir pula.
Dalam pada itu terdengar Toan Yan-khing sedang berkata,
"Ong hujin, setelah urusanku selesai dengan sendirinya Toan
Cing-sun akan kuserahkan padamu dan masa-bodoh apa yang
hendak kau perbuat atas dirinya. Sekarang di manakah si
bocah Toan Ki itu?”
Ong-hujin tidak menjawab, ia hanya bertepuk tangan tiga
kali, dua pelayan wanita lantas muncul dan menunggu
perintah dengan hormat.
"Bawa si bocah she Toan itu ke sini?” seru Ong hujin.
Yan-khing duduk di kursi dengan tangan kiri menahan
pundak kanan Toan Cing-sun. Maklum, ia sangat jeri terhadap
Lek-meh-sín-kiam milik Toan Ki, apalagi ia meragukan
persengkongkolan Ong hujin dan Buyung Hok jika Toan Ki
mendadak dibebaskan dan menyerang padanya, tentu urusan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa runyam, maka ia sengaja mengancam Toan Cing-sua
agar Toan Ki tidak berani sembarangan bertindak.
Tidak lama kemudian, terdengar suara tindakan orang
banyak, empat pelayan muncul dengan menggotong musuh
Toan Ki.
Kaki dan tangan Toan Ki terikat oleh tali kulit kerbau,
mulutnya tersumbat matanya tertutup pula oleh kain hitam,
maka orang lain sukar mengetahui apakah pemuda itu masih
hidup atau sudah mati.
"Anak Ki!" teriak Su Pok-hong dan segera hendak
menubruk maju.
Tapi Ong-hujin mendorongnya sambil membentak, "Jangan
bergerak! Duduklah di tempatmu.”
Karena nyonya Toan Cing-sun itu tertutuk dan sedang
kehilangan tenaganya, maka dorongan itu membuatnya jatuh
kembali di atas kursinya dan tak bias berkutik lagi.
"Bocah ini telah minum obat bius yang kuberikan, mati sih
belum, tapi untuk sementara waktu jelas pikirannya belum
sadar kembali," demikian tutur Ong-hujin. "Nah, Yan-khing
Thaicu, jika perlu boleh kau periksa yang betul, aku kan tidak
salah tangkap orang?"
Yan-khing mengangguk-angguk, sahutnya, "Ya memang
tidak salah."
Rupanya Ong-hujin terlalu yakin pada kekuatan obat
sengatan tawon piaraannya, ia tidak tahu bahwa dalam tubuh
Toan Ki telah penuh tenaga sakti Cu-hap-sin-kang yang
ampuh, anak muda itu hanya kehilangan ingatan sebentar
saja dan sejenak kemudian pikiran sehatnya lantas pulih
kembali, soalnya kaki tangan Toan Ki teringkus sehingga
keadaannya mirip orang yang masih belum sadar kembali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A Mong, mengapa kau tangkap anak Ki. Dia kan tidak
bersalah padamu?" demikian Cing-sun menegur dengan
tersenyum getir.
Ong-hujin hanya mendengussaja dan tidak menjawab. Ia
tidak mau unjuk perasaan rindunya kepada Toan Cing-sun di
depan orang banyak, tapi ia pun tidak tega mendampratnya
dengankata-kata keji.
Buyung Hok sangat cerdik, ia kuatir sang bibi terpengaruh
oleh rindu-dendamnya sehingga menggagalkan rencana
usahanya, maka cepat ia menyela, "Mengapa bilang dia tidak
bersalah terhadap bibiku? Dia ... dia telah memelet Piaumoaiku
yang bernama Giok-yan dan mencemarkan
kesuciannya. Nah, bibi, orang macam begini mati pun tidak
cukup untuk menebus dosanya, buat apa mesti menunggu lagi
.... "
Belum habis ucapannya mendadak Cing-sun dan Ong-hujin
menjerit bersama, "Apa katamu? Dia ... dia .... "
Air muka Cing-sun tampak pucat pasi, ia berpaling pada
Ong-hujin dan bertanya dengan suara lirih, "Apakah anak
perempuan ... dan diberi nama Giok-yan?”
Perangai Ong-hujin mestinya sangat keras, sejak tadi ia
bersabar sedapatnya, tapi sekarang ia benar-benar tidak tahan
lagi, ia menjerit dan menangis, "Semuanya gara-garamu lelaki
yang tidak punya perasaan, engkau telah membikin susah
diriku, bahkan sekarang membikin celaka putri darahdagingmu
sendiri Giok-yan, dia adalah putrimu sendiri."
Habis ítu, mendadak ia putar ke samping terüs menendang
Toan Ki secara serabutan sambil memaki, "Kamu ini setan
perusak wanita yang melebihi binatang, bajingan tengik yang
tak punya perásaan sampaì-sampai adik perempuanmu sendiri
juga kau rusak, sungguh aku ... aku ingin mencencang
binatang cilik ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan karena jerit tangis dan makiannya, semua orang yang
berada di situ sama tercengang. Su Pek-hiong, Cia Ang-bian
dan lain-lain kenal watak Toan Cing-sun, maka dengan segera
mereka tahu persoalannya, tentu dulu Cing-sun main gila
dengan Ong-hujin dan hasilnya melahirkan seorang putri
diberi nama Giok yan.
Begitu pula Toan Yan-khing, Buyung Hok dan yang lainlain,
sedikit pikir saja segera mereka pun dapat memahami
duduknya perkara. Hanya Lam-hai-gok-sin saja yang
melongok heran, Yang terang baginya adalah orang yang
menggeletak di tanah itu adalah Suhunya, maka cepat ia
mendorong pergi Ong-hujin yang masih mencaci-maki dan
menendang Toan Ki itu sambil membentak, "He, día ini
guruku, kau berani menendang guruku itu berarti seakan-akan
menendang aku pula. Kau memaki guruku sebagai binatang
dan bajingan, bukankah aku ikut-ikut menjadi binatang dan
bajingan? Kamu perempuan bawel ini apa minta kukorek
hatimu untuk kumakan?”
"Gak-losam, jangan kurangajar terhadap Ong-hujin!" cepat
Yan-khing mencegahnya, "Bocah she Toan ini adalah manusia
yang tidak tahu malu, dengan kata-kata manis lidahnya yang
tidak bertulang itu dia menipumu untuk menyebutnya sebagai
Suhu, maka sekarang kebetulan kau dapat membinasakan día
agar kelak kamu tidak dibikin malu lagi di depan orang
kangouw.”
"Tidak,” jawab Lam-hai-gok-sin dengan geleng kepala. "Dia
adalah guruku, hal ini jelas barang tulen dan harga pas, dia
tidak menipu aku, mana boleh kubinasakan guruku sendiri?”
Sembari berkata ia terus hendak melepaskan tali kulit yang
meringkus Toan Ki itu.
"Gak-losam," seru Yan-khing pula, "dengarkan nasehatku,
jangan sekali-kali menuruti keinginanmu sendiri, lebih baik
keluarkan gunting congor buayamu itu dan gunting saja buah
kepala bocah she Toan ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, Lotoa! Hari ini Gak loji tak mau menurut nasehatmu
lagi, aku harus menyelamatkan guruku?" sahut Gak-sin
sembari membetot tali kulit sehingga tali yang mengikat
tangan Toan Ki itu terbetot putus seketika.
Karuan Yan-khing kaget. Ia pikir kalau Toan Ki sampai
terlepas dan sekali pemuda itu mengeluarkan Lak-meh-sinkiam,
maka pasti tiada seorang pun sanggup melawannya,
jangankan segala rencana dan usaha akan gagal total bahkan
jiwa sendiri pun akan terancam.
Dalam kuatirnya tanpa pikir lagi tongkatnya terus
menyodok ke depan dengan cepat, yang diarah adalah
punggung Lam-hai-gok-sin, di mana tongkatnya tiba kontan
tubuh Lam hai-gok-sin tertembus.
Ketika mendadak merasa punggung dan dadanya kesakitan
tahu-tahu Lam-hai-gok-sin melihat, ujung sebàtàng tongkat
baja sudah sudah menongol didepan dadánya. Sesaat d¡a
menjadi bingung ia menoleh dan memandang Toan Yan-khing
dengan sorot mata penuh tanda tanya, ia tídak paham
mengapa Toan-lotoa mendadak bisa turun tangan keji
padanya.
Dasar watak Toan Yan-khing memang maha jáhat dan
buas, dia adalah kepala "Su-tai-ok-jin" atau singkatnya "Suok”
dengan sendirinya dia adalah manusia yang paling ganas,
sekali sudah menyerang tentu tidak kenal ampun lagi. Pula día
sudah terlalu jeri terhadap Lak-meh-sin-kiam kemahiran Toan
Ki itu, ia kuatir sekali bila pemuda itu sampai dilepaskan Lam
hai-gok-sin, itu berarti maut baginya. Sebab itülah walaupun
sebenarnya tiada maksudnya hendàk membunuh begundalnya
sendiri, tapi sekali tongkatnya menyodok toh tetap mengenai
tubuh Lam-hai-gok-sin sehingga tembus.
Melihat sorot mata Gok-sin yang heran dan cemas itu,
dalam lubuk hati Toan Yan-khing juga terkilas rasa menyesal.
Namun perasaan itu hanya timbul sekilas saja dan lantas
hilang, segera ia tarik kembali tongkatnya untuk menyusul
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dipakai menyepak tubuh Gok-sin sambil membentak, "In-losi,
tanamlah mayatnya. Inilah contohnya bila tidak mau tunduk
pada kata-kata Lotoa!"
Lam-hai-gok-sin hanya sempat menjerit sekali, lalu
terguling di tanah, dari lubang dada dan punggungnya lantas
menyembur keluar darah segar bagai mata air, kedua
matanya tampak masih mendelik penasaran.
Segera In Tiong menyeret keluar jenazah Gok-sin itu. Meskl
dia dan Gok sin sama-sama anggota "Su-ok", tapi biasanya
kedua orang tidak akur, pernah beberapa kali Gak-sin
merintangi perbuatannya yang jahat, karena ilmu silatnya
kalah tangguh, terpaksa ia mengalah. Sekarang dilihatnya
Gak-sin telah dibunuh oleh Lotoa, sudah tentu ia merasa
senang, dengan hilangnya seteru itu kelak ia dapat berbuat
apa pun tanpa rintangan lagi.
Semua orang pun tahu Lam-hai-gok-sin adalah begundal
Toan Yan-khing yang paling karib, tapi sedikit tidak cocok
segera nyawanya dicabut, betapa kejamnya sungguh tiada
taranya. Keruan semua orang ikut kebat-kebit menyaksikan
adegan mengerikan itu.
Sebalíknya Yan-Khing lantas berkata dengan tertawa
dingin, "Siapa yang menurut padaku akan hidup dan siapa
melawan aku pasti mati!”
Habis itu tongkatnya diangkat pula terus menikam dada
Toan Ki yang menggeletak di atas tanah itu.
Tapi tiba-tiba terdengar suara seorang wanita berkata, "Di
luar Thian-liong-si, di bawah pohon Bodi, si pengemis kuntet,
si Kion-Im (Budhasatwa) rambut panjang!”
Ketika mendengar kata-kata "di luar Thian-liong-si",
tongkat baja yang sudah terangkat ke atas itu lantas terhenti
di udara dan tidak jadi ditikamkan. Dan sesudah habis
mendengar ucapan itu seluruhnya, tahu-tahu tongkat Toan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yan-khing bergemetar dan akhírnya diluruskan kembali
dengan pelahan.
Waktu menoleh, bertemulah pandangannya dengan Su
Pek-hong, nyonya Toan Cing-sun. Ia lihat sinar mata si nyonya
seakan-akan penuh kata-kata yang ingin diutarakan padanya.
Seketika hati Yan-khing tergetar, katanya dengan suara
gemetar, "Budha Koan .... Koan-im ...."
Tertampak nyonya Toan mengangguk-angguk dan
menjawab dengan suara lirih. "Apa ... apakah kau tahu siapa
anak ini?"
Sedetik itu, pikiran Toan Yan-khing menjadi pusing,
pandangannya merasa kabur, pikirannya kembali kepada masa
20 tahun yang lalu, pada suatu malam bulan purnama ....
Pada hari itu akhirnya ia dapat pulang sampai di Tayli
dengan susah payah dan tiba di luar Thian-liong-si. Dalam
perjalanan itu di sekitar Ohlam dan kuitang ia kepergok dan
dikerubuti musuh tangguh, walaupun berakhir dengan
kemenangan, semua musuh dapat ditumpasnya, tapi ia sendiri
pun menderita luka parah, kedua kakinya buntung, mukanya
rusak, bahkan tenggorokannya terbacok dan hampir putus
sehingga tak bisa bersuara lagi.
Dalam keadaan terluka sedemikian hebatnya ia tidak mirip
manusia lagi, seluruh tubuhnya kotor dengan luka yang belum
sembuh dan berbau busuk, di mana dia datang, disitu dia
dirubung lalat. Tapi dia adalah putra mahkota kerajaan Tayli.
Ayahnya terbunuh dalam pemberontakan dorna, dia berhasil
melarikan diri dalam keadaan kacau-balau itu, akhirnya ia
pulang kembali sesudah mahir ilmu silat.
Ia tahu raja Tayli yang sekarang. Toan Cing-bing, adalah
saudara sepupunya, tapi yang berhak menjadí raja sebenarnya
adalah dia sendiri dan bukan Toan Cing-bing. Ia tahu Toan
Cing-bing sangat bijaksana dan cinta rakyat, makanya
mendapat dukungan luas di kalangan masyarakat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedudükannya yang sudah belasan tahun itu sangat kokoh
dan tak tergoyahkan. Semua pembesar, baik sipil maupun
militer juga mendukung sepenuhnya kepada raja yang
sekarang sehingga tiada seoràng pun yang mau pikirkan lagi
putra mahkota yang telah hilang itu.
Dalam keadaan begitú kalau dia unjuk diri begitu saja di
kota Tayli tentu akan membahayakan keselamatannya, sebab
setiap pembesar tentu akan mengambil hati sang baginda,
asal raja senang, tentu dia akan dibunuhnya untuk
memperoleh pujian sang raja.
Sebenarnya dia tidak perlu takut karena ilmu silatnya cükup
tinggi, tapi sekarang ia terluka parah, untuk melawan seorang
prajurit biasa saja tidak sanggup.
Begitulah ia merangkak dan menggeremet, akhirnya ia
dapat tampak di luar Thian-liong-si. Harapan satu-satunya
baginya adalah ingin mínta keadilan pada Koh-eng Taisu.
Kog-eng Taisu adalah saudara sekandung ayah
bagindanya, jadi terbilang pamannya yang terdekat. Koh-eng
juga terhitung paman Toan Cing-bing. Koh-eng adalah
seorang padri saleh, sedang Thian liong-si adalah suatu
tempat perlindungan bagi dinasti kerajaan Tayli, berbagai raja
Taíli bila turun tahta dan menyepi menjadi padri, yang dituju
tentu adalah Thian-liong-si. Karena tidak berani
memperlihatkan dirinya di kota Tayli, Maka Yan-khing ingin
menemui Koh-eng dahulu.
Akan tetapi padri penyambut tamu di Thian-liong-si
memberitahükan padanya bahwa Koh-eng Taisu sédang
menyepi, sedang bersemedi dan berpuasa, dan tidak diketahui
bilakah selesainya. Padri itu tanya Toan Yan-khing ada urusan
apa dan boleh meninggalkan pesan saja agar nanti dilaporkan
kepada Koh-eng.
Terhadap manusia yang tidak mirip manüsia dan setan
tidak memper setan sebagai Toan Yan-khing tatkala itu, sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
si padri penyambut tamu itu boleh dikata sudah cukup ramahtamah.
Sudah tentu Toan Yan-khing tidak berani
memperkenalkan dirinya, ia memberi jawaban dengan samarsamar
dan lantas mohon diri. Ia merangkak kebawah pohon
bodi yang berada tidak jauh di samping Thian-liong-si dan
duduk di situ untuk menunggu selesainya Koh-eng berpuasa.
Sekarang dia adalah manusia penyakitan yang paling kotor
dan paling hina di dunia ini, padahal dia sebenarnya adalah
putra mahkota kerajaan Tayli yang diagungkan, tahta kerajaan
itu sebenarnya adalah haknya.
Begitulah ia duduk termenung di kawah pohon bodi itu,
ketika sang dewi malam telah menghiasi tengah cakrawala,
tiba-tiba ia lihat seorang wanita berbaju putih mulus muncul
dari balik kabut malam dan pelahan mendekat ke arahnya.
Di tengah semak pohon berkabut tebal itu terpaksa rambut
si wanita baju putih yang panjang terutai menutupi bahunya.
Waktu itu mukanya membelakangi sinar bulan. walaupun
remang-remang tapi Yan-khing tetap terpesona oleh
keluwesan dan kecantikannya, ia merasa wanita itu secantik
Budha Kwan-im, ia pikir tentu dewi Koan-im yang turun dari
kayangan untuk menolong calon raja yang sedang menderita
ini. Diam-diam ia pun berdoa semoga dewi Koan-im memberi
berkah agar dia bisa kembali pada tahta kerajaannya, untuk
itu kelak ia akan membuatkan patung dewi Koan-im dan
membangun sebuah biara untuk memujanya.
Sementara itu si wanita pelahan telah mendekat, lalu
berputar tubuh ke sebelah sana, Yan-khing hanya dapat
melihatnya dari samping, kelihatan mukanya pucat pasi bagai
mayat. Tiba-tiba terdengar wanita itu bergumam sendiri
dengan pelahan, "Aku telah melayanimu dengan sepenuh
jiwa-ragaku, tetapi engkau sama .... sama sekali tidak
menaruh diriku di dalam hatimu. Engkau sudah punya seorang
perempuan dan masih inginkan wanita lain pula. Engkau telah
melupakan semua janji setia kita dahulu. Berkali-kali aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi maaf padamu, tapi sekarang aku tidak bias
mengampunimu lagi. Engkau telah berdosa padaku dengan
meninggalkan aku dan main gila dengan orang lain, maka aku
pun akan mencari dan main gila dengan orang lain. Kalian
lelaki bangsa Han memandang rendah pada wanita Pai kami,
menganggap kami sebagai hewan yang tak berharga, aku aku
... aku harus membalas dendam, wanita Pai kami pun takkan
menganggap lelaki bangsa Han kalian sebagai manusia, aku
harus balas dendam."
Ia bergumam dengan suara lirih, tapi nadanya kedengaran
penuh rasa benci dan murka.
Diam-Diam Yana-khing membatin, "Kiranya dia seorang
wanita Pai, tentu dia telah dipermainkan oleh lelaki bangsa
Han, maka marah-marah dan dendam."
Hendaklah diketahui bahwa orang Pai itu adalah salah satu
suku bangsa di negeri Tayli, pada umumnya wanita Pai itu
ayu-ayu, cantik-cantik, kulitnya putih melebihi suku bangsa
lain, Cuma kaum lelakinya sangat lemah, jumlah mereka
sedikit pula, maka suku Pai sering terdesak oleh bangsa Han.
Melihat wanita itu pelahan berlalu di depannya, mendadak
Yan-khing berpikir, "Ah, tidak betul. Walaupun wanita Pai
terkenal cantik-cantik, tapi tidak mungkin memiliki tubuh
sebagai dewi kayangan, apalagi baju putih yang dikenakannya
itu mirip sutra yang tipis, wanita Pai tidak mungkin
mempunyai pakaian seindah itu. Ya, tentu dia dewi Koan-im
yang turun dari kayangan untuk menolong aku. ke ...
kesempatan baik ini jangan kusia-siakan."
Maklum Yan-khing berada dalam keadaan menderita dan
putus asa, terpaksa ia berharap akan pertolongan malaikat
dewata untuk menyelamatkan dia dari keadaan tersiksa itu. Ia
lihat sang dewi sudah hampir menjauh, sekuat mungkin ia
merangkak dan ingin berteriak, "Tolong Dewi .... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dari tenggorokannya paling-paling cuma keluar suara
"krok-krok" bagai suara ayam mengorok.
Ketika mendengar di bawah pohon bodi itu ada sesuatu
suara, si waníta baju putih lantas menoleh, ia lihat dì atas
tanah situ meringkúk ada sesuatu makluk yang tak mirip
manusia dan tidak seperti setan sedang merangkak-rangkak.
Waktu diamat-amati lebih jauh, akhirnya baru diketahui adalah
seorang pengemis yang kotor dan berlepotan darah kering. Di
seluruh badan pengemis dekil ini penuh luka, dari tempat
luka-luka ítu masih mengucurkan darah dan berbau busuk
pula.
Samula wanita itu kaget melihat keadaan Yan-khing dan
bermaksud melarikan diri. Tapi perasaan wanita itu tadi
sedang penuh benci dan dendam, dalam keadaan murka tibatìba
timbul pikirannya hendak membalas dendam
ketidaksetìaan sang suami, yaitu dengan jalan mencemarkan
dìri sendiri, menghina diri sendiri.
Maka demi melihat keadaan pengemis yang mengerikan itu
segera timbul pikirannya, "Kebetulan, aku íngin mencari
seorang yang paling jelek paling kotor dan paling hina didunia
ini kepadanya akan kuserahkan tubuhku ini. Engkau adalah
seorang pangeran, seorang Taiciangbun (Panglima besar), tapi
aku justru menyukai seorang pengemis dekil dan berbau
busuk.”
Dia sama sekali tidak mengira bahwa Toan Yan-khing
sebenarnya adalah putra mahkota yang tulen, mukanya
sebenarnya sangat tampan, Cuma saying dia dikerubut musuh
sehingga menderita luk-luka diseantaro tubuhnya.
Begitulah wanita itu tidak bersuara lagi. Tapi ia pelahan
membuka bajunya dan mendekati Yan-khing, tanpa bicara ia
menjatuhkan dirinya kedalam pelukan Yan-khing, kedua
tangannya yang putih sebagai salju terus merangkul leher
sang "kekasih" dan .... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jika sang dewi malam di cakrawala itu punya perasaan
tentu dia akan terheran-heran mengapa seorang nyonya yang
cantik lagi agung itu mau menyerahkan tubuhnya yang putih
bersih itu kepada seorang pengemis yang kotor dan berbau
busuk itu?
Sampai sekian lama sesudah si wanita baju putih tinggal
pergi Yan-khing masih merasa sepertí di alam mímpi. Ia tidak
tahu apa yang terjadi itu benar-benar atau cuma khayal
belaka? Apakah manusia tulen atau benar-benar dewi Koan-im
yang turun dari kayangan?
Tapi hidungnya jelas mengendus bau harum yang timbul
dari badan sang dewi tadi. Waktu ia berpaling, ia lihat di atas
tanah masih jelas terlihat beberapa huruf yang ditulísnya
dengan jari tadi dan berbunyí, "Apakah engkau ini dewi Koanim
berambut panjang?"
Waktu ia menulis demikian untuk menanyakannya dan sang
dewi mengangguk-angguk. Habis itu mendadak beberapa
tetes air jatuh di atas tanah di sebelah tulisan itu. Air itu entah
air matanya atau air wahyu sang dewi Koan-im?
Begitulah dalam keadaan terluka parah dan putus asa
mendadak Yan-khing mendapat wahyu si dewi Koan-im
berbaju putih itu. seketika semangatnya terbangkit, ia yakin
belum ditakdirkan akan tamat riwayatnya, tapi kelak pasti
akan kembali kepada kerajaanya, Ia harus berarti menghadapi
kesulitan dan gemblengan hidup yang dideritanya sekarang.
Dengan pulihnya kepercayaan atas diri sendiri itu, seketika
pandangan Yan-khing menjadi terang, pikiran yang semula
pepat itu menjadi jernih kembali.
Esok paginya ketika diketahui Koh-Eng belum membuka
puàsanya, segera ia berlutut dan menyembah di bawah
pohon, bodi untük menyatakan rasa terima kasihnya atas
wahyu sang Budha, ia potong dua batang kayu bodi dan
dipakai sebagai tongkat penyanggah tubuh, lalu tinggal pergi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia tidak berani, tinggal dalam wilayah Tayli maka jauh
menyepi di pegunungan dearah selatan untuk melatih ilmu
silatnya lebih jauh.
Ilmu silat keluarga Toan dari Tayli tersohor sangat hebat,
maka Yan-khing tidak perlu mencari guru lain, cukup
menyakinkan ilmu silat keluarganya sendiri.
Pada lima tahun pertama Yan-khing dapat menyembuhkan
luka-lukanya dan belajar menggunakan tongkat sebagai ganti
kedua kakinya yang sudah bunting itu. Lalu ia mencurahkan
kekuatan It-yan-ci yang hebat itu pada tongkat yang
digunakan sebagai Senjata pula. Sesudah berlatih lima tahun
lagi, kemudian ia mulai mengembara dunia kangouw, Ía
mendatangi musuh-musuhnya, semuanya dibunuhnya habis
tanpa kecuali. Karena perbuatannya yang keji dan kejam luar
biasa itu, maka memperoleh gelar sebagai "Thian-he-te-it-taiok-
jín" atau si maha durjana di dunia ini.
Pernah beberapa kali Yan-khing menyusup pulang ke Tayli
dengan maksud memcari kesempatan untuk merebut tahta,
tapi setiap kali ia mendapatkan kenyataan bahwa kedudukan
Toan Cing-bing sudah sangat berakar dan sukar ditumbangkan
terpaksa ia mundur teratur.
Paling akhir ini dia mengadu tanaga dalam dengan Ui-biceng,
si padri beralis kuning, dan tampaknya dia sudah pasti
akan menang Eh, siapa tahu mendadak muncul s i bocah Toan
Ki sehingga kemenangannya yang sudah di ambang pintu itu
berbalik menjadi kekalahan.
Sekarang Ong-hujin telah menawan Toan Ki kesempatan ini
akan digunakannya untuk membinasakan anak muda itu
dengan tongkatnya dan sekaligus melenyapkan ahli waris
satu-satunya Toan Cing-bing dan Toan Cing-sun itu. Siapa
duga mendadak terdengar ucapan "di luar Thian-liong si, di
bawah pohon bodi si pengemis kotor dan si dewi Koan-im
berambut panjang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ucapan itu sangat lirih, tapi bagi pendengaran Toan Yankhing,
bagaikan bunyí halilintar di siang bolong. Ketika
dilihatnya pula air muka Toan hujin, dalam hatinya tiada
habis-habis bertanya, "Apakah ... apakah dia inilah si dewi
Koan-im pada malam bulan purnama itu .... "
Tiba-tiba Toan hujin melepaskan rambutnya yang panjang
itu sehingga terurai di atas pundak dan sebagian terurai di
mukanya, itulah wajah "si dewi Koan-im" di bawah pohon bodi
di luar Thian-liong di malam itu.
Sekarang Yan khing tidak sangsi lagi, sungguh di luar
dugáannya bahwa wanita yang disangkanya sang dewi Koan-
Im itu kiranya adalah Tin-lam-Ong-hui, permaisuri pangeran
mahkota kerajaan Tayli yang sekarang.
Tapi segera timbul pertanyaan yang sukar dipahami
olehnya, "Sebab apakah día berbuat demikian? Mengapa dia
penujui seorang pengemís kotor dan berbau busuk seperti
diriku pada waktu itu?
Yan-khing menunduk dan termenung-menung tidak habis
mengerti. Sokonyong-konyong beberapa titik air menetes di
atas tanah, mirip benar dengan kejadian malam pertama itu.
itu bukan air biasa, entah air mata atau air wahyu sang dewi?
Waktu ia mendongak, ia lihat sorot mata Toan-hujin yang
sayu-rawan dan mengembang air mata itu, seketika hatinya
yang keras menjadi lunak, katanya dengan suara yang serak,
"Apakah kau minta aku mengampuni jiwa putramu ini?"
Toan-hujin tampak menggeleng kepala, katanya, "Lehernya
berkalung sebuah mainan, di situ terukir pek-ji (jam, hari dan
tahun) kelahirannya."
Yan khing menjadi heran, nyonya itu bukan minta
pengampunan jiwa anaknya, tapi malah menyuruhnya melihat
mainan kalung dan tentang pek-ji segala, apakah artinya
semua ini?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sejak dia tahu duduknya perkara kejadian "di bawah
pohon bodi di luar Thian-liing-si" itu, secara otomatis timbul
semacam rasa hormat dan segannya terhadap Toan-hujin.
Maka ia lantas menjulurkan tongkatnya untuk membuka dulu
hiat-to si nyonya yang ditutuknya, kemudian baru ia periksa
leher Toan Ki.
Benar juga di leher anak muda itu ditemukan sebuah
kalung emas yang sangat lembut, bagian bawah yang tertutup
baju itu terdapat sebuah mainan emas yang berbentuk pelat
kecil persegi dan terukir tulisan "selamat panjang umur",
ketika pelat emas itu dibalik, di situ ada tulisan: "Lahir pada
tanggal 1 bulan 11 tahun kedua raja Po-ting Tayli."
Melihat tanggal lahir itu, kembali Yan-khing terkesíap. Ia
masih ingat betul justru pada bulan dua tahun kedua raja Poting
itulah dia terluka parah dikeroyok musuh dan akhirnya
sampai di luar Thian-liong-si. Anak muda ini dilahirkan dalam
bulan 11, jaraknya dengan kejadian malam itu tepat adalah
sepuluh bulan, Wah, jangan-jangan kandungan sepuluh bulan
itu akhirnya melahirkan bocah ini, jadi anak muda
dihadapannya ini adalah putraku?
Oleh karena muka Toan Yan-khing sudah rusak sehingga
kerut dan mimik wajahnya tak kelihatan lagi, sekilas orang
pun tak tahu betapa terguncang hatinya tatkala itu.
Waktu Yan-khing memandang pula ka arah Toan-hujin, ia
lihat nyonya itu mengangguk pelahan dan bergumam, "karma!
Karma!"
Selama hidup Toan Yan-khing tidak pernah kenal mesranya
berkasih-kasihan kaum muda-mudi dan kebahagian rumah
tangga, kini mendadak diketahuinya di dunia ini ternyata ada
seorang pemuda keturunan sendiri, maka betapa rasa
girangnya sungguh susah untuk dilukiskan.
Saat itu ia merasa segala pangkat dan kedudukan, sekali
pun raja di dunia ini, semuanya itu tidak lebih berbahagia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
daripada mempunyai seorang putra. Bila teringat baru saja ia
hamper menikam mati putranya sendiri dengan tongkatnya
tadi, sungguh ia merasa bersyukur dan bergirang hal itu tidak
sampai terjadi. Saking girangnya sungguh ia ingin berteriak
dan berjingkrak.
"Trang", tanpa terasa sebuah tongkat jatub ke tanah.
Menyusul kepala pun terasa sedikit pening, tangan yang lain
terasa lemas, "trang", kembali tongkat yang lain pun jatuh ke
tanah.
"Hahahaaahh! Aku mempunyai seorang putra. Aku
mempunyai seorang putra!" demikian darí dalam rongga
dadanya ingin tercetus suara teriakan yang nyaring.
Sekilas dilihatnya wajah Toan Cing-sun menampilkan rasa
heran dan bingung, terang dia sama sekali tidak paham apa
yang diucapkan istrinya tadi.
Sungguh rasa bangga Toan Yan khing tak terkatakan. "Hm,
biarpun kamu berhasil menjadi raja Tayli dan aku gagal
menggantikanmu, namun aku tidak perlu iri. Aku mempunyai
putra, dan kau tidak punya."
Pada saat itulah kembali kepalanya terasa pusing pula,
pandangannya agak kabur sedikit, ia mengira hal ini adalah
karena dia terlampau senang maka kepala pusing malah.
Tapi pada saat lain tiba-tiba terdengar gedebukan seorang
telah roboh terkulai di samping pintu, itulah Ih Tiong-ho
adanya.
"Celaka!" keluh Yen-khing dalam hati. Cepat tangan kiri
bergerak mencengkaram. ia kerahkan tenaga dalam untuk
menarik kembali tongkat bajanya yang jatuh tadi.
Di luar dugaan, cengkramannya itu ternyata tidak
membawa hasil sebagaimana yang dlharapkannya, tenaga
dalamnya sukar dikeluarkan lagi, tongkat baja yang terletak di
tanah sedikit pun tidak bergeming.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karüan kejut Yan-khing melebihi tadi. Tapi ìa pun tídak
mengunjuk sesuatu tanda apa-apa, kembali ia kerahkan
tenaga dan tangan kanan mencengkeram pula. Namun
tongkat itu tetap tidak bergerak, tenaga dalamnya tetap susah
dlkeluarkan. Maká yakinlah día bahwa diam-diam ia telàh
diselomoti orang.
Tiba-tiba terdengar Buyung Hok berkata, "Toan-tianho
(pangeran Toan), di kamar sebelah ada seorang ingin buruburu
bertemu dengan engkau, maka sudilah engkau datang ke
sebelah untuk menemuinya."
"Siapa dia? Lebih baik Buyung-kongcu membawanya ke sini
saja," ujar Yan khing.
"Dia tak dapat berjalan, lebih baik silakan Tianho yang
datang ke sini, " sahut Buyung Hok.
Mendengar itu, maka teranglah bagi Toan Yan-khing. Tidak
perlu disangsikan lagi orang yang diam-diam menggunakan
obat bius (yang membuatnya kehilangan tenaga dalam) itu
pasti Buyung Hok. Mungkin pemuda itu jeri kepada ilmu
silatnya yang lihai dan kuatir racun yang disebarkan itu tidak
bekerja dengan baik, maka untuk sementara masih tidak
berani menggunakan kekerasan secara blak-blakan, Ia
sengaja minta dia berjalan untuk menjajaki apakah lawan
masih bertenaga atau tidak. Padahal Yan-khing merasa sejak
masuk ke dalam rumah tadi senantiasa berlaku waspada dan
tidak pernah minum seceguk air pun, pula tidak mengendus
bau apa-apa, mengapa tahu-tahu sudah kena dikerjai orang
dan keracunan?
"Ya, mungkin tadi sesudah mendengar ucapan Toan-hujin,
saking girangnya aku menjadi lupa daratan dan tidak berjagajaga
sesuatu gerak-gerik yang mencurigakan di sekitarku
sehingga aku terpedaya," demikian pikirnya.
Biarpun watak Toan Yan-khing sangat buas dan kejam, tapi
ia pun berjiwa ksatria. Sekali dia kecundang, maka ia terima
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengaku kalah dan pasrah pada nasib, sama sekali ia tidak
gusar dan mencaci-maki. Hanya dengan nada mengejek ia
berkata, "Buyung-kongcu, keluarga Toan dari Tayli kami
biasanya tidak suka menggunakan racun, kamu seharusnya
menghadapi aku dengan menggunakan ‘It-yang-ci’ saja.”
Dengan ucapannya ia maksudkan Koh-soh Buyung yang
biasanya terkenal dengan istilah "Ih-pi-ci-to, hoan-si-pi-sin",
seharusnya Buyung Hok mengalahkan Yan-khing dengan Ityang-
ci yang merupakan ilmu andalan keluarga Toan, kalau
menggunakan racun, hal ini sesungguhnya terlalu pengecut.
Tapi Buyung Hok hanya tersenyum, sahutnya, "Orang
gagah perkasa sebagai Toan-tianho sudah tentu tidak dapat
dipersamakan dengan orang biasa. 'Ang-hoa-tai-bu' (kabut
bunga merah) yang kugunakan ini asalnya kuperoleh dari
orang Se He, hanya sedikit kutambahi bahan campuran
sehingga tidak berbau dan tidak berwarna, jadi sebenarnya
bukan barang buatan keluarga Buyung kami."
Diam-diam Yan-khing terkejut, tentang kejadian jago Itbin-
tong dari Se He merobohkan kawanan pengemis Kai-pang
dengan racun kabut yang tak berbau dan tak kelihatan itu
pernah juga dia dengar laporannya. Tak tersangka hari ini ia
sendiri pun terselomot oleh racun kabut itu. Segera ia
pejamkan mata dan tutup mulut, diam-diam ia mengatur
pernapasan dan berusaha mendesak keluar hawa racun yang
telah meresap ke dalam tübuh.
"Untuk memunahkan racun kabut ini biarpun mengerahkan
tenaga dalam dan mengatur pernapasan, semuanya tiada
gunanya ...."
Belum habis Buyung Hok bicara, mendadak Ong-hujin
membentaknya. "Mengapa bibimu sendiri juga kau selomoti?
Mana obat penawarnya. Serahkan!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf bibi, hanya untuk sementara saja, sebentar tentu Titji
akan memberi obat penawar kepada bibi." sahut Buyung
Hok.
"Sebentar apa segala? Lekas berikan obat penawarnya
sekarang jugai" jerit Ong-hujín dengan gusar.
"Maaf bibi, sungguh maaf, obat penawarnya tidak berada
padaku," kata Buyung Hok.
Mestinya hiat-to nyonya Toan yang tertutuk itu sudah
dibuka oleh Toan Yan-khing, tapi belum lagi lagi berbuat apaapa
kembali ia roboh pula terkena racun kabut bungah merah.
Di antara orang yang berada dalam rumah itu Buyung Hok
telah makan obat penawar sebelumnya dan Toan Ki tidak
mempan segala macam racun hanya mereka berdua ini yang
tidak keracunan.
Namun begitu Toan Ki justru sedang mengalami siksaan
batin yang tak terkatakan pedihnya. Tadi ia dengar Ong-hujin
berkata kepada Toan Cing-sun bahwa Giok-yan sebenarnya
adalah anak darah dagingnya, tatkala itu dada Toan ki serasa
digodam satu kali, napasnya menjadi sesak dan hamperhampir
jatuh kelenger.
Memangnya Toan Ki sudah merasa kebat-kebit, merasa
urusan pasti takkan menguntungkan dia, ketika dari kamar
sebelah ia dengar pembicaraan Ong hujin dan Buyung Hok
yang menceritakan hubungan cinta antara nyonya itu dengan
ayahnya. Waktu itu ia sudah kuatir akan terjadi seperti halnya
Bok Wan-Jing jangan-jangan Giok-yan adalah adik
perempuannya pula.
Ketika kemudian ia dengar sendiri pengakuan Ong-hujin
akan hal yang dikuatirkan olehnya itu, maka ia tidak sangsi
lagil akan kebenarannya. Sesaat itu ia merasa langit seakanakan
berputar-pular dan bumi terbalik, coba kalau tangan dan
kakinya tidak terikat dan mulutnya tidak tersumbat tentu dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah seruduk sini dan terjang sana sambil menjerit-Jerit dan
berteriak- teriak seperti orang gila.
Perasaannya teramat duka merana, tiba-tiba ia merasa
segumpal hawa menyumbat dirongga dadanya sehingga
napasnya susah diatur. Kaki tangannya terasa sedingin es dan
pelahan menjadi kaku.
Keruan ia terkejut, "Wah, celaka! Tanda-tanda ini tentu
adalah apa yang dikatakan paman sebagai ‘Cau-hwe-jip-mo’
semakin tinggi iwekangnya semakin berbahaya pula bila
penyakit itu sampai berjangkit. Tapi mengapa aku ... aku bisa
terkena penyakit demikian?”
Ia merasa hawa sedingin es itu dalam sekejap saja sudah
mencapai siku dan dengkulnya. Semula Toan Ki merasa kuatir,
tapi lantas terpikir olehnya, "Jika Giok-yan adalah adik
perempuanku dari satu ayah, maka rinduku kepadanya selama
ini akhirnya buyar sirna, lalu untuk apa lagi aku hidup di dunia
ini? Ya, biarlah aku terkena penyakit Cau-Hwe-jip-mo, biar aku
hancur lebur menjadi abu, biar aku mati dan tidak tahu apaapa
supaya terhindar dari s iksaan batin selama hidup nanti."
Begitulah, karena dia sedang tersiksa batin sendiri, maka
apa yang dikatakan ibunya tentang "di luar Thian-liong-si, di
bawah pohon bodi dan kata-kata lain kecuali Toan-hujin
sendiri dan Toan Yan-khing, orang lain boleh dikata tak ada
yang paham apa artinya. Dan dengan sendirinya Toan Ki
lebih-lebih tidak memperhatikan ucapan-ucapan itu, andaikan
memperhatikan juga sekali-kali dia tak paham mengapa Toan
Yan-khing bisa jadi ayahnya yang sesungguhnya dan bukan
Toan Cing-sun.
Dalam pada itu Toan Yan-khing sedang mengerahkan
tenaga dalamnya, tapi meski sudah sekian lama tetap tidak
berhasil, sebaliknya dada terasa sumpek dan enek, kalau bisa
ingin tumpah-tumpah sepuasnya. Cepat ia tenangkan diri, ia
duduk dengan mata terpejam, tidak bicara dan tidak bergerak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Toan-Hianho," kata Buyung Hok kemudian, "meski aku
telah menghina dirimu dengan kabut beracun, tapi tiada
maksudku untuk membikin susah padamu, asal tianho mau
berjanji sesuatu padaku, maka selain akan kuberikan obat
penawar dengan hormat, bahkan akan menjera dan mohon
ampun kepada Tianho."
"Hei, usia orang she Toan sudah sebanyak ini, selama ini
juga tidak sedikit mengalami gelombang badai, mana aku
dapat dipaksa berjanji sesuatu di bawah ancaman orang!"
sahùt Yan-khing dengan menjengek.
"Masakah aku berani mengancam Toan-tianhe?” ujar
Buyung Hok. "Nah, biarlah hadirin di sini menjadi saksi semua,
sekarang juga ku mintà maaf lebih dulu kepada Tianho, habis
itu barulah mohon bantuan sesuatu kepada Tianho dengan
segala hormat.”
Habis berkata, benar juga ia lantas berlutut dan
menyembah dengan segala kerendahan hati yang tulus.
Semua orang terheran-heran melihat Buyung Hok
mendadak menjalankan penghormatan sebesar itu. Padahal
saat itu dia sudah menguasai keadaan, mati hidup semua
orang boleh dikatakan tergantung kepada keputusannya.
Seumpama dia seorang ksatria kangouw yang suka bicara
tentang itikat orang kangouw, rasanya sudah cukup ia
memberi hormat sekedarnya saja kepada Toan Yan-khing
yang lebih tua, tapi mengapa mesti pakai berlutut dan
menyembah segala?
Yan-khing sendiri tidak paham atas kelakuan Buyung Hok,
tapi mau-tak-mau rasa marahnya agak berkurang juga melihat
orang begitu menghormat padanya. Katanya kemudian,
"Merendahkan diri kepada orang, di balik itu tentu ada sesuatu
maksud tujuan. Nah, hendaknya Buyung-kongcu bicara terus
terang saja, apa kehendakmu sebenarnya?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adapun cita-citaku kiranya Tianho sendiripun sudah cukup
mengetahui." Sahut Buyung Hok. "Yang senantiasa kucitacitakan
siang dan malam adalah membangun kembali
kerajaan Yan. Maka sekarang akan kubantu dan mendukung
Tianho naik tahta sebagai reja Tayli, Tianho sendiri tiada anak
keturunan, maka aku rela mengangkat Tianhe sebagai Gihu
(ayah angkat). Dengan demikian untuk selanjutnya kita akan
dapat bekerja sama dengan lebih erat demi pergerakan kita
bersama, bukankah cara ini sangat baik dan sama-sama
menguntungkan?”
Mendengar ucapan "Tianhe toh tiada punya anak
keturunan" yang dikatakan Buyung Hok itu, tanpa terasa Yankhing
berpaling ké arah Toan-hujin, dua pasang mata saling
menatap, sesaat itu mereka seakan-akan sudah bercakapcakap
beratus ribu kata-kata.
Maka Yan-khing hanya mengekek tawa saja dan tidak
menjawab sanjungan Buyung Hok tadi, Katanya di dalâm hati,
"Kalau kata-katamu ini kau ajukan setengah jam yang lalu
memang merupakan usul yang menarik. Tapi saat ini aku
sudah tahu mempunyai seorang putra, bahkan putraku lebih
lihai daripada dirimu, mana bisa kuwariskan tahtaku kepada
orang lain?”
Dalam pada itu terdengar Buyung Hok sedang mengoceh
lagi panjang lebar tentang betapa baiknya bila mereka
bergabung dan terikat menjadi keluarga, bahkan kerajaan
Song tentu akan dapat mereka hancurkan, begitu pula
kerajaan Se He dan macam-macam kata-kata muluk lagi.
Akhirnya Yan-khing bertanya, "Jadi maksudmu ingin aku
mengakui dirimu sebagai anak angkat?"
"Benar." sahut Buyung Hok.
Diam-diam Yan-khing merancang di dalam hati, "Saat ini
aku masih keracunan dan tak bisa berkutik, terpaksa aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pura-pura menerima permintaannya, sebentar bila tenagaku
sudah pulih boleh segera kubunuh dia.”
Karena itu ia berkata dengan lagak ogah-ogahan, "Jika
demikian, bukankah kamu harus ganti she Toan? Dan sesudah
menjadi ahli warisku keluaga Buyung seluruhnya berarti akan
putus turunan pula, apakah semuanya ini dapat kau lakoni?”
Yan-khing cukup tahu bahwa di balik maksud Buyung Hok
itu tentu ada rencana lain yang lebih luas, umpama sesudah
mewariskan tahta kerajaan Tayli, dalam jangka waktu tertentu
tentu dia akan menguasai dan menempatkan orang-orangnya
dalam pos-pos pemerintahan yang penting, habis itu lantas
mulai menggeser dan membunuh orang-orang yang berani
melawannya atau pembesar-pembesar keluarga Toan yang
setia. Dan kalau usaha kudeta itu sudah berhasil tentu dia
akan kembali she Buyung làgi, bahkan bukan mustahil nama
kerajaan Tayli akan digantinya pula menjadi kerajaan Yan.
Oleh karena itulah Yan khing sengaja méngajukan
pertanyaan yang mempersulit sebagai dasar agar Buyung Hok
tidak menaruh curiga, berbeda kalau dia terima itu begitu saja
apa yang dimohon Buyung Hok, hal ini akan kelihatan kurang
wajar dan kurang tulus.
Benar juga Buyung Hok lantas termenung-menung,
sahutnya dengan ragu, "Tentang ini .... tentang ini .... "
Padahal apa yang terbayang dalam benaknya yaitu
tindakan apa yang harus diperbuatnya bila kelak dapat
menggantikan Toan Yan-khing sebagai raja Tayli, memang
tidak berselisih jauh dengan apa yang terduga oleh Toan Yankhing.
Maka Buyung Hok juga sengaja pura-pura sangsi atas
pertanyaan Yan-khing tadi, sebab kalau mengiakan begitu saja
tentu akan kentara maksud tujuannya yang tidak baik.
Maka sesudah ragu sejenak, lalu katanya, "Walaupun aku
bukan manusia yang suka lupa kepadá sumbernya dan
seorang yang tak berbakti kepada leluhur, tapi demi usaha
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
besar harus kesampingkan kepentingan pribadi yang kecil. Bila
aku sudah mengangkat Tianhe sebagai ayah, seharusnya aku
setia kepada keluarga Toan dan tidak boleh bercabang hati.”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 84
"Hahahahaha! Bagus, bagus!" Yan-khing terbahak-bahak,
"Selama ini aku selalu mengembara di dunia kangouw, tidak
punya istri dan tidak punya anak, tapi pada hari ini, sekarang
dapat memperoleh seorang putra cakap, sungguh hidupku ini
tidaklah sia-sia. Mempunyai putra pintar dan tampan sebagai
dirimu, sungguh rejekiku terlampau besar.”
Di balik kata-kata Toan Yan-khing ini yang dimaksudkan
sebenarnya adalah putranya sendiri yaitu Toan Ki, hal ini
terkecuali Toan-hujin seorang saja, yang lain sudah tentu
tidak paham latar belakang ucapannya itu, sebaliknya semua
orang mengira dia susah menerima permohonan Buyung Hok
dan akan memunggutnya sebagai anak dan kelak akan
mewariskan tahta kepadanya.
Keruan girang Buyung Hok melebihi orang putus lotre,
katanya, "Tianhe adalah angkatan tua yang terhormat
dikalangan Bulin, sekali omong tentu akan pegang janji dan
takkan hianat, Nah Gihu, terimalah hormat putramu ini.”
Habis itu, kaki berlutut dan segera hendak menyembah
pula. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar seorang berteriak di
luar, "Bukan, bukan! Hal ini mana boleh jadi!”
Menyusul tirai tersingkap dan masuklah seorang. Kiranya
Pau Put-tong adanya.
Air muka Buyung Hok agak masam kärena orang
mengganggunya, tanyanya, "Ada apa Pau-samko?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kongya adalah keturunan lurus keluarga Buyung dan jelèkjelek
adalah ahli waris kerajaan Yan, sekarang mana boleh
sembarangan berganti she Toan?" seru Pau Put-tong.
"Walaupun usaha membangun kembali kerajaan Yan akan
menghadapi berbagai kesulitan, tapi kita tetap akan berjuang
dengan sepenuh tenaga dan kekuatan. Kalau usaha kita
berhasil sudah tentu inilah yang sangat kita harapkan,
andaikan gagal betapapun kita tetap seorang ksatria, seorang
perwira gemblengan. Tapi sekarang Kongcu akan mengangkat
ayah kepada orang yang manusia bukan dan setan pun tidak
ini, biarpun kelak Kongcu berhasil menjadi raja juga tidak
gilang gemilang. Apalagi seorang she Buyung ingin menjadi
raja Tayli, hal ini pun tidak mungkin terjadi."
Sungguh gusar Buyung Hok tak terlukiskan karena ucapan
Pau Put-tong yang kurang ajar itu. Tapi Put-tong adalah
pengiringnya yang setia, tatkala tenaganya sangat dibutuhkan
seperti sekarang ia tidak ingin mendengarnya secara terangterangan
didepan orang luar, maka jawabannya dengan
dingin, "Pau-samko, rupanya engkau belum paham duduknya
perkara, untuk menjelaskan juga susah dalam waktu singkat,
biarlah kelak akan ku terangkan dengan pelahan.
"Bukan, bukan!” seru Put-tong dengan istilah yang khas.
"Kongcu, biarpun Put-tong seorang goblok, tapi maksud
tujuanmu juga dapat kuraba beberapa bagian. Agaknya
kongcu ingin meniru Han Sin di jaman Han-ko-co dan untuk
sementaraterima dihina dan merendah pada orang agar kelak
dapat dapat dípakai sebagaì modal pengerahan, Hàrì ini
Kongcu pura-pura berganti she Toan, kelak kalau sudah
memegang kekuasaan lalu engkau berganti she Buyung
kembali, bahkan mengganti kerajaan Tayli menjadi kerajaan
Yan, atau mungkin engkau akan mengerahkan pasukan untuk
menyerang kerajaan Song dan memerangi kerajaan Liau
untuk memulihkan wilayah kekuasaan Yan dahulu. Akan
tetapi, Kongya, meski cita-citanya ini sangat baik, namun
dengan demikian engkau akan menjadi manusia yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setia, tidak berbakti, tidak bijaksana dan tidak berbudi. Coba
apakah takkan malu pada diri sendiri, apakah engkau takkan
dicaci maki para ksatria seluruh jagat. Maka kukira tentang
raja apa segala, lebih baik jangan dipikirkan lagi.”
Sungguh Buyung Hok sangat mendongkol, tapi ia bersabar
sedapat mungkin, sahutnya, "Ah, Pau-samko terlalu
berlebihan, mengapa aku dikatakan tidak setia, tidak berbakti,
tidak bijaksana dan tidak berbudi? Bukan ngaco belo saja?”
"Bukan, bukan mengaco-belo!" seru Put-tong. "Coba,
sekarang engkau takluk kepadá Tayli dan kelak engkau akan
memberontak dan mengkhianatinya, itu jelas tidak setia.
Sekarang engkau mengakui Toan Yan-khing sebagai ayah
angkat, padahal engkau dilahirkan dari keluarga Buyung, itu
berarti engkau tidak berbakti kepada keluarga buyung, bila
kelak engkau menghianati Toan Yan-khing itu pun berarti
tidak berbakti kepada ayah angkat. Kelak kaupun akan
menumpas dan membunuh pembesar kerajaan Tayli, itu
berarti tidak bijaksana, dan .... "
"Dân aku menjual kawan demi kepentingan sendiri, ini
berarti tidak berbudi?" demikian sambung Buyung Hok dengan
menjengak. Berbareng itu "plok", sekonyong-konyong
punggung Pau Put-tong dihantam sakali.
Pukulan Buyung Hok itu kelihatannya tidak keras, tapi ia
menggunakan tenaga dalam yang kuat dan tepat mengatasi
hiat–to, yaitu sin-to-hiat, Leng-tai-hiat dan ci yan-hiat yang
mematikan, Pau-Put-tong sama sekali menduga bahwa tuan
muda yang menjadi asuhannya sejak kecil sehingga besar itu
ternyata tega turun tangan keji padanya, karuan kontan ia
tumpah darah dan roboh binasa.
Waktu Put-tong mulai berdebat dengan Buyung Hok, ketiga
kawannya, yaitu Ting Pek-jwan, Kongya Kian dan Hong Po-ok
juga ikut mendengarkan dengan berdiri di luar pintu,
walaupun terasa kata-kata Pau Put-tong agak kelewat berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terhadap sang majikan, tapi merekapun merasa tepat dan
beralasan.
Kini demi melihat Buyung Hok memukul Pau Put-tong
karuan mereka terkejut, berbareng mereka pun menerobos
masuk ke dalam.
Segera Po-ok mendukung tubuh Pau Put-tong yang sudah
tak berkutik ìtu dan berseru, "Samko! Samko! Kenapakah
engkau?"
Terlihat air mata bercucuran membasahi pipi Pau Put tong,
tapi napasnya sudah putus. Nyata pada saat jiwanya
melayang Pau Put tong merasa sangat terduka dan
penasaran.
"Samko, meski engkau tak bias bernapas lagi, tapi engkau
tentu ingin bertanya kepada Kongcuya sebab apakah engkau
dibunuh?" seru Po ok sambil menoleh dan menatap Buyung
Hok dengan sorot mata berlugas.
"Kongcuya," Pek-jwan ikut bicara, "bahwasannya sifat Pau
samte memang suka berdebat dan bertengkar dengan orang,
hal ini cukup engkau ketahui. Sekali pun dalam kata katanya
tadi dia bersikap kurang menghormat padamu, mestinya
cukup Kongcu menegur dan memberi dampratan selayaknya
saja, mengapa tega mencabüt nyawanya?"
Sebenanya yang menjadikan gusarnya Buyung Hok
bukanlah sikap pau Put-tong yang kurang ajar itu melainkan
karena Pau Put-tong berani bicara secara blak-blakan dan
mengorek semua tipu muslihatnya yang berencana itu, hal íni
tentu akan menimbulkan kecurigaan Toan Yan khíng dan
mungkin tak jadi memungutnya sebagai anak dan dengan
sendirinya pulaakan gagal menjadi ahli waris kerajaan Tayli.
Andaikan dia tetap diterima sebagai putra mahkota, tentu pula
rencananya akan menghadapi banyak kesulitan dan gagal
membangun kembali kerajaan Yan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah dalam murkanya Buyung Hok terpaksa turun
tangan keji untuk memperlihatkan kepada Toan Yan-khing
akan ketulusan hatinya untuk menjadi anak angkat keluarga
Toan. Sekarang ia ditegur oleh Ting Pak-jwan, diam-diam ia
serba susah lagi. Tapi segera ia ambil keputusan lebih baik
cekcok dengan Pek jwan dan kawan-kawannya daripada
menimbulkan curiga Toan Yan-khing.
Begitulah ia lantas menjawab, "Tentang kata-kata Pau
samko yang kasar tadi sebenarnya tidak menjadi soal. Tapi
dengan tulus aku ingin mengangkat Toan-tianhe sebagai Gihu,
tapi dia sengaja memecah belah hubungan baik kami, dosa
nya ini mana boleh kuampuni?”
"Jadi dalam pandangan Kongcu, Pau Put-tong yang telah
mengabdi padamu selama belasan tahun ini jauh tiada
harganya untuk dibandingkan dengan seorang Toan Yankhing?”
teriak Po-ok dengan marah.
"Hendaknya Hong-siko jangan marah," sahut Buyung Hok.
”Bahwasannya aku minta masuk menjadi keluarga Toan, hal
ini kulakukan dengan setulus hati dan sedikit pun tiada
maksud lain. Tapi Pau-samko telah mengukur jiwa seorang
ksatria dengan jiwa kaum pengecut. Inilah yang tak dapat
kuterima dan terpaksa kuberi hukuman setimpal padanya."
"Jadi maksud Kongcuya itu tak bisa ditarik kembali lagi?”
Kongya Kian menegas dengan dingin.
"Ya. benar,” sahut Buyung Hok.
Seketika Kongya Kian, Ting Pak-jwan dan Hong Po ok
pandang-memandang. Agaknya pikiran mereka sama,
serentak mereka saling mengangguk.
Lalu Pek-jwan berseru dengan suara lantang, "Kongcuya,
kami berempat meski bukan saudara sekandung. tapi kami
telah bersumpah mati atau hidup tetap bersatu, hubungan
kami melebihi saudara sekandung. Hal ini tentu Kongcuya
cukup mengetahui?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Alis Buyung Hok menjengkit, sahutnya dengan ketus.
"Apakah maksud Ting-toako hendak menuntut balas kematian
Pau-samko? Biarpun kalian bertiga maju sekaligus juga aku
tidak gentar.”
Tiba-tiba Pek-jwan menghela napas panjang, katanya,
"Kami adalah hamba pengiring keluarga Buyung, mana kami
berani malu kami terhadap Kongcuya. Orang bilang, kalau
cocok boleh tinggal, kalau tidak cocok boleh pergi. Maka kami
bertiga untuk selanjutnya tak dapat melayani Kongcu lagi.
Kaum ksatria yang íngin memutuskan hubungan tidäk pantas
menggunakan kata-kata kotor, maka biarlah kita berpisah
secara baik-baik, semoga Kongcuya menjaga diri dengan
baik!"
Melihat ketiga abdi pengiringnya segera akan meninggalkan
dirinya mau-tak-mau Buyung Hok merasa berat juga apalagi
bila nanti berada di Tayli tentu akan sangat membutuhkan
tenaga mereka. Maka ia coba menahannya, katanya, "Tingtoako,
kalian tidak pernah menyinggung perasaanku.
Sesungguhnya aku pun tidak sirik apa-apa kepada kalian,
mengapa kalian hendak meninggalkan aku begitu saja?
Dahulu ayah cukup baik terhadap kalian, juga kalian pernah
berjanji akan membantuku sepenuh tenaga, jika sekarang
kalian tinggalkan aku, apakah kalian tidak merasa mengingkari
janji sendiri?”
Maka Ting Pak Jwan juga tampak muram, sahutnya. ” Jika
Kongcu tidak mengungkit-ngungkit losiansing dibawa-bawa,
maka tentang perbuatan mengangkat orang lain menjadi
ayah, berganti she dan mengabdi kepada negara lain segala
apakah perbuatan demikian ini dapat dipertanggungjawabkan
kepada Losiansing? Ya, kami memang pernah berjanji kepada
losiangsing akan membantu sepenuh tenaga pada Kongcuya
untuk membangun kembali kerajaan Yan dan
mengembangkan kejayaan keluarga Buyung, tapi sekali-kali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak berjanji akan membantu Kongcu untuk memajukan
kerajaan Tayli dan mengembangkan nama keluarga Toan.”
Jawaban Ting Pek-jwan itu membuat air muka Buyung Hok
sebentar merah dan sebentar pucat serta tak dapat
mendebatnya.
Berbareng Ting jwan, Kongya Kian dan Hong po-ok lantas
memberi hormat dan berkata, "Selamat tinggal Kongcuya."
Lalu Po-ok memanggul jenazah Pau Put-tong bertíga orang
lantas bertindak pergi dengan langkah lebar tanpa menoleh
lagi.
Buyung Hok coba menenangkan diri dan berlagak
menyakinkan diri, katanya kepada Toan Yan-khing, "Harap
Gihu suka maklum, ketiga orang ini adalah hamba pengiring
keluarga anak selama berpuluh tahun, tapi demi kesetiaan
anak kepada kerajaan Tayli dan keluarga Toan, dengan tidak
segan-segan anak membunuh satu diantaranya dan mengusir
ketiga orang lain. Anak akan ikut ke Tayli seorang diri, sedikit
pun anak tiada maksud tujuan lain.”
"Bagus, sangat bagus!” sahut Toan Yan-khing sambil
mengangguk.
"Dan sekarang juga biarlah anak memberikan obat penawar
kepada Gihu," ucap Buyung Hok. Segera ia keluarkan sebuah
botol porselen kecil.
Tapi baru saja ia hendak menyodorkan botol kecil itu
kepada Yan-khing, tiba-tiba pikirannya tergerak, "Wah, jika dia
sudah sembuh dari keracunan kabut bunga merah, segera aku
akan kehilangan alat ancaman padanya. Untuk selanjutnya
terpaksa aku harus mengambil hatinya dan tidak boleh
mengadu akal lagi dengan dia. Yang paling día benci adalah si
Toan Ki, biarlah sekarang aku membunuh budak itu lebih dulu,
kemudian barulah aku memberikan obat penawar padanya.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena pikirannya itu, "sret” segera ia loloskan pedang dan
berkata, "Gihu adapun sumbangsih anak yang pertama
kepada Gihu adalah ingin kubunuh si bocah Toan Ki íni agar
Toan Cing-sun kehilangan keturunan, dengan demikian mautak-
mau dia akan terpaksa menyerahkan tahta kepadamu."
Waktu itu Toan Ki masih menggeletak di atas tanah dengan
mata tertutup oleh kain hitam, meski matanya tak bisa
memandang, tapi apa yang dikatakan Buyung Hok itu dapat
didengarnya dengan jelas. Ia berpikir, Giok-yan yang kucintai
itu telah berubah menjadi adik perempuanku lagi sehingga
cintaku kepadanya jadi sia-sia belaka. Memangnya aku tidak
ingin hidup, jika kau bunuh aku kan kebetulan bagiku."
Begitulah rupanya Toan Ki menjadi putus asa dan patah
hati karena mendengar pembicaraan Ong-hujin telah diketahui
Goik-Yan yang dikasihi itu ternyata adik perempuannya pula
seperti halnya Bok-wan-jing, maka ia lebih suka mati saja
daripada hidup merana, apalagi saat itu hawa murninya juga
tersesat sehingga Cau-hwa-Jip-mo, biarpun hendak melawan
serangan Buyung Hok juga tidak mampu, karena itu ia
mandak dibunuh dan menerima ajalnya.
Dalam pada itu perasaan Toan-hujin bagaikan disayat-sayat
ketika dilihatnya Buyung Hok sedang mendekati Toan Ki
dengan pedang terhunus. "Oooo!" mendadak ia menjerit
kuatir.
Cepat Yan-khing berkata, "Nak, kebaktianmu ini sungguh
harus dipuji Bocah Toan Ki itu terlalu menyakiti hatiku,
berulang ia mempermainkan aku, paman dan ayahnya,
mengangkangi pula tahtaku sehingga hidupku merana dan
badanku cacat begini, untuk semua itu ayah ingin membunuh
bangsat cilik itu dengan tanganku sendiri sekedar
melampiaskan rasa dendamku."
"Baiklah," kata Buyung Hok, Lalu la membalik tubuh dan
menyodorkan pedang kepada Toan Yan-khing. Tapi segera ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru pula, "Ai, anak benar-benar sudah pikun, seharusnya
kuberikan obat penawar lebih dulu."
Dan Segera ia mengeluarkan, sebotol obat tadi.
Tapi sekilas dilihatnya air muka Toan Yan-khing sedang
mengunjuk rasa senang dan seperti lagi mengedip mata
kepada seseorang.
Buyung Hok adalah orang maha cerdik, segera ia mengikuti
arah mata Toan Yan-khing, ia masih sempat melihat Toanhujín
sedang menggangguk pelahan, air mukanya juga
mengunjuk rasa bersyukur dan berterima kasih yang tak
terhingga.
Melihat itu, seketika timbul rasa curiga Buyung Hok. Cuma
mimpi pun dia tidak menyangka bahwa Toan Ki sebenarnya
adalah putra Toan Yan-khing dari hubüngan gelap dengan
Toan-hujin atau Su Pek-hong, bahwa Toan Yan-khing lebih
suka mengorbankan jiwanya sendiri daripada menyaksikan
putra satu-satunya itu mati konyol dibünuh orang, sedangkan
soal tahta kerajaan segala lebih-lebih tak terpikir pula olehnya.
Sebaliknya pikiran yang pertama-tama timbul dalam benak
Buyung Hok adalah, "Jangan-jangan di antara Toan Cing-sun
dan Toan Yan-khing ada persekongkolan? Betapapun mereka
adalah sesama keluarga Toan dari Tàlli, mereka adalah
saudára sepupu sendiri, hubungan mereka tentu lebih baik
daripada diriku yang tiada sangkut-paut apa-apa dengan
mereka.”
Tapi segera terpikir pula olehnya, "Jalan baik satu-satunya
sekarang ialah aku harus bertindak dengan tegas dan cepat,
aku harus berbuat beberapa jasa besar bagi Toan Yan-khing
untuk memperkuat kepercayaannya kepadaku.”
Segera ia berpaling ke arah Toan Cing-sun dan berkata,
"Tin lam-ong, setelah pulang ke Tayli, kira-kira berapa lama
lagi engkau akan dapat menggantikan tahta kakakmu, dan
sesudah naik tahta, untuk berapa lama engkau akan berada di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
singgasanamu dan kemudian menurunkan tahta lagi kepada
Gihuku?”
Cing-sun sangat memandang hina terhadap pribadi Buyung
Hok, maka jawabnya dengan acuh-tak-acuh, "Kakak
bagindaku memiliki Iwekang yang sangat tinggi, tenaganya
masìh amat kuat, boleh jadi dia akan bertahta selama 20 atau
30 tahun lagi. Bilamana beliau mewariskan tahtanya
kepadaku, baru pertama kali aku menjadi raja, sudah tentu
aku akan menikmati dengan baik-baik dan sedikitnya aku
harus bertahta 30 tahun. Habis itu, giliran anak Ki yang akan
menyambung tahtaku, tatkala mana dia sudah berusia 70 atau
80 tahun adaikan dia cuma menjadi raja selama 20 tahun,
maka total seluruhnya kaupun perlu tunggu lagi kira-kira 100
tahun "
"Ngaco belo!" damprat Buyung Hok. "Tidak kata aku
memberi batas waktu sebulan padamu untuk naik tahta
menjadi raja, sebulan lagi kamu harus menyerahkan
singgasanamu kepada Gihuku, Yan-khing Thaicu."
Tapi Cing-sun sudah jelas melihat situasi di depan mata
sekarang. Nyata Toan Yan-khing dan Buyung Hok akan
menggunakan dia sebagai batu loncatan untuk menuju tahta
kerajaan Tayli, sesudah dia menurunkan tahtanya kepada
Toan Yan-khing nanti barulah mereka akan membunuhnya,
Tapi sekarang dia masih diperlukan, tentu tidak berani
mengganggunya seujung rambut pun, bahkan kalau ada
musuh tentu mereka akan membelanya malah. Sebaliknya
Toan Ki yang berada dalam keadaan terancam.
Karena pikiran, segera Cing-sun terbahak dan berkata,
"Tahtaku nanti hanya dapat kuturun kepada anakku Toan Ki,
jika aku disuruh mempercepat mengundurkan diri juga boleh,
tapi tidak mungkin tahtaku diserahkan kepada orang luar."
"Dengan telingaku sendiri kudengar kami berjanji akan
menyerahkan tahta kepada Yan-khing Thaicu, kenapa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang kamu ingkar janji sendiri?” kata Buyung Hok dengan
gusar.
"Cara bagaimana telingamu dapat mendengar sendiri?"
sahut Cing-sun dengan dingin. "Hehe, kakak Yan-khing,
tentunya engkau tidak mengira bahwa 'walang hendak
menangkap tonggeret, tak tahunya di belakang mengincar
pula s i burung gereja'. Rupanya waktu engkau menjebak aku,
takkala itu si Buyung-kongcu yang bagus ini pun siap
mengincar diriku.”
Buyung Hok terkesiap, "Celaka ucapanku agak tidak tepat.
Dasar tua bangka dan licin, Tin-lam-ong ini sungguh sukar
dilayani.”
Maka cepat membelok pokok pembicaraan, katanya dengan
mengejek, "Hm, bagus juga, biar kumampuskan dulu Toan Ki
si anak keparat ini, nanti kamu boleh mewariskan tahtamu
kepada arwah setannya.”
Habis berkata kembali ia hunus pedangnya dan akan
melangkah maju pula.
"Hahahaha! Memangnya kau anggap aku Toan Cing-sun ini
manusia apa?" seru Cing-sun dengan bergelak tawa. "Jika kau
bunuh putraku, apakah kau kira aku lantas rela dipermainkan
olehmu? Nah, jika mau bunuh boleh lekas membunuhnya,
kalau perlu boleh juga bunuhlah aku sekalian."
Sesaat Buyung Hok menjadi ragu malah oleh tantangan itu.
Kalau dia mau membunub Toan Ki sekarang boleh dikata
terlalu mudah, hanya sekali ayun pedang dan beres sudah.
Tapi ia pun kuatir Cing sun menjadi kalap karena putranya
dibunuh dan benar-benar tidak pikir akan jiwa sendiri, jika
demikian maka tahta yang akan diterima Toan Yan-khing
tentu akan gagal pula.
Begitulah sambil menghunus pedang yang gemerlapan
sehingga wajahnya yang putih bersih kelihatan bersemu hijau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepucat-pucatan, Buyung Hok berpaling ke arah Toan Yankhing
untuk mendengarkan pendapat atau perintahnya.
Maka berkatalah Yan-khing, "Orang ini biasanya memang
sangat kepala batu, berani berkata dan berani berbuat. Bila
dia benar-benar bunuh diri dengan minum racun atau
membenturkan kepalanya sehingga pecah, maka rencana kita
yang muluk-muluk akan menjadi buyar pula dengan sia-sia.
Baiklah, sementara ini kita jangan membunuh bocah Toan Ki
itu, sekali dia sudah jatuh dalam cengkeraman kita, tak perlu
takut dia akan terbang ke langit. Sekarang berikan obat
penawarmu itu kepadaku."
"Ya," sahut Buyüng Hok.
Di mulut dia mengiakan, tapi dalam batín ia sedang
berpikir, "Barusan Yan-khing Thaicu mengedipi Toan-hujin,
apakah artinya itu? Selama pertanyaan ini belum terjawab,
betapapun tetap menyangsikan bila kuberikan obat penawar
padanya. Tapi kalau aku mengulur waktu lagi tentu dia akan
gusar, lantas bagaimana baiknya?"
Dalam keadaan ragu kebetulan saat itu terdengar Onghujin
berteriak-teriak, "Buyung Hok, kamu anak kurangajar,
kau bilang akan memberi obat penawar kepada bibi, tapi
sesudah kau dapatkan seorang ayah angkat seperti siluman
itu lantas lupa kepada bibimu. Jika tidak lekas kau beri obat
penawar, jangan kau salahkan aku akan memaki dengan katakata
kotor. Dan siluman yang tidak mirip manusia dan lebih
mirip setan ..... "
Buyung Hok merasa kebetulan mendengar caci maki Onghujin
itu, katanya terhadap Toan Yan-khing, "Gihu, watak
bibiku memang keras, kalau ucapannya ada yang
menyinggung perasaan Gihu mohon suka dimaafkan. Agar dia
tidak ribut lagi, biarlah anak menyembuhkan dia lebih dulu,
habis itu baru Gihu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata ia terus menyodorkan botol kecil ke hidung
Ong-hujin.
Seketika Ong-hujin mengendus bau busuk dari dalam botol
porselen kecil itu. Segera ia hendak mendamprat Buyung Hok,
disangkanya keponakannya itu lagi mempermainkannya. Tak
terduga, mendadak kaki dan tangannya terasa mulai
bertenaga, lewat sejenak pula lantas terasa dapat bergerak
seperti biasa. Tanpa bicara lagi ia terus sambar botol kecil itu
dari tangan Buyung Hok dan menciumnya dengan keras-keras
dan tak berhenti-henti.
Untuk mengulur waktu, Buyung Hok tidak mencegah
perbuatan Ong-hujin itu, hanya diam-diam ia mengawasi
gerak-gerik Toan Yan-khing dan Toan-hujin.
Tiba-tiba terdengar Ong-hujin berseru, "Tit-ji, mengapa
tidak kau bunuh saja ketiga perempuan siluman rase itu untuk
melampiaskan rasa dendam bibi ini."
Hati Buyung Hok tergerak, pikirnya, "Benar juga, Wi Singtiok,
Cin Ang-bian dan Ciong-hujin itu semua kekasih Tin-lamong,
kalau kugunakan jiwa mereka untuk memaksa Tin-lamong,
agar menyerahkan tahtanya kepada Yan-khing Thaisu,
jalan ini mungkin akan berhasil, berbareng juga dapat
membikin senang hati bibi."
Segera ia mengacungkan ujung pedang ke arah Wi Singtiok
sambil mengancam, "Tin-lam-ong, kau mau menyerahkan
tahtamu kepada Yan-khing Thaicu atau tidak? Kalau tidak,
selir kesayanganmu ini satu per satu akan kubinasakan."
Ternyata Toan Cing-sun tídak mau pandang barang sekejap
pun, sebaliknya bersikap menentang malah. Keruan Buyung
Hok menjadi kalap, pedang terus menusuk ke depan, kontan
darah menyembur keluar dari dada Wi Sing-tiok, nyonya itu
tidak sempat bicara sedikit pun lantas binasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyusul ujung pedang Buyung Hok beralih ke perut Cin
Ang-bian dan bertanya kepada Toan-Cing-Sun, "Kau mau
menyerahkan tahta atau tidak?"
Lagi-lagi Cing-sun tidak menggubrisnya dan kembali
Buyung membunuh pula ibu Bok Wan-jing itu dengan
menubleskan pedang ke perutnya. Kemudian ujung
pedangnya lantas berberganti arah dan mengancam hulu hati
Ciong-hujin.
Tatkala itu sorot mata Buyung Hok telah memantulkan
sinar kebiruan, air mukanya pucat menghijau. Ketika melihat
Toan Cing-sun tetap tidak menggubrisnya, ia tambah gemas,
kontan ia bunuh Ciong hujin pula.
Sesudah membunuh Wi Sing-tiok, Cín Ang-bian dan Cionghujin
bertiga, ketika melihat Cing-sun tetap berdiri kaku dan
tidak ada reaksi apa-apa, karuan Buyung Hok tambah
geregetan, serunya kalap, "Tin-lam-ong, lekas katakan kau
mau menyerahkan tahtamu atau tidak? Kalau tetap diam saja
biar kubunuh sekalian bibiku ini!"
Sembari berkata ujung pedangnya terus mengarah dada
Ong-hujin sambil mendesak maju selangkah demi selangkah.
"Toan-long!" seru Ong-hujín dengan suara gemetar. "Apa
engkau benar-benar sedemikian benci padaku sehingga ingin
membikin celaka diriku?"
Rupanya ia cukup kenal watak Buyung Hok yang keji dan
ganas itu, demi mencapai cita-citanya tentu dia tidak pikirkan
tentang bibi atau bukan. Asal Cing-sun mau memperhatikan
cintanya kepadanya, tentu Buyung Hok takkan segera
membunuhnya, tapi akan memperalat dia untuk memaksa
kehendaknya atas diri Toan Cing-sun.
Karena tempat Ong-hujin berdiri berada di depan Toan
Cing-sun, maka Cing-sun dapat melihat sorot matanya yang
mengunjuk rasa ketakutan dengan muka yang cantik itu mirip
benar dengan wajah Wi Sing-tiok yang sudah menemui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ajalnya itu, mau tak mau terbayanglah hubungan asmara
mereka masa lampau, seketika perasaan Cíng-sun tergugah.
Segera ia mencaci-maki, "Perempuan tua bangka perempuan
bejat yang tídak tahu diri, kamu yang mengakibatkan ketiga
kekasihku terbunuh semua, coba kalau aku dapat bergerak,
sungguh aku ingin mencencangmu sehingga hancur lebur. Ayo
Buyung Hok, tusuk saja biar mampus perempuan keparat itu!”
Ia tahu semakin keji caci-makinya semakin membuat ragu
Buyung Hok dan tidak beraní sembarangan membunuh
bibinya.
Segera Ong-hujin jadi paham juga, dengan caci-maki Toan
Cing-sun itu, terang dia telah tergugah hatinya akan
hubungan mereka masa lampau dan dengan mencaci maki itu
Cing-sun telah membuat ragu Buyung Hok dan tidak jadi
membunuhnya.
Namun karena rindunya kepada Toan Cing-sun selama
belasan tahun berpisah ini telah membuat pikirannya banyak
berubah. Ketika dilihatnya tiga sosok mayat menggeletak di
depannya, sebatang pedang dengan berlumuran darah
mengancam dadanya, sekonyong-konyong pikiran sehatnya
menjadi kabur.
Apalagi caci maki Cing sun yang keji itu dengan
menggunakan macam-macam kata rendah dan kotor sehingga
kalau dibandingkan sumpah setia mereka yang penuh katakata
madu masa dahulu, sungguh bedanya seperti langit dan
bumi. Maka air matanya lantas bercucuran, katanya, "Toan
long, apakah engkau telah melupakan semua ucapanmu yang
pernah kaukatakan padaku dahulu? Apa sedikit pun engkau
tidak memikirkan diriku lagi? O, Toan-long, ketahuilah bahwa
sampai detik ini aku masih tetap cinta padamu. Kita sudah
berpisah sekian lama, dengan susah-payah akhirnya baru kita
dapat bertemu seperti sekarang ini, tapi mengapa engkau
tidak sudi bicara secara ramah padaku? ... apa engkau tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah melihat pu ... putrimu yang kulahirkan s i Giok-yan ini?
Apakah engkau tidak suka padanya?”
Diam-diam Cing-sun menjadi kuatir, "Wah, tampaknya
pikiran A Mong agak kacau. Kalau aku mengutarakan sedikit
perasaan cintaku padanya tentu jiwanya akan segera
melayang dí ujung pedang Buyung Hok."
Karena itulah ia lantas membentak dengan suara bengis,
"Perempuan keparat, kita sudah lama putus hubungan,
mengapa kamu masih ada muka untuk mengoceh! Hm, kalau
bisa aku ingin menghajarmu untuk melampiaskan rasa benciku
padamu!"
"O, Toan-long, tega amat kau!” seru Ong-hujin dengan
menangis. Mendadak tubuhnya nubruk ke depan sehingga
tepat menerjang ujung pedang yang mengancam di depan
dadanya.
Sesaat itu Buyung Hok menjadi ragu apakah mesti menarik
pedangnya atau tidak, namun tubuh Ong-hujin tahunya sudah
menerjang maju sehingga ujung pedangnya, maka darah
segar lantas menyembur keluar dari dada Ong-hujin.
"Toan long. O, Toan long, tega benar kau!" Ong-hujin
masih sempat berseru pula dengan suara gemetar.
Melihat tüsukan itu tepat mengenai tempat yang
mematikan dan terang bekas kekasih itu sukar tertolong lagi.
Seketika air mata bercucuran di pipí Toan Cing-sun, katanya
dengan suara parau, "A Mong, O. Mong, sebabnya aku
mencaci-makí sebenarnya jüstru ingin keselamataan dirimu.
Pertemuaan kita hari ini sesungguhnya membuat hatiku girang
tak terkatakan, masa aku benci padamu, mana mungkin aku
lupa padamu kita dahulu, Cintaku padamu akan tetap suci
bersih sebagaimana waktu kupersembahkan setangkai bunga
kamelia putih padamu."
Wajah Ong-hujin yang pucat itu menampilkan senyuman
puas, katanya dengan lemah, "Baiklah jika begitu, memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku yakin dalam lubuk hatimu tentu akan selalu terukir
bayanganku dan selamanya takkan pernah melupakan daku
.... "
Begitulah makin lemah suaranya ketika kepalanya miring ke
samping dan mangkatlah dia.
"Nah, Tin-lam-ong, perempuan yang kau cintai satu per
satu telah mati bagimu, apa barangkali untuk penghabisan kali
istrimu yang sah ini pun tidak kaupikirkan dan akan dibiarkan
dia mati juga karena gara-garamu?" ancam Buyung Hok
dengan menjengek, ujung pedang lantas mengancam pula
dada Toan-hujin.
Tatkala itu Toan Ki masih menggeletak di atas tanah, ia
dengar Wi Sing-tiok, Cin Ang-bian, Ciong-hujin dan Ong-hujin
satu persatu telah binasa di bawah pedang Buyung Hok,
bahkan sekarang jiwa ibunya diancam pula untuk menggertak
ayahnya, betapapun hubungan darah antara Ibu dan anak
melebihi segalanya, tentu saja Toan Ki kuatir dan kelabakan.
Sungguh ia ingin berteriak "Jangan menyentuh ibuku! Jangan
mencelakai ibuku!"
Tapi mulutnya tersumbat sehingga tidak dapat bersuara
sedikit pun, ia hanya berusaha meronta sekuatnya, tapi hawa
murni dalam tubuhnya seakan-akan buntu, sama sekali tak
dapat dikerahkan sedikit pun.
Dàlam pada itu terdengar Buyung Hok berkata, "Tin-lam-
Ong, aku akan menghitung tiga kali kalau kamu tetap bandel
dan tak mau berjanji akan menyerahkan tahta kepada Yankhìng
thaicu maka dengan segera jiwa permaisurimu akan
melayang juga.
"Jangan! Jangan mencelakai ibukul" demikian Toan Ki
hendak berteriak tapi suaranya sukar diucapkan.
Syukurlah lamat-lamat ia dengar Toan Yan khing sedang
berkata kepada Buyung Hok, "Nanti dulu, urusan ini harus kita
pikirkan lebih panjang.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Gihu!" demikian Buyung Hok menjawab. "urusan hari
adalah maha penting dan menyangkut rencana hari depan kita
kalau dia tetap tidak mau berjanji untuk menyerahkan tahta
kepada Gihu, maka semua rencana kita akan gagal
seluruhnya. Nah, satu .... "
"Jika kau ingin aku berjanji, lebih dulu harus kau penuhi
suatu syaratku," tiba-tiba Cing-sun menyela.
"Kalau mau bilang mau jika tidak katakan tidak. Jangan
kaukira aku dapat diakali dengan tipu mengulur waktu. Nah,
dua ... bagaimana?”
Cíng-sun menghela napas panjang "Ya, apa mau dikatakan
lagi, selama hidupku memang sudah penuh berlumuran dosa,
kalau sekarang bisa matí bersama-sama rasanya juga tidak
penasaran."
"Jadi kamu benar-benar tidak mau menuruti? Nah, tiga ....”
Begitu kata "tiga" diucapkan Buyung Hok, tertampak Toan
Cin-sun lantas berpaling ke arah lain dan tak menggubris lagi
padanya.
Dengan murka baru saja Buyung Hok hendak menusukkan
pedangnya ke dada Toan hujin. Sekonyong-konyong bahu
kanan terasa ditumbuk sesuatu, tanpa kuasa ia tergeliat ke
samping. Menyusul lantas kelihaian Toan Ki melompat bangun
dan menyeruduk ke arah perutnya dengan kepala.
Karena tidak terduga-duga, cepat Buyung Hok menerobos
serudukan Toan Ki itu, pikirnya "Bocah ini sudah kena sengat
kawanan tawon beracun, dan terkena pula racun kabut bunga
merah, di bawah racun ganda ini mengapa dia masih dapat
melompat bangun?"
Sebaliknya karena menyeruduk tidak kena sasarannya,
akhirnya kepala Toan Ki menyerempet tepian meja sehingga
kepalanya benjut. Dalam keadaân gugup dan kuatir ia tidak
ingat kepalanya yang benjut dan sakit itu. segera ia meronta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekuatnya dan entah dari mana datangnya tenaga, tahu-tahu
tali kulit yang mengikat kedua tangannya menjadi putus.
Kiranya semula karena hati Toan Ki merasa berduka
sehingga hawa murni dalam tubuhnya tersesat ke urat yang
salah. Kemudian ketika mendengar Buyung Hok hendak
membunuh ibunya, saking kuatir dan gugupnya ia menjadi
lupa akan dirinya apakah terkena penyakit Cau-hwe-jip-mo
atau tidak karena itu hawa murni yang sesat jalan tadi secara
otomatis lantas masuk kembali ke jalan yang benar.
Hendaklah maklum bahwa seorang yang berlatih iwekang
adalah dengan jalan mencurahkan pikirannya untuk mengatur
tenaga dalam agar berjalan menuruti urat nadi yang tepat.
Kalau sampai Cau-hwe-jip-mo, yaitu tenaga dalam tersesat
(kira-kira sama dengan penyakit kelumpuhan) semakin merasa
gelisah dan gugup dengan maksud hendak menarik kembali
jalannya hawa yang tersesat itu maka hasilnya akan terjadi
sebaliknya malah bukannya hawa sesat jalan itu àkan ditarik
kembali sebaliknya makin menjurus ke jalan yang salah.
Tapi sekarang yang terpikir oleh Toan Ki adalah melulu
keselamatan ibundanya dan hawa murninya tidak terpengaruh
oleh pikiran yang kacau tadi maka dengan sendirinya hawa
murni itu masuk kembali kejalan yang benar menurut arahnya.
Waktu dia dengar Buyung Hok mengucapkan kata-kata "tiga,"
seketika ia lupa dirinya berada dalam ringkusan musuh dan
segera melompat bangun terus menyeruduk ke arah suara
Buyung Hok jadi di luar dugaannya mendadak tubuhnya dapat
bergerak kembali.
Begitu kedua tangannya terlepas dari ringkusan tali kulit,
demi mendengar Buyung Hok sedang memaki, sebelum
musuh sempat menyerang, terus saja ia mendahului
mengeluarkan "Siang-yang-kiam" dari Lak-meh-sin-kiam yang
lihai, kontan Jari manisnya menuding ke arah Buyung Hok.
Pedang yang dipegang Buyung Hok adalah pedang wasiat
Man-to-san-ceng yang dapat memotong sayur. Ketika ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hendak menusuk, tahu-tahu hawa pedang Toan Ki sudah
menyambar tiba cepat ia berkelit ke samping dañ kontan balas
menusuk dengan pedangnya.
Saat itu kedua mata Toan Ki masih tertutup oleh kain
hitam, mulutnya juga masih tersumbat. Kalau mulut tak bisa
bicara sih tidak menjadi soal. Tapi mata tak dapat memandang
di mana beradanya musuh, karuan Toan Ki menjadi
kelabakan, dalam gugupnya itu terpaksa kedua tangannya
bergerak ke sana dan ke sini, jarinya menuding secara
serabutan agar lawan tidak berani mendesak maju.
Diam-diam Buyung Hok membatin, "Keadaan sudah
berubah dan membahayakan, sebelum dia dapat melihat aku
harus mendahului membinasakan diä.”
Segera pedàngnya mengacung lurus ke depan dengan
gerak tipu "Tai-kang-long-liu" (sungai mengalir ke timur)
secepat kilat ia tusuk pula dada Toan Ki.
Saat itu kedua tangan Toan Ki sedang bergerak ke sanasini
dan menuding serabutan. Ketika mendadak terdengar
angin tajam menyambar tiba, cepat ia berkelit, namun sudah
terlambat sedikit, "Cret” bahunya kena tusukan.
Karena kesakitan dengan gugup Toan Ki meloncat mundur,
di luar dugaan, "blang!". Tahu-tahu kepalanya membentur
belandar rumah dan tambah benjut.
Hendaklah maklum bahwa sesudah Toan Ki berhasil
menyedot tenaga dalam Cumoti di sumur kering itu, maka
betapa hebat kekuatannya boleh dikata sukar diukur lagi.
Karena itulah hanya sedikit meloncat saja tingginya sudah
mencapa¡ belandar rumah.
Dalam keadaan masih terapung di udara segera Toan Ki
berpikir, "Mataku tak dapat melihat apa-apa, dengan
sendirinya aku tak dapat menyerang dia dengan jitu,
sebaliknya setiap saat ada kemungkinan aku akan dibunuh
olehnya, wah, apa akalku sekarang? Jika melulu aku yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terbunuh tidak menjadi soal, tapi ibu dan ayah tentu juga tak
tertolong lagi."
Dan karena tubuhnya terapung, dengan sendirinya kakinya
meronta-ronta, eh, di luar dugaan, "praakk", tahu-tahu tali
kulit yang meringkus kedua kaki pun putus semua.
Karuan Toan Ki kegirangan, "Bagus! Jika kedua kaki sudah
dapat bebas bergerak, biarlah aku menggunakan "Leng-po-wipoh"
untuk menghindarkan serangannya. Tempo hari ketika
dia menyamar sebagai Li Yan-cong dari Se He dan hendak
membunuh aku di rumah gilingan, dia juga tidak berkutik
menghadapi langkahku yang ajaib ini.”
Begitulah, maka sewaktu sebelum kakinya baru saja
menyentuh tanah, terus saja kaki yang lain menggeser ke
samping, sedikit badan mengegos, dengan tepat tusukan
Buyung Hok yang dilontarkan pun dapat dihindarkannya.
Orang lain hanya melihat berkelebatnya sinar pedang
menyambar lewat di samping dadanya, selisihnya hanya satudua
senti saja, tampaknya sangat berbahaya, tapi gayanya
sangat indah dan langkah ajaib itu tak terlukiskan.
Sebenarnya hal ini pun secara kebetulan saja, Coba kalau
mata Toan Ki tidak tertutup dan tidak menggunakan "Leng-powi-
poh", karena dia sama sekali tidak mahir gerak ilmu silat,
maka dapat dipastikan jiwanya sudah melayang di ujung
pedang Buyung Hok yang tidak kenal ampun itu.
Dalam pada itu Buyung Hok lantas pergencar serangannya,
tapi tetap tidak dapat mengenai Toan Ki. Rupanya ia menjadi
gelisah dan merasa malu pula. Ia lihat Toan Ki tetap memakai
kain kedok, seakan-akan sengaja mempermainkan dia, karuan
ia tambah panas hatinya. Pikirnya, ”Terhadap seorang yang
matanya tertutup kain saja aku tak mampu menang, masakah
aku masih ada muka untuk hidup di dunia ini?"
Begitulah, dengan mata merah membara saking gemasnya,
ia putar pedang secepat kitiran dan menyambar kian kemari di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ruangan itu, hanya dalam sekejap saja Toan Ki sudah
terbungkus di tengah lingkaran pedangnya.
Ruangan itu memang tidak terlalu luas, maka semua orang,
termasuk Toan Yan-khing, Toan Cin-sun, Toan-hujin, Hoan
Hwa dan lain-lain ikut terdesak mundur oleh gemerlap sinar
pedang yang dingin tajam itu, maka mereka sampai merasa
perih.
Sebaliknya Toan Ki tampak dapat berjalan ke kanan dan
melangkah ke kiri dengan seenaknya saja bagaikan orang lagi
berjalan-jalan iseng di taman. Dan aneh juga, biarpun Buyung
Hok putar pedangnya sedemikian gencarnya dan serangannya
bertubi-tubi, tapi hasilnya tetap nihil, sampai ujung baju lawan
saja tak bisa menyenggolnya, Karuan lama-lama Buyung Hok
menjadi kelabakan sendiri dan seperti orang kebakaran
jenggot.
Dengan menggunakan langkah ajaib "Leng-po-wi-poh",
dengan sendirinya Buyung Hok sukar melukai Toan Ki. Namun
begitu Toan Ki sendiri menjadi ragu dan berpikir, ”Aku hanya
diserang melulu dan tak bisa balas menyerang, mataku tak
kelihatan pula, Jika mendadák ibu atau ayahku yang dia
serang, wah tentu mereka akan celaka?"
Begitulah, rupanya ia tetap lupa bahwa matanya hanya
tertutup oleh selapis kain hitam saja, sedangkan tangannya
sekarang sudah bebas, mestinya dengan dampang kain hitam
itu dapat dilepaskannya. Namun ia tetap tidak pikir sampai ke
situ.
Padahal hal itu yang dipikirkan oleh Buyung Hok hanya
Toan Kí seorang yang dianggapnya sebagai bibit penyakit
utama baginya. maka ia tidak berpikir untuk membunuh Toanhujin
atau orang lain.
Akan tetapi meski dia sudah menyerang berpuluh kali,
bahkan sampai ratusan kali, tetap tidak mampu melukai Toan
Ki, apalagi hendak membunuhnya. Dalam gelisahnya tiba-tiba
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hatinya tergerak, pikirnya, "Rupanya bocah íni mahir ilmu
"Thing-hong-pian-gi" (mendengarkan suara angin
membedakan arah serangan) untuk menghindari seranganku.
Coba kalau aku ganti ilmu pedangku, akan kuserang dengan
pukulan supaya tidak mengeluarkan suara, dengan demikian
tentu bocah keparat ini tidak mampu menghindar.”
Maka mendadak ia perlambat permainan pedangnya, ia
ubah serangannya, tiba-tiba ia menusuk dengan pelahan
sehingga tidak mengeluarkan suara sambaran angin atau
mendengingnya logam.
Ia tidak tahu bahwa "Leng-po-wi-poh" yang dimainkan
Toan Ki itu adalah semacam langkah ajaib yang tersusun
demikian rupa orangnya melangkah menurutkan apa yang
sudah teratur itu dan peduli musuh akan menyerang dengan
cara bagaimana pun, biar senjatanya mengeluarkan suara
gemuruh bagai guntur atau menyambar secepat kilat tanpa
suara, semuanya itu tetap tiada sangkut-pautnya atau
mempengaruhi langkah ajaib itu. Sebaliknya jika lawan
menyerang secara ngawur maka dengan mudah Toan Ki akan
dirobohkan malah. Jadi langkah ajaib ini susah diikuti oleh
serangan yang menurutkan ilmu silat sejati, sebaliknya mudah
meruntuhkannya hanya dengan serangan yang tak beratur
yang ngawur.
Sebagài tokoh silat terkemuka seperti Toan Yan-Khing
mestinya ia dapàt menjajaki sampai dimana letak kemujizatan
kepandaian Toan Ki itu, tapi sejak diketahui pemuda itu adalah
putranya sendiri, mau-tak-mau ia lantas mencurahkan
perhatian atas keselamatan pemuda itu, dan karena perhatian
itulah telah memencarkan perhatiannya. Maka demi melihat
Buyung Hok mengubah permainan pedangnya dan menusuk
dengan tidak mengeluarkan suara karuan ia terkejut, cepat ia
berseru dengan suara dalam perut, "Awas, Nak! Lebih baik
lekas kau bunuh dia saja. Jika mendadak ia buka kain hitam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang menutupi matanya itu tentu kita yang akan binasa
ditangannya."
Buyung Hok terperanjat dan diam-diam memaki, "Sungguh
goblok, bukankah ucapanmu ini berarti membikin sadar
musuh?”
Benar saja, ucapan Yan-khing itu telah menyadarkan Toan
Ki, untuk seketika ia tertegun, segera ia tarik lepas kain hitam
yang menutupi matanya itu.
Tapi sekonyong-konyong matanya menjadi silau, pedang
musuh yang mengkilat sudah menyambar sampai di mukanya.
Dasar Toan Ki memang tidak mahir ilmu silat, lebih-lebih
tiada pengalaman medan tempur karuan ia menjadi kaget dan
kelabakan atas datangnya serangan itu, cepat ia berkelit
sebisanya. Dan karena bingungnya itu, langkahnya yang ajaib
itü menjadi kacau. Dálam päda itu serangan susulan Buyung
Hpk yang lain sudah tiba pula, "cret", tanpa ampun lagi paha
kiri Toan Ki tertusuk kembali. Kontan pemuda itu terguling ke
tanah.
Sungguh girang Büyung Hok tidak kepalang segera ia
memburu maju, kembali pedangnya menusuk lagi ke dada
Toan Ki.
Namun Toan Ki sempat siap siaga, dengan setengah rebah
di tanah segera ia memapak dengan jurus "Siau-tik-kiam".
Biarpun pahanya terluka dan darah mengucur keluar bagai
mata air, kedua tangannya dapat digerakan dengan bebas, ia
mainkan "Lak-meh-sin-kiam” yang lihai itu dengan menuding
ke atas dan ke bawah secara bertubi-tübi sehingga Buyung
Hok berbalik terdesak dan sükar menangkis.
Waktu di Siau-sit-san tempo hari juga Buyung Hok sudah
pernah dibikin keok oleh Toan Ki, apalagi sekarang iwekang
Toan Ki sudah bertambah kuat dengan tenaga dalam yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disedotnya dari Cumoti. Keruan betapa lihai Lak-meh-sin-kiam
yang dimainkannya boleh dikata tiada bandingannya.
Hanya dalam beberapa jurus saja lantas terdengar suara
”cring” sekali, pedang Buyung Hok terlepas dari cekalan,
mencelat ke atas dan menancap di belandar rumah. Bahkan
menyusul terdengar pula "cret" sekali, bahu Buyung Hok
terluka oleh tusukan hawa padang Lak-meh-sing-kiam.
Setelah pedang terpental dan bahu terluka, Buyung Hok
insaf bila ayal sejenak lagi di situ tentu akan mati konyol
dibunuh oleh Toan Ki. Maka sambil menjerit keras-keras
sekali, cepat ia melompat keluar dan melarikan diri.
Pelahan Toan Ki merangkak bangun dan berseru, "Ibu,
ayah, kalian tidak terluka?”
Tapi ibunya balas berseru. "lekas robek kain bajumu dan
balut dulu lukamu!"
"Ah, tak apa-apa," sahut Toan Ki. Segera ia ambil botol
kecil, yang masih dipegang Ong-hujin yang sudah tak
bernyawa itu dan diserahkan kepada ibunya.
Hanya beberapa kali saja mengendus isi botol itu segera
Toan-hujin merasa segar kembali, lalu nyonya itu membalut
luka Toan Ki.
Kemudian Cing-sun memberi petunjuk kepada Toan Ki cara
mengarahkan tenaga untuk membuka hiat-to semua orang
yang tertutuk itu, lalu diberi cium obat penawar dalam botol
kecil itu untuk menawarkan racun kabut bunga merah.
Akhirnya cuma tinggal Toan Yan-khing saja seorang yang
masih meringkuk di kursinya dalam keadaan lumpuh tak
berkutik.
Mendadak Cing-sun melompat ke atas, ia cabut pedang
yang menancap di belandar yang ditinggalkan Buyung Hok
tadi. Ujung pedang ìtu berlumuran darah Wi Sing-tiok. Cín
Ang-bian, Ciong-hujin dan Ong-hujin berempat. Setiap wanita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu pernah bersumpah setia dengan Cing-sun dan mempunyai
ikatan jiwa-raga yang mendalam.
Meski watak Toan Cing-sun itu bangor dan cintanya tidak
teguh, tapi setiap kali bila dia mencintai seorang wanita, maka
kasih yang dicurahkannya juga sangat tulus dan tidak segansegan
berkorban apa pun bagi kekasih itu.
Hendaklah maklum bahwa negeri Tayli terletak dì wilayah
selatan yang terpencil di mana hidup suku-suku bangsa yang
adat istiadatnya tidak sama dengan bangsa Han, mereka tidak
terikat oleh adat kuno yang mengekang kebebasan dan tidak
terlalu memandang penting soal kesucian wanita sebelum
kawin. Sebab itulah meski Cing-sun adalah seorang ksatria
persilatan, tapi dalam hal wanita cantik ia tak bisa mengekang
diri sehingga banyak utang cinta di dunia kangouw.
Sekarang dilihatnya mayat keempat wanita bekas
kekasihnya itu bergelimpangan di atas tanah, kepala Onghujin
berbantalkan paha Ciu Ang-bian, badan Ciong-hujin
melintang di atas perut Wi sing-tiok. Keempat mereka itu pada
masa hidupnya pernah merasa kerinduan kasihnya dan lebih
banyak duka dari pada sukanya, bahkan akhirnya berkorban
jiwa pula baginya.
Tadi waktu Wi Sing-siok dibunuh oleh Buyung Hok, tatkala
itu Cing-sun sudah bertekad akan ikut bunuh diri, sekarang ia
lebih-lebih tiada pilihan lagi, pikirnya, "Anak Ki sekarang sudah
dewasa dan serba pintar, untuk selanjutnya kerajaan Tayli
tidak perlu kuatir tak ada kepala negara yang bijaksana,
bagiku menjadi lebih-lebih tidak perlu berkuatir apa-apa lagi."
Tiba-tiba ia berpaling dan berkata kepada sang istri, "Hujin,
aku telah berdosa padamu, Dalam hatiku, para wanita ini
serupa dengan dirimu, semuanya jantung hatiku, cintaku
kepada mereka adalah tulus dan sungguh-sungguh, cintaku
kepadamu juga tulus dan murni!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakak Sun, kau ... jangan ..... " Teriak Toan-hujin sambil
menubruk ke arah sang suami.
Tadi karena Toan Ki ingin menolong ibunya, maka sekaligus
ia mengerahkan tenaga untuk melabrak Buyung Hok, tapi
kemudian setelah Buyung Hok melarikan diri, sesudah rasa
kuatirnya hilang, sekonyong-konyong ia ingat, ”He, tadi aku
dalam keadaan lumpuh, kenapa mendadak sudah baik?”
Karena kejutnya itu, kembali ia roboh, badan meringkuk
lemas dan tak sanggup berdiri lagi.
Dalam pada itu terdengar jeritan ngeri Toan-hujin, ternyata
Toan Cing-sun telah menobloskan pedang ke dada sendiri.
Cepat Toan-hujin mencabut keluar pedang itu dan menutup
luka sang suami dengan sebelah tangannya sambil menangis,
"O, engkoh Sun, biarpun engkau mempunyai seratus atau
seribu wanita lain juga aku tetap cinta padamu. Terkadang
aku memang marah dan dendam padamu, namun ... namun
... semuanya itu sudah lalu .... "
Tikaman Toan Cing-sun atas dada sendiri itu tepat
mengenai jantung, begitu pedang masuk dada seketika pula
jiwanya melayang, maka ia tidak sempat lagi mendengarkan
jerit tangis sang istri.
Segera Toan-hujin membalik ujung pedang ke arah
dadanya sendiri, dan baru saja hendak ditusukkan, tiba-tiba
terdengar teriakan Toan Ki, "Ibu! ... "
Dan karena sedikit ayalnya itu, arah pedang menjadi
melenceng dan menusuk ke dalam perut.
Melihat ayah ibunya sama mati dengan membunuh diri,
sungguh kaget Toan Ki tak terkatakan, kaki terasa lemas,
terus ia merangkak mendekati kedua orang tua yang
berlumuran darah dan mengeletak itu.
"Ibu! Ayah! Kalian meng ... mengapa .... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anakku, ayah dan ibu akan mangkat, hen ...... hendaknya
jaga dirimu sendiri dengan baik” pesan Toan-hujin dengan
lemah.
”Ti ... tidak ibu! Jang ... jangan kau tinggalkan anak! Ayah!
Dia ... dia bagaimana? Demikian seru Toan Ki sambil menangis
dan merangkul pundak sang ibu. Maksudnya hendak
mencabut pedang yang menancap di perut ibunya itu, tapi
kuatir pula kalau pedang dicabut mungkin akan mempercepat
kematian orang tua itu.
”Kau ... harus ... harus meniru pamanmu. Nah, jadilah
seorang raja yang ... yang baik, seorang raja yang arif," pesan
Toan-hujin.
Tiba-tiba terdengar Toao Yan-khing berkata, ”Lekas berikan
obat penawar itu padaku, biar aku yang menolong ibumu.”
Tapi Toan Ki menjadi gusar, bentaknya, "Semuanya garagaramu
si bangsat tua ini, kamu yang menangkap ayahku
sehingga dia terbinasa. Dendamku padamu sedalam lautan!"
Mendadak ia melompat bangun, ia sambar sebatang
tongkat Toan Yan-khing yang terjatuh di lantai tadi, dengan
tongkat itu segera ia hendak mengepruk kepala Toan Yankhing.
"Jangan!" sekonyong-konyong Toan-hujin menjerit.
Toan Ki tercengang, tanyanya sambil menoleh, "Ibu.
bangsat ini musuh utama kita, biarlah anak membalaskan sakit
hatimu dan ayah."
Namun Toan-hujin tetap berseru dengan suara tajam, "jang
... jangan berbuat kesalahan demikian!”
"Aku .... aku berbuat salah?" Toan Ki menegas dengan
penuh tanda tanya. Tapi ia lantas menggertak gigi dan
membentak pula, "Tidak, aku harus membunuh bangsat ini!”
Dan segera ia angkat tongkat pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nanti dulu!" teriak Toan-hujin. "Coba kemari, ingin
kukatakan padamu."
Segera Toan Ki berjongkok dan menempelkan telinganya
ke tepl bibir sang ibu, ia dengar ibunya membisikinya, "Nak,
Toan Yan-khing ini sebenarnya ayahmu yang tulen, Soalnya
karena suamiku berbuat salah padaku, dalam marahku aku
pun berbuat sesuatu yang menyeleweng dan akhirnya terlahir
dirimu. Hal ini tak diketahui suamiku, dia tetap mengira kamu
adalah anaknya, padahal bukan. Jadi ayahmu yang
sebenarnya ialah Toan Yan-khing ini, maka tak boleh kau
bunuh dia, kalau ... kalau kamu membunuhnya berarti berbuat
durhaka. Selamanya aku tak pernah suka padanya, tapi kamu
tak boleh ikut berdosa dan berbuat salah sehingga kelak bila
kamu mangkat tak .... takkan mencapai nirwana. Mestinya aku
tidak ingin memberitahukan hal ini padamu agar tidak
merusak nama baik suamiku, tapi ... tapi apa daya, terpaksa
kukatakan ...."
Begitulah dalam waktu singkat kejadian yang sama sekali di
luar dugaan bagaikan bunyi halilintar susul menyusul
membuat Toan Ki terlongong-longong dan sangsi, hampirhampir
ia tidakpercaya pada telinganya sendirinya.
"Mak.. tapi ini tidak betul, ini ... ini tidak betul!" seru Toan
Ki sambil tetap merangkul ibunya.
”Lekas berikan obat penawar padaku agar ibumu dapat
tertolong.” Yan-khing berseru pula.
Melihat keadan ibunya makin payah. Toan Ki tak sempat
banyak berpikir lagi, segera ia jumput kembali botol porselen
kecil tadi untuk menawarkan racun yang disedot Toan Yankhing
tadi.
Sesudah pulih kembali tenaganya, segera Yan-khing
menjemput tongkatnya. "crit-crit-crit", beruntun ia tutuk
beberapa tempat hiat-to di sekitar luka Toan-hujin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jang ... jangan kau sentuh tubuhku lagi," kata Toan-hujin
sambil mengoyang-goyang kepala. Lalu bertanya pula kepada
Toan Ki, "Nak, aku ingin bicara lagi padamu.”
Segera Toan Ki menempelkan telinganya ke tepi mulut
sang ibu.
Dengan berbìsik-bisik Toan-hujin berkata padanya, "Meski
Toan Yan-khing ini sesama she dan satu angkatan dengan
suamiku Toan Cing-sun tapi mereka bukan saudara
sekandung. Maka beberapa putriku yang terlahir dari lain ibu
itu seperti nona Bok, nona Ong, nona Ciong dan lain-lain, asal
kamu suka boleh pilih yang mana saja untuk kawin, bahkan
bila senang boleh juga kau ambil semuanya, sebagai seorang
raja bila kelak naik tahta, adalah jamak bila mempunyai
beberapa istri. Mungkin bangsa Han mereka hanya pantangan
tentang sesama she tak boleh menikah dan sebagainya, tapi
kita adalah orang Tailì dan tidak peduli adat istiadat kuno itu,
asal bukan saudara sekandung boleh kauambil sebagai istri."
Toan-hujin menghela napas, katanya pula, "Anakku yang
baik, sayang aku tak dapat menyaksikan sendiri dirimu
mengenakan jubah kebesaranmu dan duduk di atas
singgasanmu, tapi Aku tahu, kamu pasti akan menjadi seorang
kepala negara, seorang pemimpin rakyat yang arif dan
bijaksanan.”
Sampai di s ini sekonyong-konyong ia tekan gagang pedang
sehingga senjata yang maha tajam itu menembus perutnya.
"Mak!” jerit Toan Ki sambil menubruk tubuh sang ibu. Ia
lihat ibunya pelahan memejamkan mata dengan tersenyum.
Pada saat lain sekonyong-konyong ia merasa punggung
terasa kaku, menyusul beberapa hiat-to bagian pinggang, kaki
dan bahunya juga ditutuk orang. Lalu terdengar suara orang
yang sangat lirih tapi jelas berkumandang ke telinganya, ”Aku
adalah ayahmu, Toan Yan-khing. Demi untuk menjaga pamor
Tin-Lam-ong, Anak Ki aku sengaja bicara padamu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan ilmu ”Thoan-im-jip-bit” (semacam ilmu
mengirim gelombang suara). Apakah kau dengar apa yang
dikatakan ibumu tadi?”
Kiranya biarkan Toan-hujin kepada Toan Ki tadi meski
sangat lirih tapi tatkala itu Toan Yan-khing sudah sembuh dari
keracunan, iwekangnya sudah pulih, maka ia dapat
mendengar pembicaan Toan-hujin dan mengetahui nyonya itu
telah membeberkan rahasia mereka dahulu.
Tapi dengan cepat Toan Ki menjawab, "Aku tak
mendengar, aku tidak mendengar apa-apa! Aku hanya
menginginkan ayah dan ibuku sendiri?"
Yan-khing menjadi gusar, katanya, ”Jadi kamu tidak mau
mengakui aku sebagai ayahmu?”
”Tidak! Tidak! Aku tidak percaya! Tidak percaya!” seru
Toan Ki.
"Saat ini jiwamu tergenggam dalam tanganku untuk
membunuhmu adalah terlalu mudah bagiku. Apalagi
sebenarnya kamu memang putraku, sekarang kamu tidak
mengakui ayahmu sendiri bukankah kamu ini anak yang tidak
berbakti?”
Toan Ki tak bisa menjawab. Ia percaya apa yang dikatakan
ibunya itu memang betul. Tapi selama lebih 20 tahun ini ia
memanggil Toan Cing-sun sebagai ayah, selama itu pula Cingsun
juga sangat kasih-sayang padanya. sudah tentu ia tidak
tega mengesampingkan Toan Cing-sun untuk mengaku ayah
kepada orang yang selama ini tiada sesuatu hubungan
kekeluagaan dengan dirinya? Bahkan sekarang ayah-ibunya
sudah meninggal semua, kematian mereka boleh dlkata
adalah gara-gara perbuatan Toan Yan-khing, sudah tentu hal
ini semakin membuatnya serba salah untuk mengakui musuh
sebagai ayah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena pikiran demikian, dengan ketus Toan Ki menjawab,
"Tidak, biarpun kau bunuh aku tetap aku takkan
mengakuimu."
Keruan Yan-khing tambah murka, pikirnya, "Meski aku
punya seorang putra, tapi putra ini tidak sudi mengakui aku
sebagai ayahnya, hal ini sama dengan tidak punya anak.”
Dalam kalapnya pikiran jahatnya lantas timbul tongkat
diangkat dan segera hendak mengetuk punggung Toan Ki.
Tapi baru saja ujung tongkat menyentuh baju punggung
pemuda itu, tiba tiba hatinya menjadi lemah, ia menghela
napas panjang, katanya di dalam hàti, "Aku telah hidup
sengsara selama ini, di dunia tiada seorang pun dekat
denganku, akhirnya dapat díketahui aku mempunyai seorang
putra, mengapa aku tega membunuhnya pula dengan
Tanganku sendiri? Ya, sudahlah baik dia akan mengakui aku
atau tidak, betapapun dia tetap anak keturunanku."
Kemudian terpikir pula olehnya, ”Sekarang Cing-sun sudah
mati, dengan sendirinya anakku ìnilah yang menjadi ahliwaris
kerajaan Tayli, jadi tahta kerajaan Tayli akan kembali lagi
kepada orang keturunan lurus ayahku. Biarpun aku tidak
berhasil menjadi raja, tapi anakku yang akan naik tahta. Hal
ini pun sama saja dan cita-citaku selama ini boleh dikatakan
sudah tercapai dan terkabul."
Dalam pada itu terdengar Toan Ki lagi berteriak padanya,
"Kamu hendak membunuh aku, kenapa tidak lekas
kaulakukan?"
Tapi Yan-khing lantas menepuk Hìat-to Toan Ki yang
tertutuk. lalu berkata padanya tetap dengan gelombang suara
yang lembüt, "Aku takkan membunuh putraku sendiri. Jika
kamu tidak mau mengakui aku, maka boleh kau gunakan Lakmeh-
sin-kiam untuk membunuh aku, bolah kau tuntaskan
balas bagi kematian Toan Cing-sun suami-istri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata, dengan membusungkan dada ia menantikan
ajalnya yang akan ditimpahkan oleh Toan Ki padanya.
Dalam saat demikian hati Toan Yan-khing merasa penuh
penyesalan dan pedih, perasaan yang sudah memenuhi
rongga dadanya sejak dia terluka parah sehingga menjadi
cacad. Untuk melampiaskan perasaan dendamnya itu selalu ia
berbuat segala kejahatan yang melampaui batas. Tapi
sekarang ia merasa selama hidup ini hanya dilewatkan dengan
percuma saja, maka lebih baik mati di tangan putranya sendirl
dan segalanya akan menjadi impas.
Toan Ki mengusap air matanya, perasaannya menjadi
bimbang. Pikirnya hendak menggunakan Lak-Meh-sin-kiam
untuk membunuh maha durjana di depan matanya ini guna
membalas sakit hati ayah-ibunya, namun pesan sang ibu pada
sebelum mangkat sayup-sayup berkumandang pula
ditelinganya, musuh ini justru adalah ayahnya yang
sebenarnya, cara bagaimana ia dapat membunuhnya?
Sesudah menunggu sejenak dan Toan Ki masih ragu, jari
pemuda itu sudah mulai menuding, tapi lantas diturunkan pula
ke bawah, diangkat lalu ditarik kembali lagi, rupanya pemuda
itu tatap bimbang untuk turun tangan.
Maka dengan dingin Yan-khing berkata, "Seorang laki-laki
sejati, kalau mau berbuat harus segera lakukan, kenapa mesti
ragu-ragu dan takut-takut?”
Tapi dengan menggertak gigi akhirnya Toan Ki tetap
menarik kembali tangannya, katanya, "Ibu tentu tìdak
mendustai aku. Aku takkan membunuhmu.”
Sungguh girang ToanYan-khing tak terlukiskan, ia
terbahak-bahak senang. Ia tahu akhirnya sang putra toh
mengakui ayah juga padanya. Maka puaslah dia. Segera ia
jemput kembali kedua tongkatnya dan melangkah pergi.
Sampai In Tiong-ho yang masih mengeletak sadarkan diri itu
pun tak dipedulikan lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan harapan kalau-kalau ayah-ibunya masih hidup,
maka Toan Ki coba memeriksa kedua orang tua itu, tapi
denyut nadi mereka sudah berhenti, terang tiada mungkin
hidup kembali. Maka tak tahan lagi air matanya bercucuran
dan duduk lemas dilantai.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara seorang wanita
berkata padanya. ”Harap Toan-kongcu jangan berduka. Kami
terlambat datang menolong, sungguh kami pantas dihukum
mati."
Waktu Toan Ki menoleh, ia lihat di depan pintu berdiri tujuh
atau delapan orang wanita dengan dipimpin oleh dua orang
yang wajahnya seperti pinang dibelah dua. Segera ia kenal
mereka adalah kawanan dayang Hi-tiok di Leng-ciu-kiong,
Cuma siapa kedua dayang kembar itu ia tidak sanggüp
membedakannya.
Dengan air mata masih berlinang Toan Ki menjawab
dengan terguguk-guguk, "Ayah-ibuku telah dibunuh orang!”
Kiranya kedua dayang kembar yang datang itu adalah Tiokkiam
dan Kiok-kiam. Segera Tiok kiam berkata, "Toankongcu,
ketika majikan kami mendapat kabar akan bahaya
yang mengancam ayah Kongcu dalam perjalanan segera
beliau memerintahkan hamba bersama para kawan memburu
kemari untuk menolong, cuma sayang agak terlambat
kedatangan kami."
"Nona Ong yang terkurung di suatu kamar tahanan
sekarang sudah kami selamatkan, haräp Köngcu jangan
kuatir," lapor Kiok-kiam.
Sejenak kemudian, tiba-tiba dari jauh berkumandang suara
suitan ramai. Maka berkata pula Tiok-kiam, ”Itu dia, Bwe-cici
dan lam-cici juga sudah datang semua.”
Tidak lama kemudian, belasan penunggang kuda telah
sampai di depan rumah dengan dipimpin oleh bwe-kiam dan
Lam-kiam. Dengan langkah cepat kedua dara itu menerobos
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke dalam rumah, ketika melihat mayat bergelimpangan di s itu,
berulang mereka mengentak kaki dan menyatakan menyesal.
Kata Bwe kiam sambil memberi hormat kepada Toan Ki,
"Majikan kami menyampaikan salam kepada Toan-kongcu,
beliau merasa ada suatu hal telah sangat merugikan Toankongcu,
tapi beliau terpaksa berbuat demikian, jalan lain tidak
ada, Untuk itu majikan hanya mohon Toan-kongcu suka
memberi maaf, sungguh beliau merasa malu untuk menemui
Toan-kongcu."
Toan Ki sendiri tidak paham apa yang dikatakan dayang itu
(mengenai putri Se He yang sekarang telah diperistri oleh Hitiok)
) ia hanya menjawab dengan masih terguguk-guguk,
"Kami adalah saudara angkat sendiri, sudah tentu tidak perlu
sungkan-sungkan. Sekarang ibu dan ayahku sudah meninggal
dunia, masa aku sempat memikirkan urusan tetek-bengek
lagi?”
Dalam pada itu Hoan Hwa, Siau Tiok-sing dan Ting Su kui
bertiga juga sudah sembuh dari keracunan setelah mencium
obat dalam botol porselen kecil itu, hiat-to mereka yang
tertutuk juga sudah punah. Ketika melihat In Tiong-ho masih
menggeletak di tanah, seketika Siau Tiok-sing menjadi gusar,
sekali goloknya membacok, kontan tubuh "Kiong-hion-kek-ok"
In Tiong-ho terkutung menjadi dua.
Lalu ketiga orang memberi hormat kepada jenazah Tin-lamong
suami-istri dan menangis sedih.
Esok paginya Hoan Hwa dan lain-lain membagi tugas dan
sibuk mengurus layon Tin-lam-ong suami istri. Sampai lohor,
para dayang Leng-ciu-kiong juga telah datang dengan
membawa Giok-yan, Pah thian-sik, Cu Tan-sin, Ciong ling dan
lain-lain. Mereka keracunan akibat sengat tawon yang berbisa
itu, maka sampai saat itu mereka masih tertidur nyenyak tak
sadarkan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat Giok-yan dalam keadaan baik-baik walaupun belum
sadar, di samping berduka Toan Ki menjadi sangat girang
pula. Segera ia menyaksikan jenazah kedua orang tua
dlmasukkan ke dalam peti. Begitu pula jenazah Ong-hujin dan
lain-lain.
Tempat di mana mereka berada itu sudah termasuk
wilayah negeri Tayli. Ketika Hoan Hwa memberikan perintah
setempat, karuan para pembesar dan petugas setempat kaget
dan ketakutan setengah mati. Tin-lam-ong suami istri
mendadak meninggal di wilayah kekuasaan mereka tanpa
diketahui oleh mereka, sungguh tanggung-jawab ini tidaklah
kecil. Maka dengan tergopoh-gopoh kawanan pembesar itu
sibuk mengumpulkan orang untuk mengurus dan mengantar
layon Tin-Lam-ong dan lain-lain.
Sesudah Giok-yan, Pah Thian-sik. Ciong Ling dan lain-lain
sadar kembali dan mengetahui ibu dan junjungan mereka
telah meninggal, dengan sendirinya mereka pun sangat
berduka. Dan karena kuatir terjadi apa-apa di tengah jalan,
maka para dayang Leng ciu-kiong ikut mengantar rombongan
Toan Ki sampai di kotaraja Tayli.
Berita tentang wafatnya Tin-lam-ong dalam perjalanan dan
jenazah telah dibawa pulang oleh putra mahkota sudah tersiar
luas di kotaraja, maka berbondong rakyat menyambutnya
dengan duka-cita sepanjang jalan. Toan Ki langsung menuju
ke keraton untuk memberi lapor tentang kematian ayahibundanya
kepada sang paman baginda, sedangkan Giok-yan
dan lain-lain diatur tempat pondokannya oleh Cu Tan-sin.
Setiba di istana Toan Ki melihat pamannya, yaitu Toan
Cing-bing, menangis sedih sehingga matanya merah bandol.
Begitu melihat Toan Ki, terus saja Toan Cing-bing berseru, "O.
anakku.. bag ... bagaimana bisa terjadi demikian?"
Dan kedua orang lantas saling rangkul dengan penuh duka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki tak berani berbohong, ia menceritakan segala apa
yang terjadi, bahkan tentang apa yang didengarnya dari pesan
Ibunya juga diceritakan seluruhnya. Habis menutur lalu ia beri
sembah kepada sang paman, "Jika ayah ternyata bukan ayah
sah anak maka jelas anak adalah orang yang tak genah untuk
selanjutnya tak dapat berdiam lagi dalam istana."
Diam-diam Cing-bing tercengang selama mengikuti cerita
Toan Ki itu, berulang ia menghela napas akan karma peristiwa
itu. Ia peluk Toan Ki dan berkata, "Nak, seluk-beluk tentang
hal ayahmu hanya kamu dan Toan Yan-khing saja yang tahu,
mestinya tidak perlu kau beritahukan padaku sejelas ini, tapi
tetap kau tuturkan tanpa dusta sedikit pun, hal ini
menandakan kejujuranmu. Aku dan ayahmu memang tiada
punya keturunan, jangankan kau aslinya memang she Toan,
sekalipun bukan orang she Toan juga aku sudah bertekad
akan mengangkat dirimu sebagai ahliwarisku. Tahtaku ini
memangnya milik Yan-khing Thaicu, aku telah mengangkangi
selama puluhan tahun, diam-diam aku sendiri pun merasa
malu, sekarang kita telah diatur sedemikian Ia tahu untuk bisa menyembuhkan matanya yang buta itu
harus ikut Hi-tiok ke Leng-ciu-kiong, tapi kalau tidak didukung
oleh Siau Hong mungkin akan banyak alangannya.
Ketika melihat Siau Kong diam saja, segera A Cl
mendekatinya dan memohon pula, "Cihu, jika engkau tidak
membawa aku ke Leng-ciu-kiong, mata ... mataku ini tiada
harapan disenbuhkan lagi dan tak bisa melihat untuk
selamanya."
Siau Hong pikir kedua mata anak dara itu memang perlu
disembuhkan. Apalagi rasanya juga sangat berat untuk
berpisah dengan para ksatria Tionggoan dan saudara-saudara
angkat yang baik budi ini, kalau pulang ke negeri Liau tentu
akan hidup kesepian lagi walaupun mempunyai kedudukan
yang agung di sana.
Maka jawabanya kemudian, "Baiklah! Jiko, samte, marilah
kita beramai-ramai pergi ke Se He, kemudian kita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengunjungi Leng-ciu-kiong samte untuk minum sepuaspuasnya
selama beberapa hari di sana."
Begitulah, esok paginya beramai-ramai mereka lantas
berangkat. Lebih dulu Hi-tiok menyambangi makam ayahbundanya
(Hian-cu dan Yap Ji-nio), lalu rombongan mereka
berangkat menuju ke barat.
Para wanita Leng-ciu-kiong menyewakan sebuah kereta
keledai bagi Toan Ki dan Yu Goan-ci yang terluka itu. Goan-ci
merasa serba salah, ia lebih suka dihina dan dimaki daripada
berpisah dengan A Ci. Setiap kali asal A Ci mau menyingkap
tirai kereta dan bicara sepatah dua kata dengan dia, maka
Goan-ci akan girang setengah mati.
Cuma sekarang A Ci menunggang kuda dan selalu mengutil
di sebelah Siau Hong, walaupun dalam hati Goan-ci merasa
gelisah, tapi sedikitpun tidak berani mengunjuk rasa kurang
senang terhadap si nona.
Kira-kira dua hari kemudian, kedelapan barisan wanita
Leng-ciu-kiong sudah mulai bergabung kembali, Pimpinan
Hian-thian-poh memberi lapor kepada Hi-tiok dan Toan Ki
bahwa keadaan Toan Ki telah diberitahukan kepada Tin-lamong
dan orang tua itu merasa sangat lega beliau cuma
menyampaikan pesan agar Toan Ki selekasnya pulang ke
Tayli.
Menurut laporan itu katanya rombongan Lam-ong menuju
ke timur-laut, sebaliknya rombongan Toan Yan-khing dan
Lam-hai-gok-sín menuju ke jurusan barat-daya sehingga
kedua rombongan itu tídak nanti kepergok.
Toan Ki merasa senang dan lega oleh keterangan itu, ia
mengucapkan terima kasih kepada para wanita Hian-thian
poh.
Tiba tiba Ciong Ling berkata, "Toan-kongcu, ayahmu
mengharapkan kau lekas pulang ke Tayli, mengapa beliau
sendiri malah menuju ke tímur-laut?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki tersenyum dan belum lagi menjawab tiba-tiba A Ci
menyela. "Tentu ayah ditahan oleh ibuku dan dilarang pulang
ke Tayli. Nah nona Ciong jika kau ingin menambat hati
engkohku ini maka perlu kau belajar dulu pada ibuku.”
Ciong Ling sendiri tahu kepergian Toan Ki ke Se He ¡ni
sebenarnya ingin berjumpä pula dengan nona Ong itu, tapi ¡a
tidak ambil pusing sebab ia sudah puas karena selama
beberapa hari ini dapat berdampingan dengan Toan Ki. Maka
sekarang ia pun tidak gubris kepada sindiran A Ci itu.
Begitulah mereka melanjutkan perjalanan, karena hawà
sangat panas, pula masih cukup lama dengan hari Tiongciu,
maka perjalanan mereka dilakukan dengan seanaknya saja.
Di tengah jalan keadaan luka Toan Ki dapat sembuh
dengan cepat. Hi tiok juga telah menyambung tulang kaki
Goan-ci yang patah itu dengan kepitan kayu dan tampaknya
besar harapan akan dapat pulih kembali.
Goan-ci sama sekali tidak mau bicara dengan siapa pun,
meski Hi-tiok mengobati kakinya, dalam hatinya tetap penuh
dendam dan benci.
Suatu hari, sampailah mereka di jalan raya Ham-yang di
situ menurut sejarah pernah terjadi pertempuran yang
menentukan antara Lau-pang (cikal-bakal kerajaan Han, 260
seb. M) dan Hang Ih.
Hi-tiok dan Siau Hong tidak banyak bersekolah, maka
mereka menjadi sangat tertarik mendengarkan cerita Toan Ki
tentang sejarah masa lampau.
Tengah mereka asyik mendengarkan cerita Toan Ki, tibatiba
terdengar suara derapan kuda lari yang ramai, dari
belakang memburu tiba dua penunggang kuda. Cepat Siau
Hong dan lain-lain menyingkirkan kuda mereka ke tepi jalan
agar kedua penunggang kuda dari belakang itu dapat lewat.
Hanya A Ci saja yang tidak mau menyingkir sebaliknya ia tetap
mengadang di tengah jalan. Bahkán waktu kedua penunggang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuda itu sudah dekat, mendadak ia ayun pecutnya ke
belakang.
Namun satu di antara kedua penunggan kuda ¡tu pún
sempat angkat pecutnya untuk menangkis cambukan A Ci itu,
bahkan terdengar día teriak, "Toan-kongcu, Siau-taihiap,
harap tahan dulu!”
Waktü Toan Ki menoleh, kiranya kedua pendatang itu
adalah Pah Thian-sik dan Cu Tan-Sin. Dalam pada itu Pah
Thian-sik sudah dapat menangkis cambukan A Ci tadi dan
bersama Cu Tan sin melompat turun dari kuda mereka dan
lantas berlutut memberi hormat kepada Toan Ki.
Mesk¡ Toan Ki adalah tuán muda, tapi nyatanya ía pandang
Pah Thian-sik dan Cu Tan-tan sin sebagai angkatan tua, maka
cepat ia pun melompat turun dari kudanya dan balas
menghormat, katanya, "Apakah ayah baik-baik saja?"
Tapi mendadak terdengar suara sambaran pecut, tahu-tahu
A Ci mencambuk lagi ke atas kepala Pah Thian-sik. Saat itu
Thian-sik belum bangun kembali, terpaksa ia mengegos ke kiri
dengan masih tetap berlutut. Dengan demikian pecut A Ci itu
mengenai tanah, maka Thian-sik sekalian gunakan dengkulnya
untuk menindih ujung pecut. Waktu A Ci hendak menarik
kembali pecutnya, dengan sendirinya tidak kuat.
A Ci tahu bila main betot tentu kalah kuat tenaganya, maka
ia terus lemparkan tangkai pecut ke arah Thian sik.
Rupanya Pah Thian-sik masih mendongkol karena
meninggalnya Leng Jian li gara-gara kenakalan A Ci, maka
sekarang ia sengaja hendak membikin kapok anah dara itu
supaya tidak berani main gila lagi.
Tak sangka bahwa meski mata A Cl sudah buta, tapi gerakgeriknya
masih sangat cepat, tahu-tahu gagang pecut
menyambar tiba, cepat Thian-sik egoskan kepalanya ke
samping, "plok", tidak urung pundaknya terhantam gagang
pecut itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Adik Ci, kembali kamu ngacau lagi?" bentak toan Ki
segera.
"Mengacau apa?" sahut A Ci. "Dia inginkan pecutku maka
kuberikan padanya."
Watak Pah Thian-sik memang sangat sabar, maka ia hanya
tertawa dan berkata, "Banyak terima kasih atas hadiah pecut
nona ini."
Lalu tidak tarik panjang lagi kejadian itu melainkan lantas
mengeluarkan sepucuk surat dihaturkan kepada Toan Ki.
Waktu Toan Ki menerima surat itu, ia lihat di atas sampul
tertulis nama dirinya sebagai penerima surat, la kenal itulah
tulisan sang ayah. Cepat ia betulkan pakaiannya, dengan
khidmat ia buka dan membaca surat itu.
Kiranya isi surat itu membawa pesan Toan Cing-sun agar
bila ada jodoh. Toan Ki disuruh mengikuti sayembara untuk
berebut putri Se He. Dikatakannya bahwa negeri Tayli kecil
dan lemah, kalau dapat berbesanan dangan kerajaan Se He,
hal ini akan menguntungkan politik pertahanan kerajaan Tayli
dan bagi kesejahteraan rakyat. Adapun soal perjodohan Toan
Ki dengan putri keluarga Ko akan diselesaikan oleh paman
bagindanya kelak.
Habis membaca surat sang ayah, air muka Toan Ki tampak
agak pucat, katanya dengan terputus-putus, "Soal ini ... ini .."
Tapi Pah Thian-sik lantas mengeluarkan sepucuk surat
pula, katanya, "ini adalah surat pribadi Ongya kepada Sri
Baginda di Se He sebagai surat lamaran, harap setiba di
Lengciu surat ini supaya dihaturkan kepada Sri Baginda Se
He.”
"Ya, Kongcu, semoga tujuanmu ini berhasil dengan baik
dan dapat membawa pulang seorang putri cantik molek
sehingga negeri kita pun ikut kukuh dan kuat," kata Cu Tansin
dengan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toan Ki tambah kikuk, katanya, "Dari mana ayah
mengetahui bahwa aku pergi ke Se He?"
"Ongya mengetahui Buyung-kongcu hendak melamar putri
Se He beliau menduga tentu Kongcu juga ... juga akan ikut
pergi ke sana,” tutur Thian-sik.
"Hihihi!" tiba-tiba A Ci tertawa, "ini namanya yang paling
kenal anaknya hanya sang ayah. Ketika ayah mendengar
Buyung Hok hendak pergi ke Se He, segera beliau menduga
nona Ong pasti ikut pergi juga dan dengan sendiriaya beliau
yakin putra mestikanya ini tentu juga akan mengintil ke sana.
Hm, bila belandar di atas menceng, tentu tiang di bawahnya
juga akan miring. Mengapa, dia tidak kenal dirinya sendiri?"
Thîan-sik, Tan-sin dan Toan Ki melengak demi mendengar
ucapan yang kurangajar itu, masakah seorang anak boleh
mencela orang tua secara kasar demikian?
Tapi A Ci lantas berkata pula, "Koko, dalam surat ayah itu
apakah juga menyinggung díriku?"
"Ayah tidak tahu bahwa kamu bersama berada dengan
aku," sahut Toan Ki.
"Ya, dia memang tidak tahu. Tapi apa dia tidak memberi
pesan agar kau cari diriku? Apa tidak suruh kau jaga adik
perempuanmu yang buta?”
Dalam surat Toan Cing-sun itu sama sekali tidak menyebutnyebut
tentang A Ci, kalau Toan Ki bicara terus terang
dikuatirkan adik perempuannya akan tersinggung, maka
berulang ia mengedipi Thian-sik dan Tan-s¡n agar mereka
mengakui adanya perintah Toan Cing-sun untuk mencari A Ci.
Tak tersangka Thian-sik berdua sengaja berlagak pilon saja
dan tidak mau menanggapi maksud Toan Ki itu. Sebaliknya
Tan-sin berkata, "Tin-lam-ong minta hamba berdua
mendampingi Kongcu agar bilamana perlu dapat membantu,
betapapun putri Se He harus Kongcu boyong pulang ke Tayli,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau tidak hamba berdua tentu akan diomeli Ongya, andaikan
tidak diomeli juga hamba berdua merasa malu akan disangka
tidak becus mengasuh.”
"Aku Sudah terang tidak mahir ilmu silat masa bisa
menandingi para ksatria yang datang dari segenap panjuru itu
nanti." sahut Toan Ki dengan tersenyum getir.
Tapi Pah Thian-sik lantas berkatà pula, "Ongya menyuruh
hamba menyampaikan salam kepada Siau-taihiap dan Hi-tiok
Siangsing, beliau berharap kalian sudi mengingat sesama
saudara angkat dan sudi memberi bantuan kepada Kongcu
kami. Kata Ongya ketika bertemu di Siau-lim-san, karena
dalam keadaan tergesa-gesa, maka beliau tidak sempat
bercengkerama dengan Siau-taihiap berdua, sebagai gantinya
sekarang beliau suruh hamba menyampaikan sedikit kado."
Lalu ia mengeluarkan sebuah singa-singaan kemala hijau
dan dihaturkan kepada Siau Hong.
Sedangkan. Cu Tan-sin juga lantas mengeluarkan sebuah
kipas terbuat dari gading, pada daun kipas itu ada tulisan
tanganToan Cing-sun, ia serahkan kipas itu kepada Hi-tiok.
Siau Hong berdua menerimanya dengan ucapan terima
kasih, kata meraka, "Urusan Samte sudah tentu kami bantu
sepenuh tenaga, masakah perlu pesan lagi dari paman?
Sungguh kami merasa tidak enak, belum-belum sudah
menerima hadiah lebih dulu."
"Apakah kau sangka ayahku berhati begitu baik?" tiba-tiba
A Ci menyela lagi. "Dia justru ingin kalian berdua jangan
berebut menjadi huma dengan engkohku. Dengan janji kalian
ini, maka itu berarti kalian telah tertipu oleh ayahku."
"Ah, sejak Tacimu meninggal, masakah aku mempunyai
niat untuk menikah pula?" ucap Siau Hong dengan menghela
napas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Mulutmu berkata demikian, siapa bisa tahu apa yang
terpikir dalam hatimu?" ujar A Ci. "Hi-tiok Siangsing memang
polos dan jujur, tidak romantis seperti engkohku itu, di manamana
suka berkasih-kasihan. Jika Hi tiok Siansing belum
pernah mengikat janji dengan orang, bukankah sangat bagus
memperistrikan putri Se He saja?"
"Hm, ma , .. mana boleh jadi!" sahut Hi tiok dengan muka
merah dan menggoyang-goyang tangan. "Aku sendiri pasti
tidak ambil bagian, aku dan Toako tentu akan membantu
Samte mencapai perjodohan yang setimpal ini."
"Banyak terima kasih atas kesanggupan Siau-taihiap dan
Hi-tiok Siangsing," demikian serentak Thian sik dan Tan sin
memberi hormat.
Nyata bukan saja Siau Hong dan Hi-tiok sudah teringat oleh
janji mereka sebagai ucapan ksatria, bahkan dengan demikian
Toan Ki menjadi tak bisa menolak perintah ayahnya.
Begitulah perjalanan mereka akhirnya rnendekati Leng-ciu,
orang Bu-lim yang saling berjumpa di tengah jalan juga
tambah banyak.
Hendaklah maklum bahwa kerajaan Se He meski lebih kecil
daripada kerajaan-kerajaan Song dan Liau, tapi terhitung
suatu negeri besar di daerah barat dengan sendirinya banyak
orang persilatan ingin memperistrikan sang putri yang agung
dan kabarnya cantik pula.
Cuma tokoh-tokoh Bu lim yang ternama pada umumnya
sudah beristri dan berkeluarga. Kalau ada jago muda, dalam
hal ilmu silat juga belum tentu tinggi. Karena itu banyak
bandit-bandit dan petualang-petualang yang masih bujangan
sama menaruh harapan akan dipilih sebagai menantu raja,
maka beramai-ramai mereka sama datang ke Lengciu. Bahkan
banyak tokoh-tokoh dan ksatria tua yang membawa serta
anak muridnya dengan tujuan menguji nasib, eh, siapa tahu
dapat dipungut sebagai menantu raja Se he.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah, maka sepanjang jalan banyak sekali ksatria
muda yang berpakaian mentereng dan parlente, sampaisampai
senjata yang mereka bawa juga serba "lux". Maklum,
pada umumnya orang persilatan kebanyakan dari keluarga
mampu, sebaliknya kaum sekolahan kebanyakan adalah
keluarga miskin apalagi kalau kelakuan orang yang pandai silat
Itu tidak baik tentu sumber keüangan jauh lebih mudah
datangnya, misalnya dengan jalan merampas dengan
kekerasan atau mencuri secara diam-diam. Oleh sebab itulah
pakaian mereka sekarang sedapat mungkin serba mewah
dangan tujuan akan mendapat perhatian khusus dari sang
putri.
Pada hari itu rombongan Siau Hong sedang melanjutkan
perjalanan dengan santai. Tiba-tiba terdengar derapan lari
kuda, seorang penunggung kuda tampak datang dari depan,
penunggangnya kelihatan terluka lengan kanan diperban dan
tergantung di depan dada dengan ikatan kain, bajunya juga
sobek, keadaannya kumal.
Síaü Hong dan lain-lain juga tidak ambíl perhatian mereka
menyangka orang ini mungkin terjatuh atau dipukul luka
orang kejadian demíkian adalah sangat jamak bagi orang
persilatan.
Tak terduga, tidak lama kemudian kembali ada tiga
penunggang kuda berlari datang pula dari depan para
penuggang kuda itu semuanya terluka parah ada yang patah
kaki dan ada yang putus lengan. Orang-orang itu seperti
sangat lesu dan malu serta melarikan diri dengan kepala
tertunduk.
"Apa di depan sana ada orang berkelahi, mengapa banyak
orang terluka?" kata Bwe-kiam yang usilan.
Baru lenyap suaranya, kembali dari dépan datang pula dua
orang. Kedua orang ini tidak menunggang kuda, mukanya
penuh darah, satu di antaranya kepalanya diperban
dengankain dan darah masih merembes keluar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Tiok-kiam menegur mereka, "Hei, kalian mau obat
luka tidak? Mengapa kalian terluka?"
Tapí orang itu melotot pada Tiok-kiam dengan penuh
kebencian, bahkan meludah ke tanah lalu tinggal pergi tanpa
gubris. Keruan Tiok-kiam menjadi gusar, "sret", segera ia lolos
pedang dan hendak menyerang orang itu.
"Sudahlah," cegah Hi-Tiok. "Orang itu terluka parah, tidak
perlu cekcok dengan dia."
"Adik Tiok kan bermaksud baik hendak memberi obat, tapi
orang itu sedemikian kasarnya, biar dia mampus saja karena
lukanya itu," ujar Lam-Kiam.
Pada saat itulah lagi-lagi ada empat penünggang kuda
sedang mendatangi dengan cepat. Terdengar para
penunggang kuda itu sedang saling damprat dan saling
menyalahkan satu sama lain. Ketika berpapasan dengan
rombongan Siau Hong. Karena kalah banyak, mereka lantas
menyusur ke samping dan lewat dengan cepat.
Dari caci-maki mereka itu agaknya keempat orang itu sama
mengimpikan dipilih menjadi menantu raja Se He, tapi di
depan sana seperti ada suatu rintangan yang tak bisa
ditembus mereka, bahkan mereka dilukai dan ngacir, akhirnya
mereka sama menuduh kawan sendiri yang tidak mau
membantu dan macam-macam lagi.
Tengah Siau Hong dan lain-lain merasa terheran-heran.
tiba-tiba dari depan datang lagi beberapa orang, semuánya
terluka dan babak-belur, ada yang kepalanya bocor, ada yarg
matanya matang biru dan ada yang kakinya pincang.
Dalam herannya segera Ciong Ling memapak maju dan
bertanya, "Hai. apakah orang yang merintangi di depan sana
sangat lihai?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seorang laki-laki setengah umur di antaranya mendengus,
jawabnya, "Kamu seorang nona, kamu dapat lewat tanpa
alangan. Tapi kalau lelaki, hm, lebih baik putar balik saja.”
Ucapan ini membuat Siau Hong dan Hi-tiok ikut heran kata
mereka, "Coba lihat ke sana!"
Segera rombongan mereka mempercepat kuda mereka ke
depan.
Kira-kira beberapa li jauhnya tertampaklah sebuah jalanan
sempit di lereng bukit yang berliku-liku itu. Jalanan itu sangat
sempit sehingga cukup dilalui oleh satu penunggang kuda
saja. Sesudah lewat beberapa pengkolan lagi. Akhlrnya
tertampaklah di depan sana berjubel-jubel orang banyak.
Siau Hong coba melarikan kuda ke depan, ia lihat di tengah
jalan yang sempit itu berdiri berjajar dua orang lelaki kekar.
Keduanya sama-sama tinggi besar dan gagah perkasa. Yang
seorang bersenjata gada besi dan yang lalu memegang
sepasang gandan besar dengan garang mereka menghadapi
belasan orang yang menggerombol di depannya.
Terdengar orang-orang bergerombol di depan kedua lelaki
gagah itu riuh-ramai membujuk dan memohon agar mereka
suka memberi jalan bahkan ada yang menjanjikan balas jasa
yang besar malahan juga ada yang mengancam karena kedua
lelaki itu tetap tidak mau menyìngkir.
Akhirnya karena kedua lelaki gagah itu tetap tidak
menggubris ocehan orang banyak itu, maka seorang telah
membentak "Kurangajar, rupanya minta diberi hajar adat baru
mereka mau minggat!”
Berbareng ia terus putar pedang dan menerjang maju,
kontan ia menusuk dada lelaki yang sebelah kiri.
Perawakan lelaki itu sangat tinggi besar, senjatanya juga
sangat antap, tapi gerak-geriknya sangat gesit. Ketika kedua
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gandennya ditentukan dengan cepat, pedang penyerang itu
terjepit oleh gandennya.
Sepasang ganden yang berbentuk astokino (segi banyak)
itu beratnya masing-masing lebih 40 kali, maka begitu
terdengar suara "trang" yang keras tahu-tahu pedang yang
terjepit itu patah menjadi beberapa potong. Bahkan lelakl itu
terus ayun sebelah kakinya sehingga dengan tepat perut se
penyerang dengan pedang itu menjerit dan terpental.
"Jite, tenaga orang ini cukup hebat juga," kata Siau Hong
kepada Hi-tiok.
"Ya, memang," sahut Hi-tiok.
Dalam pada itu ada seorang lagi dengan memutar dua
golok sekencang kitiran telah menyeruduk maju, begitu dekat
dengan kedua lelaki gagah tadi, orang itu menggertak sekali
terus menjatuhkan diri ketanah, mendadak ia mainkan
goloknya dengan mengelinding di atas tanah, yang diincar
adalah bagian kaki lawan.
Lelaki bersenjata gada tidak peduli serangan lawan itu,
begitu angkat gadanya segera ia menggemplang ke tengah
sinar golok, maka terdengarlah jeritan ngeri, tahu-tahu kedua
golok orang itu patah, gagang golok menancap di dada
sendiri, badan berlumuran darah, tampaknya lebih banyak
mampusnya daripada hidup lagi.
Berturut-turut orang dilukai, yang lain-lain menjadi
mengkeret dan tidak berani berkoak-koak lagi seperti tadi.
Tiba-tiba terdengar suara "keteprak-keteprak” suara
derapan kaki binatang tunggangan, ternyata seekor keledai
datang dari belakang sana dan penunggangnya adalah
seorang pelajar muda, usianya paling-paling cuma 18-19
tahun, pakaiannya parlente, orangnya cakap, sikapnya halus
dan sopan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika pemuda itu hendak melampaui rombongan Siau
Hong, karena jalanan sempit terpaksa ia harus menyerempet
kuda-kuda orang lain.
Melihat pemuda itu, mendadak Toan Ki berseru, "He, kau
... kau .... " tapi ia tidak sanggup melanjutkan. Sebaliknya
pemuda pelajar itu sama sekali tidak memandang padanya, ia
menyalip keledainya ke depan.
"He, Toan-kongcu, kau kenal dia?" tanya Ciong Ling
dengan heran.
Wajah Toan Ki menjadi merah, sahutnya, "O, ti ... tidak,
aku salah lihat. Dia ... dia adalah seorang lelaki, dari mana
kukenal dia?”
Karenu ucapannya yang ganjil itu, seketíka A Ci berolok
dengan tertawa, "Koko, jadi engkau hanya kenal kaum wanita
dan tidak kenal orang lelaki?”
Sesudah merandek sejenak, lalu ia tanya pula, "Apakah
orang yang baru saja lewat itu orang lelaki? Padahal sudah
terang dia wanita."
"Kau bilang dia seorang wanita?" Toan Ki menegas.
"Sudah tentu, badannya begitu harum, bau wangil kaum
wanita," sahut A Ci.
Hati Toan Ki berdebur keras, pikirnya, "Ya ... jangan-jangan
memang benar dia ada adanya?”
Dalam pada itu si pemuda pelajar tadi sudah melarikan
keledainya sampai di depan kedua lelaki gagah dan sedang
membentak, "Minggir!"
Dari suaranya yang nyaring merdu itu. nyata memang
suara orang wanita. Maka Toan Ki tambah yakin lagi, segera ia
berseru. "He, nona Bok Wan ... Wan-jing, adikku! Kau ... kau
... aku ... aku , .. kita .... kita .... "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah sambil berteriak-teriak tak karuan ia terus keprak
kudanya menyusul ke depan.
"Hati-hati Samte, lukamu belum sembuh!' seru Hi-tiok
kuatir. Segera bersama Pah Thian-sik dan Cu Tan-sin juga
memburu ke depan.
Pemuda pelajar itu hanya menatap sekejap kedua lelaki
gagah itu, sama sekali ia tidak menoleh atas seruan Toan Ki
tadi. Waktu Thian-sik dan Tan-sin mendekat, mereka coba
mengamatinya dari samping. tertampak pemuda itu memang
cantik molek, nyata memang benar Bok wan-jing yang dahulu
pernah ikut Toan-Ki ke istana Tin-lam-ong itu. Diam-diam
mereka merasa malu, masakah orang melek kalah awas
daripada seorang gadis buta.
Seperti diketahui badan Bok Wan-jing mengeluarkan bau
wangi yang khas, maka A Ci dapat mengendus bau harum itu
dengan hidungnya yang tajam, sejak matanya buta, maka
indrà pendengaran dan perciumannya menjadi jauh lebih lihai
daripada orang biasa.
Begitulah ketika Toan Ki sampai di samping Bok Wan-jing,
segera ia hendak manjawilnya dan bertanya dengan suara
halus, "O, adikku, selama ini engkau berada dl mana?
Sungguh aku sangat merindukan dikau!"
Wan-Jing menghindari jamahan tangan Toan Ki, lalu
menoleh dan menjawab dengan suara dingin, "Kau rindu
padaku? Buat apa kau píkirkan diriku? Apa benar engkau
kangen padaku?"
Toan Ki tertegun, ia merasa tidak dapat menjawab
pertanyaan itu.
Sebaliknya satu di antara kedua lelaki gagah tadi lantas
terbahak-bahak, katanya, "Bagus! Jadi kamu adalah anak
perempuan, nah, boleh lewat ke sana!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedang lelaki yang lain juga berkata, "Hanya wanita saja
yang boleh lewat, kaum lelaki busuk tidak boleh. Ho, kamu
lekas enyah, lekas putar baik?”
Sambil berkata jarinya terus menuding Toan Ki, lalu
menyambung pula, "Hm setiap melihat pemuda muka halus
macammu hatiku tentu gemas. Ayo lekas enyah, kalau berani
maju selangkah lagi segera kucencang dirimu!”
"Hai, ucapan saudara ini sungguh aneh," sahut Toan Ki.
"Ini kan jalan raya dan boleh dilalui oleh siapa pun juga sebab
apa saudara melarang aku? Coba terangkan."
"Pangeran Cong-coan karajaan Turfan memberi perintah
agar jalan ini ditutup selama sepuluh hari, sesudah lewat hari
Tiangciu baru jalan ini dibuka kembali," demikian lelaki itu
menjelaskan. "Maka sebelum lewat hari Tiongciu, jalan ini
hanya boleh dilalui kaum wanita dan kaum lelaki dilarang.
Kaum padri boleh lewat orang preman tidak boleh. Orang tua
boleh orang muda dilarang. Mati boleh, hidup tidak boleh. Ini
namanya empat boleh dan empat tidak!"
"Apa alasan peraturan demikian," tanya Toan Ki.
"Alasan? haha. Alasan? ini ganden tuan besar dan gada
kawanku inilah alasannya," sahut lelaki itu dengan galak. "Apa
yang diucapkan pangeran Cong-can itu adalah undangundang.
Karena kamu kaum lelaki, bukan hwesio lagi bukan
kakek-kakek maka kalau ingin lewat jalan ini kecuali kamu
menjadi bangkai dahulu."
"Huh, banyak rewel apa?" bentak Bok Wan jing, berbareng
dua panah kecil terus menyambar ke arah kedua lelaki itu.
Maka terdengarlah suara "plok-plok" dua kali kedua panah
itu jelas telah menembus baju dada kedua lelaki itu dan
mengeluarkan suara tapi kedua orang itu sama sekali tidak
terluka apa-apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lelaki yang bersenjata gada menjadi gusar, bentaknya,
"Nona cilik yang tidak tahu gelagat, kau berani menyerang
kami?"
Sungguh kejut Boh Wan-jing tak terkatakan ia pikir kedua
lelaki itu besar kemungkinan memakai baju dalam anti senjata
makanya panah berbisa yang dilepaskan itu tak dapat
melukainya.
Dalam pada itu lelaki bersenjata gada itu sudah ulur tangan
hendak mencengkeram Bok Wan jing. Walaupun Wan-jing
berada di atas keledai sekaligus lelaki itu hendak
mengcengkam dada Wan-jing.
"He, saudara jangan kurangajar'" seru Toan ki sambil
angkat tangan kanan untuk merintangi orang.
Tapi lelaki itu mendadak menurunkan tangannya sehingga
pergelangan tangan Toan Ki dengan tepat kena terpegang
malah.
"Bagus! Mari kita besat tubuh si muka halus ini menjadi
dua!" seru lelaki yang bersenjata gandon. Segera ia gunakan
tangan kiri untuk memegang kedua gandennya, sedangkan
tangan kanan dipakai mencengkeram pergelangan tangan kiri
Toan Ki, lalu membetot dengan sekuatnya.
"He, jangan mencelakai engkohkul" teriak Bok Wan-jing
dengan kuatir, berbareng beberapa panah berbisa terus
dibidikkan pula. Tapi hasilnya tetap nihil, meski panah-panah
itu jelas mengenai tubuh kedua musuh, namun sama sekali
tidak dapat melukai mereka.
Di sebelah sana Hi-tiok, Pah Thian-sik dan Cu-Tan- sin
teralang oleh kuda tunggangan Toan Ki dan Bok Wan jing dan
tidak keburu memberi pertolongan. Segera Hi-tiok melompat
ke depan meninggalkan kudanya, ia melayang sampai di
sebelah lelaki bersenjata gada dan segera hendak menusuk
iga lawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi mendadak terdengar Toan Ki bergelak tertawa,
katanya, "Hahahaha! Jiko tidak usah kuatir, mereka tidak
mampu mencelakai aku!"
Benar juga, sejenak kemudian kedua lelaki yang gagah
perkasa bagai menara tadi pelahan mulai lemas, kepala
mereka bergeleng-geleng tak bertenaga, berdirinya juga mulai
tidak kuat dan akhirnya "bluk-bluk", kedua orang terguling
semua ke tanah.
Rupanya "Cu-hap kang" di tubuh Toan Ki telah bekerja
sehingga tenaga kedua lelaki itu disedot habis, akhirnya roboh
dengan lemas.
"Kalian Budak banyak melukai dan membunuh orang, maka
ganjaran ini pun setimpal bagi kalian, diharap saja lain kali
jangan main gila lagi." kata Toan Ki.
"Biarpun ingin main gila juga tidak mampu lagi mereka,"
kata Ciong Ling yang juga memburu tiba. Lalu ia berpaling
kepada Bok Wan Jing dan berkata, "Bibi Bok, sungguh tidak
nyata berjumpa lagi dengan engkau di sini."
"Kamu adalah adik perempuanku, kenapa panggil aku
sebagai bibi?" sahut Wan-jing dengan sikap dingin.
"Ah, engkau suka bergurau saja, mengapa aku bisa
menjadi adik perempuaanmu?" ujar Ciong Ling dengan heran.
"Boleh kau tanya dia kalau tidak percaya," kata Wan-jing
sambil menunjuk Toan Ki.
Ciong Ling lantas menoleh ke arah Toan Ki dengan maksud
ingin penjelasannya.
Diam-diam Toan Ki terkejut. Ia pikir nyonya Ciong (ibü
Ciong Ling) tentu ada hubungan istimewa dengan ayahku,
Kalau tidak tentu Bok Wan jing tidak berani sembarangan
berkata demikian, teringat olehnya kejadian dahulu waktu dia
datang ke Ban-jiat-kok, di tangah lembah maut itu ditemukan
batu nisan yang tertulis "Kuburan Ban Siu Toan" yang berarti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sepuluh ribu kali dendam dengan Toan, untuk bisa memasuki
kuburan yang merupakan tempat kediaman Ciong Ban sin
(Ayah Ciong Ling) ¡tu orang harus menendang tiga kali pada
huruf Toan pada batu nisan ini. Dari sini dapat pula diketahui
betapa dendam dan benci Ciong Ban-sin terhadap keluarga
she Toan.
Begitulah memang kejadian dulu itu sangat mencurigakan.
Tapi lantas terpikir pula olehnya, "Jika nona Ciong ini benar
keturunan ayah kenapa beliau pernah omong di hadapan
Ciong-kokcu bahwa nona Ciong akan diambilnya untuk selirku?
Biarpun kata-kata itu segaja dipakai mengolok-olok Cíongkokcu,
rasanya juga, tidak pantas dikeluarkan terhadap putraputrinya
sendiri. Ya, jangan-jangan .. jangan-jangan ayah
sendiripun tidak tahu bahwa ... bahwa nona Ciong ini
keturunannya?”
Seíketika itu Toan Ki menjadi serba bingung dan terkesima.
Kesempatan itu segera digunakan oleh Orang banyak yang
tadinya dirintangi kedua lelaki gagah tadi untuk meneruskan
perjalanan ke Lengciu.
Tiba-tiba terdengar A Ci berseru kepada Toan Ki, "Koko,
nona yang berbau harum ini apakah juga kekasihmu? Ayolah
perkenalkan dia padaku!"
"jangan ngaco belo, dia ... dia adalah Encimu, lekas
memberi hormat padanya, " Kata Toan Ki.
"Masakah aku mempunyai rejekí sedemikian baik?" jengek
Wan-jing dengan gusar. Lalu ia pecut keledainya dengan
pelahan dan dilarikan ke depan.
Cepat Toan Ki menyusulnya dan bertanya, "Adikku yang
manis, selama ini engkau berada di mana? Ai, tampaknya
engkau... agak kurus sedikit.
Seperti diketahui perangai Bok Wan-jing sangat angkuh dan
tinggi hati sedikit-sedikit suka membunuh orang. Tapi demi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar ucapan Toan Ki ini, seketika terasa pedih hatinya
air mata tak tertahan lagi dan segera bercucuran.
"Adikku, rombongan kami berjumlah banyak dan dapat
saling membantu, ada lebih baik kau ikut bersama kami saja,"
kata Toan Ki.
"Siapa perlu bantuanmu?" sahut Wan-jing. "Tanpa dirimu
bukankah selama ini aku pun bisa hidup sendiri?"
"Tapi ... tapi banyak sekali ingin kubicarakan denganmu,"
kata Toan Ki. "Adik yang baik berjanjilah bahwa engkau akan
ikut bersama rombongan kami."
"Kau íngin bicara apa dengan aku? Huh, tentu cuma omong
kosong belaka," ujar Wan jing. Walaupun mulutnya masih
bicara teras tapi hatinya sudah lembek dan diam-diam sudah
ragu.
Tentu saja Toan Ki kegirangan, segera ia mengada-ada
lagi, "Adikku, walaupun engkau agak kurusan sedikit, tapi
makin cantik, makin ayu.”
Mendadak Bok Wan-jing menarik muka katanya, "Sebagai
kakakku, selanjutnya jangan kau bicara demikian padaku."
Perasaannya sesungguhnya sangat kusut. Sudah terang dia
tahu Toan Ki adálah kakaknya sendirl dari tunggal ayah lain
Ibu, tapi rasa rindunya kepada pemuda itu selama ini tidak
pernah berkurang bahkan makin hari makin tumbuh.
Sementara itu Toan Ki berkata dengan tertawa, "Apa
salahnya kalau aku bilang kamu makin cantik? Eh, Mengapa ...
mengapa engkau menyaru sebagai lelaki dan pergi ke
Lengciu? Apakah kaupun ingin dipilih sebagai Huma? Wah,
pemuda pelajar tampan sebagai dirimu tentu sekali lihat putri
Se He akan terpikat?"
"Dan kau sendiri untuk apa pergi ke Lengciu?” Balas tanya
Wan-Jing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku? Aku ... aku hanya pergi melihat ramai-ramai saja dan
tiada maksud lain.” sahut Toan Ki dengan wajah sedikit
merah.
"Huh. engkau selalu dusta padaku," jengek Wan-jing. "Ayah
suruh kau pergi melamar putri Se He dan memerintahkan
orang-orang she Pah dan Cu itu sampaikan surat padamu, apa
kau sangka aku tidak tahu?”
"Eh, dari mana kau tahu?” Tanya Toan Ki dengan heran.
"Ibuku mempergoki ayah di tengah jalan, aku sendiri waktu
itu ikut bersama ibu, dengan sendirinya urusan ayah kudapat
mendengarnya," tutur Wan jing.
"Kiranya demikian," kata Toan Ki. "Ya, aku pun tahulah
sekarang!"
"Kau tahu apa?" tanya Wan-jing heran.
"Karena kaü tahu aku hendak pergi ke Langciu makanya
engkau menyusul kemari betul tidak?"
Muka Wan-jing menjadi merah sebab ucapan Toan Ki
dengan jitu telah mengenai isi hatinya. Namun demikian toh
mulutnya tetap tidak mau mengaku sahutnya, "Buat apa aku
menyusul kau ke sini?” Aku cuma ingin tahu betapa cantiknya
putri Se He itu sehingga membikin gempar para ksatria
seluruh jagat ini "
Mestinya Toan Ki ingin memuji dan mengatakan bahwa
kecantikan putri Se He itu, pasti ada separuh kecantíkanmu.
Tapi ia merasa ucapan demikian tidak pantas dikatakan
kepada Adik perempuannya sendiri maka kata-kata yang
hampir tercetus itu ditelannya kembali mentah-mentah.
Dalam pada itu Wan-jing sedang berkata "aku pun ingin
tahu apakah Pangeran dari kerajaan kita dapat mengikat
jodoh dengan putri Se He itu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sesst, ketahuilah bahwa aku sudah pasti tidak ingin
menjadi Huma kerajaan Se He," kata Toan Ki dengaa pelahan.
"Moimoai, maksudku ini jangan kau bocorkan kepada orang
lain, Pendek kata bila ayah memaksa aku, pasti aku akan
kabur saja."
"Masakah kau berani membangkang perintah ayah?”
"Aku tidak membangkang, tapi Kabur, menghilang?”
"Menghilang dan membangkang perintah apa bedanya?”
ujar Wan-jíng dengan tertawa, "Masakah putri yang cantik
molek itu tidak menarik bagimu?”
Sejak bertemu baru sekarang Wan jing memperlihatkan
tertawanya. Karuan Toan Ki sangat girang, sahutnya,
"Memangnya kau sangka aku mata keranjang serupa ayah?
Asal ketemu lantas süka sehingga banyak menimbulkan garagara?"
"Nah, kulihat kaupun tídak banyak berbeda dengan ayah.
Ayahnya begitu masakah anaknya bisa berlainan? Cuma saja
engkau tidak pünya rejeki sebagai ayah," ujar Wan-jíng. Ia
menghela napas, lalu menyambung, 'Seperti ibu, kalau b¡cara
tentang ayah, wah, bencinya tak terkira, tapi bila bertemu,
maka lemaslah hatinya. Tapi nona-nona di jaman sekarang
tentu tidak ada lagi yang baik seperti ibuku.”
Begitulah mereka melanjutkan perjalanan sambil
mengobrol, tidak lama kemudian Ciong Ling, Hi-tiok, Siau
Hong dan lain-lain juga menyusulnya.
Beberapa li kemudian hari mulai gelap. Tiba-tiba terdengar
suara jeritan kuatir seseorang dari sebelah kiri sana menyusul
ada suara teriakan keras pula, suara orang yang sedang
menghadapi suatu bahaya. Dari suara-suara itu dapat dikenali
ada juga suara Lam-hai gok-sin.
"He, itulah suara muridku!" kata Toan Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Muridmu orang baik, lekas kita pergí melihatnya!" seru
Ciong Ling.
"Ya, mari cepat!" sahut Hi-tiok. Meskipun Ibunya (Yap Jinio)
adalah sekomplotan dengan Lam-hai-goh-sin, maka
sedikit banyak timbul juga rasa kekeluargaannya.
Segera mereka melarikan kuda ke arah suara-suara tadi.
Sesudah melintasi lereng bukit dan menyusur hutan, tiba-tiba
di tepi jurang di depan sana memperlihatkan suatu adegan
yang sangat mendebarkan hati.
Tertampak di atas sebuah karang yang menonjol di tapi
jurang tumbuh sebatang pohon Siong tua sebuah dahan
pohon menjulur ke jurang, di atas dahan kelihatan disanggah
oleh sebatang tongkat pada ujung tongkat itu menggelantung
seorang berjubah hijau. Siapa lagi dia kalau bukan Toan Yankhing.
Dengan tangan kiri Toan Yan-khlng menggunakan tongkat
untuk nenahan dahan pohon, tubuhnya tergantung di udara,
sedang tangan kanan yang juga mamegang tongkat pada
ujung tongkat yang dipegang oleh seorang lain ternyata
adalah Lam-hai-gok-sin.
Sambil sebelah tangan memegang ujung tongkat Toan Yankhing
maka sebelah tangan Lam-hai-gok-sin yang lain
digunakan untuk menjambak rambut seorang lain lagi, orang
ketiga ini adalah Kiong-hiong-kek-ok in Tiong ho.
Kedua tangan In Tiong ho tertampak digunakan untuk
mencengkeram sepasang tangan seorang wanita muda. Jadi
keempat orang itu seakan-akan tergendong menjadi satu
danterkontal kantil di udara keadaan mereka terang sangat
berbahaya. Asal salah seorang di antara mereka itu lepas
tangan, Maka orang yang di bawahnya tentu akan terjeblos ke
dalam jurang yang curam itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu tiba tiba angin pegunungan meniup santer
sehingga Lam hai-gok-sin, ln Tiong-ho dan wanita muda yang
terkatung-katung di udara itu tertiup setengah putaran.
Tadinya wanita muda itu tergantung mungkur, maka
sekarang mukanya dapat terlihat dengan jelas. Mendadak
terdengar Toan Ki menjerit keras dan himpir-hampir
terperosot jatuh dari kudanya.
Kiranya wanita muda itu bukan lain adalah Ong Giok-yan
yang senantiasa dirindukannya siang dan malam selama ini.
Sesudah tenangkan diri. Toan Ki melihat karang itu sangat
terjal dan berbahaya, tiada mungkin kuda dapat mencapainya.
Maka cepat ia melompat turun dari kudanya dan berlari-lari ke
sana.
Ketika hampir dekat dengan pohon siong tadi, tiba-tiba
dilihatnya dan seorang pendek gendüt berkepala besar sedang
menebang pohon dengan sebatang kapak besar.
Keruan kecut Toan Ki lebih-lebih bukan buatan, cepat ia
berseru, "Hei, hei Apa yang kau lakukan di s itu?"
Namun si gendut tidak gubris padanya dan masih
mengayun kapaknya menebang pohon.
Segera Toan Kì gunakan jarinya menuding dapan,
maksudnya hendak menyerang si gendut dengan Lak-meh-siakiam.
Tak tersangka karena dia belum mampu menguasai
tenaga murni sendiri, takkala dia ingin menggunakan
kepandaiannya itu jadi tidak manjur, meski dia tüding-tuding
beberapa kali tetap hawa pedang itu sukar dikerahkan.
Terpaksa ia berteriak, "Toako, Jiko, Moaimoai, nona Ciong,
lekas kalian kemari, lekas tolong!"
Di tengah suara sahutan dan bentakan, segera Siau Hong
dan lain-lain memburu tiba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya tubuh si gendut itu sangat pendek, karena teralingaling
oleh batu karang, maka sama sekali tak kelihatan dari
jauh, pula angin pegunungan meniup dengan santer sehingga
suara kapaknya menebang pohon pun tak terdengar. Untung
pohon siong itu sangat besar sehingga dalam waktu singkat
sukar untuk menumbangkannya.
Melihat itu, Siau Hong dan lain-lain menjadi sangat heran
dan kuatir pula, mereka tidak paham mengapa bisa terjadi
adegan semacam permainan akrobat udara itu.
Segera Hi-Tiok beseru, "He. engkoh gemuk, jangan kau
tebang pohon itu!"
Tapi si gendut telah menjawab, "Pohon ini aku yang tanam,
aku suka menebangnya untuk dibikin peti mati, peduli apa
dengan kau?"
Sembari bicara kapaknya juga terus bekerja tanpa berhenti.
Sedangkan di bawah jurang terdengar suara gembar-gembor
Lam-hai-gok-sin.
"Jiko, orang gendut itu susah untuk diajak bicara, harap
kau suka membekuk dia dulu, urusan belakang." pinta Toan
Ki.
Hi-Tiok mengiakan. Tapi belum lagi ia bergerak,
sekonyong-konyong seorang yang bertongkat telah melayang
kesana secepat terbang, hanya beberapa kali loncatan saja
orang itu sudah berada di depan si gendut tadi. Dan sesudah
orang itu berdiri tegak barulah semua orang dapat melihat
jelas, kiranya dia adalah Yu Goan ci, entah sejak kapan dia
telah lengeloyor turun darl keretanya.
Bok Wan-jing belum pernah kenal Goan-Ci seketika
mendadak melihat mukanya yang jelek menyeramkan itu, ia
menjerit kaget.
Dalam pada itu Goan-Ci telah menggunakan sebelah
tongkatnya untuk menyanggah tubuhnya tongkat yang lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terangkat ke atas, lalu katanya dengan tegas, "Siapa pun
dilarang ke sini!”
"He, Ong pangcu, lekas kau bekuk saja saudara gendut itu,
suruh dia jangan menebang pohon lagi," seru Toan Ki cepat.
"Hm, buat apa aku mesti membekuk dia?” sahut Goan-ci
dengan sikap dingin "Apa gunanya aku menaklukan dia?"
"Kalau kau tidak membekuk saudara gendut itu, bila pohon
itu tumbang, semua orang yang bergantungan itu tentu akan
terbantìng mati semua di dalam jurang," kata Toan Ki.
Melihat keadaan sudah kepepet, kalau terlambat sebentar
lagi tentu urusan akan runyam, tanpa pikir lagl Hi-tiok terus
melompat maju. Ia pikir andaikan tidak dapat mencegah
perbuatan si gendut yang sedang menebang pohon itu, paling
tidak harus menarik Toan Yan-khing dan lain-lain ke atas.
Maklum, Hi-tiok merasa utang budi kepada Toan yan-khing
karena tempo hari kepala Su-ok itu telah mengajarkan rahasia
memecahkan problem catur sehingga dia berhasil memperoleh
kepandaian-kepandaian sakti.
Tak terduga, sebelum Hi-tiok bertindak, mendadak Goan-ci
telah menancapkan tongkat ditanah lalu tangan kanan itu
menghantam, kontan serangkum hawa maha dingin
menyambar ke muka Hi-Tiok.
Walau pun Hi-Tiok tidak gentar terhadap serangan berbisa
itu, tapi ia pun tahu tenaga pukulan Goan-ci itu sangat
dahsyat dan tidak boleh di pandang enteng, cepat ia kerahkan
tenaga untuk menangkis. Tapi mendadak pukulan Goan-ci
yang kedua terus diarahkan kedahan pohon, dimana dipakai
menyanggah tongkatnya Toan Yan-khing. Kalau dahan itu
terpukul patah tanpa ampun lagi Toan Yan-khing berempat
pasti akan hancur lebur terjeblos ke dalam jurang.
Keruan Toan Ki kelabakan, cepat ia beteriak, "Tahan dulu!
Jiko, jangan kau maju ke sana, segala urusan boleh
dibicarakan secara baik-baik dan jangan main kekerasan. OngTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pangcu, sebenarnya apa maksudmu ini? Siapakah yang kau
musuhi? Kenapa kau hendak membikin celaka orang?”
"Toan-kongcu," sahut Goan-ci, "terlalu mudah bagiku jika
mau membekuk si gendut ini. Tapi ... tapi apa balas jasanya
bagiku?"
"Segala apa akan kuberikan padamu! Apa yang kau minta
tentu akan kupenuhi! Nah, le ... lekas kau bertindak, kalau
terlambat tentu tidak keburu lagi!" seru Toan Ki.
"Bila s i gendut ini sudah kubereskan, segera aku akan pergi
bersama nona A Ci, untuk mana kau dan kawan-kawanmu
tidak boleh merintangi kami, apa kau bersedia menerima
syarat ini?” Tanya Goan-ci.
"A Ci?" Toan Ki menegas. "Tapi ... tapi dia ingin minta
tolong pada Jiko untuk menyembuhkan matanya, kalau ikut
pergi bersama kau, lantas bagaimana matanya?"
"Jika Hi-tiok Siansing dapat menyembuhkan matanya, maka
aku pun pasti dapat berusaha menyembuhkan matanya,"
sahut Goan-ci.
"Ini ... ini .... " dalam pada itu Toan Ki melihat si gendut
masih terus mengapak, kalau-kalau ayalsebentar lagi urusan
tentu akan runyam, Terpaksa ia berkata, "Ya, ba ... baiklah,
aku terima permintaanmu, le ... lekas kau .... "
Belum habis ia berkata, dl sebelah sana serangan Goan-ci
sudah dilancarkan kearah si gendut.
Ternyata orang gemuk buntak itu sedikitpun tidak gentar
terhadap pukulan Goan-ci itu, dengan tertawa dingin ia buang
kapaknya, ia pasang kuda-kuda dengan kuat, sekali gertak,
kedua tangan terus dipakai memapak pukulan Goan ci itu.
Dari angin pukulan si gendut terdengar dahsyat sekali
tenaganya. Tapi ketika beradu dengan pukulan Goan-ci,
ternyata sedikit pun tidak mengeluarkan suara. Sejenak
kemudian mendadak air muka si gendut berubah hebat, sikap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang tadinya angkuh dan sombong itu tiba-tiba berubah
sangat aneh seperti seorang yang mendadak melihat suatu
kejadian paling ajaib dan sukar dipercaya didunia ini.
Menyusul dari mulut si gendut tampak mengeluarkan
darah, tubuhnya pelahan mengkeret dan jatuh ke dalam
jurang, Sampai cukup lama barulah terdengar suara "bluk"
sekali tentu tubuh si gendut terbanting di atas batu karang di
bawah jurang bila membayangkan betapa mengerikan badan
si gendut itu hancur lebur seketika semua orang sama merasa
menkirik.
Dalam pada itu Hi-Tiok sudah lantas melompat ke atas
dahan pohon, ia lihat tongkat Toan Yan-khing itu terjepit
dalam dahan, rupanya karena tekanan tenaga dalamnya yang
kuat itu hingga tongkat seperti melengket di dahan dan dapat
menahan bobot tubuh empat orang yang tergantung di
bawahnya.
Sungguh kagum Hi-tiok tak terkatakan atas tenaga dalam
Toan Yan-khing yang hebat itu. Segera ia pegang ujung
tongkat orang dan diletak ke atas.
"Hwesio cilikl" demikian Lam-hai-gok-sin berteriak-teriak di
bawah. "Aku memang sudah tahu kamu seorang baik, coba
kalau kamu tidak menolong kami, wah, bagaimana rasanya
jika kami terkatung-katung di s ini sampai tiga hari malam."
"Huh, masih membual segala?" kata In Tiong-ho, "Apa kau
tahan sampai tiga hari malam?”
"Kenapa tidak?" sahut Lam hai-gok-sin dengan gusar.
"Andaikan tidak kuat, asal aku lepaskan jambakanku atas
rambutmu, bukankah lantas jadi? Hm, apa kau minta dicoba?"
Begitulah, biarpun dalam keadaan bahaya toh mereka
berdua masih sempat bertengkar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak lama kemudian Hi-tiok sudah mengangkat Toan Yankhing,
Lam-hai-gok-sin dan In Tiong-ho ke atas. Paling akhir,
barulah Ong Giok-yan ditarik ke atas.
Kedua mata nona itu tampak terkatup rapat, napasnya
lemah, nyata sudah lama orangnya jatuh pingsan.
Sungguh girang dan lega rasa hati Toan Ki, tapi merasa
penuh kasih sayang pula. Ia lihat kedua pergelangan tangan
Giok-yan matang biru dan ada bekas kuku In Tiong-ho yang
tandas, tiba-tiba ia teringat kepada sifat In Tiong-ho yang
kejam dan suka mengganggu kaum wanita itu, pernah timbul
maksud jahat durjana itu terhadap Bok Wan-jing dan Ciong
Ling, untung setiap kali dapat ditolong oleh Lam-hai-gok-sin,
makadapat diduga apa yang terjadi barusan tentu akibat
terulangnya perbuatan jahat In Tiong-ho itu.
Karena pikiran demikian, seketika Toan Ki menjadi gemas
terhadap Tiong-ho, segera la berkata, "Toako, Jiko, orang she
In ini paling jahat hendaknya kau bunuh dia saja!"
"He. salah, salah!" seru Lam-hai-gok-sin tiba-tiba, "Toan ...
Suhu, justru hari berkat bantuan In-Losi sehingga ... binimu ...
Sunio ini dapat diselamatkan. Kalau tidak, wah, tentu binimu
sudah mampus sejak tadi!"
Meski kata-kata Lam-hai gok-sin ini tak karuan, tapi orang
sudah dapat menangkap maksudnya.
Tadi betapa kelabakan dan kuatirnya Toan Ki atas
keselamatan Ong Giok-yan sudah dapat diikuti seluruhnya
oleh Bok Wan-jing, sebelum Giok-yan ditarik keatas saja Wanjing
sudah muram dan sedih kemudian waktu melihat
kecantikan Giok-yan memang lain daripada yang lain hati Bok
Wan-jing bertambah tak karuan rasanya.
Begitulah tidak lama kemudian Giok-yan membuka mata
dengan perlahan tiba-tiba ia berseru, "Di .... di manakah ini?
Apa di sini akhirat?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hus anak dara ini benar-benar ngaco-belo!" kata Lam-haigok-
sin. "Kalau di sini akherat, bukankah kita disini sudah
menjadi setan semua? Mumpung belum resmi menjadi bini
Suhuku, biarlah kupanggil engkau sebagai anak dara lebih
sering. He. anak dara, orang baik-baik mengapa mendadak
mencari kematian? Jika kau sendiri yang mati sebenarnya
tidak menjadi soal bagiku paling-paling kamu Cuma urung
menjadi bini Suhuku, tapi hampir saja In losi juga ikut
mampus bersamamu. Andaikan In-losi mampus juga tidak
mengapa, tapi Toan-lotoa juga hampir-hampir ikut lapor
kepada Giam lo ong, ya. bahkan aku Gak-loji juga hampir ikut
mati konyol, Wah sungguh sialan!"
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-seru-pendekar-negeri.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Seru ; Pendekar Negeri Tayli 18 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-seru-pendekar-negeri.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar