Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 10 Desember 2011

Oey Yok Su dan padri muda terus tertawa. Setelah itu, mereka
berdua berjalan pergi meninggalkan tempat itu, tak lama sudah tidak
kelihatan lagi.
Orang yang bercerita tadi, juga segera membubarkan semua orang,
sehingga tempat itu menjadi sepi.
***
Bab 2
Oey Yok Su dan It Sok Taysu, padri muda itu berjalan bersama
sambil tertawa-tawa, dan itu mencengangkan orang yang
menyaksikannya, sebab padri bergaul dengan sastrawan lemah.
Mereka berdua memasuki sebuah rumah ma-kan kemudian Oey Yok
Su segera memesan be-berapa macam hidangan dan arak wangi.
Ternyata It Sok Taysu tidak pantang makanan maupun minuman.
Dia bersantap bersama Oey Yok Su sambil bercakap-cakap.
Oey Yok Su tampak gembira sekali. Dia terus menceritakan tentang
Pulau Tho Hoa To yang amat indah menakjubkan, tentang telaga
pedang dan lain sebagainya.
It Sok Taysu terus mendengarkan, kemudian tertawa seraya
berkata.
"Oey Tocu, lebih baik kau jangan menceritakan itu lagi! Kalau kau
melanjutkan, bisa-bisa aku akan terpengaruh dan sehutanku It Sok
pun harus diganti."
Oey Yok Su tampak tertegun.
"Kau menceritakan tentang Pulau Tho Hoa To yang begitu indah,
sehingga menyebabkanku ingin ke sana melihat-lihat. Bukankah
telah menambah niatku? Karena itu, sehutanku harus diganti dengan
Toh Sok Taysu (Padri Banyak Niat) kan?"
"Ha ha ha!" Oey Yok Su tertawa gelak. It Sok Taysu pun ikut
tertawa.

Setelah itu, Oey Yok Su menaruh setael perak di atas meja dan
mereka berdua meninggalkan rumah makan itu.
Ternyata hari sudah malam. Tampak bulan bersinar terang dan
angin pun bertiup sepoi-sepoi.
Oey Yok Su dan It Sok Taysu memasuki sebuah rimba, lalu duduk
berhadapan di atas sebidang tanah dan mulai bercakap-cakap lagi.
"It Sok Taysu, kali ini aku datang di kotaraja. Aku senang sekali dan
beruntung bertemu Taysu yang memiliki ilmu It Yang Ci," kata Oey
Yok Su.
It Sok Taysu tersenyum.
"Oey Tocu terlampau memuji, pada hal ilmu It Yang Ci dari Tayli tak
dapat dibandingkan dengan ilmu Koan Hoa Kin Na Ciu milik Oey
Tocu."
Saat itu, Oey Yok Su dan It Sok Taysu ber-cakap-cakap dengan
sungkan. Namun mendadak terdengar seseorang menyahut lantang.
"Kentut! Kentut! Betul-betul merupakan ken-tut! Semua orang tahu
di kolong langit terdapat beberapa orang yang suka kentut, tidak
tahunya di sini pun terdapat orang yang mengeluarkan ken-tut!"
Oey Yok Su dan It Sok Taysu tesentak, sebab berdasarkan kungfu
yang mereka miliki, kalaupun ada sebatang jarum jatuh di sekitar
tempat itu, mereka pasti mendengarnya, apalagi orang. Tapi mereka
berdua justru tidak tahu akan keberadaan orang itu di situ, tentunya
membuat mereka berdua terkejut sekali.
Mereka berdua bagkit berdiri, lalu menengok ke sana ke mari. Di
bawah sinar rembulan, tampak seseorang duduk di atas dahan
pohon, memandang mereka berdua dengan mata melotot.
Rupa orang itu agak aneh. Dia mengenakan pakaian kumal yang
penuh tambalan. Matanya terus memandang Oey Yok Su dan It Sok
Taysu dengan melotot, kemudian dia tertawa seraya berkata.
"Kalian berdua merupakan orang tolol di ko-long langit kan?
Berbicara apa kalian di tempat ini? Yang bernama Oey Yok Su

kelihatan angkuh dan menganggap dirinya tidak terikat oleh adat
istiadat, justru bersama seorang padri busuk saling memuji, itu
hanya merupakan kentut! Aku bilang, walau kungfu Oey Tocu amat
tinggi, tapi tidak bisa disebut nomor wahid di kolong langit! Di
tempat yang sepi ini saling memuji kungfu masing-masing, itu sama
juga membual, mengira tiada orang mendengarnya, siapa tahu
malah terdengar oleh aku seorang pengemis! Itu sih tidak apa-apa,
tapi kalau terdengar oleh orang gagah di kolong langit, bukankah
akan ditertawakan orang?"
Oey Yok Su memang bersifat angkuh. Ketika mendengar apa yang
dikatakan pengemis itu, timbullah kegusarannya, dan dia langsung
membentak keras.
"Phui! Siapa kau? Kok berani turut bicara di sini?"
Pengemis itu tertawa lalu menyahut.
"Aku tidur di sini. Ketika aku sedang tidur nyenyak, mendadak
mencium semacam bau . . ."
"Pengemis, kami berdua duduk baik-baik di sini, tidak terdapat bau
apa pun. Kenapa kau bilang mencium semacam bau?" kata It Sok
Taysu dengan sabar.
Pengemis itu tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kalian berdua saling mebuang kentut di sini, itu sungguh
bau sekali!"
Oey Yok Su yang tadi amat gusar, ketika men-dengar itu malah
tertawa.
"Pengemis, turunlah! Mari kita bercakap-cakap!" katanya.
Pengemis itu tidak menolak. Dia segera meloncat turun ke sini Oey
Yok Su dan It Sok Taysu, lalu duduk.
"Kalian berdua, seorang adalah padri dan seorang lagi orang biasa.
Kini bertambah aku si Pengemis, pasti menggembirakan sekali!"
katanya sambil tertawa.
Oey Yok Su dan It Sok Taysu tertegun, Mereka berdua tahu,
pengemis itu bukan pengemis biasa. Keduanya menatapnya dengan
penuh perhatian, sepertinya ingin tahu siapa sebetulnya pengemis
itu.
Pengemis tersebut masih muda, berusia tiga puluhan. Wataknya
kasar, tapi tampak jujur.

Ketika mengetahui Oey Yok Su dan It Sok Taysu memperhatikannya,
dia tertawa seraya berkata.
"Kalian berdua bukannya makan enak dan ti-dur nyenyak di kota,
namun justru malah ke mari untuk saling memuji. Bukankah kalian
berdua su-dah gila?"
"Kau melihat kami adalah orang gila, kami pun melihatmu adalah
orang gila pula. Urusan di dunia bagaikan asap, sulit dikatakan,"
sahut It Sok Taysu.
Pengemis itu tidak mengerti akan makna ucapan It Sok Taysu, maka
dia berkata lantang.
"Taysu tidak perlu memberi ajaran Buddha kepadaku, sebab aku
paling pusing terhadap kalian para padri! Kalian selalu mengatakan
segala-galanya kosong, itu omong kosong yang tidak karuan, aku
tidak mau dengar!"
Oey Yok Su dan It Sok Taysu saling memandang sejenak. Mereka
berdua tahu, bahwa dia bukan pengemis sembarangan, dan
kepandaiannya juga pasti tinggi. Namun mereka berdua berpikir,
dalam Kay Pang (Perkumpulan Para Pengemis) terdapat pengemis
yang macam apa? Mereka berdua yang satu datang dari Tayli, yang
satu lagi datang dari Pulau Tho Hoa To di Laut Timur, tentunya tidak
tahu tentang Kay Pang, hanya tahu pengemis itu bukan orang biasa.
Tapi kemunculannya, justru telah mengganggu kegembiraan Oey
Yok Su dan It Sok Taysu. Pada hal mereka berdua merasa puas dan
saling memuji mengagumi kepandaian pihak lain, tak menyangka
akan muncul seorang pengemis yang memutuskan percakapan
mereka.
Berselang sesaat, Oey Yok Su berkata.
"Pengemis, mau apa kau ke mari? Apakah ingin bercakap-cakap
dengan kami?"
"Siapa mau mendengar bualan kalian? Ketika hari gelap, aku
memasuki dapur istana, mencuri makan hidangan kaisar. Kini aku
sudah kenyang, bagaimana punya waktu bercakap-cakap dengan
kalian? Di saat aku baru mau pulas, justru ter-ganggu oleh bualan
kalian! Kalau tidak, saat ini aku sudah tidur nyenyak!" sahut
pengemis itu.
It Sok Taysu memandangnya seraya berkata.

"Menurutku, alangkah baiknya kau pergi tidur karena sudah
kenyang, kami berdua masih ingin bercakap-cakap!"
Pengemis itu bersin beberapa kali, lalu me-nyahut dengan suara
keras.
"Baik, baik! Aku akan tidur, kalian berdua boleh melanjutkan bualan
itu! Aku orang tua tidak akan mencampuri urusan kalian berdua!"
Pada hal sesungguhnya, pengemis itu baru berusia tiga puluhan, tapi
menyebut dirinya 'orang tua', itu membuat Oey Yok Su tertawa geli
dalam hati.
Usai berkata, pengemis itu membaringkan dirinya, dan tak lama
sudah terdengar suara deng-kurannya.
Sedangkan Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap duduk berhadapan,
hanya saja di hadapan mereka terdapat seorang pengemis kotor
yang sudah pulas*.
It Sok Taysu memandang Oey Yok Su. Dia manggut-manggut seraya
berkata.
"Oey Tocu berjodoh dengan Sang Buddha, mengapa tidak mau
menjadi padri?"
Oey Yok Su tersenyum, kemudian berkata.
"Kalau Hud Couw (Sang Buddha) masih berada di dunia, juga akan
seperti Yok Su, tidak memperoleh kesenangan dunia. Bagaimana
mungkin aku masuk ke pintu kosong menjadi padri?"
It Sok Taysu memang sudah dalam mengenai ajaran-ajaran Buddha.
Dia tahu bahwa yang di-ucapkan Oey Yok Su itu masuk akal. Maka
padri muda itu merasa sayang. Oey Yok Su tidak mau memasuki
pintu kosong.
"Oey Tocu, cepat atau lambat kau pasti akan berada di dalam pintu
kosong." It Sok Taysu ter-senyum. "Sakarang bagaimana kalau kita
mem-bahas soal ilmu pengetahuan?"
Mendengar itu, Oey Yok Su tertawa gelak.
"Ha ha ha! Baik, baik!" Kemudian Oey Yok Su membaca sebuah
syair. "Bunga Persik mekar tiap tahun, orang pun segar tiap tahun."
It Sok Taysu manggut-manggut.
"Segala apa pun sudah merupakan suratan takdir, hidup tak perlu
mengeluh maupun putus asa. Siang dan malam silih berganti, hidup

memang banyak cobaan, kalau tiada cobaan, itu bukan hi-dup."
Oey Yok Su manggut-manggut. "Betul."
"Hidup ada batasnya, dari mana kita datang, di situlah akan kita
pergi," kata It Sok Taysu lagi. Oey Yok Su tertawa.
"Ha ha! Taysu adalah seorang padri, namun masih belum bisa
terlepas dari urusan kedunia-wian!"
It Sok Taysu tersenyum, lalu diam tidak ber-kata apa-apa lagi.
Oey Yok Su menatapnya, namun tidak bisa menyelami isi hati padri
muda itu, oleh karena itu, dia pun diam.
Berselang sesaat, Oey Yok Su mengeluarkan sebatang suling. Suling
itu memancarkan cahaya kehijau-hijauan, ternyata suling giok.
Begitu melihatnya, It Sok Taysu tahu bahwa suling itu suling pusaka
yang amat berharga.
"Oey Tosu, di tanganmu memegang suling giok. mengapa tidak
dibunyikan?"
Oey Yok Su tidak menyahut, melainkan lang-sung menaruh suling itu
pada bibirnya, kemudiaa mulai meniup.
Terdengarlah alunan suara suling yang amal merdu, namun benada
sedih seakan menutur tentang penderitaan manusia.
It Sok Taysu mendengarkan dengan penuh perhatian, akhirnya
dirinya pun tenggelam dalam alunan suara suling itu.
Di depan mata Oey Yok Su sepertinya muncul Pulau Tho Hoa To.
Ketika masih kecil, ayahnya sudah meninggal. Dia hidup bersama
ibunya dan beberapa pelayan di pulau itu. Sejak kecil dia sudah
belajar ilmu silat tingkat tinggi. Dia pun tahu kepandaiannya amat
tinggi, sulit mencari tandingannya di kolong langit. Sebelumnya tak
terpikirkan olehnya akan punya kawan, dan tak terpikirkan akan
meninggalkan Pulau Tho Hoa To.
Setelah ibunya meninggal, dia hidup kesepian hampir sepuluh tahun
di pulau tcrsebi Dalam sepuluh tahun itu, dia hanya memandang
ombak dan meniup suling serta melatih ilmu silat yang dimilikinya.
Dia sudah menjadi jago tangguh yang jarang terdapat di kolong
langit, namun dia terus berlatih, seakan hidupnya hanya untuk
berlatih ilmu silat.

Dia pun sering berlatih ilmu ginkang di rimba bambu hijau, melesat
ke sana ke mari di sana, bahkan juga berlatih ilmu Koan Hoa Kin Na
Ciu, ilmu pedang dan ilmu lainnya.
Oleh karena itu, saat ini begitu meniup suling, terbayanglah Pulau
Tho Hoa To tempat kediamannya itu.
Berselang beberapa saat, It Sok Taysu berkata dengan suara
rendah.
"Oey Tocu, begitu banyak pikiranmu, itu bukan berniat satu,
melainkan banyak pikiran."
"Taysu, entah aku di Tionggoan akan mela-kukan pekerjaan apa?"
tanya Oey Yok Su.
It Sok Taysu menatapnya. Di bawah sinar rembulan, Oey Yok Su
tampak tampan dan gagah. Padri muda itu manggut-manggut
seraya berkata.
"Menurutku, Oey Tocu akan mengalami hal yang menggembirakan!"
Hati Oey Yok Su tergerak ketika It Sok Taysu mengatakannya akan
mengalami hal yang meng-gembirakan, namun tidak tahu hal apa
itu. Oey Yok Su bersifat aneh, maka tidak mau bertanya, hanya
memandang padri muda itu, seraya berkata.
"Taysu, mudah-mudahan begitu!"
It Sok Taysu tersenyum lembut.
"Oey Tocu, apakah kau punya kegembiraan untuk bermain catur
denganku?"
Saat ini walau sinar rembulan cukup terang, namun tetap tidak
dapat melihat jelas segala apa yang ada di depan mata.Bagaimana
mungkin ber-main catur dengan It Sok Taysu? Namun karena padri
muda itu yang mengajak, maka Oey Yok Su bersedia melayaninya.
It Sok Taysu menggambar sebuah catur di permukaan tanah, lalu
memandang Oey Yok Su.
"Silakan!"
It Sok Taysu dan Oey Yok Su sama-sama menjulurkan sebelah
tangan ke atas, tahu-tahu tangan mereka telah menggenggam
sesuatu benda, yang ternyata ranting pohon.

Mereka mulai bermain catur dengan potongan ranting itu.
Entah berapa lama kemudian, hari pun sudah mulai tampak terang,
namun mereka berdua masih terus melanjutkan permainan itu.
Mendadak pengemis yang tidur itu mendusin. Ketika melihat mereka
berdua sedang bermain catur, dia berteriak.
"Apakah kalian berdua sudah gila? Tidak mau tidur hanya bercakapcakap
dan bermain catur!
Huh! Sungguh bau!"
Oey Yok Su dan It Sok Taysu sedang serius bermain catur, maka
sama sekali tidak meladeni pengemis itu.
Pengemis itu pun tidak menghiraukan sikap mereka. Dia
memandang kedua orang itu seraya berkata.
"Oh ya! Aku tahu hari ini di dapur istana terdapat hidangan lezat,
kalian mau pergi menik-matinya?"
Oey Yok Su dan It Sok Taysu tetap serius bermain catur, sama sekali
tidak menyahut.
Pengemis itu tampak gusar. Dia membanting kaki seraya berteriakteriak
sekeras-kerasnya.
"Aneh bin ajaib! Di kolong langit masih ter-dapat orang yang begini
macam? Ada hidangan lezat justru tidak mau pergi menikmatinya!
Sung-guh aneh!"
Walau pengemis itu terus berteriak, tapi Oey Yok Su dan It Sok
Taysu tetap tidak memper-dulikannya, hanya terus bermain catur
dengan serius sekali.
Itu membuat pengemis tersebu bertambah gusar. Dia membanting
kaki lagi sambil berteriak.
"Aku akan mati saking gusar! Aku akan mati saking gusar . . .!"
Mendadak dia menjulurkan tangannya mengacak susunan catur itu,
lalu pergi dan terus berteriak-teriak.
"Aku akan mati saking gusar! Akan mati saking gusar . . .!"
Oey Yok Su memandang It Sok Taysu, ke-mudian bertanya
"Taysu, semalam Taysu menyanyikan lagu yang bernada sedih,
sebetulnya bermaksud apa?"

It Sok Taysu tersenyum lalu menyahut.
"Aku yakin Oey Tocu pasti paham."
Oey Yok Su manggut-manggut.
It Sok Taysu bangkit berdiri, lalu memandang Oey Yok Su sambil
berkata.
"Oey Tocu, aku mau pergi, kita akan berjumpa kembali kelak."
Usai berkata, dia melesat pergi. Dalam sekejap dia sudah mencapai
belasan depa tapi masih terdengar suara nyanyiannya.
"Langit dan bumi tiada batas, manusia hidup berapa lama? Tak
merasa duluan atau belakangan, pasti ada waktunya."
Setelah itu, tidak kelihatan bayangannya lagi.
Oey Yok Su tetap duduk di tempat. Berselang sesaat barulah dia
bangkit berdiri, sekaligus me-langkah pergi.
Oey Yok Su tinggal beberapa hari di kotaraja. Hari ini dia datang di
wisma Cui Fan, yang dulu merupakan tempat tinggal Li Su Su,
wanita tuna susila yang amat terkenal. Kaisar Song Wei Cong
membuat terowongan rahasia menembus ke tempat itu untuk setiap
waktu menemui Li Su Su.
Kini banyak orang berkunjung ke sana dan tempat itu pun sudah
bertambah indah menakjubkan. Oey Yok Su memandang wisma itu
seraya membatin. Kaisar Song Wei Cong merupakan kaisar yang
hobi bersenang-senang, namun harus diakui bahwa kaisar itu amat
pandai, sebab tulisannya sangat indah, begitu pula lukisannya.
Di saat Oey Yok Su berdiri termangu-mangu, justru terdengar suara
orang menegurnya.
"Tuan, mengapa kau berdiri bengang-bengong sambil menghela
nafas di sini?"
Suara teguran itu amat nyaring dan bertenaga, maka Oey Yok Su
tahu yang menegurnya bukan orang biasa.
Dia segera menoleh. Dilihatnya seorang ber-pakaian agak aneh.
Pakaiannya dibuat dari kulit yang tak sedap dipandang. Orang itu
terus menatap Oey Yok Su dengan mata tak berkedip.
Oey Yok Su tahu, orang itu bukan orang kota-raja. Karena pernah
bersitegang dengan orang kotaraja, maka begitu melihat orang itu
bukan orang kotaraja, tidak heran dalam hati Oey Yok Su timbul

kesan baik terhadapnya.
Oey Yok Su tersenyum, kemudian menyahut.
"Aku menghela nafas karena menyaksikan tu-lisan dan lukisan Kaisar
Song Wei Cong. Bukankah dia lebih baik menulis dan melukis
daripada menjadi kaisar?"
"Ha ha!" Orang itu tertawa. "Kau anggap Song Wei C ong
merupakan kaisar yang tak baik, namun baik dalam hal tulisan dan
lukisan? Justru karena tidak bisa menjadi kaisar yang baik, maka dia
berusaha baik dalam hal menulis dan melukis!" katanya.
Oey Yok Su tersentak mendengar ucapan orang itu. Dia tidak
menyangka orang itu akan menyahut begitu, membuktikan bahwa
orang itu bukan orang sembarangan. Dia pernah bertemu It Sok
Taysu yang berkepandaian tinggi, dan luas pula pengetahuannya.
Hari ini bertemu orang tersebut, juga merupakan orang yang luar
biasa. Begitu meninggalkan Laut Tong Hai, dia sudah bertemu begitu
banyak orang pandai, maka merasa dirinya sungguh merupakan
katak dalam sumur.
Orang yang ada di depan matanya bukan hanya gagah, namun juga
tampak angkuh. Diam-diam Oey Yok Su merasa kagum padanya,
lalu maju dua langkah seraya bertanya.
"Kau ke mari juga ingin melihat tulisan dan lukisan Kaisar Song Wei
Cong itu?"
"Kira-kira begitulah. Dia tidak bisa menjadi kaisar yang baik, namun
aku tetap mengagumi tulisan dan lukisannya. Kaum lelaki suka
pelesiran, begitu pula seorang kaisar," sahut orang itu.
Usai menyahut, orang itu lalu tertawa gelak, namun tawanya
kedengaran agak cabul.
Oey Yok Su mengerutkan kening. Saat itu dia baru tahu, bahwa
orang itu tidak berhati lurus, pasti berasal dari golongan sesat.
Akan tetapi, Oey Yok Su justru tidak mempermasalahkan itu, sebab
dia amat membenci orang yang berpura-pura berlaku sopan.
Namun Oey Yok Su juga melihat, orang itu pun bersifat jahat, kelak
dia pasti membuat onar dalam rimba pesilatan Tionggoan, entah
bagaimana ilmu silatnya?
Setelah berpikir sejenak Oey Yok Su tertawa seraya berkata.

"Masuk akal apa yang kau ucapkan itu. Boleh-kah aku tahu kau
berasal dari mana, dan mau berbuat apa di kotaraja?"
"Aku berasal dari luar perbatasan, namaku Ouw Yang Hong,
penduduk biasa di kaki Gunung Pek lho San di daerah See Hek
(Bagian Barat Luar perbatasan Tionggoan)," sahut orang itu sambil
tersenyum.
Hati Oey Yok Su tersentak mendengar orang itu berasal dari Gunung
Pek Tho San di daerah See Hek. Sebab di daerah See Hek terdapat
semacam ilmu silat yang amat tinggi dan lihay, bahkan amat ganas
pula. Kaum rimba persilatan amat takut terhadap ilmu silat aliran
See Hek, karena amat lihay dan ganas.
Apakah Ouw Yang Hong juga adalah jago tangguh dari daerah See
Hek? Tanya Oey Yok Su dalam hati.
Kelihatannya Oey Yok Su ingin menjajal ke-pandaiannya, sebab
begitu dia meninggalkan Laut Tong Hai baru tiba di kotaraja sudah
bertemu It Sok Taysu yang berkepandaian tinggi, maka tahu di
kolong langit masih terdapat jago tangguh lain-nya. Oleh karena itu,
dia pun tidak berani memandang remeh terhadap Ouw Yang Hong,
sebaiknya ingin menjajal kepandaiannya.
Sedangkan Ouw Yang Hong sama sekali tidak tahu, bahwa dalam
sekejap di hati Oey Yok Su telah timbul niat tersebut.
Oey Yok Su memandangnya, kemudian ter-senyum seraya berkata.
"Apa yang dikatakan Saudara Ouw Yang, sungguh sedap didengar.
Tapi. . . apakah Saudara Ouw Yang juga sepertiku megunjungi
wisma Cui Fan?"
Ouw Yang Hong menatapnya, lalu tertawa ge-lak dan berkata.
"Kalua Anda tidak menganggap diriku kasar, aku senang sekali
bersama Anda mengunjungi wisma Cui Fan ini."
Oey Yok Su manggut-manggut, kemudian me-reka berdua berjalan
ke dalam wisma Cui Fan. Betapa indahnya wisma tersebut, bahkan
di sana terdapat pula berbagai macam benda antik, per-hiasan
wanita dan lain sebagainya.
Menyaksikan semua itu, Ouw Yang Hong menghela nafas sambil
berkata sekeras-kerasnya.

"Jadi orang kalau bisa seperti Kaisar Song Wei Cong, mati pun tidak
akan menyesal!"
Para pengunjung lain tampak tertegun ketika mendengar perkataan
Ouw Yang Hong. Karena pandangan mereka berbeda dengan Ouw
Yang Hong. Mereka mencela Kaisar Song Wei Cong hanya tahu
bersenang-senang, maka mempunyai wanita simpanan bernama Li
Su Su. Pada hal kaisar sudah mempunyai begitu banyak selir yang
cantik jelita, tapi masih ada main di luar. Memang tidak salah, bunga
liar yang di luar lebih harum dari bunga yang ada di dalam rumah.
Karena kaisar hanya bersenang-senang, sehingga kerajaan Song
harus diserahkan sebagian kepada bangsa Kim.
Karena itu, para pengunjung lain memandang Ouw Yang Hong
dengan penuh kebencian. Namun Ouw Yang Hong tidak merasakan
itu masih tertawa seraya berkata.
"Saudara Oey, lihatlah! Kalau kau menjadi kaisar, juga harus seperti
Song Wei Cong, ber-senang-senang setiap hari! Betul kan? Kita tidak
boleh seperti kaisar yang bloon, cuma bangun tidur dan membaca
laporan, itu tiada artinya sama sekali! Ya, kan?"
Oey Yok Su yang bersifat aneh itu, ketika mendengar Ouw Yang
Hong berkata begitu dalam hatinya merasa gembira sekali.
"Ouw Yang Hong ini pasti tergolong orang luar biasa! Kalau tidak
bagaimana mungkin dia berani berkata demikian di tempat ini?
Namun bagaimana kepandaiannya aku harus menjajalnya," katanya
dalam hati.
Kemudian dia tertawa, sambil memandang Ouw Yang Hong.
"Ha ha ha! Pengetahuan Saudara Ouw Yang amat luas, aku sungguh
kagum dan salut!"
Usai berkata begitu, dia mendekati Ouw Yang Hong, kemudian
mendadak bersandar di badannya sambil mengerahkan Iwee kang.
Sudah barang tentu Iwee kang yang dikerah-kannya itu menerjang
Ouw Yang Hong. Karena tidak berjaga-jaga, maka Ouw Yang Hong
terpen-tal beberapa langkah.
"Saudara Oey, mengapa kau mendorongku?" teriaknya.

Oey Yok Su tertawa dalam hati dan membatin, ternyata Ouw Yang
Hong tidak memiliki kepan-daian apa-apa. Karena ketika Oey Yok Su
me-ngerahkan Iwee kangnya, tidak mendapat perla-wanan dari Iwee
kang Ouw Yang Hong, itu pertanda Ouw Yang Hong tidak memiliki
kepandaian tinggi.
Akan tetapi, mendadak Ouw Yang Hong me-natapnya dengan tajam.
"Aku lihat, kali ini Saudara Oey hukan tak kuat berdiri kan?"
tanyanya.
Tersentak Oey Yok Su, segera menyahut.
"Maaf! Aku . . . aku saking terpesona akan benda-benda di sini,
sehingga kakiku terpeleset. Harap Saudara Ouw Yang jangan
menyalahkan-ku!"
Ouw Yang Hong masih menatapnya sejenak, namun tidak berkata
apa-apa lagi.
Seusai mengunjungi wisma Cui Fan, mereka berdua lalu mampir di
sebuah rumah makan Hui Jin Lou, artinya para tamu yang makan di
situ, semuanya terdiri dari orang pandai, tidak ada tamu yang bloon.
Begitu Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong me-masuki rumah makan
itu, seketika juga mereka tertawa gelak. Ternyata para tamu sudah
dalam keadaan mabuk tidak karuan, bahkan di antaranya ada yang
tergeletak di lantai.
Di sebuah meja, tampak beberapa orang masih terus meneguk arak,
kemudian salah seorang dari mereka berkata.
"Seekor katak punya satu mulut, dua buah mata, empat buah kaki.
Plum! Katak itu meloncat ke dalam air. Dua ekor katak punya dua
mulut, empat buah mata, delapan buah kaki. Pium! Dua ekor katak
itu meloncat ke dalam air. Tiga ekor katak punya tiga mulut, eh?
Tiga ekor katak punya berapa mata?"
Teman-temannya menyahut ngawur, sebab mereka sudah mabuk
berat. Ada yang menyahut tiga ekor katak punya lima buah mata,
mengapa cuma lima buah mata? Karena salah seekor buta sebelah
matanya.
Salah seorang berkata dengan suara parau. Matanya pun setengah
terpejam seakan ingin tidur.

"Salah! Tiga ekor katak harus punya tujuh buah mata! Kalau tidak
percaya silakan lihat. . ."
Orang itu memperlihatkan telapak tangannya, kemudian
menghitung-hitung jari tangannya, na-mun hitungannya salah
semua.
Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong tertawa terpingkal-pingkal,
kemudian Oey Yok Su memandang mereka seraya berkata.
"Sungguh merupakan setan mabuk, bagaimana disebut Hui Jin
(Orang Pandai)?"
Orang-orang yang sedang mabuk itu, merasa tersinggung oleh
ucapan Oey Yok Su dan mereka langsung membentak.
"Siapa kalian? Kami bukan orang pandai, apa-kah kalian berdua
orang pandai?"
Usai membentak, orang-orang yang dalam ke-adaan mabuk itu
menerjang ke arah mereka berdua sambil memukul pula.
Pada hal sesungguhnya, kalau Oey Yok Su mau turun tangan, orangorang
itu pasti roboh seketika. Akan tetapi, Oey Yok Su justru tidak
melakukannya, karena masih yakin Ouw Yang Hong bukan orang
biasa, kelihatannya memiliki sedikit Iwee kang, hanya tidak pernah
belajar Iwee kang tingkat tinggi. Mungkin juga dia berpura-pura di
hadapan Oey Yok Su, agar Oey Yok Su tidak tahu dia berkepandaian
tinggi. Kalau begitu, bukankah Oey Yok Su yang baru memasuki
daerah Tionggoan akan tertipu olehnya? Kini dia tidak mau turun
tangan, ingin melihat cara bagaimana Ouw Yang Hong menghadapi
para setan mabuk itu?
Karena berpikir demikian, maka dia segera mundur. Justru
menyusahkan Ouw Yang Hong, sebab orang-orang mabuk itu terus
memukulnya.
Betapa gusarnya Ouw Yang Hong, dan dia membentak sekeraskerasnya.
"Kalian kok pukul orang? Sudah gila ya?"
Walau dia membentak begitu keras, tapi orang-orang mabuk itu
terus memukulnya. Ouw Yang Hong bertambah gusar karena
kesakitan dan dia pun mencaci.

"Bangsat! Jahanam! Mengapa kalian memukulku?"
Ow Yang Hong pun mulai menggerakkan se-pasang tangannya. Itu
memang merupakan jurus-jurus ilmu silat, namun bukan jurus-jurus
ilmu silat yang hebat dan lihay.
Salah seorang dari mereka yang mabuk itu tertawa dingin, dan
menatapnya dengan mata merah seraya berkata.
"Bagus! Bagus! Kau harus merasakan kelihay-anku!"
Usai berkata, orang mabuk itu pun memukul Ouw Yang Hong
dengan sekuat tenaganya. Duuuk!
Ouw Yang Hong terpukul jatuh di lantai. Dia mulai panik dan
berteriak-teriak.
"Saudara Oey, mengapa kau masih belum mau turun tangan? Cepat
hajar mereka, agar mereka tahu akan kelihayanmu!"
Oey Yok Su memandangnya. Memang Ouw Yang Hong tidak terluka
parah, namun nafasnya sudah mulai memburu.
Sementara beberapa orang mabuk pun mulai memukul Oey Yok Su,
tapi Oey Yok Su masih tidak mau membalas memukul mereka. Dia
hanya ter-senyum sambil menyahut.
"Saudara Ouw Yang, aku masih dapat bertahan, biar mereka
memukul terus!"
Sedangkan Ouw Yang Hong mulai menjerit-jerit, sebab mukanya
sudah membengkak.
"Aduh! Aku akan mati dipukul! Akan mati dipukul!"
Orang-orang mabuk yang memukulnya menyahut, tapi tidak
berhenti memukulnya.
"Mati ya sudah, tidak usah menjerit! Cepat katakan, tiga ekor katak
punya berapa mata?"
"Kau tuh anak anjing! Ibumu punya tujuh buah mata!" sahut Ouw
Yang Hong dengan gusar.
Orang itu melotot, kemudian mencaci.
"Makmu punya tujuh buah mata, punya tiga suami!"
Teman-temannya menyambung.

"Betul! Maknya punya tujuh buah mata, punya tiga suami!"
Mereka mulai memukul Ouw Yang Hong lagi. Sedangkan para
pelayan rumah makan itu tampak panik, namun mereka tidak berani
meleraikan, karena takut dipukul juga.
Berselang sesaat, pakaian Ouw Yang Hong dan Oey Yok Su sudah
tidak karuan, dan muka mereka pun kelihatan membengkak.
"Kalian berdua sudah tunduk?" tanya salah seorang dari mereka.
Betapa gusarnya Ouw Yang Hong. Dia me-nyahut dengan penuh
kegusaran.
"Tunduk? Tunduk apa? Aku akan pukul mati kalian! Pukul mati
kalian!"
Ouw Yang Hong menerjang ke arah mereka, sekaligus melancarkan
pukulannya.
Akan tetapi, orang-orang mabuk itu pun me-nyerangnya, sehingga
membuat Ouw Yang Hong terdesak mundur kembali sambil
menjerit-jerit.
Di saat bersamaan, Oey Yok Su menyeka noda darah yang di
bibirnya, kemudian berkata kepada mereka.
"Aku bernama Oey Yok Su, berasal dari Pulau Tho Hoa To di Laut
Tong Hai. Aku membawa emas, harap kalian sudi memandang
mukaku me-lepaskan temanku ini, emas yang kubawa itu akan
kuberikan pada kalian!"
Walau orang-orang itu dalam keadaan mabuk, namun begitu
mendengar Oey Yok Su membawa emas, seketika juga mereka
berhenti memukul Ouw Yang Hong, dan salah seorang dari mereka
langsung berkata,
"Baik! Baik! Kalau benar punya emas, kami pasti mengampuni kalian
berdua! Tapi kalau kalian mempermainkan kami, kami pasti
memukul kalian hingga mampus!"
Oey Yok Su pura-pura ketakutan, dan segera manggut-manggut lalu
berkata.
"Tidak berani! Tidak berani mempermainkan kalian. Kalau tiada
emas, kalian boleh memukul kami lagi!"

"Betulkah temanmu itu punya emas?" tanya salah seorang dari
mereka kepada Ouw Yang Hong.
Ouw Yang Hong tertegun. Dia memandang Oey Yok Su, kelihatan
diam saja. Ouw Yang Hong tahu dia mempermainkan orang-orang
mabuk itu. Ka-rena Oey Yok Su sudah naik pitam, kemungkinan
besar dia akan membunuh orang-orang mabuk itu. Oleh karena itu,
Ouw Yang Hong akan mencegah orang-orang mabuk itu
mempercayainya.
"Sudahlah! Bagaimana mungkin dia punya emas, dia . . ." sahutnya.
Orang itu melotot.
"Apa? Dia tidak punya emas?"
"Mungkin . . . cuma hanya sedikit," sahut Ouw Yang Hong.
Orang itu tampak girang.
"Bagus! Kalau begitu, cepat berikan kepada kami! Asal ada emas,
kami tidak akan pukul kalian lagi!"
Oey Yok Su tertawa dalam hati. Kelihatannya mereka sama sekali
tidak tahu penyakit. Aku harus menghajar mereka! Kata Oey Yok Su
dalam hati, namun tetap bersikap seolah-olah penuh ketakutan.
"Kalian jangan memukul kami! Jangan me-mukul kami! Aku pasti
memberikan emas kepada kalian, percayalah!"
Salah seorang segera berkata.
"Baik! Kalau begitu, cepat berikan emas itu kepada kami!" kata
orang itu.
Oey Yok Su mengeluarkan sebuah kantong kain, sekaligus
membukanya. Begitu melihat, semua orang itu terbelalak, karena di
dalam kantong kain tersebut memang berisi uang emas.
Dengan hati berdebar-debar mereka mulai menjulurkan tangan
untuk mengambil uang emas itu, namun mendadak terdengar suara
bentakan keras.
"Berhenti!"

Orang-orang itu tertegun dan tak bergerak lagi. Ternyata yang
membentak itu adalah teman mereka yang berbadan tinggi besar.
Orang itu memandang Oey Yok Su sambil ter-tawa, lalu berkata.
"Saudara, tadi kami memang berlaku agak kasar, harap Saudara sudi
memaafkan kami! Kalau kita tidak berkelahi tidak akan saling kenal.
Aku ingin mengundang kalian berdua ke tempat kami. Bagaimana?"
Oey Yok Su tertawa dalam hati dan membatin. Kalian semua adalah
penjahat kecil, bagaimana aku tidak tahu rencana busukmu? Hari ini
kalian bertemu denganku, pasti akan mati di tanganku!
Walau berkata demikian dalam hati, namun wajahnya tetap tampak
biasa.
"Tidak baik kami mengganggu kalian!" sahut-nya.
"Jangan berkata begitu, kini kita sudah menjadi teman! Ayolah! Mari
kita pergi!" kata orang itu dengan ramah.
Orang itu memberi isyarat kepada teman-temannya, dan temantemannya
segera mengiring
Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong meninggalkan rumah makan itu.
Ouw Yang Hong diam saja, namun mengerti. Bagaimana mungkin
Oey Yok Su akan menyerah-kan uang emasnya kepada orang-orang
itu? Ten-tunya dia ingin menghajar mereka di tempat yang sepi.
Kemudian dia menggerutu.
"Gara-gara kau ..."
Salah seorang langsung memhentak samhil memukul Ouw Yang
Hong.
"Jangan hergerutu, cepat jalan!"
Ouw Yang Hong melotot, tapi tidak berani melawan.
Orang yang berbadan tinggi besar berteriak-teriak.
"Cepat jalan! Cepat jalan! Kita ke pinggir ko-ta!"
Berselang beberapa saat mereka sudah sampai di pinggir kota.
"Berhenti, sudah sampai!" seru orang yang berbadan tinggi besar.
Oey Yok Su dan Ouw Yang Hong berhenti, lalu berdua menengok ke
sana ke mari. Tempat itu amat sepi dan tidak tampak sebuah rumah
pun, yang terlihat hanya sebuah sungai kecil.

"Apakah di sini tempat tinggal kalian? Kok tidak ada rumah?" tanya
Ouw Yang Hong.
Orang berbadan tinggi besar itu tertawa gelak, begitu pula temantemannya,
Usai tertawa, orang berbadan tinggi besar itu berkata.
"Kami tidak punya rumah, justru amat mem-butuhkan uang emas
itu! Kalau tidak diberikan pada kami, bagaimana akibatnya tentunya
kalian tahu!"
Mereka tertawa gelak lagi, sedangkan Oey Yok Su pura-pura
melongo, memandang mereka seraya berkata.
"Ternyata kalian . . . kalian membohongi kami. Mengapa kalian
membohongi kami?"
Orang berbadan tinggi besar menyahut sengit.
"Aku menghendaki nyawa kalian, cepat serah-kan uang emas itu!"
Oey Yok Su bersikap apa boleh buat, kemudian menaruh kantong
uangnya ke tanah.
"Semua ada di sini, silakan kalian ambil!"
Orang-orang itu langsung menyerbu ke arah kantong uang itu. Ouw
Yang Hong mengira Oey Yok Su akan segera turun tangan, tapi
ternyata tidak, hanya tertegun memandang mereka.
Mereka sudah memperoleh uang emas, sehingga wajah mereka
tampak gembira sekali.
Akan tetapi, mendadak orang berbadan tinggi besar itu membentak.
"Cepat taruh kembali."
Orang-orang itu terkejut, tapi tiada seorang pun menaruh uang
emas itu ke bawah.
Wajah orang yang berbadan tinggi besar ber-ubah bengis, maka
semua orang tampak ketakutan dan cepat-cepat menaruh uang
emas itu ke tempat semula.
Oey Yok Su tertawa gembira lalu berkata.
"Bagus! Bagus! Saudara adalah orang baik, sedangkan mereka
berhati tamak, aku sungguh kagum padamu!"
Orang berbadan tinggi besar menatap Oey Yok
Su.

"Kau memang bodoh, aku justru ingin mem-bunuh kalian berdua!"
katanya dalam hati.
Kemudian dia tertawa dan berkata sepatah demi sepatah.
"Setelah aku melihat uang emas itu, timbullah niatku untuk
membunuh kalian berdua!"
Oey Yok Su kelihatan terkejut, lalu berteriak-teriak dengan suara
gemetar.
"Jangan . . . jangan membunuh kami, aku akan meuyerahkan uang
emas itu kepadamu dan tidak akan ke kota melapor! Aku mohon
kalian jangan membunuh kami!"
"Maaf, aku terpaksa membunuh kalian berdua! Kalau kalian ingin
melapor, silakan lapor ke alam baka saja!" sahut orang berbadan
tinggi besar.
Usai menyahut, dia mengeluarkan sebiah pisau vang amat tajam,
lalu mendekati Oey Yok Su dan )uw Yang Hong.
Sedangkan Oey Yok Su terus memandang Ouw Yang Hong. Orang
itu kelihatan tenang sekali, dia pasti mahir ilmu silat. Kalau tidak,
bagaimana mungkin dia kelihatan begitu tenang? Pikir Oey Yok Su.
Setelah berpikir demikian, mendadak dia berteriak-teriak.
Bukan main gusarnya orang berbadan tinggi besar itu.
"Mengapa berteriak? Kau kira akan muncul orang menolongmu?"
bentaknya sengit.
"Aku memohon kepadamu ..." sahut Oey Yok Su ketakutan.
Orang berbadan tinggi besar itu tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kau mau mohon apa?"
Oey Yok Su memandang Ouw Yang Hong se-jenak, kemudian
menyahut.
"Aku mohon kepadamu, bunuh dia dulu! Kalau sudah melihat dia
mati, aku pun tidak akan mati penasaran."
Orang berbadan tinggi besar itu manggut-manggut.
"Baik! Karena memandang uang emas itu, maka aku mengabulkan
permohonanmu. Kami akan bunuh dia dulu, lalu membunuhmu!"
Dia segera mengayunkan pisaunya ke arah Ouw Yang Hong.
Kalaupun Ouw Yang Hong mengerti ilmu silat, kelihatannya sulit

untuk berkelit, dan dia pasti akan mati di bawah sambaran pisau
tajam itu.
Oey Yok Su diam saja, tapi tangannya telah menggenggam sebuah
batu kecil. Apabila pisau itu hampir mengena leher Ouw Yang Hong,
barulah dia akan menyentil batu kecil itu untuk menye-lamatkannya.
Akan tetapi, justru mendadak Ouw Yang Hong berteriak-teriak.
"Tidak bisa! Tidak bisa!"
Orang berbadan tinggi besar itu berhenti mengayunkan pisaunya,
lalu menatap Ouw Yang Hong seraya bertanya.
"Mengapa kau bilang tidak bisa?"
"Coba kau bilang, kami berdua siapa kantong-nya yang berisi uang
emas?"
Orang berbadan tinggi besar itu tertawa.
"Kantongnya yang berisi uang emas!"
Ouw Yang Hong manggut-manggut.
"Betul! Kantongnya yang berisi uang emas, kalau kantongnya tidak
berisi uang emas, apakah kalian tidak akan membunuh kami?"
Orang berbadan tinggi besar dan teman-temannya tertawa gelak,
kemudian salah seorang menyahut.
"Kalau kalian tidak punya uang emas, kami pun malas membunuh
kalian!"
"Karena dia memiliki uang emas, sehingga menimbulkan urusan ini.
Seharusnya kalan membunuhnya dulu. Bagaimana mungkin
membunuhku duluan? Aku tidak punya uang emas, sungguh malang
nasibku akan mati di sini. Kalau aku mati, bukankah aku akan
menjadi arwah penasaran? Oleh karena itu, lebih baik kalian bunuh
dia dulu!" kata Ouw Yang Hong.
Orang berbadan tinggi besar dan teman-temannya saling
memandang. Di saat itulah Oey Yok Su berseru.
"Kalian ingin membunuhku duluan?"
"Betul!" sahut orang berbadan tinggi besar.
Kemudian dia menerjang ke arah Oey Yok Su sambil mengayunkan
pisaunya.
Akan tetapi, mendadak Oey Yok Su mengibaskan tangannya. Orang

berbadan tinggi besar itu terpental seketika, lalu jatuh ke dalam
sungai.
Plum!
Tidak tampak orang berbadan tinggi besar itu timbul lagi. Bukan
main terkejutnya teman-temannya. Mereka ingin kabur, tapi sudah
terlambat, karena Oey Yok Su sudah mulai turun tangan terhadap
mereka. Sungguh cepat gerakannya, sehingga mereka satu persatu
terpental ke dalam sungai.
Kini hanya tinggal Ouw Yang Hong, yang berdiri di hadapan Oey Yok
Su dengan mata terbelalak. Berselang sesaat dia berkata.
"Aku pernah dengar dari orang ketika berada di daerah See Hek,
bahwa orang yang berkepandaian tinggi, begitu tangannya bergerak
pasti mematikan pihak lawan. Aku tidak percaya, namun setelah
menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri, aku sudah percaya
sekarang."
Oey Yok Su manggut-manggut, lalu menatap-nya seraya berkata.
"Aku bertanya kepadamu, mengapa kau menghendaki mereka
membunuhku lebih dulu?"
Wajah Oey Yok Su amat tak sedap dipandang. Kalau Ouw Yang
Hong tidak memberi jawaban yang memuaskannya, pasti akan turun
tangan membunuhnya. Memang gampang sekali baginya membunuh
Ouw Yang Hong, cukup menotok jalan darahnya saja!
Ouw Yang Hong menyahut dengan wajah tak berubah.
"Karena aku tahu kau tidak akan membiarkan mereka
membunuhmu, lagi pula aku pun tahu, mereka tidak akan dapat
membunuhmu."
"Bagaimana kalau mereka dapat membunuh-ku?" tanya Oey Yok Su
lagi.
Ouw Yang Hong tertawa lalu menyahut.
"Kalau kau mati di tangan mereka, aku pun pasti mati pula."
Tersentak Oey Yok Su mendengar itu, sebab jawaban Ouw Yang
Hong amat tepat. Dia meman-dangnya seraya membatin. Orang itu
amat ber-bakat dan licik. Sekarang dia belum mengerti ilmu silat,
namun kelak apabila dia berhenti mempela-jari ilmu silat tingkat

tinggi, dia akan terkenal. Apakah aku perlu membunuhnya saat ini?
Mendadak Ouw Yang Hong tertawa, dan me-mandang Oey Yok Su
dengan mata tak berkedip.
"Ha ha! Kau sedang berpikir apakah perlu membunuhku kan?"
"Tidak salah. Aku tahu kalau aku membunuh-mu, maka kejadian hari
ini tiada seorang pun mengetahuinya Katakanlah! Apakah aku perlu
membunuhmu?" sahut Oey Yok Su dengan per-lahan.
Sesungguhnya Ouw Yang Hong amat tegang dalam hati, tapi
ketegangannya itu tidak diperlihatkan pada wajahnya. Dia tertawa
hambar seraya berkata.
"Kalau ada orang bilang, Saudara Oey adalah orang gagah di kolong
langit, aku akan percaya tadi. Tapi kini, aku sudah tidak percaya
lagi."
"Mengapa kau tidak percaya lagi?" tanya Oey Yok Su.
"Entah sudah berapa kali kau ingin menjajal kepandaianku. Kalau
aku berkepandaian tinggi, tentunya aku sudah turun tangan. Tidak
akan membiarkan bajingan-bajingan itu memukulku. Seandainya
kelak aku berkepandaian tinggi, aku pasti akan bertanding
denganmu, aku pasti lebih kuat darimu," sahut Ouw Yang Hong.
Oe Yok Su menatapnya dalam-dalam, kemudian mendadak tertawa
gelak sambil menunjuknya.
"Lihatlah dirimu, kalau kau ke neraka bertemu Giam Lo Ong, dia
pasti akan terkejut mendengar perkataanmu barusan."
Ouw Yang Hong tertawa sambil bertepuk ta-ngan.
"Dirimu sendiri lebih mengenaskan dariku."
Terdengar suara tawa gelak, ternyata Oey Yok Su juga ikut tertawa,
sedangkan Ouw Yang Hong terus tertawa hingga matanya terpejam.
Ketika matanya melek, di hadapannya sudah tidak tampak bayangan
Oey Yok Su, yang terlihat hanya sungai dan rimba itu.
Ouw Yang Hong memandang sungai tesebut. Semua orang yang
terpukul jatuh ke sungai, tiada seorang pun yang timbul, semuanya
telah mati di tangan Oey Yok Su.
Ouw Yang Hong manggut-manggut, kemudian berkata dengan suara
lantang.

"Betul! Betul! Jadi orang memang harus begitu, mengerjakan
sesuatu jangan kepalang tanggung!"
Bab 3
Setelah berpisah dengan Oey Yok Su, Ouw Yang Hong seorang diri
kembali ke kotaraja. Dia tahu ilmu silatnya amat rendah, maka tidak
berani menimbulkan masalah, hanya ingin jalan-jalan di kotaraja,
kemudian kembali ke Gunung Pek Tho San, mencari Ouw Yang Coan
saudaranya untuk belajar ilmu silat.
Dia berjalan sambil berpikir. Tiba-tiba melihat seorang pengemis
muda yang sedang melangkah perlahan sambil bernyanyi kecil.
"Orang sukses kau harus kagum, jangan membiarkan masa muda
berlalu begitu saja. Ketika hidup kau minum arak wangi, punya uang
makan enak. Tapi setelah mati, kau membawa apa . . .?"
Ouw Yang Hong tahu pengemis muda itu bukan orang biasa. Dia
segera tersenyum kepadanya sekaligus menyapanya.
"Hei! Sobat, tadi kau bernyanyi tentang minum dan makan, kau kira
semua orang yang hidup di kolong langit, hanya minum dan makan
saja?"
Pengemis itu memandang Ouw Yang Hong dan mendadak sepasang
matanya bersinar terang, lalu tertawa seraya berkata.
"Betul! betul! Oh ya, ke mana Oey Yok Su yang bersamamu itu?"
Pertanyaan tersebut membuat Ouw Yang Hong tersentak kaget. Dia
makin yakin pengemis itu pasti orang luar biasa yang berkepandaian
tinggi.
Kemudian Ouw Yang Hong tertawa dan menyahut.
"Dia pergi ke tempat tujuannya, aku pergi ke tempat tujuanku. Kau
bertanya kepadaku tentang dia, bagaimana aku tahu?"

Pengemis itu manggut-manggut, lalu berkata.
"Kau tahu orang yang hidup di kolong langit harus bagaimana?"
"Lihatlah diriku, seandainya kelak aku dapat mencapai sukses,
pertama-tama yang harus kulakukan, yakni mengumpulkan
beberapa gadis cantik untuk melayaniku. Menurutku itu jauh
menyenangkan daripada makan dan minum," sahut Ouw Yang Hong
lalu tertawa gelak.
Sebaliknya pengemis itu malah menggoyang-goyangkan kepala dan
bertanya.
"Namamu?"
"Namaku Ouw Yang Hong!" jawabnya.
Pengemis itu menggeleng-gelengkan kepala.
"Tidak baik, tidak baik! Nama itu tidak baik! Dulu ada seseorang
bernama Ouw Yang Siu, dia amat terkenal. Bagaimana kalau
namamu diganti Ouw Yang Siu saja?"
"Apa baiknya Ouw Yang Siu? Dia tidak becus jadi pejabat, bahkan
juga tidak pandai menulis. Di mana letak kepandaiannya?"
Pengemis itu tertegun, lalu menatap Ouw Yang Hong seraya
bertanya.
"Kau anggap dirimu lebih pandai darinya?"
Ouw Yang Hong tertawa lalu menyahut.
"Bagaimana aku tidak lebih pandai darinya? Dia hanya pandai
menulis beberapa buah syair, lalu menjadi pejabat beberapa hari."
Kelihatan Ouw Yang Hong amat memandang rendah Ouw Yang Siu,
pengemis itu menggeleng-gelengkan kepala lagi, kemudian
bertanya.

"Kau mahir kungfu?"
Ouw Yang Hong tertegun, sebab dia paling pusing kalau ada orang
mengajukan pertanyaan tersebut kepadanya. Kalau dia jawab mahir,
justru amat rendah ilmu silat yang dimilikinya. Seandainya bilang
tidak bisa, dia justru berasal dari See Hek Gunung Pek Tho San.
Pada hal ilmu silat aliran Gunung Pek Tho San amat terkenal,
bagaimana mungkin orang akan percaya kalau dia bilang tidak bisa?
Dia termenung sejenak, akhirnya menyahut. "Cuma bisa sedikit,
tidak setinggi ilmu silatmu."
Pengemis itu tertawa gelak, lalu berkata.
"Tentu! Tentu! Apabila ilmu silatmu lebih baik dariku, bagaimana
mungkin aku si Pengemis Tua ini akan gembira? Dan bagaimana
mungkin aku akan menyuruhmu mendengarkan perkataanku?"
Ouw Yang Hong terperangah, sebab pengemis itu baru berusia dua
puluhan, tapi menyebut dirinya 'Aku si Pengemis Tua'. Bukankah itu
aneh sekali? Tapi mungkinkah pengemis itu awet muda?
Ouw Yang Hong terus menatapnya, sedangkan pengemis itu tampak
puas dan bangga.
"Bolehkah aku tahu namamu?" tanya Ouw Yang Hong.
Pengemis itu tertawa sambil manggut-manggut.
"Baik! Baik! Kau ingin tahu namaku, sebetulnya aku cuma
merupakan pengemis tua yang tak berharga, begitu pula namaku.
Tidak apa-apa kuberitahukan namaku, aku bermarga Ang dan nomor
tujuh di rumah. Orang memanggilku Ang Cit Kong, kau juga harus
memanggilku Ang Cit Kong."
Ouw Yang Hong menggelengkan kepala.
"Tidak baik! Tidak baik!" katanya.

Ang Cit Kong tercengang, lalu bertanya dengan mata terbelalak.
"Mengapa tidak baik?"
"Usiamu masih muda tapi dipanggil Cit Kong (Kakek Ketujuh). Kalau
aku bertemu orang lain, bukankah harus dipanggil Ouw Yang Kong
(Kakek Ouw Yang) juga?"
Begitu menyebut Ouw Yang Kong, mereka berdua saling
memandang, kemudian tertawa gelak. Ternyata di Pak Song (Song
Utara), orang yang amat terkenal bernama Ouw Yang Siu, semua
orang memanggilnya Ouw Yang Kong. Kini Ouw Yang Hong
menyebut dirinya Ouw Yang Kong, maka tidak heran mereka berdua
tertawa gelak.
Setelah tertawa gelak, Ang Cit Kong berkata dengan suara lantang,
"Baiklah! Kau mau memanggilku Ang Cit atau Ang Cit Kong juga
terserah! Oh ya, maukah kau ke dapur istana mencicipi hidanganhidangan
lezat di sana?"
Ketika berbicara mengenai dapur istana, wajah Ang Cit Kong tampak
gembira sekali, tersenyum sambil melanjutkan.
"Ouw Yang Hong, di dapur istana amat ramai, di sana sibuk hingga
malam. Tahukah kau kaisar makan berapa kali sehari? Berapa
macam hidangan yang dinikmatinya, dan ketika kaisar mau
bersantap, apa yang dibicarakan? Kau pasti tidak tahu semua itu,
bukan? Kuberitahukan, di dapur istana terdapat begitu banyak
tukang masak yang terkenal. Hidangan-hidangan yang akan disantap
kaisar, terlebih dulu harus dicatat dan lain sebadainya. Bukankah itu
aneh sekali?"
Mendengar itu, Ouw Yang Hong amat tertarik sekali. Dia berminat
pergi ke dapur istana, namun kalau kurang berhati-hati, kepala pasti
akan melayang.
Ang Cit Kong menatapnya, kemudian tertawa seraya berkata.

"Kau (akut ya? Kali itu aku berada di dapur istana hampir sepuluh
hari, sungguh menyenangkan di sana!"
Ang Cit Kong tertawa gembira, menunjuk Ouw Yang Hong sambil
melanjutkan.
"Aku lihat kepandaianmu tidak begitu tinggi, tapi aku pasti
mengajakmu ke sana, lalu membawamu keluar lagi. Bagaimana? Kau
mau ikut?"
Ouw Yang Hong bukan orang bernyali kecil, maka dia manggutmanggut
lalu menyahut.
"Baik, Cit Kong, aku ikut."
Setelah itu, Ouw Yang Hong memberi hormat kepada Ang Cit Kong,
dan itu membuat Ang Cit Kong terbelalak.
"Eeeh? Kenapa kau memberi hormat kepadaku?"
"Kepandaianku memang amat rendah, maka akan mengalami
bahaya di dapur istana, harap Cit Kong melindungiku!" sahut Ouw
Yang Hong.
Karena Ouw Yang Hong terus memanggilnya Cit Kong, tentunya
amat menggirangkannya.
"Baik, Ouw Yang Hong. Kau tidak usah kuatir, aku pasti menjagamu.
Pokoknya kita akan makan sekenyang-kenyangnya di dapur istana."
Mereka berdua terus mengobrol, hingga tak terasa hari sudah mulai
gelap. Mendadak Ang Cit Kong berubah serius.
"Ouw Yang Hong, ikut aku!"
Ouw Yang Hong mengangguk, tapi ilmu gin-kangnya amat rendah,
maka tidak dapat berlari cepat.
Ang Cit Kong tampak tidak sabaran. Dia langsung menyambarnya
lalu mengerahkan ginkang meninggalkan tempat itu.

Walau sebelah tangan Ang Cit Kong menjinjing Ouw Yang Hong,
namun dia masih dapat berlari bagaikan terbang.
Bukan main kagumnya Ouw Yang Hong, kemudian dia berkata
dalam hati. Kelihatannya kepandaian pengemis ini masih di atas
kepandaian kakekku. Dulu aku tidak begitu mau belajar ilmu silat, itu
sungguh merupakan kesalahan besar. Lihat Ang Cit Kong ini, dia
berani ke dapur istana mencicipi berbagai macam hidangan. Apabila
aku berkepandaian tinggi, bukankah aku dapat berbuat semaunya?
Seandainya kali ini aku bisa pulang ke Gunung Pek Tho San, aku
pasti memohon kepada kakak agar mengajariku ilmu silat tingkat
tinggi. Aku ingin menjadi seorang pendekar besar.
Sementara Ang Cit Kong terus mengerahkan ginkangnya agar cepat
sampai di istana. Tentunya dia tidak tahu apa yang sedang
dipikirkan Ouw Yang Hong.
Tak seberapa lama kemudian, sampailah mereka di belakang istana.
Ouw Yang Hong yang masih dijinjing Ang Cit Kong merasa amat
tegang, dun dia pun berkata dalam hati pula. Ouw Yang Hong! Ouw
Yang Hong! Kau sungguh gegabah karena ikut seseorang yang tak
dikenal ke dapur istana. Kalau kurang hati-hati, bukankah kau akan
mati? Ang Cit Kong itu berkepandaian tinggi, apabila terjadi sesuatu,
dia pasti dapat meloloskan diri. Sedangkan kau sendiri . . . bukankah
akan celaka?
Ouw Yang Hong terus berpikir dan tahu, bahwa kemungkinan dirinya
akan mati di dalam istana.
Sementara Ang Cit Kong telah menjinjingnya meloncat ke atap
istana, kemudian berkata dengan suara rendah.
"Kalau kau merasa takut boleh tidak ikut. Aku akan menurunkanmu
ke bawah, lalu kau seorang diri kembali ke rumah penginapan."
Ucapan Ang Cit Kong itu membuat hati Ouw Yang Hong tersinggung,
lalu dia berkata dalam hati. Ang Cit Kong! Kau hanya mahir ilmu
silat, tapi di kolong langit ini masih banyak orang yang
berkepandaian tinggi! Hanya dikarenakan aku tidak mau belajar ilmu

silat, maka berkepandaian rendah. Apabila aku mau belajar, saat ini
kepandaianku tidak akan di bawahmu!
Walau Ouw Yang Hong berkata demikian dalam hati, namun tidak
diperlihatkan pada wajahnya. Kemudian dia memandang Ang Cit
Kong sambil tertawa dan berkata.
"Apakah Cit Kong tidak mau mengajakku ke dapur istana? Pada hal
tadi kau bilang, sudah sering ke dapur istana. Apakah kau cuma
membual? Lagi pula kalau kau mengajakku ke dapur istana, mungkin
akan menimbulkan bahaya, sehingga kau merasa takut. Ya, kan?"
Mendengar itu, Ang Cit Kong langsung melotot, dan langsung
menjambak leher baju Ouw Yang Hong seraya membentak.
"Kau bilang apa? Kau bilang aku takut membawamu ke sana?"
"Cit Kong, aku tahu kau adalah orang gagah dan berkepandaian
tinggi. Tapi di sini adalah istana. Kalau kau mengajakku ke dalam,
apakah kau berani menjamin keselamatanku? Seandainya aku mati
di dalam istana, memang tidak apa-apa, namun akan mencemarkan
namamu. Inilah yang kusayangkan . . ." sahut Ouw Yang Hong
dengan sungguh-sungguh.
Ang Cit Kong terus menatap Ouw Yang Hong. Sepasang matanya
bersinar aneh dan kemudian dia tertawa gelak.
"Ha ha ha! Baik, baik! Kau berani memanasi hatiku, tahukah kau,
aku sama sekali tidak takut apa pun? Aku akan membawamu ke
dalam istana, hingga esok aku akan membawamu keluar. Pokoknya
kau akan tahu kehebatanku."
Ouw Yang Hong tersenyum, sedangkan Ang Cit Kong sudah
menjinjingnya lagi. Ketika melayang
turun ke halaman istana, dia berpesan. "Hati-hatilah!"
Halaman istana itu amat luas. Setelah kakinya menginjak tanah, Ang
Cit Kong segera melepaskan Ouw Yang Hong, kemudian memungut

beberapa batu kecil, sekaligus disambitkannya ke arah lentera yang
bergantung di sana. Lentera-lentera itu padam semua dan seketika
terdengar suara bentakan.
"Siapa?"
Guguplah Ouw Yang Hong. Dia nyaris menyahut tapi mulutnya
langsung dibekap Ang Cit Kong.
Tampak beberapa pengawal istana berjalan ke luar. Mereka
menengok ke sana ke mari, tidak melihat apa pun, lalu kembali ke
dalam.
Ouw Yang Hong menarik nafas lega. Ang Cit Kong menariknya ke
samping istana, lalu berendap-endap berjalan ke belakang.
Berselang sesaat sampailah mereka di dapur istana. Ang Cit Kong
memandang Ouw Yang Hong sambil tertawa.
"Ha ha! Gampang sekali kan? Kita sudah sampai di dapur istana!"
Pada hal sesungguhnya, Ouw Yang Hong amat takut, tapi tetap
manggut-manggut. Dia tidak mau memperlihatkan rasa takutnya di
hadapan Ang Cit Kong, sebab Ang Cit Kong pasti akan
mentertawakannya.
Ang Cit Kong mengajak Ouw Yang Hong ke dalam, kemudian
bersembunyi di tempat yang gelap.
Barulah Ouw Yang Hong berlega hati dan mulai mengintip ke luar.
Sungguh besar dapur istana itu! Di dalamnya terdapat beberapa
meja dan puluhan panci tembaga yang berisi masakan lezat.
Tampak pula beberapa orang di sana. Ternyata mereka semua
adalah tukang masak dalam istana. Salah seorang mencicipi
semacam masakan, kemudian bergumam.
"Betul tidak? Betul tidak? Tidak! Bukan begini rasanya, salah! Salah!
Bukan begini rasanya!"

Orang itu terus mengerutkan kening, kelihatannya sedang
memikirkan suatu masalah. Berselang beberapa saat, mendadak dia
melompat, lalu menyambar sayur dari atas meja, sekaligus
mengendus-endusnya.
Sementara Ang Cit Kong terus memperhatikan orang itu. Sebaliknya
Ouw Yang Hong mulai cemas. Dia ingin mengajak Ang Cit Kong
pergi, namun sulit untuk mengatakannya.
Orang itu mengambil sebuah buku, lalu dibacanya dengan penuh
perhatian. Ternyata buku tersebut adalah buku petunjuk tentang
masakan.
"Harus ditambah bumbu ini dan itu, kemudian . . ." gumam orang itu
sambil berjalan mondar-mandir.
Ouw Yang Hong menyaksikan tingkah orang itu lalu berbisik.
"Orang itu amat rajin belajar, apakah dia ingin menjadi pejabat?"
Ang Cit Kong tertawa dingin lalu menyahut.
"Kau tahu apa? Dia bukan sedang belajar, melainkan membaca
petunjuk mengenai masakan. Dia tukang masak dalam istana,
membuat masakan untuk kaisar, harus hati-hati sekali, sebab kalau
terdapat kesalahan, lehernya pasti putus."
Ouw Yang Hong terperangah, lalu diam tidak banyak bicara lagi.
Sedangkan tukang masak itu mulai masak, dan tak lama terciumlah
aroma masakan yang amat harum, membuat Ouw Yang Hong
menelan air liur.
Ang Cit Kong tertawa kecil.
"Ouw Yang Hong, bagaimana? Harum sekali kan? Karena itu, aku
sering ke mari!"
Ketika Ouw Yang Hong baru mau menyahut, mendadak terdengar
seseorang berkata sambil tertawa.

"Siauw Cih Cu! Coba kau bilang, kaisar sedang berbuat apa
sekarang?"
"Maaf, budak tidak berani mengatakannya!" sahut Siauw Cih Cu
dengan takut-takut.
"Siauw Cih Cu, kau jangan kira aku tidak tahu. Apa yang kau
katakan kepada si Pendek, sudah kudengar semua. Kalau kau tidak
mau bilang . . ."
Anak itu tampak ketakutan.
"Bukan budak tidak mau bilang, melainkan merasa takut," jawabnya
terputus-putus.
Orang itu tertawa.
"Siauw Cih Cu, apa yang kau takutkan? Kaisar tidak tahu kau sedang
berbuat apa sekarang. Kau sering melayani kaisar, tentunya kau
tahu apa yan^ sering dilakukan kaisar. Beritahukankah padaku! Kau
tidak usah takut sebab hanya kita berdua yang tahu!"
Anak itu memang merasa takut, namun juga merasa takut kepada
orang itu, maka tidak berani untuk tidak memberitahukannya, dan
akhirnya dia berkata.
"Hari ini kaisar bersama seorang gadis penari. Kaisar memuji akan
keindahan tariannya. Gadis itu tidak tahu peraturan dalam istana,
tapi berani menari bersama kaisar. Kalau ketahuan para selir, gadis
itu pasti celaka."
"Siauw Cih Cu, mungkin kau keliru. Para dayang dalam istana, asal
memperoleh perhatian dari kaisar, pasti akan hidup senang," kata
orang itu dengan suara rendah.
"Apakah kau tidak tahu, begitu banyak dayang di dalam istana?
Malam ini kaisar bersama salah seorang dayang, lusa sudah
melupakannya. Bukankah ada seorang dayang mati secara
tengenaskan gara-gara dipermainkan kaisar?" sahut Siauw Cih Cu.
Orang itu terkejut bukan main, lalu cepat-cepat memberi isyarat.

"Ssst! Omong jangan kencang-kencang!"
Mereka berdua tidak berani bercakap-cakap lagi, hanya
menggeserkan badan saja, justru berdiri di hadapan tempat Ang Cit
Kong dan Ouw Yang Hong bersembunyi. Kemudian orang itu
berseru.
"Lu Sam! Lu Sam!"
Terdengar suara sahutan.
"Ya!"
Tampak seseorang berlari-lari ke hadapannya, lalu bertanya.
"Kalian berdua . . . mau membawa hidangan untuk kaisar?"
"Betul. Lu Sam, cepat siapkan! Kalau terlambat, lehermu pasti
putus," sahut orang itu.
"Kaisar punya urusan besar apa? Tentunya cuma dikarenakan
urusan itu saja!" kata Lu Sam sambil menepuk dada.
"Lu Sam, kau sudah gila ya? Berani mengatai kaisar?" bentak Siauw
Cih Cu.
Lu Sam kelihatan sedikit mabuk, maka dia menyahut dengan suara
keras.
"Orang lain memang tidak tahu, mengira kaisar setiap hari
mengurusi urusan kerajaan, sehingga sibuk sekali. Tidak tahunya
kaisar menyibukkan apa setiap hari? Hanya Lu Sam yang tahu,
setiap hari kaisar cuma bersenang-senang dengan para selir dan
dayang saja. Hari itu aku melihat para dayang melewati sisiku,
mereka . . ."
"Kau berani mencela kaisar?" kata Siauw Cih Cu dengan gusar.

Lu Sam menarik nafas dalam-dalam, lalu menyahut.
"Mana berani aku mencela kaisar? Hanya saja . . . aku melihat para
dayang berlutut di hadapan kaisar, aku melihat . . ."
Orang yang bersama Siauw Cih Cu tertawa.
"Ha ha! Kau pasti melihat dada dan paha para dayang itu! Ya, kan?"
Lu Sam diam. Sebaliknya Siauw Cih Cu dan orang itu malah tertawa
terpingkal-pingkal.
Berselang sesaat, barulah Lu Sam berkata.
"Jangan kan kaisar, kalau aku yang melihat juga akan . . ."
Mendadak terdengar suara tawa dingin dan berkata.
"Lu Sam, kau pasti mati! Sebab kau berani berlaku tidak hormat
terhadap kaisar!"
Bukan main terkejutnya Lu Sam. Dia langsung berlutut sambil
memohon.
"Miau Toaya (Tuan Besar Miau)! Miau Toaya! Ampunilah aku! Aku
cuma bergurau . . ."
Miau Toaya tertawa dingin, lalu berkata.
"Lu Sam, kau bergurau atau tidak, yang jelas kau pasti mati! Kau
harus tahu, di luar tembok masih terdapat telinga lain! Kalau aku
tidak membunuhmu, aku pasti dihukum mati oleh kaisar!"
Mendengar itu, Lu Sam tahu percuma memohon lagi, maka
mendadak dia menerjang ke arah Miau Toaya.
Akan tetapi, Miau Toaya langsung mengibaskan tangannya. Lu Sam
terpental seketika menimpa meja, sehingga semua hidangan yang
ada di atas meja itu tertumpah semuanya.
Buk! Lu Sam jatuh ke bawah. Tubuhnya tergeletak di lantai, di
hadapan Ouw Yang Hong. Ternyata nyawanya telah melayang.

Betapa tegangnya Ouw Yang Hong, sebab apabila orang itu
memeriksa tempat tersebut, pasti akan menemukan mereka berdua.
Akan tetapi, Miau Toaya tidak memeriksa tempat itu, melainkan
berkata kepada Siauw Cih Cu dan orang yang bersamanya.
"Kalian berdua harus tahu, bahwa kaisar tetap kaisar! Kalian berdua
jangan tahu urusan kaisar, kalian berdua tidak dihukum mati!"
Usai berkata begitu, Miau Toaya lalu menyeret mayat Lu Sam pergi.
Kini cuma tinggal Siauw Cih Cu dan orang itu. Mereka berdua sama
sekali tidak berani bersuara, dan cepat-cepat mengambil apa yang
dibutuhkan, kemudian meninggalkan tempat itu.
Setelah mereka pergi, barulah Ouw Yang Hong menarik nafas lega.
"Cit Kong, bolehkah kita keluar sekarang?" tanyanya dengan suara
rendah.
Ang Cit Kong merasa gembira sekali, karena Ouw Yang Hong
memanggilnya 'Cit Kong'. Dia tertawa gelak seraya menyahut.
"Kau kira masih ada orang ke mari? Di sini hanya tinggal kita berdua.
Apa yang berada di sini merupakan hidangan-hidangan untuk kaisar,
kau boleh mencicipinya."
Ang Cit Kong meloncat ke luar dari tempat persembunyian,
kemudian mengambil berbagai macam makanan untuk disantap.
Begitu pula Ouw Yang Hong, dia pun mulai bersantap sambil
tertawa-tawa.
Akan tetapi, mendadak Ang Cit Kong mencegahnya bersantap, dan
itu membuat Ouw Yang Hong terheran-heran.
"Perlahan dikit! Perlahan dikit!"
"Kenapa harus perlahan dikit? Kau mengajakku ke mari bukankah
untuk makan? Kenapa kau malah menyuruhku perlahan dikit?"
Ang Cit Kong tertawa.

"Ha ha! Ouw Yang Hong, kau justru tidak tahu
kalau makanan yang di dalam panci itu tidak boleh di makan."
Ouw Yang Hong tercengang. "Kenapa?"
"Kalau kau makan, pasti tidak akan tahan. Sebab biasanya setelah
makan kaisar pasti bersenang-senang dengan para selirnya. Itu
merupakan makanan yang telah dicampuri obat kuat. Maka kalau
kau mau makan, harus cari perempuan di sini."
Ouw Yang Hong tersentak mendengar penuturan itu, dan dia baru
tahu mengapa Ang Cit Kong melarangnya makan makanan itu.
Oleh karena itu, dia tidak berani sembarangan makan, hanya
mengikuti Ang Cit Kong.
Itu membuat Ang Cit Kong mengerutkan kening, lalu berkata dengan
suara keras.
"Hei! Bagaimana kau? Di sini begitu banyak makanan, tapi kenapa
kau ikut aku makan? Kau boleh pilih makanan lain!"
Ouw Yang Hong melotot.
"Tadi kau melarangku makan makanan itu, tapi sekarang . . ."
Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Kecuali makanan yang di dalam panci itu, makanan lain
boleh kau makan!"
Ouw Yang Hong manggut-manggut, kemudian mulai makan lagi.
Di saat dia sedang makan dengan lahap, mendadak Ang Cit Kong
berkata.
"Tidak boleh! Tidak boleh!"
Ouw Yang Hong terbelalak, dan segera bertanya.
"Apa maksudmu?"

"Kau harus ingat, semua ini adalah hidangan untuk kaisar. Kau tidak
boleh makan begitu banyak. Sebab kalau kau makan begitu banyak,
berarti kau maling lho!"
Ouw Yang Hong mengangguk.
"Ya! Ya!"
Ang Cit Kong tertawa lagi dan berkata.
"Coba kau katakan, bagaimana selera kaisar?"
"Tentunya luar biasa. Kalau tidak, bagaimana mungkin makanan di
sini begitu lezat?" sahut Ouw Yang Hong.
Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Betul! Betul! Semua makanan di sini amat lezat, tidak
terdapat di luar!"
Ouw Yang Hong juga ikut tertawa, kemudian mulai bersantap lagi.
Akan tetapi, mendadak Ang Cit Kong berbisik.
"Celaka! Ada orang datang!"
Bukan main terkejutnya Ouw Yang Hong. Pada waktu bersamaan
Ang Cit Kong menyambarnya untuk bersembunyi.
Tak seberapa lama, muncullah beberapa orang, yang langsung
memasuki ruang dapur, mereka berjumlah lima orang.
Bab 4
Setelah berada di dalam ruang dapur itu, salah seorang dari mereka
berkata dengan suara lantang.
"Kaisar mau minum teh, kita harus segera menyeduh teh istimewa
untuk kaisar!"
Empat orang lainnya manggut-manggut. Orang itu langsung duduk,
tapi yang lain tetap berdiri. Kelihatannya dia merupakan pemimpin.

Ouw Yang Hong dan Ang Cit Kong mengintip. Orang itu memang
tampak sombong. Salah seorang bawahannya membawakan
sebaskom air. Dia itu mencuci tangannya perlahan-lahan, bahkan
juga membersihkan kukunya yang panjang.
Setelah itu, barulah dia bangkit berdiri, lalu menghampiri sebuah
tungku. Diambilnya sebuah kipas, lalu mulai mengipas. Tak lama
tungku itu mulai menyala.
Dia kembali duduk. Salah seorang bawahannya segera memasak air,
sedangkan yang lain memijit-mijit bahunya. Berselang sesaat, air
yang dimasak itu sudah mulai mendidih.
Orang itu bangkit berdiri, lalu menghampiri tungku. Dia melihat
sejenak lalu mengambil sebuah botol kecil. Ternyata botol itu berisi
daun teh, yang kemudian dituangnya ke dalam teko. Setelah itu, dia
pun menambah sedikit bahan lain. Tak lama kemudian, terciumlah
aroma teh yang amat harum.
Orang itu tertawa gembira, kelihatan bang;' sekali.
"Di mana ada kemauan, di situ pasti ada jalan' Tidak sia-sia setiap
hari aku membaca kitab kuno! Kemarin aku menemukan semacam
resep rahasia, sepertinya berasal dari jaman Cin Sie Ong! Siap;;
yang makan, pasti akan awet muda!" katanya.
Begitu mendengar perkataannya, yang lain tampak tertegun dan
kurang percaya.
"Benarkah itu?" tanya salah seorang di antara mereka.
Orang itu tertawa dingin, karena keempat temannya itu tampak
kurang percaya.
"Kalian kira aku cuma omong besar? Kalian akan menyaksikannya!"
Keempat orang temannya diam saja.

Orang itu mengeluarkan sebuah tabung dan sebuah bungkusan kecil
lalu ditaruhnya di atas meja.
"Lihatlah agar kalian percaya! Resep aneh kelihatan memang seperti
resep biasa, tapi justru ada keajaibannya. Pokoknya lihatlah, kalian
pasti akan menyaksikan sesuatu yang tidak pern«».H kalian
saksikan," katanya sambil membuka bungkusan kecil itu.
Keempat orang itu juga merupakan tukang masak yang cukup
terkenal dalam istana, tentunya mereka ingin tahu, orang itu
menemukan resep rahasia apa.
Orang itu mulai menyebut beberapa macam bahan sambil menunjuk
bungkusan yang sudah dibukanya. Keempat orang itu tampak
terkejut, begitu pula Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong yang sedang
bersembunyi. Tenyata orang itu menyebut beberapa jenis binatang
berbisa.
"Ulat berdarah dari Gunung Hwa San, selalu menghisap darah ayam
hutan. Belut dari Gunung Tiang Pek San ditambah semacam rumput
obat, semua itu dicampur jadi satu, akan menghasilkan semacam
belatung. Tabung itu berisi belatung tersebut, warnanya putih dan
bercahaya."
Usai berkata, orang itu mengeluarkan seekor belatung dari dalam
tabung tersebut, lalu ditaruh di atas meja.
Keempat orang itu segera memandang ke situ. Tampak belatung itu
berbentuk aneh dan memancarkan cahaya putih. Mereka berempat
kelihatan tercengang, karena tidak tahu maksud orang itu
rvsengeluarkan belatung.
Sambil tersenyum orang itu mengambil secangkir air, lalu
dimasukkannya belatung itu ke dalamnya. Setelah itu digoyanggoyangkannya
cangkir itu sejenak, lalu diangkatnya belatung itu
sekaligus dimasukkannya lagi ke dalam tabung.
Wajah orang itu tampak serius, kemudian berkata sungguh-sungguh.
"Kalian saksikan saja!"

Keempat temannya manggut-manggut, sedangkan orang itu mulai
meneguk air yang di dalam cangkir tersebut.
Setelah meneguk, dia mulai batuk-batuk, lalu tangannya gemetar
seakan kedinginan.
Keempat orang itu terkejut bukan main menyaksikannya.
"Kau tidak apa-apa? Perlukah kau minum obat pemunah racun?"
tanya mereka serentak dengan rasa cemas.
Ternyata mereka berempat menganggap orang itu telah keracunan.
Akan tetapi, orang itu justru telah berhenti batuk, bahkan tangannya
tidak gemetar lagi.
Dia memejamkan mata, kelihatannya sedang menikmati suatu rasa
yang amat memuaskannya. Badannya bergoyang-goyang ringan,
kemudian bernyanyi-nyanyi kecil pula.
"Jadi manusia sungguh tak gampang. Selalu memikirkan berbagai
macam urusan, sehingga rambut berubah putih. Banyak istri banyak
masalah, banyak harta jadi penyesalan, banyak anak banyak
kepusingan. Sungguh tak gampang jadi manusia! Minum arak untuk
bermabuk-mabukan, hidup manusia seperti berada di atas papan
catur."
Keempat orang itu terus memandangnya, begitu pula Ang Cit Kong
dan Ouw Yang Hong. Akan tetapi tiada seorang pun tahu, apa yang
telah terjadi atas diri orang itu.
Mendadak salah seorang berseru.
"Mabuk tak merasakan apa-apa, melayang-layang seakan berada di
sorga . . .!"
Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong tidak paham, mengapa orang itu
secara tiba-tiba kelihatan seperti kehilangan kesadarannya. Apakah
terpengaruh oleh air yang diminumnya tadi? Kalau begitu, belatung
yang di dalam tabung itu pasti merupakan binatang langka yang
amat bermanfaat.

Sementara keempat orang itu pun mulai meneguk air yang di dalam
cangkir. Persis seperti yang dialami orang tadi, mereka pun batukbatuk,
tangan gemetar, mata terpejam dan badan ber-goyanggoyang.
Namun wajah mereka tampak berseri-seri, seakan merasa puas dan
nyaman. Ada yang duduk di kursi dan ada pula yang berbaring di
lantai sambil menikmati apa yang dirasakannya.
Berselang beberapa saat, orang yang minum
lebih dulu itu telah sadar kembali. Dia tertegun
melihat keempat temannya, tapi tidak memperlihatkan reaksi apa
pun.
Tak lama keempat orang itu pun sadar. Mereka segera memberi
hormat kepada orang itu seraya bertanya.
"Kau sungguh hebat! Apa nama resep rahasia itu?"
"Saudara sekalian, kita semua sudah bersusah payah, namun aku
yang beruntung menemukan resep rahasia itu, maka tidak perlu
diherankan!" sahut orang itu sambil tertawa.
Keempat orang itu amat sirik dalam hati, namun tidak diperlihatkan
pada wajah, sebaliknya malah berlaku amat sungkan.
"Kalau begitu, bolehkah kami tahu nama minuman itu?" tanya salah
seorang dari mereka.
"Minuman itu amat bermanfaat, namun justru disebut Sari Air Hitam!
Itu sungguh tak sedap didengar, bukan?"
Keempat orang itu manggut-manggut.
"Menurutku, itu amat tak sedap didengar. Bagaimana kalau nama itu
kita ganti dengan Sari Cin Cu (Mutiara)?"
Keempat orang itu saling memandang, kemudian salah seorang dari
mereka menyahut dengan wajah serius.

"Itu masih kurang tepat. Kita harus memilih sebuah nama yang
paling tepat dan sedap didengar untuk minuman itu."
"Ng . . ." Orang itu manggut-manggut. "Baik. Kira-kira nama apa
yang tepat dan sedap didengar untuk minuman itu?"
Mereka berlima mulai berpikir, namun tidak mendapatkan nama
yang cocok untuk minuman tersebut, akhirnya salah seorang dari
mereka ber-kata.
"Bagaimana kalau minuman itu kita beri nama Sari Wan Yo (Nama
Burung Langka)?"
Sari Wan Yo? Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong yang bersembunyi
itu saling memandang, kemudian manggut-manggut seakan setuju
minuman itu diberi nama Sari Wan Yo.
Salah seorang berkata lagi dengan kening ber-kerut.
"Kalau kaisar minum Sari Wan Yo, pasti akan seperti kita, batukbatuk
dulu. Itu . . . mungkin tidak baik."
Yang lain diam, sebab apabila kaisar minum lalu batuk-batuk, sudah
pasti marah besar, bahkan kemugkinan besar mereka berlima akan
dihukum mati karena dituduh meracuni kaisar.
Berselang beberapa saat kemudian, salah seorang dari mereka
berkata.
"Menurutku, terlebih dahulu aku harus men-jelaskan kepada kaisar
akan manfaat minuman itu. Kalau hatinya tergerak, beliau pasti akan
menyuruh salah seorang Thay Kam (Sida-Sida) minum dulu. Kita pun
harus memberitahukan kepada kepala bagian dapur istana.
Bagaimana menurut kalian?"
Yang lain manggut-manggut setuju, sebab apabila kepala bagian
dapur istana mengetahui itu, pasti akan melapor kepada kaisar maka
mereka berlima akan memperoleh hadiah dari kaisar.

Betapa gembiranya kelima orang itu. Mereka langsung membawa
minuman itu untuk memberitahukan kepada kepala bagian dapur
istana.
Di saat bersamaan, Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong pun berpikir,
itu merupakan minuman aneh, kalau tidak mencicipinya, pasti akan
menyesal selama-lamanya.
Kini kelima orang itu telah melangkah pergi. Orang yang membuat
minuman tersebut membawa cangkir berisi minuman itu. Mereka
sama sekali tidak tahu, bahwa ada dua orang berniat mencuri
minuman tersebut.
Orang yang membawa minuman itu terus ber-jalan dengan wajah
berseri-seri. Ternyata dia sedang memikirkan hadiah yang akan
diterimanya dari kaisar.
Mendadak dia menjerit kaget, karena tangan-nya yang membawa
minuman itu terasa sakit sekali, sehingga cangkir itu terlepas dari
tangannya. Di saat itulah, tampak sosok bayangan berkelebat
laksana kilat menyambar cangkir itu, lalu menghilang entah ke
mana.
Kelima orang itu tidak tahu siapa yang mencuri minuman tersebut.
Tidak tampak tumpahan minuman itu di lantai, dan di tangan
mereka berlima pun tidak memegang cangkir itu.
Hilang ke mana cangkir yang berisi Sari Wan Yo? Itu sungguh
mengherankan sekali!
Wajah orang yang membuat minuman itu tam-pak dingin. Dia
menatap keempat orang seraya berkata dengan dingin pula.
"Saudara sekalian, aku adalah teman kalian, bergurau harus pada
waktunya. Aku yang membuat minuman itu, sudah barang tentu
kalian pun akan mendapat keuntungan.
Apabila kaisar merasa suka akan minuman itu, kalian pun akan
memperoleh hadiah besar. Siapa di antara kalian yang mencuri

minuman itu, harap segera kembalikan kepadaku, agar aku tidak
perlu turun tangan dan merusak hubungan baik kita selama ini."
Keempat orang itu tampak tercengang. Tiada seorang pun tahu
siapa yang mencuri minuman itu. Akan tetapi, mereka berempat
bergirang dalam hati karena minuman itu telah hilang, maka kaisar
pun tidak akan menikmati minuman yang dibuat orang itu, sehingga
dia tidak akan memperoleh hadiah apa pun dari kaisar, jadi sia-sialah
penemuannya itu.
Berselang sesaat, salai ..curang dari mereka menyahut.
"Aku cuma melihatmu menjerit, karena itu, aku pun maju dengan
maksud ingin memapahmu, sebab badanmu kelihatan
sempoyongan. Tidak disangka minuman yang berada di tanganmu
malah hilang begitu saja."
"Aku melihat sebuah tangan menjulur, tapi aku kira itu adalah
tanganmu. Lagi pula kau pasti kuat memegang minuman itu,
bagaimana mungkin aku mencurinya?" sambung temannya.
Orang itu kelihatan terheran-heran, kemudian berkata dengan
kening berkerut.
"Kok aku tidak melihat tangan itu, bagaimana begitu cepat?"
"Menurutku, kau tidak usah memikirkan itu. Bukankah esok kau
masih bisa membuat minuman itu lagi untuk kaisar?" kata salah
seorang lagi.
Yang lain juga mengatakan begitu, akhirnya orang itu menggelenggelengkan
kepala seraya menyahut.
"Kalian harus tahu, aku telah memeras otak membuat bahanbahannya,
barulah dapat mem-buat secangkir minuman itu. Kalian
pun harus tahu, di dalam tabung itu berisi berbagai macam bahan,
salah satunya adalah rumput Rusa yang hanya tumbuh di Gunung
Thian San. Bersusah payah aku mencarinya, hanya sedikit yang
kudapatkan, dan tidak gampang aku mendapatkannya lagi.

Mendengar ucapannya, keempat orang itu lalu berkata dalam hati.
Sungguh memeras tenaga orang itu memperoleh bahan-bahan
tersebut, itu hanya demi menyenangkan kaisar agar mendapat
hadiah! Tapi tak disangka minuman yang dibuatnya itu malah
menghilang seperti dicuri setan. Mereka berempat merasa sayang
juga merasa girang. Karena kalau minuman itu tidak hilang, orang
itu pasti akan hidup senang selamanya, sebab berhasil membuat
minuman itu untuk menyenangkan kaisar.
Sementara orang itu pun berkata dalam hati. Aku cuma merasa
tanganku sakit, justru tidak tahu siapa di antara mereka berempat
yang mencuri minuman itu. Kelihatannya aku telah keliru menilai
mereka berempat, salah seorang di antara mereka pasti
berkepandaian tinggi. Kini harus mengatakan apa, kepandaiannya
jauh lebih rendah dari orang tersebut. Dia justru masih tidak
mengerti, bagaimana orang yang dimaksud itu, begitu turun tangan,
cangkir yang berisi minuman buatannya langsung hilang begitu saja.
Berpikir sampai di situ, orang itu mengeluh dalam hati, bahwa
dirinya amat sial. Orang itu terus berpikir, lebih baik meninggalkan
tempat ini, tentunya orang yang mencuri minuman buatannya itu
tidak akan membawa pergi minuman tersebut.
Setelah berpikir demikian, orang itu berkata.
"Sudahlah! Hari ini aku memang sial sekali. Aku tidak akan menuduh
kalian yang mencuri minuman itu. Kalian bilang tidak mencurinya,
aku harus mempercayai kalian. Mari kita pergi, jangan lama-lama di
sini!"
Keempat orang itu paham, sesungguhnya orang tersebut tidak
mempercayai mereka berempat, sebab di tempat tersebut banyak
terdapat cangkir yang berisi berbagai macam minuman, entah
disembunyikan di mana minuman Sari Wan Yo itu. Akan tetapi,
mereka berempat tahu bahwa tiada seorang pun di antara mereka
yang mencuri minuman tersebut, maka mereka berempat tidak
merasa takut maupun cemas.
"Baik, baik! Mari kita keluar semua!" sahut mereka serentak.

Mereka berlima segera melangkah meninggal-kan tempat itu.
Seketika suasana di dapur itu ber-ubah menjadi hening. Sedangkan
Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong berlega hati.
Mereka berdua keluar dari tempat persem-bunyian sambil
meluruskan pinggang. Saat itu Ouw Yang Hong baru melihat tangan
Ang Cit Kong memegang cangkir yang berisi minuman Sari Wan Yo.
Dia memandang cangkir itu seraya bertanya. "Apa itu?"
Ang Cit Kong tertawa puas.
"Jangan berisik! Ini adalah minuman Sari Wan Yo yang mereka
ributkan tadi!"
Ouw Yang Hong tersentak. Kini dia bertambah yakin, bahwa Ang Cit
Kong berkepandaian amat tinggi. Tadi dia cuma melihat badannya
berkelebat, tak disangka minuman itu sudah berada di tangannya,
bahkan tak seorang pun melihatnya sama sekali.
"Ang Cit Kong, untuk apa kau mengambil minuman itu?" tanyanya.
Ang Cit Kong tertawa.
"Ha ha! Aku sering minum minuman buatan orang itu! Aku tahu dia
amat ahli dalam hal mem-buat minuman dan masakan, maka aku
harus mencicipi minuman ini!"
Ouw Yang Hong manggut-manggut.
"Jangan terus bertanya, mari kita minum!" kata Ang Cit Kong.
Ouw Yang Hong terbelalak.
"Kau menghendakiku ikut minum juga?"
Ang Cit Kong manggut-manggut.

"Tidak salah! Ini merupakan minuman istimewa. Kau tidak mau
minum ya terserah, tapi kalau kau tidak mencicipinya, justru tidak
tahu akan kesenangan."
Ouw Yang Hong berpikir sejenak, Ang Cit Kong berani minum,
kenapa dia tidak? Itu merupakan minuman istimewa, apabila tidak
mencicipinya, bukankah sayang sekali?
Setelah berpikir sejenak, barulah Ouw Yang Hong mengangguk.
"Baik! Aku minum, aku minum!"
Mereka berdua lalu meneguk minuman ter-sebut. Keduanya
terbatuk-batuk sebentar dan kemudian badan mereka bergemetar.
Akan tetapi, mereka berdua justru merasa nyaman dan enak sekali.
Berselang beberapa saat, Ang Cit Kong bertanya.
"Ouw Yang Hong, pernahkah kau menikmati minuman yang amat
istimewa seperti ini?"
"Bagaimana mungkin aku pernah menikmati minuman istimewa
seperti ini? Sebetulnya minuman apa ini?" Ouw Yang Hong balik
bertanya.
"Apakah tadi kau tidak mendengar, mereka menamai minuman ini
Sari Wan Yo, dibuat dari lima macam racun!" sahut Ang Cit Kong.
Ouw Yang Hong terbelalak.
"Oh? Bagaimana cara membuatnya? Kalau kita bisa membuatnya
dan minum setiap hari, bukankah itu merupakan kesenangan
selamanya?"
Ang Cit Kong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kau kira gampang memperoleh bahan-bahan-nya? Kau jangan
bermimpi di siang hari bolong!"
Kini Ouw Yang Hong mulai merasa dirinya melayang-layang.

"Ang Cit Kong, bagaimana perasaanmu sekarang?" tanyanya.
Ang Cit Kong menatapnya. Sepasang mata Ouw Yang Hong tampak
sulit dibuka, sehingga membuat Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Ouw Yng Hong, kalau kau tertidur, aku akan
meninggalkanmu, agar dihukum kaisar, janganlah kau
menyalahkanku!"
Ouw Yang Hong tahu dia bergurau, tapi karena merasa dirinya
berkepandaian rendah, cemas juga hatinya ketika mendengar katakata
itu.
Dia memandang Ang Cit Kong seraya berkata.
"Kalaupun aku bernyali besar, juga tidak berani tidur di sini.
Sebentar lagi pasti ada orang ke mari. Kalau mereka melihat diriku,
aku pasti ditangkap, dan mungkin juga aku akan disuruh membuat
minuman Sari Wan Yo itu."
Ang Cit Kong tersenyum.
"Kalau mereka menyuruhmu membuat minuman itu, aku pasti akan
mencicipinya . . ."
"Maksudku kalau aku ditangkap, pasti akan dicincang untuk
dijadikan bahan membuat minuman Sari Wan Yo," selak Ouw Yang
Hong.
Ang Cit Kong tertawa gelak.
"Ha ha ha! Itu lebih bagus, sebab aku akan mencicipi Sari Wan Yo
yang dibuat dari dagingmu, rasanya pasti enak sekali!"
Ouw Yang Hong tahu Ang Cit Kong cuma bergurau, namun tersentak
juga hatinya sebab apabila dia tertangkap, entah akan dijadikan apa
dirinya? Saat ini dia memang tidak dapat membangkitkan
semangatnya, akhirnya terkulai dan tertidur seketika.
Ang Cit Kong terbelalak, kemudian berkata dengan suara lantang.

"Ouw Yang Hong, Ouw Yang Hong! Janganlah kau tidur, begitu kau
tidur pasti mati di sini!"
Namun Ouw Yang Hong tidak mendengarnya, ternyata dia sudah
pulas.
Ang Cit Kong ingin memapahnya, tapi merasa dirinya amat ringan
seakan melayang-layang.
"Celaka!" keluhnya dalam hati.
Ketika dia baru mau duduk menghimpun hawa murni, mendadak
terdengar suara dengusan dingin.
Dengusan dingin itu membuat hati Ang Cit Kong tersentak, bahkan
terasa dingin pula dalam hati.
Ang Cit Kong segera memandang ke depan. Tampak lima orang
berdiri di situ, ternyata adalah kelima tukang masak, Miau Toaya dan
teman-temannya.
Kelima orang itu merupakan tukang masak yang amat dipercaya
kaisar. Walau cuma tukang masak, mereka berlima cukup berkuasa
di dalam istana.
Sedangkan kaum rimba persilatan pun tahu, kelima orang itu
berkepandaian tinggi. Julukan mereka berlima adalah Miau Ciu Jin
Chu-Miau Toaya, Cian Ban Keng Ko-Jie Ya, Yu Tam Hwe Lou-Sam
Ya, Pek Ciu Cap Ciang-Sie Ya dan It Kie Cong Peng-Ngo Ya.
Miau Ciu Jin Chu memandang Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong
dengan tajam, lalu bertanya dingin.
"Siapa kalian berdua! Sungguh besar nyali kalian berani memasuki
istana!"
Ouw Yang Hong agak sadar saat ini, namun dia diam saja, hanya
memandang Ang Cit Kong dengan mata yang masih mengantuk.

Sedangkan Ang Cit Kong mengeluh dalam hati, karena kelima orang
itu telah melihat mereka berdua. Tapi air muka pengemis itu tidak
berubah sama sekali, dan dia tertawa seraya menyahut.
"Siapa kalian? Terus terang, kami berdua adalah tukang masak dari
Hong Cu Lau (Wisma Hong Cu)! Kami memasuki dapur istana, hanya
ingin mencuri belajar kepandaian kalian berlima, kalau tidak berhasil,
bagaimana berkecimpung dalam dunia kang ouw lagi? Apabila kami
berhasil, tentunya kami akan hidup senang!"
Ang Cit Kong berkata dengan sungguh-sungguh, sehingga membuat
kelima orang itu percaya, bahwa kedua orang itu adalah tukang
masak dari Hong Cu Lau, kemari hanya ingin mencuri belajar
kepandaian mereka berlima dalam hal memasak.
Mereka berlima pun berkata dalam hati, kalau tidak memberi sedikit
muka kepada tukang masak dari Hong Cu Lau, sudah pasti akan
tersiar dalam dunia kang ouw, bagaimana mereka berlima berkecimpung
dalam dunia kang ouw lagi kelak?
Ouw Yang Hong amat tegang dalam hati, ketika melihat Ang Cit
Kong menyahut dengan begitu tenang, timbul pula keberaniannya
dan membatin. Ouw Yang Hong, Ouw Yang Hong! Kau memang
ceroboh ikut Ang Cit Kong ke dalam istana, namun kau tidak boleh
dipandang rendah olehnya. Walau Ouw Yang Hong membatin
demikian, tapi hatinya tetap merasa agak takut.
Sementara Miau Ciu Jin Chu terus menatap Ang Cit Kong dalamdalam,
kemudian bertanya.
"Siapa kau?"
"Aku adalah Su Ciau Hwa Cu (Pengemis Su) dari Wisma Hong Cu
Lau!" sahut Ang Cit Kong.
Su Ciau Hwa Cu cukup terkenal dalam dunia kang ouw. Dia memang
seorang pengemis yang berkecimpung dalam dunia persilatan, tapi
kemudian diundang majikan Wisma Hong Cu Lau sebagai tukang

masak. Tentang itu amat menggemparkan dunia persilatan,
tentunya kelima tukang masak istana itu juga mengetahuinya.
Akan tetapi, hati Ang Cit Kong justru kebat-kebit, karena takut
kelima orang itu mengenal Su Ciau Hwa Cu, sebab mereka samasama
berada di kotaraja.
Oleh karena itu, Ang Cit Kong pun berkata dalam hati. Kalau mereka
berlima tidak percaya, sehingga terjadi pertarungan, maka aku harus
kabur! Namun Ouw Yang Hong pasti merepotkanku, sebab biar
bagaimana pun aku harus membawanya pergi. Kalau tidak, dia pasti
mati di sini.
"Benarkah kau adalah Su Ciau Hwa Cu?" tanya Miau Ciu Jin Chu.
Ang Cit Kong berkertak gigi. Urusan sudah jadi begini, maka dia
harus berbohong terus.
"Kalau aku bukan Su Ciau Hwa Cu, lalu siapa lagi Su Ciau Hwa Cu?"
sahutnya.
Sahutannya kelihatan dapat membuat orang percaya. Kelima orang
itu memandangnya, dan tiada seorang pun yang bersuara. Sejenak
kemudian barulah Miau Ciu Jin Chu membuka mulut.
"Saudara Su telah memasuki istana, tentunya harus memperlihatkan
sedikit kepandaian, agar kami berlima dapat menyaksikannya."
Ang Cit Kong berkeluh dalam hati. Seandainya di luar, dia pasti tidak
takut menghadapi kelima orang itu. Tapi tempat ini merupakan
dapur istana. Apabila terjadi pertarungan, para pengawal istana pasti
akan ke mari, dan mereka berdua pasti celaka.
Ang Cit Kong tertawa seraya berkata.
"Menurutku, itu tidak perlu. Kita semua satu protesi, harus saling
mengenal dan mendekat. Hari ini secara diam-diam kami memasuki
istana, harap kalian berlima sudi memaafkan kami, sampai jumpa!"
Dia memberi isyarat kepada Ouw Yang Hong, agar dia segera pergi.
Ouw Yang Hong langsung bangkit berdiri. Tapi ketika baru mau
melangkah, kelima orang itu bergerak menghadanginya.

"Saudara Su sudah berada di sini, haruslah memperlihatkan sedikit
kepandaian, agar terbuka mata kami!" kata Miau Ciu Jin Chu kepada
Ang Cit Kong.
"Kalian berlima sudah lupa tempat apa ini? Ingin berkelahi di sini?
Kalau kalian berlima ingin berkelahi, bagaimana kalau kita berkelahi
di luar saja?" sahut Ang Cit Kong.
Sementara Ouw Yang Hong berkeluh dalam hati, kelihatannya
nyawaku akan melayang hari ini. Tidak seharusnya aku ikut
pengemis sialan itu mencuri makan di dapur istana. Sungguh
penasaran kalau aku mati di sini, apa boleh buat! Aku harus
bertarung mati-matian dengan mereka!
Hati Miau Ciu Jin Chu tidak tergerak sama sekali. Dia menatap Ang
Cit Kong dengan dingin seraya berkata.
"Kau berkepandaian memasuki dapur istana, tentunya punya
kepandaian untuk keluar lagi. Kau harus memperlihatkan
kepandaianmu, agar mata kami terbuka!"
Usai berkata, dia menyambar suatu barang, lalu disambitkan ke arah
Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong.
Mata Ouw Yang Hong kurang tajam, maka barang yang sebenarnya
itu sendok, dikiranya semacam senjata rahasia. Dia ingin berkelit,
tapi sudah terlambat, maka sendok itu menyambar kepalanya.
Lain halnya dengan Ang Cit Kong yang memang berkepandaian
tinggi. Dia hanya menjulurkan sebuah tangannya, tapi berhasil
menyambut sendok yang meluncur ke arahnya.
Dia mengerutkan kening, lalu membentak keras.
"Kalian mau apa?"
Salah seorang dari kelima tukang masak itu menyahut.

"Kami dengar, kepandaian memasak Su Ciau Hwa Cu dari Wisma
Hong Cu Lau amat terkenal. Hari ini kami merepotkanmu membuat
beberapa macam masakan di sini!"
Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong saling memandang. Saat itu
mereka berdua baru tahu kelima orang itu menghendaki mereka
berdua membuat beberapa macam masakan, bukan ingin berkelahi.
Itu pun membuat Ouw Yang Hong ber-keluh dalam hati. Kalau
berkelahi, Ang Cit Kong pasti dapat melayani mereka. Tapi membuat
beberapa macam masakan, tentunya akan menyulitkannya.
Wajah Ang Cit Kong tampak muram, sebab dia adalah seorang
pengemis yang cuma tahu makan, bagaimana mungkin memuat
beberapa macam masakan? Sedangkan Su Ciau Hwa Cu memang
mahir memasak. Namun Ang Cit Kong hanya mencatut namanya,
pada hal dia tidak pandai memasak. Apabila dia tidak dapat
membuat beberapa macam masakan terkenal, mereka berdua pasti
akan mati di tempat itu.
Sementara kelima orang itu terus memandang Ang Cit Kong.
Kelihatannya mereka berlima sedang menunggu pengemis itu
membuat beberapa macam masakan.
Ang Cit Kong mendekati tungku perlahan-lahan, kemudian
mengambil sebuah penggorengan seraya berseru.
"Handuk tangan!"
Mendengar seruan itu, Miau Ciu Jin Chu segera melempar sehelai
handuk kecil kepadanya.
Ang Cit Kong menyambut handuk kecil itu, lalu diputar-putarnya dan
mendadak diarahkannya ke baskom yang berisi air. Sudah barang
tentu mem-buat air di dalam baskom itu muncrat ke atas.
Ang Cit Kong memutar handuk kecil itu lagi, untuk menyambar air
yang muncrat itu, maka tidak jatuh ke bawah.

Kelima orang itu terbelalak menyaksikannya. Mereka berlima amat
kagum akan kepandaian Ang Cit Kong. Sebaliknya Ouw Yang Hong
malah menggeleng-gelengkan kepala, sebab kelima orang itu
menghendaki Ang Cit Kong membuat beberupa macam masakan,
bukan memperlihatkan ilmu silatnya.
Ang Cit Kong tertawa, lalu mendadak menyambar sebuah kuali
sekaligus ditaruhnya di atas tungku. Setelah itu, dia pun bergerak
cepat menyambar minyak, lalu dituangnya ke dalam kuali itu.
Kemudian dia mengiris sayur dan lain sebagainya. Bukan main
cepatnya sekaligus dituang ke dalam kuali. Terdengarlah suara 'Cas
Cess' dan tak lama, tercium pula aroma masakan yang amat
menyedapkan hidung.
Kelima orang itu terus memperhatikannya, begitu pula Ouw Yang
Hong. Namun dia memper-hatikannya dengan wajah cemas.
Berselang sesaat, masakan itu sudah matang. Ang Cit Kong
menuangnya ke dalam sebuah mangkuk, sedangkan Miau Ciu Jin
Chu mendekatinya, lalu mencicipi masakan itu.
Teganglah hati Ouw Yang Hong, sebab apabila masakan itu tidak
enak, Miau Ciu Jin Chu pasti akan tahu, kalau Ang Cit Kong bukan Su
Ciau Hwa Cu, dan mereka berdua pasti akan celaka.
Sementara Miau Ciu Jin Chu telah mencicipi masakan tersebut. Dia
nampak manggut-manggut, lalu berkata.
"Bagus!"
Ang Cit Kong tersenyum-senyum, sedangkan Ouw Yang Hong
terbelalak karena tercengang. Dia tidak menyangka Ang Cit Kong
mahir memasak pula.
Miau Ciu Jin Chu menatap Ang Cit Kong, lalu berkata.
"Tidak salah, ini adalah masakan yang amat terkenal. Kau memang
pandai memasak. Aku per-caya kau adalah Su Ciau Hwa Cu."
Ang Cit Kong mengangguk.

"Betul!"
Miau Ciu Jin Chu manggut-manggut.
"Kau boleh pergi sekarang!"
Ang Cit Kong tertawa gembira.
"Ha ha! Terimakasih! Terimakasih . . ."
Dia segera mengajak Ouw Yang Hong pergi. Betapa girangnya Ouw
Yang Hong. Dia tidak men-duga Ang Cit Kong adalah Su Ciau Hwa
Cu.
Ketika mereka berdua baru melangkah sampai di pintu, mendadak
terdengar suara bentakan yang mengguntur.
"Berhenti!"
Ang Cit Kong dan Ouw Yang Hong terpaksa berhenti. Hati mereka
berdebar-debar tegang.
Anda sedang membaca artikel tentang Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2 dan anda bisa menemukan artikel Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-pendekar-pemanah-rajawali-seri_10.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cersil Pendekar Pemanah Rajawali Seri Racun Dari Barat 2 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cersil-pendekar-pemanah-rajawali-seri_10.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar