Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 27 Juli 2012

Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4-Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4-Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4-Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4

Yok Lan loncat lagi ke perahu seraya taburkan pedang
Tanduk Naga kearah kepala rahib jahat itu, Rahib itu
menjerit kaget dan buru2 tundukkan kepala. Cret .... caping
dan rambut rahib itu terbabat pedang dan berhamburan
jatuh.
Ah... Yok Lan tertegun Rahib itu ternyata memelihara
rambut bagus, Dalam pada itu ketika masih berada di
udara, Gin Liongpun lepaskan sebuah hantaman. Tetapi
rahib itu cepat loncat ke-dalam air.
Setelah meluncur didalam perahu, Gin Liong pun
berseru : "Lan moay, celaka !"
Yok Lan tahu bahwa rahib itu tentu hendak
membalikkan perahu, ia tak pandai berenang. cepat ia
berteriak dan memegang tangan Gin Liong, Gin Liong
menggembor keras lalu menghantam sekuat-kuatnya ke
permukaan air, bum .. . . air muncrat, menimbulkan
gelombang besar dan perahu Gin Liongpun meluncur
mundur.
Setelah gelombang reda, tampak di permukaan air dua
buah tangan halus yang berenang lalu menyelam lagi.
Hantaman Gin Liong tadi telah membawa perahunya
menyurut mundur sampai beberapa tombak, masuk
kedalam gerumbul rumpun teratai, Yok Lan mendapatkan
kayuh perahu, Gin Liong meminta kayu itu, ia yang akan
mendayung.
"Liong koko, dia datang lagi!" tiba-2 Yok Lan berseru,
menunjuk ke permukaan air.
Dibawah sinar rembulan, tampak permukaan telah
tersiak keras, sesosok tubuh berenang menuju ke perahu
Gin Liong,
Gin Liong terkejut melihat kepandaian berenang rahib
berambut itu yang begitu hebat, ia terus mendayung perahu
keluar dari rumpun teratai. Saat itu rahib sudah tiba pada
jarak dua tombak dari perahu, Yok Lan berseru suruh Gin
Liong cepat mendayung.
Tetapi rahib itu lebih cepat, Saat itu sudah tinggal satu
tombak jaraknya, Tetapi Gin Liong dengan tertawa dingin
segera mendayung dan perahu itupun mundur lagi sampai
dua tombak dari rahib.
"Liong koko, dia nanti mati tenggelam," Yok Lan
mencemaskan rahib itu.
"Jangan menghiraukannya, dia dapat menyelam dalam
air selama lima hari," kata Gin Liong. la lanjutkan
mendayung perahu menuju ke tepi.
"Liong koko," kata Yok Lan, "apakah kita jadi ke kuil
Koan-im-yan ?"
Gin Liong mengangguk. Dari tepi kuil itu hanya terpisah
beberapa li, Gin Liong menerangkan lalu berpaling ke
belakang, rahib itu terpisah belasan tombak jauhnya. Tak
berapa lama merekapun tiba di tepi telaga, Sebuah hutan
bambu yang luasnya berpuluh tombak, kuil Koan-im-yan
berada didalam hutan itu.
Gin Liong dan Yok Lan terus masuk kedalam hutan itu.
Mereka menemukan sebuah jalan yang lebarnya satu
tombak dan dialas dengan batu hijau, dari tepi telaga
sampai kedalam hutan.
Sepanjang menyusuri jalan itu, keadaannya bersih, tiada
daun yang berhamburan di jalan. Tentulah para rahib kuil
yang rajin membersihkannya.
Apa yang diceritakan jongos penginapan itu memang
benar Kuil Koan-in-yan memang sebuah tempat yang indah
alamnya.
Pintu kuil itu dicat hitam dan terkancing rapat2. Grendel
pintu amat kokoh dan bersinar remang. Dimuka pintu
dihias dengan sepasang singa dari batu.
Tiba diujung penghabisan dari hutan bambu, ternyata
masih terpisah beberapa tombak dari kuil. Tiba dimuka
pintu, mereka melihat papan nama tergantung diatas pintu
dan berbunyi: Koan-im-yan.
"Liong koko, apakah kita akan melompati tembok ?"
Yok Lan.
"Tidak, kita akan masuk lewat pintu," kata Gin Liong
lalu menghampiri pintu dan mendebur. Karena tiada
penyahutan, Gin Liong hendak mendebur lagi, Tetapi tiba2
ia mendengar derap langkah kaki berlari-lari dari dalam
kuil.
Begitu pintu terbuka, muncullah seorang rahib sekira
berumur 21-22 tahun. Gin Liong dan Yok Lan terkesiap.
Ternyata rahib itu berkepala gundul tidak seperti rahib
didalam perahu tadi.
"Ada keperluan apakah sicu berdua mengetuk pintu kuil
kami ? Apakah sicu tersesat jalan. Maaf, peraturan kuil itu
tak dapat menerima tetamu pria. Harap sicu cari lain
tempat saja," kata rahib itu, terus hendak menutup pintu
lagi.
"Tunggu," seru Gin Liong, "mohon suhu suka
memberitahukan kepada Siok Lian suthay bahwa aku Siau
Gin Liong dan Ki Yok Lan datang hendak menghadap."
Rahib itu terkesiap: "Bilakah sicu berdua menerima
undangan dan suthay kami?"
"Sore tadi." kata Gin Liong.
Rahib itu makin terkejut, gumamnya: "Apa-kah mungkin
mempunyai hubungan dengan sam-suci kami yang baru
kembali . . .."
"Ya, benar, memang suhu itu," cepat Gin Liong
menukas.
Mendengar itu wajah rahib agak berobah, serunya:
"Harap sicu tunggu dulu, aku hendak memberi laporan
kepada suthay.
"Baiklah, harap sicu tunggu," kata rahib itu seraya
berputar tubuh dan melangkah masuk. Diam2 Gin Liong
memperhatikan bahwa rahib itu memiliki ilmu silat.
Tak berapa lama rahib itu bergegas keluar dari ruang
besar lagi dan mempersilahkan Gin Liong berdua masuk,
menunggu di ruang tamu. Tak berapa lama seorang rahib
muda menghidangkan minuman teh. Kemudian muncullah
seorang rahib tua berwajah segar dan ramah, mengenakan
jubah warna kelabu, tangannya memegang kalung tasbih.
Berwibawa dan menimbulkan rasa hormat orang.
Begitu masuk rahib tua itu segera meminta maaf karena
tak lekas datang menyambut, lalu menanyakan maksud
kedatanganGin Liong berdua.
Gin Liong dan Yok Lan segera menduga bahwa rahib
tua itu tentulah Soh Lian suthay, Keduanya tersipu-sipu
memberi hormat.
Demikian setelah dipersilahkan, Gin Liong lalu
menyerahkan surat dari Soh Lian suthay yang
mengundangnya datang, Tentang rahib yang
mencelakainya di perahu, ia masih belum mau mengatakan
Melihat surat itu, Soh Lian suthay tertawa lalu berpaling
kepada rahib gundul yang berdiri disampingnya. "cobalah
tengok sam -sucimu apakah sudah berganti pakaian dan
undanglah dia kemari."
Setelah rahib muda itu pergi maka Soh Lian suthay
bertanya pula: "Apakah selama dalam perjalanan kemari,
sicu berdua tak mengalami sesuatu ?"
Terpaksa Gin Liong menceritakan pengalaman yang
dideritanya dalam perahu, Saat itu rahib gundul masuk pula
bersama seorang rahib berwajah terang, umur sekira 25-26
tahun,
"Liau In, ceritakan pengalamanmu malam tadi kepada
kedua sicu ini," kata Soh Lian suthay
Rahib muda berwajah cerah itu bernama Liau In.
Dengan agak merah mukanya, ia memberi hormat kepada
Gin Liong dan Yok Lan lalu menutur: "Menjelang sore,
pinni ke kota membeli minyak, setengah li dari pintu kota
Ik-ciu, tampak seorang rahib berjalan dengan gopoh..."
"Berapakah umur rahib itu ?" tukas Yok Lan.
Lian In merenung, ujarnya: "Saat itu cuaca sudah
petang, aku tak dapat melihat jelas, Tetapi rasanya belum
ada tiga-puluh tahun."
Berhenti sejenak ia melanjutkan: "Rupanya rahib itu
gelisah sekali, Pada saat lewat di sampingku setelah
memandangku sejenak, tiba2 ia terus menyerang. Karena
tak menduga-duga, aku kena diringkus oleh rahib cantik
itu."
Bercerita sampai disitu, wajah rahib Liau In perlebar
merah lagi, Rupanya Gin Liong dapat menduga, Waktu ia
hendak bertanya, Liau In sudah melanjutkan lagi..
"Rahib cantik itu menyeret aku ke tempat sepi lalu
menutuk jalan darahku dan melucuti pakaianku, untunglah
saat itu muncul seorang tua berilmu yang menolong aku
dan mengantarkan sampai ke tepi telaga, Tetapi perahu
yang tersedia disitu sudah tak ada."
"Apakah jubahnya berwarna kuning telur dan
mengenakan baju lengan pendek warna merah ?" seru Yok
Lan.
"Benar, dan membawa sebatang kebut Giok-hud-tim,"
seru Liau In.
"Tak salah lagi, dialah Biau Biau sian kho yang gemar
mencelakai orang," seru Gin Liong.
Mendengar nama Biau Biau sian-kho, wajah Liau In
serentak berobah lalu berpaling ke arah Soh Lian suthay.
Soh Lian suthay menyebut "omitohud" dan dengan
tenang berkata: "Sungguh tak kira kalau binatang itu lagi..."
Rahib gundul serentak melangkah maju memberi hormat
kepada Soh Lian suthay: "Mohon suthay mengiijinkan
murid ke telaga untuk menghukum murid murtad itu."
Tetapi Soh Lian suthay dengan wajah bersungguh segera
berkata: "Orang jahat tentu dibasmi orang jahat. Kejahatan
Biau Biau sian-kho sudah melewati batas, akhirnya dia
tentu akan terbasmi hanya saatnya belum tiba. jangan
engkau terperangsang sehingga kejernihan hatimu
terganggu."
Rahib gundul itu mengiakan dan segera mundur. Dalam
pada itu setelah tahu duduk perkaranya Gin Liong dan Yok
Lanpun segera minta diri.
Soh Lian suthay mencegah, mengatakan hari sudah
malam dan hendak menjamu mereka tetapi Gin Liong tetap
pamit pulang, Akhirnya Soh Lian suthay menitahkan dua
orang rahib gundul mengantar.
Dengan perahu yang lebih besar, kedua rahib itu segera
mengantarkan Gin Liong dan Yok Lan. Cepat sekali perahu
itu sudah keluar dari gerumbul taman teratai, Dan setengah
jam kemudian sudah tiba di tepi, Diam2 Gin Liong
membatin, anak murid Soh Lian suthay itu berkepandaian
tinggi, jika tidak diserang secara tiba2, tak mungkin dapat
diringkus Biau Biau sian-kho.
Gin Liong dan Yok Lan kembali ke rumah penginapan
lagi, Setelah siang, baru tetamu2 meninggalkan rumah
penginapan.
"Liong koko," kata Yok Lan, "kebanyakan tetamu yang
menginap disini, tak terburu-buru menempuh perjalanan,
Yang terburu-buru, tentu menginap di rumah penginapan
luar kota, Mari kita periksa rumah2 penginapan itu,
mungkin Liong Li locianpwe berada disana."
Gin Liong setuju. Keduanya segera menuju ke pintu kota
selatan. Setelah keluar dari pintu kota, mereka mulai
bertanya kepada setiap rumah penginapan Tetapi sampai
tiga rumah penginapan mengatakan tak ada. Terakhir pada
rumah penginapan yang paling selatan sendiri, Gin Liong
mendapat keterangan yang mengejutkan.
Jongos menerangkan bahwa memang ada seorang
wanita seperti yang dilukiskan Gin Liong itu, menginap di
rumah penginapan situ, Wanita memiliki sepasang mata
yang terang, berwarna agak kecokelat-cokelatan.
Gin Liong dan Yok Lan girang sekali, Menurut
keterangan jongos, tetamu wanita itu sudah pergi lima hari
yang lalu. Gin Liong memberi persen kepada jongos itu lalu
mengajak Yok Lan melanjutkan perjalanan Kini dia sudah
memperoleh jejak Ban Hong Liong-li.
Tiap tiba di kota, keduanya segera mencari keterangan ke
hotel2. Beberapa hari kemudian walaupun belum berhasil
menyusul, tetapi mereka sudah memperoleh keterangan
yang pasti, Tiap dua hari sekali, Bang Hong Liong-li tentu
bermalam di hotel, kebanyakan hotel2 diluar kota, jarang
Ban Hong Liong-li makan di rumah makan besar,
kebanyakan hanya di rumah makan kecil. Mungkin untuk
menghindari perhatian orang.
Gin Liong memperhitungkan bahwa Ban Hong Liong-li
tentu berada di muka, sedang rumah penginapan pada
perjalanan yang akan tiba adalah rumah penginapan Liulim-
tiam. Tetapi dari kota Sin-ca-koan ke Liu-lim-tian itu
harus melalui gunung Ke-kong-san, markas besar Thianleng-
kau.
Diperhitungkan pula, bahwa cara yang terbaik untuk
menyusul Ban Hong Liong li ialah mendahului untuk
menunggu disuatu tempat yang diperkirakan Ban Hong
Liong-li akan berhenti.
Jika menuju ke Ke-kong-san untuk memenuhi tantangan
Thian-leng-kau, ia harus menggunakan waktu satu hari, itu
berarti masih setengah hari dapat lebih dulu datang ke Liulim
tiam daripada Ban Hong Liong-li.
Setelah dipertimbangkan akhirnya Gin Liong dan Yok
Lan memutuskan untuk memenuhi tantangan orang Thianleng-
kau kepada Li Kun dulu.
Menjelang sore, mereka sudah tiba dikota Tiang-siu,
kira2 dua-puluh li dari gunung Ke-kong-san, Keduanya
bermalam disebuah hotel.
Di kota Tiang-siu, pun terdapat cabang Thian-leng-kau.
Kabarnya, yang menjadi kepala cabang adalah seorang
wanita muda yang cantik.
Setelah mandi dan ganti pakaian, Gin Liong dan Yok
Lan duduk di serambi untuk merunding rencana perjalanan.
Tiba2 muncul dua orang menghampiri mereka, Yang satu
bertubuh gemuk, satu kurus, Keduanya berjalan dengan
sikap congkak, Setelah melihat Gin Liong dan memandang
Yok Lan, si kurus memberi hormat.
"Saudara berdua hendak ke mana, mengapa bermalam
disini, Siapa nama saudara, perguruan dan guru saudara.
Harap suka memberi tahu agar aku..."
Melihat ulah kedua orang itu, Gin Liong sudah muak,
cepat ia menukas: "Aku menuju ke seluruh penjuru,
menginap hotel dengan membayar, bukan bangsa
penyamun juga bukan pesakitan, Mengapa kalian hendak
menanyakan diri kami ?"
Si gemuk mengerut dahi lalu membentak keras: "Tutup
mulutmu, budak hina. Ketahuilah, tempat ini adalah darah
kekuasaan partai kami !" Habis berkata ia terus loncat
masuk.
"Kawanan tikus, engkau hendak cari mampus ? Hayo,
enyahlah!" Gin Liong marah dan menghantam.
"Jangan, koko," cegah Yok Lan, ia kuatir tindakan
sukonya itu akan mengejutkan orang2 Thian-leng-kau.
Tetapi tangan Gin Liong sudah terlanjur berayun,
seketika terdengar suara orang mengerang disusul dengan
derap gemuruh dari kaki yang terhuyung-huyung.
Si gemuk telah terlempar keluar. Wajahnya pucat, kedua
tangannya mendekap perut, Rupanya untuk memeriksa
pernapasannya apakah terluka, Ternyata ia tak menderita
luka. Dia terlongong-longong heran.
Yok Lan segera keluar dan berkata kepada kedua orang
itu.
"Kami hendak memenuhi undangan dari Pit-pengacaudunia
Yu Ting-su, pemimpin ketiga dari Thian-leng kau.
Karena sudah malam, kami terpaksa menginap disini, Lalu
apa yang kalian kehendaki dari kami."
Mendengar itu si kurus segera merobah sikapnya.
Dengan hormat ia berkata: "Maaf, kami tak tahu kalau
saudara berdua sahabat dari pemimpin kami."
Saat itu jongos muncul membawa hidangan, Si kurus
meminta Gin Liong berdua supaya mengganti dengan
hidangan yang lebih mahal, semua biaya akan ditanggung
mereka, Tetapi Gin Liong menolak.
Kemudian si kurus menerangkan bahwa kepala cabang
dikota itu, Busur-emas-pelor-perak Long Ci Ing karena
sudah menuju ke markas maka tak dapat menyambut.
Gin Liong mengucapkan beberapa kata terima kasih,
Masih si kurus hendak mengunjuk jasa, menawarkan untuk
memberitahu lebih dulu ke markas besar agar dapat
menyambut kedatangan Gin Liong. Tetapi Gin Liong
menolaknya.
Masih pula si kurus menawarkan jasa untuk mengantar,
Yok Lan terpaksa menerima: "Baiklah, karena saudara
bersungguh hati hendak mengantar, baiklah besok pagi
harap datang kemari."
Keesokan harinya ternyata si kurus sudah siap
menunggu. Mereka bertiga segera naik kuda menuju ke
gunung Ke-kong-san, Tiba di kaki gunung sebelah utara, si
kurus lalu mengeluarkan bendera merah kecil dan
diacungkan keatas kepala.
Ketika mendaki ke lereng, mereka terkejut mendengar
suara gemuruh. Ketika menanyakan, si kurus menerangkan:
"Sungguh kebetulan sekali sau dara datang pada saat ini,
inilah untuk yang pertama kali Thian-leng-kau mengadakan
pertandingan pi-bu. Dan hari ini merupakan hari terakhir,
Besok sudah akan ditetapkan kedudukan dan jabatan
masing2. Jika Long thocu kami menang, aku akan ikut
pindah ke cabang di Kong-ciu."
Rupanya si kurus ingin membanggakan
perkumpulannya, ia melanjut lagi, Menerangkan bahwa
anggauta2 Thian - leng - kau rata2 memiliki ilmu tinggi
sekali. Akan mempersatukan kaum persilatan untuk diajak
menjalankan keadilan dan kebenaran, membasmi
kejahatan.
"Siapakah kiranya nama suhu dari pemimpin partai
saudara itu ?" tanya Gin Liong.
"Entahlah," si kurus gelengkan kepala, "yang kami
ketahui hanialah kaucu kami itu bernama Hong-hu Ing dan
adik perempuannya bernama Hong-hu Yan, kedua kakak
beradik itu berilmu tinggi sekali. Sampai sekarang belum
terdapat orang yang mampu melayani mereka sampai
sepuluh jurus..."
Saat itu suara sorak sorai makin bergemuruh. Si Kurus
menerangkan bahwa tentu ada orang yang menenangkan
pertandingannya.
Yok Lan kerutkan alis dan bertanya heran: "Diatas
kepala cabang hanya kaucu. Lalu siapa sajakah kepala2
cabang itu."
"Setiap orang hanya untuk sementara ditetapkan
kedudukannya, bahkan termasuk diri kaucu sendiri juga,"
kata si kurus. ia berhenti, sejenak lalu berkata pula:
"Menurut keterangan Long thocu, dibawah kaucu
terdapat tiga kepala bagian dalam, dan tiga kepala kepala
bagian luar, Setelah itu baru kelima lohu-cu dan kepala
cabang."
Baru Yok Lau hendak bertanya, tiba2 si kurus sudah
berseru: "Disebelah depan itu adalah markas besar kami!"
Memandang ke muka, tampak sebuah pintu gapura yang
tinggi besar dan sebuah bangunan luas yang dikelilingi
tembok tinggi, Dikedua samping pintu, dijaga oleh berpuluh
penjaga bersenjata golok dan mengenakan pakaian seragam
yang ringkas.
Di sebelah muka agak keluar dari pintu itu terdapat
tempat lelaki yang menuntun kuda, Salah seorang
diantaranya seorang tua baju panjang dan yang tiga
mengenakan pakaian ringkas.Mereka membawa senjata.
Thio Su demikian nama si kurus, segera menerangkan
bahwa keempat pendatang itu juga hendak ikut dalam pibu.
Harap saudara berdua nanti jangan bicara apa2. biarlah
aku yang menghubungi para penjaga pintu itu.
Benar juga setelah tiba di muka pintu besar, Thio Su
segera mengambil sekeping lencana tembaga dan
diserahkan kepada penjaga.
Tiba2 penjaga yang berdiri di tengah, setelah memeriksa
lencana, lalu mengembalikan kepada Thio Su, katanya:
"Walaupun kedua tuan ini sahabat dari Yu tancu tetapi Yu
thancu belum memberitahu kepada kami. Sekarang
silahkan engkau sendiri yang masuk untuk mengundang Yu
tancu keluar . . ."
Thio Su deliki mata, serunya: "Yu thancu tiap hari sibuk
melakukan tugas, kemungkinan tentu lupa memberitahu.
Tetapi beberapa hari yang lalu Yu thancu telah
memberitahu kepada Long thocu supaya menunggu
kedatangan Siau siauhiap dan diajak kemari ikut dalam
pertandingan pi-bu. Apabila sampai tertunda sehingga
pertandingan sudah bubar, siapakah diantara saudara yang
berani bertanggung jawab ?"
Penjaga2 itu saling bertukar pandang tetapi tak ada yang
menyatakan apa2. Penjaga yang di tengah tadi juga tampak
bimbang.
Saat itu dari dalam markas terdengar pula sorak sorai
yang gemuruh. Tentu ada yang menang dalam
pertandingan
"Saudara," seru Thio Su makin gugup, "pertandingan pibu
diantara thancu sudah mulai. Kalau saudara tak berani
bertanggung jawab, maka aku akan membawa Siau sauhiap
masuk, Segala perkara, akulah yang tanggung, takkan
melibat saudara2."
Setelah berkata si kurus mengajak Gin Liong dan Yok
Lan masuk, Penjaga2 itupun memberi jalan.
-ooo0dw0ooo-
Bab 9
Menghadiri Phibu di Thian-leng-kau
Saat itu matahari sudah naik di puncak gunung, Puncak
di sebelah kanan kiri penuh tertutup pohon siong dan rotan
liar. Ternyata markas itu merupakan sebuah lembah
gunung yang luas, penuh dengan bangunan2 dan pohon2.
Berpuluh tombak yang disebelah muka, terdapat sebuah
hutan lebat, Di tengah hutan itu tampak beberapa buah
bangunan gedung yang besar.
Sesudah masuk, Yok Lan dapatkan beberapa anak buah
Thian-leng kau masih memandang dan kasak kusuk.
"Agaknya, tiada yang mengepalai penjagaan di pos pintu
markas perkumpulan saudara," kata Yok Lan kepada Thio
Su.
Thio Su hanya mengatakan bahwa mungkin mereka ikut
dalam pertandingan pi-bu. Akhirnya mereka disebuah
gedung bangunan yang mempunyai ruangan besar sekali,
Beribu-ribu anak buah Thian-leng-kau berada ruang besar
itu dari tengah memandang ke arah halaman, sebuah
lapangan luas yang merupakan tempat adu pi-bu saat itu.
Terdengar suara gemboran keras dan disambut dengan
tampik sorak dan sekalian anak murid Thian-leng-kau.
Gin Liong bertiga tiba tak jauh dibelakang mereka,
Tampak seorang lelaki berpakaian kelabu dengan muka
merah padam sedang masuk kedalam rombongan anak
murid Thian-leng-kau. Sedang seorang lelaki lain dengan
wajah yang congkak berjalan mendatangi.
Thio Su mempersilahkan Gin Liong dan Yok Lan turun
dari kuda, kemudian mengajaknya masuk kedalam
ruangan. Banyak sekali anak buah Thian-leng-kau yang
berpaling dan memandang ketika Gin Liong bertiga tiba.
Tetapi dengan sikap yang angkuh, Thio Su berjalan paling
depan untuk menunjukkan jalan kepada kedua pemuda itu.
Tiba2 diatas titian yang akan menuju ke panggung
kehormatan dua orang penjaga dengan senjata golok di
pinggang segera tampil menghadang. Thio Su dengan
angkuh segera menunjukkan lencana dan kedua anak buah
Thian-leng-kau itu pun segera menyisih.
Ternyata panggung itu merupakan tempat duduk dari
mereka yang akan turun ke gelanggang untuk menunjukkan
kepandaiannya, Saat itu panggung penuh dengan jago2
bahkan terdapat pula paderi dan imam. Ketika Gin Liong
masuk, sekalian mata hadirin segera mencurah kepadanya,
Ada yang terkejut tetapi tak kurang yang tak mengacuhkan.
Rupanya tempat duduk diatur menurut tinggi rendahnya
kedudukan. Dibagian atas sudah penuh tetapi dibagian
bawah atau yang di muka masih terdapat tempat yang
kosong Gin Liong dan Yok Lan dipersilahkan duduk di
deretan pertama.
Saat itu di gelanggang mulai diadakan pertandingan oleh
dua orang jago.
Gin Liong dan Yok Lan mendapatkan bahwa semua
orang yang duduk di panggung itu sama memperhatikan
dirinya. Panggung dan sekeliling arena pertandingan diatur
dengan megah dan meriah. Ruang besar itu di hias dengan
indah.
Dimuka ruang disiapkan dua deret tempat duduk. Yang
ditengah-tengah, tiga buah kursi besar bercat kuning emas.
Yang tengah, duduk seorang anak muda berumur 28-29
tahun mengenakan pakaian warna biru seperti seorang
sasterawan.
Sasterawan muda itu berwajah tampan dan gagah,
alisnya tebal, mata bercahaya tajam dan mulut
menyungging senyum.
Segera Gin Liong dan Yok Lan menduga bahwa
sasterawan muda itu tentulah Honghu Ing, jago muda yang
menggemparkan dunia persilatan dan kini menjadi ketua
perkumpulan Thian-leng kau.
Disebelah kiri dari Honghu Ing duduk seorang tua
berumur 60 an tahun, Sedang disisi kanan Honghu Ing,
seorang gadis cantik berpakaian ungu muda. Dibelakang
gadis cantik itu duduk dua orang dara, berpakaian ringkas
dan menyanggul pedang di punggung, Rupanya kedua dara
itu adalah bujang pelayan dari si gadis cantik.
Gin Liong dan Yok Dan tahu bahwa gadis cantik itu
tentulahHonghu Yan, adik danHonghu Ing. Tetapi mereka
tak tahu siapakah orang tua berjubah kuning itu.
Disebelah kanan dan kiri dari ketiga kursi kehormatan
itu, masih terdapat enam orang. Ada yang berumur 40-70
tahun, yang termuda berumur 40-an tahun, Menilik wajah
mereka yang merah segar dan tulang pelipisnya yang
menonjol keluar, jelas mereka tentu jago2 yang hebat
tenaga dalamnya.
Kemudian pada deretan kursi yang kedua, tampak diisi
oleh delapan orang, Pit-pengacau-dunia Yu Ting Su, duduk
disalah satu dari tiga kursi yang paling tengah.
Yu Ting Su mengenakan pakaian ringkas, punggungnya
menyelip sebatang poan koan-pit dan tengah memandang
dengan perhatian ke tengah gelanggang.
Dibelakang kedua deret kursi itu, penuh berdiri berpuluhpuluh
orang. Diantaranya tampak Tio hiang cu yang telah
dipotong daun telinganya oleh Tio Li Kun tempo hari.
Tiba2 beberapa jago berpakaian biru, berpaling
memandang Thio Su yang saat itu tengah menghampiri ke
tempat Yu Ting Su. Yu Ting Su berpaling dan terkesiap,
Thio Su membisiki ke dekat telinga Yu Ting Su tetapi orang
she Yu itu gelengkan kepala.
Ketika memandang ke deretan muka tempat Gin Liong
dan Yok Lan duduk, wajah Yu Ting Su serentak berobah,
ia mendorong Thio Su lalu berbangkit dan bergegas
menghampiri ke kursi ketua. sikapnya tegang sekali.
Saat itu terdengar sorak sorai bergemuruh dan kedua
orang yang bertanding, pun sudah tinggalkan lapangan.
Gin Liong berpaling ke belakang. Tampak Yu Ting Su
tengah berdiri dibelakang Honghu Ing dan membisiki
beberapa patah kata,Wajah Honghu Ing berobah serius.
Rupanya gerak gerik Yu Ting Su itu menimbulkan
perhatian segenap orang yang hadir disitu, setelah
mendapat laporan, mata Honghu Ing pun segera mencurah
kearah Gin Liong dan Yok Lan. Sekalian orangpun
mengikuti memandang kearah yang dipandang ketua
mereka, Gin Liong dan Yok Lan menjadi pusat perhatian
seluruh anak buah Thian leng-kau. .
Tatkala memandang kearah Yok Lan, Honghu Ing
terkesiap melihat kecantikan nona itu, Setelah
menenangkan hatinya barulah ketua Thian-leng-kau itu
beralih memandang Gin Liong.
Rupanya Honghu Ing tak mau suasana akan terganggu.
Segera ia membeli isyarat tangan kepada seorang lelaki baju
putih yang berdiri di ujung deretan depan, Orang itupun
mengangguk lalu melantangkan pengumuman.
"Pui Kong Cin, sesuai dengan pertandingan yang terdiri
dan tiga-puluh jurus, telah dapat mengalahkan Li Tiang Su,
maka sekarang diangkat sebagai kepala cabang di Sin-an,"
serunya.
Selesai pengumuman, lelaki baju kelabu yang berdiri di
titian bawah panggung, segera memberi hormat kepada
Honghu Ing lalu menuju ke panggung sebelah muka.
Ia menulis dalam sebuah buku, kemudian berseru
melayangkan pengumuman lagi : "Pertandingan selanjutnya
antara kepala cabang di kota Tiang-siu, Busur-emas-pelorperak
Long thocu, lawan ke tua cabang dari Kong-ciu yang
Tongkat-besi-tua Cia thocu."
Pada deretan tempat duduk yang tak berapa jauh dari
tempat Gin Liong, bangkit seorang lelaki tua berumur 50-an
tahun, mengenakan pakaian ringkas warna abu2,
memegang sebatang tongkat besi yang berat, lalu berjalan
menuju ke lapangan.
Kemudian seorang wanita muda cantik berusia 26-27
tahun dalam pakaian ringkas warna hijau, membawa busur
warna kuning emas, segera loncat turun ke gelanggang.
Pada saat itu Yu Ting Su-pun menghampiri tempat Gin
Liong dan Yok Lan, memberi salam dan berkata dengan
tertawa: "Atas titah kaucu, saudara berdua diminta duduk
di panggung kehormatan."
Ketika Gin Liong berpaling memandang ke atas
panggung, ketua Thian-leng kau Honghu Ing dan adik
perempuannya Honghu Yan memberi anggukan kepala
kepadanya, Gin Liongpun balas mengangguk lalu mengajak
Yok Lan naik titian keatas panggung kehormatan.
Sambil menyertai, Yu Ting Su berkata: "Saudara berdua
benar2 pegang janji. Kaucu tak mengira kalau saudara akan
datang begini cepat. Lalu mana nona yang seorang itu ?"
"Ah, nona Tio terpaksa pulang dulu karena ada urusan,"
kata Gin Liong.
Selekas masuk ke panggung kehormatan, berpuluh2 jago
Thian-leng-kau serentak menyisih memberi jalan, Honghu
Ing sendiripun segera berbangkit, diikuti oleh seluruh anak
buah Thian-leng-kau.
"Aku yang rendah Honghu Ing, tak tahu kalau Siau
sauhiap dan nona Ki berkunjung kemari sehingga tak keluar
menyambut sendiri, harap suka memaafkan," kata Honghu
Ing menyambut kedua tetamunya.
Gin Liong balas menghormat seraya mengucapkan
beberapa patah merendah.
Kemudian Honghu Ingpun memperkenalkan jago2 yang
berada disitu kepada Gin Liong, Karena banyaknya, Gin
Liong tak dapat mengingat satu per satu, Hanya ia ingat,
orang tua baju kuning bernama The Hai Hin itu adalah
ayah-angkat Honghu Ing. Sedang yang lain2 adalah para
pimpinan partai Thian-leng-kau.
Selesai memperkenalkan Honghu Ing berkata pula:
"Sungguh kebetulan sekali kedatangan Siau sauhiap ini,
Saat ini merupakan hari terakhir dari pertandingan pi-bu
Thian-leng-kau. Menurut keterangan Yu thancu, saudara
berdua memiliki kepandaian yang sakti. silahkan saudara
duduk dulu, nanti apabila tiba giliran acara pi-bu untuk
memilih ketua, kami hendak mohon saudara yang menjadi
wasit."
Nona baju ungu Honghu Yanpun segera memberikan
tempat duduk yang kosong disebelahnya.
Gin Liong kerutkan alis dan berkata: "Kepandaian kaucu
sudah termasyhur di dunia persilatan. Sudah lama aku
sangat mengagumi Hari ini kedatanganku ialah hendak..."
Honghu Ing cepat menukas tertawa: "silahkan duduk,
pertandingan segera akan dimulai."
Di gelanggang tampak Tongkat-besi dan Busur-emas
tegak menunggu komando untuk mulai mengadu
kepandaian.
Melihat itu Gin Liong dan Yok Lan terpaksa duduk
dideretan muka. Mata Honghu Yan yang cantik senantiasa
mencurah kepada Gin Liong.
Gin Liong segan terlalu lama berada di markas Thianleng-
kau, Tetapi demi menghindarkan diri bertempur
dengan orang, terpaksa untuk sementara ia harus tinggal
disitu. Demikian pula karena melihat kedua saudara
Honghu itu bersikap sopan dan tergolong kaum ksatrya,
Gin Liong memutuskan persoalan Li Kun dengan mereka.
Demikian setelah Honghu Ing dan jago2 lainnya duduk,
ketua Thian-leng kau itu segera memberi tanda supaya
pertandingan dimulai.
"Pertandingan dimulai !" seru orang baju putih yang
bertindak sebagai pembawa acara.
Kedua jago di gelanggang memberi hormat kearah
panggung kehormatan lalu melangkah ke-tengah
gelanggang.
Jago tua Tongkat-besi dengan rambutnya yang putih dan
mata berkilat kilat tajam melangkah dengan mantap,
sedangkan wanita muda Busur-emas dengan mengulum
senyum, maju sambil membawa busur. Tampaknya ia yakin
tentu dapat mengalahkan lawan.
Dengan menggembor keras, tiba2 Tongkat-besi memutar
tongkatnya dan menyerang Busur-emas Long Ci Ing.
Long Ci Ing memekik keras, bergeliatan dan
menghindari serangan tongkat lalu balas menghantam
dengan busur
Serangan pertama luput, Tongkat-besi Cia Ki segera
berputar tubuh dan menyerang lagi.
Pada saat itu Yok Lan benturkan siku lengannya kearah
Gin Liong, Pemuda itu tahu dan mengerlingkan pandang,
Dilihatnya Yu Ting Su tengah kasak kusuk dengan
beberapa jago Thian-leng-kau. Sedang beberapa jago
lainnya juga memperhatikan Gin Liong, Gin Liong hanya
tertawa dingin lalu memandang ke arah gelanggang lagi.
Pertempuran berjalan seru. Masing2 telah mencurahkan
seluruh kepandaiannya. Cia Ki memainkan tongkatnya
sederas angin puyuh.
Sekeliling tempat seluas lingkungan dua tombak, debu
berhamburan tebal. Tetapi Busur-emas Long Ci Ingpun
teramat gesit sekali, Busur diputar menjadi beratus
lingkaran sinar kuning, menyambut serangan tongkat dan
mencari kesempatan untuk balas menyerang.
Sekalian jago2 yang menyaksikan pertempuran itu
geleng2 kepala dan tak henti-hentinya memuji.
Dalam beberapa kejab saja pertempuran itu sudah
berlangsung lebih dari lima puluh jurus Gin Liong kerutkan
dahi.
Rupanya Honghu Yan tahu apa yang dipikirkan Gin
Liong, segera ia tertawa: "pertandingan itu untuk
menentukan jabatan, sebenarnya dibatasi sampai tiga-puluh
jurus, Tetapi kedua orang itu tergolong ketua cabang,
mereka bertempur sampai ada yang kalah."
Merah wajah Gin Liong karena merasa bahwa nona itu
selalu mengawasi dirinya. ia berpaling dan tertawa,
meminta keterangan: "Mohon tanya, bukankah mereka
berdua sudah menjabat kedudukan sebagai ketua cabang ?"
Dipandang oleh Gin Liong, nona cantik itu berdebar
hatinya. wajahnya bertebar merah lalu menyahut:
"Walaupun sama2 menjadi ketua cabang tetapi
tingkatannya tidak sama, Cia thocu lebih tinggi setingkat
dari Long thocu."
"Ooh, kalau begitu mereka hanya memperebutkan
tingkat saja?"
Honghu Yan tersenyum mengiakan
"Kalau misalnya Long thocu menang, apakah dia akan
dipindah sebagai ketua cabang di Kong-ciu."
"Ya, dan Cia thocu akan turun tingkat, di pindah ke
Tiang-siu," kataHonghu Yan.
"Apakah Cia thocu akan mandah menerima hinaan itu ?
Apakah dia takkan mendendam terhadap Long thocu?
Misalnya pula, sampai ada yang mati dalam pertempuran
itu, tidakkan sahabat dan anak buahnya akan melakukan
pembalasan ?" tanya Gin Liong, Honghu Yan merah
mukanya tak dapat menjawab.
Rupanya Honghu Ing mendengar percakapan itu, ia
segera bertanya: "Kalau menurut pendapat Siau sauhiap,
dengan cara bagaimanakah pertandingan yang
dimaksudkan untuk mencari kemajuan di kalangan ketua2
cabang itu, akan diatur ?"
"Menurut pendapatku," kata Gin Liong, "pertandingan
harus diberi batas, Apabila pada batas yang ditentukan,
tingkat ketua cabang yang lebih rendah itu tak dapat
dikalahkan oleh yang tongkatnya lebih atas, maka
pertandingan itu harus dihentikan dan kepada ketua cabang
yang tingkat bawah itu supaya dinaikan sama tingkatnya
dengan lawannya. Dengan demikian tanpa mengurangi
dorongan agar mereka giat berlatih, pun dapat dicegah
terjadinya salah seorang akan mati terbunuh dan timbulnya
akibat2 dendam permusuhan dikalangan mereka2 yang
bertanding. Untuk ketua cabang yang tingkatnya lebih atas
itu, boleh diberi kesempatan sekali lagi untuk bertanding
dengan lain ketua cabang yang tingkatnya lebih rendah."
Orang tua baju kuning atau ayah-angkat dari Honghu
Ing berseru memuji pendapatGin Liong.
Pun Honghu Ing serentak berseru kepada kedua jago
yang sedang bertempur itu: "Harap Cia thocu dan Long
thocu hentikan pertempuran !"
Mendengar itu Tongkat-besi Cia Ki dan Busur-emas
Long Ci Ing segera loncat ke belakang.
Kemudian Honghu Ing bertanya kepada pembawa-acara
baju putih: "Sudah berapa banyakkah mereka bertempur ?"
"Delapan puluh satu jurus !"
Segera Honghu Ing pertandingan sesuai seperti yang
diucapkan Gin Liong tadi dan suruh pengacara mencatat
dalam buku.
Gin Liong terkejut ia hanya mengemukakan pendapat
dan mengharap agar ketua Thian-leng-kau
mempertimbangkan lagi. Siapa tahu ternyata pendapatnya
itu keseluruhannya telah diterima dan dijadikan keputusan.
Ia hendak mengucapkan kata2 kepada Honghu Ing tetapi
orang yang mencatat dalam buku tadi sudah berbangkit dan
melayangkan pengumuman sesuai seperti yang
diperintahkanHonghu Ing tadi.
Pengumuman itu disambut dengan sorak gegap gempita
oleh sekalian anak buah Thian-leng-kun. Bagi jago2
tingkatannya lebih rendah, mereka tidak lagi kuatir akan
kehilangan jiwanya apabila bertempur dengan tokoh yang
lebih tinggi tingkatannya.
Long thancu gembira karena mendapat kenaikan tingkat,
ia segera memberi hormat kepada ketua Thian-leng-kau dan
kepada lawannya si Tongkat-besi Cia Ki.
Melihat masih ada waktu, Honghu Ing memberi isyarat
kepada pengacara baju putih bahwa pertandingan pi-bu
masih boleh dilanjutkan.
"Sekarang dimulai acara pibu antara tingkat pimpinan
dari tancu keatas, Jika tak ada yang hendak mengadu pi-bu
maka pembagian jabatan segera akan ditetapkan," seru
pengacara baju putih pula.
Orang tua yang duduk di dideretan muka dari para jago2
yang duduk dideretan kedua, serempak berbangkit dan
membenahi pakaian serta senjata masing2. Suasana
seketika berobah tegang lagi.
Tiba2 sesosok tubuh melesat dan tegak di muka ruang.
Seorang lelaki berwajah kuning, memelihara kumis pendek,
mata berkilat-kilat tajam dan pinggang bersabuk rantai besi.
Setelah memberi hormat kepadaHonghu Ing dia berseru:
"menghaturkan laporan kepada kaucu, Hamba Rantai
terbang Kwan It Ceng menjabat kepala paseban keempat,
ingin mohon pelajaran beberapa jurus dari Yu thancu."
Gemuruh sekalian orang mendengar ucapan lelaki muka
kuning itu. Mereka tak menyangka dia berani menantang
Yu Ting Su yang menjagoi dalam ilmu pukulan.
Sejenak memandang si Rantai-terbang, Honghu Ing lalu
mencari Yu Ting Su tetapi ternyata jago itu tak berada di
ruang situ.
Pertandingan itu untuk menetapkan jabatan bukan untuk
kenaikan tingkat. Kaucu tak dapat menunjuk orang sebagai
wakil, Kepala Paseban ke tiga itu hanya dijabat seorang.
Tiba2 Yu Ting Su muncul dari sebelah kanan panggung
dan berlari mendatangi. Begitu tiba di muka ruang ia deliki
mata kearah Rantai-besi kemudian baru memberi hormat
kepada Honghu Ing: "Hamba akan menerima tantangan
Kwan thancu."
Honghu Ing: "Cukup asal menutuk saja, jangan sampai
ada yang terluka."
Seluruh anak buah Thian-leng-kau tegang-tegang, Tiba di
gelanggang, kedua jago itu saling berhadapan terpisah satu
tombak jauhnya, Sambil melepaskan sabuk rantai, Rantai
besi Kwan It Ceng memberi hormat.
"Sudah lama kudengar sepasang pit dari Yu thancu
teramat sakti. Hari ini sungguh beruntung sekali aku dapat
mohon pelajaran dari thancu," serunya.
Yu Ting Su kerutkan dahi, memicingkan mata dan
tertawa dingin: "Budak, ternyata engkau memandang tinggi
kepadaku, heh..." pelahan-lahan ia mencabut sepasang pit
atau pena yang terselip pada bahunya.
"Aku hanya ingin mendapat pelajaran barang beberapa
jurus dari thancu, sama sekali tak ingin merebut kedudukan
thancu..."
"Tutup mulutmu !" bentak Yu Ting Su lalu gerakkan pit
di tangan kanan untuk menutuk batok kepala dan pit di
tangan kiri menutuk bawah perut orang. Cepat dan ganas
sekali kedua serangan itu dilancarkan.
Rantai-besi kerutkan alis lalu melesat kebelakang, setelah
menghindari kedua pit, ia segera sabetkan rantai besi ke
pinggang lawan.
Gin liong memperhatikan bahwa Yu Ting Su terlalu
ganas sekali, tidak seperti orang yang bertanding pi-bu. ia
berpaling memandang Honghu Ing tetapi ternyata Honghu
Yan duduk disisi engkohnya tengah memandang dirinya.
Tersipu-sipu Gin Liong memandang kearah gelanggang
pertempuran lagi.
Memang saat itu Yu Ting Su melancarkan serangan
ganas dengan bernapsu sekali, Tetapi Rantai - besi Kwan It
Cengpun tetap melayaninya dengan tenang. Beribu anak
buah Thian-leng-kau dan jago ko-jiu dari dua bangsal,
mengikuti pertempuran itu dengan penuh perhatian suasana
sunyi senyap.
Hanya deru angin dari sepasang pit dan mulut Yu Ting
Su yang menggembor kemarahan yang terdengar
memenuhi gelanggang, Rantai-besi Kwan It Ceng tak
mengeluarkan suara apa2.
Pelahan tetapi tertentu, serangan rantai dari Kwan It
Ceng makin keras dan gencar. Teriak kemarahan dari Yu
Ting Supun mulai mereda.
Gin Liong cepat dapat menilai. Kelemahan dari Rantaiterbang
Kwan It Ceng adalah hanya karena kurang
pengalaman. Kalau tidak, sejak tadi dia tentu sudah
menang.
Tiba2 terdengar bentakan keras, Pit ditangan kiri Yu
Ting Su menusuk rantai lawan lalu pit di tangan kanan
melakukan suatu gerak siasat seolah-olah pertahanannya
terbuka.
Melihat itu, bersinarlah mata Rantai-terbang Kwan It
Ceng, ia tak menyadari kalau lawan memang sedang
memasang perangkap, serentak rantai diayunkan untuk
menghantam bahu kiri lawan.
Melihat itu Gin Liong kerutkan alis, Orang tua baju
kuning atau ayah-angkat dari Honghu Ing geleng-2 kepala
dan banyak jago2 ko-jiu yang menghela napas.
Saat itu Yu Ting Su tertawa dingin, Pit ditangan kiri
cepat digerakkan melingkar sehingga rantai terkunci.
Menyadari masuk dalam perangkap, Rantai-terbang Kwan
It Ceng berteriak kaget, lepaskan rantai dan cepat loncat
mundur.
Tetapi Yu Ting Su tak memberi ampun. serentak ia
loncat memburu, sebelum Rantai-terbang sempat berdiri
tegak, pit sudah menyambar dadanya.
Rantai-terbang Kwan It Ceng tak keburu menghindar
lagi, Dengan sekuat tenaga ia miringkan tubuh, Cret . ...
bahunya sebelah kiri termakan tutukan pit, darah
menyembur keluar.Wajah Rantai-terbang berobah seketika,
ia terhuyung-huyung beberapa langkah ke belakang dan
hampir saja rubuh.
Yu Ting Su hentikan serangan, namun ia masih
memandang Rantai-terbang dengan geram. Kemudian
dengan pandang mata yang angkuh ia memandang
keseluruh hadirin, Tampak beribu anak-buah dan jago2
Thian-leng-kau serempak berdiri dengan wajah marah,
Rupanya perbuatan Yu Ting Su telah membangkit
kemarahan sekalian orang,Mau tak mau ia gugup juga.
Berpaling memandang ke arah Honghu Ing, dilihat ketua
Thian-leng-kau yang masih muda itu pucat wajahnya, mata
berkilat-kilat, mulut mengulum senyum dingin.
Tergetar hati Yu Ting Su. wajahnya seketika berobah,
Kakinya tak berani melangkah lebih lanjut.
Sekonyong-konyong terdengar suara bentakan keras,
Dari samping panggung sebelah kiri, melayang turun
seorang tua berambut putih, ia terus berlari-lari ke muka
ruang.
Gin Liong dan Yok Lan segera mengetahui bahwa orang
tua itu adalah orang yang menuntun kuda dimuka markas
tadi.
Seketika suasana hening, Tiba dibawah titian panggung,
orang tua itu segera memberi hormat ke pada Honghu Ing.
"Aku siorang tua bernama Ong Gi Tiong, Mendengar
hari ini berkumpulan Thian-leng-kau menyelenggarakan
pertandingan pi-bu, maka dari Saypak kuperlukan datang
kemari, Mohon tanya kepada pangcu, apakah orang tua
seperti diriku ini diperbolehkan mohon pelajaran pada
thancu yang memenangkan pertandingan tadi ?"
Melihat Ong Gi Tiong itu bukan jago dari Thian-leng
kau, Honghu Ingpun serentak bangkit membalas hormat. .
"Atas perhatian Ong lo-enghiong yang telah sudi
memerlukan datang ke markas kami, aku dan seluruh anak
murid Thian-leng-kau menghaturkan banyak terima kasih,
Walaupun perkumpulan kami terdiri dari orang2 yang
kasar, tetapi selama ini kami merasa telah bergerak menurut
ketentuan yang tak menyimpang dari kaum hiap-gi (kaum
persilatan yang menegakkan kebenaran). persiapan2 dalam
Thian-leng-kau belum teratur sempurna oleh karena itu
apabila Ong lo-enghiong suka membantu dalam Thian-lengkau,
kami segenap anggauta Thian-leng-kau akan
menyambut dengan gembira sekali."
Kemudian ia beralih memandang kearah Yu Ting Su
yang masih berada di gelanggang, lalu melanjutkan pula:
"Jika Ong lo-enghiong mempunyai kegembiraan untuk
mengadakan pertandingan persahabatan dengan Yu thancu,
karena pertandingan resmi sudah selesai, hal itu dapat
dilaksanakan tanpa melanggar peraturan perkumpulan
kami. Sudah tentu kami meluluskan."
"Terima kasih, jika begitu aku siorang tua ini akan
mempertunjukkan kepandaian yang jelek dihadapan
pangcu," kata Ong Gi Tiong seraya memberi hormat lalu
melangkah ke tengah gelanggang.
Pada saat itu Gin Liong segera bertanya kepada orang
tua baju kuning atau ayah-angkat dari Honghu Ing: "The
locianpwe, bolehkan aku mohon keterangan tentang diri
Ong lo-enghiong itu ?"
Orang tua baju kuning The Tjay Hin, mengelus jenggot
dan merenung sejenak lalu gelengkan kepala.
"Ong lo-enghiong itu tentu seorang tokoh yang sakti.
Tetapi dia tidak mau berterus terang, kemungkinan
namanya tentu juga tidak aseli, Oleh karena itu akupun tak
tahu tentang dirinya."
Gin Liong mengangguk kemudian memandang kearah
gelanggang. Saat itu Ong Gi liong sudah berhadapan
dengan Yu Ting Su. Sembari memberi hormat, jago tua itu
berkata: "Aku yang rendah siorang tua Ong Gi Tiong,
sengaja menghadap kemari untuk meminta sedikit pelajaran
dan Yu thancu."
Dengan pandang mata yang berkilat kilat Yu Ting Su
menyahut dingin: "Engkau orang tua, apakah karena
melihat aku melukai Kwan It Ceng, lalu merasa penasaran
?"
Ong Gi liong tertawa hambar.
"Itu salah dia sendiri tak memiliki kepandaian tinggi,
kurang pengalaman dan lagi terlalu bernafsu sehingga tak
sempat membela diri. Rupanya, engkau Yu thancu,
memang tak bermaksud hendak melukainya," sahut Ong Gi
Tiong.
Yu Ting Su tertawa dingin: "Sudahlah jangan banyak
cakap, silahkan engkau mencabut senjatamu !" - ia terus
bersiap dengan sepasang pit.
Sambil mengurut jenggot, Ong Gi Tiong
menengadahkan kepala dan tertawa keras.
"Sejak berkelana puluhan tahun di dunia persilatan tak
pernah aku bertempur dengan menggunakan senjata, Maka
saat ini, akupun tak mau mengenakan pengecualian dan
tetap akan menggunakan sepasang tangan untuk melayani
bermain beberapa jurus dari Yu thancu."
Ucapan Ong Gi Tiong itu telah menimbulkan
kegemparan Para jago2 ko-jiu yang mendengar kata2 itu
tergetar hatinya.
Wajah Yu Ting Su berobah seketika, Marahnya bukan
kepalang, serentak ia taburkan sepasang pit, cret, cret,
senjata berbentuk pena itu segera menancap ke tanah,
Kemudian ia tertawa nyaring.
"Tua bangka yang bermulut besar," serunya, "Aku
Pengacau-dunia Yu Ting Su, hari ini akan mencoba sampai
dimanakah kehebatan dari sepasang pukulanmu !"
Ia menutup kata-katanya dengan menekuk lengan seraya
mengendapkan badan, tiba2 tangan kanan didorongkan
kemuka- Segulung angin pukulan yang dahsyat segera
melanda orang tua itu.
Ong Gi Tiong kerutkan alis lalu tertawa gelak2. Tangan
kanan dibalikkan untuk melepas sebuah pukulan yang
dahsyat juga.
"Bum..."
Terdengar letupan disusul dengan asap dan debu
bertebaran memenuhi sekeliling. Terdengar pula derap
langkah kaki terhuyung-huyung. Ternyata Yu Ting Su yang
menjagoi dalam ilmu pukulan tangan kosong, saat itu
terhuyung-huyung sampai tiga langkah ke belakang.
Sedang Ong Gi Tiong masih tegak di tempat nya, Hanya
kedua bahunya yang tampak tergetar dan pakaiannya
tertebar-tebar.
Anak buah Thian-leng-kau yang hampir mendekati
jumlah ribuan itu serentak tercengang.
Setelah tegak, Yu Ting Su merah mukanya, Tentulah ia
terkejut dan marah. Dengan merentang matanya yang sipit,
ia membentak lagi: "Tua bangka, aku hendak mengadu jiwa
dengan engkau !"
Ia terus loncat secara kalap dan menyerang Ong Gi
Tiong.
Ong Gi Tiong mengisar ke samping lalu gerakkan kedua
tangannya sehingga serangan Yu Ting Su tertahan, Yu Ting
Su terdesak mundur, Mulutnya berulang-ulang
menggembor sepasang matanya merah membara.
Tiba2 Yu Ting Su berjongkok untuk menjemput
sepasang pitnya tadi, Kemudian dengan menggerung ia
terus menyerang kalap lagi.
Melihat keganasan Yu Ting Su rupanya Ong Gi Tiong
marah juga. Cepat ia mengganti gerak pukulan dengan ilmu
meringankan tubuh untuk berlincahan menghindar
serangan lawan Dan dalam sebuah kesempatan tiba2 ia
membentak keras lalu secepat kilat menghantam dada Yu
Ting Su.
Karena terlalu bernafsu menyerang, Yu Ting Su tak
sempat menghindar. Bum .. .. ia mengerang tertahan, tubuh
terhuyung lalu jatuh, muntah darah dan tak ingat diri lagi.
Ong Gi Tiong menghampiri mengangkat Yu Ting Su
duduk lalu menepuk jalan darah di perutnya.
Wajah Yu Ting Su pucat pasi, ia membuka mata lalu
mengatupkannya lagi, Rupanya ia menderita luka yang
cukup parah."
Seketika gemuruhlah seluruh gelanggang, Tetapi bukan
suara orang bersorak, melainkan hanya hiruk pikuk, empat
orang lelaki berpakaian ringkas berlari-lari menghampiri ke
tempat Yu Ting Su dan menggotongnya keluar gelanggang.
Setelah itu Ong Gi Tiongpun kembali menghadap ke
muka paseban, Ketua Thian-leng-kau, Honghu Ing serentak
berbangkit menyambut dengan tersenyum.
"Maaf, kaucu, karena kesalahan tangan, aku telah
melukai Yu thancu." kata Ong Gi Tiong seraya mengangkat
tangan.
Honghu Ing tertawa nyaring.
"Meminjarn ucapan lo-enghiong tadi. Kupercaya loenghiong
tentu tak mempunyai maksud untuk melukai Yu
thancu," serunya.
Ong Gi Tiongpun ikut tertawa, serunya: "Kaucu
memiliki kepandaian yang sakti, sekali lihat tentu tahu
keadaannya tak perlu aku siorang tua harus menjelaskan . .
."
Honghu Ing cepat tertawa menukas : "Pi-bu telah selesai,
harap lo enghiong suka duduk diatas sini."
Honghu Ing mempersilahkan dengan menunjuk kearah
sebuah tempat duduk yang kosong, Ternyata tempat duduk
itu adalah bekas tempat Yu Ting Su.
Melihat itu Ong Gi Tiong tertawa: "Sesungguhnya aku
tak mempunyai maksud untuk menjabat kedudukan dalam
perkumpulan kaucu, Kedatanganku kemari membawa dua
tujuan. Pertama, akan menambah pengalaman Dan Kedua,
pada waktu yang sesuai hendak menghaturkan beberapa
patah kata kepada kaucu . . ."
Gin Liong segera menduga bahwa orang tua itu tentu
hendak menantang Honghu Ing bertempur. Tetapi melihat
sikap ketua Thian-leng-kau tenang2 saja, Gin Liongpun tak
perlu bingung.
Honghu Ing mengangkat tangan memberi hormat,
serunya: "Kalau begitu, silahkan lo enghiong duduk di atas
atas sini dulu, Setelah acara pi-bu selesai, Honghu Ing tentu
bersedia menerima petunjuk lo-enghiong ,. . ."
"Menurut peraturan perkumpulan kaucu, seharus aku
siorang tua ini akan mendapat tantangan dari seorang
saudara lain," Ong Gi Tiong cepat menukas. Habis berkata
ia alihkan pandang kearah Gin Liong.
Gin Liong terkejut. ia duga Ong Gi Tiong tentu salah
menduga kalau ia bersahabat dengan Yu Ting Su. Maka ia
hanya tertawa hambar dan tak menaruh perhatian.
Rupanya Honghu Ing juga tahu isi hati Ong Gi Tiong,
serentak ia tertawa, serunya: "Karena lo-enghiong tak
berminat untuk menjabat kedudukan dalam perkumpulan
ini, maka tak perlulah loenghiong harus menerima
tantangan lagi."
Kemudian ia menunjuk kearah Gin Liong dan
menerangkan: "Siau sauhiap datang kemari, kebetulan saja
Thian-leng-kau sedang menyelenggarakan pertandingan pibu.
Sama - sekali tak bermaksud ikut dalam pertandingan."
Melihat dirinya diperkenalkan, Gin Liongpun segera
memberi hormat kepada Ong Gi Tiong, jago tua itu tertawa
lalu melangkah masuk dan duduk di paseban, Seorang tua
yang duduk disebelah Yok Lan memberikan tempatnya
kepada Ong Gi Tiong, sedang ia sendiri lalu mengambil
tempat duduk Yu Ting Su.
Honghu Ing ulurkan tangan menggandeng sendiri jago
tua itu duduk ditempat yang disediakan, karena jago tua itu
berumur delapan puluhan tahun maka anak2 muda seperti
Honghu Yan, Yok Lan dan Gin Liong berdiri untuk
memberi hormat.
Pada saat Ong Gi liong duduk, tiba2 dari belakang
terdengar suara orang tertawa dingin yang pelahan sekali.
Gin Liong berpaling dan melihat beberapa thancu tengah
kasak kusuk, memandang kepadanya dengan tertawa
dingin, Terutama Beng thancu yang berkulit hitam dan Ji
thancu yang bertubuh kurus, Keduanya memandang
dengan wajah marah.
Gin Liong kerutkan dahi, ia tahu bahwa mereka marah
kepada dirinya karena mengira dia tentu sahabat dari Yu
Ting Su, mengapa tak mau menerima tantangan dari Ong
Gi Tiong.
"Hai, mengapa kalian tertawa begitu ?" tegur Honghu
Ing.
Beberapa thancu itu serempak berdiri dan si kurus Ji
thancu segera menyahut: "Menurut keterangan Yu thancu.
Siau sauhiap itu berasal dari perguruan Ceng-pay, memiliki
ilmu kepandaian yang sakti dan bersahabat dengan Yu
thancu. Kedatangannya kemari tentulah hendak
menunjukkan kepandaian bahkan kalau dapat akan
merebut kedudukan kaucu, Tetapi mengapa tadi ketika
seorang lo-enghiong menantangnya dia tak berani
menyambut ? itulah sebabnya kami sekalian tak mengerti
dan sampai mengeluarkan tertawa.
Begitu mendengar kata2 itu, enam orang pimpinan
Thian-leng-kau yang terdiri dari tiga orang penilik dan tiga
orang kepala paseban, berpuluh hiangcu yang berpakaian
biru, serempak memandang Gin Liong dengan marah.
Melihat suasana berobah tegang, Yok Lan-pun serentak
berbangkit. Honghu Ing dan adiknya, Honghu Yanpun
memandang Gin Liong dengan pandang bertanya.
Tenang2 Gin Liong berbangkit tertawa hambar dan
berkata kepada Ji thancu: "Tolong tanya siapakah yang
mengatakan hal itu ?"
"Yu thancu sendiri." sahut Ji thancu.
Kembali Gin Liong tertawa hambar: "Kebetulan tadi
Ong lo-enghiong tak menghantam mati Yu thancu, kalau
tidak tentu aku tak dapat menyangkal lagi."
Kemudian ia mengerling pandang ke segenap hadirin
dan berseru pula:
"Jika kedatanganku kemari untuk memenuhi janji, itu
memang benar, Tetapi sama sekali tak bermaksud hendak
merebut kedudukan apa2, lebih2 kedudukan sebagai kaucu,
Mengapa Ong lo-enghiong hendak menantang aku adalah
karena lo-enghiong itu salah duga kalau aku ini sahabat
baik dari Yu thancu, Karena salah duga, akupun tak harus
melayani Yu thancu mengatakan bahwa aku memiliki
kepandaian sakti, tak lain karena dia bermaksud hendak
membangkitkan rasa penasaran saudara2 se kalian kepada
diriku . ."
"Karena engkau mengakui datang kemari hendak
memenuhi tantangan, tentulah engkau memiliki kepandaian
sakti sehingga tak memandang mata kepada kaucu," tukas
Beng thancu si hitam.
Gin Liong kerutkan dahi dan menampilkan kemarahan,
Namun ia menekan perasaannya dan menjawab: "Jika aku
tak datang, bukankah aku akan ditertawakan sebagai orang
yang tak pegang janji ?"
Baru kata2 itu diucapkan dari panggung sebelah kanan
terdengar suara orang menantang:
"Kalau sudah berani datang tentu sudah membekal
kepandaian Jika saudara2 tak puas, lebih baik turun
kegelanggang untuk mengukur kepandaian Perlu apa harus
bertengkar mulut ?"
Mendengar itu marahlah Gin Liong, Memandang orang
yang berkata ia melihat lima orang imam tua berjubah
kelabu, menyanggul pedang dan duduk di deretan paling
muka. Wajah mereka menunjukkan sikap yang licik,
hampir serupa bentuknya, Jika tak melihat tangkai pedang
mereka yang diikat dengan tali sutera warna hitam, merah,
biru, cokelat, hijau, tentu sukar untuk membedakan mereka.
Tiba2 terdengar suara bentakan keras diiringi dengan
sesosok tubuh yang melesat ke muka ruang memberi
hormat kepada Honghu Ing.
"Hamba Beng Kong Ih, mohon kepada kau-cu supaya
memberi perintah, mengijinkan hamba untuk meminta
beberapa jurus pelajaran dari Siau sauhiap," seru orang itu.
Dia adalah si hitam Beng thancu.
Honghu Ing bersangsi, ia segera berpaling kearah orang
tua baju kuning The Tjai Hin.
Gin Liong menyadari bahwa ia tak dapat menghindari
pertempuran lagi, Diam2 ia mendongkol kepada kelima
imam tua tadi. Kemudian berpaling kearah Honghu Ing,
serunya.
"Mohon tanya kaucu, siapakah kelima lotiang yang
duduk di deretan depan itu ? Adakah mereka kojiu dari
Thian-leng-kau ?"
Honghu Ing gelengkan kepala : "Bukan, mereka adalah
Lo-san Ngo-to (lima imam dari gunung Losan), Yu thancu
pernah mengusulkan supaya menerima mereka sebagai
kepala cabang gunung Lo san. Tetapi aku masih
mempertimbangkannya."
"Aku ingin berhadapan dengan mereka lebih dulu," kata
Gin Liong.
Tetapi Beng thancu mendesak dan minta kepada
Honghu Ing agar ia diijinkan yang lebih dulu menghadapi
Gin Liong, kemudian baru kelima imam tua itu.
Rupanya kelima-imam itu mendengar kata2 si hitam
Beng thancu,Mereka tertawa gelak2 lalu melayang turun ke
gelanggang.
Rupanya Honghu Ing juga ingin mengetahui kepandaian
Gin Liong, Maka ia segera berpaling kearah pemuda itu:
"Karena mereka memohon dengan sangat, terpaksa harap
Siau sauhiap suka melayani mereka untuk beberapa jurus."
Gin Liong tertawa hambar: "Baiklah, terpaksa aku harus
mengunjukkan kepandaian yang jelek di hadapan kaucu."
Si hitam Beng thancupun terus bergegas hendak turun ke
gelanggang tetapi Gin Liong berseru memangginya: "Harap
Beng thancu suka bersabar. Tunggulah beberapa belas jurus
lagi, aku tentu kembali disini."
Beng thancu makin marah mendengar kata2 Gin Liong,
ia anggap pemuda itu keliwat jumawa sekali.
Saat itu suasana hening lelap, Sambil berjalan menuruni
titian, diam2 Gin Liong menimang, bagaimana ia harus
bertindak untuk menindas nyali orang2 Thian-leng-kau agar
dapat meneruskan perjalanan lagi.
Rupanya Beng thancu masih hendak menumpahkan
kemendongkolannya kepada Gin Liong, ia berseru:
"Tempat di muka ruang ini terlalu sempit, mungkin Siau
sauhiap tak leluasa bergerak, dengan begitu kita tak dapat
menikmati kepandaian sauhiap yang hebat itu."
Gin Liong hanya tertawa dingin.
"Jangan kuatir," serunya, "orang yang sudah tinggi
kepandaiannya, tentu lekas ketahuan, Begitu turun tangan
tentu segera diketahui isi atau kosong. Hanya orang yang
belum sudah merencanakan hendak melarikan diri baru
meributkan soal tempat pertempuran !"
Ucapan itu seperti hendak mengatakan bahwa orang
yang semacam Beng thancu sajalah yang menimbulkan soal
tempat bertanding karena Beng thancu termasuk orang yang
akan melarikan diri.
Sudah tentu Beng thancu tak dapat menahan
kemarahannya lagi, serentak ia loncat melayang ke muka
ruang dan dengan napas ter-engah2. Segera-berteriak:
"Mulutmu sungguh lancang, lihat serangan"
Ia segera menyerang Gin Liong dengan kalap. Melihat
itu tenang2 saja Gin Liong mengangkat tangan dan berseru
: "Tunggu dulu!"
Jika seorang ahli, tentulah Beng thancu segera akan
mundur, Tetapi ternyata ia tak tahu bahwa gerakan tangan
Gin Liong itu telah menimbulkan gelombang halus dari
tenaga dahsyat yang hampir tak menerbitkan suara apa2.
Rupanya Beng thancu memang tak tahu. ia membentak:
"Bagaimana ? Masih mau bertingkah apa lagi ?"
Dengan berdiri tenang, Gin Liong memberi hormat:
"Kedudukanku adalah sebagai tetamu. Naga yang kuat
takkan menindas ular kecil. Aku akan mengalah sampai
tiga jurus."
Habis berkata tanpa menunggu jawaban Beng thancu ia
terus memberi hormat kepada Honghu Ing: "Kaucu, maaf,
aku telah bertindak kurang sopan"
"Besar sekali mulutmu, engkau juga tak memandang
mata kepadaku " seru Beng thancu.
Saat itu sekalian anak buah Thian-leng-kau juga
kedengaran berisik sekali, Mereka merasa Gin Liong
memang terlalu sombong.
Tetapi Honghu Ing, Honghu Yan dan ayah-angkatnya
siorang tua baju kuning tahu akan keadaan pemuda itu.
Mereka memberi anggukan kepala.
Honghu Ing berbangkit mengangkat kedua tangan dan
berseru lantang kepada sekalian anak buah Thian-leng-kau.
"Saudara sekalian ! Saling memuji kepandaian
merupakan suatu peristiwa yang lumrah di dunia persilatan
Kalian tak boleh membuat gaduh tetapi saksikan saja
dengan tenang !"
Kemudian iapun berseru juga kepada Beng thancu:
"Beng thancu, jangan merusak nama baik perkumpulan
kita, agar jangan sampai ditertawakan orang !"
Oleh karena Beng thancu itu seorang thancu dari Thianleng-
kau maka Honghu Ingpun terpaksa memberi anjuran
begitu walaupun dalam hati ia tak senang melihat
kekasaran dari Beng thancu.
Tetapi Beng thancu telah salah tafsir, ia mengira ketua
Thian-leng-kau benar2 menyuruh dia harus berjuang
sungguh2, jangan lepaskan Gin Liong begitu saja, Maka
besarlah nyalinya. Ia merasa telah mendapat dukungan dari
Honghu Ing.
"Baiklah, kaucu," serunya.
Habis berkata ia terus pasang kuda2 dan menyerang Gin
Liong, walaupun dalam ilmu pukulan Beng thancu belum
mencapai tingkat sempurna tetapi dikalangan anak buah
Thian leng-kau, dia termasuk tokoh yang menonjol. Dalam
serangan itu ia menggunakan delapan bagian tenaga, Sudah
tentu hebatnya bukan olah2.
Tetapi Gin Liong masih tetap santai dan mengulum
senyum.
Saat itu serangan Beng thancu tampaknya sudah
mendekati selesai dan tiba2 Gin Liongpun berseru: "Jurus
kesatu !"
Sambil berkata ia terus menyelimpat dengan gerak yang
cepat ke belakang Beng thamcu. Beng thancu terkejut ketika
tiba2 lawan menghilang dari pandang-mata dan tahu2
sudah berada di belakang nya. Dengan menggembor keras,
ia gunakan jurus Koay- bong-hoan-siin atau Ular-anehmembalik-
tubuh, diserempaki dengan gerak pukulan dari
kedua tangannya dalam jurus Lui-yan-kiau-ka atau Gunturkilat-
saling-berhamburan. serangan jurus kedua itu jauh
lebih cepat dari yang tadi.
"Jurus kedua !" seru Gin Liong seraya bergeliatan dengan
indah dan lincah.
Dua kali serangannya tak berhasil, membuat Beng
thancu marah bukan kepalang, wajahnya yang hitam makin
seperti pantat kuali, Dengan menggemeretukkan geraham ia
membentak keras:
"Orang she Siau, engkau benar2 terlalu sombong !"
Setelah memperhatikan posisi Gin Liong, ia loncat
seraya menghantam dengan jurus Bong-hou-Jut-ku atau
harimau-buas-keluar-sarang. Menampar, mendorong,
menyodok dan menabas. Gerakannya sudah tak
menyerupai jurus2 ilmu silat lagi.
Melihat itu diam2 Gin Liong kerutkan dahi. Pikirnya,
kalau ia mau balas menyerang, sudah tentu batok kepala
lawan akan hancur, Cepat ia salurkan tenaga-dalam ke
tangan. Tetapi tiba2 ia teringat bahwa jurus ketiga dari
serangan lawan belum selesai. Terpaksa ia tarik kembali
persiapannya dan tertawa geli sendiri.
Bahwa dalam menghadapi serangan kalap dari Beng
thancu, Gin Liong masih enak2 saja, sekalian anak buah
dan jago2 ko-jiu yang berada di se keliling tempat itu dapat
melihat jelas. Hatinya Beng thancu sendiri yang masih tak
menyadari dan nekad melancarkan serangan dengan kalap.
Tiba2 terjadi suatu peristiwa yang menegangkan Saat itu
angin pukulan Beng thancu sudah melebarkan ulung
pakaian Gin Liong. Tangannya-pun hanya terpisah tiga inci
dari jalan darah anak-muda itu.
Ong Gi Tiong saking terkejutnya sampai berbangkit
Honghu Ing sendiripun berobah wajahnya, Telapak
tangannya sampai mengucurkan keringat dingin, Semua
jago2 ko-jiu yang berada di kedua bangsalpun ada yang
berteriak tertahan. Hanya Yok Lan seorang yang tetap
tersenyum duduk ditempat nya, ia sudah faham akan gerak
langkah sukonya.
Tiba2 puncak dari ketegangan itu meletus dikala
terdengar Beng thancu berteriak: "Maaf, Beng Kong in
berlaku kurang adat!"
Serempak pada saat itu juga terdengar Gin Liongpun
menyahut: "Tak apa, kita anggap saja jurus ini jurus yang
ketiga !"
"Bum..."
Karena yakin akan dapat mengenai tubuh lawan maka
dengan sekuat tenaga Beng thancu terus gunakan kedua
tangannya untuk menampar dengan sekuat tenaga, Bum . . .
. sederet pot bunga yang menghias samping kiri dari titian
paseban hancur berantakan. Beng thancu sendiri terhuyunghuyung
jatuh dalam keping2 pot yang hancur itu, Ketika
bangun, mukanya berlumuran darah dan tubuhnya
menggigil keras.
Melihat itu Gin Liong terkejut. Cepat2 ia menghampiri,
mengangkatnya seraya meminta maaf, Tetapi sekonyongkonyong
Beng thancu membentak keras dan ayunkan kaki
kanannya menendang.
Jarak keduanya amat dekat sekali sehingga tanpa
disadari, Yok Lan serentak menjerit: "Liong koko..."
Gin Liong sendiri memang terkejut. Untung ia dapat
berkelit ke samping lalu mendorongkan tangannya yang
memegang tubuh orang: "Eh, apa-apaan ini?"
"Bum..." bagaikan sebuah layang2 putus tali tubuh si
hitam Beng thancu terlempar sampai beberapa tombak dan
jatuh ke tanah. ia muntah darah beberapa kali, tubuh
meregang-regang, jelas dia tentu menderita luka yang tak
ringan. Melihat itu Gin Liong cepat loncat menghampiri
dan cepat melekatkan telapak tangan keperut orang untuk
menyalurkan tenaga-dalamnya.
Tetapi rupanya keadaan Beng thancu sudah tak tertolong
lagi, wajahnya hitam tampak pucat lesi, mata mendelik dan
mulut masih mengumur darah hitam yang sudah
mengental.
Gin Liong menghela napas, Terpaksa ia berbangkit dan
menghadap ke muka ruang meminta maaf kepada Honghu
Ing.
Honghu Ing merah mukanya, ia merasa bahwa
kesalahan terletak pada Beng thancu sendiri. Cepat ia
berdiri dan membalas hormat seraya tertawa: "Ah, Siau
siauhiap terlalu merendah diri, Beng thancu tak tahu
kekuatan diri sendiri Bagaimana harus mempersalahkan
Siau sauhiap . . ."
Tiba2 enam sosok tubuh berhamburan menuju ke muka
ruang paseban dan serempak berseru:
"Hamba sekalian mohon diperkenankan untuk meminta
beberapa jurus pelajaran dari Siau sauhiap !"
"ilmu kepandaian Siau siauhiap memang hebat sekali,
boleh dikata sudah mencapai tataran yang tinggi, jangan
kalian cari penyakit sendiri!" seru Honghu Ing.
Thancu kelima Lui-tian-pat-ciang, Ji thancu tampil
selangkah, serunya : "Hanya dengan demikian barulah kami
sekalian mendapat kesempatan untuk menambah
pengalaman Mohon kaucu suka memberi ijin !"
Keenam thancu itu memandang Gin Liong dengan
geram, juga berpuluh-puluh hiangcu kasak kusuk
memperbincangkan Gin Liong.
"Tenang !" teriak Honghu Ing lalu berbangkit dan
menghampiri keenam thancu itu.
"Adalah Beng thancu sendiri yang salah, apakah kalian
tak melihat ? Apalagi yang dipertunjukkan Siau siauhiap itu
masih belum seluruh kepandaiannya !" serunya.
Keenam thancu itu tundukkan kepala namun mereka
masih membantah, menyatakan bahwa soal mati bagi
mereka itu soal kecil Tetapi mereka hendak menjaga
keluhuran nama Thian-leng-kau agar jangan sampai
diremehkan orang. Apabila peristiwa Beng thancu itu
tersiar keluar, orang tentu akan menertawakan Thian-lengkau."
Honghu Ing tertawa nyaring: "Dunia persilatan hanya
membicarakan tentang soal kekuatan dan kelemahan tetapi
orang persilatan sendiri sesungguhnya harus menjunjung
Kebenaran dan Kesalehan, mengapa..."
Baru Honghu Ing berkata sampai disini, tiba2 terdengar
suara orang tertawa dingin.
Ketua Thian-leng-kau itu cepat berseru nyaring: "Hai,
sahabat manakah yang tak dapat memahami penjelasanku
itu ?"
"Kaucu memang berhati lapang tetapi karena orang telah
datang hendak menyelesaikan urusan darah, kiranya tentu
takkan terhindar dari pertempuran".
Ternyata yang bicara itu adalah kelima imam dari Losan.
"Totiang, apakah maksud ucapan totiang itu" seru
Honghu Ing dengan wajah bersungguh2.
Imam tertua dari Losan Ngo to, ialah yang bergelar
Pedang-darah, serentak berbangkit dan berseru tajam:
"Sambutlah serangan ini !"
Ia taburkan pedang ke udara, sehingga menimbulkan
desis angin yang tajam, kemudian berseru pula: "Budak,
lihat pedangku !"
Gerakan imam itu diserempaki pula oleh ke empat
kawannya. Mereka maju dan menyerang Gin Liong dari
empat penjuru.
Gin Liong menengadah, bersuit nyaring lalu bergerak
berlincahan dalam tata langkah Sing-hoau cek-kiong yang
digabung dengan gerak Liong-li-biau.
Kelima pedang berhamburan laksana hujan mencurah
tetapi Gin Liong tetap berlincahan menyusup di tengah2
hujan sinar pedang itu.
Yang berada di paseban dan bangsawan, kecuali jago-2
silat golongan ko-jiu juga terdapat para ahli pedang,Mereka
heran dan kagum menyaksikan pertandingan itu. Mereka
kagum akan ilmu permainan pedang kelima imam tetapi
lebih kagum lagi akan gerakan Gin Liong yang luar biasa
anehnya.
Sepeminum teh lamanya tiba2 gerakan Gin Liong makin
pesat dan beberapa saat kemudian terdengar dia
membentak: "Lepaskan !"
Tring, tring . . terdengar dering melengking dan kelima
batang pedang berhamburan melayang ke udara, Empat
dari kelima imam itu menjerit ngeri.
Tampak Gin Liong mencengkeram pergelangan tangan
imam Pedang-darah dan dengan wajah berseri tawa,
berseru : "Aku hanya menyangka bahwa kalian berlima
imam ini mempunyai kepandaian yang hebat sekali.
Kiranya hanya kawanan kantong nasi belaka !"
Sekalian ko-jiu dan anak buah Thian-leng-kau
tercengang2 menyaksikan peristiwa itu.
Melihat Pedang-darah dikuasai Gin Liong ke empat
kawannya terus hendak menyerang, Tetapi cepat Gin Liong
memperkeras cengkeramannya dan membentak: "Siapa
yang berani maju cari mati?"
Tangan imam Pedang-darah seperti dijepit baja, sakitnya
bukan kepalang, ia me-maki2 kalang kabut: "Budak, engkau
tak menggunakan ilmu kepandaian sesungguhnya, aku
tetap tak menyerah !"
"Apa yang engkau maksudkan dengan ilmu kepandaian
yang sesungguhnya itu ?" bentak Gin Liong.
"Engkau menggunakan ilmu Mengaburkan mata dan
gerakan langkah setan, sungguh bukan kepandaian dari
seorang gagah !" seru keempat imam.
Marah Gin Liong bukan kepalang, jika tak bertindak
keras, ia tentu tak dapat menundukkan kelima imam itu
demikian pula tak dapat menundukkan kelima imam itu
demikian pula tak dapat pula merontokkan nyali sekalian
anak buah Thian-leng-kau.
Akhirnya ia memutuskan untuk melaksanakan hal itu
kepada kelima imam.
"Baik, akan kuberimu kesempatan sekali lagi untuk
menyaksikan ilmu kepandaian yang sesungguhnya," seru
Gin Liong seraya terus melesat memungut pedang kawanan
imam lalu melemparkan kepada pemiliknya, Setelah itu
iapun mencabut pedangOh-hek-kiam.
Melihat itu kelima imam mengira Gin Liong tentu akan
mengajak bertanding pedang, Maka tanpa memperhatikan
pedang apa yang dipegang sianak muda, mereka terus
berhamburan mengambil pedang masing2.
Gin Liong tertawa dingin.
"Sebenarnya aku hendak mengajak kalian bertanding
ilmu pedang, tetapi kulihat kalian hanya kawanan kantong
nasi dan pedang kalian hanya besi cor saja maka aku
hendak merobah acara, lihatlah !"
Ia segera gunakan ujung pedang untuk membuat sebuah
garis lingkaran di tanah, kemudian loncat kedalam
lingkaran itu dan tertawa:
"Hayo, siapa yang mampu masuk ke dalam garis
lingkaran ini atau dapat mendesak aku setengah tapak saja
keluar dari garis, aku orang she Siau, akan berjalan dengan
setiap langkah soja (memberi hormat) ke arah Ke-kong-san.
Tetapi kalau kalian tak mampu, hm . . ."
Baru Gin Liong mengucap begitu tiba2 dari atas
panggung melayang turun empat sosok bayangan. Salah
seorang diantaranya, ketika masih melayang di udara,
sudah berseru : "Toyu berlima, ijinkan kami Empat-iblis
gunung Hong-san mewakili toyu untuk melampiaskan
penasaran toyu berlima !"
Empat orang lelaki pertengahan umur yang tulang
mukanya menonjol dan bengis, tubuh gagah perkasa segera
mengepung Gin Liong.
Gin Liong cepat dapat mengetahui bahwa ke empat iblis
itu ahli dalam tenaga gwa-kang (luar), tetapi mengapa
mereka mau membantu kelima imam itu ?
Ternyata keempat iblis itu mempunyai perhitungan
sendiri, Mereka merasa sanggup untuk mendesak Gin
Liong keluar dari garis lingkaran.
Dihadapan jago-2 silat dan tiga belas propinsi, nama
mereka tentu akan termasyhur Andaikata tak berhasil,
merekapun dapat meloloskan sendiri tak sampai kehilangan
jiwa.
Karena melihat keuntungan itu, keempat iblis terus
lancarkan serangan dengan pukulan: "Budak she Siau,
terimalah pukulan kami !"
"Bagus !" seru Gin Liong geli dan marah, Tanpa bergerak
tetapi cukup dengan melingkarkan tangan kirinya dalam
gerak yang terdapat pada kaca wasiat ialah tangan kiri
mendorong tangan kanan menggurat, ia menyambut
serangan mereka.
Terdengar angin menderu keras dan rubuhnya empat
sosok tubuh ke tanah. Tidak terluka, juga tidak berdarah
tetapi hanya menggeletak kaku di luar garis lingkaran.
Seketika gemparlah sekalian anak buah Thian-leng-kau
dan para ko-jiu. Saat itu sesosok bayangan putih melesat
dan melengking: "Liong koko, jangan . ."
Ternyata yang berseru itu Yok Lan, ia hendak mencegah
Gin Liong supaya jangan keliwat ganas tetapi terlambat
Keempat iblis itu sudah menggeletak.
Gin Liong tak kira karena keempat orang itu begitu tak
berguna. setelah melepaskan pukulan baru ia menyesal
tetapi sudah terlanjur,
"Mereka terlalu mendesak aku !" sahutnya, Yok Lan
masih menyesalinya, mengatakan bahwa mereka berdua tak
mempunyai dendam permusuhan dengan keempat iblis itu.
Dalam pada itu tiba2 kawanan imam Losan Ngo lo
sambil menghunus pedang berpaling ke arah ruang paseban
dan memaki Honghu,Ing:
"Katanya Thian-leng-kau hendak mengadakan pi-bu
untuk pergantian jabatan tetapi ternyata diam2 telah
menyembunyikan jago sakti untuk membasmi jago2 dari
ketiga belas propinsi."
Ucapan kawanan imam itu telah membangkit jago yang
duduk di deretan panggung sudah hendak bergerak.
"Totiang salah !" seru Honghu Ing dengan wajah serius.
"Kalau tidak begitu mengapa membiarkan saja budak itu
melukai orang ditempat ini ?" teriak imam Pedang-darah.
Kali ini anak buah Thian-leng-kau yang terbakar
kemarahannya.
Melihat Honghu Ing terjepit dalam kesulitan segera Gin
Liong loncat kehadapan kelima imam itu dan berseru.
"Dalam urusan ini, Thian-leng kau tak ada sangkut
pautnya, jangan kalian membuka mulut tak keruan !"
Melihat siasatnya untuk membangkitkan kemarahan
sekalian jago dan anak buah Thian leng-kau akan berhasil,
imam Pedang-darah tak mau melepaskan. Dengan tertawa
mengejek, ia berseru : "Peristiwa ini terjadi dalam markas
Thian-leng-kau, bagaimana Thian leng kau tak tersangkut ?"
Kemudian dengan lagak sombong, ia berkata kepada
Honghu Ing, "Honghu kaucu, omongan budak she Siau itu
apakah bukan meremehkan Thian-leng-kau ?"
Gin Liong benar2 marah sekali, ia bergerak tangan
hendak menyambar imam Pedang-darah itu: "Imam
keparat, mengapa waktu cari perkara menantang aku,
engkau tak tunduk pada perintah Thian-leng-kau ?"
Yok Lan cepat mencegah lalu berkata kepada kelima
imam itu: "Apakah lotiang berlima masih penasaran dalam
adu kepandaian tadi ?"
Melihat dara cantik itu juga menyanggul pedang, imam
Pedang-darah segera getarkan pedangnya dan tertawa
mengejek: "Dengan membawa pedang, nona tentu juga
seorang jago pedang yang hebat."
Merah muka Yok Lan, ia mengangguk pelahan.
"Ah, ilmu pedang itu dalamnya sukar dilukiskan dan
sumbernya dari kalangan agama, Aku sih hanya tahu
sedikit kulitnya yang tak berharga, sudah tentu tak layak
disebut ahli pedang."
Imam Pedang-darah makin besar nyalinya, ia anggap
Yok Lan tentu seorang nona yang biasa saja dalam ilmu
permainan pedang, ia mengejek.
Kalau tak mengerti ilmu pedang, perlu apa membawa
pedang dan gegabah berani buka mulut mengganggu
pembicaraanku ?"
"Bedebah, engkau berani menghina ?" bentak Gin Liong,
Tetapi Yok Lan mencegahnya: "Liong koko, kembalilah ke
tempat dudukmu dulu !"
Dara itu memberi kedipan mata dan Gin Liongpun
menurut: "Hati-2" pesannya.
Setelah Gin Liong kembali keatas paseban barulah Yok
Lan tersenyum mengeliarkan pandang mata kepada kelima
imam gunung Losan, serunya:
"Apabila totiang berlima berminat, aku bersedia untuk
melayani sampai beberapa jurus dari serangan totiang . . "
Seketika siraplah suasana saat itu, sekalian orang terkejut
mendengar kata2 dara itu.
Imam Pedang-darah Say Tun Yang, kepala dari Lo-san
Ngo-to atau lima imam gunung Lo-san berseri2 gembira.
serentak ia berpaling dan berseru kepada keempat sutenya:
"Sute, mundurlah kalian, aku . . "
"Totiang, tunggu dulu," cepat Yok Lan berseru. "jika
bertempur satu lawan satu, hambar rasanya..."
Imam Pedang-darah terbeliak: "Nona maksudkan . ."
"Totiang berlima maju serempak, agar lebih meriah."
cepat Yok Lan menukas pula.
"Kalau kita berlima maju, apakah engkau dapat menelan
habis ?" teriak salah seorang imam dalam nada yang cabul.
Yok Lan merah-mukanya, tanpa banyak bicara lagi ia
terus mencabut pedang Tanduk-naga seraya berseru:
"Jangan menghina, sekalipun aku seorang anak perempuan
tetapi pedangku tak pernah mengenal kasihan !"
Kelima imam itu serempak terbeliak, Dan seluruh
hadirinpun bersorak gempar menyaksikan seorang dara
yang cantik tengah mencekal sebatang pedang pusaka
bersinar merah, Diam2 timbullah keserakahan imam
Pedang-bayangan untuk memiliki pedang Tanduk Naga itu.
"Kalau kami berlima maju, apakah engkau mau
menyerah ?" serunya.
"Jangan banyak bicara, silahkan maju !" bentak Yok
Lan.
Imam Pedang-darahpun segera memberi isyarat kepada
keempat sutenya : "Maju serempak !"
Dia sendiripun segera taburkan pedangnya untuk
menyerang.
Sejak menerima ilmu pelajaran pedang dari Hun Ho
sian-tiang, kemudian bersama Gin Liong mempelajari ilmu
pedang pada kaca wasiat itu, ilmu pedang Yok Lan telah
mencapai tataran yang puncak, Kelima imam dari Lo-san
itu tak dianggap berat.
Tapi karena kuatir akan menimbulkan rasa tak puas dari
kedua saudara pemimpin Thian-leng kau, maka sejak tadi
iapun tak mau unjuk diri. Maka ketika kelima imam itu
maju menyerang iapun gunakan tata langkah Cek-kiongpoh
(langkah istana Ungu), loncat mundur sampai dua tiga
meter.
Sudah tentu kelima imam itu tak tahu dan mengira nona
itu sudah ketakutan maka mereka pun berhamburan loncat
menerjang lagi.
"Bagus !" seru Yok Lan seraya memutar pedang,
Terdengar dering gemerincing dari senjata beradu, disusul
dengan lengking teriak terkejut dan berhamburan sosok2
tubuh loncat mundur, tiba2 tampak Yok Lan sudah berdiri
tegak mengulumsenyum.
Ternyata yang loncat mundur itu adalah kelima imam,
pedang mereka terbabat kutung semua hanya tinggal
separoh yang masih dicekalnya.Mereka terlongong2 seperti
patung.
Kembali terdengar sorak gempar dari sekalian hadirin
menyaksikan kesudahan pertempuran itu! Yok Lan
menundukkan kepala selaku membalas hormat kepada
mereka.
"Nona Ki, lekas menyingkir !" se-konyong2 Honghu Ing
ketua Thian-leng-kau berseru nyaring.
"Imam bangsat, kalian berani curang !" Gin Liong pun
berteriak marah.
Dua sosok tubuh melayang turun seraya kebutkan lengan
bajunya.
Yok Lanpun cepat gunakan tata langkah ceng-kiong-poh
melayang tiga tombak kebelakang.
Ternyata kelima imam itu karena marah dan malu,
nekad menaburkan kutungan pedang ke arah Yok Lan.
Habis menabur, mereka terus menerobos lari keluar dari
gunung.
Ternyata kedua sosok yang melayang di udara itu,
Honghu Ing dan Gin Liong, keduanya menamparkan
lengan baju untuk menghantam kutungan pedang.
Kemudian Gin Liong lanjutkan melayang jauh dan turun
menghadang jalan kelima imam makin ketakutan. Mereka
mati2an lari.
Gin Liong paling benci kepada orang yang menggunakan
senjata rahasia untuk mencelakai orang, ia enjot tubuhnya
lagi melayang melampaui kepala kelima imam itu.
"Liong-ko, biar aku yang menghajar kelima imam busuk
itu." seru Yok Lan.
"Tidak, Lan-moay, aku harus mempontang-pantingkan
mereka sampai mati kehabisan tenaga." seru Gin Liong
seraya menyerbu kelima imam.
Kelima imam itu benar2 tak berdaya, Mereka harus
pontang panting menjaga serangan Gin Liong yang
bergerak cepat laksana bayangan, Tak berapa lama kelima
imam itu ter-engah2 napasnya, basah kuyup mandi
keringat. Rambut dan pakaiannya kusut tak keruan.
Memang Gin Liong sengaja mempermainkan mereka.
Tak mau merubuhkan tapi menyerang gencar dan memaksa
orang harus mengikuti berputar2.
Melihat itu akhirnya Yok Lan berseru memperingatkan
bahwa hari sudah sore, harus lekas kembali kerumah
penginapan.
Gin Liong terkejut dan membenarkan. Sekali terdengar
dering tajam, Gin Liongpun berseru nyaring : "Imam
hidung kerbau, terimalah sedikit tanda mata."
Sinar pedang memancar, sirap dan tampak Gin Liong
berdiri tegak mengulum senyum. Kelima imam itu benar2
seperti copot nyawanya. Rambut mereka yang
menggerumbul lebat saat itu hanya tinggal segenggam
rambut pendek di tengah2 kepala.
Yok Lan tertawa geli : "Liong-ko, engkau memang . ."
Honghu Ing yang masih berdiri tegak dan menyaksikan
peristiwa itu, diam2 cemas: "Siau siauhiap itu memang suka
berolok2 keliwat batas, kemungkinan kelima imam itu tentu
takkan melupakan hinaan semacam itu."
"Orang she Siau, bagaimana engkau hendak menghukum
aku ?" seru imam Pedang-darah dengan geram.
"Cukup sampai disini saja, kalian boleh lari membawa
gundul kepala kalian masing2" sahut Gin Liong.
Imam Pedang-bayangan menggeram.
"Baik, selama gunung masih menghijau, bengawan
masih mengair, ingatlah, Lo san Ngo-to pada suatu hari
pasti akan mencarimu lagi."
Habis berkata imam Pedang-darah itu segera mengajak
keempat sutenya pergi.
Sekalian tamu2 persilatan, setelah menyaksikan
permainan ilmu pedang Yok Lan dan gerakan Gin Liong,
merekapun kuncup nyalinya dan diam2 segera tinggalkan
gelanggang, Pada saat Gin Liong selesai menghajar kelima
imam, tetamu2 itupun sudah bersih semua.
"Koko, pertandingan sudah selesai mengapa masih
terlongong2 di gelanggang ?" tiba2 Honghu Yan menegur
saudaranya.
Honghu Ing gelagapan dan segera mempersilahkan Gin
Liong dan Yok Lan minum teh dalam ruangan, Tetapi Gin
Liong menolak dan menghaturkan terima kasih.
"Ah, Siau-heng terlalu sungkan. Sesama kaum persilatan,
sudah tentu kita harus bergaul seperti kawan. Aku merasa
berterima kasih sekali apabila dapat dapat menyambut Siauheng.
Nona Lan..." tiba2 ia berhenti, wajahnya merah
karena tak tahu harus mengatakan apa-2.
Untung saat itu Honghu Yan segera datang dan menarik
tangan Yok Lan: "Lan moay-moay tentu sudah lapar, mari
kita nikmati hidangan sambil berbincang2"
Walaupun berkata kepada Yok Lan tetapi memandang
kearah Gin Liong. Sudah tentu pemuda itu ter-sipu2
menghaturkan terimakasih atas kebaikan Honghu Yan.
Tetapi ia terpaksa harus lekas2 menuju ke rumah
penginapan karena mempunyai urusan penting.
"Ya lain hari kami tentu akan memenuhi undangan,
taci." kata Yok Lan.
Tetapi rupanya Hongyu Yan tetap memaksa: "Ah,
masakan begitu penting. Kalau hanya beberapa jenak saja,
tentu takkan menjadi halangan, Masakan nanti di rumah
penginapan kalian tak dahar."
Honghu Ing juga menambahkan bahwa rumah
penginapan Liu-lim-tian itu tak berapa jauh. Dengan ilmu
lari cepat, kedua saudara itu tentu dapat mencapainya.
Tanpa menunggu jawaban Gin Liong, ketua Thian-lengkau
itu terus berpaling dan memberi perintah:
"Pertandingan hari ini telah selesai. Para thancu dan semua
anak buah Thian-leng-kau harap bersiap untuk mengantar
tetamu kita."
Sambil memandang Gin Liong, Honghu Yan berbisik:
"Engkau dengar itu ? Engkohku telah memerintahkan
semua anak buah Thian-leng-kau untuk mengantar
keberangkatannya. Kemungkinan tentu upacara itu
memakan waktu."
"Ah, sungguh . . membuat repot . . " Gin Liong
tersenyum datar.
Honghu Yan tersenyum lalu menarik tangan Yok Lan
menuju keruang besar. Gin Liong-pun terpaksa mengikuti.
Ruang besar itu dihias mewah sekali seperti sebuah gedung
kediaman seorang pangeran.
Hidangan yang bermacam2 dan lesat, segera
dihidangkan Semua orang yang berada dalam ruang
serempak berbangkit ketika Honghu Yan,Yok Lan dan Gin
Liong masuk.
Honghu Ing mengumumkan bahwa sekalian anak buah
Thian-leng-kau boleh berpesta se-puasnya demi menyambut
kedatangan kedua orang tetamu terhormat dan merayakan
selesainya pertandingan adu kepandaian.
Pesta berlangsung dengan meriah dan gembira. Untuk
menghaturkan terima kasih kepada Thian leng-kau, Gin
Liong berjanji apabila mereka memerlukan bantuan
tenaganya. dia pasti sanggup datang.
Selesai perjamuan Gin Liong dan Yok Lan minta diri,
Dengan diantar oleh Honghu Ing dan Honghu Yan.
keduanya melangkah keluar dari ruang, sepanjang jalan
menuju pintu markas, mereka melalui barisan kehormatan
Thian-leng-kau yang tegak berjajar dengan rapih.
Honghu Ing dan Honghu Yan sendiri mengantar sampai
keluar markas, Honghu Yan tampak berat hati untuk
melepaskan kedua tamunya pergi, untunglah ia minta agar
Yok Lan setelah selesai dengan urusannya, kembali ke
markas Thian-leng-kau lagi. Pun Honghu Ing mendukung
permintaan adiknya itu dengan meminta Yok Lan
sungguh2 memerlukan datang kembali ke markas Thianleng-
kau karena adiknya, Honghu Yan tak mempunyai lain
saudara lagi.
Demikian setelah berbasa basi, akhirnya Gin Liong dan
Yok Lan tinggalkan markas Thian-leng kau di gunung
Kong-kesan itu.
"Liong-ko, tampaknya Honghu Yan menaruh hati
kepadamu." dalam perjalanan Yok Lan berkata.
"Ah, Lan-moay, menyapa engkau berkata begitu ?
Apakah engkau masih kurang percaya kepada hatiku ?"
tanya Gin Liong, "kalau hatiku bercabang, biarlah aku. ."
"Sudahlah..." cepat Yok Lan memutus dari atas
kudanya, "sekarang sudah menjelang malam, entah kapan
kita baru dapat mengejar Liong-li locianpwe ? Ayo, cepat
sedikit."
-ooo0dw0ooo-
Bab 10 (Tamat)
Berjumpa Ban Hong Liong-li
Gin Liong segera memacu kudanya, sepanjang jalan
mereka tak bicara, seluruh perhatian tercurah untuk
mencongklangkan kudanya.
"Lan-moay. apakah disana itu ?" tiba2 Gin Liong menuju
jauh ke muka.
"Ah, mengapa ribut2 saja ?" sahut Yok Lan.
"Apa engkau tak melihat apa?"
"Tidak" sahut Yok Lan. Tiba2 nona itu meloncatkan
kudanya sampai tiga tombak tingginya dan memandang
kemuka "hai, apakah bukan seutas aliran panjang warna
merah meluncur kemuka"
Gin Liong juga loncat keatas pohon lalu berteriak girang:
"Cepat, itu tentulah Liong Li locianpwe yang menempuh
perjalanan pada malam hari."
Kemudian setelah loncat turun ke atas punggung kuda,
ia segera mencongklangkan sekencang angin.
Dalam beberapa waktu kemudian kota Liu-lim sudah
tampak, Tetapi kuda hitam itu tak menuju ke kota
melainkan ke timur laut kota Liu lim melintas hutan. Tetapi
ketika Gin Liong memandang kearah hutan itu, girang
bukan kepalang. Cepat ia loncat turun dan terus lari menuju
kedalam hutan seraya berteriak tegang: "Cianpwe, cianpwe
betapa Liong-ji menderita susah payah mencarimu."
Gin Liong terus menubruk haribaan Ban Hong Liong-li
yang tengah duduk di sebuah persada makam yang
menggunduk besar.
Ban Hong Liong-li berlinang2 airmata, serunya terharu:
"Liong-ji nak . ."
"Cianpwe . . " Gin Liong ter-isak2.
Saat itu Yok Lanpun datang dan terus memeluk Ban
Hong Liong-li.
"Ah, kalian tentu menderita . . aku . ." Ban Hong Liong
li tak dapat melanjutkan kata2. ia memeluk kedua anak
muda itu dan menangis.
Beberapa saat ketiga orang ini terbenam dalam keharuan,
Setelah masing2 puas menumpahkan perasaan hatinya
selama ini, berkatalah BanHong Liong-li.
"Liong-ji, kaca wasiat yang engkau peroleh itu
merupakan suatu pusaka yang tiada duanya dalam dunia
persilatan. Sejak kini hidup mati. bangkit runtuhnya dunia
persilatan terbeban di bahumu. Engkau harus belajar
dengan tekun dan mengamalkan ilmumu itu demi
kepentingan dunia persilatan."
Diam2 Gin Liong terkejut dalam hati karena ternyata
Ban Hong Liong li tahu peristiwa itu.
"Murid tentu akan mengindahkan nasehat cianpwe
hanya saja . ." sampai disini Gin Liong tak dapat
melanjutkan kata2nya. Dalam perasaannya ia tak percaya
kalau Ban Hong Liong-li itu yang membunuh gurunya.
Tetapi sudah berpuluh ribu li ia menempuh perjalanan,
bukankah tujuannya akan mengejar jejak Ban Hong Liongli
? Bukankah ia hendak meminta penjelasan tentang
peristiwa pembunuhan suhunya itu ?
Rupanya Yok Lan tahu apa yang hendak di katakan Gin
Liong, cepat ia berseru: "Liong-ko. lekas engkau tunjukkan
bukti supaya cianpwe dapat memeriksa."
Gin Liong tersadar, serentak ia berkata.
"Cianpwe, adakah cianpwe mengetahui juga tentang
peristiwa sedih yang telah menimpa suhu?"
Mendapat pertanyaan itu, seketika wajah Bang Hong
Liong li berobah pucat, Airmatanya bercucuran deras dan
dengan ter-isak2 ia berkata: "Aku . . ta . . hu . ."
Gin Liong terkejut. Diam2 ia membatin apakah wanita
itu yang membunuh suhunya. Segera ia mengeluarkan
badik Kim-wan-jak lalu dipersembahkan kehadapan Ban
Hong Liong-li.
"Inilah . . senjata . . yang telah . . merenggut . . jiwa suhu
. . " kata Gin Liong dengan ter-sendat2.
Melihat senjata itu pecahlah tangis Ban Hong Liong-li.
Segera ia menyambar badik emas dari suku Biau itu,
menengadahkan kepala dan berseru dengan pilu.
"Wulanasa ! Wulanasa ! Apa artinya engkau hidup,
engkau . . "
Melihat Ban Hong Liong-li menangis seperti anak kecil,
Yok Lanpun ikut menangis. sedangkan dengan air mata
bercucuran Gin Liong masih dapat mengajukan
pertanyaan: "Cianpwe apakah engkau tahu senjata itu ?"
Se-konyong2 Ban Hong Liong-li deliki mata dan
terlongong sampai lama, Setelah itu ia menunjuk pada
empat huruf kecil pada batang badik itu.
"Wulanasa adalah nama kecilku." serunya.
Gin Liong makin tergetar serunya tak percaya: "Apakah .
."
"Dengan membawa bukti badik itu engkau hendak
menuduh bahwa aku yang membunuh suhumu?" Ban Hong
Liong li menukas tiba2.
"Liong-ji . . tidak . . berani . . " sahut Gin Liong terbata2.
Wajah Ban Hong Liong-li makin marah, serunya geram:
"Tidak berani . . ? Mengapa engkau tidak menyatakan
"bukan" ? Begitu berjerih payah engkau mengejar aku,
apakah maksudmu bukan karena hendak menunaikan balas
untuk si Hati batu Kiong Cu-hun itu ?"
Nada dan kata2 Ban Hong Liong-li penuh ketegangan
yang memuncak. Gin Liong sampai mundur dua langkah
dan berseru: "Walaupun memiliki keberanian sebesar
langitpun, aku tentu tak berani menuduh begitu. Aku hanya
hendak mohon keterangan kepada cianpwe."
Dengan nada masih mendendam kemarahan Ban Hong
Liong li berseru : "Baik, akan kuberimu sebuah keterangan
!"
Habis berkata ia terus mencabut sebatang badik dari
pinggangnya. Sebuah badik emas yang sama bentuknya
dengan badik yang dibawa Gin liong tadi, kemudian badik
itu dilempar ke muka Gin Liong: "Sambutlah, periksa dulu
badik ku ini, baru nanti kita bicara lagi !"
Gin Liong tak tahu apa yang harus dilakukan. Terpaksa
ia melakukan perintah. Setelah diperiksa dengan teliti jelas
badik itu sama benar dengan badik emas yang dibawanya
tadi, Lalu ia menghadap pandang kearah Ban Hong Liongli
dan berkata dengan bingung : "Cianpwe."
"Masih belum jelas, bukan ? Ah . ." Ban Hong Liong-li
menghela napas rawan, kemudian berpaling dan berkata
kepada dua buah batu besar yang berada di sampingnya:
"ceritanya panjang sekali, Duduklah, aku akan membuat
kalian mengerti duduk perkaranya"
Gin Liong dan Yok Lan lalu duduk dikanan kiri Ban
Hong Liong-li. Tampak wanita itu memandang jauh ke
cakrawala, baru mulai membuka mulut.
"Liong-ji, tahukah engkau apa arti dari huruf "Sian-nokim-
te" yang terukir pada batang badik emas itu ?"
Sahut Gin Liong. "Jika murid tak salah terka, huruf itu
merupakan nama dan seorang gadis Biau."
Ban Hong Liongli mengangguk: "Benar, memang nama
seorang gadis Biau, Dan gadis itu engkaupun pernah
melihatnya"
"Aku pernah melihat..." Gin Liong terkejut.
"Hm . ."
"Cianpwe . ."
"Dengarkan aku bicara lebih lanjut !" kata Ban Hong
Liongli lalu melanjutkan ceritanya.
"Menurut adat istiadat suku kami Biau, pada waktu
melahirkan anak baik perempuan atau lelaki, pada waktu
selamatan hari yang ketiga, sanak famili dan handai taulan,
tentu datang memberi selamat dan membawa barang
bingkisan."
"Bingkisan apa ?" seru Yok Lan.
"Setiap orang harus membawa logam."
"Logam sebagai bingkisan?" Gin Liong terbelalak heran.
"Setiap orang Biau tentu memiliki sebatang golok. Golok
itu sesungguhnya diperuntukkan barang bingkisan pada
setiap hari ketiga bilamana ada yang melahirkan anak. Oleh
karena itu yang keluarganya banyak, bingkisan logam yang
diterimanyapun makin banyak, Golok yang dibuatnyapun
makin lebih tajam. Oleh karena itu golok Biau terkenal
tajam sekali."
"Kedua batang golok ini apakah dengan cara itu
dibuatnya ?" tanya Gin Liong.
Ban Hong Liong-li mengangguk, kemudian melanjutkan
pula:
"Kedua badik Kim-wan-jau ini. adalah dibuat dari beribu
kati logam bingkisan untukku dan gadis Biau yang bernama
Sanukim. Oleh karena keluarga kami merupakan dua
keluarga yang terkemuka dalam suku Biau. Hampir sepuluh
tahun lamanya logam itu dibuat, sehingga setelah kami
berumur sepuluh tahun barulah dapat menerima golok itu.
Dengan begitu, golok itu luar biasa tajamnya, jarang
terdapat tandingannya didaerah Biau."
Berhenti sejenak menghela napas, Ban Hong Liong-li
melanjutkan pula:
"Kebetulan aku dan Sanukim lahir pada tahun, bulan
dan hari yang sama. upacara penerimaan golok dilakukan
dalam sebuah paseban. Semua hadirin memuji kami berdua
seperti sepasang kakak beradik. Dalam upacara itu selain
mengangkat saudara pun kami berdua saling bertukar golok
sebagai tanda pengukuh !"
Serentak Gin Liong sadar, serunya: "Ah, jika demikian,
Sanukim itulah yang membunuh suhu."
"Tetapi mengapa ia harus membunuh suhu?" Yok Lan
memberi tanggapan lain.
Ban Hong Liong-li kembali menghela napas panjang.
sepasang matanya berlinang2 mengambang airmata,
mulutnya berkata pelahan:
"Hmmm !"
"Cianpwe, Sanukim . "
Ban Hong Liong-li cepat mencegahnya bicara lalu
melanjutkan penuturannya:
"Aku dan Sanukim sama berangkat dewasa dan
hubungan kami sudah seperti saudara kandung. karena ia
dari keluarga orang persilatan maka diapun mempelajari
ilmu silat. Sedang karena aku memiliki bakat dan
kecerdasan maka akupun memiliki ilmu silat juga, Entah
sudah berapa puluh pemuda Biau yang putus asa dan patah
hati terhadap kami berdua tetapi kami berdua memang
sudah bertekad takkan menikah dengan pemuda Biau yang
biasa."
Sejenak berhenti, Ban Hong liong-li melanjutkan lagi:
"Daerah Biau yang selama ini aman tenang, pada suatu
masa telah dilanda oleh pergolakan. Pada waktu itu
muncullah seorang pemuda suku Han, seorang berbakat
cemerlang dan memiliki ilmu silat yang sukar diukur
tingginya. Selama beberapa bulan, dia telah menggetarkan
daerah Biau dan tak ada seorangpun yang mampu
menandinginya."
"Cianpwe, apakah engkau dan Sanukim tidak muncul
untuk menghadapi pemuda Han itu?" tiba2 Yok Lan
menukas.
Ban Hong Liong-li berobah cahaya mukanya dengan
berkata dengan geram: "Justeru pertempuran itulah yang
merusak . ."
"Cianpwe, apakah engkau kalah ?" seru Gin Liong.
"Tidak."
Ban Hong Liong-li gelengkan kepala: "Badik Kim-wan-ja
dari Sanukim dapat dipentalkan jatuh olehnya tetapi aku
dapat menghadapinya selama tiga hari tiga malam,
walaupun sudah melangsungkan seribu jurus namun tetap
belum ada yang kalah dan menang !"
Yok Lan sangat tertarik sekali sehingga ia mendesak :
"Lalu ?"
"Kemudian kita damai dan bahkan menjadi sahabat baik,
Kita bertiga berkelana menikmati alam pemandangan yang
indah di daerah Biau, berenang2 ditelaga, bernyanyi2 di
bawah sinar rembulan, berlatih ilmu pedang sehingga tanpa
terasa telah berjalan sampai berbulan2."
Tiba2 muka Yok Lan tersipu merah, serunya "Pergaulan
antara pria dan wanita yang sedemikian akrabnya mungkin
akan menimbulkan untaian tali asmara."
"Engkau benar, nak." Ban Hong Liong-li berseru rawan,
"sang waktu memang dapat menumbuhkan asmara. Tanpa
disadari aku dan Sanukim telah sama2 jatuh hati kepada
pemuda suku Han itu"
"Ah, itupun mudah," tiba2 Gin Liong menyeletuk,
"diakan dapat menentukan pilihannya."
Ban Hong Liong-li menghela napas dalam2, ujarnya:
"Dia memang memilih. Setelah tahu bahwa kami berdua
mencintainya, ia lalu memutuskan memilih yang terbaik
daripada tiga-puluh enam cara ialah dengan diam2 ia telah
tinggalkan daerah Biau, kembali ketanah Tionggoan lagi."
"Mengapa cianpwe tak menyusulnya ke Tionggoan dan
menjelaskan kepadanya?" tanya Yok Lan.
"Ya," sahut Ban Hong Liong-li dengan tegang
"kutinggalkan ibuku dan tanpa memberitahu kepada
Sanukim, seorang diri aku menuju ke Tionggoan Aku
menjelajah tiga belas propinsi, namun ia tetap menghilang
seperti segunduk batu yang silam di tengah laut"
"Karena dia seorang persilatan, asal cianpwe menyelidiki
pada orang2 persilatan masakan tak dapat bertemu ?" kata
Gin Liong.
"Hm," dengus Bang Hong Liong-li, "setelah berjerih
payah mengembara di empat penjuru, perangaikupun
bertambah keras, Aku suka marah2 dan suka pula melukai
orang, Terutama jago2 silat yang namanya jahat, entah
berapa jumlahnya yang mati di tanganku, Tiga tahun aku
berkelana dengan berlumuran darah . ."
Yok Lan menghela napas: "Tindakan cianpwe itu tentu
didasarkan karena rasa geram dan kedua kali untuk
memancing supaya pemuda itu keluar dari tempat
persembunyiannya."
"Tetapi adakah pemuda Han itu akhirnya mau keluar?"
tanya Gin Liong.
Ban Hong liong Ii gelengkan kepala.
"Ia tak mau muncul." kata Ban Hong Liong-li, "dalam
pada itu Sanukimpun juga tahu tindakanku dan akhirnya ia
juga mencari ke Tionggoan Dia melakukan pembunuhan di
dunia persilatan dan liciknya, ia tak mau menggunakan
namanya sendiri melainkan memakai nama Ban Hong
Liong-li. Tak peduli tokoh aliran Hitam atau Putih,
dibunuhnya semua. Dengan begitu jadilah Ban Hong Liong
li seorang momok wanita yang dibenci dan ditakuti dunia
persilatan."
"Ia tentu marah karena putus asa, ia melakukan
pembunuhan itupun tentu hendak memancing pemuda itu
supaya keluar dari tempat persembunyiannya" kata Yok
Lan.
Tampak wajah Ban Hong Liong-li agak tenang dan
berkatalah dia dengan rawan: "Rupanya Allah menaruh
kasihan juga atas jerih payahku, Akhirnya aku berhasil
menemukan tempat persembunyiannya."
"Omitohud " teriak Yok Lan girang, "apakah cianpwe
sudah menemukan dia ?"
"O, dimanakah ia bersembunyi ?" seru Gin Liong ikut
gembira juga.
Dengan nada hambar berkatalah Ban Hong Liong-li: "Di
kuil Leng-hun-si di puncak Hwe-sian-hong gunung Tiangpek-
san."
Serentak menggigillah Gin Liong. ia melonjak bangun
dan menjerit: "Cianpwe, pemuda Han itu . ."
"Giok-bin-su-seng Kiong Cu Hun." tukas Ban Hong
Liong-li, Gin Liong dan Yok Lan seperti di sambar petir
dan terlongong2. Beberapa saat kemudian baru Ban Hong
Liong-li berkata:
"Pemuda Giok-bin-su-seng yang dulu sudah berobah
menjadi Liau Ceng taysu, Bukankah nasib memang hendak
mempermainkan orang."
Airmata Yok Lan bercucuran ia ikut merasakan
kesedihan hati Ban Hong Liong-li, tanyanya dengan nada
rawan: "Pada waktu itu bagaimana suhu memberi
keterangan ?"
"Bukan saja dia berkeras tetap hendak menjadi biarawan
pun dia menganggap bahwa peristiwa yang lampau itu
sebagai suatu impian saja. Diapun menyesalkan
perbuatanku main bunuh dalam dunia persilatan."
Gin Liong kerutkan alis, berkata : "Seharusnya cianpwe
memberi keterangan tentang tindakan Sanukim dan juga
menerangkan bahwa yang cianpwe bunuh itu hanialah
orang2 jahat saja."
"Sudah tentu aku menjelaskan begitu tetapi dia tetap tak
percaya." Ban Hong Liong-li gelengkan kepala.
"Aneh, mengapa suhu begitu keras kepala ?" gumam Yok
Lan.
"Ah hal itu tak dapat mempersalahkan dia" kata Ban
Hong Liong-li, "karena dia ketahui perangai Sanukim itu
lebih tenang dan alim dari aku. Begitu pula dia menduga
bahwa aku dan Sanukim tentu sudah bersepakat untuk
mengadakan pembunuhan di Tionggoan itu."
Tiba2 Gin Liong teringat soal Ban Hong Liong-li telah
dikurung dalam guha Kiu-kiok-tong, maka ia bertanya:
"Kemudian bukankah suhu telah memenjarakan cianpwe di
guha Kiu-kiok-tong selama lima tahun ?"
Ban Hong Liong-li gelengkan kepala.
"Tidak, suhumu hanya menasehati aku supaya kembali
ke Biau-ciang, mensucikan diri untuk menebus dosa."
"Lalu siapakah yang mengurung cianpwe dalam guha
Kiu-kiok-tong itu?" tanya Gin Liong pula.
Ban Hong Liong-li tertawa hambar.
"Aku sendiri."
"Cianpwe sendiri ?" Gin Liong terkejut.
"Demi untuk menyatakan kesungguhan hatiku di
hadapan suhumu dan hud-cou, aku rela mengurung diri
selama lima tahun sebagai penebus dosa. Dan aku
bersumpah bahwa selama lima tahun itu aku takkan
membunuh. Kupilih gua Kiu-kiok-tong agar suhumu datang
kesitu untuk mencegah, kedua kalinya . ." berkata sampai
disitu Ban Hong Liong-li tersipu2 malu.
Tiba2 teringatlah Gin Liong bahwa pada ujung keluar
guha itu dapat tembus kekuil Leng-hun si, tepat dibelakang
kebun dari tempat tinggal suhu nya.
"Agar dapat bertemu dengan suhu, bukan ?" cepat Gin
Liong berkata.
Ban Hong Liong-li mengangguk : "Benar ! setiap malam
aku menuju ke hutan siong memandang kearah tempat
tinggal suhumu. Bermula suhumu tak tahu. Tak peduli
hujan angin ataupun turun salju, selama dua tahun, tak
pernah aku tak datang ke hutan siong itu. Pada suatu
malam karena kurang hati2. begitu keluar dari guha, aku
telah menginjak salju sampai pecah sehingga menimbulkan
suara dan kepergok."
"Seharusnya suhu dapat menerima cianpwe." kata Gin
Liong dengan hati tergerak.
"Ah. mana begitu sederhana" Ban Hong Liong-li berkata
tawar, "suhumu meluluskan aku setiap malam pada hari2
yang bertanggal 3, 6, 9, boleh datang ke kamar tinggalnya
satu kali. Setiap kali datang, dia suruh aku berlutut di
kakinya untuk mendengarkan ia membaca kitab Kim-kongkeng
sampai tujuh kali sebagai doa mohon pengampunan
atas dosaku. Setelah itu dia akan memberi pelajaran tentang
penerangan batin dan membimbing aku menuju kepintu
Buddha."
Yok Lan menghela napas "Apakah kesudahannya hanya
begitu saja ?"
"Begitu saja, pun aku sudah puas" kata Ban Hong Liongli
dengan rawan, "dan hal itu berjalan sampai tiga tahun
tetapi pada saat itu masa aku mengurung diri dalam guha
selama lima tahunpun sudah habis"
"Itulah sebabnya mengapa jago2 golongan Hitam
berbondong2 datang hendak menuntut balas kepada
cianpwe" seru Gin Liong.
"Mengapa selama lima tahun itu mereka tak mau
mencari cianpwe ?" Yok Lan menyelutuk.
Ban Hong Liong-li tertawa hambar:
"Selama lima tahun itu entah berapa puluh kali mereka
mencari aku tetapi telah dihalau pergi oleh suhumu.
Dengan bengis, suhumu menandaskan bahwa selama lima
tahun aku mensucikan diri dalam guha itu. tiada seorang
persilatanpun yang diperbolehkan datang cari perkara,
Mereka gentar akan kesaktian suhumu sehingga tak berani
datang."
Gin Liong pejamkan mata seperti merenungkan sesuatu.
"Liong-ji apa yang engkau pikirkan ?" tiba2 Ban Hong
Liong-li menegurnya.
Gin Liong membuka mata dan memandang Ban Hong
Liong-li tapi sampai lama tak bicara.
"Ai, mengapa engkau tak bicara ?" seru Ban Hong Liongli.
Sambil tundukkan kepala, Gin Liong menyahut enggan:
"Kesimpulan dari keterangan cianpwe tadi memberi kesan
bahwa cianpwelah yang membunuh suhuku."
Ban Hong Liong-li tertawa dingin:
"Ceritaku belum selesai, bagaimana engkau berani
mengatakan begitu ?"
"Ya, cianpwe belum selesai bercerita, mengapa engkau
terburu nafsu ?" Yok Lan ikut menyesali.
Merah wajah Gin Liong. Memandang ke cakrawala ia
berkata tersipu2 : "Rembulan sudah condong ke barat
kemungkinan malam sudah makin larut"
Ban Hong Liong-li tak menghiraukan dan melanjutkan
ceritanya.
"Dari muka guha muncul Ma Toa Kong dan kawan2,
sedang dari belakang datang benggolan yang lebih besar
lagi."
"Oh, siapa ?" Gin Liong terkejut.
Dalam kerut wajah yang sukar diterka sedih atau marah,
Ban Hong Liong-li memandang badik Kim-wan-ja yang
berada dimukanya dan berkata dengan nada gemetar:
"Pemilik badik ini Sanukim."
Yok Lan terperanjat.
"Ketika mendengar aku masih hidup dan menjalani
derita mengurung diri dalam guha selama lima tahun, sikap
Kiong Cu Hun yang berkeras tak mau merobah
pendiriannya, maka timbullah kemarahannya. Dia
mendesak supaya aku mau diajaknya membunuh suhumu.
Cobalah kalian pikir, bagaimana mungkin aku sampai hati
untuk membunuh suhumu."
Darah Gin Liong bergolak keras sehingga badik yang
dipegangnya itu ikut gemetar.
"Saat itu engkau, Liong-ji, sedang minum pemberianku
pil Tok-liong-tan. Aku tak dapat meninggalkan tempat itu
dan harus melindungi engkau, Sanukim menerobos keluar
dari guha, Sejam kemudian ia kembali lagi keguha,
menangis sampai matanya membenjul. Dia memberitahu
kepadaku bahwa dia . . telah membunuh . . . Cu Hun . . "
sampai disini Ban Hong Liong-li tak dapat menahan
tangisnya. Yok Lanpun ikut menangis.
"Apakah suhu membiarkan saja dirinya ditusuk dengan
badik itu ?" tiba2 Gin Liong bertanya.
Sambil bercucuran airmata, Ban Hong Liong li berkata:
"Kebetulan saat itu tanggal sembilan belas hari dimana aku
boleh bertemu dengan Kiong Cu Hun.Melihat yang datang
Sanukim, suhumu pun menggunakan cara seperti yang
dilakukan terhadap diriku. Tetapi Sanukim tak
mengacuhkan bahkan menasehatkan supaya suhumu
menanggalkan baju pertapaan dan kembali menjadi orang
biasa lagi, bersama2 kembali ke Biau-ciang untuk
menikmati sisa hari tua. ."
"Ah, itu suatu perasaan yang wajar dari setiap wanita."
kata Yok Lan.
"Suhumu seorang lelaki yang berhati teguh sudah tentu
dia tak mau menerima permintaannya ? Karena cinta,
Sanukim membenci Karena benci timbullah rasa dendam.
Menggunakan kesempatan disaat suhumu sedang pejamkan
mata melantangkan doa mantra, Sanukim mencabut badik
Kim wan-ja dan menikamnya . ."
Sampai disini Ban Hong Liong-li tak dapat melanjutkan
kata2nya karena terbenam dalam tangis tersedu sedan. Yok
Lan dan Gin Liong pun ikut menangis.
Sesaat kemudian Ban Hong Liong-li melanjutkan pula:
"Pada saat kudengar pengakuan Sanukim telah
membunuh suhumu, seketika meluaplah kemarahanku.
Aku kalap dan tak ingat apalagi, ku-hantam dia dengan
pukulan Toa-lat-jiu-hwat sehingga kawan sepermainanku di
masa kecil dan Sanukim yang telah kuanggap sebagai
adikku sendiri tewas.."
Pada saat itu teringatlah Gin Liong akan mayat seorang
wanita yang berada dalam guha, Kiranya dia Sanukim.
Pada saat itu Ban Hong Liong-li berkata pula dengan
nada haru:
"Nasibku memang malang. Sejak kecil aku tak
mempunyai ayah, Kekasih yang paling kucintai didalam
dunia akhirnya binasa dibawah badik Kim-wan ja. Kawan
satu2nyapun mati ditanganku. Apakah masih punya gairah
untuk hidup dalam masyarakat ramai ? untunglah aku telah
mendapat banyak wejangan dan penerangan batin dari Cu
Hun, bahwa segala apa itu memang sudah terlingkup dalam
hukum Karma. Aku menyadari hal itu, Maka kuharap
kalian . ."
Tiba2 Ban Hong Liong-li ayunkan badik Kim wan-jak
kearah kepalanya sendiri.
"Hai..." Gin Liong dan Yok Lan menjerit kaget dan
cepat menyambar tangan Ban Hong Liong-li Tring . . badik
tertampar jatuh tetapi tangan kiri telah menggenggam sutera
warna hitam, mengusap airmata, wajahnya pucat dan
tegang.
"Cianpwe ! cianpwe ! Mengapa engkau berbuat begitu !"
Yok Lan menjerit dan memeluk tubuh ibu gurunya.
Dengan airmata bercucuran, Ban Hong Liong li
memandang sutera hitam di tangannya dan berkata dengan
tersendat2: "Tali pelenyap kesedihan hati, seumur hidup
tiada pernah mengenyam ketenangan, peristiwa di dunia ini
laksana air mengalir budi dan cinta bagai bunga gugur . ."
Setiap patah kata diucapkan dengan iringan air mata.
"Cianpwe, kini segala peristiwa telah terang, mengapa
cianpwe masih begitu berduka ?" kata Gin Liong.
Ban Hong Liong-li tertawa rawan:
"Suku Biau hanya percaya pada dukun. Walaupun aku
belum dalam meresapi arti daripada pelajaran yang telah
diberikan suhumu selama beberapa tahun itu, tetapi sedikit
banyak aku telah mendapat kesadaran. Hidup itu tak lebih
hanya impian hampa belaka, Aku sudah memutuskan
untuk mencukur rambut masuk menjadi rahib. Aku akan
mengabdikan hidupku dalam dunia yang telah dibukakan
oleh Budha, Aku hendak melangkah kejalan yang ditempuh
suhumu, mungkin kelak aku dapat . . . bertemu dia."
Gin Liong dan Yok Lan hanya mendengarkan dengan
pilu. Tetapi kedua anak muda itu menyadari dan merasakan
betapa penderitaan hati yang di alami Ban Hong Liong-li.
Keputusan wanita yang berilmu tinggi itu, memang
merupakan jalan yang sudah menjadi arah hidupnya.
Sayup2 terdengar ayam berkokok. Hari sudah mulai
memancarkan penerangan. Ban Hong Liong-li
membungkus benda hitam yang ternyata rambut kepalanya,
lalu diberikan kepada Yok Lan dan Gin Liong.
"Liong-ji, Lan-ji ! Suhumu memperlakukan kalian
berdua seperti putera puterinya sendiri, walaupun aku tak
pernah melepas budi, tetapi perasaan hatiku kepada kalian
berdua juga seperti suhu-mu."
Gin Liong dan Yok Lan serempak berlutut dihadapan
Ban Hong Liong li: "Budi cianpwe kepada murid berdua,
laksana samudra dalamnya. Walaupun tubuh hancur,
namun murid berdua tetap akan berusaha untuk membalas
budi cianpwe".
"Sepuluh tahun bersama suhumu, aku tak mempunyai
peninggalan apa2, segulung rambutku ini apabila nanti
kalian pulang ke Leng-hun-si supaya engkau
sembahyangkan di depan jenasah suhumu dan tanamlah
disamping Cu Hun. Anggaplah sebagai . . tanda . .
perkenalan."
Selekas melemparkan gulungan rambut kepada Gin
Liong, Ban Hong Liong-li terus loncat ke udara dan berseru
terisak2: "Liong-ji Lan-ji ingatlah baik2 pesanku."
Gin Liong dan Yok Lan terkejut. Keduanya mengejar
seraya memangginya: "Cianpwe . ."
Tetapi Ban Hong Liong-li seorang pendekar wanita yang
sakti Gerakannya luar biasa cepatnya. Hanya segulung
sinar merah tampak melintas dalam keremangan fajar dan
tak lama sudah jauh sekali. Betapapun hendak mengejar
namun sia2 saja usaha Gin Liong dan Yok Lan.
Rupanya Ban Hong Liong-li iba juga melihat
kesungguhan hati kedua anak muda itu. Di sebuah tanah
datar ia berhenti dan menghela napas.
"Di dunia tiada suatu perjamuan yang takkan berakhir.
Kalian mempunyai jalan hidup sendiri dan akupun hendak
menuju ke tujuanku sendiri. Masing2 sudah mempunyai
garis perjalanan hidup sendiri, Hanya kuharap kalian, dapat
selalu mengingat peristiwaku dengan suhumu, agar dapat
bertindak hati2, jangan sampai.."
Sebenarnya hati Ban Hong Liong-li sedang mengalami
ledakan yang dahsyat tetapi dengan sekuat kemampuan ia
berusaha menekannya. Kemudian sambil gelengkan kepala,
ia dorongkan kedua tangannya.
"Aku tak dapat tinggal di dunia persilatan yang penuh
derita batin." serunya seraya melayang sampai 7-8 tombak
dan pada lain kejap lenyap dalam kabut gelap.
Kedua anak muda itu tegak ter-Iongong2 sampai lama
sekali, Kuatir sukonya berduka, Yok Lan segera membuka
mulut: "Liong koko, locianpwe sudah pergi jauh."
Gin Liong seperti terjaga dari mimpi, ia menghela napas.
"Ah, tak kira kalau suhu seorang yang berhati keras begitu,
Dia memutus asmara hati seperti memutus tali saja. Tetapi
dia tentu tak tahu bagaimana penderitaan Ban Hong Liongli
lo cianpwe, yang walaupun hidup tetapi lebih sengsara
daripada mati."
Yok Lan tak mau bicara berkepanjangan, ia segera
mengajak sukonya untuk mencari tempat istirahat Mereka
menuju ke penginapan Liu-lim tian, Hari masih pagi,
jongos rumah penginapan menyambut keluar tetapi demi
melihat kedua anak muda itu menyelip pedang, buru2 ia
mengatakan kalau tak ada kamar.
"Jangan takut, bung, pedang ini hanya untuk pelindung
diri dalam perjalanan." kata Gin Liong seraya
mengeluarkan sekeping uang perak dan diserahkan kepada
jongos itu: "Lekas sediakan dua kamar, teh, hidangan pagi
dan makanan untuk kuda kami, Kalau kurang kutambah
lagi."
Jongos itu silau melihat uang sekian banyak, Serta merta
ia mempersilahkan kedua tetamunya masuk. Begitu masuk
kamar, Yok Lan terus tidur.
Tak berapa lama hari sudah pagi dan ramailah para tamu
bangun, Diantaranya terdengar orang berkata kepada
kawannya. Dari nada suara orang itu. Gin Liong seperti
sudah pernah kenal.
"Saudara2" seru orang itu. "kita harus lekas melanjutkan
perjalanan ke Hoksan agar toako-ku jangan kepayahan
menunggu."
"Sam-tiangke" seru seorang yang nadanya melengking
seperti orang banci, jangan kuatir urusan itu kami juga
harus ikut campur, Menilik harta karun yang berada
dipunggung kuda nya, tentu kami takkan melepaskannya."
Dari nada suaranya jelas mereka kawanan jago aliran
hitam. Gin Liong tak menghiraukan karena menganggap
mereka tentu hanya jago2 silat tak berarti.
"Sam tiangke" tiba2 suara orang banci itu melengking
pula, "lo toa kalian itu hendak merencanakan secara terang
atau secara diam2."
"Jika sukar menggunakan cara terang, terpaksa kita
menggunakan jalan gelap." sahut orang yang ditanya.
Dalam berkata itu, orang tersebut telah berjalan melalui
jendela kamar Gin Liong, Gin Liong mengintip dari celah
jendela dan dua lelaki tinggi dan seorang pendek,
menggendong buntalan warna kuning, rupanya buntelan
senjata.
Mereka bertubuh kekar, mata berkilat2 tulang pelipisnya
menonjol dan berjalan dengan gagah. Gin Liong tak tahu
siapa mereka. Kemudian yang paling akhir, tampak seorang
lelaki berumur 40-an tahun, muka kurus, menyanggul
sebatang go lok Gan-leng-to, Ciri satu2nya, sebelah kiri
daun telinganya hilang.
Gin Liong seperti pernah melihat tetapi lupa di mana.
"Liong koko" tiba2 ia terkejut dan berpaling, Ternyata
Yok Lan sudah berada dibelakangnya.
"Apa yang engkau lihat di luar itu sehingga engkau tak
mendengar kalau aku masuk ke kamar ini."
Agak merah muka Gin Liong. sahutnya: "Sekawanan
orang persilatan hendak melanjutkan perjalanan."
"Mengapa sampai begitu asyik sekali engkau melihat
mereka ?" Yok Lan menggerutu, "Liong koko, sejak
bertemu dengan Liong-li locianpwe, tampaknya engkau
berduka. Kalau sampai mengganggu kesehatanmu
bukankah sayang ?"
"Ah, tidak . ." Gin Liong hanya dapat menjawab
sekenanya.
"Hm, Liong koko, jangan engkau mengelabui aku. Coba
lihat, kasur dan selimut tidak kumal, jelas engkau tidak
tidur Hm, dalam beberapa bulan ini kulihat engkau tak
tenang tidur dan tak enak makan. seharusnya engkau
banyak beristirahat."
Tahu bahwa semuanya itu memang amat cintainya, Gin
Liong hanya menjawab: "Banyak pesanan BanHong Liongli
yang belum kita laksanakan. Sudah tentu aku gelisah,
Apabila segalanya sudah selesai, pada waktu itu
kemungkinan aku akan mengikuti jejak suhu. ."
"Liong koko, jangan berkata begitu !" Yok Lan menjerit
dan tutupkan jarinya ke mulut Gin Liong.
Dalam keadaan begitu, tiba2 diluar kesadarannya Gin
Liong terus memeluk tubuh Yok Lan, Yok Lan pun
menyerah. Dia menengadahkan muka, menanti.
Dalam detik2 seperti saat itu, lupalah sudah Gin Liong
akan segala kesadaran, Gin Liong segera mereguk bibir Yok
Lan, bagaikan seorang musafir yang kehausan
Lama sekali barulah Yok Lan berusaha untuk meronta
dan setelah melepaskan diri lalu melengking: "Huh, tak
malu, Baru saja mengatakan hendak masuk menjadi paderi,
tahu2 sudah menggigit bibirku !"
Gin Liong tak meladeni katanya: "Ah, lebih baik kita
segera melanjutkan perjalanan."
"Tetapi kemanakah kita hendak pergi ?" tanya Yok Lan.
"Karena tugas kita untuk mencari jejak pembunuh suhu
sudah selesai, lebih baik kita pulang untuk segera mengurus
penguburan jenasah suhu dan sekali melaksanakan pesan
Liong-li locianpwe." kata Gin Liong.
Begitulah mereka pulang ke gunung Tiang-pek-san,
Tetapi ditengah jalan tiba Yok Lan mengingatkan Gin
Liong akan Tio Li Kun yang tentu mengharap
kedatangannya di gunung Mo-thian-san.
"Teringat taci Li Kun dipanggil pulang, tentulah gunung
Mo-thian-san sedang menghadapi bahaya. Baiklah kita
singgah dulu kesana, koko", kata Yok Lan.
Gin Liong setuju, Tiba di gunung Mo thian-san, mereka
disambut oleh barisan obor. Seekor kuda melesat keluar
dari mulut gunung, penunggangnya ternyata Siau-bun-Tio
Tek Cun, orang keenamdari ketujuh saudara Tio.
Pertemuan itu sangat menggirangkan sekali Gin Liong
dan Yok Lan segera diajak masuk ke-dalam markas.
"Ai, Liong-ji, kalian tentu letih, silahkan engkau
beristirahat diruang perpustakaan dan nona Ki di kamar
tidur," kata nyonyah Tio tua setelah menerima dan
menjamu kedatangan kedua anak muda itu.
Didalam ruang peristirahatannya, Gin Liong tidak tidur
melainkan duduk bersemedhi menyalurkan tenaga murni, ia
mendapat keterangan dari ibu angkatnya, nyonyah Tio tua,
bahwa Patkoay atau Delapan manusia aneh, akan
menyerang gunungMo thian-san.
Tetapi ternyata sampai tengah malam, tiada terdengar
suara apa2. Pada saat Gin Liong merasa heran, tiba2 daun
pintu bergerak dan tahu2 sesosok tubuh hitam telah
menubruknya.
Gin Liong terkejut dan cepat hendak tutukkan kedua
jarinya ke perut penyerang itu, Tetapi orang itu tak mau
menghindar melainkan merentang kedua tangan dan
berteriak: "Hm, apakah engkau benar2 hendak membunuh
jiwaku !"
Gin Liong terkejut: "Ah, taci Kun, engkau mengejutkan
aku !"
"Huh, masih bisa bilang begitu ?" si jelita Li Kun
menggumam, "bukankah aku hampir mati ditanganmu ?"
Gin Liong tersipu-sipu: "Tetapi mengapa engkau tak
mau bilang sehingga hampir saja aku berdosa ?"
"Mati ditanganmu, aku puas," kata Li Kun.
Betapapun Gin Liong seorang pemuda yang masih
berdarah panas, Sudah tentu ia tergerak mendengar ucapan
si jelita.
"Liong koko," kata Li Kun, "sejak berpisah dengan
engkau, aku selalu terkenang padamu, cobalah pikirkan,
aku sudah . ." ia tak melanjutkan kata2nya melainkan
tundukkan kepala kedada Gin Liong,
Gin Liong tahu bahwa yang akan dikatakan si jelita itu
tentu buah dari hubungan mereka tempo hari.
"Taci Kun, apakah . . . . engkau sudah memberitahu hal
itu kepada mamah ?" tanya Gin Liong.
"Masakan aku berani bilang ? Kalau mau bilang, engkau
yang wajib bilang."
"Tetapi bagaimana aku dapat membuka mulut ?" Gin
Liong tersipu-sipu merah mukanya.
"Kalau engkau malu, masakan aku tidak ?"
"Tetapi engkau dapat mengatakan kepada ke lima ensoh,
karena kalian... Kalian sama2 kaum wanita, apalagi
hubungan di antara ipar sendiri..."
"Aku tak peduli," kata Li Kun, "pokok aku sudah
menjadi orangmu, terserah saja engkau hendak
mengapakan diriku, Kalau tak dapat hidup bersama, lebih
baik aku mati !"
Berkata sampai disitu airmata Li Kun berderai2
membasahi pipinya.
Gin Liong tergopoh menghiburnya: "Taci Kun mengapa
engkau berkata begitu ? Aku bukan seorang lelaki yang
rendah budi, Apalagi kita sudah . . . mempunyai . .
hubungan darah, walaupun tak dapat hidup bersama tetapi
kita akan mati seliang, inilah janjiku"
"Liong . . " cepat Li Kun menukas, "ucapan mu itu akan
menjadi pedoman hidupku !"
Aku . . " belum selesai berkata tiba2 Gin Li ong terbeliak,
mendorong Li Kun, meniup padam lampu dan berseru:
"Hai, siapa ituIa
terus melesat keluar, loncat keatas genteng, Tetapi
empat penjuru, tak tampak suatu apa.
"Apa yang engkau lihat?" tegur Li Kun yang menyusul.
"Orang" kata Gin Liong, "ilmu meringankan tubuhnya
luar biasa hebatnya."
"Benar ? Apa tak salah lihat ?"
"Tidak" sahut Gin Liong. "kulihat orang itu berkelebat di
luar jendela."
Tiba2 rombongan anak buah yang dipimpin oleh isteri
engkoh Li Kun-yang kelima muncul dan menanyakan Gin
Liong, Gin Liong agak sukar menjawab.
"Kita seperti melihat bayangan orang lewat di genteng,
maka . . ." baru Li Kun menerangkan begitu, isteri
bersaudara Tio yang ke tiga sudah menyeletuk tertawa "Ih,
kita ini mengganggu kalian yang sedang berdua.
Mereka berjumlah lima orang, isteri dari kelima saudara
Tio. Yang lalu2 tertawa mendengar olok2 itu. Gin Liong
dan Li Kun tersipu-sipu malu.
"Ah, mari kita pergi," kata yang seorang.
"Kita berlima bersembunyi ditempat gelap, tetapi sejak
tadi kita tak melihat apa2," kata isteri persudaraan Tio yang
tertua.
Akhirnya isteri jago Tio yang keempat tertawa: "Liongte,
harap engkau menemani adik Li Kun untuk mencari
bayangan itu !" habis berkata kelima nyonya muda itu
segera pergi.
"Ai, karena engkau, mereka sampai datang mengolokolok
kita," Li Kun menggerutu.
"Taci Kun, apakah dalam markas juga diadakan ronda ?"
tanya Gin Liong.
"Dalam markas hanya tinggal mamah seorang, yang
lain2 engkoh dan ensoh semua berada di luar untuk
menjaga kemungkinan Pat-koay menyerang."
Tiba2 Gin Liong teringat seseorang.
"Ki sumoay . . . ." serunya.
Li Kun tertawa: "Oh, aku tolol. Kiranya engkau sedang
memikirkan adik Lan, Mungkin dia masih tidur nyenyak
dikamarnya, cobalah engkau jenguk."
"Aku hanya bertanya saja," kata Gin Liong seraya loncat
turun, Li Kun tetap mengikuti dibelakangnya, Ketika Gin
Liong lewat di jendela dia masih membau hawa yang
harum: "Taci Kun bayangan tadi tentu seorang wanita.
Cobalah engkau rasakan baunya masih harum."
Li Kun juga membau keharuman itu, ia terkejut: "Benar,
mungkin bau harum dari adik Lan."
Mereka berjalan terus dan tiba2 terdengar bunyi
terompet, Li Kun mengatakan kalau terompet itu itu
sebagai pertandaan untuk mengumpulkan anak buah yang
melakukan penjagaan disekeliling gunung. Saat itu hari
memang menjelang terang
Li Kun kembali ke tempatnya sendiri sedang Gin
Liongpun masuk lagi ke kamarnya, Tak berapa lama
fajarpun tiba, Surya pagi mulai memancarkan sinar.
Tiba2 terdengar gemuruh derap kaki orang dan sesaat
kemudian muncullah Tio Tek Cun dengan wajah tegang :
"Liong-te, celaka!"
Gin Liong terkejut dan bergegas lari keluar: "Mengapa ?"
"Nona Ki telah pergi tanpa pamit!" seru Tek Cun.
"Liok-ko, apa katamu ?" teriak Gin Liong seperti
disambar halilintar.
"Entah bagaimana nona Ki telah pergi dari gunung ini.
Dia meninggalkan surat."
"Mana suratnya ?"
"Berada di tangan mamah."
"Apa bunyi surat itu ?"
"Sampulnya ditulis, diberikan kepadamu, maka tak ada
yang tahu apa isinya . . ."
Gin Liong cepat menyeret tangan Tek Gun. walaupun
Tek Cun tergolong jago yang menonjol diantara ketujuh
saudara Tio, tetapi ketika tangannya dicekal Gin Liong, ia
tak berdaya lagi, Gin Liong mengajaknya menuju ke
markas besar menemui nyonyah Tio tua.
Tampak nyonya Tio tua marah2: "Tentu kita semua
orang2 Mo-thian-san ini tidak melayani dengan baik2
sehingga nona Ki pergi . . ."
Begitu melihat Gin Liong, nyonyah tua itu segera
berkata dengan nada tenang: "Liong-ji, Ki sumoay entah
bagaimana . .."
"Mah, manakah surat yang ditinggalkannya ?" cepat Gin
Liong menukas.
Nyonyah Tio tuapun segera memberi sebuah sampul dan
buru2 Gin Liong membacanya:
Kepada Siau Gin Liong suko,
Mendoakan agar suko dapat hidup bahagia sampai
dihari tua dengan taci Li Kun. setelah mempersembahkan
hormat kepada suhu, aku akan mengikuti Liong-li
locianpwe. Tak usah menguatirkan diriku. Yok Lan.
Gin Liong tampak gugup, Setelah menyimpan surat ia
segera berkata kepada nyonyah Tio tua: "Mah, Ki sumoay
pulang he Leng-hun-si, dan akupun mohon diri hendak
menyusulnya."
Habis berkata ia terus melesat keluar. sekalian orang
terkejut melihat gerak gerik Gin Liong yang biasanya selalu
tenang, Tetapi tak ada orang yang mengetahui kecuali Li
Kun. ia mendekati mamahnya dan berbisik: "Mah, engkau
harus mengambil keputusan."
Tiba2 muncullah Mo Lan Hwa kedalam markas, Sudah
tentu sekalian orang menyambutnya dengan gembira, Mo
Lan Hwa mengatakan telah berjumpa dengan Gin Liong
tetapi ia tak tahu mengapa pemuda itu begitu tegang sekali."
"Nona Mo, aku hendak menyusul mereka, maukah
engkau menemani aku ?"
"Sudah tentu mau," kata Mo Lan Hwa. "Aku juga ikut,
mah," seru Li Kun. "Jangan, engkau jangan ikut,
dikuatirkan nanti nona Ki . . .."
Tek Piu, saudara kelima dari gunung Mo-thian-san.
serentak berseru: "Mah, jangan pergi. Aku sanggup
mengundang mereka kemari. Kita tak ada yang
menialahinya, mengapa dia pergi tanpa pamit"
Memang Tek Piu itu kasar dan tolol tetapi jujur. Sekalian
orang tertawa mendengar kata2nya.
"Tolol, jangan banyak bicara !" bentak nyonyah Tio tua.
"Tetapi akukan tak bicara salah ?" bantah Tek Piau.
"Semalam Pat-koay tak jadi datang, tentu ada sebabnya,
Tetapi penjagaan markas harus tetap diperketat, Nona Mo,
mari kita berangkat " kata nyonyah Tio tua pula.
walaupun sudah tua tetapi kepandaiannya jauh lebih
hebat dari kelima menantu perempuannya Mo Lan
Hwapun mengikuti.
Pada hari ketiga mereka sudah tiba digunung Tiang-peksan.
Dari jauh sudah tampak puncak Hwe-sian-hong yang
menjulang tinggi.
Gin Liong lebih dulu sudah tiba di gunung dan terus
bergegas mendaki kepuncak, Telinganya yang tajam segera
dapat menangkap suara orang menangis, Tetapi ketika ia
mendekat gereja Leng-hun-si, suara tangis itu sirap, ia
terkejut, Tak mungkin Yok Lan yang belum lama pergi,
dapat mencapai gereja dalam waktu yang sedemikian
cepatnya,
Cepat ia berlari menuju ketempat penyimpan jenasah
gurunya. Di depan peti jenasah Lau Ceng taysu, ia melihat
sesosok tubuh rebah tak berkutik, Ah, siapa lagi kalau
bukan Ki Yok Lan,
Kedua mata dara itu memejam, masih terlihat bekas
airmatanya yang belum kering. wajahnya pucat, mulut
mengancing rapat, kaki tangan dingin seperti es. Dia tentu
pingsan,
"Sumoay ! Sumoay ! Mengapa engkau senekad itu ?"
seru Gin Liong berisak2. Tetapi saat itu Yok Lan tak ingat
apa2 1agi.
Karena berulang kali meneriaki tetap tak bangun, Gin
Liong memegang pergelangan tangan sumoaynya untuk
memeriksa denyut nadinya, Lemah sekali, Gin Liong cepat
mendudukkan tubuh sumoaynya, ia sendiri duduk
dibelakangnya dan melekatkan telapak tangannya ke
punggung Yok Lan, lalu mulai menyalurkan hawa
murninya.
Tetapi ia tahu bahwa tubuh sumoaynya itu sejak kecil
memang lemah maka iapun tak berani terlalu keras
menyalurkan hawa-murni. Dengan demikian sampai
berselang beberapa saat barulah tampak Yok Lan mulai
dapat bernapas,
"Lan moay, Lan-moay . . ," Gin Liong berbisik di dekat
telinga si dara. Tetapi Yok Lan tetap tak berkutik
Setengah jam kemudian barulah tampak dada Yok Lan
berombak. Gin Liong gembira karena tahu bahwa detik
yang krisis dari keadaan sumoaynya sudah lewat
Walaupun tenaga dalam Yok Lan tak sehebat Gin Liong
tapi ia juga memiliki dasar tenaga dalam yang cukup baik,
Maka setelah sadar, ia tahu kalau ada orang yang
menolongnya,
"Lan-moay hati2lah, gunakan hawa murni dalam
tubuhmu untuk menyambut tenaga dalam dari telapak
tanganku!" seruGin Liong,
Airmata Yok Lan membanjir deras serunya tersendat" :
"Liong . . suheng . . engkau . . mau apa . . kemari . ."
"Sudahlah nanti kita bicara lagi sekarang bersiaplah
menyambut saluran tenaga dalamku," Gin Liong cepat
menukas,
Tetapi Yok Lan gelengkan kepala dan menghela napas
lalu pejamkan mata lagi, Tetapi Gin Liong tetap berusaha
untuk menyalurkan tenaga-dalamnya,
"Ah, Liong suko, engkau ini . . "
"Jangan bergerak, lekas gerakkan hawa murni"
Yok Lan terkejut jelas Gin Liong nekad hendak
menyalurkan tenaga dalamnya. jika ia tetap tak
menghiraukan kemungkinan keduanya tentu akan
terjerumus kearah apa yang disebut Co-hwe-jip-mo atau
saluran tenaga-dalam yang tersesat sehingga membuat
tubuh cacad selamanya,
Yok Lan terpaksa melakukan perintah, Tak berapa lama
tubuhnya terasa hangat dan segar 1agi.
"Liong . . ah, suheng, terima kasih atas pertolonganmu,
Kini bukan saja tenagaku sudah pulih tetapi bahkan malah
bertambah kuat, pulanglah ke Mo-thian-san agar taci Kun
tak bersedih hati "
Pucatlah wajah Gin Liong, katanya dengan teriba2 :
"Lan-moay, apakah engkau tak tahu isi hatiku. Aku dengan
. . taci Kun . . peristiwa itu diluar . . diluar . . "
"Tidak, kutahu, malam itu aku memang sudah tahu"
Merah wajahGin Liong "Oh, engkau . ."
"Lepas dari benar tidaknya karena pengaruh obat dari
Dewi Mega, tapi kalian berdua memang merupakan
pasangan yang serasi, Tak usah menyesal"
"Lan-moay, dalam peristiwa terkutuk itu. bagaimana aku
harus meminta maaf kepadamu dan kepada mendiang suhu
?"
"Liong suko, apakah taci Kun tak sembabat dengan
engkau ?"
"Lan-moay, kalau engkau dapat memaafkan, engkau
harus . . " ,
"Setitikpun aku tak mendendam bahkan aku mendoakan
kebahagian kalian berdua"
"Lalu mengapa engkau pergi ?"
"Karena kuatir taci Kun tak leluasa bertemu dengan
engkau " kata Yok Lan lalu berputar tubuh mengucurkan
airmatanya dan berkata :
"Liong koko, pernikahanmu dengan taci Li Kun sudah
jelas." katanya, "aku tak menyangkal bahwa memang aku
pernah mencintaimu tetapi sekarang sudah tak mungkin
lagi, Harap engkau jangan memikirkan diriku lagi, Kini aku
sudah menyadari sepasang syair yang tergantung dalam
ruangan suhu : "Jika hendak meniadakan keresahan hati,
haruslah menghilangkan ke-Aku-an masing2 mempunyai
garis hidup sendiri jangan iri pada orang, Kedua barisan
syair itu tepat sekali, pergilah pergilah !"
Habis berkata Yok Lan terus lari masuk ke dalam biara
Leng hun-si.
"Lan-moay !" Gin Liong menjerit kaget melonjak bangun
dan terus mengejar
Tiba2 dari arah Leng-hun-si muncul dua sosok
hayangan, Salah seorang segera berseru memanggil Gin
Liong,
"Mah !" Gin Liong segera mengenali suara itu sebagai
suara mamah angkatnya, nyonya Tio tua yang datang
bersama Mo Lan Hwa.
"Mana nona Ki," tanya nyonyah Tio tua.
"Dia . . dia lari kedalam biara", habis berkata Gin Liong
terus lanjutkan larinya, Terpaksa nyonya Tio tua dan Mo
Lan Hwa mengikuti. Tetapi di dalam biara walaupun sudah
dicari kemana2 Yok Lan tak tampak.
"Heran, kemanakah dia ?" seru Gin Liong,
Nyonyah Tio tua dan Mo Lan Hwa juga terkejut
Nyonyah Tio tua bertanya apakah yang telah terjadi pada
diri Yok Lan.
Tanpa malu2 Gin Liong lalu menuturkan hubungannya
dengan Yok Lan dan pesan dari mendiang suhunya agar
kelak ia dan sumoaynya itu dapat terangkap sebagai suami
isteri,
"Lalu mengapa dia tampak putus asa dan marah ?" desak
nyonyah Tio tua.
Karena didesak pertanyaan itu, apa boleh buat terpaksa
Gin Liong membuka rahasia hubungannya dengan Tio Li
Kun, Nyonyah Tio tua danMo Lan Hwa tertegun.
"Mah, dalam melakukan hubungan dengan taci Kun,
aku benar2 terpengaruh oleh obat bius dari Dewi Megah,
sehingga di luar kesadaran aku telah melakukan perbuatan
yang tak senonoh kepada taci Kun, Untuk itu aku sanggup
untuk menerima hukuman apa saja yang hendak kalian
jatuhkan kepada diriku." kata Gin Liong,
Nyonyah Tio tua tampak merenung, Sedang Mo Lan
Hwa mengucurkan air mata, ia menangis dalam, hati,
Harapannya untuk mendampingi Gin Liong, bagai awan
tertiup angin,
Tiba2 wajah nyonyah Tio tua tampak cerah katanya :
"Liong-ji, janganlah engkau berduka untuk hal itu, Li Kun
telah memberitahu hal itu kepadaku juga. Bahwa sekarang
di antara kalian sudah menjadi suami istri, itu memang
sudah menjadi akibat dari perbuatan kalian, Tidak hanya
engkau, tetapi anakku si Li Kun itupun bersalah. Dan yang
paling bersalah adalah si DewiMega yang telah melebarkan
obat perangsang kepada kalian, Ku percaya bahwa apabila
dalam keadaan sadar, engkau dan Li Kun tentu takkan
bertindak begitu . ."
Gin Liong terdiam.
"Setiap kesalahan harus kita perbaiki. Oleh karena hal itu
sudah menjadi kenyataan maka kita harus menerimanya.
Engkau harus menikah dengan Li Kun demi
menyelamatkan kepentingan bibit yang telah terkandung
dalam perut Li Kun."
"Sudah tentu aku akan bertanggung jawab sepenuhnya,
mah," Gin Liong memberi penegasan,
"Tetapi belum cukup begitu, Liong-ji," kata nyonyah Tio
Tua pula, "engkaupun harus melaksanakan pesan suhumu.
Dalam hal itu aku dan Li Kun telah mengambil keputusan,
akan menyambut pernikahanmu dengan Yok Lan secara
gembira. Biarlah Li Kun mendapat saudara perempuan
yang dapat bersama2 mendampingi engkau . . "
"Mah . . " teriak Gin Liong terkejut.
"Dan masih ada keputusan lain, Liong-ji," kata nyonyah
Tio tua lebih lanjut, "bahwa kulihat hubunganmu dengan
nona Mo Lan Hwa sudah meningkat sedemikian rupa
sehingga kasihan apabila nona Mo sampai kecewa, Oleh
karena itu. biarlah sekalian nona Mo menjadi isterimu agar
kalian berempat dapat hidup dengan rukun dan bahagia . . "
"Mah !" kembali Gin Liong menjerit kaget, Tak pernah
ia menyangka bahwa nyonyah Tio tua dan Tio Li Kun akan
mempunyai hati yang selapang itu.
"bukankah . . hai !" tiba2 nyonyah Tio tua menjerit
kaget, Ternyata Mo Lan Hwa yang sejak tadi berada di
belakangnya tahu2 entah kapan sudah lenyap, "mana nona
Mo LanHwa ?"
Gin Liong sejak tadi dicekam oleh perasaan terkejut yang
melandanya. Ucapan nyonyah Tio tua memang benar2 tak
pernah disangka2nya. Karena perhatiannya tercurah kearah
itu maka iapun tak sempat lagi memperhatikan gerak gerik
Mo LanHwa yang berada di belakang mereka,
"Nona Mo , , !" tak kalah kejutnya ia menjerit kaget,
memandang ke segenap penjuru tetapi tak melihat
bayangan nona itu, Dia terus lari mengelilingi biara Lenghun-
si tetapipun sama saja. Bayangan nona itu hilang
seperti di telan bumi,
"Bagaimana ?" tegur nyonyah Tio tua seraya
menghampiri Gin Liong yang tampak tegak termenung
diluar biara,
"Dia menghilang seperti bayangan . . "
"Aneh." gumam nyonyah Tio tua, "mengapa nona Yok
Lan dan nona Lan Hwat dapat melarikan diri sedemikian
cepat ?"
"Adakah dalam biara ini terdapat suatu jalan rahasia
yang menembus keluar?" tiba2 nyonyah Tio bertanya,
Gin Liong seperti disadarkan, Memang di belakang
taman tempat kediaman mendiang suhunya terdapat
sebuah jalan rahasia yang dapat menembus ke tempat guha
persembunyian Ban Hong Liong li dulu. Adakah kedua
nona itu menggunakan jalan rahasia itu ?
"Tetapi Yok Lan memang mungkin karena tahu akan
jalan rahasia itu. Lalu bagaimana dengan Mo Lan Hwa,
bukankah dia tak tahu jalan itu ? Lalu bagaimana dia dapat
menghilang secara tak berbekas itu ?" Gin Liong
membantah pikirannya sendiri,
Akhirnya ia memutuskan untuk menyusur Yok Lan ke
jalan rahasia itu, Tetapi baru ia hendak bergerak tiba2
muncullah Swat-san Sam-yu atau tokoh gunung Es, yakni
Kim-yan-tay atau Tabung-pipa mas Hok To Beng, Hongtiau-
siu si Kakek Gila dan Cui-sian-ong si Raja Pemabuk,
"Hai engkoh kecil" seru Hok To Beng ketika melihat Gin
Liong agak terkejut melihat kemunculan ketiga tokoh itu.
"mengapa engkau terkejut ?"
"Tak apa2, Hok-heng, hanya . . " agak tersekat Gin
Liong hendak berkata "adakah Hok-toako berjumpa dengan
taci Lan Hwa ?"
"Sudah tentu" sahut Hok To Beng, "kedatanganku
kemari memang disuruh dia"
"Disuruh taci Lan Hwa ?" Gin Liong menegas kaget,
"Ya," sahut Hok To Beng seraya menyerahkan sebuah
sampul surat kepada Gin Liong. Gin Liong cepat membuka
dan membacanya :
Adik Liong,
Rupanya adik Yok Lan memang benar, Terus terang aku
memang mencintaimu tetapi kini aku sadar bahwa cinta itu
tidak boleh bersifat egois, jika engkau dapat melepaskan
adik Lan yang telah dipesan mendiang suhumu, mengapa
tak dapat melepaskan diriku ? Bunga gugur mempunyai arti
tetapi air mengalir tiada tujuan artinya, Akupun harus tahu
diri, Kudoakan engkau hidup bahagia dengan nona Li Kun
sampai dihari tua.
Aku yang pernah singgah dalam kenangan hatimu:
Lan Hwa
Habis membaca pandang mata Gin Liong terasa
berkunang2, kepalanva pening, Bumi yang di pijaknya
serasa ambroll. dia terhuyung2 hendak rubuh. untunglah
Hok To Beng cepat menyambarnya.
"Mengapa engkau, siauheng?" tegar jago tua itu.
Gin Liong ngelumpruk duduk di tanah dan menyerahkan
surat kepada Hok To Leng, Setelah membaca tampak Hok
To Leng kernyitkan alis.
"Mengapa ?" tegur Hong-tiau-soh.
"Celaka, sumoay kita terluka " seruHok To Beng
"Siapa yang mencelakai ?" Hong-tiau-soh lalu
memandang kearah Gin Liong dan menegur, "he apakah
engkau yang telah mencelakai sumaoy-ku?
Habis berkata ia terus menghantam. Memang Kakek
Gila itu terlalu aneh wataknya dan sayang sekali kepada
Mo Lan Hwa. Mendengar sumoaynya terluka ia menduga
tentulah Gin liong yang mencelakai. Maka tanpa banyak
urus, ia terus menghantam.
Hok To Leng terkejut ia hendak mencegah tetapi tak
keburu lagi. Bluk, dada Gin Liong termakan pukulan.
Rupanya pemuda itu tak mau menangkis atau menghindar
dan seolah menyerahkan diri. ia terpental beberapa langkah
lalu muntah darah.,,
"Gila" bentak Hok To Beng seraya loncat menolong Gin
Liong, "engkau memang kakek gila Mengapa engkau
memukulnya ?"
"Dia melukai sumoay "
"Siapa bilang ?" bentak Hok To Beng, "aku hanya
mengatakan sumoay kita terluka tapi bukan terluka
tubuhnya melainkan terluka hatinya.
"Ah . . " seru Hong-tiau-soh seraya bergopoh
menghampiri Gin Liong, "maafkan aku, siau-heng."
"Hong jiko tak bersalah" kata Gin Liong, "memang aku
sudah tak ingin hidup di dunia lagi, Aku banyak berhutang
dosa kepada orang sehingga membikin patah hati mereka."
"Liong-ji !" tiba2 nyonyah Tio tua berseru, "jangan
engkau berkata begitu, Bagaimana pertanggung jawabmu
terhadap Li Kun ?"
Tanpa menunggu penyebutan Gin Liong, nyonya Tio
Tua membentak kepada Hong-tia-soh: "He kakek gila,
kalau Liong-ji sampai kena apa2 jangan engkau tanya dosa,
tentu aku akan mengadu jiwa dengan engkau."
Nyonyah Tio tua tahu bahwa Swat-san Sam-yu itu
termasuk tokoh persilatan yang diagungkan kesaktiannya,
Tetapi ia tak gentar.
"Aku tak mengerti duduk perkaranya" bantah Hong-tiansoh
maka aku telah kesalahan tangan untuk itu aku sudah
meminta maaf dan bersedia untuk menolong jiwanya,
Tetapi eh. mengapa engkau begitu garang sekali ?
Andaikata aku tak merasa bersalah, kata2mu itu cukup
menjadi alasan untuk menggerakkan tanganku menghajar
mulutmu yang lancang itu."
Karena sudah terlanjur berkata keras nyonya Tio tuapun
tak mau mundur. Jawabnya: "Hm kudengar Swat-san Samyu
diagungkan sebagai dewa persilatan Tetapi aku si nenek
tua Tio, takkan mundur menghadapi mereka . ."
"Ha, ha, nyonya tua, engkau hendak menantang aku ?"
seru Hong-tian-soh.
"Aku tak menantang tetapi aku tak gentar apabila harus
mempertahankan kehormatanku terhadap orang yang
menghina aku."
"Hong tiau-soh, maukah engkau menutup mulutmu"
tiba2 Hok To Beng menyeletuk, Kemudian ia berkata
kepada nyonya Tio tua: "Nyonyah Tio sebenarnya
bagaimanakah hubunganmu dengan adik ini sehingga
engkau begitu mati2an hendak membela jiwanya ?"
Nyonya Tio tua menganggap kata2 Hok To Beng itu
beralasan ia menerangkan bahwa Gin Liong itu anak
angkatnya: "Di samping itu diapun calon suami anakku
perempuan . ."
"Hai..." tiba2 Cui-siang-ong si Dewa Pemabuk menjerit
"dia calon menantumu ? Pantas, pantas sumoayku terluka
hatinya. Kiranya dia sudah menjadi calon menantumu,
hmm . ."
"Eh, apa hubungannya dia calon menantuku dengan
engkau ?" nyonya Tio tua marah juga.
"Sudah tentu mempunyai hubungan," sahut Cui-sian-ong
tak kurang getasnya, "adalah karena dia engkau rebut
hendak engkau jodohkan pada anak perempuanmu, maka
sumoayku sampai terluka hatinya, Jadi jelas engkaulah
yang menjadi gara2 dari hancurnya hati sumoayku !"
"Apa katamu2 Aku merebut putera angkatku? Andai
kata benar, apa pedulimu ?" sebenarnya nyonya Tio tua
bermaksud juga hendak menjodohkan Mo Lan Hwa kepada
Gin Liong tetapi demi mendengar kata2 yang kasar dari
Cui-sian-ong ia marah sekali.
"Jika begitu, engkau harus kuhajar !" seru Cui-sian-ong
seraya maju menghampiri. Nyonya Tio tuapun bersiap-siap.
Tiba2 terdengar derap kuda lari mendatangi dan tak
berapa lama, muncullah enam penunggang kuda ke biara
Leng-hun-si. Dua orang penunggang kuda yang paling
depan, terdiri dari seorang pemuda cakap yang gagah, naik
kuda hitam dan seorang pemudi cantik naik kuda putih,
sementara empat orang dibelakangnya terdiri dari lelaki
setengah tua.
"Itulah Siau siauhiap, koko !" tiba2 gadis berkuda putih
itu berseru seraya menunjuk kearah Gin Liong yang masih
duduk pejamkan mata, wajahnya pucat.
Sepasang muda mudi dan keempat pengiringnya
serempak melayang turun dalam gerakan yang gesit dan
ringan, kedua muda mudi itu langsung menghampiri ke
tempat Gin Liong.
Kemunculan rombongan penunggang kuda itu telah
menghentikan ketegangan diantara Cui-sian-ong dengan
nyonya Tio tua.
"Siau sauhiap, kenapa engkau ?" teriak pemuda cakap itu
seraya lari menghampiri Gin Liong.
"Jangan memegangnya !" bentak Hong-tiau-soh dengan
deliki mata, pemuda dan pemudi itu terkejut. Mereka
berpaling memandang Hong-tiau soh dan menegurnya
"Siapakah lo-tiangke ini ?"
"Pantasnya aku yang harus bertanya, mengapa malah
ditanya ?"Hong-tiau-soh menyindir.
"Apa yang hendak lo-tiangke tanyakan ?" pemuda itu
rupanya berperangai sabar.
"Siapa engkau dan mengapa engkau hendak
mengganggu engkoh kecil itu ?" tanya Hong-tiau-soh.
"Dia adalah Siau Gin Liong sauhiap, kenalanku, Dia
sudah berjanji hendak singgah digunungku tetapi sampai
sekian lama belum muncul kemudian kami mendapat berita
bahwa dia sudah kembali ke biara Leng-hun-si disini.Maka
kamipun segera menjenguknya."
"Dimana gunungmu dan siapakah namamu ?" tanya
Hong-tiau-soh.
Si gadis merah mukanya. ia tak puas melihat sikap
Hong-tiau-soh yang tak memandang mata kepada si
pemuda. Tetapi untunglah pemuda itu mendahului berseru:
"Aku tinggal di gunung Ke-kong- san . . .."
"Itulah markas Thian-leng-kau," cepat Hong-liau-soh
menukas. "apakah engkau orang Thian-leng-kau ? siapakah
namamu ?"
"Ya." pemuda itu mengiakan, "aku Honghu Ing dan
adikku Honghu Yan ini memang anggauta Thian-leng-kau .
."
"Honghu Ing ?" tiba2 Hok To Beng yang sejak tadi tak
bicara, saat itu membuka mulut.
Pemuda itu mengiakan.
"Oh, tak kira kalau ketua Thian-Ieng-kau yang bernama
Honghu Ing itu ternyata masih begini muda" seru Hok To
Beng.
"Ah. lo-tiangke terlalu memuji " Honghu Ing merendah.
Memang Thian-leng-kau walaupun baru berdiri tetapi
namanya sudah cukup dikenal orang, Honghu Ing dan
Honghu Yan termasyhur sebagai sepasang kakak beradik
yang lihay.
Ketiga Swat-san Sam-yu dan nyonyah Tio tua terkejut,
Mereka tak menyangka bahwa pimpinan Thian-leng-kau
yang begitu termasyhur ternyata masih seorang pemuda dan
pemudi yang muda belia dan cakap.
Kemudian Honghu Yan balas bertanya, setelah
mendengar bahwa ketiga lelaki tua itu ternyata Swat-san
Sam Yu, iapun buru2 menghaturkan maaf, demikian juga
kepada nyonyah Tio. setelah saling berkenalan, Honghu Ing
memberi hormat juga.
"Hok cianpwe" kata Honghu Ing, "apakah yang telah
terjadi pada Siau sauhiap ?"
Hok To Beng menjelaskan kesemuanya, Mendengar itu
kejut Honghu Ing bukan kepalang.
"Jika begitu, aku harus berusaha untuk menemukan nona
Yok Lan lagi" kata Honghu Ing cemas.
"Aku ikut koko" seru Honghu Yan.
Berpikir sejenak, Honghu Ing berkata: "Jangan lebih baik
engkau disini merawat Siau sauhiap yang terluka itu.
Setelah itu ajaklah dia pulang ke Ke-kong-san"
Nyonyah Tio tua mendesah : "Soal diri Liong-ji,
puteraku angkat itu, akulah yang wajib merawatnya. Akan
kubawa dia pulang ke gunung Mo thian-san."
Honghu Yan terkesiap dan memandang ke arah
kokonya, Honghu Ing berkata: "Jika demikian setelah
engkau beri pertolongan seperlunya, engkau boleh
mengantarkan Siau sauhiap ke gunung Ke-kong-san"
"Ya, jika nona suka, silahkan mengunjungi gunungku,
Anak perempuan. Li Kun tentu gembira sekali menerima
kedatangan nona," kata nyonyah Tio tua.
Karena sikap nyonya Tio yang ramah, Hong hu Yanpun
mau menerima undangan itu, Diam2 ia pun hendak melihat
bagaimanakah gadis Li Kun itu dan apakah mempunyai
hubungan dengan Gin Liong.
Setelah memasrahkan adiknya, Honghu Ing segera
mengajak ke empat thancu pengiringnya tinggalkan tempat
itu.
"Jika begitu. hayo kita cari sumoay" seru Hong-tiau-soh
seraya melangkah pergi, Terpaksa Hok To Beng dan Cuisian-
ong mengikuti jejak mereka.
Setelah orang2 itu pergi. barulah nyonyah Tio tua
menghampiri Gin Liong, ujarnya : "Liong-ji, jangan engkau
kelewat berduka, Aku akan mengatur urusanmu sehingga
beres, Takkan ada pihak yang rugi dan tersiksa hatinya."
Honghu Yan mendengarkan dengan penuh perhatian. Ia
ingin tahu hubungan Gin Liong dengan Tio Li Kun,
Dengan tutur kata yang halus, ia minta keterangan kepada
nyonyah Tio tua tentang keadaan Gin Liong.
Nyonya Tio tua menuturkan dengan terus terang apa
yang telah terjadi pada diri Gin Liong pada akhir
penuturannya ia menambahkan bahwa tiada keputusan
yang lebih bijaksana daripada menjodohkan ketiga nona itu
kepada Gin Liong. Ketiga nona itupun tentu tak keberatan
mengingat hubungan mereka sangat akrab seperti saudara
sendiri.
Diam2 Honghu Yan hancur hatinya, Dengan keadaan
itu, jelas ia tiada mempunyai harapan lagi untuk menjadi
teman hidup Gin Liong, Namun ia memutuskan bahwa ia
harus berani berkorban juga. Ia harus merawat pemuda itu
sampai sembuh baru nanti meninggalkannya dengan
membawa hati yang hancur.
"Liong-ji" kata Nyonyah Tio tua. "mari kita pulang ke
Mo-thian-san biar mamah dan saudara2 dapat merawat
lukamu."
Gin Liong saat itu sudah tampak lebih baik keadaannya,
ia menghela napas: "Mah, hatiku masih bingung. Ijinkanlah
aku untuk beberapa hari beristirahat disini, Soal lukaku,
kiranya tak menjadi soal. Harap mamah bersama nona
Honghu pulang dulu dan tolong sampaikan kepada taci
Kun supaya baik2 menjaga diri. ." dalam mengucap kata2
terakhir itu, tampak mata Gin Liong berlinang2 dan
suaranya tak lampias.
Dalam beberapa saat saja, Gin Liong sudah banyak
berobah, jika tadi ia seorang pemuda yang penuh semangat
dan gesit, saat itu sudah seperti orang yang kehilangan
semangat hidupnya,
"Liong-ji, engkau harus percaya kepadaku" kata nyonya
Tio tua pula. "aku tentu akan mengatur semua urusan itu
sampai menyenangkan hatimu"
"Terima kasih mah" kata Gin Liong dengan nada sukar
ditebak.
"Baiklah, Liong-ji" akhirnya nyonya Tio tua berkata,
"aku akan mengajak nona Honghu pulang dulu. Tiga hari
kemudian apabila engkau belum pulang, akan kusuruh
engkohmu datang menjemput kemari."
Setelah kedua wanita itu pergi, Gin Liong menghela
napas panjang, ia merasa telah kehilangan diri, kehilangan
pegangan, ia mencintai Yok Lan tapi ia telah mempunyai
kewajiban terhadap Li Kun. iapun tahu bahwa Mo Lan
Hwa dan Honghu Yan juga menaruh hati kepadanya,
Apabila ia menolak mereka tentu akan patah hati dan
menderita batin. Namun kalau ia menerima, tak mungkin ia
dapat menerima semuanya.
Sampai lama ia duduk tepekur menyalurkan pernapasan
dan mengheningkan cipta. Entah berselang berapa lama,
ketika membuka mata ternyata hari sudah larut malam.
Seluruh penjuru gelap dan sunyi senyap.
Pelahan2 ia berbangkit menuju ke tempat ruang
penyimpan jenasah suhunya. Sebuah peti mati diletakkan di
tengah ruangan, hanya dipasangi penerangan sebatang lilin.
Pelahan2 ia menghampiri ke muka peti dan berlutut, ia
pejamkan mata se-olah2 hendak berbicara dengan arwah
suhunya.
"Suhu, murid bingung menghadapi persoalan hidup
murid," katanya dalam menyampaikan doa "mohon suhu
suka memberi petunjuk kepada murid, agar murid dapat
melaksanakan semua pesan dan harapan suhu . ."
Namun sampai lama, tak pernah Gin Liong merasa
menemukan jawaban, Tiba2 ia teringat akan pesan Ban
Hong Liong-li untuk meletakkan gumpal rambutnya yang
telah dipotong disisi jenasah suhunya, Maka iapun segera
melakukannya.
Setelah selesai, pilihannyapun teringat akan Ban Hong
Liong li yang bernasib malang itu, ia heran mengapa
suhunya begitu getas terhadap wanita.
"Ah . ." tiba2 ia tersentak dari lamunan, Ada sesuatu
dalam pertanyaan itu yang memancarkan sesuatu. Dan
sesuatu itu dirasakan sebagai jawaban dari suhunya
terhadap pertanyaan yang di sampaikan dalam doanya tadi.
"Ah, tentulah suhu seorang yang berbudi luhur. Dia tahu
kedua wanita itu sama2 mencintainya, jika ia menerima
yang satu, yang lain tentu akan menderita. Maka lebih baik
ke-dua2nya tidak sama sekali maka suhu rela melepaskan
keduniawian dan mensucikan diri sebagai seorang paderi. ."
berkata Gin Liong seorang diri.
"Tetapi ah, mengapa tidak kedua wanita itu diperisteri
semua ? Bukankah hal itu akan membahagiakan semua
pihak ?" ia membantah pikirannya sendiri.
Gin Liong tak dapat menjawab pertanyaan itu. Namun
ia percaya bahwa suhunya itu seorang lelaki jantan yang
berbuat luhur, bijaksana dan berhati welas asih. Tentu ada
sebabnya mengapa dia tak mau melakukan hal itu,
Kemungkinan besar, dia hanya menginginkan satu tetapi
tak ingin menyakiti yang lain.
"Ah, keadaan suhu terbalik dengan diriku, jika memang
mereka mau menerima, akupun terpaksa harus menerima
mereka demi membahagiakan mereka semua. Tetapi
ternyata Lan-moay rela berkorban. Dia ingin mengikuti
jejak suhu, Juga Mo Lan Hwa mengikuti langkah Lanmoay,
Ah, jika gadis2 itu berani berkorban demi
kebahagianku, mengapa aku sebagai seorang lelaki tak
berani berkorban demi mereka ?" - jawaban itu makin
menonjol dan mengendap sebagai suatu keputusan
"Baik, aku akan mencari Lan-moay dan memberi
penjelasan kepadanya, Tetapi jika dia tetap hendak
meninggalkan keduniawian akupun akan masuk menjadi
paderi juga . . ." tiba2 ia hentikan pikirannya ketika teringat
akan Li Kun yang telah mengandung bibit anaknya. jika ia
mengambil keputusan begitu, anak itu kelak akan menderita
batin seorang anak tanpa ayah.
"Ah . .. ." ia mengeluh "anak itu tak berdosa apa2,
mengapa dia harus memikul kesalahanku?"
Setelah agak lama merenung, akhirnya ia mengambil
keputusan, Pertama, ia akan mencari Yok lan? Kalau
bertemu ia akan memberi penjelasan. Apabila Yok Lan
menerima, segala apa akan berlangsung seperti yang
dikatakan nyonya Tio tua. Tetapi kalau Yok Lan menolak,
iapun akan masuk gereja menjadi pendeta.
Dan demikian pula apabila ia tak berhasil menemukan
sumoaynya itu. Demi menyelamatkan muka Li Kun, demi
kepentingan anak itu, ia harus kembali kepada Li Kun.
Setelah anak itu lahir, barulah ia akan meninggalkan
mereka dan mengasingkan diri jauh dari pergaulan umum.
"Ya, demikianlah keputusan yang harus ku ambil,"
akhirnya ia segera tinggalkan gunung Tiang-pek-san untuk
memulai pencariannya kepada Yok Lan." Tetapi dunia
begitu luas, kemanakah ia harus mencarinya ?
Yok Lan sejak kecil sudah sebatang kara, tak mungkin
dia menuju ke tempat sanak keluarganya, Yok Lanpun tak
mempunyai sahabat kenalan diluaran. Satu-satunya tempat
yang kemungkinan besar ditujunya ialah ke daerah Biau
mencari Ban Hong Liong-li. Ya, ia akan menuju ke daerah
Biau.
Ternyata dugaannya memang benar. Setelah susah
payah tiba didaerah Biau dan menyelidiki akhirnya ia dapat
menemukan tempat kediaman Ban Hong Liong-li disebuah
puncak bukit yang dikelilingi pemandangan alam yang
permai. Disitu terdapat sebuah biara disebut Bang-hong
kwan. di ketuai oleh rahib BanHong sin-ni.
Pertemuan itu memberi kesan yang mengejutkan sekali
pada Gin Liong, Tampak wajah Ban Hong Liong-li sayu
tapi tenang, Terutama sinar matanya terasa sejuk, Suatu
pertanda bahwa wanita itu sudah menemukan ketenangan
hatinya dalam melewati sisa hidupnya.
"Oh, engkau Liong-ji" seru Ban Hong sin-ni dengan
tenang, "bukankah engkau hendak mencari Lan-ji ?"
"Benar. cianpwe" kata Gin Liong. "apakah Lan-moay
berada disini ?"
Ban Hong sin-ni mengangguk.
Setelah menghaturkan terima kasih bahwa Yok Lan
sudah diterima oleh Ban Hong Liong-li, Gin Liong
meminta ijin untuk menemui Yok Lan.
Ban Hong sin-ni menghela napas: "Memang hanya yang
mempunyai jodoh baru dapat diterima Hud, Lan-ji telah
menemukan dunianya, kehidupan dan kebahagiannya
disini . ."
"Cianpwe " Gin Liong berteriak kaget "adakah . . adakah
Lan-moay sudah . . mengikuti jejak cianpwe ?"
"Anak itu memang keras sekali hatinya" kata Ban Hong
sin-ni, "pada hari itu entah mengapa aku ingin ke Tiangpek-
san. Terus terang aku ingin melihat wajah suhumu
yang terakhir kalinya sebelum aku memasuki kehidupan
sebagai seorang rahib."
Gin Liong menghela napas.
Tetapi di tengah jalan aku bertemu dengan gerombolan
penyamun yang telah menawan seorang gadis, Aku terkejut
karena gadis itu bukan lain adalah Yok Lan. Segera kuhajar
kawanan penyamun itu dan kutolong Lan-ji. Lan ji
mengatakan bahwa ia hendak ke daerah Biau mencari aku.
Sudah tentu aku terkejut dan meminta keterangan apa yang
telah terjadi pada dirinya.
Dengan terus terang ia menceritakan tentang kisah
hidupnya bersama engkau dan memutuskan akan masuk
menjadi rahib, Aku terkejut dan berusaha menasehati
supaya jangan ia meneruskan keinginannya.
Dari halus sampai kasar, tetap anak itu menolak, jika aku
tak mau menerimanya, ia akan mencari biara di lain
tempat. Akhirnya kululuskan juga permintaannya itu.
Kubawanya pulang kemari dan pada hari itu juga ia telah
memotong rambutnya resmi menjadi rahib"
Kembali Gin Liong terkejut.
"Dimanakah Lan-moay saat ini ?" tanya Gin Liong.
"Lebih baik engkau jangan menemuinya, Liong-ji. Apa
guna engkau bertemu jika pertemuan itu hanya akan
membawa kenangan yang pahit? Saat ini dia sedang
melakukan semedhi menutup diri di ruang semedhi. Dia
baru akan keluar setelah mencapai penerangan batin, ia titip
pesan kepadaku, janganlah engkau menemuinya lagi demi
ketenangan hatinya dan kebahagianmu, Liong-ji."
Gin Liong tak dapat berkata apa2 kecuali mengucurkan
airmata: "Cianpwe, berilah petunjuk ke pada Gin Liong,
bagaimana aku harus hidup?"
Tenang2 Ban Hong sin-ni menjawab: "Hiduplah
menurut kodrat hidupmu. Jangan paksakan dirimu
melakukan hal yang bukan menjadi garis hidupmu.
Kembali dan menikahlah dengan nona Li Kun, demi
kepentingan anakmu."
Gin Liong termenung2. Beberapa saat kemudian baru ia
berkata: "Baiklah, cianpwe aku hendak melakukan petunjuk
itu. Tetapi tolong cianpwe sampaikan pada Lan-moay,
bahwa setelah kewajibanku sebagai seorang suami dan ayah
selesai aku tentu akan menyusul jejak Lan-moay . ."
"Liong-ji" cepat Ban Hong sin-ni berseru, Tetapi Gin
Liong setelah memberi hormat terus lari keluar.
Ban Hong sin-ni menghela napas: "Dunia memang suatu
derita, Aku dan suhunya harus menderita sepanjang hidup,
kini mereka berduapun akan menuju kearah itu juga, Entah
berapa ratus ribu muda mudi yang akan tergelincir dalam
lembah penderitaan itu . ."
Kembali ke gunung Mo-thian-san, ternyata Honghu Yan
sudah pulang. Gin Liong melaksanakan rencananya juga, ia
menikah dengan si jelita Li Kun dan tinggal di gunung Mo
Thian san.
Pada suatu hari Swat-san Sam-yu berkunjung ke gunung
Mo-thian-san. Ketiga tokoh itu menerangkan bahwa
sumoay mereka, Mo Lan Hwa, telah mensucikan diri
sebagai seorang rahib.
"Apakah toako bertiga akan menuntut balas kepadaku ?"
tanya Gin Liong,
"Tidak, siau-hengte" kataHok To Beng, "hal itu memang
menjadi kehendak sumoay sendiri, Begitu pula dia minta
dengan sangat agar kami bertiga jangan melakukan
tindakan apa2 ketiga jangan melakukan tindakan apa2
kepadamu. Semua kesalahan adalah tanggung jawab
sumoay sendiri."
Gin Liong menghaturkan terima kasih, Setelah
beristirahat beberapa waktu, Swat-san Sam Yu pun
tinggalkan gunung Mo-thian-san.
Beberapa bulan kemudian, Li Kun telah melahirkan
seorang bayi laki2 yang diberi nama Hui Seng atau Cahaya
Hidup.
Setelah anak itu genap berumur satu tahun, tiba2 seluruh
penghuni gunung Mo-thian-san gempar dan bingung. Gin
Liong telah lenyap dan hanya meninggalkan sepucuk surat
untuk nyonya Tio tua.
Isi surat mengatakan bahwa ia telah menyelesaikan
kewajibannya sebagai seorang suami dan seorang ayah,
Sekarang dia hendak menunaikan kewajibannya terhadap
diri sendiri. ia akan mencari penerangan batin dan
tinggalkan kehidupan ramai. ia minta maaf kepada nyonyah
Tio tua, Li Kun dan puteranya.
Walaupun nyonyah Tio tua mengerahkan anak buah
Mo-thian-san dan beberapa puteranya, untuk mencari jejak
Gin Liong namun sia2 saja.
Gin Liong seperti hilang lenyap ditelan bumi. Beberapa
tahun kemudian, dunia persilatan mulai ramai
membicarakan tentang diri seorang paderi muda yang
memiliki ilmu silat tinggi.
Paderi muda itu sering muncul dan setiap
kemunculannya tentu menimbulkan kegemparan Jago
golongan hitam yang jahat, banyak yang cacad kehilangan
ilmu kepandaiannya sedemikian besar perbawa dari paderi
aneh itu, hingga orang persilatan gentar.
Tunas2 muda yang menjadi harapan para cianpwe
persilatan, karena soal asmara telah tenggelam dalam laut
kesunyian. Namun mereka masih memancarkan pengaruh
untuk menjaga kelangsungan dan ketenangan dunia
persilatan.
^o^TAM A T^o^
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-dewasa-cabul-pedang.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Ngentot Dewasa Cabul : Pedang Tanduk Naga 4 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-ngentot-dewasa-cabul-pedang.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 4 komentar... read them below or add one }

penyakit stroke mengatakan...

:-( ?

Obat Asam Urat mengatakan...

nice share, semoga sukses selalu pak! """

""""

Obta Asam Urat mengatakan...

luar biasa sekali gan infonya .. artikel demi artikel penuh dengan makna dan motivasi



***

Obat Pengapuran Tulang mengatakan...

share nya semoga bermanfaat dan bertambah lagi ilmunya !!! trimakasih atas infonya pencerahan baru untuk saya""""....

Posting Komentar