Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14-Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14-Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14-Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14-Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14


Pek-jwan kenal perangai saudara angkatnya yang
berangasan dan suka ngotot itu, tidak peduli apa yang
dikatakan orang, tentu dia debat dan bantah menurut
pendiriannya. Apalagi menurut pembicaraan padri Siau-lim-si
tadi, katanya bocah bertopi besi itu memang betul adalah
pekerja kasar biara mereka sendiri. Jika begitu, apa yang
dikatakan Put-tong itu juga bukan tiada beralasan sama sekali.
Namun apa pun juga orang sudah menyembuhkan lukanya
yang parah tadi, patut juga kalau menyatakan rasa terima
kasih kepada mereka.
Maka dengan tertawa Pek-jwan berkata kepada hwesio tua,
"Maaf Taysu, saudara kami ini memang demikian wataknya,
suka ribut dengan siapa pun juga....”
Belum selesai ia berkata, tertampak Ti-khek-ceng Hi-hong
masuk ke situ dan berkata, "Hongtiang mengundang tuantuan
ke sana!”
Segera Pek-jwan berlima ikut para padri itu menuju ke
belakang, lalu keluar biara induk dan menuju ke suatu rumah
samping di sebelah barat.
Biasanya hongtiang atau ketua Siau-lim-si kalau menemui
tetamu tentu diadakan di ruangan resmi dalam biara induk
mereka, tapi sekali ini telah pindah ke rumah samping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-jwan saling pandang sekejap dengan Kongya Kian,
mereka tahu hal ini disebabkan ikut hadirnya A Pik. Sebab
selamanya kaum wanita dilarang masuk ke Siau-lim-si, tapi
demi menghormati tetamunya, hongtiang mau juga menerima
A Pik dan mengalah menemui mereka di ruangan samping.
Hal ini boleh dikata suatu kehormatan besar bagi para
penggawa Buyung Hok itu.
Sesudah Hi-hong membawa para tamunya masuk ke rumah
itu, maka tertampaklah di situ sudah duduk lima hwesio tua.
Seorang yang duduk di tengah beralis putih panjang, berwajah
welas asih. Segera hwesio tua itu berbangkit menyambut
kedatangan tetamunya.
Pek-jwan tahu hwesio itu adalah Hian-cu Taysu, ketua
Siau-lim-si yang termasyhur di seluruh jagat itu, cepat ia
melangkah maju dan memberi hormat.
Hanya Pau Put-tong saja meski ikut juga memberi hormat,
tapi ia mengomel, katanya Siau-lim-si adalah beng-bun-cingpay
(aliran suci dan golongan ternama), tapi dalam biara
ternyata ada orang yang mahir menggunakan segala macam
ilmu sesat yang jahat, kalau tersiar, tentu Siau-lim-si akan
ditertawai kesatria seluruh jagat, dan macam-macam
gerundelan lagi.
Hian-lan duduk di ujung pinggir, ia dapat mendengar
omelan Pau Put-tong itu, seketika ia menarik muka, ia tuding
seorang tua yang berperawakan tinggi besar tapi lesu,
katanya, "Hian-thong Sute kami juga kena serangan musuh.
Penjahat itu sengaja dikirim oleh orang sia-pay untuk mematamatai
Siau-lim-si kami, kenapa kami yang disalahkan?”
Lalu ia berpaling kepada Hi-hong dan berkata pula, "Lekas
panggil Sam-ceng, asal-usul Thi-thau-jin itu harus ditanya
secara jelas, mengapa sampai dia dapat menyelundup ke
dalam biara kita?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lapor Susiokco, Sam-ceng telah dibawa lari orang,” tutur
Hi-hong. "Serangan mendadak kawanan penjahat sekali ini
agaknya memang bertujuan hendak menolong Sam-ceng.”
Seketika air muka Hian-lan berubah, ia termenung tanpa
bicara lagi.
"Sam-ceng sedang dihukum dalam Ciam-hwe-pang, ketika
penjahat menyerbu masuk, Hian-thong Susiokco telah
berusaha merintangi, dan karena itulah beliau dilukai musuh,”
demikian tutur Hi-hong pula.
Sinar mata Hian-lan beralih ke arah Hian-thong dengan
penuh tanda tanya.
Segera berceritalah Hian-thong, "Ketika aku lalu di
belakang Kay-lut-ih, kebetulan kulihat seorang kakek bermuka
merah dan berambut putih sedang berlari keluar sambil
menggendong Sam-ceng. Melihat gelagat yang mencurigakan
itu, segera aku menegurnya. Tapi mendadak kakek itu
melontarkan pukulan ke arahku. Cepat aku menangkis, tak
terduga tenaga pukulan kakek itu ternyata sangat aneh,
telapak tangannya seperti timbul daya sedot hingga tenaga
dalamku terbetot melalui telapak tanganku yang beradu
dengan tangannya itu....”
Seketika air muka Hian-lan bertambah gelisah, katanya,
"Hah, apakah itu Hoa-kang-sia-sut (Ilmu Pemunah Tenaga)
dari Sing-siok-pay?”
"Tatkala itu aku pun berpikir demikian,” kata Hian-thong,
"maka lekas kukerahkan tenaga untuk melawannya. Tiba-tiba
kakek itu membentak, ‘Lekas turun tangan!’ Dan tahu-tahu
seorang mendekati punggungku, tanpa terasakan angin
pukulan apa-apa, tahu-tahu bahu kiriku belakang kena
digaplok sekali. Pukulan itu menimbulkan rasa dingin yang
merasuk tulang dan susah ditahan. Ketika aku menoleh,
kiranya yang menyerangku itu adalah Thi-thau-jin yang
bekerja dalam biara kita itu.... Kukira... kukira Thi-thau-jin itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mungkin... ooohh!” sampai di sini mendadak tubuhnya
tergeliat dan giginya gemertukan.
Dan pada saat itu pula Pau Put-tong dan Hong Po-ok juga
kumat racun dingin yang mengeram dalam tubuh mereka.
Saking tak tahan kaki mereka jadi lemas dan terkulai ke lantai,
cepat mereka mengerahkan tenaga dalam sendiri untuk
bertahan sedapatnya.
Pau Put-tong dan Hong Po-ok adalah dua tokoh ternama
dalam Bu-lim, biasanya mereka sangat menjaga harga diri,
apalagi watak mereka memang angkuh dan tidak
sembarangan mau mengaku kalah, kalau tidak terpaksa tidak
nanti mereka mau berlaku sesuatu yang memalukan di
hadapan padri Siau-lim-si seperti sekarang ini.
Dan selagi semua orang terperanjat oleh kejadian
mendadak itu, di sebelah sana Hian-thong lantas memberosot
juga ke lantai dari tempat duduknya.
Dengan demikian, mau-tak-mau Hian-cu Hongtiang ikut
terkesiap. Ia tahu "Cing-gi-liok-yang-tan” buatan Siau-lim-si
mereka adalah semacam obat mujarab yang khusus dapat
menyembuhkan keracunan apa pun, ditambah lagi bantuan
tenaga murni "Sun-yang-lo-han-kang” para hwesio tua yang
berbadan jejaka tadi, sekalipun racun dingin dalam tubuh
penderita seketika tidak punah semua, paling tidak juga dapat
mencegahnya untuk sementara agar dalam waktu singkat
racun dingin itu tidak kumat lagi.
Dengan sendirinya beberapa hwesio tua tadi juga ikut
heran dan kehilangan muka. Segera mereka mengulangi lagi
membantu dengan lwekang sakti dan sesudah sekian lama
barulah ketiga orang itu terhindar dari siksaan racun dingin
itu.
"Lohongtiang,” tiba-tiba A Pik membuka suara, "apakah
Enci A Cu berbuat sesuatu kesalahan di biara sini hingga
kalian mengurungnya sekian lamanya? Kumohon dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat agar sudilah membebaskan dia,” habis berkata, ia
memberi hormat dengan sungguh-sungguh.
Hian-cu menjadi bingung, cepat ia membalas hormat dan
balas tanya, "Harap nona jangan banyak memakai peradatan.
Kau bilang siapa yang kami kurung di sini?”
"A Cu, Enci A Cu,” A Pik menegaskan. "Dia masih sangat
muda dan suka sembrono, hendaknya para Suhu dapat
memaafkan dia. Sebenarnya aku sudah mohon pada
Kongcuya agar suka mengirim surat untuk minta maaf pada
Hongtiang atas kesalahan A Cu itu, tapi Kongcu bilang Enci A
Cu terlalu nakal, kalau diberi sedikit hukuman oleh para
Thaysuhu juga pantas, maka beliau sengaja menunggu
setelah A Cu merasakan sedikit kegetiran barulah sekarang
beliau berkunjung kemari untuk minta maaf sendiri pada
kalian.”
Uraian A Pik itu lancar dan enak didengar, tetapi para
hwesio tua itu hanya saling pandang saja, sebab tidak tahu
duduknya perkara yang dimaksudkan.
Seperti diketahui, A Cu yang nakal itu telah menyelundup
ke Siau-lim-si dengan menyamar sebagai hwesio dan berhasil
mencuri kitab Ih-kin-keng edisi aslinya dalam bahasa Hindu
kuno. Tapi dia dipergoki oleh Hian-cu Hongtiang hingga
terkena pukulan sakti "Tay-pan-yak-kim-kong-ciang” yang
hebat itu, untung dia ditolong oleh Siau Hong hingga cuma
menderita luka dalam saja, tapi jiwanya tidak sampai
melayang.
Ketika Hian-cu menyerang A Cu, sudah tentu ia tidak tahu
bahwa hwesio gadungan itu adalah samaran seorang gadis
cilik yang bernama A Cu segala.
Kemudian waktu Siau Hong membawa A Cu ke Cip-hianceng
untuk minta obat pada Sih-sin-ih di sana A Cu berdusta
bahwa dia kena dilukai oleh seorang kongcu muda, meski
Hian-cit dan Hian-lan tatkala itu juga hadir di Cip-hian-ceng,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi sekali-kali mereka tidak menyangka bahwa A Cu adalah
"hwesio” yang mencuri kitab pusaka mereka dan kena
serangan Hian-cu Hongtiang.
Sebab itulah, maka Hian-cu menjadi bingung demi
mendengar uraian A Pik yang tak diketahui ujung pangkalnya
itu. Padahal di dunia ini yang tahu betul duduk perkaranya
hanya Siau Hong seorang.
Begitulah, maka Hian-cu menjawab dengan ramah,
"Mungkin kabar bohong yang didengar nona tentang
kawanmu ditahan dalam biara kami. Sebagai tempat suci yang
bersejarah beribu tahun, tidak nanti ada anak murid kami
berani berbuat sewenang-wenang.”
"Aku tidak menuduh kalian berbuat jahat, tapi kukira Enci A
Cu yang nakal itulah yang berbuat sesuatu kesalahan pada
kalian, sebab itulah hari ini Kongcu sendiri akan datang kemari
untuk minta maaf,” demikian sahut A Pik. "Nah, sekali lagi
kumohon kemurahan hati Hongtiang, sudilah membebaskan
Enci A Cu.”
Ia lihat muka Hian-cu welas asih, sebaliknya Hian-lan
berwajah kereng, ia menduga mungkin ada hwesio tua lain
sengaja mempersulit pembebasan A Cu itu, maka segera ia
berlutut untuk menjura juga kepada Hian-cit, Hian-lan, Hianthong
dan lain-lain.
Tapi mendadak Hian-lan mengebas lengan bajunya, kontan
suatu arus tenaga halus tapi mahakuat, menolak ke depan
hingga tubuh A Pik tertahan dan tidak dapat berlutut.
Kepandaian Hian-lan itu disebut "Siu-li-kian-gun” atau Jagat
Dalam Lengan Baju, adalah ilmu yang tiada bandingannya dari
Siau-lim-pay. Keruan A Pik terperanjat juga melihat betapa
hebat kepandaian hwesio tua itu.
Dalam pada itu Hian-lan telah berkata, "Menurut peraturan
Siau-lim-si, selama ini kami tidak menerima tamu wanita.
Tentang Enci nona itu jangankan kami tidak berani
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menahannya di sini, bahkan masuk ke sini pasti akan kami
tolak. Adapun ruangan ini sudah di luar lingkungan biara induk
kami, demi nona, maka Hongtiang mau menemui kalian di
sini.”
Karena jawaban orang yang sungguh-sungguh itu, A Pik
merasa sedih, katanya dengan mewek-mewek, "Jika begitu ke
manakah perginya Enci A Cu? Tempo hari dia katakan padaku
akan datang ke Siau-lim-si.”
Paras A Pik cantik molek, tutur katanya lemah lembut,
berlainan dengan A Cu yang lincah dan nakal. Para padri Siaulim-
si itu sudah tirakat sedikitnya berpuluh tahun lamanya,
semuanya sudah jauh daripada rasa hubungan sanak
keluarga, tapi kini demi mendengar ucapan A Pik yang
merawan hati itu, mau tak mau dalam hati kecil para hwesio
tua itu timbul semacam rasa welas asih dan memandang gadis
cilik di hadapan mereka itu seakan-akan putri atau cucu
perempuan sendiri.
Maka berkatalah Hian-cit akhirnya, "Hi-hong, boleh kau
minta Hui-gwat Supek dari ‘Sian-yan-tong’ supaya menyelidiki
di mana beradanya enci nona ini, sesudah diperoleh kabarnya
supaya segera memberitahukan Buyung-kongcu di Koh-soh.”
Ting Pek-jwan dan A Pik tahu ‘Sian-yan-tong’ (Ruang
Penghubung Luar) adalah bagian yang mengurus semua
dengan para kesatria Kangouw. Jika Hian-cit sudah memberi
perintah begitu, terang A Cu memang betul tidak pernah
datang ke Siau-lim-si. Dan sekali Siau-lim-si sudah mau bantu
mencari, dengan hubungannya yang luas dengan orang
Kangouw, rasanya tidak lama tentu dapat diperoleh kabarnya
A Cu. Maka Pek-jwan dan A Pik sama mengucapkan terima
kasih.
Kemudian menjadi giliran Pau Put-tong untuk ditanya
pengalamannya waktu diserang musuh. Maka dengan mata
melotot Put-tong menutur, "Adapun pengalamanku sama saja
seperti apa yang dialami Hian-thong Taysu. Sekalipun nama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik keluarga Buyung Koh-soh hari ini jatuh habis-habisan,
tapi pamor para padri sakti Siau-lim-si hari ini juga ikut luntur,
jadi setali tiga uang, satu nasib sama menderita, tidak perlu
kita saling tanya segala.”
Dengan penasaran dan gemas Hong Po-ok ikut bersuara,
"Belum berkelahi apa-apa sudah lantas terluka, benar-benar
aku penasaran dan tidak puas. Jika sudah bertempur lebih
dulu 300 jurus dan akhirnya dirobohkan Thi-thau-jin itu,
dengan begitu baru aku tunduk dan rela.”
Lalu beramai-ramai semua orang sama membicarakan asalusul
Yu Goan-ci. Semua orang berpendapat lwekang orang
bertopi besi itu tergolong cing-pay murni, tetapi racun dingin
pukulannya itu terlalu jahat dan terang dari aliran sia-pay.
Jadi dalam kepandaiannya yang jahat itu juga ada dasar
lwekang dari aliran baik, hal ini menimbulkan kesangsian
apakah betul dia anak murid Sing-siok-pay?
"Huh, peduli apakah dia berasal dari kaum cing-pay atau
sia-pay,” demikian Put-tong menjengek, "yang terang tenaga
pukulannya itu berbeda tidak jauh daripada ‘Tat-mo-sin-ciang’
Siau-lim-pay kalian.”
Hian-cu saling pandang sekejap dengan Hian-lan, Hian-cit
dan Hian-thong, mereka bungkam saja tanpa menjawab.
Memang dalam hati mereka juga sudah memikirkan hal itu.
Tenaga pukulan yang digunakan Thi-thau-jin itu memang
mirip "Tat-mo-sin-ciang”, bahkan boleh dikata memang Tatmo-
sin-ciang. Cuma saja di hadapan orang luar, sejak tadi
mereka tidak enak untuk membicarakannya.
Kini secara blakblakan Pau Put-tong menunjukkan hal itu,
betapa pun padri-padri itu menjadi tidak enak buat
membantah. Hanya dalam hati mereka berpikir, "Urusan ini
agak ruwet, rasanya sergapan secara mendadak ini tidak
melulu dilakukan oleh kaum siluman dari Sing-siok-pay saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Agar Pau Put-tong tidak mendesak terus tentang Tat-mosin-
ciang itu, segera Hian-lan bertanya kepada Pek-jwan,
"Ting-sicu, apakah Buyung-kongcu segera akan datang?
Sekarang kita berdua pihak sedang menghadapi musuh yang
sama, kita harus bersatu untuk melawannya. Jika Buyungkongcu
sudah tiba, tentu beliau akan dapat memberi
pandangan luas untuk menghilangkan kesangsian kita.”
Pek-jwan tidak menjawab pertanyaan itu, sebaliknya ia
memandang pada A Pik.
Maka berkatalah A Pik, "Sudah kukatakan tadi bahwa di
tengah jalan Kongcu teralang oleh karena ingin menolong
seorang nona yang sedang diuber-uber seorang hwesio. Nona
itu memakai kerudung kain hitam, perawakannya langsing,
ilmu silatnya juga tidak lemah, cuma hwesio yang
mengubernya itu jauh lebih lihai, dari jauh kulihat hwesio itu
seperti Hoat-ong dari negeri Turfan bernama Tay-lun-bengong
Ciumoti....”
"Hah, Tay-lun-beng-ong dari negeri Turfan datang ke
Tionggoan sini?” seru Hian-cit dan Hian-lan berbareng dengan
terkejut.
"Begitulah menurut pengakuannya, apakah betul atau
tidak, aku pun tidak tahu,” sahut A Pik. "Mereka lari cepat
sekali hingga aku tidak jelas melihatnya. Kongcu lantas suruh
aku berangkat dulu ke sini dan beliau lantas mengejar ke
sana.”
Mendengar jawaban itu, Hian-cu dan Hian-cit kembali
saling pandang sekejap lagi. Pikir mereka, "Jika benar Tay-lunbeng-
ong Ciumoti dari Turfan telah datang ke Tionggoan,
maka akan makin banyaklah keonaran di dunia persilatan.
Apakah mungkin Thi-thau-jin ini ada hubungannya dengan
Ciumoti? Ilmu silat kalangan Buddha di Turfan juga berasal
dari Thian-tiok, kalau mereka mahir Tat-mo-sin-ciang juga
tidak mengherankan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun dugaannya itu sama sekali salah, tapi toh masuk
akal juga hingga sementara ini dapat membebaskan mereka
dari rasa curiga yang tak terjawab.
Lalu Hian-cu berkata, "Para tamu datang dari jauh, harap
Hian-cit Sute mewakilkan aku melayani mereka dengan baik,
kita akan tunggu kedatangan Buyung-kongcu untuk berunding
lebih jauh.”
Dalam hati para hwesio Siau-lim-si itu sebenarnya paling
khawatir terhadap Buyung-kongcu. Tahun yang lalu mereka
pernah mengundang para kesatria seluruh negeri untuk
berunding cara menghadapi Koh-soh Buyung, tapi berhubung
pertarungan sengit di Cip-hian-ceng di mana Siau Hong
dikeroyok, maka enghiong-tay-hwe atau pertemuan besar
para kesatria itu tidak jadi diadakan. Kini melihat Ting Pekjwan
yang merupakan pembantu utama Buyung-kongcu itu
bersikap ramah, meski rasa permusuhan telah banyak
berkurang, tidak urung tetap harus waspada.
Seperti diketahui salah satu padri saleh Siau-lim-si, yaitu
Hian-pi Taysu telah terbunuh di kaki Gunung Siong-san, dan
pukulan yang membinasakannya itu justru adalah "Kim-kongcu”
yang merupakan kepandaian Hian-pi sendiri yang paling
diandalkan, sebab itu para tokoh Siau-lim-si menyangka keras
atas diri Koh-soh Buyung yang suka "menyerang lawan
berdasarkan kepandaian lawan” itu.
Kini mendengar orang she Buyung itu akan berkunjung
kemari, mereka sudah bertekad akan bertempur mati-matian
untuk membalas sakit hati Hian-pi, siapa tahu mendadak
terjadi peristiwa lain, Buyung-kongcu belum muncul,
sebaliknya dua orang pembantu Buyung-kongcu dan Hianthong
Taysu dari Siau-lim-si telah sama-sama dilukai oleh ilmu
silat sia-pay yang lihai.
Dilihatnya pula tingkah laku Ting Pek-jwan sangat agung
dan berwibawa, begitu pula kawan-kawannya juga bukan
manusia jahat, meski Pau Put-tong agak kasar dan selalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menantang ucapan siapa pun, dan Hong Po-ok lagaknya
petantang-petenteng menantang, namun tampaknya juga
tidak jahat.
Kalau pembantu-pembantunya baik, rasanya atasannya
juga takkan jelek, tapi segala sesuatu terpaksa harus
menunggu dulu kedatangan Buyung-kongcu sendiri, setelah
bertemu dengan tokoh muda yang selama ini tidak pernah
muncul itu barulah dapat ditentukan tindakan selanjutnya.
Maka setelah pesan sang sute agar melayani baik-baik
tetamunya lalu Hian-cu hendak melangkah pergi.
Pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar suara
gedebuk sekali, tahu-tahu Hong Po-ok jatuh terjungkal. Lekas
Kongya Kian membangunkannya. Tapi di sebelah sana Hianthong
dan Pau Put-tong juga sama roboh.
Ternyata racun dingin dalam tubuh ketiga orang itu kumat
lagi. Padahal "Cing-gi-liok-yang-tan” adalah obat penawar
racun yang paling mustajab milik Siau-lim-si, kalau obat itu
tidak manjur menyembuhkan penyakit mereka, pula "Sunyang-
lo-han-kang” para hwesio jejaka itu juga tak dapat
menyembuhkan, maka jelas tiada obat lain yang bisa
menolong lagi.
Maka untuk seterusnya setiap satu jam tentu penyakit
ketiga orang itu akan kumat satu kali, kalau habis diberi
minum obat, rasa menderita itu lantas hilang, tapi sejam
kemudian akan kumat pula penyakit itu. Sampai esok paginya,
tetap semua orang tak berdaya, sedangkan Buyung-kongcu
masih belum tampak tiba.
Karena itu, ketiga orang itu kembali tersiksa lagi selama
satu hari suntuk, kalau terus-menerus begitu, semua orang
yakin ketiga orang penderita itu pasti tak tahan.
Maka Ting Pek-jwan lantas mohon diri kepada Hian-lan,
"Luka kedua saudara angkat kami ini tidaklah enteng, banyak
terima kasih atas segala bantuan dan pertolongan para Taysu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang telah dilakukan ini, tapi melihat penyakitnya toh sukar
disembuhkan, maka ada maksudku akan pergi minta tolong
kepada Sih-sin-ih saja.”
Sejak tadi memang Hian-lan ada pikiran yang sama, maka
jawabnya segera, "Bagus, bagus. Sih-sin-ih kenal baik dengan
Lolap, jika mohon pertolongannya, rasanya beliau takkan
menolak. Dia tinggal di Liu-cong-tin di barat Lokyang, jaraknya
tidak terlalu jauh dari s ini, marilah kita segera berangkat saja.”
Pek-jwan sangat girang, katanya, "Dengan bantuan Taysu,
tentu kedua saudara kami akan tertolonglah.”
Segera ia minta pinjam pensil dan kertas, buru-buru ia tulis
sepucuk surat dan ditinggalkan di Siau-lim-si untuk Buyungkongcu
kalau beliau itu datang.
Sementara itu sudah tersedia tiga kereta dorong, Hian-lan
pimpin enam orang murid angkatan "Hui” mengawal ketiga
kereta itu. Keenam murid dari angkatan Hui itu usia cukup
tua, semuanya ahli dalam ilmu "Sun-yang-lo-han-kang”,
dengan demikian mereka akan dapat membantu sepanjang
jalan bila diperlukan para penderita.
Mestinya A Pik ingin tinggal di Siau-lim-si untuk menantikan
datangnya Buyung-kongcu, tapi demi tampak keadaan Pau
Put-tong dan Hong Po-ok sangat payah, ia tidak tega dan ikut
bersama rombongan mereka.
Jarak antara Siau-lim-si dan Liu-cong-tin itu hanya
beberapa ratus li saja, meski jalan pegunungan berliku-liku,
tapi pada hari ketiga mereka sudah sampai di tempat tujuan.
Kediaman Sih-sin-ih itu ternyata terletak 30 li di utara Liucong-
tin, yaitu di tengah pegunungan, tapi dengan tidak
terlalu susah akhirnya rombongan Hian-lan dan Pek-jwan
dapat sampai di depan rumah tabib sakti itu.
Hian-lan menunggang kuda berjalan di depan, ia lihat di
tepi sungai kecil sana berdiri beberapa gedung dengan dinding
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkapur putih dan genting warna hitam gelap. Di depan
rumah-rumah itu terdapat sebuah kebun obat-obatan yang
luas, ia yakin inilah kediaman Sih-sin-ih.
Segera ia larikan kudanya lebih mendekat, tapi ia jadi
terkejut ketika melihat di depan pintu rumah gantung dua
buah tanglung (lampion) besar terbuat dari kertas putih, yaitu
tanglung yang biasanya tergantung di rumah orang kematian.
Waktu makin mendekat dan memerhatikan lebih teliti, ia
lihat di atas pintu terpantek beberapa helai kain belacu, di
samping pintu terpancang sehelai panji kertas yang biasa
dipakai kias orang mati, nyata benar memang di rumah itu
ada kematian orang. Bahkan lantas dapat dibacanya pula di
pinggir tanglung kertas yang besar itu tertulis dua baris huruf
yang berbunyi, "Sih Boh-hoa, meninggal dalam usia 65 tahun”.
Keruan Hian-lan terkejut, sungguh ia tidak percaya bahwa
di rumah Sih-sin-ih ada orang sakit yang tak dapat
disembuhkan? Ia tidak tahu apakah "Sih Boh-hoa” itu nama
asli Sih-sin-ih? Tapi usianya memang mendekati tabib sakti itu,
jika Sih-sin-ih tak mampu mengobati penyakit sendiri hingga
sudah meninggal dunia, maka celakalah dan percuma saja
perjalanan ini.
Ketika Hian-lan berhentikan kudanya sambil termangumangu,
sementara itu Ting Pek-jwan dan Kongya Kian juga
sudah menyusul tiba dan menyaksikan keadaan di rumah
tabib sakti itu, sesaat mereka hanya saling pandang saja
dengan ragu.
Mendadak suara tangis berjangkit di dalam gedung itu.
Suara seorang wanita sedang sesambatan, "O, Loya! Ilmu
pertabibanmu sangat sakti, siapa duga mendadak engkau
sendiri terkena penyakit dan meninggalkan kami secepat ini.
O, Loya! Engkau berjuluk ‘Giam-ong-tek’, tapi akhirnya engkau
tak dapat melawan raja akhirat keparat itu, mungkin setiba di
akhirat engkau akan disiksa pula!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu ketiga kereta, A Pik dan keenam padri
angkatan Hui juga sudah tiba. Ketika mendengar suara orang
menangisi kematian Sih-sin-ih, A Pik menjadi pucat, katanya
dengan berduka, "Toako, apa benar kita begini sial?”
Ting Pek-jwan tidak menjawab, ia melompat turun dari
kuda, lalu berseru, "Hian-lan Taysu dari Siau-lim-si bersama
para kawan ada urusan penting ingin mohon pertolongan
kepada Sih-sin-ih!”
Suara Pek-jwan sangat lantang, kini berteriak pula, keruan
suaranya keras berkumandang hingga jauh. Seketika juga
suara tangis di dalam rumah itu berhenti.
Selang sebentar, keluarlah dua orang tua, satu lelaki dan
yang lain perempuan, semuanya berdandan sebagai kaum
hamba, air mata mereka tertampak masih meleleh dan masih
tersedu-sedan dengan sedih.
Begitu keluar, hamba tua itu lantas pukul-pukul dada
sendiri sambil sesambatan, "Loya telah meninggal kemarin
sore secara mendadak, kalian... kalian takkan dapat
menemuinya lagi!”
"Penyakit apakah yang menyebabkan meninggalnya Sihsiansing?”
tanya Hian-lan sambil merangkap tangan.
"Hamba sendiri tidak tahu,” sahut hamba tua itu,
"mendadak saja Loya mengembuskan napas terakhir.
Biasanya badan Loya sangat sehat, usianya juga tidak terlalu
lanjut, sungguh tidak nyana, sungguh tidak terduga!”
"Di rumah Sih-siansing masih ada siapa lagi?” tanya Hianlan
pula.
"Tidak ada, tidak ada siapa-siapa lagi,” sahut hamba tua
itu.
Kongya Kian saling pandang sekejap dengan Ting Pekjwan,
mereka merasa ucapan orang tua itu agak gugup,
nadanya juga tidak wajar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ai, mati atau hidup manusia itu sudah ditakdirkan,”
demikian Hian-lan berkata pula. "Bolehkah kami berziarah
sejenak di depan layon sobat lama?”
"Tentang ini... tentang ini... ya, ya baiklah....” demikian
hamba tua itu menjawab dengan gelagapan. Lalu ia membawa
para tamunya masuk ke dalam rumah.
Kongya Kian sengaja berjalan di belakang, diam-diam ia
membisiki Ting Pek-jwan, "Toako, agaknya dalam urusan ini
ada udang di balik batu, hamba tua ini agak mencurigakan.”
Pek-jwan mengangguk tanda sependapat. Lalu mereka ikut
hamba tua itu sampai di ruangan layon. Pepajangan di
ruangan itu tertampak sangat sederhana, segalanya kurang
lengkap, seperti diadakan dalam keadaan tergesa-gesa.
Pada meja layon terdapat sebuah leng-pay yang
bertuliskan, "Layon tuan Sih Boh-hoa.”
Dari tulisan yang kuat dan indah itu terang adalah buah
tangan kaum terpelajar, tidak mungkin ditulis oleh hamba tua
itu.
Semuanya itu menarik perhatian Kongya Kian, tapi ia diam
saja, berturut-turut para tamu lantas memberi hormat kepada
layon Sih-sin-ih.
Waktu berpaling, Kongya Kian lihat di pelataran dalam sana
ada dua batang bambu dan sedang dijemur belasan helai
baju, ada baju kaum wanita dan ada beberapa helai baju
kanak-kanak. Pikirnya diam-diam, "Terang Sih-sin-ih
mempunyai anggota keluarga lain, mengapa budak tua itu tadi
mengatakan tiada orang lain lagi di rumah ini?”
Tapi ia pun tidak membongkar kebohongan orang, ia tetap
diam saja.
Kemudian Hian-lan bicara pula, "Kami datang dari Siongsan,
Siau-lim-si dengan maksud minta obat kepada Sihsiansing,
sungguh tidak tersangka bahwa Sih-siansing ternyata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah wafat. Kini sudah dekat magrib, terpaksa malam ini
mesti mohon memondok di sini.”
Air muka hamba tua itu tampak serbasulit, katanya dengan
tergegap, "Soal ini... ini... baiklah! Silakan tuan-tuan duduk
dulu di ruangan tamu, biar hamba membuatkan daharan
seperlunya.”
"Harap Koankeh (pengurus rumah) jangan repot-repot,
cukup sedikit bubur dan sayur saja dan kami sudah merasa
terima kasih,” kata Hian-lan.
"Ya, ya, silakan tuan-tuan duduk dulu di ruangan tamu,”
sahut si hamba. Lalu ia membawa para tamu ke ruangan tamu
bagian depan, kemudian ia tinggal masuk ke dalam bersama
kawannya.
Tapi aneh, sampai lama sekali budak tua itu tidak tampak
keluar, sudah tentu semua orang sangat mendongkol, lebihlebih
Pau Put-tong, ia jadi tidak sabar lagi, serunya, "Biar
kupergi mencari air minum!”
"Jangan!” sela A Pik tiba-tiba. "Engkau mengaso saja
Samko, biar aku masuk ke sana untuk membantu bapak tua
itu memasak air.”
Habis berkata, segera ia bertindak ke ruangan dalam.
Khawatir kalau terjadi apa-apa atas diri anak dara itu,
segera Kongya Kian berbangkit, katanya, "Biar aku
mengiringimu!”
Rumah keluarga Sih itu ternyata tidak kecil, seluruhnya
terdiri dari lima bagian, tapi dari luar sampai belakang, tetap A
Pik dan Kongya Kian tidak melihat bayangan seorang pun.
Setiba di dapur, ternyata budak-budak tua lelaki dan wanita
itu pun sudah lenyap.
Kongya Kian tahu ada sesuatu yang tidak beres, cepat ia
kembali ke ruangan depan dan berkata, "Keadaan di rumah ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memang ada sesuatu yang tidak beres, kukira Sih-sin-ih itu
hanya pura-pura mati saja.”
"Hah, apa betul?” tanya Hian-lan dengan heran sambil
berbangkit.
"Taysu, coba kita periksa peti mati ini,” ujar Kongya Kian.
Dan sekali lompat, segera ia memburu ke depan layon Sih-sinih
terus hendak mengangkat peti matinya.
Tapi mendadak hatinya tergerak, ia tarik kembali
tangannya, ia mengambil sepotong baju yang dijemur di
pelataran itu sebagai pembungkus tangan.
"Apa kau khawatir pada peti mati dilumuri racun?” tanya A
Pik.
"Hati orang sukar diduga, tiada jeleknya kita berlaku hatihati,”
sahut Kongya Kian. Segera ia coba angkat peti mati itu,
terasa sangat berat, dalam peti mati itu pasti bukan berisi
jenazah. Maka katanya kepada para kawan, "Ya, memang
benar Sih-sin-ih hanya pura-pura mati.”
"Sret,” tiba-tiba Hong Po-ok mencabut golok katanya,
"Coba kita buka peti mati ini!”
"Orang ini berjuluk tabib sakti, tentu dia mahir
menggunakan racun, hendaknya Site berlaku hati-hati,” pesan
Kongya Kian.
"Ya, aku tahu,” sahut Po-ok. Segera ia s isipkan ujung golok
ke celah-celah peti mati, terus dicungkil ke atas, maka
terdengarlah suara keriang-keriut, tutup peti mati perlahan
tersingkap. Hong Po-ok menahan napas khawatir kena bau
racun yang teruar dari dalam peti mati.
Melihat kelakuan Po-ok yang lucu dan khawatir pada orang
mati itu, salah seorang padri Siau-lim-si yang bernama Hui-te
merasa geli dan tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa yang kau tertawakan?” jengek Pau Put-tong.
Mendadak ia lompat ke pelataran, di mana dua ekor ayam
betina sedang mencari makan di bawah pohon, sekali raih,
Put-tong tangkap kedua ekor ayam itu terus dilemparkan
hingga ayam melayang lewat di atas peti mati.
Kedua ekor ayam itu berkotek keras dan jatuh di sebelah
sana, lalu berlari-lari lagi ke pelataran. Tapi tidak seberapa
jauh, mendadak ayam-ayam itu jatuh terjungkal, kaki
berkelojotan beberapa kali, lalu tidak berkutik lagi, kebetulan
saat itu ada angin meniup, tahu-tahu bulu kedua ekor ayam
itu beterbangan terbawa angin.
Menyaksikan keadaan itu, tentu saja semua orang
terkesiap. Maka tahulah Hui-te bahwa dalam peti mati itu
memang tertaruh racun yang amat jahat, racun itu tanpa bau
dan tanpa wujud hingga sukar diketahui, tapi melihat
kematian kedua ekor ayam dan kontan antero bulunya
terlepas habis, maka dapat dibayangkan betapa lihainya racun
itu.
Nyata dalam hal ini Pau Put-tong dan Hong Po-ok jauh
lebih berpengalaman daripada padri Siau-lim-si yang tidak
banyak berkecimpung di dunia Kangouw itu.
"Ting-heng, mengapa bisa begini? Apakah benar Sih-sin-ih
hanya pura-pura mati saja?” demikian Hian-lan bertanya
dengan ragu.
Habis berkata, mendadak ia lompat ke atas, dengan
sebelah tangan menggantol di belandar rumah, lalu ia
melongok ke bawah, ia melihat isi peti mati itu hanya batu
belaka, di bawah batu tertaruh sebuah mangkuk besar yang
penuh terisi air jernih. Nyata air dalam mangkuk itulah racun
yang mahajahat.
Hian-lan menggeleng-geleng kepala, lalu melayang turun,
katanya, "Andaikan Sih-heng tidak mau mengobati kita,
rasanya juga tidak perlu memasang perangkap sekeji ini untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membikin celaka kita. Selamanya Siau-lim-si tiada permusuhan
apa-apa dengan dia, perbuatan demikian terang keterlaluan.
Jangan-jangan... jangan-jangan....”
Tiba-tiba ia berhenti, dalam hati ia berpikir, "Jangan-jangan
Sih-heng mempunyai dendam kesumat kepada Koh-soh
Buyung?”
Namun Pau Put-tong lantas berkata, "Engkau tidak perlu
menduga yang tidak-tidak, selamanya Buyung-kongcu tidak
kenal Sih-sin-ih, apalagi bermusuhan. Jika di antara kami ada
sesuatu permusuhan, biarpun penderitaan kami bertambah
sepuluh kali lipat juga kami tidak sudi merendah diri datang
kemari untuk memohon pertolongan kepada musuh.
Memangnya kau kira orang she Pau ini manusia pengecut?”
"Ya, benar, akulah yang sembarangan menduga,” sahut
Hian-lan. Sebagai seorang padri saleh, biarpun apa yang
dipikirnya itu tak diutarakan, tapi ia pun berani mengaku terus
terang akan pikiran yang salah itu.
"Hawa berbisa di sini terlampau jahat, marilah kita ke
ruangan depan saja untuk bicara lagi,” kata Pek-jwan.
Sesudah berada di ruangan tamu lagi, maka ramailah saling
mengemukakan pendapat masing-masing, namun tetap tidak
dapat memecahkan sebab apa Sih-sin-ih memasang
perangkap dengan pura-pura mati.
"Tabib setan she Sih ini terlalu menggemaskan, marilah kita
bakar saja sarang setannya ini,” ujar Pau Put-tong.
"He, jangan,” cegah Pek-jwan. "Betapa pun Sih-siansing
adalah sahabat baik para Taysu dari Siau-lim-si, kita tidak
boleh berbuat sembrono padanya.”
Sementara itu hari sudah gelap, di ruangan itu tiada
sesuatu penerangan, semua orang merasa lapar lagi haus,
tapi tiada seorang pun berani sembarangan menyentuh
sesuatu benda dalam rumah ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Marilah kita keluar sana, kita dapat minta bantuan sedikit
makanan dan minuman kepada penduduk di sekitar sini,” ujar
Hian-lan.
"Ya, tapi dalam jarak 30 li di sekitar sini lebih baik kita
jangan minum dan makan apa-apa,” ujar Pek-jwan. "Sihsiansing
ini sangat licin, tidak nanti ia cuma pasang perangkap
dengan sebuah peti mati saja. Bila para Taysu sampai ikut
terembet, sungguh kami akan merasa tidak enak sekali.”
Meski dia dan Kongya Kian tidak paham duduk perkara
yang sebenarnya, tapi mereka menduga bisa jadi Koh-soh
Buyung yang terkenal dengan "Ih-pi-ci-to, hoan-si-pi-sin” dan
telah banyak mengikat permusuhan di kalangan Kangouw,
mungkin ada sesuatu sanak famili Sih-sin-ih terbunuh, lalu
utang darah itu dicatat atas rekening Koh-soh Buyung.
Begitulah maka semua orang lantas berbangkit, tapi baru
saja mereka melangkah keluar pintu sekonyong-konyong di
udara sebelah barat-laut sana terlihat terang benderang,
menyusul sejalur cahaya api warna merah tersebar luas, lalu
cahaya merah itu berubah menjadi hijau dan berhamburan ke
bawah bagaikan bunga api yang berwarna-warni dengan
indah sekali.
"Hah, indah benar! Siapakah yang sedang main kembang
api?” seru A Pik sambil bertepuk tangan.
Padahal waktu itu permulaan musim rontok, Cap-go-meh
sudah lama lewat, hari Tiongciu juga masih jauh, mana
mungkin ada orang main bunga api?
Selang tak lama, kembali sebuah bunga api warna kuning
meluncur lagi ke udara, lalu pecah menjadi beratus ribu buah
bintang yang saling berhamburan dengan sangat indah.
Main bunga api adalah sesuatu kesenangan di zaman
damai, kini mereka sedang menghadapi urusan penting
dengan beberapa kawan menderita sakit aneh, sudah tentu
mereka tiada minat buat menikmati kembang api segala.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski A Pik tergolong paling muda dan masih bersifat kanakkanak,
ia pun prihatin atas penderitaan samko dan sikonya itu.
Segera katanya, "Sudahlah, kita lekas berangkat saja!”
"Itu bukan kembang api, tapi tanda serangan total musuh
yang akan datang,” kata Kongya Kian tiba-tiba.
"Bagus, bagus! Bisa berkelahi sepuas-puasnya lagi!” teriak
Hong Po-ok, lalu ia berlari balik ke dalam ruangan tadi.
Segera Ting Pek-jwan berkata juga, "Samte, Lakmoay,
harap kalian juga masuk ke dalam rumah, biar kujaga di
depan dan Jite mengawal dari belakang. Hian-lan Taysu,
urusan ini terang tiada sangkut pautnya dengan Siau-lim-si,
maka silakan kalian diam dan menonton saja, asal kalian tidak
membela salah satu pihak, untuk mana Buyung-si sudah
berterima kasih.”
Tengah bicara, Kongya Kian, Pau Put-tong, dan A Pik
bertiga juga mundur ke dalam menurut perintah Ting Pekjwan.
Meski di pihak Buyung-si cuma terdiri dari tiga orang,
malah dua orang sudah terluka, ada pula seorang anak dara,
namun sedikit pun Ting Pek-jwan tidak gentar terhadap
perbawa musuh yang akan menyerang secara besar-besaran
sebagaimana kelihatan dari isyarat bunga api yang dilepaskan
di udara itu, bahkan ia tidak minta bantuan kepada Siau-limpay.
Maka jawablah Hian-lan, "Kenapa Ting-heng bicara
demikian? Kalau penyerang nanti adalah musuh yang dendam
kepada kalian, tentang siapa yang benar atau salah juga mesti
kita putuskan secara adil, tidak boleh mereka mengandalkan
berjumlah lebih banyak untuk menyerang lawan pada saat lagi
menderita kesukaran. Sebaliknya jika pendatang nanti adalah
komplotan Sih-sin-ih, mereka telah sengaja memasang
perangkap dan membikin celaka kita secara keji, maka kita
akan sama-sama menghadapi musuh, mana boleh kami
tinggal diam tanpa ikut campur tangan? Nah, para Sutit,
bersiaplah menghadapi musuh!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keenam padri angkatan Hui itu serentak mengiakan.
Lalu Hian-thong juga berkata, "Ting-heng, aku dan para
saudara angkatmu senasib sependeritaan, sudah tentu kita
harus menghadapi musuh bersama-sama.”
Sedang bicara, kembali ada dua jalur bunga api melayang
ke udara lagi, sekali ini jaraknya sudah makin dekat.
Lewat sejenak, lagi-lagi melayang dua buah kembang api,
jadi berturut-turut telah dilepaskan enam buah bunga api yang
bentuk dan warnanya berbeda-beda, ada yang lurus tinggi
terus bertebaran, ada yang terpencar persegi bagaikan papan
catur, ada yang mirip kapak, ada pula yang menyerupai
sekuntum bunga botan raksasa. Setelah enam buah bunga api
itu dilepas, udara kembali gelap gulita dan tiada sesuatu
isyarat lagi.
Dalam pada itu Hian-lan telah memberi perintah, ia
mengatur anak murid Siau-lim-pay itu bersembunyi di
sekeliling rumah untuk menanti serangan musuh. Tapi meski
sudah ditunggu sekian lama masih tidak terdengar sesuatu
gerak-gerik musuh.
Dengan menahan napas semua orang menunggu dengan
sabar. Selang sebentar lagi, tiba-tiba terdengar suara seorang
wanita di sebelah timur sana sedang menembang:
Alis lentik lama nian tak terlukis
setangan penuh bedak bercampur air mata
Hati dinda hampa mengiring tangis
dapatkah mutiara sebagai pelipur lara?
Suara nyanyian itu merdu menggiurkan dan sedih
merawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hian-lan saling pandang sekejap dengan Ting Pek-jwan,
mereka merasa sangat heran.
Dan sehabis menembang, suara tadi lantas berubah
menjadi suara orang lelaki dan berkata, "Ai, adindaku, sudah
lama aku tidak melihatmu, sungguh hatiku amat merindukan
dikau, makanya kuberi hadiah seuntai mutiara ini, harap dinda
suka menerimanya.”
Habis itu, lalu suara itu berganti menjadi wanita tadi dan
berkata, "Baginda sudah didampingi oleh Nyo-kuihui, bilakah
Baginda pernah memikirkan diriku yang bernasib jelek ini. O,
Baginda....”
Sampai di s ini, menangislah wanita itu.
Para padri Siau-lim-si itu tidak banyak mengenal selukbeluk
kehidupan khalayak ramai, mereka tidak tahu orang
yang sebentar menjadi lelaki dan lain saat berubah wanita itu
lagi main gila apa, tapi tidak urung mereka ikut terharu juga
oleh suara tangisan itu.
Sebaliknya Ting Pek-jwan dan kawan-kawan mengetahui
bahwa orang yang tak kelihatan itu sedang main sandiwara
dengan lakon "Tong-beng-ong gandrung pada Bwe-kuihui”.
Orang itu sebentar sebagai raja Dinasti Tong yang romantis
itu, lain saat berganti nada dan memainkan peran sebagai selir
kesayangan raja, Bwe-kuihui. Suaranya sangat mirip, lakonnya
menarik.
Semua orang menjadi waswas apa maksud kedatangan
seorang seniman yang tak diundang pada saat genting itu.
Sementara itu orang tadi berkata lagi dalam nada raja
Tong-beng-ong, "Harap dinda jangan menangis, lekas
menyiapkan santapan, marilah kita bersenang-senang, dinda
meniup suling, biar aku menyanyi untuk menghibur hati dinda
nan sedih.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu orang itu berganti suara wanita, "Siang malam dinda
mencuci muka dengan air mata dengan harapan dapat
berjumpa dengan Baginda, hari ini dapat bertemu, biar mati
pun dinda rela. O, huk-huk-huk....”
Pau Put-tong menjadi tidak sabar, mendadak ia berteriak,
"Ini dia An Lok-san berada di sini! Hai, Li Liong-ki Raja Tong,
kau seorang raja yang linglung, lekas kau serahkan Nyo Giokgoan
padaku!”
Dahulu raja Tong-beng-ong mempunyai dua selir yang
cantik dan sangat disayang, yaitu Bwe-kuihui dan Nyo-kuihui
(nama lengkapnya Nyo Giok-goan), karena mabuk dalam
romannya dengan wanita cantik itu hingga raja itu lupa
daratan tanpa mengurus negara lagi. An Lok-san adalah raja
pemberontak yang kemudian membunuh Tong-beng-ong dan
merampas Nyo-kuihui yang cantik itu, sebab itulah, dalam
dongkolnya Pau Put-tong juga menirukan nada seniman itu
dan mengaku sebagai An Lok-san.
Mestinya Ting Pek-jwan hendak mencegah, tapi sudah tidak
keburu lagi. Dan rupanya orang itu jadi kaget, suara tangisnya
dalam peran sebagai wanita mendadak berhenti, seketika
suasana berubah menjadi sunyi senyap lagi.
Selang tidak lama, tiba-tiba semua orang mengendus bau
harum bunga yang tipis. Cepat Hian-lan berseru, "Awas,
musuh memakai gas racun, lekas tahan napas dan siapkan
obat penawar!”
Sekonyong-konyong suara seniman tadi berkata lagi, "Jitci,
apakah kau sudah tiba? Di rumah Goko ada seorang aneh
yang mengaku sebagai An Lok-san.”
Mendengar suara bicaranya itu, baru sekarang Pek-jwan
dan lain-lain mengetahui bahwa sebenarnya orang itu adalah
lelaki. Dan setelah mengatur pernapasan ternyata tiada
sesuatu yang mereka rasakan, bahkan pikiran terasa segar,
agaknya bau harum tadi tiada mengandung racun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terdengarlah suara seorang wanita sedang menjawab
si seniman tadi, "Hanya Toako yang belum datang. Nah, Jiko,
Samko, Siko, Lakko dan Patte, marilah kita unjuk diri semua!”
Baru selesai ucapannya, pandangan Ting Pek-jwan dan
kawan-kawan mendadak terbeliak, keadaan berubah terang
benderang hingga menyilaukan mata. Tertampak di depan
pintu sana segulung cahaya aneh membungkus lima orang
lelaki dan seorang wanita.
Seorang kakek berjenggot hitam di antaranya berseru,
"Longo (Si Lima), lekas menggelinding keluar!”
Tangan kanan kakek itu membawa sepotong pelat besi
persegi seperti sebuah papan catur. Wanita itu adalah seorang
nyonya cantik setengah umur. Keempat orang lainnya, dua di
antaranya berdandan sebagai kaum cendekia, seorang lagi
seperti tukang kayu, tangan membawa kapak bergagang
pendek dan orang terakhir bermuka bengis menakutkan,
rambutnya merah dan jenggotnya hijau, daripada dikatakan
manusia, muka orang itu lebih tepat dikatakan siluman.
Tapi setelah diperhatikan, segera Hian-lan dapat
mengetahui bahwa orang terakhir itu sengaja melukis
mukanya sendiri dengan air cat, dirias sebagaimana seniman
umumnya tatkala main di atas pentas. Orang yang tadi
membawakan lakon Tong-beng-ong dan Bwe-kuihui tentu dia.
Segera Ting Pek-jwan mendahului menegur, "Siapakah
nama tuan-tuan yang terhormat, Ting Pek-jwan ingin mohon
petunjuk.”
Dan belum lagi pihak sana menjawab, sekonyong-konyong
dari dalam menerjang keluar sesosok bayangan, sinar golok
berkelebat, sekaligus orang itu membacok tujuh kali kepada
pemain sandiwara tadi. Penyerang itu bukan lain adalah It-tinhong
Hong Po-ok.
Karena dilabrak secara mendadak, pemain sandiwara itu
jadi kelabakan, ia menghindar ke kanan dan berkelit ke kiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kerepotan. Tapi mulut masih sempat menyanyi pula
dalam lakon sebagai Co-pa-ong, itu raja pemberontak yang
perkasa musuh Lau Pang.
Tapi karena serangan Hong Po-ok teramat gencar, maka
baru setengah jalan tembangnya lantas berhenti.
Si kakek berjenggot hitam di sebelahnya lantas memaki,
"Hai, kau ini sungguh tidak tahu aturan, datang-datang lantas
main bacok serabutan, coba rasakan ‘kue serabi’ ini!” dan
mendadak papan persegi yang dipegangnya mengepruk
kepala Hong Po-ok.
Diam-diam Po-ok merasa heran, "Selama hidupku entah
sudah berapa ratus kali menghadapi pertempuran, tapi tidak
pernah kulihat senjata persegi seperti ini.”
Segera ia menangkis dengan goloknya, maka terdengarlah
"creng” sekali, golok tepat membacok tepi papan itu, tapi
papan itu sedikit pun tidak lecet. Kiranya papan itu terbuat
dari baja, di luarnya dicat dengan kembangan kayu.
Cepat Po-ok bermaksud menarik kembali goloknya untuk
menyerang pula, tapi celaka, meski ia tarik sekuatnya, tetap
golok bergeming, ternyata tersedot oleh papan baja itu.
Keruan ia terkejut, sekuatnya ia memuntir dan membetot,
dengan demikian barulah golok dapat dipisahkan dari
lengketan papan baja musuh.
"Aneh sekali, apa papan besimu ini terbuat dari besi
sembrani?” bentaknya.
Orang tua itu tertawa, sahutnya, "Terima kasih! Ini adalah
alat pencari nafkahku!”
Sekilas Po-ok mengamati senjata musuh itu, ia lihat di atas
papan terdapat garis malang melintang, nyata adalah sebuah
papan catur, segera katanya pula, "Aneh bin ajaib! Mari
kutempurmu lagi!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia melancarkan serangan lagi, makin lama makin
cepat, tapi golok tidak berani membentur lagi dengan papan
catur lawan yang terbuat dari besi sembrani itu.
Dengan demikian si pemain sandiwara tadi merasa lega,
kembali ia menembang lagi sebagai Co-pa-ong, lalu berganti
suara sebagai wanita.
Pau Put-tong mendongkol, tiba-tiba ia membentak, "Hai,
Co-pa-ong keparat, lekas kau bunuh diri saja, aku Han Sin
adanya!”
Berbareng ia terus menerjang maju, dengan "Kim-liong-jiu”
(Ilmu Menangkap Naga), kedua tangan mencengkeram
pundak tukang tembang itu.
Dalam cerita sejarah yang sering dipentaskan, Han Sin
adalah panglima kepercayaan Raja Han-ko-cou Lau Pang yang
menguber-uber Co-pa-ong hingga di tepi Sungai Oh-kang, di
situ Co-pa-ong terpaksa membunuh diri.
Tapi pemain sandiwara itu sempat mendakkan tubuh untuk
menghindar, lalu hendak menembang lagi, tapi sebelum
lanjut, terpaksa ia menjerit, "Haya, aku Han-ko-cou adanya
dan akan membunuhmu Han Sin!”
Berbareng tangan kirinya melolos keluar sebatang ruyung
lemas terus menyabet pinggang Pau Put-tong.
Melihat pertarungan beberapa orang itu sangat sengit dan
lucu pula, tapi kepandaian kedua pihak sama hebatnya, entah
pihak musuh akan datang lagi berapa banyak bala bantuan,
maka cepat Hian-lan membentak, "Harap semua orang
berhenti dulu, marilah kita bikin terang dulu duduknya perkara
dan pertarungan dapat dilanjutkan lagi nanti.”
Tapi sekali Hong Po-ok sudah berkelahi mana dapat disuruh
berhenti? Apalagi ia tahu tenaga sendiri sudah banyak
berkurang setelah keracunan, serangan racun itu pun setiap
saat bisa timbul dan membahayakan, maka ia putar golok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
secepat kitiran dengan maksud selekasnya mengalahkan
lawan.
Di tengah pertarungan sengit keempat orang itu, dari
dalam kembali melompat keluar seorang dengan sepasang
golok terhunus, "creng,” kedua golok saling bentur hingga
mengeluarkan suara nyaring.
Orang itu gagah perkasa, kiranya Hian-thong Siansu. Ia
berseru, "Kalian kawanan jahanam yang suka meracun orang,
hari ini hwesio tua terpaksa melanggar pantangan
membunuh!”
Sudah beberapa hari Hian-thong disiksa racun, ia memang
sudah gemas, kebetulan musuh datang, maka tanpa banyak
bicara lagi ia terus menerjang kedua orang setengah umur
yang berdandan sebagai kaum cendekia itu.
Cepat salah seorang sastrawan itu merogoh keluar
sebatang senjata yang menyerupai boan-koan-pit, yaitu
senjata berbentuk potlot, dengan gesit sekali ia lawan Hianthong.
Sebaliknya sastrawan yang lain itu berkata dengan tingkah
laku yang tengik, "Aneh bin ajaib! Masakah seorang padri juga
berangasan seperti ini, entah terdapat dalam kamus mana?”
Lalu ia ulur tangan ke dalam saku untuk merogoh tapi tibatiba
ia berseru, "He, ke mana perginya?”
Bahkan ia meraba-raba saku yang lain dan merogoh pula
saku belakang, lengan baju dikebas-kebaskan, baju bagian
dada ditepuk-tepuk pula, tapi tetap tidak menemukan sesuatu.
A Pik heran, ia tanya, "Siansing, apa yang kau cari?”
"Ilmu silat Toahwesio ini sangat tinggi, kami bersaudara
terang tak bisa melawannya, maka akan kucari senjataku
untuk membantu kawan-kawanku itu. Tapi, he, aneh, di
manakah senjataku itu?” demikian sahut si sastrawan. Lalu ia
ketuk-ketuk jidat sendiri dan mengingat-ingat sebisanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Pik tertawa geli melihat kelakuan orang, pikirnya, "Sudah
di garis depan baru tahu senjatanya hilang, orang linglung
begini belum pernah kulihat, orang ketolol-tololan semacam ini
tampaknya bukan sengaja pura-pura dungu.”
Maka A Pik coba tanya pula, "Siansing, macam apakah
bentuk senjatamu itu?”
"Seorang laki-laki sejati lebih dulu harus berlaku cara halus
baru kemudian pakai kekerasan, maka senjataku yang
pertama adalah sejilid kitab,” sahut sastrawan itu.
"Kitab apa? Apakah bu-kang-pit-koat (kitab ilmu silat)?”
tanya A Pik.
"Bukan, bukan! Tapi sejilid lun-gi (kitab yang berisi katakata
emas Khonghucu),” sahut sastrawan itu. "Aku akan
menginsafkan, pihak lawan dengan ajaran-ajaran nabi.”
Kembali A Pik tertawa geli, katanya, "Kau seorang
terpelajar, masakah lun-gi saja tidak hafal, habis kitab apa
yang kau baca biasanya?”
"Nona hanya tahu satu, tapi tidak tahu dua,” sahut si
sastrawan. "Bicara tentang lun-gi, beng-cu, chun-ciu, dan
kitab-kitab nabi yang lain sudah tentu semuanya sudah
kuhafalkan di luar kepala. Tapi pihak lawan kan belum tentu
pernah membacanya! Bila aku menyebutkan isi kitab itu dan
dia tidak tahu, kan percuma? Makanya harus kutunjukkan
kitab yang bersangkutan, dengan demikian lawan takkan
dapat menyangkal dan mendebat, dan usahaku barulah akan
berhasil. Ini namanya bukti menjadi saksi.”
Sembari bicara, ia terus meraba-raba dan merogoh-rogoh
saku di sana sini, tapi tetap tiada sesuatu yang ditemukannya.
Sementara itu si orang yang berdandan sebagai tukang
kayu menjadi khawatir demi melihat kawannya dicecar
secepat kilat oleh goloknya Hian-thong, tampaknya dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
beberapa jurus lagi tentu jiwanya akan terancam, segera ia
ayun kapaknya hendak membantu.
Namun Kongya Kian sudah siap siaga, kontan ia
menghantam lebih dulu ke arah tukang kayu itu. Jangan kira
Kongya Kian lahirnya lemah lembut, ternyata tenaga
pukulannya sangat hebat.
Dahulu di atas Ciulau di daerah Kanglam ia pernah
berlomba minum arak dan mengadu tenaga pukulan dengan
Siau Hong, meski kalah, tapi Siau Hong juga sangat kagum
padanya, hal itu menandakan lwekang Kongya Kian bukan
golongan lemah.
Begitulah maka si tukang kayu tadi telah mengegos,
menyusul kapaknya terus memotong dari samping.
Dalam pada itu si sastrawan tetap tidak menemukan kitab
"lun-gi” yang dicari, sebaliknya ia lihat sastrawan kawannya itu
sudah terdesak, permainan boan-koan-pitnya sudah kacau,
sebaliknya serangan golok Hian-thong masih terus menyambar
dengan gencar. Segera ia berkata kepada Hian-thong, "Hai,
Toahwesio! Kata Khonghucu, ‘mengekang perasaan sendiri
dan membalas orang dengan sopan, bila demikian halnya
maka dunia akan aman sentosa,’ — Kata beliau pula, ‘Tidak
sopan jangan didengar, tidak sopan jangan bicara, tidak sopan
jangan berbuat.’ Tapi kau putar golok ingin membunuh orang,
perbuatan demikian sedikit pun tidak dapat mengekang
perasaan sendiri dan terlebih ‘tidak sopan’.”
Melihat tingkah laku sastrawan itu, diam-diam A Pik
bertanya kepada Ting Pek-jwan, "Toako, orang ini memang
seorang sastrawan tolol tulen atau pura-pura dungu saja?”
"Entah, asal waspada saja,” sahut Pek-jwan. "Hati orang
Kangouw sukar dijajaki, segala macam perbuatan licik dapat
dilakukannya.”
Sementara itu sastrawan tolol itu sedang berkata kepada
Hian-thong, "Toahwesio, Nabi Khonghucu bersabda, ‘Orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bijaksana tentu perkasa, orang perkasa belum tentu
bijaksana.’ Kau sih memang perkasa, tapi jelas tidak
bijaksana, maka tak dapat dianggap sebagai seorang kesatria
sejati. Nabi Khonghucu bersabda pula, ‘Apa yang kita sendiri
tidak mau, jangan diberikan kepada orang lain.’ Jika orang
hendak membunuhmu, sudah tentu engkau tidak mau. Dan
kalau kau sendiri tidak mau dibunuh, kenapa kau ingin
membunuh orang?”
Begitulah ia terus mengoceh memberi "ceramah” kepada
Hian-thong. Anehnya, terang ilmu silat sastrawan tolol ini tidak
lemah, buktinya setiap kali Hian-thong dan si sastrawan itu
saling gebrak sambil melompat kian-kemari, maka sastrawan
tolol ini pun dapat ikut melompat dan selalu berada di
samping mereka.
Diam-diam Hian-thong menaruh perhatian, pikirnya, "Orang
ini sengaja mengoceh tak keruan, dan kalau ada kesempatan,
segera ia akan balas menyerang. Ilmu silat orang ini terang
lebih tinggi daripada sastrawan yang kulawan ini.”
Karena itu, maka perhatian Hian-thong menjadi lebih
banyak dicurahkan untuk berjaga-jaga kalau disergap si
sastrawan tolol itu. Dengan demikian sastrawan bersenjata
boan-koan-pit jadi terhindar dari tekanan yang berat dari
Hian-thong.
Setelah belasan jurus lagi dan si sastrawan tolol itu masih
mengoceh terus, akhirnya Hian-thong menjadi gemas,
bentaknya, "Jika kau tidak enyah, jangan kau salahkan aku!”
Mendadak ia gunakan gagang golok untuk menyodok dada
sastrawan tolol itu.
"Ai, ai! Kulihat ilmu silat Taysu teramat tinggi, kami berdua
belum tentu dapat menang, maka aku ingin menasihatimu
agar lebih baik kita sudahi pertempuran ini,” demikian seru
sastrawan tolol itu. "Sebagai manusia, kita harus berbudi dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat memaafkan sesamanya, janganlah terlalu ngotot dan
mau menang sendiri.”
Hian-thong menjadi gusar, "sret”, mendadak ia tebas orang
sekali sambil mendamprat, "Kau bicara tentang budi
memaafkan apa segala? Kalian sengaja menaruh racun dalam
peti mati untuk menjebak orang, apakah itu berbudi, apakah
itu bijaksana? Coba kalau kami kurang waspada, tentu saat ini
sudah menuju ke nirwana. Huh, masih kau bicara tentang ‘apa
yang kita tidak mau jangan diberikan kepada orang lain.’ Coba
jawab, kau sendiri mau diracun atau tidak?”
"Ai, ai! Aneh! Siapakah yang menaruh racun di dalam peti
mati?” sahut sastrawan tolol itu sambil menyingkir dua tindak.
"Peti mati itu tempat jenazah. Kalau dalam peti mati ditaruh
racun, bukankah jenazah itu pun akan keracunan? Ai, salah,
jenazah itu memang sudah mati!”
Ucapan yang lucu itu membikin A Pik tertawa geli, katanya,
"Ya, jenazah dalam peti mati sudah tentu sudah mati. Tapi
kalian terlalu licik, peti mati bukan berisi jenazah, tapi ditaruh
racun untuk membunuh kami.”
"Bukan, bukan begitu!” sahut sastrawan itu dengan gelenggeleng
kepala. "Kau orang perempuan, usiamu masih muda
pula, pantas omonganmu berliku-liku.”
"Dia juga wanita, kau anggap dia orang baik atau orang
jahat?” ujar A Pik sambil tunjuk si wanita cantik setengah
umur, yaitu kawan si sastrawan sendiri.
"Ai, ai! Ucapanmu menyeleweng dari pokok persoalan,
maka aku takkan gubris dan tak mau menjawab,” sahut
sastrawan tolol.
Karena sastrawan itu bertanya jawab dengan A Pik, Hianthong
menjadi bebas dari gangguan, segera ia putar golok
terlebih kencang hingga si sastrawan bersenjata boan-koan-pit
itu kewalahan lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat itu, si sastrawan tolol cepat melompat lagi
mendekati Hian-thong dan berkata, "Kata Khonghucu,
‘Manusia tidak bijaksana, dapatkah berlaku sopan? Manusia
tidak bijaksana dapatkah hidup senang?’ Toahwesio adalah
manusia dan tidak bijaksana, ai, sungguh berdosa!”
Dengan gusar Hian-thong menjawab, "Aku adalah murid
Buddha, kau mengoceh tentang ajaran Khonghucu apa segala,
mana dapat mengetuk hati nuraniku?”
Sastrawan tolol itu ketuk-ketuk pula jidat sendiri, katanya,
"Ya, benar, benar! Aku ini mungkin sudah linglung, boleh jadi
terlalu banyak baca hingga berubah menjadi orang yang tolol.
Toahwesio adalah anak murid Buddha, tapi aku bicara tentang
ajaran nabi Khonghucu padamu, sudah barang tentu salah
alamat.”
Dalam pada itu Hong Po-ok masih terus bertempur
melawan orang yang bersenjatakan papan catur baja itu dan
sukar merebut kemenangan, lama-kelamaan perut mulai
dingin, itulah tanda serangan racun akan berjangkit lagi.
Di sebelah sana Pau Put-tong juga sedang melabrak si
pemain sandiwara tadi, ia merasa ilmu silat lawan tidak terlalu
tinggi, cuma gerak perubahannya sangat aneh dan macammacam
variasinya, sebentar ia menembang sebagai Se Si, itu
wanita cantik yang termasyhur, ia menirukan suara wanita
dengan persis, bahkan lenggak-lenggoknya juga menyerupai
wanita cantik. Dan lain saat ia main sebagai Li Thay-pek, itu
penyair yang terkenal dengan langkahnya yang sempoyongan
tatkala mabuk arak.
Anehnya setiap kali ia ganti peranan, setiap kali pula ia
dapat memainkan sejurus ilmu silat yang sesuai dengan
pelaku yang dibawakannya itu. Senjata ruyung emas yang
dipegangnya itu sebentar digunakan sebagai lengan baju
kaum wanita yang panjang, lain saat dipakai sebagai pensil
kaum terpelajar. Keruan Pau Put-tong geli-geli dongkol,
seketika ia pun tak bisa berbuat apa-apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu si sastrawan linglung tadi mendadak
menembang lagi, "Jika kuberi obatnya, apakah hatiku lantas
tenteram? Bila tidak membawa hasil, sama saja tidak
memberi. Omong kosong tak berisi, memang bukan pada
tempatnya.... Eh, Toahwesio, dua kalimat selanjutnya
bagaimana bunyinya?”
Demikian ia mengoceh beberapa bait sabda padri saleh
zaman dahulu, maka Hian-thong menjawab, "Yang bijaksana
akan mencapai tujuannya, mohon sudi memberi petunjuk
seperlunya.”
Sastrawan linglung itu terbahak-bahak, katanya, "Bagus,
bagus! Bukankah kaum Buddha kalian juga bicara tentang
‘bijaksana’ segala? Memang pada hakikatnya segala ajaran
nabi di dunia ini sama tujuannya. Maka kunasihatkan lebih
baik kau berpaling kembali ke tepian, taruhlah golok jagalmu
saja!”
Hian-thong terkesiap, sekonyong-konyong ia sadar dan
terbuka pikirannya, katanya segera, "Siancay! Siancay!”
Mendadak ia lemparkan kedua goloknya ke lantai hingga
mengeluarkan suara nyaring, lalu ia duduk bersila, dengan
wajah tersenyum ia memejamkan mata dan tidak bicara lagi.
Si sastrawan bersenjata boan-koan-pit tadi mestinya lagi
sengit menempur Hian-thong, ia jadi heran ketika mendadak
melihat kelakuan lawan yang aneh itu. Tapi ia pun tidak
melancarkan serangan lagi.
Di pihak lain dua padri angkatan Hui dari Siau-lim-si lantas
berseru, "Susiok, apakah penyakitmu kumat lagi?”
Segera mereka bermaksud memburu maju untuk
memayang sang susiok.
Namun Hian-lan membentak, "Jangan!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu ia periksa napas Hian-thong, nyata pernapasan sang
sute sudah berhenti, betul-betul sudah wafat dengan tenang.
Hian-lan merangkap tangan dan memanjatkan doa.
Para padri angkatan Hui menjadi sedih dan gusar demi
mengetahui susiok mereka telah mati, berbareng mereka
mengeluarkan senjata terus hendak melabrak kedua susing
atau sastrawan tadi.
Tapi Hian-lan mencegahnya, "Jangan! Susiok kalian wafat
dengan menemukan ajaran sejati, beliau mangkat ke nirwana
dengan sempurna, seharusnya kalian bersyukur baginya.”
Karena kejadian di luar dugaan itu, semua orang yang
sedang bertempur itu pun lantas berhenti.
Segera si sastrawan linglung berteriak-teriak lagi, "Longo
(Kelima)! Wahai, Sih-longo, lekas keluar, ada orang mati, lekas
keluar menolong jiwanya! Ai, kau setan Sih-sin-ih, kalau tidak
lekas keluar, wah celakalah aku!”
"Sih-sin-ih rupanya tidak di rumah, apakah saudara ada....”
demikian mestinya Ting Pek-jwan hendak minta keterangan.
Tapi sastrawan linglung itu tidak gubris padanya, ia masih
terus menggembor, "Wahai, Sih Boh-hoa, Sih-longo, Giamong-
tek, Sih-sin-ih, lekas menggelinding keluar untuk
menolong orang, samkomu ini telah membikin mati orang dan
orang hendak minta ganti nyawa pada kita!”
Pau Put-tong menjadi gusar, dampratnya, "Kau sudah
menewaskan orang, masih berteriak-teriak seenaknya!”
Kontan ia memukul, menyusul tangan kiri menyusup dari
bawah, pukulan itu terus menjambret kumis sastrawan itu
dengan tipu "Lau-liong-tam-cu” atau naga tua mengambil
mutiara.
Memangnya pertarungan tadi kurang memuaskan selera
Hong Po-ok dan Kongya Kian, maka sekarang mereka mencari
lawan dan mulai bergebrak lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Robohlah!” mendadak Ting Pek-jwan membentak, ia juga
sudah mendapatkan lawan, yaitu si pemain sandiwara, dan
sekali cengkeram, kontan baju leher orang itu kena
dipegangnya.
Pek-jwan adalah jago utama di antara empat pembantu
Buyung-kongcu, ilmu silatnya tinggi, lwekangnya hebat, meski
namanya kurang terkenal di kalangan Kangouw, tapi setiap
orang yang kenal dia pasti sangat kagum akan
kepandaiannya. Maka begitu si pemain sandiwara kena
dicengkeramnya, seketika tak bisa berkutik segera Pek-jwan
banting tawanan itu ke tanah.
Pemain sandiwara itu memang sangat gesit dan cekatan,
sekali bahunya menyentuh tanah, segera ia putar kaki kanan
terus mendepak paha Ting Pek-jwan.
Serangan ini sangat cepat, pula badan Pek-jwan agak
gemuk, gerak-geriknya kurang gesit, ia lihat depakan itu sukar
dielakkan, segera ia kerahkan tenaga ke bagian bawah, ia
terima mentah-mentah depakan itu.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 50
Maka terdengarlah suara "krak” sekali, di antara dua kaki
yang terbentur itu ada salah satu yang patah.
Beberapa kali seniman itu terguling-guling di tanah hingga
sejauh beberapa meter, lalu ia berseru sebagai peranan dalam
sandiwara, "Wahai Mo Yan-siu jahanam, biar kucencangmu...
aduh, kakiku!” demikian pada akhirnya mendadak ia menjerit.
Kiranya ketika kedua kaki beradu, tenaga seniman itu kalah
kuat hingga tulang kakinya patah.
Wanita cantik setengah umur yang berbaju jambon itu
sejak tadi berdiri diam saja di samping tidak membuka suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga tidak bertindak. Kini demi melihat seniman kawannya itu
patah kaki, kawan yang lain juga dicecar musuh dan
berbahaya, barulah ia mulai membuka suara, "Hai, kalian ini
apa-apaan? Sudah mengangkangi rumah goko kami, datangdatang
lantas melabrak orang sesukanya tanpa tanya dulu.”
Dalam pada itu si pemain sandiwara masih jatuh telentang
di tanah dan tiba-tiba ia lihat kedua buah tanglung besar yang
tergantung di depan pintu itu, ia terkejut dan berteriak, "Apa?
Sih Boh-hoa meninggal? Goko sudah wafat?”
Kedua susing dan orang tua yang membawa papan catur,
si tukang kayu, wanita cantik itu pun ikut memandang ke arah
yang ditunjuk, maka dapatlah mereka membaca semua tulisan
pada tanglung putih itu.
Api dalam tanglung sejak tadi sudah padam, begitu datang
mereka lantas saling gebrak pula hingga tiada seorang pun
menaruh perhatian keadaan di rumah itu, baru sesudah
seniman itu menggeletak di tanah, barulah ia dapat melihat
tanglung orang mati itu.
Seketika seniman itu menangis dan menembang menurut
irama sandiwara, "O, saudaraku tercinta, kita mengangkat
saudara di kebun tho, engkau membobol lima benteng,
membunuh enam panglima, betapa gagah perkasamu, oi....”
Semula ia menembang dalam lakon "menangisi kematian
Kwan Kong”, tapi kemudian ia benar-benar berduka hingga
tak keruan lagi suaranya.
Kawan-kawan yang lain segera berteriak juga, "Hai, siapa
yang membunuh goko kami? Goko, Goko! Bangsat terkutuk
manakah yang membunuhmu? Biarlah hari ini kami mengadu
jiwa dengan kalian, keparat!”
Hian-lan dan Pek-jwan saling pandang dengan serbasalah,
diri ucapan mereka itu, agaknya mereka adalah saudara
angkat Sih-sin-ih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pek-jwan lantas berkata, "Sebenarnya kami datang untuk
minta pertolongan Sih-sin-ih agar suka mengobati dua-tiga
orang kawan kami yang terluka, tak terduga....”
"Tak terduga dia tak mau mengobati dan kalian lantas
membunuhnya, begitu bukan?” potong si wanita cantik.
"Ti....” belum lagi ucapan "tidak” tercetus dari mulut Ting
Pek-jwan, sekonyong-konyong wanita cantik itu mengebas
lengan bajunya, kontan Pek-jwan mengendus bau harum
semerbak, kepala lantas pusing dan berdirinya seakan-akan
mengambang tak bertenaga.
"Roboh, robohlah!” demikian si wanita cantik berseru.
Pek-jwan menjadi gusar. "Wanita siluman!” dampratnya,
berbareng ia terus menghantam ke depan.
Daya guna "Pek-hoa-bi-sian-hiang” (Dupa Pemabuk Dewa
Sari Seratus Bunga) yang disebarkan wanita cantik itu
sebenarnya sangat keras, betapa pun tinggi kepandaian lawan
biasanya juga akan dirobohkannya. Tadi sudah dilihatnya
keadaan Ting Pek-jwan agak sempoyongan, terang sudah
kena dupa biusnya itu, siapa duga pada saat terakhir masih
mampu melontarkan pukulan dahsyat.
Keruan ia tidak sempat menghindar, kontan tubuhnya
serasa ditumbuk oleh suatu tenaga bagai gugur gunung
dahsyatnya, napas seketika sesak dan tubuh pun terbanting
hingga jauh. Bahkan terdengar suara "krak-kruk”, rupanya
tulang iga dipatahkan beberapa buah oleh pukulan Ting Pekjwan,
maka sebelum tubuh terbanting lebih dulu orangnya
sudah kelengar.
Pek-jwan sendiri lantas merasa pandangan menjadi gelap,
akhirnya ia pun jatuh tersungkur.
Kedua pihak sama-sama roboh satu orang, sisanya lantas
saling gebrak dengan sengit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hian-lan sendiri lagi berpikir, "Di balik semua kejadian ini
tentu ada sesuatu yang janggal, kini terpaksa harus kutawan
dulu semua lawan, supaya kedua pihak tidak jatuh korban
lebih banyak.”
Setelah ambil keputusan itu, segera ia berseru, "Bawakan
tongkatku!”
Seorang padri angkatan Hui mengiakan dan segera
membawakan sian-theng (tongkat padri) yang disandarkan di
samping pintu itu kepada Hian-lan.
Tiba-tiba si sastrawan bersenjata boan-koan-pit itu
menerjang maju terus menutuk dada padri Siau-lim-si yang
mengambilkan tongkat itu, tapi sebelum tiba, lebih dulu Hianlan
menghantamkan sebelah tangannya, belum lagi tangannya
menyentuh tubuh musuh, lebih dulu tenaga pukulan Hian-lan
sudah mengenai punggung sastrawan itu, tanpa ampun lagi
orang itu roboh tak berkutik.
Hian-lan tertawa panjang, dengan menjinjing tongkat ia
maju ke samping, segera tongkatnya mengemplang kepala
orang yang bersenjata papan catur itu.
Melihat serangan hebat, orang itu tidak berani gegabah,
dengan kedua tangan memegang papan caturnya terus
ditangkis ke atas. "Trang”, terdengar suara nyaring keras
disertai meletiknya lelatu api. Kontan orang itu merasa tangan
linu pegal. Dan ketika Hian-lan mengangkat kembali
tongkatnya, tahu-tahu papan catur musuh ikut terangkat.
Kiranya daya sembrani papan catur itu sangat kuat,
biasanya digunakan menyedot senjata lawan. Tapi sekarang
tenaga lawan lebih kuat, maka berbalik papan catur itu kena
disedot oleh tongkat Hian-lan. Setelah berhasil merampas
senjata musuh, menyusul tongkat Hian-lan lantas
mengemplang lagi.
"Haya, celaka! Hancurlah kepalaku sekali ini!” teriak orang
itu dan cepat berlari ke samping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Hian-lan membentak pula, "Su-tay-cu (pelajar
tolol), robohlah!”
Tongkat terus menyabet ke samping dengan luar biasa
dahsyatnya.
"Ai, ai! Belum waktunya aku disuruh tidur! Ya, apa boleh
buat!” seru Su-tay-cu itu dan belum lenyap suaranya orangnya
sudah mendahului bertiarap.
Dengan cepat padri Siau-lim-si lantas memburu maju untuk
membekuknya.
Nyata siuco dari Tat-mo-ih Siau-lim-si memang bukan jago
sembarangan, hanya sekali turun tangan lantas mengalahkan
tiga jago musuh yang tangguh, dengan sendirinya kekuatan
kedua pihak segera berubah.
Tapi A Pik senang mengkhawatirkan keadaan Ting Pekjwan,
para padri Siau-lim-si juga berduka atas wafatnya Hianthong,
maka mereka tidak menjadi girang karena kemenangan
itu.
Sementara itu si tukang kayu yang berkapak sedang
dikeroyok Pau Put-tong dan Hong Po-ok, terang sebentar lagi
ia pun akan dirobohkan.
Mendadak si orang tua bersenjata papan catur tadi berseru,
"Sudahlah! Lakte, kita mengaku kalah saja, tidak perlu
bertempur lagi! Toahwesio, aku hanya ingin tanya padamu,
sebenarnya apa kesalahan gote kami hingga kalian membunuh
dia? Dan mengapa mencuri bunga apinya untuk memancing
kedatangan kami ke sini?”
"Dari mana bisa jadi begitu....” baru sekian Hian-lan
menjawab, sekonyong-konyong terdengar suara "crang-cring”
dua kali, yaitu suara khim (alat musik sejenis kecapi) suaranya
nyaring berkumandang dari jauh.
Anehnya, begitu mendengar suara itu, seketika jantung
juga terguncang dengan keras. Selagi Hian-lan melengak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
heran, kembali suara kecapi berbunyi "crang-creng” dua kali
lagi. Malahan suaranya bertambah dekat hingga detak jantung
semua orang pun tambah keras.
Karena habis diserang racun, diguncang pula suara kecapi
yang nyaring itu, seketika Hong Po-ok merasa kusut
pikirannya, "trang”, tanpa terasa golok terlepas dari cekalan.
Coba kalau Pau Put-tong tidak keburu melindunginya, tentu
bahu Po-ok sudah sempal sebelah kena bacokan kapak musuh
yang sementara itu telah dilontarkan.
Demi mendengar suara kecapi itu, Su-tay-cu atau si
sastrawan tolol tadi menjadi girang, ia berteriak-teriak, "Lekas
kemari, Toako, lekas! Segerombolan bangsat ini telah
membunuh Gote, kini kami tertawan pula, Jitmoay juga
dipukul mati oleh mereka. Wah, celaka, lekas kemari!”
Kembali suara kecapi dalam hutan sana bergema pula,
sekali ini berturut-turut dipetik lima kali hingga jantung semua
orang terguncang lebih hebat, napas serasa hendak putus.
Keruan Hian-lan sangat heran dan terkesiap, "Ilmu sihir
apakah ini? Aku telah menenangkan perasaan dengan lwekang
Siau-lim-pay yang tinggi, tapi jantungku tetap berguncang
mengikuti irama kecapi. Sungguh lihai sekali pemain kecapi
itu.”
Suara kecapi itu makin lama makin cepat, debur jantung
semua orang juga makin keras. Hian-lan, Kongya Kian, Pau
Put-tong, Hong Po-ok, dan para padri sama duduk di tanah
sambil mengerahkan lwekang masing-masing untuk melawan.
Tapi hanya Hian-lan dan Kongya Kian saja yang mampu
mengatasi getaran jantung, sedang padri Siau-lim-si angkatan
Hui sudah tidak tahan lagi, mereka menjerit-jerit dan sangat
menderita. Mereka berusaha menutup telinga sendiri dengan
kedua tangan, tapi aneh, betapa pun telinga mereka didekap,
tetap suara kecapi dapat menyusup ke dalam telinga, dan
jantung lantas bergetar menurut irama musik itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bahkan sampai akhirnya, irama kecapi itu bertambah cepat
bagaikan lagu orang gila dan jantung semua orang seakanakan
putus terguncang.
Hian-lan tahu tidak boleh tinggal diam saja tapi harus
melakukan serangan belasan. Segera ia angkat tongkat dan
menerjang ke arah datangnya suara kecapi itu. Tapi aneh,
suara kecapi seperti timbul dari bawah tanah saja, meski Hianlan
sudah mengitari hutan itu, tetap tiada bayangan seorang
pun yang dilihatnya. Dan baru saja ia kembali, tahu-tahu
suara itu bergema pula di sebelah belakang sana.
Mendadak Hong Po-ok berteriak sekali, kedua tangan
merobek baju sendiri, dan sesudah bajunya koyak-koyak, lalu
mencakar dada sendiri sambil menjerit, "Korek keluar jantung
ini, tahan dia, supaya tidak melonjak-lonjak, tidak boleh
melonjak-lonjak!”
Hanya sebentar saja dada sendiri sudah penuh guratan
kuku dan darah berceceran.
Cepat Kongya Kian pentang kedua tangan dan menyikap
kencang saudara angkatnya itu sambil berseru, "Jangan
gopoh, Site, kau harus berusaha mematahkan pengaruh suara
kecapi setan itu dan menganggap seperti tidak
mendengarnya.”
Tapi karena sedikit terpencar perhatiannya, segera jantung
Kongya Kian sendiri terguncang hebat.
Anehnya si orang bersenjata papan catur, si sastrawan
tolol, orang berkapak, sastrawan bersenjata boan-koan-pit dan
si pemain sandiwara, mereka sedikit pun tidak terpengaruh
oleh getaran suara kecapi itu, terang mereka mempunyai cara
yang mudah untuk melawan suara itu.
"Lakmoay, kau bagaimana? Marilah duduk di sebelahku
saja!” demikian Pau Put-tong teringat kepada A Pik. Ia pikir
usia anak dara itu terlalu muda, lwekangnya masih cetek,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu akan lebih menderita daripada orang lain, maka ia
merasa kasihan dan ingin membantunya.
Siapa duga mendadak dilihatnya gadis itu lagi duduk
bersila, wajahnya berseri-seri, sama saja seperti orang tidak
merasakan sesuatu. Keruan kejut Pau Put-tong lebih hebat,
pikirnya, "Wah, celaka, jangan-jangan Lakmoay telah
meninggal terpengaruh oleh getaran suara kecapi itu?
Biasanya ia suka seni musik, suka memetik kecapi dan
menyanyi, kepandaiannya dalam hal ini harus dipuji. Dan
orang yang paham seni musik tentu akan lebih tajam pula
daya tariknya kepada getaran suara kecapi itu.”
Dalam khawatirnya, dengan menahan getaran jantung
sendiri, segera Put-tong berlari mendekati A Pik, selagi hendak
memeriksa pernapasan hidung anak dara itu, tiba-tiba terlihat
tangan A Pik bisa bergerak perlahan.
Put-tong tambah kaget, "Mengapa orang mati bisa
bergerak?” demikian pikirnya.
Ia lihat anak dara itu memasukkan tangan ke dalam baju,
lalu mengeluarkan sesuatu, karena keadaan gelap gulita,
maka tidak jelas benda apakah yang dikeluarkan A Pik.
Tapi segera terdengar suara "tring-tring” dua kali, suara itu
timbul dari depan A Pik. Suara nyaring merdu, terang bunyi
semacam alat musik kecil. Dan begitu suara itu lenyap,
lamban laun suara kecapi dalam hutan sana yang berirama
cepat lantas berubah menjadi lambat.
Waktu alat musik di pangkuan A Pik itu berbunyi lagi dua
kali, maka suara kecapi pihak sana menjadi lebih lambat pula.
Sungguh girang Kongya Kian, Hian-lan dan lain-lain tak
terkatakan, lebih-lebih Pau Put-tong, ia berjingkrak senang.
Mereka sama pikir, "Sungguh tidak nyana nona cilik A Pik ini
bisa memiliki kepandaian seperti ini, dapat menggunakan
suara musik untuk melawan suara musik musuh, dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suara perlahan melawan suara keras hingga suara kecapi
lawan dapat dipengaruhi.”
Dalam pada itu suara kecapi dalam hutan telah berubah
lagi iramanya, tiba-tiba bernada tinggi lalu dibunyikan dalam
nada rendah. Begitu pula A Pik lantas membunyikan kecapinya
mengikuti irama orang.
Dengan demikian, Hong Po-ok dan para padri Siau-lim-si
telah terlepas dari siksaan suara kecapi tadi. Setelah menarik
napas dalam-dalam, Po-ok berteriak, "Bangsat itu telah bikin
susah kita, ayolah kita terjang dia!”
Habis berkata, segera ia mendahului menyerbu ke dalam
hutan sana dengan golok terhunus.
Waktu Kongya Kian memondong Ting Pek-jwan, ia merasa
napas sang toako sangat lemah, tapi tidak putus, itulah tanda
keracunan hawa berbisa yang disebarkan wanita cantik tadi,
namun jiwanya sementara ini tidak beralangan. Hanya
dikhawatirkan musuh terlalu lihai, Hong Po-ok sudah
keracunan, jangan-jangan akan terjebak musuh lagi, maka
sesudah meletakkan Pek-jwan, segera Kongya Kian bersama
Pau Put-tong menyusul saudara angkat itu.
Begitu pula para padri Siau-lim-si karena tadi telah tersiksa
oleh guncangan suara kecapi, dengan menghunus senjata
masing-masing segera mereka pun memburu ke dalam hutan.
Tapi aneh bin ajaib, di tengah hutan ternyata tiada
bayangan seorang pun, sebaliknya suara kecapi itu selalu
berpindah-pindah, sebentar di timur, lain saat di barat,
terkadang seperti di depan sana tahu-tahu sudah di belakang,
hingga membikin bingung orang bagai digoda setan iblis.
Cuma suara kecapi itu sekarang sudah lambat dan merdu
enak didengar serta tidak membikin guncang jantung
pendengarnya, sebaliknya membuat orang merasa segar
malah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tidak ketemukan musuh, dengan gemas Hong Po-ok
mencaci maki serabutan, kemudian mereka keluar dari hutan.
Sementara itu suara kecapi A Pik telah dapat bergabung
dengan suara kecapi pihak lawan hingga terjadi perpaduan
suara yang sangat indah.
Kongya Kian dan lain-lain cukup berpengalaman, mereka
tahu di dunia persilatan ada segolongan orang yang tinggi
lwekangnya dapat menggetar sukma pihak lawan dengan
berbagai suara yang aneh, lalu membunuh lawan itu.
Walaupun sekarang terdengar suara kecapi A Pik tidak mirip
sedang bertempur dengan orang melainkan lebih pantas
dikatakan sedang latihan, namun kejadian aneh di dunia
Kangouw susah diduga, maka mereka tetap waspada, Pau
Put-tong dan Hong Po-ok pun berjaga-jaga di depan anak
dara itu. Begitu pula Hian-lan siap berdiri di belakang A Pik
untuk membantu bilamana perlu.
Selang sejenak, suara kecapi dalam hutan itu mulai cepat,
semula A Pik masih bisa mengikutinya, tapi dalam sekejap saja
sudah ketinggalan.
"Hahahaha! Nona cilik, kau berani mengadu kecapi dengan
Khim-sian Toako (Kakak Dewa Kecapi) kami, itu namanya kau
cari penyakit sendiri,” demikian s i sastrawan linglung tadi tibatiba
bergelak tertawa. "Nah, lekas menyerah kalah saja,
mengingat usiamu masih muda, mungkin toako kami akan
suka mengampuni jiwamu.”
Kongya Kian dan lain-lain juga sudah mendengar suara
kecapi A Pik kalah cepat daripada lawan, juga kalah nyaring
dan kalah jelas iramanya, tampaknya pertandingan suara
kecapi ini A Pik telah dikalahkan. Maka semua orang saling
pandang dengan muram.
Selang sejenak lagi, meski A Pik berusaha sebisanya tetap
suara kecapinya tak bisa mengikuti irama kecapi lawan.
Mendadak ia petik keras dua kali, lalu berhenti dan berseru
dengan tertawa, "Suhu, aku tak sanggup lagi mengikutimu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera suara kecapi dalam hutan juga berhenti, lalu
terdengar suara seorang tua bergelak tertawa dan menyahut,
"Dara cilik dapat mencapai tingkatan ini sudah lumayanlah!”
Sungguh girang dan kejut sekali semua orang. Dari tanyajawab
mereka itu, agaknya si pemetik kecapi di hutan itu
adalah guru A Pik. Hal ini bukan saja membuat Hian-lan
terkejut, bahkan Kongya Kian dan si sastrawan linglung
dengan kawan-kawannya juga terheran-heran.
Maka tertampaklah dari dalam hutan muncul seorang tua
dengan lengan baju yang longgar, wajah orang tua ini sangat
aneh, jidatnya nonong, tulang pipinya menonjol, selalu
berseri-seri, tampaknya sangat ramah tamah.
Dan demi tampak orang tua aneh, itu, segera A Pik berseru
dengan gembira, "Suhu, baik-baikkah engkau!”
Segera ia pun berlari-lari memapak ke sana.
"Toako!” demikian si sastrawan linglung dan kawankawannya
juga lantas menyapa.
Orang tua itu menjulurkan kedua tangan ke depan, ia
pegang tangan A Pik dan berkata dengan tertawa, "A Pik,
wah, sudah begini besar kau sekarang!”
Air muka A Pik menjadi kemerah-merahan, dan belum lagi
menjawab, tiba-tiba si orang tua berkata kepada Hian-lan
sambil soja, "Padri saleh Siau-lim-si manakah yang berada di
sini, barusan Siauloji (orang tua) banyak mengganggu, harap
maaf.”
"Lolap Hian-lan adanya,” sahut Hian-lan sambil balas
hormat.
"Aha, kiranya Hian-lan Suheng,” kata orang tua itu. "Dan
Hian-koh Taysu tentu saudara seperguruanmu bukan? Siauloji
dulu sering bertemu dengan beliau dan satu sama lain sangat
cocok, keadaan beliau tentu sehat-sehat saja, bukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi dengan muram Hian-lan menjawab, "Hian-koh Suheng
telah wafat disergap oleh muridnya yang khianat itu.”
Orang tua itu tampak melengak sekejap, mendadak ia
meloncat setinggi beberapa meter ke atas, belum lagi turun
kembali ia sudah menangis tergerung-gerung di udara.
Hian-lan dan Kongya Kian terperanjat, sama sekali tak
mereka duga bahwa watak orang tua itu ternyata mirip anak
kecil saja, sesudah turun ke tanah, orang tua itu lantas duduk
sambil membubut-bubuti jenggot sendiri dan kedua kaki
mengentak tanah serta sesambatan pula, "O, Hian-koh, kau
mau mati, kenapa tidak memberitahukan lebih dulu padaku?
Ai, terlalu kau! Untuk selanjutnya laguku ‘Hoan-im-bo-ciau’
(Nyanyian Memuji Buddha) takkan ada yang paham lagi,
hanya engkau yang mengatakan bahwa laguku ini berisi jiwa
Buddha dan dapat menambah kemajuanmu, maka berulangulang
engkau ingin mendengarkan. Hian-lan sutemu ini belum
tentu memiliki kesadaran setinggi dirimu, kepadanya akan
sama saja seperti aku memetik kecapi di depan kerbau! O,
nasibku ini memang malang!”
Ketika mendengar orang tua itu menangisi kematian
suhengnya, semula Hian-lan mengira tentu dia seorang
sahabat yang baik, tapi makin didengar makin tak genah,
kiranya yang ditangisi orang tua itu adalah karena merasa
kehilangan seorang pendengarnya yang dapat menyelami lagu
kecapi yang digubahnya, bahkan akhirnya Hian-lan dianggap
sebagai kerbau yang bodoh dan tak dapat memahami seni
suara.
Tapi Hian-lan adalah seorang padri saleh, ia tidak marah
meski mendengar ucapan yang menyinggung martabatnya itu,
hanya tersenyum saja dan berkata dalam hati, "Rombongan
mereka ini memang orang sinting semua, susah untuk diajak
bicara benar. Lwekang orang tua ini sangat tinggi, tapi
wataknya juga angin-anginan kawan-kawannya, dasar!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu si orang tua lagi menangis pula. "Hian-koh,
wahai, Hian-koh, guna membalas kebaikanmu, dengan susah
payah aku telah menggubah sebuah lagu baru untukmu, tapi
belum lagi sempat mendengar kau sudah keburu
mendaftarkan diri ke akhirat!”
Tiba-tiba ia berpaling kepada Hian-lan dan bertanya, "Di
manakah letak kuburan Hian-koh Suheng? Lekas membawa
aku ke sana, lekas! Makin cepat makin baik. Setiba di sana,
aku akan membawakan lagu gubahanku yang baru ini, boleh
jadi sesudah mendengar dia akan hidup kembali!”
"Hendaknya Sicu jangan sembarangan bicara,” sahut Hianlan.
"Sesudah Suheng wafat, sudah tentu beliau telah
diabukan!”
Orang tua itu tertegun sejenak, mendadak ia melompat
bangun dan berseru, "Bagus! Nah, boleh kau serahkan abu
tulangnya padaku, akan kubuat menjadi semen dan kulebur
pada kecapiku, dengan demikian dia akan selalu mendengar
laguku setiap kali kupetik. Nah, caraku sini sangat bagus,
bukan? Hahaha!”
Saking senangnya hingga dia lupa daratan, ia bergelak
tertawa sambil bertepuk tangan. Tapi mendadak dilihatnya si
wanita cantik tadi menggeletak di sebelah sana, ia berseru
kaget, "Hai, Jitmoay, kau kenapa? Siapa yang melukaimu?”
"Suhu,” lekas-lekas A Pik menerangkan, "dalam urusan ini
telah terjadi sedikit salah paham, syukurlah sekarang Suhu
sudah datang, tentu segala sesuatu dapat dibicarakan dengan
baik.”
"Salah paham apa? Siapa yang salah paham?” demikian
orang tua itu menegas. "Pendek kata, orang yang mencelakai
Jitmoay pasti bukan orang baik. Wah, kiranya Patte juga
terluka, dan orang yang melukai Patte tentu juga bukan
manusia baik-baik. Ayo, siapa itu yang bukan manusia baikbaik,
lekas laporkan diri untuk diambil tindakan yang adil. A
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pik, coba pergi ke atas pohon sana untuk mengambilkan alat
tetabuhanku.”
A Pik mengiakan terus berlari ke tengah hutan tadi. Dari
jauh semua orang dapat melihat bayangan A Pik melompat
dari satu pohon ke lain pohon, setelah turun ke tanah, lalu
melompat lagi ke atas pohon yang lain.
Baru sekarang Hian-lan, Kongya Kian dan lain-lain paham
duduknya perkara. Kiranya orang tua itu telah menaruh
beberapa buah kecapi di atas pohon, lalu dipetiknya dari jauh
dengan tenaga dalam yang kuat, sebab itulah suara harpa tadi
bisa mendadak di timur, lalu di barat, tiba-tiba di depan, tahutahu
di belakang lagi hingga membingungkan mereka yang
mencarinya.
Cuma kalau melihat cara A Pik naik-turun pohon itu, jarak
di antara pohon-pohon itu sedikitnya ada belasan meter
jauhnya, masakah lwekang si orang tua sudah sedemikian
tingginya hingga dapat mencapai jarak sejauh itu? Apalagi
mesti memetik kecapi menurut irama tertentu sungguh
kepandaian sehebat ini sukar untuk dibayangkan.
Dalam pada itu kelihatan A Pik sudah berlari kembali
dengan membawa beberapa buah harpa. Sampai di tengah
jalan, mendadak gadis itu tergeliat dan jatuh tersungkur.
Keruan si orang tua penabuh harpa, Kongya Kian dan lainlain
terkejut. Cepat Kongya Kian berlari mendekati A Pik. Tapi
mendadak di sebelahnya angin berkesiur, si orang tua sudah
mendahului melayang ke depan dan A Pik lantas
dipondongnya dengan kedua tangan.
Diam-diam Kongya Kian memuji kehebatan ginkang orang
tua itu. Ketika ia susul sampai di depan mereka, ia lihat wajah
A Pik merah segar, malahan mengulum senyum, maka
hilanglah rasa khawatirnya. Katanya menggoda, "Lakmoay,
jangan sok manja pada gurumu. Ai, aku benar-benar kaget
barusan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Pik ternyata tidak menjawab, sekonyong-konyong ada
beberapa tetes air menjatuhi muka A Pik yang ayu itu. Kongya
Kian tercengang, waktu ia perhatikan, tiba-tiba dilihatnya
wajah si orang tua muram sedih dan air matanya bercucuran.
Sudah tentu ia heran, katanya, "Kembali penyakit gila kakek
ini angot lagi?”
Tapi s i kakek mendadak melotot sekali kepada Kongya Kian
sambil membisiki, "Jangan bersuara!”
Lalu ia pondong A Pik dan sepat melangkah ke arah rumah.
"Lakmoay, kenapa kau....” baru sekian ucapan Hong Po-ok
yang sementara itu telah memapak, tiba-tiba si kakek
memotong ucapannya, "Ssst, jangan bersuara! Bencana tiba,
bencana tiba!”
Lalu ia celingukan kian-kemari seperti maling khawatir
kepergok, air mukanya tampak penuh rasa khawatir,
kemudian ia berkata pula, "Wah, tidak keburu lari lagi! Ayo,
lekas masuk ke dalam rumah!”
Dasar Pau Put-tong memang paling suka menyanggah
setiap kehendak orang lain, demi mendengar ucapan orang
tua itu sampai gemetar suaranya, segera ia berteriak,
"Bencana apa? Apakah langit akan ambruk?”
"Lekas, lekas masuk ke dalam sana!” seru orang tua itu.
"Mau masuk, silakan! Aku orang she Pau masih ingin
makan angin di sini, Lakmoay....” baru sekian Pau Put-tong
menjawab, mendadak orang tua yang memondong A Pik itu
menjulurkan sebelah tangannya dan kontan hiat-to di dada
Pau Put-tong kena dijambretnya.
Saking cepat serangan si orang tua hingga sedikit pun Pau
Put-tong tak bisa berkelit dan tahu-tahu tak bisa berkutik lagi,
ia merasa tubuh sendiri terangkat ke atas, kaki terapung di
atas tanah, tanpa kuasa ia dicangking masuk ke dalam rumah
oleh si orang tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Hian-lan dan Kongya Kian sangat terperanjat. Selagi
mereka hendak bicara, namun si orang bersenjata papan catur
tadi sudah berkata, "Toasuhu, lekas kita masuk ke dalam
rumah, ada seorang iblis raksasa mahalihai sebentar lagi akan
datang!”
Ilmu silat Hian-lan sendiri jarang ada tandingannya di dunia
persilatan, sudah tentu ia tidak takut kepada segala iblis besar
atau kecil. Segera ia tanya, "Iblis raksasa siapa? Apakah Kiau
Hong?”
"Bukan, bukan! Jauh lebih lihai daripada Kiau Hong,” sahut
orang itu sambil menggeleng kepala. "Ialah Sing-siok Lokoay.”
"Hah, Sing-siok Lokoay?” Hian-lan menegas dengan kaget.
"Itulah kebetulan, memang Lolap hendak mencari dia.”
"Ilmu silatmu tinggi, sudah tentu tidak takut padanya,” kata
orang itu. "Tapi kalau semua orang yang berada di sini
terbunuh dan tinggal kau sendiri yang hidup, wah, engkau ini
sungguh seorang welas asih!”
Sindiran terakhir ini ternyata sangat manjur, sebab Hian-lan
lantas tercengang, ia pikir ucapan orang memang betul juga,
maka katanya, "Baiklah, mari kita masuk semua!”
Dan pada saat itu juga Suhu A Pik setelah meletakkan anak
dara itu dan Pau Put-tong di dalam rumah, ia lari keluar lagi
sambil mendesak berulang-ulang, "Ayo, lekas, lekas! Tunggu
apa lagi!”
Ia lihat di antara orang-orang itu yang paling bandel adalah
Hong Po-ok, orangnya petantang-petenteng tak mau menurut,
langsung ia tampar mukanya. Meski Po-ok sangat gemar
berkelahi dan cekatan pula, tapi sama sekali tak terduga
olehnya bahwa guru sang lakmoay tidak segan-segan
melabrak dia, sedangkan waktu itu racun dingin dalam
tubuhnya terasa akan kumat lagi, maka ketika serangan si
orang tua tiba, sedapatnya ia menunduk untuk menghindari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa tahu tangan si orang tua mendadak diturunkan juga
hingga tengkuk Hong Po-ok cepat kena dicengkeram.
"Lekas, lekas masuk sana!” demikian seru si orang tua pula.
Dan seperti elang mencengkeram anak ayam, Po-ok terus
dicangking masuk ke dalam rumah.
Keruan Kongya Kian merasa kehilangan muka, dua orang
saudara angkatnya hanya sekali gebrak saja sudah kena
dibikin tak berkutik oleh si kakek, meski kakek itu adalah guru
A Pik dan tak bisa dikatakan orang luar, tapi betapa gagah dan
terkenalnya nama Koh-soh Buyung, masakah anak buah
Buyung-kongcu sedemikian tak becus dan terjungkal habishabisan
di hadapan para padri Siau-lim-si.
Hian-lan dapat melihat sikap Kongya Kian yang lesu itu dan
dapat pula menerka perasaannya. Ia lihat si orang tua aneh
membekuk Pau Put-tong dan Hong Po-ok dengan cara yang
sangat cepat sekali, tapi toh begitu ketakutan terhadap Singsiok
Lokoay, hal ini menandakan bahwa gembong iblis itu
memang tidak boleh dipandang remeh. Maka katanya segera,
"Kongya-sicu, lebih baik masuk saja ke dalam, nanti kita
rundingkan lebih jauh lagi.”
Maka para padri Siau-lim-si lantas menggotong jenazah
Hian-thong, Kongya Kian pun memondong Ting Pek-jwan dan
beramai-ramai masuk ke dalam rumah dengan cepat.
Saat itu guru A Pik sudah keluar lagi untuk mendesak,
melihat semua orang sudah masuk rumah, segera ia tutup
pintu rapat-rapat dan mestinya akan dipalang sekalian, tapi si
orang bersenjata papan catur tadi telah mencegahnya,
"Toako, pintu ini lebih baik dibiarkan terbuka saja. Dengan
demikian tentu dia akan ragu dan tidak berani sembarangan
menerjang masuk.”
"O, begitukah kiranya? Baiklah, kuturut saranmu!” sahut si
kakek, namun nadanya jelas meragukan hasilnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh Hian-lan dan Kongya Kian tidak habis heran, ilmu
silat si kakek sudah terang sangat tinggi, mengapa
menghadapi musuh yang belum kelihatan sudah sedemikian
gugupnya? Padahal soal pintu itu ditutup atau tidak apa
artinya bagi Sing-siok Lokoay yang mahasakti itu? Mereka
menduga kakek ini dahulu pasti pernah mengalami siksaan
hebat dari Sing-siok Lokoay hingga sekarang ia kapok benarbenar
terhadap iblis itu, makanya begitu mencium bau lantas
ketakutan setengah mati.
Begitulah terdengar si kakek berulang-ulang mendesak
kawannya si tukang kayu, "Lakte, lekas cari jalan, lekas
mencari akal!”
Betapa pun sabarnya Hian-lan, akhirnya menjadi dongkol
juga melihat kelakuan si kakek yang penakut itu. Segera
katanya, "Lotiang (bapak), andaikan Sing-siok Lokoay itu
memang mahajahat dan lihai, kalau kita mau bersatu untuk
melawannya juga belum tentu akan kalah, mengapa mesti...
mesti begitu hati-hati?”
Sebenarnya ia hendak mengatakan "kenapa mesti
ketakutan”, tapi ia khawatir menyinggung perasaan orang
hingga kalimat itu digantinya sebelum terucapkan.
Sementara itu di ruangan situ sudah dinyalakan api lilin, di
bawah cahaya lilin Hian-lan melihat bukan saja si kakek tadi
tampak khawatir bahkan si orang bersenjata papan catur,
kedua susing dan lain-lain juga kelihatan sangat takut.
Padahal tadi telah disaksikannya ilmu silat orang-orang itu
cukup tinggi, apalagi sifat mereka itu semuanya seperti orang
sinting, segala urusan dianggap seperti permainan saja, siapa
duga kini begitu ketakutan dan berubah menjadi pengecut,
sungguh susah untuk dimengerti.
Dalam pada itu si tukang kayu yang diminta mencari akal
itu hanya mengangguk saja, lalu ia keluarkan sebuah meteran,
ia mengukur-ukur di sudut ruangan, lantas geleng-geleng
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepala. Kemudian ia bawa cektay (tatakan lilin) dan menuju ke
belakang. Semua orang lantas mengikut di belakangnya.
Sepanjang jalan tukang kayu itu meneliti kian-kemari dan
ukur sini dan ukur sana, tapi hasilnya selalu geleng-geleng
kepala. Setiba di ruangan dalam, mendadak ia meloncat ke
atas dan mengukur belandar rumah, kembali ia geleng-geleng
kepala pula dan turun kembali serta melanjutkan ke ruangan
lebih belakang lagi.
Setiba di ruangan layon, ia teliti beberapa kali di sekitar peti
mati Sih-sin-ih yang kosong itu lalu geleng-geleng kepala pula
dan berkata, "Sayang, sayang!”
"Bagaimana? Apa tak berguna?” tanya si kakek penabuh
kecapi.
"Ya, tentu akan diketahui Susiok,” sahut si tukang kayu.
"Masih kau panggil dia sebagai... sebagai susiok?” seru si
kakek dengan gusar.
Si tukang kayu hanya menggeleng kepala saja lalu berjalan
pula ke belakang.
"Selain menggeleng kepala, rupanya orang ini tidak becus
apa-apa lagi,” demikian pikir Kongya Kian.
Sepanjang jalan si tukang kayu itu masih terus ukur sini
dan ukur sana sambil menghitung-hitung setiap langkah,
lagaknya persis seorang arsitek, seorang pemborong lagi
merancang bangunan yang akan didirikannya. Dan akhirnya
sampailah di tengah taman di belakang rumah.
Sambil memegang tatakan lilin si tukang kayu merenung
sejenak, tiba-tiba ia mendekati sederetan lumpang batu yang
berjumlah lima buah banyaknya, ia pikir pula sebentar, lalu
taruh tatakan lilin di tanah, jalan ke sisi kiri ke samping
lumpang batu yang kedua, ia raup beberapa tangkup pasir
dan dimasukkan ke dalam lumpang itu, lalu ia angkat sebuah
alu batu bertangkai yang terletak di samping lumpang dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mulai ia menumbuk, maka terdengarlah suara "blang-blung”
yang keras.
Diam-diam Kongya Kian mengurut dada, pikirnya, "Sialan
benar! Dasar orang gila semua, dalam keadaan begini dia
masih bisa iseng main tumbuk padi segala. Kalau yang
ditumbuk memang padi sih dapat dimengerti, tapi dalam
lumpang itu sudah terang cuma pasir belaka, memangnya dia
akan makan pasir? Sungguh sialan!”
Syukurlah ia lihat sang toako, yaitu Ting Pek-jwan,
keadaannya baik-baik saja, meski tak sadarkan diri, tapi
seperti orang tertidur karena mabuk arak dan tiada tanda
bahaya.
Dalam pada itu suara "blang-blung-blang-blung” masih
terdengar terus, sesudah belasan kali si tukang kayu
menumbuk lumpang batu itu, sekonyong-konyong sejauh
belasan meter di pojok taman sebelah timur sana terdengar
mengeluarkan suara keriang-keriut.
Suara keriang-keriut itu sangat perlahan, tapi betapa tajam
telinga Hian-lan dan Kongya Kian sedikit mendengar sesuatu
suara yang mencurigakan, segera pandangan mereka beralih
ke arah sana. Maka tertampaklah dari arah yang bersuara
keriang-keriut itu tumbuh empat batang pohon besar secara
berjajar.
Sedangkan suara "blang-blung” masih terus berbunyi
karena si tukang kayu tiada hentinya menumbuk lumpang
batu itu. Aneh juga, pohon kedua di sebelah timur itu tiba-tiba
bisa bergeser memisahkan diri dengan perlahan.
Selang sejenak pula, kini semua orang dapat melihatnya
dengan jelas bahwa setiap kali alu di tangan si tukang kayu itu
menumbuk lumpang, maka pohon itu lantas bergeser sedikit
ke samping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak si kakek berjidat nonong itu berseru girang,
terus saja ia berlari ke pohon itu, katanya dengan suara
perlahan, "Ya, benar, inilah dia!”
Waktu semua orang ikut mendekat, maka tertampaklah
tempat pohon bergeser itu kelihatan sepotong papan batu
yang besar, di atas papan batu itu terpasang sebuah gelang
besi.
Kejut, kagum, dan malu pula Kongya Kian. Katanya dalam
hati, "Alat rahasia di bawah tanah ini teratur dengan sangat
bagus hingga susah dibayangkan oleh siapa pun juga. Tapi si
tukang kayu berkapak ini dalam waktu singkat saja dapat
menemukan tempat rahasia ini, betapa pintar dan cerdiknya
sungguh tidak di bawah pembuat alat rahasia ini.”
Dan sesudah menumbuk lagi belasan kali, papan besar itu
kelihatan seluruhnya. Segera si kakek aneh memegang gelang
besi itu dan menariknya, tapi tidak bergerak sedikit pun. Selagi
ia hendak menarik lebih kuat lagi, tiba-tiba si tukang kayu
berseru, "Nanti dulu, Toako!”
Mendadak ia lompat ke atas lumpang batu ujung kanan
sana, ia buka celana terus membuang air sambil berseru,
"Ayo, semuanya ke sini, kencinglah beramai-ramai!”
Semula si kakek melengak, tapi segera ia lepaskan gelang
besi itu dan memburu ke tempat kawannya. Seketika si orang
bersenjata papan catur, kedua susing, ditambah si kakek
nonong dan si tukang kayu sendiri beramai-ramai mereka
membuang air kecil ke dalam lumpang batu.
Dalam suasana lain mungkin Kongya Kian dan lain-lain
akan merasa geli atas tingkah laku orang-orang sinting itu.
Tapi hanya sebentar saja semua orang lantas mengendus bau
belerang, bau obat pasang. Lalu terdengar si tukang kayu
berseru, "Cukuplah sudah, tak berbahaya lagi!”
Kalau kawan-kawannya lantas berhenti kencing, hanya si
kakek nonong belum mau sudah, air seninya masih terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mancur bagaikan air leding, bahkan mulutnya ikut mengomel
pula, "Sayang, kembali kurusak sebuah perangkap rahasia
lagi! Eh, Lakte, untung kau keburu mencegah kalau tidak,
wah, tentu sekarang kita sudah menjadi perkedel semua!”
Setelah mencium bau belerang itu, maka Kongya Kian dan
lain-lain merasa ngeri juga. Mereka insaf dalam saat sesingkat
itu mereka telah lolos dari lubang jarum dan nyaris hancur.
Nyata di bawah gelang besi yang ditarik-tarik si kakek itu
tergandeng kabel obat pasang, sekali gelang besi itu terangkat
hingga meledak dinamit yang sudah dipendam di situ, maka
pasti hancur lebur mereka. Untung si tukang kayu sangat
cerdik dan cepat mengajak kawan-kawannya mengencingi
sumbu dinamit itu hingga basah, dengan demikian barulah
mereka terbebas dari bencana.
Kemudian si tukang layu memutar sekuatnya lumpang
ujung kanan itu tiga kali, lalu ia menengadah dan berkomatkamit
entah menghafalkan apa, sesudah berpikir sejenak
segera lumpang itu diputar lagi ke arah yang berlawanan,
maka terdengarlah suara berkeriut perlahan, tahu-tahu papan
batu tadi tertarik masuk ke bawah tanah hingga berwujudlah
sebuah lubang.
Sekali ini si kakek nonong tidak berani sembrono lagi, ia
memberi tanda agar si tukang kayu berjalan di depan.
Namun si tukang kayu diam saja dan tiba-tiba berjongkok
untuk memeriksa lumpang batu pojok kiri. Pada saat lain
sekonyong-konyong dari bawah tanah terdengar suara orang
memaki, "Sing-siok Lokoay, kakek moyangmu ya! Kau
jahanam keparat, haram jadah! Bagus, bagus, akhirnya dapat
kau temukan aku. Baiklah, anggaplah kau memang lihai.
Kejahatanmu sudah kelewat takaran, pada suatu hari pasti
akan kau terima ganjaranmu! Nah, masuklah sini, masuklah
untuk membunuh aku!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suatu itu dikenal betul Hian-lan adalah suara Sih-sin-ih.
Keruan ia sangat girang.
Tapi si kakek nonong tadi lantas berseru, "Gote, akulah
adanya! Kami sudah datang dengan komplet!”
Suara di dalam lubang itu berhenti sejenak lalu berseru,
"He, apa betul di situ Toako adanya?”
"Ya,” sahut si kakek. "Kalau tiada Lakte, masakah kami
mampu membuka kulit kura-kuramu yang keras ini!”
Sekejap kemudian, "siut” mendadak dari bawah tanah
menongol keluar seorang, siapa lagi dia kalau bukan Sih-sinih?
Rupanya ia tidak menduga bahwa selain si kakek nonong
dan kawan-kawannya masih terdapat pula Hian-lan dan
banyak lagi, maka ia kelihatan tercengang.
Buru-buru si kakek nonong berkata, "Sementara ini tidak
sempat buat bicara, ayolah lekas menyusup masuk lagi, bawa
serta Jitmoay dan muridku untuk diberi obat. Apa tempat di
bawah dapat memuat orang sebanyak ini?”
"Eh, Taysu, engkau juga berada di s ini? Beberapa orang ini
apa juga kawan sendiri?” segera Sih-sin-ih menyapa Hian-lan.
Untuk sejenak Hian-lan ragu, tapi akhirnya menjawab juga,
"Ya, semuanya kawan sendiri!”
Sebenarnya pihak Siau-lim-si sudah anggap Hian-pi Taysu
ditewaskan oleh Koh-soh Buyung-si maka orang she Buyung
itu dipandang sebagai musuh terbesar. Tapi sekali ini mereka
telah mohon obat bersama ke tempat Sih-sin-ih ini, sepanjang
jalan Pek-jwan dan Kongya Kian telah memberi penjelasan
bahwa sekali-kali Hian-pi Siansu bukan dibunuh oleh Buyungkongcu,
untuk ini Hian-lan sudah percaya sebagian besar,
apalagi mereka lalu menghadapi musuh bersama dan senasib
seperjuangan, maka sekarang ia pun tidak sangsi lagi untuk
mengaku rombongan Kongya Kian sebagai kawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar jawaban Hian-lan itu, Kongya Kian juga balas
mengangguk kepada padri itu sebagai tanda terima kasih yang
tak terucapkan.
Dalam pada itu Sih-sin-ih telah menyahut pertanyaan si
kakek tadi, "Di bawah sana cukup luas, tiga kali jumlah ini
juga dapat muat, ayolah masuk semua ke bawah. Silakan
Hian-lan Taysu lebih dulu!”
Walaupun begitu katanya, tidak urung ia mendahului
menyusup ke bawah. Ia cukup tahu peraturan Kangouw, di
tempat yang gelap gulita penuh rahasia itu betapa pun orang
tentu merasa sangsi, jika ia sendiri mendahului di depan
barulah akan menghindarkan rasa sangsi orang lain.
Dan sesudah Sih-sin-ih menyusup ke bawah, Hian-lan juga
tidak sungkan-sungkan lagi, segera ia pun menyusul masuk ke
dalam, lalu diikuti yang lain, jenazah Hian-thong juga digotong
masuk.
Waktu Sih-sin-ih putar tombol alat rahasia itu maka papan
batu besar tadi lantas mumbul ke atas hingga tertutup dengan
rapat. Ketika tombol diputar lagi, pohon yang menggeser
minggir tadi lantas kembali juga di atas papan batu.
Di dalam situ adalah sebuah lorong batu, semua orang
harus berjalan dengan setengah berjongkok. Tak lama
kemudian, jalan lorong itu makin naik ke atas, kiranya mereka
berada di dalam sebuah terowongan alam yang panjang.
Setelah berjalan puluhan meter jauhnya, akhirnya mereka
sampai di suatu gua yang amat luas. Di pojok gua tertampak
berkumpul belasan orang, ada tua-muda, laki-perempuan dan
anak-anak. Ketika mendengar suara tindakan orang, maka
orang-orang itu sama menoleh.
"Mereka ini anggota keluargaku,” tutur Sih-sin-ih. "Dalam
keadaan bahaya, tidak sempat untuk diperkenalkan satu per
satu. Nah, Toako, Jiko, ceritakanlah cara bagaimana kalian
bisa sampai di s ini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai seorang tabib ulung, tanpa menunggu jawaban si
kakek nonong ia lantas memeriksa keadaan yang terluka.
Yang pertama diperiksa adalah Hian-thong.
"Taysu ini wafat dengan sempurna, sungguh harus dibuat
girang dan diberi selamat,” katanya kemudian. Dan setelah
memeriksa Ting Pek-jwan ia berkata dengan tersenyum,
"Serbuk bunga Jitmoay kami hanya membuat orang mabuk
saja, sebentar lagi dia akan sadar sendiri dan tak berbahaya.”
Sedangkan luka si wanita cantik dan si pemain sandiwara
adalah luka luar, hal ini bagi Sih-sin-ih sudah tentu dianggap
perkara kecil saja.
Ketika giliran A Pik diperiksa, sekonyong-konyong Sih-sin-ih
berseru, "Hah, Sing-siok... Sing-siok Lokoay benar-benar
sudah datang. Wah... racunnya ini aku tidak sanggup
menyembuhkannya.”
"Wah, lantas bagaimana baiknya? Harap tabib sakti suka
menolongnya sedapat mungkin,” seru Kongya Kian dengan
khawatir.
"Uwaaaahh!” tiba-tiba di sebelah sana si kakek nonong
menangis seperti anak kecil.
"Toako,” kata Ceng-cu, "‘Manusia zaman purba tidak kenal
kegembiraan hidup, dan tidak kenal sedih kalau mati’.
Sekarang muridmu terkena racun Susiok jahanam kita itu, jika
tak bisa disembuhkan, ya, sudahlah, buat apa mesti menangis
segala?” demikian si sastrawan linglung ikut berkata.
"Tapi sudah delapan tahun muridku yang baik ini berpisah
dengan aku dan baru saja kami berjumpa kembali, jika dia
mati tentu saja aku sedih,” demikian sahut si kakek dengan
marah-marah. "O, A Pik, kau tidak boleh mati, seribu kali tidak
boleh mati.”
Ketika Kongya Kian, Pau Put-tong dan lain-lain memandang
A Pik, tertampak air maka anak dara itu bertambah merah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hingga makin cantik menyenangkan. Tapi darah di bawah
kakinya seakan-akan merembes keluar.
"Sih-sin-ih, keracunan apakah adik kami ini?” tanya Kongya
Kian.
Mendadak si sastrawan linglung menyela, "Nona cilik ini
adalah murid Toako kami dan aku terhitung susioknya.
Sedang kau adalah saudara angkat si nona cilik, kalau
diurutkan terang kau lebih rendah satu angkatan daripada
kami. Kata Khonghucu, ‘Sebutan yang tepat harus ditaati’!”
"Pantasnya kau mesti panggil aku sebagai susiok dan juga
tidak boleh memanggil Sih-sin-ih secara sembarangan
melainkan harus menyebut Sih-susiok, tahu?”
Sementara itu Sih-sin-ih duga sudah memeriksa nadi Pau
Put-tong dan Hong Po-ok, sudah diperiksanya pula lidah kedua
orang. Lalu memejamkan mata dan memeras otak. Orang lain
tidak berani mengganggu renungannya dan tiada seorang pun
memedulikan tangisan si kakek dan ocehan si sastrawan
linglung yang sok nabi itu.
Selang tak lama, tiba-tiba Sih-sin-ih menggeleng-geleng
kepala, katanya, "Aneh, aneh sekali! Siapa orang yang melukai
kedua saudara ini?”
"Seorang pemuda berkerudung besi,” tutur Kongya Kian.
"Pemuda? Ah, mustahil masih muda?” kata Sih-sin-ih pula.
"Ilmu silat orang ini meliputi golongan cing dan sia yang
hebat. Lwekangnya tinggi, sedikitnya sudah melatih diri
selama 30 tahun, mana bisa seorang muda?”
"Orang itu pernah menyelundup ke Siau-lim-si dan sama
sekali kami tidak mengetahui, sungguh kami harus merasa
malu,” ujar Hian-lan.
"Ai, memalukan juga, tentang racun yang mengeram di
tubuh kedua saudara ini aku pun tak bisa berbuat apa-apa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sungguh menyesal, gelaran ‘sin-ih’ untuk selanjutnya aku tidak
berani terima lagi,” demikian kata Sih-sin-ih akhirnya.
"Sih-siansing, jika begitu, biarlah kami mohon pamit saja,”
tiba-tiba suara seorang lantang berseru.
Kiranya Ting Pek-jwan adanya. Dia jatuh pingsan karena
ditaburi serbuk bunga si wanita cantik, tapi dasar lwekangnya
teramat tinggi, kini sudah siuman kembali.
"Ya, benar!” segera Pau Put-tong menanggapi sang toako.
"Buat apa main sembunyi di liang ini? Mati-hidup seorang lakilaki
sejati sudah ditakdirkan Ilahi, mana boleh meniru
sebangsa kura-kura dan celurut, selalu mengeram di dalam
liang saja?”
"Huh, besar amat mulut Sicu ini!” jengek Sih-sin-ih.
"Apakah kau tahu siapakah gerangan yang akan datang itu?”
"Sudah tentu kami tahu!” mendadak Po-ok menimbrung.
"Kalian takut kepada Sing-siok Lokoay, tidak nanti aku pun
takut. Percuma saja kalian sebagai jago silat, sekali
mendengar nama Sing-siok Lokoay lantas ketakutan setengah
mati seperti ini!”
Di lain pihak si kakek nonong sedang meraba-raba bahu A
Pik dengan perlahan, katanya sambil menangis, "A Pik! O, A
Pik! Orang yang membunuhmu adalah kau punya susiokco,
Suhu sendiri tidak mampu membalaskan sakit hatimu lagi.”
Mendengar orang-orang sinting itu semuanya menyebut
Sing-siok Lokoay sebagai susiok (paman guru), diam-diam
Kongya Kian sangat heran. Pikirnya, "Sebelum tinggal pergi
harus kuselidiki dulu seluk-beluk orang-orang ini, agar ada
suatu patokan dalam usaha menolong Lakmoay nanti.”
Karena pikiran segera ia bertanya, "Berulang-ulang kalian
menyebut Sing-siok Lokoay sebagai susiok, lalu sebenarnya
kalian ini orang dari aliran mana?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun sudah beberapa tahun mengabdi kepada
Buyung-kongcu dan mengangkat saudara dengan Ting Pekjwan
dan Kongya Kian berempat ditambah pula A Cu, tentang
asal-usul anak dara itu, selama ini tidak pernah ditanyakan.
Maka Hian-lan lantas menyokong, "Ya, benar, apa yang
kulihat dan dengar hari ini banyak sekali yang
membingungkan, memang Lolap ingin minta keterangan
kepada Sih-heng sekalian.”
"Kami berdelapan saudara seperguruan dan berjuluk ‘Yukok-
pat-yu’ (Delapan Sekawan dari Lembah Sunyi),” demikian
Sih-sin-ih mulai menutur. Lalu ia tunjuk si kakek nonong
penabuh kecapi dan berkata, "Dia ini toasuko kami. Aku
sendiri adalah longo (kelima). Cerita tentang kami ini teramat
panjang, rasanya juga tidak perlu diketahui orang luar....”
Baru sekian dia bicara, terdengar suara seorang yang halus
tajam sedang berseru, "Sih Boh-hoa, kenapa kau tidak keluar
menemui aku? Kheng Kong-leng, kenapa kau tidak memetik
kecapi?”
Suara itu halus sekali, tapi sekata demi sekata dapat
didengar dengan jelas oleh semua orang yang berada di
dalam gua, suara itu seakan-akan dapat menyusup melalui
permukaan tanah yang tebal dan tersiar ke dalam telinga
setiap orang melalui terowongan di bawah tanah yang berlikuliku
itu.
Mendengar itu, si kakek nonong berseru kaget sambil
melonjak bangun, serunya, "Itu dia Sing-siok Lokoay!”
Segera Hong Po-ok juga melompat bangun, teriaknya,
"Toako, Jiko, marilah kita keluar untuk menempurnya matimatian!”
"Jangan, jangan!” si kakek mencegah. "Sekali kalian keluar
pasti jiwa kalian akan melayang percuma. Ini sih tidak menjadi
soal, tapi akibatnya tempat rahasia di bawah tanah ini akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketahuan musuh dan jiwa berpuluh orang di sini juga akan
ikut berkorban karena kecerobohanmu ini!”
"Jika suaranya mampu berkumandang sampai di sini,
masakah dia tidak tahu tempat sembunyi kita ini?” ujar Pau
Put-tong. "Kukira, biar kau sembunyi seperti kura-kura
mengkeret juga akhirnya akan diketemukan dia.”
"Dalam waktu sejam dua jam belum tentu ia mampu masuk
ke sini,” ujar si kakek. "Marilah lebih baik kita merundingkan
suatu cara yang untuk menyelamatkan diri.”
Orang yang membawa kapak dan berdandan sebagai ahli
pertukangan itu sejak masuk dalam gua itu hanya diam saja,
kini tiba-tiba menceletuk, "Meski kepandaian Susiok sangat
tinggi, tapi untuk bisa memecahkan rahasia gua di bawah
tanah ini paling sedikit diperlukan dua jam lamanya. Dan
untuk mendapatkan cara agar bisa menyerbu masuk kemari,
paling sedikit diperlukan pula dua jam lagi.”
"Jika begitu, jadi kita ada tempo untuk berunding selama
empat jam, begitu bukan?” kata si kakek.
"Empat setengah jam,” sahut si tukang kayu.
"Lho, dari mana lagi datangnya setengah jam itu?” tanya si
kakek.
"Dalam waktu empat jam ini, aku dapat mengatur tiga
perangkap rahasia untuk merintangi serbuannya selama
setengah jam,” sahut si tukang.
"Ehm, bagus!” kata si kakek. "Hian-lan Taysu, sebentar
kalau berhadapan dengan iblis besar itu kami sudah terang
sukar lolos dari tangannya. Tapi kalian adalah orang luar,
begitu ketemu tentu iblis itu mencurahkan perhatiannya untuk
menghadapi kami, dan kalian menjadi ada kesempatan untuk
melarikan diri. Hendaklah kalian jangan sok kesatria dan
menantang dia. Perlu diketahui bahwa selama ini barang siapa
mampu lolos di bawah tangan Sing-siok Lokoay dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selamat, maka orang itu terhitung seorang kesatria gagah
perkasa.”
"Ai, baunya, bacin benar bau ini,” mendadak Pau Put-tong
berteriak.
Semua orang melengak, segera mereka mengendus-endus
dengan hidung, tapi tak tercium sesuatu bau apa-apa, maka
dengan wajah penuh tanda tanya semua orang berpaling
kepada Pau Put-tong.
"Bukan gas racun, tapi orang ini baru saja kentut, wah,
baunya tak tahan,” kata Pau Put-tong sambil menuding si
kakek nonong dan tangan yang lain tetap mendekap hidung.
Tadi hanya sekali gebrak saja Pau Put-tong kena dibekuk
orang tua itu, maka sampai sekarang ia masih penasaran.
Dasar jiwanya memang gagah berani, tidak takut langit, tidak
gentar bumi, biar tahu kepandaian sendiri bukan tandingan
lawan juga tidak mau menyerah, maka ia masih terus mencaci
maki.
Orang yang bersenjata papan catur melotot sekali pada Pau
Put-tong, lalu mengejek, "Huh, untuk lolos dari tangan
Toasuheng kami saja kau tidak mampu, apalagi ilmu silat
susiok kami itu berpuluh kali lebih lihai daripada Toasuheng.
Nah, katakanlah, siapakah sebenarnya yang kentut?”
Diam-diam Ting Pek-jwan berpikir, "Apa yang dikatakan
orang-orang ini cukup beralasan juga. Kalau Pau-samte cekcok
terus dengan mereka hanya akan membuang waktu saja.”
Maka ia lantas buka suara, "Tentang asal-usul kalian sama
sekali kami tidak tahu, tadi telah terjadi salah paham hingga
salah melukai nyonya ini, sungguh aku sangat menyesal dan
sukalah dimaafkan. Jika sekarang kita harus bersatu untuk
melawan musuh, maka kita terhitung orang sendiri. Sebentar
bila musuh tiba, meski anak buah Koh-soh Buyung tidak becus
juga tidak nanti melarikan diri. Dan kalau betul kita tak dapat
melawan musuh, biarlah kita gugur bersama saja di sini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hui-keng, Hui-si.” demikian Hian-lan lantas memberi pesan
kepada dua padri Siau-lim-si, "Ginkang kalian lebih tinggi,
sebentar kalian harus mencari kesempatan untuk meloloskan
diri dari pulang ke biara untuk memberi lapor kepada
Hongtiang Supek. Celakalah kalau kita ditumpas habis oleh
musuh hingga berita kematian kita tak diketahui para kawan.”
"Kami akan melaksanakan titah Supek dengan baik,” sahut
Hui-keng dan Hui-si sambil memberi hormat.
Mendengar ucapan Ting Pek-jwan dan Hian-lan itu tahulah
Sih-sin-ih bahwa mereka sudah bertekad akan gugur bersama
dengan orang banyak untuk menghadapi musuh. Sebabnya
Hui-keng dan Hui-si disuruh mencari kesempatan untuk
meloloskan diri tentu agar supaya Siau-lim-si mengetahui
siapakah musuh mereka dan kelak dapat menuntut balas.
Si kakek nonong tampak termangu-mangu sejenak, tibatiba
ia bertepuk tangan sambil tertawa, katanya, "Memangnya
semua orang akan mati, A Pik yang keracunan ini paling-paling
juga mati saja kenapa aku mesti berduka segala? Ai, ada
orang bilang aku Kheng Kong-leng adalah orang tolol, untuk
mana aku tidak dapat terima. Tapi tampaknya sekarang aku
memang tolol, andaikan bukan s i tolol besar tentu juga si tolol
kecil.”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 51
"Memangnya siapa bilang kau pintar?” timbrung Pau Puttong.
"Kau memang orang tolol mahabesar, seorang goblok
tulen!”
"Kan tidak lebih tolol daripadamu,” sahut si kakek yang
bernama Kheng Kong-leng itu dengan marah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentu saja lebih tolol, kau lebih tolol sepuluh kali
daripadaku,” sahut Put-tong.
"Kau lebih tolol seratus kali daripadaku!” teriak si kakek
dengan ganas.
"Dan kau lebih tolol seribu kali daripadaku!” Put-tong juga
ngotot.
"Sudahlah, sudahlah! Buat apa kalian ribut urusan yang tak
berguna,” sela si Tabib Sakti Sih Boh-hoa. "Bahwasanya bila
nanti Hui-keng dan Hui-si kedua Taysu pulang lapor ke Siaulim-
si dan kalian ditanya Hongtiang Taysu, mungkin kalian tak
bisa memberi keterangan yang jelas, maka biarlah kuceritakan
sedikit.”
"Sebenarnya urusan ini adalah rahasia perguruan kami dan
tidak perlu diketahui orang luar, tapi demi untuk membasmi
racun dunia persilatan yang terkutuk ini, bila padri sakti Siaulim-
si tidak ikut dalam usaha ini tentu akan sukar
dilaksanakan. Sekarang akan kuceritakan seluk-beluk urusan
kami ini, cuma diharap dengan hormat agar kalian jangan lagi
membocorkan hal ini kepada orang luar selain memberi
laporan kepada Hongtiang kalian saja.”
Berbareng Hui-keng dan Hui-si mengiakan dan berjanji
takkan menyiarkan rahasia cerita itu.
Lalu Sih Boh-hoa berkata kepada Kheng Kong-leng,
"Toasuko, tentang urusan kita dahulu akan Siaute ceritakan,
lho!
"Aneh,” sahut Kheng Kong-leng tanpa pikir, "mulutmu
tumbuh di kepalamu, mau katakan boleh kau bicara, kenapa
mesti tanya padaku?”
Lalu Sih-sin-ih berkata, "Hian-lan Taysu dan Ting-heng
sekalian, adapun guru kami namanya di dunia persilatan
terkenal sebagai Cong-pian Siansing....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah, Cong-pian Siansing?” berbareng Hian-lan, Pek-jwan
dan lain-lain tercengang dan menegas bersama.
Seperti pernah diceritakan, Cong-pian Siansing adalah sama
dengan Liong-ah Lojin. Tokoh ini tuli dan bisu, tapi justru
memakai alias "Cong-pian Siansing” atau tajam telinga dan
tangkas mulut.
Setiap orang Kangouw mengetahui bahwa semua anak
muridnya juga dibikin cacat pula, yaitu ditulikan dan dibisukan.
Tapi kini Kheng Kong-leng berdelapan semuanya pandai bicara
dan pintar mendengar, sudah tentu hal ini mengherankan jika
mereka mengaku sebagai anak murid Liong-ah Lojin.
Dalam pada itu Sih-sin-ih telah melanjutkan ceritanya,
"Tentang anak murid perguruan kami semua tuli dan bisu, hal
ini adalah kejadian 30 tahun paling akhir ini, dahulu Suhu kami
bukan orang tuli, lebih-lebih bukan orang bisu. Beliau hanya
dipaksa menjadi tuli dan bisu oleh sutenya sendiri, yaitu Singsiok
Lokoay Ting Jun-jiu.”
Hian-lan dan lain-lain kembali bersuara heran.
Namun Sih Boh-hoa menyambung terus, "Cosuya (kakek
guru) seluruhnya cuma menerima dua orang murid, murid
pertama she So bernama Sing-ho, yaitu guru kami. Murid
kedua adalah Ting Jun-jiu yang sekarang terkenal sebagai
Sing-siok Lokoay. Semula ilmu silat mereka berdua setingkat,
tapi akhirnya menjadi selisih jauh.”
"Hehe, tak usah diterangkan juga orang akan tahu pasti
susiokmu menjadi jauh lebih lihai daripada gurumu,” tiba-tiba
Put-tong menyela.
"Bukan begitu soalnya,” kata Boh-hoa. "Sebab Cosuya kami
adalah seorang genius, beliau memahami segala ilmu
pengetahuan di jagat ini....”
"Ai, ai, masa iya?” Put-tong mengacau pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Sih-sin-ih tak menggubrisnya, ia tahu orang itu
memang sok membantah setiap pendapat orang lain. Maka ia
tetap melanjutkan ceritanya, "Semula guruku dan Susiok
sama-sama mempelajari ilmu silat, tapi kemudian guruku
berubah minat dan mempelajari ilmu seni budaya pada
Cosuya....”
"Hahaha, kiranya caramu memetik kecapi setan itu
diperoleh dari situ,” Put-tong menyela pula, ia maksudkan
Kheng Kong-leng.
"Dan kalau Suhu kami melulu mempelajari sejenis ilmu
saja, misalnya petik kecapi, tentulah takkan beralangan,”
demikian Sih-sin-ih menyambung, "tapi apa yang dimiliki
Cosuya itu sungguh terlalu banyak, terlalu luas, baik seni
musik, seni catur, seni tulis, seni ukir, seni bunga, pertabiban,
ilmu nujum, perbintangan dan macam-macam lagi, pendek
kata beliau serbabisa serta pintar.
"Semula guruku hanya mempelajari seni musik saja, tapi
kemudian belajar seni catur pula, lalu belajar seni tulis dan
seni lukis juga. Coba kalian pikir, setiap ilmu pengetahuan itu
sudah barang tentu memakan waktu yang cukup lama.
Sebaliknya Ting Jun-jiu itu mula-mula juga pura-pura ikut
belajar, tapi lama-kelamaan ia bilang bakatnya terlalu bodoh,
susah mempelajari ilmu pengetahuan sebanyak itu, maka
yang dipelajarinya benar-benar hanya khusus ilmu silat saja.
Dengan begitu, setelah setahun dua tahun dan sepuluh tahun,
dengan sendirinya ilmu silat mereka berdua saudara
seperguruan menjadi kelihatan berbeda secara mencolok.”
"Ya, melulu semacam ilmu pengetahuan saja sudah makan
tenaga dan pikiran setiap orang yang mempelajarinya, tapi
Cong-pian Siansing ternyata mahir dan begitu luas
pengetahuannya, hal ini benar-benar luar biasa,” demikian
kata Hian-lan. "Dan kalau Ting Jun-jiu itu mencurahkan
pikirannya dalam satu ilmu khusus saja hingga ilmu silatnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih tinggi dari sang suheng, hal ini pun bukan sesuatu yang
mengherankan.”
"He, Longo, masih ada yang lebih penting, mengapa tidak
kau ceritakan? Ayo, lekas ceritakan, lekas!” demikian Kheng
Kong-leng berseru.
Maka Sih-sin-ih menurut pula, "Bahwasanya Ting Jun-jiu itu
tekun belajar ilmu silat saja, hal ini boleh dikata ada baiknya
juga. Cuma... cuma... ai, urusan ini kalau diceritakan sungguh
agak memalukan nama baik guru kami. Pendek kata Ting Junjiu
telah menggunakan macam-macam cara licik hingga dapat
meyakinkan pula beberapa macam ilmu sesat yang lihai dan
akhirnya Cosuya kami diserang olehnya hingga terluka parah.
"Maksudnya sebenarnya hendak membunuh Cosuya, tapi
apa pun juga Cosuya adalah seorang kosen yang serbalihai,
biarpun dalam keadaan tak terduga dan mendadak diserang,
namun untuk mengarah jiwanya juga tidak gampang.
"Maka sesudah terluka parah, sekuat mungkin Cosuya
bertahan, syukur Suhu kami juga keburu datang menolong.
Tapi sebelumnya Ting Jun-jiu juga sudah mengatur
rencananya dengan rapi, apa lagi ilmu silat guruku memang
kalah kuat, maka setelah terjadi pertarungan sengit akhirnya
guruku juga terluka parah, sedangkan Cosuya tergelincir ke
dalam jurang dan tak diketahui mati-hidupnya.
"Sebabnya ilmu silat guruku kalah daripada Ting Jun-jiu
adalah disebabkan perhatiannya terpencar untuk mempelajari
ilmu pengetahuan lain, tapi ilmu pengetahuan yang lain tidak
berarti tiada manfaatnya, tatkala terancam bahaya itulah
guruku telah keluarkan ilmu pengetahuannya yang luas itu,
beliau mengatur jalan ‘Ngo-heng-pat-kwa’ (Lima Unsur dan
Delapan Segi) yang aneh dan sudah dipecahkan itu untuk
mengacaukan pikiran Ting Jun-jiu dan akhirnya dapat
menyelamatkan diri. Tapi Ting Jun-jiu telah mengancam,
asalkan sejak itu guruku tidak membuka suara maka untuk
selanjutnya beliau takkan diutik-utik.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tatkala itu dalam perguruan terdapat kami berdelapan,
Suhu lantas menulis pernyataan dan kami dibubarkan serta
tak diakui sebagai muridnya lagi. Sejak itu Suhu benar-benar
berlagak tuli dan bisu, tidak bicara dan tidak mau mendengar,
waktu menerima murid pula semuanya juga dibikin tuli dan
bisu hingga terkenal sebagai ‘Liong-ah-bun’ di kalangan
Kangouw.
"Menurut hematku boleh jadi Suhu menyesal karena terlalu
banyak belajar ilmu pengetahuan lain hingga ilmu silatnya
telantar dan dikalahkan Ting Jun-jiu, maka sesudah berlagak
tuli dan bisu, beliau tidak mempelajari ilmu pengetahuan lain
lagi.
"Tentang kami berdelapan saudara, selain kami belajar silat
kepada Suhu, kami masing-masing mempelajari pula sejenis
pengetahuan yang lain, hal ini terjadi sebelum Ting Jun-jiu
mendurhakai Cosuya dan Suhu kami belum menyadari tentang
bahayanya mempelajari ilmu lain sehingga pemusatan pikiran
terpencar, maka beliau tidak melarang, bahkan menganjurkan
dan memberi pujian pada kami. Adapun kepandaian lain yang
dipelajari Kheng-toasuheng adalah memetik kecapi dan....”
Ia menunjuk orang yang bersenjata papan catur itu, "Dan
Hoan Pek-ling Hoan-jisuheng, mempelajari seni catur, selama
ini beliau belum menemukan tandingan. Hoan-jisuheng boleh
dikatakan adalah juara catur pada zaman ini.”
"Pantas makanya kau gunakan papan catur sebagai
senjata,” tukas Pau Put-tong sambil memandang Hoan Pekling.
"Cuma papan caturmu terbuat dari besi sembrani untuk
dipakai menyedot senjata musuh, hal ini terus agak licik dan
bukan perbuatan seorang kesatria sejati.”
"Ilmu main catur memang baik dilakukan serangmenyerang
secara terang-terangan, tapi soal mengatur siasat
dan tipu untuk menjebak musuh kan juga tidak dilarang,
demikian pula halnya dengan papan caturku ini,” sahut Hoan
Pek-ling.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya maksud tujuan Hoan-jisuko menggunakan
papan catur besi sembrani ialah untuk mempelajari ilmu
permainan catur setiap saat, baik waktu makan, tatkala
berjalan atau pada saat duduk termenung, bila mendadak ia
mendapat ilham atau tiba-tiba ingat sesuatu langkah caturnya
yang bagus, maka segera papan catur itu lantas digunakan.
"Buah caturnya terbuat dari besi, bila ditaruh di atas papan
catur besi sembrani itu akan terkantil, dengan demikian Jisuko
dapat menyelami ilmu permainan caturnya di mana dan
bilamana pun dia berada,” demikian Sih-sin-ih menerangkan.
"Dan Samsuko kami itu she Koh bernama thok (baca), sesuai
dengan namanya itu, maka beliau sangat suka membaca, tak
peduli kitab apa pun pasti dibacanya, beliau adalah seorang
cendekia yang sangat luas pengetahuannya. Hal ini mungkin
kalian sudah menyaksikan tadi.”
"Ah, cendekia apa? Lebih mirip badut!” demikian Put-tong
berolok-olok.
"Apa? Badut? Memangnya kau sendiri kesatria?” balas si
sastrawan linglung alias Kou Thok itu.
Sih-sin-ih tahu watak kedua orang itu, jika mereka
dibiarkan berdebat, mungkin tiga hari tiga malam pun takkan
habis-habis. Maka cepat ia potong pembicaraan mereka dan
memperkenalkan si sastrawan bersenjata boan-koan-pit itu,
"Dan ini adalah sisuko kami, beliau mahir melukis, baik lukisan
pemandangan alam, binatang atau tumbuh-tumbuhan,
semuanya dapat dilukisnya dengan hidup. Dia she Go,
sebelum masuk perguruan kami pernah menjadi komandan
tentara dalam Kerajaan Song. Sebab itulah orang suka
memanggilnya Komandan Go.”
"Komandan tentara yang selalu kalah perang, apa
gunanya?” demikian Pau Put-tong berolok-olok lagi.
Tapi sekali ini tiada orang menggubris padanya. Maka Sihsin-
ih melanjutkan ceritanya, "Adapun aku sendiri adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nomor lima, yang kupelajari adalah ilmu tabib, syukurlah
selama ini namaku tidak terlalu jelek di kalangan Kangouw dan
tidak s ia-siakan ajaran guruku.”
"Ya, kalau cuma batuk pilek sih dapat disembuhkan, tapi
bila menghadapi penyakit seperti aku ini lantas tak bisa
berbuat apa-apa, ini namanya penyakit besar tak mampu
mengobati, penyakit kecil tidak sampai mati. Hehe, gelaran
Sih-sin-ih memang tidak bernama kosong!” demikian lagi-lagi
Pau Put-tong mengejek.
Kheng Kong-leng menjadi geregetan, ia melirik gemas
kepada Put-tong dan menjengek, "Sifat saudara ini benarbenar
aneh bin luar biasa, sungguh tidak sama dengan orang
lain!”
"Haha, memangnya aku she Pau (tanggung) dan bernama
put-tong (tidak sama), dan dengan sendirinya tanggung tidak
sama dengan orang lain,” sahut Put-tong dengan tertawa.
"Hahahaha,” Kheng Kong-leng terbahak-bahak. "Kau benarbenar
she Pau dan bernama put-tong?”
"Sudah tentu benar, masakan palsu? Kalau palsu uang
kembali!” sahut Put-tong, "dan si abang yang pandai
membongkar alat rahasia ini apa barangkali murid keturunan
Loh Pan?”
Loh Pan adalah seorang arsitek, seorang pencipta di Zaman
Ciankok.
Maka Sih-sin-ih menjawab, "Ya, benar, Laksite bernama
Thio A Sam, asalnya memang tukang kayu. Sebelum masuk
perguruan kami dia sudah terkenal sebagai seorang ahli
pertukangan, setelah belajar lagi pada guru kami,
kepandaiannya makin tambah hebat. Dan Jitsumoay she Ciok,
dia paling suka pada bunga, segala jenis tumbuh-tumbuhan
bunga di dunia ini pasti ditanamnya dan dirawat dengan baik.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Obat yang menjatuhkan aku yang digunakan nona Ciok
tadi tentulah serbuk bunga dan bukan racun,” ujar Ting Pekjwan.
Wanita cantik she Ciok itu, nama gadisnya adalah Jing-loh,
dengan tersenyum ia menyahut, "Ya, tadi banyak membikin
susah padamu, harap maaf.”
"Cayhe juga berlaku kasar, harap nona jangan dendam,”
sahut Pek-jwan.
Akhirnya Sih-sin-ih menunjuk si pemain sandiwara pula,
katanya, "Dan Patsute ini bernama Li Gui-lui (Si Wayang
Golek), sesuai dengan namanya, selama hidup ia suka jadi
dalang dan membawakan lakon tingkah laku angin-anginan
sehingga dalam hal ilmu silat menjadi agak telantar.”
"Oo, aku Li Si-bin adanya, aku tidak suka kerajaan tapi
lebih suka main sandiwara, aha, puas sekali hatiku,” demikian
seniman sinting itu menembang lagi.
Sih-sin-ih menutur lebih lanjut, "Meski kami berdelapan
telah dibubarkan dari perguruan, tapi kami tidak pernah
melupakan budi kebaikan Suhu, kami memberi nama sendiri
sebagai ‘Yu-kok-pat-yu’ sebagai kenangan tatkala kami belajar
pada guru kami yang baik hati di lembah sunyi itu. Bagi orang
lalu mungkin akan menyangka kami cuma delapan sekawan
yang wataknya cocok satu cuma lain, tapi tidak tahu kami
sebenarnya adalah saudara seperguruan.
"Untuk menjaga kemungkinan datangnya Sing-siok Lokoay
dan kami akan dihancurkan sekaligus, maka setiap lima tahun
kami mengadakan pertemuan satu kali di sini, biasanya kami
terpencar tiada tempat tinggal tertentu. Sebab itulah
bahwasanya nona A Pik adalah murid Toasuheng hal ini sama
sekali tak diketahui oleh kami, kalau tahu tentu takkan terjadi
salah paham seperti tadi.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar cerita tentang asal-usul kedelapan orang aneh
itu, barulah rasa waswas Hian-lan dan lain-lain lenyap
sebagian besar.
Lalu Kongya Kian bertanya pula, "Sebabnya Sih-siansing
pura-pura meninggal dan menaruh racun dalam peti mati,
apakah khusus dipasang untuk menghadapi Sing-siok Lokoay?
Dan dari mana Sih-siansing tahu iblis itu akan datang ke sini?”
"Kejadian itu kalau diceritakan memang sangat aneh,”
sahut Sih-sin-ih. "Dua hari yang lalu ketika aku duduk iseng
dalam rumah, tiba-tiba datang empat orang penumpang kuda
minta obat padaku. Soal memberi obat dan menolong orang
sakit memang menjadi kewajibanku sebagai tabib dan sangat
umum. Yang aneh adalah si penderita sakit. Satu di antaranya
adalah seorang hwesio gemuk buntek, tulang iga depan dan
belakang patah semua, badannya yang besar bulat itu hampirhampir
menjadi gepeng, jadi mirip habis dipres, ditempa dan
digencet dalam suatu benda keras.”
"Memangnya siapa bilang kau pintar?" timbrung Pau Puttong,
"Kamu memang orang tolol maha besar, seorang goblok
tulen!"
"Kan tidak lebih tolol dari padamu," sahut sikakek yang
bernama Kheng Kong-leng itu dengan marah.
"Tentu saja lebih tolol, kamu lebih tolol sepuluh kali dari
padaku," sahut Put-tong.
"Kamu lebih tolol seratus kali dari padaku!" teriak sikakek
dengan gemas.
"Dan kamu lebih tolol seribu kali dari padaku!" Put-tong
juga ngotot.
"Sudahlah, sudahlah! Buat apa kalian ribut urusan yang tak
berguna," sela sitabib sakti Sih Boh-hoa, "Bahwasanya bila
nanti Hui-keng dan Hui-si kedua Taisu pulang lapor ke Siaulim-
si, dan kalian ditanya Hongtiang Taisu, mungkin kalian tak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa memberi keterangan yang jelas, maka biarlah kuceritakan
sedikit.
Sebenarnya urusan ini adalah rahasia perguruan kami dan
tidak perlu diketahui orang luar, tapi demi untuk membasmi
racun dunia persilatan yang terkutuk ini, bila para padri sakti
Siau-lim-si tidak ikut dalam usaha ini tentu akan sukar
dilaksanakan, Sekarang akan kuceritakan seluk-beluk urusan
kami ini, cuma diharap dengan hormat agar kalian jangan lagi
membocorkan hal ini kepada orang luar selain memberi
laporan kepada Hongtiang kalian saja."
Berbareng Hui-keng dan Hui-si mengiakan dan berjanji
takkan menyiarkan rahasia cerita itu.
Lalu Sih Boh-hoa berkata kepada Kheng Kong-leng,
"Toasuko, tentang urusan kita dahulu akan Siaute ceritakan,
lho!"
"Aneh," sahut Kheng Kong-leng tanpa pikir, "Mulutmu
tumbuh dikepalamu, mau katakan boleh kau bicarakan,
kenapa mesti tanya padaku?"
Lalu Sih-sin-ih berkata, "Hian-lan Taisu dan Ting-heng
sekalian, adapun guru kami namanya didunia persilatan
terkenal sebagai Cong-pian Sian-sing....."
"Hah, Cong-pian Siansing?" berbareng Hian-lan, Pek-jwan
dan lain-lain tercengang dan menegas bersama.
Seperti pernah diceritakan Cong-pian Sian-sing adalah
sama dengan Liong-ah Lojin, Tokoh ini tuli dan bisu, tapi
justru memakai alias 'Cong-pian Sian-sing' atau tajam telinga
dan tangkas mulut.
Setiap orang kangouw mengetahui bahwa semua anak
muridnya juga dibikin cacat pula, yaitu ditulikan dan dibisukan,
Tapi kini Kheng Kong-leng berdelapan semuanya pandai bicara
dan pintar mendengar, sudah tentu hal ini mengherankan jika
mereka mengaku sebagai anak murid Liong-ah Lojin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu Sih-sin-ih telah melanjutkan ceritanya,
"Tentang anak murid perguruan kami semua tuli dan bisu, hal
ini adalah kejadian tigapuluh tahun paling akhir ini, dahulu
Suhu kami bukan orang tuli, lebih-lebih bukan orang bisu,
Beliau hanya dipaksa menjadi tuli dan bisu oleh Sutenya
sendiri, yaitu Sing-siok Lokoai Ting Jun-jiu."
Hian-lan dan lain-lain kembali bersuara heran. Namun Sih
Boh-hoa menyambung terus;
"Cosuya (kakek guru) kami seluruhnya cuma menerima dua
orang murid, murid pertama she So bernama Sing-ho, yaitu
guru kami, Murid kedua adalah Ting Jun-jiu yang sekarang
terkenal sebagai Sing-siok Lokoai, Semula ilmu silat mereka
berdua setingkat, tapi akhirnya menjadi selisih jauh."
"Hehe, tak usah diterangkan juga orang akan tahu pasti
Susiokmu menjadi jauh lebih lihai daripada gurumu," tiba-tiba
Put-tong menyela.
"Bukan begitu soalnya," kata Boh-hoa, "Sebab Cosuya kami
adalah seorang jenius, beliau memahami segala ilmu
pengetahuan di jagat ini......"
"Ai, ai, masa iya?" Put-tong mengacau pula.
Tapi Sih-sin-ih tak menggubrisnya, ia tahu orang itu
memang sok membantah setiap pendapat orang lain, Maka ia
tetap melanjutkan ceritanya.
"Semula guruku dan Susiok sama-sama mempelajari ilmu
silat, tapi kemudian guruku berubah minatnya dan
mempelajari ilmu seni budaya pada Cosuya....."
"Hahaha, kiranya caramu memetik kecapi setan itu
diperoleh dari situ," Put-tong menyela pula, ia maksudkan
Kheng Kong-leng.
"Dan kalau Suhu kami melulu mempelajari sejenis ilmu
saja, misalnya memetik kecapi, tentulah takkan berhalangan,"
demikian Sih-sin-ih menyambung, "tapi apa yang dimiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cosuya itu sungguh terlalu banyak, terlalu luas, baik seni
musik, seni catur, seni tulis, seni lukis, seni ukir, seni bunga,
pertabiban, ilmu nujum, perbintangan dan macam-macam
lagi, pendek kata beliau serba bisa, serta pintar."
"Semula guruku hanya mempelajari seni musik saja, tapi
kemudian belajar seni catur pula, lalu belajar seni tulis dan
seni lukis juga, Coba kalian pikir, setiap ilmu pengetahuan itu
sudah barang tentu memakan waktu yang cukup lama,
Sebaliknya Ting Jun-jiu itu mula-mula juga pura-pura ikut
belajar, tapi lama kelamaan ia bilang bakatnya terlalu bodoh,
susah mempelajari ilmu pengetahuan sebanyak itu, maka
yang dipelajari benar-benar hanya khusus ilmu silat saja,
Dengan begitu, setelah setahun dua tahun dan sepuluh tahun,
dengan sendirinya ilmu silat mereka berdua saudara
seperguruan menjadi kelihatan berbeda secara menyolok."
"Ya, melulu semacam ilmu pengetahuan saja sudah makan
tenaga dan pikiran setiap orang yang mempelajarinya, tapi
Cong-pian Siansing ternyata mahir dan begitu luas
pengetahuannya, hal ini benar-benar luar biasa," demikian
kata Hian-lan, "Dan kalau Ting Jun-jiu itu mencurahkan
pikirannya dalam satu ilmu khusus saja hingga ilmu silatnya
lebih tinggi dari sang Suheng, hal ini pun bukan sesuatu yang
mengherankan."
"He, Lo-ngo, masih ada yang lebih penting, mengapa tidak
kau ceritakan? Ayo, lekas ceritakan lekas!" demikian Kheng
Kong-leng berseru.
Maka Sih-sin-ih menurut pula, "Bahwasanya Ting Jun-jiu itu
tekun belajar ilmu silat saja, hal ini boleh dikata ada baiknya
juga, Cuma....cuma... ai, urusan ini kalau diceritakan sungguh
agak memalukan nama baik guru kami, Pendek kata Ting Junjiu
telah menggunakan macam-macam cara licik hingga dapat
meyakinkan pula beberapa macam ilmu sesat yang lihai dan
akhirnya mendadak Cosuya kami diserang olehnya hingga
terluka parah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maksudnya sebenarnya hendak membunuh Cosuya, tapi
apa pun juga Cosuya adalah seorang kosen yang serba lihai,
biarpun dalam keadaan tak terduga dan mendadak diserang,
namun untuk mengarah jiwanya juga tidak gampang.Maka
sesudah terluka parah, sekuat mungkin Cosuya bertahan,
syukur Suhu kami juga keburu datang menolong, Tapi
sebelumnya Ting Jun-jiu juga sudah mengatur rencananya
dengan rapi, apa lagi ilmu silat guruku memang kalah kuat,
maka setelah terjadi pertarungan sengit akhirnya guruku juga
terluka parah, sedangkan Cosuya tergelincir kedalam jurang
dan tak diketahui mati-hidupnya."
"Sebabnya ilmu silat guruku kalah dari pada Ting Jun-jiu
adalah disebabkan perhatiannya terpencar untuk mempelajari
ilmu pengetahuan yang lain, tapi ilmu pengetahuan yang lain
tidak berarti tiada manfaatnya, tatkala terancam bahaya itulah
guruku telah keluarkan ilmu pengetahuannya yang luas itu,
beliau mengatur jalan 'Ngo-heng-pat-kwa'(lima unsur dan
delapan segi) yang aneh dan susah dipecahkan itu untuk
mengacaukan pikiran Ting Jun-jiu dan akhirnya dapat
menyelamatkan diri, Tapi Ting Jun-jiu telah mengancam,
asalkan sejak itu guruku tidak membuka suara, maka untuk
selanjutnya beliau takkan diutik-utik."
"Tatkala itu dalam perguruan terdapat kami berdelapan,
Suhu lantas menulis pernyataan dan kami dibubarkan serta
tak diakui sebagai muridnya lagi, Sejak itu Suhu benar-benar
berlagak tuli dan bisu, tidak bicara dan tidak mau mendengar,
waktu menerima murid pula semuanya juga dibikin tuli dan
bisu hingga terkenal sebagai 'Liong-oh-bun' dikalangan
kangouw.Menurut hematku, boleh jadi Suhu menyesal karena
beliau terlalu banyak belajar ilmu pengetahuan lain hingga
ilmu silatnya terlantar dan dikalahkan Ting Jun-jiu, maka
sesudah berlagak tuli dan bisu, beliau tidak mempelajari ilmu
pengetahuan lain lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentang kami berdelapan saudara, selain kami belajar silat
kepada Suhu, kami masing-masing mempelajari pula sejenis
pengetahuan yang lain, hal ini terjadi sebelum Ting Jun-jiu
mendurhakai Cosuya dan Suhu kami belum menyadari tentang
bahayanya mempelajari ilmu lain sehingga pemusatan
pikirannya terpencar, maka beliau tidak melarang, bahkan
menganjurkan dan memberi pujian pada kami, Adapun
kepandaian lain yang dipelajari Kheng-toasuheng adalah
memetik kecapi dan..." Ia menunjuk orang yang bersenjata
papan catur itu, "Dan Hoan Pek-ling, Hoan-jisuheng
mempelajari seni catur, selama ini beliau belum menemukan
tandingan, Hoan-jisuheng boleh dikatakan adalah juara catur
pada jaman ini."
"Pantas, makanya kau gunakan papan catur sebagai
senjata," tukas Pau Put-tong sambil memandang Hoan Pekliong,
"Cuma papan caturmu itu terbuat dari besi sembrani
untuk dipakai menyedot senjata musuh, hal ini terasa agak
licik dan bukan perbuatan seorang ksatria sejati."
"Ilmu main catur memang baik dilakukan serang
menyerang secara terang-terangan, tapi soal mengatur siasat
dan tipu untuk menjebak musuh kan juga tidak dilarang,
demikian pula halnya dengan papan caturku ini." sahut Hoan
Pek-ling.
"Sebenarnya maksud tujuan Hoan-jisuko menggunakan
papan catur besi sembrani ialah untuk mempelajari ilmu
permainan catur setiap saat baik waktu makan, tatkala
berjalan atau pada saat duduk termenung, Bila mendadak ia
mendapat ilham atau tiba-tiba ingat sesuatu langkah caturnya
yang bagus, maka segera papan catur itu lantas digunakan.'
"Buah caturnya terbuat dari besi, bila ditaruh diatas papan
catur besi sembrani itu akan terus kantil, dengan demikian
Jisuko dapat menyelami ilmu permainan caturnya dimana dan
bilamana pun dia berada," demikian Sih-sin-ih menerangkan.
"Dan Samsuko kami itu she Kou bernama Thok (baca), sesuai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan namanya itu, maka beliau sangat suka membaca, tak
peduli kitab apa pun pasti dibacanya, beliau adalah seorang
cendikia yang sangat luas pengetahuannya, Hal ini mungkin
kalian sudah menyaksikan tadi."
"Ah, cendikia apa? Lebih mirip badut!" demikian Put-tong
berolok-olok.
"Apa? Badut? Memangnya kamu sendiri kesatria?" balas si
sastrawan linglung alias Kou Thok itu.
Sih-sin-ih tahu watak kedua orang itu, jika mereka
dibiarkan berdebat, mungkin tiga hari tiga malam pun takkan
habis-habisnya, Maka cepat ia potong pembicaraan mereka
dan memperkenalkan si sastrawan bersenjata Boan-koan-pit
itu, "Dan ini adalah Sisuko kami, beliau mahir melukis, baik
lukisan pemandangan alam, binatang atau tumbuh-tumbuhan,
semuanya dapat dilukisnya dengan hidup, Dia she Go,
sebelum masuk perguruan kami pernah menjadi komandan
tentara dalam kerajaan Song, Sebab itulah orang suka
memanggilnya Komandan Go."
"Komandan tentara yang selalu kalah perang, apa
gunanya?" demikian Pau Put-tong berolok-olok lagi.
Tapi sekali ini tiada orang menggubris padanya, Maka Sihsin-
ih melanjutkan ceritanya, "Adapun aku sendiri adalah
nomor lima, yang kupelajari adalah ilmu tabib, syukurlah
selama ini namaku tidak terlalu jelek dikalangan kangouw dan
tidak s ia-siakan ajaran guruku."
"Ya, kalau cuma batuk pilek sih dapat disembuhkan, tapi
bila menghadapi penyakit seperti aku ini lantas tak bisa
berbuat apa-apa, ini namanya penyakit besar tak mampu
mengobati, penyakit kecil tidak sampai mati, Hehe, gelaran
Sih-sin-ih memang tidak bernama kosong!" demikian lagi-lagi
Pau Put-tong mengejek.
Kheng Kong-leng menjadi gregetan, ia melirik gemas
kepada Put-tong dan menjengek, "Sifat saudara ini benarTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
benar aneh bin luar biasa, sungguh tidak sama dengan orang
lain!"
"Haha, memangnya aku she Pau (tanggung) dan bernama
Put-tong (tidak sama), dan dengan sendirinya tanggung tidak
sama dengan orang lain," sahut Put-tong dengan tertawa.
"Hahahaha," Kheng Kong-leng terbahak-bahak, "Kamu
benar-benar she Pau dan bernama Put-tong?"
"Sudah tentu benar, masakah palsu? Kalau palsu uang
kembali!" sahut Put-tong, "dan abang yang pandai
membongkar alat rahasia ini apa barangkali murid keturunan
Loh Pan?"
Loh Pan adalah seorang arsitek, seorang pencipta dijaman
Ciankok.
Maka Sih-sin-ih menjawab, "Ya, benar, Lak-sute bernama
Thio A Sam, asalnya memang tukang kayu, Sebelum masuk
perguruan kami dia sudah terkenal sebagai seorang ahli
pertukangan, setelah belajar lagi pada guru kami,
kepandaiannya makin tambah hebat, Dan Jit-sumoai she Ciok,
dia paling suka pada bunga, segala jenis tumbuh-tumbuhan
bunga didunia ini pasti ditanamnya dan dirawat dengan baik."
"Obat yang menjatuhkan aku yang digunakan nona Ciok
tadi tentulah serbuk bunga dan bukan racun," ujar Ting Pekjwan.
Wanita cantik she Ciok itu, nama gadisnya adalah Jing-loh,
dengan tersenyum ia menyahut, "Ya, tadi banyak membikin
susah padamu harap maaf."
"Caihe juga berlaku kasar, harap nona jangan dendam,"
sahut Pek-jwan.
Akhirnya Sih-sin-ih menunjuk sipemain sandiwara pula,
katanya, "Dan Pat-sute ini bernama Li Gui-in ( si wayang
golek), sesuai dengan namanya, selama hidup ia suka jadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalang dan membawakan lakon tingkah-laku angin2an
sehingga dalam hal ilmu silat menjadi agak terlantar."
"Oo, aku Li Si-bin adanya, aku tidak suka kerajaan tapi
lebih suka main sandiwara, aha, puas sekali hatiku!" demikian
seniman sinting itu menembang lagi.
Sih-sin-ih menutur lebih lanjut, "Meski kami berdelapan
telah dibubarkan dari perguruan, tapi kami tidak pernah
melupakan budi kebaikan Suhu, kami memberi nama sendiri
sebagai 'Yu-kok-pat-yu' sebagai kenangan tatkala kami belajar
pada guru kami yang baik hati dilembah sunyi itu, Bagi orang
lain mungkin akan menyangka kami cuma delapan sekawan
yang wataknya cocok satu sama lain, tapi tidak tahu kami
sebenarnya adalah saudara seperguruan. Untuk menjaga
kemungkinan datangnya Sing-siok Lokoai dan kami akan
dihancurkan sekaligus, maka setiap lima tahun kami
mengadakan pertemuan satu kali disini, biasanya kami
terpencar tiada tempat tinggal tertentu, Sebab itulah
bahwasanya nona Apik adalah murid Toasuheng hal ini sama
sekali tak diketahui oleh kami, kalau tahu tentu takkan terjadi
salah paham seperti tadi."
Mendengar cerita tentang asal-usul kedelapan orang aneh
itu, barulah rasa was-was Hian-lan dan lain-lain lenyap
sebagian besar.
Lalu Kongya Kian bertanya pula, "Sebabnya Sih-siansing
pura-pura meninggal dan menaruh racun dalam peti mati,
apakah khusus dipasang untuk menghadapi Sing-siok Lokoai?
Dan dari mana Sih-siansing tahu iblis itu akan datang kesini?"
"Kejadian itu kalau diceritakan memang sangat aneh,"
sahut Sih-sin-ih. "Dua hari yang lalu, ketika aku duduk iseng
dalam rumah, tiba-tiba datang empat orang penumpang kuda
minta obat padaku, Soal memberi obat dan menolong orang
sakit memang menjadi kewajibanku sebagai tabib dan sangat
umum, Yang aneh adalah sipenderita sakit, Satu diantaranya
adalah seorang hwesio gemuk buntek, tulang iga depan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang patah semua, badannya yang besar bulat itu
hampir2 menjadi gepeng, jadi mirip habis dipres, ditempa dan
digencet dalam suatu benda keras."
"Hah, itulah Sam-ceng Hwesio, orang Siau-lim-si kami,"
kata Hian-lan, "Orang ini tidak taat kepada peraturan,
makanya dihukum kurung dalam kamar batu, Rupanya
badannya kelewat gede hingga dia tergencet gepeng dalam
kamar batu itu, Siapakah gerangan yang mengantar dia minta
obat pada Sih-siansing?"
"Orang yang datang bersama dia itu, wah, dia lebih-lebih
aneh lagi, kepalanya memakai sebuah kerudung besi....."
Baru sekian Sih-sin-ih menutur lagi, serentak Pau Put-tong
dan Hong Po-ok melonjak dan berseru, "Keparat itu dia anak
jadah yang kami cari, Syukur alhamdullilah, dia terkena
penyakit apakah?"
"Dia tidak sakit, tapi maksudnya ingin melepaskan
kerudung besi pada kepalanya itu," tutur Sih-sin-ih, "Tapi
setelah kuperiksa, ternyata kerudung besi itu sudah melengket
erat dengan kepalanya dan tidak dapat dilepaskan lagi."
"Aha, aneh! Apa mungkin kerudung besi itu sudah tumbuh
diatas kepalanya sejak ia jebrol dari kandungan ibunya?" ujar
Put-tong.
"Tidak," sahut Sih-sin-ih, "Kerudung besi itu tampaknya
sengaja dipasang orang, yaitu ditangkupkan tatkala kerudung
besi itu masih panas menganga sehingga kulit dagingnya
meleleh, setelah lukanya sembuh, maka kerudung besi itu pun
seakan-akan dicor diatas kepalanya dan tak bisa dilepas lagi,
Untuk membukanya, hanya bisa dilakukan bila mau hidungnya
ikut dikoyak-koyak.
"Dia yang minta kerudungnya dilepaskan, biarpun
akibatnya muka hancur semua juga tak dapat
menyalahkanmu," ujar Put-tong dengan dingin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi persoalannya tidak begitu mudah," tutur Sih-sin-ih,
"Tulang Sam-ceng Hwesio yang patah itu gampang
disembuhkan, untuk itu kukira Siau-lim-si juga mampu
mengobatinya, Tapi kerudung besi Thi-thau-jin itu tidak
mudah dilepas, Dan selagi aku ragu, dua orang kawannya
yang mengantar itu menjadi tak sabar, tiba-tiba mereka
berteriak-teriak suruh aku lekas bekerja.
"Hendaknya hadirin maklum bahwa orang she Shi ini
mempunyai suatu sifat yang jelek, yaitu bila orang minta obat
padaku, maka dia harus memohon dengan baik-baik, kalau
main gertak dan main paksa, haha, orang she Shi ini lebih
suka mati juga tak mau menyembuhkannya.Seperti waktu
pertemuan para ksatria di Cip-hian-ceng dahulu dimana Kiau
Hong rela menyerempet bahaya dengan mengantar seorang
nona cilik untuk minta obat padaku, Biasanya orang itu sangat
ganas dan malang melintang tiada yang berani melawannya,
tapi karena dia ingin minta tolong padaku, betapa pun dia
harus bicara secara halus dan mohon dengan baik-baik
padaku......"
Bercerita sampai disini, ia jadi teringat ketika ia diselomoti
A Cu dan tertutuk tak bisa berkutik serta jenggotnya dicukur
hingga kelimis, hal itu adalah kejadian yang paling memalukan
selama hidupnya, maka ia tidak jadi meneruskan lagi
ceritanya.
Saat itu A Pik masih terpulas karena keracunan, coba kalau
dia ikut mendengar cerita Sih-sin-ih tentang Kiau Hong
membawa seorang nona cilik segala, tentu ia akan mengusut
lebih jauh dan boleh jadi jejak A Cu akan dapat diketahuinya.
Dalam pada itu Pau Put-tong ikut menimbrung pula, "Ah,
jangan omong besar? Ini, orang she Pau juga mempunyai
suatu sifat yang aneh, kalau ada orang hendak mengobati
penyakitku, maka dia harus memohon dengan baik-baik,
bahkan perlu berlutut dan menyembah dulu padaku, Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kalau dipaksa dan digertak, haha, orang she Pau ini lebih suka
mati, aku juga tidak sudi diobati orang."
"Hahaha! Kamu ini mestika juwita apa?" tiba-tiba Kheng
Kong-leng ter-bahak2 geli, "Masakah orang hendak
menyembuhkan penyakitmu malah diharuskan menyambah
dan memohon padamu, hahaha, kecuali.....kecuali....."
"Kecuali kalau kamu adalah putraku," sambung Put-tong.
Kong-leng melengak, Tapi setelah dipikir-pikir, ia anggap
ucapan Pau Put-tong memang ada benarnya juga, Coba, kalau
ayah jatuh sakit dan tidak mau diperiksa tabib, dengan
sendirinya anak akan terpaksa memohon dengan sangat
padanya, Sama sekali tak terpikir olehnya bahwa ucapan Pau-
Put-tong itu justru sengaja hendak mengolok-oloknya, Maka ia
pun menyahut, "Ya, benar! Tapi aku toh bukan putramu."
"Kamu putraku atau bukan hanya ibumu yang tahu, kau
sendiri mana bisa tahu?" kata Put-tong.
Kembali Kong-leng melengak, lalu mengangguk-angguk
dan berkata pula, "Ya, benar juga."
"Hahahaha!" Put-tong terbahak-bahak geli, pikirnya dalam
hati, "Guru Lak-moai ini sungguh seorang tolol!"
Maka Kongya Kian lantas menyela, "Sin-siansing, jika kedua
orang itu main kasar padamu, tentu saja kamu menolak untuk
menolong mereka."
"Ya, tatkala itu kontan juga aku menolaknya," sahut Sihsin-
ih. "Tapi Thi-thau-jin itu ternyata sangat menghormat
padaku, katanya, "Sih-siansing, kepandaianmu tiada
tandingannya didunia ini, orang kangouw menamakanmu
'Giam-ong-dek' tidak sedikit jiwa orang yang telah kau
hidupkan kembali, setiap orang Bu-lim sangat kagum dan
menghormat padamu, Selamanya hamba juga sangat
mengindahkanmu, malahan ayahku juga kenalan lama SihTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
siansing, maka mohon engkau sudi menaruh belas kasihan
dan tolonglah putra mendiang sobatmu ini."
Asal-usul Thi-thau-jin alias Yu Goan-ci itu memang sangat
menarik perhatian semua orang, maka demi mendengar cerita
Sih-sin-ih bahwa bocah berkerudung besi itu mengaku sebagai
'putra mendiang sobatmu' itu, segera mereka sama bertanya,
"Siapakah ayahnya ?"
"Siapa ayahnya hanya ibunya yang tahu, dia sendiri mana
bisa tahu?" tiba-tiba Li Gui-lui alias siwayang golek menukas,
Yang ditirukan adalah lagu suara Pau Put-tong dengan persis
sekali.
Maka tertawalah Pau Put-tong, katanya, "Bagus, pintar
sekali kamu menirukan suaraku, Kamu memang darah daging
keturunanku!"
"Pau-siansing ini suka berkelakar, Pat-te tidak perlu
bersungguh-sungguh dengan dia," kata Sih-sin-ih sebelum Li
Gui-lui membalas olok-olok.
Lalu ia pun menyambung ceritanya, "Demi mendengar Thithau-
jin itu mengaku sebagai putra mendiang sobatku, segera
aku tanya siapakah ayahnya, Tapi dia bilang, 'Nasib Siaujin
terlalu jelek dan banyak membikin malu nama baik orang tua,
maka tentang nama beliau Siaujin tidak berani menyebutnya
lagi, Tapi waktu hidup ayahku memang benar adalah sobat
baik Sih-siansing, hal ini seribu kali betul, Siaujin tidak berani
memperalat nama mendiang ayahku untuk menipu orang',
Kudengar ucapannya sungguh-sungguh, rasanya tidak
bohong, Tapi kenalanku terlalu banyak, meski aku sudah
mengingat-ingat tetap tidak tahu siapakah ayahnya yang
sudah meninggal itu, Kupikir bila kerudung besinya sudah
dapat dilepaskan, dari mukanya tentu akan dapat ditaksir
siapakah gerangan ayahnya.
"Tengah aku berpikir salah seorang yang mengantar
mereka itu sudah berteriak lagi, 'Menurut titah Suhu, yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penting adalah menyembuhkan Sam-ceng Hwesio ini, tentang
kerudung besi Thi-thau-jin itu dapat dibuka atau tidak bukan
soal', Aku jadi naik darah oleh ucapannya itu, jawabku,
'Siapakah gurumu? Titahnya hanya dapat memerintahmu dan
tak dapat memerintah aku, tahu?' Tapi sikap orang itu
memang sangat kasar dan sewenang-wenang, katanya, 'Kalau
aku sebut nama guruku, mungkin nyalimu akan pecah
ketakutan, Beliau hanya suruh kau lekas menyembuhkan luka
Hwesio gendut ini dan habis perkara, kalau terlambat hingga
bikin runyam urusan beliau, seketika juga kamu bisa dikirim
melaporkan diri kepada Giam-lo-ong (raja akhirat)'.
"Semula gusarku sungguh tidak kepalang, tapi kemudian
kudengar logat suaranya agak aneh, rada mirip orang asing
yang menirukan bahasa kita, Waktu aku mengamat-amati
mukanya, kulihat rambutnya keriting dan matanya cekung,
agak berbeda daripada bangsa Han kita, Mendadak aku
teringat kepada seorang, segera kutanya dia, 'Apakah kau
datang dari Sing-siok-hai?'
"Orang itu agak terkejut dan menjawab, ' Tajam juga
matamu, ya? Memang betul aku datang dari Sing-siok-hai,
Nah, jika sudah tahu, lekas mengobati hwesio gendut ini
sebisanya!' Kupikir sakit hati perguruan belum terbalas,
mumpung anak murid Sing-siok Lokoai kupergoki sekarang,
aku harus cari jalan untuk menuntut balas, Maka aku lantas
pura-pura takut dan bertanya, 'Sudah lama kukagumi
kepandaian Sing-siok Losian yang maha sakti sayang selama
ini tidak sempat bertemu entah sekarang Losian (dewa tua)
juga datang ke Tionggoan atau tidak?"
"Cis tidak kenal malu!" mendadak Pau Put-tong berolok-olk
lagi, "Kau dapat menyebutnya sebagai Sing-siok Lokoai atau
Sing-siok Lomo, mengapa begitu pengecut hingga
menyebutnya 'Losian' segala! Huh, tidak kenal malu!"
"Teguran Pau-siansing memang betul juga," sahut Sih-sinih
dengan tenang, "Sebenarnya maksudku hanya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memancing pengakuan orang itu saja, tapi dasar aku memang
tidak biasa berpura-pura hingga air mukaku kelihatan rasa
dendamku, Dan orang itu juga sangat licin, sekilat lihat saja
lantas curiga dan segera mendahului mencengkeram
pergelangan tanganku sambil membentak, 'Apa maksudmu
mencari tahu jejak Suhuku?' Karena urusan sudah runyam,
tanpa bicara lagi aku balas menutuk hingga kena hiat-to
mematikan ditubuhnya, Segera kawannya mencabut belati
berbisa terus menikam kearahku, waktu itu aku tak
bersenjata, ilmu silat jahanam itu cukup lihai pula, untunglah
dalam keadaan bahaya itu mendadak Thi-thau-jin memisah, ia
rampas belati kawannya itu dan berkata, Suhu suruh kita
kesini untuk minta obat dan tidak suruh kita membunuh
orang."
"Capji Sute sudah dibunuh dia, apa kamu tidak lihat?"
teriak orang itu dengan gusar. "Apa barangkali kau.....putra
mendiang sobatnya, maka kau berani membela orang luar
malah? Tapi si Thi-thau-jin menjawab, 'Soal tabib ini akan kau
bunuh atau tidak aku tak peduli, yang terang kalau hwesio
gendut ini tak ditolong dulu tentu jiwanya akan melayang, Dan
kalau hwesio ini mati, maka tiada orang lagi yang dapat
menunjukkan jalan untuk mencari Peng-jan (ulat sutra es),
dan untuk ini kamu harus bertanggung jawab kepada Suhu."
"Thi-thau-jin itu juga murid Sing-siok Lokoai," kata Puttong.
"Mereka bilang Sam-ceng Hwesio akan menunjukkan
jalan untuk mencar Peng-jan apa segala?"
"Hanya begitulah kudengar pembicaraan mereka, adapun
duduk perkara yang sebenarnya aku sendiri tidak tahu," sahut
Sih-sin-ih. "Dan tatkala mereka sedang bertengkar sendiri,
segera aku menyiapkan senjata, Tapi rupanya orang itu
menjadi keder, lalu katanya, 'Jika begitu, baiklah, tangkaplah
sekarang tabib setan ini untuk menghadap Suhu'
"Baik!" sahut Thi-thau-jin itu dan mendadak tangan
menggaplok dada orang itu hingga terbinasa seketika itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semua orang berseru kaget oleh kejadian tak terduga-duga
itu, Hanya Pau Put-tong lantas berkata,
"Itu tidak mengherankan, Thi-thau-jin itu ada kepentingan
dan ingin minta pertolonganmu, maka lebih dulu ia
membunuh kawan sendiri untuk mengambil hatimu."
Tapi Sih Boh-hoa menghela napas, katanya, "Sesaat itu aku
pun tidak paham apa maksud tujuannya itu, entah disebabkan
aku adalah sobat baik mendiang ayahnya, atau dia sengaja
hendak mengambil hatiku, Selagi aku hendak tanya dia, tibatiba
dari jauh terdengar suara suitan nyaring, Sekonyongkonyong
Thi-thau-jin itu tergetar, katanya, 'Suhuku sedang
memanggil, Sih-pekhu, sebaiknya kau suka menyembuhkan
hwesio gendut ini, dengan demikian mungkin Suhu takkan
mempersoalkan terbunuhnya kedua muridnya ini', Habis
berkata, terus saja ia bertindak pergi dengan tergesa-gesa
dengan meninggalkan hwesio gendut itu."
"Dan dimanakah murid durhaka Sam-ceng itu?" tanya Hianlan.
"Itu, telentang disana," kata Sih-sin-ih, "Mungkin setengah
bulan saja akan dapat sembuh kembali."
"Jika demikian jadi peti mati dan lain-lain yang Sih-siansing
pasang itu adalah untuk melayani Susiok kalian?" tanya Hianlan.
"Benar," sahut Sih-sin-ih, "Jika Sing-siok Lokoai sudah
datang ke Tionggoan, dua orang muridnya terbunuh pula
dirumahku, Lambat atau cepat pasti dia akan datang kesini,
Andaikan Thi-thau-jin itu dapat menutupi kejadian ini juga
takkan lama mengelabuhi iblis itu, Sebab itulah aku pura-pura
mati dan memasang racun jahat didalam peti mati untuk
memancingnya, Lalu aku memboyong segenap anggota
keluargaku kedalam goa sini, Dasar memang kebetulan, dua
hari lagi adalah waktu pertemuan kami berdelapan saudara
yang diadakan tiap-tiap lima tahun satu kali, beramai-ramai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para saudara seperguruan itu sudah berada disekitar sini dan
kebetulan pula Hian-lan Taisu dan lain-lain keburu berkunjung
kemari, seorang budak tua kurang pintar, ia salah sangka
kalian adalah musuh yang kutakuti itu......"
"Haha, mungkin dia sangka Hian-lan Taisu adalah Sing-siok
Lokoai dan kami ini adalah anak murid Sing-siok-pai," tiba-tiba
Put-tong menyela, "Tapi aneh juga, kalau tampangku dan
kawan-kawanku ini terlalu jelek dan mirip siluman, maka
dapat dimengerti jika kami disangka begundalnya Sing-siok
Lokoai, namun Hian-lan Taisu toh kelihatan welas asih,
kelihatan alim, kalau beliau disangka sebagai Sing-siok Lokoai,
wah, sungguh keterlaluan!"
Semua orang mengangguk-angguk dan dapat menerima
ucapan Pau Put-tong itu.
Sih-sin-ih juga berkata, "Ya, hal ini memang salah si budak
tua itu, Malahan budak itu khawatir kalau kami sekeluarga
menjadi korban keganasan Lokoai, maka dia telah melanggar
pesanku terus menyalakan 'Liu-sing-hwe-bau'(bunga api
bentuk roket) yang biasanya dipakai saling memberi tanda
dengan para saudara-seperguruanku. Liu-sing-hwe-bau itu
buatan Liok-sute kami, bila dinyalakan segera menjulang
kelangit dengan cahaya yang beraneka warna, Kami
berdelapan saudara masing-masing mempunyai bunga api
tanda pengenal sendiri-sendiri dan segera akan diketahui
siapa yang datang jika bunga api dilepaskan, Kejadian tadi
boleh dikata ada untung dan tidak beruntung, Untungnya
tatkala terancam bahaya kami berdelapan bisa berkumpul
untuk bersama-sama melawan musuh, Tapi karena itu juga
dapat dijaring sekaligus oleh Sing-siok Lokoai, maka boleh
juga dikatakan tidak beruntung."
"Biarpun kepandaian Sing-siok Lokoai teramat lihai juga
belum tentu mampu menandingi padri sakti Siau-lim-si seperti
Hian-lan Taisu," kata Pau Put-tong. "Apalagi kalau ditambah
dengan kita kaum keroco ini, jika kita melawannya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mati-matian, rasanya juga belum tentu akan kalah, mengapa
mesti....mesti......"
Sampai disini ucapannya, mendadak giginya berkerutukan,
racun dingin dalam badannya kembali kumat hingga tidak
sanggup bicara.
Pada saat itulah suara halus tajam tadi kembali
berkumandang masuk kedalam gua, kata suara itu, "Ayo, itu
anak murid So Sing-ho, lekas keluar saja dan menyerahkan
diri, dengan demikian mungkin jiwa kalian akan dapat
diampuni, jika ayal-ayalan, awas jangan menyesal jika aku
tidak ingat kepada sesama perguruan lagi!"
"Huh, dia masih punya muka untuk bicara tentang sesama
perguruan segala?" jengek Kheng Kong-leng.
Hoan Pek-ling orangnya lebih sabar dan dapat berpikir
panjang, katanya, "Thio-lakte, jika kita tinggal diam tidak
menggubris dia, kira-kira saja Ting-lokoai dapat menyerbu
kesini atau tidak?"
Tapi Thio A Sam tidak menjawab, sebaliknya ia tanya
malah kepada Sih-sin-ih, "Goko, kalau melihat batu dalam gua
ini, agaknya ini adalah bangunan pada tigaratus tahun yang
lalu, entah atas ciptaan arsitek siapakah?"
"Tempat ini adalah warisan leluhurku, turun temurun sudah
ada gua pelindung ini, tentang siapa yang membangunnya,
aku sendiri tidak tahu," sahut Sih Boh-hoa alias Sih-sih-ih.
"Bagus, kamu mempunyai liang kura-kura sebagus ini, tapi
selamanya tidak pernah kau katakan pada kami," seru Kheng
Kong-leng.
Sih-sin-ih tampak merasa jengah, katanya, "Harap Toako
suka maafkan, Gua semacam ini bukan sesuatu yang dapat
dibanggakan, maka tiada harganya untuk dibicarakan....."
Sampai disini, sekonyong-konyong terdengar suara letusan
yang dahsyat bagaikan gempa, Kaki semua orang yang berada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam gua merasa bumi seolah-olah tergucang hingga berdiri
pun tak bisa tegak.
"Celaka! Ting-lokoai menggunakan dinamit untuk
meledakkan gua ini, dalam sekejap saja tentu dia akan
menyerbu kesini," seru Thio A Sam dengan khawatir.
"Keparat, dasar manusia rendah, iblis laknak!" maki Kheng
Kong-leng dengan gusar. "Cosuya dan Suhu kami adalah ahli
bangunan dan arsitek terpandai segala ilmu pesawat rahasia
bagi beliau-beliau itu adalah kepandaian yang sepele, Tapi
Sing-siok Lokoai ini tidak becus memecahkan jalan pesawat
rahasia gua ini, dia terus menggunakan obat peledak! Huh,
masakah dia ada harganya untuk disebut anak murid
perguruan kita?"
Segera Pau Put-tong mengejek, "Dia sudah membunuh
guru dan melukai Su-heng, masakah kalian masih mengaku
dia sebagai Susiok?"
Belum lagi Kheng Kong-leng menjawab, tiba-tiba terdengar
suara ledakan yang hebat hingga debu pasir beterbangan
dalam gua dan keadaan menjadi tegang.
"Dari pada mati konyol disini, lebih baik kita serbu keluar
untuk mengadu jiwa dengan dia saja," ujar Hian-lan.
Segera Ting Pek-jwan, Kongya Kian, Pau Put-tong dan
Hong Po-ok berempat menyatakan akur, Hoan Pek-ling dan
kawan-kawannya juga tahu Hian-lan adalah padri terkemuka
Siau-lim-pai, kalau dia disuruh sembunyi didalam gua dan
tidak berani menghadapi musuh, hal ini sesungguhnya sangat
merugikan nama kebesaran Siau-lim-si, Toh akhirnya juga
mesti mati, terang pertarungan sengit tak bisa dihindarkan,
maka Pek-ling lantas menanggapi,
"Baiklah, jika begitu kita keluar bersama untuk mengadu
jiwa dengan Lokoai! Tapi Hian-lan Taisu tiada permusuhan
apa-apa dengan Ting-lokoai, lebih baik jangan ikut campur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
urusan kami, dan para Taisu dari Siau-lim-pai disilakan
menonton saja nanti."
"Tidak, setiap urusan dunia persilatan menjadi kewajiban
Siau-lim-pai untuk ikut ambil bagian, maka harap maaf,
terpaksa Siau-lim-pai nanti juga akan ikut campur," kata Hianlan.
"Atas budi luhur Taisu yang sudi membantu sudah tentu
kami berdelapan saudara sangat berterima kasih." kata T hio A
Sam, "Sekarang kita boleh keluar melalui jalan semula saja,
biar Lokoai itu terperanjat diluar dugaan."
Semua orang menyatakan tepat pikiran Thio A Sam itu.
Lalu A Sam berkata lagi, "Adapun anggota keluarga Sihgoko
dan kedua saudara Pau dan Hong disilakan tinggal disini
saja, rasanya Ting-lokoai tidak sampai menggeledah kedalam
sini!"
"Kau sendiri saja yang ditinggalkan disini!" kontan Pau Puttong
menyahut dengan mata melotot.
"Bukannya kupandang rendah kepada saudara berdua,"
lekas A Sam memberi penjelasan, "Cuma kalian sudah
menderita keracunan, kalau mesti bertempur lagi tentu akan
kurang leluasa."
"Semakin parah aku menderita, semakin bersemangat aku
akan bertempur," sahut Put-tong.
Keruan Hoan Pek-ling dan lain-lain berkerut kening, merasa
Pau Put-tong ini benar-benar seorang kepala batu dan susah
diberi mengerti.
Segera A Sam putar tombol pesawat rahasia, lalu
mendahului bertindak keluar dengan cepat, baru saja suara
berkeriat-keriut itu berbunyi dan lubang keluar itu baru
terbuka sedikit, terus saja Thio A Sam melemparkan dulu tiga
buah peluru keluar, maka terdengarlah suara letusan tiga kali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul asap tebal lantas memenuhi udara hingga jalan
keluar itu hampir tidak kelihatan.
Maksud Thio A Sam dengan meledakkan granat asap itu
adalah supaya Sing-siok Lokoai tidak berani mendekat, sebab
kalau iblis itu sampai berjaga dimulut gua itu, maka setiap
orang yang baru menongol keluar tentu akan dibekuknya
dengan gampang.
Begitulah setelah tiga suara letusan itu lenyap, sementara
itu lubang papan batu itu sudah terbuka lebih lebar dan cukup
untuk dilalui orang, maka kembali A Sam melemparkan pula
tiga buah granat itu, menyusul ia lantas melompat keluar.
Dan belum lagi Thio A Sam berdiri atau mendadak sesosok
bayangan orang sudah menyelinap lewat disebelahnya, Dan
sekali melompat lagi, terus saja orang itu menerjang kearah
gerombolan orang yang berdiri disana sambil berteriak,
"Mana Sing-siok Lokoai? Ini, biar orang she Hong
berkenalan dengan dia!"
Kiranya orang itu tak-lain-tak-bukan adalah In-tin-hong
Hong Po-ok, si-angin puyuh, Ia lihat seorang lelaki berbaju
kain belacu sudah menghadang didepannya, segera ia
membentak pula, "Meski kamu bukan Sing-siok Lokoai, tapi
rasakan juga kepalanku ini!"
Kontan ia menghantam, "Blang", dengan tepat sekali dada
orang itu kena digenjotnya.
Lelaki itu adalah murid kesembilan Sing-siok-pai, dalam
keadaan tak berjaga-jaga dan tak terduga ia kena dihantam
sekali dengan keras, untung ilmu silatnya juga tidak lemah, ia
hanya sempoyongan sedikit saja, lalu balas menjotos, "plok",
serangannya juga tepat kena pundak Hong Po-ok.
Maka terdengarlah suara "plak-plok" berulang-ulang, kedua
orang saling genjot kian kemari, setiap hantaman mereka
selalu mengenai sasarannya, cuma pukulan dari dekat tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlalu hebat, hingga tidak membahayakan jiwa masingmasing.
Dalam pada itu dari bawah tanah terdengar "siat-siut"
berulang-ulang, Hian-lan, Ting Pek-jwan, Kheng Kong-leng
dan lain-lain berturut-turut juga sudah melompat keluar,
Segera mereka melihat ditengah kabut asap yang tebal
disebelah sana berdiri seorang kakek berperawakan tinggi
besar, di kanan kirinya berdiri pula dua baris orang lelaki yang
beraneka ragam bangun tubuhnya, ada yang jangkung dan
ada yang pendek.
"Hah, Ting-locat, kiranya kamu belum mati, apa kamu
masih kenal padaku?" segera Kong-leng berteriak.
Kakek tinggi besar itu memang betul adalah Sing-siok
Lokoai Ting Jun-jiu, Sekilas pandang saja ia sudah dapat
mengenali para lawannya itu, Ia tidak menjawab olok-olok
Kheng Kong-leng, sebaliknya berkata,
""Boh-hoa Hiantit (keponakan yang baik), apa sudah kau
sembuhkan hwesio gendut dari Siau-lim-si itu? Jika sudah, aku
akan mengampuni jiwamu asalkan kau mau masuk kedalam
perguruan Sing-siok-pai kami."
Rupanya yang dia pikirkan waktu itu adalah secepat
mungkin supaya Sih Boh-hoa dapat menyembuhkan Sam-ceng
Hwesio, lalu akan suruh padri buntek itu menunjukkan jalan
ke Kun-lun-san untuk mencari ulat sutra es.
Melihat lagak Ting-lokoai seakan-akan menganggap sepi
semua orang yang berada dihadapannya itu, seolah-olah mati
hidup setiap orang yang berada disitu adalah tergantung pada
dia, maka diam-diam Sih-sin-ih sangat takut, sebab ia cukup
kenal betapa lihainya sang Susiok durhaka itu.
Tapi ia pun menjawab dengan ketus, "Ting-locat, didunia
ini hanya ada seorang saja yang mampu memerintah aku, apa
yang dia katakan tentu aku akan menurut, Jika kamu hendak
membunuh aku, hal ini memang sangat mudah bagimu, Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bila kau suruh aku mengobati seorang, tidak nanti aku tunduk
padamu, ya, kecuali kau minta izin kepada beliau."
"Hm, kamu hanya tunduk kepada perintah So Sing-ho saja,
begitu?" tanya Ting Jun-jiu.
"Memang hanya hewan saja yang berani mendurhakai guru
sendiri." sahut Boh-hoa.
Serentak Kheng Kong-leng, Hoan Pek-ling dan kawankawannya
bersorak memuji atas jawaban Sih-sin-ih yang
gagah berani itu.
"Hm, bagus, bagus! Kalian betul-betul murid Si Sing-ho
yang baik," kata Ting Jun-jiu, "Tapi So Sing-ho pernah
memberi tahu padaku, katanya, "Kalian berdelapan sudah
diusir dan tidak diakui sebagai murid lagi, Apa barangkali
ucapan So Sing-ho itu hanya kentut belaka dan diam-diam dia
masih menganggap kalian sebagai muridnya?"
"Sekali beliau guru kami, tetap beliau adalah guru kami
sampai akhir jaman," sahut Hoan Pek-ling, "Memang betul
selama ini kami telah diusir keluar dari pintu perguruan oleh
guru kami."
.........Halaman hilang .........
"Hah, boleh juga tenaga pukulan keledai gundul ini, kirakira
mencapai sepersepuluh kekuatan Suhu," seru seorang
murid Sing-siok-pai.
"Mana bisa, paling-paling hanya seperseratus Suhu saja!"
ujar kawannya.
Setelah memadamkan api dibadan Li Gui-lui, menyusul
Hian-lan mengerahkan angin pukulannya pula hingga api
ditubuh Hoan Pek-ling dan Thio A Sam juga dipadamkan.
Tatkala itu Ting Pek-jwan, Kongya Kian, Kheng Kong-leng
dan lain-lain sudah menerjang kearah anak murid Sing-siokpai
dan terjadilah pertarungan sengit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ting Jun-jiu mengelus-elus jenggotnya dan berkata, "Ehm,
padri sakti Siau-lim-si memang lain dari pada yang lain, hari ini
dapatlah kubelajar kenal, mari!"
Ia terus melangkah maju, pukulan pertama dilontarkan
dengan enteng sekali kelihatannya kearah Hian-lan.
Meski Hian-lan belum pernah bertempur melawan orang
Sing-siok-pai, tapi ia cukup kenal "Hoa-kang-tai-hoat" Tinglokoai
yang lihai, ia tahu ilmu golongan Sia-pai ini dapat
menghapus lwekang lawan hingga lawan tak bisa berkutik
lagi, dan ilmu silat yang dimilikinya akan musnah seluruhnya.
Karena itu, Hian-lan tidak berani ayal, sekali ia menarik
napas panjang-panjang, menyusul kedua tangan terus
bergerak sebagai kitiran cepatnya, sekaligus ia lontarkan
delapanbelas kali pukulan secara berantai, belum lagi pukulan
yang satu ditarik kembali atau pukulan yang lain sudah
dilontarkan, dengan demikian, Hoa-kang-tai-hoat yang hendak
digunakan Ting Jun-jiu menjadi tidak menemukan sasarannya.
Dan "pukulan kilat" model Siau-lim-si ini ternyata sangat
hebat daya tekanannya, hingga Ting Jun-jiu terdesak mundur
berulang-ulang, Secepat kilat Hian-lan melontarkan
delapanbelas kali pukulan dan Ting Jun-jiu dipaksa mundur
delapanbelas tindak.
Habis melontarkan delapanbelas kali pukulan, segera
tendangan kedua kaki secara berantai dikeluarkan lagi,
kembali tigapuluhenam kali tendangan kilat melayang-layang,
bayangan kaki menyambar hingga sukar dilihat kai kanan atau
kaki kiri.
Dengan cepat Ting Jun-jiu juga menggeser kian kemari
untuk menghindar dan semua tendangan baru saja dapat
dielakkan, tahu-tahu terdengar suara "plak-plok" dua kali,
pundak kena digebuk oleh kepalan Hian-lan.
Kiranya dalam "Lian-hoan-sah-cap-lak-tui" atau 36 kali
tendangan secara berantai itu, tatkala dua kali tendangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terakhir dilontarkan, berbareng Hian-lan juga menghantam,
Maka Ting Jun-jiu hanya dapat menghindar tendangannya dan
tidak sempat berkelit atas pukulan itu.
"Lihai benar!" teriak Ting Jun-jiu terkena kedua kali pukulan
itu dan tubuh pun tergeliat dua kali.
Sebaliknya Hian-lan lantas merasa dada seperti "blong"
kosong, seketika terasa seperti hilang sesuatu, Ia insaf gelagat
jelek, cepat ia tarik napas panjang-panjang hingga hawa
murni dalam tubuh merata lagi, menyusul kepalan
menghantam pula.
Sekali ini Ting Jun-jiu sengaja membalik tubuhnya, ia
sambut pukulan lawan dengan punggung, "bluk", tepat
punggung terhantam, menyusul kelima jari Hain-lan sebagai
cakar terus mencengkeram kuduknya, Tapi mendadak ia
merasa tangan seperti melengket, seperti tersedot dan susah
ditarik kembali.
Dalam keadaan demikian mau tidak mau ia harus mengadu
tenaga dalam, kalau tidak lantas mengerahkan tenaga
sekuatnya, bukan mustahil keadaan akan lebih runyam.
Tak terduga, sekali Hian-lan mengerahkan tenaganya,
seketika tenaga murni itu seakan-akan air mencurah kelaut
saja, hilang tak berbekas, bahkan terus merembes keluar dan
susah ditahan kembali.
Tiada seminuman teh, ketika Ting Jun-jiu bergelak tertawa
sekali sambil mengangkat pundak "bluk" tahu-tahu Hian-lan
jatuh terkulai tenaganya habis dan lemas tubuhnya, untuk
berdiri saja tak bisa lagi.
Setelah menjatuhkan Hian-lan dengan sikapnya yang
kereng Ting Jun-jiu memandang sekelilingnya, ia lihat Kongya
Kian dan Hoan Pek-ling juga sudah menggeletak ditanah
dengan badan menggigil, kiranya terkena pukulan racun
dingin Yu Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Ting Pek-jwan, Sih Boh-hoa dan lain-lain masih
bertempur dengan sengit melawan murid Sing-siok-pai dan
sudah ada empat orang yang dirobohkan juga.
Dengan lengan baju yang komprang Ting Jun-jiu terus
mengebas sambil melompat maju, ia menubruk kearah Ting
Pek-jwan dan mengadu pukulan dengan dia, sedangkan kaki
menyapu kesamping hingga Pau Put-tong didepak terjungkal.
Begitu tangan Ting Pek-jwan beradu dengan tangan Singsiok
Lokoai, seketika ia merasa seperti badan meriang, kaki
enteng mengambang, cepat ia bermaksud menenangkan
pikiran dan menghimpun tenaga, namun kembali pukulan Ting
Jun-jiu yang lain dilontarkan pula, terpaksa Pek-jwan
memapak lagi dengan sebelah tangannya, tapi seketika lengan
terasa beku, semangat buyar, pandangan kabur.
Ketika seorang murid Sing-siok-pai mendekatinya dan sekali
sikut, kontan Pek-jwan jatuh lemas ketanah.
Hanya dalam sekejap saja anak buah Buyung-kongcu, para
padri Siau-lim-si dengan Hian-lan sendiri beserta Yu-kok-patyu
yang dikepalai Kheng Kong-leng telah dirobohkan oleh Ting
Jun-jiu dan Yu Goan-ci.
Sebenarnya Goan-ci cuma memiliki tenaga dalam yang
maha kuat, sedangkan ilmu silat hanya biasa saja, Namun
selama ikut Ting Jun-jiu ia telah banyak mendapat petunjuk
iblis tua itu hingga hal tipu pukulan sudah banyak mendapat
kemajuan walau pun belum sempurna cara penggunaannya,
tapi untuk mengerahkan Pek-jan-han-tok (racun dingin ulat
sutra es) dalam tubuhnya sudah lebih dari cukup.
Sebab itulah, ketika Kongya Kian dan lain-lain mengadu
tangan dengan dia, meski nyata-nyata ilmu pukulan dan
tenaga pukulan mereka jauh lebih hebat dari pada Goan-ci,
tapi setelah tangan membentur tangan, seketika mereka
dirobohkan dengan terluka dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diantara mereka hanya tinggal Sih Boh-hoa alias Sih-sin-ih
saja yang tidak diganggu gugat, Beberapa kali ia terjang
lawan, tapi anak murid Sing-siok-pai selalu menghindarinya
dengan tersenyum dan tidak balas menyerang.
"Sih-hiantit," kata Ting Jun-jiu dengan tertawa, "Diantara
kalian berdelapan nyata kepandaianmu yang paling tinggi,
apakah kau ingin jajal-jajal juga dengan Susiokmu ini?"
Melihat para saudara seperguruannya menggeletak semua
dan hanya dia sendiri tidak diapa-apakan, sudah tentu Sih
Boh-hoa tahu pihak lawan sengaja tidak mau
mengganggunya, maksud tujuan lawan tidak lain adalah
supaya dia menyembuhkan hwesio gendut itu.
Maka berkatalah Sih-sin-ih dengan menghela napas, "Tinglocat,
maksudmu memaksa aku mengobati orang, hendaklah
jangan kau harap akan dapat memaksa diriku!"
"Coba maju kesini, Sih-hiantit," kata Ting-lokoai.
Sih-sin-ih pikir tiada gunanya buat membangkang, sebab
kalau iblis itu hendak mencabut nyawanya boleh dikata
segampang mengambil barang dikantung sendiri, Karena itu ia
lantas melangkah maju kedepan Sing-siok Lokoai.
Tiba-tiba Ting Jun-jiu mengangsurkan tangan kirinya dan
memegang pundak Sih Boh-hoa, lalu katanya dengan
tersenyum, "Sih-hiantit, sudah berapa lama kau belajar ilmu
silat?"
"Tiga puluh lima tahun," sahut Sih-sin-ih.
"Wah, ketekunan selama tigapuluhlima tahun
sesungguhnya tidaklah gampang," ujar iblis tua itu dengan
menghela napas, "Kabarnya kau suka menukar ilmu silat
orang dengan jasa pengobatanmu, maka sudah tidak sedikit
tipu ilmu silat bagus berbagai golongan yang telah kau pelajari
betul tidak hal ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, tapi kepandaian yang tiada artinya ini sudah tentu tak
bernilai dalam pandanganmu," sahut si tabib sakti.
"Bukan demikian maksudku," ujar Ting-lokoai sambil geleng
kepala. "Meski tenaga dalam merupakan alas dasar dan tipu
gerakan cuma ranting dan daunnya saja, namun kalau alas
dasarnya kuat, dengan sendirinya ranting dan daunnya juga
tumbuh dengan subur, tipu gerakan juga bukannya tiada
berguna, Misalnya muridku ini....."
Ia tunjuk Yu Goan-ci, lalu meneruskan, "Tenaga dalamnya
sangat kuat, bila ditambah lagi tipu serangan seluas apa yang
dipahami Sih-hiantit, maka miriplah harimau tumbuh sayap
dan akan dapat malang melintang didunia persilatan
Tionggoan, Adapun lwekang Sih-hiantit memang agak lemah
sedikit, tapi bukannya tidak dapat dipenuhi kekurangan itu
dengan tipu serangan yang hebat, Cuma saja kalau tenaga
dalam sampai hilang sama sekali, maka itu berarti
kelumpuhan, sama saja seperti orang cacat, bukan cuma ilmu
silatnya saja yang punah, bahkan ketajaman otak juga akan
terganggu, untuk bisa mengobati orang lagi jelas jangan
harap. Juga seorang yang mengaku sebagai 'Cong-pian Siansing'
alias So Sing-ho."
"Kau berani mengganggu seujung rambut guruku? Tinglocat?"
teriak Sih-sin-ih dengan murka.
"Kenapa tidak berani?" jawab Ting-lokoai. "Tindak-tanduk
Sing-siok Losian selamanya bebas merdeka Apa yang
kukatakan sekarang, besok juga boleh kulupakan, Meski aku
pernah berjanji kepada So Sing-ho asalkan dia selanjutnya
tidak membuka suara, maka aku berjanji takkan membunuh
dia, Tapi sekarang kamu membikin marah padaku, akibat
perbuatanmu ini akan kuperhitungkan juga atas hutang
gurumu, dan kalau kubunuh dia, didunia ini siapa yang berani
melarang aku?"
Pikiran Sih Boh-hoa kusut-marut, ia tahu segala perbuatan
keji dapat dilakukan Susiok durhaka ini, jika dirinya sekarang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkeras kepala tidak mau mengobati Sam-ceng, terang jiwa
ketujuh saudara seperguruannya akan menjadi korban,
bahkan keselamatan Suhu mungkin juga tidak terjamin lagi,
Sebaliknya kalau hwesio gendut itu disembuhkan, hal ini
berarti membantu kejahatan iblis tua itu, sebab maksud
tujuannya menyembuhkan hwesio gendut itu tentu
mempunyai rencana keji lain.
Sesudah berpikir, akhirnya Sih-sin-ih menjawab juga,
"Baiklah, aku menyerah padamu, Tapi sesudah hwesio gendut
ini kusembuhkan, tidak boleh lagi kau bikin susah Suhu dan
kawan-kawan yang berada disini."
"Boleh, boleh, boleh!" sahut Ting-lokoai dengan girang,
"Aku berjanji akan mengampuni jiwa anjing mereka."
"Siapa sudi diampuni olehmu?" tiba-tiba Pek-jwan menyela.
"Seorang laki-laki sejati kenapa mesti takut mati? Tapi
perbuatanmu yang keji ini kelak tentu akan mendapatkan
ganjaran yang setimpal."
"Keparat, Sih Boh-hoa, jangan mau tertipu bangsat itu tadi
sudah mengaku sendiri bahwa apa yang pernah dikatakan
besok juga bisa dilupakan, masakah kamu masih percaya
padanya?" segera Pau Put-tong juga menimbrung.
Namun Ting-lokoai tak peduli, ia tanya lagi, "Sih-hiantit,
nah, sekarang aku akan mulai tanya padamu, kau mau
mengobati hwesio gendut itu tidak?"
Habis berkata, sebelah kakinya terus terangkat dengan
ujung kaki mengarah "Thai-yang-hiat", yaitu bagian pelipis
kepala Kheng Kong-leng.
Nyata, asal sitabib sakti menjawab tidak, seketika kakinya
akan menendang dari jauh dan jiwa Kheng Kong-leng seketika
akan melayang.
Menghadapi detik demikian, hati semua orang ikut
berdebar-debar, Mendadak terdengar seorang berteriak,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak mau!"
Yang berteriak ini ternyata bukan Sih-sin-ih, tapi Kheng
Kong-leng sendiri.
"Hm, ingin sekali tendang kucabut nyawamu? Tidak begitu
gampang urusannya?" jengek Ting-lokoai, Lalu ia berpaling
kepada Sih-sin-ih dan bertanya lagi, "Apakah kau ingin
membunuh Toa-suhengmu melalui kakiku ini ?"
"Ya, sudahlah, aku akan menyembuhkan hwesio gendut itu
menurut keinginanmu," sahut Sih-sin-ih akhirnya dengan
patah semangat.
"Sih-longo!" segera Kheng Kong-leng memaki, "Kenapa
kamu begini pengecut? Ting-locat adalah musuh perguruan
kita, tapi kamu kena ditaklukkan dibawah ancamannya?"
"Soal kita berdelapan akan dibunuhnya bukanlah hal yang
luar biasa," sahut Sih Boh-hoa, "Tapi kau sendiri kan dengar
juga bahwa bangsat tua ini juga akan mengganggu Suhu?"
Demi teringat kepada keselamatan sang guru, Kheng Kongleng
dan lain-lain menjadi tak berani buka suara lagi.
"Penge....." mendadak Pau Put-tong hendak mengejek, tapi
keburu didekap mulutnya oleh Ting Pek-jwan.
"Nah, Ting-locat, akan kuturut keinginanmu untuk
menyembuhkan hwesio gendut itu, dan kamu harus ramahtamah
terhadap kawan-kawanku ini." kata Sih-sin-ih.
"Baik, kuturut permintaanmu," sahut Ting-lokoai.
Segera Sih-sin-ih masuk kembali kedalam gua dan suruh
centeng2nya menggotong keluar orang-orang terluka, Samceng
hwesio yang tubuhnya mirip gentong itu menjadi
ketakutan demi melihat Hian-lan juga berada disitu.
Si tabib sakti tidak banyak bicara lagi, segera ia lakukan
tugasnya mengobati orang-orang yang terluka itu, ia sambung
tulang yang patah, memberi obat yang luka, sampai pagi hari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
barulah selesai, Orang-orang luka itu dibaringkan diatas daun
pintu atau ditempat tidur, centeng keluarga Sih lantas
membuatkan bakmi untuk semua orang.
Setelah sabet dua mangkuk bakmi, dengan tertawa Tinglokoai
berkata kepada Sih Boh-hoa, "Hahaha, kamu cukup
tahu gelagat, tidak menaruh racun dalam bakmi ini."
"Bicara tentang pakai racun, didunia ini rasanya tiada yang
lebih pandai dari padamu, buat apa aku mesti main kayu
terhadap kaum ahli?" sahut sitabib sakti.
"Baiklah, sekarang kau suruh orang menyewakan sepuluh
buah kereta keledai," kata Ting-lokoai kemudian.
"Sepuluh buah kereta akan dibuat apa?" tanya Boh-hoa.
Tiba-tiba Ting-lokoai mendelik, katanya, "Urusanku kau
berani ikut campur tangan? Nama Sih-sin-ih cukup terkenal
disekitar sini, untuk menyewa sepuluh buah kereta tentu
bukan sesuatu yang sukar."
Terpaksa Sih Boh-hoa memerintahkan centengnya pergi
mencari kereta, Lewat lohor, datanglah kembali centeng itu
dengan sepuluh buah kereta kedelai.
Mendadak Ting Jun-jiu memberi perintah, "Bunuh semua
kusir kereta itu!"
Keruan Sih Boh-hoa terkejut, ia menegas, "Apa katamu ?"
Dalam pada itu para murid Sing-siok-pai sudah bekerja
cepat, dimana tangan mereka naik turun, terdengarlah suara
'plak-plok' berulang-ulang, sepuluh kusir kereta keledai itu
kontan menggeletak tak bernyawa lagi.
"Ting-locat?" teriak Sih Boh-hoa dengan gusar, "Dosa apa
para kusir ini hingga mesti mem... membunuh mereka sekeji
ini ?"
"Hah, orang Sing-siok-pai ingin membunuh beberapa orang
masakah mesti permisi dan bicara tentang dosa atau tidak?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jengek Ting-lokoai. "Pendek kata, kalian semua lekas naik
keatas kereta, satu pun tidak boleh ketinggalan, Nah, Sihhiantit,
apa kamu hendak membawa sedikit kitab dan obatobatan,
kalau ada lekas ambil, segera akan kubakar
rumahmu."
Kembali Sih Boh-hoa terperanjat, Tapi ia pikir segala
kejahatan dapat diperbuat Susiok durhaka itu, untuk
membantahnya juga tak berguna, Tentang kitab pertabiban
sudah diapalkannya diluar kepala, maka tidak perlu dibawa,
Hanya sedikit obat-obatan yang telah dibuatnya dengan susah
payah itu perlu dibawa serta, Maka sambil mencaci maki ia
pun bebenah apa yang perlu.
Selesai bebenah, sementara itu murid Sing-siok-pai sudah
mulai menyalakan api disana-sini.
Hian-lan, Pek-jwan, Kheng Kong-leng dan lain-lain yang
tinggi ilmu silatnya kini sudah tak berdaya semua, kalau bukan
lumpuh terkena Hoa-kang-tai-hoat Ting-lokoai, tentu
keracunan oleh pukulan Peng-jan-han-tok Yu Goan-ci.
Menurut perintah, Hui-keng dan Hui-si dari Siau-lim-pai
mestinya akan kabur pulang ke Siau-lim-si untuk melaporkan
peristiwa ini, siapa duga Ting Jun-jiu sudah memasang jaringjaring
dengan sangat rapat, baru saja kedua padri itu
memencarkan diri melalui dua arah atau mereka sudah keburu
ditangkap kembali.
Jadi diantara tujuh padri Siau-lim-si, yaitu Hian-lan bersama
keenam padri lain, A Pik dan Ting Pek-jwan berlima, Yu-kokpat-
yu berdelapan, jumlah seluruhnya dua puluh orang, hanya
Sih-sin-ih saja yang tidak terganggu seujung rambutpun,
sedangkan sembilanbelas orang yang lain semuanya terluka
dan tak berdaya.
Bahkan keadaan A Pik paling payah, namun Ting-lokoai
tidak ingin gadis itu mati segera, ia memberinya sedikit obat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penawar sehingga keadaan A Pik agak baikan, tidak mati juga
tidak hidup.
Selain ke-duapuluh orang itu, ditambah lagi anggota
keluarga Sih Boh-hoa, beberapa puluh orang itu dijejalkan
kedalam sepuluh buah kereta, Murid-murid Sing-siok-pai ada
yang menjadi kusir, ada yang mengawal disamping, keretakereta
lantas diberangkatkan.
Hian-lan dan lain-lain mempunyai sesuatu pertanyaan yang
sama, yaitu 'Kemanakah iblis ini hendak membawa kita?'
Mereka tahu kalau membuka suara dan tanya tentu akan
dijawab dengan ejekan dan hinaan belaka, maka mereka pun
tidak mau tanya melainkan tunggu dan lihat saja nanti.
Celakanya sesudah mereka berjejal-jejal didalam kereta,
segera murid-murid Sing-siok-pai menutup tenda kereta rapatrapat
dan diikat pula dengan tali hingga semua orang tidak
dapat melihat keadaan diluar.
Kereta dijalankan terus siang dan malam tanpa berhenti,
Hian-lan, Ting Pek-jwan, Kheng Kong-leng dan lain-lain adalah
tokoh persilatan terkemuka semua, tapi kini ilmu silat mereka
telah punah hingga menjadi tawanan musuh, keruan
semangat mereka sama patah.
Semula mereka pikir akan dapat membedakan arah tujuan
kereta dengan sinar matahari, namun ketika malam tiba, Ting
Jun-jiu lantas suruh murid-muridnya memutar kereta kesana
dan kesini untuk membingungkan arah bagi para tawanannya,
Dan kalau tiba dikota, Ting-lokoai lantas membeli keledai
untuk menggantikan keledai yang sudah letih, Karena itu
semua orang hanya dapat membedakan arah yang mereka
tuju itu seperti tenggara.
Begitulah berturut-turut delapan hari mereka digiring,
sampai pagi hari kesembilan jalan terasa menanjak, agaknya
jalan pegunungan yang berliku-liku dan tidak rata hingga
semua orang didalam kereta terguncang setengah mati, Masih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendingan bagi Hian-lan dan lain-lain yang kehilangan tenaga
dalam, yang paling menderita adalah Pau Put-tong dan Hong
Po-ok, karena guncangan itu mereka tersiksa lebih hebat oleh
racun dingin dalam tubuh.
Sampai lohor, jalan makin menanjak dan makin tinggi,
akhirnya sampai disuatu tempat, kereta tidak dapat naik lagi,
Lalu murid-murid Sing-siok-pai menyuruh Hian-lan dan lainlain
turun dari kereta.
Ternyata pegunungan itu penuh pohon bambu yang
rindang, pemandangan indah permai, ditepi selat pegunungan
itu dibangun sebuah gardu bambu yang artistik, Melihat
bangunan gardu yang indah itu, Thio A Sam terpesona dan
memuji tak habis-habisnya.
Dan baru semua orang mengambil tempat duduk disekitar
gardu bambu, tiba-tiba terlihat empat orang berlari turun dari
jalan pegunungan sana, Sesudah dekat, ternyata dua
diantaranya adalah murid Sing-siok-pai, mungkin tadi disuruh
mendahului naik keatas gunung untuk menyelidiki atau
memberi kabar.
Dua orang lagi yang tak dikenal itu adalah pemuda
berdandan sebagai petani, Sampai didepan Ting Jun-jiu
mereka lantas memberi hormat dan tanpa bicara lalu
menyerahkan sepucuk surat.
Setelah Ting-lokoai membaca surat itu, tiba-tiba ia tertawa
dingin dan berkata, "Bagus, bagus! Kamu belum kapok dan
ingin mengadu jiwa lagi, sudah tentu akan kupenuhi
keinginanmu."
Tiba-tiba salah seorang pemuda petani itu mengeluarkan
sebuah mercon roket terus dinyalakan dan dilepaskan
keudara.
Pada umumnya mercon roket itu mesti berbunyi dulu,
menyusul akan meletus lagi diatas tapi mercon yang
digunakannya ini agak luar biasa semula tidak berbunyi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setelah menjulang tinggi diangkasa baru meletus tiga kali
berturut-turut dengan suara yang keras.
Melihat itu, Thio A Sam tidak sangsi lagi dengan pelahan
katanya kepada Kheng Kong-leng, "Toako, inilah barang
buatan perguruan kita sendiri."
Dan tidak lama sesudah suara letusan mercon itu,
mendadak dari atas gunung berlari datang serombongan
orang sejumlah tiga puluhan orang, semuanya berdandan
sebagai petani dan membawa senjata panjang.
Sesudah dekat, ternyata yang mereka bawa bukan senjata
melainkan gala bambu, setiap dua batang bambu itu terikat
jaring tambang yang dapat dipakai sebagai usungan.
"Wah, tuan rumahnya cukup menghormati kita, maka kita
pun tidak perlu sungkan-sungkan, marilah naik saja," kata
Ting-lokoai dengan tertawa dingin.
Maka Hian-lan dan lain-lain lantas naik keatas usungan
jaring tambang itu, para pemuda petani itu lantas membagi
tugas, dua orang menggotong satu usungan, dengan cepat
mereka berlari pula keatas gunung.
Ting Jun-jiu sendiri mendahului didepan, Tampaknya
larinya tidak terlalu cepat, tapi di jalan pegunungan yang terjal
dan tidak rata itu ia dapat melesat secepat terbang seakanakan
kaki tidak menyentuh tanah, hanya dalam sekejap saja
orangnya sudah menghilang di balik hutam bambu diatas
sana.
Selama beberapa hari ini, Hian-lan, Ting Pek-jwan dan lainlain
yang terkena Hoa-kang-tai-hoat atau terkena racun dingin
pukulan Yu Goan-ci, selalu merasa penasaran karena
menganggap diselomoti ilmu sihir musuh yang jahat dan
bukan dikalahkan dengan ilmu sejati, Tapi kini demi
menyaksikan betapa hebat ginkang iblis tua itu, kepandaian
demikian terang adalah kepandaian sejati, mau tidak mau
mereka tunduk dengan rela.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pikir mereka, "Andaiakan dia tidak memakai ilmu siluman
yang jahat juga kami pasti bukan tandingannya."
Sebagai ksatria, Hong Po-ok adalah seorang yang jujur,
tanpa tedeng aling-aling lagi ia memuji, "Ya, ginkang iblis tua
itu memang sangat hebat, sungguh aku sangat kagum."
Dan sekali ia memuji, serentak anak murid Sing-siok-pai
yang mengawal disamping itu terus mengoceh, mereka
memuji setinggi langit guru mereka, katanya ilmu silat Ting
Jun-jiu tiada tandingannya didunia ini, bahkan dari dahulu kala
hingga sekarang tiada seorang sarjana ilmu silat yang mampu
melebihi Ting-lokoai.
Dasar murid-murid Sing-siok-pai itu sudah biasa dan
terlatih dalam hal memuji dan menjilat, maka cara mereka
mendewa-dewakan Ting Jun-jiu sungguh luar biasa dan tidak
pernah didengar oleh Hian-lan dan lain-lain.
Pau Put-tong lantas menanggapi, "Hai, para saudara Singsiok-
pai, ilmu silat golongan kalian memang tak bisa ditandingi
golongan lain, benar-benar sedari dahulu kala tidak pernah
ada dan kelak pun takkan terjadi."
"Emangnya, masakah kami mendustai kalian?" sahut muridmurid
Sing-siok-pai dengan senang, Lalu mereka pun tanya,
"Dan menurut pendapatmu, ilmu silat kami manakah yang
paling lihai?"
"Kukira tidak hanya semacam saja ilmu silat kalian yang
lihai, paling sedikit ada tiga macam." sahut Put-tong.
Karuan anak murid Sing-siok-pai tambah girang, "Ketiga
macam yang mana?" tanya mereka berbareng.
"Masakah kalian sendiri tidak tahu?" demikian Put-tong
sengaja jual mahal.
"Kami? Ya... ya, kami tidak tahu, tolonglah suka
menjelaskan!" pinta orang-orang Sing-siok-pai itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini dia, coba pentang telinga kalian dan dengarkan dengan
baik," ucap Put-tong dengan sikap sungguh-sungguh.
"Pertama adalah Ma-bi-kang (ilmu menjilat pantat), Menurut
pendapatku, Wah! ilmu ini sangat penting, sebab kalau kalian
tidak melatihnya dengan masak benar, mungkin akan susah
menempatkan diri dalam perguruan, Dan ilmu kedua adalah
Hoat-le-kang (ilmu meniup kulit keong, maksudnya omong
besar), Ilmu ini juga sangat penting, kalau kalian tidak dapat
membual setinggi langit ilmu silat perguruan kalian sendiri,
bukan saja kalian akan dipandang rendah oleh gurumu,
bahkan kedudukan diantara sesama saudara seperguruan juga
akan terdesak, Dan akhirnya ilmu yang ketiga ini adalah Hogan-
kang (ilmu muka tebal), Ilmu ini terlebih penting lagi, jika
kalian tidak berani tutup mata dan bermuka tebal, mana dapat
kalian meyakinkan kedua ilmu mujizat Ma-bi-kang dan Hoatle-
kang?"
Habis berkata, Put-tong mengira anak murid Sing-siok-pai
pasti akan menghujaninya caci-maki dan pukulan serta
tendangan, Eh, siapa tahu tidak demikian halnya, bahkan
semuanya tampak mengangguk-angguk seakan-akan
membenarkan ucapan Pau Put-tong.
Seorang diantaranya bahkan berkata, "Saudara ini sungguh
sangat pintar hingga cukup paham terhadap seluk-beluk
golongan kami, Tentang Ma-bi-kang, Hoat-le-kang dan Hogan-
kang, tiga macam ilmu sakti ini juga sangat susah
dipelajari, Pada umumnya orang sok risi dan suka membedabedakan
apa yang baik dan mana yang jelek. Dan siapa saja
kalau sudah cenderung kepada pikiran demikian itu, terang
akan susah menyakinkan Ho-gan-kang, andaikan bisa, sampai
saat terakhir tentu juga akan gagal."
Sebenarnya ucapan Pau Put-tong tadi hanya sindiran
belaka, siapa tahu malah mendapat tanggapan sungguhsungguh
dari orang Sing-siok-pai dan tidak sirik sedikit pun,
karuan ia tidak habis heran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka dengan tertawa ia berkata pula, "Wah, rupanya ilmu
sakti ajaran golongan kalian teramat luas dan mendalam
hingga aku tidak dapat menyelaminya, dengan setulus hati
aku ingin mohon Taisian suka memberi petunjuk."
Mendengar kata 'Taisian' atau dewa besar, orang itu benarbenar
merasa seolah-olah sudah menjadi dewa sungguhan,
Dan dengan lagak 'dewa' ia pun berkata, "Tapi kamu bukan
orang golongan kami, dimana letak kunci rahasia ilmu mujizat
kami sudah tentu tidak boleh dikatakan padamu, Pendek kata,
kunci utama dari ilmu mujizat kami terletak pada diri Suhu
yang harus kami junjung sebagai malaikat dewata, biarpun
beliau mendadak kentut......"
"Tentu berbau wangi juga." sambung Pau Put-tong
mendadak.
"Tepat," kata orang itu sambil mengangguk-angguk, "Kamu
memang sangat berbakat, tanpa diajar juga sudah tahu, Jika
kau mau masuk perguruan kami, kukira akan mencapai
tingkatan yang tertinggi, cuma sayang jalanmu tersesat dan
telah kesasar kekalangan tak beres, namun juga tidak
berhalangan asalkan kamu dapat pegang teguh kepada kunci
rahasia tadi."
"Untuk masuk perguruan kami jangan diikra gampang."
sela seorang lagi dengan tersenyum, "Melulu ujian penerimaan
yang maha sulit itu sudah cukup membikin kamu kapok dan
akan mundur teratur."
"Disini terlalu banyak orang, tidak enak untuk dibicarakan
dengan dia," demikian seorang kawannya menimbrung,
"Pendek kata, hai, orang she Pau, jika kamu sungguh-sungguh
ada maksud masuk perguruan kami, boleh juga aku nanti
membantu memberi sokongan suara dihadapan Suhu."
Kongya Kian dan Ting Pek-jwan tahu bahwa ucapan Pau
Put-tong itu hanya untuk menggoda anak murid Sing-siok-pai
saja tak terduga manusia-manusia goblok itu justru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menganggapnya sungguh-sungguh, karuan Pek-jwan dan
Kongya Kian sangat mendongkol dan geli pula, pikir mereka,
"Didunia ini ternyata ada manusia rendah yang
membanggakan kepandaian mengumpak dan menjilat,
sungguh tidak kenal malu dan keterlaluan."
Tengah bicara, sementara itu rombongan mereka sudah
memasuki sebuah lembah pegunungan, Dilembah itu penuh
tumbuh pohon cemara yang rindang, bilamana angin bertiup,
terdengarlah suara gemersek daun pohon yang menyerupai
lidi itu.
Setelah menyusur hutan sejenak, akhirnya sampailah
mereka didepan tiga petak rumah kayu, dibawah sebatang
pohon besar didepan rumah tertampak ada dua orang sedang
main catur, selain itu ada pula dua orang yang sedang
menonton permainan catur mereka.
Sesudah dekat, tiba-tiba Pau Put-tong mendengar Li Gui-lui
yang digotong di usungan belakang bersuara, seperti hendak
bicara tapi urung karena ditahan kembali, Waktu Put-tong
menoleh, ia lihat air muka sianak wayang itu pucat pasi,
sikapnya cemas khawatir.
Seketika Put-tong tidak tahu apa sebabnya sianak wayang
yang biasanya suka menembang itu kini mendadak berubah
ketakutan, Waktu ia berpaling kembali, ia lihat kedua
penonton pertandingan catur itu seorang adalah Ting Jun-jiu
dan yang lain adalah seorang nona cantik.
Sedangkan kedua pemain catur itu, yang duduk disisi
kanan sana adalah seorang tua kurus kecil, dan lawannya
adalah seorang Kongcu muda dan cakap.
Put-tong kenal Kongcu itu dan si nona cantik, tanpa terasa
ia berseru, "He, nona Ong, mengapa engkau berada disini?
Apa engkau datang bersama orang she Toan ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya nona cantik itu adalah Ong Giok Yan dan Kongcu
muda itu dengan sendirinya Toah Ki adanya.
Tempo dulu waktu dikediaman A Cu, yaitu di papilyun
'Thing-hiang-eing-sik', Pau Put-tong pernah bertemu sekali
dengan Toan Ki, malahan tangan Toan Ki hampir dipuntir
patah olehnya, Sedangkan Ong Giok-yan adalah adik misan
Buyung-kongcu, ternyata sekarang berada bersama pula
dengan pemuda cakap itu, karuan Pau Put-tong merasa tidak
senang.
Maka Giok-yan mengiakan sekali dengan acuh tak acuh,
sama sekali ia tidak menoleh dan masih asyik mengikuti
pertandingan catur itu.
Ada pun papan catur yang digunakan itu terukir diatas
sepotong batu hijau yang besar, baik biji catur putih maupun
hitam, semuanya halus mengkilat, sementara itu kedua belah
pihak sudah menjatuhkan ratusan biji catur masing-masing
(catur disini serupa permainan damdaman).
Disebelah lain Ting Jun-jiu juga berdiri dekat dibelakang
sikakek kurus kecil dan asyik juga mengikuti pertandingan
catur itu.
Tatkala itu Toan Ki sedang memegang satu biji catur dan
belum dijalankan, tapi lagi berpikir dimana biji catur itu harus
dipasang.
Tiba-tiba Pau Put-tong berseru, "Hai, Lo siansing, ada
tamu, kenapa engkau diam saja dan masih terus main catur
apa segala?"
Dalam pada itu Kheng Kong-leng berdelapan buru-buru
meronta turun dari usungan terus berlutut kira-kira dua meter
didepan batu hijau tempat papan catur itu.
Karuan Put-tong terkejut, serunya, "He, apa-apaan kalian
ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi segera ia paham duduknya perkara, Jelas sikakek
kurus kecil itu tak lain tak bukan adalah Liong-ah Lojin alias
'Cong-pian Siansing' yang termashur alias guru Kheng Kongleng
berdelapan.
Sudah terang musuh besar telah berada disebelahnya,
mengapa dia masih enak2 main catur dengan orang? Apalagi
lawan caturnya juga bukan seorang juara catur atau pemain
ternama, tapi seorang pelajar yang ketolol-tololan.
Maka terdengar Kong-leng berkata, "Engkau orang tua
masih sehat walafiat melebihi duu, sungguh kami berdelapan
girang tak terhingga."
Yu-kok-pat-yu sudah diusir keluar perguruan, maka
sekarang mereka tidak berani menyebutnya sebagai Suhu, lalu
ia menyambung lagi, "Hian-lan Taisu dari Siau-lim-pai juga
berkunjung kemari."
Sebagai Sute ketua Siau-lim-si, sudah tentu kedudukan
Hian-lan dalam Bu-lim adalah sangat tinggi dan dihormati,
sekarang So Sing-ho tidak menyambutnya sebagaimana
mestinya, hal ini sudah kurang sopan, bahkan sang tamu
sudah berada didepannya dan dia masih enak-enak main
catur, sikap demikian terang kurang menghormati tamunya.
Tapi tertampak badan So Sing-ho tergetar demi mendengar
laporan Kong-leng tadi, segera ia berdiri dan memberi hormat
kepada para tamunya sambil berkata, "Atas kunjungan Hianlan
Taisu, harap maafkan aku tidak mengadakan
penyambutan, maaf!"
Waktu bicara sinar matanya sama sekali tidak memandang
kearah Hian-lan, sebaliknya masih terus memperhatikan papan
caturnya, dan sehabis berkata, ia duduk kembali menghadapi
lawan caturnya.
Keruan semua orang terperanjat demi mendengar Liong-ah
Lojin (si kakek tuli dan bisu) ternyata dapat mendengar,
bahkan pandai bicara pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka Hian-lan lantas menjawab, "Terima kasih!"
Ia lihat So Sing-ho sedemikian menitikberatkan permainan
catur, diam-diam ia pikir, "Orang ini terlalu banyak
memperdalam permainan catur dan lain sebagainya, pantas
ilmu silatnya kalah jauh dari pada sang Sute."
Begitulah keadaan menjadi sunyi senyap, mau tidak mau
semua orang harus mengikuti pertandingan catur itu.
Tiba-tiba Toan Ki berkata, "Baiklah, disini saja!" Lalu ia
taruh satu biji catur hitam diatas papan catur batu itu.
Sebaliknya Si Sing-ho sama sekali tidak berpikir, ia terus
menaruh sebiji catur putih dengan cepat, Karena Toan Ki
sebelumnya sudah merancangkan balasan langkah caturnya,
maka menyusul ia pun menaruh satu biji hitam lagi, lalu So
Sing-ho juga menaruh satu biji putih dan begitu seterusnya
hingga masing-masing menaruh belasan biji.
Akhirnya terdengarlah Toan Ki berkata dengan gegetun,
"Wah, ilmu catur Losiansing memang sangat tinggi dan sukar
dijajaki dalamnya, Wanpwe tidak dapat memecahkannya."
Dengan demikian, jadi terang So Sing-ho telah menang,
tapi bukannya senang, sebaliknya ia malah mengunjuk rasa
sedih, katanya, "Daya pikir Kongcu sebenarnya sangat rapi
dan dapat mencapai jauh, belasan langkah caturmu ini sudah
mencapai tingkatan teknik yang tinggi, Cuma sayang tak
dapat berpikir lebih dalam lagi sedikit, sungguh sayang! Ai,
benar-benar sayang!"
Lalu Toan Ki menjemput sumua biji caturnya yang
berwarna hitam itu dan dimasukkan kedalam kotak, So Singho
juga menjemput kembali belasan biji catur warna putih
yang dipasangnya tadi.
Sebagai seorang penggemar dan juara catur, sudah tentu
Hoan Pek-ling dari Yu-kok-pai-yu itu sangat tertarik kepada
setiap pertandingan catur, Setelah mengikuti dari jauh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pertandingan itu, maka tahulah dia bahwa sang 'Suhu' bukan
lagi bertanding dengan Kongcu muda yang cakap itu,
melainkan membuat sebuah 'problem' dan Kongcu muda itu
disuruh coba memecahkan problem catur itu dan ternyata
pemuda itu tidak sanggup.
Pek-ling berlutut ditanah, sudah tentu tidak begitu jelas
mengikuti "problem catur" itu, sungguh ia ingin berdiri untuk
melihatnya, Syukurlah waktu itu So Sing-ho lantas berkata,
"Sudahlah, kalian boleh berdiri saja! Pek-ling, 'problem' ini
sangat luas tali-temali antara langkah satu dengan langkah
lainnya, Coba kau periksa kesini, kalau kau dapat
memecahkannya, siapa tahu ?"
Girang sekali Pek-ling, ia mengiakan dan cepat mendekati
papan catur itu serta mempelajari problem catur itu dengan
tekun, 'Problem' umumnya hanya pakai belasan biji catur saja
paling banyak juga cuma beberapa puluh biji, tapi sekarang ia
lihat biji catur yang dipakai ada lebih dua ratus biji banyaknya,
dan memang problem yang diatur ini sangat ruwet dan susah
dipecahkan.
Sudah berpuluh tahun Pek-ling mempelajari seni catur, tapi
kini baru pikir sebentar saja kepalanya sudah pusing dan mata
berkunang-kunang, Baru saja ia hendak memecahkan satu
langkah disudut kanan atau napasnya lantas sesak, darah
seakan-akan bergolak dalam rongga dadanya.
Ia coba tenangkan diri, untuk kedua kalinya ia mengulangi
lagi langkah biji hitam disudut kanan itu, semula ia kira
langkah itu langkah mati, tapi sebenarnya masih ada jalan
hidupnya, untuk itu ternyata harus makan dulu biji putih
disebelahnya, tapi sangkut-paut selanjutnya menjadi sangat
luas dan ruwet, ia coba menghitung lagi, mendadak matanya
menjadi gelap, tenggorokan terasa amis, tahu-tahu darah
segar menyembur keluar dari mulutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan dingin saja So Sing-ho menyaksikan keadaan Hoan
Pek-ling itu, katanya kemudian, "Problem ini memang sangat
sulit, kebetulan hari ini adalah hari pembukaan untuk umum
yang diadakan setiap sepuluh tahun satu kali, dan justru
sempat hadir juga, Namun kutahu bakatmu terbatas, dua
puluh tahun yang lalu aku tidak memberi kesempatan padamu
untuk ikut memecahkan problem catur ini, hari ini kebetulan
kamu dapat mengikkutinya, apakah kamu akan berpikir lagi
untuk memecahkan atau tidak ?"
"Mati atau hidup sudah takdir ilahi, maka
Te....aku....bertekad akan berusaha sebisa tenagaku untuk
memecahkannya," sahut Pek-ling.
"Jika begitu, semoga kamu berhasil," kata So Sing-ho
sambil mengangguk.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 52
Maka Pek-ling mulai lagi peras otak memikirkan problem
catur itu, tapi hanya sebentar saja tubuhnya lantas
sempoyongan dam kembali muntah darah.
"Huh, cari mampus sendiri, apa gunanya?" jengek Tinglokoai
tiba-tiba, "Perangkap yang dipasang Lojat (bangsat tua)
ini memang sengaja dipakai untuk menyiksa dan membunuh
orang, apa gunanya kau antarkan nyawamu dengan percuma
?"
Mendadak So Sing-ho melirik Ting-lokoai, lalu bertanya,
"Kau sebut Suhu sebagai apa ?"
"Memangnya dia adalah Lojat, maka aku pun panggil dia
Lojat!" sahut Ting Jun-jiu.
"Si kakek tuli dan bisu hari ini sudah tidak tuli dan bisu lagi,
tentu kau tahu apa sebabnya, bukan?" tanya So Sing-ho pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus!" sahut Ting Jun-jiu, "Kau sendiri yang melanggar
sumpah dan mencari mampus, maka jangan menyalahkan aku
lagi."
Seketika Kheng Kong-leng cuma saling pandang dengan
Sih-sin-ih dan lain-lain, Pikir mereka, "Dahulu iblis ini memaksa
Suhu menjadi orang bisu tuli, dengan demikian ia berjanji
takkan mengganggu Suhu, Tapi kini mendadak Suhu
membuka suara, ini berarti beliau sudah bertekad akan
menentukan mati-hidup dengan Ting-lokoai."
Begitulah Kheng Kong-leng dan kawan-kawannya menjadi
khawatir, tapi bersemangat juga.
Kemudian So Sing-ho mengangkat sepotong batu besar
disebelahnya dan ditarik kedepan Hian-lan, katanya, "Silakan
duduk, Taisu!"
"Terima kasih!" sahut Hian-lan sambil memberi hormat,
Diam-diam ia pun terkesiap melihat tenaga orang.
Perawakan So Sing-ho kurus kecil, bobotnya paling-paling
cuma delapanpuluh kati, tapi dengan mudah ia dapat
mengangkat sepotong batu besar yang beratnya ditaksir tidak
kurang dari limaratus kati, hal ini menandakan kepandaian
kakek kecil ini tidak boleh dipandang enteng, Baginya
sebenarnya juga tidak sukar mengangkat batu sebesar itu,
bilamana ilmu silatnya belum punah, tapi rasanya juga tidak
segampang sikakek kecil yang tampaknya seperti mengangkat
sebuah dengklik kecil saja.
Lalu terdengar So Sing-ho berkata pula, "Problem catur ini
adalah hasil jerih-payah pemikiran mendiang guruku selama
tiga tahun, beliau mengarang problem catur ini dengan
harapan agar ahli catur pada jaman ini ada yang dapat
memecahkannya, Aku sendiri sudah mempelajarinya selama
tigapuluh tahun dengan tekun, tapi hasilnya tetap nihil dan
belum dapat memecahkannya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berkata sampai disini, ia berhenti, sinar matanya melayang
kearah Hian-lan, Toan-ki, Hoan Pek-ling dan lain-lain, lalu
sambungnya pula,
"Sebagai seorang padri berilmu, tentu Hian-lan Taisu
paham akan kunci ajaran Buddha terletak pada 'kesadaran',
Seorang yang tekun belajar belum tentu dapat sadar begitu
saja seperti orang biasa, Begitu pula problem catur ini,
seorang anak kecil mungkin akan dapat menangkan ahli catur
kelas satu, Aku sendiri tidak dapat memecahkan problem ini,
tapi orang berbakat didunia ini masih sangat banyak, tentu
ada yang dapat memecahkannya, Sewaktu guruku akan wafat
dulu, beliau meninggalkan harapan ini, apabila ada orang
dapat memecahkan problem catur ini hingga harapan guruku
itu terkabul, maka arwah beliau tentu akan merasa senang
dan terhibur."
Diam-diam Hian-lan pikir, "Antara gurunya dan Cong-pian
Siansing serta murid-muridnya ini mempunyai banyak
persamaan, terhadap seni musik, melukis, catur dan lain-lain,
semuanya seperti kesetanan dan mencurahkan segenap
tenaga dan pikiran mereka untuk menyelami permainanpermainan
itu sehingga Ting Jun-jiu sempat malang melintang
dalam perguruannya tanpa ada yang mampu mengatasinya,
sungguh hal ini harus disesalkan."
"Dan Suteku ini." demikian So Sing-ho melanjutkan
bicaranya sambil menuding Ting-lokoai, "Dahulu dia
mendurhakai perguruan sendiri, membunuh guru dan melukai
aku pula, Mestinya aku harus mati menyusul guru, tapi demi
mengingat ada sesuatu cita-cita guruku yang belum terkabul,
bila aku tidak mendapatkan orang untuk memecahkan
problem catur ciptaannya ini, andaikan aku mati juga malu
untuk menemui Suhu dialam baka. Sebab itulah aku terima
dihina dan mempertahankan hidup sampai sekarang, Selama
beberapa tahun ini aku tetap memenuhi janjiku kepada Sute,
tidak bicara dan tidak mendengar, bukan saja aku telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi Liong-ah Lojin, bahkan murid-muridku yang baru juga
kupaksa menjadi orang tuli dan bisu,
Ai, selama tigapuluh tahun ini tetap tiada mendapatkan
sesuatu kemajuan, problem catur ini tetap tiada seorangpun
mampu memecahkannya, Tapi belasan langkah yang
dilakukan Toan-kongcu ini sungguh sangat bagus, aku
menaruh harapan sangat besar padanya, siapa tahu satu kali
keliru, akhirnya gagal juga usahanya."
Toan Ki kelihatan malu-malu, katanya, "Bakatku terlalu
bodoh hingga sangat mengecewakan harapan Lotiang
(bapak), sungguh aku merasa malu....."
Belum habis ia berkata, mendadak Hoan Pek-ling menjerit
sekali, mulutnya menyemburkan darah dan orangnya terus
roboh kebelakang.
Cepat sekali So Sing-ho geraki tangan kirinya, sekaligus tiga
biji catur menyambar dan mengenai tiga hiat-to didada Pekling
untuk menghentikan semburan darahnya.
Selagi semua orang tercengang bingung, tiba-tiba
terdengar pula suara "plok" sekali, dari udara tahu-tahu
menyambar turun sebiji benda entah apa dan jatuh tepat
diatas papan catur.
Waktu So Sing-ho memperhatikan, ia lihat benda itu adalah
sepotong kulit pohon cemara yang kehitam-hitaman dan tepat
jatuh dibagian "G", yaitu tempat antara garis silang 8 x 9,
Langkah itu adalah kunci utama memecahkan "problem" yang
harus dilakukan setiap pemain.
Ketika Sing-ho mendongak, ia lihat diatas pohon Siong
(cemara) beberapa meter disebelah kiri sana terlihat satu
bagian jubah panjang orang, terang disitu ada orang
bersembunyi.
Diam-diam So Sing-ho terkejut dan bergirang pula,
pikirnya, "Ada orang bersembunyi disitu, tapi aku sama sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak tahu, hal ini menandakan ilmu silat orang ini sudah
mencapai tingkatan yang sukar dibayangkan, Walaupun jarak
tempat sembunyinya cukup jauh, aku lagi asyik main catur
dengan Toan-kongcu ini dan tidak menaruh perhatian, tapi
orang itu mampu menggunakan kulit pohon sebagai biji catur
dan disambitkan dari jauh, dan baru sekarang aku dapat
mengetahuinya, tentu dia seorang tokoh yang hebat, bilamana
ia dapat memecahkan problem catur Suhu ini, maka terima
kasihlah kepada langit dan bumi."
Tadi waktu Toan Ki menjalankan biji caturnya, pertama kali
ia pun mengadakan pembukaan pada tempat "G" digaris
lintang 8 x 9 itu, Dan selagi So Sing-ho hendak menaruh biji
catur warna putih untuk menyambut biji catur lawan itu,
sekonyong-konyong didengarnya suara mendesir pelahan
ditepi telinga, tahu-tahu sebiji benda putih menyambar dari
belakang dan jatuh ditempat yang akan ditaruh biji caturnya
So Sing-ho.
Karuan semua orang bersuara heran dan berbareng
menoleh, tapi tiada bayangan seorang pun yang kelihatan,
Pohon-pohon disebelah sana tidak terlalu besar, kalau disitu
bersembunyi orang tentu akan kelihatan, Maka semua orang
menjadi heran dimanakah orang itu bersembunyi?
Yang paling heran adalah So Sing-ho, Ia lihat benda putih
itu adalah cukilan kayu pohon siong yang baru saja dikorek
keluar dari batang pohon.
Bahkan setelah "biji catur putih" itu jatuh diatas papan
catur, kembali dari pohon sebelah kiri tadi menyambar tiba
pula sebiji benda hitam dan jatuh digaris lintang 5 x 6, Karena
itu, pandangan semua orang terarah kesisi kanan untuk
melihat biji putih akan menyambar keluar dari mana.
Mendadak terdengar suara "crit" sekali, sebiji benda putih
berputar-putar mumbul keatas udara, habis itu lantas
menurun secara lurus dan dengan tepat jatuh diatas papan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
catur pada gairs lintang 4 x 5, yaitu tempat yang tepat untuk
menghadapi biji catur lawan.
Karena biji putih itu melayang keudara secara berputar, jadi
timbul dari arah mana menjadi susah untuk diketahui orang,
Tapi sesudah biji putih itu melayang-layang keatas secara
melingkar-lingkar, dan jatuhnya ternyata masih begitu jitu,
maka kepandaian menggunakan am-gi atau senjata gelap si
penimpuk sungguh mengejutkan.
Saking kagumnya, tanpa terasa tercetuslah suara sorak puji
semua orang, Dan belum lenyap suara sorak pujian itu, tibatiba
dari balik pohon yang rindang disebelah kiri tadi
berkumandang suara seorang yang lantang, "Ilmu kepandaian
am-gi maha sakti Buyung-kongcu sungguh tiada
bandingannya didunia ini, kagum, sungguh kagum!"
Mendengar sebutan "Buyung-kongcu" seketika Giok-yan
berseru, "Piauko, apa engkau berada disini?"
Dan Sekonyong-konyong disamping mereka sudah
bertambah seorang. Orang itu berjubah padri, sikapnya
kereng dan gagah, wajahnya bercahaya dan mengulum
senyum, cara bagaimana dia melayang turun dari tempat
sembunyinya diatas pohon itu ternyata tiada seorang pun
yang tahu.
Yang paling terkejut adalah Toan Ki, katanya dalam hati,
"Kiranya iblis Ciumoti ini juga datang kesini?"
Kiranya orang itu memang Tai-lun-beng-ong alias Ciumoti
dari Turfan.
Lebih dulu ia memberi hormat kepada So Sing-ho, Ting
Jun-jiu dan Hian-lan, lalu ia mencomot sebiji catur hitam terus
ditaruh diatas papan catur.
Disebelah sana Giok-yan menjadi jengah karena orang
yang muncul ini bukan sang Piauko yang dirindukannya itu,
Tapi ia tetap tidak percaya, ia lari cepat kebelakang batu sisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kanan sana untuk mencari Buyung-kongcu sambil memanggilmanggil,
"Piauko, Piauko, dimanakah kau?"
Cemas perasaan Toan Ki seakan-akan kehilangan sesuatu
menyaksikan kelakuan nona pujaannya itu.
Mendadak terdengar Giok-yan bersorak gembira, "Nah,
disini, Kenapa engkau diam saja tidak menjawab panggilanku
?"
Menyusul dari balik pohon sana muncul dua orang, Seorang
berbaju kuning muda, itulah Giok-yan adanya, Gadis ini
menggandeng tangan seorang kongcu muda dan mendatang
dengan langkah pelahan.
Kongcu itu berusia anatara 27-28 tahun, juga memakai
baju kuning, cuma kuning tua sedikit, pedang tergantung
dipinggangnya, jalannya ringan tanpa menimbulkan suara,
perawakannya gagah, wajahnya cakap, hanya air mukanya
kepucat-pucatan, tapi sikap dan tindak-tanduknya tampak
sangat agung dan ganteng.
Baru sekarang Toan Ki melihat jelas Buyung-kongcu atau
lengkapnya Buyung Hok yang di-dengung2kan dan dipuja
seolah-olah malaikat dewata oleh Giok-yan, A Cu, A Pik, Ting
Pek-jwan dan kawan-kawannya itu, Dan nyatanya memang
benar-benar luar biasa.
"Orang bilang Buyung-kongcu adalah naga diantara
manusia (orang pilihan), dan memang bukan omong kosong
kenyataannya, Pantas nona Ong begitu kesemsem kepada
sang Piauko, Maka, ai, hidupku ini sudah terang ditakdirkan
akan merana selamanya." demikian pikir Toan Ki dengan
putus asa.
Ia menyesal dan gegetun, berduka dan susah, ia tidak
berani memandang Giok-yan, Tapi akhirnya tidak tahan dan
diam-diam mengintip sekejap, Ia lihat air muka Giok-yan
berseri-seri, penuh gembira, ia belum pernah melihat si nona
begitu girang seperti sekarang, Kembali ia pikir, "Memang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pada hakikatnya diriku tidak pernah terisi dalam hatinya,
hanya bila melihat sang piauko barulah ia merasa gembira
benar-benar."
Sementara itu Buyung Hok telah mendekati papan catur, ia
mengangguk-angguk pada semua orang, lalu ia menjemput
sebiji catur putih dan ditaruh diatas papan catur batu itu.
Ciumoti tersenyum, katanya, "Buyung-kongcu, meski ilmu
silatmu sangat tinggi, tapi dalam hal main catur mungkin
hanya kelas menengah saja." Berbareng ia pun balas sebiji
catur hitam.
"Ya, tapi rasanya toh takkan kalah darimu," sahut Buyung
Hok, Lalu ia pun menaruh biji caturnya lagi.
Dalam pada itu Ting Pek-jwan, Kongya Kian, Pau Put-tong
dan Hong Po-ok sudah lantas berkumpul dan berdiri
dibelakang sang junjungan. Buyung Hok sendiri lagi tekun
memikirkan langkah catur selanjutnya untuk menghadapi
Ciumoti yang ternyata tidak lemah dalam ilmu permainan
catur itu, maka ia hanya berpaling sekejap saja kepada para
punggawanya itu, lalu mencurahkan perhatiannya pada biji
caturnya.
Selang agak lama barulah Buyung Hok menjalankan sebiji
caturnya lagi, sebaliknya Ciumoti sangat cekatan tanpa banyak
berpikir ia taruh pula biji caturnya, Jadi Buyung-kongcu main
lambat dan Ciumoti main cepat.
Tidak lama kemudian, masing-masing sudah menjalankan
lebih dua puluh biji catur, tiba-tiba Ciumoti terbahak-bahak
dan berkata, "Buyung-kongcu, apakah tidak sebaiknya kita
anggap remis saja ?"
"Huh, kau sendiri main ngawur, masakah kau sendiri
mampu mematahkan seranganku?" sahut Buyung Hok.
"Memangnya problem ini sangat sulit, didunia ini tiada
orang lagi mampu memecahkannya, problem ini hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
digunakan untuk mempermainkan orang, aku cukup tahu diri,
maka tidak mau banyak membuang pikiran percuma,"
demikian kata Ciumoti, "Tapi bagimu, Buyung-kongcu,
kepungan sudut yang kupasang ini saja tidak mampu kau
lepaskan diri, masakah masih kau pikir untuk merebut
kemenangan di Tionggoan segala ?"
Seketika hati Buyung Hok tergetar, ia merasa ucapan orang
itu mempunyai makna berganda, sesaat itu pikirannya menjadi
kusut, ucapan Ciumoti itu seakan-akan mendengung terus
ditelinganya.
Seperti pernah diceritakan oleh Giok-yan kepada Toan Ki,
Buyung-kongcu itu bercita-cita menjadi raja dan memerintah
diseluruh Tiongkok, Kini ucapan Ciumoti itu kena betul-betul
dalam lubuk hatinya, lamat-lamat terbayang olehnya biji catur
hitam dan putih diatas papan catur itu seolah-olah berubah
menjadi prajurit dan perwiranya, disana satu pasukan dan
disini satu pangkalan lagi, yang satu dikepung oleh yang lain
dan sedang bertempur mati-matian.
Buyung Hok seperti menyaksikan pasukan kerajaan Yan
sendiri terkepung oleh pasukan musuh dan tidak berhasil
membobol keluar, meski ia sudah berusaha dengan susah
payah tetap tidak dapat menyelamatkan pasukannya, Makin
lama ia makin khawatir, pikirnya,
"Kerajaan Yan kami sudah ditakdirkan akan tamat sampai
disini, betapa pun tidak dapat dibangun kembali dan
perjuangan selama berabad-abad ini akhirnya akan gagal dan
lenyap sebagai impian, jika memang begitulah takdir ilahi, apa
mau dikata lagi ?" Mendadak ia menjerit sekali, ia lolos pedang
terus menggorok leher sendiri.
Tatkala Buyung Hok berdiri termangu-mangu dengan
sikapnya yang aneh itu, memangnya Giok-yan, Toan Ki Ting
Pek-jwan dan kawan-kawannya juga sudah menaruh
perhatian padanya, Tapi mendadak Buyung Hok melolos
pedang hendak membunuh diri, hal ini benar-benar tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pernah terduga oleh mereka, Pek-jwan dan Kongya Kian
bermaksud menubruk maju untuk menolong, tapi mereka
sendiri sudah kehilangan tenaga, maka tidak berdayalah
mereka.
Syukur mendadak Toan Ki berseru, "Eh, jangan begitu!"
Kontan jari telunjuknya terus menuding kedepan, maka
terdengarlah suara "crit" sekali, tahu-tahu pedang yang
dipegang Buyung Hok itu tergetar jatuh kelantai hingga
menerbitkan suara nyaring.
"Wa, sejurus Lak-meh-sin-kiam yang bagus, Toan-kongcu!"
puji Ciumoti dengan tertawa.
Dan karena pedang terlepas dari cekalan, barulah Buyung
Hok terkejut dan sadar dari dunia khayalnya.
Dalam pada itu Giok-yan sudah lantas memburu maju
sambil memegangi tangan sang Piauko, ia menangis dan
berkata, "O, Piauko, cuma urusan catur saja masa perlu
berpikir pendek hendak menghabiskan jiwa sendiri ?"
"Ada apa atas diriku?" demikian Buyung Hok menegas
dengan bingung.
"Barusan, ya, untung Toan-kongcu telah menghantam
jatuh pedangmu, kalau tidak....kalau tidak, wah....." kata Giokyan.
"Kongcu," Kongya Kian ikut bicara, "problem catur ini bisa
menyesatkan pikiran orang, kukira didalamnya tentu
mengandung ilmu sihir, hendaklah Kongcu jangan mau banyak
pikir lagi."
Tapi Buyung Hok lantas berpaling kepada Toan Ki dan
bertanya, "Apakah benar barusan saudara telah menggunakan
jurus ilmu pedang Lak-meh-sin-kiam? Cuma sayang aku tidak
melihatnya, Apakah dapat saudara mengulanginya lagi sekali
agar Caihe bisa menambah pengalaman?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Barusan tidak kau lihat?" Toan Ki menegas.
Tiba-tiba Buyung Hok merasa malu, sahutnya, "Seketika
pikiranku kabur hingga mirip orang linglung dan seperti kena
sihir."
"Ya, tentu Sing-siok Lokoai ini yang diam-diam telah
menggunakan ilmu sihirnya yang jahat." seru Pau Put-tong
mendadak, "Awas, Kongcu, harap engkau berlaku hati-hati
padanya!"
Pada saat itulah, tiba-tiba dari jauh terdengar suara seruan
seorang wanita, "Ooi, engkoh Jun-jiu tercinta, betapa rindu
hatiku padamu, telah kucari dikau sekian lamanya, akhirnya
engkau datang juga ke Tionggoan sini, Ya, tentu engkau juga
lagi mencari daku, sungguh aku sangat gembira!"
Suara itu kedengaran sayup-sayup terbawa angin, tapi
sangat nyaring dan jelas.
"Ah, itu dia Bu-ok-put-cok Yap Ji-nio!" kata Toan Ki.
Ting Lokoai lantas kelihatan kikuk dan serba salah demi
mendengar suara tadi, serentak matanya menyorotkan napsu
membunuh yang kejam.
Dalam pada itu suara Yap Ji-nio berseru lagi, "Ooi, engkoh
Jun-jiu yang baik, mengapa engkau diam saja dan tidak
menjawab? Apakah engkau tega membuang diriku, dan tidak
pedulikan aku lagi?"
Meski seruannya halus dan enak didengar, tapi karena
nadanya terlalu genit hingga menimbulkan rasa muak bagi
pendengarnya.
Mendadak Pau Put-tong menanggapi dengan menirukan
suara Ting Jun-jiu, "Ooi, adik yang tercinta, inilah dia aku
berada disini! Aku Ting Jun-jiu juga amat merindukan dikau!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong terdengar pula suara seorang lain
disana sedang berkata, "Ting Jun-jiu berada disana, aku tidak
mau ikut kesitu."
"Hah, itulah muridku si Lam-hai-gok-sin Gak-losam juga
ikut datang!" demikian pikir Toan Ki.
Maka terdengar Yap Ji-nio sedang menjawab, "Kenapa
takut? Masakah kau khawatir akan dimakan dia?"
"Bukan takut," ujar Lam-hai-gok-sin, "Tapi setiap kali
kulihat tampangnya, aku tentu mendongkol sehari suntuk,
Nah, buat apa aku menemuinya?"
"Tapi sekali ini Lotoa juga berada bersama kita, masakah
kamu tetap takut pada engkoh Jun-jiu?" ujar Ji-nio.
"Eh, Lotoa, engkau bagaimana?" terdengar Lam-hai-gok-sin
bertanya.
Diam-diam Toan Ki membatin, "Kiranya Yan-khing Taicu
juga datang, Biasanya muridku itu tidak takut kepada langit
dan tidak gentar kepada bumi, kenapa sekarang begitu
ketakutan kepada seorang yang bernama Ting Jun-jiu, Ai,
benar-benar tidak becus!"
Dalam pada itu terdengar suara seorang seperti suara
ditahan sedang menjawab, "Ting Jun-jiu bukan manusia
berkepala tiga dan bertangan enam, aku Toan Yan-khing
justru ingin bertemu dengan dia."
Tengah bicara itulah tertampak dari bawah gunung muncul
empat orang, Yang jalan paling depan memang benar adalah
"Bu-ok-put-cok" Y ap Ji-nio, si segala kejahatan diperbuatnya.
Orang kedua adalah seorang berjubah hijau dan memakai
dua tongkat sebagai gantinya kaki itulah dia "Ok-koan-boaneng"
Toan Yan-khing, si kejahatan sudah melebihi takaran.
Lalu Lam-hai-gok-sin kelihatan mengikuti dibelakangnya,
jalannya tampak ogah-ogahan dan sangat dipaksakan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semula Toan Ki percaya bahwa orang keempat tentu
"Kiong-hiong-kek-ok" In Tiong-ho, si maha jahat dan maha
ganas, Tak tahunya adalah seorang kepala gundul alias
hwesio.
Sesudah dekat barulah kelihatan bahwa hwesio ini
berperawakan sedang, usianya baru duapuluh tiga tahun atau
duapuluh empat tahun, kedua matanya bersinar, tapi
mukanya merah bengap bekas dihajar orang, jubahnya juga
terkoyak-koyak, jidat dan matanya tampak matang biru,
jalannya juga beringsut pincang, terang lukanya habis dihajar
orang itu tidaklah ringan.
Sejak muncul, jalan Yap Ji-nio kelihatan dipercepat seperti
orang memapak kekasih, bahkan sambil berseru, "Ai, engkoh
tercinta, ternyata engkau makin gagah dan tambah muda,
Sekali ini aku tidak mau ditinggalkan olehmu lagi!" Sambil
berkata ia terus memburu lebih mendekati Ting Jun-jiu.
Melihat tingkahnya yang genit itu, semua orang menyangka
dia pasti akan terus menjatuhkan diri kedalam pelukan Ting
Jun-jiu, bahkan boleh jadi terus peluk cium, Diluar dugaan
sesudah kira-kira dua meter didepan Ting Lokoai, lalu Yap Jinio
berhenti dan berkata pula dengan tertawa, "He, kekasih,
aku hendak bermesra-mesraan denganmu, mengapa engkau
tidak memberi sambutan hangat? Apa engkau marah padaku
?"
Tapi sikap Ting Jun-jiu masih tetap tenang, kereng dan
berwibawa, Ia tidak gubris olok-olok itu, ia berdehem sekali,
lalu berkata, "Hari ini Cong-pian Siansing telah mengundang
para cerdik pandai dan tokoh-tokoh terkenal jaman ini untuk
memecahkan problem catur, Kebetulan Toan-siansing, Yapkohnio
dan Gak-heng kalian juga datang kesini, sungguh
sangat kebetulan, Dan siapakah Taisu ini ?" Ia maksudkan
hwesio yang babak belur habis dihajar orang tak dikenalnya
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sebelum menjawab, sekonyong-konyong hwesio muda
itu berseru, "He, Susiokco (paman kakek guru) kiranya engkau
juga berada disini!" Segera ia melangkah kehadapan Hian-lan
terus memberi sembah hormat.
Waktu Hian-lan memperhatikan padri muda itu, segera ia
kenal orang sebagai murid angkatan ketiga dari biara sendiri,
Cuma murid-murid Siau-lim-si angkatan ketiga itu lebih
seratus orang, dengan kedudukannya yang tinggi, biasanya
Hian-lan jarang bicara dengan mereka kecuali terhadap
beberapa orang yang usianya paling tua atau yang ilmu
silatnya lebih istimewa daripada yang lain, maka pada
umumnya Hian-lan tidak kenal nama anak murid angkatan
muda itu.
Sedangkan padri muda dihadapannya sekarang mukanya
jelek, kepandaiannya juga tidak menonjol, maka Hian-lan
hanya ingat dia adalah anak murid biara sendiri, adapun siapa
nama agamanya tak dikenalnya, Tapi ia pun balas tanya, "Dan
kamu.... kenapa kamu sampai disini?"
"Tecu Hi-tiok sedang melakukan tugas Suhu agar
menyampaikan sepucuk surat ke Jing-liang-si di Ngo-tai-san."
demikian tutur padri muda yang bernama Hi-tiok itu,
"Ditengah jalan Tecu berjumpa dengan ketiga Sicu ini, Tecu
melihat Sicu yang ini....."
Jarinya terus menunjuk Yap Ji-nio, lalu menyambung, "Sicu
ini sedang memegangi seorang orok dan lagi hendak
mengorek hatinya untuk dimakan."
Hian-lan menggeram sekali, alisnya menegak sikapnya
sangat kereng, ia melotot kearah Yap Ji-nio.
Tapi dengan tertawa Ji-nio berkata, "Setiap orang suka
menyebut anak kecil sebagai 'jantung hati' maka dapat
dibayangkan betapa lezat jantung hati kaum anak-anak, Boleh
jadi hwesio dari Siau-lim-si kalian ini sudah banyak merasakan
enaknya jantung hati anak kecil bukan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, dosa! Dosa!" kata Hian-lan dengan tenang, Padahal
dalam hati ia sangat gusar, Coba kalau ilmu silatnya tidak
punah, bukan mustahil segera ia hantam perempaun siluman
itu.
Maka dengan tertawa Yap Ji-nio berkata lagi, "Cucu
muridmu ini masih sangat muda, tapi sok alim dan sok suci,
eh, malahan berani memberi ceramah padaku agar suka
membebaskan orok itu, Waktu kutanya dia berdasarkan apa
berani ikut campur urusan orang, dia menjawab secara
ngawur dan tidak mau mengaku asal-usulnya, Samte menjadi
murka terus memberi persen beberapa kali tempelengan, Eeh,
nyalinya boleh juga berani dia melawan, Karuan saja
Samte tambah gemas dan mestinya hendak mengorek jantung
hatinya untuk dimakan, untung Lotoa mencegahnya, Lotoa
menaksir dia mungkin anak murid Siau-lim-pai dan
mengatakan jangan mengganggu jawanya, Maka Samte hanya
memberi hajaran setimpal saja padanya dan membawanya
serta dalam perjalanan kesini."
"Tecu terlalu bodoh, belajar kurang giat sehingga merusak
nama kebesaran Siau-lim-si kita, sungguh Tecu harus
mendapat hukuman setimpal," demikian Hi-tiok berkata
kepada Hian-lan, "Susiokco, Lisicu ini membelek perut seorang
orok montok dan mungil, mengorek jantung hatinya untuk
dimakan, Harap Susiokco suka turun tangan untuk membasmi
kejahatan didunia ini,"
Melihat potongan Hian-lan yang kereng, mendengar pula
Hi-tiok menyebutnya "Susiokco", segera Yan-khing Taicu, Yap
Ji-nio dan Lam-hai-gok-sin tahu dia adalah tokoh terkemuka
Siau-lim-pai, maka diam-diam mereka bertiga sudah siap
siaga, Mereka tidak tahu bahwa kini lwekang Hian-lan sudah
punah, ilmu silatnya tidak lebih hanya seperti orang biasa saja.
Maka dengan tertawa Yap Ji-nio berkata, "Engkoh Jun-jiu,
coba lihat, hwesio cilik ini benar-benar seorang yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenal kebaikan, kita sudah mengampuni jiwanya, tapi dia
malah mengadu biru segala."
Baru habis ucapannya, mendadak terdengar suara "bret"
sekali, menyusul berbunyi "plak" sekali pula, Sekilas bayangan
seorang berkelebat, lalu semua orang sama berseru kaget.
Malahan Giok-yan kelihatan merah malu sambil berseru,
"Piauko, kenapa kau......"
Ternyata, baju dada Yap Ji-nio telah robek hingga kelihatan
dadanya yang putih itu, Kiranya Buyung-kongcu tidak dapat
menahan rasa gusarnya demi mendengar cerita Hi-tiok itu,
pula dilihatnya Hian-lan tidak lantas ambil tindakan, maka
segera ia menggunakan "Hou-jiau-kang" (ilmu cakar harimau),
kelima jarinya seperti kuku macan terus mencengkeram dada
Yap Ji-nio.
Serangan ini cepat luar biasa, caranya adalah khas Buyungsi
dari Koh-soh yang terkenal dengan nama "In-pi-ci-to, hoansi-
pi-sin", dengan cara yang sama untuk digunakan atas
dirinya, Karena Yap Ji-nio suka mengorek dada anak bayi
untuk mengambil hatinya dan dimakan, maka Buyung Hok
juga hendak mengorek keluar jantung hati wanita jahat itu.
Karena serangan kilat itu, tampaknya Yap Ji-nio tidak
sempat mengelakkan diri lagi dan dadanya segera akan
berlubang, Untung baginya Ting Jun-jiu juga bertindak dengan
cepat, mendadak tangan kirinya menghantam pergelangan
tangan Buyung Hok.
Dalam keadaan begitu, kalau serangan Buyung Hok
diteruskan, meski Yap Ji-nio pasti akan tamat riwayatnya, tapi
tangan sendiri juga akan cacat terkena serangan Ting Jun-jiu
itu.
Maka mendadak Buyung Hok berganti haluan dari
mencengkeram tangan terus dipakai memapak serangan Tinglokoai
hingga kedua telapak tangan saling bentur, Dan karena
saat itu tangan Buyung Hok sebenarnya sudah menempel
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dada Yap Ji-nio, kini mendadak ditarik kembali kearah lain,
baju dada Ji-nio jadi ikut terkait dan sobek sebagian.
"Plak", kedua orang sama-sama tergetar mundur setindak,
Karena dalam keadaan mendadak Ting Jun-jiu tidak sempat
menggunakan Hoa-kang-tai-hoat, jadi adu tangan dengan
Buyung Hok itu dilakukan dengan keras lawan keras, Maka
kedua pihak sama-sama merasakan kepandaian lawan
memang sangat hebat dan diam-diam sama mengakui
kelihaian masing-masing yang memang tidak bernama kosong
belaka.
Serangannya tidak berhasil, sebaliknya tanpa sengaja
merobek baju Yap Ji-nio, mau-tak-mau Buyung Hok merasa
rikuh, "Maaf!" katanya.
Sesudah baju robek hingga kelihatan dadanya, semua
orang mengira Yap Ji-nio pasti akan merasa malu dan
mungkin akan terus menyingkir untuk membetulkan
pakaiannya.
Eh, siapa tahu, sama sekali Yap Ji-nio anggap biasa saja,
bahkan dengan berseri gembira ia berkata dengan genit, "Ai,
orang muda memang kebanyakan mata keranjang, pada siang
hari bolong dan ditengah orang banyak juga berani main gila
kepada nyonya besar, Tapi kaupun tidak perlu minum cuka
(cemburu), engkoh Jun-jiu! Dalam hatiku ini hanya terisi
engkau seorang, tidak nanti aku menyeleweng pada orang
lain, Pemuda muka putih (maksudnya hidung belang) begini
masakah aku suka main cinta dengan dia!?"
Sungguh gusar Giok-yan tidak kepalang hingga air
mukanya merah padam, kontan ia menyemprot "Ken... kenapa
kamu tidak kenal malu, masakah orang perempuan bicara halhal
begituan?"
Mendadak Yap Ji-nio malah sengaja pentang baju yang
robek itu lebih lebar hingga buah dadanya yang putih montok
itu makin menyolok, katanya dengan tertawa, "Ai, nona cilik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini mana tahu seluk beluk orang hidup, Pemuda muka putih
begini tak mungkin suka kepada nona seperti kamu ini, Kalau
tidak, masakah dihadapanmu terang-terangan dia main raba
dan pegang segala padaku?"
"Tidak, dia tidak! Kamu ngaco-belo!" seru Giok-yan gusar.
Yap Ji-nio masih terus beraksi dengan genit, dan Giok-yan
dibikin marah hingga muka merah padam, sebenarnya Toan Ki
hendak menghiburnya, tapi ia justru tidak tahu cara
bagaimana harus bicara, Sebaliknya Buyung Hok hanya melirik
dingin sekali kepada Yap Ji-nio, lalu tidak menggubrisnya lagi,
dan mencurahkan perhatiannya kepada Toan Yan-khing yang
sementara itu sudah mendekati papan catur batu.
Hian-lan, Cumoti, Ting Jun-jiu, So Sing-ho dan lain-lain juga
sedang mengikuti gerak-gerik Toa-ok itu, Tertampak orang
jahat nomor satu sedang memandangi catur dengan mata tak
berkedip, rupanya sedang memeras otak memikirkan
pemecahannya.
Lama dan lama sekali, tiba-tiba Toa-ok itu menutulkan
tongkat bambunya kekotak catur, ujung tongkatnya seperti
mengandung daya sembrani baja, segera satu biji catur hitam
tersedot diujung tongkat, lalu ditaruh diatas papan catur.
"Ilmu silat keluarga Toan dari Tayli menjagoi dunia selatan,
nyata memang bukan kabar kosong belaka!" demikian Hianlan
memuji.
Dahulu Toan Ki pernah menyaksikan Yan-khing Taicu
bertanding catur dengan Ui-bi-ceng, maka ia tahu bukan saja
lwekang Toa-ok ini sangat hebat, bahkan ilmu caturnya juga
sangat tinggi, Bukan mustahil bahwa 'problem catur' ini akan
dapat dipecahkan olehnya, siapa tahu?
Sebagai pemegang problem catur itu, sudah tentu So Singho
sangat apal terhadap segala perubahan langkah catur
lawan yang hendak memecahkan problem itu, maka tanpa
pikir segera ia pun menaruh sebiji putih diatas papan catur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yan-khing Taicu berpikir lagi sejenak, lalu menaruh pula
satu biji.
"Ehm, langkah saudara ini sangat pandai, cobalah apakah
dapat membobol kepungan ini dan mendapatkan jalan
keluarnya," ujar So Sing-ho terus menaruh sebiji putih untuk
menutup jalan biji lawan.
Tiba-tiba Hian-lan berkata, "Toan-sicu, sepuluh langkahmu
yang pertama itu adalah langkah yang tepat, tapi mulai
langkah kesebelas engkau telah tersesat, makin jalan makin
kesasar dan sukar ditolong lagi."
Air muka Toan Yan-khing selalu kaku tanpa perasaan, maka
hanya terdengar suara dalam perutnya berkata, "Siau-lim-pai
kalian adalah golongan yang jujur dan baik kalau menurut
cara kalian, apakah problem ini dapat dipecahkan?"
Hian-lan menghela napas, sahutnya, "Ya, problem catur ini
seperti jujur, tapi tampaknya juga menyesatkan, kalau mesti
dipecahkan dengan cara jujur memang susah, tapi bila
memecahkannya dengan jalan menyimpang, terang juga tidak
dapat."
Dalam pada itu tongkat bambu Toan Yan-khing sedang
terangkat keatas dan rada gemetar, rasanya serba salah untuk
menaruh lagi biji caturnya yang berikut, Selang agak lama,
terdengar ia berkata, "Jalan kedepan buntu, mundur
kebelakang ada musuh, Jujur salah, sesat lebih celaka, Ai,
sulit!"
Ilmu silat keturunan keluarga Toan di Tayli sebenarnya dari
golongan Cing-pai, tapi kemudian Yan-khing Taicu tersesat
kejalan yang tidak benar hingga orang menganggapnya dari
golongan Sia-pai, Kata-kata Hian-lan tadi rupanya telah
menggugah hati nuraninya hingga dia mirip Buyung-kongcu
tadi, tanpa terasa kehilangan pegangan dan linglung seperti
orang tak sadarkan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya problem catur itu memang berdaya gaib dan dapat
menyesatkan orang menurut kelemahan masing-masing,
Orang tamak akan jatuh karena harta, orang pemarah akan
celaka karena buru napsu, Dan selama hidup Toan Yan-khing
hal yang menjadi menyesalannya adalah karena dia cacat
sehingga terpaksa mesti meninggalkan ilmu silat golongan
Cing-pai dari leluhur sendiri dan ganti belajar ilmu jahat dari
kalangan Sia-pai, Karena perhatiannya sekarang terpencar dan
pikirannya menyeleweng, maka semangatnya mulai goyah.
Dengan tersenyum simpul Ting Jun-jiu lantas menanggapi,
"Benar, seorang dari golongan Cing telah tersesat kejalan Sia,
untuk kembali kejalan yang benar tidaklah gampang, maka
hidupmu ini boleh dikatakan sudah musnah, ya, musnahlah,
sungguh sayang, musnahlah! Sekali keperosot, menyesal pun
sudah terlambat dan tidak dapat ditarik kembali lagi! Sayang!"
Lagu suara Ting-lokoai itu penuh rasa kasih sayang, Tapi
Hian-lan dan tokoh lain tahu bahwa iblis itu tidak bermaksud
baik, bahkan ingin mendorong, menjerumuskan Toan Yankhing
tersesat lebih jauh dalam lamunannya, dengan demikian
akan berkurang seorang lawan lihai baginya.
Benar juga, Yan-khing tampak berdiri terpaku, kemudian
berkata dengan sedih, "Ya, sebagai putra mahkota negeri
Tayli yang diagungkan, hari ini aku terluntang-lantung di
kangouw hingga sedemikian rupa, sungguh aku malu terhadap
leluhurku."
"Sesudah meningga, tentu kamu juga tiada muka buat
menemui leluhurmu dialam baka, jika kau tahu malu, akan
lebih baik kau bunuh diri saja, paling tidak hal ini akan
menunjukkan perbuatanmu sebagai seorang ksatria, Ai, lebih
baik bunuh diri saja, ya, lebih baik bunuh diri saja!" demikian
Ting Jun-jiu mendorong pula dengan suaranya yang lemahlembut
enak didengar, tapi penuh daya pengaruh hingga bagi
orang yang lwekangnya kurang kuat, langsung terasa
mengantuk dan hendak terpulas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, lebih baik bunuh diri saja!" demikian Toan Yan-khing
menirukan suara itu, Lalu ia angkat tongkat bambu sendiri dan
pelahan hendak menutuk dadanya sendiri.
Namun betapapun lwekang Toa-ok itu memang sangat
tinggi, biarpun terpengaruh tenaga gaib itu, tapi lamat-lamat
dalam hati kecilnya juga merasakan sesuatu yang tidak benar
dan menginsafi bila tutukan itu diteruskan, maka celakalah
dia, Namun demikian toh tongkat bambu itu masih terus
menutuk kedalam sendiri sedikit lebih mendekat.
"Wah, celaka!" diam-diam Hian-lan berkata dalam hati, Ada
maksudnya hendak bersuara untuk menyadarkan orang, tapi
suara itu harus dilakukan dengan mengertak, untuk mana
diperlukan lwekang yang sama kuatnya baru dapat berhasil,
kalau tidak, bukan mustahil malah akan bikin celaka dirinya
sendiri.
Diantara tokoh-tokoh tertinggi yang berada disitu, selain
Hian-lan yang bermaksud menolong tapi sayang tenaga
kurang, sedangkan So Sing-ho terikat oleh peraturan yang
ditetapkan mendiang gurunya yang melarang memberi
pertolongan kepada orang yang hendak memecahkan problem
catur itu.
Buyung Hok tahu Toan Yan-khing bukan manusia baik-baik,
jika iblis itu sesat jalan dan mati, hal ini berarti dunia akan
kehilangan suatu bencana besar, maka ia tidak sudi menolong,
Sebaliknya Cumoti merasa syukur dan ingin Toan Yan-khing
mati konyol, maka ia pun berpeluk tangan menyaksikannya
dengan tersenyum.
Toan Ki dan Yu Goan-ci memiliki lwekang yang tinggi, tapi
mereka tidak paham sebab musabab persoalannya, Adapun
Giok-yan meski sangat luas pengetahuannya tentang ilmu silat
dari berbagai golongan dan aliran, tapi lwekangnya tiada
artinya, terhadap ilmu sesat dari Sia-pai ia pun setengah
paham setengah tidak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yap Ji-nio lagi ingin memikat Ting Jun-jiu, dengan
sendirinya ia tidak mau menggagalkan maksud tujuan iblis tua
itu, Ting Pek-jwan, Kheng Kong-leng dan lain-lain sudah
kehilangan lwekang, andaikan bisa juga mereka tidak sudi
menolong.
Diantara orang-orang itu hanya Lam-hai-gok-sin yang
merasa gopoh, ia lihat tongkat sang Toako sudah hampir
menempel dada sendiri, sebentar lagi pasti hiat-to mematikan
didada akan tertutuk, Maka cepat ia cengkeram Hi-tiok sambil
berseru, "Lotoa, peganglah kepala gundul ini!"
Sembari berkata, ia terus lemparkan Hi-tiok kearah Toan
Yan-khing. Namun Ting Jun-jiu terus melontarkan sekali
pukulan sambil membentak, "Enyahlah! Jangan mengacau!"
Sebenarnya tenaga lemparan Lam-hai-gok-sin itu sangat
keras, tapi hanya kena tenaga pukulan Ting-lokoai yang
kelihatan lemah itu, mendadak tubuh Hi-tiok mencelat balik
dan menerjang kearah Lam-hai-gok-sin sendiri.
Lekas Lam-hai-gok-sin pasang kuda-kuda dengan kuat, ia
pegang Hi-tiok terus hendak dilemparkan kembali kearah Toan
Yan-khing, Diluar dugaannya, tenaga pukulan Ting Jun-jiu itu
membawa tiga gelombang tenaga susulan.
Ketika Hi-tiok kena dipegangnya, segera Lam-hai-gok-sin
mendelik karena tekanan tenaga Ting-lokoai itu hingga
tergentak mundur tiga tindak, Dan baru saja ia dapat berdiri
tegak, gelombang tenaga kedua sudah tiba lagi, sekuatnya
Lam-hai-gok-sin bertahan hingga kaki sampai tertekuk dan
akhirnya jatuh terduduk.
Dengan demikian ia sangka selesailah sudah perkaranya,
Eh, siapa tahu masih ada tenaga gelombang ketiga, Sekali ini
Lam-hai-gok-sin tak tahan lagi, ia tergentak berjungkir-balik
dengan kedua tangan tetap mencengkeram kencang tubuh Hitiok
sehingga tubuh hwesio muda itu tertindih dibawah untuk
kemudian berjungkir-balik sekali lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali ini Lam-hai-gok-sin sudah kapok, ia sangka Sing-siok
Lokoai masih akan melontarkan tenaga lebih keras lagi, ia pikir
'sebelum hujan lebih baik sedia payung', maka lebih dulu ia
mendorong tubuh Hi-tiok kedepan sebagai tameng.
Tapi ia kecelik, gelombang tenaga lain sudah tidak ada lagi.
Sebaliknya setelah Hi-tiok terlepaS dari cengkereman Lamhai-
gok-sin, ia lantas pandang Hian-lan, ia ingin tahu
bagaimana reaksi kakek gurunya itu, Tapi dilihatnya wajah
Hian-lan mengunjuk rasa sedih, sikap seorang yang tak bisa
berbuat apa-apa.
Dimata anak murid Siau-lim-pai, para padri angkatan "Hian"
dipandang seolah-olah Buddha maha sakti, segala kesulitan
tentu akan gampang dipecahkan oleh padri angkatan tua itu,
Tapi sekarang Hian-lan ternyata tidak berdaya sama sekali, hal
ini benar-benar membuat Hi-tiok merasa heran dan bingung.
Tapi meski ilmu silatnya rendah, otaknya ternyata sangat
cerdik, walaupun tidak menduga bahwa lwekang sang kakek
guru itu sudah hilang semua, tapi ia dapat melihat padri tua
itu sangat ingin menyelamatkan Toan Yan-khing, Seketika hati
Hi-tiok tergerak, segera katanya, "Susiokco, penyakit batin
harus disembuhkan dengan obat batin juga, Toan-cianpwe
tersesat oleh karena main catur, maka untuk menolongnya
perlu hapuskan permainan itu."
"Sudah telat, sudah terlambat!" demikian Ting Jun-jiu
berkata, "Nah, Yan-khing Taicu, kunasehatkan lebih baik kau
bunuh diri saja, Ya, lebih baik bunuh diri saja!"
Tengah bicara, tongkat bambunya sudah tinggal dua-tiga
senti saja diatas hiat-to mematikan didadanya.
Semenjak ditawan dan sepanjang jalan Hi-tiok telah
kenyang dihajar dan disiksa oleh Toan Yan-khing, Yap Ji-nio
dan Kam-hai-gok-sin, Tapi dasar jiwanya memang besar, ia
tidak dendam kejadian yang sudah-sudah itu, sebaliknya ia
pikir Cut-keh-lang (seorang yang sudah meninggalkan rumah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksudnya sudah menjadi padri) harus mengutamakan
kebajikan serta menolong sesamanya.
Ia tahu maksud Susiokco hendak menolong orang ia sendiri
juga tidak suka Toan Yan-khing mati konyol, tapi untuk
menolongnya ia harus pandai main catur, bicara tentang
memecahkan problem catur itu, mungkin belajar tigapuluh
tahun lagi juga belum tentu mampu, Padahal saat itu,
dilihatnya Toan Yan-khing masih termangu-mangu
memandangi papan catur, jiwanya tinggal sekejap saja.
Mendadak ia mendapat akal, "Untuk memecahkan problem
catur ini terang tidak bisa, kalau membikin kacau
permainannya setiap orang pun bisa, Dan asal perhatiannya
terpencar sejenak saja, tentu dia akan selamat!" Berpikir
begitu, cepat Hi-tiok berkata, "Biar kucoba memecahkan
problem catur ini."
Lalu ia mendekati So Sing-ho, terus saja ia comot satu biji
catur hitam dari kotak, ia pejamkan mata dan biji catur itu
ditaruh diatas papan catur sekenanya, habis itu ia lantas
tertawa terbahak-bahak.
Dan belum lagi ia membuka mata, ia dengar So Sing-ho
marah-marah dan berkata, "Ngaco, ngaco! Biji caturmu telah
bikin buntu dan membunuh satu biji caturnya sendiri, mana
ada cara main catur seperti ini?"
Waktu Hi-tiok membuka mata, ia jadi merah jengah,
Kiranya biji catur yang ditaruh secara ngawur itu tepat
menutup jalan sebuah biji hitam sendiri yang terkepung rapat
oleh biji putih lawan itu.
Mestinya biji hitam yang terkepung itu belum lagi mati,
walaupun biji putih setiap saat dapat mencaploknya, tapi asal
lawan belum sempat makan, itu berarti biji hitam yang
terkepung itu masih bisa bergulat mati-matian untuk mencari
jalan hidup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sekarang ia bikin buntu satu-satunya jalan bagi biji
hitam sendiri, dan ini berarti makan bijinya sendiri, dalam
permainan catur selamanya tidak pernah ada cara membunuh
diri demikian.
Karuan Cumoti, Buyung Hok, Toan Ki dan lain-lain merasa
geli dan terbahak-bahak, Begitu pula Hoan Pek-ling dalam
keadaan payah pun ikut berkata, "Cara demikian bukanlah
permainan guyon saja?"
Tapi So Sing-ho berkata, "Menurut pesan guruku, problem
catur ini terbuka untuk umum, siapa pun boleh ikut, Meski
langkah Hi-tiok Siau-suhu barusan sama sekali menyimpang
dari kebiasaan orang bercatur, tapi toh juga terhitung satu
langkah." Sembari berkata, ia terus ambil biji hitam yang
dibunuh sendiri oleh Hi-tiok itu.
Mendadak Toan Yan-khing berteriak sekali dan sadar dari
dunia khayalnya, Dengan mata melotot ia pandang Ting Junjiu
dan berkata, "Sing-siok Lokoai, diam-diam kau turun
tangan keji pada saat orang lagi menghadapi bahaya, nanti
kita mesti bikin perhitungan."
Ting Jun-jiu tidak menjawab, ia pandang sekejap kearah
Hi-tiok dengan penuh benci.
Yan-khing dapat melihat semuanya itu, Waktu ia melongok
kepapan catur, ia lihat perubahan yang dilakukan Hi-tiok
barusan itu, maka tahulah dia bahwa berhasilnya dia lolos dari
renggutan maut adalah berkat pertolongan hwesio muda itu.
Diam-diam ia sangat berterima kasih, ia tahu Ting-lokoai
sudah dendam dan setiap saat bisa menggempur Hi-tiok, Tapi
ia tidak membuka suara lagi, hanya mengawasi disamping
sambil berpikir, "Padri sakti Siau-lim-pai Hian-lan berada disini,
rasanya Sing-siok Lokoai tidak berani mengganggu anak
muridnya, Tapi kalau Hian-lan sudah tua dan tidak sanggup
melindungi orangnya, tentu tidak boleh kubiarkan hwesio cilik
ini gugur disebabkan urusanku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu terdengar So Sing-ho lagi berkata kepada
Hi-tiok, "Siau-suhu, kamu telah membunuh satu biji sendiri,
sekarang biji putih mendesak pula, cara bagaimana akan kau
lawan?"
Dengan tertawa Hi-tiok menjawab, "Siauceng memang
tidak pandai main catur, barusan juga menaruh secara
ngawur, maksudku hanya untuk menolong Sicu ini, Maka,
Siauceng tidak berani melanjutkan permainan ini, harap
Locianpwe suka maaf."
Mendadak Sing-ho menarik muka, katanya dengan suara
bengis, "Tujuan guruku mengatur problem catur ini ialah ingin
mengundang para ahli dari dunia ini untuk memecahkannya,
Kalau tidak dapat juga tidak menjadi soal, Tapi kalau tertimpa
akibatnya harus ditanggung sendiri, Namun kalau ada orang
sengaja hendak mengacaukan permainan ini untuk merusak
hasil jerih-payah mendiang guruku, hehe, biarpun kalian
berjumlah banyak dan aku sudah tua lagi loyo, betapapun
juga aku siap untuk menghadapi sampai detik terakhir."
Melihat tuan rumah naik darah dan bicara dengan bengis,
maka Hi-tiok jadi ketakutan, Dengan memberi hormat ia
berkata, Harap Locienpwe jangan salah paham......"
"Mau main catur lekas main catur, apa gunanya banyak
bicara?" bentak lagi So Sing-ho, "Memangnya kau kira datang
kesini hanya untuk piknik saja?"
Habis berkata, mendadak sebelah tangannya menggaplok
kesamping, "Blang", seketika debu, pasir bertebaran, tanah
didepan Hi-tiok amblong menjadi sebuah lubang besar, Coba
kalau pukulan yang maha hebat itu diarahkan tepat ketubuh
Hi-tiok, tentu padri muda itu sudah remuk dan mati seketika.
Karuan Hi-tiok kebat-kebit, ia coba melirik sang Susiokco
dengan harapan orang tua itu suka tampil kemuka untuk
membebaskan dia dari ancaman bahaya itu, Tapi Hian-lan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri tidak tinggi ilmu permainan caturnya, ilmu silatnya
sekarang punah lagi, Sudah tentu ia pun tak berdaya.
Setelah suasana hening sejenak, selagi Hian-lan hendak
coba-coba mintakan ampun kepada So Sing-ho, tiba-tiba
terlihat Hi-tiok mencomot pula sebiji catur hitam dan ditaruh
diatas papan catur, Tempat yang ditaruh itu adalah tempat
luang biji hitam yang diangkat oleh So Sing-ho tadi.
Langkah ini ternyata cukup memenuhi syarat bercatur.
Selama tigapuluh tahun ini So Sing-ho boleh dikatakan
sudah apal sekali terhadap setiap langkah catur yang mungkin
dilakukan lawan, bagaimana pun lawan akan menjalankan biji
caturnya pasti sudah terduga olehnya, Eh, siapa duga sekali
ini ia benar-benar ketemu batunya, Datang-datang Hi-tiok
terus tutup mata dan main secara ngawur hingga satu biji
hitam dimakan sendiri.
Cara ini benar-benar sangat berlawanan dengan teori catur,
sebab setiap orang yang sedikit paham ilmu catur saja tidak
mungkin akan menjalankan caturnya seperti Hi-tiok tadi, Sama
halnya setiap orang persilatan tidak mungkin menghunuskan
pedang untuk membunuh diri.
Tak tersangka bahwa setelah makan biji sendiri secara
ngawur itu, posisi percaturan itu lantas berubah walaupun
pihak putih masih menduduki posisi lebih kuat, tapi pihak
hitam sudah ada tempat luang untuk bergerak, tidak seperti
tadi selalu terdesak dipihak yang terkepung melulu.
Sudah tentu perubahan demikian mimpi pun tidak pernah
terpikir oleh So Sing-ho, Karena itu, sesudah pikir agak lama,
akhirnya ia mengimbangi satu biji putih.
Kiranya tadi waktu Hi-tiok digertak So Sing-ho, sedangkan
Hian-lan yang diharapkan menolongnya juga tidak memberi
reaksi apa-apa, tengah merasa bingung, tiba-tiba didengarnya
suatu suara yang sangat halus bergema ditepi telinganya,
"Taruh ditempat 'peng' pada garis lintang 3x9."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tanpa pikir suara siapakah itu dan tepat tidak langkah yang
diajarkan, terus saja Hi-tiok mengambil satu biji hitam dan
ditaruh pada garis silang 3x9 seperti apa yang dikatakan itu.
Dan setelah So Sing-ho juga balas menjalankan satu biji
putih, Kembali suara lembut tadi berkata ditelinga Hi-tiok,
"Sekarang tepat 'peng' pada garis silang 2x8."
Sudah tentu Hi-tiok menurut saja, kembali ia ambil satu biji
hitam dan ditaruh ditempat yang dikatakan itu.
Langkah ini ternyata menimbulkan rasa heran pada Cumoti,
Buyung Hok, Toan Ki dan lain-lain, Waktu Hi-tiok mengangkat
kepalanya, ia lihat wajah beberapa orang itu penuh
mengunjuk rasa heran dan kagum, terang disebabkan
langkahnya barusan ini sangat tepat dan bagus, Lalu
dilihatnya pula wajah So Sing-ho juga berseri-seri dan gegetun
serta khawatir pula, kedua alisnya yang panjang tampak
berkerut-kerut.
Diam-diam Hi-tiok merasa curiga, pikirnya, "Aneh, mengapa
dia merasa senang? Wah, tentu disebabkan langkahku
barusan ini salah?"
Tapi lantas terpikir lagi olehnya, "Ah, peduli salah atau
tidak, pendek kata asal aku dapat melayani dia hingga belasan
langkah, paling tidak akan menunjukkan bahwa aku juga
cukup mahir main catur dan bukan melulu main ngawur
belaka, Dengan demikian tentu dia takkan marah-marah lagi
padaku."
Maka setelah So Sing-ho melayani satu biji lagi, segera ia
menjalankan satu biji juga sesuai petunjuk suara yang
menyusup pula ketelinganya.
Sambil menaruh biji caturnya, diam-diam Hi-tiok juga
mengawasi apakah sang Susiokco yang diam-diam
mengajarnya atau bukan, Tapi ia lihat, sikap Hian-lan sendiri
sangat khawatir, terang bukan dia, apalagi mulutnya juga
tidak terlihat bergerak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyata suara yang menyusup ketelinganya itu, adalah
semacam lwekang maha sakti yang disebut "Thoan-im-jip-bit"
atau mengirimkan gelombang suara pembicara itu
mengirimkan suaranya dengan lwekang yang tinggi ketelinga
pendengarnya, meski banyak orang yang berdiri disamping
juga takkan dengar.
Meski bibir semua orang tidak kelihatan bergerak, tapi
suara itu masih didengar oleh Hi-tiok, sekarang suara itu suruh
dia menaruh biji hitam ditempat "G" pada garis silang 5 X 6
untuk makan tiga biji putih lawan.
Kembali Hi-tiok menurut saja dan menjalankan biji
caturnya, Ia pikir, "Orang yang mengajarkan aku ini terang
bukan lain daripada Susiokco, Orang lain tiada hubungan apaapa
denganku, mana mungkin mereka mau memberi petunjuk
padaku, Diantara mereka ini hanya Susiokco yang belum ikut
main catur ini, sedang yang lain-lain sudah mencoba dan
dikalahkan, Ilmu sakti Susiokco memang hebat, tanpa gerak
bibir beliau dapat mengirimkan suaranya ketelingaku, entah
sampai kapan aku baru dapat berlatih hingga tingkat ini?"
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa orang yang memberi
petunjuk padanya itu tak-lain-tak-bukan adalah sidurjana
nomor satu "Ok-koan-boan-ing" Toan Yan-khing.
Tadi Toan Yan-khing lagi tenggelam dalam lamunannya
tatkala menghadapi catur, kesempatan itu digunakan Ting
Jun-jiu untuk mendorongnya lebih menuju kejalan yang sesat
hingga pikirannya menyeleweng dan hampir-hampir
membunuh diri, Untung Hi-tiok mengacaukan permainan catur
itu hingga jiwanya diselamatkan, Kemudian ia lihat So Sing-ho
marah-marah pada Hi-tiok dan akan membunuhnya jika
permainan catur itu tidak diteruskan, maka diam-diam Yankhing
memberi petunjuk dengan maksud membebaskan Hitiok
dari bencana.
Yan-khing Taicu mahir ilmu "bicara dengan perut",
suaranya keluar dari perut tanpa gerak bibir, lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menggunakan lwekang yang tinggi untuk mengirimkan
gelombang suara itu ketelinga Hi-tiok, sebab itulah meski
disitu banyak terdapat tokoh lain toh tiada seorang pun yang
tahu akan kejadian itu, Dan diluar dugaan, beberapa langkah
kemudian, percaturan itu telah mengalami perubahan besarbesaran.
Kiranya kunci dari pada "problem catur" itu memang harus
demikian, ialah pertama-tama harus membunuh diri satu biji
hitam sendiri, habis itu baru akan timbul langkah-langkah lain
yang aneh dan bagus, Sudah tentu tindakan "membunuh diri"
demikian selamanya tidak dipakai oleh ahli catur yang mana
pun juga, apa yang mereka pikir juga tidak mungkin menjurus
kearah demikian.
Coba kalau Hi-tiok tidak memejamkam mata dan menaruh
biji caturnya dengan ngawur hingga tanpa sengaja
menjalankan bijinya secara bodoh itu, mungkin seribu tahun
lagi juga "problem catur" itu tiada orang yang sanggup
memecahkannya.
Ilmu main catur Toan Yan-khing memang sangat tinggi,
dahulu waktu bertanding dengan Wi-bi-ceng di negeri Tayli,
padri alis kuning itu juga dicecer hingga kewalahan, Maka kini
setelah posisi diatas papan catur berubah, dengan segera
pihak hitam dapat bergerak dengan leluasa, menyerang atau
bertahan dapat berjalan dengan bebas.
Cumoti, Buyung Hok dan lain-lain tidak tahu bahwa Toan
Yan-khing yang diam-diam telah membantu Hi-tiok, mereka
hanya melihat hwesio muda itu dapat menjalankan caturnya
dengan lancar, setiap langkahnya tepat dan bagus, berulangulang
dua biji putih dimakan lagi, saking kagumnya mereka
bersorak memuji.
Sebaliknya pikiran Toan Ki sendiri lagi melayang-layang,
Semula dia juga memperhatikan pertandingan catur itu, tapi
kemudian pandangannya menyeleweng, yang ditatap melulu
Ong Giok-yan saja, makin memandang makin terpesona,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sedangkan sinar mata Ong Giok-yan justru tidak pernah
meninggalkan Buyung Hok, dengan kesemsem nona itu
sedang memandangi sang Piauko.
Diam-diam Toan Ki berduka, pikirnya, "Biarlah kupergi saja!
Ya, lebih baik pergi saja! jika tinggal lebih lama disini tentu
akan menderita lebih hebat, bisa jadi aku akan muntah
darah."
Akan tetapi tidak mudah baginya untuk meninggalkan si
nona, makin dipikir makin berat rasanya untuk tinggal pergi,
"Jika nona Ong menoleh padaku, segera aku akan bilang
padanya, 'Nona Ong, engkau sudah ketemu Piaukomu,
sekarang aku akan pergi!' dan kalau dia menjawab, 'Baiklah,
boleh kau pergi!' maka terpaksa aku harus angkat kaki,
Sebaliknya kalau dia berkata, Eh, jangan terburu-buru, aku
ingin bicara lagi denganmu, maka aku akan menunggunya,
ingin kulihat apa yang hendak dia bicarakan padaku."
Padahal apa yang timbul dari pikiran Toan Ki itu hanya
sengaja mencari sesuatu alasan agar dia dapat tinggal lebih
lama disitu, Ia cukup jelas bahwa sesudah Ong Giok-yan
bertemu dengan sang Piauko, maka tidak mungkin lagi
berpaling untuk memperhatikan dia.
Tapi mendadak gelung Giok-yan dibelakang kepala tampak
terguncang sedikit, Hati Toan-ki seketika juga terguncang,
diam-diam ia berharap, "Hah, menolehlah! Menolehlah!"
Siapa duga Giok-yan cuma menghela napas dengan
pelahan dan menyapa dengan suara lirih, "Piauko!"
Namun Buyung Hok saat itu lagi asyik mengikuti permainan
catur, ia lihat biji hitam telah berubah dipihak yang unggul dan
sedang mendesak lawannya, Ia sedang berpikir, "Beberapa
langkah hitam itu pun dapat kulakukannya, Soalnya hanya
langkah permulaan saja, melulu satu langkah yang ajaib itulah
yang susah dipecahkan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oleh sebab itulah sama sekali Buyung Hok tidak mendengar
suara panggilan Giok-yan tadi, Pelahan si nona menghela
napas lagi dengan kecewa dan menoleh pelahan.
Hati Toan Ki berdebar-debar hebat, ia membatin, "Aha, dia
menoleh sekarang! Dia menoleh sekarang!"
Benar juga, wajah si nona yang ayu itu pelahan berpaling
kearahnya. Dengan jelas Toan Ki dapat melihat air muka si
nona muram durja, sorot matanya memantulkan rasa hampa
dan kecewa, Sejak dia bertemu dengan Buyung Hok ia selalu
gembira, mengapa mendadak menjadi sedih?
Selagi Toan Ki merasa heran, ia lihat sinar mata Giok-yan
bergeser pula hinga kebentrok dengan sinar matanya, Terus
saja Toan Ki melangkah maju satu tindak dan mestinya ingin
berkata, "Nona Ong, apa yang hendak kau katakan?"
Tapi ia kecelik, pelahan sinar mata si nona berpindah dan
memandang jauh kesana dengan termenung, sejenak
kemudian, kembali si nona berpaling lagi kearah Buyung Hok.
Perasaan Toan Ki benar-benar mencelos, rasanya getir tak
terkatakan, Ia pikir, "Dia melihat aku, tapi anggap tidak tahu,
hal ini lebih celaka sepuluh kali dari pada sama sekali ia tidak
memandang padaku, Sudah terang dia melihat aku, tapi
bayanganku sama sekali tidak masuk dalam hatinya, Yang dia
pikirkan adalah Piaukonya saja, sedikitpun aku tidak mendapat
tempat dalam benaknya, Ai, lebih baik aku pergi saja, lebih
baik aku pergi saja!" Tapi toh dia tidak lantas pergi.
Dalam pada itu berkat petunjuk Yan-khing Taicu, Hi-tiok
telah dapat menjalankan biji hitam dengan baik, keadaan
sudah memuncak pada detik menentukan, tampaknya pihak
putih berbalik kewalahan.
Kalau pihak putih menutup setiap tindakan pihak hitam,
maka setiap kali biji putih tentu akan dicaplok satu biji, Bila
jalan hitam tidak ditutup maka pihak hitam akan lebih leluasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menerjang keluar dari kepungan, Dalam keadaan serba salah
begini, pihak putih menjadi tidak berdaya apa-apa lagi.
Saat itu So Sing-ho lagi berpikir, tidak lama kemudian,
dengan tersenyum ia menjalankan satu biji putih.
"Pasang ditempat 'siang' digaris silang 7x8!" demikian
gelombang suara Toan Yan-khing terkirim lagi ketelinga Hitiok.
Sudah tentu Hi-tiok hanya menurut saja, Pengetahuannya
dalam ilmu catur hanya sedikit saja, Tapi ia pun dapat
merasakan dengan langkahnya itu, maka pecahlah problem
catur itu, Segera dengan tertawa ia bertanya, "Rupanya sudah
berakhir bukan?"
Dengan wajah girang So Sing-ho menjawab sambil
kiongchiu, "Selamat bahagia atas bakat Siau-sin-ceng (padri
cilik sakti) yang luar biasa ini."
"Ah, mana aku berani terima, ini bukan....." demikian baru
Hi-tiok hendak menjelaskan bahwa dia telah mendapat
petunjuk dari Susiokco, namun suara halus tadi kembali
berbunyi lagi ditelinganya, "Awas, rahasia ini jangan diungkap,
Keadaan bahaya belum lenyap, harus lebih hati-hati terhadap
segala kemungkinan."
Hi-tiok mengira kembali Hian-lan yang telah memberi
petunjuk, maka berulang ia mengangguk dan mengiakan.
Maka So Sing-ho lantas berbangkit, katanya, "Sejak Siancu
(mendiang guru) memasang problem catur ini, selama tiga
puluh tahun belum ada orang mampu memecahkannya,
Sekarang Siau-sin-ceng telah berhasil memecahkannya secara
sempurna, sungguh aku merasa sangat berterima kasih."
Karena tidak tahu seluk-beluknya, Hi-tiok terpaksa
menjawab dengan rendah hati, "Ah, Siau-ceng hanya bermain
secara ngawur dan kebetulan dapat menang, semua berkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Locianpwe suka mengalah, maka atas segala pujian Cianpwe
sungguh aku merasa malu untuk menerimanya."
Namun Sing-ho tidak berkata lagi, ia berjalan kedepan
ketiga petak rumah papan kayu itu, ia menjulurkan tangan
kearah rumah dan berkata, "Silakan masuk, Siausianceng!"
Hi-tiok melihat bentuk bangunan ketiga petak rumah papan
itu sangat aneh, rapat tidak terdapat pintu, ia tidak tahu cara
bagaimana harus masuk, lebih-lebih tidak tahu untuk apa
disuruh masuk kesana, Maka ia hanya terpaku ditempatnya
dengan bingung.
Tapi suara halus tadi lantas terdengar lagi, "Kamu dapat
membobol kepungan catur hal itu adalah hasil perjuangan
mati-matian, Jika rumah papan itu tiada pintu, boleh kamu
membelahnya saja dengan ilmu silat Siau-lim-pai."
Maka Hi-tiok menurut, ia berkata, "Maaflah jika begitu!"
Segera ia melangkah maju, ia pasang kuda-kuda, tangan
kanan diangkat, terus saja ia membelah papan rumah itu
dengan telapak tangan.
Dalam pandangan semua tokoh yang hadir disitu, tenaga
pukulan Hi-tiok itu terang tiada nilainya untuk dipuji, Untung
papan pintu itu tidak terlalu kuat, maka terdengarlah suara
"brak" sekali, papan itu lantas pecah merekah, Waktu Hi-tiok
menambahi dua kali pukulan lagi, maka bobol juga papan
rumah itu, namun tangan juga pedas kesakitan.
Dengan terkekeh-kekeh Lam-hai-gok-sin berolok-olok,
"Hah, itu dia ngekang (tenaga luar) dari Siau-lim-pai, kiranya
cuma begini saja kekuatannya!"
"Siauceng cuma seorang murid Siau-lim-pai yang paling
tidak becus, kepandaianku memang rendah, mana boleh
dibanggakan sebagai kepandaian asli perguruanku?" demikian
Hi-tiok menjawab sambil menoleh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu terdengar suara halus tadi membisikinya
lagi, "Lekas masuk kerumah itu, jangan menoleh lagi, jangan
peduli orang lain!"
Hi-tiok mengiakan dan segera ia hendak melangkah masuk
kerumah papan melalui pintu yang dibobolnya itu.
Namun Ting Jun-jiu lantas berteriak, "Disitu adalah pintu
perguruan kami, kamu hwesio cilik ini mana boleh
sembarangan masuk?"
Menyusul lantas terdengar suara "blang-blang" dua kali,
serangkum angin menyambar kearah Hi-tiok untuk
menariknya mundur, Tapi menyusul dua arus tenaga besar
telah menumbuk punggung dan bokongnya, tanpa kuasa lagi
ia terjungkal dan mencelat masuk kedalam rumah papan itu.
Ia tidak tahu bahwa dalam sekejap itu sebenarnya jiwanya
sudah hampir melayang, Barusan Ting Jun-jiu melontarkan
pukulan hendak membinasakan dia, Sedangkan Cumoti telah
menggunakan tenaga "Kong-ho-kang"(ilmu membekuk
bangau) dan secara paksa hendak menariknya mundur.
Namun Toan Yan-khing telah menggunakan tenaga
tersembunyi pada tongkatnya untuk menolak sebagian tenaga
pukulan Ting-lokoai, sedangkan So Sing-ho yang berdiri
diantara Hi-tiok dan Cumoti telah menghalau tenaga 'Kong-hokang'
padri Turfan itu dengan tangan kiri, menyusul tangan
kanan terus menolak kedepan hingga tanpa kuasa Hi-tiok
didorong masuk kedalam rumah papan itu.
Tenaga tolakan So Sing-ho itu sangat hebat hingga Hi-tiok
mencelat kedepan, "blang", selapis dinding papan dibagian
dalam rumah kena diterjang bobol, bahkan kembali "blang"
lagi sekali, batok kepalanya kebentur pula pada suatu lapis
dinding papan lagi, Seketika ia merasa mata berkunangkunang,
pikiran menjadi gelap dan hampir-hampir kelengar.
Selang sebentar barulah ia sanggup berbangkit, ia coba
meraba-raba jidat sendiri, ternyata sudah benjut dan melepuh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia lihat dirinya berada didalam sebuah kamar yang kosong
melompong tiada sesuatu isi.
Ia coba mencari pintu kamar itu, tapi kamar itu ternyata
tiada pintu dan tanpa jendela, yang ada cuma lubang papan
yang dibenturnya hingga bobol tadi, Dan sesudah termangumangu
sejenak segera ia bermaksud merangkak keluar
melalui lubang papan rusak itu.
Tapi baru saja ia putar tubuh, tiba-tiba terdengar disebelah
sana ada suara seorang yang serak tua sedang berkata, "Jika
sudah datang, mengapa hendak keluar lagi?"
Cepat Hi-tiok membalik tubuh, ia tidak melihat sesuatu apa
pun, Segera ia menjawab, "Mohon Cianpwe suka memberi
petunjuk jalan."
"Jalannya kau sendiri yang membikin dan akhirnya masuk
kesini, tiada orang lain yang dapat mengajarkan padamu,"
demikian kata suara itu, "Problem catur sudah kupasang
selama tigapuluh tahun dan tidak pernah dipecahkan orang,
tapi akhirnya hari ini dapat dipecahkan olehmu, Nah, kenapa
kamu belum mau kemari!"
Mendengar itu, seketika Hi-tiok merinding, Dengan suara
gemetar ia tanya, "Engkau... kau..."
Tapi ia tidak sanggup meneruskan lagi, Ia ingat So Sing-ho
mengatakan problem catur itu adalah ciptaan "Siansu atau
mendiang gurunya, Jika begitu, suara orang tua ini manusia
atau setan?"
Ia dengar suara itu berkata pula, "Kesempatan dalam
sekejap segera akan lalu, aku sudah menunggu selama
tigapuluh tahun dan tidak bisa menunggu lebih lama lagi,
Anak baik, marilah lekas masuk kesini!"
Hi-tiok dengar suara ucapan itu sangat ramah-tamah, maka
tanpa pikir lagi ia tumbuk papan dinding itu dengan bahunya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"krak", memangnya papan itu sudah tua, maka segera
terbobol sebuah lubang, ia terus menerobos kedalam.
Tapi ia terperanjat ketika dilihatnya didalam kamar juga
kosong melompong, sebaliknya ada seorang yang duduk
tergantung diudara, Melihat orang itu duduk dengan terapung
diudara, maka pikiran pertama yang timbul dalam benak Hitiok
adalah "setan"!
Dan saking ketakutan segera ia putar tubuh hendak lari,
Namun orang itu sudah berkata lagi, "Ai, kiranya seorang
hwesio cilik! Ai, malahan hwesio yang bermuka jelek! Ai,
susah, susah, susah!"
Mendengar orang menghela napas dan berulang
mengucapkan "susah", waktu Hi-tiok memperhatikan lebih
lanjut, baru sekarang ia dapat melihat jelas.
Kiranya tubuh orang itu hinggap diatas seutas tali warna
hitam, ujung tali terikat dibelandar sehingga tubuhnya
tergantung diudara, Karena dinding dibelakangnya ber-cat
hitam, warna tali juga hitam maka tali itu tidak jelas kelihatan,
dipandang sepintas lalu mirip orang duduk terapung diudara.
Adapun muka Hi-tiok memang agak jelek, alisnya ketel,
matanya besar, hidungnya pesek pakai mendongak lagi lubang
hidungnya, kedua daun telinga berkepak kayak kuping gajah,
ketambahan pula bibirnya sangat tebal, Malahan sepanjang
jalan ia kenyang dihajar Lam-hai-gok-sin hingga babak belur,
waktu menumbuk dinding papan tadi juga terluka lagi, karuan
rupanya semakin jelek.
Sejak kecil Hi-tiok sudah yatim-piatu dan dipelihara oleh
hwesio yang menaruh kasihan padanya di Siau-lim-si, Para
Hwesio dibiara itu adalah biksu yang saleh, kalau tidak tekun
belajar silat tentu tenggelam dialam keagamaan mereka,
maka tiada seorang pun yang perhatikan muka Hi-tiok itu jelek
atau bagus.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut Buddha, badan manusia itu adalah sebuah
"kantung kulit busuk", kantung kulit busuk yang jelek atau
bagus tidak menjadi soal bagi mereka, jika banyak
memikirkannya berarti pikirannya sudah mulai menyeleweng.
Sebab itulah, selama hidup Hi-tiok baru pertama kali ini
didengarnya orang mengatakan dia seorang "hwesio cilik yang
jelek".
Waktu dia ditawan Lam-hai-gok-sin sepanjang jalan Yap Jinio
juga suka menyebutnya sebagai "Ti-pak-kai"(siluman
babi), "hwesio siluman" dan macam-macam lagi, Tapi ketika
itu Hi-tiok lagi tersiksa karena kenyang dihajar, maka ia tidak
sempat memperhatikan soal jelek atau bagusnya tampang
manusia.
Kini demi mendengar orang itu juga mengatakan dia
bermuka jelek, tiba-tiba hatinya tergerak, ia pikir,
"Memangnya kamu bagus?" Segera ia mendongak untuk
mengamati-amati orang.
Kiranya orang itu sangat tua, jenggotnya ada satu meter
panjangnya, anehnya tetap hitam pekat, tiada seujung pun
yang ubanan, Mukanya putih bersih, sedikit pun tidak berkerut
sebagaimana umumnya terlihat pada muka keriput orang tua,
Nyata orang ini berusia tua, tapi bermuka muda, bahkan boleh
dikatakan sangat cakap.
Hi-tiok jadi malu, pikirnya, "Bicara tentang muka, memang
aku dan dia berbeda seperti langit dan bumi."
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 53
Sekarang rasa takutnya sudah hilang, segera ia
membungkuk memberi hormat, katanya,"Siauceng Hi-tiok
memberi hormat kepada Cianpwe."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu manggut-manggut dan bertanya;
"Kamu she apa ?"
Hi-tiok tercengang sejenak, lalu menjawab;
"Seorang Cut-keh-lang, sudah lama tidak kenal she lagi."
"Sebelum menjadi hwesio, kamu she apa?" tanya pula
orang itu.
"Siauceng sejak kecil sudah Cut-keh, maka tidak tahu,"
sahut Hi-tiok.
Lalu orang itu mengamat-amati Hi-tiok sejenak, tiba-tiba ia
menghela napas dan berkata;
"Kamu dapat memecahkah problem catur yang kupasang
itu, tentang kepintaran dan kecerdasan sudah tentu lain
daripada yang lain, Tapi mukamu begini, betapapun tidak bisa
jadi, Ai, susah amat, Kukira nanti hanya sia-sia membuang
pikiran saja, bahkan jiwamu bisa melayang percuma, Baik
begini saja, Siau-hwesio, akan kuberi semacam hadiah
padamu dan boleh kau pergi saja!"
Watak Hi-tiok bukan seorang yang sombong dan tinggi
hati, biar orang tua itu mengatakan mukanya jelek juga dia
tidak ambil pusing, Tapi dia mempunyai sifat yang keras hati,
kemauannya teguh dan tidak kenal apa artinya susah atau
sulit, berulang ia dengar orang tua tadi mengatakan 'susah',
hal ini membangkitkan semangat jantannya malah.
Maka ia lantas berkata, "Dalam hal main catur sebenarnya
pengetahuan Siauceng teramat dangkal, adapun problem
catur Locianpwe itu pun bukan Siauceng sendiri yang
memecahkannya, Tetapi bila Locianpwe ada urusan sulit apaapa
yang perlu diselesaikan, meski kepandaian Siauceng
sangat rendah juga siap untuk melakukannya dengan sebisa
tenaga, Sedangkan soal hadiah apa segala Siauceng tidak
berani menerimanya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu berbudi luhur dan berjiwa ksatria sungguh harus
dipuji," kata orang tua itu, "Tentang kepandaian main catur
dan ilmu silatmu rendah, semuanya tidak menjadi soal, Tapi
kamu dapat masuk kesini, itu berarti ada jodoh, Cuma
saja.....ya, mukamu sesungguhnya terlampau jelek......"
Hi-tiok tersenyum, sahutnya, "Jelek atau bagus muka
seseorang adalah pemberian alam, jangankan diri sendiri tak
berkuasa, bahkan ayah-ibu juga tak bisa menentukan, Mukaku
memang jelek hingga membikin Cianpwe kurang senang,
biarlah sekarang kumohon diri saja."
Habis berkata, ia mundur dua tindak dan hendak membalik
tubuh untuk keluar, Namun orang tua itu telah mencegahnya,
"Nanti dulu!" Mendadak lengan bajunya mengebas pelahan
dan semampir dipundak kanan Hi-tiok.
Lengan baju adalah benda yang lemas, tapi sekali
menyentuh pundak, seketika Hi-tiok tertahan kebawah sedikit,
Ia merasa langan baju itu seperti sebuah tangan yang
memegang tubuhnya.
Lalu dengan tertawa orang tua itu berkata,;
"Orang muda mempunyai sifat angkuh begini, sungguh
harus dipuji."
"Siauceng mana berani bersikjap angkuh terhadap
Cianpwe," sahut Hi-tiok, "Cuma Siauceng kuatir membikin
Locianpwe kurang senang, maka lekas pergi saja dari sini."
Orang tua itu manggut-manggut lagi dan bertanya, "Siapa
saja orang-orang yang ikut datang memecahkan problem
catur itu ?"
Hi-tiok lantas menuturkan satu per-satu.
Orang tua itu termenung sejenak, katanya kemudian;
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tokoh-tokoh terkemuka didunia ini sudah sebagian besar
datang kemari, Apakah Kok-eng Taisu dari Tayli Thian-liong-si
tidak datang ?"
"Selain padri dari biara kami, tidak kulihat ada padri
golongan lain." sahut Hi-tiok.
Terdengar orang tua itu menghela napas, lalu berguman
sendiri, "Aku sudah menunggu selama tiga puluh tahun,
andaiakan menunggu lagi tiga puluh tahun juga belum tentu
dapat menemukan bahan yang serba bagus lahir dan batin,
Segala apa didunia ini memang banyak yang tidak dapat
memenuhi harapan orang, Kini terpaksa apa adanya saja."
Rupanya ia sudah ambil sesuatu ketetapan, lalu ia tanya
pula, "Tadi kau bilang problem catur itu bukan kau sendiri
yang memecahkannya, habis mengapa Sing-ho memasukkan
kamu kesini ?"
Maka Hi-tiok bercerita lagi, "Pertama karena Siauceng
secara sembrono telah menjalankan satu biji catur dengan
mata tertutup, sedangkan langkah-langkah selanjutnya adalah
bantuan Susiokco kami yang bergelar Thian-hian Taisu, beliau
telah memberi petunjuk dengan diam-diam dan mengirimkan
bisikan suara ketelinga Siauceng."
Habis itu, segera ia menguraikan pula gambaran singkat
waktu memecahkan problem catur tadi.
"Takdir, takdir!" demikian orang tua itu berkata, Dan
mendadak berseri-seri, lalu katanya pula," "Jika memang
sudah ditakdirkan begitu, secara ngawur dapat kau buka kunci
pemecahan problem yang kuatur itu, ini menandakan kamu
ada jodoh dan mempunyai rejeki yang baik, siapa tahu kalau
kamu akan dapat melaksanakan tugas yang akan kuberikan
padamu, Baik, baik, marilah anak baik, berlututlah dan
menyembah padaku."
Perangai Hi-tiok juga sangat baik, ia suka menghormati
siapa pun juga, Kini mendengar orang tua itu menyuruh dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlutut dan menyembah, meski tidak tahu duduknya perkara,
tapi orang itu dianggapnya sebagai kaum angkatan tua Bu-lim,
untuk menyembah kepadanya juga pantas, maka tanpa pikir
lagi ia lantas berlutut, dengan penuh hormat ia menyembah
empat kali hingga kepala membentur lantai.
Selagi ia hendak berbangkit, tiba-tiba orang tua itu berkata
pula dengan tertawa, "Sembah lima kali lagi ini adalah
peraturan perguruan!"
Hi-tiok mengiakan dan tanpa pikir menyukupi lima kali
sembah lagi.
"Ehm, anak baik, anak baik! Coba, kemarilah!" kata siorang
tua.
Menurut saja Hi-tiok, ia berdiri dan mendekati orang.
Kakek itu pegang tangan Hi-tiok dan mengamat-amati
perawakannya, Tiba-tiba Hi-tiok merasa urat nadi
dipergelangan tangan yang dipegang orang tua itu ada suatu
arus hawa hangat dengan cepat sekali menerjang kepusat
nadinya.
Tanpa pikir ia terus menggunakan lwekang Siau-lim-si yang
dimilikinya serba sedikit itu untuk melawan, Namun tenaga
dalam siorang tua lantas ditarik kembali hingga keadaan
kembali biasa lagi.
Hi-tiok tahu orang lagi menjajal sampai dimana tingkat
lwekangnya sendiri, maka ia menjadi merah jengah, katanya
dengan menyengir. "Siauceng biasanya lebih banyak
membaca kitab, pada waktu kecil juga terlalu malas hingga
tidak mempelajari lwekang ajaran guruku dengan baik, harap
Cianpwe jangan mentertawakan kepandaianku yang cetek ini."
Diluar dugaan, orang tua itu malah sangat senang, katanya
dengan tertawa, "Ehm, bagus, bagus! Lwekangmu dari Siaulim-
si masih sangat cetek, hal ini akan banyak mengurangi
kesukaranku malah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tengah bicara, mendadak Hi-tiok merasa badan lemas,
rasanya hangat-hangat seperti rendam didalam sebuah bak
yang berisi air panas, liang pori diseluruh badan seperti
mengeluarkan uap hingga rasanya sangat segar.
Selang sebantar orang tua itu melepaskan tangan Hi-tiok
dan berkata dengan tertawa, "Cukuplah, Aku sudah
menggunakan 'Hoa-kang-tai-hoat' perguruan kita sendiri untuk
menghapus tenaga dalam Siau-lim-pai yang kau miliki ini !"
Keruan Hi-tiok melonjak kaget, ia menjerit, "Ap....apa
katamu?"
Tapi mendadak kaki terasa lemas dan jatuh terduduk
ditanah, Ia merasa tiada memiliki sedikit tenaga pun, pikiran
menjadi kacau dan mata berkunang-kunang, Ia tahu apa yang
dikatakan orang tua itu pasti tidak bohong.
Sejak kecil Hi-tiok tinggal di Siau-lim-si, untuk pertama
kalinya sekarang ia ditugaskan keluar biara, sudah tentu ia
belum berpengalaman dan tidak kenal seluk-beluk kalangan
kang-ouw serta tindak kekejaman sesama manusia.
Ia hanya pernah mendengar cerita gurunya bahwa 'Hoakang-
tai-hoat' Sing-siok-pai sangat lihai, asal kedua badan
saling menempel, maka lwekang lawan yang terhimpun
selama berpuluh tahun juga dapat dipunahkan dalam waktu
sekejap, Dan orang tua ini terang adalah tokoh angkatan tua
Sing-siok-pai, kenapa aku begini gegabah berdekatan dengan
dia? Mengapa tidak sejak tadi aku melarikan diri agar tidak
menjadi korban kekejiannya?
Berpikir demikian, seketika Hi-tiok tak bisa menahan rasa
menyesal dan sedihnya, air mata terus bercucuran, katanya
sambil menangis, "Aku....aku toh tiada permusuhan apa-apa
dan juga tidak menyalahimu, mengapa engkau membikin
celaka diriku?"
"Hei, cara bicaramu mengapa begini kurang ajar?" sahut
orang itu dengan tertawa, "Kamu tidak panggil 'Suhu',
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebaliknya menyebut 'kau-aku' segala, sedikit pun tidak kenal
aturan?"
"Apa katamu? Mana boleh jadi engkau adalah guruku?"
seru Hi-tiok terkejut.
"Baru saja kamu mengangkat guru padaku, masakah
sekarang kamu sudah lupa," kata si kakek, "Kamu telah
menyembah sembilan kali padaku, itu adalah adat
pengangkatan guru menurut peraturan perguruan kita."
"He, tidak, tidak bisa jadi!" teriak Hi-tiok, "Aku adalah murid
Siau-lim-pai, mana boleh mengangkatmu lagi sebagai guruku?
Apalagi ilmu siluman kalian yang suka membikin celaka orang,
biar bagaimana pun aku tidak sudi belajar."
"Benar-benar kamu tidak mau belajar?" kata si orang tua
dengan tertawa.
Mendadak kedua lengan bajunya mengebas kedepan
hingga semampir dipundak Hi-tiok, Seketika Hi-tiok merasa
pundak dibebani beratus kati beratnya hingga tidak sanggup
berdiri tegak lagi, tanpa kuasa ia tekuk-lutut dan jatuh
terduduk ditanah.
Biarpun sudah tidak berdaya, namun Hi-tiok tidak
menyerah mentah-mentah, mulut tetap menolak tegas, "Meski
kau pukul mati aku juga tetap aku tidak mau belajar."
Kembali orang itu tertawa, mendadak ia lompat keatas,
sekali jumpalitan diudara, tahu-tahu ikat kepala yang
dipakainya mencelat kesudut ruangan, sedang orangnya terus
memancalkan sebelah kakinya pada belandar, lalu dengan
terjungkir ia jatuh kebawah, dengan tepat sekali kepalanya
menindih diatas kepala Hi-tiok, Jadi kepala menyungging
kepala.
"He, kau....kau mau apa?" seru Hi-tiok dengan kuatir, Ia
goyang-goyang kepala dengan maksud membikin orang tua
itu terperosot jatuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi aneh, sekali kepala orang tua itu mendempel kepala
Hi-tiok, maka eratnya seperti dipaku, biarpun Hi-tiok
menggelang kepala sampai leher serasa patah juga tetap tidak
terlepas.
Asal kepala Hi-tiok menggeleng ke-timur, maka tubuh
siorang tua yang terjungkir itu juga mendoyong ke-timur,
kalau Hi-tiok menggoyang ke-barat, tubuh sikakek juga ikut
miring ke-barat, Jadi kedua kepala mereka seperti sudah
melengket.
Karuan Hi-tiok tambah kuatir, dengan kedua tangan ia coba
menarik dan mendorong, ia harap dapat menjatuhkan siorang
tua yang disungginya itu, Tapi mendadak terasa tangan tak
bertenaga sedikitpun, ia jadi gugup, pikirnya, "Setelah kena
Hoa-kang-tai-hoat orang ini, selain punah ilmu silatku,
mungkin untuk makan dan pakai baju juga tiada tenaga lagi,
Wah, kan celaka! Mati aku!"
Ia merasa kepala makin lama makin panas, dalam sekejap
saja kepala sudah terasa pusing dan serasa akan meledak,
tapi hawa panas itu masih terus mencurah kebawah, selang
tak lama, Hi-tiok tidak tahan lagi, akhirnya ia pingsan.
Walaupun pingsan, tapi banyak sekali timbul alam khayalan
dalam benaknya, terkadang ia merasa seperti naik mega dan
terapung diawang-awang, lain saat seperti menyelam kedasar
laut yang hijau permai dan berkawankan ikan, kemudian
merasa berada di Siau-lim-si sedang giat belajar silat dan
membaca kitab, tapi meski sudah dilatih kesana-kesini tetap
tidak jadi.
Dan entah lewat berapa lama lagi, tiba-tiba terasa hujan
lebat, air hujan menetes diatas badan, Segera Hi-tiok
membuka mata, benar juga dilihatnya butiran air yang tak
terhitung banyaknya sedang menetes pada mukanya, Tapi
waktu diperhatikan, kiranya itu bukan air hujan melainkan air
keringat si-kakek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ternyata seluruh muka, seluruh badan kakek itu basah
kuyup dengan air keringat sehingga menetesi badan Hi-tiok.
Saat itu Hi-tiok mendapatkan dirinya menggeletak
telentang ditanahdan orang tua itu duduk disampingnya,
kedua kepala yang saling lengket tadi sekarang sudah
terpisah.
Cepat Hi-tiok merangkak bangun, "Kau....baru hendak
bicara mendadak ia terkejut, ketika diketahuinya sikakek
sudah berubah menjadi seorang lain.
Sebenarnya wajah kakek itu putih bersih dan cakap seperti
pemuda, kini mendadak berubah menjadi penuh keriput, yang
lebih aneh adalah rambutnya yang semula penuh menutupi
kepala itu sekarang sudah rontok semua, sedangkan
jenggotnya yang semula hitam pekat sekarang juga berubah
menjadi putih semua.
Melihat itu, pikiran yang pertama-tama timbul dalam benak
Hi-tiok adalah, "Sebenarnya aku telah pingsan berapa lama?
Apa tigapuluh tahun? Limapuluh tahun? Mengapa orang ini
mendadak berubah lebih tua beberapa puluh tahun?"
Ia lihat kakek yang berada didepannya sekarang benarbenar
sudah sangat tua, sudah loyo, usianya ditaksir kalau
tidak 120 tahun tentu juga lebih dari seratus tahun.
"Jadilah sekarang jerih-payahku!" demikian kakek itu
berkata dengan senyum lemas, "Anak baik, rejekimu teramat
bagus, jauh melebihi harapanku, Sekarang coba kau pukul
dinding papan itu dari jauh."
Hi-tiok tak tahu seluk-beluknya, ia hanya menurut saja, dari
jauh ia hantamkan sebelah telapak tangannya, Mendadak
terdengar suara "krak-brak" yang keras, dinding papan itu
ambrok sebagian besar, jauh lebih keras daripada dia
menumbuk dengan bahunya belasan kali umpamanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Hi-tiok terkesima, katanya kemudian,
"Ken....kenapa bisa begini ?"
Dengan wajah berseri-seri sikakek juga berkata dengan
sangat girang, "Ya, kenapa bisa begitu ?"
"Mengapa mendadak aku....memiliki tenaga sebesar ini?"
tanya Hi-tiok dengan ragu.
Dengan tersenyum sikakek memberitahu, "Kamu belum
mempelajari Ciang-hoat (ilmu pukulan) maka tenaga dalam
yang kau lontarkan barusan belum ada satu per-sepuluh
besarnya dan tenaga yang kau miliki sekarang, Hasil jerihpayah
gurumu selama tujuhpuluh tahun, ini sudah tentu lain
daripada yang lain!"
"Hah, kau bilang jerih....jerih-payah selama tujuhpuluh
tahun apa?" seru Hi-tiok sambil melonjak bangun, Ia tahu
tentu ada sesuatu yang tak beres.
"Masakah kamu belum paham, berlagak pilon atau memang
tidak tahu?" ucap sikakek dengan tersenyum.
Dalam hati Hi-tiok memang sudah merasakan maksud
tujuan sebenarnya perbuatan sikakek itu, Cuma kejadian ini
terlalu mendadak, juga susah untuk dipercaya bisa terjadi
demikian, Maka dengan tergagap ia tanya lagi,
"Apakah....apakah Locianpwe telah...telah menurunkan
semacam Sin-kang (ilmu sakti) kepada Siauceng?"
"Sampai sekarang kamu masih tidak sudi menyebut Suhu
padaku?" tanya sikakek.
"Siauceng adalah murid Siau-lim-pai," demikian sahut Hitiok
sambil menunduk, "Maka Siauceng tidak berani durhaka,
untuk masuk keperguruan lain lagi."
"Didalam badanmu sudah tiada sedikitpun kepandaian Siaulim-
pai, mengapa kamu masih mengaku sebagai murid Siaulim-
pai?" kata sikakek. "Dalam badanmu sekarang sudah
terhimpun ilmu sakti jerih-payah tujuhpuluh tahun dari SiauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
yau-pai. Masakah kamu tidak mau mengaku sebagai anak
muris perguruan kita?"
"Siau-yau-pai?" demikian Hi-tiok menegas, Selamanya ia
tidak pernah mendengar nama Siau-yau-pai atau "golongan
bebas merdeka" itu.
"Ya, orang hidup didunia ini yang dituju adalah hidup bebas
merdeka," sahut sikakek, Lalu ia berkata pula, "Coba sekarang
kau lompat sekali keatas."
Karena rasa ingin tahu, Hi-tiok lantas menurut saja, ia
sedikit tekuk lutut, lalu menggenjot pelahan, eh, tahu-tahu
tubuh terus membal kesana.
"Blang," kepala menyundul genteng hingga kesakitan,
mendadak matanya terbeliak, separoh tubuhnya menerobos
keluar atap rumah, bahkan rasanya badan masih hendak
melayang terus keatas.
Khawatir kalau-kalau badan 'terbang' ke-langit, lekas saja
Hi-tiok pegang atap rumah sehingga daya mumbulnya itu
tertahan, Lalu ia merosot turun, dan begitu kaki menyentuh
tanah, badan masih mendal beberapa kali mirip bola saja, Ginkang
demikian benar-benar susah untuk dibayangkan
sebelumnya, Seketika Hi-tiok menjadi bingung malah, ia tidak
tahu harus girang atau sedih.
"Bagaimana?" tanya si-kakek.
"Apakah....apakah aku kemasukan ilmu sihir?" sahut Hitiok.
"Tidak, coba duduk dengan tenang, dengarkan uraianku,
Waktunya sudah mendesak, aku tidak dapat banyak bicara,
aku hanya mengambil pokok persoalannya saja," kata sikakek,
"Begini, jika kamu berkeras tidak mau menyebut aku sebagai
Suhu dan tidak suka ganti perguruan, untuk itu aku pun tidak
memaksa Siausuhu, jika kuminta bantuanmu untuk sesuatu
urusan besar, apakah dapat kau terima?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Walaupun bakal untung atau buntung belum diketahui
akibat mendadak bertambahnya lwekang yang diperoleh dari
orang tua itu, namun paling tidak hal ini sudah berarti dia
telah menerima budi kebaikan siorang tua, Kalau orang tua itu
sampai membuka mulut meminta bantuannya guna
menyelesaiakn sesuatu urusan, maka betapa pun dirinya
harus mengerjakannya dengan baik.
Hi-tiok lantas menjawab, "Asal Cianpwe mengatakan, sudah
tentu akan kulaksanakan dengan sekuat tenaga."
Sampai disini, tiba-tiba teringat olehnya orang mahir "Hoakang-
tai-hoat", agaknya tergolong kaum Sia-pai, maka segera
ia menambahi lagi, Tetapi bila Cianpwe suruh Siauceng
berbuat sesuatu yang tidak baik, maka sekali-kali tidak dapat
kuterima permintaan Cianpwe."
"Apa yang kau maksudkan sebagai 'sesuatu yang tidak
baik'?" tanya sikakek dengan tersenyum getir. "Siauceng
adalah murid Buddha, jadi urusan yang merugikan atau
membikin susah orang lain sekali-kali tidak dapat kukerjakan,"
sahut Hi-tiok.
"Tetapi jika ada manusia didunia ini selalu membuat
sesuatu yang merugikan dan membikin susah orang lain,
selalu berbuat kejahatan membunuh orang semau-maunya,
untuk itu kusuruh kamu membasminya, akan kau terima atau
tidak?" tanya sikakek.
"Siauceng akan memberi nasehat sedapatnya agar dia suka
memperbaiki kesalahannya itu?" kata Hi-tiok.
"Dan kalau dia tetap tidak mau sadar ?"
"Itu adalah kewajiban kaum kita untuk membasminya,"
sahut Hi-tiok tegas, "Cuma kepandaian Siauceng terlalu
rendah, mungkin tidak mampu memenuhi kewajiban berat
ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jadi tegasnya kau terima permintaanku?" sikakek
menegas.
"Ya, kuterima!" sahut Hi-tiok sambil mengangguk.
Si-kakek berubah girang, katanya pula, "Bagus, bagus!
Nah, maksudku adalah supaya kau bunuh seseorang, seorang
durjana maha jahat, yaitu muridku sendiri yang bernama Ting
Jun-jiu, kini tersohor dalam Bu-lim dengan gelar Sing-siok
Lokoai."
Mendengar itu, barulah Hi-tiok merasa lega, Sudah lama ia
dengar nama jahat Sing-siok Lokoai, tidak cuma sekali ia
pernah mendengar para angkatan tua dalam Siau-lim-si bicara
tentang perbuatan Ting Jun-jiu yang terkutuk, semua orang
bertekad akan membasminya dari muka bumi ini.
Maka sahutnya kemudian, "Menumpas Sing-siok Lokoai
memang kewajiban setiap orang persilatan, cuma sedikit
kepandaian Siauceng ini mana dapat....."
Mendadak ia berhenti, Ketika dilihatnya sorot mata sikakek
seperti lagi mengejek padanya, ia jadi ingat bahwa 'sedikit
kepandaian' yang diucapkannya itu sekarang memang tidak
tepat lagi.
Benar juga, segera orang tua itu berkata, "Sedikit
kepandaianmu sekarang sudah tidak dibawah kepandaian
Sing-siok Lokoai, Tapi untuk bisa membasminya memang
benar belum cukup kuat, Tapi kau pun tidak perlu kuatir,
sudah tentu aku akan mengatur apa yang perlu."
"Jika Locianpwe adalah Suhu Sing-siok Lokoai, mengapa dia
dibiarkan malang melintang didunia kang-ouw untuk berbuat
kejahatan semau-maunya dan tidak dibasmi sejak dulu?"
demikian tanya Hi-tiok.
Orang tua itu menghela napas, sahutnya,
"Teguranmu memang betul, Hal itu memang salahku,
Dahulu murid durhaka itu mendadak menyerangku hingga aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terjerumus kedalam jurang, hampir jiwaku melayang
ditangannya, untung muridku yang tertua, So Sing-ho purapura
bisu dan tuli hingga murid durhaka itu kena dikelabui,
dengan demikian barulah jiwaku mendapat kesempatan
diperpanjang tiga puluh tahun lagi, Tapi dalam tigapuluh
tahun ini aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk
membuang semua kegemaranku dahulu seperti main catur,
seni lukis, seni musik dan lain-lain dan melulu akan
memperdalam ilmu silat saja, dengan harapan akan
menemukan seorang pemuda pintar dan cakap untuk
menerima warisan ilmu silat yang kupelajari dan kuselami
selama hidup ini."
Mendengar sikakek bicara tentang pemuda 'pintar dan
cakap', diam-diam Hi-tiok mengukur dirinya sendiri, dalam hal
bakat dirinya masih boleh juga, tapi bicara tentang 'cakap',
terang bagaimana pun dirinya tidak masuk hitungan.
Maka katanya kemudian sambil menunduk,
"Bicara tentang orang cakap sebenarnya didunia ini terlalu
banyak, misalnya diluar sana sekarang juga ada dua orang,
yang satu adalah Buyung-kongcu dan yang lain pemuda she
Toan, Apakah sekiranya perlu Siauceng mengundang mereka
kesini agar dapat dilihat Locianpwe sendiri?"
Si-kakek tertawa, katanya, "Setiap tindak-tanduk orang
Siau-yau-pai selalu mengutamakan soal jodoh, Tentang
kejadian Ting Jun-jiu mendurhakai perguruan juga bukan tiada
persoalannya, Sekarang aku sudah mencurahkan saripati
peyakinanku selama tujuh puluh tahun kedalam tubuhmu,
masakah masih dapat diturunkan lagi kepada orang kedua?"
"Apa....apa benar Cianpwe sudah....sudah menurunkan
antero saripati peyakinan Cianpwe kwpada Siauceng?" Hi-tiok
menegas dengan ragu. "Jika....jika begitu cara bagaimana
Siauceng harus menerima budi kebaikanmu ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tentang ini aku pun tidak tahu apakah akan membawa
untung atau celaka bagimu kelak," sahut sikakek, "Sebab,
biarpun memiliki ilmu silat setinggi langit, hal ini pun tidak
berarti bahagia bagi orang itu? Coba dahulu bila aku cuma
belajar manabuh harpa, main catur dan melukis saja, tapi
tidak kemaruk tentang ilmu silat segala, maka dapat
dipastikan hidupku ini tentu akan jauh lebih gembira, Ya, anak
baik, Ting Jun-jiu itu menyangka jiwaku sudah melayang
ditangannya, maka dia dapat berbuat sewenang-wenang
tanpa kuatir kepada siapa pun juga! Disini ada sebuah peta
yang melukiskan tempat dahulu aku pernah tirakat, yaitu
terletak di Thian-san wilayah barat, Dengan peta ini dapat kau
cari tempat simpanan semua kitab ilmu silat yang aku
kumpulkan selama ini dan boleh kau pelajari menurut cacatan
dalam kitab-kitab itu, Tidak sampai setahun pasti ilmu silatmu
akan dapat menimpali Ting Jun-jiu."
Sembari berkata ia terus mengeluarkan sebuah gulungan
kertas kecil dan diserahkan kepada Hi-tiok.
Perasaan Hi-tiok rada rikuh, katanya dengan terharu,
"Sebenarnya kepandaian Siauceng masih hijau, kali ini
ditugaskan guruku untuk mengirimkan surat, maka sekarang
seharusnya aku cepat pulang kegunung untuk memberi
laporan, Dan tentang tindakanku selanjutnya harus terserah
kepada perintah guruku, Jika nanti Suhu dan Hong-tiang kami
melarang Siauceng turun gunung lagi, maka terpaksa tak
dapat melaksanakan pesan Locianpwe ini."
"Ya, bila memang begitu ditakdirkan sehingga orang jahat
mesti dibiarkan tetap malang melintang, ya, apa mau dikata
lagi," demikian kata orang tua itu dengan tersenyum getir,
"Dan kau....kau...."
Sampai disini, mendadak seluruh badannya menggigil,
pelahan ia tiarap, dengan kedua tangan ia bertahan ditanah,
semangat tampak loyo dan lemas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Hi-tiok terkejut, cepat ia pegang badan kakek itu
dan berkata, "Ken... kenapa, Locianpwe ?"
"Jerih-payahku selama tiga puluh tahun menunggu saripati
peyakinan selama tujuh puluh tahun kini telah seluruhnya
keserahkan padamu, hari ini ajalku sudah tiba." demikian kata
kakek itu dengan suara lemah, "anak baik, apakah sampai
detik terakhir kamu tetap tidak sudi memanggil 'Suhu'
padaku?"
Dasar perangai Hi-tiok memang luhur, melihat sikakek
sangat harus dikasihani, terang jiwanya hanya tinggal dalam
sekejap saja, apalagi melihat sorot matanya yang penuh rasa
memohon itu, hati Hi-tiok menjadi tidak tega, tak tertahan lagi
panggilan 'Suhu' lantas tercetus dari mulutnya.
Karuan orang tua itu sangat girang, sekuat tenaga ia
melepaskan sebuah cincin besi hitam dari jari kiri dan hendak
dimasukkan ke-jari Hi-tiok, tapi karena tenaga sudah habis,
maka tangan Hi-tiok saja hampir tidak kuat dipegangnya.
"Suhu!" kembali Hi-tiok memanggil pula, lalu ia pakai
sendiri cincin hitam itu pada jari sendiri.
"Anak baik." kata pula sikakek dengan sangat lemah.
"Sekarang kamu terhitung mu... muridku yang ketiga, Bila
ketemu So Sing-ho, pang....panggil dia Toasuko, Kamu...
sebenarnya she apa ?"
"Sungguh aku tidak tahu." sahut Hi-tiok.
"Sayang tampangmu kurang bagus, dalam hidupmu ini
masih akan banyak mengalami rintangan, tetapi hal itu
terpaksa terserah kepada takdir, Ai, sayang, sayang...." makin
lama makin lemah dan tambah lirih suaranya, sampai akhirnya
menjadi tidak kedengaran lagi dan mendadak tubuhnya roboh
kedepan, "bluk", batok kepalanya membentur lantai, lalu tidak
bergerak lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suhu, Suhu!" teriak Hi-tiok dan cepat memayangnya
bangun, waktu ia periksa pernapasan orang tua itu, namun
sudah berhenti, ternyata sudah meninggal dunia.
Belum ada satu jam lamanya, Hi-tiok berkenalan dengan
sikakek, memangnya tak bisa dikatakan ada sesuatu
hubungan baik, tapi dalam tubuhnya telah mengeram ilmu
sakti hasil jerih-payah sikakek selama tujuh puluh tahun,
dirasakan orang tua itu seperti sangat erat hubungannya
dengan dia, jauh lebih baik daripada orang lain, Maklum,
keadaan badan Hi-tiok boleh dikatakan setengah bagian
berasal dari sikakek atau separoh bagian tubuh sikakek
sekarang sudah berubah menjadi dia.
Kini melihat orang tua itu sudah mati, tanpa terasa ia
sangat berduka, maka menangislah dia dengan tergerunggerung.
Sesudah puas menangis, kemudian ia berbangkit, Pikirnya,
"Tentang kejadian ini harus keberitahukan kepada Solocianpwe,
Losianseng (tuan tua) ini tadi mengharuskan
kupanggil 'Suhu' padanya, kalau tidak matinya takkan
tenteram, untuk itu aku terpaksa memanggilnya dua kali, hak
ini tidak lebih hanya supaya hatinya terhibur dan lega sebelum
meninggal, Padahal aku adalah murid Siau-lim-pai tulen, mana
boleh masuk lagi perguruan lain? Untung kejadian tadi hanya
aku dan dia yang tahu, sekarang Losianseng ini sudah
meninggal, asal aku sendiri tidak katakan kepada orang lain,
tentu didunia ini tak ada lagi orang yang tahu."
Maka ia berlutut dan memberi sembah hormat beberapa
kali kepada jenazah orang tua itu, diam-diam ia memanjatkan
doa. "Locianpwe, tadi aku memanggil Suhu padamu, hal itu
cuma para-pura saja, janganlah engkau anggap sungguhsungguh,
Jika engkau mengetahui didalam baka, harap suka
memaafkan."
Selesai berdoa, lalu ia putar tubuh dan keluar dari rumah
papan itu, Ia tetap melalui lubang dinding yang dibobolnya itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sekali lompat saja, tahu-tahu sudah melayang keluar
secepat burung, Tapi ia jadi tercengang begitu berada diluar
rumah.
Ternyata dipelataran situ banyak sekali pohon siong sama
tumbang, Dilihatnya diatas tanah situ terdapat pula sebuah
liang yang sangat dalam. Rupanya selama kurang dari satu
jam ia berada dalam rumah dan diluar situ sudah terjadi
geger, mungkin pohon-pohon itu dirobohkan orang tatkala ia
jatuh pingsan dalam rumah tadi, sebab itulah ia sama sekali
tidak merasa dan mendengar sesuatu suara.
Dalam pada itu dilihatnya orang yang berada diluar rumah
kini telah terbagi menjadi dua kelompok, Liong-ah Lojin So
Sing-ho duduk disisi kanan, dibelakangnya berdiri Hian-lan,
Kheng Kong-leng, Sih Boh-hoa dan kawan-kawannya.
Disebelah lain duduk Sing-siok Lokoai dan yang berdiri
dibelakangnya adalah Yap Ji-nio, Yu Goan-ci dan anak murid
Sing-siok-pai yang lain.
Sedangkan Buyung Hok, Giok-yan, Toan Ki, Cumoti, Toan
Yan-khing dan Lam-hai-gok-sin tampak berdiri terpencar
disana-sini, agaknya mereka adalah pihak yang netral, tidak
membantu sesuatu pihak.
Ditengah antara So Sing-ho dan Ting Jun-jiu sedang
menyala suatu tiang api dan kedua orang itu lagi
mengerahkan tenaga dalam masing-masing untuk mendesak
gundukan api itu agar membakar pihak lawan, Tatkala itu
tampak ujung api agak miring kekanan, nyata Ting Juh-jiu
sudah berada diatas angin.
Karena semua orang lagi memperhatikan tiang api yang
berkobar itu, maka tentang keluarnya Hi-tiok dari rumah
papan itu tiada diperhatikan oleh siapa pun.
Sudah tentu yang diperhatikan Giok-yan adalah sang
Piauko Buyung Hok, sedangkan Toan Ki juga cuma
memperhatikan Giok-yan saja, yang dipandang kedua muda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mudi itu bukanlah tiang api, tapi juga mereka tidak mau
memandang sekejap pun kepada Hi-tiok.
Maka dari jauh Hi-tiok mengitar dari belakang semua orang
dan memutar kesisi kanan untuk berdiri disamping Supeknya
yaitu Hui-bu, murid angkatan "Hui" dari Siau-lim-si.
Dalam pada itu tiang api semakin mendoyong kekanan,
pakaian So Sing-ho melembung seakan-akan layar perahu
yang tertiup angin kencang dan kedua tangan berulang
menolak kedepan sekuatnya, sebaliknya Ting Jun-jiu tampak
enak-enak saja seperti tidak merasakan sesuatu yang berat, ia
hanya mengebaskan lengan bajunya dengan enteng tanpa
makan tenaga.
Dalam pada itu anak muridnya lantas menghamburkan
puja-puji lagi atas nama sang guru,
"Nah, biar kalian menyaksikan betapa sakti Sing-siok Losian
sekarang, supaya kalian menjadi melek! Suhu kami sengaja
hendak memberi hajaran sedikit demi sedikit, makanya beliau
cuma mengerahkan ilmu saktinya dengan pelahan, Kalau mau,
huh, sekali gebrak saja tua bangka she So itu tentu sudah
mampus! Ya, jika ada yang tidak takluk, sebentar boleh maju
lagi satu per-satu untuk meresakan betapa lihainya ilmu sakti
Sing-siok-pai. Dan sudah tentu, jika ada manusia rendah yang
tidak kenal malu ingin main keroyok juga boleh! Ilmu sakti
Sing-siok-pai sudah ditakdirkan tiada tandingannya di-jagat
ini, bila ada yang berani coba melawan, itu berarti cari
mampus sendiri!"
Sebenarnya kalau Cumoti, Buyung Hok, Toan Yan-khing
dan lain-lain mau maju mengerubut Ting Jun-jiu, betapa
lihainya Lokoai juga pasti tidak mampu melawan tokoh-tokoh
terkemuka itu.
Tapi, pertama karena Cumoti dan lain-lain ini sok menjaga
harga diri, tidak nanti mereka sudi main keroyok, Kedua,
mereka tidak mempunyai hubungan baik dengan Liong-ah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lojin dan tiada maksud mereka untuk menolong kesukarannya
ini, Ketiga, diantara mereka masing-masing juga saling sirik
dan curiga mencurigai, kuatir kalau mendadak diserang oleh
pihak lain.
Sebab itulah biarpun anak murid Sing-siok-pai itu
mengobral pujian setinggi langit kepada Sing-siok Lokoai,
tetap Cumoti dan lain-lain mendengarkan dengan tersenyum
saja dan tidak ambil pusing.
Sekonyong-konyong tiang api itu menjilat kedepan hingga
mencapai tubuh Si Sing-ho, sesudah terendus bau sangit,
maka tertampaklah jenggot So Sing-ho yang panjang itu
sudah terbakar habis bersih.
Sekuat tenaga So Sing-ho melawan dan akhirnya dapat
menolak kembali tiang api itu, Tapi api itu tetap tidak lebih
jauh satu dua meter dari tubuhnya dan berulang masih
menjulur kian kemari bagaikan seekor ular raksasa hendak
memagut mangsanya.
Diam-diam Hi-tiok menjadi kuatir, pikirnya, "Meski aku tidak
mengakui orang she So ini sebagai Suheng, tapi sedikit
banyak aku sudah terhitung mempunyai hubungan dari
sumber yang sama, Tampaknya segera ia akan terbakar,
lantas bagaimana aku harus bertindak?"
Mendadak terdengar suara 'dung-dung' dua kali, menyusul
terdengar pula suara 'creng-creng-breng', maka ramailah
suara tambur dan gembreng.
Kiranya diantara murid Sing-siok-pai ada yang membawa
kecer, tambur, gembreng, sempritan ada alat-alat tabuhan
lain, Kini mereka terus mengeluarkan dan ditabuh dengan
ramai untuk memamerkan kegagahan guru mereka. Bahkan
ada diantaranya terus mengibarkan panji dan diobat-abitkan
kian-kemari sambil berteriak-teriak untuk menambah perbawa
pihaknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh belum pernah terjadi didunia ini bahwa
pertandingan lwekang diantara kedua jago silat mesti disertai
dengan tetabuhan yang riuh ramai. Karuan Cumoti ketawa geli
cekakakan, katanya, "Betapa tebal muka Sing-siok Lokoai,
sungguh sejak dulu dan sampai sekarang tiada tandingannya!"
Ditengah suara riuh-rendah itu, tiba-tiba seorang muris
Sing-siok-pai mengeluarkan secarik kertas, ia melangkah maju
beberapa tindak dan membentang kertas itu, lalu
membacanya dengan suara lantang.
Kiranya itu adalah suatu karangan yang berjudul "Pujian
kepada Sing-siok Lokoai yang mengguncangkan Tiong-goan".
Murid Sing-siok-pai itu entah berhasil minta tolong
sastrawan dari mana hingga dapat membuatkan sebuah sajak
yang penuh terisi kata-kata puji-sanjung kepada sang guru.
Suasana disitu seketika berhamburan "Ma-bi-kang", "Hoat-lekang"
dan "He-gan-kang" sebagaimana pernah dikatakan Pau
Put-tong, yaitu penuh orang menjilat, omong besar dan muka
tebal alias tidak kenal malu.
Tapi jangan dikira suara sanjung-puji itu tiada gunanya,
ternyata itu pun merupakan tenaga dorongan bagi lweekang
Sing-siok Lokoai.
Ditengah suara tetabuhan yang keras disertai puja-puji itu,
tiang api yang berkobar-kobar itu tambah hebat dan kembali
mendesak lebih dekat lagi kearah So Sing-ho.
Sekonyong-konyong terdengar suara tindakan orang
banyak, tahu-tahu lebih duapuluh orang laki2 berlari keluar
dari belakang rumah sana, mereka terus menghadang
didepannya So Sing-ho.
Kiranya mereka ini adalah para laki-laki tuli-bisu yang
mengusung Hian-lan dan lain-lain keatas gunung tadi, Mereka
adalah muridnya So Sing-ho.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Ting Jun-jiu mengerahkan lagi tenaganya, terus saja
tiang api itu menjilat tubuh dua-puluhan orang laki-laki itu.
Seketika terdengarlah suara mencicit, suara hangusnya kulit
dan daging manusia disertai bau sangit.
Tapi orang-orang itu tetap berdiri tegak ditempatnya, meski
tubuh mereka sudah terbakar merata, tetap mereka tidak
bergerak sedikit pun. Dan karena mereka sudah bisu, maka
sikap mereka menjadi lebih perkasa dan mengharukan pula.
Semua orang menjadi gempar menyaksikan s ikap para lakilaki
bisu-tuli yang gagah berani itu, biar pun sudah terbakar,
tapi sedikitpun mereka tidak bergerak, Saking seram kejadian
itu hingga Ong Giok-yan dan Toan Ki mau tak mau juga
berpaling.
Maka hanya dalam sekejap saja beberapa orang diantara
laki-laki bisu-tuli itu sudah terbakar hangus di-tengah2 lautan
api yang terus berkobar-kobar itu.
"He, jangan begitu kejam!" seru Toan Ki mendadak, lalu
tangan kanan menuding kedepan, ia bermaksud menusuk Ting
Jun-jiu dengan "Lak-meh-sin-kiam", Tapi dia tidak mahir
melontarkan ilmu pedang tanpa wujud itu, tenaga dalamnya
memang penuh bergolak didalam badan, tapi tidak dapat
dipantulkan melalui jarinya.
Karuan ia kelabakan dan akhirnya ia berteriak lagi,
"Buyung-heng, lekas turun tangan menghentikan perbuatan
kejam itu!"
Tadi ketika Buyung Hok tenggelam dalam khayalnya dan
hampir membunuh diri, syukur berkat "Lak-meh-sin-kiam"
Toan Ki itulah hingga pedangnya dipukul jatuh ketanah, Cuma
saat itu ia lagi hilang ingatan, maka tidak menyaksikan
bagaimana gaya "lak-meh-sin-kiam" itu, Sekarang
didengarnya seruan Toan Ki, segera ia menjawab;
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Toan-heng sendiri adalah seorang ahli, mana keberani
main pamer disini? Apakah tidak lebih baik silahkan Toan-heng
mencoba sekali lagi Lak-meh-sin-kiam!"
Datangnya Toan Yan-khing tadi lebih belakang maka tidak
melihat Lak-meh-sin-kiam yang dilontarkan Toan Ki, Dia
adalah keturunan lurus keluarga Toan di Tayli, Sudah tentu ia
pun kenal nama ilmu sakti keluarganya sendiri itu, Maka ia
tergetar ketika mendengar Buyung Hok menyebut "lak-mehsin-
kiam".
Ia coba melirik Toan Ki ia ingin tahu apa benar pemuda itu
mahir ilmu sakti yang cuma dikenal namanya saja itu, Tapi ia
lihat jari Toan Ki menuding sini dan menggores kesana,
gayanya memang bukan sembarangan, tapi tenaganya
sedikitpun tidak ada.
Sudah tentu Toan Yan-khing tidak tahu bahwa Toan Ki
sudah mempelajari ilmu pedang itu dengan baik, soalnya
cuma tidak dapat menggunakan dengan leluasa. Maka
pikirnya. "Hah, Lak-meh-sin-kiam apa? Hanya membikin kaget
aku saja, Bocah ini rupanya membual belaka untuk menipu
orang Lak-meh-sin-kiam dari keluarga Toan kami memang
terkenal, tapi sejak dulu cuma dikenal namanya saja dan tidak
pernah ada orang mampu meyakinkannya."
Karena melihat Toan Ki tidak mau turun tangan, maka
Buyung Hok mengira Toan Ki sengaja bersikap begitu, Sebagai
orang yang pintar berpikir, Buyung Hok sendiri tidak mau
sembarangan pamer, maka ia pun berdiri ditempatnya saja
untuk menyaksikan kejadian selanjutnya.
Selang sebentar saja, sebagian besar laki-laki bisu-tuli itu
sudah terbakar mati, sisanya juga terluka parah dan setengah
mati. Dalam pada itu terdengar suara gembreng dan tambur
masih bertalu-talu, mendadak Ting Jun-jiu mengebas lengan
jubahnya, tiang api itu melampaui para laki-laki tuli-bisu itu
terus menyambar kearah So Sing-ho.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan mengganggu guruku?" seru Sih-sin-ih terus
hendak menubruk maju untuk menghadang didepan sang
guru.
Tapi So Sing-ho telah menggeraki tangannya untuk
menolaknya mundur, berbareng tangan lain menghimpun
segenap sisa tenaga terus menghamtam kearah api itu, Tapi
karena tenaga dalamnya sekarang sudah hampir terkuras
habis, maka tenaga pukulannya hanya dapat menahan
sementara tiang api itu, segera ia merasa tubuh panas dingin,
didepan mata hanya api yang merah menganga belaka.
Sungguh tak tersangka olehnya bahwa kemajuan Sing-siok
Lokoai selama tigapuluh tahun ini jauh lebih pesat daripada
dirinya hingga selisih kekuatan mereka berdua makin jauh.
Sekarang tenaga murni dalam tubuhnya sudah mendekat
babak seperti pelita yang kehabisan minyak dan susah
terhindar dari tangan keji Lokoai.
Teringat olehnya sudah tigapuluh tahun gurunya pura-pura
mati, setelah dirinya dibunuh Lokoai, tentu iblis itu akan
menyerbu kedalam rumah dan mungkin nasib gurunya
akhirnya akan tetap dicelakai Sing-siok Lokoai.
Begitulah selagi badan tersiksa oleh ancaman api, batinnya
jauh lebih menderita pula.
Melihat keadaan So Sing-ho sangat berbahaya, tapi tetap
berdiri ditempatnya pantang mundur, Hi-tiok tidak tahan lagi,
terus saja ia lari maju, ia pegang punggung So Sing-ho,
katanya, "Lekas menyingkir saja, tiada gunanya mati konyol!"
Dan mungkin memang sangat kebetulan, pada saat yang
sama So Sing-ho lagi menghantam kedepan dengan
sekuatnya. Sebenarnya tenaga pukulannya sangat lemah,
boleh dikata takkan ada manfaatnya, tujuannya tidak lebih
hanya bertempur sampai titik darah penghabisan saja.
Siapa duga mendadak terasa ada suatu arus tenaga maha
kuat menyalur masuk dari punggungnya, bahkan tenaga baru
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini serupa dengan ajaran perguruan sendiri sehingga pukulan
yang dilontarkan itu seketika bertambah kuat entah berapa
kali lipat.
Maka, kontan saja jalur api itu menyambar balik hingga
menjilat tubuh Ting Jun-jiu sendiri, bahkan masih terus
menyambar kebelakang hingga beberapa murid Sing-siok-pai
juga terlihat dilautan api itu.
Keruan para murid Sing-siok-pai itu kelabakan, seketika
tambur, gembreng, kecer dan alat tetabuhan lain kacau-balau
tak karuan, menyusul alat-alat tetabuhan itu lantas dibuang
hingga menerbitkan suara gemerantang nyaring, banyak
diantara murid Sing-siok-pai itu terguling-guling ditanah sambil
menjerit tobat dan minta ampun.
Lokoai terkejut juga, Padahal tenaga Hi-tiok itu ditambah
dengan tenaga pukulan So Sing-ho belum tentu mampu
mengalahkan Ting Jun-jiu, Soalnya iblis tua itu yakin pasti
menang sehingga lupa daratan, maka ketika mendadak
mengalami serangan balasan, hak ini sama sekali diluar
dugaan dan seketika menjadi bingung pula, Berbareng ia pun
merasakan tenaga pukulan balasan lawan itu sangat hebat
dan ulet, jauh diatas kekuatan So Sing-ho sendiri, tapi jelas
pula adalah kungfu perguruan sendiri, ia jadi ragu janganjangan
arwah halus sang guru yang telah ditewaskan itu
sedang membantu So Sing-ho dan hendak membikin
perhitungan atas dosanya?
Berpikir demikian, sedikit keder saja tenaga dalamnya
lantas terhambat hingga ketika api menyambar balik ia tidak
dapat menghindarinya.
Perubahan yang mendadak itu tidak hanya diluar dugaan
So Sing-ho dan Sing-siok Lokoai, bahkan Hi-tiok sendiri juga
bingung, ia lihat api sudah membungkus Ting-lokoai dan
sedang membakar dengan hebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Thi-thau muridku, lekas turun tangan!" seru Lokoai minta
tolong kepada Yu Goan-ci.
Seketika itu Goan-ci juga tidak sempat berpikir, segera ia
lompat maju dan kedua tangannya terus bekerja, maka
terdengarlah suara mencicit berulang-ulang, api yang
berkobar-kobar itu tersambar oleh hawa maha dingin
pukulannya itu hingga padam seketika, bahkan asap juga
lantas buyar tanpa bekas, yang tertinggal hanya beberapa
potong kayu yang sudah menjadi arang.
Baju Ting-lokoai sendiri sudah terbakar koyak, alis
jenggotnya juga hangus, keadaannya sangat runyam, dalam
hatinya masih ketakutan kalau arwah sang guru akan
mengganggunya lagi, maka ia tidak berani mengganas lebih
lama disitu, segera ia berseru,
"Ayolah pergi!" Sekali melayang, tahu-tahu sudah berada
ditempat belasan meter jauhnya.
Segera anak murid Sing-siok-pai ikut melarikan diri dengan
ketakutan, seketika terdengar pula suara nyaring jatuhnya
gembreng, tambur, terompet dan alat-alat tetabuhan lain yang
dibuang memenuhi tanah.
Naskah yang memuat "pujian kepada Sing-siok Losian"
sebelum selesai terbaca juga sudah terbakar sebagian dan
menari-nari terbawa angin, seakan-akan sedang mengejek
Sing-siok Lokoai yang lagaknya seperti "macan Kertas", galak
dimuka dan ngacir kemudian.
Semua orang menjadi terheran-heran melihat larinya
orang-orang Sing-siok-pai itu, Yap Ji-nio lantas berteriakteriak,
"Ooi, engkoh Jun-jiu, tunggulah daku! Tega amat
kembali kau tinggalkan aku lagi!" Lalu ia pun berlari pergi
secepat terbang.
Toan Yan-khing, Lam-hai-gok-sin, Cumoti dan lain-lain
sama mengira apa yang terjadi itu adalah tipu akalnya So
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sing-ho, mengalah lebih dulu untuk kemudian memberi
gempuran balasan, hingga Sing-siok Lokoai dibikin ngacir.
Pada awal pertarungannya melawan Sing-siok Lokoai tadi,
saking dahsyatnya pertempuran mereka hingga banyak pohon
siong bergelimpangan dirobohkan mereka apalagi Liong-ah
Lojin terkenal sangat lihai, kalau akhirnya ia dapat
mengalahkan Sing-siok Lokoai juga tidak mustahil. Pula, Hitiok
hanya murid angkatan ketiga dari Siau-lim-si, ilmu silatnya
rendah, dengan sendirinya tiada seorang pun yang menaruh
curiga pada Hi-tiok yang telah menolong So Sing-ho.
Padahal Hi-tiok sendiri juga merasa bingung oleh
berakhirnya pertempuran sengit itu, Hanya So Sing-ho sendiri
paham duduknya perkara ketika sekilas dilihatnya pada jari Hitiok
memakai cincin besi milik gurunya, diam-diam ia berduka
dan bergirang pula.
Kemudian Buyung Hok berkata, "Dengan ilmu sakti
Locianpwe telah mengenyahkan Lokoai, rasanya dia pasti
pecah nyalinya dan tidak berani menginjak tanah Tiong-goan
lagi, Sungguh jasa Locianpwe bagi kesejahteraan Bu-lim harus
dipuji."
So Sing-ho sendiri karena melihat anak muridnya sebagian
besar mati dan terluka, ia sangat berduka, pula teringat akan
keselamatan gurunya, maka ia cuma memberi jawaban
sekedarnya, lalu Hi-tiok ditariknya dan berkata, "Siausuhu,
marilah ikut aku kedalam."
Tapi Hi-tiok memandang Hian-lan dengan ragu untuk
menantikan petunjuk orang tua itu.
Maka Hian-lan berkata, "So-cianpwe adalah tokoh
terhormat, jika beliau ada pesan apa-apa, hendaklah kamu
menurut saja."
Hi-tiok mengiakan, lalu ikut So Sing-ho masuk kerumah itu
melalui lubang papan yang bobol tadi, Sekilas So Sing-ho
lantas tarik sepotong papan lain untuk menutup lubang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai orang kang-ouw yang banyak berpengalaman,
dengan sendirinya semua orang yang berada diluar itu paham
maksud So Sing-ho agar orang lain tidak dapat ikut masuk
untuk mengintip, dan sudah tentu tiada seorang pun yang
suka ikut campur urusan itu, Satu-satunya orang yang tidak
berpengalaman itu adalah Toan Ki saja, Tapi kini perhatian
pemuda itu lagi ditumplekkan kepada Giok-yan seorang,
bahkan masuknya So Sing-ho dan Hi-tiok kedalam rumah juga
tak diketahuinya, sudah tentu ia tidak sempat lagi untuk
mengurusi kejadian itu.
Setelah So Sing-ho membawa masuk Hi-tiok kedalam
rumah dan beruntun menerobos kedua dinding papan,
akhirnya tertampaklah sikakek meringkuk diatas lantai, waktu
diperiksa, nyata orangnya sudah meninggal, Hal ini memang
sudah diduga sebelumnya, tapi Toh berduka juga So Sing-ho,
ia terus berlutut dan menjura beberapa kali, katanya dengan
menangis,
"Suhu, engkau telah meninggalkan Tecu untuk selamanya!"
Baru sekarang Hi-tiok percaya penuh bahwa sikakek
memang benar adalah guru So Sing-ho.
Lalu Si Sing-ho berhenti menangis dan berbangkit, ia
pondong jenazah gurunya dan membiarkannya duduk
bersandar dinding, lalu ia tarik Hi-tiok dan suruh dia juga
duduk bersandar dinding sejajar dengan jenazah sikakek.
Diam-diam Hi-tiok heran, "Untuk apa dia suruh aku duduk
disamping mayat orang tua ini? Jangan....jangan-jangan dia
ingin aku mati bersama dengan gurunya?"
Berpikir begitu, ia merasa ngeri, ia bermaksud berdiri, tapi
tidak berani, Ia lihat So Sing-ho lagi membetulkan pakaiannya
yang hangus itu, habis itu mendadak berlutut dan menyembah
padanya, sambil berkata,
"Murid Siau-yau-pai yang celaka, So Sing-ho! Memberi
sembah bakti kepada Ciangbunjin baru."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karuan Hi-tiok bingung, ia kira orang ini barangkali sudah
gila? Maka cepat ia pun berlutut dan balas menjura kepada So
Sing-ho dan menjawab, "Ai, kenapa Locianpwe memberi
hormat sedemikian rupa kepadaku, sungguh Siauceng tidak
berani terima."
Tapi So Sing-ho berkata lagi dengan sungguh-sungguh,
"Sute, engkau adalah murid 'tutup pintu'(maksudnya murid
paling buncit) guruku dan adalah ketua pula dari golongan
kita, Meski aku adalah Suhengmu, tapi juga mesti menyembah
padamu!"
"Ini...ini..." sahut Hi-tiok dengan serba berabe, Ia tahu
sekarang bahwa So Sing-ho cukup waras dan bukan orang gila
seperti disangkanya tadi. Ia jadi lebih serba susah untuk
bicara.
"Sute," kata So Sing-ho pula, "Jiwaku ini berkat
pertolonganmu, cita-cita Suhu juga engkau yang
melaksanakannya, maka sudah selayaknya engkau menerima
beberapa kali sembahku tadi, Suhu suruh engkau mengangkat
guru padanya, untuk itu engkau harus menjura sembilan kali,
engkau sudah melakukannya tidak?"
"Menjura memang sudah, cuma waktu itu aku tidak tahu
itulah upacara mengangkat guru," sahut Hi-tiok. "Aku adalah
anak murid Siau-lim-pai, aku tidak dapat masuk lagi
keperguruan lain."
"Kuyakin Suhu juga sudah memikirkan hal ini," ujar Singho,
"maka sebelumnya ilmu silat yang kau miliki pasti sudah
dipunahkan oleh beliau dengan Hoa-kang-tai-hoat, lalu
mengajarkan kungfu golongan kita sendiri, Suhu sudah
menurunkan segenap kekuatan yang diyakinkannya selama
hidup kepadamu, betul tidak?"
Terpaksa Hi-tiok mengangguk dan membenarkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cincin besi tanda pengenal sebagai Ciangbunjin golongan
kita ini adalah Suhu sendiri yang telah pasang pada jarimu,
betul tidak?" tanya So Sing-ho lagi.
"Benar," sahut Hi-tiok, "Tapi....tapi sama sekali aku tidak
tahu tanda pengenal Ciangbunjin apa cincin ini."
Segera Sing-ho duduk bersila menghadapi Hi-tiok, katanya,
"Sute, rejekimu sungguh maha besar. Aku dan Ting Jun-jiu
sudah mengimpikan cincin besi ini selama beberapa puluh
tahun dan tetap tidak berhasil mendapatkannya, sebaliknya
hanya dalam waktu tiada satu jam berkumpul dengan Suhu
dan beliau sudah penujui dirimu."
Lekas-lekas Hi-tiok mencopot cincin besi itu dan berkata,
"Boleh Cianpwe ambil saja cincin ini, toh bagiku tiada gunanya
sedikit pun."
Ternyata cincin besi itu banyak terukir guratan yang tajam,
karena Hi-tiok melepaskannya dengan keras hingga jarinya
tergores lecet.
So Sing-ho menjadi kurang senang, katanya, "Sute, pesan
penting sebelum Suhu wafat itu mana boleh kau hindarkan
kewajibanmu itu? Suhu telah menyerahkan cincin ini padamu,
ini menandakan beliau menyuruhmu membasmi keparat Ting
Jun-jiu, betul tidak?"
"Benar, tapi kepandaianku terlalu rendah mana dapat
memikul kewajiban seberat itu?"
"Tadi sekali turun tangan saja sudah kau bikin Ting Jun-jiu
terbakar ngacir, bukti sudah nyata, masakah dapat disangkal
lagi?"
"Aku....aku yang turun tangan? Ah, mana....mana bisa
jadi?" ujar Hi-tiok dengan heran.
"Sute." kata Sing-ho dengan menghela napas, "Seluk-beluk
urusan kita ini banyak yang belum kau ketahui, sekarang
biarlah kuceritakan secara ringkas saja, Golongan kita ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bernama Siau-yau-pai, selamanya kita berpegang pada suatu
peraturan, yaitu jabatan Ciangbunjin kita tidak perlu harus
dipegang oleh murid tertua, tapi didasarkan atas ilmu silat
masing-masing, Kepandaian siapa paling kuat, dialah yang
menjadi ketua. Guru kita mempunyai dua orang Suheng, tapi
pada saat kakek guru hendak meninggal, sesudah tiga
muridnya bertanding, Suhu kita keluar sebagai juara dan
menjabat sebagai ketua, Kedua Supek kita itu merasa
penasaran dan masing-masing lantas pergi jauh kenegeri
asing......
Kemudian Suhu menerima aku dan Ting Jun-jiu sebagai
murid, Suhu menetapkan suatu aturan, karena ilmu yang
dipelajari beliau sangat luas, maka barang siapa diantara kami
ingin menjadi Ciangbunjin diharuskan juga bertanding segala
macam ilmu ajaran Suhu itu, tidak cuma bertanding silat saja,
tapi juga mesti berlomba tentang senilukis, seni musik, seni
catur, seni tulis dan lain-lain. Ting Jun-jiu sendiri selain
meyakinkan ilmu silat, ilmu lain-lainnya boleh dikatakan tidak
becus, karena merasa tiada harapan untuk menjadi
Ciangbunjin, ia lantas turun tangan keji lebih dulu, Suhu telah
disergapnya hingga terjerumus kedalam jurang, kemudian aku
dilukai pula hingga parah."
"Waktu itu ternyata Ting Jun-jiu tidak tega membunuhmu."
ujar Hi-tiok.
"Jangan kau kira dia punya rasa kasihan pedaku hingga
tidak mengganggu jiwaku." tutur Sing-ho. "Soalnya waktu itu
aku telah berkata padanya, 'Jun-jiu, saat ini ilmu silatmu meski
lebih tinggi dari padaku, tapi ilmu silat Siau-yau-pai yang
paling mujizat sedikitpun belum kau temukan, Apakah kamu
tidak ingin membaca kitab Siau-yau-gi-hong?', Sute,
hendaklah diketahui bahwa golongan kita disebut 'Siau-yaupai'
asalnya adalah karena kitab 'Siau-yau-gi-hong' itu, Ilmu
silat yang tercantum dalam kitab pusaka itu boleh dikatakan
susah dijajaki luasnya, Kitab ini biasanya dipegang oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ciangbunjin, Tapi Ciangbunjin dari setiap angkatan palingpaling
juga cuma dapat memahami sebagian kecil saja dari
ilmu sakti dalam kitab itu. Ketika mendengar ucapan itu, T ing
Jun-jiu lantas berkata, 'Baiklah, boleh kau serahkan kitab itu
dan jiwamu akan kuampuni',
Tapi aku menjawab, "Aku bukan Ciangbunjin, darimana
bisa kuserahkan kitab itu padamu? Namun aku tahu dimana
Suhu menyimpan kitab itu, kalau ingin kau bunuhku, nah,
silahkan turun tangan, lekas!'
"Lalu ia main gertak, 'Hm, kitab itu sudah tentu disimpan
ditepi Sing-siok-hai, masakah aku tidak tahu?', Kataku, 'Benar,
memang disimpan disana, kalau kau yakin dapat
menemukannya, silakan lekas kesana', Ia menjadi ragu, ia
tahu luas Sing-siok-hai meliputi beberapa ratus li persegi,
tempat penyimpanan satu jilid kitab sekecil itu sudah tentu
sukar ditemukan, Akhirnya ia menjawab, 'Baik, aku takkan
membunuhmu, Tapi sejak kini kamu harus pura-pura tuli dan
berlagak bisu, dilarang membocorkan rahasia golongan kita ini
kepada orang luar'.
Nah, coba dengarkan, sebabnya dia tidak membunuhku
adalah karena dia masih mengharapkan akan mendapatkan
petunjuk tempat penyimpanan kitab pusaka itu dari mulutku,
Kemudian dia menetap ditepi Sing-siok-hai, boleh dikatakan
hampir setiap potong batu pun sudah dibalik dan kitab 'Siauyau-
gi-hong' tetap tidak ditemukan olehnya, Tapi setiap
sepuluh tahun satu kali tentu ia cari perkara padaku, baik
minta secara halus maupun main gertak secara kasar, semua
akal telah dipakainya, Dan sekali ini kembali dia datang lagi
hendak tanya padaku, tampaknya tiada harapan lagi, pula
melihat aku telah melanggar sumpah, maka aku lantas hendak
dibunuh olehnya."
"Dan untung Cianpwe....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Engkau adalah Ciangbun golongan kita, mengapa
memanggilku sebagai Cianpwe, harus panggil Suko saja,"
potong So Sing-ho.
Diam-diam Hi-tiok merasa pusing oleh persoalan
Ciangbunjin segala, maka sahutnya, "Engkau benar Suhengku
atau bukan sementara ini tak perlu kita bicarakan, andaikan
benar Suhengku toh juga terhitung Cianpwe."
"Ya, benar juga," sahut Sing-ho menganggukkan, "Dan
untung tentang apa?"
"Untung Cianpwe dapat menguasai diri, sudah cukup piara
tenaga, sampai detik terakhir barulah memberi gempuran
dahsyat, sehingga Sing-siok Lokoai dibikin ngacir."
"Sute, engkau salah tentang hal ini," kata Sing-ho sambil
goyang-goyang tangan, "Sudah terang engkau yang
membantuku dengan menggunakan ilmu sakti ajaran Suhu
kita, maka jiwaku dapat diselamatkan, tapi mengapa engkau
masih merendah hati dan tidak mau mengaku? Kita adalah
sesama saudara seperguruan, jabatan Ciangbun sudah
ditetapkan, jiwaku engkau pula yang menolong, betapapun
aku tidak nanti mengincar jabatan Ciangbun ini, selanjutnya
hendaknya kau anggap saja seperti orang sendiri."
"Bilakah aku pernah membantumu? Apalagi tentang
menolong jiwamu, lebih-lebih aku tidak tahu." ujar Hi-tiok.
So Sing-ho berpikir sejenak, lalu katanya, "Ya, mungkin hal
itu terjadi atas ketidak sengajaanmu, Tapi, pendek kata ketika
tanganmu memegang punggungku, ilmu sakti perguruan kita
lantas menyalur kebadanku dan sebab itulah aku dapat
mengalahkan Ting Jun-jiu."
"O, kiranya begitu, Dan itu pun Suhumu yang menolong
jiwamu dan bukan aku."
"Kalau kau bilang Suhu yang menolongku dengan melalui
tanganmu, dapatkah engkau menyetujui?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, jika engkau berkeras ingin aku mengaku bolehlah aku
menyetujui." sahut Hi-tiok terpaksa.
Lalu So Sing-ho bicara pula, "Ting Jun-jiu sebenarnya ingin
merampas cincin besi jika Suhu ditewaskan, lalu ia akan minta
petunjuk kepada seseorang tentang ilmu silat dalam kitab
'Siau-yau-gi-hong', Tak ia duga Suhu jatuh kejurang dan
menghilang untuk seterusnya, Lebih-lebih tak terduga olehnya
bahwa Suhu tidak tewas, hanya terluka parah dan kedua kaki
patah sebatas lutut, Beberapa tahun kemudian Suhu dapat
berjumpa pula dengan aku, beliau lalu memperhitungkan cara
untuk mengatasi Ting Jun-jiu, beliau merasa perlu mencari
seorang pemuda yang cakap lahir batin, tidak hanya wajahnya
bagus tapi otaknya juga harus tajam.. "
Mendengar kata-kata "pemuda", diam-diam Hi-tiok berkerut
kening, pikirnya, "Untuk melatih ilmu silat, apa sangkut
pautnya dengan muka bagus atau jelek? Berulang mereka
guru dan murid menyebut muka bagus bagi ahli-waris yang
hendak mereka cari, entah apa sebabnya?"
So Sing-ho melirik sekejap padanya, lalu menghela napas
pelahan.
Hi-tiok lantas berkata, "Mukaku jelek, pasti tidak memenuhi
syarat untuk menjadi ahli-waris gurumu, Locianpwe lebih baik
kau cari lagi seorang pemuda cakap dan ganteng, lalu ilmu
sakti gurumu ini akan kuserahkan padanya."
So Sing-ho melengak, sahutnya, "Ilmu sakti golongan kita
ini harus se-jiwa se-daging dengan orangnya, ilmu ada
orangnya hidup, ilmu lenyap orangnya mampus, Seperti Suhu,
setelah menurunkan ilmu saktinya padamu, lalu beliau wafat,
masakah kamu tidak menyaksikannya?"
"Ai, celaka, lantas bagaimana baiknya?" seru Hi-tiok sambil
mengentak kaki. "Bukankah aku akan bikin runyam urusan
gurumu dan Locianpwe ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sute, justru itulah tugas yang dibebankan atas
pundakmu," sahut Sing-ho. "Sebabnya Suhu memasang
problem catur itu, tujuannya adalah untuk seleksi kepandaian
setiap pemain, Beliau berkata padaku, biarpun kutahu kamu
bukan orang yang cocok, tapi aku pun tidak mau pilih kasih,
kamu juga boleh ikut coba-coba, asal keu mampu
memecahkan problem ini, maka aku pun akan menurunkan
ilmu sakti dan menyerahkan cincin besi ini padamu."
"Tapi meski aku sudah peras otak selama tigapulh tahun
tetap tidak sanggup memecahkan problem catur ciptaan Suhu
itu, Sute, akhirnya hanya engkau saja yang dapat
memecahkannya, tentang kecakapan batin pembawaanmu
sudah terang memenuhi syarat."
"Tidak," sahut Hi-tiok. "Aku justru tidak memenuhi semua
syarat, Sebab problem catur itu pada hakikatnya bukan aku
yang memecahkannya."
Lalu ia ceritakan apa yang terjadi itu, ia katakan Hian-lan
yang diam-diam telah membisikinya tentang langkah catur itu.
Sudah tentu So Sing-ho merasa sangsi, katanya, "Tapi
kalau melihat keadaan Hian-lan Taisu, tampaknya dia sudah
terkena tangan keji Ting Jun-jiu, ilmu saktinya sudah punah
dan rasanya tidak dapat lagi menggunakannya."
Sesudah merandek, lalu ia menyambung, "Namun Siau-limpai
adalah pusatnya dunia persilatan, boleh jadi Hian-lan Taisu
memang sengaja pura-pura lemah, Sute, untuk mencari orang
agar dapat ikut memecahkan problem catur itu, maka dengan
segala daya-upaya telah kupancing orang supaya datang
kemari, Buyung-kongcu dari Koh-soh itu berwajah bagus, ilmu
silatnya serba pintar, sebenarnya dia seorang calon pilihan
yang sangat baik, tapi dia justru tidak mampu memecahkan
problem catur itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Benar, Buyung-kongcu terang beratus kali lebih hebat dari
padaku," kata Hi-tiok, "Dan ada pula Toan-kongcu dari Tayli,
dia juga seorang pemuda tampan."
"Ai, hal ini jangan disebut lagi." kata Sing-ho. "Sudah lama
aku mendengar bahwa Tin-lam-ong Toan Cing-sun dari Tayli
mahir ilmu sakti It-yang-ci, yang paling susah dicari
bandingannya, adalah kepandaiannya memikat kaum wanita,
tak peduli apakah perawan suci atau gadis basi, asal ketemu
dia tentu kesemsem dan jatuh hati."
"Dengan susah payah aku mendapat akal untuk
memancingnya kemari, kukirim anak muridku ke Tayli, dan
mengatakan padanya bahwa 'Koh-soh Buyung-si telah
menciptakan suatu ilmu yang khusus dipakai mengalahkan Ityang-
ci'. Siapa tahu dia sendiri tidak datang kemari, yang
muncul justru putranya yang ketolol-tololan."
"Aku tidak memperhatikan dia, cuma kulihat pandangannya
seakan-akan melekat pada diri nona Ong itu," kata Hi-tiok
dengan tersenyum.
So Sing-ho goyang-goyang kepala, katanya, "Sialan, Toan
Cing-sun itu terkenal sebagai lelaki paling romantis didunia
persilatan, wanita manapun tentu suka padanya, tapi putranya
sedikit pun tidak mirip dia, benar-benar tidak becus dan
membikin malu ayahnya, Dengan mati-matian ia hendak
merebut hati nona Ong itu, tapi nona Ong justru acuh tak
acuh padanya, Ai, sungguh menjengkelkan orang."
"Cinta Toan-kongcu itu tampak sungguh-sungguh,
seharusnya jauh lebih baik daripada kelakuan pemuda bangor
umumnya, mengapa Cianpwe bilang 'sialan'?" ujar Hi-tiok.
"Habis, mukanya memang bagus, tapi otaknya bebal,
terhadap kaum perempuan sedikitpun tidak berdaya, makanya
kita pun tidak bisa memakai dia." sahut Sing-ho.
"O!" Hi-tiok bersuara singkat, Diam-diam ia girang juga,
pikirnya, "Kiranya kalian ingin mencari seorang pemuda cakap
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk melayani kaum wanita, Jika demikian, untunglah aku,
Sebab betapa pun juga tidak mungkin hwesio jelek seperti
siluman macamku itu akan dapat kau pakai."
Lalu Sing-ho bertanya pula, "Sute, apa Suhu tidak memberi
sesuatu petunjuk jalan supaya kau pergi mencari seseorang?
Atau mungkin memberikan sesuatu peta dan benda lainnya?"
Hi-tiok melengak sejenak, ia merasa urusan bisa runyam
lagi, hendak dia sangkal, tapi sejak kecil ia digembleng di
Siau-lim-si, sebagai seorang padri alim ia tidak suka berdusta,
maka akhirnya ia menjawab juga dengan tergagap. "Ya,
hanya....hanya ini saja gurumu memberikan padaku."
Lalu ia mengeluarkan gulungan kertas itu dari dalam
bajunya.
Tertampak So Sing-ho bersikap sangat menghormat dan
tidak berani menyentuh gulungan kertas itu, Maka Hi-tiok
lantas membukanya sendiri.
Sesudah gulungan kertas itu terbentang, kedua orang
sama-sama kesima dan tanpa terasa bersuara heran
berbareng, Kiranya gulungan kertas itu bukan melukiskan
sesuatu peta bumi atau pemandangan alam segala, tapi
adalah gambar seorang gadis cantik dengan dandanan
sebagai putri keraton.
"Hah, kiranya potret nona Ong diluar itu." ujar Hi-tiok.
Namun lukisan itu tampak sangat tua kertasnya sudah
bersemu kuning, andaikan tidak ratusan tahun sedikitnya juga
ada tigapuluh-empatpuluh tahun lamanya, begitu pula cat
lukisan itu jauh lebih tua daripada Ong Giok-yan, tapi toh ada
orang bisa melukis muka Giok-yan pada ratusan atau
beberapa puluh tahun yang lalu, sungguh hal ini sukar untuk
dimengerti.
Lukisan itu sangat indah, goresannya jelas, orang yang
dilukis itu laksana hidup saja, benar-benar seperti Ong GiokTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
yan yang diperkecil, lalu digepengkan dan ditrapkan dalam
lukisan itu.
Kalau diam-diam Hi-tiok sangat heran, ketika ia pandang So
Sing-ho, tampak orang tua itu lagi corat-coret dengan jarinya
untuk menirukan goresan lukisan itu, sesudah memuji dan
termangu-mangu sejenak, akhirnya mendadak seperti tersadar
dari impian dan berkata, "Sute, maafkan sifat Suhengmu ini
telah kumat lagi, asal melihat lukisan indah Suhu, segera aku
lupa daratan dan ingin mempelajarinya, Ai, dasar tamak,
segalanya aku ingin belajar, sampai akhirnya tiada sesuatu
yang dapat kuyakinkan benar-benar dan terpaksa mesti
menelan kekalahan besar dari Ting Jun-jiu."
Sembari bicara, ia terus menggulung kembali lukisan itu
dan cepat-cepat diserahkan pada Hi-tiok seperti kuatir akan
terpengaruh lagi oleh gaya lukisan itu. Lalu ia pejamkan mata
sambil goyang-goyang kepala sekeras-kerasnya seolah-olah
hendak membuang lukisan yang telah dilihatnya itu dari
ingatannya, Sejenak kemudian, ia membuka mata dan berkata
pula, "Dan apa yang dikatakan Suhu ketika menyerahkan
lukisan ini padamu?"
"Beliau mengatakan kepandaianku sekarang ini tidak cukup
untuk membasmi Ting Jun-jiu, maka harus menuruti petunjuk
gulungan lukisan ini dan pergi ke Thian-san wilayah Barat
untuk mencari kitab pusaka ilmu silat yang disimpannya
disana dahulu, Tapi aneh, beliau mengatakan lukisan ini
menggambarkan tempat semayamnya dahulu, seharusnya kan
suatu gambar pemandangan alam dipegunungan yang indah,
mengapa adalah potret nona Ong malah? Jangan-jangan
beliau salah memberikan lukisan ini padaku?"
"Setiap tindakan Suhu memang susah untuk diperkirakan
orang lain, tapi bakatmu sangat tinggi sampai waktunya nanti
tentu kamu akan paham sendiri," ujar So Sing-ho, "Dan kamu
harus tunduk kepada perintah Suhu, lekas berdaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyaksikan ilmu yang dimaksudnya itu untuk membunuh
Ting Jun-jiu."
"Tapi....tapi Siauceng adalah murid Siau-lim-pai dan harus
segera pulang melapor kesana." sahut Hi-tiok dengan
tergegap. "Dan sepulangnya disana, aku....aku takkan keluar
lagi."
Keruan Sing-ho terkejut, ia melompat bangun sambil
menangis, lalu ia berlutut pula didepan Hi-tiok dan
menyembah tiada hentinya, Katanya,
"Ciangbunjin, jika engkau tidak taat pada pesan Suhu itu
bukankah berarti beliau telah mati sia-sia."
Cepat Hi-tiok berlutut juga dan balas menyembah,
sahutnya, "Siauceng sudah masuk pintu suci, dilarang marah
dan pantang membunuh, tadi aku menyanggupi pada gurumu
akan membunuh Ting Jun-jiu, tapi sekarang aku merasa
menyesal, Peraturan Siau-lim-pai kami sangat keras, betapa
pun Siauceng tidak berani menyeleweng dan masuk
perguruan lain serta berbuat sembarangan."
Begitulah meski So Sing-ho telah memohon dengan sangat
sambil menangis, membujuk dengan kata-kata manis, bahkan
dengan cara menggertak dan mengancam, tapi Hi-tiok tetap
tidak mau terima.
Saking tidak berdaya lagi dan merasa putus asa, akhirnya
Sing-ho berkata kepada jenazah gurunya, "Suhu, Ciangbunjin
tidak mau taat kepada pesan tinggalanmu, aku pun tidak
berdaya menyadarkan dia, maka biarlah aku menyusul engkau
dialam baka saja."
Habis berkata, sekali lompat keatas, dengan kepala
dibawah dan kaki diatas ia terus terjun kebawah dengan
maksud membenturkan kepalanya pada lantai batu yang keras
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He, hei! Jangan!" teriak Hi-tiok kaget dan cepat ia sambar
tubuh Sing-ho dan dirangkulnya erat-erat, Sekarang tenaga
dalamnya sudah sangat kuat, gerak-geriknya juga gesit dan
cepat, maka sekali terpegang So Sing-ho lantas tak bisa
berkutik lagi.
"Kenapa engkau melarang aku membunuh diri?" tanya So
Sing-ho.
"Cut-keh-lang mengutamakan welas-asih, sudah tentu aku
tidak boleh menyaksikan engkau mati tanpa menolong," sahut
Hi-tiok.
"Lepaskan, aku tidak ingin hidup lagi!"
"Tidak, takkan kulepaskan!"
"Habis, apakah selama hidup akan kau pegang aku seperti
ini ?"
Hi-tiok pikir benar juga teguran ini, maka ia lantas putar
tubuh orang hingga kepala ditegakkan keatas dan taruh
kakinya diatas tanah, Lalu katanya, "Baiklah, biar kulepaskan
engkau, tapi engkau tidak boleh membunuh diri!"
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 54
Tiba-tiba So Sing-ho tergerak kecerdikannya, katanya,
"Engkau melarang aku membunuh diri? Baik, sudah
seharusnya aku tunduk kepada perintah Ciangbunjin, Haha,
bagus, akhirnya engkau sanggup juga menjadi Ciangbunjin
kita!"
"Tidak, aku tidak mau, bilamana aku menyanggupi?" sahut
Hi-tiok sambil menggeleng kepala.
"Hahahaha, tiada gunanya engkau mungkir lagi,
Ciangbunjin," kata Sing-ho dengan tertawa, "Engkau sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi perintah padaku dan aku sudah menuruti
perintahmu, selanjutnya aku tidak berani membunuh diri lagi.
Hm, aku Cong-pian Siansing ini tokoh macam apa? Kecuali
kata-kata Ciangbunjin sendiri, siapa lagi yang berani main
perintah padaku? Kalau tidak percaya, boleh kau tanya Hianlan
Taisu, sekalipun ketua Siau-lim-si juga tidak berani
memberi perintah padaku."
Nama Cong-pian Siansing alias Liong-ah Lojin didunia kangouw
memang sangat kesohor, Bahwasanya tiada orang yang
berani main perintah padanya memang bukan omong kosong.
Maka Hi-tiok menjawab, "Bukan aku berani memberi perintah
padamu, tapi aku cuma menganjurkan supaya sayang pada
jiwamu sendiri, itu adalah maksud baikku saja."
"Aku tidak tanya apakah engkau bermaksud baik atau
bermaksud jelek, pendek kata engkau suruh aku mati, segera
aku akan mati, jika kau suruh aku hidup, maka aku pun tidak
berani tidak hidup. Perintah mati atau hidup ini adalah hak
tertinggi didunia ini, jika engkau bukan Ciangbunjin kita, mana
boleh sembarang suruh aku mati atau hidup?"
Karena kewalahan, terpaksa Hi-tiok bilang, "Ya, sudah, Jika
begitu, perkataanku tadi kubatalkan saja."
"Kau batalkan perintah 'melarang aku bunuh diri', itu berarti
suruh aku membunuh diri, Baik, aku menurut, sekarang juga
aku lantas bunuh diri."
Caranya membunuh diri ternyata sangat istimewa, lebih
dulu ia loncat keatas, lalu dengan terjungkir ia terjun
kebawah.
Tapi segera Hi-tiok merangkulnya, katanya, "Jangan,
jangan! Aku tidak minta kau bunuh diri."
"O, kamu melarang aku bunuh diri lagi?" kata Sing-ho.
"Baik, aku terima perintah Ciangbunjin ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok lepaskan Sing-ho pula, ia garuk-garuk kepala sendiri
yang gundul kelimis itu dan tidak sanggup bicara.
Nyata So Sing-ho memang tidak percuma berjuluk sebagai
"Cong-pian Sian-sing", si-tajam mulut, dia memang seorang
yang pandai bicara dan pintar berdebat, Sebaliknya Hi-tiok
masih muda, masih hijau plonco, tidak berpengalaman apaapa,
sudah tentu tidak dapat meleyani debatan Sing-ho itu.
Maka sesudah tertegun sejenak, akhirnya ia berkata.
"Cianpwe, aku tidak mampu berdebat denganmu, Tapi jika
kau ingin aku masuk ke-perguruanmu, betapa pun aku tetap
keberatan."
"Waktu kita masuk kesini tadi, apa yang telah Hian-lan
Taisu pesan padamu?" ujar Sing-ho. "Kamu tunduk kepada
apa yang dikatakan Hian-lan Taisu atau tidak?"
Hi-tiok melengak, sahutnya dengan tergegap,
"Su....Susiokco suruh...suruh aku menurut kepada segala
ucapanmu."
"Nah, itu dia!" seru Sing-ho dengan senang. "Hian-lan Taisu
suruh kamu menurut perkataanku maka kubilang kamu harus
taat kepada pesan tinggalan Suhu kita dan jadilah
Ciangbunjin. Tapi sebagai Ciangbunjin Siau-yau-pai, kaupun
boleh tidak gubris kepada kata-kata padri Siau-lim-pai itu,
Maka bila kau turut pesan Hian-lan Taisu, kamu harus menjadi
Ciangbunjin Siau-yau-pai, dan bila kamu tidak tunduk kepada
kata-kata Hian-lan Taisu, kaupun Ciangbunjin Siau-yau-pai,
sebab hanya sesudah menjadi Ciangbunjin barulah boleh kau
kesampingkan pesan Hian-lan Taisu itu."
Uraian So Sing-ho ini membikin Hi-tiok termangu-mangu
lagi, ia merasa apa yang dikatakan itu bolak-balik memang
betul juga.
Lalu Sing-ho melanjutkan, "Sute, Hian-lan Taisu dan
beberapa padri Siau-lim-si lain telah terkena tangan jahat Ting
Jun-jiu, kalau mereka tidak ditolong, jiwa tentu akan melayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam waktu singkat, Didunia ini sekarang hanya engkau saja
seorang yang mampu menolong mereka. Tapi soal apa kau
akan menolong mereka atau tidak adalah tergantung kepada
keputusanmu."
"Hah, apa benar Susiokco terkena tangan jahat Ting Junjiu?"
seru Hi-tiok kaget.
"Masakah aku berani dusta pada Ciangbunjin?" sahut Singho.
"Jika Ciangbunjin tidak percaya, silahkan coba tanya
padanya diluar."
"Bukan aku tidak percaya, tapi kupikir ilmu sakti Susiokco
jarang ada tandingannya di-jagat ini, mengapa....mengapa
bisa dikalahkan Ting Jun-jiu?"
"Hian-lan Taisu adalah padri saleh jaman ini, tadi waktu
aku terancam Ting Jun-jiu, tampaknya Hian-lan Taisu ada
maksud buat membantu, cuma sayang kepandaiannya sudah
punah, maksud ada tenaga kurang, hingga tidak dapat
berbuat apa-apa, Tapi aku tetap sangat terima kasih kepada
maksud baiknya."
Hi-tiok pikir apa yang dikatakan itu memang benar, tatkala
berbahaya tadi, tidak mungkin sang Susiokco berpeluk tangan
tanpa menolong kecuali kalau Susiokco sudah tahu bahwa So
Sing-ho sengaja memancing musuh dan yakin pasti akan
menang. Dan apakah benar kepandaian orang tua itu sudah
punah, sebentar tentu akan dapat diketahui, rasanya So Singho
tidak sampai berdusta.
Maka ia lantas tanya, "Kau bilang aku dapat menolong dia?
Tapi cara bagaimana aku harus menolongnya?"
"Sute." kata Sing-ho dengan tersenyum, "Golongan kita
tidak melulu terkenal dalam ilmu silat saja, tapi kepandaian
kita meliputi ilmu pertabiban, perbintangan, kesusastraan,
pendek kata segala ilmu pengetahuan tentang apa saja. Ada
seorang Sutitmu yang bernama Sih Boh-hoa, sebenarnya ilmu
pertabiban yang dia pahami cuma sekelumit saja, tapi orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kang-ouw sudah lantas menyebutnya sebagai 'tabib sakti' dan
dijuluki sebagai 'Giam-ong-tek'(musuh raja akhirat). Haha,
sungguh menggelikan! Nah, ketahuilah bahwa Hian-lan Taisu
telah kena Hoa-kang-tai-hoat Ting Jun-jiu, Taisu yang
bermuka lebar itu terluka oleh pukulan 'Peng-jan-ciang'
sikepala besi itu dan Taisu yang jangkung itu terluka urat nadi
dibawah iga kiri karena tendangan Ting Jun-jiu...." Begitulah
ia mencerocos terus menguraikan keadaan luka setiap orang.
Karuan Hi-tiok sangat kagum dan terkejut pula. katanya,
"Cianpwe, kulihat tadi engkau asyik benar memperhatikan
catur, mengapa kau tahu sedemikian jelas tentang keadaan
orang yang terluka itu?"
"Luka yang terjadi dalam pertarungan adalah paling
gampang untuk diketahui, sekali lihat saja pasti tahu, Hanya
penyakit seperti demam, pilek, mencret, itulah yang sukar
diketahui. Sute, sekarang kamu memiliki Siau-yau-sin-kang
yang dilatih Suhu selama tujuhpuluh tahun, kalau digunakan
untuk menyembuhkan penyakit boleh dikatakan pasti 'tok-cer',
sekali pegang tentu jadi. Misalnya untuk memulihkan tenaga
Hian-lan Taisu yang sudah dipunahkan itu memang tidak
mudah, tapi untuk menyembuhkan lukanya dan
menyelamatkan jiwanya boleh dikata segampang ambil barang
disaku sendiri."
Habis itu ia lantas mengajarkan kepada Hi-tiok cara-cara
membuka hiat-to mengurut dan mengerahkan tenaga, untuk
menawarkan racun dingin yang terkena pukulan Yu Goan-ci
itu.
Karena niat Hi-tiok memang ingin menolong sang Susiokco
dan para paman gurunya, maka ia ingat dengan baik semua
ajaran So Sing-ho itu.
Cuma saja praktek ia paham tapi teori tidak tahu, jadi tahu
cara menyembuhkan penderita-penderita itu, tapi tidak tahu
sebab apa penderita-penderita bisa disembuhkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah So Sing-ho suruh Hi-tiok mencoba beberapa kali
apa yang diajarkan itu dan ternyata betul semua, maka
dengan tersenyum ia memuji, "Bakat dan daya terima
Ciangbunjin benar-benar sangat tinggi, sekali diberitahu sudah
lantas paham."
Melihat senyuman orang agak aneh dan mencurigakan,
seolah-olah tidak mengandung maksud baik, mau tak mau Hitiok
menjadi sangsi, ia tanya, "Mengapa kamu tersenyum?"
Seketika Sing-ho bersikap sungguh-sungguh, dengan
penuh hormat ia minta maaf pada sang Ciangbunjin.
Karena ingin lekas menolong Hian-lan dan lain-lain, Hi-tiok
tidak tanya lebih jauh, katanya, "Marilah kita keluar!"
So Sing-ho mengiakan dan lantas ikut keluar bersama Hitiok.
Setiba dipekarangan luar, tertampaklah para penderita itu
semuanya duduk bersila diatas tanah, mata terpejam dan
sedang mengumpulkan tenaga.
Buyung Hok tampak lagi menggunakan lwekangnya untuk
meringankan penderitaan Hong Po-ok.
A Pik sudah siuman kembali dan sedang merintih-rintih,
Sesudah siuman, sudah tentu ia dapat merasakan derita sakit
yang lebih hebat daripada waktu pingsan, Khim-sian Kheng
Kong-leng, sidewa kecapi duduk disamping anak dara itu dan
sedang menghiburnya dengan kata-kata manis seperti lakunya
seorang ayah membujuk anaknya.
Sih Boh-hoa kelihatan mondar-mandir diantara orang-orang
terluka itu, sebentar-sebentar ia lari kesana dan lain saat
berlari kesini untuk menolong siapa-apa yang kelihatan payah,
Ketika dilihatnya So Sing-ho sudah keluar, ia merasa lega dan
cepat mendekati sang guru, katanya, "Suhu, lekas Suhu
menolong mereka!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu Hi-tiok juga mendekati Hian-lan, ia lihat sang
Susiokco lagi duduk dengan mata tertutup, maka ia tidak
berani membuka suara, Sejenak kemudian, pelahan Hian-lan
membuka mata, ia menghela napas dan berkata, "Susiokcomu
tidak becus hingga membikin malu nama baik golongan
kita, sungguh harus disesalkan, Pulanglah dan laporkan
kepada Hongtiang, katakan....katakan bahwa aku dan Hianthong
Susiokco-mu tiada muka untuk pulang lagi."
Biasanya Hi-tiok selalu melihat Hian-lan dalam keadaan
yang kereng dan berwibawa, tapi sekarang padri tua itu
ternyata lesu muram, sikap ksatrianya sama sekali lenyap,
bahkan nada ucapannya seakan-akan orang yang sudah putus
asa, nyata apa yang dikatakan So Sing-ho tadi bahwa sang
Susiokco itu telah terjungkal ditangan Sing-siok Lokoai
memang bukan omong kosong.
Dan selagi Hi-tiok hendak turun tangan menyembuhkan
Hian-lan, tiba-tiba teringat olehnya senyuman aneh So Sing-ho
tadi, tiba-tiba ia terkesiap dan berpikir, "Dia suruh aku
menghantam hiat-to pada ubun-ubun kepala susiokco, siapa
tahu ini bukan tipu muslihatnya? jangan-jangan sekali pukul
kubinasakan Susiokco yang ilmu silatnya sudah punah, kan
celaka nanti?"
Melihat sikap Hi-tiok yang ragu-ragu itu, maka Hian-lan
berkata pula, "Boleh kau lapor kepada Hongtiang bahwa biara
kita masih akan menghadapi malapetaka, hendaknya siap
siaga dan waspada."
"Susiokco," kata Hi-tiok, "Jika biara kita masih akan
menghadapi bencana besar, maka engkau orang tua justru
harus menjaga badanmu dengan baik agar dapat pulang
untuk membantu Hongtiang menghadapi musuh?"
Hian-lan tersenyum getir, sahutnya, "Aku... aku sudah
terkena 'Hoa-kang-tai-hoat' Ting Jun-jiu, aku sudah menjadi
orang cacat, mana bisa kubantu Hongtiang menghadapi
musuh?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar jawaban itu, Hi-tiok menjadi lebih yakin lagi
akan apa yang dikatakan So Sing-ho itu, Tiba-tiba ia
mendapat suatu pikiran, katanya, "Susiokco, Cong-pian
Siansing telah mengajarkan suatu cara penyembuhan, Tecu
secara gegabah ingin coba-coba menyembuhkan Hui-hong
Supek, harap Susiokco mengijinkan."
Ia sengaja bicara dengan suara keras hingga didengar oleh
para padri angkatan Hui dari Siau-lim-si itu, Menurut
perhitungan Hi-tiok bila Susiokco meluluskan dia
menyembuhkan Hui-hong, andaikan terjadi kesalahan juga
takkan disangka sengaja membikin celaka Supeknya sendiri.
Hian-lan merasa heran oleh permintaan itu, tapi ia tahu
Liong-ah Lojin So Sing-ho adalah seorang tokoh luar biasa dan
adalah Suheng Ting Jun-jiu. Giam-ong-tek Sih Boh-hoa adalah
muridnya, jika dia sudah mengajarkan cara penyembuhan
kepada Hi-tiok, maka dapat dipercaya tentu ada alasannya,
cuma mengapa dia sendiri tidak mau turun tangan, juga tidak
mau suruh Sih-sin-ih?
Namun akhirnya Hian-lan berkata, "Jika Cong-pian Siansing
yang mengajarkan padamu, sudah pasti akan sangat berguna,
maka boleh kamu mencobanya." Sembari berkata ia pun
memandang sekejap kearah So Sing-ho.
Segera Hi-tiok mendekati Hui-hong, lebih dulu ia minta
maaf, "Supek, atas izin Susiokco, Tecu hendak
menyembuhkan luka Supek."
Habis berkata, ia terus melangkah kesamping kiri, lalu
tangan kanan menampar balik, "plok", dengan tepat iga kiri
Hui-hong kena dipukulnya. Terdengar Hui-hong bersuara
tertahan, tubuh sedikit terguncang, kontan ia merasa dibawah
iga seolah-olah berlubang, hawa murni dan darah segar dalam
tubuhnya seakan-akan terus menerus mengalir keluar melalui
lubang itu hingga dalam sekejap saja walaupun merasa badan
menjadi sangat lemah, tapi rasa pegal linu dan gatal akibat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan Han-peng-tok-ciang yang dilontarkan Yu Goan-ci itu
lenyap seketika.
Kiranya cara penyembuhan Hi-tiok itu bukan menggunakan
tenaga dalam sendiri untuk memunahkan racun dingin dalam
tubuh Hui-hong, tapi yang digunakan adalah Siau-yang-sinkang
selama tujuhpuluh tahun yang diterimanya dari sikakek,
sekali ia hantam iga Hui-hong, maka pada bagian itu lantas
terbuka suatu jalan untuk mengeluarkan hawa racun yang
maha dingin itu, Jadi mirip orang dipagut ular, lalu luka gigitan
ular itu dibelih dan bisa ular dipencet keluar.
Cuma saja cara Hi-tiok itu sebenarnya sangat sukar,
bilamana tempatnya keliru, maka hasilnya nihil, bahkan kalau
tenaga dalamnya kurang kuat hingga tenaga hantamannya
tidak tembus urat nadi yang dituju, maka hawa beracun itu
takkan keluar, sebaliknya akan terdesak kedalam jantung dan
sipenderita seketika akan binasa.
Karena itu Hi-tiok juga agak kuatir waktu melontarkan
pukulannya tadi, ia lihat tubuh Hui-hong tergeliat lalu tegak
kembali, air mukanya yang tadinya tampak menderita itu
lantas berubah menjadi lega dan enteng. Walaupun cuma
sebentar saja, tapi bagi Hi-tiok rasanya seperti lewat beberapa
jam lamanya.
Selang sejenak pula, Hui-hong menghela napas lega, lalu
katanya dengan tersenyum, "Sutit yang baik, tenaga
pukulanmu itu bukan main hebatnya!"
"Terima kasih atas pujian Supek," sahut Hi-tiok. Lalu ia
berpaling kepada Hian-lan dan tanya, "Susiokco, para paman
guru yang lain akan kusembuhkan pula, apakah boleh!"
"Tidak!" sahut Hian-lan, "Kamu harus menyembuhkan para
Cianpwe yang lain baru kemudian menolong orang sendiri."
Hi-tiok terkesiap, tapi ia lantas mengiakan. Ia pikir petunjuk
Hian-lan itu memang benar, Siau-lim-si adalah bintang utama
didunia persilatan, sudah seharusnya memikirkan orang lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih dulu baru kemudian pihak sendiri, dengan demikian
barulah menunjukkan sifat seorang kesatria sejati.
Demikianlah, hanya sepatah ucapan Hian-lan saja sudah
menyadarkan seorang padri muda sebagai Hi-tiok agar setiap
soal harus memikirkan orang lain lebih dahulu baru kemudian
pikirkan diri sendiri. Hanya sekejap saja padri muda yang
tadinya masih hijau pelonco itu telah dapat memahami sifat
asli seorang pahlawan, seorang laki-laki sejati.
Hi-tiok membusungkan dada dan penuh kepercayaan pada
diri sendiri, serunya dengan lantang, "Wahai, para ksatria!
Cong-pian Siansing telah mengajarkan cara penyembuhan
kepadaku, tapi karena baru saja belajar, tentu Siauceng belum
terlalu paham, maka kalau ada sesuatu kekurangan harap sudi
memaafkan."
Sinar mata semua orang seketika tertumplek atas diri Hitiok,
semuanya merasa ragu apakah betul dia mampu
menyembuhkan mereka.
Tanpa bicara lagi Hi-tiok mendekati Pau Put-tong lebih
dulu, "blang", kontan ia hanjut dada orang she Pau itu.
Karuan Pau Put-tong marah-marah dan memaki, "Hwesio
kepar....."
Tapi belum lagi kata "Keparat" diucapkan, mendadak ia
merasa racun dingin yang menyiksanya selama lebih duapuluh
hari itu kini telah membanjir keluar melalui tempat yang baru
dihantam itu, Karena itu makian yang hampir diucapkan itu
ditelannya kembali mentah-mentah.
Setelah Hi-tiok menyembuhkan racun dingin orang-orang
yang terkena pukulan Yu Goan-ci, lalu ia menyembuhkan pula
orang-orang yang kena tangan jahat Ting-lokoai. Orang yang
dilukai Ting Jun-jiu itu keadaannya tidak sama, ada yang kena
Hoa-kang-tai-hoat, untuk ini Hi-tiok cukup menaboknya sekali
pada "Pek-hwe-hiat" di-ubun-ubun kepala atau "Leng-tai-hiat"
bagian dada, lalu penderita itu akan sembuh. Ada pula yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terluka oleh lwekang Sing-siok-pai yang lihai, untuk ini Hi-tiok
mesti menutuk hiat-to masing-masing untuk memunahkan
tenaga dalam Sing-siok-pai.
Dasar ingatan Hi-tiok cukup bagus, ia dapat ingat dengan
jelas cara penyembuhan yang diajarkan So Sing-ho itu hingga
setiap orang yang didekati hanya dalam waktu singkat saja
sudah disembuhkan.
Paling akhir ia mendekati Hian-lan, katanya sambil memberi
hormat. "Susiokco, dengan sembrono Tecu hendak menabok
Pek-hwe-hiat Susiokco."
Hian-lan tersenyum, sahutnya, "Kamu telah dipenujui Congpian
Siansing hingga diajarkan cara penyembuhan sebagus ini,
sungguh rejekimu tidaklah kecil, Boleh kau pukul saja Pekhwe-
hiatku."
"Maaf jika demikian." ujar Hi-tiok sambil membungkuk
tubuh.
Biasanya ia tidak berani dekat-dekat dengan padri tua yang
kereng itu. Waktu berada di Siau-lim-si jarang ia berhadapan
dengan Hian-lan, jika kebetulan ada sidang, paling-paling Hitiok
juga cuma berdiri dikejauhan ikut mendengarkan saja dan
tidak pernah bicara dengan Susiokco itu.
Sekarang ia harus bicara, bahkan akan menabok pula
kepala orang tua itu, meski maksudnya menyembuhkan luka,
namun tidak urung ia pun agak keder.
Setelah tenangkan diri dan minta maaf pula satu kali, lalu ia
melangkah maju, ia angkat tangannya terus menabok Pekhwe-
hiat diatas kepala Hian-lan dengan tidak cepat juga tidak
terlalu pelahan.
Siapa sangka, begitu tangannya menyentuh ubun-ubun
Hian-lan, sekonyong-konyong padri tua itu menjerit sekali dan
mencelat, "bluk" akhirnya terbanting ditanah beberapa meter
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jauhnya, dan setelah berkelojotan beberapa kali, lalu
meringkuk dan tidak bergerak lagi.
Karuan semua orang terkejut, lebih-lebih Hi-tiok. Cepat ia
memburu kesana untuk membangunkan Hian-lan. Hui-hong
dan kawan-kawannya juga cepat merubung maju.
Waktu Hian-lan diperiksa, ternyata kedua matanya
mendelik, mukanya mengunjuk rasa murka, tapi napasnya
sudah putus terang sudah binasa.
"Susiokco! Susiokco! Kenapakah engkau?" seru Hi-tiok
dengan kaget tak terhingga.
Tiba-tiba sesosok bayangan orang berkelebat, So Sing-ho
juga telah memburu tiba dari sebelah sana, Air mukanya
tampak meresa bingung, katanya, Ai, tampaknya seperti ada
orang membokong dari belakang sana, tapi gerak tubuh orang
itu teramat cepat hingga bayangannya saja tak sempat
terlihat!"
Segera ia pegang tangan Hian-lan dan periksa nadinya, ia
mengerut kening dan berkata pula. "Tenaga Hian-lan Taisu
sudah punah hingga dibawah sergapan musuh sama sekali tak
dapat melawan dan sekarang sudah wafat."
Tiba-tiba Hi-tiok teringat kepada senyuman aneh orang tua
itu didalam rumah kayu tadi, segera ia menegur dengan
marah, "Cong-pian Siansing, hendaknya keu bicara terus
terang, sebab apakah Susiokco kami bisa tewas? Bukankah
engkau sengaja mencelakai beliau?"
Cepat So Sing-ho berlutut dan berkata, "Lapor Ciangbunjin,
Sing-ho sekali-kali tidak berani membikin jelek nama baik
Ciangbunjin. Sebabnya Hian-lan Taisu mendadak meninggal
adalah benar-benar disergap musuh secara diam-diam."
"Habis mengapa kamu bersenyum aneh dalam rumah tadi,
apa sebabnya?" tanya Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Senyum apa?" sahut Sing-ho dengan terkejut. "Aku
tersenyum tadi? Ciangbunjin, hendaklah waspada, ada
orang....."
Belum selesai ucapannya, sekonyong-konyong ia berhenti
dan kembali wajahnya menampilkan senyuman yang aneh dan
mencurigakan.
"Suhu!" teriak Sih Boh-hoa, Cepat ia mengeluarkan sebotol
pil penawar racun dan menuangkan tiga biji terus dijejalkan
kemulut sang guru, Namun lebih dulu napas So Sing-ho sudah
putus, obat itu terhenti dalam mulutnya dan tidak tertelan.
Maka menangislah Sih Boh-hoa tergerung-gerung sambil
sesambatan, "O, Suhu telah dibunuh Ting Jun-jiu secara keji,
bangsat Ting Jun-jiu telah....." Sampai disini suaranya manjadi
serak dan susah meneruskan lagi.
Tiba-tiba Kheng Kong-leng menubruk maju hendak
memegang sang guru, tapi Sih-sin-ih keburu menariknya
kembali, katanya sambil menangis, "Jang....jangan
menyentuhnya."
Sebenarnya ilmu silat Kheng Kong-leng jauh lebih tinggi
daripada Sih Boh-hoa, tapi diantara "Yu-kok-pat-tu" hanya
ketinggalan tabib ituy yang tidak terluka apa-apa, maka sekali
pegang saja Kheng Kong-leng tidak dapat melawan.
Segera Hoan Pek-ling, Li Gui-lui, Apik dan lain merubungi
So Sing-ho sambil menangis, berduka dan gusar pula.
Sebagai murid tertua dan memahami peraturan perguruan
sendiri, semula ketika melihat sang guru berlutut kepada Hitiok
sambil menyebutnya sebagai "Ciangbunjin", maka diamdiam
Keng Kong-leng sudah dapat menduga apa yang terjadi.
Ketika diperhatikan pula, dilihatnya jari Hi-tiok memang
betul memakai sebentuk cincin besi hitam, maka tanpa ragu
lagi ia lantas berkata,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Para Sute dan Apik, marilah kita bersama memberi
sembah bakti kepada Ciangbun Susiok!"
Habis berkata ia terus mendahului berlutut dihadapan Hitiok
dan menjura.
Semula Hoan Pek-ling dan lain-lain melengak, tapi segera
pun sadar, mereka lantas ikut memberi hormat kepada
"Cianbunjin" mereka yang baru.
Sebaliknya Hi-tiok menjadi bingung, pikirannya juga lagi
kacau, katanya, "Bangsat itu telah membunuh Susiokco dan
mencelakai Suhu kalian pula."
"Urusan membalas dendam ini terserahlah kepada Susiok
untuk memberi petunjuk seperlunya." ujar Kong-leng.
Hi-tiok adalah seorang hwesio keroco dan masih hijau,
bicara tentang ilmu silat dan pengalaman, nama dan
kedudukan, boleh dikatakan setiap orang yang berlutut
dihadapannya itu semuanya lebih tinggi dari dia, Tapi kini ia
dihadapkan kepada kejadian yang aneh dan mendadak, ia
tidak pikir lagi tentang penolakan jabatan Ciangbun segala.
Kematian So Sing-ho membuatnya merasa serba susah,
sedangkan wafatnya Hian-lan secara mendadak lebih-lebih
membikin dia bingung.
Sungguh celaka, penyergap itu justru sengaja memilih saat
yang baik ketika dia menabok ubun-ubun kepala Hian-lan tadi,
dengan demikian, bagi orang yang tidak tahu tentu akan
menyangka dia sendiri yang membunuh Susiokco. Hal ini kalau
tidak diselidiki hingga jelas, untuk selanjutnya tentu dirinya
akan susah bergaul dikalangan orang kang-ouw.
Maka dalam benaknya waktu itu yang terpikir adalah, "Aku
harus membalas sakit hati Susiokco, harus membalas dendam
Cong-pian Siansing, harus membalas dendam sikakek dalam
rumah tadi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah maka tanpa terasa mulut Hi-tiok berseru."Aku
harus membunuh bangsat tua Ting Jun-jiu!"
Kheng Kong-leng dan lain-lain kembali menjura pula,
katanya, "Ciangbun Susiok berjanji hendak membunuh musuh
untuk membalas sakit hati Suhu kami, sungguh para Sutit
merasa sangat berterima kasih dan utang budi."
Baru sekarang Hi-tiok mengetahui dirinya telah disembahi
orang banyak, lekas ia pun berlutut dan membalas hormat,
sahutnya. "Ah, tidak berani, tidak berani! Harap kalian lekas
bangun!"
"Susiok, Siautit ingin melapor sesuatu, tapi disini banyak
orang luar dan tidak leluasa, harap suka masuk kedalam
rumah saja," kata Kong-leng.
"Baiklah," sahut Hi-tiok sambil berbangkit.
Lalu semua orang mengiringi Hi-tiok berjalan kerumah
papan itu. Tapi belum lagi masuk kesana, tiba-tiba Pek-ling
berkata, "Nanti dulu! Suhu terkena tangan keji Ting-lojat
dalam rumah ini, jangan-jangan bangsat tua itu masih ada
tipu muslihat keji pula, maka lebih baik Ciangbun Susiok dan
Toasuheng jangan lagi masuk kesitu."
"Benar juga," kata Kong-leng. "Ciangbun Susiok tidak boleh
lagi menyerempet bahaya itu."
"Kalian boleh bicara saja disini," ujar Sih-sin-ih, "Biarlah
kami menjaga disekitar sini agar bangsat tua she Ting itu tidak
dapat turun tangan keji lagi."
Habis berkata ia terus mendahului menyingkir, begitu pula
Tio A Sam, Li Gui-lui dan lain-lain juga lantas memisahkan diri
agak jauh untuk berjaga. Padahal keadaan mereka masih
lemah, kalau benar-benar diserbu Ting Jun-jiu, paling-paling
mereka hanya mampu bersuara memperingatkan saja dan
tiada kekuatan buat melawan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Buyung Hok, Ting Pek-jwan dan lain-lain adalah orangorang
Kang-ouw kawakan, sudah tentu mereka tidak mungkin
mendengarkan pembicaraan rahasia golongan lain, maka
tanpa disuruh juga mereka menyingkir sendiri.
Maka Kong-leng lantas mulai bicara, "Susiok....."
"Aku bukan Susiokmu," tiba-tiba Hi-tiok memotong, "Aku
pun bukan Ciangbunjin kalian apa segala, tapi aku adalah
hwesio Siau-lim-si dan tiada sangkut-paut apa-apa dengan
Siau-yau-pai kalian."
"Susiok, mengapa engkau tidak mau mengaku?" kata Kongleng,
"Apabila bukan orang kita sendiri, orang luar sekali-kali
tidak mungkin mengenal nama 'Siau-yau-pai', Jika orang luar
mendengar nama golongan kita ini, baik sengaja atau tidak,
maka menurut peraturan yang kita terapkan, orang itu harus
dibunuh tanpa ampun, biarpun kemana orang itu akan lari,
keujung langit sekalipun juga harus diuber dan dibunuh."
Keruan Hi-tiok bergidik sendiri, katanya dalam hati. "Wah,
peraturan ini benar-benar sangat aneh, Jika demikian,
andaikan aku tidak mau masuk perguruan mereka, bukankah
aku akan dibunuh juga oleh mereka?"
Dalam pada itu Kong-leng telah berkata pula, "Cara
penyembuhan yang digunakan Susiok untuk menolong semua
orang tadi memang benar adalah lwekang golongan kita, Cara
bagaimana Susiok masuk perguruan kita dan kapan mendapat
ajaran asli kakek guru, hal ini Siautit tidak berani banyak
bertanya, sebab mungkin juga Suhu yang mewakilkannya
menerima murid lagi untuk menyerahkan jabatan Ciangbunjin.
Pendek kata, yang sudah terang 'Siau-yau-sin-siangoan'(
cincin dewa bebas merdeka) terpakai dijari Susiok,
sebelum meninggal Suhu juga menyebut engkau sebagai
'Ciangbunjin', maka Susiok tidak perlu main tolak lagi."
Menurut jalan pikiran Kheng Kong-leng, sudah terang kakek
gurunya telah dibunuh Ting Jun-jiu pada tigapuluh tahun yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lalu, sedangkan usia Hi-tiok paling-paling baru 21 atau 22
tahun, betapapun tidak mungkin adalah murid yang
diterimanya pada masa hidup Thai-suhu (kakek guru) boleh
jadi Thai-suhu telah menetapkan peraturan bahwa barang
siapa yang dapat memecahkan problem catur itu adalah
muridnya. Atau mungkin juga So Sing-ho yang mewakilkan
gurunya yang sudah wafat itu untuk menerima murid lagi, hal
ini bisa terjadi karena didunia persilatan memang sudah
pernah ada, Dan sebagai angkatan yang lebih muda, maka
Kong-leng tidak berani banyak bertanya lagi.
Ketika Hi-tiok memandang sekitarnya, ia lihat disebelah
sana Hui-hong dan kawan-kawannya sedang menggotong
jenazah Hian-lan kesamping, sebaliknya mayat So Sing-ho
masih tetap kaku berlutut ditempatnya dengan wajah
tersenyum senyuman aneh itu, Tiba-tiba hati Hi-tiok menjadi
pedih, katanya,
"Tentang urusan ini sukar untuk dijelaskan dalam waktu
singkat. Yang penting sekarang ialah cara bagaimana harus
membunuh Ting Jun-jiu untuk membalas sakit hati Suhu kalian
dan Susiokco-ku, Locianpwe....."
Mendengar dirinya dipanggil sebagai 'Locianpwe', cepatcepat
Kong-leng berlutut lagi dan menutur, "Hendaknya
Susiok jangan menyebut Siautit dengan demikian, mana
Siautit berani menerimanya!"
"Baiklah, lekas kau bangun!" kata Hi-tiok sambil mengerut
kening. Dalam hati ia pun menimbang-nimbang. "Untuk
membunuh Ting Jun-jiu, ilmu silat Siau-lim-pai terang tak
berguna, biarpun aku berlatih dengan giat, selama hidup ini
juga belum tentu mampu mencapai tingkatan seperti Susiokco
Hian-lan Taisu, Andaikan dapat mencapai setinggi itu tetap
tidak mampu menahan sekali hantaman Sing-siok Lokoai,
apalagi untuk mencapai tingkatan setinggi itu diperlukan
berpuluh tahun lagi, tatkala mana tentu Ting Jun-jiu juga
sudah mati dan tidak mungkin lagi dapat membalas dendam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
apa segala, Maka untuk bisa membunuh Ting Jun-jiu tiada
jalan lain kecuali melatih ilmu sulat Siau-yau-pai."
Maka ia berkata, "Locianpwe...."
Mendengar ucapan ini, "bluk", kembali Kheng Kong-leng
berlutut lagi.
Cepat Hi-tiok berseru, "O, ya aku lupa, aku takkan
menyebut demikian lagi padamu. Lekas bangun!"
Lalu ia keluarkan gulungan lukisan yang diterimanya dari
sikakek, ia bentang lukisan itu dan berkata, "Suhumu
mengatakan padaku bahwa berdasarkan benda ini aku disuruh
berusaha belajar ilmu silat untuk membasmi Ting Jun-jiu
kelak."
Setelah Kheng Long-leng periksa lukisan wanita cantik
berpakaian keraton dalam gambar itu, ia geleng kepala dan
berkata, "Siautit tidak paham apa maksud lukisan ini, harap
Susiok menyimpannya dengan baik dan jangan sampai dilihat
orang luar, Jika Suhu telah memberi pesan begitu, diharap
Susiok suka mengingat meninggalnya Suhu yang
mengenaskan itu dan sudi melaksanakan pesannya. Yang
hendak Siautit lapor kepada Susiok ialah racun yang mengenai
Suhu itu disebut 'Sam-siau-siau-yan-san'(puyer enak tiga kali
tersenyum), Racun itu tak berwujud, mula-mula yang terkena
racun akan mengunjuk senyuman aneh tanpa dirasakan oleh
sipenderita racun. Dan bila tersenyum sampai tiga kali, lalu
orangnya akan binasa!"
"Ai, benar-benar celaka," ujar Hi-tiok dengan rasa malu,
"Justru waktu gurumu mula-mula keracunan, aku salah
sangka senyumannya itu bermaksud jelek. Coba kalau tadi
kutanya dengan setulus hati dan segera memberi pertolongan,
mungkin Suhu kalian takkan telanjur meninggal seperti
sekarang."
"Siapa yang terkena 'Sam-siau-siau-yau-san' itu tentu sukar
ditolong lagi." kata Kong-leng sambil goyang kepala, "Sebab
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ting-lojat bisa malang melintang didunia persilatan, salah satu
gegamannya adalah karena 'Siau-yau-san' itu. Orang luar
hanya kenal Hoa-kang-tai-hoatnya yang lihai, padahal 'Siauyau-
san' jauh lebih lihai, karena setiap orang yang kena racun
itu pasti binasa."
"Wah, racun itu benar-benar maha jahat," kata Hi-tiok.
"Tapi tadi aku pun berada disamping gurumu, mangapa aku
tidak melihat cara Ting-lojat turun tangan kejinya? Apa
lantaran ilmu silatku terlalu rendah dan kurang pengalaman?
Pula, mengapa Ting-lojat tidak turun tangan keji padaku,
sebaliknya jiwaku diampuni?"
"Ya, mungkin dia anggap kepandaianmu terlalu cetek,
maka tidak sudi turun tangan kepada seorang keroco.
Ciangbun Susiok, kulihat usiamu memang masih muda, berapa
tinggi sih kepandaianmu? Meski cara penyembuhan tadi
sangat baik dan juga atas ajaran guruku memang bukan
sesuatu yang luar biasa, makanya Ting-lojat tidak pandang
sebelah mata padamu." demikian kata Kong-leng.
Meski dia terhitung kepala "yu-kok-pat-yu", umurnya sudah
tergolong kakek-kakek, tapi cara bicaranya lebih mirip kanakkanak.
Meski Hi-tiok sudah diakui sebagau Ciangbun Susiok,
tapi ia tetap bicara terus terang tanpa rikuh-rikuh.
Sebaliknya Hi-tiok juga tidak pikirkan ucapan orang itu,
sahutnya, "Ya, memang betul apa yang kau katakan, ilmu
silatku terlalu rendah, maka Ting-lijat tidak sudi membunuhku,
Ai, dosa, dosa! Sebagai murid Buddha, mana boleh aku
sembarangan memaki?"
"Susiok, tidak betul ucapanmu ini," kata Kong-leng. "Kaum
Siau-yau-pai kita tidak tergolong Hud (buddha) atau To (Tao),
kita boleh bertindak mana suka, betapa bebas merdeka (Siauyau)
hidup kita ini? Engkau adalah Ciangbunjin, lebih baik
lekas tanggalkan jubahmu dan piara rambut kembali, peduli
apakah Hud atau To segala?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiap kali Kong-leng bicara, setiap kali pula Hi-tiok
menyebut "Omitohud", Dan sesudah Kong-leng selesai
berkata, lalu Hi-tiok menjawab;
"Dihadapanku jangan lagi kau gunakan kata-kata yang
menodai nama Buddha yang maha pengasih. Tadi kau bilang
ada sesuatu yang hendak dikatakan padaku, sebenarnya
urusan apakah?"
"Ai, celaka!" seru Kong-leng. "Aku memang sudah pikun ini,
bicara setengah harian ternyata belum sampai kepada pokok
persoalannya, Eh, Ciangbun Susiok, bila engkau sudah tua
kelak, jangan sekali-kali meniru penyakitku ini, Thian-san
Tong-lo dalam lukisanmu itu paling tidak suka pada orang
ceriwis, dahulu Thaisuhu pernah....Ai, celaka, mulutku
terlanjur mencerocos hingga hampir-hampir membocorkan
rahasia ini. Untung engkau adalah Ciangbunjin sendiri dan
tidak menjadi soal, kalau orang luar, wah, bisa runyam."
"Thian-san Tong-lo apa katamu? Apakah wanita cantik
dalam lukisan ini bukan nona Ong yang diluar tadi?" Hi-tiok
menegas.
"Karena Ciangbunjin tanya, terpaksa Siautit tidak berani
berdusta." tutur Kong-leng, "Wanita cantik dalam lukisan itu
she Tong, sudah tentu beliau bukan nona Ong segala, Tonglolo
(nenek Tong) itu bila bertemu selalu menyebut aku
sebagai siauwawah (anak kecil). Tentang yang lain harap
jangan engkau tanya lebih jauh, sebab kalau kau tanya, tentu
aku harus menjawab. Dan kalau aku mesti menjawab tentu
aku akan serba susah serba kikuk."
"Baiklah, aku takkan tanya lagi." kata Hi-tiok. "Dan apa lagi
yang hendak kau katakan?"
"Wah, cialat, bicara sampai sekarang masih belum sampai
pada pokok persoalannya, benar-benar cialat," seru Kongleng.
"Ciangbun Susiok, aku cuma ingin mohon dua hal dan
sudilah engkau meluluskan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Urusan apa mesti minta ijin padaku?" sahut Hi-tiok, "Mana
aku berani terima?"
"Ai, urusan penting golongan kita kalau tidak dimintakan
ijin Ciangbunjin, habis mesti minta kepada siapa?" ujar Kongleng.
"Urusan pertama kami berdelapan dahulu telah dikeluarkan
dari perguruan, hal ini bukan lantaran kami berbuat dosa
melainkan karena Suhu kuatir kami dicelakai Ting-lojat, pula
beliau tidak tega membikin tuli dan bisu kami, makanya aku
diusir begitu saja. Hari ini Suhu sudah tarik kembali
sumpahnya kepada Ting-lokoai dan kami disuruh kembali
masuk perguruan, cuma belum lagi dilaporkan kepada
Ciangbunjin, pula belum dilakukan upacara, maka belum dapat
dianggap resmi, sebab itulah perlu dimintakan perkenan
Ciangbunjin. Kalau tidak, tentu kami akan menjadi setan
gentayangan didunia persilatan tanpa punya asal-usul."
Hi-tiok menjadi ragu, Ia pikir jika dirinya tidak mengaku
sebagai Ciangbunjin, tentu kakek didepannya itu akan bicara
terus tidak habis-habisnya. Terpaksa ia mesti menerima dulu
permintaannya dan urusan belakang.
Maka ia lantas menjawab. "Jika gurumu sudah mengijinkan
kalian masuk kembali perguruan, dengan sendirinya hal itu
sudah resmi, kenapa mesti kuatir?"
Kheng Kong-leng sangat girang, segera ia berseru kepada
kawan-kawannya, "Para Sute dan Sumoai, Ciangbun Susiok
sudah meluluskan permintaan kita untuk masuk kembali
perguruan!"
Segera Hoan Pek-ling bertujuh beramai-ramai kerubung
maju dan memberi hormat kepada Ciangbun Susiok untuk
menyampaikan terima kasih.
Hi-tiok menjadi serba salah, menolak salah, tidak menolak,
kedudukannya sebagai "Ciangbun" menjadi semakin kuat dan
susah dielakkan lagi. Sedangkan Hui-hong, Hui-si dan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
paman gurunya yang lain masih berada disebelah sana,
dirinya jelas adalah anak murid Siau-lim-si, tapi sekarang telah
menjadi Ciangbunjin golongan tak karuan itu, bukankah
terlalu? Sebaliknya dilihatnya Hoan Pek-ling dan lain-lain
teramat girang, kalau sekarang dia mengemukakan soal
Ciangbunjin, tentu akan membikin suasana berubah kurang
enak, Maka terpaksa ia hanya tersenyum saja tanpa
menjawab.
Sementara itu Kong-leng lantas memanggil pula, "A Pik,
kemarilah memberi hormat kepada Susiokco."
Segera A Pik mendekati Hi-tiok dan memberi hormat
dengan lemah-lembut.
Berulang Hi-tiok menggoyang tangan dan berkata, "Ai,
nona tidak perlu banyak adat."
Kemudian Kong-leng membuka suara lagi, "Susiok, urusan
kedua yang ingin kumohon adalah semoga aku diperbolehkan
menerima kembali anak dara ini."
Hi-tiok menjadi heran, ia menegas, "Menerima kembali
anak dara ini apa maksudmu?"
"Begini." tutur Kong-leng, "Tidak lama sesudah anak dara
ini menjadi muridku, lalu ia buru-buru melarikan diri atas
desakan musuh dan berlindung ditempat kediaman Buyungkongcu
dan menjadi dayangnya. Selama beberapa tahun ini
benar-benar telah membikin susah dia. Kini usianya sudah
menanjak, pula kami berdelapan saudara sudah berkumpul
kembali serta akan mengikut Susiok untuk berusaha
membalas sakit hati Thaisuhu dan Suhu, untuk ini A Pik juga
perlu ikut mencurahkan sedikit tenaganya. Disamping itu bila
musuh berani mencarinya lagi, kini kita pun tidak kuatir apaapa
dan kita dapat bersama-sama melabraknya. Sebab itulah
kumohon Susiok suka bicara kepada Buyung-kongcu agar dia
mau membebaskan A Pik pulang keasalnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok merasa ragu, Kemudian ia menegas, "Apakah mesti
aku yang bicara padanya?"
"Dengan kedudukan Ciangbun Susiok, asal engkau buka
mulut, tentu Buyung-kongcu akan segan menolak," ujar Kheng
Kong-leng.
"Dan bagaimana pendapat nona?" tanya Hi-tiok kepada A
Pik.
A Pik agak heran, sahutnya kemudian, "Jika demikian kata
Suhu, Tecu sudah tentu menurut saja, Selamanya Buyungkongcu
berlaku sangat baik kepadaku dan tidak anggap tecu
sebagai pelayan, maka asal Susiokco mau bicara padanya,
pasti Kongcu akan meluluskan."
"O!" Hi-tiok bersuara. Ketika ia menoleh dan hendak
dibicarakannya kepada Buyung Hok, jebul Buyung Hok, Toan
Ki, Ong Giok-yan, Hian-lan dan para padri Siau-lim-si tadi
sudah menghilang entah kemana perginya. Jadi disitu
sekarang hanya tertinggal mereka dari Siau-yau-pai sendiri.
"He, kemanakah mereka?" seru Hi-tiok heran.
"Ketika melihat kita bicara terus, maka Buyung-kongcu dan
kawan-kawannya beserta para padri Siau-lim-pai sudah pergi
semua," sahut komandan Go.
"Haya! mereka sudah pergi?" seru Hi-tiok terus mengejar
kebawah gunung. Maksudnya hendak menyusul Hui-keng dan
padri lain untuk bersama-sama pulang ke Siau-lim-si dan akan
memberi laporan kepada sang guru tentang apa yang terjadi.
Dalam gugupnya, larinya menjadi sangat cepat, sudah
hampir setengah jam ia lari dan makin lama makin cepat, tapi
bayangan padri angkatan Hui tetap tidak kelihatan.
Karuan ia tambah gugup, dan karena itu larinya tambah
cepat. Tak diketahuinya bahwa sesudah ia mendapatkan ilmu
sakti peyakinan selama tujuhpuluh tahun dari Siau-yau Lojin,
maka betapa cepat larinya boleh dikata melebihi kuda pacuan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebab itulah waktu sampai dibawah gunung, sebenarnya para
padri Siau-lim-si yang dicarinya itu malah ketinggalan dibagian
belakang. Ia sangka orang yang hendak dicari itu sudah jauh
didepan, tak tahunya pada suatu tikungan secara tergesa-gesa
ia sudah mendahului Hui-keng dan lain-lain, dan hanya dalam
sekejap saja sudah jauh meninggalakan mereka.
Hui-keng berenam menggotong jenazah Hian-lan, sekilas
mereka melihat bayangan Hi-tiok melayang lewat disebelah
sana dengan kecepatan luar biasa, keruan mereka saling
pandang dengan terperanjat, mereka tidak tahu apa sebabnya
mendadak Hi-tiok dapat berlari secepat terbang.
Mereka terus membawa jenazah Hian-lan kebawah gunung,
mereka mencari suatu kelenteng dan membakar mayat Hianlan,
kemudian pergi ketempat tinggal Sih-sin-ih di Liu-cong-tin
untuk memperabukan jenazah Hian-thong, abu tulang kedua
padri itu diisi dalam tempurung dan dibawa pulang ke Siaulim-
si.
Sudah tentu biar Hi-tiok berlari-lari sampai dekat magrib
juga tetap tidak menemukan jejak Hui-keng berenam. Ia
sangat heran, ia mengira mungkin dirinya kesasar, maka ia lari
kembali kearah datangnya tadi sejauh belasan li, tapi tetap
tidak diketemukan.
Ia coba tanya orang ditepi jalan, namun juga tiada
seorangpun melihat keenam hwesio yang dimaksudkan.
Padahal waktu itu hari sudah hampir gelap, perutnya terasa
lapar, segera ia menuju kesuatu kota kecil yang tidak jauh dari
situ, ia masuk kesuatu warung makan, ia ambil tempat duduk
dan pesan dua mangkuk mi sayur.
Karena santapan tidak bisa lantas disediakan, sambil
menunggu Hi-tiok terus mengawasi jalan diluar, ia longok
sana dan longok sini kalau-kalau melihat kawan yang sedang
dicari itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Taisuhu, apakah engkau sedang menanti seseorang?"
demikian tiba-tiba didengarnya suara seorang yang nyaring
merdu bertanya.
Waktu Hi-tiok berpaling, ia lihat penegur itu adalah seorang
pemuda berbaju hijau yang duduk menyanding meja didekat
jendela sebelah kiri sana. Muka pemuda itu putih bagus dan
sedang memandang kearahnya dengan tersenyum simpul,
usianya ditaksir baru tujuh belas atau delapan belas tahun
saja.
Maka Hi-tiok menjawab, "Ya, betul! Eh, Siausiangkong
(tuan muda cilik), apa kau lihat enam hwesio berlalu disini?"
"Enam hwesio sih tidak melihat, kalau seorang hwesio
memang kulihatnya." sahut pemuda itu.
"Hah, seorang hwesio? Dimana Siausiangkong melihatnya?"
Hi-tiok menegas.
"Disini, diwarung makan ini," kata sipemuda.
Diam-diam Hi-tiok pikir seorang hwesio itu tentu bukanlah
rombongan paman gurunya, tapi dari seorang padri itu
mungkin akan diperolah sedikit kabar, Maka ia tanya pula,
"Bagaimanakah macam hwesio itu? Berapa usianya? Dan
menuju kemana?"
Dengan tersenyum pemuda itu menjawab, "Hwesio itu
berjidat lebar, bertelinga besar, bibirnya tebal dan mulutnya
lebar, hidungnya pesek, usianya kira-kira dua puluh lebih
sedikit, dia lagi tunggu mi yang dipesannya diwarung makan
ini dan belum pergi."
"Hahaha! Kiranya yang dimaksudekan Siausiangkong
adalah diriku!" demikian Hi-tiok tertawa ngakak.
"Hm, kalau panggil Siangkong ya Siangkong saja, mengapa
mesti tambahkan 'Siau'(kecil) apa segala? Aku kan tidak
panggil dirimu sebagai Siauhwesio?" omel pemuda itu dengan
suara yang halus merdu dan enak didengar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, ya, aku harus panggil Siangkong saja," sahut Hi-tiok.
Dalam pada itu kedua mangkuk mi sayur yang dipesan sudah
disuguhkan, maka Hi-tiok berkata pula, "Marilah makan,
Siangkong."
"Ah, hanya air bening dan sayur belaka, sedikit pun tidak
pakai bumbu, mi begitu masakah enak dimakan?" demikian
pemuda itu menjawab. "Ini, marilah kesini, duduklah semeja
denganku, biar kujamu kau makan daging dan ayam
panggang."
"Ai, dosa, dosa! Selama hidup Siauceng belum pernah
merasakan barang berjiwa, harap Siangkong dahar sendiri
saja." kata Hi-tiok. Lalu ia sedikit mungkur serta makan mi
pesanan sendiri, tampaknya ia enggan menyaksikan cara
sipemuda menggasak daging dan ayam dengan lahapnya itu.
Rupanya Hi-tiok memang sudah lapar, maka hanya
beberapa kali seropot saja isi setengah mangkuk mi itu sudah
"dilangsir" kedalam perut.
Waktu Hi-tiok menoleh, ia lihat tangan kanan sipemuda
memegang sendok dan sudah menceduk satu sendok kuah,
rupanya baru hendak dituangkan kemulut, tapi mendadak
menemukan sesuatu yang aneh, maka sendok kuah itu
terhenti belasan senti didepan mulutnya. Kemudian tangan kiri
entah menjemput sesuatu apa dari atas meja, lalu pemuda itu
berbangkit dan mendekati Hi-tiok sambil membawa satu
sendok kuah itu, katanya,
"Hwesio, coba lihatlah! Kutu ini sangat aneh, bukan?"
Waktu Hi-tiok memperhatikan, ia lihat apa yang diremas
tangan kiri pemuda itu adalah seekor serangga yang berkulit
keras warna hitam. Serangga macam itu terdapat dimanamana
dan sedikit pun tidak mengherankan, diam-diam ia
menduga pemuda itu pasti jarang keluar rumah, makanya
melihat serangga begitu juga heran setengah mati, Segera ia
menjawab,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dimana letak keanehannya?"
"Coba lihat, kulitnya sekeras ini, warnanya hitam kilap pula,
kan aneh?" ujar pemuda itu.
"Ah, pada umumnya serangga berkulit keras memang
begitu bentuknya," sahut Hi-tiok.
"O?" ujar pemuda itu, serangga hitam itu dibantingnya
ketanah, lalu ia kembali ketempat duduknya.
"Dosa! Dosa!" Hi-tiok menggerundel sambil meneruskan
makan mi.
Boleh jadi karena seharian belum makan apa-apa, maka ia
sangat lapar, mi itu dirasakan sangat enak hingga mi itu
diseropot habis sampai kuahnya setetespun tidak ketinggalan.
Segera mangkuk kedua diangkatnya terus hendak diseropot
lagi, tapi mendadak pemuda tadi bergelak tertawa dan
berkata, "Hwesio, kukira kamu benar-benar seorang Hwesio
suci, siapa tahu cuma pura-pura saja."
"Ada apa?" Hi-tiok melotot.
"Habis, katanya selama hidupmu tidak pernah merasakan
barang berjiwa, tapi mi kuah ayam itu mengapa kau seropot
sedemikian nikmatnya?"
"Ah, Siangkong suka berkelakar rupanya." sahut Hi-tiok.
"Sudah jelas mi yang kumakan adalah mi sayur saja, dari
mana datangnya kuah ayam! Tadi aku sendiri yang pesan
pelayan agar dibuatkan mi sayur, sedikit pun tidak boleh diberi
bumbu."
"Ala, pura-pura!" sipemuda berolok-olok dengan
tersenyum. "Dimulut kau bilang tidak doyan barang berjiwa,
tapi sekali merasakan kuah ayam lantas disapu bersih, Haha,
Hwesio, maukah kutambah lagi satu sendok kuah ayam dalam
mangkukmu itu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata ia terus menyeduk lagi satu sendok kuah
ayam dan berbangkit hendak mendekati Hi-tiok.
Karuan Hi-tiok terperanjat, "Jadi....jadi tadi.... kau telah....."
"Ya, tadi aku sudah menambahkan satu sendok kuah ayam
didalam mi yang kau makan, masakah kamu tidak melihat? Ai,
Hwesio, lekas tutup mata dan pura-pura tidak tahu, biar
kutambahi lagi satu sendok kuah ayam supaya lebih enak,
lebih lezat, Toh bukan kamu yang menambahi sendiri, Buddha
tentu takkan menyalahkanmu."
Hi-tiok terkejut dan gusar, Baru sekarang ia tahu dirinya
diselomoti. Pemuda itu pura-pura tanya serangga segala,
padahal diluar tahunya lantas menuangkan satu sendok kuah
ayam kedalam mangkuknya. Ia coba bayangkan rasa kuah
tadi, ia merasa memang betul jauh lebih lezat. Cuma saja
selama hidupnya tidak pernah merasakan kuah ayam,
makanya tadi ia tidak tahu itulah rasanya kuah ayam.
Sekarang kuah ayam itu sudah terminum kedalam perut,
lantas bagaimana baiknya? Apakah mesti ditumpahkan
kembali? Seketika ia menjadi bingung.
"Hwesio," kata sipemuda sambil menuding keluar, "Itu dia,
keenam hwesio yang hendak kau cari itu bukankah sudah
datang?"
Hi-tiok menjadi girang, cepat ia memburu keluar untuk
melihat, tapi meski ia celigukan kian kemari toh tiada seorang
pun yang terlihat. Ia tahu kembali tertipu lagi, dengan
mendongkol ia kembali ketempatnya untuk makan mi lagi,
Sebagai orang beragama yang tidak boleh marah, sedapat
mungkin ia tahan perasaannya itu.
Selagi ia main "sapu" mi mangkuk kedua itu, baru setengah
mangkuk dimakan, sekonyong-konyong mulut terasa
mencaplok sepotong benda aneh yang kenyal-kenyal rasanya.
Dalam kagetnya segera ia periksa isi mangkuknya, maka
tertampaklah didalam mangkuk terdapat sepotong daging
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
babi, malahan setengah potong sudah tergigit, terang baru
saja kena dimakannya.
"Wah, celaka!" seru Hi-tiok mengeluh sambil gabrukkan
sumpitnya keatas meja.
"Ada apa, Hwesio? Apakah daging itu tidak enak, mengapa
kamu mengeluh?" tanya tiba-tiba sipemuda dengan tertawa.
"Kau tipu aku keluar, lalu menaruh daging ini didalam
mangkukku," kata Hi-tiok dengan marah-marah "Padahal
aku.... aku tidak pernah merasakan sedikitpun barang berjiwa,
wah, aku... aku jadi rusak ditanganmu."
"Rasa daging gemuk itu bukankah jauh lebih lezat daripada
sayur dan tahu?" ujar sipemuda dengan tersenyum. "Kalau
sejak dahulu kamu tak pernah makan barang enak seperti itu,
sungguh kamu orang bodoh."
Hi-tiok berbangkit dengan bingung, menyesalnya tak
terkatakan. Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara ramai
orang banyak sedang menuju kewarung makan ini.
Sekilas Hi-tiok mengenali rombongan orang itu adalah anak
murid Sing-siok-pai. Diam-diam ia mengeluh lagi, "Wah,
celaka! Kalau sampai ditangkap Sing-siok Lokoai tentu jiwaku
bisa melayang!"
Ia pikir jalan paling selamat adalah kabur saja, Maka cepat
ia lari kebelakang, ia lihat sebuah pintu, segera ia mendorong
dan masuk, Ternyata pintu itu bukan pintu belakang
melainkan pintu sebuah kamar. Maklum, warung makan dikota
kecil, ruangannya terbatas, maka kamar tidur pemilik warung
itu terletak disebelah ruangan makan tamu.
Pikir Hi-tiok hendak melangkah keluar kembali, tapi
dibelakang sudah terdengar suara orang minta pelayan
menyediakan arak dan daharan. Terang anak murid Sing-siokpai
itu sudah memasuki ruang makan. Sudah tentu Hi-tiok
tidak berani keluar kembali, terpaksa ia tutup pintu kamar itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidurkan hwesio gemuk itu didalam sana." tiba-tiba
terdengar suara seorang memberi perintah, Itulah suara Ting
Jun-jiu.
Seorang muridnya mengiakan, lalu terdengar suara
tindakan yang berat menuju kekamar tidur itu.
Keruan Hi-tiok ketakutan, tiada jalan lain, terpaksa ia
berjongkok terus menyusup kekolong ranjang. Tapi baru saja
kepalanya menyusup kedalam, segera terasa kepalanya
membentur sesuatu benda dan suara seorang terdengar
menjerit tertahan.
Kiranya dikolong ranjang itu lebih dulu sudah bersembunyi
seorang lain. Tentu saja Hi-tiok bertambah kaget, maksudnya
hendak menyusup keluar lagi, tapi murid Sing-siok-pai tadi
sudah mendorong pintu kamar dan melangkah masuk, badan
Sam-ceng yang gemuk bagai babi itu dilemparkan keatas
ranjang lalu ditinggal keluar lagi.
"Hwesio, daging tadi enak tidak? Kenapa kau sembunyi
disini?" demikian tiba-tiba suara seorang membisiki Hi-tiok.
Kiranya sipemuda tadi.
Diam-diam Hi-tiok harus mengakui kecepatan pemuda itu
yang dapat bersembunyi lebih dulu dari dia. Maka dengan
bisik-bisik ia pun menjawab. "Rombongan diluar itu adalah
orang jahat semua jangan sekali-kali Siangkong bersuara."
"Dari mana kau tahu mereka orang jahat?"
"Aku kenal mereka. Orang-orang itu tidak boleh dibuat
mainan, mereka sudah biasa membunuh orang tanpa
berkedip."
Selagi pemuda itu hendak mencegahnya agar jangan keraskeras
bersuara, mendadak Sam-ceng yang menggeletak diatas
ranjang berteriak-teriak, "Dikolong ranjang ada orang!
Dikolong ranjang ada orang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Hi-tiok dan pemuda itu terkejut, berbareng mereka
merangkak keluar dari kolong ranjang dan hendak lari keluar,
namun Ting-lokoai sudah keburu berdiri didepan pintu dengan
tersenyum-senyum dingin, air mukanya tampak sangat senang
dan sangat kejam pula.
Seketika sipemuda menjadi pucat terus berlutut dan
menyapa, "Suhu!"
"Bagus, Bagus! Nah, mana, serahkan!" kata Ting-lokoai
dengan tertawa.
"Aku tidak membawanya," sahut si pemuda.
"Tersimpan dimana?" tanya Lokoai.
"Dikota Lamkhia dinegeri Liau," sahut pemuda itu.
Seketika mata Ting Jun-jiu menyorotkan sinar yang buas,
katanya, "Kamu masih berani menipuku? Apa kau minta
dibikin hidup tidak mati pun tidak?"
"Tecu tidak berani menipu Suhu." sahut si pemuda.
Lokoai melirik sekejap kepada Hi-tiok lalu tanya pemuda
itu. "Kenapa kamu berada bersama dia?"
"Barusan saja bertemu diwarung makan ini." sahut pemuda
itu.
"Hm, bohong!" Lokoai mendengus, dengan gemas ia
pandang sekejap kepada kedua orang itu, lalu kembali
ketempat duduknya.
Segera empat murid Sing-siok-pai menyerbu kedalam
kamar dan mengepung Hi-tiok dan pemuda itu.
Sungguh Hi-tiok sangat kaget dan menyesal pula,
semprotnya, "Huh, kiranya kau pun murid Sing-siok-pai!"
"Kau sendiri yang salah, kenapa mengomeli aku?" sahut si
pemuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sumoai, baik-baikkah selama berpisah?" tiba-tiba seorang
murid Sing-siok-pai menyapa pemuda itu dengan nada
mengejek dan sikap bangor.
Hi-tiok menjadi heran. "He? Jadi kau.... kau...."
"Huh, dasar Hwesio goblok, Hwesio busuk! Sudah tentu aku
seorang perempuan, masakah kamu tidak tahu sejak tadi?"
Kiranya pemuda itu adalah samaran Aci.
Dia sudah lama tinggal di Lamkhia, ibu-kota negeri Liau.
Meski hidupnya serba mewah dan segala apa terpenuhi, tapi
dasar wataknya suka bergerak, lama kelamaan ia merasa
bosan, Kiau Hong sendiri sibuk dengan urusan dinas hingga
tidak dapat mendampingi dia bermain dan berburu setiap hari.
Maka pada suatu hari, saking iseng dan kesal ia turun ke
Tionggoan lagi tanpa pamit, ia mengembara kemana-mana
dan secara kebetulan hari ini bertemu dengan Hi-tiok,
akhirnya dipergoki Ting Jun-jiu pula.
Aci menyangka gurunya tentu enak-enak bersemayam di
Sing-siok-hai dan tidak mungkin menginjak Tionggoan lagi,
siapa tahu dikota kecil ini justru kepergok. Meski lahirnya ia
bersikap seperti tidak terjadi apa-apa, padahal dalam hati ia
ketakutan setengah mati.
Ia duduk ditepi ranjang sambil memikirkan cara meloloskan
diri, katanya didalam hati, "Hanya Cihu yang mampu
menolong aku, orang lain terang tiada yang mampu melawan
Suhu. Jalan satu-satunya sekarang terpaksa mesti menipu
Suhu supaya pergi ke Lamkhia dan mungkin akan dapat
menggunakan tangan Cihu untuk membunuh Suhu. Untung
Pek-giok-giok-teng itu memang kutinggalkan di Lamkhia,
untuk itu Suhu harus menemukannya kembali."
Berpikir begitu hatinya menjadi agak tentram, tapi segera
berpikir lagi, "Jika Suhu membikin cacat aku lebih dulu dan
memunahkan ilmu silatku, lalu aku digiring ke Lamkhia, wah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
siksaan demikian mungkin jauh lebih menderita daripada mati
saja." Karena pikiran ini, wajahnya kembali pucat lagi.
Pada saat itulah seorang murid Sing-siok-pai mendekati dan
berkata padanya dengan cengar-cengir. "Toasuci, Suhu
memanggilmu."
Diam-diam Hi-tiok membatin, "Kiranya nona ini bukan saja
murid Sing-siok-pai, bahkan adalah murid Ting Jun-jiu yang
tertua. Wah, celaka? Dia telah diberikan racun?"
Padahal A Ci sengaja menggodanya melanggar pantangan
makan barang berjiwa hanya karena terdorong oleh kenakalan
dan kejahilannya saja, kalau orang lain dibuatnya marahmarah
dan mendongkol, maka senanglah dia, maksud lain
tidak ada, Kini demi mendengar Suhu memanggilnya, keruan
ia ketakutan seperti tikus ketemu kucing.
Dengan kebat-kebit ia ikut murid Sing-siok-pai itu keluar
kamar, Ia lihat Ting Jun-jiu duduk sendiri menyanding satu
meja dengan hidangan dan arak, para muridnya berdiri tegak
jauh disebelah sana, tiada seorang pun berani sembarangan
bergerak..
A Ci melangkah maju dan menyapa sambil berlutut, "Suhu!"
"Sebenarnya berada dimana?" tanya Ting-lokoai.
"Mana Tecu berani dustai Suhu, benar-benar berada di
Lamkhia, di negeri Liau," sahut A Ci.
"Di-tempat mana di kota itu?" Lokoai menegas.
"Didalam istana Lam-ih Siau-taiong," sahut A Ci.
"Kenapa bisa jatuh ditangan anjing Cidan itu?" ujar Lokoai
sambil berkerut alis.
"Bukan berada ditangannya." tutur A Ci, "Suatu waktu Tecu
sampai disana, kuatir pusaka Suhu itu kuhilangkan, maka
diam-diam Tecu menyembunyikannya ditaman bunga Siautaiong,
Taman itu sangat sunyi dan sangat luas, kecuali Tecu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu tiada orang lain lagi yang dapat menemukan Giok-ting
itu, untuk itu harap Suhu jangan kuatir."
"Hm, hanya kau sendiri yang dapat menemukannya
kembali?" jengek Ting-lokoai, "Lihai juga kamu ini! Dengan
begitu kau yakin aku tak membunuhmu! Sebab bila
kubunuhmu Giok-ting itu takkan kutemukan lagi, ya?" kata
Ting-lokoai.
A Ci jadi gemetar, sahutnya kemudian. "Jika Suhu tidak
suka mengakui lagi Tecu yang nakal dan akan menghukum
membikin cacat aku, maka tecu akan menerima saja dan
tak....takkan memberitahukan dimana adanya Giok-ting itu."
Saking takutnya hingga suaranya seakan hilang dan makin
lirih.
"Hah, kamu setan cilik, ingin main tawar menawar
denganku." sahut Lokoai dengan tersenyum. "Dalam Singsiok-
pai terdapat orang lihai seperti kamu dan aku sama sekali
tidak tahu, sekali ini penglihatanku benar-benar telah salah
lihat."
Mendadak seorang murid Sing-siok-pai berseru, "Sing-siok
Losian dapat memandang segala apa yang akan terjadi,
karena tahu Giok-ting itu akan mengalami alangan demikian,
Maka sengaja dibiarkan melalui tangan A Ci supaya benda itu
mengalami gemblengan yang lebih sempurna."
Watak Ting Jun-jiu memang paling suka diumpak dan dijilat
orang, Semakin seram orang menjilatnya, semakin senang
hatinya. Sebaliknya kalau anak muridnya itu tidak memujinya
setinggi langit, maka ia akan anggap murid itu kurang berbakti
padanya.
Karena kenal wataknya itu, maka bila ada kesempatan para
muridnya lantas memuji mati-matian demi kepentingan
sendiri, sebab kalau tidak disukai sang guru, maka jiwanya
setiap saat mungkin bisa melayang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya tidak seluruh murid Sing-siok-pai berjiwa
rendah, soalnya mereka terpaksa, dan lama kelamaan menjadi
biasa dan tidak kenal malu lagi.
Ting Jun-jiu sendiri hanya tersenyum-senyum saja
menikmati puja-puji murid-muridnya itu sambil mengelus-elus
jenggot yang sudah terbakar sebagian besar waktu bertarung
dengan So Sing-ho, jenggot itu sekarang sudah tinggal sedikit
saja, tapi akhirnya ia dapat menggunakan "Siau-yau-sam-siansan"
untuk membunuh So Sing-ho, maka pertarungan itu
tetap dimenangkan olehnya.
Sesudah puas dan kenyang mendengar puji sanjung anak
muridnya itu, akhirnya ia memberi tanda hingga anak
muridnya tidak berani bersuara pula, lalu ia berkata kepada A
Ci dengan tersenyum, "A Ci, apalagi yang hendak kau
katakan?"
Tiba-tiba pikiran A Ci tergerak, "Biasanya Suhu sangat
sayang padaku, sebab cara kupuji dia jauh lebih pintar dan
lebih enak didengar daripada para Suheng yang goblok ini,
bicara bolak-balik cuma itu-itu saja yang mereka ucapkan."
Karena itu, segera ia berkata, "Suhu, sebabnya Tecu berani
mencuri Giok-ting, hal ini bukannya tiada beralasan."
Ting Jun-jiu mendelik, tanyanya, "Apa alasannya?"
"Waktu Suhu masih muda, ketika kepandaian belum
memuncak seperti sekarang, tentu masih perlu menggunakan
Giok-ting itu untuk dipakai memperdalam ilmu," ujar A Ci,
"Tapi paling akhir ini, setiap orang yang punya mata tentu
tahu Suhu memiliki ilmu sakti setinggi langit. Padaal Giok-ting
itu cuma digunakan untuk mengumpulkan makhluk berbisa
saja, dibandingkan ilmu Suhu sudah tentu bukan apa-apa lagi,
boleh dkata kunang-kunang berbanding sinar matahari. Jika
Suhu tidak rela kehilangan Giok-ting itu, paling-paling karena
merasa sayang saja karena barang simpanan lama. Sebaliknya
para Suheng sama ribut dan menyangka Suhu harus memiliki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali Giok-ting itu, katanya Giok-ting itu adalah pusaka
maha penting perguruan kita segala, kalau hilang akan
celakalah kita. Hah, sungguh terlalu bodoh pendapat mereka
itu dan benar-benar terlalu memandang rendah pada ilmu
sakti Suhu."
Senang sekali Ting Jun-jiu mendengarkan uraian A Ci yang
empuk itu, berulang-ulang ia memagut dan berkata. "Ehm,
benar, benar!"
Maka A Ci menyambung lagi, "Tecu pikir pula betapa tinggi
ilmu s ilat Sing-siok-pai kita, boleh dikata tiada suatu golongan
pun diatas dunia ini dapat menandingi kita. Soalnya Suhu
adalag orang tua dan tidak sudi menjelajah Tionggoan lagi
untuk memberi hajaran kepada jago silat Tionggoan yang
mirip katak didalam sumur itu. Tapi diantara orang Tionggoan
itu juga banyak yang sombong, sudah tahu Suhu takkan
datang kemari, mereka lantas membual dan pamer setiap
orang mengaku dirinya jago kosen, ahli s ilat dan macam2 lagi,
sebaliknya tiada seorang pun berani datang ke Sing-siok-hai
untuk belajar kenal dengan kepandaian Suhu, sebab mereka
cukup tahu kepandaian Suhu sukar dijajaki dalamnya. Dengan
begitu, lalu jago-jago silat di Tionggoan banyak yang
menonjolkan diri, seperti Buyung-si dari Koh-soh, namanya
menjadi terkenal. Siau-lim-si juga mengaku sebagai bintang
cemerlang didunia persilatan, sampai Liong-ah Siansing dan
keluarga Toan di Tayli juga mengaku-ngaku tokoh sakti. Haha,
bukankah sangat lucu perbuatan mereka itu?"
Dasar suara A Ci memang merdu dan enak didengar hingga
setiap katanya mengetuk lubuk hati Ting-lokoai, memang jauh
lebih menyenangkan daripada puja-puji anak muridnya yang
lain. Maka wajah Ting Jun-jiu makin lama makin terang,
tampak sekali senangnya tak terkatakan.
Lalu A Ci menyambung pula, "Maka timbul suatu pikiranku
yang kekanak-kanakan, bahwasanya Suhu sudah begini sakti,
jika tidak datang ke Tionggoan dan memperlihatkan sejurus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dua kepada katak-katak didalam sumur itu, tentu mereka tidak
tahu bahwa diluar langit masih ada langit, diatas orang pandai
masih ada yang lebih pandai. Sebab itu Tecu mendapatkan
suatu akal untuk mengundang Suhu ke Tionggoan. Cuma,
Suhu bila diundang dengan cara biasa, tentu tidak sesuai
dengan kedudukan Suhu yang lain dari pada yang lain, maka
cara mengundang Suhu juga kudu dipakai suatu cara yang
luar biasa. Dan sebabnya Tecu meminjam Giok-ting itu,
maksudnya adalah supaya Suhu sudi datang ke Tionggoan."
"Haha, jika demikian, jadi maksudmu adalah baik dengan
mengambil Giok-ting itu," kata Lokoai sambil terbahak.
"memang begitulah," kata A Ci, "Dan sudah tentu, selain
maksud baik Tecu itu ada pula maksud tujuan pribadiku."
"Maksud pribadi apa?" Lokoai menegas sambil berkerut
kening.
"Maaf Suhu," sahut A Ci, "Sebagai murid Sing-siok-pai,
sudah tentu Tecu berharap agar golongan kita dapat menjagoi
jagat ini, agar bilamana dan dimana pun juga Tecu akan selalu
dihormati orang, dengan demikian bukankah Tecu akan
merasa bangga? Inilah sedikit maksud tujuan pribadiku."
Kembali Ting Jun-jiu terbahak, katanya, "Bagus, bagus!
Sebanyak ini muridku, tiada seorang pun sepintar dirimu.
Kiranya kau curi Pek-giok-giok-ting itu juga bermaksud
meninggikan wibawaku di Bu-lim. Haha, mengingat lidahmu
yang tajam ini, sayang juga kalau aku membunuhmu. Suhumu
akan kehilangan seorang murid yang pintar menghiburnya.
Tapi kalau kudiamkan saja tanpa mengusut....."
"Walaupun agak mengenakkan Tecu, tapi setiap murid
Suhu pasti akan berterima kasih kepada kebijaksanaan Suhu
yang luhur, selanjutnya juga pasti akan berjuang untuk
perguruan biarpun badan mesti hancur lebur," demikian A Ci
menyela.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Huh, ocehanmu itu mungkin dapat menipu orang lain, tapi
dihadapanku apa kau kira aku sudah linglung?" jengek Lokoai,
"Maksud tujuanmu ternyata tidak baik. Hm, kau pikir lebih
baik kupunahkan ilmu silatmu atau kuputuskan urat nadimu
saja....."
Berkata sampai disini mendadak terdengar suara seorang
yang lantang berseru, "Tiamkeh (pengurus), bawakan
santapan!"
Waktu Lokoai melirik, ternyata seorang pemuda berbaju
kuning, pedang bergantung dipinggang dan entah sejak kapan
sudah masuk kewarung makan serta duduk dimeja sebelah
sana, Itulah dia Buyung Hok yang siang tadi pernah bergebrak
satu kali dengan dia.
Sungguh kejut Lokoai tak terkatakan. Meski dia asyik
mendengarkan omongan A Ci, tapi disebelah meja mendadak
bertambah seorang diluar tahunya, hal ini benar-benar suatu
kelengahan besar, bila Buyung Hok tiba-tiba menyerang,
mungkin dirinya sudah kecundang. Tapi sebagai seorang
tokoh berpengalaman, ia dapat berlaku tenang-tenang saja.
A Ci belum pernah melihat Buyung Hok, diam-diam ia
memuji juga demi melihat kecakapan pemuda itu.
Maka tertampak Buyung Hok angkat tangan menyapa Ting
Jun-jiu, "Tabe! Orang hidup dimana-mana selalu berjumpa.
Baru saja kita berpisah dan dalam sekejap saja sudah bertemu
kembali."
"Ya, rupanya kita ini ada jodoh," sahut Lokoai.
Sementara itu pelayan telah mendekati Buyung Hok dan
bertanya, "Kongcuya ingin makan nasi atau dahar mi saja?"
"Bawakan satu kati arak dan kalau ada masakan enak,
buatkan beberapa macam sebagai pengiring arak," pesan
Buyung Hok.
Pelayan mengiakan dan meneruskan pesanan itu kedapur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam gebrakan siang tadi Ting Jun-jiu tidak keburu
menggunakan Hoa-kang-tai-hoat untuk melawan Buyung Hok,
tapi ia dapat menguji tenaga dalam pemuda itu sangat kuat
dan banyak perubahan pula, ia merasa tiada memperoleh
sedikitpun keuntungan. Dengan perangai Lokoai yang tinggi
hati seakan-akan dunia ini dia kuasai, sudah tentu ia tidak rela
duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dengan orang lain.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 55
Maka diam-diam ia pikir, "Apa aku harus bergebrak untuk
menentukan unggul dan asor dengan dia atau menyelesaikan
urusan A Ci lebih dulu? Kabarnya ilmu silat orang Buyung dari
Koh-soh ini sukar dijajaki, orang bu-lim tentu tidak sengaja
omong kosong, jangan-jangan Sing-siok Losian yang baru
menginjak kaki ke Tionggoan ini akan terjungkal ditangan
bocah ini, jika begitu, wah, sialan benar!"
Dasar Ting Jun-jiu memang cerdik dan suka pikir panjang,
kalau dalam hal ilmu silat tidak yakin benar akan menang,
segera timbul pikirannya untuk menyerang secara menggelap.
Begitulah ia lantas berkata kepada A Ci, "Nah, katakan saja
sendiri, kau ingin kupunahkan ilmu silatmu, memotong urat
nadimu, atau kutabas sebelah tangan atau kakimu saja?
Bukankah kamu lebih suka mati daripada mengaku dimana
beradanya benda itu?"
A Ci ketakutan setengah mati, dengan suara gemetar ia
menjawab, "Harap kemurahan hati Suhu, jangan... jangan
anggap sungguh-sungguh ucapan seorang anak....anak kecil
seperti Tecu."
"Ting-siansing," tiba-tiba Buyung Hok menyela dengan
tertawa, "Usiamu sudah tua, mengapa masih suka bertengkar
dengan anak kecil? Mari, marilah kita keringkan tiga cawan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersama, mari kita bicara tentang ilmu silat dan sastra!
Dihadapan orang luar mengadakan pembersihan rumah
tangga, bukankah agak terlalu?"
Belum lagi Ting Jun-jiu menjawab, tiba-tiba seorang murid
Sing-siok-pai membentak dengan gusar, "Kamu manusia apa?
Suhu kami adalah yang dipertuan agung didunia persilatan,
mana dapat bicara tentang ilmu silat dan sastra apa segala
dengan bocah ingusan macam kau? Dan berdasarkan apa
kamu mengajak bicara dengan Suhuku?"
Lalu seorang lagi ikut membentak, "Bila kamu menjura dan
minta dengan hormat kepada Sing-siok Losian agar suka
memberi petunjuk, boleh jadi beliau akan memberi petunjuk
sejurus dua kepadamu. Tapi sekarang kamu bicara tentang
ilmu silat apa segala dengan beliau, haha, bukankah sangat
menggelikan? Hahaha!"
Ia terbahak beberapa kali dan air mukanya tampak sangat
aneh, selang sejenak, kembali ia terbahak dengan suara agak
serak, habis itu lalu mulutnya ternganga tanpa suara
sedikitpun, tapi wajah masih menampilkan senyuman aneh
dan lucu.
Para murid Sing-siok-pai lantas tahu kawan mereka itu
terkena racun "Siau-yau-sam-sian-san", karuan mereka
bingung dan takut. Serentak mereka menunduk dan tidak
berani bersuara lagi, bahkan memandang sang guru juga tidak
berani. Dalam hati mereka cuma berpikir. "Entah ucapan apa
yang membikin marah Suhu hingga Suhu membunuhnya
dengan cara selihai itu?"
Sebaliknya Ting Jun-jiu merasa gusar dan was-was pula.
Kiranya tadi waktu ia bicara dengan A Ci, pelahan ia
mengebaskan lengan bajunya dengan lwekang yang tinggi
hingga bubuk racun "Siau-yau-sam-sian-san" ditebarkan
kearah Buyung Hok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bubuk racun itu tak berwarna dan tak berbau, halusnya
luar biasa, ditengah warung makan itu juga remang-remang
penerangannya, Lokoai yakin betapi tinggi kepandaian Buyung
Hok juga pasti takkan tahu akan serangan itu. Siapa duga
entah dengan cara bagaimana tahu-tahu bubuk racun itu
diputar balikkan kepada muridnya itu.
Kematian seorang murid tidak menjadi soal bagi Tinglokoai,
tapi diluar tahunya dan entah cara bagaimana Buyung
Hok dapat menghindarkan serangan bubuk racun, bahkan
dibelokkan ketubuh orang lain, kepandaian demikian benarbenar
sukar dimengerti.
Dengan pengalaman Ting Jun-jiu yang luas juga seketika
tidak paham ilmu apakah yang dipakai Buyung Hok, hanya
teringat olehnya istilah terkenal "Ih-pi-ci-to, hoan-si-pi-sin"
dari keluarga Buyung di Koh-soh itu. Terang cara yang
digunakan adalah dengan cara lawan untuk menyerang
kembali lawan.
Tapi bubuk racun itu sangat halus, masakah tanpa
tersentuh lantas dapat dihamburkan kembali? Apalagi kalau
memang betul sesuai istilah itu seharusnya serangan kembali
itu mesti diarahkan padanya, mengapa muridnya yang
menjadi korban? Hm tentu bocah ini merasa jeri juga
kepadaku, maka tidak berani sembarangan "pegang-pegang
kumis harimau".
Terpikir tentang "pegang kumis harimau", tanpa terasa
Lokoai lantas mengelus-elus jenggot sendiri yang tinggal tidak
seberapa karena habis terbakar itu, T iba-tiba ia merasa girang
malah, pikirnya, "Dengan pengalaman dan kepandaian
setinggi So Sing-ho saja akhirnya juga melayang jiwanya
ditangan Losian, Buyung Hok hanya bocah yang masih
ingusan, apa artinya bagiku?"
Pikiran Lokoai itu berputar dengan cepat, betapapun ia
tidak sudi kelihatan lemah disepan muridnya, segera ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata pula, "Buyung-kongcu, kita ini memang ada jodoh,
Mari, marilah kusuguh minum satu cawan arak padamu!"
Sembari berkata jarinya terus menyelintik dan cawan arak
yang terletak didepannya lantas melayang kearah Buyung
Hok.
Tenaga selintikan itu sungguh sangat hebat dan bagus,
cawan arak itu menyambar kedepan dengan tidak
berguncang, setetes arak pun tidak terpecik keluar.
Jika dalam keadaan biasa, menyaksikan betapa hebat cara
Lokoai menyelintik cawan arak itu, tentu anak murid Sing-siokpai
akan bersorak memuji setinggi langit. Tapi lantaran tadi
mereka telah saksikan seorang kawan mati konyol secara
aneh, mereka menjadi kuatir bila sembarangan menjilat
pantat, jangan-jangan keliru lagi dan akibatnya bisa celaka.
Sebab itulah mereka tidak berani mengoceh seperti
biasanya, hanya bersorak saja sekedarnya, sebab kalau tidak
bersorak jangan-jangan akan dimarahi sang guru juga, dan ini
pun akan membikin celaka mereka.
Dan baru saja cawan arak itu menyambar sampai didepan
Buyung Hok, serentak para murid Sing-siok-pai bersorak
gemuruh sekali. Ada dua-tiga orang yang bernyali ciut,
sorakan itu tidak berani disuarakan, setelah mendengar
kawan-kawannya bersorak baru mereka pun ikut-ikutan, tapi
sudah ketinggalan hingga kedengaran lucu sekali suara yang
tidak seragam itu. Apalagi ketika mereka dipelototi oleh
kawan-kawan yang lain, mereka menjadi malu dan takut pula
kepada sang guru.
Dalam pada itu Buyung Hok telah berkata, "Ting-siansing
adalah kaum Cianpwe, mana ada kaum Cianpwe menyuguh
arak kepada kaum muda? Cawan arak ini tidak berani
kuterima, biarlah kusuguhkan kepada muridmu saja!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyusul ia terus meniup satu kali hingga cawan itu
mendadak berganti arah dan membelok kesebelah kiri,
menuju arah seorang murid Sing-siok-pai.
Melihat cara Buyung Hok menyebut itu, Ting Jun-jiu tahu
ilmu yang dipakai itu adalah cara "empat tahil menyampuk
seribu kati", semacam kepandaian menggunakan tenaga
sedikit untuk melawan tenaga raksasa. Apalagi sekali sebul
saja cawan arak itu dapat dibelokkan kearah lain, terang
caranya itu lebih susah daripada menyelintik cawan. Jadi jelas
kelihatan Ting Jun-jiu telah kalah satu jurus.
Padahal tenaga tiupan Buyung Hok itu tak bisa
dibandingkan begitu saja dengan tenaga selintikan Ting Junjiu
itu. Soalnya cara menyebulnya itu sangat tepat, ia pinjam
daya selentikan Ting Jun-jiu untuk membelokkan cawan itu,
tapi dalam pandangan orang lain menjadi seperti cawan itu
kena ditiup terpental olehnya.
Yang paling sial adalah murid Sing-siok-pai itu, ketika
melihat cawan arak menyambar kearahnya, seketika ia
kelabakan, ia bingung apa mesti menghindar atau menyambut
cawan itu? Selagi bingung tahu-tahu cawan itu sudah
melayang sampai didepan hidungnya.
Tanpa pikir lagi dengan sendirinya ia ulur tangan untuk
menangkap cawan itu sembari berkata, "Arak ini suguhan
Suhu untukmu, kenapa kau berikan padaku?"
Baru ia hendak tolak kembali cawan itu kearah Buyung
Hok, sekonyong-konyong ia menjerit ngeri satu kali, tubuh
terus roboh kebelakang dan tak bisa berkutik lagi.
Dalam hati para murid Sing-siok-pai cukup tahu apa sebab
musabab kejadian itu. Mereka tahu bahwa sekali guru mereka
menyelintik cawan arak, berbareng racun yang selalu
menempel pada kuku terus ditaburkan pula diatas cawan, asal
jari tangan Buyung Hok menyentuh cawan arak itu, tidak perlu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
minum araknya, kontan juga akan binasa seperti apa yang
terjadi atas diri murid Sing-siok-pai yang sial itu.
Seketika air muka Ting Jun-jiu berubah hebat, tampak
sekali rasa murkanya. Ia tahu dengan melesetnya serangan
ini, untuk selanjutnya tidak dapat lagi mengelabui mata anak
muridnya itu, sebab kini semua orang sudah tahu bahwa baru
saja ia hendak menyerang Buyung Hok dengan bubuk racun,
tapi malah kena ditiup kembali hingga salah seorang murid
sendiri yang menjadi korban.
Waktu pertama kali ia bertemu dengan Buyung Hok sudah
pernah saling gebrak sekali dan diketahuinya bahwa tenaga
dalam lawan itu memang sangat hebat, kalau bicara tentang
kepandaian sejati, dengan keuletan sendiri belum tentu
mampu mengalahkan orang she Buyung itu.
Sekilas pikir saja segera Ting-lokoai sudah ambil keputusan,
yaitu akan menggunakan "Hoa-kang-tai-hoat" untuk melawan
Buyung Hok.
Sekarang ia tidak dapat bersikap acuh-tak-acuh lagi,
dengan kedua tangan ia pegang satu cawan arak lagi dan
pelahan ia berbangkit, katanya, "Buyung-kongcu, secawan
arak ini betapa pun harus kusuguhkan padamu."
Berbareng ia terus mendekati Buyung Hok. Sepintas
pandang saja Buyung Hok melihat arak putih dalam cawan itu
bersemu hijau kemilau terang mengandung racun yang maha
jahat. Sekarang iblis tua itu telah mendekatinya sendiri
dengan membawa cawan arak, untuk mengelak terang susah.
Tampaknya Ting Jun-jiu sudah berada didepannya, hanya
terpisah oleh meja saja.
Mendadak Buyung Hok menarik napas panjang-panjang
dan kontan arak dalam cawan Ting Jun-jiu itu tiba-tiba tertarik
naik hingga berwujud suatu jalur air hijau.
"Lihai benar!" diam-diam Lokoai berseru. Ia tahu habis
menarik napas menyusul lawan tentu akan meniup dan jalur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
arak itu pasti akan memancur kearahnya. Walaupun dirinya
takkan berhalangan terkena arak beracun itu, tapi sedikitnya
akan basah-kuyup dan hal ini akan kurang sedap dipandang
mata.
Karena itu, diam-diam iblis tua itu pun mengerahkan
tenaga dalam, "beerrr", sekonyong-konyong ia mendahului
meniup jalur air arak itu.
Para murid Sing-siok-pai sudah sering menyaksikan sang
guru mengadu ilmu dengan musuh seperti ketika mengadu
lwekang dengan So Sing-ho, waktu itu mesing-masing telah
menggunakan tenaga dalam untuk mendorong gumpalan api
kearah lawan, siapa yang lebih kuat akan menang dan yang
lebih lemah akan binasa terbakar.
Kini mereka pun menyaksikan sejalur air arak yang
bersemu hijau mendadak timbul dari dalam cawan, lalu ditiup
sang guru maka tahulah mereka bahwa sang guru kembali
bertanding tenaga dalam dengan musuh. Pikiran mereka
lanras bekerja, semuanya ingin memeras otak untuk
mendapatkan kata-kata pujian "gaya baru" yang tepat untuk
menyanjung puji kepandaian sang Suhu yang maha sakti itu.
Tak terduga bahwa tiupan Ting Jun-jiu yang keras itu sama
sekali tak dilawan oleh Buyung Hok, sehingga jalur arak itu
mancur lurus kemukanya. Karuan para murid Sing-siok-pai
merasa heran, sama sekali tak terduga oleh mereka bahwa
sang guru akan menang dengan cara begitu gampang.
Disebelah sana A Ci sebenarnya sedang girang karena
gurunya menemukan lawan tangguh, ia pikir akan ada
kesempatan untuk meloloskan diri. Siapa duga lawan ternyata
tidak becus, sekali diserang saja tidak mampu menangkis,
maka ia sangat kecewa.
Begitulah selagi para murid Sing-siok-pai membuka mulut
hendak bersorak, tiba-tiba jalur air yang sudah menyambar
kira-kira belasan senti didepan hidung Buyung Hok itu tahuTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tahu belok kekiri dan dengan cepat luar biasa berputar balik
terus memancur kedalam mulut seorang murid Sing-siok-pai.
Murid Sing-siok-pai itu baru membuka mulut hendak
bersorak, tapi belum lagi kata-kata "bagus" terucapkan, tahutahu
"auup", secawan arak yang tertiup menjadi sejalur air itu
tertuang kedalam perutnya.
Jalur air itu terlalu cepat tibanya hingga dia masih sempat
bersorak dengan gembira ria, dan sesudah suara "bagus"
tercetus barulah ia terkejut dan menyusul lantas berteriak,
"Wah, celaka!" dan kontan ia jatuh terkulai ketanah, hanya
dalam sekejap saja mukanya, kaki dan tangannya lantas
membusuk dengan cepat luar biasa, sebentar lagi bahkan
pakaiannya juga ikut mnembusuk hingga hancur luluh, sampai
akhirnya hanya ketinggalan beberapa kerat tulang putih saja.
Betapa lihainya racun itu sungguh Buyung Hok juga sangat
terkejut, selama berkelana di kangouw belum pernah
dilihatnya racun sejahat ini.
Meski pertarungan mereka belum lagi ketahuan siapa akan
unggul dan siapa asor, tapi dipihak Sing-siok-pai berturut-turut
sudah terbinasa tiga orang murid, dalam hal ini samar-samar
sudah menunjukkan kekalahan pada pihaknya. Keruan Ting
Jun-jiu menjadi murka, mendadak ia taruh cawan arak yang
dipegangnya itu keatas meja, menyusul sebelah tangan terus
menyodok kedepan.
Sudah lama Buyung Hok mendengar betapa jahatnya "Hoakang-
tai-hoat" dari Sing-siok-pai, maka sejak mula ia layani
orang dengan penuh waspada dan hati-hati. Demi melihat
orang memukul, cepat ia berputar seraya balas memukul juga.
Beruntun Ting Jun-jiu melontarkan tiga kali pukulan, tapi
selalu dapat dielakkan oleh Buyung Hok dengan cara yang
gesit dan gaya yang indah, tetapi tetap ia hindarkan adu
tangan dengan iblis tua itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Makin lama makin cepat pertarungan mereka dan
bertambah sengit pula. Diruangan warung makan itu penuh
meja kursi, tempatnya sempit, sebenarnya tiada tempat luang
bagi medan pertempuran mereka. Tapi mereka justru dapat
menyusur kian kemari diantara meja kursi yang berjubel itu
tanpa membikin alat perabot itu morat-marit, jadi tangan
mereka tidak pernah beradu, bahkan juga tidak pernah
menyenggol meja kursi dan menerbitkan sesuatu suara
berisik.
Dalam keadaan begitu, para murid Sing-siok-pai tetap
berdiri mepet dinding ruangan itu, tiada seorangpun berani
keluar warung makan itu, sebab mereka cukup kenal watak
sang guru, jika ada murid yang berani menyingkir agak jauh
tatkala gurunya sedang bertempur sengit dengan musuh,
maka itu berarti menunjukkan ketidak-teguhan jiwanya dan
tidak setia kepada perguruan dan bukan mustahil nanti akan
dijatuhi hukuman berat.
Sebab itulah biarpun semua orang tahu keadaan sangat
berbahaya, asal tersampuk angin pukulan sang guru saja
mungkin jiwa mereka bisa melayang, tapi mereka toh tidak
berani sembarangan bergerak, mereka hanya berdiri semepet
mungkin ketepi dinding, jalan lain tidak ada.
Sementara itu kelihatan Buyung Hok lebih banyak bertahan
daripada balas menyerang, meski ilmu pukulannya sangat
bagus dan aneh pula, tapi karena tidak berani beradu tangan
dengan Ting Jun-jiu, maka gerak-geriknya menjadi terikat dan
terdesak dibawah angin.
Sebaliknya Sing-siok Lokoai sudah banyak menghadapi
lawan tangguh pengalamannya sangat luas, dalam waktu
singkat saja segera ia tahu bahwa Buyung Hok tidak ingin
mengadu tangan dengan dirinya, itu menandakan lawan jeri
kepada Hoa-kang-tai-hoatnya. Dan kalau lawan keder
terhadap ilmu andalannya itu, dengan sendirinya ilmu inilah
yang harus dilancarkan untuk mengalahkan lawan. Cuma saja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gerakan Buyung Hok teramat cepat dan gesit, ilmu
pukulannya juga banyak perubahannya dan tak menentu arah
tujuannya, untuk memaksanya mengadu tangan dengan
dirinya juga tidak gampang.
Sesudah bergebrak beberapa jurus lagi, akhirnya Ting Junjiu
mendapat suatu akal, Sengaja ia mendesak dengan telapak
tangan kanan, memukul dan bertahan selalu menggunakan
tangan kanan saja, sebaliknya tangan kiri pura-pura agak
kaku, kurang leluasa bergerak, ia berlagak sengaja hendak
menutupi ciri-ciri kelemahan itu agar Buyung Hok tidak
mengetahuinya.
Namun Buyung Hok adalah seorang ahli, seorang sarjana
ilmu silat, sedikit saja musuh menunjuk kelemahannya segera
dapat dilihatnya. Mendadak ia miringkan tubuh dengan
setengah putar terus menghantam dua kali susul menyusul
dengan kekuatan penuh mengarah iga kiri Ting Jun-jiu.
Sudah tentu kesempatan itu tidak disia-siakan Lokoai, ia
pura-pura bersuara "ngek" tertahan sambil mundur setindak
dan tidak berani menangkis dengan tangan kiri.
Maka diam-diam Buyung Hok menduga bagian dada kiri
atau iga kiri iblis tua itu tentu menderita luka dalam sehingga
tidak berani menangkis serangannya. Ia mendapat hati,
kembali ia hantam kesebelah kanan, tapi yang di-incar
sebenarnya sebelah kiri.
Setelah bergebrak belasan jurus lagi, tiba-tiba tangan kiri
Ting Jun-jiu ditarik dan disembunyikan dalam lengan baju,
sebaliknya tangan kanan terus membalik keatas dan mencakar
muka Buyung Hok.
Dengan sendirinya Buyung Hok miringkan tubuh dan putar
kesamping, berbareng ia pun menjotos iga kiri lawan.
Selama ini yang ditunggu-tunggu Ting-lokoai justru adalah
pukulan Buyung Hok ini dan sekarang lawan benar-benar
berlaku seperti apa yang diharapkannya, keruan girang Lokoai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak terkatakan. Maka terdengarlah angin berkesiur, lengan
baju berkibar, tiba-tiba Ting-lokoai mengebaskan lengan baju
kiri untuk membelit tangan Buyung Hok itu.
Diam-diam Buyung Hok membatin, "Biarpun lengan bajumu
lebih lihai sepuluh kali lipat juga tidak nanti dapat melukai
aku?"
Karena itu ia tidak menarik kembali kepalannya, hanya
tenaga dalamnya dikerahkan dan membiarkan tangan
digulung oleh lengan baju musuh.
"Bret" tiba-tiba terdengar suara kain robek, tahu-tahu
lengan baju kanan Buyung Hok sendiri tersobek satu bagian
oleh sambaran angin lengan baju Ting Jun-jiu itu hingga
kelihatan kulit badannya yang putih bersih, pada lengannya
juga lantas terdapat satu jalur merah.
Kiranya angin kebasan lengan baju Lokoai itu memang luar
biasa kerasnya, seperti pisau tajamnya lengan Buyung Hok
tergores satu jalur, coba kalau sebelumnya ia tidak
mengerahkan tenaga dalam, tentu lengannya sudah patah.
Namun begitu jotosan Buyung Hok itu tetap diteruskan
dengan sekuat-kuatnya. Tapi ia terkejut ketika mendadak
kepalan terasa terjepit oleh Ting Jun-jiu, yaitu tangan kiri yang
disembunyikan dalam lengan bajunya tadi.
Sudah tentu kejadian ini sama sekali diluar dugaan Buyung
Hok, segera ia pun sadar, "Wah, celaka! Iblis tua ini pura-pura
lemah di sebelah kiri, tak tahunya cuma tipu muslihatnya
untuk memancing aku, sekali aku benar-benar masuk
perangkapnya!"
Tapi ia pun tahu bila segera ia membetot tangannya, maka
racun Ting-lokoai itu pun akan terus ikut menyusup dan
merembes kedalam badan bersama dengan tenaga dalam
yang ditarik kembali itu, untuk mana pasti akan berbahaya
bagi jiwanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sekejap itu timbul rasa menyesal dalam hati Buyung
Hok, "Aku terlalu gegabah dan terlalu menilai rendah Sing-siok
Lokoai yang tersohor diseluruh jagat ini sebelumnya aku tidak
merancangkan cara melawannya, tapi mendadak berani
menantang dia."
Tapi urusan sudah kadung terjadi, hendak mundur juga
tidak bisa lagi. Maka dengan nekat Buyung Hok mengerahkan
segenap tenaga dalam dan dilontarkan melalui kepalan yang
dipegang lawan itu.
Telapak tang Ting-lokoai sangat besar sekali pegang saja
kepalan Buyung Hok itu tergenggam dalam tangannya. Tapi
karena reaksi lawan yang teramat cepat itu hingga mau tak
mau tubuhnya tergetar hebat urat-urat nadi serasa hendak
putus, lengan kiri pun terasa kesemutan, hampir saja
pegangannya terlepas.
Tatkala Ting-lokoai menggunakan "Hoa-kang-tai-hoat"
badannya harus bersentuhan dengan badan lawan jika sekali
gentak cekalannya kena dipentalkan tenaga lawan maka ilmu
pemunah tenaga itu pun tiada manfaatnya lagi.
Karena itu, segera ia pun mengerahkan tenaga dengan
maksud memegang kepalan Buyung Hok sekencangkencangnya.
Tapi pada saat itu juga tenaga dalam Buyung
Hok mendadak bertambah hebat dan sekali merontah kepalan
berhasil dibetot kembali.
Sebenarnya kalau bicara tentang tenaga dalam, jelas
Buyung Hok tidak lebih ulet daripada Hian-lan Taisu. Tapi
waktu Lokoai mengadu telapak tangan dengan Hian-lan,
semakin hebat tenaga tolakan lawan, semakin rapat pula
kedua telapak tangan itu melengket. Sebaliknya sekarang ia
menggunakan telapak tangan sendiri untuk memegang
kepalan Buyung Hok, tenaga cekalan itu dengan sendirinya
terbatas dari pihak sendiri saja, maka sekali Buyung Hok
meronta sekuatnya, terlepaslah cekalan Ting-lokoai itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi kejadian itu cuma sekilas saja, sebab begitu kedua
tangan masing-masing terlepas, secepat kilat tangan Ting Junjiu
menyambar pula kebawah dan kontan kepalan Buyung Hok
kena terpegang lagi.
Buyung Hok bersuara "ngek" sekali dan kembali
mengerahkan tenaga sekuatnya. Tapi celaka, sekali ini
tenaganya terasa mengenai tempat kosong, jadi seperti batu
kecemplung laut tanpa wujud tanpa bekas, mirip rem yang
mendadak "blong" dan susah dikendalikan lagi.
"Celaka!" diam-diam Buyung Hok mengeluh, Sebelum
bergebrak tadi memangnya sudah diperhitungkan agar jangan
sekali-kali sampai terkena Hoa-kang-tai-hoat lawan. Tapi
akhirnya toh sukar mengelakkan diri dari serangan ilmu itu.
Dalam keadaan demikian ia jadi serba susah dan serba
salah. Kalau tetap melawan dengan mengerahkan tenaga
dalam, maka betapapun hebat tenaganya pasti juga akan
punah dan hanya dalam waktu singkat saja lwekangnya akan
terkuras habis dan menjadi orang lumpuh yang tak berguna.
Sebaliknya kalau bertahan sekuatnya dan menarik kembali
tenaga dalam sendiri, maka racun iblis tua yang susah dijajaki
lihainya itu tentu akan terus ikut meresap masuk melalui hawa
murni yang ditarik kembali itu dan sekali racun jahat iblis itu
masuk urat nadi akhirnya celaka juga dia.
Selagi Buyung Hok merasa serba susah dan bingung, tibatiba
didengarnya dibelakang ada seruan seorang, "Suhu telah
pasang perangkap bagus dan bocah busuk itu sudah
menghadapi jalan buntu sekarang!"
Sekilas hati Buyung Hok tergerak, mendadak tangan kirinya
membalik sambil mundur dua tindak kebelakang, dengan ilmu
"Thing-sing-pian-heng"(mendengarkan suara membedakan
tempat) dimana tangannya tiba. tahu-tahu dada murid Singsiok-
pai itu kena dicengkeramnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adapun ilmu tunggal keluarga Buyung yang paling lihai
adalah semacam cara meminjam tenaga lawan untuk
menyerang kembali kepada musuh, yaitu yang disebut "Tancoan-
sing-ih"(matahari berputar bintang bergeser). Orang luar
yang tidak tahu seluk-beluknya sama menganggap kepandaian
Buyung-si dari Koh-soh yang terkenal "Ih-ci-pi-to, hoan-si-pisin"
itu meliputi segenap ilmu silat dari golongan dan aliran
mana pun dan semuanya telah dipahami dengan baik untuk
balas menyerang pecundangnya dengan ilmu andalan masingmasing
lawannya.
Padahal ilmu silat didunia ini terlalu luas dan beraneka
macam ragamnya, betapa pintar dan tinggi pengetahuannya
juga sukar memahami setiap ilmu silat hingga mahir
seluruhnya. Apalagi ilmu andalan, sudah tentu susah dilatih
dalam waktu singkat.
Tapi keluarga Buyung itu mempunyai semacam kepandaian
yang amat bagus, yaitu apa yang disebut "Tan-coan-sing-ih"
tadi, tidak peduli lawan mengeluarkan kepandaian apa pun
tentu dapat dielakkan dan tenaga serangan itu berbalik akan
menyerang lawan itu sendiri.
Jadi umpama lawan mahir menggunakan tombak dan
hendak menusuk tenggorokan Buyung-si, tapi sekali kena
diputar dan digeser, kontan tusukan itu mengenai
tenggorokan sipenyerang sendiri malah, dan cara dan gaya
yang dipakai tetap tidak berubah, begitu pula senjatanya juga
senjata lawan sendiri.
Karena itulah bila tidak menyaksikan dengan mata kepala
sendiri akan kepandaian "Tan-coan-sin-ih" keluarga Buyung
itu, tentu tiada seorang pun yang dapat membayangkan
kematian sang korban sebenarnya adalah "membunuh diri",
Dan semakin lihai ilmu pukulan lawannya, cara matinya juga
semakin hebat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun kalau tidak bertempur satu lawan satu dan tidak
yakin pasti akan dapat membinasakan lawan, maka ilmu "Tancoan-
sin-ih" itu pun tidak sembarangan dikeluarkan.
Lantaran itulah nama Koh-soh Buyung lantas
mengguncangkan dunia kangouw, sebaliknya dimana letak
kunci kepandaian keluarga Buyung itu juga tiada seorang pun
yang tahu dengan jelas.
Cara memutar-balik pukulan atas senjata lawan untuk
menyerang lawan sendiri soalnya terletak pada tenaga
pentalan saja. Misalnya kita menjotos dinding, semakin keras
kita memukul semakin keras pula daya pental kembali dan
sama saja seperti kita memukul diri sendiri dengan tenaga
sekeras itu.
Untuk memutar-balikkan pukulan atau senjata lawan yang
berwujud itu jelas lebih gampang, sebaliknya sangat sulit
untuk menggeser kembali tenaga dalam pihak musuh yang tak
berwujud itu. Dalam hal itu meski Buyung Hok juga cukup
lama meyakinkan ilmu ini tapi betapa pun terbatas oleh
usianya yang masih muda, maka belum lagi mencapai
tingkatan yang paling sempurna sehingga kalau bertemu
dengan jago nomor wahid seperti Ting Jun-jiu tentu susah
menggunakan "Tan-coan-sin-ih" untuk menghantam lawan,
sebab itulah beruntun tiga kali ia bergeser dan
mengembalikan serangan Ting-lokoai untuk menghantam
anak murid Sing-siok-pai yang sial itu.
Jadi tetap dia geser dan dia putar-balikkan serangan itu,
cuma saja tidak kepada lawan itu sendiri, melainkan kepada
pihak ketiga.
Kalau pertama kali dengan gampang saja Buyung Hok
mendapatkan ganti korbannya atas serangan bubuk racun
Ting-lokoai, tapi sekarang menghadapi "Hoa-kang-tai-hoat",
sebenarnya Buyung Hok tidak mampu menggeser dan
memutar balik, kebetulan ada murid Sing-siok-pai yang buruTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
buru ingin cari muka dan bersorak memuji, karena itu letak
tempatnya lantas diketahui Buyung Hok.
Saat itu Buyung Hok sudah kepepet, dalam gugupnya
tanpa pikir lagi ia cengkeram murid Sing-siok-pai itu dan
segera diputar-balik sebagai gantinya. Tak tersangka
tindakannya itu ternyata sangat tepat, mestinya tujuan Tinglokoai
hendak memunahkan tenaga Buyung Hok, tapi sekali
punah ternyata tenaga muridnya sendiri yang menjadi korban.
Melihat usahanya berhasil, Buyung Hok tidak sia-siakan
setiap kesempatan lagi, sebelum Ting Jun-jiu timbul pikiran
jahat lain, segera ia mendorong dulu murid Sing-siok-pai itu
hingga tubuhnya tertumbuk pada badan seorang murid Singsiok-
pai yang lain. Dengan sendirinya tenaga dalam murid
kedua itupun punah seketika terkena "Hoa-kang-tai-hoat"
yang masih dilontarkan Ting-lokoai.
Sambil tetap memegang kencang kepalan Buyung Hok,
sungguh gusar Ting Jun-jiu tak terkatakan menyaksikan murid
sendiri yang menjadi korban malah. Pikirnya, "Jika aku
pikirkan keselamatan murid-murid yang tak becus ini dan
melepaskan kepalan lawan, maka untuk memegangnya lagi
terang akan maha sulit. Sekali kulepaskan bocah ini tentu
akan terus ngacir dan pertarungan ini akan berakhir dengan
jatuhnya korban lima orang muridku, sebaliknya aku cuma
berhasil merobek sepotong lengan bajunya, terang Sing-siokpai
telah dikalahkan habis-habisan dan untuk selanjutnya
masakan Sing-siok Losian ada muka lagi untuk menjagoi
Tionggoan?"
Setelah ambil keputusan, maka tetap ia pegang kepalan
Buyung Hok dan tidak dilepaskan.
Dalam pada itu Buyung Hok sudah mundur lagi beberapa
tindak dan kembali seorang murid Sing-siok-pai kena ditempel
pula hingga tenaga korban baru itu dipunahkan Ting Jun-jiu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya dalam sekejap saja murid Sing-siok-pai itu pun
menggeletak ditanah dalam keadaan lumpuh, ketiga orang itu
lengket menjadi satu dan sukar terlepas, tubuh mereka seperti
sudah kering terhisap oleh iblis pengisap darah.
Keruan murid Sing-siok-pai yang lain sangat terperanjat.
Ketika melihat Buyung Hok mundur lagi kearah mereka,
semuanya menjerit ketakutan dan sama menyingkir.
Ketika Buyung Hok mengangkat tangan, kontan anak murid
Sing-siok-pai yang saling lengket itu ikut tertarik naik seperti
terbang melayang dan kebetulan seorang murid Sing-siok-pai
yang lain tertumbuk lagi. Belum lenyap suara jeritan kaget
murid Sing-siok-pai itu, tahu-tahu tubuhnya sudah lemas
lunglai dan ikut melengket bersama kawan-kawannya seperti
sundukan sate saja.
Karuan murid Sing-siok-pai yang lain tambah ketakutan.
Selama Ting Jun-jiu tidak melepaskan tangan Buyung Hok,
maka dengan cara Buyung Hok mencari korban pengganti itu,
bisa jadi murid Sing-siok-pai sebentar lagi akan disikat habis.
Biasanya anak murid Sing-siok-pai itu pandai mengumpak
dan mahir menjilat pantat, tapi sekarang mereka menjadi
ketakutan setengah mati, siapa tahu kalau berikutnya ia pun
akan melengket seperti Suheng atau Sutenya yang sudah
lemas itu. Biarpun ketakutan toh tiada seorang pun berani lari
keluar pintu, mereka terpaksa hanya menyingkir kesini dan
menghindar kesana dalam ruang makan itu.
Dan sudah tentu ruang makan itu terlalu sempit bagi
mereka, dimana tangan Buyung Hok bergerak dalam sekejap
kembali ada empat lima orang kena tersedot dan melengket
pula. Dengan "senjata" raksasa itu, dengan sendirinya Buyung
Hok menjadi lebih gampang lagi mencari korbannya.
Dalam keadaan demikian jelas sekali Buyung Hok telah
memperoleh kemenangan total. Tapi hal ini tidak berarti dia
sendiri tidak berkuatir. Sebab, meski anak murid Sing-siok-pai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu cukup banyak, tapi pada akhirnya tentu juga akan habis.
Dan bila anak murid Sing-siok-pai telah "dimakan" semua, lalu
cara bagaimana dia akan melepaskan diri.
Begitulah, maka berulang-ulang Buyung Hok main lompat
dan mengerahkan tenaga dengan maksud melepaskan
tangannya dari pegangan Ting-lokoai.
Dilain pihak Ting Jun-jiu menyaksikan anak muridnya satu
per-satu melengket seperti sundukan sate disebelah tangan
Buyung Hok yang lain. Sedang murid-murid yang lain sama
berlarian menghindarkan diri dengan ketakutan sehingga tiada
seorangpun yang ingat memberi sorak puji kepada sang guru.
Gusar dan malu juga Ting-lokoai, ia jadi lebih kencang pula
memegang tangan buyung Hok. Pikirnya, "Murid yang tidak
becus ini biarkan saja mampus semua. Asalkan aku dapat
memunahkan tenaga Buyung Hok, maka akan
berkumandanglah cerita tentang Koh-soh Buyung dikalahkan
Sing-siok Losian."
Maka ia tetap tenang saja, sedikit pun tidak kelihatan
marah, sebaliknya tersenyum-senyum malah.
Semula ada juga diantara murid Sing-siok-pai itu berharap
sang guru akan menaruh belas kasihan kepada murid sendiri
yang menjadi korban itu, dan karena itu akan melepaskan
cekalannya pada tangan Buyung Hok, tapi sekarang melihat
Ting Jun-jiu sedikit pun tidak pikirkan nasib mereka, terang
mereka pasti akan mati konyol semua, maka mereka menjadi
panik dan sama men-jerit2 ketakutan, tapi toh tetap tiada
seorang pun yang berani melarikan diri keluar rumah makan
itu atau memohon sang guru melepaskan Buyung Hok.
Ting Jun-jiu melihat diantara anak muridnya yang berkelit
kian kemari itu hanya ada dua orang yang tidak ikut-ikutan
menghindar. Yaitu Yu Goan-ci dan A Ci.
Yu Goan-ci tampak berjongkok dipojok ruangan sana
kepalanya yang "berlapis baja" itu disembunyikan diantara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan dan dengkulnya, tampaknya sangat ketakutan.
Sedangkan A Ci kelihatan pucat pasi dan meringkuk juga
dipojok ruangan sebelah sana, tapi berulang-ulang
memandang kearah Buyung Hok.
Karuan Lokoai menjadi gusar, bentaknya, "A Ci!"
A Ci terkejut, Ia lagi terpesona atas ketangkasan Buyung
Hok yang dapat melawan Hoa-kang-tai-hoat sang guru yang
sakti itu. Maka ia menjadi gugup ketika mendengar namanya
diteriaki, cepat ia menjawab, "Ya, Suhu....."
Tapi hanya sekian dan tidak dapat melanjutkan lagi
melainkan cuma tertawa-ewa saja. Rupanya ia ada maksud
mengucapkan kata-kata sanjung puji untuk mengumpak sang
guru, tapi demi teringat yang menjadi korban pada waktu itu
justru adalah anak murid Ting-lokoai sendiri maka ia menjadi
serba susah untuk mencari kata-kata pujian yang tepat.
Maka Ting Jun-jiu bertanya pula, "Kenapa? Apa Sing-siok
Losian sekarang dianggap tidak dapat mengguncangkan dunia
persilatan dan terkenal di Tionggoan?"
A Ci kebat-kebit mendengar pertanyaan yang bernada
kurang senang itu. Ia pikir kalau ucapannya nanti tidak dapat
memuaskan sang guru bukan mustahil jiwanya akan segera
melayang. Maka cepat ia menjawab, "Sudah tentu! Buyungsiaucu
sudah tergenggam ditangan Suhu, dia belum lagi sadar
akan nasibnya, sebaliknya malah kelihatan senang."
Mendadak Buyung Hok sedikit bergeser sambil angkat
tangannya, maka barisan orang yang melengket ditangannya
itu lantas menubruk kearah A Ci.
Karuan A Ci ketakutan, cepat ia melompat pergi.
Hoa-kang-tai-hoat Ting Jun-jiu itu benar-benar sangat lihai,
sekali serangan Buyung Hok luput menempel A Ci, kontan
tenaga murni dalam tubuhnya lantas terasa disedot sedikit
oleh iblis itu. Diam-diam ia berkuatir, tidak boleh tidak ia harus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mencari korban pengganti diantara anak murid Sing-siok-pai.
Maka kembali ia menguber kearah A Ci.
Dengan muka pucat A Ci berseru, "Suhu, apakah engkau
tidak suka mendengarkan ucapanku hingga selesai?"
Sambil membetot kepalan Buyung Hok, sebelah tangan
Ting Jun-jiu yang lain mengelus-elus jenggot jawabnya, "Boleh
kau bicara."
"Tapi aku....aku....." seru A Ci sambil menghindarkan
incaran Buyung Hok.
Segera Ting Jun-jiu mengebaskan lengan bajunya,
serangkum angin lantas menyambar kedepan hingga barisan
orang yang saling lengket dan sedang memburu kearah A ci
itu ditolak mundur, tapi s ial bagi dua murid Sing-siok-pai yang
lain, mereka yang ketiban pulung, seketika mereka terlengket
lagi menjadi satu dengan kawan-kawannya.
Dengan demikian barulah A Ci dapat menghela napas lega,
katanya, "Suhu, tatkala mengadakan pembersihan perguruan,
kebetulan bocah she Buyung ini berani main gila disini,
sekarang Suhu menggunakan dia sebagai senjata hidup untuk
membersihkan anak murid sendiri yang tak berguna, pada
hakikatnya dia.... dia cuma diperalat oleh Suhu saja, hanya
Suhu sendirilah benar-benar orang kosen yang maha sakti."
Sebenarnya Ting Jun-jiu sangat gusar, tapi demi
mendengar sanjung puji A Ci itu, maka tertawalah dia.
Segera Buyung Hok angkat tangannya lagi, sekali gentak,
kembali belasan orang yang terlengket ditangannya itu
sempoyongan terus menubruk pula kearah A Ci.
Saat itu A Ci sudah terdesak dipojok dinding, untuk
menghindar lagi jelas tidak bisa, Meski Ting Jun-jiu juga
mengebutkan pula lengan bajunya, tapi tampaknya sudah
terlambat dan A Ci tentu akan ditumbuk oleh murid Sing-siokTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pai pada ujung barisan itu. Keruan A Ci ketakutan, tiada jalan
lain, terpaksa ia hanya pejamkan mata dan menanti ajal saja.
Tak terduga Buyung Hok lantas tertawa ter-bahak2,
mendadak murid Sing-siok-pai yang paling ujung itu terhuyung2
kedepan dan menubruk kearah seorang murid Singsiok-
pai yang lain.
A Ci mandi keringat dingin setelah lolos dari lubang jarum.
Waktu ia pandang kedepan, dengan tersenyum Buyung Hok
berkata padanya,
"Nona cilik, benar juga ucapanmu, ya?"
Setelah tenangkan diri, A Ci tahu Buyung Hok tiada maksud
buat mencelakai dia, tanpa terasa ia pun balas tersenyum.
Semua itu dapat dilihat Ting Jun-jiu, ia tambah murka,
dengan suara bengis ia membentak, "A Ci, mengapa Buyungsiaucu
ini tidak jadi mencelakai kau?"
A Ci terkesiap, ia tahu Ting-lokoai menaruh curiga padanya.
Sebisanya ia hendak mengumpak dan memuji sang guru pula,
tapi sukar terkabul, sebab ia sudah kehabisan kata mulukmuluk
dan enak didengar.
"Hehe!" demikian Ting Jun-jiu tertawa dingin, "Selama
kamu berada disampingku dan dapat menyenangkan hatiku,
tentu aku takkan mengganggu jiwamu."
"Terima kasih, Suhu," cepat A Ci menjawab.
"Kamu jangan terburu-buru sebang dulu, ini....." mendadak
Lokoai mengebaskan lengan bajunya kemuka A Ci.
Saking cepatnya tindakan Ting-lokoai itu sehingga sebelum
A Ci sadar apa yang terjadi, tahu-tahu kedua matanya terasa
"nyes", lalu kesakitan luar biasa dan pandangannya menjadi
gelap pula, pipi lantas berlinang dua titik cairan seperti air
mata meleleh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nyata Ting Jun-jiu telah mengerahkan tenaga dalamnya
pada ujung lengan bajunya dan secepat kilat menyabat buta
kedua mata A Ci.
Tatkala melihat lengan baju Ting Jun-jiu bergerak lagi
memangnya Buyung Hok sudah menduga iblis itu pasti tidak
bermaksud baik. Walau pun ia tahu A Ci adalah murid Singsiok-
pai juga tapi anak dara itu cantik menyenangkan dan
berbeda dengan saudara-saudara seperguruannya yang lain,
maka diam-diam Buyung Hok juga sangat sayang padanya.
Dan selagi ia hendak menolong namun serangan Ting Jun-jiu
itu terlalu cepat sehingga tidak keburu dicegah lagi.
Sekarang melihat A Ci tetap berdiri bersandar dinding dari
kedua matanya meneteskan dua titik darah yang mirip air
mata, biarpun Buyung Hok sudah banyak menyaksikan
perbuatan orang kejam juga belum pernah melihat cara Ting
Jun-jiu yang begitu keji, jiwa anak muridnya sedikit pun tidak
berharga bagi iblis itu, untuk sedetik Buyung Hok tertegun
juga dan karena itu tenaga murninya kembali tersedot sedikit
pula.
Sesudah membutakan kedua mata A Ci, lalu berkatalah
Ting-lokoai, "Aku tetap membiarkanmu hidup tapi tidak boleh
lagi melihat sesuatu agar kamu tidak punya pikiran
menyeleweng terhadap perguruan, Nah , kau terima tidak
hukuman ini?"
Tapi wajah A Ci sudah pucat lesi, bibir agak gemetar dan
susah membuka suara lagi.
Selagi Ting Jun-jiu hendak tanya pula, sekonyong-konyong
dari pojok ruangan bergema suara suitan orang yang aneh,
serangkum angin maha kuat mendadak menyambar tiba
hingga semua orang yang berada didalam rumah menggigil
kedinginan.
Kiranya Yu Goan-ci yang sejak tadi meringkuk dipojok
ruangan itu sekarang mendadak melompat maju, begitu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berada disamping A Ci, segera ia tarik tangan anak dara itu
terus diseret keluar dengan cepat.
Ting Jun-jiu membentak satu kali, berbareng sebelah
tangan terus memukul. Sudah tentu sekali-kali Yu Goan-ci
tidak berani mengadu pukulan dengan Ting-lokoai. Tapi
mengingat A Ci harus dilindungi, dalam gugupnya segera ia
menangkis kebelakang dengan tujuan agar tenaga pukulan
iblis tua itu dipindahkan kearahnya dan tidak mengenai A Ci.
Melihat Goan-ci berani menangkis, kembali Ting Jun-jiu
membentak lebih keras, ia kerahkan tenaga beracun lebih
kuat.
"Bluk", ketika kedua tangan beradu, seketika Goan-ci
bersama A Ci terpental kedepan seperti terbang.
Begitu keras mereka terpental kedepan, tampaknya pasti
akan menumbuk dinding, tiba-tiba tangan Goan-ci menolak
kedepan, "blang", tahu-tahu dinding itu ambrol menjadi
sebuah lubang, sebaliknya Ting Jun-jiu tergentak mundur duatiga
tindak, ia merasa dada dirangsang hawa dingin, tenaga
yang dikerahkan tadi hilang sirna tanpa bekas.
Kesempatan itu dipergunakan Buyung Hok dengan baik,
tatkala Ting Jun-jiu mengadu tangan dengan Yu Goan-ci
berbareng ia pun mengerahkan tenaga dan mengipatkan
tangan sehingga cekalan Ting-lokoai tergentak lepas, cepat ia
lompat mundur pula, malahan sebelah tangannya yang
menggandeng barisan anak murid Sing-siok-pai yang
melengket satu itu terus diputar pula dan satu per-satu
disodok kedepan untuk menumbuk Ting Jun-jiu.
Sesudah mengadu tangan dengan Goan-ci tadi, Ting Jun-jiu
merasa tenaga dalamnya merembes keluar dengan sangat
cepat, maka segera ia berjungkirdengan kaki diatas dan
kepala dibawah terus berputar-putar beberapa kali, ia
gunakan ilmu menguatkan tenaga dari perguruannya untuk
menahan merembes keluarnya tenaga dalam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itulah belasan anak muridnya yang tadi
melengket ditangan Buyung Hok itu menubruk kearahnya,
sedangkan Ting-lokoai sendiri sedang berputar dengan
menjungkir, sudah tentu ia tidak dapat menghindar atau
menggunakan tangan atau kakinya untuk menangkis, maka
terdengarlah suara "blang-blung" beberapa kali, anak murid
Sing-siok-pai itu berturut-turut menubruk badan Ting-lokoai,
tapi satu per-satu lantas terpental pula dan terbanting jatuh
ketanah, ada yang patah kaki dan tangan, ada yang pecah
kepalanya dan binasa.
Sungguh gusar Ting Jun-jiu bukan buatan. Sekali
membentak segera ia berdiri tegak kembali. Mukanya tampak
pucat, tapi beringas menakutkan. Anak muridnya telah mati
sebagian besar, sebaliknya Buyung Hok yang tadi sudah
terpegang olehnya sedikit pun tidak terganggu, malahan Yu
Goan-ci sempat menggondol lari A Ci, kekalahan Sing-siok
Losian yang memalukan ini bukankah akan dibuat bahan
ejekan didunia persilatan?
Pada umumnya orang yang suka dipuji, suka dijilat,
diumpak, manusia demikian tentu juga paling gila hormat dan
suka juga muka, setiap kejadian yang memalukan sedapat
mungkin ingin ditutup-tutupi agar tidak diketahui orang luar.
Begitu pula dengan Ting Jun-jiu. Seperti tempo hari ia
hampir ditelan ular raksasa yang dikerahkan padri-padri Thiantiok
itu, untung kemudian Goan-ci dapat menolongnya dengan
mengusir kawanan ular itu dengan api. Tapi sebagai balas
terima kasih iblis itu sengaja suruh Goan-ci memeriksa
pernapasan padri Thian-tiok yang sudah binasa keracunan itu
agar Goan-ci juga ikut mati, tujuannya tak lain agar Goan-ci
juga terbunuh, sehingga kejadian yang memalukan baginya
itu tidak tersiar.
Coba kalau Goan-ci tidak kebetulan memiliki racun dingin
ulat sutra putih yang dapat mengatasi segala macam racun
lain, tentu sudah lama jiwa Goan-ci melayang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang Ting Jun-jiu melihat Buyung Hok masih berdiri
disitu sambil memandang mayat yang bergelimpangan ditanah
itu dengan senyuman mengejek, ia tahu bila Buyung Hok
sampai lolos dengan selamat, maka nama kebesaran Sing-siok
Losian niscaya akan merosot habis-habisan.
Karena itulah, sambil melototi Buyung Hok dengan gusar,
diam-diam ia tebarkan tiga jenis bubuk racun yang maha jahat
dengan tenaga dalam yang tak kelihatan.
Sisa anak murid Sing-siok-pai yang beruntung tidak
mampus itu masih ada tujuh atau delapan orang. Melihat
wajah sang guru mengunjuk rasa gusar tak terhingga, kembali
mereka obral sanjung puji lagi.
"Betapapun Sing-siok Losian memang maha sakti! Nah,
Buyung-siaucu, apakah kamu tidak ingin lekas lari? Apa kau
cari mampus? Ya, jika kamu tidak lekas ngacir, naga-naganya
keluarga Buyung kalian pasti akan putus keturunan! Eh,
Buyung Hok, tidak lekas lari dengan mencawat ekor, mau
tunggu apa lagi?"
Begitulah karena merasa pertarungan ini lebih banyak
memalukan Sing-siok-pai mereka, maka mereka ganti haluan
dengan mencaci maki Buyung Hok untuk menaikkan gengsi
guru mereka. Harapan mereka adalah Buyung Hok akan lekas
pergi dari situ. Sebab kalau Buyung Hok tidak lekas pergi bila
sebentar kena dipegang Ting-lokoai lagi maka yang celaka
bukanlah orang she Buyung, melainkan mereka sendiri yang
akan menjadi korban lagi.
Namun Buyung Hok hanya tersenyum-senyum saja dan
tidak menggubris caci-maki mereka. Berulang tiga kali Ting
Jun-jiu menghamburkan bubuk racun kearahnya, tapi tanpa
bicara apa-apa ia tolak kembali bubuk racun itu kebadan anak
murid Sing-siok-pai.
Maka terdengarlah suara gedebukan disana-sini, siapa yang
bersuara memaki musuh, kontan terima ganjarannya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mati menggeletak. Keruan mereka ketakutan dan tidak berani
memaki lagi, ingin memuji sang guru pun sudah kehabisan
kata-kata muluk. Terpaksa mereka cuma berdiri terkesima
disitu.
Melihat murid-muridnya bungkam, Ting Jun-jiu bertambah
marah, ia terkekeh aneh dan berkata, "Buyung Hok, belum
ketahuan siapa unggul dan asor, kenapa berhenti?"
Selagi Buyung Hok hendak menjawab, sekonyong-konyong
dilihatnya disebelah sana ada sebuah meja bisa mumbul
keatas.
Meja kursi dalam ruang makan itu sebenarnya sudah
morat-marit tak karuan, hanya meja yang terletak dipojok
itulah yang tidak terganggu. Kini mendadak meja itu bisa
mumbul keatas tanpa sebab, hal benar-benar aneh luar biasa
sehingga menarik perhatian semua orang. Tapi ketika
diperhatikan, Buyung Hok lantas tertawa geli.
Kiranya dibawah meja itu terdapat satu orang. Boleh jadi
orang itu sangat ketakutan dan sembunyi dikolong meja,
sekarang ia berdiri, tapi lupa merangkak keluar dulu dari
kolong meja, maka meja itu ikut tersundul keatas.
Dan sesudah berdiri tegak, orang dibawah meja itu tampak
memejamkan mata, tangan terangkap didepan dada, badan
masih gemetar, kedengaran sedang berdoa. Kiranya dia
adalah Hi-tiok Hwesio.
Ting Jun-jiu semakin murka karena disitu selain Buyung
Hok ternyata masih ada seorang lagi. Ia membentak, "Keledai
gundul, sejak kapan kau sembunyi disitu?"
Tadi sebenarnya Hi-tiok ingin mengeluyur pergi, tapi ia
ketakutan oleh pertarungan sengit itu, maka buru-buru ia
sembunyi dikolong meja. Sebagai murid Buddha yang welasasih,
ia tidak tega menyaksikan pembunuhan besar-besaran
dalam pertempuran itu. Kemudian dilihatnya si "kongcu" muda
yang menggodanya itu dalam waktu singkat kedua matanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah dibutakan, ia tambah takut dan gemetar, berulang ia
memanjatkan doa. Dan ketika mendengar Ting Jun-jiu hendak
bergebrak pula dengan Buyung Hok, segera ia berdiri dari
tempat sembunyinya hendak mencegah. Tapi dalam gugupnya
ia lupa diatas kepalanya masih tersunggih sebuah meja.
Waktu ia dibentak Ting Jun-jiu barulah ia sadar bisa celaka,
dengan muka pucat dan badan gemetar ia menjawab.
"Aku....aku sudah lama berada disini. Ka....kalian jangan
berkelahi lagi."
Tiba-tiba Ting Jun-jiu sedikit mengebas lengan bajunya,
serangkum angin yang lembut tapi tajam menyambar kearah
Hi-tiok.
Diam-diam Buyung Hok gegetun, ia menduga hwesio itu
tentu akan celaka, ia hendak menolong, tapi terlambat.
Dengan cepat iga Hi-tiok kena disambar tenaga kebasan
Ting Jun-jiu itu hingga badan sedikit tergeliat, tapi tidak
terganggu apa-apa. Waktu ia berpaling dan melihat muka
Ting-lokoai yang beringas menyeramkan itu, ia menjadi takut,
sambil masih menyunggih meja ia terus menerjang keluar.
Kembali Ting Jun-jiu melontarkan pukulan lagi "prak", meja
yang disunggih Hi-tiok itu pecah berantakan menjadi
berkeping-keping. Sebaliknya Hi-tiok tetap tidak apa-apa dan
masih berlari secepatnya kedepan.
"Berhenti!" bentak Ting Jun-jiu.
Sudah tentu Hi-tiok tidak mau menurut, bahkan berlari
lebih cepat.
Seorang murid Sing-siok-pai mendadak mencegatnya dari
samping, kelima jarinya yang tajam bagai kait terus
mencengkeram pundak Hi-tiok sambil membentak, "Sing-siok
Losian menyuruhmu kembali, kamu berani......"
Belum habis ucapannya, mendadak ia merasa pundak Hitiok
yang dicengkeramnya itu mengeluarkan tenaga pentalan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang maha kuat, kontan tubuhnya mencelat sendiri
kebelakang dan secara kebetulan menumbuk kearah Ting Junjiu.
Tapi dengan mudah Ting Jun-jiu dapat mencengkeram
kuduk muridnya yang sial itu, dalam hati ia pikir, "Hwesio ini
agak aneh, tapi tidak nanti ia dapat terbang kelangit, lain kali
tentu dapat kutemukan lagi, Sekarang lebih penting harus
kuhadapi Buyung Hok saja."
Dengan pikiran ini, segera murid sendiri yang
dicengkeramnya itu dilemparkan kearah Buyung Hok.
Melihat murid Sing-siok-pai yang dicengkeram Ting Jun-jiu
itu mukanya pucat bagai mayat, mata meneteskan darah pula,
terang orangnya sudah mati keracunan, sekarang iblis tua itu
melemparkan kearahnya, sudah tentu tidak mengandung
maksud baik. Maka Buyung Hok sudah siap, ia tidak bergerak,
hanya tangan sedikit ditolak kedepan hingga suatu tenaga
maha kuat menyambar kedepan, seketika mayat murid Singsiok-
pai itu kena ditahan ditengah jalan.
Karena kedua pihak sama-sama mengerahkan tenaga
dalam yang kuat, maka mayat murid Sing-siok-pai itu
tergencet dan terkatung-katung ditengah udara,
pemandangan demikian menjadi sangat aneh dan lucu sekali.
Sekonyong-konyong Ting Jun-jiu membentak lagi. "krakkrek",
tahu-tahu kedua tangan murid Sing-siok-pai yang sudah
tak bernyawa itu putus sebatas pergelangan tangan, dan
kedua tangan yang sudah putus itu terus mencakar kemuka
Buyung Hok.
Buyung Hok tidak berani gegabah, cepat ia meniupkan
hawa dua kali sehingga kedua potong tangan yang putus itu
berputar balik dan saling tepuk sekali diudara, "pluk", lalu
terpental kesamping dan kebetulan mengenai badan dua
murid Sing-siok-pai yang lain.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika kedua murid Sing-siok-pai itu tertawa terkakakkakak
seperti orang gila, tertawa mereka semakin keras dan
semakin geli sehingga menungging memegang perut sendiri,
Tapi sejenak kemudian mendadak suara tertawa mereka
berhenti serentak, namun tetap berdiri sambil pegang perut
sendiri, badan kaku bagai mayat, Nyata mereka pun sudah
binasa.
Beberapa kali Ting Jun-jiu menggunakan "Hoa-kang-taihoat",
tapi bukannya Buyung Hok kena dirobohkan, sebaliknya
anak murid sendiri yang jatuh menjadi koban. Keruan ia
tambah murka, Tiba-tiba ia tertawa dingin sekali, lengan baju
yang lebar itu menyambar kesamping, tubuhnya juga ikut
berputar, karena itu mayat murid Sing-siok-pai yang putus
kedua tangan itu lantas jatuh ketanah.
Tapi Buyung Hok lantas bergerak juga, secepat terbang ia
lompat keluar rumah makan itu.
"Lari kemana?" bentak Ting Jun-jiu, berbareng ia memburu
keluar.
Sisa beberapa orang murid Sing-siok-pai yang masih hidup
sebisanya masih bersorak memberi pujian kepada kesaktian
Ting Jun-jiu, tapi rangkaian kata-kata mereka itu terasa
sangat dipaksakan, sehingga bagi Ting-lokoai kedengarannya
lebih dirasakan sebagai sindiran malah.
Sampai diluar, Lokoai melihat Buyung Hok sudah berdiri
ditempat sejauh belasan meter, sikapnya tenang-tenang saja
dengan wajah bersenyum.
"Siaucu, jangan lari!" bentak Ting Jun-jiu dengan gusar.
"Bilakah aku lari?" jawab Buyung Hok mengejek.
Selagi Ting Jun-jiu siap hendak menubruk maju, tiba-tiba
tertampak seorang mendatang dengan cepat, orang itu
berjalan dengan kepala menunduk, malahan kedengaran
sedang berkumat-kamit entah berguman apa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari jauh Buyung Hok sudah dapat mengenali pemuda
ganteng yang datang ini bukan lain adalah Toan Ki. Anehnya
Toan Ki jalan dengan menunduk seperti tidak menghiraukan
segala apa disekitarnya dan entah apa yang sedang dipikirkan,
tapi terus menyeruduk kearah Ting Jun-jiu.
Belum lama Buyung Hok kenal pada Toan Ki, anak muda itu
pernah menolongnya, yaitu ketika menggunakan "Lak-mehsin-
kiam" untuk menjatuhkan pedang Buyung Hok yang
hendak membunuh diri karena pengaruh gaib problem catur
yang tidak mampu dipecahkannya itu. Lantaran itulah Buyung
Hok mempunyai kesan baik terhadap Toan Ki.
Ia pikir bila Toan Ki terus menyeruduk kedepan hingga
menubruk Ting Jun-jiu, padahal waktu itu iblis itu sedang
murka, maka Toan Ki tentu yang akan dijadikan sasaran untuk
melampiaskan angkara murkanya itu.
Tampaknya saat itu sedikit pun Toan Ki tidak merasakan
segala apa pun disekitarnya, kalau tidak lekas
memperingatkan dia tentu anak muda itu akan dimakanmentah
oleh Ting Jun-jiu. Maka cepat Buyung Hok berseru,
"Awas! Toan-kongcu."
Mendadak Toan Ki seperti sadar dari impiannya dan cepat
berhenti. Waktu ia angkat kepala dan memandang kedepan, ia
lihat wajah Ting Jun-jiu yang beringas menakutkan itu
berjarak dengan dirinya cuma dua-tiga meter saja, Karuan
Toan Ki terkejut, cepat ia menyurut mundur sambil menuding
Ting-lokoai, "Hei, kau....kau...."
Tudingan Toan Ki ini sebenarnya timbul dari rasa kaget dan
takutnya, tak terduga justru menimbulkan lwekangnya yang
maha kuat itu dan tepat pula penggunaannya, "crit", hawa
pedang "Lak-meh-sin-kiam" yang tak berwujud itu terus
menyambar kedepan.
Sama sekali Ting-lokoai tidak menduga akan serangan
Toan Ki itu, dengan gugup lekas ia kebaskan lengan bajunya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keatas, "bret", tahu-tahu lengan baju berlubang, bahkan
tenaga serangan Lak-meh-sin-kiam masih terus menyambar
kedepan, kembali terdengar "creng" sekali, Ting Jun-jiu
tergentak mundur setindak dan dari bajunya jatuh sebuah
botol tembaga. Di-atas botol tembaga itu tampak sebuah
dekuk yang menyolok.
Kiranya tudingan "Lak-meh-sin-kiam" yang dilontarkan
Toan Ki dengan tepat mengenai botol tembaga itu, sebab
itulah Ting-lokoai dapat terhindar dari malapetaka.
Menyaksikan itu, segera Buyung Hok bersorak memuji,
"Lak-meh-sin-kiam yang hebat!"
Sebaliknya ujung hidung Toan Ki telah keluar keringatnya.
Sama sekali tak tersangka olehnya sekali tuding tanpa sengaja
dapat melontarkan daya tempur Lak-meh-sin-kiam yang maha
sakti itu.
Ada tercatat teori siasat militer bahwa "tahu kekuatan pihak
musuh dan kenal kekuatan pihak sendiri, maka seratus kali
bertempur seratus kali akan menang".
Sekarang Toan Ki bukan saja tidak tahu kekuatan musuh,
sebaliknya sampai dimana kemampuan diri sendiri juga tidak
tahu, jadi "tidak tahu kekuatan musuh dan tidak kenal
kepandaian sendiri", sudah tentu segala kejadian membuatnya
terkejut.
Ting Jun-jiu beruntung terlindung oleh botol tembaga yang
tersimpan dalam bajunya, sehingga tidak sampai terluka oleh
tudingan Toan Ki tadi, tapi tidak urung dadanya juga terasa
kesakitan, ia menjadi murka, bentaknya dengan bengis, "Kau
berani main gila pada Sing-siok Josian, kamu ingin dibinasakan
dengan cara apa?"
"Ai, jangan, jangan!" demikian berulang Toan Ki menggoyang-
goyang tangannya. "Kata Khong-hu-cu, 'Tidak tahu
lahirnya dari mana tahu kapan akan mati', Mana kudapat
menjawab pertanyaan Losiansing ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Ting Jun-jiu heran dan ragu, pikirnya, "Bocah ini
sudah terang mahir menggunakan Lak-meh-sin-kiam maha
sakti dari keluarga Toan di Tayli, maka dapat diduga adalah
anak cucu keluarga Toan. Tapi mengapa tindak-tanduknya
lebih mirip seorang pelajar ketolol-tololan? Jika dapat
kuperalat dia, sedapat mungkin kesempatan ini harus
kupergunakan dengan baik."
Karena itu, sengaja ia tarik muka sehingga tambah bengis
dan lebih menakutkan.
Karuan Toan Ki menyurut lagi.
"Siaucu, kau takut tidak padaku?" tanya Ting-lokoai dengan
suara galak.
"Takut?" Toan Ki menegas, "Hehe, seorang kuncu (laki-laki
sejati) tidak kenal sedih mau pun takut, masakah aku takut
padamu?"
Tiba-tiba Ting-lokoai menyeringai, berbareng tangannya
terus mencengkeram. Toan Ki terkejut dan cepat melangkah
mundur lagi, segera ia pun menuding-nuding pula.
Tadi Ting Jun-jiu sudah merasakan betapa lihainya
tudingan Lak-meh-sin-kiam, maka ia menjadi jeri dan cepat
menarik kembali cengkeramannya demi nampak Toan Ki
mengangkat jari tangannya.
Namun saat itu Toan Ki dalam keadaan gugup dan pikiran
kacau, maksudnya sih ingin mengeluarkan "Lak-meh-sin-kiam"
untuk menghalau musuh, tapi celaka, berulang-ulang ia
menuding enam atau tujuh kali, tapi hasilnya nihil, sedikit pun
tak bisa dikeluarkan tenaganya.
Sebagai seorang jago ulung dan licin, meski Ting Jun-jiu
juga sudah dapat melihat Toan Ki sebenarnya tidak berdaya
lagi, tapi ia tetap kuatir kalau-kalau pemuda itu cuma purapura
saja untuk memancingnya, maka ia tidak berani
mendesak maju.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan setelah sekian lama melihat sikap Toan Ki yang serba
runyam dan gugup itu, sedangkan hawa pedang yang hebat
itu tetap tidak menyambar tiba, barulah kemudian iblis itu
berani menegurnya,
"Ayo, mau apa kamu sekarang ?"
Toan Ki jadi ketakutan, mendadak ia berteriak, "Haya,
celaka! Kalau tidak lekas angkat kaki, mungkin mati pun tak
terkubur lagi!"
Berbareng ia terus putar tubuh dan melarikan diri dengan
cepat.
Sudah tentu Ting-lokoai tidak tinggal diam, lengan bajunya
yang gondrong itu lantas mengebas ke Ling-tai-hiat
dipunggung Toan Ki.
Sementara itu Buyung Hok masih berdiri disamping, ia
sangat kagum ketika sekali muncul Toan Ki lantas dapat
mengalahkan Ting Jun-jiu dengan "Lak-meh-sin-kiam" yang
lihai, Sudah lama ia kenal nama Lak-meh-sin-kiam, konon ilmu
itu sudah lama lenyap dari dunia persilatan, maka selama ini ia
sangat menyesal tidak dapat membuktikan betapa hebatnya
ilmu pedang tanpa wujud itu. Tak terduga sekarang ia dapat
menyaksikan dengan jelas, sudah tentu ia sangat senang.
Ia sangka menyusul Toan Ki tentu akan melancarkan
serangan lain yang lebih hebat, siapa tahu pemuda itu cuma
main tuding saja tanpa membawa hasil apa-apa, lalu putar
tubuh dan angkat langkah seribu alias kabur.
Diam-diam Buyung Hok ragu apakah mungkin Toan Ki
sengaja hendak menggoda Ting Jun-jiu? Tapi iblis tua itu toh
bukan tokoh sembarangan kalau gegabah bukan mustahil
akan dimakan olehnya.
Namun apa yang terjadi selanjutnya membuat Buyung Hok
terkejut, ketika lengan baju Ting Jun-jiu mengebas
kepunggung Toan Ki yang mematikan, sebaliknya pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sama sekali tidak tahu cara menghindarkannya, Diam-diam
Buyung Hok berteriak,
"Celaka!" Cepat ia bertindak dan menghantam iga Ting Junjiu.
Segera Ting Jun-jiu membaliki tangan kiri untuk memapak,
sedang ujung lengan baju kanan yang mengebas itu tidak
menjadi berkurang kekuatannya.
Mendadak Buyung Hok sedikit mendak, ia hindarkan
pukulan Ting Jun-jiu, sebaliknya keliam jari yang kuat bagai
kait itu terus mencakar lengan baju lawan, "Bret", lengan baju
Ting-lokoai kena dirobek sebagian.
Kebetulan pada saat itu Toan Ki sedang berpaling, demi
dilihatnya jarak Ting Jun-jiu dan Buyung Hok sedemikian
dekatnya, ia menjadi khawatir. Segera teringat olehnya, "Jika
Buyung Hok dilukai Ting Jun-jiu, pasti nona Ong akan sangat
berduka. Mana boleh kubiarkan wanita cantik berduka tanpa
memberi pertolongan?" Berpikir begitu, mendadak jarinya
menuding lagi kesana.
Tadi demi untuk menolong diri sendiri ia telah berusaha
sedapatnya, tapi gagal karena sedikit pun tenaga tak mau
dikeluarkan, sekarang demi teringat kepada Ong Giok-yan,
sekali jarinya menuding, kontan "crit", satu jurus "Lak-mehsin-
kiam" terus menyambar kedepan.
Memangnya Buyung Hok agak jeri kalau bergebrak dengan
Ting Jun-jiu dalam jarak terlalu dekat, sebab sedikit ayal saja
tentu akan kena dipegang lagi, dan jika demikian, maka
sukarlah untuk melawan Hoa-kang-tai-hoat iblis tua itu.
Sekarang kembali ia mendengar suara mendesis hawa pedang
Lak-meh-sin-kiam sedang menyambar tiba, cepat ujung
kakinya menutul tanah dan badan terus melayang kesamping.
Ting Jun-jiu juga sangat terkejut, lekas-lekas kedua lengan
bajunya mengebas kedepan, dua rangkum angin keras
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dilontarkan untuk melawan tenaga Lak-meh-sin-kiam dari
Toan Ki. Tapi tidak urung ia pun tergentak mundur setindak.
Sekali berhasil, segera Toan Ki hendak mengulangi lagi,
tapi celaka, tudingan kedua kalinya kehilangan daya gunanya,
sedikit pun tidak bertenaga.
Cepat Buyung Hok menarik tangan Toan Ki sambil berseru,
"Lekas lari, Toan-heng!"
Tanpa menunggu jawaban lagi, segera Toan Ki diseretnya
dan berlari pergi.
Ting Jun-jiu menjadi gusar, ia membentak sekali sambil
pentang kedua tangannya, bagaikan seekor burung raksasa ia
menubruk kedepan.
"Celaka, dia datang!" seru Toan Ki.
"Jangan khawatir, ada orang lain lagi yang akan melayani
dia!" ujar Buyung Hok.
Baru habis ucapannya, terdengarlah suara tertawa orang
berkumandang dari jauh, suara tertawa aneh yang lebih mirip
ayam berkotek itu semula kedengaran masih jauh, tapi tahutahu
sudah berada didepan mata. Tertampaklah Toan Yankhing
dengan jubahnya yang serba hijau dengan kedua
tongkat yang dipakai sebagai pengganti kaki itu sedang
berjalan secepat terbang kearah sini.
Melihat "si-jahat yang melebihi takaran"(Ok-koan-boaneng)
Toan Yan-khing, Toan Ki menjadi ketakutan dan cepat
berpaling kearah lain.
Buyung Hok memberi kiongjiu kepada Yan-khing Taicu dan
menyapa, "Toan-siansing, iblis tua itu sudah telan pil pahit
ditanganku, sekarang biarlah kau beri juga sedikit hajaran
padanya, tapi hati-hati, betapapun dia masih cukup lihai!"
Sembari berkata, berbareng ia terus menarik Toan Ki dan
diajak lari kesana.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedatangan Ting Jun-jiu kedaerah Tionggoan ini adalah
ingin pamer kepandaian untuk menaikkan pamornya, siapa
tahu berulang-ulang malah kecundang, anak muridnya gugur
sebagian besar, bahkan diri sendiri juga tidak pernah
memperoleh kemenangan, Keruan bencinya kepada Buyung
Hok merasuk tulang sumsum, maka demi nampak lawan itu
hendak kabur, segera ia menubruk maju.
Tapi mendadak sebelah tongkat Toan Yan-khing melintang
didepannya, katanya dengan nada dingin, "Sing-siok Lokoai,
jangan lari! Pada waktu orang lain sedang terancam bahaya,
kamu sengaja main sergap malah, untuk itu kita harus bikin
perhitungan dahulu."
Karena dirintangi Toan Yan-khing untuk mengejar Buyung
Hok terang sukar. Sebagai seorang yang licin, segera Lokoai
ganti haluan, ia ter-bahak2 dan menjawab,
"Toan Yan-khing, hidupmu ini sudah sulit kembali kejalan
yang benar lagi, tapi kalau bicara tentang ilmu kepandaian
golongan Sia-pai sebenarnya kau pun belum masuk hitungan,
maka ada lebih baik kamu menyembah dan angkat aku
sebagai gurumu saja, untuk ini mungkin aku akan dapat
mengabulkan keinginanmu."
Toan Yan-khing masih tetap menghadang ditengah jalan
dengan tongkat melintang, selesai Ting Jun-jiu bicara,
mendadak dari dalam perutnya mengeluarkan suara "kuk"
yang aneh, yaitu suara tertawa yang mirip ayam berkotek.
Berbareng sebelah tongkatnya terus menutuk keperut Tinglokoai.
Mendadak Ting Jun-jiu menyelintik sehingga jari tengahnya
tepat menyentik ujung tongkat lawan.
Mestinya tongkat bambu Yan-khing Taicu itu hijau segar,
tapi sekali kena diselintik jari Ting-lokoai, segera ujung
tongkat bambu itu terdapat setitik warna merah, bahkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan cepat sekali titik merah itu memanjang keatas
tongkat.
Waktu Yan-khing tarik kembali tongkatnya dan hendak
melancarkan serangan jurus kedua, sekilas dilihatnya pada
ujung tongkat sendiri ada jalur merah yang terus menjalar
keatas dan tampaknya segera akan sampai pada tangannya.
Ia kaget bila teringat kemahiran Ting-lokoai dalam hal
menggunakan racun, cepat ia gentak sekali hingga tongkat itu
terlempar kedepan.
Tapi Toan Yan-khing juga bukan tokoh sembarangan,
walaupun terpaksa ia harus melemparkan tongkatnya, tapi
ketika tongkat terlepas dari cekalannya ia pun menggunakan
tenaga yang istimewa.
Maka waktu tongkat itu terpegang oleh Ting Jun-jiu,
mendadak terdengar suara "krak-krok" dua-tiga kali, tahutahu
tongkat itu patah menjadi beberapa bagian, tongkat yang
patah itu bahkan berhamburan keatas kepala Ting-lokoai.
Coba kalau iblis itu tidak cepat putar lengan bajunya untuk
mengebas, tentu ia pun akan terluka oleh tongkat bambu
yang patah itu.
Disebelah sana Buyung Hok dan Toan Ki juga sedang
mengikuti pertarungan itu dari jauh. Ketika melihat Toan Yankhing
terpaksa melepaskan sebelah tongkatnya, dengan
khawatir Toan Ki berkata,
"Sialan! Hanya sekali gebrak saja Yan-khing Taicu sudah
kehilangan sebuah tongkatnya!"
"Ya, Ting Jun-jiu memang benar hebat!" Tapi belum habis
Buyung Hok berkata, tahu-tahu disebelah sana tongkat bambu
Toan Yan-khing sudah patah menjadi beberapa potong dan
Ting-lokoai kelabakan mengebaskan lengan bajunya
melindungi kepalanya dari hamburan tongkat patah itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terbahaklah Buyung Hok dan menyambung
ucapannya, "Tapi jangan khawatir, si-jahat yang sudah
kelewat takarannya itu hari ini belum tiba ajalnya!"
Meski tadi sudah dua kali Toan Ki menyerang dan
membikin jeri Sing-siok Lokoai dengan Lak-meh-sin-kiam, tapi
dalam hal ilmu silat pada hakikatnya ia masih hijau pelonco.
Maka demi mendengar ucapan Buyung Hok itu, ia pun tahu
pertarungan Toan Yan-khing melawan Ting-lokoai itu dalam
waktu singkat takkan bisa ditentukan kalah dan menang,
kesempatan ini sebaiknya digunakannya untuk pergi saja.
Maka ia lantas berkata, "Buyung-heng, aku akan pergi
saja!"
"Aku pun ada urusan lain, marilah kita pergi bersama,"
sahut Buyung Hok.
Lalu mereka putar tubuh dan tinggal pergi. Sesudah
beberapa li jauhnya, tiba-tiba dari depan tertampak dua orang
sedang lari datang secepat terbang. Terang yang seorang
adalah It-tin-hong Hong Po-ok dan yang lain adalah Pau Puttong.
Begitu melihat Buyung Hok segera mereka berhenti dan
menghadapnya dengan sikap sangat menghormat.
"Ada apa?" tanya Buyung Hok.
Dengan gosok-gosok kepalan Hong Po-ok menjawab. "Tadi
kami melihat bocah berkepala besi itu sedang berlari kesana
sambil mengepit seorang gadis cilik dan kami sedang
memburunya."
"Disana tiada orang." kata Buyung Hok.
Muka Po-ok tampak merah jengah, sahutnya, "Bocah
berkepala besi itu terlalu cepat larinya, kami tidak mampu
menyusulnya."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala Buyung Hok bicara dengan Hong Po-ok, diam-diam
Toan Ki mundur dua-tiga langkah kebelakang. Waktu ia
perhatikan Buyung Hok, ia lihat sikapnya gagah, tutur katanya
agung berwibawa.
Tiba-tiba Toan Ki merasa rendah diri dan tidak dapat
membandinginya. Pikirnya, "Hong Po-ok dan Pau Put-tong
sudah datang, sebentar nona Ong tentu juga akan menyusul
tiba. Dalam pendangan nona Ong hakikatnya tiada manusia
seperti aku ini, kalau Piaukonya tidak ada mungkin dia masih
sudi bicara denganku, tapi sekarang Piaukonya sudah
diketemukan, dalam matanya hanya terpandang Piaukonya
seorang, apa gunanya aku tinggal disini untuk menyaksikan
mereka bermesra-mesraan?"
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 56
Begitulah makin dipikir makin pedih perasaan Toan Ki,
akhirnya ia berjalan kedepan dengan menunduk seperti orang
linglung, dalam hati terpikir pula olehnya, "Ya, asalkan nona
Ong merasa senang dan bahagia, apa artinya kalau aku
berkorban baginya?"
Melihat Toan Ki mendadak pergi sendiri, cepat Buyung Hok
berseru, "Toan-heng, kita baru berkumpul dan belum lagi
bicara, mengapa terburu-buru hendak pergi?"
Tapi Toan Ki sendiri sedang melamun, sama sekali ia tidak
dengar seruan Buyung Hok itu dan tetap berjalan kedepan
dengan kepala menunduk.
Sesudah berseru pula beberapa kali dan tetap tidak dijawab
Toan Ki, akhirnya Buyung Hok cuma menghela napas gegetun
saja.
"Kongcu, biar kutangkap dia kembali!" teriak Po-ok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan main kasar." cepat Buyung Hok mencegahnya.
"Dia adalah Toan-kongcu dari Tayli, lain kali kalau kalian
ketemu dia lagi, kalian harus menghormatinya seperti kalian
menghormati aku."
Po-ok cuma saling pandang saja dengan Pau-put-tong dan
tidak bersuara.
Lalu Buyung Hok berkata pula, "Nona cilik yang ditolong
bocah kepala besi itu adalah murid Ting Jun-jiu, urusan yang
tiada sangkut-pautnya dengan kita jangan kalian ikut campur
lagi."
Tiba-tiba Hong Po-ok mengedipi Pau Put-tong lalu katanya
kepada Buyung Hok, "Kongcu, nona Ong sedang menantikan
engkau disana, apa engkau takkan menemuinya?"
Buyung Hok hanya tersenyum tawar saja, katanya, "Kalian
masih ingin menguber si bocah kepala besi itu, bukan?"
"Ini... ini...." sahut Po-ok dengan gelagapan.
"Segala apa masakah mampu membohongi Kongcu?
Sudahlah, katakan terus terang saja!" seru Pau Put-tong.
Maka dengan tertawa kikuk Po-ok bertutur, "Kami masingmasing
pernah dihantam sekali oleh Thi-thau-siaucu (bocah
kepala besi) itu dan sangat menderita untuk beberapa hari
lamanya, sampai sekarang kami sangat penasaran, betapapun
kami ingin menanggalkan kerudung besinya itu untuk melihat
bagaimana sebenarnya tampang asli bocah itu."
Buyung Hok berpikir sejenak sambil menengadah, katanya
kemudian, "Tapi ilmu silat orang berkepala besi itu sangat
aneh, kalian harus hati-hati!"
"Tahu, Kongcu!" sahut Po-ok sambil tepuk tangan, sekali
melompat segera ia lari secepat terbang kedepan disusul oleh
Pau Put-tong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Buyung Hok menoleh, ia lihat Toan Ki sudah agak
jauh, untuk menyusulnya tentu dapat, tapi tadi Toan Ki sudah
tidak mau menjawab teriakannya, dengan sendirinya ia pun
tidak ingin menyusulnya lagi, hanya dalam hati ia agak
menyesal.
Dilain pihak Hong Po-ok dan Pau Put-tong sedang
menguber secepat terbang kedepan, sesudah tujuh atau
delapan li jauhnya, tetap bayangan Thi-thau-jin (orang
berkepala besi) itu tidak ditemukan.
Po-ok dan Put-tong berwatak sama, suka berkelahi dan
senang cari perkara, kalau bisa biar terjadi "perang dunia",
dan mereka akan dapat berkelahi sepuas-puasnya. Meski yang
mereka kejar itu tidak diketemukan, tapi mereka masih terus
menguber kedepan.
Mereka tidak tahu lari Yu Goan-ci secepat terbang itu
mungkin sudah dua-tiga puluh li lebih jauh didepan mereka.
Sesudah membawa lari A Ci tanpa memikirkan keganasan
Ting-lokoai, Goan-ci terus berlari kesetanan kedepan, betapa
cepat larinya itu sampai dia sendiri tidak percaya. Yang terpikir
olehnya hanya sejauh mungkin meninggalkan Ting-lokoai agar
A Ci dapat diselamatkan, pikiran lain tidak ada, Tapi sesudah
berpuluh li jauhnya berlari, ketika terbayang olehnya betapa
ganas dan kejamnya Ting Jun-jiu, mulailah ia merasa takut.
Bukannya ia takut diri sendiri akan dihajar atau dibunuh
sekalipun oleh Ting Jun-jiu, ia takut bila Sing-siok Lokoai
mengalihkan rasa murkanya kepada A Ci dan menyiksa anak
dara itu dengan berlipat ganda lebih kejam.
Dalam takutnya itu tanpa terasa ia menoleh kebelakang
untuk melihat apakah Lokoai mengejarnya atau tidak. Tapi
sekali ia menoleh, seketika kaki terasa lemas. Sebab sama
sekali tak terduga olehnya bahwa larinya bisa sedemikian
cepatnya bagaikan terbang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kagetnya itu, larinya jadi sedikit meleng, dan ketika
ia berpaling kedepan lagi, wah, celaka, tahu-tahu ia sudah
hampir menubruk sebatang pohon besar yang didepannya.
Keruan ia kaget. Sekuatnya ia hendak mengerem, tapi biar
pun "rem angin" pada saat itu juga sukar ditahan lagi.
Dalam seribu kali kelabakan Goan-ci masih sempat
lemparkan A Ci kesamping dengan pelahan. Menyusul sambil
tutup mata dan meringis kuda, terdengarlah suara "blang"
yang keras, badannya tertumbuk dengan tepat pada batang
pohon besar itu.
Goan-ci terus peluk erat-erat pohon yang ditubruknya itu,
sehingga sekian lamanya baru dapat pulih semangatnya.
Anehnya ia tidak terluka apa-apa, sebaliknya tiba-tiba daun
pohon itu rontok berhamburan, hanya sekejap saja ditanah
sekitar pohon itu sudah berlapiskan permadani daun pohon
yang tebal.
Diam-diam Goan-ci heran, waktu itu bukan musim rontok,
malahan daun pohon itu tadi masih kelihatan menghijau
segar, mengapa mendadak bisa layu dan rontok semua?
Ia tidak tahu bahwa karena pelukannya itu, tanpa terasa ia
telah salurkan hawa maha dingin dan maha beracun dalam
tubuhnya kepada pohon itu sehingga pohon itu mati beku dan
kering.
Waktu Goan-ci menoleh pula, ia lihat A Ci sedang duduk
ditanah dan lagi menangis tersedu-sedu sambil menutupi
mukanya dengan tangan. Karena disekitar situ sunyi senyap,
maka Goan-ci dapat mendengar suara tangisan A Ci yang lirih
itu dengan jelas.
Ketika ia turun tangan menolong A Ci, yang terpikir olehnya
hanya menyelamat-kan anak dara itu dari tangan jahat Ting
Jun-jiu, sama sekali tak terpikir olehnya bagaimana urusan
selanjutnya atas diri anak dara itu. Sekarang melihat A Ci
menangis tersedu-sedan maka bingunglah Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah ragu-ragu sebentar akhirnya mendekati A Ci dan
memanggilnya dengan kikuk, "No...nona..."
Mendadak A Ci berdiri, "plak" kontan ia hantam sekali
hingga tepat mengenai dada Goan-ci, "Kenapa kau
selamatkan?" teriaknya melengking.
Karena tidak menyangka, Goan-ci hampir jatuh kena
genjotan itu. Cepat ia menjawab, "Kalau...kalau aku tidak
turun tangan, tentu.... tentu waktu itu nona akan.... akan
menderita hebat."
"Peduli apa denganmu jika aku menderita?" semprot A Ci.
Goan-ci jadi gelagapan, untuk sejenak ia tertegun,
kemudian baru berkata, "Nona, maksudku supaya engkau
terhindar dari derita dan tiada... tiada maksud jahat. Jika
engkau menyalahkan aku dan tidak senang, ai, tahu begitu,
tentu....tentu aku tidak perlu ikut campur urusan ini."
"Sudah tentu aku tidak senang," kata A Ci sambil menangis.
"Bila mendadak kedua matamu buta, apakah kamu akan
senang?"
"Jika kedua mata nona dapat melihat kembali biarpun aku
yang harus buta juga aku suka dan rela." sahut Goan-ci
dengan tersenyum getir.
A Ci termangu-mangu sejenak dan pelahan berhenti
menangis. Lalu ia tanya, "Siapakah kau?"
Perasaan Goan-ci seakan dihantam sekali dengan keras
oleh pertanyaan itu.
Maklum, ia menghormati A Ci, memuja A Ci meski anak
dara itu tiada didampingnya juga senantiasa ia terkenang
padanya. Dahulu ia dianggap sebagai "badut besi" oleh anak
dara itu dan hampir setiap hari berkumpul, sekarang sesudah
berhadapan, paling tidak ia berharap suaranya akan segera
dikenal anak dara itu, siapa duga A Ci bertanya malah, hal ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menandakan sudah lama bayangan "si-badut besi" terhapus
dalam ingatan anak dara itu.
Ya, memang. Sebagai seorang Tuan Putri yang dihormati di
Lamkhia, sudah tentu A Ci banyak mempunyai permainan
yang serba baru, hilang seorang badut besi, dengan sendirinya
masih banyak badut-badut lainnya yang serba baru dan serba
lucu yang dapat menyenangkan hatinya. Maka rupa "si-badut
besi" memang sudah lama dilupakannya sama sekali.
Apalagi waktu Goan-ci menyelamatkannya dari tangan
jahat Ting Jun-jiu, yang terpikir oleh A Ci adalah penolongnya
itu pasti seorang terkemuka dari dunia persilatan, betapapun
tidak terpikir olehnya akan diri Goan-ci.
Begitulah selagi Goan-ci termangu-mangu tak bisa
menjawab, tiba-tiba A Ci tanya pula, "Apakah engkau ini
Buyung-kongcu?"
"Buyung-kongcu?" Goan-ci mengulangi nama itu. Seketika
didepan matanya terbayang potongan Buyung Hok yang
gagah dan cakap itu, biarpun ia tidak memakai topeng besi
yang sialan itu juga pasti bukan apa-apa kalau dibandingkan
Buyung Hok, apalagi sekarang ia memakai kerudung besi
sehingga lebih mirip setan dari pada manusia.
Seketika ia merasa diri sendiri sangat rendah dan jelek,
maka dengan suara lirih ia menjawab, "O, bu... bukan, aku
bukan Buyung-kongcu."
Tertampak A Ci miringkan kepala dan berpikir sejenak, lalu
berkata pula, "Dari suaramu, agaknya usiamu belum seberapa
tua, apakah engkau ini kawan Buyung-kongcu?"
Kiranya kesan A Ci terhadap Buyung Hok sangat
mendalam, sekarang meski kedua matanya sudah buta, ia
sangka penolongnya itu pasti juga seorang muda yang lemah
lembut, ganteng dan cakap sebab itulah ia tanya Goan-ci
apakah kawan Buyung-kongcu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat sikap A Ci sekarang telah berubah agak riang,
Goan-ci lantas menuruti haluan anak dara itu, jawabnya, "Ya,
kami memang saling kenal."
Pelahan A Ci mendongak, lalu katanya, "Jika demikian,
tentu... tentu kaupun sama cakapnya seperti Buyung-kongcu?"
habis mengeluarkan kata-kata itu, wajahnya yang pucat itu
bersemu merah.
Sejak tadi A Ci memejamkan kedua matanya pula sudah
mengusap bersih darahnya tadi, maka sekilas pandang takkan
ketahuan bila dia gadis buta, Kini pipinya bersemu kemerahmerahan,
tampaknya menjadi tambah ayu.
Goan-ci sampai terkesima memandangi gadis cantik itu dan
tidak dapat membuka suara.
Selang sejenak, kembali A Ci tanya, "Apa yang sedang kau
lakukan?"
"Aku....aku sedang memandangimu." sahut Goan-ci.
"Memandang aku? Mengapa memandang aku?" tanya A Ci.
"Engkau sangat cantik, aku tidak bermaksud apa-apa
melainkan ingin memandangmu saja." sahut Goan-ci.
Merah muka A Ci semakin merata, katanya pula.
"Kau....kau bilang aku cantik?"
Goan-ci menghela napas, sahutnya, "Ya, belum pernah
kulihat seorang nona yang lebih cantik dari padamu."
Sesudah kedua matanya dibutakan Ting Jun-jiu,
sebenarnya perasaan A Ci sangat tertekan. Cuma saja ia
adalah murid Sing-siok-pai, sudah sering dilihatnya segala
macam dan cara siksaan keji. Kalau dibandingkan dosanya
yang mencuri kitab pusaka gurunya dan cuma dihukum
membutakan mata oleh Sing-siok Lokoai, maka hukuman yang
diterimanya itu boleh dikatakan terlalu ringan, sebab itulah ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berduka karena matanya buta, tapi tidak begitu berduka
sebagai orang biasa yang mendadak menjadi buta.
Sekarang dalam khayalnya ia kira penolongnya itu adalah
seorang pemuda ganteng dan tinggi pula ilmu silatnya, sekali
hatinya sudah timbul rasa senang, ditambah lagi pujian Goanci
tadi, karuan ia tambah gembira, hati pun berdebar-debar
juga.
Selamanya tiada orang pernah memperhatikan apakah dia
cantik atau jelek, dalam perguruan ia cuma dianggap anak
kecil oleh para Suhengnya, begitu pula Siau Hong
memandangnya sebagai anak dara yang nakal, hanya dahulu
Goan-ci pernah memuji kecantikannya. Tapi kedudukan Goanci
terlalu rendah, pujian itu tidak lebih dianggapnya sebagai
pujian seorang hamba kepada junjungannya.
Sekarang A Ci tidak tahu siapakah sebenarnya penolongnya
itu, sama-sama pujian dan sama pula orangnya, namun reaksi
yang timbul dari perasaan A Ci sekarang jauh berbeda
daripada dahulu. Saking senangnya sampai sekian lamanya ia
tidak sanggup bersuara.
Agak lama kemudian barulah ia berkata pula. "Kau bilang
aku cantik, engkau mengatakan selamanya tidak pernah
melihat seorang nona lain yang lebih cantik dari padaku?"
"Ya." jawab Goan-ci.
"Bukankah engkau cuma....cuma sengaja hendak membikin
senang hatiku saja?"
"Tidak, aku....aku berkata dengan sungguh-sungguh. Jika
aku mempunyai pikiran palsu dan maksud jahat, biarlah aku
mati tak terkubur."
Betapa hormat dan agungnya A Ci bagi Goan-ci, sudah
tentu ucapannya itu dikeluarkan dengan nada setulus hati.
Namun pada waktu mengucapkan kata-kata "pikiran"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan"maksud" itu, mau tak mau ia merasa ucapannya itu telah
menodai A Ci.
Kembali A Ci termangu-mangu dengan muka muram,
katanya kemudian, "Tapi kukira engkau berdusta. Aku....aku
sudah buta, andaikan cantik juga terbatas, ya,
kecuali....kecuali kaum wanita didunia ini sudah buta semua
barulah aku akan terhitung orang yang paling cantik."
Goan-ci merasa merinding oleh kata-kata anak dara itu.
Sudah tentu didunia ini tiada seorang pun yang berkuasa
membutakan mata seluruh kaum wanita didunia ini. Tapi ia
kenal s ifat A Ci, jika anak dara itu mempunyai kemampuan itu,
pasti tanpa ragu ia akan berbuat seperti apa yang dikehendaki
itu.
Maka cepat ia berkata, "Nona, meski kedua matamu sudah
buta, tapi engkau tetap sama cantiknya, hendaknya jangan
kau pikir yang tidak-tidak."
A Ci terdiam.
Maka Goan-ci berkata pula, "Nona, sebelum diriku tentu
sudah pernah ada orang memuji akan kecantikanmu."
A Ci berpikir sejenak, lalu menjawab, "Ya, ada seorang juga
pernah mengatakan aku cantik."
Hati Goan-ci mendebar keras, katanya. "Nona, siapakah
orang itu?"
Mendadak A Ci tertawa, katanya, "Jika kau lihat orang itu,
tentu kau pun akan tertawa terpingkal-pingkal, Dia adalah
seorang bocah dungu, aku telah kerudungi dia dengan sebuah
topeng besi dan kuberi sebuah nama padanya, yaitu si-badut
besi. Sungguh lucu rupanya, aku sering menggoda dia sebagai
binatang hiburan seperti kucing kesayanganku itu."
Sebenarnya Goan-ci sengaja memancing A Ci agar
membicarakan dirinya untuk menjajaki bagaimana kesan anak
dara itu terhadapnya, dengan demikian bila perlu ia dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bicara terus terang siapa dirinya. Sekarang ternyata A Ci
menganggapnya tidak lebih hanya seperti seekor kucing
piaraannya saja, keruan kepalanya seperti diguyur air dingin,
ia pikir kalau sekarang dia mengaku siapa dirinya, tentu anak
dara itu akan sangat kecewa. Maka ia cuma menghela napas
panjang saja.
A Ci merasa heran, ia tanya, "kenapa engkau menghela
napas?"
"O, tidak!" sahut Goan-ci gugup, "Kupikir orang....orang itu
harus dikasihani!"
"Dia sudah mati." kata A Ci. "Kalau tidak, tentu aku akan
mengelotoki topeng besinya yang sudah melengket dengan
mukanya itu, dan tentu akan sangat menarik sekali
kelihatannya."
Kembali Goan-ci merinding mendengar kata-kata itu tanpa
terasa ia mundur setindak, ia meraba kerudung besi diatas
kepalanya sendiri. Kerudung itu sudah lengket dengan kulit
dagingnya, kalau dibeset mentah-mentah, bukan saja sangat
membahayakan jiwanya yang terang ia pasti akan kesakitan
setengah mati lebih dulu.
Goan-ci merasa tidak pernah berbuat salah terhadap A Ci,
dahulu malah banyak disiksa olehnya, mengapa sampai
sekarang dirinya masih belum terhindar dari ancaman anak
dara ini? Tapi selama beberapa tahun ini ia sudah kenyang
menderita, sudah biasa difitnah dan disiksa orang, maka ia
cuma berpikir sejenak lalu menjawab menuruti haluan A Ci,
"ya, kukira pasti sangat menyenangkan!"
A Ci bertambah gembira, mendadak tangannya bergerak
dan kebetulan lengan Goan-ci terpegang, katanya, "Kukira
engkau serupa dengan aku, juga suka kepada permainan yang
aneh-aneh itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena lengannya dipegang A Ci, badan Goan-ci menjadi
agak gemetaran, dan karena itu suaranya menjadi terputusputus,
jawabnya, "Thi-thau-jin....Thi-thau-jin itu....."
"Thi-thau-jin itu kenapa?" A Ci menegas.
"Mestinya kau suruh Thi-thau-jin itu memasukkan
kepalanya kedalam mulut binatang buas sebangsa singa atau
harimau, coba apakah gigi binatang buas itu sanggup tidak
menggigit kepala besinya itu," kata Goan-ci.
"Hah, ternyata pikiranmu sama seperti aku." seru A Ci
sambil bertepuk tangan dan tertawa. "Aku justru sudah
pernah mencobanya, sudah pernah kusuruh dia masukkan
kepalanya kemulut singa, tapi tidak cedera!"
Saking senangnya sehingga waktu bicara tangan A Ci ikut
bergerak-gerak dan tanpa sengaja jarinya menyenggol topeng
besi Goan-ci dan mengeluarkan suara "cring" yang nyaring
pelahan, karuan Goan-ci kaget dan cepat melompat mundur.
"He, tanganku menyentuh apa barusan ini?" tanya A Ci.
"O, ini, Hou-sim-kia (kaca pelindung dada) pada bajuku
ini." cepat Goan-ci berdusta.
"Wah, itu tentu sebuah benda mestika yang tiada taranya,"
puji A Ci sambil manggut-manggut.
Karena tahu asal-usul dirinya tidak mungkin dikatakan terus
terang lagi, maka Goan-ci sengaja membual sekalian, katanya,
"Ya, memang benda ini gemblengan dari besi meteor yang
diketemukan dipuncak Thian-san, tidak mempan senjata dan
dapat menolak segala bahaya."
"Wah, hebat benar!" demikian kelihatan sekali A Ci sangat
kagum, "Sebenarnya siapakah namamu?"
"Aku she Ong bernama Sing-thian," sahut Goan-ci
mengada-ada.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi A Ci percaya saja, tanyanya pula, "Dan ilmu silatmu
dari aliran manakah?"
"Tentang asal-usul ilmu silatku ini sungguh luar biasa, yaitu
berasal dari warisan Tat-mo Cosu. namanya...." demikian
Goan-ci sengaja membesar-besarkan dirinya, Ia pikir jika
senantiasa dapat berada bersama dengan A Ci, tentu hidupnya
akan sangat gembira, maka ia menyambung...."namanya Keklok-
pai, dan aku....aku adalah Ciangbunjin dari Kek-lok-pai
(golongan paling gembira)."
Tentu saja A Ci bertambah tertarik, katanya, "Usiamu masih
muda, tapi ternyata sudah menjadi ketua sesuatu aliran
persilatan yang besar, pantas dengan gampang saja dapat kau
selamatkan aku dari tangan jahat Ting Jun-jiu."
Padahal waktu Goan-ci menolong A Ci tadi, sesungguhnya
adalah tindakan yang tidak pernah direncanakan sebelumnya,
Coba kalau sekarang dia teringat pada perbuatan itu, biarpun
mati pun dia tidak berani lagi. Karena itu dalam hati ia
tersenyum getir atas pujian A Ci itu, tapi dimulut tetap ia
berkata, "Ya, sudah tentu, Ting Jun-jiu itu terhitung manusia
apa? Huh, semua orang takut padanya, hanya aku saja tidak
takut!"
A Ci melangkah maju setindak, ia mendongak dihadapan
Goan-ci. Maka terenduslah Goan-ci bau harum yang
mendebar-debarkan jantungnya. Malahan anak dara itu lantas
ulurkan tangannya dan pelahan meraba lengan Goan-ci dari
atas kebawah, lalu ia pegang telapak tangan Goan-ci.
Dengan menahan napas Goan-ci coba memandang tangan
A Ci, ia lihat sebuah tangan yang putih bersih laksana salju
dan halus sebagai sutra, seketika ia terkesima.
"Kenapa engkau tidak tanya namaku?" tanya A Ci tiba-tiba.
"O, ya, siapa namamu?" tanya Goan-ci dengan kaku.
"Aku she Toan, bernama A Ci."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"A... A Ci!" untuk sejenak barulah Goan-ci dapat
mengucapkan nama itu dengan suara lemah.
"Ya, aku....aku suka kau panggil namaku, Coba panggil lagi
sekali!" pinta A Ci dengan berseri-seri.
Maka Goan-ci memanggilnya lagi, "A Ci!"
Selama ini Goan-ci menganggap A Ci seakan-akan bidadari
dari khayangan, sama sekali tak terpikir olehnya bahwa pada
suatu hari ia dapat langsung menyebut nama A Ci, bahkan
atas permintaan anak dara itu dengan segala senang hati,
malahan dapat pegang-pegang tangannya pula.
Begitulah, maka tampak wajah A Ci yang berseri-seri itu
tambah manis, katanya, "Apakah engkau sudi mendampingi
aku?"
Hati Goan-ci tergetar hebat, sudah tentu seribu kali ia ingin
berdampingan dengan A Ci. Tapi ia pun khawatir bila lama
berada bersama dengan anak dara itu, jangan-jangan nanti
akan ketahuan bahwa dirinya tak lain tak bukan adalah "sibadut
besi" yang disangkanya sudah mati itu, kan urusan bisa
runyam?
Topeng besi yang sebel itu tadi telah tersenggol jari A Ci
dan hampir diketahui, ia pegang kerudung besi itu dan
dibetot-betot sekuatnya, ia benar-benar ingin mencopot topi
besi itu dari kepalanya.
Merasa Goan-ci mendadak melangkah mundur, hati A Ci
menjadi pedih, katanya, "O, kiranya engkau tidak sudi berada
bersamaku."
"Tidak, ti....tidak!" cepat Goan-ci menjawab, "Aku....aku
khawatir...."
"Khawatir apa ?"
"Aku khawatir bila berada disampingmu, mungkin
aku....aku tak dapat membuatmu senang."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Salah besar sangkaanmu." kata A Ci, "Justru kalau engkau
berada disampingku, maka pasti senanglah aku, Jika Sing-siok
Lokoai tak mau mengampuni aku dan bila engkau tidak
mengawani aku, lalu bagaimana jadinya bila aku dipergoki
dia?"
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-pendekar-negeri-tayli-14.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot ; Pendekar Negeri Tayli 14 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-pendekar-negeri-tayli-14.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...