Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 20 Juli 2012

Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16-Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16-Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16-Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16-Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16


Hi-tiok menjadi kuatir demi nampak si anak dara kena
ditawan musuh pikirnya, "Dia suruh aku membawanya ke atas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pohon , tapi aku melarikan diri lebih dulu ke sini, Padahal ilmu
ginkang ini kubalajar dari dia, bukankah aku akan dikatakan
manusia yang lupa budi dan tidak kenal kebaikan orang?"
Karena pikiran demikian, segera ia lompat turun lagi.
Dia masih memegang karun g kosong itu, waktu melompat
turun kebetulan mulut karung itu menghadap ke bawah dan
terbuka lebar, dalam gugupnya karena ingin menolong s i anak
dara, tanpa pikir lagi Hi-tiok terus mengerudungkan karung itu
pada kepada Oh-lotoa, menyusul ia menutuk pula punggung
lawan, tapi tutukan ini tetap tak bisa tepat seperti ajaran si
anak daratadi, yaitu yang diincar mestinya Ih-sik hiat, tapi
yang kena adalah sebelah bawah tempat "Wi-jong-hiat”
Oh-lotoa sendiri hanya mendengar ada angin menyambar
dari atas menyusul pandanannya menjadi gelap, apapun tidak
kelihatan lagi. Dalam kagetnya, goloknya terus membacok ke
depan, tapi mengenai tempat kosong. Kebetulan saat itu Wijong-
hiatnya ditutuk Hi-tiok.
Namun Oh-lotoa tidak lantas roboh. Hanya kedua
lengannya terasa kesemutan, "trang", golok jatuh ke tanah
cengkeramannya kepada, anak dara itu pun menjadi kendur,
dan terpaksa dilepaskan.
Dalam gugupnya karena ingin melepaskan diri dari
kerudungan karung! cepat ia mengelinding pergi.
Kesempatan itu digunakan Hi-tiok untuk memondong si
anak dara luhi meloncat lagi ke atas pohon sambil berkata.
"Wah, hampir saja! Hampir saja'"
Air muka anak dara itu tampak pucat pasi, dampratnya,
"Dasar goblok nenek mengajarkan ilmu sakti padamu, tapi dua
kali gebrak dua kali salah menggunakan."
Hi-tiok menjudi malu, sahutnya, "Ya, ya.. Aku salah
menutuk tempatnya."
"Lihatlah, kembali mereka datang lagi!" kata si anak dara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Hi-tiok memandang ke bawah, benarjuga, selain
Put-peng Tojin dan Oh-lotoa berdua bahkan tambah lagi liga
orang lain. Cuma mereka tidak berani sembarangan maju lagi,
mereka hanya bicara dan tuding-tuding dari jauh.
Seorang di antaranya yang pendet gemuk mendadak
berteriak satu kali terus menjatuhkan diri ke atas tanah, lalu
badannya yang bergelindingan itu tampak memancarkan sinar
putih yang gemerlapan. Kiranya dia telah putar dua batang
kampak pendek yang tajam dan menerjang ke bawah pohon,
menyusul terdengarlah suara "crat..crat" berulang-ulang,
kampaknya bekerja dengan cepat untuk menebang pohon.
Saking tajamnya kampak orang ini, tenaganya besar pula,
tampaknya cukup belasan kali tabasan lagi tentu pohon Siong
itu akan tumbang. Keruan Hi-tiok kelabakan dan berulangulang
berkata, "Wah, celaka. Bagaimana ini?"
Dengan sikap dingin si anak dara berkata. "Gurumu Bu-gaicu
menyuruhmu minta belajar ilmu silat kepada budak hinadina
dalam lukisan Itu, nah, boleh kau pergi memohon
padanya! Jika budak-hina-dina itu sudi mengajarkan ilmu
padamu, tentu sekaligus akan dapat kau bereskan lima ekor
babi di bawah pohon itu,"
Diam-diam Hi-liok sangat mendongkol, keadaan sudah
kepepet, tapi anak dara ini masih mengejeknya.
Namun ia tidak berani membantah, hanya mengejar napas
putus asa.
Dalam pada itu kapak si pendek gemuk di bawah pohon
masih bekerja terus dengan cepat dan pohon cemara itu mulai
bergoyang-goyang, lidi cemara juga rontok bagi hujan.
Tiba-tiba anak dara itu memberi petunjuk, " Kerahkan hawa
murni dan pusat ke Ki-kut-hiat di pundak, lalu salurkan ke
Thian-cing-hiat di siku dan teruskan ke Yang-ti-hat di
pergelangan tangan. Putarlah tenagamu di antara ketiga hiatTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
to itu sehingga tiga kali, lalu kerahkan ke Koan-ciong-'hiat di
jari manis. Nah , sudah mulai belum?"
Begitulah sambil mengajar ditunjukkan pula tempat hiat-to
yang dikatakan itu ditubuh Hi-tiok,
Ia tahu Hi-tiok sendiri tidak paham di mana letak hiat-to
yang dimaksudkan, maka harus ditunjuk secara jelas dengan
memegang tempatnya,
Sejak mendapat saluran tenaga murni dari Bu-gai-cu,
dapatlah Hi-tiok mengerahkan tenaga dalamm yang hebat itu
ke bagian mana pun sesukanya.
Demi mendengar petunjuk si anak dara, maka ia lantas
menurut, terasa pohon sudah mulai miring dan akan tumbang,
cepat ia berseru,
"Ya, sudah, tenagaku sudah siap!"
Maka berkatalah anak dara itu, "Boleh petik berapa biji
cemara dan incar baik-baik si pendek gemuk itu, boleh
kepalanya atau dadanya, gunakan tenaga yang terhimpun di
jari manis dan kelentikan biji cemara itu ."
Hi-tiok mengiakan dan segera memetik biji cemara serta
dijepit di antara dua, jarinya.
"Lekas selentik!" seru si anak dara.
Segera Hi-tiok kerjakan jarinya dan biji cemara itu terus
menyambar bawah secepat anak panah, cuma sayang,
selamanya, Hi-tiok tidak pernah belajar ilmu menggunakan
Amgi atau senjata rahasia sehingga serangan itu melenceng
agak jauh, "pluk", biji cemara .itu. mengenai tanah dan
ambles tanpa bekas.
Si pendek gemuk itu kaget juga oleh timpukan itu, tapi
hanya tertegun sejenak, lalu kapak nya menebang lagi lebih
cepat.
"Hwesio goblok, ayo coba sekali lagi,"' seru si anak dara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan rasa malu Hi-tiok menurut. Tapi karena gemetar,
sekali ini jaraknya menjadi lebih jauh daripada sasarannya.
"Untuk melompat ke pohon di depan sanajaraknya terlalu
jauh , dengan membawa diriku mungkin sukar untuk
mencapainya, keadaan sudah bahaya, lebih baik kamu
menyelamatkan dirim u sendiri saja," kata si a n a k dara.
"Mana boleh jadi," sahut Hi-tiok. "Aku bukan manusia yang
lupa pada budi orang. Biar bagaimana pun juga aku pasti akan
menolongmu sebisanya. Jika benar-benar sudah tak berdaya,
biaraku mati bersamamu saja."
"Hwesio bodoh, aku bukan sanak bukan kadangmu, buat
apa kamu ikut mati bersamaku!" kata anak dara itu. "Tapi,
hm, kan juga tidak gampang bila mereka hendak membunuh
kita berdua. Boleh petik 12 biji cemara, pegang di tanganmu
masing-masing enam biji, kerahkan tenagamu dan siap untuk
menimpuk”
Lalu ia pun mengajarkan cara mengerahkan tenaga dan
cara menimpuk.
Hi-tiok ingat baik-baik ajaran itu. Dalam pada itu pohon,
cemara itu sudah mulai tumbang ke bawah dengan membawa
suara "kraak" dan akhirnya Oh-lotoa, si pendek gemuk dan
kedua kawannya sama bersorak gembira sambil memburu
maju.
"Lekas hamburkan biji-biji cemara!" bentak si anak dara.
Tatkala itu tenaga murni yang dikerahkan Hi-tiok sedang
bergolak, maka sekali kedua tangannya bergerak, 12 biji
cemara lantas bertebaran bagai hujan terdengarlah suara
"plak-plok" beberapa kali kontan empat orang roboh
terjungkal.
Yang luput tertimpuk biji cemara hanya si pendek gemuk
saja, ia sempat menjerit kaget, lalu membuang kedua
kapaknya dan lari ke bawah gunung dengan terbirit-birit. Maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tertampaklah di tanah salju situ darah berceceran, darah yang
mengucur dari keempat korban yang menggeletak tak berkutik
itu.
Sehabis menghamburkan biji cemara, Hi-tiok kuatir kalau
anak dara itu jatuh terbanting maka ia sempat merangkulnya
untuk kemudian dibawa loncat turun dengan pelahan. Ketika
melihat luka keempat orang itu sangat parah , ia sendiri
menjadi terkesima.
Sebaliknya si anak dara lantas bersorak gembira , cepat ia
meronta lepas dari rangkulan Hi-tiok dan, segera menubruk ke
atas badan Put-peng Tojin, ia tempelkan mulutnya di jidat Putpeng
Tojin dan menghirup darah segar yang mengucur keluar
itu.
"He , apa yang kau lakukan ?" teriak Hi-tiok kaget. Cepat ia
pegang leher baju anak dara itu dan diangkat ke atas
"'Kamu sudah membunuh dia sekarang aku mengisap
darahnya sebagai obat, kenapa tidak boleh?" kata anak dara
itu.
Melihat mulut anak dara itu penuh berlepotan darah,
apalagi meringis-ringis ketika bicara, Hi-tiok menjadi takut,
perlahan ia turunkan badan orang dan berkata, "Kau bilang
aku sudah ... sudah membunuhnya ?”
"Memangnya apa dia masih hidup?" sahut anak dara itu
dan kembali berjongkok untuk menghirup darah lagi.
Melihat jidat Put-peng Tojin berlubang sebesar telur, Hi-tiok
terkesiap, pikirnya, "Wah, celaka! Biji cemara yang
kusambitkan tadi telah bersarang di batok kepalanya. Padahal
biji cemara itu adalah benda lemas, ken ..kenapa dapat
menembus tulang kepalanya?"
Ketika ia periksa lagi korban yang lain, ia lihat seorang
terkena dadanva, seorang lagi tenggorokan dan bagian hidung
masing-masing kena satu biji cemara, semuanya sudah mati,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hanya Oh-lotoa yang perutnya juga kena dua biji cemara
tampak masih kembang-kempis dan merintih-rintih, namun
belum mati.
Hi-tiok mendekati Oh-lotoa dan memberi hormat padanya,
katanya, "Oh-siansing, tanpa sengaja telah kulukaimu, dosa
kuterlalu besar, sungguh aku sangat menyesal."
"Huh, buat apa kamu bergurau lagi padaku?" kata Oh-lotoa
dengan gusar. "Ayolah boleh lekas... lekas bunuh aku saja dan
habis perkara!"
"Ah, mana aku berani bergurau dengan cian-pwe," sahut
Hi-tiok. "Sungguh aku.. aku .... " mendadak teringat olehnya
sekaligus dirinya telah membunuh tiga orang, tampaknya jiwa
Oh-lotoa ini juga susah dipertahankan lagi. Terang dirinya
telah melanggar larangan membunuh dari ajaran Budha,
seketika ia sangat menyesal dan sedih, tanpa terasa air mata
bercucuran.
Sehabis kenyang mengisap darah, perlahan anak dara itu
berdiri kembali. Dilihatnya Hi-tiok lagi sibuk membalut luka
Oh-lotoa, sebaliknya badan Oh-lotoa tak bisa berkutik, namun
mulutnya terus menerus menghamburkan caci makian yang
kotor dan keji luar biasa, dari kakek-moyang sampai bapak-ibu
Hi-tiok juga dimaki habis-habisan.
Namun Hi-tiok masih terus minta maaf, katanya "Ya, ya,
memang aku yang salah. Sungguh aku menyesal. Tapi tiada
gunanya kau maki bapak-ibuku, sebab sejak kecil aku sudah
yatim piatu, bahkan siapa bapak-ibuku yang sebenarnya juga
tid k tahu, maka percuma biarpun engkau memakinya. Kutahu
perutmu tentu sangat sakit sehingga marah-marah, aku
maklum dan tidak menyalahkanmu. Sungguh aku tidak
menduga timpukan biji cemara akan begini lihai, Ai, biji-biji
cemara itu sungguh sangat aneh, mungkin biji cemara itu
adalah sejenis yang istimewa dan tidak sama dengan biji
cemara biasa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kakek-moyangmu! Apa bedanya biji cemara ini dengan biji
cemara biasa?" rnaki Oh-lotoa. "Pendek kata, kelak kalau
kamu mati tentu akan masuk neraka dan dihukum masuk
dalam wajan minyak mendidih dan dipanggang di tungku
membara. Dasar hwesio bangsat, lwekangmu tinggi dan dapat
rnembinasakan aku, biarpun mati aku pun takkan menyesal
karena memang kepandaianku kalah jauh. Tapi buat apa
kamu mesti pentang bacot seenaknya, sudah melukai orang,
yang disalahkan biji cemaranya. Hm, mentang-mentang kamu
sudah berhasil menyakinkan Pak-beng-cin-gi' dan mestinya
juga tidak perlu main menang-menangan,"
Hi-tiok menjadi heran oleh dampratan Oh-lotoa itu,
sahutnya, "He, kau bilang Pak ... Pak..”
"Ya, hari ini memang mujur keledai gundul kecil ini" kata s i
anak dara dengan tertawa, "Sebenarnya ilmu sakti nenek 'Pakbeng-
cin-gi' ini adalah ilmu yang dirahasiakan dan tak
diajarkan pada siapa pun juga. Tapi kamu berhati sangat
tulus, benar-benar rela mati bagi nenek, kelakuanmu ini sudah
memenuhi syarat untuk menerima ajaranku, Apalagi dalam
keadaan kepepet ketika nenek perlu bantuanmu. Eh, Oh-loioa,
boleh juga pandanganmu ya, ternyata kaupun kenal nama
ilmu yang digunakan hwesio cilik ini."
Kedua mata Oh-lotoa sampai melotot saking herannya,
agak lama barulah ia berkata, "Sia ....siapakah kau? Tadi
engkau bisu, kenapa sekarang dapat bicara?"
"Hm, berdasar apa kau berani tanya siapa diriku?" jengek s i
anak dara. Lalu ia keluarkan sebuah'botol porselen kecil, ia
tuang dua butir pil kuning dan diserahkan kepada Hi-tiok serta
berkata, "Minumkan dia!"
Hi-tiok mengiakan tanpa banyak bicara ia terima kedua pil
itu dan disodorkan ke mulut Oh-lotoa.
Seketika Oh-lotoa mengendus bau pedas yang sangat
menusuk hidung sehingga dia bersin beberapa kali. Ia girangTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
girang kejut, katanya, "Bukan..kah ini Kiu ... Kiu-coan-himcoa-
wan?"
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 64
"Benar, luas juga pengetahuanmu ya, kamu tidak kecewa
sebagai pemimpin para Tocu," sahut si anak dara. "Pil Kiucoan-
him-coa-wan ini sangat manjur untuk mengobati segala
macam luka dan menyambung nyawa, lekas minum,"
"Kenapa engkau menolong jiwaku?" tanya Oh-lotoa. Ia
kuatir kehilangan kesempatan baik maka tanpa menunggu
jawaban si anak dara segera ia pentang mulut dan telan
kedua biji pil kuning itu.
Maka si anak dara menjawab, "Pertama aku merasa terima
kasih atas pertolonganmu, kedua, di kemudian hari aku masih
membutuhkan tenagamu."
Oh-lotoa semakin heran, katanya, "Berterima kasih kepada
pertolonganku? Padahal sudah terang aku hendak
membunuhmu, bilamana aku pernah bermaksud baik
padamu?"
"Bicaramu ternyata sangat jujur dan terus terang, kamu
tidak kecewa sebagai seorang jantan.... " jengek si anak dara.
Tiba-tiba ia mendongak ke langit, ia melihat sang surya
sudah berada tepat di atas kepala. Segera katanya kepada Hitiok,
"Hwesio cilik, aku akan melatih ilmu, kamu harus
menjaga diriku di samping sini. Jika ada orang datang hendak
mengganggu, boleh kaugunakan 'Pak-beng-cin-gi' yang
kuajarkan padamu itu, dengan segenggam pasir atau sambar
sepotong batu dan sambitkan saja pada musuh."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tapi kalau aku menewaskan orang lagi, lantas
bagaimana?" ujar Hi-tiok sambil geleng-geleng kepala. 'Tidak
... aku .. aku tak mau."
Anak dara itu pun tidak memaksa ia mendekati tepi puncak
dan memandang ke bawah, lalu katanya. "Sementara ini juga
takkan kedatangan orang, kalau tidak mau juga tak apa."
Kemudian ia duduk bersila, in rangkap kedua tangan di
depan dada, lalu jari telunjuk kanan mengacung.ke langit dan
jari telunjuk kiri menuding ke bumi, ketika ia bersuara
mendengus sekali, dari lubang hidungnya lantas memancur
keluar dua jalur hawa putih halus.
"Hei, ini ... ini 'Thian-siang-te-he-wi-ngo-tok-cun-kang' .... "
seru Oh-lotoa dengan terperanjat,
Hi-tiok tidak peduli apa yang diserukan orang sebaliknya ia
tanya, "Oh-siansing, sesudah makan obat, lukamu sudah
baikan tidak?"
Namun Oh-lotoa lantas mencaci-maki, "Keledai gundul
keparat, hwesio bangsat, lukaku akan sembuh atau tidak
peduli apa denganmu? Buat apa pura-pura tanya,"
Namun sebenarnya luka di perutnya itu memang sudah
berkurang rasa sakitnya.
Oh-lotoa tahu Kiu-coan-him-coa-wan adalah obat mujarab
milik leng-ciu-kiong di puncak Biau-biau-hong, Thian-san,
sesudah minum obat itu boleh dikata jiwanya dapat direnggut
kembali dari tangan elmaut. Tapi ia menjadi sangat
terperanjat ketika melihat anak dara itu dapat melatih ilmu
yang hebat itu,
Ia pemah mendengar cerita orang bahwa "Thian-siang-tehe-
wi-ngo-tok-cun-kang' (ilmu maha agung, di atas langit dan
di seluruh jagat) itu adalah semacam ilmu yang tak ternilai
milik Leng-ciu-kiong, kalau tidak mempunyai dasar lwekang
beberapa puluh tahun tidak mungkin dapat melatihnya. Tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
anak dara yang diculiknya dari Leng-ciu-kiong ini usianya
paling-paling cuma sembilan atau sepuluh tahun saja,
mengapa juga dapat melatih ilmu sakti itu?
Dalam pada itu kelihatan kabut putih yang terembus keluar
dari lubang hidung si anak dan telah menyelubungi sekitar
kepalanya, makin lama makin tebal kabut itu sehingga
akhirnya wajah anak dara itu tertutup semua. Menyusul
terdengar ruas tulang anak dara itu berkerotokan, bunyinya
seperti kacang digoreng.
Hi-tiok saling pandang dengan Oh-lotoa dengan bingung.
Cuma Oh-lotoa sedikit-sedikit tahu tentang "Tok-cun-kang"
itu, tapi sampai dimana cara berlatih ilmu itu tidaklah
diketahuinya,
Sementara itu suara "pletak-pletok" seperti kacang
digoreng itu mulai mereda, menyusul kabut putih pun buyar,
lalu jalur-jalur hawa putih menyusup kembali ke dalam lubang
hidung si anak dara. Habis itu, perlahan si anak dara
membuka mata dan berbangkit.
Hi-tiok dan Oh-lotoa sama kucek-kucek matanya sendiri,
mereka merasa mata sendiri sudah kabur, mereka merasa
sesudah melatih ilmu itu air muka si anak dara itu menjadi
agak aneh, tapi dimana letak perbedaannya dengan tadi
mereka tidak dapat mengatakannya.
Anak dara itu tampak mengawasi Oh-lotoa, katanya
kemudian, "Pengetahuanmu ternyata cukup luas sehingga
kenal juga Tok-cun-kang yang kumiliki ini."
"Sia ... siapakah kau'" tanya Oh-Iotoa dengan takut-takut.
"Ha , nyalimu sungguh besar sekali,” kata anak dara itu dan
tidak menjawab pertanyaan Oh-lotoa, sebaliknya ia lantas
berkata pada Hi-tiok,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Sekarang boleh kaurangkul aku dengan tangan kiri, tangan
kanan pegang pinggang belakang Oh-lotoa. kerahkan Pakheng-
cin-gi yang telah kaupahami itu dan loncat ke atas
bohon, lari ke atas puncak sana, hari ini kita dapat mencapai
500 kali lebih tinggi lagi."
"Mungkin Siauceng tidak mempunyai tenaga sekuat itu,"
ujar Hi-tiok. Tapi ia pun menuruti apa yang dikatakan anak
dara itu dan merangkulnya, sedang tangan kanan lantas
mencengkeram pinggang belakang Oh-lotoa, terasa agak
berat dan sukar meloncat ke atas pohon.
"Lekas mengerahkan tenaga dalam!" bentak si anak dara.
"Ya, ya! Dalam bingungnya aku menjadi lupa," sahut Hitiok
dengan tertawa. Dan segera ia kerahkan hawa murni di
dalam tubuh.
Aneh juga, seketika badan Oh-lotoa yang besar itu menjadi
ringan seperti kapas, apalagi badan sianak dara yang kecil itu,
boleh dikata tidak tersisa apa-apa.
Dan sekali loncat .segera Hi-tiok mencapai pucuk pohon,
menyusul ia lantas melayang ke depan menurut ajaran si anak
dara, ternyata jalannya dari atas satu pohon ke pohon yang
lain sama saja seperti dia jalan di tanah datar saja, sedikitpun
tidak sukar.
Suatu kali ia melangkah terlalu cepat sehingga melampaui
ranting pohon yang harus dihinggapinya itu, maka ia kejeblos
ke bawah. Keruan ia kaget, untung pegangannya atas si anak
dara dan Oh-lotoa tidak sampai terlepas, lekas-lekas ia
kerahkan tenaga dan meloncat lagi ke atas.
Ia kuatir didamprat si anak dara, maka tanpa berkata ia,
terus lari terlebih cepat ke atas puncak gunung sana.
Lama kelamaan cara melayangnya itu menjadi biasa dan
lancar, maka larinya semakin kencang sehingga sama-sekaili
tak dirasakan bahwa saat itu dia sedang mendaki puncak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
gunung, sebaliknya tiada ubah seperti orang sedang turun ke
bawah gunung.
"Kamu baru saja belajar Pak-beng-cin-gi', tidak boleh
digunakan dengan terlalu berat, jika mau selamat, hendaknya
berhenti saja," kata si anak dara.
Hi-tiok mengiakan, dan sesudah melayang lagi beberapa,
meter jauhnya, lalu ia "lepas gas" dan melompat turun ke
bawah, beban muatannya juga diturunkan.
Sungguh kejut, dan kagum Oh-lotoa tak terhingga, katanya
kepada anak dara itu, 'Pak ....Pak-beng-cin-gi ini baru
kauajarkan padanya hari ini dan ternyata, sudah begini hebat.
Ilmu sakti orang Leng-ciu-kiong sungguh sukar untuk dijajaki”.
Anak dara itu tak gubris padanya, ia mendekati sebatang
pohon, dilihatnya di sekeliling situ hutan sangat lebat, maka
katanya dengan tertawa dingin, "Hm, dalam tiga hari, rasanya
kawanan keroco kalian itu belum tentu mampu mencari
kesini."
"Kami sudah kalah habis-habisan. Sedang hwesio cilik ini
memiliki tenaga sakti Pak-beng-cin-gi pula, andaikan para
kawan dapat menemukan jejakmu juga tak mampu melawan,"
kata Oh-lotoa dengan putus asa.
Si anak dara tertawa dingin saja dan tidak berkata pula, ia
pejamkan mata dan bersandar di batang pohon untuk tidur.
Sesudah berlari-lari perut Hi-tiok menjadi semakin lapar, ia
pandang si anak dara, lalu memandang Oh-lotoa pula, katanya
kemudian, "Aku hendak pergi mencari makanan. Tapi kamu
berhati jahat, mungkin akan membikin celaka kawan cilik ini,
lebih baik kubawa serta dirimu saja."
Lalu ia cengkeram lagi punggung Oh-lotoa dan hendak
dibawa pergi.
Tiba-tiba si anak dara membuka mata dan berkata,
"Goblok, aku sudah mengajarkan cara tiam-hiat padamu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekarang dia sudah tak bisa berkutik dan kamu masih tak
dapat menutuknya dengan tepat"
"Justru kuatir tutukanku salah dan dia masih dapat
bergerak," kata Hi-tiok.
”Aku sudah pegang dia punya 'sing-si-hu', masakah dia
berani sembarangan bergerak?" kata si anak dara.
Mendengar istilah 'Sing-si-hu' itu, seketika Oh-lotoa
berteriak kaget, "Hah, kau .'.. kau "
"Tadi kau makan berapa biji obatku?" tanya si anak dara.
"Dua biji," sahut Oh-loto;..
"Hm, khasiat Kiu-Coan-him-coa-wan keluaran Leng-ciukiong
sangat cespleng, masakah sekali pakai perlu dua biji?"
ujar si anak dara. "Lagi pula binatang yang lebih rendah
daripada babi dan anjing seperti dirimu masakah ada
harganya untuk makan dua biji pil mujarabku?"
Seketika jidat Oh-lotoa keluar butir keringat sebesar
kedelai, tanyanya dangau suara gemetar,
"Jadi yang satu biji itu adalah , .. adalah .... "
"Coba periksa kaupunya ‘Thian-ti-hiat'" potong si anak
dara.
Dengan gemetar Oit-lotoa coba membuka baju, benar juga
ia lihat Thian-ti-hiat di tepi kelek kirinya terdapat satu titik
merah seperti andeng-andeng. Seketika ia berteriak kaget dan
hampir-hampir jatuh kelengsr, serunya, "Sebenarnya engkau
ini ... ini siapa? Da .. . dari mana kau tahu letak tempat Singsi-
hu ku? Jadi aku telah minum Toan-kin-hu-kut-wan?"
Anak dara itu tersenyum, sahutnya, "Aku masih
memerlukan tenagamu, tidak nanti aku cabut nyawamu, maka
tidak perlu takut."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun kedua mata Oh-lotoa tampak melotot lebar-lebar,
betapa rasa takutnya sungguh sukar dilukiskan.
Sudah beberapa kali Hi-tiok melihat wajah Oh-lotoa yang
ketakutan, tapi sekali ini tampak luar biasa. Maka ia coba
tanya, "Toan-kin-hu-kut-wan (pil peluluh tulang dan pemutus
otot) itu barang apa-apaan? Apakah racun?"
Muka Oh-lotoa tampak berkerut-kerut dan untuk sekian
lamanya tidak dapat buka suara.
Sekonyong-konyong ia tuding Hi-tiok dan mendamprat,
"Kamu padri bangsat, hwesio keparat, keledai gundul sialan!
Kakek moyangmu delapan belas keturunan tentu haram jadah
semua! Kelak kamu pasti akan putus anak.putus cucu, kalau
punya putra tentu juga cacat, kalau punya putri tentu tidak
laku kawin…”
Begitulah makin memaki makin aneh-aneh, sungguh
murkanya tidak alang kepalang. Lama sekali ia mengutuk Hitiok
habis-habisan, sampai akhirnya mungkin ia letih sendiri,
lalu berhenti..
Hi-tiok hanya menghela napas belaka, sahutnya."Aku
adalah hwesio, dengan sendirinya tidak kawin, kalau tak kawin
sudah tentu takkan punya anak dan cucu."
"Huh, kamu bangsat gundul ini apa mengira akan putus
turunan dengan aman? Tidak, aku justru doakan kamu akan
kawin dan kelak melahirkan dua puluh putra dan tiga puluh
putri, semuanya makan Toan-kin-hu-kut-wan, semuanya akan
merintih-rintih. dihadapanmu, mati tidak dan hidup tidak,
akhirnya kau sendiri juga telan Toan-kin-hu-kut-wan dan
rasakan siksaan obat itu."
"Hah, apakah pil itu sedemikian kejinya?" seru Hi-tiok
kaget.
"Keparat, kelak kau sendiri tentu akan tersiksa, ototmu
akan putus semua,dan mulutmu tak bisa terbuka, lidahmu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan kaku, lalu ... lalu .... " demikian Oh-lotoa mengutuk
terus, ia sendiri pun mengkirik bila teringat betapa
sengsaranya akan tersiksa bila obat itu sudah mulai bekerja.
Terbayang akan kemungkinan-kemungkinan itu sungguh ia
ingin sekarang juga membunuh diri saja.
Maka terdengar si anak dara berkata dengan tersenyum,
"Asal kau turut segala perintahku, tentu aku takkan
mengerahkan daya kerja obat itu, kenapa kamu mesti takut?
Hwesio cilik, boleh kau tutuk dia agar dia tak bisa berkutik,
jangan-jangan nanti dia menjadi gila dan benturkan kepalanya
pada batang pohon."
Hi-tiok mengiakan dan mendekati Oh-lotoa ia raba betul
tempat ih-sik-hiat, lalu menutuknya. Kontan Oh-lotoa roboh
dan pingsan,
Kiranya saat itu Hi-tiok sudah berhasil meyakinkan "Pakbeng-
cin-gi" yang sakti, sebenarnya tidak peduli dia tutuk
bagian mana pun sudah cukup membuat lawan terluka parah.
Tapi demi nampak. Oh-lotoa semaput, "Hi-tiok menjadi
kelabakan malah, cepat ia pijat-pijat gitok Oh-lotoa dan urut
dadanya, sampai sekian lama barulah Oh-lotoa siuman
kembali. Namun keadaannya sudah sangat lemah, hanya bisa
bernapas saja dan tak mampu memaki lagi,
Melihat Oh-lotoa sudah siuman barulah Hi~tiok pergi
mencari makanan.
Meski di hutan situ banyak hewan sebangsa ayam alas,
kelinci, menjangan dan kambing liar, tapi biarpun mati
kelaparan juga Hi-tiok tidak mau membunuh, makluk berjiwa.
Ia mencari sampai lama dan tidak mendapatkan sesuatu
tetumbuhan yang bisa dimakan. Terpaksa ia lompat ke atas
pohon Siang untuk memetik biji cemara ia kupas kulitnya dan
makan isinya sekadar tangsal perut.
Biji cemara itu agak gurih dan enak, cuma bijinya terlalu
kecil, sekaligus makan beratus-ratus biji juga belum terasa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kenyang. Namun begitu Hi-tiok juga tidak rakus, setelah isi
perut sekadarnya, lalu ia kumpulkan isi biji cemara itu
sehingga penuh dua saku, ia bawa kembali untuk makanan si
anak dara dan Oh-lotoa.
Sudah tentu si anak dara marah-marah karena makanan
yang tidak digemari itu, katanya, "Sudahlah, lekas kau buka
hiat-to Oh-lotoa, biar dia yang mencarikan makanan bagiku."
Lalu ia pun mengajarkan caranya membuka hiat-to yang
tertutuk tadi.
"Ya, Oh-lotoa tentu juga sudah kelaparan," ujar Hi-tiok.
Lalu ia buka Hiat-to dan meraup segenggam biji cemara untuk
Oh-lotoa, katanya, "Oh-siansing, makanlah kacang ini sedikit."
Dengan gemas Oh-lotoa melotot sekali pada Hi-tiok, lalu ia
comot biji cemara itu dan dimakan, Setiap jejalkan satu biji
kacang cemara ke mulut segera ia memaki satu kali "Hwesio
jahanam!" Setelah makan lagi satu biji, ia maki pula. "Kepala
gundul keparat!"
Namun Hi-tiok juga tidak marah, ia maklum orang mencacimaki
padanya adalah karena dia telah melukainya.
"Sehabis makan, lekas tidur, dilarang bersuara lagi!" kata s i
anak dara
On-lotoa tidak berani membantah dan cepat mengiakan.
Dengan cepat ia makan biji cemara itu, lalu rebah dan tidur.
Hi-tiok sendiri juga sangat letih, ia duduk bersila di sebelah
si anak dara, tidak lama kemudian ia pun terpulas.
Esok paginya cuaca ternyata mendung, awan hitam penuh
menutupi puncak gunung dan tampaknya akan hujan.
"Oh-lotoa," kata si anak dara. "Lekas pergi menangkap
seekor menjangan atau kambing, sebelum lohor kamu harus
kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Oh-lotoa mengiakan dan berbangkit dengan sempoyongan.
Ia jemput sebatang ranting kayu untuk dipakai sebagai
tongkat. Lalu melangkah pergi dengan berincang-incut.
Mestinya Hi-tiok merasa kasihan dan ingin memayangnya
sebentar, tapi demi ingat Oh-lotoa hendak pergi berburu dan
membunuh, segera Hi-tiok berdoa lagi, lalu katanya, "Wahai,
menjangan, ayam alas, kelinci dan sekalian makluk alam
hendaklah menjauh dan jangan sampai kena ditangkap Ohlotoa."
Si anak dara hanya mendengus saja melihat kelakuan Hitiok
yang ketolol-tololan itu.
Siapa duga, biarpun dalam keadaan terluka, entah dengan
cara bagaimana, akhirnya Oh-lotoa dapat kembali sebelum
lohor dengan hasil buruannya seekok anak menjangan.
Melihat bakal korban itu, kembali Hi-tiok berdoa berulangulang.
Menjangan kecil itu tampaknya belum ada setahun
umurnya dan masih bersuara mengembik mencari induknya,
Lalu Oh-lotoa berkata, "Hwesio cilik, lekas menyalakan api,
sebentar kita dapat makan daging panggang menjangan."
"Ampun, dosa, dosa! Siauceng sekali-kali takkan membantu
perbuatanmu yang jahat ini," kata Hi-tiok.
Namun Oh-lotoa tak peduli lagi, segera ia mencabut
belatinya terus hendak menyembelih menjangan itu.
"Nanti dulu," tiba-tiba si anak dara mencegahnya.
Oh-lotoa menurut saja dan menarik kembali belatinya.
Hi-tiok menjadi girang, serunya, "Ya, betul! Nona cilik
memang welas-asih, kelak pasti akan mendapat ganjaran yang
baik."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun si anak dara hanya tertawa dingin saja dan tidak
gubris padanya.
Dalam pada itu bayangan orang semakin mengkeret, hari
tetap mendung sehingga bayangan hampir tak kelihatan.
Akhirnya si anak dara berkata
"Sudah waktu lohor sekarang!"
Segera ia angkat menjangan kecil itu dari pegangan Ohlotoa,
sesudah pentang kepala menjangan itu, lalu
tenggorokan binatang itu digigitnya.
Saking kesakitan menjangan itu meronta-ronta sambil
bersuara keras, namun gigitan anak dara itu sangat kencang,
mulutnya mengeluarkan suara
"krok-krok", darah menjangan tiada hentinya disedot.
Keruan Oh-lotoa terperanjat, teriaknya, "Hei, hei! Kau ...
kau terlalu kejam ini!"
Namun anak dara itu tetap tidak peduli dan misih terus
sedot darah sekuatnya, rontaan menjangan itu makin lama
makin kendur, ahirnya berkdojotan beberapa kali dan tak
bergerak lagi, sudah mati.
Sesudah kenyang minum darah menjangan, hal ini kentara
dari perutnya yang agak gembung, lalu anak dara itu
melemparkan bangkai menjangan dan duduk bersila lagi untuk
melatih "Tok-cun-kang" dengan mengembuskan hawa putih,
dari hidungnya.
Pada saat itulah sinar kilat tampak berkelebat dan guntur,
berbunyi menyusul air hujan mulai mencurah dengan
derasnya. Tapi anak dara itu tetap berlatih tanpa bergerak,
kabut putih semakin tebal membungkus kepalanya, sedikit pun
tidak terganggu oleh air hujan.
Hi-tiok dan Oh-lotoa berteduh di bawah pohon besar itu.
Selang agak lama barulah tampak anak dara itu selesai
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlatih dan berbangkit. Sudah tentu pakaian anak dara itu
basah kuyup. Katanya, "Sesudah hujan berhenti, boleh daging
menjangan itu dipanggang ... "
Esok paginya kembali Oh-lotoa berburu dan mendapat
seekor kambing, caranya tetap sama, sehabis darah disedot
anak dara itu dan selesai berlatih ilmu, lalu makan daging
kambing panggang alias sate kambing,
Sudah tentu Hi-tiok merasa muak, katanya, "Nona cilik,
sekarang Oh-lotoa telah tunduk kepada segala perintahmu
dan dapat melayanimu dengan baik tanpa berani
membangkang. Maka biarlah Siauceng mohon diri sekarang
juga "
"Tidak, aku melarangmu pergi," kata anak dara itu.
"Siauceng harus cepat pulang ke Siau-lim-si untuk
melaporkan hasil tugasku, maka tidak dapat tertahan lebih
lama lagi di s ini," ujar Hi-tiok.
"Jadi kamu tidak mau menurut kata-kataku dan mau
tinggal pergi begini saja?" si anak dara menegas.
"Tapi nona jangan kuatir," ujar Hi-tiok. "Aku sudah
mendapat akal, Jubahku akan kuisi dengan rumput dan
dedaunan sehingga berwujud sebuah karung, lalu aku purapura
membawamu lari dan sengaja diperlihatkan kepada
orang di bawah gunung itu. Dengan demikian mereka pasti
akan mengejarku karena mengira dirimu berada di dalam
karung yang kugendong. Sesudah Siauceng memancing
kawanan pengejar itu sampai jauh, lalu engkau dan Oh-lotoa
dapat turun gunung dengan aman dan pulang ke Biau-biauhong
kalian."
"Akalmu ini boleh juga, tapi aku tidak mau lari" seru si anak
dara.
"Jika tak mau, ya, boleh juga kau sembunyi saja di sini,"
kata Hi-tiok "Di tengah hutan lebat penuh salju ini tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka pun sukar menemukanmu. Sesudah 8 atau 10 hari,
tanpa alangan kaupun dapat pergi dengan bebas."
"Jika lewat 8 atau 10 hari lagi, aku pun akan pulih kepada
kekuatanku antara usia 18 atau 19 tahun, tatkala itu akulah
yang tak mau memberi ampun kepada mereka," kata si anak
dara.
"Ha, apa katamu?" Hi-tiok menegas dengan heran.
"Coba periksa yang betul, apakah wajahku tiada sesuatu
perbedaan dibanding tiga hari yang lampau" kata anak dara
itu
Waktu Hi-tiok mengamat-amati, ia lihat roman anak dara
itu seperti tambah tua beberapa tahun, sekarang mirip dengan
anak perempuan umur belasan dan tidak lagi delapan atau
sembilan tahun, maka katanya dengan setengah bergurau.
"Ya engkau seperti ... seperti sudah lebih tua beberapa
tahun selama tiga hari ini. Cuma ...cuma badanmu tidak
bertambah besar."
Anak dara itu tampak sangat girang, sahutnya, "Hehe,
boleh juga pandanganmu sehingga dapat melihat aku sudah
tambah tua beberapa tahun. Dasar hwesio tolol, perawakan
Thian-san Tong-lo sudah tentu mirip anak perempuan kecil,
selamanya tak bisa tumbuh lebih besar lagi."
"Hah, Thian-san Tong-lo! Engkau, Thian san Tong-lo?"
teriak Hi-tiok dan Oh-lotoa berbareng saking terperanjat.
"Memangnya kalian sangka aku siapa?” jengek anak dara
itu dengan gusar. "Nenekmu selamanya berbadan anak kecil,
masakah kalian sudah buta semua sehingga, tidak tahu?"
Dengan mata terbelalak Oh-lotoa mengawasi si anak dara
alias Thian-san Tong-lo, mulut komat kamit seperti ingin
omong apa-apa, tapi sukar diluapkan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selang agak lama, mendadak ia berlutut dan berkata
dengan tcrguguk-guguk, "Oo, seharusnya aku sudah tahu
sejak mula, aku ... aku benar-benar orang paling goblok di
dunia ini, sebaliknya kusangka engkau adalah seorang dayang
cilik yang tiada artinya di Leng-ciu-hong, siapa tahu ....siapa
tahu engkau ... engkau adalah Thian-san Tong-lo sendiri!"
"Dan tadinya kausangka aku ini siapa?" tanya nenek
berbadan kerdil itu kepada Hi-tiok,
Sahut Hi-tiok dengan tenang dan sewajarnya, "Aku sangka
dirimu adalah, anak dara yang kesurupan setan tua!".
"Ngaco-belo!” semprot Thian-san Tong-lo.
"Apa-apaan setan tua yang selurup di badan anak
perempuan segala?"
"Habis, bangun tubuhmu sama dengan anak kecil, tapi
pikiranmu dan suara mu serupa nenek-nenek jompo, kau
sendiri mengaku sebagai nenek pula, jika bukan arwah halus
wanita tua yang selurup di badan anak kecil, masakah bisa
terjadi begitu?"
Thian-san Tong-lo terkekeh geli katanya, "Dasar hwesio
cilik tolol,"
Lalu ia berpaling kepada Oh-lotoa dan berkata, "Ketika aku
ditawan olehmu, selama itu kamu tidak membinasakan aku,
sekarang kamu tentu menyesal bukan?"
"Benar," mendadak Oh-lotoa berbangkit. "Pernah tiga kali
aku berkunjung ke Biau-biau-hong dan mendengar suaramu,
cuma kedua mataku ditutup sehingga tidak tahu mukamu.
Sungguh aku Oh-lotoa memang goblok sehingga menganggap
dirimu sebagai ... sebagai anak bisu,"
"Bukan cuma kamu saja, tapi di antara ke-36 Tongcu dan
ke 72 Tocu juga banyak yang pernah mendengar suaraku,"
kata Tong-lo. "Dan kalau nenekmu tidak berlagak bisu,
bukankah rahasiaku akan konangan dan berbahaya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berulang Oh-lotoa menghela napas gegetun katanya,
"Konon Thian-san Tong-lo memiliki ilmu sakti, membunuh
orang tidak pernah dua kali serangan. Tapi mengapa dapat
kulawan dengan sangat mudah tanpa melawan sedikit pun?"'
Thian-san Tong-lo terbahak bahak, katanya, "Aku pernah
meiyatakan terima kasih atas pertoloiganmu, dan di situlah
letak persoalannya. Hari itu kebetulan aku akan kedalangan
seorang musuh tangguh, sedangkan kesehatanku terganggu
dan sukar melawannya. Kebetulan kamu menculik aku
sehingga nenek terhindar dari bencana, bukankah aku harus
berterima kasih padamu?"
Sampai di sini, mendadak sorot matanya berubah bengis
dan sambungnya pula, "Tapi sesudah kamu tawan diriku,
kamu tuduh aku bisu pula dan menyiksa aku dengan macammacam
aniaya keji, dosamu sungguh keliwat takaran, kalau
tidak sebenarnya aku dapat mengampuni jiwamu."
Cepat Oh-lotoa menjura, katanyu, "Lolo, kata peribahasa:
yang tidak tahu tak dapat disalahkan. Jika waktu itu Oh-lotoa
mengetahui engkau adalah Thian-san Tong lo yang sangat
kuhormati dan kutakuti, biarpun nyaliku sebesar gunung juga
tidak berani main gila padamu."
"Hm, takut sih memang, tapi belum tentu kamu
menghormati diriku," jengek Tong-lo. "Kamu telah kumpulkan
36 Tongcu dan 72 Tocu untuk mengadakan komplotan khianat
padaku. Nah, bagaimana kamu akan bicara?"
Keringat Oh-lotoa mengucur sebagai hujan dan tiada
hentinya menjura sehingga batok kepalanya membentur batu,
akhirnya sampai keluar darah.
Diam-diam Hi-tiok membatin. "Kiranya nona cilik adalah
Thian-san Tong-lo, Tong-lo, Tong-lo, tadinya kusangka dia she
Tong, siapa tahu Tong artinya anak. Jadi Tong-lo benar-benar
artinya nenek berwujud bocah dan tidak berayi nenek she
Tong. ilmu silatnya terang luar biasa dan banyak tipu akalnya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula, setiap orang sangat takut padanja, sebaliknya selama
beberapa hari ini aku telah bantu dia, dalam hati diam-diam
tentu dia mentertawakan aku tidak tahu diri. Ai, Hi-tiok, wahai
Hi-tiok engkau benar-benar seorang hwesio tolol!”
la lihat Oh-lotoa masih terus menjura, segera ia tinggal
pergi tanpa pamit.
"Hendak ke mana kau? Berhenti!" bentak Tong-lo
mendadak.
Hi-tiok membalik tubuh dan memberi hormat, katanya,
"Selama tiga hari ini Hi-tiok telah berbuat macam-macam
kebodohan, sekarang aku hendak mohon diri saja!"
"Kebodohan apa?" tanya Tong-lo.
"Habis ilmu silat Lisicu sendiri sangat sakti dan
mengguncangkan dunia, tapi Hi-tiok sendiri buta dan tidak
kenal dirimu, sebaliknya berani menolongmu segala. Kalau
Lisicu tidak mengolok-olok saja aku sudah merasa berterima
kasih, aku sendiri makin pikir semakin malu, maka lebih baik
mohon diri saja," demikian, sahut Hi-tiok.
Nenek bocah itu mendekati Hi-tiok, katanya kepada Ohlotoa,
"Aku ingin bicara dengan hwesio cilik, lekas menyingkir
yang jauh."
Berulang Oh-Iotoa mengiakan dan cepat berbangkit serta
menyingkir ke sana.
"Siauhwesio (padri kecil), selama tiga hari ini kamu benarbenar
telah menyelamatkan jiwaku dan bukan berbuat
kebodohan," kata Tong-lo kepada Hi-tiok. "Selama hidup
Thian-san Tong-lo tidak pernah menguapkan terima kasih
kepada orang tapi kau telah menolong jiwaku, kelak nenek
pasti akan membalas kebaikanmu ini."
"Ah, kepandaian mu maha tinggi, masakah perli
pertolonganku? Terang engkau hanya berolok-olok saja," ujar
Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tong-lo menjadi kurang senang, katanya, "Jika aku bilang
kamu telah menolong jiwaku, maka hal itu memang benar
telah terjadi. Selama hidupku tidak suka bila ada orang berani
membantahku. Iwekang yang nenek yakinkan ini memang
betul bernama 'Thian-siang-te-he-wi-ngo-tok-sinkang’. Ilmu ini
maha sakti, tapi ada suatu ciri kelemahannya, yaitu setiap 30
tahun tentu dari tua akan kembali muda" .
"Dari tua kembali muda?" Hi-tiok nenegas dengan terheranhcran.
"Wah, jika begitu, bukankah sangat baik? Siapa di
dunia ini yang tidak ingin, kembali muda?"
"Ai, kamu hwesio cilik ini sangat jujur, kamu telah
menolong jiwaku pula, maka tiada alangannya kuceritakan
padamu," kala Tong-lo dengan menghela napas. "Sejak
berusia lima tahun aku sudah berlatih ilmu sakti itu, ketika
berumur 36 tahun aku telah 'dari tua kembali muda' satu kali
dan tempo yang kukorbankan adalah 30 hari, Ketika berumur
66 tahun kembali muda lagi dan makan waktu 60 hari. Dan
tahun ini aku berumur 96 tahun dan kembali muda lagi, maka
aku harus korbankan tempo 90 hari untuk memulihkan tenaga
sakti."
"Haa? Sekarang engkau ... engkau berumur 96 tahun?"' Hitiok
menegas dengan mata terbelalak sebesar gundu.
"Aku adalah Suci gurumu, Bu-gai-cu, jika Bugai-cu tidak
mampus, maka tahun ini dia sudah berumur 93 tahun. Aku
lebih tua tiga tahun dari dia, bukankah umurku 96 tahun
sekarang?"
Mata Hi-tiok terbelalak lebih lebar lagi. Sungguh susah
untuk dipercaya bahwa Thian-san Tong-lo itu sudah berumur
96 tahun jika dilihat dari perawakan dan wajahnya.
Maka nenek itu berkata pula, "Ilmu 'Tok-cun-kang' ini
adalah semacam Iwekang yang sangat aneh dan sakti. Cuma
sayang aku terlalu cepat melatihnya, baru berumur lima tahun
aku sudah mulai berlatih dan tiga tahun kemudian daya sakti
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ilmu ini pun tampak jelas, yaitu aku selalu awet muda dan
tidak bisa tua lagi, badanku juga tidak dapat tumbuh pula dan
selamanya berwujud seperti anak perempuan berumur
delapan atau sembilan tahun."
"O, kiranya begitu," kata Hi-tiok. Sekarang ia percaya
penuh bahwa "anak dara" itu benar-benar adalah Thian-san
Tong-lo. Kemudian ia, tanya pula, "Dan ada apa lagi ketika
engkau kembali muda pula pada tahun ini?"
"Pada saat mulai kembali muda, seluruh tenaga sakti akan
punah," tutur Tong-lo. "Dan untuk seterusnya setiap aku
berlatih satu hari, tenagaku lantas pulih seperti waktu
berumur lima tahun satu hari lagi, tenagaku pulih seperti
waktu berumur enam tahun dan hari ketiga pulih seperti umur
tujuh tahun. Jadi latihan setiap hari sama dengan satu tahun.
Cuma untuk berlatih diperlukan minum darah segar pada
waktu lohor tiap hari,
"Waktu aku diculik Oh-lotoa, tatkala itu aku baru berlatih
sampai hari keempat, maka dengan mudah dapat diculik
olehnya. Maklum waktu itu tenagaku baru-pulih seperti ketika
berumur 8 tahun, dengan sendirinya tidak dapat melawan.
Terpaksa aku pura-pura bisu dan berlagak gagu serta
dimasukkan karung oleh Oh-lotoa dan dibawa lari”
"Sejak itu aku tidak dapat minum darah segar dan tetap
berkekuatan seperti anak berumur delapan tahun saja. Dari
tua kembali muda adalah seperti ular yang mengelungsungi,
setiap kali ganti kulit baru menjadi tambah tua satu tahun,
Tapi kalau ditangkap pada waktu ganti kulit, maka celakalah”.
"Bila dalam dua-tiga hari lagi aku tidak dapat minum darah
segar sehingga tidak bisaberlatih, jika hawa mumi dalam
tubuhku meledak, maka jiwaku pasti akan melayang. Sebab
itulah kubilang kamu sudah menolong jiwaku, hal ini
sedikitpun tidak salah."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika begitu, sekarang engkau baru pulih seperti anak
berumur belasan tahun, untuk bisa pulih sampai usia 96 tahun
bukankah masih perlu waktu lebih dan 80 hari dan itu berarti
akan minta korban jiwa menjangan atau kelinci sebanyak
berpuluh ekor?"
'Thian-san' Tong-lo tersenyum, sahutnya, "Ha, hwesio cilik
sekarang rupanya sudah tambah pintar. Cuma saja dalam
waktu 80 an hari ini tenagaku masih belum dapat pulih
dengan sekaligus, kalau menghadapi kaum keroco sebangsa
Oh-lotoa, Putpeng Tojin dan lain-lain masih gampang
dibereskan, tapi bila musihku yang utama mendapat tahu
jejakku dan memburu kemari, maka susahlah, bagi nenek
untuk melawannya, untuk itu diperlukan perlindunganmu."
"Tapi kepandaianku terlalu rendah! Dalam pandangan
Cianpwe boleh dikata tiada nilainya," sahut Hi-tiok. "Jika
Cianpwe sendiri tidak sanggup melawan musuh itu, apalagi
diriku yang tak becus. Maka menurut pendapatku akan lebih
baik bila Cianpwe menghindar saja sejauh mungkin, nanti
sesudah 80-an hari lagi, kalau tenaga sakti Cianpwe sudah
pulih kembali tentu tidak perlu takut lagi kepada musuh mana
pun."
"Meski kepandaian mu rendah, tapi tenaga murni himpunan
Bu-gai-cu selama 70 tahun sudah di curahkan seluruhnya ke
dalam tubuhmu, asal kaupaham cara mengarahkannya, tentu
masih cukup untuk menandingi sekadarnya terhadap musuh
utamaku itu," kata Tong-!o. "Baik, begini saja, marilah kita
mengadakan 'barter' Aku nanti mengajarkan" ilmu silat sakti
padamu, kemudian kau gunakan ilmu silat ajaranku itu untuk
melindungiku menghadapi musuh, ini namanya saling
menguntungkan.".
Dasar Thian-san tong-lo sudah biasa main perintah, setiap
kata-katanya tidak pernah dibantah oleh siapa pun juga, maka
tanpa menunggu jawaban Hi-tiok segera ia melanjutkan lagi,
"Sebenarnya kaupun tidak terlalu bodoh. Kamu mirip anak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kaum hartawan, ya, boleh dikatakan putra kaum milyarder,
kamu mendapat warisan yang berlimpah-limpah, jadi tidak
perlu mengumpulkan kekayaan lagi, tapi sebaliknya kamu
tidak dapat menggunakan uang, maka boleh belajar cara
berfoya-foya menghamburkan uang? Maka asal kamu melatih
selama sebulan saja tentu akan kelihatan hasilnya, dua bulan
kemudian kamu sudah cukup kuat untuk sekadar menandingi
musuhku it.u. Nah, ingat dengan baik, langkah pertama
adalah .... "
"Jangan, Ciaupwe!" berulang Hi-tiok menggoyang
tangannya. "Siauceng adalah murid Siaulimpai, biarpun
kepandaian Cianpwe maha sakti, tapi Siauceng sekali-kali tidak
boleh mempelajarinya. Maaf, hendaknya jangan marah. Maaf!"
Thian-san Tong-lo menjadi gusar, semprotnya,
"Kepandaianmu dari Siau-lim-pai itu sudah dipunahkan habis
oleh Bu-gai-cu, mengapa kamu masih mengaku sebagai murid
Siau-lim-pai segala?"
"Ya, apa boleh buat, terpaksa Siauceng akan pulang ke
Siau-lim-si dan mulai belajar lagi dari semula," kata Hi-tiok.
Tong-lo tambah marah, "Jadi kamu anggap golongan kami
adalah oarng jahat dan kamu tidak sudi belajar ilmu kami?”
"Bukan begitu maksudku," sahut Hi-tiok. "Orang beragama
harus welas-asih dan mengutamakan menolong sesamanya.
Tentang ilmu silat kalau bisa melatihnya hingga tinggi
memang baik juga, tapi kalau tidak mahir juga tidak menjadi
soal."
Melatih Hi-tiok bicara dengan penuh hikmat seperti padri
saleh, diam-diam Tong-lo merasa dongkol, ia pikir padri cilik
ini sangat kepala batu kalau dipaksa tentu akan gagal. Tibatiba
ia mendapat akal, segera ia berseru, "Oh-lotoa, lekas
pergi menangkap dua ekor menjangan dan segera
disembelih!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu itu Oh-lotoa lelah menyingkir agak jauh, karena
tenaga Thian-san Tong-lo masih lemah, maka suaranya tak
didengar Oh lotoa. Sesudah diulangi menggembor dua-tiga
kali, akhirnya baru terdengar Oh-lotoa mengiakan.
"He, kenapa engkau hendak menyembelih menjangan
lagi?" seru Hi-tiok kaget. "Hari ini bukankah engkau sudah
minum darah segar?"
"Habis, kamu yang memaksa aku menyembelih kenapa
banyak omong pula?" sahut Tong-lo dengan tertawa.
Hi-tiok menjadi heran, katanya, "Bi ... bilakah aku
memaksamu menyembelih menjangan ?”.
"Kamu tidak mau membantu aku melawan musuh, maka
akhirnya aku pasti akan dianiaya dan dibunuh musuh. Karena
itu, coba kalau kamu menjadi aku, apa kamu tidak merasa
masgul? Dan untuk melampiaskan rasa dendamku terpaksa
aku ambil korban atas hewan saja."
"Omituhud'. Ampun! Ampuun" sahut Hi-tiok.
"Cianpwe, kawanan hewan itu sesungguhnya juga sangat
kasihan. Hendaklah mengampuni jiwa mereka saja."
"Hm, sedangkan jiwaku sendiri sebentar lagi juga mungkin
akan melayang, lantas siapa yang pernah menaruh belas
kasihan padaku?" jengek Thian-san Tong-lo. Lalu ia berteriak
keras-keras
"Oh-lotoa, lekas pergi, dua ekor, tidak boleh kurang"
Dan dari jauh terdengar Oh-lotoa mengiakan.
Hi-tiok menjadi bingung dan tak berdaya. Jika ia tinggal
psrgi begitu' saja, maka entah berapa banyak kambing dan
menjangan tak berdosa yang akan dibunuh Thian-san Tong-lo.
Sebaliknya kalau suruh dia tinggal terus di situ untuk belajar
ilmu silatnya Toug-lo, Hi-tiok merasa enggan juga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cara Oh-lotoa menangkap menjangan rupanya sangat
pintar, sebab tidak terlalu lama ia sudah kembali dengan
menyeret dua ekor menjangan hidup. Ia tahu Thian-san Tonglo
perlu darah yang segar, maka ia tidak lantas
menyembelihnya.
"Darah segar yang kuperlukan hari ini sudah cukup, boleh
kau potong menjangan itu dan buang saja ke selokan sana,"
kata Tong-lo dengan tak acuh.
Oh-lotoa mengiakan, sekali belatihnya bekerja "kuik",
kontan seekor menjangan dijagalnya. Ketika ia hendak potong
lagi menjangan yang lain, tiba-tiba Hi-tiok berteriak, "Nanti
dulu, berhenti!"
"Jika kamu menurut kepada perintahku, maka boleh
kuampuni jiwa menjangan ini," kata Tonglo, "Tapi kalau kamu
tetap mau tinggal pergi, maka setiap hari tentu akan
kusembelih sepuluh ekor menjangan, dan 20 ekor ayam alas,
30 ekor kambing, Banyak sedikit korban nanti bergantung
kepada keputusanmu ini. Dahulu sang Budha rela
mengorbankan diri sendiri bagi sesamanya, beliau bilang
"Kalau aku sendiri tidak masuk neraka siapa yang mau masuk
neraka?" Dan sekarang nenek cuma minta kamu tinggal di s ini
buat beberapa hari lagi dan tidak menyuruhmu masuk neraka,
namun kamu tetap tidak mau dan tega membiarkan jiwa
kawanan hewan menjadi korban, apakah caramu ini ada
setitik rasa sebagai murid Budha ?"
Hi-tiok sampai berkeringat dingin mendengar "kotbah"' itu,
cepat sahutnya, "kritik Cianpwe memang benar. Baiklah, harap
lepaskan menjangan itu dan aku pasti akan menurut kepada
peminataanmu,"
Tong-lo sangat girang, segera ia berkata kepada Oh-lotoa,
"Nah, lekas lepaskan menjangan hidup itu! Lalu kau sendiri
lekas menyingkir yang jauh "
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah Oh-lotoa menyingkir agak jauh lalu Thian-san,
Tong-lo mengajarkan istilah-istilah dan rahasia-rahasia ilmu
cara bersemadi dan mengerahkan hawa murni dalam tubuh.
Thian-san Tong-lo adalah saudara seperguruan dengan Bu
gai-cu, dangan sendirinya ilmu silat yang diajarkan itu sangat
gampang diterima oleh Hi-tiok yang telah mempunyai dasar
iwekang yang sama. Sedikit latihan saja kemajuannya sudah
maju dengan pesat
Besoknya ketika Thian-san To-ig-lo mengisap darah
menjangan lagi untuk melatih "Tok-cun-kang" sekali ini ia
tidak membinasakan korbannya, ia bubuhi obat pada luka
tempat gigitan, lalu binatang itu dilepaskan. Katanya kepada
Oh-lotoa,
"Karena Siausuhu" ini tidak suka orang membunuh mahluk
berjiwa, maka selanjutnya kau pun tidak boleh, makan barang
berjiwa, hanya boleh makan biji cemara saja. Jika kutahu
kamu makan daging menjangan atau kambing, hm, segara
kusembelih dirimu untuk mengganti jiwa binatang yang kau
bunuh itu."
Sudah tentu Oh-lotoa tidak berani membantah di mulut ia
menyatakan tunduk, tapi. dalam hati ia mengumpat Hi-tiok,
sedari kakek-moyang ke 16 keturunan sehingga bapakbiyungnya
juga ikut dicaci-maki habis-habisan. Tapi ia tahu
sekarang Hi-tiok adalah "anak mas" Thian-san Tong-lo,
betapapun ia tidak berani sembarangan mengeluarkan katakata
kotor.
Keadaan begitu telah berjalan beberapa hari, bukan saja
Thian-san Tong-lo tidak membunuh lagi, bahkan Oh-lotoa juga
ikut-ikutan puasa. Tentu saja Hi-tiok sangat senang, pikirnya,
"Orang sudah menepati janji padaku, betapapun aku juga
harus berbuat sepenuh tenaga baginya."
Maka setiap hari ia berlatih dengan lebih giat, sedikit pun
tidak berani malas.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selama beberapa hari, yang paling aneh adalah perubahan
wajah Thian-san Tong-lo, hanya dalam, waktu lima-enam hari
saja dari wajah anak dara berusia 11 atau 12 tahun sekarang
sudah berubah menjadi 17 atau 18 tahun. Yang tidak berubah
hanya perawakannya, masih tetap pendek dan kecil, kerdil
atau mini.
Hari itu lewat lohor, sesudah Thian-san Tong-lo habis
melatih Tok-cun-kang", lalu katanya kepada Hi-tiok dan Ohlotoa,
"Sudah cukup lama kita tinggal di sini, rasanya binatang
iblis itu pun akan dapat menyusul tiba. maka hwesio cilik boleh
gendong aku dan lari ke puncak yang lebih tinggi sana,
sebelah tanganmu tetap mencangking Oh-lotoa dan melayang
di atas pohon agar tidak meninggalkan bekas di tanah salju."
Hi-tiok mengiakan saja, tapi ketika dia hendak angkat
Thian-san Tong-lo ke atas punggungnya, sekonyong-konyong
dilihatnya air muka "anak dara" itu sangat cantik, ia menjadi
kaget dan menarik kembali tangannya, katanya dengan suara
ragu,
"Siau , .. Siauceng tidak berani mengganggu"
"Tidak berani mengganggu apa?" tanya Tong-lo dengan
heran.
"Cianpwe sudah pulih kembali menjadi seorang nona
dewasa dan bukan lagi anak dara cilik, maka orang beragama
lebih-lebih harus patuh, pada larangan antara kaum pria dan
wanita,"sahut Hi-tiok.
Tiba-tiba Tong-lo mengikik tawa sehingga pipinya bersemu
merah dan tambah cantik, katanya,
"Siauhwesio suka ngaco-belo! Lolo (nenek) adalah nini-nini
yang sudah berusia 96 tahun, apa alangannya kamu
menggendong aku?"
Habis berkata, segera ia hendak menggemblok di atas
punggung Hi-tiok..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"He. jangan, jangan.!” cepat Hi-tiok berseru dan segera
lari.
Dengan menggunakan ginkangnya segera Thian-san Tonglo
mengejar dari belakang.
Saat itu "Pak-beng-cin-gi" yang dilatih Hi-tiok sudah
mencapai tiga perempat masak, sebaliknya Thian-san Tong-lo
baru pulih kekuatannya antara umur 18 tahun, melulu ginkang
saja ia sudah kalah jauh daripada Hi-tiok. Maka hanya
sebentar saja ia sudah ketinggalan jauh. "
"Siauhwesio, berhenti, berhenti!" cepat Tong-lo berseru.
Hi-tiok menurut, ia berhenti dan berkata,
"Biar kugandeng tanganmu dan kita melompat bersama ku
atas pohon!"
Tong-lo menjadi gusar, katanya, "Dasar goblok, sedikit pun
tidak bisa berpikir, rasanya selama hidupmu pun sukar
menguasai ilmu mujizad"
Pada saat itulah tiba-tiba Hi-tiok melihat di belakang Thiansan
Tong-lo ada berkelebatnya bayangan orang. Bayangan itu
seperti ada dan seperti tidak ada, rupanya orang itu
berpakaian putih mulus sehingga susah dibedakan antara
tanah salju yang putih dengan bayangan orang itu.
Hi-tiok terkejut dan segera memapak maju. Mendadak
terdengar teriakan Thian-san Tong-Io yang terus berlari ka
arah Hi-tiok.
Tiba-tiba terdengar bayangan orang tadi berkata "Suci,
senang benar engkau tinggal di s ini!"
Ternyata suara seorang wanita yang halus merdu.
Waktu Hi-tiok melangkah maju dua-tiga tindak lagi dan
mengawasi, ternyata orang berbaju putih itu berpotongan
langsing menggiurkan, terang adalah kaum wanita, tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mukanya berkerudung kain sutra sehingga tidak kelihatan
wajahnya.
Mendengar wanita itu menyebut Tong-lo sebagai "Suci"
(kakak perguruan), maka Hi-tiok berpendapat dirinya tentu
takkan repot-repot lagi mengawal nenek itu karena sekarang
Tong-lo sudah kedatangan bala bantuan orang sendiri.
Tapi ketika ia lirik Thian-san Tong-lo, ia lihat air muka
nenek itu sangat aneh, tampaknya sangat heran, jeri dan
gusar, bahkan bersikap setengah mengejek pula.
Tiba-tiba nenek itu melompat ke samping Hi-tiok dan
berseru "Lekas gendong aku dan lari ke atas puncak sana!"
Tapi Hi-tiok masih ragu, katanya, "Tentang ini .. , ini agak
tidak pantas!"
Tong-lo menjadi gusar, "plok", mendadak ia gampar Hi-tiok
sekali sambil berteriak, "Perempuan hina-dina itu sudah
menyusul kemari dan aku terancam bahaya, apa kamu tidak
lihat?”
Karena tenaga Tong-lo sekarang sudah pulih sebagian,
maka tamparan itu cukup keras, kontan pipi Hi-tiok merah
bengkak.
"Suci," terdengar wanita baju putih itu berkata, "Sampai
tua tabiatmu ternyata tetap tidak berubah selalu ingin
memaksakan keinginanmu pada orang lain dan suka memukul
dan memaki orang""
Mendengar ucapan wanita berbaju putih itu, seketika timbul
rasa suka pada diri Hi-tiok, pikirnya, "Jika orang ini betul-betul
adalah sesama perguruan dengan Tong-lo dan Bu-gai-cu,
maka tabiatnya terang sangat berbeda, lebih halus, lebih
sopan dan tahu aturan."
Dalam pada itu Tong-lo masih terus mendesak Hi-tiok,
"Lekas gendong aku dan melarikan diri, makin jauh makin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baik, bantuanmu ini tentu takkan kulupakan dan akan kubalas
sebaik-baiknya."
Sebaliknya wanita baju putih itu berdiri disamping dengan
tenang-tenang saja, gayanya indah menarik.
Diam-diam Hi-tiok merasa nona yang tak dikenal itu benarbenar
sangat sopan-santun, mengapa Tong-lo menjadi
ketakutan dan benci padanya
"Suci, kita sudah 20 tahun tidak berjumpa, dan baru
sekarang kita bertemu kenapa lantas terburu-buru hendak
pergi?" terdengar wanita baju putih itu berkata, "Siaumoai
telah menghitung bahwa dalam beberapa hari ini adalah hari
bahagiamu karena dari tua telah kembali muda. Kabarnya
paling akhir ini engkau tidak sedikit mengangkat anak buah
yang tak senonoh. Siaumoai kuatir mereka akan berbuat tidak
menguntungkan Suci, maka sengaja berkunjung ke Biau-biauhong
dengan maksud hendak membantumu untuk melawan
serangan dari luar, tapi justru tidak dapat bertemu
denganmu."
Karena Hi-tiok tetap tidak mau menggendong dia dan lari
dalam keadaan tak berdaya terpaksa Tong-lo menjawab
dengan marah-marah, "Hm terima kasih atas maksud baikmu!
Kamu sengaja datang ke Biau-biau-hong sewaktu kau tahu
aku sedang lemah, apa kamu bermaksud membalas
dendammu masa dahulu? Hah, mungkin di luar dugaan mu
bahwa tanpa sengaja aku telah diculik orang dan dilarikan
sehingga kamu. Menubruk tempat kosong dau sangat kecewa,
bukan? Li Jiu-sui, meski hari ini kamu tetap dapat menemukan
aku, namun sayang kamu sudah terlambat beberapa hari,
sudah tentu aku tetap bukan tandinganmu, tapi tujuan mu
hendak mengurus tenaga sakti yang kuhimpun selama hidup
ini jelas tidak bisa lagi."
"Ai, mengapa Suci berkata demikian?'" sahut wanita baju
putih. "Sejak Siaumoai berpisah dengan Suci, sungguh
Siaumoai senantiasa terkenang padamu, sering kuingin
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berkunjung pada Suci, tapi sejak Suci pernah salah paham
kepada Siaumoai dan setiap bertemu pasti Suci
mendampratku, sebab itulah supaya tidak membikin marah
Suci dan agar tidak dihajar Suci, maka selama ini aku tidak
berani berkunjung ke Leng-ciu-kiong. Jika sekarang Suci
menganggap Siaumoai mempunyai tujuan jahat, ucapan Suci
ini sungguh agak berlebih-lebihan.'"
Begitulah berulang-ulang wanita baju putih itu menyebut
"Suci" dengan penuh hormat dan mesra, sebaliknya watak
Thiau-san Tong-lo dikenal Hi-tiok agak galak. Maka ia
menduga permusuhan diantara kedua wanita yang baik dan
jahat ini pasti Thian-san Tong-lo adalah pihak yang salah.
Maka terdengar Tong-lo menjawap dengan gusar, "Li Jiusui,
pendek kata, kamu tidak perlu putar lidah lagi. Lebih baik
lihatlah, apa ini dan segera ia julurkan tangannya dan
perlihatkan cincin besi yang dipakainya pada jari kecil tangan
kiri itu.
Wanita baju putih itu tampak tergetar dan berseru, "Hah,
Ciangbun-tiat-goan (cicin tanda ketua)! Kau ... kau dapatkan
dari mana?".
"Sudah tentu dia yang memberi. Sudah tahu kenapa purapura
tanya?" sahut Tong-lo dengan tertawa dingin.
Wanita baju putih itu tampak rnelengak tapi segera ia
berkata, "Hm, mana bisa dia... memberikan padamu. Jika
bukan mencuri, tentu kau merampas dari dia."
"Dengarkan, Li Jiu-sui!" tiba-riba Thian-san Tong-lo
berseru. "Ciangbunjin dari Siau-yan-pai memberi perintah
supaya kamu lekas berlutut untuk terima perintah."
"Hm, siapakah yang mengangkat kamu sebagai
Ciangbunjin?" sahut wanita baju putih alias Li Jiu-sui itu.
"Kutaksir cincin itu besar kemungkinan kau rampas dari dia
setelah lebih dulu kaucelakai dia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sejak tadi sikap Li Jiu-sui tenang-tenang saja tapi demi
melihat cincin besi itu, bicaranya mulai aseran dan tidak
sabaran lagi.
"Kamu tidak mau tunduk pada perintah Ciangbunjin dan
bermaksud memberontak, ya?" kata Tong-lo pula.
Mendadak sinar putih berkelebat, pada detik lain terdengar
suara "bluk" sekali tahu-tahu tubuh Thian-sau Tong-lo
mencelat pergi dan terbanting sejauh beberapa meter,
"He, ada apa" teriak Hi-tiok kaget. Segera dilihatnya di atas
tanah salju itu terdapat sejalur garis merah, ternyata jari kecil
Thian-san Tong-lo telah jatuh terputus di atas salju dan cincin
besi itu sudah berada di tangan Li Jiu-sui.
Kiranya dengan cepat luar biasa Li Jiu Sui telah menabas
jari kecil Thian-san Tong-lo dan merebut cincinnya, lalu
menghantamnya pula sehingga mencelat. Sedangkan senjata
apa yang digunakan untuk menabas jari, karena saking
cepatnya sehingga Hi-tiok sama sekali tidak melihatnya.
Maka terdengar Li Jiu-sui berkata, "Suci, sebenarnya cara
bagaimana kau celakai dia, hendaknya katakan pada Siaumoai
saja. Selamanya Siaumoai sangat hormat dan cinta padamu,
Siaumoai pun takkan membikinmu terlalu susah."
Setelah memegang cincin besi itu, maka ucapanya mulai
berubah lagi menjadi halus dan sopan.
Karena tidak tega, Hi-tiok ikut berkata, "He, kalian adalah
saudara seperguruan, buat apa saling aniaya sekeji itu? Bugai-
cu Losiansing sekali-kali bukan ditewaskan oleh Tong-lo,
Orang beragama tidak boleh dusta, aku tidak bohong
padamu,"
"Numpang tanya siapakah gelaran Taisu? Di mana Taisu
bersemayam ? Kenapa kenal nama Suhengku?"" tanya Li Jiusui
kepada Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siauceng bergelar Hi-tiok. murid Siau-lim-si. Tentang Bugai-
cu Losiansing .... ai, urusan ini sangat panjang kalau
diceritakan .... "
Belum lanjut ucapan Hi-tiok, sekonyong-konyong Li Jiu-sui
mengebaskan lengan bajunya dan tiba-tiba Hi-liok merasa
kedua dengkulnya kesemutan, seketika jatuh terkulai ke
tanah,
"Siausuhu adalah padri saleh Siau-lim-pai, maka aku cuma
sekadar menjajal kepandaianmu saja," kata Li Jiu-sui dengan
tersenyum. "Hah, meski nama Siau-lim-pai sangat gemilang di
dunia kangouw, ternyata anak muridnya juga cuma begini
saja."
Samar-samar Hi-tiok dapat melihat wajah di balik kerudung
kain sutra tipis itu agaknya sangat cantik, usianya kurang lebih
40-an tahun, tapi pada muka yang molek itu seperti ada
beberapa jalur bekas darah atau bekas luka, karena tidak jelas
kelihatan sehingga membuat orang yang memandangnya
merasa seram.
Lalu Hi-tiok menjawabnya, "Aku adalah hwesio paling tidak
becus dari Siau-lirn-si, harap Cianpwe jangan pandang
seorang tak becus seperti aku ini untuk menilai seluruh orang
Siua-lim-piu."
Namun Li Jiu sui tidak gubris padanya, perlahan ia
mendekati Thian-san Tong-lo, katanya, "Suci, selama ini
sungguh Siaumoai sangat rnerindakan dirimu. Syukur Thian
maha adil dan akhirnya Siaumoai dapat bertemu lagi
denganmu. Suci, berbagai kebaikan yang kauberikan padaku
pada masa dahulu itu, siang dan malam selalu kuingat dengan
baik.
Sampai di sini sekonyong-konyong sinar putih berkelebat
pula terdengar Thian-san Tong-lo menjerit ngeri, di atas tanah
salju yang putih bersih itu seketika berlumuran darah segar.
Kaki kiri Tong-lo ternyata sudah berpisah dengan tubuhnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kejut Hi-tiok sungguh bukan buatan, dengan gusar ia
membentak, "Sesama saudara seperguruan kenapa kamu
sedemikian kejamnya? Kau .. kau ... sungguh lebih buas
daripada binatang'"
Pelahan Li Jiu-sui menoleh ke arah Hi-tiok dan menyingkap
kain sutra yang menutup mukanya itu sehingga kelihatan raut
mukanya yang bundar telur dan putih bersih.
Tapi mendadak Hi-tiok menjerit kaget sekali. Ternyata di
atas muka Li jiu-sui yang cantik itu terdapat empat jalur bekas
goresan senjata tajam, keempat julur bekas luka itu silang
melintang hingga berbentuk dua " X " . Karena luka itu maka
mata kanan tampak melotot keluar seperti biji mata ikan mas,
ujung mulut sisi kiri menjadi merot dan sumbing, sehingga
wajah yang ayu itu berubah menjadi jelek seperti s iluman.
"Nah, lihatlah Taisuhu dari Siau-lim-si, dahulu aku dilukai
orang sedemikian rupa dan sekarang aku harus menuntut
balas atau tidak ?" tanya Li Jiu-sui. Habis itu ia tutup kembali
kerudung mukanya,
"Apakah ... apakah itu perbuatan Tong-!o dahulu?" tanya
Hi-tiok.
"Hm, boleh kautanya sendiri padanya," jawab Li Jiu-sui.
"Benar, memang akulah yang merusak mukanya," sambung
Thian-san Tong-lo. Meski kakinya sudah kutung dan
mengucurkan darah seperti air ledeng, tapi dia tidak jatuh
pingsan, "waktu aku berusia 26 tahun, dengan ilmu .. . ilmu
yang berhasil kulatih itu mestinya tubuhku dapat tumbuh
seperti wanita dewasa umumnya. Tapi diam-diam dia
membikin celaka aku sehingga latihanku tersesait dan
akibatnya badanku tak bisa tumbuh lebih besar lagi, coba
katakan, dendam kesumat ini pantas dibalas atau tidak?"
Hi-tiok memandang ke arah Li Jiu-sui, pikirnya, "Jika apa
yang dikatakannya itu betul, maka yang lebih dulu berlaku
kejam adalah, kau sendiri."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu Tong-lo berkata pula "Dan bila hari ini aku
jatuh di tanganmu, ya, apa mau dikatakan lagi? Siauhwesio ini
adalah sobat baikku hendaknya jangan kau ganggu. Kalau
tidak, pasti 'dia' takkan mengampunimu."
Habis berkata ia terus pejamkan mata dan pasrah nasib
untuk disembelih atau digorok oleh lawannya
"Suci," terdengar Li Jiu-sui menghela napas, "usiamu lebih
tua dari ku, kau pun lebih pintar, tapi kalau sekarang kamu
hendak menipu Siaumoai lagi mungkin tidak gampang. Kau
bilang 'dia’, hm, jika dia ... dia masih hidup di dunia ini,
kenapa cincin besi ini bisa jatuh ke tanganmu? Baiklah,
Siaumoai memang juga tiada permusuhan apa-apa dengan
Siausuhu ini, apalagi dasarnya Siaumoai memang penakut dan
sekali-kali tidak berani bermusuhan dengan Siau-lim-pai yang
rnerupakan golongan terpuja di dunia persilatan, maka aku
pasti takkan mengganggu Siausuhu ini. Di sini Siaumoai sudah
sediakan dua butir Kiu-coan-him-coa-wan harap Suci lekas
minum supaya darah tidak mengucur terus dari pahamu yang
terkutung itu."
"Jika hendak kau bunuh diriku boleh lekas lakukan, bila
ingin aku makan Toan-kin-bu-kut-wan itu untuk disiksa dan
dipermainkan olehmu, hm, jangan harap," jengek Thian-san
Tong-lo,
"Ai maksud baikku selalu disalah paham Suci” kata Li jiusui.
"Kulihat darah mengalir terlalu banyak dari pahamu yang
terkutung dan ini akan sangat mengganggu kesehatan Suci
sendiri, maka lebih baik Suci minum saja kedua pil ini."
Hi-tiok melihat di tangan Li Jiu-sui yang putih halus itu
terdapat dua butir pil kuning yang serupa dangan pil
pemberian Thian-san Tong-lo kepada Oh-lotoa itu, diam-diam
ia merasa ngeri dan membatin "Dasar ketulah, tadi kau beri
obat jahat itu kepada orang dan sekarang kontan kau pun
dibayar kembali."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam pada itu terdengar Thian-san Tong-lo lagi berseru,
"Siauhwesio, lekas kepruk balok kepalaku agar nenek lekas
pulang ke nirwana daripada mati dihina dan dianiaya
perempuan rendah ini."
Tapi dengan tertawa Li Jiu-sui menanggapinya "Mana bisa?
Siauhwesio sendiri sudah letih dan ingin istirahat dulu di situ."
Baru sekarang Tong-lo ingat bahwa Hi-tiok telah tertutuk
tak berkutik oleh kebasan lengan baju Li Jiu-sui tadi. Saking
gusarnya sampai wajahnya merah padam.
"Suci, kakimu sekarang menjadi ganjil, satu panjang dan
satu pendek, kalau dilihat si'dia’ kan malu?" ejek Li jin-sui
pula. "Ai, seorang wanita kecil yang cantik molek sekarang
berubah menjadi si cantik yang pincang, sungguh harus
disayangkan. Ai, lebih baik Siaumoai menyempurnakanmu
saja."
Habis berkata, sokonyong-konyong sinar putih berkelebat
dan tahu-tahu ditangannya sudah bertambah sebuah senjata,
Sekali ini Hi-tiok dapat melihat dengan jelas senjata yang
dipegang Li Jin siu itu kiranya adalah sebilah belati yang
panjangnya cuma belasan sentib Belati itu sangat tipis dan
tajam
Rupanya Li Jui-sui sengaja hendak menakut-nakuti Thiansan
Tong-lo. maka dia tidak lantas menyerangnya, belati itu
hanya di obat-abitkan saja di depan kaki kanan Tong-lo yang
tidak terkutung itu.
Hi-tiok menjadi gusar melihat kekejaman Li Jiu-sui. Karena
itu hawa murni Pak-beng-cin-gi dalam tubuhnya segera
bergolak sehingga hiat-to bagian dengkul yang tertutuk itu
tertembus, seketika ia dapat bergerak lagi dengan bebas.
Tanpa pikir, segera ia menerjang maju, ia rangkul Thian-san
Tong-lo terus dibawa lari secepat terbang ke atas puncak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Waktu Li Jiu-sui mengebas hiat-to Hi-tiok tadi, ia mengira
kepandaian padri kecil itu sangat rendah, maka sedikit pun ia
tidak menaruh perhatian padanya.
Sebaliknya ia sengaja hendak menyiksa Thian-san Tong-lo
dengan disaksikan Hi-tiok, ia merasa akan lebih
menyenangkan bila perbuatannya itu ditonton oleh orang.
Siapa duga mendadak Hi-tiok dapat menembus jalan darah
sendiri yang tertuluk itu.
Kejadian yang mendadak itu membuat Jiu-sui agak
tercengang, dan ketika dia mengejar, namun sudah
ketinggalan beberapa meter jauhnya. Dengan tertawa ia
berseru, "He, Siauhwesio, apa kau pun kena dipelet oleh
Suciku? Jangan kau kira dia sangat cantik molek,
sesungguhnya dia adalah seorang nenek jompo berusia 96
tahun dan bukan gadis remaja lagi."
Karena tetap memandang enteng pada Hi-tiok, ia yakin
sebentar saja pasti dapat menyusulnya.
Di luar dugaan lari Hi-tiok semakin lama semakin cepat,
dan semakin cepat aliran darahnya jadi tambah gencar dan
Pak-beng-cin-gi dapat bekerja lebih hebat. Maka biarpun Li
Jin-sui mengejar mati-matian jaraknya tetap beberapa meter
di belakang Hi-tiok dan tidak dapat menyusulnya
Dalam sekejap saja kejar-mengejar mereka sudah lebih
satu li jauhnya, Li Jiu-sui mulai gopoh dan terkejut, cepat
serunya, "Siausuhu, jika tidak lekas berhenti terpaksa akan
kuserang dengan tenaga pukulanku"
Tong-lo tahu betapa hebat tenaga pukulan sang Sumoai
yang banyak pula gaya perubahannya, hal ini sekali-kali tak
dapat dilawan oleh Hi-tiok. Asal sang Sumoai melancarkan
beberapa kali pukulan, pasti jiwa Hi-tiok akan melayang dan
dirinya tetap akan jatuh ke dalam cengkeraman Sumoai yang
kejam itu. Maka katanya kepada Hi-tiok, "Siausuhu, banyak
terima kasih atas pertolonganmu. Tapi perempuan hina-dina
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ini memang sangal lihai dan kita tidak mampu
melawannya,lebih baik ... kau lemparkan aku ke jurang saja
dan mungkin dia takkan mengganggu dirimu."
"He.. mana .. mana boleh begitu” sahut Hi-tiok. Dan karena
dia buka mulut sehingga tenaga yang sedang bekerja itu
sedikit macet. Dalam pada itu Li Jiu-sui sudah lantas
melompat maju, tahu-tahu Hi-tiok merasa punggungnya di
sodok oleh serangkum tenaga yang kuat dan terasa "nyes"
dingin, menyusul tubuhnya terus melayang turun ke dalam
jurang tanpa kuasa lagi.
Hi-tiok tahu telah kena dihantam oleh tenaga pukulan Li
Jiu-sui yang maha dingin, namun kerena tangannya tetap
merangkul Thian-san Tong-lo dengan erat sambil anjlok ke
bawah. Tak sempat berpikir pula, "Sekali ini aku pasti akan
terbanting hancur lebur."
Ketika Hi tiok mulai kejeblos ke dalam jurang yang tak
terkira dalamnya itu, sayup-sayup terdengar suara Li Jiu-sui di
atas puncak "Ai, terlalu keras aku memukulnya sehingga
mengenakkan dia malah!"
Rupanya di atas puncak itu ada sebuah celah yang
tertimbun oleh salju tebal sehingga sedikit pun tidak kentara
dari atas. Ketika Li Jiu-sui melontarkan pukulannya dengan
maksud merobohkan Hi-tiok untuk kemudian dapat menawan
kembali Thian-san Tong-lo dan akan disiksanya secara keji
sebelum membunuhnya.
Tak terduga saat itu Hi-tiok sedang berada di atas celahcelah
puncak gunung yang tertimbun salju itu, karena getaran
pukulan Li Jiu-sui yang keras itu, salju longsor dan Hi-tiok
bersama Thian-san Tong-lo ikut kejeblos ke bawah. Walaupun
hal ini berarti Li Jiu-sui telah menewaskan Thian-san Tong-lo,
tapi dia merasa tidak puas cara membalas sakit hatinya itu
Begitulah Hi-tiok kejeblos ke dalam lembah gunung yang
curam itu, ia merasa badannya terapung di tempat kosong
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan sedikit pun tak kuasa, cuma jatuhnya itu tegak ke bawah,
telinga mendengar suara angin yang menderu, meski kejadian
itu hanya dalam waktu singkat saja, tapi ia merasa jatuhnya
itu seperti tidak habis-habis dan tidak sampai-sampai ke dasar.
Ia lihat di bawah adalah lereng gunung penuh salju yang
sedang menantikan dia, asal keduanya sudah bergabung,
maka tamatlah kelakonnya.
Tiba-tiba pandangannya serasa kabur, tahu-tahu tanah
salju di bawah itu ada beberapa titik hitam yang sedang
bergerak-gerak. Sebelum dia sempat membedakan benda
apakah ... hitam itu, sementara itu tubuhnya sudah terjun ke
lereng gunung itu secepat elang menyambar anak ayam.
Pada saat itu pula sekonyong-konyong terdengar bentakan
seorang, "Siapa itu" dan tahu-tahu terasa serangkura tenaga
maha kuat menolaknya dari samping sehingga tepat
mengenai, pinggang Hi-tiok yang hampir menyentuh tanah itu.
Lantaran itu, tubuh Hi-tiok terus mencelat kesamping. Dan
sekilas itu ternyata Buyung Kok adanya.
"Sambutlah ini!" cepat Hi-tiok berteriak.
Maksudnya Thian-san Tong-lo hendak dilemparkan
sekuatnya kepada Buyung Hok.
Maklum, ia merasa jiwa sendiri pasti sukar tertolong karena
terbanting dari puncak gunung setinggi itu, oleh karena itu
demi tiba-tiba nampak Buyung Hok berada di situ, segera ia
hendak melemparkan Thian-sin Tong-lo ke arahnya agar
nenek itu disambut Buymg Hok dan tidak ikut terbanting mati.
Tak diketahuinya bahwa baru saja Buyung Hok telah
menggunakan gayanya yang khas, yaitu ilmu "Tau-coan-singih"
(memutar bintang dan menggeser rembulan), daya turun
Hi-tiok berdua telah berkurang separuh karena ditolak oleh
tenaga geseran yang istimewa itu sehingga dari anjlok ke
bawah Hi-tiok berdua tertolak mencelat ke samping.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Betapa hebat tenaga tolakan Buyung Hok itu sehingga
sama sekali Hi-tiok tidak sempat lagi mengerahkan tenaga
untuk melemparkan Thian-san Toug lo. Dan sedikit ayal itulah
tahu-tahu mereka sudah mencelat belasan meter jauhnya
untuk kemudian anjlok ke bawah pula.
Di luar dugaan mendadak kedua kaki Hi-tiok seakan-akan
menginjak sesuatu yang lunak dan berdaya pegas. "Bluk",
tahu-tahu Hi-tiok membal lagi ke atas. Keruan kejutnya tak
terkira dan menjerit, "He, apa itu?"
Sekilas dapatlah dilihatnya di tanah salju itu menggeletak
searang Hwesio yang sangat gemuk seperti bola raksasa.
Kiranya dia bukan lain adalah Sam-ceng. Hwesio.
Hwesio yang berpotongan aneh dengan perut sebagai
genta raksasa itu sering kali melanggar peraturan Siau-lim-si
dan dihukum, maka boleh dikata setiap orang tentu
mengenalnya.
Sungguh sangat kebetulan juga ketika Hi-tiok anjlok ke
bawah, dengan tepat kakinya menginjak perut Sam-ceng yang
besar itu, kontan saja perut pecah dan usus keluar dan binasa
seketika. Untung juga berkat daya pental perutnya yang besar
itu sehingga kaki Hi-tiok tidak sampai patah.
Begitulah Hi-tiok kembali membal lagi ke sana tanpa kuasa.
Tiba-tiba terdengar pula seorang sedang berkata, "Cumoti,
sambutlah bola manusia ini!"
Waktu Hi-tiok memandang ke arah suara itu seketika ia
kaget setengah mati. Kiranya pembicara itu tak lain tak bukan
adalah Sing-siok Lokoai Ting Jun-jiu yang ditakutinya itu.
Demi ingat dirinya sendiri pasti akan, di bunuh oleh Tinglokoai,
Hi-tiok menjadi gugup, cepat ia rangkul Tong-lo
dengan tangan kiri, telapak tangan kanan siap di depan dada
untuk menjaga diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itulah pukulan Ting Jun-jiu sudah dilancarkan.
Lekas Hi-tiok menangkis. Saat itu Pak-beng-cin-gi sudah cukup
masak, maka begitu telapak kedua tangan kebentur, kontan
Ting Jun-jui tergetar mundur setindak. Ia sampai bersuara
heran karena tenaga pukulannya yang maha kuat itu ternyata
tidak dapat melukai Hi-tiok sedikit pun.
Cuma Hi-tiok lagi terapung di udara, karena tenaga pukulan
Ting Jun-jiu itu, ditambah daya pental kembali dari tenaga
pukulan sendiri, maka tubuhnya lantas melayang pergi lagi
seperti anak panah terlepas dari busurnya.
Tiba-tiba terdengar suara seorang yang lemah lembut lagi
berkata, "Omitohud. Harap Toan-sicu suka menyambutnya!"
Sekilas Hi-tiok melihat seorang Hwesio yang berwajah
welas-asih dan sikapnya angker sedang angkat tangan dan
menghantam ke arahnya. Sebagai murid Budha yang sujud,
meski badan terapung di udara toh Hi-tiok masih sempat
membalas salam kawan seagama itu, "Omitohud! Ampun
Taisuhu!"
Seketika ia merasa serangkum tenaga maha kuat tapi
lunak, menyambar ke arahnya, napasnya terasa sesak, tapi
badan teraba nyaman sekali. Cepat ia angkat tangan menolak
ke depan, dua tenaga pukulan k bentur, kontan tubuh Hi-tiok
terpental lagi ke atas bagai terbang.
"Wah, bagaimana bisa begini?" demikian terdengar seorang
bertanya dengan bingung.
"Menggunakan manusia sebagai senjata, kepandaian ini
hanya dimiliki keluarga Giam di Thai-goan-hu," terdengar
suara seorang wanita sedang menjawab. "Tapi ilmu silat
Hwesio itu sendiri tidaklah lemah, di udara dia masih dapat
melancarkan serangannya, hal ini sangat berbeda dengan ilmu
kepandaian keluarga Giam. Wah, Toan-kongcu, aku sendiri
tidak tahu cara bagaimana harus melayaninya. Tapi jangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekali-kali kau gunakan Lak-rnsh-sin-kiam dan janganmelukai
dia ...."
Terang pembicara itu yang satu adalah Toan Ki dan yang
lain Ong-Giok-yan. Meski Giok-yan bicara dengan cepat,
namun saat itu Hi-Tiok sudah melayang tiba ke arah Toan Ki.
"Siausuhu, aku takkan menyerangmu!" seru
Toan Ki, ia segera pentang kedua tangannya hendak
merangkul. Hi-tiok
Begitulah waktu Toan Ki hendak sambut jatuhnya Hi-tiok
dengan merangkulnya, tiba-tiba terdengar Giok-yan berseru
padanya, "Jangan! Terlalu keras jatuhnya, tak boleh disambut
dari depan!"
Tapi melulu "Leng-po-wi-poh" Toan Ki tidak paham
kepandaian lain, Lak-meh-sin-kiam hanya terkadang bisa
digunakan dan terkadang tidak manjur sehingga tidak dapat
dianggap sebagai ilmu silatnya, apalagi Lak-meh-sin-kian itu
dapat melukai sasarannya, sudah tentu tidak boleh digunakan
atas diri Hi-tiok.
Maka demi mendengar setuan Giok-yan, cepat Toan Ki
putar tubuh, ia hindarkan tubrukan itu dengan langkah ajaib
"Leng-po-wi-poh". Dan hampir pada saat yang sama itulah Hitiok
yang membawa Thian-san Tong-lo telah menumbuk
punggungnya.
Keruan Toan Ki mengeluh, "wah, sekali ini pasti celaka!"
Dalam gugupnya segera ia percepat langkahnya ke depan.
Ilmu silat lain tidak dipahami Toan Ki, hanya langkah
"Leng-po-wi-poh" ini sudah sangat apal baginya seketika ia
merasa punggungnya seperti ditindih oleh benda berat
sehingga susah bernafas dan hampir jatuh terjerembab, tapi
setiap ia melangkah ke depan satu kali, daya tindih dari
belakang itu lantas berkurang sebagian, sehingga sesudah dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlari belasan langkah, maka dengan enteng sekali Hi-tiok
terperosot jatuh dari punggungnya.
Sebenarnya Hi-tiok dan Thian-san Tong-lo jatuh dari
puncak gunung yang beratus meter tingginya, kebetulan ia
kena digontok satu kali oleh pukulan Buyung Hok sehingga
jatuhnya terpental dan ganti arah, kemudian membal lagi kena
perut Samceng Hwesio yang besar, lalu ditolak oleh pukulan
Ting Jun-jin dan didorong sekali pukul oleh Cumoti dan
akhirnya kena digendong Toan Ki sambil dibawa lari, sesudah
mengalami lima kali rintangan itu akhirnya ternyata Hi-tiok
dan Thian-san Tong-lo tidak celaka apa-apa dan dapat
mencapai tanah dengan selamat.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 65
Sesudah berdiri, lalu Hi-tiok berseru kepada orang banyak;,
"Banyak terima kasih atas pertolongan kalian!"
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara orang menghela
napas panjang dari balik lereng gunung sana.
Dalam keadaan terluka parah Thian-san Tong-lo masih
belum kehilangan akal sehatnya, demi mendengar suara itu
cepat katanya dengan kuatir, "Celaka, perempuan hina itu
telah memburu kemari. Rasanya dia belum puas sebelum
menemukan dan mencincang mayatku. Ayolah lekas lari lagi,
lekas!"
Hi-tiok merasa bergidik; juga bila teringat pada kekejaman
Li Jiu-sui. Maka cepat ia lari ke tengah hutan lagi dengan
memondong Tong-lo.
Sekilas Comoti dapat melihat di pangkuan Hi-tiok itu
meringkuk seorang wanita yang cantik molek, cuma
perawakannya tak dapat dilihatnya, maka ia sangka Hi-tiok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membawa lari anak gadis orang, terus saja ia berteriak-teriak,
"Omituhud! Hwesio Siau-lim-si tidak taat pada ajaran agama,
dan menggondol lari gadis baik-baik!"
Ting Jun-jiu juga berjingkrak gusar dan berteriak, "Keledai
gundul kecil, kamu telah menginjak mati hwesio yang jauhjauh
kubawa dari Siau-lim-si, pasti kutangkap dirimu dan akan
kubeset kulitmu dan betot ototmu'." Habis berkata segera ia
mengejar.
Tapi Buyung Hok lantas melontarkan sekali pukulan ke
arahnya sambil berseru dengan tertawa "Ting-losiansing, kita
masih belum menentukan kalah atau menang, kenapa hendak
kabur?"
"Kentut! Siapa yang ingin kabur?" sahut Ting Jun-Jiu
dengan gusar dan terpaksa balas hantaman Buyung Hok
dengan pukulan juga.
Saat itu Li Jiu-sui sedang lari turun dari lereng gunung
sana, walaupun cepat luar biasa. tapi tetap kalah cepat
dibandingkan jatuhnya Hi-tiok yang terjerumus lurus ke bawah
itu, dengan sendirinya jajaknya tertinggal sangat jauh. Hi-tiok
sendiri ketakutan, maka ia iari secepat terbang tanpa ayal
sedikitpun.
Sesudah beberapa li jauhnya, tiba-tiba Thiansan Tong-lo
berkata, "Turunkan aku robek lengan bajuku untuk membalut
luka pahaku agar tidak meninggalkan bekas, darah sehingga
akan menjadi petunjuk jalan bagi perempuan hina dina itu,
Kau tutuk tiga kali pada Goan-tiau-hiat dan Sing-bu-hiat di
kakiku untuk menghentikan mengucurnya darah."
Hi-tiok mengiakan dan melakukan apa yang diminta itu
sambil mendengarkan kalau-kalau ada suara kejaran Li Jiu-sui.
Kemudian Tong-lo mengeluarkan sebiji pil kuning dan
ditelan sendiri, lalu katanya, "perempuan hina-dina itu dendam
sedalam lautan padaku, betapapun tidak mungkin menyudahi
diriku dengan begitu saja. Padahal aku masih perlu 72 hari lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
baru pulih kekuatanku semula, tatkala mana aku takkan takut
lagi padanya. Dan selama 72 hari yang akan datang ini aku
harus sembunyi di mana?"
Hi-tiok ikut berkerut kening dan berpikir, "Hendak sembunyi
satu hari saja susah, di mana dapat dibuat sembunyi selama
72 hari."
Tiba-tiba Tong-lo berkata pula seperti bergumam sendiri,
"Rasanya tempat sembunyi yang paling aman adalah Siau-limsi
saja .... "
Keruan Hi-tiok melonjak kaget sebelum ucapan Tong-lo
habis.
Tong-lo menjadi gusar, dampratnya, "Hwesio goblok,
kenapa kaget? Jarak dari sini ke Siau-limsi ada ribuan li
jauhnya, mana dapat kita berangkat ke sana?"
Ia merandek sejenak, lalu sambungnya, "Dari sini ke barat,
kira-kira ratusan li lagi adalah negeri Se He. Padahal
perempuan hina itu mempunyai hubungan erat dengan
kerajean Se He, bila dia memberi perintah agar jago kelas satu
It-bin-tong kerajaan Se He dikerahkan untuk mencari kita,
maka susahlah untuk lolos dari tangan kejinya. hei, hwesio
cilik, kalau menurut pendapatmu, ke mana kita harus
sembunyi?"
"Asal kita sembunyi di dalam gua di tengah hutan belukar
atau di lereng gunung yang curam, kukira Sumoaimu belum
tentu dapat menemukan kita," sahut Hi tiols,
"Kau tahu apa?" omel Tong-lo. "Bila perempuan hina itu
tidak dapat menemukan kita, tentu dia akan pulang ke Se He
untuk melepaskan kawanan anjing, jika anjing-anjing buruan
yang beribu-ribu banyaknya itu dikerahkan, ke mana pun kita
akan sembunyi juga pasti akan diketahui oleh kawanan anjing
itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika begitu marilah kita lari ke arah tenggara sana,
semakin jauh meninggalkan negeri Se He kan semakin aman,"
ujar Hi-tiok.
"Mana bisa," jengek Tong-lo. "Di jurusan tenggara sudah
tentu dia banyak memasang mata-telinga untuk mengawasi
kita."
Dan sesudah merenung sejenak, tiba-tiba ia bertepuk
tangan dan berkata, "Hab, ada akal bagus, Eh, hwesio cilik,
langkah pertama dari problem catur Bu-gai-cu yang kau
pecahkan itu cara bagaimana jalannya."
Hi-tiok merasa heran, masakah dalam keadaan terancam
bahaya begini masih ada pikiran iseng untuk bicara tentang
catur segala? Tapi ia pun menjawab, "Tatkala itu kujalankan
secara ngawur dengan mata terpejam, tahu-tahu langkah
pertama itu menyumbat mati jalannya sendiri sehingga
sebagian besar biji catur sendiri terbunuh malah."
"Hah," bagus" seru Tong-lo dengan girang. "Selama
berpuluh tahun ini banyak orang cerdik pandai tak dapat
memecahkan problem catur itu, soalnya karena tiada seorang
pun di antara mereka mau menempuh bahaya dengan
mencari jalan kematian sendiri untuk merebut kemenangan
terakhir. Hm, bagus, benar-benar bagus! Ayo, hwesio cilik,
lekas gendong aku dan loncat ke atas pohon, lari selekasnya
ke arah barat!"
"Ke mana?" tanya Hi-tiok.
"Ke suatu tempat yang tak terduga oleh siapa pun juga,"
sahut Tong-lo. "Meski harus menyerempet bahaya, tapi dalam
keadaan mati atau hidup, terpaksa mesti ambil risiko ini."
Melihat paha orang yang sudah buntung itu. diam-diam Hitiok
menghela napas, betapapun ia tidak dapat menolak
permintaannya meski akan menghadapi bahaya. Tanpa pikir
lagi segera ia gendong Tong-lo dan meloncat ke atas pohon
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
serta lari secepat terbang ke arah barat menurut petunjuk
nenek berbentuk bocah itu.
Sekaligus Hi-tiok berlari belasan li jauhnya ketika tiba-tiba
jauh dan belakang sana terdengar suara seruan yang sangat
halus dan lembut, 'Hwesio cilik, kamu terbanting mampus
tidak? Suci, di manakah kau? Sungguh adikmu sangat
merindukanmu, lekas kemari!"
Terang itulah suara Li Jiu-sui. Dalam kuatirnya kaki Hi-tiok
menjadi lemas dan hampir saja terjungkal ke bawah pohon.
"Hwesio geblek, kenapa takut?" semprot Tong-lo. "Coba
dengarkan, bukankah makin lama suaranya makin jauh,
bukankah dia mengejar ke arah timur sana?"
Waktu Hi-tiok mendengarkan lebih cermat, benar juga
suara Li Jiu-sui kedengaran semakin jauh. Ia sangat kagum
atas tipu akal Thian-san Tong-lo itu, katanya, "Dari mana dia
tahu kita tidak terbanting mati dari puncak gunung setinggi
beratus meter ini ?"
"Sudah tentu ada yang usil mulut dan memberitahukan
padanya," ujar Tong-lo. "Hm, setan cilik Ting Jun-jiu itu
memang kudu dicekoki sebutir Toan-kin-hu-kut-wan yang
nenek sediakan ini"
Hi-tiok heran mendengar Tong-lo menyebut Ting Jun-jiu
sebagai '"setan cilik". Tapi segera ia pun ingat bahwa Ting
Jun-jiu adalah murid Bu-gai-cu, dengan sendirinya tingkatan
Tong-lo lebih tinggi daripada Ting Jun-jiu. Segera ia tanya
pula, "Apa Ting Jun-jiu yang memberitahukan padanya?"
"Terang dia," kata Tong-lo. "Selain Ting Jun-jiu, tiada
seorang pun di antara kaum itu kenal diriku."
Dan sesudah termangu sejenak, lalu ia berkata lagi, "Sudah
puluhan tahun Lolo tidak turun dari Biau-biau-hong, sungguh
tidak nyana ilmu silat di dunia telah maju sepesat ini. Usia
beberapa orang tadi masih muda, tapi semuanya tampak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat lihai. Pemuda yang mematahkan daya jerumus kita ke
bawah itu benar-benar luar biasa, caranya meminjam tenaga
untuk memukul tenaga lawan sungguh tiada taranya. Dan
padri setengah umur itu besar kemungkinan adalah jago
pilihan negeri Turfan, ada pula pemuda ... pemuda cakap itu,
siapakah dia? Mengapa dia mahir 'Leng-po-wi-poh'?"
Begitulah Thian-san Tong-lo berguman sendiri. Sebaliknya
Hi-tiok sedang kuatir disusul oleh Li Jiu-sui, maka ia sedang
lari seperti kesetanan dan tidak memperhatikan apa yang
dikatakan oleh Tong-lo.
Sesudah berada di tanah datar, masih tetap Hi-tiok memilih
jalan kecil yang jarang dilalui manusia, malam itu mereka pun
menginap di tengah hutan belukar dan esoknya melanjutkan
pula perjalanan, arah yang dituju tetap sebelah barat.
"Cianpwe," katanya di sebelah barat sana adalah wilayah
negara Se He, maka kukira kita jangan meneruskan perjalanan
ke barat sana."
"Kenapa jangan ke barat?" tanya Tong-lo dengan tetawa
dingin.
"Habis, kalau kita masuk ke dalam wilayah Se He,
bukankah itu berarti kita mencari susah sendiri?" ujar Hi-tiok.
"Hm, justru tempat kita berpijak sekarang pun sudah
termasuk wilayah negeri Se He!" jengek Tong-lo.
"Haah? Tempat ini termasuk wilayah negeri Se He?" Hi-tiok
menegas dengan kaget. "Bu ....bukankah kau bilang Li Jiu-sui
mempunyai pengaruh yang ... yang sangat besar di negeri
ini?"
"Benar," sahut Tong-lo dengan tertawa. "Perempuan hinadina
itu memang biasa malang melintang di negeri Se He ini,
dia berkuasa dan dapat berbuat apa pun di sini, tapi kita
justru sengaja menerjang ke tempat kepercayaannya ini agar
mati pun dia takkan menduga akan tindakan kita ini. Dia tentu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
akan mencari ke segenap pelosok, sudah tentu dia takkan
menyangka bahwa., kita justru sembunyi dengan aman dan
tentram sambil memulihkan kekuatan di tengah-tengah
sarangnya ini. Haha-haha-hahaha!"
Begitulah ia tertawa puas sekali, lalu sambungnya pula,
"Hwesio cilik, akal ini kutiru dari caramu menjalankan langkah
catur yang sama sekali tidak masuk akal dan paling goblok itu,
tapi pada akhirnya justru membawa'hasil baling bagus."
Sungguh rasa kagum Hi-tiok tak terhingga, katanya,
"Perhitungan Cianpwe sungguh sukar diraba oleh siapa pun
juga. Cuma ... cuma saja ... "
"Cuma saja apa?" Tong-lo menegas.
"Kuduga di tempat pangkalan Li Jiu-sui ini tentu masih ada
jago kuat lain, kalau jejak kita diketahui mereka ..."
"Hm, justru karena itulah maka tindakan kita ini dapat
dikatakan menyerempet bahaya. Seorang kesatria sejati harus
berani menempuh segala macam bahaya, kenapa mesti
takut?" ujar Tong-lo dengan mendengus.
Hi-tiok tidak menjawab, tapi dalam hati ia pikir, "Jika tujuan
ini untuk menolong orang atau demi untuk kebaikan orang
banyak, tentu ada harganya untuk menyerempet bahaya. Tapi
kamu dan Li Jiu-sui boleh dikata 'setali tiga uang' alias sama
saja, sama-sama bukan orang baik, buat apa aku mesti ikut
susah menempuh bahaya bagimu?"
Melihat air muka Hi-tiok mengunjuk rasa ragu dan serba
susah, segera Thian-san Tong-lo dapat menduga apa yang
dipikirkannya, maka katanya, "Aku mengajakmu menyerempet
bahaya, sudah tentu nanti akan ku balas kebaikanmu ini, tidak
nanti kamu bersusah payah percuma. Sekarang aku akan
mengajarkan dulu tiga jurus Ciang-hoat (ilmu pukulan) dan
tiga jurus Kim-na-hoat (ilmu menangkap dan memegang),
gabungan enam jurus ilmu silat ini disebut 'Thian-san-ciatbwe-
jiu'."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ai, kesehatan Cianpwe sendiri belum pulih, lebih baik
Cianpwe merawat diri sendiri dulu," ujar Hi-tiok.
Tong-lo menjadi aseran, dengan mendelik ia tanya, "Apa
kauanggap kepandaianku ini dari golongan jahat dan kamu
tidak sudi mempelajarinya?"
"Bu ... bukan begitu maksudku, jangan .... jangan salah
paham," sahut Hi-tiok cepat,
"Habis, kenapa ragu-ragu," kata Tong-lo.
"Ketahuilah bahwa Thian-san Tong-lo selamanya tidak mau
merugikan orang dengan percuma. Sebabnya aku
mengajarkan ilmu silat padamu adalah lantaran aku ingin
memperalat tenagamu untuk melawan musuhku. Jika kamu
tidak mau belajar 'Thian-san-ciat-bwe-jiu' (ilmu pukulan
mematahkan pohon Bwe dari Thian-san), maka nasibmu pasti
akan binasa di negeri Se He. Soal kematianmu seorang hwesio
keroco tidak menjadi halangan, tapi dengan sendirinya Lolo
akan ikut menjadi korban pula."
Hi-tiok mengiakan atas ucapan nenek berbentuk bocah itu.
Ia pikir Thian-san Tong-lo meski jahat, tapi segala apa suka
dibicarakan dengan blak-blakan, sungguh boleh dikata
seorang jahat yang suka berterus terang.
Begitulah maka Thian-san Tong-lo lantas mengajarkan
kata-kata kunci dari jurus pertama Thian-san-ciat-bwe-Jiu itu.
Kata-kata kunci atau sandi itu terdiri dari dua helai kalimat
dan tiap kalimat mempunyai nada yang berlainan terdiri dari
tujuh huruf sehingga seluruhnya ada 84 huruf. Ingatan Hi-tiok
cukup tajam, hanya sekali saja Tong-lo mengajarkan padanya
dan dia sudah dapat mengingatkan dengan baik.
"Coba sekarang kamu tetap lari ke arah barat sana dengan
menggendong aku sambil mengapalkan kalimat sandi yang
kuajarkan ini," perintah Tong-lo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok menurut, sambil lari ia pun mengapalkan kalimat
sandi itu, tapi baru tiga huruf ia ucapkan, huruf keempat ia
tidak sanggup mengucapkannya, dia harus berhenti dan ganti
napas, habis itu huruf keempat baru dapat diucapkan dengan
lancar.
"Plak," mendadak Tong-lo keplak ubun-ubun kepala Hi-tiok
sambil mendamprat, "Hwesio geblek baru kalimat pertama
saja sudah lupa?"
Geplakan itu tidak keras, tapi tepat mengenai 'Tek-hwehiat"
di atas kepala Hi-tiok sehingga padri cilik itu terhuyunghuyung
karena merasa kepala pusing tujuh keliling, waktu ia
mengapalkan pula, sampai huruf keempat kembali dia
gelagapan lagi, akibatnya dia dikeplak pula oleh Tong-lo.
Diam-diam Hi-tiok sangat heran kenapa tiap-tiap kali
sampai pada huruf keempat lantas susah mengucapkannya.
Tapi ketika untuk ketiga kalinya dia mengapalkan, tahu-tahu
huruf keempat itu dapat disuarakan dengan lancar.
"Bagus, sudah lewat satu rintangan," ujar Tong-lo dengan
tertawa.
Kiranya kata-kata sandi dalam kalimat itu sebenarnya
adalah kunci utama dalam hal mengatur napas, tiap-tiap huruf
dari kalimat itu mempunyai nada tinggi atau rendah yang
berbeda sehingga cara mengucapkannya secara berturut-turut
memerlukan kepanjangan tenaga dalam yang kuat, apalagi
sekarang Hi-tiok mengapalkannya dengan berlari. Namun
dengan bantuan Thian-san Tong-lo akhirnya ia dapat
menembus rintangan itu.
Sampai lohor. Tong-lo minta Hi-tiok menurunkan dia, ia
pungut sepotong batu kecil, sekali selentik ia tembak jatuh
seekor burung gagak. Ia minum darah burung itu, lalu melatih
"Thian-siang-te-he-wi-ngo-tok-cun-kang".
Supaya maklum bahwa saat itu kekuatan Thian-san Tong-lo
sudah pulih seperti ketika dia berumur 18 tahun, walaupun
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masih sangat jauh dibandingkan Li Jiu-sui, tapi sudah lebih
dari cukup untuk menembak burung gagak dengan selentikan
batu kerikil.
Selesai Tong-lo berlatih, ia suruh Hi-tiok menggendongnya
lagi dan melanjutkan perjalanan sembari mengapalkan pula
kalimat yang telah diajarkan itu, kemudian ia suruh Hi-tiok
mengapalkan pula secara terbalik, yaitu dari belakang ke
depan.
Sebenarnya cara demikian adalah sangat susah, tapi
dengan kesabaran dan tekad Hi-tiok, akhirnya dapat diapalkan
pula dengan lancar.
Sudah tentu Tong-lo sangat senang, katanya, "Hwesio cilik,
boleh juga kau ini ... Hei, tidak bisa jadi...."
Mendadak suaranya berubah, dengan kedua kepalan
kontan ia hantami kepala Hi-tiok yang gundul sambil memaki,
"Kamu telah berbuat mesum dengan perempuan hina itu dan
selama ini aku dapat kau kelabui. Bangsat cilik, apa sekarang
kamu hendak membohongi aku? Huk-huk .... huk-huk-huk-huk
.... " Begitulah akhirnya ia menangis dengan terguguk-guguk.
Tentu saja Hi-tiok terkejut, kepalanya yang gundul itu kena
diketok belasan kali, cepat ia menurunkan Tong-lo ke tanah
dan bertanya "Cianpwe, apa ... apa yang kau katakan?"
Namun air muka Thian-san Tong-lo merah padam dan
masih berteriak-teriak, "Kamu telah maingila dengan Li Jiu-sui
yang hina-dina itu, bukan?. Masakah roasih menyangkal?
masih juga tidak mau mengaku? Kalau tidak, mengapa dia
mengajarkan 'Siau-bu-siang-kang' padamu. Bangsat cilik, . ai
selama ini kamu telah bohong padaku!"
Keruan Hi-tiok merasa bingung, ia coba tanya lagi,
"Cianpwe, 'Siau-bu-siang-kang' apa yang kau maksudkan".
Tong-lo tampak tertegun, lain termangu-mangu sejenak
dan mengusap air mukanya, kemudian, katanya dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menghela napas. "O, tak. apa-apa. Soalnya gurumu
melakukan sesuatu yang mengingkari diriku."
Kiranya dari kelancaran Hi-tiok mengapalkan ajaran itu.
Tong-lo jadi teringat boleh jadi dia telah berhasil meyakinkan
"Siau-bu-siang-kang" yang merupakan kungfu khas milik Li
Jiu-sui.
Dahulu mereka bertiga saudara seperguruan belajar
bersama dan masing-masing mempunyai kepandaian khas
tersendiri-sendiri. "Siau-bu-siang-kang" itu hanya diajarkan
kepada Li Jiu-sui Oleh guru mereka ilmu itu lihainya tak
terkira, sudah beberapa kali Thian-san Tong-lo hendak
membinasakan Li Jiu-sui, tapi berkat Siau-bu-siang-kang
setiap kali Li Jiu-sui dapat bertahan dengan selamat.
Tong-lo tidak paham ilmu itu, tapi ia cukup apal bagaimana
kerjanya ilmu itu, sekarang ia merasa pada diri Hi-tiok juga
terdapat ilmu sakti itu bahkan sangat kuat, dalam kaget dan
gusarnya pikiran sehatnya menjadi kacau sehingga Hi-tiok
dianggapnya sebagai Bu-gai-cu serta dipukuli. Setelah tenang
kembali, demi teringat Bu-gai-cu telah main gila dengan Li Jiusui
di luar tahunya sungguh gusarnya tidak kepalang dan amat
berduka pula.
Malam itu, tiada henti-hentinya Tong-lo masih mencaci
maki Bu-gai-cu dan Li Jiu-sui. Melihat rasa duka Tong-lo lebih
hebat daripada rasa marahnya, diam-diam Hi-tiok ikut sedih
juga bagi nenek itu.
Esok paginya kembali Tong-lo mengajarkan kalimat sandi
kedua dari jurus ilmu pukulan kedua dan begitu seterusnya
setiap hari diajarkan satu jurus. Sampai hari kelima waktu
magrib, sampailah mereka di suatu kota besar yang sangat
ramai.
"Ini adalah kotaraja Se He,' namanya Lengciu," tutur Tonglo.
"Kamu masih harus mengapalkan suatu kalimat Kim-nahoat
yang terakhir, hari ini kita bermalam di sebelah barat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lengciu. besok kita akan lari dulu ke barat sana sejauh dua
ratus Li, kemudian kita akan putar balik ke sini."
"Apa kita akan masuk ke Lengciu?" tanya Hi-tiok
"Sudah tentu, kalau tidak masuk ke kota itu mana bisa
dikatakan menyerempet bahaya," sahut Tong-lo.
Satu hari kembali dilewatkan pula, Hi-tiok sudah dapat
mengapalkan dengan baik semua kalimat yang merupakan
kunci dari enam jurus "Thian-san-ciat-bwe-jiu", lalu Tong-lo
mengajarkan cara menggunakan ilmu pukulan itu di tanah
pegunungan yang sunyi. Karena sebelah kakinya sudah
kutung, terpaksa ia duduk di atas tanah untuk memberi
petunjuk kepada Hi-tiok.
Meski "Thian-san-ciat-bwe-jiu" itu hanya meliputi enam
jurus saja, tapi mencakup seluruh saripati ilmu silat Siau-yaupai,
di antara Cianghoat dan Kim-aa-hoat, itu mencukup pula
cara-cara permainan pedang, golok, ruyung, tombak, dan
senjata lain yang hebat dan luas. Sudah tentu seketika itu Hitiok
tak dapat mempelajari seluruhnya.
Maka Tong-lo berkata, "Ciat-bwe-jiu kita ini tidak mungkin
kau pelajari sehingga lengkap, tapi kelak bila Iwekangmu
sudah sempurna betul, dan pengalamanmu sudah luas, maka
segala macam ilmu silat di dunia ini tentu akan dapat kau
patahkan dengan mudah dengan Ciat-bwe-jiu yang kau latih
ini. Sekarang kamu sudah apal betul-betul kalimat kunci ilmu
ini, sampai di mana hasil yang akan kau capai, untuk
selanjutnya adalah bergantung kepada dirimu sendiri".
"Sebabnya Wanpwe mau belajar Ciat-bwe-jiu ini adalah
untuk membela keselamatan Cianpwe," demikian kata Hi-tiok.
"Kelak bila kekuatan Cianpwe sudah pulih dan Wanpwe pulang
ke Siau-lim-si, maka apa yang Cianpwe ajarkan padaku ini
akan kulupakan semua dan akan kulatih kembali kungfu Siaulim-
pai"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tong-lo Lidak bicara lagi, ia pandang Hi-tiok lekat-lekat dari
kanan ke kiri dan dari kiri ke kanan seperti melihat sesuatu
makluk maha aneh.
Selang Sejenak, akhirnya ia menghela napas dan berkata.
"Kamu benar-benar kelewat bodoh, masakah Thian-san-ciatbwe-
jiu ini dapat dibandingi oleh segala ilmu silat dari Siau-lim
pai? Tapi seorang hwesio cilik sebagai dirimu masih tetap
ingat pada sumbernya,' betapapun hal ini harus dipuji.
Sekarang kamu boleh mengaso dulu. kalau hari sudah gelap,
segera kita pergi ke Lengciu"
Kira-kira sebelum tengah malam dengan menggendong
Tong-lo dapatlah Hi-tiok sampai di luar benteng kota Lengciu,
Ia lompat ke seberang' sungai yang melingkari benteng kota
itu, lalu melintasi tembok benteng yang tinggi dan belarian
melayang ke dalam kota.
Dilihatnya penjagaan dalam kota Lengciu itu sangat ketat,
pasukan berkuda tampak meronda kian kemari dengan
membawa obor, rupanya kekuatan militer kerajaan Se He
memang sangat kuat.
Pengalaman Hi-tiok terbatas, sekali ini dia ditugaskan turun
gunung, sepanjang jalan ia banyak melihat pasukan Kerajaan
Sung, tapi kalau di bantingkan pasukan Se He yang gagah dan
tangkas itu terang kalah jauh.
Begitulah dengan petunjuk Tong-lo dengan hati-hati Hi-tiok
menyusur ke pojok barat sana, kira kira dua li jauhnya,
tertampaklah sebuah gedung bersusun yang sangat megah
menjulang tinggi di depan sana di belakang gedung bersusun
ini banyak pula gedung lain yang berderet-deret, genting
gedung-gedung itu bercahaya mengkilap, nyata semuanya
terdiri dari genting kaca tebal.
Melihat atap gedung-gedung itu agak mirip Siau-lim-si,
cuma lebih megah dan jauh lebih mentereng, maka dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
suara pelahan Hi-tiok memuji, "Omitohud! Ternyata di sini ada
sebuah kelenteng raksasa yang sangat megah!"
"Hwesio bodoh," kata Tong-lo dengan tersenyum geli. "Ini
adalah istana raja Se He, masakah kau anggap kelenteng?"
"Hah, istana?" seru Hi-tiok kaget "Lantas, untuk apa kita
datang ke sini?"
"Kita dapat berlindung di bawah pengaruh raja, bukan?"
sahut Tong-lo. "Bila Li Jiu-sui tidak menemukan mayatku, dia
tahu aku belum mati, biarpun lapisan bumi ini harus dia
bongkar seluruhnya juga dia ingin menemukan aku. Tapi di
tempat seluas ribuan li ini mungkin hanya satu tempat saja
yang takkan dia cari, yaitu rumahnya sendiri."
"Wah, Cianpwe benar-benar sangat pintar berpikir" puji Hitiok.
"Jika begitu, marilah kita bersembunyi ke rumah Li Jiusui,
di mana letaknya?"
"Inilah rumah Li Jiu-sui. mana lagi?" sahut Tong-lo sambil
menunjuk istana itu. "Awas, ada orang datang!"
Cepat Hi-tiok meringkuk di pojok rumah, maka
tertampaklah empat sosok bayangan melayang lewat ke sana,
menyusu! dari sana ada empat bayangan melesat ke sini pula.
Kedelapan orang itu berpapasan dan saling memberi tanda
tepukan tangan, lalu memutar pergi dengan cepat. Dari gerakgerik
mereka yang gesit jelas ilmu silat mereka tidaklah lemah.
"Di sinilah habis dironda oleh bayangkari raja, lekas
melintasi pagar tembok istana itu, sebentar lagi tentu akan
kedatangan peronda lagi" kata Tong-lo.
Tapi Hi-tiok menjadi jeri demi nampak penjagaan yang
keras itu, sahutnya, "Cianpwe, dalam istana terdapat sekian
banyak jago pilihan, bila kita kepergok mereka, wah, bi ... bisa
celaka, Maka lebih baik kita pergi ke rumah Li Jiu-sui saja'
"Bukanlah sudah kukatakan, inilah rumahnya" ucap Tong-lo
dengan gusar.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Katanya ini istana raja?" sahut Hi-tiok.
"Hwesio tolol," semprot Tong-lo. "Perempuan hina itu
adalah Hong-thai-hui (ibu suri) dan istana Se He ini dengan
sendirinya adalah rumahnya"
Keterangan ini benar-benar di luar dugaan Hi-tiok , mimpi
pun dia tidak menyangka bahwa Li Jiu-sui adalah ibu suri
kerajaan Se He. Selagi ia terkesima sejenak, sementara itu
ada empat bayangan orang sedang melayang lewat dari arah
utara ke selatan.
Dan baru saja Hi-tiok hendak bicara, tiba-tiba Tong-lo
mendekap mulutnya, ia tercengang dan tahu-tahu dari balik
tembok yang tinggi sana muncul pula empat orang terus
meronda ke arah lain.
Munculnya keempat orang ini benar-benar terlalu
mendadak sehingga tak seorangpun menyangka di balik
tembok yang tinggi gelap ini ada orang bersembunyi.
Sesudah peronda itu pergi jauh, Tong-lo melepaskan
tangannya dan berkata, "Masuk ke sana melalui lorong kecil
itu!"
Hi-tiok tahu penjagaan dalam istana sangat keras dan
dirinya sudah berada di tempat maha bahaya, kalau tiada
petunjuk dari Thian-san Tong-lo, umpama sekarang mundur
kembali juga pasti akan dipergoki para bayangkari tadi. Maka
tanpa pikir lagi segera ia menuju ke lorong kecil yang ditunjuk
itu dengan menggendong Tong-lo.
Lorong kecil itu diapit dua dinding yang tinggi, jadi lorong
itu sebenarnya adalah lorong di tengah dua buah istana.
Sesudah menembus lorong itu, mereka sembunyi di tengah
semak-semak dan menunggu lewatnya peronda bayangkari,
kemudian mereka menyusup masuk ke tengah taman yang
penuh gunung-gunungan buatan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dengan petunjuk Tong-lo, setiap beberapa meter jauhnya
Hi-tiok lantas berhenti untuk sembunyi.
Dan aneh juga, hanya sekejap saja mereka sembunyi
segera dari depan muncul bayangkari peronda. Rupanya
Tong-lo apal sekali keadaan dalam istana itu, di mana ada pos
penjagaan dan di mana akan dilalui peronda, semua
diketahuinya dengan baik, seperti juga Tong-lo sendiri adalah
komandan piket yang mengatur penjagaan itu.
Begitulah dengan secara sembunyi-sembunyi akhirnya Hitiok
sampai di suatu tempat yang banyak terdapat perumahan
rendah dan jelek, para peronda juga tidak kelihatan lagi.
"Ke sana!" kata Tong-lo sambil menunjuk suatu rumah batu
yang paling besar di sebelah kiri.
Hi-tiok tihat latai depan rumah batu itu adalah tanah lapang
yang luas dan bersih tanpa sesuatu benda yang dapat dibuat
sembunyi, maka cepat ia melesat ke depan dan sekaligus
sampai di samping rumah itu.
Ternyata dinding di sekeliling rumah batu itu adalah buatan
dari belahan batang pohon Siong yang besar pula.
"Tarik pintu itu dan masuk ke dalam," desak Tong-lo.
"Apakah Li ... Li Jiu-sui tinggal di s ini?" tanya Hi-tiok ragu,
"Tidak," sahut Tong-lo. "Lekas masuk ke dalam"
Cepat Hi-tiok menarik gelang besi pintu kayu raksasa itu.
Sesudah masuk dalam, ternyata di depan terdapat sebuah
pintu pula. Berbareng terasa hawa dingin yang menusuk
tulang mengembus keluar dari balik pintu itu.
Tatkala itu sudah memasuki musim panas, meski puncak
gunung masih bersalju, tapi di tanah datar salju sudah cair
dan bunga mekar semarak
Namun pada daun pintu kedua itu ternyata terbeku selapis
salju yang tipis..
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Dorong pintu itu," perintah Tong-lo pula.
Waktu Hi-tiok mendorong, pelahan pintu itu terbuka, tapi
baru belasan senti pintu itu terbuka, seketika terasa hawa
dingin menyampuk dari depan.
Untung Iwekang Hi-tiok sudah sangat tinggi, namun begitu
kena serangan hawa dingin yang mendadak tanpa terasa ia
menggigil juga.
Waktu pintu itu didorong lebih lebar, maka kelihatan di
dalamnya penuh tertimbun barang karungan sebangsa bahan
makanan sehingga menyundul atap rumah. Rupanya rumah
batu ini adalah gudang perbekalan. Di sisi kiri ruangan
terluang sebuah jalan.
Diam-diam Hi-tiok sangat heran mengapa gudang bahan
pangan bisa begitu dingin?
Dalam pada itu Tong-lo telah berkata dengan tertawa,
"Tutup kembali pintu itu. Kita sudah masuk ke dalam gudang
es, rasanya takkan terjadi apa-apa lagi".
"Gudang es?" tanya Hi-tiok penuh heran. "Bukankah ini
gudang bahan makanan?"
Ternyata Tong-lo telah berubah sangat baik hati sekarang,
ia tunggu sesudah Hi-tiok tutup pintu, lalu katanya, "Boleh
coba kau periksa bagian dalam sana."
Sesudah pintu pintu ditutup, dengan sendirinya dalam
gudang gelap gulita. Dengan meraba-raba Hi-tiok melangkah
maju melalui sisi kiri, semakin ke dalam semakin gelap dan
semakin dingin rasanya. Tiba-tiba tangan kiri Hi-tiok
menyentuh suatu yang keras dan dingin rata dan basah pula,
terang itulah sepotong es yang besar.
Selagi Hi-tiok merasa heran, tiba-tiba Tong-lo menyalakan
geretan api. Dalam sekejap itu Hi-tiok merasa matanya
menjadi silau, di muka belakang, kanan-kiri penuh es batu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang besar, tertimpa cahaya api, es batu itu mengeluarkan
warna-warni beraneka ragam dan sangat aneh.
"Mari kita turun ke bawah," kata Tong-lo.
Sambil berpegangan dinding es itu, Tong-lo melompatlompat
mendahului ke depan dengan satu kaki. Sesudah
berputar dua-tiga kali di antara es batu yang besar-besar itu,
akhirnya mereka masuk ke suatu lubang di pojok ruangan.
Hi-tiok mengintil saja dari belakang, ia lihat di bawah
lubang itu adalah sederetan undak-undakan batu, sesudah
turun ke bawah, kembali di bagian bawah itu penuh es batu
yang besar-besar pula.
"Besar kemungkinan gudang es ini masih ada satu tingkat
lagi," ujar Tong-lo.
Sesudah dicari, benar juga. di bawah tingkat kedua itu
masih ada sebuah kamar batu yang luas dan panuh tertimbun
es batu juga.
Tong-lo memadamkan apinya, ia duduk dan berkata, "Kita
sudah berada di tingkat ketiga di bawah tanah, biarpun
perempuan hina-dina itu secerdik setan juga takkan dapat
menemukan Lolo."
Habis berkata ia menghela napas lega yang panjang.
Maklum, selama beberapa hari meski lahirnya tampak tenangtenang
saja, tetapi batinnya sebenarnya sangat kuatir, apalagi
di negeri Se He ini penuh jago kelas wahid, sekarang dia
dapat menemukan tempat sembunyinya yang sempurna tanpa
alangan. sudah tentu ia merasa lega.
Karena merasa hawa dingin masih terus merangsang dari
sekelilingnya, tiba-tiba Hi-tioK berkata, "Aneh. sungguh aneh!"
"Aneh apa?" tanya Tong-lo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Di iengah istana kerajaan Se He ini ternyata penuh
tertimbun es batu yang tidak bernilai apa sih gunanya?" kata
Hi-tiok.
"Es batu begini di musim dingin memang tak bernilai, tapi
pada musim panas tentu akan berubah lain," ujar Tong-lo.
"Coba bayangkan, dalam musim panas yang terik itu, tatkala
semua orang kegerahan, kalau kamu diberi minum satu
cangkir es teh atau es sirup, akan betapa segar rasanya?"
Baru sekarang Hi-tiok sadar akan manfaat es batu raksasa
yang ditimbun dalam gudang itu, serunya, "Ya, bagus, bagus!
Tapi untuk memboyong es batu sebanyak ini ke sini tentu
akan banyak makan tenaga, bukankah repot juga."
"Hwesio bodoh," omel Tong-lo dengan tertawa. "Sebagai
raja sudah tentu banyak hamba pesuruhnya, seorang
berteriak, beratus orang akan menyahut, masakah dia kuatir
repot apa segala?"
"Benar, sungguh beruntung sekali orang yang menjadi raja
itu, tapi kalau memberi perintah secara berlebih-lebihan juga
berdosa," ujar Hi-tiok.
"Iih, Cianpwe, apakah pada masa dahulu engkau pernah
datang ke sini? Mengapa engkau sangat apal terhadap setiap
keadaan disini? Di mana ada penjagaan seperti sudah kau
ketahui?"
"Istana ini sudah tentu pernah kudatangi dahulu," sahut
Tong-lo. "Untuk mencari perkara kepada perempuan hina itu
tidak cuma satu kali saja kudatang kemari. Tentang
bayangkari penjaga-penjaga itu, pernapasan mereka sangat
keras,dalam jarak beberapa meler sudah dapat kudengar,
kenapa mesti heran?"
"Kiranya demikian. Wah, Cianpwe, telinga sakti
pembawaanmu itu sungguh tak dapat dibandingi s iapa pun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Telinga sakti pembawaan apa? Itu adalah kepandaian hasil
latihan secara tekun, tahu?" kata Tong-lo.
Mendengar kata-kata "kepandaian hasil latihan," tiba-tiba
Hi-tiok ingat di dalam gudang itu toh tiada binatang atau
hewan yang dapat diambil darahnya sehingga entah cara
bagaimana Toug-lo akan melatih "Tok-cun-kang" yang belum
selesai itu. Terpikir pula oleh Hi-tiok bahwa di luar sana
memang banyak juga bahan makanan, tapi dalam gudang es
tentu sukar menyalakan api, apakah nanti musti makan bahan
pangan itu secara mentah?
Melihat Hi-tiok termenung-menung, segera Tong-lo tanya,
"Apa yang sedang kau pikirkan?"
Dengan terus terang Hi-tiok mengutarakan pikirannya itu.
Tong-lo tertawa, katanya, "Apa kau sangka isi karungkarung
besar itu adalah bahan makanan? Bukan, isinya adalah
pasir krikil. Hehe, apa kamu akan makan pasir krikil?"
"Jika demikian, terpaksa kita harus mencari makanan ke
luar sana?" tanya Hi-tiok.
"Kenapa mesti susah" ujar Tong-lo. "Di dapur istana banyak
terdapat ayam dan bebek hidup.., masakah .kekurangan
hewan? Cuma hewan piaraan kurang besar manfaatnya, jauh
kalah daripada kambing liar, menjangan dan sebagainya. Tapi
kita dapat juga menangkap bangau atau merak dan binatang
piaraan lain di taman raja, aku minum darahnya dan kau
makan dagingnya, cara demikian paling baik."
"He, he, mana boleh jadi," sahut Hi-tiok cepat. "Mana boleh
kumakan barang berjiwa?"
Diam-diam ia kuatir jangan-jangan nenek itu akan
memaksanya makan daging dan hal ini bisa runyam baginya.
Ia pikir sekarang Tong-lo sudah berada di tempat yang aman
dan tidak perlu didampingi lagi, maka ia berkata pula,
"Cianpwe, kita mempunyai kepercayaan agama yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berlainan, Siauceng adalah murid Budha yang dilarang
membunuh makluk berjiwa, maka lebih baik...lebih baik aku
mohon diri saja,"
"Kau mau ke mana?" tanya Tong-lo.
"Siauceng akan pulang ke Siau-lim-si" sahut Hi-tiok.
Tong-lo menjadi gusar, teriaknya, "Tidak, kamu tidak boleh
pergi, tapi harus menemani aku di s ini, tunggu sesudah selesai
kulatih ilmu saktiku dan mencabut nyawa perempuan hina itu
barulah kulepaskan kau pergi."
Mendengar kelak nenek itu akan membunuh Li Jiu-sui, Hitiok
jadi lebih tidak mau ikut berbuat dosa, segera ia
berbangkit dan berkata, "Cianpwe, sebenarnya ingin kuberi
nasihat padamu, tapi aku sendiri tidak banyak bersekolah
sehingga tidak tahu cara, bagaimana harus bicara, yang
terang, kukira permusuhan lebib baik diakhiri daripada
dipupuk terus, bila dapat mengampuni orang hendaklah
mengampuni saja." Sambil berkata ia terus berjalan ke arah
undak-undakan.
"Berhenti, kularang kau pergi!" bentak Tong-lo.
"Tapi terpaksa aku harus pergi ... " kata Hi-tiok.
Sebenarnya ia hendak menambahi pujian semoga ilmu sakti
nenek itu lekas pulih kembali. Tapi demi ingat bila ilmu sakti
nenek itu pulih bukan saja jiwa Li Jiu-sui terancam bahaya,
bahkan Oh-lotoa dan para Tongcu ddn Toci, Putpeng Tojin
dan lain-lain mungkin juga akan ikut celaka, makin dipikir Hitiok
makin terasa takut, maka bukannya dia berhenti,
sebaliknya ia lantas melangkah ke atas undak-undakan.
Tapi baru saja dua-tiga tindak, sekonyong-konyong lutut
terasa kaku kesemutan dan tubuh lantas terjungkal ke bawah,
menyusul bagian pinggang terasa linu, lalu tak bisa berkutik
lagi. Ia tahu Hiat-to bagian tubuhnya kena ditotok oleh Thiansan
Tong-lo. Di hadapan nenek yang sakti itu. Hi-tiok insaf
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak dapat melawan, terpaksa ia hanya pasrah nasib saja.
Maka sesudah tenangkan diri, lalu ia baca doa suci.
"Hei, kamu baca doa apa segala?" tanya Tong-lo kemudian,
"Siancai! Siancai' Ini adalah 'Jip-to-su-heng-keng' (kitab
pengantar catur-bhakti) ajaran Budatama," sahut Hi-tiok.
"Tama sering diterjemahkan menjadi Tat-mo adalah cikal
bakal Siau-lim-si kalian, kukira dia adalah seorang jagoan
maha sakti, siapa tahu hanya seorang hwesio busuk yang
suka pada segala doa yang bertele-tele," ujar Tong-lo.
"Omitohud! Hendaklah Cianpwe jangan sembarangan
mencela" pinta Hi-tiok.
Tong-lo menjadi gusar, segera ia angkat sebelah tangan
hendak menghantam kepada Hi-tiok. Tong-lo sudah biasa
memerintah dan tidak pernah dibantah oleh siapa pun juga,
tapi sekarang Hi-tiok, berani mencelanya, sudah tentu ia
menjadi murka.
Namun sebelum tangan menyuruk kepala Hi-tiok,
mendadak Tong-lo ingat pula bahwa dirinya masih, banyak
memerlukan tenaga padri cilik itu maka cepat ia tarik kembali
pukulannya, lalu ia duduk semadi melatih ilmunya.
Esoknya, Tong-lo meninggalkan Hi-tiok dalam keadaan tak
berkutik itu untuk keluar. Sekarang kekuatan Tong-lo sudah
cukup hebat, meski sebelah kakinya buntung, tapi jalannya
tetap sangat cepat dan ringan sebagai burung sehingga tiada
seorang pun dari para bayangkari keraton itu memergoki dia.
Ketika kembali Tong-lo membawa beberapa ekor bangau
putih yang ditangkapnya dari taman raja, meski dalam gudang
es itu keadaan gelap gulita, tapi ketika Tong-lo merasa hawa
murni dalam tubuhnya bergolak, segera ia tahu lohor sudah
tiba dan sudah waktunya berlatih. Segera ia menggigit leher
seekor bangau putih untuk mengisap darahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selesai melatih "Tok-cun-kang," kembali Tong-lo menggigit
pula leher seekor bangau putih yang lain.
Mendengar suaranya, segera. Hi-tiok menasihatkan,
"Cianpwe, burung itu lebih baik kau tahan saja untuk
digunakan besuk, buat apa mesti lebih banyak mengambil
korban?"
"Aku ini ingin berbuat bajik dan hendak menyediakan
makanan bagimu, tahu?" sahut Tong-lo dengan tertawa,
Hi-tiok menjadi kaget, serunya cepat, "Tidak, tidak! Aku ...
tidak mau makan!"
Namun Tong-lo lantas pencet hidungnya dan pentang
dagunya sehingga mu tidak mau mulut Hi-tiok terbuka. Segera
Tong-lo angkat bangau putih itu ke atas dan mencekoki Hitiok
dengan darah bangau.
Hi tiok merasa cairan darah yang hangat-hangat tertuang
ke dalam tenggorokan, mati-matian ia coba menahan agar
darah bangau itu tidak terisap ke dalam perut, tapi hiat-to
tertutuk dan mulut dikuasai Tong-lo, betapapun ia bertahan
akhirnya darah tetap mengalir ke dalam perutnya. Saking
gugup dan gusarnya sampai Hi-tiok mengucurkan air mata.
Selesai mencekoki orang, kemudian Tong-lo menutuk pula
beberapa hiat-to lain agar Hi-tiok tidak menumpahkan darah
bangau yang sudah masuk dalam perut itu. Lalu katanya
dengan tertawa, "Hwesio cilik, sekarang kamu sudah
melanggar pantangam makan barang berjiwa dari agamamu,
sekali sudah melanggar, apa bedanya kalau melanggar lagi?
Hm, barang siapa di dunia ini berani melawan kehendakku,
maka pasti akan kumusuhinya hingga detik terakhir. Pendek
kata aku akan membuatmu tidak berhasil menjadi hwesio
yang suci. "Hahaha-hahaha!"
Begitulah tiada hentinya Tong-lo terbahak-bahak,
senangnya tidak kepalang.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hendaklah diketahui bahwa sifat Thian-san Tong-lo itu
memang suka menang sendiri, siapa yang berani
membangkang perintahnya, tentu akan dibikin sedemikian
rupa sehingga lawan itu minta mati tidak bisa dan minta hidup
pun tidak dapat.
Sebab itulah maka bawahan dan pengikutnya sangat takut
padanya. Sekarang dia lihat Hi-tiok berkeras ingin mentaati
pantangan agamanya, maka ia lantas berusaha agar Hi-tiok
melanggar pantangan, baik dengan jalan halus dan bila perlu
dengan cara paksa.
Dengan begitu telah berlangsung lebih sebulan lamanya,
kekuatan Tong-lo sudah pulih kira-kira sama ketika dia berusia
50 tahun. Sekarang ia dapat keluar masuk gudang es itu bagai
setan yang tak berbayangan. Coba kalau tidak jeri kepada Li
Jiu-sui tentu sudah lama dia meninggalkan tempat sembunyi
itu.
Setiap hari se|ain minum darah dan melatih ilmu, selalu
Tong-lo menutuk Hi-tiok supaya tak berkutik, lalu mencekoki
dia dengan darah dan melolohi daging mentah, dua-tiga jam
kemudian sesudah makanan dalam perut Hi-tiok tercerna dan
tidak mungkin tumpah keluar barulah ia buka hiat-to yang
tertutuknya.
Begitulah setiap hari Hi-tiok selalu dipaksa minum darah
dan makan daging di dalam gudang es itu, hidupnya tersiksa
lahir batin, namun tak berdaya, terpaksa ia hanya membaca
kitab dan berdoa sekedar menghibur diri.
Suatu hari Tong-lo mendengar Hi-tiok sedang membaca
kitab suci pula, tiba-tiba ia mengejek, "Hm, daging juga sudah
kau makan, masakah kamu masih anggap dirimu sebagai
hwesio dan masih membaca kitab apa segala?"
"Siauceng dipaksa oleh Cianpwe dan bukan timbul dari
keinginanku sendiri, maka tidak dapat dianggap melanggar
pantangan," ujar Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jika tak dipaksa, apa benar-benar kau sendiri takkan
melanggar pantangan ?"
"Siauceng cukup teguh untuk menjaga diri dan tidak berani
melanggar peraturan agama!"
"Baik, kita boleh coba"' kata Tong-lo akhirnya.
Maka mulai hari itu juga ia tidak memaksanya makan
daging dan minum darah lagi. Sudah tentu Hi-tiok sangat
girang.
Besoknya Tong-lo tetap tidak paksa dia makan daging dan
minum darah, sebaliknya juga tidak memberi makanan apaapa,
keruan perut Hi-tiok sangat kelaparan. Segera ia berkata,
"Cianpwe ilmu saktimu sudah hampir pulih seluruhnya dan
rasanya tidak perlu bantuanku lagi, biarlah Siauceng mohon
diri saja"
"Tidak, aku melarang kau pergi," kata Tong-lo.
"Namun perutku sangat lapar, jika demikian mobon
Cianpwe suka mencarikan sedikit nasi putih dan sayur untuk
tangsal perut,"
"Boleh," kata Tong-lo. Lalu ia tutuk hiat-to Hi-tiok agar
tidak dapat melarikan diri, kemudian ia tinggal keluar"
Tidak lama kemudian, kembalilah Tong-lo ke dalam gudang
es. Segera Hi-tiok mengendus bau lezat yang merangsang
selera, seketika mulutnya mengeluarkan air liur.
Terdengar Tong-lo menaruh tiga buah mangkok besar di
hadapannya dan berkata, "Ini, satu mangkuk besar Ang-siobak,
satu mangkuk ayam tim kuah bening dan satu mangkuk
kakap masak saus manis, lekas makan!"
"Hah, Omitohud! mati pun aku tidak mau makan!" sahut Hitiok
terkejut.
Walaupun bau harum masakan lezat itu terus merangsang
hidung Hi-tiok, namun sehari penuh ia dapat menahan diri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Esok paginya Tong-lo sendiri lantas angkat ketiga mangkuk
masakan itu dan dilahap habis ia sengaja ber kecap-kecap
mulut untuk mengiming-iming Hi-tiok. Namun Hi-tiok hanya
berdoa saja, sedikit pun tidak terpengaruh.
Hari ketiga Tong-]o membawakan pula beberapa mangkuk
masakan sebangsa ayam goreng ham. Haisom masak jamur,
bebek panggang dan
lain-lain yang enak, tapi Hi-tiok tetap tahan lapar dan tak
mau makan meski perutnya berkeroncongan.
Diam-diam Tong-lo sangat mendongkol, ia pikir, "Kau
berani main bandel-bandelan dengan aku, ingin kulihat kau
sanggup tahan sampai kapan"
Maka ia lantas tinggal pergi seharian, ia menduga sesudah
kelaparan tentu Hi-tiok akan makan sendiri.
Siapa duga ketika ia pulang, keadaan masakan itu masih
tetap utuh tanpa tersentuh sedikit pun, bahkan setetes kuah
saja tidak berkurang.
Sampai hati kesembilan, saking lapar tenaga Hi-tiok sudah
habis, dia masih dapat minum air es bila terasa haus, namun
sedikit pun ia tidak sudi menjamah daharan yang sengaja
diberikan Tong-lo itu.
Akhirnya Tong-lo menjadi gemas, mendadak ia jambret
dada Hi-tiok dan serentak menjejalkan semangkuk Ang-sioktite
ke mulut Hi-tiok sampai habis. Biarpun dia dapat paksa Hitiok
makan, tapi ia pun tahu ia sendiri yang kalah dalam
pertandingan itu Saking gusarnya ia tempeleng Hi-tiok
beberapa kali sambil memaki, "Hwesio keparat, kau berani
memusuhi nenekmu, ya? Boleh kau rasakan lihainya nenek!"
Tapi Hi-tiok juga tidak marah atau minta ampun, ia biarkan
mukanya ditampar sambil tetap membaca kitab suci dan
berdoa.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Untuk beberapa hari seterusnya Thian-san Tong-lo selalu
melolohi Hi-tiok secara paksa dengan masakan daging dan
ikan yang enak. Karena tak dapat melawan, Hi-tiok hanya
menerima saja segala apa yang hendak diperbuat orang,
selain berdoa, kerjanya hanya tidur melulu.
Hari itu, dalam impiannya tiba-tiba ia mengendus bau
harum semerbak. Bau harum itu bukan harum dupa cendana
yang biasa dinyalakan orang tatkala sembahyang, juga bukan
harum lezatnya daharan. Ia hanya merasa bau harum itu
sangat menyegarkan badan.
Dalam keadaan sadar tak sadar dirasakan pula ada sesuatu
benda yang lunak menggelendot di depan dadanya. Hi-tiok
berjaga bangun, cepat ia coba meraba benda apakah itu? Tapi
di mana tangannya menyentuh ternyata adalah kulit badan
yang halus dan hangat, nyata itulah badan manusia yang
telanjang.
"Hah, Cianpwe, kau ... kenapa?" seru Hi-tiok kaget.
Disangkanya badan yang telanjang itu adalah Thian-san Tonglo.
Tapi lantas terdengar suara orang itu berkata, "Aku ... aku
berada di ... di mana? Ken.. kenapa sedingin ini?"
Dari suaranya yang halus merdu itu terang suara seorang
wanita muda dan sekali-kali bukan Tong-lo.
Keruan Hi-tiok tambah kejut sehingga ter>kesima, akhirnya
ia coba tanya pula, "Kau ..kau siapa?"
"Aku .. . aku. sangat dingin! "Dan kau sendiri siapa?" sahut
wanita muda itu. Sembari bicara badannya terus mendesak
maju untuk menggelendot lebih rapat.
Cepat Hi-tiok mengkeret mundur, maka terdengar wanita
muda itu mengomel satu kali, lalu mendesak lebih rapat lagi.
Segera Hi-tiok bermaksud berbangkit untuk menjauhi
orang, tapi sekali tangannya memegang, tahu-tahu bahu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perempuan muda itu yang terpegang, sedang tangan lain juga
kebetulan merangkul pinggangnya yang ramping.
Usia Hi-tiok sekararg 24 tahun. Selama hidupnya hanya
pernah bicara dengan tiga orang wanita, yaitu A Ci, Thian-san
Tong-lo dan Li Jiu-sui.
Selama hidupnya dia cuma tekun semadi dan membaca
kitab di Siau-lim-si dan tidak paham soal-soal insaniah.
Namun suka kepada wanita, terutama kepada gadis jelita
adalah sifat pembawaan manusia mana pun juga. Meski Hitiok
sangat alim, tapi ketika iseng, bila berahinya merangsang,
betapapun dia pernah mengelamun dan membayangkan
urusan insaniah dari dua jenis yang berlainan. Cuma saja ia
tidak tahu persis sebenarnya bagaimanakah wanita itu, apa
yang dikhayalkan dengan sendirinya macam-macam dan
aneh-aneh,
Sekarang kedua tangannya menyentuh badan wanita muda
yang halus dan licin dalam keadaan telanjang, keruan jantung
berdebar-debar seakan-akan meloncat keluar dari rongga
dadanya. Namun demikian toh dia enggan menarik kembali
tangannya.
Waktu wanita muda itu membalik tubuh, tangannya terus
merangkul leher Hi-tiok, seketika Hi-tiok mengendus bau
harum yang merangsang, seluruh badan gemetar dan pikiran
kabur, dengan suara terputus putus ia coba tanya, "Kau . kau
...."
"Aku kedinginan, tapi ... tapi panas di dalam hati," sahut
wanita muda itu.
Dalam keadaan tak bisa menguasai diri lagi Hi-tiok terus
memeluk wanita muda itu Terdengar wanita itu bersuara
perlahan, tapi kepala terus merapat ke muka Hi-tiok, hidung
menempel hidung, kedua mulut pun lantas terkatup menjadi
satu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok adalah seorang pemuda sehat kuat yang selamanya
tidak pernah mengenal hubungan laki-laki dan perempuan,
menghadapi godaan terbesar bagi orang hidup ini sedikit pun
ia tidak melawan, bahkan ia terus peluk wanita itu dengan
erat, dalam sekejap itu semangatnya serasa melayang-layang
ke surga sehingga lupa daratan. Sebaliknya wanita itu pun
sangat "panas" bagai api Hi-tiok dianggapnya sebagai
kekasihnya yang tercinta ....
Keadaan itu entah sudah berlangsung berapa lamanya,
ketika mendadak Hi-tiok merasa seperti jatuh dari awangawang
dan pikiran segarnya pulih kembali, mendadak ia
menjerit dan segera bermaksud melompat bangun.
Namun wanita muda itu masih terus merangkulnya dengan
kencang, bahkan dengan suara menggiurkan lagi merayu,
"Jangan ... jangan meninggalkan aku!"
Kejernihan pikiran Hi-tiok itu datangnya cuma sekejap saja,
sebab segera ia pun memeluk erat pula wanita muda itu dan
kembali tenggelam dalam lautan madu surga dunia ini.
Agak lama kemudian, ketika tiba-tiba terdengar wanita itu
bertanya, "Oo, kakanda, siapakah Engkau?"
Pertanyaan "siapakah engkau" sebenarnya diucapkan
dengan suara halus merdu merayu, tapi bagi Hi-tiok
kedengaran justru seperti bunyi guntur di siang bolong,
dengan snara gemetar ia berseru, "Ai, ah ... aku salah besar!"
"Kenapa salah besar?" tanya wanita itu.
Hi-tiok gelagapan tak bisa menjawab, "Aku .. aku ..."
Hanya sekian ucapannya atau mendadak iganya kena
ditutuk orang pula serta tak bisa berkutik lagi. Hanya terasa
sehelai selimut lantas menutup badannya, menyusul wanita
muda itu pun terbungkus rapat serta meninggalkan
pelukannya
"Jangan pergi, jaigan pergi!" seru Hi-tiok,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam kegelapan lantas terdengar suara tertawa orang
mengejek beberapa kali, nyata itulah suara Thian-san Tong-lo.
Hi-tiok terperanjat dan hampir-hampir jatuh kelengar.
Seketika ia lemas dan mendemprok, kepala terasa hampa dan
tak bisa berpikir. Hanya terdengar wanita muda itu dibawa
keluar gudang oleh Tong-lo.
Tidak lama kemudian Tong-lo pulang kembali katanya
dengan tenawa, "Hwesio cilik, aku telah memberimu
menikmati surga dunia, cara bagaimana kamu akan berterima
kasih padaku?"
"Aku ... aku .. '" ingin Hi-tiok menjawab tapi tidak tahu apa
yang harus dikatakan.
Tong-lo melepaskan Hiat-to yang ditutuknya tadi, lalu
katanya pula dengan tertawa, "Murid Budha kan dilarang
berzinah? Barusan kau sendiri melanggarnya atau nenek yang
paksa berbuat? Huh,Hwesio cilik sontoloyo, hanya di mulut
bilang tidak, tapi di dalam hati sebenarnya kepingin setengah
mati. Nah, coba katakan, sekarang kamu yang menang atau
nenek yang menang? Hahahabaaahaha!"
Tertawanya makin lama makin lantang dan tertampak dia
sangal puas dengan hasil kerjanya itu.
Hi-tiok sekarang sadar bahwa lantaran Tong-lo gemas
kepada ke taatannya yang tidak mau melanggar pantangan
makan barang berjiwa, maka nenek itu sengaja pergi menculik
seoraug gadis jelita untuk dijadikan umpan guna
menggodanya agar melanggar pantangan berzinah.
Seketika Hi-tiok merasa menyesal tak terhingga dan merasa
malu pula. Sekonyong-konyong ia lompat bangun, kepalanya
terus dibenturkan ke dinding es yang keras itu,
"blang",.kontan ia jatuh tersungkur.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tong-lo terkejut juga, tak terduga olehnya bahwa watak
hwesio cilik ini sedemikian kerasnya baru saja menikmati
surga dunia, tahu-tahu sekarang hendak membunuh diri.
Cepat ia menariknya bangun, untung masih bernapas, tapi
kepalanya sudah berlubang dan bocor, lekas ia balut lukanya
dan memberi sebutir Kiu-coan-him-coa-wan yang mustajab itu
sambil memaki, "Jika dalam badanmu tiada Pak-beng-cin-gi,
benturanmu ini tentu sudah membikin jiwamu melayang!"
"Siauceng merasa berdosa dan membikin susah orang lain
pula, maka tidak ingin hidup lagi" kata Hi-tiok dengan air mata
berlinang-linang.
"Huh, bila setiap hwesio yang melanggar pantangan agama
mesti membunuh diri, di dunia ini akan sisa berapa orang
hwesio?" jengek Tong-lo,
Hi-tiok terkesiap, teringat olehnya bahwa perbuatan bunuh
diri itu pun termasuk pantangan besar bagi agama, dalam
keadaan khilap dirinya ternyata melanggar hukum agama lagi.
Dengan lemas ia duduk bersandar dinding es dengan
perasaan bingung, di samping mencerca diri sendiri,
berbareng ia pun terkenang kepada wanita muda itu, sungguh
kejadian tadi yang melengkapi hidup Hi-tiok itu tak akan
pernah terlupakan olehnya, ia membayangkan apa yang
dilakukannya tadi dengan penuh kenikmatan itu. Mendadak ia
tanya, "Sia ... siapakah no ... nona itu?"
"Haha! Apa kau ingin tahu?" Tong-lo terbahak-bahak,
"Usia nona itu baru 17 tahun, cantik molek lagi tiada
bandingannya!"
Dalam kegelapan tadi Hi-tiok sama sekali tidak dapat
melihat wajah nona cantik itu. Tapi dari kulit badannya yanghalus
dan suaranya yang lembut dapat dibayangkan pasti
seorang wanita yang sangat cantik. Sekarang didengarnya
Tong-lo bilang nona itu "cantik molek lagi tiada
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bandingannya", tanpa terasa Hi-tiok menghela napas panjang
penuh penyesalan.
"Kamu rindu padanya tidak?" tanya Tong-lo dengan
tersenyum.
Hi-tiok tidak berani dusta, tapi juga tidak enak untuk
mengaku terus terang, terpaksa ia hanya menghela napas
lagi.
Entah berapa jam selanjutnya kembali Hi-tiok berada dalam
keadaan mengelamun, dalam keadaan sadar tak sadar.
Ketika datang waktunya Tong-lo membawakan
membawakan lagi daharan lesat sebangsa daging dan ikan,
tiba-tiba timbul rasa benci diri, rasa masa bodoh dalam benak
Hi-tiok, pikirnya' "Aku sudah merupakau murid Budha yang
murtad, sudah masuk perguruan lain, melanggar pantangan
membunuh dan berzinah pula, masakah aku masih dapat
mengaku sebagai murid Budha?"
Karena pikiran itu, terus saja ia sambar ayam panggang
dan santapan lain serta disikat dengan lahapnya, cuma saja
bagaimana rasa makanan ini sama sekali hampa baginya,
bahkan air mata pun berlinang-linang.
"Berani berpikir berani berbuat, inilah baru dapat dipuji,"
ujar Tong-lo dengan tertawa.
Selang dua jam kemudian, kembali Tong-lo mendatangkan
pula nona cantik yang telanjang bulat itu dengan dibungkus
selimut serta ditaruh di pangkuan Hi-tiok, lalu ia sendiri tinggal
pergi ke tingkat kedua gudang itu.
Sesudah tinggal berduaan, tiba-tiba nona jelita itu
menghela napas perlahan dan berkata, "Kembali aku bermimpi
aneh seperti ini lagi, sungguh aku takut, tapi... tapi juga ...
juga...."
"Juga apa?" tanya Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Juga ...juga senang," sahut si Nona dengan suara halus
sambil merangkul leher Hi-tiok, lalu pipi pun mendempel pipi.
Hi-tiok merasa muka nona itu panas-panas halus, dalam
keadaan demikian biarpun patung juga akan tergerak hatinya,
tanpa terasa ia peluk pinggang si nona yang ramping.
"Kakanda, sebenarnya aku berada dalam impian atau
bukan?"' tanya nona itu. "Jika dibilang mimpi, mengapa jelas
jemelas kutahu engkau sedang memeluk diriku? Aku dapat
meraba mukamu, dapat menyentuh dadamu, dapat
merasakan tanganmu"
Sambil bicara tangan si nona juga meraba-raba muka, dada
dan tangan Hi-tiok, lalu sambungnya"Dan jika dikatakan bukan
mimpi, mengapa ketika aku sedang enak-enak tidur di
ranjangku, mendadak ... mendadak pakaianku bisa terlepas
semua dan .. . dan tahu-tahu sampai di tempat yang gelap
lagi dingin ini? Dan di tempat yang gelap dan dingin ini
terdapat pula seorang engkau yang menantikan diriku, yang
telah mengasihi aku dan menyayangi aku"
Diam-diam Hi-tiok membatin jadi nona ini pun diculik
Thian-san Tong lo dalam keadaan sadar tak sadar.
Maka terdengar nona itu sedang melanjutkan, "Biasanya
aku merasa malu bila mendengar suara orang lelaki, tapi
mengapa setelah berada di sini aku lantas ... lantas merasa
berani dan tak dapat mengekang diri? Ai, dikatakan impian toh
bukan impian, bilang bukan mimpi toh seperti juga mimpi,
kemarin alam mimpi aneh sepeti ini, malam ini kembali
bermimpi aneh pula. apa barangkali kita ditakdirkan berjodhh?
O. kakanda, siapakah engkau?"
"Aku ... aku adalah ... " dengan bimbang. Sebenarnya Hitiok
hendak menerangkan bahwa dirinya adalah seorang
hwesio, tapi susah terceplos dari mulutnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak nona itu menggunakan tangan untuk menutup
mulut Hi-tiok dan bisiknya, "Jang ... jangan kau katakan saja,
aku ... aku merasa takut."
"Takut apa?" tanya Hi-tiok sambil merangkul si nona
dengan erat.
"Aku takut bila ucapanmu itu nanti akan membuyarkan
impianku ini," sahut si nona "Engkau adalah kekasihku dalam
mimpi maka boleh lah kupanggil dirimu sebagai 'kakanda
dalam mimpi' saja, ya? Kakanda dalam mimpi, baik tidak
sebutan ini?"
Begitulah sambil bicara, perlahan tangan si nona yang
dipakai mendekap mulut Hi-tiok tadi mulai dipakai merabaraba
mata, hidung dan telinga Hi-tiok seperti penuh kasih
sayang, tapi seperti juga hendak menggunakan tangannya itu
untuk mengenali betapa wajah "kakanda dalam mimpi" itu.
Tangan yang mungil itu pelahan meraba sampai alis Hi-liok,
lalu jidatnya dan akhirnya meraba pula kepalanya.
Keruan Hi-tiok terkejut. "Wah, celaka, bisa runyam bila
kepalaku yang gundul kena dirabanya!" demikian keluhnya.
Tak terduga bahwa tangan si nona meraba hanya kepala
dengan rambut yang cukup panjang. Rupanya Hi-tiok sendiri
lupa bahwa dia sudah lebih dua bulan tinggal di dalam gudang
es itu sehingga kepalanya, yang semula gundul kelimis itu
sekarang sudah tumbuh rambut beberapa senti panjangnya.
"O, kakanda dalam mimpi, mengapa hatimu berdebardebar?
Mengapa engkau diam-diam saja?" demikian terdengar
si nona merayu dengan suara halus.
"Aku ... aku pun serupa dirimu juga merasa senang dan
merasa takut pula," kata Hi-tiok. "Aku telah menodai badanmu
yang suci bersih, biarpun mati seribu kali juga tak dapat
membalas kebaikanmu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jangan sekali-kali bicara demikian," ujar si nona. "Kita
sedang bermimpi, tidak perlu takut Eh, bagaimana akan kau
panggil aku ?"
"Engkau adalah dewi dalam impianku, maka biarlah
kupanggilmu sebagai 'dewi dalam impian, boleh?"
"Bagus!" seru si nona dengan tertawa. "Engkau adalah
kakandaku, dalam impian dan aku adalah dewimu dalam
impian. Semoga impian ini akan terus berlangsung selamanya
dan tak pernah sadar kembali."
Begitulah mereka bercumbu rayu dengan asyiknya
sehingga kedua orang kembali tenggelam di taman madu dan
lupa daratan apakah mereka benar-benar berada di alam
impian atau memang betul-betul terjadi, entah berada di dunia
fana atau di surgaloka,
Selang beberapa jam kemudian, kembali Tong-lo
membungkus gadis jelita itu dengan selimut dan dibawa pergi.
Besoknya tetap begitu, Tong-lo membawakan pula nona
jelita itu untuk "dikumpulkan" dengan Hi-tiok.
Setelah bertemu selama tiga hari, rasa bingung kedua
muda-mudi itu mulai hilang, rasa malu-malu juga berkurang,
sebaliknya timbul cinta kasih yang semakin mesra, mereka
bercumbu sepuas-puasnya tanpa batas. Cuma Hi-tiok tetap
tidak berani membeberkan sebab musabab mengapa mereka
dapat berkumpul di situ, sedangkan nona jelita itu pun tetap
menganggap dirinya dalam mimpi, sama sekali ia tidak
mengungkat kejadian-kejadian sebelum mimpi.
Cinta mesra selama tiga hari itu membuat Hi-tiok merasa
gudang di bawah tanah yang gelap dan dingin itu sebagai
surga ketujuh.
Sampai hari keempat, sesudah makan daharan yang
dibawakan Tong-lo, Hi-tiok menduga nenek itu tentu akan
membawakan pula si cantik untuk di kumpulkan padanya. Eh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
di luar dugaan, tunggu punya tunggu, tetap Tong-lo duduk
saja di tempatnya tanpa bergerak. Keruan Hi-tiok krupukan
bagai semut dalam wajan panas. Beberapa kali ia ingin tanya
Tong-lo, tapi tidak berani.
Dengan susah payah Hi-tiok bertahan sampai lebih dua
jam, gerak-geraknya yang gopoh dan kelabakan itu sudah
tentu dapat diketahui Tong-lo dengan jelas. Namun nenek itu
tetap anggap tidak mendengar dan tidak melihatnya, sama
sekali tidak menggubrisnya.
Akhirnya Hi-tiok benar-benar tak tahan lagi segera ia tanya,
"Cianpwe, apakah no ... nona itu kiongli (dayang) dalam
istana?"
Tapi Tong-lo hanya mendengus saja dan tanpa menjawab.
Diam-diam Hi-tiok sangat mendongkol, pikirnya, "Kamu tak
mau gubris padaku, baik, aku pun tak sudi gubris padamu"
Akan tetapi hanya sebentar saja kembali ia terkenang kepada
si nona cantik yang menggiurkan itu, perasaannya kembali
terguncang, hatinya seperti dikili-kili sehingga akhirnya ia tidak
tahan dan terpaksa memohon, "Cianpwe, harap suka tolong
memberitahukan padaku."
"Hari ini jangan bicara lagi dengan aku, boleh kau tanya
besok pagi saja," kata Tong-lo.
Meski dalam hati sebenarnya sangat gelisah, terpaksa Hitiok
menurut.
Dengan susah payah akhirnya sampailah besok, sesudah
makan, segera Hi-tiok buka mulut, "Ciaupwe .... "
Tapi Tong-lo lantas memotongnya, "Apa sih sulitnya jika
kau ingin tahu siapa nona itu? Bahkan bila kau ingin
berkumpul siang malam dengan dia takkan berpisah untuk
selamanya hal ini pun sangat gampang .... "
Sungguh girang Hi-tiok tak terkira sehingga ia tidak tahu
cara bagaimana harus bicara.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka Tong-lo tanya dia, "Nah, sebenarnya kau ingin tidak?"
Hi-tiok tidak berani menjawab terus terang terpaksa ia
menyahut dengan cara samar-samar, "Siauceng tidak tahu
cara bagaimana harus membalas kebaikan Cianpwe."
"Aku tidak perlu balas jasamu," ujar Tong-lo
"Asal ilmu Tok-cun-kang selesai kupulihkan dalam beberapa
hari lagi, dalam beberapa hari ini adalah saat-saat yang paing
genting, sedikit pun tidak boleh ayal, bahkan mengambil
makanan keluar juga tidak boleh, muka daharan dan binatang
hidup yang kuperlukan sudah kusediakan di s ini. Adapun nona
cantik yang kau rindukan itu harus tunggu sampai aku selasai
memulihkan. ilmu Saktiku."
Hi-tiok agak kecewa oleh keterangan ini. Tapi ia tahu apa
yang dikatakan Tong-lo itu memang benar. Untung tidak
terlalu lama waktunya dalam beberapa hari itu. terpaksa ia
harus menahan perasaan yang rindu dendam.
"Nanti kalau ilmu saktiku sudah pulih, segera akan kucari
perempuan hina she Li itu untuk membikin perhitungan, aku
tidak sabar lagi untuk membiarkan dia hidup lebih lama,"
demikian kita Tong-lo pula. "Sebenarnya sesudah ilmu saktiku
pulih, maka perempuan hina itu pasti bukan tandinganku,
cuma sayang sebelah kakiku lelah ditabas kutung olehnya,
tenagaku banyak terganggu, apakah sakit hatiku ini dapat
terbalas atau tidak menjadi susah diramalkan. Bila akhirnya
aku yang mati terbunuh sehingga tidak dapat membawakan
nona cantik itu untukmu, maka hal ini pun sudah takdir, apa
mau dikatakan lagi, ya, kecuali .... kecuali .... "
Hati Hi-tiok jadi berdebar-debar, cepat ia tanya. "Kecuali
apa?"
"Kecuali kalau kau mau membantu diriku," kata Tong-lo.
"Kepandaianku terlalu rendah, cara bagaimana dapat
membantu Cianpwe?" ujar Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Begini," tutur Tong-lo, "bila aku bertempur mati-matian
dengan perempuan hina itu, kalah atau menang hanya selisih
sedikit saja. Untuk menang mungkin sulit, sebaliknya ia pun
tidak gampang hendak mengalahkan aku. Maka mulai hari ini
akan kuajarkan pula padamu sejurus pukulan 'Thian-san-liokyang-
ciang', bila sudah selesai kau latih, kelak pada saat yang
paling genting cukup kau pegang satu kali tubuh perempuan
hina itu dengan tanganmu dan segera hawa murni dalam
tubuhnya akan terkuras keluar semua dan dia pasti akan
dapat ku kalahkan.'"
Hi-tiok menjadi serba salah, ia tahu permusuhan Tong-lo
dan Li Jiu-sui sedalam lautan, sekali mereka sudah bertempur
tentu pertarungan yang menentukan mati dan hidup. Biarpun
sekarang dirinya sudah melanggar hukum agama, tapi disuruh
berbuat jahat lagi dengan membantu Tong-lo untuk
membunuh orang, perbuatan demikian sangat bertentangan
dengan hati nuraninya dan sekali-kali tak dapat dilakukannya.
Maka ia lantas menjawab, "Cianpwe inginkan bantuanku,
hal ini sebenarnya adalah kewajibanku. Tetapi bila karena Itu
Li-cianpwe dapat kau bunuh, hal itu berarti Siauceng ikut
berdosa dan kelak pasti akan masuk ke neraka serta takkan
terlahir kembali untuk seterusnya."
Tong-lo menjadi gusar, dampratnya, "Hwesio setan, kamu
sudah gagal menjadi hwesio, tapi masih mempertahankan
ajaran agamamu yang sudah kau langgar itu. Padahal orang
jahat seperti Li Jiu-sui itu biarpun dibunuh berpuluh kali juga
tak bisa dianggap berdosa."
"Biarpun orang jahat juga mesti diberi pengertian dan
dimaafkan, mana boleh sambarangan dibunuh" ujar Hi-tiok.
Tong-lo tambah gusar, teriaknya gemas, "Jadi kau berani
membangkang keinginanku? Baiklah, maka kaupun jangan
harap dapat bertemu pula dengan nona itu. Nah, bagaimana
keputusanmu boleh lekas kau pilih."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok terdiam dengan lesu, dalam hati ia hanya berdoa
saja.
Karena tidak mendapatkan jawaban, akhirnya Tong-lo
menjadi girang, katanya, "Jadi kamu masih terkenang kepada
si cantik dan terpaksa akan melatih Liok-yang-ciang?"
"Tidak, demi untuk menemui keinginan Cianpwe sehingga
mesti kurbankan jiwa orang, hal ini sekali-kali tak dapat
kuterima," sahut Hi-tiok. "Biarpun selama hidup ini aku takkan
bertemu pula dengan nona itu, hal ini pun sudah takdir ilahi
dan sukar dimohon secara paksa."
"Jadi kamu tetap tidak mau melatih Liok-yang-ciang?" Tong
lo menegas dengan gusar.
"Ya, tidak mungkin kupenuhi permintaanmu harap cianpwe
suka maafkan," sahut Hi-tiok.
Tong-lo menjadi murka, teriaknya, "Jika begitu, lekas
enyah, lekas! Makin jauh makin baik!"
Teringat oleh Hi-tiok selama berkumpul bersama Tong-lo,
meski orang telah membikin dirinya melanggar hukum agama
sehingga gagal menjadi hwesio suci, tapi lantaran itu pula
telah dapat bertemu dengan 'dewi dalam impian'. Sebab itulah
dalam lubuk hatinya Hi-tiok merasa Tong-lo telah banyak
berbuat baik padanya daripada berbuat jahat, karena itu ia
merasa berat untuk tinggal pergi dengan begitu saja segera ia
berkata pula, "Harap Cianpwe menjaga diri dengan baik,
Siauceng tidak dapat meladenimu lagi."
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 66
Habis berkata, segera ia putar tubuh dan melangkah ke
atas undak-undakan. Ia kuatir Tong-lo menutuknya pula untuk
meríntangi keberatannya, maka begitu menginjak undakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
undakan batu, segera ia melesat ke atas, dengan Pak-bengcing-
gi yang hebat dalam sekejap saja ia sudah lari sampai di
tingkat pertama gudàng es itu dan segera tangannya dipakai
mendorong pintu.
Tapi baru saja tangannya memegang pintu, sekonyongkonyong
kedua kaki dan pinggang terasa kesakitan, ia
menjerit aduh dan insaf terkena serangan Tong-lo pula, ketika
tubuhnya sempoyongan kembali kedua bahu terasa sakit
seperti tertusuk jarum, ia tidak tahan lagi dan roboh
terjungkal.
"Hm, kamu sudah terkena senjata rahasiaku, tahu?"
terdengar Tong-lo berkata dengan suara menyeramkan,
"Sudah tentu tahu,” sahut Hi-tiok sambil menahan rasa
sakit linu pegal, di tempat luka serangan yang mirip digigit
oleh beribu ekor semut.
"Hm, apakah kau tahu senjata rahasia apa?" tanya Tong-Io
dengan tertawa dingin. "Ketahuilah bahwa itu adalah 'Sing-sihu"
Telinga Hi-tiok serasa mendengung demi mendengar katakata
'Sing-si-hu' itu. Seketika teringat olehnya Oh-lotoa dan
begundalnya sedemikian ketakutan bila mendengar nama
"Sing-si-hu" itu.
Tadinya Hi-tiok menyangka apa yang disebut "Sing-si hu"
atau jimat mati dan hidup itu adalah sejenis benda yang
mempunyai daya sakti, mana tahu adalah sejenis seniata
rahasia. Padahal Oh-lotoa dan begundalnya itu adalah orangorang
jahat yang ganas dan tidak kenal apa artinya takut, tapi
mereka justr mati kutu di bawah ancaman "Sing-si-hu," maka
betapa lihainya "Sing-si-hu" itu dapatlah dibayangkan.
Ia dengar Tong-lo berkata pula, "Sesudah Sing-si-hu masuk
ke dalam badan, maka selamanya tiada obat penyembuhnya
lagi. Oh-lotoa dan kawanan binatang itu berani memberontak
kepada Biau-biau-hong. sebabnya adalah karena tidak tahan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
oleh siksaan Sing-si-hu, mereka bermaksud menyerbu ko
Leng-ciu-kiong untuk merebut ilmu pemunah Sing-si-hu, Tapi
kawanan anjing itu cuma mimpi belaka, masakah ilmu
pemunah Sing-si-hu nenekmu dapat dicuri oleh mereka
dengan begitu gampang?"
Sesudah bicara begitu, lalu ia duduk bersila dan tak
bersuara lagi. Sebaliknya Hi-tiok merasa tempat-tempat luka
itu gatalnya tidak kepalang, bahkan seperti meresap ke dalam
badan, tidak lama kemudian sampai bagian perut dan seluruh
isinya juga terasa gatal sekali, saking tak tahan ia benar-benar
ingin menghancurkan kepala ke dinding agar mati saja dari
pada hidup tersiksa. Dan akhirnya karena tidak tahan ia
menjerit sekeras-kerasnya,
"Coba kau terka apa artinya kata hidup dan mati dari nama
Sing-si-hu itu? Sekarang kamu tentu paham, bukan?" kata
Tong-lo
Tapi Hi-tiok hanya sanggup merintih saja dan tidak kuat
bicara lagi, cuma dalam hati ia menjawab. "Sudah tentu
paham, yaitu maksudnya hidup tidak bisa dan mati pun tidak
dapat."
Lalu Tong-lo berkata lagi, "Tadi waktu hendak pergi kamu
berulang pesan supaya aku menjaga diri dengan baik-baik,
dari nada ucapanmu itu tampaknya kamu agak berat
meninggalkan aku, nyata kamu masih cukup mempunyai
perasaan baik, apalagi kamu pernah menyelamatkan jiwa
nenek, selamanya Thian-san Tong lo membedakan budi dan
benci dengan tegas, budi dibalas, benci dituntut.
Biar bagaimana kamu memang berbeda daripada Oh-lotoa
dan begundalnya itu Sing-si-hu yang nenek tanam dalam
tubuhmu termasuk hukuman, tapi aku akan memunahkan nya
pula, ini adalah balas budiku."
"Ti.... tidak, biarlah kita tegaskan dimuka, jika engkau
hendak menggunakan Sing-si-hu untuk me ... memaksa aku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berbuat kejahatan, maka ....maka biarpun mati aku tidak ...
tidak mau tunduk," demikian sahut Hi-tiok sambil merintih.
"Hm, tidak nyana kau pun seorang lelaki berwatak keras,"
jengek Tong-lo "Tapi apa kau tahu sebab apa bicaramu
sekarang menjadi tergegap-gegap? Apa kau tahu mengapa
cara bicara Au-tongcu itu menjadi tergegap-gegap?"
"Tentu ... tentu dahulu ia pun ter ... terkena kau punya
Sing ... Sing si-hu sehingga .. , , sehingga saking kesakitan ia
menjadi .... menjadi .."
"Ya, asal kau tahu saja," sela Tong-lo. "Bila Sing-si-hu mulai
kumat, maka tiap hari akan bertambah lihai, rasa sakit dan
gatal pegal itu berturut-turut akan berlangsung selama 9 x 9=
81 hari, habis itu akan mereda kembali selama 81 hari untuk
kemudian mulai menanjak lagi secara bergiliran dan tiada
berhenti. Karena itu setiap tahun aku kirim orang untuk
memeriksa tempat Oh-lotoa dan begundalnya itu untuk
memberikan obat pencegah sakit dan gatal, sekali diberi obat
selama setahun Sing-si-hu itu takkan bekerja."
Baru sekarang Hi-tiok mengerti sebabnya Oh-lotoa dan
kawan-kawannya itu sedemikian takut kepada Thian-san
Tong-lo dan memujanya serupa malaikat dewata, rela dimaki
dan dihajar, kiranya disebabkan ingin mendapatkan obat yang
dapat menjamin keselamatannya selama setahun itu. Jika
demikian, bukankah sekarang dirinya juga akan terkekang
selama hidup dan demi memperoleh obat penawar itu
terpaksa mesti diperbudak oleh nenek jahat ini.
Watak Hi-tiok adalah halus di luar dan keras di dalam,
meski sangat ramah-tamah kepada orang, tapi batinnya
sangat kuat dan sekali-kali tidak mau tunduk di bawah
ancaman orang. Hal ini cukup diketahui Tong-lo sesudah
berkumpul bersama selama tiga bulan ini.
Maka kata Tong-lo kemudian, "Sudah kukatakan bahwa
kamu berbeda daripada Oh-lotoa dan kawanan binatang itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maka nenek takkan memberikan obat penewar setiap tahun
seperti mereka. Sekarang badanmu seluruhnya sudah
tertanam sembilan macam Sing-si-hu, aku dapat sekaligus
memunahkan seluruhnya sampai ke akar-akarnya bagimu dan
takkan kumat untuk selamanya."
"Baa ... banyak te ... te ... " kata Hi-tiok dengan tergegapgegap,
tapi kata-kata terima kasih" itu tetap sukar diucapkan.
Lalu Tong-lo memberikan sebutir pil, sesudah diminum,
hanya sebentar saja rasa gatal dan sakit Hi-tiok lantas lenyap,
"Untuk melenyapkan bibit Sing-si-hu itu harus digunakan
tenaga dalam pukulan," kata Tong-lo.
"Tapi selama beberapa hari ini ilmu saktiku mendekati pulih
kembali dan tidak boleh membuang tenaga murni bagimu.
Biarlah, aku mengajarkan caranya dan kamu boleh
memunahkannya sendiri."
Terpaksa Hi-tiok mengiakan.
Segera Tong-lo mengajarkan cara mengerjakan Pak-bengcin-
gi dan cara mengerahkannya. Sesudah berlatih dua hari,
akhirnya dapatlah Hi-tiok memahaminya dengan baik.
Kemudian Tong-lo berkata pula, "Oh-lotoa dan
begundalnya itu sangat jahat, tapi ilmu silat mereka juga tidak
rendah, banyak pula di antaranya mempunyai Iwekang yang
tinggi, namun tiada seorang pun yang mampu memunahkan
Sing si-hu apakah kau tahu sebabnya?"
Ia merandek sejenak dan tahu Hi-tiok tidak dapat
menjawabnya, maka ia lantas menyambung, sendiri,
"Sebabnya ialah karena Sing-si-hu yang kutanam di tubuh
mereka itu terdiri dari berbagai macam dengan cara yang
berbeda-beda pula. Jika mereka berani sembarangan
menggunakan tenaga untuk memunahkan Sing-si-hu, maka
bukannya sembuh, sebaliknya akan tambah parah dan susah
tertolong lagi. Sekarang tubuhmu terkena sembilan macam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sing-si-hu, untuk memunahkannya juga diperlukan sembilan
macam cara yang tidak sama."
Segera ia mengajarkan suatu cara kepada Hi-tiok, sesudah
Hi-tiok paham, lalu saling gebrak, Tong-lo menggunakan
macam-maeam cara keji dan ruwet untuk menyerang dan
menyuruh Hi-tiok menggunakan cara yang diajarkan itu untuk
menangkis.
Pesan Tong-lo pula "Sing-si-hu dari Biau-biau-hong
beraneka macam perubahannya, pada waktu memunahkan
harus mengikuti keadaan untuk menghadapinya, bila ayal
sedikit saja tentu akan celaka sendiri, kalau tidak binasa,
sedikitnya juga akan lumpuh untuk selamanya. Kamu harus
pandang Sing-si-hu sebagai musuh besar dan menghadapinya
dengan sepenuh tenaga, sedikit pun tidak boleh ayal."
Hi-tiok menerima semua ajaran itu dan melatihnya dengan
giat, ia merasa ilmu yang diajarkan Tong-lo itu sangat bagus,
tak peduli Tong-lo menyerang dengan betapa kejinya selalu
dapat ditangkisnya dengan mudah saja, bahkan ketika
mematahkan serangan Tong-lo itu selalu diikuti dengan daya
serang balasan yang hebat.
Makin berlatih makin kagumlah Hi-tiok. Baru sekarang tahu
sebabnya "Sing-si-hu" dapat membuat para Tongcu dan Tocu
itu ketakutan setengah mati memang bukan tiada beralasan,
Sungguh kalau Hi-tiok tidak melatihnya sendiri dari ajaran
Tong-lo tentu juga takkan percaya dí dunia ini ada ilmu
pemunah sehebat itu?"
Hi-tiok mengorbankan empat hari lamanya baru dapat
melatih kesembilan cara pemunah Sing-si-hu itu dengan baik.
Tong-lo sangat girang, katanva, "Kamu ternyata tidak
terlalu bodoh dan dapat memahami ajaranku sangat cepat.
Menurut ajaran ilmu militer, bila tahu keadaan pihak sendiri
dan paham keadaan pihak musuh, maka seratus kali
bertempur akan seratus kali menang. Karena itu untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mengatasi Sing-si-hu, kaupun harus paham cara
menggunakan Sing-si-hu. Apa kau tahu benda apakah Sing-sihu
itu?"
"Semacam senjata rahasia," sahut Hi-tiok.
"Benar, tapi senjata rahasia macam apa? Apakah mirip
anak panah, mirip pisau atau mirip jarum?" tanya Tong-lo.
Hi-tiok jadi bingung dan tak bisa menjawab, Meski dia
terkena sembilan macam senjata rahasia itu, rasanya sakit dan
gatal tapi bila diraba toh tiada terdapat sesuatu apa sehingga
tidak diketahui bagaimana bentuk senjata rahasia itu.
"Nah, inilah yang disebut Sing-si-hu, coba kau rabanya
dengan jelas," kata Tong-lo kemudian.
Teringat Sing-si-hu itu adalah senjata rahasia paling lihai di
dunia ini, hati Hi-tiok menjadi kebat-kebit. Waktu senjata itu
dipegangnya, segera terasa benda itu sangat dingin dan
enteng sekali, hanya berbentuk satu lapisan kecil bundar,
besarnya kira-kira sama dengan uang logam, pinggirnya
tajam, tipisnya seperti kertas.
Selagi Hi-tiok hendak meraba senjata itu dengan lebih jelas,
tiba-tiba terasa telapak tangan nyes dingin, selang sejenak,
tahu-tahu Sing-si-hu itu telah menghilang tanpa bekas. Keruan
Hi-tiok terkejut sekali. Jelas Tong-lo tidak merampas kembali,
mengapa senjata rahasia itu bisa menghilang sendiri, benarbenar
luar biasa dan susah dimengerti.
Mendadak teringat sesuatu oleh Hi-tiok, ia berseru kuatir, ia
pikir dirinya pasti akan celaka karena telah kemasukan Sing-sihu
yang hilang itu.
Maka terdengar Tong-lo bertanya. "Kamu sudah jelas
belum?"
"Aku ... aku ti ... " sahut Hi-tiok gelagapan,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Nah, ketahuilah bahwa Sing-si-hu ini adalah sepotong es
yang kecil dan tipis" kata Tong-lo pula.
Baru sekarang Hi-tiok paham duduknya perkara. Kiranya
potongan es yang tipis itu telah cair oleh karena hawa panas
telapakannya sehingga menguap, maka datam sekejap saja
potongan es itu menghilang tanpa meninggalkan setetes air
pun.
"Nah, jika kamu hendak belajar cara memunahkan Sing-sihu.
maka harus belajar dulu cara meggunakannya. hendak
belajar cara menggunakannya harus lebih dulu belajar pula
cara membuatnya," demikian tutur Tong-lo hbih lanjut.
"Jangan kau pandang sepele potongan es yang kecil dan
tipis ini, untuk membuatnya tidaklah semudah perkiraanmu.
Cara membuatnya ialah taruh beberapa tetes air ia ditengah
telapak tanganmu' lalu mengerahkan tenagamu secara terbalik
sehingga hawa murni jang keluar dari telapak tanganmu itu
tidaklah panas, sebaliknya maha dingin, sehingga tetesan air
itu akan membeku menjadi es,"
Begitulah lalu ia mengajarkan cara bagaimana
mengerahkan tenaga secara membalik untuk mengubah
tenaga maha panas menjadi maha dingin.
Dasar Pak-beng-cin-gi yang diterima Hi-tiok dari Bu-gai-cui
itu memang serba guna, maka sekali diberi petunjuk Tong-lo,
setiap pelajaran lantas dapat diterima dengan mudah.
Selesai melatih cara membuat Sing-si-hu, kemudian Tonglo
mengajarkan cara menggunakan senjata rahasia yang
ampuh itu, ia memberi petunjuk cara menguasai dan cara
mengerahkan tenaga secara jitu, dan cara-cara lain dengan
aneka maeam perubahannya. Untuk ini Hi-tiok berlatih dengan
giat selama tiga hari barulah dapat paham dengan baik.
Hari berikutnya Tong-lo suruh Hi-tiok mengatur napasnya
dengan baik, kedua tangannya menghimpun tenaga dalam
sepenuhnya. Lalu katanya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Salah satu Sing-si-hu yang mengenai tubuhmu itu terletak
di Yang-leng hiat, bagian lututmu, coba kearahkan tenaga
'Yang' pada tangan kanan untuk menepuknya menurut
pukulan kedua ajaranku, berbareng tangan kiri mengerahkan
tenaga 'Im' untuk menyedokan dengan perlahan, beruntunruntun
kau lakukan tiga kali dan segera racun panas (Yang)
dan racun dingin (Im) yang timbul dari Sing-si-hu itu akan
dapat kau punahkan."
Hi-tiok menurut saja dan melakukan petunjuk itu. Benar
juga bagian lutut itu lantas terasa lemas dan gesit kembali,
rasanya sangat segar.
Begitulah selangkah demi selangkah Tong-lo memberi
petunjuk dan dapat dilakukan oleh Hi-tiok dengan baik.
Sesudah Sing-si-hu ketujuh dipunahkan, lalu Tong-lo berkata,
"Sekarang tinggal dua Sing-si-hu lagi dan boleh kamu
memunahkannya sendiri. Coba jalankan hawa murni keseluruh
bagian tubuh untuk menjajaki di manakah letak tempat yang
kedua Sing-si-hu, habis itu perlahan mengukur betapa hebat
racun panas dan dingin yang timbul dan memikirkan cara
pemunahannya. Sesudah kau tetapkan cara-caranya, coba
nanti katakan padaku, ingin kulihat apakah, tepat atau tidak,
tapi jangan sembarangan dilaksanakan lebih dulu."
Hi-tiok mengiakan.
Tapi mendadak Tong-lo menghela napas sedih katanya
pula "Besok lohor ilmu saktiku akan dapat pulih seluruhnya.
Tatkala mengakhirinya, latihan itu akan menghadapi macammacam
ujian yang sangat berbahaya. Maka hari ini aku akan
tirakat untuk berpikir dengan baik, sebelum latihanku berakhir
hendaknya kamu jangan mengajak bicara lagi padaku agar
tidak mengganggu pemusatan pikiranku."
Kembali Hi-tiok mengiakan. Pikirnya diam-diam. "Sungguh
cepat sekali hilangnya sang waktu, tanpa terasa tiga bulan
sudah berlalu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Pada saat itu juga tiba-tiba terdengar suara yang sangat
halus, sangat lirih sebagai bunyi nyamuk, menyusup ke dalam
telinga Hi-tiok terdengar suara itu sedang berseru. "Suci, Suci!
Dimanakah engkau bersembunyi? Sungguh adik sangat
merindukanmu, sesudah berkunjung ke rumah adik, mengapa
engkau tidak mau menemui aku?"
Meski suara itu sangat lirih, tapi setiap kata terdengar
dengan jelas, terang itu suara Li Jin-sui.
Jelas Hi-tiok sangat terkejut dan berseru, "Ai, dia ... dia .."
"Diam!" bentak Tong-lo mendadak "Kenapa ribut?"
"Dia ... dia telah menemukan jejak kita," bisik Hi-tiok
dengan perlahan.
"Dia mengetahui aku berada dalam istananya, tapi tidak
tahu aku sembunyi di s ini" kata Tong-lo. "Perumahan istana ini
beratus-ratus buah banyaknya, kalau dia menggeledah
serumah demi serumah juga belumtentu dapat menggeledah
ke sini selain waktu setengah bulan atau sepuluh hari."
Hi-tiok merasa lega oleh keterangan itu, katanya pula, "Asal
lewat lohor esok kita pun takkan takut lagi,"
Benar juga lantas terdengar suara Li Jiu-sui perlahan mulai
menjauh dan akhirnya tak terdengar lagi, sesudah tenangkan
diri, lalu Hi-tiok menuruti petunjuk Tong-lo tadi, ia
mengerahkan Pak-beng-cin-gi ke seluruh badan untuk mencari
di mana letak Sing-si-hu.
Tidak lama kemudian, tiba-tiba suara lirih sebagai nyamuk
tadi memusup pula ke dalam telinga Hi-tiok kata suara itu,
"Suci ysng baik, apakah engkau sudah lupa kepada Bu-gai-cu
Suheng? Sekarang juga dia berada dalam istana Siaumoai, dia
sedang menantikanmu. ada sesuatu yang sangat penting
hendak dibicarakannya denganmu, lekaslah engkau keluar!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Omong kosong!" kata Hi-tiok dengan bisik-bisik. "Bu-gai
Cu Locianpwe sudah lama wafat, jangan-jangan tertipu
olehnya."
"Bicaralah seperti biasa, tidak perlu bisik-bisik biar kita
berteriak-teriak di sini juga takkan didengar olehnya." ujar
Tong-lo. "Dia sengaja menggunakan 'Thoan-jin-Sau-hun-taihiat'
untuk memaksa aku keluar. Dia menyebut namaa
Suheng, tujuannya tidak lain ialah hendak mengacaukan
pikiranku. Mana aku dapat ditipu olehnya"
Tapi suara Lì Jiu-sui itu masih terus berlangsung tanpa
berhenti, sejam demi sejam tanpa kenal lelah. Sebentarsebentar
dia mengenangkan kejadian pada waktu belajar
bersama dalam perguruan, lain saat menyatakan betapa cinta
Bu-gaì-cu kepadanya, kemudiaa dia mencaci-maki Tong-lo,
nenek itu dikatakan sebagai wanita paling cabul di dunia ini,
perempuan paling rendah dan hina.
Hi-tiok mendekap telinganya, tapi suara itu masih tetap
terdengar tak tercegah sedikit pun,
"Bohong! Bohong semua! Aku tidak percaya!" seru Hi-tiok
saking tak tahan, ia coba merobek kain baju hendak
menyumbat lubang telinga sendiri.
Tapi Tong-lo berkata padanya, "Suara itu tidak mungkin
dapat ditahan. Perempuan hina itu menggunakan tenaga
dalamnya untuk mengumandangkan suaranya, gudang es di
bawah tanah ini pun ditembus oleh suaranya, apalagi
telingamu hanya disumbat dengan kain, apa gunanya? Kamu
tenangkan diri dan anggap tidak mendengar, anggap saja
suara perempuann hina itu sebagai anjing menggonggong dan
ayam berkotek"
Hi-tiok mengiakan pesan Tong-lo itu. Tapi demi mendengar
Li Jin-sui yang terus mengungkat macam-macam kejelekan
Tong-lo masa dahulu, mau tidak mau ia turut menjadi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepingin mendengarkan dan merasa sangsi apa yang
dikatakan itu entah benar atau tidak.
Selang sejenak, tiba-tiha Hi-tiok ingat sesuatu, katanya,
"Cianpwe, waktu latihanmu sudah hampir tiba sekali ini adalah
latihanmu yang terakhir dan sangat penting bagimu, bila
engkau mendengarkan ocehan kotor di luar itu, apakah
pikiranmu takkan terganggu?"
"Masakah baru sekarang kau tahu. Justru perempuan hina
itu telah menghitung persis waktunya, ia tahu bila ilmu saktiku
sudah pulih tentu dia tak dapat menandingi aku, makanya
sepenuh tenaga ia hendak menggagalkan latihanku ini."
"Jika begitu, sementara ini Cianpwe tunda dulu saja.
Dengan gangguan hebat ini, jangan-jangan ... jangan-jangan ,
.. "
"Anak bodoh," kata Tong-lo. "Kamu lebih suka mati
daripada membantu aku melawan perempuan hina itu daa
sekarang mengapa menguatirkan késelamatanku?"
Hi-tiok tertegun, sahutnya kemudian, "Aku .. . aku tidak
mau membantu Cianpwe membunuh orang, tapi juga tidak
membiarkao orang lain membikin susah Cianpwe."
"Baik juga hatimu," kata Tong-lo. "Tapi urusanku ini sudah
kupikirkan dengan masak-masak. Di samping mengganggu
pikiranku dengan 'Thoan-im-sau-hun-tai-hoat, tentu pula
perempuan hina itu akan mengerahkan anjing-anjing
buruannya untuk mencari jejakku. Maka dapat diduga di
seliling istana ini tentu sudah terkurung rapat bagai pagar besi
kuatnya. Uutuk meloloskan diri terang susah tapi tambah lama
sembunyi di sini juga tambah berbahaya".
"Ai, untung juga kita berani menyerempet bahaya dan
sembunyi di rumahnya ini, kalau tidak, mungkin dua bulan
yang lalu aku sudah ditemukan olehnya. Tatkala itu
kekuatanku masih belum pulih, bila mendengar suaranya yang
menggetar sukma ini tentu aku tak tahan dan harus keluar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari tempat sembunyi untuk menerima nasib. Nah, waktu
lohor sudah tiba, sekarang nenek hendak berlatih lagi."
Habis berkata ia lantas menggigit leher seekor bangau yang
terakhir untuk mengisap darahnya. Lalu ia duduk berila untuk
melatih Tok-cun-kang.
Dalam pada itu terdengar pula suara Li Jin-sui makin lama
makin seram, mungkin ia pun tahu saat ini adalah saat yang
menentukan, maka pada detik yang paling genting itu masih
berusaha sekuat tenaga untuk memaksa Tong-lo keluar dari
tempat persembunyiannya. Sekonyong-konyong suara Li Jiusui
berubah menjadi lemah-lembut dan menggiurkan, katanya,
"Oh, Suko, kiranya engkau? Ehm, aku minta peluk, cium,
peluklah lebih erat! Aku minta cium, ciumlah di s ini!"
Hi-tiok tercengang, pikirnya, "Kenapa dia bicara demikian?"
Sebaliknya terdengar Tong-lo mendengus sekali, lalu
memaki dengan gusar, "Perempuan hinadina!"
Keruan Hi-tiok terkejut, ia tahu detik itu adalah detik paling
genting bagi Tong-lo yang sedang melatih diri itu, kalau
sampai perhatiannya terpencar dan perasaannya marah, tentu
nenek itu bisa celaka dan bukan mustahil akan binasa oleh
ilmunya sendiri yang gagal itu.
Terdengar suara Li Jiu-sui yang merayu kalbu tadi masih
terus berlangsung, apa yang dikatakan adalah kata-kata cinta
tatkala dia bercumbu-cumbuan dengan Bu-gai-cu.
Hi-tiok jadi terkenang juga pada lakonnya sendiri waktu
berkumpul dengan nona cantik beberapa hari yang lalu,
seketika napsunya juga berkobar-kobar, darah bergolak dan
badan terasa panas.
Terdengar napas Tong-lo juga sangat kasar, suatu tanda
perasaannya juga sangat terguncang.
Tiba-tiba nenek itu memaki. "Perempuan bangsat
selamanya Sute tidak pernah suka padamu dengan sungguhTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sungguh, tapi kau serndiri yang menggoda dia dan memikat
dia, sungguh tidak tahu malu!"
"He, Cianpwe, dia , .. dia sengaja hendak memancingmu,
jangan kau anggap sungguh-sungguh" kata Hi-tiok dengan
kuatir.
Tapi Tong-lo memaki lagi, "Perempuan tidak kenal malu.
Jika betul dia mencintaimu, mengapa pada sebelum ajalnya
jauh-jauh dia datang ka Biau-biau-hong dan menyerahkan
cincin besi ini padaku? Dan mengapa dia memberitahukan
pula padaku cara memecahkan problem caturnya itu? Dia ....
dia juga memperlihatkan sebuah lukisanku waktu berumur 18
tahun yang ditukisnya. Dia menyatakan bahwa selama lebih
dari 60 tahun ini lukisan itu selalu mendampingi dia, selalu dia
bawa ke mana pun dia pergi. Hehe. untuk semua ini tidak
perlu kamu merasa menyesal .... "
Begitulah Tong-lo sekarang pun balas menyerang dengan
macam-macam cemoohan sehingga Hi-tiok menjadi
tercengang karena apa yang dikatakan itu adalah bohong
semua, tapi mengapa Tong-lo sengaja omong begitu? Apakah
barang kali ilmunya tersesat sehingga pikiran sehatnya
terganggu?
Mendadak terdengar suara "blang'" yang keras pintu
gerbang gudang es itu didobrak orang hingga terpentang,
kembali Lalu terdengar suara Li jin-sui sedang berkata dengan
parau, "Kamu bohong, kamu bohong! Suko hanya . men ...
mencintai aku seorang. Tidak .. . tidak mungkin dia melukis
dirimu. Tidak mungkin dia mencintai seorang kerdil sebagai
dirimu. Kamu sembarangan mengoceh untuk menipu orang ....
".
Menyusul terdengar suara gedebrakan yang keras laksana
bunyi guntur di tingliat pertama gudang es itu.
Selagi Hi-tiok terkejut, tiba-tiba terdengar Tong-lo tertawa
terbahak-bahak, serunya "Hahaha, perempuan hina, apa kau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangka Bu-gai-cu cuma mencintaimu seorang saja? Haha,
mungkin kamu sudah keblingar! Biarpun aku seorang kerdil,
ya, memang tidak secantik molek dirimu, namun sesudah
berpuluh tahun ini Sute telah paham segalanya. Sebab selama
hidupmu ini memang paling suka menggoda dan memelet
pemuda tampan..."
Ternyata suara Tong-lo itu pun berada di tingkat pertama
gudang es itu. Bilakah nenek itu naik ke atas sama sekali tak
diketahui Hi-tiok.
Maka terdengar Tong-lo berkaya lagi dengan tertawa,
"Sudah berpuluh tahun kita kakak beradik tidak bertemu,
seharusnya sekarang kita meski saling bermesra-mesraan,
maka pintu gudang ini sudah kusumbat agar oraog luar tidak
mengganggu pertemuan kita. Haha, biasanya kau suka
mengandalkan orang banyak, jika kamu hendak memanggil
bala bantuan juga boleh, nah lekas kau pindahkan batu-batu
es itu atau boleh juga kumandangkan suaramu yang
melengking seprti setan kelaparan itu,"
Saking Hi-tiok memperoleh macam-macam pikiran. "Jadi
Jadi Tong-lo sengaja membikin marah Li Jiu-sui untuk
memancingnya masuk ke dalam gudang es, lalu menyumbat
pintu gudang dengan batu es raksasa. Nyata nenek itu sudah
bertekat akan menempur Sumoainya dengan mati-matian.
Dengan demikian biarpun Li Jiu-sui mempunyai kekuasaan
maha besar di negeri Se He juga tiadagunanya lagi. "
Terkurung di dalam gudang es itu dengan sendirinya tidak
dapat memanggil bala bantuan. Tapi mengapa dia tidak
menggugurkan batu es dengan iwekangnya yang sakti?
Mengapa tidak mengumandangkan suaranya yang tajam
seperti tadi untuk memanggil bala bantuan? Boleh jadi
perbuatan-perbuatan itu akan memencarkan perhatian dan
mengorbankan tenaga Li Jiu-sui, hal itu tentu akan digunakan
oleh Tong-lo untuk menyerangnya. Atau mungkin juga
lantaran Li Jiu-sui berwatak angkuh dan tidak sudi minta
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bantuan orang lain, tapi ingin membunuh saingan asmara ini
dengan tangan sendiri.
Lalu terpikir pula oleh Hi-tiok, "Tempo hari waktu Tong-lo
berlatih 'Tok-cun-kang' kelihatan tidak bergerak dan tidak mau
bicara, dan sekarang terpaksa ia harus bersuara untuk
menempur Li Jiu-sui, maka dapat diduga latihan Tok-cun-kang
itu tentu belum sempurna betul dan diakhiri sebelum
waktunya. Entah perlarungan ini akan dimenangkan oleh
siapa? Jika Tong-lo yang menang apakah dia juga dapat
meloloskan diri keluar istana?"
Begitulah selagi Hi-tiok pikir ke barat dan ke timur, di
sebelah atas sana sudah terdengar suara gerakan yang keras
dan ramai, terang Li Jiusui dan Thian-san Tong-lo sedang
saling timpuk dengan batu es raksasa untuk merobohkan
lawan.
Selama tiga bulan berkumpul dengan Tong-lo, walaupun
sifat nenek itu susah diladeni, tingkah lakunya suka menangmenangan
sehingga tidak sedikit Hi-tiok menderita, tapi siang
malam tinggal bersama, betapapun timbul juga rasa
kekeluargaannya.
Sekarang nenek itu sedang bertempur, Hi-tiok menjadi
kuatir juga, segera ia naik ke tingkat dua, biarpun di tempat
gelap dan tidak dapat menyaksikan keadaan pertempuran,
namun dapat juga mendengar dengan lebih jelas.
Tapi biru saja ia naik ke atas, segera terdengar Li Jiu-sui
telah membentaknya, "Siapa itu?" dan serentak suara
gedobrakan tadi pun terhenti.
Dengan menahan napas, Hi-tiok hanya diam saJa dan tidak
berani menjawab.
Sebaliknya Tong-lo lantas berkata, "Dia adalah pemuda
paling romantis di dunia persilatan Tionggoan, orang memberi
julukan padanya sebagai 'si kumbang perusak bunga, si Poa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
An (nama pemuda tampan dalam cerita roman Tiongkok
kuno) penggetar sukma'. Kamu ingin melihat nya atau tidak?"
"Ai, tampangku sedemikian jelek, masakah aku
diumpamakan sebagai Poa An dnn diberi julukan 'si kumbang
perusak bunga' segala, Cianpwe ini memang suka berolok-olok
padaku saja," demikian pikir Hi-tiok.
Maka terdengar Li jiu-sui menjawab, "Persetan! Aku adalah
nini-nini reyot, masakah masih suka pada anak muda? Huh, si
Poa An penggetar sukma apa segala besar kemungkinan
adalah Hwesio cilik sejelek siluman yang pernah
menggendong dirimu itu."
Lalu ia perkeras suaranya dan berseru. "Hai, Hwesio cilik,
betul kamu atau bukan?"
Hati Hi-tiok berdebar-debar, ia tidak tahu apakah mpsti
menjawab atau diam saja.
Segera terdengar Tong-lo juga berseru, "Kakanda dalam
impian apakah engkau Hwesio cilik? Haha, pemuda tampan
dan romantik sebagai dirimu disangka orang sebagai hwesio
cilik sungguh menggelikan?"
Seketika wajah Hi-tiok berubah merah jengah demi
mendengar panggilan "kakanda dalam impian" itu, sungguh
malunya tidak kepalang, dalam hati ia cuma mengeluh. "Wah,
celaka, runyam! Apa yang dibicarakan dengan nona itu telah
didengar oleh Tong-lo, padahal kata-kata mesra itu mana
boleh diperdengarkan kepada orang ketiga?"
Sementara itu Tong-lo telah menanya pula, "Kakanda
impian, lekas jawab, engkau ini hwesio cilik atau bukan?"
Dengan suara lirih Hi-tiok menjawab, '"Bu..,. bukan!"
Meski ucapannya sangat perlahan, namun didengar jelas
dapat didengar oleh Li Jin-sui dan Tong-lo.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka Tong-lo terbahak-bahak pula, "Kakanda impian,
engkau tidak perlu risau, tidak lama lagi engkau tentu dapat
bertemu pula dengan dewi impianmu. Dia juga tergila-gila
merindukan dikau, selama beberapa hari ini tidak enak makan
dan tidak nyenyak tidur, tapi senantiasa mengenangkan
dirimu. Nah, lekas katakan terus terang padaku, engkau
merindukan dia tidak?"
Hi-tiok memang sudah jatuh cinta benar-benar terhadap
nona jelita yang tak dikenal itu, selama beberapa hari ini
meski tekun meyakinkan ilmu Sing-si-hu, tapi senantiasa
terkenang kepada nona yang menggetar sukma itu. Sekarang
mendadak ditanya Tong-lo, tanpa terasa ia terus menjawab,
"Ya!"
Maka terdengar Li Jiu-sui lagi bergumam sendiri, "Kakanda
impian, Kakanda impian? Kiranya engkau memang benar
seorang pemuda tampan. Coba naik ke sini, ingin kulihat
pemuda paling romantis dari dunia persilatan Tionggoan itu
bagaimana tampangnya?"
Bicara tentang umur, maka Li Jiu-sui sekarang adalah nininini
yang berusia antara 80-90 tahun tapi ucapannya itu
ternyata sangat enak didengar, sangat mengiurkan sehingga
mau tidak mau mengguncangkan perasaan Hi-tiok, sekejap itu
dia merasa dirinya benar-benar sudah berubah "pemuda
paling romantis dari dunia persilatan Tionggoan."
Tapi segera ia merasa geli sendiri, pikirnya, "Aku adalah
lelaki bermuka jekek, bodoh lagi kasar, mana dapat disebut
sebagai pemuda yang romantis. Hah, benar-benar orang bisa
mati mentertawakan diriku."
Tapi seketika terpikir puia olehnya, "Di hadapan musuh
tangguh mengapa Tong-lo masih ada waktu iseng untuk
mengolok-olok diriku? Ah mungkin dia mampunyai maksud
tujuan tertentu. ya, tempo hari waktu Bu-gai-cu Locianpwe
hendak menerima aku sebagai ahliwaris Siau-yau-pai, beliau
berulang juga mencemohkan rupaku yang buruk kemudian So
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sing ho mengatakan bahwa untuk mengatasi Ting Jun-jiu
harus dicari seorang pemuda yang gagah dan tampan dengan
bakat yang tinggi. Tatkala mana aku merasa tidak paham, tapi
kalau dipikir sekarang tentu hal itu ada sangkutpautnya
dengan Li Jiu-sui."
Tengah Hi-tiok termenung, mendadak cahaya api
berkelebat di tingkat pertama gudang es itu dan
mamancarkan cahaya terang, menyusul terdengar suara
menderu-deru ramai.
Cepat Hi-tiok naik ke atas undak-udakan dan memandang
ke atas, terlihat sesosok bayangan putih dan secsosok
bayangan kelabu sedang berputar-putar dengan cepat,
terkadang merapat dan segera terpisah pula sambil
mengeluarkan suara "plak-plok" yang riuh. Terang Tong-lo
sedang menempur Li Jiu-sui dengan sengit.
Di atas batu es ada obor yang masih menyala dan
mengeluarkan cahaya yang suram. Dari gerak cepat
pertarungan kedua orang itu Hi-tíok dapat membedakan yang
mana Tong-lo dan mana Li Jiu-sui.
Cahaya api itu hanya sebentar saja lantas padam, seketika
gudang es itu berubah menjadi gelap gulita pula. Tapi suara
angin pukulan yang menderu-deru masih terus menyambar
dengan dahsyat.
Diam-diam Hi-tiok ikut merasa tegang pikirannya, "Tong-lo
sudah buntung sebelah kakinya tentu takkan menguntungkan
bila bertempur terlalu lama, cara bagaimana harus kubantu
dia? Tapi Tong-lo ini juga kejam dan tidak kenal ampun, bila
dia yang menang, tentu jiwa Li Jiu-sui pun akan dihabisi
olehnya dan hal ini punbukan keinginanku. Apalagi ilmu silat
mereka teramat tinggi, cara bagaimaná aku dapat ikut campur
tangan?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Hi-tiok merasa, bingung,, tiba-tiba terdengar suara
"plek"yang keras disusul dengan jeritan Tong-lo, agaknya
nenek itu telah terluka dan dikalahkan.
Terdengar Lì Jiu-sui bergelak tertawa dan berkata. "Suci,
bagaimana seranganku ini? Harap kau beri petunjuk sedikit"
Habis itu mandadak ia membentak pula, "Hendak lari
kemana!"
Segera Hi-tiok merasa serangkum angin menyerempet
lewat di sisinya, berbareng terdengar bisikan Tong-lo di
sebelahnya, "Gunakan gerakan jurus kedua, lekas hantam!"
Tapi Hi-tiok tidak paham apa maksudnya, selagi ia hendak
tanya, sekonyong-konyong terasa angin dingin menyambar ke
mukanya, serangkum tenaga pukulan yang maha dahsyat
menyerang tiba.
Karena tidak sempat pikir lagi segera Hi-tiok menggunakan
jurus kedua untuk memunahkan Sing si-hu menurut ajaran
Thian-san Tong-lo itu untuk menangkis. Dalam kegelapan
terdengar suara beradunya dua tangan, kontan tubuh Hi-tiok
tergetar darah seakan-akan menyembur keluar dari mulutnya,
lekas ia gunakan gerakan cara ketujuh yang pernah dipelajari
untuk mematahkan daya serangan lawan.
Maka terdengar Li Jiu-sui bersuara heran sekali, bentaknya,
"Siapa kau? Mengapa dapat menggunakan Thian-san-liokyang-
ciang ? Siapa yang mengajarkan padamu?"
Hi-tiok menjadi heran, "Thian-san-liok-yang-ciang apa?"
balasnya tanya.
"Masih kau menyangkal!? Barusan adalah jurus kedua yang
bernama 'Yang-cing-pek-kui dan gerakkan selanjutnya adalah
jurus ke tujuh yang disebut 'Yang-koan-sam-tiap', semuanya
itu adalah kungfu perguruanku yang dirahasiakan, dari siapa
kau dapat mempelajarinya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok tambah beran oleh nama-nama jurus yang disebut
itu. Ia menjadi bingung, lamat-lamat ia merasa dirinya telah
tertipu oleh Tong-lo.
Dalam pada itu Tong-lo masih berdiri di belakangnya,
katanya sambil tertawa dingin, "Kanda impian ini bergelar
pemuda paling romantis di dunia persilatan Tionggoan.
dengan sendirinya ia serba bisa dan serba pandai, baik ilmu
silat maupun ilmu surat, baik ilmu bintang, maupun ilmu bumi,
semuanya ia tahu. Hal inilah yang mencocoki jiwa Bu-gai-cu
Sute sehingga dia telah menerimanya sebadai murid terakhir.
Tentang Ting Jun-jiu yang murtad itu Bu-gai-cu sudah
memberi perintah agar kakanda impian ini membasminya."
"Kakanda Impian, siapa yang dia katakan itu benar atau
tidak?" tanya Li Jiu-sui
Mendengar kedua orang nu sama memangilnya dengan
istilah "kakanda impian," Hi-tiok menjadi merah jengah.
Apa yang dikatakan Tong-lo tadi ada sebagian memang
benar dan sebagian lainnya dusta, tapi Hi-tiok toh tidak dapat
membenarkan dan tak dapat menyangkal pula, sebab
beberapa jurus ilmu pukulan itu memang ajaran Tong-lo untuk
digunakan memunahkan Sing-si-hu, siapa duga sekarang Li
Jiu-sui menyebutnya sebagai "Thian-san-lok-yang-ciang."
Memang Tong-lo juga pernah menyatakan hendak
mengajarkan "Thian-san-liok-yang-ciang" untuk melawan Li
Jiu-sui, tapi Hi-tiok tetap tidak mau belajar, apa barangkali
beberapa jurus pukulan itu memang betul adalah Thian-sanlok-
yang-ciang
Karena tidak mendapat jawaban. Li Jiu-sui menjadi aseran,
segera ia membentak dengan bengis "Bibi tanya padamu,
kenapa kamu diam saja?"
Berbareng tangannya terus hendak mencengkeram pundak
Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun Hi-tiok sudah apal betul waktu latihan bergeprak
dengan Tong-lo, bahkan dilatihnya dalam kegelapan, dengan
sendirinya ia dapat mendengarkan suara untuk membedakan
arah dan dapat bertindak menurut keadaan, maka begitu
merasa jari Li Jin-sui hampir menyentil pundak, segera ia
mendak tubuh dan menggeser ke samping, berbareng
tangannya membalik untuk balas menahan lengan orang.
"Kepandaian hebat! Jurus 'Yang ke-thian-kau' ini sudah
terlatih sangat sempurna dan kuat," kata Li Jiu-Sui sambil
menarik kembali tangannya. "Apakah segenap kepandaian Bugai-
cu Suheng telah diajarkan kepadamu, ya?"
"Ya, dia ... dia memang telah mencurahkan segenap ...
segenap kekuatannya kepadaku," jawab Hi-tiok dengan
terputus-putus.
Hi-tiok mengatakan Bu-gai-cu mencurahkan seluruh
"kekuatan" padanya dan maksudnya bukan "kepandaian",
namun bagi pendengaran Li Jiu-sui sedang bimbang, jawaban
Hi-tiok itu menjadi tiada berbeda baginya. Maka ia tanya pula,
"Dan bila Suko sudah menerima dirimu sebagai murid, kenapa
tidak kau panggil aku sebagai Susiok?"
Tiba-tiba hati Hi-tiok tergerak, katanya, "Ya Supek dan
Susiok, kalian adalah orang sekeluarga kenapa permusuhan ini
tiada habis-habisan dan masih bertempur dengan mati-matian.
Menurut hematku apa yang sudah lalu sebaiknya dilupakan
saja."
"Kakanda impian, usiamu masih muda, engkau tidak tahu
betapa keji dan culasnya tua bangka itu, biarlah engkau
berdiri menyaksikan di pinggir saja ..."
Begitu habis Li Jiu-sui bicara, sekonyong-konyong ia
menjerit, "Auuuh!"
Kiranya Tong-lo yang berdiri di belakang Hi-tiok itu
mendadak membokongnya dengan sekali pukulan. Pukulan
yang tak bersuara itu menggunakan tenaga lunak yang murni
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarak mereka, cukup dekat pula sehingga Li Jiu-sui sama sekali
tidak sempat menghindar atau menangkis. Terpaksa ia
berusaha hendaki melompat mundur, namun tetap terlambat
sedetik, ia merasa napasnya menjadi sesak, urat nadi telah
terluka.
"Sumoai, bagaimana dengan pukulanku ini harap suka
memberi petunjuk," demikian ejek Tong-lo dengan menirukan
nada Li Jiu-sui tadi.
Karena buru-buru ingin mengatur pernapasan untuk
mencegah meluasnya luka, Li jiu-sui tidak berani membuka
mulut.
Sebaliknya sekali Tong-lo berhasil menyergap lawan, ia
tidak memberi ampun lagi, segera ia lompat maju dengan
kakinya yang tunggal dan melancarkan serangan lagi.


"He, Cianpwe, jangan terlalu kejam!" seru Hi-tiok sambil
menggunakan ajaran Tong-lo untuk menangkis serangan yang
dilontarkan kepada Li Jiu-sui secara berarti itu.
"Bangsat cilik, kamu melawan aku dengan kepandaian
apa?"' bentak Tong-lo.
Rupanya Tong-lo insaf akan menghadapi kesukaran besar
di kemudian hari, demi untuk mendapatkan seorang pembantu
yangkuat, maka ketika mengajarkan cara memunahkan Singsi-
hu, Tong-lo sengaja mengajarkan Liok-yang-ciang kepada
Hi-tiok, meski dengan keras Hi-tiok pernah menolak belajar
ilmu pukulan itu. Tatkala latihan bergebrak, Tong-lo
mengajarkan pula segenap perubahan dan cara yang aneh
dan bagus itu kepada Hi-tiok.
Siapa duga setelah sekarang dirinya menang angin,
sebaliknya Hi-tiok malah ganti haluan dan membantu Li Jiusui.
Saking gusarnya, ia tidak mau mengatakan pula bahwa
Liok-yang-ciang itu adalah ajarannya, maka hawa amarahnya
menjadi susah terlampias dan hanya berjingkrak-jingrak saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Cianpwe, harap suka ingat sesama saudara seperguruan
kita sudilah bermurab hati padanya" pinta Hi-tiok.
Tapi Tong-lo menjadi murka, dampratnya, "Lekas enyah!
Minggir sana!"
Dalam pada itu berkat pertolongan Hi-tiok yang
menangkiskan serangan Tong-lo, maka pernapasan Li Jiu-sui
dapat dipulihkan kembali. Katanya, "Kakanda impian, aku
sudah tidak beralangan lagi, boleh engkau berdiri ke samping
saja!"
Habis berkata segera tangan kiri menarik dari jauh
sehingga Hi-tiok terseret minggir, menyusul tangan kanan
terus menghantam ke arah Tonglo dengan mengitari badan
Hi-tiok.
Diam-diam Tong-lo terkejut dan segera balas menyerang.
Pikirnya, "Ternyata perempuan hal ini telah berhasil
meyakinkan 'Pek-hong-ciang-lik' (tenaga pukulan pelangi
putih) yang dapat dilontarkan secara lurus atau bengkok
sesuka hatinya kungfu ini tidak boleh dibuat main-main."
Hi-tiok tahu kepandaian sendiri terbatas dan susah untuk
melerai mereka, terpaksa ia tanya menghela napas panjang
dan segera mundur ke pinggir.
Lama sekali kedua orang itu bertempur dengan sengit,
sambaran angin pukulan setajam pisau, karena tidak tahan,
selagi Hi-tiok hendak mundur ke tingkat ketiga gudang es itu,
mendadak terdengar, "plak" sekali, Tong-lo menjerit tertahan,
tubuhnya tampak terpental dan menubruk dinding es.
Keruan Hi-tiok kaget cepat ia berseru, "Hei, berhenti,
berhenti!"
Beruntun-runtun ia pun melancarkan dua jurus Liok-yangciang
untuk mematahkan serangan susulan Lì jiu-sui.
Kesempatan itu segera digunakan oleh Tong-lo untuk
meloncat ke tingkat ketiga di bawah. Tapi tiba-tiba terdengar
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jeritannya yang ngeri, nenek itu jatuh terguling ke undakundakan
baru yang menurun itu.
"He, Cianpwe, kenapa kau?"' seru Hi-tiok kuatir, Segera ia
memburu turun ke bawah, dengan tergagap-gagap akhirnya ia
dapat memayang bangun Tong-lo. Ia merasa kedua tangan si
nenek sedingin es, waktu diperiksa pernapasannya dan
ternyata sudah putus.
Hi-tiok menjadi bingung dan berduka pula, serunya dengan
menangis:"O.. Susiok, engkau telah memukul mati Supek,
engkau ... sungguh amat kejami"
"Tua bangka ini sangat licik, pukulan tadi belum tentu
dapat mampuskan dia," ujar Li Jiu-sui.
"Masih bilang belum mati, sedangkan napasnya juga sudah
putus," kata Hi-tiok sambil menangis. "O, Cianpwe ... Supek,
kuharap engkau jangan dendam di alam baka."
Segera Li Jiu-sui mengeluarkan geretan api dan dinyatakan.
Maka tertampak jelas di atas undak-undakan batu itu
berceceran darah segar, di pinggiran mulut dan di depan dada
Tong-lo juga penuh darah.
Pada waktu melatih "Tok-cun-kang" setiap hari Tong-lo
harus minum darah segar. Tapi kalau hawa murninya
membalik dan urat nadinya putus, maka darah segar akan
tertumpah keluar asal tumpah satu cangkir saja sudah cukup
membuatnya binasa seketika, apalagi sekarang darah yang
berceceran di undak-undakan baru itu tampaknya ada
beberapa mangkuk banyaknya.
Li jiu-sui tunggal guru dengan Tong-lo dan sudah tentu
cukup mengetahui di mana untung ruginya melatih ilmu Tokcun-
kang, sebabnya dia tidak berani menyakinkan ilmu itu
justru lantaran terlalu berbahaya,
Sekarang dilihatnya sang Suci benar-benar tumpati darah
dan jiwa sudah melayang, sudah tentu ia merasa girang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
karena musuh terbesar itu akhirnya binasa di tangannya tapi
di samping itu ia pun merasa hampa dan sedih.
Dengan mata mendelik ia pandang Tong-lo sambil berdiri
terpaku di undak-undakan batu, meski Hi-tiok memondong
Tong-lo di bawahnya sambil menangis terguguk-guguk, tapi ia
anggap seperti tidak melihatnya.
Selang agak lama barulah ia melangkah turun sambil
memegang geretan api, katanya dengan pelahan, "Suci, apa
engkau benar-benar sudah mati? Tapi aku masih tidak
percaya."
Ketika dua-tiga meter jaraknya dengan Tong-lo, ia gunakan
cahaya api yang agak suram itu untuk menerangi muka Tonglo.
Tertampak jelas wajah nenek itu penuh keriput, pinggir
mulut penuh berlepotan darah, keadaanaya sangat
menyeramkan.
"Suci, selama hidupku telah kenyang disiksa olehmu,
sekarang engkau jangan pura-pura mati untuk menipu aku
lagi," kata Li Jui-sui dengan perlahan. Dan sekali tangannya
bergerak, segera ia menghantam dada jenazah Tong-lo,
tulang iganya patah beberapa batang.
Hi-tiok menjadi gusar, teriaknya, 'Dia sudah kau bunuh,
mengapa masih kau rusak jenazahnya?"
Dalam pada itu serangan kedua Li Jiu-sui sudah tiba pula,
maka cepat ia menangkisnya."
Ketika Li Jiu-sui melirik, sekarang dapat dilihatnya dengan
jelas bahwa 'pemuda paling romantis dari dunia persilatan
Tionggoan' ini ternyata bermata besar, berhidung pesek,
bertelinga lebar dan bermulut besar, jidatnya lebar, alisnya
ketal, mukanya sangat kasar, sedikitpun tidak kelihatan
tampan. Untuk sejenak Li Jiu-sui tercengang, segera ia pun
sadar telah ditipu Tong-lo, Sekali tangan kanan menjulur,
segera pundak Hi-tiok hendak dicengkeramnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Namun dengan gesit Hi-tiok sempat meng'hindar ke
samping, katanya, "Aku takkan bertempur denganmu, aku
hanya minta jangan kau ganggu jenazah Sucimu!"
Berulang-ulang Li Jiu-sui menyerang empat kali, di luar
dugaannya Hi-tiok sudah sangat hapal atas Thian-san-liokyang-
ciang sehingga setiap serangannya dapat ditangkis
bahkan dari tangkisan itu membawa pula pula tenaga tekanan
balasan yang berat.
'He, siapa itu?" tiba-tiba Jiu-sui membentak sambil
menuding ke belaKang Hi-tiok.
Hi-tiok masih hijau, tidak berpetigalaman, ketika dia
menoleh, tahu-tahu dadanya terasa sakit nyata ia kena di
tutuk Li Jiu-sui menyusul bahu dan kakinya juga tertutuk
sehingga sekujur badan terasa lemas dan roboh di samping
jenazah Tong-lo.
"Engkau adalah angkatan tua, mengapa menyerang kaum
muda secara licik?" teriak Hi-tiok dengan gusar.
Li Jiu-sui tertawa terkekeh-kekeh, katanya "Ilmu perang
tidak pantang menipu musuh, hari ini aku harus memberi
hajaran dulu padamu!"
Waktu dia memandang pula ke arah Tong-lo tertampak
sebelah tangannya bertumpang di atas perut, jari kecilnya
sudah terkutung, tapi cincin besi tanda Ciangbunjin itu matih
terpakai dengan baik pada jari itu. Melihat itu, seketika timbul
pula rasa cemburunya, katanya dengan penasaran "Hm, Tiauci-
goan Suheng itu mengapa diberikan padamu?"
Segera ia mendekati, ia berjongkok dan bermaksud
mengambil cincin besi itu.
Diluar dugaan, sekonyong-konyong tangan kanan Tong-lo
bisa bergerak "plak", tahu-tahu kena hantam "Ci-yang-hiat" di
punggung Li Jiu-sui dengan keras, manyusul kepalan kiri juga
menggenjot dan tepat pada "Tan-tiong-hiat" di dada Li Jiu-sui,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kedua serangan itu dilakukan dari jarak dekat, jangankan Li
Jiu-sui hendak menangkis atau menghindari, buru-buru
hendak mengerahkan tenaga untuk menutup hiat-to juga tidak
sempat lagi Kontan saja tubuhnya terpental oleh hantaman
Tong-lo itu dan terbanting di undak-undukan batu, geretan api
yang dipegangnya juga terlepas dan mencelat ke atas.
Rupanya serangan itu sudah disiapkan Tong-lo dan dengan
tekad harus berhasil, maka kerasnya luar biasa sehingga
geretan api yang mencelat itu terus melayang ke atas dan
bahkan mencapai tingkatan pertama dan jatuh di sana.
Seketika di ruang tingkat ketiga itu menjadi gelap gulita
lagi, hanya terdengar suara tertawa dingin Tong-lo yang
terkekeh-kekeh tanpa berhenti.
Hi-tiok terkejut dan bergirang, cepat ia berseru, "He,
Cianpwe, engkau sudah hidup kembali? Hah, bagus sekali!"
Kiranya pada detik terakhir Tong-lo gagal menyelesaikan
pemulihan ilmu sakti Tok-cun-kang, pula sebelah kakinya telah
ditabas kutung oleh Li Jui-Sui sehingga Iwekangnya banyak
surut. Sesudah pertarungan sengit dan berlangsung hampir
lebih 200 jurus, ia tahu hari ini pasti akan kalah, lebih-lebih
sesudah terkena sekali pukulan Li Jiu-sui.
Celakanya Hi-tiok yang dipercayakan akan memberi,
bantuan itu sama sekali tidak mau membela pihak mana pun
melainkan ingin netral. Walaupun seraagan Li Jiu-sui yang lain
dapat dipatahkan Hi-tiok tapi tipu daya sendiri yang sudah,
teratur itu pun tak terlaksana. Maka ia tahu bila pertempuran
dilanjutkan, akhirnya dirinya pasti akan dikalahkan dengan
lebih seram.
Karena itu Tong-lo menjadi nekat, ia terima mentahmentah
sekali pukulan Li jiu-sui dan pura-pura mati. Adapun
darah yang berceceran d' undak-undakan dan mengalir dari
mulutnya adalah darah menjangan yang sudah disiapkan
sebelumnya untuk menipu musuh. Tak terduga Li jiu-sui
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
teramat cerdik, sudah terang melihat Tong-lo tak bernapas
lagi toh masih menambahi sekali pukulan sehingga
mematahkàn beberapa batang tulang iganya.
Sekali sudah nekat, rupanya Tong-lo bertambah nekat pula,
kembali ia terima mentah-mentah pukulan Li Jiu-sui itu, coba
kalau tidak dirintangi Hi-tiok, tentu Li Jiu-sui akan melancarkan
pukulan lain pula untuk menghancurkan jenazahnya dan
Tong-lo tentu tak berdaya sama sekali.
Untung Hi-tiok telah merintanginya, pula ketika Lì Jiu-íui.
melihat cincin besi itu lantas terbelah perhatiannya dan segera
tertarik serta hendak merampasnya, Walaupun Li Jiu-sui juga
tahu Tong-lo sangat licin, tapi sama sekali tak tersangka
olehnya bahwa sang Suci itu dapat pura-pura mati dan
mandah dihantam dan baru sekarang melancarkan surangan
balasan secara tiba-tiba.
Karena terhantam dari muka dan belakang hingga terluka
parah, tenaga dalam yang dihimpun Li jiu-sui selama berpuluh
tahun itu kehilangan kemudi, seketika tenaga dalam itu bagai
air bah melanda tanggul yang bobol.
Ilmu silat Siau-yau-pai sebenarnya adalah kungfu kelas
wahid, tapi kalau tak bisa menguasai tenaga dalam yang
dilatihnya, maka penderitaan keadaan demikian itu sungguh
susah dilukiskan.
Maka dalam sekejap saja Li Jiu-sui merasa hiat-to di
seluruh tubuh seperti diantup oleh tawon yang beribu-ribu
banyaknya, sakitnya tidak kepalang dan gatalnya susah
dikatakan, ia insaf luka dalam itu tak mungkin disembuhkan,
cepat ia berseru, "Kakanda impian engkau suka berbuat bajik,
lekas kau hantam sekali pada Pek-hwe-hiatku!"
Tadi waktu melihat Tong-lo dapat hidup kembali, Hi-tiok
merasa sangat senang. Tapi sekarang demi melihat tubuh Li
Jiu-sui sedemikian gemetar saking menderitanyu, ia menjadi
tidak tega pula. Rupanya saking tidak tahan, maka Li juiTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
suiterus menyingkap kain sutra kerudung mukanya, lalu muka
sendiri dicakar-cakar sehingga babak belur.
Sebenarnya Hi-tiok ada maksud hendak mencegah
perbuatan Li Jiu-sui yang merusak muka sendiri itu, celakanya
dia sendiri tertutuk dan tak bisa bergerak.
Maka Li Jiu-jui berteriak pula, "Kakanda impian, harap kau
han... hantam mati diriku saja."
"Hm, kamu telah menutuk hiat-tonya dan sekarang ingin
dia menolongmu pula, haha, ini namanya memukul air di
dulang, terpercik muka sendiri. Nah, rasakan sekarang hasil
perbuatanmu sendiri, inilah yang disebut kualat!" tiba-tiba
Tong-lo mengejek.
Segera Li Jiu-sui meronta-ronta dengan maksud hendak
mendekati Hi-tiok untuk membuka hiat-to yang tertutuk itu,
tapi tubuhnya terasa lemas linu semua, sampai jari pun sukar
digerakkan jangankan tubuhnya.
Sebaliknya Hi-tiok hanya dapat memandang Li Jiu-sui dan
memandang pula Tong-lo. Ia lihat Tong-lo sendiri meski dapat
mengakali Li Jiu-sui dan memukulnya, tapi luka Tong-lo sendiri
juga amat parah, hal ini terbukti Tong-lo juga menggeletak di
atas undak-undakan batu sambil tiada hentinya merintihrintih.
Sesudah memandang, ke sana dan ke sini, makin lama
makin jelas penglihatan Hi-tiok sehingga gudang es yang
tadinya gelap itu seakan-akan menjadi terang.
Ia merasa heran, ketika berpaling, tiba-tiba tertampak di
tingkat pertama sana ada cahaya api.
"Hah, ada orang datang!" seru Hi-tiok dengan girang.
Sebaliknya Tong-lo terkejut dan kuatir, pikirnya. "Jika ada
orang datang, akhirnya tetap aku yang akan terjungkal di
tangan perempuan hina-dina ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekuat tenaga ia hendak berbangkit, tapi betapapun tetap
tidak kuat, baru saja tangannya menyanggah atau segera
terbanting jatuh lagi. Pelahan ia coba merangkak untuk
mendekati Li Jiu-sui agar dapat mencekik mati lawannya itu
sebelum bala bantuannya datang.
Tapi belum lagi ada orang datang, tiba-tiba terdengar suara
meneteskan air, seperti ada air yang menetes diundakundakkan
batu itu.
Li Jiu-sui dan Hi-tiok juga mendengar air menetes,
berbareng mereka berpaling dan melihat air yang menetes
diundak-undakan batu, ketika orang sama-sama mereka
heran, dari manakah datangnya air itu?
Sejenak Kemudian, ternyata gudang es itu menjadi semakin
terang, suara air yang gemercik juga makin deras, akhirnya
tetesan air itu berubah menjadi air mengalir dari atas. Waktu
mereka memandang ke tingkat atas, tertampak di atas sana
api berkobar-kobar dengan dahsyatnya, tapi tiada seorang pun
yang kelihatan.
"Ah, api ... api tadi tdah membakar ka .... kapas dalam
karung sana," demikian Li Jiu-sui berkata.
Rupanya tumpukan karung goni yang memenuhi jalan
masuk gudang es yang tadinya disangka sebagai bahan
makanan oleh Hi-tiok dan disangka pasir krikil oleh Thian-san
Tong-lo, sebenarnya isi karung itu adalah kapas.
Harus diketahui bahwa benda sebangsa kapas paling baik
untuk menolak hawa dingin dan mempertahankan hawa
hangat. Sebabnya pinggir pintu gudang es itu ditumpuki kapas
berkarung-karung banyaknya itu adalah supaya hawa panas
dari luar tidak menembus ke dalam sehingga batu es yang
disimpan dalam gudang itu tidak cair dan tetap membeku.
Tak terduga ketika Li Jin-sui kena dipukul roboh oleh Tonglo
tadi, geretan api yang dipegangnya mencelat ke tingkat
teratas dan persis jatuh di atas karung yang berisi kapas dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seketika terbakar, Api yang panas itu telah mencairkan batu es
sehingga berubah menjadi air dan mencurah ke bawah.
Kapas adalah benda yang mudah terbakar, satu karung
terjilat api, segera karung yang lainikut terbakar sehingga
makin lama api semakin berkobar dengan hebatnya dan air
yang mengalir ke bawah tambah banyak pula.
Selang tidak lama , air es yang menggenang tingkat
terbawah itu sudah sebatas dengkul, tapi air masih terus
mengalir turun melalui undak-undakan batu.
Makin lama makin tinggi genangan air itu sehingga
perlahan mencapai pinggang ketiga orang itu. Li Jiu-sui
menghela napas putus asa, katanya, "Suci, kita berdua lelah
sama-sama terluka dan tiada seorang pun dapat hidup lagi, Bo
... boleh melepaskan hiat-to kakanda impian yang tertutuk itu
dan biar ... biar dia pergi saja dari sini."
MereKa cukup tahu bahwa tidak lama lagi, asal genangan
air dalam gudang es sudah naik pasang, maka mereka pasti
akan mati kelelap.
Namun Tong-lo tertawa dingin, sahutnya, "Kalau mau aku
dapat bertindak sendiri buat apa kamu banyak omong?
Sebenarnya ada maksudku hendak melepaskan tutukannya,
tapi karena perbuatanmu barusan, aku menjadi sangsi dan tak
mau melepaskan dia. He, hwesio cilik jiwamu ini justru amblas
di bawah ucapannya tadi, kau tahu tidak?"
Habis berkata, perlahan ia hendak merangkak ke atas
undak-undakan batu itu, asal día dapat merayap beberapa
undak lebih tinggi, maka dia akan dapat menyaksikan Li Jiusui
mati tergenang air Walaupun dia sendiri akhirnya juga tak
terlepas dari kematian, tapi asal dia dapat menyaksikan dulu
kematian Li Jiu-sui, maka dia akan merasa puas dan anggap
sakit hatinya sudah terbalas.
Begitulah Li Jiu-sui ményaksikan Tong-lo sedang merayap
ke atas, sementara itu air es yang dingin menusuk tulang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sudah meninggi pula sebatas dada, sedangkan hawa murni di
dalam badan yang bergolak itu tetap menyiksanya, karena itu
ia malah berharap air lekas naik terus tinggi dan biar mati
kelelap air saja.
Mendadak terdengar Tong-lo menjerit satu kali dan tahutahu
orangnya terjungkal ke bawah, "plung". air muncrat
berhamburan, ternyata nenek itu sudah tersungkur dalam
genangan air.
Rupanya dalam keadaan terluka parah Tong-lo menjadi
kehabisan tenaga, sesudah merayap beberapa tingkat undakundakan
batu itu tiba-tiba sepotong pecahan es terhanyut dari
atas dan tepat menimpa dengkulnya sehingga Tong-lo tidak
tahan dan jatuh terguling ke bawah. Dan kebetulan juga
jatuhnya justru menumbuk di atas badan Hi-tiok, dan ketika
terperosot ke bawah, lagi-lagi bahu kanan Li Jiu-sui juga
terseruduk. Maka terjadilah ketiga orang itu tumpang tindih di
dalam genangan air.
Tatkala itu air baru mencapai sebatas dada Li Jiu-sui, tapi
karena perawakan Tong-lo lebih pendek, maka tinggi air itu
sudah mencapai lehernya.
Luka dalam Tong-lo sangat parah, tapi pikirannya masih
cukup jernih. Karena ilmu silat yang dilatihnya adalah satu
aliran dengan Li Jiu-sui, maka saat itu dia juga sedang
menderita s iksaan buyarnya Iwekang sendiri seperti Li Jiu-sui.
Namun begitu ia tetap berusaha agar sang Sumoai harus
dibikin mati dulu sebelum ia sendiri meninggal dunia.
Segera ia barmaksud melontarkan serangan sekuatnya, tapi
di antara mereka, berdua teraling-aling Hi-tiok. Apalagi
hakikatnya tenaganya sudah habis meski iwekangnya bergolak
dalam badan dan tak tersalurkan.
Saat itu dilihatnya bahwa Hi-tiok mendempel bahu Li Jiusiu,
tiba-tiba Tong-lo mendapat akal, katanya, "Hwesio cilik,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jangan sekali-kali mengerahkan tenaga untuk melawan, kalau
melawan, itu berarti karau mencari mampus sendiri."
Sebelum Hi-tiok tahu apa yang dimaksud, segera Tong-lo
kerahkan Iwekangnya yang bergolak itu untuk menyerang Hitiok.
Kontan juga tubuh Li Jiu-sui tergetar, segera ia pun tahu
sang Suci sedang menyerangnya dengan iwekang yang hebat,
Sebenarnya dengan perbuatan Tong-lo itu justru akan
mempercepat kematiannya sendiri, sebab waktu itu dia tidak
kuat menjalankan hawa murninya sehingga tenâga dalam itu
tidak dapat bertambah, sebaliknya makin banyak terbuang
dan makin cepat pula dia akan binasa. Tapi kalau dia tidak
lantas menyerang, asal genangan air naik sedikit lebih tinggi
lagi, maka di antara ketiga orang itu pasti dia sendiri yang
akan mati lebih dulu kareua perawakannya paling pendek.
Maka terdéngar Li Jiu-sui menghela napas katanya, "Suci,
engkau yaug memaksa aku gugur bersama denganmu,"
Segera ia puu mengerahkan Iwekangnya yang bergolak tak
tersalurkan itu untuk balas menyerang.
Hi-tiok berada di tengah-tengah kedua wanita itu, lebih
dulu ia merasakan tangan yang memegang tubuh Tong-lo itu
disaluri serangkum hawa panas. Menyusul bahunya yang
mendempel bahu Li Jiu-sui itu juga kemasukan semacam
hawa panas.
Hanya dalam sekejap saja dua rangkum hawa panas itu
saling terjang dan bergolak dengan hebat sekali dalam tubuh
Hi-tiok.
Kiranva ilmu yang dilatih Li Jiu-sut dan Thian-san Tong-lo
adalah satu aliran, kekuatan mereka pun setanding, sesudah
sama-sama terluka parah, kekuatan mereka masih seimbang
sehingga sukar di tentukan siapa lebih unggul dan siapa lebih
asor.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itulah begitu Iwekang kedua orang dikerahkan,
seketika macet di tengah jalan dan terhenti dalam tubuh Hitiok,
tiada seorang pun di antara mereka dapat menyerang
lawannya.
Dengan demikian yang celaka adalah Hi-tiok yang tergencet
oleh dua arus tenaga itu. Untung dia sudah mendapat
kekuatan Bu-gai-cu yang terlatih lebih 70 tahun iiu. Dengan
kekuatan tiga saudara seperguruan yang setingkat itu,
keadaan mereka menjadi saling bertahan saja dan Hi-tiok
tidak sampai celaka di bawah gencetan tenaga Li Jiu-sui dan
Tong-lo.
Di antara mereka bertiga cuma Tong-lo yang paling kuatir,
ia merasa air es sudah makin tinggi, dari leher sudah
mencapai dagunya dan dari dagu sudah menggenang sampai
bibirnya. Berulang-ulang ia mengerahkan Iwekangnya agar
dalam detik terakhir itu dapat membinasakan lawan cintanya,
tapi tenaga dalam Li Jiu sui justru masih terus menyerangnya
juga dan terang susah dikalahkan dalam waktu singkat
Sementara itu suara gemercik air semakin keras, tiba-tiba
mulut Tong-lo terasa dingin, sepotong es kecil telah menyusup
ke dalam mulutnya. Kerena Tong-lo terkejut dan dengan
sendirinya tubuhnya terangkat sedikit ke atas sehingga
duduknya tidak mantap lagi, akhirnya tubuhnya terapung di
dalam air.
Rupanya karena sebelah kakinya buntung bobotnya
menjadi jauh lebih ringan dari pada biasa dan dengan
sendirinya menjadi lebih mudah terapung. Dengan demikian
Tong-lo nyaris mati kelelap. Bahkan ia lantas tidur telentang di
permukaan air, mulut dan hidungnya dapat dipakai bernapas,
ia sangat girang dan lega. Sedang tangannya masih tiada,
hentinya mengerahkan Iwekang untuk menyerang pula.
Karena digencet dari kanan kiri, sudah tentu Hi-tiok sangat
payah, ia mengeluh, "Supek dan Susiok, meski kalian
bertempur terus juga tetap sukar diketahui siapa yang akan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menang atau kalah, sekaliknya akulah yang akan mati
tergencet oleh tenaga kalian,"
Namun dalam keadaan mengadu Iwekang, pertarungan
Tong-lo dan Li Jiu-sui sekarang adalah pertarungan yang
paling berbahaya, siapa yang berhenti dulu tentu akan
melayang jiwanya, apalagi kedua orang sama-sama tahu baik
menang atau kalah dari pertandingan ini, akhirnya kedua
orang juga akan gugur bersama, yang mereka perebutkan
sekarang hanya memaksa pihak lawan mati lebih dulu. Dan
karena kedua oraug sama-sama tidak mau kalah, dengan
sendirinya tiada seorang pun di antara mereka mau berhenti
dulu.
Selang agak lama lagi, air es itu sudah lebih tinggi dan
mencapai dagu Li Jiu-sui, dia tidak pandai berenang, maka
tidak berani meniru cara Tong-lo mengapung di permukaan
air. sebaliknya dia lantas menahan pernapasannya, dengan
"Ku-sik-heng" (ilmu kura-kura istirahat) ia tahan terus sampai
detik terakhir.
Ketika air sudah menggenangi mulut lalu melampaui
hidungnya, matanya, jidatnya dan akhirnya seluruh kepalanya
terbenam, tapi ia masih tetap mengerahkan tenaga dengan
sekuatnya.
Perawakan Hi-tiok lebih tinggi daripada Li Jiu-sui. tapi
akhirnya air pun mencapai mulutnya, ia tak tahan dan
kelabakan, teriaknya, "Wah, celaka! aku ... krok-krok ... aku
krok-krok"
Begitulah untuk beberapa kali ia minum air bah itu
sehingga tidak dapat bersuara lagi.
Dalam keadaan bingung dan panik itu, mandadak keadaan
yang terang tadi menjadi gelap dan akhirnya tidak terlihat
apa-apa lagi. Lekas ia tutup mulut dan gunakan hidung untuk
bernapas, tapi sekali bernapas rasa dada menjadi sesak.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya gudang es itu tertutup dengan sangat rapat,
sesudah tumpukan kapas di atas itu terbakar sekian lama,
maka zat asam dalam ruang gudang itu sudah habis terbakar.
Dan karena tidak mendapat hawa, akhirnya api menjadi
guram dan padam sendiri.
Dengan sendirinya Hi-tiok dan Tong-lo menjadi susah
bernapas.Sebaliknya Li Jiu-sui yang sedang menggunakan
"Ku-sik-kang" malah tidak merasakan kesukaran bernapas.
Walaupun api sudah padam, tapi air es masih terus
mengalir ke bawah.
Dalam keadaan gelap gulita Hi-tiok merasa air sudah
menggenang melampaui mulutnya dan perlahan mendekati
hidungnya. Diam-diam ia mengeluh, "Wah, matilah aku,
matilah aku!"
Sebaliknya Tong-lo dan Li Jiu-sui masih terus saling
menyerang dari kanan kiri. Hi-tiok merasa hawa murni dalam
tubuhnya bergolak hebat. seakan-akan semua isi perutnya
telah berganti tempat, sedangkan air sudah hampir menutup
lubang hidung, asal naik sedikit lagi tentu dia takkan bisa
bernapas. Celakanya hiat-tonya tetutuk, hendak
mendongakkan kepala juga tak dapat.
Akan tetapi aneh juga, tunggu punya tunggu sudah sekian
lamanya air es itu ternyata tidak naik pasang lagi. Kiranya api
yang membakar kapas itu telah padam dan dengan sendirinya
batu es tidak mencair pula.
Lewat agak lama lagi, tiba-tiba Hi-tiok merasa bibir di
bawah hidung agak sakit, rasa sakit seperti tertusuk makin
lama makin sakit sehingga menjalar ku dagu dan leher.
Kiranya batu es yang tertimbun di tingkat bawah itu sama
sekali tidak mencair, sesudah air berhenti mengalir dari atas,
dengan sendirinya ruang yang sangat dingin itu segera
membeku menjadi es pula sehingga lambat laun Tong-lo, Li
Jiu-sui dan Hi-tiok bertiga ikut terbeku di dalam lapisan es.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan sekali mambeku menjadi es yang keras, dengan
sendirinya tenaga dalam Tong-lo dan Li Jiu-sui lantas terpisah
dan tak dapat tersalur lagi ke dalam tubuh Hi-tiok.
Akan tetapi, lantaran itu juga maka sembilan dari sepuluh
bagian tenaga murni kedua orang itu lantas bersarang di
dalam tubuh Hi-tiok dan tetap saling terjang dan bergolak
dengan hebat, makin lama makin lihai, sehingga Hi-tiok
merasa antero badan seakan-akan meledak. Walaupum
terbeku dalam lapisan es, tapi rasanya masih sangat panas
seperti dibakar.
Entah sudah berapa lama lagi, ketika mendadak seluruh
tubuh Hi-tiok tergetar, dua arus hawa panas yang bergejolak
saling terjang itu tiba-tiba tergabung dengan hawa murni
dalam tubuh Hi-tiok sendiri dan tanpa dikerahkan hawa murni
yang maha kuat itu terus berputar-putar dengan cepat melalui
segenap urat nadi yang menghubungkan satu hiat-to dengan
hiat-to lainnya.
Rupanya lantaran tubuh Hi-tiok terbungkus lapisan es,
sedangkan tenaga murni Tong-lo dari Li Jiu-sui yang
ketinggalan di dalam badannya itu masih aaling terjang tanpa
jalan keluar sehingga akhirnya tergabung dengan tenaga
murni Hi-tiok sendiri yang diperolehnya dari Bu gai-cu itu. Tiga
bergabung menjadi satu, sudah tentu tenaga dalam itu hebat
tak terkirakan kemana tenaga itu menerjang, seketika hiat-to
yang tertutuk jadi lantas terbuka dengan sendirinya.
Begitulah demi merasa badan bebas dari ke kangan dan
hawa murni dalam badan masih terus bergolak dengan tebat,
Hi-tiok coba pentang tangan perlahan. Di luar dugaan lantas
terdengar suara "krak-krek" berulang-ulang, lapisan es yang
membeku di tubuhnya retak semua. Ketika ia berbangkit, ia
merasa hawa sengat sesak, bernapas pun susah. Pikirnya,
"Entah bagaimana dangan Supek dan Susiok, aku harus
menolong mereka keluar dulu dari s ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika ia meraba, ia meraba kedua paman guru itu pun
sudah terbeku di tengah es yang dingin dan keras. Dalam
gugupnya tanpa pikir lagi ia terus angkat kedua paman guru
itu berikut la pisan es yang masih melengket di badan mereka
dan naik ketingkat pertama gudang es itu. Sesudah membuka
kedua lapis pintu gudang, tiba-tiba terasa hawa segar
menghembus masuk, ia hanya menghirup hawa sedikit saja
rasanya pun segar luar biasa.
Di luar ternyata sunyi senyap, sang dewi malam menghias
tengah cakrawala nan biru kelam, nyata waktu itu sudah jauh
malam.
Hi-tiok menjadi girang, melarikan diri dalam keadaan gelap
sudah tentu jauh lebih mudah baginya. Segera ia jinjing kedua
potong batu es bermanusia itu,dan berlari ke tepi pagar
tembok, sekali ia kerahkan tenaga dan meloncat ke atas,
mendadak tubuhnya membumbung ke atas sehingga jauh
lebih tinggi daripada tembok yang hendak dilintasi itu,
Ia tidak tahu bahwa hawa murni dalam tubuhnya itu
ternyata mempunyai khasiat sehebat itu. Keruan ia kaget dan
kuatir ketika tubuhnya semakin mumbul ke udara, tanpa
terasa ia menjerit sekali.
Karena suaranya itu, empat pengawal yang sedang
meronda di sekiiar situ terkejut dan memburu datang untuk
memeriksa apa yang terjadi.
Tapi tiba-tiba mereka melihat dua potong batu es raksasa
berikut sesosok bayangan melayang keluar pagar tembok,
mereka tidak tahu makhluk aneh apakah itu sehingga mereka
ternganga kaget.
Ketika mereka sadar kembali dan memburu ke tempat
menghilangnya bayangan tadi, namun tiada sesuatu lagi yang
diketemukan. Mereka menjadi curiga dan saling berdebat,
yang satu mengatakan bayangan tadi tentu setan, yang lain
bilang pasti s iluman.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sementara, itu Hi-tiok berlari keluar istana dan melintasi
tembok kota, sesudah belasan li jauhnya akhirnya Hi-tiok
berhenti di tempat yang sepi, Ia taruh kedua paman gurunya
yang masih terbungkus es, ia pikir tindakan pertama harus
menghapuskan dulu lapisan es itu. Segera ia mencari sebuah
sungai kecil, ia rendam kedua potong es raksasa itu di dalam
air.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 67
Di bawah sinar bulan kelihatan mulut dan hidung Tong-lolo
menongol diluar lapisan es, hanya kedua matanya terpejam
rapat, entah sudah mati atau masih hidup.
Begitulah lapisan es itu mulai mencair dan ternyata air,
ditambah Hi-tiok ikut membeset dan mengelotoki pula
sehingga es yang kantil di tubuh kedua paman guru itu dicuci
bersih, lalu ia angkat pula kedua paman guru ke atas tanah, ia
coba meraba jidat mereka dan ternyata masih hangat, segera
ia memisahkan mereka agak jauh, ia kuatir kedua paman guru
itu akan gontok-gontokkan pula siuman kembali
Sesudah sibuk setengah harian, cuaca sudah mulai
remang-remang, subuh sudah tiba.
Ketika sang suryá mulai mengintip di timur dan burung di
atas pohon ramai berkicau, tiba-tiba terdengar Thian-san
Tong-lo yang mcnggeletak dibawah pohon sebelah kanan sana
bersuara "uh" sekali, menyusul Li jiu-sui yang ditaruh di
bawah pohon sebelah kiri juga bersuara "oh" kedua orang
ternyata siuman berbareng.
Tentu saja Hi-tiok sangat girang, cepat ia lompat bangun
dan berdiri di tengah-tengah kedua paman guru itu dan
berulang merangkap tangan memberi hormat, katanya "Supek
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan Susiok, kita bertiga telah nyaris dari kematian, maka
perkelahian ini harap jangan disambung lagi."
"Tidak, perempuan hina itu belum mampus, mana boleh
selesai!" sahut Tong-lo.
Li Jiu-sui juga berkata, "Ya, sakit hati sedalam lautan ini
takkan berakhir sebelum dia mati!"
Mendengar ucapan kedua orang itu masih tetap penuh rasa
benci dan dendam, Hi-tiok menjadi kuatir dan berulang-ulang
menggoyang tangannya, katanya, "Jika kalian masih tetap
akan bertempur mati-matian, terpaksa aku ... "
Sampai di sini, tiba-tiba dilihatnya Li jiu-sui sedang
berusaha berbangkit dan hendak menubruk ke arah Tong-lo.
Sebaliknya Tong-lo juga siapkan kedua tangan hendak
memapak serangan musuh.
Tak terduga, baru saja Li Jiu-sui sempat berdiri, mendadak
ia menjerit dan roboh kembali sedang kedua tangan Tong-lo
juga susah diangkat lagi, jangan kan hendak mengerahkan
tenaga, bahkan napas pun tampak terengah-engah sambil
bersandar di batang pohon.
Hendaklah maklum bahwa sesudah mereka saling gebrak
dengan sengit, kemudian tenaga murni mereka tersalur
hampir seluruhnya ke tubuh Hi-tiok, sisanya boleh dikata tiada
artinya dan hanya sekedar dapat menyambung nyawa mereka
saja.
Sekarang biarpun mereka tetap ingin bertempur, namun
keinginan ada dan tenaga habis, karena karena usia mereka
sudah sangat lanjut, maka keadaan mereka boleh diibaratkan
pelita yang kehabisan minyak dan tinggal padamnya saja.
Melihat kedua orang dalam keadaan payah dan tak bisa
bertempur lagi, Hi-tiok menjadi girang, katanya, "Begini
memang lebih baik! Kalian boleh mengaso dulu, biarlah
kupergi mencari sedikit makanan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ia lihat Tong-lo dan Li Jiu-sui sedang duduk semadi dengan
gaya yang sama ia tahu kedua saudara seperguruan itu
sedang mengerahkan tenaga, asal salah seorang dapat
mengumpul sedikit tenaga lebih dulu dan tentu akan segera
menyerang agar lawannya tidak mampu menangkis.
Karenanya Hi-tiok menjadi ragu untuk tinggal pergi, ia
kuatir jangan-jangan pulangnya nanti salah seorang sudah
mengeletak menjadi mayat.
Ia pandang Tong-lo dan pandang pula Li Jiu-sui, ia lihat
muka kedua nenek itu penuh keriput dan kurus kering,
pikirnya, "Kedua orang sudah sama-sama tua bangka, tapi
masih ngotot dan tidak mau saling mengalah."
Tatkala itu sang surya sudah memancarkan sinarnya yang
gilang gemilang, baju Hi-tiok yang tadinya basah kuyup
sekarang sudah kering, waktu ia betulkan pakaiannya, "bluk",
mendadak! jatuh sesuatu, yaitu lukisan yang diterimanya dari
Bu-gai-cu
Lukisan itu adalah lukisan kain sutra sehingga tidak rusak
mesti kena air. Tapi keadaan lukisannya sendiri menjadi agak
samar-samar karena luntur. Ia menjereng lukisan itu di atas
batu untuk dijemur.
Mendengar suara keresek itu, Li Jiu-sui pentang matanya
dan dapat meliliat lukisan itu, langsung ia berseru. "He, coba
perlihatkan lukisan itu padaku. Aku tidak percaya bahwa Suko
sudi melukis gambar perempuan bejat itu."
Tapi Tong-lo juga lantas berseru, "Jangan perlihatkan dia,
aku harus mampuskan dia dengan tanganku sendiri. Jika
perempuan hina itu keburu mati keki kan terlalu untung
baginya"
"Hahabaha" Li Jiu-sui tertawa. "Sudahlah, aku tidaK jadi
lihat. Huh, kau kuatir aku melihat lukisan itu, hal ini
menandakan apa yang dilukiskan itu bukan gambarmu, Suko
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sangat pandai melukis, masakah dia sudi melukis seorang
kerdil yang lebih mirip setan semacam dirimu ini? Hahaha!"
Hal yang paling menyesalkan Tong-lo selama hidup adalah
latìhan Iwekangnya tersesat sehingga membuat badannya
menjadi ciri, yaitu kerdil untuk selamanya. Hal ini boleh juga
adalah gara-gara perbuatan Li Jiu-sui dahulu, yaitu tatkala
latihan Thian-san Tong-lo berada pada yang menentukan, dari
samping mendadak Li Jiu-sui berteriak keras-keras sekali
sehingga Tong-lo kaget dan hawa murninya sesat jalan, sejak
itu sukar di pulihkan kembali dan menganggu pertumbuhan
badannya pula.
Sekarang didengarnya Li jiu-sui mengolok-olok ciri yang
paling dikesalkan itu, keruan ia menjadi gusar tidak kepalang.
Segera ia menjerit, "Perempuan bangsat, jika aku ... aku ... "
"Kau mau apa?" jengek Li Jiu-sui
"Ya, masih untung juga bagi perempuan hina ini karena
dapat menemukan aku pada saat aku belum menyelesaikan
Tok-cun-kangku, coba kalau telat satu hari saja, hm, telat hari
saja pasti kamu akan tahu rasa," demikian kata Tong-lo,
"Huh, kau dapat melatih ilmu sakti, memangnya selama
berpuluh tahun ini aku hanya hidup percuma?" sahut Li Jiusui.
"Biarlah kukatakan padamu bahwa "Thian-lam-sin-yang'
yang tertera pada 360 buah cermin perunggu itu sudah dapat
kuyakinkan dengan baik. Andaikata kamu memang berhasil
menyakinkan ilmu setan segala, masakah 'Thian-lam-sin-kang'
tidak dapat melawannya?"
Thian-san Tong-lo tampak tertegun sejenak, lalu berkata,
"Thian-lam-sin-kang katamu? Kamu telah dapat
menyakinkannya? Huh, aku tidak percaya, omong kosong,
membual belaka!"
"Hm, memangnya siapa, ingin kau percaya?" jengek Li Jiusui.
"Cuma sayang, aku ....aku telah tertipu olehmu, kalau
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak, hm, boleh kau rasakan betapa lihainya Thian-lam-sinkang."
"Ya, anggaplah kamu sudah mahir Thian-lam-sin-kang, tapi
apa kamu mampu melawan Thian-he-tok-cin-kang yang sudah
kulatih itu? Hm, melulu satu jurus Ciam-hoa-wi-jiau (petik
bunga dengan tersenyum) saja pasti akan membikinmu
kelabakan."
"Huh, siapa yang pernah melihat jurus Ciam-hoa-wi-jiau itu
bagaimana macamnya? Ha ha si kerdil hendak "petik bunga
dengan tersenyum", betapapun cantiknya si kerdil palingpaling
juga cuma begitu-gitu saja."
Tong-lo menjadi gusar, ia meronta-ronta hendak bangun
untuk melontarkan jurus mematikan yang bernama "Ciamhoa--
wi-jiau" itu. Tapi biarpun ia sudah berkutekkan sekian
lamanya, tetap sukar berbagkit. Dalam keadaan tak berdaya
akhirnya ia berkata kepada Hi-tiok, "Coba kamu ke sini!"
"Supek ada pesan apa?" tanya Hi-tiok sesudah
mendekatinya.
"Akan kuajarkan jurus Ciam-hoa-wi-jiau ini padamu, lalu
kau gunakannya untuk menyerang perempuan hina itu. Ingin
kulihat cara bagaimana dia mampu menangkis," demikian
pesan Tong-lo
Tapi Hi-tiok menggeleng kepala, sahutnya "Tidak, aku
takkan membantu pihak mana pun dan tak mau menyerang
Susiok"
Tong-lo tambah gusar, bentaknya, "Goblok kamu kan tidak
perlu menyerang dia dengan sungguh-sungguh, cukup kau
pertunjukkan gaya serangan itu saja."
Melihat kedua paman guru itu sama-sama ngotot, asal
terkumpul sedikit tenaga tentu akan saling labrak, dan kalau
kedua orang saling bergumul lagi, maka pastilah akan berakhir
dengan mati atau hidup. Sekarang Tong-lo cuma minta dia
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belajar lalu pertunjukan gaya serangannya kepada Li Jiu-sui,
hal ini toh takkan melukai dan mengganggu salah satu pihak,
maka ia menurut dan berkata, "Baiklah, aku akan belajar dan
silakan Supek memberi petunjuk"
"Coba tempelkan telingamu sini supaya rahasia ilmu ini
tidak didengar oleh perempuan hina itu," kata Tong-lo.
"Cis, hanyà sedikit kepandaianmu yang sepele itu masakah
aku kepingin tahu?" jengek Li Jiu-sui.
Segera Hi-tiok mendempelkan telinganya ke tepi mulut
Thian-san Tong-lo. Si nenek lantas menjelaskan gerak tipu,
"Ciam-hoa-wi-jiau" yang dikatakan tadi dan mengajarkan cara
mengerahkan tenaga dan cara melontarkan serangan. Karena
sebelumnya Hi-tiok sudah dipupuk oleh Tong-lo dan
mempunyai dasar yang kuat, dengan sendirinya jurus Ciamhoa-
wi-jiau itu dengan gampang dapat dipahaminya.
Setelah mengapalkan pula satu kali, lalu ia mendekati Li
Jiu-sui dan berkata, "Susiok, aku disuruh Supek untuk
memainkan sejurus kepandaiannya dan minta Susiok suka
memberi kritik yang sehat,"
Wajah Li Jiu-sui berubah pucat, pikirnya, "Selama ini dia
selalu berada bersama si kerdil dan sudah tentu, dia adalah
orang kepercayaannya tampaknya hari ini ajalku sudah sampai
dan aku pasti akan diserang olehnya."
Maka tertampak Hi-tiok angkat tangan kirinya, jari jempol
dan jari telunjuk bergaya seperti orang hendak memetik
bunga, mukanya tersenyum simpul dan ramah-tamah. lalu
tangan kanan juga terangkat pelahan, kedua jarinya lantas
menyentak pelahan seperti orang menghilangkan butiran
embun di atas daun bunga. Tapi lantas terdengar suara "crit"
yang pelahan, pada dahan pohon Siong yang terletak dua-tiga
meter jauhnya sana lantas kelihatan sebuah lubang kecil.
Li Jiu-sui terkejut atas tenaga selentikan yang sangat lihai
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Tong-lo lantas mendamprat, "Goblok! Kenapa
sampai bersuara? Tenagamu kurang tepat, tahu tidak?"
Hi-tiok mengiakan dan kembali mencoba sekali lagi, sekali
ini gerakannya lebih halus dan lebih luwes, batang pohon
kembali kelihatan sebuah lubang kecil, namun selentikan itu
tetap mengeluarkan suara cuma sangat lirih.
"Hm, tetap mengeluarkan suara!" jengek Tong-lo. "Tapi
cara melakukannya sudah tepat. Nah, perempuan hina, jika
jurus ini aku sendiri yang melontarkannya pasti takkan
mengeluarkan suara sedikit pun dan kamu mampu
menangkisnya?"
Sekarang Li Jiu-sui sudah tahu bahwa Hi-tiok memang
betul tiada maksud menyerang dirinya, ia menjadi lega. Dan
sudah tentu ia tidak mau kalah terhadap Thian-san Tong-lo.
Segera ia pun berkata, "Siapakah namamu yang sebenarnya,
Hiantit (keponakan baik)?"
Mendengar sang Susiok bertanya dengan sopan, cepat Hitiok
menjawab. "Ah, Siautit sebenarnya adalah hwesio Siaulim-
si dan bergelar Hi-tiok. Sungguh harus disesalkan karena
imanku kurang teguh sehingga telah melanggar peraturan
Budha, terang aku telah gagal menjadi hwesio. Sejak kecil aku
sudah ..sudah piatu. Hingga aku sendiri tidak tahu she dan
namaku yang sebenarnya."
Melihat Hi-tiok menjadi sedih ketika bercerita tentang
dirinya sendiri, Li Jiu-sui manggut-manggut, katanya, "Hiantit,
kaupun tidak perlu sedih. Hati sendiri adalah Budha, demikian
kata kaum pemeluk agama Budha, biarpun kamu gagal
menjadi hwesio, asal kamu banyak berbuat kebajikan, tetap
kamu akan dapat mencapai kesempurnaan hidup. Sekarang
kamu sudah masuk perguruan kita gurumu bergelar Bu-gai-cu,
maka untuk selanjutnya gelarmu boleh disebut 'Hi-tiok-cu'
saja."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebenarnya Hi-tiok sangat bingung karena karena telah
gagal menjadi hwesio yang suci, sekarang Li Jiu-sui membuka
jalan baginya sehingga dia mempunyai pegangan hidup, ia
menjadi girang dan memberi hormat, katanya, "Banyak terima
kasih atas kebaikan Susiok."
Sebagai ibu suri kerajaan Se He, ditambah ilmu silatnya
juga sangat tinggi, sudah tentu Li Jui-sui tidak pandang
sebelah mata kepada siapa pun. Sebabnya sekarang dia begini
ramah terhadap Hi-tiok adalah lantaran ia merasa kepepet dan
kuatir Hi-tiok akan membikin susah padanya, intinya ia
sengaja merebut hati Hi-tiok dengan ucapan-ucapan yang
menyenangkan, ketika melihat Hi-tiok sangat senang, lalu ia
menyambung lagi, "Kamu sangat baik, Hiantit, maka sekali
lihat aku lantas suka padamu. Tentu kamu akan banyak
menerima kebaikan dariku,"'
"Kentut, kentut busuk!" damprat Tong-lo dengan gusar,
"He, Hwesio cilik, jangan kau percaya kepada obrolannya yang
muluk-muluk!. Selamanya perempuan hina ini suka memikat
pemuda yang tampan. Terhadap mukamu yang buruk itu
sebenarnya ia sangat jemu dan tidak sudi bicara pada mu, tapi
sekarang dia mengatakan 'suka padamu' ha ha, benar-benar
pembohong besar. Nah, perempuan hina, kau tidak mampu
menangkis seranganku 'Ciam-hoa-wi-jiau' ini lekas mengaku
kalah saja dan tidak perlu main kasak-kusuk kepada hwesio
cilik ini."
"Hm, Ciam-hoa-wi-jiau, nama ini memang boleh, semula
kusangka dengan nama yang bagus pasti tipu serangan ini
pun sangat hebat, siapa tahu hanya demikian saja, ha,
sungguh menggelikan. Padahal asal aku menggunakan 'Lengpo-
wi-poh', semacam langkah ajaib dalam Thian-lam-sin-kang,
maka dengan gesit dan cepat dapat kuhindarkan serangan
tenaga jari itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kau mahir Leng-po-wi-poh?" Tong-lo menegas dengan
terkejut. "He he, jangan omong besar, siapa mau percaya
bualanmu?"
Tapi Li-jiu-sui lantas berkata kepada Hi-tiok, "Hiantit, Longpo-
wi-poh adalah semacam langkah ajaib yang tiada
bandingannya, sesudah kau pelajari, musuh tangguh
bagaimana pun juga pasti akan dapat kau hindarkan dengan
sangat mudah."
"Wah, bagus sekali jika begitu." seru Hi-tiok kegirangan.
"Memangnya aku tidak suka berkelahi dengan orang, jika aku
dapat mengelakkan lawan tanpa bertempur dengan dia maka
cara demikian yang paling kuharapkan."
"Ehm. hatimu sangat baik, kelak pasti akan menjadi
Seorang pahlawan besar" puji Li jiu-sui dengan tersenyum.
Hi-tiok jengah karena dipuji tanpa berjasa.
Sebaliknya Tong-lo lantas mendamprat, "huh tidak malu,
selain menjilat pantat kamu mempunyai kepandaian lain
tidak?"
Tapi Li Jiu-su tidak menggubrisnya dan tetap berkata
kepada Hi-tiok, "Leng po-wi-poh ini berasal dari perubahan
perhitungan Pat-kwa dari kitab Ih-keng, kau pernah belajar
Ih-keng tidak?"
Ih-keng adalah kitab pelajaran Khong-kau, Sudah tentu
golongan agama Budha tidak mempelajarinya.
Maka Hi-tiok menjawab, "Tidak pernah."
"Biarlah, lain hari akan kuajarkan padamu, sekarang akan
kuajarkan satu langkah saja, yaitu dari sudut 'tong-jin'menuju
ke sudut 'kui-moai'" demikian kata Li Jiu-sui lebih jauh. Lalu ia
mencabut tusuk kundainya dan melukis sebuah peta di atas
tanah dan mengajarkan pada Hi-tiok cara melangkahnya
menurut peta.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah mengingat sudut-sudut yang dikatakan menurut
peta dan mengapalkan petunjuknya Li Jiu-sui, ternyata Hi-tiok
dapat melakukannya dengan tepat dan baik.
Dari jauh Tong-lo dapat mengikuti gerak-gerik Hi-tiok itu,
diam-diam ia menghela napas dan mengakui bahwa Leng-powi-
poh itu ternyata memang benar sudah dapat dipahami oleh
lawan besarnya itu. Dasar wataknya memang tidak sabaran
segera ia berseru, "Baik, anggaplah langkahmu itu memang
tepat dan dapat menghindarkan seranganku. Tapi sesudah
jurus Ciam-hoa-wi-jiau itu segera akan menyusul jurus lain
yang bernama 'Sam-liong-su-siang (tiga naga empat gajah),
suatu serangan yang maha dahsyat antara tenaga pukulan
bercampur tenaga jari. Nah, cara bagaimana akan dapat kau
hindar lagi? Sini, hwesio cilik, lekas kemari, biar kuajarkan pula
jurus Sam-liong-su-sing ini."
Dengan tersenyum Li Jui-sui juga berkata kepada Hi-tiok.
"Hiantit, Supekmu hendak mengajar lagi padamu, boleh ke
sana lebih banyak belajar kan lebih baik bagimu."
Maka Hi-tiok lantas mendekati Tong-lo dan kembali
mempelajari jurus 'Sam-liong-su-siang' itu.
Ketika jurus itu dimainkan, benar juga keras dan dahsyat
sekali, sepuluh jari maju sekaligus dan batang pohon seketika
kena ditusuk sepuluh lubang kecil. menyusul tenaga pukulan
kedua telapak tangan juga tiba,"prak", batang pohon patah
menjadi dua. Sungguh sama sekali tak tersangka oleh Hi-tiok
bahwa jurus serangan itu akan sedemikian lihainya, karuan ia
kaget sendiri.
"Jurus serangan itu memang benar-b«nar sangat dahsyat,
sekali sudah menyerang, maka tanpa ampun lagi jiwa musuh
pasti akan melayang," demikian komentar Li Jiu-sui.
"Benar, aku pun merasa jurus ini agak kurang baik," kata
Hi-tiok sambil mengangguk,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Hwesio busuk, kau berani mengikuti suara perempuan
hina itu dan mencela ilmu kepandaianku!” bentak Tong lo
dengan gusar.
"Bukan mencela, aku cuma merasakan terlalu kejam
sedekit," sahut Hi-tiok.
"Terhadap orang jahat harus kejam, semakin kejam
semakin baik, kalau bisa jangan diberi kesempatan hidup,
harus dibasmi sampai akar-akarnya," ujar Tong-lo,
Segera Li Jiu-sui berkata, "Hiantit, jika Suci benar-benar
melontarkan jurus serangan dahsyat itu kepada ku, walaupun
aku dapat menghindar dengan Leng po-wi-poh yang ajaib,
tapi terang aku akan terdesak dan paling sedikit aku akan
dicecar belasan serangan lain tanpa, sempat balas
menyerang."
Tiong-lo berseri-seri, katanya, "Ya, asal tahu saja!"
Tapi Li Jiu-sui lantas menambahkan lagi, "Dan cara paling
baik untuk menghadapinya ialah mengikuti tenaga pukulan itu
sambil melompat mundur, dan selagi tenaga pihak lawan
belum sempat berubah lagi, mendadak kita balas menyerang
tatkala dia belum siap ..."
Habis berkata, lalu ia mengajarkan satu jurus lagi.
Sudah tentu Tong-lo menjadi penasaran, segera ia
memanggil pula, "Hwesio cilik, lekas kemari,, coba apalkan
lagi jurus ketiga ini, pasti dia akan mati kutu'"
Begitulah kedua saudara seperguruan itu secara bergiliran
mengajarkan kepandaian mereka kepada Hi-tiok dengan
tujuan hendak menaklukkan pihak lawan. Dasar ilmu silat
kedua nenek itu memang maha tinggi dan sama-sama
mencapai tingkatan yang tiada taranya, maka satu sama lain
menjadi susah menentukan kalah atau menang.
Tipu-tipu serangan yang diajarkan kedua nenek itu makin
lama makin sulit, baiknya Hi-tiok. sendiri bukan lagi Hi-tiok
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang dulu, sekarang dia telah memiliki tenaga dalam dari tiga
tokoh terkemuka Siau-yau-pai, ia dapat mengerahkan tenaga
dalam itu dengan sesukanya, betapapun aneh dan sukar tipu
serangan itu, sesudah diapalkan seketika ia dapat
memainkannya denganbaik dan tepat.
Tong-lo dan Li Jui-sui tetap ngotot tak mau saling
mengalah, sebaliknya Hi-tiok juga asyik mempelajari setiap
kepandaian yang diajarkan padanya sehingga mereka samasama
lupa daratan, lupa makan,dan lupa minum.
Sampai hari sudah hampir gelap, karena gerak-gerik
permainan Hi-tiok sudah sukar dilihat dengai jelas lagi, dalam
keadaan terpaksa barulah kedua nenek itu berhenti
bertanding.
Segera Hi-tiok menggunakan batu krikil untuk menimpuk
jatuh belasan ekor burung yang sedang pulang ke sarangnya,
lalu ia menyembelih dan mencucinya di tepi suggai, kemudian
dipanggang: Setelah ketiga orang makan burung panggang
itu, lalu Hi-tiok mencakupkan air sungai untuk diminumkan
kepada Tong-lo dan Li Jiu-sui.
Sejak Hi-tiok Hwesio berubah menjadi Hi-tiok-cu, sekarang
ia tidak pantang makan daging dan membunuh segala.
Besoknya, pagi-pagi sekali selagi Hi-tiok masih tidur dengan
nyenyak, tiba-tiba ia dibentak bangun oleh Tong-lo. katanya
ada satu jurus serangan lihai hendak diajarkan padanya agar
segera dapat dipakai untuk menguji Li Jiu-sui.
Dan sesudah Hi-tiok memahami dengan baik dan
dimainkan, segera Li Jiu-sui membalas lagi tiga jurus serangan
yang lihai.
Begitulah sehari demi sehari, dalam sekejap saja tanpa
terasa sudah lewat lebih 20 hari. Keadaan luka kedua nenek
itu sudah sembuh kembali, ditambah setiap hari perang otak
sehingga hanya memakan pikiran. Maka makin lama muka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kedua nenek itu tampak makin kurus, tatkala bicara juga
semakin lemah
Meski Hi-tiok sudah menganjurkan agar mereka berhenti
bertanding, tapi Tong-lo dan Li Jiu-sui. tahu luka mereka
terlalu parah, kesempatan bertanding pada lain kali pasti tidak
mungkin ada, maka sekarang juga masing-masing berusaha
menciptakan tipu serangan yang hebat untuk mengalahkan
lawan dan agar dapat menyaksikan kematian pihak lawan
lebih dulu.
Tempat di mana mereka berada itu sebenarnya tidak jauh
dari Leng-cui, ibu kota Se He cuma tempatnya sangat
terpencil dilereng gunung yang sunyi sehingga tidak diketahui
oleh jagoan La-bin-tong kerajaan Se He.
Dengan demikian beberapa hari telah dilalui lagi sekarang
tipu serangan yang dikemukakan Tong-lo dan Li Jiu-sui
terkadang sudah ulangan saja dari jurus-jurus jang terdahulu,
meski kadang-kadang masih tercipta jurus baru yang bagus,
tapi untuk ini mereka terpaksa harus memeras otak cukup
lama.
Diam-diam juga pernah Hi-tiok berpikir "Pertandingan
seperti ini entah akan berakhir sampai kapan? Rasanya
terpaksa aku harus memisahkan mereka saja sejauh mungkin,
jika mereka tidak dapat melihat muka dan tak mendengar
suara masing-masing, mungkin pertandingan ini dapat dilerai,
andaikan aku nanti akan diomeli juga masa bodoh!"'
Namun demikian, sekarang jurus-jurus ilmu silat yang telah
dipelajarinya sudah terlalu luas dan aneka macam karena
tenggelam dalam ilmu silat selama beberapa bulan, kini
berbalik timbul hasrat besar pada diri Hi-tiok untuk lebih
memperdalam pengetahuannya...
Sebab itulah tatkala Tong-lo mengeluarkan sejurus, segera
ia ingin mengetaui cara bagaimana Li Jiu-sui akan
menangkisnya, sebaliknya bila Li jiu-sui juga mengeluarkan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jurus serangan yang bagus, Hi-tiok pun sangat ingin lihat cara
bagaimana Thian-san Tong-lo akan balas menyerang lagi.
Saking asyiknya mengikuti pertandingan itu sehingga Hi-tiok
sendiri lupa daratan dan makin berlarut-larut.
Hari itu sudah lewat lohor, kembali Tong-lo mengajarkan
sejurus serangan padanya, tapi belum selesai ia memberi
penjelasan, tiba-tiba napasnya sesak dan hampir-hampir
pingsan.
Kontan Li Jiu-sui mengejek, "Huh, kau mau mengaku kalah
tidak? Kalau bertempur benar-benar, masakah boleh... boleh
.... "
Hanya sekian ia bicara, tiba-tiba ia sendiri terbatuk-batuk
tanpa berhenti.
Pada saat itulah, sekonyong-konyong dari jurusan barat
daya sana terdengar suara kelintang-kelinting nyaring disusul
dengan suara melengkingnya unta.
Mendengar itu, seketika semangat Tong-lo terbangkit,
cepat ia mengeluarkan sebuah bumbung hitam kecil dari
bajunya dan berkata kepada Hi-tiok, "Lekas selentikan
bumbung ini ke udara!"
Sementara itu Li Jiu-siu masih terus terbatuk-batuk dengan
keras.
Karena tidak tahu seluk beluknya, segera Hi-tiok menurut
permintaan Tong-lo dan menjelentikkan bumbung kecil tadi ke
udara. Maka terdengarlah suara mendenging yang nyaring
keras, betapa hebat tenaga jari Hi-tiok sekarang sehingga
bumbung kecil itu masih terus meluncur melecit ke angkasa
dan menghilangkan di balik awan sambil mengeluarkan suara
mendenging nyaring.
Baru sekarang Hi-tiok terkesiap "Wah, celaka, bumbung
kecil ini adalah isyarat Supek yang memanggil bala bantuan
untuk menghadapi Lu susiok,"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera ia berlari ke depan Li Jiu-sui dan. berkata
kepadanya dengan bisik bisik, "Susiok, Supek kedatangan bala
bantuan, biarlah kugendong engkau untuk melarikan diri"
Tapi Li Jiu-sui tetap menunduk dan diam saja, batuknya
juga, sudah berhenti dan tidak bergerak lagi. Hi-tiok terkejut,
ia coba memeriksa napasnya, ternyata sudah berhenti. Keruan
Hi-tiok tambah kaget, teriaknya, "He, Susiok, Susiok!"
Waktu ia mendorongnya perlahan, mendadak tubuhnya
terus roboh, nyata orangnya sudah meninggal dunia.
Tong-lo bergelak tertawa, katanya, "Bagus, bagus!
Perempuan hina itu telah mati ketakutan! Ha..ha..ha.. bagus,
bagus!. Sekarang sakit hatiku sudah terbalas, akhitnya
perempuan hina itu mati lebih dulu daripada diriku, hahaha!"
Begitulah saking senanguya sehingga ia terbahak-bahak
Terus sampai napaspun tersengal-sengal, akhirnya darah
segar lantas menyembur keluar dari mulutnya.
Dalam pada itu suara mendenging tadi terdengar dari atas
merendah ke bawah, kiranya bumbung kecil tadi telah jatuh
dari langit dan segera ditangkap oleh Hi-tiok, waktu dia
hendak memeriksa Tong-Io, tiba-tiba terdengar suara derapan
kaki binatang yang riuh diselingi dengan suara kelintingan
yang ramai, beberapa puluh ekor unta tampak berlari datang
dari arah barat-daya secepat terbang.
Waktu Hi-tiok menoleh, ia lihai para penanggung unta itu
adalah kaum wanita, semuanya menggunakan baju hijau.
Sesudah agak dekat, segera terdengar teriakan seorang
wanita itu, '"Kaucu, hamba terlambat menyusul kemari,
sungguh harus dihukum mati!"
Sesudah rombongan unta itu mendekat, demi melihat
Tong-l'o berada di situ, dari jauh para wanita itu lantas
melompat turun dari unta mereka serta mendekati Tong-lo
dengan berjalan, lalu semua menyembah dengan penuh
hormat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok lihat pemimpin rombongan wanita itu adalah
seorang nenek berusia 60 tahunan, Wanita lain ada yang tua
dan ada yang muda, ada yang berumur antara 40-an. tapi
yang berumur 17 atau 18 tahun juga ada. Semuanyasangat
takut dan hormat kepada Tong-lo, semuanya menyembah di
atas tanah dsngan takut dan tidak berani mendongak.
"Hm, kalian sangka aku sudah mati, ya? Makanya tiada
seorang pun yang memikirkan aku lagi?" demikian datangdatang
Tong-lo lantas mendamprat mereka. "Ya. jika aku
sudah mati, maka tiada orang yang mampu memerintah
kalian, tentu saja: kalian dapat berbuat semau-maunya
dengan bebas!"
Sambil mandengarkan omelan Tong-lo itu, si nenek
pemimpin rambongan tadi tiada hentinya mcnjura sambil
berkata, "Tidak, tidak berani!"
"Apa, tidak berani?" semprot Tong-lo pula. "Hm, jika kalian
benar-benar masih ingat padaku, mengapa yang datang hanya
beberapa gelintir manusia ini saja?"
"Lapor Kaucu," kata si nenek, "Sejak Kaucu menghilang
pada malam itu, sungguh hamba sekalian kuatir setengah mati
..."
"Huh, apa.betul?" jengek Tong-lo. "Jika kuatir, mengapa
tidak cepat turun gunung dan mencari diriku?"
"Betul-betul demikian," sahut si nenek. "Sesudah hamba
dari sembilan Thian dansembilan
Poh berunding, lalu bcramai-ramai turun gunung secara
terpancar untuk; memapak pulangnya Kaucu Kin-thian-poh. di
bawah pimpinan hamba bertugas memapak Kaucu ke arah
timur. Selebihnya ada yang menuju ke barat, ke selatan dan
arah lain hanya Kin-thian-poh saja yang bertugas menjaga
istana. Hamba sendiri tidak becus sehingga terlambat
memapak kemari, sungguh bodoh, sunggul pantas dihukum"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sambil berkata ia pun menjura terus "Pakaian kalian sudah
koyak-koyak, selama empat bulan dalam perjalanan tentu
banyak menderita!" ujar Tong-lo.
Mendengar ucapan Tong-lo itu mengandung nada memberi
pujian, air muka si nenek menjadi girang, sahutnya, "Asal
dapat mengabdi bagi keselamatan kaucu, biarpun masuk
lautan api, atau terjun ke dalam air mendidih juga tidak soal,
apa lagi cuma sedikit tugas enteng yang memang menjadi
kewajiban hamba sekalian."
"Aku kepergok musuh tangguh tatkala kepandaianku belum
pulih sehingga sebelah kakiku kena ditabas buntung oleh
perempuan hina bangsat itu, bahkan jiwaku hampir saja
melayang, untung
Sutitku Hi-tiok-cu menolong aku, tentang pengalamanlu
sungguh terlalu panjang untuk diceritakan,"
Rombongan wanita berbaju hijau itu segera mamutar tubuh
dan menghaturkan terima kasih kapada Hi-tiok, "Atas budi
kebaikan Siansiug, biarpun hancur lebur badan kami juga
sukar membalasnya."
Hi-tiok menjadi kelabakan karena mendadak disembah oleh
wanita sebanyak itu. Cepat ia menjawab, '"Ah, jangan banyak
adat!"..
Dan, segera ia pun berlutut, buat membalas hormat.
Tapi Tong-lo lantas membentaknya, "Hi-tiok, lekas bangun!
Mereka adalah budakku, mana boleh merendahkan derajat
dirimu"
Namun, Hi-tiok masih mengucapkan kata-kata ramah, habis
itu barulah berbangkit
Tiba-tiba Tong-lo menanggalkan cincin besi terus
dilemparkan ke arah Hi-tiok. Cepat Hi-tiok menangkap benda
itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kamu adalah ketua Siau-yau-pai, pula sudahkuajarkan
Sing-si-hu, Ciat-bwe jiu, Liok-yang-ciang dankepandaiankepandaian
lain padamu maka mulai hari ini juga kamu adalah
majikan Leng-ciu-kiong di Biau-biau hong, adapun para budak
yang terbagi dalam sembilan regu itu untuk selanjutnya matihidup
mereka juga tergantung padamu," demikian kata Tonglo.
"Hai. supek, mana ... mana boleh jadi begini?" seru Hi-tiok
gugup.
"Mengapa tidak boleh jadi?" bentak Tong-lo dengan gusar.
"Para budak ini kurang giat bekerja sehingga aku terpaksa
meringkuk dalam karung goni dan menerima macam-macam
hinaan kasar. Oh-lotoa dan para keroco sebangsanya, paling
akhir kakiku sampai buntung dan ... dan jiwa akan melayang
pula ... . "
Para wanita itu menjadi ketakutan hingga gemetar, "Hamba
sekalian memang pantas mati harap Kaucu suka memberi
ampun," demikian mereka memohon.
"Para budak ini dari regu Thian, akhirnya mereka terhitung
dapat menemukan aku. Maka hukuman mereka boleh
diringankan sedikit, sedang para budak kedelapan bagian lain,
apakah akan dihukum potong kaki atau ditabas lengan boleh
terserah padamu," kata Tong-lo kepada Hi-tiok..
"Terima kasih atas kebijaksanaan Kaucu," cepat para
wanita baju hijau tadi menjura.
"Kenapa tidak menghaturkan terima kasih kepada Kaucu
baru!" bentakTong-lo.
Cepat para wanita itu mengucapkan. terima kasih pula
kepada Hi-tiok.
Tapi Hi-tiok goyang-goyang kedua tangannya sambil
berkata, "Sudahlah, sudahlah! Mana aku dapat menjadi Kaucu
kalian?'
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Jiwaku tinggal sekejap lagi, tapi dengan mata kepala
sendiri telah kusaksikan perempuan hina itu mati mendahului
aku, sedang ilmu silatku telah dapat kuwariskan lagi padamu,
mati pun aku akan merasa puas, masakah kamu masih tidak
mau terima?" kata Tong-lo.
"Tentang ini ...ini aku tidak dapat ... . " sahut Hi-tiok
bingung.
"Apa kamu sudah lupa pada 'dewi impian' itu? Nah, kau
mau terima menjadi majikan Leng-ciu-kiong atau tidak?" tibatiba
Tong-Jo tertawa.
Hati Hi-tiok tergetar mendengar disebutnya "dewi impian",
terpaksa ia tidak berani menolak lagi dengan muka merah ia
mengangguk.
"Bagus, bagus!" kata Tong-lo dengan tertawa menang.
"Coba bawa lukisan itu ke sini, biar aku merobeknya dengan
tanganku sendiri, setelah tiada sesuatu urusan yang menjadi
ganjalan hatiku, akan segara kutunjukkan padamu kemana
dapat kau cari dewi impianmu itu."
Hi-tiok pikir Li Jiu-sui sudah mati, lukisan itu tiada gunanya
lagi, jika Tong-lo hendak merobeknya untuk melampiaskan
marahnya juga tiada beralangan. Maka ia lantas
mengambilkan lukisan itu.
Sesudah terima lukisan itu, ketika Tong-lo memeriksanya di
bawah sinar matahari yang terang, sekonyong-konyong ia
bersuara heran sekali, wajahnya, menampilkan rasa kejut dan
girang tak terkira. Waktu ia periksa lebih teliti, mendadak ia
tertawa terbahak-bahak dan berteriak, "Haha! Bukan dia,
bukan dia! Hahahaha! Bukan dia! Hahahaha!
Di tengah galak tertawanya itu tiba-tiba air matanya
bercucuran pula, ketika lehernya tampak lemas, kepalanya
terus menunduk dan untuk seterusnya tidak bersuara dan
tidak bergerak lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan Hi-tiok terkejut, cepat ia hendak memayangnya,
tapi terasa badan nenek itu lemah lunglai dan seakan-akan
mengkerut semakin kecil. Nyata orangnya sudah meninggal
dunia.
Serentak para wanita baju hijau dari An than-poh tadi
merubung maju sambil menangis tergerung-gerung penuh
duka. Kiranya para wanita iiu semuanya pernah ditolong oleh
Tong-lo pada waktu mereka menghadapi jalan buntu, meski
watak Tong-lo sangat keras, tapi setiap orang tetap sangat
menghormat dan merasa utang budi padanya.
Hi-tiok juga teringat selama empat bulan ini berdampingan
dengan Tong-lo dan telah banyak memperoleh ilmu silat dari
nenek itu. Berbareng dapat diketahui pula bahwa watak nenek
itu meski aneh, namun terhadap Hi-tiok sendiri boleh dikata
sangat baik. Sekarang menyaksikan nenek itu wafat dengan
tertawa, mau-tak-mau Hi-tiok merasa sedih juga dan ikut
menangis.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar di belakangnya ada
suara orang tertawa mengejek, "Hehe, Suci, akhirnya kau
sendiri yang mati lebih dulu, Huh, kamu yang menang atau
aku yang menang;"
Mengenali suara itu adalah suara Li Jiu-sui, Hi-tiok sangat
terkejut, ia heran mengapa orang mati bisa hidup lagi? Maka
cepat ia melompat ba ngun dan membalik tubuh, ia lihat Li jiusui
sudah duduk tegak bersandar pohon dan sedang berkata
pula, "Hiantit, coba bawa lukisan itu kesini, ingin kulihat apa
sebabnya Suci menangis dan tertawa pula untuk kemudian
lantas mampus!"
Pelahan Hi-tiok melepaskan jari Tong-lo yang memegangi
lukisan itu, sekilas ia lihat lukisan itu. tetap wanita cantik
berpakaian keraton, wajahnya mirip sekali dengan Ong Giokyan,
cuma lukisan itu sudah ken air dan beberapa bagian
sudah agak luntur. Segera ia bawa lukisan itu dan diserahkan
kepada Li Jiu-sui.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah Li Jiu-sui menerima lukisan itu, dengan tersenyum
ia berkata, "Kaucu kalian telah bergebrak selama beberapa
puluh hari dengan aku, akhirnya ia tidak mampu melawan dan
mampus sendiri. Sekarang kalian yang cuma tergolong keroco
ini juga berani main-main denganku?”
Ketika Hi-tiak menoleh, kiranya yang dimaksudkan Li Jiu-sui
adalah para wanita berbaju hijau tadi. Si nenek yang menjadi
pemimpin rombongan itu tampak sangat gusar sambil
memegang pedang, tampaknya setiap saat dapat mengerubut
maju serentak untuk membalas sakit hati Thian-san Tong-Io,
cuma saja mereka belum mendapat aba-aba dari majikan
baru, maka tidak berani sembarangan bergerak.
Segera Hi-tiok berkata, "Susiok, kau .... kau.... "
"Supekmu sebenarnya sangat lihai, cuma terkadang dia
memang kurang cermat," demikian Li Jiu-sui menukasnya.
"Sebenarnya dengan datangnya bala bantuannya, pasti aku
tidak mampu melawan lagi, maka aku terpaksa pura-pura mati
dan hehe, akhirnya dia sendiri yang mati lebih dulu. Seluruh
ruas tulangnya telah remuk, hawa murninya sudah buyar,
kematiannya ini teraig bukan pura-pura lagi"
"Tapi dalam gudang es sana Supek juga pernah pura-pura
mati untuk mengakali Susiok, maka stand boleh dikata 1 – 1
seri, sama-sama tiada yang menang atau kalah," demikian
kata Hi-tiok.
"Ya, dalam hatimu kamu tetap condong kepada pihak
Supekmu walau pun kau bilang akan netral, " ucap Li Jin-sui
sambil menghela napas. Sembari bicara ia terus membentang
lukisan tadi dengan pelahan.
Tak terduga, sekilas pandang sajamendadak air mukanya
berubah hebat, tangannya juga gemetar, ia berseru dengan
suara sedih, "Ah, kiranya dia kiranya dia! Haha, kiranya dia,
Haha, hahaha, hahaha!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah ia berseru dengan tertawa pula, tapi makin lama
suara tawanya, makin lemah, penuh rasa pedih dan
penyesalan.
Tanpa terasa Hi-tiok ikut sedih juga bagi sang Susiok, ia
coba tanya, "Susiok, ada apakah?"
Tapi diam-diam Hi-tiok juga heran mengapa sesudah
melihat lukisan tadi Thian-san Tong-lo berseru "bukan dia",
dan sekarang Li jiu-sui berbalik mengatakan "kiranya dia".
Lantas siapakah "dia" yang dimaksudkan mereka itu?
Begitulah Li jiu-sui tampak termangu-mangu memandangi
gambar wanita cantik dalam lukisan itu. Akhirnya ia berkata
kepada Hi-tiok "Coba kau lihat, pipi wanita ini ada sebuah
dokik dan ditepi mata kanan ada sebuah andeng-andeng kecil,
betul tidak?"
Hi-tiok coba mengamat-amati lukisan itu, lalu mengangguk,
"Ya, benar!"
"Dia ... dia adalah adik perempuanku" kata Li Jiu-sui
dengan muram durja.
"Adik perempuanmu?" Hi-tiok menegas dengan heran,
"Ya, wajah adik perempuanku sangat mirip denganku,
cuma pipinya lesung, sedangkan aku tidak, ditepi mata
kanannya ada sebuah andeng-andeng kecil dan aku pun tidak
ada,"
"O," Hi-tiok bersuara singkat.
Lalu Li Jiu-sui berkata pula. "Suci suka sombong dia pamer
padaku, katanya Suko telah melukis gambarnya dan siang
malam, selalu dipandang, sejak mula-aku memang tidak
percaya, tapi .... tapi tak terduga bahwa .... bahwa yang
dilukiskanya adalah adik perempuanku!. Sebenarnya
cara...cara bagaimana kau dapatkan lukisan ini?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera hi-tiok menceritakan pengalamannya waktu Bu-gaicu
menyerahkan lukisan itu padanya dan suruh dia datang ke
Thian-san untuk mencari orang yangdigambarnya itu buat
belajar ilmu silat. Kemudian Tong-Io marah-marah ketika
melihat lukisan itu, Hi-tiok tuturkan semua itu.
"Ya, ketika mula-mula melihat lukisan ini tentu Suci
menyangka yang dilukis Suko adalah diriku” ujar Li Jiu-sui
dengan gegetun. "Maklum pertama karena wajahku memang
mirip dengan adik perempuanku. Kedua. Suko memang selalu
sangat baik apalagi .... apalagi waktu Suci mulai berebut Suko
denganku, tatkala itu adikku baru berumur belasan dan sama
sekali tidak mahir ilmu silat, dengan sendirinya Suci tidak
mungkin mencurigai dia sehingga tidak memperhatikan
tentang dekik pipi dan andeng-andeng kecil dalam lukisan. Ai,
adikku manis, sungguh baik sekali kau, baik sekali kau!"
Begitulah beberapa kali Li Jiu-sui mengatakan !”baik sekali
kau," akhirnya air mata pun bercucuran."
Diam-diam Hi-tiok membatin, "Rupanyameski Supek dan
Susiok sangat mencintai Suhu, tapi dalam hati sanubari Suhu
justru terisi oleh orang lain. Cuma entah adik perempuan
Susiok itu apakah sekarang masih hidup di dunia ini? Susiok
mengatakan adiknya tak bisa ilmu silat tapi mengapa Suhu
suruh aku membawa lukisan ini untuk mencarinya dan belajar
ilmu silat padanya?"
Dalam pada itu tiba-tiba terdengar teriakan Li Jiu-sui yang
tajam, "Oo Suci, kita berdua sebenarnya adalah senasib dan
sama-sama harus di kasihani karena kita telah tertipu oleh
manusia yang tidak punya perasaan itu.Hahaha,hahahahaha'
Habis terbahak-bahak, sekali tubuhnya tergeliat, terus saja
roboh dan tak berkutik lagi.
Cepat Hi-tiok memeriksanya, ternyata mulut dan hidung
nenek itu mengeluarkan darah dan orangnya sudah tak
bernapas, tampaknya sekali ini si nenek tidak pura-pura mati
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lagi. Hi-tiok menjadi bingung menyaksikan kedua sosok
jenazah Itu,
Maka. terdengar si nenek pemimpin rombongan An-thianpoh
tadi berkata, "Cujiu (majikan), apakah kita akan
membawa pulang jenazah Kaucu dan dimakamkan dengan
segala kehormatan, harap Cujiu memberi petunjuk!"
"Menurut pendapatku” kata Hi-tiok sambil menunjuk
jenazah Li Jiu-sui, "Dia ... dia adalah Sumoai Kaucu kalian,
msski pada masa hidupnya mereka bermusuhan, tapi waktu
ajalnya permusuhan mereka sudah diselesaikan, maka kukira
lebih baik di ...diangkut sekalian ke Leng-ciu-kong, entah
bagaimana pendapatmu?"
"Hamba sekalian tunduk kepada perintah Cujiu," sahut
nenek itu dengan hormat.
Hi-tiok merasa lega. Sebenarnya ia kuatir kawanan wanita
baju hijau itu masih dendam pada Li jiu-sui dan tidak mau
mengubur jenazahnya, bahkan bukan mustahil akan
menghancurkan mayatnya untuk melampiaskan sakit hati, tak
tersangka mereka lantas akur begitu saja.
Hi-tiok tidak tahu bahwa sekarang dia sendiri adalah
majikan baru kawanku wanita itu, dengan sendirinya mereka
hanya menurut belaka seperti halnya mereka tunduk kepada
Thian-san Tong-lo.
Begitulah si nenek lantas memerintahkan beberapa anak
buahnya untuk membungkus kedua jenazah dengan selimut,
lalu dimuat ke atas unta. Kemudian Hi-tiok disilahkan naik
unta juga.
Hi-tiok pikir urusan sudah telanjur sedemikian jauhnya,
terpaksa harus menyaksikan penguburan Tong-lo dan Li Jiusui,
habis itu barulah akan pulang ke Siau-lim-si untuk
menerima hukuman atau terpaksa mesti kembali menjadi
orang preman lagi, semuanya bergantung keputusan
Hongtiang dan Suhu nanti.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka ia lantas tanya siapa nama nenek itu.
"Suami' hamba berasal she Sia., Kaucu biasa memanggil
hamba sebagai "Siau-Sia' (si Sia-kecil)' maka Cujin boleh
panggil apa saja sesukanya," sahut si nenek.
Thian-san Tong-lo sudah hampir se abad usianya sudah
tentu ia dapat memanggil si Sia kecil kepada nenek itu, tapi
Hi-tiok merasa tidak pantas memanggil demikian, maka
katanya, "Sia-popo (nenek Sia), gelarku adalah Hi-tiok-cu,
maka kita boleh saling panggil dalam tingkatan yang sama
saja, tidak perlu kau panggil 'Cujin' segala, sungguh aku
merasa risih”
Tapi mendadak si nenek she Sia itu menjura sambil
menangis, "Ampun Cujin! Apakah Cujin akan menghajar atau
membunuh hamba, akan hamba terima dengan rela, asal
Cujin jangan mengusir hamba keluar dari Leng-cui-kiong!”
"He, mengapa kau bilang demikian? Lekas bangun, lekas'"
sahut Hi-tiik heran.
Dalam pada itu para wanita lain juga berlutut semua dan
memohon, "Ampun, Cujiu'"
Kiranya, pada waktu Tong-lo marah, biasanya ia suka
bicara secara terbalik., kalau dia ramah-tamah kepada orang,
maka orang itu pasti akan celaka dan menerima siksaan yang
tak terhingga kejamnya
Sebab itulah maka Oh-loloa dan lain-lain akan pesta pora
jika Tong-lo mengutus orang untuk mendamprat dan
menghajar mereka, sebab mereka tahu untuk selanjutnya
akan selamatlah. Sebaliknya jika mereka dipuji dan delus-elus
nenek itu, maka itu berarti mereka bakal celaka tiga belas.
Sekarang Hi-tiok sangat sopan dan bicara halus kepada Siapopo,
maka para wanita itu mengira dia juga sama seperti
Tong-lo dan akan menghukum mereka dengan kejam, dengan
takut mereka serentak menjura dan minta ampun.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah Hi-tiok tanya jelas persoalannya, lalu ia
menghiburnya berulang-ulang. Namun demikian para wanita
itu masih tetap kebat-kabit dan takut Setelah Hi-tiok naik. ke
atas unta, betapapun para wanita itu tidak berani memegang
unta juga, mereka hanya menuntun binatang tunggangan
masing-masing dan mengikut dari belakang dengan berjalan
kaki.
Terpaksa Hi-tiok berkata, "Kalian harus lekas pulang ke
Leng-ciu-hong. jika terlambat sampai di sana, bisa jadi
jenazah Kaucu akan rusak!"
Maka para wanita itu tidak berani membantah lagi dan
segera naik unta masing-masing, tapi mereka cuma ikut dari
jauh dan tidak berani dekat-dekat, Karena iit Hi-tiok menjadi
tidak sempat bertanya tentang keadaan di Leng-ciu-hong
mereka
Begitulah rombongan mereka terus menuju ke arah barat.
Dua hari kemudian, di tengah jalan mereka bertemu pengintai
dari Yang thian-poh, yaitu salah satu barisan Kiu-thian atau
sembilan Thian. Segera Sia-popo mengeluarkan tanda
pengenal dan pengintai itu terus putar kembali ke sana untuk
melapor pemimpinnya.
Tidak lama kemudian rombongan Yang-thian poh yang
terdiri dari wanita berbaju ungu telah memapak tiba. Lebih
dulu mereka memberi hormat kepada layon Thian-san Tonglo,
kemudian menyembah majikan baru.
Pemimpin Yang-thian-poh itu she Ciok, usianya baru 30-an
tahun, maka Hi-tiok memanggilnya "Ciok-sah" (engso Ciok),
Kuatir para wanita itu akan sangsi lagi seperti Sia-popo dan
kawan-kawannya, maka Hi-tiok tidak berani bicara terlalu
ramah ia hanya menghibur sekadarnya tentang perjalanan
mereka yang lelah, Maka rombongan Yang-thian-poh menjadi
girang dan menghaturkan terima kasih atas perhatian majikan
baru itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mereka terus berjalan ke barat, sementara itu penghubung
yang dikirim An-thian-poh dan Yu-thian poh sudah dapat
mendatangkan Jik-thian-poh, Hian-thian-poh, Yu-thian-poh
dan Seng-thian poh. Hanya Ciu-lhian-poh yang berada amat
jauh di ujung barat untuk mencari Tong-lo, maka belum dapat
dihubungi.
Penghuni Leng ciu-kiong memang tiada terdapat seorang
lelaki pun, sekarang Hi-tiok berada di tengah beberapa ratus
orang perempuan kerena ia sangat kikuk. Untung para wanita
itu sangat menghormat padanya, kecuali Hi-tiok tanya mereka
maka tiada seorang pun berani tanya atau mengajak bicara
padanya, hal ini justru menghindarkan Hi-tiok dari banyak
kesulitan.
Hari ini mereka masih dalam perjalanan, seonyong-konyong
seorang wanita, berbaju hitam tampak melarikan untanya
secepat terbang datang kembali. Itulah pengintai Hian-thianpoh
yang disuruh merintis jalan di depan.
Perempuan itu tampak menggoyang-goyangkan panji hitam
yang mengisyaratkan di depan sana terjadi sesuatu.
Sesudah mendekati pimpinannya, dengan cepat pengintai
Hian-thian-poh itu melaporkan apa yang terjadi.
Pimpinan Hian-thian-poh adalah seorang nona berusia 20-
an tahun, namanya Hu Gin-gi. Selesai menerima laporan,
segera ia melompat turun diri untanya dan berlari ke depan
Hi-tiok, katanya, "Lapor Cujiu, pangintai bagian hamba dapat
mengetahui bahwa para budak pengikut kita dari ke-36 gua
dan ke-27 pulau, selagi Kaucu dalam kesukaran dan telah
memberontak. Sekarang mereka sedang menyerang Biaubiau-
hong kita. Kawan-kawan dari Kin-thian-poh telah
menjaga ketat jalan yang menuju ke atas gunung sehingga
keganasan kawanan bangsat itu dapat dibendung, cuma
saudara yang dikirim Kin-thian-poh untuk minta bala bantuan
telah terbunuh di tengah jalan!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tentang, para Tongcu dan Tocu itu hendak berontak
memang sudah diketahui oleh Hi-tiok, tadinya ia menduga
sesudah tidak berhasil menangkap Tong-lo, Put-peng Tojin
sudah binasa pula, sedang Oh-lotoa terluka parah dan
nasibnya belum terang, bisa jadi lantaran itu pemberontakan
para Tongcu dan Tocu itu akan gagal tanpa pimpinan. Siapa
duga sesudah lewat empat bulan kawanan petualang itu
masih tetap berkumpul menjadi satu dan mulai menyerang
Biau-biau-hong.
Sejak kecil Hi-tiok tinggal di Siau-lim-si dan tidak pernah
keluar, maka segala macam kehidupan manusia sama sekali
tak dipahaminya, kini menghadapi parsoalan ini., ia menjadi
bingung, katanya sesudah pikir sejenak, "Tentang Ini..ini ..."
Dalam pada itu terdengar suara derapan kaki, kuda yang
ramai, kembali dua datang penunggang kuda. Yang di depan
adalah pengintai Hian-thian-poh dia di atas kuda kedua yang
mengikut di belakangnya termuat melintang sesosok tubuh
yang tertampak jelas adalah seorang wanita berbaju kuning
penuh berlepotan darah, lengan kirinya terkutung ditabas
orang.
Melihat itu dengan penuh rasa dendam dan marah Bin-gi
berkata, "Cujin, saudara itu adalah Thian-cici, wakil pemimpin
Kin-thian-poh, tampaknya jiwanya tak tertolong lagi."
Rupanya wanita she Thia yang dikatakan itu hanya pingsan
Saja maka cepat wanita lain memberi.pertolongan, tertampak
napas, penderita itu sudah sangat lemah dan susah ditolong.
Melihat keadaan luka wanita itu, Hi-tiok teringat kepada
ilmu menyembuhkan luka yang dipelajarinya dari Cong-pian
Siansing So Singho tempo hari. Cepat ia larikan untanya
mendekat, dengan jari tengah berulang ia menyelentik dari
jauh, sekaligus ia menutup hiat-to yang dekat dengan lengan
putus itu untuk menghentikan darah yang masih terus
mengalir itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dan untuk seletikan terakhir ia sengaja salurkan Pak-beng
cin-gi ke "Tiong-hu-hiat" di pangkal lengan wanita she Thia
itu, jurus yang digunakan adalah "Sing-wan-cau-teh" (bintang
terlepas meluncur ke depan) ajaran Thian-san Tong-lo
Maka terdengarlah wanita itu berteriak sekali dan siuman,
bahkan terus berteriak-teriak, "Saudara-saudara sekalian,
lekas, lekas membantu ke Biau-biau-hong, kami, .. kami tidak
tahan lagi!"
Cara Hi-tiok menyelentik dari jauh itu bukan sengaja
hendak pamer kepandaiannya yang sakti itu, soalnya
penderita itu adalah seorang wanita muda, meski Hi-tiok
sekarang bukan hwesio lagi tapi ia tetap taat kepada
kebiasaan agama Budha, yang mengharuskan menghindari
kaum wanita, ia merasa tidak enak untuk menyentuh
badannya, makanya menyelentik dari jauh.
Tak terduga beberapa kali. selentikan itu ternyata sangat
jitu dan sangat mempan. Maklum, tenaga dalam. Hi-tiok
sekarang sudah mencakup lwekang tiga tokoh Siau-yau-pai,
yaitu Bu-gai-cu, Thian-san Tong-lo dan Li Jiu-sui. Dengan
sendirinya kekuatanya sukar diukur dan gerak serangannya
maha dahsyat, biarpun sekarang Tong-lo bertiga hidup
kembali juga Iwekang dan ilmu silat mereka kalah hebat
daripada Hi-tiok.
Para wanita itu cuma tunduk kepada perintah Tong-lo,
maka mau mengangkat Hi-tiok sebagai majikan baru, tapi
demi melihat usianya masih muda, tindak-tanduknya juga
agak lamban dan ketolol-tololan dalam hati sebenarnya tidak
begitu segan padanya, apalagi para wanita dari Leng-ciu-kiong
itu boleh dikata setiap orang sudah pernah tertipu oleh kaum
lelaki, kalau bukan dimadu atau dibuang oleh suami, tentu
karena keluarganya dibunuh musuh.
Di bawah pengaruh watak Tong-lo yang aneh dan
menyendiri ini, mereka memandang kaum Ielaki bagai
binatang berbisa saja. Sekarang ketika melihat Hi-tiok sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
turun tangan lantas mengeluarkan ilmu kepandaian Long-ciukiong
yang tulen dengan daya maha sakti, dalam kejutnya
serentak semua orang serentak terus menyembah.
Sebaliknya Hi-tiok menjadi kaget, serunya, "Lho, apa-apaan
ini. Lekas bangun, lekas bangun semua!"
Dalam pada itu sudah ada kawan yang memberitahukan
wanita she Thia tadi tentang wafatnya sang Kaucuj dan bahwa
pemuda itu adalah penolong Kaucu dan penolongnya pula
serta adalah majikan baru mereka.
Wanita she Thia itu bernama Jing-siang, segera ia merosot
turun dari kudanya dan menyembah kepada Hi-tiok katanya,
"Terima kasih atas pertolongan Cujin, harap Cujin lekas...
lekas menolongg pula para saudara di atas gunung, mereka
bersama-sama telah bertahan selama empat bulan, tapi
jumlah musuh terlalu banyak, sungguh keadaan mereka
terancam sekali."
Rupanya saking terguncang perasaannya memikirkan nasib
saudara-saudararya yang masih tekepung musuh, maka
suaranya menjadi terputus-putus dan kepalanya tidak kuat
mendongak lagi.
Lekas Hi-tiok berkata, "Ada apa silakan bicara saja, tidak
perlu banyak adat, He, Ciok-sah lekas bangunkan dia. Siapopo,
menurut pendapat mu, cara.. cara bagaimana kita harus
bertindak.”
Sesudah berada bersama majikan baru ini selama beberapa
hari, meski baru hari ini menyaksikan dia mengeluarkan
kepandaiannya yang sejati tapi Sia-popo sudah mengetahui
bahwa majikan baru itu sangat jujur dan tulus, masih hijau
dalam seluk-beluk orang hidup, maka ia menjawab, "Harap
Cujin maklum bahwa perjalanan dari sini ke Biau-biau-hong
masih diperlukan waktu dua hari lagi, maka paling baik silakan
Cujin memerintah kan hamba memimpin barisanku sendiri
untuk segera pergi membantu lebih dulu. Sedang Cujin boleh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul kemudian. Dan bila Cujin sampai di sana, pasti
kawanan perusuh itu tidak perlu dikuatirkan lagi.
Hi-tiok mengangguk setuju, tapi lamat-lamat ia merasa ada
sesuatu yang tidak sempurua, cuma ia tidak tahu apa.
Dalam pada itu Sia popo lantas menoleh kepada Hu Bin-gi,
katanya, "Adik Hu sekali berggerak saja kesaktian Cujin sudah
cukup menggetarkan para perusuh, tapi pakaian kebesaran
beliau tampaknya tidak cukup. Kamu adalah jarum sakti kita,
hendaklah lekas kau buatkan seperangkat pakaian bagi
beliau."
"Benar, memang adik sendiri juga sedang memikirkan hal
ini," sahut Bin-gi.
Hi-tiok merasa heran, ia tidak mengerti pada saat yang
genting itu mengapa mereka bicara tentang pakaian segala.
Dasar wanita, demikian pikirnya.
Sementara itu semua orang sedang menatap Hi-tiok,
mereka lagi menunggu perintah sangg majikan.
Ketika Hi-tiok menunduk, baru sekarang ia memperhatikan
jubah padri sendiri sudah koyak-koyak dan kotor, selama
empat bulan tidak salin pakaian dan tidak mandi, sungguh ia
sendiri pun merasa berbau bacin. Sekarang ia berada di
tengah-tengah kamu wanita sebanyak itu dengan pakaian
yang indah dan mewah, mau tak mau ia merasa malu sendiri,
apalagi sekarang dia sudah bukan hwesio lagi, tapi masih
tetap memakai jubah padri, sungguh tidak keruan macamnya.
Padahal para waiita itu sudah menjunjung dia sebagai
majikan, sudah tentu tidak berani mentertawakan pakaiannya
yang buruk dan berbau busuk itu. Adapun semua orang
menatap padanya juga bukan memandang pakaiannya
melainkan menunggu perintahnya. Tapi Hi-tiok sendiri yang
merasa malu sehingga sikapnya menjadi kikuk. Dan karena
sudah sekian lama Hi-tiok berdiam saja, maka Sia-popo lantas
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bertanya pula "Cujin, bukankah hamba boleh segera
berangkat?”
"Menolong orang adalah maha penting, biarlah kita pergi
bersama saja," kata Hi-tiok. "Cuma pakaianku sesungguhnya
terlalu dekil, biarlah sebentar aku ...aku mandi dulu."
Habis berkata ia terus keprak untanya dan mendahului
larike depan.
Memangnya para wanita itu sudah tidak sabar Iagi, segera
mereka pun melarikan unta mereka dengan cepat,
Unta adalah binatang yang paling kuat daya tahannya, bila
lari juga tidak kalah cepatnya daripada kuda. Sesudah mereka
menempuh beberapa puluh li jauhnya, lalu mereka mencari
tempat untuk mengaso dan menyalakan api untuk menanak
nasi.
"Cujin, puncak gunung itulah letak Biau-biau-hong kita,"
kata Sia-popo sambil menunjuk sebuah puncak yang
menembus awan di sebelah barat-laut sana. "Puncak itu
senantiasa dikelilingi mega, dipandang dari jauh menjadi
samar-samar, seperti ada dan seperti tidak ada, katanya
disebut biau-biau-hong (puncak samar-samar)."
"O, jika demikian, mungkin masih ada ratusan li jauhnya,"
ujar Hi-tiok. "Rasanya makin cepat sampai di sana akan lebih
baik, marilah kita melanjutkan perjalanan malam ini juga."
Serentak para wanita mengiakan dan menyatakan terima
kasih atas perhatian sang Cujin atas keselamatan kawankawan
Kin-thiau poh yang terkurung musuh itu. Maka selesai
makan, segera mereka melanjutkan perjalanan.
Karena perjalanan cepat tanpa berhenti itu, di tengah jalan
banyak unta yang tidak tahan dan roboh binasa. Setiba di kaki
gunung sementara itu fajar sudah menyingsing.
Tiba-tiba tertampak Hu Bin-gi menghaturkan segulung
benda beraneka warna dan berkata kepada Hi-tiok dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hormat, "Hasil Kerjaan hamba terlalu kasar, harap Cujin suka
menerimanya dengan senang hati"
"Apakah itu?'" tanya Hi-tiok dengan heran. Waktu dia
terima benda itu dan diperiksa, eh, kiranya sepotong baju
panjang atau jubah yang terbuat dari beraneka ragam warna
kain sutra kecil-kecil yang dijahit secara rajin.
Jadi jubah itu terdiri dari aneka warna kain sutra, di
samping warna-warni yang indah itu kelihatan mentereng
pula. Rupanya kain sutra itu sengaja dipotong-potong oleh Hu
Bin-gi dari baju setiap wanita itu sehingga dapat dijadikan
sebuah jubah bagi Hi-tiok.
Hi-tiok terkesiap dan bergirang pula, pujinya. "Wah, gelar
jarum sakti nona Hu memang bukan omong kosong dalam
perjalanan cepat begini engkau masih dapat membuat pakaian
sebagus ini."
Latas ia menanggalkan pakaian padri yang sudah rombeng
itu dan memakai jubah baru itu, ternyata panjangnya dan
benarnya sangat pas, bahkan ujung lengan dan bagian kerah
diberi berlapis kulit harimau tutul, rupanya kulit itu pun
bolehnya memotong dari pakaian orang perempuan yang
memakai baju kulit.
Sesudah memakai jubah baru itu, sekarang Hi-tiok benarbenar
seperti lelaki ganti bulu meski mukanya jelek, tapi
dengan memakai jubah yang indah dan mentereng itu,
seketika sikapnya menjadi agung sehingga para wanita sama
bersorak memuji.
Saat itu rombongan mereka sudah sampai di jalan yang
menuju ke atas puncak gunung. Di tengah jalan Thian Jingsiang
sudah memberitahu kepada kawan-kawannya bahwa
waktu dia turun gunung, saat itu musuh sudah Menyerbu
sampai di Toan-hun-khe (karang putus nyawa), jadi di antara
pos penjagaan Biau-biau-hong yang penting telah kehilangan
13 tempat, anggota Kin-thiau-poh juga lebih separoh yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terluka atau binasa, keadaan pertahanan di atas gunung
sangatlah gawat.
Hi-tiok melihat di kaki gunung sunyi senyap, tiada
bayangan seorang pun, sama sekali tiada tanda-tanda bahwa
di balik kesunyian itu tersembunyi pembunuhan besarbesaran,
ia lihat para wanita itu sangat gopoh, sangat
menguatirkan keselamatan saudara mereka dari Kin-thianpoh.
Tiba-tiba Ciok-soh mencabut goloknya dan berseru dengan
bersemangat, "Di antara barisan sembilan Thian dari Biaubiau-
hong sudah ada delapan barisan yang turun gunung,
hanya tinggal Kin-thian-poh saja yang menjaga istana,
sekurang kawanan bangsat itu menggunakan kesempatan itu
untuk meyerang, sungguh mereka terlalu pengecut, Cujin,
harap memberi perintah sekarang juga agar beramai-ramai
kita dapat menyerbu ke atas untuk melabrak musuh."
"Harap adik sabar dulu," kata Sia-popo, "hendaklah maklum
bahwa kekuatan musuh sangat besar, berkat ke-I8 pos
penjagaan yang baik dari gunung kita ini, maka kawan-kawan
Kin-thian-poh dapat bertahan sampai sekarang. Kini kita
berada di bawah dan musuh berada di atas kedudukan ini
terang tidak menguntungkan kita ....
"Habis bagaimana pendapatmu?" sela Ciok-soh. "Jauh-jauh
kita sudah memburu kemari, apa kita lantas berpeluk tangan.'"
'Sudah tentu tidak," sahut Sil-popo dengun tersenyum.
"Cuma kita harus naik ke atas secara diam-diam, jangan
sampai diketahui musuh."
"Ya, usul Sia-popo ini memang tepat," kata Hi-tiok.
Sekali Hi-tiok sudah berkata demikian, dengan sendirinya
tiada seorang punberani membangkang lagi. Segera mereka
terpencar dalam regu masing-masing dan diam-diam merayap
ke atas gunung.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tatkala mendaki gunung, kekuatan ginkang masing-masing
segera kelihatan. Hi-tiok melihat Sia-popo, Ciok-soh, Hu bin-gi
dan beberapa pemimpin regu dapat berlari dengan sangai
cepat dan tangkas, diam-diam Hi-tiok merasa kagum, "Di
bawah panglima jempolan tiada prajurit lemah, nyata
bawahan Supek ini memang sangat hebat,"
Mereka terus mendaki ke atas, setiap tempat yang dilalui
banyak terdapat bekas-bekas bacokan senjata dan darah
berceceran, maka dapat dibayangkan betapa dahsyat
pertempuran yang telah terjadi.
Sesudah lewat Toan-hun-khe, lalu Sit-ciok-giam (karang
kaki terpeleset), kemudian Pek-tiang-kan (celah-celah seratus
meter) dan sampailah di Siap-thian-kio (jembatan
penyambung langit), maka tertampak jembatan rantai besi
yang menghubungkan kedua sisi tebing jurang ternyata sudah
terkutung. menjadi dua dibacok oleh senjata tajam. Jarak
kedua tebing itu kira-kira kurang dari sepuluh meter dan sukar
diseberangi,
Keruan para wanita saling pandang dengan kuatir, pikir
mereka, "Apakah para saudara Kin-thian-poh itu sudah gugur
semua?"
Sebabnya mereka berpikir demikian adalah karena Ciapthian-
kio itu adalah suatu tempat yang menentukan, meski
namanya "jembatan'* tapi sebenarnya cuma sebuah rantai
besi yang menghubungkan kedua sisi tebing yang curam, di
bawahnya adalah jurang yang tak terkira dalamnya.
Orang-orang Leng-ciu-kiong sama berkepandaian tinggi
dan dapat melintasi jembatan rantai itu dengan mudah. Ketika
Thia Jing-siang turun gunung mencari bantuan, tatkala itu
musuh baru menyerang sampai di Toan-hun-khe dan masih
jauh dari Ciap-thian-kio, namun orang-orang Kin-thian-poh
sudah siap sedia dan menjaga jembatan rantai itu, bila musuh
menyerang sampai di situ, jembatan rantai akan segera
dibuka sehingg hubungan terputus, jurang selebar itu dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sendirinya sukar untuk dicapai dengan ginkang yang paling
tinggi sekalipun.
Sekarang tertampak, rantai itu. putus ditabas oleh senjata
tajam, terang itu adalah perbuatan musuh. Rupanya, musuh
mendadak menyerbu ke sini sehingga kawan-kawan- Kinthian-
poh tidak. sempat membuka gembok rantai dan
mengundurkan diri dalam keadaan kacau.
Melihat itu, segera Ciok-soh putar golok sambil berteriak,
"Sia-popo, lekas mencari suatu akal untuk menyeberang ke
sana!"
"Ya, untuk menyeberang ks sana memang tidak,
gampang,” ujar Sia-popo.
Pada saat itulah tiba-tiba dari balik gunung sana terdengar
suara jeritan ngeri dua kali, terang itu suara kaum wanita.
Seketika darah Ciok-soh dan kawan-kawannya serasa
mendidih, mereka tahu kawan-kawan Kin-thian-poh telah
jatuh menjadi korban musuh, sungguh mereka ingin tumbuh
sayap agar bisa terbang ke seberang tebing untuk melabrak
musuh. Tapi biarpun mereka gusar dan kelabakan tetap
mereka tidak berdaya menyeberang jurang yang lebar itu.
Tiba-tiba Hi-tiok ingat ketika Thian-san Tong-lo bertanding
dengan Li Jiu-sui, nenek yang tersebut belakangan itu pernah
mengajarkan sejurus "Sin-liu-jun-yain" (pohon Liu baru dan
burung seriti musim semi) padanya. Ketika ia mainkan jurus
itu, daya serangnya memang sangat dahsyat sehingga Tong-lo
juga merasa sukar untuk menangkisnya.
Sekarang ia coba mengapalkan kembali jurus serangan itu.
lalu memandang keadaan jarak antara kedua tebing, ia
menaksir dapat mencapainya maka segera katanya, "Ciok-soh,
tolong pinjam senjatamu sebentar."
Cepat Ciok-soh mengiakan dan menyodorkan goloknya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah terima golok itu. Segera Hi-tiok mengerahkan Pakbeng-
cin-gi pada batang golok dan sekali tabas dengan
pelahan.. "sret"', tahu-tahu ssbagian rantai putus yang
tergantung di dinding tebing itu dapat dikutungi.
Liu-yap-to atau golok daun Liu, yaitu Karang bentuknya
yang sempit lancip, sebenarnya sangat tipis, walaupun tajam
juga, tapi juga bukan mustika. segala. Namun sekali, tersalur
tenaga murni Hi-tiok, seketika dapat dipakai menabas ini
seperti memotong kayu saja.
Bagian rantai yang putus dan tergantung didinding tebing
ini ada tiga-empat meter panjangnya. Sesudah memegang
rantai itu, lalu Hi-tiok mengembalikan golok kepadaCiok-soh.
Dengan membawa rantai besi itu ia lompat ke seberang
jurang sana.
Perbuatan Hi-tiok itu sama sekali di luar dugaan para
wanita, keruan semuanya menjerit kaget. Bahkan Sia-popo,
Hu Bin-gi dan lain-lain sama memanggilnya supaya jangan
berbuat nekat.
Namun di tengah seruan orang banyak itu tubuh Hi-tiok
sudah terapung di tengah selat yang dipisahkan dua tebing
dengan ginkang yang dipelajari dari Tong-lo, seperti burung
saja Hi-tiok melayang ke depan.
Mendadak tenaga murninya tak tahan lama dan badannya
terus menurun ke bawah. cepat Hi-tiok mengayun rantainya
dan sekali belit, tahu-tahu rantai bagian lain yang
menggelantung di tebing seberang itu kena dililit dan ditarik
dengan tenaga tarikan itu dapatlah badan. Hi-tiok menarik ke
atas lagi untuk kemudian tancapkan kakinya di seberang. Lalu
Ia menoleh'dan berkata, "Kalian boleh istirahat dulu di sini,
biar kupergi menyelidiki dulu."
Melihat kepandaian Hi-tiok yang maha hebat itu Sia-popo
dan lain-lain sama merasa kagum. Berulang mereka
mengiakan dan minta majikan baru itu hati-hati.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Segera Hi-tiok lari ke arah datangnya suara jeritan tadi.
Sesudah lewat di suatu jalan pegunungan yang sempit
tertampaklah di tanah menggeletak dua sosok mayat wanita
yang kepalang sudah terpisah dengan badannya, darah masih
terus merembes keluar dari leher yang putus itu. Hi-tiok
merangkap tangan dan berdoa bagi arwah kedua korban itu.
Habis itu cepat ia mendekati ke atas dengan berlari.
Makin lama makin tinggi jalanan itu sehingga awan yang
mengeliling di sekitarnya juga tambah tebal. Tidak lama
kemudian sampailah dia di puncak tertinggi dari Biau-biauhong
itu, Di tengah kabut dan mega yang tebal itu adalah
pohon Siong belaka, keadaan pun sunyi senyap. Diam-diam
Hi-tiok menjadi ragu, apa barangkali orang-orang Kin-thianpoh
telah terbunuh semua?
Sesudah memasuki hutan pohon Siong, segera tertampak
di situ terdapat sebuah jalan buatan dari batu hijau yang
panjang dan rajin. Di puncak gunung terdapat jalan batu
sebaik ini, sungguh boleh dikatakan suatu "proyek" raksasa
dan tampaknya bukan hasil karya para wanita bawahan Tonglo
itu.
Jalan batu itu panjangnya kira-kira dua li, pada
penghabisan jalan itu tertampak sebuah tembok benteng yang
juga terbuat dari batu. Di kanan-kiri gerbang benteng itu
masing-masing terdapat seekor burung Ciu (rajawali) ukiran
batu yang tingginya lebih dari dua meter sehingga sangat
menakutkan. Pintu gerbang itu tampak setengah terbuka tapi
tiada terdapat seorangpun,
Dengan perlakan, Hi-tiok masuk ke dalam benteng karang
itu, sesudah menyusur dua pekarangan tiba-tiba terdengar
suara seorang berkata dengan bengis, "Di mana nenek
bangsat itu menyembunyikan pusakanya, lekas
kalianmengaku.'"
Segera suara seorang wanita balas mendamprat, "Anjing
buduk, tidak perlu kau tanya! Pendek kata kami pun tidak
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ingin hidup Iagi, hendaklah kalian jangan mimpi muluk-muluk
ingin mendapatkan pusaka."
Menyusu! lantas terdengar pula suara seorang lelaki
berkata, "In-heng, hendaknya bicara secara baik-baik saja,
kenapa mesti main kekerasan? Caramu menghadapi seorang
wanita ini kan tidak pantas?"
Hi-tiok kenal suara orang terakhir itu adalah suara Toankongcu
dari Tayli. Tempo hari ketika Oh-lotoa dan
begundalnya hendak membunuh Tong-lo juga Toan-kongcu
itu telah merintanginya. Diam-diam Hi-tiok merata kagum
kepada Toan Ki yang meski tidak mahir ilmu kilat, tapi
mempunyai keberanian dan Jiwa ksatria yang harus di puji.
Lalu terdengar orang she In tadi berkata, "Hm, apa
susahnya jika kalian ingin mampus? Tapi tiada urusan
semudah ini di dunia ini. Pek-in-tong kami ada 17 macam
hukuman siksa badan, sebentar aku harus mencobanya setiap
macam pada badan kalian. Kabarnya Hek-ciok-tong (gua batu
hitam) dan Hok-so-to (pulau penakluk ikan-hiu) juga banyak
cara hukum siksa yang aneh, sebentar boleh juga dikeluarkan
supaya para saudara tambah pengalaman."'
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 68
Serentak terdengar sorakan orang banyak yang
menyatakan setuju. Bahkan ada yang bilang "Bagus, beramairamai
kita boleh berlomba, coba hukum siksa dari gua atau
pulau mana yang paling baik dan membawa hasil."
Dari suara orang banyak itu dapat di taksir orang-orang
yaiig berada di dalam pendopo sana tentu ada beberapa ratus
orag banyaknya, ditambah lagi kumandang suara yang
membalik, keruan suasana menjadi gaduh memekak telinga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok bermaksud mencari sesuatu lubang atau celah-celah
pintu untuk mengintip, tapi ruang itu adalah bangunan dari
batu-batu besar sehingga tiada celah-celah sedikit pun, tibatiba
ia mendapat akal tangannya menggosok-gosok di tanah
beberapa kali, lalu mukaa sendiri diusap sehingga menjadi
kotor, Kemudian ia melangkah masuk ke dalam ruang besar
itu.
Ternyata di ataa meja dan kursi di tengah ruangan itu
sudah penuh diduduki orang, bahkan sebagian besar tidak
kebagian tempat duduk sehingga terpaksa duduk di lantai, ada
yang berjalan mondar-mandir sambil bersenda-gurau secara
bebas seperti tiada pimpinan.
Di lantai tengah ruangan itu pun duduk 20-an wanita
berbaju kuning, rupanya hiat-to mereka tertutuk sehingga tak
bisa berkutik. Sebagian besar di antaranya badan berlepotan
darah, terang luka mereka tidak ringan dan dapat dipastikan
mereka adalah anggota Kin-Thian-poh.
Dalam keadaan gaduh Hi-tiok masuk ke dalam situ, ada
juga beberapa orang melihatnya, tapi demi melihat Hi-tiok
bukan wanita, mereka yakin dia pasti bukan orang Leng Ciukiong,
boleh jadi adalah anak murid salah seorang Tongcu
atau Tocu yang hadir di situ, maka mereka tidak
memperhatikan Hi-tiok lebih jauh.
Karena tiada tempat luang lagi, Hi-tiok duduk di ambang
pintu sambil memandang keadaan dalam ruangan itu. Ia lihat
Oh-lotoa duduk di suatu kursi di sebelah kiri sana, air
mukanya pucat kurus, tapi s ikapnya yang garang dan tangkas
itu masih tertampak dari sinar matanya yang bengis.
Sedangkan di samping para wanita berbaju kuning itu berdiri
seorang lelaki kekar dengan membawa cambuk! dan sedang
membentak dan memaki agar para wanita itu mengaku di
mana Thian-san Tong-lo menyimpan benda pusakannya.
Namun para wanita itu tetap tidak mau rnengaku biarpun
diancam.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Maka terdengar Oh-lotoa membuka suara, "Kalian budakbudak
yang tidak tahu adat ini barangkali ingin mampus juga
ini, biar kukatakan pada kalian bahwa tong-lo sudah lama
dibunuh oleh Sumoainya yang bernama Li Jiu-sui, Kejadian itu
kusaksikan sendiri, masakah aku sengaja mendustai kalian?
Maka lebih baik kalian lekas menyerah saja, kami pasti takkan
membikin susah kalian!"
"Kamu tidak perlu ngaco belo," demikian teriak seorang
wanita baju kuning setengah umur, "Betapa hebat kesaktian
Kaucu kami, beliau sudah mencapai tingkatan tak terkalahkan,
masakah ada orang yang mampu mencelakai beliau. Kalian
ingin rebut rahasia pemunah 'Sing-sihu' untuk ini hendaklah
kalian jangan mimpi. Janganlah Kaucu kami pasti dalam
keadaan selamat dan sebentar lagi pasti akan pulang untuk
memberi hajaran setimpal pada kalian, andaikan beliau benar
telah wafat, maka Sing-si-hu yang mengeram dalam tubuh
kalian juga pasti akan bekerja dalam waktu setahun dan
Kalian akhirnya akan mati konyol dengan merintih-rintih
tersiksa."
Mendadak Oh-lotoa berkata pula dengan mendengus, "Hm,
kalian tidak percaya?. Baik akan kuperlihatkan sesuatu pada
kalian!"
Habis berkata ia terus keluarkan sebuah buntelan kecil dari
gendongannya dan dibuka ternyata isinya adalah sebuah kaki
manutia.
Hi-tiok dan para wanita Leng-ciu-kiong mengenali celana
dan kaos pada kaki itu, terang kaki itu adalah anggota badan
Tong-lo, tanpa terasa para wanita itu sama menjerit kaget.
Maka Oh-lotoa berkata pula, "Nah, Li Jiu-sui telah
memotong badan Tong-lo menjadi beberapa bagian dan
dilemparkan ke jurang kebetulan aku dapat menemukan
sebagian jika tidak percaya, boleh juga kalian memeriksanya
lebih teliti kaki ini."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Para anggota Kin-thian-poh sudah tentu mengenali betul
kaki Thian-san Tong-lo itu, mereka menduga apa yang
dikatakan Oh-lotoa tentu tidak bohong, maka menangislah
mereka dengan sedih.
Sebaliknya para Tongcu dan Tocu menjadi senang, mereka
bersorak gembira dan berteriak-teriak, "Hore, nenek bangsat
sudah mampus! Bagus sungguh bagus!"
"Ya, sejak kini kita dapat hidup aman sentosa!"
Dan ada di antaranya yang menegur Oh-lotoa, "He, Ohlotoa,
ada berita sebagus ini, mengapa kau simpan saja
selama ini dan tidak memberitahukan pada kami?"
Tapi ada juga yang berkata, "jika nenek keparat itu sudah
mampus, lalu bagaimana Sing- si-hu yang mengeram dalam
tubuh kita, ai, apakah di dunia ini ada orang lagi yang mampu
memunahkannya
Pada saat itulah mendadak di antara orang banyak itu
terdengar suara "Huuh..Hauuuh!" seperti suara serigala
menyalak dan mirip suara anjing gila, suaranya sangat
menyeramkan.
Mendengar suara itu, seketika semua orang ketakutan dan
diam sehingga dalam ruangan itu tiada suara lain kecuali
suara yang mirip serigala. Maka tertampaklah seorang laki laki
gemuk bergelindingan di lantai sambil kedua tangan
mencakar-cakar muka sendiri dan merobek baju sehingga
kelihatan simbar dadanya yang hitam ketel. Malahan orang itu
terus mencacar-cakar dada sendiri sekuat-kuatnya seperti isi
dadanya hendak dikorek keluar.
Hanya sekejap saja kedua tangan laki-laki gemuk itu sudah
berlumuran darah, begitu pula muka dan dada juga penuh
darah, bahkan cara mencakarnya makin lama makin ganas -
dan suaranya yang menyeramkan juga makin mengerikan
sehingga para penonton sama menyurut mundur ke pinggir
dengan takut.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Wah, Sing-si-hu telah mulai menagih nyawa!' demikian
terdengar beberapa orang saling berbisik.
Hi-tiok sendiri juga pernah terkena Sing-si-hu, tapi segera
ia diajari oleh Tong-lo cara memunahkannya sehingga tidak
pernah mengalami siksaan apa-apa. Sekarang ia menyaksikan
keadaan si gemuk yang mengerikan itu, barulah ia tahu
bukannya tidak berdasar jika para Tongcu dan Tocu itu
tadinya sangat takut kepada Tong-lo.
Rupanya semua orang kuatir kalau racun Sing-si-hu
menjalar ke badan mereka, maka tiada seorang pun berani
maju menolong. Hanya dalam sekejap saja si gemuk sudah
merobek hancur pakaiannya sendiri dan sekujur badannya
juga penuh luka cakaran yang berjalur-jalur.
Sekonyong-konyong di antara orang banyak melompat
keluar seorang sambil berteriak, "Koko, koko! Tenanglah
sedikit, biar kututuk, hiat-tomu dul, Kemudian dapat kita.
mencari jalan lain untuk menyembuhkan dirimu!"
Tapi aki-laki itu sudah seperti orang gila, sama sekali tidak
gubris ucapan orang lain.
Pembicaraan tadi mukanya agak memper si gemuk hanya
usianya lebih muda dan badannya sedikit kurus, nampaknya
mereka adalah saudara sekandung. Maka dengan pelahan
orang itu mendekati si gemuk dengan rasa jeri sekonyongkonyong
ia menutuk "Koh-cing-hiat" di bahu s i gemuk. Tapi si
gemuk sempat mengegos sehingga tutukan itu luput, bahkan
si gemuk terus membalik tubuh dan tahu-tahu si kurus kena di
rangkulnya sekali si gemuk pentang mulut terus saja muka si
kurus digigitnya.
Keruan orang itu beteriak-teriak, "He, Koko koko! Jangan,
akulah! Jangan gigit! Lepaskan!"
Namun si gemuk seperti sudah kehilangan pikiran
sehatnya, ia masih terus menggigit sekenanya mirip seekor
anjing gila. Saudaranya berusaha melepaskan, diri dengan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sekuat-kuatnya, tapi sukar melepaskan diri sehingga dalam
sekejap saja mukanya dedel-dowel kena digigit dan darah
bercucuran, saking kesakitan sampai dia menjerit ngeri.
Di sebelah sana Toan Ki lantas tanya kapada Giok-yan,
"Nona Ong, cara bagaimana kita harus menolong mereka?"
Tapi Ong Giok-yan berkerut kening dan berkata, "Orang itu
sudah gila, tenaganya sungat kuat, pula tidak main silat
menurut teori sehingga aku pun tidak berdaya."
Toan Ki menoleh kepada Buyung Hok, katanya, "Buyung
heng, kepandaianmu menggunakan caranya untuk digunakan
atas dirinya yang termashur itu apakah sekarang dapat
dimanfaatkan ?"
Namun Buyung Hok tampak kurang senang atas
pertanyaan Toan Ki itu dan belum lagi ia membuka suara,
tiba-tiba Pau Put-tong mendahului berseru, "Apa kau suruh
Kongcu kami meniru caranya seperti anjing gila itu dan
menggigitnya?"
"O, ya, akulah yang salah omong, harap Pau-heng jangan
marah," sahut Toan Ki dan minta maaf. Terpaksa ia sendiri
mendekati si gemuk dan berkata padanya, "Saudara yang
terhormat, yang kau rangkul ini adalah adikmu hendaknya
lekas kau lepaskan dia?"
Tapi rangkulan si gerauk tambah kencang dan mulut
saudaranya pun mulai mengeluarkan suara "hauh-hauh" yang
mengerikan.
Segera laki-laki she In tadi mencengkeram seorang Wanita
baju kuning dan berkata, "Semua orang yang berada di sini
sebagian besar terkena Sing-si-hu nenek bangsat itu, sekarang
semua orang telah berkumpul di s ini dan bila penyakit mereka
kumat, serentak kaupun akan digigit mereka hingga hancur
luluh. Nah, apa kamu tidak takut?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Wanita itu memandang sekejap pada si gemuk yang masih
mengamuk itu dengan air muka ketakutan. maka laki-laki she
In itu berkata, pula, "Toh sekarang Tong lolo sudah mati, asal
kau katakan di mana dia menyimpan benda pusakanya agar
semua orang dapat disembuhkan, maka kami pasti takkan
bikin susah kalian bahkan merasa terima kasih malah."
"Bukan aku tidak mau mengaku, sesungguhnya tiada
seorang pun di antara kami yang tahu”, sahut wanita itu.
"Biasanya setiap tindakan Kaucu tidak mungkin diperlihatkan
kepada kami kaum budak ini."
Melihat wanita itu sangat ketakutan agaknya tidak berani
berdusta. Dengan sendirinya semua orang jadi tak berdaya.
Begitu pula dengan Buyung Hok dan kawannya.
Sebabnya mereka ikut Oh-lotoa dan begundalnya
menyerbu Biau-biau-hong ialah dengan harapan sebagai balas
jasa kelak Oh-lotoa dan kawan-kawannya itu dapat diperalat
bagi pergerakannya dalam menegakkan kerajaan Yan, Tapi
sekaran melihat Sing-si-hu yang lihai itu telah tertanam, dalam
badan para Tongcu dan Toou serta sukar untuk disembuhkan,
jika Sing-si-hu bekerja, tentu Oh-lotoa dan kawan-kawannya
akan binasa semua dan cita-cita Buyung Hok pun akan sia-sia
belaka.
Karena itu ia juga cuma geleng-geleng kepala dan saling
pardang dengan Ting Pek-jwa , Kongya Kian dan lain-lain
dengan tak berdaya.
Dalam keadaan putus asa, laki-laki she ln tadi merasakan
Sing-si-hu yang mengeram di tubuhnya juga lamat-lamat
mulai bekerja, hiat-to yang bersangkutan terasa linu pegal.
Keruan ia menjadi kuatir dan gusar pula segera ia membentak,
"Apa kamu tetap tidak mau mengaku? Biar kumampuskan kau
dulu!"
Habis berkata, "tar!", mendadak ia angkat cambuknya terus
menyabet kepala wanita itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sabetan itu sedemikian kerasnya, bila kena bukan mustahil
kepala wanita itu bisa pecah. Pada saat itulah tiba-tiba
terdengar suara mendesir perahan sekali semacam am-gi atau
senjata rahasia menyambar dari pintu menuju ke dinding
ruangan sekali behda itu membentur dinding dan terpental
kembali, tahu-tahu pinggang wanita yang hendak di cambuk
tadi tepat kena tertimpuk sehingga badannya ikut terpental ke
arah pintu sejauh satu-dua meter. Menyusul terdengarlah
suara "plok" yang keras, cambuk si lelaki she In tadi
mengenai, lantai batu sehingga batu krikil muncrat,
bertebaran.
Kejadian itu hanya berlangsung dalam sekejap saja
sehingga tiada seorang pun yang tahu am-gi tadi disambitkan
oleh siapa. Hanya di lantai lantas kelihatan ada sebuah bola
kecil warna coklat sedang berputar-putar, ternyata satu biji
cemara.
Keruan semua orang terkejut, hanya dengari satu biji
cemara sekecil itu dapat bikin seorang terpental dengan
tenaga benturan membalik dari dinding, maka dapat
dibayangkan betapa hebat lwekang dan caranya menimpuk
am-gi itu, siapakah gerangannya?
Seketika Oh-lotoa teringat pada seorang, tanpa terasa ia
berteriak, "He, Tong-lo! Itulah Thian-san Tong-lo"
Tempo hari di tempat sembunyinya Oh-lotoa telah
menyaksikan sebelah kaki Tong-lo ditabas kutung olah Li Jiusui,
kemudian dilihatnya pula Tong-lo digendong lari oleh Hitiok
dan terjeblos ke bawah jurang, dengan sendirinya Ohlotoa
yakin kedua orang itu pasti sudah mati terbanting
hancur. Maka ia berani membungkus kaki kutung Tong-lo itu
dengan kain minyak dan disimpan baik-baik sebagai "jimat"..
Namun sekarang demi melihat cara menimpuk biji cemara
untuk menolong wanita baju kuning yang maha lihai itu,
seketika ia menjadi ragu dan menyangsikan kematian ThianTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
san Tong-lo, orang pertama-tama yang teringat olehnya justru
adalah nenek itu.
Hal ini disebabkan Oh-lotoa sendiri pernah merasakan
betapa lihainya biji cemara seperti sekarang ini ketika dia
tertimpuk perutnya oleh Hi-tiok yang mendapat ajaran dari
Tong-lo. Maka ia benar-benar sudah kapok bila melihat biji
cemara serupa itu.
Dalam pada itu demi mendengar Oh-lotoa berteriak "Tonglo,"
serentak semua oraug memutar tubuh ke arah pintu dan
berbareng menyiapkan senjata sehingga terdengar suara
gemerantang yang riuh rarnai banyak yang menyurut mundur
karena jeri.
Hanya Buyung Hok saja yang malah mendekati pintu, ia
ingin tahu macam apakah Thian-san Tong-lo yang ditakuti,
itu? Padahal dia sebenarnya sudah pernah melihatnya, yaitu
pada waktu Tong-lo digendong Hi-tiok dan dibuat lempar kian
kemari sebagai bola oleh dia senidiri bersama Ting Jun jiu,
Cumoti dan Toan Ki. Cuma sama sekali tak terduga olehnya
bahwa si nenek yang tersohor itu ternyata berbentuk seorang
nona cilik.
Di sebelah sana Toan Ki juga lantas mengadang di depan
Ong Giok-yan karena kuatir nota itu diserang orang lain.
Sebaliknya Giok-yan terus berseru, "Piauko, harap hati-hati!"
Tapi meski sudah sekian lamanya semua orang menatap ke
luar pintu, tetap tiada sesuatu suara atau gerak-gerik apa-apa.
Yang pertarna-tama tidak sabar lagi adalah Pau put tong, ia
terus berteriak, "Tong-lolo, jika engkau marah kepada tamutamu
yang tak diundang ini, bolehlah kau masuk kemari untuk
bertempur!"
Namun keadaan tetap sunyi senyap.
"Baiklah mari, biar aku dulu yang belajar kenal dengan
kepandaian Tong-lo." seru Hong Po-ok, "Biarpun tahu bukan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tandinganmu, tetapi aku ingin bertempur denganmu. Memang
inilah watak orang she Hong yang tak bisa berubah sampai
mati,"
Habis berkata terus saja ia putar goloknya diri menerjang
keluar pintu.
Meski kepandaian Hong Po-ok belum mencapai tingkatan
nomor wahid, tapi dia gemar berkelahi dan sangat tangkas.
Sebagai saudara angkatnya, Ting Pek-jwan, Kongya Kian dan
Pau Put-tonj cukup tahu dia bukan tandingan Tong-lo, maka
beramai-ramai mereka pun menyusul keluar.
Para Tongcu dan Tocu itu ada yang kagum pada
kegagahberanian keempat orang itu, ada yang mentertawai
mereka tidak tahu diri dan belum kenal betapa lihainya Thiansan
Tong-lo, kalau sebentar tubuh dihajar nenek itu barulah
tahu rasa.
Dalam pada itu terdengar Hong po-ok dan Pau Put tong
sedang berteriak-teriak menantang Tong-lo di luar sana,
namun tetap tidak terdengar jawaban.
Kiranya biji cemara yang menolong wanita baju kuning tadi
adalah timpukkan Hi-tiok. Diam-diam ia merasa geli melihat
Pau Put-tong dan semua orang sama was-was dan penuh
curiga. Namun Hi-tiok adalah seorang baik hati, ia tidak ingin
orang lain kelabakan terus, segera ia berkata "Harap para
hadirin jangan kaget dan sangsi, Tong-lo memang betul-betul
sudah meninggal dunia."
Dan ketika dilihatnya si gemuk tadi masih terus menggigiti
saudaranya, diam-diam Hi-tiok merasa kasihan, ia tidak
paham mengapa di antara, hadirin itu tiada seorang pun dapat
menolongnya. Mestinya ia sendiri tidak suka pamer, tapi untuk
menyelamatlan jiwa kedua orang itu terpaksa ia harus
bertindak. Maka segera ia mendekati kedua orang itu, ia tepuk
sekali punggung si gemuk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tepukan yang digunakan Hi-tiok itu adalah "Liok yang-jiu"
ajaran Tong-lo yang merupakan obat mujarab untuk
memunahkan Sing-si-hu, seketika suatu arus hawa hangat
menembus hiat-to si gemuk sehingga racun Sing-si-hu yang
bekerja di badannya itu dihancurkan.
Mendadak si gemuk melepaskan rangkulannya kepada si
kurus dia jatuh terduduk dengan napas terengah-engah dan
semangat lesu. Ketika melihat saudaranya babah belur
mukanya, segera ia tanya, "He, kenapa kau terluka
sedemikian rupa? Siapakah yang menyerangmu, lekas
katakan, biar kubalaskan sakit hatimu!"
Melihat pikiran sehat kakaknya sudah pulih, si kurus
menjadi girang, tanpa menghiraukan lukanya sendiri, terus
saja ia menarik bangun kakaknya dan berkala, "Koko, engkau
sudah sembuh sekarang, sudah sembuh!"
Kemudian. Hi-tiok menepuk sekali juga di pundak si wanita
baju kuning dan berkala, "Kalian adalah anggota Kin-thian-poh
bukan? Saudara-saudara kalian dari Yang-thian-poh, Cu thianpoh
dan Lain-lain sudah berada di seberang Ciap-hian-kio,
cuma jembatan rantai sudah putus. Semenntara ini mereka
tak dapat menyeberang kesini. Jika di sini tersedia rantai atau
tambang, ayolah lekas kita pergi memapak mereka.”
Habis berkata, ia tepuk wanita yang lain, sekali tepuk
seketika hiat-to para wanita itu lancar kembali tanpa alangan
sedikitpun. Keruan para wanita itu sangat berterima kasih,
beramai-ramai merek berbangkit dan berkata, "Terima kasih
atas pertolongan tuan, tolong tanya siapakah nama tuan yang
mulia?"
Ada beberapa orang wanita sudah yang tak aabaran lagi
segera lari keluar sambil berteriak "Lekas, lekas kita papak
datangnya, saudara kita untuk kemudian melabrak kembali
kawanan bangsat ini!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sedangkan Hi-tiok lantas membalas hormat dan menjawab,
"Ah, kalian tidak perlusungkan-sungkan, sebenarnya yang
menolong kalian bukalah aku melainkan oranglain yang pinjam
tanganku saja."
Ia maksudkan bahwa kepandaiannya itu ia peroleh dari
Tong-lo bertiga, jadi sebenarnya Tong-lo sendiri yang
menolong wanita-wanita itu.
Melihat cara Hi-tiok menolong para wanita baju kuning itu
hanya setiap orang ditepuk sekali saja dan hiat-to masingmasing
lantas terbuka, cara demikian bukan saja tidak pernah
disaksikan Oh-lotoa dan begundalnya Itu. bahkan
mendengarpun tidak pernah, Sekarang melihat muka Hi-tiok
juga tiada sesuatu yang istimewa, usianya masih muda pula,
mereka menduga Hi-tiok pasti tidak mempunyai Iwekang yang
luar biasa, apalagi dia mengaku orang lain yang menolong
kawan wanita itu dengan meminjam tangannya, makaOh-lotoa
dan kawan-kawannya semakin percaya kalau Tong-lo berada
di Leng-ciu-kiong situ.
Oh-lotoa pernah kumpul bersama Hi-tiok walau hanya
beberapa hari di atas puncak.gunung salju sekarang meski
rambut Hi-tiok sudah tumbuh panjang, dandanannya juga
sudah, berubah tapi sekali buka suara segara dapat, dikenali
Oh-lotoa.
Cepat Oh-lotoa melompat maju dan pegang urat nadi
tangan kanan Hi-tiok sambil membentak "Hwesio cilik, apa ...
apa Tong-lo sudah berada disini ?”
"Oh-siansing, apa luka di perutmu sudah sembuh!" sahut
Hi-tiok . "Se... sekarang aku bukan murid Budha lagi, sungguh
memalukan kalau diceritakan."
Habis berkata sebenarnya mukanya sudah merasa jengah,
cuma sekarang mukanya kotor penuh debu, maka orang lain
tidak tahu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekali pegang urat nadi tangan Hi-tiok terus Oh-lotoa
mengerahkan tenaga dalam dengan penuh agar Hi-tiok
merasa kesakitan dan minta ampun. Siapa duga, biarpun ia
pencet sekeras-kerasnya tetap Hi-tiok seperti tidak merasa
apa-apa, dan tenaga dalam yang dikerahkanOh-lotoa
tiba-tiba lenyap tanpa bebas seperti air mengalir kelaut.
Keruan Oh-lotoa menjadi takut dan tidak berani mengerahkan
tanaga lagi, tapi tetap tidak mau melepaskan pegangannya.
Melihat Oh-lotoa dapat membekuk Hi-tiok dan tampaknya
bocah itu tidak dapat berkutik lagi, andaikan bocah itu punya
kepandaian tinggi tentu takkan sedemikian gampang dipegang
oleh Oh-lotoa, maka semua orang lantas ikut-ikut membentak
dan katanya, "Hai,, anak setan, siap kamu? Dari mana kau?
Siapa namamu? Siapa gururmu? Siapa yang suruh kau
kemari? Di mana Tong-lolo? Dia sudah mampus atau masih
hidup!”
Begitulah pertanyaan bengis serentak diajukan kepada Hitiok,
tapi dengan sikap merendah Hi-tiok menjawab, "Cayhe
ber... bergelar. Hi-tiok cu. Tong-lolo memang betul sudah
meninggal dunia, jenazah beliau juga sudah dibawa pulang
sekarang berada di seberang Ciap-hian-kio. Tentang
perguruanku, ai, sungguh memalukan kalau kukatakan, maka
lebih baik jangan dibicaraka. Adapun kedatanganku ini adalah
untuk mengubur layon Tong-lolo, jika kalian tidak percaya,
sebentar lagi tentu kalian dapat menyaksikan jenazah beliau.
Kalian kan bekas bawahan beliau, kuharap kalian jangan
dendam kepada kejadian yang telah lampau, hendaknya kalian
memberi penghormatan terakhir kepada beliau dan segala
permusuhan sekaligus dihapus saja, dengan demikiann
bukankah segala sesuatu menjadi selesai?"
Ia menjawab dengan tidak teratur sebentar merasa malu
dan lain saat bilang menyesal, ucapannya yang terakhir itu
pun seperti orang memohon dengan sangat.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Keruan para petualang itu merasa Hi-tiok sengaja ngacobelo,
boleh jadi pikirannya agak miring. Maka rasa jeri mereka
kepada Hi-tiok mulai lenyap, sebaliknya timbul kembali
kecongkakan mereka, segera banyak di antaranya memakimaki,
"Anak keparat, kamu ini kutu apa, kau berani suruh
kami menjura kepada layon nenek bangsat itu? Setan alas,
kami tanya padamu cara bagaimana mampusnya nenek
bangsat itu? Apakah dia binasa di tangan Sumoainya? Dan
kaki ini benar kakinya atau bukan?"
"Ai, kenapa kalian memakinya dengan kotor, beliau kan
sudah meninggal dunia, segala dendam kesumat juga tidak
perlu dipikirkan lagi,” sahut Hi-tiok dengan ramah. "Apa yang
dikatakan Oh-siansing memang tak salah, beliau benar-benar
meningga! di tangan sang Sumoai dan kaki ini memang juga
bagian tubuh beliau. Ai, orang hidup laksana mimpi belaka,
meski ilmu silat beliau maha tinggi, akhirnya juga meninggal
dengan begitu saja. Omitohud, Budha maha kasih somoga
arwah Tong-lo dapat diterima di surga”
Melihat Hi-tiok mengoceh panjang lebar, namun para
petualang itu masih ragu atas kernatian Tong-lo, segera ada
yang tanya lagi, "Waktu mati Tong-lo nya apa kamu berada di
tempatnya?”
"Ya," sahut Hi-tiok, "beberapa bulan paling akhir ini aku
selalu melayani beliau."
Para petualang itu saling pandang sekejap, dalam hati
masing-trjasing seketika timbul suatu pikiran yang sama,
"Rahasia memunahkan Sing s i-hu bisa jadi berada pada bocah
ini,"
Mendadak sesosok bayangan melayang ke depan tahu tahu
urat nadi tangan kiri Hi-tiok terpegang, menyusul Oh-totoa
yang memegangi pergelangan tangan kanan Hi-tiok merasa
kuduknya dingin di tempel sesuatu senjata tajam, lalu seorang
berkata dengan suara melengking, Oh-lotoa, lepaskan dia!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketika sekilat melihat orang yang memegang tangan kiri Hitiok
itu, segera Oh-looa menduga kawannya pasti akan maju
berbareng, dan baru saja ia hendak siap menjaga diri, namun
sudah, terlambat sedetik, kuduknya sudah terancam dulu oleh
senjata lawan, terpaksa ia tidak berani sembarangan
bergerak.
"Lekas lepaskan! Apa kau minta lehermu terpenggal!?"
bentak orang dibelakang Oh-lotoa itu.
Terpaksa Oh-lotoa menurut sambil melompat ke depan, lalu
ia membalik tubuh dan berkata, "Cu-gai Siang-koai, tidak nanti
aku melupakan kebaikan kalian ini"
Orang yang mengancam Oh-lotoa dengan pedang itu
adalah seorang laki-laki kurus tinggi, sahutnya dsngan
menyeringai, "Oh-lotoa, permainan apa pun yang akan ka
keluarkan, setiap saat kami Cu-gai Siang-gi s iap melayani,'*
Kiranya kedua orang itu adalah saudara sekandung, orang
kangouw menyebut mereka "Cu-gai Siang-koai" atau dua
siluman dari Cu-gai. sebaliknya mereka sendiri mengaku
sebagai Cu-gai Siang-gi atau dua saudara pendekar dari Cugai.
Orang yang mencengkeram tangan kiri Hi-tiok itu adalah
Toa-koai, siluman pertama, dan Ji-koai atau siluman kedua
lantas menggeledah baju Hi-tiok
Diam-diam Hi-tiok membatin, "Boleh kalian geledah
sesukamu, toh aku tiada membawa sesuatu barang yang perlu
dirahasiakan."
Maka satu per satu Ji koai merogoh keluar barang-barang
yang berada dalam baju Hi-tiok, yang pertama dikeluarkan
adalah lukisan pemberian Bu-gai-cu, Ketika lukisan di dijereng
oleh Ji-koai, serentak pandangan semua orang terpusat ke
arah lukisan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Seperti diketahui lukisan itu pernah diinjak-injak Tong-lo,
kemudian kena air dan, sudah agak luntur, namun wanita
dalam lukisan itu masih tetap sangat indah dan hidup memang
suatu lukisan yang sangat bagus, Maka begitu semua orang
melihat lukisan itu, serentak mereka berpaling dan
memandang ke arah Ong Giok-yan. Sebagian berseru "hah!"
ada yarg bersuara "O!' ada pula yang berkata "Cisl" dan ada
juga yang menjengek '"Huh!"
Yang berseru "Hai" menandakan lukisan itu di luar dugaan
mereka, yang bersuara "O' menyatakan bahwa kiranya
demikian, sedang yang bersuara "Cis" menyatakan rasa gusar
mereka, sebaliknya yang bersuara "Huh" mengunjuk rasa
mencemooh.
Toan Ki, Buyung Hok dan Ong Giok-yan juga berbareng
bersuara, "Ah!" Adapun arti suara "Ah" itu masing-masingg
juga tidak sama pula.
Tadinya para petualang itu mengira lukisan itu tentu
menggambarkan pemandangan yarg mungkin dapat memberi
petunjuk di mana dapat diketemukan obat atau rahasia
pemunah Sing-si hu siapa tahu adalah sebuah potret Ong
Giok-yan, keruan mereka sangat kecewa.
Maka Ji-koai lantas membuang lukisan itu ke lantai, lalu
menggeledah Hi-tiok pula. Namun yang diketemukan hanya
secarik tanda anggota Siau-lim-si waktu Hi-tiok dicukur
menjadi hwesio lalu beberapa tahil perak dan beberapa
potong penganan kering, sepasang kaus kaki, nyata semuanya
itit tiada sangkut-pautnya dengan Sing-si-hu,
Dalam pada itu Giolt-yan menjadi heran dan malu pula
melihat Hi-tiok menyimpan gambarnya Pikirnya, "Apa
barangkali sejak orang ini melihat aku ketika memecahkan
problem catur, lalu seperti halnya dengan Toan Ki lantas
menyukai aku? Kalau tidak mengapa dia menggambar diriku
dan tersimpan dalam sakunya?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya Toan Ki juga sedang berpikir "Dasar nona Ong
memang secantik bidadari, jika Siau suhu ini juga kesengsem
padanya, hal ini pun. tidak mengherankan. Cuma, ai,
kepandaianku melukis tidak sepandai Siau suhu itu, kalau aku
juga dapat melukisnya sehelai kenang-kenangan bila kelak
berpiasah, paling sedikit boleh juga dibuat, pelipur hatiku nan
rindu dendam."
Ketika Cu-gai Ji koai menggeledah Hi-tiok karena kuatir
kedua Tocu iru mencaplok sendiri obat mujarab atau benda
mestika yang di ketemukan di baju Hi-tiok, maka semua orang
senantiasa mengawasi setiap barang yang dikeluarkan oleh Jikoat.
Siapa duga hasilnya nihil, keruan Toa-koai menjadi
gusar, terus saja ia memaki, "Keparat, ketika tua bangka itu
akan mampus apa yang dia katakan padamu?"
"Apakah kau ingin tau apa yang dikatakan Tong-lo ketika
akan wafat?" Hi-tiok menegas. "Ya, waktu itu beliau berseru,,
'Hahaha. bukan dia! Hahaha! Bukan dia! Hahahabal' Habis itu
beliau lantas mengembuskan napas yang penghabisan."
Para petualang menjadi bingung, mereka tidak mengerti
apa artinya ucapan Tong-lo dan gelak tertawanya itu, meski
mereka coba merenung dan berusaha memecahkan arti yang
terkandung di balik kata-kata Tong-lo itu, namun tetap sukar
dimengerti. Seketika para petualang yang merasa tak sabar itu
mencaci maki lagi.
"Keparat! Persetan dengan bukan dia apa segala! Selain itu
tua bangka itu omong apa lagi?" bentak Toa-koai dengan
gusar.
"Tuan yang terhormat, bila engkau menyebut Tong-lolo,
hendaknya mengindahkan sedikit pada beliau dan janganlah
sembarangan mengeluarkan kata-kata kotor,” ujar Hi-tiok.
Padahal biasanya Toa-koai membunuh orang juga tidak
pernah berkedip apalagi cuma memaki orang. Sekarang Hitiok
berani mencela dia, keruan ia menjadi murka, sekali
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tangan terangkat, segara ia hantam kepala Hi-tiok sambil
memaki, "Maling busuk, aku justru ingin memaki tua bangka
nenek bangsat itu, habis kau mau apa?'
Tapi baru saja tangannya hampir mengenai sasarannya,
sekonyong-konyong sinar dingin berkelebat, sebatang pedang
secepat kilat terjulur tiba dan melintang di atas kepala Hi-tiok
dengan mata pedang menghadap ke atas, dalam keadaan
demikian bila tabokan Toa-koai itu diteruskan, maka sebelum
mengenai kepala Hi-tiok tentu tangannya akan terkutung
dahulu oleh pedang yang sudah terpasang di situ.
Keruau Toa-koai sangat terkejut dan cepat menarik kembali
tangannya, Saking gugupnya sehingga pegangannya kepada
Hi-tiok juga terpaksa dilepaskan. Waktu ia periksa tangannya,
ternyata terdapat tanda garis luka dan mengeluarkan darah
Keruan ia terkesiap dan gusar pula untung ia cukup sigap
kalau tidak tentu tangannya sudah kutung. Dengan melotot ia
pandang orang yang bersenjata pedang Itu ternyata orang Itu
berpakaian hijau, usianya 50-an berjenggot panjang, mukanya
cakap.
Toa-koai kenal orang ini bukan termasuk salah seorang
Tongcu atau Tocu, tapi orang yang disebut "Kiam-sin" oleh
Put-peng Tojin itu. Dari kecepatan dan jitunya orang itu
mainkan pedangnya, nyata kepandaiannya sudah mencapai
tingkatan yang susah diukur. Maka biarpun watak Toa koai
biasanya sangat berangasan juga tidak berani sembarangan
ainn kayu dengan tokoh sakti ini, segera ia menegur, "Tanpa
sebab tuan melukaiku, apa maksudmu sebenarnya?"
Orang tua itu tersenyum dan menjawab, "Kita ingin
memperoleh pengakuan orang ini untuk mencari tahu cara
bagaimana memunahkan Sing-si-hu, tapi saudara mendadak
mengamuk dan hendak membunuh dia. Jika sebentar para
hadirin tersiksa oleh Sing-si-hu. cara bagaimana akan kau cari
tanggung jawab?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Toa-koai tak bisa menjawab, dengan gelagapan ia berkata,
"Ini ... ini .... "
Tadi taktik orang tua itu memaksa Toa-koai lepas tangan,
berbareng seperti sengaja dan seperti tidak sengaja ia tumbuk
bahu Ji-koai pula sehingga Ji-koai terhuyung-huyung mundur
beberapa tindak dan hampir roboh, untung dia masih dapat
terdiri dengan tegak, dalam kejutnya ia tidak turut memaki
orang tua itu.
Maka orang tua itu berkata kepada Hi-tiok, "Saudara cilik,
sebelum Tong-lo mati, selain mengucapkan 'bukan dia'
beberapa kali sambil bergelak tertawa, lalu apalagi yang
dikatakan?”
Mendadak wajah Hi-tiok menjadi merah dan sikapnya kikuk
serta pelahan menunduk. Kiranya dia menjadi teringat kepada
ucapan Tong-lo waktu itu, "Coba bawa lukisan itu kemari, biar
aku menghancurkannya. Nanti aku akan memberi petunjuk
ajar kamu bisa menemukan dewi impianmu itu,"
Tapi sesudah melihat lukisan itu, Tong-lo lantas berteriak
dan tertawa, kemudian menghembuskan napas penghabisan
dan tidak tempat memenuhi janjinya. Maka Hi-tiok yakin
dengan matinya Tong-lo, di dunia ini rasanya tiada seorang
pun yang tahu siapa dewi impiannya itu dan untuk seterusnya
tentu tak dapat bertemu lagi dengan dia. Berpikir demikian,
tanpa terasa Hi-tiok menjadi lesu dan muram durja.
Melihat sikap Hi-tiok yang aneh itu, si orang tua mengira
pemuda Itu menyimpan sesuatu rahasia penting. Maka
dengan ramah ia berkata pula, "Saudara cilik, apa yang telah
dikatakan Tong-lo kepadamu? Cobalah katakan dengan jujur,
aku orang she Tok pasti takkan membikin susah padamu,
bahkan akan membalas kebaikanmu."
Namun muka Hi-tiok semakin merah jengah, ia gelenggeleng
kepala dan berkata, "Hal ini tak dapat dikatakan" ,
"Mengapa tidak?." desak si orang tua she Tok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Kalau dibicarakan ... Ai, pendek kata, hal ini tak dapat
kukatakan, biarpun kau bunuh aku juga tak dapat kukatakan,"
sahut Hi-tiok.
"Betul-betul tak rnau bicara? desak pula si orang tua.
"Ya, tidak," sahut, Hi-tiok tegas,
Orang tua itu pandang lekat-lekat sejenak kepada Hi-tiok,
melihat sikaap pemuda itu demikian teguhnya, "sret",
sekonyong konyong ia ayun pedangnya sinar pedang
berkelebat, menyusul terdengar suara "crattt..crat" beberapa
kali tahu-tahu sebuah meja besar di samping terbelah menjadi
sembilan potong dengan ukuran yang sama besarnya. Betapa
cepat dan jitunya sungguh susah dibayangkan.
Melihat itu, sketika terdengar sorak gemuruh yang memuji
kemahiran ilmu pedang orang tua itu. Banyak juga di antara
para Tongcu dan Tocu itu yang mahir ilmu pedang, tapi biar
bagaimana mereka, merasa bukan apa-apa lagi kalau
dibandingkan kepada si orang tua she Tok.
Di sebelah lain terdengar Ong Giok-yan sedang berkata
dengan perlahan "Ciu-kong-kiam ini adalah kepandaian khas '
It-ji-hui-kiam-bun" dari Kiangyang di Hokkian. Tuan tua ini she
Tok, berjuluk Kiam-sin pula maka besar kemungkinan dia
adalah Tok Put-hoan Locianpwe, Ciangbunjin It-Ji-hui-kiambun”
Meski ucapannya itu sangat lirik, tapi sesudah bersorak
tadi, serentak pandangan semua orang terpusat pula kepada
si orang tua sehingga suasana menjadi sunyi kembali, maka
ucapan Giok-yan itu dengan jelas dapat didengar oleh mereka.
Segera terdengar si orang tua bergelak tawa dan berkata,
"Tajam benar pandangan nona ini, sekali lihat saja dapat
menyebut golongan dua ilmu pedangku, bahkan, dapat
menerka namaku, sungguh sangat pintar,"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya semua orang merasa tidak kenal nama "Ii-ji-huikiam
bun.", 'Ilmu pedang selihai itu seharusnya dikenal di
dunia kangouw, mengapa selama ini tidak pernah terdengar
namanya.
Dalam pada itu si orang tua yang memang bernama Tok-
Put-hoan itu berkata pula sambil menghela napas,
"Ciangbunjin seperti diriku hanya Ciangbun kosong belaka,
sebab orang-orang It-ji-hui-kiam-bun tiga keturunan sebanyak
62 jiwa sudah dibunuh habis-habisan oleh Thian-san Tong-lo
pada 33 tahun yang lalu.".
Semua orang terkesiap mendengar pengakuan itu, pikir
mereka, "Kiranya kedatangannya Itu Lang-ciu-kiong ini
adalah-untuk membalas sakit hati perguruannya."
Kemudian tampak Tok Put-hoan angkat pedangnya dan
berkata kepada Hi-tiok„ "Saudara cilik, apa kau suka bila aku
mengajarkan beberapa jurus ilmu pedangku ini padamu?"
Sungguh kagum dan kaget sekali para, petualang lain demi
mendengar tawaran Toh Put-hoan itu. Mereka tahu ilmu
pedang "Khiam-sin", si dewa pedang, sudah mencapai
tingkatan yang susah diukur, sekarang dengan suka hati mau
mangajarkan kepandaiannya kepada Hi-tiok tanpa diminta
sungguh hal ini jarang terjadi. Mereka menduga maksud
tujuan Tok Put-hoan tentu ingin mengetaui apa pesan
sebelum meninggal Tong-lo kepada Hi-tiok tentang rahasia
Sing-si-hu.
Belum lagi Hi-tiok menjawab, sekonyong-konyong seorang
dengan nada- mengejek menimbrung "Tok-sianslng, apa kau
sendiri juga terkena Sing-si-hu?"
Tok Put-hoan melihat pembicara itu adalah seorang Tojin
setengah umur, segera ia balas tanya, 'Kenapa Totiang
bertanya demikian padaku?”
"Habis, kalau Tok-siansing tidak terkena Sing-si-hu, buat
apa dengan segala daya upaya hendak mencari tahu cara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
memunahkan racun. Sing-si-hu?” sahut Tojiu itu. "Dan bila
maksud tujuari Tok-siansing hendak rnenggunakannya untuk
menekan kami. maka kami para Tocu dan Tongcu betapapun
tidak rela setelah lolos dari mulut harimau mesti jatuh lagi ke
mulut serigala. Biarpun ilmu pedang Tok-siansing maha hebat
juga kami terpaksa akan menghadapi dengan segala
akibatnya."
Ucapan Tojin itu cekak-aos, tapi dengan jitu telah
membongkar maksud jahat Tok Put-hoan. Keruan serentak
para petualang lain juga membuka. suara, "Benar, apa yang
dikatakan Cut-tim Totiang dari Sing-pit-to memang cocok
dengan pikiranku!"
"Hei. bocah itu, kalau Tong-lo benar-benar meninggalkan
pesan padamu, hendaknyalekas kau umumkan. secara terbuka
saja, kalau tidak, sekaligus kami mengkrubut maju, dalam
sekejap badanmu pasti akan dicencang hancur luluh"
Namun Tok Put-hoan lantas putar pedangnya ke atas
sehingga mengeluarkau suara mendenging katanya, "Jangan
takut, saudara cilik! Berada di sampingku boleh coba lihat
siapa yang berani menganggu seujung rambutmu. Tentang
pesan Tong-lolo cukup kau beritahukan padaku saja, bila
didengar orang ketiga, terpaksa ilmu pedangku tak dapat
kuajarkan padamu,"
"Tidak," sahut Hi-tiok dengan mengeleng kepala. "Pesan
Tong-lolo itu hanya menyangkut diriku sendiri, biarpun kalian
mengetahui juga tiada gunanya. Jadi biar, bagaimanapun
tidak mungkin kukatakan. Tentang ilmu pedangmu meski
teramat bagus juga aku tidak mau belajar."
Mendengar jawaban tegas itu merentak para petualang
bersorak memuji, "Bagus bagus Anak gagah, cukup berani.
Memangnya apa gunanya belajar ilmu pedangnya? Dari katakata
si nona tadi sudah kentara kepandaiannya tiada sesuatu
yang luar biasa."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, jika nona itu dapat mengenali asal-usul ilmu
pedangnya, dengan sendirinya juga mempunyai kepandaian
untuk memecahkan ilmu pedangnya," kata seorang lagi.
"Maka, saudara cilik, jika engkau ingin mengangkat guru
seharusnya kau belajar saja pada nona cilik itu,"
Memangnya Tok Put-hoan lagi mendongkol karena Giokyan
dapat membongkar asal-usul perguruannya, sekarang
mendengar macam-macam sindiran dan olok-olok itu, tentu
saja ia tambah gemas. Ia coba melirik Giok-yan, dilihatnya
dengan mesra nona itu sedang memandang Buyung Hok
dengan termangu-mangu tanpa menghiraukan ucapan orang
lain.
Sepantasnya jika ada orang mengatakan dia dapat
mematahkan ilmu pedangnya Tok Put-hoan maka seharusnya
dia lekas menyangkal kalau tidak itu berarti diam-diam ia
mengakui akan kebenaran hal itu. Padahal saat itu yang
sedang dipikirkan Giok-yan adalah "Kenapa Piauko tampak
kurang gembira, apakah dia marah padaku? Kesalahan apakah
yang kulakukan ? Ah, jangan-jangan karen... karena 'Siansuhu
itu telah melukis gambarku dan disimpan dalam bajunya,
maka piauko menjadi marah?"
Sebaliknya demi melihat Giok-yan diam-diam saja, tidak
menyangkal juga tidak mengiakan, keruan Tok Put-hoan
menjadi murka. Sekilas dilihatnya lukisan yang tertaruh di atas
meja sebelahnya tiba-tiba timbul pikirannya, "Bocah ini telah
melukis gambar nona itu dan disimpan dengan baik-baik,
dengan sendirinya karena dia sangat mencintai nona itu," Agar
dia mau mengaku tentang pesan Tong-lo rasanya aku harus
memperalat nona yang disukainya itu. Ya, ya, harus
demikian!"
Maka segera ia berkata pula, "Saudara cilik aku mengetahui
isi hatimu seluruhnya! hehe, yang laki-laki gagah, yang
perempuan cantik, memang suatu pasangan yang sangat
setimpal, tapi tanpa orang perantara, rasanya cita-citamu juga
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sukar terkabul. Baik begini saja, segalanya serahkan saja
padaku, nona ini akan kujodohkan padamu sebagai istri,
sekarang juga upacara dapat dilangsungkan dan malam ini
juga kalian boleh menggunakan Leng-ciu-kiong ini sebagai
kamarpenganten baru. Bagaimana, mau?"
Sambil bertanya, jarinja pun menunjuk ke arah Giok-yan.
Keruan muka Hi-tiok berubah merah, cepat sahutnya,
"Tidak, tidak!Siansing jangan salah paham" .
"Ah, buat apa pura-pura?" ujar Tok Put-hoan. "Manusia
kalau sudah dewasa harus menikah, setiap orang suka
memperistrikan nona manis, siapa di dunia ini yang tidak suka
wanita cantik-cantik. Kenapa mesti malu?"
Apa yang menjadi idam-idaman hati Hi-tiok adalah "dewi
impian" yang tak bisa dilupakan itu, sekarang mendadaK.
rnendengar ucapan Tok Put-hoan itu, seketika ia menjadi
rikuh dan berkata dengan gugup, "Aku ... aku,... . "
"Sudahlah, tidak perlu 'aku.. aku' segala, ha-ha beres, dah"
demikian kata Tok Put-hoan dan pedangnya segera bergerak
ke kanan dan ke kiri, dalam jurus "Thian-ju-kiong-lo" (langit
seluas daun kelor) serta "Pek-lo-bong-hong" (kabut kobat ke
mana pergi), dua jurus ilmu pedang mengepung kanan-kiri
Ong Giok yan, dengan begini ia menduga si nona pasti akan
terkejut dan melangkah maju untuk menghindari dengan
demikian secara mudah ia dapat menyeret Giok-yan ke
depannya.
Kiranya sejak tua-muda dan laki perempuan seluruh,
anggota It-ji hui-kiam-bun dibunuh bersih olehTong-lo, hanya
tertinggal Tok Put hoan yang berhasil melarikan diri ke Tiangpek-
san di timur laut yang dingin itu. Dengan giat ia melatih
ilmu pedangnya dan secara kebetulan, ia dapat menentukan
sejilid kitab ilmu pedang tinggalan orang kosen "Bu-liangkiam,"
dengan tekun ia melatih selama 30 tahun, akhirnya
ilmu pedang sakti itu dapat diyakinkan dengan baik, ia percaya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
jarang ada tandingannya lagi didunia ini, maka ia lantas
berangkat ke selatan untuk menuntut balas.
Di tengah jalan, sekaligus ia telah membunuh beberapa
tokoh persilatan terkenal sehingga namanya termasyur.
Karena itu ia ..menjadi tambah congkak dan. merasa "dunia
ini aku punya" dan segala apa yang dia katakan cepat akan
diturut arang lain. Sekarang ia bermaksud menawan Giok-yan
dulu, dengan demikian ia dapat menggunakan nona itu
sebagai sandera untuk rnenukar rahasia Sing-si-hu kepada Hitiok.
Giok-yan sendiri msski pengetahuannya sangat luas, tapi
ilmu silatnya sebenarnya biasa saja. Demi melihat Tok Puthoan
menyerang, segera ia tahu jurus serangan apa itu dan
bagainiara cara memunahkannya. Tapi biar pikirannya bekerja
untuk mempratekkan justru tidak bisa. Dalam pada itu sinar
pedang sudah mengurung tiba ia menjadi gugup dan menjerit.
Buyung Hok yarig berdiri di sebelah Giok-yan dapat melihat
serangan Tok-Pu-hoan itu tidak bermaksud mencelakai Giokyan,
pikirnya, "Biarlah aku diam saja, ingin kulihat orang she
Tok ini hendak main gila apa-apa. Dan apakah Siauhwesio ini
akan membeberkan rahasianya demi Piaumoai?"
Sebaliknya Toan Ki menjadi kuatir demi melihat Giok-yan
diserang Tok Put-hoan, tanpa pikir lagi segera ia keluarkan
langkah ajaib "Leng-po-wi-poh" dan menerjang maju,
langsung ia mengadang di depan Giok-yan. Ternyata gerakan
pedang Tok Put-hoan masih kalah cepat daripada langkah
Toan Ki yang hebat itu.
Namun demikian, entah sengaja atau kuatir tidak keburu
menarik kembali senjatanya, "crit" di mana sinar pedang
menyambar tahu-tahu dada, Toan ki tergores mulai dari leher
sampai ke perut sepanjang belasan senti, seketika bajunya
bedah dan kulitnya terluka. Rupanya Tok Put-hoan juga tiada
maksud hendak membunuh orang, maka goresan itu, hanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
satu-dua mili dalamnya, meski panjang lukanya, tapi tidak
parah.
Namun Toan Ki sudah ketakutan hingga terkesima. Waktu
menunduk dan rnelihat dada sendiri tetruka sedemikian
panjangnya dan darah merembes keluar, la sangka perutnya
sudah terbedah dan segera akan binasa, maka ia terus
berteriak, "Nona Ong, le ... leskas engkau menyingkir pergi,
biar aku merintangi dia lagi!"
"Huh, kau sendiri setiap saat bisa mampus, tapi justru ingin
membela orang lain," jengek Tok Put-hoan. Lalu ia menoleh
kepada Hi-tiok dan berkata, "Saudara cilik, rupanya banyak
juga yang penujui nona ini, biarlah kulenyapkan dulu seorang
saingan asmara bagimu!"
Sembari berkata ujung pedang terus menuding di depan
dada Toan Ki asal dia mendorong perlahan, seketika ulu hati
pangeran Tayli itu bisa tertembus.
"Karuan Hi-tiok kaget, serunya, "Jangan! Sekali-kali
jangan!”
Dan karena kuatir Tok Put-hoan benar-benar membunuh
Toan Ki, cepat ia gunakan jari kiri untuk menjelentik pelahan
"Thai-yan-hiat" tangan Tok Put-haon.
Seketika Tok Put-hoan merasa lengannya linu tak
bertenaga sehingga cekalannya menjadi kendur, kesempatan
itu segera digunakan Hi-tiok untuk merampas pedangnva.
Tampaknya enak saja Hi-tiok merampas pedang lawan, tapi
sebenarnya dia telah menggunakan "Siau-bu-siang-kang" yang
maha hebat dari Thian-san-ciat-bwe-jiu ajaran Tong-lo,
biarpun kepandaian Tok Put-hoan lebih tinggi tiga kali lipat
juga tak mampu melawan.
Lalu Hi-tiok berkata, "Tok-siansing, Toan-kongcu ini adalah
orang baik, tidak boleh kau ganggu dia."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Habis berkata, ia kembalikan pedang itu kepada Tok Puthoan
dan kemudian memeriksa luka Toan Ki.
Toan Ki sendiri berkata pula dengan putus asa, "O, nona
Ong. aku .. aku akan mati, semoga engkau hidup bahagia
dengan Buyung-heng sampai hari tua. O, ayah, O, ibu, aku ...
aku”
Padahal ia hanya terluka-lecet saja, cuma ia sangka dada
dan perutnya sendiri sudah dibedah orang dan pasti akan
mati, dalam keadaan lemah segera ia roboh ke belakang.
Ong Giok-yan memburu maju untuk memayangnya,
katanya dengan menangis, "O, Toan-kongcu, engkau ...
engkau telah berkorban bagiku”
Kepandaian Hi-tiok dalam hal menyembuhkan luka segala
adalah ajaran Liong-ah Lojin So Sing-ho, meski tidak cekatan
seperti Sih-sin-ih, tapi iapun paham di mana letak tempat yang
penting dari setiap luka yang bersangkutan, maka dengan
cepat ia tutuk beberapa hiat-to di atas luka Toan Ki, kemudian
barulah ia periksa jalur luka yang panjang itu, ia merasa lega
dan berkata dengan tertawa, "Toan-kongcu, lukamu ini sangat
ringan, dua tiga hari saja pasti sembuh,"
Badan Toan Ki dipegang oleh Giok-yan, gadis itu kelihatan
menangis pula baginya, kerena sukma Toan Ki seakan-akan
terbang ke awang-awang, girangnya seperti orang ketomplok
rejeki, katanya, "No..... nona Ong, apa ... apa engkau
menangis bagiku?"
Giok-yan mengangguk dam air matanya kembali
bercucuran pula.
"O, aku Toan ki bisa hidup seperti sekarang ini, biarpun dia
membacok seratus kali lagi padaku pun aku rela mati seratus
kali bagimu," ujar Toan Ki.
Begitulah mereka bicara sendiri sehingga apa yang
dikatakan Hi-tiok tadi sama sekali tidak diperhatikan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebabnya Giok-yan menangis adalah karena terharu dan
berterima kasih. Sebaliknya, demi melihat nona yang
dicintainya itu menangis baginya, dengan sendirinya Toan Ki
tidak pedulikan lagi akan mati atau hidupnya sendiri.
Kejadian Hi-tiok merampas dan mengembalikan pedang
hanya dilakukan dalam sekejap saja, selain Buyung Hok dapat
mengikuti dengan jelas dan Tok Put-hoan sendiri pun paham,
bagi orang lain tetap menyangka Tok Put-hoan yang tidak
tega dan sengaja mengampuni jiwa Toan Ki,
Padahal rasa gusar Tok Put-hoan sangat sukar dilukiskan.
Terpikir olehnya, "Ilmu pedangku ini adalah hasil penemuanku
secara kebetulan dari kitab pusaka yang kuperoleh dan telah
kulatih selama 30 tahun, mengapa di dunia ini masih ada yang
mampu menandingiku? Ah, bisa jadi secara kebetulan saja
Thian-yaa-hiat di tanganku terbentur olehnya, ya, segala
sesuatu di dunia isi memang sering terjadi secara kebetulan.
Jika ia betul-betul mempunyai kepandaian, mengapa sesudah
merampas pegangku lantas dikembalikan lagi padaku? Apalagi
usia bocah ini masih muda belia, betapa kekuatannya
sehingga dia mampu merampaa pedang dari tanganku”
Berpikir demikian, segera timbul lagi semangatnya, segera
bentaknya, "Bocah keparat, berani kau ikut banyak cingcong!'”
Sekali bergerak, ujung pedangnya lantas menempel di
punggung Hi-tiok. Sedikit ia dorong pedangnya ke depan
dengan maksud melukai Hi-tiok sebagaimana dia melukai
Toan Ki dengan demikian ia menduga pemuda itu pasti juga
akan ketakutan.
Siapa tahu sekarang dalam badan Hi-tiok sudah penuh Pakbeng-
cin-gi, sekali ujung pedang Put-hoan membangkitkan
reaksi Cin-gi atau hawa murni, mendadak ujung pedang itu
meleset kesamping tubuh Hi-tiok.
Karuan Tok Put-hoan terkejut, tapi perubahan-nyaa juga,
sangat cepat, segera ia ganti serangan menabas dari samping
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ke iga Hi-tiok dalam jurus "Giok-tai-wi-yau" (ikat pinggang,
kemala melilit pinggang), sekali ini serangannya cukup ganas
dan tidak kenal ampun lagi. Kini ia tahu ilmu silat Hi-tiok
sebenarnya sangat tinggi, maka tidak berani semberono lagi.
Sebaliknya Hi-tiok bersuara heran, sambil sedikit mengegos
ia tidak paham mengapa mendadak Tok Put-hoan
menyerangnya lagi, padahal barusan masih membujuknya
dengan ramah tamah. Maka terdengar "bret" sekali ujung
pedang menyambit lewat di bawah ketiaknya sehingga
jubahnya yang baru itu terobek.
Karena serangan kedua luput lagi, dalam kagetnya timbul
juga rasa takut Tok Put-boan. Tapi ia masih belum kapok,
sedikit tubuhnya berputar, secepat kilat pedangnya menusuk
pula, sekali ini mendadak ujung pedang memancarkan cahaya
hijau dan yang di arah adalah dada Hi-tiok.
Serentak terdengar para petualang menjerit kaget dan
kagum, terhadap cahaya pedang yang tajam itu. Begitu pula
Hi-tiok terkesiap demi nampak cahaya pedang yang aneh itu,
dilihatnya pula wajah Tok Put-hoan menyeringai bengis, ia
kuatir dirinya tidak mampu menangkis, maka cepat kakinya
menggeser pergi dengan langkah "Leng-po-Wi-poh".
Sekarang Tok Put-hoan ini dilancarkan dengan sepenuh
tenaga dan sukar dihentikan, maka terdengar "craak" sekali
ujung pedang menancap dipilar batu di belakang Hi-tiok tadi
sedalam bebeberapa senti.
Pilar batu itu adalah batu pualam yang keras, tapi toh
dapat ditembus oleh ujung pedang yang lemas, maka dapat
dibayangkan betapa hebat tenaga dalam yang dikerahkan oleh
Put-hoan itu. Tanpa terasa para petualang sama bersorak
memuji.
Dua kali menyerang tidak kena, segera Tok Put-hoan
mencabut kembali pedangnya dan memburu ke arah Hi-tiok
sambil membentak, "Saudara cilik, kamu akan lari ke mana?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok menjadi takut, cepat kakinya menggelar lagi dalam
langkah ajaib itu.
Pada saat itulah mendadak di sebelah kiri ada orangg
menyindir, "Hwesio cilik, lebih baik rebahan!"
Pembicara itu adalah seorang wanita, di mana sinar
berkelebat, dua batang pisau terbang menyambar lewat di
depan Hi-tiok.
Biar Leng-po wi-poh yang dilatih Hi-tiok itu tidak semahir
Toan Ki, tapi langkah ajaib itu benar-benar sangat hebat,
dimana tubuhnya berputar; betapapun cepat menyambar
pisau terbang musuh juga dapat dihindarkan Hi-tiok dengan
gampang.
Maka tertampaklah seorang wanita cantik setengah umur
berbaju jambon sedang angkat kedua tangannya dan tahutahu
kedua batang pisau terbang tadi kembali terpegang
olehnya, kedua tangannya seperti mempunyai daya sedot
yang sangat sehingga sehingga kedua pisau itu dapat ditarik
kembali.
Seketika Tok Put-hoan memuji, "Kepandaian menimpuk
hui-to (pisau terbang) Hu-yong Siancu memang maha sakti,
sungguh telah menambah pengalaman kita!"
Hi-tiok jadi ingat bahwa Kiam-sin Tok Put-hoan dan Huyong
Siancu ini adalah sekomplotan dengan Put-peng Tojin.
Sekarang Tojin itu telah binasa tertimpuk biji cemara di
puncak salju maka tidak heran bila kedua orang ini hendak
membalas dendam bagi kawannya itu.
Karena merasa menyesal, segera Hi-tiok berhenti di
tempatnya dan memberi hormat kepada Kiarn-sin serta Huyong
Siancu, katanya dengan merendah, "Caihe memang
telah berbuat salah, sungguh aku sangat menyesal Jika kalian
hendak memukul atau memaki diriku, biar bagaimanapun
akan kuterima dengan baik."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nama asli Hu-yong Siancu adalah Cui Lik-hoa, la saling
pandang sekejap dengan Tok Put-hoan dan sama-samaa
menganggap Hi-tiok merasa takut kepada mereka. Taapa ayal
lagi mereka terus melompat maju dan masing-masing
memegang sebelah tangan Hi-tiok.
Hi-tiok benar-benar sangat menyesal bila teringat pada
kematian Put-peng Tojin yang mengerikan itu, maka tiada
hentinya mulutnya meminta ampun, "Ya, ya, Caihe memang
salah, silakan kalian memberi hukuman setimpal, dengan rela
akan kuterima, biarpun, aku harus mengganti juwa juga tidak
berani melawan."
"Jika kamu ingin diampuni juga tidak sukar asal kamu
mengaku terus terang apa pesan tinggalan Tong-lo waktu
akan mati," kata Put-hoan "Nah, lekas katakan padaku dan
segera kuampuni jiwamu."
"Siaumoai boleh ikut mendengarkan tidak, Tok-siansing?"
dengan tersenyum Hu-yong Siancu bertanya.
"AsaI kita dapat, menemukan cara memunahkan Sing-sihu,
maka para kawan yang hadir di sini akan mendapatkan
berkahnya semua, bukan aku sendiri saja yang akan
mendapat kebaikannya?" ujar Put-hoan. Ia tidak menjawab
boleh atau tidak Cui Lik-hoa ikut rnendengarkan, tapi di balik
arti kata-katanya itu terang ia sendiri ingin mengangkangi
hasilnya.
Maka dengan tersenyum Cui Lik-hoa alias Hu-yong Siancu
berkata, "Namun aku tidak sebajik dirimu, aku justru tidak
suka kepada bocah macam begini."
Habis berkata, sekaki tangan Hi-tiok yang di pegangnya itu
diangkat, berbareng tangan lain yang memegang kedua bilah
hui-to tadi terus menikam dada Hi-tiok.
Kiranya tujuan Tok Put-hoan adalah ingin mendapatkan
rahasia pemunah Sing-si-hu, dengan ini ia dapat
mempengaruhi para petualang di bawah perintahnya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sebaliknya Cui Lik-hoa mempunyai tujuan berbeda. Soalnya
dia mempunyai saudara yang bernama Cui Serig telah dibunuh
oleh tiga orang Tongcu dari ke 36 gua itu, maka ia bertekad
hendak menuntut balas, ia inginkan rahasia Sing s i-hu itu akan
hilang untuk selamanya sehingga tiada seorang pun yang
dapat memunahkan racun dalam tubuh para Tongcu itu,
dengan demikian ketiga Tongcu musuhnya itu tentu akan mati
konyol. Sebab itulah mendadak ia menyerang Hi-tiok, orang
satu-satunya yang mungkin mengetahui rahasia Sing-si-hu
tinggalan Thian-san Tong-lo.
Saat itu pedang Tok Put-hoan sudah dikembalikan ke dalam
sarungnya, untuk menangkis terang tidak keburu lagi. Dalam
kagetnya dengan Sendirinya dan tanpa pikir Hi-tiok terus
mengadakan perlawanan. Sekali kedua tangannya diangkat
dan dikipaskan, kontan Tok Put-hoan dan Cui Lik-hoa tergetar
mundur beberapa tindak sehingga tikamannya meleset.
Cui Lik-hoa lantas membentak dan kedua pisau terbang
ditimpukkan ke arah Hi-tiok. Sekali ini Tok Put-hoan sudah
sempat melolos pedang dan menangkis ke atas. Namun Cui
Lik-hoa sudah menduga akan kemungkinan itu, maka
menyusul belasan pisau terbang lain menyambar pula secara
berantai. Bahkan tiga batang di antaranya, sengaja ditujukan
ke arah Toh Put-hoan agar dia terhambat, dengan demikian
pisau lain dapat menghambur ke muka, leher, dada, perut dan
bagian mematikan di tubuh Hi-tiok.
Di sinilah Hi-tioK memperlihatkan ketangkasannya, ia
menancap ke sana dan menyambar ke sini, ia keluarkan
'Thian-san-ciat-kwe-jiu' yang sakti, sambil menangkap seraya
membuang sehingga terdengar suara gemerincing nyaring,
dalam sekejap saja tiga belas batang senjata telah terlempar
di samping kakinya, 12 batang adalah pisau terbang Hu-yoig
Siancu dan sebatang lagi adalah pedang Tok Put-hoan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rupanya sekali Hi-tiok sudah "main", ia tidak perhatikan
lagi s iapa lawannya, sehingga pedang Tok Put-hoan juga turut
dirampas.
Sesudah merampas. 13 batang senjata, ketika melihat
wajah Tok Put-hoan pucat pasi, begitu pula Cui Lik-hoa
tampak sangat jeri, diam-diam Hi-tiok mengeluh, "Wah,
celaka, kembali aku membuat orang marah lagi."
Maka cepat ia berkata, "Harap kalian jangan marah atas
perbuatanku barusan inil"
Kemudian ia cakup ke13 batang senjata itu dan dihaturkan
ke depan Tok Put-hoan dan Cui Lik-hoa.
Dasar jiwa Cui Lik-hoa memang sempit, ia sangka Hi-tiok
sengaja hendak mengejeknya, tanpa bicara lagi kedua telapak
tangannya terus memukulke dada Hi-tok, "Plak', dengan tepat
sasarannya kena dihantam, tapi mendadak suatu kekuatan
maha dahsyat menyeang balik, Cui Lik-hoa berteriak kaget,
kontan tubuhnya mencelat ke belakang, "Bang" dengan tepat
menumbuk dinding batu dan menyemburkan darah,
Nyata ia terpental sendiri oleh karena tenaga tolakan Pakbeng-
cin-gi dalam tubuh Hi-tiok yang hebat itu.
Tok Put-hoan tidak banyak lebih lihai daripada Cui Lik-hoa,
sekarang melihat Cui Lik-hoa menghantam dan terpental
sendiri serta terluka parah, ia sadar sama sekali bukan
tandingan Hi-tiok. Tapi ia cukup pintar melihat gelagat, segera
ia memberi hitrmat kepada Hi-tiok dan berkata, 'Kagum,
sungguh kagum. Selamat tinggal, sampai bertemu pula!"
"Nanti dulu, harap Cianpwe ambil kembali pedangmu ini,"
seru Hi-tiok. "Tanpa sengaja Caihe membikin marah Cianpwe,
harap dimaafkan. Bila Cianpwe hendak mengejar atau
mendamprat diriku sekali-kali aku ... aku tidak berani
melawan,”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kata-kata Hi-tiok itu sebenarnya diucapkan dengan tulus,
tapi bagi pendengaran Tok Put-hoan menjadi sindiran tajam.
Dengan pucat pasi ia terus melangkah keluar pendopo dengan
langkah lebar.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar suara bentakan orang
perempuan, "Jangan bergerak Tempat apakah Leng-ciu-kiong
ini sehingga kalian boleh pergi-datang seenaknya?"
Tok Put-hoan terkejut dan serentak meraba pedangnya,
tapi sekali meraba tempat kosong, baru ia ingat pedangnya
telah dirampas Hi-tiok waktu mendongak, ia tidak melihat
pembicara tadi, hanya terlihat di depan pintu telah ditutup
oleh sebuah batu raksasa sehingga rapat sekali. Batu raksasa
itu entah sejak kapan diangkut ke s itu, ternyata tiada seorang
pun yang tahu.
Melihat itu, segera para petualang sadar telah masuk
perangkap dalam Leng-ciu-kiong itu. Ketika mereka menyerbu
ke atas gunung sepanjang jalan mereka telah membunuh para
wanita baju kuning banyak pula yang di tawan, ketika masuk
ke dalam ruang pendopo itu pun mereka mengadakan
pembersihan lebih dulu. Tapi habis itu mereka lantas
terpengaruh deh urusan Sing-si-hu sehingga lupa bahwa di
sekitar situ masih sangat berbahaya bagi mereka
Sekarang dengan nampak pintu gerbang telah disumbat
rapat oleh sepotong batu raksasa, baru sadarlah mereka
bahwa sekali ini mereka pasti akan celaka.
Tiba-tiba di bagian atas terdengar suara wanita tadi berkata
pula, "Empat dayang pribadi Tong-lo menyampaikain sembah
bakti kepada Hi-tiok Siansing!"
Waktu Hi-tiok menengadah, dilihatnya dekat dengan atas
ruang pendopo yang dibangun dengan balok batu itu
menonjol empat batu karang sehingga mirip sembilan buah
balkon, empat balkon di antaranya masing-masing terdapat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seorang nona cilik berusia antara 18 tahun dan sedang
memberi hormat padanya.
Balkon itu kira-kira 6-7 meter tingginya, tapi sesudah
memberi hormat, serentak keempat dara cilik itu melompat ke
bawah, ketika tubuh masih terapung di udara, tahu-tahu
tangan masing-masing sudah menghunus pedang, lalu
melayang turun dengan gaya seindah bidadari turun dari
kahyangan.
Melihat gaya lompatan keempat nona itu segera semua
orang tahu ginknng mereka sangat tinggi, keruan semua
orang sangat kagum dan jeri pula.
Warna pakaian keempat nona itu tidak sama, yang satu
berwarna merah jambun, yang kedua berwarna putih, yang
ketiga berwarna hijau pupus dan keempat berwarna kuning
muda.
Sesudah berdiri di tanah, kembali mereka menyembah lagi
kepada Hi-tiok dan berkata, "Hamba sekalian telah terlambat
menyambut kedatangan Cujin, harap Cujin memberi ampun!"
Cepat Hi-tiok membalas hormat dan berkata, "Keempat
saudari jangan banyak adat, lekas bangun!"
Sesudah keempat nona itu berdiri, kembali semua orang
terkesiap. Ternyata tinggi pendek mereka serupa, bahkan
muka mereka pun tiada ubahnya seperti 'pinang dibelah
empat'. Sama-sama beraut muka bulat telur, bermata hitam
jeli, semuanya cantik cantik.
"Siapakah nama kalian?" tanya Hi-tiok. Segera nona s i baju
jambon menjawab, "Hamba berempat adalah saudara kembar
empat,Tong-lo memberi nama kepada hamba sebagaiBwekiam,
dan ketiga adikku ini masing-masing bernama Lamkiam,
dan Kiok-kiam, tadi kami bertemu dengan saudarisaudari
dari An-thian-poh dan lain-lain serta mengetahui
semua perbuatan para budak keparat yang kurangajar ini.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sekarang tindakan apa yang harus kami lakukan, silakan Cujin
memberi, keputusan”
Mendengar nona itu mengaku saudara kembar empat, baru
sekarang semua orang paham duduknya perkara, pantas
muka dan badan mereka serupa. Mestinya semua orang
sangat suka karena melihat muka mereka cantik-cantik dan
suara mereka enak. didengar. Tapi demi mendengar kata-kata
terakhir tentang "budak keparat yang kurangajar" itu, para
petualang menjadi gusar karena merasa telah dimaki.
Segera ada dua orang memburu maju, seorang bersenjata
golok dan yang lain memakai sepasang Boan-koan-pit (potlot)
berbareng mereka membentak, "Dara cilik, rnulai kalian berani
sembarangan . … "
Sampai disini, sekonyong-konycmg sinar tajam berkelebat,
Lang-kiam dan Tiok-kiam berbareng melancarkan serangan,
menyusul terdengar suara "trang-tring" dua kali, tahu-tahu
tangan kedua lelaki tadi terkutung sebatas pergelangan
tangan, kutungan tangan itu jatuh ke lantai dengan masih
memegang senjata masing-masing.
Saking cepatnya serangan itu sehingga mesti tangan
mereka sudah putus, tapi mereka masih terus bicara," ....
mengoceh seperti kentut! .... Aduh!" dan sesudah menjerit,
cepat mereka melompat mundur sehingga darahpun
berceceran.
Hi-tiok kenal jurus serangan Lara-kiam berdua itu adalah
sejurus ilmu pedang ciptaan Tong-lo yang pernah dipakai
menguji Li Jiu-sui, sudah tentu kedua lelaki itu tidak dapat
menghindarkan serangan maha lihai itu.'
Hanya sekali serang kedua nona cilik sudah menabas
kutung tangan dua orang, keruan yang lain-lain menjadi jeri.
Apalagi mereka terkurung dalam ruang yang dibangun dengan
balok-balok batu, disekitarnya entah terdapat perangkap apa
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pula, seketika para petualang hanya saling pandang belaka
dan tiada seorang pun berani bersuara.
Di tengah kesunyian itu, tiba tiba di antara orang banyak
ada lagi seorang mulai kumat racun Sing-si-hu nya sehingga
mengeluarkan suara yang menyeramkan.
Selagi semua orang saling pandang dengan takut tiba-tiba
seorang lelaki tinggi besar berlari maju, kedua matanya
tampak merah beringas, kedua
tangannya juga mencakar-cakar dada dan muka sendiri
sehingga baju robek dan badan hancur.
"Wah, Ha Tai-pa, Tocu dari Thi-go-to!" demikian ada orang
berseru
Lelaki yang bernama Ha Tai-pa itu masih terus
menggerang-gerang dan mengamuk seperti harimau terluka.
"Blang", sebuah meja dihantam remuk oleh kepalanya yang
sebesar mangkuk. Habis itu ia terus menerjang ke arah Kiokkiam.
Melihat muka yang beringas dan potongan tubuh yang
menakutkan itu, Kiok-kiam menjadi lupa kepada ilmu
pedangnya sendiri yang lihai, saking takutnya ia terus
menubruk ke dalam pelukan Hi-tiok. Segera Ha Tai-pa
berganti sasaran dengan pentang tangan yang lebar ia hendak
rnencakar Bwe-kiam.
Saudara kembar empat itu mempunyai satuperasaan,
karena Kiok-kiam ketakutan, muka Bwe kiam ikut ketularan,
melihat Ha Tai-pa, menubruk ke arahnya, sambil menjerit
takut ia pun lari dan sembunyi di belakaog Hi-tiok.
Karena tubruk sini-sana tidak kena sasarannya, segara Ha
Tai-pa membalik kedua tangannya dan mencakar matanya
sendiri. Para petualang ikut kuatir dan takut, mereka tahu
pikiran Ha Tai-pa sudah gelap saking tak tahan siksaan racun
Sing-si-hu yang bekerja dalam tubuh.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Syukur Hi-tiok lantas berseru, "Hei, jangan begitu!"
Berbareng lengan bajunya terus mengibas sehingga, kena
siku kedua tangan. Ha Tai-pa, kedua tangan itu lantas terjulur
lemas ke bawah.
"Rupanya Sing-si-hu yang tertanam di tubuh saudara ini
sedang kumat, biarlah kupunahkan bagimu," kata Hi-tiok.
Segera ia keluarkan satu jurus Liok-yang-ciang dan menepuk
sekali punggung Ha Tai-pa.
Seketika Ha Tai-pa tergetar, seluruh tubuhnya serasa
kehilangan tenaga dan duduk terkulai ke lantai.
Pada saat itulah secepat kilat dua batang pedang menusuk
juga ke hulu hati Ha Tai-pa, rupanya kesempatan itu telah
digunakan oleh Lam--kiam dan Tiok-kiam untuk menyerang.
"Ha, jangan!"cepat Hi-tiok berseru dan sekali tangannya
menjulur, dengan mudah kedua pedang dirampasnya. Lalu
terdengar ia bergumam sendiri, "Wah, gawat! Entah Sing-sihunya
terletak di bagian mana?"
Kiranya meski Hi-tiok sudah mahir caranya memunahkan
Sing-si hu, tapi karena pengalamannya masih cetek sehingga
dia tidak tahu bahwa Ha Tai-pa jatuh karena tidak tahan oleh
tenaga dalamnya yang dahsyat.
Tak terduga Ha Tai-pa lantas berkata, 'Terletak di ... di
Koan ... Koan-ki-hiat.”
Segera Hi-tiok menggunakan tenaga Liok-yang-jiu untuk
memunahkan pula racun dingin Sing-si-hu yang bekerja di
bagian hiat-to yang disebut itu.
Seketika Ha Tai-pa terbangkit ia berjingkrak keigirangan
seperti orang gila, mendadak ia berlutut dan menyembah
sehingga kepalanya membentur lantai dan berkata, "Inkong
(tuan penolong) yang mulia, jiwa Ha Tai-pa telah ditolongmu,
untuk selanjutnya segala perintah Inkong, baik masuk lautan
api maupun terjun ke air mendidih, tidak nanti berani kutolak"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Biasanya Hi-tiok sangat sopan terhadap siapapun juga,
demi melihat Ha Tai-pa menjalankan penghormatan setinggi
itu padanya, cepat ia pun berlutut dan Balas menjura sambil
berkata, "Caihe tidak berani terima penghormatan setinggi ini
terimalah kembali hormatku ini.”
"Harap Inkong lekas bangun, engkau telah menolong
jiwaku, mana kuberani terima penghormatan ini!" teriak Ha
Tai-pa. Dan sebagai tanda terima kasihnya, kembali ia
menyembah pula.
Melihat orang menjura segera Hi-tiok balas menjura juga.
Selagi kedua orang itu saling menjura tidak habis-habisnya.
Mendadak terdengar teriakan orang banyak, "Punahkan juga
Sing-si-hu dalam badanku. Tolong punahkan juga Sing-si-hu
dalam badanku”
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 69
Serentak orang-orang yang merasa terkena Sing si-hu
lantas merubung maju sehingga Hi-tiok dan Ha Tai-pà
terkurung di tengah.
Seorang tua lantas menarik bangun Ha Tài pa, katanya,
"Sudahlah, jangan menjura lagi kita beramaì-ramaì juga ingin
minta tolong pada Inkong."
Melihat Ha Tai-pa sudah bangkit, baruilah Hi-tiok ikùt
berdiri kembali, katanya, "Harap kalian Jangan ribut dulu,
dengarkan ucapanku!"
Mendengar-bakal tuan penolong mereka hendak "pidato”,
seketika suasana menjadi sunyi senyap.
Dan sesudah semua orang tidak bersuara lagi itu Hi-tiok
angkat bicara, "untuk memunahkan sing-si-hu boleh dikatakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tidak sulit bagiku. Tapi harus kuketahui dulu dengan tepat
tempat mana yang terkena penyakit ítü, apakáh kalian
masing-masing mengetahui sendiri?"
Maka semua orang menjadi ribut lagí, ada yang
menyatakan tahu. ada yang bilang tempat hiat-to yang
terkena 'Sing-si-hu, dan ada yang mencaci maki karena tidak
tahu letak tempat yang keracunan.
Mendadak seorang di antaranya membentak, "Diam! Diam
semua! Cara ribut seperti kalian ini, tentu Hi-tiok-cu Siansing
tidak dapat mendengarkan dengan baik."
Ternyata yang bersuara itu adalah, kepala para petualang
itu, yaitu Oh-loloa. Maka keadaan menjadi tenang seketika.
Lalu Hi-tiok berkata, "Meski Caihe mendapatkan ajaran
Tong-Io tentang cara memunahkan Sing-si-hu .... "
Belum habis ia bicara, serentak beberapa orang lantas
berteriak. "Bagus, bagus sekali!"
"Hahahahaaaaha Jiwa kita bakal selamat semua!"
Maka Hi-tiok melanjutkan, "Tapi dalam hal memeriksa dan
menentukan tempat penyakit mungkin sungguh harus
kukatakan kepandaianku terlalu dangkal. Tapi kalian juga tidak
perlu kuatir asal tahu betul letak tempat yang terkena Sing-sihu,
tentu akan kutolong untuk memunahkannya. Andaikan
tidak tahu tempatnya, kita juga bisa tukar pikiran dan dapat
memecahkannya, pendek kata akhirnya pasti akan
kusémbuhkan kalian."
Seketika para petualang itu bersorak gembira sehingga
seluruh ruang terguncang seakan-akan runtuh.
Dan sesudah sùara sorak-sorai itu mereda, tiba-tiba Bwekiam
berkata dengan dingin "Hm, jika Cujin hendak
memunahkan Sing-si-hu kalian hal ini adalah berkat belas
kasihan beliau. Akan tetapi kalian telah berani mati membikin
Tong-lo menghilang dari istana dan àkhirnya beliau wafat di
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rantau, kalian berani menyerbu pula ke sini sehingga
mengakibatkan tidak sedikit korban di antara kawan Kia-thianpoh.
Coba katakan yang kalian ini cara bagaimana harus
diperhitungkan?”
Para petualang saling pandang dengan kebat-kebit mereka
tahu apa yang dikatakan Bwe-kiam itu memang betul. Jika Hitiok
adalah ahli waris Thian-san Tòng-lo, maka terhadap dosa
méreka tentu takkan dibiarkan begitu saja. Mereka menjadi
takut dan bingung.
Untunglah Oh-lotoa segera berkata pula, "Tentang ucapan
nona ini memang benar. Dosa kami memang terlalu besar,
maka kami rela menerima hukuman dari Hi-tiok Cu Siansing."
Mendengar ucapan Oh-lotoa itu, para petualang yang lain
paham juga maksudnya, segera mereka ikut berseru. "Benar,
dosa kami terlalu banyak, hukuman apa yang hendak
dijatuhkan Hi-tiok cu Siansing kepada kami, dengan rela kami
siap menerimanya."
Ada di antaranya yang kapok benar-benar oleh siksaan
Sing-si-hu, terus saja mereka menyembah berulang-ulang
sambil minta ampun.
Hi-tiok sendiri menjadi bingung malah katanya kepada
Bwe-kiam, "Enci Bwe-kiam, bagaimana menurut
pendapatmu?”
"Mereka ini bukan manusia baik, mereka telah membunuh
kawan kita sebanyak ini, harus suruh mereka mengganti
nyawa," sahut bwe-kiam.
Tongcu dari Giok-sian-tong adalah seorang kakek berumur
70-an tahun, ia memberi hormat kepada bwe-kiam dan
berkata,' "Nona, karena kami terlalu tak tahan oleh siksaan
Sing-si-hu, dalam keadaan, kalap sehingga tanpa pikir berani
main gila ke Biau-biàu-hong sini, untuk, ini mohon nona sudi
memberi ampun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Bwe-kiam lantas mênarik muka dan berkata, "Tidak,
mereka yang pernah membunuh orang harus segera menahan
lengan kanan sendiri ini adalah hukuman yang paling ringan."
Sampai di sini ia merasa telah mendahului perintah sang
majikan, maka cepat ia berpaling kepada Hi-tiok dan berkata,
"Betul tidak, Cujin?"
Hi-tiok merasa hukuman demikian terlalu kejam, tapi ia pun
tidak ingin membikin menyesal Bwe-kiam maka sahutnya, '
"Ini….ini....kukira......”
Sekonyong-konyong di antara orang banyak itu tampil ke
muka seorang pemuda yang ganteng dan tampan, itulah dia
Toan Ki, pangeran dari Tayli.
Dasar Toan Ki memang suka usilan, suka ikut campur
urusan orang lain yang dianggapnya tidak adil. Maka ia
memberi salam kepada Hi-tiok, dan berkata dengan tertawa,.
"Saudara Hi-tiok, ketika orang-orang ini hendak menyerbu
Biau-biau-hong, seják mula juga aku tidak setuju biarpun aku
telah memberi nasihat, tetapi mereka tidak msu gubris, dan
hari ini mereka telah berdosa, untuk ini adalah pantas jika
saudara Hi-tiok memberi hukuman yáng setimpal. Maka
sekarang ingin kuminta suatu tugas dari saudara apa boleh
serahkan kepadaku untuk memberikan hukuman kepada
kawan-kawan ini?"
Tempo hari Hi-tiok juga dengar sendiri ketika Toan Ki
mencegah para petualang itu menyerang biau-biau-hong.
Maka ia cukup kenal watak pangeran Tayli yang berbudi ini,
diam-diam ia pun sangat menghormat padanya. Memangnya
sekarang ia sedang b¡ngung mengambil keputusan maka ia
menjadi girang atas ucapan Toan Ki itu sahutnya, "Bagus,.
bagus! Jika Toan-kongcu sudi membantu memecahkan soal
ini, sungguh aku merasa sangat berterima kasih.”
Semula para petualang itu sangat mendongkol karena Toan
Ki berani ikut campur urusan dan bahkan mendamprat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka, segera banyak di antaranya hendak mencaci-maki, Di
luar dugaan Hi-tiok lantas menerima saran Toan Ki tanpa pikir,
karuan méreka mengkeret dan menekan kembali caci-maki
yang hamper dílontarkan itu.
Toan Ki berdehem dulu sekali üntuk melicinkan
tenggokkannya, lalu ia menarik suara, "Terima kasih atas
kepercayaan saudara Hi-tiok kepádaku tentang dosa para
hadirin ini memang térlalu besar, tapi hukuman yang
kujatuhkan juga tidak ringan. SekárangHí-tiok cu Siansing
sudah menyerahkán tugas penyelesaian ini padaku, bila di
antara kalian ada yang membangkang tentu Hi tiok-cu
Siansing tak mau memunahkan lagi Sing-si-hu kalian.
Sekarang hukuman pertama adalah…… adalah kalian harus
menyembah delapan kali dengan penuh khitmad di hadapan
layon tong-lolo, kalian harus berdoa dan menyatakan kalian
telah insaf atas segala dosa yang pernah diperbuat kalian, jika
kalian tidak berdoa dengan bersungguh-sungguh, maka dosa
kalian akan tambah satu kali lipat.”
"Bagus, bagus! Hukumán pertama ini sangat tepat!" kata
Hi-tiok dengan senang.
Semulá para petualang itu tidak tahu Kongcu yang ketololtololan
ini entah dengan cara bagaimaná akan menghukum
mereka, maka hati mereka sebenarnya sedang kebat kebit
sekarang demi mendengar bahwa merekà hanya dihukum
menyembáh di depan layoñ Tong-lolo, keruan mereka girang
setengah mati dan serentak menyatákan tùnduk kepada
hukuman itu, andaikan nanti sambil menyembah dan diamdiam
mereka mengutuk Tòng lolo kan juga tiada orang tahu.
Sebaliknya Toan Ki tambah bersemangat karena syarat
pertama yang dikemukakan itu serentak diteríma semua
orang, segera ia berkata pula, "Dan syarat kedua, kalian juga
diharuskan menjura di depan layon para saudari Kin-thian-poh
yang telah gugur. Barang siapa di antara kalian yang telah
membunuh diharuskan juga menyembah dan berdoa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
disamping itu harus berkabung pula sebagai tanda berduka
cita. Dan bagi yang tidak membunuh dengan segera saudara
Hi tiok-cu akan menyembuhkan penyakitnya sebagai tanda
restu."
Memangnya sebágian besar dí antará para petualang
tidakmembunuh orang diatas Biau-biau-hong, dengan
sendirinya mereka lantas berseru menyatakan tunduk.
Sedangkan sebagian lain yang merasa telah membunuh
anggota Kin-thian-poh tadinya mereka hendak dihukum oleb
Bwe-kiam dengan menyuruh mereka menebas lengan kanan
sendiri, tapi sekarang mereka cuma di hukum menyembah,
dan berkabung saja, hukuman ringan yang berbeda seperti
langit dan bumi itu tentu saja cepat-cepat diterima mereka
dengan baik.
Akhirnya Toan Ki berkata pula, "Dan syarat yang ketiga,
kalian diharuskah tunduk kepada perintah Leng-ciu-kiong
untuk selama-selamanya, dilarang mempunyai maksud jahat
apa yang dikatakan Hi-tiok-cu Siansing kalian harus tunduk
padanya. Bukan saja harus menghormati Hi-tiok cu Siansing,
bahkan terhadap saudari Bwe-kiam berempat juga kalian
mesti menghormat padanya, tidak boleh bersikap kasar dan
kurang ajar pada mereka. Nah, sekian saja. Jika diantara
kalian ada yang merasa tidak setuju, bolehlah lekas maju
untuk coba-coba ukur tenaga dengan Hi tiok-cu Siansing,
bukan mustahil kalian akan diberi hajaran yang setimpal
olehnya."
Sudah tentu para-petualang itu tidak berani banyak
cingcong, serentak mereka menyatakan taat dan tunduk
bahkan ada yang menyatakan hukuman yang dijatuhkan
kepada mereka itu terlalu ringan dan minta ditinjau kembali.
Namun Toan Ki tetap menyatakan Cuma sekian saja
pidatonya, lalu katanya kepada Hi-tiok, "Saudara Hi tiok
bagaimana pendapatmu atas ketiga syarat hukuman yang
kusebut inl?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tepat sekali, banyak terima kasih,"' sahut Hi-tiok. Lalu ia
pun berpaling kepada Bwe-kiam berempat dan berkata,
"Kalian tentu setuju pula atas syarat-syarat hukuman itu,
bukan?"
Sahut Bwe-kiam, "Cujin, engkau adalah penguasa tertinggi
di Leng cu-kiong ini, apa yang Cujin rasakan baik, sudah tentu
hamba sekalian menurut saja."
Hi-tiok tersenyum dan berkata pula, "Akhirnya aku ... aku
ingin bicara lagi sedikit, entah ... entah pantas tidak kalau
kukatakan terus terang?"
"Hamba dari ke-36 gua dan ke-72 pulau selamanya berada
di bawah perintah-Biau-biau-hong, jika Kaucu ada perintah.
Apa-apa, tiada satu pun di antara hamba sekalian berani
membangkang." seru Oh-lotoa selaku kepala para petualang
itu,
"Tantang ketiga syarat hukuman yang diputuskan Toan
kongcu barusan itu sesungguhnya terlalu longgar dan sangat
menguntungkan kami yang berdósa ini. Andaikan Kaucu
sendiri akan menjatuhkan hukuman lain pula, hamba sekalian
tetap akan taat dan rela menerimanya."
Maka berkatalah Hi-tiok, "Usiaku masih terlalu mudà dan
pengalamanku sangat cetek, hanya berkat mendapat ajaran
beberapa jurus ilmu silat dari Tong-lolo saja, sebenarnya aku
malu untuk dipanggil sebagai "Kaucu” segala. Aku hanya
mempunyai dua titik pikiran, entah ... entah benar tidak,
biarlah kukatakan terus terang dan harap para hadirin
mempertimbangkannya."
Sejak kecil Hi-tiok selalu menduduki tempat yang rendah,
kerjanya cuma dibentak dan diperintah orang, selamanya dia
tidak pernah punya hak untuk mengemukakan pendapat
segala, sekarang dia mesti bicara di hadapan orang banyak,
dengan sendirlnya ia tambah kikuk dan tergegap suaranya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Bwe-kiam berempat sama berpikir "Mengapa
Cujìn.bersikap demikian masakah terhàdap kaum hamba yang
pantas dihukum mati juga mesti sungkan-sungkan?"
Maka terdengar Oh lotoa berkata, "Sedemikian baik dan
ramah Kaucu terhadap kami sungguh biarpun hancur-lebur
juga hamba sekalian merasa tidak cukup untuk membalas budi
kebaikan Kaucu Ini. Maka bila Kaucu ada perintah apa-apa,
silakan bicara saja!”
"Ya, ya, aku tidak pandai bicarä, hendaklah kalian jangün
... jangan mentertawai aku," ujar Hi-tiok. "Adapun dua Soal
yang hendak kukatakan adalah. pertama, ini rasanya terlalu
bersifat pribadi, sebab aku berasal ... berasal dari Siau-lim-si,
maka dari itu ingin kuminta bantuan kalian agar selajutnya di
kalangan kongouw janganlah membikin susah anak murid
Siau-lim-pai. Ini adalah permintaanku dengan tulus hati dan
berani kukatakansebagai perintah."
Segera Oh-lötoa berteriak kepada orang banyak. "Nah,
menurut perintah Kaucu, untuk selanjutnya bila para saudara
bertemu dengan para taisu dari Siau-lim-pai, kalian harus
menaruh hormat pada mereka, sekali-kali tidak boleh berbuat
kurangajar!"
Serentak para petualang berseru menyatakan taat.
Mendengar permintaan pertama telah disanggupi semua
orang dengan bulat maka Hi-tiok menjadi tambah besar,
segera ia berkata pula, "Terima kasih atas kesediaan kalian.
Tentang hal Kedua tak lain ialah kuharap kalian suka
mengingat sesamanya dan jangan sembarangan membunuh
orang. Paling baik kalau segala mahluk berjiwa jangan kalian
bunuh, kalau semut sajasayang pada jiwa mereka, apalagi
makhluk hidup lainya. Bahkan kalau bisa hendaknya pantang
makan barang berjiwa pula. Cuma pantangan ini memang
tidak mudah untuk dilakoni sebab aku sendiri akhirnya juga
melanggar larangan demikian ini. Pendek ....pendek kata
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membunuh orang adalah perbuatan yang tidak baik maka
hendaknya jangan membunuh!"
"Nah, dengarkan para kerabat bawahan Leng ciu-kiong,
Kaucu memberi perintah agar selanjutnya jangan
sembarangan membunuh orang tak berdosa dan makhluk
berjiwa, kalau melanggar tentu akan mendapat hukuman yang
setimpal." demikian seru Oh-Lotoa.
Dan kembali para petualang itu berseru menyatakan
tunduk.
"Oh-siansing engkau memang lebih pandai bicara dengan
singkat saja mereka telah menerima kata-katamu," ujar Hi-tiok
dengan tertawa. "Eh, di manakah letak bagian badanmu yang
terkena Sing-si-hu. Coba katakan, biar segera kupunahkan
bagimu.”
Sebabnya Oh lotoa berani menyérempet bahaya memimpin
pemberontakan ini tiadà lain ialah ingin memunahkan penyakit
Sing-si-hu yang menyiksa jiwa raganya itu, sekarang
mendengar Hi Tiok siap untuk menyembuhkan dia keruan
girangnya tak terkatakan saking terima kasihnya ia terus
berlutut dan menyembah pada Hi-tiòk."
Lekas Hi-tiok juga berlutut untuk membalas hormat dan
bertanya pula, "Oh-siànsing luka perutmu yang tertimpuk biji
cemara tempo hari apakah sekarang sudah sembuh?"
Sementara itu Bwe-kiam berempat sudah menggerakan
pesawat rahasia sehingga batu raksasa yang menyumbat
pintu gerbang pendopo itu terbuka dan serentak para anggota
Cù-thian-poh, Hian-Thian-poh dan lain-lain,membanjir masuk
berbarengterdengar pula suàra bentakkan dan teriakan Ting
Pek-Jwan, Pau Put-tong dan kawan-kawannya berbondongbondong
mereka pun menerobos ke dalam.
Kiranya tadi mereka telah keluar hendak bertempur dengan
Thian-san Tong-lo, tapi mereka tidak menemukan si nenek,
sebaliknya kebentur para anggota Cu-thian-poh dan lain-lain
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang sudah tiba di depan Leng ciu-kiong dengan mengusung
layon Tong-lo, dasar ucapan Pau Tut-ong memang kasar,
watak Hong Po-ok juga paling gemar berkelàhi maka tanpa
banyak omong terus saja merekà bergebrak dengan orangorang
Leng cui-kiong.
Sudah tentu.Ting Pek-jwàn berempat kewalahan melawan
keroyokan para wanita Leng-ciu-kiong yang cukup lihai itu,
maka mereka terdesak mundur dan menderita luka yang tidak
ringan. Untung pada saat yang gawat itu pintu gerbang dibuka
olah Bwe-kiam berempat dan berseru untuk menghentikan
pertempuran mereka, dengan demikian Ting Pekjwan
berempat tidak sampai binasa dikerubut lawan yang jauh lebih
banyak itu.
Begitulah segera para wanita dari kesembilan bagian Lengciu-
kiong itu lantas maju memberi hormat kepada Hi-tiok dan
atas perintah Hi-tiok di ruang pendopo itu lantas diadakan
perjamuan untuk melayani para petualang.
Buyung Hok merasa dirinya tiada gunanya tinggal lagi
disitu,segera ia membawa Ting Pek jwan dan lain-lain
memohon diri. Sementara ítu Kiam-sin Tok Put-hoan dan Hülong
Siancu Cui Lik-boa entah sejak kapan sudah mengeluyur
pergi.
Melihat Buyung Hok hendak pergi, dengan sangat Hi-tiok
menahannya. Tapi Buyung Hok berkata, " Aku turut bersalah
pada Biau-biau-hong, berkat kemurahan hati saudara, maka
kesalahanku itü tidak diusut lebih jauh, sungguh kami merasa
berterima kasih."
Dengan rendah hati Hi-tiok menjawab, "Ai, jangan berkata
demikian. Kepandaian kedua Kongcu (maksúdnya Buyung Hok
dan Toan Ki) serba pintar dan hebat, aku sendiri merasa
kagum tak terhingga dan ingin ... ingin bisa banyak meminta
petunjuk kepada Kongcu berdua, sebab .... sebab aku sendiri
sesungguhnya terlalu .. . terlalu bodoh!”
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah mengalami pertempuran tadi dan menderita
beberapa luka, memangnya Pau-Put-tong lagi mendongkol,
sekarang mendengar ucapan Hi tiok yang seperti sengaja
dibikin-bikin itu, ditambah Hi-tiok ternyata menyimpan gambar
Ong Gook yan, keruan Put-tong menjadi curiga dari mana
keledai gundul ini memperoleh gambar nona Ong itu, terang
dia seorang hwesio munafik dan cabul. Karena itu, segera Puttong
berseru, "Haha, Siausuhu minta kedua Kongcu tinggal
terus di s ini yang benar kau ingin si cantik yang tinggal di sini.
Kenapa tidak kau katakan terus terang minta nona Ong tinggal
di Biau-biau-hong"
Hi tiok menjadi bingung saf iutnya, "Ap ...apa maksudmu?
Nona , .. nona Ong apa?"
"Alah pakai pura-pura tldak tahu?" ejek Put tong.
"Pikiranmu tidak tulus, memangnya kaukira orang dari
keluarga Koh-soh Buyung semuanya dungu dan tidak tahu
maksudmu! Hehe, sungguh menggelikan!"
"Aku tidak paham apa yang Siansing maksudkan," sahut Hitiok.
"Entah urusan apa yang menggelikan?"
Dasar watak Pau Put-tong memang kukuh dan tidak mau
kalah, sekali penyakitnya angot, biarpun menghadapi bahaya
juga tak terpikir lagi olehnya. Terus saja ia mencak-mencak
dan berteriak-teriak, "Kau keledai gundul cilik ini mengaku
sebagai hwesio Siau-lim-si, jika benar kamu murid suatu
golongan yang tersohor mengapa kauganti bulu masuk ke
golongan yang terkenal jahat dan bergaul dengan kaum setan
iblis yang tak keruan ini? Hm, asal melihat dirimu aku lantas
dongkol. Seorang hweslo mempunyai gendak beratus wanita
merasa tidak cukup, sekarang mala hendak menaksir nona
Ong pula, Hm..ingin kukatakan padamu bahwa nona Ong
adalah kepunyaan Buyung-kongcu kami, katak buduk macam
dirimu ini hendaklah jangan mengimpikan sang bidadari lebih
baik lekas sadar kembali dari lamunan itu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah makin bicara makin semangat, sampai akhirnya ia
benar-benar mencak-mencak dan memaki-maki sambil
menuding hidung Hi-tiok.
Tentu saja Hi-tiok tambah bingung, sahutnya "Aku ... aku
ti... tidak …..”
Pada saat itulah mendadak Oh-lotoa dan Hi Tai-pa serentak
menubruk maju sambil membentak dan mengacungkan
senjatamereka yang berupa golok dan ganden raksasa,
berbareng mereka menyerang Pau Put-tong.
Buyung Hok tahu para petualang yang lagi disembuhkan
oleh Hi-tiok itu sekarang tentu akan membantu Hi-tiok dengan
mati-matian jika sampai terjadi pertempuran tentu akan sukar
meloloskan diri. Maka cepat ia pun melompat maju, ia
keluarkan kepandaiannya yang khas "Tau-coan-sing-ih” sekali
bergerak ia putar balikkan serangan lawan, bacokan golok Ohlotoa
diputar membacok ke arah Ha Tai-pa, sebaliknya ganden
Ha Tai pa digeser menjadi menghantam ke arah Oh-lotoa.
Màka terdengar suara "trang" yang keras kedua senjata saling
bentur sendiri dan lelatu api meletik.
Menyusul itu Buyung Hok terus mendorong pundak, Pau
Put-tong sehingga punggawanya itu terpental keluar pintu.
Habis itu ia memberi hormat kepada Hi-tiok dan bertata,
"Maaf, mohon pamit!"
Dan sedikit ìa melompat, tahu-tahu ia sudah berade di luar
pintu.
Ia tahu pintu pendopo itu terpasang pesawat rahasia, bila
batu raksasa tadi digeser untuk menyumbat pula, maka
mereka pasti tidak bisa lari.
Sebaliknya sama sekali tiada maksud Hi-tiok hendak
memùsuhi Buyung Hok, maka cepat sahutnya. "Nanti dulu,
Kongcu, bukan .... bukan begitu maksudku, aku... aku ...."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendadak Buyung Hok membalik tubuh dan berseru
dengan kencang, "Apakah, saudara menganggap dirimu
tiadatandingannya di dunia ini ingin memberi putunjuk
beberapa jurus padaku?”
"O, ti ... tidak, aku ti ... tidak..... " sahut Hi-tiok dengan
gelagapan sambil goyang tangannya.
"Kunjunganku ke sini memang agak sembrono, apa
barangkali saudara ingin menahan kami di sini?" seru Buyung
Hok pula.
Tetap Hi-tiok menggeleng kepala dan berkata, "Bu ...
bukan begitu maksudku”
Dengan angkuh Buyung Hok memandang pada Tongcu dan
Tocu serta Bwe-kiam berempat dan para anggota Kim-thianpoh.
Karena terpengaruh oleh sikapnya yang kereng, seketika
tiada seorang pun berani maju.
Selang sejenak, tiba-tiba Buyung Hok mengebaskan lengan
bajunya dan berkata "Mari berangkat!"
Segera ia melangkah pergi dengan cepat di iringi kawankawannya.
"Kaucu," seru Oh-lotoa kepada Hi-tiok jika dia dibiarkan
pergi dari Biau-bian-hong. Lantas ke mana pamor kita akan
ditaruh? Harap Kaucu lekas memberi perintah untuk menahan
mereka."
"Sudahlah," ujar Hl-tiok sambil geleng kepala "Aku ... aku
pun tidak tahu mengapa día marah-marah padaku? Ai,
tungguh aku tidak paham .. "
Sementara itu Giok-yan ikut pergi di antara rombongan
Buyung Hok itu, ketika tidak, melihat Toan Ki tiba-tiba ia
berpaling dan berseru, "Sampai bertemu lagi, Toan-kongcu!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hati Toan Ki tergetar rasanya menjadi pedih dan
tenggorokannya seakan-akan tersumbat, dengan sekuatnya, ia
pun menjawab, "Ya, sam….sampai bertemu!"
Ia lihat bayangan Ong Giok-yan semakin menjauh dan tidak
pernah berpaling pula, hanya telinganya masih berkumandang
ucapan Pau Put-hong tadi yang mengatakan, "Nona Ong
adalah kepunyaan Buyung-kongcu, orang lain hendaknya
jangan menaksirnya sepertí katak buduk mengimpikan
bidadari. Ya, memang benar ketika berdiri dí depan pintu tadí
betapa gagah perkasanya Buyung-kongcu. Hanya sekàlì saja
dia telah mematahkan serangan dua lawan kuat, caranya itu
menunjukkan betapa tinggi ilmu silatnya. Sebaliknya orang tak
punya kepandaian apa-apa.
Seperti diriku ini, dimana-mana hanya dibuat buah
tertawaan orang, sudah tentu tidak dipandang sebelah mata
oleh si día? Ai, betapa mesra dan kasih sayangnya nona Ong
ketika menandangi piaukonya itu. Sebaliknya aku Toan Ki lah,
benar-benar seperti, seekor katak buduk yang mengimpikan
bidadari!"
Begitulah sesaat itu dì ruang pendopo itu tengah tertegun
dua orang pemuda, Hi-tiok dan Toan Ki.
Hi-tiok merasa heran dan sangsi, la garuk-garuk kepala dan
bingung.
Sebaliknya Toan Ki termangu-mangu dan muram durja.
Kedua orang saling berhadapan dan diam saja sehingga mirip
dua pemuda linglung.
Sampai agak lama baru Toan Ki menghela napas dan
berkata, "Saudara Hi-tiok rupanya kita senasib dan
setanggungan. Rasa rindu dendam yang terukir dalam hati
sanubari cara bagaimana menghiburnya?"
Muka Hi-tiok menjadi merah jengah. Disangkanya Toan Ki
mengetahui hubungannya dengan si dewi impian? Maka
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dengan tergegap-gegap ia tanya, "Da ... dari mana Toan-heng
meng ... ….mengetahuinya?"
"Hendaklah saudara Hi-tiok jangan kuatir, menyukai wanita
cantik adalah sifat pembawaan setiap manusia," ujar Toan Ki,
"Kita sebenarnya senasib dan mempunyaì pangalaman yang
sama, sayang kita tidak kenal sejak dulu-dulu. Ilmu silat
saudara maha tinggi, tetapi dalam soal asmara yang
diutamakan adalah jodoh satu sama lain. tidak peduli betapa
tinggi ilmu silatmu atau pengetahuanmu sangat luas, kalau
tiada jodoh, tetap tidak jadi,"
"Hanya bergantung jodoh satu sama lain, ya, jodoh itu
memang cuma dapat di .. ditemukan dan tak dapat dicar¡
sendiri ... Ya, sesudah berpisah, dunia seluas Ini, ke mana lagi
dapat mencarinya?" demikian Hi-tiok berguman sendiri.
Yang dimaksudkan Hí-tíok dengan sendírinya ialah "Dewi
impiannya," sebaliknya Toan Ki menyangka jika Hi-tíok
menyimpan gámbar Ong Giok-yan, terang dia juga cinta pada
nona itu seperti Toan Ki sendiri. Dan sebabnya Hi-tiok cekcok
dengan Buyung Hok tadi disangka oleh Toan Ki tentu juga
lantaran berebut Ong Giok-yan.
Dasar Hi-tiok dan Toan-Ki mempunyai sifat ketolol-tololan
yang sama maka makin bicara makin melantur, tapi juga
makin cocok satu sama lain. sementara itu para wanita Lengciu-
kiong sudah menyiapkan perjamuan, segera Hi tiok
menggandeng tangan Toan Ki dan diajak dahar bersama.
Para Tongcu dan Tocu terhitung bawahan Leng-ciu-kiong
dengan sendirinya tiada seorang pun berani bersatu meja
dengan Hi-tiok. Sebaliknya Hi-tiok sendiri tidak paham tatakrama
segala maka ia pun tidak mengajak mereka, ia hanya
asyik bicara sendiri dengan Toan Ki.
Memangnya Toan Ki sangat kesemsem terhadap Ong Giokyan,
maka dia tiada habis-habis memuji nona itu, memuji
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perangainya yang halus dan kecantikannya yang tiada
taranya.
Sebaliknya Hi-tiok menyangka yang dipuji Toan Ki adalah
"dewi impiannya", dengan sendirinya ia tidak berani tanya
Toan Ki, mengapa kenal si "dia", lebih-lebih tidak berani Hitiok
mencari keterangan asal-usul dewi impannya itu, hanya
hatinya saja yang berdebar-debar, pikirnya,
"Sesudah Tong-lo meninggal, kusangka di dunia ini tiada
seorang pun yang tahu lagi akan si dewi impianku, tak
tersangka, Tuhan Maha Kasih. Toan-kongcu juga
mengeotahuinya, Tapi dari ucapan-ucapan Toan-kongcu ini.
tampaknya ia pun sangat kesemsem padanya, jika aku
membeberkan kejadian dalam gudang es, di sana aku telah
main cinta dengan si dia. Ah, tentu Toan-kongcu akan gusar
dan segera pergi dari sini, han ini berarti aku, tak dapat
mencari tahu, hal keterangan dewi impianku itu."
Begitulah maka segera ia pun memberi suara dan ikut
memuji si nona yang dikatakan Toan Ki. Dan karena kedua
orang sama-sama tidak menyebut nama si nona yang mereka
bicarakan, biarpun sudah sekian lama mereka mengobrol,
tetap mereka tidak tahu bahwa di antara mereka telah "salah
wesel."
Dalam pada itu Bwe-kiam berempat bergiliran
menyuguhkanarak, kalau Toan Ki menegak secawan, maka Hitiok
juga lantas mengiringi secawan sambil masih terus bicara
dan memuji si jelita.
Sampai tengah malam, para petualang sama berbangkit
untuk memohon diri dan ditunjukkan tempat mengaso oleh
para dayang. Sedangkan Hi tiok masih terus minum arak
bersama Toan Ki meski sudah tidak sedikit mereka
menenggak.
Dahulu waktu Toan Ki berlomba minum dengan Sian Hong
di kota Bu-sik, dengan sengaja Toan Ki mendesak arak yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diminumnya itu keluar melalui jarinya, tapi sekarang ia minum
arak sebagai pelipur hati nan lara, maka la minum dengan
sungguh-sungguh, setiap cawan arak itu benar-benar masuk
seluruhnya ke dalam perut.
Dalam keadaan sudah agak sinting ia berkata kepada Hitiok.
"Saudara, aku mempunyai seorang saudara angkat,
namanya Siau Hong. Orang itu adalah ksatria sejati, pahlawan
tulen, takaran minum arak juga tiada bandingannya. Jika.
Saudara bertemu dengan dia, kuyakin saudara akan kagum
dan suka padanya. Cuma sayang dia tidak berada di sini.
Kalau ada, kita bertiga dapat mengikat persaudaran dan
minum bersama dengan sepuas-puasnya, sungguh akan
merupakan suatu kesenangan hidup yang bahagia."
Selama hidup Hi-tiok tidak minum arak, sekarang dia
minum sekian banyak berkat Iwekangnya yang tinggi, namun
begitu toh pikirannya juga sudah kabur, lidahnya terasa kelu.
Wataknya yang biasanya takut-takut sekarang berubah
menjadi pemberani, tiba-tiba ia pun berkata, "Toan-heng, jika
... jika engkau tidak mencela diriku, bolehlah kita berdua
mengangkat saudara lebih dulu. kelak bila berjumpa dengan
Siau-tauko boleh kita mengulangi mengangkat saudara sekali
lagi."
Toan Ki sangat girang, sahutnya, "Bagus. Bagus! Entah
berapa umur saudara , sekarang?"
Begitulah kedua orang lantas mengemukakan usia masingmasing
dan ternyata Hi-tiok lebih tua dua tahun.
"Jiko" segera Toan Ki memanggilnya sebagai kakak kedua.
"terimalah hormat Siaute ini!"
Dan segera ia berbangkit dan menjura kepada kakak
angkat itu.
Cepat Hi-tiok hendak membalas hormat tapi karena
terpengaruh oleh bekerjanya arak kakinya terasa lemas,
mendadak sempoyongan dan jatuh terduduk.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lekás Toan Ki membangunkan Hi-tíok dan tanpa sengaja
hawa murni kedua orang saling beradu sama-sama merasakan
tenaga dalam masing-masing sangat kuat, cepat mereka
sama, sama menahan kembali tenaga sendiri.
Saat itu Toan Ki juga agak mabuk sehingga langkahnya
sempoyongan, sekonyong-konyong kedua orang berbahakbahak
dan saling rangkul sehingga sama-sama terguling di
lantai.
"Jika, Siaute tidak mabuk, marilah kita minum lagi seratus
cawan," seru Toan Ki.
"Baik, kakak tentu akan mengiringimu minum sepuasnya"
sahut Hi-tiok.
"Orang hidup harus bergembira sepuasnya, marilah kita
habiskan secawan ini, hahaha!" seru Toan Ki.
Kedua orang makin lama makin kelelep sehingga akhirnya
sama sekali tak sabarkan diri.
Esok paginya ketika Hi-tiok mendusin. Ia merasa dirinya
tidur di atas sebuah ranjang yang sangat empuk dan halus.
Waktu ia buka mata dan memandang keluar kelambu,
dilihatnya ia berada di dalam sebuah kamer tidur yang sangat
luas, tidak banyak alat perabot dalam kamar besar itu
sehingga kelihatan longgar tapi banyak terdapat hiasan
barang antik dan lukisan kuno yang indah.
Dalam pada itu kelihatan seorang dara cilik membawa
sebuah nampan porselen sedang mendekati tempat tidurnya.
Segera Hi-tiok mengenalinya sebagai lam kiam, "Silakan cuci
muka dulu."
Karena semalam terlalu banyak minum arak, mulut Hi-tiok
terasa sangat sepat dan tenggorokan terasa kering. Ketika
dilihatnya di atas nampan yang dibawakan Lam-kiam itu ada
semangkuk air teh, terus saja ia angkat dan diminumnya
hingga habis.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Kiranya air itu bukanlah air teh melainkan wedang kolosom
yang selama hidup Hi-tiok belum pernah merasakannya, habis
minum la pun tidak tahu air Apakah yang terasa manis-manis
pahit itu.
Kemudian ia berkata kepada Lam-kiam, "Terima kasih atas
pelayananmu. Sekarang aku ...aku hendak bangun boleh
kaukeluar dulul"
Tapi belum lagi Lam-kiam keluar, tiba-tiba dari luar masuk
lagi seorang nona cilik lain, yaitu Kiok-kiam. Dengan
tersenyum ia berkata, "Kami taci beradik akan melayani Cujin
berganti pakaian!"
Sembari berkata ia terus mengambilkan serangkat baju dan
celana dalam, warna hijau pupus yang sudah tersedia di kursi
yang terletak di ujung tempat tidur sana.
Keruan Hi-tiok serba kikuk, mukanya merah jengah,
sahutnya, "Tidak, tidak!" Aku tidak perlu dilayani kalian, aku
kan tidak sakit, cuma habis mabuk arak saja. Wah, cilaka,
baru sekarang aku ingat telah melanggar pantangan ajaran
Budha lagi, Eh, di manakah Samte? Di manakah Toan-kongcu,
ke mana dia pergi? Apa kalian melihat dia?”
Sambil tertawa Lam-kiam menjawab, "Toan-kongcu telah
berangkat menyusul kekasihnya. Sebelum pergi beliau suruh
hamba menyampaikan pesan kepada Cujin, katanya bila
urusan di sini udah selesai, Cujin diminta berkunjung ke
tonggoan dan dapat bertemu ia sana."
"Ai, masih ada urusan penting yang hendak kutanyakan
padanya, mengapa día pergi begitu saja” seru Hi-tiók terkejut
atas pérginya Toan Ki secará mendadak tanpa pamit itu.
Segera ia melompat bangun dari tempat tidür dengan maksud
hendak menyusul ToanKi untuk menanyakan dimana tempattinggal
"dewi impian" yang di rindukannya itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi demi mendadak melihat dirinya hanya menggunakan
baju dalam yang putih bersih, tiba-tiba ia menjerit kaget dan
cepat menutup badannya dengan selimut.
Serunya dengan heran, "Hei, mengapa aku sudah ganti
pakaian?'
Rúpányá waktu ia keluar dari Siau lim-si, baju dalam yang
dipakai adalah büatán dari kain kasar dan karena sudah,
terpakai sekian bulan pakaian dalam itu pula sudah rombeng
dan kotor. Sebaliknya baju yang melekat pada badannya
sekarang tipis halus dan bersih pula, ia sendiri tidak tahu baju
itu terbuat dari bahan sutra atau katun, pendek kata pastilah
bahan yang sangat mahal.
Maka dengan tertawa Kiok-kiam menjawab, "Semalam
Cujin mabuk, maka kami berempat saudara melakukannya,
apakah Cujin sama sekali tidak berasa?"
Hi-tiok tambah kaget mendengar keterangan itu, sekilas ia
lihatKiok-kiam dan Lam-kiam yang cantík manís seketika hati
Hi-tiok berdebar-debar. Waktu ia coba melihat dada sendiri, ia
lihat kotoran dan daki-daki yang biasa tertimbun di situ
sekarang sudah tergosok bersih. Ia menjadi ragu dan berkata,
"Wah, aku benar-benar mabuk untung masih dapat mandi
sendiri."
"Semalam Cujin sama sekali tidak sadarkan diri lagi," kata
Lam-tiam dengan tartawa, "dan kami berempatlah yang
mencuci badan Cujin."
"Haaah?" teriak Hi-tiok kaget dan hampir-hampir jatuh
keblengar, berulang-ulang ia menjerit pula. "Wah. cialat!"
Keruan Kiok-kiam dan Lam-kiam ketakutan oleh sikap Hi
tiok itu, cepat mereka bertanya, "Cujin, apakah ada suatu
yang tidak betul?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku adalah orang lelaki, badanku kotor lagi berbau busuk,
mana boleh kalian berempat mengerjakan tugas-tügas yang
tidak baik ini.” ujar Hi-tiok dengan menyengir.
"Kami berempat adalah hamba Cujin yang setia andaikan
hamba sekalian ada berbuat sesuatu kesalahan, mohon Cujin
memberi hukuman yang setimpal," kata Lim-kiam dengan
khitmad. Habis berkata bersama Kiok-kiam mereka terus
berlutut dan menyembah.
Melihat kedua dara cilik itu marasa takut-takut padanya Hitiok
menjadi teringat kepada Siopopo, Cio-soh dan lain-lain
yang pernah juga merasa takut ketika dirinya membalas
hormat mereka sekarang Kiok-kiam berdua juga ketakutan
karena mendengar ucapannya yang ramah-tamah, boleh jadi
mereka sudah biasa dibawab pengaruh Tong lo yang berwatak
aneh itu, semakin nenek itu bersikap ramah dan berkata
dengan halus, itu berarti maut bagi orang yang diperlakukan
dengan ramah-tamah itu.
Maka Hi-tiok berkata lagi, "Ya, baiklah kalian boleh Keluar
sana, aku sendiri dapat berpakaian dan tidak perlu dilayanl
kalian."
Terpaksa Kiok-kiam berdua berbangkit dengan air mata
berlinang-linang, mereka mengundurkan diri keluar dengan
menangis.
Hi-tiok menjadi heran, cepat ia tanya pula, "He, ada
apakahMengapa kalian menangis? Apa barangkali ucapanku
ada yang salah?"
Kiok-klam berdua berhenti di luar pintu dan berkata, "Cujin,
hal ini tentu disebabkan Cujin sudah ... sudah jemu kepada
kami..." Belum habis ucapannya air mata merekapun
bercucuran.
"O, tidak, tidak," sahut Hi-tiok sambil goyang-goyang
tangan. "Mungkin aku tidak pandai bicara sehingga kalian
tidak paham rnaksudku. Soalnya aku adalah seorang lelaki dari
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kálián adalah wanlta. ini menjadi………menjádi kurang leluasa
dan ...dan sungguh aku tiáda bermaksud lain, Budha menjadi
saksi, sungguh mati aku tidak mendustai kalian."
Melihat gerak-gerik Hi-tiok yang serba kikuk dan lucu itu.
Kiok-kiam berdua menjadi geli, kata mereka kemudian,
"Maafkan kaml jika demikian halnya. Selamanya penghuni
Leng-ciu-kiong tidak pernah terdapat orang laki dan kami pun
belum selamanya tidak pernah melihat kaum lelaki. Cujin
adalah langit dan hamba sekalian adalah bumi masakah mesti
dibeda-bedakan antara lelaki dan perempuan ségala?"
Dan segera Lam-kiam berdua mendekati Hi tiok lagi untuk
melayaninya berpakaian dan bersepatu. Tidak lama kemudian
Tlok-kiam dan Bwe-kiam juga datang, yang lalu menyisirkan
rambut Hi-tiok, yang lain mencucí mukanya.
Karuan Hi tiok serba kikuk, tapi juga tidak beranl bersuara
lagi karena kuatir menimbulkan rasa kurang senang keempat
dayang itu.
Ia menduga Toan Ki tentu sudah pergi jauh, untuk
menyusulnya juga tidak keburu lagi, apalagi para TongCu dan
Tocu itu sedang memerlukan pértolongannya untuk
memunahkan ,Sing-si-hu. mereka, maka sesudah sarapan
pagi, lalu ia menuju ke ruang pendopo untuk menemui
para.petualang itu kemudian ia menyembuhkan dulu dua
orang yang paling menderita karena siksaan racun Sing-si-hu.
Tapi untuk melenyapkan racun Sing-sl-hu itu harus
digunakan tenaga murni dengan memainkan "Thian-san-liokyan-
Jiu,". Bagi Iwekang Hi-Tiok yang tinggi sekarang sudah
tentu tidak merasa lelah biarpun sekaligus berpuluh-puluh
orang harus di sembuhkannya. Soalnya Sing-si-hu yang
dltanamkan Tong-lo pada badan para petualang itu masingmasing
berbeda tempatnya, untuk mencari tempatnya dan
memikirkan jalan memusnahkannya. hal inilah yang agak
memusingkan Hi-tìok. Sebab itulah, sampai lohor baru
beberapa orang saja yang dapat disembuhkan oleh Hi-tiok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah mekan slang dan istlrahat sébentar diam-diam Hitiok
merasa kesal karéna tldak dapat memunahkan para
penderita itu dengan lancar.
Melihat sang majikan berkerut kening dan pusing oleh cara
memunahkan Sing-si-hu, tiba-tiba Bwe-kiam memberitahu,
"Cujin, di belakang istana leng-ciu-kiong ini terdapat banyak
ukiran dinding tinggalan majikan-majikan lama dari ratusan
tahun yang lalu, Hamba pernah mendengar cerita Tong lo
yang mengatakan bahwà ukiran dinding itu ada sangkut
pautnya dengan Sing-si-hu. Apakah barangkali Cujin ada
minat untuk melihatnya?”
Hi-tiok melonjak girang. "Bagus" serunya dan segera ia
minta Bwe-kiam berémpat mengantarnya.
Setiba di taman bunga belakang Leng-ciu-long, beramairamai
Bwe-kiam berempat memindahkan sebuah gununggunungan
sehingga dibawahnya terlihatlah sebuah lubang
masuK Ke suatu jalan di bawah tanah. Dengan membawa
obor segera Bwe-kiam mendahului masuk ke situ di ikuti Hitiok
dan ketiga dayang lain.
Sepanjang jalan lorong itu Bwe-kiam berkali-kali
mematilkan pesawat rahasia yang dipasang di sltu agar tidak
menghamburkan senjata berbisa dan sebagainya. Jalan itu
berliku-liku, terkadang agak longgar dan lain saat menyempit
lagi, nyata jalan itu dibuat di dalam gua yang menembus
kedalam perut gunung.
Sesudah sekian jauhnya mereka menyusur jalan dalam gua
alam itu, akhirnya Bwe-kiam manolak sebuah batu besar
sehingga terbukalah sebuah pintu di bagian dalamnya adalah
sebuah ruangan. Bwe-kiam berdiri menyisih lalu berkata,
"Silakan Cujin masuk, di dalam situ adalah sebuah kamar
batu, hamba sekalian tidak berani ikut masuk."
"Mengapa tidak berani? Apakah di dalam itu berbahaya?"'
tanya Hi-liok.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Bukan karena berbahaya, tapi ini adalah tempat suci Lengciu-
kiorg kita, hamba sekalian tidak boleh sembarangan masuk
ke situ," sahut bwe-kiam.
"Ah, tidak apa-apa, ayolah ikut masuk saja,” ujar Hi-tiok,
"Jalan di luar s ini terlalu sempit, tentu kalian tak leluasa berdiri
terus di sini."
Keempat dara cilik itu tampak saling pandang dengan rasa
girang. Maka Bwe-kiam berkata pula, "Cujin, menurut pesan
Tong lolo sebelum wafat,beliau menyatakan kepada hamba,
berempat bila kami tetap taat dan setia melayani beliau, tanpa
berbuat sesuatu kesalahan, maka setelah kami berusia 40
tahun, kami akan diperbolehkan masuk ke dalam kamar batu
ini, setiap tahun kami boleh tinggal satu hari di sini, untuk
mempelajari kungfu yang terukir didinding kamar itu.
Sekarang walaupun Cujin sangat berbudi baik hati, tapi apa
yang pernah dikatakan Tong-lolo sekali-kali kami tak boleh
melangarnya, kami harus menunggu lagi selama 22 tahun."
"Hah, 22 tahun lagi? Kan barabe? Tak kala mana kalian
sendiri tentu juga sudah tua, lalu masih mampu apa belajar
ilmu silat lagi?" demikian kata Hi tiok. "Ayolah masuk saja
sekarang bersama aku!"
Keempat dayang itu menjadi girang. Cepat mereka berlulut
dan menyembah.
"Bangunlah, lekas bangun!" kata Hi-tiok. "Tempat ini
sangat sempit, tidak perlu banyak adat.”
Kemudian mereka berlima memasuki kamar batu itu
bersama. Ternyata dinding sekeliling kamar itu tergosok
sangat licin, dinding dinding itu penuh terukir lingkaranlingkaran
sebenar mangkuk im tiap-tiap lingkaran itu terukir
pula gambar, ada gambar manusia, ada gambar binatang, ada
huruf-huruf yang sudah tidak lengkap lagi, ada pula gambaran
tanda-tanda dan garis-garis yang susah dipahami. Di sisi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
setiap lingkaran itu, sedikitnya ada beberapa ratus buah,
untuk melihatnya lagi tak bisa habis seketika.
"Cujin, marilah kita mengikutinya mulai dari nomor
pertama, betul tidak?” ujar Bwe-kiam.
Hi-tiok mengangguk setuju. Lalu dengan penerangan obor
mereka berlima mulai meneliti gambar ukiran pertama. Dan
sekali pandang saja saja Hi-tiok mengenali lukisan itu
menunjukkan jurus pembukaan gaya Thian-san-ciat-bwe-jiu.
Waktu memandang pula gambar kedua, benar juga jurus
kedua dari Thian san-ciat-bwe-jiu dan begitu seterusnya.
Selesai gambar Thian-san-ciat-bwe-jiu, menyusul adalah
gambar penjelasan Thian-san-lion yang-jiu, setiap gerakgeriknya
dan setiap kunci sarinya telah ditulis semua di dalam
lingkaran yang terukir di dinding batu itu.
Sesudah gambar Thian-san-lion-yang-jiu, selanjutnya
adalah gerak tipu ilmu silat lain-lain.
Jurus ilmu silat itu meliputi ilmu silat yang pernah diajarkan
Tong-lo kepada Hi-tiok ketika nenek itu bertanding dengan Li
Jiu sui setelah lolos dari gudang es. Cuma penjelasanpenjelasan
dalam gambar sekarang ini dirasakan oleh Hi-tiok
jauh lebih jelas dan lebih lengkap daripada apa yang pernah
didengarnya dari Tong lo itu. Maka sedikit ia pikir saja segera
ia dapat memahaminya dengan baik."
Tempo hari waktu Thian san Tong Lo mengajarkan tiputipu
silat itu kepada Hi-tiok untuk mengalahkan Li Jiu-sui, saat
itu karena terbatas oleh waktu, maka apa yang diajarkan
nenek itu hanya garis besarnya daripada setiap tipu silat itu,
sedangkan saripati yang paling bagus dan secara terperinci tak
diajarkan. Sekarang Hi-tiok mengerahkan hawa murni dalam
tubuhnya menurut petunjuk-petunjuk yang dibacanya pada
gambar-gambar di dinding itu seketika ia merasa badannya
sangat ringan dan seakan-akan hendak mengapung sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Selagi Hi-tiok merasa semangatnya berkobar-kobar dan
tenaganya memuncak sekonyong-konyong didengarnya suara
jerit kaget orang. Hi-tiok terkejut ia menoleh dan melihat Lamkiam
dan Tiok-kiam sedang terhuyung-huyung dan akhirnya
jatuh ke lantai. Bwe-kiam dan Biok-kiam juga tampak
sempoyongan sambil berpegangan dinding, wajahnya tampak
pucat.
Lekas-lekas Hi-tiok mendekat dan membangunkan mereka,
katanya, "Hai, ada apakah?"
"Cu ... Cujin," sahut Bwe-kiam dengan tak lancar,
"kekuatan kami terlalu ... terlalu rendah dan tidak dapat mengi
... mengikuti gambar-gambar dinding ini, biarlah kami ... kami
menunggu di luar saja,"
Habis berkata, keempat dara itu lantas berjalan keluar,
kamar batu itu dengan merambat dinding.
Hi-tiok tertegun sejenak, kemudian ia pun menyusul keluar.
Ia lihat keempat dayang itu duduk bersila di jalan lorong itu
dan sedang mengerahkan tenaga, badan mereka tertampak
agak gemetar dengan wajah pucat menderita.
Segera Hi-tiok tahu keempat dayang itu telah terluka dalam
yang tidak ringan, cepat ia gunakan Thian-san-hok-yang-jiu
untuk menepuk masing-masing satu kali di punggung mereka,
Seketika suatu arus hawa hangat segar menembus jalan darah
keempat dayang itu dan air muka mereka lantas segar
kembali, tidak lama kemudian jidat meraka tampak
berkeringat, kemudian berturut-turut mendongak dan berseru,
"Terima kasih atas pertolongan Cujin.” Dan berbareng mereka
pun menyembah.
"Sudahlah apa yang telah terjadi, tanpa sebab kenapa
kalian bisa terluka?" tanya Hi-tiok sambil membangunkan
mereka.
"Cujin," tutur Bwe-kiam sambil, menghela napas, "baru
sekarang kami tahu bahwa sebabnya Tong-lolo suruh kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masuk ke kamar batu ini bila usia kami sudah 40 tahun,
ternyata beliau memang tidak ingin membikin susah kami.
Ternyata gambar-gambar dinding ini teramat hebat dan tinggi,
kekuatan hamba sekalian masih belum mencapai tarap yang
cukup untuk mempelajarinya, Tapi dengan sembrono tadi
hamba berani coba-coba berlatih dengan mengikuti gambargambar
itu, dan karena tenaga tidak cukup, seketika hawa
murni yang bergolak dalam tubuh nyasar ke urat nadi. Coba
kalau Cujin tidak lantasmenolong, tentu hamba sekalian akan
celaka."
"O, kiranya demikian, jika begitu, akulah yang salah,
mestinya aku tidak boleh menyuruh kalian ikut masuk ke situ."
kata Hi-tiok.
Serentak-keempat, dayang itu menyembah lagi dan minta
ampun, " Ai, itu kan maksud baik Cujin adalah salah hamba
sendiri yang berani ikut-ikut berlatih secara sembrono."
Kemudian Bwe-kiam berkata, "Dengan kekuatan Cujin yang
maha tinggi, untuk melatih ilmu sakti menurut gambar dinding
itu tentu akan sangat besar manfaatnya. Dahulu Tong-lo
sering tinggal sampai berbulan-bulan dalam kamar batu itu
untuk mempelajari ilmu sakti itu. Sebabnya para keparat
Tongcu dan Tocu itu berani menyerang Leng-ciu-kiong tujuan
mereka juga ingin mencari tahu di mana tempat penyimpanan
benda pusaka Tong lolo. Tapi para saudara tetap setia dan
jujur, biarpun mati tidak maumenyerah kepada mereka.
Mestinya, kami berempat brrmaksud memancing kawanan
bangsat itu masuk ke jalan lorong batu ini, sekali hamba
membuka pesawat rahasia, sekaligus mereka akan binasa
semua di sini."
"Ilmu sakti menurut gambar di dinding itu memang maha
hebat," ujar Hi-tiok. "Aku Cuma melatih beberapa jurus di
antaranya dan semangatku lantas terasa berkibar-kibar dan
tenagaku penuh, biarlah kita kembali saja dan akan ku
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sembuhkan sing-si-humereka itu. Kalian sendiri boleh pergi
mengaso dulu."
Segera mereka berlima keluar dari jauh di bawah tanah itu,
Hi-tiok kembali ke ruang pendopo dan beberapa orang Tongcu
di antaranya telah disembuhkan lagi.
Dan begitulah seterusnya, singkatnya saja, setiap hari Hitiok
tentu menggunakan Thian-san-liok-yang-jiu untuk
memunahkan racun Sing-si-hu para Tongcu dan Tocu itu. Bila
semangatnya terasa lesu dan tenaga kurang, segera ia pergi
ke kamar batu untuk menyakinkan ilmu sakti dengan
ditunggui oleh Bwe-kiam berempat, mereka ...tidak pernah
ikut masuk lagi ke dalam kamar batu.
Di samping itu setiap hari Hi-tiok juga memberi petunjuk
ilmu silat kepada Bwe-kiam berempat dan para wànita lain, ia
mengajar dengan sungguh-sungguh dan secara adil tanpa
pandang bulu atau pilih kasih.
Keadaan begitu berlangsung sampai hampir sebulan
lamanya barulah Sing-si-hu para petualang itu dipunahkan
seluruhnya. Sebaliknya setiap hari Hi-tiok mempelajari ilmu
sakti yang tertera di dinding kamar batu. Itu sehingga
kepandaiannya juga maju sangat pesat, jauh berbeda
daripada waktu mula-mula datang ke Biau-biau-hong.
Sesudah racun Siag-si-hu merasa disembuhkan, para
Tongcu dan Tocu itu sudah tentu sangat berterima kasih
kepada Hi-tiok, apalagi Hi-tiok sangat ramah kepada mereka,
biarpun mereka adalah manusia yang tidak kenal apa artinya
kebaikan, sekarang mau-tak-mau mereka pun merasakan
utang budi dan takluk betul-betul kepada Hi tiok.
Akhirnya mereka pun mohon diri dan kembali ke tempatnya
masing-masing sesudah menyatakan terima kasih.
Dengan perginya para petualang itu, suasana di Biau-biauhong
menjadi sunyi, sekarang di atas gunung itu hanya tinggal
Hi-tiok sendiri merupakan satu-satunya orang lelaki. Dalam
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keadaan kesepian Hi-tiok termenung, "Sejak kecil aku sudah
yatim piatu dan diberikan oleh Suhu di Siau-lin-si. Jika sejak
kini aku tidak pulang ke Siau-lim-si, rasanya aku menjadi lupa
budi dan tidak ingat kebaikan Suhu. Maka aku harus pulang ka
sana. aku harus mengaku dosaku di depan Suhu dan
tongtiang."
Karena pikiran itu, segera ia memberitahukan maksudnya
itu kepada Bwe kiam berempat dan para wanita, hari itu juga
ia hendak berangkat dan segala urusan di Leng-ciu-hong ia
serahkan kepada. pimpinan Sio-popo dan Giok-soh sekalian.
Bwe-kiam berempat minta ikut agar dapat selalu melayani
sang majikan, tapi Hi-tiok berkata. "Kepergianku ke Siau-lim-ti
adalah untuk menjadi hwesio pula. Masakah di dunia ini ada
hwesio yang hidup dengan dilayani kaum dayang?”
Tapi Bwe-kiam berempat tidak percaya dan tetap ingin ikut.
Terpaksa Hi-tiok mengambil pisau cukur dan mencukur
rambut sendiri sehingga halus klimis dan kelihatan bintik-bintik
hitam bekas momotan api dupa di atas kepalanya.
Melihat itu barulah Bwe-kiam berempat mau percaya,
terpaksa mereka mengantar keberangkatan Hi-tiok dengan
rasa berat.
Sementara itu Hi-tiok sudah berpakaian asalnya, yaitu
pakaian hwesió Siau-lim-si. Dengan langkah lebar ia langsung
menuju pegunungan Siaw-lim-san. Karena wataknya suka
mengalah, dengan sendirinya sepanjang jalan tiada terjadi
percekcokan dengan orang begitu pula kaum penjahat juga
tiada yang menaksir seorang hwesio miskin seperti dia. Maka
dengan aman akhirnya dia pulang sampai Siau-lim-si.
Sesudah pulang kandang, tanpa terasa timbul rasa malu
dan terharu Hi-tiok. Hanya dalam beberapa bulan saja ia
meninggalkan biara suci itu, tapi dirinya sudah melanggar
pantangan agama tentang membunuh, makanan barang
berjiwa, minum arak dan wanita. Untuk dosanya itu entah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
nanti Hong tiang dan gurunya akan mengampuninya atau
tidak.
Begitulah dengan rasa tidak tentram ia memasuki Siau-lim
si dan langsung menemui gurunya Hui-Lun.
Melihat pulangnya Hi tiok secara mendadak Hui-lun
terperanjat juga dan segerà bertanya, "Aku menyuruhmu
mengirim surat, mengapa sampai sekarang baru pulang?"
Hi-tiok berlutut dan menyembah dengan penuh menyesal
sambil menangis mengerung-gerung, Tuturnya, "Suhu, Tecu
pun ... pantas dihukum mati. Sesudah Tecu turun gunung,
Tecu menjadi lupa daratan dan melanggar semua ajaran yang
rasanya sering Suhuperingatkan padaku."
Air muka Hui-lun berubah seketika, ia menegaskan, "Apa?
Kau ... kamu sembarangan makan?"
"Ya," sahut Hi-tiok. "Bahkan lebih dari itu, akuu juga
melanggar larangan lain,"
"Wah, dasar sontoloyo," seru Hui-lun. "Jadi kamu ... juga
telah minum arak segala?"
"Ya, bahkan Tecu minum sampai mabuk dan lupa daratan,"
sahut Hi-tiok.
Hui-lun menghela napas panjang dan tiba-tiba air matanya
berlinang-linang, katanya. "Sejak kecil kamu tampaknya
sangat jujur dan teguh imanmu, mengapa baru menginjak
dunia ramai lantas terjerumus ke kolam lumpur sedemikian
pa? Ai, ei .... "
Melihat Suhu sangat berduka, Hi-tiok bertambah gugup,
katanya, "Suhu, larangan yang Tecu langgar bahkan lebih dari
itu, Tecu telah melanggar ... melanggar pula ... "
Belum lagi Hi-tiok sempat menjelaskan dirinya telah
melanggar pantangan membunuh dan main perempuan, tibaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tiba terdengar suara genta tanda berkumpulnya para padri
angkàtan Huí dalam Siau-lim-si.
Maka Hui-lun lantas berbangkit, iá mengusap air matanya
dan berkata, "Terlalu banyak pelanggaranmu maka aku pun
sukar membelamu, bolehlah kaupergi sendiri ke Kai-lut-ih
(bagian pelaksana hukum) untuk melaporkan diri saja dan
mungkin kamu akan mendapat keringanan, Malahan aku
sendiri pun takkan terluput dari hukuman."
Habis berkata, ia ambil Kai-to (golok paderi) yang
tergantung di dinding dan buru-buru pergi ke ruang pendopo.
Segera Hi-tiok melapor sendiri ke Kai lut-ih, setiba di depan
ruangan, itu, dengan hormat ia berkata, "Tecu Hi-tiok telah
melanggar pantangan Budha, maka dengan sangat berharap
Tianglo menjatuhkan hukuman yang setimpal."
Berulang-ulang Hi-tiok melapor, tapi tiada jawaban dari
tertua Kai-lut-ih. Tiba-tiba dari dalam keluar seorang padri
setengah umur dan berkata padanya, "Siucu dan Cianglut
(kepala dan pelaksana) Susiok setiang ada urusan penting dan
tiada tempo buat mendengarkan laporanmu, boleh kamu
berlutut dan tunggu saja di sini!"
Hi-tiok mengiakan dan menurut. Tapi dari lohor ia
tunggusehingga petang tetap tiada seorang pun yang
menggubris padanya. Untung iwekang Hi-tiok sekarang sudah
sangat tinggi, biarpun tidak makan minum dan berlutut
setengah harian, tetap dia bertahan tanpa merasa letih.
Sementara itu terdengar beduk berbunyi, sudah waktunya
para padri bersembahyang magrib, Pelahan Hi tiok juga
mengapalkan kitab suci dan berdoa menyatakan penyesalan
atas dosanya.
Kemudian datang pula padri setengah umur tadi dan
berkata padanya, "Hi-tiok, dalam beberapa hari ini biara kita
sedang menghadapi urusan penting para Tianglo tiada tempo
buat mengurus perkaramu. Dengan sujud kamu telah berlutut
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan berdoa di sini, tampaknya kamu memang ingin
memperbaiki kesalahanmu dengan sunggub-sungguh. Maka
boleh begini saja, sementara ini kau pergi ke kebun sayur
untuk membantu pikul rabuk dan menyiram tananam sambil
menunggu panggilan. Jika para Tianglo sudah senggang,
tentu kamu akan dipanggil dan perkaramu akan diputuskan
menurut kesalahanmu yang sebenarnya.”
Dengan penuh khitmad Hi-tiok mengiakan dan menyatakan
terima kasih. Dan sasudah memberi hormat, lalui ia
berbangkit, karena dia tidak seketika diusir, maka ia menaruh
harapan bahwa dosanya mungkin akan dapat diampuni.
Segera ia menuju ke kebun sayur untuk menemui padri
pengurus kebun, yaitu Yan-kian Hwesio, kata Hi-tiok, "Suheng
aku telah melanggar peraturan biara kita, maka para Tianglo
menghukum aku bekerja berat di kebun sini."
Yan-kin itu seorang hwesio yang tidak punya kepandaian,
tapi suka usilan, suka ikut campur urusan tetek-bengek. Luas
kebun sayur itu ada beberapa hektar, kuli kebun ada 30-40
orang, seterusnya di bawah pimpinan Yan-kin, maka sedikit
banyak Yan-kis, suka berlagak sebagai mandor besar.
Sekarang mendengar laporan Hi-tiok itu, Yan kin sangat
girang segera ia tanya, "Larangan apa yang telah
káulanggar?"
"Terlalu banyak dan sukar diceritakan satu per satu," sahut
Hi-tiok.
"Sukar diceritakan satu per satu apa? Aku justru minta
kamu mengaku secara jujur dan katakan padaku dengan terus
terang," ujar Yan-kin dengan gusar, "Jangankan cuma seorang
hwesio keroco sebagai dirimu, sekalipun para Tianglo bila
dijatuhi hukuman kerja di kebun ini, tentu juga akan kutanya
apa dosa mereka dengan jelas dan mereka harus menjawab
dengan terus terang. Hm, melihat mukamu ini merah gemuk,
huh, tentu kamu telah melanggar pantangan makan, belum
tidak."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ya, memang benar," sahut Hi-tiok.
"Nah, apa katamu, sekali terka saja lantas kena," demikian
kata Yan-kin dengan sòmbong.
"Huh, bukan mustahil diam-diam kaupun telah minum
arak.”
"Ya, memang betul, pada suatu hari aku telah minum arak
sehingga mabuk dan tidak sadarkan diri," sahut Hi-tiok.
"Wah, berani betul kamu ini, ya!” omel Yan-kin. "Dan
biasanya bila kamu sudah kenyang menenggak arak tentu
hatimu akan terkilin dan memikirkan hal yang tidak-tidak, ya,
terasakan timbul napsu berahimu dan ingin tidur dengan
orang perempuan, bahkan tidak cuma ingin satu kali,
sedikitnya kamu ingin tujuh atau delapan kali. Ayo kamu
berani mungkir?"
'Manaku berani berdusta kepada Suheng," sahut Hi-tiok.
"Bukan saja aku pernah ingin, bahkan sudah pernah berbuat."
"Hah, malahan kamu sudah pernah berbuat?" damprat Yankin
dengan marah-marah, tapi hatinya sangat senang karena
tuduhannya diakui Hi-tiok. "Dasar kamu ini hwesio sontoloyo,
kamu telah merusak nama baik Siau-lim-si kita. Nah, selain
melanggar pantangan main perempuan, pelanggaran lain apa
yang telah kaulakukan lagi? Mencuri? kamu pernah nyolong
barang milik orang lain, atau pernah berkelahi dengan orang
tidak?"
"Tidak cuma berkelahi saja, bahkan pernah membunuh
orang, malahan beberapa orang yang telah kubunuh." sahut
Hi-tiok dengan kepala menunduk.
"Hah, kamu pernah membunuh orang?" Yan-kin menegas
dengan, terkejut sambil menyurut mundur beberapa tindak.
Dasar Yan-kin memang pengecut, kepada kaum lemah dia
suka menindas, terhadap orang jahat dia takut. Demi
mendengar Hi-tiòk mengaku pernah mambunuh orang,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
babkan lebih dari Seorang yang dibunuhnya, karuan ia
menjadi ketakutan dan kuatir kelau mendadak Hi-tiok
mengamuk tentu dia bukan tandingannya.
Sesudah menenangkan diri, kemudian ia berbicara dengan
nada ramah dan tertawa-tawa yang dibuat-buat, "Biasanya
ilmu silat memang pegang peranan pokok di dunia ini, bila
mahir ilmu silat, tentu suatu waktu bias membunuh orang.
Wah kepandaian Sute tentu sangat lihai."
"Sunguh memalukan kalau kuceritakan, sedikit kepandaian
yang kudapat dari perguruan kita sekarang sudah punah
semua, sedikit pun tidak tertinggal lagi," sahut Hl-tiok.
Kembali Yan-kin bergirang pula, katanya, "Ehm, bagus,
bagusi"
Ia sangka ilmu silat Hi-tiok itu tentu dimusnahkan oleh
Tianglo Siau-lím-si berhubung dosa Hi-tiok terlalu besar.
Tapi segera terpikir pula olehnya, "Walaupun ilmu silatnya
katanya sudah punah, tapi bila ada sisa sedikit saja tentu juga
sukar kulawan."
Karena itu timbul suatu akalnya, katanya segera, "Sute,
kamu dihukum kerja berat di kebun sayur kan juga ada
baiknya untuk menggembleng jiwarnu agat kelak lebih teguh.
Menurut peraturan kita di sini, barang siapa melanggar
pantangan agama, terutama yang tangannya pernah
berlumuran darah, maka untuk bekerja di sini dia harus
diborgol kaki dan tangannya. Ini adalah peraturan turun
temurun leluhur kita, entah Suté mau tunduk tidak pada
peraturan ini. Jika tidak mau, biarlah aku meneruskan
persoalan ini kepada Kai-lut-ih,"
"Jika memang begitu peraturannya sudah tentu aku
menurut saja," kata Hi-tiok.
Diam-diam Yan-kin bergirang, segera ia mengeluarkan
borgo! Dan membelenggu tangan dan kaki Hi-tiok. Di bagian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pelaksana hukum biara dan kebun sayur itu memang selain
tersedia borgol yang biasanya digunakan untuk menghukum
padri jahat yang melanggar peraturan. Maklum, padri-padri
Sau-llm-si itu berjumlah tidak sedikit dan dengan sendirinya
terkadang ada satu-dua di antaranya yang berbuat kejahatan.
Begitulah, maka Yan-kin menjadi besar pula hatinya setelah
Hi-tiok diborgol. Dengan mentang-mentang ia lantas
mendamprat, "Hwesío geblek, usiamu masih semuda ini tapi
nyalimu sudah sebesar langit dan berani melanggar pantangan
apa pun. Hari ini kalau tidak kuberi hukuman yang setimpal
padamu rasanya sukar melampiaskan hatiku yang gemas."
Habis berkata la terus mengambil sebatang ranting kayu
dan menyabet serabulan pada kepala Hi-tíok. Sedikit pun Hitiok
tidak mengelak dan tidak melawan, dia cuma berdoa saja
sambil menahan rasa sakit dengan mengerahkan hawa murni
dalam tubuhnya dan tidak berani menolak dangan tenaga
dalam yang kuat. Karena itu, hanya sebentar saja kepala dan
mukanya sudah babak-belur dan berdarah.
Melihat Hi-tiok diam saja dihajar,tidak mengelak dan tidak
membantah, keruan Yan-kin tambah dapat hati, ia percaya
penuh Ilmu silat Hi-liok tentu sudah punah semua, maka ia
boleh menviiksanya sepuas-puasnya. Apalagi kalau mengingat
Hi-tiok telah makan daging dan minum arak sampai mabuk,
main perempuan pula dengan segala kenikmatan, sebaliknya
dirinya sendiri hidup percuma selama lebih 40 tahun dan
selamanya tidak pernah mencicip apa-apa yang telah
dirasakan oleh Hi tiok itu, teringat semua itu, seketika timbul
rasa dengki dan siriknya, segera ia menghajar dengan lebih
keras sampai ranting kayu itu patah barulah dia berhenti.
Akhirnya dengan suara gemas ia berkata pula, "Sekarang
pergilah, setiap hari kamu hurus mengangkut 300 pikul air
rabuk untuk menyiram tananam sayur, kalau kurang satu pikul
saja tentu akan kuhantam patah kedua kakimu dengan
pentung atau kayu pikulan."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah dihajar Yan-kin, bukannya dendam, sebaliknya Hitiok
merasa lega malah. Pikirnya, "Aku telah melanggar
peraturan sebanyak itu, memangnya aku pantas dihukum
berat, semakin berat hukuman yarg kuterima, semakin ringan
pula dosa yang kutanggung ini."
Maka cepat ia menyatakan taat kepada perintah Yan-kin
Itu, ia pergi ke serambi belakang untuk mengambil tong rabuk
dan pikulan, lalu pergi mengambil air rabuk untuk menyiram
sayur.
Menyiram sayur adalah pekerjaan yang makan waktu dan
kudu sabar, segayung demi segayung diciduk dari tong air
untuk menghabiskan 300 Pikul sudah tentu bukan pekerjaan
sekejap waktu.
Namun sedikit pun Hi-tiok tidak berhenti kerja giat dan
rajin, malahan untuk itu ia kerja lembur, sampai fajar
menyingsing pun belum rampung. Untung tenaga dalam Hitiok
sangat kuat, ia tidak merasa letih, sesudah 300 pikul air
rabuk dan sedemikian dikerjakan barulah dia pergi ke kandang
kayu untuk tidur.
Tapi baru sebentar saja ia Lepus, Yan-kin sudah datang
dan membangunkan dia dengan tendangan dan gebukan
sambil memaki, "Hwesio malas pagi-pagi begini sudah tidur di
sini! Ayo lekas pergi memotong kayu!"
Hi-tiok mengiakan saja tanpa membantah, segera perintah
itu dikerjakan dengan baik.
Begitulah berturut-turut lima atau enam hari Hi-tiok
memotong kayu dan menyiram sayur, dicambuk dan dihajar
sehingga sekujur badannya penuh luka, entah berapa kali dia
dipentung dan dicambuk oleh Yan-kin.
Sampai hari ketujuh, ketika Hi-tiok sedang menyiram sayur,
tiba-tiba terdengar Yan-kin mendatanginya. Hi-tiok tidak heran
bila bakal terima dampratan dan bayaran pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Di luar dugaan, tiba-tiba Yan-kin menyapa padanya, "Wah,
Sute tentu sangat lelah!"
Berbareng ia terus mengeluarkan kunci untuk membuka
borgol Hi-tiok.
"Ah, sudah biasa masih kurang sedikit, bila selesai barulah
aku pergi mengaso," sahut Hi-tiok.
"Sudahlah Sute boleh pergi mengaso saja hari ini biar
kukerjakan untukmu." kata Yan-kin.
"Silakan sute pergi makan dulu, daharan sudah tersedia di
dalam rumah sana. Selama beberapa hari ini aku telah banyak
berbuat kajur padamu, sungguh aku sangat menyesal, harap
Sute suka memaafkan."
Mendengar nada Yan-kin itu mendadak berubah 160
derajat, Hi-tiok sangat heran. Ketika ia berpaling, ia lihat mata
dan hidung Yan-king matang biru seperti habis dihajar orang.
Keruan Hi-tiok tambah heran.
Sebaliknyn Yan-kin tampah takut-takut, dan merengekrangek,
"Ai, dasar mataku sudah lamur dan buram berbuat
kasar pada Sute, jika ... jika sute tidak sudi mengampuni aku
hatiku ... celaka... celakalah diriku."
"Aku sendiri berdosa dan pantas dihukum, apa yang
dilakukan Suheng juga sudah pada tempatnya," ujar Hi-tiok.
Air rnuka Yan-kin mendadak berubah, "plak-plok", plak-plok
tiba-tiba ia tempeleng muka sendiri beberapa kali, lalu
berkata, "Sute, O, Sute, mohon belas kasihanmu,
Jangan……janganlah marah padaku, aku .... "
Habis berkata, kembali berulang-ulang ia tampar muka
sendiri dengan keras. Tentu saja Hi-tiok terheran-heran,
tanyanya,.
"Hei, kenapa Suheng ini? Mengapa berbuat demikian!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Yan-kin terus berlutut, ia pegang, baju Hi-tiok dan
berkata, "Mohon ... mohon Sute memberi ampuun, kalau ...
kalau tidak, maka kedua biji mataku ini sukar diselamatkan
lagi.
"Ah. bagaimana Suheng ini sama sekali aku tidak paham
maksudmu," sahut Hi-tiok dengan bingung.
"Ya, asal Sute suka mengampuni aku dan takkan mencukil
biji mataku, maka selama hidup aku akan mengabdi padamu
sebagai balas budimu yang besar ini," kata pula yan-kin.
"Sungguh aneh Suheng ini, bilakah aku pernah menyatakan
hendak mencukil matamu?" sahut Hi tiok dengan melongo.
Air muka Yan-kin tampah pucat pasi, katanya, "Jika Sute
berkeras tidak sudi memberi ampun, dasar mataku sendiri
yang sudah lamur, terpaksa aku melaksanakan hukumanku
sendiri."
Habis berkata terus ia menjulurkan dua jari tangan dan
bertidak mencolok matanya sendiri.
Namun Hi-tiok sempat memegang tangan Yan-kin dan
bertanya, "Siapakah yang memaksamu mencukit mata
sendiri?"
"Aku ... aku tak berani bilang, kalau ... tahu kukatakan
tentüJi ... jiwaku akan melayang," sahut Yan-kin dengan
ketakutan.
Hi-tiok tambah heran, ia tidak tahu siapakah orang dalam
siau-lim-si yang mempunyai pengaruh sedemikian besar
sehingga membuat Yan-kin ketakutan setengah mati."
Ia coba tanya lagi, "Apakah kaumaksud tadi Hongtiang
(ketua)?" .
"Bukan," sahut Yan-kin.
"Habis siapa? Apa para Tianglo dari Tat-hi jiu, Lo-li tin-ih
atau Kai-hit-ih?" Hi-tiok mendesak pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Tapi Yan-kin tetap menjawab bukan katanya, "Sute, aku
tidak berani menjelaskan siapa orangnya, aku hanya mohon
engkau suka mengampuni aku. Kata mereka jika aku ingin
menyelamatkan mataku, asal engkau sendiri yang
mengucapkan mengampunì dosaku, maka selamatlah aku."
Sembari bicara tampak dia melirik ke samping dengan rasa
takut. Waktu Hi-tiok memandang ke arah yang dilirik Yan-kin
itu, ia lihat di bawah emper rumah sana duduk empat padri,
semuanya berjubah padrì warna kelabu dan berkopiah, muka
mereka menghadap ke sana sehingga tidak jelas terlihat.
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 70
Diam-diam Hi-tiok heran, "Apakah ke empat suheng ini
yang dia maksudkan. Tentu mereka adalah orang penting
dalam biara, karena Yan-kin suka mengganas pada hwesio
yang dihukumkerja di kebun, maka sekarang mereka memberi
ganjaran setimpal kepada Yan-kin.
Tapi akhirnya Hi-tiok berkata juga, "Sudahlah aku tidak
marah pada suheng, sudah sejak tadi aku mengampuni
kesalahanmu."
Sungguh girang Yan-kin tidak kepalang, cepat ia
menyembah pula sehingga kepalanya penuh berlepotan air
rabuk yang berbau busuk, tapi sedikit pun dia tidak
menghiraukan.
"Lekas bangun, suheng jangan melakukan penghormatan
sebesar ini," kata Hi-tiok.
Sesudah berdiri dengan penuh hormat Yan-kin
mengundang Hi-tiok ke ruang makan, ia menuangkan teh dan
mengambilkan nasi dan lauk-pauk, ia melayani Hi-tiok sendiri
dengan servis lengkap.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena tak bisa menolak lagi, terpaksa Hi-tiok membiarkan
Yan-kin melayaninya. Bahkan tiba-tiba Yan-kin berbisik-bisik
padanya, "Apa sute ingín minum arak? Dan daging anjing?
Mau? jika mau segera akan kucarikan."
"Wah, Omitohud! Dosa-dosa! Mana boleh ini!" demikian Hitiok
terkejut dan berdoa.
Sebaliknya Yan-kin malah mengedip dan memicingkan
matanya dengan penuh rahasia, lalu berbisik pula, "Jangan
kuatir, segala dosa aku yang tanggung. Biarpun segera
kupergi mengambilkan untuk dinikmati Sute."
"Jangan, jangan! Perbuatan yang melanggar pantangan ini
sekali kali jangan Suheng sebut-sebut lagi," cepat Hi-tiok
memerintahnya.
"Jika Sute merasa tidak aman makan minum puasnya di
sini, boleh juga Sute keluar biara dan turun gunung sana,"
ujar Yan-kin pula. "Bila nanti Kai-lut-ih tanya, biarlah
kukatakan Sute sedang kusuruh pergi membeli bahan
keperluan kebun, tentu akan kututupi apa yang terjadi ini,
tidak perlu kuatir."
Hi tiok menjadi kurang senang oleh ucapan Yan-kin yang
makin tidak pantas itu, katanya dangan goyang-goyang
tangan, "Dengan sujud kau menyadari dosaku yang sudahsudah,
maka segala larangan tak berani kulanggar lagi. Apa
yang Suheng katakan barusan ini jangan disinggung-singgung
pula."
Tarpaksa Yan-kin mengiakan, Tapi dalam hati ia mengomel,
"Huh, dasar hwesio Sontoloyo, pakai pura-pura segala."
Karena Hi-tiok sudah berkata begitu, terpaksa ia tidak
berani banyak rewel lagi, gegerutu ia melayani Hi-tiok dahar
apa adanya, lalu menyilahkannya mengaso ke kamar tidur
Yan-kin sendiri.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah selama beberapa hari Yan-kin terus melayani Hitiok
dengan penuh hormat dan sangat baik melebihi melayani
kakek-moyangnya.
Pada hari ketiga sesudah Hi-tiok makan siang, Yan-kin
menyeduh satu teko teh wangi, ia menuangkan secawan dan
disuguhkan kepada Hi tiok dengan hormat.
"Ai, mengapa Suheng sedemikian sungkan padaku," kata
Hi-tiok. "Aku adalah seorang berdosa yang sedang menunggu
hukuman, sungguh aku merasa tidak enak bila Suheng
sedemikian baik padaku."
Pada saat itulah, sekonyong-konyong terdengar suara
genta ditabuh bertalu-talu dan tak terputus-putus, itulah tanda
berkumpulnya semua padri Siau-lim-si. Suara demikian jarang
dibunyikan kecuali hari-hari penting, setiap tahun belum tentu
terjadi itu-dua kali.
Muka berkatalah Yan-kin, "Hongtiang membunyikan genta
untuk mengumpulkan kita mari kita pergi ke Tai-hiong-po-tian
(pendopo utama)."
Hi-tiok menyatakan setuju dan beramai-ramai dengan
belasan padri lain buru-buru mereka menuju ke ruang
pendopo.
Di sana tertampak sudah berkumpul dua ratus orang
sedang padri lain masih berbondong-bondong datang. Hanya
dalam sekejap saja seluruh penghuni biara, sebanyak 500
orang lebih sudah berkumpul di situ dan berbaris menurut
urut-urutan tingkatan masing-masing.
Walaupun jumlah orang sangat banyak, tapi semuanya
sangat prihatin dan diam saja sehingga suasana pendopo
sunyi lenyap. Hi-tiok berbaris di antara padri angkatan yang
memakai gelar "Hi". Sekilas ia lihat wajah padri angkatan yang
lebih tua tampak sangat serius, sangat prihatin.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Diam-diam Hi-tiok kebat-kebit, "Wah, jangan-jangan
dosaku terlalu besar, maka Hongtiang sengaja mengumpulkan
segenap padri untuk menyaksikan hukumanku. Melihat
gelagatnya, naga-naganya bukan mustahil aku akan dipecat
dan diusir pula dari s ini."
Tengah berpikir dan kuatir, tiba-tiba terdengar mara genta
dipalu tiga kali, serentak semua padri mengucapkan,
"Omitohud!"
Lalu ketua Siau lim-ii, Hian-cu dan tiga padri angkatan
"Hian" diiringi tujuh padri lain muncul dari belakang sana.
Serentak para padri membungkuk tubuh untuk memberi
hormat, Kemudian. Kian-cu mengambil tempal duduk masingmasing
dan ketujuh padri yang tak dikenal itu pun menduduki
tempat tamu.
Waktu Hi-tiok memperhatikan ketujuh padri itu, usia
mereka tampak sudah tua dan dari dandanan mereka terang
adalah padri tamu dari biara lain. Padri pertama yang duduk di
ujung atas berusia paling tua, kira-kira ada 70 tahun,
tubuhnya kecil tapi sinar matanya tajam berkilat-kìlat dan
berwibawa.
Segera Hian-cu berseru kepeda para padri, "Ini adalah Sinkong
Siangjiu, Hongtiang jing liong-si di Ngo-tai-lan, harap
kalian memberi hormat."
Diam-diam para padri Siau-lim-si berseru heran. Mereka
tahu Sin-kong Siangjin sangat terkenal di dunia persilatan, dia
dan Hian-cu Taisu disebut orang Bu-lim sebagal Hang-liong-lo
han dan Hok-hou-lo-han, yaitu nama dua Budha penakluk
naga dan harimau sebagai tanda penghargaan kepada
mereka.
Melulu bicara tentang ilmu adat, konon kepandaian Sinkong
Siangjin masih di atas Hian-cu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Cuma Jing-liang-si lebih kecil, kedudukannya di dunia
persilatan jugi jauh di bawah Siau-lim-si, maka bicara tenteng
nama sebaliknya Hian-cu lebih terkenal dan disegani.
Biasanya Sin-kong Siangjin terkenal sangatangkuh, jarang
dia bergaul dengan dunia persilatan hubungan dengan Siaulim-
si juga tidak baik tapi sekarang dia berkunjung sendiri ke
Siau-lim-si maka dapat dikatakan tentu ada sesuatu yang luar
biasa.
Begitulah sesudah para padri memberi hormat kepada Sinkong,
lalu Hian-cu memperkenalkan pula keenam padri yang
lain.
Keenam Taisu ini juga ada yang datang dari Jing-liang-si,
adapula Cuma kenalan Sin-kong Siangjin saja. Tapi semuanya
adalah pada agung dan saleh.
"Sungguh kita harus merasa bahagia hari ini
mendapatkehormatan atas kunjungan mereka, maka aku
sengaja mengumpulkan kalian untuk berkenalan dengan
Siangjin, diharap Siangjin suka memberikan ceramah
seperlunya demi perkembangan agama kita.”
Untuk itu segenap padri Siau-lim-si mengucapkan terima
kasih.
"Jangan sungkan," sahut Sin-kong Siangjin. Dia bertubuh
pendek kecil, tapi suaranya kecil nyaring dan keras sebagai
auman siaga heran semua orang terkejut.
Maka terdengar sih kong Siangjiu melanjutkan, "Siau-lim-si
adalah sebuah biara suci yang terpuji, sudah lama sekali aku
sangat mengaguminya maka pada 60 tahun yang lalu pernah
kudatang kemari untuk mohon diterima sebagai murid tetapi
rupanya aku tidak memenuhi syarat dan ditolak. Kini 60 tahun
kemudian aku berkunjung kemari lagi, keadaan tempat
tampaknya masih tetap sama, cuma orangnya yang sudah
jauh berbeda, sungguh halus dibuat gegetun."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mendengar ucapan Sin-kong itu, kembali para padri
terkesiap. Dari nadanya itu terang dia agak dendam pada
Siau-lim-si, maka bukan mustahil kedatangannya ini bertujuan
hendak cari perkara.
Watak Hian-cu agak ramah dan sabar, maka dengan
tenang ia menjawab, " O , kiranya dahulu Suheng pernah
ingin masuki Siau-Lim-si kita. Walaupun tidak jadi, tapi biara
agung di dunla ini sama saja, buktinya hari ini Suheng dapat
menjadi pemimpin Jing-liang-si, hal ini pun merupakan
kehormatan bagi murid-murid Budha seluruhnya, Adapun
dahulu Suheng telah ditolak oleh Siau-lim-si sehingga
membuat Suheng kurang senang untuk itu di s ini kumuhonkan
maaf sebesar-besanya. Namun begitu akhirnya Suhong dapat
memimpin suatu cabang tersendiri dan sangat berjasa bagi
agama kita, kalau diingat rasanya pertemuan ini memang
sudah takdir dan jodoh."
Habis berkata ia merangkap tangannya dan memberi
hormat,
Sin-liong Siangjin berbangkit dan membalas hormat Hian-cu
lalu sahutnya, "Sebenarnya dahulu kumohon diterima di Siaulim-
si adalah lantaran sangat kagum kepada kepemimpinan
Siau-Lim-si yang terkenal di dunia persilatan, tapi yang lebih
penting adalah karena Siau-lim-si terkenal mempunyai disiplin
yang keras dan peraturan yang baik, segala apa
mengutamakan pri-keadilan."
Sampai di sini, mendadak sinar matanya (sng berkilat-kilat
itu mengerling patung Budha yang terpuja di ruang pendopo
itu, lalu sambungnya dengan mengejek, "Tapi tidak nyana
bahwa di dunia ini ternyata banyak terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan kenyataan. Tahu begini jauh baik dahulu aku
tidak perluberkunjung ke sini."
Ucapan Sin-kong yang terakhir im seketika membuat para
padri Siau-lim-si merasa kurang sening. Cuma disiplin SiauTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
lim-si sangat keras biarpun mereka merasa gusar, tetap
mareka diam saja.
Maka Hian-cu Hongtiong lantas menjawab,”Sancai, Siancai!
Mengapa suheng berkata demikian? Andaikan di antara
anggota biara kami yang sangat banyak ini ada yang berbuat
salah untuk ini harap suheng suka bicara terang agar kalau
salah biar dihukum, kalau keliru biar diperbaiki. Tapi dengan
ucapan Suheng barusan seakan-akan nama baik Siau lim-si
yang bersejarah beratus tahun ini telah Suheng hapus dengan
sekaligus, hal ini sesungguhnya agak keterlaluan."
"Numpang tanya Suheng, biara kita ini apakah kantor
pembesar negeri atau sarang penyamun?” tanya Sìn-kong
Siang jin.
"Siaucang tidak paham apa maksud perkataan suheng,
mohon diberi penjelasan," sahut Hian-cu.
"Kalau pembesar negeri memang suka menangkap dan
memenjarakan orang penyamun suka menculik orang dan
minta tebusan, semua itu adalah kejadian biasa," kata Sinkong.
"Tetapi siau-lim-si bukan kantor pembesar dan juga
bukan sarang penyamun, mengapa boleh sembarangan
menahan orang dan dilarang pergi. Numpang tanya Suheng
dengan perbuatan Siau-lim-si yang sewenang-wenang ini
apakah masih dapat disebut sebagai tempat suci agama
Budha?"
Sekilas Hian-cu melirik padri keempat yang duduk dibaris
Sin-kong itu diam-diam ia membatin, "Mata padri itu cekung,
kulitnya hitam, memang tidak sangsi dia bukan padri sini,
sekarang hadir disini dan memang datang dari Thian-lok
terang kedatangannya ini hendak memintaPolo Sing cuma
tidak diketahui mengapa dia bisa bersekongkol dengan Sinkong
dari Jing-liang-pai.”
Tiba-tiba ia mendapat pikiran, segera ia bertanya, "Suheng
ada sesuatu yang tidak jelas, mohon Suheng memberi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
keterangan. Umpama kalau seseorang mengerayangi Ngo-taisan
dan hendak mencuri kitab pusaka kalian "Hok-hou-boh”
dan laia-lain lantas cara bagaimana Suheng akan mengambil
tindakan terhadap orang itu."
Sin-kong bergelak tertawa, ia berpaling dan berkata kepada
padri bermuka hitam itu. "Maha,dengan demikian jadi Hian-cu
Taisu telah mengaku sendiri bahwa Polo Singh Suheng
memang betul di Sian-lim-si sini."
Kiranya paderi muka hitam itu tak lain tak bukan adalah
Cilo Singh, Suheng Polo Singh yang tempo hari pernah
bertemu dengan Goan-cl di tengah jalan dan telah dikalahkan
serta ngacir kembali ke Thian-tiok, tapi di tengah jalan dia
bertemu dangan seorang padri Tionghoa yang tua dan
bertongkat baja, padri tua itu tiada hentinya mengamat-amati
Cilo Singh dengan sikap yang mencurigakan.
Memangnya Ciio Singh lagi msndongkol, karena dia fasih
bahasa Tionghoa, segera ia tegur padri tua itu secara kasar
dan menyuruh dia lekas enyah. Dasar watak padri tua itupun
berangasan sekali cekcok maka bertempuriah kedua orang itu.
Lebih satu jam lamanya mereka bertempur dan tetap sama
kuat, Sampai hari sudah hampir gelap, tiba-tiba padri tua itu
berteriak minta pertempuran diberhentikan, katanya, "Hai,
padri asing ilmu silatmu sangat tinggi, cuma sayang
perangaimu terlalu kasar dan kurang sopan.”
"Ah, kaupun setali tiga uang, tidak perlu mengolok-olok
aku," sahut Cilo Singh.
Memang di antara mereka tiada bermusùhan apa-apa,
sesudah bertarung sekian lama, timbul rasa suka satu sama
lain di antara mereka, maka mereka lantas saling tanya nama
masing-masing.
Ternyata padri tua itu bergelar Sin-im, dia adalah Sute Sinkong
Siangjin, ketua Jing-liang-si, Kemudian Sin-lm tanya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
maksud kedatangan Cilo Singh ke Tionghoa ini yang dijawab
oieh Cilo Singh tentang ditahannys Polo Singh di Siau-lim-si.
Dasar sifat Sin-im memang suka usilan, suka cari perkara,
pula sudah lama dia merase iri kepada Siau Lim Si yang
tersohor itu, terdorong lagl oleh perangainya yang sok
dihadapan sahabat baru itu, maka ia berkata, "ilmusilat
Suhengku Sin kong tiada tandingannya di dunia ini, selama ini
S¡au-lim-si juga tak dipandang sebelah mata oleh beliau.
Marilah kuperkenal kan engkau kepada suhengku itu, tentu
beliau dapat membantumu menolong Sutemu.”
Begitulah maka Sin-im membawa Cilo Singh pulang ke Jìng-
Liang-si untuk menemui Sin-kong.
Kalau Sin im itu seorang yang kasar, sebaliknya sin-kong
adaiah seorang yang pintar menggunakan otak. Ia pikir ketua
Siau-lim-sl adalah seorang yang ramah tamah, kalau dia
sampai menahan Polo Singh, dapat diduga pasti ada sebab
pula yang penting.
Segera ia melayani Cilo Singh dengan baik dan perlahan
memancing keterangannya, tidak sampai setengah bulan,
segala rahasia Cilo Singh telah dapat dikorek. Dapat diketahui
oleh Sin-kong bahwa kepergian polo Singh ke Siau lim si itu
adalah ingin mendapatkan kitab pusaka jika kitab itu belum
didapat dan tertangkap paling-paling Polo Singh akan digebah
pergi dan selesailah urusannya.
Tapi sekarang Polo Singh ditahan dan dilarang pergi, jelas
karena kitab yang hendaki dicuri itu sudah terpegang oleh
Polo Singh dan tentu pula sudah diapalkan isinya. Pula kalau
kitab yang dicuri itu adalah kitab ajaran agama biasa, tentu
siau-lim-si tidak perlu ribut, bila sekarang Polo singh sampai
ditahan, maka dapat dipastikan kitab yang dicuri tentu kitab
pusaka tentang ilmu rahasia Siau-lim-si.
Teringat akan "kitab pusaka ilmu silat Siau-lim-si," seketika
Sin-kong sangat, tertarik dan berhasrat memilikinya.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hendaklah maklum bahwa Sin-kong ini sesungguhnya
seorang yang berbakat sangat tinggi. seorang jenius yang
jarang ada. Cuma sayang sumber Ilmu silat Jing-liong-si itu
jauh dibandingkan Siau-lim-si, apa yang dapat diyakinkan Sin
kong itu sangat terbatas dan sebagian besar juga tergolong
kepandaian kasaran yang tak bisa dianggap sebagai kungfu
kelas satu. Namun begitu toh ilmu silat Sin-kong juga terlatih
sampai tingkatan yang tinggi sekali ini membuktikan betapa
cerdas dan tinggi bakat pambawaan Sin-kong.
Dahulu waktu dia mohon masuk menjadi murid Siau-lim-si,
tatkala itu ia baru berumur 17 tahunan, Biau-yap Siansu,
ketua Siau-lim-si pada waktu itu, merasa kecerdasan Sin-kong
itu terlalu menonjol, sebaliknya jiwanya kerdil dan bukan
seorang ahli waris baik, jika diterima masuk siau-lim-si tentu di
kemudian hari akan menimbulkan gara-gara, maka dia telah
menolaknya dengan kata-kata halus. Lantaran itulah Sin-kong
akhirnya masuk Jing-liang-si dan ketika usianya baru 30 tahun
kepandainnya sudah menjago seluruh biara itu, bahkan tidak
lama kemudian diangkat pula sebagai ahli waris dan menjadi
ketua Jing-liong-si.
Dengan kepandaiannya sekarang Sin-kong tentu sudah
jauh melampaui segala kitab pusaka Jing liong-si yang ada,
untuk bisa menanjak lebih tinggi lagi terang sukar kecuali
mencari jalan keluar lain.
Sekarang ia dengar keterangan Cilo Singh itu, setelah
dipikir beberapa hari akhirnya ia mengambil suatu keputusan,
ia akan tampil ke muka untuk membantu Cilo Singh dan
membebaskan Polo Singh dari tahanan Siau-lim-si.
Ia tahu jumlah orang Siau lim-si sangat banyak tapi
tentunya alim dan suka bicara tentang kebenaran, sebagai
murid Budha masakah mereka berani menahan orang secara
paksa dan asal Polo Singh dapat dikeluarkan, rasanya tidak
susah untuk mengorek rahasianya tentang ilmu silat biara Siau
lim-si.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Karena itulah, segera ia mengirim anak buahnya untuk
menyampaikan undangan kepada Hong-beng Taisu dari Taisiang-
kok-si di thai-long-hu. To-jing Taisu dari Bo-to-si di
daerah kanglam, Kat-hian Taisu dari Tong-lim-si di Lo-San dan
Yong-ti Taisu dari Ceng-eng-si di Tiang lam. Bersama keempat
padri agung itu, ditambah Kim-im dan Cilo Singh, mereka
bertujuh lantas mendatangi Siau-lim-si.
Kedudukan keempat padri agung itu meski bukan ketua
sesuatu golongan tapi nama mereka cukup terkenal di Bu-lim,
cuma mereka labih mengutamakan ajaran agama daripada
ilmu silatnya, tapi kedudukan mereka menjadi kurang
menonjol di biara masing-masing.
Kembali tadi demi mendengar Sin-kong Sianjin mengatakan
dia telah mengaku sendiri adanya Polo Singh, nada Sin-kong
itu pun penuh itu, biarpun Hian-cu biasanya sangat sabar,
tanpa terasa timbul juga rasa gusarnya, segera ia berkata,
"Padri Thian liok yang bernama Polo singh itu memang benar
pernah berkunjung kesini, mengenai hal ini bilakah aku pernah
memenyangkal?”
”Kalau tidak menyangkal, itulah paling baik” Seru Sin-kong
sambil terbahak bahak. "Nah, mereka adalah Liong-beng Taisu
dan Siang-kok-si di si-hong, dan ini adalah Kat-hian Taisu dari
tong-lim-si di Lo-san, yang itu adalah Yong-ti Taisu dari Cengeng-
si di Tiang an dan yang terakhir itu adalah To-jing Taisu
dari Bo-to-si dari Kang lam. Mereka semuanya padri agung
dari biara paling terkenal di negarl ini, aku sengaja
mengundang meraka ke sini dengan permohonan mereka
suka menjadi saksi. Baru saja Hong lang Suheng mengaku
Polo Singh dari Thian-liok memang berada di biara kalian ini,
maka diharap sekarang juga suka bebaskan dia agar dapat
pulang ke negeri asalnya dan supaya sesama kaum kita di
negeri sahabat itu tidak mengatakan kita berlaku sewenangwenang
dan menahan saudara sendiri sesama agama."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Begitulah dengan kata-kata tajam Sin-kong menuduh Siaulim-
si menahan kawan sesama agama maka bagi orang Siau
lim-si yang tak tahu kejadian sebenarnya, mereka menduga
Hian-cu tentu akan terpaksa membebaskan Polo Singh.
Maka terdengarlah Hian-cu menjawab, "O, kiranya keempat
Taisu itu adalah tokoh yang sangat terkenal di Bu-lim, sudah
lama sekali kukagum kepada nama mereka, sekarang dapat
berkenalan, sungguh sangat beruntung!"
Habis berkata, segera ia merangkap tangan untuk memberi
hormat. Ia sengaja bicara menyimpang kepada hal-hal yang
bukan mengenai persoalan pokok untuk mengulur tempo
sembari mencari akal cara bagaimana harus menghadapi Sinkong
Siangjìn.
Keempat padri agung itu berbangkit untuk membalas
hormat, sahut mereka, "Jika Polo Singh Suheng dari Thian-tiok
memang betul berada di s ini, bila dia telah melanggar sesuatu
pentangan dan membikin marah Hong-tiang, untuk itu
diharapkan Hongtiang suka mengingat sesama agama dan
membiarkan Cilo Singh Suheng ini membawa kembali Sutenya,
untuk itu kami merasa sangat berterima kasih."
Diam-diam Hian-cu membatin, "Tidaklah susah untuk
melepaskan Polo Singh, tapi sekali dia dibebaskan, itu berarti
rahasia ilmu silat Siau-lim-si untuk seterusnya akan terbuka
bagi pihak luar."
Begitulah dengan rasa serba susah, Hian-cu menjadi
bingung Cara bagaimana harus menjawab, untuk mengulur
waktu terpaksa berulang ulang ia menyebut "Omitohud!"
Sesudah agak lama katanya kemudian, "Polo singh Suheng
berkunjung ke biara kami ini, semua anggota kami telah
menyambut dan melayani dia sebagai kawan yang datang darí
negerí budha yang terhormat. Tak terduga diam-diam
menggali torowongan di bawah tanah dan menyelundup ke
gedung perpustakaan untuk mencuri kitab pusaka ilmu silat
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kami yang sudah turun-temurun ini. "Nah, Sin-kong Siangjin,
apa yang kutanyakan tadi belum kaujawab, coba umpamanya
Jing-liang-si kalian yang digerayang, lalu Suheng sendiri
selaku Hongtiang akan Ambil tindakan apa?"
Sin-kong tersenyum, sahutnya, "Tinggi atau rendahnya
ilmu silat setiap orang bergantung keyakinan masing-masing.
Soal kitab pusaka segala adalah soal sekunder. Bila kebetulan
ada satu-dua orang ksatria sudi berkunjung ke Jing-liang dan
mampu mencuri kitab pusaka kami, maka aku akan mengaku
diri sendiri tak becus dan apa mau dikatakan lagi. Habis orang
cuma membaca kadarnya sekedar ilmu silatmu, apakah jiwa
orang ikut dihabiskan atau menahannya selama hidup? Ehh,
bukankah keterlaluan!”
Hian-cu tersenyum, katanya, "Jika kitab yang di curi itu
hanya kitab pasaran yang tiada harganya, sudah tentu tiada
alangannya untuk diketahui oleh umum. Tapi kalau Intisari
kitab pusaka kalian memang sangat hebat dan sangat
berguna, sesudah dicuri lalu kebetulan jatuh di tangan
manusia yang sombong dan berjiwa kerdil, maka akibatnya
tentu akan celaka, tentu akan merupakan bencana bagi dunia
persilatan."
Ucapan Hian-cu tetap ramah-tamah, tapi kata-kata
"manusia vang sombong dan berjiwa kerdil" jelas sengaja
ditujukan kepada Sin-kong SianJin.
Keruan Sia-kong Siang-jin kurang senang, sahutnya,
"Ucapan Hong-tiang ini hanya alasan sepihak saja, besar
kemungkinan masih ada persoalan lain lagi. Yang terang Cilo
Singh sudah jauh-jauh datang kemari mamakah Hongtiang
tidak mengizinkan dia menemui suteya!"
Hian-cu pikir kalau tetap melarang Polo singh bertemu
dengan Cilo Singh hal ini tentu akan disangka Siau lim-si
bersalah dan para padri agung dari Bo-to-il dan lain-lain tentu
juga akan kurang puas, maka katanya kemudian, "Baik,
undang Polo Singh Suheng kemari!"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sesudah perintah itu diteruskan, tidah lama kemudian
empat padri tua telah membawa Polo Singh ke ruang
pendopo.
Melihat Cilo Singh hadir disitu, saking gìrang dan terharu
sampai Polo Singh meneteskan air mata terus menubruk maju
untuk merangkulnya. Maka bicaralah mereka dalam bahasa
mereka yang sukar dipahami, tapi dapat diduga Polo singh lagi
menuturkàn pengalamannya tentang mencuri kitab dan
tertangkap serta dikurung oleh pihak Siau-lim-si.
Sebaliknya Cilo Singh tampak mengangguk-angguk,
akhirnya dengan, suara yang lantang Cilo singh berseru dalam
bahasa Tionghoa "Hongtiang siau-lim-si bohong. Polo Singh
tidak pernah mencuri kitab ilmu silat apa segala dia cuma
mencuri kitab ajaran Budha, yang memang berasal dari negeri
Thian-liok kami. Dia hanya membacanya saja dan bukan
sesuatu pelanggaran kejahatan apalagi karena Cosu adalah
bangsa kami beliau telah mengajarkan ilmu silat pada kalian
sebaliknya kalian malah mengurung padri Thian-liok terang ini
sangat tidak bersahabat dan .... dan tak kenal budi kebaikan."
Karena alasan Cilo Singh yang cukup kuat dan seketika
padri Siau lim si menjadi bungkam. Kalau Polo Singh tetap
menyangkal mencuri kitab ilmu silat, sedangkan barang bukti
tidak ada, dengan sendirinya tuduhan pihak Siau-lim-si kurang
kuat.
Akhirnya Hian-cu berkata, "Siancai! Orang beragama tidak
boleh berdusta. Polo Singh Suheng jika engkau berdusta apa
engkau tidak akan masuk neraka. Coba jawab, Tai-kim-kong
kun-keng (kitap ilmu pukulan sakti) pernah kau curi dan
membacanya atau tidak?"
"Tidak, yang pernah kupinjam baca hanya kitab Kim-kongkeng
(nama kitap agama Budha)." sahut Polo Singh.
"Dan Pan-yak-ciang-hoat-keng milik Siau lim-si kami pernah
kaucuri dan membacanya iya tidak?" tanya Hian-cu pula.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tidak, aku cuma pernah pinjam baca sebentar pan-yak-pomi-
sim-kong," sahut Polo Singh. Tapi kitab-kitab itu hanya
kubaca saja, kitab itu sudah seharusnyá dipelajari oleh murid
budha kita sekalian, Siauceng hanya pinjam baca dan sekedar
memperdalam pengetahuanku tentang agama kita, entah di
mana jelek kesalahanku?"
Perlu diketahui bahwa Polo Singh itu memang seorang
yang pintar dan cerdik, pengetahuan juga sangat luas,
makanya dia dikirim oleh kerabat-kerabatnya dari Thian-liok
untuk mencuri kitab ke Siau-lim-si. Sekarang dia berdebat
dengan menitik beratkan pada ajaran agama, ia tak semua
tuduhan tentang mencuri kitab ilmu silat segala, dengan
demikian Siau-lim-si berbalik kelihatan di pihak yang salah dan
pelit, masakah ilmu ajaran agama dipinjam baca saja tidak
boleh.
Hian-cu juga tidak tanya lagi, ia hanya menyebut,
"Omitohud!"
Mendadak sesosok bayangan melesat maju di sebelahnya
dan kontan menghantam punggung Polo Singh. Pukulan itu
sangat dahsyat dan cepat luar biasa, tempat yang diarah juga
Ci-yang-hiat yang mematikan di punggung Polo Singh.
Serangan yang maha hebat itu datangnya juga mendadak
sehingga tampaknya sukar dicegah lagi.
Tiba-tiba Polo Sing membaliki kedua tangan belakang
sehingga pukulan penyerang tadi seperti kebentur dinding
baja. Tapi menyusul terus orang itu berubah menjadi telapak
tangan ia memotong kuduk Polo Singh.
Baru sekarang tertampak jelas penyerang itu adaláh
saorang padri Siau lim-si yang memakai kasa (jubah padri)
merah.
Gerakan Polo Singh juga sangat cepat, ia putar tubuh dan
menunduk kepala, berbareng jari kirinya menujuk telapak
tanganpenyerangnya. Jika padri, Siau-lim-si itu tidak tarik
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kembali tangannya, itu berarti tangannya disodorkan sendiri
untuk ditutuk Polo Singh dan bukan mustahil tangannya akan
cacat untuk selamanya.
Maka cepat padri tua itu tarik kembali tangannya dan
menggeser ke samping Polo Singh, menyusul ia menyerang
pula secara bertubi-tubi sehingga dalam sekejab saja sudah
memberondong tujuh kali pukulan yuug mengarah tujuh
tempat yang berbeda-béda, cepatnya susah dilukiskan.
Karena tiada jalan buat menghindari, terpaksa Polo Sing
juga balas menghantam tujuh kali. maka terdengarlah suara
"plak-plok" yang ramai. pukulan kedua orang saling bentur,
cepat dan tepat sekali kepalan kedua orang itu saling beradu
sehingga mirip dua saudara seperguruan yang sedang
berlatih.
Sesudah saling hantam, mendadak Polo Singh teringat
sesuatu, ia bersuara sadar dan segera melompat mundur.
Padri Siau-lim-si itu pun tidàk menyerang lagi, tapi pelahan
mengundurkan diri sambil memberi hormat kepada Hian-cu.
Dengan tersenyum Hian-cu berkata kepada Sin-kong
Siangjin. "Bagaimana, Siangjin?"
Lalu ia pun berpaling kepada Liong-beng To jing dan lainlain,
"Harap para Suheng suka memberi peradilan dengan
bijaksana!"
Seketika suasana ruang pendopo menjadi sunyi senyap,
hanya terdengar Sin-kong mendengus sekali atas pertanyaan
Hian-Cu itu.
Sejak Hi-tiok mendengar Sin-kong menyinggung soal Siaulim-
si menahan padri Thian-liok, maka tahulah dia bahwa
urusan yang hendak dibicarakan sekarang tiada sangkutpautnya
dengan urusan sendiri, maka ia menjadi lega. Ketika
menyaksikan seorang kakek gurunya menyerang Polo singh
dan setiap serangannya dapat dipatahkan oleh padri asing itu,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sesudah beberapa gebrak lalu kedua orang berhenti
bertempur.
Dengan kepandaian, Hi-tiok sekarang dapat dilihatnya
bahwa jurus-jurus serangan kedua orang itu belum mencapai
tingkatan yang tertinggi, entah mengapa mereka cuma
bergebrak dua-tiga kali lantas berhenti, Hongtiang sendiri
tampak agak senang dan pihak lawan seperti merasa malu,
padahal dalam beberapa gebrakan itu sana sekali Polo Singh
tidak kelah.
Kemudian terdengar Liong-beng Taisu berdehem sekali,
lalu berkata, "Tadi Polo Singh Suheng telah menggunakan tiga
jurus serangan yang berbeda-beda dan seperti berasal dari
Pan-yak sing-hoat, Mo-ko-ci-hoat dan Kim-kong-kun-hoat."
"Hahahal" Sin-kong menanggapi dengan tertawa. "Ternyata
kalangan agama Budha di negeri kita ini tidak sedikit
mendapat kebaikan dari negeri Thian-tiok, Dahulu Budhitama
datang ke timur sini dengan membawa kepandaiannya dan
mendirikan Siau-lim-si yang agung, ilmu silat berasal dari
Thian-tiok itu ternyata turun temurun sampai sekarang dan
cara yang dimainkan Siau-lim-si tadi juga cocok satu sama lain
dengan Ilmu silat padri agung dari Thian-liok, sungguh harus
dibuat girang dan dipuji."
Para padri Siau-lim-si merasa gusar atas ucapan Sin-kong
yang memutar balikkan persoalan itu. Barusan padri yang
perkasa merah, Hian siang, Sute Hian-cu, secara mendadak
menjajal Polo Singh yang menyangkal telah mencuri baca
kitab ilmu silat s iau-lim-pai, dengan serangannya ia paksa Polo
Singh mau-tak-mau harus menangkis dengan Pan-yak-ci singhoat
dan lain-lain kepandaian yang jelas adalah kungfu Siaulim-
si.
Dari bukti nyata yang dimainkan Polo Singh tadi benar
terjadi seperti dugaan Hian-sing. Siapa tahu Sin-kong Sianjin
justru sengaja memutar balikkan kenyataan dan mengatakan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kepandaian Polo Singh itu berasal dari negeri Thian-tiok
sendiri.
Maka Hian-cu lantas menjawab, "Bahwasanya agama biara
kami dan ilmu silatnya berasal dari ujaran Dharma Cosu, hal
ini memang tidak salah Dan kalau Polo Singh bicara terus
terang untuk memintanya, dengin hormat kami pasti akan
memberikan kitab tinggalan Dharma Cosu Itu. Akan tetapi
pencipta Pan-yak ciang-hoat adalah Goan-goan Taisu,
Hongtiang angkatan ke-8 biara kami. Mo-ko ci-hoat adalah
ciptaan Pat-ci Thau-to, seorang tokoh terpandai angkatan tua
kami begitu pula Kim-kong-ciang-hoat juga ciptaan gabungan
beberapa padri agung angkatan ke-11 biara kami tiga macam
kungfu itu sama sekali berbeda dengan ilmu silat dari Thianliok,
bagi tokoh-tokoh yang hadir di s ini tentu tidak sulit untuk
membedakannya dan tidak perlu banyak kuberi penjelasan."
Liong-beng berempat merasa apa yang dikatakan hian-cu
memang tidak salah, maka bersama-sama mereka tanya Sinkong,
"Bagaimana pendapatmu, Siang-jin?"
Sin-kong tersenyum, sahutnya, "Apa yang dikatakan
Hongtiang barusan hanya pembelaan sepihak saja. Padahal
tempo hari Cilo Singh sudah pernah bilang padaku tentang
ilmu silat thian-liok yang mirip dengan ilmu silat Tiongkok di
antaranya juga disebut-sebut Tan-yak-ciang-hoat dan lain-lain,
dia mengatakan jurus Thian-lu-hong yang dimainkan Hian-sing
Suheng tadi itu bahasa hindu kuno disebut 'abisnitor', dan apa
yang dikatakan Cilo Singh Suheng itu benar atau tidak!"
Dengan terkejut bercampur marah Hian-cu menjawab,
"Pandangan Suheng memang sangat teliti, Kagum, sungguh
kagum!"
Kiranya sin-kong Siangjin memang sangat cerdas, hanya
melihat sekejap saja pertarungan Polo Singh melawan Hiansing
tadi segera dapat dikehuinya di mana letak intisari jurus
Pan-yak-cing-hoat yang dikatakan itu, maka dia sengaja
menyatakan mendengar cerita dari Cilo Singh untuk
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
membuktikan bahwa ilmu silat itu memang berasal dari Thianliok.
Apalagi ia sendiri pun sangat keruk kepada ilmu silat
Siau-lim-pai.
Sesudah menyaksikan beberapa gebrakan Hian-sing tadi, ia
anggap padri Siau-lim-si itu benar-benar terlalu goblok,
masakah ilmu sakti tinggi angkatan tua mereka cuma
dipahami sedikit saja kalau aku diberi kesempatan
mempelajari bukan mustahil aku akan menjadi jagoan nomor
satu di dunia ini.
Bagi Hian-cu, sudah tentu tahu apa yang dikatakan Sinkong
itu bohong belaka dan sengaja mau menang sendiri saja.
Tapi diam-diam memuji juga atas bakat dan kecerdasan Sinkong
yang luar biasa itu. Sesudah berpikir sejenak, lalu
bertanya kepada Hian sing, "Sute, hendaknya kau pergi ke
Cong keng-kak (gedung perpustakaan) dan bawa kemari
ketiga kitab yang tercatat ketiga ilmu ilmu silat tadi."
Hìan-sing menyatakan baik dan segera keluar. Tidak lama
kemudian ia datang kembal dengan membawa ketiga jilid
kitab yang dminta itu. padahal jarak ruang pendopo itu
dengan Cong-keng kok cukup jauh, maka dapat di bayangkan
betapa hebat ginkang Hian-sing. diam-diam para padri Siau
lim-si sangat mengagumi Jago mereka yang lihai itu.
Ketiga kitab itu tampak sudah sangat tua kertasnya sudah
kuning. Sesudah kitab-kiiab itu terletak di atas meja, lalu Hiancu
berkata, "Para Suheng silakan periksa, dalam kitab-kitab itu
tercatat asal-usul terciptanya ilmu-ilmu tadi. Andaikan para
Suheng tidak percaya pada omonganku apakah bukti tinggalan
tokoh-tokoh angkatan tua Siau-lim-si ini juga dapat dianggap
bohong? Apakah mungkin para tertua Siau-lim-si yang dulu
sudah melakukan tindakan-tindakan yang tidak tahu malu?"
Ucapannya yang terakhir itu sengaja hendak menyinggung
perasaan Sin-kong, tapi Sin-kong pura-pura tidak tahu, ia
ambil kitab Pan-yak-ciang-hóat, lalu membacanya sehalaman
demi sehalaman. Kedua kitab yang lain masing-masing diambil
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan dibaca oleh Liong-beng Tiansu dan To jiu Taisu, Tapi
Liong-bcos berdua Cuma membaca kata pengantarnya dan
catatan-catatan penting laìn dengan sekedarnya, lalu
diserahkan kepada Kat-thian dan Yong-ti Taisu.
Keempat padri agung itu merasa kitab-kitab itu adalah kitab
pusaka Siau-lim-si dan tidak pantas dibaca oleh orang luar.
Apalagi Hian-cu telah berani memperlihatkan kitab pusakanya,
tentu tuduhannya kepada Polo Singh tidak beralasan, kalau
mereka membaca dengan teliti akan berarti menyangsikan
ucapan Hian-cu dan hal ini berarti tidak sopan.
Tidak demikian halnya dengan Sin-kong, dia tidak sungkansungkan
lagi dan membaca dengan teliti jelas dia sangaja
mencari ciri-ciri kelemahan kitab itu untuk digunakan sebagai
bahan bantahan terhadap Hian-cu. Seketika itu suasana ruang
pendopo menjadi sunyi, hanya terdengar suara keresekan Sin
Kong membalik-balik halaman kitab.
Sampai sekian lamanya Sin-kong membaca kilat itu dengan
teliti, tapi air mukanya tetap tenang tanpa menujuk sesuatu
perasaan, Selesai membaca kitab yang satu kemudian kitab
yang lain dibacanya pula. Dan setelah dia menutup halaman
terakhir kitap ketiga, kemudian ia serahkan semuanya kepada
Hian-cu. Lalu memejamkan mata dan termenung.
Melihat kelakuan Sin kong itu Hian-Cu menjadi sangsi dan
heran pula.
Sejenak kemudian, tiba-tiba Sin-kong membuka mata dan
berkata kepada Cilo Singh. "Cilo Suheng, tempo hari engkau
telah menguraikan segala rahasia yak-ciang-hoat itu padaku,
aku masih ingat dalam bahasa Hindu yang kauuraikan itu
berbunyi.... "
Begitulah Sin kong lantas mengucapkan serentetan kalimat
dalam bahasa Hindu kuno, kemudian ia uraikan pula
terjemahannya dalam bahasa Tionghoa akhirnya ia tanya pula
pada Cilo Singh,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Betut tidak bunyi kunci rahasia yaug merupakan inti Panyak-
ciang-hoat yang kauuraikan padaku itu Cilo Suheng?"
"Benar, benar! Memang begitulah bunyinya!" sahut Cilo
Singh tanpa piker.
"Dan tentang isi Kim-kong-kun-hoat dan ko-ko ci-hoat yang
pernah Suheng uraikan itu, bagian-bagian yang penting juga
masih kuingat dengan baik," ujar Sin-kong pula. Lalu ia
mengapalkan di luar kepala dalam bahasa Hindu kuno,
kemudian terjemahannya dalam bahasa Tionghoa.
Seketika air muka Hian-cu dan padri agung Siau-lim-si yang
lain sama berubah pucat. Sebab apa yang diapalkan Sin-kong
itu memang sedikit pun tidak salah adalah isi ketiga kitab yang
dikatakan itu.
Sungguh tidak nyana bahwa ingatan Sin-kong sedemikian
baiknya, hanya sekali baca saja sudah dapat mengapalkan di
luar kepala, pula dia mahir bahasa hindu kuno sehingga lebih
dulu ia menjemahkannya ke dalam bahasa Hindu, lalu
mengapalkan kembali dalam bahasa Tionghoa seperti apa
yang telah dibacanya, dengan demikian menjadi seakan-akan
kitab itu awal mulanya adalah bahasa Hindu, kemudian baru
diterjemahkan dalam bahasa Tionghoa.
Dengan begini dosa Polo Singh yang mencuri kitab itu
dapat dicuci bersih, sebaliknya pihak Siau-lim-si menjadi
tertundukmalah sebagai pihak yang menjiplak. Kalau berdebat
belum tentu dapat mengalahkan Sin-kong yang pintar main
lidah itu, maka Hian-cu menjadi sangat dongkol, tapi tidak
berdaya.
Tiba-tiba Hian sing tampil ke muka lagi dan berkata kepada
Cilo Singh, "Taisu bilang Pan-yak ciang dan lain-lain diperoleh
Siau-lim-si dari negeri kalian dan dengan sendirinya taisu juga
sangat mahir. Untuk membuktikan benar tidaknya urusan ini
adalah sangat mudah. Sekarang ingin kupelajari kenal dengan
ke tigamacam kepandaian Taisu yang hebat ini, kita samaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
sama menggunakan ketiga macam Ilmu silat itu, harap Taisu
sudi memberi petunjuk."
Habis berkata, sekali lompat, tahu-tahu la sudah berdiri di
depan Cilo Singh. Diam-diam Hian-cu mengakui tindakan sing
Sute yang tepat itu, mengapa dirinya tidak teringat pada
akaldemlkian ini? Sebaliknya Sin-kong Siangjin juga terkesiap,
sebab Cilo Singh sudah tentu tidak paham Pan-yak-ciang
segala. Lantas bagaimana harus melayani tantangan Hian-sing
itu?”
Benar juga tampak wajah Cilo Singh menunjuk rasa serba
susah, tapi la pun berkata, "llmu silat negeri kami terlalu luas
dan banyak sama halnya seperti Siau-lim-si terkenal
mempunyai 72 macam ilmu silat khaas yang lihai. Sekarang
ingin kutanya juga kepada Taisu, apakah Taisu sendiri mahir
seluruh kepandaian Siau-lim-si itu. Jika aku juga menyebut
tiga macam diantaranya apakah Taisu sanggup
memainkannya?"
Bantahan ini membuat Hian-sing tertegun. Memang di
antara tokoh-tokoh Siau-lim si jarang sekali ada seorang
memiliki beberapa macam kepandaian dari ke 72 macam ilmu
silat Itu. Hian-sing sendiri sudah terhitung sangat luas
pengetahuannya, tapi juga cuma paham enam macam saja
dari ke-72 macam ilmu silat itu.
Selagi Hian-sing mencari jawaban yang tepat sekonyongkonyong
dari luar berkumandang suara seorang yang nyaring
lantang, "Para padri agung dari Thian-tiok dan Thianggoan
berkumpul di Siau-lim-si untuk membicarakan ilmu silat,
sungguh suatu peristiwa yang menarik. Untung Siaùceng ada
Jodoh dan dapat ikut menyaksikan, entah para padri agung
kedua pihak memperbolehkan atau tidak!"
Suara orang itu kedengaran sangat jelas walaupun
berkumandang dari jauh, maka dapat dibayangkan betapa
hebat Iwekang orang Itu.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hian-cu tercengang juga segera ia menjawab dengan
mengerahkan tenaga dalamnya,”Jika lawan sesama agama
marilah silahkan masuk saja!"
Lalu dengan pelahan katanya pula, "Hian-bin dan Hian-sik
Sute, harap mewakilkan aku menyambut tamu."
Selagi Hian-bin dan Hain-sik mengiakan dan belum keluar,
tiba-tiba orang di luar itu sudah menanggapi, "Tidak usah
menyambut, tamunya sudah datang! Sudah lama kudengar
Hian-hin Taisu dan Hian-sik Taisu tersohor dengan kepandaian
masing-masing yang tiada bandingannya di dunia ini hari ini
dapat berkenalan, sungguh sangat beruntung.”
Setiap dia berkata satu kalimat dan setiap kali suaranya
makin mendekat. Ketika selesai ucapannya, tahu-íahu di pintu
pendopo itu pun sudah muncul seorang padri setengah umur
berwajah keren dan agung, dengan merangkap kedua
tangannya padri ¡tu berkata dengan tersenyum, "Padri gunung
dari negeri Turfan, Cumoti menyampaikan salam hormat
kepada Hongtiang Siau-lim si!"
Memang semua orang sudah sangat terperanjat oleh
kepandaiannya, sekarang mendengar pula namanya sebagai
Cumoti, seketika banyak di antaranya bersuara, "Ah, kiranya
Kok-su negeri Turfan Tin lun Beng-ong!"
Segera Hian-cu berbangkit dan melangkah maju. ia
membalas hormat dan berkata, "Beng ong adalah imam
sesuatu negara dan sudi berkunjung kemari, sungguh kami
merasa sangat bahagia. Kebetulan hari ini biasa kami sedang
menghadapi sesuatu kesulitan yang harus diputuskan secara
adil maka mohon kebijaksanaan Beng-ong agar suka ikut
memberi pandapat."
Habis berkata. lalu ia perkenalkan Sin-kong Siangjin, Cilo
dan Polo Singh serta Liong beng Taisu dan lain-lain.
Cilo Singh sudah pernah bertemu dengan Cumoti, malahan
'"Ih-kin-keng" yang direbutnya dengan susah payah dari Yu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Goan-ci telah diampas pula oleh Cumoti. Sekarang bertemu
lagi di sini diam-diam Cilo Singh merasa kuatir dan jeri, tapi
jugamendongkol. Namun apa daya, ia tahu kepandaian sendiri
jauh di bawah orang, terpaksa ia diam saja, in hanya memberi
hormat ketika diperkenalkan oleh Hian-cu.
Sebaliknya Cumoti Juga cuma tersenyum saja kepadanya
dan tidak mengungkit apa yang pernah terjadi.
Selesai berkenalan, Hian-cu menyediakan suatu tempat
terhormat di bagian tengah sehingga lebih terhormat daripada
tempat duduk Sin-kong.
Cumoti merendah sejenak dan kemudian berduduk.
Sebaliknya Sin-kong sangat mendongkol diam-diam ia ambil
keputusan nanti pasti akan menjajal sampai di mana
kepandaian padri, Turfan Itu.
Lalu Cumoti membuka suara. "Tadi Hongtiang minta
Siauceng ikut ambil bagian untuk mempertimbangkan urusan
kalian ini, sebenarnya sama sekali Siauceng tidab berani ikut
campur.Cuma tadi Siauceng telah mendengar perdebatan
antara Hian-sing Taisu dau Cilo Singh Taisu mengenal ilmu
silat masing-masing, untuk itu aku meraba kedua Taisu samasama
ada bagian yang salah."
Para hadirin terkesiap oleh ucapan Cumoti yang sombong
ini, Cilo Singh sudah pernah kenal lihainya Cumoti, maka ia
tidak berani menantangnya. Tapi watak Hian-sing Taisu
sangat keras pula, tidak kenal kepandaian Cumoti yang sejati,
maka ia yang pertama-tama tidak tahan, segera ia melangkah
maju dan bertanya, "Di manakah bagian kesalahanku, mohon
petunjuk."
Cumoti tersenyum sahutnya, "Tadi Cilo Singh Suheng
membantah ucapan Taisu, maksudnya seakan-akan hendak
bilang tak mungkin ada orang yang mampu memahami
seluruh ke-72 macam ilmu silat Siau-lim-pai, maka ingin
kukatakan ucapan ini salah. Siau-lim-pai, selain murid
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
golongan kalian, orang lain tidak mungkin bisa kalau bisa,
pastilah hasil mencuri belajar dari golonganmu. Untuk Ini ingin
kukataksn bahwa ucapan Taisu ini pun keliru."
Semua orang menjadi bingung. Cumoti mencela kesalahan
kedua belah pihak, lantas apa maksut tujuannya yang
sebenarnya?
Maka dengan suara lantang Hian-sing bertanya, "Jika
menurut ucapan Beng-ong barusan, jadi engkau hendak
mengatakan bahwa benar ada orang yang sekaligus mahir ke-
72 macam ilmu silat dari Siau-lim-pai kami?"
"Benar," sahut Cumoti dengan mengangguk.
"Numpang tanya, siapakah gerangan ksatria besar itu?"
tanya Hian-sing.
"Terima Kasih, sebutan itu terlalu hormat bagiku," sahut
Cumoti.
"Apa? Jadi orang itu adalah Beng-ong sendiri.” Hian-san
menegas dengan melotot.
Cimoti merangkap tangannya dengan sikap sangat khidmat,
sahutnya, "Ya, betul!"
Jawaban ini membuat padri Siau-lim-si semua melonjak,
pikir mereka, "Orang ini berani omong besar sedemikian rupa,
apa barangkali orang gila?”
Hendaklah maklum bahwa pada umumnya padri Siau-lim-si
itu ada yang mempelajari ilmu pukulan, Ada yang belajar ilmu
tendangan dan ada pula yang menyakinkan ginkang, ada yang
mengutamakan senjata dan sebagainya, masing-masing
mempunyai kepandaian sendiri-sendiri dari ke-72 macam ilmu
silat Siau-lim-si, Menurut sejarah di antara padri angkatan dulu
hanya pernah terjadi seorang yang mahir 13 macam ilmu silat
dari Ke-72 macam itu dan mendapatkan gelar "Cap san-coatsin-
ceng" atau padri sakti tiga belas ilmu. Selama sejarah Siaulim-
si hanya padri 13 ilmu sakti itulah yang luar biasa dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belum pernah ada yang lebih dari itu. jangankan lagi hendak
menyakinkan ke-72 macam ilmu silat itu secara lengkap. Maka
darì itu tentü saja tiada seorang pun percaya atas bualan
Cumoti itu.
Apalagi dari ke-72 macam ilmu silat Siau lim-pai itu ada
belasan macam di antaranya boleh dikatakan sangat sulit
dilatih, dengan jumlah padri Siau-lim-si sekarang yang lebih
dari 500 orang, kalau di kumpulkan kepandaian mereka juga
belum tentu lengkap meliputi ke-72 macam ilmu silat itu.
Sekarang usía Cumoti yang kelihatan baru setengah umur,
andaikan sejak "brojol" dari kandungan ibunya sudah mulai
belajar silat juga belum tentu dapat lengkap mempelajari ke-
72 macam ilmu silai itu, pula dia bukan orang Siau lim-pai,
dari mana dia dapat mempelajarinya?
Begitulah, maka diam-diam Hian-sing menyangsikan katakata
Cumoti itu tapi lahirnya ia tetap sopan, katanya pula.
"Beng-ong sendiri bukan orang Siau lim-pai kami, apakah
terhadap Pan-yak-ciang Mo-ko-ci dan Kim-kong-kun juga
pernah mempelajarinya!"
"Ah, hanya sedikit saja, diharap Taisu memberi petunjuk,”
sahut Cumoti dengan tersenyum.
Habis itu, tubuhnya sedikit miring, telapak tangan kiri
terangkat lurus dan kepalan kanan terus menyodok ka depan,
maka terdengarlah "trang" sekali, sebuah wajan perunggu
yang biasanya dipakai membakar kertas dupa terangkat ke
atas.
Itulah sejurus pukulan Kim-kong-kuh-hoat yang hebat,
wajan itu terpukul dan berbunyi, tapi tidak terpental pergi
melainkan cuma meloncat ke atas. Bahkan sebelum wajan itu
jatuh ke tanah, menyusul telapak tangan kiri Cumoti terus
dipukulnya pula, gayanya adalah jurus pukulan Pan-yak-ciang
yang lihai, maka terdengar suara "bluk" sekali. banyak abu
dupa dalam wajan itu tertumpah keluar, di tengah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berhamburnya debu, dari atas wajan seperti jatuh sesuatu
benda entah apa kurang jelas.
Tatkala mana wajan itu sudah mulai menurun ke bawah
dengan tiba-tiba Cumoti menjulurkan jempolnya dan
rnenggasut ke depan, seketika suatu arus tenaga jari
memancar ke depan sehingga wajan yang sedang menurun itu
tergeser pergi se tengah meter jauhnya.
Beruntun-runtun Cumoti menggeser tiga kali dan wajan itu
pun tertolak sejauh satu setengah meter. lalu jatuh di alas
lantai batu. di ruang pendopo itu.
Sungguh kagum tak terhingga Hian-cu, Hian-sing dan padri
agung Siau-lim-si yang lain. Mereka kenal tiga kali menggesut
dengan jari jempol disebut "Sam-jip-te-gik", yaitu salah satu
jurus yang hebat dari ilmu jari Mo-gi-ci-hoat yang tua.
Namanya disebut "Sam-jip-ta-gik" atau tiga masuk neraka,
yaitu menggambarkan betapa bahaya mempelajari ilmu itu
ibarat untuk mempelajarinya, gesutan saja mesti masuk
neraka satu kali.
Sementara itu debu dupa sudab mulai jatuh lantai sehingga
kelihatan di atas lantai terdapat sepotong benda sebesar
telapak tangan. Waktu d¡perhatikan tanpa terasa para padri
sama berseru kaget.
Kiranya benda itu adalah sepotong perunggu berbentuk
telapak tangan. Dari pinggiran wajan perunggu yang masih
baru dan mengkilap terang baru saja terkupas dari wajan
perunggu.
"Permainan "Kasa-hok-mo-kang” ini bila kurang sempurna,
harap Hungtiang Suheng suka memberi petunjuk seperlùnya,"
DemìkìanCumoti berkata dengan tersenyum sambil
mengebaskan jubahnya dan tahu-tahu wajan perunggu yang
terletak baberapa meter jauhny? itu tiba-tiba berputar sendiri
seperti hidup.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setelah berputar beberapa kali, ketika berhentì sisi wajan
yang tadinya menghadap keluar sekarang berubah menhadap
ke dalam sehingga kelihatan di pinggir badan wajan itu
terkupas selapis dalam bentuk telapak tangan, bagian wajan
yang terkupas itu pun tampak kuning mengkilap.
Bagi padri Siau-lim-si yang agak rendah kepandaiannya
baru sekarang paham duduknya perkara, kiranya tenaga
pukulan telapak tangan Cumoti tadi setajam golok pusaka,
sehingga wajan itu terkupas mentah-mentah sepotong. Yang
hebat kalah bagian yang terkupas bukan sisi sini melainkan
sisi yang melainkan sisi yang tadinya menghadap ke sana.
Diam-diam Hian-sing menaksir dirinya juga sanggup
mengupas lapisan wajan itu dengan telapak tangan, tapi
untuk mengupas bagian wajan sebelah sana yang tak
kelihatan itu harus diakui tidak mampu.
Seketika ia menjadi putus asa, pikirnya, Rupanya apa yang
dikatakan padri as ing ini memang tidak bohong, ke-72 macam
ilmu s ilat Siau-lim-si kami memang berasal dari Thian-liok dan
dia telah dapat mempelajari di tempat asalnya sehingga jauh
lebih pandai daripada apa yang kami pelajari.
Karena itu, segera Hian-sing merangkap, tangan dan
memberi hormat, katanya, "Ilmu sakti beng-ong memang
tiada taranya, sungguh Siauceng, sangat kagum."
"Kasa-hok-mo-kang” atau ilmu jubah penakluk iblis, yaitu
kepandaian kebahasan jubah yang dimainkan Cumoti terakhir
tadi adalah ilmu andalan Hian-cu yang dilatihnya selama hidup
ini dia yakin dengan ilmu saktinya itu sudah dapat menjagoi
dunia ini, siapa duga sekarang Cumoti juga mahir ilmu itu,
bahkan sembari bicara sambil mengebaskan lengan jubah
tanpa mengurangi kekuatannya, hal ini sekali-kali tak mungkin
dilakukan oleh Hian-cu sendiri, seketika ia menjadi berduka
dan menyesal tak terhingga.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu ruang pandopo itu menjadi sunyi sepi, semua
orang ternganga kesima di bawah pengaruh ilmu sakti Cumoti
itu.
Tiba-tiba terdengar Hian-cu menghela napas panjang,
katanya, "Baru sekarang kupercaya bahwa di atas langit masih
ada langit, di atas orang pandai masin ada orang yang lebih
pandai. Aku sendiri sùdah melatih diri selama berpuluh tahun,
tapi sesungguhnya tiada arti apa-apa dalam pandangan Tailun
Bong-ong. Ya, Polo Singh Suheng, Siau lim-si adalah
tempat miskin yang tiada harganya untuk dibuat tempat
tinggal, maka silakan boleh kau pergi!"
Ucapan Hian-cu itu membuat Cilo dan Polo Singh sangat
girang. Sebaliknya Sin-kong Siangjin merasa girang dan juga
sedih.Girangnya karena diketahui Polo Singh benar-benar
mahir ilmu silat Siau-lim-si yang tiada bandingannya, dan
sekarang Hian-cu mau melepaskan dia. Sebaliknya ia sedih
karena dibebaskannya Polo Singh adalah Jasa Cumoti yang
berkepandaian maha tinggi, maka sulitlah kalau dirinya
sekarang bendak mendapatkan ilmu silat Siau lim-si dari
tangan Polo Singh.
Sedangkan Cumoti tenang-tenang saja atas tindakan Hiancu
itu, katanya sambil mengangkat tangan, "siancai!
Hongtiang Suheng jangan terlalu rendah hati."
Seketika para padri Sian-lim-si menunduk dengan patah
semangat. Bahwasannya Hian Cu terpaksa sampai
mengucapkan kata-kata tadi, itu berarti dia mengakui ilmu
silat Siau-lim-si memang lebih asor daripada kepandaian
Cumoti.
Selama bebarapa ratus tahun Siau-lim-sl mempunyai nama
di dunia persilatan dan tidak pernah mengalami kekalahan
seperti hari ini. Memang masih ad a jalan lain yaitu bila main
keroyok, dengan jumlah padri Siau-lim-si yang lebih 500 orang
itu memang cukup kuat untuk mengalahkan musuh, tapi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
perbuatan demikian kalau terdengar bukankah nama Siau-limsi
akan runtuh habis-habisan?"
Kalau Hian-cu merasa serbà susah dan kehabisan akal,
Liong-beng, To-jing dan padri lain juga merasa ikut malu,
bahwa keadaan bisa berubah menjadi demikian sungguh
bukan maksud tujuan mereka semula.
Begitulah segala apa yang terjadi di ruang pendopo itù
sejak semula disaksikan hi-tiok, Ketika mendengar ucapan
Hongtiangyang terakhir tadi lalu para padri Siau-lim-si sama
menunduk lesu, waktu ia melirik ke arah gurunya, yaitu Huilun,
air mata padri itu tampak berlinang-linang sangat duka,
bahkan ada beberapa Susioknya tampak memukuli dada
sendiri sambil menangis sedih.
Walaupun Hi-tiok tidak paham seluk-beluknya, tapi ia tahu
ilmu silat yang ditunjukkan Cumoti tadi tiada tandingannya
maka dengan bebas dia dapat membawa pergi Polo Singh.
Cuma ada sesuatu yang membingungkan Hi-tiok, yaitu ilmu
silat Pan-yak-ciang dun lain-lain yang dimainkan Cumoti tadi,
apakah cara mainnya itu benar atau salah, karena dia sendiri
tidak pernah belajar ilmu silat itu, dengan sendirinya tidak
tahu, tapi iwekang yang digunakan Cumoti untuk mainkan
ilmu-ilmu silat itu dapat dilihatnya dengan jelas yaitu "Siau-busiang-
kang."
Siau-bu-siang-kang itu pernah Hi-tiok pelajari dari Bu-gaicu,
kemudian ketika Thian san Tong-lo mengajarkan "Thiansan-
ciat-bwe-jiu" padanya nenek itu merasakan Hi-tiok
memiliki ilmu- Iwekang yang hebat itu sehingga marah dan
berduka, sebab Siau-bu-siang-kang itu setahu si nenek oleh
guru mereka hanya diajarkan kepada Li Jiu sui seorang saja,
sekarang Bu-gai-cu dapat menurunkan ilmu itu kepada Hi-tiok,
maka tidak perlu disangsikan lagi bahwa diantara Bu-gai cu
dan Li Jin-Sui tentu mempunyai hubungan istimewa.
Kemudian setelah tong-lo tenang kembali dengan jelas ia
uraikan cara mengerahkan Siau bu-siang-kang itu kepada HiTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
tiok, tapi bagian yang penting yang lebih sempurna baru
diperolehnya dari Li jiu-sui ketika kedua orang itu bertanding
ilmu silat ciptaan masing-masing.
Pengetahuan Hi-tiok dalam ilmu silat bukan saja sangat
dangkal, bahkan boleh dikatakan sangat sederhana. Hanya
Siau-bu-siang-kang saja Ia belajar benar sudah apal sekali.
Ditambah pula dia banyak membaca ukiran dinding di bawah
tanah Leng-ciu-kiong sehingga Siau-bu-siang-kang itu dapat
dipahaminya dengan lebih sempurna.
Siau-bu-siang-kang ita sebenarnya adalah ilmu golongan To
(Taoisme), samanya sama dengan "Bu-sing" ajaran agama
Budha, namun pada hakikatnya berbeda. Tadi begitu
mendengar suara datangnya Cumotl segara Hi-tiok terkesiap
dan tahu iwekang padri itu sangat tinggi. Kemudian
menyaksikan pula Cumoti memainkan ilmu silatnya,
kelihaiannya banyak perubahannya, semua itu berkat tenaga
Siau-bu-siang-kang. Iadengar Cümoti mengaku mahir ke-72
macam ilmu silat Síau-lim-si, tapi waktu main yang diandalkan
hanya tenaga Siau-bu-siang kang saja untuk mengelabui
pandangan orang.
Jadi Hi-tiok merasa heran, apa yang dimainkan Cumoti itu
sudah terang adalah Siau-bu-siang kang, mengapa orang
mengaku sebagai ilma silat Siau-lim-pai dan tampaknya Hiancu
Hongtiang dan padri agung lain tiada seorang pun yang
berani menyingkap kepalsuannya itu.
Ia tidak tahu bahwa ilmu Sian-bu-siang-kang dari golongan
To itu sangat hebat dan luas sekalî, sedangkan tokoh-tokoh
yang berada di pendopo Siau-lim-si sekarang adalah hwasio
seluruhnya dari dengan sendirinya tidak pernah belajar
Iwekang dari golongan To, sebab itulah dengan mudah
mereka dapat dikelabui antara Bu-sing-kang dari agama
Budha dan Siau-bu-siang-kang agama To.
Karena melihat keadaan semakin suram, para Tionglo
tampakberduka, marah, lesu, tapi tak bisa berbuat apa-apa,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terang Síau-lim-si bakal menghadapi malapetaka, mestinya Hi
tiok bermaksud tampil untuk membongkar kepalsuan ilmu silat
Cimoti tadi. tapi Hi-tiok hanya seorang hwesio keroco
angkatan muda yang biasanya tidak ada hak bicara di dalam
Siau-lim-si, sekarang melihat suasana dalarn pendopo sangat
hikdmat dan tegang, kata-kata yàng sudah siap di mulutnya
itu akhìrnya ditelannya kembali mentah-mentah.
Maka terdengar Cimoti membuka suara pula, "Jadi kalau
menurut ucapan Hongtiang tadi itu berarti Hongtiang
mengakui ke-72 macam ilmu silat itu bukan hasil ciptaan biara
kalian. Maka dari itu, sejak kini kata-kata 'coat' yang
menyatakan kungfu khas ciptaan biara kalian haruslah diganti
kalau tidak mau dihapus."
Hiau cu diam saja dengan rasa pedih seperti di sayat-sayat.
Tiba-tiba Seorang padri tua bertubuh tinggi besar berseru,
"Beng ong sudah berada di pihak yang menang, Hongtiang
kami juga telah mengizinkan kepergian padri thian-liok itu,
mengapa Beng-ong masih terus mendesak orang tanpa
memberi kelonggaran sedikit pun?"
"Siauceug hanya ingin Hongtiang mengucapkan sesuatu
untuk dipermaklumkan kepada kawan-kawan Bu-lim," sahut
Cumoti dengan tersenyum.
"Menurut pondapatku ada baiknya sejak kini Siau-lim-si
dibubarkan saja dan para padri boleh menggabungkan diri
kepada Jing liang-si, Bo to-si dan biara lain untuk mencari hari
depan sendiri-sendiri, dengan demikian bukankah lebih baik
dari pada sekadar cari hidup di dalam Siau-lim-si yang hanya
bernama kosong belaka ini?"
Ucapan Cumoti ini membuat padri Siau lim-si tidak tahan
lagi betapapun sabarnya, seketika ramailah suara dampratan
mereka. Baru. Sekarang para padri Siau-Iim-si itu mulai sadar
bahwa kedatangan Cumoti itu kiranya bermaksud
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
meruntuhkan Siau-lim-si agar dunia persilatan di Tiongkok
kehilangan tulang punggungnya yang paling kuat.
Maka terdengar Cumoti berkata pula dengan lantang,
"Seorang diri Siauceng terjunjung kemari sebenarnya ingin
belajar kenal dengan Siau-lim-si yang terkenal sebagal tiang
penegak dunia persilatan Tionggoan. Tapi sesudah mendengar
kata-kata para Taisu dengan perbuatannya, hehehe. Terpaksa
harus kukatakan bahwa Siau-lim-si agaknya masih kalah
daripada Thian-liong-siyang jauh terletak di negeri Tayli yang
terpencil sana. Ai, benar-benar sangat, mengecewakan
perjalananku ini.”
Tiba-tiba seorang padri angkatan "Hian" berteriak, "Kohong
Tuisu dan Thian-in Hongtiang dari Thian-lion-si di negeri
Tayli adalah padri saleh yang tinggi agamanya, setiap kawan
agama memang sangat mengaguminya. Orang beragama
sudah lama tidak punya pikiran ingin unggul, buat apa Beng-
Ong mesti membanding-bandingkan antara Siau-lim-si kaml
dengan Thian-Hong-si di Tailî."
Sembari berkata seorang padri tua dengan muka merah
maju ke depan dengan pelahan sambil jari jempol dan jari
telunjuk terkatup di depan dada, wajahnya tersenyum simpul
dengan sikap ramah. Kiranya dia ini Hian-to Taisu, terhitung
Suhengnya, Hian-cu.
Cimoti juga menghadapinya dengan tersenyum, katanya,
"Sudah lama kagum kepada 'Ciam-hoa-ci' (ilmu jari petik
bunga) Hian-to Taisu yang maha saktî, hari ini dapat
berkenalan, sungguh sangat beruntung!"
Sembari bicara kedua jarinya juga terkatup dengan gaya
hendak memetik bunga dan Siap di depan dada.
Begitulah kedua orang sama-sama mengangkat tangan kedepan
dan berbareng menyentikan tiga jari terhadap pihak
lawan, Maka terdengarlah suara "pluk-pluk-pluk" tiga kali
tenaga jari kedua orang saling beradu, Tubuh Hian-to Taisu
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sempoyongan ke belakang dan mendadak dari dadanya
mancur keluar tiga jalur darah bagai air mancur.
Kiranya sesudah mengadu tenaga jari, hian-to ternyata
kalah kuat dan dada kana tenaga sentikan Cumoti sehingga
mirip ditikam tiga kali oleh senjata tajam. Seketika darah
menyembur keluar melalui lubang tikaman jari itu.
Hian-to Taisu itu seorang yang baik hati dan sangat ramah,
dia sangat disukai oleh padri muda di Siau-lim-si. Dahulu Hitiok
juga pernah melayani Hian-to selama beberapa bulan,
pada waktu senggang sering juga Hian-to memberi petunjuk
ilmu silat padanya, maka Hi-tiok mempunyai kesan sangat
baik pada Hian-to. Sekarang melihat padri itu terluka parah,
kalau tidak segera ditolong tentu akan membahayakan
jiwanya.
Maka tanpa pikir lagi segera Hi-tiok menyelinap keluar dan
mendekati Hian-to. Sebelum tiba orangnya sebelah tangan Hitiok
lebih dulu menolak ke depan, dan cepat luar biasa tahutahu
tiga jalur air darah yang menyambar keluar dari dada
Hian-to itu tertolak kembali masuk ke dalam rongga dada
padri tua itu.
Hi-tiok pernah mendapat didikan ilmu pengobatan dari So
Sing-ho, kemudian dapat belajar pula ilmu pemunah Sing sihu,
maka dalam urusan menolong dan menyembuhkan luka
orang boleh dikata tiada seorang pun di dunia ini lebih mahir
daripada Hi-tiok sekarang.
Begitulah dengan cepat luar biasa tangan Hi-tiok bekerja, ia
tutuk beberapa kali, dalam sekejap saja belasan hiat-to tubuh
padri tua itu telah ditutuknya untuk menghentikan
mengucurnya darah. Menyusul ia jejalin sebutir pil Kiu-coanbim-
coawan buatan leng-ciu-kiong ke mulut Hian-to Taisu.
Tempo hari waktu Hi-tiok mendapat petunjuk Toan Yankhíng
sehingga berhasil memecahkan problem catut ciptaan
Bu-gai-cu, tatkala mana Cumoti pernah bertemu sakall dangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Hi-tiok. tapi kemudian Hi-tiok masuk ke dalam rumah sampai
lama sekali, dálam pada itu Cumoti sudah meninggalkan
tempat itu sehingga tidak ikut menyaksikan Hi-tiok
menyembuhkan luka Hui-hong Pau Put tong dan lain-lain.
Kemudian Waktu Hi tiok menggendong Thian san Tong-lo
dan tergelincir dari puncak gunung di situ Cimoti bersama
Buyung Hok, Ting Jin jiu dan Toan Ki telah menggunakan Hitiok
sebagai bola dan dioper ke sana dan ke sini. Dan
beberapa kali pertemuan itu sama sekali ia tidak merasa ada
sesuatu yang luar biasa atas diri Hi-tiok.
Siapa duga Sekarang ia melihat hwesio keroco itu tampil
lagi dan dengan cara yang sangat cepat dan lihai telah
menutup jalan darah Hian to, sungguh kepandaian yang luar
biasa dan belum pernah terlihat selama hidupnya, keruan
Cumoti terperanjat.
Bagi orang Siau-lim-si, tentang Hi-tiok memukul mati Híanlan
Taisu dan menjadi Clangbunjin Siau-yan-pai, semua itu
telah dilaporkan oleh Hui-hong dan kawan-kawannya ketika
mereka pulang dengan membawa jenazah Hian-lan, Tapi
kemudian Hian cu dan padri agung Siau-lim-si yang lain dapat
mengetahui dari janazah Hian lan bahwa kematian Hian-lan itu
adalah akibat serangan "Sam-siau-siau-yau-san”, bubuk
berbisa yang ditebarkan oleh Ting Jun-Jiu. Mereka menunggu
pulangnya Hi-tiok yang tidak kunjung datang, pernah juga
mengirim orang untuk mencarinya tapi tidak ketemu.
Ketika beberapa hari yang lalu Hi-tiok pulang di Siau-lim-si,
Kebetulan di biara Agung itu sedang menghadapi kesulitan.
Kiranya Siau-lim-si telah terima surat dari Pangcu Kai-pang
yang mengaku bernama 'Ong Sing-thian, dengan permintaan
Sian-lim-pai mengakui Ong Sing-thian itu sebagai Bu-lim Bengcu
(pemimpin duaia persilatan) di Tionggoan.
Berhubungan dengan itu, selama beberapa hari itu Hian-cu
berunding dengan para padri tua angkatan "Hian" dan "Hui"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
untuk mencari jalan cara menghadapi manusia Ong Sing-thian
yang tidak pernah dikenal itu (siapa Ong Sing-thian tentu
pembaca masih ingat —pen).
Padahal Kai-pang adalah suatu organisasi terbesar di dunia
kangouw dan terkenal sebagai Suatu golongan yang baik dan
berjuang demi keadilan, biasanya jugá mempunya! hubungan
yang baik dengan Siau-lim-sí dan sama-sama membela
kebenaran begi sesama orang Bu-lím, masakah sekarang
mendadak ingin berdiri di atas Siau-lim-si seakan-akan
memandang síau-lim-si sebagai saingan terbesar, hal ini
benar-benar membuat Hian cu dan para padri menjadi
bingung.
Karena melihat Hongtiang dan para paman guru sedang
sibuk, Hui-lun, guru Hi-tiok, menjadi tidak berani malaporkan
tentang pulangnya Hi-tiok, sebab itulah tentang Hi-tlok kerja
di kebun sayur juga tidak diketahui oleh para padri agung.
Sekarang mendadak nampak Hi-tiok tampil ke muka dan
dengan cara yang maha sakti telah menolong Hian-to, keruan
semua orang terheran-heran dan terkejut.
Begitulah, sesudah memberi obat kepada Hian-to, lalu Hitiok
berkata, "Thaisupek, hendaknya engkau jangan
mengerahkan tenaga agar lukarnu tidak berdarah lagi."
Berbareng ia robek kain jubah sendiri untuk membalut luka
di dada kakek guru itu.
"Tai-lun Beng-Ong punya Ciam-hoa-ci sungguh maha ...
maha hebat, aku. meng ... mengaku kalah." kata Hian-to
dengan tersenyum getir.
"Toasupek, yang dia gunakan itu bukan Ciam-hoa-ci, juga
bukan kungfu dari kalangan Budha," tutur Hi-tiok.
Mendengar ucapan Hi-tiok itu, diam-diam para padri siaulim-
si menggeleng kepala atas kedangkalan pengetahuannya.
Sudah terang permainan ilmu jari Cimoti tadi serupa dongan
caranya Hian-to, masakah dikatakan bukan Ciam-hoa-ci yang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merupakan salah satu kepandaian khas siau-lim-si? Sedangkan
Tai-lun Beng-ong itu adalah imam negara turfan, setiap lima
tahun sekali tentu beliau mengadakan khotbah sscara terbuka
di Tai-lun-si di atas gunung Tai-goat-san dan dari segenap
penjuru banyak kaum padri berkumpul ke sana untuk
mendengarkan khotbahnya. Jadi terang Cumoti adalah padri
Budha yang tersohor masakan ilmu silat yang dimainkan tadi
dikatakan bukan kepandaian kalangan Budha?
Sebaliknya tidak demikian dengan Cumoti ia terkejut
mendengar ucapan Hi-tiok tadi. Tapi sebagai seorang yang
berpengalaman luas dan belum pernah terkalahkan, di Tayli ia
telah mengalahkan Thian-sin, Thian-siang dan Koh-eng Taisu,
sampai di Tionggoanpernah juga bergebrak dengan Buyung
hok, Ting Jun-jiu dan lain-lain, walaupun belum berakhir
dengan kalah atau menang, tapi terang dirinya lebih unggul.
Sekarang melibat Hi-tiok cuma seorang hwesio keroco baru 20
tahun lebih, biarpun memiliki kepandaian sakti juga terbatas.
Kedatangan Cumoti ke Siau-lim-si ini memang bertujuan
merobohkan nama baik biara agung yang bersejarah ribuan
tahun itu, sudah tentu dia tidak mau mengkarel di depan
seorang hwesio cilik saja. Maka dengan tersenyum ia lantas
berkata, "Siausuhu bilang kepandaian ku ini bukan ilmu silat
kalangan Budha, ei, kamu benar-benar terlalu meremehkan
ilmu silat Siau-lim si yang tersohor ini!"
Hi-tiolc tldak pandai berdebat, maka ia hanya, menjawab,
"Ciam-hoa-ci yang di mainkan Hian-to Thaisupek sudah tentu
ilmu silat ajaran Budha, tapi kau ... kau punya itu bukan .... "
Sembari bicara ia pun angkat tangan kirinya dan menirukan
gaya Hian-to tadi, beruntun-runtun ia menyentik tiga kali
dengan menggunakan tenaga Siau-bu-siang-kang.
Selentikan Hi-tiok itu tidak berani ditujukan ke arah Cumoti,
tapi dia menyelentikan ke arah sebuah genta besar yang
tergantung di samping. Maka terdengarlah suara "tang tang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tang" tiga kali. Tenaga selentikan Hi tiok itu mengenai genta
besar dan menumbulkan suara keras bagai dipalu.
"Kepandaian hebat!" seru Cimoti. "Silakan coba jurus Panyat-
ciangku ini!"
Berbareng ia angkat kedua telapak tangannya seperti
memberi hormat, tapi tidak merangkap, melainkan terbuka ke
depan maka terdengarlah suara mendesir pelahan, serangkum
tenaga pukulan menyambar ke arah Hi-tiok dengan sangat
dahsyat. ltulah jurus "Kiap-kok-thian-hong" (angin mendesir di
lembah gunung) dari ilmu pukulan Pan-yak ciang-hoat....
(Oo^o^dwkz^http://kangzusi.com/^o^oO)
Jilid 71
Melihat serangan Cumoti yang maha dahsyat ftu. Hi-tiok
terpaksa menangkisnya, segera ia gunakan satu jurus "Thiansan-
ciat-bwe-jiu" sehingga tenaga pukulan Cumoti dipatahkan.
Cumoti terkesiap karena merasa tenaga pukulan Hi-tiok itu
dengan jitu dapat memunahkan serangannya dan jelas adalah
Siau bu-siang-kang pula, tapi segera ia berkata dengan
tertawa.
"Siausuhu, apakah kepandaianmu ini adalah kepandaian
golongan Budha? Kedatanganku ini ingin belajar kenal dengan
ilmu sakti Siau-lim-pai, kenapa kamu malah menggunakan
kepandaian darl golongan tak karuan? Memangnya Siau-limpai
yang terkenal hebat di negari Song ini cuma bernama
kosong belaka dan tidak mampu melawan ilmu negeri lain
yang dekil?"
Cumoti meimang sangat cerdìk, sekalì gebrak dan merasa
dirinya sukar menandingi Hi-tiok, maka segera ia mengunakan
ucapan itu untut mendesak agar Hi tiok hanya menggunakan
ilmu silat Siau-lim-pai saja.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Sudah tentu Hí-tíolc tidak kenal kelicikan orang, jawabnya,
"Bakat Siau-ceng terlalu bodoh ilmu silat dari golongan sendiri
hanya paham sejurus Lo-han-kun dan Wi to-ciang yang
merüpakan dasar pelajaran ilmu silat golongan kami, dengan
sendirinya aku tidak sanggup melawan Tai-su."
Cumoti tertawa, katanya, "Jika demikian, jadi kaupun tahu
sendiri bukan tandinganku, maka boleh kamu mundur saja."
Hi-tiok mengiakan dan memberi hormat, lalu
mengundurkan diri ke tempatnya semula.
Sebaliknya Hian-cu Hongtiang cukup cerdik meski dia tidak
tahu dari mana Hi-tiok memperoleh kepandaiannya, tapi
dilihat dari beberapa jurus yang dimainkan Hi-tiok tadi terang
gerakannya sangat aneh dan bagus. Iwekangnya sangat kuat
dan mampu untuk menandingi Cumoti. Dalam keadaan
menentukan ini boleh juga Hi-tiok disuruh maju walaupun
kalah umpamanya, paling tidak tenaga Cumoti akan susut
lebih dulu.
Maka katanya segera, "Tai-lun Beng-ong mengaku mahir
ke-72 macam ilmu silat golongan kami, sungguh kami sangat
kagum kepada pengetahuanmu yang maha luas itu. Nah, Hitiok
kamuadalah murid angkatan kelima golongan kita
sekarang, mestinya kamu tidak sesuai untuk bergebrak
dengan jagoan nomor satu dari negeri Taufan sebagai Beng-
Ong, tapi jauh-jauh Beng-ong sudah datang ke sini
kesempatan bagus ini sukar dicari, maka bolehlah kau minta
petunjuk beberapa jurus kepada Beng-ong dengan kepandaian
Ho-han-kun dan Wi-to-ciangmu itu."
Karena diperintah sang Hongtiang, dengan sendirinya Hitiok
tidak berani membantah, segerà ia mengiakan dan
melangkah maju pula, katanya sambil memberi hormat,
"Silakan Beng-ong memberi petunjuk!"'
la pikir pihak lawan adalah tokoh ternama, tentu takkan
menyerang lebih dahulu, maka segera ia membuka serangan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
lebih, dulu dalam gaya "Leng-san-pai-hud" (menyembah
Budha di gunung suci), yaitu suatu serangan pembukaan darl
Wi-to-ciang yang sudah dipelajarinya dengan masak.
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16 dan anda bisa menemukan artikel Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-abg-pendekar-negeri-tayli-16.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita ABG ; Pendekar Negeri Tayli 16 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2012/07/cerita-abg-pendekar-negeri-tayli-16.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar