Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 27 Juli 2012

Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3-Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3-Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3-Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3.


Begitu duduk, Suma Tiong tak menanyakan keadaan
Tek Cun maupun Lan Hwa, terus langsung berkata kepada
Gin Liong dengan wajah serius:
"Dari laporan bujang yang kembali dari kota mengatakan
bahwa dalam kota Hok-san-shia telah gempar tersiar berita
bahwa Siau siauhiap telah mendapat kaca wasiat dari Bulim
Seng-ceng. Benarkah itu ?"
Mendengar itu tergetarlah hati Gin Liong, ia menghela
napas: "Apakah sungguh tersiar berita begitu ?"
Li Kun kerutkan dahi dan ikut bicara: "Tentulah
perbuatan Ce-tang Sam-sat yang tertua, lari ke Hok-san-shia
lalu menyiarkan berita bohong itu untuk membalas
dendam."
"Atau memang kesalahan Liong koko sendiri. Orang
meminta kaca wasiat kepadanya, dia mengatakan kaca
wasiat itu memang ada padanya." Yok Lan menyeletuk.
"Lebih baik peristiwa ini segera diberantas", kata Lok Siu
Ing isteri Suma Tiong, "jika tidak tentu akan menimbulkan
peristiwa yang lebih berbahaya, Tokoh2 silat yang tamak
tentu berbondong-bondong mendesak Siau siauhiap."
Suma Tiong setuju pendapat isterinya.
"Harap Siau siauhiap jangan meremehkan soal ini,
Kemungkinan besar hal itu akan mendatang bahaya pada
siauhiap."
"Ah, aku tak pernah menduga sampai begitu jauh" kata
Gin Liong,
Li Kun dan Yok Lan menanyakan pendapat kedua
suami isteri itu bagaimana sebaiknya langkah yang harus
diambil.
"Sebaiknya mengirim orang untuk memberantas desasdesus
itu dan membuka kedok muslihat Ce-tang Sam-sat"
kata Suma Tiong.
Li Kun setuju dan meminta kepada Suma Tiong untuk
mengatur orang, Gin Liong gelisah dan hendak mencegah,
Rupanya Yok Lan tahu isi hati sukonya maka cepat ia
mendahului.
"Jika demikian kita harus menunggu sampai beberapa
hari lagi, Lalu kapankah kita mulai mengejar jejak Liong-li
locianpwe ?" serunya.
"Ya, kita hanya membikin repot Suma tayhiap berdua
saja." kata Gin Liong.
Tetapi Suma Tiong mengatakan bahwa hal itu memang
sudah menjadi kewajiban dalam persahabatan, iapun
mengajak isterinya keluar.
Setelah kedua suami isteri itu pergi, Li Kun setengah
menyesali tindakan Gin Liong yang telah memberi ampun
kepada Ce-tang Sam-sat.
"Ya, memang Liong suko salah," Yok Lan ikut
menyesal.
"Sekarang bukan soal desas desus itu yang harus kita
layani tetapi bagaimana dan bilakah kita segera
melanjutkan perjalanan menyusui Liong-li locianpwe."
Mendengar itu Yuk Lan segera mengajak Li Kun untuk
menjenguk keadaan Tek Cun.
"Liong koko," kata Yok Lan, "menilik luka liok-ko dan
taci Hwa, Mungkin dalam empat lima hari kemudian baru
sembuh. Aku bersama taci Kun akan menjaga mereka disini
dan engkau seorang diri boleh segera berangkat..."
"Akau kupertimbangkan," cepat Gin Liong menukas.
Setelah kedua gadis itu pergi, Gin Liong merenungkan
langkah untuk mengejar jejak Ban-liong Liong li dengan
cara bagaimana ia dapat menghindarkan diri dari libatan
tokoh-2 silat yang berhati temaha hendak merebut kaca
wasiat itu.
Tiba2 ia teringat akan orang tua pemilik kaca wasiat dan
kaca wasiat itu yang pada permukaannya tertera tulisan
tentang ilmu silat yang sakti.
Serentak timbullah keinginannya untuk meneliti kaca
wasiat itu. Segera ia masuk kedalam kamar dan
mengeluarkan kaca itu. seketika terang benderanglah kamar
karena cahaya kaca wasiat. Cepat2 Gin Liong menutup
dengan baju luarnya, ia memasang telinga, suasana diluar
sunyi senyap.
Setelah itu baru ia mulai memeriksa. Didapatinya dibalik
kaca itu terdapat beberapa huruf kecil2. Entah diukir
dengan alat apa. Setelah diteliti ternyata huruf2 itu
merupakan nama pemiliknya.
Pada baris kesatu berbunyi: Thian It lo-jin pada waktu
malam hari pertengahan musim rontok, menyerahkan kaca
wasiat ini kepada Gin-si- khek.
Melihat itu, barulah Gin Liong tahu bahwa pemilik kaca
wasiat itu bukan Bu-lim Seng-ceng tetapi Thian It lojin.
Baris kedua berbunyi: Gin-si-khek pada senja musim
semi, menyerahkan kepada Ik-wan-tay-hiap Lu Gik Tiong.
Gin Liong terus membaca sampai pada baris kelima.
Disitu tertulis: Tio Su Le pada suatu hari dingin,
menyerahkan kaca wasiat kepada Langlang-buana Gui Hin
Kiong.
Kemudian baris keenam berbunyi Gui Hin Kiong pada
hari yang cerah, menyerahkan kepada Siau Gin Liong.
Seketika itu sadarlah Gin Liong bahwa yang disebut Bu -
lim Seng - ceng atau Paderi - sakti dalam dunia persilatan
itu, bukan lain adalah Thian It lojin. Sedang orang tua
kurus yang menyerahkan kaca wasiat kepadanya itu
bernama Langlang-buana Gui Hin-Kiong. Gui Hin Kiong
merupakan orang keenam yang menerima penyerahan kaca
wasiat itu.
Tetapi sepanjang ingatannya, dalam dunia persilatan ia
tak pernah mendengar tentang nama tokoh Langlang-buana
Gui Hin Kiong. ia menarik kesimpulan bahwa Gui Hin
Kiong tentu seorang sakti yang tak mau melibatkan diri
dalam pergolakan dunia persilatan.
Selanjutnya menurut catatan itu, sudah lima belas tahun
lamanya kaca itu berada di tangan orang tua kurus Gui Hin
Kiong. Selama itu, mungkin dia sudah mempelajari ilmu
sakti yang tertera pada kaca wasiat itu.
Dari Thian It lojin hingga temurun pada Gui Hin Kiong,
diantaranya empat orang pewaris tak seorangpun yang
mempunyai nama dalam dunia persilatan. Apakah mereka
tak berhasil mempelajari ilmu sakti pada kaca wasiat itu ?
Atau mungkinkah karena mereka sudah menemukan
penerangan hatin, mereka tak mau terjun dalam dunia
persilatan ?
Akhirnya Gin Liong menarik kesimpulan, ia akan
mencontoh jejak keempat cianpwe itu, takkan menonjolkan
ilmu kepandaian yang diperoleh dari kaca wasiat itu kepada
siapapun juga.
Segera ia meneliti lebih cermat dan akhirnya
menemukan, diantara sinar pelangi yang terpancar dari
kaca itu, samar2 menyembul sebuah huruf berbunyi
"Kitab", Tetapi pada lain kilat, huruf itupun tak tampak
lagi.
Gin Liong mencoba untuk menggoyangkan kaca
pelahan-lahan. Dan benar juga, huruf merah Kitab itu
timbul lagi. Pelahan-lahan ia mengisar baju luar yang dibuat
menutup dan tampaklah tujuan buah huruf yang berbunyi:
Liong Hou liong Kau Kun Ciang Bu. Atau, kitab ilmu
pukulan Naga, harimau, burung hong, ular.
Tergerak hati Gin Liong, Girangnya bukan kepalang
sehingga tangannya gemetar, Dibawah huruf Kun-hu atau
Kitab ilmu pukulan itu, tampak pula huruf2 Hang liong
atau Ilmu-menaklukkan-naga, Hok-hou atau Harimau
Mendekam, Lin-hong atau Menangkap-cenderawasih, Pokkau
atau menjerat ular, empat macam pelajaran ilmu
pukulan.
Setelah membaca dengan teliti, ternyata dalam tempat
macam pelajaran ilmu pukulan itu mengandung ilmu
pukulan, ilmu tebasan dan ilmu menangkap atau
menyambar
Ilmu pukulan, cepat dan dahsyat ilmu tebasan, tangkas
dan ganas, ilmu menyambar dan menangkap. luar biasa
hebatnya. Apabila digunakan keempat macam ilmu itu
merupakan gabungan tipu silat lihai penuh dengan
perobahan.
Gin Liong memiliki otak yang cerdas dan daya ingat
yang kuat. Cepat sekali ia dapat mengingat semua
pelajaran2 itu dan setelah merenungkan ia segera tahu dayagunanya.
Pada saat ia hendak melanjutkan membaca di halaman
terdengar langkah kaki orang. Buru2 ia menyimpan kaca itu
ke dalam baju lagi Kemudian ia keluar.
Saat itu hampir tengah hari. Suma Tiong dan isterinya
berjalan menghampiri, Gin Liong segera menyambut.
Demikian pula Yok Lan dan Li Kunpun keluar dari kamar
ikut menyongsong.
Suma Tiong suami isteri melaporkan bahwa dia sudah
mengirim dua puluh orang menuju kekota. Gin Liong
menghaturkan terima kasih atas bantuan tuan rumah.
Tak lama bujangpun segera menyiapkan hidangan siang.
Waktu makan. Li Kun mengatakan kepada tuan rumah
bahwa karena mempunyai urusan penting maka Gin Liong
akan melanjutkan perjalanan lebih dulu, sebenarnya dalam
suasana seperti saat itu, memang tak leluasa kalau Gin
Liong menempuh perjalanan seorang diri. Tetapi
dikarenakan harus merawat Tek Cun dan Lan Hwa
terpaksa Yok Lan dan Li Kun harus tinggal.
Mendengar itu Suma Tiong menyatakan kesediannya
untuk merawat kedua orang yang sakit itu dan minta kedua
nona itu menemani Gin Liong.
Karena Li Kun setuju terpaksa Gin Liong pun
menyetujui juga.
Waktu Tek Cun dan Lan Hwa diberitahu tentang
persetujuan itu, keduanyapun setuju. Demikian setelah
berkemas, Gin Liong dan kedua nona segera berangkat
siang itu juga, Gin Liong naik kuda hitam kaki putih, Yok
Lan naik kuda bulu merah milik Tek Cun dan Li Kun naik
kuda putih.
Pada saat Suma Tiong dan isteri mengantar ketiga anak
muda itu sampai keluar pintu, tiba2 seorang lelaki bergegasgegas
masuk ke dalam desa.
"Apa yang terjadi di luar desa ?" seru Suma Tiong
kepada orang itu.
"Toaya, celaka..." seru orang itu, "dari Hok-san-shia
telah berbondong-bondong sejumlah besar penunggang
kuda menuju ke desa ini."
Mendengar itu Gin Liong seperti merasakan suatu
ancaman bahaya, serunya : "Mereka tentu akan cari perkara
disini."
"Sejak diam disini, baru pertama kali ini aku mengalami
peraturan desa ini dilanggar orang" kata Suma Tiong.
"Tak peduli siapapun yang datang, kita harus
menyongsongnya," kata Lok Siu Ing.
Kelima orang itu segera bergegas menuju ke mulut desa,
sepuluh penunggang kuda tampak sedang
mencongklangkan kudanya menuju ke desa itu. Orang2 itu
mengenakan pakaian ringkas sebagaimana dikenakan oleh
kaum persilatan dikala sedang menjalankan tugas, Saat itu
mereka sudah berada pada jarak setengah li dari desa.
"Menilik sikapnya, mereka memang hendak melakukan
sesuatu," kata Suma Tiong.
"Jika tanpa alasan, jangan beri ampun kepada mereka,"
seru Lok Siu Ing.
Pada saat rombongan pendatang itu tiba pada jarak tiga
puluhan tombak dari tempat Gin Liong, tiba2 kuda hitam
mulus meringkik keras sehingga rombongan kuda yang
datang itu terkejut dan panik, Ada yang Mengangkat kaki
depan, ada pula yang merontak kaget, Penunggangnya
berusaha keras untuk mengatasi kudanya dan melanjutkan
lari ke muka.
Penunggang yang paling depan, seorang tua bertubuh
kurus, muka hitam, brewok dan rambut memanjang sampai
ke bahu. Mengenakan pakaian warna hitam. Umurnya
diantara 60-an tahun. Di belakang punggungnya
menyanggul sebatang tongkat berkepala ular, batangnya
penuh berhias gelang besar kecil, sepasang matanya yang
bundar memancarkan sinar berkilat-kilat dingin.
Disebelah kanan dan kirinya, seorang lelaki berpakaian
kuning dan yang satu berpakaian kelabu. Keduanya
berumur lebih dari 40 tahun.
Lelaki yang berpakaian kuning itu, mukanya penuh
rambut, alis tebal mata bundar dan perawakan gagah
perkasa, punggungnya menyelip Kim-kong senjata gada
berbentuk orang-orangan. Gagah menyeramkan sekali.
Sementara lelaki yang berpakaian kelabu, mukanya
kuning pucat, jenggot tipis, mata sipit tak berbulu mata.
Tubuhnya kurus, menyanggul sebatang sayap.
Sedang ketujuh orang yang mengikuti dibelakang, terdiri
dari lelaki2 yang bertubuh gagah. Masing2 membekal
golok.
"Hm. kiranya Tiga-jahat dari Losan." geram Loh Siu Ing.
Suma Tiongpun cepat tertawa dan berserunya ringan:
"Kukira siapa, ternyata tiga pendekar dari Losan yang
berkunjung.Maaf, karena terlambat menyambut."
Sejenak berhenti ia melanjutkan pula dengan nada
nyaring: "Entah apakah maksud kedatangan saudara bertiga
ke desaku ini ?"
Rombongan penunggang kuda itu tiba pada jarak lima
tombak, Orang tua baju hitam mengangkat tangan keatas
dan kesepuluh ekor kuda itupun serentak berhenti.
Kemudian orang tua itu tertawa mengekeh.
"Kukira siapa yang tinggal didesa ini, kiranya Suma
tayhiap, Aku Tongkat - ular - bergelang In Po Tin bersama
kedua saudaraku Gada-pencabut nyawa dan Golokpelenyap-
jiwa, memberanikan diri datang kemari, mohon
saudara suka memaafkan kelancangan kami,"
Bahkan orang tua yang merupakan tokoh pertama dari
tiga Jahat gunung Losan itu segera memberi hormat. Kedua
saudaranya hanya terlongong2 memandang Gin Liong.
Suma Tiong tertawa nyaring.
"Harap saudara suka menjelaskan apa maksud
kunjungan saudara bersama rombongan kemari. Apabila
dapat kami lakukan tentu dengan senang hati kami akan
menghaturkan bantuan."
Tongkat-ular In Po Tin tertawa juga.
"Kedatangan kami ini tak lain hanya perlu sekedar
hendak minta keterangan kepada Siau siauhiap adakah kaca
wasiat itu benar berada padanya ?" kata In Po Tin sambil
menunjuk Gin Liong.
Melihat sikap ketiga orang yang begitu congkak, si jelita
Li Kun sudah muak. Dan sesaat mendengar maksud
kedatangan mereka, serentak marahlah ia, serunya: "Sudah
makan nasi sampai berpuluh tahun mengapa dalam soal
sekecil itu saja kalian tak dapat menilai dengan tepat.
Huh..."
"Budak hina, siapa suruh engkau campur mulut !" bentak
si baju kuning Gada-pelenyap nyawa.
Mendengar itu Lok Siu Ing tak dapat menahan
kemarahannya lagi. Dengan melengking ia melompat maju
ke muka dan menuding Gada-pelenyap nyawa: "Kalau
memang berani, hayo, turunlah engkau. Hendak kuuji
sampai dimana kepandaianmu sehingga gegabah berani
menghina orang!"
Nyonya itu menutup kata2nya dengan mencabut pedang.
Dengan tertawa dingin Gada-pelenyap nyawa pun
ayunkan tubuh loncat turun dan siapkan senjatanya:
"Engkau sendiri yang cari mati, jangan salahkan aku berhati
kejam !"
Sambil tertawa mengekeh ia pelahan-lahan maju
menghampiri.
Gin Liong kerutkan alis dan tertawa dingin ia berdiri di
samping Suma Tiong dengan tenang, Tak habis herannya
mengapa Lo-san Sam-ok atau Tiga jahat dari gunung Losan
tahu bahwa ia telah mendapat kaca wasiat itu.
"Berhenti !" cepat ia berteriak ketika Gada-pelenyap
nyawa hendak bertempur dengan Lok Siu Ing. Walaupun
pelahan teriakan itu dihamburkan tetapi telinga sekalian
orang yang berada disitu serasa mengiang-ngiang. Toa-ok
atau si jahat Kesatu In Po Tin diam2 terkejut juga. Dan
Gada-pelenyap nyawapun hentikan langkah.
"Kalian kesepuluh orang ini sudah melanggar peraturan
memasuki desa ini. Bukannya kalian bersikap sopan
kebalikannya malah mengumbar kecongkakan, jelas dapat
diketahui bagaimanapun tingkah laku kalian selama ini.
Dan jelas pula bahwa kalian hendak merebut kaca wasiat
itu."
Gin Liong berhenti sejenak menatap ketiga tokoh jahat
dari gunung Losan itu. serunya pula: "Andaikata kaca
wasiat itu berada padaku, apa dasarnya kalian hendak
merebut benda itu ?"
Gada-pelenyap nyawa jago kedua dari Losan deliki mata
dan membentak: "Budak yang sombong engkau berani cari
perkara dengan kami bertiga?"
Pah-ong-kan-san atau raja Pah-ong-mengejar gunung,
adalah jurus yang digunakannya untuk menyerang Gin
Liong, Tetapi Lok Siu Ing yang sudah sejak tadi siap, segera
menangkis dengan jurus Mengepak-rumput-memburu-ular,
ia menyabetkan pedang memapas lambung orang.
Gada-pelenyap nyawa marah. ia hentikan gerakannya
untuk menangkis pedang Lok Siu-ing, tetapi nyonya itupun
merobah gerak pedangnya untuk menusuk alis lawan.
Gerak perobahan itu dilakukan teramat cepat sekali.
Jago kedua dari Losan itu memang hebat juga. Cepat ia
songsongkan senjata tegak ke atas untuk menahan pedang
lawan. Tetapi di luar dugaan Lok Siu Ing dengan gerak
secepat kilat, telah memapaskan pedang ke celana lawan.
Cret, celana jago kedua gunung Losan telah terpapas
kutung.
Gada-pelenyap nyawa menjerit kaget dan menyurut
mundur beberapa langkah. Melihat kebawah mukanya
berubah dan keringat dingin mengucur, Kedua kaki
celananya telah robek sehingga lututnyapun kelihatan.
Lok Siu Ing tertawa dingin. "Hm, begitu tak berguna,
masih berani cari perkara, Sungguh tak tahu diri."
Toa-ok In Po Tin menggeremutukkan geraham, wajah
membesi dan tubuh gemetar. Tokoh ketiga Toat-beng to
atau golok Pencabut nyawa loncat dari kuda dan terus
memutar golok menyerang Lok Siu Ing.
Melihat itu Tio Li Kunpun loncat turun dari kuda, Tring,
iapun sudah mencabut pedang yang memancarkan sinar
berkilau-kilauan. Dan sekali bergerak, pedang itupun segera
meluncur ke muka untuk menusuk gulungan sinar golok
lawan.
"Lo-sam . . " melihat Pedang-Pencabut nyawa hendak
mengadu kekerasan dengan pedang si jelita, buru2 Toa-ok
berseru mencegah.
Mendengar itu Pedang-Pencabut nyawa terkejut, cepat
mengendapkan pedang kebawah cepat pula loncat ke
samping.
Li Kun mendengus dingin. Sekali ayun tubuh ia loncat
memburu dan taburkan pedangnya, Terdengar jeritan kejut
dan darah menyembur keluar. Tahu2 daun telinga kiri si
Pedang-Pencabut nyawa sudah terpapas hilang.
Melihat itu Gada-pelenyap nyawa menggembor keras
dan terus menyerbu Li Kun.
"Tadi sudah diberi ampun mengapa sekarang masih cari
mati lagi?" bentak Lok Siu Ing seraya tebarkan pedang dan
tahu2 ujungnya sudah melekat kedada orang itu.
"Ing-moay, jangan membunuhnya!" buru2 Suma Tiong
melarang isterinya.
Lok Siu Ingpun menurut, Tetapi dikala ia menarik
pedangnya, sekonyong konyong Gada-pelenyap nyawa
menggembor keras dan dengan jurus Tiang-menyanggahlangit,
ia menghantamkan gadanya pada pedang Lok Siu
Ing.
Nyonya itu menjerit kaget karena tangannya terasa terasa
linu lunglai sehingga pedangpun terlempar ke udara. Dan
Gada-pelenyap nyawa menyusul pula dengan menghantam
ubun2 kepala nyonya itu.
Suma Tiong dan Gin Liong serempak loncat
menghampiri, Li Kun dan Yuk Lanpun menjerit kaget.
"Lo-ji, jangan !" teriak Toa-ok In Po Tih mencegah
saudaranya, ia tahu Suma Tiong itu tak boleh dibuat main2.
Tetapi sebelum jago kedua melakukan perintah toa-ok, ia
menjerit kaget karena siku lengan kanannya dicengkeram
Gin Liong dan sekali ayun tangan, Gin Liong menampar
muka jago kedua dari Losan itu.
Tetapi karena mendengar seruan Toa-ok tadi, Gin Liong
cepat merobah arah tamparannya. Tidak pada muka tetapi
gada orang.
"Bum . . . ." tangan jago kedua dari Losan itu linu
kesemutan dan gadanyapun terlempar keudara, "Enyahlah
!" seru Gin Liong seraya mendorong.
Tubuh jago kedua dari Losan yang tinggi besar seketika
terhuyung-huyung beberapa langkah. Melihat kesaktian si
anak muda, Toa-ok Tin Po Tin terlongong pucat sehingga
ia lupa untuk menyanggupi tubuh saudaranya yang kedua.
Bluk, ji-ok Pedang-Pencabut nyawa terjatuh duduk ditanah.
Toa ok terkejut dan gelagapan, Cepat ia loncat
menolongnya. Saat itu jago kedua si Gada-pelenyap nyawa
masih berputar-putar untuk mencari daun telinganya yang
terpotong, Sedang Yok Lan dan Li Kun segera
menghampiri Lok Siu Ing yang tengah diperiksa tangannya
oleh Suma Tiong. Dibelakang mereka telah dijaga oleh
anak buah yang bersenjata golok.
Gin Liong sudah loncat kesamping untuk menjemput
pedang Lok Siu Ing yang jatuh, Tiba2 kuda bulu hitam
meringkik keras lagi. Ketika berpaling, Gin Liong melihat
empat penunggang kuda tengah mencongklang pesat datang
menghampiri jauh dibelakang keempat penunggang kuda
itu diantara kepulan debu yang gelap, samar2 masih tampak
lagi beberapa penunggang kuda.
"Aneh," gumam Yok Lan, "mengapa mereka tahu Liong
koko berada disini ?"
Setelah menolong saudaranya yang kedua, Toa-ok segera
menyahut: "Kalau tidak anak buahmu yang menyiarkan
berita itu di rumah makan, mana mereka tahu tentang soal
dirimu berada disini."
Seketika Suma Tiong tersadar persoalan telah menjadi
salah urus, sehingga malah tak keruan "Hm, mengapa
kalian tak mau berpikir, Apakah sedemikian mudah kaca
wasiat itu berada di tangan kita ?" Yok Lan melengking.
Dalam pada itu keempat penunggang kuda tadipun
sudah kira2 setengah li jauhnya, Tiga penunggang kuda
yang berjajar di sebelah kiri terdiri dari tiga imam
pertengahan umur, mengenakan jubah putih dan masing2
mencekal hudtim besi bertangkai baja.
Yang seorang bermata segitiga, mengenakan ikat
pinggang sutera wungu, Yang seorang berhidung bengkok
dan yang seorang berwajah persegi, membawa sebuah buli2
kecil. Mereka mengulum senyum sinis, sikapnya congkak
sekali.
Penunggang kuda sebelah kanan bukan lain adalah jago
kesatu dari Lo-san Sam-ok, si Tongkat ular yang telah diberi
ampun oleh Gin Liong. Sudah tentu Gin Liong marah
sekali.
Li Kun tertawa dingin, Pedang yang baru saja hendak
disarungkan cepat ditarik keluar lagi.
"Kali ini pasti takkan kuampuni jiwanya" seru geram.
Keempat penunggang kuda itu tiba dan dengan tertawa
gelak2 mereka loncat turun dari kudanya.
"Ya, budak itu ! Kaca wasiat berada di tangannya !" seru
Toa-sat seraya menunjuk Gin Li-ong.
"Anjing yang suka menggonggong kabar palsu, serahkan
jiwamu" teriak Li Kun seraya taburkan pedang menusuk
dada Toa-sat.
Toa-sat tertawa hina terus loncat ke belakang ketiga
imam itu. Melihat si jelita Li Kun yang sedemikian
cantiknya, ketiga imam itu tertawa mengekeh dan terus
merintangi.
Li Kun makin marah, Pedang dihamburkan dalam seribu
sinar dan berhamburan menusuk ketiga imam itu.
Ketiga imam terkejut bukan kepalang, mereka menjerit
kaget dan tak berani memandang rendah kepada nona jelita
itu. Kebut besi segera ia gerakkan untuk menangkis.
Karena serangannya tak berhasil, Li Kun makin meluap
kemarahannya. Dengan melengking ia gentakkan pedang,
Seketika tiga kuntum sinar pedang menusuk kearah ketiga
imam itu.
Melihat ketiga imam itu kewalahan menghadapi seorang
nona saja, gemetarlah hati Toa-sat. Ketika memandang ke
arah lain, seketika pucatlah wajahnya, Tampak Gin Liong
tengah maju menghampirinya dengan sikap yang
menyeramkan.
"Budak she Siau" serunya untuk menutupi kegelisahan
hatinya, "lekas serahkan kaca wasiat kepada ketiga toya
itu..."
Mendengar kata Toa-sat, seketika bersinarlah mata
ketiga imam itu. Mereka serempak melirik kearah Toa sat.
Tepat pada saat itu. Gin Liongpun secepat kilat loncat
menerkam bahu Toa-sat.
Suma Tiong dan isterinya serta Yok Lan, terkejut sekali
melihat Gin Liong menggunakan cara bertempur yang
paling kasar semacam itu.
Tetapi tiba2 pula ketiga imam itupun tinggalkan Li Kun
dan terus menyerbu Gin Liong, Anak muda itu membentak
keras, kedua tangan yang tengah dijulurkan kemuka untuk
mencengkeram Toa-sat sekonyong-konyong dirobah dalam
gerakan menampar. Plak, plak, plak . . . terdengar ketiga
imam itu mengerang tertahan dan terhuyung-huyung
kebelakang.
Apa yang terjadi itu benar2 mengejutkan sekalian orang
yang berada disitu, Gin Liong telah memainkan salah
sebuah jurus dari ilmu sakti yang tertera pada kaca wasiat,
jurus itu disebut Jip-hay-pok-kau atau Menyelam-lautmenjaring-
ular.
Cepat sekali tangan Gin Liong mengenai tubuh ketiga
imam itu. Menebas, menyikut, menampar dan menutuk.
Habis menyebutkan ketiga macam, secepat kilat Gin
Liongpun mencengkeram siku lengan Toa sat dan sebelah
tangannya menampar muka Toa-sat. Toa-sat menjerit ngeri.
Tergetar hati Gin Liong, ia teringat sesuatu dan hentikan
tamparannya.
Tiba2 dari belakang Li Kun menusuk, Gin Liong hendak
mencegah tetapi tak keburu, Cepat ia membentak dan
menyiak sehingga Toa sat terhuyung-huyung ke samping,
Dengan begitu ia lolos dari tusukan pedang Li Kun. Tetapi
karena menahan kesakitan keringat dingin bercucuran
membasahi tubuh.
Li Kun tertegun, ia memandang Gin Liong dengan
pandang penuh tanya mengapa Gin Liong masih
melindungi jiwa Toa-sat.
"Taci Kun, berilah dia ampun sekali lagi, agar dia
mempunyai kesempatan untuk memperbaiki
kesalahannya." seru Gin Liong.
Hampir Li Kun tak percaya apa yang didengarnya,
mengapa aneh sekali sikap Gin Liong itu.
Bluk, karena tak dapat mempertahankan keseimbangan
tubuh, Toa sat jatuh terduduk di tanah. Sambil mendekap
siku lengan kirinya, mulutnya menyeringai kesakitan, napas
terengah-engah dan wajahnya tak menyeramkan lagi.
Empat penjuru sunyi senyap, Tetapi berpuluh
penunggang kuda yang sudah mencapai satu li jauhnya dari
desa itu masih tetap mencongklang pesat menuju ke desa.
Ternyata pendatang itu rombongan wanita yang berpakaian
indah dan membekal senjata pedang dan golok.
Gin Liong mendengus lalu berpaling kepada Toa-sat,
serunya: "Poan liong kun. kali ini kuampuni lagi jiwamu.
Kuharap engkau dapat menyadari kesesatanmu, jangan
melakukan perbuatan2 jahat dan berbuatlah amal
kebaikan."
Kemudian ia berpaling kepada ketiga imam, Muka
mereka bengap biru dan sikap merekapun tak congkak lagi.
"Dan kalian bertiga" serunya, "sebagai seorang agama
kalian harus membebaskan diri dari pergolakan urusan
dunia dan harus dapat melepaskan nafsu keinginan yang
tamak, Lekas kalian kembali ke biara dan jangan turun ke
dunia persilatan lagi."
Ketiga imam itu tak mau bicara apa2. Rupanya mereka
masih penasaran.
Hanya dalam semalam mengapa perangai Gin Liong
tiba2 berobah begitu sabar, Pikir Li Kun. Juga Yok Lan
heran mengapa dalam semalam saja, kepandaian Gin Liong
bertambah maju sedemikian hebatnya.
Memang kedua suami isteri Suma Tiong tahu bahwa dari
sinar matanya yang berkilat-kilat tajam, tentulah Gin Liong
itu seorang pemuda yang berilmu tinggi. Tetapi setitikpun
mereka tak mengira bahwa Gin Liong akan sedemikian
saktinya.
-ooo0dw0ooo-
Bab 7
Dewi Bayangan
Rombongan wanita cantik berkuda itupun sudah tiba.
Mereka ternyata dara2 cantik yang muda belia. Ditengah,
tampak seorang wanita cantik berumur 25-an tahun, rambut
disanggul tinggi, mengenakan perhiasan tusuk konde kinhong
atau cendrawasih emas. pakaian dan bulu burung
yang indah, dadanya berhias tiga butir kumala dan sabuk
pinggangnya warna pelangi. Tubuhnya makin tampak
montok dalam pakaiannya yang amat ketat.
Wajahnya putih cemerlang, alisnya merebak hitam dan
bibir merah, sepasang biji matanya bening, memancarkan
sinar yang mesra sehingga orang yang melihatnya pasti
akan terpikat.
Begitu tiba nyonya cantik itu mengangkat cambuknya
keatas memberi isyarat kepada rombongannya berhenti.
Kuda meringkik, debupun mengepul tebal ketika berpuluh
nona penunggang kuda itu hentikan kuda masing-2.
Sikap dan ulah wanita cantik itu tak beda dengan
seorang ratu, Sekalian orang yang berada ditempat itu
terpesona melihatnya.
Suma Tiong kerutkan dahi, ia tahu bahwa nyonya cantik
itu memiliki senjata sapu tangan yang mengandung minyak
wangi berbius. Segera ia menyuruh isterinya memberitahu
kepada Yok Lan dan Li Kun supaya berhati-hati.
Nyonya cantik itu keliarkan matanya yang tajam. Begitu
tertumbuk papa wajah Gin Liong yang cakap dan gagah,
seketika memancarlah mata wanita itu, pipinya merah.
Tiba-2 terdengar bentakan keras: "Perempuan busuk Hi
Hoan siancu, apakah engkau masih kenal aku !" sesosok
bayangan melesat menerjang wanita cantik itu.
Kiranya orang itu adalah si Tongkat-ular In Po Tin,
tokoh kesatu dari Lo-san Sam-ok, ia menyerang dengan
tongkatnya.
Melihat si wanita yang disebut Hi Hoan siancu atau
Dewi Bayangan itu tertawa mengikik:
"Tua bangka yang tak berguna, engkau hendak
mengantar jiwamu."
Seorang dara baju hijau yang berada di belakangnya
segera ayun tubuh loncat turun dari kudanya dan
menghantam kepala In Po Tin dengan cepat.
In Po Tin menggerung marah, Dengan jurus Thiankiong-
shia-jit atau Memanah-matahari, ia putar tongkatnya
menyerang dara itu. Tring, dengan meminjam tenaga
benturan senjata itu, si dara baju hijau melenting ke udara
lagi.
Gin Liong terkejut, hanya salah seorang bujang dari
Dewi Bayangan tetapi sudah sedemikian lihaynya. jika
demikian alangkah hebatnya kepandaian Dewi Bayangan
itu.
Begitu di udara, dara itu berjumpalitan dan melayang
turun di belakang In Po Tin, sampai dua tombak jauhnya.
In Po Tin menggerung keras dan berputar tubuh lalu
loncat menerjang lagi dengan jurus Heng-sau-ngo-gak atau
Membabat-lima-gunung di babatnya kaki si dara yang
belum berdiri tegak itu.
Si dara menjerit kaget, cepat2 ia turunkan golok
menangkis, Tring . . dara itu menjerit lagi dan goloknyapun
terlepas dari tangan.
In Po Tin tak mau memberi ampun lagi, ia segera
menutuk dada dara itu dengan jurus Koay-bong-jut-tong
atau Ular-naga-keluar-guha.
Melihat itu berobahlah wajah Dewi Bayangan. Berpuluh
dara pengiringnyapun menjerit kaget, Tetapi mereka tak
sempat berbuat apa2.
Gin Liong tak senang melihat perbuatan In Po Tin yang
main bunuh itu. Dengan menggembor keras ia ayun tubuh
ke udara seraya lepaskan sebuah pukulan. Angin pukulan
itu melanda lambung In Po Tin. In Po Tin terkejut.
Terpaksa ia tarik tongkatnya dan loncat ke samping, Tetapi
pada saat In Po Tin loncat menghindar itu, berpuluh-puluh
benda kecil menyerupai bintang emas telah berhamburan
mencurah ke arah kepalanya.
In Po Tin terkejut Cepat ia putar tongkatnya, Tring,
tring, tring . . benda2 berwarna emas itu berhamburan jatuh
ke empat penjuru.
Ternyata benda2 berwarna emas itu adalah senjata
rahasia Uang-emas yang ditaburkan Dewi Bayangan.
"Perempuan hina, hari ini kuampuni jiwamu. Tetapi
pada suatu hari aku pasti akan mengambil batang kepalamu
!" sambil menuding Dewi Bayangan, In Po Tin berteriak
marah,Matanya memancarkan sinar dendam kesumat yang
bernyala-nyala. Rupanya diantara kedua itu pernah terjadi
suatu dendam yang hebat.
Dewi Bayangan masih tetap berada di punggung kuda,
Dengan matanya yang bersinar cabul, ia tertawa santai:
"Tua bangka, engkau sendiri yang tak berguna, mengapa
engkau salahkan aku mendepakmu."
Merah padam wajah In Po Tin. Cepat ia menukas:
"Perempuan busuk yang tak tahu malu"
Rupanya tak tahan lagi In Po Tin menahan luapan
kemarahannya, Segera ia loncat menerjang Dewi
Bayangan.
Tetapi dari barisan dara pengiring Dewi Bayangan,
segera berhamburan hujan bintang-emas menyongsong In
Po Tin. In Po Tin tak berdaya mendekati Dewi Bayangan,
ia harus loncat dua tombak ke belakang.
"Perempuan busuk, apakah engkau berani bertempur
sampai mati dengan aku ?" teriaknya menantang.
Dewi Bayangan kerutkan dahi dan mencemoh "Siapa
sudi melayani seorang tua bangka seperti engkau? Hanya
mengotorkan tanganku sajalah"
Karena selalu dimaki tua bangka, gemetarlah tubuh In
Po Tin karena marahnya.
Dewi Bayangan tak menghiraukannya ia loncat turun
dari kuda dan menghampiri ke tempat Gin Liong, Gin
Liong tahu bahwa wanita yang bertingkah genit itu tentu
bukan wanita baik, ia mendengus muak melihatnya.
Tiba2 Dewi Bayangan membentak ketiga Lo-san Samok:
"Enyah !"
Entah bagaimana ketiga jago jahat dari Lo-san itu hanya
deliki mata kepada Dewi Bayangan tetapi mereka tak berani
berbuat apa2 dan terus menghampiri kuda dan
mencongklang pergi.
Dewi Bayanganpun melanjutkan langkahnya ke tempat
Gin Liong.
"Siauhiap" serunya dengan nada genit, "usia mu masih
begitu muda dan tampan sekali, Kalau tak salah engkau
tentu siau Gin Liong yang mendapat kaca wasiat dari Bulim
Seng-ceng itu".
Melihat wajah Gin Liong mengerut kemarahan wanita
itu tertawa mengikik: "Peribahasa mengatakan manusia
tentu akan saling berjumpa, Dan kalau berjumpah itu
berarti jodoh, Perlu apa engkau memberingaskan wajahmu
yang tampan ?"
"Sungguh tak tahu malu..." si jelita Li Kun yang sejak
tadi muak melihat tingkah ulah Dewi Bayangan, sambil
membentak dia terus loncat menyerang.
Dewi Bayangan tertawa. Sekali gerakkan tubuh ia dapat
menghindari tusukan Li Kun.
Serangannya luput, Li Kun makin marah, Pada saat ia
hendak menyerang lagi, tiba2 ia rasakan dadanya terbaur
suatu angin lembut. ia terkejut dan cepat loncat mundur
sampai setombak.
"Siapa yang suruh engkau turut campur urusanku, Siau
siauhiap toh bukan suamimu." serunya.
Merah wajah Li Kun mendengar kata2 itu, ia
melengking dan menerjang lagi, walaupun tahu bahwa
pedang si jelita itu sebuah pusaka yang hebat, tetapi karena
mengandalkan ilmu kepandaiannya yang tinggi, Dewi
Bayangan tak gentar.
"Engkau sendiri yang cari mampus, jangan sesalkan
Dewi Bayangan bertindak kejam," serunya seraya berputar
tubuh. seperti angin puyuh, tahu2 ia sudah berada di
belakang Li Kun.
Tetapi Li Kunpun cepat gunakan jurus Jay hong-hwe-lu
atau Burung hong-berputar-kepala, membabat ke belakang,
Kali ini Dewi Bayangan terkejut, ia tak menyangka nona
yang cantik itu memiliki gerak yang sedemikian hebat,
Sekali kebutkan lengan baju, tubuhnyapun menyurut
mundur.
Li Kunpun tak mau unjuk kelemahan sekali kaki
berayun, tubuhnya meluncur kemuka dan tahu2 ujung
pedangnyapun sudah menuju ke dada Dewi Bayangan.
Dewi Bayangan benar2 terkejut sekali, Dengan
melengking nyaring. Cepat ia geliatkan tubuh dan kebutkan
lengan baju lalu berputar putar cepat sekali.
Saat itu Li Kunpun sudah mendekat. Dengan jurus Giokhong-
can-ki atau Burung-hong-merentang-sayap, ia segera
memapas bahu kiri Dewi Bayangan.
Beberapa kali menerima serangan yang tak terduga-duga,
kejut Dewi Bayangan makin menjadi-jadi. Dengan
melengking keras ia segera ayun tubuhnya melambung ke
udara.
Sring, pedang memapas dan menjeritkan berpuluh gadis
pengiring Dewi Bayangan, Dewi Bayangan sendiri sudah
melayang turun ke tanah. Ketika menunduk, ia melihat
ujung pakaiannya telah terpapas kutung oleh pedang Li
Kun. Keringat dingin bercucuran membasahi lehernya.
Li Kun masih penasaran. Dengan melengking ia
memburu lagi. Kali ini setelah menenangkan semangat,
Dewi Bayanganpun marah, serentak ia tertawa keras dan
berseru: "Budak kini, kalau aku tak mampu membunuh,
aku akan bunuh diri !"
Ia menutup kata-katanya dengan menggerakkan tubuh,
seketika tubuhnya berputar-putar menyerupai segulung asap
yang mengelilingi Li Kun.
Li Kun tetap memutar pedangnya dengan deras. Tetapi
setiap kali ia menusuk atau menabas, tentu hanya angin
kosong yang ditemui. Lama kelamaan, ia gugup juga,
Pandang matanya mulai berkunang-kunang, Terpaksa ia
mainkan pedang untuk melindungi diri. Tak mau ia
melancarkan serangan lagi.
Melihat itu Suma Tiong terkejut ia tahu bahwa wanita
cabul itu sedang menggunakan ilmu Hi hoan-sut atau
Bayangan kosong, yang termasyhur. Cepat ia mengeluarkan
seutas tali besi yang panjangnya satu meter.
Gin Liongpun melihat juga keadaan Li Kun yang
terdesak, Dengan menggembor keras ia terus loncat
menyerbu. Tetapi pada saat itu, Dewi Bayangan tertawa
genit dan tiba2 berputar-putar tubuh menyongsong Gin
Liong. Dan sebelum anak muda itu sempat bertindak Dewi
Bayanganpun sudah menamparkan sehelai sapu sutera
merah ke muka Gin Liong.
Karena tak menduga-duga, Gin Liong tak sempat
menghindar Sapu tangan sutera merah itu telah menampar
muka Gin Liong.
"Perempuan siluman engkau cari mampus...!" Suma
Tiong membentak dan terus menaburkan rantai besi.
Serempak dengan itu, Li Kunpun menyerang pinggang
Dewi Bayangan.
Tetapi wanita itu tak gentar ia tertawa genit lalu
melambung ke udara dan taburkan sapu ke muka Suma
Tiong.
Setitikpun Suma Tiong tak menyangka bahwa Dewi
Bayangan memiliki gerakan yang sedemikian cepatnya,
serentak ia mencium bau yang luar biasa aneh dan
wanginya.
"Celaka," ia menjerit, lepaskan rantai besi dan rubuh.
Walaupun tak langsung ditampar sapu tetapi tebaran bau
harum itu tercium juga oleh Li Kun. ia terkejut dan cepat
loncat mundur sampai tiga tombak.
Tetapi suatu keanehan telah terjadi dan menyebabkan
Dewi Bayangan tercengang heran, Gin Liong yang
terdampar sapu itu tampak masih tegak berdiri, seolah tak
menderita pengaruh apa2. Bahkan Gin Liongpun heran
karena melihat Suma Tiong terjungkal rubuh. Tetapi karena
jelas yang membidikan itu Dewi Bayangan, maka Gin
Liongpun marah terus loncat menerjangnya.
Pucatlah seketika wajah wanita cabul itu. Senjata dupa
wangi Bi hun-soh-jun-hiang yang tak pernah gagal
merubuhkan lawan, ternyata tak mempan terhadap anak
muda itu. Terpaksa ia gunakan gerak Hi-hoan sut untuk
berlincahan menghindari serangan Gin Liong.
Gin Liong tertawa dingin, Setelah mengerahkan tenagadalam,
ia menekuk kedua lengan dan terus mendorong ke
muka.
Sebuah gelombang angin tenaga dahsyat serentak
melanda Dewi Bayangan yang tengah berlincahan laksana
seekor kupu.
Dewi Bayangan menjerit kaget Belum pernah ia melihat
pukulan yang sedahsyat itu. Cepat ia melambung beberapa
tombak ke udara, Karena tak mengenai sasaran, angin
pukulan Gin Liong tetap melanda ke muka kearah barisan
pengiring Dewi Bayangan, Rombongan gadis2 itu menjerit
kaget dan serentak berhamburan menyingkir ke samping.
Dalam pada itu Gin Liong loncat untuk mengejar Dewi
Bayangan Wanita itu makin terkejut, Cepat ia tamparkan
lengan baju untuk bergeliatan dua tombak 1agi. Tetapi Gin
Liongpun cepat genjot tubuh melayang ke udara, Dewi
Bayangan makin gugup, ia hendak meluncur turun.
Gin Liong mencoba menggunakan salah sebuah jurus
dari ilmu yang didapatnya dari kaca wasiat yang yang
disebut Leng-siau-kim-hong atau Malam-hari-menangkapburung
hong, Tubuh bergeliatan dan sepasang tangan
mengulur menyambar siku lengan Dewi Bayangan.
Dewi Bayangan menjerit kaget semangatnya serasa
terbang, Seperti seorang anak kecil, ia menyerah saja ketika
tubuhnya dibawa melayang turun ke tanah olehGin Liong.
Selekas tiba di tanah, Gin Liong membentak: "Lekas
berikan obat penawar agar engkau jangan menderita
kesakitan !"
Setelah menenangkan semangat Dewi Bayangan
menghela napas.
"Ah, Bi-hun soh-jun-hiang itu tak ada penawarnya."
"Engkau mau mengeluarkan atau tidak!" bentak Gin
Liong seraya memperkeras cengkeramannya.
Wajah Dewi Bayangan pucat dan dahinya mengerut
kesakitan, Keringat dingin bercucuran, giginya
bergemerutukan keras.
Gin Liong kerutkan alis lalu membentaknya lagi: "Lekas
berikan obat itu !"
Tetapi wajah wanita itu makin membiru, napas terengahengah,
Mulutnya tak dapat berkata lagi karena menahan
kesakitan hebat.
Dara baju hijau yang ditolong Gin Liong tadi segera
menghampiri dan memberi hormat kepada Gin Liong.
"Siauhiap, memang Dewi kami tak mempunyai obat
penawar," katanya dengan nada bersungguh.
"Lalu bagaimana cara menolong Suma tayhiap?" masih
Gin Liong tak percaya.
Merah muka dara itu. Bibirnya bergetar-getar tetapi
sampai beberapa saat tetap tak dapat mengeluarkan kata2.
"Bagaimana cara menolongnya? Apakah sudah tidak
dapat ditolong lagi !" hardik Gin Liong, Karena marah ia
telah memperkeras cekalannya.
Dewi Bayangan menjerit dan pingsan, Untung dara baju
hijau itu cepat dapat menyanggupi tubuh Dewi Bayangan
yang rubuh.
Gin Liongpun mengendorkan cengkeramannya, Li Kun
dan Yok Lan loncat kesamping Gin Liong.
"Mengapa nyonyahmu tak mau memberi pertolongan
kepada orang yang dicelakainya ?" teriak Yok Lan kepada
dara baju hijau itu.
Wajah dara itu tampak tegang dan akhirnya dengan
suara yang sarat ia berseru : "Nyonya Suma, mempunyai
obat penawarnya",
"Ngaco !" bentak Gin Liong, Tetapi Yok Lan dan Li Kun
sudah terus berputar tubuh dan Rombongan dara
pengiringpun segera mengangkut pergi Dewi Bayangan,
Gin Liong terlongong heran, Ketika berpaling, dilihatnya
dara baju hijau itu tengah berbisik-bisik kepada Lok Siu Ing,
Entah bagaimana wajah Lok Siu Ing yang tegang,
bertebaran merah.
Berpaling ke lain arah. Gin Liong tak melihat lagi ketiga
imam jahat dari Losan,Mereka diam2 sudah angkat kaki.
"Huh, sudah menang mengapa masih cemas." ketika
berjalan lewat disisi Gin Liong, dara baju hijau memandang
dan berseru pelahan.
Gin Liong termangu, ia tak tahu siapakah dara itu.
Tetapi setelah merenungkan beberapa saat, ia menyadari.
Dilihatnya Lok Siu Ingpun sudah memerintahkan beberapa
orangnya untuk membawa pulang Suma Tiong.
Diam-2 Gin Liong menyesal dalam hati, Hanya semalam
tinggal didesa itu tetapi telah membawa banyak kesulitan
Segera ia loncat hendak menghaturkan maaf kepada Lok
Siu Ing. Tetapi Lok Siu Ing malah berputar tubuh dan terus
lari.
Dalam pada itu rombongan gadis pengiring Dewi
Bayangan membawa wanita itu pergi.
"Ah, kitapun harus melanjutkan perjalanan," Kata Li
Kun. Saat itu matahari sudah condong ke barat, Gin Liong
dan kedua gadis segera mencongklangkan kuda menuju ke
selatan
Tak berapa lama, matahari sirna dan seluruh penjuru
mulai gelap, Samar2 disebelah muka tampak sebuah desa,
Beberapa rumah penduduk memancar sinar penerangan.
"Malam ini terpaksa kita menginap di desa itu," kata Li
Kun.
Masuk kedalam desa, mereka disambut dengan kawanan
anjing menyalak. Kuda hitam mulus meringkik keras dan
kawanan anjing itupun terkejut tetapi pada lain saat mereka
malah lebih keras menyalak.
Penduduk yang belum tidur berbondong-bondong keluar.
Seorang kakek menyambut dan setelah mendengar
keterangan Gin Liong, iapun menerima ketiga anak muda
itu bermalam didesa itu. Mereka bertiga di bawa kesebuah
rumah besar dan dijamu.
Masakannya enak dan ketiga anak muda itu minum juga
arak yang disuguhkan. Setelah makan, kedua nona itu
tampak lebih cantik. jika Li Kun seperti bunga tho, Yok
Lan seperti bunga mawar.
Melihat kecantikan kedua gadis itu, timbul rangsang
dalam hati Gin Liong, Dia memandang kedua gadis itu
dengan tak berkedip, Li Kun berdebar keras hatinya dan
darahnyapun meluap sukar ditindas.
Baru pertama kali sepanjang hidupnya, Yok Lan minum
arak maka cepat sekali ia menjadi mabuk.
"Liong koko, mungkin aku mabuk, Taci Kun aku hendak
tidur dulu" ia terus terhuyung-huyung masuk ke dalam
kamar.
Gin Liong dan Li Kun hanya tertawa melihat langkah
kaki Yok Lan yang terhuyung itu. Li Kun pun segera
berbangkit masuk kedalam kamar, Ketika berpaling,
hatinya berguncang keras, Karena saat itu dilihatnya Gin
Liong masih memandangnya dengan senyum hangat.
Entah bagaimana pemuda itu merasa membutuhkan
dekat dengan Li Kun. ia rasakan darahnya makin panas dan
merangsang, Teringat pula akan peristiwa bersama Li Kun
didalam perahu tempo hari, Dan tanpa disadari mulutnya
segera berseru memanggil: "Taci..."
Panggilan bagi Li Kun dirasakan suatu daya tarik yang
kuat sekali sehingga iapun menghampiri ketempat pemuda
itu. ia duduk disisi pemuda itu. Melihat sinar mata Gin
Liong yang membara, hati Li Kun makin berdebar keras,
ternyata sisa bebauan wangi yang ditaburkan Dewi
Bayangan mulai bertebar lagi.
Tetapi ia tak ingat lagi hal itu. Setelah minum arak, daya
asap wangi itu makin bergolak dan merangsang. Demikian
pula Gin Liong Karena minum arak maka khasiat dari
katak salju, mulai hilang daya tahannya.
Pada lain kejap Gin Liong segera memeluk Li Kun dan
Li Kunpun menyerah dengan serta merta. Keduanya makin
terangsang dan mulut merekapun segera saling bertaut
rapat. Mereka tenggelam dalam kehangatan bibir yang
semanis madu. Tetapi hal itupun masih tak dapat
memuaskan rangsangan yang makin meluap-luap dalam
hati kedua insan muda itu.
Pengaruh dupa wangi yang ditebarkan Dewi Bayangan
mulai bekerja. Gin Liong sudah kehilangan kesadarannya
lagi, perasaannya telah dikuasai oleh rangsangan nafsu, ia
tak puas dengan ciuman itu, Ada sesuatu yang
menghendaki kepuasan Gin Liong segera mengangkat
tubuh Li Kun terus dibawa masuk ke dalam kamar. Apa
yang terjadi adalah di luar kesadarannya, Keduanya telah
tenggelam dalam lautan madu . . .
Tiba2 Yok Lan terjaga. Rasa pening kepalanya sudah
hilang, ia segera bangun, Dilihatnya Li Kun tak berada di
ranjang sebelahnya, Samar2 ia mendengar erang pelahan
dari rasa kepuasan. Suara semacam itu belum pernah
didengarnya dan tak tahulah ia siapa yang mengerang2
penuh kenikmatan itu.
Jilid 8 Halaman 63/64 Hilang
Yok Lan terkejut dan cepat menyurut mundur lalu diam2
membaca dalam hati ilmu rahasia ajaran dari Hun Ho
siantiang yang disebut Mo-kiap-ban-wi-tmg-sim-hian-kang
atau ilmu menenangkan pikiran menghadapi ancaman dan
bujukan iblis.
Seketika hatinyapun jernih kembali Dan saat itu ia segera
mencari apa yang terjadi Tentulah karena terkena tamparan
sapu merah dari Dewi Bayangan maka Gin Liong sampai
lupa daratan dan melakukan perbuatan yang tak senonoh.
Saat itu iapun teringat akan dara baju indah yang
mengatakan kepada nyonyah Suma Tiong, bahwa obat dari
suaminya yang terluka itu hanya terdapat pada diri
nyonyah itu sendiri.
Saat itu kamarpun hening sunyi, Didengarnya Gin Liong
tidur mendengkur karena lelah dan isak tertahan dari Li
Kun, jelaslah apa yang terjadi Gin Liong seperti seekor
harimau lapar dan Li Kun terpaksa menyerah seperti seekor
kelinci.
Diam2 Yok Lanpun menggigil dalam hati, Jika ia tak
lebih dulu tidur, kelinci dalam terkaman Gin Liong itu
tentulah bukan Li Kun tetapi ia sendiri.
Merenungkan hal itu, ia segera kembali ke dalam
biliknya, ia takut Gin Liong akan mencarinya. Teringat
akan peristiwa tadi, diam2 ia menyadari bahwa Li Kun
telah menjadi korban dan mewakili dirinya. Memikir
sampai disitu, ia tak marah lagi kepada Gin Liong, bahkan
terhadap Li Kun-pun ia merasa kasihan.
Beberapa saat kemudian ia mendengar kamar disebelah
muka terbuka pintunya dan terdengar derap kaki orang
melangkah keluar, Namun ia tak berani keluar. Dari balik
selimutnya ia melihat Li Kun masuk, jelita itu mengemasi
pakaian dan rambutnya lalu mengusap airmatanya.
Yok Lan gelisah sekali, ingin ia bangun dan memeluk Li
Kun. ia memutuskan untuk berkorban dan membahagiakan
Li Kun.
Tetapi pada lain saat ia menimang, tindakan itu mungkin
akan mengejutkan dan menyinggung perasaan Li Kun.
Ketika Li Kun selesai berdandan dan masuk ke dalam
kamar, Yok Lan makin tegang dan buru2 pejamkan mata.
Li Kun lebih dulu duduk ditepi ranjang. Terdengar jelita
itu menghela napas kemudian baru naik ke ranjang dan
tidur disisinya,
Tak tahu bagaimana perasaan Li Kun saat itu, Mungkin
ia sedih dan marah terhadap tingkah laku yang liar dari Gin
Liong. Mungkin juga ia dapat memaafkannya karena tahu
bahwa Gin Liong telah terkena bubuk perangsang dari
Dewi Bayangan.
Karena tak tahan, Yok Liong membuka mata melirik Li
Kun yang tidur disisinya, Dilihatnya Li Kun tidur telentang
dengan kedua tangan ditempelkan ke dada.
Kedua matanya mengucurkan air mata, Melihat itu
ibalah hati Yok Lan. ia dapat memaafkan keadaan nona itu
dan bahkan ikut mengalirkan airmata.
Tak berapa lama, Li Kun tertidur. Dalam tekanan hatin
yang tak keruan rasanya, akhirnya Yok Lanpun tidur juga.
Entah selang berapa lama, ayampun terdengar berkokok
sahut menyahut, cuaca di luar tampak terang, Yok Lan
membuka dan melihat Li Kun masih tidur pulas. Dia segera
turun dari ranjang melangkah keluar, Di ruang depan lilin
sudah padam dan pintu terbuka. ia terkejut lalu lari ke luar.
Ia makin terkejut ketika melihat Gin Liong berdiri
dihalaman. memandang ke timur yang mulai merekah
mentari pagi, Di jalanpun sudah terdapat orang2 desa yang
berjalan menuju ke pasar dan ke sawah.
Dengan hati gundah, Yok Lan segera menghampiri Gin
Liong terkejut seraya berputar tubuh Tampak wajahnya
merah kemalu-maluan ketika melihat Yok Lan, bibirnya
gemetar hendak mengucap perkataan tetapi tak keluar.
Melihat keadaan Gin Liong yang jauh sekali bedanya
dengan kemarin, menangislah hati Yok Lan, Tetapi ia tetap
tenang, menghampiri kemuka pemuda itu dan bertanya
dengan lembut:
"Liong koko, apakah yang tengah engkau pikirkan ?"
Betapa derita hatin yang menyiksa Gin Liong sukar
dibayangkan, kalau tak mengingat masih harus melakukan
pembalasan dendam atas kematian suhunya, maulah
rasanya saat itu ia bunuh diri saja.
Apabila teringat akan perbuatannya semalam, ia hampir
tak percaya mengapa sampai dapat melakukan perbuatan
yang sehina itu. Tetapi saat itu pun ia menyadari bahwa
dirinya telah dicelakai oleh Dewi Bayangan sehingga tak
kuasa menguasai dirinya lagi, ia benci sekali kepada Dewi
Bayangan.
"Liong koko, engkau sedang memikirkan apa Mengapa
engkau tak mempedulikan aku ?" ulang Yok Lan karena
sampai lama Gin Liong diam saja.
Airmata dara itupun bercucuran.
Dengan suara sarat penuh rasa malu Gin Liong berkata:
"Aku tengah berpikir apabila aku telah melakukan suatu hal
yang berdosa kepadamu."
"Tidak, Liong koko, engkau takkan berbuat salah
kepadaku..." cepat Yok Lan menukas.
Hati Gin Liong seperti disayat sembilu.
"Lan-moay, kalau aku benar2 berbuat salah kepadamu."
"Tentulah bukan karena kehendakmu sendiri, tentu
karena terpaksa atau terkena suatu pengaruh yang sukar
engkau atasi. Dalam keadaan begitu, apapun kesalahan
Liong koko, aku takkan menyesalimu" kata Yok Lan
dengan tegas.
Hampir Gin Liong tak percaya pada pendengarannya,
semula ia kira Yok Lan tentu tak mau memaafkannya,
sekalipun begitu hatinnya tetap tersiksa.
Melihat Gin Liong mulai tegang, Yok Lan segera
mencekal kedua tangan sukonya, Tak tahan lagilah hati Gin
Liong, airmatanya bercucuran.
Tiba2 pintu terbuka, Gin Liong dan Yok Lan pun cepat
loncat masuk kedalam kamar, Yok Lan terus masuk
kedalam kamarnya sendiri. Dilihatnya Li Kun masih tidur,
Tetapi ketika menghampiri dan melihat keadaannya,
menjeritlah dara itu: "Liong koko, kemarilah lekas !"
Gin Liong terkejut dan cepat lari menghampiri
Dilihatnya mata Li Kun menutup rapat muka merah, bibir
seperti darah. Kening dan rambutnya basah kuyup dengan
keringat, tubuhnya memancarkan bau harum yang aneh.
Cepat Yok Lan membaca ilmu Hian-kang dalam hati dan
bau wangi itupun lenyap.
Gin Liong juga terkejut sekali, ia tak kira bubuk wangi
dari Dewi Bayangan itu mempunyai daya pengaruh yang
begitu hebat, Diam2 ia mengambil keputusan untuk
membasmi wanita siluman itu
Teriakan Yok Lan telah menyadarkan Li Kun Begitu
melihat Yok Lan, airmata jelita itu berhamburan keluar dan
berkata dengan nada gemetar: "Adik Lan..!"
"Taci Kun, engkau sakit !" seru Yok Lan dengan lembut.
Li Kun tak dapat berkata apa2 kecuali hanya bercucuran
airmata,
"Taci Kun, badanmu panas sekali, jangan banyak bicara,
tidurlah saja," kata Yok Lan pula.
Li Kun menghela napas, Ketika melihat Gin Liong
berdiri di muka ranjang, iapun terbeliak. Begitu pula Gin
Liong. hatinya makin tersiksa, ia merasa berdosa telah
merusak kehormatan seorang gadis yang suci, iapun merasa
tak layak menjadi seorang pendekar karena dirinya sudah
melakukan perbuatan yang serendah binatang.
Wajah Li Kun makin meraih keringat makin mengucur
deras. Tiba- Yok Lan teringat sesuatu.
"Liong koko, manakah mangkuk kumala hijau yang
tempo hari Liong-li locianpwe memberikan kepadamu itu ?"
tanyanya.
Walaupun tak tahu apa maksudnya, tetapi Gin Liongpun
segera mengambil keluar benda itu dan menyerahkan
kepada Yok Lan, Yok Lan memeriksa mangkuk itu. Sebuah
mangkuk batu kumala hijau yang memancarkan beribu
sinar, jelas mangkuk itu sebuah benda pusaka yang jarang
terdapat di dunia.
Kemudian dara itu suruh Giu Liong mengambilkan air.
Gin Liong menurut, setelah mengambil air lalu dituangkan
kedalam mangkuk kumala itu.
"Lan-moay, apakah maksudmu ?" tanya Gin Liong.
"Bukankah tempo hari Liong-li locianpwe juga memberi
minum aku katak-salju direndam air ?" balas Yok Lan.
"Ya, karena saat itu masih punya..." belum sempat Gin
Liong mengatakan "katak-salju", tiba2 air dalam mangkuk
itu mendidih dan mengeluarkan busa kecil2 lalu berobah
warnanya seperti susu.
Gin Liong terbeliak lalu bergegas menyuruh Yok Lan
segera meminumkan air itu kepada Li Kun. Yok Lanpun
segera minta Li Kun minum air dalam mangkuk kumala
itu, Tanpa ragu2 jelita itupun terus meminumnya.
Bermula ia kira air itu hanya dari pil atau obat pemunah
racun tetapi demi melihat wajah Yok Lan dan Gin Liong
begitu tegang, iapun lantas meminumnya sampai habis.
Serentak ia rasakan badannya makin dingin, Kepalanya
yang peningpun makin jernih, kesadaran pikirannya makin
terang.
Bermula Gin Liong masih cemas dan menanyakan
bagaimana perasaan Li Kun saat itu. Si jelita terus duduk
dan berseru : "Ah. sungguh obat dewa yang mujarab sekali,
Bukan saja hawa panas telah hilang, pun tubuhku serasa
segar sekali."
Mendengar itu Yok Lan tercengang, serunya:
"Aneh, tempo hari sehabis minum, badanku terasa panas
sekali, pikiranku kabur dan mataku ngantuk sekali dan terus
tidur sampai hampir dua jam, Tetapi mengapa keadaan taci
Kun berlawanan dengan aku..."
"Karena air itu direndam dengan katak-salju," Gin Liong
menjelaskan.
"Katak-salju"?" teriak Yok Lan, "mana binatang itu!"
"Kumakan !" sahut Gin Liong,
"Bagaimana engkau dapat memakannya ?" Gin Liong
segera menceritakan tentang peristiwa dilereng gunung
Hwe-sian-hong dulu.
Mendengar itu, Li Kun berkata: "Oh, itulah sebabnya
mengapa engkau mampu memukul mundur sam-ko.
Memang toako saat itu sudah menduga kalau engkau tentu
mendapat suatu penemuan yang luar biasa. Seorang
pemuda seumurmu, tak mungkin dapat memiliki tenaga
yang sedemikian saktinya."
Demikian ketiganya lalu makan, Setelah itu, pak tuapun
menyiapkan kuda mereka. Nenek tua dan gadisnyapun
berada di halaman, singkatnya Gin Liong bertiga segera
melanjutkan perjalanan lagi.
Menjelang tengah hari mereka tiba disebuah kota sebelah
timur dan kecermatan Ki-he-koan. Mereka mencari rumah
makan besar yang mempunyai tempat untuk kuda. Setelah
jongos menyambut kuda, merekapun lalu masuk.
Tak banyak tetamu di rumah makan itu. Kebanyakan
mereka hanya pedagang2 biasa, jarang tetamu orang
persilatan Gin Liong bertiga duduk di meja yang dekat
dengan jendela. Dari situ mereka dapat melihat di jalanan.
Ketika Yok Lan memandang keluar, ternyata dimuka
rumah makan itu juga sebuah rumah makan. Dan pada
meja dekat jendela ia melihat empat orang imam tua
berjubah kelabu, Yang ditengah seorang imam berumur 50
an tahun, rambutnya sudah menjunjung uban, alis gundul,
muka bopeng, sikapnya gelisah dan matanya memandang
kearah tempat Yok Lan bertiga.
Sedang ketiga imam yang lain masih sibuk membuat
perhitungan rekeningnya. Rupanya mereka bergegas
hendak meninggalkan rumah makan itu.
Yok Lan curiga lalu membisiki suko dan Li Kun:
"Cobalah kalian lihat, imam tua yang duduk di rumah
makan sebelah muka itu !"
Ketika Gin Liong dan Li Kun memandang keluar
jendela ternyata keempat imam itu sudah turun dari loteng.
"Lan-moay, apakah engkau anggap mereka
mencurigakan ?" tanya Li Kun.
Sambil memandang Gin Liong, Yok Lan bertanya:
"Apakah bukan imam tua Hian Leng dari partai Kiong-laypay
?"
"Mungkin" kata Gin Liong.
"Taci Kun, mengapa kalian kenal mereka ?" tanya Yok
Lan.
Li Kun segera menceritakan peristiwa di gunung Hoksan
dimana mereka telah berjumpa dengan imam itu.
Demikian setelah selesai makan mereka bertigapun
segera melanjutkan perjalanan lagi, Dengan adanya imam
yang mencurigakan itu, mereka pun berlaku hati2.
Dengan ketiga ekor kuda yang pesat larinya, dalam
beberapa waktu saja mereka sudah mencapai 10-an li.
Disitu terdapat sebuah gunung yang hanya berpuncak satu
dan luasnya tak sampai sepuluh li.
Mereka berkuda disepanjang kaki gunung itu. Tak
berapa lama mereka melihat disebelah muka sebuah
bangunan yang merah gentengnya.
Gin Liong menghela napas dan berkata seorang diri:
"Walaupun tak tinggi tetapi gunung tentu indah
pemandangannya. walaupun tak dalam, telaga tentu ada
raganya. Membangun biara di gunung ini, setiap hari
membaca kitab suci, pikiran akan jernih, hatin pun
mendapat penerangan. Tentu tak sukar akan mendapat
kesucian dan jalan mencapai kedewaan."
Mendengar itu wajah Yok Lan serentak berobah dan
berpaling memandang sukonya dengan pandang rawan.
Juga Li Kun terkejut, matanya berlinang-linang hendak
menitikkan airmata, ia mempunyai perasaan bahwa Gin
Liong sudah jemu akan dunia yang penuh lumpur kedosaan
ini. Diam2 iapun ber janji dalam hati, Apabila Gin Liong
benar hendak masuk menjadi murid biara, iapun akan
mencari sebuah biara yang sunyi dan menjadi rahib.
Saat itu mereka tiba di muka gunung, Ternyata gunung
itu walaupun tak berapa tinggi tetapi puncaknya tak kurang
dari seratusan tombak luasnya. Gunung penuh dengan
hutan pohon siong, Biara itupun sudah terlihat pintunya.
Memandang kemuka, lebih kurang setengah li jauhnya
tampak tiga orang tegak berjajar menghadang jalan.
Ketika memandang dengan seksama Gin Liong tertawa
dingin.
Yok Lanpun tahu bahwa yang di tengah itu adalah imam
tua bermuka bopeng yang berada di rumah makan tadi,
demikian pula yang dua. Tetapi yang seorang lagi ia belum
tahu.
Gin Liong bertiga hentikan kudanya pada jarak lima
tombak dari rombongan imam itu dan berseru: "Totiang
bertiga, mengapa tiada sebab apa2 menghadang jalan kami
?"
Imam tua bermuka bopeng itu memang Hian Leng loto,
segera ia menyahut: "Pinto Hian Leng telah menerima
perintah dari kepala biara Ki-he-kwan, Tiau Ing totiang
untuk menunggu tempat ini. Harap siau-sicu bertiga suka
singgah minumteh ke dalam biara."
Karena ingin cepat2 melanjutkan perjalanan, Gin Liong
segera memberi hormat: "Aku masih mempunyai urusan
penting, tak berani membuang waktu. Harap lotiang bertiga
suku menyampaikan terima kasih kami kepada kepala biara
Ki-he-kwan atas kebaikannya".
Hian Leng totiang tertawa: "Walaupun bagaimana
penting urusan sicu, namun kalau hanya berhenti sebentar
untuk minum teh, tentu tak akan menghambat perjalanan
sicu. Apalagi sicu bertiga menaiki kuda yang hebat, dalam
waktu singkat tentu dapat mencapai kota Ki-he-koan Tua
Ing totiang sudah lama mendengar sicu memiliki
kepandaian yang tinggi dan ilmu pedang yang tiada
tandingannya."
Li Kun tahu bahwa Hian Leng totiang hendak mengulur
waktu saja, maka iapun marah dan terus membentak :
"Tutup mulutmu"
Cepat ia mencabut pedang dan mendamprat pula: "Jelas
hendak menuntut balas pada peristiwa di lembah gunung
Hok san, mengapa pakai alasan suruh singgah ke dalam
biara. Kalau mempunyai kepandaian lekaslah engkau cabut
pedangmu, tak usah banyak bicara. Kalau merasa tak punya
kepandaian lebih baik kalian menyingkir jika masih ribut,
pedang Pek-soang-kiam ditanganku ini akan mengantar
jiwa kalian ke akhirat."
Mendengar nama pedang Pek-soang-kiam atau pedang
Salju-putih, berobahlah wajah Hian Leng seketika, ia tak
sangka bahwa nona jelita itu ternyata murid dari rahib tua
Liong San loni.
Gin Liong dan Yok Lanpun baru tahu kalau Li Kun
mempunyai pedang yang disebut Pek-soang kiam. Menilik
wajah Hian Leng berubah pucat, jelas pedang itu tentu
sebuah pedang pusaka yang hebat.
Imam Kong Beng dan Ceng Beng yang berdiri disisi
Hian Leng, sudah pucat,Matanya memandang kearah biara
Ka-hian-kwan di lereng gunung.
Hian Leng tertawa mengekeh.
"Heh... heh, kalian budak2 kecil berani membunuh dua
orang tianglo kami. Dendam itu tidak mungkin kami
maafkan. walaupun kepandaianku rendah, tapi aku tetap
hendak mengadu jiwa dengan kalian. Demikian pula kepala
dari biara Ki-he-kwan itu adalah sahabatku yang tak akan
memberi jalan kepada kalian."
Habis berkata ia terus mencabut pedang, Melihat itu Li
Kun makin marah, teriaknya:
"Aku tak mempunyai waktu untuk meladeni kalian,
Ayoh, majulah saja tiga orang serempak."
Mendengar itu Hian Leng tertawa nyaring. Sebaliknya
imam Ceng Beng dan Kong Beng makin pucat. Tetapi
karena Hian Leng sudah mengeluarkan pedang, terpaksa
kedua imam itupun mencabut pedangnya.
"Kalau kalian tak lekas menyerang, akulah yang akan
menyerang" seru Li Kun, seraya loncat turun dari kuda
terus dengan jurus Yan-swat-hui-hwa atau Salju-berlebarbunga-
berhamburan, menyerangHian Leng.
Kong Beng dan Ceng Beng membentak dan menyerang
dari kanan kiri, Sedang Hian Lengpun segera bergerak
maju.
Yok Laupun sudah loncat turun dari kuda, ia terkejut
karena ketiga imam itu benar2 maju bertiga, Berpaling ke
belakang dilihatnya Gin Liong masih tetap duduk diatas
kudanya.
Li Kun mendengus, ia segera mainkan jurus Ce-gwatkiau
hui atau Bulan-bintang-beradu-cahaya, berpencar
menyongsong Kong Beng dan Ceng Beng. Karena tahu
akan kelihayan pedang si jelita. kedua imam itupun
menyurut mundur lima langkah.
Saat itu pedang Hian Leng lotopun sudah tiba di muka
Li Kun, Ternyata serangan pada kedua imam tadi hanya
suatu gerak kosong untuk memikat Hian Leng, Selekas
Hian Leng benar2 menyerang, Li Kun berteriak nyaring,
menengadahkan tubuh dan secepat kilat pedang segera
diganti dengan jurus It-cut-keng-thian atau Sebatang-tiangmenyanggah-
langit.
Rupanya Hian Leng memang benar2 hendak mengadu
jiwa, Dia tak mau meroboh jurusnya, Tring, pedangnyapun
segera terpapas kutung, Tetapi sedikitpun imam tua itu tak
terkejut. Bahkan dengan meraung keras, tangannya
mengendap kebawah dan tusukkan kutungan pedang ke
perut sinona.
Dalam pada itu Kong Beng dan Ceng Beng tadipun
serempak membacok kedua bahu Li Kun, diserang dari tiga
jurusan itu, keadaan Li Kun memang berbahaya.
Gin Liong membentak keras terus loncat dari kuda,
sedang Yok Lanpun loncat menerjang.
Tiba2 Li Kun melengking keras. Tubuh condong ke
muka, menahan pedang kutung lawan dengan pedangnya
lalu dengan meminjam tenaga benturan itu, ia enjot
tubuhnya berjumpalitan kebelakang.
Gin Liong terkejut dan hentikan gerakannya Demikian
pula Yok Lan.
Karena penghindaran yang luar biasa dari Li Kun itu
maka bacokan Kong Beng dan Ceng Beng mengenai angin
kosong ,Tetapi Hian Leng tetap tak berhenti, dengan kalap
ia tetap menusuk kemuka. Sudah tentu kedua kawannya
menjerit kaget dan menangkis.
"Tring . ." mereka bertiga saling berhantam pedang
sendiri, Dan karena sama-2 menggunakan kekuatan,
benturan itu menyebabkan mata mereka berkunang-2. Dan
karena takut kalau Li Kun menyerang, cepat mereka
berputar diri lalu membolang-balingkan pedang kekanan
kiri.
Tiba2 pada saat itu dari lereng gunung terdengar sebuah
suitan nyaring, Mendengar itu semangat ketiga imam itu
bangun kembali.
Gin Liongpun memandang kearah gunung, Tampak
sesosok bayangan berlari secepat terbang menuruni gunung,
Ternyata yang datang itu seorang imam tua yang
rambutnya putih mengenakan jubah kelabu, punggungnya
menyanggul sebatang pedang.
Gin Liong cepat menduga bahwa imam itu tentulah
imam Tiau Ing, kepala dari biara Ki-he-kwan.
Pada saat imam Tiau Ing tiba di kaki gunung, dari arah
biara itupun segera muncul berpuluh imam jubah kelabu.
Saat itu Tiau Ing sudah melayang tiba di tengah Hian
Leng, Lebih dulu ia memandang muka muka Hian Leng
yang bengap karena saling bentur dengan kawannya sendiri
tadi.
"Kwan-cu", segera imam Hian Leng memberi
keterangan, "yang membunuh kedua tianglo dari
perguruanku tempo hari, ialah budak itu." ia menuding Gin
Liong yang berdiri diapit oleh dua nona.
Sejenak memandang Gin Liong bertiga, imam Tiau Ing
itu tertawa nyaring lalu berseru lantang:
"Kukira seorang manusia yang berkepala tiga berlengan
enam kiranya hanya seorang budak yang belum hilang bau
pupuknya."
Nadanya congkak sekali seolah tak memandang mata
kepada Gin Liong yang dapat merubuhkan dua orang
tianglo partai Kiong-lay-pay. Dengan sikapnya itu, orang
menduga ia tentu memiliki kepandaian yang sakti.
Gin Liong kerutkan alis dan tertawa dingin: "Sebagai
kepala dari biara Ki-he-kwan, lotiang tentulah seorang
imam yang berilmu tinggi dan dapat membedakan
kejahatan dan kebaikan, salah dan benar. Melanggar
pantangan bagi kaum imam yakni temaha, congkak,
bohong."
Imam Tiau Ing cepat tertawa menukas.
"Budak yang tak kenal tingginya langit dalamnya lautan,
berani benar engkau menilai diriku!"
Li Kun tak sabar lagi. Tanpa menunggu imam itu
menyelesaikan kata2nya, ia terus tampil ke muka dan
menggeram, "Karena engkau memang seorang imam yang
tak mengerti nalar dan tak kenal sifat manusia, mengapa
banyak mulut. Lekas cabut pedangmu agar jangan banyak
pejalan yang keburu datang di tempat ini"
Imam tua Tiau Ing melihat bahwa di sekeliling tempat
itu memang telah banyak pejalan-2. Anak buah biara Ki-hekwanpun
juga banyak yang datang, ia tertawa makin
angkuh.
"Sudah berpuluh tahun aku tak pernah menggunakan
pedangku Untuk melayani seorang budak perempuan
seperti dirimu, mengapa aku perlu memakai senjata"
Li Kun tak mau banyak bicara lagi. ia terus maju
menyerang Cepat dan dahsyat, dengan tertawa gelak2. Tiau
Ing kebutkan lengan jubah seraya menghindar ke samping.
Li Kun tertawa dingin. ia robah jurus ilmu pedangnya
dengan jurus Pok-coh-hun-coa atau Memukul-rumputmencari-
ular, segulung sinar pedang segera berhamburan
menimpah lawan.
Baru kaki tegak, pedang sudah memburunya lagi, benar-
2 membuat imam tua itu terkejut.
Dengan membentak keras, ia menyurut mundur tiga
langkah, kemudian maju lagi merebut senjata lawan dengan
ilmu Gong jiu-peh-jiu atau dengan tangan kosong merebut
senjata.
Li Kun mendengus geram. Setelah menyalurkan tenagadalam
ke pedang, ia berturut-turut menyerang tiga kali.
Selama ini belum pernah kepala biara Ki-he-kwan itu
menyaksikan suatu ilmu pedang yang sedemikian hebatnya.
Apabila ia tak menguasai ilmu pedang dan pukulan,
mungkin saat itu perutnya sudah pecah berhamburan.
Tetapi Li Kun sendiri juga terkejut ketika tiga kali
serangannya itu musuh dapat menghindarnya, tak berani
memandang rendah lagi.
Juga Gin Liong yang terus memperhatikan pertempuran
itu, diapun juga terkejut melihat kepandaian ketua biara Ki
he-kwan itu. hanya dengan tangan kosong ia mampu
melayani serangan pedang Li Kun.
Sedangkan Yok Lan hanya tegak dengan cemas, ia kuatir
kalau imam itu menggunakan pedang, kemungkinan Li
Kun tentu kalah.
Bertempuran berjalan makin seru, bayangan pukulan
sederas hujan mencurah, sinar pedang bagaikan kilat
menyambar, walaupun dengan tangan kosong tetapi
tamparan lengan jubah Tiau Ing itu seperti gelombang
mendampar, secepat angin melanda.
Li Kunpun tak kurang gesitnya, ia berencana dengan
tangkap selincah burung sikalam Makin lama makin gagah
sehingga sukar untuk mengenali kedua orang itu.
Diam2 Yok Lan menimang bahwa setelah menghadapi
kelima imam, seharusnya beristirahat dulu, Diam2 ia
memutuskan untuk menggantikannya.
Setelah mengambil keputusan, diam2 ia segera
menghafalkan beberapa jurus ilmu pedang ajaran Hun Hu
siantiang. Setelah itu baru berseru: "Taci Kun, harap
beristirahat dulu, Biarlah aku yang menggantikan."
Sehabis berkata dengan gerak laksana burung hong, ia
melayang ke muka.
"Lan-moay, kembalilah . . .." Gin Liong berseru kaget.
Tetapi serempak dengan itu Hian Leng loto sudah
merebut pedang imam Kong Beng dan terus menerjang Yok
Lan. Nona itupun hentikan gerakannya, balikkan tangan
dan tusukkan ujung pedangnya ke batang pedang Hian
Leng.
Hian Leng mengerang tertahan karena pedangnya tersiak
ke samping. Secepat itu pula Yok Lan meneruskan
membacok siku lengan kanan lawan.
Hian Leng menjerit kaget, ia lepaskan pedang dan loncat
mundur, keringatnya bercucuran deras.
Setelah mengundurkan Hian Leng, Yok Lan-pun
lanjutkan gerakannya menerjang imam Tiau Ing. Melihat
kedatangannya, Tiau Ing tertawa gelak2.
"Ha, ha, bagus, aku hendak menguji sampai mana
kepandaian ilmu pedangmu !" serunya, ia tinggalkan Li
Kun dan lari menyongsong Yok Lan. juga seperti
menghadapi Li Kun, imam itu tetap menggunakan kibasan
lengan jubahnya.
Li Kun marah, dengan memekik nyaring ia hendak
menerjang lagi. tetapi saat itu Yok Lan malah
menghentikan permainan pedangnya, imam Tiau Ing
tertawa dingin, kedua tangannya menampar dengan cepat
kearah lengan dan bahu dara itu.
Gin Liong dan Li Kun terkejut. Keduanya serempak
menjerit kaget.
Melihat si dara tak menangkis pun tak meng hindar,
dengan mendegus geram Tiau Ing lanjutkan kedua
tangannya menjadi suatu pukulan yang sungguh2.
Dalam detik2 yang berbahaya itu, tiba2 Yok Lan
gerakkan pedang menusuk tenggorokan si imam.
Kecepatannya bagaikan kilat menyambar.
Tiau Ing terkejut sekali, Dengan gopoh ia kebutkan
lengan jubah seraya menyurut mundur. Tetapi Yok Lan tak
mau memberi kelonggaran lagi, ia loncat maju dan
menabas, cres . . . . lengan baju kepala biara Ki-he-kwan
seketika terpapas kutung.
Yok Lan hentikan serangannya dan berdiri tegak. Saat
itu baru Gin Liong dan Li Kun mengakui bahwa apa yang
diagungkan orang persilatan bahwa ilmu pedang Hun Hu
siantiang itu merajai dunia persilatan memang bukan suatu
pujian kosong.
Dua buah gerakan Yok Lan tadi, menunjukkan suatu
jurus ilmu pedang yang luar biasa, penuh perobahan yang
tak terduga, tenang laksana air telaga, cepat laksana kilat
menyambar, lincah bagai ular terkejut, ringan bagai daun
kering gugur di tanah. Sungguh suatu ilmu pedang yang
jarang terdapat didunia persilatan.
Hian Leng dan berpuluh anak murid biara Ki he-kwan,
terlongong-longong heran. Diam-2 mereka menggigil dalam
hati. Kepala biara Ki-he-kwan memiliki ilmu permainan
pedang dan pukulan yang hebat, jarang orang dapat
menandinginya.
Tetapi menghadapi seorang dara baju putih yang tak
terkenal, kepala biara itu dipaksa harus mengucurkan
keringat dingin.
Diantara orang2 yang berkerumun di jalan itu terdapat
juga orang2 persilatan. Tanpa disadari mereka berteriak
memuji.
Ketika imam Tiau Ing berdiri dan melihat jubahnya
terbabat rompal, seketika wajahnya membesi, jenggotnya
sampai gemetaran. Sepasang matanya memandang Yok
Lan dengan pandangan kejut keheranan.
Sesaat mendengar sorak sorai orang yang menyaksikan
pertempuran itu, Tiau Ing makin merah padam mukanya,
serentak ia menengadahkan kepala dan tertawa nyaring lalu
berseru dengan congkak.
"Selama aku menggunakan pedang, jarang aku bertemu
dengan orang yang mampu menandingi. Sejak berpuluh
tahun, tiada seorang yang mampu melayani pedangku
sampai sepuluh jurus."
Habis berkata ia memandang Gin Liong bertiga dan
berseru nyaring: "Diantara kalian bertiga barang siapa
mampu melayani aku sampai satu setengah jurus, kalian
bebas melanjutkan perjalanan..."
"Hm apakah engkau yakin dapat menghalangi kami"
tukas Li Kun yang marah terhadap kesombongan imam tua
itu.
Dengan mata memancar dendam, Tiau Ing memandang
ketiga anak muda itu lalu tertawa dingin. Kemudian
mengangkat tangannya dan tahu2 sudah mencabut pedang
dari bahunya.
Wajah Gin Liong berobah seketika, ia tahu bahwa
pedang imam itu sebuah pedang pusaka, ia meragu,
demikian pula Li Kun.
Tetapi Yok Lan yang sudah gemas segera menantang:
"Totiang sebagai seorang kepala biara, apa yang lotiang
ucapkan tentu dapat kita percaya. Baik, akulah yang akan
menerima pelajaran barang beberapa jurus dari lotiang . . ."
ia tersenyum-senyum sambil siapkan pedang, menunggu
serangan.
Kepala biara Ki-he-kwan sudah berpuluh tahun
meyakinkan ilmu pedang, Melihat sikap dara itu, seketika
berubah wajahnya. Dilihatnya dara itu mencekal pedang
lurus kemuka, semangat dan hawa murni telah dipusatkan
satu.
Kesemuanya itu merupakan sikap dari ilmu pedang
tingkat tinggi, Benar2 imam itu tak habis mengerti mengapa
dalam dunia persilatan telah muncul seorang dara yang
memiliki ilmu pedang sedemikian saktinya.
Diam-2 imam Tiau Ing mengeluh dalam hati karena
hilang kepercayaan pada dirinya, adakah ia mampu
memenangkan dara itu. seketika terlintas suatu pemikiran
dalam benaknya, ia tertawa gelak2, serunya:
"Jangan kuatir nona, pintu tak nanti menelan kata2 pinto
lagi. Asal engkau mampu melayani sampai sepuluh jurus,
pintu tentu akan melepaskan kalian bertiga."
Diam2 Yok Lan sudah dapat membaca isi hati lawan,
jika tadi imam itu mengatakan hanya satu setengah jurus,
sekarang dia menghendaki sepuluh jurus, tetapi sebagai
seorang dara yang masih berdarah panas, Yok Lan pun tak
menyangkal.
"Baiklah, janji telah kita sepakati, silahkan lotiang segera
mulai !"
Tiau Ing tertawa gelak, serunya: "Pinto sudah berumur
80 tahun. rambut sudah putih semua, sudah tentu tak layak
untuk menyerang lebih dulu, Engkaulah yang menyerang
lebih dulu !"
Walaupun nadanya tenang tapi wajah imam itu memang
tegang, kerut kesombongannya sudah tak terlihat lagi.
Mendengar Tiau Ing bermula menyebut diri sebagai
kwan-cu atau kepala biara kemudian turun dalam sebutan
pinto, tahulah Gin Liong dan Li Kun bahwa imam itu
sudah terdesak dalam keadaan sulit, ibarat orang naik di
punggung harimau.
Bahwa dalam sekali gebrak saja, dara baju putih itu
sudah dapat mengalahkan Hian Leng, tahulah Gin Liong
bahwa imam Tiau Ing itu sudah tak mempunyai harapan
untuk menang, ia hanya berharap tidak sampai kalah saja.
Yok Lan yang cerdas, cepat dapat mengetahui isi hati
kepala biara Ki he-kwan itu. ia tertawa hambar, sebelah
mengiakan ia terus taburkan pedangnya dalam jurus burung
hong-keluar-sarang. Dua sinar pedang sekali berhambur
mengarah kedua bahu Tiau Ing.
Kepala biara Ki-he-kwan itu menyadari bahwa hal itu ia
berhadapan dengan seorang lawan yang tangguh, ia tak
berani memandang rendah lagi, Diam2 ia segera kerahkan
tenaga-dalam kelengannya lalu mengalir ke batang pedang.
Dengan mengandalkan pedang pusakanya ia hendak
coba merebut kemenangan.
Selekas Yok Lan menyerang kedua bahunya, Tiau Ing
lalu gunakan jurus Hun-hoa-hud-liu untuk membabat
pedang dara itu.
Yok Lan menyaksikan selainkan cepat pun gerakan
pedang imam itu mengandung tenaga dalam yang kuat
sekali, Mau tak mau, iapun harus berhati-hati untuk
menghadapinya.
Berputar tubuh dan mengisar langkah, ia endapkan
pedang dan menabas pinggang lawan. Melihat dua buah
jurus yang dimainkan dara itu merupakan jurus biasa,
semangat Tiau Ing bangkit kembali, demikian pula dengan
kesombongannya-pun timbul.
Dengan membentak keras, tiba ia robah gerakan
pedangnya, Dengan ilmu pedang yang dipelajari selama
berpuluh tahun, ia segera melancarkan serangan yang deras
dan dahsyat. Setiap gerakan pedangnya tentu merupakan
serangan maut dan mematikan
Demikian terjadilah suatu pertempuran pedang yang
dahsyat dan mengagumkan Deru angin dan sinar pedang
yang menyilaukan mata. segera melihat tubuh Yok Lan
dalam lingkaran sinar pedang yang ketat.
Dalam kepungan sinar pedang maut itu, tak hentinya
mulut Yok Lan melengking dan menjerit mengiring
permainan pedangnya untuk menangkis, Beberapa saat
kemudian sinar pedang imam Tiau Ing itupun makin
menyurut sekalian orang yang menyaksikan pertempuran
itu terkejut sekali.
Di lain pihak pedang Yok Lan masih tetap melancar
bagaikan air bengawan yang mengalir tiada hentinya, Setiap
kali tentu terdengar suara mendering ketika ujung pedang
dara itu menutuk batang pedang lawannya.
Pedang kepala biara Ki-he-kwan itu makin lamban
gerakannya, gulungan sinarnyapun makin pudar, sambil
berlincahan ke kanan kiri, ia terus menerus terdesak
mundur Dari menyerang ia berbalik diserang habis-2 an
oleh sidara, sehingga keadaannya pontang panting tak
keruan.
Terdengar desuh dan desah disertai seruan tertahan dari
orang2 yang menyaksikan di tepi jalan Berpuluh-puluh
imam anak buah biara Ki-hian-kwan serempak berobah
pucat wajahnya dan berdebar-debar keras.
Tak kecewa kepala biara Kai-he-kwan itu sebagai
seorang jago pedang yang telah mempelajari ilmu pedang
selama berpuluh tahun walaupun terdesak dan berlincahan
menghindar mundur tetapi dia tetap dapat menutup diri
dengan ketat sedikitpun tak terpengaruh suara hiruk dari
penonton.
Tujuan Yok Lan hanialah menyelesaikan sepuluh jurus
dengan cepat. Tetapi karena lawan telah berganti dengan
sikap bertahan, maka iapun memperlambat serangannya.
Sebagai seorang jago pedang kawakan, sudah tentu
kepala biara Ki-he-kwan itu dapat mengetahui isi hati si
dara, Tetapi ia tak berdaya untuk merobah situasi karena
pedang si dara itu masih tetap melancar dengan ketat. tanpa
memberi kesempatan lawan untuk mengisi lubang
kelemahannya."
Demikian dalam beberapa kejap saja, pertempuran telah
berlangsung sepuluh jurus, Tiba-2 imam Tiau Ing tertawa
gelak2 dan terus loncat mundur sampai dua tombak.
Yok Lanpun hentikan pedangnya.
"Ilmu pedang totiang, benar2 jarang terdapat dalam
dunia, Terima kasih atas pelajaran berharga yang totiang
berikan." seru dara itu.
Puas tertawa, kepala biara Ki-he-kwan itu berseru
nyaring: "Selama berpuluh tahun, baru kali ini pinto
bertemu dengan orang yang mampu melayani pedang pinto
sampai sepuluh jurus."
Yok Lan geli dalam hati. Imam tua itu masih besar
mulut, tak menyadari bahwa sesungguhnya ia memang tak
mau menyerang lebih dahsyat lagi.
Kepala biara Ki-he-kwan berputar tubuh dan berseru
kepada anak buahnya: "Beri jalan dan pulang ke biara."
Selekas menyimpan pedang tanpa menunggu
penyahutan Yok Lan lagi, imam itu terus kebutkan lengan
jubah dan terbang lari ke lereng gunung.
Karena pemimpinnya sudah pergi, kawanan imam
itupun segera berbondong-bondong lari mengikuti.
Karena gelagatnya jelek, Hian Leng, Kong Beng dan
Ceng Beng ketiga imampun ikut rombongan mereka.
Yok Lanpun cepat mengajak Gin Liong dan Li Kun:
"Mari kita lekas pergi, orang2 berbondong-bondong
kemari."
Gin Liong dan Li Kun tertawa.
"Mereka sudah bubar, yang dari utara menuju ke selatan,
yang dari selatan menuju ke utara, Apabila lewat disini.
merekapun hanya ingin memandangmu sejenak." kata Li
Kun tertawa.
Demikian mereka bertiga segera naik kudanya pula, Saat
itu matahari sudah mulai condong ke barat, Diam-2 Gin
Liong berkata dalam hati: "Ah, mungkin akan terjadi
sesuatu lagi."
Berpaling ke belakang dilihat Li Kun berkuda di
belakang tetapi ketika memandang ke belakang lagi, ia
terkejut.
Di belakang ketiga ekor kuda mereka, tak berapa jauh
jaraknya, tampak seorang rahib menunggang seekor kuda
putih kembang. Rahib itu masih muda dan berparas cantik,
Usianya diantara dua-puluh empat - dua-puluh lima tahun,
mukanya berbentuk seperti buah tho kulit putih halus, alis
melengkung rebah seperti bulan tanggal satu, mata jeli
bersinar bening, bibir merekah merah, hidung mancung,
mulut mengulum senyum madu, menimbulkan kesan yang
memikat hati.
Rambutnya yang dikonde keatas menurut seorang rahib,
berhias dengan sebuah tusuk kundai kumala, jubahnya
berwarna kuning susu, mengenakan pakaian luar warna
jambon. Bahu menyanggul sebatang hud-tim atau kebut
pertapaan. Ia memandang Gin Liong lekat2.
Tergetar hati Gin Liong ketika beradu pandang dengan
rahib muda itu. Wajahnya bertebar merah, Buru2 ia
tenangkan hati dan berkata kepada Li Kun.
"Taci Kun, hari sudah gelap, mari kita percepat
perjalanan."
Mereka bertiga segera mencongklangkan kuda lebih
pesat. Tetapi rahib itu masih tetap mengikuti
Tiba2 Gin Liong membaui tebaran angin yang
membawa bau harum yang aneh. Li Kun yang pertama
dapat mencium bau aneh itu,ia mendengus dan deliki mata
kepada rahib itu.
Sejak tadi Yok Lan tak memperhatikan soal rahib itu,
Ketika mendengar Li Kun mendengus geram, barulah ia
melihat rahib yang terus menerus memandang Gin Liong
itu.
Entah bagaimana hati Gin Liong makin berdebar keras,
ia tak berani memandang rahib itu lagi. Li Kun heran
melihat kegelisahan Gin Liong, Demikian pula Yok Lan.
Diam-2 Yok Lan menilai rahib itu. Seorang rahib itu
seorang biarawan yang sudah mensucikan diri.
Mengenakan pakaian warna yang begitu menyolok
sudahlah tidak pantas, Begitu pula naik seekor kuda yang
begitu tegar, ia mendapat kesan bahwa rahib itu tentu
seorang murid agama yang murtad.
"Taci Kun, mari kita cepatkan kuda !" karena muak, Yok
Lan segera mengajak Li Kun. Li Kun kembali mendengus
geram lalu melarikan kudanya.
Rahib itu memandang Li Kun lalu tertawa dingin,
walaupun mendengar, tetapi Li Kun dan Yok Lan tak ambil
peduli. Demi melanjutkan perjalanan keduanya tak mau
cari urusan.
Gin Liong tak mau melihat rahib itu, pun tak mau
memandang Li Kun, ia segera memacu kudanya.
Tiba2 rahib muda itu tertawa, serunya: "Siau-siangkong,
setelah mempunyai kawan perjalanan dua nona cantik, lalu
tak kenal lagi padaku?"
Mendengar itu Gin Liong tertegun. juga Yok Lan
terkesiap, Hanya Li Kun yang tak dapat menahan
kemarahannya lalu mendampratnya. "Sungguh tak tahu
malu, siapa yang kenal padamu ?"
Rahib cantik itupun berobah wajahnya dan menjawab
dengan nada dingin: "Entah siapa yang tak punya malu,
hm, tak tahu diri."
Sudah tentu Li Kun merah padam mukanya. Dengan
menjerit keras ia segera mencabut pedang Pek song-kiam.
Rupanya rahib cantik itu juga marah, serunya: "Hm,
kalau tak diberi sedikit pelajaran, engkau tentu belum kenal
kelihayanku " Habis berkata ia terus terjangkan kudanya
kemuka.
Orang-2 dijalan yang sudah terlanjur bubar memang
terus pergi. Tetapi yang belum berapa jauh, kembali lagi
untuk melihat ramai-ramai.
Melihat rahib itu melarikan kuda kearahnya, Li Kun
hentikan kuda, lintangkan pedang untuk menunggu.
Selekas tiba, rahib cantik itu segera mencabut hud-tim
lalu ditampar kearah dada Li Kun.
Li Kun benar2 marah terhadap tingkah rahib itu. Kuda
putih dikisarkan menghindar kesamping lalu diputar
kebelakang kuda si rahib, dengan diantar teriakan
melengking, ia balas menusuk rahib itu.
Rahib itu terkejut sehingga ia loncatkan kuda kemuka.
Kuda putih yang bernama si Putih milik Li Kun itu
memang seekor kuda yang tegar, ditambah pula Li Kun
mahir mengendarainya, Cepat ia pun memacu kudanya
memburu kemuka. Dengan jurus Pek hun kian jit atau
Menyingkap-awan-memandang-matahari, ia membabat
pinggang rahib itu.
Ketika berpaling terkejutlah rahib itu, Dengan
melengking keras ia ayun tubuhnya loncat dari kudanya
dan melayang ketempat kerumunan orang2 yang
menonton. Karena orang2 itu berjumlah banyak, Li Kun
tak leluasa mengejar, ia hentikan kuda dan mendamprat:
"Cis, tak tahu malu, tak pegang kesucian . . ."
Ternyata rahib cantik itu masih berada ditengah orang
banyak, Dengan santai ia menukas kata Li Kun:
"Perempuan hina, pada suatu hari engkau pasti akan kenal
keliehayan Biau Biau sian-kho tunggu saja !"
Saat itu Yok Lan menghampiri dan meminta Li Kun tak
usah meladeni rahib semacam itu, sedangkan Gin Liong
menganggap rahib itu tentu kurang waras pikirannya. Kalau
tidak masakan memanggil-manggil orang lelaki.
Demikian mereka bertiga segera melanjutkan perjalanan
lagi.
"Adik Liong, apakah rahib itu benar2 kenal padamu ?"
tanya Li Kun.
"Eh, jangan omong sembarangan aku tak pernah
melihatnya," kata Gin Liong.
"Mengapa dia tahu engkau orang she Siau ?" Gin Liong
kerutkan dahi : "Ya, aneh, mengapa dia tahu she-ku ?"
Melihat sikap Gin Liong yang heran sendiri, Li Kunpun
tak mau mendesak lebih lanjut.
Dengan cepat mereka melalui tiga buah kota. Walaupun
ketiga ekor kuda mereka sudah basah kuyup dengan
keringat tetapi kecepatan larinya masih tak berkurang.
Saat itu matahari sudah tenggelam di sebelah berat.
Kabut malam mulai bertebar, jauh disebelah muka samar2
tampak pintu kota Lay- yang-koan.
"Taci Kun, lebih baik. kita ambil jalan besar saja, Kalau
mengambil jalan mengitar tentulah akan kehilangan jejak
Liong-li locianpwe."
Kedua nona itu setuju. Begitu mereka segera menuju ke
kota Lay-yang-koan. Empat buah lentera besar tergantung
pada pintu kota.
Memang Lay-yang-koan sebuah kota yang besar dan
ramai. Tiba dipintu utara, tampak prajurit penjaga pintu
siap dengan senjatanya.
Gin Liong bertiga turun dari kuda dan masuk kedalam
pintu, Melihat ketiga anak muda itu mengenakan pakaian
orang persilatan dan menyanggul pedang, segera penjaga itu
tahu kalau mereka tentu berasal dari daerah Kwan-gwa atau
luar perbatasan.
Demikian Gin Liong dan kedua kawannya terus masuk
ke dalam kota, Kota itu memang benar2 ramai, penuh
dengan toko2 dan orang2 yang berjalan memenuhi
sepanjang jalan. Kehidupan malam, tampak meriah.
"Siau siauhiap !" tiba2 terdengar seruan seseorang.
Li Kun dan Yok Lan terkejut lalu hentikan kuda dan
berpaling kearah suara itu. Diantara kerumun orang,
tampak seorang nona baju hijau tengah melambaikan
tangan ke arah Gin Liong.
Usia nona itu baru diantara enam belas-tujuh belas
berwajah cantik dan masih bersikap seperti kanak2.
Melihat Gin Liong terkejut tetapi tak menyahut, dara itu
berseru pula dengan kurang senang: "Siau siauhiap, apakah
engkau tak kenal padaku?"
Tak pernah Gin Liong menduga bahwa di kota itu ia
bakal bertemu dengan dara yang nakal, setelah tenangkan
diri ia tertawa:
"O, kiranya nona ik, bagaimana dengan kedua orang tua
nona ?"
Dara itu memang Ik Siu Ngo. Melihat Gin Liong sudah
mengenalinya, ia tertawa. "Mereka juga disini, berada
dirumah penginapan itu" ia menunjuk sebuah hotel di
belakangnya, Kemudian bertanya: "Siau siauhiap, apakah
engkau tak mau ber temu dengan ayah-bundaku? Mamah
tetap teringat kepadamu, ia mengatakan kau nakal tetapi
menyenangkan"
Gin Liongpun teringat akan peristiwa ia bersembunyi
dibalik batu untuk mempermainkan nenek Ban atau ibu dari
Siu Ngo tempo hari, ia pun tertawa geli.
"Nona Ik, sungguh menyesal sekali, karena kami masih
mempunyai urusan penting, terpaksa kami akan
melanjutkan perjalanan. Lain hari kami tentu akan
menemui locianpwe berdua," tiba2 Li Kun menyelutuk.
Gin Liong terkesiap, Terpaksa ia minta maaf kepada Siu
Ngo agar menyampaikan salam dan hormat kepada kedua
orang tuanya."
"Eh, mengapa engkau tak memperkenalkan ke dua nona
yang naik kuda itu kepadaku ?" SiuNgo tertawa.
Gin Liong tertawa, Menunjuk pada Li Kun dan Yok
Lan, ia memperkenalkan : "lnilah nona Tio Li Kun dari
gunung Mo-thian-san. Dan ini adalah sumoayku Ki Yok
Lan"
Kepada kedua nona itu dengan tertawa kekanakan Siau
Ngo memberi hormat Li Kun dan Yok Lanpun balas
menghormat.
"Nona Ik" kata Yok Lan, "kami hendak melanjutkan
perjalanan ke selatan Apabila kalian juga ke selatan, kelak
kita tentu masih banyak kesempatan untuk berjumpa lagi"
Siu Ngo girang: "Baik, kalau begitu kelak kita pasti
berjumpa lagi. sekarang silahkan kalau kalian hendak
melanjutkan perjalanan."
Setelah minta diri, Gin Liong bertiga menuju kepintu
selatan sekeluarnya dari pintu kota itu. mereka tiba
disebuah hutan kecil yang gelap. Sekeliling penjuru sunyi
senyap, Tetapi pada jarak belasan li disebelah muka tampak
cahaya lampu berkelipan. Tentulah sebuah rumah makan.
Karena lapar mereka segera menuju ke tempat itu.
"Kita berhenti di rumah makan ini." kata Yok Lan
setelah tiba di tempat itu. Jongos cepat menyambut kuda
mereka.
Atas pertanyaan Gin Liong jongos menerangkan bahwa
kota ini adalah Lay-yang-koan. Dua belas li disebelah
selatannya adalah kota Lay-hok-tin.
Bertanya pula Gin Liong, apakah dalam beberapa hari
ini pernah kedatangan seorang li-hiap (pendekar wanita)
yang mengenakan mantel merah.
"Tak pernah terdapat lihiap semacam itu yang lalu
disini" menerangkan jongos.
Ternyata rumah makan itu juga sebuah rumah
penginapan Gin Liong menempati sebuah kamar dan Li
Kun berdua dengan Yok Lan sebuah kamar. Selesai makan
malam, merekapun masuk kamar masing2.
Tengah tidur, tiba2 Gin Liong dikejutkan oleh kesiur
angin halus dari kibaran pakaian ia terkejut, cepat turun
dari pembaringan terus membuka jendela dan loncat
kehalaman belakang lalu melayang keatas atap dan
bersembunyi ditempat gelap.
Memandang kesekeliling penjuru, ia melihat sesosok
bayangan kecil sedang berlompatan ke atap deretan kamar
di sebelah muka, Gerak orang itu hampir tak menimbulkan
suara apa2. Gin Liong terkejut atas kelihayan ilmu ginkang
orang itu. ia duga, orang itu tentu mempunyai maksud
tertentu.
Sejenak berhenti tiba2 bayangan itu lari kearah tempat
Gin Liong bersembunyi Sudah tentu Gin Liong kaget,
Buru2 ia menyurut kebalik talang.
Ah, ternyata bayangan itu bukan lain adalah rahib cantik
Biau Biau siankho siang tadi, seketika timbullah rasa muak
dan geram dalam hati Gin Liong.
Sambil berdiri di atas tembok halaman,
Matanya memandang lekat2 pada pintu kamar. Ketika
melihat pintu belum bertutup, wajahnya berseri girang,
Cepat ia melayang turun ke halaman dan sekali loncat ia
sudah berada di muka pintu.
Rahib itu mengintip kedalam kamar, hendak masuk tapi
ragu2. Tetapi akhirnya masuk jugalah ia.
Gin Liongpun cepat melayang turun ke halaman Dari
celah jendela ia mengintai dan melihat Biau Biau sian-kho
menghampiri tempat tidur. Wajahnya penuh memancar
hawa kecabulan
Seketika Gin Liong tahu apa maksud rahib itu. ia hendak
menghajar rahib itu tetapi tiba2 ia teringat akan ikrarnya
ketika di lembah gunung Hoksan, seketika hawa
pembunuhan, pun mengendap.
Tetapi ketika mendapatkan ranjang itu kosong Biau Biau
sian-kho kecewa sekali, wajahnya segera menampil
kemarahan. Cepat ia keluar dan melayang keatas rumah
pada deretan kiri. Gin Liong tetap bersembunyi di balik
talang.
Saat itu Biau Biau sian-kho menggunakan ilmu
bergelantungan kaki dikaitkan pada tiang penglari dan
kepala menjulai kebawah untuk melihat keadaan dalam
kamar itu.
Ternyata rahib cantik itu hendak mencari Gin Liong
tetapi karena tak dapat menemukannya terpaksa
mengangkat tubuh keatas atap lagi Ketika berpaling,
kejutnya bukan alang kepalang, pemuda yang dicarinya itu
ternyata tegak dibelakangnya.
Memang tadi setelah melihat gerak gerik rahib itu,
dengan menggunakan ilmu meringankan tubuh, Gin Liong
loncat di belakang rahib itu.
Karena kejutnya, Piau Biau sian-kho menjerit dan
menyurut mundur, Tetapi alangkah kagetnya ketika
kakinya menginjak angin, ia tahu kalau akan jatuh maka
cepat ia kebutkan lengan baju dan selekas menginjak tanah
ia melayang lagi keatas atap rumah sebelah barat lalu lari.
Saat itu Li Kun dan Yok Lan berhamburan loncat keatas
wuwungan. Melihat Gin Liong memandang kemuka
dengan marah, kedua nona itupun memandang ke muka
juga. Dilihatnya Biau Biau sian-kho sudah melewati dua
deret kamar dan tengah melarikan diri ke arah barat.
Li Kun marah. Cepat ia loncat mengejar, Gin Liong dan
Yok Lan terpaksa menyusul. Tetapi melihat dirinya dikejar,
Biau Biau sian-kho mempercepat larinya, Dalam sekejab
mata sudah tiba di luar kota.
"Liong koko, mengapa engkau tadi tak menghadang
rahib itu ?" seru Yok Lan setengah heran melihat sikap Gin
Liong.
"Tak leluasa bertempur dalam kota, lebih baik
menghajarnya diluar kota." jawab Gin Liong, ia terus
pesatkan larinya mengejar rahib itu.
Tiba2 rahib itu berhenti, melengking dan taburkan
kebutnya ke arah Li Kun yang datang paling dulu, Li Kun
mendengus dingin, ia membabatkan pedangnya kearah
kebut rahib itu.
Melihat tadi Gin Liong tak turun tangan, Biau Biau Siankho
mempunyai tafsiran kalau pemuda im takkan
mencelakainya. Maka besarlah nyalinya, Berputar tubuh ia
menyelinap ke belakang Li Kun dan mengebut lengan nona
itu.
Li Kun sudah terlanjur membenci setengah mati kepada
rahib cabul itu, Dengan tangkas ia segera gunakan jurus
Heng-toan-kiang-ho atau Memotong-sungai-bengawan,
menabas pinggang Biau Biau sian-kho.
Rahib itu menggeliat mundur, kebutnya ditutukkan ke
muka Li Kun, Kembali Li Kun tertawa dingin, Sambil
condongkan kepala kesamping lalu menusuk, cret . .
pakaian bagian bawah dari Biau Biau sian-kho rompal,
Rahib itu menjerit kaget dan menyurut mundur.
Li Kun mengejar, pedangnya secepat kilat menabas
batang leher Biau Biau sian-khi.
"Taci, jangan membunuhnya . . " teriak Gin Liong. Li
Kun terkejut, gerakannyapun agak lambat dan rahib itupun
tundukkan kepala menyurut mundur, Cret . . sanggul
rambut rahib itu terpapas jatuh.
Serasa terbang semangat rahib itu, ia menjerit nyaring
dan lari kearah utara, Gin Liong, Yok Lan dan Li Kun tak
mau mengejar.
"Biau Biau sian-kho, harap engkau dapat merobah
kelakuan dan kembali ke jalan yang benar." seru Gin Liong.
Dari jauh kedengaran rahib itu berseru menjawab: "Hm,
jangan kalian pura2 menjadi orang baik. Pada suatu hari
aku tentu akan mencincang tubuh kalian".
Li Kun menggeram: "Rahib itu memang sudah gelap
pikiran, Lain kali kalau bertemu lagi, aku tak mau
mengampuninya."
Saat itu sudah lewat tengah malam. Lonceng genta di
kota berbunyi tiga kali, Tiba2 dari arah barat laut terdengar
derap kuda berlari cepat sekali dan tak berapa lama samar2
tampak empat sosok bayangan hitam lari mendatangi.
"Tengah malam berkuda melintasi hutan, tentulah
kawanan orang persilatan, Lebih baik kita bersembunyi."
kata Li Kun.
Ternyata keempat kuda itu memang sangat cepat sekali,
Dalam beberapa kejab, mereka sudah tiba pada jarak
puluhan tombak.
Gin Liong memandang ke sekeliling. Sepuluh tombak
disekeliling tempat itu tiada tempat untuk menyembunyikan
diri. Selagi ia masih meragu, keempat penunggang kuda itu
sudah tampak, Untuk menyembunyikan diri jelas sudah tak
keburu lagi.
Keempat ekor kuda itu tegar dan perkasa, berbulu hitam
dan putih, Keempat penunggangnya mengenakan pakaian
ringkas kaum persilatan. Yang dimuka, seorang tua
berumur 50 tahun, pendek gemuk, muka brewok, mulut dan
hidung besar, tulang keningnya menonjol, pertanda seorang
tokoh yang tinggi ilmu lwekangnya. punggungnya
menyanggul sepasang senjata poan-koan-pit, matanya
bersinar tajam sikapnya angkuh sekali. Dia tentulah
pemimpin dan rombongannya.
Sedang yang tiga orang, mengenakan pakaian persilatan
warna biru, rata-2 berwajah bengis. Yang disebelah kiri,
bertubuh kurus, muka kuning dan menyanggul pedang.
Yang di sebelah kanan, bermuka hitam, brewok dan
menyelip sepasang kapak pada pinggangnya Sedang orang
yang dibelakang, telinga kirinya hilang, pinggang menyelip
sebatang golok bian-to.
Secepat angin keempat penunggang kuda itu melewati
tempat Gin Liong. Mereka dapat pula untuk memandang
Gin Liong bertiga.
Untuk menyingkir dari taburan debu, Gin Liong bertiga
segera menyurut mundur sampai dua tombak. Melihat itu
ketiga penunggang kuda yang dibelakang tertawa gelak. Li
Kun marah, ia segera hendak mencabut pedang, Tetapi
sesaat itu terdengar lelaki bertelinga satu berseru.
"Yu thancu, menilik pakaiannya, seperti kawanan budak
yang diceritakan orang itu," katanya.
Orang tua pendek gemuk yang berada di muka
mendengus dan berpaling, hentikan kuda lalu berputar
kembali.
Gin Liong jengkel, ia tak ingin terlibat urusan tetapi
selalu dikejar-kejar urusan saja. Sedang Li Kun diam2
gembira karena ia memang muak dengan keempat
penunggang kuda nu. Tring, ia mencabut pedang.
Lebih kurang tujuh tombak jauhnya, keempat orang itu
loncat turun dari kuda lalu menghampiri ke tempat Gin
Liong. Orang tua itu tak mengacuhkan Li Kun yang sudah
menghunus pedang, ia berjalan dengan dada membusung.
Yok Lan cepat menduga bahwa keempat orang itu tentu
bukan orang baik. Sedang Gin Liong tetap tegak dengan
tenang, Hawa pembunuhan meluap, sesaat ia lupa akan
ikrarnya.
Setelah dekat, orang tua pendek gemuk itu berseru :
"Aku adalah thancu ketiga dari perkumpulan Thian-leng
kan, namaku Yu Ting Su bergelar Gun-se-poan-koan.
Menerima perintah kaucu, aku hendak mencari jejak orang
tua pemilik kaca wasiat yang konon berada dilembah
gunung Hok-sau. Menurut kabar2 yang tersiar di kota
Hoan-san-koan, kaca wasiat itu telah diberikan oleh seorang
pemuda baju putih yang membawa pedang, pemuda itu she
Siau nama Gin Liong."
Sejenak berhenti untuk memandang wajah Gin Liong,
orang tua pendek itu bertanya:
"Menilik pakaianmu tampaknya engkau mirip dengan
pemuda itu, Benar atau tidak, lekas engkau kasih tahu
kepadaku Aku hendak lekas2 pulang melapor pada kaucu."
Gin Liong tak sabar lagi melihat sikap dan kata2 orang
tua yang begitu congkak, cepat ia menyahut : "Benar,
memang akulah Siau Gin Liong."
Tiba2 lelaki yang bertelinga satu tertawa gelak2, serunya
: Yu thancu, bukankah pandanganku tepat ? Mohon thancu
memberi ijin kepadaku untuk menangkap budak itu."
Tanpa menunggu jawaban, dia terus melangkah maju
dan mencabut golok bian-to lalu ditaburkan menjadi
segulung sinar perak yang menyilaukan mata.
"Tio Hiangcu, tunggu dulu," seru Yi Ting Su. "biarlah
dia menyerahkan sendiri pusaka itu agar kita jangan
membuang waktu harus turun tangan."
Gin Liong marah sekali, ia tertawa nyaring: "Benar, kaca
wasiat itu memang berada padaku, jika kalian mampu,
silahkan mengambil."
Berobahlah wajah Yu ling Su seketika.
"Budak yang tak tahu tingginya gunung Thaysan,
Engkau berani bersikap kurang adat dihadapanku !"
Habis berkata ia terus memberi perintah kepada lelaki
bertelinga satu untuk menangkap Gin Liong.
"Budak," seru lelaki bertelinga satu, "jika raja Akhirat
memanggilmu tengah malam, siapa yang berani menahan
engkau sampai esok hari ? Engkau cari mati sendiri, jangan
persalahkan aku Tio toaya seorang ganas, Baiklah engkau
serahkan saja kaca wasiat itu agar jangan engkau menderita,
heh, heh . . ."
"Kalian telah ditipu orang." seru Yok Lan, "cobalah
kalian pikir, jika sekian banyak jago2 silat ternama tak
mampu memiliki kaca wasiat itu, bagaimana kita dapat
memperolehnya ?"
Lelaki bertelinga satu itu deliki mata.
"Tuanmu tiada waktu untuk adu lidah, lekas engkau
menyingkir !" serunya. ia terus membabatkan dengan golok.
Li Kun yang sejak tadi muak melihat tingkah laku
keempat orang itu, segera loncat menyongsong dan
membentak: "Siapa sudi bicara dengan engkau, enyahlah."
Li Kun menutup katanya dengan taburkan pedang ke
siku lengan lelaki bertelinga satu itu, walaupun tahu
permainan pedang nona itu lihay tetapi si lelaki bertelinga
satu tak menghiraukan Dengan tertawa dingin ia
menghindar lalu secepat kilat membacok bahu Li Kun.
Li Kun cepat merapat maju menusuk muka lawan,
Lelaki bertelinga satu itu menjerit kaget, ia tak menyangka
sinona dapat bergerak begitu cepat serentak ia menyurut
mundur. Tetapi Li Kun sudah dirangsang kemarahan.
Dengan tertawa geram ia tetap memburu maju dan
menabas.
"Aduh..." terdengar lelaki itu menjerit kesakitan karena
telinganya sebelah kanan terpapas jatuh, Dengan begitu ia
tak mempunyai telinga sama sekali, Lelaki itu kucurkan
keringat dingin.
Setelah memapas daun telinga, Li Kun tak mau
menyerang lagi, ia hanya tertawa dingin.
"Hm, kantong nasi yang tak berguna, masih berani cari
perkara" serunya.
Wajah Yu Ting Su berobah seketika, setitik pun ia tak
menyangka bahwa hanya satu gebrak saja, Tio hiangcu
sudah kehilangan daun telinga lagi.
Tiba2 kedua anak buahnya berteriak keras dan hendak
maju menyerang. Tetapi cepat Yi Ting Su mencegah:
"Kembalilah, kalian"
Kedua orang itu terpaksa hentikan langkah dan mundur
kembali.
"Kita hanya diperintah untuk menyelidiki jejak orang tua
itu, bukan untuk berkelahi. Tugas kita hanya melaporkan
kepada kaucu, jangan engkau kotorkan tangan berkelahi
dengan kawanan budak tak ternama." serunya, ia terus
berputar tu huh dan mengajak ketiga kawannya
menghampiri kuda.
Li Kun tertawa dingin: "Enak saja kalian ngomong,
mengatakan pergi terus mau angkat kaki begitu saja"
"Engkau mau apa ?" tiba2 kedua lelaki berputar tubuh
dan membentak.
"Sudah tentu meminta pertanggungan jawab kalian" seru
Li Kun,
Yu Ting Su menengadahkan kepala dan tertawa nyaring:
"Benar2 seorang budak perempuan yang bermulut besar
Aku tak mau cari perkara, kalian malah cari mati. Baik,
akan kusuruh engkau tahu kelihayanku."
Segera ia menghampiri Li Kun.
"Baik, akulah yang akan mencoba sampai dimana
kelihayanmu itu" seru Gin Liong.
Ilmu pedang Li Kun, Yu Ting Su sudah menyaksikan
tapi ia belum tahu sampai dimana kepandaian Gin Liong,
Dengan deliki mata ia segera hantamkan kedua tangannya
kearah pemuda itu. segulung angin dahsyat yang mampu
menghancurkan batu, segera melanda Gin Liong.
Pemuda itu tertawa dingin lalu menghindar kesamping,
menyelinap ke belakang Yi Ting Su. Tetapi baru ia berdiri
tegak, tiba2 lelaki yang bersenjata ruyung segera hantamkan
senjatanya ke kepala Gin Liong.
Gin Liong marah. Menghindar kesamping, dengan
menggembor keras ia gunakan jurus Liong-hok-song-hou
atau Naga-mendekam-sepasang-harimau, ia hantamkan
kedua tangannya kedua orang yang menyerang itu.
Bum . . lelaki bersenjata ruyung, mengerang tertahan,
terhuyung2 beberapa langkah lalu rubuh Lelaki bersenjata
kapak menjerit kaget karena kapaknya terlempar ke udara.
Maju selangkah Gin Liong menyusuli dengan sebuah
tamparan ke muka lelaki itu, Orang itu menjerit terhuyung2
dan muntahkan segumpal darah segar.
"Hai, budak, mengapa tak berani menyambut pukulanku
?" teriak Yu Ting Su, ia lontarkan sebuah hantaman dahsyat
pula.
Gin Liong tertawa nyaring. Setelah menghimpun tenagadalam
kearah lengan, ia segera menghantam.
Bum terdengar letupan keras disusul dengan hamburan
debu dan percikan batu yang bertebaran keempat penjuru.
Gin Liong tersurut dua langkah ke belakang, kedua
bahunya tergetar, sedang Yu Ting Su bergeliatan
meregang2 ketika tubuhnya terlempar ke belakang. Bum,
tubuhnya yang kate dan gemuk itu terbanting ke tanah,
jatuh terduduk.
Ketiga anak buahnya walaupun tahu, tetapi tak berani
menolong.Mereka takut kepada pukulan Gin Liong.
Wajah Yu Ting Su pucat, keringat dingin bercucuran,
pejamkan mata dan berusaha untuk mengambil pernapasan
Ketika mendapatkan tubuhnya tak menderita luka, ia
tercengang, Memandang ke muka dilihatnya Gin Liong
masih tegak berdiri dengan santai.
Yu Ting Su penasaran, serentak ia loncat bangun dan lari
menghantam Gin Liong : "Aku akan mengadu jiwa dengan
engkau"
"Hm, kalau sudah bosan hidup, akan kuantarkan ke
akhirat ." Gin Liong geram sekali melihat orang tua yang
tak tahu diri itu. ia menghindar terus menyelinap ke
belakang Yu Ting Su.
Tetapi rupanya Yu Ting Su sudah bersiap, cepat ia putar
tubuh, menggembor keras dan kakinya segera menyapu.
Gin Liong juga ingin menggunakan kaki, setelah
menghindar dari kaki lawan, ia mengirim tendangan yang
tepat mengenai pantat orang. Tubuh pendek gemuk dari Yu
Ting Su seperti bola yang ditendang melambung ke udara.
ia menjerit-jerit dan meluncur ke tempat ketiga kawannya.
Ketiga orang itu terkejut lalu beramai-ramai menanggapi
tubuh Yu Ting Su. Kemudian diletakkan di tanah.
Sambil mendekap pantat, Yu Ting Su meringis, pandang
matanya serasa kabur, kepala pening.
Melihat tingkah laku si pendek gemuk itu, Yok Lan
tertawa geli,
Sambil memandang kepada Gin Liong, Yu Ting Su
berseru: "Budak, kali ini aku mengaku kalah, Tetapi
janganlah kalian bergirang dulu, Pada suatu hari kalian
tentu harus merasakan kelihayan dari partai Thian lengkau."
Gin Liong tertawa hambar.
"Jangankan hanya gerombolan tak ternama seperti
Thian-leng-kau. sekalipun partai persilatan besar yang
manapun juga kalau tindakannya jahat, aku tentu akan
menggempurnya !"
Yu Ting Su marah tetapi ia terpaksa menahan diri,
serunya: "Apakah kalian berani datang ke gunung Ke-kongsan
?"
"Gunung sekecil Ke-kong-san, masakan kami takut.
Hanya kalau aku kesana, dikuatirkan kalian tentu tiada
mempunyai batang kepala lagi."
Berhenti sejenak ia berseru dengan bengis: "Lekas kalian
enyah, Paling lama dalam waktu sebulan lagi, aku tentu
akan datang ke Ke-kong-san untuk meminta batang kepala
yang kutitipkan diatas tubuhmu itu."
Hampir pecah dada Yu Ting Sun mendengar kata2 itu.
Tubuhnya menggigil keras. Tetapi ia tak dapat berbuat
apa2, kecuali deliki mata lalu ngeluyur menghampiri kuda
dan terus kabur.
"Mari kita kembali rumah penginapan lagi." kata Yok
Lan.
"Dimanakah letak gunung Ke kong-san itu?" tanya Gin
Liong.
Tetapi kedua nona itu mengatakan tak tahu.
"Baik, besok kita tanyakan pada jongos rumah
penginapan," kata Gin Liong,Merekapun segera pulang.
Keesokan harinya, Gin Liong bertanya pada jongos
tentang gunung Ke-kong-san. Jongos itu gelagapan,
rupanya dia juga tak tahu.
"Hai, siapakah yang bertanya tentang gunung Ke-kongsan
itu ?" tiba2 terdengar suara orang berseru nyaring dari
sebuah kamar.
Seorang lelaki berwajah merah, kepala besar dan
mengenakan pakaian orang persilatan warna hijau muncul
dan tegak dengan sikap congkak diambang pintu sebuah
kamar. Tubuhnya kekar, tampaknya gagah perkasa.
"O, selamat pagi, toaya," kata jongos, "tuan inilah." ia
menunjuk Gin Liong.
Setelah memandang Gin Liong beberapa saat, orang itu
berkata: "Ke-kong-san terletak di karesidenan Kong-ciukoan
propinsi Holam, dengan naik kuda yang tegar,
setengah hari dapat mencapai gunung itu."
Habis berkata ia terus masuk lagi kedalam kamar.
"Terima kasih, toaya," seru si jongos, Kemudian ia minta
Gin Liong kembali kedalam kamar, ia hendak
mempersiapkan kuda dan makanan pagi.
Sambil makan, Gin Liong menceritakan tentang orang
lelaki tegar yang memberitahu tentang letak gunung Kekong-
san tadi.
Demikian telah selesai membayar rekening, Gin Liong
bertiga segera keluar. Ketiga ekor kudapun sudah siap.
Ketika hendak pergi, Giu Liong bertanya kepada jongos
apakah dalam beberapa hari yang lalu, pernah melihat
seorang wanita muda baju merah yang tiba dikota sini.
"Ada !" seru jongos," bajunya merah, umurnya diantara
26-27 tahun . . ."
"Berapa lama?" cepat Gin Liong menukas, "Pagi tadi,
Rupanya semalam dia menginap dalam kota," kata jongos.
Mendengar itu girang Gin Liong bukan kepalang.
Hampir ia tak percaya apa yang didengarnya, Kalau malam
ini tak berhasil, besok pagi tentu dapat juga menyusul
Liong-li locianpwe Pikirnya.
Ketika melanjutkan perjalanan, hari masih pagi sekali,
Beberapa li jauhnya disebuah muka, terdapat sebuah
rumah. Samar2 mereka mendengar suara orang
membentak. Kemudian disusul dengan gelak tawa yang
nyaring.
"Liong suko," kata Yok Lan, "rasanya dalam hutan itu
terjadi pertempuran dari dua tokoh yang berilmu tinggi,
Lebih baik kita berjalan mengitari saja."
Gin Liong dan Li Kun setuju tetapi sekeliling tempat itu
hanya daerah persawahan. Kasihan kalau sampai
merusakkan sawah2 petani.
Memandang ke muka, Gin Liong melihat dua sosok
bayangan tengah berhantam dahsyat. Tiba2 terdengar suara
teriakan nyaring, Segulung asap tebal berhamburan dari
hutan itu dan kedua sosok tubuh itupun tercerai, terhuyunghuyung.
Rupanya keduanya habis beradu pukulan.
"Anjing, mengapa engkau terus menerus mengikuti
perjalananku seperti seekor lalat ? Apa maksudmu ?" seru
sebuah suara.
Gin Liong terkejut ia serasa kenal dengan nada suara itu.
Tetapi ia lupa.
Kembali terdengar suara orang itu tertawa keras.
"Tua bangka, engkau hendak mencari budak itu ? Terus
terang saja. tak semudah itu, Kalau aku tak bisa
mendapatkannya, jangan harap engkau-pun
memperolehnya !"
Orang itu tertawa pula.
"Soal ini hanya kita berdua yang tahu. Agar rahasia itu
jangan sampai ketahuan lain orang, salah satu dari kita
berdua harus mati"
"Anjing tua, mengapa engkau tak mau bunuh diri dulu ?"
bentak suara yang melengking tajam penuh kemarahan.
Tiba-2 suasana dalam hutan itu diam. Mungkin karena
mendengar derap lari ketiga ekor kuda Gin Liong dan
kedua nona.
Saat itu ketiga pemuda itu hanya terpisah setengah li dari
hutan. Tiba2 terdengar suara melengking tajam lagi: "Lekas
hadang, yang datang tiga ekor kuda bagus !".
Dua sosok tubuh meluncur keluar dan hutan dan
menghadang di tengah jalan.
"Hai kedua orang itu hendak merampas kuda kita." seru
Yok Lan, Li Kunpun cepat mencabut pedangnya.
Kembali kedua orang itu saling berebut "Tua bangka,
engkau sudah memiliki pedang pusaka Oh-kim-cek-bakkiam.
Kali ini akulah yang berhak mendapat pedang
mereka."
Melihat kedua orang itu, Gin Liong mendengus geram:
"Kedua manusia jahat itu memang sukar diperbaiki kali ini
tak dapat diberi ampun lagi."
Ternyata kedua orang yang menghadang di tengah jalan
itu seorang imam tua dan seorang lelaki tua. Si imam
berwajah monyet, mulut lancip, mata kecil, mengenakan
jubah biru, mencekal sebatang hudtim bahunya menyanggul
sebatang pedang.
Sedang orang tua itu bermuka persegi, alis gombyok,
mata bundar, jenggot bercampur uban, mengenakan
pakaian biru langit.
Saat itu Li Kun dan Yok Lan sudah tiba pada jarak tujuh
tombak dari kedua orang itu, tetapi mereka tetap tak kenal,
Tetapi Gin Liong dapat mengenali mereka sebagai kepala
dari pulau Cui-leng-to dan pertapa Long Ya cinjin, ia
memberi isyarat agar kedua nona berhenti.
Melihat Gin Liong, kedua orang itu terkesiap lalu
tertawa gembira.
"Sungguh besar sekali rejeki kita, Menyusur ujung langit
tak ketemu, tanpa banyak membuang tenaga ternyata sudah
datang sendiri, Rupanya Kaca wasiat itu memang sudah
ditakdirkan menjadi milikku." seru Long Ya cinjin. ia terus
maju menghampiri Gin Liong.
Yok Lan heran mengapa begitu melihat Gin Liong
mereka terus tahu kalau Gin Liong memiliki kaca wasiat
itu.
"Tua bangka, berhenti." seru kepala pulau Cui-leng-to,
"tahukah engkau betapa hebat ilmu Meringankan-tubuh
dari budak itu ? Hati2, jangan sampai dia lolos lagi, Lebih
baik engkau terima usulku tadi. Lebih dulu kita berserekat
untuk menangkap budak itu lalu kita adu kesaktian lagi
siapa yang berhak hidup dan siapa yang pantas mati, untuk
menentukan siapa yang harus memiliki benda pusaka itu."
Long Ya cinjin keluarkan mata dan hentikan langkah.
Rupanya ia terpengaruh juga atas ucapan kepala pulau Cuileng-
to.
Dengan masih naik kuda, Gin Liong muak terhadap
kedua manusia itu, Percuma saja ia hendak menasehati
mereka, Lebih baik ditindak dengan kekerasan ia segera
ajukan kuda menuju ke tempat Long Ya cinjin.
Bukan takut kebalikannya Long Ya malah tertawa
gembira karena ia mempunyai kesempatan untuk
merampas kaca wasiat dari Gin Liong. Kepala pulau Cuileng-
to tahu isi hati Long Ya cinjin, ia segera berdiri
dibelakang cinjin itu. Jika dapat biarlah Long Ya bertempur
dengan Gin Liong dulu, baru ia nanti turun tangan untuk
menyelesaikan mereka.
Yok Lan segera mencabut pedang dan berdiri di samping
Li Kun, Karena melihat sikap Gin Liong yang begitu hati2,
kedua nona itu menduga musuh tentu tokoh yang berat.
Kepala pulau Cui-leng-to hanya tahu bahwa Gin Liong
hebat dalam ilmu ginkang. Tetapi ia tak tahu sampai
dimana kepandaian silat pemuda itu. Maka iapun tak
memandang mata terhadap Gin Liong.
Gin Liong tetap ajukan kudanya ke muka. Tiba-2 Long
Ya cinjin menggerakkan kedua tangannya mendorong
kearah Gin Liong Segulung dingin pukulan yang dahsyat
segera melanda dada pemuda itu.
Gin Liong mendengus dingin, iapun segera songsongkan
kedua tangannya kemuka, sebuah gelombang angin
pukulan yang dahsyat segera meluncur. Melihat itu kepala
pulau Cui-leng-lo terkejut cepat kebutkan lengan baju dan
melayang setombak ke samping.
Bum, terdengar letupan dahsyat, disusul dengan debu
dan batu yang beterbangan ke segenap penjuru, Long Ya
cinjin dan Gin Liong sama2 terhuyung mundur sampai tiga
langkah.
Secepat kilat kepala pulau Cui-leng-to segera melangkah
maju sambil mengendapkan tubuh dan membentak:
"Budak, sambutlah sebuah pukulanku lagi . . ."
Karena melihat Gin Liong yang baru berdiri tegak sudah
dihantam lagi, Yok Lan dan Li Kun melengking kaget.
Melihat itu Gin Liong marah sekali, bentaknya: "Apa
susahnya menerima sepuluh kali pukulanmu lagi !"
Ia gerakkan kedua tangan untuk melepaskan sebuah
tamparan yang dahsyat, Kembali terdengar letupan yang
disertai dengan debu dan percikan batu yang tebal.
Kepala pulau Cui-leng-to terhuyung mundur sampai
beberapa langkah, wajahnya merah padam
Tetapi Gin Liong juga terhuyung2 ke belakang, ia
merasa tenaga pukulan kepala pulau Cui-leng-to itu lebih
hebat dari Long Ya cinjin.
"Terima sebuah lagi !", Gin Liong berteriak dan
melangkah maju, Pada saat ia hendak menghantam tiba2 ia
dikejutkan oleh jerit teriakan keras. Ketika berpaling
dilihatnya Long Ya cinjin menerjang Yok Lan.
Rupanya hendak menjadikan nona itu sebagai sandera,
Cepat Gin Liong tinggalkan kepala pulau Cui-leng-to untuk
menyerang Long Ya cinjin.
Long Ya cinjin tertawa dingin lalu enjot tubuh melayang
beberapa tombak, Rupanya ia bermaksud hendak memikat
Gin Liong ke lain tempat.
Tepat pada saat itu kepala pulau Cui-leng to menyelinap
ke belakang Li Kun, terus menerkam bahu nona itu.
Yok Lan terkejut. Dengan melengking keras ia gunakan
jurus Pek-coa-tho sin atau Ular-putih menjulur lidah,
menusukkan ujung pedangnya ke siku lengan kanan kepala
pulau itu.
Tetapi kepala pulau Cui-leng-to tertawa dingin, tangan
yang sedianya diterkamkan ke bahu Li Kun secepat kilat
diputar, dengan tiga buah jari tangan ia menjepit batang
pedang Yok Lan.
Li Kun melengking seraya melangkah maju dan Yok
Lanpun cepat menarik pulang pedangnya, Gin Liong loncat
menerjang pertapa itu, Long Ya cinjin tertawa mengekeh
dan menghindar.
Walaupun Yok Lan cepat menarik pedang tetapi masih
kalah cepat dengan kepala pulau Cui-leng-to yang lebih
dulu berhasil menjepit pedang nona itu lalu sekali kerahkan
tenaga, pedang Yok Lanpun putus jadi dua. Kemudian
dengan tertawa keras, ia taburkan ujung kutungan pedang
kemuka Gin Liong.
Gin Liong mendengus geram, ia condongkan bahu ke
samping, lontaran kutungan pedang itu luput dan
menghantam Long Ya cinjin yang berada di belakang Gin
Liong.
Saat itu Long Ya cinjin memang hendak menerkam bahu
Gin Liong dari belakang, Terkaman luput ia tak sempat
memperhatikan lontaran pedang kepala pulau Cui-leng-to.
Untung ia masih dapat miringkan kepala sehingga hanya
jenggotnya yang terpapas habis, Ketika tangan merabah,
ternyata dagunya juga berdarah ia marah sekali.
Saat itu Gin Liong sudah menyerbu kepala pulau Cuileng-
to sehingga orang itu kelabakan dan memekik-mekik.
ia menghantam kalang kabut sekuat tenaganya, Gin Liong
enjot tubuh melambung ke udara melampau kepala lawan.
Pada saat kepala pulau Cui-leng-to menengadah
memandang ke atas. dengan suatu gerak yang cepat dan tak
terduga-duga. Gin Liong dapat menangkap kedua siku
lengan lawan. Kepala pulau Cui-leng to berontak sekuatkuatnya.
"Enyah !" dengan meminjam tenaga dari kepala pulau
Cui leng-to itu. Gin Liong yang sudah turun ketanah segera
mendorong sekuatnya.
Tubuh kepala pulau Cui-leng-to itupun seperti layang2
putus tali, terlempar ke tempat Long Ya cinjin.
Pertama karena ingin merebut sendiri kaca wasiat yang
berada pada Gin Liong, Kedua, karena marah jenggotnya
ditabur kutungan pedang tadi, melihat kepala pulau
melayang ketempatnya Long Ya cinjin, diam2 mencabut
pedang dan selekas kepala pulau Cui leng-to tiba
dihadapannya, ia segera menabas pinggangnya.
Terdengar jeritan ngeri, diiring dengan hamburan darah
dan rubuhlah tubuh kepala pulau Cui leng-to. Karena
terpapas kutung menjadi dua . . .
Sehabis menyelesaikan kepala pulau Cui-leng to, Long
Ya cinjin tengadahkan kepala tertawa nyaring.
Nadanya penuh dengan kebanggaan dan keganasan yang
menyeramkan. Kumandangnya sampai jauh menyusup
kelangit....
Yok Lan dan Li Kun tercengang. Karena tak menduga
dan dilakukan cepat sekali Gin Liongpun tak sempat lagi
menolong kepala pulau Cui-leng-to
Gin Liong marah melihat sikap dan tindakan Long Ya
cinjin yang ganas dan sombong. Cepat ia menggerung dan
loncat menerjang.
Long Ya cinjin terkejut. Dengan menggembor keras ia
membabatkan pedangnya kearah Gin Liong.
Anak muda itu terkejut juga, Cepat ia loncat ke samping
sampai dua tombak, sekalipun demikian mukanya terasa
perih seperti tertusuk jarum karena dilanda angin pedang
lawan.
Long Ya cinjin tertawa bangga, setelah menyelipkan
hudtim ke belakang punggung, ia terus menghampiri Gin
Liong.
Gin Liong tak mau memberi hati lagi, Serentak iapun
mencabut pedang Tanduk Naga, seketika di sekeliling
tempat itu terbaur oleh cahaya merah.
Tanduk Naga, Oh-bak dan Pek-soang-kiam, tiga buah
pedang pusaka serempak muncul di tempat itu.
Sesaat pedang Tanduk Naga keluar maka pedang Ohbak-
kiam atau pedang Hitam-mulus yang dipegang Long
Ya cinjin segera memancarkan dering yang melengkinglengking.
seketika berobahlah wajah Long Ya cinjin. ia
mengenali pedang Tanduk Naga itu sebagai pedang pusaka
nomor satu dari suku Biau, Langkahnyapun lambat dan
matanya memandang lekat2 pada pedang Gin Liong.
Kini Gin Liongpun maju menyongsong Long Ya cinjin,
ia anggap Long Ya itu seorang manusia ganas yang wajib
dilenyapkan.
Rupanya Long Ya cinjin hendak mendahului
menyerang. Dengan jurus Liong-hi-song-cia-tau Nagabermain-
sepasang-mutiara, pedang Oh-bak-kiam segera
ditaburkan menusuk kedua bahu Gin Liong.
Tetapi pemuda itu secepat kilat melancarkan jurus Hengtoan-
kiang-ho atau membabat-sungai-bengawan.
Long Ya cinjin terkejut, sambil mengendapkan
tangannya yang hendak diserang lawan, ia terus meluncur
mundur sampai dua meter.
Tetapi Gin Liong tak mau memberi kelonggaran lagi.
Sret, sret, sret, ia maju dan menabas tiga arah, alis, lutut
kaki dan menusuk perut. Gerakan yang dahsyat dari pedang
Tanduk Naga itu diiring dengan deru angin yang keras.
Long Ya cinjin menjerit2 seraya berlincahan menghindar
kian kemari. Tetapi ia tampak sibuk sekali dan terdesak
mundur.
Setelah dapat menguasai lawan, Gin Liong
memperkembangkan permainan pedangnya makin gencar,
Membabat, menusuk dan menabas. Gerak pedangnya tak
ubah seperti arus sungai yang mengalir tiada putus2nya.
Long Ya cinjin hanya mengandalkan kelincahan untuk
bertahan diri, kecongkakannya lenyap, tubuhnya mandi
keringat.
Saat itu kaki Gin Liong kebetulan akan membentur
mayat kepala pulau Cui-leng-to. Dia harus berkisar
kesamping, pada saat ia melakukan gerak mengitar itu,
pedangnyapun agak lambat.
Kesempatan itu tak disia2kan Long Ya cinjin, cepat ia
lancarkan serangan. Sinar pedang hitam bertaburan
mengarah dada dan perut Gin Liong.
Keduanya sangat hati2 sekali kepada pedang nya, Maka
mereka tak mau membenturkan pedang dengan pedang
lawan karena kuatir akan merusakkan pedang pusakanya.
Oleh karena itu maka Gin Liongpun terpaksa harus
mundur.
-ooo0dw0ooo-
Bab 8
Menaklukkan Ceng Jun sian-ki
Walaupun dalam ilmu pedang, Li Kun telah mendapat
gemblengan dari Bong-san loni tetapi ia belum pernah
menyaksikan pertempuran pedang yang sedemikian
dahsyatnya, Diam2 ia mengakui bahwa ia masih kalah
dengan Long Ya cinjin.
Sementara Yok Lan yang mengikuti jalannya
pertempuran itu, hatinya gelisah sekali sehingga tangannya
berkeringat. ia sudah dapat mengetahui kelemahan dari
ilmu pedang Long Ya cinjin jika di lawan dengan ilmu
pedang ajaran Huan Ho sian-tiang, seharusnya tangan
kanan Long Ya tadi sudah terpapas kutung, ia gelisah
karena saat itu ia tak mempunyai pedang.
Tiba2 terdengar Gin Liong memekik keras dan pedang
Tanduk Naga menghindar ke samping untuk sengaja
membuka sebuah lubang kelemahan.
Sudah tentu Long Ya cinjin tak mau mensia-siakan
kesempatan itu, bagaikan kilat menyambar, pedangOh-bakkiam
segera menusuk perut pemuda itu.
Gin Liong menggembor keras dan tahu2 pedang Tanduk
Naga sudah tiba dileher lawan, Gerak lingkaran pedang itu
bukan olah2 cepatnya sehingga Long Ya cinjin menjerit
kaget dan meluncur mundur.
"Cret . . . ." secarik jubah yang terbuat dari sutera biru
terbabat rompal, serentak dengan jurus Sun-cui-hui-coh
pula maka Gin Liong pun menusuk dada cinjin itu.
Kali ini Long Ya cinjin rasakan semangatnya benar2
seperti terbang. Dengan memekik keras ia tabaskan
pedangnya, Dalam keadaan terdesak seperti saat itu, ia
nekad hendak mengadu pedang.
Gin Liong tahu maksud orang, ia tertawa keras,
mengendapkan pedang Tanduk Naga dan sekonyongkonyong
terdengarlah jerit Long Ya cinjin yang nyaring dan
ngeri.
Sinar hitam dari pedang Oh-bak-kiampun lenyap, pedang
itu terlempar ke udara karena tangan kanan Long Ya
terbabat kutung.
Tetapi Gin Liong sudah terlanjur mengumbar
kemarahan. Sekali pedang Tandu Naga berputar lagi maka
batang kepala Long Ya cinjinpun terlepas dari tubuhnya,
dan darah merah yang menyembur keras.
Sambil mengawasi tubuh Long Ya cinjin yang masih
berkelejotan, teringatlah Gin Liong akan kata2 orang tua
kurus di gunung Hoksan tempo hari.
"Dalam keadaan terpaksa membunuh orang, mungkin
engkau tak dapat menghindari lagi."
"Adik Lan," tiba2 Li Kun berseru gembira, "engkau yang
ambil pedang di tegalan dan aku yang akan mengambil
kerangkanya di tubuh imam jahat itu"
Yok Lan melesat ke tegal untuk menjemput pedang Ohbak-
kiam yang sudah menancap hampir masuk semua ke
dalam tanah.
Kemudian setelah Yok Lan kembali dengan membawa
pedang itu, Li Kunpun sudah siap dengan kerangkanya.
Ketika dipadu dengan Tanduk Naga, ternyata pedang Ohbak-
kiam itu hampir tak ada bedanya. Hanya kalau pedang
Oh-bak-kiam itu memancarkan sinar hitam, pedang Tanduk
Naga bersinar merah.
Ketika memeriksa kerangka, ternyata kerangka pedang
itu terdapat ukiran seekor naga terbang yang ditabur dengan
batu permata.
"Benda pusaka, senjata pusaka harus dimiliki orang yang
berbudi jika pedang ini jatuh ke tangan adik Lan, barulah
mendapat pemilik yang sesuai" kata Li Kun tertawa.
Tetapi Yok Lan menolak, Kemudian sambil memandang
ke mayat Long Ya cinjin, ia berkata lebih lanjut:
"Walaupun pedang ini hebat sekali tetapi aku tak suka
memakainya."
Li Kun heran tetapi Gin Liong tertawa, serunya: "Jika
adik Lan tak mau, kasih saja padaku".
Ia segera mengambil pedang dari Yok Lan dan kerangka
dan Li Kun. Tetapi Li Kun tak puas.
"Engkau sudah punya pedang Tanduk Naga mengapa
masih menginginkan Oh-bak-kiam lagi ?" serunya.
Gin Liong tertawa: "Sudah tentu pedang Tanduk Naga
pemberian Liong-li locianpwe itu dapat kuhaturkan kepada
Lan-moay."
"Tidak, itu pemberian dari Liong-li locianpwe
kepadamu." Yok Lan menolak.
"Tetapi engkoh Liong berhak juga memberikan
kepadamu," kata Li Kun tertawa, Tanpa berkata apa2 lagi
ia terus menyambar pedang Tanduk Naga dari punggung
Gin Liong lalu hendak dicabutnya, Tetapi karena dicabut,
kain pembalut kerangka pedangpun ikut terbuka, Dan
ketiga anak muda itupun terkejut.
Sejak menerima pedang Tanduk Naga, Gin Liong tak
pernah memeriksa dan disanggulkan dibelakang bahu, Kini
baru ia mengetahui bahwa kun pembungkus kerangka
pedang itu ternyata bertabur lukisan burung cenderawasih
dari batu permata.
"Ah. rupanya sudah kehendak Thian bahwa pedang ini
harus menjadi milik adik Lan" kata Li Kun gembira. ia
mencabut pedang itu dan seketika memancarlah sinar
gilang gemilang yang menyilaukan mata, Samar2 pedang
itu seperti mengulumdering suara.
"Aaah kedua pedang ini memang dicipta berpasangan."
akhirnya Li Kun menarik kesimpulan.
Merah wajah Yok Lan mendengar keterangan itu.
"Mungkin Cici Kun benar," kata Gin Liong, "baiklah
kita nanti tanyakan kepada Liong-li locianpwe, tetapi
Liong-li locianpwe mengatakan bahwa pedang Tanduk
Naga itu merupakan pedang nomor satu dari daerah
Biau...."
"Sudah tentu yang nomor satu," seru Li Kun, "karena
kata2 Ci Hiong (betina-jantan) itu, huruf Ci yang didepan,
baru Hiong, Sejak dulu orang mengatakan Ci hiong-kiam
bukan Hiong-ci-kiam."
Gin Liong dan Yok Lan tertawa, Tiba2 Gin Liong
berseru kaget: "Hujan !"
Merekapun cepat naik kuda lagi dan terus mencongklang
kedalam hutan, Hutan itu gelap sekali, Tak berapa lama
mereka dapat melintas keluar dari hutan itu. Hujanpun
mulai berkurang.
Mereka girang karena tak berapa jauh di sebelah depan
tampak sepercik sinar api. Segera mereka menuju ke tempat
itu, Ternyata percik sinar api itu berasal dari lereng sebuah
gunung karang, Dan mereka girang sekali setelah tiba
ditempat itu, mereka berhadapan dengan halaman sebuah
rimba panjang pohon liu, akhirnya mereka tiba di sebuah
pintu besar bercat merah. Belum sempat apa-apa, hujan
mencurah keras lagi. Terpaksa mereka larikan kuda naik ke
titian, menuduh dibawah payon pintu.
Ketika sepercik kilat memancar, mereka sempat
membaca papan nama yang tergantung diatas pintu,
seketika ketiga anak muda itu terkejut sampai menyurut
mundur setengah langkah.
Empat buah huruf besar warna merah yang tertera pada
papan nama itu berbunyi: Sian Ki Lok Wan atau Taman
hiburan dari dewa dewi.
Ditengah huruf2 itu tertancap empat batang badik yang
berkilau- kilauan, Ketiga ekor kuda itu pun terus menerus
mendesus tak tenang. Juga ketiga anak muda itu tak
tenteram perasaannya.
"Liong koko," seru Yok Lan pelahan," lebih baik kita
lekas lanjutkan perjalanan lagi. Tempat ini mungkin apa
yang disebut dunia persilatan sebagai Liu-to-hun jiu...."
Liu to-hun-jiu artinya meninggalkan golok hendak
membalas dendam.
Pembunuhan dalam dunia persilatan, kebanyakan
dilakukan secara menggelap, Masing2 fihak sering
membasmi juga orang yang mengetahui rahasia dirinya.
Kita tak boleh berada disini, agar jangan terlibat. Menilik
gelagatnya, orang yang mencari permusuhan itu tak sedikit
jumlahnya." kata Li Kun.
Sambil memandang tulisan di papan itu ia menyatakan
pula. "walaupun kita tak takut tetapi tiada gunanya kita
harus terlibat urusan mereka, Apalagi kita harus lekas2
mengejar jejak Liong-li locianpwe."
"Tetapi hujan lebat sekali, bagaimana kita akan
melanjutkan perjalanan ?" jawab Gin Liong.
Kedua gadis itupun terdiam. Memang hujan lebat sekali,
sukar untuk melakukan perjalanan. Sambil memandang ke
papan nama, berkatalah Gin Liong: "Rupanya orang yang
hendak mencari permusuhan itu sudah pergi dan
meninggalkan badik pada papan nama."
Baru berkata begitu, dari atas loteng pintu besar itu
berhamburan angin berbau anyir (amis).
Gin Liong terkejut dan menanyakan kedua nona apakah
juga mencium bau darah. Kedua itu mengangguk,
Ketiganya segera menarik kesimpulan bahwa pemilik
bangunan itu tentu bukan. juga mereka melihat sepasang
thong-hoan (gelang baja).
"Kemungkinan besar orang yang mencari balas itu
apakah sudah berhasil." kata Gin Liong.
Tetapi kecuali kilat yang menyambar, di sekeliling
penjuru itu sunyi senyap, Tiba2 Li Kun berteriak: "Lihatlah
!"
Menurutkan arah yang ditunjuk nona itu. Gin Liong dan
Yok Lan melihat di ujung pintu terdapat sebuah benda dan
ketika mereka menghampiri ternyata benda itu sebuah
tangan manusia yang kutung dan masih bercucuran darah.
Mereka anggap kesimpulan Gin Liong tadi benar, orang
yang menuntut batas itu tentu sudah berhasil dan pergi.
Mereka segera memasuki pintu itu. Ternyata merupakan
sebuah lorong panjang menuju kelereng gunung, sebelah
kiri dari lorong itu merupakan sebuah taman bunga yang
merentang sampai ke gunung, Di tengah taman bunga
dihias dengan gunung2an, pagoda dan cemara kate.
Saat itu- hujan sudah berhenti dan Yok Lan segera
mengajak melanjutkan perjalanan lagi, Tetapi saat itu Gin
Liong sudah loncat ke sebuah tikungan kiri.
Li Kun dan Yok Lan melihat di sebelah muka
menggeletak sesosok tubuh manusia tanpa kepala.
Keduanya terpaksa menghampiri ketempat Gin Liong,
Kepala orang itu terhampar di luar lorong, ditingpah air
hujan, Di pagoda kecil di tengah taman itupun seperti
terbaring dua sosok mayat, Ke tiga anak muda itu segera
menghampiri. Ternyata kedua mayat itu dari dua orang
gadis yang dadanya berlubang menganga lebar, mengerikan
sekali.
"Pembunuhnya benar2 seorang manusia ganas. Bahkan
dua orang gadis yang lemah, pun dijagal begitu kejam" kata
Gin Liong.
"Jika begitu jelas kita takkan menemukan manusia yang
hidup ditempat ini" kata Yok Lan.
"Begitulah tingkah orang persilatan. Untuk membasmi
saksi hidup mereka tentu mencabut sampai ke akarnya."
kata Li Kun.
"Kita masuk kedalam bangunan ini, mungkin masih
terdapat korban yang dapat kita tolong." kata Gin Liong
terus hendak loncat keluar dari pagoda kecil itu, tetapi tiba2
beberapa percik sinar penerangan di lereng gunung itu
padam semua sehingga suasana gelap sekali,
"Cepat, penjahat itu tentu masih berada digunung" seru
Gin Liong terus lari menuju ke lereng, Kedua nona itupun
mengikutinya.
Dalam beberapa kejap mereka sudah tiba di tengah
lereng. Mereka tak berani langsung menyerbu melainkan
bersembunyi dimuka sebuah gunungan palsu.
Di sebelah muka tampak sebuah ruang besar dimuka
ruang terbentang sebuah panggung yang lebar dan
berbentuk persegi, di atas panggung dikelilingi oleh pagar
batu dan bertingkat sampai belasan titian, Titian panggung
itu menuju kesebuah pintu besar mencapai ruang besar.
Di muka ruang besar itu penuh di hias dengan lentera
model keraton yang bergoncang2 tertiup angin. Ruang
gelap gelita, hanya tampak bayang2 lentera itu, Karena
letaknya tinggi, Gin Liong bertiga tak dapat melihat
keadaan ruang itu.
Gin Liong menjemput sekeping batu kecil lalu
dilontarkan ke arah ruang besar, Bluk, batu itu jatuh ke
tubuh manusia atau mungkin pada lembar kulit tebal.
Setelah tak ada reaksi apa2, Gin Liong melesat kemuka
panggung, serentak hidungnya terbaur bau anyir dari darah
manusia yang berasal dari ruang diatas.
Mereka bertiga segera mendaki naik ke arah pintu, Gin
Liong siap dengan pedang Oh-bak-kiam, Demikian pula
dengan Li Kun dan Yok Lan.
Ketiga pedang pusaka itu memancarkan sinar berkilat
yang menerangi sekitar tempat itu. Tetapi serempak itu Li
Kun dan Yok Lan menjerit dan mundur dua langkah,
Ternyata ruang besar itu penuh dengan tumpukan mayat.
Darah mengalir sampai keluar ruang.
Gemetar tubuh Gin Liong karena marah menyaksikan
pembunuhan terkutuk itu. Ternyata mayat2 itu terdiri dari
gadis2 berpakaian indah. Hanya terdapat empat lima orang
lelaki yang mengenakan baju bersulam benang emas,
Korban2 itu kebanyakan dada dan perutnya berhamburan
dan yang lelaki tangan dan kepalanya hilang.
"Ah, tak kira didunia terdapat manusia yang begini
kejamnya," Gin Liong menggeram, ia terus melangkah
masuk kedalam ruang, Yok Lan dan Li Kun melindungi
dibelakangnya, Mereka teruskan masuk ke dalam dan
mendorong pintu tengah. Tetapi tak melihat barang seorang
manusiapun juga.
Yok Lan mendapat akal, ia menyulut sebuah lentera
ternyata minyaknya habis.
Tiba2 mereka mendengar tebaran pakaian didera angin,
Setelah diperhatikan, ternyata bunyi itu berasal dari seorang
yang memiliki ilmu ginkang hebat tengah lari keatas
gunung, Menilik suaranya tentu bukan hanya seorang saja,
Entah siapa pendatang itu, lebih baik bersembunyi dulu,
Mereka bertiga segera bersembunyi dibalik pintu tengah.
Tetapi pada lain saat Gin Liong merasa, pendatang itu
tentu akan curiga dan tentu akan mudah mengetahui
persembunyiannya. ia hendak mendorong Yok Lan keluar
tetapi terlambat, Kawanan pendatang itu benar2 cepat
sekali,Mereka sudah memasuki ruang, Terpaksa Gin Liong
batalkan maksudnya.
Beberapa saat kemudian tiba2 terdengar jeritan seorang
gadis, Ternyata dalam rombongan pendatang itu terdapat
juga seorang anak perempuan yang tentu ngeri melihat
pemandangan dalam ruang itu.
Yang datang ternyata tiga orang, Terdengar mereka
berbisik2 merundingkan rencana, Gin Liong hanya dapat
menangkap pembicaraan mereka terputus-2
Seorang bersuara kering kedengaran berbisik: . . jangan
kuatir . . kepandaian tinggi , . benda itu . . bukan tandingan
.
Seorang bernada dingin rupanya penasaran : " . . apabila
. . dan tak siap . ."
Gadis tadi menangis terisak-isak.
Orang bersuara parau seperti menghibur: " , . . . jangan
menangis . . . mereka . . . tidak disini. atau . . . kelain
tempat. . ."
Orang yang bersuara dingin tadi berkata : " . . . . ke lain ..
. menyelidiki . . . dapat. . . bertemu mereka."
Tetapi gadis itu rupanya bertabiat keras kepala, ia
menangis : "Tidak, aku akan .. . . melihat... tadi . . . , ada
lentera..."
Pembicaraan mereka terhenti dan suasana diluar
ruangpun sunyi lagi.
Tuk, tuk, tuk . . . terdengar tongkat besi mendebur lantai
disertai derap langkah kaki orang,Mereka memasuki ruang,
"Korek !" kata orang yang bersuara dingin, Pada lain saat
ruang itupun terang benderang, Terdengar orang bersuara
parau menghela napas.
"Hm, Golok-terhang Ui It Liong benar2 berhati buas
sekali ?" serunya.
Gin Liong terkejut, Rasanya ia pernah kenal dengan
nada suara orang itu, ia hendak menyiak tubuh Yok Lan
untuk melongok keluar, Tetapi saat itu ruang terdebur
tongkat dan langkah kakipun berderap-derap kian kemari.
"Budak perempuan, mana budak laki itu ?" seru orang
yang bersuara dingin.
Kini tak sangsi lagi Gin Liong siapa orang itu, cepat ia
berseru: "Apakah diluar itu bukan Ik locianpwe berdua ?"
Terdengar suara orang tertawa gelak2. Dia bukan lain
adalah Kaki-tunggal-bertongkat-besi Ik Bu It yang
menggetarkan wilayah Lulam.
"Bagus budak, mengapa engkau tak keluar dari tempat
persembunyianmu ? Budak perempuan kami selalu ribut
memikirkan dirimu kalau sampai dimakan oleh siluman2
rubah disini !" seru isterinya atau nenek Ban yang berlengan
satu.
Gin Liong tertawa lalu keluar bersama Yok Lan. Li Kun
juga ikut keluar, Melihat Gin Liong bertiga, gadis yang
menangis atau Siu Ngo segera tertawa. Ketiga nona itu
saling berpelukan girang.
Gin Liong perkenalkan Yok Lan dan Li Kun kepada
kedua suami isteri Ik Bu It. Setelah kedua nona itu memberi
hormat, Ik Bu It mengatakan bahwa mereka segera akan
melanjutkan perjalanan lagi.
"Diantara tumpukan korban2 ini tak terdapat siluman
rase itu, mungkin dia masih dapat lolos atau masih belum
pulang dari pengembaraannya," kata nenek Ban, ia terus
melangkah keluar
Atas pertanyaan Gin Liong, Ik Bu It mengatakan:
"Melintasi gunung karang, tujuh delapan li lagi kami akan
tiba di tempat itu."
"Ih, apa engkau hendak mengunjungi rumah Li Ka Tun
atau Li jenggot itu ?" seru nenek Ban.
Ik Bu It mengiakan. Kemudian ia mengajak ketiga anak
muda itu,
"Siau sauhiap, kalian naik kuda dan tunggu kami di jalan
besar, Kuda kami berada di kuil bawah gunung, Kami akan
mengambilnya dulu." kata Ik Bu It. la, isteri dan anaknya
segera lari menuju ke kaki gunung.
Demikian setelah bertemu di jalan besar lagi, mereka
segera bersama-sama melanjutkan perjalanan. Kuda Ik Bu
It dilarikan sepesat angin Melihat itu nenek Ban berkata
kepada Gin Liong : "Budak, aku hendak menguji sampai
dimana tenaga kudamu !"
Nenek itu dan Siu Ngo segera menconglangkan kudanya,
Gin Liong tersenyum lalu jalankan kudanya juga diikuti
Yok Lan dan Li Kun.
Nenek Ban tertawa gembira, Tetapi alangkah kejutnya
ketika berpaling ke belakang ia melihat kuda Gin Liong
sudah berada tiga tombaK dibelakangnya.
Nenek itu menggeram. ia memacu kudanya makin cepat,
Kuda suaminya, dilaluinya juga, Siu Ngo tertinggal di
belakang.
Yok Lan dan Li Kun tertawa melihat nenek Ban masih
beradat seperti orang muda yang ingin menang.
Gin Liong saat itupun sudah menyusul Siu Ngo tetapi
karena ia sungkan melampaui Ik Bu It, terpaksa ia
lambatkan kudanya.
Ik Bu It mendongkol karena dilampaui isterinya.
"Hai, perempuan tua. engkau gila ? Hati-hati kusambar
pinggangmu !" serunya,
Tar, ia terus mencambuk kudanya, Bagai anak panah
dilepas dari busur, kuda Ik Bu It segera meluncur kearah
kuda nenek Ban.
Enam ekor kuda tegar seolah berlomba dan dalam
beberapa kejab saja mereka sudah beberapa li jauhnya dari
gunung karang itu, Beberapa li disebelah muka samar2
tampak sebuah perkampungan Tetapi kakek ik Bu It masih
ngotot melarikan kudanya. Dan belum satu li, ia sudah
dapat menyusul kuda isterinya. Ketika berpaling dan
melihat Gin Liong masih dibelakang ia tertawa.
Mereka segera memasuki perkampungan itu.
"Kepala desa disini sahabatku lama, Seorang yang jujur
dan suka blak-blakan, Karena memiliki jenggot lebat orang
menggelarinya sebagai Li Jenggot terbang . . ."
Saat itu mereka tiba di muka pintu, Nenek Ban pesan
supaya Gin Liong bertiga menunggu di luar pintu, habis
berkata nenek itu terus menghampiri pintu dan mendebur
dengan tongkatnya.
"Hai, kalau masuk semua saja masuk, jangan engkau
seorang diri saja," seru Ik Bu It seraya turun dari kuda. Siu
Ngopun mengikuti.
Begitu pintu didebur, terdengarlah suara sahutan seorang
pemuda.
"Lekas keluar menyambut kuda kami !" bentak nenek
Ban seraya menyerang dengan tongkatnya.
Rupanya pemuda baju hitam sudah tahu siapa yang
datang. Sambil menghindar ia berseru girang: "Ah, kiranya
Ik toama . . . ."
Tetapi nenek Ban sudah menyapukan tongkatnya ke
perut sehingga pemuda itu terkejut dan loncat mundur lagi.
"Li Cun koko, lekas turut perintah mamah, bawalah
kuda ke samping gedungmu !" teriak Siu Ngo kepada
pemuda baju hitam itu,
Melihat dara itu, gembira sekali pemuda baju hitam itu,
Dari dalam ruang memancar sinar lampu dan serentak
terdengar seorang nenek yang kuat nadanya : "Apakah Ban
lomoay yang datang ? hayo. lekas keluar !"
Pintu terbuka dan seorang lelaki tua berjanggut lebat dan
seorang nenek muncul keluar.
Kakek itu bermata bundar, wajah hitam dan
mengenakan pakaian warna hitam sehingga tampak
menyeramkan, sedang si nenek bertubuh kurus rambut agak
kusut.
Ik Bu It dan nenek Ban serempak tertawa gelak2:
"Malam ini akan kuperkenalkan tiga tetamu kepada kalian."
Demikian Gin Liong dan kedua nona, diperkenalkan
kepada tuan rumah, Tuan rumah mengajak tetamunya
masuk kedalam. Setelah duduk, maka si Jenggot-terbang Ki
Heng bertanya:
"Tok gan lote, mengapa pada saat begini engkau baru
datang kemari ? Apakah terjadi sesuatu di tengah jalan ?"
Ik Bu It tertawa: "Karena aku hendak memberi tahu
tentang suatu peristiwa yang mengejutkan kepadamu."
"Istana Sian-ki wan di gunung karang itu telah dibasmi
oleh Golok-terbang Ui It Liong, apakah tidak mengejutkan
?" seru nenek Ban.
"Benarkah itu ?" suami isteri Li Heng terkejut.
Gin Liong segera menuturkan peristiwa yang dilihatnya
dalam Sian-ki-wan itu. Li Heng menghela napas: "Ah,
Golok-terbangUi It Liong memang terlalu ganas sekali."
Tiba2 pemuda baju hitam tadi muncul, Nenek Ban
segera memperkenalkan pemuda itu kepada Gin Liong
bertiga.
Sejenak memandang pemuda baju hitam. nenek Li
segera berkata dengan hati longgar: "setelah Hian-ki-wan
diobrak-abrik, Ah Cunpun tak perlu bersembunyi dalam
rumah lagi."
Gin Liong heran, ia hendak bertanya tetapi nenek Ban
sudah mendahului tertawa, serunya "Jangan bergirang dulu
kalian ini."sekalipun sarangnya diobrak-abrik, tetapi
siluman rase itu masih hidup."
"Siapakah yang Ban locianpwe sebut sebagai siluman
rase itu?" Gin Liong bertanya.
"Budak, apakah engkau benar2 tak tahu?" nenek Ban
balas bertanya.
"Siau siauhiap," seru kakek Ik Bu It, "apakah engkau tak
tahu bahwa ditiga wilayah Ik, Lu dan Wan (propinsi
Holam-Hopak, Shoatang, An-hwe) telah muncul tiga
mahluk indah ?"
Gin Liong mengatakan bahwa dia baru saja turun
gunung tak tahu pedalaman apa2.
"Ketiga mahluk cantik itu, yang satu adalah Dewi
Bayangan, yang seorang Bian sian-kho dan yang ketiga
ialah kepala dari Sian-ki-wan yakni Ceng Jun sian-ki . . .."
Melihat wajah Gin Liong agak berkerut, Ik Bu It
bertanya: " Eh, apakah Siau siauhiap sudah pernah
berjumpa dengan Ceng Jun sianki ?"
Merah muka Gin Liong, serunya: "Tidak, tetapi pernah
bertemu dengan Dewi Bayangan dan Biau Bian siankho . .
."
"Eh, budak, kalau melihat wajahmu merah, mungkin
engkau pernah menderita sesuatu dari siluman-siluman rase
itu," seru nenek Ban.
Teringat akan peristiwa Dewi Bayangan, seketika
meluaplah kemarahan Gin Liong sehingga hawa
pembunuhan menampil pada wajahnya. Suami isteri Li
Heng terkejut dan diam2 memuji anakmu itu benar2
memiliki ilmu tenaga-dalam yang hebat.
Melihat sikap Gin Liong, nenek Banpun terkejut dan tak
berani bertanya lebih lanjut.
"Siau siauhiap, dimanakah engkau berjumpah dengan
Dewi Bayangan dan Biau siankho?" tanya kakek Ik Bu It.
Gin Liong menyadari kalau ia terlanjur tak dapat
menekan emosi, maka buru2 ia menenangkan perasaannya
dan berkata: "Ketika bermalam di rumah Suma Tiong
tayhiap, aku pernah bertemu dengan Dewi Bayangan.
Karena tak tahu bahwa wanita itu banyak dosanya, maka
telah kubiarkan lolos, Dan ketika di biara Ki-he-kwan telah
bertemu dengan Biau Biau siankho . . . ."
Li Heng menghela napas.
"ilmu Bi-jin-sut (make up atau berhias) dari Biau Biau
siankho memang lihay sekali. lebih lihay dan ilmu Loan-sin
biang (harum pemabuk semangat) dari Ceng Jun sianki dan
Bi-lim-poh (sapu tangan pengikat jiwa) dari Dewi
Bayangan, Entah berapa banyak jago2 silat yang telan
terpikat oleh wanita itu sehingga hancur namanya."
"Rasanya mereka tak perlu disayangkan," kata nyonya li
Li Heng, "walaupun Biau Biau siankho memang lihay,
tetapi asal hatimu lurus dan bersih, ilmu Bi-jin-sutnya tentu
tak mempan."
Li Heng dan Ik Bu It mempunyai kelemahan yang sama.
Keduanya takut isteri.
Nenek Ban juga ikut bicara: "Biau Biau siankho ibarat
tukang pancing ikan. Siapa yang mau dipancing, itu
salahnya sendiri."
"Tetapi sampai dimanakah kelihayan dari bau wangi
Loan-sin-hiang itu ?" tanya Gin Liong.
Sebelum Ik Bu It menyahut, Li Heng sudah mendahului
memberi keterangan: "Jika kelak Siau siauhiap bertempur
dengan Ceng Jun sianki, jangan sampai siauhiap kalah
angin kalau tidak apa bila terkena racun dari Loan-sin-hiang
itu, tentulah . . "
"Tentu bagaimana ?" desak Gin Liong.
"Kesadaran pikiranmu tentu limbung dan terus
mengikuti dia, pasrah diri akan diapakan saja olehnya",
kata Ik Bu It tertawa gelak2.
Gin Liong teringat akan sapu dari Dewi Bayangan yang
membangkitkan rangsang nafsu, iapun segera berkata: "Jika
berhadapan dengan Ceng Jun sianki, kita harus menutup
pernapasan"
Li Heng dan Ik Bu It tertawa gelak2.
"Loan-sin-hiang dari Ceng Jun sianki itu tak
mengeluarkan suatu bau apa dan tak berwarna, ia
melancarkan serangan dikala engkau lengah. Asal dia
berada di atas angin atau memikat engkau dengan
pembicaraan dan senyuman, tanpa engkau sadari, dia telah
melancarkan serangan Loan-sin-hiang" kata Li Heng.
"Dengan begitu Loan-sin-hiang dari wanita siluman itu
merupakan senjata yang tiada tandingnya di dunia
persilatan ?" tanya Li Kun.
"Loan-sin-hiang itu memang aneh, terhadap kaum
wanita tidak dapat mengeluarkan khasiat, terhadap orang
tua yang sudah berumur tujuh puluhan tahunpun tak
mempan.
"Jika demikian, mengapa para cianpwe tidak bersatu
untuk membasmi kawanan siluman itu ?" tanya Yok Lan.
"Ah, nona Yok Lan belum tahu," sahut nenek Ban,
"ketiga siluman itu selain memiliki senjata lihay juga
berkepandaian tinggi sekali, Jago2 silat biasa tentu sukar
mengalahkannya, paling banyak hanya dapat melayani
sampai sepuluh jurus saja."
Sejenak melirik pada Li Kun, berkata pula nenek itu :
"Bukan aku menjunjung junjung siluman itu tetapi apabila
nona berdua bertemu mereka, baiklah menghindari supaya
jangan sampai bertempur dengan mereka saja."
Tahu bahwa nenek itu memang bersungguh hati
memberi nasihat, Yok Lanpun menghaturkan terima kasih,
Tetapi Li Kun yang berhati tinggi, wajahnya pucat dan
tubuh menggigil karena menahan kemarahan.
"Lo-moay." seru nenek li dengan cepat, "kalau engkau
mengatakan siluman rasa itu lihay sekali, mengapa kalian
bersama rombongan, Siau siauhiap berani memasuki
serangannya di Siang-ki wan ?"
Kemudian menunjuk pada Ik Bu It, ia berseru pula
dengan tertawa: "Apakah engkau tak takut milikmu yang
tua akan hilang, bukankah Tokgan be belum tujuh puluh
tahun umurnya ?"
Terdengar orang tertawa gelak2.
"Kita hanya menguatirkan Siau sihiap kalau sampai
dicelakai siluman rase itu, barulah kami bergegas-gegas
menyusulnya."
"O, kalian tidak bersama-sama Siau siauhiap ?" tanya
nyonya Li Heng.
Gin Liong lalu menuturkan pengalamannya, Tiba2 ia
hentikan penuturannya dan memberi isyarat agar sekalian
orang diam.
Saat itu terdengar sebuah suitan panjang yang berasal
dari tempat sejauh tujuh delapan li. Rupanya kumandang
suara suitan itu pelahan-lahan menuju ke rumah kediaman
Li Heng.
Li Heng segera memadamkan lampu, loncat keluar dan
terus melambung ke atas rumah. Gin Liong dan sekalian
orangpun segera menyusul tindakan tuan rumah.
Gin Liong melihat wajah suami isteri Li Heng tegang
sekali demikian pula Ik Bu It dan nenek Ban. Dan suitan itu
terus menerus berkumandang di angkasa, menghampiri ke
tempat kediaman Li Heng.
Tiba2 Gin Liong berkata kepada pemuda baju hitam:
"Saudara Li, dimanakah kuda kami ? Harap saudara bawa
kemari."
Sekalian orang terkejut dan memandang Gin Liong,
Pemuda itu menjelaskan: "Yang datang itu tentulah orang2
dari Sian-ki-wan yang setelah tahu sarangnya dibasmi
habis2an, mereka lalu mengejar kemari, Kita harus
menyongsong di luar perkampungan agar jangan
melibatkan Li locianpwe."
Sekalian orang menyetujui dan nenek Banpun segera
memerintahkan pemuda baju hitam untuk lekas2
mengeluarkan kuda mereka, Bahkan Gin Li-ong, Yok Lan
dan Li Kun segera mengikuti pemuda baju hitam itu untuk
mengambil kuda. Ik Bu It dan Siu Ngo juga menyusul.
Begitu tiba di kandang kuda, nenek Ban sudah
mencongklangkan kudanya menerobos dari rumah
belakang. Kemudian Ik Bu It dan Siu Ngo. Gin Liong
bertiga cepat loncat ke kuda masing2 dan melarikan
menyusul kedua suami isteri Ik Bu It.
Ketika Gin Liong bertiga tiba di luar desa tampak nenek
Ban sudah turun dari kudanya dan tegak berdiri di bawah
sebatang pohon, Ik Bu It pun menambatkan kuda berdiri di
dekat isterinya, sedang Siu Ngo tegak disamping ayahnya.
Saat itu suara suitan sudah berhenti. Pada saat Gin
Liong bertigapun sudah loncat dari kudanya dan
menghampiri mereka, Kini mereka berdelapan tegak
menunggu kedatangan orang yang bersuit itu dengan penuh
pertanyaan, lawankah atau kawan.
Pada saat itu segera terdengar kibaran pakaian dideru
angin, Nenek Ban serentak bersiap dengan tongkat kepala
burung hong.
Ternyata yang datang itu hanialah Li Heng dan isteri
serta puteranya. Mereka segera bertanya apakah musuh
sudah datang.
"Belum," sahut Ik Bu It, "nanti apabila terjadi
pertempuran harap saudara Li berdua dengan putera
bersembunyi di tempat gelap"
Tetapi sampai beberapa saat suasana masih tetap sunyi,
Yang terdengar hanya lolong kawanan anjing di
perkampungan.
"Oh, mungkin karena takut kepadamu, mereka tak jadi
datang kemari, "nyonyah Li Heng berseru dan tertawa
kepada nenekBan.
Li Hengpun mengatakan bahwa karena hari sudah
hampir terang tanah, lebih baik mereka kembali ke
rumahnya untuk makan pagi. Tetapi Gin Liong dan kedua
nona menolak karena hendak melanjutkan perjalanan. Juga
Ik Bu It mengatakan memang Gin Liong mempunyai
urusan penting yang harus segera diselesaikan
"Hendak kemanakah Siau siauhiap ini ?" tanya Li Heng,
"Untuk membalas dendam kematian suhuku, aku
hendak memburu jejak seseorang, maka sukar untuk
menentukan arah yang hendak kutuju." Gin Liong memberi
keterangan Dan Li Hengpun dapat mengerti
"Nona Yok Lan, kalian hendak menempuh jalan mana
saja ?" tanya nenekBan kepada Yok Lan.
"Lebih dulu ke Ciau-koan lalu ke gunung Cin-san,
setelah itu baru menentukan arah yang akan kita tempuh,"
sahut Yok Lan.
"Jika begitu kita seperjalanan. Kami juga pulang ke
Thay-san" seru Siu Ngo gembira.
Yok Lan tak keberatan. Demikian mereka berenam
segera berangkat Pada waktu terang tanah, mereka melihat
sebuah kota di sebelah depan, kira2 hanya beberapa li
jauhnya.
Ik Bu It menerangkan bahwa mereka lebih dulu akan
melintasi sebuah sungai, Setelah menyeberang sungai, baru
kita nanti berhenti makan.
Gin Liong walaupun tak lapar tetapi terpaksa menurut,
Setelah menyeberang sungai, mereka segera mencari rumah
makan.
"Nona, nona . . ", tiba2 terdengar suara orang memanggil
Li Kun. Li Kun berpaling dan terkejut melihat dua orang
berpakaian seperti pedagang, lari dari sebuah rumah
penginapan, menghampirinya.
"Ah, engkau Tio hiang . . Mengapa kalian disini?" tegur
Li Kun terkejut. Kedua orang itu adalah anak buah dan
keluarga Tio di gunung Thiat san.
Kedua orang itu mempersilahkan Li Kun dan
rombongannya kedalam rumah penginapan mereka.
Mereka juga menyewa kamar disitu, Ternyata Siu Ngo
sudah menyediakan air hangat dan meminta Gin Liong
serta Yok Lan cuci muka, Ketika melalui sebuah kamar di
sebelah, keduanya terkejut mendengar Li Kun menangis
dalam kamar itu. Buru2 mereka masuk menjenguknya.
Setelah didesak dan dihibur, barulah Li Kun mau
memberi keterangan bahwa kedua anak buahnya itu
memang mencarinya untuk menyampaikan berita penting.
"Hwat-kiang-si, Hek Bu Siong dan Lak-ti-seng dari
kawanan Thiat-san-pat-koay telah mengundang beberapa
tokoh silat sakti, menyiarkan berita bahwa nanti tanggal
lima bulan lima akan menghancurkan Mo-thian-nia dan
membasmi ketujuh saudara Tio.
Gin Liong terkejut. Adalah karena dirinya maka Thiatsan-
pat-koay dan ketujuh saudara Tio telah bermusuhan.
"Harap taci Kun jangan kuatir, sebelum tanggal itu aku
tentu sudah datang ke gunung Thiat-san. Taci Kun dan
Lan-moay pulang dulu ke puncak Mo thian-nia, setelah
dapat mengejar Liong-li locianpwe, aku segera kembali ke
Mo thian-nia."
Tetapi Li Kun menolak, ia akan kembali pulang sendiri
dan Yok Lan biar ikut pada Gin Liong.
Ringkasnya setelah makan, Li Kun segera berangkat
pulang dengan kedua anak buah.
Setelah itu Gin Liong meminta keterangan ke pada
suami isteri Ik Bu It tentang perkumpulan Thian-leng-kau
yang bermarkas digunung Ke-kong-san.
"Ya, memang terdapat perkumpulan itu di Ke kong-san.
Kabarnya didirikan oleh dua kakak beradik" kata nenek
Ban.
"Baru setengah tahun ini Thian-leng-kau bergerak di
dunia persilatan," kata Ik Bu It, "mereka menerima
anggauta dari kalangan hitam. Bahkan ada beberapa tokoh
hitam yang telah masuk."
"Kabarnya, kedua kakak beradik itu mempunyai
kepandaian yang luar biasa," kata nenek Ban pula, " setiap
orang yang hendak masuk, lebih dulu tentu diuji ilmu
silatnya. Siapa yang mampu mengalahkan keduanya, akan
diangkat sebagai ketua"
"O, dengan begitu tentu akan menarik perhatian tokoh2
yang temaha kedudukan tinggi" kata Gin Liong.
"Eh, apakah engkau juga hendak merebut kedudukan itu
?" seru Ik Bu It tertawa.
"Ah, mungkin kursi mereka tak enak," Gin liong tertawa,
Nenek Ban memperhatikan bahwa ada sesuatu yang
tersembunyi dalam hati Yok Lan, maka iapun bertanya:
"Apakah kalian juga hendak adu kepandaian ke sana?"
"Tidak," kata Yok Lan, "tetapi karena marah taci Li Kun
telah menerima tantangan dari seorang thaucu Thian-leng
kau untuk datang ke Ke-kong-san nanti satu setengah bulan
lagi, Walaupun taci Li Kun pulang tetapi kita akan
mewakilinya datang kesana."
Menduga bahwa kepandaian Yok Lan tentu takkan
mampu mengalahkan orang Thian-leng-kau, maka nenek
Ban segera berseru: "Ih tidak. jangan terlalu membanggakan
kepandaianmu dan gegabah membawa nona Yok Lan
kesana. Walaupun bukan sarang naga dan harimau, tetapi
markas Thian-leng-kau itu penuh dengan tokoh2 yang
sakti...."
"Ucapan seorang lelaki harus ditepati." Ik Bu It
menyelak. "sekali sudah menerima tantangan, harus
dipenuhi, Kalau engkau kuatir, mengapa engkau tidak ikut
pergi kesana ?"
Sengaja ia hendak membakar hati isterinya lagi: "Huh,
engkau sendiri bernyali kecil, pura2 memberi peringatan
kepada orang . . ."
Sudah tentu nenek Ban marah sekali. Bluk, ia gentakkan
tongkat ke lantai dan berseru:
"Hmm, sekalipun Thian-leng-kau di Hu kong-san itu
tempat Raja Akhirat, akupun tetap akan kesana."
"Bagus, bagus !" seru Ik Bu It, "aku ingin melihat engkau
menduduki kursi ketua Thian-leng-kau"
Nenek Ban deliki mata kepada suaminya dan
mendengus: "Huh, aku sih tidak kepingin kursi
perkumpulan semacam itu."
Kuatir kalau kedua orang tuanya bertengkar lebih hebat,
Siu Ngo segera alihkan pembicaraan kepada Yok Lan:
"Berapa lama taci Li Kun tiba di rumah ?"
"Kalau menempuh perjalanan siang malam, enam tujuh
hari tentu dapat" kala Yok Lan.
"Eh, dimanakah rumahnya ?"
"PuncakMo-thian-nia gunung Thiat-san," kata Yok Lan.
"O, kiranya nona Li Kun itu salah seorang dari ketujuh
saudara Tio, bukan ?" seru Ik Bu It.
Gin Liong mengiakan.
"Oh, makanya kuperhatikan wajahnya kurang senang
ketika kuceritakan bahwa Ceng Jun sianki itu tinggi
kepandaiannya. Memang dalam ketujuh persaudaraan Tio,
ialah yang paling menonjol sendiri kepandaiannya." kata Ik
Bu It.
Demikian setelah beromong-omong beberapa waktu lagi,
mereka berlima segera masuk ke dalam kamar masing-2
untuk beristirahat.
Menggunakan kesempatan itu Gin Liong mengambil
kaca wasiat dan diperiksanya, Dalam pancaran sinarnya
yang kemilau, tampak beberapa huruf kecil2 warna merah.
Ternyata suatu pelajaran ilmu pernapasan tenaga-dalam, ia
mengisar lagi kaca itu dan melihat tulisan berbunyi Kitab
pelajaran ilmu pukulan Naga-harimau, cenderawasih-ular.
Memutarnya ke bawah ia melihat beberapa telapak kaki
warna merah yang malang melintang tak keruan. Ketika
memeriksa hurup-2 merah pada sampingnya ia terkejut.
Ternyata terdapat tulisan berbunyi Sing-hoan-cek-kiong
poh atau gerak langkah bayangan dari Istana-wungu. Tetapi
sampai lama sekali belum juga ia mengerti apa yang tertera
disitu, Setelah merenungkan dan membayangkan tentang
gerak langkah Liong li-biau ajaran Ban Hong Liong-li,
serentak ia menyadari, perhatiannya makin terpikat.
Setelah menghafalkan beberapa dalam hati, ia akan
turun dari tempat tidur, Maksudnya hendak berlatih ilmu
yang dipelajarinya itu. Tetapi alangkah kejutnya ketika
melihat Yok Lan tahu2 sudah tegak diambang pintu.
Buru-2 Gin Liong menyimpan kaca wasiat dan
melambai kearah Yok Lan: "Kemarilah, Lan-moay."
Yok Lan heran mengapa saat itu Gin Liong tampak
gembira sekali. Iapun melangkah masuk.
"Lan-moay lihatlah." seru Gin Liong seraya menyingkap
baju luarnya.
"Hai kaca wasiat!" seru Yok Lan terkejut. Menyusul ia
segera bertanya dari mana Gin Liong mendapatkannya.
Gin Liong dengan terus terang menceritakan tentang diri
orang tua aneh yang memiliki kaca wasiat itu dan telah
menyerahkannya kepadanya.
"Apakah Ik locianpwe dan Siu Ngo tahu ?" tanya Yok
Lan.
"Tidak." sahut Gin Liong, Kemudian ia membuka baju
luarnya lagi dan suruh Yok Lan memeriksa dengan teliti.
Yok Lan terkejut karena melihat tanda2 telapak kaki
yang malang melintang tak keruan.
"Liong koko, apakah ini bukan gerak langkah Cek kiongpoh
yang termasyhur dalam dunia persilatan itu ?"
Gin Liong mengiakan: "Setelah kupadu dengan ilmu
gerak langkah ajaran Liong-li locianpwe, ternyata Cekkiong-
poh ini lebih hebat."
"Coba engkau katakan apa pelajaran dari liong-li
locianpwe itu" kata Yok Lan.
Gin Liong menurut. Tetapi ketika ia mengucapkannya,
Yok Lan menunduk untuk memeriksa kaca wasiat itu,
sikapnya seolah meremehkan ilmu gerak langkah Liong-libiau.
Ia ulurkan tenaga hendak menyambar tubuh Yok Lan
tetapi ternyata nona itu sudah lenyap.
Gin Liong terkejut menyaksikan gerakan yang
sedemikian cepatnya dari sumoaynya. Setelah direnungkan
barulah ia tahu bahwa gerakan Yok Lan itu merupakan
langkah pertama dari ilmu langkah Cek-kiong-poh. Ia
menyimpan kaca lalu melesat keluar, Dilihatnya Yok Lan
berdiri tegak ditengah halaman, Mata terbeliak, mulut
menganga. Rupanya dia juga terkejut membaca ilmu gerak
langkah Cek-kiong-poh yang hebat itu.
Gin Liong menuding kedalam bajunya dan melambaikan
tangan kearah Yok Lan dapat menangkap artinya tetapi
ketika ia hendak menghampiri ternyata SiuNgo muncul.
"Taci Lan, apa engkau tak beristirahat?" seru gadis itu,
"Sudah," kata Yok Lan. sementara itu Gin Liong sudah
menyusup masuk kedalam kamarnya.
Ik Bu Itpun keluar dan menanyakan kapan hendak
berangkat.
"lk locianpwe, kalau sekarang kita menyeberang sungai
apakah sebelum petang kita sudah dapat mencapai kota
Ciau-koan ?" tanya Yok Lan.
"Kota itu seratusan li jauhnya, mungkin tengah malam
baru tiba disana." sahut Ik Bu It.
Kemudian kakek itu memerintahkan Siu Ngo supaya
menyiapkan hidangan.
"Kami tahu bahwa nona berdua dengan Siau siauhiap itu
saudara seperguruan tetapi kami belum tahu siapakah
sesungguhnya suhu nona itu ?" tanya Ik Bu It.
Dengan nada sarat, Yok Lan mengatakan bahwa dia tak
mempunyai perguruan dan tak tergolong pada suatu aliran
persilatan Yang mengasuhnya hanya Liau Ceng taysu,
kepala gereja Leng-hun-si di gunung Hwe-siang-hong.
Nenek Ban kerutkan dahi dan bertanya kepada suaminya
apakah pernah mengenal Liau Ceng taysu.
Rupanya Ik Bu It dapat menangkap arti kata-kata
isterinya maka ia berkata kepada Yok Lan: "Mungkin suhu
nona itu tentu seorang paderi yang mengasingkan diri.
Apalagi kami sering pergi ke luar perbatasan sehingga tak
beruntung mengenal suhu nona, Apabila nona dapat
menyebutkan namanya sebelum menjadi paderi,
kemungkinan kami tentu tahu."
Yok Lan mengatakan bahwa sejak belajar silat, ia tahu
suhunya itu sudah menjadi paderi dan iapun tak berani
menanyakan asal usulnya.
Saat itu Gin Liong muncul bersama empat pelayan yang
membawa hidangan Mereka segera melahap hidangan
Kemudian mereka berangkat lagi, Mereka naik perahu
besar menyeberang.
Setelah tiba di seberang tepi, mereka lanjutkan
perjalanan lagi, Dalam beberapa kejap sudah mencapai
belasan Ii. Tiga li lagi mereka melihat orang2 berkerumun
melihat dua sosok bayangan bertempur.
"Ada orang bertempur, mari kita lihat," seru nenek Ban
terus larikan kuda menghampiri.
"Hai, tak perlu, jangan sampai menelantarkan urusan
Siau siauhiap," Ik Bu It mencegah.
Mendengar itu nenek Ban lambatkan kudanya. jaraknya
hanya terpisah satu li dari tempat pertempuran itu. Ternyata
kedua orang itu bertempur disebuah tanah lapang di tepi
jalan besar, Para penonton berkeliling pada jarak beberapa
tombak jauhnya, Gin Liong heran mengapa mereka harus
menyingkir sedemikian jauhnya dari tempat pertempuran.
Ternyata salah seorang yang bertempur itu seorang
wanita yang berpakaian merah menyala dan lawannya
seorang paderi tua berjubah kelabu.
Gerakan wanita baju merah itu luar biasa anehnya,
berlincahan bagai kupu2 hinggap di bunga, Dengan
sepasang tangan ia menghadapi serangan tongkat si paderi,
Tampaknya wanita itu belum mengeluarkan seluruh
kepandaiannya.
Paderi itu juga bukan tokoh yang lemah, Tongkatnya
menyambar-nyambar laksana halilintar, dahsyatnya bukan
kepalang, tetapi tetap ia tak dapat merubuhkan wanita yang
memiliki gerakan luar biasa itu.
Gin Liong mendapat kesimpulan bahwa sesungguhnya
wanita itu memang sengaja hendak mempermainkan
kawannya.Marahlah Gin Liong, ia hendak bertindak tetapi
segera ia teringat akan peringatan Ik Bu It kepada nenek
Ban tadi, Terpaksa ia tak menghentikan kudanya,
Tetapi ketika makin dekat, makin jelaslah ia siapa paderi
itu, serentak berubahlah wajahnya dan segera ia berseru
nyaring: "Berhenti!"
Kuda terus diarahkan ketempat pertempuran. Bentakan
Gin Liong amat kuat sekali sehingga kedua orang yang
bertempur itupun berhenti karena terkejut.
Yok Lanpun segera dapat mengenali paderi itu, seketika
wajahnya berubah dan terus berseru rawan: "Sam-sucou !" -
iapun larikan kudanya menghampiri.
Saat itu Gin Liong sudah tiba dan terus loncat dari kuda
lalu lari kearah paderi tua.
Melihat Gin Liong, paderi tua itu merah mukanya. ia
menuding wanita baju merah dan berseru: "Liong-ji, inilah
Ban liong liong-li yang telah membunuh gurumu."
Gin Liong hentikan langkah dan tertegun Yok Lanpun
tiba lalu lari menghampiri paderi tua itu seraya menangis
dan memangginya sebagai sam-sucou atau kakek guru yang
ketiga.
"Siau siauhiap, hati-hatilah, Wanita itu adalah Ceng Jun
sian - ki !" tiba2 nenek Ban isteri Ik Bu It berseru.
Gin Liong terkejut dan menyadari mengapa para
penonton tak berani menyaksikan dari dekat. Di lain pihak,
sam-sucounya itu belum pernah melihat Ban Hong Liong-li.
Dia tentu salah duga. Kiranya pada hari setelah Liau Ceng
taysu terbunuh, sam-sucounya menghilang dari gunung
karena marah, ia hendak menuju ke daerah Biau untuk
membuat perhitungan dengan BanHong Liong-li.
Sejak kecil Yok Lan memang disayang oleh samsucounya.
Maka dara itu menangis ketika ber temu dengan
sam-sucounya.
Saat itu Ik Bu It, nenek Ban dan Siu Ngo sudah loncat
turun dari kuda, Dan nenek Banpun segera membentak:
"Siluman rase engkau cari mampus . . !"
Ia memutar tongkat kepala burung hong lari menerjang
wanita baju merah itu.
Gin Liong cepat tersadar untuk menutup pernapasannya,
Diam2 ia kerahkan tenaga-dalam apakah telah terkena
racun. Dilihatnya pula mulut Ceng lun sian-ki mengulum
senyum, sebelah tangannya yang putih mengulap ke
janggut, sikapnya seperti hendak melepas racun.
Ceng Jun sian-ki atau DewiMusim Semi itu baru berusia
25-27 tahun. Memiliki kecantikan wajah yang dapat
menjatuhkan iman seorang dewa dan potongan tubuh yang
menggiurkan. Dia benar2 seorang insan yang diberkahi
dengan kecantikan seperti seorang dewi, Diam2 Gin Liong
heran mengapa sam sucounya sampai salah menduganya
sebagai Bab Hong Liong-li.
Melihat nenek Ban mengamuk, Ceng Jun sianki tenang
saja, Bahkan malah tertawa mengikik,
"Hai induk kukuk-beluk, mukamu seperti ayam, matamu
seperti tikus, Benar2 menakutkan orang !" serunya, sambil
berputar-putar seperti angin puyuh.
Sudah tentu nenek Ban marah sekali sehingga
gerahamnya sampai bercaterukan: "Ketahuilah, waktu
muda aku secantik bidadari, tak kalah dengan wajahmu
yang seperti siluman rase itu"
Dihadapan umum dirinya dimaki sebagai siluman rase
marahlah Ceng Jun sian-ki : "Nenek jelek, engkau benar2
sudah bosan hidup !"
Habis berkata tangan kiri menampar dalam gerakan
kosong tangan kanan meluncurkan semacam rantai putih
yang melingkar2 melibat tongkat nenek Ban.
Ik Bu It terkejut. Dengan menggerung keras ia segera
loncat menerjang, Dengan jurus Thay-san ya-ting atau
gunung-Thaysan-menindih-puncak, ia menghantamkan
tongkat kearah Ceng Jun sian-ki.
Melihat serangan tongkat sedahsyat itu, Ceng Jun sian-ki
cepat berputar menarik tangan kanannya yang melibat
tongkat nenek Ban dan tahu-tahu sudah berada di belakang
Ik Bu It.
Sesungguhnya ilmu silat Ik Bu It itu bukan olah2
hebatnya, Pada saat Ceng Jun sian-ki berputar tubuh,
tongkatnya segera berganti dengan jurus Heng-soh-ngo-gak
atau Membabat-lima-buah-gunung menyapu tubuh Ceng
Junsian-ki.
Sebelum wanita itu sempat berdiri tegak, tongkat Ik Bu It
sudah tiba, Dalam pada itu, tongkat nenek Banpun
menusuk pinggangnya, Ceng Jun sian-ki terkejut, menjerit
dan melambung ke udara.
Karena tak mengenai sasarannya. kedua tongkat suami
isteri tua itu hampir saja saling berbentur sendiri.
Sebenarnya Ceng Jun sian-ki tahu siapa ke dua suami
isteri tua itu. Tetapi ia tak memandang mata kepada
mereka, Setelah serangan itu, baru ia tak berani
meremehkan Maka selagi melayang di udara ia kebutkan
sepasang lengan bajunya, untuk menampar bahu Ik Bu It
dan nenek Ban.
Ik Bu It dan isterinya menyadari bahwa lawan itu
seorang tokoh yang hebat, Maka mereka pun menyerang
dengan jurus yang hebat.
Gin Liong, Yok Lan dan sam-sucounya berdiri
disamping, mengikuti pertempuran itu dengan penuh
perhatian, Tetapi Siu Ngo tampak gelisah, Bahkan dahinya
sudah menghamburkan keringat dingin.
Gin liong memperhatikan gerakan Ceng Jun sian-ki dan
dapatkan bahwa sesungguhnya kepandaian wanita itu tak
jauh terpautnya dengan suami isteri Ik Bu It. Tetapi karena
ia pernah menderita dari Dewi Bayangan, maka iapun tak
berani tak mempercayai keterangan kedua suami isteri tua
tentang Loan-sin-hiang yang luar biasa hebatnya dari
wanita itu.Maka iapun tak berani gegabah turun tangan.
Yok Lan sudah dapat mengetahui isi hati Gin Liong,
iapun kuatir dirinya tak mampu menandingi wanita itu,
Maka ia juga diam saja.
Karena percaya dirinya tak mungkin terkena Loan-sinhiang,
begitu pula lk Pu Itpun merasa umurnya sudah
cukup tua. dan kuatir kalau kalah, maka kedua suami isteri
itupun mendahului menyerang dengan jurus yang dahsyat.
Tetapi ternyata untuk mengalahkan Ceng Jun sian-ki, tak
semudah yang diperkirakan mereka.
Melihat itu akhirnya Yok Lan tak dapat menahan diri
lagi, Segera ia berseru kepada suami isteri Ik Bu It: "Harap
lo cianpwe berdua mundur dulu, biarlah wanpwe
menghadapi Ceng Jun sian ki yang termasyhur itu"
Tring, ia segera mencabut pedang Tanduk Naga dan
terus maju ke tengah gelanggang.
Tahu kalau sukar merebut kemenangan kedua suami
isteri itupun menurut untuk mundur. Dan begitu melihat
wajah Gin Liong, seketika timbul keinginannya untuk
menggaet pemuda itu.Maka iapun juga berhenti.
Ik Bu It dan isterinya terkejut melihat Yok Lan masuk
kedalam gelanggang dengan membawa pedang, Tetapi
karena Gin Liong tenang2 saja, kedua suami isteri itupun
tak mau mencegah.
"Nona Lan, harap hati2 !" seru Ik Bu It karena kuatir
nona itu memandang rendah kepandaian lawan.
Ceng Jun sian-ki luas sekali pengalamannya dalam dunia
persilatan. Sudah banyak tokoh2 sakti yang dihadapinya,
Melihat Yok Lan begitu tenang, ia duga nona itu tentu
memiliki kepandaian yang mengejutkan. Dan ketika
melihat pedang yang berada ditangan Yok Lan itu
memancarkan sinar merah, dia makin terkejut.
Beberapa penonton yang bernyali besar, segera maju
mendekat. Mereka saling berbisik-bisik menilai
pertandingan itu...
Yok Lan berhenti pada jarak setombak dihadapan Ceng
Jun sian-ki.
"Lama kudengar Sian-ki memiliki kepandaian yang
hebat, Hari ini sungguh beruntung sekali aku dapat
bertemu, harap Sian-ki suka memberi pelajar an barang
beberapa jurus saja . . . ." seru Yok Lan.
Ceng Jun sian-ki tahu bahwa ia sedang berhadapan
dengan seorang lawan yang tangguh, Tetapi ia tetap tenang
bahkan karena percaya akan ilmu kepandaiannya yang
tinggi. ia agak memandang rendah lawan.
"Budak hina, jangan bermulut tajam," tukasnya, "menilik
engkau seorang wajah yang cantik, mungkin dapat
kuberimu ampun dan kujadikan engkau sebagai
pengawalku, Kalau berani menolak, jangan sesalkan aku
akan bertindak kejam terhadapmu menghancurkan
wajahmu yang cantik itu."
Berhenti sejenak, diam2 ia salurkan tenaga dalam dan
tertawa dingin: "Dalam tiga jurus engkau boleh menyerang,
aku takkan membalas. Keluarkanlah seluruh kepandaianmu
!"
Sudah tentu marah juga Yok Lan mendengar
kesombongan wanita itu, ia tertawa hambar.
"Sian-ki, apabila sedikit saja engkau dapat menang angin,
aku bersedia menjadi bujangmu selama-lamanya !" seru
Yok Lan.
Sekalian penonton gempar. Mereka anggap dara itu
terlalu tekebur juga suami, isteri Ik Bu It terkejut dan saling
berpandangan.
Ceng Jun sian ki sendiri pucat wajahnya karena
menahan kemarahan. Tubuh agak gemetaran alis berkerut,
serunya:
"Budak hina, mengapa engkau tak lekas menyerang ?
Jika masih banyak mulut, aku tak dapat mengampuni
jiwamu lagi ! "
Yok Lan mengiakan Dengan jurus Jay-hong-tiau-yang
atau Cenderawasih, menghadap - surya, ia membuka
serangan pertama.
Walaupun congkak tetapi Ceng Jun sian-ki tak berani
memandang rendah lawan. Dengan melengking keras ia
berputar ke belakang Yok Lan, Yok Lan tertawa dingin.
Segera ia mainkan ilmu gerak Sing-hoan-cek-kiong-poh
yang istimewa. Tubuhnya berkelebat dan tahu2 ia sudah
berada di belakang Ceng Jun.
Ik Bu It dan nenek Ban tercengang melihat gerakan yang
luar biasa anehnya dari dara itu, juga Ceng Jun sian-ki tak
kurang kejut nya, Dan lebih terkejut lagi ketika saat itu
kepalanya seperti disambar angin dingin.
Cepat ia tundukkan kepala dan tubuh, sembari
melengking nyaring pinggangnya bergeliatan dalam jurus
Hwe-tiau-ong-gwat atau Berpaling-memandang-rembulan.
Tangan kanannya serentak menampar. Tetapi alangkah
kejutnya ketika tamparannya itu hanya menemui tempat
kosong dan ia tak melihat tubuh lawan dibelakang. Tetapi
belakang kepalanya masih tetap didera angin dingin.
Dengan menjerit kaget, Ceng Jun Sian ki segera ayun
tubuhnya loncat kemuka sampai tiga tombak. Ketika
berpaling, semangat pun serasa terbang. Saat itu ujung
pedang lawan sudah mengancam mukanya. Karena gugup,
ia kebutkan kedua lengan bajunya untuk menghalau.
Yok Lan berkisar kesamping, pedang segera melamur
menabas sepasang lengan baju lawan.
Ik Bu It tahu bahwa lengan baju wanita itu tak mempan
ditabas senjata tajam, maka cepat2 ia berseru memberi
peringatan: "Nona Lan, jangan."
Rupanya Yok Lan tahu apa yang dikandung dalam
peringatan kakek itu, Cepat ia salurkan tenaga-dalam ke
batang pedang, kemudian dengan menggunakan jurus Guikim-
cui-giok atau membelah-emas-menghancurkan zamrud,
ia taburkan pedang Tanduk Naga dalam lingkaran sinar
yang deras, membabat sepasang lengan baju Ceng Jun sianki.
Ceng Jun sian ki tertawa sinis. Segera ia gentarkan
tangan untuk melibatkan lengan baju ke pedang Yok Lan.
Cret. . . . sepasang lengan baju Ceng Jun sianki kutung
dan berhamburan jatuh ke tanah, Sedang orangnya menjerit
kaget terus enjot tubuh melambung ke udara, lalu meluncur
ke barat hendak melarikan diri.
Yok Lan tahu bahwa dengan menderita kekalahan itu
Ceng Jun sian-ki tentu masih penasaran, ia hendak memberi
pelajaran, menghancurkan kesombongan wanita itu.
Serempak dengan melengking nyaring ia gunakan jurus
bianglala-merentang-diudara, secepat kilat tubuhnya loncat
mengejar.
Yok Lan tak mau membunuhnya melainkan hendak
menghancurkan kecongkakannya saja, ia tidak membacok
melainkan hanya menyambar diatas kepala saja.
Ceng Jun sian-ki menjerit-jerit minta ampun seraya lari
menyusup ke dalam hutan, Yok Lanpun hentikan larinya
dan berseru :
"Ceng Jun sian-ki, harap engkau suka merobah kejahatan
dan kembali ke jalan benar, jangan engkau mengecewakan
harapan suhumu yang bersusah payah memberi pelajaran
kepadamu !"
Tanpa berpaling lagi, Ceng Jun sian-ki terus lari masuk
kedalam hutan, sekalian penonton terlongong-longong
menyaksikan peristiwa yang tak terduga-duga itu, Ceng Jun
sian ki yang termasyhur telah dikalahkan oleh seorang nona
yang tak terkenal .
Demikian pula Ik Bu It dan isterinya. Keduanya sudah
berpuluh tahun terjun dalam dunia persilatan tetapi belum
pernah mereka melihat permainan ilmu pedang yang
sedemikian luar biasa seperti yang dimainkan Yok Lan.
Mereka menyadari bahwa tiada guna mereka menemani
kedua anak muda itu ke markas Thian-leng-kau karena
ternyata kedua anak muda itu sudah cukup tangguh untuk
menghadapi jago2 Thian-leng-kau.
Merekapun menyayangkan mengapa Yok Lan memberi
ampun kepada wanita yang berlumuran kejahatan itu.
Paderi tua atau sam-sucou dari Yok Lan girang bukan
kepalang ia tak tahu dari mana Yok Lan dapat mempelajari
ilmu pedang yang sedemikian hebatnya itu.
Demikian pula dengan Gin Liong, ia memang percaya
bahwa Yok Lan tentu dapat menghadapi Ceng Jun sian-ki
tetapi ia tak pernah menduga bahwa sumoaynya telah
memiliki ilmu pedang yang sedemikian mengejutkan.
Yok Lan sendiri ter-sipu2 merah wajahnya karena
sekalian orang memandangnya dengan rasa kagum Gin
Liongpun lalu memperkenalkan sam-sucounya kepada
suami isteri Ik Bu It.
Maka bertanyalah Ik Bu It mengapa paderi itu tadi telah
salah menduga Ceng Jun sian-ki se bagai Ban Hong Liongli.
Paderi tua itu menerangkan bahwa ketika bertemu
dengan Ceng Jun sian-ki, karena wajah dan umurnya masih
muda, ia bertanya apakah wanita itu bernama Ban Hong
Liong-li. Dan wanita itu pun mengiakan.
"Karena marah, aku segera menyerangnya," kata paderi
tua, "ternyata dia sangat lihay sekali kalau Ik sicu dan Gin
Liong serta Yok Lan tak keburu datang, entah sampai
berapa lama pertempuran itu akan berlangsung."
"Lo-siansu mengatakan bahwa Ban Hong Li ong-li itu
adalah pembunuh dari suhu Siau siauhiap dan nona Lan . .
" sebelum nenek Bun melanjutkan kata2nya, paderi tua
sudah menukas.
"Karena cinta maka Ban Hong Liong-li di rangsang
dendam kebencian dan pembunuhan. Walaupun Liau
Ceng- sutit sudah masuk menjadi paderi tetapi Ban Hong
Liong-li masih tetap tak mau melepaskannya . ."
"Jika demikian bukankah sutit dari lo-siansu itu Pelajarberwajah-
kumala Kiong Tayhiap yang namanya
menggetarkan dunia persilatan dan pernah menundukkan
daerah Biau?" seru Ik Bu It seketika.
Sambil mengusap-usap jenggot, paderi tua itu mengiakan
Ik Bu It dan nenek Ban menghela napas.
"Memang Ban Hong Liong-li sangat mencintai Kiong
thayhiap, peristiwa itu telah diketahui oleh semua kaum
persilatan. Bahwa akhirnya harus terjadi peristiwa yang
sedemikian menyedihkan sungguh diluar dugaan orang.
Menilik kepandaian Kiong tayhiap yang begitu tinggi,
kecuali orang yang paling dekat dan karena dia lengah
maka baru dia dapat dibunuh.Dengan demikian, tak salah
lagi tentulah Ban Hong Liong-li yang telah melakukan
pembunuhan itu"
Ik Bu Itpun meminta paderi tua itu menuturkan
peristiwa2 yang terjadi dalamdunia persilatan selama ini.
Dalam pada berbicara itu orang2 yang berkerumun
menyaksikan pertandingan tadi, pun sudah bubar.
Tiba2 nenek Ban memerintahkan Siu Ngo mengambil
kutungan lengan baju Ceng Jun sian-ki.
Setelah melihat kutungan lengan baju itu, berkatalah Ik
Bu It: "Kabarnya lengan baju dari Ceng Jun sian-ki itu
terbuat dari ulat sutera yang kebal senjata tajam, Khusus
digunakan untuk melibat senjata lawan dan merampasnya."
Ternyata lengan baju itu terasa dingin dan lemas sekali.
beratnya hanya dua tail, setelah dibuka panjangnya antara
setombak lebih, Tipis dan berkilau-kilauan.
"Ah, benar2 ulat sutera yang luar biasa," kata Ik Bu It.
Gin Liong tak percaya, ia segera menabas dengan
pedangnya tetapi tak mempan.
"Ah, kini sudah jelas," seru Ik Bu It, "bahwa bukan
pedang nona Lan yang tajam tetapi adalah ilmu pedangnya
yang luar biasa itulah yang dapat memapas kutung lengan
baju Ceng Jun sianki.
Ik Bu It suruh Siu Ngo menyerahkan benda itu kepada
Yok Lan tetapi Yok Lan menolak dan minta Siu Ngo
menggunakannya sebagai pakaian yang kebal senjata.
Tetapi Siu Ngo dan nenek Ban tak mau dan tetap
menyerahkan kepada Yok Lan. Akhirnya Gin Liong
memberi isyarat supaya Yok Lan menerimanya.
Kemudian Ik Bu It menyatakan bahwa ia terpaksa tak
dapat menemani Gin Liong lebih lanjut karena ia percaya
Gin Liong berdua tentu mampu untuk menghadapi orang2
Thian-leng-kau.
Gin Liong menghaturkan terima kasih atas bantuan
kedua suami isteri itu, Demikian mereka dengan berat hati
segera berpisah, Setelah Ik Bu It dan kedua isteri serta
puterinya pergi, paderi tua menanyakan tentang hasil
pengejaran Gin Liong terhadap Ban Hong Liong-li.
Gin Liong menyatakan belum mendapat hasil apa2.
Akhirnya paderi tua itu membagi pekerjaan, ia akan
mencari ke Kiangsu dan Anhui, sedang Gin Liong dan Yok
Lan menyelidiki di daerah Ho lam dan Hopak.
"Soal Thian-leng-kau di gunung Ke-kong-san itu" kata
paderi tua itu pula, "jika dapat tak usah pergi kesana,
Kalian belum banyak mengetahui tentang tipu muslihat
berbahaya dari dunia persilatan. Tak perlu memperluas
permusuhan yang kelak hanya akan mendatangkan bahaya
saja."
Gin Liong mengiakan Kemudian ia menggunakan
kesempatan saat itu untuk menanyakan tentang keadaan
pada waktu suhunya terbunuh.
"Ketika aku sedang berada di guha" kata paderi tua itu,
Kudengar suara genta dari biara, aku segera kembali ke
biara, Ketika kutinggalkan guha Kiu-kiok-tong, suhumu
masih berada dalam guha, Demikian pula Ma Toa Kong,
Bu Tim cinjin dan lain2 orang juga masih disitu,
menerangkan paderi tua itu.
"Saat itu aku pingsan di ruang samping dan tak tahu
suatu apa," kata Yok Lan.
"Begitu tiba di biara, paderi ti-khek-ceng memberi tahu
bahwa sesosok tubuh kecil telah melenyapkan diri diruang
belakang, Dia memastikan bayangan itu tentu seorang
wanita . . . ." kata paderi tua pula.
"Apakah sam-sucou menyelidiki wanita itu ?" tanya Gin
Liong.
Paderi tua gelengkan kepala.
"Hampir seluruh biara dan puncak kujelajahi semua
tetapi tak berhasil menemukan bayangan kecil itu. Petang
hari baru aku kembali dan memberitahukan peristiwa itu
kepada ji sucou kalian Menurut dugaan ji-sucoumu, wanita
itu jika bukan orang yang datang hendak membunuh Ban
Hong Liong-Li tempo hari, tentulah Ban Hong Liong-li
sendiri."
Sejenak berhenti menghela napas, paderi tua itu
melanjutkan pula:
"Keesokan harinya, seorang murid paderi telah
mengumumkan bahwa suhumu tak dapat hadir dalam
pelajaran pagi, Saat itu baru ketahuan bahwa suhumu telah
meninggal dunia diatas tempat pembaringannya."
"Ketika aku dan ji-sucoumu datang ternyata suhumu
telah mengalami peristiwa yang menyedihkan. Sebatang
golok emas telah menancap pada perutnya, Golok itu
adalah khusus buatan suku Biau yang disebut Kim-wan-to.
Tentulah sebelum pergi, Ban Hong Liong-li telah masuk
kedalam tempat tinggal suhumu, menangis dan meratap
supaya suhumu suka kembali menjadi orang biasa lagi,
Tetapi karena suhumu tak meluluskan akhirnya baru
menggunakan kesempatan suhumu lengah, dia terus turun
tangan membunuhnya."
"Adakah sam-sucou tidak mempunyai lain dugaan
bahwa pembunuh suhu itu bukan Ban Hong Liong-li
locianpwe ?" tanya Gin Liong.
Paderi tua merenung dan sampai lama baru dapat
membuka mulut. "Siapakah kiranya orang itu?"
"Soal itu pada suatu hari aku tentu dapat menyingkap
tabir kegelapan," kata Gin Liong.
"Jika bukan dia lalu siapakah yang mampu membunuh
suhumu ? Siapa yang berlutut memeluk lutut suhumu ?"
tanya paderi tua.
Melihat sam-sucounya agak tak senang hati, terpaksa
Gin Liong hanya mengiakan dan tak berani membantah
lagi.
"Kemungkinan tentu masih terselip suatu rahasia,
Kuharap kalian dapat menyelidiki hal itu hingga dapat
diketahui siapakah sebenarnya pembunuh yang kejam itu,"
kata paderi tua pula.
"Gin Liong dan Yok lan," kata paderi tua, "setelah dapat
mengejar Ban Hong Liong-li kalian harus dapat mengetahui
siapa pembunuhnya, Setelah itu carilah dia sampai ketemu
lalu potong kepalanya untuk engkau sembahyangkan
dipusara suhumu."
Demikian setelah memberi pesan, akhirnya paderi tua
itupun segera melanjutkan perjalanan sesuai yang
direncanakan.
"Liong koko, kemanakah rencana kita sekarang ?" tanya
Yok Lan setelah sam-sucounya pergi.
"Ke Ciau-koan dulu." kata Gin Liong.
Dengan menunggang kuda, tak berapa lama mereka
sudah mencapai 30-an li. Tak berapa lama mereka melihat
sebuah puncak menara.
"Lan-moay, lihatlah, di bawah menara itu tentu sebuah
kota" kataGin Liong,
Merekapun segera pesatkan kudanya, Setelah dua-puluh
li jauhnya, Gin Liong berkata agak kecewa: "Menilik
keadaannya kita mungkin harus melanjutkan perjalanan
lagi."
Saat itu udara mendung dan kilatpun berulang kali
memancarkan sinar, Menara itu tinggi menjulang ke
angkasa, sekitarnya ditumbuhi pohon siong kate.
Hujan mulai mencurah, Untung saat itu keduanya sudah
tiba pada jarak enam tujuh puluh tombak dari menara itu.
Cepat2 mereka larikan kudanya dan meneduh di bawah
menara itu.
Dari pancaran sinar kilat yang menyambar, seketika Gin
Liong dapat mengetahui bahwa pintu pagoda itu tingginya
dua tombak, lebar beberapa depa, Bagian bawah luasnya
hampir tiga tombak, Keadaan pagoda sudah banyak rusak,
pintunya sudah berlubang, ujung dinding penuh
bergelantungan kelelawar.
"Pagoda itu tak kurang dari seratus tahun umurnya" kata
Gin Liong setelah meninjau keadaan pagoda tua itu.
"sayang tiada orang yang merawatnya. sehingga rusak dan
terlantar."
Rupanya Yok Lan ketakutan melihat suasana di
sekeliling tempat yang begitu seram ia menanyakan berapa
lama hujan akan berhenti.
"Rasanya malam ini hujan tentu turun terus" kata Gin
Liong, Kemudian ia mengajak Yok Lan naik ketingkat atas
untuk melihat sebelah muka. Apabila terlihat suatu desa
atau kota, mereka segera akan melanjutkan perjalanan lagi.
Keadaan tingkat ketiga masih lumayan Terdapat tangga
untuk naik ketingkat keempat, Benar juga perhitungan Gin
Liong, Lebih kurang dua-puluh jauh di sebelah muka,
tampak berkerlipan cahaya lampu.
"Kemungkinan itulah kota Ciau-koan" kata Gin Liong.
Halilintar meletus dahsyat. Ruang pagoda itu berguguran
debu dan kotoran, Yok Lan makin ketakutan, ia mengepal
tangan Gin Liong erat-2, Gin Liongpun memeluk pinggang
Yok Lan dan memandang, Pada saat itu terkenanglah ia
pada empat tahun yang lampau. Saat itu ia berada dalam se
buah guha bersama sumoaynya. Diluar salju turun lebat, ia
masih ingat jelas, kala itu mereka duduk merapat dan ia
telah mencium sumoaynya . . .
Gin Liong tersentak dari lamunan, ia mengusap kepala
Yok Lan dengan lengan bajunya. Adegan tiga belas tahun
yang lampau terulang kembali, Keadaan saat itu, benar- tak
ubah seperti belasan tahun yang lampau, Bedanya dulu
yang turun salju, sekarang hujan.
Seperti dahulu, saat itu Yok Lanpun diam saja dan
membiarkan sukonya mengusap titik air hujan pada
kepalanya, Bahkan ia merasa bahwa hanya apabila dalam
pelukan sukunya ia baru merasa bahagia dan aman.
Gin Liong tak kuat menahan keinginannya untuk
mencium sumoaynya tetapi ia tak melakukan hal itu
melainkan berkata: "Lan-moay, malam ini terpaksa kita
harus menginap disini."
Yok Lan hanya mengangguk Gin Liong mengajaknya
turun untuk mengambil selimut dan per bekalan yang
ditinggalkan pada pelana kuda, Setelah itu mereka kembali
naik ke tangga pagoda, sampai ke tingkat yang keenam.
Disini ruang dan lantainya cukup bersih.
Yok Lan menyalakan koreknya habis dan Gin Liong
usulkan supaya mencabut pedang Tanduk Naga dan Ohbak-
kiam, Ternyata kedua pedang pusaka itu dapat
memancarkan sinar yang cukup terang.
"Liong koko, mari kita pelajari lagi ilmu pusaka yang
terdapat pada cermin wasiat itu." seru Yok Lan.
Gin Liong setuju. Demikian keduanya dengan
berdampingan segera mempelajari lagi huruf2 pada kaca
wasiat yang mengandung ilmu silat yang sakti.
Beberapa saat kemudian Yok Lan berseru: "Liong koko,
mari kita berlatih gerak langkah Sing-hoan-cek-kiong-poh ?"
Ia terus loncat bangun dan segera bergerak2 diatas lantai,
Gin Liong terlongong-longong dan tanpa disadari ia telah
ulurkan tangannya.
Tiba-2 Yok Lan melengking dan loncat ke sudut seraya
berseru marah: "Liong koko, makin lama engkau makin tak
baik."
Gin Liong tertawa lalu loncat menerkamnya. Yok Lan
tertawa lalu menghindar. Demikianlah, merekapun berlatih
ilmu gerak yang luar biasa seperti yang terdapat pada kaca
wasiat
Setelah berulang kali tak dapat menangkap akhirnya Gin
Liong menyadari sesuatu, ia tertawa, Sebelah kakinya
diangkat dan dengan hanya sebuah kaki ia berputar-putar
sembari menyambar tubuh Yok Lan.
Yok Lan terkejut ketika pinggangnya tertangkap tangan
Gin Liong, ia meronta sekuatnya sehingga keduanya jatuh
ke lantai, Gin Liong segera memeluk sumoaynya.
"Liong koko, lepaskan Mari kita mempelajari ilmu sakti
pada kaca itu lagi . . "
Tetapi saat itu Gin Liong seperti kena pesona melihat
kecantikan wajah sumoaynya, ia mencium bibir Yok Lan,
Dara itupun diam saja, ia terkenang dulu ketika masih kecil,
memang sering sukonya itu mencium pipinya, Tetapi baru
saat itu mencium bibirnya, ia merasa bahagia sekali.
Gin Liong menyelimuti tubuh Yok Lan dan
keduanyapun segera tidur, Entah berapa lama ketika
membuka mata, hujanpun sudah berhenti Yok Lan juga
bangun. Ternyata saat itu hari sudah terang tanah. Mereka
lalu berkemas2 melanjutkan perjalanan lagi.
Hari masih pagi sekali, jalan masih sepi orang. Setelah
matahari terbit, merekapun memasuki kota Ciau-koan.
Setelah makan, mereka melanjutkan perjalanan lagi,
Menjelang petang mereka tiba dikota Ik-ciu.
Ketika hendak mencari rumah makan mereka terkejut
karena melihat sesosok bayangan kecil dalam pakaian
merah melesat melenyapkan diri ke luar dari sebuah rumah
makan.
Tetapi kedua anak muda itu tak menaruh perhatian,
keduanya segera masuk kerumah penginapan setelah
makan mereka keluar untuk mencari berita tentang jejak
Ban Hong Liong-li. Tetapi tak berhasil Akhirnya mereka
kembali ke rumah penginapan lagi.
"Liong koko, lihatlah ini !" tiba2 Yok Lan berseru
sembari menunjuk sebuah poci teh di meja nya.
Gin Liong terkejut ketika mendapatkan dibawah poci teh
itu tertindih secarik kertas, Ketika diambil ternyata kertas
itu berisi tulisan.
"Liong koko, kenalkan engkau pada Siok Lian suthay ?"
tanya Yok Lan seraya serahkan kertas itu kepada Gin
Liong.
Gin Liong membacanya:
"Harap segera datang ke biara Koan Im perlu bicara, Di
tepi telaga telah tersedia perahu kecil untuk menyeberang.
Siok Lian suthay."
Gin Liong cepat loncat keluar, Saat itu langit cerah,
rembulan terang, Sesosok bayangan melesat dari tempat
gelap terus lenyap, Gin Liong hendak mengejar tetapi dua
jongos, kebetulan muncul, Yok Lan mencegah sukonya
mengejar.
Gin Liong terpaksa masuk lagi.
"Liong koko, kurasa surat itu mempunyai hubungan
dengan orang yang menghilang tadi", kata Yok Lan.
Gin Liong mengiakan: "Aku tak kenal dengan Siok Lian
suthay",
"Atau sengaja hendak mempermainkan kita, atau
memang Siok Lian suthay itu tokoh dari perkumpulan
Thian-leng-kau" kata Yok Lan,
Mereka bertanya tentang biara Koan-im-yan kepada
seorang jongos, "Ya, memang ada, biara itu sangat terkenal,
jika tuan hendak berkunjung ke sana, boleh naik perahu
melintasi telaga Tok-san-ou, setengah jam saja tentu
sampai," jongos memberi keterangan
"Apakah dalam biara itu terdapat seorang rahib yang
bernama Siok Lian suthay ?" tanya Gin Liong pula.
"Ada", kata si jongos, "Siok Lian suthay adalah kepala
dari Lian-hoa-yan".
Gin Liong segera mengajak Yok Lan keluar, Mereka
menuju ke utara, Ketika tiba di telaga mereka terkejut
karena di tepi telaga telah menunggu sebuah perahu,
Sesosok tubuh kecil yang berada di haluan perahu tengah
membelah kayu bakar.
Menilik pakaiannya bercorak jubah paderi, Gin Liong
menduganya tentulah Siok Lian suthay. Orang itu
mengenakan caping dan kepalanya dibungkus dengan kain
sehingga tak kelihatan bagaimana wajahnya. Hanya yang
menonjol sepasang mata orang itu berkilat2 tajam.
Dengan memberi hormat Gin Liong menegur tetapi
rahib itu menyahut dengan nada dingin: "Si cu berdua
sungguh memegang janji", Kemudian ia mempersilahkan
Gin Liong dan Yok Lan naik ke atas perahu,
Ketika kedua anak muda itu loncat ke geladak perahu,
sedikitpun kakinya tak mengeluarkan suara apa2. Tetapi
rahib itu tak terkejut ia segera mendayung ke tengah,
sikapnya tak mempedulikan kedua anak muda itu. perahu
meluncur cepat sekali.
Pemandangan telaga di waktu malam memang indah.
Tak berapa lama disebelah muka tampak menggunduk
hitam, Ketika tiba ternyata merupakan sebuah kelompok
bunga teratai yang luasnya beberapa meter, Menilik
bentuknya menyerupai sebuah jalan diatas air, jelas bunga
teratai itu tentu dipelihara orang.
Yok Lan dan Gin Liong tertarik melihat pemandangan
itu. Dalam pembicaraan selanjutnya Gin Liong berkata:
"Jika pemandangan disini tak indah, tentulah Siok Lian
suthay takkan meninggalkan surat rahasia mengundang
kami datang ke mari !"
Baru Gin Liong berkata begitu, dari arah belakang
terdengar orang mendengus geram, dan ketika berpaling,
kedua anak muda itu terkejut sekali.
Rahib yang mukanya tertutup kain itu tidak lagi
melanjutkan mendayung melainkan tengah mengayunkan
kayuh menyerang dengan jurus Heng-soh-ngo-gak atau
Menyapu-lima-gunung, sebelum kayuh tiba, anginnya
sudah menderu-deru menyambar ke arah Gin Liong.
Peristiwa itu tak terduga2 dan jaraknya amat dekat
sekali, apalagi berada di tengah telaga.
Gin Liong dan Yok Lan berteriak kaget. Ke duanya tak
sempat lagi untuk menghindar. Dalam gugup kedua anak
muda itu loncat kedalam telaga
Rahib itu tertawa gembira sekali.
Pada saat rahib yang mukanya berselubung kain cadar
itu tertawa gembira, Gin Liong dan Yok Lan segera bersuit
nyaring, dengan gunakan ilmu tata-langkah Sing-hoan-poh,
kedua muda-mudi itu menginjak daun teratai lalu dengan
meminjam tenaga-pijakan itu keduanya melayang keperahu
lagi.
Rahib berselubung muka itu terkejut bukan kepalang,
itulah suatu ilmu meringankan tubuh yang bukan kepalang
hebatnya, Cepat ia ayunkan kayuh untuk menyapu kedua
pemuda itu.
Tetapi Yok Lan lebih gesit, Sebelum kayuh menyapu, ia
sudah tiba di haluan perahu lalu enjot tubuhnya loncat
menghindar ke sebatang teratai lagi.
Saat itu Gin Liongpun sudah tiba di buritan perahu.
serentak ia menghantam bahu kiri rahib itu.
Rupanya rahib itu juga lihay, Tahu kalau bahunya
disambar angin, ia segera memutar kayuh menghantam Gin
Liong, Gin Liong terkejut terpaksa ia loncat menghindar ke
atas.
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-dewasa-pedang-tanduk.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Dewasa : Pedang Tanduk Naga 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-dewasa-pedang-tanduk.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar