Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12)

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12)-Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12)-Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12)-Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12)

Dan sebelum Siau Hong menjawab, tiba-tiba In Tiong-ho
berseru, "Lotoa, dia ini bekas Pangcu Kai-pang, Kiau Hong
namanya. Murid kesayanganmu Tam Jing itu juga terbunuh
oleh keparat ini."
Ucapan In Tiong-ho ini tidak saja menggetarkan perasaan
Toan Yan-khing, bahkan para jago Tayli itu juga ikut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terpengaruh. Nama Kiau Hong selama ini boleh dikatakan
terkenal di seluruh jagat, siapa yang tidak kenal istilah "Pak
Kiau Hong dan Lam Buyung?"
Cuma tadi ia memperkenalkan diri kepada Tong Cing-sun
dengan nama Siau Hong, maka iada seorangpun yang
mengetahui bahwa dia inilah Kiau Hong yang termasyur itu.
Toan Yan Khing memang sudah dilapori In Tiong lo tentang
kejadian murid kesayanganya dibunuh oleh Kiau Hong di Ciphian-
ceng, kini mendengar bahwa laki-laki tegap di
hadapannya inilah musuh pembunuh muridnya itu, sudah
tentu ia sangat gusar dan jeri pula. Tiba-tiba ia ulur tongkat
dan mulai menulis di atas balok batu di situ, "Ada permusuhan
apa antara sauara dengan aku? Sudah membunuh muridku,
mengapa sekarang menggalkan urusanku pula?"
Tulisan itu berjumlah 18 huruf dan setia huruf itu seolaholah
terukir di atas batu hingga mendekuk cukup dalam,
ketika tongkatnya menggores dan mengeluarkan suara
gemersak bagaikan orang menulis di tanah pasir saja.
Kiranya Toan Yan-khing tidak berani bicara lagi dengan
Siau Hong dengan menggunakan Hok-lew-gi atau bicara
dengan perut, karena dia sudah tahu kematian muridnya
tempo hari adalah disebabkan gempuran lwekang Siau Hong
yang hebat. Ia kuatir jangan-jangan kepandaiannya bicara
dengan perut yang dikerahkan dengan lwekang tinggi itu
takkan sanggup melawan kekuatan lwekang Siau Hong hingga
beraikbat membikin celaka-dirinya sendiri. Sebab itulah ia
mengajak bicara dengan mengukir batu.
Siau Hong diam saja, ia biarkan lawan selesai menulis, lalu
ia melangkah maju, kakinya menggosok-gosok beberapa kali
di atas huru-huruf itu, hanya beberapa kali kakinya
membusak, seketika tulisan itu tersapu bersih.
untuk mengukir tulisan di atas batu saja maha sulit, tapi
yang lain sanggup membusak bersih ukiran itu dengan kaki,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padahal cara mengerahkan tenaga dalam di bagian kaki lebih
sulit daripada memusatkan tenaga dalam pada sebatang
tongkat.
Begitulah yang satu menulis dan yang lain membusak
hingga jalan yang terdiri dari balok batu di tepi danau itu
dianggap sebagai pesisir saja oleh kedu orang itu.
Toan Yan-khing tahu bahwa maksud Siau Hong membusak
tulisannya di atas batu itu pertama ingin
menunjukkankepandaiannya, kedua untuk menandarkan tiada
permusuhan apa-apa dengan dirinya, apa yang pernah terjadi
tempo hari dianggap selesai, maka kedua pihak tidak perlu
bermusuhan lagi.
Dasar Toan Yan-khing memang licik, ia tahu bukan
tandingan Siau Hong, supaya tidak kecundang lebih jauh,
jalan paling selamat adalah kabur saja.
Maka tanpa bicara lagi tongkat kanan terus menggores dari
atas ke bawah, kemudian menjungkit miring ke atas pula,
artinya menyatakan segala urusan telah dicoret dan habis
perkara. Dan sekali tongkat yang lain menutuk tanah, secepat
terbang tubuhnya melayng pergi sejauh belasan meter.
Diantara Su-ok hanya Lam-hai-gok-sin yang masih
penasaran, dengan matanya yang kecil bundar itu ia mendelik
dan mengamati-amati Siau Hong dari atas ke bawah, lalu dari
bawah ke atas, dari muka ke belakang, dan dari belakang
putar ke epan lagi, sikapnya penuh pensaran dan tidak rela
mengaku kalah. Mendadak ia memaki "Keparat,apanya sih
yang hebat pada anak haram ini..."
Belum habis ucapannya, mendadak tubuhnya mencelat ke
udara dan melayang ke tengah danau. "Plung" disertai
muncratnya air, tanpa ampun lagi Lam-hai-gok-sin tercebur ke
dalam danau.
Kiranya Siau Hong paling benci jika ada orang memaki dia
sebagai anak haram, maka sambil menjinjing Cing-sun, terus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saja ia melompat maju dan sekali hantam, kontan Lam-hai gok
sin mencelat ke tengah danau.
Serangan mendadak dan cepat luar biasa ini membikin
Lam-hai-gok sin sama sekali tidak berdaya untuk menghindar
atau menangkis. Tapi ia berasal dari Lam-hai atau laut selata,
da bergelar Gok-sin atau malaikat buaya, dengan sendirinya ia
mahir berenang, maka begitu kedua kaki menyentuh dasar
danau, sekali pancul segera ia melempar ke luar permukaan
air dan berteriak, "Apa-apaan ini?"
Habis berucap kembali tubuhnya tenggelam lagi, ketika ia
mengapung lagi ke atas, kembali lagi berteriak pula, "Kamu
membokong Locu ya?"
Selesai ucapan itu, lagi-lagi ia kecemplung ke dalam danau.
Ketika untuk ketiga kalinya ia melompat ke atas, ia berteriak,
"Locu akan mengadu jiwa denganmu"
Begitulah dasar wataknya memang berangasan dan tidak
sabaran, ia tidak mau berenang dulu ke daratan untuk
kemudian memaki Siau Hong, tapi sambil meloncat naik turun
di tengah danau ia lantas memaki kalang kabut.
Keruan yang paling geli adalah A Ci, si Ungu. Dengan
tertqwa mengikik ia berseru sambil bertepuk tangan, "Hihihihi!
Lihatlah orang itu naik turun di dalam air mirip benar seekor
kura-kura besar."
Kebetulan saat itu Lam-hai-gok-sin lagi meloncat ke atas
air, mendengar olok-olok itu, kontan ia balas memaki, "Kau
sendiri adalah kuran-kura kecil"
A Ci menyambitkan sebuah hui-cui (gurdi terbang) kecil,
"crit", senjata rahasia itu masuk ke air, sebab Lam-hai-gok-sin
keburu selulup ke bawah, lalu berenang ke tepi danau dan
mendarat dengan basah kuyup.
Bahkan sedikitpun Lam-hai-gok-sin tidak merasa jeri atau
kapok, dengan ketolol-tololan ia malah mendekati Siao Hong,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan kepala miring ke sini dan meleng ke sana ia
mengamat-amati Siau Hong dengan mata melotot, katanya
kemudian, "Dengan gerakan apa kamu melemparkan aku ke
danau? Kepandaian ini Locu mengaku belum Mahir."
"Losam, lekas pergi saja, jangan membikin malu lagi di
sini!" seru Yap Ji-nio.
Lam-hai-gok-sin menjadi gusar, sahutnya "Aku dilempar
orang ke danau, bahkan cara bagaimana orang
melemparkanku pun tak diketahui, bukankah ini suatu
penghinaan maha besar? Sudah tentu aku harus tanya dulu
sejelas-jelasnya!"
"Baiklah, biar kukatakan padamu," demikian tiba-tiba A Ci
menyela, "Gerak serangannya tadi disebut "Liak-ku-kang'
(ilmu menangkap kura-kura)."
Dasar otak Lam-hai Gok sin memang agak bebal. maka ia
tidak sadar bahwa anak dara itu sengaja mengolok-oloknya,
sebaliknya ia mengulangi nama itu, "Liak-ku-kang? Ah, kiranya
kepandaian itu bernama "Liak-ku-kang. Baiklah sesudah
kutahu namanya, akan kucari orang agar suka mengajarkan
padaku dengan demikian kelak aku takkan kecundang lagi
seperti tadi.
Habis berkata , segera ia melangkah pergi dengan cepat
untuk menyusul Yap Ji nio dan In Tiong ho yang sudah pergih
jauh itu.
Kemudian Siau Hong melepaskan Toan Cing sun, dengan
hormat Wi Sin0tiok berkata, "Kiau pangcu, atas
pertolonganmu sungguh aku tidak tahu cara bagaimana harus
berterima-kasih padamu".
Begitu pula Hoan Hoa dan lain-lain ikut maju menyatakan
terima-kasih mereka.
Tapi Siau Hong menjawab dengan dingin saja, "Sebabnya
aku menolong di atasdasar kepentingan pribadiku sendiri,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka kalian tidak perlu berteria kasih padaku. Toan siansing,
aku ingin tanya sesuatu padamu, harap engkau suka
menjawab secara terus terang. Dahulu di luar Gan bu-koan
engkau pernah melakukan sesuatu kesalahan maha besar
yang menyalkan, betul atau tidak?"
Mendengar pertanyaan itu, seketika wajah Toan Cing=san
merah jengah, menyusul lantas berubah pucat lesu, dengan
kepala menunduk ia menjawa, "Ya, benar, atas kejadin itu
selama ini aku memang senantiasa merasa tidak tentram.
Kesalahan sudah terjadi dan tak dapat ditarik kembali lagi."
Sejak Siau Hong mendengar pengakuan Be hujin di Sinyang
yang menyatakan biangkeladi pembunuhan orang tua
Siau Hong itu adalah Toan Cing0sun, maka siang malam selalu
terpikir olehnya jikananti musuh besar itu tertawan, sebelum
membinasakannya lebih dulu akan disiksanya pula agar
merasakan akibat perbuatannya yang kejam itu.
Tapi sesudah menyaksikan caranya Toa Cing sun berlaku
terhadap kawan-kawannya di Siau Keng-oh sekarang dan
betapa gagahnya menghadapi musuh tadi, tindak tanduknya
sekali sekali tidak mirip sebagai seorang rendah dan pengecut
yang suka berbuat kejahatan, mau-tak-mau timbul juga rasa
ragunya terhadap Siau Hong, Pikirnya, "Sebabknya dia
membunuh orang tuaku di Gan bu koan dulu adalah karena
kesalah-pahaman, kesalahan begitu dapat diperbuat oleh
setiap orang. Tapi dia juga telah membunuh ayah bunda
angkatku serta guruku yang tercinta itu, betapun perbuatan
itu adalah dosa yang tak berampun, dan mengap
dilakukannya? Jangan-jangan dibalik kejadin itu masih ada
sebab musabab lain lagi?"
Dasar Siau Hong memang seorang cermat dan bisa berpikir
panjang, ia tidak ceroboh dalam setiap tindak=tanduk, maka
ia sengaja mengungkat kejadian Gan-bun-koan pula untuk
tanya sekali lagi kepada Toan Cing-sun agar dia sendiri
mengaku sejujurnya, habis itu baru akan diambil keputusan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini demi melihat wajah Toan Cing-sun menampilkan rasa
malu dan menyesal serta menyatakan kesalahan itu sudah
terlajur diperbuat dan sukar ditarik kembali lagi, maka Siau
Hong tidak ragu-ragu lagi, ia yakin seyakin-yakinya apa yang
terjadi memang betul Toan Cing-sun biangkeladi-nya. Seketika
air muka Siau Hong berubah membesi sambil mendengus
sekali.
"Dan... dari mana kaupun tahu kejadian itu?" tanya Wi Sing
tiok tiba-tiba.
Waktu Siau Hong memandang ke arah wanita cantik itu, ia
lihat wajah orang juga merah jengah sikapnya kikuk. Maka
jawabnya singkat, "Jika ingin orang lain tidak tahu, kecuali diri
sendiri tidak berbuat."
Lalu ia berpaling dan berkata kepada Tan Cing-sun,
"Tengah malam nanti kutunggu di jembatan batu itu, ada
sesuatu urusan ingin kubicarakan denganmu."
"Aku pasti akan datang tepat pada waktunya." sahut Cingsun.
"Budi besar tidak berani bicara tentang terima kasih,
cuma Kiau-pangcu datang dari jauh, apakah tidak mampir
duluminum sekadarnya ke ruma bambu sana?"
"Bagaimana dengan lukamu barusan? apakah perlu
merawat diri buat beberapa hari lagi?" tanya Siau Hong. Sama
sekali ia anggap sepi undangan minum orang.
Cing-sun agak heran, sahutnya, "Terima kasih atas
perhatian Kiau-heng, sedikit luka ini rasanya tidak
beralangan."
"Baiklah jika begitu." kata Siau Hong sambil mengangguk,
"A Cu, marilah kita pergi saja..
Dan setelah beberapa tindak tiba-tiba ia menoleh dan
berpesan pula, "Dan sobat-sobat baik bawahanmu itu
hendaknya jangan dibawa serta nanti."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cing-sun merasa tingkah-laku bekas Pangcu ini agak aneh,
tapi orang telah menolong jiwanya tadi, segala permintaan
orang sepantasnya dituruti, maka sahutnya, "Segala pesan
Kiau-heng pasti akan kupenuhi."
Segera Siau Hong gandeng tangan A Cu, tanpa berpaling
lagi terus tinggal pergi. Kiranya ia lihat Hoan Hoa dan kawankawannya
itu adalah ksatria yang berjiwa luhur, jika mereka
ikut Toan Cing-sun menghadiri pertemuan di jembatan batu
itu rasanya merekapun pasti akan menjadi korban di
tangannya, hal ini tentu sangat disayangkannya.
Begitulah Siau Hong dan A Cu lalu mendatangi rumah
seorang petani, mereka minta mondok semalam di situ,
mereka membeli beras seperlunya untuk menanak nasi, lalu
membeli dua ekor ayam pula dan dibuat kaldu. mereka makan
sekenyang-kenyangnnya. Cuma tanpa arak, hal ini agak
kurang memenuhi selera Siau Hong.
Melihat A Cu seperti menyembunykan sesuatu perasaan
dan sejak tadi enggan bicara, segera Siau Hong tanya, "A Cu,
s ebab apa kau tampak murung? Padahal aku sudah
menemukan musuhku, seharusnya kamu bergirang bagiku."
A Cu tersenyum, sahutnya, "Ya, benar, memang
seharusnya aku bergembira."
Melihat senyum gadis itu sangat dipaksakan, segera Siau
Hong berkata pula, "Malam ini juga sesudah kubunuh
musuhku itu, segera kita berangkat ke utara, keluar Gan-bunkoan
untuk angon sapi dan menggembala domba, selamanya
takkan melangkah kembali ke tanah Tionggoan ini. Ai, Acu,
pada waktu belum kutemukan Toan Cing-sun sebenarnya aku
telah bersumpah akan membunuh segenap anggota
keluarganya, akan membunuh bersih seisi rumahnya, seekor
anjing dan ayampun takkan kuberi hidup. Tapi demi nampak
orang ini sangat gagah perkasa, tidak mirip manusia rendah
dan pengecut sebagaimana kubayangkan, maka aku lantas
berubah pikiran, kupikir seorang yang berbuat biarlah seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang bertanggung jawab, tidak perlu lagi kubikin susah paa
sanak-keluarganya!"
"Pikiranmu yang luhur dan bajik itu kelak pasti akan
mendapat ganjaran rejeki yang setimpal." ujar A Cu.
Mendadak Siau Hong terbahak-bahak keras, katanya.
"Kedua tanganku ini entah sudah berlumuran darah berapa
banyak orang yang kubunuh, masakan bicara tentang
kebajikan apa segala."
Dan demi melihat. A Cu tetap muram durja, segera ia tanya
lagi. "A Cu, sebab apakah kamu merasa kurang senang?
Apakah kamu tidak suka aku membunuh orang lagi?"
"Bukan tidak gembira, tapi entah mengapa mendadak
perutku terasa sakit." sahut A Cu.
Kiau Hong coba pegng nadi si gadis, benar juga ia
merasakan denyut nadi A Cu itu tidak teratur, terkadang cepat
dan terkadang lambat, suatu tanda pikirannya kurang
tentram. Maka katanya dengan suara lembut, " A Cu, mungkin
kamu terlalu lelah, boleh jadi kamu masuk angin. Biarlah
kusuruh ibu tani disini buatkan semangku wedang jahe
untukmu."
Tapi belum lagi wedang jahe itu selesai dibuatkan,
mendadak A Cu menggigil sambil berseru, "O, aku sangat
dingin!"
Dengan penuh kasih sayang Siau Hong menanggalkan baju
luar sendiri untuk selimut si gadis.
"Toako, malam ini akan terkabul cita-citamu selama ini
dengan membunuh musuhmu, mestinya aku ingin menganimu
ke sana tapi rasanya aku tidak sanggup ikut kesana, sungguh
aku ingin selalu berada bersamamu, sedetikpun tidak ingin
berpisah denganmu, tentu engkau akan kesepian berada
sendirian," demikian kata A Cu dengan menyesal.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, kita hanya berpisah sebentar saja. tiada alangan
apa-apa," sahut Siau Hong. "A Cu sedemikian baik kamu
padaku, sungguh aku tidak tahu cara bagaimana membalas
budimu ini."
"Tidak hanya berpisah sebentar saja, tapi kurasakan akan
sangat lama, ya lama sekali." kata A Cu, "Toako, sesudah
kutinggalkan engkau, tentu kita akan kesepian dan sebatang
kara. Paling baik kalau sekarang juga kita berangkat keluar
Gan-bun-koan, tentang sakit hati terhadap Toan Cing-sun,
biarlah kita balas setahun lagi. Biarlah aku hidup
mendampingimu barang setahun dulu."
Perlahan Siau Hong membelai rambut A Cu, katanya.
"Secara kebetulan baru aku ketemukan dia di sini, jika lewat
setahun lagi tentu aku harus mencarinya ke Tayli, di sana
banyak sekali begundalnya, sedangkan Toakomu seorang diri
dan belum tentu dapat menangkan dia. Dalam hal ini bukanlah
aku tidak mau menurut keinginan mu, tapi sesungguhnya
banyak kesulitannya bagiku."
"Ya, memang tidak seharusnya kau minta engkau menunda
setahun lagi untuk membalas dendam, seorang engkau ke
Tayli tentu besar bahayanya,:" kata A Cu dengan perlahan.
Siau Hong terbahak sambil menenggak semangkuk, ia
sudah biasa mengenggak arak secar begitu, meski sekarang
mangkut itu tiada isinya, tapi ia berbuat seperti kebiasaannya
itu. Lalu katanya, "Jika aku sendirian sudah tentu takkan kuatir
apakah keluarga Toan di Tayli itu sarang harimau atau
kubangan naga, soal mati-hidup tentu takkupikirkan lagi. Tapi
kini aku sudah mempunyai seorang A Cu cilik, aku harus
mendampingimu selama hidup, untuk itu jiwa Siau Hong
menjadi besar artinya."
A Cu mendekap di pangkuan Siau Hong dengan penuh ras
terharu. Siau Hong juga merasakan bahagia yang tak
terkatakan. mempunyai istri seperti A Cu, apalagi yang
diharapkan dalam hidupnya ini? Sesaat itu terbayang olehnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suasana padang rumput utara sana, sebulan kemudian ia akan
menunggang kuda dan menggembala bersama A Cu,
selanjutnya tidak perlu kuatir lagi akan disatroni musuh, sejak
itu hidupnya akan bebas merdeka tanpa kekuatiran lagi.
Sesuatu hal yang masih membuatnya merasa tidak tentram
adalah belum dibalasnya budi pertolongan kesatria berbaju
hitam yang telah menyelamatkan jiwanya di Ci-hian-ceng
tempo hari itu...
Sementara itu hari sudah gelap, lambat laun A Cu terpulas
dalam pelukan Siau Hong. Perlahan Siau Hong rebahkan gadis
itu di atas dipan dalam kamar yang disediakan si petani, lalu ia
keluar dan duduk bersemadi di ruangan tengah.
Kira-kira satu dua jam kemudia, ketika ia keluar pondokan
itu, ia lihat bulan sabit hampir menghilang tertutup oleh awan
mendung yang tebal, tampaknya malam ini pasti akan hujan
lebat.
Segera ia menuju jembat batu itu kira-kira lima li jauhnya,
keadaan tambah gelap gulita, terkadang bunyi guntur diseling
berkelebatnya kilat menembuts awan mendung yang
memenuhi cakrawala hingga makin menambah seramnya
suasana.
Siau Hong mempercepat jalannya, tidak lama kemudian,
tibalah dia di jembata batu yang dijajnjikan itu. Ia coba
memperhatikan bintang-bintang di langi, ia lihat masih lama
daripada waktu yang ditentukan, paling-palling waktu itu baru
jam sebelas malam.
Diam-diam ia merasa geli sendiri mengapa begitu tak
sabaran hingga hadir di situ satu-dua jam lebih cepat. Dalam
keadaan sunyi senyap itu barulah ia teringat kepada A Cu,
"Alangkah baiknya jika saat ini A Cu berada disampingku."
Ia tahu ilmu silat Toan Cing-sun selsih terlalu jauh dengan
dirinya, pertarungan nanti boleh dikatakan tidak perlu kuatir,
sebab kemenangan sudah pasti berada di tangannya. Karena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
waktu yang dijajnjikan belum tiba, segera ia duduk di bawah
pohon di tepi jembatan untuk menghimpun tenaga.
Sekonyong-konyong angkasa dipecahkan oleh bunyi guntur
yang gemuruh sekali ketika ia membuka mata, ia lihat hujan
sudah hampir turun, waktu itu mungkin sudah tengah malam
sebagaimana yang dijanjikan.
Pada saat itulah terlihat dari jalan Siau keng .. sana
seorang sedang mendatang dengan langkah pelahan, orang
itu berjubah longgar dan pakai ikat pinggang yang kendur,
siapa lagi dia kalau bukan Toan Cing-sun.
Setiba di depan Siau Hong, segera Cing-sun membungkuk
tubuh kepada Siau Hong dan berkata, "Kiau pangcu
mengundang Caihe ke sini, entah ada petunjuk apa yang
hendak diberikan padaku?"
Dengan kepala melengos dan melirik hina, seketika api
amarah Siau Hong berkobar hebat sehutnya, "Toan-siansing,
maksudku mengundangmu ke sini, masakan sama sekali
engkau tidak tahu?"
Toan Cing-sun menghela napas, katanya "Apakah maksud
Kiau-pangcu tentang kejadian di Gan bun koan tempo dulu?
Waktu itu aku keliru dihasut olrang hingga tidak sengaja
membinasakan ayah bundamu, sungguh itu suatu kesalahan
maha besar."
"Dan mengapa engkau membunuh pula ayah ibu angkat
dan guruku ula?" tanya Siau Hong.
Cing-sun menggoyang kepala perlahan, sahutnya. "Yang
kuharapkan supaya dapat menutupi kesalahnku itu, siapa
duga makin ditutup makin terbuka sehingga akhirnya tak
tertolong lagi."
"Hm, jujur juga kau," jengek Siau Hong.
"Nah apakah kamu akan menghabiskan riwayatmu sendiri
atau perlu aku turun tangan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika Kiau pangcu tidak menolong jiwaku, mungkin saat ini
aku pun sudah almarhum," sahut Cing-sun. "Maka kalau
sekarang Kiau pangcu ingin mencabut nyawaku, silakan mulai
saja."
Saat itu kembali terdengar suara gemuruh bunyi guntur,
menyusul air hujan mulai menetes dengan derasnya. Hati Siau
Hong tegerak juga oleh jawaban yang terus terang dan gagah
berani itu.
Biasanya Siau Hong paling suka bersahabat dengan kaum
pahlawan dan ksatria, sejak dia bertemu dengan Toan Cingsun
lantas timbul rasa suka dan cocok dengan jiwa ksatrianya,
coba kalau permusuhan biasa saja tentu akan dianggap
selesai dan akan mengajaknya pergi minum arak. Tapi kini
soalnya menyangkut sakit hati orang tua, masakan boleh
disudahi begitu saja?
Segera sebelah tangannya terangkat, katanya, "Sebagai
anak murid orang, sakit hati ayah bunda dan guru tak bisa
tidak harus kubalas. Kamu telah membunuh ayah bundaku
dan aya ibu angkat serta guruku berlima, maka aku akan
menghantamu lima kali, sesudah terima lima kali seranganan
ku, apakah engkau mati atau masih hidup, biarlah segala
dendam kesumatku akan kuanggap selesai."
"Satu jiwa cuma diganti dengan sekali pukul, pembalasa ini
sungguh terlalu murah,: demikian sahut Cing-sun dengan
tersenyum getir.
Diam-diam Siau Hong membatin masakan kamu takkan
mampus kena hantaman Hang-liong-sip-pat ciangku ini. Maka
segera ia berkata. "Baiklah, terima pukulanku ini!"
Sekali tangan kiri berputar, segera telapak tangan kanan
menghantam ke depan.. Itulah jurus 'Hang liong yu hwe',
salah satu jurus Hang liong sip pat ciang yang maha lihai.
Saat itu kembali sinar kilat berkeleat, petir menggelegar
pula, pukulan dhsyat ditambah dengan bunyi geledek, keruan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pukulan Siau Hong sehebat gugugr gunung dahsyatnya.
"Bluk", badannya lemas lunglai semampir di lankan
jembatandan tak berkutik lagi.
Sekilas Siau Hong terkesiap juga mengapa musuh tidak
menagkis dan begitu tak becus pula, masakan tidak tahaun
oleh sekali hantam. Cepat ia melompat maju, ia pegang
tengkuk orang dan diangkat, tapi ia bertambah kaget.
Sementara itu bunyi guntur semakin menggelegar dan
hujan makin lebat namun Siau Hong seakan-akan tidak
merasakan semua itu, yang tepikir olehnya cuma, "mengapa
dia berubah begitu ringan?"
Padahal siang tadi waktu ia menolong Toan Cing-sun, ia
telah mengangkat pula badan pangeran Tayli itu dengan
cukup lama. Sebagai seorang tokoh persilatan perbedaan
bobot sedikit saja segera dapat diketahuinya.
Kini mendadak terasa bobot badan Toan Cing-sun susut
beberapa puluh kati beratnya, seketika timbul semacam rasa
takut yang sukar dilukiskan, seketika pula keringat dingin
mengucur diseluruh badannya.
Pada saat itulah kembali sinar kilat berkelebat lagi, ketika
Siau Hong pegang muka Toan Cing-sun ia merasa apa yang
terpegang itu lunak empuk sebagai tanah liat. Waktu
diremasnya kontan benda lunak itu mengelotok dari muka
"Toan Cing-sun" yang sebenarnya itu, tanpa terasa lagi ia
menjeri, "Ho? A Cu, A Cu Kiranya kau A Cu?"
Sesaat itu Siau Hong merasa lemas benar-benar, sedikitpun
tak punya tenaga hingga berlutut sambil merangkul kedua
kaki A Cu. Pukulan Hang liong yu hwe tadi telah menggunakan
segenap tenaganya, sekalipun ditangkis oleh jago kelas satu
juga tidak tahaun, apalagi sekarang cuma seorang A Cu yang
lemah itu, sudah tentu tulang gadis itu akan remuk dan
hancur isi perutnya, biarpun Sih-sin-ih berada di situ juga
sukar menolong jiwanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah tubuh A Cu yang semapai di lankan jembatan itu
lambat laut merosok ke bawah dan akhirnya jatuh bersandar
di badan Siau Hong. Ia masih dapat bersuara dengan lirih dan
lemah, "Toako, maafkan perbuatanku ini, apa engkau marah
padaku?"
"Tidak, tidak, aku tidak marah padamu, tapi akulah yang
bersalah! sahut Siau Hong terus memukuli kepala sendiri
berulang-ulang.
Tangan A Cu tampak bergerak sedikit, mungkin bermaksud
mencegah perbuatan Siau Hong yang menghajar diri sendiri
itu, tapi saking lemasnya gadis itu tidak kuat mengangkat
tangan sendiri lagi, katanya lirih, "Toako, berjanjilah padaku,
untuk selanjutnya engkau takkan menyiksa diri sendiri."
"Sebab apa kau? Sebab apa?" demikian Siau Hong
berteriak.
"Toako," sahut A Cu dengan sura lemah, "cobalah
membuka bajuku, periksalah pundak kiriku!"
Dalam perjalan selama ini. biarpun mereka selalu
berdampingan, tapi selalu Siau Hong berlaku sopan. Maka ia
agak terkesiap oleh permintaan A Cu yang menyuruh
membuka bajunya itu.
Tapi A Cu memohon lagi, "Sudah lama aku adalah milikmu,
tubuhku ini pun punya mu.. Asala engkau periksa pundak
kiriku, tentu engkau akan paham duduk perkaranya."
Dengan mengembang air mata, Siau Hong gunakan tangan
kiri untuk menahan punggung si gadis dan mengerahkan
hawa murni ke tubuh gadis itu, ia berharap dapat
menyelamatkan jiwanya berbareng itu tangan kana membuka
baju A Cu hingga menonjol keluar pundak kirinya, pada saat
itu kebetulan sinar kilat berkelebat di angkasa, sekilas Siau
Hong dapat melihat pundak si gadis yang putih bersih itu
tercacah satu huruf "Toan" warna merah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong terheran-heran dan berduka pula, ia tidak berani
terlalu lama melihat pundak si gadis, cepat ia rapatkan pula
bajunya dan perlahan memeluknya sambil bertanya, "Di
pundakmu terdapat satu huruf 'Toan', apakah artinya itu?"
"Ayah bundaku yang mencacahnya ketika mereka
memberikan diriku kepada orang lain, yaitu untuk tanda
pengenal bila kelak saling bertemu."
"Huruf 'Toan' ini...??" demikian Siau Hong belum lagi
paham.
"Hari ini kalia tentu melihat juga tanda pengenal yang sama
di pundak nona A Ci dan segera diketahui dia adalah putri
mereka, apakah engkau melihat tanda... tanda pengenal itu?"
tanya A Cu.
" Tidak, aku rikuh untuk melihatnya." sahut Siau Hong.
"Tanda pengenal yang tecacah di pundak A Ci itu adalah
sama seperti huruf 'Toan' dipundakku ini." kata A Cu.
Seketika Siau Hong pun paham duduknya perkara, serunya,
"Hah, jadi kamu... kamu juga putri mereka?"
"Semula akupun tidak tahu," sahut A Cu. "Sesudah melihat
huruf di pundak A Ci baru kutahu, Dia mempunyai sebuah
mainan kalung pula yang serupa seperti milikku, pada mainan
kalung itu juga tertulis " A Si genap sepuluh tahun, makin
besar makin tambah nakal'. Semula kukira A Si adalah
namaku, tak tahunya adalah nama Ibuku. Ibuku buka lain iala
Wi..Wi Sing-tiok yang tinggal di rumah bambu itu. Dan mainan
kalung ini adalah pemberian Gwakong (kakek luar) waktu ibu
masih kecil. Sesudah mempunyai anak kami taci-beradik. kami
masing-masing diberinya sebuah mainan kalung ini."
"A Cu sekarang kupaham duduk perkaranya." kata Siau
Hong. "Lukamu ini tidak ringan marilah kita berteduh dari
hujan dahulu, kemudian kita berdaya untuk menyembuhkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lukamu, tentang urusan urusanmu biarlah kita bicarakan
nanti."
"Tidak, tidak bisa! Aku harus ceritakan dengan jelas
padamu, jika tertunda sebenar lagi mungkin sudah terlambat.
: kata A Cu, "Toako engkau harus mendengarkan ceritaku ini
hingga selesai."
Siau Hong tidak tega menolak keinginan si gadis, terpaksa
menyahut, "Baiklah aku akan mendengarkan, tapi jangan
terlalu banyak membuang tenagamu."
A Cu tersenyum, katanya, "Toako sangat baik, segala apa
selalu pikirkan diriku, sedemikian engkau memanjakan aku,
mana boleh jadi?"
"Selanjutnya aku akan lebih memanjakan dikau ya seratus
kali bahkan seribu kali lebih memanjakanmu,: sahut Siau
Hong.
"Sudahlah cukup, aku tidak suka engkau terlalu baik
padaku, sebab kalau aku sudah nakal, maka tiada seorangpun
lagi yang dapat mengatasi aku. " kata A Cu. " Toako, tadi
aku... aku sembunyi dibelakang rumah bambu merah untuk
mendengarkan percakapan ayah-ibu dan A Ci. Baru kutahu
bahwa ayahku ternyata mempunyai istri lain, dia dan ibuku
bukan suami istri yang resmi, sesudah kami taci beradik
dilahirkan, kemudian ayah mau pulang ke Tayli tapi ibu tidak
mengizinkan hingga kedua orang tuaku bertengkar, bahkan
ibu telah menghajar dia namun ayah sama sekali tidak
membalas. Kemudian ya tiada jalan lain, terpaksa mereka
berpisah."
"Padahal Gwakong sangat keras wataknya bila beliau tahu
perbuatan ibu, pasti ibu akan dibunuhnya. Maka ibu tidak
berani membawa kami pulang ke ruma, terpaksa kami
diberikan kepada orang lain dengan harapan kelak dapat
bertemu pula, maka di pundak kami taci beradik masingmasing
dicacah sebuah huruf 'Toan' Orang yang memelihar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diriku itu cuma tahu ibu she Wi pula mainan kalung yang
kupakai ini ada nama ' A SI', maka aku disangkanya bernama
Wi Si, padahal aku sebenarnya she Toan..."
"Kamu benar-benar anak yang harus dikasihani.: kata Siau
Hong dengan penuh kasih sayang.
"Ketika aku diberikan kepada orang lain, waktu itu usiaku
cuma setahun lebih, dengan sendirinya aku tidak kenal ayah,
bahkan wajah ibu juga tidak kenal lagi." demikian A Cu
melanjutkan. "Toako, nasibmu serupa diriku. Malam itu ketika
aku mendengar orang bercerita tentang asal-usulmu di hutan
sana, sungguh aku ikut berduka sebab kurasakan kita berdua
sama-sama anak yang bernasib malang."
Saat itu kilat berkelebat dan guntur mengelegar pula,
mendadak sebatang pohon di tepi sungai sana tersambar petir
hingga roboh. Tapi Siau Hong dan A Cu tidak menghiraukan
lagi keadaan di sekitar mereka, biarpun langin akan ambruk
juga tak terpikir lagi.
Maka A Cu berkata pula, " Kini diketahui bahwa orang yang
membunuh ayah-ibumu itu adalah ayahku sendiri. Ah
mengapa kita mesti ditakdirkan mepunyai nasib begini?
Malahan... malahan orang yang dapat memancing pengakuan
Be-hujin tentang ayahku itu tak lain tak bukan adalah diriku
sendiri. Coba kalau aku tidak menyaru sebagai Pek Si-kia
untuk menipunya takakan dia menyebut nama ayahku"
Dengan lesu Siau Hong menunduk, hati serasa benang
kusut, akhirnya ia tanya, "Apakah kamu yakin ToanCing-sun
adalah ayahmu? Tidak salah lagi?"
"Tidak salah," sahut A Cu tegas. "Kudengar sendiri ayah-ibu
menangis sedih sambil memeluk A Ci dan menguraikan kisah
waktu kami berdua diberikan kepada orang lain dahulu. Auahibu
menyatakan bahwa apapun juga aku akan ditemukannya
kembali. Sudah tentu mereka tidak menduga bahwa putri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kandung yang hendak mereka cari saat itu justru sedang
mengintip di luar jendela.
"Toako tadi aku pura-pura bilang sakit, sebenarnya aku
lantas menyamar sebagai dirimu untuk menemui ayahku,
kukatakan padanya bahwa pertemuan di jembatan malam ini
dibatalkan, segala permusuhan kuhapus seluruhnya. Habis itu
aku menyaru pula sebagai ayah untuk menemuimu di
jembatan ini agar di ... agar di..."
Bertutur sampai di sini denyut nadinya sudah teramat
lemah.
Lekas Siau Hong kerahkan tenaga murni lebih kuat agar A
Cu tidak sampai putus napasnya, lalu katanya dengan air mata
berlinang-linang, "Mengapa kamu tidak mengatakannya
padaku? Bila kutahu dia adalah ayahmu...?
Ia tidak sanggup meneruskan lagi, sebab ia pun tidak tahu
bila sebelumnya mengetahui Toan Cing sun adalah ayah
kekasihnya lantas bagaimana ia akan bertindak?
Maka A Cu berkata pula, "Sesudah kupikir hingga lama,
tetap aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Toako, selalu
kuharapkan dapat hidup didampingmu selamanya, tapi apakah
harapan itu dapat terkabul? Apakah aku dapat memohon agar
engkau jangan menuntut balas kepada musuh yang telah
membunuh kelima orang tuamu yang kau cintai itu? Dan
umpama aku memohon, apakah sekiranya engkau dapat
meluluskan!"
Suara A Cu itu sangat lemah dan lirih, diangkas guntur
masih terus menggelegar, tapi bagi pendengaran Siau Hong
suara A Cu itu jauh lebih mengguncangkan sukma dari pada
suara gemuruh guntur itu.
Sambil menjambak rambut sendiri Siau Hong berkata, "Tapi
kaudapat minta ayahmu melarikan diri saja. Atau karena
ayahmu adalah seorang sejati dan tidak mungkin ingkar janji,
kamu dapat menyamar sebagai diriku untuk mengadakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perjanjian baru dengan ayahmu, boleh berjanji pada suatu
hari lain utnuk bertemu di suatu tempat yang jauh di sana. Ya,
mengapa... mengapa kamu tidak berbuat demikian, tapi malah
mengorbankan dirimu sendiri?"
"Aku ingin menunjukkan padamu bahwa seorang secara
tidak sengaja membunuh orang lain dapat terjadi bukan
disebabkan maksud sesungguhnya," kata A Cu. "Seperti
dirimu, sudah tentu engkau tidak ingin membunuh diriku, tapi
engkau telah hantam sekali padaku. Sebaliknya ayahku
membunuh ayah-bundamu itu pun suatu kesalahan yang tidak
disengaja."
Dengan mesra Siau Hong memandangi mata si gadis yang
berkedip kedip bagai bintang di langit, sorot mata A Cu itu
penuh kasih sayang yang tak terbatas.
Hati Siau Hong tegerak, tiba tiba terasa olehnya cinta A Cu
padanya yang tak terbatas itu sesungguhnya diluar segala apa
yang pernah dibayangkannya. Cepat katanya dengan suara
gemetar, " A Cu, tentunya kamu masih mempunyai alasan
lain, tidak cuma ingin menyelamatkan ayahmu juga tidak
cuma ingin menunjukkan padaku tentang kesalahan yang tak
disengaja itu, tapi kamu berbuat demi diriku, demi
kebaikanku!"
Segera Siau Hong pondong A Cu dan berbangkit, air hujan
membasahi kepala dan mukanya..
Muka A Cu menampilkan senyum puas, rupanya karena
akhirnya Siau Hong dapat memahami perasaannya, maka ia
merasa senang. Ia tahu jiwa sendiri sudah hampir tamat,
walaupun ia tidak mengharapkan sang kekasih tahu
maksudnya yang tersembunyi dalam lubuk hatinya itu, tapi
akhirnya sang kekasih tahu sendiri.
"Ya A Cu, engkau berbuat demi aku, bukan? Jawablah,
betul tidak?' desak Siau Hong.
"Ya benar," sahut A Cu dengan lirih.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebab apa? sebab apa?" deru Siau Hong keras, Keluarga
Toan dari Tayli memeliki Lak-meh-sin-kiam yang maha sakti,
bila engkau membunuh Tin lam ong mereka, masakan mereka
mau sudahi urusan ini? Toako..."
Seketia Siau Hong sadar, tanpa terasa air mata bercucuran
bagai hujan.
Lalu A Cu melanjutkan, "Toako, ingin kumohon sesuatu
padamu, dapatkah engkau memenuhinya?"
"Jangankan cuma satu, biarpun seratus, seribu
permintaanmu juga akan kupenuhi," sahut Siau Hong.
"Aku hanya mempunyai seorang adik perempuan dari ayah
dan ibu yang sama, " ucap A Cu. "Tapi sejak kecil kami
berpisah, maka ingin komohon padamu agar suka menjaga
dia, kuatir dia akan tersesat."
"Nanti kalau engkau sudah sembuh kita akan mencari dia
agar dapat kumpul bersamamu," sahut Siau Hong dengan
senyum paksa. "Wataknya yang aneh dan cerdik itu mungkin
masih kalah daripadamu, maka engkau boleh mengajarnya
nanti."
(Apakah A Cu benar akan meninggal akibat pukulan Siau
Hong yang tidak sengaja itu?
Mengapa A Cu mengambil jalan nekat begitu dan siapakah
sesungguhnya A Ci dan Wi Sing tiok?)
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 37
"Nanti kalau aku sudah .. sudah baik, Toako, kita akan
pergi keluar Gan-bun-koan untuk menggembala domba, tai
apakah … apakah adik perempuanku itu pun mau ikut?” tanya
A Cu dengan suara lemah. "Sudah tentu dia akan ikut, kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cici dan Cihu mengajaknya, masakah dia tidak mau?” sahut
Siau Hong.
Pada saat itu tiba-tiba mendeburnya air, tahu-tahu dari
dalam sungai di kolong jembatan batu itu menongol keluar
seorang terus berseru, "Huh tidak malu? Cici dan Cihu apa
segala? Aku justru tidak mau ikut!” Orang itu bertubuh kecil
mungil, berpakaian ringkas peranti renang, siapa lagi kalau
bukan A Ci? Setelah salah menghantam A Cu, maka seluruh
perhatian Siau Hong terpusat atas keselamatan kekasih itu
hingga apa yang terjadi disekitarnya sama sekali tak
diperhatikannya. Padahal dengan kepandaiannya yang tinggi
itu sebenarnya dengan mudah akan dapat diketahuinya jika
ada orang bersembunyi di bawah jembatan, Maka ia rada
kaget demi nampak munculnya A CI, segera ia berseru,
"He, A Ci, lekas kemari untuk melilhat tacimu!” Mulut A Ci
yang mu;ngil itu mencebir, katanya, "Aku sembunyi di bawah
jembatan, sebenarnya ingin kulihat perkelahianmu dengan
ayahku, siapa tahu yang kena hantam adalah Ciciku. Sejak
tadi kalian terus kasak kusuk tidak habis-habis dengan
berbagai kata cinta, sungguh aku tidak suka mendengarkan.
Dalam cumbu rayu kalian mengapa diriku ikut disinggusinggung?”
Sambil berkata iapun mendekati mereka. Segera A
Cu berkata. "Adikku yang baik, selanjutnya Siau toako akan
menjaga dirimu dan kamu … kamu juga mesti menjaga dia…”
Tiba-tiba A Ci mengikik tawa, katanya, "Hihihi, lelaki kasar
lagi jelek seperti dia, mana aku harus dia?” Ketika Siau Hong
bermaksud membawa A Cu ke suatu tempat untuk berteduh,
sekonyong konyong ia merasa badan gadis itu mengigil lalu
kepa terjulai lemas ke bawah kemudian tak bergerak lagi.
Keruan Siau Hong terkejut, ia berteriak teriak A Cu! A Cu!”
Tapi biarpun ia berteriak seratus kali atau seribu kali juga A Cu
tak dapat menjawab dan hidup kembali. Melihat A Cu telah
meninggal, A Ci juga terkejut, ia tidak nakal lagi seperti tadi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi berkata dengan gusar, "Engkau menghantam mati
Taciku…engkau membunuh Taciku?”
"Ya, memang betul aku yang membunuh encimu. Maka
kamu harus membalas dendam, lekas, lekas bunuh aku!” seru
Siau Hong. Ia turunkan tangannya yang mengendong A Cu
dan membusungkan dada, lalu sambungnya pula, "Nah, lekas
kaubunuh aku!” I benar-benar berharap A Ci mencabut belati
dan menikam dadanya, dengan demikian segala apa akan
selesailah untuk membebaskan dirinya dari s iksaan batin yang
tiada habis-habis itu. Tapi demi nampak muka Siau Hong yang
berkerut-kerut menyeramkan itu, A Ci menjadi sangat
ketakutan malah ia mundur beberapa tindak sambil berseru,
"Jangan…jangan kau bunuh diriku!” Siau Hong melangkah
maju, ia jambret baju dada sendiri,'bret', tertampaklah
dadanya yang lebar, katanya, "Nah, lekaslah bunuh aku! Kamu
punya jarum berbisa, punya pisau beracun, lekas tikam mati
aku!”
Di bawah sinar kilat sekilas A Ci melihat gambar kepala
serigala yang tercacah di dada Siau Hong sedang pentang
mulut dengan kedua taringnya yang buas, ia tambah takut,
mendadak ia menjerit terus putar tubuh dan lari pergi. Siau
Hong termangu-mangu di atas jembatan batu itu, dukanya tak
terkatakan, sesalnya tak terhingga. Mendadak ia menghantam
dengan tangannya, 'prak', segumpal batu lankan jembatan
pecah dan tercebur ke sungai.
Siau Hong merasa hatinya juga seakan-akan melompat
keluar dari rongga dadanya dan ikut kecemplung ke sungai. Ia
ingin menagis, menagis sekeras-kerasnya, tapi tak dapat
menangis. Ketika sinar kilat berkelebat lagi, sekilas dilihatnya
air muka A Cu yang penuh kasih sayang penuh perhatian atas
dirinya itu masih terbayang di ujung mulut dan alis gadis itu.
"A Cu!” teriak Siau Hong, mendadak ia pondong badan
kekasih itu dan dibawa lari menuju hutan-belukar yangsunyi.
Guntur masih menggelegar di angkas, hujan mencurah bagai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di tuang, Siau Hong terus berlari-lari, sebentar mendaki bukit,
sebentar turun ke lembah, ia tidak tahu lagi dirinya berada
dimana, pikirannya kacau seakan-akan orang linglung.
Perlahan gemuruh guntur mulai berhenti, tapi hujan masih
belum reda.
Ufuk timur mulai remang-remang fajar telah menyingsing.
Sudah beberapa jam Siau Hong berlari kian kemari seperti
orang gila sedikitpun ia tidak merasa letih, ia hanya ingin
menyksa diri sendiri, ia ingin lekas mati saja untuk mengiringi
A Cu selama-lamanya. Di sawah sudah ada petani yang
bermantel ijuk memanggul cangkul dan bar keluar dari rumah,
Ketika melihatkelakukan Siau Hong itu, semuanya terheranheran.
Begitulah tanpa tujuan Siau Hong terus berlari kian kemari
dan akhirnya tanpa terasa kembali lagi d atas jembatan batu
tadi ia berguman sendiri, : Aku akan mencari Toan Cingpsun,
akan kuminta dia membunuh diriku saja untuk membalas sakit
hati putrinya.” … Segera ia melangkah lebar menuju ke Sian
keng oh. Tidak lama kemudian, sampailah dia ditepi danau itu.
Segera ia berteriak-teriak "Toan Cing-sun, aku telah
membunuh putrimu, ini aku berada di sini, lekas kau bunuh
aku, sekali kali aku takkan balas menyerang. Lekas kemari,
lekaslah!”
Sambil memondong A Cu yang sudah tak bernyawa itu,
Siau Hong berdiri tegak di depan hutan bambu itu. Ia
menunggu hingga lama, tapi di tengah hutan bambu itu tetap
sunyi senyap dan tida ada seorangpun yang muncul. Segera
Siau Hong menyusur hutan dan mendekati rumah bambu,
sekali depak ia bikin daun pintu terpentang, lalu melangkah
masuk sambil berseru, "Toan Cing-sun, marilah bunuh diriku
saja” Tapi ia lihat rumah itu sudah kosong. Tiada seorangpun
penghuninya.
Ia coba periksa kamar samping dan ruang belakang bukan
saja Toan Cing-sun dan kawan kawannya itu sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghilang bahkan pemilik rumah bambu itu Wi Sing tiok,
juga tidak kelihatan lagi. Namun segala alat perabot di dalam
rumah masih tetap di tempatnya, agaknya penghuninya baru
saja pergi dengan tergesa-gesa hingga tidak sempat
membawa apapun. Pikir Siau Hong, "Ya, tentu A Ci telah
memberi kabar kepada mereka karena menyangka aku akan
membunuh ayahnya untuk membalas dendam. Andaikan Toan
Cing-sun tidak mau melarikan diri, namun wanita she Wi dan
bawahannya yang setia itu tentu juga akan memaksanya agar
mnyelamatkan diri. Hehehe aku toh tidak akan membunuhmu,
tapi kudatang ke sini untuk minta kaubunuh diriku.”
Segera ia berteriak-teriak pula memanggil Toan Cing-sun,
suaranya keras berkumandang jauh namun tetap tiada suara
sahutan seorang pun. Di tepi Siau keng oh, di engah hutan
bambu itu sunyi senyap tiada seorangpun. Tapi bagi Saiu
Hong rasanya dunia ini seperti tinggal dia seorang yang hidup.
Sejak A Cu menghembuskan napas penghabis, selama itu juga
ia terus pondong tubuh kekasih itu. entah sudah berapa kai ia
kerahkan tenaga murni ke dalam tubuh A Cu dengan harapan
seperti tempo hari waktu gadis itu dihantam oleh ketua Siau
lim si dan akhirnya dapat disembuhkan kembali.
Tapi tempo hari Siau Hong yang langsung kena pukulan
jago Siau lim si itu, Acu hanya keseremper saja oleh serangan
itu. Sedangkan pukulan "Hang ling yu hwe” yang dilontarkan
Siau Hong sekarang dengan tepat menghantam dada si gadis,
tentu saja jiwanya melayang. Dengan termangu-mangu Siau
Hong duduk di ruangan depan rumah bambu itu sambil
memondong A Cu. Dari pagi sampai siang dan dari siang
sampai petang, tetap ia duduk di situ.
Sementara itu hujan sudah berhenti, hari sudah terang,
sinar surya waktu senja menyorot di atas tubuhnya dan
jenazah A Cu yang masih berada dalam pangkuannya itu. Biar
bagaimana dan dalam keadaan apapun juga Siau Hong tidak
pernah lesu dan putus asa tapi kini karena ia sendiri telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbuat sesuatu kesalahan besar yang tidak mungkin ditarik
kembali lagi, ia merasakan kekosongan orang hidup. Ia
merasa tiada artinya lagi hidup lebih lama di dunia ini. Ia pikir,
"A Cu telah berkorban bagi ayahnya, akupun tak dapat
menuntut balas lagi kepada Toan Cing-sun. Sedangkan
perkembangan Kai-pang dan cita-citaku yang muluk-muluk
pada waktu muda, semuanya itu tiada harganya lagi untuk
kupikirkan.”
Segera ia menuju ke pekarangan belakang ia lihat di pojok
sana ada sebuat cangkul bunga. Pikirnya, "Biarlah aku
mendampingi A Cu disini untuk selama-lamanya.” Sambil
sebelah tangan merangkul A Cu,dengan tangan kanan ia
jinjing cangkul itu dan menuju ke tengah hutan bambu sana,
ia menggali sebulah liang, lalu menggali liang yang lain lagi.
Kedua liang itu berjajar. Pikirnya pula, "Jika sebentar ayahbundanya
pulang, karena tidak tahu apa yang terjadi bukan
mustahil mereka akan menggali kuburan-kuburan ini untuk
diperiksa maka aku harus mendirikan batu nisan di atas
kuburan-kuburan ini.” Ia lantas memotong sebatang bambu
persegi itu, ia belah mejadi dua, lalu ke dapur dan meratakan
bambu itu dengan pisau sayur.
Kemudian ia mendatangi kamar sebelah lain , di atas meja
di dalam kamar itu lengkap tesedia kertas dan alat tulis. Di
dekat dinding ada sebuh rak buku, mungkin inilah kamar baca
Wi Sing tiok. Setelah menggosok tinta, lalu ia angkat pensil
dan menulis di atas salah satu belahan bambu tadi, "Kuburan
Siau Hong, suami yang kasar dari Cida.”
Ketika ia siapkan belahan bambu yang lain dan ingin
menulis lagi, diam-diam ia mejadi ragu, pikirnya, "Cara
bagaimana harus kutulis nisan ini? Apakah kutulis, 'Kuburan
nyonya Toan dari keluarga Siau? Tapi meski dia sudah
mengikat janji denganku, kamikan belum menikah, sampai
meninggal ia tetap seorang nona yang suci murni, kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kusebut dia segagai nyonya apakah hal itu takkan menodai
kesuciannya?”
Seketika ia menjadi bingung apa yang harus ditulisnya,
ketika ia mendongak untuk berpikir, dimana mata menandang,
tiba-tiba dilihatnya di dinding bambu sana tergantu sehelai
tirai sutera yang bertuliskan beberapa baris sajak. Waktu ia
membacanya, kiranya itu adalah sajak percintaan. Meski Siau
Hong terbatas sekolahnya, bahkan beberapa huruf dalam
sajak itu tak dikenalnya tapi dapat juga ia menangkap artinya,
ia tahu itu adalah sajak percintaan yang memuji sanjung sang
kekasih.
Bagian depan sajak itu mengenangkan masa cumbu rayu
mereka yang mesra, dan bagian lain mengisahkan rasa berat
ketika harus beapisah. Akhirnya sajak itutertulis
"Dipersembahkan kepada kekasih nan tercinta, dari Tayli
Toan-ji sesudauh mabuk”. "Hm, Tail Toaj-ji (Si Toan kedua
dari Tayli) Siapa lagi dia kalau bukan Toan Cing-sun yang
sengaja menuliskan sajak ini untuk kekasihnya, Wi Sing tiok,
ini mengenai kisah roman ayah-bunda A Cu, mengapa secara
blak-blakan sajak ini digantung di ruangan ini tanpa malu? Ah,
tahulah aku, tentu disebabkan hutan bambu ini jarang
didatangi orang, biasanya cuma ibu A Cu yang tinggal
sendirian di sini. Tapi bisa jadi karena Toan Cing sun
berkunjung pula ke tempat lama ini lalu hiasan sajak ini
dikeluarkan lagi. Kalau melihat bekas tulisannya terang ditulis
pada belasan tahun yang lampau.”
Dasar sifat Siau Hong memang cermat, biarpun bertekad
akan mati bersama A Cu, tapi demi melihat sesuatu keganjila,
betapapun ia menaruh perhatian. Segera ia pikir pula cara
bagaimana harus menulis nisan kuburan A Cu? Krena tiada
menemuka sesuatu sebutan yang cocok, akhirnya ia tulis saja
secara singkat, "Kuburan si A Cu”. Selesai menulis, ia
bebangkit hendak menanam nisan bambu itu di depan liang
kubur a Cu, setelah mengubur A Cu, lalu ia akan bunuh diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia pondong tubuh a Cu, tanpa sengaja ia berpaling dan
memandang sekejap pula tabir bersajak yang tergantung di
dinding itu.
Tapi mendadak ia melonjak dan besru, "Hai, salah, salah!
Dalam urusan ini ada sesuatu yang tidak betul!” Ia
mendekatitabir itu lagi, ia lihat gaya tulisan sajak itu sangat
indah penuh wibawa.Tiba-tiba benaknya seakan-akan
mendengar suara bisikan, "Surat itu!surat yang ditulis Toako
pemimpin dan ditujukan kepada Ong-pangcu itu, tulisan dalam
surat itu tidak sama gayanya dengan tulisan sanjak ini. Ya,
sama sekali berbeda.” Meski Siau Hong tidak banyak
bersekolah, ia sebenarnya tidak pandai membedakan gaya
tulisan yang baik dan jelek, tpai tulisan sajak ini sangat lancar
dan indah, sebaliknya tulisan surat "Toako pemimpin” itu kaku
dan jelek, sekali baca segera diketahu berasal dari tulisan
tanganj ago silat kangouw, perbedaan kedua gaya tulisan ini
sungguh terlalu jauh, biarpun siap juga dapat
membedakannya dengan mudah.
Begitulah mata Siau Hong terbelak lebar menatap tulisan di
atas tabir itu seakan-akan ingin mencari sesuatu rahasia dan
muslihat yang tersembunyi di balik tulisan itu. Benar Siau
Hong terus berputar, yang terbayang saat itu adalah surat
yang dilihatnya malam itu ditengah hutan di luar kota Bu-sik
yaitu surat berasal dari Toako Pemimpin yang ditujukan
kepada Ong-pangcu. Waktu itu Ti-kong Tam mendadak
menyobek bagian yang ada tanda tangan si pengirim surat
dan ditelan ke dalam perut hingga Siau Hong tidak tahu lagi
siapa gerangan penulis surat itu. Tapi gaya tulisan surat itu
sudah tercetak benar dalam benaknya dan teringat jelas
olehnya, biarpun dunia kiamat juga takkan terlupakan ia yakin
penulis surat itu dan "Tayli Toan-ji” yang menulis sajak itu
pasti bukan terdiri dari orang yang sama, tapi apakah mungkin
surat itu ditulis oleh orang lain atau suruhan "Toako
pemimpin”?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berpikir sejenak segera Siau Hong menarik
kesimpulan hal itu pun tidak bisa jadi. Kalau Toan Cing-sun
mampu menulis sajak sebagus ini, hal ini menandakan dia
adalah seorang yang sudah biasa menulis surat, biasa
mengarang, dan kalau mesti meulis surat kepada Ong pangcu
untuk merundingkan urusan penting, masakan mungkin malah
menyuruh orang lain menuliskannya.
Begitulah makin dipikir makir sangsi, beulang- ulang Siau
Hong bertanya jawab sendiri di dalam batin. "Jangan-jangan
Taoko pemimpin itu bukan Toan Cing-sun. Jangan-jangan
tabir bersajak ini bukan ditulis oleh Toan Cing-sun. Tapi, tidak
bisa selain Toan Cing-sun, dari mana ada Tayli Toan-ji lagi.
Masakan apa yang dikatakan Be hujin ia boHong. Itu pun tidak
bisa. Dia tidak pernah kenal Toan Cing sun yang satu tinggal
di utara yang lain jauh di Selatan, ada permusuhan apa hingga
dia perlu mengarang hal-hal yang tidak benar untuk menipu
aku, dibalik ini yang pasti ada suatu tipu muslihat keji. Aku
membinasakan A Cu karena kesalahan yang tidak disengaja,
sebaliknya pengorbanan A Cu demi kebaikanku dan demi
keselamatan ayahnya tapi sekarang ternyata bukan begitu
halnya, matinya yang tak berdosa itu kini bertambah
penasaran lagi. Ya, mengapa sebelumnya aku tidak melihat
tabir bersajak ini lebih dulu?” Begitulah ia termangu-mangu di
situ dengan penuh rasa duka dan sesal. Sementara itu
matahari senja sudah menghilang di ufuk barat.
Tiba-tiba terdengar di tepi Siau-kong-oh sana ada suara
tindakan dua orang sedang menuju hutan bambu ini. Jarak
kedua orang itu masih jauh, tapi pendengaran Siau Hong
sangat tajam, sedikit suara saja sudah diketahuinya. Ketika ia
dengarkan lebih cermat, segera dapat diketahui pula
pendatang itu adalah wanita semua.. Pikirnya, "Tentu A Ci dan
ibunya telah pulang. Ya, biar kutanya nyonya Toan apakah
tabir bersajak ini tulisan Toan Cing-sun atau bukan? dan bila
dia dendam lantaran aku telah membunuh A Cu, pasti dia juga
akan membunuh.. membunuh aku…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya ia bertekad tak mau membeli serangan, ia
ingin mati bersama A Cu. Tapi ia berubah pikirannya,”Jika
benar A Cu mati penasaran dan pembunuh ayah-bundaku itu
sebenarnya adalah orang lain dan bukan Toan Cing-sun maka
utang darah Tai-0k jin itumenjadi bertambah pula atas
kematian A Cu, istriku yangtercinta. Kalau aku tidak membalas
dendam, bagaimana aku akan bertemu dengan ayah-ibu,
suhu, dengan kedua orang tua angkat dan A Cu di alam
baka?” Dalam pada itu kedua wanita itu sudah makin dekat
dan sudah masuk ke dalam hutan bambu itu.
Selang sebentar pula, suara percakapan kedua wanita
itupun dapat terdengar. Seorang diantaranya lagi berkata.
"Awas, ilmu silat perempuan hina ini tidak rendah, bahkan
banyak tipu akalnya.” Lalu suara wanita lain yang lebih muda
menjawab, "Dia hanya sendirian, kita ibu dan anak pasti dapat
membereskan dia.” "Sudahlah, jangan bicara lagi. Begitu kita
terjang maju, segera kita turun tangan tanpa kenal ampun,
tidak perlu ragu-ragu,” demikian kata wanita pertama yang
lebih tua. Yang muda berkata pula, "Dan bila ayah tahu…”
"Hm, masih kau pikirkan ayahmu?” jengek ibunya.
Habis itu lantas tiada suara percakapan lagi, hanya
terdengar mereka mendekati rumah bambu itu dengan
berjinjit jinjit, yang satu menuju ke pintu depan dan yang lain
berputar ke belakang rumah, nyata mereka bermaksud
menyergap dari muka dan belakang. Siau Hong agar heran,
pikirnya, "Dari suara mereka ini terang bukan A Ci dan Wi Sing
tiok, tapi mrekapun terdiri dari ibu dan anak serta bermaksud
membunuh seorang wanita yang sendirian. Ah, benar
kemungkinan Wi Sing-tiok yang mereka incar dan agaknya
ayah si gadis tidak menyetujui perbuatan mereka ini.” Tapi ia
tidak ambil pusing kepada urusan lain, ia tetap duduk dan
termangu di tempatnya.
Selang sejenak, terdengar suara pintu berkeriut didorong
orang, lalu masuklah seorang. Sama sekali Siau Hong tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berpaling atau menoleh tapi dapat dilihatnya sepasang kaki
yang kecil dan bersepatu hitam berjalan samapi di depannya,
jaraknya kira-kira dua meter, lalu berhenti di situ. Menyusul
daun jendela pun didorong orang hingga terpentang, lalu
melompat masuk seorang lagi lalu berdiri disamping Siau
Hong. Dari suara dan gerak lompatan orang dapat diketahui
oleh Siau Hong bahwa ilmu silat pendadang itu tidak seberapa
tinggi.
Karena hatinya sedang risau dan putus asa, maka Siau
Hong diam saja, tetap menunduk sambil memeras otak,
"sebenarnya 'Toako pemimpin' yang dimaksudkan itu Toan
Cing-sun atau bukan? Ada sesuatu yang aneh pada ucapan Tikong
Taisu tempo hari itu. Adakah sesuatu tipu muslihat Citianglo?
Apa yang dikatakan Be-hujin adalah sesuatu yang
mencurigakan?” Begitulah perasaannya bergolak, pikirannya
kacau. Tiba-tiba terdengar wanita muda tadi sedang menegur
padanya, "Hei, siapakah kau? Di mana perempuan hina-dina
she Wi itu?” Suaranya dingin mengejek, nadanya juga kasar.
Tapi Siau Hong tidak menggubrisknya, ia asyik memikirkan
urusannya sendiri.
"Apakah tuan ada hubungan apa-apa dengan perempuan
hina Wi Sing tiok itu? Siapakah perempuan yang meninggal
ini? Lekas katakan!” demikian wanita yang tua juga bertanya.
Namun Siau Hong tetap tak gubris mereka. Rupanya wanita
yang muda menjadi gusar, segera ia mendamprat, ” Hei,
apakah kamu tuli atau bisu? Mengapa tidak menyahut sepatah
pun pertanyaan kami?” Tetap Siau Hong tidak perduli mreka,
mirip patung saja ia duduk di tempatnya.
Rupanya si wanita muda menjadi taksabar, sekali pedang
bergerak hingga mengeluarkan suara mendengung, segera
ujung pedang menusuk ke depan jaraknya tinggal beberap
senti di pelipis Siau Hong asal dia mendorong maju sedikit lagi
tentu jiwa Siau Hong terancam. "Coba kalau kamu masih
berlagak dungu, biar segera kau tahu rasa!” demikian wanita
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
muda itu membatin. Tak terduga Siau Hong sama sekali tak
menghiraukan ancaman bahaya lagi, dia tetap asyik
merenungkan berbagai tanda tanya dalam benaknya yang
belum terjawab itu.
Mendadak pedang wanita muda itu menusuk miring ke
depan hingga menyambar lewat samping leher Siau Hong,
tujuannya hanya ingin tanya kemana perginya Wi Sing-tiok,
maka tiada niat hendak melukai orang, sebab itulah ia cuma
menggertak saja dengan miringkan pedang dan menusuk ke
samping leher. Namun Siah Hong dapat mendengar jelas arah
mana yang henda dituju senjata orang, maka sama sekali ia
tidak menghidar, tetap diam seperti tidak tahu apa-apa.
Karuan kedua wanita itu saling pandang dengan heran.
kata yang muda, ” Mak, jangan-jangan orang ini ling lung?”
"Besar kemungkinan ia cu ma pura-pura dingin saja,” ujar
yang tua.” Di rumah perempuan hina ini mana ada manusia
baik-baik? Biar kubacok dia sekali, nanti kita paksa dia
mengaku.” Dan baru habis omong, segera golok ditangan kiri
membacok pundak Siau Hong. Sudah tentu Siau Hong tidak
gampang diserang. Ketika senjata orang tinggal belasan senti
dari pundaknya, mendadak tangan kanan membalik ke atas,
sekali bergerak, tepat punggung bolong orang kena di jepit
oleh dua jarinya, seketika golok wanita itu seperti terkatungkatung
di udara dan tak bisa bergerak lagi.
Ketika Siau Hong kerahkan tenaga jari dan mendorong ke
depan, gagang golok itu tepat menumbuk hiat-to penting di
pinggang wanita itu, kontan dia tak bisa berkutik. Waktu Siau
Hong menyandal sekuatnya "pletak”, golok itu patah menjadi
dua, lalu dilemparkannya ke lantai, dari mula sampai akhir
sama sekali ia tidak mengangkat kepala untuk memandang
wanita itu. Keruan wanita yang muda sangat kaget ketika
melihat sekali gebrak saja ibunya sudah dibikin tak berkutik,
cepat ia melompat mundur, berbareng terdengar suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendesis, tujuh panah kecil sekaligus berhamburan ke arah
Siau Hong.
Tapi dengan menjemput kembali golok patah tadi, semua
panah kecil itu disampuk jatuh, menyusul tangan Siau Hong
bergerak sedikit, golok patah itu menyambar ke depan dengan
garda di muka, 'bluk', tepat pingga wanita muda itu kena
tertimpuk. Wanita muda itu menjerit sekali lalau ia pun tak
bisa berkutik lagi. "Apa kamu terluka?” tanya wanita yang tua
dengan kuatir. "Tidak, hanya pinggangku kesakitan, aku
tertutuk bagian "king-bun-hiat' sahut yang muda. "Dan aku
tertutuk bagian 'tiong-hu-hiat' kata yang tua. "Wah, ilmu silat
orang ini sangat…sangat lihai.” "Mak, sebenarnya siapakah
orang ini? Mengapa tanpa berdiri dan kita lantas dibuat tak
berkutik olehnya, kukira dia pakai ilmu sihir ujar yang muda.
Rupanya mereka tak bisa berkutik, maki wanita yang tua
tak berani garang pula, dengan nada memohon ia berkata
kepada Siau Hong, "Selamanya kami tiada permusuhan apaapa
dengan tuan, tadi secara sembrono kami menggangu tuan
itu kesalahan kami, untu itu kami minta maaf dan sudilah
membebaskan kami.”
"Tidak, tidak!” mendadak yang muda menyela, ” Kalau
memang kalah biarlah kita mengaku kalah, buat apa mesti
minta ampun segala? Biarlah kalau dia berani, boleh bunuh
saja nonamu ini,s iapa sudi minta maaf padanya.” Sayup-sayup
Siau Hong mendengar suara ibu dan anak itu, yang
diketahuinya cuma sang ibu telah minta ampun dan si anak
kepala batu, tapi apa yang mereka katakan sebenarnya tidak
masuk telinga siau Hong.
Sementara itu hari sudah malam, di dalam rumah itu gelap
gulita. Tapi Siau Hong masih tetap duduk di tempat semula,
sedikitpun tidak menggeser tempat. Biasanya otak bekas
pangcu itu sangat cerdas, segala urusan yang sulit dapat
diputusnya dengan cepat, andaikan seketika masih ragu
paling-paling cuma dikesampingkannya. Tapi hari ini ia telah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
salah membinasakan A Cu, rasa dukanya tiada taranya, maka
ia termangu-mangu dan melongo seperti orang linglung.
Maka terdengar si wanita yang tua lagi berkata dengan
suara perlahan, "Coba kau kerahkan tenaga untuk
menggempur 'Koan-tiau-hiat' dan Hong-ji-hiat'. mungkin jalan
darahmu akan lancar kembali” "Sudah kucoba sejak tadi, tapi
tidak berguna sama sekali…” 'Sssst, ada orang datang!” tibatiba
wanita yang tua memotong ucapan anaknya.
Benar juga diluar sana ada suara orang berjalan, lalu pintu
didorong dan masuklah seorang wanita juga. Terdengar
wanita itu mengetik batu api untuk menyalahkan sumbu, lalu
dipakai menyulut lentera minyak. Ketika wanita itu berpaling
dan mendadak melihat Siau Hong. A Cu dan kedua perempuan
tadi tanpa terasa ia menjerit kaget. Sama sekali tak terduga
olehnya bahwa di dalam rumah ada empat orang, ada yang
duduk dan ada yang berdiri, semuanya diam saja, tiada yang
bergerak sedikitpun.
Sebaliknya demi melihat wanita yang masuk rumah ini,
mendadak wanita yang lebih tua tadi membentak dengan
suara bengis, "Kau, Sing tiok!” Wanita yang baru tiba itu
memang benar Wi Sing-tiok adanya. Mendengar orang
menegurnya, cepat ia berpaling, ia lihat pembicara itu adalah
seorang perempuan setengah umur, di sampingnya berdiri
seorang gadis berbaju hitam halus, keduanya berwajah sangat
cantik, tapi selamanya belum pernah dikenalnya. Segera ia
menjawab, "Benar, memang aku inilah she Wi, dan siapakah
kalian?”
Karena tubuhnya tak bisa berkutik, wanita setengah umur
itu tak mau memberitahukan namanya, ia hanya mengamatamati
Wi Sing-tiok yang cantik menggiurkan itu,api amarhnya
semakin membakar. Tiba-tiba Wi Sing tiok berpaling kepada
Siau Hong dan bertanya, "Kiau pangcu, engkau sudah
membinasakan putriku, untuk apa engkau masih tinggal di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sini? Oh, kasihan anak..anakku!” Dan menangislah dia
mengerung gerung sambil menubruk ke atas jenazah A Cu.
Siau Hong tetap duduk terpekur di tempatnya, selang agak
lama barulah ia berkata, "Toan-hujin, dosaku teramat dalam,
silakan kau keluarkan senjata dan sekali bacok bunuhlah
diriku.” "Biarpun sekali bacok kubunuhmu juga anakku yang
malang ini tak tertolong lagi,” sahut Wi Sing tiok. ” Oh A Cu,
anakku yang bernasib malang, di luar Gan-bun-koan telah
kuserahkan diriku kepada orang lain dengan harapan semoga
kita diberkahi agar kelak…”
Saat itu benak Siau Hong masih kacau, selang sejenak baru
ia terkesiap, cepat tanyanya, "Apa katamu? Di luar Gan-bunkoan?”
"Sudah tahu mengapa malah tanya?” sahut Wi Sing
tiok. "Acu … A Cu adalah anakku hasil hubungan gelap diriku
dengan Toan Cing-sun, aku tidak berani membawanya pulang,
maka kuserahkan dia kepada orang di luar Ban Bun-koan.”
"Jadi kemarin ketika aku tanya Toan Cing-sun apakah merasa
berbuat dosa di luar Gan bun koan dan dia mengaku terus
terang, sebaliknya air mukamu merah jengah dan tanya
padaku dari mana kudapat tahu, jadi…jadi perbuatan dosa di
luar Gan-bun-koak yang kau maksudkan itu adalah mengenai
diri A Cu ini?” tanya Siau Hong dengan suara gemetar.
"Habis apa tidak cukup perbuatan dosa itu? Apa kau kira
aku ini wanita jahat yang selalu beerbuat kejahatan?” sahut
Sing-tiok dengan gusar. Sebenarnya ia sangat benci kepada
Siau Hong, tapi jeri pula pada ilmu silatnya yang hebat, maka
ia cuma mencaci maki dengan kata-kata pedas. Untuk sejenak
Siau Hong termangu-mangu sekonyong-konyong ia gunakan
ke dua tangan ini untuk menampar muka sendiri.
Perbuatan Siau Hong itu membikin Wi Sing tiok terkejut
malah, cepat ia melompat mundur, ia lihat Siau Hong masih
terus menempeleng diri sendiri dengan keras hingga dalam
sekeja saja kedua pipinya merah bengap. Pada saat itulah
tiba-tiba terdengar pint berkeriut, ada orang masuk lagi sambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru, "Mak, apakah tabir itu sudah diambil…” Belum habis
ucapannya, tiba-tiba dilihatnya di dalam ruamah ada beberapa
orang lain, malahan Siau Hong lagi hanar dirinya dendiri,
seketika orang yang baru masuk itu melongo heran. Ia bukan
lain adalah A Ci.
Sementara itu pipi Siau Hong yang masih terus digampar
sendiri itu sudah mulai babak belur, lalu muka dan kedua
tangannya lantas berlumuran darah, darah berceceran dan
menciprat ke dinding, meja-kursi,… dimana-mana penuh titik
darah, bahkan tabir bersajak yang tergantung di didinding pun
terciprat beberapa tetes darah segar. Karena tidak tega
menyaksikan keadaan yang mengerikan itu, Wi Sing-tiok
menutup muka dengan tangan, tapi telinganya masih
mendengar suara "plak-plok” yang tiada hentinya itu, akhirnya
ia berseru. "Sudahlah, janganpukul lagi, jangan pukul lagi!” A
Ci lantas berteriak juga, "Hei , engkau telah bikin kotor tulisan
ayahku itu, aku akan minta ganti rugi padamu”
Sambil bicara terus ia melompat ke atas meja untuk
menanggalkan tabir sajak yang tergantu di dinding itu. Kiranya
kembalinya itu dan anak itu adalah ingin mengambil tabir ini.
Siau Hong melengak juga dan berhenti memukul diri sendiri, ia
tanya, "Apa 'Tayli Toan-ji' yang dimaksudkan itu memang
benar adalah Toan Cing-sun?” "Selain dia, masakah ada orang
lain?” sahut Wi Sing tiok, bicara tentang Toan Cing sun, tanpa
terasa wajahnya menampilkan perasaan bangga dan mesra.
Jawaban tegas itu telah menjawab pula tanda tanya di
dalam benak Siau Hong. Jika sajak ini betul ditulis oleh Toan
Cing-sun, maka surat yang ditujukan kepada Ong-pangcu itu
berati bukan tulisan Toan Cing-sun dan Toako pemimpin yang
dimaksudkan itu pun buka pangeran mahkota Tayli itu. Segera
timbul pikiran dalam benak Siau Hong, "Sebabnya Be-hujin
sengaja memfitnah Toan Cing-sun, tentu di dalam hal ini
terdapat sesuatu rahasi. Aku harus bikin terang dulu teka-teki
ini, akhirnya pasti akan tiba saatnya segala tanda tanya ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kubikin terang.” Karena pikiran itu, segera maksudnya hendak
bunuh diri itu diurungkan.
Meski baru saja ia menghajar diri sendiri hingga mukanya
babak belur tapi rasa duka dan sesalnya itu menjadi
terlampias pula. Segera ia pondong jenazah A Cu dan
berbangkit, tapi belum lagi ia membuka suara, tiba-tiba A Ci
melihat ke dua belah bambu yang terdapat tulisan itu, dengan
tertawa gadis cilik itu berolok olok, "Hehehe, pantas kulihat di
luar sana ada dua liang, kiranya engkau bermaksud mati dan
terkubur bersama Ciciku. Ck ck ck, engkau benar-benar
seorang kekasih yang sehidup semati.”
"Aku telah tertipu oleh muslihat keji musuh hingga salah
membunuh A Cu, maka sekarang aku hendak pergi mencari
jahanam itu, aku akan membalas sakit hati A Cu, lalu
menyusulnya di alam baka.” kata Siau Hong. "Siapakah
jahanam yang kau maksudkan itu?” tanya A Ci. "Saat ini
belum kuketahui, maka akan kupergi menyelidikinya, ” sahut
Siau Hong. Lalu ia melangkah pergi sambil memondong
jenazah A Cu. "Engkau akan pergi mencari musuh dengan
membawa Ciciku cara begitu?” tiba-tiba A Ci berseru.
Siau Hong tertegun, seketika ia menjadi bingung. Memang
tidak mungkin ia menempuh perjalanan jauh sambil
memondong jenazah A Cu. Tapi kalau mesti ditinggalkan, ia
berasa berat pula. Ia termangu-mangu memandangi A Cu
yang sudah tak bernyawa itu, air matanya bercucuran melalui
mukanya yang babak-belur itu, air mata bercampur dengan
darah, titik air yang bening ke merah-merahan itu menetes di
muka A Cu yang pucat.
Melihat sedemikian duka Siau Hong, rasa benci Wi Sing-tiok
lantas lenyap, katanya kemudian, "Kiau pangcu, kesalahan
yang sudah terlanjur diperbuat toh tak dapat ditarik kembali
lagi. Hendaklah kau… kau…” Sebenarnya ia ingin menghibur
Siau Hong agar jangan terlalu berduka, tapi ia sendiri yang
lantas menangis tergerung-gerung malah. Katanya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terputus-putus sambil menangis, "Semuanya gara-gara …
gara-garaku, akulah yang salah … mengapa kuserahkan putri
sendiri kepada orang lain.”
"Sudah tentu engkau yang salah!” tiba-tiba si gadis yang
dibikin tak berkutik oleh Siau Hong tadi menyela. "Habis,
suami-istri orang yang bahagia mengapa kau cerai-beraikan?”
Sing-tiok menoleh kepada gadis itu dan bertanya, "Mengapa
nona berka demikian? Siapakah kau?” "Kamu siluman rase ini
telah membikin ibuku menderita selama hidup, membikin
susah diriku…” Mendengar gadis itu menghina sang ibu, tanpa
menunggu selesai ucapan orang, terus saja A Ci menampar
muka gadis itu.
Dalam keadaan tak bisa berkutik, tampaknya hajaran itu
sudah pasti akan mengenai mukanya sukurlah tiba-tiba Wi
Sing-tiok menarik tangan A Ci dan berkata, "A Ci, jangan main
kasar.” Lalau ia mengamati-amati si wanita setengah umur,
sejenak kemudian iapun sadar persoalannya. Serunya, "ya
engkau memakai sepasang golok, engkau tentu Siu-lo-to Cin…
Cin Ang-bian, Cin-cici.”
Kiranya wanita setengah umur ini memang betul Siu-lo0t
Cia Ang-bian yang telah ditinggal Toan Cing-sun itu, dan si
gadis baju hitam adalah putrinya, Bok Wan-jing. Cara berpikir
Ci Ang-bian itu agak istimewa, Ia tidak menyalahkan Toan
Cing sun yang suka main perempuan dimana mana punya
gendak, sebaliknya ia benci kepada wanita lain yang
dianggapnya suka main mata dan pintar merayu lelaki serta
merebut kekasihnya. Sebab itulah maka waktu Bok Wan jing
tamat belajar silat, ia lalu suruh putrinya itu untuk membunuh
istri dari Toan Cing sun, yaitu Si Pek Hong.
Ketika kemudian diketahui pula Toan Cing sun mempunyai
seorang kekasih lain bernama Sing siok dan tinggal di tengah
hutan bambu di tepi Siau keng oh, jauh-jauh ia lantas datang
ke mari hendak membunuhnya. Bok Wan-jing sendiri sejak
mengetahui Toan Ki yang dicintainya itu ternyata adalah kakak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendiri, dengan menahan derita batin ia terus mengembara di
kangouw dan banyak membunuh rang serta macam-macam
perbuatan lain. Mendengar berita iut, Cin Ang-bian lantas
mencari dan menggabungkan diri dengan putrinya itu serta
bersama-sama datang ke Siau keng oh tidak terduga mereka
kebentur dulu pada Siau Hong hingga dibikin tak berkutik
sedikitpun.
Begitulah ketika mendengar nama sendiri dikenali orang.
Cin Ang-bian menjadi gusar, dampratnya.”Betul, memang
akulah ini Cing Ang-bian siapa sudi dipanggi Cici oleh
perempuan hina macammu ini?” Watak Wi Sing tiok ternyata
tidak sama seperti Cin Ang-bian, Sing-tiok lebih licin, seketika
ia belm tahu apa maksud tujuan kedatangan Ci Ang bian, pula
kuatir lawan asmara ini akan rujuk kembali bila bertemu
dengan Toan Cing-sun, maka ia sengaja menjawab dengan
tertawa, "Ya, akulah yang salah omong. Usiamu jauh lebih
muda daripadaku, wajauhmu juga begini cantik, pantas saja
Toan long kesengsem padamu. Engkau adalah adikku dan
bukan Cici. Eh , Cin Moimoi, setiap hari Toan long selalu
terkenang padamu, senantiasa memikirkan dirimu, sungguh
aku sangat kagum sekali kepada kebahagianmu”.” Manusia
mana yang tidak suka disanjung puji dan diumpak.
Cia Ang-bian merasa senang juga mendengar dirinya
dipunyi sangat cantik dan masih muda, apalagi didengarnya
pula Toan Cing-sun senantiasa terkenang padanya, karena
rasa gusarnya sektika lenyap lebih separoh. Sahutnya
kemudian, "Huh, siapa dapat meniru dirimu yang pintar dan
bermulut manis, pandai memuji orang.” "Dan nona ini
tentunya putri kesayanganmu, bukan?” tanya Sing siok pula.
"Wah,ck ck ck alangkah cantiknya, sungguh beruntung sekali
ci moimoi mempunyai anak secantik ini.”
Mendengar kedua wanita itu asyik berbicara tentang keasih
dan cinta melulu, sejak tadi Siau Hong sudah tidak betah
untuk mendengarkan Sebagai seorang ksatria bijaksana,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesudah mengalami pukulan batin dan remuk redam hatinya,
tapi segera ia dapat berpikir panjang pula tentang tugas apa
yang harus dilakukannya di kemudian hari. Segera ia pondong
jenazah A Cu menuju ke tepi liang yang telah digalinya itu, ia
masukkan gumpalan tanah dan perlahan ditaburkan ke atas
tubuh A Cu, hanya mukanya tetap tidak ditabur dengan tahan.
Pandangannya tidak pernah meninggalkan muka A Cu barang
sekejappun. Ia tahu bila beberapa kali tanah di taburkan lagi
untuk selama-lamanya ia takkan dapat melihat sang kekasih
pula. Ia termangu-mang sejenak, sayup-sayup telingannya
seakan-akan mendengar suara a Cu yang mengajak pergi
mengangun sapi dan menggembala domba di luar Gan-bunkoan,
di sanalah mereka akan hidup berdampingan untuk
selamanya.
Kemarin ia masih mendengar suara A Cu yang nyaring
merdu, terkadang lucu, terkadang nakal, terkadang mesra dan
terkadang sungguh-sungguh, tapi untuk selanjutnya. suara itu
takkan terdengar lagi. Sudah lebih setengah jam Siau Hong
berjongkok di tepi liang kubur itu dan tetap tidak tega
menaburkan tanah ke muka A Cu. Mendadak ia berbangkit,
sekali bersuit panjang, ia tidak mau memandang A Cu lagi,
tapi ke dua tangannya terus bekerja, dengan gerak cepat ia
uruk tanah galian di tepi liang itu ke muka A Cu. Lalu ia putar
tubuh dan masuk ke dalam rumah.
Sampai di dalam rumah , ia lihat Wi Sing-tiok masih asyik
masyuk bicara dengan Cin Ang bian. Rupanya Wi Sing tiok
memang pintar putar lidah. Ang-bian dibikin senang sekali,
rasa permusuhan ke dua orang itu sejak tadi sudah lenyap.
Melihat masuknya Siau Hong, segera Wi Sing tiok berkata,
"Kiau pangcu, adik ini tadi berlaku kasar padamu, hal ini pun
tidak disengaja, harap engkau suka membebaskan mereka.”
Wi Sing tiok adalah ibu A Cu, dengan sendirinya Siau Hong
mesti menurut, apalagi memang ada maksudnya buat
membebaskan ke dua orang itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera ia mendekati mereka dan menepuk pundak Ci Angbian
dan Bok Wan jing hingga mereka merasa suatu hawa
hangat menerjang hiato yang tertutuk itu, lalu anggota badan
mereka dapat bergerak bebas lagi. Ibu dan anak itu saling
pandang sekejap, terhadap ilmu silat Siau Hong yang maha
tinggi itu sungguh mereka kagum tak terhingga. "Adik A Ci,
tulisan ayahmu itu bolehkan dipinjamkan padaku sebentar,”
kata Siau Hong ke pada A Ci. "Aku tidak ingin dipanggil adik
apa segala olehmu,” sahut A Ci. "Walaupun demikian”,
katanya, "tapi tabir bersajak yang sudah digulungnya tadi
diserahkan juga kepada Siau Hong”.
Segera Siau Hong membentang tabir itu dan membaca
kembali tulisan Toang Cing-sun itu dengan jelas dan teliti. Air
muka Wi Sing-tiok menjadi merah jengah katanya, "Barang
seperti itu, apanya yang menarik?” "Di manakah sekarang
Toan-ong ya berada?” tanya Siau Hong tiba-tiba. Wajah Sing
tiok berubah hebat, sahutnya dengan kuatir, ” Ti…, tidak, jang
… jangan kau cari dia lagi.” "Aku takkan bikin susah padanya.
Tapi aku cuma ingin tanya beberapa soal padanya,” kata Siau
Hong. Sudah tentu Sing-tiok tidak percaya, katanya: "Engkau
sudah salah membunuh A Cu tak boleh kau cari ayahnya lagi.”
Siau Hong tahu tiada gunanya tanya lagi, ia lantas gulung
tabir hiasan itu dan kembalikan kepada A Ci. Katanya, "A Cu
meninggalkan pesan padaku agar menjaga baik-baik adik
perempuannya. Toan-hujin, bila kelak A Ci mengalami
kesulitan apa-apa, asal Siau Hong dapat membantu, silakan
saja memberitahu, pasti takkan kutolak.” Sungguh girang Sing
tiok tak terkatakan pikirnya, "A Ci mempunyai sandaran tokoh
selihai ini, selama hidupnya takkan kuatir menemukan bahaya
lagi.” Maka sahutnya, "Banyak terima kasih atas kebaikanmy.
Nah. A Ci lekas menghaturkan terima kasih kepada Kiau
toako.” Ia ganti sebutan 'Kiau-pangcu' menjadi Kiau toako',
maksudnya agar hubungan A Ci dengan tokoh sakti itu
menjadi lebih akrab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa duga A Ci justru mencebir, katanya "Aku ada
kesulitan apa hingga mesti minta bantuannya? Aku
mempupnyai Suhu yang tiada tandingannya di kolong langit
inim punya Suko sebanyak itu, masakah aku takut dihina
siapapun? Huh, dia sendiri serupa boneka limpung
menyebrang sungai, diri sendiri saja sukar diselamatkan
masakah masih mau membantu aku segala?”
Dasar A Ci itu memang pintar sekali bicara, sekali ia sudah
mencerocos, maka mirip mitraliur saja cepatnya. Berulang Wi
Sing-tiok mengedipi putrinya aga jangan sembarangan omong,
tapi A Ci pura-pura tidak tahu. "Ai, anak kecil tidak tahu
aturan, harap Kiau pangcu jangan marah.” demikianlah kata
Sing tiok kemudia. "Caihe Siau Hong adanya, tidak she Kiau
lagi,” ucap Siau Hong.
"Dengarlah, mak, orang ini namanya sendiri saja tidak tahu
jelas, bukankah maha dogol…” "A Ci…” bentak Sing tiok
sebelum si nona mencerocos lagi. Segera Siau Hong memberi
hormat, dan berkata, "Selamat berpisah , sampai bertemu lagi
kelak.” Lalu ia berpaling kepada Bok Wan jing, nona Toan,
senjata rahasiamu yang berbisa itu tidak ada gunanya banyak
dipakai, kalau ketemu lawan yang lebih kuat tentu kamu
sendiri yang akan celaka.”
Belum lagi Bok Wanjing menjawab, tahu-tahu A Ci sudah
menanggapi, "Cici, jangan kau percaya pada ocehannya.. Amgi
demikian paling-paling dapat mengenai sasarannya,
masakan ada ruginya pula?” Siau Hong tak gubris lagi
padanya, ia putar tubuh dan hendak keluar, ketika sebelah
kaki melangkahi lubang pintu, mendadak baju kanannya
mengebas ke belakang, seketika berjangkitlah angin hingga
tujuh batang panah kecil yang dilemparkan Bok Wan jing tadi
tergulung olehnya itu terus menyambar ke arah A Ci.
Sambaran panah kecil itu secepat kilat, A Ci hanya sempat
menjerit sekali dan tak keburu berkelit. Tujuh batang panah
kecil itu menyambar lewat di atas kepala, tepi leher dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
samping tubuhnya, lalu menancap di dinding belakangnya
hingga menghilang sampai pangkal panah itu. Dengan kuatir
Sing tiok memburu maju, ia angkat A Ci sambil berseru, ” Ai,
Cin moicu, lekas berikan obat penawar!” "Terluka di mana?
Terluka di mana?” Ang bian juga berteriak teriak. Dan Bok
Wan jing lantas mengeluarkan obat penawar yang dibawanya
dan lekas memeriksa keadaan luka A Ci.
Selang sejenak, sesudah hilang rasa kagetnya barulah A Ci
berkata, "Aku tidak… tidak terluka apa apa” Kiranya Siau Hong
teringat pada pesan A Cu yang minta dia menjaga
keselamatan A Ci, karena didengarnya gadis cilik itu
membanggakan suhunya tiada tandingan dijagat, banyak pula
Sukonya yang lihat, maka ia tidak tahuit kepada siapapun
juga.
Siau Hong tahu am-gi berbisa aliran Sia siok hai itu
beraneka macam, ia kuatir nona terlalu nakal dan tidak tahu
luasnya jagat maka ia sengaja mengebas panah-panah kecil
itu untuk membuatnya takut, dengan begitu maka gadis cilik
itu tahu di dunia ini tidak sedikit tokoh-tokoh lihai selain
gurunya. Begitulah sesudah Siau Hong keluar dari hutan
bantu, sampai di tepi Siau keng oh ia menuju suatu pohon
besar yang rindang, ia lompas ke atas pohon dan bersembunyi
di s itu..
Kiranya ia masih penasaran karena Wi Sing tiok tak mau
mengaku di mana beradanya Toan Cing sun, terpaksa ia akan
menguntitnya secara diam-diam. Benar juga, tidak lama
kemudian tertampak ia Ang bian dan Bok Wan jing muncul
dulu dari hutan bambu itu, menyusul Wi Sing tiok dan A Ci
mengantar di belakang.
Sampai di tepi danau, Ang-bian berkata, "Wi cici, sekali
kenal kita lantas cocok satu sama lain, maka segala selisih
paham kita yang lampau dihapuskan sama sekali. Kini lawan
yang masih akan kucari tinggal budak hina she Kheng itu..
Apakah engkau tahu dimana tempat tinggalnya?” Sing tiok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampak melengak, sahutnya, "Untuk apakah kau cari dia, Cin
moaimoai?”
Ang bian tersenyum, katanya. "Habis hidupku dengan
Toan-long mestinya tentram bahagia, tapi budak hina s iluman
rase itulah yang pelet dia..” "Yang perempuan hina Kheng ….
Kheng Bin.. entah…entah tinggal di mana,” kata Wi Sing tiok
sesudah berpikir sejenak. ” Jika nanti Moaicu dapat
menemukan dia harap wakilkan siaumoy menusuk beberapa
kali pada tubuhnya.”
"Masakah perlu disuruh lagi?” sahut Ang bian, "Cuma tidak
mudah untuk mencari jejaknya. Baiklah sampai berjumpa
pula. Dan bila engkau bertemu dengan Toan-long…”
"Ada apa?” tanya Sing tiok terkesiap.
"Harap wakilkan aku menempeleng dia dua kali dengan
keras.” kata Ang gian. "Tempeleng ke satu adalah titipanku
dan tempelengan ke dua masuk hitungan nona kami ini.” Sing
tiok tertawa, katanya, "Masakah aku suruh menemui manusia
yang tak punya liangsim (perasaan) itu? Sebaliknya bila
Moaicu bertemu dengan dia, harap juga wakilkan aku
menampar dia dua kali, sekali mewakilkan aku dan satu kali
lagi untuk nonaku A Ci ini. Coba pikir, sampai anaknya sendiri
tak diurus, bukankah pantas dihajar?”
Sudah tentu semua percakapan itu dapat didengar oleh
Siau Hong yang sembunyi di atas pohon itu. Ia pikir ilmu silat
Toan Cing-sun tidaklah lemah, terhadap kawan juga setiap,
tapi justru suka main perempuan, maka betapun tidak
terhitung seorang kesatria. Betitulah ia dengar Cin Ang bian
dan Bok Wanjing mohon diri kepada Wi Sing tiok dan A Ci, lalu
berangkat perbi. Kemudia Wi Sing tiok menggandeng tangan
A Ci dan masuk kembali ke dalam hutan bambu.
Pikir Siau Hong, "Pasti dia akan pergi mencari Toan Cingsun,
soalnya ia tidak sudi pergi bersama Cin Ang-bian yang
merupakan saingannya itu. Tadi ia kembali untuk mengambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tabir bersajak, tentulah Toan Cing sun sedang menunggu
tidak jauh di depat sana biarlah aku menantinya di sini.”
Sejenak kemudian, tiba-tiba terdengar suara, kresekan di
semak semak pohon sana, dua bayangan orang lagi merunduk
kemari. Ternyata mereka adalah Cin Ang bian dan Bok
Wanjing, sudah pergi kini datang kembali.
Terdengar Cia Ang bian sedang bicara dengan suara
perlahan, "Wan ji mengapa kamu mudah ditipu orang? Tadi
kulihat dikolong ranjang Wi cici ada sepasang sepatu laki-laki,
terang itulah sepatu ayahmu. Sepatu itu masih baru dan
bersih pula, maka dapat diduga ayahmu pasti mengumpet di
situ.” "Ha, hadi kita telah diboHongi perempuan she Wi itu”
kaa Wan jing. "Ya, ia tentu keberatan membiarkan kita
bertemu dengan laki-laki berhati palsu itu,” ujar Ang bian.
"Ma, ayahkahn tidak punya liangsim, buat apa engkau
menemuinya lagi?” tanya Bok Wan jing. Ang-bian terdiam
sejenak, sahutnya kemudian, "Aku cuma ingin melihatnya, tapi
tidak ingin dia melihat aku. Selang sekian lama, tentu dia
sudah tua, dan ibumu juga sudah tua.”
Ucapan ini kedengaran dingin-dingin saja, tapi penuh rasa
rindu dendam. "Baiklah!” kata Wan jing dengan suara terharu.
Sejak dia berpisah dengan Toan Ki, rasa rindunya tidak pernah
berkurang. Meski dia tahu cintanya itu toh tak mungkin
terkabul, tapi derita batinnya boleh dikatakan jauh melebihi
sang ibu. Asal kita menunggu saja di sini, tidak lama lagi
mungkin ayahmu akan muncul.” demikian Cin Ang-bian lagi
berkata. Lalu ia mengajak putrinya sembunyi di tengah
semak-semak rumput di balik pohon sana.
Di bawah sinar bintang yang remang-remang Siau Hong
dapat melihat wajah Cia Ang-bian yang putih pucat itu
bersemu merah, tampaknya perasaan wanita itu sangat
terguncang. Maklum, demikianlah kalau orang sedang digoda
asmara. Dan bila Siau Hong sendiri teringat kepada A Cu, mau
tak mau ia merasa sedih juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tidak lama kemudian, dari jalan sana terdengar suara
orang datang dengan berlari. Pikir Siau Hong. ” Ini bukan
Toan Cing sun, besar kemungkinan adalah anak buahnya.”
Benar juga setelah dekat orang itu memang si sastrawan Cu
Tan-sin adanya. Rupanya Wi Sing tiok juga sudah mendengar
suara tindakan Cu Tan sin itu, tapi ia tak bisa membedakan
apakah pendatang itu Toan Cing sun atau bukan, maka dari
dalam hutan bambu ia terus memapak keluar sambil berseru
girang, "Toan long! Toan long!”
Tapi ia menjadi kecewa ketika yang terlihat bukan sang
kekasih melainkan Cu Tan sin. Segera Cu Tan sin memberi
hormat dan berkata, "Hambar disuruh Cukong agar
memberitahukan bahwa beliau ada urusan penting, maka
beliau tidak sempat kembali ke sini lagi.” Sing tiok terkejut,
tanyanya, "Urusan penting apa? Bilakah akan kembali?”
"Urusan ini ada sangkut-pautnya dengan keluarga Buyung
di Koh soh, agaknya Cukong telah menemukan jejak Buyung
koncu,” tutur Tan sia. "Jauh-jauh Cukong datang ke utara s ini
tujuannya adalah ingin mencari orang itu. Cukong mengatakan
bila urusan sudah beres, segera beliau akan kembali ke sini.
diharap Hujin jangan banyak berpikir.” Air mata Wi Sing tiok
berlinang-linang, katanya dengan terguguk-guguk,”Setiap kali
iapun mengatakan akan … akan kembali ke sini, tapi setiap
kali lantas… lantass beberapa tahun lamanya. Kini baru
berjumpa dan dia sudah … sudah…” Karena masih dendam
atas kematian Leng Jian li gara-gara perbuatan si A Ci maka
Cu Tan sia, tidak mau lama-lama tinggal di situ, ia merasa
sudah selesai menunaikan tugasnya maka segera ia mohon
diri dan tinggal pergi. Sesudah Cu Tian sin pergi agak jauh,
segera Wi Sing tiok berkata kepada A ci, "ginkangmu lebih
hebat daripadaku, lekas kuntit dia, sepanjang jalan
kautinggalkan tanda, segera aku menyusul.”
"Kau suruh aku menyusul ayah, apa hadiahnya nanti?”
sahut A Ci dengan nakal. "Segala milik ibumu adalah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
punyamu, mengapa kami minta hadiah apa segala?: sahut
Sing tiok. "Baiklah,” kata A Ci. "Aku akan meninggalkan tanda
huruf 'Toan' di dinding. kutambahi lukisan panah, dan ibu
tentu akan tahu arahnya.” "Ya, anak baik?” ucap Sing tiok
sambil memeluk dara cilik itu. Dan sekali berlari, segera A Ci
menyusul ke jurusan Cu Tan sin tadi. Sing tiok berdiri
termenung sejenak di tepi danauh, kemudian ia pun menyusul
ke arah sana. Dan sesudah Wi Sing tiok pergi agak jauh
barulah Cing Ang bian dan Bok Wanjing keluar dari tempat
sembunyi mereka, keduanya saling memberi tanda dan segera
menguntit dari belakang dengan hati-hati.
Diam diam Siau Hong membatin, "Sepanjang jalan A Ci
akan meninggalkan tanda arah, maka tidak sulit untuk
mencari jejak Toan Cing-sun.: Segera iapunmelompat turun
dari atas pohon dan berangkat menyusur tepi danau. Di
bawah sinar bintang yang remang-remang ia lihat bayangan
sendiri di tengah danauh yang sendirian dan kesepian, ia
menjadi pilu dan bermaksud kembali ke hutan bambu sana
untuk termenung di depan kuburan si A Cu. Tapi sesudah
berpikir sejenak, mendadak jiwa ksatrianya berkobar kobar , ia
hantam sekali kedepan dimana angin pukulannya tiba, kontan
air danau muncrat bertebaran dan bayangnya pun buyar. Ia
menarik napas panjang sekali, lalu melangkah pergi dengan
cepat.
Dalam perjalanan itu Siau Hong lebih banyak minum arak
daripada makan asal, setiap kedai yang didatangi selalu
ditemukan tanda yang ditinggalkan A Ci di pengkolan setiap
jalan. Terkadang tanda itu dibusak Wi Sing tiok tapi bekasnya
masih kelihatan. Begitulah ia terus menuju ke utara hawa juga
makin dingin. Hari itu tibalah di wilayah Holam bunga salju
sudah mulai bertebaran dari langit. Waktu lohor Siau Hong
mampir disuatu kedai kecil untuk minum arak. Beruntunruntun
belasan mangkuk arak sudah ditenggaknya, tapi belum
mencukupi seleranya akan pencandu arak. Ia minta tambah
lagi, tapi persedian arak kedai itu sudah habis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan rasa kurang puas Siau Hong melanjutkan
perjalannya, akhirnya sampailah ia disuatu kota besar. SEtelah
ia perhatikan, ia menjadi terkesiap sendiri. Kiranya kota itu
adalah Sin yang, yaitu tempat tinggal Be hujin. Oleh karena
sepanjang jalan ia cuma memperhatikan tanda-tanda yang
ditinggalkan A Ci, pikirannya melayang-layang mengengkan
urusannya sendiri, maka terhadap keadaan disekitarnya tidak
diperhatikan olehnya. Dan tahu-tahu kini ia telah berada
kembali di kota Sin yang.
Setelah masuk kota, ia tidak sempat minum arak lagi tapi
terus mencari tanda yang ditinggalkan A Ci. Ia lihat pada
pojok tembok ujung jalan sana tertulis suatu huruf "Toan”
dengan kapur disamping huruf itu terlkuks pula sebuah panah
yang mengarah ke barat. Kembali Siau Hong merasa pedih
bila teringat belum lama berselang ia bersama A Cu telah
datang ke rumah Be hujin untuk mencari tahu siapakah
"Toako pemimpin” itu. Tapi kini sang kekasih sudah
mendahului mangkat untuk selama-lamanya. Setelah
beberapa li kemudian, angin meniup sangat kencang, salju
turun lebih deras lagi. Siau Hong menuju ke barat menurut
arah yang ditunjuk panah. Tanda-tanda yang ditinggalkan A Ci
itu tampak masih baru, ada yang dikukir di batang pohon yang
lebih dulu kulit pohon di kupas. hingga getah pohon masih
kelihatan belum kering.
Makin lama Siau Hong makin heran, sebab arah yang
ditunjuk itu justru adalah rumah tinggal Be Tai goan. Pikirnya,
"Jangan-jangan Toan Cing sun mengetahui Be hujin yang
memfitnah dia, maka mencarinya buat bikin perhitungan. Ya,
tentu apa yang dikatakan A Cu kepadaku sebelum meninggal
itu telah didengar juga oleh A Ci, dan dara cilik itu
memberitahukan ayahnya tentang Be hujin. tai kami cuma
sebut Be hujin, dari mana ia tahu yang kumaksudkan adalah
nyonya Be Tai goan ini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sepanjang jalan sebenarnya Siau Hong selalu lesu dan agak
linglung, tapi kini demi ketemu sesuatu yang ganjil, seketika
semangatnya terbangkit lagi dan pulih pula daya indranya
yang tajam. Ia lihat di tepi jalan ada sebuah kelenteng rusak,
ia masuk ke situ, pintu kelenteng itu ditutupnya, lalu tidur di
situ untuk beberapa jam lamanya kira-kira dekat tengah
malam barulah ia mendusin. Segera ia tinggalkan kelenteng
itu dan menuu ke rumah Be hujin.
Sesudah dekat, ia sembunyi di belakang pohon untuk
memeriksa keadaan sekitarnya. Setelah memandang sejenak
tersenyumlah dia . Kiranya dilihatnya di pojok timur rumah
sana mendekam dua sosok tubuh manusia, dari perawakan
mereka tampaknya adalah Wi Sing tiok dan A Ci, waktu
diperhatikan pula arah lain, kembali tertampak Ci Ang Bian
dan Bok Wan jing juga sembunyi di utara rumah.
Saat itu, salju belum lagi reda, tubuh Wi Sing tiok dan Ci
Ang bian berempat itu penuh bertebar salju. Dari jendela
sebelah timur itu kelihatan sinar pelita yang redum, tapi
keadaan di dalam rumah sunyi senyap. Ia ambil sepotong
ranting pohon dan ditimpukan ke barat sana, ketika Wi Sing
tiok berempat berpaling karena tertarik oleh suara itu, segera
Siau Hong melompat ke bawah jendela sebelah timur dengan
gesit. Oleh karena hawa sudah dingin, maka jendela rumah
nyonya Be itu dilapis dengan papan kayu untuk menolak hawa
dingin. Siau Hong menunggu di luar jendela, sebentar
kemudian terdengar tiupan angin dari arah utara yang keras.
Pada saat angin menyambar ke arah jendela segera Siau
Hong barengi dengan mendorong tangannya ke depan. tenaga
dorongan itu menghantam papan jendela hingga pecah,
seketika kertas yang melapisi jendela bagian dalam pun pecah
satu lubang. Meski Cin Ang-bian dan Wi Sing tiok berada di
dekat situ, tapi karena tenaga pukulan Siau Hong itu dibarengi
dengan tiupan angin kencang, maka sama sekali mereka tidak
tahu semua itu adalah perbuatan orang. Andaikan ada orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di dalam rumah juga takkan tahu. Dan waktu Siau Hong
mengintin ke dalam rumah melalui lubang keras itu seketika ia
tercengan, hampir-hampir ia tidak percaya padamatanya
sendiri. Apakah yang dilihatnya?
Kiranya ia lihat Toan Cing sun dengan baju dalam lagi
enak-enak duduk bersila di atas balai-bali, tangannya
memegang cawan arak kecil, dengan tersenyum senyum
sedang memandangi seorang wanita yang duduk ditepi balaibali.
Wanita itu memakai baju putih berkabung, mukanya
berbedak tipis dan sedikit bergincu, kedua matanya sayu-sayu,
dengan sikap tertawa tak tertawa dan marah tak marah
sedang melirik Toan Cing sun. Itulah nyonya janda Be Taigoan
adanya.
Coba kalau Siau Hong tidak menyaksikan dengan mata
kepala sendiri, bagaimanapun juga ia takkan percaya jika ada
orang menceritakan padanya tentang adegan seperti sekarang
ini. Apa lagi sejak di luar kota Bu sik, di tengah hutan sana
untuk pertama kalinya ia lihat Be hujin untuk selanjutnya
setiap kali bila bertemu lagi selalu dilihatnya sikap nyonya
janda itu suci bersih, bahkan bagaimana air mukanya bila
tersenyum juga belum pernah dilihat Siau Hong. Siapa tahu ini
dapat dilihatnya adegan yang luar biasa ini. Yang paling tidak
bisa dimengerti oleh Siau Hong adalah nyonya janda itu telah
sengaja menfitnah Toan Cing sun, sepantasnya dia
mempunyai permusuhan dan sakit hati sedalam lautan dengan
pangeran Tayli itu. Tapi kini bila melihat suasana di dalam
kamar yang mesra merayu memabukan itu, terang diantara
mera itu tiada permusuhan apa pun juga.
Begitulah maka terdengar Toan Cing sun sedang berkata,
"Mari, mari, iringi aku minum secawan pula, marilah kita
minum dua sejoli.” "Huh, sejoli apa?” tiba tiba Be hujin
mendengus. "Seorang diri aku ditinggal hidup kesepian di sini,
siang malam selalu terkenang dan setiap saat merindukanmu
yang tak punya perasaan ini sebaliknya engkau tidak ingat lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
padaku, bahkan menjenguk kemari pun tidak pernah.” Habis
berkata, matanya tampak merah basah.
Diam-diam Siau Hong membatin, "Ditilik dari ucapannya ini,
agaknya dia serupa dengan Cin Ang bian dan Wi Sing tiok,
jangan-jangan iapun bekas kekasih Toan Cng sun?” Mana
terdengar Toan Cing sun menjawab dengan tertawa, "Sesudah
kamu menikah dengan Be-hupangcu bila ku datang lagi ke
sini, tentu akan menimbulkan omong iseng orang luar.. Apa
lagi Be hupangcu adalah seorang kesatria Kai pang yang
terhormat, kalau aku tetap main Pat pat gulipat lagi
denganmu, bukankah aku akan dipandang sebagai manusia
rendah? Ha hahaha!” "Cis, siapa ingin dipuji olehmu? Akukan
kuatirkan dirimu, aku ingin tahu apa hidupmu bahagia dan
senang atau tidak? Asal engkau baik baik saja, maka legalah
hatiku. Tapi engkau justru jauh berada di Tayli, untuk mencari
kabar dirimu juga sangat sulit,” demikian kata Be hujin dengan
suara lemah lembut, halus menggiurkan, merdu
menyenangkan, hingga membuat siapapun yang mendengar
pasti akan kesemsem.
Siau Hong sudah kenal kedua gendak Toan Cing sun yaitu
Cin Ang bian yang tegas dan suka terus terang, Wi Sing tiok
yang cantik licin, sebaliknya Be hujin ini mempunyai gayanya
sendiri, lemah lembut tapi berbisa. Begitulah maka waktu
Toan Cing sun mendengar rayuan Be hujin tadi hatinya
terguncang. terus saja ia tarik sang kekasih dan diperluknya.
Be hujin bersuara perlahan sekali, pura-pura menolak , tapi
sebenarnya bergiriang.
Siau Hong berkerut kening, ia tidak sudah menyaksikan
kelakuan meraka yang menjijikan itu. Pada saat itulah tiba-tiba
terdengar disebelanya ada orang menginjak salju dengan
keras hingga menerbitkan suara. Segera Siau Hong tahu apa
yang terjadi, ia membatin, "Celaka, jangan jangan kedua
wanita ini 'minum cuka' cemburu dan bikin runyam urusanku.”
Begitu berpikir segera pula ia bertindak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat ia melompat bali ke belakang Cin Ang Bian berempat
dan menutuk hiat to pada punggung mrereka, yaitu hiat to
bisu hingga keempat wanita itu tak bisa bersuara dan tak tahu
siapa yang menyerang mereka. Meski badan mereka tertutuk
hingga tak berkutik dan mulut tak bisa besuara, tapi telinga
Cin Ang bian dan Wi Sing tiok masih dapat mendenga cumbu
rayu kekasihnya dengan wanita ini keruan api amarah mereka
semakin berkobar-kobar rasa cemburu mereka bagai dibakar,
tapi apa daya mereka tak bisa berkutik, batin mereka benarbenar
tersiksa sambil menggeletak di tanah salju situ.
Ketika Siau Hong mengintip ke dalam kamar ia lihat Be
hujin sedang duduk di saming Toa Cing sun, epalanya
bersandar di bahu sang kekasih tubuh lemas bagai tak
bertulang lagi, terdengar wanita itu sedang berkata, "Tentang
suamiku dibunuh orang, tentunya engkau sudah mendengar
dan mengapa engkau tidak datang menjenguk aku. Sesudah
suamiku meninggal, mestinya kaupun tidak perlu kuatir
dicurigai orang lagi?” "Sekarang bukankah aku sudah datang
ke mari?” sahut Cing sun dengan tertawa. "Sepanjang jalan
dari Tayli aku memburu kemari siang dan malam, justru
kukuatir datang terlambat.” "Kuatir terlambat apa?” tanya Behujin
kurang paham. "Kuatir si dia tak tahan hidup kesepian
dan menikah pula dengan orang.” sahut Cing sun. "Kalau
begitu, bukankah aku Toan ji dari Tayli ini akan sia-sia
memburu kemari dari jauh. Apakah rindu dendam selama
belasan tahun ini kembali dibikin kecewa?”
"Huh mengoceh seenaknya, tidak tahan kesepian dan
menikah pula dengan orang?” semprot Be-hujin. "Memangnya
kapan pernah kau pikirkan diriku, tapi mengaku rindu dendam
belasan tahun segala?” Tiba tiba Cing sun merangkulnya
dengan erat, katanya dengan tertawa, "Jika aku tidak
merindukan dikau, guna apa jauh-jauh kudatang kemari?”
"Baiklah, aku percaya engkau benar benar rindu padaku. Nah,
Toan long untuk selanjutnya bagaimana akan kautempatkan
diriku?” tanya Be Hujin dengan tersenyum. Segera ia pun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
reangkul leher Cing sun dengan sorot mata genit, pipi
ditempelkan ke muka sang kekasih. "Ada arak biarlah kita
minum sekarang, urusan yang belum datang buat apa
dibicarakan?” ujar Cing sun.
"Ayolah mari kupondong. setelah berpisah selama sepuluh
tahun, entah kau tambah berat atau menjadi lebih ringan?”
Sambil berkata terus saja ia pondong badan Be hujin. "Jadi
engkau tidak sudi membawaku ke Tayli?” tanya Be
hujin."Apanya sih yang menari negeri Tayli itu?”sahut Cing sun
sambil berkerut kening. "Tanahnya lembab, hawa panas, tentu
kamu takkan cocok dengan iklim di sana, jangan-jangan akan
jatuh sakit malah di sana.”
"Ehm, kembali engkau cuma membuatku gembira percuma
saja.” kata Be hujin sambil menghela napas perlahan.
"Mengapa gembira percuma? Segera juga akan kubikin
kaugembira sungguhan.” ujar Cing sun dengan cengar cengir
sambil memeluk lebih erat. Tapi Be hujin meronta pelahan dan
turun dari pelukan Toan Cing sun, ia menuang satu cawan
arak dan berkata, "Toan long silahkan minum lagi secawan”
"Aku tidak minum lagi, sudah cukup!” sahut Cing sun.
"Ehmm, aku emoh, engkau harus minum sampai mabuk,”
kata Be hujin dengan aleman dan genit. "Ai, kalau mabuk,
bagaimana nanti?” ujar Cing sun. Tapi toh diterimanya juga
dua cawan arak dandiminum hingga habis. Sungguh Siau
Hong tidak sabar mendengarkan cumbu rayu mereka itu.
Melihat Toan Cing sun minum arak secawan demi secarwan,
tanpa terasa ia pun ketagihan, biji lehernya naik turun, tanpa
terasa ia menelan ludah. Kemudian dilihatnya Toan Cing sun
menguap dan ada tanda letih dan mengantuk. "Toan long
maukah kuceritakan suatu kisah padamu?” tiba-tiba Be hujin
bertanya.
Semangat Siau Hong terbangkit lagi, pikirnya, "Dia mau
bercerita, bisa jadi akan kudapat sedikit keterangan dari
ceritanya nanti?” Sebaliknya Toan Cing sun menjawab, "Boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamu bercerita dengan lirih di atas bantal nanti.” "Huh,
engkau sih senang saja!” jengek Be hujin, "Nah Toan long,
dengarkanlah. Pada waktu kecil, keluarga kami sangat miskin,
bahkan membuatkan baju baru bagiku juga orang tuaku tidak
mampu. Dan setiap hari aku selalu berpikir bilakah aku dapat
meniru enci keluarga Thio tetangga kami yang saban tahun
baru tentu mendapat baju baru dan sepatu baru itu? Alangkah
senangnya hatiku bila cita-citaku itu terkabul.” "Pada waktu
kecil tentu kaupun sangat cantik, nona cilik yang demikian
menyenangkan, biarpun memakai baju rombeng juga tetap
cantik,” ujar Cing sun.
Be hujin tersenyum genit, katanya pula merayu, "Waktu
kecil aku selalu rindu, yaitu mreindukan baju citra kembang.”
"Dan sesudah dewasa?” tanya Cing sun. "Sesudah dewasa aku
rindu padamu.” Kembali hati Cing sun terguncang oleh rayuan
itu, ia bermaksud merangkul pula. Tapi rupanya terlalu banyak
minum arak, kaki tangannya terasa lemas, hanya setengah
jalan tangannya sudah turun kembali. Katanya dengan
tertawa, "Ai semakin banyak arak telah kaulolohi aku, kalau
sebentar aku mabuk, haha….Eh siau Kheng, lalu sampai umur
berapa baru terkabul kaupakai baju citra kembang?” "Kau
sendiri dilahirkan dalam keluarga bangsawan, sudah tentu
tidak kenal penderitaan anak keluarga miskin,” sahut Be hujin.
"Tatkala itu biarpun rambutku cuma berhias seutas pita
merah sudah kegirangan setengah mati. WAktu aku berumur
tujuh, ketika dekat tahun baru, ayah menggiring babi yang
kami piara dengan susah payah itu ke pasar untuk dijual, ayah
berjanji akan membelikan cita kembang untuk membuatku
baju baru bagiku. Coba bayangkan, betapa rasa girangku.
"Maka baru satu jam ayah pergi, dengan tak sabar aku
menantinya di depan rumah, tapi ayah belum juga pulang
meski aku sudah masuk keluar rumah beberapa kali. Akhirnya
setelah dekat magrib dari jauh kelihata ayah mendatangin
dengan pelahan. secepat terbang aku memapaknya. "Tapi aku
menjadi kaget sesudah dekat. Kuihat sebelah lengan baju
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayah robek, mukanya merah bengkak, pundaknya berdarah
pula, terang ayah habis dihajar orang. Cepat aku tanya,
"Dimanakah cita kembang yang kau janjikan ayah?…”
Mendengar sampai di sini perasaan Siau Hong ikut
tertekan, pikirnya, "Dasar wanita ini memang tipis pribudinya,
Ayahnya dihajar ornag hingga babak belur dan dia tidak
menghiburnya sebaliknya yang dipikir cuma cita kembang
melulu. Walaupun waktu itu ia masih kecil, tapi juga tidak
pantas.” Maka terdengar Be hujin melanjutkan, "Tapi ayahku
tidak menjawab, beliau cuma geleng kepala sambil
meneteskan air mata. Segera kutanya pula, 'Ayah, cita
kembang yang kupesan sudah dibelikan belu?”
"Dengan menyesal ayah pegang tanganku, katanya, 'Uang
hasil penjualan babi itu telah dirampas oleh juragan Ciok. Aku
utang padanya. Katanya masih harus ditambah rente sekian
dan aku dipaksa membayar'…” "Sungguh tak terkatakan rasa
kecewaku waktu itu, aku duduk lemas di tanah dan menangis
sedih. Setiap hari aku piara babi, dari kecil babi itu kubesarkan
dan cita-citaku cuma ingin memakai baju kembang, siapa
duga hasilnya kosong belaka…”
Pada waktu kecilnya Siau Hong juga pernah hidup
menderita bersama ayah-ibu angkatnya, yaitu Kiau Sam hoai,
setiap hari hdiup mereka selalu menderita di bawah hisapan
tuan tanah dan kaum rentenir, segala siksaan dan aniaya
kaum penghisap itu sudah kenyang dilihat olehnya. Maka kini
ia pun ikut pedih demi terkenang pada ayah ibu angkat yang
malang itu. …
Apakah benar Be-hujin juga merupakan pacar Toan Cing
sun?
Lalu ada sangkut paut apa antara terbunuhnya Be Tai goan
dan hubungan gelap Toan Cing sun dan be hujin itu?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tindakan apa yang akan dilakukan Cin Ang bian dan Wi
Sing tiok setelah menyaksikan adegan mesra Be hujin dan
Toan Cing sun?
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 38
Dalam pada itu Be-hujin sedang melanjutkan ceritanya,
"Ayah berkata kepadaku, 'Nak, biarlah besok ayah piara babi
lagi, pasti akan kubelikan cita kembang untukmu.' "Tapi aku
masih terus menangis, namun apa gunanya? Tiada sebulan
kemudian tibalah tahun baru. Enci keluarga Thio tetangga
sebelah itu memakai baju baju berkembang merah jambon
latar kuning, pakai celana hijau pupus bersulam, sungguh
indah sekali. Dan sungguh pula aku sangat iri, sampai kue
ranjang yang dibuatkan itu juga tak kumakan lagi. Ai, coba
kalau waktu itu kutahu, tentu akan kuhadiahkan sepuluh,
bahkan seratus potong cita kembang padamu,” ujar Cing-sun
dengan tertawa.
"Huh, siapa pingin?” sahut Be-hujin. "Dan pada malaman
tahun baru itu aku menjadi tak bisa tidur memikirkan baju
kembang itu. Sampai tengah malam, diam-diam aku bangun
dan menggeremet ke rumah Thio-pepek, Pada umumnya
orang tua suka menunggu saat pergantian tahun maka belum
tidur, cahaya lilin masih terang benderang, kulihat Cici
keluarga Thio itu sudah tidur di balai-balai, baju barunya itu
menyelimuti di atas tubuhnya. Aku terkesima memandangi
baju kembang yang mempesona itu, sampai akhirnya diamdiam
aku masuk ke kamar Cici Thio dan kuambil baju
kembang itu.”
"Hah, jadi kau mencuri baju baru?” Toan Cing-sun dengan
tertawa. "Ai, kukira Kheng cilik kita ini cuma pintar mencuri
lelaki, kiranya juga pandai mencuri baju.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Be-hujin melirik genit dan tenenyum, katanya, "Aku justru
tidak mencuri baju baru orang tapi aku lantas mengambil
gunting, kupotong baju baru itu hingga hancur, lalu kuambil
celana barunya dan kugusting pula menjadi lajur-lajur itu.
Selesai kuhancurkan baju dan celana baru itu, baru hatiku
senang tak terkatakan. Ya, jauh lebih menyenangkan daripada
aku memakai baju baru.'
Air muka Toan Cing-sun yang tersenyum simpul sejak tadi
itu kini mendadak lenyap dan mendengar sampai di sini,
dengan kurang senang berkata, "Sudahlah, Siau Kheng,
jangan cerita kejadian lama lagi. marilah kita tidur saja.”
"Tidak, aku belum mau tidur,” Sahut Be-hujin, "Toan-long,
apakah kau untuk apa aku menceritakan kisah itu padamu?
Ketahuilah bahwa aku ingin kautahu watakku sejak kecil itu.
bila ada suatu yang kurindukan siang dan malam dan tak
terkabul, dan orang lain justru beruntung bisa
memperolehnya, maka apa pun juga, aku akan berusaha
untuk menghancurkan barang itu.”
"Sudahlah, jangan omong lagi, aku tidak suka mendengar
cerita yang mengesalkan itu,” kata Cing-sun.
Be-hujin tersenyum, ia berbangkit pelahan ia lepaskan
sanggulnya hingga rambutnya yang panjang itu menjulai
sampai di pinggang. Ia ambil sebuah sisir kayu dan pelahan
menyisir rambutnya yang panjang itu. Tiba-tiba ia melirik
dengan tersenyum genit, katanya, "Toan-long, marilah
pondong aku!”
Suaranya yang merdu merayu itu membikin setiap lelaki
mana pun pasti akan luluh.. Keruan Cin Ang-bian dan Wi Singtiok
yang menggeletak di luar jendela itu meski tak bisa
berkutik, tapi demi mendengar rayuan Be-hujin itu, seketika
api cemburu mereka membakar dan dada mereka serasa akan
meledak saking gusarnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu terdengar Toan Cing-sun mengakak tawa
sekali, ia beringsut bangun dengan maksud akan merangkul
sang kekasih.
Tapi rupanya terlalu banyak minum arak, ternyata untuk
berdiri saja ia tidak kuat lagi. Katanya dengan tertawa,
"Hahaha, aku hanya minum empat-lima cawan kecil saja
lantas mabuk sedemikian rupa, Siau Kheng, wajahmu yang
cantik molek ini sekali lihat lantas memabukkan orang,
sungguh dapat menandingi tiga kati arak yang paling keras,
hehe!”
Diam-diam Siau Hong terkesiap, pikirnya dengan heran,
"Aneh, cuma minum empat lima cawan saja mengapa bisa
mabuk? Padahal lwekang Toan Cing-sun sangat tinggi, biarpun
tidak biasa minum arak juga tidak mungkin mabuk seperti ini.
Ah, tentu ada sesuatu yang tidak beres di dalam hal ini.”
Dalam pada itu terdengar Be-hujin sedang tertawa ngikik.
lalu katanya, "Toan-long, turunlah kemari, sedikit pun aku tak
bertenaga, le … lekas pondong aku.”
Toan Cing-sun coba bergerak lagi, tapi makin tidak kuat
berdiri, maka sahutnya dengan tertawa, "Aneh, aku pun tidak
bertenaga sedikitpun. Benar-benar aneh, asal melihatmu, aku
lantas lemah lunglai seperti tikus, ketemu kucing.”
"Ehm, aku emoh, engkau hanya minum sedikit saja lantas
pura-pura mabuk,” sahut Be-hujin dengan senyum aleman.
"Cobalah kerahkan tenaga dalam, tentu dapat.”
Cing-sun lantas mengatur pernapasan dan bermaksud
mengerahkan tenaga. Tak tahunya perutnya terasa kosong
melompong, sedikit pun tak dapat bekerja. Berulang kali ia
menarik napas, siapa duga lwekang yang terlatih berpuluh
tahun kini ternyata hilang tanpa bekas, entah sejak kapan
meninggalkan tubuhnya.
Keruan Cing-sun menjadi gugup. ia sadar urusan agak
gawat. Tapi apa pun juga ia adalah seorang kawanan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kangouw yang luas pengalamannya. menghadapi sesuatu
bahaya lahirnya selalu tenang-tenang saja. Ia berkata dengan
tersenyum, Ai, cuma tinggal tenaga It Yang-ci dan Lak-mehsin-
kiam saja, aku benar-benar dibuat mabuk hingga cuma
sanggup membunuh orang dan tak sangup memondong
orang.”
Mendengar ucapan itu. diam-diam Siau Hong membatin,
"Meski Toan Cing-sun suka paras licin tapi ternyata juga bukan
seorang goblok, ia sadar sedang terancam bahaya, maka
sengaja omong cuma sanggup membunuh orang dan tidak
kuat memondong orang'. Padahal ia hanya mahir It Yang-ci,
tapi tidak bisa Lak-meh-sin-kiam; terang ia sengaja main
gertak.”
Sementara itu dengan lemah lunglai Be-hujin berseru, "Ai,
kepalaku pening sekali. Toan-long jangan … jangan-jangan di
dalam arak itu telah ditaruh sesuatu oleh orang?”
Sebenarnya Cing-sun sudah mencurigai Be-hujin yang
menaruh obat di dalam arak, tapi demi mendengar si dia
mengemukakan lebih dulu hal itu, rasa curiga Cing-sun lantas
lenyap, bahkan ia memanggilnya, "Siau Kheng, marilah sini,
aku ingin bicara padamu.”
Be-hujin tampak seperti ingin melangkah ke samping Cingsun.
tapi seperti tidak kuat bergerak lagi, ia menggabruk di
atas meja, mukanya kemerah-merahan dan napasnya
memburu. katanya, "Toan-long … selangkah pun aku tidak
sanggup bergerak, mengapa engkau …. meracuni aku?”
Cing-sun menggeleng kepala dan memberi isyarat tangan
dengan pelahan, ia celup jarinya ke cawan arak dan menulis di
atas meja, "Kita, terjebak akal keji musuh, hendaklah berlaku
tenang.”
Sedang di mulut ia berkata, "Kini tenaga dalamku sudah
mulai bekerja, kalau cuma beberapa cawan arak racun
masakah dapat menjatuhkan aku?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Be-hujin menulis juga di atas meja, "Sungguhsungguh
atau palsu!”
Dan Cing-sun menulis pula, "Jangan unjuk kelemahan, ”
Di mulut ia berderu, "Siau Kheng!, siapakah musuhmu
hingga menggunakan tipu keji ini untuk menjebak diriku.”
Melihat tulisan Toan Cing-sun tentang 'jangan unjuk
kelemahan” itu, diam-diam Siau Hong mengeluh baginya,
pikirnya, "Biarpun kau Toan Cing-sun biasanya pintar dan
cerdik, akhirnya terjungkal juga di tangan kaum wanita. Sudah
terang gamblang racun itu adalah perbuatan. Be-hujin, karena
dia masih jeri mendengar ucapanmu 'masih sanggup
membunuh orang dan tidak kuat memondong orang', maka ia
pun pura-pura keracunan untuk memancing reaksimu,
mengapa sedemikian, mudah engkau tertipu olehnya?”
Sementara itu Be-hujin mengunjuk rasa sedih dan sedang
menulis pula di atas meja, "Apa tenaga dalammu benar-benar
hilang semua, dan tidak kuat melawan musuh?”
Dan di mulut senaliknya berseru, "Toan-long, jika benar
ada bangsa keroco berani main gila ke sini, nah, rupanya dia
sudah bosan hidup, boleh kaududuk saja di sini dan jangan
gubris padanya, lihat saja apakah dia berani turun tangan?”
"Diharap bekerjanya obat lekas lenyap dan musuh jangan
terburu datang,” demikian Cing-sun menulis di atas meja. Tapi
di mulut berkata, "Ya, benar, aku justru sedang kesepian,
kalau ada orang suka main-main dengan kita, itulah yang kita
harapkan. Eh, Kheng cilik, apakah kaumau melihat kelihaian
ilmu tiam-hiat jarak jauh?”
Maksud Cing-sun hanya untuk menggertak saja, di luar
dugaan Be-hujin menjawab sungguh-sugguh dengan tertawa,
"Ya, selamanya aku, tidak pernah melihat kepandaianmu itu,
boleh coba kaututuk sekali ke arah jendela dengan It Yang-ci,
tentu sangat hebat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cing-sun berkerut kening dan diam-diam menggerutu,
berulang-ulang ia main mata dengan maksud agar sang
kekasih memahami alasannya yang cuma main gertak saja itu.
Sebaliknya Be-hujin malah mendesak terus, katanya,
"Hayolah, lekas coba, asal kau tusuk satu lubang kecil pada
kertas jendela, tentu musuh akan lari ketakutan. Kalau tidak,
wah, pasti celaka, musuh akan tahu kelemahanmu sekarang.”
Kembali Cing-sun terkesiap, pikirnya, "Biasanya dia sangat
cerdik, mengapa sekarang pura-pura dungu?”
Tentah berpikir, terdengar Be-hujin berkata pula dengan
suara lembut, "Toan-long, engkau telah minum racun 'Siphiang-
bi-hun-san' (obat bius dari sepuluh jenis wewangian),
biarpun ilmu silatmu setinggi langit juga tenaga dalammu akan
lenyap seluruhnya. Toan-long, jika engkau masih dapat
menutuk dari jauh, cukup menjojoh suatu lobang kecil saja di
kertas jendela dan hal itu akan merupakan suatu keajaiban
alam.”
"Hah, jadi aku terkena … terkena 'Sip-hiang-bi-hun-san,
yang keji itu?” seru Cing-sun terkjut, "Dari … dari mana kau
tahu?”
"Tadi waktu aku menuangkan arak bagimu, araknya aku
kurang hati-hati hingga sebungkus racun itu jatuh, ke dalam
poci arak,” sahut Be-hujin dengan tertawa.
"O, kiranya begitu, tak apa-apalah.” ujar Cing-sun dengan
senyum ewa. Jelas sekarang duduknya perkara dan tahu telah
masuk perangkap nyonya janda itu. Kalau dia marah-marah
dia mendamprat pasti akan membikin urusan runyam malah.
Maka lahirnya ia pura-pura seperti tiada terjadi apa-apa,
sedapat mungkin ia berlaku tenang untuk menghadapi
perkembangan selanjutnya.
"Ia sangat cinta padaku, rasanya tidak nanti
membunuhku,” pikirnya, "Bisa jadi ia cuma minta aku berjanji
untuk hidup berdampingan dengan dia selamanya atau minta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
aku membawanya pulang ke Tayli untuk dijadikan istri sah.
Jika demikian halnya, ini pun timbul dari cintanya padaku yang
sangat mendalam, meski perbuatannya ini agak keterlaluan,
tapi juga tiada maksud jahat.”
Dalam pada itu didengarnya Be-hujin lagi berkata, "Toanlong,
maukah kau jadi suami-istri dengan aku sampai hari
tua?”
"Ai, engkau ini benar-benar kelewat lihai,” sahut Cing-sun
dengan tertawa. "Baiklah, aku takluk. Besok juga boleh kau
ikut aku pulang ke Tayli, akan kuambil dirimu sebagai selir
Tin-lam-ong.”
Mendengar itu kembali api cemburu Cin Ang-bian dan Wi
Sing-tiok membakar, pikir mereka, "Apanya yang kau pilih dari
perempuan hina-dina itu? Engkau tidak terima permintaanku,
tapi meluluskan permintaannya?”
Lalu terdengar Be-hujin menghela napas, katanya, "Teanlong,
sebelum ini aku pernah tanya padamu cara bagaimana
akan kauatur diriku, kau bilang negeri Tayli tanahnya lembab,
hawanya panas, ketika tinggal di sana aku bisa jatuh sakit.
Dan sekarang engkau terpaksa menerima permintaanku, jadi
bukan timbul dari hatimu yang murni.”
Cing-sun menghela napas, katanya, "Siau Kheng, biarlah
kukatakan terus terang. Aku adalah Tin-lam-ong, Po-koktaiciangkun,
pangeran negeri Tayli, kakak baginda tidak punya
keturunan. kalau beliau wafat, tentu tahta akan diturunkan
kepadaku. Kini aku cuma seorang persilatan biasa di
Tionggoan sini, kalau pulang Tayli aku tidak boleh berbuat
sembrono lagi, betul tidak?"
"Betul, lantas bagaimana,” sahut Be-hujin.
"Dan kalau aku membawamu pulang ke Tayli itu berarti aku
karus menepati janji, tidak mungkin seorang pangeran
mahkota mengingkari janjinya. Betul tidak?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, beralasan juga ucapanmu,” sahut Be-hujin pelahan.
"Dan kelak kalau engkau naik tahta, dapatkah kau angkat aku
sebagai Hong-hou-nio-nio (permaisuri).”
Cing-sun menjadi ragu, sahutnya kemudian. "Aku sudah
punya istri kawin, untuk mengangkatmu sebagai permaisuri
tentu tidak bisa ….” "Memangnya aku adalah seorang janda
sial, mana dapat menjadi permaisuri apa segala, bukankah
akan dibuat buah tertawaan orang?” kata Be-hujin. Lalu ia
menyisir rambut dengan pelahan, sambungnya kemudian
dengan tertawa, "Toan-long, kisah yang kuceritakan tadi
apakah kau paham maksudnya?” Seketika keringat dingin
berketes-ketes di jidat Toan Cing-sun, tapi sedapat mungkin ia
coba bersikap tenang, namun lwekang yang dilatihnya selama
berpuluh tahun kini telah lenyap entah ke mana, keruan ia
kerupukan mirip seorang yang kelelep dalam air.
"Toan-long. engkau kegerahan bukan? Biarkan aku
mengusap keringatmu,” kata Be hujin. Lalu ia mengeluarkan
sepotong saputangan dan mendekati Toan Cing-sun untuk
membersihkan keringat dingin di jidatnya sambil berkata pula
dengan lembut, "Toan-long, engkau harus menjaga
kesehatanmu habis minum arak bisa masuk angin, bila engkau
jatuh sakit, ai, betapa rasa cemasku nanti?”
Mendengar rayuan berbisa itu, seketika Toan Cing-sun yang
berada di dalam kamar dan Siau Hong yang mengintip di luar
itu diam-diam timbul semacam rasa takut yang sukar
dilukiskan. Tapi Cing-sun masih tersenyum sedapatnya,
sahutnya, "Ya, malam itu kaupun basah kuyup keringat dan
aku pun pernah mengusap keringatmu, malahan saputangan
yang kupakai itu kubawa sekarang.”
Sekilas air muka Be-hujin tampak malu-malu kucing,
katanya dengan lirikan genit, "Kejadian belasan tahun yang
lalu masakah masih suka kau bicarakan? Coba kulihat
saputanganku itu.” Dalam baju Toan Cing-sun ternyata
memang benar-benar terdapat saputangan yang dikatakan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Inilah merupakan salah satu modalnya mengapa dia mahir
memikat hati kaum wanita. Ia cukup kenal sifat dan jiwa
orang perempuan, dengan demikian ia membikin setiap
perempuan yang main asmara dengan dia akan percaya
penuh bahwa sesungguhnya sang kekasih itu cinta padanya.
Begitulah ia bermaksud mengeluarkan saputangan itu, tapi
sedikit jarinya bergerak, rasa lengannya lantas kaku linu,
racun 'Sip-hiang-hi-hun-san' itu ternyata sangat lihai, bahkan
untuk mengambil saputaugan saja tidak sanggup lagi.
"Mana, tunjukkanlah padaku!” demikian seru Be-hujin.
"Hm, kembali kaudusta belaka.”
"Haha, sekali mabuk hingga tangan juga tidak bisa
bergerak lagi,” kata Cing-sun dengan tersenyum getir "Boleh
kauambil sendiri dalam bajuku ini.”
"Huh, apakah kau kira aku dapat ditipu?” sahut Be-hujin.
"Kauingin memancing aku mendekat, lalu dengan It Yang-ci
akan kaumatikan aku.”
"Wanita cantik ayu tiada bandingannya seperti dirimu,
sekalipun aku adalah manusia yang paling kejam juga tidak
tega menggoda dengan kuku di mukamu,” ujar Cung-sun
dengan tersenyum.
"Betulkah begitu, Toan-long?” Be-hujin menegas dengan
tertawa. "Tapi aku tetap kuatir, aku harus mengikat dulu
kedua tanganmu, kemudian … kemudian mengikat sukmamu
pula dengan sebundel benang halus.”
"Sudah sedari dulu kauikat sukmaku, kalau tidak masakah
aku bisa datang kemari?” ujar Cing-sun.
Be-hujin tertawa, katanya, "Engkau memang seorang baik,
pantas aku jatuh hati padamu.”
Sembari berkata ia buka laci meja dan mengeluarkan
seutas tali kulit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Cing-sun terkesiap, pikirnya, 'Kiranya lebih dulu
ia sudah siapkan segala sesuatunya, tapi aku sama sekali tidak
sadar. Ai, Toan Cing-sun, kalau hari ini jiwamu malayang di
sini juga tak bisa menyalahkan orang lain.”
Dalam pada itu terdengar Be-hujin lagi berkata, "Toan-long,
sesungguhnya cintaku padamu tiada taranya, tapi lebih dulu
aku harus mengikat tanganmu, apa engkau akan marah
padaku?”
Dalam keadaan begitu, kalau orang lain mungkin akan
terus mencaci maki, bila tidak tentu akan mohon ampun dan
menyinggung cinta masa lalu.
Namun Cing-sun cukup kenal watak Be-hujin, yang culas
dan keji, biarpun wanita, pendiriannya lebih teguh daripida
kaum pria, mencaci maki padanya takkan membuatnya marah,
minta ampun juga takkan membikin dia menaruh belas
kasihan.
Jalan satu-satunya sekarang ialah mengulur waktu untuk
mencari kesempatan kalau-kalau ada kemungkinan
menyelamatkan diri. Maka ia coba tenangkan diri dan berkata
dengan terawa, "Siau Kheng, asal kulihat matamu yang basahbasah
sayu itu, betapapun rasa marahku juga seketika akan
hilang s irna. Marilah biar kucium bunga melati yang tersunting
di rambut mu itu harum atau tidak?”
Kiranya pada waktu belasan tahun yang lampau, dengan
kata-kata demikian itulah Toan Cing-sun memperoleh cinta
Be-hujin. Kini ucapannya diulangi kembali, seketika Be-hujin
menjatuhkan tubuhnya ke pangkuan Toan Cing-sun dengan
penuh kasih mesra. Ia mengelus-elus pipi Toan Cing-sun dan
berkata dengan suara lembut, "Toan-long malam itu telah
kuserahkan badanku ini padamu tatkala itu kutanya padamu
bila kemudian hari hatimu berubah, lantas bagaimana
tindakanku?'
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cing-sun tak bisa menjawab, sebaliknya keringat di jidatnya
berbutir-butir bagai kedelai besarnya. "Kekasih yang tidak
punya liangsim, apakah sumpah yang pernah kau ucapkan
sekarang kaulupakan sendiri?” kata Be-hujin. "Aku tidak lupa,”
sahut Cing-sun dengan tersenyum getir. "Aku menyatakan
akan membiarkan digigit daging tubuhku ini secomot demi
secomot.” Sebenarnya sumpah begitu adalah jamak tatkala
kedua kekasih sedang bercumbu-cumbuan.
Tapi kini tanpa terasa membuat orang yang mendengarnya
mengkirik. Dan dengan senyum genit Be-hujin berkata,
"Masakah aku tega menggigitmu. Aku hanya ingin mengikat
kedua tanganmu, kaululuskan tidak, coba katakan selamanya
aku menurut kepada apa yang kaukatakan.” Cing-sun tahu
dirinya takkan terhindar dari pada siksaan kekasih itu, maka
sahutnya dengan tawa,
"Jika kau mau ikat, boleh ikatlah. Biarpun mati, asal mati di
tangamu juga aku puas.” Diam-diam Siau Hong kagum juga
kepada ketenangan Toan Cing-sun, menghadapi detik bahaya
itu ternyata pangeran Tayli itu masih sanggup mengucapkan
kata-kata merayu.
Segera Be-hujin menelikung kedua tangan Cing-sun ke
belakang, lalu diringkusnya dengan tali kulit hingga kencang,
bahkan ia ikat dengan tali pati bebarapa kali. Dengan
demikian, sekali pun Toan Cing-sun dalam keadaan biasa juga
sukar melepaskan diri, apalagi sekarang dalam keadaan lemas
tak berkutik.
Kemudian Be-hujin berkata pula dengan tertawa
menggiurkan, "Aku pun benci kepada kedua kakimu ini, asal
sudah melangkah pergi, maka tak mau kembali lagi.” "Tapi
waktu aku berkenalan denganmu, justru kedua kaki inilah
yang membawaku kemari, maka jasanya boleh dikatakan
besar daripada dosanya,” sahut Cing-sun. "Baiklah, biar aku
mengikatnya juga,” kata Be-hujin. Lalu ia mengunakan tali
kulit yang lain untuk mengikat kedua kakinya. Habia itu, ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ambil gunting dun pelahan memotong baju di bahu kanan
Cing-sun hingga tertampak kulit dagingnya yang putih bersih.
Meski usia Toan Cing-sun sudah lebih 4l tahun tapi ia
dilahirkan sebagai pengeran, hidupnya senang bahagia, maka
badannya terawat dengan baik, kulit dagingnya juga halus.
Pelahan Be-hujin meraba bahu Toan Cing-sun itu, kemudian ia
tempelkan mulutnya yang mungil itu untuk mencium pipi sang
kekasih, lalu menurun ke leher dan mencium bahu kanan itu.
Dan "Auuuhhg!” mendadak Toan Cing-sun menjerit kesakitan,
suaranya keras memecah angkasa malam yang sunyi. Ketika
Be-hujin mengangkat kepalanya, tertampaklah mulutnya
penuh berlepotan darah, ternyata sepotong daging di bahu
Toan Cing-sun itu benar-benar telah digigitnya. Keruan darah
mengucur dari tempat luka itu.
Be-hujin meludahkan sepotong daging kecil yang digigitnya
itu, lalu berkata dengan suara genit, "Toan-long engkau
sendirilah yang bilang bahwa bila hatimu berubah, maka akan
membiarkan aku menggigit dagingmu secomot demi
secomot.”
"Haha, memang begitulah kataku dahulu, masakah aku
mungkir sekarang?” sahut Cing-sun dengan tertawa. "Ya,
terkadang aku pun berpikir entah cara bagaimana baiknya aku
akan mati? Kalau mati sakit di atas ranjang, itulah terlalu
jamak. Mati di medan bakti, sudah tentu cara ini sangat baik,
tapi melulu gagah perwira saja tanpa romantis. kurasa masih
kurang sempurna dan tidak sesuai dengan perbuatanku selami
hidup. Tapi kini, Siau Khong, apa yang kaupakai ini benarbenar
suatu cara yang paling tepat, rupanya sudah ditakdirkan
aku Toan Cing-sun harus mati di mulut mungil wanita paling
cantik di jaman ini, biar mati pun aku akan merata puas.”
Mendengar sampai di sini, Ciu Ang-bian dan Wi Sing-tiok
menjadi kuatir sekali, mereka jiwa kekasih mereka itu benarbenar
terancam bahaya, sebaliknya Siau Hong terlihat masih
enak-enak menonton di luar jendela dan tiadi tanda-tanda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan turun tangan untuk menolong. Keruan mereka sangat
gelisah dan diam-diam mencaci maki bekas Pangcu itu, coba
kalau tak tertutuk olehnya, tentu sejak tadi mereka menerjang
ke dalam rumah untuk menolong sang kekasih.
Sebaliknya waktu itu Siau Hong masih belum dapat meraba
apa sebenarnya tujuan Be-hujin itu, ia tidak tahu apakah
nyonya janda itu benar-benar akan membunuh Toan Cing-sun
atau cuma untuk menggertak saja. Dan karena kuatir salah
tindak, maka Siau Hong tetap sabarkan diri untuk mengikuti
perkembangan selanjutnya. Begitulah maka didengarnya Behujin
sedang berkata dengan tertawa, "Toan-long, sebenarnya
aku ingin menggigitmu dengan perlahan-lahan, akan
kugigitmu seratus kali atau seribu kali, tapi kukuatir pula
bawahanmu keburu datang menolongmu. Maka boleh begini
saja, aku akan menancapkan sebilah belati pada hulu hatimu,
lalu cuma menusuk setengah senti saja ke dadamu hingga
jiwamu takkan melayang, tapi bila ada orang ingin
menolongmu, segera kutikam belati itu dan kontan kaupun
akan terbebas daripada segala penderitaan.”
Sembari berkata ia terus mengeluarkan sebilah belati yang
kecil mengkilap, ia potong baju dada Toan Cing-sun, ia
acungkan ujung belati ke hulu hati sang kekasih, sedikit ia
tekan, ujung belati lantas menusuk ke dalam dadaa, dan
menang benar hanya ambles masuk setengah senti saja. Pada
saat Be-hujin menusuk dada Toan Cing-sun dengan belati,
dengan mata tak berkedip Siau Hong mengawasi tangan
wanita itu, asal dilihatnya nyonya itu menikam dengan kuat
dan membahayakan jiwa Toan Cing-sun, maka seketika ia
akan turun tangan untuk menolong.
Syukurlah ia lihat Be-hujin cuma menusuk dengan pelahan
saja, maka Siau Hong tidak perlu kuatir pula. Kemudian
terdengar Toan Cing-sun berkata, "Siau Kheng, sesudah mati
digigit olehmu, maka selamanya aku pun takkan
meninggalkanmu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebab apa?” tanya Be-hujin.
"Sebab umumnya kalau sang istri membunuh suami sendiri,
maka arwah sang suami yang sudah mati itu pasti takkan
melayang pergi, tapi akan menjaga di samping sang istri untuk
mengalang-alangi kalau ada lelaki lain akan main gila dengan
dia ” Apa yang dikatakan Toan Cing-sun ini tentunya cuma
untuk menakut-nakuti saja agar Be-hujin tidak terlalu keji
perbuatanya.
Tak terduga wajah nyonya janda itu lantas berubah hebat
demi mendengar ucapan itu dan tanpa terasa melirik sekejap
ke belakang. Dasar Toan Cing-sun memang cerdik, segera ia
tambahi pula, "Lihatlah, siapakah orang yang berada di
belakangmu itu?”
Be-hujin terkejut, capat sahutnya, "Siapa sih yang berada
di belakangku? Huh ngaco belo belaka!”
"Itu dia, seorang lelaki sedang tertawa padamu sambil
meraba-raba tengorokan sendiri seakan-akan
kerongkongannya sedang kesakitan,” demikian kata Cing-sun
pula. "He, siapakah dia. Perawakannya tinggi, dan menangis
malah…”
Tanpa terasa Be-hujin membalik tubuh dengan cepat, dan
sudah tentu tiada seorang pun tang dilihatnya. Dengan suara
gemetar ia mengomel, "Kau … kau bohong!” Semula Toan
Cing-sun sebenarnya cuma omong asal omong saja, tapi kini
demi melihat perempuan itu ketakutan sekali, seketika timbul
rasa curiganya. Sebagai seorang cerdik, sedikit pikir saja
segera ia tahu di balik kematian Be Taigoan itu pasti ada
sesuatu yang tidak beres. Ia tahu Be Taigoan terbinasa oleh
serangan 'Soh-au-kim-na-lu' (ilmu mencengkeram leher),
sebab itulah ia sengaja bilang orang itu seperti sakit
kerongkongan dan meneteskan air mata.
Dan benar juga ucapannya itu membuat Be-hujin sangat
gelisah dan ketakutan. Sedikit kelakuan Be-hujin yang tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
wajar itu segera dapat diduga oleh Toan Cing-sun. Ia pikir
kalau dirinya ingin selamat, agaknya harus mencari jalan
melalui kelemahan wanita itu dalam urusan kemtian suaminya
itu. Maka ia lantas berkata pula, Eh, aneh, mengapa hanya
sekejap saja lelaki itu sudah menghilang, dia pernah apakah
denganmu?”
Keruan Be-hujin semakin gugup, tapi segera kemudian ia
dapat tenangkan diri, sahutnya, "Toan-long, urusan sudah
begini, tentunya harus kautepati sumpahmu itu, mengingat
hubungan, kita yang baik, biarlah kubereskan dirimu secara
cepat dan enak saja.” Sambil berkata ia terus melangkah maju
untuk menolak belati yang menancap di dada Toan Cing-sun
itu.
Cing-sun sadar keadan sangat gawat, mati-hidupnya
tinggal sekejap saja, tiba-tiba ia mendelik ke belakang Behujin
sambil berteriak, "Eh Taigoan, lekas cekik mati dia!”
Memangnya Be-hujin terkejut ketika melihat sikap Toan Cingsun
yang menyeramkan itu, ketika mendengar teriakannya
menyebut 'Be Tai-goan’, keruan ia tambah kaget dan tanpa
terasa ia menoleh. Kesempatan yang sudah dicari itu tidak
disia-siakan Cing-sun lagi, sekuatnya ia menunduk terus
menyeruduk ke arah Be-hujin, "bluk”, kontan bawah dagu
nyonya janda itu tertumbuk dan jatuh kelengar.
Tapi serudukan Toan Cing-sun ini tak mempunyai tenaga
dalam sedikitpun, Be-hujin cuma pingsan sebentar saja lantas
siuman kembali, berbangkit sambil meraba-raba dagu sendiri,
katanya dengan tertawa. "Toan-long, engkau suka kasar
begini, daguku sampai kesakitan kautumbuk. Engkau sengaja
omong yang tidak-tidak untuk menakuti aku. sekarang aku
takmau tertipu lagi.” Diam-diam Cing-sun mengeluh dan
menghela napas, jika nasibnya sudah ditakdirkan demikian,
apa mau dikata lagi? Tiba-tiba datang suatu pikiran padanya,
katanya segera, Siau Kheng, apakah aku akan kaubunuh
secara begini saja? Kalau nanti orang Kai-pang datang kemari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk menghukummu atas dosamu membunuh suami sendiri,
lantas siapa yang akan memembela dirimu?” Be-hujin tertawa,
sahutnya, "Siapa yang bilang aku membunuh suami sendiri?
Hah, setelah engkau kubunuh, akan kupergi dan menghilang
jauh-jauh, masakah aku masih mau tinggal disini!” Ia
menghela napas penuh menyesal, lalu berkata pula,
"Toan-long, sesungguhnya aku sangat rindu padamu.
Sangat cinta padamu, tapi karena aku tak bisa
mendapatkanmu, terpaksa aku menghancurkan dirimu, ini
adalah tabiatku, apa mau dikatakan lagi?”
"Ah, tahulah aku sekarang,” kata Cing-sun tibi-tiba. "Tempo
hari kamu sengaja menipu nona cilik itu supaya Kiau Hong
membunuhku, tujuanmu adalah sama seperti sekarang ini,
bukan?”
"Ya, benar,” sahut Be-hujin. "Keparat Kiau Hong itu benarbenar
tak berguna, masakah membunuhmu pun tidak mampu
hingga kamu berhasil melarikan diri kemari.”
Sungguh heran Siau Hong tak terkatakan, kepandaian
menyamar si A Cu boleh dikata tiada bandingannya, apalagi
Be-hujin ini jarang bertemu dengan Pek Si-kia, mengapa ia
dapat mengetahui rahasia penyamaran A Cu itu?
Semetara itu terdengar Be-hujin berkata pula, "Toan-long,
aku akan menggigit sekali lagi!”
"Silakan, aku sangat senang malah,” sahut Cing-sun
dengan tersenyum.
Siau Hong tahu sudah tiba waktunya, segera ia jojohkan
telapak tangannya ke dinding yang berada di belakang Toan
Cing-sun ita, ia kerahkan tenaga dalam dan pelahan
tangannya dapat menembus dinding itu, akhirnya tanpa
diketahui siapa pun telapak tangannya dapat menempel
punggung Toan Cing-sun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itulah Be-hujin menggigit pula daging di bahunya
hingga Cing-sun berteriak kesakitan sambil kelojotan, dan
pada saat yang sama tiba-tiba ia merasa kedua lengan sendiri
dapat bergerak, tali kulit yang mengikat tangannya dijepit
putus oleh Siau Hong. Berbareng suatu arus tenaga dalam
membanjir ke tubuh Toan Cing-sun.
Sesudah tertegun sekejap, Cing-sun sadar di luar telah
datang bala bantuan yang kuat, segera ia bertindak, tenaga
dalam yang mengalir ke tubuhnya itu dikerahkan ke tangan
dan jari, "crit”, kontan ia mengeluarkan It Yang-ci yang sakti.
Keruan Be-hujin menjerit, iganya tertutuk sekali, orangnya
pun roboh di balai-balai.
Melihat Toan Cing-sun sudah berhasil mengatasi Be-hujin,
cepat Siau Hong menarik kembali tangannya. Dan selagi Cingsun
hendak bersuara menyatakan terima kasih kepada
penolong yang tak kelihatan itu, tiba-tiba kerai pintu
tersingkap dan masuklah seorang.. "Siau Kheng, apa kamu
masih sayang padanya? Mengapa sudah sekian lama belum
kaubereskan dia?” demikian orang itu menegur.
Melihat orang itu, seketika Siau Hong terkesima. Tapi
hanya sekejap saja, maka segala tanda tanya yang selama ini
bersarang dalam benaknya itu seketika terjawab semuanya.
Terbayang oleh Siau Hong kejadian-kejadian yang lalu, yaitu
waktu Be-hujin datang di tengah hutan di luar kota Bu-sik, di
sana nyonya janda itu mengeluarkan kipas lempit miliknya
sebagai bukti untuk memfitnah dia malam-malam
menggerayangi rumah Be Tai-goan untuk mencuri surat
penting itu. Ia heran dari manakah nyonya ini mendapatkan
kipas itu? Jika kipas pribadinya itu dicuri orang, tentu si
pencuri adalah orang kepercayaannya. Dan siapakah orang
itu? Rahasia tentang dirinya keturunan Cidan sudah
terpendam selama lebih-30 tahun, mengapa mendadak orang
membongkarnya?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Penyamaran A Cu sebagal Pek Si-kia sebenarnya mirip
sekali, dari mana Be-hujin dapat mengetahui rahasia
penyamarannya? Jawabannya ternyata mudah saja dengan
munculnya orang ini. Siapakah dia? Kiranya ia tak-lain-takbukan
adalah Pek Si-kia sendiri itu Cit-hoat Tianglo Kai-pang
yang disegani. Begitulah maka terdengar Be-hujin sedang
berseru dengan kuatir, "Dia … dia masih tangkas aku … aku
tertutuk olehnya.”
Mendengar itu, segera Pek Si-kia melompat maju, ia
pegang kedua tangan Toan Cing-sun, "krak-krak”, kontan ia
puntir patah tulang pergelangan lawan itu. Hendaklah
diketahui bahwa tenaga murni yang disalurkan Siau Hong ke
dalam tubuh Toan Cing-sun itu hanya dapat bertahan
sebentar saja, ketika Siau Hong menarik kembali tangannya,
kembali Toan Cing-sun menjadi lumpuh pula, Siau Hong
sendiri sedang bergolak perasaannya oleh munculnya Pek Sikia,
seketika ia tidak berpikir untuk membantu Toan Cing-sun
lagi, pula ia tidak menduga bahwa mendadak Pek Si-kia akan
turun tangan keji, maka selagi ia terkejut oleh kejadian itu
tahu-tahu tulang pergelangan tangan Toan Cing-tun sudah
patah.
Pikirnya, "Ya, orang ini suka menggoda banyak wanita, hari
ini biar dia tahu rasa sedikit. Mengingat A Cu pada detik
terakhir tentu akan ku tolong jiwanya.” Dalam pada itu
terdengar Pek Si-kia sedang berkata, "Orang she Toan, tidak
nyana kepandaianmu sangat hebat juga, sudah minum Sip
hiang-hi-hun-san toh tenagamu tidak lenyap sama sekali.”
Meski Toan Cing-sun tidak tahu siapakah gerangan orang
yang membantunya dengan hawa murni dari luar rumah itu,
tapi ia menduga pasti seorang tokoh yang berkepandaian
tinggi, di hadapannya kini bertambah seorang musuh tanguh,
namun di belakang sendiri juga ada penolong yang kuat, maka
ia tidak menjadi gugup, apalagi dari ucapan Pek Si-kia itu
terang orang tidak tahu bahwa dirinya barusan telah ditolong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang, maka ia lantas bertanya, "Apakah tuan ini Tianglo dari
Kai-pang? Selamanya aku tidak kenal padamu, mengapa
datang-datang lantas turun tangan keji?”
Pek Si-kia tidak menjawab, ia mendekati Be-hujin dan
memijat-mijat beberapa kali pada pinggangnya. Namun It
Yang-ci keluarga Toan dari Tayli adalah ilmu tiam-hiat yang
sakti, biarpun ilmu silat Pek Si-kia tidak lemah, tapi tidak
mampu membuka hiat-to yang tertutuk itu.
Maka dengan berkerut kening tokoh Kai-pang itu bartanya.
"Bagaimana keadaanmu?” Nadanya ternyata penuh perhatian
mirip seorang suami lagi tanya istrinya.
"Aku merasa lemas, sedikit pun tak bisa berkutik,” sahut
Be-hujin. "Si-kia, lekas turun tangan membereskan dia saja,
dan segera kita pun angkat kaki dari sini. Rumah … rumah ini
lebih baik kita tinggalkan saja.”
"Hahahaha!” mendadak Toan Cing-sun terbahak-bahak,
"Siau Kheng, mengapa kau ketakutan? Hahahaha!”
"Toan-long, ajalmu sudah di depan mata, tapi engkau
masih senang-senang dan tertawa segembira ini?” ujar Behujin
dengan tersenyum.
"Plok”, mendadak Pek Si-kia tempeleng nyonya janda itu
dengan keras sambil memaki, "Masih kaupanggil dia Toanlong?
Kau perempuan hina-dina! Long atau "kok” adalah
panggilan kaum istri kepada sang suami.
Dan selagi Be-hujin meringis kesakitan, di sana Toan Cingsun
telah membentak dengan gusar, "Tahan, mengapa
kaupukul dia?”
"Huh, berdasar apa kauikut campur?” jengek Pek Si-kia.
"Dia adalah orangku, aku suka hajar atau maki dia, peduli apa
dengan kau?”
"Wanita cantik molek begini, masakah kau-tega
memukulnya?” demikian kata Cing-sun. "Seumpama betul dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah orangmu, sepantasnya engkau membujuk rayu untuk
menyenangkan dia.”
"Dengarlah itu!” kata Be-hujin sambil mendeliki Pek Si-kia
sekali. "Coba, orang lain begitu baik padaku, dan bagaimana
pula sikapmu kepadaku? Apa engkau tidak malu?”
"Kau perempuan jalang ini, sebentar lagi tentu akan ku
hajarmu?” demikian Si-kia mendamprat. "Orang she Toan, aku
justru tidak suka mendengarkan ocehanmu itu. Kamu pandai
mengambil hatinya, tapi mengapa sekarang kamu akan
dibunuh olehnya? Nah, silakan saja, pada hari yang sama
tahun depan adalah ulang tahun ajalmu ini.” Habis berkata, ia
terus melangkah maju dan hendak menusukkan belati yang
menancap di dada Toan Cing-sun itu.
Melihat keadaan sudah berbahaya, segera tangan Siau
Hong dimasukkan pula melalui lubang dinding tadi, asal Pek
Si-kia melangkah maju lagi sedikit, segara tenaga pukulannya
akan dilontarkan! Tapi pada saat itu juga mendadak kerai
tersingkap oleh tiupan angin yang kencang, dimana angin
keras menyambar, seketita api lentera padam dan kamar itu
menjadi gelap gulita.
Be-hujin menjerit ketakutan, Pek Si-kia tahi kedatangan
musuh, ia tidak sempat membunuh Toan Cing-sun lagi
terpaksa ia harus menghadaphi musuh lebih dulu. Segera ia
membentak, "Siapa?” Berbareng kedua tangan siap didepan
dada sambil membalik tubuh.
Angin kencang yang memadamkan api lentera tadi terang
dilakukan oleh seorang yang ilmu silatnya sangat tinggi. Tapi
sesudah kamar itu menjadi gelap gulita, keadaan tetap sunyi
senyap saja. Tapi ketika Pek Si-kia, Toan Cing-sun, Be-hujin,
dan Siau Hong memperhatikan, maka tertampakah lamatlamat
di dalam kamar itu sudah bertambah dengan satu
orang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Be-hujin yang pertama-tama tidak tahan perasaannya, ia
menjerit tajam, "Ada orang! Ada orang!”
Orang itu tampak berdiri tegak di tengah pintu, kedua
tangan lurus ke bawah, mukanya tidak kelihatan.
"Siapa kau?” bentak Pek Si-kia pula sambil melangkah maju
setindak. Tapi orang iua tetap diam saja seakan-akan tidak
mendengar. Kembali Pek Si-kia membentak lagi, "Siapa kau?
Jika tidak manjawab, terpaksa aku tidak sungkan-sungkan
lagi.” Oleh karena tidak tahu pendatang itu kawan, atau
lawan, cuma dari angin pukulannya yang dapat memadamkan
api lentera tadi jelas ilmu silat pendatang ini sangat tinggi,
maka Pek Si-kia tidak ingin bergebrak dengan dia. Tapi orang
itu tetap berdiri tegak tanpa bersuara, dalam keadaan gelap,
suasana menjadi seram rasanya,
Dalam pada itu Toan Cing-tun dan Siau Hong yang berada
di dalam dan di luar rumah itu juga merasa sangsi melihat
bentuk pendatang itu, pikir mereka, "Ilmu silat orang ini tidak
lemah, tapi di kalangan Bu-lim mengapa tidak pernah
terdengar ada tokoh seperti dia ini?'
Sementara itu Be-hujin berteriak pula, "Lekas menyalakan
lentera, aku takut, aku takut!”
Diam-diam Si-kia mendongkol, pikirnya, "Perempuan jalang
ini sembarangan omong saja, kalau aku menyalakan api,
bukankah akan memberi kesempatan kepada musuh untuk
menyerang?” Begitulah maka ia tetap siapkan kedua tangan di
depan dada. ia ingin tahu bagaimana musuh akan bertindak
lebih dulu, dengan demikian ia akan dapat mengetahui musuh
benar-benar lihai atau tidak.
Tak tersangka orang itu tetap diam-diam saja hingga
mereka berdiri berhadapan sampai cukup lama. Keruan saja
makin lama Pek Si-kia makin kuatir, pikirnya, 'Tentu orang ini
adalah lawan dan bukan kawan, tapi dia tidak mau
menyerang, apakah sebabnya? Ah, tentu dia lagi menunggu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kawannya, mungkin kuatir seorang diri tak mampu melawan
aku, maka perlu menunggu bala bantuan dulu untuk
menolong Toan Cing-sun.”
Berpikir demikian, maka ia tidak mau buang waktu lagi,
segera ia berseru, "Jika saudara tidak mau bersaudara,
terpaksa aku yang akan bertindak.” Dan ketika melihat lawan
masih tetap diam saja, segera ia mengeluarkan sebatang
pusut beaja, sekali melompat maju, di mana pusut baja
bekerja, terus saja menusuk orang itu. Tipu serangan yang
disebut "Kong-sia-tau-gu” atau sinar kilat menembus langit ini
adalah salah satu tipu serangan yang paling diandalkannya.
Namun hanya sedikit mengegos saja orang itu sudah dapat
menghindarkan serangan, bahkan Pek Si-kia lantas merasa
serangkum angin keras menyambar ke arahnya, jari tengah
lawan telah mencengkeram lehernya. Serangan balasan ini
datangnya cepat luar biasa, belum lagi Si-kia sempat menarik
kembali pusutnya, tahu-tahu kelima jari musuh sudah
menempel tenggorokannya.
Keruan kejutnya tidak kepalang, sukma serasa terbang ke
awang-awang. Lekas ia melompat mundur untuk
manghindarkan cengkeraman orang sambil berseru dengan
suara keder, "Kau … kau” Kiranya apa yang membuatnya
takut setengah mati itu bukanlah disebabkan ilmu lawan yang
sangat tinggi itu, tapi lantaran tipu serangan yang digunakan
orang itu ternyata adalah "Soh-su-kim-na-jiu”. "Soh-au-kimna-
jiu” atau ilmu mencekik leher adalah kepandaian tunggal
warisan keluarga Be Tai-goan, selain anak murid keluarga Be,
di dunia persilatan tiada orang lain lagi yang bisa
memainkannya. Dan sejak Be-Tai-goan meninggal, ilmu silat
itu sesungguhnya lantas ikut putus dan tak terwariskan lagi.
Pek Si-kia adalah kawan karib Be Taigoan, dengan sendirinya
ia cukup kenal kepandaian tunggal sang kawan. Dan sekali
gebrak saja, seketika keringat dingin membasahi tubuh Pek Sikia.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu ia perhatikan lawan itu, ia lihat perawakannya
sangat memper Be Taigoan, cuma keadaan gelap gulita, maka
mukanya tidak jelas kelihatan. Sesudah gebrak, orang itu
tetap diam saja sikapnya itu benar-benar sangat
menyeramkan. Si-kia merasa.lehernya, rada kesakitan,
mungkin terluka oleh kuku orang. Sesudah tenangkan diri,
segera ia bertanya, pula, ”Siapakah saudara? Apa kau she
Be?” Tapi orang itu seperti orang tuli atau gagu, sama sekali ia
tidak ambil pusing atas pertanyaan Pek Si-kia. "Siau Kheng,
coba engkau menyalakan lampu.” kata Si-kia.
"Aku tak bisa bergerak, engkau saja yang menyulutnya,”
sahut Be-hujin.
Sudah tentu Pek Si-kia tidak berani sembarangan bergerak
sebab kuatir memberi kesempatan kepada musuh untuk
menyerang, pikirnya. "Ilmu silat orang ini terang jauh lebih
tinggi dari padaku, bila Toan Cing-sun akan ditolong?, tidak
perlu menunggu bala bantuan juga dia dapat bertindak
sendirian. mengapa sesudah bergebrak tadi lalu ia tidak
menyerang pula?” Keadaan kembali hening hingga sekian
lamanya, mendadak Pek Si-kia merasakan sesuatu yang aneh.
Meski tiada seorang pun yang bicara dan bergerak di dalam
kamar, tapi pernapasan setiap orang tentu ada, ia dengar
suara napas sendiri
suara napas Be-hujin dan Toan Cing-sun, tapi aneh, orang
yang berdiri berhadapan dengan dia itu justru tidak terdengar
bernapas meski ia coba mendengarkan dengan cermat.
Masakah ada manusia hidup tak bernapas. Sungguh tidak
masuk akal. Sampai akhirnya Pek Si-kia jadi tak sabar lagi,
mendadak ia membentak terus menubruk maju, pusutnya
menikam muka orang itu.
Tapi sekali tangkis dengan tangan kiri, orang itu dapat
menyampuk tikaman pusut lawan, berbareng tangan kanan itu
meraih leher Pek Si-kia. Si-kia sudah menduga kemungkinan
itu, mak sedikit ia mendak, cepat ia menyelinap ke samping di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bawah ketiak orang. Tapi orang itu tidak memburu, kembali ia
berdiri mematung di tengah pintu. Waktu Si-kia menikam kaki
orang itu dengan pusutnya, dengan tegak kuku orang itu
melompat ke atas untuk menghindar. Melihat tubuh orang
yang kaku tegak itu pada waktu melompat sedikit pun tidak
menekuk lutut, tanpa terasa Be-hujin berteriak-teriak, "Mayat
hidup! Mayat hidup!”' Maka terdengarlah suara "bluk”, dengan
antap orang itu turun ke lantai.
Keruan Pek Si-kia mengkirik, pikirnya, "Jika orang ini
seorang tokoh persilatan, mengapa gerak-geriknya begini
kaku? Apakah betul di dunia ini ada mayat hidup?” Tapi jelekjelek
dia adalah tokoh terkemuka Kai-pang, betapapun ia tidak
boleh unjuk kelemahan di depan musuh yang aneh itu.
Sesudah ragu sejenak, kembali ia menubruk maju pula dan
beruntun pusutnya menikam tiga tali ke bagian bawah lawan
dan memang benar dengkul orang itu seperti tidak bisa
menekuk, selalu ia menghindar dengan lompatan kaku,
tampaknya bukan mustahil melangkah pun orang itu tak bisa.
Kalau Pek Si-kia menikam ke kiri, ia lantas melompat ke
kanan, bila Si-kia menusuk ke kanan, orang itu lantas
menghindar ke kiri. Melihat kelemahan lawan itu, rasa jeri Pek
Si-kia agak berkurang, tapi makin lama makin dirasakan lawan
itu bukanlah manusia hidup. Kembali Pek Si kia menyerang
beberapa kali lagi, walau lawan itu kelihatannya kaku cara
menghindarnya, namun Ilmu permainan pusutnya yang lihai
itu sebegitu jauh ternyata tak bisa menyenggol tubuh orang.
Sekonyong-konyong terasa "nyes” dingin tahu-tahu Si-kia
merasa sebelah tangan orang yang lebar dan dingin itu
meraba kuduknya. Dalam kagetnya .Si-kia terus menikam ke
belakang, namun luput, sebaliknya tangan orang itu makin
berat menindih ke bawah. Cepat Si-kia bertahan dengan
mengerahkan seluruh tenaganya, tapi semakin ia tahan,
semakin berat pula daya tekanan musuh. Sejenak kemudian ia
mulai kewalahan, kepalanya mulai menduduk tertindih,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul terpaksa ia membungkuk, di atas tengkuk seakanakan
ditaruhi sepotong batu raksasa beribu kati beratnya
hingga tulang punggung pun terasa akan patah.
Karena itu napas Pek Si-kia semakin memburu, semakin
tersengal-sengal. Keruan Siau Hong dan Toan Cing-sun juga
heran oleh kejadian itu,
"Si-kia, Si-kia Kenapa kau?” tanya Be-hujin dengan kuatir.
Sudah tentu Pek Si-kia tiada kelebihan tenaga untuk
menjawabnya, ia merasa tenaga dalamnya sedang terkuras
oleh daya tekan, di atas punggung sedikit demi sedikit..
Sekonyong-konyong sebelah tangan lawan yang lebar dan
dingin itu kembali meraba mukanya. Tangan itu benar-benar
bukan tangan manusia, sebab sedikit pun tidak terasa
hangatnya tangan manusia umumnya.
Saking ketakutan tanpa terasa Pek Si-kia berteriak-teriak
dengan suara ngeri, "Mayat hidup! Mayat hidup!'
Gerak tangan terakhir itu ternyata sangat pelahan, mulamula
muka Pek Si-kia yang diraba, kemudian meraba
matanya, jari tangan menggosok-gosok pelahan biji matanya.
Keruan Si-kia ketakutan setengah mati. Bayangkan saja. asal
jari musuh sedikit menekuk, seketika biji matanya akan
terkorek keluar. Untung tangan yang dingin bagai es itu
menggeser ke bawah pula dan meraba-raba hidungnya, lalu
meraba mulutnya dan menurun terus ke bawah, akhirnya
sampai di lehernya.
Orang itu menggunakan dua jari telunjuk dan tengah untuk
menjepit tenggorokan Pek Si-kia, makin lama makin keras
jepitannya.
Sungguh tidak kepalang rasa takut Pek Si-kia, mendadak ia
berteriak, "Ampun, Tai-goan! Ampun!”
"Ap … apa katamu?” seru Be-hujin dengan suara
melengking tajam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Pek Si-kia masih berteriak-teriak, "Tai- goan Hengte,
segalanya dia yang mengatur, tiada sangkut-pautnya dengan
aku.”
"Kalau aku yang mengatur, lantas mau apa?” kata Be-hujin
dengan gusar.
"Be Tai-goan, hidupmu adalah orang yang tak berguna,
sesudah mati kau mampu berbuat apa? Hm, aku justru tidak
gentar padamu!” Pek Si-kia marasakan waktu menyangkal tadi
cekikan orang itu lantas dikendurkan sedikit. Dan kini sesudah
tutup mulut, cekikan orang itu kembali diperkeras.
Dalam gugupnya didengarnya Be-hujin menyebut "Be Taigoan”,
keruan ia makin yakin makhluk aneh itu pasti mayat
hidup Be Tai-goan, maka kembali ia berteriak-teriak, "Ampun,
Tai-goan! Istrimu yang berulang-ulang minta engkau
membongkar rahasia asal-usul Kiau Hong tapi engkau
berkeras tidak mau. maka timbul maksud jahatnya untuk
membunuhmu …. "
Siau Hong terkesiap, ia tidak percaya bahwa di dunia ini
ada setan segala, tapi ia yakin pendatang itu pasti seorang
tokoh persilatan yang sengaja bersikap sebagai makhluk halus
untuk membikin takut Be-hujin dan Pek Si-kia, dengan
demikian dapat memaksa mereka mengaku dosa yang telah
diperbuatnya. Dan benar juga, dalam keadaan bingung dan
takut Pek Si-kia mulai mengaku, dari ucapannya itu terang Be-
Tai-goan telah dibunuh oleh mereka berdua dan nyonya Be
sendiri adalah biang keladinya pembunuhan itu. Sebabnya Behujin
membunuh suami sendiri adalah karena sang suami
tidak mau membongkar rahasia asal-usul Siau Hong. "Sebab
apakah dia begitu dendam padaku? Mengapa ia bertekad
menggulingkan kedudukanku sebagai Pangcu?” demikian Siau
Hong tidak habis mengerti. Dalam pada itu terdengar Be-hujin
masih menjerit-jerit pula, "Ayolah, boleh kau cekik mati diriku.
Huh, aku justru memandang hina kepada manusia tak
berguna macammu itu! Huh, pengecut!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terdengarlah "krak” sekali, tulang tenggorokan Pek
Si-kia telah dijepit remuk oleh jari orang itu. Mati-matian Pek
Si-kia masih meronta-ronta. tapi betapapun juga dia tak bisa
melepaskan diri dari tangan orang itu. Menyusul terdengar
pula "krok”' sekali, tenggorokan Pek Si-kia pecah, ia menarik
napas beberapa kali, tapi hawa tak bisa tersedot lagi ke dalam
dalam dada, badannya tampak berkelejatan sejenak, lalu
putuslah napasnya.
Sehabis mencekik mati pek Si-kia, sekali putar tubuh,
segera orang itu menghilang di luar rumah. Cepat pikiran Siau
Hong tergerak, "Siapakah orang itu? Aku harus menyusulnya!”
Segera ia melesat keluar rumah sana, di tanah salju yang
putih terang itu terlihat sesosok bayangan orang sedang
menghilang ke arah timur-laut sana. Begitu gesit gerakan
orang itu hingga kalau bukan Siau Hong, tentu sukar
melihatnya. "Cepat amat gerakan orang itu!” demikian Siau
Hong membatin. Segera ia pun menyusul ke sana.
Sesudah mempercepat langkahnya, maka jaraknya tinggal
belasan meter saja jauhnya. Kini Siau Hong dapat melihat
jelas bahwa orang itu terang adalah tokoh kosen dunia
persilatan, kini orang itu tidak ia lompat-lompat dengan kaku,
tapi langkahnya enteng dan gesit mirip orang meluncur salju
cepatnya. Ginkang yang dimiliki Siau Hong berasal dari Siaulim-
pai, ditambah lagi didikan Ong-pangcu almarhum, maka ia
pun dapat berlari dengan sama cepatnya, sekali langkah
lantas lebih satu meter jauhnya, dan selagi tubuh terapung di
udara, kembali kakinya melangkah pula dengan lebar.
Kalau bicara tentang gaya memang Siau Hong kalah indah
daripada orang di depan itu, namun untuk berlari jarak jauh
terang ia lebih kuat. Maka sesudah berlari-lari sekian lama,
jaraknya dengan orang di depan itu dapat diperpendek legi
satu-dua meter. Tidak lama kemudian, rupanya orang itu pun
merasa sedang dikuntit dan tahu pula penguntit itu sangat
tinggi ilmu silatnya, maka mendadak ia meluncur lebih cepat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak kelihaian dia menggunakan tenaga, tapi gerak-geriknya
gesit luar biasa dan pesat melesat kedepan, jaraknya dengan
Siau Hong kembali ditarik panjang lagi beberapa meter.
Diam-diam Siau Hong terkesiap oleh kepandaian orang
yang hebat itu, pantas jago seperti Pek Si-kia hanya dalam
satu-dua gebrak saja lantas terbunuh olehnya. Bakat
pembawaan Siau Hong memang lain daripada yang lain, yaitu
bakat jago silat jempolan. Meski guru-gurunya seperti Hiankoh
Taisu dan Ong-pangcu juga tinggi ilmu silatnya, tepi
belum terhitung tokoh-tokoh yang luar biasa.
Sebaliknya Siau Hong ternyata jauh melebihi guru-guru
yang mengajarnya itu, setiap jurus silat yang biasa dan umum
bagi orang lain, kalau dia yang memainkan, otomatis lantas
mengeluarkan daya serang yang hebat luar biasa. Orang yang
kenal dia mengatakan bakat pembawaannya dalam-ilmu silat
itu itu memang pemberian ilahi dan tidak mungkin dicapai
dengan hanya latihan belaka. Dan oleh karena dia memiliki
bakat yang sukar disamai orang lain, maka selama hidupnya
jarang ketemu tandingan. Tapi kini ia menemukan seorang
lawan yang ginkangnya tidak di bawahnya, seketika timbul
jiwa jagoannya, segera ia percepat pula langkahnya dan
menyusul lebih dekat lagi.
Begitulah susul-menyusul kedua orang itu masih terus
berlari cepat ke utara, selama itu tetap Siau Hong tak mampu
menyusul hingga berjajar dengan orang itu, sebaliknya orang
itu pun tidak dapat meninggalkan kejaran Siau Hong. Sejam
dua jam telah lalu, mereka sudah berlari ratusan li jauhnya,
tapi jarak mereka masih tetap sama. Selang tak lama lagi,
cuaca mulai terang, fajar telah menyingsing, salju juga sudah
berhenti. Dari jauh Siau Hong lihat di bawah lereng gunung
sana ada sebuah kota, perumahan berderet-deret, agaknya
tidak sedikit penduduknya..
Mendengar suara ayam berkokok di sana-sini sahut
menyahut. Tiba-tiba Siau Hoang ketagihan arak, segera ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berseru, "'Wahai kawan yang berada di depan itu, marilah aku
mengundang engkau minum 20 mangkuk arak, habis itu nanti
kita berlomba lari lagi?” Tapi orang itu tidak menjawabnya,
larinya masih tetap cepat luar biasa. Dengan tertawa Siau
Hong berkata pula, "Engkau telah membunuh jahanam Pek Sikia
itu, dengan sendirinya engkau adalah seorang ksatria
sejati. Siau Hong mengaku kalah. Ginkangku tak bisa
memadaimu, marilah kita pergi minum arak saja, tak perlu
berlomba lagi!” sembari berkata terus lari sama cepatnya,
sedikit pun tidak menjadi kendur..
Mendadak orang di depan itu berhenti lari dan berseru,
"Pak Kiau Hong, Lam Buyung, nyata memang bukan omong
kosong. Engkau lari sambil bicara, tapi tenaga murni dalam
tubuhmu masih dapat kaukerahkan sesukanya, sungguh
seorang Enghiong, sungguh seorang Hokiat (Enghiong =
pahlawan, ksatria; Hokiat = gagah, perwira).” Siau Hong
dengar suara orang itu serak-serak tua, agaknya berusia jauh
lebih tua dari dirinya maka sahutnya, "Ah, Ciaupwe terlalu
meimuji. Maafkan Wanpwe beranikan diri ingin berkenalan
dengan Cianpwe, entah Cianpwe sudi atau tidak.?” "Ai, aku
sudah tua, tiada, gunanya lagi!” demikian sahut orang itu
dengan menyesal.
"Sudahlah, engkau jangan menyusul pula. Kalau terus
sejam lagi pasti aku akan kalah, ” Habis itu, pelahan ia
meneruskan perjalanannya ke depan. Sebenarnya Siau Hong
ingin menyusulnya untuk mengajak bicara, tapi cuma
selangkah ia lantas ingat ucapan orang itu yang minta dia
jangan menyusulnya lagi. Siau Hong ingat pula dirinya
dimusuhi tokoh-tokoh persilatan Tionggoan, mungkin orang ini
pun seorang yang membenci bangsa Cidan, maka ia batalkan
niatnya buat menyusul lebih jauh, ia manyaksikan bayangan
orang itu akhirnya menghilang di kejauhan hatinya menyesal
tak terhingga karena tak dapat melihat muka orang itu. Ia
tertegun sejenak, lalu masuk ke kota di kaki gunung itu. ia
datangi suatu kedai arak untuk minum, setiap habis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menenggak selalu ia menggebrak meja sambil berseru sendiri,
"Laki-laki hebat, ksatria sejati! Ah, sayang, sayang!” Dengan
ucapan "laki-laki hebat dan ksatria sejati” itu ia hendak
memuji kelihaian ilmu silat orang itu serta caranya membunuh
Pek Si-kia. Sedang "sayang” yang dikatakan itu adalah karena
ia gegetun tidak dapat bersahabat dengan tokoh aneh itu.
Sebagai seorang yang suka bersahabat. sejak Siau Hong
dipecat dari Kai-pang, lebih-lebih sesudah bermusuhan dengan
jago-jago persilatan Tionggoan. maka kawan-kawan baik
masa lalu boleh dikata sudah putus hubungan semua, dengan
sendirinya hatinya sangat kesal. Kebetulan hari ini ia dapat
bertemu dengan seorang tokoh yang Ilmu silatnya setingkat
dengan dirinya, tapi justru tiada jodoh untuk berkenalan maka
terpaksa ia menghibur hati nan masgul dengan arak.
Begitulah setelah menenggak lebih 20 mangkuk, ia bayar
harganya lalu keluar dari kedai itu. Pikirnya, "Toan Cing-sun
masih belum bebas dari ancaman bahaya. Wi Sing-tiok, Cin
Ang-bian dan kedua putri mereka telah kutotok semua, aku
harus lekas kembali ke sana untuk menolong mereka!”
Dengan langkah lebar segera Ia menuju kembali ke rumah
Be hujin. Karena sekarang ia tidak lagi berlomba lari dengan
orang, maka jalanya menjadi lebih lambat daripada perginya
tadi. Setiba di rumah Bbe-hujin. waktu itu sudah lewat lohor.
Ia lihat di tanah salju di luar rumah itu sunyi senyap, Wi Singtiok
dan Cin Ang-bian berrimpat yang mestinya tak bisa
berkutik karena tertotok itu, kini sudah tidak kelihatan seorang
pun.
"Siapakah yang dapat membuka hiat-to yaag kutotok dan
menolong mereka? demikian Siau Hong agak terkejut. Ketika
ia mendorong pintu dan masuk ke rumah itu, ia lihat Pek Sikia
menggeletak tak bernyawa di samping pintu, Toan Cingsun
juga tak kelihatan lagi, di atas balai-balai terdapat seorang
wanita yang berlumuran darah. itulah Be-hujin adanya.
Mendengar ada orang masuk ke dalam rumah, nyonya Janda
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu berpaling dan berseru pelahan, "To … tolonglah, lekas …
lekas bunuh aku saja!”
Siau Hong melihat wanita yang tadinya cantik molek itu
hanya dalam semalam saja sudah berubah menjadi pucat dan
layu seperti sudah lebih tua 20 tahun. jelek dan tua
tampaknya. "Di manakah Toan Cing-sun?” tanya Siau Hong
kemudian.
"Sudah ditolong orang? O, ja … jahat amat mereka itu!”
demikian sahut Be-hujin. Dan mendadak ia menjerit kaget,
"Haahhh!” Suaranya tajam melengking hingga Siau Hong pun
dibuatnya terkejut, cepat ia bertanya,
"Ada apa?”
"Kau … kau Kiau-pangcu?” tanya Be-bujiu dengan
tersengal-sengal.
"Sudah lama aku bukan lagi Pangcu Kai-pang, masakah
kamu pura-pura tidak tahu?” jengek Siau Hong.
"O, engkau benar-benar Kiau-pangcu. Ai, Kiau-perrgcu,
tolong, tolonglah, lekas … lekas kaubunuh aku saja,” ratap Behujin.
"Aku tidak ingin membunuhmu,” sahut Siau Hong dengan
berkerut kening. "Kaubunuh suami sendiri, tentu orang Kaipang
akan membersihkan dosamu itu, ”
"Aku … aku tidak tahan,” ratap Be-hujin pula. "Perempuan
hina-dina cilik itu benar-benar sangat keji, biar … biar menjadi
setan juga aku akan menuntut balas padanya. Co … coba
kaulihat tu … tubuhku.” Tapi karena nyonya janda itu
meringkuk di tempat agak gelap, Siau Hong tak dapat melihat
dengan jelas.
Segera ia membuka jendela hingga kamar itu pun menjadi
terang. Sekali pandang, mau-tak-mau Siau Hong merasa
ngeri. Ia lihat di pundak, lengan, dada, kaki, di mana-mana
penuh luka goresan pisau, bahkan di tempat luka-luka itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penuh dirubung semut. Dari luka-luka itu Siau Hong tahu otot
tulang anggota badan nyonya janda itu telah terpotong putus,
makanya tak bisa bergerak lagi dan selanjutnya pasti akan
menjadi orang cacat untuk selamanya. Yang aneh, mengapa
di tempat luka itu penuh semut? Masakah semut juga doyan
darah? Ia dengar Be-hujin berkata pula, "Perempuai hina cilik
itu sangat kejam, sesudah putuskan otot tulang kaki tanganku
dan menyayat badanku hingga penuh luka, lalu … lalu ia
menuang luka-ku ini dengan … dengan air madu, katanya
supaya aku gatal-pegal untuk beberapa hari lamanya dengan
segala penderitaan, katanya biar aku minta hidup tak bisa.
ingin mati juga tidak dapat.”
Sekali-kali Siau Hong bukan orang yang berhati lemah, tapi
kalau dia membunuh orang, selalu ia lakukan dengan tegas
dan terang, untuk menyiksa musuh dengan cara-cara keji
bukanlah menjadi kegemarannya! Maka ia pun tidak tega
menyaksikan keadaan Be-hujin itu, ia pergi ke dapur dan
mengambil satu baskom air, ia siram, tubuh nyonya janda itu
supaya bebas dari penderitaan gigitan semut.
"Terima kasih atas kebaikanmu,” kata Be-hujin kemudian,
"Aku sudah terang tak bisa hidup lagi, maka sudilah engkau
bermurah hati, lekaslah bunuh aku saja.”
"Sia… siapakah yang menyayatmu sedemikian rupa? tanya
Siau Hong.
"Siapa lagi kalau bukan perempuan hina-dina cilik itu,”
sahut Be-hujin dengan mengertak gigi penuh dendam..
"Melihat usianya cuma l5-l6 tahun saja, tapi perbuatannya
ternyata begini keji dan kejam.”
"Hah, A Ci maksudmu?” seru Siau Hong terkejut.
"Ya, kudengar wanita hina itu memanggilnya begitu, dan
menyuruh bocah keparat itu lekas membunuh aku, tapi … tapi
A Ci itu justru tidak mau, ia siksa aku dengan pelahanTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
pelahan, katanya untuk membalas sakit hati ayahnya, sengaja
membikin aku tersiksa seperti ini …. ”
"Mengingat hubungan dulu denganmu, masakah Toan
Cing-sun sama sekali tidak merintangi perbuatan putrinya
yang hendak menyiksamu sekeji ini?” tanya Siau Hong.
"Dia dalam keadaan tak sadarkan diri, yaitu karena
pengaruh Si-hiang-hi-hun-san,” sahut Be-hujin.
"Pantas,” ujar Siau Hong. "Kalau tidak, sebagai seorang
laki-laki yang bijaksana masakah dia biarkan putrinya berbuat
sekeji itu; Eh bukankah mereka itu dalam keadaan tertotok,
siapakah, yang menolong mereka?”
"Jang … jangan tanya macam-macam lagi lek …. lekas
kaubunuh aku saja,” pinta Be-hujin dengan merintih.
"Hmm, bila kamu tidak menjawab dengan baik, biar
kusiram lukamu dengan air madu pula. Lalu kutinggal pergi
dan masa bodoh kamu akan mati, atau sekarat,” kata Siau
Hong dengan menjengek.
"Ka … kalian orang laki laki memang manusia kejam semua
…. ”
"Dan caramu membunuh saudara Tai-goan apakah tidak
kejam?”
"Da … dari mana kau tahu? Sia …. siapakah yang bilang
padamu?”
"Akulah yang sedang tanya padamu dan bukan kamu yang
tanya padaku, tahu?” sahut Siau Hong dengan mendongkol.
"Kaulah yang mesti memohon padaku dan bukan aku yang
mohon padamu. Nah, katakan lekas!”
"Baiklah, akan kukatakan segalanya,” kata Be-hujin. "Yang
datang tadi adalah seorang laki-laki berkepala besar dan
berbaju kasar. Lebih dulu ia membuka hiat-to si A Ci,
kudengar dara itu memanggilnya sebagai samsuko (kakak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
guru ketiga); kemudan A Ci minta dia membuka hiat-to ibunya
dan perempuan hina Wi Sing-tiok itu. Lalu minta kedua wanita
bejat yang lain ditolong pula.”
Hati Siau Hong terkesiap, ia tahu A Ci adalah anak murid
iblis tua Sing-siok-hai, ilmu silat yang dipelajarinya dari
golongan sangat keji dan jahat. Setiap orang persilatan
Tionggoan kalau mendengar "Sing-siok-hai Lomo” (iblis tua
dari Sing-siok-hai), kalau tidak lekas-lekas menyingkir tentu
juga akan berkerut kening. Untung iblis tua itu pun tahu
bahwa ilmu silat golongan mereka dibenci oleh umum, maka
jarang meninggalkan sarang mereka di Siok-sing-hai itu.
Seperti Siau Hong sendiri, selamanya ia tidak tahu apakah
iblis tua itu pernah datang ke Tionggoan atau tidak. Tapi kini
demi mendengar bahwa orang yang menolong A Ci itu adalah
Samsukonya, jika begitu, maka terang anak murid iblis tua
dari Sing-siok-hai itu berramai-ramai telah datang ke
Tionggoan, bukan mustahil dunia persilatan bakal terjadi huruhara
dan banjir darah. Lalu Siau Hong bertanya pula, "Dan
berapa kira-kira usia orang itu? Membawa senjata apa?”
"Usianya antara 30 an, lebih muda daridirimu dan tidak
tampak membawa senjata apa-apa,” tutur Be-hujin.
"O, dan ke manakah mereka telah pergi?” tanya Siau Hong.
"Entah, aku tidak tahu. Ayolah, lekas …. lekas kaubunuh
aku saja,” pinta Be-hujin pula.
"Sesudah tanya dengan jelas baru kubunuhmu. Ingin mati,
kan sangat gampang? Kalau ingin hidup, itulah yang susah,”
demikian jengek Siau Hong,
"Nah, coba katakan, sebab apa kaubunuh Be-Taigoan,
membunuh suamimu sendiri?”
"Jadi engkau harus tahu?” sahut Be-hujin dengan sorot
mata yang beringas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, aku harus tahu,” sahut Siau Hong. "Aku adalah lelaki
yag berhati keras, tidak nanti menaruh belas kasihan
padamu.”
"Huh, biarpun engkau tidak bilang, apa kau sangka aku
tidak tahu?” tiba-tiba Be-hujin memaki. ”Sebabnya aku
menjadi rusak seperti sekarang ini, semuanya gara-gara
perbuatanmu, kamu binatang yang sombong dan congkak,
tidak pandang sebelah mata kepada orang lain! Kaum orang
Cidan yang lebih kotor daripada babi dan anjing, kalau kamu
mati tentu masuk neraka dengan setan iblis. Ayolah, boleh
kausiram lukaku dengan air madu, mengapa tidak
kaulakukan? Ah, kamu anak jadah, anak anjing, jahanam
keparat.” Begitulah makin memaki makin keji, seakan-akan
segala rasa dendam dalam hati nyonya janda itu harus
dilampiaskan seketika itu, sampai akhirnya segala kata-kata
kotor dan rendah yang mestinya tidak pantas diucapkan oleh
seorang perempuan juga dihamburkan oleh Be-hujin.
Tapi Siau Hong diam saja, ia biarkan Be-hujin mencaci maki
sepuas-puasnya, wajah wanita celaka itu tadinya pucat lesi,
setelah puas memaki, mukanya merah padam malah dan sorot
matanya mengunjuk rasa senang.
Dan sesudah memaki kalang kabut sejenak pula, akhirnya
suaranya mereda, sebagai penutup ia mendamprat, "Kiau
Hong, kamu anjing keparat ini, kaubikin aku celaka seperti
sekarang ini. aku ingin lihat apakah kelak kausendiri takkan
ketular.”
Namun Siau Hoag mendengarkan dengan tenang saja,
kemudian ia tanya, "Selesai belum memaki?”
"Sementara boleh puas dulu, nanti kulanjutkan memaki
lagi,” sahut Be-hujin dengan gemas. "Hm, kamu anak anjing
yang tak punya biang, asal nyonya besarmu ini masih
bernapas, pasti aku akan memakimu sampai napas terakhir.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, boleh kaumaki terus,” ujar Siau Hong. "Kalau tidak
salah, waktu pertama kalinya aku bertemu denganmu adalah
di tengah hutan di luar kota Bu sik itu, tatkala itu Tai-goan
Hengte sudah dibunuh olehmu, sedangkan sebelumnya aku
tidak pernah kenal dirimu, mengapa kamu menuduh aku yang
mengakibatkan dirimu terjerumus seperti sekarang ini?”
"Hah, kaukira pertemuan kita yang pertama kali adalah di
tengah hutan di luar kota Bu-sik itu? Huh, justru ucapanmu
yang demikian inilah penyakitnya!” demikian jengek Be-hujin
dengan benci. "Kamu ini manusia keparat yang tinggi hati,
binatang yang sombong, kauanggap ilmu silatmu tiada
tandingan di kolong langit ini, lantas kau pandang rendah
orang lain.”
Begitulah kembali ia menghembuskan serentetan makian
pula. Tapi Siau Hong tidak meladeninya, ia biarkan orang
memaki sepuas-puasnya, sesudah suaranya serak dan
tenaganya lelah, kemudian baru ia tanya, "Sudah cukup
kaumaki?”
"Belum, tak pernah cukup, untuk selamanya,” sahut Behujin
dengan gemas. "Kamu … jahanam yang sombong dan
congkak, biarpun kamu adalah raja juga cuma begini saja.”
"Memang betul, biarpun raja, apanya sih yang hebat?”
sahut Siau Hong. "Selamanya aku juga tidak pernah anggap
ilmu diriku tiada tandingan di kolong langit ini, umpamanya
orang … orang tadi, ilmu silatnya, jelas di atasku.”
Be-hujin tidak ambil pusing apakah orang yang
dimaksudkan itu, ia masih terus mengomel dengan makianmakian
keji lagi. Selang sebentar, tiba-tiba ia berkata, "Hm,
kaukira pertama kali kamu bertemu dengan aku adalah di luar
kota Bu-sik? Em, apakah ketika hadir di Pek-hoa-hwe
(pameran bunga) di kota Lokyang dulu, tidak pernah kaulihat
aku?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong melengak. Pek-hoa-hwe di kota Lokyang itu
terjadi dua tahun yang lampau, tatkala mana ia bersama pura
Tianglo dari Kai-pang memang hadir juga, tapi ia tidak ingat
pernah bertemu dengan Be-hujin di pameran bunga itu. Maka
katanya, "Ya, waktu itu Tai-goan Hengte juga ikut pergi ke
sana, tapi ia tidak memperkenalkan dirimu padaku?”
"Hm, kamu ini kutu busuk macam apa?” damprat pula Behujin.
"Paling-paling kamu cuma kepala kaum pengemis, apa
yang kautonjolkan? Huh, dasar lagakmu memang sok! Waktu
itu, begitu aku berdiri di samping pot bunga anggrek kuning,
seketika para ksatria terkesima memandang padaku,
semuanya kesemsem dan terpesona pada diriku. Tapi justru
keparat macammu ini anggap dirimu sebagai seorang jantan
tulen, seorang ksatra yang tidak doyan paras elok, bahkan
memandang sekejap padaku juga enggan. Huh, laki-laki palsu,
munafik, manusia rendah yang tak kenal malu.”
Kiai Siau Hong mulai paham duduknya perkara, tahutnya,
"Ya, aku pun ingat sekarang. Pad hari itu memang betul di
samping pot bunga anggrek itu berdiri beberapa orang
perempuan, tatkala itu aku asyik minum arak, maka
tidakdapat memandang bunga dan wanita apa segala. Bila
kaum wanita dari angkatan tua tentu aku akan maju dan
memberi hormat padanya, tetapi kamu adalah iparku, istri
saudara angkatku, sekalipun aku tidak memperhatikanmu juga
bukan sesuatu yang melanggar kesopanan? Mengapa kamu
dendam begitu mendalam padaku?”
"Memangnya apakah matamu tidak punya biji mata?”
semprot Be-hujin, "Biarpun laki-laki mana atau ksatria siapa
pun, bila ketemu aku, kalau tidak memandangku dari kepala
sampai ke kaki, tentu akan memandang dari kaki sampai ke
kepalaku. Andaikan ada yang merasa dirinya terhormat dan
tidak berani jelalatan, pasti juga ingin cari kesempatan untuk
melirik padaku. Hanya kau … ya, hanya kau, hm, dari beratus
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lelaki yang hadir dalam pameran itu, hanya kau seorang dari
mula sampai akhir melirik sekejap padaku pun tak pernah.”
"Ai, memang itulah sifatku,” ujar Siau Hong dengan
menghela napas. "Memang sejak kecil aku tidak suka bergaul
dengan kaum wanita, sesudah dewasa, lebih-lebih aku tiada
tempo untuk memperhatikan wanita. Toh tidak melulu engkau
seorang, bahkan wanita yang lebih cantik daripadamu juga
mula-mula tidak menarik perhatianku, dan baru kemudian …
kemudian …. Ai, aku pun sudah terlambat kini … ”
"Apa katamu?” teriak Be-hujin dengan suara tajam
melengking. "Kau maksudkan ada wanita yang lebih cantik
dariku? Siapa dia? Lekas katakan, siapa dia?”
"Dia adalah putri Toan Cing-sun, encinya A Ci,” sahut Siau
Hong.
Apakah benar Be-hujin yang membunuh suami sendiri
akibat sakit hatinya terhadap Siau Hong?
Apa yang akan dilakukan Siau Hong terhadap Be-hujin dan
rahasia apa pula yang akan tersingkap?
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 39
"Cis," Be-hujin meludah, "perempuan hina seperti itu juga
kau penujui....."
Belum habis ucapannya mendadak Siau Hong jambak
rambutnya terus dibanting keras-keras kelantai sambil
mendamprat, "Berani kau olok-olok sepatah kata yang kurang
hormat lagi padanya, hm, segera boleh kau rasakan siksaanku
yang lebih keji."
Karena bantingan itu, hampir-hampir Be-hujin kelenger,
seluruh ruas tulangnya sampai terasa akan rontok. Mendadak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia terbahak-bahak, katanya, "Hahahaha, kiranya... kiranya
Kiau-tai enghiong, K iau-taipangcu kita telah terpikat oleh anak
dara itu, Hahahaha, sungguh menggelikan! Jadi Pangcu Kaipang
ingin menjadi Hu-ma-ya (menantu raja) dari putri
kerajaan Tayli, Ai, Kiau-pangcu, kusangka segala wanita
takkan kau pandang sama sekali, tak tahunya, hahaha....."
Dengan lemas Siau Hong duduk diatas kursi disampingnya,
katanya kemudian dengan suara rendah, "Aku memang
berharap dapat memandangnya sekejap lagi, akan
tetapi....akan tetapi kini tidak dapat lagi."
"Hm, sebab apa?" jengek Be-hujin, "Jika memang betul
engkau mengincar dia, dengan kepandaianmu ini masakah tak
mampu merebutnya?"
Tapi Siau Hong menggeleng kepala dan tidak
menjawabnya, Selang agak lama barulah ia berkata.
"Biarpun mempunyai kepandaian setinggi langit juga takkan
mampu merenggutnya kembali lagi."
"Sebab apa? hahaha!"
"Sebab dia sudah mati!"
Suara tawa Be-hujin seketika berhenti, ia agak menyesal
mendengar itu, Ia merasa Kiau-pangcu yang congkak dan
tinggi hati itu rada-rada kasihan juga.
Untuk sejenak kedua orang tiada yang membuka suara,
keadaan hening sebentar, kemudian Siau Hong berbangkit dan
berkata lagi, "Lukamu sudah terang tak bisa disembuhkan lagi,
kamu telah membunuh suami sendiri, dosamu kelewat
takaran, biarpun dapat kucarkan Sih-sin-ih juga aku tidak mau
mengundangnya untukmu, Hah, apa yang hendak kau katakan
lagi?"
Mendengar orang bermaksud membunuhnya, Be-hujin
yang tadinya garang itu mendadak ketakutan, katanya,
"Amp... ampunilah diriku, jang... jangan membunuhku."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Baik, memang tidak perlu kuturun tangan sendiri, ujar Siau
Hong, lalu hendak tinggal pergi.
Melihat orang tanpa berpaling terus hendak melangkah
pergi, kembali rasa gusar nyonya janda durhaka itu
memuncak, ia berteriak lagi, "Kiau Hong, kau anjing keparat!
Dahulu aku dendam karena kamu tidak sudi memandang
barang sekejap padaku, maka aku minta Tai-goan
membunuhmu, tapi Tai-goan tidak mau, kemudian aku
menghasut Pek Si-kia membunuh Tai-goan, Dan kini... kini
kamu masih tetap tidak tertarik sedikitpun kepadaku!"
"Hm, kaubunuh suamimu sendiri, katanya aku yang salah
lantaran tidak sudi memandang sekejappun padamu." jengek
Siau Hong sambil membalik tubuh kembali, "Huh, dusta
sebesar itu siapakah yang mau percaya?"
"Sebantar lagi aku akan mati, buat apa kudustaimu?" sahut
Be-hujin, "Hm, kau pandang rendah padaku, maka aku ingin
membikin kamu bangkrut habis-habisan, biar namamu rusak
dan badanmu hancur, Telah kutemukan surat wasiat Ongpangcu
dalam peti besi Tai-goan hingga mengetahui seluk
beluk mengenai dirimu, aku minta Tai-goan supaya
membongkar rahasiamu itu didepan umam agar setiap ksatria
didunia ini mengetahui dirimu ini keturunan Cidan yang biadab
itu, dengan begitu jangan lagi kamu akan tetap menjadi
Pangcu Kai-pang, bahkan untuk menancap kaki di Tionggoan
juga susah, malahan jiwamu juga akan sulit diselamatkan."
Walaupun Siau Hong tahu wanita itu sudah tak bisa
berkutik lagi, tapi demi mendengar ucapannya yang begitu
keji, tanpa terasa ia mengkirik juga, Tapi ia lantas menjengek,
"Hm, hanya disebabkan Tai-goan Hengte tidak mau menuruti
permintaanmu untuk membeberkan rahasiaku, lantas
kaubunuh dia?"
"Ya, bukan saja ia tidak mau menuruti permintaanku,
sebaliknya ia damprat aku habis-habisan." sahut Be-hujin,
"Padahal biasanya ia sangat menurut kepada apa yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kukatakan, selamanya tidak pernah mendamprat aku seperti
itu, Sekali dia bikin dendam hatiku, celakalah dia, Kebetulan
esok paginya Pek Si-kia bertamu kerumahku sini dan
memandang padaku dengan kesemsem, Hm, laki-laki mata
keranjang demikian, apa yang kukatakan tentu dilakukannya,
masakah dia berani menolak?"
"Ai, seorang laki-laki perkasa sebagai Pek Si-kia akhirnya
menjadi korbanmu," kata Siau Hong dengan gegetun. "Jadi
kau... kau minumkan Sip-yang-bi-hun-san kepada Tai-goan,
lalu suruh Pek Si-kia meremas tulang kerongkongannya agar
orang menyangka dia dibunuh dengan 'Soh-au-kim-na-jiu' oleh
orang she Buyung dari Koh-soh, demikian bukan?"
"Ya, memang! Hahaha, mengapa bukan begitu? Dan
kejadian selanjutnya kaupun sudah tahu semua, tidak perlu
kujelaskan lagi." sahut Be-hujin dengan terbahak-bahak.
"Dan kipasku itu Pek Si-kia yang mencurinya, bukan?"
tanya Siau Hong lagi.
"Hahaha, memang benar," sahut Be-hujin.
"Dan tentang penyamaran A Cu yang begitu persis itu,
mengapa dapat kau ketahui pula?" tanya Siau Hong.
"Ya, mula-mula aku juga terkesiap oleh penyamaran anak
dara itu, kemudian sesudah aku berbisik beberapa kata rayuan
yang dijawab oleh dia secara ngawur, maka aku lantas curiga
dan mengetahui rahasianya, memangnya aku lagi ingin
membunuh Toan Cing-sun, kebetulan aku dapat meminjam
tenagamu." demikian tutur Be-hujin. "Haha, Kiau Hong
keparat, ilmu penyamaranmu sesungguhnya terlalu rendah,
sekali kutahu kepalsuan anak dara celaka itu, segera aku pun
dapat mengenalimu, Hehehe, memangnya kau kira dapat
mengelabui mataku?"
"Kematian nona Toan itu adalah gara-gara perbuatanmu,
maka akan kuperhitungkan atas utangmu." ujar Siau Hong
dengan mengertak gigi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia yang datang menipu padaku, dan bukan aku yang
menipu dia!" sahut Be-hujin, "Aku hanya mengikuti siasatnya
hingga dia termakan senjatanya sendiri, Coba kalau dia tidak
mencari padaku, bila kemudian Pek Si-kia menjadi Pangcu,
dengan sendirinya orang-orang Kai-pang akan bermusuhan
dengan Toan Cing-sun, dan keparat she Toan itu, hehe,
lambat atau cepat juga dia takkan lolos dari tanganku."
"Hm, kamu sungguh kejam, lelaki yang disukai olehmu
akan kaubunuh, sedang lelaki yang tidak mau memandang
dirimu juga akan kau bunuh." kata Siau Hong.
"Habis, masakah didunia ini ada lelaki yang tidak suka
kepada wanita cantik? Huh, omong kosong belaka! Masakah
didunia ini ada laki-laki munafik seperti dirimu," jengek Behujin.
Tatkala mengucapkan kejadian yang membanggakan itu,
air muka Be-hujin tampak kemerah-merahan dan
bersemangat, tapi akhirnya tenaganya tak tahan, suaranya
mulai lemah dan napasnya mulai tersengal-sengal.
"Untuk yang terakhir cuma ingin kutanya satu soal
padamu." kata Siau Hong kemudian. "Coba jawablah, siapakah
gerangan 'Toako pemimpin' yang menulis surat kepada Ongpangcu
itu? Pernah kau baca surat wasiat itu, tentu kau tahu
namanya."
"Hehehe, Kiau Hong, Kiau Hong! Akhirnya kamu memohon
padaku atau aku yang memohon padamu?" sahut Be-hujin
dengan tertawa dingin. "Kini Tai-goan sudah mati, Ci-tianglo
juga sudah mampus, Tio-ci-sun telah mati pula, Tiat-bin-poankoan
Tan Cing juga sudah mati, Tam Kong dan Tam-poh pun
mati semua, Ti-kong Taisudari Thian-tai-san juga binasa, ya,
semuanya sudah mati, didunia ini kini hanya tinggal aku
seorang yang tahu siapa 'Toako pemimpin' penanda tangan
surat wasiat itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hati Siau Hong berdebar-debar hebat, sahutnya, "Ya,
memang betul, akhirnya akulah yang mesti memohon
padamu, harap engkau sudi memberitahukan nama orang itu
padaku."
"Jiwaku sudah hampir tamat, kebaikan apa yang akan kau
berikan padaku?" sahut Be-hujin.
"Asal dapat dicapai oleh tenagaku, segala permintaanmu
pasti akan kuturuti," sahut Siau Hong.
"Apasih yang kuinginkan lagi?" ujar Be-hujin dengan
tersenyum, "Kiau Hong, aku dendam padamu karena kamu
tidak sudi memandang untuk sekejap saja padaku hingga
berakibat malapetaka seperti sekarang ini, Maka bila engkau
ingin aku beritahukan nama 'Toako pemimpin' itu, hal ini tidak
sulit, asal saja kau pondong aku dan pandanglah padaku
untuk beberapa jam lamanya."
Karuan Siau Hong berkerut kening, sudah tentu hatinya
seribu kali tidak sudi, tetapi didunia ini hanya dia seorang yang
tahu rahasia besar itu.
Dendam kesumat sendiri dapat dibalas atau tidak hanya
tergantung pada keterangan nyonya janda ini nanti, padahal
syarat yang dia minta itu bukanlah sesuatu yang sulit,
sekalipun syarat yang diminta itu adalah urusan maha sukar
juga terpaksa akan diturutinya, Sedangkan jiwa nyonya janda
itu hanya tinggal sebentar lagi dan setiap saat bisa putus
napasnya, untuk memaksa atau memancingnya dengan cara
lain terang tiada gunanya, Jika nanti jiwanya terlanjur
melayang dulu, maka itu berarti lenyaplah satu-satunya
harapan untuk mencari tahu nama musuhnya itu.
Karena itu, terpaksa ia berkata, "Baiklah, akan kupenuhi
keinginanmu."
Lalu ia pondong Be-hujin dan memandang mukanya
dengan sorot mata yang tajam, Tapi karena waktu itu muka
Be-hujin penuh darah dan kotor pula, ditambah penderitaan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selama semalam suntuk, air mukanya menjadi pucat dan jelek
sekali, untuk memondong saja Siau Hong pun terpaksa, kini
melihat wajah orang yang begitu rupa, mau tak mau ia
berkerut kening.
Be-hujin menjadi gusar, dampratnya, "Kenapa? kau merasa
muak memandang padaku, ya?"
Terpaksa Siau Hong menjawab, "Tidak!"
Selama hidup Siau Hong tidak pernah berdusta, kini
terpaksa ia mesti mengucapkan apa yang bertentangan
dengan perasaannya.
"Bila benar kamu tidak merasa muak padaku, cobalah
mencium pipiku," pinta Be-hujin tiba-tiba.
"Mana boleh jadi," sahut Siau Hong tegas, "Engkau adalah
isteri saudaraku Tai-goan, sebagai seorang ksatria mana boleh
kugoda janda saudara angkat sendiri?"
"Hehe, kamu ksatria? Kau orang sopan? Seorang alim?"
demikian Be-hujin menjengek. "Tapi mengapa kau pondong
diriku seperti ini....."
Pada saat itulah, mendadak diluar jendela terdengar orang
mengikik tawa dan berkata, "Hihi, Kiau Hong, kamu benarbenar
manusia yang tidak tahu malu, Sudah membinasakan
Enciku, sekarang kau pondong dan hendak main gila dengan
gundik ayahku, kaupunya muka atau tidak?"Jelas itulah suara
A Ci.
Tapi Siau Hong merasa perbuatannya cukup dapat
dipertanggung-jawabkan, maka olok-olok anak kecil itu tak
dihiraukannya, bahkan ia mendesak pula kepada Be-hujin,
"Lekas katakan, siapakah gerangan 'Toako pemimpin' itu?"
"Kuminta kau pandang mukaku, mengapa kamu berpaling
kearah lain?" kata nyonya janda itu dengan suara merdu
merayu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu A Ci sudah masuk kedalam, katanya dengan
tertawa, "Hah, kiranya kamu belum mampus? Mukamu jelek
seperti s iluman begini, lelaki mana yang sudi memandang lagi
padamu?"
"Apa katamu?" seru Be-hujin dengan suara terputus-putus.
"Kau... kau bilang mukaku sejelek siluman? Cermin, mana
cermin?"
"Lekas katakan, siapakah 'Toako pemimpin' itu? Habis
kaukatakan segera kuberi cermin." sahut Siau Hong.
Tapi A Ci sudah lantas mengambilkan sebuah cermin diatas
meja dan dihadapkan kemuka Be-hujin dan berkata, "Nah,
lihatlah sendiri, lihatlah apa kamu cantik?"
Ketika melihat bayangan sendiri ditengah cermin itu
berwujud wajah yang kotor dan berlepotan darah, gemas,
takut, beringas dan penuh dendam, semua perasaan jahat dan
buruk tertampak pada air muka sendiri yang tadinya cantik
molek menggiurkan, seketika mata Be-hujin mendelik lebarlebar
untuk tidak pernah terpejam lagi.
"A Ci, lekas singkirkan cermin, jangan membuat dia
murka." ujar Siau Hong.
"Aku ingin dia lihat betapa cantik mukanya sendiri!" sahut A
Ci.
"Jangan, kalau dia sampai mati murka, tentu urusan bisa
runyam." seru Siau Hong.
Namun segera ia merasa badan Be-hujin sudah tak berkutik
lagi, napasnya juga sudah berhenti, waktu ia periksa nadinya,
nyata orangnya memang sudah mati.
Karuan Siau Hong terkejut, serunya, "Wah! celaka, ia
benar-benar sudah mati!"
Mendengar seruan yang mirip orang tertimpa malang itu, A
Ci menjadi kurang senang, ia mencibir dan berkata, "Huh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
engkau tentu sangat suka padanya, ya? Kematian perempuan
bejat seperti ini masakah ada harganya untuk diributkan?"
"Ai, anak kecil tahu apa?" ujar Siau Hong sambil mengentak
kaki, "Aku justru lagi tanya sesuatu padanya, didunia ini hanya
tinggal dia seorang yang tahu, Bila tidak kau ganggu urusan
ini, tentu sekarang dia sudah mengaku."
"Ai, ai, jadi aku lagi yang bersalah?" seru A Ci dengan
penasaran.
Siau Hong menghela napas, ia pikir orang mati sudah tak
bisa dihidupkan kembali, Bocah nakal seperti A Ci memang
terlalu dimanjakan sejak kecil, sedangkan ayah-bundanya juga
kewalahan, apalagi orang lain, Mengingat ACu, biarlah aku
tidak perlu mempersoalkan kejadian ini padanya.
Segera ia taruh Be-hujin diatas balai-balai dan berkata.
"Mari kita pergi!"
Ia lihat rumah itu sudah tiada penghuni lain lagi, kaum
pelayan entah sudah lari kemana, segera ia mengeluarkan
ketikan api, ia bakar rumah tinggal Be-hujin itu hingga habis.
Kemudian kata Siau Hong kepada A Ci, "Kenapa kamu
belum pulang ketempat orang tuamu?"
"Tidak, aku tidak mau pulang kesana," sahut A Ci, "Setiap
orang bawahan ayah asal melihat aku lantas mendelik, bila
aku mengadukan mereka, ayah justru membela mereka
malah."
"Sungguh ngaco-belo anak kecil ini, kamu yang
mengakibatkan matinya Leng Jian-li, saudara-angkat ayahmu
yang setia itu, sudah tentu ayahmu sangat menyesal, tapi
kamu malah menyalahkan ayahmu tidak mau menghukum
orang-orang bawahannya," demikian pikir Siau Hong.
Segera ia berkata, "Baiklah, jika begitu aku akan pergi
sekarang!" Habis berkata, terus saja ia tinggal pergi kearah
Utara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hai, nanti dulu, tunggu padaku!" seru A Ci.
Siau Hong berhenti dan berpaling, sahutnya, "Kamu hendak
kemana? Apa pulang ketempat gurumu?"
"Tidak, sekarang aku belum mau pulang ketempat Suhu,
aku tidak berani," sahut A Ci.
"Kenapa tidak berani?" tanya Siau Hong dengan heran,
"Tentu kau bikin gara-gara lagi, ya?"
"Bukan gara-gara, tapi aku telah mengambil sejilid kitab
milik Suhu, jika aku pulang kesana tentu kitab ini akan
dirampasnya kembali, Maka harus tunggu nanti sesudah aku
berhasil menyakinkan ilmu dalam kitab pusaka Suhu ini baru
akan pulang kesana."
"Jika kitab ilmu silat milik Suhumu, asal kau mohon beliau
mengajarkan padamu, tentu juga beliau akan meluluskan
permintaanmu, dengan demikian bukankah akan lebih cepat
jadi daripada berlatih sendiri tanpa petunjuk?"
"Tidak, sekali Suhu bilang tidak mau, tetap dia tidak mau,
biarpun kumohon juga tiada gunanya," sahut A Ci.
Sesungguhnya Siau Hong tidak suka kepada nona cilik yang
terlalu dimanja ini, maka akhirnya ia berkata, "Ya sudahlah,
terserah padamu, aku tak mau urus lagi."
"Engkau hendak kemana?" tiba-tiba A Ci bertanya.
Siau Hong menghela napas sambil memandang api yang
berkobar menghabiskan rumah Be-hujin itu, sahutnya
kemudian, "Seharusnya aku akan menuntut balas sakit hatiku,
tapi aku tidak tahu siapakah gerangan musuhku, Selama
hidupku ini terang sakit hatiku tak bisa terbalas lagi."
"Ah, tahulah aku." seru A Ci. "Sebenarnya Be-hujin itu tahu
siapa musuhmu itu, tapi terlanjur kubikin mati dan sejak kini
engkau tidak tahu lagi siapakah musuhmu, Hihihi, sungguh
lucu, sungguh menarik, Kiau-pangcu yang namanya tersohor
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diseluruh jagat kini benar-benar telah kubikin kelabakan
hingga mati kutu."
Sungguh Siau Hong ingin persen sekali tamparan pada
wajah anak dara itu, tapi segera ia teringat kepada pesan
tinggalan A Cu yang minta dia menjaga baik-baik saudara
sekandung satu-satunya itu, maka hati Siau Hong seketika
lemas lagi, Pikirnya;
"Betapapun aku harus melaksanakan pesan A Cu, Sekalipun
nona cilik ini sangat nakal dan kejam pula, aku harus berusaha
memperbaiki dia, apalagi dia masih terlalu muda masih
kekanak-kanakan."
Dalam pada itu demi melihat sikap Siau Hong yang semula
beringas itu, A Ci lantas bersitegang leher malah, tantangnya,
"Mau apa kau? Apa hendak membunuhku sekalian? Kenapa
tidak turun tangan? Enciku sudah kau hantam mati, apa
halangannya jika kau bunuh aku pula?" Ucapan itu mirip
sebilah belati menikam ulu-hati Siau Hong, dengan rasa duka
ia tak dapat bicara lagi, segera ia membalik tubuh dan tinggal
pergi dengan langkah lebar.
"He, nanti dulu, engkau hendak kemana? seru A Ci pula
dengan tertawa sambil menyusul.
"Daerah Tionggoan sudah bukan tempat tinggalku lagi, aku
akan pergi jauh ke Utara sana selamanya takkan kembali lagi."
sahut Siau hong.
"Dan melalui mana?" tanya A Ci sambil miringkan
kepalanya dari samping.
"Lebih dulu aku akan pergi ke Gan-bun-koan!" sahut Siau
Hong.
"Wah, kebetulan, aku akan pergi ke Cinyang, kebetulan kita
satu jurusan."
"Untuk apa kau pergi ke Cinyang? Tempat sejauh itu,
seorang nona cilik seperti dirimu buat apa kesana sendirian?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hah, jauh apa segala? Aku datang dari Sing-tok-hai,
bukankah lebih jauh lagi? Aku kan punya teman perjalanan
seperti dirimu, mengapa bilang aku sendirian?"
"Tidak, aku tak mau mengawasi kau."
"Sebab apa?"
"Aku seorang laki-laki, sebaliknya kamu seorang nona
muda, kurang bebas untuk menempuh perjalanan bersama,
terutama pada waktu bermalam."
"Sungguh lucu ucapanmu ini, aku sendiri tidak menyatakan
keberatan, mengapa malah engkau yang bilang kurang bebas?
Dulu bukankah kaupun menempuh perjalanan jauh dengan
enciku, siang dan malam selalu bersama?"
"Aku dan encimu sudah mempunyai ikatan perjodohan, tak
dapat disamakan dengan orang lain."
"Ai, siapa tahu jika kaupun meniru seperti ayahku dan enci
seperti ibuku, belum menikah sudah menjadi suami isteri lebih
dulu."
"Tutup mulutmu!" bentak Siau Hong dengan gusar.
"Sampai matinya encimu tetap masih seorang nona yang suci
bersih, akupun selamanya sopan santun dan menghormati
dia."
"Apa gunanya engkau membentak-bentak padaku? Pendek
kata enciku toh sudah kau pukul mati, apa mau dikatakan
lagi? Marilah kita berangkat!"
Mendengar ucapan 'pendek kata enciku itu sudah kau pukul
mati', seketika hati Siau Hong lemas lagi, Katanya kemudian,
"Lebih baik kau pulang ke Siau-keng-oh untuk ikut ibumu saja,
kalau tidak carilah suatu tempat untuk meyakinkan ilmu yang
tertera dalam kitab pusaka gurumu itu, sesudah berhasil, lalu
pulang ketempat gurumu, Apa gunanya kau pergi ke
Cinyang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kepergianku kesana bukan untuk pesiar, tapi ada urusan
penting," sahut A Ci dengan sungguh-sungguh.
Tapi Siau Hong goyang kepala, katanya, "Tidak, aku tak
mau membawamu kesana."
Habis berkata, terus saja ia melangkah dan berlari cepat
kedepan. Tapi dengan ginkangnya segera A Ci menyusul
sambil berteriak-teriak;
"Tunggu, tunggulah aku!"
Namun Siau Hong tak gubris lagi padanya, tetap
melanjutkan jalannya dengan cepat. Tidak lama kemudian,
angin utara meniup makin kencang, malahan hujan salju pula,
Tapi Siau Hong masih terus lari dibawah angin dan salju
hingga akhirnya A Ci ketinggalan jauh.
Kira-kira lebih tigapuluh li jauhnya, sampailah ia disuatu
kota, itulah Tiang Pok Koan, suatu tempat penting diutara
Sinyang, Dan tujuan pertama yang dicari Siau Hong adalah
kedai arak. Begitu masuk kesuatu restoran, segera ia minta
disediakan sepuluh kati arak putih, lima kati daging dan seekor
ekor ayam, ia makan minum sendiri, Habis sepuluh kati arak
segera ia minta tambah lima kati lagi.
Tengah Siau Hong asyik minum sendiri, tiba-tiba terdengar
suara tindakan orang dan tahu-tahu masuklah A Ci.
Melihat anak dara itu, kembali Siau Hong berkerut kening,
pikirnya, "Nona cilik ini akan mengacaukan napsu makanku
lagi." Maka ia sengaja menoleh kearah lain dan pura-pura
tidak melihatnya.
A Ci hanya tersenyum saja, ia duduk menyanding meja lain
didepan Siau Hong dan berseru, "Hai, pelayan, ambilkan
arak!"
Cepat pelayan mendekatinya dan menyapa dengan
tertawa, "Nona cilik, apa engkau juga ingin minum arak?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kalau panggil nona ya nona saja, mengapa pakai 'cilik' apa
segala?" semprot A Ci mendadak. "Sudah tentu aku pun
minum arak, Lekas sediakan sepuluh kati arak, potongkan lima
kati daging rebus dan seekor ayam gemuk, Lekas, Lekas!"
"Haee!" seru sipelayan sambil melelet lidah sampai lama,
"Nona ini sungguh-sungguh atau bergurau, masakah makanminum
sebanyak itu?" Sembari berkata iapun melirik kearah
Siau Hong dan membatin, "Itu dia, orang sengaja hendak
menandingimu, apa yang kau makan dan apa yang kau
minum, orang juga minta disediakan serupa."
Dalam pada itu A Ci telah menjawab. "Kenapa kau rewel?
Kau khawatir aku habis makan tidak bayar ya?" Segera ia
mengeluarkan sepotong uang perak dan dibanting keatas
meja sambil berseru." "Ini cukup tidak? Kalau aku tak bisa
menghabiskan makananku nanti, apa tidak dapat kuberikan
pada anjing? Perlu apa kamu ikut khawatir?"
Dengan tersipu-sipu sipelayan mengiyakan, kembali ia
melirik lagi kearah Siau Hong sambil berkata dalam hati. "Nah,
kau dengar orang sengaja memusuhimu, omongnya secara
tak langsung sengaja memaki kau."
Sebentar kemudian daharan yang dipesan A Ci telah
dihidangkan, sipelayan membawakan sebuah mangkok besar
dan ditaruh didepan sigadis, katanya dengan tertawa, "Nona,
biarlah kutuangkan arak untukmu."
"Baik." sahut A Ci sambil mengangguk.
Segera sipelayan menuang semangkok penuh arak putih,
katanya didalam hati. "Jika kau mampu menghabiskan
semangkok ini, mustahil kamu tidak menggeletak."
Maka terlihat A Ci mengangkat mangkok arak itu dan
ditempelkan kebibir, tapi baru dia menjilatnya setitik, segera ia
berkerut kening dan berseru. "Ai, pedas sekali arak ini! Kenapa
arak ini begini rasanya, hanya manusia goblok didunia yang
sudi minum arak semacam ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Si pelayan coba melirik Siau Hong sekejap, dilihat tamunya
itu tetap tidak gubris ocehan sigadis, diam-diam ia heran dan
geli pula.
Lalu A Ci comot sepotong paha ayam terus digerogoti, Tapi
baru masuk mulut segera ia semburkan dan berseru, "Fruihh,
busuk, busuk!"
"Ai, ai! Ayam gemuk ini baru saja disembelih, masakah
nona bilang busuk, tidak mungkin!" sahut sipelayan dengan
penasaran.
"Habis kalau bukan bau busuk dari daging ayam ini, tentu
badanmu yang bau busuk, jika bukan lagi, tentu badan tetamu
lain yang berbau busuk." seru A Ci.
Tatkala itu hujan salju masih turun dengan derasnya,
didalam restoran itu hanya Siau Hong dan A Ci saja, Maka
cepat sipelayan menjawab dengan tertawa, "Ya, ya, badanku
barangkali yang berbau busuk, Ai, nona, hati-hatilah bicara,
janganlah engkau menyinggung kehormatan tamu yang lain."
"Mau apa? Kalau orang lain tersinggung apakah aku akan
dipukul mampus?" jengek A Ci, Sambil berkata ia terus
menyumpit sepotong daging sapi dan dimasukkan kemulut.
Tapi belum lagi daging itu dikunyah mendadak ia
semburkan pula dan berteriak-teriak. "Hai, pelayan, mengapa
daging ini rasanya kecut? Ini bukan daging sapi, tapi daging
manusia, Tentu restoranmu ini adalah rumah jagal manusia!"
Karuan sipelayan menjadi gugup oleh teriakan A Ci itu,
cepat ia menjawab, "Ai, nona, hendaklah kau bermurah hati,
janganlah membikin susah kami, Daging itu adalah daging
sapi yang segar, mengapa dikatakan daging manusia? Daging
manusia masakah pnya serat sekasar itu, warnanya juga tidak
kemerah-merahan segar begini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, bagus! Kaubilang ini adalah serat dan warna
daging manusia, Nah, katakan, restoranmu ini sudah menjagal
berapa banyak manusia? seru A Ci.
"Ai, nona memang suka berkelakar." sahut sipelayan
dengan tertawa. "Restoran kami ini sudah bersejarah lebih
empat puluh tahun lamanya dikota ini, masakah mungkin
menjagal dan menjual daging manusia?"
"Baiklah anggaplah ini bukan daging manusia tapi baunya
juga busuk, hanya orang tolol yang mau makan daging
begini." kata A Ci. "Wah, sepatuku kotor kena debu."
Habis berkata, ia comot sepotong Ang-sio-bak (daging sapi
saus tomat) yang berbau lezat dan dipakai menggosok sepatu
kulitnya, Memangnya sepatunya agak kotor terkena tanah
salju, karena digosok oleh masakan daging yang berminyak
itu, seketika kulit sepatu itu bersih mengkilap.
Melihat cara si nona yang begitu royal, masakah Ang-siobak
yang dimasak oleh kokinya yang terkenal itu hanya
digunakan untuk lap sepatu, karuan sipelayan merasa sangat
sayang, berulang-ulang ia menghela napas gegetun
disamping.
"Kamu gegetun apa?" tanya A Ci tiba-tiba.
"Habis, Ang-sio-bak buatan restoran kami ini adalah salah
satu hidangan yang tiada bandingannya dikota ini, tapi kini
nona menggunakannya untuk lap sepatu, bukankah ini
agak....agak..."
"Agak apa?" desak A Ci dengan mendelik.
"Agak tidak menghargai masakan itu," sahut sipelayan.
"O, kau maksudkan kurang menghargai sepatuku?" kata A
Ci. "Padahal daging sapi berasal dari sapi, kulit sepatu juga
berasal dari sapi, rasanya juga tak bisa dikatakan kurang
menghargai, Eh, pelayan, masakan lezat apa lagi yang
tersedia di restoranmu ini? Coba terangkan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masakan enak sudah tentu masih banyak, cuma harganya
agak mahal," sahut si pelayan.
Kembali A Ci mengeluarkan sepotong uang perak dan
dilemparkan keatas meja, "Ini cukup tidak untuk membayar."
"Cukup, cukup, lebih dari cukup!" cepat sipelayan
menjawab dengan menyengir. "Tentang masakan enak spesial
restoran kami ini masih ada 'Theng-jo-le-hi' (ikan gurame
masak asem), 'Pek-jiat-yo-ko' (daging kambing rebus),'Cahkee'
(ayam goreng),'Cio-ti-bak' (babi kecap) dan..."
"Bagus, nah, setiap macam sediakanlah tiga porsi," kata A
Ci.
"Hah, setiap macam tiga porsi?" si pelayan menegas. "Jika
nona ingin mencicipi saja kurasa masing-masing satu porsi kau
sudah lebih dari cukup."
"Sekali kukatakan tiga porsi, peduli apa denganmu?"
damprat A Ci.
"Ya, ya!" cepat sipelayan menyahut, Dan segera ia
menggembor kearah dapur, "Tiga porsi 'Theng-jo-le-hi'! Tiga
porsi....."
Sejak tadi diam-diam Siau Hong mengikuti tingkah laku A Ci
itu, Ia tahu dara cilik itu sengaja main gila dengan sipelayan,
tapi tujuan yang sebenarnya adalah ingin memancing dirinya
ikut bicara, Tapi ia justru sengaja tidak gubris padanya, ia
masih tetap minum araknya sendiri.
Selang tak lama, daging kambing masak yang dipesan A Ci
itu telah dihidangkan lebih dulu, jumlah tiga porsi.
"Satu porsi taruh dimejaku, satu porsi taruh dimeja tuan itu
dan satu porsi taruh dimeja sebelah sana." demikian A Ci
memberi perintah. "Dan sediakan pula sendok dan sumpit
dimeja sana dengan arak pula."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apakah masih ada tamu lain yang akan datang." si
pelayan bertanya.
A Ci mendelik lagi, dampratnya, "Sejak tadi kamu suka
cerewet saja, awas bila kupotong lidahmu!"
"Ai, galaknya!" omel sipelayan sambil menjulur lidah.
"Untuk memotong lidahku ini mungkin nona tidak punya
kemampuan itu."
Hati Siau Hong tergerak, ia melototi pelayan itu sekejap
dan membatin, "Ini namanya cari mampus sendiri, masakah
kau berani omong cara begitu terhadap iblis cilik ini?"
Sementara itu sipelayan telah membagi-bagikan porsi
daging kambing di tiga meja yang ditunjuk, Siau Hong juga
tidak ambil pusing, porsi yang dihaturkan kepadanya itu
segera disikatnya tanpa sungkan lagi.
Sejenak kemudian, daharan yang lain berturut-turut
dihidangkan pula, tiap-tiap macam tiga porsi, satu porsi buat
Siau Hong, satu porsi ditaruh dimeja A Ci sendiri dan porsi lain
ditaruh dimeja yang masih kosong.Siau Hong juga tidak
menolak, setiap hidangan yang dihaturkan padanya,
semuanya dilahap habis.
Sebaliknya A Ci masih seperti tadi, setiap hidangan hanya
dicicipi satu sumpit dua sumpit, lalu mencela, "Huh, busuk,
bau! Hanya cocok untuk makanan anjing dan babi!"
Habis itu, terus saja ia comot daging kambing, ikan gurame
dan lain-lain untuk menggosok sepatunya, Meski sipelayan
menyesal setengah mati, tapi juga tak bisa berbuat apa-apa.
Siau Hong sendiri sedang memandang keluar jendela
sambil berpikir, "Dara cilik ini benar-benar sangat
menjemukan, kalau sampai tergoda, wah tentu akan runyam,
Tapi A Cu minta padaku agar menjaganya, padahal anak dara
ini adalah setan cerdik, untuk menjaga diri sendiri jauh lebih
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari cukup, hakikatnya tidak perlu kupikirkan dia, maka lebih
baik aku menghindari dia saja."
Tengah termenung, tiba-tiba dilihatnya dari kejauhan
ditanah salju sana ada seorang sedang mendatang, Cara
berjalan orang sangat aneh, kakinya kaku bagaikan kayu,
dengkulnya tidak menekuk, jadi tampaknya seperti meluncur
saja diatas salju.
Pakaian orang itu pun sangat aneh, meski musim dingin,
yang dipakainya hanya sehelai baju tipis dari kain belacu yang
kasar. Hanya sebentar saja orang itu sudah mendekat, maka
dapatlah Siau Hong melihat jelas usia orang kurang lebih
empat puluh tahun, kedua daun telinga memakai antinganting
emas dalam bentuk ring bundar dan besar, berhidung
lebar dan besar mirip hidung singa serta bermulut tebal,
mukanya sangat bengis dan aneh, terang bukan bangsa Han
umumnya.
Sesampai didepan restoran, orang itu lantas melangkah
masuk, Ketika melihat A Ci juga berada disitu, orang itu agak
melengak, tapi lantas bergirang, tampaknya ingin bicara tapi
urung, Lalu mengambil tempat duduk dimeja dekat pintu.
"Disitu sudah tersedia daging dan arak, mengapa tidak
dimakan?" tiba-tiba A Ci berkata.
Melihat meja yang tersedia daharan dan belum ada
tamunya, segera orang aneh itu menjawab, "O, untuk aku?
Terima kasih, Sumoay."
Habis berkata, tanpa sungkan-sungkan lagi ia ambil tempat
duduk menghadapi meja yang siap dengan hidangan itu, ia
mengeluarkan sebilah pisau emas kecil, segera ia potong
daging kambing dan dimakan.
Yang paling aneh adalah pada waktu makan ikan gurame
itu, sekali potong terus dimasukkan kedalam mulut, ia kunyahkunyah
dan ditelan seluruhnya, jadi tulang ikan juga ikut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
amblas kedalam perutnya, Kemudian ia tenggak pula arak
yang tersedia, tampaknya kekuatan minumnya boleh juga.
"Kiranya orang ini adalah suheng A Ci, jika begitu ia juga
murid si iblis tua Sing-siok-hoi," demikian pikir Siau Hong,
Sebenarnya ia tidak suka kepada muka dan potongan orang
aneh itu, tapi demi melihat takaran minumnya masih boleh
juga, ia merasa orang toh tidak begitu menjemukan.
Sementara itu satu porsi arak yang disediakan sudah habis
ditengguk oleh laki-laki aneh itu, Segera A Ci berkata kepada
pelayan, "Bawalah arak ini kepada tuan yang baru datang itu."
Sembari berkata ia terus masukkan kedua tangannya
kedalam mangkuk araknya, ia cuci bersih minyak dan kuah
yang mengotori tangannya itu, lalu menyodorkan mangkuk
arak itu kepada sipelayan. Karuan sipelayan menjadi ragu,
masakah arak yang telah dipakai cuci tangan disuruh minum
orang?
Melihat sikap s ipelayan itu, A Ci mendesak lagi. "Ayo, lekas
bawa kesana, orang sedang menunggu."
"Ai, kembali nona bergurau lagi," ujar sipelayan dengan
tertawa, "Masakah arak ini dapat diminum?"
"Kenapa?" tiba-tiba A Ci menarik muka, "Apa kaukira
tanganku kotor? Baiklah, begini saja, asalkau minum seceguk
arak ini, segera kupersen satu tahil perak padamu." Bersama
itu ia taruh sepotong uang perak diatas meja.
Dasar mata duitan, sipelayan menjadi girang, katanya,
"Minum seceguk arak dengan persen satu tahil perak, Wah,
bagus sekali! Jangankan cuma air cuci tangan, biarpun air
cucian kaki nona juga akan kuminum."
Habis berkata, terus saja ia angkat mangkuk arak itu dan
diminum seceguk. Diluar dugaan, baru arak itu masuk mulut,
seketika ia merasa lidahnya bagai dibakar, panasnya, sakitnya
tidak kepalang, Kontan saja pelayan itu terbatuk-batuk dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semburkan kembali arak itu, Saking kesakitan sampai ia
berjingkrak-jingkrak sambil berteriak-teriak, "Aduh! Tolong!
Aduh mak! Tolong!"
Siau Hong kaget juga melihat kejadian itu, Ia dengar suara
teriakan sipelayan makin lama makin parau dan tambah
samar-samar, terang lidahnya menjadi bengkak.
Mendengar ribut-ribut itu, seketika pengurus restoran, koki,
tukang api dan lain-lain sama lari keluar dan bertanya, "Ada
apa? Ada apa?"
Tapi pelayan itu sudah tidak sanggup bicara lagi, kedua
tangannya mencakar-cakar muka sendiri, akhirnya ia
menjulurkan lidah dan ternyata lidah itu sudah abuh dua tiga
kali lebih besar daripada biasanya, warnanya matang biru.
Kembali Siau Hong terkejut, itulah tanda keracunan yang
hebat, sungguh tidak nyana arak yang hanya dibuat cuci
tangan A Ci bisa begitu lihai racun yang ditaruhnya.
Kambrat si pelayan restoran menjadi khawatir melihat lidah
kawannya itu, mereka sibuk bertanya.
"Wah, kena racun apakah lidahmu itu?"
"He, apakah lidahmu tersengat oleh ketup kalajengking?"
"Ai, celaka! Lekas, lekas mengundang Sinshe!"
Dalam pada itu sipelayan sudah berubah menjadi bisu,
Mendadak ia mendekati A Ci, Dan berlutut terus menjura
berulang-ulang.
A Ci tertawa, tanyanya, "Ai, mengapa kamu begini
menghormati diriku?Ada apakah?"
Pelayan itu menengadah dan menuding lidah sendiri, lalu
menjura pula tiada berhentinya.
"O, apa kamu minta disembuhkan?" tanya A Ci dengan
tertawa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun saking kesakitan pelayan itu sudah mandi keringat,
kedua tangannya menjambak-jambak rambut sendiri, sebentar
menjura, sebentar soya, sebentar bangun, sebentar berlutut
lagi, lalu kerupukan bagai orang sekarat.
Akhirnya A Ci mengeluarkan sebilah pisau kuning emas
yang kecil, bentuk pisau itu mirip benar dengan pisau yang
dipegang siorang aneh tadi, Mendadak A Ci pegang kuduk
sipelayan dan ditarik kebelakang hingga pelayan itu
menengadah, sekali pisaunya bekerja, "sret" kontan ujung
lidah pelayan itu dipotongnya sebagian.
Karuan para penonton sama menjerit kaget, Seketika darah
pun mancur dari lidah yang putus itu.
Semula sipelayan juga kaget, siapa duga sesudah darah
mengucur keluar, segera racun pun hilang, rasa sakitnya juga
lenyap seketika, Hanya sebentar saja lidah yang abuh itu pun
pulih kembali seperti semula.
Kemudian A Ci mengeluarkan sebuah botol kecil, ia buka
sumbat botol dan cungkil sedikit obat bubuk warna kuning
dengan kuku jari dan dibubuhkan diatas luka lidah sipelayan,
Aneh juga, begitu dibubuhi obat, kontan darahnya lantas
mampet.
Karuan sipelayan menjadi serba runyam dan bingung,
apakah ia mesti gusar atau mesti berterima kasih kepada anak
dara itu? Ia hanya dapat berkata, "Kau....kau...." Tapi karena
lidahnya terpotong sebagian, ucapannya menjadi pelat, tidak
jelas.
A Ci pegang-pegang uang perak yang ditaruh diatas meja
tadi dan berkata pula, "Tadi kukatakan asal minum seceguk
arak lantas kupersen satu tahil perak, tapi belum lagi arak tadi
masuk perutmu sudah kau tumpahkan kembali, maka tadi itu
tidak bisa dianggap, jika mau coba boleh kau minum lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ti...tidak, aku... aku tak mau minum lagi..." demikian
jawab sipelayan dengan samar-samar sambil goyang-goyang
kedua tangannya.
A Ci tertawa, Ia simpan kembali uang perak itu dan
katanya, "Apakah kamu masih ingat ucapanmu tadi? Kalau
tidak salah kau bilang 'untuk memotong lidahku mungkin nona
belum mampu' betul tidak?
Dan sekarang kau sendiri yang menjura dan minta
kupotong lidahmu, apakah nonamu mempunyai kemampuan
itu atau tidak?"
Baru sekarang sipelayan sadar gara-gara ucapannya tadi
itulah telah mendatangkan bencana bagi diri sendiri. Karuan ia
sangat murka dan sakit hati, kalau bisa ia ingin melabrak
sepuas-puasnya anak dara itu, tapi ia menjadi takut ketika
ingat dimeja lain masih ada dua orang lelaki yang sudah
terang adalah begundal anak dara ini.
"Eh, kau minum lagi atau tidak?" demikian A Ci tanya pula
padanya.
Dengan gusar si pelayan menjawab, "Lo... Locu tidak...."
Tapi baru sekian ucapannya ia jadi ketakutan kalau-kalau
diselomoti orang lagi karena makiannya itu, dengan gusar dan
jeri cepat ia lari keruangan belakang untuk seterusnya tidak
berani keluar lagi.
Suasana kembali tenang, pengurus restoran telah memberi
ganti seorang pelayan lain, Tapi karena menyaksikan kejadian
tadi, pelayan baru ini pun kapok dan tidak berani
sembarangan omong.
Siau Hong merasa gusar sekali oleh kekejaman A Ci itu,
masakah sipelayan itu hanya berkelakar begitu saja mesti
dibikin cacat untuk selamanya, sungguh keterlaluan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu, terdengar A Ci telah berkata pula sambil
menunjuk lelaki aneh tadi, "Pelayan, bawalah arak ini untuk
tuan itu."
Si pelayan baru memang lagi kebat-kebit waktu A Ci
menunjuk mangkuk araknya, kini mendengar bahwa arak itu
supaya diberikan kepada lelaki berhidung singa itu, Ia
bertambah takut.
"He, kenapa kamu diam saja?" tegur A Ci dengan tertawa
ketika melihat sipelayan ragu-ragu. "Eh, barangkali kau sendiri
ingin minum, ya? Ah, boleh juga, ayolah minum."
Karuan pelayan itu ketakutan setengah mati, cepat ia
menjawab. "Ti...tidak... tidak, hamba ti... tidak mau."
"Jika begitu lekas bawa untuk tuan itu," kata A Ci.
"Ya, ya!" cepat sipelayan menurut, Dengan tersipu-sipu ia
angkat mangkuk arak itu dengan kedua tangan dan dipindah
kemeja si lelaki berhidung singa, Saking gugupnya hingga
kedua tangan pelayan bergemetaran, untung araknya tidak
muncrat keluar.
Lelaki hidung singa itu pun tidak menolak, ia angkat
mangkuk arak itu, tapi tidak lantas diminum, ia pandang lekatlekat
arak didalam mangkuk.
"Kenapa, Jisuko?" tanya A Ci dengan tertawa, "Aku
menyuguh arak padamu, apakah engkau tidak sudi minum?"
Diam-diam Siau Hong membatin, "Arakmu itu beracun jahat
luar biasa, sudah tentu orang itu tidak mau menjadi
korbanmu, Biarpun lwekangnya sangat tinggi juga belum tentu
mampu menolak racun didalam arak itu."
Diluar dugaan, sesudah sekian lamanya orang berhidung
singa itu tertegun, mendadak ia tempelkan mangkuk arak itu
kebibirnya dan segera ditenggaknya hingga habis isinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karuan Siau Hong terkejut, pikirnya, "Apa betul lwekang
orang ini sedemikian hebatnya hingga mampu menghapuskan
racun dalam arak itu?"
Tengah ia sangsi, ia lihat orang berhidung singa itu telah
menaruh kembali mangkuk arak diatas meja, dua jari
jempolnya kelihatan basah dan diusap-usapkan pada bajunya.
Melihat itu, sedikit pikir saja Siau Hong lantas tahu
duduknya perkara, "Ya, besar kemungkinan ia telah berhasil
meyakinkan 'Hoa-tok-hai-hoat' (ilmu menghapus racun) ajaran
iblis tua Sing-siok-hai, maka sebelum dia minum arak itu, lebih
dulu ia rendam kedua jari jempol didalam arak sambil
memandang sekian lamanya, tentu waktu itulah ia telah
hapuskan racun jahat didalam arak, dengan demikian ia tidak
takut lagi untuk menengguknya hingga habis."
Rupanya hal itu juga diluar dugaan A Ci, gadis itu agak
gugup juga dan lekas-lekas berkata dengan tersenyum ewa,
"Wah, rupanya kepandaian Jisuko telah maju pesat sekali,
Terimalah pemberian selamat dariku ini."
Orang itu tidak gubris padanya lagi, segera ia melanjutkan
makan minum, ia sapu bersih daharan yang disediakan itu,
habis itu ia berbangkit sambil tepuk-tepuk perutnya yang
sudah penuh terisi itu, lalu katanya. "Nah, marilah berangkat!"
"O, ya, silakan! Sampai berjumpa pula!" kata A Ci.
Karuan orang itu melengak, kedua matanya yang besar
sebelah itu mendelik, katanya, "Sampai berjumpa
apa?Maksudku kaupun ikut berangkat bersamaku!"
"Aku tidak mau." sahut A Ci sambil goyang-goyang kepala,
Lalu ia mendekati Siau Hong dan berkata pula, "Aku sudah
berjanji lebih dulu dengan Toako ini untuk pesiar ke Kanglam."
"Bedebah siapa dia?" tanya orang berhidung singa itu
sambil melotot sekejap kepada Siau Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bedebah apa? Dia adalah Cihuku (suami kakakku), tahu?
Kami adalah sanak famili terdekat," kata A Ci.
"Kamu sudah memberi persoalannya dan aku sudah
memberi jawabannya, maka sekarang kamu harus menurut
perintahku, kau berani melanggar peraturan perguruan kita?"
teriak orang itu.
"Kiranya A Ci menyuruh dia minum arak beracun tadi
merupakan suatu soal ujian sulit baginya, diluar dugaan soal
itu telah dijawabnya hingga lulus," demikian Siau Hong
membatin.
Maka terdengar A Ci menjawab. "Siapa bilang itu
memberikan soal ujian bagimu? Apa kau maksudkan minum
arak tadi? Hahahaha, sungguh menggelikan! Bukankah kau
lihat sendiri, arak itu kusuruh minum sipelayan tadi, Siapa
duga sebagai ahli waris Sing-siok-hai kaupun sudi minum, arak
sisa bekas pelayan itu, Hahaha, sedangkan seorang pelayan
saja tidak mampus minum arak itu, kemudian engkau
menghabiskannya, apanya sih yang hebat? Coba jawab,
sedangkan pelayan itu saja tidak mati minum arak itu, apakah
mungkin aku menguji dirimu dengan arak begituan?"
Sebenarnya ucapan A Ci itu terlalu ingin menang sendiri,
untuk mendebatnya juga tidak susah, tapi orang berhidung
singa itu rupanya tidak mau membantah, dengan menahan
gusar ia berkata. "Suhu memberi perintah agar aku
membawamu pulang, kau berani membangkang pada perintah
ini?"
"Suhu paling sayang padaku, asal nanti Jisuko
menyampaikan pada beliau bahwa aku telah bertemu dengan
Cihuku ditengah jalan serta pergi pesiar bersamanya ke
Kanglam, nanti kalau kami pulang akan kubawakan oleh-oleh
yang bagus buat beliau," demikian sahut A Ci dengan tertawa.
"Tidak, kamu harus ikut pulang, kamu telah mengambil...."
bicara sampai disini orang itu tidak melanjutkan lagi, ia melirik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kearah Siau Hong seperti khawatir rahasianya didengar orang
luar, dan sesudah merandek sejenak, lalu ia melanjutkan,
"Suhu sangat marah dan kamu diharuskan segera pulang."
"Jisuko," demikian A Ci memohon, "Sudah tahu Suhu lagi
marah, mengapa engkau tega memaksa aku pulang,
bukankah aku akan dihajar oleh beliau? Awas, jika Jisuko
memaksa, kelak kalu Jisuko dihukum Suhu, tentu aku pun
tidak mau memintakan ampun lagi bagimu."
Rupanya ucapan A Ci yang terakhir ini agak mempengaruhi
pikiran si lelaki hidung singa ini, mungkin anak dara itu
memang sangat disukai dan dimanjakan oleh gurunya, si iblis
tua Sing-siok-hai, segala apa yang dia minta selalu
diluluskannya.
Maka sesudah pikir sejenak, segera orang aneh itu berkata,
"Jika engkau berkeras tidak mau pulang, boleh juga kau
serahkan kedua macam barang itu padaku, dengan begitu
dapatlah aku mempertanggung-jawabkan tugasku kepada
Suhu dan mungkin amarah beliau dapat diredakan."
"Apa katamu? Dua macam barang apa? Sungguh aku tidak
paham." ujar A Ci.
Mendadak orang berhidung singa itu menarik muka,
sahutnya, "Sumoay, jika aku tidak mau main kasar padamu
adalah karena mengingat sesama saudara perguruan, tapi
kamu sendiri harus bisa membedakan antara yang baik dan
jelek."
"Sudah tentu aku bisa membedakan," sahut A Ci, "Engkau
menemani aku makan minum adalah baik, tapi engkau
memaksa aku pulang ketempat Suhu itulah yang jelek."
"Pendek kata kau mau serahkan kedua macam barang itu
atau tidak?Atau mau ikut pulang saja?" desak pula orang itu.
"Aku tidak mau pulang juga tidak tahu barang apa yang
kau inginkan," sahut A Ci. "O, barangkali kau ingin membawa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu barangku ini? Baiklah! Nah, boleh kau bawa tanda
pengenalku, ini tusuk kondaiku." Sembari berkata ia terus
ambil sebentuk tusuk-kondai dari sanggulnya.
"Jangan berlagak pilon, Sumoay! Apa kau paksa aku harus
turun tangan?" desak pula orang itu sambil melangkah maju.
A Ci kenal betapa lihai kepandaian sang Suheng, ia tahu
bukan tandingannya, apalagi ilmu silat golongan Sing-siok-hai
mereka itu sangat ganas, sekali turun tangan tanpa kenal
ampun lagi, kalau tidak mati tentu terluka parah, kalau terluka
parah tentu akan tersiksa oleh racun jahat dan akhirnya juga
akan mati lebih mengerikan.
Sebab itulah diantara sesama saudara seperguruan mereka
tidak pernah saling latih, begitu pula diantara guru dan murid
juga tidak pernah menjajal kepandaian masing-masing.
Pada waktu iblis tua Sing-siok-hai mengajari muridnya juga
dipisah-pisahkan ditempat yang berlainan, setiap murid juga
berlatih tersendiri dan saling tidak tahu sampai dimana
kepandaian masing-masing, Hanya kalau bertemu musuh dan
disitulah baru diketahui tinggi atau rendah kepandaiannya.
A Ci sendiri pernah menyaksikan Jisukonya itu
membinasakan tujuh bandit besar di perbatasan Sujwan dan
Tibet, betapa ganas cara turun tangannya benar-benar sangat
keji, maka betapa pun ia merasa jeri juga bila sang Suheng
benar-benar turun tangan dan main paksa padanya.
Menurut peraturan perguruan mereka, sekali A Ci sudah
menjajal sang Suheng dengan arak berbisa, itu berarti suatu
tantangan yang luar biasa, sebab kalau Suheng yang
berhidung singa itu mengaku kalah, maka selama hidupnya
akan selalu berada dibawah perintah A Ci.
Tapi kini ia telah lulus dari ujian, ia telah minum habis arak
berbisa si A Ci tadi, menurut aturan itu berarti A Ci sudah
kalah dan tidak boleh melawan perintahnya lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tahu gelagat jelek, segera A Ci menarik-narik lengan baju
Siau Hong sambil berseru, "Cihu, tolong, Cihu! Dia akan
menyerang aku, Cihu, tolong Cihu!"
Berulang-ulang dipanggil 'Cihu', hati Siau Hong menjadi
lemas, teringat pula pesan tinggalan A Cu tempo hari, segera
ia bermaksud menghalaukan lelaki berhidung s inga itu.
Tapi sekilas dilihatnya darah yang berceceran dilantai, yaitu
darah lidah sipelayan yang terpotong tadi, kembali Siau Hong
merasa anak dara itu terlalu gabah tangan, kalau sekarang
dibiarkan ketakutan dulu, agar dia agak kapok dan kelak
takkan berani terlalu nakal, Maka ia sengaja tinggal diam saja
dengan memandang jauh keluar jendela.
Melihat si A Ci minta bantuan kepada Siau Hong, lelaki
hidung singa itu pikir dara cilik itu harus dibikin takut, untuk
mana jago yang diandalkan ini harus dibikin keok dulu,
dengan demikian tentu dara cilik itu akan ikut pulang dengan
menurut, Maka tanpa bicara lagi segera ia pegang
pergelangan tangan kiri Siau Hong terus dipencet.
Dalam pada itu sebenarnya Siau Hong sudah siap, begitu
melihat pundak kanan orang sedikit bergerak, segera ia tahu
orang hendak menyerang, Tapi ia sengaja tinggal diam dan
membiarkan tangannya dipegang orang itu, Dan begitu
tangan orang menyentuh kulitnya, segera ia merasakan panas
bagai dibakar, ia tahu orang itupun berbisa jahat.
Selama hidup Siau Hong justru paling benci kepada
kepandaian yang berbisa jahat seperti itu, Tapi ia tetap diam
saja, hanya tenaga murni ia kerahkan ke pergelangan tangan,
lalu katanya dengan tertawa, "Ada apa? O, barangkali saudara
ingin ajak minum arak padaku?Baiklah, mari, mari silahkan!"
Sambil berkata ia terus menggunakan tangan kanan untuk
menuang dua mangkuk arak. Dalam pada itu si lelaki hidung
singa telah mengerahkan tenaga sekuatnya, tapi ia lihat Siau
Hong masih tetap seenaknya saja bagai tidak merasakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu apa, diam-diam ia membatin; "Huh, jangan senangsenang
dulu, sebentar baru kau tahu rasa."
Segera iapun menjawab. "Mau minum arak ayolah minum,
kenapa aku tidak berani?"
Habis berkata terus saja ia angkat mangkuk arak itu dan
ditenggak, Diluar dugaan baru arak itu mengalir masuk
kerongkongan, mendadak dari dalam rongga dada serasa ada
arus tenaga yang entah timbul dari mana, langsung tenaga
dalam itu menyerang keatas.
Ia tidak tahan lagi, ia terbatuk-batuk hingga arak yang
sudah ditenggak itu tersembur keluar kembali, habis itu ia
masih terus batuk hingga sekian lama.
Kejadian itu membuatnya terkejut tak terperikan, Arus
tenaga yang membalik keluar itu terang berasal dari tenaga
dalam orang yang disalurkan melalui tangannya yang
terpegang itu.
Coba kalau orang mau incar jiwanya, sungguh gampangnya
seperti merogoh saku sendiri, Dalam kagetnya cepat ia hendak
melepaskan pergelangan tangan Siau Hong.
Tak tersangka sekarang hendak lepar tangan pun tidak bisa
lagi, Tangan Siau Hong itu seperti mengeluarkan tenaga
melengket hingga tangan lelaki hidung singa itu sukar ditarik
kembali.
Dalam kagetnya orang itu masih menarik-narik sekuatnya,
Tapi Siau Hong tetap diam saja, biar bagaimana pun orang itu
menarik dan meronta, sedikitpun Siau Hong tak tergerak.
Dalam pada itu Siau Hong menuang arak pula dan berkata,
"Tapi kamu belum sempat minum arak ini, sekarang silahkan
minum semangkuk saja dan barulah kita berpisah ya?"
Orang itu masih meronta-ronta sekuatnya dan tetap susah
melepaskan diri, Tanpa pikir lagi ia terus menempeleng muka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong dengan tangan lain, Belum kena dihantam Siau
Hong lantas mengendus bau amis busuk, bau mirip ikan mati.
Segera ia angkat tangan kanan dan mengibas pelahan
keatas hingga pukulan orang itu menceng kearah lain, "plak"
tanpa kuasa lagi orang itu menghantam bahu sendiri, saking
kerasnya hingga ruas tulang pundak sampai keseleo.
"Ai, ai, Jisuko, mengapa engkau begini sungkan hingga
menghajar dirinya sendiri, kan aku yang merasa tidak enak?"
demikian A Ci malah menggodanya.
Sungguh dongkol dan gemas lelaki hidung singa itu tidak
kepalang, tapi apa daya, tangan yang lengket dipergelangan
tangan Siau Hong itu tak bisa ditarik kembali, untuk
menyerang lagi pun tidak berani, segera ia mengerahkan
tenaga dalam, Ia hendak salurkan racun yang terdapat pada
tangannya itu kedalam badan musuh.
Tak terduga, begitu tenaganya kebentur dengan tangan
Siau Hong, kontan tenaga itu terdesak balik, bahkan terdesak
terus kelengan,
Karuan lelaki hidung singa itu terkejut, cepat bertahan
mati-matian, namun celaka, selisih lwekangnya dengan Siau
Hong terlalu jauh, ia tidak kuat melawan, arus tenaga dalam
yang mengandung racun itu bagaikan gelombang samudra
yang membanjir kedalam sungai, setelah membanjir ke
lengan, terus kebahu dan lambat-laun sampai didada.
Lelaki hidung singa kenal racun di tangan sendiri itu luar
biasa lihainya, asal menyerang jantung seketika orangnya
akan binasa, Kini racun itu benar-benar 'senjata makan tuan',
dibawah desakan lwekang musuh arus racun itu tak bisa
ditahan lagi, Saking kelabakan sampai keringatnya berbutirbutir
memenuhi jidatnya.
"Wah, Jisuko, lwekangmu sungguh tinggi sekali," demikian
A Ci berolok-olok lagi, "Hawa sedingin ini, tapi engkau malah
berkeringat, Sungguh aku kagum sekali padamu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu si lelaki hidung singa tidak pikirkan lagi
sindiran A Ci itu, yang paling penting baginya sekarang ialah
menyelamatkan jiwa lebih dulu, Maka ia coba bertahan sekuat
mungkin, sebelum ajal ia pantang mati.
Diam-diam Siau Hong berpikir, "Selamanya aku tiada
permusuhan dengan orang ini, meski dia hendak menyerang
aku secara keji, buat apa aku membunuh dia?"
Maka mendadak ia tarik kembali tenaga dalamnya, Seketika
lelaki hidung singa itu merasa tangannya terlepas, arus racun
yang hampir mendekat jantung itu seketika menyurut kembali,
Dalam girang dan kejutnya cepat ia melangkah mundur
beberapa tindak dan tidak berani mendekat Siau Hong lagi.
Meski barusan ia hampir mendaftarkan diri kepada raja
akhirat, tapi sipelayan tidak tahu apa-apa, khawatir orang
marah, pelayan itu mendekatinya untuk menuangkan arak,
Diluar dugaan mendadak lelaki hidung singa itu menggaplok
muka sipelayan, Sekali pelayan itu menjerit, kontan orangnya
roboh telentang.
Habis hantam sipelayan, lalaki hidung singa itu lantas lari
cepat keluar restoran dan menuju kearah barat daya, dari jauh
terdengar suara suitannya yang tajam melengking, makin
lama makin jauh.
Waktu Siau Hong periksa sipelayan, ia lihat selebar
mukanya matang biru, terang sudah binasa, Ia menjadi gusar
dan berseru. "Orang itu benar-benar kejam, telah kuampuni
jiwanya, tapi dia malah membunuh orang."
Segera ia pun berbangkit dan bermaksud akan mengejar.
Tapi A Ci lantas mencegahnya, "Cihu, duduklah, biar
kujelaskan padamu."
Jika A Ci memanggil Kiau-pangcu atau Siau-toako, tentu
Siau Hong takkan gubris padanya, Tapi panggilan "Cihu" itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
telah membuatnya teringat kepada A Cu, Dengan rasa terharu
ia tanya, "Ada apa?"
"Bukan Jisuko kejam, soalnya tadi dia tak berhasil
mencelakai engkau, racunnya tidak terlampias, maka ia perlu
membunuh seorang sebagai gantimu," tutur A Ci.
Siau Hong tahu diantara ilmu silat kaum Sia-pai memang
ada cara begitu, bila racun yang mestinya dikeluarakan itu
tidak dikeluarkan, paling tidak harus dihantamkan pada seekor
kuda atau kerbau, kalau tidak, racun itu akan membalik dan
mencelakai diri sendiri, Maka katanya, "Jika dia ingin
mengimpaskan racun, kenapa dia tidak hantam seekor hewan
saja, tapi membunuh manusia?"
"Orang goblok seperti dia apa bedanya dengan hewan?"
sahut A Ci. "Membunuh orang seperti dia itu tidakkah sama
seperti membunuh seekor babi?"
Sungguh ngeri Siau Hong mendengar cara omong A Ci
yang sewajarnya, sedikit pun tidak merasa menyesal, seakanakan
jiwa manusia itu seperti jiwa semut saja.
Ia pikir watak nona cilik ini sudah sejahat ini, buat apa
diurus lagi? Apalagi saat itu orang-orang restoran telah
merubung keluar lagi, ia tidak ingin tersangkut perkara pula,
segera ia berbangkit dan tinggal pergi menuju ke utara.
Ia dengar A Ci sedang menyusulnya, segera ia percepat
langkahnya hingga dalam sekejap saja dara cilik itu telah
tertinggal jauh.
Tapi segera ia dengar seruan A Ci, "Cihu, Cihu! Tunggu,
Cihu! Aku...aku akan ketinggalan, lho!"
Kalau bicara berhadapan dan melihat kelakuan anak dara
itu, seketika Siau Hong akan merasa jemu padanya, Tapi kini
mendengar suara seruannya dari belakang, suara itu nyaring
merdu dan mirip benar dengan suara A Cu, Seketika perasaan
Siau Hong terguncang hebat, tanpa terasa ia membalik tubuh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan mengembang air mata ia lihat seorang anak dara
berlari-lari mendatangi dan sungguh mirip sekali seakan-akan
A Cu telah hidup kembali.
Sambil pentang kedua tangan menyambut kedepan, tanpa
terasa Siau Hong berseru pelahan, "A Cu, A Cu! O, A Cu!"
Saat itu samar-samar ia merasa seperti berhadapan dengan
A Cu, Ia menjadi terkejut dan sadar kembali ketika mendadak
sesosok tubuh yang lunak menubruk kepelukannya dan
mendengar suara sigadis. "Cihu, kenapa engkau tidak
menunggu padaku?"
Pelahan Siau Hong melepaskan A Ci dari pelukannya,
katanya. "Buat apa kau ikut padaku?"
"Engkau telah menghalaukan Jisukoku, dengan sendirinya
aku mesti menghaturkan terima kasih padamu." sahut A Ci.
"Itu tidak perlu, toh aku tidak sengaja hendak
membantumu, soalnya dia hendak menyerang aku, kalau aku
tidak membela diri tentu akan mati ditangannya," sahut Siau
Hong dengan sikap dingin, Lalu putar tubuh hendak tinggal
pergi lagi.
Segera A Ci memburu maju dan hendak menarik tangan
Siau Hong, Tapi sedikit Siau Hong mengengos, tangan A Ci
memegang tempat kosong, dengan sempoyongan ia
terjerembab kedepan.
Dengan ilmu silatnya sebenarnya A Ci dapat menegakkan
tubuhnya, tapi ia justru gunakan kesempatan itu untuk
menggoda, ia sengaja jatuh ketanah salju sambil berseru,
"Aduh! Sakit!"
Sudah terang Siau Hong tahu bocah itu cuma pura-pura
saja, tapi demi mendengar suaranya yang merdu itu, seketika
benaknya terbayang akan diri A Cu, Tanpa terasa ia putar
balik, sekali tarik ia angkat bangun A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia lihat anak dara itu lagi tertawa genit, katanya, "Cihu,
Ciciku minta engkau menjaga diriku, mengapa engkau tidak
menurut pesannya? Aku seorang nona cilik, hidupku sebatangkara,
banyak orang jahat akan bikin susah padaku, mengapa
engkau tidak urus dan tidak gubris padaku?"
Ucapan itu kedengarannya sangat mengesankan dan penuh
kasihan, biarpun Siau Hong tahu anak dara itu cuma omong
kosong belaka, tapi hatinya menjadi lemas juga, Tanyanya,
"Untuk apa kau ikut padaku? Perasaanku sendiri lagi masgul,
tidak nanti aku mau bicara denganmu, apalagi kalau kamu
berbuat sembarangan, tentu aku akan menghajarmu."
"Engkau masgul, aku akan menghibur padamu, dengan
begitu bukankah hatimu lambat-laun akan gembira lagi?" ujar
A Ci. "Jika aku boleh ikut, pada waktu engkau minum arak,
aku akan menuangkan arak bagimu, Jika engkau ganti
pakaian, akan kucuci dan tambal bajumu bila perlu, Bila aku
berbuat salah, dan engkau suka mengajar, itulah paling baik
malah, Sejak kecil aku sudah ditinggalkan orang tua, tiada
orang yang mengajar padaku, segala apa aku memang tidak
paham....." Berkata sampai disini, matanya menjadi merah
basah.
Tapi Siau Hong pikir. "Mereka, kakak dan adik memang
berbakat main sandiwara, bicara tentang menipu orang boleh
dikata kepandaian mereka tiada bandingannya, Untung aku
sudah kenal nona ini sangat keji, tidak nanti aku tertipu,
Sebab apakah dia tetap ingin ikut padaku? Tipu muslihat
apakah yang terkandung dalam hatinya, Jangan-jangan
gurunya sengaja mengirim dia untuk memancing aku dan
akan bikin celaka padaku? Ya, jangan-jangan musuh yang
kucari itu ada sangkut-pautnya dengan iblis tua Sing-siok-hai
itu? Bahkan bisa jadi dia sendiri yang menjadi biang
keladinya?"
Berpikir demikian, seketika timbul suatu keputusannya,
"Masakah seorang laki-laki sebagai Siau Hong mesti takut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada kemungkinan ditipu oleh anak dara seperti dia itu?
Kenapa aku tidak turuti saja permintaannya, akan kulihat tipu
muslihat apa yang akan dikeluarkannya, Boleh jadi pada diri
anak dara inilah akan dapat kubalas sakit hatiku, Ya, siapa
tahu?"
Karena pikiran itu, segera ia berkata, "Jika begitu, baiklah,
boleh kau ikut padaku, Tetapi aku janji lebih dulu, jika kamu
sembarangan membikin susah orang atau membunuh orang
lagi, tentu aku takkan mengampunimu."
A Ci menjulurkan lidah, kemudian menyahut, "Habis bila
orang lain yang ingin membikin susah padaku, lantas
bagaimana? Dan jika orang jahat yang kubunuh lantas
bagaimana lagi?"
Siau Hong pikir anak dara ini sungguh terlalu licin dan
nakal, bukan mustahil dia akan mencari macam-macam alasan
untuk membela diri, jika dia menimbulkan gara-gara lagi,
Maka katanya, "Apakah orang lain itu orang jahat atau bukan,
tidak perlu dipeduli, Pendek kata, sekali kamu berada
bersamaku, selama itu kamu tidak boleh bertengkar dengan
orang, Kamu berada denganku, tidak nanti orang lain berani
mengganggumu."
"Ai, engkau hanya Cihuku, tapi engkau lebih keras
mengajarku daripada orang tuaku." kata A Ci.
"Coba kalau Ciciku tidak meninggal dan sempat menikah
denganmu, bukankah dia juga akan mati dikekang oleh
perintahmu?"
Siau Hong menjadi gusar, sungguh ia ingin damprat anak
dara itu, tapi segera hatinya lemas lagi, Ketika dilihatnya sorot
mata A Ci menyinarkan s ifat-sifat yang nakal dan licin, kembali
ia pikir, "Aneh, mengapa ia merasa senang oleh apa yang
kukatakan itu?"
Karena tak bisa menerka sikap anak dara itu, ia lantas
melanjutkan perjalanan lagi. Kira-kira dua tiga li jauhnya,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendadak teringat olehnya, "Ai, celaka! Mungkin dara cilik ini
sedang menghadapi suatu musuh besar atau lawan tangguh,
makanya aku ditipu untuk membela dia, Tadi aku telah
menyatakan, 'Kamu berada denganku, tidak nanti orang
berani mengganggumu' Dan itu berarti aku telah berjanji
untuk melindungi dia, Padahal dia dipihak yang benar atau
salah, meski aku tidak menyatakan sesuatu, asal dia berada
disampingku dengan sendirinya aku tidak membiarkan dia
diganggu siapapun juga."
Dan setelah beberapa li lagi, tiba-tiba A Ci membuka suara
pula, "Cihu, ketimbang kesepian akan kunyanyikan suatu lagu,
mau tidak?"
"Tidak!" sahut Siau Hong ketus.
Ia sudah ambil keputusan, pendek kata apa saja yang
dikehendaki anak dara itu, seluruhnya akan dijawabnya tidak,
Terhadap anak dara yang nakal itu harus pakai sikap keras
dan ketus, supaya dia kapok.
Sudah tentu A Ci kurang senang oleh jawaban Siau Hong
itu, dengan memoncongkan mulut yang mungil ia berkata,
"Engkau ini memang terlalu, Eh, jika begitu aku akan
mendongeng saja, mau tidak?"
"Tidak!" jawab Siau Hong tetap.
"Kalau begitu, marilah kita main teka-teki saja, mau?"
"Tidak!" kembali Siau Hong menolak.
"Ya, sudahlah, Eh, engkau saja yang mendongeng, setuju?"
"Tidak!"
"Atau engkau saja yang menyanyi, mau?"
"Tidak!"
"Engkau saja yang melucu, juga tidak?"
"Tidak!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah segala permintaan A Ci selalu dijawab dengan
'tidak' oleh Siau Hong tanpa pikir.
Mendadak A Ci berkata pula, "Jika begitu, aku takkan
meniup seruling untukmu, mau tidak?"
"Tidak!" tetap Siau Hong menjawab begitu, Dan begitu
jawaban itu diucapkan, segera ia sadar telah terjebak oleh
akal anak dara itu.
Yang ditanya A Ci adalah 'aku takkan meniup seruling
untukmu' dan dia menjawab 'tidak' maka itu berarti dia minta
anak dara meniupkan seruling, Tapi karena sudah kadung
diucapkan, ia pikir masa bodohlah, kau mau meniup seruling
boleh, silahkan sesukamu.
Begitulah lalu A Ci berkata dengan gegetun, "Ai, Cihu ini
memang susah diladeni, Ini tidak, itu juga tidak, ini tidak mau,
itu pun emoh, Tak tahunya minta ditiupkan seruling, Baiklah,
akan kupenuhi keinginanmu."Habis berkata, lalu ia
mengeluarkan sebatang seruling kemala.
Seruling kemala itu bentuknya luar biasa, seluruhnya putih
mulus, panjangnya cuma belasan senti saja, kecil
mungil.Segera A Ci taruh seruling itu di bibirnya dan mulai
meniupnya, seketika tersiarlah bunyi seruling yang tajam
melengking berkumandang jauh.
Tergerak hati Siau Hong, T adi waktu lelaki hidung singa itu
berlari pergi jauh pernah mengeluarkan suara suitan tajam
seperti itu, Sebenarnya suara seruling itu nyaring dan merdu,
tapi suara seruling kemala putih ini tajam mengerikan terang
bukan suara irama musik.
Segera tahulah Siau Hong, katanya didalam hati, "Hm,
kiranya telah kau sembunyikan begundalmu disini untuk
menyergap diriku, Hah, masakah aku jeri pada kaum keroco
seperti kalian ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi ia pun tahu ilmu silat anak murid iblis tua Sin-siok-hai
itu tentu sangat lihai, jika bertempur secara terang-terangan
tentu saja ia tidak takut, tapi kalau mereka menggunakan
muslihat keji, sedikit lengah saja pasti akan masuk perangkap
mereka.
Sementara itu ia dengar suara seruling A Ci masih terus
mendenging-denging, sebentar tinggi sebentar rendah nada
suaranya, terkadang seperti babi disembelih, tempo-tempo
bagaikan setan menjerit, Sungguh aneh dan ganjil sekali
bahwa seorang gadis cantik sebagai A Ci dengan seruling
kemala yang bagus itu, ternyata suara yang keluar dari alat
musik itu justru melengking jelek.
Namun Siau Hong tak mau ambil pusing lagi, ia
meneruskan perjalanannya, Tidak lama kemudian sampailah
disuatu jalan pegunungan yang sempit dan panjang, Lereng
gunung itu curam dan sukar ditempuh, Diam-diam Siau Hong
membatin, "Jika musuh bermaksud menyergap aku, tentu
disinilah tempatnya,"
Benar juga, sesudah membelok suatu lintasan dan naik
keatas bukit lagi, segera tertampak didepan menghadang
empat orang, Pakaian keempat orang itu terdiri dari kain
belacu kuning kasar, dandanan mereka tiada ubahnya seperti
lelaki hidung singa yang ngacir di restoran itu.
Keempat orang itu tidak berdiri sejajr, tapi berbaris muka
dan belakang, setiap orang membawa tongkat baja panjang.
Melihat keempat orang itu, seketika A Ci berhenti meniup
serulingnya, Segera ia menyapa. "He, Samsuko, Sisuko,
Jitsuko, Patsuko, baik-baikkah kalian? Mengapa begini
kebetulan kalian berkumpul disini?"
Siau Hong lantas berhenti juga, ia sengaja bersandar
didinding tebing ditepi jalan sambil mengulet kemalasmalasan,
ia pura-pura tidak ambil pusing dan ingin tahu
permainan apa yang hendak dilakukan mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang yang berdiri paling depan diantara barisan empat
orang itu adalah laki-laki setengah umur dan berbadan gemuk,
lebih dulu ia mengamat-amati Siau Hong, habis itu barulah
berkata,
"Siausumoay, baik-baikkah kau?Mengapa kamu melukai
Jisuko?"
"Hah, Jisuko terluka?" demikian A Ci pura-pura kaget,
"Siapakah yang melukai dia? Parah tidak lukanya?"
"Huh, masih berlagak pilon? Jisuko bilang kamu yang
menyuruh orang melukainya," demikian seru orang yang
berdiri paling belakang pada barisan itu, Orang itu bertubuh
cebol, tempatnya paling belakang pula, maka badannya
menjadi teraling-aling oleh tubuh ketiga orang yang berada
didepannya.
Dengan sendirinya Siau Hong juga tak dapat melihat
potongan tubuhnya, tapi dari suaranya yang cepat itu, terang
seorang yang berwatak keras beranggasan, Malahan tongkat
yang dipegang si cebol itu sangat panjang dan besar, suatu
tanda tenaganya pasti sangat kuat, Mungkin karena tubuhnya
pendek, maka dalam hal senjata ia sengaja hendak lebih
menonjol daripada orang lain.
Begitulah maka A Ci telah menjawab, "Patsuko, apa yang
kau katakan barusan?"
"Jisuko bilang kamu telah menyuruh orang lain untuk
melukainya!" demikian teriak si cebol dengan gusar.
"Hah, Jisuko bilang kamu menyuruh orang untuk melukai
dia?" demikian A Ci menirukan. "Ai, ai, mengapa kamu begitu
kejam, kalau Suhu tahu, pasti kamu akan dihajar setengah
mati, apa kamu tidak takut?"
Karuan si cebol berjingkrak gusar karena ucapannya
diputar-balik oleh A Ci, ia ketuk-ketuk tongkat bajanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketanah hingga mengeluarkan suara gemerantang keras, lalu
teriaknya pula, "Kamu yang melukainya, bukan aku!"
"O, kamu yang melukainya, dan bukan aku! Bagus jika
begitu, kau sendiri telah mengaku, Nah, Samsuko, Sisuko dan
Jitsuko, kalian sendiri mendengar bukan, Patsuko bilang dia
yang membinasakan Jisuko." demikian A Ci, "Ya, tahulah aku,
tentu kau binasakan Jisuko dengan'Sam-im-gia-kang-jiau'
(cakar kelabang beracun dingin) betul tidak?"
Sungguh gemas si cebol bukan butlan, kembali ia berteriak,
"Siapa bilang Jisuko mati? Dia tidak mati, lukanya juga bukan
terkena 'Sam-im-gia-kang-jiau'......"
"Hah, bukan "Sam-im-gia-kang-jiau'?" demikian A Ci
memotong. "Nah, kalau begitu tentu 'Tau-jwe-ciang'(pukulan
penghisap sumsum), itulah kepandaianmu yang tiada
bandingannya, sedikit Jisuko kurang hati-hati, maka celakalah
dia, Ai, engkau....engkau benar-benar sangat lihai!"
_____________________
- Siapakah keempat orang dogol ini dan cara bagaimana
mereka akan dipermainkan oleh A Ci?
- Akan kemana akhirnya Siau Hong bersama A Ci?
= Bacalah jilid ke-40 =
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 40
Si cebol menjadi tidak sabar lagi, ia berteriak, "Samsuko,
ayolah lekas turun tangan, tangkaplah budak cilik itu biar
Suhu menghukumnya nanti, dia... dia entah mengoceh apa,
sungguh kurang ajar!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi karena ia sendiri sedang gusar, suaranya gemeresek
pula dan terlalu bernapsu, maka apa yang ia katakan menjadi
kurang terang.
"Rupanya kita juga tidak perlu pakai kekerasan," demkian
kata si gendut, "Biasanya Siausumoai sangat penurut, maka
marilah ikut pulang saja, Siausumoai!"
"Baiklah, Samsuko, apa yang kau katakan memang selalu
kuturut," sahut A Ci dengan tertawa.
Si gendut terbahak-bahak, katanya. "Itulah bagus, memang
kamu ini sangat penurut, Marilah kita berangkat!"
"O, ya, silahkan!" sahut A Ci.
Kembali si cebol yang berada paling belakang itu berkaokkaok,
"He,silakan apa kau bilang! Kamu harus ikut pulang
bersama kami, tahu?"
"Silakan kalian berangkat dulu, sebentar tentu akan
kususul." kata A Ci.
"Tidak, tidak bisa!" seru si cebol. "Kamu harus ikut bersama
kami!"
"Aku s ih menurut saja, tapi sayang Cihuku itu tidak boleh,"
kata A Ci sambil menuding Siau Hong.
"Ini dia, sandiwaranya sudah mulai main," demikian Siau
Hong membatin. Tapi ia masih tetap bersandar didinding batu
sambil bersedekap seakan-akan tidak peduli apa yang terjadi
didepannya itu.
Maka si cebol bertanya, "Siapakah Cihumu? Mengapa aku
tidak melihatnya?"
"Tubuhmu terlalu jangkung, maka Cihuku tidak dapat
melihatmu." sahut A Ci dengan tertawa.
Dasar watak si cebol itu memang sangat beranggasan,
apalagi kalau ada orang mengolok-olok tentang tubuhnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang cebol, tentu akan dilabraknya mati-matian, Maka
mendadak terdengar suara "trang" sekali, tongkatnya
mengetuk sekali ketanah dan badan lantas melayang kedepan
melampaui ketiga orang Suhengnya, lalu turun didepan A Ci.
"Ayo, lekas ikut pulang bersama kami!" demikian ia
membentak terus hendak mencengkeram pundak si A Ci.
Kini dapatlah Siau Hong melihat potongan si cebol itu,
meski badannya pendek, tapi pinggangnya besar dan
pundaknya lebar hingga sekilas dipandang jelas cukup tangkas
orangnya, bahkan gerak-geriknya juga gesit.
A Ci ternyata tidak menghindar akan cengkeraman si cebol
tadi, ia diam saja, Diluar dugaan tangan si cebol lantas
berhenti, ketika hampir menyentuh pundak A ci, mendadak ia
ragu dan tertegun, akhirnya ia tanya;
"Apakah sudah kau gunakan, ya?"
"Gunakan apa?" sahut A Ci.
"Sudah tentu Pek-giok-giok-ting....." baru si cebol
mengucap istilah itu, mendadak ketiga kawannya membentak
bersama, "Patsuko, apa yang kau katakan?"
Bentakan yang bengis dan berwibawa itu membuat si cebol
bungkam, sikapnya menjadi jeri dan gugup.
Meski Siau Hong acuh tak acuh sejak tadi, tapi setiap
gerak-gerik A Ci dan keempat Suhengnya itu selalu tak
terhindar dari pengawasannya, Diam-diam ia membatin,
"Benda apakah Pek-giok-giok-ting itu? Dari sikap keempat
orang ini agaknya adalah semacam benda yang sangat
penting, mereka bersembunyi disini untuk menyergap aku,
kenapa mereka tidak lantas turun tangan, tapi malah
bertengkar sendiri, jangan-jangan mereka khawatir tak
mampu melawan aku, maka ingin menunggu bala bantuan
lain lagi?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu dilihatnya si cebol sedang menjulurkan
tangan dan berkata pula, "Mana, serahkan!"
"Apa yang kau inginkan?" tanya A Ci.
"Sudah tentu Pek...pek...ya, kau tahu sendiri." sahut si
cebol dengan tergagap.
"Sudah kuberikan pada Cihuku," jawab A Ci tiba-tiba sambil
menuding Siau Hong.
Diam-diam Siau Hong merasa jemu kepada mereka, ia pikir
buat apa meladeni? Pelahan ia menegak, mendadak kaki
mengentak, tahu-tahu badan mengapung keatas dan secepat
terbang ia melayang lewat diatas kepala orang-orang itu.
Gerakan Siau Hong itu sangat aneh dan cepat, sama sekali
keempat orang itu tidak melihat Siau Hong bergerak atau
tahu-tahu mereka merasa angin menyambar lewat diatas
kepala, lalu tertampak Siau Hong sudah jauh berada
dibelakang mereka.
Segera keempat orang itu berteriak-teriak sambil memburu,
Tapi ginkang Siau Hong sangat tinggi, Biarpun mereka
memeras sepenuh tenaga tetap tak sanggup menyusul.
Maka hanya sekejap saja Siau Hong sudah berada belasan
meter jauhnya, sekonyong-konyong didengarnya dari
belakang ada angin menyambar, semacam senjata yang antep
ditimpukkan kepunggungnya. Tanpa menoleh juga Siau Hong
tahu itulah pasti tongkat baja, Maka sekali tangan kirinya
membalik kebelakang, tepat tongkat itu kena ditangkapnya.
Dengan gusar keempat orang itu membentak-bentak pula
dan kembali dua batang tongkat ditimpukkan lagi, Tapi dapat
ditangkap pula oleh Siau Hong.
Setiap batang tongkat baja itu bobotnya masing-masing
ada 50 kati, dengan memegang tiga batang tongkat itu berarti
membawa barang seberat 150 kati, Tapi langkah Siau Hong
sedikit pun tidak menjadi kendor, ia tetap lari dengan cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong Siau Hong mendengar angin keras
menyambar lagi dari belakang, sekali ini lebih hebat dari pada
ketiga tongkat yang duluan, ia menduga pasti si cebol yang
menimpuknya.
Watak Siau Hong memang penggemar silat, tapi bukan
seorang yang suka berkelahi, Selama beberapa bulan ini ia
telah mengalami banyak kejadian yang kurang
menyenangkan, tapi juga jarang bertempur dengan orang,
memangnya hatinya sedang masgul, maka ia menjadi sebal
juga dikejar oleh empat orang, pikirnya;
"Orang-orang ini tidak kenal gelagat, biar kuberi rasa
sedikit kepada mereka."
Dalam pada itu didengarnya tongkat si cebol sudah dekat
dibelakang kepalanya, cepat ia meraih kebelakang dan tongkat
itu kena ditangkapnya sekalian.
Melihat senjata mereka dirampas oleh musuh, keempat
orang itu menjadi gusar dan jeri pula, mereka tahu biarpun
nanti dapat menyusul orang toh belum tentu mampu
menempurnya, Tapi mereka masih penasaran, sambil
berteriak-teriak dan membentak-bentak mereka masih terus
mengejar sekencangnya.
Siau Hong membiarkan mereka mengejar terus, suatu saat,
mendadak "srek", ia berhenti.
Sebaliknya keempat orang tadi sedang mengejar dengan
mati-matian, saking napsunya ingin menyusul Siau Hong
hingga mereka hampir-hampir menyeruduk orang yang
diubernya itu, Untung mereka sempat mengerem, dan
rupanya 'rem angin', dengan cepat dapatlah mereka berhenti
juga, Coba kalau remnya blong, tentu mereka akan manabrak
Siau Hong. Begitulah mereka jadi kaget dan gusar pula,
dengan napas tersengal-sengal mereka melototi Siau Hong.
Sementara itu dari tenaga timpukan tongkat dan cara
berlari mereka itu Siau Hong sudah dapat mengukur
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian keempat oran itu, selain tenaga si cebol memang
luar biasa, bicara tentang ilmu silat terang mereka kalah jauh
daripada si lelaki hidung singa yang dijumpai direstoran itu.
Maka dengan tersenyum kemudian Siau Hong bertanya,
"Kalian menguber-uber diriku, sebenarnya ada keperluan
apakah?"
"Sia... siapakah kau? Ilmu...ilmu silatmu sangat lihai, ya?"
demikian si cebol berkata dengan megap-megap.
"Ah, tidak, hanya lumayan saja!" sahut Siau Hong dengan
tertawa, Sembari berkata ia terus mengerahkan tenaga dalam
pada tangannya, ia tahan sebatang tongkat baja yang
dirampasnya itu kedalam tanah.
Tanah pegunungan itu sebenarnya sangat keras, lebih
banyak campuran batu daripada pasirnya, tapi tongkat baja itu
toh pelahan-lahan amblas kedalam hingga tinggal setengah
meter yang tertampak dimuka tanah, waktu Siau Hong
tambahi lagi sekali injak dengan kaki, seketika tongkat itu
menghilang kedalam tanah.
Melihat betapa hebat tenaga sakti Siau Hong, saking
kesima hingga keempat orang itu ternganga mulutnya dan
terbelalak matanya.
Begitulah satu persatu Siau Hong tancapkan tongkat baja
rampasannya itu ketanah, Ketika tongkat keempat akan
dimasukkan juga ketanah, mendadak si cebol melompat maju
sambil membentak.
"Jangan merusak senjataku!"
"Baiklah, ini. kukembalikan!" sahut Siau Hong dengan
tertawa.
Habis berkata, mendadak ia angkat tongkat milik si cebol
dan mengincar kedinding batu, sekali timpuk sekuatnya, tahutahu
tongkat itu menancap didinding karang, hingga tongkat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang panjangnya lebih dua meter itu hanya setengah meter
saja yang kelihatan dari luar.
Karuan keempat orang itu sama menjerit kaget oleh tenaga
sakti Siau Hong yang luar biasa itu, mereka menjadi jeri dan
kagum pula.
Sementara itu A Ci juga telah menyusul tiba, serunya,
"Cihu, wah, sungguh hebat sekali kepandaianmu itu, ayolah
ajarkan padaku!"
"Apa katamu?" bentak si cebol dengan gusar, "Kamu
adalah anak murid Sing-siok-pai, kenapa ingin belajar
kepandaian orang luar?"
"Dia adalah Cihuku, mengapa kau katakan orang luar?"
sahut A Ci dengan mencibir.
Karena buru-buru ingin mengambil kembali senjatanya, si
cebol tak urus padanya lagi, sekali lompat, segera ia hendak
menarik tongkatnya yang menancap di dinding karang itu.
Tak terduga bahwa sebelumnya Siau Hong sudah
mengukur tinggi-rendah ginkangnya, maka tongkat yang
ditimpukkan kedinding karang itu tingginya kira-kira tiga meter
dari permukaan tanah, lompatan si cebol menjadi kurang
tinggi dan tak dapat mencapai tongkatnya.
Maka A Ci sengaja mentertawakan sambil bertepuk tangan.
"Bagus, Patsuko, bila engkau dapat mencabut keluar
senjatamu itu, segera aku akan ikut pulang untuk menemui
Suhu, kalau tidak, lebih baik kau pulang sendiri saja."
Padahal loncatan si cebol tadi sudah memakai seluruh
tenaganya, dalam hal ginkang dia memang terbatas untuk
melompat lebih tinggi lagi sesungguhnya tidak gampang
baginya, Tapi demi mendengar olok-olok A Ci itu, ia menjadi
penasaran, kembali ia melompat sekuat-kuatnya, dan sekali ini
hanya jari tengahnya yang menyentuh tongkat baja itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hanya menyentuh saja tidak dapat dianggap, tapi harus
mampu mencabutnya keluar," seru A Ci dengan tertawa.
Dalam murkanya mendadak kepandaian si cebol menjadi
bertambah hebat daripada biasanya, Mendadak ia meloncat
pula untuk ketiga kalinya, dan sekali ini dapatlah ia mencapai
tongkat, segera ia pegang erat-erat tongkat itu sambil
digoyang-goyangkan.
Namun panjang tongkat itu lebih dua meter, yang amblas
didalam dinding ada satu setengah meter lebih, jika cuma
digoyang-goyangkan begitu biarpun tiga hari tiga malam juga
takkan dapat mencabutnya keluar, sebaliknya kelakuan si
cebol itu menjadi sangat lucu kelihatannya, ia kontal-kantil
tergantung diudara dan tak bisa berbuat apa-apa.
"Maaf, aku tak bisa tinggal lebih lama lagi." kata Siau Hong
kemudian, segera ia hendak tinggal pergi.
Sungguh si cebol menjadi serba susah, Ia cukup tahu
kepandaian sendiri, sekali loncat ia beruntung dapat mencapai
tongkat itu, kalau disuruh mengulangi lagi loncatannya pasti
tak mampu mencapai setinggi itu, Sedangkan tongkat itu
sedemikian kukuhnya menancap dalam dinding, untuk
mencabut keluar terang tidak mampu, padahal tongkat itu
merupakan senjata andalannya, kalau mesti membuat tongkat
yang baru juga susah mendapat barang yang serupa.
Maka ia menjadi sibuk ketika melihat Siau Hong hendak
melangkah pergi, segera ia berteriak-teriak, "Hai, nanti dulu,
jika mau pergi, tinggalkan dulu Pek-giok-giok-ting itu, kalau
tidak, tentu celakalah kamu!"
"Pek-giok-giok-ting apa? Macam apakah benda itu?" sahut
Siau Hong.
Segera ketiga orang Sing-siok-hai yang lain memburu maju,
kata mereka, "Ilmu silat anda sangat tinggi, kami merasa
kagum tak terhingga, Adapun 'ting' yang kecil itu sangat
berarti bagi golongan kami, sebaliknya tiada berguna bagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang luar, maka mohon sudilah tuan mengembalikan kepada
kami, untuk mana tentu kami akan memberi balas jasa
sepantasnya."
Melihat berulang-ulang mereka menanyakan Pek-giok-giokting
(tripod kecil buatan kemala hijau) secara sungguhsungguh,
dan agaknya mereka bukan sengaja bersembunyi
disitu untuk menyergapnya seperti dugaannya semula, maka
Siau Hong lantas menjawab;
"Coba unjukkan Giok-ting itu, A Ci, ingin kulihat benda
macam apakah itu?"
"Ai, bukankah sudah kuberikan padamu, kenapa engkau
malah tanya padaku?" tiba-tiba A Ci menyangkal, "Ya,
sudahlah, apakah engkau mau menyerahkan kepada mereka
atau tidak, masa bodoh, aku tidak mau ikut campur, Tetapi
Cihu, kukira lebih baik engkau simpan saja barang itu."
Mendengar itu, segera Siau Hong dapat menduga Pek-giokgiok-
ting yang dimaksudkan itu pasti semacam benda pusaka
perguruannya yang telah dicurinya, tapi anak dara itu sengaja
mengatakan telah diserahkan padanya, dengan demikian ia
ingin membebaskan dirinya dari resiko.
Maka Siau Hong juga tidak mau menyangkal dengan
tertawa iapun berkata, "Hahaha, barang yang pernah kau
serahkan padaku sangat banyak darimana kutahu yang
manakah yang disebut 'Pek-giok-giok-ting' itu?"
Mendengar demikian, cepat si cebol yang masih terkatungkatung
di udara itu menyela, "Yaitu sebuah Giok-ting yang
panjangnya kurang lebih lima dim, warnanya hijau mulus."
"Ehm, barang demikian agaknya aku pun pernah
melihatnya, Ya, memang sebuah mainan yang kecil mungil,
tapi apa sih gunanya?" sahut Siau Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan sembarangan omong kalau memang tidak tahu,
masakah benda itu kau anggap mainan saja?" demikian kata si
cebol. "Giok-ting itu....."
"Tutup mulutmu, Sute!" bentak si gendut tadi sebelum si
cebol melanjutkan ucapannya, Lalu ia berpaling kepada Siau
hong dan berkata. "Ya, memang Giok-ting itu hanya semacam
mainan yang tiada berarti, tapi barang itu adalah warisan
leluhur, Suhu kami memperolehnya dari....dari ayahnya, maka
tidak boleh dihilangkan, Tolonglah suka dikembalikan pada
kami."
"Wah, cialat, tempo hari entah kutaruh dimana benda itu,
apakah masih dapat ditemukan atau tidak, entahlah, aku tak
berani menjamin." sahut Siau Hong. "Tapi kalau betul-betul
semacam benda penting, biarlah segera kukembali ke Sinyang
untuk mencarinya, Cuma sayang jaraknya agak jauh, kalau
mesti kembali lagi kesana agak berabe juga."
"Sudah tentu barang penting, marilah lekas kita...kita
kembali kesana untuk mencarinya," segera si cebol menyela
lagi.
Habis berkata, terus saja ia melompat turun, agaknya ia
tidak menginginkan senjatanya lagi, suatu tanda betapa
pentingnya Pek-giok-giok-ting yang dicarinya itu.
Namun Siau Hong sengaja ketuk-ketuk jidatnya sendiri
sambil berkata, "Ai, selama beberapa hari ini aku kurang
minum arak hingga daya ingatanku agak terganggu, adapun
Giok-ting yang mungil itu entah....entah tertinggal di Sinyang
atau di....di Tayli, Ah, bisa jadi ketinggalan di Cinyang....."
Dasar watak si cebol memang tidak sabaran, segera ia
berkaok-kaok lagi. "He, he! Sebenarnya ketinggalan di Sinyang
atau di Tayli, atau di Cinyang, jarak letak tempat itu sangat
jauh, jangan kau main gila, ya?"
Tapi s i gendut bukan orang dungu, ia dapat melihat bahwa
Siau hong sengaja hendak mempermainkan mereka, segera ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkata, "Hendaklah tuan jangan menggoda kami lagi, asal
Giok-ting itu dapat kembali dalam keadaan baik-baik pasti
kami akan memberi balas jasa yang setimpal, tidak nanti kami
ingkar janji."
"Aduh celaka, sekarang ingatlah aku." demikian mendadak
Siau Hong berseru.
"Kenapa?" berbareng keempat orang itu bertanya dengan
khawatir.
"Ya, ingatlah aku sekarang Giok-ting itu ketinggalan
dirumah Be-hujin, dan baru saja kubakar rumah nyonya itu
hingga ludes, tentu Giok-ting itupun ikut terbakar, entah
benda itu bisa rusak atau tidak?"
"Sudah tentu akan rusak!" seru si cebol. "Wah,
celaka....Samsuko, Sisuko, Jitsuko, bagaimana baiknya ini? Ah,
sudahlah, aku tak mau ikut campur lagi, kalau nanti didamprat
Suhu, masa bodoh, Nah, Siausumoai, boleh kau bicara sendiri
saja kepada Suhu, aku tidak mau tahu."
"Tapi aku... aku ingat seperti tidak tertaruh dirumah Behujin."
ujar A Ci dengan tertawa,
"Sudahlah, para Suko, aku tak bisa tinggal lebih lama disini,
boleh kalian urukan dengan Cihuku saja."
Habis berkata, sekali menyelinap, segera ia menyerobot
kedepan Siau Hong sana. Cepat Siau Hong membalik tubuh
dan pentang kedua tangan untuk merintangai keempat orang
yang akan mengejar, katanya, "Jika kalian mau menerangkan
asal-usul dan kegunaan Pek-giok-giok-ting itu, boleh jadi aku
akan membantu kalian untuk menemukannya kembali, Kalau
tidak, ya maaf, aku pun tak bisatinggal lebih lama disini."
"Samsuko," kata si cebol, "Tiada jalan lain, terpaksa
terangkan padanya."
"Baiklah," sahut si gendut, "biarlah kuterangkan pada
tuan...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi belum lagi orang melanjutkan ceritanya, mendadak
Siau Hong melompat maju kedepan si cebol, ia sanggah bahu
orang dan berkata. "Marilah kita naik keatas sana, aku hanya
ingin mendengar penuturanmu dan tak mau mendengar
ceritanya."
Siau Hong tahu si gendut lahirnya kelihatan jujur, tapi
sebenarnya sangat licin, tidak nanti ia mau bicara
sesungguhnya, Sebaliknya si cebol meski beranggasan, tapi
apa yang dikatakan suka terus terang, maka sekali ia angkat
tubuh si cebol mendadak ia lari keatas dinding karang.
Meski dinding karang itu sangat tinggi dan curam, boleh
dikata melihat, betapapun orang sukar akan mendakinya,
namun Siau Hong terus naik begitu saja dan sekaligus dapat
mencapai belasan meter tingginya, ketika dilihatnya ada
sepotong batu karang yang menonjol, segera ia taruh si cebol
diatas batu karang itu, ia sendiri sebelah kaki menginjak batu
itu dan kaki lain menggelantung di udara, lalu katanya;
"Nah, boleh kau katakan padaku disini dan takkan didengar
oleh siapa pun juga!"
Waktu si cebol melongok kebawah, seketika ia merasa
pusing, cepat serunya, "Ba..bawa aku turun!"
"Silakan melompat turun sendiri," sahut Siau Hong tertawa.
"Busyet, apa minta hancur lebur badanku?" kata si cebol
dengan ngeri.
Melihat sifat si cebol masih tetap tulus dan jujur meski
menghadapi bahaya, mau tak mau timbul juga rasa suka Siau
Hong, segera tanyanya,
"Siapa namamu?"
"Cut-tim-cu!" sahut si cebol.
"Indah juga namamu, cuma sayang tidak sesuai dengan
potonganmu yang istimewa ini," demikian Siau Hong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membatin dengan tersenyum, Lalu ia berkata pula, "Ya,
sudahlah, selamat tinggal, sampai berjumpa pula!"
Karuan si cebol alias Cut-tim-cu menjadi kelabakan, cepat
ia menggembor, "He, he! jangan, jangan! Wah, mati aku!"
Sambil menjerit-jerit, ia pegang erat-erat batu karang itu,
tapi batu itu gundul dan licin, dalam keadaan terapung di
udara, bukan mustahil setiap saat ia bisa tergelincir kebawah,
Dengan sendirinya ia sangat ketakutan, ketiga kawannya yang
berada dibawah juga menjerit khawatir.
"Nah, lekas katakan, apa gunanya Pek-giok-giok-ting itu?"
tanya Siau Hong pula. "Jika tidak kau katakan, segera aku
turun kebawah."
"Apa harus....harus kukatakan?" sahut Cut-tim-cu dengan
khawatir.
"Tidak katakan juga boleh, nah, selamat tinggal!" kata Siau
Hong.
Dengan cepat si cebol memegang lengan baju Siau Hong
sambil berseru, "Baik, akan kukatakan, akan kukatakan, Pekgiok-
giok-ting itu adalah satu diantara Sam po (tiga pusaka)
perguruan kami, gunanya untuk melatih 'Hoa-kang-tai-hoat',
Menurut Suhu kami, katanya orang-orang persilatan
Tionggoan asal mendengar 'Hoa-kang-tai-hoat' kami tentu
ketakutan setengah mati, maka kalau Giok-ting itu
diketemukan mereka tentu akan dihancurkannya, Giok-ting itu
adalah semacam benda mestika yang sukar dicari, tak boleh
hilang......"
Sudah lama Siau Hong juga kenal 'Hoa-kang-tai-hoat' dari
Sing-siok-pai yang keji dan lihai itu, demi mengetahui bahwa
kegunaan Pek-giok-giok-ting itu, maka iapun malas untuk
tanya lebih jauh, Segera ia sanggah pula ketiak si cebol dan
dibawanya merosot kebawah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cara merosot kebawah melalui dinding karang itu sudah
tentu jauh lebih cepat daripada mendaki keatas, karuan Cuttim-
cu menjerit-jerit ketakutan, dan belum lagi berhenti
teriakannya, tahu-tahu kakinya sudah menginjak tanah, saking
ketakutan hingga mukanya tampak pucat dan dengkul pun
gemetar, untung tidak sampai terkulai lemas.
"Patsute, apa yang telah kau katakan?" segera si gendut
menegur.
Belum lagi si cebol menjawab, mendadak Siau Hong
berkata kepada A Ci, "Mana, serahkan!"
"Serahkan apa?" sahut A Ci.
"Pek-giok-giok-ting!" kata Siau Hong.
"Eh, aneh, bukankah tadi kau bilang tertinggal dirumah Behujin,
mengapa sekarang malah minta padaku?" sahut A Ci.
Siau Hong coba mengamat-amati anak dara itu, ia lihat
perawakannya langsing, pakaiannya juga tipis, terang akan
kelihatan jika pada badannya terdapat Giok-ting yang
besarnya lima dim itu, pikirnya,
"Bocah ini sangat licin, urusan perguruannya sebenarnya
aku tidak perlu urus, tapi orang dari golongan Sia-pai seperti
mereka ini pun susah dilayani, sekali kena perkara dengan
mereka tentu akan terganggu tiada habis-habis, walaupun aku
tidak takut, tapi rasanya menjemukan dan lebih baik tidak."
Maka katanya segera, "Terus terang kukatakan bahwa
barang itu tiada gunanya bagiku, tidak nanti aku mengambil
milik kalian, Terserah kalian mau percaya atau tidak, Maaf,
aku tak dapat tinggal lagi disini."
Habis berkata, tentu saja ia melangkah pergi dengan cepat
hingga dalam sekejap saja kelima orang itu sudah jauh
ketinggalan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekaligus Siau Hong telah mencapai sejauh lebih lima puluh
li jauhnya, kemudian barulah ia mencari rumah makan untuk
tangsal perut dan minum arak, Malam itu ia menginap dikota
Ciu-ong-tiam, Sampai tengah malam, tiba-tiba ia terjaga
bangun oleh beberapa kali suara suitan tajam melengking.
Sebagai seorang tokoh kelas wahid, meski suara suitan itu
berjarak sangat jauh, tapi dengan lwekangnya yang tinggi
dapat didengarnya dengan jelas, ia merasa suara itu agak
aneh, Ia coba mendengarkan lagi dengan lebih cermat, selang
tak lama, terdengarlah diarah barat-laut sana ada suara suitan
lagi, menyusul dari arah tenggara juga ada sahutan suitan
beberapa kali, suitan yang tajam mengerikan itu terang suara
seruling yang ditiup oleh anak murid Sing-siok-pai.
Diam-diam Siau Hong tersenyum sendiri, ia pikir buat apa
ikut campur urusan mereka, Segera ia rebah dan tidur lagi.
Tapi mendadak terdengar suara seruling mendenging dua
kali, jaraknya sangat dekat, terang dibunyikan didalam rumah
penginapan itu, Menyusul terdengar pula ada suara orang
berkata;
"Lekas bangun, Toasuko sudah datang, besar kemungkinan
Siausumoai sudah ditangkapnya."
"Kalau tertangkap, sekali ini kau kira dia akan diberi ampun
atau tidak?" tanya seorang lain.
"Siapa tahu?" sahut orang pertama. "Ayolah, lekas
berangkat!"
Meski percakapan kedua orang itu sangat lirih, tapi dapat
didengar Siau Hong dengan jelas, lalu ia dengar suara daun
jendela dibuka dan suara lompatan orang, Pikirnya, "Kembali
dua orang murid Sing-siok-pai lagi, sungguh tidak nyana
didalam hotel kecil ini juga tersembunyi orang mereka, Ya,
mungkin mereka datang lebih dulu dari padaku, sebab itulah
aku tidak melihat mereka."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya ia tidak ingin mencampuri urusan orang lain,
tapi teringat pada percakapan kedua orang itu tentang
kemungkinan A Ci akan diampuni atau tidak, mau tak mau ia
harus berpikir dua kali, "A Cu telah meninggalkan pesan agar
aku menjaga adik perempuannya, Meski nona cilik itu sangat
nakal dan keji pula, tapi tidak boleh kubiarkan dia dibunuh
orang, jika terjadi apa-apa atas diri nona cilik itu, cara
bagaimana aku harus bertanggung jawab kepada A Cu?"
Segera ia pun melompat keluar dari kamarnya, Ia dengar
suara melengking seruling tadi masih sahut menyahut disanasini,
semuanya menuju kearah barat-laut, Segera ia pun
berlari kesana mengikuti arah suara itu.
Tidak lama kemudian, dapatlah ia menyusul kedua orang
yang keluara dari hotel tadi, Ia lihat dandanan kedua orang itu
serupa dengan orang-orang yang dilihatnya siang tadi, Hanya
langkah mereka agak loyo, mungkin usia mereka agak lanjut
daripada anak murid Sing-siok-pai yang lain.
Dari jarak tertentu Siau Hong terus menguntit dibelakang
kedua orang itu, Setelah melintasi dua lereng bukit, tiba-tiba
tertampak ditengah lembah didepan sana ada segunduk api
unggun yang menganga tinggi, warna api unggun itu kehijau2an,
sangat berbeda dengan api umumnya, Tampaknya
menjadi seram sekali. Sesudah dekat, segera kedua orang tadi
menyembah kearah api unggun itu.
Siau Hong sembunyi dibelakang sebuah batu karang,
Waktu ia mengintip, ia lihat disekitar api unggun itu sudah
berkumpul belasan orang, pakaian mereka seragam, yaitu kain
belacu kuning, perawakan mereka tidak sama, ada yang tinggi
ada yang pendek, ada yang gemuk dan ada yang kurus,
Dibawah sinar api unggun yang hijau itu, wajah mereka
kelihatan kepucat-pucatan dan sedih bagai orang kematian
istri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Disebelah kiri api unggun itu berdiri seorang yang
pakaiannya warna ungu mulus, siapa lagi dia kalau bukan A Ci
alias si Ungu.
Kedua tangan anak dara itu diborgol, dimuka A Ci yang
putih bersih itupun sangat aneh kelihatannya demi tersorot
oleh sinar api yang hijau itu, Tapi gadis itu tampak mengulum
senyum, tetap sangat bandel sikapnya.
Orang-orang yang mengelilingi api unggun itu semuanya
bungkam, pandangan mereka terpusat kearah api unggun
sambil telapak tangan kiri menahan dada dan mulut mereka
berkomat-kamit.
Siau Hong tahu itu adalah upacara ritual dari golongan Siapai,
maka ia pun tidak ambil pusing,
Tadi ia dengar kedua anak murid Sing-siok-pai
membicarakan Toasuku mereka, maka dapat diduga
Toasuko yang dimaksudkan itu tentu pemimpin mereka
yang berkumpul disitu.
Ia coba memperhatikan orang-orang itu, ia lihat ada yang
tua dan ada yang muda, dandanan mereka seragam, sikap
mereka pun tiada satu pun yang menandakan seorang
pemimpin.
Tengah Siau Hong heran, tiba-tiba terdengar suara seruling
pula, segera semua orang berpaling kearah timur-laut sana,
mereka sama membungkuk dengan hormat, A Ci hanya
mencibir dan sama sekali tidak berpaling.
Ketika Siau Hong memandang kearah suara tadi, ia lihat
seorang berpakaian putih sedang melayang tiba, cepatnya luar
biasa, menyusul orang itu menggunakan sebatang seruling
putih terus meniup kearah api unggun, kontan api unggun itu
padam hingga keadaan gelap gulita, T api hanya sebentar saja
api unggun menyala lagi, bahkan mendadak menganga dan
menjulang tinggi keudara, lalu menurun lagi pelahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka bersoraklah semua orang itu, "Sungguh kungfu
Toasuheng maha sakti, kami benar-benar kagum sekali!"
Waktu Siau Hong memperhatikan Toasuheng mereka itu,
mau tak mau ia rada terkesiap, Menurut dugaannya, sebagai
'Toasuheng'(Kakak seperguruan pertama) tentunya orang itu
sudah lanjut usianya, Siapa tahu orang yang berdiri disebelah
api unggun ini justru seorang pemuda berusia antara 22-23
tahun, Pemuda itu berperawakan jangkung, berpakaian putih
mulus, air mukanya kuning kepucat-pucatan, tapi wajahnya
cukup tampan, Alisnya tebal menjengkat hinggga menambah
angker wibawanya, Tangan kirinya membawa seruling
sepanjang satu meter lebih.
Tadi Siau Hong sudah menyaksikan kepandaiannya meniup
seruling untuk memadamkan api serta ginkangnya yang
hebat, ia tahu tenaga dalam orang ini memang lihai, tapi
caranya memadamkan api lalu menyala lagi, Itu bukan
disebabkan lwekangnya, tapi didalam seruling mungkin
terdapat sesuatu obat bakar yang aneh.
Pikirnya, "Meski muda usia orang ini, tapi jelas seorang
lawan tangguh, pastas Sing-siok-pai sangat ditakuti orang,
nyatanya memang ada jago yang disegani, anak muridnya
saja selihai ini, maka iblis tua itu sendiri tentu jauh lebih
hebat, Dengan datangnya orang ini, untuk menolong A Ci
menjadi tidak gampang lagi."
Begitulah ia agak menyesal tadi tidak turun tangan
menolong A Ci, kini jumlah musuh bertambah banyak, bahkan
ada jago yang tangguh, biarpun tidak takut, tapi susah
diramalkan apakah sebentar A Ci dapat diselamatkan atau
tidak?
Maka terdengar si pemuda baju putih itu berkata kepada A
Ci, "Siausumoai, sungguh besar sekali kehormatanmu hingga
memerlukan pengerahan tenaga sebanyak ini untuk mencari
dirimu." Suaranya nyaring dan ramah hingga sangat enak
didengar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan dengan tertawa A Ci menjawab, "Ya, sampai Toasuko
sendiri juga keluar, sudah tentu kehormatan Sumoaimu ini
harus dibanggakan, Tapi bila hal ini ditujukan kepada jago
andalanku, terang masih jauh daripada cukup."
"He, jadi Sumoai masih mempunyai jago andalan? Siapakah
dia?" tanya pemuda itu.
"Jago kepercayaanku sudah tentu adalah ayah bundaku,
pamanku, Ciciku dan lain-lain lagi," kata A Ci.
"Hm, Sumoai sejak kecil dipelihara ayahku, selama ini kamu
sebatang kara, dari mana mendadak bisa muncul sanak famili
sebanyak itu?" jengek pemuda itu.
"Ai, masakah manusia tidak berayah-ibu, lalu dari mana
munculnya, apakah lahir dari dalam batu?" demikian sahut A
Ci. "Soalnya nama ayah-ibuku adalah suatu rahasia besar dan
tidak boleh sembarang diketahui orang."
"Jika begitu, dapatkah kau beritahu s iapakah ayah-ibumu?"
tanya si pemuda.
"Kalau kukatakan tentu engkau akan berjingkat kaget." ujar
A Ci. "Untuk memberitahu padamu, hendaklah kau lepaskan
dulu belenggu ditanganku ini."
Tapi pemuda baju putih itu tak mau tertipu, katanya,
"Tidak sukar untuk membuka belenggumu, tapi kamu harus
menyerahkan dulu Pek-giok-giok-ting itu."
"Giok-ting itu berada ditangan Cihuku," sahut A Ci. "Salah
Samsuko, Sisuko, Jitsuko dan Patsuko, mereka tidak mau
minta pada Cihuku, apa yang aku bisa berbuat?"
Segera pemuda baju putih itu memandang keempat orang
yang menghadang Siau Hong siang tadi, walaupun sorot
matanya sangat ramah, tapi keempat orang itu kelihatan
sangat takut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Toa... Toasuko," kata Cut-tim-cu dengan tergagap-gagap,
"Itu tak bisa menyalahkan aku, sebab kepandaian....
kepandaian Cihunya sangat tinggi, kami tak dapat
menyusulnya."
"Samsute, coba kamu yang bicara," kata pemuda baju
putih.
"Ya, ya!" sahut si gendut. Lalu ia pun menceritakan tentang
pertemuannya dengan Siau Hong, cara bagaimana tongkat
mereka dirampas serta kejadian Cut-tim-cu digondol keatas
dinding karang untuk ditanyai keterangan, semuanya ia
ceritakan dengan jelas, sedikitpun tidak bohong.
Biasanya si gendut pandai bicara, tapi dihadapan pemuda
baju putih itu ia kelihatan sangat ketakutan, bicaranya
menjadi agak gemetar.
Selesai mendengarkan penuturan itu, si pemuda baju putih
manggut-manggut, katanya kepada Cut-tim-cu,"Dan apa yang
telah kau katakan padanya?"
"Aku... aku...." sahut Cut-tim-cu dengan terputus-putus.
"Aku apa? Katakan terus terang padaku, apa yang telah
kau katakan padanya?" bentak pemuda itu.
"Aku... aku bilang Pek... Pek-giok-giok-ting itu
adalah....adalah satu diantara ketiga pusaka perguruan kita
yang berguna untuk melatih.... melatih Tai-hoat....kukatakan
pula bahwa menurut Suhu, setiap orang persilatan Tionggoan
tentu ketakutan bila mendengar Hoa.... Hoa-kang-tai-hoat
kita, maka kalau Giok-ting itu diketemukan mereka pasti akan
dihancurkannya, Kukatakan itu adalah....adalah semacam
benda mestika yang tidak boleh dihilangkan, maka... maka
kuminta dia harus mengembalikannya pada kita," demikian
tutur si cebol alias Cut-tim-cu.
"Bagus, dan apa dia katakan?" tanya pula si pemuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dia... dia tidak mengatakan apa-apa, lalu aku di...
diturunkannya," sahut si cebol.
"Ehm, kamu sangat pintar, kau katakan kegunaan Giok-ting
kita itu untuk melatih Hoa-kang-tai-hoat dan kau khawatir dia
tidak tahu apakah Hoa-kang-tai-hoat itu, maka sengaja kau
tegaskan ilmu itu sangat ditakuti oleh jago silat Tionggoan,
Ehm, bagus, sungguh bagus! Apakah dia itu orang persilatan
dari Tionggoan?"
"En....entahlah, aku... aku tidak tahu," sebut Cut-tim-cu.
"Tidak tahu? Benar-benar tidak tahu?" bentak si pemuda
baju putih.
Biarpun suaranya tetap ramah, tetapi orang kasar seperti
Cut-tim-cu itu ternyata ketakutan setengah mati hingga
giginya berkerutukan, sahutnya dengan tidak jelas,
"Aku...aku...kruk.. kruk...tak tahu kruk-kruk-kruk...tak tahu...."
Kiranya suara 'Kruk-kruk-kruk' itu adalah suara gigi yang
gemertuk saking ketakutan.
"Jika begitu, kemudian ia ketakutan setengah mati atau
tidak takut?" tanya pula si pemuda baju putih.
"Agaknya dia...dia..kruk-kruk...tidak begitu takut," sahut
Cut-tim-cu sambil menggigil pula.
"Menurut pendapatmu, mengapa dia tidak takut?" tanya si
pemuda.
"En...entah, aku...aku tidak tahu...mohon Toasuko
men...menjelaskan." kata Cut-tim-cu.
"Orang persilatan paling jeri kepada Hoa-kang-tai-hoat kita,
dan untuk meyakinkan ilmu itu tidak boleh tidak harus
mempunyai Pek-giok-giok-ting itu," kata si pemuda,
"Dan sekali Giok-ting itu jatuh ditangannya, terang Hoakang-
tai-hoat tak bisa kita latih pula dan sebab itulah dia tidak
takut lagi terhadap kita."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, ya, pendapat Toasuko memang tepat dan pandai
menaksir pihak musuh," demikian Cut-tim-cu memuji.
Waktu Siau Hong bertemu dengan anak murid Sing-siok-pai
siang tadi, Ia merasa diantara orang-orang itu hanya si cebol
inilah yang agak jujur dan polos, maka mempunyai kesan agak
baik padanya, ia bermaksud akan menolongnya ketika melihat
si cebol itu sangat takut pada Suhengnya,
Tak terduga akhirnya Cut-tim-cu itu juga tidak tahan uji,
makin omong makin merendah dan mengumpak serta memuji
sebisa-bisanya kepada Suhengnya itu.
Maka seketika berubah pikiran Siau Hong, "Huh, manusia
pengecut seperti ini buat apa dibela, biar mati atau hidup
masa bodohlah."
Kemudian si pemuda baju putih menoleh kepada A Ci dan
berkata, "Siausumoai, siapakah sebenarnya Cihumu itu?"
"Tentang dia? Wah, kalau kukatakan tentu engkau akan
berjingkat kaget," sahut A Ci.
"Tak apa, katakanlah, asal dia memang seorang tokoh
ksatria ternama, tentu aku Ti-sing-cu akan menaruh perhatian
penuh padanya," ujar pemuda itu.
Mendengar orang menyebut namanya sendiri, diam-diam
Siau Hong membatin, "O, namanya Ti-sing-cu (si pemetik
bintang)! Hebat benar namanya! Kalau melihat ginkangnya
tadi memang sangat hebat, tapi juga belum tentu mampu
menandingi Pah Thian-sik dari Tayli dan In Tiong-ho dari Suok,
hanya saja tampaknya dia memiliki kepandaian istimewa
yang lain,"
Maka A Ci telah menjawab, "Tentang Cihuku itu?" Toasuko,
setahumu, siapakah tokoh utama dalam dunia persilatan
Tionggoan?"
"Setiap orang suka berkata 'Pak Kiau Hong, Lam Buyung',
apakah barangkali kedua orang itu adalah Cihumu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh gusar Siau Hong tak kepalang oleh ucapan itu, A
Ci hanya mempunyai seorang kakak perempuan, dari mana
bisa mempunyai dua orang Cihu? Diam-diam ia menggurutu,
"Kamu boleh kurang ajar ini berani sembarang omong,
tunggulah rasakan kelihaianku nanti."
Dalam pada itu A Ci telah tertawa, katanya, "Toasuko,
caramu bicara sungguh lucu, aku hanya mempunyai seorang
Cici, dari mana bisa punya dua orang Cihu?"
"Aku tidak tahu bahwa kamu hanya mempunyai seorang
cici," sahut Ti-sing-cu. "Tapi, ah, andaikan cuma seorang Cici,
tidak mengherankan juga kalau mempunyai dua orang Cihu,"
"Awas Toasuko, kelak kalau ketemu Cihuku tentu akan
kuadukan ucapanmu ini padanya," kata A Ci.
"Nah, Toasuko, jika kau ingin tahu siapa Cihuku, biarlah
kukatakan padamu, tapi berdirilah yang kuat, jangan-jangan
kamu akan roboh kejengar sesudah mendengar namanya,
Cihuku tak lain tak bukan adalah Pangcu dari Kai-pang, yaitu
Pak Kiau Hong yang namanya mengguncangkan dunia
persilatan."
Mendengar keterangan A Ci ini, seketika menjerit kaget
anak murid Sing-siok-pai yang pernah melhat Siau Hong itu,
Bahkan si lelaki hidung singa lantas berseru, "Pantas, pantas!
Jika betul dia, maka aku pun rela terjungkal ditangannya."
"Jika betul Pek-giok-giok-ting kita itu jatuh ditangan orang
Kai-pang, wah, urusan menjadi agak repot juga," ujar Ti-singcu
dengan berkerut kening.
Meski si cebol alias Cut-tim-cu sangat takut kepada sang
Suheng tapi s ifatnya yang suka ngoceh sukar berubah, segera
ia menimbrung, "Toasuko, tentang Kiau Hong itu sekarang dia
bukan lagi Pangcu Kai-pang, Engkau baru datang dari barat,
mungkin belum mendengar peristiwa yang menggemparkan
dunia persilatan Tionggoan baru-baru ini, yaitu Kiau Hong
telah dipecat oleh kawanan pengemis Kai-pang!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"O, ya? Kiau Hong telah dipecat dari Kai-pang? Apa betul
kejadian ini?" kata Ti-sing-cu dengan menghela napas lega,
pelahan wajahnya yang merengut tadi agak tenang kembali.
Segera Samsutenya yang gendut itu menjawabnya, "Ya,
orang-orang kangouw sama mengatakan begitu, katanya dia
bukan bangsa Han, tapi orang Cidan, kini ia telah dimusuhi
tokh-tokoh persilatan Tionggoan, semua orang bertekad akan
membunuhnya, Konon orang Cidan itu telah membunuh ayah
bundanya sendiri, membunuh Suhu dan membinasakan kawan
pula, kejam dan rendah perbuatannya, segala kejahatan tidak
segan-segan dilakukannya."
"Siausumoai," kata Ti-sing-cu kepada A Ci, "Mengapa
Cicimu bisa menikah dengan manusia seperti itu? Apakah
barangkali kaum lelaki didunia ini sudah mati semua dan
karena khawatir tidak laku, maka cepat-cepat menikah
padanya? Atau disebabkan Cicimu diperkosa lebih dulu dan
terpaksa menjadi istrinya?"
"Cara bagaimana Ciciku menjadi istrinya, aku tidak tahu,"
sahut A Ci dengan tertawa. "Yang terang Ciciku telah dipukul
mati oleh Cihuku sendiri."
Semua orang bersuara kaget oleh pernyataan A Ci itu,
Sekalipun orang-orang itu adalah golongan Sia-pai yang biasa
berbuat jahat, tapi demi mendengar bahwa Siau Hong
membunuh orang tua sendiri, membinasakan guru dan
menewaskan kawan, akhirnya membunuh istri sendiri pula,
mau tak mau mereka sama tersentak kaget oleh kekejaman
itu.
"Jumlah orang Kai-pang terlalu banyak, untuk melawan
mereka sebenarnya agak sulit, jika sekarang Kiau Hong sudah
dipecat oleh Kai-pang, dengan sendirinya kita tidak jeri lagi
padanya, Hehe!" kata Ti-sing-cu dengan tertawa dingin. "Hah,
katanya 'Pak Kiau Hong dan Lam Buyung' apa segala, Itukan
cuma pujian yang diberikan diantara orang persilatan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tionggoan sendiri, aku justru tidak percaya kedua orang itu
mampu menandingi ilmu mujizat Sing-siok-pai kita."
"Benar, benar!" sambut si gendut. "Memangnya para sute
juga berpikir begitu, Ilmu silat Toasuko sendiri sudah luar
biasa, sekali ini mengunjungi Tionggoan kebetulan dapat
membunuh Pak Kiau Hong dan Lam Buyung, biar mereka
kenal betapa lihainya Sing-siok-pai kita."
"Dan dimanakah Kiau Hong itu? Kemana kita harus
mencarinya?" tanya Ti-sing-cu.
"Dia menyatakan akan pergi ke Gan-bun-koan." tutur A Ci.
"Marilah kita menyusulnya kesana, betapa pun kita harus
mendapatkan dia."
"Baiklah," kata Ti-sing-cu. "Jisute dan Samsute, kalian
berlima telah melewatkan kesempatan baik tatkala ketemu
musuh, hukuman apa yang harus kalian terima?"
"Kami bersedia menerima hukuman Toasuko." demikian
sahut kelima orang itu dengan hormat.
"Kedatangan kita ke Tionggoan ini perlu banyak
menyelesaiakn urusan kita, kalau dihukum terlalu berat, tentu
akan melemahkan kekuatan kita sendiri, baik begini
sajalah...." baru berkata sampai disini, mendadak lengan
kirinya mengebas dan berbareng lima titik api ke-biru2an
bagaikan lima ekor kunang-kunang menyambar kearah kelima
sutenya itu. Bunga api itu masing-masing hinggap diatas
pundak kelima orang itu, lalu mengeluarkan suara mencicit
dan bau sangit.
Pikir Siau Hong. "Wah, bukankah ini membakar manusia
mentah-mentah?"
Ia lihat bunga api itu tidak lama kemudian lantas padam,
tapi air muka kelima orang itu makin lama makin menderita
kelihatannya, Pikir Siau Hong, "Apa yang dilemparkan pemuda
baju putih itu tentu obat bakar sebangsa belerang yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbisa pula, sebab itulah sehabis apinya sirap, racun lantas
meresap kedalam daging hingga orang tambah kesakitan,"
Dalam pada itu Ti-sing-cu sedang berkata, "Ini hanya 'Lamsim-
tan' (peluru melatih hati) yang kecil saja, cuma tahan
untuk menggembleng kalian selama 7x7 = 49 hari, Lewat
temponya, rasa sakit akan hilang dengan sendirinya, Dan
sesudah mengalami gemblengan itu, daya tahan kalian akan
bertambah, lain kali kalau ketemu musuh lagi juga takkan
mudah menyerah dan memalukan Sing-siok-pai kita."
"Ya, ya, terima kasih atas pengajaran Toasuko," kata si
lelaki hidung singa.
Selang agak lama, rasa sakit kelima orang itu rupanya
mulai lenyap, tapi selama itu mereka tampak menggigit bibir
dengan menahan rasa sakit, hal mana membuat perasaan A Ci
menjadi takut, tapi urusan sudah kepepet, terpaksa terserah
kepada nasib.
Sorot mata Ti-sing-cu kemudian diarahkan pada Cut-tim-cu,
tiba-tiba ia membuka suara pula, "Patsute, kamu telah
membocorkan rahasia penting perguruan kita hingga pusaka
kita mungkin akan hilang untuk selamanya, Apa hukumannya
bagi kesalahanmu itu?"
Untuk sejenak si cebol alias Cut-tim-cu termangu-mangu,
mendadak ia berlutut dan meratap, "Toa....Toasuko, secara
tak sadar waktu itu aku telah sembarangan omong, harap
engkau suka... suka mengampuni jiwaku, kelak....kelak biar
aku menjadi budakmu juga rela, sedikitpun tidak berani
membangkang....." Sembari berkata, berulang-ulang ia pun
menjura.
Ti-sing-cu menghela napas, katanya, "Patsute, sebagai
saudara seperguruan, asalkan mampu dengan sendirinya ingin
kutolong dirimu, Tetapi, ai, jika sekali ini kamu diampuni, lalu
kelak siapa lagi yang mau taat kepada peraturan yang
ditetapkan Suhu? Sudahlah, boleh mulai saja, Peraturan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perguruan kita kau sendiri sudah tahu, asal mampu
menangkan Cit-hoat-cuncia (petugas pelaksana hukum) yang
kujabat sekarang ini, maka segala dosamu dapat diampuni,
Ayolah berdiri saja dan mulailah."
Tapi Cut-tim-cu tidak berani, ia tetap berlutut dan menjura
terus.
"Kamu tidak mau mulai lebih dulu, jika begitu terimalah
seranganku," kata Ting-sing-cu.
Air muka Cut-tim-cu berubah pucat seketika, Mendadak ia
melompat bangun. Jangan dikira dia buntek gerak tubuhnya
ternyata amat gesit, Insaf tak bisa terhindar dari hukuman
sang Suheng, terus saja ia melompat bangun dan segera
menjemput dua potong batu. Senjata andalannya yaitu
tongkat baja, kini sudah hilang, terpaksa ia menggunakan
senjata seadanya, maka begitu pungut dua potong batu
sebesar kepalan, tanpa bicara lagi terus ditimpukkan kearah
Ti-sing-cu sambil berseru;
"Maaf, Toasuko!"
Dan begitu kedua potong batu itu terlepas dari tangan,
cepat ia memungut dua potong batu yang lain dan secara
berantai ditimpukkan lagi.Ia menimpuk kedepan, sebaliknya
tubuhnya melompat mundur malah, lalu dua potong batu lagilagi
dihamburkan sambil melompat mundur pula hingga jauh.
Rupanya ia tahu ilmu silatnya selisih terlalu jauh
dibandingkan Ti-sing-cu, maka ia harap batu yang
ditimpukkan itu dapat menghalangi kejaran sang Suheng dan
ia sendiri sempat melarikan diri.
Tak terduga bahwa batu seperti itu saja sama sekali tiada
artinya bagi Ti-sing-cu, sekali lengan bajunya mengebas,
seketika suatu arus tenaga maha hebat berjangkit dan kontan
batu-batu itu mencelat balik kearah si cebol malah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Siau Hong kagum juga menyaksikan tenaga
dalam Ti-sing-cu itu, kepandaian demikian adalah ilmu sejati
dan bukan ilmu sihir atau kepandaian dengan bantuan obatobatan
segala.
Batu yang menyambar balik itu dapat didengar juga oleh
Cut-tim-cu, ia tahu bila berlari kedepan tentu punggung akan
termakan batu itu, bila membalik tangan untuk menyampuk,
ia merasa tidak memiliki tenaga sekuat itu, Terpaksa ia
mengengos kekiri.T api aneh bin heran, baru dia mengengos
kekiri, tahu-tahu batu yang lain menyusul pula kearahnya
hingga tidak memberi kesempatan bernapas padanya, Dan
baru Cut-tim-cu berkelit lagi kesebelah lain, lagi-lagi batu
ketiga telah memburunya pula.
Siau Hong tahu agaknya Ti-sing-cu sengaja hendak
mempermainkan sang sute dan tidak ingin lekas2
membunuhnya, maka setiap timpukan batu itu selalu
merandek sejenak, bila sasarannya sudah berpindah tempat,
lalu batu yang lain menyambar lagi, Coba kalau dia benarbenar
ingin mencabut nyawa Cut-tim-cu tentu sudah sejak
tadi batu-batu itu dihamburkan.
Begitulah dengan enam potong batu itu selalu Cut-tim-cu
dipaksa melompat kekiri untuk menghindar, dan sampai pada
batu ke enam, tahu-tahu si cebol sudah mengisar kembali
kesamping api unggun tadi. Dibawah sinar api wajah Cut-timcu
tampak pucat bagai mayat, mendadak ia mengeluarkan
sebilah belati terus menikam dada sendiri.
Tapi Ti-sing-cu tidak membiarkan sang Sute mati begitu
mudah, sekali lengan bajunya mengebas, kembali setitik
bunga api menyambar kepergelangan tangan si cebol,
terdengar suara mencicitnya api membakar, tahu-tahu urat
nadi Cut-tim-cu sudah hangus dan terpaksa belati dilemparkan
ketanah sambil menjerit-jerit; "Ampun, Toasuko! Kasihanilah
Toasuko!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Ti-sing-cu mengebutkan lengan baju pula,
serangkum angin keras menyambar kearah api unggun
berwarna hijau itu, Sekonyong-konyong api yang menganga
itu bercabang, lalu sejalur api yang panjang kecil memencar
kearah Cut-tim-cu, dan begitu kena sasarannya, tanpa ampun
lagi api itu berkobar dan menjilat rambut dan pakaian yang
mudah terbakar itu.
Seketika Cut-tim-cu terguling-guling diatas tanah sambil
menjerit ngeri, tapi tidak lantas mati, hanya bau busuk hangus
lantas terendus, keadaannya sangat mengenaskan.
Meski Siau Hong sendiri sudah sering juga menyaksikan
perbuatan-perbuatan kejam, tapi melihat nasib Cut-tim-cu
yang terbakar hidup-hidup itu, mau tak mau ia terkesiap juga,
Apalagi anak murid Sing-siok-pai yang lain, tiada seorang pun
diantara mereka yang berani bersuara, bahkan bernapas pun
tidak berani keras-keras.
"He, mengapa kalian diam-diam saja? Apakah kalian
anggap caraku ini terlalu ganas, Cut-tim-cu mati penasaran,
begitu bukan?" tanya Ti-sing-cu.
Kalau tadi anak murid Sing-siok-pai diam saja tak berani
buka suara, demi mendengar pertanyaan itu, seketika mereka
berebut bicara lebih dulu, maka beramai-ramai terdengar
seruan mereka,
"Wah, Toasuko terlalu bermurah hati hingga kematian Cuttim-
cu jauh lebih enak daripada ganjaran yang sebenarnya
atas dosanya!"
"Ya, Toasuko cukup bijaksana, kami benar-benar sangat
kagum! Cut-tim-cu telah membocorkan rahasia perguruan
kita, sudah sepantasnya Toasuko memberi hukuman setimpal,
menjadi setan pun seharusnya dia berterima kasih kepada
Toasuko!"
Siau Hong merasa muak oleh ocehan manusia-manusia
pengecut itu, sungguh ia tidak ingin mendengar terus, maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera ia bermaksud tinggal pergi saja, Tapi baru mulai
bergerak, tiba-tiba terdengar Ti-sing-cu sedang tanya dengan
lemah-lembut, "Nah, Siausumoai, kamu telah mencuri pusaka
Suhu dan diberikan kepada orang luar, hukuman apa yang
seharusnya kau terima?"
Kata-kata itu diucapkan dengan ramah, tapi cukup
membuat hati Siau Hong terkesiap, pikirnya, "Wah, aku
dipesan oleh A Cu agar menjaga saudara perempuan satusatunya
ini, biarpun anak dara ini sangat nakal dan jahat,
sekali dia dihukum tentu akan jauh lebih ngeri daripada Cuttim-
cu tadi, kalau aku tinggal diam tak menolongnya,
bagaimana hatiku bisa tenteram mengingat pesan A Cu itu?"
Karena itu, diam-diam ia mengisar kembali dan mendekam
ditempat semula. Maka terdengar A Ci sedang menjawab;"Aku
telah melanggar peraturan Suhu, itu memang benar, dan
tentang Giok-ting itu, apakah Toasuko ingin menemukannya
kembali atau tidak?"
"Giok-ting itu adalah satu diantara ketiga pusaka perguruan
kita, sudah tentu harus dicari, mana boleh barang pusaka kita
jatuh ditangan orang luar?" sahut Ti-sing-cu.
"Tapi Cihuku sangat keras wataknya," ujar A Ci, "Giok-ting
itu aku yang memberinya, jika kuminta kembali padanya,
dengan sendirinya dia akan memulangkan benda itu padaku,
Tapi kalau orang lain yang minta padanya, kau pikir apakah
dia mau menyerahkan begitu saja?"
"Ehm," Ti-sing-cu mendengus, Tapi dalam hati ia pun tahu
bahwa Kiau Hong adalah bekas Pangcu Kai-pang, namanya
sangat disegani orang kangouw, mungkin tidak gampang
untuk minta kembali barang yang sudah berada ditangannya
itu, Maka katanya kemudian, "Ya, urusan ini memang sulit
untuk diselesaikan, Dan kalau terjadi apa-apa atas Giok-ting
itu, maka dosamu tentu juga akan bertumpuk-tumpuk."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika kau minta kembali Giok-ting itu padanya, terang
apapun juga dia tak akan menyerahkan padamu," kata A Ci,
"Sekalipun kepandaian Toasuko sangat tinggi, paling-paling
juga cuma dapat membunuhnya, apakah Giok-ting itu dapat
diketemukan kembali, itulah seribu kali sulit untuk
diramalkan."
Ti-sing-cu berpikir sejenak, lalu bertanya, "Habis
bagaimana kalau menurut pikiranmu?"
"Hendaklah kalian bebaskan aku, biar aku pergi sendiri
keluar Gan-bun-koan untuk minta kembali Giok-ting itu kepada
Cihu," sahut A Ci, 'Itu namanya menebus dosa dengan jasa,
dan kamu harus berjanji takkan melaksanakan hukuman apa
pun atas diriku."
"Cukup beralasan juga uraianmu itu," kata Ti-sing-cu,
"Tetapi, wah, Siausumoai, dengan demikian mukaku ini lalu
hendak ditaruh kemana lagi? Sejak kini akupun tiada harganya
menjadi ahli-waris Sing-siok-pai lagi, Apalagi kalau sekali aku
sudah membebaskanmu, lalu kau kabur sejauhnya, dan
menghilang, kemana harus kucari dirimu? Tentang Giok-ting
pusaka itu harus kita temukan kembali, asal kabar ini tidak
tersiar, belum tentu orang she Jiau itu berani sembarangan
merusaknya, Hah, Siausumoai, boleh mulai kau serang, asal
kamu dapat mengalahkan aku, segera kamu akan menjadi
ahli-waris Sing-siok-pai, dan akupun akan tunduk pada
perintahmu, Engkau akan menjadi Toasuci dan aku menjadi
Sutemu,"
Mendengar itu, baru sekarang Siau Hong paham duduknya
perkara, Kiranya menurut peraturan Sing-siok-pai mereka,
tinggi rendahnya kedudukan ditentukan oleh kuat dan
lemahnya ilmu silat masing-masing dan tidak ditentukan oleh
tua mudanya usia atau lebih dulu dan lebih belakang masuk
perguruan, Sebab itulah meski usia Ti-sing-cu masih muda
belia, tapi ia adalah Toasuheng daripada para Sute yang
usianya banyak yang jauh lebih tua, jika begitu maka diantara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesama saudara seperguruan mereka tentu akan saling bunuh
membunuh, terang tiada perasaan baik antara sesama Suheng
dan Sute.
Siau Hong tidak tahu bahwa justru dengan cara itulah kunci
untuk meningkatkan ilmu silat Sing-siok-pai dari satu angkatan
kepada angkatan yang lain, Sang Toasuheng memegang
kekuatan penuh, jika diantara Sute ada yang tidak terima,
setiap saat dia boleh melawan dengan kekuatan.Kedudukan
mereka itupun ditentukan oleh kepandaian masing-masing,
bila Toasuheng menang, dengan sendirinya yang menjadi Sute
akan menyerah untuk dibunuh atau dihajar, sedikitpun tidak
boleh melawan, Sebaliknya kalau sang Sute yang menang,
seketika dia akan melanjak keatas untuk menggantikan
kedudukan sebagai Toasuheng, dan sebaliknya boleh
menghukum mati bekas Toasuheng itu, Dalam hal demikian
sang Suhu hanya menonoton dengan berpeluk tangan saja,
sekali-kali tidak ikut campur.
Di bawah peraturan yang aneh itu, terpaksa setiap anak
murid harus berlatih diri dengan giat, jika mereka ingin
selamat, tapi lahirnya mereka terpaksa berlagak bodoh pula
supaya tidak menimbulkan rasa sirik sang Toasuheng.
Si cebol alias Cut-tim-cu itu biasanya suka pamer tenaga
yang besar, senjata tongkat yang dipakainya juga jauh lebih
berat dari pada tongkat orang lain, hal ini sudah lama
menimbulkan rasa sirik Ti-sing-cu, kali ini kebetulan ada
kesempatan, maka sengaja hendak membunuhnya.
Begitulah A Ci semula mengira Ti-sing-cu takkan bikin
susah padanya mengingat Giok-ting yang belum ditemukan
itu, siapa tahu sang Suheng ternyata tak bisa tertipu dan
segera ingin turun tangan.
Karuan A Ci ketakutan, apalagi suara jerit ngeri Cut-tim-cu
yang mendekati ajalnya itu masih terdengar dan mala-petaka
begitu agaknya sebentar lagi juga akan menimpa dirinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terpaksa ia menjawab dengan suara gemetar, "Tapi aku
diringkus begini cara bagaimana aku bisa bergebrak
denganmu?"
"Baiklah akan kulepaskan dirimu," kata Ti-sing-cu, Dan
sekali lengan bajunya mengebut, serangkum hawa lantas
menyambar kearah gundukan api, Kembali api unggun itu
memancarkan sejalur api mirip air mancur terus menyambar
kearah borgol tangan A Ci.
Siau Hong dapat mengikuti kejadian itu dengan baik, ia
lihat lidah api hijau itu memang betul mengincar borgol
tangan A Ci dan bukan hendak membakar badannya.
Agaknya Ti-sing-cu itu sangat tinggi hati, ia tidak mau
kehilangan wibawa didepan saudara seperguruannya, dengan
ilmu silatnya yang jauh lebih tinggi daripada A Ci, dengan
sendirinya ia tidak perlu menyerang secara menggelap, Cuma
entah sampai dimana kepandaiannya, apakah dia sanggup
membakar putus borgol tangan itu tanpa melukai A Ci?
Demikian Siau Hong agak sangsi.
Maka terdengarlah suara mencicit pelahan, selang sebentar
saja kedua tangan A Ci telah dapat dipisahkan, borgol besi itu
telah putus bagian tengah, hanya tinggal dua gelang besi
masih melingkar dipergelangan tangan anak dara itu.
Mendadak jalur api itu mengkeret kembali, menyusul lantas
memancar pula kedepan, kali ini mengarah borgol dikaki A Ci,
Dan hanya sebentar saja kembali borgol itu sudah terbakar
putus.
Semula Siau Hong agak heran oleh lwekang orang yang
luar biasa itu, waktu ia perhatikan ketika api hijau itu
membakar borgol kaki, kini dapat dilihatnya dengan jelas
dimana api itu membakar segera besi borgol berubah warna,
tampaknya didalam api ada sesuatu yang aneh, jadi tidak
melulu mengandalkan lwekangnya yang murni.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah demi kaki tangan sudah bebas bergerak, A Ci
tiada alasan lagi buat menghindar, Dalam keadaan demikian,
biarpun dia secerdik kancil juga tak bisa berbuat apa-apa.
Maka terdengarlah para saudara seperguruan yang lain
sama memuji dan mengumpak Ti-sing-cu, "Wah, lwekang
Toasuku benar-benar sudah mencapai puncaknya, sungguh
baru sekali ini kami melihatnya, agaknya kecuali Suhu
seorang, Toasuko pasti tiada tandingannya lagi dijagat ini, Ya,
katanya 'Pak Kiau Hong dan Lam Buyung' apa segala, kukira
mereka disuruh menjadi kacung Toasuko juga tidak sesuai,
Nah, Siausumoai, sekarang kau tahu lihai belum? Cuma
sayang sudah terlambat!"
Begitulah mereka ramai mengumpak dan memuji setinggi
langit, dan rupanya Ti-sing-cu itu juga senang dijilat, dengan
wajah tersenyum ia lirik A Ci.
Sebaliknya A Ci malah berharap ocehan orang-orang itu
diteruskan, dengan demikian akan memperlambat tindakan Tising-
cu padanya, Tapi sesudah bolak-balik orang-orang itu
menjilat, paling-paling juga itu-itu saja yang diucapkan, dan
akhirnya suara mereka pun reda sendiri.
Maka berkatalah Ti-sing-cu dengan pelahan. "Siausumoai,
silahkan mulai!"
Teringat kematian Cut-tim-cu yang mengerikan itu, A Ci
jadi mengkirik, sahutnya dengan gemetar, "Ti... tidak aku tak
mau mulai."
"Kenapa kamu tidak mau? Kukira lebih baik menyeranglah!"
kata Ti-sing-cu.
"Aku tidak mau, sudah tahu takkan mampu melawan, buat
apa aku banyak membuang tenaga?" kata A Ci,
"Nah, jika ingin membunuh aku, silakan saja."
"Ai, sebenarnya aku tidak ingin membunuhmu," ujar Tising-
cu dengan menyesal. "Nona cilik cantik molek seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirimu sungguh sayang untuk dibinasakan, cuma terpaksa,
Nah, Siausumoai, seranglah, asal dapat kau bunuh aku, tentu
kamu akan menjadi Toasuci! dalam Sing-siok-pai kita, kecuali
Suhu, semua orang harus tunduk pada perintahmu."
"Andaikan aku mampu membunuhmu juga aku tak mau
melakukannya," kata A Ci tiba-tiba.
"Sebab apa?" tanya Ti-sing-cu.
"Sebab...sebab aku suka padamu," sahut A Ci.
Jawaban ini membuat hati Ti-sing-cu terkesiap, begitu pula
hati Siau Hong tergetar, Siapa pun tak menduga akan ucapan
A Ci itu, Karuan seketika semua orang pandang dengan
bingung.
Selang sejenak, berkatalah Ti-sing-cu, "Nona kecil seperti
kamu ini masakah sudah paham tentang suka apa segala?
Apalagi aku sudah punya istri, masakah kamu tidak tahu?"
"Engkau... engkau sangat tampan, ilmu silatmu tinggi pula,
biarpun punya... punya istri, apa sih jeleknya? Aku... aku
justru suka padamu." demikian A Ci berkata pula.
"Ai, bila kamu tidak melanggar kesalahan sebesar ini, jika
perlu aku pun tidak keberatan mengambilmu sebagai selir,"
kata Ti-sing-cu dengan menghela napas. "Tetapi kini, ya,
terpaksa aku tak bisa membantu apa-apa, Nah, Siausumoai,
terimalah seranganku ini!"
Habis berkata, terus saja lengan bajunya mengebas,
serangkum angin keras lantas menyambar kearah api unggun,
sejalur api hijau lantas memancar pelahan kejurusan A Ci,
Tapi agaknya tidak ingin membunuh gadis itu dengan segera,
maka jalannya jalur api itu sangat lambat.
Sambil menjerit A Ci terus melompat minggir kekanan, tapi
jalur api itu lantas menyusul kearahnya, waktu A Ci mundur
kebelakang, tahu-tahu punggung kepepet oleh batu karang
yang dibuat sembunyi Siau Hong itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara itu, Ti-sing-cu sedang mengerahkan tenaga
dalam untuk mendesak lebih kuat lidah api itu, Sedangkan
punggung A Ci sudah kepepet batu karang, untuk mundur lagi
sudah tak bisa.
Selagi ia hendak melompat kesamping, namun lengan baju
Ti-sing-cu telah mengebut pula, dua rangkum angin
menyambar dari kanan dan kiri hinga A Ci tak mampu
melompat kesamping, sedangkan lidah api hijau itu sudah
makin mendekat.
Siau Hong tahu sekali api hijau itu mengenai badan,
seketika kulit akan hangus dan daging melocot, Tampaknya
api hijau itu tinggal puluhan senti saja didepan muka A Ci, dan
satu senti demi satu senti makin mendekat pula.Segera ia
membisiki A Ci, "Jangan takut, akan kubantu!" Sembari
berkata, Siau Hong lantas mengulurkan sebelah tangannya
dan menahan dipunggung A Ci, Lalu katanya pula, "Lekas
mengerahkan tenaga dan menghantam kearah api hijau itu,"
Saat itu A Ci sebenarnya sudah ketakutan setengah mati,
semangatnya hampir terbang keawang-awang, ketika
mendadak terdengar suara Siau Hong, karuan ia seperti
mendapat sejeki nomplok, tanpa pikir lagi ia menghantam
kedepan dengan telapak tangan.
Tatkala mana tenaga dalam Siau Hong sudah menyalur
kedalam tubuhnya, maka pukulan A Ci itu membawa tenaga
yang maha kuat, Kontan lidah api hijau itu mengkeret kembali
satu meter panjangnya.
Tentu saja Ti-sing-cu kaget, Sudah jelas dilihatnya A Ci tak
berdaya lagi, ibarat daging tinggal dicaplok saja, ia hendak
mengerahkan tenaga lebih keras agar api hijau itu menyambar
kian kemari didepan muka anak dara itu agar ketakutan dan
menjerit-jerit serta minta ampun, habis itu baru akan
mencabut nyawanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siapa tahu dara cilik itu memiliki lwekang sehebat itu, sekali
hantam dapat mendesak lidah api tersurut hingga satu meter
lebih.
Oleh karena ilmu silat golongan Sing-siok-pai itu oleh guru
mereka diajarkan secara tersendiri-sendiri kepada setiap
muridnya, maka sampai dimana kepandaian sesama saudara
seperguruan sukar dijajaki.
Semula mereka mengira A Ci pasti akan dimakan mentahmentah
oleh kepandaian Toasuko mereka, tak tersangka
sekali pukul A Ci dapat mendesak mundur lidah api hijau yang
sudah dekat mukanya itu, karuan anak murid Sing-siok-pai
yang lain semua bersuara heran.
Tapi juga tiada seorang pun yang menaruh curiga bahwa
diam-diam ada orang membantu anak dara itu, mereka
menyangka mungkin bakat A Ci memang lain daripada yang
lain, diam-diam ilmu silatnya sudah terlatih sedemikian
tingginya.
Begitulah Ti-sing-cu jadi penasaran, kembali ia kerahkan
tenaga hingga api hijau itu memancar lagi kemuka A Ci, sekali
ia kerahkan tenaga sepenuhnya, maka api juga menyambar
cepat luar biasa.
A Ci menjerit tertahan, ia bingung entah cara bagaimana
harus menahan serangan itu, lekas ia menghindar kekiri,
Untung tenaga cegatan Ti-sing-cu dari kanan-kiri tadi sudah
dihapuskan hingga dia dapat berkelit tanpa rintangan, dan api
hijau itu lantas membakar diatas batu dan mengeluarkan
suara gemercik.
"Pukulkan tangan kirimu untuk memotong jalur apinya!"
seru Siau Hong kepada A Ci dengan suara tertahan.
"Ehm, bagus akal ini!" ujar A Ci, Segera ia ayun tangan kiri
kedepan, kontan suatu arus tenaga menyambar ketengah jalur
api hijau itu, dimana angin pukulan itu tiba, seketika jalur api
terputus jadi dua bagian, bagian depan karena kehilangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
saluran dari belakang, sesudah terbakar sebentar diatas batu
karang, pelahan lantas guram dan akhirnya padam.
Diam-diam Ti-sing-cu pikir, "Jika apiku padam, itu berarti
aku akan kehilangan muka didepan para Sute, mana boleh
perbawaku dipatahkan begini saja?"Segera ia mengerahkan
tenaga lebih kuat, kembali ia pancarkan jalur api diatas batu
yang kehilangan saluran itu.
A Ci sendiri merasa tangan yang menahan dipunggung itu
masih terus menyalurkan tenaga dalam yang tak terputusputus
bagaikan sumber air terjun yang membanjir, bila tenaga
itu tidak lekas dikeluarkan pula, rasanya tubuh sendiri yang
kecil itu seakan-akan meledak, Sebab itulah tanpa pikir lagi
tangan kanan lantas menghantam pula kedepan dengan
sekuatnya.
Dengan tenaga dalam Siau Hong yang hebat itu,
sebenarnya kalau A Ci dapat menggunakannya dengan baik,
bukan mustahil Ti-sing-cu akan dapat dikalahkannya dengan
gampang, Tapi karena rasa takutnya tadi, maka pukulan itu
agak gugup hingga arahnya melenceng, "Fung" lidah api hijau
itu seketika dapat dipadamkan olehnya, Tapi Ti-sing-cu tidak
terganggu seujung rambutpun.
Namun demikian sudah cukup membuat anak murid Singsiok-
pai saling pandang dengan jeri, Hanya Jitsute itu yang
tidak tahu gelagat, ia masih coba mengumpak sang Toasuko,
katanya;
"Toasuko, sungguh hebat benar tenagamu, pukulan
Siausumoai itu paling-paling cuma dapat memadamkan
sebagian apimu yang sakti itu, masakah bisa berbuat sesuatu
padamu?"
Maksudnya sebenarnya ingin menjilat pantat sang Toasuko,
diluar dugaan ia keliru menjilat, bagi pendengaran Ti-sing-cu
pujian itu lebih mirip sindiran tajam padanya. Mendadak
lengan bajunya mengebut, api hijau tadi menyambar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesamping, 'crit-crit', secepat kilat api menyambar kemuka
Jitsute itu, Dan sekali api itu menjilat sasarannya, seketika
mengkeret balik lagi, Namun begitu Jitsute itu sudah kesakitan
sekali, ia mendekap muka sendiri sambil menungging dan
menjerit-jerit bagai babi hendak disembelih.
Diam-diam Siau Hong memperingatkan A Ci, "Awas,
lawanmu sudah murka, kamu harus hati-hati!" Ia
menggunakan ilmu mengirim gelombang suara hingga yang
mendengar hanya A Ci saja, meski lwekang Ti-sing-cu itu
sangat tinggi juga tak mampu mendengarnya, apalagi yang
lain....
Dan benar juga, sesudah Ti-sing-cu menghajar Jitsutenya,
segera ia pun ayun tangannya, kembali sejalur api hijau
menyambar kearah A Ci, Sekali ini lidah itu sangat besar
hingga menimbulkan suara dahsyat, api yang menganga itu
membuat A Ci merasa silau.
Khawatir kalau bayangan Siau Hong akan kelihatan
dibawah cahaya api itu, cepat A Ci mengaling-aling kedepan
batu lagi sambil balas memukul sekali kedepan untuk
menahan desakan api hijau itu.
Karena terhalang oleh tenaga pukulan A Ci, api hijau itu
tidak dapat maju lagi dan berhenti diudara, ujung api itu
menyembur maju sedikit, lalu terdesak surut lagi sambil
berkedip-kedip tiada hentinya.
Berulang tiga kali Ti-sing-cu mendesak sekuat tenaga, tapi
selalu kena ditolak kembali oleh A Ci, karuan ia menjadi gopoh
dan gusar, ia coba mengerahkan tenaga dalamnya dua kali
pula dan masih tetap tidak berhasil mendesak maju,
sekonyong-konyong ia merasa seram sendiri, pikirnya,
"Dia...dia masih mempunyai tenaga simpanan yang cukup,
kiranya sejak tadi dia sengaja mempermainkan aku, Janganjangan
Suhu pilih kasih dan diam-diam menurunkan lwekang
paling tinggi dari perguruan sendiri kepadanya, Wah, aku
telah... telah tertipu olehnya!"Begitulah sekali ia sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ketakutan, seketika tenaganya lantas berkurang dan jalur api
hijau itu pun menyurut kembali.
"Masakah aku takut padamu?" mendadak Ti-sing-cu
membentak, saking napsunya hingga suaranya sampai serak,
ia kerahkan tenaga sekuatnya hingga jalur api hijau tadi
berubah menjadi segulung bola api terus menerjang kearah A
Ci.
Melihat gelagat jelek, cepat A Ci hantamkan sebelah
tangannya, dan ketika melihat tak dapat menahan desakan
bola api itu, segera ia susulkan pukulan tangan lain, dengan
tenaga pukulan kedua tangan barulah bola api itu dapat
ditahan.
Maka tertampaklah sebuah bola api hijau berputar-putar di
udara, segera para Sutenya bersorak pula, ada yang
berseru,"Ilmu sakti Toasuko sungguh hebat, sekali ini budak
itu pasti akan celaka!"
"Nah, Siausumoai, kamu masih berani main garang lagi?
Ayolah lekas menyerah saja, boleh jadi Toasuko akan memberi
jalan hidup bagimu."
A Ci menjadi gelisah, berulang-ulang ia coba kerahkan
tenaga, Tapi tenaga dalam yang disalurkan Siau Hong itu
meski sangat kuat, namun adalah tenaga orang lain, untuk
mengerahkannya menjadi tidak bisa sesuka hatinya.
Setelah saling bertahan sejenak, segera Ti-sing-cu tahu
dimana letak kelemahan anak dara itu, Pikirnya, "Karena Suhu
pilih kasih, maka dara cilik ini sangat hebat lwekangnya, Tapi
caranya mengerahkan tenaga masih kurang sempurna,
dikanan-kiri masih terdapat lubang kelemahan, Untung dia
menjajal aku sekarang juga, coba kalau tunggu tiga-empat
tahun lagi, jika ilmu pukulannya sudah sempurna, tentu aku
bisa celaka."
Berpikir sampai disini, kembali semangatnya tergugah, tibatiba
jari telunjuk kanan menuding dua kali dan terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suara letikan api dua kali, Tampak pancaran api unggun itu
meletik beberapa titik bunga api terus menyambar kearah A Ci
dari kanan-kiri dengan cepat luar biasa.
A Ci menjerit kaget dengan bingung, Tenaga pukulannya
waktu itu sedang dipakai menahan bola api, ia tidak sempat
menahan serangan bunga api itu, Dalam keadaan kepepet ia
coba mengengos untuk menghindar.
________________
=Dapatkah Siau Hong membantu A Ci mengalahkan Tising-
cu yang angkuh itu ?
=Apakah benar Aci telah mencuri pusaka perguruannya
dan dimanakah ia menyembunyikannya benda pusaka itu ?
--Bacalah jilid ke 41--
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 41
Di luar dugaan hal ini memang sudah dalam perhitungan
Ti-sing-cu, sebab itulah ia mengerahkan tenaga lebih kuat
hingga bunga api itu mendesak lebih dekat lagi, Ia taksir bila
api itu dapat menjilat tubuh si gadis, tentu tenaga dalamnya
akan terganggu, dalam keadaan begitu bila ia hamburkan
bunga api yang lain, pasti dara cilik itu akan tamat riwayatnya.
"Celaka!" segera hal itu dapat diketahui oleh Siau Hong, Ia
tahu A Ci tidak mampu melawan lagi, segera ia ayun tangan
pelahan dan serangkum angin keras terus menyambar
kedepan.
Maka terlihatlah waktu A Ci menggeser tubuh tadi, kedua
ujung kain ikat pinggangnya mendadak berkibar keatas sambil
mengebas dan kontan kedua titik bunga api tadi terus
menyambar kembali kearah Ti-sing-cu sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karuan Ti-sing-cu melongo kaget, dan sedikit ayal saja
kedua bunga api itu sudah menyambar sampai didepannya, Ia
menjerit sekali sambil meloncat sekuatnya keatas hingga
setitik bunga api melayang lewat dibawah kakinya. Selagi
kedua orang Sutenya bersorak memuji kepandaiannya yang
hebat, sekonyong-konyong bunga api yang lain menyambar
keperut Ti-sing-cu, Dalam keadaan terapung diudara, dengan
sendirinya ia tak bisa menghindar pula, "Ces", perut tepat
keselomot dan hangus, Kembali Ti-sing-cu menjerit sekali, lalu
turun kebawah.
Kiranya Siau Hong gemas karena kata-katanya tadi yang
kurangajar tentang A Cu, maka sengaja hendak memberi
sedikit hukuman.
Dan sesudah Ti-sing-cu menginjak tanah, bola api tadi yang
tanpa pengemudi lantas jatuh kembali kegundukan api
unggun. Menyaksikan itu, sorot mata semua orang sama
mengunjuk rasa jeri dan hormat kepada A Ci, pikir mereka,
"Wah, tampaknya lwekang Siausumoai juga tidak lemah,
Toasuheng belum tentu mampu melawan dia, sebaiknya sorak
pujian kami jangan terlalu keras-keras lagi,"
Dalam pada itu Ti-sing-cu telah membuka gelung
rambutnya hingga rambutnya yang panjang terurai dan
separoh mukanya tertutup, mendadak ia gigit ujung lidah
sendiri hingga berdarah, sekali ia sembur, sekumur darah
menghambur kearah api unggun.
Mendadak api unggun itu menyirap, tapi segera terang
benderang pula hingga menyilaukan mata,
Tanpa tertahan para Sutenya bersorak memuji, "Sungguh
hebat kepandaian Toasuko!"
Sekonyong-konyong Ti-sing-cu putar tubuh dengan
kencang hingga mirip gangsingan cepatnya, sambil
mengibarkan lengan bajunya yang lebar itu, seketika api
unggun seakan-akan terbetot naik keatas dan bagaikan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinding api terus menguruk keatas kepala A Ci.Dengan
segenap tenaga dalam Ti-sing-cu telah mengadakan taruhan
terakhir malawan A Ci.
Siau Hong tahu orang telah mengeluarkan semacam ilmu
hitam yang sangat lihai, jika dirinya mematahkannya dengan
tenaga murni, pasti lawan akan keok, tapi diri sendiri juga
akan berkorban tenaga tidak sedikit, Biarpun jahat toh orang
ini tiada permusuhan apa-apa dengannya, buat apa
menempurnya mati-matian?. Karena pikiran ini, segera Siau
Hong tarik pinggang A Ci dan bermaksud membawanya lari, ia
menduga Ti-sing-cu takkan dapat menyusulnya.
Diluar dugaan, datangnya api itu cepat luar biasa, dalam
sekejap saja badan A Ci sudah akan terjilat api, dalam
keadaan begitu Siau Hong tak diberi kesempatan untuk
berpikir lagi, untuk membawanya lari juga tidak sempat, demi
keselamatan A Ci yang nasibnya oleh A Cu telah dipasrahkan
padanya, terpaksa Siau Hong hantamkan kedua tangannya
sekaligus, dua rangkum angin keras lantas menjungkit-kan
lengan baju A Ci hingga berkibar keatas, dan angin pukulan
itupun menyambar kedepan.
Dibawah sinar api yang terang itu, tampaklah dimana
lengan baju A Ci mengebut kedepan, dua rangkum angin
keras lantas menyambar juga memapak dinding api unggun
itu, Api hijau itu terhenti sejenak di udara, kemudian pelahanlahan
menyurut kearah Ti-sing-cu.
Karuan saja Ti-sing-cu sangat kaget, kembali ia gigit ujung
lidah dan sekumur darah disemburkan lagi, Dan mendadak api
itu berkobar pula seperti habis ditambah minyak, lalu
mendesak maju, tapi satu meter lebih, lagi-lagi dipaksa
menyurut kembali.
Begitulah bagi para anak murid Sing-siok-pai yang lain,
mereka hanya melihat lengan baju A Ci berkibar-kibar mirip
layar tertiup angin, mereka menyangka lwekang anak dara itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah maha tinggi, dengan sendirinya tidak menyangka
bahwa dibelakang A Ci sebenarnya ada tulang punggung lagi.
Tatkala itu air muka Ti-sing-cu sudah berubah pucat, darah
masih terus disemburkan kearah api, tapi setiap kali ia
menyemburkan darah sekumur, setiap kali pula tenaganya
berkurang,
Ibarat orang sudah naik dipunggung harimau, kalau
melompat turun juga akan diterkam sang harimau, terpaksa ia
mengadu jiwa dengan harapan A Ci akan terbakar oleh
apinya, tentang kerusakan lwekangnya akan dapat
dipulihkannya kembali kelak.
Namun meski ia menyemburkan darah terus menerus,
dibawah bendungan tenaga dalam Siau Hong yang hebat,
betapapun api unggun yang hijau itu tak bisa menerjang maju
lagi.
Dari tenaga lawan yang makin lemah itu, Siau Hong tahu
orang sudah mulai payah, ibarat lentera yang kehabisan
minyak, sebentar saja Ti-sing-cu pasti akan menggeletak tak
berkutik,
Segera ia membisiki A Ci, "Boleh kau suruh dia mengaku
kalah saja dan pertarungan ini dapat diberhentikan."
A Ci menurut, segera ia berseru, "Nah, Toasuko, sudah
terang kamu tak bisa menandingi aku, lekas berlutut saja dan
minta ampun, aku berjanji takkan membunuhmu, Nah, lekas
mengaku kalah, lekas!"
Ti-sing-cu cemas dan takut ia insaf jiwanya tinggal diujung
rambut saja, Maka demi mendengar ucapan A Ci itu, segera ia
manggut-manggut dan tidak bicara lagi, Kiranya saat itu ia
sedang
melawan Siau Hong dengan sepenuh sisa tenaganya, asal
membuka mulut, segera api unggun itu akan membakar
hidup-hidup diri sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat keadaan begitu, seketika para Sutenya berganti
haluan, kini mereka tidak memuji dan menjilat lagi, sebaliknya
beramai-ramai mencaci maki Ti-sing-cu.
"Ayo, Ti-sing-cu, kamu sudah kalah, mengapa tidak lekas
berlutut dan menjura?"
"Huh, manusia goblok macam begitu juga berani pamer
disini, benar-benar pamor Sing-siok-pai kita telah kau bikin
ludes."
"Ayolah Ti-sing-cu, kenapa tidak buka mulut lagi? Dengan
segala kemurahan hati Siausumoai telah mengampuni jiwamu,
masak kamu masih kepala batu?"
"Huh, biasanya kamu cuma pandai main garang pada kami,
kini sekali dilabrak oleh Siausumoai, maka celakalah kau!"
Begitulah manusia-manusia rendah dan pengecut itu
memang pandai mengikuti arah angin dimana lebih
menguntungkan mereka, kesanalah mereka mendoyong,
Melihat Ti-sing-cu sudah kalah, tanpa sungkan-sungkan lagi
mereka lantas mengolok-olok dan mencaci maki dengan
segala kata-kata kotor, Tadi mereka memuji, kini sang
Toasuko sepeserpun tidak laku lagi dalam penilaian mereka.
Diam-diam Siau Hong membatin. "Anak murid iblis tua
Sing-siok-pai ternyata begini rendah jiwanya, sejak kecil A Ci
sudah bergaul dengan mereka, pantas ketularan sifat-sifat
mereka yang jelek itu,"
Dan karena melihat keadaan Ti-sing-cu yang serba runyam
itu, diam-diam Siau Hong merasa tidak enak sendiri,
mendadak ia pun menarik kembali tenaga dalamnya hingga
lengan baju A Ci yang berkibar itu melambai kebawah.
Dengan semangat lesu dan mata guram, tubuh Ti-sing-cu
terhuyung-huyung, mendadak lutut terasa lemas, ia terduduk
ditanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagaimana Toasuko?" kata A Ci kemudian, "Kamu
menyerah tidak padaku?"
"Ya, aku....aku mengaku kalah," sahut Ti-sing-cu dengan
suara rendah, "Jangan kau panggil... panggil Toasuko lagi
pada....padaku, engkau sekarang adalah... adalah Toasuci
kita."
Mendengar ucapan terakhir itu, serentak anak murid singsiok-
pai yang lain bersorak-sorak,
"Bagus, bagus! Ilmu silat Toasuci memang maha sakti,
didunia ini tiada tandingannya lagi, Sing-siok-pai kita
mempunyai ahli-waris sebagai Toasuci, pastilah akan merajai
dunia persilatan ini."
"Ya, Toasuci, lekas kau pergi membinasakan 'Pak Kiau
Hong dan Lam Buyung' apa segala, segera Sing-siok-pai kita
akan menjagoi dunia untuk selamanya," demikian seorang
lagi.
Tapi seorang lain lantas menyanggahnya, "He, jangan
sembarang omong, Pak Kiau Hong adalah Cihu Toasuci kita,
mana boleh dibunuh?"
"Kenapa tidak boleh?" sahut orang tadi. "Kecuali kalau dia
juga masuk menjadi anggota Sing-siok-pai kita dan mengaku
kalah pada Toasuci."
Diam-diam Siau Hong mendongkol dan geli pula ditempat
persembunyiannya, Dalam pada itu ia dengar A Ci sedang
mendamprat orang-orang tadi, "Hai, kalian mengaco-belo
apa? Tutup mulut kalian!"
Lalu ia berkata kepada Ti-sing-cu, "Nah, Toasuko, tadi
kuminta engkau mengampuni diriku, tapi engkau sangat
kejam dan tidak mau, sekarang apa yang akan kau katakan?"
"Ya, aku... aku memang pantas mampus!" sahut Ti-sing-cu
dengan terputus-putus. "Tadi kau bilang suka padaku, Biarlah
segera kupulang dan membunuh biniku itu, kemudian akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kuambil dirimu sebagai istri, selamanya aku akan tunduk pada
perintahmu."
Mendengar itu, seketika anak murid Sing-siok-pai yang lain
sama bungkam, suasana menjadi sunyi senyap, diam-diam
mereka membatin, "Wah, celaka! Siausumoai tadi memang
menyatakan suka pada Toasuko, bila benar bila Toasuko
memperistri dia, dengan sendirinya Siausumoai sangat
senang, Dan sebagai suami-istri sudah tentu tiada perbedaan
siapa yang akan menjadi ahli-waris Sing-siok-pai, Wah celaka,
hati Toasuko tak boleh disakiti."
Jitsute yang mukanya terbakar tadi, kini rasa sakitnya
sudah mereda, ia ingin berjasa dulu untuk menebus dosa
maka cepat ia mendahului buka suara, "Benar, Toasuci, jika
kau jadi istri Toasuko, itulah suatu pasangan yang setimpal,
yang lelaki ganteng, yang perempuan ayu, tokoh persilatan
mana yang takkan iri melihat pasangan kalian? Memangnya
kalau bukan lelaki tampan sebagai Toasuko rasanya sukar
juga mencari jejaka yang setimpal bagimu."
"Ya, Toasuci, meski ilmu silat Toasuko sedikit kurang dari
padamu, tapi didunia ini selain Toasuci sendiri, jelas Toasuko
terhitung jago nomor dua," demikian seru seorang lagi." Dan
selanjutnya Toasuko tentu akan menurut perintahmu,
betapapun dia takkan berani membangkang, aku berani
menjaminnya,"
Begitulah yang satu bilang begini dan yang lain berkata
begitu, semuanya memuji dan mendukung perjodohan mereka
yang dikatakan setimpal dan akan bahagia.
Ditempat sembunyinya diam-diam Siau Hong juga berpikir,
"A Ci menyatakan suka pada orang ini, tampaknya mereka
memang suatu pasangan yang sesuai."
Ia coba melirik anak dara itu, ia lihat wajahnya bersenyum
simpul, tampaknya sangat senang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka diam-diam ia membatin lagi, "Ya, apa boleh buat, dia
sendiri juga sudah setuju, maka selesailah kewajibanku
kepada pesan tinggalan A Cu itu, Sejak kini dia sudah
berumah tangga, aku tidak perlu pikirkan dia lagi."
Selagi Siau Hong bermaksud tinggal pergi, tiba-tiba
didengarnya A Ci berkata. "Toasuko, engkau sungguh suka
padaku atau cuma terpaksa saja memperistrikan aku?"
"Sungguh-sungguh suka, sungguh mati!" sahut Ti-sing-cu,
"Kalau aku berpura-pura, biarlah aku terkutuk dan mati tak
terkubur."
Segera para Sutenya beramai-ramai memberi suara pula.
"Ya, sudah tentu Toasuko bersungguh hati, Toasuci yang
berilmu silat setinggi itu, siapakah yang tidak ingin
mempersuntingnya?"
"Betul, untuk menikah dengan Toasuci, Toasuko sudah
berjanji akan membunuh Suso (istri Suko), kalau Toasuko
tidak tega, kami siap melaksanakannya,"
A Ci merasa muak juga oleh sifat penjilat pantat kawankawannya
itu, Dengan tertawa ia berkata kepada Ti-sing-cu,
"Tadi kuminta kau ampuni aku, mengapa kamu tidak mau?"
"O, aku... aku hanya... hanya bergurau saja...." sahut Tising-
cu dengan tergagap-gagap.
Sesudah pertandingan tadi, tenaga dalamnya telah terkuras
habis oleh Siau Hong, maka kini ia pun lemas dan lepuk, asal
seorang Sutenya menantangnya saja dia tak mampu melawan,
Maka yang ia harap sekarang hanya semoga A Ci mau
mengampuni jiwanya, jalan lain tidak ada, Dan bila kelak
lwekangnya sudah pulih barulah dia akan membikin
perhitungan dengan mereka yang pernah mengolok itu.
Kemudian A Ci berkata lagi, "Menurut peraturan kita, bila
ada pergantian ahli-waris, lalu cara bagaimana ahli-waris lama
itu harus ditindak?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keringat dingin membasahi jidat Ti-sing-cu, dengan suara
gemetar ia memohon. "Harap Toa.... Toasuci sudi memberi
ampun!"
"Aku pun ingin mengampuni kau," sahut A Ci dengan
mengikik tawa, "Cuma sayang, peraturan tetap peraturan,
tidak boleh aku melanggarnya, Toasuko, sesungguhnya pada
waktu kecil aku pernah suka padamu, tapi kemidian makin
lama aku makin jemu padamu, apakah kau tahu hal ini?"
"Ya... ya!" sahut Ti-sing-cu dengan lesu.
"Nah, Toasuko, boleh seranglah!" kata A Ci pula, "Kamu
memiliki kepandaian apa, silakan keluarkan semua."
Insaf nasib sendiri sudah tak bisa diubah lagi, Ti-sing-cu
menjadi nekat, ia tidak minta ampun lagi, tapi kedua tangan
lantas siap, ia kerahkan sisa tenaganya yang masih ada terus
memukul kearah api unggun yang hijau itu, Tapi sayang,
ibarat pelita sudah kehabisan minyak, setitik tenaganya itu
terang tak berguna, pukulannya hanya membuat api unggun
bergetar beberapa kali, lalu tenang kembali.
"Aha, sungguh menarik," seru A Ci dengan tertawa. "Eh,
Toasuko, mengapa permainan sulapmu tak manjur lagi?"
Habis berkata, sekali tangannya menjulur kedepan sambil
melangkah maju, seketika sejalur api hijau memancar kearah
Ti-sing-cu. Sebenarnya tenaga dalam A Ci hanya biasa saja,
maka lidah api itu pun tidak seberapa besar, tapi karena Tising-
cu sudah tak berdaya lagi, bahkan tenaga untuk
melarikan diri juga sudah tak ada, Maka begitu api hijau itu
menjilat badannya, seketika rambut dan pakaiannya terbakar.
ditengah jerit ngerinya seantero tubuhnya lantas terbungkus
oleh api yang berkobar-kobar.
Serentak para anak murid Sing-siok-pai yang lain ramai
bersorak puji akan kesaktian Toasuci mereka.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski Siau Hong sudah sering menyaksikan kejadian
mengerikan didunia kangouw, tapi seorang gadis jelita dan
muda belia seperti A Ci, kelakuannya ternyata begini keji dan
ganas, sungguh ia takkan percaya jika tidak menyaksikan
sendiri, Sungguh rasa hatinya jemu tak terkatakan, ia
menghela napas dan segera melangkah pergi.
"Cihu, Cihu! Tunggu, Cihu!" segera A Ci berteriak-teriak.
Tapi Siau Hong tak gubris padanya, ia tetap bertindak pergi
dengan langkah lebar. Karuan anak murid Sing-siok-pai sama
kaget ketika tahu-tahu melihat munculnya orang dibalik batu
karang itu, terutama silelaki hidung singa dan sigendut yang
mengenali kelihaian Siau Hong.
"Cihu, Cihu, tunggulah aku!" seru A Ci pula sambil
menyusulnya.
Sementara itu jeritan Ti-sing-cu yang mengerikan itu
semakin keras hingga berkumandang jauh diseluruh lembah
pegunungan, seram dan memekak telinga.
Melihat si A Ci masih terus menguntitnya, dengan kening
berkernyit Siau Hong berkata, "Buat apa kau ikut padaku?
Kamu sudah menjadi ahli-waris Sing-siok-pai, sudah menjadi
Toasuci orang-orang itu bukankah sudah memuaskan hatimu
sekarang?"
"Tidak bisa." sahut A Ci dengan tertawa, Lalu ia tekan
suaranya dan berkata pula. "Kedudukan Toasuci-ku ini adalah
hasil menipu, buat apa mesti kuberatkan? Biarlah aku ikut
keluar Gan-bun-koan untuk mengangon domba saja, Cihu."
Dalam pada itu suara Ti-sing-cu yang mengerikan itu masih
terdengar, Siau Hong tidak ingin tinggal lebih lama disini,
segera ia percepat langkahnya ke Utara.
Cepat A Ci jalan berjajar dengan Siau Hong, bahkan ia
menoleh dan menggembor kepada anak murid Sing-siok-pai,
"Jitsute, aku ada keperluan harus berangkat ke utara, kalian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
boleh tunggu aku disekitar sini, sebelum aku kembali kalian
dilarang sembarang tinggal pergi, tahu tidak?"
Anak murid Sing-siok-pai itu beramai-ramai memburu maju
beberapa tindak dan membungkuk dengan penuh hormat,
seru mereka, "Atas titah Toasuci, sedikit pun kami tak berani
membangkang!" Habis itu, mereka lantas menyerukan pujapuji
lagi kepada sang 'Toasuci' yang maha sakti itu.
A Ci melambaikan tangan beberapa kali dengan wajah
berseri-seri, lalu tinggal pergi bersama Siau Hong.Melihat sifat
A Ci yang masih kekanak-kanakan, habis membunuh orang
malah kelihatan senang, seperti habis makan penganan enak
atau mandapat mainan baru, kalau tidak menyaksikan sendiri
pasti tiada seorangpun yang percaya bahwa anak dara ini baru
saja berhasil merebut kedudukan ahli-waris Sia-pai yang
terbesar di dunia ini.
Siau Hong menghela napas, ia merasa didunia ini segala
apa seperti impian belaka, hampa rasanya.
"Engkau menghela napas, ada apa, Cihu? Apa engkau
anggap aku terlalu nakal?" tanya A Ci.
"Itu bukan nakal lagi, tapi kejam dan ganas!" sahut Siau
Hong. "Kalau yang berbuat adalah kaum laki-laki kami, hal
mana masih dapat dimengerti, tapi dirimu adalah seorang
nona cilik, kenapa sedikitpun kamu tidak kenal ampun? Malah
engkau sendiri menyatakan dahulu pernah suka pada
Toasuhengmu itu, mengapa sekarang kau bakar mati dia?"
"Engkau sudah tahu dan pura-pura tanya atau sungguhsungguh
tidak tahu" tanyaA Ci dengan heran.
"Sudah tentu aku tidak tahu, makanya tanya."
"Sungguh aneh, masakah engkau tidak tahu? Bukankah
kedudukanku sebagai Toasuci ini adalah berkat bantuanmu,
cuma saja mereka tidak tahu, Bila aku tidak membunuh dia,
kelak pasti akan diketahui olehnya dan bila engkau kebetulan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak berada di dampingku, bukankah jiwaku akan amblas
ditangannya? Dan untuk keselamatanku sendiri, sudah tentu
aku harus membunuhnya."
"Katanya kau suka padanya, selang beberapa tahun lagi
setelah dewasa kamu boleh menikah dengan dia, tatkala mana
masakah dia tega membunuhmu?"
"Dia memang berjanji akan membunuh istrinya untuk
menikah denganku, tapi kalau aku menjadi istrinya, tentu
nasibku akan serupa bila kelak ada perempuan lain minta dia
membunuhku, Lagi pula, aku merasa menikahi dia juga tidak
begitu menarik."
Diam-diam Siau Hong membatin, "Benar-benar omongan
kanak-kanak, Menjadi suami-istri adalah urusan selama hidup,
masakah ada soal menarik apa segala? Bocah ini dibilang
bodoh toh dia sangat cerdik, dibilang dia pintar Toh
ucapannya tak karuan dan suka bikin gara-gara."
Maka katanya segera, "Baiklah! Dan untuk apa kamu ke
Gan-bun-koan?"
"Cihu, akan kukatakan terus terang, kau mau
mendengarkan tidak?"
"Bagus, jadi selama ini kamu tidak pernah jujur padaku dan
baru sekarang mau berterus terang!" demikian Siau Hong
membatin, Tapi dimulut ia berkata; "Tentu saja aku ingin
mendengarkan, cuma ku-khawatir kamu tidak mau bicara
terus terang."
"A Ci mengikik tawa sambil merangkul lengan Siau Hong,
katanya, "Masakah engkau juga khawatir padaku?"
"Banyak hal-hal yang ku-khawatirkan padamu, ku-khawatir
kamu akan menimbulkan gara-gara, ku-khawatir kamu
sembarangan membunuh ornag, khawatir kamu
mempermainkan orang, khawatir...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, kau khawatir aku dihina orang tidak? Kalau aku
dibunuh orang, bagaimana?" tanya A Ci tiba-tiba.
"Aku telah dipesan oleh Cicimu, dengan sendirinya aku
harus menjaga keselamatanmu," sahut Siau Hong.
"Bila Ciciku tidak pernah meninggalkan pesan padamu? Dan
umpamanya aku bukan adik A Cu, lalu bagaimana?"
"Hm, sudah tentu takkan kuperduli," jengek Siau Hong.
"Memangnya Ciciku sedemikian baik sehingga sedikitpun
tidak kau hargai diriku?"
"Sudah tentu, Cicimu beribu kali lebih baik dari padamu, A
Ci, selama hidupmu ini tidak mungkin dapat menyamai dia."
berkata sampai disini mata Siau Hong menjadi agak basah dan
suaranya sedih.
Dengan mulut menyungkit A Ci menggerundel, "Jika benar
A Cu lebih baik dari padaku, suruhlah dia mengawinimu saja,
aku tidak mau menemanimu lagi," Habis berkata, segera ia
putar tubuh dan melangkah balik.
Tapi Siau Hong tidak ambil pusing, ia tetap meneruskan
perjalanannya, pikirnya, "Jika A Cu yang bersamaku sekarang,
betapapun dia tidak mungkin marah padaku, selamanya dia
ramah-tamah padaku, begitu pula segala apa kuturuti dia,
andaikan dia mengomel sesuatu juga aku akan mengaku salah
padanya, Tapi, tidak, tidak mungkin dia marah padaku."
Begitulah ia pikir yang tidak-tidak, Tiba-tiba didengarnya
suara tindakan orang dari belakang, ternyata A Ci telah
menyusulnya pula, Kata anak dara itu, "Cihu, engkau ini
benar-benar orang kejam, sekali tidak mau menunggu, tetap
tidak menunggu, sedikitpun engkau tidak punya rasa kasihan."
Siau Hong tertawa geli, katanya, "A Ci, mengapa kau bicara
tentang kasihan segala? Dari siapakah pernah kau dengar
kata-kata kasihan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dari ibuku," sahut A Ci, "Beliau mengatakan padaku
bahwa menjadi orang itu jangan kejam, jangan galak, tapi
harus 'welas asih'."
"Apa yang dikatakan ibumu memang benar, cuma sayang
sejak kecil kamu sudah berpisah dengan beliau hingga
mendapat didikan jahat dari gurumu," kata Siau Hong.
"Baiklah, Cihu, selanjutnya aku akan berada bersamamu
dan akan banyak belajar hal-hal yang baik darimu," kata A Ci
dengan tertawa.
Siau Hong berjingkrak kaget, cepat ia goyang-goyang
tangannya sambil berseru, "Wah, tak bisa jadi, Apa gunanya
kau ikut orang kasar seperti aku ini? Sudahlah, A Ci, lekas kau
pergi saja, kalau berada bersamamu malah pikiranku menjadi
kesal dan kusut, untuk pikir secara tenang sedikit saja tak
dapat."
"Apa yang hendak kau pikirkan, coba katakanlah, biar aku
membantumu memikirkannya," kata A Ci, "Cihu, engkau ini
memang seorang baik, mudah ditipu orang."
Mendongkol dan geli Siau Hong oleh ucapan dara itu,
katanya, "Kamu hanya seorang anak perempuan, tahu apa?
Memangnya sesuatu yang tak dapat kupikirkan sebaliknya
mesti minta nasihatmu?"
"Sudah tentu, banyak hal-hal aneh yang justru tak mungkin
dapat kau pikirkan," kata A Ci, Ia merandek dan meraup
secomot salju, ia kepal hingga keras, lalu disambitkan,
Kemudian ia tanya, "Cihu, untuk apakah kau pergi keluar Ganbun-
koan?"
"Tidak untuk apa-apa," sahut Siau Hong sambil geleng
kepala. "Disana aku akan mengangon domba dan
menggembala sapi untuk melewatkan hidupku ini, habis
perkara."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Lalu, siapakah yang akan memasak makanan bagimu?
Siapakah yang akan membuatkan pakaian bagimu?" tanya A
Ci.
Siau Hong melengak, memang tak pernah terpikir olehnya
tenttang soal-soal itu, Segera ia menjawab sekenanya,
"Tentang sandang-pangan kan gampang? Orang Cidan kami
hanya makan daging kambing dan sapi, bajunya buatan dari
kulit domba dan sapi, dimana-mana dapat dijadikan tempat
tinggal, bukankah sangat sederhana?"
"Dan tatkala engkau kesepian, siapakah yang akan
mengajak bicara padamu?" tanya A Ci.
"Gampang, sesudah aku berada diantara suku bangsa
sendiri, tentu saja akan mendapat banyak kawan sebangsa."
sahut Siau Hong.
"Tapi yang mereka bicarakan dan lakukan melulu urusan
berburu, menunggang kuda, menyembelih sapi dan
menyembelih kambing, hal-hal begitu kan membosankan?"
ujar A Ci.
Siau Hong merasa ucapan anak dara itu beralasan juga, Ia
hanya menghela napas dan tidak menjawab.
"Apakah engkau harus kembali ketempat suku bangsamu
sana?" A Ci bertanya pula, "Jika engkau tidak pulang kesana,
tapi tinggal disini untuk berkelahi, minum arak, baik mati atau
akan hidup, bukankah cara demikian lebih menyenangkan,
lebih memuaskan?"
Mendengar itu, seketika dada Siau Hong terasa panas,
semangat kesatrianya tergugah lagi, Ia mendongak dan
bersuit panjang. "Ya, ucapanmu betul juga!" katanya
kemudian."
"Eh, Cihu," tiba-tiba A Ci menarik-narik lengan Siau Hong,
"Sudahlah, jangan engkau pulang kesana dan aku pun takkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang ke Sing-siok-hai, aku akan membantumu berkelahi dan
minum arak."
Siau Hong tertawa oleh sifat anak dara yang masih
kekanak-kanakan itu, katanya, "Kamu kan Toasuci dari Singsiok-
pai, jika mereka kehilangan Toasuci dan ahli-waris kan
bisa berabe?"
"Kedudukanku sebagai Toasuci ini diperoleh dengan
menipu, setiap waktu bila rahasiaku ketahuan mereka, tentu
jiwaku bisa melayang, maka lebih baik kuikut denganmu untuk
berkelahi dan minum arak saja."
"Bicara tentang minum arak, kekuatanmu minum terlalu
sedikit, mungkin setengah mangkuk saja kamu akan mabuk,"
ujar Siau Hong dengan tersenyum. "Tentang kepandaianmu
berkelahi juga tidak cukup, bukan mustahil akhirnya nanti
bukan lagi kau bantu aku, tapi akulah yang membantumu."
A Ci menjadi masgul oleh jawaban itu, ia berkerut kening
dan sesudah beberapa tindak lagi, sekonyong-konyong ia
duduk ditanah dan menangis keras-keras.
Siau Hong terkejut oleh kelakuan anak dara itu, cepat ia
tanya. "He, ada... ada apakah?"
Tapi A Ci tidak menggubrisnya, ia tetap menangis
tergerung-gerung dengan sangat berduka. Sejak Siau Hong
kenal A Ci, selalu ia lihat anak dara itu mau menang sendiri,
sekalipun waktu diringkus oleh anak murid Sing-siok-pai juga
dia tetap kepala batu, sedikit pun tidak gentar, sungguh tidak
nyana sekarang anak dara itu bisa menangis sedemikian rupa
hingga Siau Hong dibuatnya bingung malah.
"He, A Ci cilik, mengapakah kamu ini?" tanya Siau Hong
pula.
"Kau... kau pergilah, jangan....jangan urus diriku lagi, hukhuk,
biar aku mati menangis saja disini, supaya engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa senang, huk-huk-huk!" demikian sahut A Ci dengan
terguguk.
"Seorang sehat masakah bisa mati menangis." ujar Siau
Hong dengan tersenyum.
"Aku justru ingin mati menangis," sahut A Ci sambil
tersedu-sedan.
"Jika begitu, boleh kamu menangis terus disini, jangan
terburu napsu, menangislah perlahan-lahan, dan aku takkan
mengawanimu lagi," kata Siau Hong dengan tertawa, lalu ia
melangkah pergi.
Tapi baru dua tindak ia melangkah, tiba-tiba suara tangis A
Ci berhenti, sedikitpun tiada suara lagi, Ia menjadi heran,
ketika menoleh ia lihat anak dara itu tiarap diatas tanah salju
tanpa bergerak.
Diam-diam Siau Hong geli, "Hah, anak dara ini memang
suka aleman, biarlah takkan kugubris dia lagi." Segera ia
tinggal pergi tanpa menoleh.
Sesudah beberapa li jauhnya, ketika ia berpaling
kebelakang, ia lihat ditanah salju itu keadaan sunyi senyap,
tanah salju sekitar situ sangat datar dan luas, sepanjang mata
memandang dapat terlihat dengan jelas tanpa teraling-aling
oleh pepohonan apapun, Ia lihat A Ci masih tetap
menggeletak ditanah salju itu tanpa bergerak sedikitpun.
Diam-diam ia menjadi ragu, "Anak dara ini memang aneh
tingkah lakunya, bukan mustahil sekali ia menggeletak, lalu
tidak berbangkit untuk selamanya."
Segera teringat pula olehnya pesan tinggalan A Cu, tanpa
kuasa lagi segera ia putar balik dengan langkah lebar.
Setibanya didekat A Ci, benar juga ia lihat anak dara itu masih
bertiarap ditanah salju, keadaannya masih tetap seperti waktu
ditinggalkan tadi, sedikitpun tidak bergeser.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah lebih dekat lagi, Siau Hong terkesiap, ia lihat
tubuh A Ci seakan-akan terbingkai dalam salju yang tebalnya
beberapa senti, tapi salju yang mengelilingi tubuhnya itu
sedikit pun tidak mencair, Padahal tubuh manusia itu bersuhu
panas, kalau tengkurap sekian lama diatas salju tentu salju
disekitarnya akan cair menjadi air.
Kini salju disitu tetap beku, jangan-jangan anak dara itu
benar-benar sudah mati? Dalam Khawatirnya Siau Hong coba
meraba pipi sigadis, tapi dimana tangannya menyentuh ia
merasa tubuh A Ci itu sudah dingin, waktu memeriksa
napasnya pula, juga sudah berhenti.
Namun Siau Hong pernah menyaksikan anak dara itu purapura
mati tenggelam dalam danau untuk menipu ayahnya, ia
tahu didalam Sing-siok-pai ada semacam ilmu 'Ku-sitkang'(
kura-kura mengeram), maka ia pun tidak begitu
khawatir lagi, Segera ia gunakan dua jari dan menutuk dua
kali di-iga A Ci, Ia salurkan tenaga dalamnya kebagian hiat-to
itu.
Maka terdengar A Ci bersuara sekali lalu membuka mata
pelahan, waktu melihat Siau Hong mendadak ia berpaling
sedikit dan sekali mulut mengap, sekonyong-konyong
sebatang jarum kecil warna hijau gelap menyambar ketengahtengah
alis Siau Hong.
Waktu itu jarak Siau Hong dengan anak dara itu tiada satu
meter jauhnya, betapapun ia tidak menyangka mendadak A Ci
bisa menyerangnya secara keji. Sambaran jarum itu pun
sangat cepat, biar pun ilmu silat Siau Hong maha tinggi juga
sukar untuk menghindar pada saat mendadak dan dari jarak
sedekat itu.
Sekilas teringat olehnya betapa jahat senjata rahasia
berbisa dari Sing-siok-pai, bila sampai kena, pasti harapan
untuk hidup sangat tipis, Tanpa pikir lagi ia mengebas
sebisanya dengan tangan kanan, kontan serangkum angin
keras berjangkit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam saat kepepet, maka tenaga yang digunakan itu
merupakan himpunan tenaga yang ada, kalau tidak, jangan
harap dapat mengguncang pergi jarum lembut yang
menyambar dari jarak dekat itu, Maka begitu tangan kanan
bekerja, seketika tubuhnya menggeser juga kekanan, maka
terenduslah bau busuk amis yang terbawa angin, dan jarum
berbisa itupun menyambar lewat disamping pipinya, hanya
berjarak beberapa mili saja jauhnya, sungguh ia boleh
dikatakan lolos dari lubang jarum.
Dan pada saat yang sama itulah tubuh A Ci juga terpental
oleh tenaga pukulan maha dahsyat itu, tanpa bersuara lagi
badan A Ci melayang hingga jauh dan terbanting diatas tanah.
Diam-diam Siau Hong bersyukur nyaris dimakan jarum
berbisa itu, Tapi demi melihat A Ci terpental oleh tenaga
pukulannya, ia jadi kaget pula.
"Wah, celaka! Mana dia tahan oleh tenaga pukulanku?
Mungkin dia sudah binasa oleh pukulanku?" demikian pikirnya
dengan khawatir, Cepat ia memburu ketempat A Ci, ia lihat
mata anak dara itu tertutup rapat, ujung mulut mengeluarkan
darah, mukanya pucat, sekali ini benar-benar sudah berhenti
napasnya.
Seketika Siau Hong mematung, katanya dalam hati.
"Kembali aku memukul mati dia, kembali aku membunuh adik
perempuan A Cu lagi, pada hal sebelum meninggal dia
minta...minta kujaga adiknya, tetapi... tetapi aku memukul
mati dia."
Begitulah dengan rasa cemas ia coba tempelkan tangannya
dipunggung A Ci dan menyalurkan tenaga murni sendiri
sekuatnya ketubuh anak dara itu, Selang sesaat, tampak A Ci
bergerak sedikit, Sungguh girang Siau Hong tidak kepalang, ia
berseru, "A Ci, A Ci! Kamu tidak boleh mati, betapapun aku
harus menghidupkanmu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi setelah bergerak sedikit, lalu A Ci tidak berkutik lagi,
Siau Hong sangat gelisah, cuma sebagai orang yang sudah
berpengalaman, sedapat mungkin ia bisa menguasai
perasaannya dan tenangkan diri, Segera ia duduk bersila
ditanah salju itu, pelahan ia taruh badan A Ci di pangkuannya,
kedua telapak tangan ditempelkan kepunggung dan pelahan
menyalurkan tenaga murni kedalam tubuh A Ci, Ia tahu luka A
Ci sangat parah, maka sedapat mungkin ia harus menolong.
Selang tak lama, dari ubun-ubun Siau Hong sendiri tampak
menguapkan asap tipis, suatu tanda ia telah mengerahkan
tenaga sekuatnya.
Kira-kira setengah jam ia berusaha, akhirnya tubuh A Ci
tampak bergerak sedikit dan pelahan dapat memanggil,
"Cihu!"
Sungguh girang Siau Hong bukan buatan, ia meneruskan
tenaganya dan tidak mengajak bicara padanya, Ia merasa
badan A Ci lambat-laun mulai hangat, hidungnya juga mulai
bernapas lagi.
Khawatir usahanya gagal setengah jalan, maka Siau Hong
tidak berani berhenti, ia kerahkan tenaga sedapat mungkin.
Kira-kira menjelang lohor, ia merasa pernapasan A Ci sudah
pulih kembali dan barulah ia berani berbangkit, ia pondong
anak dara itu dan melanjutkan perjalanan dengan cepat, Tapi
ia lihat air muka A Ci itu tetap pucat bagai mayat, maka ia
tidak berani ayal, sambil berjalan cepat, tangan tetap
menempel dipunggung anak dara itu dan tiada hentinya
menyalurkan tenaga murni.
Kira-kira satu jam kemudian, sampailah disuatu kota kecil,
Celakanya kota ini tiada rumah penginapan, terpaksa Siau
Hong melanjutkan perjalanan ke utara, Lebih dua puluh li lagi,
akhirnya ia mendapatkan sebuah penginapan yang sederhana,
penginapan itu tiada pelayan hingga pemilik hotel sendiri
melayani tamunya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Siau Hong minta disediakan semangkuk kuah
hangat, dengan sendok pelahan ia menyuapi A Ci, Tapi hanya
beberapa cegukan saja kuah yang diminum A Ci lentas
ditumpahkan kembali, bahkan diantara air kuah itu penuh
bercampur darah mati.Siau Hong sangat cemas, ia pikir luka A
Ci yang parah ini besar kemungkinan tak bisa disembuhkan
lagi, Sedangkan Giam-ong-tik, si tabib sakti Sih-sin-ih itu entah
berada dimana, sekalipun berada disitu juga, belum tentu
mampu menyembuhkan A Ci, Tapi, diam-diam ia berjanji pada
diri sendiri harus menyelamatkan jiwa anak dara itu biarpun
tenaga sendiri akan terkuras habis, dengan demikian barulah
ia merasa tidak mengecewakan pesan A Cu yang telah
pasrahkan nasib A Ci padanya itu.
Padahal sebabnya dia hantam A Ci adalah karena anak dara
itu hendak menyerangnya lebih dulu, dalam keadaan begitu,
bila dia tidak memukulnya tentu jiwa sendiri yang akan
terancam, maka terpaksa ia mesti melukai A Ci, Andaikan A Cu
menyaksikan kejadian itu, tentu ia pun takkan menyalahkan
Siau Hong, sebab kejadian itu adalah gara-gara perbuatan A
Ci sendiri.
Semalam suntuk Siau Hong tak bisa tidur, sampai esok
paginya ia masih tetap menyalurkan tenaga murni sendiri
untuk mempertahankan jiwa A Ci.
Dahulu waktu A Cu terluka olehnya, hanya terkadang saja
Siau Hong menyalurkan tenaga murninya bila keadaan gadis
itu tampak lemah, Tapi kini keadaan A Ci jauh lebih parah,
kedua tangannya tidak boleh berpisah dengan punggung A Ci,
sekali berpisah, tentu napas anak dara itu lantas putus.
Keadaan begitu berlangsung hingga esok hari kedua, Meski
tenaga Siau Hong sangat kuat, tapi selama dua hari dua
malam mengerahkan tenaga cara begitu, mau tak mau terasa
sangat lelah juga, Arak yang tersedia dihotel kecil itu pun
habis diminum olehnya, Ia minta pemilik hotel menambahkan
ditempat lain tapi sialan, uangnya habis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Bagi Siau Hong tidak menjadi soal tidak makan nasi, tapi
sehari tidak minum arak baginya akan terasa ketagihan, Kini
dalam keadaan lelah dan banyak pikiran, ia lebih perlu dibantu
dengan arak untuk menguatkan semangat.
Ia pikir mungkin dibadan A Ci masih terdapat uang sangu,
Segera ia membuka buntalan kecil yang dibawa anak dara itu,
benar juga ia lihat didalamnya ada tiga potong uang emas, ia
ambil sepotong dan ditaruhkan dimeja, ia merasa buntalan
kain terikat oleh seutas tali halus, ujung tali itu terikat
dikantungan kain dan ujung yang lain terikat dipinggang A Ci.
Segera ia coba melepaskan ujung tali yang terikat pada tali
pinggang itu, Sesudah berkutetan sebentar barulah tali itu
dapat dilepaskannya, tapi waktu ia tarik, terasa ujung tali yang
lain agak berat, terang masih terikat sesuatu benda lain, Cuma
benda itu tertutup dalam baju hingga tidak kelihatan
bagaimana bentuknya.
Dan ketika Siau Hong melepaskan tali itu, 'trang-tring',
mendadak terjatuh sebuah benda berwarna hijau mengkilat,
Itulah sebuah Giok-ting yang kecil mungil.
Siau Hong menghela napas melihat benda itu, terang itulah
Giok-ting yang dipertengkarkan antara murid Sing-siok-pai
tempo hari, Ia jemput dan menaruhnya diatas meja, Ia lihat
Giok-ting itu berukir sangat indah, diantara warna hijau
kemala itu lamat-lamat kelihatan jalur merah jambon hingga
makin menambah kebagusan warnanya.
Selamanya Siau Hong tidak suka benda-benda permainan
begitu, dalam pandangannya biarpun benda mestika apapun
juga tidak lebih cuma batu belaka yang tiada artinya, maka
sesudah memandangnya sekejap, ia pun tidak memperhatikan
lagi.
Pikirnya kemudian, "A Ci ini benar-benar sangat licin,
berulang ia mengatakan Giok-ting ini telah diserahkan padaku,
padahal masih tersimpan didalam bajunya, Saudara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperguruannya itu percaya saja apa yang dia katakan bahwa
barang telah diserahkan padaku, pula mereka tidak ada yang
menggeledah badannya, sebab itulah buntalan ini tidak
ditemukan, Sedangkan sekarang jiwanya masih sukar
diramalkan, buat apa pikrkan benda demikian ini?"
Segera ia panggil pengurus hotel dan menyerahkan uang
emas itu padanya agar dibelikan arak dan daging.
Begitulah ia terus menyalurkan tenaga murni sendiri untuk
mempertahankan jiwa A Ci, Sampai hari keempat, keadaan
Siau Hong benar-benar sudah payah, ia tidak tahan lagi,
terpaksa ia genggam kedua tangan A Ci dan merangkulnya, ia
biarkan gadis itu bersandar didepan dadanya, ia menyalurkan
tenaga murni melalui tangannya, sebentar kemudia, ia merasa
mata sepat dan sukar dipentang lagi, Akhirnya ia pun terpulas,
Tapi karena selalu Khawatirkan mati hidup A Ci, hanya
sebentar saja ia sudah terjaga bangun.
Keadaan begitu kembali lewat lagi dua hari, ia lihat
keadaan A Ci tiada tanda gawat, tapi juga tiada kemajuan
untuk sembuh, Terkadang anak dara itu membuka mata juga,
tapi matanya buram, bahkan bicara pun tak bisa.
Siau Hong tambah masgul, untuk menghibur diri ia minum
arak sepuas-puasnya, Ia pikir terus tinggal di hotel kecil itu
pun bukan jalan yang baik, terpaksa ia harus berangkat lagi, ia
berharap akan menemukan jalan untuk menyelamatkan A Ci,
dari pada mati konyol di hotel kecil itu.
Dipondongnya A Ci dengan tangan kirinya, dengan tangan
kanan ia ambil kantungan kain milik A Ci itu dan disimpannya
didalam baju sendiri, Ia lihat Pek-giok-giok-ting itu masih
terletak diatas meja, pikirnya. "Benda yang membikin celaka
orang ini lebih baik dihancurkan saja."
Tapi ia urung menggepuknya ketika tiba-tiba terpikir pula
olehnya, "Dengan susah payah A Ci mencuri barang ini, jelas
benda ini berguna baginya, Tampaknya ia sudah tak bisa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disembuhkan lagi, Pada sebelum ajalnya bila mendadak ia
tanya benda kesukaannya ini dan dapat kuperlihatkan
padanya, dengan begitu ia akan mangkat dengan rasa puas
dari pada nanti mati menyesal, kalau aku tak bisa
mengunjukkan benda ini."
Begitulah segera ia jemput lagi Giok-ting itu, begitu tripod
itu terpegang tangannya, segera terasa didalamnya ada
sesuatu yang sedang merayap-rayap, Karuan Siau Hong heran
dan tertarik, ia coba mengamat-amati, ia lihat disamping
tripod itu ada lima lubang amat kecil,
Waktu diperhatikan pula bagian leher tripod itu, ternyata
disitu terdapat suatu garis yang sangat halus, agaknya tripod
itu terbagi menjadi dua bagian.
Ia coba menggunakan jari kecil dan jari manis untuk
menjepit tripod itu, lalu menggunakan jari jempol dan jari
telunjuk untuk memutar bagian atas tripod, benar juga bagian
itu dapat diputar, Sesudah diputar beberapa kali, akhirnya
terbukalah tutupnya.
Tapi ia menjadi kaget ketika mengetahui isi tripod itu,
Kiranya didalamnya terdapat dua ekor serangga berbisa yang
saling antup, yang seekor adalah kalajengking dan yang lain
adalah seekor kelabang, keduanya sedang tarung dengan
ramai.
Sebagai seorang yang berpengalaman, segera Siau Hong
tahu binatang beracun itu memang sengaja dipiara oleh
golongan Sing-siok-pai, Tanpa pikir lagi ia tuang keluar
kalajengking dan kelabang itu, sekali injak ia bikin mati
gepeng, Lalu ia tutup kembali Giok-ting itu dan dimasukkan
kedalam kantungan kain semula, Ia bereskan rekening hotel,
lalu berangkat menuju ke utara menempuh hujan salju.
Ia tahu permusuhannya dengan tokoh-tokoh persilatan
Tionggoan sudah terlalu mendalam, ia sendiri tidak sudi
menyamar pula, kalau ia menuju lagi ke utara, makin lama
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
makin dekat dengan ibukota Sung, disitu pasti akan kepergok
oleh ksatria Tionggoan yang terkenal.
Untuk membunuh orang lagi ia sudah tidak mau, pula ia
memondong A Ci, sudah tentu tidak leluasa untuk bertempur.
Sebab itulah ia tidak mau melalui jalan raya, tapi yang dipilih
adalah jalan kecil pegunungan yang sepi, Dengan cara begitu,
sudah beberapa ratus li ia tempuh perjalanan dan ternyata
selamat tanpa ketemukan sesuatu rintangan apa pun.
Suatu hari, sampailah ia disuatu kota, Ditepi jalan ia lihat
suatu toko obat, diatas papan merek toko tertulis, "Ong
Thong-ti, tabib turun temurun." Ia pikir ditempat kecil begitu
masakah ada tabib pandai? Tapi tiada halangan dicoba dulu.
Segera ia bawa A Ci kedalam toko obat itu untuk minta
pertolongan, Sesudah tabib she Ong itu memegang nadi A Ci,
tiba-tiba ia pandang Siau Hong, lalu pegang nadi A Ci lagi,
kemudian pandang pula pada Siau Hong dan memegang nadi
lagi, begitulah berulang-ulang ia lakukan seperti itu dengan air
muka terheran-heran, Sekonyong-konyong ia lepaskan nadi A
Ci lalu nadi Siau Hong yang diperiksanya.
Karuan Siau Hong gusar, katanya, "Sinshe aku minta kau
periksa penyakit adikku dan bukan diriku."
Tapi Ong-sinshe itu menggeleng-geleng kepala, sahutnya,
"Kulihat engkau inilah yang sakit, pikiranmu agak kacau dan
semangatmu lesu, kukira engkau yang perlu diobati,"
"Mengapa pikiranku kacau? Bukankah aku sehat-sehat
saja?" ujar Siau Hong.
"Habis nadi nona ini sudah berhenti, orangnya sudah mati
sejak tadi-tadi, hanya saja badannya belum lagi dingin dan
kaku, untuk apa kau bawa kemari untuk mencari tabib?" kata
Ong-sinshe itu. "Bukankah engkau sendiri yang lagi pepat
pikiran dan perlu diberi obat untuk menenangkan diri? Ai,
saudara, orang mati tak bisa hidup kembali, sebaiknya engkau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
juga jangan terlalu berduka, lebih baik bawalah pulang
jenazah adikmu ini dan lekas dikubur saja."
Siau Hong jadi serba runyam tapi apa yang dikatakan
Sinshe Ong itu toh beralasan juga, Hakikatnya A Ci memang
sudah lama mati, soalnya karena seluruh tenaga murninya
hingga setitik kesempatan hidup A Ci itu masih dipertahankan
hal itu sudah tentu tidak ketahui oleh tabib kampungan seperti
Sinshe Ong itu.
Dan selagi Siau Hong berbangkit hendak pergi, tiba-tiba
dilihatnya seorang berdandan sebagai Koankeh (pengurus
rumah tangga) berlari-lari masuk kedalam toko obat sambil
berseru, "
"Lekas, lekas! Mana Lo-san-jin-som yang paling baik?
Lothaiya kami mendadak terserang penyakit angin duduk dan
segera akan putus napasnya, maka perlu jinsom yang baik itu
untuk menahan sebentar nyawanya."
"Ya, ya, ada, ada! Ini Lo-san-jin-som yang paling baik!"
demikian kuasa toko obat itu cepat memberikan apa yang
diminta.
Siau Hong tertarik oleh kata-kata mereka itu, "Lo-san-jinsom,
untuk menahan sebentar nyawa orang yang akan mati,"
bila seorang sudah sakit parah dan akan putus napasnya,
kalau diusap beberapa cegukan sari Jinsom (Kolesom), maka
napasnya yang sudah lemah itu dapat ditunda sebentar
hingga tidak sampai putus dengan cepat, dengan demikian
orang yang hampir mati itu dapat meninggalkan pesan apaapa
kepada ahli-warisnya, Hal itu sebenarnya juga diketahui
oleh Siau Hong, cuma ia tidak pikirkan bahwa hal itu juga
dapat digunakan terhadap diri A Ci.
Dalam pada itu dilihatnya pengurus toko obat telah
mengeluarkan suatu kotak kayu merah, dengan hati-hati ia
membuka kotak itu, maka tertampaklah tiga tangkai Jinsom
sebesar ibu jari.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menurut cerita yang pernah didengar Siau Hong, katanya
Jinsom itu makin besar dan makin kasar akan makin baik, kulit
Jinsom harus yang kasap, yang banyak berkerut-kerut dan
dalam, itulah yang berharga, jika bentuk Jinsom sudah
menyerupai badan manusia, ada kepala kaki dan tangan, itu
menandakan Jinsom tua yang paling sukar dicari, maka
terhitung barang pilihan yang sangat mahal.
Begitulah koankeh tadi lantas memilih satu tangkai Jinsom
dan buru-buru pergi lagi, Segera Siau Hong mengeluarkan
uang, ia beli s isa kedua tangkai Jinsom itu, Didalam toko obat
itu memang tersedia alat-alat penyeduh obat bagi pembeli,
segera ia minta dibuatkan kuah Jinson dan pelahan disuapkan
untuk A Ci.
Sekali ini tidak tumpah lagi, sesudah minum pula beberapa
suapan, Siau Hong coba periksa nadi A Ci dan ternyata
pelahan mulai dapat berdenyut, napasnya juga mulai terasa
lancar sedikit. Karuan ia sangat girang.
Sebaliknya Ong sinshe yang menyaksikan disamping itu
hanya geleng-geleng kepala saja, katanya malah, "Saudara,
Jinsom itu tidak mudah memperolehnya, kalau dibuang secara
begitu sangatlah sayang, Jinsom toh bukan obat dewa
mujarap yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati,
kalau dapat, orang kaya umumnya tentu takkan mati untuk
selamanya.
Sudah beberapa hari ini Siau Hong sangat kesal, kini
mendengar ocehan si tabib yang bersifat menyindir itu,
sungguh ia ingin menggampar bacotnya supaya diam, Untung
ia dapat menguasai diri, ia merasa bukan pada tempatnya
memukul seorang yang tidak paham ilmu silat.
Segera ia pondong A Ci dan tinggal pergi, sayup-sayup ia
dengar si tabib masih mengolok-olok, "Huh, benar-benar
seorang sinting, orang mati dibawa lari kian kemari,
tampaknya jiwa sendiri juga tidak tahan lama lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia tidak tahu bahwa sebenarnya jiwanyalah yang barusan
hampir mendaftarkan diri kepada raja akhirat, Jika gamparan
Siau Hong tadi dilontarkan, biarpun sepuluh orang tabib
seperti dia juga akan binasa.
Sekeluarnya dari toko obat itu, Siau Hong pikir, "Jinsom itu
kabarnya banyak tumbuh dipegunungan Tiang-pek-san yang
bersuhu dingin, biarlah kuputar kearah timur laut sana untuk
mencari jinsom, boleh jadi dengan bahan obat itu kesehatan A
Ci akan dapat dipulihkan."
Segera ia mengarah ke timur laut, sepanjang jalan kalau
ketemu toko obat ia lantas membeli jinsom untuk A Ci, sampai
akhirnya ia kehabisan sangu, terpaksa ia mesti berlaku tidak
sungkan-sungkan lagi, ia masuk ke toko obat dan 'mengambil'
jinsom yang diperlukan, dengan sendirinya pegawai toko obat
tidak dapat merintanginya.
Setelah banyak minum jinsom, ternyata keadaan A Ci
banyak lebih baik, terkadang ia dapat membuka mata dan
memanggil pelahan, "Cihu!" Malamnya waktu tidur, meski
untuk beberapa jam tidak diberi saluran hawa murni Siau
Hong juga anak dara itu dapat bernapas sendiri dengan
lancar.
Begitulah makin menuju ke utara makin dingin hawanya,
akhirnya Siau Hong menggendong A Ci dan sampailah dilereng
gunung Tiang-pek-san, Meski pegunungan itu tersohor banyak
menghasilkan jinsom tapi kalau tidak paham cara mencarinya,
biarpun dicari ubek-ubekan setahun dua tahun juga belum
tentu dapat menemukannya.
Dan makin menuju ke utara makin sedikit orang yang
dijumpai ditengah jalan, Sampai akhirnya sepanjang jalan
melulu hutan belukar belaka, dengan lereng gunung yang
memutih perak tertutup salju, Terkadang sampai beberapa
hari tidak pernah dijumpai seorang pun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Siau Hong mengeluh, "Wah celaka! Tanah
pegunungan ini penuh salju belaka, dimana dapat kucari
jinsom? Lebih baik kuputar balik saja ketempat yang ramai
ditinggali orang, kalau punya uang aku dapat membeli, kalau
kehabisan uang lantas merampas."
Begitulah ia lantas putar kembali kearah semula sambil
menggendong A Ci, Tatkala itu hawa sangat dingin, salju
berpuluh senti tebalnya ditanah, jalannya sangat sulit, coba
kalau ilmu silat Siau Hong kurang tinggi, dengan
menggendong seorang begitu, umpama tidak mati kedinginan
juga pasti akan kejeblos kedalam tanah salju dan sukar
meloloskan diri.
Sampai hari ketiga, cuaca tampak mendung, agaknya hujan
salju besar akan turun pula, Sekitarnya tertampak tanah salju
belaka, jangankan tapak manusia, sekalipun bekas tapak
binatang juga tidak kelihatan, Siau Hong merasa dirinya
seperti terombang-ambing ditengah samudera raya, angin
meniup dengan kencang dan suara menderu-deru ditepi
telinga.
Ia insaf telah sesat jalan, telah kehilangan arah. Beberapa
kali ia coba panjat keatas pohon untuk memeriksa, tapi
seputar hanya rimba belaka yang tertutup salju, cara
bagaimana dapat mengenal arah lagi.
Yang dia khawatirkan adalah A Ci, terpaksa ia buka jubah
luar sendiri dan membungkus anak dara itu dalam pelukannya,
Sudah tiga hari lamanya Siau Hong tidak makan apa-apa,
dilautan salju seluas itu juga tidak nampak seekor binatang
paling kecil sekalipun sebangsa ayam alas, kelinci dan
sebagainya.
Ia pikir sia-sia saja kalau sembarangan berjalan, lebih baik
mengaso dulu ditengah rimba itu, nanti bila salju sudah reda,
dari bintang atau bulan dilangit tentu dapat dibedakan arah
yang tepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia lantas mencari suatu tempat berteduh, suatu
tempat yang teraling-aling dari tiupan angin, ia mencari kayu
kering dan menyalakan api, Makin lama makin besar api
unggun itu hingga badan mulai terasa agak hangat, Saking
kelaparan Siau Hong merasa perut berkeruyukan, ia lihat
diakar pohon sebelahnya tumbuh beberapa buah jamur yang
berwarna putih kelabu, tampaknya tidak beracun, segera ia
petik dan dipanggang sekedarnya diatas api, lalu dimakan
sekedar tangsal perut.
Sesudah makan beberapa buah jamur kayu itu,
semangatnya sedikit terbangkit juga, Ia angkat A Ci agar
bersandar didadanya untuk menghangatkan badan ditepi api
unggun, ia sendiri merasa mengantuk sekali. Selagi siap-siap
akan pulas, mendadak terdengar suara auman harimau yang
keras, Siau Hong sangat girang, "Ini dia ada harimau,
sebentar dapatlah makan daging macan."
Ia coba mendengarkan lagi, ia dengar seluruhnya ada dua
ekor harimau sedang lari datang dengan cepat, Tapi lantas
terdengar pula suara bentakan manusia, agaknya ada orang
sedang mengejar raja hutan itu.
Siau Hong tambah girang mendengar suara manusia itu, ia
dengar kedua ekor harimau itu berlari cepat kearah sana,
segera ia rebahkan A Ci, dengan ginkang yang tinggi ia
memotong jalan untuk mencegat datangnya harimau.
Waktu itu salju makin turun dengan lebat dan angin
meniup semakin kencang, Kira-kira beberapa ratus meter Siau
Hong berlari, tertampaklah didepan adalah tanah datar yang
luas, dua ekor harimau kumbang sedang lari datang sambil
mengaum-ngaum, Dibelakang binatang buas itu ada seorang
laki-laki tegap berjubah kulit, tangan membawa sebatang
garpu baja yang besar sedang mengejar kedua ekor harimau
sambil membentak-bentak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua ekor harimau kumbang itu besarnya luar biasa, tapi
seorang diri pemburu itu ternyata berani mengejarnya,
nyalinya itu sungguh harus dipuji.
Sesudah berlari-lari sebentar, salah seekor harimau itu
mengaum kebelakang, mendadak binatang itu memutar-balik
terus menerkam kearah laki-laki itu, Tapi sekali garpu baja
pemburu itu menegak, ia incar leher harimau terus menusuk.
Namun gerak-gerik harimau itu juga sangat gesit, sedikit
mengengos dapatlah garpu itu dihindarkannya, Dalam pada
itu harimau yang kedua telah menerkam juga kearah si
pemburu.
Gerakan pemburu itu ternyata cepat luar biasa, tahu-tahu
ia putar poroknya dan "bluk", tepat pinggang harimau itu kena
digebuknya dengan keras, Karena kesakitan, harimau itu
mengaum pula, lalu lari sambil mencawat ekor, Harimau yang
lain juga tidak berani garang lagi dan ikut lari.
Siau Hong melihat gerak-gerik pemburu itu memang
cekatan, tenaga juga kuat, agaknya tidak mahir ilmu silat,
hanya paham kebiasaan dan sifat-sifat binatang buas, kenal
watak harimau umumnya, maka sebelum harimau mulai
menerkam, lebih dulu ia papak dengan poroknya untuk
menantikan leher harimau, Namun untuk memburu dua ekor
harimau kumbang seperti itu juga tidak gampang baginya.
Segera Siau Hong berseru, "Jangan khawatir Lauheng
(saudara), marilah kubantu memburu harimau!" Berbareng itu
ia terus memburu maju dan mencegat jalan lari harimauharimau
tadi.
Melihat muncul mendadak seorang Siau Hong, pemburu itu
terkejut dan berkaok-kaok, Tapi apa yang dikatakan tak
dipahami Siau Hong, mungkin pemburu itu bukan bangsa Han.
Ia tidak menghiraukannya, segera ia hantam kepala
harimau, "prak", tepat harimau itu kena digenjot, tapi raja
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hutan itu cuma terguling ditanah, lalu dengan menggerung
kembali menubruk kearah Siau Hong.
Pukulan Siau Hong itu sudah memakai lebih dari separoh
tenaganya, biarpun jago silat paling tangguh juga pasti akan
kepala remuk dan otak hancur, tapi rupanya tulang kepala
harimau itu sangat keras, raja hutan itu hanya jatuh terguling
saja dan tidak binasa.
"Bagus binatang!" bentak Siau Hong sambil mengengos
untuk menghindarkan tubrukan, berbareng tangan kiri terus
memotong dari atas kebawah, "crat", tepat punggung harimau
kena dipotong oleh telapak tangannya.
Sabetan itu lebih keras dari pada pukulannya tadi, seketika
harimau itu terhuyung-huyung kedepan, rupanya binatang itu
pun dapat melihat gelagat jelek dan cepat lari ketakutan.
Sudah tentu Siau Hong tidak membiarkan mangsanya lari,
cepat ia memburu dan sekali tangkap, dengan tepat ekor
harimau itu kena ditarik oleh tangan kanannya, ia barengi
membentak sambil tangan kiri memegang pula ekor harimau
itu, sekali tarik dan angkat, memangnya harimau itu sedang
lari kedepan, karena tenaga tarik dan betot itu, seketika
harimau itu mencelat ke udara.
Dengan porok bajanya pemburu tadi tengah bertarung
dengan harimau yang lain, Ketika mendadak melihat Siau
Hong dapat melempar harimau ke udara, sungguh kagetnya
bukan buatan.
Sementara itu tertampak harimau yang mencelat ke udara
itu sedang menubruk kebawah dengan pentang mulut dan
ulur cakar kearah Siau Hong, Mendadak Siau Hong
membentak pula kedua tangannya memukul sekaligus, "bruk"
tepat sekali perut harimau itu kena dihantam.
Perut harimau adalah bagian yang lemah, pukulan
'Sepasang langit membuyarkan mega' itu adalah kungfu
kebanggaan Siau Hong, karuan isi perut harimau itu kontan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hancur lebur didalam, sesudah berkelojotan sebentar harimau
itu pun mati diatas tanah salju.
Sungguh kagum si pemburu tadi tidak terhingga
menyaksikan Siau Hong dapat membunuh mati harimau
dengan bertangan kosong, Pikirnya, "Aku membawa senjata,
kalau aku tak mampu membinasakan harimau ini, bukankah
aku akan ditertawakan olehnya."
Segera ia keluarkan tenaga raksasa pembawaannya, ia
putar poroknya kekanan dan kekiri hingga badan harimau itu
berulang-ulang tertusuk, mungkin saking kesakitan, binatang
itu menjadi kalap, dengan menyeringai hingga kelihatan
siungnya yang putih menyeramkan, segera harimau itu
hendak menggigit si pemburu.
Dengan gesit pemburu itu dapat menghindarkan tubrukan
harimau, menyusul poroknya terus menusuk dari samping,
'Crat', tepat leher raja hutan itu kena ditusuk, Sekali pemburu
itu mengangkat poroknya keatas, tanpa ampun lagi harimau
itu menggerung dan terjungkal, Segera pemburu itu tahan
sekuat-kuatnya hingga harimau itu terpantek ditanah oleh
poroknya itu. Melihat betapa tangkasnya pemburu itu, mau
tak mau Siau Hong memuji dalam hati.
Harimau yang lehernya dipantek dengan parok baja si
pemburu itu, semula keempat kakinya masih meronta-ronta
dan mencakar serabutan, tapi sesudah lama, akhirnya tidak
bergerak lagi, Pembiru itu lantas terbahak-bahak sambil
mengangkat kembali porok bajanya, Ia berpaling kepada Siau
Hong sambil mengacungkan jari jempolnya, dan berkata
beberapa patah kata yang tak dipahami Siau Hong, Tapi dari
sikapnya itu Siau Hong tahu orang lagi memuji keperkasaan
dirinya, Maka ia pun balas mengunjuk jari jempol sambil
berkata,
"Ehm, kamu juga perkasa dan gagah!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang itu sangat girang, ia tuding hidung sendiri dan
berkata, "Wanyen Akut!"
Siau Hong menduga mungkin itulah namanya, maka ia pun
tuding hidung sendiri dan menjawab "Siau Hong!"
"Siau Hong? Cidan?" tanya orang itu.
Siau Hong mengangguk.
"Ya, Cidan!" sahutnya, lalu ia balas tanya sambil tuding
orang itu, "Dan kau ?"
"Wanyan Akut! Nuchen!" sahut pemburu itu.
Siau Hong pernah mendengar bahwa di timur negeri Liau,
di utara Korea terdapat suatu suku bangsa Nuchen
(kerajaannya terkenal dengan sebutan Chin atau Kim), Suku
bangsa itu gagah perkasa dan pandai berperang, Dan
pemburu yang bernama Wanyen Akut ini kiranya suku bangsa
Nuchen yang terkenal itu.
Meski tidak paham bahasa masing-masing, tapi ditempat
yang sunyi terpencil itu dapat bertemu seorang kawan,
betapapun mereka merasa sangat senang, Segera Siau Hong
memberi tanda untuk memeberitahu bahwa dirinya masih
mempunyai seorang kawan lagi.
Rupanya Akut dapat menangkap maksudnya, Ia
mengangguk dan mengangkat harimau hasil buruannya tadi,
Begitu pula Siau Hong lantas angkat juga harimau yang
dibinasakannya dan menuju ketempat A Ci, Akut mengikuti
dibelakangnya.
Karena kelaparan dan kedinginan, keadaan A Ci sangat
lemah, Cepat Siau Hong mengangkat harimau buruan Aku
tadi, dari luka binatang yang masih mengalirkan darah segar
itu, ia cekoki anak dara itu dengan darah harimau, Setelah
kemasukkan darah harimau yang hangat itu, semangat A Ci
tampak agak segar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong sangat girang, segera ia menyobek kedua paha
harimau terus dipanggang diatas api unggun.
Melihat cara Siau Hong mencabik paha harimau bagaikan
menyobek paha ayam gampangnya, karuan Akut terkesima
memandangi kedua tangan Siau Hong, Sejenak kemudian,
tiba-tiba ia memegang-megang telapak tangan Siau Hong
dengan penuh rasa kagum.
Selesai memanggang daging harimau, segera Siau Hong
dan Akut makan sekenyang-kenyangnya, Lalu Akut memberi
tanda gerakan tangan untuk tanya maksud tujuan Siau Hong,
Maka Siau Hong menerangkan dengan gerakan tangan bahwa
tujuannya ingin mencari jinsom untuk menyembuhkan
penyakit A Ci dan setiba di s ini mereka sesat jalan.
Akut terbahak-bahak, ia geraki tangannya kesana kesini
untuk menyatakan bahwa adalah sangat gampang jika ingin
mencari jinsom, bahwa ditempat mereka tersedia jinsom
secukupnya. Siau Hong sangat girang, segera ia berbangkit
dengan tangan kiri ia pondong A Ci, tangan kanan
mengangkat bangkai harimau buruannya itu.
Kembali Akut mengunjukkan jari jempolnya dan memuji,
"Benar-benar tenaga raksasa!"
Rupanya Akut sangat apal dengan tempat disekitar situ,
meski dibawah hujan salju dan tiupan angin kencang toh dia
tidak sesat jalan, Ketika hari sudah gelap, mereka lantas
bermalam ditengah hutan, esok paginya melanjutkan
perjalanan lagi.
Begitulah mereka terus menuju kearah barat, pada siang
hari ketiga, Siau Hong melihat ditanah salju s itu sudah banyak
bekas tapak kaki manusia, Akut berulang-ulang memberi
tanda pula untuk menerangkan bahwa sudah dekat dengan
tempat tinggal suku mereka.
Benar juga, sesudah melintasi dua lereng bukit lagi,
terlihatlah diarah tenggara sana banyak terdapat tanda dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kulit binatang, jumlahnya ada beberapa ratus buah, Ketika
Akut bersuit, segera dari perkemahan itu ada orang memapak
kedatangan mereka.
Sesudah dekat, Siau Hong lihat didepan setiap tenda tentu
dinyalakan api unggun dan dikerumuni kaum wanita yang
asyik menjahit kulit binatang dan mengolah daging binatang
hasil buruan mereka. Akut membawa Siau Hong menuju
kesuatu tenda terbesar ditengah-tengah perkemahan itu.
Sesudah masuk kedalam tenda besar itu Siau Hong lihat
disitu terdapat belasan orang yang sedang duduk sambil
minum arak, Melihat kedatangan Akut, seketika orang-orang
itu bersorak menyambutnya.
Segera Akut menunjuk Siau Hong, sambil menuding sambil
omong, Melihat kelakuan itu, Siau Hong tahu Akut sedang
menceritakan cara bagaimana dia membinasakan harimau,
Maka orang-orang itu lantas mengerumuni Siau Hong dan
mengunjuk ibu jari mereka sebagai tanda memuji.
Tengah ramai, tiba-tiba masuk pula seorang Han yang
berdandan sebagai saudagar, Orang itu lantas menyapa pada
Siau Hong. "Apakah tuan ini dapat bicara bahasa Han ?"
Sungguh Siau Hong girang sekali, cepat ia menjawab.
"Sudah tentu dapat!"
Sesudah tanya keterangan kepada saudagar bangsa Han
itu, barulah diketahui bahwa perkemahan itu adalah tempat
tinggal kepala suku Nuchen, orang tua yang berjenggot
diantara belasan orang tadi adalah kepala suku sendiri,
namanya Hurip. Kepala suku itu mempunyai sebelas orang
putra, semuanya gagah perkasa, Akut adalah putranya yang
kedua.
Saudagar Han itu bernama Kho Tok-sing, setiap musim
dingin tentu datang kesitu untuk membeli kulit harimau dan
jinsom, pada musim semi baru meninggalkan tempat ini, Kho
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tok-sing fasih berbahasa Nuchen, maka ia lantas menjadi juru
bahasa Siau Hong.
Orang Nuchen paling menghormat pada kaum ksatria
perkasa, Wanyen Akut itu tergolong pemuda yang gagah
perwira, maka sangat disayang ayahnya, suku bangsanya juga
sangat cinta padanya, Jika Akut memuji setinggi langit pada
Siau Hong, dengan sendirinya suku bangsanya ikut
menghormat juga dan menyambutnya sebagai tamu agung.
Akut lantas mengosongkan kemah sendiri untuk tempat
tinggal Siau Hong dan A cI, Sebagai tokoh berpengaruh dalam
bangsa Nuchen, dengan sendirinya tenda itu sangat luas dan
bagus.
Malamnya orang Nuchen mengadakan jamuan besarbesaran
untuk menghormati Siau Hong, dengan sendirinya
daging harimau buruan mereka pun menjadi santapan yang
berarti.
Memangnya sudah setengahan bulan Siau Hong tidak
pernah minum arak, kini satu kantong dami sati kantong
orang Nuchen menyuguhkan arak padanya, karuan ia dapat
minum dengan sepuas-puasnya.
Meski arak buatan orang Nuchen tidak begitu sedap, tapi
kadarnya sangat keras, orang biasa kalau minum setengah
kantung saja pasti akan mabuk, tapi beruntun-runtun Siau
Hong dapat menghabiskan belasan kantung tanpa pusing
sedikitpun, karuan kekuatan minumnya ini membuat orangorang
Nuchen tercengang.
Semula mereka agak sangsi ketika mendengar cerita Akut
tentang Siau Hong membunuh harimau dengan bertangan
kosong, kini melihat kekuatan minum arak yang luar biasa itu,
mau tak mau mereka merasa kagum sekali.
Sesudah perjamuan menggembirakan itu, Siau Hong lantas
tinggal ditempat orang Nuchen itu dengan senang, Sifat orang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nuchen itu kebanyakan polos jujur, mereka sangat cocok
dengan watak ksatria Siau Hong.
Melihat bangsa Nuchen sangat menghormati Siau Hong
dengan sendirinya Kho Tok-sing juga segan padanya, Waktu
iseng Siau Hong lantas ikut berburu dengan Akut, malam
harinya ia belajar bahasa Nuchen dengan Kho Tok-sing,
Sesudah cukup lancar berbahasa Nuchen, Siau Hong pikir
dirinya adalah bangsa Cidan, masakah bahasa bangsa sendiri
tidak bisa, bukankah hal ini sangat janggal, Maka ia pun
belajar bahasa Cidan pula dengan Kho Tok-sing.
Sebagai saudagar Kho-Tok-sing biasa mondar-mandir
diantara tempat tinggal suku bangsa Nuchen, Cidan, Sehe dan
lain-lain, maka ia fas ih bicara dalam beberapa bahasa, Meski
bakat Siau Hong dalam hal bahasa tidak terlalu tinggi, tapi
lama kelamaan ia pun dapat bicara dengan lancar, kalau untuk
keperluan sehari-hari saja ia sudah tidak perlu juru bahasa
lagi.
Dengan cepat beberapa bulan sudah berlalu, musim dingin
berganti dengan musim semi, Karena setiap hari A Ci minum
sari jinsom, maka kesehatannya sudah banyak maju. Pada
umumnya jinsom yang digali orang Nuchen itu adalah jinsom
tua dan pilihan, maka nilainya tidaklah sama dengan
sembarangan jinsom.
Setiap kali Siau Hong pergi berburu, dari hasil buruannya
itu ditukarkannya dengan jinsom untuk A Ci, Penghidupan A Ci
yang luar biasa itu mungkin putri raja pun tidak dapat
menyamai dia, Setiap hari Siau Hong masih menyalurkan
hawa murni ketubuh anak dara itu, cuma sekarang cukup
sebentar saja, pula sehari sekali sudah cukup. Terkadang Aci
juga dapat bicara beberapa kata, cuma kaki dan tangannya
masih belum dapat bergerak,
hingga segala keperluan masih perlu bantuan Siau Hong,
Dan setiap kali teringat pada pesan tinggalan A Cu, maka Siau
Hong rela berbuat apa saja yang dikehendaki anak dara itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suatu hari, Akut bersama belasan orang bangsanya hendak
pergi berburu beruang dilereng bukit barat laut, Ia mengajak
Siau Hong ikut pergi, Kulit beruang sangat berharga, daging
dan minyaknya juga banyak, lebih-lebih telapak kaki beruang,
konon adalah bahan masakan yang paling lezat didunia ini.
Karena melihat keadaan A Ci baik-baik saja, Siau Hong
lantas terima dengan senang hati ajakan Akut itu, Maka pagipagi
sekali rombongan mereka lantas berangkat ke utara.
Sementara itu sudah permulaan musim panas salju sudah
mencair, tanah pegunungan penuh lumpur hingga perjalanan
sukar ditempuh, Tapi orang-orang Nuchen itu ternyata sangat
tangkas, menjelang siang hari mereka sudah menempuh
sejauh seratus li lebih.
Selagi Siau Hong khawatirkan A Ci bila terlalu jauh ditinggal
pergi, tiba-tiba seorang pemburu tua bangsa Nuchen berseru,
"Itu dia, beruang! Beruang besar!"
Waktu semua orang memandang kearah yang ditunjuk,
ternyata ditanah lumpur itu setapak demi setapak terdapat
bekas kaki beruang besar. Semangat semua orang terbangkit
seketika, dengan gembira mereka terus mengikuti jejak
beruang itu hingga mencapai padang rumput.
Tengah mereka menguber dengan cepat, tiba-tiba
terdengar suara derapan kuda yang ramai, dari depan sana
muncul suatu pasukan berkuda sedang mendatang dengan
cepat.
Padang rumput disitu mendatar luas, maka dapat terlihat
dengan jelas ada seekor beruang hitam besar sedang berlari,
dibelakangnya menguber beberapa puluh penunggang kuda
sambil mem-bentak2, Anggota pasukan itu semuanya
bertombak dan ada yang membawa busur dan panah,
semuanya kelihatan sangat tangkas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itulah orang Cidan, mereka berjumlah banyak, marilah
lekas kita pergi, lekas!" segera Akut memperingatkan kawankawannya.
Mendengar rombongan orang-orang itu adalah suku
bangsanya sendiri, seketika timbul semacam perasaan baik
didalam hati Siau Hong, ia lihat Akut ajak kawan-kawannya
putar balik untuk melarikan diri, tapi ia sendiri tidak lantas ikut
lari, sebaliknya ia tetap berdiri ditempatnya untuk melihat
keadaan selanjutnya.
"Hai, orang Nuchen! Panah dia, panah dia!" mendadak
orang-orang Cidan berteriak-teriak dan beruntun-runtun
panah mereka berseliweran menyambar kearah Siau Hong.
Diam-diam Siau Hong merasa gusar, mereka tanpa tanya
apa pun terus main panah begitu saja, Tapi beberapa batang
panah yang menyambar kearahnya itu dapat disampuknya
jatuh semua, Mendadak terdengar suara jeritan ngeri, si
pemburu tua bangsa Nuchen punggungnya kena panah dan
binasa.
Akut telah pimpin beberapa orang kawannya itu
bersembunyi kebalik suatu gundukan tanah, dari situ mereka
pun balas memanah musuh hingga dua orang Cidan juga
jatuh terjungkal.
________________________________________________
_________________________________________________=
Cara bagaimana Siau Hong akan menghadapi kawanan orang
Cidan yang kejam dan merupakan bangsanyasendiri itu ??
= Bagaimana nasib A Ci yang masih sakit itu ??
== Bacalah jilid ke 42 =
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 42
Yang serba salah adalah Siau Hong, ia berada ditengahtengah
dan entah pihak mana yang harus dibantunya, Dalam
pada itu ia masih terus dihujani panah oleh orang-orang
Cidan, tapi dengan mudah saja ia dapat menyampuk jatuh
semua panah sambil berteriak-teriak, "Hai, apa-apaan kalian
ini? Mengapa tanpa tanya sesuatu lantas sembarangan
membunuh orang!"
Dari tempat sembunyinya sana Akut teriaki dia. "Siau Hong,
lekas kemari, mereka tidak tahu bahwa engkau sebangsa
mereka!"
Dan pada saat itu juga dua orang Cidan dengan tombak
terhunus sedang menerjang kearah Siau Hong dari kanan dan
kiri, Begitu mendekat, terus saja tombak mereka menusuk
sasarannya.
Siau Hong tidak ingin membunuh bangsanya sendiri, maka
ia hanya tangkap ujung tombak lawan, sedikit ia sendal,
kontan kedua orang itu terjungkal kebawah kuda, Segera Siau
Hong gunakan kedua tombak rampasan untuk mencungkit
tubuh kedua orang Cidan itu, seketika kedua orang itu
melayang kembali kearah kawan-kawan mereka sambil
berkaok-kaok ketakutan di udara, lalu terbanting ditanah
hingga tak sanggup bangun untuk sekian lamanya.
Beramai-ramai Akut dan kawan-kawannya bersorak.
Maka tertampaklah diantara orang-orang Cidan itu muncul
seorang laki-laki setengah umur berbaju merah sedang
membentak-bentak memberi perintah, Lalu beberapa puluh
orang Cidan membagi diri dalam dua jurusan, dari kanan kiri
mereka lantas mengepung dari kejauhan untuk mencegat
jalan lari Akut dan kawan-kawannya.
Melihat gelagat jelek, segera Akut bersuit sekali, cepat ia
melarikan diri bersama rombongannya, Kembali orang Cidan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghujani mereka dengan panah hingga beberapa orang
Nuchen terbinasa lagi.
Melihat kekejaman orang-orang Cidan, walaupun mereka
adalah suku bangsanya sendiri, tapi Siau Hong tak memikirkan
hal itu lagi, segera ia rampas sebuah busur dan panahnya,
beruntun ia memanah empat kali hingga empat orang Cidan
kontan terjungkal dari kuda, tapi tidak mati lantaran yang
dipanah Siau Hong adalah bagian pundak, kaki dan tempattempat
yang tidak berbahaya.
Diluar dugaan ketika orang berjubah merah tadi
membentak pula, orang-orang cidan itu sedikitpun pantang
mundur, mereka terus mengejar dengan gagah berani.
Siau Hong lihat diantara rombongan Akut itu kini hanya
tinggal tiga orang pemuda saja yang masih ikut melarikan diri
sambil balas memanah musuh, selebihnya sudah terbunuh
oleh orang-orang Cidan.
Padahal dipadang rumput yang datar itu, untuk melarikan
diri jelas tidak mudah, tampaknya dalam waktu singkat Akut
dan kawan-kawannya pasti juga akan menjadi korban
keganasan orang-orang Cidan.
Selama ini Siau Hong telah dipandang sebagai saudara
sendiri oleh orang-orang Nuchen, kalau kawan-kawan karib
yang lagi menghadapi bahaya itu tak ditolong olehnya,
sungguh rasa hatinya tidak tentram, Sebaliknya bila orangorang
Cidan itu dibunuhnya semua, betapapun mereka adalah
suku bangsanya sendiri, ia merasa tidak tega, Jalan satusatunya
sekarang terpaksa orang yang berjubah merah yang
merupakan pimpinan mereka itu harus ditawan lebih dulu, lalu
akan memaksa dia memerintahkan orang-orangnya
menghentikan pertumpahan darah itu.
Setelah mengambil keputusan, segera Siau Hong berseru,
"Hai, lekas kalian mundur saja! Kalau tidak, terpaksa aku tidak
sungkan lagi!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi sebagai jawabnya, mendadak tiga batang tombak
menyambar kearahnya, Karuan Siau Hong sangat
mendongkol, Segera ia menerjang kearah sijubah merah
dengan cepat.
"Jangan, jangan, Siau-toako, lekas kembali!" Akut
berteriak-teriak khawatir demi melihat sahabat baik itu hendak
menyerempet bahaya.
Tapi Siau Hong tidak gubris padanya, ia tetap menerjang
kedepan, Dengan sendirinya orang-orang Cidan hendak
merintanginya, panah dan tombak mereka bagaikan hujan
menghambur kearah Siau Hong.
Mendadak Siau Hong membentak sekali, ia tangkap
sebatang tombak, sekali pukul ia patahkan tombak panjang
itu, dengan ia putar kencang potongan tombak itu hingga
segala macam senjata musuh yang menyambar ketubuhnya
itu disampuknya jatuh semua, Sedangkan larinya tidak
menjadin kendor, hanya sekejap saja ia sudah menerjang
sampai didepan sijubah merah.
Si jubah merah yang berewok itu sangat gagah dan angker,
ia tidak gugup melihat Siau Hong menerjang tiba, cepat ia
terima tiga batang lembing dari pengawalnya, segera lembing
pertama ditimpukkan kearah Siau Hong, Tapi sekali tangkap,
lembing itu kena dipegang oleh Siau Hong, begitu pula
lembing kedua, Habis itu tanpa ampun lagi dua pengawal
dikanan kiri s ijubah merah terjungkal dari kuda mereka..
"Bagus!" bentak sijubah merah sambil menimpukkan
lembing ketiganya.
Tapi dengan menggunakan gaya 'pinjam tenaga untuk
balas menyerang' sekali Siau Hong menyampuk dengan
tangan kiri keatas, tahu-tahu lembing itu berputar arah dan
menyambar balik, "crat" dada kuda tunggangan sijubah merah
tepat tertancap oleh lembing itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil berteriak kaget, sebelum kudanya roboh sijubah
merah mendahului melompat turun, Namun Siau Hong lebih
cepat dari dia, tahu-tahu tangan kanan Siau Hong sudah
meraih sampai diatas pundak kanannya terus dicengkeram
kencang-kencang.
Pada saat itulah Siau Hong dengar suara sambaran senjata
dari belakang, sekali kaki memendal, secepat terbang Siau
Hong meloncat kedepan hingga beberapa meter jauhnya
sambil menggondol sijubah merah, Maka terdengarlah suara
"crat cret" dua kali, dua batang tombak telah menancap diatas
tanah ditempat Siau Hong berpijak tadi.
Sambil mengempit sijubah merah, segera Siau Hong
meloncat pula kekiri hingga jatuh diatas kuda seorang
penunggang Cidan, sekali sikat ia bikin orang Cidan itu
terperosot kebawah lalu keprak kuda rampasan itu menyingkir
ketempat yang luang.
Masih sijubah merah itu merontah-rontah sambil meninju
muka Siau Hong, tapi sekali Siau Hong mengempit dengan
kencang, si jubah mereha tak bisa berkutik lagi, Segera Siau
Hong membentak, "Perintahkan mereka mundur, kalau tidak
sekarang juga kukempit mampus dirimu!"
Karena terancam, terpaksa sijubah merah berseru, "Lekas
kalian mundur, tidak perlu bertempur lagi!"
Beramai-ramai orang Cidan itu lantas mengurung Siau
Hong, mereka ingin mencari kesempatan untuk menolong
pemimpin mereka, Tapi dengan tombak patah tadi, Siau Hong
mengancam leher sijubah merah, sambil membentak. "Apa
minta kubinasakan dia!"
"Lekas kau bebaskan pemimpin kami, kalau tidak, segera
kami cincang dirimu menjadi bergedel!" bentak seorang Cidan
tua.
Siau Hong terbahak-bahak, Mendadak ia memukul kearah
orang tua itu dari jauh "blang", kontan orang itu mencelat dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kudanya hingga jatuh beberapa meter, mulutnya
menyemburkan darah, tampaknya tidak mungkin hidup lagi.
Memang Siau Hong sengaja hendak menggertak musuh
dengan ilmu 'Pik-khong-ciang'(pukulan dari jauh) yang hebat
itu, maka tenaga yang dipakainya tadi cukup keras, Karuan
orang Cidan yang tidak pernah menyaksikan ilmu sakti seperti
itu menjadi kesima, sejenak kemudian mereka sama menjerit
kaget, dan beramai-ramai mengundurkan kuda mereka
dengan rasa khawatir jangan-jangan pukulan Siau Hong itu
akan berkenalan pula dengan mereka, sudah tentu mereka
tidak mampu melawan pukulan yang mirip ilmu sihir itu.
"Nah, jika kalian tidak lantas mundur dan pergi, segera
akan kubinasakan dia!" kata Siau Hong sambil mengangkat
telapak tangannya keatas kepala sijubah merah.
"Enyahlah kalian! Mundur semua!" teriak sijubah merah.
Terpaksa orang-orang Cidan itu menurut, mereka undurkan
kuda beberapa tindak kebelakang, tapi tetap tidak mau pergi.
Diam-diam Siau Hong pikir, "Disekitar sini adalah padang
rumput yang datar, kalau pemimpin mereka ini dilepaskan dan
kemudian orang-orang Cidan ini mengejar lagi, akhirnya Akut
dan kawan-kawannya tetap tak dapat meloloskan diri,"
Maka ia berkata kepada sijubah merah, "Lekas perintahkan
mereka menyediakan empat ekor kuda!"
Si jubah merah menurut, empat ekor kuda lantas
diserahkan kepada Akut oleh orang-orangnya, Karena dendam
orang Cidan membunuh kawan-kawannya, "blang" kontan
Atut menjotos seorang yang menyerahkan kuda itu hingga
"knock-out", Meski jumlah mereka lebih banyak, orang-orang
Cidan itu tidak berani membalas, ia hanya mendelik sambil
memegang dagunya yang ditonjok itu dengan meringis
kesakitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu Siau Hong berkata pula, "Lekas memberi perintah agar
masing-masing membunuh kuda tunggangan sendiri,
seekorpun tak boleh tertinggal hidup."
Si jubah merah ternyata seorang yang tegas, tanpa
berdebat apapun segera ia memberi perintah, "Semuanya
turun dari kuda dan bunuh binatang tunggangan kalian!"
Orang-orang Cidan itu pun tanpa pikir terus melompat
turun, masing-masing membunuh kuda sendiri dengan golok
dan tombak yang mereka bawa.
Melihat orang-orang Cidan itu begitu taat kepada pimpinan,
diam-diam Siau Hong merasa kagum juga, pikirnya,
"Tampaknya sijubah merah ini bukan sembarangan orang,
masakah setiap perintahnya diturut oleh bawahannya tanpa
membangkang sedikitpun, Melihat disiplin mereka yang hebat
ini, pantas pasukan Song kalah perang melawan mereka."
Kemudian Siau Hong berkata pula kepada sijubah merah,
"Sekarang suruh orang-orangmu pulang semua, siapa pun
dilarang mengejar lagi, Kalau ada seorang berani mengejar,
segera kupuntir patah sebelah tanganmu, ada dua orang
berani mengejar, akan kupatahkan dua lenganmu, Empat
anggota badanmu lantas kukutungi semua."
Ancaman Siau Hong membuat sijubah merah gusar tidak
kepalang, tapi dibawah tawanan orang ia pun tak dapat
berbuat apa-apa, terpaksa ia beri perintah, "Sudahlah, balik
pulang segera mengerahkan pasukan besar untuk hancurkan
sarang orang Nuchen!"
Serentak orang-orang Cidan mengiakan sambil
membungkuk tubuh, Lalu Siau Hong putar kudanya, bersama
Akut dan kawan-kawannya yang telah menunggang kuda
masing-masing segera balik kearah timur dengan membawa
tawanannya yaitu sijubah merah.
Sesudah beberapa li jauhnya, benar juga tiada seorang
Cidan yang berani mengejar lagi, maka Siau Hong melompat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keatas kuda lain dan membiarkan sijubah merah menunggang
kuda sendiri.
Dengan cepat mereka pulang ketempat tinggal orang
Nuchen, segera Akut melaporkan peristiwa itu kepada ayahnya
Hurip, Ia tuturkan kejadian bertemu dengan musuh, berkat
pertolongan Siau Hong mereka dapat diselamatkan dan malah
berhasil menawan seorang pemimpin musuh.
Karuan Hurip sangat girang, ia tidak habis-habis memuji
dan menghaturkan terima kasih kepada Siau Hong, Lalu
memberi perintah, "Bawalah anjing Cidan itu kesini!"
Meski sudah jatuh dalam cengkeraman musuh tapi sijubah
merah masih sangat angkuh dan kereng, ia berdiri tegak dan
tak sudi bertekuk lutut.
Hurip tahu tawanannya itu pasti bangsawan Cidan, segera
ia tanya, "Siapa namamu?Apa pangkatmu dinegeri Liau sana?"
Dengan angkuh sijubah merah menjawab, "Aku toh bukan
tawananmu, dengan hak apa kau tanya padaku?"
Menurut peraturan umum diantara suku-suku bangsa Cidan
dan Nuchen, seorang tawanan termasuk budak milik pribadi
orang yang menawannya itu, Baik harta benda atau wanita
juga termasuk dalam peraturan itu, hak milik itu tak boleh
diganggu gugat oleh orang lain, kecuali jika pemiliknya
sengaja menghadiahkan kepadanya, Begitulah peraturan
umum dalam suku-suku bangsa yang peradabannya masih
belum maju, setiap tawanan adalah budak.
Maka Hurip tertawa, katanya, "Benar juga ucapanmu,
hahaha!"
Segera sijubah merah mendekati Siau Hong ia tekuk lutut
sebelah kaki, ia beri hormat dengan sebelah tangan terangkat
kedepan jidat, katanya, "Cukong, engkau memang kesatria
gagah, sedikit pun aku tidak menyesal menjadi tawananmu,
Jika engkau sudi membebaskan diriku, sebagai balas jasa aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bersedia mengganti dengan tiga kereta emas, tiga puluh
kereta perak dan tiga ratus ekor kuda."
Paman Akut yang bernama Polas menyela, "Kamu ini
bangsawan Cidan, harta tebusan itu masih jauh dari pada
cukup, Saudara Siau, boleh kau lepaskan dia jika dia bersedia
menebus dengan 30 kereta emas, 300 kereta perak dan 3000
ekor kuda,"
Polas itu seorang cerdik, ia sengaja menambah harta
tebusan itu sepuluh kali lipat dari pada tawaran s ijubah merah
tadi, maksudnya memang sengaja hendak tawar menawar.
Sebenarnya harta tiga kereta-emas, 30 kereta perak dan
300 ekor kuda yang ditawarkan sijubah merah tadi sudah
merupakan harta kekayaan yang sukar didapat, sepanjang
sejarah pertempuran antara bangsa Nuchen dan Cidan belum
pernah terjadi harta tebusan tawanan sebesar itu.
Maka sebenarnya kalau sijubah merah tak berani
menambah lagi tawarannya, ada maksud Polas akan minta
Siau Hong menutup 'transaksi' itu alias terima baik tawaran
itu.
Diluar dugaan sijubah merah ternyata bukan seorang yang
pelit , tanpa pikir ia terima baik harga yang dipasang Polas
tadi, dengan tegas ia menjawab, "Baik, kuterima syaratmu
itu,"
Mendengar jawaban itu, semua orang Nuchen terkejut,
hampir-hampir mereka tidak percaya kepada telinganya
sendiri.
Hendaklah maklum, meski peradapan bangsa Nuchen dan
Cidan itu masih terbelakang, tapi mereka pun kenal
kepercayaan, yang pernah diucapkannya pasti ditepati, apalagi
sekarang yang dipersoalkan adalah emas tebusan, jika orang
Cidan tidak cukup menyerahkan jumlah yang dijanjikan itu
atau sengaja ingkar janji, itu berarti sijubah merah takkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dapat pulang kenegerinya, segala omong besar dan janji
kosong itu pun takkan berguna.
Begitulah maka Polas khawatir kalau-kalau tawanannya itu
dalam keadaan linglung, maka sengaja ia tegaskan lagi, "Hai,
kaudengar jelas tidak kataku tadi? Aku bilang 30 kereta emas,
300 kereta perak dan 3000 ekor kuda!"
"Ya, emas 30 kereta, perak 300 kereta dan kuda 3000 ekor,
apa artinya semua itu bagiku!" demikian sijubah merah
menjawab dengan sikap yang tetap angkuh, "Kelak kalau
kerajaan Liau kami memerintah didunia ini, harta benda sekian
itu apa artinya bagi kami?"
Habis itu ia lantas berpaling kearah Siau Hong, sikapnya
berubah sangat hormat, katanya, "Cukong, aku hanya tunduk
pada perintahmu, omongan orang lain takkan kugubris lagi."
"Siau-hengte," sela Polas, "Coba kau tanya dia sebenarnya
dia orang macam apa di negeri Liau mereka?"
Segera sorot mata Siau Hong beralih kepada sijubah
merah, Tapi belum lagi ia buka suara atau orang itu sudah
mendahului berkata;
"Cukong, jika engkau berkeras ingin tanya asal-usulku,
terpaksa aku akan mengaku sembarangan untuk mendustaimu
dan engkau toh takkan tahu dengan pasti, Engkau adalah
seorang ksatria, aku pun seorang ksatria, maka aku tidak ingin
dusta, sebab itulah janganlah engkau tanya berbelit-belit
padaku."
Mendadak Siau Hong melolos goloknya, sekali jarinya
menyelentik, "creng" kontan golok itu patah menjadi dua, Lalu
bentaknya dengan suara bengis, "Kau berani tidak mengaku?
Kalau jariku menjentik sekali diatas batok kepalamu, lantas
bagaimana jadinya?"
Tapi orang itu ternyata tidak gentar juga dan tidak gugup,
sebaliknya ia acungkan jari jempolnya dan memuji, "Bagus,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian hebat, kungfu yang lihai! Sungguh tidak
mengecewakan hidupku ini dapat menyaksikan seorang gagah
nomor satu didunia ini, Siau-enghiong, jika engkau hendak
menggertakku dengan kekerasan, hah, itulah jangan harap,
Kalau mau bunuh silakan bunuh, biar pun orang Cidan tak
mampu melawanmu, namun jiwanya adalah sama kerasnya
seperti engkau."
Siau Hong terbahak-bahak, katanya, "Bagus, bagus! Aku
takkan membunuhmu disini, kalau kubunuh begini saja tentu
juga kamu takkan takluk, Marilah kita pergi yang jauh sana,
nanti kita bertempur lagi lebih sengit."
"Siau-hengte," cepat Polas dan Hurip mencegahnya,
"sayanglah kalau orang ini dibunuh, lebih baik kita tahan dia
untuk mendapatkan emas tebusan, Jika engkau marah
padanya, boleh kau pentung atau hajar dia dengan cambuk
saja."
"Tidak," sahut Siau Hong, "Dia berlagak gagah-gagahan,
aku justru ingin dia tahu rasa,"
Segera ia pinjam dua pasang busur dengan panahnya pada
orang Nuchen disampingnya, dipinjamnya pula dua batang
tombak, Lalu ia tarik s ijubah merah keluar tenda, lebih dulu ia
cemplak keatas kudanya, kemudia katanya kepada sijubah
merah, "Nah, naiklah!"
Ternyata orang Cidan itu sedikitpun tidak ragu atau gentar,
meski ia tahu pasti akan mati konyol melawan Siau Hong,
boleh jadi dirinya akan digoda dulu seperti kucing
mempermainkan tikus, lalu dibunuhnya, Tapi ia tidak jeri
segera ia pun lompat keatas kuda yang lain dan lalu menuju
ke utara.
Sesudah beberapa li jauhnya, tiba-tiba Siau Hong berkata,
"Belok ke barat sana!"
”Pemandangan disini sangat indah, biarlah aku mati disini
saja," sahut sijubah merah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ini sambutlah!" seru Siau Hong pula sambil melemparkan
sepasang busur berikut panah dan sebatang tombak padanya.
Senjata itu diterima oleh orang itu, segera ia pun berseru,
"Siau-enghiong, biarpun aku sadar bukan tandinganmu, tapi
biarpun mati orang Cidan pantang menyerah, Awas, aku akan
mulai menyerang!"
"Nanti dulu! Ini, sambut pula!" sahut Siau Hong, Dan
kembali ia lemparkan busur dan tombak miliknya itu kepada
sijubah merah, Dengan bertangan kosong lalu ia tersenyumsenyum.
Si jubah merah menjadi gusar, katanya, "Hah, jadi hendak
kau tempur aku dengan bertangan kosong? Kamu benar-benar
terlalu menghina padaku!"
Tapi Siau Hong menggeleng kepala, sahutnya, "Bukan
begitu maksudku, Selamanya aku paling menghargai kaum
ksatria dan menghormati orang gagah, Meski ilmu silatmu
kalah dari padaku, tapi engkau adalah seorang ksatria besar,
seorang gagah perkasa, aku bersedia bersahabat denganmu,
Nah silakan pulang ketengah-tengah suku bangsamu!"
Karuan sijubah merah terperanjat, katanya dengan
tergagap, "Ap... apa katamu?"
"Aku bilang engkau adalah seorang ksatria, seorang gagah
dan ingin bersahabat denganmu, maka sekarang kuantarmu
pulang ke rumah!" sahut Siau Hong tertawa.
Bagaikan orang yang sudah mendaftarkan diri kepada raja
akhirat tapi titolak kembali, karuan girang sijubah merah
melebihi orang dapat lotre sepuluh juta, Ia coba tanya pula,
"Sungguh-sungguh kau bebaskan diriku? Apakah maksud
tujuanmu? Kalau....kalau aku dapat pulang kerumah tentu
akan kutambahi emas tebusanku sepluh kali lipat untukmu."
Siau Hong menjadi kurang senang, sahutnya, "Aku anggap
kamu sebagai sobat baik, mengapa kamu malah tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandang aku sebagai sahabat, Siau Hong adalah seorang lakilaki
sejati, masakah tamak terhadap harta benda?"
Si jubah merah merasa malu, cepat ia buang senjatanya, ia
lompat turun dari kuda dan berlutut ditanah, katanya, "Banyak
terima kasih atas budi pengampunan atas jiwaku ini!"
Segera Siau Hong ikut berlutut dan balas menghormat,
sahutnya, "Aku tidak mau membunuh sahabat, tapi juga tidak
berani terima penyembahan seperti ini, jika kaum budak
tawanan aku akan terima penghormatannya dan jiwanya juga
takkan kuampuni."
Sungguh girang dan kagum sijubah merah tak terhingga,
sesudah berbangkit ia berkata pula, "Siau-enghiong, jika benar
engkau pandang aku sebagai sahabat, bagaimana
pendapatmu jika sekiranya aku mohon mengangkat saudara
denganmu?"
Sejak Siau Hong masuk Kai-pang, selama itu ia hanya kenal
naik pangkat hingga akhirnya diangkat menjadi Pangcu, tapi
tidak pernah mengangkat saudara dengan orang, Hanya sekali
tejadi waktu dia mengadu minum arak dengan Toan Ki dikota
Bu-sik, karena saling mengagumi maka keduanya mengikat
persaudaraan angkat.
Kini dalam keadaan terlunta dirantau orang ternyata ada
seorang seperti sijubah merah tadi mengangkat saudara
dengan dia, karuan ia sangat terharu dan segera menjawab,
"Bagus, tentu saja kuterima dengan baik, aku Siau Hong, 33
tahun, entah saudara berusia berapa?"
"Aku Yali Ki, lebih tua sebelas tahun dari pada lokong,"
sahut sijubah merah dengan tertawa.
"Mengapa Gihong (kakak angkat) masih menyebutku
sebagai lokong?" ujar Siau Hong, "Sebagai saudara tua
terimalah penghormatanku ini." Habis berkata ia terus
memberi hormat kepada sijubah merah alias Yali Ki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cepat Yali Ki membalas hormat, kedua orang lantas
sembahyang kepada langit dengan menggunakan tiga batang
panah sebagai dupa, Sejak itu mereka terikat sebagai saudara
angkat.
Dengan girang kemudian Yali Ki berkata, "Saudaraku,
engkau she Siau, mirip sekali dengan bangsa Cidan kami."
"Bicara terus terang, sebenarnya Siaute memang orang
Cidan," sahut Siau Hong sambil membuka bajunya hingga
kelihatan ganbar cacah kepala serigala didadanya itu.
Karuan Yali Ki tambah girang, serunya, "Hai, memang betul
engkau adalah kelompok suku Ho dari bangsa Cidan kita,
Saudaraku, di negeri orang Nuchen sini terlalu dingin, lebih
baik ikut ke Siangkhia saja untuk menikmati kebahagiaan
bersama."
"Banyak terima kasih atas maksud baik Giheng," sahut Siau
Hong. "Tapi Siaute sudah biasa hidup melarat, penghidupan
mewah malah tidak suka, Ditempat orang Nuchen ini Siaute
hidup cukup senang dan bebas, Kelak bila Siaute rindu pada
Giheng, tentu akan berkunjung kesana."
Dan karena memikirkan keadaan A Ci yang telah ditinggal
sekian lamanya, segera ia pun mohon diri, "Giheng, lekas
engkau pulang saja agar keluarga dan bawahanmu tidak
merasa khawatir."
Yali Ki mengangguk, "Ya, dalam keadaan terburu-buru hari
ini kita tak sempat banyak bicara, Sebagai saudara angkat,
kelak kta harus lebih sering berhubungan." Habis itu, segera ia
mencemplak keatas kuda dan dilarikan cepat ke barat.
Waktu Siau Hong putar kembali kudanya, ia lihat Akut
memimpin belasan bawahannya datang menyongsongnya,
Agaknya Akut khawatir Siau Hong terjebak oleh akal licik
sijubah merah, maka sengaja menyusulnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika Siau Hong memberitahu bahwa sijubah merah telah
dibebaskan olehnya, sebagai seorang ksatria yang
berpandangan luas, Akut sendiri memuji atas kebijaksanaan
dan keluhuran budi Siau Hong.....
Suatu hari, tatkala mengobrol iseng Siau Hong
memberitahukan Akut tentang penyakit A Ci itu disebabkan
terkena pukulannya, Meski jiwanya telah dapat direnggut
kembali dari cengkeraman maut berkat jinsom yang telah
banyak diminumnya itu, tapi sudah sekian lamanya keadaan
anak dara itu belum tampak sembuh, hal inilah yang sangat
menyesalkan hati Siau Hong.
Sesudah berpikir, kemudian Akut mengusulkan untuk
mencoba obat luka pukulan yang biasa digunakan oleh suku
bangsa Nuchen meraka, yaitu koyol buatan dari urat dan
tulang harimau dicampur dengan empedu beruang, biasanya
koyok itu sangat manjur.
Siau Hong sangat girang mendapat keterangan itu, urat
dan tulang harimau cukup banyak tersedia, yang masih perlu
hanya empedu beruang saja, Segera ia tanya bagaimana cara
pemakaian dan racikan obat itu, harus gilas urat dan tulang
harimau menjadi salep, lalu diminumkan kepada A Ci. Dan
besok paginya seorang diri ia menuju jauh kerimba
pegunungan untuk berburu beruang.
Karena berburu sendirian, maka Siau Hong dapat
mengeluarkan ginkang sebebas-bebasnya, Hari pertama
hasilnya nihil, hari kedua ia dapat membunuh seekor beruang
besar, Segera ia mengambil empedu binatang buas itu dan lari
pulang.
Urat tulang harimau dan empedu beruang beserta jinsom
adalah barang sangat berharga untuk menyembuhkan luka,
terutama empedu beruang yang masih segar adalah barang
yang sukar diperoleh, Mungkin jiwa A Ci belum ditakdirkan
akan berakhir, maka ia telah dibawa oleh Siau Hong kedaerah
pegunungan Tiong-pek-san yang banyak menghasilkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jinsom, urat tulang harimau dan empedu beruang, ditambah
lagi Siau Hong memiliki ketangkasan yang tiada taranya
hingga obat-obatan itu berturut-turut dapat dicarikan
untuknya.
Setelah lebih dua bulan, sudah ada 20 buah empedu
beruang yang dimakan A Ci, lukanya sudah banyak sembuh,
tulang iga bagian dada yang patah terpukul juga sudah
tersambung kembali, bicaranya juga mulai lancar, walaupun
napasnya masih sesak.
Siau Hong sangat lega melihat kemajuan kesehatan A Ci
itu, Ia yakin kalau tinggallebih lama disitu tentu ada harapan A
Ci akan pulih kembali seperti sediakala.
Suatu petang hari, tengah Siau Hong asyik meracik obat
untuk A Ci, tiba-tiba seorang Nuchen datang tergesa-gesa
melaporkan padanya, "Siau-toako, ada belasan orang Cidan
membawakan hadiah untukmu."
"Hah, hadiah?" seru Siau Hong dengan heran, tapi segera
ia tahu pasti hadiah kiriman Saudara angkatnya, Yali Ki.
Waktu Siau Hong keluar, terlihatlah dari jauh iring-iringan
kuda sedang mendatang dengan pelahan, diatas kuda penuh
termuat barang.
Rupanya pemimpin regu dari Cidan itu telah dipesan oleh
Yali Ki tentang wajah Siau Hong, maka begitu melihat segera
ia mengenalinya, serentak ia melompat turun dari kudanya
serta menghampiri dan memberi sembah, katanya, "Sejak
Cukong berpisah dengan Siau-toaya, beliau selalu terkenang
padamu, Kini hamba diperintahkan membawa sedikit oleh-oleh
dan minta Siau-toaya sudilah berkunjung ke Siang-khia (nama
ibukota negeri Liau)," sambil berkata kapten itu lalu
menghaturkan daftar hadiah yang dibawanya kepada Siau
Hong dengan sikap sangat menghormat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong terima dengan baik daftar barang antaran itu,
katanya dengan tertawa, "Banyak terima kasih, silakan
berdirilah!"
Dan waktu ia baca daftar antaran itu, ia lihat daftar itu
tertulis jumlah barang sebagai berikut; Emas murni lima ribu
tahil, perak lima ribu tahil, sutera seribu blok, gandum nomor
satu seribu gentas, sapi gemuk seribu ekor, kambing gemuk
lima ratus ekor, kuda pilihan tiga ribu ekor, Kecuali itu masih
banyak barang berharga lain yang susah disebut satu persatu.
Nyata kalau dibandingkan dengan harga tebusan yang
disepakati tempo hari, hadiah yang diantarkan sekarang ini
bernilai beberapa kali lipat lebih tinggi. Karuan Siau Hong
terperanjat, sama sekali ia tidak menduga akan barang
antaran sebanyak ini, dan entah cara bagaimana kapten orang
Cidan itu membawanya kemari.
Maka terdengar kapten itu sedang melapor pula, "Cukong
khawatir hewan yang kami bawa itu akan hilang ditengah
jalan, maka setiap jenis hadiah menurut daftar itu masingmasing
ditambah lagi cadangan satu bagian, Tapi berkat rejeki
Siau-toaya yang besar, sepanjang jalan hamba tidak
menjumpai aral rintang apa-apa sehingga hampir semuanya
dapat tiba disini dengan selamat."
"Ai, Yali-toako benar-benar terlalu baik, jika aku tidak
menerimanya tentu akan mengecewakan maksud baiknya,
tapi kalau kuterima seluruhnya menurut daftar ini, rasanya
juga tidak enak," ujar Siau Hong.
"Hamba telah dipesan oleh Cukong agar Siau-toaya harus
menerima hadiah ini, kalau tidak, tentu hamba akan dimarahi
kelak bila pulang," tutur kapten orang Cidan itu.
Dalam pada itu, tiba-tiba terdengar suara tiupan tanduk
yang riuh rendah, orang-orang Nuchen sama membawa
senjata dan berkumpul sambil berteriak-teriak, "Awas, ada
pasukan musuh lekas melawan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Siau Hong memandang kearah datangnya suara
tiupan tanda bahaya itu, ia lihat jurusan sana debu mengepul
tinggi memenuhi langit, agaknya ada pasukan besar yang
sedang menuju kemari, Segera kapten orang Cidan itu
berseru, "Harap saudara-saudara jangan kaget, itu adalah
rombongan ternak milik Siau-toaya." Segera ia pun melarikan
kudanya memapak kesana untuk menghindarkan salah
paham.
Semula Akut dan kawan-kawan merasa sangsi, tapi
sesudah dekat memang betul juga, ditanah pegunungan situ
sudah penuh ternak, seratusan orang Cidan sambil
mengacungkan cambuk mereka sedang membentak-bentak
dan menghalau. Dalam waktu singkat saja suara berisik
gerombolan ternak itu telah membikin suasana menjadi gaduh
hingga suara percakapan orang pun sukar terdengar.
Malamnya Siau Hong minta orang-orang Nuchen
menyembelih kambing dan sapi untuk menjamu tamu dari
Cidan itu, Besok paginya ia keluarkan pula sebagian emas
perak yang diterimanya itu untuk dibagikan kepada orangorang
Cidan sebagai persen, Dan sesudah orang-orang Cidan
itu pergi, lalu ia serahkan semua hadiah Yali Ki itu kepada
Akut untuk dibagi-bagikan kepada orang-orang Nuchen.
Pada umumnya orang Nuchen itu hidup secara kolektif,
secara bergabung dalam keluarga besar, milik seorang adalah
milik semua orang, Mereka pun girang mendapatkan harta
benda sebanyak itu, Selama beberapa hari orang-orang
Nuchen mengadakan pesta sebagai tanda terima kasih kepada
Siau Hong.
Musim panas pergi, musim rontok mendatang pula,
Sementara itu kesehatan A Ci sudah lebih baik lagi, Dan sekali
tenaga anak dara itu sudah kuat, ia lantas merasa bosan
setiap hari hanya rebah didalam kemah, maka sering ia minta
Siau Hong membawanya pesiar keluar dengan menunggang
kuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segala permintaan A Ci selalu dituruti oleh Siau Hong, Maka
beberapa bulan selanjutnya kedua orang itu selalu pesiar
bersama keluar, kecuali kalau hujan salju, Bila sudah merasa
bosan, mereka lantas membawa tenda untuk bermalam
ditengah perjalanan hingga terkadang untuk beberapa hari
mereka tidak pulang.
Pada kesempatan itu Siau Hong lantas memburu harimau
dan beruang serta mencari jinsom untuk lebih menyembuhkan
kesehatan A Ci, Begitulah gara-gara anak dara itu
menyambitkan sebatang jarum berbisa, maka celakalah
harimau dan beruang di Tiang-pek-san itu, entah berapa
banyak jiwa mereka yang telah melayang dibawah hantaman
Siau Hong.
Untuk lebih memudahkan pencarian jinsom, setiap kali Siau
Hong tentu menuju kearah timur dan utara.
Suatu hari A Ci menyatakan pemandangan didaerah utara
itu sudah membosankan, maka minta menuju ke barat saja,
Kata Siau Hong, "Di daerah barat sana adalah padang rumput
belaka yang amat luas, pemandangannya kurang menarik."
"Padang rumput luas juga sangat menarik," ujar A Ci.
"Seperti samudra raya, aku justru tidak pernah melihatnya,
Meski Sing-siok-hai kami juga disebut hai (laut), tapi disana
lautnya bertepi dan berpantai."
Mendengar anak dara itu menyebut 'Sing-siok-hai'(Ngoring
Nor, laut didaratan tinggi pegunungan Kun-lun diwilayah
Jinghai), hati Siau Hong terkesiap.
Selama setahun ini ia tinggal bersama orang Nuchen
hingga macam-macam urusan dunia persilatan itu telah
dilupakan olehnya, Dalam keadaan tak bisa bergerak, anak
dara yang nakal itu menjadi mati kutu dan tak bisa bikin garagara
lagi sama sekali, tak terpikir olehnya bila kesehatan A Ci
itu kini sudah pulih kembali dan kumat pula sifatnya yang
nakal dan jahat itu, lantas bagaimana?
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia pandang A Ci, ia lihat air muka anak dara itu
masih tetap pucat, pipinya agak mendeluk, biji matanya yang
bundar besar itu pun seakan-akan amblas kedalam, itulah ciriciri
muka yang kurus.
Diam-diam Siau Hong sangat menyesal, seorang nona yang
lincah menyenangkan kini telah berubah kurus kering bagai
jerangkong akibat dipukul olehnya, Sebaliknya aku malah
memikirkan keburukannya, Segera ia berkata dengan tertawa.
"Jika kau ingin pergi ke barat, marilah kita kesana A Ci, nanti
kalau kamu sudah sehat, tentu akan kubawamu ke negeri
Korea, disana kita dapat memandang lautan yang luas seakanakan
tak berujung, sungguh indah sekali pemandangan
demikian itu."
"Bagus, bagus! Kalau perlu sekarang juga kita boleh
berangkat!" seru A Ci dengan teriakan sambil bertepuk
tangan.
"He, A Ci, kedua tanganmu sudah bisa bergerak?" tanya
Siau Hong dengan girang dan kejut.
"Ya, beberapa hari yang lalu sudah dapat bergerak dan hari
ini menjadi lebih bebas lagi," sahut A Ci tertawa.
"Ai, kamu ini sungguh nakal, mengapa tidak beritahu
padaku," omel Siau Hong dengan girang.
"Aku lebih suka tidak dapat berkutik untuk selamanya
asalkan engkau setiap hari berdampingan denganku, Kalau
aku sudah sehat, tentu engkau akan mengusir aku lagi," ujar
A Ci dengan tertawa, Matanya mengerlingkan sifat-sifat yang
licin dan nakal.
Mendengar ucapan yang bernada tulus itu rasa kasih
sayang Siau Hong timbul dengan sendirinya, katanya, "Aku
adalah orang yang kasar sekali kurang hati-hati lantas
melukaimu begitu rupa, kalau setiap hari aku
mendampingimu, apa sih untungnya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
A Ci tidak menjawab, Selang sejenak, tiba-tiba ia berkata
dengan suara rendah, "Cihu, tempo hari, kenapa kau pukul
aku sekeras itu?"
Tapi Siau Hong tidak ingin mengungkit kejadian lama itu,
sahutnya, "Urusan itu sudah lalu, buat apa dibicarakan pula? A
Ci, sesudah aku melukaimu sedemikian rupa, sungguh aku
merasa sangat menyesal, Kamu dendam padaku atau tidak?"
"Sudah tentu tidak," sahut A Ci, "Cihu, coba pikir, untuk
apa aku dendam padamu? Memang kuminta kau dampingi
aku, kini bukankah engkau sudah berada di dampingku? Aku
sangat senang."
Sebenarnya Siau Hong merasa pikiran anak dara itu sangat
aneh dan ada-ada saja, tapi sekarang ini sifatnya sudah
berubah sangat baik, mungkin disebabkan dirinya telah
merawat dia dengan sepenuh tenaga, memburu harimau dan
mencari empedu beruang untuknya, maka telah banyak
menghlangkan sifat liarnya itu, Segera ia siapkan kuda, tenda
dan alat-alat yang perlu, lalu berangkat kearah barat bersama
A Ci.
Kira-kira beberapa li jauhnya, tiba-tiba A Ci bertanya, "Cihu,
apakah engkau sudah dapat menerkanya?"
"Menerka soal apa?" sahut Siau Hong bingung.
"Tempo hari mendadak aku menyerang dirimu dengan
jarum berbisa, apakah kau tahu sebabnya?" tanya A Ci.
"Pikiranmu selalu aneh-aneh, dari mana aku tahu?" sahut
Siau Hong sambil menggeleng.
A Ci menghela napas, katanya, "Jika engkau tak dapat
menerkanya, biarlah jangan diterka lagi, Eh, Cihu, lihatlah
barisan burung belibis itu, mengapa mereka berbaris dan
terbang ke selatan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Siau Hong menengadah, ia lihat di angkasa tinggi
terdapat dua baris burung belibis dam formasi "V" dan sedang
terbang ke arah selatan dengan cepat.
"Hawa sudah hampir dingin, burung belibis tidak tahan
dingin, maka mereka mengungsi ke selatan," tutur Siau Hong.
"Dan pada waktu musim semi, mengapa mereka terbang
kembali lagi?" tanya A Ci, "Setiap tahun mereka pulang-pergi
begitu apakah tidak merasa lelah? Bila mereka takut dingin
mengapa tidak tinggal di selatan saja dan tidak perlu pulang
ke utara sini?"
Selamanya yang diperhatikan Siau Hong adalah ilmu silat,
terhadap kebiasaan sebangsa burung dan binatang segala tak
pernah dipikirkannya.
Maka pertanyaan A Ci itu membuatnya gelagapan, Katanya
kemudian dengan tertawa. "Apu pun tidak tahu mengapa
mereka tidak kenal lelah, mungkin mereka dilahirkan di utara
dan rindu pada kampung halaman, maka pada saatnya
mereka pun ingin pulang."
"Ya, mungkin begitulah," kata A Ci, "Eh, lihatlah burung
belibis kecil itu juga ikut terbang ke selatan, Kelak bila ayahibu,
Cici dan Cihunya pulang ke utara, dengan sendirinya ia
pun ikut."
Mendengar anak dara itu menyebut 'Cici dan Cihu'
perasaan Siau Hong tergerak, ia coba melirik, ia lihat A Ci
masih mendongak, memandang kawanan burung belibis,
suatu tanda ucapannya tadi tidaklah disengaja.
Diam-diam Siau Hong membatin, "Sekali omong saja ia
lantas menghubungkan aku dengan ayah bundanya, suatu
tanda dalam lubuk hatinya ia sudah pandang aku sebagai
familinya yang dekat, Aku tidak boleh lagi meninggalkan dia,
sesudah kesahatannya pulih nanti, paling baik kuantar dia
pulang ke Tayli dan akan kuserahkan kepada orang tuanya,
dengan demikian barulah kewajibanku berakhir."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah sepanjang jalan kedua orang asyik bercakap dan
bergurau, bila A Ci merasa letih Siau Hong lantas
memondongnya turun dari kuda dan merebahkan dia dalam
kereta yang mengikuti di belakang, Bila malam tiba mereka
lantas buat kemah.
Sesudah beberapa hari pula, akhirnya mereka mencapai
tepian padang rumput yang luas, A Ci sangat senang
memandangi padang rumput yang seakan-akan tak berujung
itu, Katanya," "Oh!, marilah kita menjelajahi padang rumput
yang luas ini, disana tentu jauh lebih indah dari pada disini."
Siau Hong tidak mau menolak keinginan dara itu, segera ia
halau kuda dan keretanya ketengah padang rumput.
Sudah beberapa hari Siau Hong dan A Ci melanjutkan
perjalanan ditengah padang rumput luas itu, Tatkala itu
adalah permulaan musim rontok, rumput masih tumbuh
dengan suburnya, hawa sejuk menyegarkan semangat.
Ditengah semak rumput juga banyak terdapat binatang
buas sebangsa harimau, serigala dan sebagainya, bila perlu
Siau Hong lantas berburu untuk menambah rangsum mereka,
penghidupan dalam pengembaraan seperti itu sungguh
menggembirakan dan benar-benar hidup dialam bebas.
Selang beberapa hari pula, siang hari itu tiba-tiba mereka
lihat dikejauhan sana banyak terdapat perkemahan, seperti
perkemahan pasukan tentara dan mirip pula kelompok suku
bangsa yang hidup di padang rumput.
"Disana banyak tempat tinggal orang, entah apa yang
mereka kerjakan, lebih baik kita pulang saja, jangan mencari
gara-gara," kata Siau Hong.
"Emoh, aku justru ingin tahu perkemahan apakah itu," kata
A Ci aleman. "Cihu, kakiku belum dapat bergerak, masakah
bisa mendatangkan perkara bagimu?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong merasa kewalahan terhadap sifat kanak-kanak A
Ci yang serba ingin tahu itu, Segera ia halau kudanya kearah
perkemahan itu dengan pelahan.
Di padang rumput yang lapang itu, meski perkemahan
dapat terlihat dengan jelas, tapi jarak yang sesungguhnya
adalah sangat jauh. Sesudah belasan li, mendadak terdengar
suara 'tut-tut-tut' suara tiupan tanduk yang ramai, menyusul
debu mengepul, dua baris pasukan berkuda tampak terpencar,
yang satu baris menuju ke utara dan barisan lain cepat
menuju ke selatan.
"Celaka, itulah pasukan berkuda bangsa Cidan!" kata Siau
Hong dengan terkejut.
"He, bukankah suku bangsamu sendiri? itulah bagus,
mengapa kau katakan celaka malah?" ujar A Ci.
"Aku dan kau tidak kenal mereka, lebih baik kita pulang
saja," kata Siau Hong, Lalu ia putar kudanya hendak kembali
kearah datangnya tadi.
Tapi baru beberapa langkah jauhnya, tiba-tiba terdengar
suara genderang yang gemuruh, kembali beberapa barisan
berkuda Cidan menerjang datang Siau Hong merasa heran,
disekitar situ tidak terdapat musuh, apakah mereka sedang
latihan atau lagi berburu?
Mendadak terdengar suara teriakan ramai, 'Bidik rusa!
Bidiklah rusa!" Serentak terdengar riuh ramai suara sorakan
menahan rusa.
Baru sekarang Siau Hong tahu bahwa pasukan Cidan itu
sedang berburu secara besar-besaran, Segera ia pondong A Ci
keatas kudanya, ia berhentikan kuda dan berdiri diatasnya,
untuk memandang suasana perburuan yang hebat itu.
Pasukan berkuda Cidan itu semuanya memakai jubah
sulam, didalamnya berlapis baja, jadi dandanan mereka
seperti berada dimedan perang saja, Jubah sulam mereka itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pun aneka warna, pasukan ini berwarna merah, pasukan itu
berwarna kuning, pasukan lain berwarna biru dan pasukan lain
lagi berwarna hijau, Panji tiap-tiap pasukan seragam dengan
warna jubah masing-masing, mereka berlari kian kemari
antara pasukan ini dengan pasukan itu, prajuritnya gagah,
kudanya kuat, sungguh sangat bersemangat tampaknya,
Diam-diam Siau Hong dan A Ci memuji juga.
Rupanya pasukan-pasukan Cidan itu lagi sibuk berburu
rusa, terkadang ada juga yang melihat Siau Hong dan A Ci,
tapi mereka hanya melirik sekejap saja dan tidak ambil peduli,
Pasukan itu telah mengurung beberapa puluh ekor rusa dari
tiga jurusan, Terkadang kalau ada seekor rusa yang tiba-tiba
menerobos keluar dari barisan, segera seregu pasukan
berkuda mengubernya, rusa itu lalu dihalau masuk lagi
kedalam garis kepungan.
Tengah Siau Hong menonton, tiba-tiba didengarnya ada
suara seruan orang, "Hai, apakah disitu Siau-toaya adanya?"
Siau Hong heran ada orang mengenalnya, Waktu ia
berpaling terlihatlah seorang penunggang kuda berjubah hijau
mendatangi dengan cepat, Itulah dia si kapten, utusan Yali Ki
yang mengantarkan hadiah padanya beberapa bulan yang
lalu.
Sesudah dekat dengan Siau Hong, segera kapten itu
melompat turun dari kudanya dan berlutut dengan sebelah
kaki, katanya, "Cukong kami berada tidak jauh dari sini,
Seringkali Cukong membicarakan Siau-toaya, beliau sangat
rindu padamu, Hari ini entah angin apakah yang telah meniup
Siau-toaya kemari, ayolah silakan lekas menjumpai Cukong
kami disana.
Siau Hong juga sangat girang, mendengar Yali Ki berada
tidak jauh dari situ, Sahutnya segera. "Aku sedang pesiar
tanpa tempat tujuan, tidak terduga giheng kebetulan berada
disekitar sini, Baiklah, harap tunjukkan jalan agar aku dapat
bertemu dengan beliau."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera kapten itu bersuit, dua prajurit berkuda lantas
menghampiri. "Lekas laporkan bahwa Siau-toaya dari Tiangpek-
san telah datang." perintah sang kapten.
Kedua prajurit berkuda itu mengiakan dan segera
meneruskan laporan itu, Sedang pasukan lain masih terus
berburu, hanya kapten tadi ia memimpin suatu pasukan
berkuda berjubah hijau mengiring Siau Hong dan A Ci menuju
kearah barat.
Diam-diam Siau Hong membatin, "Gihengku itu besar
kemungkinan adalah panglima atau pembesar tinggi negeri
Liau, kalau tidak, rasanya tidak mungkin berpengaruh seperti
ini."
Sepanjang jalan tampak banyak prajurit yang berlalulalang,
semuanya berpakaian perang, Terdengar si kapten
berkata pula, "Kedatangan Siau-toaya ini sangat kebetulan,
besok pagi disini akan ada tontonan yang ramai!"
Sekilas Siau Hong melihat A Ci mengunjuk rasa girang oleh
kabar itu, segera ia tanya si kapten, "Ada tontonan apakah?"
"Besok adalah hari pertandingan," sahut si kapten, "Kedua
pasukan pengawal dari Eng-jiang dan Thai-ho belum ada
komandannya, maka perwira Cidan kami akan saling
bertanding untuk merebut kedudukan komandan pasukanpasukan
pengawal itu."
Mendengar ada pertandingan silat, dengan sendirinya Siau
Hong juga sangat tertarik, Katanya segera dengan tertawa,
"Wah, memang kedatangan kami ini sangat kebetulan, aku
justru ingin lihat ilmu silat orang Cidan."
"Eh, kapten, besok engkau juga keluarkan kepandaianmu,
terimalah selamatku semoga engkau dapat merebut pangkat
itu," kata A Ci dengan tertawa.
"Hah, mana hamba mempunyai keberanian seperti itu?"
sahut si kapten sambil menjulurkan lidah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Eh, kapten, siapa sih namamu?" tanya A Ci.
"Hamba bernama Sili," sahut kapten Sili.
"Untuk berebut kedudukan Thong-leng, andai Cihuku sudi
mengajarkan sejurus dua padamu tanggung dengan mudah
pangkat itu akan kau peroleh," ujar A Ci dengan tertawa.
Kapten Sili kegirangan, katanya cepat, "Jika Siau-toaya sudi
memberi petunjuk padaku, sungguh hamba akan merasa
terima kasih sekali, Tentu kedudukan Thong-leng apa segala
hamba sih tiada mempunyai rejeki sebesar itu."
Sembari bicara, kira-kira satu dua li jauhnya terlihatlah dari
depan mendatang suatu pasukan berkuda, Itulah Hui-him-tui
(pasukan beruang terbang) kami!" kata Kapten Sili.
Pasukan berkuda yang datang itu seluruhnya berpakaian
kulit beruang, jubah luar terdiri dari kulit beruang hitam
dengan topi kulit beruang putih, kelihatannya menjadi gagah
sekali, Sesudah dekat, sekali terdengar aba-aba serentak
pasukan itu turun dari kuda dan berbaris dikedua sisi jalan
sambil berseru," Selamat datang, Siau-toaya!"
Siau Hong menggangkat tangannya sebagai tanda hormat,
lalu keprak kudanya kedepan, Sedang pasukan kulit beruang
itu lantas mengiring dari belakang.
Beberapa li pula, kembali pasukan berkuda memapak lagi,
sekali ini pasukan berkulit harimau, Diam-diam Siau Hong
sangat heran, saudara angkatnya itu mempunyai pangkat apa
sehingga begitu hebat penyambutannya.
Menjelang magrib, sampailah mereka disuatu perkemahan
besar, suatu pasukan berkulit macan tutul menyambut Siau
Hong dan A Ci kedalam kemah itu, Semula Siau Hong mengira
didalam kemah akan dapat berjumpa dengan Yali Ki, diluar
dugaan kemah itu kosong melompong tiada penghuninya,
walaupun segala perabotan lengkap dan mewah, diatas meja
juga penuh tersedia makanan dan buah-buahan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cukong menyilakan Siau-toaya bermalam disini, besok
akan dapat bertemu dengan beliau." demikian lapor kapten
pasukan berkulit macan tutul itu.
Karena sudah terlanjur datang, Siau Hong juga tidak mau
banyak bertanya, segera ia ambil tempat duduk dan minum
arak sepuasnya, empat dayang siap melayaninya dengan
penuh hormat, servisnya harus dipuji.
Besok paginya mereka melanjutkan perjalanan sampai
ratusan li ke barat, waktu lohor sampailah mereka disuatu
tempat, Kapten Sili berkata pada Siau Hong, "Sesudah
melintasi lereng bukit sana, kita akan sampai ditempat
tujuan."
Siau Hong lihat lereng gunung didepan sana sangat megah,
sebuah sungai besar mengalir dengan gelombang airnya yang
mendebur-debur.
Sesudah melintasi bukit, maka terlihatlah panji-panji
berkibaran, dimana-mana penuh perkemahan, beratus ribu
prajurit berkuda dan infanteri memenuhi suatu tanah lapang
dibagian tengah perkemahan, Segera pasukan kulit macan
tutul, kulit beruang dan kulit harimau mengeluarkan alat tiup,
seketika ramailah suara 'tut-tut-tut' menggema angkasa.
Sekonyong-konyong suara tambur serentak berbunyi,
terdengar suara menggegelar memberi penghormatan,
seketika pasukan ditanah lapang tadi menyilah minggir, seekor
kuda kuning yang gagah membedal keluar, diatas kuda
terdapat seorang laki-laki berewok, siapa lagi dia kalau bukan
Yali Ki.
Sambil mengeprak kudanya kearah Siau Hong, terus saja
Yali Ki berteriak-teriak, "Wahai, Siau-hiante, sungguh aku
sudah rindu padamu!"
Siau Hong lantas memapak maju, berbareng kedua orang
melompat turun dari kuda dan saling rangkul dengan akrab,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika dari segenap penjuru terdengar riuh rendah suara
sorakan, "Banswe! Banswe! Banswe!"
Karuan Siau Hong terkejut, mengapa para prajurit itu
berseru, "Banswe (berlaksa tahun atas- 'Hidup') Padahal
pujian "Banswe" itu hanya lazim diberikan kepada seorang
raja.
Ia coba memandang sekelilingnya, ia lihat semua prajurit
dan perwira sama membungkuk tubuh dan melolos golok
komando sebagai tanda hormat.
Yali Ki sendiri menggandeng tangan Siau Hong dan berdiri
disitu sambil memandang kesana-sini dengan sikap yang amat
bangga.
Siau Hong merasa bingung, tanyanya dengan tergagap,
"Giheng, apakah engkau....."
"Ya, jika sejak dulu-dulu kau tahu bahwa aku ini raja negeri
Liau, tentu engkau tidak mau angkat saudara denganku."
sahut Yali Ki dengan terbahak-bahak. "Siau-hiante namaku
yang sebenarnya adalah Yali Hungki, budi pertolonganmu
dahulu itu selama hidup ini takkan kulupakan."
Meski Siau Hong berjiwa besar dan luas pengalamannya,
tapi selamanya tidak pernah berhadapan dengan seorang raja,
Kini menyaksikan upacara yang luar biasa itu, mau tak mau ia
rada kikuk.
"Sungguh hamba tidak tahu akan baginda sehingga banyak
berlaku kurang hormat, harap dimaafkan," katanya segera,
lalu hendak berlutut.
Sebagai orang Cidan yang bertemu dengan rajanya, sudah
sepantasnya ia berlutut dan memberi sembah Tapi Yali Hungki
cepat membangunkannya, katanya dengan tetawa, "Orang
yang tidak tahu, tidak salah, Saudaraku, engkau adalah adik
angkatku, hari ini kita melulu bicara tentang persaudaraan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kita, tentang penghormatan kebesaran boleh dilakukan lain
hari saja."
Dan ketika ia memberi tanda, segera dalam pasukannya
bergema suara musik sebagai tanda penyambutan tamu
agung, Sambil menggandeng lengan Siau Hong, segera Yali
Hungki mengajaknya masuk kedalam kemah besar.
Kemah tempat tinggal raja Liau itu terbuat dari kulit sapi
rangkap beberapa lapis, diatas kulit itu terlukis macam-macam
gambar yang indah, nama kemah itu disebut "Kemah Besar
Ruangan Kulit" Sesudah Yali Hungki mengambil tempat
duduknya ditengah, ia suruh Siau Hong duduk disebelahnya.
Tidak lama segenap pembesar sipil dan militer yang ikut
serta dalam pasukan kerajaan itu semua datang memberi
hormat, Saking banyak hingga Siau Hong merasa bingung
oleh nama-nama pembesar itu.
Malamnya didalam kemah besar itu diadakan perjamuan,
Orang Cidan menghargai kaum wanita sama seperti kaum
pria, maka A Ci juga menjadi tamu undangan dalam
perjamuan yang sangat meriah itu.
Sesudah setengah perjamuan, belasan jago gulat Cidan
tampil kemuka untuk bertanding, Jago gulat itu tidak memakai
baju, mereka membetot dan membanting lawan sekuatnya,
pertarungan cukup seru.
Kemudian pembesar Cidan lantas mengajak adu gelas
dengan Siau hong sebagai penghormatan mereka, Siau Hong
terima baik permintaan mereka, satu persatu ia mengadu
gelas dengan mereka hingga jumlah seluruhnya ada ratusan
gelas, tapi semangatnya semakin gagah hingga semua orang
tercengang.
Yali Hungki sendiri terkenal seorang gagah dan kuat, kali ini
ia kena ditawan Siau Hong, Kejadian itu telah diketahui
segenap rakyatnya, maka ia sengaja suruh Siau hong
pamerkan kepandaiannya untuk menutupi rasa malu sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang ditawan olehnya, Tak terduga bahwa takaran minum
arak Siau Hong juga sedemikian lihainya, melulu kekuatan
minum arak itu saja sudah cukup membuat para jago Cidan
ternganga kagum.
Sungguh girang Yali Hungki tak tak terhingga katanya
segera, "Hiante, kamu benar-benar orang gagah nomor satu
dinegeri Liau kita!"
"Bukan, dia nomer dua!" tiba-tiba suara seorang menyela.
Waktu semua orang memandang kearah suara itu, kiranya
yang bicara adalah A Ci.
"Nona cilik, mengapa kau katakan dia nomer dua? Habis
siapakah jago nomer satu itu?" tanya sang baginda dengan
tertawa.
"Jago nomer satu dengan sendirinya adalah Sri Baginda
Raja sendiri," sahut A Ci, "Betapapun tinggi kepandaian Cihuku
toh dia mesti tunduk pada perintahmu, sedikitpun tidak
boleh membangkang, dengan demikian bukankah engkau
lebih gagah dari dia?"
Yali Hungki terbahak-bahak, "Hahahaha! Benar juga! Siauhiante,
aku harus menganugrahi suatu pangkat bangsawan
padamu, Biarlah kupikirkan dulu pangkat apakah yang sesuai
untukmu." Rupanya ia sudah cukup banyak minum arak, maka
ia ketuk-ketuk jidat sendiri untuk berpikir.
"Jangan, jangan!" cepat Siau Hong berseru, "Hamba adalah
orang kasar, tidak biasa menikmati kebahagiaan sebagai
bangsawan, selamanya hamba suka mengembara kian-kemari,
hamba sungguh tidak ingin menjadi pembesar."
"Boleh juga, biar kuberi suatu pangkat yang kerjanya
melulu minum arak saja dan tidak perlu bekerja...." kata Yali
Hungki dengan tertawa.
Belum selesai ucapannya, mendadak dari jauh terdengar
suara 'tut-tut-tut', suara tiupan tanduk yang panjang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Orang-orang Cidan itu sebenarnya lagi makan minum
dengan duduk bersila diatas tanah, Ketika mendadak
mendengar suara tiupan itu, serentak mereka sama berdiri
dengan wajah gugup terkejut.
Suara 'tut-tut-tut' itu datangnya serasa cepat, semula
kedengaran masih sangat jauh, hanya sebentar saja suara itu
sudah mendekat, waktu ketiga kalinya berbunyi pula, suara itu
sudah dalam jarak dua tiga li saja.
Diam-diam Siau Hong heran, sekalipun lari yang paling
cepat atau tokoh persilatan yang memiliki ginkang paling
tinggi juga tidak mungkin secepat itu, Tapi akhirnya ia tahu
tentu itu pos-pos penjagaan orang Cidan, suara tiupan disatu
pos diteruskan kepada pos yang lain sehingga dalam waktu
singkat dapat tersiar jauh.
Dan sesudah sampai diluar perkemahan mewah itu, suara
'tut-tut-tut' itu lantas berhenti seketika, Beratus kemah yang
tadinya dalam suasana riang gembira itu serentak berubah
sunyi senyap.
Yali Hungki ternyata tenang-tenang saja, pelahan ia angkat
gelas emas dan habiskan isinya, lalu katanya, "Siangkhia (kota
raja Liau) terjadi kerusuhan, marilah kita pulang kesana,
Berangkat!"
Sekali ucapan 'berangkat' dikeluarkan, segera panglima
pasukan meneruskan titah itu, maka terdengarlah dimanamana
riuh ramai teriakan 'berangkat' secara teratur,
sedikitpun tidak kacau.
Pikir Siau Hong, "Negeri Liau kami sudah bersejarah dua
ratus tahun, kekuatannya mengguncangkan negeri tetangga,
meski ada kerusuhan bagian dalam toh pasukannya tidak
gugup, suatu tanda pemimpin-pemimpinnya pandai
menjalankan tugasnya."
Sementara itu suara derapan kuda sangat ramai, pasukan
perintis sudah berangkat, menyusul pasukan bagian samping
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan lain-lain berturut-turut berangkat, Sambil menggandeng
tangan Siau Hong berkatalah Yali Ki, "Marilah kita keluar
melihatnya!"
Setiba diluar kemah, terlihatlah ditengah kegelapan malam
itu pada tiap panji pasukan tergantung sebuah lentera dengan
warna menurut tanda pengenal pasukan masing-masing,
Ratusan ribu prajurit itu berangkat serentak kearah tenggara,
yang terdengar hanya suara ringkik kuda dan tiada suara
manusia.
Sungguh Siau Hong sangat kagum, "Begini disiplin pasukan
Cidan ini, sudah tentu seratus kali perang seratu kali menang,
Tempo hari Sri Baginda terpencil sendirian, makanya dapat
kutangkap, kalau beliau mengerahkan pasukannya, sekalipun
orang Nuchen sangat perkasa juga tidak dapat melawan
mereka."
Dan sesudah sang Baginda keluar kemah, segera pasukan
pengawal membongkar tenda, hanya sebentar saja sudah
diringkas dengan betul serta dimuat keatas kereta, Waktu
panglima pasukan tengah memberi aba-aba, segera
berangkatlah iring-iringan mereka, Para menteri dan pembesar
lainnya mengiring disekitar Yali Hungki tiada seorang pun yang
berani bersuara.
Kiranya berita tentang pemberontakan dikota raja itu meski
sudah dilaporkan, tapi sebenarnya siapa pimpinan
pemberontak dan bagaimana situasinya belum lagi diketahui,
sebab itulah setiap orang merasa masgul.
Sesudah tiga hari pasukan besar itu menempuh perjalanan,
malamnya sesudah berkemah baru datanglah laporan dari
kurir pertama bahwa pemberontak dipimpin oleh Lam-ih Taiong
yang telah mengangkat diri sendiri sebagai raja dan
menduduki keraton, permaisuri, putra mahkota, putri raja dan
keluarga pembesar, semuanya berada dalam tawanan
pemberontak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar laporan itu, mau tak mau air muka Yali Hungki
berubah seketika, Kiranya menurut susunan tata negara Liau,
pemerintah sipil dan militer dibagi menjadi dua Ih (Yuan) yaitu
Lam Ih dan Pak Ih (Yuan selatan dan utara) Pak Ih Tai-ong,
yaitu perdana menteri yang menguasai Ih utara, sekarang ikut
serta bersama raja, hanya Lam Ih Tai-ong ditinggal menjaga
kotaraja.
Lam Ih Tai-ong itu bernama Yali Nikolu dengan gelar Coong,
Ayahnya lebih hebat lagi, namanya Yali Conggoan,
terhitung paman baginda raja yang sekarang, dengan pangkat
Panglima Besar Angkata Perang.
Menurut silsilah kerajaan Liau, kakek Yali Hungki yang
bernama Yali Lungco, dalam sejarah kerajaan Liau disebut raja
Seng-cong, Raja Seng-cong mempunyai dua orang putra,
yang sulung bernama Cong-cin dan yang bungsu bernama
Conggoan.
Watak Cong-cin ramah tamah dan welas asih, sebaliknya
Conggoan sangat keras dan perkasa, seorang ahli militer,
setelah Seng-cong wafat, tahta diteruskan kepada Cing-cin,
Tapi permaisurinya lebih suka kepada putra kedua, maka
diam-diam ada intrik akan mengangkat Conggoan sebagai
raja.
Menurut kebiasaan kerajaan Liau, kekuasaan dan pengaruh
ibu suri sangat besar, sebab itulah tahta Cong-cin sebenarnya
tidak teguh, keselamatannya juga selalu terancam, Akan tetapi
Conggoan telah memberitahukan rencana ibundanya itu
kepada kakak bagindanya sehingga intrik ibu suri tak dapat
terlaksana.
Karena itu dengan sendirinya Cong-cin sangat berterima
kasih kepada adindanya itu dan mengangkatnya menjadi
Hong-thai-te (adik mahkota), artinya jika ia sendiri wafat,
maka Conggoan yang akan naik tahta sebagai gantinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yali Cong-cin dalam sejarah kerajaan Liau disebut raja Hincong,
sesudah dia wafat, tahtanya tidak jadi diserahkan
kepada Conggoan, tapi tetap diturunkan kepada putranya
sendiri yang bernama Hungki.
Setelah Yali Hungki naik tahta, ia merasa tidak enak hati,
maka Conggoan diangkat sebagai Hong-thai-siok (paman
mahkota) sebagai tanda bahwa sang paman itu tetap
merupakan ahli-waris utama dalam tahta kerajaan Liau,
bahkan diangkat pula sebagai panglima besar angkatan
perang, kalau menghadap raja dibebaskan dari upacara
menyembah, diberi hadiah pula surat penghargaan dan harta
benda yang tak ternilai, betapa agung kedudukan Conggoan
waktu itu boleh dikatakan tiada bandingannya, Bahkan
putranya yang bernama Nikolu juga dianugrahi gelar
kebangsawanan sebagai Co-ong dan menjabat sebagai Lam Ih
Tai-ong, suatu jabatan penting dalam bidang militer!.
Dahulu Yali Conggoan jelas ada kesempatan menjadi raja
dan dia rela menyerahkannya kepada kakaknya, hal ini
menandakan dia cukup berbudi dan bijaksana, Kali ini Yali
Hungki pesiar keluar untuk berburu, segala urusan
pemerintahan telah diserahkan kepada Hong-thai-siok itu
tanpa sedikitpun rasa curiga.
Kini mendapat laporan bahwa pemberontak itu adalah Lam
Ih Tai-ong Nikolu, sudah tentu Yuli Hungki terkejut dan sedih,
Ia kenal watak Nikolu yang licik dan keji, kalau dia
memberontak, pasti ayahnya takkan tinggal diam.
Sesudah makan malam, kusir kedua datang pula memberi
lapor bahwa Lam Ih Tai-ong telah mengangkat Hong-thai-siok
sebagai raja dan menyebarkan maklumat diseluruh negeri
dengan menuduh Yali Hungki telah mengangkangi tahta
ayahnya, maka sekarang Hong-thai-siok secara resmi naik
tahta serta akan memimpin angkatan perang untuk membasmi
kaum pengkhianat dan macam-macam alasan lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari maklumat pihak pemberontak yang tersusun rapi itu,
bukan mustahil rakyat akan termakan oleh agitasi pihak
pemberontak. Dengan gusar Yali Hungki lemparkan surat
maklumat yang diterimanya dari kurir itu ke dalam api,
perasaannya sedih dan khawatir, pikirnya, "Hong-thai-siok
menjabat panglima besar angkatan perang, ia mempunyai
pasukan lebih delapan ratus ribu tentara, ditambah lagi anak
buah putranya Co-ong, yang menjadi biang keladi
pemberontakan ini, Sebaliknya prajurit yang kubawa sekarang
cuma lebih seratus ribu orang saja, cara bagaimana aku dapat
melawan mereka?" begitulah semalam suntuk ia tak bisa tidur.
Semula ketika Siau Hong mendengar bahwa dirinya hendak
diberi suatu pangkat, mestinya ia ingin tinggal pergi tanpa
pamit pada malamnyabersama A Ci, tapi kini melihat sang
giheng sedang berhalangan, Ia menjadi tidak enak untuk
tinggal pergi, betapapun ia pikir harus membantu kesulitan
sang giheng sebagai tanda persaudaraan mereka.
Besok paginya kembali penyelidik datang melapor bahwa
Hong-thai-siok dan Co-ong dengan memimpin pasukan tentara
sejumlah tiga ratus ribu jiwa sedang datang hendak melabrak
Hongsiang.
Karena tiada jalan lain, Yali Hungki pikir sekalipun akhirnya
kalah, terpaksa harus bertempur dengan mati-matian, Segera
ia kumpulkan para pembesar sipil dan militer untuk berunding,
para pembesar itu sangat setia kepada Yali Hungki, mereka
bersedia mati bertempur, yang mereka khawatirkan adalah
semangat prajurit yang banyak merosot berhubung pada
umumnya sanak keluarga mereka masih tertinggal di
Siangkhia dan ditahan oleh fihak pemberontak.
Segera Hungki mengeluarkan pengumuman, "Hendaknya
para prajurit dan tamtama bertempur sepenuh tenaga,
sesudah pemberontakan dipadamkan, selain kenaikan pangkat
setiap orang akan diberi hadiah pula yang setimpal."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis itu, segera ia memakai baju perang kuning emas, ia
pimpin sendiri segenap angkatan perangnya dan memapak
pasukan musuh. Melihat raja mereka maju sendiri, seketika
semangat para prajurit terbangkit, mereka bersorak-sorai dan
bersumpah setia.
Dengan membawa busur dan tombak Siau Hong juga
mengiring dibelakang Yali Hungki sebagai pengawal pribadi,
Pasukan besar mereka lantas maju kearah tenggara.
Kapten Sili dengan memimpin suatu barisan prajurit berkulit
beruang melindungi A Ci dan tinggal dibelakang pasukan,
Pada saat itu di padang rumput hanya kedengaran suara
derap dan ringkik kuda yang ramai, suara lain boleh dikata
tidak terdapat, Siau Hong lihat tangan Yali Hungki yang
memegang tali les kuda itu agak gemetar, tahu sang giheng
sendiri tidak yakin akan dapat kemenangan dalam
pertempuran ini.
Waktu lohor, tiba-tiba didepan terdengar suara tiupan
tanduk pula, terang pasukan musuh sudah dekat, Segera
komandan pasukan memberi perintah agar prajurit turun dari
kuda, Jadi sekarang para prajurit berjalan kaki sambil
menuntun kuda, hanya Yali Hungki dan para pembesar yang
masih tetap diatas kuda mereka.
Siau Hong agak heran dan bingung melihat kejadian itu, ia
tidak tahu mengapa para prajurit itu malah turun dari kuda,
sedangkan pasukan musuh sudah dekat.
Maka dengan tertawa Yali Hungki berkata padanya,
"Saudaraku, mungkin sudah lama kau tinggal di Tionggoan,
maka tidak paham siasat militer dan cara bertempur bangsa
kita?"
"Ya, mohon Sri baginda memberi petunjuk," sahut Siau
Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hehehe, umur bagindamu ini entah dapat bertahan sampai
petang nanti atau tidak, buat apa diantara saudara sendiri
mesti sungkan lagi," ujar Hungki dengan tertawa.
"Baik, harap Toako memberi penjelasan," sahut Siau Hong.
"Pertempuran di padang rumput yang paling penting adalah
tenaga kuda, tenaga manusia adalah soal sekunder," tutur
Hungki.
Seketika Siau Hong sadar, katanya, "Ah, benar! Sebabnya
prajurit itu turun dari kuda mereka adalah supaya binatang
tunggangan mereka tidak terlalu lelah."
"Ya, kalau tenaga kuda terpelihara dengan baik, pada saat
menyerbu musuh akan bisa bertempur dengan lancar," kata
Yali Hungki. "Sebabnya bangsa Cidan kita selalu menang
perang dimasa lalu, kunci rahasianya terletak pada kekuatan
kuda inilah."
Sampai disini, tiba-tiba didepan sana tertampak debu
mengepul tinggi, nyata musuh sudah sangat dekat, Segera
Yali Hungki berkata pula sambil mengangkat cambuknya.
"Hong-thai-siok dan Co-ong sudah berpengalaman dalam
pertempuran besar, mengapa mereka mengerahkan pasukan
secara tergesa-gesa tanpa menghiraukan tenaga kuda, terang
disebabkan dia penuh keyakinan bahwa mereka pasti akan
menang."
Belum habis bicaranya, tertampaklah pasukan sayap kanan
dan kiri berbareng membunyikan terompet, Waktu Siau Hong
memandang jauh kesana, ia lihat dari kanan dan kiri sana
masing-masing terdapat dua pasukan musuh, jadi kekuatan
kedua pihak sekarang adalah lima lawan satu.
Air muka Yali Hungki berubah tegang seketika melihat
kekuatan musuh itu, cepat ia perintahkan siap untuk
bertempur dan pasang busur, Segera pasukan depan dan
sayap kanan kiri berputar balik, beramai-ramai prajurit
memasang tanda komando tertinggi, sekelilingnya dipagar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan tanduk rusa dalam sekejap saja dipadang rumput situ
sudah terpasang suatu benteng kayu yang besar, sekelilingnya
dijaga oleh pasukan berkuda, berpuluh ribu pemanah
bersembunyi dibalik balok besar benteng kayu itu dengan
panah terpasang pada busurnya dan siap memanah.
Diam-diam Siau Hong membatin, "Tak perduli pertempuran
besar ini siapa yang menang dan kalah, yang terang bangsa
Cidan pasti akan banjir darah, Paling baik kalau giheng yang
menang, kalau kalah aku harus berdaya menyelamatkan
giheng dan A Ci kesuatu tempat yang aman, Kedudukannya
sebagai raja lebih baik ditinggalkan saja."
Dan baru saja barak pertahanan raja Liau itu selesai
dipasang, pasukan perintis pemberontak juga sudah datang,
Pasukan itu tidak lantas menyerang, mereka berhenti dalam
jarak suatu panahan, lalu membunyikan genderang dan
terompet, menyusul pasukan pemberontak dibelakangnya
lantas membanjir kedepan dengan teratur dan rapi.
Melihat kekuatan musuh yang jauh lebih besar itu, Siau
Hong pikir sang giheng pasti akan kalah, Ia pikir untuk
menyelamatkan gihengnya terpaksa harus bertahan sampai
malam gelap nanti, pada siang hari jelas sukar meloloskan diri
dari kepungan musuh, Sementara itu hari baru lewat lohor,
sang surya sedang memancarkan sinarnya yang panas.
Mendadak terdengar suara genderang pasukan musuh
menggelegar memecah angkasa, entah berapa ratus tambur
dipukul serentak.
"Pukul tambur!” segera komandan pasukan memberi
perintah, Dan beratus-ratus tambur dibentang raja itu pun
dibunyikan hingga terjadilah perang tambur.
Sebentar kemudian memdadak suara tambur pasukan
musuh berhenti, berpuluh ribu prajurit berkuda musuh sambil
berteriak-teriak gemuruh mulai menyerbu dengan tombak
terhunus, Tapi batu pasukan musuh itu mencapai jarak panah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
segera komandan pasukan pasukan raja mengebaskan panji
komandonya, suara tambur pasukan raja juga berhenti
serentak dan berpuluh ribu anak panah lantas dihamburkan,
Kontan prajurit musuh barisan paling depan roboh terjungkal.
Tapi pasukan musuh itu seperti tidak habis-habisnya, yang
didepan roboh, yang dibelakang segera membanjir maju pula
hingga kuda yang kehilangan penunggang didepan itu
berubah menjadi tameng panah bagi prajurit di belakangnya,
Selain itu ada pula pasukan musuh yang membawa perisai
anti panah, dibelakang mereka mengikut pasukan pemanah,
sesudah maju mendekat, segera mereka pun memanah
kearah pertahanan pasukan raja.
Semula Yali Hungki memang agak jeri, tapi demi
menghadapi musuh, seketika semangatnya berkobar-kobar,
dengan tangan kanan ia hunus sebatang golok panjang
sembari memberi perintah dan memberi petunjuk, Melihat
baginda raja mereka memimpin sendiri digaris depan,
serentak bersoraklah prajurit dan perwiranya, "Banswe!
Banswe! Banswe!"
Ketika pasukan pemberontak mendengar suara sorakan itu,
mereka sama memandang kearah sini dan melihat Yali Hungki
berjubah kuning emas dengan pakaian perangnya sedang
memimpin sendiri pasukannya, dibawah wibawa sang raja
yang angker itu seketika pasukan musuh merandek dan ragu
untuk menyerbu maju.
Melihat kesempatan baik itu, segera Hungki berseru.
"Pasukan berkuda sayap kiri mengepung maju, serbu!"
Mendengar perintah itu, Ku-bit-su yang memimpin pasukan
sayap kiri lantas mengepung maju dengan tiga puluh ribu
prajurit.
Memangnya pasukan pemberontak sudah patah semangat
ketika melihat munculnya Yali Hungki digaris depan, sama
sekali tidak terduga pula akan diterjang secara mendadak oleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pasukan raja itu, Apalagi Ku-bit-su itu adalah panglima
perkasa yang terkenal dinegeri Liau, karuan pasukan
pemberontak menjadi kacau-balau, sekali kena diterjang,
hanya dalam waktu singkat saja pasukan pemberontak itu
lantas kalah dan mundur, Pasukan raja segera mengejar
dengan gagah perkasa!
"Toako, sekali ini kita telah menang!" seru Siau hong
dengan girang.
Belum lenyap suaranya, sekonyong-konyong terdengar pula
suara genderang pasukan musuh berbunyi, pasukan induk
pemberontak telah datang, seketika terjadilah hujan panah
dan tombak diudara, pertempuran bertambah sengit.
====================================
======================================
=======================
= Bagaimana tindakan Yali Hungki dalam usaha mengatasi
kudeta terhadap singgasananya ??
= Apa yang akan dilakukan Siau Hong untuk membantu
saudara angkatnya itu dan penemuan apa pula yang
diperolehnya di negeri Liau ??
== Bacalah jilid ke 43 ==
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 43
Diam-diam Siau Hong terkesiap oleh pertempuran dahsyat
yang tidak pernah dilihatnya itu. Di medan pertempuran
begitu, biarpun ilmu silatnya setinggi langit juga tidak
berguna. Pertempuran pasukan besar begini berbeda sama
sekali dengan pertandingan silat di kalangan Bu-lim, segala
kepandaian boleh dikatakan tidak berguna lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebentar kemudian, tiba-tiba di pihak pasukan
pemberontak ada suara trompet tanda mundur, segera
pasukan berkuda pemberontak itu mengundurkan diri bagai
air surut cepatnya, berbareng panah menghambur bagai hujan
untuk menahan kejaran lawan. Beberapa kali Ku-bit-su
memimpin pasukannya menerjang, tapi selalu tertahan,
sebaliknya malah terpanah mati beberapa ribu prajuritnya oleh
musuh.
"Korban jatuh terlalu banyak, sementara berhenti
menyerang,” segera Yalu Hungki memberi perintah.
Pertempuran tadi berlangsung cuma satu jam lebih, tapi
sangat dahsyat hingga mayat bergelimpangan, kedua pihak
sama-sama jatuh korban tidak sedikit. Sesudah kedua pihak
mundur sampai suatu jarak tak tercapai oleh panah, di tanah
luang bagian tengah itu penuh berserakan mayat dengan
suara rintih tangis yang mengerikan. Maka tertampaklah dari
kedua pihak muncul pula suatu pasukan berbaju hitam,
masing-masing ada 300 orang banyaknya, agaknya pasukan
baju hitam kedua belah pihak ini merupakan pasukan
pembersih mayat.
Semula Siau Hong mengira pasukan itu pasti akan
menolong prajurit yang terluka untuk dibawa kembali ke
tempat sendiri, di luar dugaan prajurit baju hitam itu lantas
lolos senjata, semua prajurit musuh yang terluka parah
dibinasakan pula, habis membersihkan prajurit yang terluka
parah, kemudian ke-600 orang itu berteriak-teriak dan saling
tempur pula.
Siau Hong melihat ke-600 orang itu semuanya berilmu silat
lumayan, pertarungan cukup sengit walaupun tidak sedahsyat
tadi. Maka hanya sebentar saja sudah lebih 200 orang
terbacok roboh di tanah. Prajurit baju hitam dari pasukan raja
lebih tangkas, korban mereka hanya beberapa puluh orang
saja, maka kekuatan selanjutnya menjadi dua-tiga orang
melawan seorang dan dengan demikian kalah-menang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menjadi lebih nyata lagi, tidak lama keadaan berubah lagi
menjadi empat-lima orang melawan seorang.
Dan aneh juga, pasukan besar kedua pihak ternyata hanya
bersorak memberi semangat saja tanpa memberi bantuan
apa-apa. Meski melihat pasukan pihaknya dikalahkan, toh
pasukan pemberontak yang jauh lebih besar itu tidak mau
membantu. Akhirnya ke-300 prajurit baju hitam pihak
pemberontak dibasmi semua, sebaliknya pasukan baju hitam
pihak raja masih sisa hampir 150 orang yang kembali dengan
hidup.
Diam-diam Siau Hong merasa heran oleh peraturan
pertempuran orang Cidan itu. Sementara itu terdengar Yalu
Hungki sedang berseru sambil mengangkat tinggi-tinggi
goloknya, "Meski pasukan pemberontak berjumlah banyak,
tapi semangat tempur mereka sudah patah, jika kita labrak
lagi sekali pasti mereka akan kalah dan lari!”
Serentak prajurit dan perwira pasukan kerajaan bersoraksorai,
"Banswe! Banswe!”
Baru lenyap suara sorakan mereka, tiba-tiba terdengar
suara tiupan tanduk di pihak pasukan musuh, tiga
penunggang kuda tampak maju dengan perlahan. Seorang di
bagian tengah membentangkan sehelai kulit, lalu terdengar ia
membaca dengan suara lantang. Kiranya apa yang dibacanya
itu adalah "maklumat” pemberontak yang diumumkan oleh
Hong-thay-siok, katanya Yalu Hungki telah mengangkangi
takhtanya, kini Hong-thay-siok telah naik takhta dan setiap
prajurit dan perwira kerajaan diharap setia kepada raja baru
dan semuanya akan mendapat kenaikan pangkat dan macammacam
bujukan lagi.
Segera belasan juru panah membidikkan panah mereka ke
arah pembaca "maklumat” itu. Tapi dua orang yang
mengiringinya itu lantas mengangkat tameng untuk
melindunginya hingga orang itu dapat membaca terus.
Sekonyong-konyong ketiga ekor kuda tunggangan mereka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
roboh kena panah, tapi sambil sembunyi di balik perisai, tetap
"maklumat” pemberontak itu dapat terbaca habis, lalu mereka
mengundurkan diri.
Melihat bawahannya banyak yang terpengaruh oleh
provokasi kaum pemberontak itu, segera Ku-bit-su memberi
perintah, "Maju ke sana dan balas memaki!”
Segera ada 30 perwira dan prajurit tampil ke muka
pasukan, 20 prajurit mengangkat perisai ke depan untuk
melindungi, selebihnya belasan orang adalah "tukang maki”,
tenggorokan mereka besar dan suara mereka keras, mulut
mereka tajam pula.
Maka mulailah "juru maki” pertama itu, ia mencaci maki
pihak pemberontak sebagai pengkhianat yang terkutuk, pasti
akan mati tak terkubur. Menyusul disambung oleh "juru maki”
kedua, ketiga, dan seterusnya, sampai akhirnya kakek moyang
musuh dan segala kata-kata caci maki yang kotor juga
dihamburkan.
Pengetahuan Siau Hong terhadap bahasa Cidan terbatas,
maka apa yang diucapkan "juru maki” itu sebagian besar tak
dipahami olehnya. Tapi ia lihat Yalu Hungki berulang-ulang
manggut-manggut sebagai tanda pujian, agaknya cara
memaki "juru maki” itu sangat pandai dan tepat.
Tiba-tiba terdengar sorak-sorai pasukan pemberontak, dari
jauh Siau Hong lihat di antara pasukan musuh itu ada dua
penunggang kuda di bawah naungan payung kuning dan panji
besar sedang tunjuk sini dan tuding sana dengan cambuk
kudanya. Seorang di antaranya berjubah kuning emas mulus
bertopi mestika, jenggotnya putih panjang. Seorang lagi
berpakaian perang warna kuning, di bawah sinar matahari
pakaian perangnya gemerdep berkilauan. Muka orang kedua
itu agak kurus, tapi sikapnya sangat tangkas. Diam-diam Siau
Hong menduga kedua orang itu mungkin adalah Hong-thaysiok
dan Co-ong yang merupakan biang keladi pemberontakan
ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak ke-10 "juru maki” tadi berhenti sebentar, mereka
mengadakan "diskusi” dulu di antara mereka, habis berunding,
serentak mereka menggembor lebih keras, mereka
membongkar segala perbuatan jahat pribadi Hong-thay-siok
itu, seorang yang prihatin hidupnya hingga tiada suatu borok
yang dapat dimaki, maka sasaran makian kesepuluh "juru
maki” itu dititikberatkan ke alamat Co-ong, katanya ia
bergendakan dengan selir ayahnya sendiri, suka memerkosa
wanita baik-baik, dan banyak berbuat kejahatan terhadap
rakyat jelata dan macam-macam perbuatan kotor lainnya.
Kesepuluh orang itu memaki berbareng dengan kata-kata
yang sama, memangnya suara mereka sangat lantang,
paduan suara dari mereka menjadi luar biasa kerasnya hingga
sebagian besar dari beratus ribu prajurit itu ikut mendengar
caci maki mereka itu. Mendadak Co-ong itu memberi tanda
dengan cambuknya, serentak pasukan pemberontak itu
berteriak-teriak tak keruan hingga suara makian kesepuluh
tukang maki itu tenggelam di tengah suara berisik yang lebih
keras itu.
Sesudah suasana agak kacau sebentar, kemudian pasukan
pemberontak mengeluarkan beberapa puluh buah kereta
dorong dan dihentikan di depan pasukan, segera prajurit
musuh menyeret keluar beberapa puluh orang wanita dari
dalam kereta, ada yang sudah nenek-nenek, ada yang masih
gadis remaja, dandanan mereka semuanya sangat perlente.
Dan begitu kaum wanita itu diseret keluar, seketika suara caci
maki kedua belah pihak lantas berhenti.
Tiba-tiba Yalu Hungki berteriak, "O, ibu! Bila anak dapat
menangkap pengkhianat, pasti akan kucencang hingga hancur
luluh pengkhianat-pengkhianat itu untuk melampiaskan sakit
hatimu!”
Kiranya si nenek di antara tawanan kaum wanita itu adalah
Hong-thay-hou (ibu suri), yaitu ibunya Hungki, Siau-thay-hou.
Dan yang lain-lain adalah permaisurinya, Siau-hou dan para
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
selir serta putra-putrinya. Mereka itu telah ditawan seluruhnya
oleh Hong-thay-siok dan Co-ong dalam pemberontakan itu.
"Ya, baginda jangan menghiraukan jiwa kami, bunuhlah
pengkhianat sekuat tenagamu!” demikian seru Hong-thay-hou
dari jauh.
Mendadak beberapa puluh prajurit musuh mengancam para
tawanan wanita itu dengan golok di leher, seketika banyak di
antara selir raja yang muda itu menjadi ketakutan.
Yalu Hungki menjadi gusar, bentaknya, "Bunuh semua
perempuan yang menangis itu!”
Maka terdengarlah suara mendesing anak panah, belasan
anak panah menyambar ke depan, langsung beberapa selir
raja yang menjerit dan menangis ketakutan tadi terpanah
mati.
"Bagus baginda, tepat sekali tindakanmu ini!” seru
Honghou (permaisuri) dari jauh. "Tanah air warisan nenek
moyang sekali-kali tidak boleh tercengkeram di bawah
kekuasaan kaum pengkhianat!”
Melihat ibu suri dan permaisuri sedemikian berani dan
teguh jiwanya, bukan saja tak dapat diperalat untuk menekan
Yalu Hungki, sebaliknya malah membuat semangat prajurit
sendiri tergoyah, segera Co-ong memberi perintah, "Giring
mundur tawanan itu! Keluarkan tawanan anggota keluarga
prajurit musuh!”
Maka terdengar pula suara tiupan seruling yang tajam
melengking sedih, sesudah rombongan ibu suri dan permaisuri
digiring mundur, lalu dari barisan belakang digusur keluar
berbaris-baris tawanan lelaki perempuan, tua dan muda,
seketika terdengar pula suara tangisan memilukan hati dan
mengguncang sukma.
Kiranya rombongan tawanan ini adalah anggota keluarga
prajurit kerajaan, yaitu pasukan pribadi raja Liau. Biasanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Yalu Hungki sangat baik terhadap pasukan pribadinya itu,
anggota keluarga mereka diizinkan tinggal bersama di dalam
tangsi, dengan demikian, pertama para prajurit itu akan
merasa berterima kasih atas kebaikan budi sang raja, kedua,
dapat dipakai pula sebagai sandera agar prajurit-prajurit
kepercayaan raja itu tidak berani timbul maksud
memberontak.
Siapa duga biang keladi pemberontak sekarang adalah
Hong-thay-siok yang paling dipercaya oleh raja itu. Maka
anggota keluarga pasukan pribadi raja telah ditawan oleh
pihak pemberontak, paling sedikit ada belasan ribu orang yang
digiring ke garis depan sekarang dengan maksud untuk
melemahkan semangat tempur pasukan raja.
Begitulah Co-ong lantas memerintahkan perwiranya tampil
ke muka, dengan suara keras perwira itu berteriak, "Wahai,
dengarlah para prajurit pasukan raja! Anggota keluarga kalian
telah ditahan di sini, barang siapa menyerahkan diri akan
mendapat kenaikan pangkat dan diberi hadiah, tapi kalau
membangkang, raja baru telah memberi perintah agar
membunuh segenap anggota keluarganya!”
Biasanya bangsa Cidan itu memang kejam dan suka
membunuh, sekali mereka mengatakan "akan dibunuh
semua”, maka hal itu bukan cuma main gertak saja.
Keruan pihak pasukan raja menjadi panik, sementara itu
banyak di antara prajurit itu mengenal anak-istri atau ayah-ibu
dalam tawanan musuh, segera terdengar suara ramai orang
memanggil anggota keluarga masing-masing.
Dalam pada itu genderang pasukan pemberontak tiba-tiba
berbunyi, lalu muncul 2.000 orang algojo dengan kapak dan
golok terhunus. Ketika suara genderang berhenti serentak,
seketika 2.000 batang kapak dan golok terangkat dan
mengincar kepala tawanan anggota keluarga prajurit raja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Barang siapa menyerah kepada raja baru akan mendapat
hadiah, kalau tidak takluk, segenap anggota keluarga mereka
akan dibunuh!” terdengar perwira tadi berseru pula. Ketika
tangannya memberi tanda, kembali genderang berbunyi
menderang.
Para perwira dan prajurit pasukan raja tahu bila tangan
perwira musuh itu memberi tanda lagi, seketika suara
genderang akan berhenti dan menyusul ke-2.000 batang
kapak dan golok mengilap itu akan membacok ke bawah, dan
itu berarti jiwa akan segera melayang.
Biasanya pasukan pribadi raja itu sangat setia kepada
junjungannya, kalau Hong-thay-siok dan Co-ong memancing
mereka dengan pangkat dan hadiah terang takkan mempan.
Tapi kini mereka menyaksikan sanak keluarga sendiri berada
di bawah ancaman senjata, mau tak mau hati mereka
terguncang dan sangat khawatir.
Dalam pada itu suara genderang masih terus berderangderang,
hati prajurit pribadi raja juga ikut berdebar-debar.
Sekonyong-konyong dari pihak pasukan raja ada yang
berteriak, "Ibu! O, ibu, jangan membunuh ibuku!”
Segera tertampak seorang prajurit raja membuang
tombaknya terus berlari ke arah seorang nenek di barisan
musuh. Tapi baru belasan langkah ia berlari, tiba-tiba dari
pasukan raja menyambar keluar sebatang anak panah
sehingga tepat menembus punggung prajurit itu. Seketika
prajurit itu belum mati, dengan nekat ia masih terus lagi ke
depan.
Maka ramailah seketika suara teriakan "Ibu! Ayah! Anak!”
yang kacau-balau, serentak ada beberapa ratus orang dari
pihak pasukan raja berlari ke depan. Perwira kepercayaan
Hungki telah berusaha merintangi dengan membunuh
beberapa prajurit yang goyah pendiriannya itu, namun sudah
kasip, keadaan tak bisa dikuasai lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sesudah beberapa orang melarikan diri ke pihak
musuh, menyusul lantas beberapa ribu orang, suasana medan
perang menjadi kacau-balau tak keruan, dari 150 ribu prajurit
raja, dalam waktu singkat ada 30-90 ribu orang yang lari ke
pihak musuh.
Yalu Hungki menghela napas, ia tahu tak bisa mengatasi
lagi suasana itu. Pada kesempatan prajurit-prajurit yang
melarikan diri tadi sibuk bertemu dengan anggota keluarga
mereka dan keadaan masih kacau hingga pasukan
pemberontak sementara terisolasi jauh di sana, segera Hungki
memberi perintah agar sisa pasukannya mengundurkan diri ke
Pegunungan Cong-hong-san di sebelah barat laut.
Segera komandan pasukan memberikan perintah secara
diam-diam dan teratur, sisa pasukan yang masih 50-60 ribu
orang lantas putar balik ke arah barat. Ketika Co-ong
mengetahui dan memerintahkan pasukannya mengejar, tapi
karena medan perang terhalang oleh tawanan dan prajurit
yang menyerah, untuk mengejar menjadi agak sulit.
Setelah Yalu Hungki membawa sisa pasukannya sampai di
kaki Gunung Cong-hong-san, sementara itu hari sudah
magrib. Para prajurit sangat lelah dan lapar pula, namun
dengan tertib mereka mendaki lereng gunung, di situlah
mereka berhenti dan mendirikan kemah, dari atas menghadap
ke bawah menjadi lebih kuat menghadapi musuh.
Baru saja kemah selesai dibangun dan belum lagi sempat
menanak nasi, pasukan di bawah pimpinan Co-ong sudah
mengejar tiba sampai di kaki gunung dan mulai menyerang ke
atas.
Namun pasukan raja segera menghamburkan panah dan
menggelindingkan batu dari atas hingga pasukan
pemberontak dapat digempur mundur. Tapi lantaran itu juga
kekuatan pasukan raja kehilangan tiga ribu orang lagi.
Sedangkan Co-ong juga lantas menarik mundur pasukannya
ketika melihat keadaan tidak menguntungkan untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyerang, ia perintahkan pasukannya berkemah di bawah
gunung.
Malamnya, Yalu Hungki berdiri di puncak gunung untuk
mengintai suasana di perkemahan musuh, ia lihat pelita tak
terhitung banyaknya bagaikan bintang di langit berkelip-kelip
di kemah pasukan pemberontak itu, jauh di sana tiga barisan
obor tampak lagi mendatang pula, terang itu adalah bala
bantuan pasukan pemberontak yang sedang mendekat.
Selagi Yalu Hungki merasa sedih, tiba-tiba Pak-ih Ku-bit-su
(sebutan pangkat, setingkat kepala staf) datang melapor,
"Kira-kira lima belas ribu bawahan hamba telah melarikan diri
dan menyerah pada musuh. Untuk ketidakbecusan pimpinan
hamba, mohon Baginda sudi memberi hukuman.”
"Itu tak dapat menyalahkanmu, boleh kau pergi mengaso
saja,” ujar Hungki.
Ketika kemudian ia berpaling, tiba-tiba dilihatnya Siau Hong
sedang termenung-menung sambil memandang jauh ke sana.
Segera katanya,” Adikku yang baik, besok pagi-pagi pasukan
pemberontak tentu akan menyerang secara besar-besaran,
pasti kita akan tertawan seluruhnya. Sebagai kepala negara,
aku tidak boleh dinista oleh kaum pemberontak, aku akan
membunuh diri untuk mempertanggungjawabkan kewajibanku
kepada negara. Adikku, boleh kau bawa adik perempuanmu
menerjang pergi saja pada malam ini. Ilmu silatmu sangat
tinggi, tidak mungkin musuh mampu merintangimu.”
Ia merandek sejenak, lalu menyambung dengan rasa pilu,
"Sebenarnya aku bermaksud menganugerahkan segala
kejayaan padamu, siapa duga kakakmu ini sukar
menyelamatkan diri sendiri, sebaliknya malah membikin susah
padamu.”
"Toako,” sahut Siau Hong, "seorang laki-laki sejati harus
berani menghadapi segala kesukaran. Meski hari ini
peperangan tak menguntungkan kita, tapi aku dapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melindungimu untuk terjang keluar dari kepungan musuh, kita
dapat menghimpun kekuatan lagi untuk membalas dendam
ini.”
Tapi Yalu Hungki menggeleng kepala, katanya, "Sedangkan
ibu dan istriku sendiri tak mampu kubela, masakah aku masih
ada harganya berbicara sebagai lelaki sejati segala? Dalam
pandangan bangsa Cidan, yang menang adalah pahlawan,
yang kalah adalah pemberontak. Aku sudah kalah habishabisan,
masakan mampu berbangkit kembali? Sudahlah,
kalian boleh pergi saja malam ini.”
Siau Hong tahu apa yang dinyatakan kakak angkatnya itu
adalah setulus hati, maka ia pun berkata dengan ikhlas, "Jika
begitu, aku akan mendampingi Toako untuk menempur musuh
dengan mati-matian. Kita adalah saudara angkat, apakah
engkau raja atau rakyat jelata, pendek kata engkau adalah
saudara angkatku. Kakak angkatnya ada kesukaran, adik
angkatnya sudah seharusnya sehidup semati di sampingnya,
mana boleh kuselamatkan diri sendiri?”
Air mata Yalu Hungki bercucuran saking terharu, ia pegang
tangan Siau Hong erat-erat, katanya, "O, adikku yang baik,
terima kasih!”
Sepulangnya di kemah sendiri, Siau Hong melihat A Ci lagi
rebah di sudut tenda sana. Gadis itu belum lagi tidur, maka
segera ia menyapa, "Cihu, engkau akan marah padaku atau
tidak?”
Siau Hong menjadi heran. "Sebab apa marah padamu?”
tanyanya.
"Ya, gara-garaku ingin pesiar ke padang rumput hingga
sekarang membikin susah padamu,” ujar A Ci. "Cihu, kita akan
mati di s ini, betul tidak?”
Di bawah sinar obor yang terpasang di luar kemah itu,
wajah A Ci yang pucat tampak bersemu merah hingga makin
menunjukkan lemah mungil dara itu. Alangkah kasih sayang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong terhadap gadis cilik itu, sahutnya segera, "Mana
bisa aku marah padamu? Coba kalau aku tidak memukulmu
hingga terluka parah, tidak nanti kita sampai di tempat ini.”
"Tapi kalau lebih dulu aku tidak menyerangmu dengan
jarum berbisa, tentu engkau takkan memukul aku,” ujar A Ci
dengan tersenyum.
Perlahan Siau Hong belai rambut si nona. Karena habis
sakit keras, rambut A Ci telah rontok sebagian besar hingga
kini rambutnya sangat jarang dan kurang subur. Siau Hong
menghela napas, katanya, "Kau masih sangat muda, tapi
sudah mesti ikut aku menderita dan merana seperti ini.”
"Cihu, sebenarnya aku tidak paham mengapa Cici
sedemikian suka padamu,” tiba-tiba A Ci berkata, "dan
sekarang aku pun tahulah.”
Siau Hong tidak menjawab, tapi dalam hati membatin, "Tak
terhingga cinta cicimu padaku, apa yang kau pahami tentang
ini? Padahal aku sendiri pun tidak tahu mengapa A Cu bisa
mencintai laki-laki kasar seperti aku, dari mana kau bisa tahu
malah?”
Tiba-tiba A Ci menoleh, ia pandang Siau Hong dengan air
muka yang aneh, katanya, "Cihu, apakah engkau sudah dapat
menebak, sebab apakah tempo hari aku menyerangmu
dengan jarum berbisa? Sebenarnya aku tidak bermaksud
membunuhmu, aku hanya ingin membikin engkau tak bisa
berkutik, dengan begitu aku akan dapat merawat dirimu.”
"Apa sih faedahnya perbuatanmu itu?” tanya Siau Hong.
"Jika engkau tak bisa berkutik sama sekali, itu berarti
takkan dapat meninggalkan aku untuk selamanya,” sahut A Ci
dengan tersenyum. "Kalau tidak, dalam hatimu tentu kau
pandang remeh diriku, setiap saat dapat kau tinggalkan aku
dan tidak gubris lagi padaku.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Siau Hong terkesiap oleh ucapan gadis cilik itu,
ia tahu ucapan demikian bukanlah asal omong saja. Ia pikir
toh besok akan mati semua, biarlah aku sekarang
menghiburnya saja dengan kata-kata manis. Maka ia lantas
berkata, "Ah, kau benar-benar masih berpikir secara kanakkanak.
Jika kau memang senang ikut padaku, boleh ikut saja,
masakah aku tega menolak permintaanmu?”
Tiba-tiba mata A Ci bercahaya terang, serunya dengan
girang, "Betulkah ucapanmu ini, Cihu? Sesudah aku sehat
kembali, aku akan tetap ikut di dampingmu dan takkan pulang
ke tempat Suhu untuk selamanya dan jangan kau tinggalkan
aku lho!”
Siau Hong tahu anak dara ini tidak sedikit berbuat
kesalahan pada orang-orang Sing-siok-pay, tentu juga dia
tidak berani pulang ke sana. Sedangkan besok pagi kalau
pasukan pemberontak menyerang secara besar-besaran, pasti
mereka akan gugur bersama, harapan untuk menyelamatkan
diri adalah sangat tipis. Maka dengan tertawa ia menjawab,
"Eh, bukankah kau ini toasuci ahli waris Sing-siok-pay, kalau
tidak pulang ke sana, naga tanpa kepala, lantas bagaimana
jadinya nanti dengan orang Sing-siok-pay?”
"Biarkan saja mereka kacau-balau, peduli apa dengan aku?”
sahut A Ci dengan mengikik tawa.
Siau Hong tidak bicara lagi, ia tarik selimut untuk menutupi
badan A Ci, lalu ia sendiri pun menggelar selimut dan tidur di
sudut kemah yang lain.
Besoknya pagi-pagi sekali Siau Hong sudah mendusin, ia
pesan Kapten Sili menyediakan kuda dan menjaga A Ci, ia
sendiri lantas berkemas dan makan dua kati daging kambing
serta minum tiga kati arak. Lalu ia menuju ke tepi gunung.
Tatkala itu langit masih gelap. Selang tidak lama, ufuk
timur mulai remang-remang, sang surya mulai memancarkan
sinarnya. Segera terdengarlah suara trompet pasukan musuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbunyi, menyusul ramailah suara gemerencing benturan
senjata dan pakaian perang.
Segera pasukan raja memencarkan diri dalam beberapa
barisan untuk menjaga tempat-tempat penting yang mungkin
diserbu musuh. Siau Hong memandang ke bawah, ia lihat
sebelah timur, utara, dan selatan penuh pasukan musuh,
begitu banyak jumlah pasukan musuh hingga bagian belakang
pasukan musuh itu tak kelihatan karena tertutup kabut.
Tidak lama sinar sang surya yang gilang-gemilang
membuyarkan kabut yang menutupi angkasa padang rumput
hingga tertampaklah di atas bumi penuh prajurit dan kuda
belaka.
Sekonyong-konyong genderang menderu-deru hebat, dua
barisan berpanji kuning dari pasukan musuh tampak tampil ke
muka, menyusul Hong-thay-siok dan Co-ong melarikan kuda
mereka ke kaki gunung, mereka tunjuk s ini dan tuding ke atas
gunung, tampaknya sangat gembira.
Waktu itu Yalu Hungki berdiri di puncak gunung dikelilingi
pengawalnya, ia gemas melihat sikap musuh yang congkak
itu, segera ia ambil panah dan busur dari seorang
pengawalnya, ia pentang busur dan memanah ke arah Coong.
Tapi jarak antara mereka sangat jauh, maka hanya
mencapai setengah jalan panah itu lantas jatuh ke tanah.
"Hahahaha, Hungki!” dengan bergelak tertawa Co-ong
berseru, "Kau telah mengangkangi takhta ayahku selama ini,
sudah sepantasnya sekarang kau menyerahkan kembali
takhtamu. Maka lekas menyerah saja dan ayah akan
mengampuni kematianmu serta akan mengangkatmu menjadi
Hong-thay-tit (keponakan mahkota), mau tidak?”
Dengan ucapan yang terakhir itu, ia hendak menyindir
bahwa Yalu Hungki telah pura-pura mengangkat ayahnya
sebagai Hong-thay-siok, padahal ia mengangkangi takhta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kerajaan yang sebenarnya menjadi haknya Yalu Conggoan
sendiri.
Hungki menjadi gusar, dampratnya, "Pengkhianat yang tak
kenal malu, masih berani kau putar lidah!”
Dalam pada itu Pek-ih Ku-bit-su telah memimpin tiga ribu
anak buahnya yang setia dan segera menerjang ke bawah
gunung dengan gagah perwira dan dengan tekad lebih baik
gugur sebagai ratna daripada hidup sebagai budak.
Untuk sesaat pasukan musuh menjadi kacau juga karena
diterjang secara mendadak. Tapi sekali Co-ong memberi
tanda, segera belasan ribu prajuritnya mengepung dari
samping, maka terdengarlah jerit teriak yang gegap gempita,
pertarungan sengit terjadi, tiga ribu prajurit raja itu makin
lama makin berkurang, hingga akhirnya gugur seluruhnya.
Pek-ih Ku-bit-su tidak mau menyerah mentah-mentah,
sekuat tenaga ia membunuh beberapa orang pula, habis itu ia
pun membunuh diri dengan menggorok leher sendiri.
Dengan jelas Hungki dan Siau Hong dapat menyaksikan
kejadian itu, tapi mereka tak mampu menolong, mereka hanya
mencucurkan air mata terharu atas jiwa kesatria dan gagah
berani Ku-bit-su itu.
Kemudian Co-ong maju ke tepi gunung lagi, teriaknya
dengan tertawa, "Nah, Hungki, kau mau takluk apa tidak?
Hanya sedikit kekuatanmu ini apa yang kau bisa perbuat?
Mereka adalah kesatria gagah dari negeri Liau kita, buat apa
mesti suruh mereka ikut berkorban jiwa bagimu? Seorang lakilaki
sejati harus berani berterus terang dan ambil keputusan
tegas, mau menyerah lekas menyerah, mau bertempur ayolah
bertempur! Dan kalau insaf ajalmu sudah sampai, lebih baik
kau bunuh diri saja daripada jatuh korban lebih banyak lagi.”
Yalu Hungki menghela napas panjang, air matanya
berlinang-linang, ia angkat goloknya dan berseru, "Ya, tanah
air yang indah permai ini biarlah kuserahkan kepada kalian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayah dan anak. Kita masih terhitung saudara sendiri, kalau
kita saling membunuh, buat apa mesti banyak mengorbankan
jiwa para prajurit Cidan yang gagah berani.”
Habis berkata, segera goloknya menggorok lehernya
sendiri.
Tapi dengan cepat Siau Hong bertindak, dengan kim-na-jiuhoat
ia rebut senjata Yalu Hungki itu, katanya, "Toako,
seorang kesatria sejati harus berani gugur di medan bakti,
mana boleh mati dengan membunuh diri?”
"Ah, adikku yang baik,” sahut Hungki dengan menghela
napas, "para perwira dan prajurit sudah lama mengabdi pada
diriku dengan setia. Jika aku pasti akan mati, aku tidak tega
minta mereka ikut korbankan jiwa bagiku.”
Dalam pada itu Co-ong sedang berteriak lagi, "Hungki, kau
tidak mau membunuh diri, ingin tunggu kapan lagi?”
Sambil berkata ia pun tuding-tuding dengan cambuknya,
garangnya bukan main.
Melihat Co-ong makin maju ke bawah puncak gunung, tibatiba
Siau Hong mendapat akal, bisiknya kepada Yalu Hungki,
"Toako, harap pura-pura ajak bicara padanya, diam-diam aku
akan menyusur untuk mendekati dia serta memanahnya.
Hungki cukup kenal betapa lihainya Siau Hong, ia jadi
girang, sahutnya, "Bagus! Jika lebih dulu dapat mampuskan
dia, mati pun aku rela.”
Maka ia lantas berseru keras-keras, "Co-ong, tidaklah jelek
aku melayani kalian ayah dan anak, jika ayahmu ingin menjadi
raja, soalnya dapat melalui musyawarah, buat apa membunuh
rakyat jelata dan prajurit bangsa sendiri hingga kekuatan
negara Liau kita patah sehebat ini?”
Sedang Hungki bicara, di sebelah sana diam-diam Siau
Hong telah membawa busur dan panah, ia lalu menuntun
seekor kuda bagus ke bawah gunung, ia bersembunyi dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengempitkan kaki di bawah perut kuda, dan binatang itu
terus dilarikan ke depan.
Melihat seekor kuda tanpa penumpang berlari turun dari
atas gunung, prajurit musuh mengira kuda itu adalah kuda
pelarian yang putus tali kendalinya, hal ini memang sangat
umum di medan perang, maka tiada seorang pun yang
menaruh curiga. Tapi sesudah dekat, segera ada yang
mengetahui bahwa di bawah perut kuda itu menggemblok
seorang, segera gemparlah mereka dan berteriak-teriak.
Cepat Siau Hong mendepak kudanya dengan ujung kaki
hingga kuda itu membedal secepat terbang ke arah Co-ong,
ketika jaraknya tinggal ratusan meter jauhnya, segera ia tarik
busur di bawah perut kuda dan terus memanah.
Tapi pengawal Co-ong juga cukup cerdik, segera ada
seorang di antaranya mengangkat perisai untuk mengalingalingi
tuannya hingga panah itu tidak mengenai sasarannya.
Tapi beruntun-runtun Siau Hong memanah lagi, panah
berikutnya telah merobohkan pengawal dan panah yang lain
menyambar ke dada Co-ong.
Untung Co-ong cukup sigap dan awas, cepat ia ayun
cambuknya untuk menyampuk panah itu. Kepandaian
menyampuk panah dengan cambuk adalah kepandaian
andalan Co-ong, tapi ia tidak tahu bahwa pemanah itu
bertenaga raksasa, meski cambuknya kena sampuk anak
panah itu, tapi hanya arahnya saja sedikit terbentur menceng,
namun bahu kirinya tetap kena panah.
"Aduh!” Co-ong menjerit, saking kesakitan sampai ia
mendekam di atas kuda.
Tanpa ayal lagi panah Siau Hong yang lain menyambar
pula, sekali ini jaraknya sudah makin dekat sehingga panah itu
menembus punggung Co-ong. Sekali kena panah, tubuh Coong
lantas terperosot jatuh di bawah kuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan hasil itu, Siau Hong pikir mengapa tidak sekalian
bereskan jiwa Hong-thay-siok pula? Tapi selagi ia hendak
melarikan kuda ke arah sana, sementara itu prajurit musuh
telah menghujani panah hingga dalam sekejap saja kudanya
berubah menjadi seekor "landak”.
Cepat Siau Hong menjatuhkan diri ke tanah dan
menggelinding, dengan gesit dan cepat ia menyelinap dari
bawah perut kuda yang satu ke bawah kuda yang lain. Karena
khawatir mengenai teman sendiri, prajurit musuh tidak berani
sembarangan memanah pula.
Sebagai gantinya segera mereka menusuk dengan tombak,
tapi Siau Hong selalu menyelinap ke sini dan menyusup ke
sana, ia main terobos di bawah perut kuda hingga pasukan
musuh menjadi kacau-balau dan desak-mendesak sendiri serta
saling injak, tapi Siau Hong tetap sukar dicari.
Namun sekali Siau Hong sudah terkurung di tengah
berpuluh ribu prajurit musuh, untuk meloloskan diri juga tidak
gampang lagi. Dari jauh ia dapat melihat Hong-thay-siok
sedang memberi perintah di atas kudanya, segera Siau Hong
menyusup kian-kemari untuk mendekati raja pemberontak itu.
Ia pikir kalau dapat menawan raja pemberontak itu, barulah ia
sendiri bisa selamat.
Waktu itu Siau Hong benar-benar seperti seekor binatang
buas yang terkurung di dalam perangkap pemburu, ia seruduk
sini dan terjang sana, sesudah agak dekat, mendadak ia
menggerung sekali, mendadak ia melompat, bagaikan burung
ia melayang lewat melalui kepala berpuluh prajurit di depan
Hong-thay-siok untuk kemudian turun di depan kuda raja
pemberontak itu.
Keruan Hong-thay-siok terkejut, ia angkat cambuknya terus
menyabet ke muka Siau Hong. Tapi mendadak Siau Hong
mengegos dan melompat maju, ia cemplak ke atas pelana
kuda Hong-thay-siok, sekali cengkeram, ia pegang punggung
raja pemberontak itu dan diangkat ke atas setinggi-tingginya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sambil berteriak, "Kau ingin hidup atau mati? Lekas
perintahkan pasukanmu meletakkan senjata!”
Saking ketakutan sampai apa yang dikatakan Siau Hong tak
didengar oleh Hong-thay-siok. Saat itu suara teriakan pasukan
pemberontak juga riuh rendah memekakkan telinga, beribu
anak panah sudah siap mengincar Siau Hong, cuma melihat
pucuk pimpinan mereka tertawan di tangan musuh, maka
tiada yang berani sembarangan memanah.
Segera Siau Hong mengerahkan tenaga dalam dan
berteriak lantang, "Hong-thay-siok memberi perintah agar
segenap prajurit meletakkan senjata untuk menunggu titah
raja. Baginda raja akan mengampuni kalian, siapa pun takkan
diusut kesalahannya dalam pemberontakan ini!”
Lwekang Siau Hong tidak kepalang kuatnya, maka
suaranya dapat tersiar hingga jauh dan terdengar cukup jelas
oleh prajurit pemberontak itu. Sebenarnya perbawa pasukan
pemberontak itu lagi berkobar-kobar, semuanya ingin
menangkap Yalu Hungki untuk menerima hadiah dan kenaikan
pangkat, siapa duga mendadak Co-ong terpanah mati, kini
Hong-thay-siok ditawan musuh pula. Keruan pasukan
pemberontak itu seketika mirip balon gembos, semangat
mereka patah segera, suasana menjadi panik pula.
Siau Hong sendiri sudah pernah mengalami pemberontakan
anggota Kay-pang, ia cukup paham akan perasaan orang
waktu itu. Maka ia lantas mengumumkan pengampunan serta
takkan mengusut apa yang sudah terjadi untuk menarik
simpati pasukan pemberontak itu. Sebab kekuatan musuh saat
itu masih sangat besar, sedangkan pihak Yalu Hungki hanya
tinggal belasan ribu orang saja, kalau musuh menggempur
lagi pasti Yalu Hungki akan tertawan juga, maka tanpa permisi
dulu segera Siau Hong mendahului mengeluarkan janji itu
untuk menenteramkan perasaan pasukan pemberontak.
Dan benar juga, demi mendengar pengumuman itu,
seketika suasana hiruk-pikuk tadi lantas tenang kembali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya saja di antara pasukan pemberontak itu masih banyak
yang ragu, mereka saling pandang dengan bingung.
Kesempatan itu tak disia-siakan oleh Siau Hong, ia khawatir
jangan-jangan keadaan akan berubah buruk, segera ia
berteriak pula, "Baginda ada perintah bahwa tiada seorang
pun akan dituntut, semuanya diampuni, setiap orang tetap
pada pangkatnya semula. Nah, lekas kalian meletakkan
senjata!”
Maka terdengarlah suara gemerantang dan gemerencing, di
sana-sini ramai para prajurit pemberontak itu melemparkan
senjata mereka ke tanah. Hanya tinggal sebagian saja yang
masih ragu.
Siau Hong lantas angkat tubuh Hong-thay-siok dan
dibawanya ke atas gunung. Pasukan pemberontak itu tiada
seorang pun berani merintangi, di mana kudanya sampai, di
depan lantas tersiah sebuah jalan lalu baginya.
Setiba di lamping gunung, dari pasukan raja lantas
memapak datang dua barisan untuk menyambut kedatangan
Siau Hong dengan hasil yang gilang-gemilang itu. Di atas
gunung segera musik berbunyi, suasana gembira ria di antara
pasukan raja.
"Hong-thay-siok, lekas memberi perintah agar bawahanmu
meletakkan senjata dan jiwamu akan diampuni,” kata Siau
Hong kemudian.
"Kau jamin jiwaku?” tanya Hong-thay-siok.
Siau Hong pikir keadaan masih genting, terutama sebagian
pasukan pemberontak masih bersangsi, tindakan paling
penting sekarang ialah menenteramkan hati prajurit musuh,
maka jawabnya lantas, "Sekarang adalah kesempatanmu
untuk menebus dosa, asal baginda tahu biang keladinya
adalah putramu, beliau tentu akan mengampuni jiwamu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hal itu memang benar, apa yang terjadi itu adalah garagara
Co-ong yang berambisi besar untuk menjadi raja, yang
diharapkan Hong-thay-siok sekarang adalah bebas dari
kematian, maka ia lantas menjawab, "Baiklah, aku akan
menurut pada permintaanmu!”
Segera Siau Hong menegakkan tubuh Hong-thay-siok di
atas kuda dan berteriak keras-keras, "Wahai para prajurit,
dengarkanlah perintah Hong-thay-siok!”
Dan Hong-thay-siok lantas berseru, "Pemberontakan yang
dijangkitkan Co-ong ini sudah gagal, Co-ong telah menerima
ganjarannya yang setimpal, kini Hongsiang (baginda raja)
telah mengampuni dosa kalian, maka lekas kalian meletakkan
senjata dan mohon ampun kepada Hongsiang!”
Karena Hong-thay-siok sudah tertawan, seperti ular tanpa
kepala, betapa pun bandelnya kaum pemberontak juga tak
berani membangkang lagi, segera terdengar suara
gemerantang senjata, segenap pasukan pemberontak itu
sekarang benar-benar takluk semua.
Habis itu baru Siau Hong menggusur Hong-thay-siok ke
atas gunung.
Yalu Hungki merasa seperti di alam mimpi saja. Ia girang
tidak kepalang, terus saja ia menubruk Siau Hong dan
memeluknya erat-erat, katanya dengan mencucurkan air mata
terharu, "O, saudaraku, semuanya berkat bantuanmu!”
Dalam pada itu Hong-thay-siok telah berlutut dan
memohon, "Hamba merasa berdosa, mohon Baginda suka
memberi ampun!”
"Bagaimana pendapatmu, adikku?” tanya Hungki kepada
Siau Hong dengan rasa senang.
"Jumlah pasukan pemberontak terlalu banyak, kita harus
tenangkan dulu perasaan mereka, maka mohon Baginda suka
mengampuni jiwa Hong-thay-siok,” ujar Siau Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bagus, apa pun akan kuturut permintaanmu,” kata Hungki
dengan tertawa. Lalu ia berpaling kepada Pak-ih-tay-ong,
"Segera mengumumkan titahku bahwa Siau Hong telah
kuangkat menjadi Co-ong dengan kedudukan sebagai Lam-ihtay-
ong untuk memimpin segenap pasukan pemberontak yang
menyerah itu dan segera berangkat pulang ke kota raja.”
Keruan Siau Hong kaget mendengar perintah itu. Sebabnya
ia membunuh Co-ong dan menawan Hong-thay-siok,
tujuannya melulu ingin menyelamatkan jiwa sang giheng saja,
sekali-kali tiada maksud ingin mendapat pangkat segala. Maka
seketika ia menjadi bingung malah oleh pengangkatan Yalu
Hungki itu.
"Kionghi! Kionghi!” demikian Pak-ih-tay-ong lantas
mengaturkan selamat kepada Siau Hong. "Menurut tradisi
kerajaan, gelar Co-ong itu tidak boleh diberikan kepada orang
di luar keluarga raja. Maka lekaslah Siau-heng mengaturkan
terima kasih kepada Hongsiang!”
"Toako,” segera Siau Hong berkata kepada Hungki, "apa
yang terjadi hari ini adalah berkat rahmat Tuhan, pasukan
pemberontak memang harus menyerah padamu, aku cuma
sedikit mengeluarkan tenaga yang tak berarti, mana dapat
dianggap sebagai jasa besar segala. Apalagi aku pun tidak
biasa dan juga tidak ingin menjadi pembesar, maka mohon
Koko suka menarik kembali titahmu tadi.”
Hungki terbahak-bahak, ia rangkul bahu Siau Hong dan
berkata, "Gelar Co-ong dan kedudukan sebagai Lam-ih-tayong
adalah gelar kebangsawanan tertinggi dalam negeri Liau
kita, bila adik masih merasa tidak cukup, kakakmu selain
menyerahkan takhta padamu, lebih dari itu tiada jalan lagi!”
Keruan Siau Hong terperanjat, ia pikir kakak angkatnya itu
saking kegirangan hingga cara omongnya menjadi lupa
daratan, jangan-jangan apa yang dikatakan itu dilakukan
sungguh-sungguh, tentu keadaan akan tambah runyam. Maka
terpaksa Siau Hong berlutut dan berkata, "Ya, hamba Siau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hong menerima titah Baginda itu, banyak terima kasih atas
budi baik Baginda!”
Dengan tertawa Yalu Hungki lantas membangunkan Siau
Hong.
Lalu Siau Hong berkata pula, "Namun hamba adalah
seorang kasar yang tidak paham peraturan dan undangundang
kerajaan, kalau ada kesalahan, mohon Baginda suka
memberi ampun.”
"Tidak apa-apa,” kata Yalu Hungki sambil tepuk-tepuk bahu
saudara angkat itu. Lalu ia berpaling kepada seorang perwira
setengah umur di sebelahnya dan berkata, "Yalu Muko, aku
mengangkatmu sebagai Lam-ih Ku-bit-su untuk membantu
Siau Hong!”
Girang Yalu Muko bagaikan orang putus lotre, cepat ia
berlutut untuk mengaturkan terima kasih. Lalu ia memberi
sembah pula kepada Siau Hong.
"Muko,” kata Hungki pula, "dengan perintah Tay-ong, boleh
kau pimpin bekas pasukan pemberontak itu pulang dulu ke
Siangkhia! Sekarang kami akan pergi menyambangi ibu suri!”
Segera musik di atas gunung bergema, rombongan Yalu
Hungki lantas menuju ke bawah gunung. Dalam pada itu
panglima pasukan pemberontak sudah mengembalikan ibu
suri dan permaisuri kepada kedudukan yang agung serta
ditempatkan di tengah perkemahan besar. Waktu Hungki
masuk kemah itu, pertemuan kembali antara ibu dan anak
serta istri sehabis lolos dari lubang jarum sungguh
mengharukan, kemudian mereka pun memberi pujian tinggi
atas jasa Siau Hong.
Lalu Yalu Muko membawa Siau Hong untuk diperkenalkan
kepada anak buah dan pembesar di bawah Lam-ih.
Tadi Siau Hong telah mempertunjukkan ketangkasannya di
tengah pertempuran, betapa gagahnya telah disaksikan sendiri
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh semua orang. Apalagi Co-ong yang dulu itu wataknya
kasar dan jahat, maka sekarang mereka terima dengan baik
Siau Hong sebagai pimpinan mereka.
"Hongsiang sudah mengampuni dosa pemberontakan
kalian, maka selanjutnya kalian harus memperbaiki kesalahan
itu, jangan lagi sekali-kali timbul pikiran menyeleweng,”
demikian Siau Hong memberi pengarahan di hadapan anak
buahnya yang baru itu.
Segera seorang perwira berjenggot putih tampil ke muka
dan melapor, "Hong-thay-siok dan Co-ong sudah menahan
anggota keluarga kami sebagai sandera, hingga hamba
terpaksa ikut memberontak, untuk itu mohon kebijaksanaan
Tay-ong untuk menyampaikan kepada Baginda tentang duduk
perkara yang sebenarnya.”
"Jika begitu, maka apa yang sudah lalu tidak perlu diungkit
lagi,” ujar Siau Hong. Lalu ia berpaling kepada Yalu Muko,
"Pasukan boleh mengaso dulu di sini, sesudah makan segera
berangkat kembali ke kota raja.”
Kemudian perwira dan bintara di bawah perintah Lam-ih
satu per satu maju memberi sembah kepada Siau Hong. Meski
Siau Hong tidak pernah menjadi pembesar, tapi ia sudah lama
menjabat Pangcu Kay-pang, dalam hal memimpin dan wibawa
sudah tentu cukup cakap. Soalnya mungkin ada peraturan
pasukan Cidan yang masih belum dipahami, tapi berkat
bantuan Yalu Muko, semuanya dapat teratur dengan beres.
Tidak lama Siau Hong membawa pasukannya berangkat,
susul-menyusul ibu suri dan permaisuri telah mengirim utusan
membawakan harta benda dan jubah sulam untuk Siau Hong.
Dan baru saja Siau Hong menerima hadiah itu, datanglah
Kapten Sili mengawal A Ci.
Gadis cilik itu sudah berpakaian sutra sulam yang
mentereng dan menunggang kuda bagus, katanya semua itu
adalah hadiah ibu suri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong menjadi geli melihat tubuh A Ci yang kecil
mungil itu seakan-akan terbungkus di dalam jubah sutra sulam
yang besar dan gondrong itu hingga mukanya hampir tertutup
oleh leher bajunya.
A Ci sendiri tidak ikut menyaksikan caranya Siau Hong
membunuh Co-ong dan menawan Hong-thay-siok, ia hanya
mendengar cerita ulangan dari Kapten Sili dan bawahannya.
Pada umumnya cerita orang itu suka ditambah-tambahi,
suka dibumbu-bumbui, maka ketangkasan Siau Hong dalam
cerita itu menjadi jauh lebih lihai seolah-olah malaikat dewata
turun ke bumi. Maka begitu bertemu dengan Siau Hong
segera A Ci menggerundel, "Cihu, begitu besar jasamu,
mengapa sebelumnya sama sekali tidak kau beri tahukan
padaku?”
"Apa yang telah kulakukan itu hanya secara kebetulan, dari
mana aku bisa tahu sebelumnya dan memberi tahu padamu
lebih dulu? Haha, datang-datang kau lantas bicara seperti
anak kecil!” demikian Siau Hong menyahut dengan tertawa.
"Cihu, kemari s ini,” seru A Ci.
Segera Siau Hong mendekati anak dara itu, ia lihat muka A
Ci yang pucat itu bersemu kemerah-merahan, badannya
terbungkus oleh jubah sulaman hingga mirip boneka saja, lucu
dan menyenangkan, maka Siau Hong terbahak-bahak geli.
"Aku bicara benar-benar padamu, mengapa engkau
tertawa, apa sih yang menggelikan?” omel A Ci.
"Karena dandananmu ini mirip boneka, maka aku merasa
geli,” sahut Siau Hong.
"Engkau selalu anggap aku sebagai anak kecil, sekarang
kau tertawakan aku lagi,” kata A Ci dengan mulut menjengkit.
"Ah, masa aku sengaja mengolok-olokmu,” sahut Siau
Hong dengan tertawa. "A Ci, sebenarnya aku menyangka hari
ini kita pasti akan mati semua, siapa tahu malah tertimpa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rezeki nyasar. Padahal peduli apa Lam-ih-tay-ong atau Co-ong
segala, asal kita tidak sampai mati, apa lagi yang kita
harapkan?”
"Cihu, apa engkau sangat takut mati?” tiba-tiba A Ci
bertanya.
Siau Hong melengak, sahutnya kemudian dengan
mengangguk, "Ya, dalam keadaan bahaya, terkadang aku pun
takut mati.”
"Hah, kukira engkau adalah seorang gagah perkasa,
seorang yang tak gentar mati,” kata A Ci dengan tertawa.
"Jika engkau takut mati, tatkala beratus ribu tentara
memberontak, mengapa engkau berani menyerbu ke tengahtengah
mereka?”
"Itu namanya sebelum ajal pantang menyerah, kalau aku
tidak menerjang musuh, pastilah aku akan mati. Hal mana
juga tak bisa dikatakan gagah berani, tidak lebih cuma
pergulatan terakhir saja,” kata Siau Hong. "Misalnya kita
mengepung seekor beruang atau harimau, sebelum dia
tertangkap, pasti juga dia akan menyerang kian-kemari dan
mengganas dengan mati-matian.”
"He, engkau misalkan dirimu sebagai binatang,” ujar A Ci
dengan tertawa.
Tatkala itu mereka dikelilingi oleh barisan tentara yang
panjang dengan panji yang berkibar memenuhi padang
rumput. A Ci merasa senang sekali, katanya, "Tempo hari aku
telah mengakali Toasuheng sehingga dapat merebut hak ahli
waris Sing-siok-pay, kupikir di antara anggota keluarga Singsiok-
pay yang berjumlah beberapa ratus orang itu, kecuali
Suhu seorang, akulah pemimpin tertinggi, maka aku merasa
sangat senang waktu itu. Tapi kini kalau dibandingkan dengan
engkau yang memimpin beratus ribu prajurit ini, terang jauh
sekali bedanya. Cihu, kabarnya Kay-pang telah memecat
dirimu sebagai pangcu mereka. Hm, cuma suatu organisasi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengemis begitu saja berlagak, boleh kau pimpin tentaramu
ini ke sana dan bunuh saja mereka semua.”
"Ai, omongan anak kecil lagi!” ujar Siau Hong sambil
menggeleng kepala. "Aku adalah orang Cidan, kalau mereka
tidak sudi padaku sebagai pangcu, hal ini adalah tepat. Orang
Kay-pang adalah bekas bawahanku dan kawan-kawanku yang
baik, mana boleh kubunuh mereka?”
"Tapi mereka telah menuduhmu secara semena-mena dan
memecatmu dari pang mereka, dengan sendirinya mereka
harus dibunuh, masakah engkau masih anggap mereka
sebagai kawanmu?”
Siau Hong sukar menjawab pertanyaan itu, ia hanya
geleng-geleng kepala. Ia menjadi muram bila teringat
pertarungan di Cip-hian-ceng, di mana ia telah putuskan
segala hubungan baik dan persahabatan dengan para kesatria.
"Eh, Cihu, jika mereka mendengar bahwa engkau telah
menjadi Lam-ih-tay-ong di negeri Liau, tiba-tiba mereka
merasa menyesal dan ingin mengundangmu untuk menjadi
pangcu mereka lagi, apakah engkau akan terima undangan
mereka?” tiba-tiba A Ci bertanya lagi.
"Mana bisa jadi?” sahut Siau Hong dengan tersenyum.
"Para kesatria Kerajaan Song anggap orang Cidan adalah
manusia jahanam yang kejam, semakin besar pangkatku di
negeri Liau sini, semakin benci pula mereka padaku.”
"Huh, masakah engkau ingin disukai mereka? Mereka benci
padamu, kita juga benci pada mereka,” kata A Ci.
Ketika Siau Hong memandang ke arah selatan, ia melihat
padang rumput yang luas itu di mana langit bertemu dengan
bumi adalah lereng gunung yang berderet-deret, ia pikir di
balik pegunungan itulah wilayah Tionggoan. Meski ia adalah
orang Cidan, tapi sejak kecil dibesarkan di daerah Tionggoan,
dalam hati kecilnya boleh dikatakan lebih cinta kepada tanah
Song itu daripada menyukai negeri Liau yang baru dikenalnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini. Bila dia diperbolehkan menjadi anggota Kay-pang yang
paling rendah sekalipun, mungkin akan lebih senang dan
tenteram daripada menjadi Lam-ih-tay-ong segala di negeri
Liau.
"Cihu,” kata A Ci pula, "kubilang Hongsiang memang pintar,
beliau mengangkatmu sebagai Lam-ih-tay-ong, dengan
demikian bila kelak negeri Liau berperang dengan negeri lain,
tentu engkau harus memimpin tentara untuk melawan musuh
dan dengan sendirinya akan selalu menang. Asal engkau
menyerbu ke tengah pasukan musuh dan membunuh
panglimanya, maka tanpa perang lagi musuh akan menyerah,
bukankah dengan mudah saja peperangan lantas berakhir?”
"Kembali omongan anak kecil lagi,” sahut Siau Hong
dengan tertawa. "Masakah kau anggap segala peperangan
serupa dengan pemberontakan Hong-thay-siok dan Co-ong?
Mereka adalah bangsa Liau dan biasanya tunduk pada
perintah baginda raja, jika biang keladi mereka tertawan,
dengan sendirinya mereka lantas takluk. Tapi peperangan di
antara dua negara akan lain soalnya. Biarpun panglimanya kau
bunuh, mereka masih mempunyai wakil panglima yang lain,
wakil panglima mereka mati, masih ada perwira lain lagi,
belum terhitung prajurit dan bintara musuh yang entah berapa
jumlahnya, hanya seorang diri aku menyerbu ke tengahtengah
mereka, apa yang dapat kuperbuat?”
"O, kiranya begitu,” kata A Ci. "Eh, Cihu, kau bilang waktu
menyerbu musuh dan membunuh Co-ong itu tak dapat
dibilang gagah berani, habis selama hidupmu dalam hal apa
kau anggap paling gagah berani? Coba, dapatkah kau
ceritakan padaku?”
Selamanya Siau Hong tidak suka bicara tentang
keperkasaan sendiri, biarpun habis membasmi kaum penjahat
atau baru menang bertanding juga tidak pernah dipamerkan
kepada orang lain, padahal entah sudah berapa banyak
kejadian luar biasa yang telah dialaminya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia merasa tidak akan habis-habis kalau mesti bercerita
tentang kegagahannya dahulu. Maka jawabnya, "Setiap kali
aku bertempur dengan orang, selalu aku adalah pihak yang
terpaksa, maka tak dapat dikatakan tentang gagah berani
segala.”
"Tapi kutahu bahwa selama hidupmu pertarungan sengit di
Cip-hian-ceng itulah pertempuranmu yang paling gagah
berani,” ucap A Ci.
Kembali Siau Hong melengak. "Dari mana kau tahu?”
tanyanya.
"Waktu di Siau-keng-oh tempo hari, sesudah kau pergi,
ayah dan ibu beserta beberapa bawahannya telah bicara
tentang ilmu silatmu dan mereka sama kagum tak terhingga,
mereka mengatakan engkau telah menempur para kesatria
Tionggoan di Cip-hian-ceng, soalnya cuma membela
keselamatan seorang gadis jelita. Gadis jelita itu tentulah
ciciku, bukan?” tanya A Ci. "Tatkala mana ayah dan ibu belum
tahu bahwa A Cu adalah putri kandung mereka, maka mereka
menganggapmu sangat kejam kepada ayah bunda, sangat keji
terhadap guru dan ayah-ibu angkatmu, tapi terhadap wanita
engkau justru mabuk, mereka bilang engkau adalah manusia
yang tidak tahu budi dan lupa kebaikan, sebaliknya kejam dan
suka akan kundai licin, engkau dianggap orang jahat yang
tidak kenal perikemanusiaan,” bicara sampai di sini, tertawalah
gadis itu dengan terkikik-kikik.
"Lupa budi dan tidak tahu kebaikan, kejam dan suka kundai
licin? Ai, tentu saja para kesatria benci padaku sampai ke
tulang sumsum,” demikian Siau Hong bergumam sendiri.
Selang beberapa hari kemudian, sampailah pasukan besar
itu di kota raja. Sebelumnya para pembesar dan pasukan
penjaga kota serta rakyat jelata sudah mendapat kabar
tentang datangnya Siau Hong, maka berbondong-bondong
mereka memapak jauh di luar kota.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di mana panji pengenal Siau Hong tiba, di s itu rakyat jelata
lantas berlutut memberi sembah dengan pujian yang tak
habis-habis. Maklum, sekaligus ia telah dapat mengamankan
pemberontakan, ini berarti telah menyelamatkan jiwa para
prajurit beserta anggota keluarganya yang ditawan musuh,
sudah tentu rasa terima kasih mereka tak terhingga.
Ketika Siau Hong menjalankan kudanya perlahan
mengelilingi kota, sepanjang jalan rakyat bersorak-sorai
memberikan pujian secara luar biasa.
Diam-diam Siau Hong terharu oleh suara pujian itu, apalagi
air mata rakyat jelata itu tampak berlinang-linang, suatu tanda
rasa terima kasih mereka itu memang timbul benar-benar dari
lubuk hati yang murni. Pikirnya, "Seorang yang berkedudukan
tinggi dan memegang kendali kenegaraan, setiap gerak-gerik
dan tindak tanduknya akan menyangkut nasib beratus-ratus
ribu, bahkan berjuta-juta rakyatnya. Padahal sebelum aku
menyerbu musuh untuk membunuh Co-ong, aku hanya
terdorong oleh keinginan membunuh musuh gihengku saja,
sama sekali tak tersangka olehku bahwa dengan tindakanku
itu tanpa sengaja telah menyelamatkan beratus ribu jiwa
manusia.”
Begitulah dengan mendapat sambutan hangat dari
penduduk kota, akhirnya rombongan Siau Hong sampai di
depan istana Lam-ih-tay-ong.
Meski Siau Hong adalah bekas pangcu, tapi pangcu dari
kaum pengemis, hidupnya selalu melarat, tempat tinggalnya
sembarang tempat, di mana pun dapat dibuat tidur, baik di
emperan, maupun di kolong jembatan, semuanya pernah
dilakukan Siau Hong. Tapi kini ia terkesima menyaksikan
sebuah gedung yang megah.
Waktu ia dipersilakan masuk oleh Yalu Muko, ia lebih
terpesona lagi oleh segala perabotan di dalam istana itu.
Sesudah ia periksa seperlunya keadaan dan isi istana itu, lalu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ia ambil tempat duduk di atas singgasananya dan menerima
sembah perkenalan dari penggawa istana.
Kemudian para kepala kelompok suku juga datang memberi
hormat, banyak sekali nama suku bangsa di bawah kekuasaan
Kerajaan Liau, seketika Siau Hong juga tidak ingat nama-nama
kelompok suku sebanyak itu.
Habis itu para perwira dari pasukan pribadi ibu suri dan
permaisuri, para pengawal berbagai istana juga beruntunruntun
datang menghadap.
Akhirnya para utusan berbagai negeri yang berkedudukan
di kota raja ketika mengetahui Siau Hong telah diangkat
menjadi Lam-ih-tay-ong yang baru, maka beramai-ramai
perwakilan dari 59 negara yang berada di bawah pengaruh
negeri Liau, seperti negeri Korea, Nuchen, Se He, Tartar, dan
lain-lain, semuanya datang untuk berkenalan dengan raja
muda yang baru dan berpengaruh ini. Banyak sekali di
antaranya membawa oleh-oleh dan mempersembahkan kado
dengan maksud mengikat persahabatan.
Begitulah setiap hari Siau Hong sibuk menerima tamu dan
menemui pembesar bawahannya. Apa yang dilihatnya adalah
emas intan yang gemerlapan dan apa yang didengarnya
adalah puji sanjung yang menjilat pantat. Sebagai seorang
yang berjiwa jujur lurus, sudah tentu Siau Hong tidak biasa
dengan penghidupan seperti itu, lama-kelamaan ia merasa
jemu juga.
Kira-kira sebulan kemudian, Yalu Hungki mengundangnya
untuk bertemu di istana dan berkata kepada Siau Hong,
"Saudaraku yang baik, kedudukanmu adalah Lam-ih-tay-ong,
tempat tugasmu adalah Lamkhia, di sana harus kau cari
kesempatan untuk melakukan invasi ke Tionggoan. Meski aku
merasa berat untuk berpisah denganmu, tapi demi tugas dan
kejayaan bangsa, terpaksa silakan lekas berangkat ke selatan
dengan pasukanmu.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong terperanjat mendengar baginda raja menitahkan
dia memimpin pasukan untuk menjajah ke selatan. Cepat
sahutnya, "Soal invasi ke selatan bukanlah urusan kecil, harap
Yang Mulia suka meninjau kembali keputusan ini. Hamba
cuma seorang persilatan yang kasar, dalam hal siasat militer
sama sekali tidak paham.”
"Negeri kita baru mengalami pemberontakan, kita memang
harus memelihara kekuatan dahulu,” ujar Hungki dengan
tertawa. "Apalagi pemerintah Song sekarang telah
mengangkat Suma Kong sebagai perdana menteri, politiknya
stabil, rakyatnya patuh, kesempatan untuk menyerbu ke
selatan belum ada. Maka sesudah berada di Lamkhia,
hendaklah senantiasa kau ingat tujuan kita akan mencaplok
kerajaan di selatan itu, kita harus mencari saat yang baik dan
tepat, jika ada sesuatu kerusuhan di dalam tubuh
pemerintahan Song, segera kita mengerahkan pasukan ke
selatan. Bila bagian dalam mereka bersatu, maka hasil kita
akan sangat kecil sekali bila menggempur mereka.”
"Betul, memang harus begitu,” sahut Siau Hong.
"Akan tetapi dari manakah kita dapat mengetahui
pemerintahan Song dalam keadaan kuat dan rakyatnya patuh
dan bersatu?” kata Hungki pula.
"Untuk itu mohon Baginda suka memberi petunjuk,” sahut
Siau Hong.
"Hahaha, caranya sejak dulu kala hingga sekarang adalah
sama saja,” seru Hungki dengan terbahak-bahak. "Resepnya
adalah gunakanlah sebanyak mungkin harta kekayaan untuk
membeli mata-mata musuh. Orang selatan paling tamak pada
harta, manusia rendah tak terhitung banyaknya di sana. Asal
mendapat harta, mereka tidak segan-segan menjual negara.
Maka boleh kau suruh Ku-bit-su jangan sayang membuang
harta mestika sebanyak mungkin, tentu usahamu akan
berhasil.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong mengiakan pesan itu, lalu mohon diri dengan
perasaan kesal. Sebagai seorang laki-laki sejati, biasanya
sahabat karibnya adalah golongan kesatria yang gagah dan
jujur, biarpun sudah banyak pengalamannya menghadapi tipu
muslihat keji di kalangan Kangouw, tapi paling-paling juga
cuma perbuatan membunuh orang atau membakar rumah
secara blakblakan tanpa banyak lika-liku, selamanya belum
pernah ia gunakan harta benda untuk memperalat orang lain.
Apalagi, walaupun ia adalah orang Cidan, tapi sejak kecil
dibesarkan di daerah selatan, sekarang dia ditugaskan oleh
Yalu Hungki untuk mencaplok Kerajaan Song, hal ini
sebenarnya sangat bertentangan dengan jiwanya.
Ia pikir, "Giheng mengangkatku sebagai Lam-ih-tay-ong,
hal ini adalah maksud baiknya, kalau sekarang juga
kuletakkan jabatan, betapa pun akan mengecewakan maksud
baiknya dan akan mengganggu persaudaraan kami. Biarlah
nanti sesudah aku di Lamkhia setelah kujalankan tugasku
selama setahun dua tahun, lalu aku akan mohon
mengundurkan diri. Dan kalau beliau tidak mengizinkan, diamdiam
aku akan tinggal pergi, masakah beliau dapat menahan
aku?”
Begitulah ia lantas membawa bawahannya bersama A Ci
berangkat ke Lamkhia.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Yang dimaksud Lamkhia pada Kerajaan Liau waktu itu
adalah Kota Pakhia (Peking) sekarang. Zaman itu Kerajaan
Song menyebutnya sebagai Yankhia, Yutoh, atau Yuciu.
Kota itu sebenarnya termasuk wilayah kekuasaan Tiongkok.
Ketika Ciok Keng-tong dari Dinasti Cin mengangkat dirinya
sendiri menjadi raja, ia telah minta bala bantuan Kerajaan
Liau. Untuk balas jasanya, Ciok Keng-tong menyerahkan
wilayah kekuasaan Yan-hun-cap-lak-ciu (16 kota Yan-hun)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepada Kerajaan Liau. Dan di antara ke-16 kota itu termasuk
pula Yuciu atau Yankhia.
Ke-16 kota yang dijual oleh Ciok Keng-tong itu adalah
tempat-tempat penting dan strategis, selama Dinasti Cin, Ciu,
dan Song, pemerintah Tiongkok tidak mampu merebut
kembali kota-kota wilayah kekuasaannya itu, bahkan setiap
kali terjadi perang, selalu pasukan Liau mendapat keuntungan
dari kota-kota penting yang menjadi pangkalan mereka itu
dan selalu pasukan Song dikalahkan habis-habisan.
Setiba di dalam kota, Siau Hong lihat jalan di dalam kota
sangat lebar dan resik, orang yang berlalu-lalang adalah
rakyat kerajaan selatan (Song), yang terdengar juga bahasa
Tionghoa. Ia merasa seakan-akan telah pulang ke tempat
tinggalnya dahulu. Malahan keramaian dan kemakmuran kota
juga lebih baik daripada Siangkhia.
Siau Hong dan A Ci merasa kerasan di kota yang ramai ini.
Dengan gembira, esok paginya mereka lantas keluar pesiar
dengan dandanan yang sederhana dan tanpa pengawal.
Luas Kota Yankhia itu antara 36 li (kira-kira sama dengan
18 km) persegi. Seluruhnya ada delapan pintu gerbang kota.
Letak istana Lam-ih-tay-ong itu di barat laut di dalam benteng
kota.
Sesudah Siau Hong dan A Ci pesiar hampir setengah hari,
mereka melihat di mana-mana toko dan pasar ramai
dikunjungi orang, di sana-sini juga banyak terdapat kelenteng.
Sebagai Lam-ih-tay-ong, maka wilayah kekuasaan Siau
Hong bukan cuma Yan-hun-cap-lak-ciu saja, bahkan Tay-tonghu
dan sekitarnya di sebelah barat, Tay-ting-hu di sebelah
selatan juga termasuk wilayah kekuasaannya. Dan sebagai
raja muda, terpaksa ia mesti tinggal di dalam istana.
Sesudah melakukan tugasnya beberapa hari, ia lantas
merasa pusing kepala, untung Lam-ih Ku-bit-su, kepala
stafnya Siau Hong, yaitu Yalu Muko, cukup cekatan dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pandai mengatur, maka ia percayakan semua pekerjaan dinas
kepadanya.
Menjadi pembesar setinggi Siau Hong itu juga ada enaknya.
Di dalam istana tersedia barang berharga yang tak terhitung
banyaknya, empedu beruang dan tulang harimau boleh
dimakan bagai makan nasi saja oleh A Ci. Dengan perawatan
demikian, akhirnya kesehatan A Ci menjadi pulih seperti
sediakala, pada permulaan musim dingin ia sudah dapat
bergerak dengan bebas.
Dasar gadis itu memang lincah dan suka bergerak, maka
begitu sudah sehat kembali, segera A Ci pesiar beberapa kali
ke seluruh pelosok kota, kemudian dengan dikawal oleh
Kapten Sili, mereka mulai pesiar keluar kota yang berdekatan.
Suatu hati, hujan salju baru saja reda, dengan memakai
baju kulit berbulu halus, A Ci datang ke Istana Soan-kau-tian,
tempat tinggal Siau Hong, ia berkata, "Cihu, aku merasa
bosan tinggal di kota, ayolah kita pergi berburu saja!”
Sekian lamanya tinggal dalam istana, memang Siau Hong
juga merasa kesal, maka ajakan A Ci itu diterima dengan
senang hati. Tapi ia tidak suka berburu secara besar-besaran,
maka hanya beberapa pengawal dibawanya untuk melayani A
Ci. Pula khawatir akan mengejutkan penduduk setempat,
maka mereka berdandan sebagai prajurit biasa, membawa
busur dan panah, dengan berkuda mereka ke luar kota dan
menuju ke utara.
Kira-kira belasan li jauhnya di luar kota, mereka hanya
memperoleh beberapa ekor kelinci saja, binatang lain yang
lebih besar tidak kelihatan.
"Marilah kita coba-coba ke bagian selatan,” kata Siau Hong.
Segera ia membawa rombongannya berputar ke barat terus ke
selatan.
Kira-kira belasan li lagi, tiba-tiba seekor kijang berlari keluar
dari semak-semak. Cepat A Ci mengambil busur dan panah,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tapi ketika ia hendak menarik busurnya, ternyata tenaganya
tak cukup. Nyata meski kesehatannya sudah pulih, tapi tenaga
belum kuat.
Segera Siau Hong mendekatinya, ia gunakan tangan kiri
memegang tali gendewa dari belakang A Ci, lalu tangan kanan
mementang gendewa, sekali bidik, anak panah itu meluncur
dengan cepat, kontan kijang itu menggeletak terkena panah.
Maka bersoraklah para pengiringnya.
Ketika Siau Hong lepas tangan, ia pandang A Ci dengan
tersenyum. Tapi ia menjadi terkejut demi tampak air mata
anak dara itu berlinang-linang. Tanyanya dengan heran, "He,
kenapa menangis? Kau tidak senang aku membantumu
memanah kijang tadi?”
"Aku... aku sudah menjadi orang cacat, sampai gendewa
saja tidak... tidak mampu menariknya lagi,” sahut A Ci dengan
air mata bercucuran.
"Ai, kenapa kau tidak sabaran begitu, asal kau merawat diri
dengan baik, tentu tenagamu akan pulih kembali,” hibur Siau
Hong. "Dan kelak bila betul tak bisa pulih, pasti akan
kuajarkan cara melatih lwekang padamu, pasti tenagamu akan
bertambah kuat.”
Maka tertawalah A Ci, katanya, "Engkau harus pegang janji
dengan baik, engkau harus mengajarkan lwekang padaku.”
"Baik, pasti akan kuajarkan,” sahut Siau Hong.
Tengah bicara, tiba-tiba terdengar suara ramai derapan
kuda lari dari arah selatan, ada suatu pasukan sedang
mendatang dari tanah salju sana. Meski pasukan itu tidak
memasang panji pengenal, tapi segera Siau Hong dapat
melihat pasukan itu adalah tentara Liau. Terdengar prajurit
dan perwira pasukan itu bersorak-sorai dan menyanyi-nyanyi
dengan riang gembira, di belakang mereka tampak banyak
tawanan pula, agaknya mereka habis pulang dari menang
perang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kita tidak perang dengan siapa pun, dari mana pasukan ini
bisa menang perang?” pikir Siau Hong.
Ia lihat pasukan itu menuju ke timur, yaitu arah Kota
Lamkhia. Segera ia katakan pada pengiringnya, "Coba pergi
tanya mereka, pasukan dari manakah dan untuk apa datang
ke sini?”
Pengiring itu mengiakan dan menambahkan pula, "Mungkin
kawan kita sendiri yang habis pulang dari ‘panen’.”
Lalu ia larikan kudanya menghampiri pasukan itu.
Ketika komandan pasukan itu mengetahui Lam-ih-tay-ong
berada di situ, serentak mereka bersorak gembira, mereka
turun dari kuda dan dengan langkah cepat menghampiri Siau
Hong untuk memberi hormat, berbareng mereka lantas
bersorak, "Hidup Tay-ong!”
Siau Hong hanya angkat tangannya sebagai hormat. Ia
lihat pasukan itu berjumlah antara 800 orang, di atas kuda
mereka penuh termuat macam-macam barang, ada bahan
pangan, ada bahan sandang, dan benda-benda berharga
lainnya. Tawanan yang mereka ringkus juga ada 800 jiwa
banyaknya, sebagian besar adalah wanita muda, tapi ada juga
sedikit anak dan orang tua. Dari dandanan mereka dapat
diketahui adalah orang Song, banyak di antaranya sedang
menangis sedih, keadaan sangat mengenaskan.
"Hari ini adalah giliran pasukan hamba yang dinas ‘tah-caukok’
(panen), berkat Tay-ong yang mulia, hasil kami lumayan
juga,” demikian komandan pasukan itu memberi lapor. Lalu ia
berpaling ke belakang dan berteriak, "Ayo, kawan-kawan!
Lekas persembahkan wanita muda yang paling cantik dan
harta benda yang paling berharga, kita persilakan Tay-ong
memilih sendiri!”
Segera anak buahnya mengiakan, dalam sekejap saja lebih
20 orang wanita muda yang cantik digusur ke depan Siau
Hong, banyak pula emas intan dan batu permata yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berharga terserak di atas sehelai selimut, semuanya itu
menantikan pilihan Siau Hong.
Umumnya orang Cidan paling menghormat pada kesatria
gagah, bila Siau Hong sudi menerima wanita tawanan dan
harta rampasan mereka dari hasil "panen” itu, maka hal mana
akan merupakan suatu kehormatan besar bagi mereka.
Dahulu di luar Gan-bun-koan, Siau Hong juga pernah
menyaksikan pasukan tentara Song merampok dan menawan
orang-orang Cidan. Sekarang ia melihat pasukan Cidan yang
menawan orang Song. Keadaan tawanan yang mengenaskan
itu sama saja tiada bedanya.
Sesudah sekian lamanya tinggal di negeri Liau, pada garis
besarnya Siau Hong sudah paham peraturan militer negeri itu.
Pasukan tentara Liau itu tidak mendapat gaji dan catu ransum,
segala keperluan perwira dan prajuritnya, seluruhnya
diperoleh dengan merampas dari pihak musuh. Maka setiap
hari ada pasukan yang dikirim untuk merampas sandang
pangan dari rakyat negeri tetangga seperti Korea, Song, Se
He, Nuchen, dan lain-lain, perbuatan mereka ini diberi nama
"tah-cau-kok” atau panen. Padahal tiada bedanya dengan
garong.
Sebab itulah tentara Song juga membalas dengan
melakukan "panen” pada orang Cidan dengan cara yang
sama. Maka penghidupan penduduk di sekitar perbatasan itu
menjadi sangat melarat dan tidak aman, setiap saat selalu
hidup dalam ketakutan.
Sebenarnya Siau Hong merasa cara demikian itu terlalu
kejam dan zalim, cuma ia sendiri tidak berniat menjadi
pembesar untuk selamanya, setelah sekadar memenuhi
keinginan Yalu Hungki, lalu ia akan meletakkan jabatan dan
tinggal pergi. Sebab itulah ia tidak memberi suatu saran apaapa
tentang politik dan ketatanegaraan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kini dengan mata kepala sendiri menyaksikan keadaan
mengenaskan dari para tawanan itu, mau tak mau ia merasa
tak tega. Segera ia tanya komandan pasukan itu, "Dari mana
kalian memperoleh hasil panen ini?”
Dengan penuh hormat komandan itu melapor, "Harap Tayong
maklum, hasil ‘panen’ hamba ini diperoleh dari perbatasan
di luar Takciu. Sejak Tay-ong kemari, hamba tidak berani
mencari ransum lagi di sekitar sini.”
Dari jawaban itu Siau Hong menarik kesimpulan dahulu
mereka tentu banyak melakukan penggarongan milik orang
Song di sekitar Lamkhia. Segera ia tanya kepada seorang
gadis yang dihadapkan kepadanya itu dalam bahasa Han, "Kau
berasal dari mana?”
Gadis itu berlutut, sahutnya dengan menangis, "Hamba
adalah orang Thio-koh-jun, mohon belas kasihan Tay-ong,
sudilah mengampuni hamba dan bebaskan hamba untuk
berkumpul kembali dengan orang tua.”
Waktu Siau Hong memandang ke arah tawanan-tawanan
itu, ia melihat beberapa ratus orang itu berlutut semua, hanya
ada seorang pemuda yang tetap berdiri dengan bersitegang.
Berdiri di tengah beratus tawanan yang berlutut itu, dengan
sendirinya pemuda itu kelihatan sangat menonjol. Siau Hong
lihat usia pemuda itu antara 16-17 tahun, raut mukanya
lonjong, matanya bersinar, sedikit pun tidak gentar padanya.
Segera ia tanya, "Hai, pemuda, kau berasal dari mana?”
"Ada suatu urusan rahasia penting ingin kubicarakan
padamu secara berhadapan,” sahut pemuda itu.
"Baiklah, majulah ke sini,” kata Siau Hong.
Pemuda itu angkat kedua tangannya ke atas, ternyata
tangannya terikat dengan kencang. Terdengar ia berseru,
"Silakan meninggalkan pengiringmu ke sana, urusan penting
ini tidak boleh didengar orang lain.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Siau Hong merasa heran, ia pikir seorang pemuda keroco
begitu masakah mempunyai urusan rahasia penting segala?
Tapi dia berasal dari selatan, boleh jadi membawa rahasia
militer Kerajaan Song. Sebagai seorang kesatria, Siau Hong
benci kepada manusia rendah yang suka menjual negara dan
bangsa, maka sebenarnya ia tidak mau gubris pada pemuda
itu. Tapi mengingat hal yang akan diberitahukan mungkin di
luar dugaannya, ia pikir tiada halangannya untuk
mendengarkannya.
Segera ia larikan kuda meninggalkan pengiringnya kira-kira
puluhan meter jauhnya, lalu ia panggil pemuda itu, "Nah,
majulah ke sini!”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 44
Pemuda itu lantas ikut kesana, ia angkat kedua tangannya
yang terikat itu, katanya, "Harap memotong tali pengikat
tanganku ini, hendak kukeluarkan sesuatu barang untukmu.”
Tanpa pikir Siau Hong melolos goloknya "sret” sekali ayun,
ia tebas tali pengikat kedua tangan pemuda itu. Begitu cepat
dan jitu tabasan Siau Hong hingga membuat pemuda itu
berjingkat kaget ketika mengetahui golok itu sudah
menyambar lewat tangannya, tali pengikatnya sudah putus
dan tangan tidak terluka apa-apa.
"Nah barang apa?” tanya Siau Hong kemudian dengan
tersenyum sambil menyarungkan kembali goloknya.
Segera pemuda itu merogoh saku, ia ambil sesuatu benda,
digenggamnya, lalu mendekati Siau Hong sambil menyodorkan
tangannya dan berkata. "Ini, boleh kau periksa sendiri!”
Selagi Siau Hong hendak ulur tangannya menerima barang
orang, sekilas dilihatnya benda dalam genggaman pemuda itu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seperti dapat bergerak, ia jadi curiga dan urung menerima,
katanya, "Coba buka tanganmu?”
Pemuda itu sadar tipu muslihatnya telah gagal, mendadak
air mukanya berubah hebat, sekonyong-konyong makhluk
pada tangannya itu dilemparkan ke muka Siau Hong.
Tapi sekali sampuk dengan cambuk kuda, Siau Hong
hantam makhluk itu ke tanah. Waktu diamati, kiranya seekor
ular hitam mulus. Ia kerut kening dan tidak menaruh
perhatian atas ular itu, ia pikir pemuda itu benar-benar kurang
ajar, masa mempermainkanku dengan ular.
Di luar dugaan, begitu ular itu ke tanah, mendadak ular
melompat ke atas lagi dan hendak memagut kaki Siau Hong.
Sama sekali Siau Hong tidak menyangka ular sekecil itu bisa
melejit ke atas, ia terperanjat dan cepat mengangkat kakinya
ke samping hingga pagutan ular itu kena di kaki depan kuda
tunggangannya.
Sekali tergigit ular, seketika kuda itu lemas lunglai ke
tanah. Cepat Siau Hong melompat turun, ia lihat kudanya
sudah tak bisa berkutik lagi, hanya kelojotan sekali, lantas
binasa.
Bahkan si pemuda lantas memburu maju lagi, ia sambar
ular kecil itu terus dilemparkan pula ke arah Siau Hong.
Melihat ular itu begitu lihai, Siau Hong tidak berani gegabah
lagi, ia kerahkan tenaga pada cambuknya terus menyabat
"plok”, ular itu terpental hingga berpuluh meter jauhnya, tapi
belum mati ular itu merayap, lalu menghilang entah kemana.”
Biarpun Siau Hong sudah banyak pengalaman tidak urung
mengkirik membayangkan kejadian tadi. Hanya sekali gigit
saja ular kecil itu dapat membinasakan seekor kuda besar
dalam waktu singkat sekali, maka betapa jahat bisanya dapat
dibayangkan. Apalagi pemuda itu berani pegang ular itu
sesukanya, suatu bukti pemuda itu telah menguasai racun ular
yang jahat itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebagai bekas Pangcu Kai-pang. Siau Hong sudah sering
menyaksikan anggota Kai-pang main ular, maka ia tidak heran
pada ular berbisa. Tapi ular hitam kecil ini sangat ganas,
sedangkan untuk bisa menguasai racun ular dengan baik,
anggota Kai-pang umumnya mesti berlatih hingga bertahuntahun
lamanya, dan biasanya ahli ular itu terdiri dari
pengemis-pengemis yang sudah tua. Tapi pemuda ini baru
belasan tahun umurnya, namun sudah memiliki kepandaian
selihai ini, sungguh dapat dikatakan luar biasa. Coba tadi kalau
dirinya lengah sedikit saja, mungkin jiwanya sekarang sudah
melayang.
Dalam pada itu para perwira dan prajurit Cidan beramairamai
telah maju ketika melihat kuada Siau-tai-ong mereka
roboh dan binasa. Namun segera Siau Hong memberi tanda
pada mereka dan berseru, "Kalian jangan mendekat ke sini.”
Serentak pasukan Cidan itu berhenti di tempat mereka.
Waktu Siau Hong periksa kudanya ia lihat badan kuda telah
berubah menjadi hitam dalam waktu singkat. Keruan ia lebih
terkesiap, segera ia berkata dengan manggut-manggut. "Ehm,
bagus, bagus! Siapa namamu? Mengapa kau serang aku sekeji
ini?”
Tapi pemuda itu bungkam dalam segala bahasa, bahkan ia
melirik hina pada Siau Hong.
"Coba mengakulah dan jiwamu mungkin dapat kuampuni,
"kata Siau Hong pula.
"Aku gagal membalas sakit hati orang tua, apa mau dikata
lagi?” tiba-tiba pemuda itu menyahut dengan ketus.
"Hah, kau ingin membalas sakit hati orang tuamu?” Siau
Hong menegas dengan heran. "Siapakah orang tuamu?
Apakah aku yang membunuhnya?”
Pemuda itu melangkah maju, tiba-tiba ia tuding hidung
Siau Hong dan memaki dengan penuh rasa dendam, "Kiau
Hong! Kamu telah membunuh pamanku, membunuh ayah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bundaku, sungguh aku .. aku ingin mengunyah dagingmu,
ingin membeset kulitmu dan mencencang badanmu hingga
hancur lebur!”
Mendengar pemuda itu memanggil namanya yang lama,
yaitu "Kiau Hong” pula menuduh dirinya membunuh paman
dan ayah bundanya, Siau Hong pikir besar kemungkinan
adalah permusuhan yang terjadi di Tionggoan dahulu. Maka
tanyanya segera, "Siapakah pamanmu dan siapa ayahmu?”
"Pendek kata aku pun tidak ingin hidup lagi, masakah aku
takut padamu? Kaum lelaki keluarga Yu dari Cip-hian ceng
bukanlah manusia yang takut mati!” demikian teriak pemuda
itu.
Mendengar pemuda itu menyebut "Keluarga Yu dari Ciphian-
ceng”, barulah Siau Hong tahu duduk perkaranya.
"O, kiranya kamu keturunan Yu-si-siang-hiong dari Ciphian-
ceng?” katanya. "Jika demikian, ayahmu adalah Yu Ki,
Yu-jiya, bukan?”
Ia berhenti sejenak, lalu menyambung pula. "Dahulu aku
pernah dikeroyok para ksatria Tionggoan di tempat tinggalmu,
karena terpaksa aku melawan keroyokan mereka. Dan ayah
serta pamanmu itu tewas dengan membunuh diri. Ya
memang, membunuh diri atau di bunuh orang memang sama
saja. Tatkala itu akutelah merampas senjata andalan ayah dan
pamanmu hingga mereka terpaksa membunuh diri, katanya
untuk memenuhi sumpah perguruan mereka, adik cilik,
siapakah namamu?”
"Namaku Yu Goan-ci, "sahut pemuda itu bersitegang, "Aku
tidak perlu kaubunuh diriku, aku sanggup meniru semangat
jantan ayah dan pamanku.”
Habis berkata, mendadak ia mencabut keluar sebilah belati
terus menikam dada sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun cambuk Siau Hong lebih cepat menyambarnya
daripada belatinya itu, sekali tergubat, segera belati pemuda
itu dibetot terlepas dari cekalan.
Yu Goan-ci menjadi gusar, teriaknya, "Aku ingin membunuh
diri juga tidak boleh? Kamu anjing Cidan terkutuk, sungguh
kamu amat kejam!”
Dalam pada itu A Ci telah larikan kudanya mendekati Siau
Hong. Segera ia membentak, "Kau setan cilik ini mengapa
sembarang memaki orang? Kau ingin mampus ya? Hehehe,
jangan kau harap akan begitu gampang!”
Yu Goanci terkesima demi mendadak seorang nona cilik
yang cantik molek berada di depannya, untuk sekian lama ia
tidak sanggup bicara.
"Cihu, "segera A Ci berkata kepada Siau Hong, "Bocah ini
teramat keji, ia hendak membunuhmu dengan ular berbisa,
biarlah kita juga menggunakan carayang sama
menghukumnya agar dia tahu rasa.”
Sebagai murid Sing-siok-pai, bicara tentang menyiksa orang
ular atau belatung berbisa mungkin tiada golongan lain yang
mampu mengungguli cara mereka.
Segera Siau Hong berkata kepada komandan pasukan tadi,
"Orang Song yang laian tawan ini bolehkah diberikan
kepadaku semua?”
Senang sekali komandan itu, sahutnya, "Asal Tai-ong sudi
menerima, tentu saja hamba merasa mendapat kehormatan
besar.”
"Setiap prajurit yang telah menyerahkan tawanannya
kepadaku, sepulangnya nanti akan mendapat hadiah sebagai
ganti kerugian, "kata Siau Hong pula. "Dan sekarang bolehlah
kalian berangkat pulang dulu ke kota.”
Dengan girang prajurit itu mengiakan dan menyatakan
terima kasih. Kata komandannya, "Binatang disini tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
banyak, apakah Tai-ong akan menggunakan babi-babi song ini
sebagai sasaran panah yang hidup? Dahulu Co-ong juga suka
permainan begini. Cuma sayang tawanan ini kebanyakan
adalah kaum wanita, larinya tidak bisa cepat. Lain kali kami
pasti akan mencari babi-babi song yang laki-laki dan tangkastangkas
untuk keperluan Tai-ong.”
Habis berkata, ia memberi hormat kepada Siau Hong , lalu
membawa pergi pasukannya..
"Menggunakan babi-babi Song itu sebagai sasaran panah
hidup, "kata-kata ini mendengung-dengung dalam telinga Siau
Hong, seketika ia seakan-akan melihat kekejaman Co-ong
yang telah menggunakan orang-orang Song itu sebagai
sasaran anak panahnya, beratus orang Song itu disuruh lari
serabutan, lalu satu per satu dipanah dari jauh seperti berburu
binatang. Agaknya kekejaman demikian itu bukan cuma sekali
duakali terjadi, tapi orang Cidan telah anggap biasa permainan
begitu.
Ketika Siau Hong pandang para tawanan itu, ia lihat wajah
mereka pucat lesi sebagai mayat, bahkan banyak diantaranya
gemetar keras-keras. Rupanya ada diantara mereka yang
paham bahasa Cidan, maka demi mendengar mereka akan
digunakan sebagai sasaran panah, mereka menjadi takut.
Siau Hong menghela napas panjang, ia memandang jauh
ke selatan sana, dimana gunung gemulung menjulang tinggi
tertutup awan. Tiba-tiba terpikir olehnya, "Coba kalau tiada
orang membongkar rahasia asal usulku, sampai hari ini pasti
aku masih anggap diriku adalah rakyat Song, bicaraku sama
seperti bahasa mereka, dan makan nasi serupa mereka, apa
perbedaannya? Padahal kita semuanya adalah manusia, samasama
manusia kenapa mesti ada perbedaan antara Cidan,
Song, Nuchen, Korea dan apa segala? Kenapa kita tidak dapat
hidup berdampingan, sebaliknya mesti saling cakar-cakaran,
yang satu 'panen' ke wilayah kekuasaan yang lain, dan yang
lain menggarong dan membunuh ke negeri orang lagi? Yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
satu memaki yang lain sebagai anjing Cidan dan yang lain
memaki sebagai babi Song? Ya, alangkah baiknya jika didunia
tiada penindasan manusia atas manusia, tiada penjajahan
bangsa atas bangsa, tiada pengisapan orang atas orang, jika
semuanya itu tak ada, tentu dunia ini akan aman dan damai.”
Begitulah seketika perasaannya bergolak, semangatnya
membakar.
Dalam pada itu A Ci mempunyai kerjanya sendiri, ia terus
mengamat-amati Yu Goan-ci sambil memikirkan cara
bagaimana harus menyiksa pemuda itu. Pikirnya, "Tidak boleh
sekali siksa mematikan dia, tapi harus kucari suatu akal yang
baik dan menarik untuk mempermainkan dia sekedar pelipur
lara hatiku daripada perburuan kijang yang membosankan ini.
Eh, ya dapat kugunakan dia untuk menguji khasiat Pek-giokgiok-
ting yang kumiliki ini. Dapat kutangkap beberapa macam
ular dan belatung berbisa untuk menggigit tangannya dulu,
bila nanti hawa berbisa sudah hampir menyerang jantungnya,
lantas kupotong lengannya itu, lalu giliran lengannya yang
lain, dengan cara begitu mungkin aku dapat
mempermainkannya untuk beberapa hari lamanya.”
Sementara itu setelah pasukan Cidan tadi pergi, lalu Siau
Hong berkata kepada para tawanan itu, "Biarlah hari ini
kubebaskan kalian. Nah lekas kalian pergi!”
Tapi para tawanan itu mengira bila mereka lari, lalu mereka
akan di panah, maka mereka merasa ragu dan tiada yang mau
bergerak.
Segera Siau Hong berkata pula, "Sesudah kalian pulang,
paling baik kalian meninggalkan daerah perbatasan ini
sejauhnya agar kalian tidak menjadi sasaran panenan dan
tertangkap pula. Aku hanya dapat menolong kalian satu kali
dan tidak mungkin dua kali.”
Mendengar itu, barulah para tawanan itu percaya penuh,
seketika gegap gempita sorak gembira mereka, beramai-ramai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka menjura dan menghaturkan terimakasih kepada Siau
Hong. Sungguh mereka tidak menduga bahwa jiwa mereka
yang sudah terang akan melayang di negeri Liau itu bisa
direnggut kembali dari cengkraman elmaut.
Pada umumnya kalau orang Song sudah menjadi hasil
panen orang Cidan, kecuali orang dari keluarga mampu yang
sanggup menebus dengan harta benda yang tinggi. Kalau
tidak, pasti akan mati terkubur di tanah asing. Sedangkan para
tawanan ini adalah rakyat jelata yang miskin, dari mana
mereka mampu menebus jiwa mereka dengan harta benda?
Keruan girang mereka tidak kepalang demi mendengar
pengampunan Siau Hong itu.
Begitulah Siau Hong melihat para tawanan itu berduyunduyun
menuju ke selatan dengan senang. Lambat laun
suasana kembali menjadi sunyi, para tawanan telah pergi
semua. Tapi dilihatnya Yu Goan Ci tadi masih tetap berdiri
tegak ditempatnya. Segera Siau Hong berkata padanya, "Hei,
mengapa kamu tidak pergi? Apakah kamu tidak punya sangu
untuk pulang ke Tionggoan?”
Sembari berkata tangannya lantas merogoh saku dengan
maksud mengambil sedikit uang perak untuk pemuda itu.
Tak terduga sakunya tidak membawa apa-apa, tahu-tahu
yang terogoh keluar adalah sebuah bungkusan kecil dari
kertas minyak.
Siau Hong merasa pedih melihat bungkusan kertas itu.
Didalam bungkusan itu adalah sejilid Ih-kin-keng edisi bahasa
Hindu. Dahulu A Cu telah mencuri kitab pusaka itu dari Siaulim-
si dan diberikan padanya. Kini gadis itu sudah meninggal
dan kitab itu masih disimpan olehnya, dengan sendirinya ia
berduka teringat kepada kejadian lalu.
Katanya kemudian dengan menyesal, "Hari ini aku keluar
untuk berburu, maka tidak membawa uang, jika kau perlu
sangu, boleh ikut aku ke kota untuk ambil.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi mata Yu Goan-ci mendelik dan membara, teriaknya
dengan gusar, "Orang she Kiau, kalau mau bunuh lekas
bunuh, mau cencang lekas cencang, masakah aku jeri, buat
apa mesti mempermainkan aku dengan tipu muslihatmu yang
keji? Biarpun orang she Yu ini mati melarat juga tidak sudi
menerima uang sepeser pun darimu!”
Siau Hong pikir benar juga ucapan pemuda itu. Dirinya
adalah musuh pembunuh orang tua pemuda itu, sudah tentu
sakit hati sedalam lautan itu tak bisa diselesaikan begitu saja.
Maka katanya lantas, "Aku takkan membunuhmu, jika kau
ingin menuntut balas, setiap saat boleh kau cari padaku.”
"Cihu, jangan kau lepaskan dia!” tiba-tiba A Ci menyela,
"Bocah ini sangat keji, cara balas dendamnya juga tidak beres.
Menggunakan ular dan menanam racun, segala perbuatan
kotor dapat dilakukannya. Membabat rumput harus sampai ke
akar-akarnya, jangan meninggalkan bencana di kemudian
hari.”
Tapi Siau Hong menggeleng kepala, sahutnya. "Dikalangan
kangouw penuh rintangan, setiap langkah selalu ketemu
bahaya, semuanya itu sudah pernah kualami. Dahulu tanpa
sengaja telah ku paksa ayah dan pamannya membunuh diri,
utang darah itu memang adalah tanggunganku, buat apa
sekarang aku mesti membunuh lagi anak keturunan Yu-sisiang-
hiong?”
Mendengar pertentangan antara mereka, yang satu
bersedia melepaskan dia, s i nona justru minat dirinya dibunuh
saja. Diam-diam Yu Goan-cijuga ingin lekas angkat kaki agar
tidak mati konyol. Tapi demi ingat bila dirinya lari, hal mana
akan berarti mencemarkan nama baik orang tua. Maka
sedapat mungkin ia tabahkan hati dan melirik kedua orang di
hadapannya itu dengan sikap angkuh.
"A Ci, marilah kita pulang saja, hari ini tiada binatang yang
dapat kita buru, "kata Siau Hong kemudian.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sebenarnya aku sudah mengatur rapi rencanaku, dan
engkau justru sengaja melepaskan dia, sepulangnya di kota,
aku bisa memain apa lagi?” demikian A Ci menggerundel. Tapi
ia pun tidak berani membantah perintah Siau Hong, segera ia
putar kudanya dan ikut pulang ke kota.
Kira-kira belasan meter jauhnya, tiba-tiba ia menoleh dan
berkata kepada Yu Goan-ci, "He anak busuk, boleh kau latih
diri 75 tahun lagi untuk kemudian boleh kau cari Cihuku untuk
menuntut balas!”
Habis berkata, ia tersenyum dan pecut kudanya
mencongklang ke depan dengan cepat.
Melihat rombongan Siau Hong menuju ke utara dan tidak
putar balik lagi, barulah Yu Goan-ci percaya bahwa jiwannya
takkan melayang. Pikirnya heran, "Mengapa bangsat itu tidak
membunuh aku? Hm, hakikatnya dia memandang rendah
padaku, ia merasa akan bikin kotor tangannya jika membunuh
diriku. Dia… dia telah menjadi Tai-ong apa di negeri Liau
untuk menuntut balas selanjutnya akan lebih sulit. Tapi
akhirnya aku dapat mengetahui tempat tinggalnya, kelak pasti
akan kucari dia lagi. He, si hitam dimana? Si hitam!”
Begitulah ia lantas mencari-cari disemak rumput sekitar
situ, yang dicarinya, yaitu ular hitam kecil yang menghilang
tadi.
Tengah ia carike sana dan ke sini, tiba-tiba dilihatnya di
semak-semak rumput situ ada sebuah bungkusan kertas kecil.
Itulah bungkusan milik Siau Hong yang dirogoh keluar lalu
dimasukkan lagi ke dalam baju itu.
Kiranya tadi waktu Siau Hong masukkan kembali kitab itu
ke dalam baju itu.
Kiranya tadi waktu Siau Hong masukkan kembali kitab itu
kedalam bajunya, karena dalam keadaan setengah melamun,
maka kitab Ih-kin-keng itu tidak tepat masuk ke dalam saku,
tapi meleset keluar. Dan ketika ia mengeprak kudanya untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berangkat, guncangan-guncangan telah menyebabkan kitab
itu jatuh ke tanah tanpa disadari olehnya dan kini ditemukan
oleh Yu Goan-ci.
Karena tidak kenal tulisan dalam kitab itu, Goan-ci pikir
besar kemungkinan itulah tulisan Cidan. Kitab ini pasti
berguna bagi musuhnya itu, aku bila tidak kembalikan
padanya, tentu dia akan kelabakan mencarinya.
Teringat bahwa dengan memegang kitab itu akan bisa
membuat musuh kelabakan, sedikit banyak dalam hati kecil
pemuda itu timbul semacam rasa terhibur, rasa puas. Dan
sudah tentu, sakit hati orang tua sedalam lautan itu tidak
mungkin dihapuskan hanya oleh karena sedikit kepuasan itu,
tapi apa jeleknya asal dapat membuat Kiau Hong mengalami
suatu kesukaran, sekalipun cuma kesukaran kecil saja.
Begitulah ia lantas membungkus kembali kitab itu dengan
kertas minyak, lalu disimpannya di saku dalam, kemudian ia
berangkat ke selatan.
Sebenarnya sejak kecil Goan-ci sudah mendapat pelajaran
ilmu silat dari ayahnya. Sayang wataknya tidak cocok dengan
ilmu silat, badannya kurus lemah pula, tenaga kurang, maka
paman dan ayahnya meski tergolong tokoh persilatan
Tionggoan yang kenamaan, tapi dia sendiri sedikit sekali
kemajuannya biarpun sudah belajar tiga tahun lamanya, sama
sekali tidak sesuai sebagai anak murid jago silat terkemuka.
Ketika Goan-ci menginjak umur dua belas dan tetap tiada
kemajuan, Yu Ki, ayahnya telah ganti haluan, ia berunding
dengan saudaranya, Yu Ek, untuk menyekolahkan Goan-ci
saja, suruh bocah itu belajar ilmu sastra saja daripada belajar
ilmu silat tanpa kemajuan, dengan kepandaian kepalang
tanggung itu bukan mustahil kelak akan mengakibatkan
jiwanya melayang bila dijajal orang, bahkan nama baik Yusiang-
hiong juga akan ikut tercemar..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebab itulah, maka setelah berumur dua belas ke atas,
Goan-ci tidak belajar silat lagi melainkan belajar ilmu sastra.
Tapi disuruh sekolah, kembali ia mogok ditengah jalan. Ia
selalu mengemukakan pikiran yang tidak tidak, sering ia suka
bertanya dan membantah.
Jika gurunya berkata, "Khonghucu bilang belajar sesuatu
ilmu harus sering dipelajari dan lama-lama engkau tentu akan
merasa tertarik.”
Maka Goan-ci lantas mendebat, "Belum tentu benar,
tergantung juga pada apa yang kita pelajari, misalnya ayah
telah mengajarkan aku main silat, aku sudah sering
mempelajarinya, tapi mengapa aku tidak tertarik sedikit pun?”
Sang guru menjadi gusar, katanya, "Yang dimaksdukan
Khong-hucu adalah pelajaran kaum nabi dan tentang
kehidupan manusia yang tenar, masakah kaumaksudkan
urusan main silat segala.”
"Ai, jadi pak guru bilang ayahku belajar tidak baik. Awas,
nanti kukatakan pada ayah, "demikian sahut Goan-ci.
Begitulah akhirnya sang guru lantas angkat kaki saking tak
tahan oleh sifat Yu Goan-ci yang bambungan itu. Berulangulang
diberi ganti guru yang lain selalu dibikin ngacir oleh
Goan-ci. Sering juga Yu Ki menghajar putranya itu, tapi dasar
kepala batu, semakin dihajar dan digebuk, semakin bandel
malah, hingga akhirnya Yu Ki kewalahan sendiri, karena tiada
jalan lain, terpaksa ia tidak peduli lagi.
Sebab itulah, meski kini usia Goan-ci sudah 17 tahun dan
putra seorang tokoh persilatan ternama, tapi ia tidak
mempunyai kepandaian apa-apa, sastra tidak becus, ilmu s ilat
juga tidak pintar. Setiap hari ia hanya ikut anak buah ayahnya
untuk belajar menangkap ular dan selalu keluyuran di lereng
pegunungan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika paman dan ayahnya membunuh diri karena senjata
mereka dirampas Siau Hong, kemudian ibunya juga bunuh diri
menyusul sang suami dengan membenturkan kepala ke pilar,
maka terpaksa Goan-ci yang sebatang kara terlunta-lunta di
rantau.
Waktu pertempuran sengit di rumahnya itu, iapun
mengintip dari belakang pintu dan tahu musuhnya bernama
"Kiau Hong”, wajahnya juga diingatnya dengan baik, ia dengar
musuh itu adalah orang Cidan, maka tanpa terasa ia terus
menuju ke utara, yang terpikir olehnya ialah ingin mencari
Kiau Hong untuk menuntut balas. Dan cara bagaimana ia
harus menuntut balas hal ini tidak pernah terpikir olehnya.
Ketika dia berkeliaran kian kemari di perbatasan, akhirnya
ia ikut tertawan oleh pasukan Cidan yang sedang "panen” itu
dan secara kebetulan sekali bertemu dengan Siau Hong yang
dicarinya.
Begitulah ia pikir, "Paling penting sekarang aku harus lekas
pergi dari sini sejauhnya supaya tidak ditangkap kembali
olehnya. Aku akan mencari seekor ular berbisa lagi dan diamdiam
akan kutaruh di tempat tidurnya, bila dia tidur, tentu dia
akan dipagut mampus. Dan no .. nona cilik itu, ai, cantik sekali
dia!”
Aneh demi teringat wajah A Ci yang ayu itu, tanpa terasa
timbul semacam rasa syur yang sukar dimengerti.
Hidup selama 17 tahun di dunia ini, baru pertama kali ini
Goan-ci mempunyai perasaan yang aneh itu. Ia merasa bila
membayangkan wajah si nona cilik yang putih kepucatpucatan
dan cantik molek itu, seketika hatinya merasa senang
tak terhingga.
Karena sambil melamun, maka tahunya jalan ke depan
dengan langkah lebar hingga tidak lama ia sudah melampaui
serombongan pengungsi, ia tidak kenal dengan pengungsipengungsi
yang malang itu, ada diantaranya bermaksud baik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suruh dia jalan bersama mereka, tapi ia tidak gubris pada
tawaran orang, ia tetap berjalan terus ke arahnya sendiri.
Maka sesudah belasan li jauhnya, ia berada sendiri di
padang rumput yang luas. Ia merasa perutnya keruyukan
saking kelaparan. Ia coba celingukan kian kemari untuk
mencari sesuatu yang dapat dimakan, tapi di padang rumput
itu melulu rumput dan salju belaka, pikirnya, "Bila aku jadi
sapi dan kambing, tentu sekarang aku takkan kelaparan, aku
akan dapat makan rumput dengan sekenyang-kenyangnya
dan bila haus dapat minum air salju. Tapi, ah, menjadi sapi
dan kambing juga tidak enak, setiap waktu mereka dapat
disembelih, lebih baik aku tetap menjadi manusia saja
walaupun kelaparan.”
Begitulah selagi ia berpikir yang tidak-tidak tiba-tiba
didengarnya suara derapan kuda, mendadak muncul tiga
prajurit Cidan berkuda.
Ketika melihat dia, orang-orang Cidan itu bersorak gembira.
Dan "srek”, mendadak sebuah tali lasso menyambar dan tepat
menjerat leher Goan-ci dengan erat.
Seketika Goan-ci merasa napas sesak, cepat ia hendak
menarik tali itu. Tak terduga prajurit Cidan yang melempar
lasso itu lantas bersuit, tahu-tahu kudanya membedal hingga
Goan-ci terseret jatuh terus ditarik pergi. Goan-ci hanya
sempat menjerit beberapa kali, lalu tak dapat mengeluarkan
suara lagi karena tenggorokan tercekik oleh tali lasso.
Kuatir buronannya mati terjerat, segera prajurit Cidan itu
menghentikan kudanya. Maka dengan meronta-ronta Goan-ci
merangkak bangun, dan baru sedikit ia menarik longgar
jeratan lasso, mendadak prajurit Cidan itu menarik pula
sekuatnya sehingga Goan-ci terhuyung-huyung dan hampir
jatuh tersungkur. Maka tertawalah ketiga prajurit Cidan itu
dengan terbahak-bahak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kemudia prajurit Cidan itu berkata beberapa patah kata
kepada Goan-ci, tapi pemuda itu tidak paham bahasa Cidan, ia
hanya geleng-geleng kepala tanda tidak tahu.
Lalu prajurit Cidan itu memberi isyarat pada kawankawannya.
Cuma sekali ini kuda tidak dilarikan, melainkan
berjalan.
Ketiga prajurit Cidan itu menuju ke arah utara. Walaupun
kuda mereka tidak dilarikan, tapi langkah kuda sudah tentu
lebih lebar daripada langkah manusia. Dan untuk tidak sampai
terseret, terpaksa Goan-ci mesti mengikuti dengan setengah
berlari. Keruan saja hanya sebenar saja ia sudah megapmegap.
Ia lihat arah yang dituju prajurit-prajurit Cidan itu adalah
jurusan Siau Hong pergi tadi. Keruan ia sangat ketakutan.
Pikirnya, "Mulut keparat Kiau Hong itu ternyata menclamencle.
Katanya itu dibebaskan, tapi diam-diam suruh orang
menguber dan menangkap aku lagi. Dan sekali ini jiwaku pasti
akan melayang!”
Waktu di tawan dalam "panen” tentara Cidan semua, ia
telah dicampurkan di antara rombongan tawanan lain yang
sebagian besar terdiri dari kaum wanita. Cara berjalan kaum
wanita biasa tentu tidak terlalu cepat, maka ia dapat mengikut
dengan tidak terlalu payah, hanya ketika hendak ditawan
punggungnya kena hantam sekali dengan punggung golok
oleh orang Cidan, tempat yang diketuk itu sampai sekarang
masih agak kesakitan.
Adapun sekarang untuk kedua kalinya ia tertawan,
keadaannya menjadi berbeda, ia setengah diseret dan
terpaksa ikut berlari-lari hingga megap-megap, napasnya
makin lama makin sesak. Tanah salju licin pula, berulang ia
terpeleset jatuh. Dan setiap kali ia tergelincir, pasti tali lasso
mengurat satu jalur luka dilehernya hingga darah bercucuran.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan prajurit yang melasso dia itu sedetikpun tidak
pernah berhenti, ia tidak peduli mati hidupnya Yu Goan-ci,
pemuda itu diseret terus hingga sampai di kota Lamkhia.
Ketika masuk ke kota, antero badan Goan-ci sudah penuh
darah hingga tidak berupa manusia lagi. Dalam keadaan
begitu, yang dia harap ialah lekas mati saja daripada tersiksa
lebih lama.
Sesudah beberapa li lagi, ketiga prajurit Cidan itu menyeret
Goan-ci masuk kota, akhirnya mereka menyeretnya ke dalam
sebuah istana. Yang dilihat Goan-ci hanya lantai istana itu
terdiri dari balok batu hijau semua, pilarnya besar, pintunya
tinggi ia tidak tahu istana apakah itu.
Tidak lama berhenti dalam istana itu, lalu prajurit Cidan itu
menyeretnya pula ke suatu lapangan di samping istana.
Mendadak prajurit itu bersuit terus kepit kudanya hingga
binatang itu membedal cepat.
Sama sekali Goan-ci tidak menduga bahwa setiba di
pekarangan itu mendadak orang akan melarikan kudanya lagi.
Keruan baru dua tiga-langkah ia lari segera jatuh tersungkur.
Berulang-ulang prajurit Cidan itu bersuit pula hingga
kudanya berlari lebih cepat, Yu Goan-ci juga terseret di tanah
hingga berputar beberapa kali di pekarangan luas itu. Makin
lama makin kencang Goan-ci terseret.. Belasan bintara dan
prajurit Cidan yang berada disitu juga ikut bersorak memberi
semangat.
"Kiranya aku hendak diseret sampai mati!” demikian Goanci
membatin.
Dan hanya sebentar saja, antero badan Goan-ci tambah
babak belur lagi, jidatnya, kaki dan tangannya berulang-ulang
membentur batu di tanah pekarang itu hingga seluruh badan
tiada satu tempat pun yang tak sakit.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ditengah sorak-sorai prajurit Cidan itu, tiba-tiba terselip
suara tertawa kaum wanita yang nyaring merdu. Dalam
keadaan tak sadar sayup-sayup Goan-ci mendengar wanita itu
berkata dengan tertawa, "Hahaha, layang-layang manusia ini
mungkin sukar dinaikkan!”
"Wah, layang-layang manusia apa?” demikian Goan-ci
membatin pula.
Tapi pada saat itu juga keadaan dirinya kontan memberi
jawaban padanya. Ia merasa lehernya terjerat lebih erat,
tubuh lantas terapung ke atas.
Ternyata maksud prajurit Cidan itu menyeretnya dengan
melarikan kuda secepatnya, tujuannya adalah ingin
menariknya dengan kencang hingga akhirnya tertarik naik ke
udara, ia dianggap sebagai permainan layang-layang saja.
Dan begitu tubuh melayang di udara, lehernya terasa
kesakitan hingga hampir saja membuatnya kelenger. Ia
merasa hidung dan mulutnya penuh kemasukan angin hingga
sukar bernafas. Ia dengar pula wanita itu lagi tepuk tangan
dan tertawa, katanya, "Bagus! Bagus! Layang-layang manusia
benar-benar dapat dinaikan!”
Waktu Goan-ci memandang ke arah suara itu, sekilas
dilihatnya orang yang bertepuk tangan dan tertawa itu taklain-
tak-bukan adalah si nona baju ungu yang cantik molek
itu.
Mendadak nampak gadis yang pernah terbayang olehnya
itu, Goan-ci tidak tahu apakah harus bergirang atau bersedih,
karena tubuhnya sedang "terbang” di udara, maka ia pun
tidak sempat banyak pikir.
Gadi jelita itu memang A Ci adanya.
Ketika Siau Hong membebaskan Yu Goan-ci, gadis itu
merasa kurang senang. Sesudah melarikan kudanya tidak
jauh, lalu ia pura-pura tertinggal di belakang dan diam-diam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memberi perintah pada pengiringnya agar Yu Goan-ci
ditangkap kembali, cuma ia pesan pula agar jangan sampai
diketahui oleh Siau Hong.
Para pengiring tahu bahwa anak dara itu sangat disayang
oleh Siau-tai-ong mereka, segala permintaannya pasti dituruti.
Maka mereka tidak berani membantah perintahnya, segera
pada suatu tikungan jalan, tatkala Siau Hong tidak menaruh
perhatian, tiga orang diantaranya lantas putar balik untuk
menangkap Yu Goan-ci.
Setiba di rumah, diam-diam A Ci lantas datang ke istana
Yu-seng-kiong untuk menunggu kembalinya para pengiring
itu. Ketika Yu-goan-ci benar-benar sudah ditawan kembali, ia
lantas tanya orang-orang Cidan disitu adalah sesuatu
permainan menarik untuk menyiksa tawanan itu.
Ada seorang diantaranya mengusulkan main "layang-layang
manusia” saja. Dan usul itu diterima dengan baik oleh A Ci
dan segera suruh melaksanakannya, benar juga Yu Goan-ci
lantas dikerek ke udara sebagai layang-layang hidup.
Saking senangnya, berulang A Ci bersorak gembira, tibatiba
ia berkata, "Coba aku ingin memegang juga layang-layang
hidup ini.”
Segera ia lompat dengan enteng ke atas kuda prajurit
Cidan itu, ia pegang tali "layang-layang” itu dan si prajurit
disuruh turun.
Sudah tentu prajurit Cidan itu menurut saja, ia lompat
turun dari kudanya dan membiarkan A Ci main "layang-layang
manusia” dengan sepuas-puasnya.
Sambil menarik tali "layang-layang” A Ci larikan kudanya
sekeliling sambil tertawa senang. Namun ia baru sembuh dari
lukanya, betapa pun tenaga nya masih terbatas, ketika tangan
terasa pegal, ia tak bisa menguasai tali layang-layang pula.
"Bluk”, mendadak Yu Goan-ci terbanting ke tanah dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keras hingga batok kepalanya terbentur batu, keruan saja
kepalanya bocor, kecap merah mancur keluar bagai mata air.
A Ci kurang senang karena permainannya putus setengah
jalan, katanya dengan mendongkol "Dasar badan anak busuk
ini seperti babi beratnya!”
Dalam pada itu Yu Goan-ci hampir saja pingsan saking
sakitnya karena terbanting dari atas, ditambah kepala bocor
pula. Sudah begitu si gadis malah menyalahkan dia terlalu
berat seperti babi keruan ia sangat mendongkol. Mestinya ia
ingin ujuk gigi dan balas memaki, tapi saking kesakitannya jadi
susah bicara.
Kemudian seorang prajurit Cidan mendekati dia untuk
melepaskan lasso di lehernya itu. Prajurit yang lain lantas
merobek kain bajunya untuk membalut lukanya secara
sembarangan, namun darah masih terus mengucur.
"Sudahlah! Ayo kita mulai main lagi! Coba ulur lebih
panjang, kita naikkan dia lebih tinggi hingga di atas rumah!”
demikian A Ci berkata.
Goan-ci tidak paham apa yang dikatakan anak dara itu,
sebab bahasa yang digunakan olehnya adalah bahasa Cidan.
Ia hanya melihat anak dara itu tuding-tuding ke atas rumah, ia
menduga pasti takkan menguntungkan dirinya.
Benar juga, segera seorang prajurit Cidan menggunakan
tali tadi untuk mengikat badannya di bawah baju, jadi bukan
lehernya lagi yang dijerat. Dan sekali membentak, segera
prajurit itu larikan kudanya sambil berputar dengan cepat
hingga badan Yu Goan-ci kembali melayang-layang di udara.
Makin lama tali yang dipegang prajurit itu makin terulur
panjang dan lambat laun badan Yu Goan-ci seakan-akan
menegak di atas penarik tali itu, mendadak si prajurit
membentak terus lepas tangan. Keruan "layang-layang” Yu
Goan-ci yang putus talinya seketika meluncur ke sana
bagaikan anak panah terlepas dari busurnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Serentak A Ci dan prajurit Cidan bersorak-sorai dengan
senang.
"Matilah aku sekali ini!” demikian keluh Goan-ci ketika
merasa "terbang” ke angkasa. Waktu daya naiknya sudah
mencapai titik baliknya tanpa ampun lagi ia terjungkal ke
bawah dengan kepala di bawah dan kaki di atas, ia "terjun”
secepat elang menyambar ayam.
Waktu kepalanya sudah hampir membentur lantai batu,
sekonyong-konyong empat prajurit Cidan mengayunkan lasso
masing-masing dan dengan persis dapat menjerat pinggang
Goan-ci, berbareng mereka menarik sekuatnya ke arah sendiri.
Seketika pingsan Goan-ci oleh tenaga betotan keempat
orang itu. Dan karena tarikan demikian tubuh Goan-ci jadi
tertekan di udara, jarak kepalanya dengan lantai hanya tinggal
satu meter tingginya.
Permainan lasso orang Cidan itu sesungguhnya berbahaya
sekali, asal salah seorang diantaranya terlambat sedikit
mengayun lassonya atau sedikit telat menarik talinya hingga
tarikan mereka tidak berimbang, pasti kepala Yu Goan-ci akan
pecah kebentur lantai, andaikan kepala tidak pecah juga
tulang leher pasti akan patah dan jiwa tetap melayang.
Begitulah di tengah sorak gembira orang banyak, keempat
orang Cidan itu lantas menurunkan Goan-ci ke tanah. Segera
A Ci memberi persen masing-masing sepuluh tahil perak
kepada prajurit-prajurit Cidan itu. Sesudah menghaturkan
terimakasih, segera mereka bertanya pula, "Apakah nona
masih ingin acara permainan yang lain?”
Melihat Goan-ci sudah tak sadarkan diri, entah hidup atau
mati. Pada waktu main "layang-layang” tadi ia pun terlalu
banyak menggunakan tenaga hingga sekarang dada terasa
agak sakit, maka ia menjawab, "Sudahlah, untuk hari ini
sudah cukup. Jika bocah busuk ini tidak mampus, besok boleh
dibawa kemari lagi, aku ingin mencari akal lain untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mempermainkan dia. Orang ini hendak menyerang Siau-taiong.
Ia harus diberi hukuman yang setimpal.
Para prajurit Cidan itu mengiakan, lalu mengundurkan diri.
Ketika Goan-ci siuman kembali, lebih dulu hidungnya
mengendus semacam bau apek. Waktu ia buka mata, ia tidak
melihat apa-apa, yang terpikir olehnya adalah, "Apakah aku
sudah mati?”
Tapi segera ia merasa sekujur badan sakit semua,
tenggorakan kering sekali. Maklum, seseorang yang terlalu
banyak mengeluarkan darah pasti akan merasa haus tak
terhingga.
"Air…air…,” demikian ia berseru dengan suara yang serak.
Tapi siapa yang peduli padanya?
Ia berseru lagi beberapa kali dan akhirnya layap-layap
tertidur. Tiba-tiba ia lihat sang paman dan ayahnya sedang
bertempur sengit dengan Kiau Hong, begitu sengit
pertarungan itu hingga terjadi banjir darah. Dilihatnya pula
ibundanya yang penuh kasih itu memeluk dan menghiburnya
agar jangan takut. Lalu muncul wajah A Ci yang cantik, kedua
mata si gadis yang jeli itu lagi menatapnya dengan sinar mata
yang aneh. Tiba-tiba wajah cantik itu menyurut menjadi kecil
hingga berbentuk kepala ular berbisadan hendak
memagutnya.
Ia ingin lari, tapi sedikitpun tak bisa bergerak, ia merontaronta
mati-matian, tapi tetap tak bisa berkutik. Sedangkan ular
itu mulai menggigit tangannya, kakinya, lehernya, dan paling
hebat adalah gigitan pada jidatnya hingga bonyok. Ia lihat
daging di bagian tubuh itu sepotong demi sepotong digigit ular
itu, ia ingin menjerit tapi tak dapat bersuara …
Rupanya ia sakit panas lantaran lukanya yang parah itu,
maka mengingau dan mimpi buruk. Ia guling gelantang
semalam suntuk. Pada waktu sadarnya tersiksa, dalam
mimpipun ia menderita.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Esok paginya waktu dua prajurit Cidan menggusurnya pergi
menghadap A Ci, suhu panas badannya masih belum turun. Ia
hanya melangkah satu tindak dan lantas jatuh terguling.
Segera dua prajurit Cidan memegangnya dari kanan kiri,
sambil memaki diseretnya ke dalam suatu ruanganyang besar.
"Aku hendak diseret kemana? Apakah mereka akan
memenggal kepalaku?” demikian pikir Goan-ci dalam keadaan
setengah sadar.
Ia merasa dirinya diseret melalui dua serambi samping
yang panjang, akhirnya sampai di luar suatu pendopo. Kedua
prajurit itu melapor di luar pintu dan dari dalam lantas
terdengar suara sahutnya seorang wanita. Ketika pintu dibuka,
prajurit-prajurit itu lantas menyeretnya ke dalam.
Waktu Goan-ci mengangkat kepalanya, ia lihat di tengah
ruangan itu tergelar selapis permadani yang sangat besar,
disudut permadani sana, diatas sebuah bantal sulaman sedang
duduk seorang gadis jelita. Siapa lagi di akalau bukan A Ci.
Gadis itu berkaki telanjang dan kakinya terletak di atas
permadani.
Hati Goan-ci berdebar-debar demi nampak kaki si gadis
yang mungil dan putih bersih sebagai salju, halus lemas
sebagai sutra. Seketika pandangannya terpantek pada kaki A
Ci itu. Lamat-lamat ia lihat beberapa otot hijau tersirat dalam
daging kaki yang putih bening seakan-akan tembus pandang
itu. Sungguh ia ingin merabanya, ingin memegangnya sekali.
Dalam pada itu ia telah dilepaskan oleh pengagangan
prajurit tadi, hingga ia sempoyongan, tapi segera ia dapat
berdiri tegak lagi, sedangkan A Ci. Ia lihat kesepuluh jari kaki
si gadis itu putih kemerah-merahan mirip sepuluh kelopak
bunga yang mungil.
Sebaliknya dalam pandangan A Ci yang berada di depannya
itu adalah seorang pemuda yang jelek lagi penuh darah.
Tertampak muka pemuda itu berkerut-kerut beberapa kali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tulang pipinya menonjol, sinar matanya memancarkan sifat
rakus dan buas.
A Ci teringat kepada seekor serigala kelaparan yang terluka
panah dalam perburuannya, serigala itu tidak terpanah mati,
tapi terluka parah dan tak bisa berkutik, sinar mata srigala itu
mirip seperti sinar mata Yu Goan-ci sekarang.
A Ci senang melihat sinar mata buas dan liar ini, ia suka
mendengar pekik lengking serigala yang ganas tapi tak
berdaya itu. Namun sayang, Yu Goan-ci baginya terlalu lemah,
sedikitpun tidak mengadakan perlawanan, jauh untuk bisa
merangsang perasaannya.
Kemarin waktu pemuda itu menyerang Siau Hong dengan
ular berbisa dan gagal, ia tidak sudi berlutut dan menyembah
kepada Siau Hong, cara bicaranya ketus, sikapnya keras, tidak
sudi terima uang dari Siau Hong pula. Hal mana sangat
menyenangkan A Ci, gadis itu senang melihat orang kepala
batu. Ia pikir inilah seekor binatang buas yang sangat lihai.
Maka ia ingin menyiksanya, ingin membuatnya sekujur badan
babak-belur agar dapat menimbulkan sifat liarnya dan supaya
"binatang” itu kalap dan menubruknya dan hendak
menggigitnya. Sudah tentu gigitan tidak boleh sampai kena.
Akan tetapi ia jadi kecewa ketika menggunakannya sebagai
"layang-layang” dan menaikkannya ke angkasa, "binatang” itu
ternyata tidak mengadakan perlawanan sama sekali, hal ini
kurang menarik baginya….
Begitulah A Ci berkerut kening untuk memikirkan dengan
cara bagaimana akan mempermainkan "binatang liar” itu.
Mendadak Yu Goan-ci mengeluarkan suara "uh-uh-uh”, dan
entah dari mana datangnya tenaga sekonyong-konyong ia
menubruk ke arah A Ci setangkas macan tutul. Tapi ia tidak
menubruk orangnya, melainkan kedua kakinya. Ia terus
merangkul betis anak dara itu, lalu menunduk dan menciumi
betis yang putih itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan A Ci menjerit kaget. Cepat dua prajurit Cidan dan
empat dayang yang melayani disamping A Ci membentakbentak.
Segera prajurit itu pun memburu maju untuk menarik
Goan-ci.
Namun mati-matian Goan-ci merangkul kaki A Ci,
betapapun ia tidak mau lepas. Ketika prajurit Cidan itu
menarik sekuatnya, tahu-tahu A Ci ikut terseret jatuh dan
terduduk di atas permadani.
Prajurit Cidan itu terperanjat dan gusar pula. Mereka tidak
berani menarik lagi, tapi seorang diantaranya lantas
menggebuki punggung Yu Goan-ci dan seorang laki
menempeleng mukanya.
Luka di badan Yu Goan-ci telah infeksi sehingga
menjadikan dia sakit panas dan pikiran tidak sadar, ia sudah
mirip orang gila, segala apa yang dihadapi dan dialaminya
sudah tak terasakan lagi. Ia hanya memeluk betis A Ci seerateratnya
dan mencium dengan bernapsu.
A Ci merasakan bibir orang yang panas dan kering itu
sedang mencium dan menjilat kakinya. Ia merasa takut, tapi
merasa geli-geli gatal aneh pula. Sekonyong-konyong ia
menjerit, "Aduh! Jari kakiku digigit!”
Lekas ia berseru kepada prajurit itu. "Lekas kalian
menyingkir dulu, orang ini sudah gila, jangan jangan jari
kakiku akan putus digigit olehnya. Aduh!”
Padahal Yu Goan-ci tidak menggigit melainkan cuma
mencucup saja. Meski tidak sakit, namun A Ci kuatir
mendadak orang menggigitnya, dalam keadaan begitu, ia tahu
tidak boleh pakai kekerasan, ia kuatir prajurit Cidan itu
menggebuk dan menghajarnya lagi, dan sekali pemuda itu
kalap mungkin jari kakinya bisa tergigit putus.
Karena tak berdaya sama sekali terpaksa prajurit-prajurit
itu lepas tangan dan mundur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu A C i berkata kepada Goan-ci, "Lekas lepaskan kakiku,
dan jiwamu akan kuampuni, kamu akan kubebaskan!”
Namun pikiran Goan-ci saat itu kurang waras, ia tidak
gubris apa yang dikatakan itu.
Seorang prajurit sudah siap melolos golok dan bermaksud
membacok kepala pemuda kalap itu, tapi kaki A Ci masih
dipeluknya dengan erat, ia kuatir juga bila bacokannya akan
melukai A Ci, sebab itulah ia merasa ragu.
Maka A Ci berkata pula, "Hei, kamu bukan binatang
(padahal tadi ia anggap orang sebagai binatang), mengapa
gigit orang? Lekas buka mulutmu, akan kusurh orang
mengobati lukamu dan membebaskanmu pulang ke
Tionggoan.
Tapi Goan-ci tetap tidak peduli, ia tidak menggigit
sungguhan, hanya setengah mencucup sedangkan tangannya
meraba-raba betis dan kaki yang putih merangsang itu.
Perasaannya terombang-ambing, semangatnya seakan-akan
terbang ke awang-awang, ia merasa seperti menjadi "layanglayang
manusia,” lagi dan terapung-apung diangkasa bebas.
Mendadak seorang prajurit Cidan mendapat akal, cepat ia
cekik leher Yu Goan-ci sekuatnya.
Karena leher tercekik, tanpa terasa Goan-ci mengap
mulutnya. Cepat A Ci menarik kembali kakinya dan berbangkit,
ia kuatir kalau orang menjadi kalap dan menggigitnya lagi,
maka kedua kakinya disurutkan ke belakang bangku berbantal
sulam yang dibuat duduk itu.
Sesudah Goan-ci dipisahkan dari A Ci oleh prajurit Cidan
tadi, segera prajurit lain menghujani bogem mentah pada
muka dan dada pemuda itu hingga darah segar menyembur
dari mulutnya, sampai permadani yang indah itu ikut ternoda.
"Berhenti! Jangan menghajarnya lagi!”kata A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah kejadian baruan ia merasa anak muda ini tidak
terlalu mengecewakan sebagaimana disangkanya tadi. Dalam
permainan tertentu mungkin akan cukup merangsang baginya.
Maka seketika ia tidak ingin membinasakan pemuda itu.
Setelah prajurit-prajurit itu tidak menghajar Goan-ci lagi,
lalu A Ci duduk bersimpuh di atas bangku berbantal
sulamannya dengan melipat kakinya yang telanjang.
Diam-diam ia pikirkan bagaimana caranya agar bisa
menyiksa lagi agar pemuda itu mengamuk sebagai binatang.
Ketika ia angkat kepala, tiba-tiba dilihatnya Yu Goan-ci
memandangnya dengan sorot mata melekat. Segera ia
menegurnya, "Mengapa kau memandang padaku?”
Goan-ci sudah tidak pusingkan mati hidup sendiri lagi,
segera ia menjawab, "Kau cantik, aku suka memandang
kepadamu!”
Muka A Ci menjadi merah. Katanya dalam hati, "Besar amat
nyali bocah ini, berani bicara padaku secara kurang ajar
begini?”
Selama hidup A Ci belum pernah dipuji secara terangterangan
oleh seorang pemuda. Waktu dia belajar silat dalam
perguruan Sing-siok-pai, para suhengnya menganggap
sebagai seorang dara cilik yang nakal. Ketika tinggal bersama
Siau Hong kuatir dia meninggal. Selamanya tiada seorangpun
memperhatikan apakah dia cantik atau jelek.
Tapi kini secara terus terang Goan-ci memujinya, mau tak
mau timbul juga rasa senang dalam hati A Ci. Pikirnya,
"Biarlah kubiarkan dia tinggal di sini, bila iseng dapat
kupermainkan dia sekedar pelipur hati. Tapi Cihu pernah
menyatakan akan membebaskan dia, kalau dia tahu aku
menawannya lagi, pasti Cihu akan marah. Dan cara
bagaimanakah supaya Cihu takkan mengetahui hal ini? Aku
bisa melarang siapa pun agar tidak memberitahukan kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cihu, tetapi kalau suatu waktu mendadak Cihu kemari dan
melihatnya, lantas bagaimana ?”
Ia merenung sebentar, tiba-tiba ia ingat pada Tacinya,
yaitu si A Cu, yang pandai menyaru itu, kalau sekarang aku
pun suruh bocah ini menyaru, tentu Cihu takkan dapat
mengenalnya. Akan tetapi bila pada suatu ketika ia mencuci
muka dan menghilangkan penyamarannya, tetap ada
kemungkinan akan diketahui oleh Cihu.
Begitulah alis A Ci yang lentik itu makin terkerut makin
rapat. Tiba-tiba ia bertepuk tangan sambil berseru dengan
tertawa, "Hah, akal bagus! Akal baik!”
Segera ia bicara dengan bahasa Cidan kepada kedua
prajurit tadi. Rupanya prjurit-prajurit itu kurang paham,
mereka mohon penjelasan lebih jauh. Dan setelah A Ci
memberi petunjuk pula, lalu ia suruh dayang mengeluarkan
tiga puluh tahil perak dan diserahkan kepada prajurit-prajurit
itu.
Setelah menerima uang. Kedua prajurit itu memberi
hormat, lalu Yu Goan-ci diseretnya pergi.
"Aku ingin memandang dia, aku ingin memandang nona
cantik yang berhati kejam ini, "demikian Goan-ci berteriakteriak.
Ia berteriak-teriak dalam bahasa Han, sudah tentu para
prajurit dan dayang tidak paham artinya. A Ci memandangi dia
diseret pergi dengan tersenyum simpul, teringat akalnya yang
cerdik itu, semakin dipikir semakin senang dan puas.
Sementara itu Yu Goan-ci telah digusur kembali ke kamar
tahanannya yang berbau apek itu. Petangnya, ada orang yang
mengantarkan semangkok daging kambing dan beberapa
potong kue buatan dari tepung terigu.. Tapi sakit panas Goanci
belum reda ia masih mengingau tak keruan hingga
pengantar makanan itu lari ketakutan setelah menaruh
penganan yang dibawanya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan begitu, Goan-ci tidak merasa kelaparan lagi
hingga makanan itu sama sekali tak tersentuh olehnya.
Malamnya, tiba-tiba datang tiga orang Cidan. Walaupun
dalam keadaan sadar tak sadar namun lamat-lamat Goan-ci
dapat merasakan pasti takkan menguntungkan dirinya. Segera
ia meronta-ronta dan ingin merangkak keluar dan melarikan
diri. Tapi dua orang diantaranya lantas membekuk dia di
tanah, lalu dibalik hingga telentang.
Dengan suara serak Goan-ci memaki-maki. "Anjing Cinda,
terkutuklah kalian, akan kuncencang kalian!”
Tiba-tiba dilihatnya orang Cidan ketiga membawa
setangkup benda putih, seperti kapas dan mirip salju.
Mendadak benda putih itu diuruk ke atas mukanya. Seketika
Goan-ci merasa mukanya basah dingin, pikirannya menjadi
jernihsedikit, tapi napasnya menjadi sesak.
"Hah, kiranya merekahendak membunuh aku dengan
menutup jalan pernapasanku!” demikian ia membatin.
Tapi dugaannya lantas terbukti salah. Sebab lubang hidung
dan mulutnya lantas dibolongi orang hingga dapat bernapas,
tinggal matanya saja yang tak bisa terbuka. Ia merasa
mukanya seperti di pijat-pijat orang. Saat itu mukanya seperti
tertutup oleh selapis tepung adukan atau tanah liat yang lunak
dan licin.
Selama dua hari ini ia sudah kenyang derita, ia tidak heran
bila sekarang orang hendak menyiksanya pula dengan sesuatu
yang aneh.
Selang sejenak, ia merasa lapisan benda yang luna di
mukanya itu dikelotok, disingkap orang dengan perlahan.
Waktu ia buka mata, kini dapat dilihatnya benda itu adalah
selapis adukan tepung terigu yang liat dan kini telah menjadi
sebuah cetakan yang sesuai dengan raut mukanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan hati-hati orang Cidan itu memegang cetakan dari
tepung itu, kuatir rusak. Segera Goan-ci mencaci maki pula,
tapi orang-orang Cidan itu tidak peduli, mereka lantas tinggal
pergi.
Diam-diam Goan-ci pikir, "Ah, tentu mereka telah memoles
sesuatu obat racun di mukaku, sebentar lagi pasti mukaku
akan membusuk hingga rusak seperti muka setan….”
Begitulah makin dipikir makin kuatir, katanya dalam hati,
"Daripada aku mati tersiksa begini, lebih baik aku bunuh diri
saja!”
Maka ia lantas benturkan kepalanya ke dinding "blang”,
kepalanya benjut dan orangnya roboh, tapi sial baginya, ia
tidak mati, hanya setengah mati.
Mendengar suara benturan itu, penjaga diluar lantas
memburu ke dalam kamar tahanan untuk mengikat
tangannya. Memangnya Goan-ci sudah menggeletak tak bisa
berkutik, maka ia pun masa bodoh diperlakukan orang
sesukanya.
Lewat beberapa hari, mukanya tidak sakit, bahkan juga
tidak membusuk segala. Namun ia sudah terkekad ingin mati,
biarpun kelaparan sama sekali ia tidak sudi makan segala
makanan yang diantarkan padanya.
Sampai hari kelima, ketiga orang Cidan itu datang lagi
menyeretnya keluar. Dalam derita sengsara Yu Goan-ci itu
sebaliknya timbul suatu harapan pula. Ia pikir kalau A Ci yang
menyuruh mereka menggusur dia untuk disiksa dan dihajar,
biarpun badan akan menderita lebih hebat, namun bila melihat
wajah si nona yang cantik itu, betapapun ia merasa puas.
Karena itulah pada air mukanya lantas tersimpul senyuman
getir.
Tapi ketiga orang Cidan itu ternyata tidak membawanya
menghadap A Ci, sebaliknya menyeretnya ke sebuah kamar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang gelap, sesudah menuruni sebuah undak-undakan batu
yang panjang, akhirnya sampai di suatu ruangan, dimana
tertampak api menganga menerangi ruangan itu, seorang
pandai besi dengan badan telanjang hingga kelihatan otot
dagingnya yang menonjol kuat berdiri di tepi sebuah talanan
besi yang besar, pada tangannya memegang sebuah benda
kehitam-hitaman dan lagi diperiksa dengan teliti.
Ketika Goan-ci digusur sampai di depan pandai besi, segera
dua orang diantaranya memegang kedua tangannya, seorang
lagi mencengkram tengkuknya. Lalu si pandai besi mulai
mengamat-amati mukanya dari depan dan dari samping,
kemudian mengamat-amati benda hitam yang dipegangnya itu
seperti lagi ditimbang dan dibandingkan.
Waktu Goan-ci memperhatikan benda yang dipegang
pandai besi, kiranya benda itu adalah sebuah topeng besi.
Topeng itu terdapat lubang-lubang hidung, mata dan mulut.
Selagi Goan-ci tidak tahu apa gunanya besi itu. Mendadak
si pandai besi mengangkat topeng itu terus mengerudung
mukanya. Dengan sendirinya Goan-ci bermaksud mengelak
dengan mendongak kebelakang. Tapi celaka, tengkuknya,
telah dipegang orang hingga tak bisa menghindar, akhirnya
topeng itu tetap menutup mukanya. Seketika ia merasa
mukanya dingin segar, kulit mukanya melekat dengan topeng
besi itu.
Tapi aneh juga, bentuk topeng itu ternyata pas sekali
dengan raut mukanya, seperti barang pasangan saja.
Goan-ci bukan anak bodoh, rasa herannya cuma sekejap,
segera ia tahu duduk perkara. Sekonyong-konyong ia merasa
ngeri. Hah, topeng ini memang sengaja dibuat untukku.
Tempo hari mereka telah mencetak mukaku dengan adukan
tepung, tujuannya ialah untuk dipakai sebagai model
pembuatan topeng besi ini. Jangan-jangan… jangan-jangan
…”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam hati ia sudah dapat menerka maksud jahat orangorang
Cidan itu, tapi sebenarnya apa sebabnya, itulah dia
tidak tahu, iapun tidak berani berpikir lagi, maka ia merontaronta
sekuat tenaga, mati-matian ia berusaha melarikan diri.
Tapi ia dipegang oleh tiga orang dengan kuat sehingga tidak
bisa berbuat apa-apa.
Kemudian pandai besi itu melepaskan topeng itu, ia
mengangguk-angguk dengan rasa puas. Lalu ambil sebuah
tanggam besi besar, ia jepit topeng itu dan dimasukkan ke
dalam tungku, sesudah topeng terbakar hingga merah, lalu
dikeluarkannya untuk digembleng lagi.
Setelah menggembleng sebentar, laluia pegang dan raba
batok kepala Goan-ci serta tulang pipinya untuk membetulkan
bagian yang kurang pas dari topeng itu.
Segera Goan-ci berteriak-teriak memaki. "Anjing Cidan
terkutuk, perbuatan jahat apa yang hendak kalian lakukan
lagi? Begini kejam tanpa perikemanusiaan, kelak kalian pasti
akan masuk neraka, kalian akan digodok dalam minyak
mendidih dan dibakar di lautan api!”
Ia memaki dalam bahasa Tionghoa sudah tentu orangorang
Cidan tidak paham maksudnya. Tap karena teriakannya
itu, sipandai besi mendadak menoleh dan melotot padanya.
Lalu ia angkat tanggam besi yang terbakar merah itu dan
mencolok ke matanya.
Saking ketakutan hingga Yu Goan-ci cuma terbelalak dan
mulut ternganga, untuk menghindar jelas tidak mungkin
lantaran dari belakang ia dipegang tiga orang Cidan.
Dan si pandai besi itu ternyata melulu menakut-nakuti saja.
Melihat Goan-ci ketakutan setengah mati. Ia terkekeh-kekeh
dan menarik kembali tangannya. Lalu ia ambil lagi sepotong
besi melengkung untuk mengukur belakang kepala Yu Goanci.
Sesudah di pukul dan digembleng hingga plat besi yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dekuk itu pas betul, kemudian topeng tadi dan separoh topeng
bagian belakang yang baru ini dibakar pula dalam tungku.
Ketika topeng besi itu merah terbakar pandai besi itu
berkata beberapa patah kata kepada tiga orang Cidan tadi.
Segera Goan-ci digotong untuk direbahkan di atas sebuah
meja, tapi kepalanya terjuntai di luar tepian meja. Lalu dua
orang Cidan yang lain maju membantu, sekuat tenaga mereka
jambak rambuk Goan-ci hingga kepala pemuda itu tak bisa
bergerak sama sekali.
Dalam pada itu si pandai besi sudah mengeluarkan topeng
yang terbakar merah membara itu. Ia berhenti sebentar agar
topeng itu agak mendingin. Habis itu, mendadak ia
membentak sekali. Topeng terus dipasang pada muka Yu
Goan-ci.
Kontan saja asap putih mengepul dengan bau sangit daging
hangus. Goan-ci menjerit ngeri, seketika orangnya semaput.
Kemudian pandai besi itu mengangkat belahan topeng
bagian belakang dan dipasangkan pula di belakang kepala Yu
Goan-ci. Dua belahan topeng itu kini terpasang dengan rapat
di kepalanya. Topeng itu masih sangat panas, begitu
menyentuh kulit daging, seketika terbakar bonyok.
Pandai besi itu adalah tukang nomor satu di kota Yankhia.
Kedua tangkupan topeng buatannya itu ternyata pas sekali
menutup dengan rapi.
Bagaikan tersiksa di neraka. Yu Goan-ci sendiri tidak tahu
sudah lewat berapa lama. Ketika pelahan ia siauman kembali,
ia merasa muka dan belakang kepala sangat kesakitan. Saking
tak tahan, kembali ia pingsan lagi.
Begitulah ia siuman dan pingsan lagi hingga berulang tiga
kali. Ketika akhirnya ia siuman pula, ia berteriak sekeraskerasnya,
tapi telinga sama sekali tidak mendengar suara
teriakan sendiri. Semula ia menyangka dirinya sudah tuli, tapi
sesudah berkaok-kaok pula hingga tenggorokannya serasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bejat, akhirnya ia baru tahu bahwa pada hakikatnya ia tak bisa
mengeluarkan suara.
Tatkala pingsan, ia telah diseret kembali ke kamar
tahanannya. Ia rebah tanpa berkutik di tanah, ia menggertak
gigi untuk menahan rasa sakit sekeliling kepala dan mukanya.
Kira-kira dua-tiga jam kemudian, ketika ia coba meraba
muka sendiri, maka jelas terbukti bahwa dugaannya ternyata
tidak salah sedikitpun. Topeng besi itu sudah mengerudung
rapat di atas kepalanya. Dalam murkanya, ia membetot dan
menarik topeng besi itu sekuatnya, tapi tangkupan topeng itu
sudah saling gigit dengan kencang sekali, mana dapat ia
membukanya?
Dalam keadaan murka dan akhirnya menjadi putus asa, tak
tertahan lagi ia menangis sedih air mata bercucuran bagai air
hujan, tapi suara tangisannya hampir-hampir tak terdengar.
Untung usia Yu Goan-ci masih muda, meski jasmaniah
tersiksa sehebat itu, tapi tidak sampai mati, ia masih tahan.
Bahkan beberapa hari kemudian, perlahan lukanya mulai
sembuh, rasa sakitnya juga makin berkurang. Akhirnya, oh,
lapar juga dia. Dan ketika mengendus bau daging kambing
dan kue yang dihantarkan untuknya, ia tidak tahan lagi, terus
saja dimakannya dengan lahap.
Sudah tentu mulutnya tak bisa mengunyah jadi makannya
terpaksa main jejal saja, asal masuk. Dan sekali perutnya
kemasukan makanan lukanya menjadi lebih cepat sembuh dan
kesehatannya lekas pulih.
Kini ia dapat meraba topeng besi itu, ia tahu buah kepala
sendiri sudah tertutup rapat oleh kedua tangkup besi dan tidak
mungkin dibuka lagi. Ia tidak tahu apa maksud tujuan anjinganjing
Cidan itu menutup kepalanya dengan openg. Ia sangka
segala apa itu tentuatas perintah Siau Hong. Sudah tentu,
betapapun ia tidak menduga bahwa sebabnya A Ci memberi
topeng padanya tujuannya justru ingin mengelabui Siau Hong.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Apa yang berlangsung itu dilaksanakan kapten Sili atau
suruhan A Ci. Setiap hari A Ci selalu tanya Sili tentang gerakgerik
Yu Goan-ci setelah pakai topeng itu. Semula ia kuatir
pemuda itu akan mati hingga gagal segala rencananya.
Kemudian ia jadi girang ketika mendapat tahu bahwa
kesehatan Goan-ci makin hari makin kuat.
Dalam pada itu Siau Hong lagi dinas inspeksi ke luar kota, A
Ci perintahkan Sili membawa Yu Goan-ci menghadap padanya,
ia ingin tahu bagaimana bentuk pemuda itu sesudah memakai
topeng besi. Ia tunggu di ruangan samping istana "Toan-hokkiong”.
Tidak lama kemudian datanglah kapten Sili bersama
tiga prajurit Cidan dengan membawa Yu Goan-ci.
Melihat bentuk Yu Goan-ci, sungguh senang A Ci tak
terkatakan. Ia pikir, dengan memakai topeng seperti itu,
biarpun sang Cihu berdiri berhadap juga takkan kenal pemuda
itu. Segera ia berkata, "Sili, topeng ini sangat bagus
buatannya, boleh kasih persen lagi 50 tahil perak kepada
pandai besi itu.”
"Ya, terimakasih, Kuncu!” sahut Sili.
Kiranya Y ali Hungki sengaja hendak membikin senang Siau
Hong, maka A Ci telah dianugrahi gelar Tuan Putri "Toan-hok
Kuncu”. Dan istana Toan-hok-kiong adalah anugrah juga dari
raja.
Dalam pada itu Yu Goan-ci telah melangkah maju dua
tindak, dari lubang topeng itu dapat melihat muka A Ci yang
berseri-seri, elok tak terhingga. Suara si gadis juga nyaring
merdu enak didengar. Hati Goan-ci berdebar-debar, dengan
ketolol-tololan ia pandang gadis itu tanpa berkedip.
Meski bentuk muka Yu Goan-ci menjadi aneh lantaran
memakai topeng besi, tapi A Ci dapat melihat bahwa pemuda
itu lagi menatapnya, dengan mata tak berkedip. Segera ia
menegurnya. "Hai anak tolol, kenapa kau pandang aku cara
begini?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku… aku … aku tidak tahu, "sahut Goan-ci.
"Enak tidak rasanya memakai topeng itu?” tanya A Ci.
"Kau kira enak atau tidak?” Goan-ci berbalik tanya.
A Ci mengikik tawa. Ia lihat bagian mulut topeng itu hanya
berwujud satu celah dan tipis dan tiba cukup untuk minum
dan makan saja untuk menggigit jari kaki terang tidak dapat
lagi. Maka dengan tertawa katanya pula, "Aku sengaja
memasang topeng pada mukamu supaya kamu tidak dapat
menggigitku untuk selamanya.”
Seketika Goan-ci bergirang, tanyanya cepat, "Apakah nona
ber ...bermaksud membiarkan … membiarkan aku selalu
melayani di samping nona?”
"Cis, kamu anak busuk ini bukan manusia baik-baik,”
semprot A Ci, "Berada disampingku tentu kau cari jalan untuk
mencelakai aku, mana boleh jadi?”
"Tidak, ti…tidak! Aku pasti … pasti takkan membikin susah
nona, ” sahut Goan-ci dengan tergegap-gegap, "Musuhku
hanyalah Kiau Hong seorang!”
"Kau ingin membunuh Cihuku, bukankah sama dengan
membikin susah padaku? Apa bedanya?” kata A Ci.
Mendengar itu, entah mengapa, rasa hati Goan-ci menjadi
kecut hingga tak bisa menjawab lagi.
"Huh, kamu hendak membunuh Cihuku, itu namanya lebih
sulit daripada naik ke langit, "kata A Ci pula dengan tertawa.
"He, anak tolol, kau ingin mati atau tidak?”
"Sudah tentu aku tidak ingin mati, "sahut Goan-ci. "Tapi
sekarang kepalaku terpasang benda seperti ini sehingga tidak
mirip manusia dan lebih mirip setan, tidak banyak bedanya
daripada mati.”
"Jika kamu lebih suka mati, boleh juga, akan kupenuhi
harapanmu, cuma aku takkan membuatkan kau mati dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
begitu saja, "kata A Ci. Lalu ia berpaling kepada kapten Sili
dan memberi perintah. "Seret dia keluar, penggal dulu sebelah
tangannya!”
Sili mengiakan terus hendak menarik Goan-ci.
Keruan pemuda itu ketakutan, cepat ia berteriak, "He,
tidak, tidak, nona! Aku ingin mati, jangan … jangan
kaupenggal sebelah tanganku!”
"Sekali aku berkata, sudah untuk ditarik kembali, kecuali ..
ya, kecuali kalau kamu berlutut dan menyembah padaku,
"kata A Ci dengan tersenyum.
Selagi Goan-ci ragu-ragu, sementara itu Sili telah
menariknya pula. Goan-ci tidak berani ayal lagi, cepat ia tekuk
lutut dan menyembah "trang” mendadak topeng membentur
lantai.
A Ci terkikik senang, katanya, "Selamanya aku tidak pernah
mendengar suara orang menyembah semerdu itu. Eh, coba
menjura beberapa kali lagi.
Walaupun Goan-ci seorang pemuda serba kepalang
tanggung dalam ilmu sastra dan silat, serba setengahsetengah
dan tidak jadi, tapi jelek-jelek adalah seorang Siau
cengcu, seorang tuan muda dari Cip-hian-ceng, biasanya ia
disanjung pula oleh setiap orang. Sejak kecil ia sangat
dimanjakan oleh orang tua, sebab dia adalah putra satusatunya,
sudah tentu ia tidak pernah tersiksa dan dihina
seperti sekarang ini.
Semula waktu menemukan Siau Hong, ia masih memiliki
semangat jantan yang tak terpatahkan, biar mati juga tidak
takut. Tapi selama beberapa hari ini telah mengalami pukulan
hebat baik jasmani maupun rohani, semangat jantannya yang
menyala-nyala itu tanpa terasa surut dan hilang tak berbekas
lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka demi A Ci menyatakan hendak memotong lengannya
kecuali dia mau menyembah, tanpa pikir ia berlutut dan
menyembah. Dan ketika A Ci menyatakan suara benturan
topengnya itu enak didengar, terus saja ia menjura berulangulang
sehingga terdengar suara "tang-tang-tang” yang
nyaring.
"Wah, bagus sekali!” demikian kata A Ci dengan tertawa,
"Untuk selanjutnya kamu harus tunduk pada perintahku,
sedikitpun tidak boleh membangkang, tahu? Kalau
membangkang, huh setiap waktu juga akan kupenggal
lenganmu. Nah ingat tidak?”
"Ya, ya!” cepat Goan-ci menyahut.
"Apakah kau tahu sebabnya aku memesan topeng besi
pada mukamu?” tanya A Ci pula.
"Tidak, aku justru ingin tahu, "kata Goan-ci.
"Kamu ini sungguh kelewat goblok, telah kuselamatkan
jiwamu, tapi kamu malah tidak tahu dan tidak berterima kasih
kepadaku, "ujar A Ci. "Apakah kamu tidak tahu bahwa Siautai-
ong hendak mencacahmu hingga luluh, benar-benar kamu
tidak tahu?”
"Dia adalah pembunuh orang tuaku, sudah tentu iapun
takkan membiarkan aku hidup, "sahut Goan-ci.
"Beliau pura-pura membebaskan kau, tapi diam-diam
memerintah orang untuk menangkapmu kembali dan
mencencangmu hingga menjadi baso, "demikian A Ci sengaja
menakut-nakuti, "Tapi untung kamu ketemu aku karena
melihatmu bocah busuk ini tidak terlalu jelek kalau dibunuh
agak sayang juga rasanya, maka diam-diam aku
menyembunyikanmu. Namun demikian, bila pada suatu ketika
secara kebetulan Siau Hong datang kemari dan pergoki
dirimu, tentu jiwamu tetap akan melayang dan bahkan aku
pun ikut tersangkut.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tiba-tiba Goan-ci sdar oleh duduknya perkara, ia berseru.
"Ah kiranya nona sengaja menyuruh membuatkan topeng besi
ini untukku, sebenarnya maksudmu baik demi untuk
menyelamatkan jiwaku supaya tidak dikenal musuh besarku.
Sungguh aku .. aku sangat berterima kasih, sangat ber…
berterimakasih.”
Sesudah mempermainkan orang, bahkan orang merasa
terima kasih malah, A Ci menjadi senang tak terkatakan.
Dengan tersenyum kemudian ia berkata lagi, "Nah, makanya
lain kali bila bertemu dengan Siau-tai ong janganlah sekali-kali
kau buka suara agar tidak dikenali beliau. Bila sampai dikenal
olehnya, hm, pasti celakalah kamu. Nih lihat! Sekali lengan
kirimu ditarik dan 'cret', kontan lenganmu lantas putus, dan
sekali betot pula, seketika lenganmu yang lain akan terpisah
dari tubuhmu. Nah ingat baik-baik pesanku ini.”
"Sili coba bawa pergi dia, beri pakaian orang Cidan, sikat
dan mandikan dulu badannya, idiiiiiih baunya!”
Kapten Sili mengiakan dan membawa pergi Yu Goan-ci.
Tidak lama kemudian pemuda itu dibawa kembali oleh Sili.
A Ci lihat pemuda itu sudah berganti pakaian orang Cidan.
Untuk menyenangkan hati A Ci, sengaja Sili mendandani
Goan-ci hingga topengnya berwarna-warni mirip badut sirkus.
"Hihihihi, kau mirip benar seperti seorang badut, ” kata A Ci
terkikik-kikik geli. "Eh, ya, akan kuberi suatu nama padamu.
Namamu adalah … adalah badut, ya, badut besi, inilah
namamu. Selanjutnya kalau aku memanggil badut besi, maka
kamu harus cepat menjawab tahu? Nah, badut!”
"Sayaaa!” cepat Goan-ci menjawab.
Senang sekali A Ci. Ia merasa mendapatkan suatu hiburan
yang paling menggembirakan.
Tiba-tiba ia teringat sesuatu, segera ia berkata, "Sili,
bukankah dari negeri Tai-sip (sekarang negeri Arab) ada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
antaran seekor singa besar? Nah bawa kemari singa itu
bersama pawangnya, panggil pula belasan orang pengawal
kemari.
Kapten Sili segera meneruskan perintah itu. Maka hanya
sebentar saja 16 orang pengawal dengan membawa tombak
masuk ke dalam istana, mereka memberi hormat kepada A Ci,
lalu membalik tubuh, 16 batang tombak mereka siap untuk
menjaga sang putri.
Tidak antara lama, tiba-tiba terdengar auman singa,
delapan laki-laki kekar menggotong datang sebuah
kerangkeng besi besar. Di dalam kerangkeng tampak seekor
singa jantan sedang berputar kian kemari, bulu lehernya
panjang lebat, kuku cakarnya tajam, tampaknya sangat galak.
Di depan kerangkeng mendahului berjalan seorang penjinak
singa dengan memegang cambuk kulit.
Dengan girang A Ci berkata kepada Goan-ci, "He, badut
besi, aku ingin menjajal sesuatu, ingin kau lihat kamu tunduk
kepada perintahku atau tidak.”
Tanpa pikir Goan-ci mengiayakan. Tapi perasaannya sudah
mendebur demi melihat singa jantan yang gagah dan galak
itu.
Maka terdengar A Ci berkata pula, "Sejak kau pakai topeng,
aku tidak tahu apakah topeng besi itu terpasang kukuh atau
tidak di atas kepalamu. Maka cobalah julurkan kepalamu ke
dalam kerangkeng dan membiarkan singa itu menggigit, ingin
kulihat apakah binatang itu mampu menggigit hancur
topengmu atau tidak.”
Keruan Goan-ci terperanjat, cepat serunya, "Ha, ini .. ini
jangan dicoba. Kalau topeng hancur, tentu kepalaku …. ”
"Sungguh tak berguna kamu menjadi manusia, "kata A Ci
dengan kurang senang, "masakah soal sekecil ini juga
ketakutan. Seorang laki-laki sejati harus pandang mati seperti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pulang, tahu? Apalagi kukira topengmu juga takkan hancur di
gigit singa.”
"Nona, urusan ini tidak boleh dibuat main-main, "kata
Goan-ci pula. "Andaikan topeng tahan hancur, tapi kalau
digigit hingga gepeng, yah, tentu kepalaku …. ”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 45
"Hihihi, paling-paling kepalamu akan ikut gepeng saja,
apanya sih yang kauributkan?” demikian A Ci memotong
dengan tertawa. "Ai, kamu anak busuk ini memang suka
rewel, dasar mukamu memang juga jelek, andaikan kepalamu
nanti penjol, toh tetap terbungkus di dalam topeng, masakah
orang bisa tahu?”
"Aku tidak …. ”
"Kamu tidak mau menurut? Baik Sili, jebloskan dia saja ke
dalam kerangkeng itu untuk umpan singa! Segera A Ci
memotong sebelum selesai Goan-ci berkata.
Keruan Goan-ci serba runyam, ia pikir daripada mati konyol
menjadi isi perut singa, lebih baik coba-coba peruntungan saja
dengan memasukkan kepala ke dalam kerangkeng itu. Maka
cepat-cepat ia berteriak, "Nanti dulu, nona! Baiklah, aku
menurut!”
Nah, beginilah baru pintar!” ucap A Ci dengan tertawa,
"Ingat, lain kali jangan sekali-kali membangkang, apa yang
kuktakan harus segera dilakukan, kalau rewel, hm, biar kau
tahu rasa nanti. Sili hukum dia dengan 30 kali cambukan!”
Kapten Sili mengiakan. Segera ia pinjam cambuk kulit dari
si penjinak singa, "Tarr”, kontan ia sabat punggung Yu Goanci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena kesakitan. Goan-ci sampai menjerit.
"Badut besi, "kata A Ci, "Kalau kusuruh orang mengajarmu,
itu menandakan aku menghargaimu. Tapi kamu gembargembor
malah apakah kamu tidak suka dihajar?”
"O, suka, tentu suka, terimakasih atas kebaikan nona!”
demikian cepat Goan-ci menjawab.
"Baik, Nah hajar lagi!” seru A Ci.
"Tar, tar, tarr”, segera kapten Sili menyabat lagi belasan
kali. Dengan menggertak gigi Goan-ci bertahan sekuatnya,
walaupun sakitnya sebenarnya sampai merasuk tulang, sama
sekali ia tidak merintih lagi.
Sebaliknya A Ci kurang puas karena dia diam saja. Katanya
pula. "He, badut besi, kau bilang senang dihajar bukan ?”
"Ya, nona!” sahut Goan-ci.
Benar-benar suka, bukan dusta? Jangan-jangan kamu
sengaja menipu aku?”
"Sungguh-sungguh, masakah aku berani menipu nona!”
"Jika kamu benar-benar senang, mengapa kamu tidak
tertawa? Mengapa tidak menyatakan kepuasanmu atas
hajaran itu?”
Rupanya sudah terlalu banyak tersiksa hingga nyalinya
pecah, maka Goan-ci menjadi lupa pada artinya murka. Apa
yang dikatakan gadis cilik itu ia selalu menurut saja, katanya
segera, "Ya, nona sangat baik padaku, maka menyuruh orang
menghajarku, sungguh aku merasa sangat puas!”
"Nah, beginilah baru mendingan, "kata A Ci.”Coba
sekarang!”
Segera ia beri tanda, kapten Sili lantas mengayun cambuk
lagi. "Tar”, kembali punggung Goan-ci kena disabat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hahahahaha!” benar juga sekali ini Goan-ci terbahakbahak.
Katanya, "Puas sekali aku! Terimakasih nona!”
"Tarrr!” lagi-lagi pecut berbunyi dan kembali Goan-ci
berkata, "Terimakasih nona!”
"Tarrr!” kembali pecut berbunyi dan Goan-ci berkata pula,
"Terimakasih atas budi pertolongan jowaku, nona! Cambukan
ini sungguh sangat memuaskan!”
"Tar, tarr!” begitulah berturut-turut lebih 20 kali cambukan
menghujani badan Yu Goan-ci, dipunggung dengan sabatan
tadi, jumlah seluruhnya sudah lebih dari 30 kali.
"Sudahlah, cukup untuk sekarang ini, "segera A Ci
menyetop. "Nah, sekarang masukkan kepalamu ke dalam
kerangkeng.”
Goan-ci merasa ruas tulang seantero badan seakan-akan
retak, dengan sempoyongan ia mendekati kerangkeng singa.
Sekali menggertak gigi, dengan nekat ia masukkan kepalanya
ke dalam terali kerangkeng itu.
Melihat tantangan itu, singa itu kaget malah hingga mundur
beberapa langkah ke belakang. Binatang itu mengincar dan
mengamat-amati topeng besi sejenak, lalu mundur satu
langkah lagi sambil meraung.
"Ayolah, perintahkan singamu menggigit, kenapa tidak
menggigit!” seru A Ci.
Segera pawang singa membentak-bentak beberapa kali,
karena mendapat perintah, singa itu lantas menubruk maju,
sekali pentang mulutnya yang lebar, terus saja ia caplok
kepala Yu Goan-ci yang terbungkus topeng besi itu. Maka
terdengarlah "krak-krek, krak-krek” yang keras, suara
kertakan gigi s inga yang beradu dengan besi.
Sejak mula Goan-ci memejamkan mata, maka ia merasa
hawa hangat merangsang mukanya melalui lubang-lubang
mata, hidung dan mulut topeng itu. Ia tahu batok kepala
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakang sudah tercaplok di dalam mulut singa. Mendadak ia
merasa batok kepala depan dan belakang kesakitan sekali.
Kiranya bekas luka di atas kepala yang hangus terkena besi
panas dahulu, kini pecah lagi karena gigitan singa.
Ketika singa itu menggigit sekuatnya beberapa kali dan
tidak menghasilkan apa-apa, bahkan giginya malah kesakitan,
binatang itu menjadi murka, mendadak cakarnya menggaruk
ke depan hingga bahu Goan-ci kena dicakar.
Saking kesakitan oleh cakaran itu, tanpa terasa Goan-ci
menjerit. Dan ketika mendadak merasa barang yang
dicaploknya itu mengeluarkan suara keras, singa itu menjadi
kaget dan lepaskan kepala yang digigitnya itu serta menyurut
mundur.
Keruan si pawang singa merasa malu karena binatang
asuhannya itu kena digertak. Segera ia membentak-bentak
pula memerintahkan singa itu menggigit lagi Yu Goan-ci.
Sekonyong-konyong Goan-ci menjadi murka, sekuat tenaga ia
pegang tengkuk penjinak singa itu, ia jejalkan juga kepala
penjinak singa ke dalam kerangkeng..
Keruan penjinak singa itu berteriak-teriak. A Ci merasa
senang, ia bertepuk tangan dengan tertawa dan berkata,
"Bagus, bagus, permainan bagus! Biarkan mereka, jangan
dilarahi!”
Mestinya para prajurit Cidan hendak menarik tangan Yu
Goan-ci, demi mendengar perintah A Ci itu, mereka urung
bertindak.
Sambil berteriak-teriak si penjinak singa meronta-ronta
berusaha melepaskan diri. Tapi saat itu Goan-ci sudah kalap,
betapapun iatidak mau melepaskan orang.
Tiada jalan lain, terpaksa pawang singa minta bantuan
binatang asuhannya, ia lekas berteriak-teriak memberi
perintah, "Gigit! Gigit dia! Lekas!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar suara perintah, singa itu menggerung keraskeras
terus menerkam. Binatang itu hanya tahu sang majikan
memerintahkan dia menggigit, tapi tidak tahu apa yang harus
digigit. Maka ketika mulutnya yang lebar itu merapat kembali.
"Kriuk”, tahu-tahu separoh buah kepala penjinak singa sendiri
yang kena digeragot hingga darah berceceran dan otak
berantakan.
Hure! Badut besi yang menang!” demikian A Ci bersorak
tertawa.
Segera ia memberi perintah agar prajurit Cidan menyeret
pergi mayat si penjinak singa dan menggotong pergi
kerangkeng singa itu. Lalu katanya kepada Yu Goan-ci, "Badut
besi, sekarang kamu sudah pintar, pandai menyenangkan
hatiku.. Ehm, aku akan memberi hadiah padamu. Tetapi,
hadiah… hadiah apa ya yang tepat?”
Begitulah ia lantas bertopang dagu dan berpikir ..
"Aku tidak perlu diberi hadiah, nona, aku hanya ingin
mohon sesuatu padamu, ” demikian kata Goan-ci.
"Mohon apa?” tanya A Ci.
"Semoga nona memperbolehkan aku menggiring
disampingmu untuk menjadi budakmu, "sahut Goan-ci.
"Menjadi budakku?” A Ci menegas. "Mengapa dan untuk
apa? Ehm tahulah aku, tentu kau ingin mencari kesempatan
bila Siau Tai-ong datang menjengukku, lalukamu mendadak
menyerangnya lagi untuk membalas sakit hati ayah ibumu,
betul tidak?”
"Tidak, tidak!” seru Goan-ci cepat, "Sekali-kali bukan begitu
maksudku.”
"Habis masakah kamu tidak ingin membalas dendam?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sudah tentu aku sangat ingin. Cuma kesatu, aku belum
mampu menuntut balas. Kedua, tidak boleh merembet diri
nona.”
Jika begitu, mengapa kau mau menjadi budakku ?”
"Sebab … sebab nona adalah … gadis paling cantik di dunia
ini, maka aku ingin .. ingin melihat engkau setiap hari,
"demikian sahut Goan-ci dengan tergagap.
Ucapan ini sebenrnya terlalu kurangajar dan terlalu berani,
bila A Ci adalah seorang gadis biasa, tentu ia akan merasa
ucapan Goan-ci itu bersifat rendah dan bukan mustahil akan
memerintahkan pemuda itu dibunuh. Tapi A Ci justru senang
dipuji, ia suka orang memujinya cantik.
Padahal usianya sekarang masih terlalu muda, meski air
mukanya memang ayu, tapi bangun tubuhnya belum lagi
masak, ditambah habis terluka parah, badannya masih kurus
dan wajahnya pucat, masih jauh untuk disebut sebagai "gadis
paling cantik di dunia.” Tapi manusia mana yang tidak suka
dipuji, apalagi dipuji sebagai gadis tercantik, sudah tentu A Ci
sangat senang.
Dan selagi ia hendak menerima permintaan Goan-ci itu,
tiba-tiba didengarnya dayang melapor "Taiong datang!”
A Ci melirik Goan-ci sekejap dan bertanya dengan suara
rendah, "Kau takut tidak?”
"Ti… tidak!” sahut Goan-ci dengan agak gemetar. Padahal
dia takut setengah mati mendengar kedatangan Siau Hong.
Ketika pintu istana terbuka, tertampaklah Siau Hong
melangkah masuk dengan baju kulit yang enteng dan ikat
pinggang yang lemas. Ketika melihat di atas lantai banyak
tercecer darah, pula melihat bentuk kepala Yu Goan-ci yang
aneh itu, Siau Hong menjadi heran dan bertanya kepada A Ci
dengan tertawa, "Air mukamu hari ini kelihatan sangat segar,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kamu lagi main apa? Kepala orang ini memakai topi apa,
sungguh aneh?”
"Ini Thi-thau-jin (manusia kepala besi) persembahan dari
negeri Kojiang, namanya badut besi, singapun tidak sanggup
menggigit pecah kepalanya. Lihatlah disitu masih terdapat
bekas gigitan singa, "tutur A Ci dengan tertawa.
Waktu Siau Hong memandang topeng besi di kepala Goanci,
memang benar bekas gigitan singa masih keliatan jelas.
"Cihu, apakah engkau mampu melepaskan topeng besinya
itu?” tiba-tiba A Ci bertanya.
Mendengar itu, keruan semangat Goan-ci seakan-akan
terbang meninggalkan raganya. Dia pernah menyaksikan
betapa perkasanya Siau Hong ketika dikeroyok para ksatria
Tionggoan, dengan kepalan saja ia sanggup menghantam
hingga perisai milik ayah dan pamannya mencelat. Kalau
orang sekarang hendak melepaskan topeng di kepalanya
boleh dikatakan terlalu mudah baginya.
Begitulah, kalau tempo hari waktu dikerudung dengan
topeng itu ia menyesal dan berduka tak terhingga, sekarang
sebaliknya ia berharap topeng besi itu semoga tetap menutup
kepalanya agar tidak dikenal Siau Hong.
Tiba-tiba Siau Hong menggunakan jari untuk menyelentik
topeng beberapa kali dengan perlahan hingga mengeluarkan
suara "trang-tring”. Lalu katanya dengan tertawa, "Topeng ini
sangat kuat dan bagus pula buatannya, kalau dirusak, apakah
tidak sayang?”
"Menurut cerita utusan negeri Kojiang, katanya badut besi
ini bermuka bengis dan menakutkan, lebih mirip setan
daripada mirip manusia siapa yang ketemu dia pasti ketakutan
dan lari, sebab itulah orang tuanya membuatkan topeng besi
ini untuk dia agar tidak mengganggu orang lain, "demikian
tutur A Ci. "Eh Cihu, aku sangat ingin lihat mukanya yang asli,
aku ingin tahu betapa bengis mukanya itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saking ketakutan hingga Goan-ci gemetar, gigi
gemertukan.
Siau Hong dapat melihat manusia kepala besiitu ketakutan
luar biasa, maka katanya, "Sudahlah, orang ini sangat
ketakutan, buat apa membuka topeng besinya itu? Jika sejak
kecil ia sudah pakai topeng, kalau kini dibuka mungkin dia
akan putus asa dan sukar untuk hidup terus.”
"Sungguh menarik jika begitu, "seru A Ci sambil bertepuk
tangan. "Setiap kali aku menemukan kura-kura, aku suka
menangkapnya dan membelejeti kulitnya yang keras itu, aku
suka melihat kura-kura tanpa kulit dapat hidup berapa lama.”
Siau Hong berkerut kening, ia merasa terlalu kejam cara
anak dara itu membelejeti kura-kura, katanya, "A Ci seorang
anak perempuan mengapa suka membikin susah orang
sedemikian rupa?”
"Hm, tentu saja engkau tak suka,” jengek A Ci, "Jika aku
sebaik A Cu, tidak nanti kau lupakan diriku selama beberapa
hari ini.”
"Meski aku telah diangkat menjadi Lam-ih-tai-ong apa
segala sehingga setiap hari selalu sibuk saja, tapi setiap hari
aku kan pasti datang menjengukmu?” sahut Siau Hong.
"Menjenguk, ya, memang hanya menjenguk saja sebentar,
aku justru tidak suka dijenguk saja dan habis perkara, coba
kalau aku jadi A Cu, tentu engkautakkan cuma menjenguk
saja, tapi akan selalu mendampingiku.”
Mendengar nama "A Cu” berulang kali disebut, apa yang
dikatakannya juga memang betul, Siau Hong menjadi tak bisa
menjawab, terpaksa ia mengekek tawa dan berkata, "Ya, Cihu
kan orang tua, tiada minat buat main dengan kanak-kanak
seperti dirimu, bolehlah kau cari teman yang sebaya
denganmu untuk mengawanimu bermain.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kanak-kanak, selalu kau katakan begitu, aku justru bukan
kanak-kanak lagi, "sahut A Ci. "Dan kalau engkau tidak minat
bermain dengan aku, kenapa datang juga ke sini?”
"Aku ingin tahu kesehatanmu sudah tambah baik tidak dan
ingin tahu apakah hari ini kamu sudah makan empedu
beruang atau belum?” kata Siau Hong.
Mendadak A Ci angkat bantalan pengganjal bangku dan
dibanting ke lantai, katanya, "Jika hatiku tidak gembira,
biarpun setiap hari makan satu pikul empedu beruang juga
tidak berguna!”
Kalau A Cu yang sedang marah-marah, betapapun juga
tentu Siau Hong akan berusaha membujuknya, tapi
terhadapanak dara yang suka ngambek, anak perempuan
yang nakal dan licin ini, mau tak-mau timbul semacam rasa
jemu dalam hati Siau Hong, segera katanya, "Ya, sudahlah,
boleh kamu mengaso saja!”
Habis itu, ia lantas tinggal pergi.
A Ci termangu-mangu dan ingin menangis mengikuti
kepergian sang Cihu, sekilas tiba-tiba dilihatnya Yu Goan-ci,
seketika api amarahnya ingin dilampiaskan pada orang sial itu.
Teriaknya mendadak, "Sili, cambuk lagi dia 30 kali!”
Kapten Sili mengiakan sambil angkat cambuknya.
"Nona, apakah aku berbuat suatu kesalahan lagi?” seru
Goan-ci.
Tapi A Ci tidak menjawabnya, sebaliknya memberi tanda
agar Sili cepat mencambuk.
"Tar!” segera Sili ayun pecutnya, "Tar!” kembali pecut
menyembat pula punggung sasarannya.
"Nona, sebenarnya apa salahku, harap aku diberitahu,
supaya lain kali kesalahan itu takkan terulang lagi!” teriak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci dengan menahan sakit, sementara itu pecut Sili masih
terus menyabat.
"Bila aku ingin menghajarmu, maka setiap saat dapat
kulakukan, tidak perlu kautanya berbuat salah apa, masakah
aku bisa keliru menghajarmu?” demikian kata A Ci, "Kau tanya
dirimu berbuat salah apa, justru karena kau tanya, maka
kamu harus dihajar!”
"Tapi ... tapi nona lebih dulu menyuruh hajar diriku, baru
aku tanya, "ujar Goan-ci.
Dalam pada itu pecut Sili tidak pernah berhenti, punggung
Goan-ci masih terus disabet.
"Memang sudah kuduga kamu tentu akan tanya, maka
kusuruh orang menghajarmu, dan benar juga kamu lantas
tanya, bukankah itu menandakan dugaanku sangat tepat?”
ujar A Ci dengan tertawa. "Sekaligus juga menandakan kamu
tidak taat benar-benar padaku, seharusnya ketika kau tahu
nonamu mendadak ingin menghajar orang jika kamu memang
seorang budak setia, seharusnya kamu tampil ke muka dan
ajukan diri untuk dihajar. Tapi kamu malah rewel dan merasa
penasaran. Baiklah, kamu tidak sudak dihajar, maka akupun
tidak mau menghajarmu lagi.”
Hati Goan-ci terkesiap dan merinding mendengar ucapan
terakhir itu. Ia tahu bila A Ci tidak menghajarnya, tentu akan
dicari suatu hukuman yang lebih kejam daripada cambukan
itu, maka lebih baik sekarang juga ia terima 30 kali cambukan
itu. Segera ia berkata, "Ya, memang hamba yang salah,
hamba yang salah! Jika nona sudi menyuruh orang menghajar
hamba, hal mana akan berfaedah bagi badan hamba, silahkan
nona menyuruhnya menghajar lagi, hajarlah lebih banyak dan
lebih banyak dan lebih keras.”
"Jika begitu, baiklah akan kupenuhi permintaanmu, "kata A
Ci, "Nah Sili, cambuk dia 100 kali bulat, dia sendiri yang minta
lebih banyak dicambuk.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Yu Goan-ci terperanjat, ia pikir apakah jiwanya
bisa dipertahankan setelah dicambuk 100 kali? Tapi urusan
sudah terlanjur, ia sendiri yang minta dihajar lebih banyak dan
lebih keras, kalau sekarang membangkang tentu akan lebih
celaka lagi. Terpaksa ia diam saja, ia pikir kalau rewel-rewel
bukan mustahil nona yang nakal dan kejam itu akan
menghabiskan jiwanya dengan suatu cara yang sukar diduga.
Dan ketika A Ci mulai memberi tanda, "tar”, segera cambuk
Sili bekerja pula tanpa ampun.
"Tar, tar!” Sili terus menyembat hingga lebih 50 kali, saking
kesakitan Yu Goan-ci sampai mendeprok, sebaliknya A Ci
memandangnya dengan tersenyum simpul, ditunggunya
pemuda itu bersuara minta ampun. Dan asal Goan-ci minta
ampun, A Ci akan punya bukti lagi untuk menambahi
cambukannya.
Tak tersangka Goan-ci sudah dalam keadaan limbung,
dalam keadaan sadar-tak-sadar, ia hanya merintih perlahan,
tapi tidak minta diampuni. KEetika di cambuk sampai lebih 70
kali, akhirnya Goan-ci jatuh pingsan.
Namun Sili sama sekali tidak kenal kasihan ia tetap
menjalankan tugasnya sampai genap mencambuk 100 kali
barulah berhenti.
Melihat Goan-ci sudah kempas-kempis, lebih banyak
matinya daripada hidup, A Ci menjadi kecewa malah, katanya,
"Sudahlah, seret pergi saja, orang itu tidak menarik lagi. Sili,
boleh kau carikan permainan lain yang lebih menyenangkan.”
Karena hajaran itu, Yu Goan-ci benar-benar babak belur,
untuk mana dia mesti menggeletak sebulan penuh barulah
sembuh.
Melihat pemuda itu sudah dilupakan oleh A Ci, maka orang
Cidan tidak menyiksanya lagi, tapi lantas mencampurkan dia
ke dalam rombongan tawanan yang lain untuk melakukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pekerjaan kasar seperti mencuci kandang domba,
mengumpulkan kotoran sapi, menjemur kulit dan lain-lain.
Karena kepalanya memakai kerudung besi, maka setiap
orang suka mengejek dan menghina Yu Goan-ci, bahkan
sesama bangsa Han dalam tawanan itu juga menganggapnya
sebagai "siluman”.
Goan-ci terima semua ejekan dan hinaan itu, dengan diam
saja hingga mirip orang bisu, orang memaki dan memukulnya,
ia pun tidak pernah melawan dan membalas. Hanya kalau
kebetulan ada orang lewat menunggang kuda, tentu ia
mendongak untuk melihat siapakah gerangan penunggang
kuda itu. Yang selalu terpikir olehnya hanya satu, "Bilakah
nona cantik itu akan memanggil aku untuk dihajar lagi?”
Begitulah karena dia berhadap dapat melihat A Ci, biarpun
akan disiksa dengan macam-macam hajaran juga dia rela.
Setelah lewat dua bulan pula, hawa udara perlahan mulai
hangat, Yu Goan-ci ikut orang banyak lagi mengangkat bata di
luar benteng kota untuk membetulkan tembok benteng.
Tiba-tiba didengarnya suara derapan kuda keluar dari pintu
gerbang selatan, segera terdengar suara tertawa seorang
gadis nyaring merdu, "Ai, kiranya Badut besi ini belum lagi
mati! Kukira dia sudah lama mati! Hei badut besi, kemarilah!”
Itulah suara A Ci, suara anak gadis yang selalu terbayang
oleh Yu Goan-ci siang dan malam, ia terpaku malah di
tempatnya ketika mendengar panggilan A Ci. Ia merasa
jantungnya berdebar dan tangan terasa dingin.
"Badu besi, setan kamu, aku memanggilmu apa kamu tidak
dengar?” kembali A Ci berseru.
Dan baru sekarang Goan-ci mengiakan, "Ya, nona!”
Ternyata selama empat bulan ini A Ci sudah tambah gemuk
sedikit, air mukanya kemerah-merahan dan bercahaya hingga
makin menambah kecantikannya, hati Goan-ci berdebar dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena setengah melamun, kakinya kesandung sesuatu dan
keserimpet jatuh.
Ditengah gelak tertawa orang banyak, lekas Goan-ci
merangkak bangun dengan rasa malu, sudah tentu tiada
seorang pun yang dapat melihat mimik wajahnya itu.
Rupanya A Ci sedang gembira, dengan tertawa iatanya, "Eh
badut, kenapa kamu belum mati?”
"Aku .. aku belum lagi membalas kebaikan nona, maka
tidak boleh mati cepat-cepat, "sahut Goan-ci.
A Ci mengikik tawa, katanya, "Aku justru lagi mencari
seorang budak yang setia untuk suatu tugas, aku kuatir orang
Cidan terlalu kasar sehingga tak bisa melaksanakan tugas
dengan baik, sekarang kamu ternyata belum mati, itulah
sangat kebetulam. Nah boleh kauikut padaku!”
Goan-ci mengiakan, lalu mengikut dibelakang kudanya.
Segera A Ci memerintahkan Sili dan tiga orang
pengawalnya pulang lebih dulu.
Sili kenal watak sigadis, apa yang dikatakan tidak boleh
dibantah. Ia lihat orang berkerudung besi ini terlalu lemah,
penakut pula, rasanya tak akan berbahaya bila dia ikut sang
putri. Maka ia hanya pesan junjungannya itu, "Harap nona
hati-hati dan lekas pulang!”
Lalu mereka berempat melompat turun dari kuda dan
menunggu di luar gerbang kota. A Ci sendiri lantas
menjalankan kudanya perlahan ke depan dengan diikuti Goanci
berjalan di belakang.
Kira-kira beberapa li jauhnya, tempat yang dituju itu makin
sunyi dan akhirnya sampai di suatu lembah pegunungan yang
lembab.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci merasa jalan di lembah pegunungan itu sangat
lunak, terdiri dari tanah dedaunan dan rumput yang sudah
kering dan lapuk.
Kira-kira satu-dua li jauhnya, jalan di s itu mulai berliku-liku,
A Ci tidak dapat menunggang kuda lagi, ia melompat turun
dari kudanya, sambil memegangi les kuda ia melanjutkan
perjalanan.
Sekitar situ tampak lembab dan dingin, angin meniup dari
suatu selat yang sempit hingga kulit daging A Ci dan Goan-ci
terasa perih.
"Sudahlah, disini saja!” tiba-tiba A Ci berkata. Lalu ia
tambatkan kudanya di suatu pohon dan berkata kepada Goanci,
"Nah, ingatlah dengan baik apa yang kau lihat hari ini
dilarang diceritakan kepada siapapun juga, selanjutnya juga
tidak boleh menyinggungnya dihadapanku, ingat tidak?”
"Baik, nona!” sahut Goan-ci.
Girang Goan-ci sungguh tak terkatakan. A Ci hanya suruh
dia ikut sendirian dan kini sampai di tempat sunyi seperti ini,
andaikan si gadis nanti akan menghajarnya hingga setengah
mati juga dia rela.
Kemudian tertampak A Ci mengeluarkan sebuah Giok-ting,
tripod atau wajan kemala berkaki tiga, warna tripod itu hijau
mulus. Lalu ditaruh diatas tanah dan katanya kepada Goan-ci,
"Sebentar bila melihat serangga atau binatang apapun yang
aneh, sekali-kali kamu tidak boleh bersuara, tahu tidak?”
Goan-ci mengiakan.
Segera A Ci mengeluarkan pula suatu bungkusan kain kecil,
ia keluarkan beberapa potong bahan wewangian yang
berwarna-warni, ia remas sedikit tiap-tiap potong bahan
wangi-wangian itu ke dalam tripod, lalu ia menyulutnya
dengan api hingga terbakar, kemudian menutup tripod itu.
"Marilah kita tunggu di bawah pohon sana, "kata A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Goan-ci tidak berani duduk berdekatan dengan si
nona, ia menyingkir kira-kira dua-tiga meter jauhnya, ia duduk
di atas batu di bawah angin. Ketika angin meniup dan
membawa bau harum si gadis, tanpa terasa pikiran Goan-ci
melayang-layang dimabuk diri.
Sungguh tak tersangka olehnya bahwa dalam hidupnya ini
bisa menemui saat bahagia seperti ini, ia merasa derita
sengsara yang dialaminya selama ini tidaklah penasaran.
Begitulah selagi pikiran Goan-ci dimabuk oleh lamunan
sendiri, tiba-tiba terdengar di semak-semak rumput sana ada
suara gemerisik, seekor binatang merayap tampak muncul.
Dalam urusan lalu Goan-ci boleh dikatakan tidak becus, tapi
dalam hal menangkap ular dan main binatang merayap lain
masih boleh juga kepandaiannya. Maka demi mendengar
suara itu, segera ia tahu ada sesuatu makhluk aneh.
Benar juga, segera dari tengah rumput hijau itu merayap
keluar seekor lipan atau kelabang merah bercahaya, lebihlebih
bagian kepalanya merah membara, sangat berbeda
dengan kelabang pada umumnya.
Rupanya karena mengendus bau harum bahan wangiwangian
yang terbakar dalam tripod, maka kelabang itu
merayap ke arah situ terus menyusup ke dalam wajan melalui
lubang disampingnya, dan tidak keluar lagi.
Selagi Goan-ci hendak menyatakan bahwa kelabang berbisa
sangat jahat, tiba-tiba dari belakang terdengar suara
gemerisik pula, seekor ketungging berwarna coklat merayap
tiba dengan cepat sekali. Segera Goan-ci bermaksud
menginjak mati binatang itu, tapi mendadak A Ci
membentaknya, "He, jangan membunuhnya, goblok!”
Maka sebelah kaki Goan-ci yang sudah terangkat itu urung
menginjak ke bawah. Dalam pada itu ketungging itu lantas
merayap ke arah tripod dan menyusup ke dalamnya. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekejap saja terdengarlah suara mencicit ramai, kelabang tadi
telah bertarung dengan ketungging.
Sejak kecil Goan-ci paling suka mengadu jengkerik dan
serangga lain. Kini ia sangat ingin bisa membuka tutup tripod
untuk menyaksikan pertarungan antara kelabang melawan
ketungging itu. Tapi dibawah pengaruh A Ci, ia tidak berani
sembarangan bertindak.
Dan belum selesai pertarungan antara kelabang melawan
ketungging itu, kembali dari arah lain datang seekor cicak,
menyusul dari arah berlawanan datang pula seekor binatang
aneh yang bulat bentuknya dan berwarna loreng, entah apa
namanya. Kedua binatang ini pun segera menyusup ke dalam
tripod, maka tambah ramailah suara mencicit tadi.
Ketika Goan-ci memandang ke arah A Ci, ia lihat gadis itu
sangat senang, kedua tangan yang putih halus itu tiada
hentinya bergesek-gesek, terdengar gadis itu bergumam
perlahan, "Sungguh sangat mujarab, sudah datang empat
jenis.”
Belum selesai ucapannya, kembali seekor serangga masuk
lagi ke dalam tripod. Itulah seekor laba-laba berbisa.
Dan baru sekarang Goan-ci paham duduknya perkara,
"Kiranya nona ini memilih tempat yang lembab ini untuk
mencari binatang dan serangga berbisa. Tapi entah apa
gunanya, jika untuk melihat pertarungan binatang-binatang
itu, mengapa dia tidak membuka tutup tripod?”
Sejenak kemudian, "plok”, tiba-tiba ketungging tadi jatuh
keluar tripod dan tak berkutik lagi, terang sudah mati.
Selang tidak lama, berturut-turut bangkai labah-labah, cicak
dan serangga bulat yang tak dikenal namanya pun
menggelinding keluar semua.
"Haha, tetap kelabang kepala merah yang paling lihai, "seru
A Ci dengan senang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nona, dupa apakah yang kaubakar hingga begini banyak
serangga berbisa terpancing kemari?” tanya Goan-ci.
Mendadak A Ci menarik muka, semprotnya, "Sudah
kukatakan tidak boleh bertanya, kamu sudah lupa ya? Kalau
berani buka mulut lagi, segera kucambuk kamu 100 kali!”
"Hamba ter … terlalu senang sehingga lupa daratan, harap
… harap nona memaafkan, "sahut Goan-ci dengan merendah.
A Ci tidak menggubris lagi, segera ia keluarkan pula
sebungkus kain waktu dibuka, kiranya sepotong kain sutra
yang tebal. Kain sutra itu bersulam indah dan berwarna-warni
menyilaukan mata.
Segera ia bungkus Giok-ting itu dengan kain mengkilat itu.
Ketika Goan-ci memperhatikan bangkai labah-labah,
ketungging dan lain-lain ia lihat binatang itu sudah kering, sari
racunnya sudah terisap habis oleh kelabang kepala merah itu.
Sementara itu A Ci sedang mengikat bungkusan kain satin
itu dengan kencang seakan-akan kuatir kalau kelabang di
dalam Giok-ting itu akan merayap keluar. Kemudian ia
masukkan bungkusan itu ke dalam tas kulit di pelana kudanya.
"Marilah kita pulang!” katanya dengan tertawa.
Sambil mengikut di belakang kuda si gadis, diam-diam
Goan-ci membatin, "Tripod hijau itu sungguh sangat aneh,
yang lebih aneh lagi adalah dupa wangi yang dia bakar itu.
Hanya karena mengendus bau wangi dupa itulah maka
serangga-serangga itu terpancing kemari.”
Setiba kembali di istana Toan-hok-tian, segera A Ci
memerintahkan pengawalnya membersihkan sebuah kamar
yang kecil di samping istana untuk tempat tinggal Yu Goan-ci.
Keruan girang Goan-ci melebihi orang mendapat warisan,
sebab tanpa ia tahu selanjutnya setiap hari akan dapat melihat
A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Benar juga, esoknya A Ci memanggilnya pula dan
membawa dia masuk ke ruangan istana samping, lalu A Ci
sendiri menutup pintu ruangan hingga di dalam situ cuma
tinggal mereka berdua.
Hati Goan-ci berdebar-debar sebab tidak tahu apa yang
hendak dilakukan si nona.
Tiba-tiba A Ci mendekati sebuah guci, ia buka tutup guci itu
dan berkata kepada Goan-ci, "Coba lihat, sangat tangkas,
bukan?”
Waktu Goan-ci ikut melongok ke dalam guci, ia lihat
kelabang yang ditangkapnya kemarin itu sedang merayaprayap
dengan cepat dalam guci.
"Sekarang kita pergi mencari lagi sejenis binatang berbisa
yang lain, "ajak A Ci.
Goan-ci tidak berani banyak bertanya, ia hanya mengiakan
saja, walaupun dalam hati sangat heran, seorang nona cantik
demikian mengapa suka main binatang berbisa yang
menjijikkan dan berbahaya seperti itu?
Tidak lama kemudian mereka telah sampai di suatu lembah
pegunungan lain, disitu A Ci menyalakan dupa dalam Giok-ting
hingga lima jenis binatang berbisa dipancing datang lagi. Dan
sesudah pertarungan berakhir, sekali ini yang menang adalah
seekor labah-labah hitam.
Setelah pulang, A Ci menaruh labah-labah itu di dalam
sebuah guci yang lain. Ia suruh Goan-ci membawa kasur
bantalnya ke ruangan istana dan menjaga disitu.
Goan-ci sudah biasa main ular dan serangga berbisa, ia
tahu binatang merayap seperti itu sangat pintar menyusup,
dimana tampaknya tiada lubang, sering kali binatang-binatang
merayap itu dapat menyusut keluar. Dan kalau ada salah
seekor labah-labah atau kelabang yang lari keluar pasti dia
yang akan tersengat mampus. Sebaliknya kalau sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
binatang itu ada yang hilang, tentu pula dia akan dihajar mati
oleh A Ci.
Oleh karena itu semalaman suntuk boleh dikata Goan-ci
tidak berani tidur, dengan hati kebat-kebit sebentar-sebentar
ia bangun untuk memeriksa kedua guci itu.
Esok paginya, dengan cara yang sama A Ci dapat pula
menangkap seekor katak buduk. Hari keempat ia berusaha
menangkap binatang berbisa yang lain, tapi tiada sesuatu
yang memuaskan, yang dapat dipancing datang hanya
sebangsa serangga kecil yang kurang lihai racunnya. Sesudah
pindah tempat lagi, akhirnya dapat ditangkapnya seekor
ketungging hijau gelap.
Hari kelima ia tidak dapat menangkap binatang berbisa lain.
Hari keenam juga nihil usahanya. Sampai hari ketujuh,
dapatlah A Ci menangkap seekor ular hijau kecil.
A Ci sangat girang setelah dapat mengumpulkan kelima
jenis binatang itu. Ia suruh Goan-ci memiara binatangbinatang
itu, setiap hari menyembelih seekor ayam jago,
darah ayam jago dibuat makanan binatang-binatang berbisa
itu.
Kira-kira belasan hari kemudian, A Ci datang lagi ke
ruangan istana samping itu, ia lihat kelima binatang berbisa itu
sudah gemuk-gemuk, ia sangat senang. Segera ia keluarkan
Giok-ting pula dan menyalakan dupa.
"Bukalah kelima tutup guci itu, "katanya kepada Goan-ci.
Cepat Goan-ci melaksanakan perintah itu, ia buka semua
tutup guci dan lekas-lekas menyingkir.
Maka terdengarlah suara gemerisik, kelima jenis binatang
berbisa itu telah mengendus bau wangi dupa, mereka berebut
merayap keluar dari guci masing-masing terus menyusup ke
dalam Giok-ting berturut. Lantas terdengar suara mencicit
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ramai, kelima jenis binatang itu saling bertarung dengan
sengit.
Kelima jenis binatang itu masing-masing sudah pernah
mengisap racun dari jenis binatang lain, ditambah lagi selama
belasan hari telah diloloh dengan darah ayam jago, keruan
mereka sangat tangkas dan sangat bersemangat, begitu
ketemu musuh, segera menyerang dengan ganas.
Dan pertama-tama katak buduk itu yang tidak tahan, lebih
dulu katak itu jatuh keluar Giok-ting menyusul ular hijau itu
pun mati. Tidak lama kemudian, labah-labah loreng dan
ketungging pun mencelat keluar semua. Pemenang terakhir
tetap kelabang berkepala merah yang tertangkap pertama itu.
Kelabang itu tampak merayap keluar dari Giok-ting untuk
mengisap sari racun lawan-lawannya yang sudah mati itu.
Maka badan kelabang itu perlahan mulai melembung, rupanya
sangat kenyang dengan cairan yang diisapnya. Kepalanya
yang merah itu mulai bersemu ungu, lalu menghijau dan
membiru.
Semua itu diikuti A Ci dengan rasa senang, betapa
girangnya dapat terlihat dari napasnya yang berat, terdengar
gadis itu berkata dengan suara rendah, "Jadi, jadilah!
Dapatlah kulatih ilmu ini!”
Baru sekarang Goan-ci tahu bahwa sebabnya si gadis
menangkap binatang berbisa itu, kiranya ingin melatih sesuatu
ilmu.
Sementara itu setelah kelabang tadi kenyang mengisap sari
racun lawan-lawannya yang mati itu, lalu merayap kembali ke
dalam Giok-ting.
"Badut besi, bagaimana pendapatmu tentang perlakuanku
kepadamu selama ini?” tanya A Ci tiba-tiba.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Oh, sungguh sangat baik, aku merasa hutang budi kepada
nona, "sahut Goan-ci. "Biarpun hancur lebur badanku ini juga
susah membalas kebaikan nona.”
"Apa betul-betul ucapanmu itu?” A Ci menegas.
"Sudah tentu, masakah hamba berani berdusta, "kata
Goan-ci. "Asal nona ada perintah, tidak nanti hamba
menolak.”
"Bagus jika begitu, "kata A Ci. "Nah ketahuilah bahwa ilmu
yang akan kulatih ini diperlukan seorang pembantu. Apakau
kau mau membantu aku? Jika ilmu ini sudah selesai
kuyakinkan, tentu aku akan memberi hadiah padamu.”
"Sudah tentu hamba menurut perintah saja dan tidak
berani bicara tentang hadiah segala, "sahut Goan-ci.
"Baiklah! Nah, sekarang juga aku akan mulai berlatih, "kata
A Ci.
Habis berkata, ia terus duduk bersila kedua tangan saling
bergesek-gesek, kedua mata terpejam, selang sebentar, lalu
katanya, "Coba gunakan tangan untuk menangkap kelabang
itu, Jika kelabang itu menggigit tanganmu, sekali-kali kamu
tidak boleh bergerak, biarkan kelabang itu mengisap darahmu,
makin banyak dia mengisap akan lebih baik.”
Sejak kecil Goan-ci sudah biasa main ular dan serangga
berbisa, ia tahu binatang merayap seperti kelabang itu sangat
jahat rupanya. Kalau tergigit, tentu luka itu akan bengkak,
apalagi kelabang kepala merah ini telah mengalahkan
binatang berbisa lain, sudah tentu jauh lebih lihai daripada
kelabang biasa. Kini A Ci menyuruh tangannya dibiarkan
digigit oleh kelabang itu untuk mengisap darahnya keruan ia
merinding dan ragu-ragu.
Seketika A Ci menarik muka, tanyanya, "Kenapa? Kamu
tidak mau?”
"Bukan tidak mau, nona, "sahut Goan-ci. "Cuma…cuma .. ”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cuma apa? Cuma takut mati bukan?” semprot A Ci.
Goan-ci tak bisa menjawab. Ia pikir baru saja ia
menyatakan bersedia hancur lebur bagi si gadis dan sekarang
tangannya disuruh digigitkan kelabang sudah merasa jeri. Ia
coba melirik A Ci, dilihatnya wajah gadis itu bersengut, bibir
mencibir hina. Seketika Goan-ci merasa kena sihir, dengan
segera ia berkata, "Baik, akan kuturut perintah nona.”
Dengan menggertak gigi ia buka tutup guci, ia pejamkan
mata dan julurkan tangan ke dalam guci. Dan begitu jari
menyentuh dasar guci itu, segera jari tengah terasa sakit
seperti tertusuk jarum. Hampir-hampir ia tarik kembali
tangannya kalau A Ci tidak keburu mencegahnya.
Terpaksa Goan-ci menahan sakit sekuatnya, waktu ia buka
mata, ia lihat kelabang itu telah menggigit jari tengahnya dan
benar juga sedang mengisap darahnya.
Bulu roma Goan-ci serasa berdiri semua, sungguh ia ingin
membanting kelabang itu ke tanah dan sekali gecek
mampuskan binatang itu. Meski berdiri mungkur, ia merasa
mata A Ci yang tajam itu seakan-akan menembus
punggungnya hingga dia tidak berani berkutik.
Untung rasa sakit gigitan kelabang itu tidak terlalu hebat.
Maka lambat laun badan kelabang itu tampak melar,
membesar. Sebaliknya jari tengah Goan-ci lamat-lamat seperti
bersemu ungu, warna ungu makin tandas hingga akhirnya
menjadi hitam. Selang tak lama, warna hitam itu menjalar dari
jari menuju ke telapak tangan, lalu naik ke lengan dan ke
bahu.
Tapi saat itu Goan-ci sudah tidak menghiraukan jiwanya
lagi, ia anggap sepi saja segala bahaya, sebaliknya ia
mengulum senyum malah, cuma senyumannya tertutup oleh
topeng besi maka A Ci tidak dapat melihatnya.
Dalam pada itu, setelah mengisap darah sekian lamanya,
kepala kelabang yang hijau biru itu telah kembali menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merah lagi. A Ci terus memperhatikan badan kelabang itu
dengan mata tak berkedip. Ketika mendadak kelabang itu
melepaskan jari Yu Goan-ci dan mendekam di dalam Giok-ting,
selang sejenak, tertampaklah dari lubang bawah Giok-ting itu
menitik cairan darah setetes demi setetes.
A Ci tampak sangat girang, segera ia menggunakan telapak
tangan untuk menahan cairan darah itu, ia duduk bersila dan
mengerahkan tenaga dalam hingga cairan darah di telapak
tangan itu terisap masuk ke dalam tangan.
Diam-diam Goan-ci membatin, "Itu adalah darahku,
sekarang telah berpindah ke dalam tubuhnya. Agaknya dia
sedang melatih semacam ilmu pukulan berbisa sebangsa Ngotok
-ciang (ilmu pukulan panca bisa) barangkali ?”
Sudah tentu tia tidak tahu bahwa Giok-ting itu adalah
benda pusaka Sing-siok-pai, apa yang dilatih A Ci itu adalah
"Hoa-kang-tai-hoat” yang paling ditakuti oleh jago silat
manapun di dunia ini.
Begitulah, ketika kemudian darah beracun dalam badan
kelabang itu sudah menetes keluar semua, maka kelabang itu
pun lantas mati.
Waktu A Ci menggosok-gosok kedua tangan sendiri, ia lihat
telapak tangannya tetap putih bersih sebagai kemala,
sedikitpun tiada noda darah, maka tahulah dia bahwa cara
berlatih Hoa-kang-tai-hoat yang pernah didengarnya dari sang
guru itu memang tepat dan tidak salah sedikitpun, ia girang
sekali, segera ia angkat Giok-ting dan menuang keluar
kelabang yang sudah mati itu ke lantai, lalu tinggal pergi
dengan cepat, sekejappun dia tidak pandang lagi kepada Yu
Goan-ci seakan-akan pemuda sama saja seperti bangkai
kelabang yang tiada gunanya lagi.
Dengan termangu-mangu dan rasa kecewa Goan-ci
memandangi kepergian A Ci, ketika kemudian ia membuka
baju sendiri, ia lihat warna hitam tadi sudah menjalar sampai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di bagian ketiak, berbareng itu lengannya mulai terasa gatal
dan pegal. Rasa gatal dan pepat itu datangnya teramat cepat,
dalam sekejap saja ia merasa seperti digigit oleh beratus ribu
ekor semut.
Cepat Goan-ci melonjak bangun, segera ia menggaruk
tangan yang gatal itu. Tapi lebih celaka lagi sesudah di garuk,
rasa gatalnya semakin menjadi hingga serasa tulang sumsum
juga dimasuki oleh serangga yang sedang merayap-rayap
disitu.
Pada umumnya rasa sakit dapat ditahan dan rasa gatal
sukar untuk ditahan. Keruan Goan-ci berjingkrak-jingkrak dan
berteriak-teriak. Berulang-ulang ia membenturkan kepala di
dinding hingga mengeluarkan suara nyaring, ia berharap
dirinya bisa pingsan oleh benturan itu, dengan demikian ia
takkan merasakan derita gatal dan pegal luar biasa itu.
Ketika ia membentur-bentur lagi kepalanya beberap kali,
tiba-tiba dari bajunya jatuh keluar suatu bungkusan kertas,
sejilid buku yang sudah kuning terserak di lantai. Itulah kitab
dalam bahasa Hindu kuno yang ditemukannya di padang
rumput tempo hari.
Dalam keadaan gatal tak tertahankan ia tidak sempat
mengurus barangnya yang jatuh. Tanpa sengaja, sekilas
terlihat olehnya halaman kitab yang terbuka itu melukiskan
seorang padri asing yang kurus kering. Gaya lukisan itu sangat
aneh, padri itu terlukis sedang menungging, kepalanya
dimasukkan ke selangkangan jadi memandang ke belakang,
sedang kedua tangan memegang kedua kaki sendiri.
Goan-ci sendiri lagi kegatalan sambil berjingkrak-jingkrak
hingga tak menaruh perhatian kepada gaya lukisan yang aneh
itu, ia masih terus melonjak-lonjak dan berjingkrak-jingkrak
seperti orang gila, saking gatalnya hingga rasanya lebih enak
mati saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Akhirnya saking tak tahan, ia rebahkan diri di lantai sambil
menarik-narik baju sendiri hingga sobek dan hancur, ia gosokgosokkan
badan sendiri ke lantai hingga lecet dan
mengeluarkan darah.
Begitulah ketika Goan-ci bergelimpangan di lantai sambil
menggosok-gosokkan badannya di lantai entah mengapa,
tahu-tahu kepalanya menerobos ke selangkangan sendiri.
Karena dia memakai ketudung besi, buah kepalanya menjadi
amat besar, sekali ketelanjur terjepit di selangkangan,
kepalanya menjadi sukar ditarik kembali. Segera ia bermaksud
mengeluarkan kepalanya dengan tangan tapi tanpa sengaja
dan dengan sendirinya kedua tangan lantas memegang kaki
sendiri.
Ia kelabakan sendiri hingga akhirnya megap-megap. Saking
lelah, ia tak bisa berkutik dan terpaksa berhenti sementara
untuk ganti napas, dan tanpa sengaja ia lihat kita yang jatuh
terbuka dan berada di depan matanya. Paderi kurus kering
yang terlukis di dalam kitab itu gayanya persis seperti dia
sekarang.
Keruan ia sangat heran dan geli pula.
Yang paling aneh adalah sesudah dia bergaya seperti padri
dalam lukisan itu, meski rasa gatal dalam tubuhnya masih
tetap sama, namun napasnya menadi banyak lebih longgar.
Maka ia tidak perlu buru-buru mengeluarkan kepalanya dari
selangkangan sendiri, dengan cara begitulah ia mendekam di
lantai.
Dan karena kepalanya menerobos di bawah selangkangan,
maka matanya menjadi lebih dekat dengan kitab itu. Waktu ia
pandang lagi padri dalam lukisan, mendadak ia lihat tubuh
padri itu terlukis sedikit-sedikit garis-garis yang halus. Kitab itu
sudah tua, kertasnya sudah kotor kekuning-kuningan,
goresan-goresan yang halus itu sebenarnya susah terbaca,
tapi kini Goan-ci menungging hingga mukanya hampir
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menempel di atas kitab, maka garis-garis halus itu dapat
terlihat jelas.
Saat itu lengan kanan Goan-ci terasa sangat gatal tak
terhingga, dan otomatis pandangannya terarah kepada lengan
kanan padri kurus dalam lukisan itu. Ia lihat garis halus pada
lengan padri itu dari telapak tangan menjurus naik ke
tenggorakan, ke dada, ke perut, dan sesudah melingkar kian
kemari akhirnya naik ke bahu terus ke ubun-ubun kepala.
Karena mata memandang garis-garis halus dalam lukisan
itu, dengan sendirinya hati ikut berpikir juga, maka terasalah
rasa gatal aneh di lengannya itu berubah menjadi suatu arus
hawa hangat dan menggeser menurut jalan garis dalam
lukisan itu, mula-mula mengalir ke tenggorokan, kemudian ke
dada, ke perut dan begitu seterusnya hingga akhirnya sampai
di ubun-ubun kepala, kemudian lenyap perlahan.
Begitulah berulang ia gunakan pikiran dan setiap kali lantas
timbul suatu arus hawa hangat dan menyalur ke dalam otak,
sebaliknya rasa gatal di lengan menjadi banyak berkurang.
Heran dan kejut juga Goan-ci, tapi ia tidak sempat
menyelami sebab musababnya, segera ia lakukan cara itu
hingga lebih 30 kali dan rasa gatal di lengan hanya tinggal
sedikit saja, ketika ia melanjutkan belasan kali lagi, rasa gatal
itu lantas hilang sirna.
Ketika kemudian ia dapat mengangkat kembali kepalanya,
ia periksa lengannya, ia lihat warna hitam yang naik ke atas
tadi kini sudah lenyap sama sekali. Saking girangnya, ia
berjingkrak. Tapi mendadak ia berteriak, "Ai, celaka! Sekarang
racun kelabang itu telah masuk semua ke dalam otakku!”
Namun rasa gatalnya sekarang sudah hilang, keadaan
badan sehat seperti biasa, meski ada kemungkinan akan
timbul sesuatu di kemudian hari juga tidak dihiraukan lagi. Ia
pikir. "Masakah di dunia ini ada kejadian secara begini
kebetulan? Dalam keadaan tidak sengaja, tahu-tahu aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menirukan gaya seperti padri dalam lukisan itu? Apakah
semua ini memang takdir ilahi?”
Esok paginya, baru saja ia menerobos keluar dari kolong
selimutnya, tiba-tiba A Ci datang kesitu. Ketika melihat
pakaian pemuda itu hancur hingga hampir telanjang, A Ci
menjerit kaget, katanya, "He, kenapa kamu belum mampus?”
Goan-ci terkejut dan cepat menyusup kembali ke dalam
selimut, sahutnya, "Ya, hamba belum mati!”
Diam-diam ia merasa pedih karena si gadis
menganggapnya sudah mati.
"Boleh juga, jika kamu belum mati, "kata A Ci kemudian,
"Nah, lekas pakai baju dan ikut aku pergi menangkap binatang
berbisa lain.”
Goan-ci mengiakan. Ia tunggu setelah A Ci keluar, segera ia
minta suatu stel pakaian kepada prajurit Cidan yang jaga
disitu.
Lalu ia ikut A Ci keluar kota untuk mencari binatang berbisa
seperti tempo hari. Dan sudah tentu, setiap kali berhasil
menangkap sejenis binatang berbisa, selalu Goan-ci yang
digunakan sebagai "kelinci percobaan” untuk latihan A Ci yang
hendak meyakinkan "Hoa-kang-tai-hoat”. Tapi setiap kali
Goan-ci selalu menggunakan cara yang dilihatnya dalam
lukisan untuk menghapus racun yang masuk ke badannya.
Begitulah maka berulang-ulang Goan-ci telah digigit oleh
laba-laba hijau, kemudian seekor ketungging besar. Setiap kali
A Ci mengira pemuda itu pasti akan mati, tapi ia menjadi
terheran-heran bila esok paginya melihat Goan-ci masih sehat
walafiat.
Keadaan itu berlangsung terus hingga tiga bulan, belasan li
di sekitar kota itu boleh di katakan sukar didapatkan binatang
berbisa lagi, kalau ada hanya tinggal yang kecil dan kurang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berguna. Karena itu, tempat yang mereka datangi menjadi
makin jauh di luar kota.
Suatu hari, mereka sampai di suatu tempat kira-kira lebih
30 li di barat kota, disitu A Ci menyalakan dupa wangi. Setelah
ditunggu hampir satu jam, akhirnya terdengar gemeresek di
antara semak-semak rumput sana, segera A Ci berseru,
"Awas, tiarap, ke bawah!”
Cepat Goan-ci menurut, ia mendekam ke tanah, maka
terdengarlah suara gemersek itu tambah keras, suaranya aneh
dan luar biasa.
Diantara suara aneh itu tercampur pula bauamis yang
memuakkan, Goan-ci tidak berani bergerak sambil menahan
napas. Ia lihat dimana semak rumput tersingkap, muncul
seekor ular sawah yang sangat besar.
Kepala ular sawa itu berbentuk segitiga, di atas kepala
menonjol sepotong daging yang aneh.
Pada umunya di daerah utara jarang terdapat ular, lebihlebih
ular sawa aneh begitu, selamanya belum pernah dilihat
Goan-ci.
Sementara itu ular sawa raksasa itu sudah merayap sampai
di dekat Giok-ting, lalu melingkari tripod itu. Badan ular itu
panjangnya ada dua-tiga meter. Besarnya sebulat lengan
manusia, sudah tentu tidak dapat menyusup ke dalam Giok
ting seperti binatang merayap yang lain. Tapi dia sangat
tertarik oleh bau wangi dupa di dalam Giok-ting, maka
berulang-ulang ular itu membentur dengan kepalanya.
Sungguh sama sekali A Ci tidak menduga bahwa dupa yang
dibakarnya itu dapat memancing datang seekor ular sawa
raksasa seperti itu. Seketika ia menjadi bingung juga, perlahan
ia geser ke samping Goan-ci dan berkata padanya dengan
suara tertahan, "Celaka benar! Bagaimana baiknya sekarang?
Bila ular itu membikin remuk Giok-ting tentu runyam usahaku
selama ini!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama ini Goan-ci selalu dibentak dan dimaki oleh A Ci,
belum pernah ia dengar suara ramah-tamah si gadis seperti
sekarnag, nadanya mengajak berunding padanya, keruan ia
terkesiap dan merasa bahagia pula. Segera ia menjawab,
"Jangan kuatir, biar kugebah pergi ular itu!”
Segera ia berbangkit dan melangkah ke arah ular sawa
raksasa.
Demi mendengar suara tindakan orang, seketika badan ular
itu melingkar-lingkar dan kepala menegak sambil menjulurjulurkan
lidahnya yang merah dengan suara mendesis-desis
siap untuk memagut.
Melihat betapa garangnya ular itu, mau-tak-mau Goan-ci
merasa jeri juga. Ada maksudnya menjemput sepotong batu
untuk menimpuk ular itu, tapi ia kuatir luput hingga mengenai
Giok-ting malah.
Tengah ragu dan bingung, tiba-tiba terasa angin dingin
meniup dari sini-sana ada suatu sumbu api sedang menjalar
ke arah sini, hanya dalam sekejap saja jalur api itu sudah
menjalar sampai di depannya.
Waktu ia awasi, kiranya bukan sumbu api, tapi di tengah
semak-semak rumput itu ada sejenis makhluk aneh, dimana
binatang itu merayap lewat, disitu rumput yang tadinya hijau
segar lantas hangus seperti habis terbakar. Berbareng itu
Goan-ci merasa kakinya sangat kedinginan.
Cepat Goan-ci mundur beberapa tindak, waktu ia
perhatikan binatang merayap agak aneh sedang mendekati
Giok-ting itu, kini dapat dilihatnya dengan jelas kiranya seekor
ular sutra.
Ular sutra itu warnanya putih bening kehijau-hijauan,
bentuknya serupa dengan ular sutra umumnya, cuma
besarnya lebih sekali lipat hingga mirip seekor cacing. Pula
badannya bening tembus seperti kaca.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tadi ular sawa raksasa itu sangat galak, kepalanya
menegak dan mendesis-desis mengancam musuh, tapi
sekarang ternyata sangat ketakutan terhadap ulat sutra itu,
sedapat mungkin ia hendak menyembunyikan kepalanya ke
bawah lingkaran badannya.
Tapi dengan cepat luar biasa ulat sutra putih itu telah
merambat ke atas badan ular sawa itu sepanjang jalan yang
dirambatnya itu, seketika punggung ular sawa itu terbakar
suatu garis hangus. Waktu ulat itu merayap sampai di atas
kepala ular kontan kepala ular itu pecah merekah bagaikan
dibelah dengan pisau yang tajam.
Segera ulat sutra itu menyusup ke dalam kelenjar bisa
dalam kepala ular sawa itu untuk mengisap cairan bisa ular.
Hanya sebentar saja cairan berbisa itu sudah kering terisap
hingga badan ulat itu melar lebih besar satu kali lipat,
tampaknya badan ulat yang bening itu menjadi mirip sebuah
botol kecil yang penuh terisi cairan hijau.
Girang dan kejut A Ci melihat kelihaian ulat sutra itu,
katanya dengan suara lirih, "Ulat sutra ini sungguh hebat,
tampaknya adalah rajanya binatang berbisa!”
Sebaliknya Goan-ci diam-diam sangat cemas dan kuatir, ia
pikir, "Jika darahku diisap oleh ulat sutra berbisa sejahat ini,
pasti jiwaku akan amblas sekali ini!”
Dalam pada itu ulat sutra itu mulai merayap di sekitar Giokting,
lalu merambat ke atas tripod itu. Setiap tempat yang
dilaluinya tentu meninggalkan suatu bekas hangus.
Tapi ulat itu seperti dapat berpikir, ia hanya merayap suatu
keliling di atas Giok-ting dan seakan-akan tahu bila menyusup
ke dalam tentu ia akan mati. Maka berbeda dengan binatang
berbisa yang lain, ia tidak mau menyusup ke dalam Giok-ting,
sebaliknya merayap turun lagi dan tinggal pergi ke arah
datangnya tadi.
"Lekas kejar, lekas!” seru A Ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera ia mengeluarkan kain satin untuk membungkus
kembali Giok-ting, lalu mengejar ke arah ulat sutra tadi
dengan diikuti Goan-ci.
Meski ulat sutra itu cuma seekor binatang kecil, tapi
merayapnya ternyata sangat cepat. Untung dimana dia lewat
tentu meninggalkan bekas maka untuk mengikuti jejaknya
menjadi tidak susah.
Dan sekali mengejar ternyata sudah beberapa li jauhnya.
Tiba-tiba terdengar di depan ada suara gemericiknya air,
terlihat sebuah sungai melintang disitu. Bekas hangus yang
ditinggalkan ulat sutra itu pun lantas menghilang setiba di tepi
sungai. Waktu memandang ke tepi seberang, disana juga
tiada bekas jejak ular. Mungkin sekali ular itu kecemplung ke
dalam sungai, kemudian hanyut terbawa air.
Dengan kesal A Ci mengomel, "Tadi mengapa kamu tidak
mengejar lebih cepat dan sekarang kemana harus
mencarinya? Pendek kata, kamu harus menemukan kembali
ular itu!”
Sudah tentu Goan-ci gelisah dan bingung, ia mencari kian
kemari dan sudah tentu hasilnya nihil. Setelah mencari lagi
satu dua jam, sementara itu hari sudah hampir gelap, A Ci
tidak sabar lagi, segera katanya dengan gusar. "Betapapun
kamu wajib menangkapnya kembali untukku, kalau tidak,
maka kaupun tidak perlu menemui aku lagi!”
Habis berkata, ia mencemplak ke atas kudanya dan tinggal
pulang ke kota.
Keruan Goan-ci semakin gelisah, terpaksa ia mencari terus
ke hilir sungai. Sesudah beberapa li lagi, cuaca sudah mulai
remang-remang, tiba-tiba dilihatnya di semak-semak rumput
di seberang sana ada bekas hangus dilalui ulat sutra itu.
Saking girangnya sampai Goan-ci berteriak, "Nona sudah
ketemu sekarang!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sudah tentu suaranya tak didengar oleh siapapun
sebab A Ci sudah lama tinggal pergi. Segera Goan-ci
menyeberangi sungai itu, ia kejar terus mengikuti jejak
hangus itu. Ia lihat jalur hangus itu menyusur sepanjang jalan
pegunungan itu dan menuju ke lereng bukit di depan sana.
Dengan penuh semangat Goan-ci berlari lebih cepat. Ketika
kemudian ia mengangkat kepala, tiba-tiba dilihatnya di ujung
jalan pegunungan itu berdiri sebuah kelenteng besar dan
megah. Sesudah dekat, Goan-ci lihat papan kelenteng itu
tertulis huruf besar "Ci-kian Bin-tiong-si”.
Ia tidak sempat memperhatikan keadaan kelenteng itu,
yang dipentingkan adalah mengikuti jejak hangus itu. Ia lihat
jalur hangus itu mengitar ke samping kelenteng. Lalu
menyusur ke belakang rumah berhala itu.
Ia dengar di dalam kelenteng suara genta dan bok-hi
(kentungan) sedang berbunyi, disana sini terdengar suara
pembacaan kitab, terang padri di dalam kuil itu sendang liemkeng
melakukan sembahyang petang. Dari suara yang berisik
itu, agaknya padri penghuni kelenteng itu tidak sedikit
jumlahnya.
Sejak Goan-ci kepala dikerudungi topeng besi itu, ia merasa
malu diri dan enggan muncul di depan umum. Karena kuatir
diketahui padri dalam kelenteng, segera ia putar ke samping
kelenteng, ia lihat jalur hangus itu melintasi suatu tanah
pekarangan, lalu masuk ke suatu kebun sayur.
Goan-ci sangat girang, ia menduga dalam kebun sayur itu
tak ada orang, mengingat waktu itu sudah magrib dan para
padri sedang sembahyang, cepat ia menuju kebun itu, ia yakin
ular itu tentu lagi makan daun sayur dalam kebun dan dengan
gampang akan ditangkapnya.
Tapi baru saja ia sampai di luar pagar bambu kebun sayur
itu, tiba-tiba didengarnya di dalam kebun ada suara orang
sedang mencaci maki. Terdengar orang itu lagi mendamprat,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kenapa kamu begini kurang ajar, sendirian mengeluyur pergi
pesiar? Sampai Locu (bapakmu, kata olok-olok) kelabakan
setengah mati mencarimu dan kuatir kamu takkan pulang
untuk selamanya. Jauh-jauh Locu telah membawamu ke sini
dari Puncak Kun-lun-san, tapi dasar kamu memang tidak kenal
kebaikan Locu. Kalau kelakuanmu terus begini, bagaimana
hari depanmu? Tentu tiada seorang pun yang akan kasihan
pada nasibmu kelak!”
Meski suara orang itu kedengaran sangat marah, namun
mengandung juga rasa kasih sayang, jadi lebih mirip orang
tua yang sedang memberi petuah kepada anaknya yang nakal.
Diam-diam Goan-ci pikir, "Dia bilang membawanya jauhjauh
dari puncak Kun-lun-san, maka hubungan mereka terang
bukan antara ayah dan anak melainkan guru dan murid atau
angkatan tua lainnya.”
Sembari berpikir segera ia pun merunduk maju ke tepi
pagar bambu dan mengintip ke dalam kebun. Maka
tertampaklah pembicara itu adalah seorang hwesio.
Potongan hwesio itu sangat lucu, sudah pendek, lagi
gemuk, jadi bundar mirip bakpau.
Pada umumnya kepala hwesio itu tercukur kelimis, tapi dia
justru tidak cukur rambut, bahkan mukanya, lengannya dan
dadanya penuh tumbuh rambut yang panjang. Sebaliknya
pakaiannya rajin dan bersih sekali.
Padri itu tampak sedang menuding ke tanah dengan
marah-marah sambil mendamprat.
Sungguh Goan-ci heran tak terkatakan, sebab di depan
padri itu tiada seorang pun. Tapi ketika ia perhatikan, seketika
ia terkejut dan bergirang. Kiranya yang didamprat habishabisan
oleh hwesio buntak itu tak-lain-tak-bukan adalah ulat
sutra raksasa yang sedang dicarinya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Memangnya potongan hwesio buntak itu sangat aneh,
ternyata tingkah lakunya terlebih mengherankan masakan dia
mendamprat seekor ulat seperti dia memaki anaknya saja?
Dalam pada itu ulat sutra raksasa itu tampak merayaprayap
dengan cepat di atas tanah seperti sedang berusaha
melarikan diri, namun hanya dapat mengitar saja di situ,
setiap kali ia seperti terbentur oleh sebuah dinding yang tak
berwujud lalu berputar balik.
Waktu Goan-ci perhatikan lebih cermat, lamat-lamat terlihat
di atas tanah situ tergambar sebuah lingkaran warna kuning,
ulat sutra itu merayap ke sini dan menyusup kesana, tapi tidak
dapat melintasi lingkaran kuning itu. Maka pahamlah Goan-ci
akan duduknya perkara, "Tentu lingkaran kuning itu digambar
dengan semacam obat bubuk, dan obat itu justru adalah obat
anti ulat sutra!”
Begitulah sesudah hwesio buntak itu memaki sebentar pula.
Kemudian ia merogoh keluar sepotong barang dan digeragoti.
Kiranya barang itu adalah sepotong congor kambing rebus.
Nikmat sekali kelihatannya hwesio itu makan daging
kambing, kemudian ia tanggalkan sebuah buli-buli rusak dari
pinggangnya, ia buka sumbat Ho-lo (buli-buli buatan dari
sejenis labu yang dikeringkan) dan menenggak dengan
bernapsu.
Segera Goan-ci mencium bau arak yang harum. Pikirnya,
"Kiranya orang ini adalah hwesio sontoloyo yang tidak pantang
makan daging dan minum arak. Tampaknya ulat sutra ini
piaraannya, makanya ia sangat sayang pada binatang itu.
Lantas cara bagaimana aku harus mencurinya.
Tengah Goan-ci mencari akal, tiba-tiba didengarnya ada
suara orang berseru disebelah kebun sana, "Sam-ceng! Samceng!”
Hwesio buntak itu kelihatan terkejut demi mendengar suara
panggilan itu, cepat-cepat ia menyembunyikan Ho-lo dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
congor kambing yang belum habis dimakan itu kedalam
onggok rumpuk kering di s itu.
Dalam pada itu suara orang tadi lagi memanggil pula,
"Sam-ceng! Sam-ceng! Dimanakau, mengapa kamu tidak
sembahyang magrib, tapi mengumpet dimana?”
Cepat hwesio buntak itu menjemput sebatang cangkul yang
berada di s isinya, segera ia pura-pura lagi mencangkul ladang
sayur, lalu menjawab "Aku berada disini! Aku lagi mencangkul
sayur atas perintah Hongtiang, maka tidak sempat melakukan
ibadah.”
Maka tertampaklah orang yang memanggil itu lagi
mendekat, kiranya seorang hwesio setengah umur dengan
muka kereng ia berkata, "Ibadah pagi dan sore harus
dilakukan setiap orang. Untuk mencangkul mengapa mesti
dilakukan pada waktu sembahyang? Ayo lekas kesana, habis
melakukan kewajiban boleh datang ke sini untuk mencangkul
lagi!”
Si paderi buntak yang dipanggil Sam-ceng itu mengiakan,
lalu menaruh cangkul dan ikut pergi bersama hwesio yang
memanggilnya itu tanpa berani menoleh, rupanya kuatir
perbuatannya tadi ketahuan.
Menunggu setelah kedua padri itu menghilang dan sekitar
situ sudah sunyi, diam-diam Goan-ci menerobos pagar bambu
dan masuk ke dalam kebun, ia lihat ulat sutra itu masih
merayap kian kemari ingin keluar dari lingkaran kuning. Untuk
sejenak Goan-ci bingung cara bagaimana harus menangkap
ulat itu.
Tiba-tiba ia mendapat akal, segera ia menggerayangi
onggok rumput kering dan mengeluarkan ho-lo yang
disembunyikan si padri buntak tadi. Ia coba kocok buli-buli itu
dan ternyata masih ada isinya setengah. Ia minum beberap
ceguk araknya, lalu membuang sisanya, perlahan ia pasang
mulut holo itu ke garis lingkaran kuning itu. Dan begitu mulut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ho-lo melintang di garis itu cepat sekali ulat lantas menyusup
ke dalam ho-lo.
Girang Goan-ci tak terkatakan, cepat ia tutup sumbat ho-lo,
sambil mendekap ho-lo dengan kedua tangan, segera ia
menerobos keluar pagar bambu dan cepat lari kembali ke arah
datangnya tadi.
Tapi baru beberapa puluh meter jauhnya ia tinggalkan
kelenteng itu, segera ia merasa kedua tangannya kedinginan,
hawa dingin itu merembes keluar dari dalam ho-lo. Begitu
dingin hingga tangannya serasa akan beku, ia benar-benar
tidak sanggup lagi memegangi ho-lo itu.
Saking tak tahan akan rasa dingin itu, ia coba taruh ho-lo di
atas kepalanya. Tapi cara ini lebih celaka lagi baginya, sebab
hawa dingin itu menembus topeng besi yang dipakainya
hingga kepalanya kedinginan seakan-akan beku, bahkan darah
seluruh tubuh juga serasa beku semua.
Tiba-tiba Goan-ci mendapat akal lagi, ia lepaskan ikat
pinggang, ia ikat pinggang ho-lo itu dan mencangkingnya
dengan tangan. Tali pinggang itu tak tertembus hawa dingin,
maka ia dapat menjinjingnya dengan selamat untuk
melanjutkan perjalanan. Namun begitu hawa dingin masih
merembes keluar dari dalam ho-lo hingga dalam sekejap saja
di luar ho-lo telah membeku menjadi selapis es.
Goan-ci berjalan dengan setengah berlari, waktu hari gelap
barulah ia sampai di kota, pintu gerbang kota sudah ditutup,
terpaksa ia bermalam di luar benteng kota, esok paginya
barulah ia datang ke Toan-kok-tian untuk melapor kepada A Ci
tentang hasilnya itu.
A Ci sangat girang, segera ia perintahkan Goan-ci memiara
ulat sutra itu di dalam guci.
Tatkala itu sudah permulaan musim panas, hawa agak
hangat di daerah utara. Tapi sejak ular sutra itu di piara dalam
istana samping, seketika hawa di dalam istana itu tambah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dingin, tidak lama kemudian bahkan air teh di dalam teko dan
cangkir juga beku menjadi es.
Malam itu meski Goan-ci tidur berselimut, tapi dia
kedinginan sampai menggigil, pikirnya "Ulat sutra ini sungguh
sangat aneh, benar-benar jarang terdapat di dunia ini. Bila
nanti nona menggunakan ulat ini untuk mengisap darahku,
andaikan aku tidak mati keracunan juga pasti akan mati
beku.”
Ketika A Ci mendapati keadaan aneh dalam istana itu,
segera ia tahu ulat sutra itu bukanlah binatang sembarangan.
Berulang ia menangkap pula beberapa ekor ular dan serangga
berbisa lain untuk diadu dengan ulat sutra itu, tapi semua
kalah, asal dilingkari sekali oleh ulat sutra itu, seketika
lawannya mati kedinginan, lalu cairan racunnya diisap kering
oleh ulat sutra.
Belasan hari kemudian, tiada sesuatu binatang berbisa lain
yang dapat diadu lagi dengan ulat sutra itu.
Suatu hari A Ci datang ke ruangan samping istana dan
berkata kepada Goan-ci, "Badut besi, hari ini kita akan
menggunakan ulat sutra ini. Nah ulurkan tanganmu ke dalam
guci, biarkan ulat itu mengisap darahmu!”
Memang selama beberapa hari ini hati Goan-ci selalu kebatkebit,
siang berkuatir dan malam bermimpi buruk, yang
ditakuti justru adalah perintah seperti si nona sekarang ini.
Dan sekali nona itu sudah memberi perintah, betapapun pasti
akan menjadi korban ulat itu, untuk minta ampun juga
percuma. Dengan rasa pedih Goan-ci memandang A Ci tanpa
berkata dan tidak bergerak.
Sementara itu A Ci sudah duduk bersila untuk
mengerahkan lwekangnya, yang terpikir olehnya saat itu
adalah Hoa-kang-tai-hoat yang akan berhasil dilatihnya itu
bukan mustahil akan jauh lebih lihai daripada gurunya sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan ketika melihat Goan-ci diam saja, segera ia memerintah
lagi, "Nah, ulurkan tanganmu!”
Air mata Goan-ci bercucuran, tiba-tiba ia berlutut dan
menjura kepada A Ci, katanya, "Nona, bila ilmu saktimu sudah
berhasil kau yakinkan, hendaklah jangan melupakan hambamu
yang berkorban bagimu ini. Aku she Yu bernama Goan-ci, dan
bukan badut besi atau badut tembaga segala”.
A Ci tersenyum, sahutnya, "Baiklah, aku akan
mengingatnya, namamu Yu Goan-ci. Kamu sangat setia
padaku, sungguh bagus, seorang budak yang setia!”
Pujian itu dirasakan oleh Goan-ci sebagai hiburan sebelum
ajalnya, kembali ia menjura tiga kali lagi dan menyatakan
terima kasih.
Tapi setiap manusia di dunia ini pasti mempunyai rasa takut
mati. Yu Goan-ci juga tidak rela mati konyol secara begitu.
Teringat olehnya tempo hari sesudah dia tergigit oleh
kelabang, jiwanya yang hampir amblas itu dapat tertolong
oleh gaya menjungkir si padri kurus kering dalam lukisan itu.
Maka sekarang mencobanya lagi secara untung-untungan,
siapa tahu kalau akan berhasil juga.
Segera ia berdiri dengan berjinjit. Ia menekuk tubuh dan
menyusupkan kepala ke bawah selangkangan, dengan
demikian ia menjulurkan tangan ke dalam guci, sedangkan
pikiran tertuju kepada garis merah yang terlukis pada si padri
kurus dalam kitab itu.
Mendadak "clekit” jari telunjuknya terasa sakit dan gatal,
suatu arus hawa dingin terus merangksang ke dalam tubuh.
Namun Goan-ci sudah siap sedia, pikirannya melulu tertuju
kepada garis merah di dalam lukisan si padri kurus itu. Ia
merasa hawa dingin itu benar-benar dapat mengalir menurut
relnya, yaitu mengikuti garis merah yang diingat-ingat
olehnya. Maka hawa dingin itu mulai mengalir dari jari ke
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lengan, dari lengan ke bahu, ke dada dan berputar-putar
untuk kemudian sampai di ubun-ubun kepala.
Meski garis yang dilalui itu terasa dingin merasuk tulang,
tapi rasa dingin itu sangat halus hingga Goan-ci masih
sanggup bertahan.
Semula A Ci sangat geli melihat kelakuan Goan-ci yang
aneh itu. Tapi sesudah agak lama pemuda itu tetap
berjungkir, mau tak mau A Ci merasa sangsi. Ia coba
mendekat ia lihat ulat sutra di dalam guci telah menggigit jari
telunjuk pemuda itu.
Karena badan ulat sutra itu berwarna putih bening, maka
dapat terlihat dengan jelas darah yang diisap itu mengalir
masuk ke dalam perut ulat, sesudah berputar di dalam badan,
lalu aliran darah mencurah keluar kembali ke jari Yu Goan-ci.
Sedang agak lama lagi, lambat-laun kerudung besi,
pakaian, kaki dan tangan Goan-ci mulai beku oleh selapis es.
"Budak ini terang sudah mati, badan orang hidup umumnya
panas, mana dapat beku menjadi es?” demikian A Ci berkata
di dalam hati.
Ia lihat dalam badan ulat sutra itu masih ada darah yang
mengalir, terang belum selesai ular itu mengisap darah.
Terpaksa ia mesti bersabar dan menunggu ulat itu jatuh
sendiri bila sudah kenyang mengisap darah, lalu ia akan gecek
mati ular itu untuk mengambil sari bisanya guna melatih Hoakang-
tai-koat yang mujizat itu.
Begitulah A Ci menaruh perhatian penuh akan keadaan ulat
sutra itu sambil siap memegang sebatang tongkat untuk
menggeceknya. Sekonyong-konyong dilihatnya badan ulat
sutra itu mengeluarkan hawa panas.
Selagi A Ci terkejut dan terheran-heran "bluk”, tahu-tahu
ulat itu jatuh ke dalam guci. Kontan saja A Ci mengetuk
dengan tongkat yang dipegangnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semula ia duga gecekannya itu belum tentu dapat
membinasakan ulat itu mengingat binatang itu sangat licin dan
gesit. Siapa duga, sekali ulat itu jatuh ke dalam guci, seketika
menggeletak dengan perut di atas tanpa berkutik lagi, maka
sekali gecek segera ulat sutra itu gepeng dan hancur.
A Ci sangat girang, cepat ia masukkan tangan ke dalam
guci, ia poles cairan darah ulat itu pada kedua telapak tangan
sendiri, lalu pejamkan mata dan mengerahkan lwekang, maka
dengan cepat cairan darah ulat sutra itu terisap kering ke
dalam telapak tangan. Ia tahu khasiat ulat sutra itu sangat
sukar dicari, maka berulang-ulang A Ci poles cairan darah ulat
pada tangannya, setelah cairan itu kering betul-betul barulah
ia berhenti.
Kemudian ia berbangkit, ia lihat Goan-ci masih berjungkir,
seluruh badan penuh terbungkus es. Sudah tentu A Ci sangat
heran, ia coba meraba badan orang, ia merasa dingin sekali,
untuk sejenak A Ci memandang keadaan aneh itu dengan
bingung, lalu tinggal pergi.
Entah paginya A Ci datang ke ruangan istana pula, ia lihat
Goan-ci masih tetap terjungkir dan es yang membeku di atas
badan pemuda itu bertambah tebal. Terkejut dan geli pula A
Ci. Segera ia memanggil Sili dan menyuruhnya menyeret pergi
mayat Yu Goan-ci untuk dikubur..
Dengan beberapa anak buah segera mengangkut mayat
Goan-ci keluar kota dengan kereta kuda.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 46
Sudah biasa orang Cidan pandang orang Han seperti
hewan, maka Sili malas untuk mengubur Goan-ci, ketika
dilihatnya di tepi jalan ada sebuah sungai kecil, terus saja ia
buang mayat Goan-ci ke dalam sungai, lalu pulang ke kota.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan karena keteledoran Sili inilah jiwa Yu Goan-ci jadi
selamat malah.
Kiranya ketika jari Goan-ci kena digigit ular sutra, segera ia
gunakan ilmu dalam "Ih-kin-keng” yang dilihatnya, yaitu
lukisan si padri kurus yang berjungkir dengan gaya aneh itu,
dengan demikian hawa berbisa ulat sutra itu dapat
dipunahkan.
Ia tidak tahu bahwa "Ih-kin-keng” adalah buah kalam Budhi
Dharma, apa yang diajarkan dalam kitab pusaka itu adalah
pengantar ilmu lwekang yang maha tinggi, dan karena
peniruan Goan-ci itu, sesudah darahnya disedot ulat sutra,
kemudian ia dapat menarik kembali darahnya pula hingga sari
bisa maha lihai daripada ulat sutra yang tiada bandingannya di
dunia initelah ikut terisap ke dalam tubuh Goan-ci sendiri.
Mestinya, jika Goan-ci memahami kunci rahasia melakukan
ilmu meditasi dalam Ih kinkeng, dengan sendirinya ia akan
dapat memunahkan racun ulat itu secara bertahap, tapi
sekarang dia cuma dapat melakuan suatu gaya saja, yaitu
dengan berdiri menjungkir, maka racun ulat sutra yang maha
aneh itu bersarang semua didalam tubuhnya.
Memangnya bisa ulat sutra itu adalah sejenis racun maha
dingin yang tiada bandingannya, di tambah lagi dalam tubuh
Goan-ci sudah terhimpun kadar racun dari kelabang, ular dan
lain-lain, jadi sudah beracun ditambah racun lagi, keruan
seketika ia beku kedinginan.
Bila Sili melaksanakan perintah A Ci dengan baik serta
mengubur Goan-ci dalam tanah, pasti mayat itu akan menjadi
kerangka "mummi” (jenasah yang tidak membusuk).
Tapi kini ia dibuang ke kali, maka terhanyutlah Goan-ci
mengikuti arus. Dan sekali hanyut hingga sejauh lebih 20 li,
akhirnya tersangkut pada sebuah batu karang di tikungan
sungai yang sempit. Selang tak lama, air sungai disekeliling
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tubuhnya ikut membeku hingga Goan-ci seolah-olah
terbungkus dalam peti mati hablur atau kristal.
Tapi karena diguyur terus oleh arus sungai, setitik demi
setitik hawa dingin dalam tubuh Goan-ci tergesek-gesek
hilang, akhirnya es yang membeku di luar badannya mencair.
Untung dia memakai kerudung besi, barang logam lebih cepat
tertembus hawa dingin, tapi juga cepat panasnya. Maka es
yang membeku di sekitar topeng besi cair paling dulu. Setelah
digerujuk air sungai sejenak pula Goan-ci terbatuk-batuk dan
pikirannya sadar kembali, segera ia merangkak naik dari
dalam sungai.
Ia merasa seperti habis bermimpi. Ia duduk di tepi kali
sambil menunggu mencairnya es yang masih melekat di
sekujur badannya. Teringat olehnya betapa setianya kepada A
Ci, ia korbankan awak sendiri digigit binatang-binatang berbisa
untuk membantu gadis itu berlatih ilmu, tapi ketika dirinya
disangka sudah mati, ternyata gadis itu sedikitpun tidak
mengunjuk rasa menyesal, bahkan membuangnya ke kali
seperti bangkai anjing saja.
Ia masih ingat ketika dirinya mulai beku, A Ci sendiri asyik
memoles cairan darah ulat sutra pada telapak tangannya
untuk meyakinkan ilmunya. Kemudian gadis itu hanya
memandangnya dengan terheran-heran dan merasa geli,
sedikitpun gadis itu tidak memperlihatkan rasa kasihan atau
menyesal.
Kemudian ia pikir pula, "Begitu lihai racun ulat sutra itu,
setelah nona mengisapnya ke dalam telapak tangan, terang
ilmu sakti Tok-ciang (pukulan berbisa) kini sudah berhasil
dilatihnya, kalau aku pulang ke sana untuk menemui … untuk
menemui dia … ”
Berpikir sampai disini, sekonyong-konyong ia bergidik
sendiri, katanya di dalam hati, "Ya, bila dia melihat aku lagi,
pasti aku akan digunakan untuk menguji puklan saktinya yang
berbisa itu. Dan jika betul ilmu saktinya itu sudah jadi tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jiwaku akan melayang seketika oleh serangannya. Dan bila
ilmu sakti itu belum jadi, tentu aku akan disuruh mencari
binatang berbisa lain sehingga ilmu yang dilatihnya itu
berhasil, akhirnya aku pula yang akan dipakai sebagai kelinci
percobaan. Jadi jiwaku tetap akan melayang. Daripada mati
konyol, buat apa aku pulang ke sana ?”
Ia berdiri dan meloncat-loncat beberapa kali agar batu es
yang masih melekat dibadannya rontok. Kemudian ia merasa
bingung kemana harus pergi? Rupanya ada seekor binatang,
kalau bukan menjangan, tentu serigala!”
Tengah merasa bimbang, tiba-tiba didengarnya suara
tertawa nyaring mengikik terbawa angin lalu suara seorang
gadis sedang bicara, "Cihu, sudah lama sekali engkau tidak
menemani aku pesiar keluar rumah, maka sekarang kita harus
pesiar sepuas-puasnya!”
Dari suara yang merdu genit itu, segera Goan-ci mengenali
pembicara itu tak-lain-tak-bukan adalah A Ci. Keruan ia
terkejut, "Wah, celaka, rupanya dia sedang mencari diriku
lagi? Agaknya dia datang bersama Kiau Hong.”
Tidak lama kemudian, terdengar suara derapan kaki kuda,
dua penunggang kuda tampak datang dengan cepat. Karena
disekitar situ tiada sesuatu tempat sembunyi yang baik,
terpaksa Goan-ci menyusup ke dalam semak-semak rumput di
belakang pohon.
Dan karena sedikit gerakan itu. Siau Hong yang bermata
amat tajam sempat melihat di semak-semak rumput itu ada
sesuatu yang mencurigakan. Serunya segera, "A Ci, dibalik
pohon itu rupanya ada seekor binatang, kalau bukan
menjangan tentu serigala!”
"Sungguh amat cengli, pandanganmu, begini jauh jaraknya
engkau dapat mengetahui, "ujar A Ci dengan tertawa. Lalu ia
larikan kudanya lebih dekat rupanya kuatir binatang
buruannya akan lari, segera ia mendahului memanah.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Goan-ci tidak berani bergerak, terpaksa ia
pasrah nasib. Untung Siau Hong dan A Ci tidak melihat jelas
jejaknya, maka panah itu menyambar lewat di samping
kepalanya dan menancap di tanah. Coba kalau kena kerudung
kepalanya itu, meski tidak terluka juga pasti akan
mengeluarkan suara keras dan jejak Goan-ci tentu akan
ketahuan.
Dan secara kebetulan pula di tengah semak-semak itu
memang bersembunyi dua ekor kelinci ketika panah yang
dibidikkan A Ci itu menancap disitu, kedua kelinci kaget dan
melarikan diri.
Maka tertawalah A Ci, katanya, "Hahahaha, lihatlah, Cihu!
Sekali ini engkau telah salah lihat hanya dua ekor kelinci, tapi
kau sangka menjangan dan serigala!”
Segera ia memburu ke arah kelinci tadi dan berturut-turut
ia panah roboh sasarannya itu.
Selagi A Ci menjulurkan badan dari atas kuda hendak
menjemput binatang buruannya itu, tiba-tiba terdengar suara
seorang menegur di seberang kali sana, "Nona cilik, kau lihat
Han-giok-jan (ulat kemala dingin) piaraanku atau tidak?”
Ketika A Ci mendongak, ia lihat yang bicara itu adalah
seorang hwesio berpotongan aneh, sudah gemuk, lagi pendek,
hingga mirip sebuah bola raksasa.
Dari tempat sembunyinya Goan-ci dapat melihat jelas
bahwa hwesio yang menegor A Ci itu adalah Sam-ceng yang
dilihatnya di kebun sayur di kelenteng Bin-tiong-si itu. Padri itu
menyatakan ulat yang dsebut Han-giok-jan itu adalah
piaraannya. Sedang orang yang membunuh ulat itu memang
betul adalah A Ci, maka tepatlah orangnya yang hendak dicari
padri itu. Demikian pikir Goan-ci.
Sementara itu A Ci kelihatan melengak oleh pertanyaan
Sam-ceng tadi, tapi segera ia mengikik sambil mendekap di
atas pelana kuda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sam-ceng menjadi gusar, katanya pula, "Aku tanya
padamu, ada seekor ulat sutra putih piaraanku, dimana dia
lewat disitu tentu meninggalkan bekas hangus. Nah, kaulihat
atau tidak? Kalau melihatnya bilang melihat, kalau tidak bilang
tidak, apa yang kau gelikan? Mengapa tertawa?”
Masih A Ci tidak menjawab, dengan tertawa ia berkata
kepada Siau Hong malah, "Cihu, lihatlah bola raksasa itu,
sungguh lucu!”
"Hus, "bentak Siau Hong. "Bocah cilik sembarang omong,
jangan kurangajar kepada Taisuhu”.
Melihat potongan Sam-ceng yang luar biasa, suaranya
sangat lantang pula, sejak mula Siau Hong sudah tahu padri
itu pasti seorang persilatan. Ketika mendengar padri itu
mencari ulat apa yang disebut "Han-giok jan” segala, ia
menduga ulat itu pasti bukan sembarangan ulat, maka
sedapatnya ia ingin menghindarkan percekcokan.
Dalam pada itu A Ci bertanya dengan tertawa, "He,
Toahwesio, apakah ulat sutra itu piaraanmu?”
"Ya, ya, betul!” cepat Sam-ceng menyahut. "Jauh-jauh aku
membawanya kemari dari puncak Kun-lun-san, bila nona
melihat ulat itu, harap suka memberitahu.”
"Dimana ulatmu itu lalu, disitu lantas meninggalkan jalur
bekas hangus, betul tidak?” tanya A Ci pula.
"Ya, ya, benar!” sahut Sam-ceng. Padahal pertanyaan A Ci
itu hanya mengulangi apa yang dikatakannya tadi.
"Dan ulatmu itu maha dingin, bukan? Segala benda yang
dekat dengan dia, seketika akan beku menjadi es, betul
tidak?” tanya A Ci.
"Ya, benar! Benar! Sedikit pun tidak salah!” ulang Samceng.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika begitu, kemarin aku melihat ulat sutra itu bertarung
melawan seekor kelabang dan ulatmu mati digigit kelabang
itu, "kata A Ci.
"Kentut! Kentutmu busuk!” damprat Sam-ceng marahmarah.
"Ulatku itu adalah raja dari segala binatang berbisa di
dunia ini, segala ular atau binatang berbisa lain kalau ketemu
dia pasti akan ketakutan hingga tak berani berkutik, masakah
dia dapat dikalahkan oleh kelabang apa?”
Karena dimaki, A Ci bertambah jail dan sengaja menggoda
pula, katanya, "Jika kamu tidak percaya, masa bodoh! Yang
mesti kemarin aku melihat seekor ulat sutra putih bening dan
aneh, sekali injak segera kugecek mati ulat itu.”
Sekonyong-konyong Sam-ceng meloncat setinggi dua-tigameter
hingga mirip sebuah bola raksasa yang membal ke
udara. Ia berteriak-teriak, "Kentut! Kentut busuk! Ulatku itu
gesitnya secepat angin, kalau kamu tidak mempunyai obat
sakti ulat itu, mana dapat kaubunuh dia? Bila hendak kau injak
dia sebelum kena mungkin kamu sudah digigit mampus
olehnya.”
Segera A Ci merogoh saku, ia keluarkan suatu bungkusan
kecil, sesudah dibuka, benar juga isinya adalah bangkai ulat
sutra yang dimaksudkan itu. Badan ulat itu sudah kena
digecek oleh pentung kayu A Ci, cairan darahnya juga sudah
terpencet keluar, maka bangkai iu sudah berubah gepeng dan
kering.
Rupanya A Ci tahu bahwa ulat sutra itu sangat luar biasa, ia
duga bangkainya mungkin masih berguna, maka sengaja
disimpannya dengan baik.
Melihat ulat sutra piarannya benar-benar sudah mati,
seketika wajah Sam-ceng berubah pucat pasi bagai mayat.
Tubuh tampak sempoyongan pula, mendadak ia mendoprak di
tanah dan menangis tergerung-gerung. Sekonyong-konyong ia
merampas bangkai ulat itu dari tangan A Ci, ia peluk erat-erat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di depan dadanya, sambil menangis sembari sesambatan, "Oh,
jantung hatiku! O, putraku yang manis! Dengan susah payah
aku membawamu dari Kun-lun-san, tujuanku ingin piara dikau
dengan baik. Tapi kamu justru tidak dengar kataku, kamu
suka kelayapan sendirian, akhirnya kamu digecek mati oleh
budak setan ini!”
Demikian makin menangis makin sedih, sampai akhirnya
suara padri buntak itu menjadi serak dan hampir tak
terdengar.
A Ci merasa geli, ia bersorak gembira, sebaliknya Siau Hong
tahu padri buntak itu pasti tidak mau menyudahi persoalan ini
dengan demikian saja. Segera ia meraik les kuda dan
bermaksud mengaling di depan A Ci untuk menjaga segala
kemungkinan, habis itu barulah ia minta maaf kepada padri
pendek gemuk itu.
Tak terduga, belum berhenti menangis, tahu-tahu badan
Sam-ceng membal lagi ke atas mirip sebuah bola raksasa,
terus menumbuk ke arah A Ci.
Serangan ini datangnya teramat cepat, belum lagi kuda
Siau Hong berada di depan A Ci dan tubuh Sam-ceng yang
bundar itu sudah menyambar tiba.
Mendengar sambaran angin yang keras itu, cepat Siau
Hong membentak, "Jangan mengganggu orang!”
Berbareng tangan meraih ke depan, ia jambret punggung A
Ci terus diangkat ke atas pelana kudanya.
Maka terdengarlah suara bluk yang keras, tubuh Sam-ceng
yang mirip gentong itu kena tumbuk kuda tunggangan A Ci,
begitu hebat tenaga tumbukan itu hingga kuda sebesar itu
mencelat pergi dan terbanting mati seketika.
Muka A Ci sampai pucat saking kagetnya. Sama sekali tak
terduga olehnya bahwa tumbukan si padri kate yang lucu
potongannya itu sedemikian lihainya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sekali tumbuk membinasakan kuda A Ci, menyusul
Sam-ceng lantas membal lagi dan kembali menerjang ke arah
A Ci.
Segera Siau Hong mengempit kudanya agar mencongklang
ke depan untuk menghindarkan serangan itu. Namun
datangnya Sam-ceng ternyata cepat luar biasa, langkah kuda
pun kalah cepat.
Melihat gelagat jelek, untuk menahan serudukan hwesio
buntak itu, terpaksa Siau Hong harus mengeluarkan tenaga
pukulannya. Tapi terang A Ci yang bersalah, gadis itu telah
membinasakan ulat sutra piaraan orang, mana boleh dia
membalas pihak yang salah dan melukai orang?
Tanpa pikir segera Siau Hong rangkul A Ci, cepat ia
melayang pergi beberapa meter jauhnya.
"Brak”, kembali kuda tunggangan Siau Hong menjadi
korban, binatang itu kena ditumbuk oleh Sam-ceng hingga
mencelat pula, Bahkan sekali ini jauh lebih keras daripada tadi,
kuda itu menabrak sebatang pohon hingga perutnya tembus
oleh dahan pohon yang patah tertumbuk itu.
Sama sekali Sam-ceng tidak ambil pusing apa yang terjadi
itu, untuk ketiga kalinya ia menyeruduk ke arah Siau Hong dan
A Ci.
Keruan Siau Hong terheran-heran, ia tidak habis mengerti
cara menyerang orang yang aneh itu. Bilamana lawan
bersenjata dan padri itu main seruduk begitu, apakah bukan
berarti menggunakan badan daging untuk diadu dengan
senjata tajam dan akan mampus sendiri?
Dalam pada itu Sam-ceng masih belum kapok dan masih
menyeruduk terus, sekali ini Siau Hong tidak mau menghindar
lagi, serunya, "Taisuhu, mengapa kau desak orang sedemikian
rupa? Biarlah aku minta maaf padamu dan mengaku salah
saja.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Sam-ceng sudah mulai menyeruduk lagi, demi
mendengar ucapan Siau Hong itu, mendadak ia bisa
mengerem, sekonyong-konyong tubuhnya berjumpalitan ke
atas hingga beberapa kali putaran. Kesempatan itu segera
digunakan Siau Hong untuk melangkah mundur beberapa
tindak bersama A Ci. Dan sejenak kemudian barulah Sam-ceng
turun ke tanah dengan enteng.
Tapi begitu pundak menyentuh tanah, segera ia
menggelinding maju pula, ia menerjang kaki Siau Hong sambil
berteriak, "Kembalikan ulatku! Kembalikan ulatku!”
Cara Sam-ceng main gelinding di tanah itu ternyata sama
sekali berbeda daripada ilmu silat yang biasa terdapat di dunia
persilatan. Tertampak padri itu menekuk kaki dan tangan
memegang kepala, jadi meringkuk bagaikan sebuah bola, lalu
menggelinding cepat ke arah lawan.
Diam-diam Siau Hong heran pula oleh cara berkelahi si
padri buntak yang bodoh ini, kalau mau, sekali hantam pasti
padri itu akan dapat dihancurkan olehnya. Tapi ia tidak
bermaksud jahat, ia banyak melangkah ke samping untuk
mengelakkan terjangan musuh. Tapi ia tidak bermaksud jahat,
ia hanya melangkah ke samping untuk mengelakkan terjangan
musuh. Tapi kalau sekilas lantas terlihat olehnya di tanah situ
tersebar sepetak bubuk kuning.
Syukur Siau Hong dapat bertindak menurut keadaan, meski
ia tidak tahu dimana letak keganjilan bubuk kuning itu, yang
terang, diatas tanah situ tadi tidak terdapat bubuk kuning
seperti itu, jadi jelas ditebarkan oleh hwesio gendut ini ketika
dia main gelinding tadi. Dan bila kaki sampai menginjak bubuk
kuning itu, bukan mustahil akan kena diingusi lawan.
Segera Siau Hong meloncat ke atas, sambil bersuit nyaring,
menyusul ia mengapung lebih tinggi sambil merangkul A Ci
untuk menghindarkan bubuk kuning di bawah kaki.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya bubuk kuning itu memang benar adalah obat bubuk
beracun yang ditebarkan oleh Sam-ceng Hwesio. Asal kaki
Siau Hong menginjak ke bawah di mana bubuk beracun itu
bertebaran, maka dia dan A Ci pasti akan menyedot bubuk
kuning dan akibatnya sekujur badan akan lemah lunglai serta
pasrah nasib kepada musuh.
Melihat Siau Hong teramat cerdik, tampaknya akan
terpancing, tahu-tahu orangnya mengapung ke atas, Samceng
segera menerjang lagi, tubuh yang bulat itu kembali
membel ke atas untuk menumbuk Siau Hong. Ia pikir lawan
merangkul seorang lagi, betapapun tenaga mengapungnya
juga terbatas, asal dapat menumbuknya hingga ketiga orang
terbanting bersama ke bawah, pasti lawan akan keracunan
oleh perangkap yang telah dipasangnya itu.
Tapi ketika Siau Hong melihat padri itu membal lagi ke atas
dan tampaknya benturan sukar dielakkan lagi, segera ia
gunakan kaki tangan juga terbatas, asal dapat menumbuknya
hingga ketiga orang terbanting bersama kebawah, pasti lawan
akan keracunan oleh perangkap yang telah dipasangnya itu.
Tapi ketika Siau Hong melihat padri itu membal lagi ke atas
dan tampaknya benturan sukar dielakkan lagi, segera ia
gunakan kaki kanan untuk menjejak perlahan ke tubuh orang,
dengan tenaga jejakan itu Siau Hong dapat melayang pergi
sambil membawa A Ci.
Sebaliknya tumbukan Sam-ceng itu menggunakan antero
tenaga yang ada, dan belum lagi kena menumbuk sasarannya
atau dia sudah ditolak kembali oleh jejakan kaki Siau HOng.
Keruan tenaga yang telah dikerahkan itu nyasar hingga susah
dikuasai lagi. Tubuhnya anjlok ke bawah bagaikan sepotong
batu.
Biasanya kalau tubuh jatuh ke tanah dapat segera membal
ke atas lagi. Tapi sekali ini ia tak bisa menguasai stir lagi,
kedua kaki terjulur kaku ke bawah, maka terdengarlah suara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"krak, bluk”, tulang kaki patah dan tubuh terbanting hingga
terguling.
Bagi Siau Hong, maksudnya menjejak tadi sebenarnya
hanya untuk menghindarkan bubuk racun yang ditebarkan
orang di tanah itu, sama sekali tak terduga olehnya bahwa
lwekang yang dilatih padri kate itu sedemikian anehnya, sekali
tenaga dalamnya nyasar, seketika tubuhnya tak bisa dikuasai
lagi dan terbanting begitu saja.
Melihat kedua kaki Sam-ceng patah, Siau Hong merasa
sangat menyesal, segera ia berkata, "Taisuhu, rebahlah dulu,
jangan bergerak segera akan kusuruh orang mengantarmu
pulang. Di kuil manakah engkau menetap?”
Sambil menahan rasa sakit, sedikitpun Sam-ceng tidak
merintih, sahutnya dengan ketus, "Dimana-mana aku dapat
menetap, buat apa kau pusing aku berasal dari kuil mana?
Kakiku patah dapat kuobati sendiri, siapa ingin minta belas
kasihanmu?”
"Itulah bagus jika kausendiri dapat menyembuhkan, "kata
Siau Hong, "Adapun aku bernama Siau Hong, jika kau ingin
menuntut balas, silahkan datang ke kota Lamkhia untuk
mencari aku. A Ci, marilah kita pergi!”
Tapi sebelum melangkah pergi, sengaja A Ci menggoda
Sam-ceng pula, ia mengiming-iming dengan muka badut yang
dibikin-bikin, lalu katanya, "Aku she Toan bernama Ci, jika kau
ingin menuntut balas, silahkan datang ke Lamkhia untuk
mencari aku.”
Lalu ia tinggal pergi sambil menggandeng tangan Siau
Hong.
Sudah tentu apa yang terjadi itu dapat disaksikan oleh Yu
Goan-ci yang bersembunyi di tengah semak-semak rumput itu.
Ketika melihat A Ci sudah pergi, ia merasa lega. Tapi entah
mengapa, terasa juga olehnya seolah-olah kehilangan sesuatu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lebih-lebih dilihatnya A Ci menggandeng tangan Siau Hong
dengan mesra, tanpa terasa Goan-ci merasa iri.
Tiba-tiba terdengar Sam-ceng berteriak-teriak. "Air, air! Aku
minta air!”
Sudah tentu teriakannya itu sia-sia belaka, sebab disekitar
itu tiada orang lain lagi. Diam-diam Goan-ci membatin, "Ulat
sutra piaraannya itu akulah yang mencurinya hingga
mengakibatkan padri itu sangat berduka dan patah pula
kakinya, sungguh aku berdosa padanya.”
Maka demi mendengar seruan Sam-ceng yang minta air,
segera ia menerobos keluar dari tempat sembunyinya dan
berkata, "Harap menunggu sebentar, Taisuhu, akan
kuambilkan air untukmu.”
Ketika menoleh dan melihat kepala Goan-ci yang aneh itu,
semula Sam-ceng kaget juga, tanyanya, "He, kamu .. kamu ini
apa ?”
"Aku? Sudah tentu aku ini manusia, "sahut Goan-ci.
"Tunggulah sebentar, akan kuambilkan air.”
Lalu ia lari ke tepi sungai, dengan kedua tangannya ia
meraup air dan lari kembali untuk disiramkan ke mulut Samceng.
"Kurang, belum cukup! Aku minta lagi!” kata Sam-ceng.
Goan-ci mengiakan, lalu mengambil lagi dua tangkup air.
Kemudian katanya, "Taisuhu, gerak-gerikmu tidak leluasa,
jaraknya dari s ini ke Bin-tiong-si tidak terlalu jauh, biarlah aku
menggendongmu pulang ke sana!”
Mendadak biji mata Sam-ceng yang bulat besar itu melotot,
ia pandang Goan-ci dengan heran, cuma kepala pemuda itu
tertutup oleh kerudung besi, maka bagaimana air mukanya
sukar diketahui. Segera Sam-ceng membentak, "Dari mana
kau tahu aku padri dari Bin-tion-si?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena teguran itu, Goan-ci menjadi gelagapan, ia
mengeluh urusan bisa celaka, jangan-jangan perbuatannya
akan diketahui orang. Terpaksa ia menjawab, "Disekitar sini
hanya terdapat sebuah kuil saja, maka kuyakin Taisuhu pasti
berasal dari sana.”
"O, pintar amat kamu, "kata Sam-ceng, "Tapi aku pun tidak
perlu digendong, cukup asal kau ambilkan sebuah ho-lo yang
kusembunyikan di kebun sayur Bin-tiong-si, dengan arak obat
dalam ho-lo itu akan dapat menyembuhkan lukaku ini.”
"Masakah di kebun sayur itu masih ada sebuah ho-lo lagi?
Bukankah … "baru sekian Goan-ci berkata, segera ia sadar
telah salah mulut, cepat ia berhenti omong dengan kikuk.
"O, ya, aku sendiri yang pikun, memang ho-lo itu sudah
hilang, terpaksa silahkan kau gendong aku pulang ke sana,
"kata Sam-ceng.
"Baiklah, "sahut Goan-ci, segera ia berjongkok dan
membiarkan Sam-ceng menggemblok di punggungnya.
Ia lihat tembok Bin-tiong-si itu kelihatan dari jauh, jaraknya
paling-paling cuma satu-dua-li saja, tentu tidak terlalu sukar
menggendong padri buntak itu ke sana.
Tak terduga baru dia melangkah beberapa tindak,
sekonyong-konyong terasa sepuluh jari Sam-ceng yang kuat
bagai cengkraman besi itu mencekik lehernya, begitu keras
cekikan itu hingga napas Goan-ci terasa putus.
Keruan ia terkejut, segera ia bermaksud membanting padri
itu ke tanah. Siapa duga cekikan Sam-ceng semakin kencang,
bahkan kedua lutut kakinya juga mengepit kuat-kuat
dipinggangnya. Maka waktu Goan-ci mengipatkan tubuh padri
itu dengan maksud membantingnya ke tanah, bukannya padri
itu terlepas dari gendongan, sebaliknya Goan-ci sendiri merasa
pinggang kesakitan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terdengar Sam-ceng berkata, "Bagus jadi ho-lo yang
kusembunyikan itu dicuri olehmu bukan? Ayolah, mengaku
saja, maling cilik! Kau curi arakku, kenapa menggondol pula
holo itu?”
Karena berada di bawah cengkraman orang terpaksa Goanci
menyangkal mati-matian, "Tidak, tidak! Aku tidak mencuri
holomu!”
"Ketika aku bilang di kebun sayur itu masih ada sebuah
holo, segera kamu merasa heran, bukankah itu menandakan
kamu telah mencuri holoku, kalau bukan kamu, habis siapa?”
kata Sam-ceng.
Melihat orang tidak menyinggung tentang ulat sutra, Goanci
pikir melulu urusan mencuri holo sja kan sepele, maka
sahutnya, "Baiklah anggaplah holo itu memang betul telah
kucuri, biarlah aku mengembalikan padamu nanti.”
Sam-ceng terbahak-bahak girang. T api sekonyong-konyong
ia menangis pula, dengan terguguk-guguk ia tanya, "Siaucat
(maling kecil), waktu kau curi holo itu, kau lihat mestikaku
Han-giok-jan atau tidak?”
"Han-giok-jan apa itu? Aku tidak melihat apa-apa, hanya di
tanah ada suatu lingkaran dan tiada ulat atau binatang lain,
"sahut Goan-ci.
"Ai, dasar anak itu memang bandel, akhirnya kena digecek
mati oleh orang, "kata Sam-ceng. "Siaucat, ayolah berjalan ke
arah timur.”
"Ke timur? Kemana?” tanya Goan-ci.
Tapi lehernya lantas terasa dicekik lagi oleh Sam-ceng.
Padri itu membentak, "Jika kukatakan ke timur, maka kamu
kudu ke timur, jangan banyak cingcong, tahu?”
Karena dicekik hingga kesakitan, Goan-ci kapok dan
terpaksa menurut perintah padri buntak itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Meski perawakan Sam-ceng itu kate, tapi gemuknya
melebihi babi, maka bobotnya tidaklah enteng. Sesudah
beberapa li jauhnya, Goan-ci merasa letih, napasnya megapmegap,
ia mengeluh "Aku tidak kuat lagi, Taisu, marilah
mengaso sebentar dulu!”
"Aktu tidak menyuruhmu mengaso, kau berani berhenti?”
bentak Sam-ceng dengan gusar, "Ayo, lekas jalan terus!”
Sembari berkata, kakinya mengempit lebih kencang hingga
mirip orang menunggang kuda saja..
Agar tidak tersiksa, terpaksa Goan-ci menurut sekuatnya
melangkah ke depan, dan makin lama makin payah. Sesudah
beberapa li lagi, akhirnya ia benar-benar tidak kuat lagi,
mendadak ia jatuh tersungkur, mulut berbusa dan napas
senen-kemis, ngos-ngosan seperti kuda habis berpacu.
Tapi sama sekali Sam-ceng tidak peduli, ia masih mendesak
terus, "Ayo, jalan, lekas jalan!”
Bahkan ia terus main gebuk pula ke punggung Goan-ci.
"Biarpun kau hantam mati diriku juga aku tidak sanggup
lagi!” demikian sahut Goan-ci.
"Kamu tidak mau jalan? Apa minta kumampuskan sungguhsungguh?”
ancam Sam-ceng.
Syukur pada saat itu juga, tiba-tiba di belakang mereka ada
suara bentakan orang lain.
"Sam-ceng besar amat nyalimu, kau berani melarikan diri
ke sini? Ayo, lekas pulang, Hongtiang memerintahkan kami
menangkapmu!”
Ketika Goan-ci berpaling. Ia lihat dari sana dua padri
berjubah kelabu sedang mengejar kemari secepat terbang.
Padri yang berada di depan adalah hewesio setengah umur
yang pernah dilihatnya di kebun sayur itu dan hwesio
dibelakangnya berusia lebih muda.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Suheng, kedua kakiku dipatahkan musuh, sementara ini
tidak sanggup bergerak, bila nanti kakiku sudah sembuh,
tentu aku akan pulang sendiri untuk minta ampun kepada
Hongtiang, "demikian Sam-ceng memohon.
"Tidak bisa, "bentak padri setengah umur itu, "Jika ada
orang dapat menggendongmu melarikan diri, tentu orang ini
pula harus menggendongmu pulang ke sana.. Eh, orang...
orang ini aneh benar?”
Begitulah ia jadi melongo kaget demi melihat kepala besi
Goan-ci yang aneh itu. Namun kawannya si padri yang lebih
muda, lantas berkata, "Manusia siluman seperti ini pasti bukan
orang baik-baik, ayolah sekalian kita tawan pulang ke kuil!”
"Jika kedua suheng sudah bertekad memaksa aku pulang,
terpaksa aku menurut saja, "kata Sam-ceng kemudian. Lalu ia
membentak kepada Goan-ci, "Siaucat, ayo ikut kedua suheng
pulang ke sana!”
"Aku.. aku tidak kuat berjalan lagi, harus … harus mengaso
dulu, "sahut Goan-ci.
"Tidak bisa !” bentak Sam-ceng pula, "Kita harus sampai di
rumah sebelum hari gelap.”
"Benar, "si padri setengah umur tadi menimbrung. "Ayolah,
lekas, pakai mengaso dulu apa segala ?”
Habis berkata, terus saja ia jemput sebatang ranting kayu
terus menyambat pundak Goan-ci.
Keruan Goan-ci meringis kesakitan. Ia tidak paham
mengapa seorang padri juga begitu jahat dan main pukul
orang semau-maunya. Terpaksa ia meronta bangun, ia
gendong Sam-ceng pula dan kembali ke arah datangnya tadi,
sudah tentu dengan terhuyung-huyung dan sempoyongan.
Kedua padri itu mengawasi dari belakang Goan-ci, mereka
lihat kedua tulang betis Sam-ceng memang betul patah, kedua
kaki itu untal-antil, maka mereka menjadi lengah. Ketika
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sampai di suatu lereng di tepi jurang, sekonyong-konyong
Sam-ceng menggunakan tangan kanan untuk menahan
pundak Goan-ci, tahu-tahu tubuhnya melayang terus
menumbuk ke arah padri setengah umur.
Keruan padri itu kaget, ia memaki, dan karena tidak sempat
melolos senjata, segera ia memapak dengan sekali hantaman.
Diluar dugaan, begitu mendekat Sam-ceng lantas
menghantam juga hingga kedua tangan beradu, "plak”, tubuh
Sam-ceng membal ke atas, segera ia menyeruduk pula ke
arah si padri muda.
Cepat padri muda itu mundur dua tindak dengan gaya "Jiliong-
cut-tong” atau dua ekor naga keluar dari gua, kedua
kepalan terus menghantam dada Sam-ceng.
Tapi di tengah jalan Sam-ceng telah ganti haluan, ia tidak
menyeruduk terus, dengan tangan kiri menahan kepalan
lawan, dengan tenaga tolakan itu, kemudian tubuhnya
mumbul ke atas. Menyusul sebelah tangannya menghantam
kepala lawan. Kemudian dengan sekali berjumpalitan, tahutahu
ia sudah kembali lagi ke atas gendongan Goan-ci.
Tadi waktu Sam-ceng "terbang” meninggalkan
gendongannya, segera Goan-ci merasa terbebas dari tindihan
bobot ratusan kati, tapi belum lagi ia sempat melarikan diri,
tahu-tahu Sam-ceng sudah "hinggap” kembali di atas
punggungnya, bahkan terus mencekik lehernya pula hingga
terpaksa Goan-ci tidak berani berkutik.
Dalam pada itu tertampak si padri setengah umur dan yang
muda tadi perlahan mendoprak ke tanah, tubuh mereka
meringkuk bagai 'caing kena air abu' segera berkelojotan.
Heran dan kejut Goan-ci, pikirnya, "Dengan ilmu apakah
hingga Sam-ceng hwesio ini dapat membinasakan mereka
dengan secara begitu mudah?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hanya sebentar saja, kedua padri itu mengeluarkan suara
rintihan, dan sesudah kejat-kejat lagi beberapa kali, lalu
binasa.
"Ini, lihat!” tiba-tiba Sam-ceng berkata dengan bangga
sembari memperlihatkan telapak tangan kanannya kepada
Goan-ci.
Waktu Goan-ci memperhatikan, kiranya jari tengah tangan
kanan padri itu menonjol keluar sebuah jarum emas yang
sangat halus, dari batang jarum itu masih kelihatan ada nodanoda
darah.
Maka tahulah Goan-ci, kiranya di tengah telapak tangan
padri itu terdapat jarum dan mungkin berbisa pula, makanya
duakali gablok lantas makan dua korban.
"Awas! Jika kau berani rewel, segera aku pun mampuskan
kamu!” demikian Sam-ceng mengancam sambil pura-pura
hendak menusuk mata Goan-ci dengan jarumnya. Segera ia
memerintahkan pula. "Ayo jalan! Ke timur, lekas!”
Goan-ci tidak berani membantah, terutama ia pun ngeri
melihat kekejian hwesio buntak itu. Aneh juga, entah dari
mana datangnya tenaga, meski badan letih danhati takut, tapi
ia dapat berjalan dengan cepat ke arah yang diminta.
Semnetara itu hari sudah mulai gelap, diam-diam Goan-ci
membatin, "Kedua kakimu sudah patah, seketika tak mungkin
sembuh, nanti bila kamu sudah tidur, pasti aku ada
kesempatan untuk melarikan diri.”
Tak tersangka Sam-ceng juga bukan orang bodoh. Ketika
hari sudah gelap, ia suruh Goan-ci menyusup ke tengah
semak-semak rumput, ia suruh pemuda itu rebah, sedangkan
ia sendiri lantas meringkuk seperti bola dan duduk di atas
kerudung besi Yu Goan-ci, tidak lama kemudian ia pun
mendengkur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh mendongkol dan payah sekali Yu Goan-ci. Ia tahu
bila dirinya berani bergerak pasti padri jahat itu akan terjaga
bangun dan akibatnya ia sendiri akan dihajar. Terpaksa ia
tahan sedapat mungkin, bayangkan saja betapa celakanya
kalau kepala seseorang ditindih, sedangkan orang yang
menindih itu mendengkur seenaknya semalam suntuk.
Sebaliknya bila terkadang Sam-ceng menggeser pantat,
seketika kepala Goan-ci seakan-akan dipuntir, mukanya yang
melekat dengan kerudung besi itu bagaikan disayat-sayat.
Dengan cara begitulah Goan-ci tersiksa hingga esok
paginya. Meski Sam-ceng dapat menyambung tulang kakinya
yang patah itu, tapi untuk bisa sembuh hingga dapat berjalan
paling sedikit kudu sebulan atau dua bulan lagi. Diam-diam
Goan-ci mengeluh apakah selama itu setiap saat dirinya
diharuskan menggendong bola daging raksasa itu?
Waktu lohor, sampailah mereka di suatu kota kecil. Mereka
mengaso untuk tangsal perut di suatu kedai bakmi.
Kebetulan Goan-ci lihat seorang belantik kuda lewat di situ
dengan menggiring beberapa ekor kuda, segera ia berkata
kepada sam-ceng.”Taisuhu, silahkan kaubeli seekor kuda
untuk ditunggang, bukankah akan jauh lebih cepat daripada
perjalanankuyang meski menggendongmu?”
"Ngaco-belo,”bentak sam-ceng. "Menunggang kuda
apakah lebih leluasa digendong orang? Dapatkah kuda
membawa aku ke dalam rumah dan menaikkan aku ke
ranjang? Dapatkah kuda mengantar aku berak ke kakus?”
Benar pikir Goan-ci, maka ia hanya menghela napas dan
tidak berkata lagi.
Agar supaya kuda tunggangannya dapat berjalan dengan
cepat, maka sam-ceng membiarkan Goan-ci makan
sekenyang-kenyang gaya. Kemudian mereka melanjutkan
perjalanan lagi. Sore hari mereka membelok ke selatan.
Sepanjang jalan tiba-tiba Sam-ceng memberi khotbah kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci tentang ajaran budha, katanya alam ini menciptakan
segala makhluk hidup di dunia, apakah orang itu bahagia atau
menderita, semua itu sudah ditakdirkan dan bila seorang
berdosa pada jelmaan hidup yang lalu, maka akan terima
karma pada hidup yang akan datang dan menjelma menjadi
kuda atau kerbau guna tunggangan orang.
Ia perumpamakan Goan-ci, meski tidak dijelmakan menjadi
kuda, tapi ia sudah ditakdirkan menjadi budak, maka itu pun
karma, katanya. Untuk itu hidupnya harus mengabdi dengan
baik-baik kepada orang, banyak berbuat kebajikan, supaya
dalam titisan yang akan datang dapat hidup senang.
Tapi Goan-ci sangat meragukan ocehan hwesio yang lain di
mulut lain dalam perbuatan itu. Pikirnya, "Kau sendiri
sekaligus telah membunuh dua orang segolonganmu, caramu
begitu kejam, bukan mustahil sebelumnya kaupun sudah
banyak membunuh orang, tapi sekarang kau bicara tentang
berbuat kebajikan apa segala ?”
Namun di bawah kekangan orang terpaksa Goan-ci tak
berani mendebat apa-apa. Ia terus menuju ke selatan.
Beberapa hari kemudian, hawa udara mulai hangat. Goan-ci
mendengar Sam-ceng mencari keterangan pada orang di tepi
jalan tentang pantai laut. Diam-diam Goan-ci pikir, "Baik juga
pergi ke laut, disana ada kapal, dan aku akan terbebas
dijadikan kuda tunggangan terus menerus.”
Selang beberapa hari lagi, lewat lohor mereka mengaso
dan beli minuman di suatu kedai di tepi jalan, Goan-ci basah
kuyup oleh air keringat, berulang ia habiskan beberapa
mangkuk air teh dingin, tapi rasa dahaganya masih belum
lenyap.
Sekonyong-konyong terdengar suara mangkuk pecah,
mangkuk teh yang dipegang Sam-ceng itu jatuh hancur,
dengan suara tertahan paderiitu berkata kepada Goan-ci
dengan rasa kuatir, "Lekas-lekas berangkat!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan belum lagi Goan-ci sempat menaruh mangkuk teh,
cepat sekali jari Sam-ceng yang kuat laksana kait baja sudah
mencengkram pundaknya tubuh yang bundar itu lantas
menggemblok di atas punggung Goan-ci.
"Lekas berangkat ke barat, makin cepat makin baik!”
bentak Sam-ceng.
Terpaksa Goan-ci berbangkit dan melangkah pergi secepat
mungkin. Namun sudah kasip, disekeliling sudah ramai suara
orang mengucapkan sabda Budha, "Omitohud!”
Karena leher dicekik lagi oleh Sam-ceng, terpaksa Goan-ci
berlari sekuatnya ke arah barat. Tapi tahu-tahu dua padri
berjubah kuning dengan membawa siantheng (tongkat padri),
sudah mengadang di depannya. Goan-ci miringkan tubuh dan
bermaksud menyelinap ke samping, tapi kembali dicegat oleh
dua padri jubah kuning yang lain. Menyusul dari berbagai
penjuru merubung datang pula padri-padri dengan jubahyang
sama, seluruhnya ada delapan orang, semuanya
mengacungkan senjata mereka kepada Sam-ceng.
"Ya, sudahlah!” kata Sam-ceng akhirnya, "Para sute dan
sutit, memang kepandaianmu sangat hebat, akhirnya aku
dapat ditemukan kalian. Baiklah, segera aku akan ikut pulang
bersama kalian. Nah, setan cilik, boleh kauikut berangkat
dengan mereka!”
Diam-diam Goan-ci mengira padri-padri itu dari Bin-tiong-si,
ia pikir sekali ini Sam-ceng pasti tak bisa berkutik lagi, tidak
mungkin mampu membinasakan kedelapan padri itu
sekaligus..
Benar juga, sepanjang jalan Sam-ceng tidak berani
bertingkah lagi. Kedelapan padri itu pun tidak mengajak bicara
padanya. Namun Goan-ci tetap sengsara, setiap hari ia masih
diharuskan menggendong Sam-ceng. Cuma arahnya sekarang
menuju selatan dan tidak kembali ke Bin-tiong-si.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah mereka telah menempuh perjalanan jauh hingga
sebulan lebih, karena sudah biasa, Goan-ci tidak merasakan
payah lagi. Semula ia pun sering berpikir kemanakah mereka
hendak pergi, mengapa terus menuju ke selatan? Tapi lama
kelamaan ia menjadi bosan, ia benar-benar mirip seekor kuda
saja, terhadap nasib sendiri dan kemana padri-padri itu
hendak membawanya pergi, sama sekali ia tidak ambil pusing
lagi.
Sampai akhirnya, jalan yang mereka tempuh semakin
berliku-liku dan terjal, yaitu jalan pegunungan yang sepi dan
makin lama main meninggi.
Lewat lohor pada hari itu, akhirnya mereka sampai di
depan sebuah kelenteng besar, waktu Goan-ci mendongak, ia
lihat pigura pintu kelenteng itu tertulis tiga huruf besar "Siaulim-
si.”
Dahulu Goan-ci juga sering dengar cerita ayah dan
pamannya bahwa Siau-lim-si itu adalah sumbernya ilmu silat
di daerah Tionggoan, setiap orang sangat berharap dapat
belajar di kuil pujaan itu. Namun selama setahun ini Goan-ci
sudah kenyang menderita, terhadap segala urusan di luar ia
tidak tertarik lagi. Yang diharapkan adalah setiap hari
berkurang jalannya dan berkurang digebuk oleh Sam-ceng.
Hal mana sudah dirasakan puas olehnya. Kini tahu-tahu
sampai di Siau-lim-si, semula ia juga tergetar, tapi segera ia
hadapi dengan sikap dingin saja. Jika nasibnya tetap begitu,
biarpun saat itu ia berada diistana raja juga tidak menarik
baginya.
Begitulah beramai-ramai mereka lantas masuk ke ruangan
pendopo, seorang padri disitu berkata, "Bawa saja ke Kai-lutih
(ruang hukuman)!”
Kedelapan padri itu mengiakan, lalu membawa Goan-ci
keluar dari pintu samping, melalui sebuah jalan kecil, akhirnya
sampai disuatu ruangan yang seram.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari ruangan itu keluar seorang padri tua, katanya dengan
suara serak, "Atas titah Kai-lut-ih-sauco (kepala ruang
hukum)!, karena tanpa izin tanpa izin sam-ceng berani turun
gunung, lebih dulu dihukum rangket 100 kali dan boleh
dilaksanakan dalam sepuluh hari. Habis itu akan diselidiki pula
kejahatan yang telah diperbuatnya ketika turun gunung,
hukuman akan dijatuhkan nanti sesuai perbuatannya.”
Tanpa bicara lagi segera dua padri yang berada disitu
menarik sam-ceng yang ditiarapkan dilantai.
Seketika Goan-ci merasa enteng punggungnya, ia merasa
sangat lega.
Kemudian dilihatnya salah seorang padri yang menangkap
sam-ceng tadi mendekati padri tua itu dan bicara bisik-bisik
sejenak sambil tuding-tuding Yu Goan-ci. Padri tua itu tampak
manggut-manggut, lalu berkata, "Siau-cai she Yu itu
membantu sam-ceng melarikan diri hingga merusak tata tertib
kita, ia pun dihukum rangket 100 kali, hukuman lain akan
dijatuhkan pula jika kesalahan telah diketahui.”
Segera seorang padri mengetuk punggung Goan-ci sambil
membentak, "Lekas tiarap untuk terima hukuman!”
Sedikitpun Goan-ci tidak membangkang, segera ia tiarap,
pikirnya, "Apa yang kalian hendak perbuat atas diriku, boleh
silahkan berbuat sesukamu. Kalian mengatakan aku bersalah,
buat apa aku membantah?”
Dalam pada itu si padri tua lantas masuk ke ruangan dalam
sesudah memutuskan hukuman tadi. Menyusul keluarlah
empat padri lain, mereka terus menyeret Sam-ceng dan Goanci
ke dalam ruangan hukuman yang luas. Beberapa padri
diantaranya terus membekuk Sam-ceng, sedangkan tongkat
kayu lantas menggebuk pantatnya. Setelah genap 30 kali
Sam-ceng dirangket, kemudian menjadi giliran Goan-ci.
Goan-ci merasakan rangketan 30 kali itu jauh lebih keras
daripada rangketan kepada Sam-ceng. Diam-diam ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
penasaran, ia percaya padri-padri pelaksana hukuman itu
berat sebelah, sudah tentu mengeloni sesama kawan sendiri.
Keruan 30 kali rangketan itu membikin pantat Goan-ci
babak belur dan berbunga, darah berceceran membasahi
celananya. Selang tujuh hari, belum lagi lukanya itu sembuh,
kembali ia dihajar lagi sehingga genap 100 kali rangketan.
Kemudian seorang padri mengumumkan padanya, "Siaucat
she Yu diputuskan kerja paksa di kebun sayur, disana harus
menginsafi dosanya yang telah diperbuatnya supaya diampuni
Budha yang maha kasih!”
Dengan limbung Goan-ci turut saja segala keputusan itu, ia
ikut padri itu ke kebun sayur dan menghadap padri pengurus.
Padri pengurus kebun sayur itu bernama Yan-kin.
Perawakannya kurus kecil, mukanya sempit mirip kunyuk, dua
biji gigi depannya sudah rontok hingga kalau bicara selalu
bocor.
Ia sangat ketarik demi melihat kerudung besi aneh yang
dipakai Goan-ci itu. Ia duduk bertumpang kaki di sebuah
bangku panjang seraya menanyakan asal-usul pemuda itu.
Sudah tentu Goan-ci tidak sudi berterus terang hingga
nama baik ayah dan pamannya ikut tercemar. Maka ia
mengaku sebagai seorang desa biasa yang ditawan oleh orang
Cidan hingga banyak menderita sengsara.
Dasar Yan-kin itu memang sangat ceriwis, ia suka bicara
yang tidak-tidak dan bertanya secara melilit, segala tetekbengek
juga ditanyakan hingga jelas. Namun Goan-ci sudah
bertekad tidak mau mengaku terus terang, jika didesak, maka
ia menjawab dengan singkat saja antara, "Ya, Tidak! Entah!”
Keruan Yan-kin kewalahan. Tapi ia tidak mau sudah, meski
sudah waktunya makan, ia tidak makan tapi tanya terus.
Tentu saja Goan-ci mendongkol tak terkatakan..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sesudah benar-benar tidak dapat mengorek suatu
pengakuan apa-apa dari Goan-ci, akhirnya Yan-kin berkata,
"Baiklah, sekarang boleh mulai kerja. Pikul dulu 20 pikul
kotoran untuk rabuk tanaman sayur. Ingat, disini tidak boleh
malas. Kamu sudah bicara setengah harian disini, kerjamu
nanti harus lebih giat untuk menambal tempo yang terbuang
ini.”
Goan-ci mengiakan saja, tapi dalam hati ia menggerutu,
"Kau sendiri yang cerewet dan bertanya tidak habis-habis, tapi
aku yang disalahkan!”
Walaupun tak diberi makan, luka rangketan dipantatnya
belum sembuh pula, namun Goan-ci menahan semua derita
itu dan tetap memikul kotoran untuk merabuk tanaman.
Kebun sayur siau-lim-si itu sangat luas, kira-kira ada
sepuluh hektar. Para padri pekerja, kuli-kuli tetap dan pocokan
seluruhnya ada 38 40 orang.
Sebagai orang baru, pula memakai kerudung besi yang
aneh, maka Goan-ci menjadi sasaran ejekan dan bulan
bulanan mereka, segala pekerjaan yang kotor dan kasar selalu
diserahkan padanya.
Sesudah mengalami penderitaan selama ini, makin lama
pikiran Goan-ci makin bebal, terhadap segala apa dianggapnya
sepi saja, bahkan perbedaan antara suka dan duka juga sudah
kabur baginya. Ia terima saja semua ejekan dan hinaan orang,
ia hidup tanpa tujuan dan sekedar melewatkan waktu saja.
Hanya dalam mimpi saja terkadang ia masih ingat kepada A
Ci.
Suatu petang hari, sehabis memberi rabuk tanaman, Goanci
merasa sangat capek. Ia dengar genta tanda waktu makan
sudah berbunyi. Segera ia menuju ke ruangan makan bagi
para pekerja kasar. Tiba-tiba didengarnya Yan-kin
memanggilnya "A Yu, antarkan semangkuk nasi ini kepada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suhu yang berada di rumah kecil di tengah hutan bambu itu.
Dia sakit, tak dapat bangun.”
Goan-ci mengiakan, semangkuk penuh terisi nasi
dibawanya ke hutan bambu melalui sebuah jalan kecil. Hutan
bambu itu sangat luas, sampai sekian lama masih belum
tembus. Ia lihat di tengah hutan yang rindang itu ada sebuah
rumah batu kecil, ia dekati pintu rumah dan memanggil dari
luar. "Suhu! Suhu! Aku mengantarkan nasi untukmu!”
Ia dengar ada suara sahutan orang yang lirih di dalam
rumah. Segera Goan-ci mendorong pintu dan masuk ke dalam.
Ia lihat di atas tikar yang digelar di tanah itu rebah seorang
yang menghadap ke dinding. Di dalam rumah tiada ranjang,
tiada meja, tiada kursi dan sebagainya, yang ada melalui tikar
yang dibuat tidur itu di samping sebuah kendi air.
"Ini nasi untukmu, suhu!” demikian Goan-ci menyapa pula.
Tapi orang itu menjawab, "Aku tidak lapar, tidak mau
makan, bawalah kembali!”
Suaranya kedengaran berat dan selama bicara pun tidak
berpaling. Dan karena orang menyatakan tidak mau makan,
tanpa rewel Goan-ci lantas membawa kembali nasi kepada
Yan-kin.
Besok siangnya, kembali Yan-kin menyuruh dia mengantar
nasi lagi kepada orang itu dan orang itu tetap tidak mau
makan.
Begitulah berturut-turut empat lima hari Goan-ci disuruh
mengantar nasi kepada orang itu dan orang itu tetap tidak
mau makan, bahkan berpaling juga tidak pernah.
Goan-ci sekarang sudah ibarat orang yang tak punya otak,
meski kelakuan orang itu agak luar biasa, sedikit pun ia tidak
menaruh perhatian.
Siapakah orang itu? Mengapa tidak mau makan nasi?
Apakah tidak mati kelaparan? Semua itu ia tidak ambil pusing.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cukup asal ia lakukan kewajibannya saja. Bila Yan-kin suruh
dia antar nasi, dia lantas antar nasi. Orang itu menyatakan
tidak mau makan, ia lantas bawa kembali. Habis perkara.
Sampai hari kelima, kembali ia antar nasi lagi dan orang itu
tetap menyatakan, "Aku tidak lapar, tidak mau makan,
bawalah kembali!”
"Baik!” sahut Goan-ci dengan dingin seperti biasa. Lalu
putar tubuh keluar dari rumah batu kecil itu.
Di luar dugaan, sekali ini mendadak orang itu melompat
bangun dari tikarnya, segera lengan Goan-ci dicengkram
olehnya sambil memaki, "Kamu ini sungguh seorang yang
tidak punya perasaan..”
Baru sekian ucapannya, tiba-tiba ia berseru heran ketika
melihat kerudung besi di atas kepala Yu Goan-ci itu.
Sebaliknya sekarang Goan-ci juga dapat melihat jelas muka
orang, yaitu seorang padri yang kurus lagi hitam, matanya
celong dan hidungnya panjang, dari mukanya itu dapat
dipastikan bukanlah padri bangsa Tionghoa. Mukanya penuh
keriput pula, namun susah untuk menaksir usianya.
"Barang apakah di atas kepalamu ini?” demikian tanya
padri itu.
"Kerudung besi!” sahut Goan-ci.
"Siapa yang memasangnya untukmu?”
"Orang Cidan!”
"Kenapa tidak dilepaskan?”
"Tidak dapat dibuka!”
"Selama empat hari beruntun akh tidak makan, kenapa
kamu tidak peduli dan juga tidak minta Ti-khek ceng (padri
urusan tamu) menjenguk diriku atau memanggilkan tabib, apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
alasanmu?” demikian tanya padri itu. Meski dia bangsa barat,
tapi sangat fasih berbahasa Tionghoa.
"Apakah engkau akan mati atau hidup, peduli apa dengan
aku?” sahut Goan-ci ketus.
Keruan padri asing itu menjadi gusar, sekali sambar, segera
pundak Goan-ci dicengkramnya. Seketika Goan-ci merasa
tulang pundaknya sakit sekali seakan-akan remuk, tapi ia
sudah biasa menahan sakit, dia tidak melawan, juga tidak
meronta, bahkan juga tidak mengeluh. Ia anggap sepi saja
siksaanitu.
Tentu saja padri asing itu terheran-heran. "Kamu merasa
sakit tidak?” tanyanya.
"Sakit atau tidak, sangkut paut apa dengan aku?” sahut
Goan-ci.
Padri itu tambah heran, tanyanya, "Mengapa 'tiada sangkut
paut' apakah tulang pundak ini bukan punyamu? Kalau perlu
akan kuremas lebih keras supaya tulangmu hancur!”
Habis berkata, benar juga ia meremas terlebih kuat.
Keruan Goan-ci meringis-ringis. Tapi meski badan tersiksa,
jiwanya boleh dikata sudah mati rasa. Ia tidak melawan, juga
tidak minta ampun. Dalam hati ia hanya berpikir, "Mungkin
sudah takdir tulang pundakku ini akan diremas hancur
olehnya, apa yang perlu kukatakan lagi?”
Dan padri asing itu menjadi kewalahan sendiri, akhirnya ia
merasa kagum juga oleh keteguhan jiwa pemuda itu. Katanya
kemudian, "Bagus bagus!” Hanya seorang pesuruh dalam
Siau-lim-si saja sudah sehebat ini. Boleh kau pergi saja!”
Maka dengan membawa mangkuk nasi itu Goan-ci
tinggalkan hutan bambu itu. Ternyata di tengah jalan ia sudah
ditunggu oleh Yan-kin, dengan tertawa dingin Yan-kin berkata
padanya, "A Yu, kejadian di Bin-tiong-si telah terbongkar,
ayolah ikut ke Kai-lut-ih!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar "Bin-tiong-si” disebut, Goan-ci pikir tentu Samceng
telah memperoleh bukti-bukti telah dicurinya ulat sutra
itu, jika demikian terang ia tak bisa menyangkal lagi, terpaksa
harus pasrah nasib.
Setiba di Kai-lut-ih, ia lihat padri tua yang pertama kali
diketemukan di ruang hukum itu juga berdiri disitu, dengan
tawar padri itu berkat, "Yu Goan-ci menurut pengakuan Samceng,
katanya segala kejahatan yang terjadi di Bin-tiong-si itu
adalah perbuatanmu, betul tidak?”
"Benar, memang perbuatanku, "sahut Goan-ci tanpa pikir.
Padri tua itu agak heran juga mendengar pengakuan terus
terang itu, katanya pula, "Jika kau sendiri sudah mengaku
salah, aku pun tidak perlu bikin susah padamu. Tentang
hukuman rangket akan kubatalkan. Sekarang pergilah ke
Ciam-hwe-pang (kamar bertobat), hendaknya direnungkan
dengan baik-baik, habis itu nanti memberi jawaban padaku.”
Segera Yan-kin membawa Goan-ci ke belakang Kai-lut-ih,
yaitu suatu pekarangan kosong, ditengah pekarangan terdapat
empat pilar batu berbentuk persegi, pilar batu itu besar-besar
dan berdiri berjajar.
Ketika Yan-kin menarik salah satu pilar batu itu, maka
terbukalah sebuah pintu. Kiranya dalam pilar besar itu
berwujud sebuah kamar batu yang sempit. Segera Yan-kin
suruh Goan-ci masuk ke dalam kamar batu itu, lalu pintunya
ditutup.
"Cian-hwe-pang” atau kamar bertobat itu daripada
dikatakan sebagai kamar adalah lebih tepat dikatakan sebuah
peti mati batu yang ditegakkan. Berada di dalam peti batu itu
jangankan hendak duduk, bahkan berputar tubuhpun Goan-ci
merasa sukar.
Diatas peti batu itu terdapat dua lubang kecil sekedar
sebagai jalan hawa. Katanya di dalam hati, "Apasih yang harus
kurenungkan? Apa sih yang harus kutobatkan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu juga, tiba-tiba didengarnya ada suara jeritan
melengking bagai babi hendak disembelih, suara itu tembus
masuk melalui lobang angin kecil itu. Ia kenal itulah suara
Sam-ceng. Terdengar padri buntak itu lagi berteriak, "Jangan!
Jangan! Badanku segemuk ini, mana dapat masuk ke dalam
Cian-hwe-pang?”
Tapi padri tua Kai-lut-ih berkata, "Menurut peraturan biara
kita selama ribuan tahun ini, setiap murid yang berdosa harus
bertobat di dalam Cian-hwe-pang. Nah, masuklah, lekas!”
"Tapi..tapi badanku segede ini, mana bisa dijejalkan ke
situ?” bantah Sam-ceng dengan kuatir.
Goan-ci merasa geli juga bila membayangkan badan Samceng
yang bulat laksana bola itu..
Dalam pada itu terdengar si padri tua sedang berkata
dengan ketus, "Peduli badanmu gede atau tidak. Pendek kata
kamu harus masuk ke situ. Ayolah dorong dia ke dalam dan
tutup pintunya!”
Lamat-lamat terdengar beberapa orang mulai mendorong
dan menggencet, sebaliknya terdengar Sam-ceng berteriakteriak.
Tapi padri tua itu sedikitpun tidak kenal ampun, dengan
tegas ia laksanakan hukum biara.
"Biar akan kulaporkan kepada Hongtiang bahwa kalian
menganiaya diriku, kalian sungguh kejam, masakah badanku
segemuk ini kalian paksa dan jejalkan ke dalam kamar ba …
auuuh! Wah, celaka …” demikian Sam-ceng berteriak-teriak
dan menjerit.
Tapi si padri tua tidak ambil pusing, katanya, "Ayo dorong
lebih keras sedikit cepat! Satu, dua, tiga!”
"Ai, baunya! sampai ampasnya juga tergencet keluar!” tibatiba
salah seorang padri yang ikut mendorong itu berseru
sambil pencet hidung sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tak apa, lekas dorong lagi! Nah sudah masuk sebagian
besar, tinggal kurang sedikit. Ayo, dorong lebih keras!”
demikian kata si padri tua.
Begitulah, sesudah didorong dan digence secara paksa oleh
orang banyak, akhirnya badan Sam-ceng yang gede itu kena
dijejalkan ke dalam peti batu itu walaupun sampai terkencingkencing
dan terberak-berak.
Sam-ceng sendiri sudah lemas, sedikit pun tidak kuat
melawan lagi. Ia menangis terguguk-guguk.
Diam-diam Goan-ci heran juga, peti batu sedemikian
sempitnya, tapi badan Sam-ceng yang bulat buntak itu
ternyata dapat dijejalkan ke dalamnya.
Sekonyong-konyong terdengar Sam-ceng berteriak-teriak,
"Keluarkan aku, keluarkan aku! Aku akan mengaku, aku tak
berani menyangkal lagi!”
"Kamu boleh mgaku dahulu, kemudian kulepaskan kau!”
ujar si padri tua.
"Ya, aku..aku telah mencuri 33 tahil perak di Bin-tiong-si
sana untuk membeli arak, aku pernah menyembelih tiga ekor
anjing, pernah membunuh tujuh orang hwesio dan tiga orang
biasa, aku …aku juga punya … punya gendak di luar dan ..
dan berjudi segala.”
"Tadi kaubilang semua itu adalah perbuatan Thi-thau-jin
itu?” kata si padri tua.
"O, ya, ya, memang perbuatan Thi-thau-jin itu dan bukan
perbuatanku, aku lupa!”
"Ah rupanya pikiranmu masih kacau, boleh kamu mengaso
sehari semalam dulu di dalam kamar batu ini, kalau besok
pikiranmu sudah jernih bolehlah kaubicara lagi!” kata padri
tua.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He, he! Jangan! satu jam saja aku pasti akan mati gepeng
disini!” seru Sam-ceng. "Baiklah, aku akan mengaku terus
terang memang semua itu adalah perbuatanku.”
"Lalu perbuatan jahat apa yang dilakukan Thi-thau-jin itu?”
tanya si padri tua.
"O, dia.. dia hanya mencuri holo dan minum arakku, "sahut
Sam-ceng.
"Adakah perbuatan lainnya?” si padri tua menegas.
"Aku..aku tidak tahu. Lekas .. lekas keluarkan aku!” teriak
Sam-ceng terengah-engah.
"Hah, kamu pintar memfitnah orang juga, "ujar si padri tua.
"Nah keluarkan dulu Thi-thau-jin itu.
Segera padri yang lain mengiakan dan membuka pintu
kamar batu, Yu Goan-ci lantas ditarik keluar.
Dari celah-celah pintu batu Goan-ci dapat melihat daging
Sam-ceng yang gemuk itu sampai mencotot keluar. Coba
kalau kamar batu itu batan dari kayu, tentu kamar itu akan
pecah sendiri. Lalu si padri berkata kepada Goan-ci, "Tentang
kejadian di Bin-tiong-si itu kini Sam-ceng sudah mengaku
semua. Kenapa tadi kamu tidak mau menjelaskan duduknya
perkara?”
"Ya, apa mau dikatakan lagi?” sahut Goan-ci sambil angkat
pundak.
"Sebenarnya kamu pernah berbuat kejahatan tidak?” tanya
si padri pula.
"Hidupku ini ternyata banyak rintangan dan kenyang derita,
mungkin karma, karena hidupku pada jelmaan yang lalu
banyak berbuat kejahatan, "sahut Goan-ci.
Mendengar itu, si padri tua merasa puas, ia merasa rikuh
juga karena orang tak berdosa telah dibikin susah. Maka ia
lantas pesan Yan-kin "Jiwa Thi-thau-jin ini ternyata sangat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik. Padri asing Polo Singh itu sedang sakit, boleh kausuruh
Thi-thau-jin ini khusus meladeni dia, tidak perlu suruh dia
bercocok tanam lagi di kebun.”
Yan-kin mengiakan atas perintah itu.
"Wah, matilah aku! Lekas keluarkan aku!” demikian
terdengar Sam-ceng lagi berteriak-teriak. Terdengar pula
suara pletak dan pletok, keriat dan keriut, kiranya seluruh
tulang badan Sam-ceng itu tergencet, tatkala saling gesek,
maka mengeluarkan suara.
Mendengar suara itu, Goan-ci menduga tulang iga Samceng
tentu telah patah beberapa buah.
"Aku sudah mengaku semua, mengapa belum melepaskan
aku? Bukankah … bukankah kalian dusta belaka?” demikian
Sam-ceng menggembor pula.
Segera Yan-kin suruh Goan-ci menjura pada padri tua
pelaksana hukum itu untuk menghaturkan terima kasih karena
memberikan pekerjaan ringan padanya.
Bagi Goan-ci sebenarnya sudah tidak kenal terimakasih apa
segala kepada orang lain. Ia pun tidak merasakan apa
faedahnya di tugaskan melayani si padri asing yang bernama
Polo Singh itu. Tapi karena disuruh Yan-kin, ia hanya menurut
saja, ia berlutut dan menghaturkan terima kasih.
Lalu Yan-kin membawanya ke rumah kecil tempat tinggal
Polo Singh di hutan bambu itu. Padri asing itu masih tetap
rebah menghadap dinding, sama sekali ia tidak peduli pada
kedatangan mereka.
Sampai waktunya makan siang, seperti biasa Goan-ci
menghantarkan nasi kepada Polo Singh. Tapi padri itu
menyatakan tidak mau makan, lalu tidak gubris lagi padanya.
Dua hari berturut-turut keadaan begitu berlangsung terus,
suara Polo Singh makin lama makin lemah. Ketika Ti khekceng
mendapat tahu, datanglah dia untuk menjenguk. Habis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
itu belasan hwesio tua juga berturut-turut datang. Goan-ci
melayani di samping, ia dapat mendengar Ti-khek-ceng
memperkenalkan nama-nama padri tua itu sebagai kepala
ruang Lo-han-tong, Tat-mo-ih, Kai-lut-ih dan lain-lain beserta
wakil-wakilnya. Nyata padri-padri itu adalah gembonggembong
Siau-lim-si.
Diam-diam Goan-ci menaksir Polo Singh itu tentu bukan
orang sembarangan, ditilik dari sikap para padri Siau-lim-si
yang sedemikian menghormatinya.
Sampai beberapa hari penyakit Polo Singh masih belum
sembuh, terkadang ia pun mau makan sedikit bubur, tapi tak
bisa bangun, setiap hari hanya rebah dengan menghadap
dinding. Untung sifat Polo Singh cukup ramah hingga Goan-ci
tidak tersiksa.
Selang dua hari lagi, mendadak Polo Singh merintih-rintih
keras di tengah malam, ia sesambatan menyatakan kepalanya
sakit seakan-akan pecah. Ia terguling-guling di lantai sambil
memegangi kepala sendiri.
Goan-ci menjadi bingung, cepat ia lapor kepada Yan-kin,
lalu Yan-kin mengundang seorang padri tabib dari Jing-kian-ih
(ruang kesehatan) untuk memeriksa penyakit Polo Singh.
Sesudah ditusuk jarum dan di beri obat segala, sampai pagi
hari baru keadaan rada tenang.
Penyakit Polo Singh itu beruntun-runtun kumat lagi
beberapa kali hingga padri tabib dari Jing-kian-si gelenggeleng
kepala dan menyatakan, "Padri asing ini menderita
semacam penyakit aneh dari negeri Thian-tok yang tak
terdapat di sini, tampaknya sukar untuk disembuhkan.”
Keadaan Polo Sing makin lama makin lemah. Suatu kali ia
bangun hendak buang air, tapi mendadak kaki terasa lemas
dan jatuh terjungkal, kepala sampai bocor membentur
dinding. Ketika para hwesio tua mendapat tahu, beramairamai
mereka datang menjenguk lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah penyakit Polo Singh itu makin payah hingga lebih
sebulan lamanya.
Malam itu, mungkin pada siang harinya Goan-ci terlalu
banyak gegares rujak atau gado-gado, maka tengah malam
mendadak ia sakit perut dan kecirit. Lekas ia berlari-lari ke
tengah hutan bambu untuk kuras perut.
Habis hajat, selagi ia membetulkan celananya, di bawah
sinar bulan sekonyong-konyong dilihatnya dari bawah tanah di
tempat beberapa meter jauhnya sana menongol keluar sebuah
kepala manusia. Keruan Goan-ci kaget setengah mati dan
hampir menjerit karena disangkanya ada setan.
Syukur sebelum ia bersuara, dengan cepat kepala itu sudah
menerobos ke atas hingga kelihatan seluruh tubuhnya. Goanci
melongo ketika mengetahui orang itu adalah Polo Singh.
Sungguh sukar untuk dimengerti, Polo Singh yang sakitnya
sudah payah, bergerak saja susah, tahu-tahu sekarang
berubah sedemikian tangkasnya. Begitu ia menerobos keluar
dari bawah tanah, "siut”, segesit kucing ia terus meloncat ke
atas pohon bambu.
Tentu saja Goan-ci terheran-heran, "Jadi selama ini ia
hanya pura-pura sakit saja. Tapi mengapa ia dapat menerobos
keluar dari bawah tanah? Dan kini hendak kemana?”
Dalam pada itu pohon bambu tampak keresek sedikit, tahutahu
Polo Singh sudah melayang dari pohon bambu ini ke
pohon bambu yang lain segesit kera. Ketika pohon bambuitu
menyandal, seketika tubuh Polo Singh melayang lebih jauh
lagi ke arah barat laut sana dengan cepat.
Coba kalau Goan-ci tidak menyaksikan sendiri, tentu ia
takkan menyangka di atas pohon bambu itu ada orang
menghinggap. Mestinya Goan-ci sudah apatis terhadap segala
apa pun. Namun betapa pun juga dia masih muda, rasa ingin
tahunya belum lenyap seluruhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera ia pun tertarik oleh kejadian itu. Ia coba periksa
tempat dimana Polo Singh menongol tadi. Kiranya di situ
terdapat sebuah lubang, disamping lubang ada sebuah papan
yang di uruk tanah dan daun kering.
Nyata papan itu adalah penutup lubang. Jika Polo Singh
menerobos masuk lubang itu, lalu ia tutup kembali papan itu
hingga tak kelihatan dari atas. Apalagi tempat itu pun jarang
didatangi orang.
"Lubang ini entah tembus kemana? Coba kulihatnya,
"demikian pikir Goan-ci. Segera ia pun menerobos ke dalam
lubang tanah itu laksana gangsir.
Tak terduga lorong dibawah tanah itu ternyata sangat
cekak. Baru dia melangkah beberapa meter, tahu-tahu ia
lantas menyusup ke atas. Waktu Goan-ci menongol ke
permukaan tanah, tiba-tiba ia merasa geli sendiri.
Kiranya tempat ia berada sekarang adalah tempat tidur
Polo Singh sehari-hari itu. Lubang yang dipakai masuk keluar
itu tertutup oleh tikar sehari-hari Polo Singh rebah di atas tikar
itu hingga siapa pun tiada yang menyangka bahwa di bawah
tikar terdapat sebuah lubang gangsir raksasa.
Diam-diam Goan-ci membatin, "Polo Singh ini sangat aneh
kelakuannya, entah ke mana dia sekarang?”
Karena tertarik,segera Goan-ci mendatangi pula hutan
bambu itu menurut arah yang dituju Polo Singh tadi. Lamatlamat
ia merasa tingkah laku padri asing secara sembunyisembunyi
seperti maling kuatir kepergok tentu mempunyai
suatu maksud tujuan tertentu. Dan kalau sekarang ia
mengintai rahasia perbuatannya, bila ketahuan pasti padri
asing itu takkan mengampuni jiwanya.
Begitulah, dari jauh ia lihat Polo Singh masih hinggap di
atas pohon bambu. Segera Goan-ci merayap maju, sesudah
agak dekat, ia tidak berani maju lagi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selang tak lama, tiba-tiba rembulan tertutup oleh segumpal
awan tebal hingga keadaan menjadi gelap. Mendadak
terdengar suara angin mendesir, bambu yang dihinggapi Polo
Singh tadi tampak mendal sekali dan tahu-tahu padri asing itu
melompat ke semak-semak pohon di depan sana.
Melihat ginkang orang sedemikian lihainya, Goan-ci sampai
ternganga kagum, ia tidak berani mengintai lebih jauh lagi,
cepat ia kembali ke kamarnya untuk tidur.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba terdengar di sebelah kamar
Polo Singh itu ada suara orang mendengkur, terang padri itu
sudah kembali. Diam-diam Goan-ci bersyukur dirinya kembali
lebih dulu hingga tidak sampai diketahui.
Besok paginya waktu Goan-ci bangun, ia lihat Polo Singh
masih tetap rebah menghadap dinding dan pura-pura tambah
payah keadaan sakitnya.
Goan-ci tidak omong apa-apa, ia ambil cangkul dan pergi
ke hutan bambu itu untuk mencari anak buluh atau rebung. Ia
mendatangi semak-semak pohon tempat Polo Singh menyusup
semalam.
Tapi beberapa meter ia masuk ke daerah situ, tiba-tiba dari
balik pohon sana muncul seorang hwesio dan membentaknya
dengan suara bengis, "Ada apa kau datang ke Cong-keng-lau
(gedung perpustakaan) ini?”
"O, aku.. aku sedang mencari rebung, "sahut Goan-ci.
"Pergi, lekas pergi dari sini! Kalau tiada izin Hongtiang,
sekali-kali tidak boleh mendekati Cong-keng-lau, "kata padri
sambil memberi tanda agar Goan-ci lekas enyah.
Berulang Goan-ci mengiakan, lalu kembali ke hutan bambu
untuk memotong rebung. Pikirnya "Kiranya di semak-semak
pohon sana adalah tempat Cong-keng-lau, tanpa izin
Hongtiang siapapun dilarang mendekat. Jika begitu, semalam
diam-diam Polo Singh telah menyelundup ke dalam CongTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
keng-lau, apakah dia sengaja datang ke sana untuk mencuri
kitab ?”
Setelah mengetahui sebab Polo Singh pura-pura sakit dan
menggaangsir, tujuannya ternyata melulu ingin menyelundup
ke Cong-keng-lau maka Goan-ci tidak menaruh perhatian lagi.
Sesudah mengumpulkan sekeranjang rebung, lalu
membawanya ke kebun untuk diserahkan kepada Yan-kin.
"Ya, harus beginilah, kerjalah yang giat, supaya tidak siasia
aku mendidikmu selama ini, "demikian Yan-kim memuji.
"Nah, bawalah ke dapur sana!”
Goan-ci mengiakan dan membawa rebung itu ke dapur.
Disana padri koki sedang masak suatu kuali besar kuah sayur.
Segera padri koki itu mencandukkan semangkuk kuah itu
untuk Goan-ci. Kemudian mengisi semangkuk kuah pula dan
suruh Goan-ci mengantarkan untuk Polo Singh.
Maka dengan membawa semangkuk kuah itu Goan-ci
datang ke kamar Polo Singh. Tapi hwesio itu tetap tidak mau
minum.
Kuah itu bukan sembarang kuah, didalam kuah itu terdapat
hio-koh (jamur kuping) yang wangi, terdapat kim-cian (jarum
emas, sejenis tumbuhan), sawi putih, rebung dan sebagainya
hingga mengeluarkan bau sedap yang membangkitkan selera
makan orang.
Polo Singh tidak tahan juga oleh bau sedap kuah itu, tibatiba
ia berkata, "Baiklah, coba kuminum sedikit!”
Dengan pura-pura tak bisa berbangkit, ia terima mangkuk
kuah itu dengan tetap rebah miring. Ketika ia taruh mangkuk
kuah itu di lantai sekilas Goan-ci melihat kuah di dalam
mangkuk yang bening itu mencerminkan bayangan sebagian
kitab yang bertulisan aneh.
Hati Goan-ci tergerak, "Huruf-huruf asing itu agaknya mirip
benar dengan tulisan dalam kitabku. Kiranya setiap hari Polo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Singh ini rebah disini sebenarnya lagi membaca kitab yang
bertulisan aneh ini. "Ah, tahulah aku sekarang, kiranya tengah
malam buta ia menyelundup ke Cong-keng-lau tujuannya juga
untuk mencuri kitab-kitab tulisan asing ini untuk dibacanya.”
Tapi sesudah dipikir pula bahwa hwesio memang
seharusnya Liam-keng (membaca kitab suci), dengan
sendirinya padru asing juga mesti membaca kitab bertulisan
asing, ini adalah jamak, maka Goan-ci tidak merasa heran lagi,
ia pikir mungkin orang asing ini memang suka main sembunyisembunyi
seperti maling. Maka untuk selanjutnya ia pun tidak
menaruh perhatian lagi kepada Polo Singh.
Kira-kira sebulan kemudian, pada suatu malam, selagi
Goan-ci tidur dengan nyenyaknya, tiba-tiba ia terjaga bangun
oleh cahaya yang sangat terang, ia lihat cahaya terang itu
tembus keluar dari kamar Polo Singh di sebelahnya. Cahaya
itu menyilaukan mata, berpuluh kali lebih terang daripada
cahaya lilin yang biasanya terpasang di kamar polo singh.
Sudah tentu Goan-ci sangat heran. Ia coba mengutip
melalui sela-sela dinding. Tapi ia jadi terkejut mengetahui apa
yang berada di kamar sebelah itu.
Kiranya di dalam kamar Polo Singh itu sedang duduk bersila
lima hwesio tua, semuanya berkasa (kasa = jubah padri)
merah. Tiga diantara kelima padri tua itu dikenal Goan-ci
karena pernah datang menjenguk Polo Singh. Goan-ci tahu
kedudukan para padri tua itu sangat tinggi dalam siau-lim-si.
Kelima padri tua itu duduk mengitar di atas tikar, tikar yang
biasa dibuat tidur Polo Singh itu sudah tersingkap hingga
kelihatan lubang di bawah tanah. Polo Singh sendiri tidak
kelihatan disitu. Goan-ci menduga padri asing itu pasti pergi
mencuri kitab lagi, dan sekali ini maling itu pasti akan
tertangkap tangan..
Waktu Goan-ci perhatikan kelima padri tua itu, ia lihat
tangan kanan setiap orang terangkat di depan dada dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memegang serenceng tasbih, namun biji tasbih itu tidak
bergerak sebagaimana biasanya kalau hwesio sedang
membaca kitab, tapi telapak tangan setiap orang itu terbuka
menghadap ke depan, mengarah lubang di tanah yang digali
Polo Singh itu.
Sebenarnya Goan-ci tidak mempunyai perasaan apa-apa
terhadap Polo Singh, cuma sejak ia ditugaskan melayani padri
asing itu, ia tidak pernah menderita siksaan lagi, maka ia
harap keadaan demikian bisa berlangsung terus. Kini melihat
kepungan kelima padri tua Siau-lim-si, mau-tak-mau Goan-ci
berkuatir bagi Polo Singh, tapi lamat-lamat ia merasa tertarik
juga karena bakal menyaksikan suatu pertunjukan yang hebat.
Tidak lama kemudian, sekonyong-konyong lengan baju kiri
kelima padri tua itu mengebas serentak, api lilin dalam kamar
itu menjadi tertekan oleh angin kebasan itu, tapi segera
sumbu api menganga lagi hingga bertambah terang
kelihatannya.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 47
Ketika Goan-ci hilang silaunya, tahu-tahu di dalam kamar
sudah bertambah seorang. Itulah dia Polo Singh yang baru
saja menerobos keluar dari lubang bawah tanah. Tangan padri
asing itu kelihatan memegang tiga jilid kitab. Sudah tentu ia
pun terkejut demi nampak di tepi lubang itu sudah siap kelima
padri tua.
Maka terdengarlah kelima padri tua itu serentak menyebut.
"Omitohud!”
Lalu tangan kanan mereka perlahan menolak ke depan
hingga lengan baju mereka perlahan menolak ke depan
hingga lengan baju mereka tampak melambung seketika
bagaikan lima helai layar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekonyong-konyong Polo Singh berjumpalitan sekali terus
menjungkir. Ia berdiri dengan kepala di bawah dan kaki di
atas. Kedua kaki tiada hentinya berputar-putar di atas, makin
putar makin cepat.
"Ciaaat!” mendadak kelima padri Siau-lim-si membentak
berbareng, serentak mereka pun menghantam. "Blang”,
terdengar suara keras, seketika hawa udara menjadi tegang
dan menyesakkan napas, saking tak tahan Goan-ci terguncang
pingsan seketika.
Selang sebentar, ketika ia siuman kembali, sayup-sayup ia
dengar suara orang menyebut Budha. Ia coba tenangkan diri,
lalu mengintip melalui sela-sela dinding. Kini dilihatnya Polo
Singh sudah duduk bersila dengan sikap yang prihatin, kelima
padri tua Siau-lim-si duduk mengelilinginya sambil liam-keng
bersama. Kitab yang disuakan mereka itu sangat aneh, sama
sekali Goan-ci tidak paham. Agaknya kedua pihak itu kini
sudah damai dengan baik.
Sesudah agak lama keenam padri itu liam-keng, kemudian
kelima padri Siau-lim-si berbangkit, mereka memberi salam
dengan rangkap kedua tangan, lalu salah satu padri tua yang
kurus kecil berkata, "Polo Singh Suheng, sejak kini bolehlah
engkau masuk-keluar Cong-keng-lau dengan bebas, segala
kitab yang ingin kau bawa boleh diambil dan dibaca, engkau
tidak perlu main sembunyi-sembunyi dan mencuri pula.”
Polo Singh kelihatan mengangkat kepala dan termangumangu
sejenak dengan penuh rasa sangsi. Kemudian
bertanya, "Dan sampai kapan batas waktunya?
"Tak terbatas, sampai Suheng wafat kelak, "sahut padri tua
kurus kecil itu.
"Apakah kalian hendak memaksa aku membakar diri?”
tanya Polo Singh.
"Omitohud! Mengapa Suheng berkata demikian?” sahut
padri tua itu. "Suheng datang dari negeri Thian-tok, sudah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu kami sambut dengan segala hormat, masakah kami
berani berlaku kasar padamu?”
"Sebagai murid Budha, lebih baik kita bicara secara blakblakan,
"kata Polo Singh. "Kitab yang tersimpan dalam biara
kalian ini tidak sedikit diperoleh dari negeri kami. Selama
beratus tahun ini keadaan negeri kami banyak terjadi huruhara
sehingga kitab-kitab aslinya banyak tercecer dan tak
keruan, sebab itulah terpaksa kami harus mencari malah ke
negeri kalian sini. Kaum Budha kita mengutamakan berbuat
kebaikan, mengapa kalian berjiwa sesempit ini?”
"Omitohud! Mana kami berani berbuat seperti yang
dimaksudkan Suheng, "sahut padri Siau-lim-si itu. "Bila yang
dicari suheng adalah kitab suci Budha penolong manusia,
sudah tentu kami tidak berani merahasiakannya untuk diri
sendiri. Akan tetapi yang diambil dan dibaca Suheng itu justru
adalah kitab pusaka ilmu silat biara kami, meski sumber ilmu
silat itu berasal dari negerimu, namun selama seratus tahun
ini telah banyak diolah dan dirombak serta ditambah oleh
padri saleh biara kami, menurut aturan dan sopan santun,
mestinya tidak dapat suheng ambil dan membacanya tanpa
permisi.”
"Tadi kau katakan selanjutnya aku bebas masuk keluar
Cong-keng-lau dan boleh membawa kitab di sana sesuka hati,
apakah kau sengaja menyindir aku?” tanya Polo Singh.
"Tidak, memang itulah maksud kami sesungguhnya, "sahut
si padri kurus kecil itu dengan membungkuk tubuh.
"Kalian tidak perlu bicara secara plintat plintut, apa yang
kalian inginkan atas diriku, boleh katakan terus terang saja,
"kata Polo Singh.
"Kami sangat kagum terhadap ilmu keagamaan suheng
yang tinggi, maksud kami ialah supaya suheng dapat menetap
di negeri kami ini untuk memberi khotbah secara luas dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menolong sesamanya menuju ke jalan yang mulia, "sahut si
padri tua.
Seketika wajah Polo Singh berubah pucat bagai mayat.
Katanya, "Jadi mak… maksudmu akan menahanku disini,
selamanya aku dilarang pulang ke negeri asalku?”
"Biara kami merasa utang budi kepada negeri kalian,
masakah kami berani berlaku kasar seperti ini?” sahut s i padri
tua. "Kami memang minta suheng tinggal di sini dengan
sesungguh hati, harap suheng sudi menerima permohonan
kami ini.”
Habis berkata, kembali ia membungkuk tubuh dan memberi
salam, lalu berjalan keluar. Keempat hwesio lain ikut memberi
hormat dan berturut-turut keluar juga.
Polo Singh tampak lesu, rupanya ia insyaf apa yang
dimaksud hwesio-hwesio Siau-lim-si itu tak dapat ditarik
kembali lagi, yaitu menahan dia selama hidup disini dan boleh
bebas membaca kita di Cong-keng-lau, tapi dilarang pulang ke
negeri asalnya. Jika begitu, apa gunanya biarpun seantero
kitab di Cong-keng-lau itu dapat dibaca dan diapalkan di luar
kepala?
"Munafik, munafik!” demikian Polo Singh bergumam sendiri.
"Sudah terang aku ditahan di sini, tapi katanya aku dimohon
dengan sangat agar tinggal di sini dan supaya sudi menerima
permintaan mereka. Andaikan aku menolak, apakah boleh?”
Begitulah makin dipikir makin masgul hingga akhirnya ia
memukuli batok kepala sendiri. Padahal sebabnya Polo Singh
pura-pura jatuh sakit di Siau-lim-si adalah agar para hwesio
Siau-lim-si itu tidak menaruh curiga padanya, dengan
demikian ia dapat menyelundup ke Cong-keng-lau untuk
mencuri kitab.
Pembawaan Polo Singh mempunyai daya ingat yang luar
biasa, makanya ia diperintahkan oleh gurunya agar datang ke
Siau-lim-si untuk membaca kitab dan mengingat semuanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam otak, sekembalinya di negeri Thian-tiok nanti ia dapat
mengapalkan kembali.
Jadi kedatangannya bukanlah untuk mencuri kitab,
melainkan mencuri baja saja. Dan selama ini setiap hari ia
rebah di kamarnya dengan menghadap dinding, selama itu ia
sudah mengapalkan lebih 30 jilid kitab. Siapa duga akhirnya
perbuatannya itu diketahui oleh para hwesio Siau-lim-si.
Tapi hwesio-hwesio Siau-lim-si itu juga tidak membikin
susah padanya, setelah tahu maksud tujuan Polo Singh,
mereka hanya melarang dia pulang ke Thian-tok. Dengan
sendirinya Polo Singh sangat kesal karena rindu kepada tanah
airnya, pula hal mana berarti gagal memenuhi kewajiban yang
diinginkan oleh gurunya itu. Maka semalam suntuk itu ia
berkeluh kesah saja tanpa tidur hingga Goan-ci juga ikut
terganggu tidurnya.
Beberapa hari kemudian, sekali ini Polo Singh benar-benar
jatuh sakit, sering ia termenung-menung sendiri dengan mata
mendelik ke arah barat. Goan-ci menjadi takut melihat sikap
hwesio itu.
Suatu hari ketika Goan-ci membawakan nasi pula, sekali
comot segera Polo Singh meraup sekepal nasi, dan selagi
hendak dijejalkan ke dalam mulut, sekonyong-konyong air
mukanya terkilas setitik rasa girang. Tiba-tiba ia berseru
tertahan, "Hah, dapat, dapat!”
Segera ia habiskan daharannya dengan tergesa-gesa, lalu
ia pegang tangan Goan-ci dan tanya kepadanya, "Aku akan
mengajarkan suatu bagian perkataan dan harus kau apalkan
di luar kepala, sekali-kali tidak boleh diketahui oleh hwesio di
kelenteng ini, apakah kau mau melakukannya?”
Goan-ci tidak paham apa maksud Polo Singh itu, dengan
bingung ia tanya, "Perkataan apakah itu?”
"Kamu harus berjanji dulu takkan bilang pada orang lain,
dan segera akan kujelaskan padamu, "ujar Polo Singh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejak Goan-ci menderita sengsara di negeri Liau tempo
dulu, lalu ia menjadi seorang penurut apa yang dikatakan
orang lain pasti di turutnya dengan baik tanpa membangkang
sedikitpun.
Maka atas permintaan Polo Singh sekarang ia pun tidak
banyak rewel, segera ia mengangguk dan menjawab, "Baiklah,
jika demikian kehendak suhu, pasti takkan kukatakan kepada
orang lain.”
Polo Singh berpikir sejenak, lalu katanya "Dan ada lagi
sesuatu, setiap hari pasti banyak akan ku hajarmu hingga
babak belur, itu namanya 'Kho-bak-khe' (tipu menyiksa diri)
untuk mengelabui orang luar, untuk ini kamu tidak boleh
berkeluh kesah kepada siapa pun juga.”
Goan-ci menjadi ragu, sahutnya kemudian. "Aku tidak
berbuat kesalahan apa-apa, kenapa Suhu mesti menghajar
diriku?”
Polo Singh menjadi gusar, tiba-tiba sorot matanya menjadi
bengis, katanya, "Kamu tidak mau, boleh juga!”
Mendadak ia menggebrak tanah, "bluk”, seketika jubin
hijau kamar itu pecah berantakan hingga berwujud sebuah
cap tangan yang mendekuk, katanya, "Nah julurkan kepalamu
ke sini biar kuhantam tiga kali kepalamu itu!”
"He, he! Jangan, jangan!” cepat Goan-ci minta ampun.
"Kalau kau mau hantam, silahkan hantam benda lain saja,
kepalaku mana tahan digaplok tiga kali olehmu.”
Polo Singh tertawa, katanya, "Makanya jangan
membangkang! Nah, ingat dengan baik Sirohasak,
wasnoderangpojlain, hindi, taalitualul sanluluosaru,
manifisamo ….”
Begtulah ia mengoceh panjang lebar entah apa maksudnya,
dan akhirnya ia berkata pula, "Nah, cukup sekian dulu, coba
sekarang kau apalkan.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Goan-ci melongo bingung, bahasa asing yang
panjang lebar tak diketahui artinya itu jangankan disuruh
mengapalkan seluruhnya atau sebagian, bahkan satu
kalimatpun ia tak becus.
Maka ketika Polo Singh mendesaknya lagi, paling-paling ia
hanya dapat mengucapkan, "Si …si..si …” dan tak tak dapat
meneruskan lagi.
Polo Singh menjadi gusar, kontan saja ia persen Goan-ci
dengan sekali jotos hingga pemuda itu terpental dan
menumbuk dinding, hampir Goan-ci jatuh kelenger karena
hantaman itu.
"Siaucat, sudah kuajarkan sekian lama, masakah sedikit
pun kamu tidak ingat?” demikian Polo Singh mendamprat.
"Aku …. aku tidak paham apa yang diucapkan suhu, maka
tidak dapat menirukan, "sahut Goan-ci sambil memegangi
dagunya yang ditoyor itu dan berbangkit.
Beralasan juga pikir Polo Singh, maka katanya pula,
"Baiklah. Memang benar juga, tidak paham artinya, sudah
tentu susah mengingatnya, marilah kuajarkan padamu.”
Lalu ia suruh Goan-ci mengumpulkan suatu tumpuk tanah
kering dan diratakan di lantai, lalu ia mulai menulis dengan jari
hingga berupa tiga huruf aneh, kemudian ia berkata kepada
Goan-ci, "Nah, ikut melafalkan : A be - r!”
Polo Singh bergirang, kembali ia mengajarkan tiga huruf
lagi padanya dan dapat diikuti Goan-ci dengan baik.
"Apakah artinya, suhu?” tanya Goan-ci tiba-tiba.
"Hanya huruf biasa, tiada artinya, "sahut Polo Sing. "Nah,
coba ulangi lagi!”
Lalu ia mengajarkan pula tiga huruf lain.
Tapi ketika kemudian ia suruh Goan-ci melafalkan "A-be-r”,
ternyata Goan-ci sudah lupa, keruan Polo Singh jadi gemas,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendadak ia pegang Goan-ci dengan terjungkir, lalu dikocokkocok
dengan sengit hingga isi perut Goan-ci hampir-hampir
rontok keluar.
"Sungguh sialan ketemu orang goblok seperti kamu ini,
"damprat Polo Singh dengan murka. "Orang tolol semacammu,
kalau suruh kuapalkan 36 jilid kitab pusaka, sampai kapan
baru dapat kauapalkan!”
Habis itu, tiba-tiba ia pegang Goan-ci dan dilemparkan
keluar pintu.
Keruan Goan-ci meringis kesakitan. Ia pikir daripada
bangun untuk dihajar lagi, lebih baik menggeletak di sini saja.
Maka sengaja ia tidak mau berbangkit.
Polo Singh menjadi kuatir pemuda itu terbanting mampus,
segera ia mendekati Goan-ci dan memayangna ke dalam
rumah, lalu ia bujuk dengan kata-kata manis agar pemuda itu
belajar dengan baik-baik. Kemudian ia mengajarkan tulisan
lain pula.
Kuatir digebuk lagi, terpaksa Goan-ci mengingat matimatian
huruf yang diajarkan Polo Singh itu. Akan tetapi huruf
yang diajarkan Polo Singh itu adalah tulisan Hindu Kuno atau
Sansekerta, hurufnya pelungkar-pelungker seperti cacing,
pendek kata tulisan yang tidak mirip tulisan, dan sudah tentu
sukar untuk diingat.
Bila Goan-ci tulisan bagian depan, tahu-tahu bagian
belakang terlupa, kalau bagian belakang teringat dengan baik,
kembali bagian depan lupa lagi, jadi yang satu ingat, yang lain
lupa, yang lalu teringat kembali, yang tadi terlupa pula.
Tentu saja Polo Singh sangat mendongkol, jika dia sudah
murka, segera Goan-ci digebuk. Dan makin digebuk Goan-ci
makin bebal, dalam takut dan bingungnya, huruf-huruf yang
sudah diingat olehnya menjadi terlupa malah. Jadi ingin cepat
malah menjadi cupat, keruan Polo Singh makin uring-uringan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Padahal bahasa Sansekerta termasuk salah satu bahasa
yang paling sulit dipelajari di dunia ini. Biarpun orang yang
cerdik pandai juga susah memahaminya dalam waktu singkat.
Apalagi dasar pembawaan Goan-ci memang bukan seorang
cerdas, ditambah pula Polo Singh ingin lekas berhasil, maka
keadaan bukannya seperti yang diharapkan, sebalinya tambah
runyam.
Untung saja, sesudah hampir sebulan, jelek-jelek dapatlah
Goan-ci mengapalkan semua huruf pokok bahasa sangsekerta
yang diajarkan itu. Lalu mulai pula Polo Singh mengajarkan
pemuda itu membaca kalimat demi kalimat.
Begitulah dengan susah payah terpaksa Goan-ci mesti
mengalami siksaan lahir batin lagi, setiap kali ia menderita
dalam hal mengapalkan bahasa sansekerta itu, dalam mimpi di
tengah malam juga sering dia terjaga kaget. Dulu ia kenyang
disiksa di negeri Liau, tapi itu cuma siksaan lahirnya saja,
siksaan badan belaka, sedangkan pikirannya bebas lepas,
apalagi kalau melihat si gadis pujaannya si A Ci lagi tertawa
menggiurkan, biarpun derita sengsara bagaimanapun juga tak
terpikir olehnya.
Sekarang ia tersiksa rohani, otaknya penuh diisi dengan
huruf cacing oleh Polo Singh yang susah dipahami itu, hal ini
dirasakan jauh lebih sengsara daripada tersiksa badaniah.
Untuk mana beberapa kali ia bermaksud menceritakan
kesusahannya itu kepada Yan-kin, tapi setiap kali bila ia akan
membuka mulut tentu Yan-kin mendamprat lebih dulu,
"Siaucat, baru diajar sedikit saja lantas berkeluh kesahya? Apa
yang ditugaskan oleh atasanmu, betapa sulitnya juga mesti
kau lakukan. Kata sang Budha, "Aku tidak masuk neraka,
siapa ang mau masuk neraka? Coba masuk neraka saja beliau
lakukan, sedangkan kamu cuma digebuk orang saja sudah
mengeluh. Mengapa kamu tidak meniru jiwa sang Budha yang
luhur itu, korbankan dirimu bagi sesamamu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah maka akhirnya Goan-ci tidak berani mengeluh
lagi, terpaksa ia belajar bahasa Sangsekerta itu dengan matimatian.
Mungkin juga sudah suratan nasib. Pada suatu malam
selagi dia berkemas hendak tidur, tiba-tiba ia dapat meraba
kitab yang terbungkus kertas minyak dan tersimpan di dalam
bajunya itu. Tiba-tiba teringat olehnya, "He, tulisan dalam
kitab ini mirip tulisan yang kupelajari sekarang dari suhu itu.”
Cepat ia buka kitab itu, benar juga, segera ia kenal dua
huruf diantaranya, huruf yang satu adalah angka satu dan
huruf yang lain adalah angka tiga …
Seketika Goan-ci sangat tertarik dan semangat belajarnya
terbangkit, pikirnya, "Apa yang tertulis dalam kitab ini
sedikitpun aku tidak paham, bila aku sudah belajar bahasa
Hindu Kuno, sudah tentu aku dapat membacanya. Kitab ini
adalah penolong jiwaku, tempo hari waktu si nona A Ci
memaksa aku melolohi lebang dengan darahku, berkat kitab
inilah jiwaku dapat diselamatkan. Tampaknya apa-apa yang
tertulis dalam kitab ini sangat besar manfaatnya.”
Begitulah demi tahu akan kegunaannya, maka ia tidak
merasa susah lagi untuk belajar bahasa Sangsekerta itu,
sebaliknya ia mulai belajar dengan lebih giat. Sebisanya ia
ingat dengan baik-baik dengan harapan dalam waktu singkat
akan dapat membaca kitab itu dengan jelas.
Ia merasa apa yang tercatat dalam kitab itu tentu adalah
sesuatu yang hebat dan sekali-kali tidak boleh diketahui oleh
Polo Singh, hanya pada waktu akan tidur saja ia suka
membalik-balik kitab itu untuk mebacanya sebentar. Dan pada
waktu membaca tulisannya, dengan sendirinya ia pun melihat
gambar orang-orangan yang terlukis di samping tulisantulisanitu,
pikiran menimbulkan hasrat, otomatis ia lantas
melakukan cara yang dilihatnya dari garis-garis kuning halus
yang terdapat dalam lukisan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu ia tidak tahu bahwa kitab itu adalah "Ih-kinkeng
ciptaan Tat-mo Loco, "itu cikal bakal Siau-lim-si yang
termashur, kitab itu boleh dikatakan merupakan pusaka yang
tak ternilai dalam dunia persilatan.
Caranya Goan-ci memahami Ih-kin-keng itu ada baiknya
juga. Sebab kalau orang sengaja dan tekun mempelajari Ihkin-
keng, justru hasilnya akan nihil. Sebalikna bila memahami
secara acuh tak acuh. Hasilnya justru menakjubkan.
Sebab itu meski selama ratusan tahun banyak hwesio
pandai Siau-lim-si mempelajari Ih-kin-keng secara tekun,
hasilnya malah tidak kelihatan. Hanya sekali peristiwa yaitu
kira-kira seratus tahun yang lalu, pernah Siau-lim-si
mengeluarkan seorang hwesio sakti.
Orang itu sejak kecil sudah menjadi hwesio wataknya
angin-anginan dan setengah sinting. Gurunya tidak berhasil
meyakinkan Ih-kin-keng dan meninggal pada saat melakukan
meditasi, kebetulan hwesio sinting itu menunggu di samping
sang guru dan tanpa sengaja ia ambil Ih-kin-keng itu dan
dibacanya secara acuh tak acuh. Eh siapa duga akhirnya ia
menjadi seorang jago sakti.
Ketika ditanya dari mana ia memperoleh ilmu silat setinggi
itu? Sampai mati pun ia tidak dapat menerangkan, orang
luarjuga tidak tahu bahwa itu adalah jasa dari Ih-kin-keng.
Kini Goan-ci membaca kitab pusaka itu secara tidak
sengaja, tanpa terasa dasar ilmu silatnya makin hari makin
kuat, jalan yang ditempuhnya itu tak lain tak bukan adalah
arah yang pernah dilakukan hwesio sinting dahulu itu.
Bahasa sansekerta itu memang sangat ruwet dan sulit di
pelajari, terutama mengenai tata bahasanya. Tapi untung juga
disebabkan bahasa sangsekerta itu susah dipelajari, maka
Goan-ci tidak dapat memahami tulisan dalam kitab itu dengan
baik, hanya pada waktu malam ia belajar menirukan garisgaris
dalam lukisan itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Semula ia hanya menirukan secara iseng saja, tapi
setengah bulan kemudian, terasalah jalur hawa dingin
mengalir kian kemari dalam tubuh menurut bagian yang dilalui
garis lukisan itu, dan dimana garis dingin itu sampai, disitu
lantas terasa segar sekali.
Maka tanpa pikir panjang segala akibatnya, asal ada tempo
luang, untuk seterusnya Goan-ci lantas melakukannya, sampai
akhirnya tanpa membaca kitab juga dia sudah apal jalan yang
dilalui oleh garis yang menyegarkan badan itu, biarpun waktu
malam, waktu kerja dan membaca, hawa murni itu tetap jalan
terus tanpa berhenti.
Terkadang kalau jalur dingin dalam tubuh itu macet, tak
dapat jalan menurut lukisan, maka untuk sementara Goan-ci
mengesampingkannya. Aneh juga, lewat beberapa hari
kemudian, otomatis jalan itu tembus dengan lancar….
Sang tempo berlalu dengan cepat, tanpa terasa sudah lebih
setahun Goan-ci berada di Siau-lim-si. Semula ia juga ingin
memahami bahasa Sangsekerta. Agar apa yang tertulis di
dalam kitab itu dapat dipelajarinya denganbaik. Tapi karena
makin lama makin sukar, bukan mustahil belajar sampai tua
juga belum pandai, akhirnya ia batalkan niatnya.
Polo Sing sendiri juga putus asa menghadapi murid yang
bandel lagi goblok itu. Saking gemasnya seringkali ia hanya
memberi gebukan saja dan tidak mengajar lagi pada Goan-ci.
Tapi hal mana kebetulan malah bagi Goan-ci. Ia terima
gebukan-gebukan itu dengan diam saja. Ia merasa pukulan
dan tendangan Polo Singh itu makin lama makin tidak terasa
sakit, sampai akhirnya hanya terasa gatal-gatal kesemutan
saja, sedikitpun tidak sakit lagi.
Ia sangka Polo SIngh sudah bosan menghajarnya hingga
cara memukulnya tidak sungguh-sungguh, padahal tenaga
dalamnya yang kini sudah terpupuk sangat kuat, tanpa terasa
lantas menimbulkan daya tahan baginya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Suatu petang, kembali Polo Singh mengajarkan "huruf
asing” kepada Yu Goan-ci dan sudah tentu tetap tidak masuk
otak pemuda itu. Dalam gusarnya Polo Singh menggebuki lagi
pemuda itu. Sesudah Goan-ci pergi, Polo Singh menjadi
berduka dan menyesal.
Ia sendiri sudah terang berada dalam tahanan dan di
bawah pengawasan hwesio Siau-lim-si dan sukar pulang ke
tanah air, maka ia bermaksud mengajarkan Yu Goan-ci
dengan bahasa Sangsekerta untuk mengapalkan kitab, lalu
pemuda itu akan dikirim ke Thian-tiok untuk menyampaikan isi
kitab yang sudah diapalkannya itu, dengan demikian walaupun
ia terkubur di negeri orang lain dalam menunaikan
kewajibannya atas perintah guru, namun dia juga sudah
berjasa bagi perguruannya, diperolehnya kembali kitab-kitab
pusaka yang sudah lama hilang itu.
Celakanya Thi-thau-jin yang diajarnya itu goblok seperti
kerbau, meski sudah lebih setahun satu jilid kitab saja belum
dapat mengapalkan, jangankan hendak disuruh mengapalkan
36 jilid kitab itu. Tampaknya sampai ajalnya juga sukar
terkabul cita-citanya itu. Dalam dukanya, sungguh Polo Singh
ingin menangis sepuas-puasnya.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong dari jauh terdengar
kumandang suara seruling yang sangat aneh
Sementara itu lwekang Goan-ci sudah sangat tinggi, maka
dengan sendirinya panca indranya juga sangat tajam. Segera
suara seruling itu didengar juga olehnya. Padahal biasanya
suasana Siau-lim-si itu tenang sunyi, selamanya tidak pernah
terdengar suara alat musik, dari manakah datangnya suara
seruling itu?
Meski Goan-ci tidak paham seni musik, tapi ia dapat
mendengar suara seruling itu terkadang putus, lalu
menyambung lagi, tiba-tiba melengking tajam, lain saat
nadanya rendah, suaranya sangat aneh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Goan-ci merasa heran, tiba-tiba didengarnya di
kamar Polo Singh juga berkumandang suara seruling yang
serupa. Waktu ia mengintip, ia lihat Polo Singh memegang
sebatang seruling pendek dan sedang meniupnya. Tapi hanya
tiga kali padri asing itu meniup serulingnya lalu seruling itu
disimpan ke dalam baju, air mukanya tampak berseri-seri
girang. Lalu orangnya berbaring dan dapat tidur nyenyak.
Sejak kenal Polo Singh belum pernah Goan-ci melihat padri
itu sedemikian gembira. Pikirnya "Suara seruling ini tentu
mengandung arti yang penting. Jangan-jangan ada kawannya
dari Thian-tiok yang hendak menolongnya?”
Suara seruling tadi di dengar oleh Goan-ci dengan
sendirinya dapat juga didengar oleh para hwesio sakti Siaulim-
si. Segera Hongtiang memberi perintah agar penjagaan
diperkeras untuk menghadapi kemungkinan diserbu musuh,
berbareng itu pengawasan kepada Polo Singh juga bertambah
keras agar tawanan itu tidak sampai lolos.
Siapa tahu, setengah bulan sudah lalu, keadaan tetap aman
tentram saja, maka penjagaan dalam siau-lim-si lambat laun
menjadi kendor.
Suatu malam, tengah Goan-ci tidur dengan nyenyak,
sekonyong-konyong ia terjaga bangun oleh suara mendesisdesis
yang sangat perlahan dan aneh. Dasar lwekang Yu
Goan-ci sekarang memang sangat kuat, pula sejak kecil ia
suka main binatang ular dan serangga, maka suara mendesis
itu segera dikenalnya sebagai suara ular yang sedang
mengamuk. Cepat ia bangkit duduk dan kembali didengarnya
suara mendesis-desis beberapa kali, kini dapat diketahuinya
dangan baik bahwa suara itu datang dari kamar sebelah.
Baru Goan-ci bermaksud berseru untuk memperingatkan
Polo Singh, namun belum sempat ia buka mulut atau tiba-tiba
terdengar pula beberapa kali suara seruling yang sama seperti
suara seruling yang ditiup Polo Singh pada setengah bulan
yang lalu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan heran Goan-ci mengintip lagi ke kamar sebelah, ia
menjadi kaget dan merinding ternyata di dalam kamar Polo
Singh itu telah penuh berbagai jenis ular berbisa yang tak
terhitung banyaknya, setiap ekor ular itu sama menegak
sambil menjulurkan lidah hingga mengeluarkan suara
mendesis-desis.
"Wah, celaka! Cara bagaimana aku harus menolongnya?”
demikian Goan-ci mengeluh. Tapi ketika ia perhatikan lagi, ia
lihat kawanan ular berbisa itu sama meringkuk kira-kira dua
meter di sekeliling tempat duduk Polo Singh, meski kawanan
ular itu berjubel-jubel, namun tiada seekor pun yang berani
melanggar lingkaran di sekitar padri itu.
Goan-ci sudah pernah menyaksikan Sam-ceng menggaris
suatu lingkaran obat untuk mengurung ulat sutra putih tempo
hari.. Maka ia menduga Polo Singh pasti juga menggunakan
obat anti ular itu disekelilingnya itu. Maka ia tidak kuatir lagi,
ia sama tetap tidak paham dari manakah mendadak bisa
banjir ular berbisa sebanyak itu.
Kemudian dilihatnya Polo Singh mulai meniup serulingnya
lagi, suara serulingnya sangat alem dan merdu. Diantara
beratus-ratus ekor ular itu tiba-tiba ada dua ekor ular berbisa
warna kuning tampak menegak ke atas, kepala ular itu
bergerak-gerak kian kemari mengikuti irama seruling.
Sebaliknya ular-ular lain yang beraneka ragamnya itu hanya
diam saja. Dalam pada itu gerak-gerik yang menyerupai
sedang menari dari kedua ekor ular kuning tadi tampak
semakin nyata.
Lalu suara seruling yang ditiup Polo Singh itu makin keras,
segera ada beberapa ekor ular itu merayap keluar kamar,
menyusul belasan ekor yang lain juga ikut merayap keluar.
Maka terdengar suara jeritan kaget orang di luar kamar,
"He, ada ular! Ada ular!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lalu yang lain berseru, "Wah, ular sebanyak ini, mungkin
padri Thian-tok itu sudah digigit mati oleh ular-ular ini!”
"Ya, ya! Lekas lapor kepada Hian-lun supek!” demikian kata
yang lain.
Dalam pada itu kedua ekor ular kuning itu masih terus
menari dengan cepat, semakin keras tiupan suling Polo Singh,
semakin banyak ular yang merayap keluarkamar, mungkin
karena tidak tahan oleh getaran suara seruling itu hingga
sama menyingkir pergi. Hanya kedua ekor ular kuning itu yang
sangat bersemangat, kepala mereka menegak, hanya ekor
yang digunakan untuk menahan tubuh sambil bergoyanggoyang.
Selang sebentar lagi, tiupan Polo Singh semakin cepat
hingga dia sendiri sampai megap-megap. Sedangkan kawanan
ular sudah merayap keluar semua, hanya tinggal kedua ekor
ular kuning itu yang masih berputar-putar dan bergoyang
dengan cepat.
Mendadak bluk sekali, seekor ular kuning ia tidak tahan dan
menggeletak ditanah, menyusul seekor lagi juga jatuh ke
tanah sambil kelejetan.
Polo Singh berhenti meniup seruling. Segera ia pegang
seekor ular kuning itu, ia gunakan sepotong kain tebel yang
sudah disiapkan untuk membungkus kepala ular, lalu ia balik
perut ular ke atas, ia keluarkan sebilah pisau kecil, ia belah
satu garis panjang lima-enam senti pada perut ular itu,
kemudian perut ular itu dipencetnya beberapa kali, akhirnya
dikeluarkannya sebatang tabung kecil sepanjang beberapa
senti. Tabung itu mirip potongan batang padi, hanya lebih
besar sedikit.
Tangan Polo Singh tampak sedikit gemetar, cepat ia belah
tabung itu, dan ternyata di tengah tabung itu ada isinya.
Ketika isi itu dibuka, kira secarik kertas yang sangat tipis,
diatas kertas putih tertulis huruf aneh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci menjadi heran, ketika ia mengintip lebih cermat, ia
lihat huruf-huruf di atas kertas kecil itu adalah tulisan
sangsekerta. Maka tahulah dia, tentu ular itu adalah
penghubung yang dikirim oleh kawannya.
Dalam pada itu Polo Singh sedang membelah perut ular
satunya lagi dengan cara yang sama dari dalam perut ular
kembali dikeluarkan lagi sebuah tabung kecil dan terisi secarik
kertas juga.
Waktu Goan-ci perhatikan, ia lihat tulisan kertas kedua ini
agak mirip dengan kertas pertama. Benar juga, hanya sekilas
baca saja lantas Polo Singh menaruh kertas itu disampingnya.
Goan-ci membatin, "Cara mengatur kawannya benar-benar
sangat hati-hati, dengan menggunakan dua ekor ular, mereka
yakin salah seekor tentu dapat menyampaikan surat itu,
andaikan seekor lainnya tidak sampai tempat tujuan.”
Lalu terlihat Polo Singh mengeluarkan dua carik kertas tipis,
dari bawah tikar, ia gunakan arak untuk menulis, kemudian
kertas-kertas itu dimasukkan juga ke dalam tabung dan
disembunyikan lagi ke dalam perut ular. Ia robek dua potong
kain untuk membalut luka di perut ular itu, habis itu, ia buka
daun jendela dan melepaskan seekor ular kuning itu ke
semak-semak.
Selagi ia hendak melepaskan ular yang lain, sekonyongkonyong
daun pintu di dobrak orang dengan tenaga pukulan
yang dahsyat hingga terpentang, dibawah sinar lilin yang
bergoyang, tahu-tahu di dalam kamar sudah bertambah
empat hwesio tua. Dari jauh tangan hwesio di sebelah kiri
sana memotong lengan kanan Polo Singh hingga
mengeluarkan suara angin yang keras.
Rupanya lengan Polo Singh tak tahan hingga ular kuning
kedua yang belum sempat dilepaskan itu jatuh ke tanah.
Berulang-ulang hwesio disebelah kiri iu menjentik lagi dan
setiap kali ia menjentik, ular kuning itu pun melonjak sekali.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah menjentik tujuh atau delapan kali, kepala ular itu
tampak bengkok, menyusul lantas hancur dan mati.
Sungguh kejut Goan-ci tak terkatakan, ilmu sakti hwesio
tua itu ternyata sedemikian lihainya, hanya menjentik dari
jauh saja sudah dapat membunuh ular berbisa itu.
Kemudian terdengar hwesio yang memukul dari jauh itu
berkata dengan nada dingin, "Mengingat sesama murid
Budha, kami sudah memberi kelonggaran kepada segala dosa
suheng, mengapa sekarang suheng sengaja mendatangkan
ular sebanyak ini untuk mengganggu ketentraman tempat suci
kami ini? Bukankah perbuatan suheng ini agak keterlaluan?”
Tapi Polo Singh diam saja, ia pejamkan mata dan
merangkap tangan di depan dada, sama sekali ia tidak ambil
pusing teguran itu.
"Bukan mustahil ada sesuatu yang tidak beres pada ular ini,
"kata hwesio tua yang lain, "Sim Cong, coba bawa ular ini dan
periksa dengan teliti, mengapa badan ular itu dibalut sepotong
kain?”
Mendengar itu, Polo Singh sadar usahanya sudah gagal,
sekali bergerak, segera ia menghantam ke arah ular mati itu.
Tapi berbareng hwesio tua satunya lagi yang berdiri di
dekat pintu juga mengebaskan lengan bajunya hingga
serangkum angin keras tepat menahan angin pukulan Polo
Singh, seketika padamlah api lilin.
Segera masuklah seorang hwesio setengah umur, yaitu Sim
Cong, ia jemput ular mati itu dan mengundurkan diri.
Kemudian keempat hwesio itu bersabda berbareng,
"Siancai! Siancai!”
Lengan jubah kanan mereka mengebas sekaligus, ketika
angin menderu hebat, tahu-tahu daun pintu terlepas dari
engselnya dan mencelat keluar hingga jauh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Menyusul keempat hwesio itu lantas melompat keluar.
Mengingat pintu yang tidak terlalu lebar itu, tapi keempat
padri itu dapat melayang keluar berbareng tanpa desak
mendesak, suatu tanda betapa lihai ginkang mereka.
Sungguh tak tersangka oleh Goan-ci bahwa kepandaian
para hwesio itu sedemikian lihainya bahkan musuh besarnya,
yaitu Kiau Hong yang dianggapnya mempunyai kepandaian
tiada tandingannya, kalau dibanding dengan beberapa hwesio
tua ini mungkin masih kalah jauh.
Pada lwekang keempat hwesio ini meski sangat tinggi, tapi
kalau dibandingkan ilmu sakti Siau Hong yang hebat itu,
selisihnya sebenarnya masih sangat jauh. Bahkan lwekang
Goan-ci sendiri sekarang juga sudah lebih hebat daripada
keempat hwesio tua itu, cuma saja ia sendiri tidak sadar.
Dalam pada itu sesudah keempat hwesio tua tadi pergi,
karena daun pintunyo copot, angin malam lantas meniup silir
ke dalam kamar.
Polo Singh yakin sekali ular kuning mati itu sudah dirampas
padri Siau-lim-si, tentu diantara mereka ada yang kenal
bahasa Sangsekerta dan rahasianya pasti akan terbongkar.
Dengan demikian usahanya agar dapat pulang negeri asalnya
menjadi gagal sama sekali. Makin dipikir Polo Singh makin
merasa sedih hingga akhirnya ia menangis menggerunggerung.
Mendengar suara tangisan orang memilukan itu, Goan-ci
merasa tidak tega. Segera ia menghiburnya, "Suhu, meski
salah seekor ularmu terbunuh, toh ular yang satu lagi dapat
lolos dan tentu beritamu akan sampai di tempat tujuan, buat
apa engkau merasa sedih pula?”
Seketika Polo Singh berhenti menangis oleh teguran itu,
katanya, "Kem .. kemarilah kau!”
Goan-ci menurut ia datang ke kamar Polo Singh, katanya,
"Biarlah kubetulkan daun pintumu itu!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nanti dulu, "kata Polo Singh. "Darimana kau tahu masih
ada seekor ularku yang berhasil lolos?”
"Aku menyaksikan sendiri, kulihat engkau memasukkan
secarik kertas ke dalam tabung kecil dan disembunyikan dalam
perut ular itu, "sahut Goan-ci.
"Hm, janganlah kau salahkan aku, sekali kau tahu
rahasiaku, maka tak bisa kuampunimu lagi,” kata Polo Singh
tiba-tiba. Mendadak ia menubruk maju, ia tunggangi
punggung Yu Goan-ci sambil mencekik lehernya dengan kuat.
Goan-ci ingin berteriak, tapi karena tercekik, ia tak bisa
bersuara. Ia merasa jeri orang bagaikan kaitan kuatnya, makin
lama makin kencang kesakitan.
Ia sudah biasa dianiaya orang, maka sama sekali tidak
pikiran buat melawan, hanya dalam hati ia memohon, "Suhu,
lepaskan tanganmu, tentang ularmu yang sudah lari itu takkan
diberitakan kepada siapapun.”
Tapi karena dia tak bisa bersuara, dengan sendirinya Polo
Singh tak mendengar apa-apa. Padahal biarpun dengar juga
tidak nanti orang mengampuni dia.
Dalam keadaan tak bersuara, dengan sendirinya Polo Singh
tak mendengar apa-apa. Padahal biarpun dengar juga tidak
nanti orang mengampuni dia.
Dalam keadaan tak berdaya dan takut kaki Goan-ci menjadi
lemas dan tekuk lutut. Tapi Polo Singh menindih di atas
tubuhnya sambil mencekik terlebih keras.
Lambat-laun Goan-ci merasa pandangannya menjadi gelap,
katanya dalam hati, "Tamatlah riwayatku sekali ini.”
Untung pada saat itu juga tiba-tiba di belakang mereka ada
suara orang berdehem, lalu berkata, "Polo Singh suheng,
kejahatan apa lagi yang sedang kau lakukan?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat ada dua hwesio masuk ke kamarnya terpaksa Polo
Singh melepaskan Goan-ci katanya dengan marah-marah,
"Ada keperluan apa kalian datang ke sini,”
Tapi kedua padri Siau-lim-si itu tidak menjawab. Satu
diantaranya lantas mundur dan bersembunyi di belakang
kawannya, lalu ia haturkan secarik kertas dan membaca
beberapa kalimat yang tak diketahui apa artinya, kemudian ia
berkata. "Dalam suratmu ini kauminta agar pada malam bulan
purnama nanti supaya kamu dijemput. Tapi, hehehe, sayang.
Sungguh sayang!”
"Sayang apa?” sahut Polo Singh dengan gusar.
"Sayang karena usahamu ini kepergok hingga suratmu ini
dapat kami rampas, "kata padri itu.
"Kalian ini manusia tak kenal budi, bangsa kalian
mengambil kitab dari negeri kami, sejak itu kalian kangkangi
sebagai milik sendiri, "damprat Polo Singh. "Padahal aku cuma
pinjam barang yang berasal dari negeri kami sendiri, namun
kalian sengaja mempersulit padaku. Minta air harus ingat
sumbernya. Seharusnya kalian juga mesti ingat dari manakah
asal-usul kitab yang ingin kubaca itu.”
"Jika kitab yang hendak di baca Suheng itu adalah kitab
kuno berasal dari Thian-tiok, sekali-kali kami takkan
merintangi maksudmu itu, jangankan hanya membaca,
sekalipun hendak menyalinnya juga Siau-lim-si bersedia
membantu, "sahut Hwesio Siau-lim-si itu. "Tetapi apa yang
diincar suheng itu adalah intisari ilmu silat hasil jerih payah
padri saleh siau-lim-pai selama turun menurun ini, maka
persoalannya menjadi tidak sama seperti apa yang dikatakan
olehmu itu.”
"Kitab yang kubaca itu bahasa Hindu, apakah padri bangsa
kalian bisa menulisnya dengan huruf Hindu?” sahut Polo Singh
dengan gusar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, anehnya urusan justru terletak disini.. ” ujar padri
Siau-lim-si itu.
Sampai disini, Goan-ci tidak minat buat mendengarkan
perdebatan mereka itu. Ia pikir daripada nanti mati konyol
dibunuh oleh padri asing itu, lebih baik sekarang juga aku
melarikan diri.
Segera ia menyusur hutan bambu dan keluar dari kebun
sayur sana. Ia lihat di sekitar situ tiada seorang pun, segera ia
lari ke pegunungan di belakang Siau-lim-si itu.
Makin lari cepat hingga dalam sekejap saja ia sudah
melintasi dua lereng bukit. Ia merasakan kaki sangat enteng,
langkahnya cepat, dengan mudah saja ia meninggalkan Siaulim-
si hingga jauh.
Ketika ia berhenti sejenak, ia sendiri menjadi heran,
sesudah berlari-lari sekian lama sedikitpun tidak merasa lelah.
Ia tidak tahu bahwa sejak melatih "Ih-kin-keng”, selama
beberapa bulan ini tenaga dalamnya sudah terpupuk sangat
kuat, Yu Goan-ci kini bukan lagi Yu Goan-ci yang dulu. Soalnya
ia tidak pernah keluar dari biara itu sehingga lwekangnya yang
sudah terpupuk kuat itu tidak diketahuinya sama sekali.
Ia pikir saat itu bukan mustahil dirinya sedang dicari Polo
Singh atau Yan-kin, kalau tidak bertemu, tentu akan gempar
dan mereka pasti akan mengejarnya. Dan bila tertangkap
kembali ke siau-lim-si, pasti celakalah dia. Maka segera Goanci
tancap gas lagi, ia lari lebih cepat seperti orang kesetanan.
Larinya itu tidak memilih jalan dan membedakan arah lagi,
yang dituju adalah hutan belukar yang sepi, semakin jauh
meninggalkan siau-lim-si semakin baik baginya. Maka
sekaligus tanpa berhenti ia lari hingga lebih dua jam lamanya.
Ketika ia berpaling, ia lihat Siau-lim-si sudah tertutup oleh
berlapis-lapis lereng gunung, barulah hatinya agak lega.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk mengaso, ia menyusup ke dalam semak-semak
rumput ia dengar di sekitarnya sunyi senyap. Untuk sejenak ia
ingin rebah. Tapi tiba-tiba dari arah barat laut sana
didengarnya suara seruling yang melengking tajam.
Kejut Goan-ci tak terkira, suara seruling itu serupa dengan
suara seruling yang ditiup Polo Singh, yaitu pada waktu padri
itu mengundang ular-ular berbisa. Ia bermaksud berbangkit
untuk melarikan diri lagi, tapi entah mengapa, kakinya terpaku
di s itu. Ia menjadi bingung.
Rupanya saking ketakutan hingga kaki terasa lemas, maka
ia tidak dapat menguasai kakinya lagi.
Sementara itu suara seruling tadi makin dekat. Ketika
Goan-ci mengintip dari tempat sembunyinya, dilihatnya dari
sana muncul belasan padri asing berjubah kuning, lengan kiri
mereka telanjang di luar jubah, semuanya bermuka hitam dan
bermata celong, terang kawanan padri ini adalah sebangsa
dengan Polo Singh.
Setiba di tanah landai sebelah kiri sana, padri-padri asing
itu lantas duduk bersila, empat orang menjadi satu baris,
semuanya ada empat baris, jumlahnya menjadi 16 orang.
Diam-diam Goan-ci heran, hendak berbuat apakah ke-16
padri asing ini berada di tempat sunyi itu? Ia menjadi kuatir
jangan-jangan dirinya yang sedang dicari mereka.
Walaupun keadaan sebenarnya tidak begitu, tapi rupanya
Goan-ci sudah kapok hingga sedikitpun ia tidak berani
bergerak di tempat sembunyinya.
Ia lihat sesudah ke 16 orang itu duduk, lalu mereka
berkomat-kamit, semula tidak terdengar, tapi lambat laun
bertambah keras, hingga akhirnya Goan-ci dapat mendengar
apa yang disuarakan mereka adalah sebangsa mantera Hindu.
Makin lama makin keras mantera yang dibaca padri-padri
asing itu, mantera yang dibaca ke 16 orang itu sama dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senada. Ditengah suara mantera yang makin keras itu, tibatiba
terdengar suara mendesis-desis dari arah timur laut sana,
suaranya lirih, tapi menyeramkan hingga mendirikan bulu
roma bagi yang mendengar.
Begitu suara mendesis itu berjangkit, seketika suara
mantera ke 16 padri as ing itu agak kacau, tapi segera mereka
dapat memulihkan paduan suara yang senada. Ketika suara
menyeramkan tadi mendesis-desis dua kali lagi, kembali suara
mantera padri asing dikacaukan pula.
Waktu Goan-ci memperhatikan wajah padri asing itu, ia
lihat ada diantaranya mengunjuk rasa gusar, ada pula yang
merasa kuatir. Tiba-tiba suara mantera mereka berubah,
mereka terbagi menjadi dua kelompok hingga mantera yang
mereka baca juga terbagi menjadi dua macam.
Sekonyong-konyong suara mendesis seram tadi juga
berubah menjadi "desas-desis”, maka mantera padri asing itu
kembali kacau lagi, segera mereka membagi diri pula menjadi
empat kelompok hingga mantera yang dibaca mereka
sekarang ada empat macam.
Melihat gelagat itu, dapatlah Goan-ci menduga bahwa
padri-padri asing itu sedang mengadu ilmu dengan pihak lain.
Dan siapakah lawan mereka? Dengan sendirinya adalah
hwesio Siau-lim-si. Tentu padri-padri asing ini hendak
menolong Polo Singh yang ditahan secara halus di Siau-lim-si
itu tapi hwesio Siau-lim-si tetap tidak mau membebaskan Polo
Singh.
Tapi yang diduga Goan-ci lantas dibantah oleh kenyataan,
tiba-tiba dilihatnya dari arah timur-laut sana muncul suatu
rombongan orang. Berdiri di tengah-tengah adalah seorang
kakek yang berperawakan tinggi besar, sedikitnya lebih tinggi
dua puluh senti dari pada orang-orang disekitarnya hingga
kelihatan sangat menyolok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dari mulut kakek itulah bersiul suara desas-desis yang
menyeramkan tadi.
Rombongan orang itu semuanya memakai baju kain belacu
kuning setiap orang membawa toya baja yang panjang tinggi
besar. Sebaliknya kakek itu enak-enak mengipas dengan
sebuah kipas bulu angsa putih yang lebar. Air muka kakek itu
merah bercahaya, halus lagi seperti anak muda, sebaliknya
rambutnya sudah beruban semua, begitu pula jenggotnya
yang panjang itu sudah memutih perak. Muka muda rambut
tua, jadi mirip benar dengan malaikat dewata yang sering
dilukiskan dalam gambar.
Kira-kira belasan meter jauhnya rombongan orang itu
mendekati padri-padri asing itu, lalu berhenti. Ketika si kakek
bersuit dengan kuatnya hingga mengeluarkan suara
melengking tajam maka padri-padri asing itu tidak tahan lagi,
tiga di antaranya yang berilmu yang lebih cetek kontan roboh.
Kemudian si kakek goyang-goyang kipasnya beberapa kali,
ketiak ia bersuit pula beberapa kali lalu mengebas dengan
kipasnya hingga suara suitan itu ditiup ke depan, kontan
empat padri asing diantaranya roboh pula.
Dengan demikian, maka mantera yang dibaca padri-padri
asing itu menjadi kacau balau
Sisa kesembilan padri itu masih bertahan sekuat tenaga,
mendadak mereka menjungkir dengan kepala di bawah dan
kaki di atas terus berputar dengan cepat.
Goan-ci pernah menyaksika Polo Singh melawan empat
hwesio tua Siau-lim-si dengan cara menjungkir seperti itu, ia
tahu ilmu jungkir (Yoga) yang dimainkan mereka itu sangat
hebat.
Tapi si kakek tersenyum saja, ia incar dengan baik, bila ada
kesempatan, segera ia bersuit sekali dan kontan pasti ada
padri di pihak lawan yang roboh atau bergoyang-goyang,
kemudian berputar cepat lagi. Suara suitan si kakek mirip
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
semacam am-gi atau senjata gelap yang tak berwujud. Maka
hanya sebentar saja diantara sembilan padri itu kembali ada
empat orang roboh lagi.
Serentak terdengarlah suara puja-puji orang di sekeliling si
kakek, ada yang memuji ilmu sakti guru mereka yang
dikatakan tiada tandingannya. Ada yang mengejek pihak
lawan sebagai kunang-kunang yang berani berlomba dengan
sinar matahari. Pendek kata puji sanjung mereka itu mulukmuluk
seakan-akan guru mereka adalah malaikat dewata yang
maha sakti.
Ditengah sorak puji yang berisik itu, asalkan kakek bersuit,
seketika lengking tajam suara suitan itu memecahkan suara
berisik dan tampaknya sebentar lagi s isa padri asing yang lain
pasti akan dirobohkan seluruhnya.
"Tit-tit-tit”, tiba-tiba diantara padri asing itu ada yang
mengeluarkan suara seruling yang aneh. Ketika Goan-ci
memperhatikan, dilihatnya seorang diantara kelima padri yang
masih menjungkir itu sedang meniup seruling, sekuatnya,
sedangkan keempat orang kawannya masih terus berputar
dengan cepat sambil berjajar di depan padri yang meniup
seruling sebagai pengaling serangan suara suitan si kakek.
"Untuk apa dia meniup seruling?” pikir Goan-ci heran.
Tapi segera ia dengar di temah semak-semak di sebelah
ada suara kresekan, seekor ular besar loreng merayap tiba.
Goan-ci kenal ular itu sangat berbisa. Tapi ia pun tahu
meski manusia pada umumnya takut ular, tapi sebenarnya
segala binatang, termask ular, juga takut kepada manusia.
Asal manusia tidak mengganggu mereka, pada umumya ular
juga takkan menyerang manusia.
Maka ia hanya meringkuk saja di tengah semak-semak
rumput itu tanpa bergerak sedikit pun. Ia lihat ular berbisa
besar itu merayap langsung ke arah si kakek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan belum lagi ular itu merayap keluar semak-semak
rumput, sebagian anak murid si kakek sudah lantas menjerit
kaget, "Hai ada ular! Ada ular! Wah celaka! Dari manakah
datangnya ular sebanyak ini? Awas, Suhu, ular-ular berbisa ini
seperti hendak menyerang kita!”
Waktu Goan-ci memandang kearah teriakan orang-orang
itu, benar juga dilihatnya dari segenap penjuru sedang
membanjir tiba bermacam jenis ular berbisa yang besar dan
kecil ke arah si kakek dan rombongannya.
Keruan anak murid si kakek menjadi panik segera banyak di
antaranya berteriak-teriak pula, "Wah, celaka! Sayang pusaka
kita anti ular 'Pek-giok-giok-ting' tiada berada disini!”
"Ya, si budak maling A Ci itu bila kelak kita bekuk, kita
harus cencang dia hingga hancur lebur!”
"Benar, kalau Pek-giok-giok ting itu tidak dicuri oelh si
budak setan A Ci itu, tentu kita .. ah tidak perlu banyak
cingcong, lekas bunuh ular! Wah, celaka! Dari sana datang
lagi ular yang lebih besar! Lekas bunuh! Lekas!”
Mendengar nama A Ci disinggung, juga nama A Ci
dihubungkan dengan "Giok-ting”, katanya Giok-ting itu adalah
pusaka anti ular, maka tergetarlah hati Goan-ci, terang A Ci
yang dimaksudkan mereka adalah si nona yang dikenalnya di
negeri Liau itu. Ia jadi heran apakah nona itu telah mencuri
Giok-ting mereka?
Dalam pada itu anak murid si kakek tampak mengangkat
toya baja mereka untuk menghantam ular yang sudah
mendekat itu. Sebaliknya si kakek masih tenang-tenang saja,
ia tetap bersuit untuk menyerang musuh. Sedangkan si padri
asing yang meniup seruling itu masih terus meniup seruling
tanpa berhenti, dan keempat padri lain juga berputar lebih
cepat dengan menjungkir.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Goan-ci membatin, "Di tanah lapang yang luas
ini, kawanan ular ini dengan mudah dapat dibunuh oleh
mereka, apa gunanya ular-ular ini?”
Ketika ular-ular sawah itu merayap tiba, sekali ekornya
membalik, seketika dua murid si kakek kena dililitnya.
Menyusul dua orang kena dibelit lagi.
Sebenarnya kalau orang-orang itu mau melarikan diri,
sudah tentu kawanan ular itu tak mampu mengejar. Tapi guru
mereka sedang menghadapi musuh, dengan sendirinya anak
muridnya tidak berani melarikan diri. Maka mereka hanya
putar senjata untuk membacok dan mengemplang serabutan,
dan ular yang dibinasakan mereka sedikitnya lebih seratus
ekor, sebaliknya kawan mereka yang luka digigit ular juga ada
tujuh atau delapan orang.
Ular-ular sawah raksasa itu sangat kuat, biarpun kena
digebuk toya baja juga tidak terasa. Sebaliknya bila ada orang
kena dibelit, seketika terlilit dengan kencang dan tak terlepas
lagi.
Di tengah lengking suara seruling yang makin keras, jumlah
ular sawah itupun bertambah banyak. Hanya sebentar saja
sudah berkumpul 17 atau 18 ekor ular sawah raksasa.
Melihat gelagat jelek, segera si kakak bermaksud
menyingkir. Tak terduga pada saat itu juga ada dua ekor ular
kecil mendadak melonjak dan memagut mukanya. Dengan
sekali membentak kakek itu mengebaskan kipasnya,
serangkum angin keras menyambar ke depan hingga kedua
ekor ular kecil itu tersampuk jatuh ke tanah.
Pada saat lain sekonyong-konyong si kakek merasa
betisnya ditubruk oleh makhluk lain, ia tidak berani ayal, cepat
ia mengapungkan tubuh ke atas. Tapi celaka, tiba-tiba suara
seruling si padri asing tadi mencuit nyaring sekali, berbareng
empat ekor ular sawah raksasa memutar ekornya terus
membelit ke arah si kakek.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam keadaan terapung di udara, sedapatnya si kakek
menghantam dengan kedua tangannya, kontan dua ekor ular
kena dihantam pergi, kesempatan itu digunakan olehnya
untuk meloncat ke samping sejauh dua tiga meter. Tapi pada
saat yang hampir sama, ekor panjang ular ketiga dan keempat
juga menyambar tiba.
Dengan gugup terpaksa si kakek menghantam lagi dengan
tenaga pukulan, dimana angin pukulannya sampai, seketika
kepala seekor ular sawah raksasa itu hancur lebur.
Dan karena si kakek harus mencurahkan perhatiannya
untuk menempur ular sawah raksasa itu, ia tidak sempat
bersuit lagi, maka keempat padri ang berputar dengan
menjungkir itu ada kesempatan untuk mengeluarkan seruling,
berbareng mereka meniup. Dibawah paduan suara lima
seruling, kawanan ular semakin membanjir datang.
Dalam pada itu si kakek telah membinasakan tiga ekor ular
sawah raksasa yang lain tapi tidak urung pinggang dan
kakinya kena dililit oleh dua ekor ular sawah ang lain lagi.
Mendadak si kakek menggertak sekali, ia kerahkan tenaga
sepenuhnya, ular sawah yang melilit pinggangnya kena
dibetotnya hingga putus menjadi dua, darah muncrat hingga
membasahi tubuhnya. Tapi nyawa ular itu memang panjang,
biarpun badan putus, ular itu tidak lantas mati, ketika merasa
sakit ular itu lantas membelit mati-matian dengan lebih erat
dan kuat hingga tulang pinggang si kakek terasa hendak
patah.
Cepat si kakek meronta beberapa kali hingga badan ular itu
mengendur. Tapi segera dua ekor ular sawah lain menggubat
lagi beberapa lilitan di badannya hingga lengannya ikut
tergubat keruan ia mati kutu dan tak bisa melawan lagi.
Apa yang terjadi itu disaksikan dengan jelas oleh Goan-ci,
saking tegangnya sampai ia ikut menahan napas. Sudah
terang dilihatnya kakek itu sangat lihai, dengan ilmu sejati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dimilikinya dengan mudah saja ia dapat merobohkan ke
16 padri as ing itu. Siapa tahu kawanan padri asing itu memiliki
semacam ilmu sihir yang dapat mengerahkan ular dengan
suara seruling, akhirnya dari kalah mereka berubah menjadi
menang.
Begitulah, sesudah melihat semua musuh terlilit oleh
kawanan ular sawah raksasa, selain merintih atau mencaci
maki, musuh sudah tak bisa berbuat apa-apa lagi, maka
kawanan padri asing itu pun berhenti meniup seruling, sekali
melejit segera mereka berdiri tegak kembali.
Padri yang meniup seruling pertama tadi berwajah
berewok, agaknya dia pemimpin rombongan, segera ia maju
ke depan dan berseru, "Sing siok Lokoai, kita sama-sama
datang ke Tionggoan sini, air sungai tidak menggenangi air
sumur, mengapa tanpa sebab kamu menangkap ular piaraan
kami untuk disembelih secara sewenang-wenang?”
Kiranya kakek yang bermuka muda seperti dewa itu tak lain
tak bukan adalah Sing-siok-hai yang ditakuti orang-orang
persilatan di Tionggoan.
Berhubung satu diantara ketiga pusakanya yaitu Pek-giokgiok-
ting, dicuri dan dibawa lari murid perempuannya, yaitu A
Ci, maka berturut-turut ia mengirimkan anak muridnya yang
lain untuk menguber gadis cilik itu, bahkan murid tertua Tising-
cu juga dikerahkan untuk mencari A Ci, tapi sial benar,
laporan yang diterimanya selalu tidak menguntungkan.
Paling akhir ia dengar A Ci mempunyai sandaran Pangcu
Kai-pang hingga Ti-sing-cu dihajar setengah mati, keruan
Sing-siok-Lokai Ting Jun-jiu terkejut dan murka pula. Ia tahu
Kai-pang adalah organisasi terbesar di dunia persilatan
Tionggoan, untuk melawannya adalah tidak mudah, maka ia
sendiri lantas tampil ke timur.
Tujuan utama perjalanannya itu adalah menemukan
kembali Pek-giok-giok ting, ada pun mengenai pertengkaran
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan Kiau Hong, tentang A Ci yang akan ditangkapnya
kembali untuk diberi hukuman setimpal, semua itu adalah soal
kedua. Sebab itulah sepanjang jalan ia tidak menimbulkan
onar atau mengganggu orang lain.
Ting Jun-jiu memiliki ilmu jahat yang istimewa, yaitu Hoakang-
tai-hoat, ilmu yang khusus dapat memunahkan
kepandaian lawan, ilmu Hoa-kang-tai-hoat itu dalam waktu
tertentu harus dipelihara dengan baik, yaitu dengan menaruh
cairan berbisa pada telapak tangannya untuk di sedot ke
dalam tubuh.
Jadi selama tujuh hari hal itu tidak dilakukan, maka ilmu
yang dilatihnya itu akan mundur khasiatnya, bahkan kadar
racun yang sudah terhimpun selama berpuluh tahun dalam
tubuh itu bila tidak dipupuk dengan racun baru, maka lambat
laun racun lama akan bekerja dan akan membahayakan diri
sendiri.
Dalam hal ini ia pernah menyaksikan seorang angkatan tua
perguruannya setelah berhasil meyakinkan Hoa-kang-tai-hoat,
tapi ketika bertanding telah dikalahkan oleh gurunya serta
dikurung dalam sebuah kamar batu hingga orang itu tidak
dapat menangkap binatang berbisa untuk memupuk racun
lama dalam tubuh, keruan kadar racun lantas mengamuk
dengan hebat hingga saking tak tahan, akhirnya orang itu
membeset kulit daging sendiri, kemudian masih harus tersiksa
oleh luka-luka itu hingga lebih sebulan baru mati orangnya.
Karena itu, biarpun Sing-siok Lokoai adalah seorang maha
kejam, tapi bila teringat kejadian mengerikan yang pernah
dilihatnya itu, mau-tak-mau ia sendiri pun merinding.
Untuk menghindarkan kegagalan Hoa-kang-tai-hoat yang
dilatihnya itu, maka ia perlu menangkap binatang berbisa
dengan Pek-giok-giok-ting yang dapat memancing makhlukmakhluk
berbisa dengan mengeluarkan dupa yang wangi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan memiliki Giok-ting itu, tidak sulit bagi Ting-Jun-jiu
untuk menangkap binatang berbisa yang aneh-aneh dan lihai,
Hoa-kang-tai-hoat yang dilatihnya itu juga semakin hebat dan
sempurna.
Orang yang melatih ilmu aneh itu mirip orang yang gemar
minum arak, sekali sudah menyandu, maka setiap hari akan
ketagihan, setiap hari harus minum dan makin minum makin
banyak.
Yang luar biasa adalah ilmu itu harus digunakan terhadap
musuh, dengan demikian sebagian kadar racun yang
terhimpun dalam tubuh dapat ditularkan kepada musuh. Tapi
Sing-siok-hai terletak di tempat terpencil sejauh itu, ratusan li
diseputarnya tiada seorangpun yang berani mendekat,
darimana bisa diperoleh musuh untuk melampiaskan racunnya
setiap waktu?
Lantara itu, maka setiap 7 hari sekali racun terus
bertambah, sebaliknya tidak pernah dilampiaskan, sudah tentu
makin lama makin tertimbun kadar racun dalam tubuhnya
dengan sendirinya luar biasa hebatnya Hoa-kang-tai-hoat nya.
Dasar A Ci memang licin, ia menunggu pada waktu Giokting
digunakan gurunya untuk menangkap binatang berbisa,
lalu ia mohon diri pergi pesiar. Ketika Sing-siok-Lokoai
mengetahui Giok-ting itu dicuri hal itu sudah tujuh hari
kemudian, yaitu ketika dia hendak menangkap binatang
berbisa lagi dengan menggunakan Giok-ting itu.
Dan sudah tentu sementara itu A Ci sudah pergi jauh, jalan
yang dipilih selalu jalan kecil yang sepi, meski ia diuber-uber
oleh para suhengnya yang jauh lebih lihai, tapi mereka kalah
cerdik, selalu mereka kena diakali hingga tiada seorang pun
dapat menemukan dia.
Setelah kehilangan Giok-ting, dengan sendirinya Sing-siok
Lokoai sukar menangkap binatang berbisa yang istimewa lagi,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang diperoleh hanya sebangsa ular yang kecil dan tidak besar
manfaatnya.
Hal ini tidak terlalu merisaukan dia, yang dikuatirkan ialah
kemungkinan Giok-ting yang dibawa lari A Ci itu akan dikenali
orang persilatan Tionggoan hingga dihancurkan oleh mereka.
Maka selama benda pusaka itu belum ditemukan kembali,
selama itu pula ia merasa tidak tentram.
Sebab itulah, biarpun ia tidak ingin menjelajahi Tionggoan
lagi, akhirnya ia muncul sendiri juga untuk mencari Giok-ting
itu mengingat usaha anak muridnya telah gagal satu per satu.
Diwilayah Siamsai dia bertemu dengan anak muridnya,
diketahui ilmu silat murid tertua, Ti-sing-cu, sudah punah dan
sepanjang jalan selalu dibuat sasaran ejekan dan gebukan
oleh anak murid yang lain. Sementara itu murid kedua, yaitu si
hidung singa Gian-ho-cu, sudah naik kedudukannya sebagai
Toasuheng.
Demi bertemu dengan sang guru, sudah tentu anak
muridnya ketakutan setengah mati, sebab kuatir diberi
hukuman berhubung mereka tidak mampu melaksanakan
perintah gurunya. Untung saat itu Sing-siok Lokoai perlu pakai
tenaga mereka, maka sementara mereka tak dihukum, tapi
mereka harus ikut mencari jejak si A Ci. Dan begitulah mereka
lantas datang ke Tionggoan.
Sepanjang jalan mereka mencari kabar tentang Kai-pang.
Tapi pertama karena bentuk muka mereka itu rata-rata sangat
aneh, tutur kata mereka pun menjemukan orang, maka siapa
pun tidak sudi memberitahukan berita yang mereka cari.
Apalagi saat itu Siau Hong sudah berada di negeri Liau dengan
pangkat Lam-ih Taiong, hal ini belum diketahui oleh orang Bulim,
sebab itulah mereka tidak mendapat sesuatu kabar,
bahkan dimana markas besar Kai-pang saat itu juga tak
diketahui.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Ting Jin-jiu semakin kelabakan ia pikir Siaulim-
si adalah pusat persilatan Tiong-goan, setiap gerak-gerik
orang persilatan tentu diketahui oleh padri saleh disitu.
Meski ia tidak ingin terang-terangan bermusuhan dengan
siau-lim-pai, tapi mengingat selamanya ia pun tiada
pertengkaran dengan Siau-lim-pai, kalau ia berkunjung ke
sana untuk tanya sesuatu berita secara beraturan, boleh jadi
ketua Siau-lim-si akan memberitahu sekadarnya. Maka dengan
membawa anak muridnya mereka lantas mendatangi Siau-sitsan
di Holam.
Sepanjang jalan bila tiba waktunya mengisi racun, ia lantas
menangkap ular berbisa untuk menyedot racunnya.
Ketika rombongan mereka baru masuk wilayah Holam,
suatu hari mendadak mereka lihat gerombolan ular berbisa
secara besar-besaran. Keruan Sing-siok Lokoai sangat girang,
segera ia perintahkan anak muridnya menangkap ular untuk
mengisi racun "Hoa-kang-tai-hoat” yang lihai itu.
Sebenarnya ia pun heran melihat ular sebanyak itu, tapi
dasarnya memang tinggi hati, sudah biasa ia berkuasa di Singsiok-
hai, terhadap segala apa tidak pernah pusing apakah itu
milik orang lain atau bukan. Tak terduga bahwa kawanan ular
berbisa itu memang benar ada pemiliknya.
Kiranya sesudah Polo Singh dikirim ke siau-lim-si untuk
mencuri kitab, sampai sekian lama tiada kabar beritanya.
Maka gurunya telah mengirim pula 16 padri Thian-tiok untuk
memapaknya.
Ilmu silat kawanan padri Thian-tiok itu tidak terlalu tinggi,
tapi mereka mahir semacam ilmu, yaitu menggunakan suara
seruling untuk menggiring ular. Maka sepanjang jalan sudah
banyak sekali ular berbisa yang ikut mereka ke Tionggoan.
Meski banyak juga ular itu mati di tengah jalan karena tidak
cocok dengan iklim setempat tapi setiba di wilayah Holam toh
jumlah ular itu masih sangat banyak. Terutama belasan ekor
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di antaranya adalah ular sawah raksasa yang mengikuti
mereka sejak dari rimba purba di wilayah Thian-tiok, ular-ular
sawah itu adalah jenis yang jarang terdapat di Tiongkok.
Rupanya padri Thian-tiok itu tahu ilmu silat mereka tidak
mungkin melawan pihak Siau-lim-pai kalau mereka menyerang
secara mendadak dengan barisan ular itu, tentulawan akan
kelabakan, andaikan tak bisa menghancurkan Siau-lim-si,
paling sedikit Polo Singh dapat tertolong dandapat merampas
sedikit kitab dalam biara itu.
Begitulah kawanan padri Thian-tiok itu melanjutkan
perjalanan pada malam hari. Kalau siang hari mereka
mengaso, dengan demikian kawanan ular mereka takkan
mengejutkan penduduk setempat. Tidak lama sesudah masuk
wilayah Holam, mereka mengetahui banyak ular mereka
dbunuh orang. Ketika diselidiki, ternyata pembunuh ular itu
adalah Sing-siok Lokoai.
Jarak Sing-siok-hai tidak terlalu jauh dengan negeri Thiantiok,
maka tindak-tanduk Sing-siok-Lokoai yang aneh dan
kejam itu juga telah didengar oleh orang persilatan Thian-tiok,
sebab itulah para padri Thian-tiok tidak ingin cekcok dengan
dia.
Tak terduga makin lama makin menjadi ular yang dibunuh
Sing-siok Lokoai makin banyak dan selalu dipilih ular yang
paling berbisa hingga kekuatan barisan ular yang dikerahkan
padri Thian-tiok itu sangat berkurang.
Saking tak tahan lagi, akhirnya tercetuslah pertarungan
sengit antara kedua belah pihak dan berkat bantuan kawanan
ular yang hebat itu, pihak padri Thian-tiok telah menang,
bahkan Sing-siok Lokoai yang tersohor itu terlilit oleh ular
sawah raksasa yang tak bisa berkutik lagi.
Ketika padri Thian-tiok tanya apa dia membunuh ularnya,
maka Ting Jun-jiu menjawab, Sungguh menggelikan
pertanyaanmu ini. Segala binatang buas, terutama ular
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbisa yang suka mencelakakan manusia, siapa saja yang
melihatnya tentu akan membunuhnya. Dari mana kutahu
bahwa ular-ular itu adalah piaraanmu?”
"Aku pernah memberi isyarat padamu agar jangan
membunuh ular piaraan itu, tapi kau sama sekali tidak ambil
pusing, sebab apa?” tanya padri asing itu.
"Hehehehe!” Ting Jun-jiu tertawa dingin. "Sejak kecil
hingga besar, selama hidupku ini hanya aku yang menyuruh
orang harus begini dan begitu, tapi tidak pernah ada orang
yang dapat memerintah aku harus begitu dan begini. Bahkan
guruku sendiri dahulu ketika mengomeli aku sedikit saja lantas
kubunuh. Sekarang hanya beberapa hwesio busuk dari negeri
asing seperti kalian ini dengan hak apa berani memberi
perintah padaku, hehehehe!
Melihat Sing-siok Lokoai sudah tergugat ular, sama sekali
tak bisa berkutik lagi, tapi bicaranya masih sangat angkuh,
sedikit pun tidak mau tunduk, maka padri asing itu tahu
permusuhan ini sudah terlanjur mendalam, jika jiwa lokoai
diampuni, kelak pasti akan mendatangkan bahaya yang tidak
habis-habis. Segera katanya, "Nama Sing-siok Lokoai terkenal
diseluruh jagat, siapa tahu hanya nama kosong belaka, sampai
beberapa ekor ular juga mampu melawan. Nah maaf biarlah
hari ini kami membasmi racun dunia yang paling dibenci
seperti dirimu ini!”
"Hah, soalnya aku kurang hati-hati hingga terjungkal di
tangan kawanan binatang berdarah dingin seperti kalian ini,
andaikan harus pulang ke nirwana juga tak perlu menyesal …

Baru sekian ucapan Ting Jun-jiu, tiba-tiba suaranya
terputus oleh teriakan seorang muridnya yang juga terlilit oleh
ular sawah, "Toasuhu, harap lepaskan aku dan kita akan
saling menguntungkan. Guruku itu banyak tipu muslihatnya,
sukar bagimu untuk melawannya. Sekali kau lengah, pasti
engkau akan diselomoti.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Apa untungnya jika kulepaskanmu?” tanya si padri asing
dengan dingin.
"Sing-siok-pai kami memiliki tiga macam pusaka yang
disebut Sing-siok-sam-po, "tutur orang itu. "Jika jiwaku
diampuni, sesudah membunuh iblis tua itu nanti, tentu ketiga
macam pusaka itu akan kupersembahkan padamu. Sebaliknya
bila kaubunuh seluruh orang Sing-siok-pai kami, maka Singsiok-
sam-po itu takkan kau dapatkan untuk selamanya,
bukankah sangat sayang?”
Dari tempat sembunyinya Goan-ci lihat pembicara itu
adalah seorang laki-laki tegap, meski kepala dililit ular sawah,
namun semangatnya masih gagah, siapa duga jiwanya justru
begitu kotor dan rendah, demi menyelamatkan diri sendiri
tidak segan menual gurunya sendiri secara terang-terangan.
Dalam pada itu seorang murid Sing-siok-pai yang lain ikut
berteriak juga, "Toasuhu, jangan kaupercaya padanya. Satu
diantara Sing-siok-sam-po kami itu sudah dicuri orang. Lebih
baik aku saja yang kalian lepaskan, hanya akulah orang yang
paling setia padamu, pasti takkan menipumu.”
Begitulah dalam sekejap itu suasana menjadi ramai oleh
teriakan anak murid Sing-siok-pai yang pada pokoknya
menjilat dan mengumpak pihak lawan, sebaliknya mengolokolok
guru sendiri. Bahkan banyak diantaranya yang sudah
terluka oleh gigitan ular dan terhimpit di tengah badan ular
sawah yang melilit erat itu juga tidak mau ketinggalan untuk
minta ampun dengan macam-macam janji yang muluk-muluk
dan segala macam kata-kata bohong pula.
Sama sekali padri Thian-tiok itu tidak menyangka anak
murid Sing-siok-pai sedemikian rendah jiwanya, mereka
memandang hina, dan heran pula. Mereka sama melangkah
maju untuk mendengarkan ocehan murid Sing-siok-pai yang
lucu itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terhadap guru sendiri saja tidak setia, manakah kalian
dapat dipercaya akan setia kepada bangsa lain? Hahaha,
bukankah menggelikan bualan kalian ini?” demikian padri
Thian-tiok yang merupakan pemimpinnya itu mengejek.
"Bukan begitu halnya, lain soalnya, "seru seorang murid
Sing-siok-pai, "Kepandaian Sing-siok Lokoai terlalu cetek, apa
gunanya kami ikut padanya? Dan apa faedahnya pula kami
setia padanya? Sebaliknya Toasuhu memiliki ilmu silat yang
tiada bandingannya di jagat ini, mana Sing-siok Lokoai dapat
dinilai sama dengan toasuhu?”
"Benar, siapakah yang tidak kenal 'padri saleh' seperti
kalian ini, malahan lebih tepat kalian disebut 'padri sakti', Eh,
bahkan harus disebut 'Budha Hidup'!”demikian seru murid
Sing-siok pai yang lain. Lalu kawan-kawannya lantas
membumbu-bumbui lagi dengan kata-kata muluk yang
menyanjung puji.
"Huh, suara manusia rendah dan pengecut sebagai kalian
ini sungguh menjemukan, "kata padri Thian-tiok itu sambil
berkerut kening, "Sing-siok Lokoai, mengapa kamu begini tak
becus, mencari murid saja mengapa cari sebangsa manusia
yang tak kenal malu seperti mereka ini. Baiklah akan
kuantarkanmu ke nirwana dulu, kemudian murid-muridmu
yang memalukan itu juga akan kami susulkan padamu!”
Habis berkata, mendadak lengan bajunya mengebas ke
atas kepala Ting Jun-jiu.
Waktu itu Sing-siok Lokoai Ting Jun-jiu tak bisa berkutik
sedikit pun karena tergubat oleh ular sawah, kebasan lengan
jubah padri Thian-tiok yang kuat itu kalau mengenai
sasarannya, andaikan tidak mati juga pasti Ting-jin-jiu akan
terluka parah.
Tak terduga serangan itu dianggap sepi saja oleh Ting Junjiu,
sebaliknya padri Thian-tiok itu tahu-tahu lemas terkulai di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanah dan meringkuk bagai cacing, hanya tampak berkejat
dua kejat lalu tidak bergerak lagi.
Keruan padri Thian-tiok yang lain sangat terkejut, beramairamai
mereka berteriak, "Suheng! Suheng!”
Segera dua orang diantaranya mengulur tangan hendak
membangunkan kawannya itu.
Tapi baru tangan kedua orang itu menjamah tubuh
kawannya, seketika kepala mereka pusing, kaki pun lemas
akhirnya roboh juga.
Dengan sendirinya tiga padri lain yang berdiri dibelakang
mereka lekas hendak memayang kawan-kawannya. Tapi sekali
mereka menyentuh badan kedua orang, lagi-lagi ketiga padri
itu pun ikut roboh hingga diam sekejap saja enam padri asing
itu sama roboh tak berkutik.
Melihat gelagat jelek, sisa padri yang lain terkesima,
mereka tidak berani menjamah badan kawan yang jatuh itu.
Seorang diantaranya lantas membentak dengan gusar, "Ilmu
sihir apa yang kau gunakan, Sing-siok Lokoai ? Ini rasakan
pukulanku!”
Berbareng itu ia terus menghantam. Tapi Ting Jin-jiu hanya
tertawa saja, pukulan padri itu seperti terpental balik dari
sasarannya, lalu padri itu melongo lebar dan jatuh terjungkal.
Sisa kesembilan padri yang lain sudah pernah dirobohkan
oleh suara suitan Ting Jun-jiu, maka mereka tidak berani
sembarangan menyerang, mereka berbisik-bisik dalam bahasa
Thian-tiok untuk berunding, sejenak kemudian, sekonyongkonyong
mereka menggertak bersama, dimana lengan jubah
mereka mengebas, sembilan bilah pisau sekaligus menyambar
ke arah Ting Jun-jiu.
Tapi Ting Jun-jiu juga membentak, kepala goyang tiga kali,
seketika rambutnya yang putih menegak kaku bagaikan
kawat, maka terdengarlah suara "trang-tring” beberapa kali,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kesembilan pisau musuh kenadisapu jatuh semua. Sedangkan
kesembilan padri Thian-tiok itu tahu-tahu sudah menggeletak
binasa semua.
Dari tempat sembunyinya Yu Goan-ci dapat mengendus
bau amis busuk yang sangat menusuk hidung hingga mata
terasa pedas dan mengucurkan air mata. Ia heran sekali, ia
tidak tahu dengan ilmu apakah Ting Jun-jiu membunuh ke 16
orang musuhnya.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 48
Ketinggalan kawanan ular itu sudah tentu tak tahu tentang
membalas sakit hati majikan mereka segala, binatang itu
masih terus melilit Ting Jun-jiu dan murid-muridnya untuk
menunggu perintah selanjutnya dari majikan mereka. Suasana
di tanah pegunungan itu menjadi sunyi senyap. Namun ular
adalah makhluk yang bodoh, lama-lama bukan mustahil
mereka akan mengganas sendiri tanpa komando.
Di tengah kepungan kawanan ular itu, orang-orang Singsiok-
hay tidak berani sembarangan berkutik, sebab khawatir
menimbulkan reaksi ular-ular itu hingga mengamuk dan itu
berarti jiwa mereka bisa amblas.
Sesudah tenang sebentar, tampaknya tiada bahaya lain lagi
kecuali masih menghadapi kawanan ular itu, segera ada
seorang murid Ting Jun-jiu membuka suara, "Suhu, ilmu
saktimu tiada tandingannya di jagat ini, hanya sambil bicara
dan tertawa saja ke-16 musuh jahanam sudah terbunuh
semua olehmu....”
Belum habis ucapannya, tiba-tiba seorang murid lain
memotong, "Suhu, jangan kau dengar ocehannya! Justru
orang yang memuji-muji ‘padri sakti’ dan ‘Buddha hidup’
kepada musuh tadi adalah dia sendiri!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak ada di antara muridnya menangis tergerunggerung
dan bertobat, "Suhu! Ampun! Seribu kali ampun,
Suhu! Memang Tecu terlalu bodoh, paling takut mati hingga
sudi menyerah kepada musuh, sungguh Tecu merasa
menyesal sekali. Kini Tecu lebih suka mati dalam perut ular
sawa ini dan tidak berani minta hidup kepada Suhu!”
Mendengar perkataan orang terakhir itu, seketika yang lainlain
sadar. Biasanya Sing-siok Lokoay paling benci bila ada
muridnya suka menjilat-jilat dan memuji secara berlebihan,
jalan hidup satu-satunya bagi mereka adalah mengakui dosa
dan mencaci maki diri sendiri yang tolol, dengan demikian jiwa
mereka ada kemungkinan akan diampuni gurunya.
Karena itu, segera semua orang ganti haluan, semuanya
menyatakan diri mereka bersalah, berdosa, dan tolol, harus
dihukum mati dan macam-macam lagi, sampai Goan-ci yang
mendengarkan di tempat sembunyinya itu menjadi bingung
dan heran mengapa jiwa anak murid Sing-siok-pay itu
sedemikian rendah, bicaranya plintat-plintut seperti kentut.
Begitulah anak murid Sing-siok-pay ramai mengoceh tak
keruan, tapi Ting Jun-jiu sama sekali tidak menggubris, diamdiam
ia sudah mengerahkan tenaga untuk melepaskan diri
dari lilitan ular sawa raksasa. Celakanya ular sawa yang melilit
dia itu seluruhnya ada dua ekor, badan ular sawa itu dapat
mulur-mengkeret pula hingga untuk melepaskan diri boleh
dibilang mahasulit.
Cara yang digunakan Ting Jun-jiu untuk membinasakan
lawan-lawannya tadi adalah menggunakan hawa beracun
dalam tubuhnya yang terhimpun selama berpuluh tahun itu.
Ketika padri Thian-tiok yang pertama menyerangnya, segera
ia kerahkan unsur racun itu ke bagian tubuh yang dihantam
itu, dan dengan cara "pinjam tenaga untuk memukul kembali
lawan”, ia embuskan unsur racun itu pada saat pukulan lawan
terpental. Jadi binasanya padri Thian-tiok itu bukan terkena
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesuatu ilmu sihir Ting Jun-jiu melainkan disebabkan
keracunan.
Sedangkan kulit ular sawa itu sangat tebal lagi licin, kadar
racun Ting Jun-jiu tidak dapat menyesap ke badan ular hingga
dia tak berdaya lagi.
Ia dengar anak muridnya masih cerewet tak henti-hentinya,
segera katanya, "Kita terkurung oleh kawanan ular, kalau ada
yang dapat pikirkan suatu akal untuk mengusir ular, segera
jiwanya kuampuni. Masakah kalian tidak kenal watakku? Siapa
yang berguna bagiku tentu takkan kubunuh. Tapi kalau cuma
mengoceh saja tanpa berguna, lebih baik kalian tutup mulut!”
Maka terdiamlah seketika anak muridnya itu. Selang
sejenak, tiba-tiba seorang di antaranya berkata, "Asal ada
seorang membawakan obor dan menyelomot badan ular sawa
ini, tentu binatang ini akan ketakutan dan lari.”
"Kentut makmu!” damprat Ting Jun-jiu. "Di tanah
pegunungan yang sepi seperti ini dari mana bisa muncul
seorang membawakan obor? Andaikan ada orang lalu di sini,
bila melihat ular sebanyak ini juga pasti akan lari terbirit-birit!”
Kemudian anak murid yang lain sama mengemukakan usul
lagi, tapi tiada satu pun yang masuk di akal dan berguna.
Sebabnya mereka mengoceh terus tidak lain hanya untuk
mengambil hati sang guru saja agar kelihatan bahwa mereka
benar-benar ikut memeras otak untuk mencari akal.
Maka sang tempo berlalu dengan cepat, dua-tiga jam
kemudian, tiba-tiba seorang murid yang dililit ular sawa itu
megap-megap, dalam keadaan bingung tanpa terasa ia
meronta dan menggigit ular yang melilitnya. Jadi bukan ular
menggigit manusia, tapi manusia menggigit ular.
Karena kesakitan, tentu saja ular sawa itu mengamuk,
sekali ia memagut, kontan murid Sing-siok-hay itu menjerit
dan binasa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ting Jun-jiu makin khawatir. Jika dikurung musuh, dalam
waktu beberapa jam itu tentu ia dapat mengatasi dengan
macam-macam tipu muslihatnya yang licik untuk meloloskan
diri. Celakanya kawanan ular ini adalah binatang yang bodoh,
jangan-jangan bila ular sawa ini merasa lapar, sekali caplok
mungkin dirinya akan ditelan mentah-mentah.
Dan benar juga, apa yang dikhawatirkan itu segera menjadi
kenyataan. Karena sudah sekian lama tidak mendengar suara
seruling, perut seekor ular sawa di antaranya sudah kelaparan,
segera mulutnya terbuka lebar-lebar terus mencaplok murid
Sing-siok-pay yang dililitnya itu.
Keruan murid itu menjerit ketakutan. "Tolong, Suhu!
Tolong!”
Dan yang dicaplok lebih dulu ternyata bagian kaki hingga
tanpa kuasa badan tertelan ke dalam perut ular sawa sedikit
demi sedikit, sedangkan murid Sing-siok-pay itu menjerit-jerit.
Gigi ular sawa itu bentuknya mengait ke dalam hingga
segala makhluk yang tergigit olehnya tidak mungkin bisa lolos
selain perlahan ditelan ke dalam perutnya.
Maka murid Sing-siok-pay yang tertelan itu lambat laun
sudah sampai bagian pinggang, lalu dada dan sebentar lagi
tentu akan kepalanya. Seketika orang itu tidak mati, ia masih
bisa berteriak dan menjerit ngeri hingga ia membikin kawankawannya
ikut ketakutan setengah mati bila membayangkan
nasib mereka sebentar lagi juga akan mengikuti jejak
kawannya itu.
Melihat Sing-siok Lokoay sendiri juga tak berdaya sama
sekali, segera ada seorang muridnya mulai penasaran dan
gemas, terus saja ia mencaci maki sang guru, katanya garagara
iblis tua yang kejam itu hingga dirinya yang semula hidup
aman tenteram menggembala di sekitar Sing-siok-hay tertipu
masuk perguruan Sing-siok-pay, tapi hari ini harus mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terkubur dalam perut ular sawa, di akhirat nanti pasti dia akan
menagih nyawa kepada Sing-siok Lokoay.
Begitulah seorang mulai memaki, maka yang lain-lain juga
tidak mau ketinggalan, segera ramailah suara caci maki
mereka. Biasanya mereka sudah kenyang disiksa dan dianiaya
Sing-siok Lokoay, kini mereka bakal mati semua, mumpung
masih ada kesempatan, maka mereka mencaci maki sepuaspuasnya
sekadar melampiaskan rasa dendam kepada guru
mereka yang jahat itu.
Seorang di antaranya mungkin terlalu nafsu memaki hingga
badannya ikut bergoyang, hal ini membuat ular sawa yang
melilitnya itu menjadi gusar, tanpa permisi lagi ular itu
menggigit pundaknya. Saking kesakitan orang itu menjerit,
"Aduh! Tolong! Tolong!”
Mendengar jeritan minta tolong yang mengerikan itu,
Goan-ci tidak tahan lagi, ia terus berbangkit dari tempat
sembunyinya dan berseru, "Jangan khawatir, biar kunyalakan
api untuk mengusir kawanan ular ini!”
Ketika mendadak melihat muncul seorang dengan kepala
bertopi baja yang aneh, semula anak murid Sing-siok-pay itu
sama terkejut. Tapi demi mendengar orang aneh itu bersedia
menyalakan api untuk mengusir ular, itu berarti ada harapan
hidup bagi mereka, keruan mereka sangat senang dan
menyatakan terima kasih berbareng.
Kepandaian mencaci maki anak murid Sing-siok-pay itu
sangat pintar, boleh dikata kelas pilihan, sebaliknya bakat
mereka dalam hal memuji dan mengumpak juga sudah terlatih
dan mahapandai. Terus saja mereka memuji Yu Goan-ci
sebagai "kesatria besar”, "pendekar besar”, "tuan penolong
yang budiman”, "pahlawan yang tiada bandingannya di jagat
ini” dan macam-macam sanjungan lain.
Pada umumnya manusia itu senang dipuji, tidak terkecuali
pula Goan-ci yang dipuji setinggi langit itu, seketika ia merasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya seakan-akan menjadi orang besar, ia merasa berharga
biarpun mesti menyerempet bahaya bagi orang-orang itu.
Segera ia mengeluarkan ketikan api, ia mengepal segebung
rumput kering dan dinyalakan sebagai obor. Tapi ia menjadi
takut juga melihat kawanan ular sedemikian banyak, terutama
ular sawa raksasa yang ganas itu, ia khawatir jangan-jangan
kawanan ular itu akan mengamuk, boleh jadi dirinya akan
menjadi korban juga.
Ia pikir sejenak, lalu ia kumpulkan sedikit kayu kering dan
dinyalakan sebagai api unggun di depannya sebagai alingaling.
Habis itu ia jemput sepotong ranting kayu kering yang
sudah terbakar itu dan ditimpukkan ke arah ular yang paling
dekat, berbareng itu ia terus bersembunyi di belakang api
unggun sambil bersiap-siap bila ular yang ditimpuk itu
menerjang ke arahnya, segera ia akan angkat langkah seribu
alias kabur, segala gelar "kesatria besar” dan "pendekar
besar” tak terpikir lagi olehnya dan lebih baik diretur saja
kepada anak muridnya Sing-siok-pay itu.
Di luar dugaan, memang benar juga kawanan ular itu takut
kepada api dan demi melihat api membakar tiba, segera ular
itu melepaskan mangsa yang dililitnya dan merayap pergi ke
dalam semak-semak rumput.
Tampak hasil serangan api itu, di bawah sorak gembira
anak murid Sing-siok-pay segera Goan-ci mengulangi
perbuatannya, setangkai demi setangkai ia timpukkan ranting
kayu berapi itu ke arah ular. Seketika kawanan ular itu
ketakutan dan kacau-balau, ramai-ramai mereka melarikan
diri, begitu pula ular sawa raksasa itu juga takut pada
serangan api, mereka meninggalkan mangsa yang terlilit itu,
hanya dalam waktu singkat saja beratus ekor ular itu sama
melarikan diri hingga bersih.
Lalu terdengar suara sanjung puji anak murid Sing-siokhay,
"Suhu memang mahapintar, perhitungannya sangat
tepat. Dengan serangan api ternyata benar kawanan ular
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lantas terusir lari semua! Benar, berkat rezeki yang mahabesar
dan kekuasaan mahasakti Suhu hingga jiwa kita dapat
diselamatkan!”
Begitulah bukan mereka memuji Goan-ci, tapi semua jasa
itu kini ditumplak atas diri guru mereka.
Keruan Goan-ci terheran-heran, "Aku yang menolong
kalian, mengapa suhu kalian yang dipuji, padahal baru saja
kalian mencaci maki gurumu habis-habisan, seakan sepeser
pun tidak berharga.”
Ia tidak tahu bahwa sesudah terbebas dari ancaman ular,
maka jiwa orang-orang itu kembali tergantung di tangan Singsiok
Lokoay lagi. Kalau mereka tidak mengumpak dan menjilat
mati-matian, bukan mustahil jiwa mereka akan melayang
dibunuh oleh Ting Jun-jiu. Sedangkan mengenai jasa
pertolongan Yu Goan-ci sudah tentu tak terpikir oleh mereka,
apa sih artinya seorang keroco bertopi baja bagi mereka?
Demikianlah Ting Jun-jiu lantas memanggil Goan-ci, "He,
Thi-thau-siaucu (Bocah Berkepala Besi), coba kemari! Siapa
namamu?”
Kurang ajar, pikir Goan-ci, sudah kutolong jiwamu, sama
sekali tidak mengucapkan terima kasih, sebaliknya memanggil
semaunya. Tapi dia sudah terbiasa dihina orang, meski orang
bersikap kasar padanya juga tak menjadi soal baginya. Segera
ia menyahut sambil melangkah maju, "Namaku Yu Goan-ci.”
"Apakah padri asing lain sudah mati? Coba kau periksa
hidung mereka, apa mereka masih bernapas atau tidak?” kata
Ting Jun-jiu tiba-tiba.
Goan-ci mengiakan, lalu berjongkok untuk memeriksa
pernapasan salah seorang padri Thian-tiok yang menggeletak
di tanah itu. Ia merasa badan orang sudah dingin beku, sejak
tadi padri itu sudah mati. Ketika ia periksa padri yang lain,
keadaannya serupa. Maka katanya sambil menegak, "Sudah
mati semua!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam sekejap itu, dilihatnya sikap mengejek orang-orang
itu lambat laun berubah menjadi terheran-heran, lalu berubah
lagi menjadi terkejut tak terkatakan. Begitu pula Ting Jun-jiu
tampak heran, katanya, "Coba kau periksa lagi tiap-tiap
hwesio itu, adakah di antaranya masih dapat tertolong?”
Goan-ci menurut pula, akhirnya ia periksa semua padri
Thian-tiok itu dan melapor, "Sudah mati semuanya, ilmu sakti
Losiansing sungguh sangat lihai!”
"Ya, dan ilmu menolak racun yang kau miliki itu juga sangat
lihai,” sahut Ting Jun-jiu dengan tertawa dingin.
Sudah tentu Goan-ci merasa bingung. "Ilmu... ilmu
menolak racun apa?” tanyanya tak paham.
"Hahahaha! Bagus, bagus!” Ting Jun-jiu bergelak tertawa.
"Dari perawakanmu dan suaramu, kukira usiamu masih sangat
muda, tapi kepandaianmu ternyata sedemikian hebat,
sungguh orang muda yang tak boleh dipandang enteng!”
Goan-ci tambah bingung, ia tidak paham apa yang
dimaksudkan orang. Ia tidak tahu bahwa setiap kali ia periksa
pernapasan padri Thian-tiok yang sudah mati itu, hal itu
berarti tiap kali dia sudah "piknik” ke pintu gerbang akhirat.
Jadi memeriksa 16 padri asing itu berarti pula lolos 16 kali dari
cengkeraman maut.
Apa sebabnya? Kiranya meski Sing-siok Lokoay dapat
diselamatkan oleh Goan-ci, tapi selaku seorang guru besar
ilmu persilatan, sedikit pun ia tak bisa berkutik ketika dililit
ular, bahkan perlu ditolong seorang pemuda keroco, hal ini
kalau tersiar ke dunia Kangouw tentu akan menghilangkan
mukanya. Sebab itulah, maka sesudah terlepas dari lilitan ular
sawa, segera timbul maksudnya membunuh Goan-ci agar
kejadian memalukan itu tak diketahui umum.
Adapun binasanya padri Thian-tiok itu adalah terkena racun
yang terembus dari tubuhnya, kini Ting Jun-jiu menyuruh
Goan-ci memeriksa pernapasan hidung padri-padri itu, ini
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berarti pemuda itu dibiarkan juga terkena racunnya yang jahat
itu.
Siapa duga secara kebetulan sekali Goan-ci sudah pernah
mengisap cairan darah ulat sutra putih yang maha berbisa,
dengan lwekang mahatinggi yang dibacanya dari Ih-kin-keng,
sesudah mengalami gemblengan selama beberapa bulan ini
racun aneh dari ulat sutra yang mengeram dalam tubuh Goanci
itu sudah terbaur menjadi satu dengan badannya. Jadi
sekarang unsur racun yang berada pada tubuh Goan-ci itu
adalah racun yang tak bisa dibandingi racun dari makhluk
berbisa mana pun juga. Dan dengan sendirinya racun yang
dikeluarkan Ting Jun-jiu itu tak dapat mencelakai dia.
Padahal tadi tanpa menggunakan api juga Goan-ci dapat
mengalahkan kawanan ular itu, asal dia berjalan berlenggang
dengan gaya bebas saja kawanan ular itu akan ketakutan dan
bila berani menggigit dia, tentu ular itu akan binasa sendiri
terkena racun dalam tubuh Goan-ci yang jauh lebih lihai.
Cuma Goan-ci sama sekali tidak tahu keadaan sendiri itu,
dan sudah tentu Sing-siok Lokoay lebih-lebih tidak menyangka
akan hal itu. Semula Sing-siok Lokoay berharap sekali Goan-ci
menjamah padri Thian-tiok yang pertama tentu akan segera
meringkuk binasa, siapa duga meski ke-16 padri Thian-tiok itu
diraba, tetap Goan-ci hidup segar bugar tak kurang suatu apa
pun. Keruan hal ini menggemparkan Sing-siok Lokoay dan
anak muridnya.
Diam-diam Ting Jun-jiu membatin, "Melihat usianya yang
masih muda belia ini tentu belum mempunyai kepandaian apaapa,
besar kemungkinan karena dia membawa sesuatu benda
mestika antiular atau mungkin sebelumnya dia pernah minum
obat mukjizat, maka tidak takut terkena racunku yang lihai
itu.”
Maka katanya kemudian, "Eh Saudara Yu, mari kita omongomong!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Melihat orang bicara dengan nada yang lebih ramah
daripada tadi, pula Goan-ci sudah menyaksikan caranya
membinasakan ke-16 padri Thian-tiok secara kejam, juga
mendengar pembicaraan kaum Sing-siok-hay mereka yang
sebentar menjilat-jilat dan lain saat mencaci maki, betapa pun
Goan-ci merasa muak terhadap mereka, ia pikir lebih baik
menjauhi manusia rendah seperti mereka ini. Maka ia pun
menjawab, "Ah, tak perlu kita omong-omong lagi, aku ada
urusan lain, biarlah kumohon diri saja!”
Habis berkata, ia memberi soja, lalu tinggal pergi ke arah
timur sana.
Tapi baru dua-tiga langkah ia berjalan, sekonyong-konyong
terdengar angin berkesiur di sebelahnya. Tahu-tahu kedua
tangannya kena dipegang orang. Datangnya orang sangat
cepat hingga sebelum Goan-ci tahu apa yang terjadi, tiba-tiba
tangan sudah terpegang.
Ketika Goan-ci berpaling, ia lihat yang menangkap
tangannya itu adalah seorang anak murid Sing-siok-pay. Ia
tidak tahu apa maksud orang, yang terang orang itu
menyeringai, pasti orang tak bermaksud baik. Dalam
khawatirnya segera Goan-ci meronta sekerasnya sambil
berteriak, "Lepaskan aku!”
Mendadak sosok tubuh yang besar itu mencelat pergi
melampaui kepalanya dan tertumbuk dinding batu di depan
sana, "prak”, kepala orang itu pecah dan tulang patah. Goanci
menjadi heran dari mana datangnya orang itu dan siapakah
yang melemparkan sekeras itu hingga tertumbuk mati
seketika?
Tapi ketika ia perhatikan, ternyata orang itu adalah murid
Sing-siok-hay yang barusan memegang kedua tangannya itu.
Keruan ia tambah heran, "Barusan saja orang itu memegang
tanganku, mengapa mendadak bisa membunuh diri dengan
menumbukkan kepalanya ke dinding batu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sama sekali tak terkira olehnya, bahwa sebenarnya laki-laki
itu bukan membunuh diri, tapi karena tenaga merontanya tadi
yang hebat hingga orang itu kena disengkelit dan terpental
serta mati tertumbuk batu karang. Maklum, tentang tenaga
dalamnya yang makin hari makin kuat itu memang tidak
disadarinya, pula selama ini ia pun tidak pernah berkelahi
dengan orang. Semalam waktu ia dicekik Polo Singh, lantaran
ketakutan hingga tidak berani melawan, padahal asal dia
meronta sekuatnya, pasti Polo Singh tak mampu mencekiknya.
Begitulah, maka anak murid Sing-siok-pay yang lain sama
menjerit kaget demi menyaksikan sekali sengkelit saja seorang
suheng mereka sudah terbunuh oleh bocah kepala besi itu.
Sing-siok Lokoay adalah seorang tokoh termasyhur,
pengalamannya luas dan pengetahuannya tinggi, cara
sengkelit Goan-ci yang tidak sengaja itu dapat dilihatnya
dengan jelas, ia pikir tenaga pembawaan bocah ini memang
luar biasa, tapi ilmu silatnya tiada sesuatu yang istimewa.
Maka sekali melompat maju, segera sebelah tangannya
memegang topi baja pemuda itu terus ditekan ke bawah.
Karena tidak berjaga-jaga, seketika Goan-ci tertindih
hingga tekuk lutut oleh tenaga mahakuat itu, ia hendak
menegak lagi, tapi kepalanya serasa menyunggi sebuah
gunung hingga tak bisa berkutik sama sekali, terpaksa ia
memohon, "Ampun, Losiansing! Ampun!”
Mendengar itu, hati Ting Jun-jiu tambah lega lagi. Katanya
segera, "Besar sekali nyalimu ya, berani kau bunuh muridku?
Siapakah gurumu, hah?”
"Aku... aku tidak punya guru, aku... aku pun tidak berani
membunuh muridmu!” sahut Goan-ci dengan gelagapan.
Ting Jun-jiu pikir orang toh tak mampu berbuat apa-apa
lagi, lebih baik dibinasakan saja. Maka ia lantas angkat
tangannya, waktu Goan-ci berdiri, terus saja telapak
tangannya memukul dada anak muda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Goan-ci kaget setengah mati, cepat ia menangkis
sebisanya, dan karena datangnya pukulan Sing-siok Lokoay itu
sangat lambat, maka tangan Goan-ci segera menempel
telapak tangan iblis tua itu.
Justru hal inilah yang diinginkan Ting Jun-jiu, segera racun
yang sudah terhimpun pada telapak tangan disalurkan melalui
arus tenaga dalamnya yang mahakuat.
Itulah "Hoa-kang-tay-hoat” yang terkenal selama berpuluh
tahun. Selama hidupnya hanya pernah satu kali dikalahkan
orang, biasanya lawan pasti akan binasa seketika di bawah
ilmu saktinya yang lihai itu.
Sebenarnya ia tidak perlu menggunakan ilmu sakti itu
untuk menghadapi seorang bocah hijau pelonco seperti Goanci,
terutama mengingat setiap kali ilmu itu digunakan juga
akan mengurangi sebagian tenaga murninya dan melemahkan
kadar racun yang mengeram dalam tubuhnya itu. Tapi ia
menyaksikan sendiri Goan-ci sedikit pun tidak keracunan
meski telah meraba ke-16 padri Thian-tiok itu, maka ia tidak
berani gegabah dan terpaksa mengeluarkan ilmu saktinya
yang khas itu.
Dan begitu kedua tangan beradu, tubuh Goan-ci lantas
menggeliat dan tergetar mundur enam atau tujuh langkah.
Bahkan tenaga sodokan lawan itu masih belum habis, akhirnya
ia jatuh terjungkal, malahan terus berjungkir balik hingga tiga
kali, habis itu baru berhenti.
Sebaliknya ketika tangan Ting Jun-jiu kebentur tangan
pemuda itu, tiba-tiba dada terasa "nyes” dingin. Menyusul
arus tenaga dalam yang tersedia di telapak tangan mendadak
membanjir keluar dengan cepat luar biasa. Lekas-lekas ia
mengerem sekuatnya, tapi arus tenaga dalam itu masih
hendak menuang keluar, terpaksa ia menjungkir, dengan
kepala di bawah dan kaki di atas ia putar beberapa kali, ia
gunakan cara menguatkan tenaga bertahan dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perguruannya, dengan demikian barulah keluarnya tenaga
murni itu dapat dihentikan.
Kemudian ia melompat bangun, seketika rambut dan
jenggot menjengkit dan muka pucat pasi, sikapnya sangat
menakutkan, sambil pentang kedua tangan yang lebar, segera
ia bermaksud menubruk pula ke arah Goan-ci.
Saat itu Goan-ci sedang berlutut sambil menyembah dan
berseru, "Ampun, Losiansing! Ampun! Ampun!”
Sesudah gebrakan barusan ini, Ting Jun-jiu merasa apa
yang digunakan pemuda itu adalah Hoa-kang-tay-hoat dari
perguruannya, malahan dengan latihannya yang sudah
berpuluh tahun dan sudah sempurna, kecuali tenaga
dalamnya sedikit lebih kuat daripada pemuda itu, kalau bicara
tentang lihainya racun dalam tubuh, malah dirinya kalah
setingkat, sehingga dalam gebrakan ini dirinya yang
kecundang.
Biasanya hubungan persaudaraan dalam Sing-siok-pay
hanya mengutamakan kuat dan lemahnya ilmu silat masingmasing,
sama sekali tiada persoalan budi kebaikan segala,
semakin tinggi kepandaiannya semakin tidak kenal ampun di
antara mereka dan pasti saling membunuh. Kalau dikalahkan
orang luar, mungkin pihak lawan masih mau mengampuni
jiwanya, tapi bila kecundang di tangan saudara seperguruan
sendiri pasti jiwa tak berampun.
Dan sekarang sudah terang gamblang Goan-ci berada di
pihak yang menang, mengapa malah berteriak minta ampun?
Apakah sengaja mempermainkan aku? Dari mana pula
pemuda itu berhasil meyakinkan "Hoa-kang-tay-hoat”?
Demikianlah Sing-siok Lokoay Ting Jun-jiu merasa heran,
curiga, dan malu pula.
Tapi dasar dia memang licik dan licin, lahirnya sedikit pun
tidak kentara akan perasaannya itu. Sekali lompat segera ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
melayang ke depan Goan-ci dan bertanya, "Kau minta ampun
padaku dengan sungguh-sungguh atau pura-pura?”
Berulang-ulang Goan-ci menyembah, sahutnya, "Dengan
hati tulus hamba mohon Losiansing suka mengampuni
jiwaku!”
"Jadi kau... kau....” tiba-tiba tergerak hati Ting Jun-jiu
sebelum lanjut ucapannya. Segera ia ganti suara, "Kau telah
mencuri Pek-giok-giok-tingku, sekarang kau sembunyikan di
mana barang itu?”
Dasar Sing-siok Lokoay itu memang cerdik, ia pikir orang
yang mampu meyakinkan Hoa-kang-tay-hoat, harus
menggunakan Pek-giok-giok-ting dan kalau dia tanya di mana
beradanya giok-ting itu boleh jadi akan dapat diketahui asal
usul bocah bertopi baja ini.
Maka Goan-ci telah menjawab, "Ti... tidak, Siaujin tidak
mencuri giok-ting milik Losiansing itu. Setiap kali habis
dipakai, selalu Nona sendiri menyimpannya lagi, Siaujin tidak
pernah diperbolehkan memegangnya.”
Hanya sekali tanya saja sudah dapat diperoleh berita
tentang Pek-giok-giok-ting itu, keruan girang Ting Jun-jiu tidak
kepalang. Segera katanya pula, "Hah, kau berani menyangkal?
Justru Nona bilang kau yang mencurinya?”
"Ampun, Losiansing, Siaujin benar-benar tidak mencuri!”
demikian Goan-ci bertobat. "Malahan sejak Nona selesai
melebur ulat sutra itu, lalu Siaujin tidak pernah melihat giokting
itu lagi, mengapa Siaujin dituduh mencurinya? Jika
Losiansing tidak percaya, boleh silakan memanggil Nona untuk
ditanyai.”
"Baik, jika begitu pengakuanmu, marilah kita pergi
menemui Nona dan kalian berdua boleh membuktikan siapa
yang benar,” kata Ting Jun-jiu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Men... menemui Nona, kata Losiansing?” Goan-ci
menegas.
"Ya,” sahut Ting Jun-jiu. "Sekarang juga kita pergi
mencarinya agar perkara yang sebenarnya menjadi jelas.
Apakah kau yang mencuri atau bukan tentu hari ini akan
ketahuan.”
"Tapi... tapi Nona jauh berada di negeri Liau sana, mana
dapat diketemukan hari ini juga?” ujar Goan-ci. "Namun...
namun....”
Tanpa sengaja Sing-siok Lokoay dapat mengetahui jejak A
Ci, keruan girangnya tidak kepalang. Segera ia tanya, "Namun
apa?”
"Namun kalau Losiansing ingin pergi juga ke Lamkhia,
dengan sendirinya Siaujin bersedia mengiringi ke sana,” kata
Goan-ci.
Sing-siok Lokoay memang benar seorang mahacerdik,
biarpun tidak dapat melihat air muka Goan-ci, cukup
mendengar ucapannya saja segera ia tahu pemuda itu sangat
berharap bertemu dengan A Ci.
Ia kenal watak manusia, siapakah gerangannya yang tidak
suka pada wanita cantik. Sedangkan A Ci itu, gadis remaja
yang cantik menggiurkan, maka ia duga Thi-thau-jin ini tentu
sangat kesengsem kepada anak dara itu.
Tapi dengan sengaja ia coba memancing lagi, "Ah, buat
apa jauh-jauh pergi ke Lamkhia sana? Biarlah kukirim
beberapa pembantuku yang lihai ke sana untuk membunuh
budak itu saja dan merampas kembali giok-ting itu.”
Benar juga Goan-ci menjadi gugup demi mendengar A Ci
hendak dibunuh, cepat katanya, "Tidak, tidak! Jangan,
jangan....”
Maka makin yakinlah Ting Jun-jiu akan kebenaran
dugaannya itu, ia pura-pura tanya, "Jangan apa?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wajah Goan-ci menjadi merah, dengan gelagapan ia
menjawab, "Ini... ini....”
"Ini apa? Kau ingin memperistrikan si budak A Ci itu, betul
tidak?” tanya Ting Jun-jiu dengan terbahak-bahak.
"Memperistrikan A Ci”, hal ini sudah tentu menjadi idamidaman
Goan-ci, cuma ia tidak berani membayangkan
kemungkinan itu, hanya diam-diam tersimpan dalam lubuk
hatinya.
Ia menghormati A Ci, memuji A Ci, yang dia harapkan asal
dapat dijadikan kuda atau budak anak dara itu agar sekadar
dapat melihatnya setiap hari dan itu pun sudah puas baginya
dan sekali-kali tidak pernah timbul maksudnya yang lebih dari
itu.
Kini Ting Jun-jiu tanya secara terang-terangan padanya,
seketika ia jadi terkesima, kepala menjadi pusing dan
berdirinya limbung, akhirnya ia jawab juga, "O, ti... tidak....”
Melihat sikapnya itu, makin yakinlah Sing-siok Lokoay akan
dugaannya. Segera ia mempunyai rekaan, "Entah dengan cara
apa dan entah karena kebetulan, maka unsur racun yang
tersimpan dalam tubuh bocah ini ternyata jauh lebih hebat
daripada diriku. Aku harus menerimanya untuk menyelidiki
rahasia ilmunya, kemudian mengisap unsur racun dalam
tubuhnya itu, habis itu barulah kubunuh dia.”
Bagi Sing-siok Lokoay, jiwa orang itu dianggapnya tiada
bedanya seperti jiwa binatang. Dalam tubuh Yu Goan-ci
terdapat racun yang aneh dan hebat, itu berarti suatu mestika
yang susah dicari, maka dia bertekad akan menguras
racunnya itu, kemudian pemuda itu akan dibunuh.
Menangkap ular atau binatang berbisa harus menggunakan
Pek-giok-giok-ting, sekarang untuk memancing "manusia
berbisa” sebagai Yu Goan-ci juga diperlukan sesuatu umpan.
Dan umpan yang paling baik adalah si A Ci yang sangat
dirindukan pemuda itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendapatkan "manusia berbisa”, menemukan kembali giokting,
kemudian memberi hukuman setimpal kepada A Ci.
Sekali jalan tiga hasil, sungguh hal ini sangat menyenangkan
Sing-siok Lokoay Ting Jun-jiu.
Maka ia tanya pula, "Ingin kutanya padamu, jika
kujodohkan A Ci sebagai istrimu, kau mau tidak?”
Sudah tentu seribu kali Goan-ci mau, biarpun suruh dia
mati mendadak juga mau. Tapi ia tidak berani menjawab terus
terang, katanya dengan gugup, "Mana... mana bisa jadi?
Siaujin adalah... adalah budaknya Nona, hanya sesuai untuk
dimaki dan digebuk olehnya. Mana Siaujin berani mimpi
memperistrikan bidadari sebagai... sebagai Nona itu. Harap
jangan lagi Losiansing bicara demikian, bila diketahui Nona,
wah, tentu... tentu akan celakalah diriku.”
"Celaka apa?” ujar Ting Jun-jiu. "A Ci adalah muridku, dan
murid harus turut pada perintah guru. Kalau aku suruh dia
menjadi istrimu, masakah dia berani membangkang? Dia
mencuri giok-tingku, jika aku tidak membunuh dia itu sudah
merupakan kemurahan hatiku, masakah dia berani
membantah lagi pada perintahku?”
"Apakah betul Nona itu... murid Losiansing?” tanya Goan-ci
ragu.
Tadi di tempat sembunyinya ia dengar tanya-jawab Singsiok
Lokoay dengan anak muridnya dan diketahui A Ci
memang betul adalah murid si kakek, cuma ia sangsi gadis
yang cantik agung sebagai A Ci itu masakah seperguruan
dengan manusia-manusia yang rendah dan pengecut itu,
sungguh hal ini sangat janggal.
Maka dengan terbahak Ting Jun-jiu menjawab, "Eh, kau
tidak percaya? Hahahaha!”
Lalu ia tuding muridnya si hidung singa dan menyambung
pula, "Coba uraikan, bagaimana bentuk gadis itu?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera si hidung singa bercerita, "Tahun ini A Ci berumur
16, muka potongan daun sirih, janggutnya agak lancip, di
bawah bibir sebelah kanan terdapat andeng-andeng kecil.
Perawakannya lencir, kulitnya putih bersih, ia suka pakai baju
warna ungu dan ikat pinggang warna kuning telur.”
Apa yang diuraikan itu memang betul adalah bentuk A Ci,
maka setiap kali s i hidung singa mengucap satu kalimat, setiap
kali pula jantung Goan-ci berdebur. Akhirnya Goan-ci tidak
sangsi lagi, katanya dengan suara rendah, "Betul, memang
begitulah keadaan Nona.”
"Nah, jika kau ingin mengambil sebagai istri, itulah soal
gampang,” kata Ting Jun-jiu. "Cuma dalam perguruan kami
ada suatu peraturan, murid perempuan tidak boleh menikah
dengan orang luar, tapi harus dengan saudara
seperguruannya sendiri. Maka... ya, sudahlah, biarpun
macammu ini sangat aneh, mengingat jasamu tadi, jika kau
mau mengangkat aku sebagai guru, dapat juga aku
menerimamu.”
Tentang "memperistrikan A Ci” sebenarnya tidak berani
diharapkan Goan-ci akan menjadi kenyataan, tapi lantas
terpikir olehnya, "Ya, jika aku mengangkat Losiansing ini
sebagai guru, maka aku akan menjadi saudara seperguruan
dengan Nona....”
Melihat pemuda itu masih ragu tanpa memberi reaksi apaapa,
segera Ting Jun-jiu berkata pula, "Si budak cilik A Ci itu
sebenarnya cukup cantik juga, banyak sekali di antara saudara
seperguruannya ingin memperistrikan dia. Tapi bila kau
menjadi muridku, mengingat jasamu tadi, boleh juga akan
kuberikan hak istimewa kepadamu.”
Sudah tentu Goan-ci sangat tertarik oleh janji itu, pikirnya,
"Kalau aku melepaskan kesempatan baik ini, tentu aku akan
menyesal selama hidup. Betapa pun aku... aku tidak ingin
Nona diperistri oleh kawanan manusia rendah mirip binatang
seperti mereka ini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Terdorong oleh pikiran itu, terus saja ia berlutut dan
menyembah, "Suhu, Tecu Yu Goan-ci ingin masuk
perguruanmu, mohon Suhu suka menerima.”
"Tapi dalam perguruan kami banyak sekali peraturanperaturan
keras, apakah kau sanggup menaati? Jika diperintah
guru, apakah kau menurut dengan sungguh hati?” tanya Ting
Jun-jiu.
"Tecu akan taat dan akan tunduk pada segala perintah
Suhu,” sahut Goan-ci.
"Andaikan guru hendak mengambil nyawamu apakah kau
mau mati dengan rela?” tanya pula Ting Jun-jiu.
"Tentang ini... ini....” Goan-ci menjadi ragu.
"Coba pikir dulu, kalau rela bilang rela, kalau tidak katakan
tidak,” ujar Sing-siok Lokoay.
"Kalau bisa aku ingin hidup seribu tahun lagi, sudah tentu
aku tidak rela jika kau cabut nyawaku,” demikian Goan-ci
membatin. "Walaupun begitu, toh bila perlu kelak aku dapat
lari, andaikan tidak dapat lari, biarpun tidak rela juga tak
dapat berbuat apa-apa bila dia sudah berkeras akan mencabut
nyawaku.”
Karena itu, segera ia menjawab, "Atas segala budi kebaikan
Suhu, Tecu rela mati demi Suhu.”
"Bagus, bagus!” seru Ting Jun-jiu dengan tertawa. "Nah,
kau boleh bersumpah untuk itu.”
Pikiran Goan-ci tergerak, segera katanya, "Tecu Yu Goan-ci
kalau tidak memenuhi janji itu, biarlah kelak akan mati di
bawah hukuman Suhu yang mengerikan, boleh dicencang
hingga hancur luluh dan mayat tak terkubur.”
Ting Jun-jiu terdiam sekejap, segera ia berkata dengan
tertawa, "Kau bocah kepala besi ini licin juga. Kau katakan bila
tidak turut perintah guru sudah tentu dihukum mati olehku.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka sumpahmu ini sama saja seperti tidak diucapkan. Tapi
biarlah, asal kau ingat baik-baik janjimu ini. Nah, sekarang
coba ceritakan pengalaman selama hidupmu, uraikan sejelasjelasnya.”
Karena tak dapat menolak, terpaksa Goan-ci menceritakan
secara ringkas penghidupannya yang sengsara selama ini, tapi
ia tidak mau mencemarkan nama baik ayahnya, maka ia tidak
mengaku berasal dari keluarga Yu di Cip-hian-ceng, ia hanya
mengaku sebagai anak petani yang diculik oleh orang-orang
Cidan, di negeri Liau sana bertemu dengan A Ci, lalu diajak si
gadis untuk menangkap ular dan binatang berbisa lainnya.
Ketika Goan-ci bercerita tentang menangkap ulat sutra
yang aneh itu, tampak Ting Jun-jiu sangat tertarik dan
mendengarkan dengan penuh perhatian, bahkan ia tanya pula
keadaan dan bentuk ulat sutra itu dengan teliti. Dari air
mukanya tertampak iblis tua itu mengiler sekali kepada ulat
sutra yang hebat itu.
Diam-diam Goan-ci membatin, "Suhu ini bukan manusia
baik-baik, jika aku ceritakan tentang kitab bahasa Sanskerta
yang kuperoleh itu tentu akan dirampas olehnya.”
Sebab itulah ketika Ting Jun-jiu berulang-ulang tanya ilmu
aneh apakah yang pernah diyakinkan olehnya, tetap Goan-ci
tidak cerita tentang kitab Ih-kin-keng itu.
Ting Jun-jiu sendiri tidak kenal ilmu sakti dalam Ih-kinkeng,
maka ia cuma menyangka kepandaian yang terdapat
pada diri pemuda bertopi baja itu adalah khasiat dari ulat
sutra dingin. Dalam hati ia mencaci maki habis-habisan,
"Sungguh sayang, makhluk mestika yang susah dicari itu
tanpa sengaja dapat disedot ke dalam tubuh setan ini, benarbenar
sangat sayang!”
Dan ketika Goan-ci bercerita tentang Sam-ceng dan
akhirnya ditawan ke Siau-lim-si, mendadak Ting Jun-jiu
menepuk paha dan berseru, "Hah, jadi Sam-ceng Hwesio
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatakan ulat sutra dingin itu diperoleh dari puncak Kunlun-
san? Itulah bagus! Jika ada satu, tentu ada dua dan tiga.
Cuma luas pegunungan Kun-lun itu ada beribu-ribu li, jika
tiada penunjuk jalan, tentu ulat dingin itu akan sukar
ditangkap.”
Karena ia sendiri tadi sudah merasakan betapa mukjizatnya
Han-giok-jan, yaitu racun ulat sutra yang terdapat dalam
tubuh Goan-ci ketika mereka saling gebrak, maka ia rasa
makhluk kecil itu jauh lebih berharga daripada Pek-giok-giokting
apa segala. Tentang mencari kembali giok-ting dan
membunuh A Ci boleh dikesampingkan dahulu, mendapatkan
ulat sutra dingin itu lebih penting.
Maka ia lantas tanya, "Sam-ceng Hwesio itu sekarang
masih berada di Siau-lim-si, bukan? Hah, bagus, bagus! Boleh
kita suruh dia menunjukkan jalan dan membawa kita ke Kunlun-
san untuk menangkap ulat dingin itu.”
"He, tidak bisa jadi!” kata Goan-ci sambil goyang-goyang
kepalanya yang berat itu. "Sam-ceng itu sangat galak, belum
tentu dia mau pergi bersama kita. Lagi pula dia sedang
menjalani hukuman dan dikurung dalam sebuah kamar batu
oleh hwesio di Siau-lim-si sana, dia tidak dapat keluar
sesukanya.”
"Hahaha, dia galak? Dia tidak mau pergi bersama kita? Kan
aneh?” ujar Ting Jun-jiu dengan tertawa, "Baiklah, mari kita
pergi ke Siau-lim-si dan mencari akal untuk mengeluarkan dia
dari sana!”
Goan-ci tidak menjawab, ia ragu apakah Sam-ceng dapat
dibawa lari begitu saja mengingat di Siau-lim-si tidak sedikit
hwesio sakti.
"Kenapa diam saja?” tegur Ting Jun-jiu demi tampak
pemuda itu tidak bersuara.
"Tecu khawatir para toahwesio Siau-lim-si itu tidak mau
melepaskan Sam-ceng,” sahut Goan-ci.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biarpun Sing-siok Lokoay suka malang melintang dalam
segala hal, tapi terhadap Siau-lim-si betapa pun ia tidak berani
memandang ringan. Tapi terdorong oleh keinginan
menangkap ulat sutra sakti itu, bahaya apa pun juga akan
ditempuhnya.
Ia pikir tidak perlu bertempur dengan para kepala gundul
Siau-lim-si, cukup asal diam-diam Sam-ceng Hwesio dibawa
lari, kan beres urusannya. Masakah untuk menculik seorang
hwesio gendut saja Sing-siok Lokoay tidak mampu?
Tapi Goan-ci masih takut-takut.
"Kau didampingi suhumu, apa yang kau takutkan?” tanya
Lokoay.
"Tapi... tapi di Siau-lim-si terdapat juga seorang padri dari
Se-ek (benua barat), dia... dia akan membunuhku,” tutur
Goan-ci.
"Padri dari Se-ek? Bagaimana ilmu silatnya? Apakah lebih
tinggi daripada ke-16 padri Se-ek yang sudah mati ini?” tanya
Ting Jun-jiu.
"Tecu tidak tahu,” sahut Goan-ci. "Cuma dia berada dalam
tahanan hwesio Siau-lim-si, maka dapat diduga ilmu silatnya
tidak terlalu tinggi.”
"Dengan mudah saja ke-16 padri asing ini telah
kubinasakan, kalau cuma seorang saja masakah aku takut?”
demikian Ting Jun-jiu terbahak-bahak. "Marilah sini, hari ini
kau telah mengangkat guru padaku, biar Suhu memberi
hadiah perkenalan padamu, nah, tempelkan telingamu ke
sini!”
Dengan takut-takut Goan-ci mendekati orang dengan
perlahan. Lalu Ting Jun-jiu berbisik di telinganya, "Jika kau
bertemu dengan hwesio asing itu, asal dalam hati kau berkata
‘Sing-siok Losian, Sing-siok Losian, lindungilah Tecu, atasi
musuh dan rebut kemenangan, satu-tiga-lima-tujuh-sembilan.’
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis itu pukul sekali di tempat ini, di bahu kirinya, dengan
demikian meski gurumu berada betapa jauhnya juga akan
mengetahui kesukaranmu dan mengeluarkan ilmu saktinya
untuk membantumu. Seterusnya hwesio itu pasti akan sangat
menghormat padamu, sedikit pun tidak berani membikin
susah lagi padamu. Nah, ini adalah ilmu pertama ajaran
gurumu ini, harus kau ingat baik-baik.”
"Apakah di tempat ini?” tanya Goan-ci sambil meraba
pundak kiri sendiri.
"Benar,” sahut Ting Jun-jiu. "Dan jangan sekali-kali kau beri
tahukan kepada orang lain, sebab ini adalah ilmu mukjizat
perguruan kita sendiri. Hendaknya ingat dengan baik kalimat
mantra tadi.”
Segera Goan-ci menghafalkan sekali lagi dengan suara
perlahan. Ting Jun-jiu mengangguk-angguk, katanya, "Ehm,
bagus, ingatanmu ternyata tidak jelek. Ayolah sekarang kita
berangkat ke Siau-lim-si!”
Goan-ci tidak berani membantah, segera ia bawa
rombongan orang-orang itu menuju Siau-lim-si. Waktu
magrib, dari jauh sudah kelihatan bangunan biara yang
termasyhur itu.
Ting Jun-jiu berkata kepada para muridnya, "Kalian tidak
becus apa-apa, kalau ikut ke sana akan mengganggu malah,
maka lebih baik kalian sembunyi saja di hutan sini, hanya A Yu
saja yang ikut ke sana bersamaku.”
Para muridnya sama mengiakan, bahkan si hidung singa
lantas berkata, "Sesudah Suhu bunuh habis keledai gundul
Siau-lim-si itu, harap memberi tanda agar Tecu sekalian
segera menyusul ke sana untuk memberi selamat pada Suhu.”
Di luar dugaan Sing-siok Lokoay mendelik padanya,
semprotnya, "Selamanya hwesio Siau-lim-si tidak berani
mengutik seujung rambut pun Sing-siok-pay kita, tanpa sebab
buat apa membunuh mereka?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mestinya si hidung singa bermaksud menjilat pantat, tapi
keliru alamat hingga dipersen dengan dampratan malah.
Keruan ia menyengir dan mengiakan berulang-ulang.
Segera Goan-ci ikut sang suhu menuju ke Siau-lim-si.
Berjalan di belakang Ting Jun-jiu, dengan jelas Goan-ci
melihat lengan baju kakek itu longgar berkibar tertiup angin,
langkahnya gesit dan enteng mirip dewa dalam lukisan saja,
mau-tak-mau timbul juga semacam rasa hormatnya.
"Dengan mengangkat guru kepada seorang tokoh seperti
ini, sengaja dicari pun mungkin sukar didapatkan. Tentang
urusan Nona A Ci segala tak perlu dipersoalkan, yang terang
dengan sandaran seorang guru sehebat ini, paling tidak aku
takkan takut lagi dianiaya orang.”
Dalam pada itu mereka sudah sampai di jalan besar yang
menuju ke atas gunung. Ketika mereka hampir sampai di
gardu di luar biara, yaitu gardu yang merupakan ruangan
tunggu bagi kaum pengunjung, tiba-tiba mereka mendengar
suara derapan kaki kuda dari belakang, dua penunggang
tampak datang secepat terbang.
Sebagai orang yang kenyang dihajar orang, demi tampak
ada kuda lari datang, segera Goan-ci berkata kepada Sing-siok
Lokoay, "Suhu, ada kuda lewat! Suhu!”
Berbareng ia lantas menyingkir ke tepi jalan.
Sebaliknya Ting Jun-jiu anggap sepi saja terhadap apa
yang dikatakan Goan-ci itu, ia masih berjalan dengan gaya
bebas menurut arahnya sendiri. Maka ketika kedua ekor kuda,
seekor hitam dan seekor kuning itu kira-kira beberapa meter
sampai di belakang Ting Jun-jiu, mendadak kuda-kuda itu
menyisih ke samping dan melampauinya dari kanan-kiri.
Tiba-tiba kedua penunggang kuda itu menoleh dan
memandang sekejap pada Ting Jun-jiu dan Yu Goan-ci.
Ternyata penunggang kuda hitam itu pun berbaju hitam
mulus, perawakannya kurus kecil, tapi penuh semangat dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tampak sangat cekatan. Adapun penunggang kuda kuning
juga memakai jubah warna kuning, raut mukanya juga sangat
kurus, tapi perawakannya jangkung, alisnya panjang, sikapnya
agak aneh, usianya lebih tua daripada si baju hitam.
Melihat Goan-ci memakai kerudung besi pada kepalanya,
kedua orang itu merasa sangat heran. Tapi segera mereka
berpaling kembali, setiba di gardu tunggu, mereka melompat
turun dan menambat kuda mereka itu di pilar gardu.
Kemudian si baju kuning mengeluarkan sebuah kotak kecil,
ia angkat kotak itu sambil berseru keras-keras, "Pay-san!”
Siau-lim-si adalah pusat persilatan Tionggoan, maka
sepanjang tahun tiada sedikit orang gagah dari segenap
lapisan yang datang berkunjung, yaitu apa yang biasa disebut
"pay-san” (menyembah gunung). Di sebelah gardu tunggu itu
ada sebuah rumah kecil, di situ tinggal Ti-khek-ceng atau
hwesio penyambut tamu.
Maka demi mendengar suara tadi, segera padri penerima
tamu memapak keluar. Katanya sambil memberi hormat,
"Silakan mengaso sebentar tuan tamu. Siauceng bernama Hihong,
terimalah hormatku.”
Si baju kuning balas menghormat sambil mengucapkan
kata-kata merendah. Begitu pula si baju hitam juga memberi
hormat.
Pada saat itulah Ting Jun-jiu bersama Goan-ci juga sudah
sampai di gardu tunggu itu.
Terdengar Hi-hong, si padri penyambut tamu itu sedang
tanya, "Numpang tanya siapakah nama tuan-tuan yang
mulia?”
"Kanglam Buyung Hok yang datang pay-san!” sahut si baju
kuning.
"Lam Buyung, Pak Kiau Hong”, istilah ini boleh dikata
terkenal oleh setiap orang Bu-lim. Maka demi mendengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nama Kanglam Buyung Hok, segera hati Ting Jun-jiu tergetar.
Ia coba melirik si baju kuning, dilihatnya orang itu tinggi
kurus, melihat air mukanya yang pucat itu orang lebih percaya
kalau dia pasti seorang penderita tebese, sungguh tidak sesuai
dengan nama "Lam Buyung” yang mahasohor di seluruh jagat
itu. Maka diam-diam ia merasa sangsi.
Hi-hong juga terkejut, tanyanya segera, "Jadi... jadi tuan
sendiri ini Buyung-kongcu?”
Si baju kuning tersenyum, sahutnya, "Bukan! Aku she Pau,
bernama Put-tong!”
Lalu ia tunjuk s i baju hitam dan menyambung, "Dan dia ini
saudara angkat kami It-tin-hong....”
"Hah, kiranya Hong Po-ok, Hong-siya. Kagum, kagum
sekali, sudah lama kami kenal nama Hong-siya!” demikian
seru si padri penyambut tamu, Hi-hong, sebelum ucapan Pau
Put-tong selesai.
Maka tertawalah si baju hitam yang bukan lain adalah Hong
Po-ok itu, katanya, "Apakah Hui-jiu Suhu dari biara kalian
baik-baik saja?”
"Baik, Hui-jiu Susiok sangat baik,” sahut Hi-hong. "Beliau
sering mengatakan bahwa Hong-siya adalah seorang laki-laki
sejati, seorang kesatria dengan ilmu silat yang tinggi, Susiok
sudah lama merindukan dirimu.”
"Haha, tempatku ini pernah dipukul sekali oleh dia hingga
rasa jarum itu tidak hilang selama sebulan,” kata Hong Po-ok
dengan tertawa sambil meraba pundak kirinya. "Tapi
punggungnya juga kena kutendang, rasanya tendangan itu
juga tidak enteng.”
Lalu tertawalah ketiga orang itu bersama.
Seperti sudah dikenal, Hong Po-ok itu seorang yang
tangkas dan suka berkelahi, paling suka mencari onar dan
bertengkar, sebab itulah beberapa tahun yang lalu pernah ia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkelahi dengan Hui-jiu Siansu dari Siau-lim-si, kesudahannya
seri, sama kuat. Dan dari berkelahi akhirnya kedua orang
menjadi sahabat baik malah.
Begitulah, kemudian Hi-hong beralih kepada Ting Jun-jiu
dan bertanya, "Dan siapakah she yang mulia Losiansing ini?”
"Aku she Ting,” sahut Sing-siok Lokoay dengan angkuh.
Pada saat itu juga kembali dua penunggang kuda datang
dengan cepat, mendengar suara lari kuda itu, Hi-hong
menoleh, ia lihat seekor kuda itu berwarna merah cokelat,
penunggangnya juga memakai jubah panjang warna merah
yang sama, itulah seorang laki-laki gagah dan kekar. Sedang
kuda yang lain berwarna hijau kelabu, penunggangnya juga
memakai jubah dengan warna sama.
Sesudah dekat, kedua orang itu melompat turun dari kuda
mereka. Maka jelas kelihatan si jubah merah itu bermuka
lebar, telinganya besar, usianya sekitar setengah abad,
sikapnya yang berwibawa itu mirip seorang pembesar.
Sedangkan si baju hijau tua itu adalah seorang siucay (gelar
ujian sastra) berusia sedikit lebih muda daripada si baju
merah, kedua matanya redup sepat seperti orang kurang
tidur.
Segera Hong Po-ok menyapa, "Toako, Jiko, ini Hi-hong
Taysu dari Siau-lim-si!”
Lalu ia pun memperkenalkan mereka kepada Hi-hong, "Dan
ini adalah Ting-toako kami, Ting Pek-jwan!”
Menyusul ia tunjuk si siucay dan berkata, "Dan yang itu
adalah jiko kami, Kongya Kian.”
Hi-hong memberi hormat dan berkata, "Sudah lama kami
dengar nama Ting-toaya dan Kongya-jiya yang terhormat, hari
ini sudi berkunjung ke biara kami, sungguh suatu kehormatan
besar bagi kami.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ah, Taysu terlalu memuji,” sahut Ting Pek-jwan dan
Kongya Kian berbareng.
Mereka hanya bicara satu kalimat saja, tapi suaranya
memekak dan mendengung telinga pendengarnya. Kiranya
suara Ting Pek-jwan itu sangat lantang, meski bicaranya
seperti perlahan saja, tapi sudah cukup memekakkan anak
telinga orang lain.
"Sekejap lagi kongcu kami akan tiba, harap Taysu suka
melaporkan,” segera Kongya Kian berkata.
"Baik,” sahut Hi-hong. "Silakan kalian tunggu sebentar di
sini, segera Siauceng laporkan kepada para Supek dan Susiok
agar menyambut kemari.”
"Terima kasih,” kata Ting Pek-jwan sambil melirik ke arah
Ting Jun-jiu dan Yu Goan-ci, ia tidak tahu bagaimanakah asalusul
kedua orang ini.
Sementara itu Hi-hong lantas masuk ke Siau-lim-si dengan
terburu-buru. Ia tahu belum lama berselang di Siau-lim-si
telah berkumpul banyak kesatria Tionggoan untuk berunding
cara bagaimana menghadapi Buyung-kongcu yang serbamahir
dalam berbagai macam ilmu silat di dunia ini. Tapi tidak lama
berunding lantas terjadi peristiwa Kiau Hong membikin rusuh
di Siau-lim-si dan menempur para kesatria di Cip-hian-ceng.
Karena itu, perhatian para kesatria lantas berpindah atas
diri "Pak Kiau Hong” hingga dengan sendirinya melupakan
"Lam Buyung”, banyak perbuatan keji di dunia Kangouw orang
sama menyangka dilakukan oleh "Koh-soh Buyung”, tapi
karena peristiwa Kiau Hong itu hingga sebagian tuduhan
kepada Lam Buyung itu berpindah atas diri Kiau Hong.
Siapa duga dalam keadaan sekarang inilah tahu-tahu
Buyung-kongcu datang di sini, keruan hal ini sama sekali tak
tersangka oleh ketua Siau-lim-si, Hian-cu Siansu, dan padri
sakti lainnya. Segera Tat-mo-ih Siuco, ketua ruang Tat-mo
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yaitu Hian-lan Taysu diperintahkan menyambut keluar dengan
memimpin 15 orang padri saleh yang lain.
Dari Hi-hong mereka mendapat tahu bahwa empat orang
yang dikirim datang lebih dulu oleh Buyung-kongcu itu sangat
sopan, tampaknya tidak bermaksud jahat, apalagi Hui-jiu
Siansu juga memuji Hong Po-ok adalah seorang kawan sejati,
maka Hian-lan dan kawannya tidak membawa senjata apaapa,
mereka yakin dengan nama Buyung-kongcu yang
termasyhur, sekalipun ingin mencari perkara ke Siau-lim-si
juga tidak mungkin datang-datang lantas main hantam begitu
saja....
Sementara itu sesudah Hi-hong pergi melapor akan
kedatangan Buyung-kongcu, segera Hong Po-ok bertingkah
lagi, sesuai wataknya suka cari onar itu. Dengan keheranheranan
ia lantas mengincar dan mengamat-amati kerudung
besi di atas kepala Yu Goan-ci.
Makin dilihat makin tertarik, hingga akhirnya ia mengitari
Goan-ci, ia lihat kerudung besi itu dilas dengan sangat rapat,
untuk membukanya terang sukar. Melihat tingkahnya itu
sungguh ia ingin ketok beberapa kali kerudung besi itu.
Ting Pek-jwan sudah kenal watak saudara angkatnya yang
suka cari perkara itu, kalau dicegah malah makin menjadi-jadi,
maka ia pun tidak ambil pusing padanya.
Dan sesudah Hong Po-ok mengitar sejenak, tiba-tiba ia
menegur Goan-ci, "Hai, Sobat, selamat!”
"Ya, aku... aku selamat, kau pun selamat, sama-sama
selamat!” sahut Goan-ci dengan takut-takut demi melihat
potongan Hong Po-ok yang tangkas, petantang-petenteng dan
agresif itu.
"Eh sobat, apa-apaan kerudung besi yang kau pakai ini?”
tanya Hong Po-ok pula. "Aku sudah pernah menjelajahi antero
dunia, tapi tidak pernah melihat muka orang semacam dirimu
ini.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci merasa malu dan menunduk, sahutnya dengan tak
lancar, "Ya, aku... aku sendiri tidak kuasa... tidak berdaya....”
Dasar Hong Po-ok memang berjiwa kesatria, suka membela
kaum lemah dan mendobrak segala ketidakadilan. Mendengar
ucapan Goan-ci yang mengharukan itu, segera ia tanya,
"Siapakah orang yang jahil itu hingga membuat kepalamu
sedemikian rupa? Coba katakan, aku orang she Hong justru
ingin kenal cecongor orang itu?”
Sembari bicara, berulang ia pun melirik ke arah Sing-siok
Lokoay, ia sangka apa yang dikeluhkan Goan-ci itu tentulah
perbuatan kakek itu.
Namun Ting Jun-jiu hanya tersenyum-senyum saja sambil
balas menatap orang dengan sinar mata yang tajam.
"Bu... bukan perbuatan guruku,” demikian Goan-ci
menjelaskan.
"Habis siapa? Orang baik-baik kenapa mesti dikerudung
selapis besi seperti ini, apa sih maksudnya? Marilah, biar
kulepaskan saja!” habis berkata terus saja Po-ok mencabut
sebilah belati yang mengilap tajam, lalu hendak membuka
kerudung besi di kepala Goan-ci.
Keruan Goan-ci ketakutan, ia tahu kerudung besi itu sudah
lengket dengan kulit dagingnya, kalau dibuka secara paksa, itu
berarti akan membahayakan jiwanya. Maka cepatan ia
goyang-goyang kedua tangannya sambil berseru, "He, jangan,
jangan!”
"Tidak perlu takut,” kata Hong Po-ok. "Belatiku ini
memotong besi bagaikan memotong sayur saja, akan kukupas
kerudung besi itu dan pasti takkan melukai kulitmu.”
Tapi Goan-ci tetap menolak, "Tidak, jangan!”
"O, apa barangkali kau takut kepada orang yang
memasang kerudung ini, ya?” tanya Po-ok. "Jangan khawatir,
bila ketemu dia, katakan bahwa It-tin-hong yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menanggalkan kerudungmu ini, karena kau tidak berdaya apaapa,
jika dia marah, boleh suruh jahanam itu cari padaku.”
Habis berkata, segera ia pegang tangan kiri Goan-ci.
Melihat belati orang mengilap tajam itu, Goan-ci jadi
ketakutan, ia berteriak-teriak, "Suhu! Tolong, Suhu!”
Tapi saat itu Sing-siok Lokoay Ting Jun-jiu lagi enak-enak
berjalan santai di luar gardu untuk menikmati pemandangan
alam yang indah, terhadap seruan Goan-ci itu ia sengaja purapura
tidak dengar.
Dalam gugupnya, Goan-ci ingat kepada ilmu membela diri
yang pernah diajarkan Ting Jun-jiu, segera ia mengucapkan
mantra itu dalam hati, "Sing-siok Losian, Sing-siok Losian,
lindungilah muridmu, mengatasi musuh dan rebut
kemenangan, satu-tiga-lima-tujuh-sembilan!”
"Plok”, tiba-tiba dengan tangan kanan ia gaplok sekali di
belakang bahu kiri Hong Po-ok.
Tak tersangka bahwa tempat yang ditepuknya itu adalah
"thian-cong-hiat”, suatu tempat hiat-to penting di punggung
orang.
Padahal saat itu Hong Po-ok mencurahkan perhatiannya
hendak mengupas kerudung besi Goan-ci, khawatir kalau
mengupasnya kurang tepat hingga melukai kepalanya, maka
sama sekali tidak menduga akan diserang secara mendadak
dari belakang. Bahkan tenaga gaplokan itu kuat luar biasa,
tempat yang diarah adalah tempat berbahaya pula di tubuh
manusia.
Keruan Hong Po-ok bersuara tertahan sekali, kontan ia
roboh terjungkal. Syukur ia seorang cekatan, meski terkena
serangan itu, sekuatnya ia masih bertahan, cepat tangan kiri
menahan tanah, sekali tolak segera ia lompat bangun, tapi
darah segar lantas menyembur juga dari mulutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentu saja Ting Pek-jwan, Kongya Kian, dan Pau Put-tong
sangat terkejut demi tampak Goan-ci mendadak turun tangan
keji dan saudara angkat mereka kecundang, mereka menjadi
lebih kaget ketika melihat air muka Hong Po-ok pucat lesi.
Cepat Kongya Kian memegang nadi Hong Po-ok, terasa
denyut nadinya sangat cepat dan keras, itulah tanda
keracunan hebat. Tergerak pikiran Kongya Kian, segera ia
tuding Goan-ci dan memaki, "Anak setan, kiranya kau ini anak
murid Sing-siok Lokoay yang celaka itu dan sekali turun
tangan lantas melukai orang secara keji!”
Sembari bicara, segera ia keluarkan sebuah botol kecil dan
menuang sebiji pil penawar racun dan dijejalkan ke mulut
Hong Po-ok.
Sedang Ting Pek-jwan dan Pau Put-tong berbareng
melompat maju untuk mengadang di depan Ting Jun-jiu dan
Yu Goan-ci.
Sifat Pau Put-tong yang berangasan sesungguhnya tidak di
bawah Hong Po-ok, bahkan ia lebih gapah, lebih agresif dan
ngotot tidak mau kalah. Saat itu sudah kumpulkan tenaga
pada tangan kiri, kelima jari sudah siap mencengkeram dada
Goan-ci.
Syukurlah Pek-jwan keburu mencegahnya, "Nanti dulu,
Samte!”
Maka Pau Put-tong sempat menahan serangannya, ia
berpaling menanti komando saudara angkat itu lebih lanjut.
Tapi Pek-jwan berkata, "Di sini adalah wilayah kekuasaan
Siau-lim-si, siapa yang benar dan salah tentu akan diputuskan
oleh Hongtiang di sini secara adil dan bijaksana, kalau kita
saling gebrak begini saja, ini berarti tidak mengindahkan
orang Siau-lim-si.”
Memang tidak salah pikir Pau Put-tong, kalau dia
sembarangan bertempur dengan orang di luar Siau-lim-si,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tentu dia akan dituduh memandang enteng kepada tuan
rumah. Apalagi Siau-lim-pay sudah mempunyai kesan buruk
terhadap "Koh-soh Buyung”, lebih baik dirinya jangan
membuat onar lagi. Adapun murid Sing-siok-pay itu
tampaknya juga tidak seberapa kepandaiannya, tidak perlu
khawatir orang akan dapat melarikan diri.
Pula dilihatnya Ting Jun-jiu itu bermuka muda dan
berambut tua, sikapnya berwibawa, terang seorang kosen
yang berilmu, meski didengarnya Goan-ci memanggil suhu
padanya, tapi tampaknya kakek itu seorang baik-baik dari
kalangan cing-pay, tidak mungkin orang dari Sing-siok-pay.
Kalau dirinya ngotot terus, bukan mustahil akan membuat
runyam urusan Kongcu.
Karena itu perlahan Pau Put-tong menurunkan kembali
tangannya. Dalam pada itu Kongya Kian telah memayang
Hong Po-ok untuk didudukkan ke lantai, tertampak badan adik
angkat itu gemetaran dan gigi gemertukan, menggigil
kedinginan seperti orang terjeblos dalam jurang es.
Biasanya Hong Po-ok itu sangat tangkas, entah berapa kali
ia terluka dalam pertempuran yang pernah dilakukannya.
Biarpun terluka parah biasanya juga dapat ditahannya, sedikit
pun tidak mau unjuk kelemahan.
Tapi sekali ini, ia benar-benar tidak berkuasa lagi, selang
sejenak bahkan bibirnya juga membiru saking kedinginan,
mukanya yang pucat tadi juga bersemu hijau.
Mestinya pil penawar racun milik Kongya Kian itu sangat
manjur, tapi sesudah diminum Hong Po-ok, hasilnya ternyata
nihil, sedikit pun tidak memberi reaksi apa-apa.
Keruan Kongya Kian heran dan khawatir, cepat ia periksa
pernapasan saudara angkat itu, tapi mendadak tangan terasa
ditiup oleh serangkum angin mahadingin dan merasuk tulang.
Lekas ia tarik kembali tangannya dan berseru, "Celaka!
Mengapa sedemikian lihai dinginnya?”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia pikir jika napas yang diembuskan Hong Po-ok itu sudah
sedemikian dinginnya, maka racun dingin yang mengeram
dalam tubuhnya terang terlebih bukan main dinginnya.
Ia tahu keadaan sudah sangat mendesak, tidak sempat lagi
untuk menunggu datangnya padri Siau-lim-si, segera ia
berpaling dan menegur Ting Jun-jiu, "Apakah Anda ini guru si
orang bertopi besi ini? Saudara angkatku terkena pukulan
kejinya, harap suka memberi obat penawarnya.”
Padahal racun yang mengenai Hong Po-ok itu adalah bisa
ulat sutra dingin yang dicurahkan dengan lwekang yang
diperoleh Goan-ci dari Ih-kin-keng, jangankan Ting Jun-jiu
tidak mungkin memiliki obat penawarnya, andaikan punya
juga tidak nanti dia mau kasih.
Dalam pada itu Ting Jun-jiu lihat pintu gerbang Siau-lim-si
telah dibuka, berpuluh hwesio berbaris keluar berturut-turut,
dipandang dari jauh, terlihat tujuh atau delapan orang yang
berjalan di depan itu memakai kasa, terang hwesio tua yang
mempunyai kedudukan tinggi dalam Siau-lim-si dan kini keluar
hendak menyambut Buyung-kongcu.
Ia pikir jika kawanan hwesio itu sudah datang, untuk
meloloskan diri tentu sukar, sebaliknya dengan keluarnya
hwesio sebanyak itu, tentu penjagaan dalam biara menjadi
kendur dan ada kesempatan baik untuk menyergap dari arah
belakang sana untuk menculik Sam-ceng Hwesio.
Karena pikiran itu, segera Sing-siok Lokoay mengebaskan
lengan bajunya hingga menjangkitkan serangkum angin keras.
Seketika Ting Pek-jwan dan kawan-kawan merasa
sambaran angin itu sangat menusuk mata, segera air mata
mereka bercucuran karena terasa pedas dan susah dibuka
lagi. Diam-diam mereka mengeluh, "Celaka!”
Mereka tahu lengan baju si kakek itu mengandung bubuk
racun yang halus dan ditebarkan dengan lwekang ketika
mengebas tadi.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitu mereka pikir, tanpa urus musuh lagi segera mereka
mengadang di depan Hong Po-ok lebih dulu, sebab khawatir
pihak lawan akan turun tangan lebih keji.
Pada saat lain, tiba-tiba Pek-jwan merasa dari samping ada
angin berkesiur, tanpa pikir lagi sebelah tangannya
menghantam ke depan, maka terdengarlah suara gemuruh,
batu pasir berhamburan, kiranya pukulannya tepat mengenai
pilar gardu hingga pilar yang cukup besar itu dihantam patah,
sebagian gardu itu lantas ambruk hingga genting pecah
bertebaran. Ketika mereka membuka mata lagi, sementara itu
Ting Jun-jiu dan Yu Goan-ci sudah menghilang entah ke
mana.
Melihat Ting Pek-jwan merusak gardu, padri Siau-lim-si
yang hendak menyambut itu mengira dia sengaja cari perkara
dan mengacau, semuanya menjadi gusar, dengan langkah
cepat mereka memapak ke gardu itu.
Saat itu Ting Pek-jwan dan Pau Put-tong sudah mengejar
musuh dari dua jurusan, hanya tinggal Kongya Kian saja yang
masih menjaga Hong Po-ok di situ.
Melihat keadaan kedua orang itu, T at-mo-ih Siuco Hian-lan
Taysu lantas tahu ada kejadian luar biasa, segera ia tanya,
"Apa yang terjadi, para Sicu?”
"Seorang bocah bertopi besi menghantam sekali pada
saudara angkat kami ini, pukulannya berbisa lihai, Toako dan
Samte sedang mengejar mereka!” sahut Kongya Kian.
Hian-lan melengak oleh keterangan itu, katanya, "Bocah
bertopi besi katamu? Orang itu kan tidak tahu ilmu silat!
Bukankah dia pekerja kasar di kebun sayur sana?”
Segera seorang hwesio di sebelahnya mengiakan.
Tengah keadaan masih kacau, tiba-tiba terdengar lagi
suara derapan kuda lari dari bawah gunung, kembali seorang
penunggang kuda datang dengan cepat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seketika Kongya Kian berseri-seri girang, katanya, "Itulah
dia Kongcu!”
Tapi demi melihat kuda yang datang itu berwarna hijau
muda, air mukanya berubah muram lagi.
Mendengar orang menyebut "kongcu”, segera padri-padri
Siau-lim-si itu menduga pasti Buyung-kongcu sendiri yang
datang, maka mereka sama memerhatikan pendatang itu.
Sejenak kemudian, sampailah penunggang kuda itu di
depan gardu. Ternyata penunggang kuda ini seorang gadis
cilik berbaju warna hijau muda. Setelah dia melompat turun
dari kuda kelihatan tubuhnya langsing, potongannya
menggiurkan.
Melihat Kongya Kian, cepat gadis itu berseru, "Jiko, apakah
Enci A Cu berada di sini?”
Kiranya gadis cilik yang cantik ini adalah dayang Buyungkongcu,
yaitu pemilik Khim-im-siau-tiok, A Pik adanya.
Tempo hari waktu A Cu berpisah dengan dia dan
menyamar sebagai hwesio untuk mencuri kitab ke Siau-lim-si,
sudah sekian lama A Cu belum kembali sehingga A Pik sangat
khawatir, setiap hari ia mendesak agar Buyung Hok suka
mencari A Cu.
Tapi karena Buyung Hok sendiri lagi banyak urusan, ia tidak
ingin bercekcok dengan Siau-lim-pay hanya karena membela
seorang pelayan nakal. Dan sesudah tertunda sekian lama,
mau-tak-mau ia khawatir juga atas keselamatan A Cu, pula
setiap hari direcoki oleh A Pik, akhirnya terpaksa ia bawa
penggawa-penggawanya datang ke Siau-lim-si.
Kongya Kian tidak menjawab pertanyaan A Pik tadi,
sebaliknya ia berseru, "Di manakah Kongcu? Di mana beliau?”
Dengar suara orang yang khawatir dan cemas itu, segera A
Pik memburu ke dalam gardu dan berkata, "Di tengah jalan
Kongcu melihat seorang hwesio sedang menguber seorang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nona, beliau ingin menolong gadis itu untuk membela
keadilan, maka aku disuruh berangkat ke sini dulu dan beliau
akan segera menyusul.... He, Siko, kenapa engkau?” demikian
dengan terkejut ia memburu ke samping Hong Po-ok, ia lihat
rambut Hong-siko itu sudah berubah karena terbeku selapis es
yang tipis.
Segera A Pik bermaksud menjamah tangan Hong Po-ok,
tapi dicegah Kongya Kian dengan berkata, "Site terkena racun
yang jahat, jangan kau sentuh dia.”
Di antara penggawa Buyung-kongcu, yaitu Ting Pek-jwan,
Kongya Kian, Pau Put-tong, Hong Po-ok, A Cu, dan A Pik,
biasanya mereka saling sebut sebagai kakak dan adik,
hubungan mereka melebihi saudara sekandung. Maka demi
mendengar siko mereka keracunan, A Pik gusar dan terkejut.
Seketika ia melototi hwesio-hwesio Siau-lim-si dan berkata,
"Apakah kawanan toahwesio ini yang mencelakai Siko? Hei,
Toahwesio, lekas serahkan obat penawarnya untuk menolong
Siko!”
Tapi Kongya Kian lantas berkata, "Bukan perbuatan
mereka!”
Pada saat itulah sekonyong-konyong terdengar suara genta
di Siau-lim-si ditabuh bertalu-talu, seketika air muka para
hwesio itu berubah.
Bunyi genta yang keras dan gencar itu tak diketahui apa
maksudnya oleh Kongya Kian dan A Pik, tapi mereka dapat
menduga pasti di biara itu terjadi sesuatu yang gawat.
Maka tertampaklah dari pintu samping Siau-lim-si berlari
keluar dua hwesio berjubah kelabu dan menuju ke arah gardu
tunggu. Ginkang kedua hwesio itu sangat hebat hingga dalam
sekejap saja mereka sudah sampai di depan gardu, segera
seorang di antaranya memberi hormat kepada Hian-lan dan
berkata, "Lapor Supek, belakang gunung kemasukan musuh.
Hian-thong Supek telah terluka!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hian-lan mengangguk-angguk tanda tahu, segera ia tanya,
"Musuh ada berapa orang? Bagaimana macamnya?”
Ia tanya dengan sikap tenang, tapi sebenarnya sangat
terperanjat atas kekuatan musuh, sebab Hian-thong terhitung
salah satu jago terkemuka angkatan "Hian” dalam Siau-lim-si,
yaitu angkatan yang tertua, betapa lihainya musuh juga Hianthong
mampu melawannya dalam waktu tertentu, siapa duga
datang-datang musuh lantas dapat melukainya, hal ini benarbenar
sangat luar biasa.
Maka padri tadi melapor lagi, "Entah berjumlah berapa
orang musuh itu, juga tak diketahui bagaimana macam
mereka.”
Hian-lan berkerut kening dan melirik sekejap ke arah
Kongya Kian. Dalam hati ia menduga itu pasti siasat
komplotan Koh-soh Buyung yang sengaja hendak menyergap
Siau-lim-si dan orang yang sekali gebrak melukai Hian-thong
itu pasti Buyung Hok sendiri.
Namun saat itu Kongya Kian lagi sibuk mengawasi keadaan
Hong Po-ok, maka ia tidak memerhatikan sikap Hian-lan yang
mencurigai pihaknya.
Dalam pada itu para hwesio yang berada di situ sudah
lantas terpencar hingga Kongya Kian bertiga terkepung di
tengah.
Keluarnya padri-padri Siau-lim-si secara besar-besaran itu
adalah ingin menyambut kedatangan Buyung Hok, tapi yang
akan disambut tidak kelihatan batang hidungnya, hal ini
memang sudah menimbulkan rasa curiga mereka, kini
mendengar pula suara genta tanda bahaya dan diketahui pula
Hian-thong dilukai musuh, sudah tentu mereka menaruh
tuduhan keras kepada orang-orangnya Buyung Hok.
Sementara itu suara genta tadi mendadak berhenti, lalu
seorang hwesio berlari datang memberi lapor lagi, "Di
belakang biara dipergoki dua orang, seorang mengaku she
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ting, katanya bawahan Buyung-si dari Koh-soh, seorang lagi
menggeletak terluka, sedangkan musuh sudah lari entah ke
mana!”
Keruan Kongya Kian terkejut, cepat ia tanya, "Siapakah
yang terluka itu? Apakah seorang laki-laki kurus berbaju
kuning?”
Hwesio yang melapor itu tidak menjawab pertanyaannya,
tapi sinar matanya penuh mengunjuk rasa waspada terhadap
musuh, dan dari air mukanya itu dapat terlihat nyata bahwa
orang yang terluka itu memang betul seorang lelaki berbaju
kuning, yaitu Pau Put-tong.
Sudah tentu Kongya Kian sangat khawatir, tapi demi
teringat Hong Po-ok juga terluka, terang dirinya tidak dapat
tinggal pergi. Mengenai samte yang juga terluka itu, rasanya
takkan beralangan karena didampingi oleh sang toako.
Melihat Kongya Kian tiada maksud jahat dan A Pik juga
seorang gadis jelita yang lemah lembut dan tidak
membahayakan, maka berkatalah Hian-lan, "Apakah Buyungkongcu
akan segera tiba? Kami siap menyambutnya dengan
hormat!”
"Terima kasih,” sahut A Pik sambil memberi hormat. "Cuma
baru saja di tengah jalan Kongcu melihat seorang hwesio jahat
sedang menguber seorang nona, maka beliau telah tampil
untuk menolongnya, terpaksa kedatangan beliau akan sedikit
terlambat....”
Hian-lan merasa kurang senang, katanya, "Para padri biara
kami biasanya sangat prihatin dan sopan, mana mungkin ada
yang membikin susah kaum wanita? Apa yang dikatakan Nona
barusan kuanggap saja sebagai ucapan anak kecil, lain kali
kalau bicara hendaknya hati-hati.”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Jilid 49
"Tapi... tapi memang betul begitu,” ujar A Pik gugup,
"dan... dan hwesio itu kan belum tentu dari Siau-lim-si s ini.”
"Berpuluh li di sekitar Siau-sit-san ini setiap hwesio tentu
ada sangkut pautnya dengan biara kami, tapi nona bicara....”
sebenarnya ia hendak mendamprat A Pik, tapi melihat
kelemahlembutannya, ia jadi tidak tega dan urung
melanjutkan ucapannya.
Sesudah termenung sejenak, ia menduga kedatangan
Buyung Hok pasti tidak mengandung maksud baik, tidak perlu
ditunggu lagi, maka katanya pula, "Silakan kalian bertiga
mengaso dulu ke dalam biara kami untuk menantikan
datangnya Buyung-kongcu.”
Dengan ucapan itu, maksudnya adalah untuk menahan
Kongya Kian bertiga secara halus, jika Kongya Kian menolak
undangan itu, boleh jadi terpaksa akan dipakai kekerasan.
Tak terduga Kongya Kian terus menerimanya dengan baik,
katanya, "Terima kasih, kami terpaksa mesti membikin repot
Taysu sekalian!”
Lalu ia pondong Hong Po-ok dan mendahului melangkah ke
pintu biara dengan cepat.
Sambil berjalan A Pik bertanya juga kepada padri yang
melapor tadi, "Thaysuhu, luka samko kami itu berat atau
tidak? Yaitu lelaki kurus berbaju kuning yang kumaksudkan.
Bagaimana keadaan lukanya, apakah... apakah kawanmu yang
melukainya?”
Waktu itu semua orang sedang berjalan dengan langkah
cepat, apalagi Hian-lan masih berada di situ, sebenarnya
hwesio itu tidak berani bicara, cuma A Pik bertanya dengan
ramah tamah, ucapannya enak didengar, hingga mau-tidakmau
hwesio itu menjawabnya dengan suara perlahan, "Sicu
berbaju kuning itu....”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sampai di sini ia tuding Hong Po-ok dan melanjutkan,
"lukanya serupa dengan tuan ini, dan bukan kami yang
menyerangnya.”
Tapi sesudah merandek sejenak, kembali ia berkata,
"Agaknya... agaknya orang dari sia-pay yang menyerangnya.”
Lalu ia pun berpaling dan berkata kepada Hian-lan lagi,
"Luka yang dialami Hian-thong Supek itu pun sama seperti
mereka.”
Hian-lan melengak kaget. "Jadi Hian-thong Sute juga
kedinginan dari menggigil seperti ini?” tanyanya cepat.
"Betul,” sahut hwesio itu.
Hian-lan terheran-heran. Ia bergumam sambil berpikir,
"Jadi luka mereka bertiga serupa?”
"Badan Hian-thong Supek terasa dingin sebagai es, maka
Hongtiang telah menyalurkan Kim-kong-ciang-lik (tenaga
sakti) untuk menolongnya, tapi belum lagi sembuh,” tutur
hwesio itu.
Mendengar ucapan "belum lagi sembuh” itu nadanya tidak
meyakinkan, segera Hian-lan dapat menduga bahwa murid
keponakan itu tidak ingin unjuk kelemahan di hadapan orang
luar, maka cuma mengatakan "belum lagi sembuh,” padahal
yang benar adalah "sama sekali tidak manjur.”
Hian-lan sudah menyaksikan penderitaan Hong Po-ok
akibat serangan racun dingin itu, lalu ia khawatir juga atas diri
sang sute, tanpa bicara lagi mendadak ia melayang ke depan,
begitu cepat hingga dalam sekejap saja hanya tertampak
bayangan merah menyelinap hilang di balik pintu sana.
"Kepandaian yang hebat!” diam-diam Kongya Kian memuji
dan tercengang oleh ginkang padri tua itu.
Setelah rombongan mereka sampai ruangan tamu di
samping pendopo Tay-hiong-po-tian, karena padri Siau-lim-si
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memandang Kongya Kian bertiga pasti adalah musuh mereka,
maka sikap mereka agak kurang hormat, cuma demi
kehormatan mereka sebagai tuan rumah yang ternama, mautak-
mau mereka menyilakan duduk dan menyuguhkan
minuman kepada para tamu.
"Di manakah saudara angkat kami yang terluka itu? Di
mana dia?” demikian Kongya Kian lantas tanya dengan tak
sabar.
Tiba-tiba dari ruangan belakang ada suara sahutan orang
yang keras lantang, "Jite, aku berada di sini! Samte juga kena
serangan musuh secara keji!”
Menyusul tertampaklah Ting Pek-jwan masuk ruangan
tamu dengan memondong Pau Put-tong, mukanya tampak
muram sedih, kemudian Pau Put-tong diletakkannya di kursi.
Segera Kongya Kian menuang tiga butir pil penawar racun
dan dijejalkan ke mulut Pau Put-tong.
"Wah, Thi-thau-siaucu (Si Bocah Kepala Besi) itu benarbenar
sang... sangat aneh, aku... aku kena....” baru sekian
Pau Put-tong bicara atau giginya lantas gemertukan karena
menggigil kedinginan hingga tidak sanggup meneruskan.
Segera A Pik mengeluarkan saputangan untuk mengusap
keringat di kening kedua saudara angkat itu, tapi lantas
diketahuinya bahwa dalam sekejap saja butiran keringat itu
sudah membeku menjadi es.
Tengah A Pik merasa bingung dan heran, sementara itu
dari ruangan belakang telah masuk empat hwesio tua.
Seorang di antaranya lantas berkata kepada Pek-jwan, "Tingsicu,
Hian-thong Suheng kami juga dilukai oleh Thi-thau-jin
itu, ilmu sihir bocah itu memang sangat lihai, maka Hongtiang
bilang agar kedua saudara angkat tuan yang juga terluka itu
harap minum dulu ‘Cing-gi-liok-yang-tan’ buatan biara kami,
lalu kami akan memberi bantuan tenaga pula dengan ‘Sunyang-
lo-han-kang’.”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sungguh girang Ting Pek-jwan tidak kepalang. Ia tahu obat
Cing-gi-liok-yang-tan itu adalah obat mujarab Siau-lim-si yang
terkenal di seluruh jagat, untuk menyembuhkan racun dingin
khasiatnya boleh dikata "cespleng”, sekali minum obat itu
pasti akan sembuh.
Sedangkan "Sun-yang-lo-han-kang” adalah semacam
lwekang khas yang cuma dimiliki oleh orang Siau-lim-si. Orang
yang meyakinkan Sun-yang-lo-han-kang harus masih jejaka,
dan sedikitnya harus melatih diri dengan giat selama 40-50
tahun untuk bisa mencapai tingkatan yang sempurna.
Pada umumnya orang yang dapat meyakinkan Sun-yang-lohan-
kang itu adalah padri Siau-lim-si yang menjadi hwesio
sejak kanak-kanak hingga tua, makanya masih bertubuh
jejaka. Kalau orang biasa yang sudah pernah kawin pasti
takkan jadi meyakinkan ilmu sakti itu.
Tahu akan betapa hebatnya lwekang itu, segera Ting Pekjwan
dan Kongya Kian menyatakan terima kasih.
Lalu hwesio tua itu mengeluarkan dua butir pil sebesar biji
kelengkeng, warnanya merah tua dan diminumkan kepada
Pau Put-tong dan Hong Po-ok. Keempat hwesio tua itu terbagi
dalam dua kelompok, dua orang melayani seorang, segera
mereka gunakan telapak tangan masing-masing untuk
menahan bagian dada dan punggung Pau Put-tong dan Hong
Po-ok, mereka menyalurkan lwekang murni ke tubuh
penderita.
Selang agak lama, rasa menggigil dingin Pau Put-tong dan
Hong Po-ok lantas berhenti, air muka mereka yang pucat
kehijau-hijauan itu pun hilang lambat laun.
Akhirnya keempat hwesio tua itu menarik kembali tangan
masing-masing. Hwesio yang menjadi tertua tadi berkata,
"Kedua Sicu sekarang tak beralangan lagi!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Terima kasih atas pertolongan para Taysu, Buyung-kongcu
dan kami sekalian merasa utang budi,” kata Ting Pek-jwan
dengan rendah hati.
"Ah, hanya urusan kecil saja kenapa mesti dipersoalkan?”
sahut si padri tua.
Sebaliknya Pau Put-tong merasa penasaran meski sudah
ditolong, omelnya, "Huh, terima kasih? Kita dilukai oleh
pekerja kasar di biara ini, ayolah kita mencari ketua mereka
untuk membikin perhitungan.”
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12) dan anda bisa menemukan artikel Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12) ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-dewasa-pendekar-negeri-tayli-13.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12) ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12) sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Dewasa ; Pendekar Negeri Tayli 13 (Lanjutan Pendekar Negeri Tayli 12) with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-dewasa-pendekar-negeri-tayli-13.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar