Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 26 Desember 2011

Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1

Karya : Khu Lung
diterjemahkan oleh Tjan Ing Djoe
JILID KE 1 Membalas budi tuan penolong ayah bunda
Malam telah kelam, suasana diseluruh jagad sunyi tak
kedengaran sedikit suarapun, cahaya rembulan lapat2
muncul dari balik awan yang gelap . . . angin malam
berhembus sepoi-sepoi menggoyangkan daun dan
ranting pepohonan disekeliling sana.
Jauh memandang kedepan yang nampak hanya hutan
belantara, gonggongan srigala me nimbulkan suasana
yang ngeri dimalam itu.....

Sebidang tanah kecil muncul ditengah hutan
belantara, sebuah gubuk reyot berdiri disisi sebuah
kuburan yang usang .
Dibawah sinar purnama tampak seorang pemuda
berusia enam tujuh belas tahunan berlutut didepan
kuburan itu, sebuah kuburan tak bernisan, wajahnya
hitam pekat dengan alis yang tebal dan badan yang
kekar.
Disisi pusara terletak sebuah kursi peyot, seorang
perempuan cantik berwajah agung duduk dengan penuh
kewibawaan disitu.
Angin berhembus makin kencang, kerlipan kunang2
seakan2 api setan yang muncul dari neraka...kecuali isak
tangis yang lirih hanya bintang nun jauh disana
menemani jagad yang sunyi dan sepi. Tiba2 perempuan
cantik itu menyeka air mata yang membasahi wajahnya,
kemudian berkata :
„Anak Seng, waktu sudah tidak pagi lagi,
tenangkanlah hatimnu dan dengarkanlah pesan ibumu
baik-baik !".
“Ibu, katakanlah ! ananda akan memperhatikannya
dengan seksama!" buru2 pemuda itu putar badan seraya
berlutut dihadapan ibunya.
„Aaai...!" helaan napas panjang membelah kesunyian
yang mencekam seluruh jagad, “Situasi dalam dunia
persilatan dewasa ini tidak aman, kejahatan merajalela.
suasana diliputi kegelapan bagaikan hutan belantara, kau
harus ingat baik2 pesanku, setiap orang yang memiliki
ilmu silat jauh lebih kuat darimu, sembilan bagian
pastilah kaum durjana yang mengacau masyarakat...".

Sepasang alis pemuda itu menjungkit, diatas wajahnya
yang hitam itu tiba2 terlintas cahaya yang tajam, sorot
mata mengerikan memancar dari-balik kelopak matanya
yang basah oleh air mata.
,,Anakku kau tak boleh bekerja menuruti angkara
murka" ujar perempuan cantik itu sambil membelai
rambut puteranya. "Dalam pertempuran berdarah yang
berlangsung dalam pertempuran Pak Beng-Hwie sepuluh
tahun berselang, seluruh kekuatan inti kaum lurus dan
sesat telah bertemu satu sama lainnya sayang kaum
lurus berhasil ditumpas hingga ludas dan kaum sesat
malah merebut kemenangan! aaai.... dunia telah
berubah, badai darah melanda di-mana2".
la mendongak dan menghela napas panjang.
.,Anakku, kau harus ingat ! dalam perjalananmu
didunia persilatan janganlah terlalu menuruti suara hati,
jangan mendatangkan bencana bagi dirimu sehingga
menyia2kan pendidikan serta pelajaranku selama sepuluh
tahun".
"Ananda akan ingat selalu pesan ibu'' sahut pemuda
itu sambil menyeka air mata. „Kehormatan serta
martabat pribadi adalah urusan kecil, melenyapkan kaum
durjana serta menolong umat manusia dalam dunia
persilatan barulah pekerjaan yang maha besarl".
Perernpuan cantik itu mengangguk
.,Sebelum kau berhasil menumpas kaum durjana
lenyap dari permukaan bumi, janganlah sekali menikah
dan punya istri, dari pada persoalan keluarga
mengacauksn pikiran serta konsentrasimu dalam usaha

untuk menumpas kaum iblis dari muka bumi dan
menyelamatkan umat manusia dari lembah kehancuran."
Pemuda tersebut baru berusia enam tujuh belas
tahun, tentu saja ia belum sampai memikirkan soal
pacar, isteri apalagi menikah dan punya anak, sekalipun
begitu ia tahu pesan ibunya pasti ada maksud tertentu
maka ia mengangguk berulang sebagai pernyataan
bahwa dia akan mengingatnya selalu didalam hati.
Perempuan cantik tadi merandek sejenak, kemudian
seraya berpaling kearah kuburan disisi tubuhnya, ia
berkata lagi dengan nada sesenggukan.
„Demi keadilan dan kebenaran, kau tak boleh bersipat
pengecut dan mencari keselamatan diri sendiri..." .
Teringat akan situasi yang mencekam dalam dunia
persilatan dewasa ini, perempuan itu tak dapat menahan
lagi dan menangis terisak!
„Ibu legakanlah hatimu" buru2 sianak muda itu
menghibur ibunya dengan suara halus. „Ananda pasti
akan menjunjung tinggi semangat serta kebesaran jiwa
ayahku almarhum, aku pasti akan berjuang mati2an demi
kebenaran dalam dunia persilatan".
Perempuan cantik itu mengangguk, demikianlah ibu
dan anakpun saling berpandangan dengan air mata
bercucuran, membuat hutan belantara itu seakan2
diliputi kabut hitam, menyirnakan cahaya rembulan dan
menutupi seluruh jagad.

Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya perempuan
cantik itu berhasil menguasai diri, sambil menyeka noda
air mata dipipinya ia berkata lagi.
„Anakku, dengarlah baik2 ! didalam kota Keng-Chin
terdapat seorang lelaki she-Chin bernama Pek-Cuan, ia
mempunyai ikatan dendam kesumat sedalam lautan
dengan seorang gembong iblis yang bergelar Boe Liang
sinkoen dari gunung Boe-Liang-san dalam bilangan
Propinsi In-Lam, dendam ini sudah terikat banyak tahun
lamanya dan Boe Liang Sinkoen pernah bersumpah akan
mencabut jiwa seluruh keluarga Chin !".
Ia merandek sejenak untut tukar napas, kemudian
terusnya :
"Dalam pertemuan Pak Beng Hwie yang telah
berlangsung tempo dulu, ayahmu telah menantang Boe
Liang Sinkoen untuk turun tangan terlebih dahulu dalam
babak pertama, maksudnya ia hendak gebah pergi lebih
dahulu musuh paling tangguh yang berkepandaian lihay,
agar kaum pendekar bisa mendapatkan sedikit harapan
untuk hidup. Aaaai ! meskipun pada akhirnya Boe Liang
Sinkoen berhasil dikalahkan dan mengundurkan diri dari
pertemuan tersebut namun tenaga murni ayahmu pun
mengalami banyak kerusakan dalam suatu pertempuran
berdarah yang kemudian berlangsung akhirnya ia
menemui ajalnya dan gagal menolong kaum pendekar
lolos dari bencana!"
Sembari berbicara sinar mata kedua orang itu tanpa
terasa sama2 memandang kearah pekuburan disisi
mereka, empat pasang mata menyorotkan cahaya redup
yang diliputi kesedihan.

Terdengar perempuan cantik itu berkata lebih jauh :
,.Sebelum pertarungan antara ayahmu dengan Boe
Liang Sinkoen dilangsungkan, mereka telah mengadakan
pertaruhan yang diliputi jangka waktu sepuluh tahun,
seandainya salah satu diantara mereka menderita kalah
maka sang pecundang harus mengurung diri selama
sepuluh tahun. Ahirnya sebagaimana kau ketahui Boe
Liang Sinkoen lah yang menderita kekalahan maka dia
harus mengasingkan diri selama sepuluh tahun. Sesaat
sebelum meninggalkan pertemuan tadi ia telah sesumbar
dan mengatakan bahwa siapapun yang ada didunia
kangouw dilarang mencabut jiwa Chin Pek Cuan kecuali
dia seorang. Kaum sesat yang merajai Bu-lim sebagian
besar punya hubungan erat dengan dirinya, ada pula
yang jeri terhadap dirinya, maka dalam pertemuan tadi
kendati ilmu silat yang dimiliki Chin Pek Cuan amat
rendah tetapi dia berhasil mengundurkan diri datum
keadaan selamat. Sekalipun begitu dengan kekuatan
yang dimilikinya sudah tentu ia masih bukan tandingan
dari Boe Liang Sinkoen, sekembalinya kerumah terpaksa
ia harus lawatkan sisa hidup sepuluh tahun yang terakhir
ini dengan tenang sambil setiap saat menantikan
kedatangan musuhnya untuk mencabut jiwanya".
Sang pemuda yang selama ini membungkam, kini
segera menimbrung dari samping :
„Ibu, waktu sepuluh tahun cukup panjang dan lama,
apakah Chin Pek Cuan tak bisa menyingkir atau
menyembunyikan diri disuatu tempat yang terpencil
misalnya ?”
„Chin Pek Cuan adalah seorang lelaki berhati keras
bagaikan baja, dia tak sudi bertekuk lutut terhadap
siapapun, kalau suruh dia menyembunyikan diri sebagai

kura2 hanya disebabkan untuk hidup lebih lanjut, sudah
tentu tak sudi ia lakukan!”.
„Oooh, kiranya begitu!" pemuda itu manggut
mendengarkan perkataan ibunya lebih lanjut.
“Pertarungan sengit didalam pertemuan Pak Bang
Hwie akhirnya selesai juga, ayahmu menemui ajalnya
disaat itu juga sedang ibumu menderita luka parah,
sebenarnya pada waktu itu aku ada niat untuk menyusul
ayahmu, apa daya ada beban kau yang hidup didunia,
maka atas bantuan serta perlindungan para Too yu, aku
berhasil menerjang keluar dari kepungan dalam keadaan
selamat ".
Ia mengbela napas sedih, matanya sayu dan jauh
memndang kedepan....
„Ibumu dapat hidup hingga kini sebagian besar adalah
berkat bantuan dari Chin Pek Cuan, dia pula yang
membopong janasah ayahmu turun dari pertemuan
tersebut".
„Budi pertolongan yang demikian besar sudah
sewajarnya kalau kita balas, ananda berjanji pasti akan
menemukan orang itu dan membalas budinya",
„Aaai...! dewasa ini jiwa Chin Pek Cuan sekeluarga
terancam bahaya maut, sedang luka parah dari ibumu
belum sembuh, keadaanku bagaikan orang cacad yang
kehilangan segenap kekuatan tubuhnya, tidak mungkin
aku bisa menandingi Boe-Liang Sinkoen dalam keadaan
begini, darimana kita dapat membalas budi yang amat
besar itu.”

„Bagaimana kalau ananda yang berangkat ke kota
Keng-Chiu untuk menyelamatkan jiwa keluarga Chin dari
ancaman maut ???" seru si anak muda itu setelah
termenung dan berpikir sejenak. „Mungkin dengan
kecerdikan kita masih sanggup menggebah pergi Boe-
Liang Sin Koen !".
.,Hmm ! dengan kecerdikan apakah kau hendak
mengakali Boe Liang Sin-Koen, dengan kekuatan apa kau
hendak mengalahkan gembong iblis itu ?” seru sang ibu
sambil tertawa dingin. ,.Bukankah baru saja kukatakan
kepadamu, melakukan segala persoalan janganlah
mengikuti napsu serta angkara murka, kenapa kau sudah
melupakan pesan ibumu ?".
Manyaksikan wajah ibunya yang keren dan penuh
berwibawa, pemuda itu segera tundukkan kepalanya
rendah2 dan segera mohon maaf.
Tiba2 terdengar perempuan itu menghela napas.
„Anakku! ibu selalu berharap agar kau bisa
meneruskan cita-cita ayahmu almarhum yang mulia dan
luhur itu ! aku harap kau bisa berjuang guna
menyelamatkan seluruh umat manusia dari cengkeraman
iblis dan durjana, disamping itu akupun berharap kau
tidak menjumpai bencana dan bahaya maut hingga bisa
hidup seratus tahun lamanya dan tidak memutuskan
keturunan ayahrnu. Bagaimana kau hendak mengatur
diri . ... hal ini terpaksa harus kuserahkan pada
keputusanmu sendiri ".
„Ananda mengerti, ananda pasti tak akan menyiakan
harapan ibu dan ayah !”

Dalam hati perempuan cantik itu menghela napas,
setelah termenung beberapa saat lamanya daridalam
saku dia keluarkan sepucuk surat, katanya sambil
serahkan surat tadi ketangan sianak muda itu :
„Sudah banyak tahun aku memutar otak mencari akal
yang baik untuk menyelamatkan keluarga Chin dari
bencana maut, namun apa daya tak sebuah carapun
yang berhasil aku dapatkan maka apa boleh buat
terpaksa kugunakan siasat penangguhan serangan untuk
rnengundurkan persoalan ini beberapa waktu lagi".
Menyaksikan surat tersebut disegel dengan lak merah
buru2 pemuda itu memasukkan ke dalam sakunya
mendadak ia teringat bahwasanya udara malam sangat
dingin, segera serunya sambil tertawa paksa:
„Ibu, marilah kita kembali kedalam rumah dan
Ianjutkan pembicaraan disitu saja, mau bukan??".
Setelah membiarkan puteranya berlutut semalaman
suntuk, perempuan cantik itu merasa tidak tega
membiarkan dia tersiksa lebih jauh maka dia segera
mengangguk.
Begitulah setelah berlutut dan memberi hormat
dihadapan nisan ayahnya, sianak muda itu segera
mengganderg tangan ibunya berjalan masuk kedalam
rumah.
Sakembalinya kedalam rumah, perempuan cantik tadi
berkata kembali:
„Boe Liang Sinkoen adalab seorang jagoan yang
berotak cerdas, setelah batas waktu sepuluh tahun telan
lewat pertama dia pasti akan mendatangi kota Keng-Chiu

terlebih dahulu untuk mencabut nyawa Chin Pek Cuan
sekeluarga karena itu setelah fajar menyingsing nanti
kau harus segera turun gunung sebelum bulan dua belas
tanggal delapan belas kau harus sudah berjaga2 diluar
rumah keluarga Chin Pek Cuan, nantikanlah kedatangan
Boe Liang Sinkoen disini, sebab menurut dugaanku
sebelum tengah malam pembunuh itu pasti sudah datang
".
„Kalau memang kita kenal dengan Chin Pek Cuan apa
lagi sahabat karib, kenapa aku tak diperkenankan
mendatangi mereka ?"
„Aaaai . . ! semasa ayahmu masih hidup, dia adalah
pujaan kaum pendekar dan orang gagah. S:andainya
Chin Pek Cuan tahu akan asal usulmu maka ia tak nanti
mengijinkan kita ibu dan anak ikut menempuh bahaya
bersama dirinya, lagipula meskipun aku punya rencana,
berhasil atau tidak pada detik ini masih sulit bagiku untuk
meramalkannya ".
Bibir pemuda itu bergetar seperti mau mengucapkan
sesuatu, tapi perempuan cantik ini sudah keburu ulapkan
tangannya seraya berkata :
„Tak usah kau tanyakan apa sebabnya, kau hanya
perlu ingat, seandainya Boe Liang Sinkoen telah
munculkan diri maka kau harus berusaha memancingnya
berlalu dari situ, kemudian setelah tiba ditempat yang tak
ada manusianya serahkan surat dariku itu. Kalau ia
bertanya apapun juga kepadamu jangan kau jawab
barang sekecappun !"

Kendati didalam hati pemuda itu merasa sangsi dan
tidak habis mengerti, namun ia tidak berani bertanya.
Setelah berpikir sejenak tanyanya:
„Apa yang harus kulakukan setelah serahkan surat ini
kepadanya-"
„Sepuluh tahun berselang ayahmu berhasil
mendapatkan sebatang "Tan Hwee-Tok Lian atau Teratai
beracun empedu api yang mana kemudian dipelihara
dalam perkampungan Liok-Soat-San Cung kita, kau tentu
masih ingat akan persoalan ini bukan?"
„Apakah teratai berbonggol hitam berdaun merah
bagaikan batu bata itu?"
Perempuan cantik tersebut mengangguk, meIihat
rambut putranya awut2an ia belai kepala sianak muda itu
dan menyahut.
„Teratai tersebut mengandung racun yang keji, dalam
kolong langit tak ada seorang manusiapun yang sanggup
memunahkan daya kerja racun itu, menyusuplah
kedalam perkampungan Liok-Soat-San Cung dan
usahakanlah untuk mendapatkan teratai beracun itu,
kemudian cepat2lah kembali kemari.`'
Bicara sampai disini ia termenung setengah harian
lamanya, tiba2 ia menghela napas panjang.
„Seandainya teratai beracun itu telah hi¬lang, maka
kau harus selidiki benda itu dan berusaha untuk
memperolehnya kembali,”
.,Ibu, andaikata Boe Liang Sin Koen tak mau sudahi
persoalan itu begitu saja, apa yang harus ananda
lakukan?"

Sepasang alis perempuan cantik itu berkerut kencang,
beberapa saat lamanya ia berdiri termangu2
„Aku rasa dengan nama besar ayahmu serta diriku
dalam dunia persilatan beberapa tahun berselang,
suratku itu masih mempunyai daya pengaruh yang besar
ia merandek seje¬nak dan tertawa getir. Orang bu-lim
sebagian besar tahu kalau ibumu belum mati, tapi tak
seorangpun yang tahu kalau ilmu silatku telah musnah,
kendati Boe Liang Sin Kun jumawa dan angkuh rasanya
dia masih belum berani banyak bertingkah dihadapanku."
Pemuda itu .mengangguk, teringat akan penderitaan
ibunya selama ini wajahnya segera berubah jadi amat
sedih.
„Setelah ananda berlalu, paling cepat tahun depan
baru bisa pulang kegunung, ibu seorang diri..”
“Aaaii…bocah! apa kau anggap kehidupan kita berdua
digunung yang terpencil ini adalah suatu kehidupan yang
menggembirakan hati ??... " tukas perempuan itu sambil
tersenyum, wajahnya tiba2 berobah jadi
serius,"Perkumpulan milik kita kemungk!nan besar sudah
terbengkalai tidak karuan, delapan bagian Teratai Racun
Empedu Api itu sudah dicuri orang, maka dari itu kau
harus bertindak menurut keadaan, bagaimanapun juga
kau harus dapatkan teratai racun itu dan hantar kemari
tahun depan",
„Ibu. apa gunanya Teratai Racun Empedu Api itu
bagimu?? apakah penting artinya terhadap masalah yang
bersangkutan dengan keluarga Chin?".
„Ooouw...! teratai racun itu mempunyat kegunaan
lain". Sebenarnya ia tak mau terangkan lebih jauh, tapi
setelah dilihatnya air muka putra kesayangannya

berubah jadi murung akhirnya ia tertawa. "Bila Teratai
Racun itu berhbasil kau dapatkan maka luka dalam yang
kuderita akan jadi sembuh dan ilmu silatku akan pulih
kembali seperti sedia kala".
”Aaah. kiranya begitu, kenapa tidak kau terangkan
sejak tadi?” jerit pemuda itu sambil berjingkrak2
kegirangan. Benda mustika yang demikian berharga
merupakan benda impian setiap umat setelah lewat
sepuluh tahun, mana mungkin masih berada ditempat
semula?"
Perempuan cantik itu mengerti akan kebingungan
putranva, untuk mencegah pikiran yang bukan2, dengan
cepat ia berseru sambil tertawa:
„Duduknya perkara dibalik persoalan ini sukar
kuterangkan dalam waktu singkat nanti saja setelah kau
berhasil mendapatkan teratai racun itu barulah
kuceritakan kepadamu. Fajar telah menyingsing, kau
boleh segera melakukan perjalanan!".
Mendengar luka dalam ibunya bakal bisa sembuh
pemuda itu tidak berpikir lebih jauh lagi, semangatnya
berkobar dan segera mempersiapkan diri untuk
berangkat.
Tapi sesaat kemudian ia merandek dan balik kesisi
ibunya sambil berkata dengan hati berat:
„lbu, fajar baru saja menyingsing, biarkanlah ananda
menemani ibu sarapan pagi lebih dahulu kemudian baru
melakukan perjalanan!"
Perempuan cantik itu mengangguk, maka mereka
berduapun masuk kedapur mempersiapkan sarapan pagi.

,Anakku, ilmu silat yang kau miliki amat rendah" ujar
perernpuan cantik itu memecahkan kesunyian. „Aku rasa
dalam perjalananmu berkelana dalam dunia persitatan,
alangkah baiknya kalau ganti nama dan merahasiakan
asal usulmu yang sebenarnya, dari pada memancing
kaum iblis serta kaum durjana untuk menimpakan
bencana kematian bagimu".
.,Ananda mengerti semakin kita simpan baik2 kerlipan
cahaya pedang, makin sedikit kesulitan yang bakal
ditemui" jawab pemuda ini, setelah termenung sejenak
bisiknya lirih. „Ibu, siapa sih sebenarnya pembunuh dari
ayahku? dan siapa pula yang melancarkan serangan
berat terhadap ibu sehingga kau orang tua menderita
luka dalam yang amat parah ?"
Mendengar pertanyaan itu air muka perempuan cantik
itu seketika berubah jadi adem, dengan perasaan tidak
senang ia menegur :
„Bukankah sudah sering kukatakan kepadamu, bahwa
kau harus lebih mengutamakan keadilan serta kebenaran
umat manusia daripada dendam kesumat peribadi?
mengapa kau selalu saja mengingat2 dendam pribadi ?"
„Hmmm.. ! sungguh membuat hatiku jadi ke cewa..!”
Melihat ibunya marah, buru2 pemuda ini tundukkan
kepalanya dan tidak berkata lagi, sementara daiam hati
ia berpikir :
„Jelas orang yang telah membinasakan ayahku serta
melukai ibuku adalah beberapa orang gembong iblis yang
merajai dunia persilatan, aku harus berlatih ilmu silatku
lebih tekun asal kaum durjana dan manusia2 sesat ini
berhasil kulenyapkan dari permukaan bumi, berarti pula
dendam kesumat ayahku telah berhasil kutuntut balas ".

Tiba2 terdengar perempuan cantik itu berseru kembali
:
„Seng-jie, setelah turun gunung kau tidak
diperkenankan menyelidiki maupun mencari tahu
persoalan yang menyangkut pertemuan Pak Beng Hwie..
" ia merandek sejenak., lalu ujarnya lagi. „Kecuali
keenam belas jurus ilmu pedang itu, andaikata kau
pernah mencuri belajar ilmu silatku, maka ilmu silat
tersebut tak boleh kau latih apalagi mempergunakannya
dihadapan orang lain !"
Tiada hentinya pemuda ini mengangguk tanda
mengerti.
Beberapa saat kemudian fajar telah menyingsing,
sarapan pagipun telah disiapkan, maka selesai bersantap
dia pun mendengarkan kembali nasehat serta
penerangan2 dari ibunya mengenai perguruan silat yang
ada di Bulim, peraturan Bu-lim serta pantangan2nya.
Dengan seksama pemuda itu mencatatnya didalam
hati.
Menanti sang surya telah memancarkan cahayanya
menyinari seluruh jagad, ia baru berpamitan kepada
ibunya, bersembahyang didepan batu nisan ayahnya
kemudian berangkat turun gunung.
Kota Keng-Chiu terletak disebelah selatan jalan raya
King Ouw, jaraknya dengan bukit dimana ibunya berdiam
kurang lebih ada ribuan li jauhnya, untung ia masih
muda, pakaian yang dikenakan sederhana terbuat dari
bahan kasar, berwajah hitam pekat dan tidak terlalu
menarik perhatian orang.

Sepanjang perjalanan tiada gangguan apapun yang
dijumpai, dan suatu hari sampai juga sianak muda itu
ditempat tujuannya.
Musim dingin telah tiba, angin utara yang kencang dan
berhawa dingin berhembus kencang dikota Keng-Chtu,
salju turun dengan derasnya mengubah seluruh
permukaan bumi bagaikan lapisan kapas.
Setibanya didalam kota, tanpa mengalami kesulitan
apapun ia berhasil mendapat tahu letak gedung
bangunan milik Chin Pek Cuan, diam2 ia berjaga selama
beberapa hari disitu.
Selama ini diapun berhasil mengetahui bahwa
keluarga Chin beserta pelayan serta pembantunya semua
berjumlah tiga empat belas orang. Tahun baru telah
menjelang tiba, kecuali perayaan yang agak sederhana
dan sunyi rupanya pihak keluarga Chin sama sekali tidak
menggubris atas bencana besar yang menimpa diri
mereka.
Sebagai seorang bocah yang patuh terhadap perintah
orang tuanya, sianak muda itu berjaga terus siang
maupun malam disekitar gedung keluarga Chin kendati
angin dan salju turun dengan derasnya.
Beberapa hari dengan cepatnya telah berlalu malam
ini adalah Bulan Cia-Gwee tanggal satu, malam telah
menjelang tiba, ia sambil mengenakan seperangkap baju
kasar telah berdiri didepan pintu keluarga Chin,
memandang dua belah pintu yang tertutup rapat
perlahan2 ia naik keatas undakan dan duduk bersila di

depan pintu sambil setiap saat memperhatikan gerakgerik
dalam gedung itu.
Angin berhembus semakin kencang hujan salju turun
makin deras, pakaian kasar yang tipis kini sudah ternoda
oleh salju, keadaan pemuda tersebut tidak lebih bagaikan
pengemis yang tiada bertempat tinggal.
Mendadak... suara rentetan ledakan mercon
berkumandang dari dalam gedung.
Diikuti pintu terpentang, lebar2, dari balik gedung
berjalan keluar tiga orang, seorang kakek berjanggut
panjang dan memakai jubah lebar berdiri ditengah
sedangkan dikedua belah sisinya masing2 berdiri seorang
pemuda dan seorang dara ayu.
Perlahan2 pemuda itu mendongak, dalam hati ia
menduga sikakek tua itu pastilah tuan penolongnya Chin
Pek Cuan, ia tak mau kehilangan adat maka buru2
bangkit berdiri seraya menjura.
„Cayhe adalah seorang gelandangan yang tak
bertempat tinggal" katanya, “Bilamana cayhe harus
berteduh dari serangan angin dan salju didepan gedung
anda, mohon maaf yang sebesar2nya.”
Untuk menghindar pelbagai pertanyaan yang mungktn
bakal diajukan secara bertubi2, selesai berkata ia segera
putar badan dan berlalu dengan langkah lebar.
„Siauw-ko, tunggu sebentar !” mendadak kakek itu
menghardik.
Mendengar teriakan itu terpaksa sianak muda tadi
berhenti dan balik kembali.
“Loo Wangwee, kau ada urusan apa memanggil diriku
?”

Dengan gusar kakek itu mendengus, matanya melotot
wajahnya membesi. sambil melirik sekejap kearah
gulungan kain dibawah ketiak pemuda itu, dia tertawa
dingin.
“Hmm ! rupanya kau adalah kaki tangan anjing dari
perkumpulau Sin-Kie-Pang ?”.
„Perkumpulan panji sakti ???" seru pemuda itu
melengak. „Hamba bernama Hong-Po Seng dan sama
sekali tiada sangkut pautnya dengan perkumpulan Sin
Kie-Pang ".
„Hong-po Seng ??" Dengan pandangan yang tajam
kakek itu menatap wajah pemuda tersebut tak berkedip.
„Suatu nama yang asing sekali, diantara jago2 yang ada
dalam Bu-lim tiada seorangpun yang memakai she
Hong¬po !"
Hong-po Seng mengerti bahwasanya sikakek tua itu
telah mencurigai asal usulnya yang kurang genah,
merasa sulit untuk menerangkan persoalan ini terpaksa
ia menjura seraya berseru :
„Hamba masih muda dan tak tahu urusan, bila sudah
mengganggu ketenteraman Loo wangwee harap suka
dimaafkan!".
„Nanti dulu, diluar dingin sedang berhembus kencang
dan salju turun dengan besarnya, silahkan saudara cilik
masuk kedalam ruangan untuk minum air teh dahulu".
Seraya berkata kakek itu mendadak melancarkan satu
cengkeraman kilat kearah pergelangan lawan.

Menyaksikan datangnya serangan yang demikian
cepat, diam2 Hong po Seng merasa terperanjat,
sebetulnya ia masih sanggup untuk berkelit kebelakang
namun secara tiba2 satu ingatan berkelebat dalam
benaknya, ia segera urungkan niat untuk berkelit dan
biarkan tangannya dicekal .
Ia pasti sudah menaruh curiga terhadap diriku "
batinnya dalam hati." Andai kata aku melawan niscaya
kesalah pahaman ini akan berlangsung makin dalam,
bahkan ada kemungkinan malahan mendatangkan
pelbagai kesulitan bagiku.
Dalam pada itu kelima jari tangan kekar itu
berbagaikan jepitan telah mencengkeram pergelangan
Hong po Seng kemudian menariknya masuk kedalam
ruangan.
“Blaaam!” pintu besar kembali tertutup rapat.
Melangkah keatas undak2kan tampaklah lampu lilin
menerangi seluruh ruangan, meja perjamuan telah
dipersiapkan ditengah pendopo.
Kakek itu baru rnelepaskan cengkeramannya setelah
tiba disisi meja perjamuan, ia ambil tempat duduk dikursi
utama sedang pemuda dan gadis itu duduk dikedua
belah sisinya.
Hong-po Seng lantas putar otaknya, ia merasa setelah
tiba disini sepantasnya kalau ia hadapi dengan keadaan
yang wajar, maka sehabis memberi hormat diapun
mengambil tempat duduk dikursi bagian tamu.
Menunggu setelah pemuda itu duduk, kakek tadi baru
tertawa hambar dan berkata :

„Saudara cilik, dengan menempuh hembusan angin
kencang dan badai salju yang deras semalam suntuk kau
berjaga didepan rumah kami aku rasa dibalik tindak
tandukmu ini pasti tersembunyi suatu alasan yang besar
bukan ? malam ini adalah malam Tahun Baru, perduli
kau musuh atau sahabat, harap kau suka memberi
keterangan yang jelas kepada kami "
,.Aaah. ternyata tingkah lakuku sudah diperhatikan
mereka sejak permulaan" pikir Hong po Seng. „Aaai . . . !
bagaimanapun juga orang kangouw kawakan memang
jauh lebih lihay !"
Karena pihak lawan sudah mengajukan pertanyaan
secara blak2an maka untuk sesaat ia jadi bingung tidak
keruan, tak tahu apa yang harus dilakukan dalam
keadaan begini, akhirnya terpaksa ia menjura dan
bertanya dengan suara lirih:
„Tolong tanya siapakah nama besar loo Wangwee ??".
„Siauwko, apa gunanya sudah tahu masih pura2
bertanya ? loohu adalah Chin Pek Cuan" ia tuding
pemuda serta gadis disisinya lalu menambahkan. „Dia
adalah puteraku Giok Long, serta puteriku Wan Hong,
ilmu silat keluarga kami biasa2 saja dan tiada yang perlu
dibanggakan.”
Mengikuti arah yang ditunjuk.Hong-po Seng berpaling,
tampaklah Chin Giok Long adalah seorang pemuda
ganteng yang berusia dua puluh tiga empat tahunan,
sedang Chin Wan Hong adalah seorang gadis ayu dan
alim yang berusia tujuh delapan belas tahunan, saat itu
mereka berduapun sedang memandang kearahnya
dengan pandangan sangsi.

Disaat yang amat singkat ituiah Hong-po Seng berhasil
mendapatkan jawaban yang dirasakan tepat, ujaraya:
„Boanpwee salama berkelana dalam dunia persilatan
tidak lain hanya berharap bisa memperoleh seorang guru
yang pandai dan belajar sedikit ilmu silat untuk menjaga
diri, dari mulut orang hamba dengar bahwa dikota Keng
Chiu terdapat seorang jago she- Chin bernama Cuan,
katanya ilmu telapak Kim-sah-ciang nya telah mencapai
puncak kesempurnaan,..”.
„Haah.. haah..saudara cilik, kau terlalu memuji, sedikit
kepandaian silat yang loohu miliki tidak pantas untuk
dihargai orang".
Semenrara itu Chin Giok Liong sedang mengambil poci
arak untuk memenuhi cawannya, tiba2 Chin Pek Cuan
merampas poci ini kemudian didorongnya kedepan.
Hong-po Seng yang menyaksikan datangnya poci arak
tadi mencurigakan, buru2 meletakkan kembali cawannya
kemeja, lalu dengan sepasang tangan menekan disisi
cawan ia unjukkan sikap seolah2 sedang memberi
hormat.
Rupanya Chin Pek Cuan hendak meminjam
penghormatan arak itu untuk menjajal tenaga lweekang
dari Hong-po Seng, namun setelah menyaksikan sikap
pemuda itu dalam hati segera pikirnya:
“Sunggub cerdik dan cekatan keparat cilik ini, pandai
sekali dia merahasiakan diri hingga sedikit titik
kelemahanpun tak nampak."

Mendadak Chin Wan Hong berpaling ujarnya kepada
ayahnya.
„Tia, aku lihat saudara ini sama sekali tiada maksud
jahat, cepat atau lambat Boe Liang Sin-Koen bakal
datang kemari, apa gunanya kau seret orang lain turun
kelaut hingga membuat dia ikut merasakan penderitaan
ini?"
„Haa...,haaa.,..Wan jie, kau sudah kebelinger
meskipun ia berdandan bagaikan orang rudin tetapi
gerak geriknya gagah dan mantap, tidak nanti seorang
jagoan biasa dapat mendidik seorang murid yang begitu
pandai dan luar biasa macam dia!"
Ucapan ini mendelongkan wajah Chin Giok Liong
berdua, tanpa sadar mereka sama2 berpaling kearah
Hong-po Seng.
Menyaksikan pemuda ini baru berusia enam tujuh
belas tahunan, berbadan kekar dan berwajah hitam,
wajah persegi dengan telinga lebar, hidung mancung,
alis tebal, meski wajahnya gagah namun tiada
keistimewaan apapun matanya bening sedikitpun tidak
menyerupai seorang jagoan bertenaga dalam tinggi,
tanpa sadar mereka berseru aneh dan merasa amat
tercengang, masa manusia macam beginipun merupakan
seorang jagoan libay yang maha hebat ?
Melihat sorot mata ketiga orang itu sama2 dialihkan
kearahnya, Hong Po Seng jadi jengah dibuatnya, buru2
ia menjura.
„Loo Wan-gwee tadi kau mengungkap soal
perkumpulan Sin Kie Pang, sebetulnya perkumpulan
macam apakah panji sakti itu?".

„Ehm! perkumpulan Sin Kie Pang?? tidak boleh suatu
perkumpulan yang sering kali melakukan perbuatan2
jahat dan diluar peri kemanusiaan, kaum durjana dan
iblis yang ada disekitar Ouw-Khong delapan puluh persen
adalah bajingan2 dari perkumpulan Sin Kie Pang !".
„Ehmm. sedikitpun tidak salah, orang ini sangat
membenci segala bentuk kejahatan" pikir Hong Po Seng,
untuk menghindari perhatian orang terhadap dirinya,
buru2 ia bertanya kembali:
-„Cici ini barusan mengatakan bahwa cepat atau
lambat Boe-Liang Sinkoen bakal datang kemari, apakah
dia juga seorang pentolan dari per:aumpulan Sin-Kie-
Pang???".
Chin Pek Cuan adalab seorang jago kawakan yang
mempunyai pengetahuan serta pengalaman yang amat
luas, ia tahu Hong-po Seng sengaja bertanya ini itu tidak
lebih hanya untuk mengulur waktu belaka, sebagai orang
yang berwatak aseran mendengar orang lain
mengungkap soal orang yang paling dibenci nya selama
ini, hawa gusarnya segera berkobar dengan mata
melotot dan wajah merah padam segera serunya:
,,Kau tanyakan soal Boe-Liang Sinkoen, bangsat tua
itu?? dia adalah ".
.,Dia adalah seorang Sinkoen yang disegani orang dan
seorang manusia gagah yang akan datang menuntut
balas bagi sakit hatinya....'. serentetan suara yang amat
dingin berkumandang datang dari luar pintu.
Sambil berseru pintu besar terpentang lebar dibawah
sorot cahaya lilin yang bergoyang terhembus angin

perlahan2 muncullah seorang pemuda berbaju putih
yang berwajah ganteng bermata tajam dan penuh
dengan napsu membunuh dimukanya, ia berdiri bertolak
pinggang ditengah ruangan kurang lebih beberapa depa
disisi Hong-po Seng.
Menyaksikan kehadirannya yang mendadak tanpa
mengeluarkan sedikit suarapun diam2 Hong-po Seng
terkesiap juga atas kelihayan orang, tapi ia mengetahui
bahwa orang itu pasti bukanlah Boe-Liang Sinkoen
pribadi, tanpa terasa ia mendengas dan diperhatikannya
orang itu beberapa saat lamanya.
Usia pemuda berbaju putih itupun belum mencapai
dua puluh tahunan, berdiri ditengah kalangan matanya
dengan tajam mengerling kesana kemari dengan
senyuman dingin menghiasi bibirnya, bukan saja
sombong dan jumawa bahkan lagaknya tengik membikin
hati jadi panas.
Sekilas memandang sebagai jago yang berpengalaman
Chin Pek Cuan mengerti bahwa pihak lawan tidak
bermaksud baik, perlahan2 ia bangkit berdiri dan
menegur:
„Siapakah saudara ?? slapa namamu ?? apakah
kedatanganmu kemari adalah sebagai utusan dari Boe-
Liang Sinkoen ???".
“Hmm! aku bernarna Kok See Piauw„ Sinkoen adalah
suhuku! Eeh.. eeeh...bila kalian tahu diri cepatlah siapkan
senjata dan turun tangan bersama, barang siapa dapat
melarikan diri dari pintu ruangan ini, kongcu-ya anggap

nasibnya baik dan mujur, mulai detik itu juga aku tak
akan mencari satroni dengan dirinya lagi".
,.Sombong amat orang ini !" batin Hong Po Seng, dia
segera berseru dengan suara lantang :
„Sudah lama cayhe mendengar akan nama besar dan
Boe Liang Sin Koen, diluar sedang turun hujan sangat
lebat, karena sahabat tidak undang gurumu untuk masuk
kedalam ruang?? agar dengan begitu cayhepun bisa ikut
mengagumi kehebatan dari gurumu !".
Sepasang alis Kok See Piauw terkejut kencang,
sepasang matanya dengan tajam menatap pemuda itu
tanpa berkedip, kemudian jengeknya;
“Hmm..sungguh tak nyana kaupun seorang manusia
yang lihay" ia tertawa dingin ." Sin koen jauh berada
ribuan li dari sini, tak usah kuatir, kalian boleh turun
tangan dengan hati lega."
Hong-po Seng tertegun. pikirnya :
„Aaah. ternyata kejadian jauh berada diluar dugaan
ibuku, apa yang harus kulakukan sekarang ??".
Untuk beberapa saat lamanya ia tiada akal untuk
mengatasi persoalan ini, sinar matanya lantas berputar
dan sengaja dialihkan kearah Chin Pek Cuan, sedikitpun
tidak salah sinar mata semua orangpun lantas beralih
kearah si orang tua itu.
Sambil mengelus jenggot Chin Pek Cuan mendongak
dan tertawa ter-bahak2, suaranya nyaring bagaikan
genta dipalu bertalu-talu membuat seluruh ruangan
bargetar dan cahaya api Jilin bergoyang kencang.

„Tua bangka sialan” maki Kok See Piauw penuh
kegusaran. „Kematian sudah berada di ambang pintu,
kau masih juga berani berlagak ??? kurang ajar !"
Sementara itu baik Chin Giok Liong maupun Chin Wan
Hoag tidak mengucapkan sepatah-katapun, dengan
wajah penuh kegusaran mereka berdiri disisi ayahnya
sambil bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan.
beberapa orang pelayan yang semula melayani dalam
ruangan itu diam2 pada ngeloyor pergi sesudah
dilihatnya situasi berubah makin buruk.
Selesai tertawa dengan wajah menampilkan suatu
sikap yang aneh Chin Pek Cuan menolek kearah Kok See
Piauw, lalu berkata:
„Bagaimanapun juga Thian memang mempunyai
mata, akhirnya dia memberi juga kesempatan bagi loohu
untuk melampiaskan rasa mangkel dan mendongkol yang
kupendam selama ini. Hmmm ! kalau kau yakin
mempunyai kekuatan untuk menandingi diriku, silahkan
menanti sebentar !"
Berbicara sampai disitu tanpa menunggu jawaban
orang, ia lantas berpaling kearah Hong-po Seng seraya
menegur :
,.Engkoh cilik, Lku harap kau mengutarakan maksud
tujuanmu yang sebenarnya kepada loo hu, sebenarnya
ada urusan apa kau datang kemari ?"
Dalam waktu yang amat singkat, pelbagai pikiran
sudah berkelebat dalam benak Hong-po Seng,
menyaksikan situasi yang terbentang di depan mata saat
ini, ia merasa cara yang sudah diatur ibunya tak mungkin

bisa dilaksanakan lagi sebab meski usia Kok See Piauw
masih muda nanun ditinjau dari gerak-geriknya ia sadar
meski dirinya bergabung dengan Chin Pek Cuan sekalian
bertiga belum tentu bisa menandingi kehebatannya, ia
merasa bahwa dirinya harus mencari satu akal bagus
untuk menghadapi keadaan ini, kalau tidak bukan saja
keluarga Chin bakal musnah bahkan dia sendiripun bakal
mati diujung tangan orang she Kok tersebut.
Walaupun usianya masih muda baik kecerdasan
maupun keberanian Hong-po Sang tiada taranya, kalau
tidak tak nanti ibunya serahkan tugas yang sangat berat
ini kepada dirinya.
Oleh sebab itu ia lantas bangkit berdiri meninggalkan
tempat duduknya, ambil keluar surat titipan dari ibunya
dan membuka sampul surat itu kemudian dibaca isinya.
Tampaklah surat itu berbunyi demikian:
Surat ini berasal dari Hoa, perkampungan Liok-Soatsan
cung dan dipersembahkan untuk Boe-Liang Sin-
Koen Lie kong:
“Sejak berpisah dipuncak Pak Beng, dalam sekejap
mata sepuluh tahun sudah lewat.,.... sengketa kita waktu
ada dikota Co-Chiu tempo dulu menyangkut soal Lie
kong dengan kaum pendekar tapi dalam kenyataan
suamiku almarhumlah yang jadi pokok utama peristiwa
tersebut, aku rasa semua orang sudah tahu akan
persoalan ini.....".
Membaca sampai disini sianak muda itu merasa rada
tercengang bercampur curiga, pikirnya:
„Entah dendam sakit hati apa yang dimaksudkan??
mengapa menyangkut pula diri ayahku?"

Tampak surat itu berbunyi demikian:
„Dendam berlarut2 hingga kini, dan sekarang kau
hendak melampiaskan hati itu terhadap orang lain,
benarkah tindakan itu?? meski aku Boen-si tidak becus,
tak nanti aku berpeluk tangan belaka menyaksikan orang
lain yang harus memikul akibat dari persoalan itu.
Maka andaikata kau percaya dengan perkataan aku
tunggulah satu tahun lagi, sampai waktunya aku pasti
akan melayaninya Lie kong untuk beradu kepandaian
guna menyelesaikan masalah lampau....",
Hong Po Seug terkesiap, diam2 serunya didalam hati.
„Aaah. kiranya ibu sengaja menulis surat tantangan
kepada Boe Liang Sin Koen dan ada maksud untuk
menyelesaikan sendiri masalah sakit hati ini !".
Sudah tentu ia tahu dibalik persoalan ini tentu masih
terkandung hal lain yang lebih mendalam, namun musuh
tangguh berada didepan mata tak mungkin baginya
untuk berpikir lebih jauh, sepasang tangannya segera
diremas dan hancurlah surat tadi jadi ber keping2.
Tatkala Hong Po Seng mengambil keluar sepucuk
surat tadi semua orang memandangnya dengan
pandangan penuh curiga, tetapi setelah dilihatnya
pemuda itu dengan cepat membaca isi surat tadi
kemudian menghancurkan lumatkan jadi berkeping2, dari
curiga mereka jadi tercengang.
Dalam pada itu Kok See Piauw tetap membungkam
dalam seribu bahasa, sepatah kata pun tidak diucapkan
keluar.
„Dengan susah payah ibu mendidik aku selama
seputuh tahun, apakah tujuan yang sebenarnya?" pikir

Hong-po Seng didalam hati. ,,Kok See Piauw tidak lebih
hanya anak murid dari manusia she Lie itu, kalau aku tak
sanggup menghadapi dirinya, apa gunanya aku bercita2
membalaskan dendam ayahku serta menolong umat bulim
dari bencana?".
0000O0000
Setelah mengambil keputusan didalam hatinya, tanpa
menjawab pertanyaan dari Chin Pek Cuan lagi ia
berpaling kearah Kok See Piauw dan menegur dengan
suara hambar:
„Sahabat Kok, seorang diri kau melakukan perjalanan
sejauh ribuan lie tidak lain hanya datang kemari untuk
mancari balas, aku rasa ilmu silat yang dimiliki gurumu
pasti sudah berhasil kau pelajari semua bukan ? "
Sebagai murid kesayangan dari gurunya sejak kecil
Kok See Piauw sudah terbiata di manja, hingga tanpa
terasa terdidiklah satu watak tidak pandang sebelah
matapun terhadap orang lain sekarang rnendengar
ejekan tersebut kontan hawa amarahnya berkobar.
Dengan mata melotot alis menjungkit dan wajah merah
padam bentaknya:
„Manusia rendah yang tak tahu diri ! ayoh cepat cabut
keluar senjatamu, kalau kau sanggup menahan lima
puluh jurus serangan Kok sauwya-mu, detik itu juga
sauw-ya mu akan angkat kaki dan berlalu dari sini '"
“Bagus sekali !" sambut Hong-po Seng dengan suatu
teriakan keras, ia segera menyambar bungkusan kain
meja dan ambil keluar selatang pedang baja yang kasar
dan berat.
Lebar pedang ini cuma dua coen dengan tebal delapan
millimeter, warnanya hitam pekat dan sukar untuk

dibedakan sebenarnya senjata itu terbuat dari besi atau
baja.
Dengan sepasang alis berkerut Kok See Piauw segera
mendengus dingin, dadanya dibusungkan kedepan, sang
telapak diputar setengah lingkaran lalu meluncur kemuka
kirim satu pukulan dahsyat.
„Kurang ajar, manusia liar yang tak tahu aturan !"
maki Hong-po Seng dengan hati mendongkol.
Kakinya segera melangkah kesamping untuk
menghindari ancaman lawan, pedang bajanya dIsapu
keluar mengirim satu babatan kilat.
Sreeet...! sepintas lalu babatan ini kelihatan sangat
lambat padahal dalam kenyataan cepatnya luar biasa,
tampak cahaya hitam berkelebat lewat serentetan hawa
pedang yang tajam dan menggidikkan hati langsung
menerjang dada Kok See Piauw.
Sungguh lihay anak muda dari Boe Liang Sin-Koen,
dengan cepat badannya miring ke samping
menghindarkan diri dari babatan musuh, tangan kirinya
menjangkau keluar merampas gagang pedang lawan,
sementara telapak kanannya laksana kilat meluncur
kemuka melancarkan satu babatan dahsyat.
Bukan begitu saja, bersamaan waktunya pula ia
lancarkan tendangan kilat dengan kaki kanannya
menghajar pusar sianak muda itu.
Dalam satu jurus dengan tiga gerakan yang berbeda,
benar2 suatu ancaman yang keji, telengas dan dahsyat.

Chin Pek Cuan ayah beranak tiga orang yang
menonton jalannya pertarungan dari sisi kalangan diam2
merasa bergidik juga setelah melihat kelihayan orang.
Ilmu silat yang dipelajari Hong po Seng istimewa
sekali, ia jarang mengadakan latihan namun apa yang
dipelajari amat banyak, dalam satu jurusan serangan ia
sudah dapat menyaksikan kelihayan lawan, ia tahu akan
kehebatan, serta kelemahan pihak musuh dan menyadari
pula dalam lima puluh jurus mendatang masih sulit bagi
dirinya untuk menyelesaikan pertarungan ini.
Tampak pedang bajanya menegang, badannya tiba2
berputar kencang satu lingkaran busur pedangnya
dengan mengikuti gerakan tersebut bergeser pula
kebelakang, gerakan yang mirip suatu serangan tapi
bukan serangan, mirip namun bukan pertahanan ini
seketika dengan gampangnya berhasil memunahkan
ancarnan dari serangan kilat Kok See Piauw.
„Hmm ! gerakan yang manis jitu." seru Kok See Piauw
tanpa sadar. “Keparat cilik rupanya kau masih memiliki
sedikit ilmu hitam yang ampuh !".
Dalam pembicaraan pedangnya laksana kilat
merangsek kemuka dalam sekejap mata ia telah
melancarkan delapan buah serangan kilat yang
kesemuanya merupakan jurus2 mematikan dan jurus2
keji.
Dengan cepat Hong po Seng putar pedangnya
sedemikian rupa sehingga membentuk satu lapisan
benteng tak berwujud yang sangat kuat, dengan
gampang pula ia berhasil membendung kedelapan buah
serangan lawan.

Sreeeet ! . . Sreeeeet..! desiran tajam melanda
permukaan bumi, angin puyuh menggulung kesana
kemari menggidikkan hati siapa yang manyaksikan
jalannya pertempuran itu.
Chin Pek Cuan yang menonton dari samping kalangan,
diam2 merasa tercengang, pikirnya :
„Ilmu pedang apakah ini ? tampaknya biasa sederhana
dan sama sekali tiada keajaiban atau keanehannya . . . "
Sebagai salah seorang jago tua yang pernah
menghadiri pertemuan Pak Bang Hwie, boleh dikata
kepandaian silat dari pelbagai partai, perguruan serta
aliran yang ada dikolong langit sudah pernah dilihatnya
semua, tetapi rangkaian ilmu pedang yang digunakan
Hong-po Seng barusan sama sekali belum pernah dilihat
ataupun didengarnya, terasa betapa dahsyatnya
pengaruh serangan itu menguasai seluruh kalangan.
Pertarungan antara jago2 lihay hanya berlangsung
sekejap mata, tahu2 Kok See Piauw telah melancarkan
delapan buah serangan berantai lagi, dengan gampang
Hong-po Seng berhasil memunahkan seluruh ancaman
tersebut, namun secara lapat2 ia mulai terdesak pada
posisi dibawah angin dan tak sanggup untuk
melancarkan serangan balasan kembali.
„Kok See Piauw, tahan!" mendadak terdengar Chin
Pek Cuan membentak keras.
”Bentakan ini amat nyaring dan keras mem¬buat
seluruh bangunan gedung itu bergetar keras, begitu
hebat suaranya seolah2 guntur yang membelah bumi
disiang hari bolong.

Dengan cepat Kok See Piauw melayang mundur
kebelakang, lalu dengan nada penuh kegusaran
teriaknya:
“Tua bangka sialan, bukankah sejak tadi aku sudah
suruh kalian untuk turun tangan bersama2, siapa suruh
kamu tolak tawaranku itu ??? Hmmm! kalau masih ada
pesan terak¬hir yang hendak kau sampaikan cepat
utarakan keluar, kalau tidak Kongcu ya mu tidak akan
berlagak sungkan2 lagi".
Chin Pek Cuan tertawia dingin.
„Bajingan cilik, kau tak usah gelisah! malam ini loohu
akan suruh kau mati disini tanpa tempat kubur !".
Kemudian ia berpaling kearah Hong Po Seng dan
bentaknya:
,,Sahabat kecil, perduli darimanakah asal usulmu kalau
kau hendak mencari satroni dengan bajingan ciiik she
Kok ini, aku harap kau suka menunggu dahulu di luar
pintu, kami keluarga Chin tidak sudi memberi
kesempatan kepadamu untuk berkelahi disini !".
Begitu keras dan keren suaranya sehingga
menggetarkan hati sianak muda kita. mula2 Hong Po
Seng tertegun kemudian pikirnya.
„Secara terang2an aku membantu dirinya," kenapa
sebaliknya dia malah memaki aku dengan kata yang
begitu keras? bukankah hal ini jauh melanggar kebiasaan
?".
Berpikir demikian ia lantas mengundurkan diri
kesamping kalangan dan berkata sambil tertawa:
„Loo Wan-gwee, bukankah kau hendak bunuh sauw ya
itu sahingga tiada tempat kubur baginya?? kalau cahye

diharuskan menunggu diluar pintu. Bukankah aku bakal
menunggu dengan sia2 belaka ??".
,,Keparat cilik, tutup bacotmu yang busuk" dengan
penuh kegusaran Kok See Piauw tertawa seram „Kongcuya
akan suruh kau merasakan kelihayanku !".
Dia maju kedepan kemudian dengan gemasnya
melancarkan satu babatan kearah tubuh lawan.
Chin Pek Cuan mengirim satu tendangan kilat
menghancurkan meja perjamuan dihadapannya,
Braaak... ! kepingan kayu bagaikan anak panah
berbareng meluncur kearah tubuh Kok See Piauw.
Anak murid dari Boe-Liang Sin koen ini jadi semakin
gusar, telapaknya dibabat kebawah menghantam rontok
kepingan2 kayu meja yang mengancam-dirinya, angin
puyuh menyapu permukaan bumi, kepingan kayu yang
termakan sabetannya ini segera mencelat ke angkasa
dan menyebar keempat penjuru.
Diam2 bergidik juga hati semua orang yang
menyaksikan kedahsyatan serangannya itu, belum
sampai pikiran kedua berkelebat dalam benak mereka,
Kok See Piauw sudah rentangkan sepasang lengannya
menyerang berbarengan kearah Hong po Seng serta Chin
Pek Cuan.
„Akan kusaksikan dahulu kelihayan dari loo enghiong
ini, biarlah untuk sementara waktu aku menyingkir
dahulu kesamping kalangan" pikir Hong-po Seng.
Sepasang kakinya segera menjejak tanah, sebelum
serangan musuh mengancam tiba badannya sudah
melayang mundur beberapa depa kebelakang dan lolos
dari ancaman tersebut.

Tampaklah Chin Pek Cuan memiringkan tubuhnya
kesamping, sepasang telapak laksana kilat didorong
kemuka secara berbareng.
"Criiing...!" bentrokan nyaring menggema diangkasa
seolah2 dua batang medali emas saling membentur satu
sama lainnya.
Kok See Piauw mendengus gusar, jari telunjuk tangan
kirinya bagaikan batang tombak meluncur kemuka
mengancam sepasang mata Chin Pek Cuan, telapak
kanan menjangkau ke bawah secara tiba2 menyerobot
dadanya.
Ilmu telapak Kim Sah Ciang yang dilatih Chin Pek Cuan
telah mencapai pada puncaknya, dalam pertarungan itu
sepasang telapaknya berubah jadi kuning keemas2an,
menyaksikan datangnya ancaman jari tangan lawan yang
ampuh dan sukar diduga arah tujuannya, dengan cepat
ia kaluankan jurus serangan "Long-Po-Kang-Ciauw" atau
Gulungan Ombak Menghantam Karang dan secara tiba2
mem-bentur kedepan.
Jurus" Long Po Kang Ciauw " atau gulungan ombak
menghantam karang ini meski hanya suatu jurus
serangan yang amat sederhana, namun setelah
dipergunakan Chin Pek Cuan yang disertai dengan
segenap tenaga murni yang dimilikinya berubah jadi
amat dahsyat.
Sudah tentu Kok See Piauw tidak sudi membiarkan
tubuhnya termakan oleh pukulan maut itu, buru2 ia
enjotkan badannya melayarg mundur beberapa depa
kebelakang:

„Ehmm…! Ilmu telapak Kim Sah Ciang nya bisa dilatih
mencapai taraf sedemikian hebatnya, benar2 luar biasa
!" pikirnya Hong Po Seng didalam hati.
Mendadak terdengar Chin Pek Cuan membentak
keras:
„Chin Tiong Pasang api ! Long jie, wan jie siapkan
senjata tajam”
Mendengar teriakan itu baik Hong Po Seng maupun
Kok See piauw yang sedang bertempur jadi amat
terperanjat, sebelum mereka sempat mengartikan
maksud dari teriakan tersebut, Chin Giok Liong serta Chin
wan Hong telah mencabut keluar senjata tajamnya dan
bersama2 menubruk kearah Kok See Piauw,
"Bluumm ! Bluumm ...!" suara ledakan keras segera
menggema dari sisi kiri kanan, depan serta belakang
ruang tengah itu, seketika itu juga bau belirang yang
tajam dan amat menusuk penciuman menyebar
keseluruhan angkasa.
„Tua bangka sialan! kau pingin modar” maki Kok See
Piauw dengan hati terkejut bercampur gusar.
Sepasang telapaknya laksana kilat melancarkan
serangan berantai yang hebat dan mematikan.
Menghadapi serangan2 yang gencar dan luar biasa ini
Chin Giok Liong berdua keteter hebat, tidak selang
beberapa jurus mereka sudah terdesak kedalam posisi
yang amat kritis dan bahaya, setiap saat maut bakal
mengancam keselamatan mereka.
Hong Po Seng yang menjumpai kejadian jadi
terperanjat, tanpa memperdulikan situasi disekelilingnya
yang keritis dan berbahaya itu, ia ayunkan pedangnya

dan menerjang kedepan. Bersama dengan Chin Pek
Cuan, satu dikiri yang lain dikanan berbareng
membendung jalan pergi Kok See Piauw.
Blumm. . . ! Blumm . . . ! ledakan dahsyat tiada
hentinya berdentuman diangkasa, jilatan api mulai
membakar ruang depan dan kian lama kian membesar
sehingga akhirnya terjadilah kebakaran besar dalam
seluruh ruangan.
Ternyata Chin Pek Cuan yang tahu bahwa bencana
besar setiap saat bakal menimpa keluarganya, ia
bersumpah tak mau menyerah dan takluk dengan begitu
saja, maka secara diam2 disekeliling ruang tengah telah
ditanami obat2 peledak, ia akan menantikan kedatangan
Boe Liang Sin-koen dalam ruangan itu kemudian baru
turunkan perintah memerintahkan pembantu2nya yang
telah dipersiapkan diluar ruangan menyulut api sumbu
dan meledakkan obat2 peledak tersebut.
Sudah lama ia mengetahui akan kelihayan Boe Liang
Sin-koen, tahu pula bahwa api sembarangan tidak nanti
bisa mengurung dirinya untuk menghindari kecurigaan
orang maka ia perintahkan Chin Giok Liong putranya
serta Chin Wan Hong putrinya untuk ikut serta dalam
usaha tersebut, mereka mengambil keputusan untuk adu
jiwa bersama2 Boe Liang Sin koen.
Siapa tahu Boe Liang Sin Koen yang ditunggu2 tidak
datang, sebaliknya malah dibebani dengan nyawa Hongpo
Seng.
Siasat adu jiwa yang dipersiapkan ini sudah tentu lihay
sekali, dalam sekejap mata seluruh ruang tengah teIah
terkepung oleh jilatan api yang berkobar2 dengan

hebatnya, ditambah pula hembusan angin yang kencang
membuat kobaran api tadi menyebar makin cepat. Tidak
selang beberapa saat kemudian seluruh gedung rumah
keluarga Chin telah tertelan didalam lautan api.
Cahaya api membumbung tinggi keangkasa, asap
yang tebal menutupi awan, berita kebakaran ini dengan
cepat menjalar keseluruh kota, penduduk disekitar sana
berbondong2 datang mengerubung sambil menolong api,
sementara dalam ruang tengah masih berlangsung suatu
pertempuran berdarah yang seru dan ramai.
Ditengah pertarungan sengit itu secara beruntun Kok
See Piauw melancarkan serangan mematikan, ia
bermaksud cepat2 menyelesaikan pertarungen itu dan
segera meloloskan diri dari kepungan.
Dalam tiga lima jurus kemudian, Chin Pek Cuan
bertiga segera terjebur dalam situasi yang kritis dan
berbahaya, maut setiap saat mengancam keselamatan
mereka.
Menjumpai situasi yang kritis dan tidak
menguntungkan itu, secara mendadak Hong- po Seng
membentak keras, sekuat tenaga ia lancarkan satu
babatan kedepan.
Babatan ini bukan saja cepat bahkan kuat dan penuh
bertenaga, laksana samberan kilat hawa pedang
menyebar keempat penjuru mengiringi desiran tajam
yang memekikkan anak telinga.
Kok See Piauw terperanjat, segera pikirnya :
„Sungguh hebat keparat cilik ini, tenaga lweekang
yang dimilikinya tidak berada dibawah tenaga murniku !".

Walaupun ia jumawa namun bukanlah manusia yang
bodoh, ia tahu Hong- po Seng pun anak murid seorang
jago lihay kenamaan, dengan hadirnya pemuda itu dalam
pertempuran tersebut tak mungkin baginya untuk
melancarkan pembasmian terhadap keluarga Chin,
apalagi kobaran api sudah kian mendesak kalangan itu,
ia segera ambil keputusan untuk mengundurkan diri
terlebih dahulu dari sana.
Sepasang telapaknya segera melancarkan serangan
memaksa keempat orang itu buru2 mengundurkan diri
kebelakang.
Menggunakan kesempatan yang sangat baik itulah
mendadak ia enjotkan badannya meluncur naik keatas
tiang penglari.
Siapa sangka posisi Chin Pek Cuan sekarang dari
tetamu jadi tuan rumah, sudah tentu ia tak sudi
membiarkan musuhnya melarikan diri dengan begitu
saja, dengan cepat ia loncat keatas sambil mengirim satu
babatan yang dahsyat ketubuh musuhnya
Kok See Piauw teramat gusar, ditengah udara ia tarik
napas panjang2 dan disimpannya didalam dada,
mendadak tubuhnya berjungkir balik mengarah kebawah,
tangan kanannya dengan menggurat setengah lingkaran
bagaikan gunung Tay san menekan kepala ia hajar batok
kepala Chin Pek Cuan.
"Sudah ! sudahlah !" diam2 Hong po Seng berseru
didalam hati bagaikan anak panah yang terlepas dari
busurnya dia segera meluncur kearah Kok See Piauw,
dan..sreeet…! sebuah babatan dahsyat segera
dilepaskan.

Sementara itu hawa panas dalam ruangan semakin
meningkat, asap tebal menutupi seluruh jagad, bukan
saja panas dan sumpek suara gemerutukan kayu yang
dimakan api lebih2 menggetarkan hati orang yang
mendengar.
Berada dalam situasi yang serba sulit dan
membingungkan ini Kok See Piauw tak sanggup
melayang lebih jauh, akhirnya ia berhasil dipaksa turun
kembali kedalam ruangan.
Dalam sekejap mata ketiga orang itu terlibat kembali
dalam suatu pertarungan yang maha sengit, dua
bersaudara Chin segera maju membantu. siapa sangka
pertarungan antara ketiga orang itu semakin seru,
gagallah kedua orang bersaudara itu ikut bagian dalam
pertarungan tadi.
Ilmu pedang yang dimiliki Hong-po Seng semuanya
berjumlah enam belas jurus, bukan saja semuanya jurus
sederhana yang umum dan biasa bahkan tiada
keistimewaan apapun jua, namun kesempurnaan tenaga
lweekang yang dipancarkan dalam pedang itu benar2
luar biasa sehingga membuat Kok See Piauw sama sekali
tak berkutik.
Mendadak satu serangan kilat lawan memaksa Chin
Pek Cuan tak sanggup mempertahankan diri, ia segera
terjerumus dalam keadaan yang kritis dan berbahaya.
Serangan Kok See Piauw yang telah menggunakan
ilmu "Kioe Pit Sin Ciang" ajaran perguruannya melanda
datang bagaikan gulungan ombak ditengah samudra
luas, begitu hebat dan dahsyat membuat permukaan
bumi seakan2 bergetar.

Chin Pek Cuan jadi nekad, ia kerahkan segenap
kemampuan yang dimilikinya untuk menerjang musuh
dan mengajak lawan adu jiwa . .
Ditengah suasana yang panas dan tegang inilah, satu
ingatan berkelebat dalam benak Hongpo Seng, secara
tiba2 ia teringat kembali akan ibunya yang mengasingkan
diri ditengah pegunungan sunyi.
„Tugas pertama belum kuselesaikan, bila demikian
saja jiwaku lantas melayang, bagaimana malu dan
menyesalnya ibu yang sudah mendidik diriku secara
susah payah" jeritnya didalam hati.
Berpikir demikian, semangatnya lantas berkobar
kembali, ditengah bentakan nyaring pedangnya laksana
sambaran kilat berkelebat ke depan melancarkan satu
serangan mematikan, cahaya hitam berkilauan menusuk
pandangan, dengan dahsyat dan hebatnya langsung
menerobos pertahanan musuh dan mengancam tubuh
lawan.
Kok See Piauw benar2 dibikin naik pitam, hawa
amarahnya sudah tak dapat dikendalikan lagi,
menyaksikan api telah membakar seluruh isi ruang
dalam, ia sadar bila dirinya tidak segera angkat kaki dari
situ mumpung sekelilingnya belum terbakar, niscaya
badan¬nya bakal terbakar dan jiwanya akan melayang
ditempat itu.
Secara beruntun ia segera melancarkan serangan
berantai memancing pergi pedang Hong-po Seng,
sementara telapak kanannya lak sana kilat memancarkan
satu tabokan maut kearah Chin Pek Cuan.

Menyaksikan tindakan lawan, Hong-po Seng
terperanjat, ditinjau dari datangnya serangan itu ia tahu
bahwa sulit bagi Chin Pek Cuan untuk melepaskan diri
dari ancaman tersebut, segera pikirnya :
„Aku datang kemari adalah bermaksud untuk
membalas budi kebaikan yang pernah ia lepaskan
terhadap keluarga kami, mana boleh kubiarkan dia
menemui ajalnya ditangan keparat tersebut ?"
lngatan itu laksana kilat berkelebat dalam benaknya,
cepat2 pedangnya diputar balik dengan maksud untuk
membendung serangan lawan, siapa sangka tindakannya
itu sudah tak sempat lagi.
Dalam situasi yang amat kritis dan berbahaya itulah
bahu kirinya segera dimiringkan ke samping kemudian
bagaikan banteng terluka ia tumbuk lengan Kok See
Piauw yang sedang mengirim ancaman maut itu.
Tindakan Hong-po Seng yang berani nekad beradu
jiwa ini jauh diluar dugaan Kok See Piauw, dalam
gugupnya ia lepaskan ancamannya terhadap Chin Pek
Cuan dan putar badan sambil kirim satu babatan
kebelakang.
"Bluum...!" serangan tadi dengan telak bersararg
dibahu Hong-po Seng membuat sianak muda itu
mendengus berat, badannya terpental delapan depa dari
tempat semula dan jatuh bergelindingan diatas tanah.
Menyaksikan peristiwa itu, sepasang mata Chin Pek
Cuan berubah jadi merah berapi2 dengan gusarnya ia
berteriak :
„Loohu akan adu jiwa dengan dirimu !".

Sepasang lengan direntangkan kemudian menubruk
kedepan dengan suatu gerakan yang amat ganas.
Melihat pibak lawan bagaikan orang gila sedang
melancarkan tubrukan kearahnya, Kok See Piauw
terkesiap, bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Karena takut pinggangnya sampai ketubruk lawan
sehingga sulit baginya untuk melepas¬kan terburu2 ia
enjotkan badannya berkelit satu langkah kesamping,
kemudian bersuit nyaring dan meloncat naik ketengah
udara.
Dalam pada itu seluruh dinding ruangan tengah sudah
berubah jadi merah membara karena termakan api,
jilatan api berkobar di mana2, karena tubrukunnya
mengenai sasaran yang kosong, tak tahan lagi tubuh
Chin Pek Cuan terjengkang kedepan sejauh beberapa
langkah. menanti ia berhasil berdiri tegak, Kok See Piauw
sudah berada empat tombak dari tempat semula dan
sedang melayang keatas atap rumah.
Semua kejadian ini hanya berlangsung dalam waktu
yang amat singkat, baru saja Hong po Seng bangkit
berdiri, ujung bajunya sudah terjilat api dan mulai
terbakar, buru2 ia jatuhkan diri kembali keatas tanah dan
berguling2 untuk memadamkan jilatan api tersebut,
menanti ia meloncat bangun untuk kedua kalinya, suitan
nyaring Kok See Piauw sudah berada ratusan tombak
jauhnya.
Kecerdikan Hong po Seng melebihi orang lain,
menyaksikan empat penjuru sudah terkepung oleh
kobaran api yang amat dahsyat sehingga tiada jalan lain
mereka untuk lolos dari ruangan itu tanpa berpikir

panjang lagi ia buang pedang bajanya keatas tanah
kemudian menyambar sapasang kaki Chin Giok Liong
sekali diputar dengan kerahkan segenap kemampuan
yang dimilikinya ia lemparkan tubuh sianak muda itu
keatas lobang atap rumah.
Mimpipun Chin Giok Liong tidak menyangka kalau ia
bakal ditangkap Hong po Seng dan dilemparkan keatap
rumah, menanti ia mendusin dari kagetnya dan tubuhnya
telah melayang ketengah udara buruk teriaknya:
"Hong po Siauwhiap..”
Sepasang tangannya diayun kesamping, ia segera
menyambar tiang penglari rumahnya dan dipegang eraterat.
Dalam sangkaan Hong po Seng ruang tengah itu
sangat tinggi, ia duga dua bersaudara keluarga Chin
tidak nanti sanggup melompatnya, maka sesudah
melemparkan tubuh Chin Giok Liong keatas tiang ia
segera putar badan mencengkeram sepasang kaki Chin
Wan Hang „Gadis muda itu jadi ketakutan, buru2 ia
kebelakang tubuh ayahnya sambl menjerit:
„Ayah !!”
Mula2 Chin Pek Cuan pada tertegun melihat tingkah
laku sianak muda itu, tapi dengan cepat ia mengarti ada
maksud yang sebenarnya, dengan cepat ia tarik lengan
Hong po Seng lalu diajaknya lari maju kesudut ruangan
itu.
„Saudara cilik, ikutilah diri loohu !"serunya.
„Tapi..tunggu dulu sebentar Loocianpwee..pedang
boanpwee . ".

Chin Wan Hong yang mendengar perkataan itu buru2
memungut pedang baja milik pemuda tersebut dari atas
tanah, sementara Chin Giok Liongpun sudah loncat turun
keatas tanah, maka mereka berduapun dengan cepat
menyusul dibelakang ayah mereka.
Sebelah barat ruang besar tadi merupakan dinding
tembok yang terbuat dari batu bata, kobaran api belum
sampai membakar habis tempat itu. Setibanya ditepi
dinding sepasang telapak Chin Pek Cuan segera
mendorongnya dengan sekuat tenaga.
Gruuuduk…! dinding tersebut terhantam roboh
sepuluh bagian, sambil menarik pergelangan tangan
Hong po Seng, jago tua she Chin ini segera menerobos
masuk kedalam sebuah mulut lorong yang sempit.
Sadarlah hati Hong po Seng sesudah menyaksikan
bahwasanya dinding tembok yang dibangun disitu
ternyata beriapis dua, pikirnya:
„Tidak aneh kalau mereka tetap bersikap tenang
kendati empat penjuru sekeliling mereka sudah
terkepung oleh jilatan api, ternyata jauh sebelumnya
mereka sudah siapkan jalan keluar yang sangat rapi,
Huuu„,_ hitung2 aku sudah menguatirkan keselamatan
mereka dengan percuma..!”
Lorong sempit dibalik lapisan dinding ini amat panas
bagaikan sebuah tungku yang di bawah onggokan api,
secara beruntun keempat orang itu menerobos masuk
beberapa lang kah jauhnya, keringat sebesar kacang
kedelai telah membasahi seluruh tubuh mereka,
udaranya sumpek dan sesak ditambah pula hawa yang
panas menyengat badan mereka semua walaupun

terhitung jagoan lihay, tak urung napasnya tersengkal2
juga bahkan hampir saja jatuh tak sadarkan diri,
Pertama2 Chin Wan Hong lah yang tidak tahan,
tangan dan kakinya jadi lemas, senjata tajam yang
dicekalnya segera terjatuh keatas tanah.
Buru2 Hong po Seng menyambar tangannya dan
menyeret gadis itu meneruskan perjalanan sedang Chin
Giok Liong memutar pedang baja dari atas tanah
kemudian menyusulnya dari belakang.
Demikianlah dengan susah payah mereka merangkak
lagi sejauh beberapa tombak dalam lorong sempit itu,
tiha2 Chin Pek Cuan menghentikan langkahnya dan
meraba sebuah papan batu, dengan sekuat tenaga
dibukanya batu tadi.
Dibawah batu besar tersebut merupakan sebuah gua
yang dalam, pertama2 Chin Pek Cuan yang meloncat
turun terlebih dahulu, disana ia bikin api dan memasang
obor.
Ketiga orang lainnya dengan cepat menyusul dari
belakang, begitu menginjakkan kakinya didalam gua itu
terasalah badan jadi nyaman dan segar kembali, dengan
seksama Hong Po Seng segera mengamati daerah
sekeliling tempat itu.
Kiranya dimana mereka berada saat ini merupakan
sebuah ruang bawah tanah yang besar dan lebar,
dihadapan ruang itu terdapat sebuah pintu dan entah
menghubungkan ruangan tersebut dengan mana ?
Chin Pek Cuan dengan mulut membungkam membuka
pinto tadi dan kemudian memimpinnya berjalan lebih

dahulu dipaling depan, sementara ketiga orang lainnya
mengintil dibelakangnya.
Diluar pintu ruang bawah tanah merupakan sebuah
lorong yang sempit, tidak jauh mereka melewati lorong
tadi sampailah disebuah pintu lagi, pintu itu sebenarnya
terkunci tapi sekarang kuncinya telah dibuka dan dibuang
ke samping.
Entah berapa lama mereka sudah berjalan, mendadak
terdengar Chin Pek Cuan berseru dengan nada gemas :
„Aaai...! sayang ! sayang...".
Jilid 2: Jadi tawanan Sin Kee Pang
“Ayah, apa yang perlu kau sayangkan?" tanya Chin
Wan Hong sambil menyeka keringat yang membasahi
wajahnya.
„Sayang bajingan cilik itu tidak berhasil kita bakar
sampai mampus jadi arang !"
.,Oooh . . , aku kira ayah sedang menyayangkan
gedung rumah kita", gadis itu merandek sejenak, lalu
terusnya. „Entah dirumah nenek apakah akan terjadi pula
sesuatu atau tidak ?"
„Aku rasa tidak mungkin. Hemmm . . . ilmu silat yang
dimiliki bajingan cilik ini amat lihay, aku rasa kepandaian
dari bajingan tua itu jauh akan lebih Iihay dari pada
sepuluh tahun berselang !"
Sementara pembicaraan itu masih berlangsung,
permukaan lorong sempit itu makin lama semakin
meninggi dan tiba2 sampailah pada ujungnya.

Hong-po Seng segera mendongak memandang keatas,
tampaklah diatas kepala terdapat sebuah jendela dan
disekitar jendela itu penuh dengan debu dan sarang
laba2, jelas sudah banyak tahun tak pernah dibukanya
barang sekalipun.
Chin Pek Cuan tancapkan obornya keatas tanah lebih
dahulu kemudian pasang telinga memperhatikan
keadaan disekelilingnya beberapa saat setelah itu baru
membuka santekan jendela dan mendorong jendela tadi
kebawah hingga terbuka lebar, diatas jendela masih
terdapat sebuah papan batu yang besar dan berat
kembali ia geserkan batu tadi kesamping, selapis cahaya
merah seketika memancar masuk kedalam lorong.
Setelah mematikan obor, pertama2 Chin Pek Cuan
yang loncat keluar lebih dahulu dari bawah lorong diikuti
Hong-po Seng dari belakangnya, mendadak pemuda itu
merasakan bahu kirinya teramat sakit, kepalanya secara
tiba2 jadi berat dan pusing tujuh keliling, matanya
berkunang2, dan hampir saja ia roboh terjengkang
keatas tanah.
Chin Giok Liong serta Chin Wan Hong yang melihat
keadaan sianak muda itu buru2 maju memayang,
sementara Chin Pek Cuan segera berpaling dan menegur
dengan nada kuatir:
„Loo te bagaimana keadaan lukamu??".
Setelah bahu kirinya terhajar oleh sebuah pukulan Kok
See Piauw hingga jatuh terjengkang kebelakang, Hong
Po Seng tanpa beristirahat kerahkan segera tangannya
untuk melemparkan tubuh Chin Giok Liong keatas atap

rumah, waktu itu api sedang berkobar dengan ganasnya,
dalam keadaan seperti itu Chin Pek Cuan sudah lupa
untuk memeriksa keadaan pemuda tersebut rada payah,
mereka bertiga baru merasa kuatir dan hatinya tidak
tenteram.
Dengan cepat Hong Po Seng menenangkan hatinya
lalu menarik napas panjang2 dan salurkan hawa
murninya keseluruh tubuh, menanti rasa sakit ia derita
sudah banyak berkurang barulah ujarnya sambil tertawa:
„Karena terburu2 hendak melarikan diri, lagi pula
serangan dilancarkan dalam keadaan gugup, Kok See
Piauw hanya menggunakan tenaga tidak sampai dua
bagian, sayang waktu itu aku sudah lupa untuk mengatur
pernapasan.....".
„Entah ada racunnya tidak serangan telapak dari
bangsat itu !" tanya Chin wan Hong dengan wajah
gelisah.
„Belum pernah aku dengar ilmu pukulan Kioe Pit Sinciangnya
mengandung hawa racun !” jawab Hong po
Seng sambil tertawa, sekali enjot ia meloncat keluar dari
dalam lorong.
Kiranya jalan keluar dari lorong rahasia itu terletak
dibawah tembok pekarangan halaman belakang rumah
keluarga Chin, baru saja Hong-po Seng meloncat keluar
dari dalam lorong, ia segera merasakan hawa panas yang
amat menyengat badan memenuhi angkasa, ia lantas
berpaling, terlihatlah gedung rumah keluarga Chin yang
megah dan besar kini sudah tinggal puing2 yang
berserakan, api besar sebagian besar sudah padam
kecuali di sana sini masih terjadi kebakaran kecil.

Chin Pek Cuan adalah seorang pendekar gagah yang
tidak terlalu memikirkan soal harta kekayaan, begitu
keluar dari tempat persembunyiannya ia lantas menutup
kembali batu cadas tadi kemudian menggape kearah
Hong-po Seng dan meloncat keluar dari pekarangan.
Terhadap sianak muda ini diam2 jago tua tersebut
menaruh rasa kagum bercampur terima kasih, walaupun
perasaannya itu tidak sampai diutarakan keluar namun
sikap serta tindak-tanduknya cukup membuat pemuda
kita merasakan kemesraan serta kehangatan yang luar
biasa.
Diluar dinding pekarangan merupakan sebuah jalan
lorong yang sempit. lebarnya tidak mencapai empat depa
dan dikedua belah sisinya merupakan halaman belakang
rumah orang demikianlah keempat orang itu sementara
suara hiruk-pikuk penduduk menolong api masih
kedengaran dari depan gedung.
Angin dan hujan salju sudah berhenti....cahaya merah
memantul keudara membiaskan selapis pemandangan
yang menyeramkan.,...tiba2 dari mulut lorong berkelebat
keluar tiga sosok bayangan manusia tanpa mengucapkan
sepatah katapun mereka segera menghadang jalan pergi
Chin Pek Cuan sekalian.
Jago tua dari keluarga Chin ini sudah lama melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan banyak pengetahuan
serta pengalaman yang diperolehnya selama ini,
menyaksikan kemunculan ketiga orang itu ia lantas
mengerti bahwa kedatangan orang2 itu tidak bermaksud
baik

Dengan cepat ia hentikan langkah kakinya dan
memandang wajah orang2 itu dengan sinar mata tajam.
Tampaklah orang berdiri ditengah memakai topi kulit
di kepalanya, jubahnya lebar dan terbuat dari kulit,
wajahnya penuh bercambang, sorot matanya dingin
menyeramkan, senyuman dingin menghiasi bibirnya yang
lebar.
Rupanya orang itu adalah pemimpin diantara
rombongan tersebut.
Chin Pek Cuan mendeugus dingin, ia segera maju
menyongsong kedatangan mereka sambil menegur :
„Siapa kalian ? apa maksud kamu sekalian
menghalangi jalan pergi kami?"
Orang itu tertawa seram.
„Cayhe she Kwa bernama Thay dengan gelar 'Hiat-Sat-
Tui-Hoan' atau Malaekat darah pengejar Sukma. Chin loo
Wan-gwee! kau adalah seorang hartawan kaya raya,
sudah tentu tidak akan kenali diriku!"
Diam2 Chin Pek Cuan terkesiap juga mendengar nama
itu, tetapi diluar ia tetap berlagak tenang.
„Oooh, kiranya Kwa Toa Thong-cu!" serunya sambil
tertawa. „Kalau begitu loohu benar2 punya mata tak
kenali gunung Thay-san. waah......besar sekali dosaku ini
! " sepasang alisnya berkerut, dengan nada menyindir
serunya kembali:
„Kwa Thongcu. apakah kau sedang menjalankan
perintah dari Kok kongcu untuk menangkap diri loohu?"
Malaikat Darah Pengejar Sukma tertawa seram.
„Hemmm.... Hemmm... Loo wan gwee tajam banar
mulut tuamu itu. Aku orang she Kwa adalah anak buah

parkumpulan Sin Kie Pang, seorang Thongcu dari cabang
kota Keng Chiu tidak akan sudi manjalankan perintah
orang lain!".
Ia merandek sebentar senyuman licik terlintas diatas
wajahnya dan menambahkan:
„Cuma saja ....Heeh.... heeh Boe Liang Sin Koen
adalah sahabat karib Pek loo kami, sedang kota Keng
Chiu adalah daerah kekuasaan dari aku orang she Kwa,
maka mau tak mau urusan yang menyangkut tugas diriku
tak akan kubiarkan barlalu dengan begitu saja! ".
„Aneh benar tingkah laku orang yang bernama Kwa
Thay ini. Diam2 Hong PoSeng mambatin." Didalam
percakapannya sorot mata orang ini berkeliaran tidak
menentu, jangan2 dia sedang menjalankan satu siasat
busuk dan bermaksud hendak menjebak kami sekalian?
Karena berpikir begitu tanpa sadar kewaspadannya
pun segera ditingkatkan.
Dalam pada itu Chin Pek Cuan telah mendengus
dingin:
„Hemm! bajingan busuk dari perkampungan Sin Kie
Pang ternyata benar2 bukan manusia baik !”
„Tua bangka she Chin!" mendadak lelaki berjubah
hijau yang ada disisi kiri menghardik dengan penuh
kegusaran „Kau harus tahu, meskipun kolong langit
sangat luas, tapi bila kau berani menyalahi atau
menyinggung nama baik perkumpalan Sin Kie Pang, tidak
nanti kami akan biarkan kau hidup dengan aman
tenteram diatas jagad !".

"Cuuh...!" Chin Pek Cuan meludah keatas tanah. „Para
enghiong hoohan serta orang gagah sudah mati semua,
yang tinggal saat ini hanya kalian bajingan2 tengik yang
berani mengaku sebagai enghiong..Hmmm! sungguh
menyebalkan !".
Lama kelamaan Malaikat darah Pengejar sukma pun
jadi naik pitam juga mendengar ejekan2 tersebut, dalam
waktu singkat sepasang telapaknya telah berubah jadi
merah darah, rupanya orang itu sudah mempersiapkan
diri untuk melancarkan serangan.
Suasana berubah semakin tegang, nampaknya
sebentar lagi satu pertempuran sengit segera akan
berlangsung tiba, Hong-po Seng meloncat maju kedepan
sambil menarik lengan Chin Pek Cuan serunya:
„Loocianpwee, tunggu sebentar !”
„Loote, silahkan kau menyingkir, bajingan2 tengik
sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, aku orang
she Chin sudah tak tahan menyaksikan tingkah laku
mereka...".
Tiba2 bayangan manusia berkelebat lewat, Hiat-Sat-
Tui-Hoan atau Malaikat darah pengejar sukma Kwa Thay
telah menyusup datang sambil melancarkan sabuah
serangan.
Chin Pek Cuan segera bertindak cepat, telapaknya
diayun menyambut datangnya serangan itu dengan keras
lawan keras.
Blaaam..! ditengah bentrokan keras yang memekikkan
anak telinga tubuh Chin Pek Cuan tetap tak bergelimang

dari tempat samula, sebaliknya malaikat darah pengejar
sukma terpukul satu langkah kearah belakang.
Chin Pek Cuan bukanlah seorang prajurit kecil yang
tak bernama meskipun baru saja bergebrak mati2an
melawan Kok See Piauw, namun untuk menghadapi
seorang Tongcu ia masih memiliki sisa tenaga.
Setelah berhasil merebut posisi diatas angin dalam
segebrakan saja, tubuhnya merangsek semakin kedepan.
jurus2 maut dilancarkan bertubi2 memaksa Kwa Thay si
Malaikat darah pengejar sukma terpaksa harus mundur
berulang kali kebelakang.
Tanpa terasa mereka telah keluar dari gang sempit itu.
Dalam pada itu Hong Po Seng telah sembunyikan
pedang bajanya dibelakang punggung, punya rencana
untuk menaklukkan lebih dahulu kedua orang pria
lainnya, siapa tahu kedua orang itu tiba2 putar badan
dan melarikan diri, salah seorang diantaranya dangan
cepat merogoh kedalam saku mengambll suatu benda
yang akan dilemparkan keatas tanah.
Matanya cukup tajam dan awas, sekalipun
memandang ia dapat lihat bahwa benda itu adalah
sebuah bom udara, otaknya dengan cepat bekerja,
serunya mendadak sambil tertawa keras :
„Eeeei.... eeei.... harap kalian berdua jangan
bergebrak dulu, cayhe ada beberapa patah kata hendak
diutarakan lebih dulu!".
Ditengah bergetarnya sang bahu, tahu2 ia sudah
menyelinap diantara Kwe Thay serta Chin Pek Cuan.

Pada dasarnya Malaikat darah pengejar sukma
memang mempunyai rencana lain, ditambah pula ia
sadar bahwa harapan baginya untuk rebut kemenangan
amat tipis maka sambil mendorong sampan mengikuti
aliran sungai katanya:
„Saudara cilik, apa yang hendak kau katakan???".
Diam2 Hong-Po Seng melirik sekejap kearah lelaki
berjubah hijau tadi, melihat orang itu sudah menyimpan
kembali bom udaranya kedalam saku ia lantas berpikir
dalam hati:
„Pengaruh dari perkumpulan Sin-Kee Pang terlalu
besar, komplotan merekapun terlalu banyak, andaikata
pekerjaan kita pada malam ini kurang bersih sudah pasti
keluarga Chin tak mungkin bisa hidup dalam keadaan ten
tram dan aku sendiripun jangan harap bisa berkelana lagi
didalam dunia persilatan!".
Pikiran tersebut dengan cepatnya berkelebat dalam
benak sianak muda itu. setelab sangsi akhirnya ia
berkata sambil tertawa:
„Ilmu Kiem Sah ciang dari Chin Loocian pwee dapat
menghancur lumatkan batu bong pay, sedangkan ilmu
pukulan Coe Sah ciang dari Kwa Tongcu dapat
membinasakan orang seketika, kepandaian semacam ini
boleh dibilang setali tiga uang dan sama kuatnya lebih
jauh ....jauh. Pastilah kedua belah pihak sama2
menderita luka, siapapan tak akan memperoleh kebaikan
apapun jua!".
“Haaah…haah...perkataanmu tepat sekali saudara
cilik" dengan cepat Kwa Thay si Malaikat darah pengejar
nyawa menanggapi sambil tertawa tergelak." Tak

kusangka usiamu meski masih muda namun ketajaman
matamu benar2 luar biasa!".
Sebaliknya Chin Pek Cuan mendengus dingin, sepatah
katapun tidak berbicara.
Hong Po Seng pura2berlagak pilon, katanya lagi
sambil tertawa:
„Kota Keng Chia adalah daerah kekuasaan Kwa
Tongcu sedang Chin Loo enghiong adalah hartawan kaya
dari kota Keng chiu pula pepatah kuno mengatakan
daripada perselisihan lebih baik jangan berselisih,
bukankah kalian adalah tetangga baik ? kenapa harus
saling bermusuhan dan mengikat tali persengketaan ini
?"
„Tepat sekali ! semula aku orang she Kwa pun
mempunyai pikiran begini tapi sayang Chin Loo enghiong
tak tahu diri, maka apa boleh buat aku orang she Kwa
terpaksa tak dapat membantu !"
Mendengar pembicaraan itu Chin Pek Cuan segera
sadar bahwa Kwa Thay jelas mengandung rencana lain,
diam2 lantas ia berpikir :
.,Anjing keparat rupanya dengan menggunakan
kesempatan dikala rumahku sedang kebakaran kau
hendak merampok harta milik aku orang she Chin ? . . .
Hmmm ! kurang ajar dia tak mau berpikir dahulu
manusia macam apakah aku orang she Chin ini ?
sekalipun ada emas atau perak tidak nanti kuserahkan
begitu saja kepada kalian kawanan anjing-anjing geladak
!"
Berpikir sampai disini, bukannya marah ia malah
tertawa.

„Ooooh .. kiranya Kwa Tongcu mempunyai maksud
baik . waah, kalau begitu aku Chin Pek Cuan telah
bertindak terlalu sembrono !"
Setelah menjura tambahnya lagi:
„Kalau memang kau bermaksud mengikat tali
persahabatan dengan diriku, nah! sampai jumpa lain
kesempatan."
Dengan langkah gagah ia segera berlalu.
Mula-mula Kwa Thay Si Malaekat darah pengejar
nyawa tertegun, kemudian ia tertawa seram.
„Chin wangwel" serunya „Seandainya Thay hujienmu
berada didalam kota, aku harap kau suka bertindak
sedikit hati2, jangan sampai diketahui oleh Kok kongcu."
Ucapan ini mengejutkan hati Chin Pek Cuan dengan
cepat ia putar badan, dengan sorot mata penuh dengan
napsu membunuh selangkah demi selangkah ia dekati
kembali manusia she Kwa itu.
Malaikat darah pengejar nyawa sadar bahwa pihak
musuhnya telah dibikin naik pitam dan segera akan turun
tangan, meski hatinya kebat kebit namun sepasang
telapaknya dipersiapkan juga, hawa murni disalurkan
keseluruh tubuh dan slap menghadapi segala
kemungkinan.
„Barusan cayhe mendapat laporan dari anak buahku,
katanya Thay hujien dari keluarga Chin rupanya sudah
hidup dalam dunia persilatan yang penuh dengan dosa,
kini ia sudah cukur rambut jadi pendeta dikuil Pek-Im
Koan..,"

Bicara sampai disitu mendadak ia merandek
sementara senyuman yang menyeramkan menghiasi
bibirnya.
Bisa dibayangkan betapa gusarnya Chin Pek Cuan
setelah mendengar perkataan itu, saking marahnya
seluruh rambutnya pada berdiri kaku bagaikan landak,
tangan dan kaki gemetar keras, sambil menggigit bibir
teriaknya keras.
„Bajingan....bajingan....sungguh bagus perbuatanmu!"
Untuk sesaat ia jadi bim.bang dan tiada pemecahan,
dengan sendirinya tak berani bergerak sembarangan.
Chin Giok Liong dengan wajah pucat pias bagaikan
mayat segera maju selangkah kedepan serunya :
„Kwa Tongcu, kaupun terhitung seorang enghiong
yang punya nama didunia persilatan masa terhadap
nenekku yang telah berusia tujuh puluh tahun lebih dan
tak mengerti ilmu silat kalian bertindak kasar? hai
...dimana peri kemanusiaanmu?? kau telah mengapakan
dirinya?”
Malaikat darah pengejar nyawa Kwa Thay mendongak
dan segera tertawa terbahak-bahak.
,,Heee....heee.... aku tidak meng-apa2kan dirinya,
berhubung aku lihat ayahmu juga terhitung seorang
cakal bakal dunia persilatan, karena takut ada orang
sampai melukai nenekmu, maka sengaja kuboyong
dirinya untuk pindah kesuatu tempat, disamping itu
mengutus pula beberapa orang saudara untuk merawat
serta melayaninya setiap saat!"
“Hei..anjing busuk she Kwa!" tiba2 terdengar Chin Pek
Cuan membentak keras. ,,Katakan terus terang berapa

yang kau minta? Satu laksa, dua laksa? Aku orang she
Chin segera penuhi permintaanmu itu, kalau lebih dari itu
...maap aku tak bisa melayani."
“0ooh, sungguh sosial Loo wangwee!” puji Kwa Thay
sambil acungkan jempolnya, kepada lelaki berjubah hijau
itu pesannya:
“Chin loo wangwee akan memerseni kau dan kita
semua dua laksa tahil perak untuk kalian bertahun baru
besok datanglah kemari untuk menerima sumbangan itu,
sedang aku tak akan mengambil sepeserpun!".
„Terima kasih atas pemberian dari Loo wang Gwe”
buru2 lelaki berjubah hijau itu menjura kepada Chin Pek
Cuan.
Hong Po Seng yang mengikuti jalannya peristiwa itu
diam2 merasa kheki bercampur mendongkol, namun
berhubung persoalan itu menyangkut keselamatan dari
ibu Chin Pek Cuan, sudah tentu ia tak berani
menimbrung seenaknya.
Terdengar pria berjubah hijau itu berkata lagi:
,,Thay hujien amat rindu kepada cucu perempuannya
ia suruh cayhe datang kemari untuk mengajak nona Wan
Hong berkunjung kesitu salama beberapa hari, cayhe
harap Loo wangwe suka mengabulkan perintahnya ini!
sedang loo wan-gwee sendiri kali saja pergi memapak
Thay hujien!”
Hong Po Seng kendati seorang pemuda yang cerdas
tetapi ia belum begitu paham akan hubungan antara
lelaki dan wanita, anggapannya berhubung uang belum

mereka terima maka Chin wan Hong hendak dijadikan
sandera.
Sebaliknya Chin Pek Cuan sendiri dapat menangkap
arti lain dari ucapan tersebut, ia tahu bahwa Kwa Thay
suka tertarik olah kecantikan wajah putrinya dan jelas
mempunyai niat jahat terhadap putrinya, seketika itu
juga seluruh badannya jadi gemetar keras saking
gusarnya, gigi saling beradu gemeretakan.
„Haaah.... haaah.. haaah.. Loo wangwee, kau tak usah
kuatir"seru Kwa Tay sambil tertawa tergelak. "Nona Wan
Hong adalah seorang gadis perawan yang cantik dan
masih suci, kami pasti akan menjaga keselamatannya
baik dan tak akan melukai seujung rambutnya pun
juga!".
Sembari berkata dengan lagak tengik dan senyum
cengar cengir ia menoleh kearah Chin Wan Hong.
Chin Pek Cuan adalah seorang jago tua yang berwatak
berangasan, walaupun ia sadar bahwa keselamatan
ibunya terancam namun hawa gusar yang bergelora
dalam dadanya tentu sukar dikendalikan lagi, ia lantas
punya pikiran untuk melenyapkan ketiga orang itu
terlebih dulu kemudian baru berusaha menolong ibunya.
Hong po Seng cukup waspada, dari tingkah laku sijago
tua itu iapun lantas dapat menebak apa yang sedang
dipikirkan buru2 teriaknya:
“Loo cianpwee, bukankah didalam ruang bawah tanah
sana terdapat tumpukan emas perak serta berlian yang
tak bernilai jumlahnya? bagi kita orang2 yang belajar
silat, harta toh bukan terhitung benda yang sangat

berharga. Mengapa kau tidak serahkan dahulu harta itu
kepada Kwa Tongcu sedang sisa persoalan lainnya kita
rundingkan lagi secara perlahan-lahan ?”
Mendengar perkataan itu Chin Pek Cuan tertegun,
segara pikirnya:
“Dalam ruang bawah tanah mana terdapat emas perak
dan berlian ? ngawur benar omongan bocah ini . "
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya,
dengan cepat ia dapat menangkap mak sud hati sianak
muda itu, maka seraya ulapkan tangannya ia berseru:
,.Kwa Tongcu, marl ikuailah aku orang she Chin !"
Habis berkata ia melangkah terlebih dahulu ke dalam
gang sempit tadi.
Kwa Thay si Malaikat darah pengejar nyawa merasa
sangsi untuk beberapa saat lamanya ia ikut Chin Pek
Cuan sedang menggunakan akal bulus untuk menjebak
dirinya, tapi pikiran lain segara berkelebat dalam
benaknya:
,.Meskipun tua bangka she Chin ini adalah seorang
manusia yang sukar dilayani, ketiga orang bocah cilik itu
bukanlah manusia2 kosen yang sulit dirobohkan,
sekalipun kami harus hadapi mereka berempat dengan
hanya bertiga saja, kendati kemenangan belum tentu di
pihak kami rasanya untuk meloloskan diri masih bukan
satu masalah yang terlalu sulit . . . kenapa aku barus
ragu2"
Karena dorongan napsu kemaruknya terhadap
kekayaan ia sudah terlalu pandang rendah diri Hong po
Seng, begitu menjumpai Chin Pek Cuan telah melangkah
masuk kedalam lorong sempit, buru2 ia ulapkan

tangannya, bersama dua orang lainnya dengan cepat
menyusul kedalam.
Sementara itu kentongan keempat sudah lewat,
seluruh gedung bangunan keluarga Chin telah hancur
berantakan oleh api berkobar dengan hebatnya itu,
udara ditutup oleh awan gelap sedang suasana dijalan
raya sabelah depan pun telah sunyi.
Dengan hati panas, mendongkol dan penuh kegusaran
Chin Pek Cuan berjalan terus kedalam lorong sempit
yang suasananya paling gelap, mendadak ia tak sanggup
menahan golakan hawa amarahnya lagi, sambil putar
badan sebuah serangan dahsyat segera dilancarkan
menghantam tubuh Kwa Thay si malaikat darah pengejar
nyawa.
Melihat pihak lawan tiba2 berobah pikiran, orang she
Kwa itu kontan naik pitam cepat ia mengegos kesamping
kemudian balas melancarkan sebuah serangan dahsyat
hardiknya,
„Tua bangka she Chin! rupanya kau sudah tidak
memikirkan lagi nyawa nenek tua itu?”
Dalam pada itu Hong-go Seng begitu melihat Chin Pek
Cuan telah turun tangan, tubuhnya segera berkelebat
lewat menghadang jalan mundur dari musuh2nya,
pedang baja dikebaskan kemuka kemudian mengirim
satu sapuan kilat.
llmu pedang yang digunakan betul2 luar biasa
hebatnya, ditengah kesunyian yang mencekam seluruh
jagad terdengar satu desiran tajam yang amat
memekikkan telinga bergeletar membelah angkasa.

Baru saja kedua orang pria itu putar badannya dalam
keadaan gugup mereka jadi terkesiap dan menjerit
kaget, buru-buru mereka loncat mundur kebelakang
dengan sekuat tenaga.
Saking tegang dan kagetnya hampir saja tubuh
mereka menumbuk diatas punggung Kwa Thay.
Hong-po Seng mengayunkan pedangnya kedepan,
tiba2 bahu kirinya terasa amat sakit hingga merasuk
ketulang sumsum, gerakan pedangnya kontan jadi rada
lambat, menggunakan kesempatan itulah kedua orang
lelaki tadi segera loncat keluar dari kepungan hawa
pedang lawan.
Sianak muda itu jadi amat gusar, apalagi setelah
dilihatnya mereka berdua telah menyingkap jubah
meloloskan senjata tajamnya, sambil gertak gigi kembali
ia lancarkan sebuah babatan kilat.
Kedua orang itu adalah anak buah dari kantor cabang
perkumpulan Sin Kie Pang di kota Keng-Chiu, pada hari2
biasa belum pernah menjumpai kepandaian ilmu pedang
yang begini dahsyatnya, seketika itu juga pecahlah nyali
mereka, sambil menjerit kaget kembali mereka berdua
mengegos kesamping.
Sebaliknya malaikat darah Pengejar nyawa sendiri,
bagaimanapun juga dia adalah seorang pemimpin suatu
daerah, dalam keadaan yang terkepung dan berhadapan
dengan serangan2 gencar dari Chin Pek Cuan, sudah
tentu tiada kesempatan lagi untuk mengurusi anak
buahnya, tapi ia tahu bahwa keadaan anak buahnya
amat kritis dan berbahaya.

Dalam keadaan gugup dan kagetnya, cepat ia
meraung gusar.
„Lepaskan tanda bahaya!!".
Sejak semula Hong-po Seng telah berjaga2 atas
tindakan tersebut, ketika melihat babatan pedangnya
mengenai sasaran kosong dan menjumpai pula pria
berjubah hijau itu telah meluncur kearah tembok,
pergelangannya segera ditekan kebawah, dengan
gagang pedang bajanya ia sodok jalan darah "Tiong-Lie"
di atas tubuhnya.
Pedang baja itu berwarna hitam pekat, ditambah pula
sodokan itu dilancarkan dengan kecepatan yang tak
terkirakan, seketika itu juga pinggang pria berjubah hijau
itu termakan oleh sodokan berat tersebut, ia menjerit
kesakitan dan tubuhnya segera roboh terjengkang keatas
tanah.
Melihat serangannya berhasil mengenai sasaran,
pedangnya dengan cepat dibabat kesebelah kiri
menyerang pria lainnya.
Orang itu baru saja meloloskan ruyung baja dari
pinggangnya, merasakan datangnya ancaman, dalam
keadaan gugup dan tergopoh2 dengan cepat ia tangkis
serangan pedang Hong po Seng dengan senjatanya.
Traaaang.....! terdengar suara bentrokan nyaring
bergeletar diangkasa diiringi percikan bunga2 api.
Hong-po Seng belum lama terjun kedalam dunia
persilatan, watak serta hatinya masih lembut dan penuh
welas kasih, ketika pergelangannya diputar sampai
ditengah jalan tiba2 ia tabok senjatanya sejajar dengan
dada, meski begitu ruyung baja pria itu terbabat putus

juga jadi beberapa bagian, tabokan tersebut bersarang
diatas punggungnya membuat ia roboh terjengkang
diatas tanah dan tak sanggup bangun kembali.
Tiga jurus dua gerakan serangan itu dilancarkan hanya
dalam waktu yang amat singkat, Kwa Thay yang berlasil
mengetahui keadaan itu dari suara jeritan rekan2nya jadi
terkesiap dan mengucurkan keringat dingin.
Dalam posisi yang terkepung rapat oleh musuh2
tangguh ia tak berani bergebrak lebih jauh, dalam suatu
kesempatan mendadak ia membentak keras, sepasang
kakinya menjejak tanah dan segera meloncat keatas
dinding tembok sebelah kiri.
Pada saat itulah…dari tempat kejauhan terdengar
seseorang sedang berseru:
„Kwa-loo-te,...."
Suaranya serak, berat dan datar....dan ru¬panya
suara tadi dipancarkan dari tempat ke jauhan. Hong Po
Seng jadi terkesiap, segera ia melayang kedepan,
gagang pedangnya bergerak cepat menghajar jalan
darah 'Kwan-Go an' ditubuh Kwa Thay, sementara
mulutnya berseru dengan nada berat :
,.Orang yang bakal datang memiliki ilmu silat yang
amat lihay, biar boanpwee pancing pergi orang2 itu
sedang loo wan-gwee cepatlah berusaha menolong
orang!?"
Sang tangan bekerja cepat, ia tangkap tubuh Kwa
Thay yang sedang roboh terjengkang ke atas tanah dan
melemparkannya kebelakang dinding tembok tinggi.

Otaknya cerdas dan tindak tanduknya cekatan, meski
usia Chin Pek Cuan telah melewati setengah abad namun
tanpa sadar ia telah mendengarkan petunjuk dari sianak
muda itu. Sambil mencengkeram dua orang lainnya
dengan sebat ia loncat masuk kebelakang tembok tinggi.
Tatkala dilihatnya dua bersaudara Chin masih berdiri
tak berkutik ditempat setnula, dengan hati gelisah Hongpo
Seng kembali berseru:
„Kenapa kalian berdua belum berlalu ? ayoh cepat
melarikan diri dari sini !"
Tangannya dengan cepat berkelebat mencengkeram
pergelangan tangan Chin Wan Hong, gadis itu jadi gugup
buru2 ia meloncat kebelakang tembok pekarangan.
Belum lama dua bersaudara Chin rnenyembunyikan
diri, dari mulut lorong telah berkumandang datang suara
teguran yang serak dan berat :
„Siapa disitu ?"
“0ooh... sungguh cepat gerakan tubuh mereka” pikir
Hong po Seng, ketika ia berpaling tampaklah dua sosok
bayangan hitam bagaikan sambaran kilat sedang
meluncur datang, raut wajah mereka sukar dilihat
dengan jelas.
Buru2 sianak muda itu enjotkan badannya dan lari
keluar dari tempat persembunyiannya dengan langkah
lebar.
Tatkala kedua orang itu baru saja melangkah masuk
kedalam lorong sempit itu, mereka telah menyaksikan
gerakan tubuh Hong- po Seng yang sedang lari dari sana

dengan gerakan cepat bagaikan sambaran kilat, diamdiam
mereka memuji atas kehebatan ilmu silatnya.
Terdengar bentakan keras bergeletar diangkasa,
diiringi seruan ,Kejar ' dua sosok bayangan manusia
meluncur kedepan dengan amat cepatnya mengejar diri
Hong-po Seng yang sudah lari terlebih dahulu.
Tiga sosok bayangan manusia berlarian diatas
permukaan salju yang putih, dalam waktu singkat
mereka telah keluar dari tembok kota.
Hong-po Seng yang Iari dipaling depan, sambil
berkelebat tiada hentinya ia awasi gerak gerik dibelakang
tubuhnya, mendadak ia temukan kurang lebih sepuluh
tombak dibelakang mereka telah menguntit pula sesosok
bayangan marusia, orang itu mempunyai gerakan
tubuh yang enteng dan cekatan sedikit pun tidak
kedengaran suara berisik, sedang sepaluh tombak lagi
dibelakang orang tadi berkumandang suara gemerisik
yang nyaring, diam2 ia lantas berpikir:
„Jelas kepandaian silat yang dimiliki kedua orang itu
sangat lihay, kalau aku harus melawan mereka berdua
sekaligus jelas kekuatanku masih belum memadahi, lebih
baik kubereskan dahulu salah satu diantaranya kemudian
baru mencari kesempatan untuk membereskan yang lain,
kalau tidak begitu, lama kelamaan aku bisa kehabisan
tenaga!”
Setelah mengambil keputusan demikan, hawa
murninya segera disalurkan keseluruh badan dan berlari
semakin cepat lagi kedepan.
000O000

Sedikitpun tidak salah, setelah saling berkejaran
beberapa lamanya dua orang pengejar yang menyusul
dari belakang mulai berpisah, yang satu didepan dan
yang lain ada dibelakang.
Ketika waktu berlalu semakin lama, orang yang berada
dipaling belakang ketinggaIan semakin jauh lagi,
akhirnya napas orang itu tersengkal2 dan larinya makin
perlahan.
Beberapa waktu kemudian bayangan tubuh Hong-po
Seng sudab lenyap tak berbekas hanya meninggalkan
percikan salju yang berhamburan di-mana2.
Waktu itu fajar baru saja menyingsing, suasana
disekeliling tempat itu sunyi senyap tak kedengaran
sedikit suarapun, Hong- po Seng sambil membawa sang
pengejar yang kini tinggal seorang telah meninggalkan
kota Keng Chiu sejauh lima puluh lie.
Orang itu mengejar terus tiada hentinya, apa daya
kekuatan mereka seimbang hingga walaupun ia tidak
sampai ketinggalan namun untuk menyusul lebih cepat
jelas tak mungkin, disamping itu orang tersebut pun tak
sudi melepaskan mangsanya begitu saja.
Dalam keadaan pikiran yang kalut dan bingung ia
mendengus gusar, segenap tenaganya segera
dilenyapkan keluar.
Seketika itu juga terdengar ujung baju tertiup angin,
Sreeet... sreeet.... tubuhnya bergerak lebih dekat lima
enam tombak lagi dari sianak muda itu.
Diam-diam Hong Po Seng merasa terperanjat,
meninjau dari keadaan tersebut ia sadar bahwa sulit bagi

dirinya untuk melepaskan diri dari kejaran orang itu.
Terpaksa ia bulatkan tekad dan segera berhenti berlari,
pedangnya dilintangkan sejajar dengan dada siap
menghadapi sagala kemungkinan.
Dalam waktu singkat orang itu sudah berdiri
dihadapan musuhnya, ketika menemukan bahwasanya
Hong Po Seng hanya seorang bocah yang baru barusia
enam tujuh belas tahun, ia merasa tercengang dan tidak
habis mengerti, lama sekali ia melengak dan ragu-ragu.
Hong-po Seng sendiripun dengan menggunakan
kesempatan itu memperhatikan raut wajah lawannya, dia
adalah seorang kakek berjubah biru yang mempunyai
potongan wajah menyeramkan, sepasang mata elangnya
yang tajam menatap tubuhnya dari atas kepala hingga
keujung kaki, dari ujung pedang sampai ujung baju,
wajahnya berubah berulang kali, entah apa yang sedang
dipikirkan.
„Sahabat !" akhirnya pemuda kita menegur sambil
tertawa. „Dimalam tahun baru yang seharusnya
dirayakan dengan suka ria, kenapa kau kejar terus aku
sibocah rudin ?".
„Tingkah lakumu mencurigakan, melihat orang lantas
melarikan diri jelas membuktikan bahwa kau telah
melakukan perbuatan terkutuk yang malu dilihat orang,
setelah Loo-ya mu menjumpai kejadian semacam ini
tentu saja harus kuurus sampai jelas duduk perkaranya
!",
“Oooh, tadinya aku mengira saudara adalah
komplotan penyamun dari perkumpulan Sin Kie-Pang, tak
tahunya adalah seorang Loo-ya. maaf... maaf...".

„Keparat cilik, rupanya matamu sudah buta!"
terdengar kakek berjubah biru itu membentak gusar.
„Loo-ya mu she-Tio dan justru adalah orang Hoe Hoat
Pelindung hukum dari perkumpulan Sin Kie Pang!".
„Oooo!!. ternyata kau adalah Tio Loo Hoe- hoat! "seru
Hong-po Seng dengan alis berkerut. "Lalu siapa yang ada
dibelakangmu tadi?? mengapa sampai sekarang belum
juga sampai disini?”
„Bocah keparat, kau benar2 seorang manusia yang
berhati licik. Hmmm....! tiada halangan kuberitahukan
kepadarnu, orang yang ada dibelakang itu she-Liem dan
rnerupakan seorang Hiang-su dari perkumpulan Sin Kie-
Pang, sebentar lagi aku Tio loo-ya akan kembali ke
markas untuk melewati masa Tahun Baru ini ".
Ia merandek sejenak, kemudian tambahnya:
„Bocah keparat, siapa namamu dan berasal dari
mana? cepat katakan yang jelas, loo-ya segera akan
membawa kau pergi menjumpai pangcu kami, tanggung
kau bakal jadi kaya dan hidup dalam kemakmuran!".
Sim-hoat tenaga dalam yang dilatih Hong po Seng
jauh berbeda dengan simhoat tenaga lwekang partai2
lain, kini sembari mengatur pernapasan ia tersenyum dan
berkata kembali:
„Aaah. jadi saudara mengejar diriku dengan susah
payah tujuannya tidak lain adalah hendak mengajak aku
masuk komplotan ? tapi sebelum itu aku ingin tahu lebih
dulu, sebetulnya kedudukan Hiangcu serta Hoe-Hoat
mana yang lebih besar ? bagaimana pula kalau
dibandingkan dengan Kwa Tongcu ?".

Kakek berjubah biru itu tertawa congkak.
„Dibawah Pangcu terdapat para Tongcu yang
memimpin cabang2 perkumpulan Hiang-cu adalah
seorang pembantu yang ditempatkan dibawah Tongcu,
kedudakannya rendh dan amat kecil, ia tidak lebih
seorang pelayan yang harus mondar mandir menjalankan
tugas. Sebaliknya Hoe Hoat Loo ya langsung dibawah
pimpinan pangcu, kedudukannya tinggi dan tidak
menjalankan perintah dari siapapun. Eeei ..bocah cilik,
siapa gurumu ?? aneh benar pedang baja milikmu itu !".
Hong po Seng tersenyum, bukan menjawab ia malah
bertanya kembali :
„Berapa banyak sih para Hoe-hoat yang ada didalam
perkumpulan Sin Kie Pang ?".
„Haah....haah....haah... tidak banyak pun tidak
termasuk sedikit, semuanya berjumlah tiga puluh orang,
aku orang she- Tio adalah pahlawan yang ikut
memperjuangkan berdirinya perkumpulan, sudah lama
mengikuti pangcu dan termasuk salah seorang
kepercayaan !"
Suara orang ini serak berat dan lantang, gelak tertawa
maupun pembicaraannya amat menusuk pendengaran.
Hong-po Seng yang mendengar penjelasan itu diam2
merasa terperanjat, pikirnya :
„Pengaruh serta kekuatan perkumpulan Sin Kie Pang
benar2 amat luas dan besar, cukup ditinjau dari para
Hoe-hoat nya saja mencapai jumlah tiga puluhan.
Ehmmm. . . orang she Tio ini mengaku sebagai salah
seorang kepercayaan pangcunya, mungkin ilmu silat
yang dimiliki termasuk dalam kelas utama !"

Berpikir demikian ia sengaja tersenyum dan berkata.
„Tio loo-ya ! wah . . . maaf seribu kali maaf,
berhubung aku masih ada urusan lain yang harus segera
diselesaikan terpaksa kita berpisah sampai disini saja,
bila ada jodoh kita berjumpa lagi dilain waktu ".
Kakek berjubah biru itu mendongak dan segera
tertawa tergelak.
,.Heeeh .. heeh . . heeeh . . bocah cilik kita bisa saling
berjumpa itu namanya jodoh kau jangan harap bisa
melarikan diri lagi!"
Badannya bergerak cepat kedepan, jari tangannya
segera mengirim satu totokan kilat.
Totokan itu nampaknya dilancarkan dengan gerakan
yang enteng dan sederhana, padahal tempat yang
diancam adalah jalan darah kematian ditubuh Hong-po
Seng, sekali kena nyawa sianak muda itu pasti melayang.
Hal ini bisa menunjukan betapa keji dan telengasnya
sikakek itu.
Hong po Seng merasa terkejut bercampur gusar,
pedang bajanya segera diputar kencang dan mengirim
serangan.
Terdengar kakek berjubah biru itu tertawa keras,
badannya berkelebat mendadak dalam genggamannya
telah bertambah dengan sebilah pedang pendek, sambil
melangkah kedepan memutar tubuhnya, cahaya tajam
berkilauan memenuhi angkasa, serbuan babatan kilat
dilepaskan membabat pergelangan tangan Hong-po
Seng.
Dalam waktu singkat cahaya tajam berkilauan
diangkasa, desiran tajam menggeletar memekakan

telinga, ditengah remang2nya cuaca dua sosok bayangan
manusia saling menyambar kesana kemari, sebuah
pertempuran sengitpun telah berlangsung.
Dilengah pertarungan itu luka diatas bahu kiri Hong-po
Seng terasa sakit hingga merasuk ketulang sumsum,
namun dengan wataknya yang keras hati, meski luka
bahunya terasa amat sakit namun tidak sampai
mengganggu jalannya pertarungan, maka sambil
menahan sakit ia layani terus serangan2 gencar dari
kakek berjubah biru itu.
Tapi setelah pertarungan berjalan semakin lama
dilihatnya totokan jari kiri berputaran, pedang kanan
dimainkan dengan begitu keji dan telengas, seolah2
antara dia dengan dirinya sudah terikat dendam sedalam
lautan dan bagaimanapun juga jiwanya akan dihabiskan
hari itu juga, pemuda she Hong-po ini jadi naik pitam,
bentaknya penuh kegusaran.
„Hey, orang she Tio, antara kita berdua toh tak pernah
terikat dendam kesumat apapun juga, kenapa kau selalu
mendesak diriku sedemikian rupa?"
Diam2 kakek berjubah biru itu sendiripun merasa
terperanjat, mimpipun ia tak pernah menyangka kalau
pemuda yang berusia enam tujuh belas tahunan ini
bukan saja ilmu meringankan tubuhnya sempurna, dalam
hal tenaga lweekang serta permainan pedangpun
demikian lihayna, tapi ketika ia teringat kembali akan
hasil latihannya selama sepuluh tahun, kendati dalam
hati terkesiap ia masih yakin bahwa kemenangan pasti
berada dipihaknya.

Oleh karena itu setelah mendengar seruan tersebut,
sambil tertawa lantang katanya:
,.Siapa yang tunduk kepadaku ia hidup, siapa yang
membangkang dia harus modar bocah keparat !
mengingat usiamu masih amat muda lebih baik cepat2lah
buang senjatamu dan menyerah kalah, mungkin saja
selembar jiwamu masih bisa kuampuni !".
„Kurang ajar...!" pikir Hong-po Seng dalam hati.
„Rupanya kawanan manusia laknat ini sudah terbiasa
menganiaya kaum lemah dengan sewenang2nya, Hmm !
membicarakan soal cengli dengan mereka sama artinya
memetik gitar didepan kerbau !".
la sadar andaikata kemenangan tidak cepat2 diraih
maka sulit baginya untuk meloloskan diri, maka ia mulai
bersikap tenang dan makin mengendorkan serangan2nya
sementara dengan tajam ia menantikan kesempatan baik
untuk menghancurkan kakek tua itu dalam sebuah
serangan mendadak.
Beberapa saat kemudian gelap berubah semakin gelap
oleh awan hitam, salju pun turun dengan derasnya.
Tiba-tiba terdergar kakek berjubah biru itu
membentak keras.
„Hey bocah keparat, kenapa dengan lengan kirimu??"
Setelah lama bartarung belum berhasil juga merebut
kamenangan kakek tua ini mulai gelisah dan tidak
tenteram, apa daya pertahanan dari Hong Po Seng
benar2 sangat kuat, kendati serangannya ber tubi2 dan
teramat gencar namun belum juga berhasil merobohkan
pertahanan lawan. Karena mendapat getaran2 keras luka
dibahu kiri Hong Po Seng sudah terasa amat sakit sejak

tadi, karena itu selama bertarung tangan kirinya
mencengkeram ikat pinggang kencang2, kini setelah
mendengar suara teguran itu ia tertawa keras.
“Tangan kiriku terkenal karena ampuhnya, aku takut
kalau sampai kugunakan tangan ini jiwamu lantas
melayang. maka aku berusaha menahan sebisanya
.......... bukankah diantara kita tiada ikatan dendam
apapun juga ? Nah, itulah dia aku jadi tak tega untuk
turun tangan jahat, tapi kalau kau memang tak tahu diri,
apa boleh buat !"
Kakek tua berjubah biru itu tahu kalau sianak muda
she Hong-po ini sedang mengacau belo, ia mendengus
dingin, serangan pedangnya diperketat dan mengurung
tubuh lawannya rapat2.
Mendadak Hong- po Seng merasakan daya tekanan
disekeliling tubuhnya makin berlipat ganda, diam2 ia jadi
gelisah, ia takut Hiangcu she Liem itu keburu datang,
andaikata sampai terjadi begitu dengan satu lawan dua
jelas posisinya akan semakin terjepit dan berbahaya.
Otaknya segera berputar cepat, akhirnya ia ambil
keputusan untuk menempuh bahaya, sebuah serangan
gencar segera dilepaskan.
Sementara itu kakek berjubah biru itu secara beruntun
telah melepaskan sembilan buah serangan berantai,
kesembilan buah serangan itu dilancarkan dalam
rangkaian satu gerakan, cepatnya lua biasa dan sukar
diikuti oleh pandangan mata.
Pada dasarnya Hong-po Seng memang ada maksud
memancing musuhnya masuk jebakan, ia segera

membuka tubuh dan sengaja memperlihatkan sebuah
titik kelemahan.
Padang bajanya mengunci kiri menangkis kekanan
seolah2 sudah kehabisan tenaga untuk bertahan,
sementata kakinya dengan mengikuti aliran sungai
mendorong sampan, secara beruntun mundur pula
sembilan langkah ke belakang,
Menyaksikan keadaan lawannya kakek berjubah biru
itu jadi amat girang, pedang pendeknya mencukil keatas
memancing pergi pedang baja sianak muda itu, sedang
jari tangan kirinya bagaikan tombak segera disodok
kedalam.
Sodokan jari ini dilancarkan dengan kecepatan
bagaikan kilat, arah yang dituju bukan lain adalah jalan
darah lie-keng-hiat didada Hong-po Seng, andaikata
serangan itu mengena sasarannya meski tubuhnya
terbuat dari bajapun pasti akan roboh terjengkang.
Siapa tahu tubuh Hong-po Seng hanya bergetar
sebentar saja setelah teamakan oleh sodokan jari itu,
diikuti ia membentak keras, pedangnya segera
membabat kemuka.
Pertarungan yang berlangsung aatara kedua orang itu
telah mencapai ratusan jurus, salju berderai dengan
derasnya.... angin dingin berhembus menusuk tulang....
pertarungan antara mereka berdua berjalan makin sengit
dan ngeri.
Kakek berjubah biru itu ada maksud cepat2
menyelesaikan pertarungan ini, maka dalam totokannya
tadi ia telah mengerahkan segenap tenaga yang
dimilikinya siapa sangka bukan saja Hong-po Seng tidak

roboh malahan melancarkan satu batatan kilat
kearahnya, dalam keadaan gugup dan terkesiap buru2
badannya miring kesamping untuk meloloskan diri.
Serangan babatan dari Hong-po Seng barusan telah
menggunakan kekuatan yang maha besar bagaikan
tindihan gunung Thay-san terdengar suara bentrokan
nyaring menggema diangkasa, pedang pendek sikakek
berjubah biru itu segera mencelat keangkasa.
Diikuti cahaya pedang berkelebat lewat, bahu
kanannya dari atas hingga kebawah seketika terbabat
putus jadi dua bagian, darah segar muncrat keempat
penjuru membasahi permukaan bumi yang putih oleh
salju, keadaan kakek ini, benar2 mengerikan sekali.
Untuk pertama kalinya ia membunuh orang membuat
Hong Po Seng tak kuat menahan emosinya, lama sekali
ia berdiri termangu2 sebelum mundur bebarapa langkah
kebelakang dan duduk bersila diatas tanah untuk
mangatur pernapasan.
Haruslah diketahui, ayahnya adalah seorang tokoh
dunia persilatan yang memiliki ilmu silat sangat lihay dan
merupakan pula tulang punggung dari kalangan lurus,
sebelum partemuan Pak Bang diadakan dan menyaksikan
kaum iblis telah meraja lela di mana-mana, maka secara
diam2 ia telah meleburkan segenap kepandaian silat
yang dimilikinya kedalam sebuah rangkaian ilmu pedang
yang terdiri dari enam belas jurus dan ditulis dalam sejilid
kitab, kemudian bersama2 dengan pedang baja itu
diserahkan ketangannya, ia berbuat demikian sebagai
persiapan andaikata akhirnya ia mati, putranya masih
dapat mewarisi sedikit kepandaiannya.

Oleh karena itulah baik tenga dalam maupun ilmu
pedangnya ia mendapat warisan langsung dari ayahnya.
Ibunya dahulu juga termasuk seorang tokoh Bu-lim
yang sangat ihay, kemudian meski tenaga lweekangnya
punah namun ilmu silatnya masih tetap dimiliki, sayang
kepandaian silat ibunya tidak sesuai bagi kaum pria maka
tak sepotongpun ilmu silat itu diwariskan kepada
putranya, ia hanya khusus memerintahkan puteranya
mempeIajari keenam belas jurus ilmu pedang itu.
Walau begitu semua kepandaian melatih badan jadi
kuat, ilmu menyembuhkan luka dalam maupun luka
racun., ilmu menggeserkan jalan darah serta ilmu2 lain
untuk melindungi keselamatan putranya telah diwariskan
semua kepada Hong po Seng,
Kendati begitu totokan berat dari kakek berjubah biru
tadi hampir saja membuyarkan hawa murni didalam
tubuhnya ditambah pula ia harus berlari jauh dan
bertarung lama, luka diatas bahu kirinya menyerang pula
tiada hentinya, begitu pertempuran usai cepat2 ia
mengatur pernapasan diatas permukaan salju.
Hawa murni baru saja mengelilingi tubuhnya satu kali,
napasnya belum sampai teratur, mendadak dari tempat
kejauhan terdengar berkumandang datang suara derap
kaki kuda yang nyaring.
Cepat si anak muda itu membuka matanya, tampaklah
sebuah kereta kuda yang mentereng dan megah dengan
empat ekor kuda penarik yang tinggi dan besar sedang
berlari mendekat dengan cepatnya.

Sang kusir adalah seorang lelaki berusia empat puluh
tahunan, memakai mantel terbuat dari kulit binatang,
memakai topi bulu dan membawa cambuk kuda
sepanjang satu tombak yang terbuat dari kulit kijang.
Dandanannya mewah, mentereng dan agung, seolah2
kereta dari pangeran atau bangsawan kaya.
Setelah memandang sekejap kearah kereta itu, dalam
hati ia berpikir :
,,Kereta ini dari arah selatan menuju ke¬utara
mungkin tempat yang dituju adalah kota Keng-chiu,
entah..."
Sungguh cepat lari kuda itu, dalam sekejap mata telah
berada kurang lebih puluhan tombak dihadapan sianak
muda itu.
Mendadak terdengar sang kusir berseru :
„Lapor nona, ada orang disana...eei? mayat dari Tin
hoe-boat menggeletak disana!”
Taaar ! kereta kuda itu bergeser tiga tombak jauhnya
diatas permukaan salju dan berhenti tepat didepan
Hong- po Seng.
Sianak muda itu perlahan2 mendongak memandang
kearah kereta mentereng itu, mendadak ia merasa
terperanjat, kiranya sepasang mata dari kusir itu amat
tajam bercahaya, sepasang keningnya menonjol tinggi2
sekilas memandang siapapun tahu kalau tenaga
lwekangnya amat sempurna.
„Waah....celaka...rupanya aku telah bertemu dengan
jago lihay" pikir pemuda she Hong-po ini. „Kusirnya saja
sudah begitu ithay, apa lagi majikannya....".

Tanpa sadar matanya dialihkan keatas kereta.
Horden tersingkap kesamping, terdengar suara
teguran yang merdu berkumandang keluar:
„Tio Hot-hoat mana yang kau maksudkan „Tio Cien !".
Seraut wajah gadis yang cantik dengan sanggul yang
tinggi muncul dari balik horden jendela, disusul
munculnya pula seorang dayang kecil berbaju merah
berdiri dibelakang dara ayu tadi.
Pandangan mata Hong po Seng jadi cerah, pikirnya :
,,Oooh, ternyatahanya seorang dara ayu, ditinjau dari
dandanannya yang agung dan mentereng jelas
kepandaian silataya belum tentu lihay !"
Dalam pada itu gadis ayu tadi sudah melongok keluar
jendela memandang sekejap kearah mayat yang terbelah
jadi dua diatas permukaan salju, biji matanya berputar
memandang pula sekejap kearah Hong-po Seng yang
duduk bersila diatas tanah, dari perubahan wajahnya
nampak jelas betapa terkejut dan kagetnya gadis itu.
„Hey, apakah kau yang bacok Hoe hoat kami jadi dua
bagian ?" mendadak terdengar dayang dalam kereta
menegur.
Melihat dayang itu baru berusia belasan dan sifat
kekanak2annya belum hilang, timbul rasa senang dan
simpatik dalam hati Hong- po Seng ia segera tersenyum
dan mengangguk.
„Mengapa kau bunuh dirinya ?" kembali dayang cilik
itu bertanya.
„Aku sendiripun tak tahu. ia hendak main bunuh diriku
terpaksa aku dahului dirinya ?"

“Oh Sam!" mendaduk terdengar gadis ayu itu berseru.
„Coba ambillah pedang antiknya itu dan perlihatkan
kepadaku !"
Mendengar perintah itu sang kusir kereta tadi segera
loncat turun dari tempat duduknya, sungguh hebat
gerakan tubuh orang ini bukan saja enteng bahkan sama
sekali tak bersuara.
Hong po Seng sudah menyadari akan kelihayan
lawannya, melihat orang itu meloncat kearahnya, dengan
cepat ia !oncat bangun dan bersiap sedia menghadapi
segala kemungkinan.
„Hey, lebih baik kau jangan melawan.." terdengar
dayang cilik itu berseru lagi. „Kalau tidak maka kau bakal
rugi dan menderita sakit !"
Sementara seruan itu baru saja berkumandang, kusir
tadi telah meluncur kehadapan Hong¬ po Seng,
tangannya segera berkelebat marampas pedang baja itu.
Tentu saja sianak muda itu tak sudi menyerah dengan
begitu saja, pedang bajanya diputar lalu membabat
kebawah, dalam waktu singkat partarungan seru telah
berkobar.
Sungguh lihay kepandaian silat yang dimiliki kusir itu,
tangan kanannya menyerang kesana sebentar membabat
kemari, semua sarangan tak pernah berpisah dari urat2
ini ditubuh Hong Po Seng, sementara telapak kakinya
menjulur menarik tiada hentinya coba merampas pedang
baja itu. Serangannya cepat, aneh dan tidak berada
dibawah Kok See Piauw.

Diam-diam Hong Po Seng marasa cemas bercampur
gelisah, dari gerakan tubuh musuhnya yang gesit dan
cepat dia tahu kepandaian orang berlipat ganda lebih
tinggi dari kepandaian sendiri, ditambah pula ia baru saja
menyelesaikan pertarungan sengit dan bahu kirinya telah
terluka tak mungkin baginya untuk merebut
kemenangan.
Mau lari? kemana dia harus pergi? mau mandah
dibekuk? tentu saja ia tak sudi., . satu2nya jalan yang ia
miliki hanyalah bertempur sampai titik darah
penghabisan.
Meskipun kecerdasan otaknya luar biasa, apa daya
kekuatan tidak memadahi, sebelum ia memperoleh satu
akal bagus untuk menghindarkan dari maut, sebuah
totokan kilat dari kusir itu telah menghajar diatas
pinggangnya.
Totokan itu datangnya mendadak dan diluar dugaan,
baik dipunahkan maupun dihindari sudah tak sempat
lagi, dalam gugup kegelisahnya hawa murni diatas
pusarnya ditekan kebawah jalan darah diatas
pinggangpun segera bergeser setengah coen dari tempat
semula.
Tatkala serangan totokan dari kusir itu mengenai
tubuh Iawannya, tiba2 ia merasa ujung jarinya tergelincir
kesamping lalu mental baIik tanpa terasa tegurnya
sambil tertawa.
,,Bocah cilik, hebat benar kepandaianmu, rupanya ilmu
tersebut bernama Hoei Si-Kang wan terbang melayang
bukan:".

Hong- po Seng menjerit kesakitan setelah terkena
sodokan tersebut, pedang bajanya segera diperkencang
dan mengirim tiga buah serangan berantai yang sangat
gencar.
Menghadapi serangan2 maut semacam itu, kusir tadi
tak berani gegabah, buru-buru ia mundur kebelakang
berulang kali.
Haruslah diketahui ilmu pedang yang digunakan
sianak muda itu paling banyak mennggunakan tenaga,
setelah hawa murninya makin menipis permainan ilmu
pedangnya jadi kacau, senjata berat lima puluh dua kati
itupun bukan membantu malahan menjadi beban yang
berat, setiap saat ada kemungkinan terlepas dari
cekalannya.
Dalam hal ilmu silat segala yang dipaksakan
merupakan pantangan paling besar, meski dalam hati
ada niat apa daya tenaga tidak memadahi, setelah saling
bergebrak dua puluhan jurus tiba2 pergelangan
kanannya kena dicengkeram oleh kusir kereta itu,
sekujur badannya jadi gemetar keras, hawa murni jadi
buyar, ketiaknya jadi kaku dan badannya roboh
terjengkang diatas permukaan salju.
Melihat musuhnya telah roboh kusir kereta itu
memungut pedang baja tadi dari tangan Hong-po Seng
kemudian diangsurkan kedalam kereta.
Gadis cantik itu menerima senjata tersebut kemudian
dibolak balik melihatnya beberapa saat, tiba2 jarinya
mengentil diatas tubuh pedang baja itu hingga berbunyi
gemerencingan yang nyaring.
„Pedang itu terbuat dari baja murni yang sukar
didapatkan dalam kolong langit." ujar kusir itu dari

samping kereta. „Golok mustika maupun pedang mustika
sukar uniuk menebas kutung senjata tersebut, benda ini
terhitung salah satu benda mustika dalam dunia
persilatan."
Gadis cantik itu melirik sekejap kearah Hong-po Seng
yang mengeletak diatas tanah, lalu tanyanya kepada
kusir itu :
,,Pernahkah kau dengar dahulu ada orang yang
pernah menggunakan senjata tajam seperti ini?"
Kusir itu berpikir sebantar lalu menggeleng
„Enghiong kenamaan yang ada dalam Bu-lim tak
seorangpun yang pernah menggunakan pedang baja
seperti ini."
Maksud dari ucapan itu jelas sekali, manusia
kenamaan yang tersohor dalam dunia kangouw tak
seorangpun yang tak dikenal olehnya apa lagi senjata
andalan yang yang mereka gunakan.
Gadis cantik itu mengangguk perlahan, sorot matanya
dialihkan kembali kearah Hong¬po Seng, lalu tegurnya.
„Kau adalah anak murid dari partai mana"
Hong-po Seng yang menggeletak diatas tanah
merasakan sesuatu siksaan yang sukar di lukiskan
dengan kata2, mellhat gadis itu bertanya dengan wajah
tawar, iapun menjawab dengan suara hambar :
“Ilmu silat berasal dari keluarga sendiri, aku tak
pernah angkat guru!”
.,Ehmm! ilmu silatmu tidak lemah, semestinya
keturunan dari keluarga kenamaan, apa she mu? dan
siapa pula nama besar dari ayahmu??"

Sudah tentu tak mungkin bagi Hong-po-Seng untuk
menjawab sejujurnya, tapi diapun tidak ingin
memalsukan nama ayahnya, segera sahutnya dengan
suara melantur.
„Aku she Hong-po, ayahku telah banyak tahun tutup
usia, kini setelah aku jatuh ketanganmu, rasanya lebih
baik tak usah kusebut kan lagi nama ayahku almarhum!"
Sepasang alis gadis cantik itu berkerut kencang, rasa
tidak senang terlintas diatas wajahnya, sesudah
termenung sebentar katanya kepada Oh Sam si kusir
kereta itu.
„Coba geladah sakunya, andaikata tiada hal yang
mencurigakan lenyapkan saja jiwanya.”
Raut wajah gadis itu cantik jelita bagaikan bidadari,
sungguh tak nyana hatinya keras dan telengas,
memandang jiwa manusia bagaikan rerumputan,
sungguh tidak sesuai dengan wajahnya yang cantik jelita
itu.
Setelah mendapat perintah kusir itu segera mendekati
tubuh Hong po Seng tanpa mengucapkan sepatah
katapun, dengan cepat seluruh sianak muda itu diperiksa
dengan seksama.
„Aaaai.. tak usah kau geledah lagi! "tukas Hong-po
Seng sambil menghela napas panjang.
"Tiada tanda2 yang mencurigakan dalam sakuku,
silahksn kau turun tangan secepatnya!".
„Hmmm, tutup mulutmu, kau tidak berhak untuk
melarang diriku melakukan pemeriksaan.”
Diam2 Hong-po Seng menghela napas dan pejamkan
matanya rapat2.

„Aaaai .. ibu mengharapkan putranya jadi seekor
naga, siapa sangka harapannya hanya sia2 belaka" ia
berpikir didalam hati "Meskipun mati hidup manusia
berada ditangan Thian, tapi aku mati dalam keadaan
penasaran!".
Bila seseorang telah mendekati ajalnya seringkali
otaknya jadi makin cerdas dari keadaan biasa, ia teringat
kembali akan teratai racun "Tan-Hwee-Tok-Lian,",
teringat puIa surat dari ibunya. Ia tahu ibunya hendak
menggunakan kemustajaban dari teratai beracun itu
untuk menyembuhkan luka dalam yarg dideritanya serta
pulihkan kembali tenaga dalam yang dimilikinya, setelah
itu munculi kembali didalam dunia persilatan untuk
membereskan rekening lama.
Berpikir sampai kesitu ia merasa amat menyesal dan
kecewa, ia merasa tidak seharusnya ia beradu jiwa
dengan Hoe hoat she-Tio itu, bukan saja sama sekali tak
ada hasilnya malahan hawa murni yang ia miliki jadi
lemah, selembar jiwanya dikorbankan dengan percuma
dan yang paling penting lagi ia bakal menyia-nyiakan
harapan ibunya yang mengasingkan diri diatas gunung
terpencil.
Samentara pelbagai ingatan berkelebat dalam
benaknya dan diam2 ia merasa amat menyesal, Oh Sam
sikusir kereta itu telah selesai menggeledah seluruh
pakaiannya, kecuali sebuah kepingan perak tiada benda
lain yang ada disitu.
Maka hawa murninya segera dikumpulkan di atas
telapak kanan siap dihantamkan kebawah, mendadak
satu ingatan berkelebat dalam benaknya, cepat ia tarik

pakaian si anak muda itu kemudian memeriksa bahu
kirinya.
„Aah !" jeritan kaget bergema diangkasa. „Lapor siocia,
orang ini telah merubah wajahnya dengan obat
merubah muka !"
Sebenarnya gadis cantik itu telah menarik kembali
tubuhnya kedalam kereta, ketika mendengar seruan
tersebut, ia segera melongok kembali keluar jendela,
sekilas memandang segera temukan meski raut wajah
Hong- po Seng hitam pekat bagaikan pantat kuali,
namun dari batas leher hingga kebawah berwarna putih
bersih, nampak suatu perbedaan yang menyolok sekali
antata warna putih dan hitam itu.
Hong-po Seng sebenarnya telah pejamkan mata
menantikan kematian, ketika secara tiba2 rahasianya
ketahuan orang ia segera buka mata menyapu sekejap
sekeliling tempat itu.
Betapa gusarnya sewaktu melihat Oh Sam sedang
melepaskan pakaian yang ia kenakan, dengan rasa
jengah bercampur marah bentaknya :
,,Sejak dilahirkan aku memang bertubuh belang apa
salahnya kalau keadaanku begini? Hemmm buat apa
kalian kaget dan menjerit-jerit seperti orang edan ?"
,,Coba singkap ujung baju orang itu!” mendadak
terdengar gadis cantik itu berkata kembali.
Oh Sam segera menyingkap ujung baju Hong po Seng,
tampaklah meskipun sepasang tangan pemuda itu hitam
pekat tapi dari batas sikut keatas ternyata berkulit putih
bersih juga, seolah2 belum pernah tetkena sorot sinar
matahari.

„Bekas telapak yang membekas diatas lengannya
berbentuk sembilan ruas, apakah ia sudah termakan oleh
pukulan sakti Kioe Pit Sin orang?” kembali gadis itu
menegur.
Kiranya diatas bahu kiri sianak pemuda itu tertampak
jelas telapak berwarna hijau yang terpatah patah persis
berjumlah sembilan ruas.
Oh Sam segera mengangguk.
„Bagaimana menurut pendapat siocia?' tanyanya.
Biji matanya yang jeli berputar kesana kemari,
sebentar memandang tubuh Hong-po Seng yang putih,
sebentar memandang pula wajahnya yang hitam pekat,
akhirnya timbul rasa ingin tahu dalam hati gadis itu
serunya:
„Bawa kembali kedalam markas dan periksa yang
seksama".
Selesai berkata tubuhnya lenyap dibalik kereta.
Oh Sam segera mengangkat tubuh Hong-po Seng dan
loncat naik keatas tempat duduknya, ia letakkan tubuh
sianak muda itu disisinya setelah itu cambuk kulit
kijangnya diayunkan ketengah udara, diantara ledakan
pecut yang nyaring kereta itu bergerak kembali kearah
utara dengan cepat.
Kereta megah itu buatannya sangat kuat dan indah,
ilmu mengendalikan kereta dari Oh Sam pun sangat
tinggi ditambah pula keempat ekor kuda kuning itu telah
mendapat pendidikan yang cukup lama, meski berlarian
diatas permukaan salju namun larinya tetap tenang dan
mantap.

Angin dingin berhembus kencang seoIah2 golok tajam
mengiris iris badan, amat tersiksa rasanya ditubuh. Jalan
darah Hong po Seng tertotok membuat ia tak sanggup
mengerahkan hawa murninya untuk melawan rasa
dingin, beberapa saat kemudian wajahnya telah berubah
jadi pucat pias begaikan mayat, ke empat anggota
badannya jadi kaku dan sukar bergerak lagi.
Tapi ia tidak bicara maupun buka suara, sambil
pejamkan matanya ia pura-pura mengantuk. Padahal
yang benar hawa murninya per¬Iahan2 dihimpun
kembali untuk membebaskan jalan darah yang tertotok.
Dibawah salju, mendadak muncul seorang pria
berbaju hitam tampak dari kejauhan, ketika orang itu
berjumpa dengan kereta berwarna kuning emas tersebut,
dengan cepat segera menyingkir ketepi jalan seraya
buru2 menjura.
„Saudara Oh Sam ! kiong hie.... kiong hie selamat
tahun baru...!".
Oh Sam diatas kereta tetap duduk dengan angkuhnya,
sampai biji matapun tidak melirik barang sekejap kearah
orang itu, sahutnya hambar:
„Liem Hiang cu, bagus.... bagus....itu! Tio hoe hoat
menantikan dirimu disebelah depan sana”.
Sementara berbicara, kereta kuda telah melewati dari
sisi tubuhnya dengan cepat.
Sebelum tengah hari tiba2 kereta telah masuk
kedalam kota Keng Chiu, jalan darah Hong Po Seng yang
tertotok pun hampir berhasil ditembusi, tiba2 terdergar
Oh Sam membentak rendah, kereta kuda itu telah

berhenti didepan sebuah bangunan besar, suara ucapan
tahun baru segera bermunculan dari sekeliling tempat
itu. Tatkala Hong-po Seng membuka matanya, ternyata
kereta telah berhenti dipintu depan markas besar
perkumpulan Sin Kie Pang cabang kota Keng-chiu,
didepan pintu telah penuh dengan orang yang
menyambut kedatangan mereka, semua orang sama2
memberi hormat kepada kusir tersebut sambil menyebut
dirinya Oh Sam-ya.
Dengar sinar mata tajam Oh Sam menyapu sekejap
wajah orang2 itu, tiba2 ia bertanya.
,,Kwa Hoa Tongcu kenapa tidak kelihatan"
“Lapor Sam-ya!" seorang kakek berjubah hijau segera
menjawab. „Kemarin malam telah terjadi keonaran, Hoen
tongcu serta dua orang pembantu telah lenyap tak
berbekas, tadi sebenarnya ada seorang Tio loo hoe-hoat
serta seorang Liem thangcu menjadi tamu kami, tapi
entah bagaimana jejak merekapun tiba-tiba lenyap tak
berbekas!"
Oh Sam dengan wajah keren mendengus dingin, ia
tidak menanggapi perbuatan itu.
Kakek berjubah hijau itu segera berkata lebih jauh.
„Sebenarnya dalam markas kami telah menawan
orang-orang tawanan perempuan, mereka adalah berasal
dari keluarga Chin Pek Cuan, tapi setelah bentrokan
kemarin malam mereka telah terlepas semua, peristiwa
ini telah kami laporkan kemarkas besar harap Sam-ya
suka memberi pertimbangan "
Hong-po Seng yang kebetulan mendengar pula
pembicaraan itu dalam hati merasa amat girang,

sekalipun ia sendiri terjatuh ditangan orang tetapi
bagaimanapun juga kesulitan yang dihadapi keluarga
Chin berhasil ia selesaikan dengan balk, atas perintah
dari ibunya sedikit banyak diapun bisa mempertanggung
jawabkan diri.
Tampak Oh Sam ulapkan tangannya melarang kakek
berjubah hijau itu bicara jauh, ia berpaling dan tanyanya:
„Siocia, apakah kau hendak turun dari kereta untuk
bersantap lebih dahulu?"
„Tak usah!" gadis cantik dalam kereta itu menyahut.
„Kau makanlah cepat sedikit, kemudian kita lanjutkan
kembali perjalanan kita."
Oh Sam mengiakan, sebelum meninggalkan kereta
tersebut, mendadak ia putar tangannya melancarkan
totokan kembali keatas jalan darah ‘Tiong Khek’ ditubuh
Hong-po Seng, setelah itu baru masuk kedalam ruangan.
Tindakan tersebut kontan membuat Hong-po Seng jadi
meringis, pikirnya dalam hati.
,,Aai ... sudah, sudahlah,” rupanya kusir kereta itu
adalah seorang jago kawakan yang sangat lihay, untuk
meloloskan diri dari tangannya mungkin jauh lebih sukar
daripada naik keatas langit !"
Rupanya sebelum jalan darah ‘Thian Ci" yang tertotok
lebih dulu tadi sempat ditembusi. Oh Sam telah
menambahi dengan sebuah totokan lagi diatas jalan
darah „Tiong Khek" jelas kusir itu takut kalau pemuda itu
berhasil membebaskan diri dari pengaruh totokan dan
melarikan diri.

Sesaat kemudian muncul tiga orang dari dalam
ruangan, diatas tangan mereka masing-masing
membawa sebuah nampan yang penuh berisi makanan
lezat, dayang cilik tadi segera membuka pintu kereta dan
menerima hidangan tersebut.
Hong- po Seng yang sudah sehari semalam tidak
bersantap dengan cepat perutnya jadi keroncongan
setelah mencium bau harum air liur tak tertahan
mengucur keluar.
Kereta kuda itu diparkir dipinggir jalan, Hong po Seng
segera alihkan sinar matanya menengok kesana
menengok kemari, ia berharap bisa melihat wajah
keluarga Chin sekali lagi.
Tetapi sayang sekali meski letak markas besar cabang
perkumpulan Sin Kie Pang terletak ditepi jalan raya, tapi
bagi orang2 yang tiada perlu kebanyakan suka berputar
lewat jalan lain ditambah pula hari itu adalah hari Tahun
Baru, banyak toko tutup dan banyak orang lebih suka
berada dirumah, sekalipun Hong-po Seng sudah
setengah harian lamanya menengok kesana menengok
kemari, tak sesosok bayangan manusiapun berhasil dia
jumpai.
Kurang lebih sepertanak nasi kemudian Oh Sam telah
muncul kembali diambang pintu, ia langsung
menghampiri jendela kereta dan membisikkan sesuatu
kedalam.
JILID KE 3 Wajah Hitam yang sulit dibersihkan

TERDENGAR gadis cantik yang berada di dalam kereta
itu segera berkata: „Biarlah kupikirkan lebih dahulu baru
kita bicarakan lagi!”
Kedahsyatan ilmu silat yang dimiliki Oh Sam sukar
dicarikan tandingannya dalam kalangan dunia persilatan,
tetapi sikapnya terhadap gadis cantik itu ternyata
menghormat dan tunduk seratus persen. Mendengar
sahutan tadi ia lantas mengiakan dan kembali ke tempat
duduknya di depan kereta, sekali sentak tali les, kereta
itu kabur kembali ke depan dengan gerakan cepat.
Beberapa saat kembali sudah lewat, kereta kudapun
telah keluar dari pintu utara kota Keng-Chiu, mendadak
dari balik ruang kereta menggema keluar suara sentilan
jari. Diikuti suara dari gadis cantik tadi berkumandang
datang:
,,Bawa orang itu ke dalam kereta, aku ada persoalan
yang hendak kutanyakan kepadanya”.
Oh Sam segera menghentikan keretanya dan
mencengkeram tubuh Hong Po Seng masuk ke dalam
ruang kereta, dayang cilik tadi telah membuka pintu
kereta, Oh Sam pun segera melangkah masuk ke dalam
keretanya:
,,Pemuda ini memiliki berbagai macam ragam
kepandaian aneh, siocia barus berjaga-jaga atas
kelihayannya!”.
Gadis cantik itu mengangguk ketus, dayang cilik
itupun menutup kembali pintu kereta menurunkan
korden dan kereta berangkat kembali menuju keutara.
Hong Po Seng duduk dengan punggung bersandar di
atas dinding kereta, sepasang matanya berputar ke sana
ke mari mencari pedang baja miliknya.

Tampaklah dalam ruang kereta sebelah kanan terletak
sebuah kursi empuk yang dapat digunakan untuk duduk
ataupun tidur, di sudut kiri terdapat sebuah meja kecil,
empat belah dinding tertutup oleb korden yang halus dan
indah, selembar kulit harimau terbentang di atas lantai,
sebuah lantai keraton tergantung di atas kereta dan di
atas dinding kereta terdapat sebuah lemari kecil, dalam
lemari itu terdapat beberapa macam barang antik serta
beberapa jilid buku.
Sambil bertopang dagu gadis cantik itu duduk di atas
kursi empuk sementara dayang cilik tadi duduk di atas
kasur sutera di bawah kaki majikannya. Tiga buah
nampan berisi makanan terletak di atas meja kecil dan
sama sekali belum disentuh. Sedangkan pedang baja
milik Hong Po Seng tidak nampak bayangannya.
Tiba-tiba terdengar dayang cilik itu menegur dengan
suara merdu:
„Hay, siapa namamu?”
„Aku she Hong Po bernama Seng!” sahut si anak muda
itu tanpa ragu-ragu, sorot matanya menyapu sekejap ke
atas wajah gadis itu kemudian balik tanyanya:
,,Dan siapa pula nama nona berdua?”
Sebagai seorang pemuda yang sejak kecil telah di
didik keras oleh ibunya, kesopanan selalu diutamakan
olehnya dalam setiap pergaulan.
,.Aku bernama Siauw Ling!” terdengar dayang cilik itu
menyahut sambil tertawa. ,.Sedang siocia kami she Pek,
siapa namanya ……. Rahasia! Kau tak boleh tanya dan
tak boleh tahu”.

Hong Po Seng tertawa hambar.
,,Nona Pek, kau memanggil cayhe datang kemari
entah ada persoalan apa?”““.
Gadis cantik itu termenung beberapa saat lamanya,
kemudian ia baru bertanya dengan suara hambar.
,,Orang yang mewariskan ilrau silat kepadamu apakah
pernah membicarakan soal kelihayan dari ilmu pukulan
Kioe-Pit-Sin-ciang?”
Hong po Seng mengerti dibalik ucapan tersebut pasti
ada sebab-sebabnya, ia jadi terkesiap.
,,Cayhe belum lama terjunkan diri ke dalam dunia
persilatan, pengetahuanku sangat cetek dan
pengalamanku boleh dibilang belum ada, entah sampai di
manakah kelihayan dari ilmu pukulan Kioe-Pit-Sin-ciang
itu?”
Ketika didengarnya si anak muda itu sama sekali tidak
menyebutkan nama dari yang orang telah mewariskan
ilmu silat kepadanya, di atas wajah sang gadis yang
cantik jelita itu terlintas senyuman mengejek.
„Hmmm, tidak sampai tiga hari, lengan kirimu bakal
jadi cacad! Dapatkah jiwamu tertolong hal ini harus
dilihat dari nasibmu, apakah kau punya rejeki atau tidak”.
Hong-po Seng semakin terkesiap mendengar
perkataan itu, pikirnya dalam hati:
„Serangan yang dilancarkan Kok See Piauw dalam
keadaan tergopoh-gopoh dan gelisah paling banter cuma
menggunakan tenaga dua bagian belaka, dan jelas ilmu
pukulan „Kioe Pit Sin Ciang” itu tak beracun, kenapa
hanya luka yang demikian kecilnya bisa mengakibatkan
lenganku jadi cacad? Bahkan menurut gadis ini jiwaku

bisa terancam? Aneh ..... sungguh tak habis
mengerti..............”.
Terdengar gadis cantik itu telah berkata lagi dengan
nada dingin:
“Kau anggap, aku sedang menakut-nakuti dirimu atau
membohongi dirimu?... Hmm!”
„Aaaai akupun tahu tiada berguna menakut-nakuti,
cuma saja ...... setelah aku terluka, mau sedih atau
menyesal apa gunanya, toh nasi telah berubah jadi
bubur!’.
„Hmmm .... belum tentu begitu, asal kau punya
keinginan untuk tetap melanjutkan bidup, aku punya
kepandaian untuk menyelamatkan selembar jiwamu!”.
„Kalau didengar nada pembicaraannya ...... rupa nya
aku harus memohon sendiri .........” pikir Hong Po Seng.
oooOooo
Dari sikap lawannya yang termenung tak bicara, gadis
cantik itu mengerti bahwa hatinya sudah digerakkan oleb
perkataannya barusan, ia lantas tertawa hambar.
„Semua orang yang di kolong langit banya tahu bahwa
ilmu pukulan „Kioe Pit Sin Ciang” adalah suatu ilmu
pukulan yang sangat lihay, namun tak seorangpun yang
tahu di manakah letak kelihayannya, yang dimaksudkan
„Kioe Pit Sin” di sini sama sekali bukan berarti akibat
pukulan yang berpatah-patah jadi sembilan bagian”.
„Aaah! benar, semestinya orang-orang baru bisa
berpikir sampai kesitu” batin Hong Po Seng ketika

mendengar gadis itu menghentikan pembicaraannya,
terpaksa ia buka suara;
,,Pengetahuan maupun pengalaman nona sangat luas,
hal ini membuat cayhe merasa amat kagum, tapi aneh
apa yang dimaksudkan sebagai „Kioe Pit” dalam ilmu
pukulan ini?”.
„Ilmu pukulan ini aneh dan istimewa sekali, bagi
korban yang terkena oleh pukulannva, dilarang makan
sekenyang-kenyangnya dilarang minum sepuas-puasnya,
dilarang bergembira berlelebihan, dilarang sedih
kelewatan batas, tak boleh kedinginan dan tak boleh
kepanasan ….. ”.
Berbicara sampai di sini, sinar matanya dialihkan
keatas ujung baju Hong Po Seng yang terbakar hangus
oleh api, serentetan sikap mengejek terlintas di atas
wajahnya.
Hong Po Seng tertegun dan melongo, pikirnya:
,,Aaah, benar. Setelah aku terluka mula-mula tubuhku
kepanasan oleh kobaran api kebakaran, setelah itu aku
kedinginan oleh tiupan angin dan salju, setelah itu harus
berlarian dan bertempur semalam suntuk, tenta saja
keadaan bertempur runyam …”.
Tiba-tiba ia teringat kembali sewaktu kemarin malam
masih berada di dalam lorong rahasia milik keluarga
Chin, waktu itu ia pernah jatuh pingsan satu kali dan
hampir saja jatuh terjengkang, hanya saja ketika itu
peristiwa tersebut sama sekah tidak diperhatikan, kini ia
sadar dan menjadi paham, jelas itulah akibatnya dari
kambuhnya luka bekas terkena pukulan.

„Siauw-Ling! bebaskan jalan darahnya yang tertotok”
merdadak terdengar gadis cantik itu berseru.
Dayang cilik itu manis, ia rnendekati sisi tubuh Horg
Po Seng kemudian menggerakan telapaknya menabok di
atas jalan darah “Thin-Ci” di tubuh pemuda tersebut.
„ Sudah cukup?” tanyanya kemudian sambil tertawa
,,Bebaskan pula jalan darah Tiong-Kheknya!”.
Buru-buru dayaitg cilik itu menepuk pula di atas jalan
darah „Tiong-Khekhiat” sehingga jalan darah yang
tertotok itu segera tergetar bebas.
Diam-diam Hang Po Seng mengatur pernapasannya
dan mengalirkan hawa murni ke seluruh tubuhnya, ia
bermaksud hendak melancarkan peredaran darah dalam
badannya.
Siapa sangka tiba-tiba kepalanya pusing tujuh keliling,
seluruh tubunya bergetar keras kemudian roboh
terjengkang ke atas lantai, seketika itu juga ia jatuh tak
sadarkan diri.
Ucapan dan gadis itu sedikitpun tidak salah, ilmu
pukulan Kioe Pit Sin Ciang yang muncul pada saat ini
jauh berbeda dengan sepuluh tahun berselang,
kekejaman kesedihan, serta kehebatan racunnya boleh
dibilang mematikan setiap korban yang terkera oleh
pukulan tersebut, hanya saja selama sepuluh tabun Boe
Liang Sin Koen tak pernah tinggalkan goa pertapaannya
sedangkan Kok See Piauw pun belum lama terjun ke
dalam dunia persilatan, sampai di manakah kehebatan
dari ilmu pukulan tersebut hanya beberapa orang saja
yang tabu.

Ketika menjumpai Hong Po Seng jatuh tak sadarkan
diri di atas lantai, dayang cilik itu segera berjongkok dan
memeriksa tubuh pemuda tersebut, katanya kemudian:
„Siocia, apakah kau hendak menerima orang ini
sebagai pembantu kita? ....”.
Dengan ujung jarinya yang dibasahi oleh air ludah ia
gosok-gosok wajah Hong Po Seng yang tajam pekat itu
keras, ujungnya lebih jauh:
,,Andaikata wajah orang ini tidak dipoles dengan obat
penyaruan, aku pikir ia pasti tampan dan menarik!”.
„Coba kau totok jalan darah “Jien Tiong”nya!”
terdengar gadis cantik itu menitahkan.
Mendengar perintah dari majikannya dayang cilik itu
segera melancarkan sebuah rotokan di bawah lekukan
hidung pemuda tersebut, seluruh tubuh dan kulit badan
Hong Po Seng tergetar keras, dalam waktu singkat ia
siuman kembali dari pingsannya.
,,Heng po Seng, dengarkan baik-baik!” kata gadis
cantik itu dengan wajah adem. Aku bernama Pek Koen
Gie Pek Loo Pangcu ketua dari perkumpulan Sin Kee
Pang adalah ayahku!”
Sejak semula Hong po Seng telah menduga sampai di
situ maka ia tidak sampai kaget setelah mendengar
pengakuan dari dara ayu tersebut, sepasang telapaknya
segera menekan ke atas lantai coba merangkak bangun.
Siapa sangka karena sedikit mengerahkan tenaga
itulah luka di atas bahu kakinya terasa amat sakit hingga
merasuk ke dalam isi perutnya, tubuh jadi lemas dan
sekali lagi ia roboh terjengkang di atas lantai.

Dayang cilik yang ada di sisinya segera memayang ia
bangun, katanya:
,,Eeeea kau harus sedikit tahu diri, jangan sampai
menjengkelkan atau menggusarkan siocia kami!”.
,,Terima kasih atas perhatian diri nona cilik” sabut
Hong po Seng tertawa hambar. ,,Entah nona Pek masih
ada petunjuk apa lagi? Cayhe siap mendengarkan
dengan seksama!”.
Setelah jatuh pingsan dan siuman kembali, wajah
pemuda itu dari hitam pekat kini berubah jadi kuning
pucat, sepasang matanya suram tak bersinar, suaranya
untuk berbicara pun lemah tak bertenaga, seakan-akan
seseorang yang sedang menderita sakit parah.
Pek Koen Gie sema sekali tidak terharu oleh keadaan
orang, katanya perlahan-lahan:
,,Kemarin malam di rumah keluarga Chin Pek Cuan
telah terjadi peristiwa, kebetulan kaupun berada di kota
Keng-chiu, bahumu terluka oleh pukulan, pakaianmu
terbakar sebagian oleh api, jelas tak bisa dipungkiri lagi
kau pasti sudah turut campur dalam peristiwa itu bukan
begitu?”.
Semangat Hong Po Seng segera berkobar setelah
mendengar dara itu mengungkap kembali peristiwa di
keluarga Chin.
"Nama besar Boe Liang Sin Koen telah menggetarkan
seluruh Liok lim, ia mempunyai seorang murid yang
bernama Kok See Piauw, meski ilmu silat yang dimilikinya
jauh lebih kuat dari aku orang she Hong Po, menurut
pendapat caybe, alangkah baiknya kalau pihak
perkumpulan Sin Kee Pang jangan ikut campur dalam
persoalan keluarga Chin ini”.

Pek Koen Gie dapat menangkap arti lain dalam
perkataan tersebut, jelas pemuda itu sedang menyindir
perkumpulan Sin Kee Pang yang sedang membaiki Kok
See Piauw dengan harapan bisa menggaet Boe Liang Sin
Koen berpihak kepada mereka, diam-diam dia jadi naik
pitam:
„Pihak perkumpulan Sin Kee Pang kami telah
kehilangan tiga orang dan kematian seorang Hoe Hoat”
serunya sambil tenawa dingin. ,,Apakah hutang darah ini
harus kami catat atas namamu!”.
,,Hmmm. ketiga orang itu telah kubacok mati semua,
mayat mereka telah kulempar ke dalam kobaran api, saat
ini mungkin abunya pun sudah musnah terhembus angin.
Kalau memang kalian mau mencari balas, catat saja
keempat lembar jiwa itu atas namakul”
Pek Koen Gie mendengus dingin, dalam waktu singkat
di atas wajahnya yang cantik jelita terlintas hawa dingin
yang menggidikkan hati.
,,Hmmm kau tak usah menanggung dosanya Chin Pek
Cuan, selama mereka ayah dan anak masih hidup di
kolong langit, cepat atau lambat pasti akan terjatuh ke
dalam jaring perkumpulan Sin-Kie-Pang!”.
Hong-po Seng jadi sangat gelisah.
,,Nona kau sengaja mengucapkan kata-kata seperti ini
bukankah kasarnya ada maksud memaksa diri cayhe?
Entah kau ada perintah apa yang hendak diutarakan
kepada cayhe, katakanlah asal aku Hong-po Seng dapat
kerjakan pasti akan kulakukan”.

Pek Koen Gie tertwa dingin.
,,Rupanya kaupun terhitung seorang manusia cerdik!”
ia merandek sejenak. ,,Anak buah perkumpulan Sin-Kee-
Pang bukanlah manusia yang boleh dibunuh oleh orang
luar, andaikata kau ingin melepaskan diri dari persoalan
ini satu-satunya jalan hanya menyumbang tenaga bagi
perkumpulan kami. Mengingat usiamu masih muda,
kepandaian silatmu tidak lemah dan merupakan seorang
manusia berbakat yang punya kemungkinan besar untuk
maju, persoalan yang telah lewat tak akan kubicarakan
lagi, aku tanggung jika keluarga Chin tidak akan
mengalami ancauan bahaya apapun!”.
Mula-mula Hong-po Seng tertegun, kemudian ia jadi
paham dengan duduknya perkara.
,,Oooh, ternyata huhungan antara nona dengan Boe-
Liang san bukan hanya hubungan biasa, kalau tidak tak
nanti kau berani mengucapkan kata-kata sesumbar itu!”
,,Hanya mendengar nada ucapanku saja ia bisa
menebak maksudnya, kecerdikan orang ini benar-benar
sukar dicarikan tandingannya di kolong langit .....” diamdiam
Pek Koen Gie berpikir.
Melihat ia sedang pejamkan mata seolah-olah lagi
berpikir, iapun segera menanti dengan tenang tanpa
mengganggu.
Hong po Seng diam-diam memikirkan kembali situasi
yang dihadapi sekarang, dimulai dari keselamatan
keluarga Chin ibunya yang meagasingkan diri di atas
bukit, serta nama ayahnya almarhum yang cemerlang
dalam Bu-lim ..... akhirnya ia tertawa getir.

„Nona!” katanya kemudian. „Tidak sulit bagiku untuk
menggabungkan diri menjadi anggota perkumpulan Sin-
Kie Pang, tapi kesulitan justru terletak pada ketidak
tulusan hatiku, aku tak dapat bersikap setia dengan
sepenuh hati kepada kalian. Nona, bagaimana
pandanganmu mengenai hal ini ?”
,,Persoalan itu tidak sulit untuk diatasi” jengek Pek
Koen Gie sambil tertawa dingin. ,,Kalau kau berani
mengkhianati perkumpulan, maka kau akan kuhukum
menuruti peraturan, aku rasa hal ini bukan merupakan
satu kesulitan”.
Ia merandek sejenak, lalu tambahnya :
,,Menurut penglihatanku, kesulitan justru terlerak pada
upacara untuk masuk jadi anggota, aku takut kau sulit
untuk menuruti!”.
,,Upacara masuk jadi anggota bagaimana maksudmu
?? tolong nona suka menjelaskan!”.
„Hmm, kalau dibicarakan semestinya sederhana dan
gampang sekali, cukup asal kau suka berlutut
dibadapanku, mendengarkan nasehat serta teguranku
kemudian mengijinkan aku menancapkan tiga batang
jarum beracun penempel tulang di atas tubuhmu maka
secara resmi kau telah kuterima sebagai anggota
perkumpulan Sin Kie Pang. Bagaimana? apakah kau perlu
mempertimbangkan lagi?”
Merah padam selembar wajah Hong-po Seng begitu
selesai mendengar perkataan itu, hawa amarah yaog
bergelora dalam rongga dadanya sukar dikendalikan lagi.

Saking gusarnya luka di atas bahunya seketika
kambuh kembali, pandangan jadi gelap dan sekali lagi ia
jatuh tak sadarkan diri . . .
,,Siocia, kenapa kau ajukan peraturan seperti itu?”
terdengar dayang cilik itu menegur dengan wajah
tertegun bercampur tercengang. Dahulu belum pernah
kudengar ada peraturan semacam ini!”
Pek Koen Gie tertawa dingin.
„Watak serta tabiat orang ini kukoay sekali, kalau
dikatakan ia tidak takut mati ternyata ia sangat takut
menghadapi kematian, kalau dikatakan takut mati
ternyata ia mempunyai sikap memandang suatu
kematian bagaikan pulang ke rumah, terhadap manusia
semacam ini siapapun bisa dibikin apa boleh buat, oleh
karena itu aku perlu menghina dirinya habis-habisan, bila
ia berani menghianati diriku maka sekali hantam akan
kubereskan selembar jiwanya”.
Dayang cilik itu seperti mengerti seperti pula tidak
mengerti atas pembicaraan majikannya, terdengar ia
berkata:
„Orang ini sangat cerdik, ilmu silatnya tentu bagus
juga bukankah lebih baik kalau siocia menerima menjadi
pembantu yang setia??”.
Sambil berkata ia totok kembali jalan darah ”Jien
Tiong” di lekukan hidung Hong-po Seng, pemuda itupun
siuman kembali.
Perlahan-lahan si anak muda itu membuka matanya,
mententeramkan hatinya dan berpikir:

„Sebelum persoalan-persoalan yang dibebankan
kepundakku kuselesaikan secara baik, aku tidak boleh
mati. sebab kalau tidak aku bakal menyia-nyiakan jerih
payah ibuku sela na ini. Tetapi kalau disuruh aku
menerima penghinaan yang demikian besarnya, mungkin
sukrna ayah yang berada di alam baka pun akan ikut
merasa malu sebinpga sepanjang masa beliau tak bisa
pejamkan mata. Aaaa ..... sungguh bikin aku jadi serba
salab, nana yang harus kulakukan?”.
Semakin dipikir kepalanya makin pusing, hatinya
makin putus asa....... mendadak ia mendongak, sinar
matanya terbentur dengan sorot mata gadis itu empat
mata terbentur jadi satu mengakibatkan sekujur tubuh
Hong Po Seng bergetar keras saking kagetnya.
Sepasang alis Pek Koen Gie kontan berkerut, ujarnya
dengan nada dingin:
,,Apakah kau telah mengambil keputusan??”.
Hong Po Seng mententeramkan kembali hatinya dan
memandang lagi ke atas wajah gadis itu, ia temukan di
balik biji matanya yang jeli terkardung sifat kejam yang
amat sangat, tanpa terasa pikirnya dalam hati:
,,,Gadis ini tentu mempunyai dendam sakit hati lain
terhadap diriku, kalau tidak mengapa ia begitu benci dan
sakit hati terhadap diriku??....”
Mana ia tahu Pek Koen Gie sejak kecil sudah terbiasa
dimanjakan. belum pernah ia mengalami penghinaan
ataupun pandangan rendah dari orang lain, sebagai
orang yang halus di luar keras di dalam sudah tentu
hatinya tersinggung terlebih dahulu tatkala gadis itu
mengetahui bahwa Hong Po Seng sama sekali tidak

memandang sebelah matapun terhadap perkumpulan Sin
Kee Pang yang besar itu.
Ditambah pula kecantikan wajah Pek Koen Gie
bagaikan bidadari, setiap berjumpa dengan dirinya tentu
tertarik dan terpesona oleh kecantikan wajahnya, siapa
tahu Hong-po Seng bukan saja tidak tertarik kepadanya,
bahkan seakan-akan menganggap kecantikan wajahnya
hanya suatu kejadian yang lumrah dan tak usah
dikejutkan, tentu saja gadis itu merasa amat
tersinggung, gengsinya terasa diturunkan oleh sikap
pemuda itu.
Hal inilah yang menyebabkan timbulnya rasa sakit hati
dan benci dalam hati gadis she Pek itu, ia bersumpah
hendak membalas dendam, ia berjanji hendak menghina
pemuda itu habis-habisan.
Lama sekali Hong po Seng termenung dan
mempertimbangkan persoalan itu, tapi ia belum berhasil
juga melepaskan dari simpul mati tersebut, akhirnya
sambil menghela napas pikirnya :
,,Meskipun ini hari aku menyerah, belum tentu ia mau
melepaskan diriku dengan begini saja, penghinaan yang
lebih besar tentu akan kualami dikemudian hari. Daripada
menanggung derita dan siksaan lebih baik kusudahi saja
hidupku sampai di sini.
Setelah mengambil keputusan demikian, ia lantas
mendongak dan berkata: ,,Nona, cayhe sudah
mengambil keputusan.”
Badannya lemah tentu saja hal ini mempengaruhi
suaranya hingga kedengaran amat lirih, mendadak Pek

Koen Gie naik pitam, tanpa menantikan selesainya
ucapan itu katanya:
,,Manusia konyol, apa yang hendak kau katakan?
kalau bicara jangan lemah lembut seperti cacing
kepanasan, utarakanlahdengan sedikit bersemangat ”
„Bagus! bagi cayhe urusan mati hidup adalah suatu
peisoalan kecil, sebaliknya kehormatan dan gengsi
adalah masalah besar, aku telah mengambil keputusan
untuk menempuh jalan mati saja!”
Pek Koen Gie semakin naik pitam setelah mendengar
perkataan itu, dengan tangan kaki gemetar serunya.
,,Kalau sekarang juga kubereskan jiwamu. Hmm,
terlalu enakan bagimu” ..... Berbicara sampai di situ ia
lantas ulapkan tangannya ke arah Siauw Leng.
Melihat kode majikannya dayang cilik itu buru-buru
mengetuk dinding kereta. Kereta kuda itu segera
berhenti, pintu di buka dan Oh Sam melongok ke dalam.
Siauw Leng segera memberi tanda, tanpa
mengucapkan sepatah katapun Oh Sam mencengkeram
tubuh Hong-po Seng dan dibawa keluar dari ruang
kereta.
Sejak semula Hong-po Seng sudah tiada tenaga untuk
memberikan perlawanan, iapun menyadari bila hawa
amarahnya berkobar niscaya ia bakal jatuh tak sadarkan
diri, oleh sebab itu sambil menahan rasa mangkel dan
sedih yang berkecambuk dalam hatinya, ia biarkan
dirinya dibawa keluar kereta , dan meneruskan
perjalanan menuju ke Utara.

Ilmu pukulan Kioe Pit Sin Ciang benar-benar sangat
lihay, hasil latihan Hong po Serg yang susah payah
selama banyak tahun ternyata tidak sanggup menahan
sebuah gebukan ringan ilmu pukulan tersebut. Kini
terhembus oleh angin dingin dan badai salju, ditambah
pula rasa lapar yang tak terhingga dalam waktu singkat
ia jatuh pingsan kembali.
Oh Sam cuma melirik sekejap ke arahnya, sedikitpun
orang ini tidak menunjukkan rasa kasihan, simpatik
ataupun maksud untuk menolong, sikapnya acuh tak
acuh.
Di musim salju yang dingin siang jauh lebib rendek
dan malam, ketika sore hari baru menjelang tiba diudara
sudah gelap gulita, sejak jatuh tak sadarkan diri tadi
Hong-po Seng belum sadar kembali, sementara Oh Sam
pun melarikan kereta kudanya cepat-cepat menuju ke
luar kota Seng-Chiu.
Mendadak suara derap kaki kuda yang amat santar
berkumandang datang dari arah depan belasan ekor
kuda jempolan dengan gagah dan cepatnya menerjang
keluar dari balik pintu kota menyongsong kedatangan
mereka. Dari jauh memandang rombongan tersebut. Oh
Sam segera menghardik keras: „Siapa di situ???”.
,,Yang baru datang benarkah Oh San ya??” sahutan
nyaring menggema tiba.
Sementara pembicaraan masih berlangsung ke dua
belah pihak telah saling berdekatan, terdengar suara
ringkikan kuda menjulang keangkasa, dua belas orang
mendatang bersama-sama loncat turun dari atas kuda

dan berdiri penuh rasa bormat di depan pintu kereta.
Korden kereta tersingkap, Pek Koen Gie menengok
sekejap keluar sambil bertanya:
,,Loe Hoen Tongcu, kalian datang kemari dengan
menggembol senjata tajam apakah telah terjadi suatu
peristiwa diluar dugaan??”.
Pria kekar yang menggembol golok besar bergagang
emas pada punggungnya itu segera maju menjura, lalu
menjawab:
„Barusan hamba sekalian memperoleh laporan kilat
yang mengatakan di dusun sebelah timur telah
kedatangan serombongan manusia yang sangat
mencurigakan, keadaan mereka seperti orang yang
sedang meugungsi . . “.
,,Aku akan menantikan laporanmu di ruang kantor
cabang” tukas Pek Koen Gie tanpa menantikan orang itu
menyelesaikan kata-katanya. ,,Andaikata rombongan itu
adalah keluarga dari Chin Pek Cuan, segera tangkap
semua dan gusur kedalam kantor, jangan lepaskan
barang seorangpun diantara mereka dan jangan kalian
celakai pula jiwa mereka!”
Habis berkata ia ulapkan tangannya.
Orang she Loei itu mengiakan dengan penuh rasa
hormat, diikuti oleh anak buahnya masing-masing
meloncat naik ke atas kudanya.
Mendadak Oh Sam meloncat ke depan jendela katanya
:
,,Chin Loo jie adalah seorang manusia pemberani
sudah tersohor akan kekerasan hatinya ia tak sudi

menyerah kepada musuhnya dan tidak takut mati untuk
menangkap beberapa orang itu hidup-hidup, hamba rasa
beberapa orang ini masih belum mampu untuk
melakukannya”.
„Ehmm, kalau begitu kaupun ikut pergi!”.
Seketika ada seseorang yang menyerahkan kuda
tunggangannya untuk Oh Sam sedang ia sendiri
menggantikan kedudukan sebagai kusir kereta.
Dalam waktu singkat Oh Sam beserta orang-orang itu
telah berlalu dari Kereta kuda masuk ke dalam kota dan
langsung menuju ke markas perkumpulan Sin Kee Pang
cabang kota Seng Chiu, Pek Koen Gie turun dari kereta
mengangguk terhadap orang-orang yang menyambut
kedatangannya kemudian langsung menuju ke ruang
dalam.
Siauw Leng dengan menjinjing sebuah kotak terbuat
dari emas menyusul di belakangnya diikuti orang yang
bertindak sebagai kusir tadi membopong lubuh Hong po
Seng.
Orang itu membawa tubuh pemuda she Hong po ini
menuju ke sebuah ruang besar dan menyandarkan
dirinya di atas sebuah kursi besar, sementara meja
perjamuan telah dipersiapkan di tengah ruangan.
Selesai cuci muka dan ganti pakaian Pek Koen Gie
muncul dalam ruangan itu diiringi serombongan wanita.
Pek Koen Gie duduk di kursi utama, dua orang wanita
mengiringi dikedua belah sampingnya sedang sisanya
mengitari di depan meja, terdengar suara pembicaraan
yang nyaring dan ramai berkumandang memenuhi
seluruh ruangan, semua orang bergembira ria kecuali
Pek Koen Gie seorang, wajahnya selalu murung dan

kesal jarang sekali ia buka suara untuk bercakap-cakap
apalagi tertawa.
Di tengah perjamuan, seorang dayang muncul sambil
membawa sebuah nampan, di atas nampan terletak
secawan air jahe serta sembilan buah mangkok kecil,
dalam mangkok masing-masing diisi dengan cuka,
minyak kayu putih, arak kuning, air jeruk serta pelbagai
macam obat-obatan lainnya dan segumpal kapas Siauw
Leng tertawa cekikikan, dengan wajah berseri-seri ia
mendekati tubuh Hong po Seng, mula-mula ia cekoki
pemuda itu semangkok air jahe, kemudian dengan
menggunakan kapas yang dicelupkan ke dalam minyak
kayu putih ia mulai menggosok wajah Hong po Seng
yang berwama hitam pekat itu.
Sepertanak nasi telah lewat namun warna hitam di
atas wajah Hong po Seng sama sekali tak luntur ataupun
berubah, maka Siauw Leng mengambil lagi segumpal
kapas yang direndam dengan air cuka, namun obat
perubah warna itu benar-benar sangat hebat, meski
sudah digosok berulang kali hasilnya tetap nihil, wajah
Hong po Seng tetap hitam pekat seperti sedia kala.
Siauw Leng jadi amat kecewa, melibat si anak muda
itu mulai mendusin kembali ia segera goyang-goyangkan
tubuhnya sambil berteriak keras ,,Hey Hong po Seng,
sebenarnya wajahmu sudah kau polesi dengan obat
apa?”
Pek Koen Gie sendiripun merasa ingin tahu bagaimana
gerangan wajah sebenarnya dari pemuda itu, ia berhenti
minum dan alihkan sinar matanya ke arah sana, demikian

pula dengan puluhan pasang mata lainnya berbareng
dialihkan ke atas wajah Hong po Seng.
Pemuda she Hong po yang baru saja mendusin dan
pingsannya hanya memandang sekejap ke arah
sekelilingnya dengan wajah mendelong lama sekali ia
baru bertanya ;
„Nona apa yang kau tanyakan?”
„Eeei”, wajahmu telah kau polesi dengan obat apa?”
teriak Siauw Leng.
Hong po Seng tahu kematian tak akan terbindar dari
dirinya, ia jadi malas buka suara. tapi iapun takut dayang
cilik itu ribut tiada bentinya maka ia menyahut:
,,Sejak aku berusia tujuh tahun, setiap hari wajahku
kugosok dengan air obat, tiga tahun kemudian wajahku
telah berubah jadi begini dan mungkin selama hidup
wajahku tak akan pulih kembali seperti sedia kala, nona
cilik aku lihat lebih baik kau tak usah buang tenaga
dengan percuma”
,,Hey. sampai di mana sih kelihayan dari rnusuhmusuh
besarmu??” hingga kau pandang persoalan yang
kecil jadi masalah besar??” mendadak terdengar Pek
Koen Gie mendengar dengan suara dingin.
Sorot mata Hong-po Seng berkilat, ia melriik sekejap
ke arahnya seakan-akan hendak mengucapkan sesuatu
namun akhirnya ia batalkan maksud tersebut dan
pejamkan kembali matanya.
Siauw-Leng si dayang cilik jadi kheki, sambil
mencibirkan bibirnya ia menyingkir dari situ.

Perempuan yang duduk di sebelah sisi Pek Koen Gie
mendadak menimbrung dengan suara lantang :
,,Hey bocah muda, perduli siapakah musuh besarmu
asal kau mohonkan bantuan serta perlindungan dari
siocia kami, meski Thian Ong Loo-cu ataupun Giok-Hong-
Thay Tie tak nanti mereka berani mengganggu selembar
jiwamu!”.
Hong-po Seng tetap pejamkan matanya dengan mulut
membungkam, terhadap ocehan perempuan tersebut ia
sama sekali tidak ambi gubris.
Diam-diam Pek Koen Gie jadi mendongkol, ia angkat
cawan araknya dan sekali teguk menghabiskan isinya,
mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya, ia
berpikir :
,,Senang hidup takut mati adalah kebiasaan dari
manusia, sekarang ia berlagak angkuh dan sombong
tidak lebih karena terdorong oleh emosi belaka, asal aku
dapat memancing rahasia hatinya dan berhasil
mengetahui kelemahannya maka ia akan takut
menghadapi kematian, asal dalam hatinya sudah timbul
rasa takut menghadapi kematian, tidak terlalu sulit
bagiku untuk menaklukan dirinya”.
Berpikir demikian ia lantas tertawa dingin katanya:
,,Hong Po Seng, kematianmu telah berada di ambang
pintu, bila kau masih terdapat pekerjaan atau tugas yang
belum sempat diselesaikan utarakan saja kepadaku,
mengingat kau mempunyai beberapa bagian semangat
seorang ksatria, setelah kau mati aku dapat perintakan
orang-orang untuk menyelesaikannya!”.
„Antara kau dengan aku terpisah oleh paham yang
berbeda, aku rasa tidak baik kalau kita beterjasama”

tampik Hong Po Seng dengan suara hambar, matanya
melotot besar. „Maksud baik dirimu lebih baik kuterima di
dalam hati saja, aku tak berani merepotkan diri nona”.
Meski ia diluar bicara demikian, dalam hati terbayang
kembali wajah ibunya yang penuh kasih sayang, teringat
kembali ucapan ibunya bahwa hanya teratai racun
empedu api saja yang dapat menyembuhkan sakitnya
serta memulihkam kembali kepandaian silatnya, tanpa
sadar titik air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Haruslah diketahui bagi orang ksatria lebih baik mati
terbunuh daripada menerima penghinaan, meskipun
Hong Po Seng mempunyai keinginan untuk melanjutkan
hidup namun andaikata ia disuruh berlutut di hadapan
Pek Koen Gie sambil mendengarkan nasehat serta
tegurannya, hai itu boleh dibilang merupakan suatu
penghinaan yang maha besar bagi seorang manusia,
juga merupakan penghinaan terhadap keluarga kakek
moyangnya. Oleh karena itu setelah dipikirkan pulang
pergi, ia merasa kematian adalah jalan yang terbaik
baginya untuk ditempuh.
Kini terpancing oleh Pek Koen Gie, tanpa sadar air
mata telah membasahi wajahnya.
Pek Koen Gie pribadi sebagai seorang putra pangcu
yang paling berkuasa di kolong langit pada hari-hari
biasa selalu andalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat
sewenang-wenang, mengikuti adatnya setelah Hong Po
Seng menyinggung perasaan halusnya sebagai seorang
wanita, ia bersumpah untuk membalas dendarn sakit hati
ini. Sekarang melihat si anak muda itu telah

mengucurkan air matanya, ia jadi girang, biji matanya
mengerling sekejap kearah Siauw Leng memberi tanda.
Siauw Leng adalah seorang dayang yang masih muda,
watak kekanak-kanakkannya belum hilang, ia takut
sebelum sempat melihat wajah sebenarnya dari Hong-po
Seng dia keburu mati, maka menjumpai keringanan mata
majikannya, ia segera mengambil semangkok nasi dan
diberikan kepada seorang dayang disisinya sambil
berpesan :
„Lengan toaya itu tidak leluasa uatuk bergerak, cepat
kau suapin dirinya hingga kenyang!”.
Hong-po Seng sudah seharian penuh tidak bersantap,
perutnya sejak semula sudah terasa amat lapar, dalam
keadaan seperti ini diapun ogah untuk memperhatikan
adat istiadat lagi, di bawah suapan dayang tadi dalam
waktu singkat ia telah menghabiskan dua mangkok nasi.
Suasana di dalam ruaagan ini nyaman dan hangat,
selesai bersantap merasa semangatnya pulih kembali,
keempat anggota badannyapun sudah mulai terasa
segar, maka ia lantas pejamkan matanya diam-diam
mengatur napas.
Setelah menderita siksaan seharian penuh, semangat
dan kekuatan Hong-po Seng mengalami kerusakan yang
sangat hebat, dalam semedinya ia temukan seluruh uraturat
penting di atas bahu kirinya telah tersumbat, meski
lengan kirinya mungkin jadi cacad nanun jiwanya masih
dapat diselamatkan, maka dari itu ia tidak terlalu merasa
kuatir.

Selesai berlatih beberapa saat lamanya ia merasa
badannya jadi lelah, pandangannya berkunang dan ia
tertidur nyenyak.
Pek Koen Gie sendiri selesai bersantap berbicara
sejenak dengan perempuan-perempuan itu, karena
hatinya murung ia segera berpamitan dan kembali
kekamarnya.
Siauw Leng mengikuti majikannya duduk tepekur di
atas meja ..... lama kelamaan ia sendiri terlelap dalam
tidurnya.
Kentongan ketiga . . . kentongan keempat.,.
kentongan kelima ayam mulai berkokok suara ketukan
Bok Hie dari kaum paderi berkumandang di tengah
kesunyian.
Mendadak terdergar suara derap kaki kuda secara
lapat-lapat berkumandang datarg. Pek Koen Gie
tersentak bangun dari tidurnya, sepasang biji mata yang
bening memancarkan cahaya tajam, tanpa sadar ia
melirik sekejap kearah Hong Po Seng.
Siauw Leng pun tersentak bangun dari tidurnya,
dengan mata masih mengantuk ia beiseru:
,,Siocia. apakah air tehnya sudah dingin?”
Hong po Seng pun baru saja mendusin dari tidurnya,
mendengar suara hiruk pikuk di luar ruangan yang
bercampur dengan isak tangis kaum wanita dan bocah
cilik mula-mula ia tertegun, sementara suara gaduh tadi
sudah semakin dekat dengan ruangan mereka.
Mendadak korden tersingkap. Oh Sam masuk ke
dalam lebih dabulu diikuti anak buah kantor cabang kota
Keng Chiu yang menggusur sembilan orang tawanan,

dalam waktu singkat mereka sudah berada dalam
ruangan semua.
Diam-diam Hong po Seng melirik sekejap ke arah
orang-orang itu, ia temukan salah seorang dara berbaju
hijau yang ada di situ bukan lain adalah Chin Wan Hong
puteri kesayangan dari Chin Pek Cuan, dengan hati
terperanjat ia loncat bangun, teriaknya ;
,,Nona Chin, dimanakah ayahmu?”
Waktu itu Chin Wan Hong sedang memayang seorang
nenek tua yang rambutnya telah beruban semua, melihat
kemunculan Hong-po Seng di tempat itu ia berdiri
tertegun, lama sekali baru sahutnya ;
,,Ayah serta engkohku menguatirkan keselamatanmu
maka kemarin malam mereka memisahkan diri untuk
mencari dirimu, sekarang entah mereka berada
dimana???”.
Dengan tajam ia perhatikan sekejap wajah pemuda itu
lalu tanyarya berubah:
,,Kau terluka parah ???”.
Hong-po Seng menggeleng.
,,Tidak terlalu menguaitrkan !”.
Sinar matanya rnerayap sekejap kesekeliling ruangan,
ia temukan diantara sembilan orang lainnya ada enam
orang adalah perempuan dan seorang adalah bayi yang
masih kecil, di samping itu terdapat seorang kakek
berjubah hijau serta seorang pria berusia tiga puluh
tahunan, tubuh mereka berdua telah basah oleh lepotan
darah segar, sepasang tangannya dibelenggu di atas
panggung.

Oh Sarn berjalan mendekati majikannya lalu
membisikkan sesuatu kesisi telinganya, Pek Koen Gie
segera mengangguk tiada hentinya.
,,Chin Wan Hong!” mendadak ia menegur dengan
nada dingin. „Tiga orang manusia dari kantor cabang
kota Keng-Chiu apakah mati di tangan kalian ayah dan
anak???”.
Hong-po seng cepat berpaling, dengan wajah gusar
timbrungnya dari samping:
“Bukankah cayhe sudah berkata berulang kali, ketiga
orang itu modar diujurg pedang bajaku. mengapa nona
menuduh orang lain yang bukan-bukan??”.
Pek Koen Gie tertawa seram.
„Baiklah. siapa duluan siapa belakangan sama saja!” ia
menoleh dan menambahkan “Loe Tongcu perintahkan
orang untuk siapkan alat siksaan! ....”
Untuk menyiksa seseorang caranya berbeda jauh
dengan cara membunuh orang, ketika dilihatnya Hong-po
Seng sama sekali tidak dibelenggu dan takut si anak
muda itu mcmberikan perlawanannya hingga anak
buahuya tak sanggup melayani, mendengar perintah
tersebut buru-buru Loe Hoen Tongcu menjura.
,Biarlah hamba turun tangan sendiri!”.
Tangannya berkelebat mencabut keluar golok besar
gagang emas dari atas punggungnya kemudian dengan
langkah lebar maju ke depan.
Hong-po Seng putar otaknya dengan cepat ia tahu
percuma baginya untuk melawan, maka sambil bulatkan
tekad ia berdiri tak berkutik di tempat semula.

Selangkah demi selangkah Loe Hoen Tong berjalan
semakin dekat, kaki-kakinya mendadak ditekuk, tiga jari
tangan kirinya menusuk kehadapan matanya sementara
lengan menggapai membacok-bacok kepala lawan.
Cahaya emas tampak berkelebat lewat, sebentar lagi
batok kepala Hong Pe Seng bakal berpisah dengan
badannya”.
Mendadak Chin Wan Hong menjerit, keras dan
membentak sambil menahan isak tangis;
,,Turggu sebentar!”.
Loe Hoen Tongcu terperanjat dia ingin menarik
kembali serangannya namun tak sempat, disaat yang
kritis itulah mendadak pergelangan tangannya terasa
bergetar keras, tahu-tahu golok emasnya sudah lerjepit
oleh dua jari tangan Oh Sam.
Kendati begitu tak urung leher kiri Hong po Seng
termakan juga oleh bacokan tersebut hingga muncul
sebuah bekas luka yang panjangnya mencapai dua coen,
darah segar-segar mengalir keluar dengan derasnya.
Bagaimanapun juga Oh Sam adalah pelayan lama
keluarga Pek, dengan mata kepala sendiri ia saksikan Pek
Koen Gie menginjak dewasa, terhadap tabiat serta
tingkah laku majikan mudanya ini ia mengetahui sangat
jelas, ia tahu andaikata majikannya ada niat
membinasakan Hong po Seng, sejak semula pemuda itu
telah dibunuhnya! jiwa si anak muda itu dapat selamat
hingga kini jelas menunjukkan kalau ia mempunyai
tujuan lain karena itulah disaat yang kritis ia telah
menjepit gagang golok orang.

„Loe Hoen tongcu tunggu sebentar!” serunya. “Siocia
sedang menyelidiki siapakah pembunuh yang sebenarnya
dari ketiga orang kita, coba kita dengar dulu apa yang
hendak diucapkan perempuan itu!”
Lolos dari lubang kematian Hong po Seng merasakan
hatinya jadi kosong. setelah termangu-mangu beberapa
saat lamanya ia baru berpaling ke arah Chin Wan Hong.
Tampaklah sepasang mata gadis itu telah basah oleh
air mata, timbul rasa iba dan kasihan dalam hati kecilnya
segera ia berkata:
„Nona Chin, sebetulnya aku tidak ingin
memberitahukan kepadamu, tapi setelah kejadian
berubah jadi begini akupun terpaksa harus berbicara
sesungguhnya.
Chin Wan Hong mengangguk.
,,Apa yang hendak kau katakan, utarakanlah keluar,
bila tidak ingin dikatakan janganlah kau ucapkan!”.
Hong-po Seng tertawa ramah,
„Ayahmu telah melepaskan budi yang tak terhingga
besarnya kepada keluarga Hong-po kami, aku Hong po
Seng sengaja datang ke kota Keng Chiu bukan lain
adalah untuk membalas budi kebaikan tersebut. Setelah
terjadinya penstiwa seperti ini kendati aku Hong-po Seng
harus mengorbankan selembar jiwaku keselamatan
seluruh keluarga Chin harus kupertahankan terlebih
dahulu, kalau tidak aku bakal malu pulang ke rumah,
daripada tugasku tak terselesaikan lebih baik aku mati di
sini saja”.

Chin Wan Hong tertegun beberapa saat lamanya,
mendadak ia berpaling ke arah Pek Koen Gie seraya
berkata :
"Keluarga paman Yap kami sama sekali tidak
tersangkut dalam peristiwa ini, nenekku dan ibuku juga
bukan orang-orang dunia persilatan, andaikata kau suka
melepaskan mereka pergi, segera akan kuberitahukan
siapakah pembunuh yang sebenarnya”
,,Heee. .heee. “pandai amat kau berbicara” jengek Pek
Koen Gie sambil tertawa dingin. „Baiklah, coba kau
katakan lebih dahulu siapakah pembunuh yang
sebenarnya?”
,,Ketiga orang itu semuanya mati di ujung senjataku,”
sahut Chin Wan Hong dengan air mata bercucuran”
,,Mayat mereka telah kami buang ke dalam lorong
rahasia keluarga kami, aku rela mengorbankan jiwaku
untuk menebus dosa tersebut.”
Meski perkataan itu diutarakan halus, luwes tanpa
emosi namun sikapnya kukuh dan teguh rupanya dia
hendak korbankan selembar jiwanya demi
menyelamatkan seluruh jiwa keluarganya:
„Hemm, polos amat jalan pikiranmu!” jengek Pek Koen
Gie sambil mendengus dingin
,,Orang-orang dari perkumpulan Sin Kee Pang bukan
manusia sebangsa gentong nasi yang bisa dipermainkan
seenaknya, dengan andalkan kepandaian silat yang kau
miliki masa mampu untuk mencabut selembar jiwanya
Kwa-Thay?''
„Heng-jie!” tiba-tiba nenek tua berambut putih itu
buka suara, “Nenekmu telah berusia tujuh puluh lima
tahun, sudah masanya bagiku untuk mati kau mohonkan

saja kepada nona itu untuk melepaskan paman Yapmu
sekeluarga, kita orang-orang dari keluarga Chin akan
tetap tinggal di sini.”
,,Loo Thay Koen'“ mendadak kakek berbaju hijau itu
menyela sambil tertawa tergelak!' Dewasa ini seluruh
penjuru kolong langit telah dijajah oleh kaum iblis serta
manusia-manusia laknat yang terkutuk, bagaimanapun
juga aku Yap See Ciat pernah mempunyai nama besar
dalam dunia persilatan, kini keadaanku terdesak hingga
harus bersembunyi di desa menjadi petani, bila aku tidak
korbankan selembar jiwaku demi keadilan, akan ditaruh
kemanakah selembar wajahku ini?”
Hong po Seng yang mendengar perkataan itu diamdiam
menghela napas panjang pikirnya :
,,Aaai”,.jaman apakah ini? kenapa kaum kesatria dan
patriot-patriot gagah hanya bisa main bersembunyi
belaka? sekali unjukkan diri, kematian segera
mengancam jiwa raganya”
Tiba-tiba Pek Koen Gie betseru keras: ,,Bagus! Kalau
memang kalian pingin mati semua, akan kupenuhi
harapanmu semual”, ia menoleh dan hardiknya :
,,Gusur mereka semua keluar dari sini dan babiskan
nyawa mereka !”
Dari perubahan wajah dara cantik itu Loe Hoen
Tongcu mengerti babwa majikan mudanya ini benarbenar
sudah naik pitam, keputusan yang diambilpun
bukan gertak sambal lagi, dengan golok tersoren ia
segera melangkah ke depan siap memenggal batok
kepala kakek berambut hijau itu.

Hong po Seng terperanjat menghadapi situasi
semacam itu, cepat-cepat dia mendongak dan tertawa
keras.
Suaranya keras, tinggi dan melengking amat menusuk
pendengaran, suaranya jauh lebih tak enak didengar dari
pada isak tangis yang menyedihkan, begitu panjang dan
keras gelak tertawanya sampai air muka semua orang
berubah hebat, darah segar mulai mengucur dan ujung
bibirnya membasahi wajah dan dadanya.
Pek Koen Gie segera meloncat bangun, sambil
mendepak meja hardiknya keras-keras : .,Hong-po
Seng...” apa yang kau tertawakan ???”
„Hm . . Hm . , betapa gagahnya perkumpulan Sin Kee
Pang ha .. ha “. . betapa jantannya jago-jago
perkumpulan panji sakti”.......
Dengan langkah lebar ia maju kemuka, kernudian
bertekuk lutut dan jatuhkan diri berlutut dihadapan dara
ayu itu.
Tindakan ini benar-benar luar biasa sekali, kecuali
Siauw Leng si dayang cilik yang mengetahui duduk
perkara sebenarnya, baik para jago dari perkumpulan Sin
Kee Pang maupun para ang-gota keluarga dari Chin Wan
Hong sama2, tertegun dan berdiri melongo, mata mereka
terbelalak lebar-lebar, tak seorangpun mengerti apa yang
sebenarnya terjadi.
Pek Koen Oie sendiri walaupun dalam hatinya memang
ada niat untuk menghina dan mempermalukan si anak
muda itu, namun setelah Hong Po Seng jatuhkan diri
berlutut dihadapannya tak urung ia dibikin terkesiap juga

sehingga untuk beberapa saat lawannya berdiri ter
mangu-mangu.
Lama sekali ...... akhirnya ia tertawa seram.
,,Hmm ..... Hmm.. Hong Po Seng, apa maksudmu
berlutut di hadapanku?"
„Apalagi??” sahut Hong Po Seng sambil angkat
kepalanya.” Tentu saja masuk menjadi anggota
perkumpulan Sin Kee Pang! Kesusahan dan kesulitan
hanya bisa dibebaskan dengan kematian, ternyata
kematianpun tidak mudah diperoleh”
Pek Koen Gie betul-betul naik pitam, telapak
tangannya langsung diayun menggaplok pipi sianak
muda itu keras-keras.
Hong po Seng mendengus berat, setelah isi perutnya
terluka ia tak sanggup mengerahkan tenaga dalamnya
untuk melawan, termakan gaplokan tersebut dalam
mulutnya segera terasa ada sesuatu yang mengganjal,
ketika disemburkan ke atas telapak, tampaklah benda itu
bukan lain adalah tiga biji gigi yang berlumurkan darah
segar.
OoOoO
5
Pada dasarnya Chin Wan Hong adalah seorang nona
yang balus lembut dan berhati penuh welas kasih,
setelah menyaksikan penderitaan serta penghinaan yang
diterima Hong po Seng, hatinya jadi amat sedih seperti
diiris-iris dengan pisau, ia meraung keras:
,Manusia she Pek! nonamu akan beradu jiwa dengan
dirimu!”
Bagaikan macan betina yang terluka ia menubruk ke
arah lawannya dengan suatu tubrukan ganas.

Tempo dulu semasa Yap Soe Cat masih berkelana di
dalam dunia persilatan, dengan andalkan ilmu telapak
dan ilmu pedangnya ia berhasil memperoleh julukan
sebagai „Ceng Lian Kiam Khek” atau si Jago Pedang
rambut hijau, andaikata pada malam ini tiada Oh Sam
yang turun tangan membantu, orang-orang dari
perkumpulan Sin Kee Pang belum tentu bisa menangkap
pertarungan tersebut.
Sekarang. kendati sepasang telapaknya telah
terbelunggu namun setelah menyaksikan Chin Wan Hong
turun tangan, iapun segera genjotkan badannya
mengirim satu tendangan kilat kearah OhSam.
Sayang seribu kali sayang, walaupun kedua orang itu
turun tangan hampir pada saat yang bersamaan, apa
daya kekuatan mereka masih belum sanrgup menandingi
kepandaian lawannya.
Melihat datangnya serangan, Ob Sam segera
mengigos ke samping diikuti secara beruntun ia
melancarkan tiga buah serangan sekaligus ... dalam satu
kesempatan punggung Yap Soe Ciat berhasil dihajar
hingga membuat tubuhnya mencelat keluar dari ruangan,
sedangkan Pek Koen Gie dalam sekali ayunan tangan
saja telah berhasil menotok jalan darah dari Chin Wan
Hong.
Pria berusia tiga puluh tahunan yang ikut tertawan
bukan lain adalah putra dari Yap Soe Ciat, melihat.
ayahnya sudah turun tangan diapun segera melancarkan
satu tendangan dahsyat menghajar lambung Loe Hoen
Tong¬cu

Situasi serba kacau ini mengejutkan bayi dalam
pondongan salah satu keluarga Yap, tangisan keras
dengan cepat bergema memenuhi ruangan, suasana jadi
kacau dan suara hiruk pikuk melanda di mana-mana.
Hong po Seng jadi gelisah bercampur cemas dalam
keadaan yang tertekan batinnya ia tak sanggup
mempertahankan diri, tidak ampun agi si anak muda itu
jatuh tak sadarkan diri. Mendadak terdengar Pek Koen
Gie membentak gusar:
,,Gusur keluar mereka semua siapkan kereta dan
segera lanjutkan perjalanan”.
Begitu perintah tersebut diucapkan para anggota
perkumpulan Sin-Kee-Pang segera menggusur para
tawanan keluar dari ruangan salah satu diantaranya
mencengkeram tubuh Chin Wan Hong yang menggeletak
di atas tanah, sedang yang lain mencengkeram tubuh
Hong po Seng.
Siapa sangka mendadak Pek Koen Gie me lancarkan
satu tendangan kilat menghajar tubuh orang itu,
membuat tubuhnya mencelat keluar dan ruangan dan
untuk sesaat tak sanggup bangun.
Kemarahan gadis she Pek itu tidak sampai di sana
saja, ia depakkan kakinya ke atas lantai hingga beberapa
ubin retak berserakan setelah itu baru berlalu dari sana.
Suasana dalam ruangan pulih kembali dalam kesunyian
hanya Hong-po Seng seorang masih menggeletak
terlentang di atas tanah, suasana di luar ruangan hening
dan sepi ....... jelas anggota keluarga Chin serta Yap
telah digusur keluar semua dari tempat itu.

Kurang lebih sepenanak nasi kemudian Pek Koen Gie
muncul kembali dari ruang dalam ia melirik sekejap ke
arah tubuh Hong po Seng yang mengeletak di atas tanah
kemudian meneruskan langkahnya menuju ke ruang
depan, Siauw Leng si dayang cilik itu mengikuti di
belakangnya, ia perintahkan dua orang dayang lainrya
menggotong tubuh si anak muda itu berjalan keluar
mengikuti di belakangnya.
Kereta kuda telah siap menanti di beranda luar, para
anggota perkumpulan Sin-Kee Pang cabang kota Seng
Chiu telah menanti semua di bawah undak-undakan
untuk menghantar keberangkatan majikan mudanya.
Setelah turun dari undak-undakan batu, mendadak
dari sakunya Pek Koen Gie ambil keluar sebuah panji
kecil terbuat dari kain kuning sambil menyerahkan benda
itu ketangan Loe Hoen Tongcu pesannya:
„Perintah kepada para kantor cabang di tujuh propinsi,
persengketaan antara perkumpulan Sin Kee Pang dergan
Chin Pek Cuan untuk sementara waktu ditangguhkan
hingga waktu yang tak terbatas, seandaianya orang she
Chin itu yang sengaja mencari gara-gara, diperkenankan
melawan dirinya dan bawa kemarkas besar, tetapi
dilarang mengganggu keselamatan jiwanya, selesai
menyampaikan perintah, Tanda perintah” Hong Loei
Leng ini segera dikirim balik kepadaku!”.
Loe Hoen Tongcu mengatakan berulang kali, dengan
tangan gemetar segera menerima angsuran Tanda
perintah tersebut.
Kiranya ”Hong Loei Leng”' adalah tanda perintah kelas
utama di dalam perkumpulan Sin Kee Pang, di dalam

perkumpulan hanya Pek Koen Gie serta ayahnya saja
yang masing-masing memegang sebuah.
Organisasi perkumpulan Sin Kee Pang amat luas,
peraturan amat ketat, berjumpa dengan tanda peraturan
itu sama halnya dengan bertemu dengan orangnya
sendiri, dengan panji kecil itu di tangan kemanapun kita
pergi dan apapun yang kita minta segera akan terpenuhi,
sampaipun ingin mencabut jiwa seseorang nanti tak ada
seorang manusiapun yang berani membangkang, saking
besarnya kekuasaan panji tersebut hingga boleh dibilang
hampir sebanding dengan kekuasaan seorang pangcu.
Meski Loe Hoen Toagcu sudah banyak tahun berbakti
kepada perkumpulan Sin Kee-Pang, baru kali ini ia
melihat dan menerima panji kekuasaan tersebut.
Siauw-Leng perintahkan kedua orang dayang itu untuk
menggotong tubuh Hong-po Seng naik ke atas kereta,
sementara Pek Koen Gie setelah memeriksa cuaca
katanya:
„Oh Sam kau boleh istirahat sebentar, pilih orang lain
untuk menggantikan sejenak kedudukanmu!”.
Selesai berkata ia ulapkan tangannya dan masuk ke
dalam ruang kereta diiringi salam perpisahan dari anak
buahnya.
Dalam pada itu udara gelap dan mendung, seorang
lelaki berjubah hitam meloncat naik ke atas kereta
menggantikan Oh Sam sebagai kusir, di tengah ayunan
cambuknya kerata bergerak menuju ke utara.
Dalam ruangan Hong-po Seng berbaring di atas kulit
harimau, Siauw Leng mengganjalkan selimutnya sebagai

bantal pemuda itu. Di bawah sorot cahaya lampu tampak
air mukanya pucat pias bagaikan mayat, noda darah
masih mengotori ujung bibirnya, keadaan pemuda itu
kelihatan mengerikan sekali.
Rupanya dayang cilik ini merasa radaan takut,
terdengar ia berseru :
,,Siocia, orang ini tak bisa diganggu terus-terusan, aku
lihat lebih baik kita lepaskan saja”
„Hmmm! andaikata mau mengganggu dirinya terus
kenapa?” jengek Pek Koen Gie sambil mendengus dingin,
ia merandek sejenak setelah memandang sekejap kearah
dada pemuda itu katanya lagi :
,,Lepaskan jubah luarnya dan buang keluar. Hmmm
sudah ternoda darah ditambah bekas hangus terbakar . .
. Huh . . . sungguh membuat hati orang jadi jemu!”
Siauw Leng melepaskan lebih dahulu ikat pinggang
Horg-po Seng lalu melepaskan jubah luarnya, dari dalam
gentong air ia mengambil sedikit air bersih dan
membersihkan noda darah di atas wajahnya.
Melihat noda darah sudah bersih namun dayangnya
masih saja menggosok wajah pemuda ini tiada hentinya,
kontan Pek Koen Gie mengerutkan alisnya.
,,Eeei .... kenapa sih kau menggosok terus
wajahnya??” ia menegur. Siauw-Leng tertawa cekikikan.
,,Aku ingin sekali melihat bagaimana sih wajahnya
yang sebenarnya? tampan atau jelek ??”.
,.Cisss”, apanya yang menarik. Hmm? coba
rentangkan telapak kanannya”, Siauw-Leng mengiakan,
dilihatnya tangan kanan pemuda itu mengepal kencangkencang
dari celah-celah jarinya nampak noda darah,

tapi sekalipun sudah dicoba berulang kali genggaman
tersebut belum berhasil juga direntangkan.
Melihat itu sambil tertawa dayang tadi lantas berseru :
„Kencang amat genggamannya, mustika apa sih yang
sedang dia pegang?”
Sekuat tenaga ditariknya genggaman tangan pemuda
itu, dalam sekali sentakan telapak Hong-po Seng berhasil
juga direntangkan. Ternyata benda yang dipegangnya itu
bukan lain adalah tiga biji gigi, saking kencangnya ia
menggenggam sampai telapaknya terluka dan
mengucurkan darah.
Dayang itu jadi takut, jantungnya berdebar keras dan
untuk beberapa saat lamanya ia tak berani berkutik.
Mendadak terdengar Hong-po Seng merintih lirih,
giginya yang tergerak membuat wajahnya menunjukkan
rasa sakit yang tak terhingga, diikuti badannya tak
berkutik lagi.
Air muka Pek Koen Gie berubah hebat, tapi hanya
sebentar saja ia telah berhasil menenangkan kembali
hatinya.
,.Hey, ayoh cepatan dikit, kenapa sih kau duduk
termangu-mangu belaka . .?” tegurnya.
Siauw Leng menjulurkan lidahnya, buru-buru ia
membersihkan telapak tangan si anak muda itu dari noda
darah dan membungkus ketiga biji gigi tersebut dengan
secarik kain.
Dari dalam sakunya Pek Koea Gie ambil ke luar sebuah
bungkusan kain, dari dalam bungkusan tadi mengambil
keluar empat buah botol yang berisitan empat macam

obat yang berbeda, ia memilih dua biji di antaranya dan
diserahkan ketangan Siauw Leng.
Menerima dua biji obat itu dayang tersebut
memandangnya sekejap, lalu sambil tertawa ia bertanya:
“Siocia! bukankah obat ini adalah Jien Ci Wan obat
untuk menyembuhkan luka dalam?? lalu obat apa yang
satunya lagi ini?”
,,Obat pemunah untuk luka bekas pukulan Kioe Pit Sin
Ciaog”, Hm! cerewet amat kau si budak cilik!”
Habis berkata ia jatuhkan diri berbaring di atas kursi
malesnya.
Siauw Leng menghancurkan lilin pembungkus pil
tersebut lalu menjejalkan obat tadi ke dalam mulut
Hong-po Seng, setelah itu dicekokkan pula beberapa
teguk air bersih.
Pek Koen Gie yang sedang berbaring, mendadak
melemparkan selembar kain tersebut. Siauw Leng segera
menyelimuti tubuh Hong Po Seng.
Setelah minum obat si anak muda itu hanya mendusin
sebentar untuk kemudian tertidur kembali dengan
nyenyaknya.
Suasana untuk beberapa saat lamanya diliputi
keheningan yang mencengkam, mendadak terdengar
Siauw Leng bertanya sambil tertawa.
,,Siocia, menurut dugaanmu benarkah dia she Hong
po?”
„Hmm! perduli amat dia mau she apa?”
,,Dia bilang pernah berhutang budi kebaikan yang
tiada taranya atas diri Chin Pek Cuan, kenapa Chin Wan
Hong tidak mengetahui akan persoalan ini”

.,Kepandaian silat yang dimiliki Chin Pek Cuan meski
tidak terlalu lihay, namun hubungan persahabatannya
amat luas, para jago-jago lihay pada masa yang silam
kebanyakan mempunyai hubungan yang erat dengan
dirinya. Mengenai persoalan ini setibanya di atas gunung
rasanya tidak sulit untuk mengetahuinya”
Siauw Leng mengangguk.
„Dalam gelisah dan cemasnya Chin Wan Hong siap
mengadu jiwa dengan diri Siocia, aku lihat hubungan
mereka berdua belum tentu hubungan biasa saja”
katanya lagi sambil tertawa.
Pek Koen Gie tertawa dingin,
,,Hmm, ngaco belo tidak keruan..., kau anggap segala
persoalan hanya kau saja yang tahu?”
Siauw Leng terbungkam untuk beberapa saat lamanya
ia membisu dalam seribu bahasa.
Sesaat kemudian ia berpaling memandang sekejap
kearah Hong po Seng, lalu ujarnya lagi sambil tertawa:
„Bagaimanapun juga aku tetap merasa bahwa Hong
po Seng mempunyai sedikit keistimewaan yang berbeda
jauh dengan orang lain, hanya saja aku tidak tahu
dimanakah letak keistimewaannya itu!”
Pek Koen Gie mendongak dan memandang sekejap
kearah dayangnya dengan sorot mata tajam, kemudian
melirik kembali ke arah Hong-po Seng katanya ketus:
„Kalau kau berani membicarakan soal Hong-po Seng
sekali lagi, lidahmu segera akan kupotong jadi dua
bagian!”

Siauw-Leng tertawa cekikikan, setelah di ancam ia
benar-benar tidak berani berbicara lagi.
Angin masih berhembus kencang dan salju masih
turun dengan derasnya, di tengah getaran bunyi roda
kereta sehari telah berlalu dengan cepatnya”
Daerah sekitar King-Ouw hingga mencapai Propinsi
Su-Cuan sebagian besar terdapat kantor Cabang
perkumpulan Sin Kee Pang, malam itu mereka menginap
di kota Tay Yong.
Ketika kereta berhenti berlari, mendadak Hong-po
Seng tersentak bangun dari tidurnya, lubang hidung
segera mencium bau barum semerbak yang
menyegarkan badan ketika ia membuka matanya
tampaknya ia sedang berbaring di dalam kereta,
sementara ujung gaun Pek Koen Gie persis sedang
menggeser di sisi pipinya ketika dara itu sedang
melangkah keluar dari dalam kereta.
Siauw Leng segera berjongkok di sisi tubuhnya,
terdengar ia menegur sambil tertawa:
,,Bagaimana keadaan lukamu? apakah sudah rada
baikan?”
Hong po Seng tidak langsung menjawab, ia bayangkan
kembali semua peristiwa yang barusan dialami setelah itu
balik tanyanya :
,,Semua anggota keluarga Chin dan Yap kini berada
dimana?”
Siauw Leng tertegun, ia merasa ucapan dari pemuda
tersebut meski lama sekali tak berubah namun nadanya
kosoag melompong seolah-olah datang dari tempat
kejauhan dan bukan muncul dari mulutnya sendiri, ia

terbelalak dan untuk beberapa saat lamanya tak sanggup
mengucapkan sepatah katapun.
„Bagaimana? apakah telah dibunuh semuanya?”
terdengar Hong-po Seng menegur lagi dengan cepasang
alis berkerut.
Siauw Leng terperanjat buru-buru sahutnya.
„Aaah! tidak, mereka telah dilepaskan semua!”
Diikuti iapun menceritakan secara bagaimana Pek
Koen Gie telah turunkan perintahnya yang ditujukan ke
seluruh kantor cabang di tujuh propinsi untuk sementara
waktu menunda persengketaan mereka dengan Chin Pek
Cuan. Di samping itu menceritakan pula secara
bagaimana majikannya telah menghadiahkan obat
pemunah baginya.
„Bagaimana keadaan lukamu sekarang?”
Diam-diam Hong po Seng tarik napas panjang dan
mengatur hawa murninya, ia merasa seluruh sumbatan
jalan darahnya telah lancar kembali, jelas luka yang
dideritanya telah sembuh seratus persen, maka ia lantas
menyahut: „Luka yang kuderita sudah hampir sembuh
seperti sedia kala, terima kasih atas pemberian obat
mujarah dari siocia kalian”
Sekali lagi Siauw-Leng dibikin melengak oleh nada
ucapannya yang kosong dan hambar.
,,Eeei, gimanasih kau ini?” serunya sambil tertawa
,,Siociaku berarti pula siociamu, jangan membangkitkan
hawa amarahnya lagi!”.”
Hong-po Seng mengiakan, ia singkap selimut yang
menutupi tubuhnya lalu bangkit berdiri dan keluar dari
kereta, Siauw-Leng segera memimpin jalan ke depannya.

Kedua orang itu berjalan menerobosi beberapa buah
halaman lebar dan akhirnya menuju ke sebuah beranda
sempit, dari situ mereka menuju ke sebuah bangunan
loteng yang amat luas.
Dalam ruangan telah disiapkan beberapa buah meja
perjamuan Oh Sam duduk di meja utama sedang
sebagian besar orang yang hadir di sana adalah anggotaanggota
perkumpulan Sin Kee Pang.
Hong-po Seng merandek sejenak di depan pintu,
kemudian ia meneruskan langkahnya menuju ke arah
meja perjamuan.
Siauw-Leng yang menyaksikan keadaan itu buru-buru
meugejar masuk ke dalam ruangan, tapi ia sendiripun tak
tahu bagaimana barus mengatur diri si anak muda ini,
untuk sesaat dayang itu hanya bisa berdiri di depan pintu
sambil memandang bodoh ke arah pemuda tadi.
Ketika Hong po Seng melangkah masuk ke dalam
ruangan, semua anggota perkumpulan Sin Kee Pang
tampak tertegun, tidak terkecuali pula diri Oh Sam
sendiri, namun sebagai seorang jago yang sudah
berpengalaman dalam dunia persilatan dengan cepat ia
dapat mengatasi kericuhan itu, sambil menuding kursi di
sisinya, orang she Oh itu lantas berseru :
,,Hong-po Seng mari duduk di sini!”
Hong-po Seng menurut dan duduk di sisinya ketika
semua orang mendengar bahwasanya Oh Sam
membahasai si anak muda itu sebagai saudara, dengan
cepat pula pandangan mereka jadi berubah, tak
seorangpun di antara mereka berani memandang rendah
dirinya.

Menanti semua orang telah ambil tempat duduknya
masing-masing Oh Sam baru berkata sambil menuding
ke arah si anak muda ini:
„Saudara ini she Hong-po bernama Seng, berhubung
suatu kesalahpahaman ia telah membinasakan Tio Cien
Loo Hoe-hoat kita, dan kini kesalahpahaman tersebut
telah diselesaikan, mulai kini la telah berbakti untuk
perkumpulan kita”.
Dengan wajah adem dan tiada emosi, dengan sorot
mata seram perlahan-lahan Hong-po Seng bangkit
berdiri, setelah menjura kesekelilingnya ia duduk kembali
di tempat semula, tak sepatah katapun yang diucapkan
keluar.
Tampak orang yang berada di hadapannya segera
menjura dan berkata:
,,Siauw-te Tu Cu Siang, atas kebijaksanaan serta cinta
kasih Lo pangcu telah dianugerahi kedudukan sebagai
Tongcu cabang kota Tay-Yong” saudara Hong po mohon
banyak petunjuk darimu!”.
Hong-po Seng memperhatikan sekejap wajah Tu Cu
Siang, lalu sahutnya tawar:
„Aku tak berani menerima penghargaanmu!”.
Meski ia telah masuk jago anggota perkumpulan dan
belum diserahi jabatan, namun Tu Cu Siang sebagai
pemimpin satu daerah ternyata memandang hormat
terhadap pemuda tersebut, sudah tentu orang yang lain
semakin tak perani bersikap kurangajar.
Tampak orang yang berada di sisi Tu Cu Siang segera
memperkenalkan diri:

“Cayhe bernama Tong Keng, menjabat sebagai Piauw
tauw perusahaan ekspedisi Tay Yong Piauw kiok!”.
„Caybe Kho Tian Wie, menjabat ketua dari
persekutuan dagang kota Tay-Yong!” sambung yang lain.
Kata-kata ”Cayhe menyambung” menyambung terus
tiada hentinya satu demi satu orang-orang itu
memperkenalkan diri membuat Hong Po Seng makin
mendengar merasa semakin mendongkol.
Rupanva para pedagang kaum hartawan di kota
tersebut seratus persen boleh di bilang sudah tunduk di
bawah kekuasaan perkumpulan Sin Kee Pang, mereka
khusus mengundang anggota perkumpulan itu untuk
menjabat pucuk pimpinan dengan jaminan perdagangan
mereka bisa berjalan dengan lancar, bukan begitu saja
perjudian, pelacuran serta pajak-pajak lainnya boleh
dibilang merupakan sumber pemasukan yang subur bagi
perkumpulan tersebut, orang lain tidak membicarakan
tentu saja Hong po Seng tak tahu sampai sedalamdalamnya.
Setelah mengalami penghinaan dan rasa malu yang
tak terhingga, dalam sedihnya perangai Hong-po Seng
telah berobah hebat, kini ia jarang bicara tersenyum
ataupun tertawa, girang atau marah tak pernah
ditampilkan di atas wajahnya, wajah yang murung,
dingin dan kaku menimbulkan rasa bergidik dalam
pandangan orang, seakan- akan setiap saat napsu
membunuhnya bisa berkobar.
Selesai memperkenalkan diri arakpun diteguk berulang
kali, sikap Hong po Seng tetap dingin kaku dan jarang
berbicara, untung Oh Sam pandai melihat gelagatTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
banyolan serta pembicaraannya berhasil menyemarakan
suasana perjamuan tersebut.
Jilid 4: Kakek aneh Telaga Dingin
Selesai bersantap, dengan alasan keesokan harinya
masih akan melanjutkan perjalanan Oh Sam dibawah
antaran Tu Cu Siang kembali kekamarnya untuk
beristirahat.
Hong-po Seng sendiri setelah menutup pintu, dan
mengatur pernapasannya sejenak, segera meniup padam
lampu lilin dan naik keatas pembaringan untuk
beristirahat.
Diam diam pikirnya dalam hati,
,,Setelah kematian gagal kuperoleh sedang
penghinaan serta rasa malu teiah kualami satu-satunya
jalan yang terbaik bagiku adalah meneruskan hidupku
sambil mencari kesempatan untuk membalas dendam
sakit hati ini."
Berpikir sampai disitu matanya jadi pedat dan tanpa
sadar air mata telah mengucur keluar membasahi
wajahnya dengan penuh kebencian ia berbisik:
,,Aku harus membasmi perkumpulan Sin Kee Pang
sampai keakar akarnya, manusia manusia durjana,
manusia laknat dan kaum iblis harus dibasmi habis dari
permukaan bumi, terutama sekali Pek Koen Gie, ia terlalu
mengandalkan kekuasaan ayahnya untuk berbuat
sewenang wenangnya sendiri, orang pertama yang harus
kubasmi adalah perempuan keparat itu !.
Mendadak ia teringat kembali akan ibunya, maka
gumamnya jauh:

“Ibu hidup sebatang kara diatas puncak gunung, aku
harus mendapatkan teratai racun empedu api itu agar
cepat cepat bisa kuantar keatas gunung....".
Berpikir sampai disitu ia menghela napas dan
pejamkan matanya untuk tidur.
Ketika fajar baru menyingsing, Siauw Leng sambil
membopong setumpuk pakaian telah berjalalan masuk
kedalam kamar, ia segera memasang lampu lentera
diatas meja hingga suasana dalam ruangan itu jadi
terang benderang.
Selama beberapa hari belakangan ini Hong Po Seng
boleh dibilang lain hidup dalam penderitaan dan siksaan„
ditambah pula luka dalamnya baru saja sembuh: kendati
sekarang ada orang yang berjalan dalam kamarnya
ternyata ia sama sekali tidak merasa, pemuda itu tetap
tertidur dengan pulasnya.
Siauw-Leng langsung mendekati kesisi
pembaringannya, lampu lentera diangkat tinggi tinggi.
diam diam ia memperhatikan raut wajah sianak muda itu
dengan kesemsem.
Tiba tiba ia temukan disamping pembaringan basah
oleh air mata, dayang ini segera tertawa cekikikan:
serunya:
.,Hey Hong-po Seng! ayoh cepat baagun, pakai baju
baru, kenakan topi baru dan ayoh merayakan Tahun
Baru. haaah... haaah....”
Teriakan itu mengejutkan Hong-po Seng, ia segera
tersentak bangun dari tidurnya. tampaklah disisi
pembaringan telah tertumpuk satu tumpukan pakaian
baru, pedang baja miliknya terdapat pula diantaranya

bahkan telah diberi sarung kulit ular, disamping itu
terdapat pula seutas tali pinggang berwarna kuning.
Siauw-Leng meletakan lampu lentera itu ke atas meja,
lalu sambil tertawa cekikikan katanya lagi.
.,Ayoh cepatan dikit bersantap, sebentar lagi kita bakal
melanjutkan perjalanan lagi. Aku harus melayani siocia
lebih dahulu !".
Selesai berkata dayang itu segera ngeloyor pergi.
Mernandang turnpukan pakaian baru dihadapannya
Hong po Seng duduk termangu-mangu pikirnya:
“ Andaikata aku tidak mencuri makanan maka aku
bakal mati kelaparan, rupanya apa yang diinginkan
manusla belum tentu bisa terpenuhi dengan memuaskan
hati. Aaii..terpaksa aku harus bersikap menuruti kaadaan
yang kuhadapi".
Berpikir demikian maksud hatinya untuk menjadi
anggota perkumpuian Sin-Kee-Pang dan bekerja sambil
menanti kesempatan baik pun semakin teguh.
Sesaat kemudian dua orang dayang masuk kedalam
kamar sambil membawa alat untuk mencuci muka,
selesai berpakaian dan membersihkan muka buru-buru
Hong po Seng sarapan pagi, kemudian setelah
menggantungkan pedang bajanya dipinggang ia keluar
dari kamar.
Kereta kuda telah disiapkan diluar, Tu Cu Siang sambil
memimpin anak buahnya menanti disisi kereta, ketika
mellhat Hong-po Seng munculkan diri sambil menjura
san muka penuh senyuman sapanya:
"Hong Po Seng selamat pagi!".
"Selamat pagi Tu heng, terima kasih atas perhatianmu
yang berharga!".

Tu Cu Siang nampak melengak kemudian sambil
tertawa buru burut sahutnya:
"Aaaah, cuma barang yang tak berharga harap
saudara tak usah sungkan-sungkan".
Sementara pembicaraan masih berlangsung. terdengar
suara dentingan nyaring berkumandang datang, Pek
Koen Gie diiringi oleh Siauw Leng telah turun dari atas
undak undakan, Hong Po Seng segera naik keatas kereta
dan duduk disamping Oh Sam.
Ketika tiba duduk didepan kereta biji mata Pek Koen
Gie yang bening melirik sekejap bayangan Hong Po Seng
kemudian masuk kedalam kereta dan menurunkan
horden.
Keretapun segera bergerak melanjutkan kembali
perjalanannya menuju kearah utara.
Demikianlah selama beberapa hari mereka
melanjutkan perjalanan disiang hari dan beristirahat
dimalarn hari, suatu saat sampailah kereta mereka
disebelah.utara Keng Ouw, dan memasukt daerah
pegunungan Tay Pa san pusat perkumpulan Sin Kee
Pang.
Malam itu kereta mereka berhenti ditengah
pegunungan dan beristirahat sebentar diudara terbuka,
Hong po Seng pun duduk bersemedi diatas kereta
menanti fajar telah menyingsing mereka melanjutkan
perjalanan meenuju kemarkas besar perkumpulan Sin
Kee Pang.
Duduk diatas kereta Hong po Seng menyaksikan jalan
raya disebelah depan bercabang jadi tiga baglan,
masing-masing cabang berhubungan dengan bukit ditiga
penjuru, diatas bukit berdiri sebuah benteng dan

sekeliling benteng merupakan bangunan rumah yang
rapat, diatas tiang bendera masing- masing berkibar
sebuah bendera berwarna hitam, terhembus oleh angin
utara panji-panji besar itu berkibar dengan megahnya.
Mendadak terdengar suara terompet berbunyi panjang
diikuti anak panah bersuara berdesingan diangkasa bunyi
mercon bergeletar membelah bumi, dalam waktu yang
singkat suara sorak sorai yang gegap gempita bergema
dari atas markas.
Pek Koen Gie melongok keluar dari jendela dan
menggoyang-goyangkan tangannya ke arah orang-orang
diatas bukit, kurang lebih sepertanak nasi kemudian
kereta mereka sudah menembus dua bukit dan menuju
katebing gunung.
Tengah hari kereta mereka sudah melewati„Sam-
Tong" tiga pos penjagaan terdepan dan beristirahat
sejenak, Tongcu dari "Sam Tong" diiringi para pelindung
hukum, Hiang-cu serta anak buahnya yang berjumlah
hampir melebihi seratus orang banyaknya menyambut
kedatangan putri pangcu mereka dengan upacara yang
megah.
Pek Koen Gie setelah berbicara singkat dengan anak
buahnya dan kotak berisi makanan telah diangkut naik
keatas kereta, perjalanan pun dilanjutkan kembali.
Ditengah jalan terdengar suara Siauw-Leng
berkumandang keluar dari balik ruangan yang
mengundang Oh Sam untuk bersantap. Hong po seng
menerima tali les menggantikan kedudukan sebagai
kusir, menanti Oh Sam selesai bersantap sianak muda
itupun disuruh masuk kedalam untuk menangsal perut.

Ketika Hong-po Seng melangkah masuk ke dalam
kereta tampaklah Pek Koen Gte sedang duduk sambil
bertopang dagu, rupanya dara itu sedang memikirkan
satu persoalan, diapun tidak ambil perduli, duduk
didepan meja kecil pemuda itu mulai bersantap setelah
selesai buru-baru ia buka pintu slap meloncat keluar.
„Hong Po Seng..."mendadak Pek Koen Gie menegur.
Sianak muda itu berhenti dan menoleh, „Siocia kau
ada perintah apa??"tanyanya,
“Duduklah lebih dahulu, aku hendak berbicara
denganmu!”.
Hong Po Seng balik kedalam ruang kereta lalu duduk
bersila diatas lantai, sikapnya kaku dan tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia menantikan gadis itu
buka suara.
Dengan sorot mata tajam Pek Koen Gie menatap
wajah pemuda itu tajam tajam, kemudian tanyanya:
.,Bagaimana perasaaanmu setelah rnemasuki daerah
penting dari perkumpulan Sin Kee pang kami?"
Hong Po Seng tertegun untuk sesaat, rupanya ia tak
menyangka kalau pertanyaan itulah yang bakal diajukan
kepadanya, setelah termenung dan berpikir sejenak
jawabnya:
„Jago lihay dari perkumpulan Sin Kee Pang banyak
bagaikan mega, dengan kepandaian yang cayhe miliki
boleh dibilang bagaikan kunang-kunang ditengah sorotan
cahaya rembulan".
Pek Koen Gie tertawa dingin.
.,Hmmm.... hmmm.... dalam ruang tengah dan bawah
dari Sam Tong "Belum tentu terdapat jago jago yang

benar benar memiliki ilmu silat lihay, tapi setelah kita
melangkah lebih kedalam maka kepandaian mereka
semua betul betul jauh lebih kosen dari pada dirimu coba
kau berpikir yang cermat lagi apa maksud dan tujuanku
yang sebenarnya menahan dirimu masuk kedalam
perkumpulan Sin Kee Pang ?"
"Cayhe telah menyinggung perasaan siocia sedang
Siocia merasa terlalu keenakan langsung membinasakan
diriku, oleh sebab itu aku sengaja diberi kesempatan
untuk hidup lebih jauh agar kau dapat mempermalukan
dan sehingga dan sehingga diriku sepuas puasnya, cayhe
bodoh tolol, benarkah dugaanku ini?" kata Hong Po Seng
dengan sepasang alis berkerut.
Pek Koen Gie tertawa hambar.
`,Meskipun ucapanmu tidak salah namun belum tentu
semuanya benar, aku bukanlah manusia yang suka
memelihara bibit penyakit dalam tubuh sendiri, andaikata
aku tiada kegunaan lain untuk menahan dirimu.„ Hmmm,
setelah kuhina dan kupermainkan sepuas puasnya sejak
semula jiwamu telah kubereskan.”
Perkataan yang begitu sadis diucapkan dengan nada
tenang hal ini menunjukkan betapa kejamnya hati dara
ayu ini.
Hong-Po Seng balas tertawa dingin jengeknya.
"Cayhe bodoh dan tiada berpengetahuan, kepandaian
silat yang kumilikipun sangat cetek, entah apa gunanya
siocia tetap mempertahankan diriku ?"
Mendadak Pek Koen Gie mendongak dan tertawa
terbahak-bahak.

.,Haaaaah.„haaaaah...haaaah,... tak nanti kau berhasil
menebaknya . . . !"
Ia merandek sejenak lalu dengan air muka yang jauh
lebih luwes katanya lagi sambil tertawa.
"Berbicara sedikit dengan nada kurang enak manusia
semacam kau adalah sisa sisa dari keturunan kaum
ksatria gagah, manusia semacam dirimu sudah amat sulit
didapatkan pada saat seperti ini, apa lagi orang yang
memiliki kepandaian silat semacam dirimu"
"Pujian dari siocia membuat cayhe merasa bangga dan
kepala besar !"
„Hmmm !" Pek Koen Gie mandengus dingin, wajahnya
berubah menjadi adem kaku.
„Aku harap kau suka berpikir sekali lagi dengan serius,
sebenarnya kau ingin mati atau ingin hidup ?".
,,Tidak gampang ayah dan ibuku mamelihara aku
hingga demikian besarnya, kenapa aku harus mencari
kematian buat diriku sendiri?".
„Siocia, bukankah dia pingin hidup? biarlah dia hidup
lebih jauh! " tiba-tiba Siauw Leng menyela sambil
tertawa. Aaaai.. sebelum obat keparat yang mempolesi
wajahnya hilang dari situ, sunggguh membuat aku jadi
tak tenteram, makan tak enak tidurpan tak nyenyak !".
Kembali Pek Kun Gie mendengus berat.
„Hong-Po Seng! terus terang kukatakan kepadamu,
ayahku mempunyai seorang musuh kebuyutan yang kini
berhasil dikurung dalam perkumpulan Sin-Kee-Pang
kami, dia mempunyai sebilah pedang pendek berwarna
emas yang panjangnya hanya lima coen, namun
tajamnya luar biasa. Pedang pendek itu mempengaruhi
sekali kehidupan kami ayah dan anak bagaimana juga

kami harus mendapatkan pedang tersebut dari
tangannya ".
“Siocia, apakah manusia aneh dibawah jeram yang
kau maksudkan?” tiba-tiba Siauw-Leng menyela dari
samping.
„Tutup mulut! siapa suruh kau banyak cerewet".
Siauw-Leng jadi ketakutan buru buru ia tutup
mulutnya rapat rapat dan tundukan kepalanya.
Terhadap dayang cilik ini Hong-Po Seng mempunyai
pandangan yang tidak jelek, melihat ia ditegur segera
timbrungnya:
“Setelah orang itu berhasil dikurung, rasanya untuk
mempertahankan selembar jiwanya saja sudah tak
mampu. apa susahnya mendapatkan pedang pendek
yang ia miliki??".
„Hmmm, pedang emas tidak berada disakunya,
tempat penyimpanan senjata tersebutpun hanya dia
seorang tahu. andaikata tak mau mengaku terus terang
sekalipun selembar jiwanya terancam bahaya, bila kau
jadi aku apa yang harus kau lakukan?”
,,Andaikata cayhe yang menghadapi persoalan itu,
segera kulepaskan orang tadi dari dalam kurungan
"jawab sianak muda itu tanpa berpikir panjang lagi.
Mendengar jawaban tersebut Siauw-Leng kontan
tertawa cekikikan, buru buru ia menutupi mulutnya
dengan tangan.
„Bagi kami lebih baik salah membunuh daripada salah
membebaskan dirinya: Dan kini kau sudah tetjatuh
ditanganku. bila kau tak akan berbakti dengan sepenuh

hati, akhirnya hanya jalan kematian yang bakal kau
dapatkan.
„Tentang soal ini cayhe bisa memahami".
Sinar mata Pek Koen Gie berkilat, dengan tajam ia
menatap wajahnya sianak muda itu lalu katanya lagi:
„Meskipun perkataan diutarakan demikian. kau masih
mempunyai satu jalan hidup yang bisa kau tempuh".
„Maksud siocia. apakah kau hendak memerintahkan
cayhe untuk pergi mencari pedang emas itu??''.
Pek Koen Gie mengangguk.
„Seandainya kau beruntung memperoteh pedang
emas itu, perkumpulan Sin Kee Pang kami bisa membuka
sangkar melepaskan burung gereja, kemudian hari tak
akan mencari gara gara dengan dirimu lagi, seandainya
kau masih belum dapat melupakan dendam sakit hati ini,
setiap saat kau boleh datang mencari aku untuk
membalas dendam".
„Maksud siocia bagus sekali, bila kau memang ada
maksud mendapatkan pedang emas itu maka pertama
tama sang pemillk pedang emas itu harus dilepaskan
lebih dahulu, biarlah cayhe membuntuti dibelakangaya.
Perduli tiga atau lima tahun aku pasti akan menguntilnya
terus hingga berhasil mendapatkan pedang pendek itu”.
Siauw Leng tertawa cekikikan, seraya menu ding
kearah pemuda itu serunya:
„Waaah....pinter amat kau putar akal menyusun
rencana...andaikata kami melepaskan orang itu,
bukankah kaupun mendapatkan kesempatan untuk kabur
dari tangan kami? hebat benar otakmu...".
„Hmm! idemu ini bukannya tidak termasuk suatu
tindakan yang amat sempurna..."terdengar Pek Koen Gie

berkata dengan suara dingin."cuma sayang sekali ilmu
silat yang dimiliki orang itu tidak berada dibawah
kepandaian silat ayahku sendiri, melepaskan harimau
dari kandang merupakan suatu mara bahaya yang tak
boleh dianggap main main, takutnya justru ia malah balik
menggigit orang".
„Kalau kau tidak percaya dengan jalan pikiranku,
pekerjaan ini jadi lebih sulit untuk dikerjakan, membunuh
orang itu berarti gagal mendapatkan pedang emas ttu,
sebaliknya kalau menyerahkan pedang emas tadi berarti
jiwa sendiri terancam bahaya. andaikata aku jadi dia
maka lebih balk aku mencari jalan kematian saja".
„Kalau dia adalah kau, sejak dulu dulu kau telah
mengaku"teriak Pek Koen Gie gusar.
"Hmmm! kau anggap cara kami orang orang dari
perkumpulan Sin Kee Pang untuk menyiksa orang bisa
dianggap sebagai permainan biasa??".
„Waaah. kalau soal itu cayhe jadi semakin tidak
mengerti!".
„Kalau dibicarakan sederhana sekali, ilmu silat yang
dimiliki orang itu sangat lihay. tetapi membiarkan dirinya
hidup malah mendatangkan keunggulan bagi ayahku
maka beliau tak sudi melukai dirinya dengan jalan
menyiksa".
„Oooh, Kiranya begitu. waah....sangguh hebat juga
cara orang orang dari perkumpulan Sin Kee Pang
menggunakan orang!".
Pek Koen Gie dapat menangkap nada sindiran dibalik
ucapan tersebut, air mukanya segera berubah jadi dingin
kaku, sorot mata penuh napsu membunuh berkilat diatas
wajahnya, namun Hong Po Seng tetap berlagak pilon, dia

pura pura tidak merasakan akan hal itu.
Setelah suasana hening; untuk beberapa saat
lamanya, air muka Pek Koen Gie berubah jadi lebih
tenang dan ramah katanya.
„Orang itu licik dan banyak akal, sulit bagi kita orang
orang dari perkumpulan Sin Kee Pang untuk mendekati
dirinya, aku akan memberi kesempatan bagimu untuk
menjumpal dirinya dan kau boleh berusaha sendiri
dengan akal cerdikmu andaikata kau berhasil
menemukan kabar berita mengenai pedang emas
tersebut, maka akan kubuka sebuah jalan hidup bagi
dirimu".
„Eeei,..bukankah cayhe pun merupakan anggota dari
perkumpulan Sin Kee Pang?? apa sebabnya aku dapat
mendekati dirinya?".
Pek Koen Gie mengerti dibalik ucapan itu pemuda
tersebut menyatakan pula nada sindiran yang tajam,
terapi ia tetap tersenyum ewa, ujarnya lebih jauh:
“Bukankah sudah kukatakan sejak semula, kau adalah
sisa sisa dari keturunan kaum ksatria, dengan
terpancangnya merek emas tersebut kendati sipemilik
pedang emas itu membenci kita orang orang dari
perkumpulan Sin Kee Pang, tetapi belum tentu ia
membenci hatimu, aku rasa otakmu tidak terlalu bebal,
asal kau bisa bermain setan beberapa saat hingga
akhirnya memperoleh kepercayaan dari dirinya, aku rasa
harapan mu untuk sukses tidaklah terlalu sukar".
“Siocia memiliki otak yang tajam. akal yang banyak
dan pikiran yang cerdik, apa salahnya kalau kau

terangkan lebih jauh agar kebingungan cayhe bisa sedikit
terbuka!",
Pek Koen Gie tertawa dingin.
„Setelah terkurung selama banyak tahun dalam
perkumpulan kami, tak urung akan timbul rasa kesepian
dalam hatinya, harapannya untuk melanjutkan hidup
akan semakin menipis, mungkin saja dalam keadaan
seperti ini dia ada pesan pesan atau pekerjaan yang
hendak dititipkan kepadamu, melihat pula usiamu masih
mida, pikiran dan hatimu tidak terlalu jahat, siapa tahu
kalau karena dorongan emosi maka dia lantas buka
beberapa rahasia hatinya kepadamu?”
„Aaah, tidak aneh kalau orang orang dari perkumpulan
Sin Kee Pang pada jeri terhadap dirinya " batin Hong Po
Seng didalam hati. "Rupanya ia bisa menilai sikap serta
perasaan hati seseorang ehmm. kepandaian semacam ini
memang benar benar sangat lihay !".
Berpikir sampai disitu tak tahan lagi hatinya jadi
bergidik, sehingga bulu kuduknya pada bangun berdiri.
Terdengar Pek Koen Gie berkata lebih jauh:
"Sifat untung untungan tidak akan terlepas dari hati
manusia. seandainya orang itu sudah tertarik kepadamu
siapa tahu kalau dia lantas menerima dirimu sebagai
muridnya atau memandang sebagai sahabat karib, dalam
keadaan begini lingkungan gerakmu bakal semakin
leluasa!”.
“Maksudmu aku lantas menggunakan akal melawan
akal dan menanyakan tempat penyimpanan pedang
emas tersebut?”

"Eeeeei ...,mana boleh bertindak secara begitu
gegabah ?" seru Siauw Leng cepat. “KaIau kau bertanya
secara terus terang, orang itu akan segera menyadari
akan maksud tujuanmu”
Sebaliknya Pek Koen Gie berkata sambil mendengus
dingin :
"Bencana atau rejeki tiada menentu, hanya manusia
yang mencari jalan menurut caranya sendiri sendiri, kau
boleh bertindak menuruti kehendak hatimu!"
Bicara sampai disini dia lantas ulapkan tangannya.
Hong Po Seng segera bangkit berdiri, membuka pintu
kereta dan siap meloncat keluar.
"Hey Hong Po Seng !" tiba tiba Siauw Leag berseru. "
Tubuhmu berada dimarkas kerajaan Cho hatimu berpikir
kearah kerajaan Han apakah kau sedang berpuri-pura
takluk kepada perkumpulan Sin Kee Pang?”
Rasa mendongkol sianak muda itu dasarnya memang
tiada tempat untuk disalurkun, mendanger seruan itu
dengan nada penuh kebencian segera sahutnya.
"Benar, ucapanmu tepat sekali aku masih mengira
lagakku tiada kelemahannya siapa sangka manusia
rendah dan tak tahu malu masih melihatnya juga, ".
Pek Koen Gie naik pitam, dengan amat gusar ia
ayunkan telapaknya siap mengirim satu pukulan dahsyat,
tetapi ketika dilihatnya Hong Po Seng telah loncat keluar
dari kereta niat tersebut akhirnya diurungkan.
Seraya menutup pintu Siauw Leng berkata kembali
sambil tertawa:
"Bocah keparat itu benar benar kurang ajar ia berani
memaki kita sebagai manusia rendah!"

Dengan pandangan gusar Pek Koen Gie melirik
sekejap kearah dayangnya, kemudian jatuhkan diri
keatas kursi malas dan berbaring.
Ketika malam telah tiba kereta kuda tiba di Sam Tong,
memandang, keempat penjuru tampaklah lampu lentera
memenuhi hampir seluruh bukit dihadapannya, kereta
mereka menerjang masuk kedalam benteng dan berhenti
di ruang dalam.
Ditengah dentuman mercon dari empat penjuru
berkerumun lautan manusia, sebagian besar mereka
terdiri dari kaum wanita dan bocah, ketika Pek Koen Gie
melangkah keluar dari dalam kereta itu segera
dikerumuni banyak orang.
Terdengar salah seorang diantara gerombolan
perempuan perempuan itu berkata:
„Koen Gie cepat pergi keruang Siang-Liong Tim,
sebenarnya para Hoe-hoat dan para Hiangcu akan keluar
menyambut kedatanganmu, Loo pangcu lah yang
menghalangi kepergian mereka".
Pek Koen Gie mengangguk lirih, keluar dari
kerumunan banyak orang ia melangkah kedepan.
Tiba tiba terdengar seorang gadis berseru dari
samping:
„Para enghiong hoohan dari pelbagai daerah sedang
memberi ucapan selamat tahun baru kepada loo pangcu,
salah satu diantaranya adalah tamu dari gunung Boe-
Liang san, dia adalah seorang pemuda tampan”
„Sudah kutemui, bukankah dia she-KoK??" tukas dara
ayu itu dengan nada ketus.

Hong-po Seng mengikuti dibelakang Siauw Leng,
tampak cahaya lampu menyoroti seluruh permukaan,
setelah berjalan beberapa saat lamanya sampailah
mereka didepan sebuah ruangan besar yang megah dan
mentereng beratus-ratus buah meja perjamuan telah di
atur disitu, sekilas memandang ruangan tersebut telah
dipenuhi dengan manusia, suara pembicaraan dan gelak
tertawa berkumandang hingga ketempat kejauhan.
Ketika tiba diluar ruangan besar itu mendadak Pek
Koen Gie menoleh kebelakang dan memberi tanda
kepada Siauw Leng, dayang itu mengiakan dan segera
berkata kepada Hong-po Seng yang menguntil
dibelakangnya:
„Ikutilah diriku, akan kuhidangkan makanan yang lezat
untukmu ".
Dasar Hong-po Seng memang tidak irgin memasuki
ruangan besar itu, mendengar seruan dari Siauw-Leng ia
segera mengangguk dan berbelok kesamping kiri.
Setelah berjalan beberapa saat lamanya mereka
membelok kesebuah jalan sempit yang di kelilingi pohon
bambu, cahaya lampu semakin suram dan suara manusia
semakin jauh.
Setelah keluar dari jalan sempit ditengah pohon
bambu kembali mereka berjalan lagi beberapa saat
lamanya.
Diam-diam Hong Po Seng memperhatikan keadaan
disekeilingnya. ketika ia dilihatnya sekeliling tempat itu
tiada orang lain dalam hati segera pikirnya:
"Saat ini andaikata aku berhasil rnerobohkan Siauw-
Leng maka detik int juga aku bakal bebas dari
pengawasan mereka, tapi kantor cabang perkumpulan
mereka tersebar hampir di tujuh propinsi, jarak dart Sam

tong bagian atas dan bawah pun terpaut hampir seharian
perjalanan kereta kuda, andaikata mereka bisa mengirim
kabar dengan cepat, belum jauh aku berlalu dari sini
diriku pasti akan tertangkap kembali, aaaai.,...apa yang
harus kulakukan?”
Belum habis ia berpikir, Siauw Leng telah berhenti
berjalan, sambil menuding diatas tanah ia letakan
telunjuknya diatas bibir sabagai tanda jangan berisik.
Hong Po Seng mendongak keatas dan memandang
kedepan, dari tampak kejauhan terlihatlah sebuah kolam
yang amat dalam dengan luas puluhan tombak
terbentang didepan mata, suasana gelap gulita tak
nampak gerakan air pada permukaan kolam tersebut.
Kurang lebih lima tombak disekeliling kolam tadi
merupakan gundukan tanah yang menon¬jol berjejerlah
bendera bendera warna kuning yang mengitari kolam
tadi, sepintas lalu terlihat amat sepi dan sedap
dipandang,
Mendadak Siauw Leng enjotkan kakinya melayang
kesisi tubuh Hong Po Seng, lalu bisiknya lirih:
“Panji-panji berwarna kuning itu pangcu kami sendiri
yang mcnancapkan disitu, barang siapa yang berani
melewat batas wilayah yang sudah ditetapkan itu hanya
bisa masuk dalam keadaan hidup dan keluar dalam
keadaan sudah mati."
„Kau tidak usah kuatir, toh aku datang kemari alas
perintah dari siocia kalian"sahut si anak muda itu
hambar, selesai berkata ia segera meIangkah maju
kedepan.
Siauw Leng segera menarik kembaii tubuh pemuda itu
seraya bisiknya lirih:

„Meskipun kekuasaan perkumpulan kami sangat besar
dan meluas, tapi nona kami sendiri pun tidak berani
melanggar peraturan yang telah ditetapkan oleh Pangcu
kami itu, tak berani pergi sendiri kesitu sebaliknya malah
menyuruh kau. jelas nona kami bermaksud sengaja
suruh kau menghantarkan kematian!".
Biji matanya berputar dan memperharikan beberapa
saat lamanya sekeliling tempat kemudian bisiknya
kembali:
„Dahulu ada seseorang mendapat tugas dari Pangcu
untuk pergi kesitu melakukan suatu pekerjaan, akhirnya
orang itupun tidak dibiarkan keluar meninggalkan tempat
itu dalam keadaan hidup".
Mendengar sampai disini, Hong Po Seng sudah
mengerti akan maksud hati Pek Koen Gie yang
sebetulnya. diam diam pikirnya:
„Sungguh keji dan telengas hati perempuan itu".
Tapi pikirannya segera berputar, ia merasa situasi
yang mencekam dirinya dewasa ini sudah amat
mendesak, jalan hidup atau jalan mati adalah sama saja
baginya.
Maka ia membelai rambut Siauw Leng yang halus dan
tersenyum manis kepadanya kemudian dengan langkah
lebar meneruskan perjalanannya menuju kedepan.
Kali ini Siauw Leng tidak turun tangan menghalangi
perjalanannya, memandang baya ngan punggungnya
yang mulai menjauh ia menjulurkan lidahnya dengan
mata terbelalak sikapnya bimbang, ragu dan gelagapan.
Selangkah demi selangkah akhirnya Hong po Seng tiba
juga ditepi kolam, ia melihat dasar kolam itu amat dalam

sekali hingga sukar di tembusi dengan pandangan mata,
iapun tak dapat melihat jelas apakah didasar telaga
tersebut ada airnya atau tidak.
Setelah berdiri termangu-mangu beberapa saat
lamanya, akhirnya ia berteriak keras:
“Hey.. apakah dalam telaga ada manusia???".
“Eeei..! 'seruan tertahan berkumandang keluar dari
dasar telaga, diikuti suara yang halus, ramah dan penuh
nada kasih sayang menggema datang.
„Disini ada munusianya siapakah kau nak?"'
Mendengar jawaban yang muncul begitu halus, ramah
dan lunak, seketika sianak muda itu merasa sedikit lega
hati sahutnya:
.,Boanpwee adalah Hong-po Seng, bolehkah aku
terjun kebawah??".
„Bolehl Boleh! tentu saja boleh.. anak baik pergilah
kearah sebelah barat daya dan loncatlah tiga tombak
kedepan, Loohu akan menyambut tubuhmu dari dasar
telaga!".
„Pepatah kuno mengatakan: Siapa yang mempunyai
rasa permusuhan yang sama akan berpandangan dengan
sinar persahabatan "pikir Hong po Seng dalam hati.
"Kalau memang orang tua itu adalah musuh bebuyutan
dari perkumpulan Sin-Kee-Pang, baik atau jelek ada
baiknya kujumpai dahulu dirinya!"
0000oo0000000
6
KARENA mempunyai ingatan demikian maka ia lantas
mengambil keputusan didalam hati. Teriaknya:
„Loocianpwee, boanpwee segera meloncat turun
kebawah!".

ia mengepos hawa murninya dari pusar dan melayang
kearah barat-daya seperti yang diucapkan kakek didasar
telaga itu.
„Slapa sangka baru tubuhnya melayang turun
beberapa tombak kebawah, terdengarlah gelak tertawa
seram menggema memecahkan kesunyian. disusul orang
tadi menjengek dengan nada mengerikan:
„Bocah kecil yang tak tau diri, kematianmu sudah
berada diambang pintu.... Hmmm heeeh...heeeh.... kau
bakal modar didasar telaga ini....".
Hong Po Seng merasa terkejut bercampur gusar
setelah mendengar seruan tadi, belum sempat ingatan
kedua berkelebat dalam benaknya, mendadak hawa
murni dalam tubuhnya buyar tak ada ujung pangkalnya
disusul sang badan meluncur kebawah dengan kecepatan
tinggi.
Tiba tiba....segulung tenaga tekanan yang maha
dahsyat dan luar biasa menerjang keluar dari dasar
telaga, begitu hebat gulungan tenaga tadi sehingga
seketika menahan tubuh Hong Po Seng yang nampaknya
bakal terbanting hancur didasar telaga tersebut.
Bisa dibayangkan betapa terperanjat dan kagetnya
hati sianak muda itu. dengan cepat ia berjumpalitan
untuk bangun, tapi pada saat yang bersamaan kembali
terasa munculnya segulung hawa tekanan yang sangat
kuat menyendat tubuhnya:
Ploook ..! tidak ampun lagi badannya terjengkang dan
jatuh tertelentang diatas permukaan salju.
Dasar telaga itu tiada air gelap gulita hingga susah
melihat kelima jari tangan sendiri. Hong Po Seng yang
berbaring diatas permukaan salju yang dingin menusuk

ketulang sumsum seketika merasakan persendian tulang
disekujur tubuhnya seolah olah terlepas semua sedikit
bergerak atau meronta saja seluruh badannya terasa
amat sakit sukar ditahan.
Ditengah kegelapan terdengar suara tertawa seram
yang rnengerikan itu berkumandang kernbali. begitu
ngeri dan tajam suaranya sampai telinga terasa sakit
seperti ditusuk tusuk dengan jarum. Kendati Hong Po
Seng bernyali besar tak urung bulu kuduk disekujur
tubuhnya berdiri juga, ia gemetar dan merinding.
Lama... lama sekali suara tertawa aneh baru sirap,
terdengar orang itu berkata:
"Orang bilang anjing yang sedang gelisah akan
meloncati tembok, Hmmm..,....ucapan ini sedikitpun
tidak salah, ucapan ini sedikitpun tidak salah,..”
Hong Po Seng dapat menangkap suara tadi sebagai
suara ucapan manusia, tanpa terasa nyalinya menjadi
besar sekali, dengan cepat ia meronta, berusaha untuk
bangun, apa daya tulang belulang disekujur badannya
terasa amat sakit, maka terpaksa ia menahan rasa dingin
yang menusuk kedalam tulang dan berbaring diatas
tanah tanpa berkutik, sementara hawa murninya
perlahan lahan berusaba dikumpulkan kembali.
Terdengar suara yang tajam menusuk pendengaran
tadi berkumandang kembali,
"Karena pusaka loohu terkurung disini selama banyak
tahun Hey ! keparat cilik yang tahu diri, apakah kau
datang kemari menghantarkan selembar jiwamu juga
disebabkan karena mestika itu ?Heeeh. .heeeh... "
"Ngomong orang ini ngawur dan tak ada aturannya"
Pikir Hong Po Seng dalam hati "Jangan jangan orangnya

sudah sinting dan ingatannya sudah tidak waras
berhubung sudah terkurung terlalu lama disini !"
Perlahan lahan ia mendongak keatas, ditengah
kegelapan yang mencekam seluruh jagad tampaklah dua
buah titik cahayanya tajam berkilauan tiada hentinya dari
kejauhan warna biru yang menggidikkan itu tidak mirip
sebagai mata rnanusia.
Karena tulang berulang badannya sakit maka sianak
muda itu beristirahat untuk beberapa saat lamanya
ditanah, baru beberapa saat kemudian ia mulai
merangkak kesamping dan akhirnya dengan punggung
menempel diatas dinding baru ia bangun dan duduk.
Dalam pada itu angin berhembus amat kencang, salju
turun dengan derasnya.
Luka pukulannya baru sembuh dan kini setelah
terjatuh dari atas tebing pertahanan tubuhnya semakin
lemah lagi. Sambil mengeraskan diri pemuda itu
mengatur pernapasan dalam tubuhnya, menanti rasa
dingin sudah terusir pergi ia mulai merasa lelah
bercampur mengantuk dan akhirnya tertidur dengan
pulasnya.
Entah berapa saat lamanya telah lewat, mendadak ia
merasakan badannya seolah-olah jadi enteng dan
terbang meninggalkan permukaan tanah, disusul
tenggorokannya terasa amat sakit, suara tertawa aneh
yang tajam dan tinggi bagaikan jeritan setan ditengah
pekuburan berkumandang tiada hentinya dari sisi telinga.
Dengan hati terkesiap Hong-po Seng mendusin dari
tidurnya, ia membentangkan matanya lebar-lebar tapi

dengan segera matanya jadi terbelalak dan mulutnya
melongo, sementara jantungnya berdebar sangat keras.
Ternyata ketika itu fajar telah menyingsing dan
seluruh permukaan telah terang benderang tetapi telaga
kering yang dalamnya mencapai tujuh puluh tombak ini
masih tetap diliputi kegelapan serta kelembaban yang
amat tebal, kabut menutupi permukaan tanah dan hawa
dingin menusuk kedalam tulang.
Ditengah lapat-lapatnya suasana itulah tampak
seorang manusia aneh berbadan telanjang, berkaki
kutung sedang mementangkan kelima jari tangannya
yang tajam bagaikan cakar mencengkeram
tenggorokannya, mulut yang lebar dan bau tersungging
senyurnan aneh, gelak tertawa seram menggema tiada
hentinya.
Karena dicekik lehernya Hong Po Seng merasa
pernapasannya jadi sesak dan ia tak sanggup
mengungkapkan sepatah katapun, keempat anggota
badannya jadi lemas sedikitpun tak bertenaga.
Lama…lama sekall manusia aneh itu tertawa seram,
akhirnya dengan wajah menyeringai tegurannya:
.,Hey, keparat cilik. rupanya kau barusan kematian
bapak tuamu??".
Hong Po Seng membentangkan mulutnya lebar-Iebar
tanda tak sanggup mengucapkan sepatah katapun,
rupanya manusia aneh itu merasa amat girang
menyaksikan keadaan korbannya. mendadak ia
perkencang cekikannya membuat Hong Po Seng
mendengus berat, kedua biji matanya hampir saja
melorot keluar dari dalam kelopak matanya.

Manusia aneh itu tertawa seram beberapa saat
kemudian ia baru mengendorkan cekikannya seraya
menegur lagi:
„Hey. keparat cilik! apakah kau barusan kematian
bapakmu”:
Jantung Hong-po Seng berdetak semakin keras,
menanti kelima jarinya yang mencekik lehernya rada
mengendor mendadak ia memiringkan kepalanya
kesamping lalu merangkak kedepan menjauhi manusia
aneh itu.
Gelak tertawa seram kembali menggema memecahkan
kesunyian, ditunggunya sampai pemuda itu merangkak
sejauh beberapa tombak kemudian medadak ia bangun
duduk, telapak kirinya yang kurus bagaikan cakar setan
diayun kedepan dan meraung diudara kosong.
Sungguh dahsyat cengkeraman diudara kosong itu,
belum habis Hong-po Seng merasa terkesiap bercampur
kaget tiba tiba badannya tak sanggup menguasahi
diri.Sreett…! kepalanya terpelanting kebelakang dan
tersedot kembali kearah manusia aneh itu.
Sekali membalik telapaknya orang aneh tadi menekan
batok kepala Hong po Seng keatas tanah, dan serunya
sambil tertawa seram:
„Eeeei.... kamu sudah tuli yah? Ayoh jawab
pertanyaan dari loohu. Apakah kau si keparat cilik
barusan kematian bapakmu?"
Hong Po Seng merasa teramat gusar, tapi karena rasa
ngeri dan takut masih tersisa dalam hatinya maka ia tak
berani membentak dengan nada yang kasar dan bersikap
menantang. Sahutnya:
"Ayahku sudah mati banyak tahun,”

"Kalau begitu kau tentu barusan kematian ibumu?"
teriak manusia aneh itu lagi dengan nada marah.
Mendengar orang itu menyumpai ibunya kontan Hong
Po Seng naik pitam, ia lupa akan keselamatan dirinya
dan segera membentak dengan penuh kegusaran:
"Kentut busuk, !"
Sekuat tenaga ia meronta dan berusaha untuk
melepaskan diri dari tekanan orang, siapa tahbu tenaga
tekanan yang menekan batok kepalanya berat bagaikan
tindihan sebuah bukit, kedati ia meronta dengan segenap
tenaga namun badannya sama sekali tak bergeming
barang sedikitpun jua.
Melihat tingkah laku pemuda itu, bukannya gusar
manusia aneh malah tertawa,
„Haa..haah...,baaah....haah....keparat cilik. rupanya
kau adalah seorang anak yang berbakti kepada orang
tua".
Ia merandek sejenak, lalu mengangkat raut wajah
sianak muda itu keatas untuk dipan¬dang sekejap dan
tanyanya lebih jauh:
"Wajah sedih dan murung, waktu tidur mengucurkan
air mata, aku mau tanya apa sebabnya?",
„Kenapa aku mesti mengucurkan air mata waktu
tidur??"pikir pemuda she Hong Po ini, ia jadi mendongkol
dan sahutnya gusar:
“Dikolong langit kejahatan merajalela, manusia
manusia laknat pegang kekuasaan dan malang melintang
kesana kemari. aku hidup sebatang kara dengan
kekuatan yang lemah, sebagai manusia tak bisa
melenyapkan kajahatan bagi dunia persilatan tak bisa
menciptakan kebahagiaan bagi umat Bu lim kalau tidak

tidur sambil melelehkan air mata apakah suruh aku
tertawa terbahak bahak??".
Mendengar ucapan itu manusia aneh tadi mendadak
mendongak memandang angkasa lalu tertawa terbahak
bahak.
Sungguh hebat tenaga lwekang yang dimiliki orang
aneh ini, begitu gelak tertawanya, bergema diangkasa
seketika itu juga bunga salju berguguran keseluruh
angkasa, menggulung dan berombak bagaikan gulungan
air ditengab samudra luas.
Hong po Seng rnerasakan cengkeraman orang itu kian
mengendor, pemuda itu segera merangkak bangun dari
atas tanah dan duduk. tapi ia tak berani mundur
kebelakang, sinar matanya dialihkan kearah orang tadi
dan dipandangnya dalam dalam.
Tapi sebentar saja sianak muda itu sudah terperanjat
dibuatnya,
Kiranya bukan saja sepasang kaki manusia aneh itu
sudah dipotong kutung sebatas paha tangan kanannya
yang diayun keataspun sudah ditembusi oleh berpuluh
puluh utas tali hitam yang tepat menembusi jalan darah
penting ditubuhnya. tali tali berwarna hitam tadi
diikatkan pada dinding batu sehingga praktis lengan
tersebut tak bisa digunakan
Lengan kirinya bebas dapat berputar kesana kemari,
rambutnya panjang terural sampai di batas permukaan
tanah, kulit tubuhnya putih pucat tak tampak warna
darah dan diliputi oleh bulu bulu lunak berwarna hitam.
Raut wajahnya kecuali sepasang mata yang berwarna

kebiru biruan hanya mulutnya yang besar dan bersinar
minyak itu saja yang nampak.
Keadaannya jelek, bengis dan mengerikan membuat
orang yang melihat merasa ngeri dan bergidik.
Dalam pada itu manusia aneh tadipun sedang
memandang wajah Hong-po Seng dengan sorot matanya
yang tajam, mendadak ia tertawa seram. serunya:
“Haah…haaah haaah sekarang loohu telah paham, kau
sibocah keparat tentulah manusia baik yang belum
sempat dibasmi sampai ludas!''.
„Hmmm! tak nanti manusia baik bisa di basmi sampai
ludas "batin Hong-po Seng sambil mendengus dalam
hati. "Cukup didengar dari ucapan barusan, aku telah
mengetahui kalau kau bukan manusia baik baik!".
Walaupun dalam hati ia berpikir demikian namun tak
berani diutarakan keluar, perasaan tidak puas itu hanya
disimpan dalam hatinva saja.
Dari perubahan air muka sianak muda itu, rupanya
manusia aneh tadi dapat menebak isi hatinya. Mendadak
ia mencengkeram pemuda itu dengan tangan kirinya dan
menegur:
"Bocah keparat rupanya kau tidak puas yaaah dengan
ucapanku??..., ayoh jawab !"
Hong Po Seng ada maksud menghindarkan diri dari
cengkeraman lawan, siapa tahu gerakan tangan orang
betul betul laksana sambaran kilat, ia hanya merasakan
pandangan matanya jadi kabur dan tahu tahu
tenggorokannya sudah dicekik oleh jari jari tangan
musuh.

Merasa dirinya berulang kali dipermainkan orang,
sianak muda itu naik pitam, otot-otot berwarna hijau
diwajah dan tubuhnya pada menonjol keluar, sedang
dalam hati diam-diam ia menyumpah:
"Tua bangka sialan kau sampai mengalami nasib
sejelek dan sesetan ini rasanya pantas dan Thian punya
mata, sayang manusia she Pek itu…”
Belum habis ia berpikir manusia aneh itu sudah
melepaskan kembali cengkeramannya.
"Hey bocah keparat !" ia menghardik "Ayo jawab
secara terus terang, mau apa kau datang kedasar telaga
ini??"
“Hmm..Pek Koen Gie ada maksurd merampas pedang
emasmu, aku ditangkap dan ditawan olehnya karena itu
sengaja kudatangi tempat ini untuk mengadu nasib "
Rupanya manusia aneh itu tidak menyangka kalau
pihak lawan bisa berterus terang dihadapannya, setelah
tertegun beberapa saat lamanya ia berseru:
,,Apa ? Pek Koen Gie ??? apakah budak liar anak jadah
dari Pek Siauw Thian ?".
Hong po Seng sudah kenyang disiksa dan dihina oleh
keluarga Pek, terhadap ayah dan anak she-Pek itu
maupun terhadap manusia aneh dihadapannya ia
menaruh rasa benci dan antipatik. Kini mendengar
pertanyaan tersebut ia lantas tertawa dingin.
“Heeh..heeh..Pek Koen Gie adalah putri dari pangcu
perkumpulan Sin-Kee Pang, betulkah dia anak jadah atau
bukan. aku tak tahu dan tidak ingin tahu".
Manusia aneh itu merasa amat gembira ketika
didengarnya dari nada ucapan tersebut jelas

menunjukkan pandangan jelek dan rasa benci sianak
muda itu terhadap Pek Koen Gie.
„Eeei bocah keparat" ujarnya lagi. „Aku lihat
kepandaian silatmu tidak jelek, kenapa kau bisa
ditangkap dan dipermainkan oleh budak rendah sialan itu
ooh.... jangan-jangan kau sedang membohongi diriku
???...".
“Hmm bukankah ilmu silat yang kau miliki sangat lihay
?? kenapa pula kau mengalami nasib yang demikian
jeleknya sehingga harus hidup bagaikan seekor binatang
???”.
Bekas cengkeraman pada lehernya secara lapat lapat
masih terasa amat sakit. hal ini menggusarkan hati
pemuda itu. maka sengaja ia sindir dan ejek manusia
aneh tersebut dengan kata kata yang tajam dan tak enak
di dengar.
Bisa dibayangkan betapa marah dan gusarnya
manusia aneh itu, bagaikan binatang kalap ia meraung
sekeras kerasnya. sekali cengkeram ia tangkap rambut
pemuda itu kemudian menekan wajahnya keatas
permukaan salju dan digosoknya berulang kali. teriaknya
keras keras.
..Keparat sialan kau bilang apa ???
Setelah mengucapkan kata kata penghinaan tadi,
sebetulnya Hong po Sang pun merasa agak menyesal.
Tapi menyesalpun tak ada gunanya karena semua sudah
terlambat, Dalam keadaan begini ia hanya dapat
menggertak giginya rapat rapat, dengan mulut
membungkam merasakan siksaan yang sedang
dideritanya.

Dasar wataknya memang keras kepala, sejak petistiwa
dikantor cabang kota Seng-Chu, di mana karena desakan
rasa setia kawan ia harus menerima penghinaan dari Pek
Koen Gie dan kehilangan tiga biji gigi karena digaplok
oleh gadis itu, ia merasa dirinya sudah dihina habishabisan,
setiap kali teringat akan kejadein itu dia pasti
merasakan dadanya jadi sesak dan wajahnya jadi
murung, suatu perasaan benci dan kecewa yang amat
dalam menekan dadanya.
Tapi setelah disiksa dan dianiaya oleh manusia aneh
tersebut pada saat ini, meski badan terasa sakit namun
hatinya malah terasa jauh lebih nyaman.
Entah sudah berapa waktu lamanya manusia aneh itu
menggosok raut wajah Hong po Seng diatas permukaan
salju, tiba tiba ia berhenti dan mendongakan wajah
korbannya.
Tampaklah kulit wajah sianak muda itu telah pecah
dan lecet lecet, darah segar, mengucur keluar
membasahi seluruh permukaan salju yang putih, wajah
pemuda ini sudah tidak
utuh lagi.
Ia mendongak dan segera tertawa keras, jengeknya:
"Bocah keparat kalau kau berani mengucapkan kata
kata yang tidak senonoh lagi, loohu segera akan putar
tengkukmu sehingga patah jadi dua bagian !"
Pada dasarnya manusia aneh ini memang bukan
manusla baik baik, ditambah pula ia sudah terkurung
selama banyak tahun, rasa mangkel, mendongkol
dendam yang sudah terkumpul selama banyak tahun
segera dilampiaskan keluar semua.

Siapa tahu ejekan yang dilontarkan Hong Po Seng
memang disertai dengan maksud mak¬sud tertentu, ia
ada maksud untuk menyiksa diri sendiri.
Maka setelah mendengar ancaman itu bukannya
berhenti malah mengejek semakin menjadi, serunya
lantang:
"Waaduuuh kau sungguh lihay sekali ! setelah Pek
Siauw Thian memotong kuntung sepasang kakimu, kau
,*
Belum habis kata kata itu diutarakan, manusia aneh
itu dengan mata melotot bulat sudah bersuit nyaring,
tangannya berkelebat mencengkeram kaki kanan Hong
Po Seng dan ancamannya dengan wajah menyeringai
buas.
"Keparat busuk, loohu akan suruh kau merasakan
keadaan yang sama dengan diriku!',. Sembari bicara ia
siap mematahkan kaki kanan lawannya, tapi sewaktu
dijumpainya wajah pemuda itu tetap tenang dan sama
sekali tidak menunjukan rasa gentar atau sedih, dari
gusar ia malah jadi tertawa serunya
.,Bocah, usiamu masih sangat muda . . sayang amat
kalau kakimu harus dikutung orang!"
Ucapan ini diutarakan tidak lain banya bermaksud
memancing munculnya rasa gentar dan takut dalam hati
Hong-po Seng asal pemuda itu sudah merasa takut maka
ia segera akan turun tangan.
Siapa tahu Hong po Seng bukannya gentar aebaliknya
malah menunjukkan sikap semakin tawar dan dingin,
katanya ketus.
..Silahkan turun tangan sesuka hatimu, sedari dulu
aku sudah pernah mati sekali. Hanya harapanku semoga

kalau kau berjumpa kembaIi dengan Pek Siauw Thian
nanti, tunjukkanlah kegagahan serta keangkeranmu
seperti pada saat ini."
„Anak jadah ! sepasang kaki loohu kutung diujung
pedang Hoa Goan Sioe . , . " jerit manusia aneh itu
sambil menggertak giginya keras- keras.
Begitu mendengar disebutnya nama Hoa Goan Sioe
sekujur tubuh Hong-po Seng gemetar. keras.
Rupanya firasat serta perasaan manusia aneh itu
tajam sekali, baru saja tubuh sianak muda itu bergetar
keras, pergelangan tangannya sudah berputar
mencengkeram baju korbannya sambil diangkat kedepan
mata sendiri, hardik nya dengun suara berat
„Ayoh jawab yang jujur, apa hubunganmu dengan Hoa
Goan Sloe ??'.
Rupanya segara mendadak ia menjadi tenang kembali.
suaranya rendah dan perlahan sama sekall tidak disertai
emosi.
Hong- po Seng yang sedari tadi sudah menyingkirkan
jauh jauh pikiran tentang "Mati" dan "Hidup", saat ini
berpikir didalam hatinya:
„Kalau ditinjau sikapnya yang congkak dan tinggi hati
beberapa saat berselang, sungguh tak nyana begitu
mengungkap nama ayahku ia segera menjadi tenang dan
halus !".
Terdengar manusia aneh itu berkata lagi dengan suara
serak :
, Loohu lah yang paling akhir menghadiahkan sebuah
pukulan ketubuhnya sehingga nyawa Hoa Goan Sloe
kuhantar pulang keakhirat, coba jawab, apa
hubunganmu dengan Hoa Goan Sloe ??".

„Bagus dia adalah ayahku almarhum" jerit Hong po
Seng dengan suara melengking, ia termakan oleh ucapan
itu dan berkobarlah rasa dendam dalam hatinya ,.Ayoh
cepat turun tangan membinasakan diriku, membiarkan
aku hidup dikolong langit berarti menanam bibit bencana
bagi dirimu sendiri. cepat atau lambat aku pasti akan
mencabut jiwamu!"
Manusia aneh itu tertegun, tiba tiba ia melepaskan
cengkeramannya dan barkata kembali:
„Hoooh .! Hoa Goan Sloe modar karena dikepung dan
dikeroyek oleh sekelompok jago-¬jago lihay dari
kalangan Hek-to, Pek Siauw Thian ada!ah salah satu
diantaranya. Sepasang kaki loohu kutung lebih duluan
dan tidak tahu duduk perkara yang sebetulnya, tapi kalau
kamu ingin menuntut balas atas kematian ayahmu,
bunuh saja budak anak jadah dari Pek Siauw Thian!”
“Usia Pek Koen Gie masih sangat muda apa sangkut
pautnya urusan ini dengan dirinya"
„Setelah kau bunuh orang yang sama sekall tidak
tersangkut dalam peristiwa itu, kenapa tidak sekalian
mencabut jiwa budak sialan anak jadah itu??" sahut
orang aneh itu dengan mata melotot bulat.
„Waaah...,rupanya kebencian orang ini terhadap Pek
Siauw Thian telah merasup ketulang sumsum, sehingga
dosanya ditimpakan pula pada anak keturunannya"
pikirnya Hong Po Seng.
Satu ingatan segera berkelebat dalam benaknya,
sambil tertawa dingin ia mengejek:

„Bukankah sepasang kakimu kutung ditangan ayahku
almarhum?? kenapa kau tidak ingin menuntut balas atas
sakit hati itu diatas tubuhku??".
„Haaah....haaah....Hoa Goan Sioe sudah modar, loohu
tidak sudi membinasakan dirimu.”
„Hmmm... Hmmm....orang yang paling loohu benci
adalah Pek loo jie itu".
„Ehmm, rupanya ucapanmu yang terakhir adalah kata
kata yang jujur dan sebenarnya, kalau memang kita
punya musuh dan sakit hati yang sama, lebih baik bunuh
dulu Pek Siauw Thian kemudian baru menyelesaikan
hutang piutang diantara kita berdua".
Manusia aneh itu melototkan matanya bulat bulat.
"Boen.. mendadak ia merandek dan berganti sebutan.
“Dimana ibumu ?? kenapa ia begitu tega dan kuatir
melepaskan kau berkelana seorang diri dalam dunia
persilatan??".
“Dia orang tua masih sedih setiap mengenang
kejadian dimasa lampau dan tidak ingin munculkan diri
lagi didalam dunia pesilatan, aku keluar karena diam
diam melarikan diri.”
Manusia aneh itu mengangguk.
„Nah ! begitu baru betul.” Ia berpiktr sebentar dan
lanjutnya, "Ayahmu punya potongan wajah yang cakap
dan menarik, sedang kau bukan saja hitam, kurusnya
seperti monyet sedikitpun tidak mirip jadi putra
kandungnya”
Dalam kenyataan sewaktu pertama kali anak muda ini
turun gunung, kecuali wajahnya dan kulit tubuhnya
berwarna hitam pekat, perawakannya sehat dan kekar.

Justru karena berulang kali harus mendapat pukulan
batin dan hatinya selalu dibikin kecewa, akhirnya bukan
saja badan jadi kurus, kering bahkan kelihatan tidak
cantik dan layu.
-Hey keparat cilik she Hoa" meadadak terdengar
manusia aneh itu menegur lagi. „Kalau memang Pek
Koen Gie memaksa kau datang kemari untuk mencari
pedang emas kenapa kau malah justru mengaku terus
terang di hadapan loohu?"
Walaupun ucapan orang ini kasar dan berangasan,
ternyata otak serta pikirannya tajam serta teliti” pikir
Hong po Seng, ia menjawab dengan suara ketus :
„Dewasa ini aku bernama Hong-po Seng." Manusia
aneh itu meiengak tersenyum.,
,.Aaaah betul, kalau Pek loo-jie sampai mengetahui
asal usulmu yang sebenarnya maka ia pasti akan turun
tangan membinasakan dirimu. Hmm . . hmmm . . loohu
.dewasa ini pun bernama Han Than Sioe sikakek telaga
dingin”
“Apa? Han Than Sioe binatang telaga dingin? hoo .
memang pantas, memang sesuai dengan keadaan yang
sebenarnya!"
Haruslah diketahui kata “Sioe” kakek dan 'Sioe`
binatang, meski suaa ucapannya sama namun dalam
tulisannya sama sekali berbeda..
Manusia aneh itu tertegun beberapa saat lamanya,
tapi dengan cepat ia menangkap maksud yang
sebenarnya dari perkataan itu, kontan sepasang matanya
melotot bulat.
„Binatang cilik. kau benar benar sudah bosan hidup
dan pingin cari mati?".

„Hmmm! tak usah kau gertak diriku dengan persoalan
mati atau hidup, walaupun kau tidak ingin membunuh
diriku, masih banyak oraag lain yang ingin kematian
diriku".
Sinar matanya dialihkan memandang kearah salju
putih yang berhamburan dari angkasa, setelah lama
berdiri termangu mangu ia baru menunduk kembali
sambil berkata dengan suara hambar:
„Kakek Telaga Dingin! sebelum salah satu diantara kita
berdua ada yang mati lebih dulu, lebih balk kau tak usah
untuk taring pamer cakar dihadapanku, kau musti tahu
kami keturunan dari keluarga Hoa bukanIah manusia
yang bisa dibikin gentar atau takluk oleh gertak sambel.".
Han Thian Sloe sikakek telaga dingin tertawa aneh,
mukannya pun secara tiba-tiba berubah jadi lebih kendor
dan rileks.
,,Baiklah" ia menyanggupi." Mengingat Hoa Goan Sioe
adalah seorang enghiong hoo han, lalu akan bersikap
sungkan terhadap dirimu. tapi kaupun harus bisa
menjaga diri dan terutama sekali mengerem ucapan yang
bisa menyinggung perasaaan loohu, daripada hinaan
serta sindiran tersebut membangkitkan hawa amarah
dalam hatiku!"
Hong-po Seng mengangguk.
„Baiklah. kita tetapkan begitu saja” sinar matanya
lantas dialihkan kearah rambutnya yang panjang hingga
terurai keatas tanah, tanyanya:
„Bukankah kau kehilangan sepasang kakimu dalam
pertemuan Pek-Beng Hwe? bagaimana caranya hingga
akhirnya kau terjerumus dalam jebakan Pek Siauw
Thian?"

Dari balik mata Han Than Sioe memancar keluar sinar
penuh kebencian, katanya
„Setelah pertemuan besar Pek Beng Thay hwee, Pek
Loo jie ada maksud merampas pedang emas milik loohu,
dia pura-pura berla gak baik hati dengan alasan hendak
menghantar loohu pulang gunung, padahal sedari semula
Loohu sudah mengetahui akan ketajaman serta kekejian
hatinya, maka sengaja kupilih markas besar Sin Kee Pang
ini untuk merawat lukaku. Hmm..hmmbegitulah aku
merawat luka selama sepuluh tahun lamanya”
“Jadi kalau begitu, ia sama sekali tidak tahu
dimanakah letak rumah tinggal??"tanya Hong Po Seng
dengan alis berkerut.
,.Kalau dia tahu, mungkin sejak dulu dulu loohu sudah
mati kelaparan!”
Mendadak ia tertawa aneh menunjukkan betapa
bangga hatinya, lalu ujarnya lebih jauh:
,,Ketika sepasang kaki Ioohu baru kutung, aku masih
bukan tandingannya maka ia pantas jebloskan loohu
kedalam dasar telaga kering ini. setiap kali ada waktu
luang ia lantas datrang kemari menyiksa aku dan
mengepot aku agar loohu mau serahkan pedang emas
itu sebagai penebus bagi kebebasanku, Hmm! Hmm!
mana mungkin loohu bisa tertipu?? kalau pedang emas
itu sudah terjatuh ketangannya, masa loohu bisa hidup
sampai sekarang?”
„Berapa sih nilainya sebilah pedang emas?? apa
gunanya kau..”
„Bagi manusia yang tidak tahu tentang duduknya
perkara tentu saja pedang emas itu sama sekali tak ada
harganya" tukas sikakek telaga dingin sambil

menggoyangkan tangannya berulang kali."Tapi bagi
orang yang mengerti, pedang emas tersebut merupakan
banda pusaka yang tak ternilai harganya, benda itu
merupakan mustika yang diidam idam¬kan serta diimpiimpikan
oleh setiap manusia, panjang sekali kisahnya
mengenai benda berharga itu".
„Sebelum Pek Siauw Thian berhasil mendapatkan
pedang emas itu, dia pun akan menggunakan tindakan
serta siksaan yang bagaimana kejampun untuk menyiksa
badanmu serta membuat kau menderita. apa kau
sanggup menahan siksaan hidup yang demikian beratnya
Itu?”
“Haah...haah.. tak usah dibicarakan, hal itu sudah
jelas sekali !".
la merandek sejenak, dengan wajah yang riang
gembira sambungnya :
„Pada waktu itu kolong langit baru saja mau tenteram,
Pek Loo-jie masih disibukkan untuk mengumpulkan
komplotan serta anak buah untuk memperkuat posisi
serta pengaruhnya dalam dunia pertalatan, ia dibikin
pusing tujuh keliling oleh masalah nama serta kedudukan
sehingga melupakan sama sekali keadaan diri loohu
haaah..haah..mimpipun ia tak akan menyangka dikala ia
repot menjadi seorang pangcu,loohu pun sedang repot
berlatih ilmu silat. Mendadak pada suatu hari ia datang
berkunjung, loohu segera mengangkat telapak dan...".
„Apakah pukulanmu bersarang telak ditubuhya ??"
sela Hong-po Seng tak tahan lagi.
“Hmmm ! bukan bersarang telak saja, serangan diatas
tubuhnya, bahkan aku buat dirinya menggeletak
setengah mati untuk menyembuhkan luka parahnya itu ia

harus berobat hampir selama satu tahun lamanya !"
jawah sikakek telaga dingin dengan nada sombong
bercampur bangga.
Hong-po Seng segera tertawa.
“Ia merasa berat hati kehilangan barang pusaka,
berarti berat hati pula membinasakan dirimu, aku tebak
meskipun hukuman mati bisa terhindar kau pasti tak
akan terhindar dari siksaan hidup, bukankah begitu ?
sampai dimana siksaan yang kau derita sejak peristiwa
itu ?".
Sambil menggertak gigi si Kakek Telaga dingin
bercerita lebih jauh:
, Setahun itu loohu hanya bersantap tiga hari sekali,
hampir saja aku mati karena kelaparan. Semenjak
peristiwa itulah Pek Loo-jie melatih ilmu silat baru dan
turun ke dasar telaga untuk bertanding melawan loohu,
setelah ia datang membawa persiapan Loohu tak
sanggup melukai dirinya lagi, tetapi ilmu silat yang loohu
miliki selamanya berjalan di depannya dan selamanya ia
tak mampu menangkan diriku, disamping itu iapun
merasa berat hati serta sayang untuk mencelakai jiwa
loohu".
„Waaah kalau begitu ia betul-betul termasuk manusia
hebat "Pikir Hong po Seng dalam hati— "Tangan
kanannya entah terbelenggu oleh benda apa diatas
dinding batu, dengan mengandalkan lengan kiri saja ia
sanggup menangkan Pek Siauw Thian, kelihayan ilmu
silatnya mungkin sudah cukup untuk malang melintang
dikolong langit'.
Berpikir demikian ia lantas berkata:

„Menurut Pek Koen Gie, ayahnya menahan dirinya
karena kau sangat berguna bagi mereka, aku pikir yang
dimaksudkan pastitlah dalam hal ini, kau telah digunakan
sebagai teman bertarung untuk melatih kepandaian
silatnya".
“Hmmm!"si kakek Telaga Dingin mendengus berat.
"Dugaanmu sama sekali tidak salah,loohu pun sama
halnya dengan dia, menggunakan Pek Loo-jie sebagal
teman untuk berlatih ilmu silat”
Ia merandek sebentar dan terusnya:
„Kita sudah saling bergebrak selama hampir sepuluh
tahun lamanya, ilmu silat yang dimiliki kedua pihak sama
sama memperoleh kemajuan pesat hingga sampai kini
jurus jurus lama sudah tak blsa digunakan lagi, kedua
belah pihak sama sama putar otak memeras keringat
untuk menciptakan gerakan serta jurus jurus lain yang
lebih ampuh Haaah.... haaah..haaah..... selamanya loohu
lebih unggul setingkat dari pada dirinya, walaupun Pek
Loo jie mempunyai kekuasaan serta pengaruh yang
meluas sampai seantero jagad, siapa tahu kalau ia tak
pernah tidur dengan nyenyak, tak pernah makan dengan
enak, setiap hari pikirannya pusing memikirkan soal
diriku!".
,.Kalau ditinjau serta dibicarakan dari kedudukan dan
nama besar dari Pek Siauw Thian dalam dunia persilatan
"pikir Hong-po Seng didalam hati "Seandainya ia tidak
mengandalkan kekerasan untuk merebut barang milik
orang lain, rasanya tidak nanti ia mengalami keadaan
seperti ini dan aku pikir sama sekali tak berharga baginya
untuk memperebutkan sebilah pedang".

Tiba tiba terdengar sikakek telaga Dingin tertawa licik,
lalu berkata:
„Hong Po Seng, andaikata loohu menghadiahkan
pedang emas itu kepadamu, maukah kau untuk
menerimanya??”.
Hong po Seng segera gelengkan kepalanya berulang
kali.
„Benda yang bukan menjadi milikku aku tak sudi untuk
menerimanya, apa lagi setelah mendapatkan pedang
emas itupun aku tak bisa lolos dari cengkeraman maut
Pek Siauw Thian, apa gunanya aku mencarikan
keuntungan bagi orang lain??".
,.Haaah....haaah... bagaimana sekarang?? apa yang
hendak kau lakukan untuk melepaskan diri dari
cengkeraman maut Pek Loo jie??".
Hong Po Seng menunduk dengan wajah sedih:
„Aku akan berusaha dengan kemampuan yang dimiliki,
dan menurut pada takdir yang telah ditetapkan oleh
Thian, apabila aku memang ditakdirkan harus mati,
rasanya bergulat dan memberontak tak ada gunanya!".
„Haaah....haaah....usiamu masih muda tapi bisa
memandang lebih masak tentang mati dan hidup, loohu
sudah punya pengalaman, orang yang makin tidak takut
mati seringkali usianya malah semakin panjang, mungkin
saja nasibmu memang begitu dan kau masih mempunyai
kesempatan untuk hidup selama beberapa tahun lagi.
Hanya saja....".
„Hanya saja kenapa ???" tanya Hong po Seng dengan
mata melotot bulat-bulat.
Si Kakek Telaga Dingin tertawa.

“Hanya saja pada tahun-tahun belakangan ini, jarang
sekali terjadi peristiwa aneh yang ada diluar dugaan".
„Apa maksud ucapanmu itu ???".
,.Seandainya kau terkurung didasar telaga ini pada
sepuluh tahun berselang, kemungkinan besar dari atas
langit akan muncul seorang dewa yang datang
menyelamatkan jiwamu, mewariskan ilmu silat kepadamu
dan membantu kau untuk menuntut balas. Tapi
sekarang... Heeeh... Heeeh.... kejadian yang demikian
beruntungnya sudah tak mungkin lagi terjadi".
„Yang dia maksudkan sebagai dewa pastilah jago jago
lihay yang telah lama mengasingkan diri” pikir pemuda
Hong-po Seng dalam hati, ia lantas bertanya:
„Kanapa ??”.
Kakek Telaga Dingin mendongak dan tertawa
terbahak- bahak.
“Haah..haah..semua dewa sakti telah kembali
keakherat setelah pertemuan besar Pak Beng Tay Hwie
diadakan. Ehmmn! masih ketinggalan seorang yaitu
ibumu sendiri, kecuali dia yang datang menyelamatkan
dirimu aku rasa hanya kematian yang bakal kau hadapi !"
Hong-po Seng yang mendengar ucapan itu diam-diam
merasa sedih, tapi diluaran ia berkata :
„Ibuku dia orang tua pasti akan datang
menyelarnatkan jiwaku karena ia tentu mendongkol dan
marah kepadaku sebab aku tak mau menuruti
ajarannya!"
Beberapa saat lamanya sikakek telaga dingin berdiri
termangu-mangu tiba-tiba ujarnya :
.,Aku rasa kaki tangan serta kuku garuda dari pihak
perkumpulan Sin Kee Pang tentu tidak sedikit jumlahnya,

sekalipun ibumu datang sendiri kemari juga belum tentu
bisa menyelamatkan jiwamu.”
Hong po Seng tiada perkataan yang bisa diucapkan,
diam-diam ia menghela napas panjang dan
membungkam.
Sikakek telaga dingin sendiri sedang rnerasa gembira
dan bangga iapun bermalas malasan tidak bicara lagi.
Dengan mulut membungkam kedua orang itu duduk
saling berhadapan, lewat sesaat kemudian dari atas
telaga berkumandang suara desiran perlahan. sikakek
telaga dingin segera mendongak keatas sambil
menggetarkan tangannya.
Sreeet....! diiringi desiran tajam, tahu-tahu diatas
tangannya telah bertambah dengan sepuluh buah paha
kijang panggang yang harum baunya, diikuti ....Plaaaak !
sebuah paha lagi menggeletak diatas permukaan itu.
"Bocah keparat” seru kakek telaga Dingin segera
sambil menggigit paha kijang panggang itu. "Agaknya
Pek Loo jie masih menginginkan kau hidup didasar
telaga. coba lihat ! dia sudah mengirim makanan
untukmu selama beberapa waktu kau tentulah dibiarkan
mati kelaparan !`'
Hong Po Seng merangkak bangun dari tempatnya
untuk mengambil paha kijang yang menggeletak diatas
permukaan salju, kemudian duduk ditempatnya dan
mulai bersantap.
Cara makan sikakek Telaga Dingin betul betul sadis
dan mengerikan, dalam waktu singkat la sudah
menghabiskan separuh dari daging kijang tersebut.

mendadak ia duduk tertegun beberapa saat Iamanya dan
kemudian berkata:
„Bocah keparat, harapanmu untuk hidup hingga saat
ini masih belum menentu, mungkin saja kau bisa hidup
lebih jauh mungkin saja tidak. aku rasa kau harus mulai
mempersiapkan diri untuk melakukan pembalasan
dendam "
„Silahkan kau utarakan pendapatmu”
Sambil mulutnya tiada henti mengunyah daging
kijang, sikakek telaga dingin berkata lebih jauh:
„Angkatlah tebih dahulu loohu sebagai gurumu, aku
segera akan mewariskan kepandaian silatku kepadamu,
Perduli kau bisa hidup atau mati, tanggung kau pasti
berhasil membinasakan Pek Koen Gie untuk menuntut
balas atas sakit hatimu !"
„Tidak begitu bagus. tidak bagus!" dengan cepat
Hong-po Seng menampik seraya tersenyum. „Kalau kau
berbuat demikian maka kau akan terjatuh kedalam
perhitungan Pek Koen Gie, sebab sedari semula ia sudah
menduga bahwa kau bakal berbuat demikian “
„Kenapa ?" tanya kakek itu tercengang.
“Andaikata aku mengangkat dirimu menjadi guru
maka asal kau menemui kesulitan atau bencana yang
mempengaruhi mati hidupku sebelum meninggal hatimu
tentu akan jadi lembek dan dengan sendirinya semua
kepandaian silat serta rahasia dari pedang itu akan kau
wariskan kepadaku, sementara buluku be!um tumbuh
dengan subur dan sanggup terbang dengan mantap,
ayah dan anak dari keluarga Pek itu tentu akan
menangkap diriku serta menyiksa diriku, bukankah itu
berarti harapan mereka bakal terpenuhi?"

.,Anak jadah cilik!" sumpah kakek telaga dingin sambil
menggerutu tiada hentinya. “Tidak mau ya tidak mau,
apa kau anggap loohu betul- betul senang menerima
dirimu sebagai muridku?"
Mendadak dengan mata melotot bulat bentaknya:
„Cepatan dikit kalau makan! loohu akan mewariskan
jurus serangan kepdamu, bunuh dulu budak sialan anak
jadah itu agar rasa mendongkol dalam hatiku bisa
terlampiaskan!"
Melihat sikapnya yang galak waktu membentak tapi
berbicara dengan halus dan ramah, Hong po Seng
mengerti kalau ucapan tersebut bukan bermaksud hanya
main-main saja,maka dengan cepat ia menyikat habis
daging kijang itu kemudian menelan beberapa genggam
bunga salju dan maju menghampiri kakek aneh tadi.
,Pek Koen Gie punya pandangan mata yang tajam,
sifat yang keras kepala dan gerakan kaki tangan yang
mantap. aku rasa ilmu silat yang ia miliki jauh lebih
hebat, beberapa kali lipat daripada diriku, dalam satu dua
jurus apa aku mampu untuk membinasakan dirmya” kata
pemuda she Hong po itu.
,,Hmm! pendapat katak dalam sumur !"`
JILID 5 Jurus Koen Sioe Ci Tauw untuk Hong po Seng
MENDENGAR perkataan itu tanpa sadar Hong-po Seng
mendongak ke atas, ia lihat telaga kering itu mirip sekali
dengan sebuah sumur kering yang besar, dirinya
memang betul-betul menjadi katak dalam sumur, empat
dinding merupakan tebing yang curam dan di manapun

tiada tempat untuk berpijak, andaikata dari atas telaga
tak ada orang yang menurunkan tali sudah pasti ia akan
mati terkurung di dasar telaga tersebut.
Teringat betapa sengsaranya si kakek telaga dingin
yang terkurung hampir sepuluh tahun lamanya, rasa
bergidik seketika muncul dari dasar hati kecilnya.
Mendadak terdengar kakek telaga dingin berseru
dengan gusar:
„Loohu hanya menciptakan satu jurus serangan saja
yaitu jurus “Koen Sioe Ci Tauw” atau Pergulatan
binatang-binatang terkurung. Dengan andalkan satu
jurus inilah Pek loojie harus putar otak peras keringat
selama lima tahun untuk melawan diriku, sekali pun
begitu hingga detik ini dia masib belum sanggup
menangkap diriku!”
Begitu keras ucapan ini digemborkan sampai Hong Po
Seng merasakan telinganya lapat-lapat terasa amat sakit,
menunggu kakek itu menyelesaikan kata-katanya dengan
cepat menyambung dangan nada riku:
„Aaah....! hanya satu jurus ilmu silat saja Pek Siauw
Thian tak bisa memecahkannya walau sudah putar otak
selama lima tahun, tak usah dikatakan lagi bisa
dibayangkan betapa lihaynya pukulan tersebut. “Koea
Sioe Ci Sauw” atau pergulatan binatang-binatang
terkurung memang tepat sekali untuk nama jurus
serangan tersebut”
Si kakek telaga dingin mendengus congkak, ia
mengangkat tangan kirinya yang bisa bergerak bebas
untuk melakukan gerakan setengah di depan dada

kemudian sambil mendorong telapak itu kearah depan
serunya lantang:
„Badan terbelenggu tak bisa berkutik, segenap
kepandaian silat yang kumilikipun tak dapat digunakan,
dalam posisi yang terdesak dan terancam oleh bahaya
maut akhirnya loo hu berhasil menciptakan jurus
serangan yang amat lihay ini."
Begitu ia selesai berbicara, dari tumpukan salju kurang
lebih dua tombak di hadapannya berkumandang suara
gemerisik yang santar, diikuti menggulungnya pusaran
argin tajam bunga salju berpusing dan berputar dengan
kencangnya, dalam waktu singkat terciptalah sebeuah
tiang salju setinggi satu tombak dengan badan besar
tujuh depa.
Hong Po Seng merasa terkejut bercampur bergidik,
pikirnya :
„Tidak aneh kalau ia sombong dan tinggi hati, ternyata
kekuatan pukulannya betul-betul dahsyat hingga
mencapai ke atap yang demikian tingginya!”
„Bagaimana ???” seru Si kakek telaga Dingin sambil
tertawa keras, „Bagaimana kalau di bandingkan dengan
Pek loo jie???”
„Sin kang yang kau miliki betul-betul terhitung dahsyat
dan luar biasa sekali aku pikir Pek Siauw Thian tak nanti
bisa menandingi dirimu”
„Huuuh ! kau betul-betul manusia yang punya mata
yang tak berbiji” maki si kakek telaga Dingin dengan
mata melotot, “kehebatan dari jurus seranganku barusan
bukan terletak pada kesempurnaan tenaga lwekang yang
dimili seseorang, tapi kehebatannya justru terletak pada

kesaktian serta keajaiban dari perubaban jurus
tersebut!”.
,,Hmmm, apa gunanya kau sombong dan berbangga
diri??”, batin Hong Po Seng. ,,Sekalipun ilmu silat yang
kau miliki sangat lihay, kalau tak dapat menikmati
kehidupan yang wajar apa gunanya? Huh...! begitu
masih bisanya berlagak sok!”
Walaupun dalam hati berpikir demikian, sudah tentu di
luaran tidak berkata keras. cuma ujarnya dengan
hambar:
,,Kepandaian sakti itu adalah ilmu silat andalanmu,
antara kita berdua tiada ikatan sanak maupun keluarga,
akupun tak bisa mengangkat dirimu sebagai guru, masa
kau telah mewariskan kepadaku dengan begitu saja??”
„Tentu saja bisa!” Si kakek telaga Dingin tertawa
seram. ,,Cuma aku mempunyai syarat yang harus kau
kabulkan, asal kau merasa sanggup uutuk menerima dua
syaratku itu maka jurus serangan “Koen Sioe Ci Tauw ini
akan kupinjamkan kepadamu, di sampiug itu akan
kuajarkan pula satu siasat bagus untukmu, tanggung kau
berhasil membinasakan Pek Koen Gie si budak sialan itu.
Asal dendammu sudah terbalas maka kau boleh
kembalikan jurus ilmu pukulau itu kepadaku!”
„Jurus ilmu pukulan mana bisa dipinjam dan
bagaimana pula caranya mengembalikan kepadamu ???"
pikir sianak muda itu. Ia melirik sekejap kearah kakek
tadi dan katanya :
,,Coba kau terangkan lebih dahulu, apakah kedua
syarat yang bendak kau ajukan itu???".

„Haah ... haah …. haah ... kedua syarat tersebut ???”
kakek telaga dingin mendongak dan tertawa terbahakbahak.
,,Itu urusan kecil, justru yang paling penting
adalah cara meminjam jurus pukulan yang gampang tadi,
cara pengembaliannya yang rada merepotkan itu”
„Bagaimana repotnya ???”
,,Loohu melatih kepandaian sakti itu dengan telapak
kiri, maka untuk mengembalikan ilmu pukulan tadi
kepadaku, terpaksa tangan kirimu harus kutebas dan
kemudian serahkan kepada loohu”
„Sepasang kakinya kutung di ujung pedang ayahku”
pikir Hong-po Seng dalam hati. „Dendam kesumat
macam ini benar-benar besar dan dalam, sampai kini ia
tak mau membunuh diriku adalah karna aku masih
berguna baginya, andaikata aku harus kutungkan sebuah
lenganku untuk dikembalikan kepadanya, kejadian ini
betul-betul menarik dan aneh sekali”
ooooOoooo
BERPIKIR sampai disitu ia lantas berkata dengan suara
hambar:
„Yang selalu kau pikirkan dalam hati hanyalah balas
dendam .... balas dendam melulu, walaupun aku tahu
bahwa maksud hatimu tidak baik, tapi semangat serta
cita-citanya tidak memalukan. Baiklah! ada meminjam
pasti ada mengembalikan, kusempurnakan keinginan
hatimu itu”
„Anjing cilik ....” maki si kakek telaga dingin dengan
penuh kebencian setelah mendengar perkataan itu,
giginya saling bergemerutukan hingga berbunyi nyaring.

Hong-po Seng mendelik bulat-bulat, tegurnya ketus :
,,Aku minta kalau berbicara sedikitlah tahu diri, asal
jangan ngerocos keluar saja!”
Meski usia sianak muda ini masih kecil tapi dia
mempunyai wajah yang gagah perkasa serta semangat
patriot yang hebat, baik Pek Koen Gie maupun si kakek
telaga dingin yang berhadapan dengan dirinya tentu
merasa hatinya sangat tidak enak, hal itu bukan lain
dikarenakan rasa rendah diri serta rasa malu yang timbul
dari dasar lubuk hati mereka, hanya saja kedua orang itu
sama-sama tidak memahami sampai kesitu.
Si kakek telaga dingin merandek sejenak, mendadak
bentaknya keras:
„Kau benar-henar tidak menyesal mengucap kan katakata
tersebut??”
,,Hidup di dalam suasana yang kacau, nyawa masih
bisa diselamatkan sudah merupakan satu peruntungan,
berapa besar nilainya sebuah lengan kiri....??? cepat kau
sebutkan syaratnya!”
Si kakek telaga dingin mendengus berat.
„Hmm... pertama, bunuh Pek Koen Gie dan
kedua bunuh Pek Koen Gie!”
Mendengar perkataan itu Hong-po Seng melengak.
„Eeei... dua macam syarat yang kau ajukan barusan
bukankah berarti pula banya satu syarat belaka ???”
,,Heeeh ... heeeh.... heeeh....” Kakek Telaga Dingin
tertawa dingin. „Sekalipun hanya satu syarat belum tentu
kau bisa laksanakan dengan sempurna. Hmmm!
membiarkan Pek Loo-jie merasakan siksaan serta

penderitaan karena kematian putrinya jauh lebih
menyenangkan dari pada membinasakan dirinya!”
,,Haaah... haaah... haaah... sungguh keji dan telengas
siasat yang kau gunakan ini. setelah kubunuh Pek Koen
Gie kau kira Pek Siauw Thian dapat melepaskan aku
dengan begitu saja?? siasatmu sekali timpuk mendapat
dua ekor burung benar-benar lihai sekali!”
,,Cissss! telaga kering ini merupakan daerah terlarang
dari perkumpulan Sin-Kee Pang, kau anggap bisa keluar
dari sini dalam keadaan hidup-hidup???”
„Hmmm! tentang persoalan itu sudah kupikirkan sejak
semulia” pemuda itu merandek sejenak dan termenung.
„Terkurungnya kau di dasar telaga keiring ini merupakan
suatu rahasia besar, seandainya ada orang yang berhasil
meninggalkan tempat ini dalam keadaan hidup, rahasia
ini sudah pasti akan bocor dan tersiar di tempat luaran!”
,,Betul!” kakek telaga dingin tertawa.
"Pada saat itu beberapa orang kerabat lamanya akan
berdatang kemari dan sama-sama berkumpul jadi satu.
Pepatah mengatakan siapa yang melihat ikut mendapat
bagian, kau mendapat semangkok bubur dan aku
mendapat semangkok bubur, sekalipun loohu serahkan
pedang emas itu belum tentu Pek Loo-jie bisa
mengangkanginya seorang diri”
Mendadak ia tutup mulut dan memandang kearah
sianak muda iru dengan mata melotot bulat.
,,Aku bukan seorang manusia yang jeri menghadapi
kematian dan tidak ingin membunuh orang tanpa sebab
musabab” kata Hong-po Seng seraya usapkan
tangannya. ,,Coba berilah kesempatan kepadaku untuk

berpikir dengan lebih seksama, seandainya aku
menganggap bahwa Pek Koen Gie memang patut dijatuhi
hukuman mati, kita baru mengadakan kerja sama saling
bertukar syarat?".
Rupanya si Kakek Telaga Dingin takut kalau pemuda
itu secara tiba-tiba berubah pikiran, begitu ia selesai
berbicara segera sambungnya:
,,Walaupun kau tidak mau membunuh orang, orang
lain pun akan membinasakan dirimu, ba gaimanapun
juga akhirnya kau harus mati juga, kenapa tidak
menggunakan kesempatan ini untuk menarik balik
sebagian dan modalmu???” lagipula Pek Siauw Thian
banya punya satu keturunan, asal kau bunuh budak
sialan itu maka setelah Pek Loo jie modar, perkumpulan
Sin-Kee-Pang tanpa kendali seorang pcmimpin yang lihay
pasti akan menjadi buyar dengan sendirinya”
Hong-po Seng tertawa hambar, pikirnya :
,,Apa yang diucapkan meski belum tentu seluruhnya
benar, tapi memang masuk di akal juga, dalam sebuah
perkumpulan yang amat besar sudah tentu bercampur
baur manusia-manusia dan pelbagai lapisan, kalau tiada
seorang pemimpin yang tangguh dan kosen yang
mengendalikan mereka, tentu saja sulit untuk menguasai
manusia-manusia itu”
Berpikir begitu ia lantas berkata :
,,Baiklah, kita tetapkan dengan sepatah kata ini, aku
akan meminjam ilmu pukulan itu untuk membunuh Pek
Koen Gie, seandainya beruntung aku bisa lolos dari
bahaya maut, tangan kiriku segera akan kutebas untuk
dikembalikan kepadamu. Nah! sekarang kau boleh

terangkan siasat bagusmu itu, bagaimana caranya aku
bisa mencabut selembar jiwa Pek Koen Gie dengan
mengandalkan jurus ”Koen Sioe Ci Tauw” tersebut.
Si Kakek Telaga Dingin tertawa.
,,Soal siasat bagus lebih baik kita bicarakan setelah
ilmu pukulan itu kuwariskan kapadamu
Haaaa …., haaaaaah inilah pekerjaan yang
memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak, Eei ??
pedang bajamu itu kukoay sekali bentuknya, coba
mainkanlah beberapa jurus untuk diperlihatkan
kepadaku!”
,,Orang ini terlalu serakah dan mementingkan diri
sendiri” batin Hong po seng dalam hati. ,,Sedikitpun tiada
perasaan kasihan atau iba kepada mereka senasibnya,
aku tidak cocok untuk bergaul dengan dirinya, lebih baik
sedikit menyimpan diri saja”
Maka ia lantas gelengkan kepalanya berulang kali
serunya:
,,Ayahku almarhum terlalu cepat meninggalkan dunia
yang fana, sedangkan ilmu silat yang dimiliki ibuku tidak
cocok bagi kaum pria untuk melatihnya, maka dari itu
meski sim boat tenaga dalamku memperoleh warisan dari
ajaran keluarga, itupun harus digabungkan dengan ilmu
pedang yang sederhana baru bisa digunakan untuk
melindungi keselamatan sendiri. Ilmu yang terlalu
sederhana lebih baik tak usah dipamerkan dihadapan
orang lihay saja”
Si Kakek Telaga Dingin merasa setengah percaya
setengah tidak, ia mendengus gusar.

,,Hmm ! omong kosong, masa ilmu silatpun kok
dirahasiakan!”
Tapi ia tidak mendesak lebih jauh, tanpa menggubris
apakah pemuda itu sudah mempersiapkan diri atau tidak
segera mulai menerangkan rahasia ilmu pukulannya.
Mula-mula ia terangkan dahulu di manakah letak dari
himpunan tenaga yang mereka miliki serta letak-letak
tempat yang vital di tubuh manusia, kemudian
membicarakan rahasia dari bagaimana caranya
mengerahkan tenaga yang baik.
Dengan penuh perhatian dan seksama Hong po Seng
pusatkan semua konsentrasinya untuk mendengarkan
keterangan-keterangan orang tua itu, tanpa sadar ia
sudah terserap dan terpesona oleh kesaktian serta
keanehan dari kepandaian tersebut, masalah tangan
kinnya yang bakal dikutungi dikemudian hari sudah jauhjauh
terlupakan dari dalam benaknya.
Dengan menghimpun segenap semangat yang
dimilikinya Heng-po Seng mendengarkan penjelasan itu,
ia hampir mabok dibuatnya.
Sebaliknya Si Kakek Telaga Dingin sendiri makin bicara
ia merasa semakin bangga, hingga senja hari menjadi
tiba ia baru menyelesaikan keterangannya.
Hong Po Seng pun segera mengundurkan diri ke sisi
dinding sambil mengulangi kembali rahasia yang
didapatkan, berusaha bila bertemu dengan hal-hal yang
kurang jelas baginya ia segera mohon petunjuk kepada
orang tua itu.

Melihat betapa kesemsem dan terpesonanya si anak
rnuda itu oleh kesaktian ilmu pukulan yang dimilikinya, Si
Kakek Telaga Dmgin merasa bangga sekali.
Malam itu dilewatkan dengan kedua orang itu dalam
suasana yang gelisah dan tidak sabar mereka berharap
pagi hari tepat menjelang datang. Akhirnya setelan
dinantikan dengan susah payah, fajarpun menyingsing di
ufuk sebelah Timur, Si kakek Telaga Dingin segera
menurunkan gerakan jurus serangan itu kepada Hong Po
Seng.
Jurus “Koen Sioe Ci Tauw” ini merupakan suatu
gerakan memutar setengah lingkaran terdahulu di depan
dada kemudian disodok kearah depan, walau bagitu si
Kakek Telaga Dingin membutuhkan waktu selama hampir
setengah jam lamanya untuk membuat si anak muda itu
memahaminya sungguh-sungguh, maka ia segera
memerintahkannya untuk berlatih dibahapannya.
Keampuhan daripada ilmu silat Hong po Seng terletak
di atas permainan pedangnya, tapi sim-boat tenaga
dalam yang dimilikinya merupakan pelajaran tingkat atas,
ditambab pula ia berwatak keras hati, berjiwa besar,
bercita-cita luhur serta mempunyai barapan untuk
membasmi kaum laknat serta menolong umat Bu-lim dari
penindasan kaum iblis, maka sewaktu berlatih
kepandaian tersebut ia berlatih dengan tekun, giat dan
rajin, dengan sendirinya kemajuan yang diperolehpun
semakin pesat.
Gerakan jurus pukulan itu sederhana sekali, tapi Hongpo
Seng tidak memandangnya sebagai pelajaran rendah,
selesai berlatih satu kali ia berlatih lagi satu kali hingga

akhirnya badan jadi lelah dan tenaga babis, sementara
malampun telah tiba.
Keesokan harinya, pagi-pagi sekali Hong-po Seng
sudah berlatih ilmu pukulan itu. Selesai sarapan
mendadak si Kakek Telaga Diugin menggapai ke arahnya
sambil tertawa licik.
,,Hong po Seng, gunakanlah segenap kekuatan yang
kau miliki dan cobalah menghantam loobu dengan jurus
pululan itu”
Hong po Seng sudah mengerti akan kelihayan tenega
lwekang yang dimiliki pihak lawan jelas pukulan tersebut
tak nanti bisa melukai dirinya, maka ia segera
mengempos tenaga berkelebat maju kedepan dan putar
telapak mengirim satu pukulan gencar.
,,Haaaa,.,,,haaaa.....haaaa...... bocah keparat modar
kau!” bentak kakek Dingin sambil tertawa terbahakbabak.
Tangannya berputar kencang, dengan menggunakan
pula jurus pukulan “Koeu Sioe Ci Tauw” ia sodok
telapaknya ke muka.
Plooook! dengan telak pukulan tadi bersarang di atas
dada si anak muda itu.
Hong po Seng berteriak keras badannya mencelat ke
belakang dan meluncur sejauh lima enam tombak, di
mana badannya terbaring keras-keras mencium tanah.
Si Kakek telaga dingin segera tertawa terbahak-bahak.
”Haaaa ......... haaaaah ............, tempo dulu ketika
Pek Loo jie termakan oleh pukulan loobu, keadaannya
pun tidak jauh berbeda dengan keadaanmu sekarang!”

Hong po Seng segera meloncat bangun dari atas
tanah, diam-diam ia mengempos tenaga ketika dirasakan
bahwa dirinya tidak terluka buru-buru ia maju ke depan
dan menjura.
„Oooa! rupanya saudara masih menyembunyikan
kepandaian kepadaku” serunya sambil tertawa ,,Sungguh
tak nyana kalau ditenga gerakan jurus Koen Sioe Ci Tauw
tersebut masih terdapat perubahan lain”
„Ebmm, sungguh tajam pandaagan mata bocah
keparat ini!” diam-diam si kakek telaga dingin memuji ia
segara tertawa tergelak.
,,Haaah ... haaah .... kau pandang Pek Loo jie sebagai
manusia macam apa?? kalau tiada perubahan mana aku
sanggup mencelakai dirinya??”
Sembari bicara ia ulangi kembali juros pukulan itu dan
diwariskan kepadanya.
Hong Po Seng melatih perubahan jurus tadi dengan
sungguh-sungguh dan tekun, siapa tahu setiap kali si
Kalsek Telaga Dingin selalu mempunyai perubahan baru.
Berhubung sepasang kakinya sudah cacad sedang
tangan kanannya terikat di atas dinding maka selamanya
kakek itu harus melayani serangan-serangan lawan
dengan mengandalkan tangan kirinya belaka, dengan
sendirinya gaya pemnukaan dari serangannya pun tak
berbeda.
Tapi setelah pukulan itu tiba di tengah jalan
terdapatlah pelbagai perubahan yang tak terkirakan
banyaknya, jadi walaupun namanya saja hanya terdiri
dari saiu jurus, dalam kenyataan gerakannya melebihi
seratus buah.

Perububan gerakan satu sama lain memang hanya
terpaut sedikit sekali kendati begitu dalam
penggunaannya ternyata memiliki keampuhan yang
sukar dilukiskan, kalau tidak dengan kepandaian silat
yang dimiliki Pek Siauw Thian mana bisa memaksa harus
berpikir k ras dan peras otak selama lima tahun untuk
memecahkan gerakan itu tanpa berbasil.
Begitulah pada hari itu ia mempelajari lima gerakan,
keesokan harinya belajar tujuh buah gerakan, hingga
belasan hari kemudian jurus pukulan “Koen Sioe Ci
Tauw” ini akhirnya berhasil dikuasai semua.
Si Kakek Telaga Dingin merasa amat bangga, sedari
pemuda itu menyelesaikan pelajarannya setiap hari
mereka berdua duduk saling berhadapan sambil
menggerakkan telapak kirinya saling serang menyerang
dengan serunya.
Ketika untuk pertama kali diadakan pertarungan,
karena Hong-po Seng belum begitu hapal dengan
gerakan pukulan itu, seringkali dia barus termakan oleh
bogem mentah kakek telaga dingin.
Tapi sesudah lewat tiga empat hari menanti Hong-po
Seng telah hapal dengan gerakan ilmu pukulan itu,
kesempatan si kakek Telaga Dingin untuk menyarangkan
bogem mentahnya di tubuh pemuda itu semakin tipis,
setiap kali bertarung mereka hanya bertahan dalam
posisi yang seimbang, dengan sendirinya pertarunganpun
berlangsung makin seru.
Suatu pagi ketika kedua orang itu melangsungkan
pertarungan lagi, mendadak si kakek Telaga Dingin
tertawa tergelak, telapak secara tiba tiba menerobos

masuk ke dalam pertahanan lawan dan menghantatn
tubun Hong-po Seng sampai mencelat sejauh beberapa
tombak.
Pusing tujuh keliling pemuda itu merasakan sakit di
atas kepalanya, dengan susah payah ia merangkak
bangun dari atas tanah kemudian menghampiri kakek itu.
Ketika menyaksikan si kakek telaga dingin masih tertawa
tergelak dengan bangganya, ia segera menegur sambil
tertawa pula:
,,Ooooh, rupanya kau masih menyembunyikan satu
jurus serangan, selain yang diturunkan kepadaku!”
„Tidak, jurus pukulan ini adalah ciptaanku yang
terakhir” sahut kakek telega Dingin sambil menarik
kembali tertawanya. Hingga detik ini Pek Loo jie masih
belum pernah menjumpai pukulanku ini”
,,Kalau memang begitu aku tak mau mempelajari
pukulan tadi, daripada sampai ketahuan lebih dabulu
oleh Pek Siauw Thian hingga ia sempat mempersiapkan
diri untuk menghadapi dirimu”
,,Haaah. haaah . bocah keparat tak nyana kalau
hatimu sesungguhnya jujur, baik dan menyenangkan,
tapi kalau kau tidak sekalian mempelajari ilmu pukulan
mi, maka tidak nanti kau akan berhasil mercabut jiwa
budak sialan itu”
,,Pikirkanlah sendiri membunu Pek Koen Gie lebih
penting ataukah menyelamatkan jiwamu lebih penting??
nah setelah itu tentukan pilihanmu, aku sih hanya
menantikan keputusanmu yang terakhir”
Si kakek telaga dingin mendongak dan menatap wajah
si anak muda itu tajam-tajam?? mendadak dengan wajah
berubah jadi marah serunya:

,,Bocah cilik! loohu telah mengambil keputusan untuk
mewariskan perubahan jurus yang terakhir ini kepadamu.
Seandainya Pek Loo jie tidak ada maksud mencari
keuntungan dengan jalan ini masih mendingan, kalau ia
mau cari keuntungan dengan memikirkan gerakan
pemecahan lebih dahuiu sebelum bergerak melawan
loobu. Hmmm.... hmmm.... hmmm.... Pek Loo-jie.... Pek
Loo-jie…..”
„Kenapa??” tanya Hong po Seng tercengang.
,,Kenapa? sekalipun loohu bakal mati kelaparan, paling
sedikit akan kusuruh orang she Pek itu berbaring selama
setahun tanpa bisa berkutik!.. .”
,,Aaaah, dia tentu masih mempunyai jurus ampuh
yang sengaja dirahasiakan... ,,Pikir Hong-po Seng”
,,Kemudian mengatur siasat dan sengaja suruh aku
membocorkan lebih dahulu gerakan terbaru tadi agar Pek
Siauw Thian yang tak tahu diri terjebak ke dalam
perangkapnya”
Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, terdengar
si kakek telaga Dipgin telah berkata lagi sambil tertawa
panjang.
„Hmmm! andaikata aku tidak menggunakan sedikit
akal dan kecerdikan, hidupku mana bisa diperpanjang
sampai sepuluh tahun lamanya?? kalau kau pun tidak
ingin mati konyol, lebih baik gunakanlah otakmu untuk
berpikir dan berusaha."
Walaupun Hong po Seng tahu kalau tenaganya
hendak dipergunakan oleh pihak lawan, dan mati
hidupnya sama sekali tidak diperdulikan olehnya, namun
ia tetap menjura memberi hormat serta mengucapkan

terima kasih atas petunjuk yang telah diberikan
kepadanya.
Hari itu si Kakek Telaga Dingin telah mewariskan jurus
perubahan yang terakbir itu kepada Hong-po Sepg dan
keesokan harinya mereka saling bergebrak seharian
penuh.
Ketika fajar menyingsing pada hari yang ketiga, tibatiba
si Kakek Telaga Dingin berkata :
,,Hong-po Seng, sekarang aku akan menggunakau
jurus-jurus silat dari Pek Loo-jie untuk menyerang dirimu,
kalau kau bertarung sampai pada posisi yang lidak tahan,
pergurnakanlah perubahan gerakan yang terakhir itu.
Budak sialan anak jadah itu belum pernah menjumpai
perubahan gerakanku yang terbaru, dalam keadaan
begitu ia pasti akan meloncat mundur ke belakang untuk
menghindar, gunakanlah kesempatan itu untuk mengatur
kembali posisimu yang terdesak dan lanjutkan
pertarungan”
,,Apa ?? kau bisa aenggunakan jurus-jurus serangan
dari Pek Siauw Thian ??....” tanya Hong po Seng
tercengang.
,,Heeeeh ........ heeeeh ....... kami sudah saling
bergebrak selama sepuluh tahun lamanya, Pek Loo jie
bisa hapal dengan gerakan pukulan milik loohu, kenapa
loohu tidak dapat menghapalkan jurus-jurus serangan
miliknya?? sekalipun gerakan itu kupelajari sesara kasar
dan garis besarnya saja, namun rasanya masih cukup
ampuh dan bisa digunakan setiap waktu”
Sembari berkata telapaknya didorong ke depan
melancarkaa satu babatan dahsyat. Hong po Seng segera

putar telapaknya menangkis dan kedua orang itupun
saling bertarung lagi dengan serunya.
Kendati Si Kakek Telaga Dingin hanya memiliki sebuah
lengan kiri belaka, tetapi serangannya yang sebentar ke
atas sebentar ke bawah, sebentar ke kiri sebentar ke
kanan cukup ampuh dan dahsyat, seringkali telapaknya
mengirim babatan gencar tapi sekejap mata berubah jadi
serangan totokan dengan beribu-ribu macam
perubahannya, kadangkala ia menyerang tubuh bagian
bawah lalu secara tiba-tiba mengirim sapuan-sapuan
yang menyerupai serangan tendangan, saking cepat
hebatnya desakan-desakan tadi membuat orang yang
menonton jalannya pertarungan itu akan mengira ada
beribu-ribu buah lengan sedang menyerang secara
berbareng.
Ketika pertarungan berlangsung mencapai pada
puncaknya, Hong po Seng tidak tahan dan segera
mengguuakan jurus perubahan yang terakhir.
Sedikitpun tidak salah, karena gerakannya itu Si Kakek
Telaga Dingin tak berani merangsek lebih lanjut dan
segera tarik kembali serangannya sambil meloncat
mundur ke belakang.
Jurus serangan Koen “Sioe Ci Tauw” ini merupakan
gerakan yang diciptakan si Kakek Telaga Dingin kbusus
untuk menghadapi serangan ilmu silat milik Pek Siauw
Thian, bukan saja maju dan mundur sangat beraturan
bahkan ancaman-ancamanpun semuanya ditujukan ke
arah titik kelemahan pihak lawan maka walau
kemanapun gerakan tersebut datang menyerang selalu
berhasil dibendung dan dipunahkan tanpa bekas.

Begitulah setelah mundur ke belakang si Kakek Telaga
Dingin menerjang maju lagi dan pertarunganpun
berlangsung kembali dengan serunya.
Puluhan jurus kemudian sekali lagi Hong po Seng
menggunakan gerakan yang terakhir untuk paksa si
Kakek Telaga Dingin terdesak mundur kebelakang,
menanti posisinya berhasil diperbaiki ia lanjutkan pula
serangan-serangan berikutnya.
Makin bertarung kedua orang itu bergerak semakin
cepat, beberapa gebrakan kemudian Hong po Seng
terpaksa harus mengeluarkan pula gerakan terakhir
untuk menolong diri.
Tapi gerakannya kali ini ketika mencapai di tengah
jalan, mendadak ia berhenti dan mundur ke belakang.
Melihat tindakan si anak muda itu si Kakek Telaga
Dingin melengak dan segera menegur.
,,Eeei, bocah cilik, apa kau sudah lelah?? baiklah,
istirabatlah dulu beberapa saat kemudian kita bergebrak
kembali”
Hong po Seng berdiri termenung tanpa mengucapkan
sepatah katapun, sesudah termangu- mangu beberapa
saat lamanya mendadak ia berkata :
,,Tadi dada kirimu memperlihatkan sebuah titik
kelemahan, babatan yang menggunakan gerakan
berputar apakah tak bisa diubah menjadi sodokan kilat
yaug dibarengi dengan gerakan majunya sang badan”
Mendengar perkataan itu air muka si Kakek Telaga
Dingin berubah hebat, ia tertawa paksa dan jawabnya :
„Bocah cilik kau benar-benar amat cerdik itulah siasat
yang loohu siapkan untukmu guna membinasakan Pek

Koen Gie, dapatkah kau laksanakan tindakan tersebut
mengikuti siasat itu ???”
Hong-po Seng tidak langsung menjawab, kembali ia
termenung beberapa saat lamanya dan menggeleng.
„Tidak bisa! berada dalam posisi yang demikian,
kecuali memutar telapaknya menyodok dari samping,
rasanya kalau menggunakan gerakan lain maka kita tak
bisa menggunakan tenaga mencapai pada apa yang kita
harapkan …….”
„Aaai...! bocah cilik, kalau kau suka mengangkat loohu
menjadi gurumu, maka sekali pun loohu harus matipun
aku mati dengan mata meram”
Hong-po Seng tertawa hambar.
,,Cinta kasih dari loocianpwee membuat boan pwee
merasa amat berterima kasih, sayang tiap manusia
mempunyai cita-cita serta pendapat yang berbeda....”
„Tak usah dibicarakan lagi” tukas kakek telaga dingin
seraya ulapkan targannya. ,,Ayoh kita bertarung kembali,
bila mencapai pada posisi seperti tadi gunakanlah
kesempatan yang baik itu untuk mengubah gerakan
berputar menjadi sodokan langsung disertai dengan
gerakan majunya sang badan....”
Hong po Seng menurut dan scgera mulai menyerang
lagi dan pertarunganpun berlangsung dengan serunya,
ketika serangan-serangan mencapai pada posisi yang
dimaksudkau si anak muda itu segera merangsek maju
ke depan sambil menyodokkan tangannya ke dada
lawan.
Tapi sayang gerakan itu sudah melanggar pada posisi
yang diharapkan seseorang untuk memukul telak,
walaupun secara dipaksakan tukulan itu mengenai

ditubuh musuh tetapi tenaganya lemah dan sama sekali
tak berarti.
Gerakan itu diulangi kembali sampai beberapa kali,
tetapi keadaan masih tetap setali tiga uang, akhirnya
dengan napas terengah-engah Hong-po Seng berkata :
,,Marilah kita saling bertukar posisi, loocian pwee
boleh menggunakan gerakan itu untuk diperlihatkan dulu
kepada boanpwee”
Si Kakek Telaga Dingin tertawa kering.
„Loohu sendiripun belum berhasil menguasai penuh
gerakan tadi” katanya, setelah merandek sejenak ia
menyambung lebih jauh. ,,Asal tenaga lweekang
seseorang bisa dilatih hingga mencapai kesempurnaan,
bagai scbuab longkat besi yang diasah menjadi jarum
kecil ukuran gerakan itu pasti mantap hasilnya. Sedikitlah
berusaha yang lebib tekun, ayoh kita ulangi kembali”
Hong-po Seng mengangguk, telapaknya diputar dan
melancarkan serangan kembali, dalam sekejap mata
bayangan telapak, desiran angin tajam menderu-deru
memenuhi angkasa.
Begitulah percobaan dilakukan hingga tiga hari
lamanya, suatu senja mendadak dari atas telaga
dilemparkan seekor babi kering yang wangi dan harum
baunya, baru saja si kakek telaga dingin menyambutnya
ditangan tiba-tiba dari tengah udara berkumandang
kembali suara desiran angin yang aneh.
Cepat cepat ia menggape ke arah Hong-po Seng untuk
menyambut datangnya benda itu. Pemuda Hong-po maju
selangkah ke depan ketika dilihatnya sesosok bayangan

hitam meluncur datang dengan kecepatan tinggi ia
segera menyambutnya dengau gerakan manis.
Ternyata benda itu bukan lain adalah seguci arak
wangi tanpa sadar ia tersenyum dan berkata:
„Loociampwe, rupanya sudah tiba saatnya bagi kita
untuk saling berpisah”
„Haah …… haaah, benar di dalam jagad tiada
pertemuan yang tidak bubar, berangkatlah lebih dahulu
bertindak dan bunuhlah budak sialan anak jadah itu, Pek
Loo jie pun tak akan membiarkan loobu hidup lebib jauh,
kita berjumpa lagi diperjalanan menuju ke akhirat nanti”
Hong Po Seng tertawa kecil, duduklah pemuda itu
dibadapannya, membuka mulut guci dan kedua orang itu
mulai menikmati harumnya arak dengan pecuh
keramahan.
Pergaulan selama beberapa hari telah melenyapkan
rasa permusuban di antara mereka berdua, dalam
pembicaraan serta guraupun tanpa sadar bubungan
mereka berdua, semakin rapat seakan-akan dua orang
gahabat karib saja, seguci arak wangi ini mempunyai
kadar alkohol yang sangat tinggi, Hong Po Seng sebagai
seorang pemuda yang jarang minum arak, serta si Kakek
Telaga Dingin yang walaupun punya kekuatan minum
yang bebat, tapi setelah hampir sepuluh tahun lamanya
tidak minum arak, baru saja menghabiskan separuh guci,
mereka berdua delapan bagian telah dipengaruhi oleb air
kata-kata.
Mendadak terdengar Hong Po Ssng berkata.
,,Loocianpwee, bebicara menurut suara isi hati yang
sebetulnya, Pek Koen Gie tidak lebih hanya seorang gadis

muda, kalau aku Hong Po Seng barus baradu jiwa
dengan dirinya setelah dipikir-pikir rasanya terlalu tidak
berharga”
,,Kau tidak membunuh dirinya maka ia akan
menbunuh dirimu, peristiwa ini adalah suatu kejadian
yang apa boleh buat”
Hong Po Seng menghela napas panjang.
,,Aaai...! sayang Pek Siauw Thian tidak turun ke dasar
telaga kalau tidak dengan tenaga gabungan kita berdua
mungkin saja masih sanggup untuk mencabut selembar
jiwanya”
„Kau tak usah kecewa atau menyesal” hibur kakek
telaga dingin sambil tertawa. ,,Asalkan budak sialan anak
jadah itu modar, Pek Loo jie tentu akan memotongmotong
jenasahmu jadi beberapa bagian dan ibumu
pasti akan muncul untuk membalaskan dendam sakit
hatimu. Kendati perkumpulan Sie-Kee Pang punya kuku
garuda yang tersebar luas di mana-mana, rasanya Pek
Loo jie tak akan berhasil meloloskan diri dari ujung
telapak ibumu!”
,,Orang ini selalu sombong dan pandang rendah setiap
orang” pikir si anak muda itu dalam hati. ,,Tetapi setiap
kali mengungkap nama ibuku, sikapnya tentu sangat
menghormat serta menunjukkan rasa malu serta
menyesal yang mendalam. Aaaaai..! dia mana tahu Kalau
Hoa Hujien yang tempo dulu malang-melintang dalam
dunia persilatan tanpa tandingan kini ilmu silatnya telah
punah sama sekali!”
Berpikir sampai di situ, iapun teringat kembali akan
”Tan-Hwie Tok Lian” Teratai Racun Empedu Api.

,Hong po Seng, apa yang sedang kau pikir kan??...”
tiba-tiba terdengar si Kakek Tejaga Dingin menegur.
Hong po Seng segera tarik kembali lamunannya dan
menjawab :
,,Aku sedang memikirkan siasat keji berantaimu itu.
Hmm .. meminjam pisau membunuh orang, betul-betul
libay cara kerjamu!”
Mendengar tuduhan itu Kakek Telaga Dingin
melototkan matanya bulat-bulat.
„Apa salahnya ???”
,,Hmm, jago lihay yang dihimpun perkumpulan Sin-
Kee-Pang banyak bagaikan awan di angkasa, sekalipun
ibuku berhasil membinasakan Pek Siauw Thian, apakah
dia orang tua sendiri dapat lolos dalam keadaan selamat
tanpa cidera ???”
„Haah... haah... haah... itu sih bukan satu urusan yang
terlalu parah, semua orang toh sudah mati dan loobu
pun sama saja akan mengorbankan pula selembar
jiwaku”
Pengaruh alkobol dalam perut Hong po Seng semakin
tebal kerjanya, ia mendengus dingin,
„Hmm, kalau kau modar lalu bagaimana dengan
pedang emas itu?? siapa yang bakal beruntung ??”
Si Kakek tetaga Dingin melengak, mendadak ia
pejamkan matanya dan berkata lirih:
,,Bocah keparat mengakulah terus terang! kau loncat
turun ke dasar telaga ini adalah atas desakan dari Pek
Koen Gie ataukah mendapat tugas dari ibumu ???”
,,Huuh ??!! kau anggap kami orang-orang dari
keluarga Hoa adalah manusia macam apa??” sekalipun
benda mustika yang tak ternilai harganya di kolong langit
tak nanti akan membuat mata kami jadi silau.

Kembali si Kakek Telaga Dingin termenung beberapa
saat lamanya, ketika matanya terbuka kembali pengaruh
arak yang mempengaruhi benaknya telah tersapu bersih
sama sekali.
,,Bocah cilik! kau benar-benar tidak tahu duduknya
perkara mengenai pedang emas itu??” tegurnya.
Hong po Seng segera menggeleng ,,Menurut Pek Koen
Gie, pedang emas ini mempunyai hubungan serta
pengaruh yang besar atas kehidupan mereka ayah dan
anak, lainnya aku sama sekali tidak tahu”
,,Cissss ! manusia tidak tahu malu!” jengek kakek itu
dengan bibir mengejek, mendadak dengan wajah serius
terusnya.
,,Loohu akan memberitahukan dahulu satu persoalan
kepadamu, masalah mengenai pedang emas itu sejak
jaman kuno hingga kini hanya merupatan satu khayalan
yang kosong”
Mendengar perkataan itu Hong-po Seng tert'egun,
iapun tersadar kembali dari pengaruh arak.
„Cianpwee, maafkanlah atas kebodohan boanpwee,
aku tak dapat menangkap maksud yang sebenarnya dari
perkataan itu”
Si Kakek Telaga Dingin tertawa getir.
,,Berbicara yang gampangnya saja, antara sebelas dua
betas tahun berselang dalam dunia persilatan secara
tiba-tiba muncul seseorang, usianya tidak begitu besar
dan berdandan sebagai seorang sastrawan, ia mergaku
bernama “It Kiam Kay-Tionggoan” atau Pedang Sakti
Menyapu Tionggoan Siang Tang Lay…….”

,,Huuh! julukan itu terlalu latah dan jumawa, rupanya
nama orang itu hanya samaran belaka” timbrung Hongpo
Seng dari samping.
Kakek Telaga Dingin mengangguk.
Kemungkinan besar orang itu berasal dari wilayah
See-Ih, yang dimaksudkan pedang sakti adalah sebilah
pedang pendek berwarna emas yang panjangnya hanya
mencapai lima coen, begitu muncul dalam dunia
persilatan maka ia segera mencari satroni dengan tiga
orang kakek-kakek peyot dari It-kang, It-Hoei serta It-
Kauw....”
,,It Pang, It Hoei, It Kauw???” gumam Hong po Seog
dengan nada tercengang.
„Kenapa??? masa terhadap pekumpulan Sin Kee-Pang,
Hong Im Hoei serta Thong-Thian-Kauw pun kau tidak
tahu?? kalau cuma soal ini saja tak mengerti apa
gunanya kau berkelana dalam dunia persilatan???”
Hong po Seog terseryum.
,,Baiklah. boanpwee tak akan menimbrung lagi,
silahkan loocianpwee lanjutkan keteranganmu”
Kakek Telaga Dingin meneguk dahulu setegukan arak
kemudian melanjutkan kata-katanya:
,,Ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay betul-betul
hebat dan mengejutkan hati, pedang kecilnya yang
sepanjang lima coen itu ketika dipergunakan seolah-olah
pedang yang mencapai tiga depa. Pertama-tama dari
pihak perkumpulan Sin Kee Panglah yang turun tangan
lebih dahulu, Pek Loo jie telah bertarung selama hampir
setengah harian lamanya dengan dia, akhimya ia tidak
tahan dan keok. Jien Loo jie dari perkumpulaa Hong Im

Hoei serta siluman tua dari perkumpulan agama Thong
Thian Kauw yang mendapat kabar ini buru-buru
melakukan perjalanan jauh dan menghindarkan diri dari
perjumpaan dengan orang tadi."
"Ooooh, rupanya kedua orang itu mergerti akan
kekuatan sendiri!” sela Hong po Seng tertawa.
Kakek Telaga Dingin pura-pura lidak mendengar ia
melanjutkan:
,,Karena maksud hatinya tidak terpenuhi akhirnya
Siang Tang Lay berdiam di kota Cho Chiu di situ ia
siarkan berita yang mengatakan hendak menemui
seluruh kaum enghiong hoohan dari daratan Tionggoan,
kebetulan Lie Boe Liang serta loohu pun berada di situ,
dalam pertarungan yang berlangsung selanjutnya kami
berdua sama-sama dipukul roboh oleh dia dan mundur
dengan menderita kekalahan”
,,Yang kau maksudkan sebagai Lie Boe Liang tentulah
Boe Liang Sin Koen itu bukan??” kembali pemuda itu
menimbrung.
,,Sedikitpun tidak salah, memang Boe Lie Liang loo jie”
ia mendongak memandang keangkasa, seakan-akan
sedang mengenang kembali kejadian di masa lampau
beberapa saat kemudian terusnya:
,,Setelah apa yang dicita-citakan terkabulkan, Siang
Tang Lay segera menantang ayahmu untuk berduel,
lewat beberapa bulan kemudian ayah dan ibumu betulbetul
berangkat menuju ke kota Cho Chiu tapi sayang
kedatangan mereka agak terlambat, kabar berita Siang
Tang Lay bagaikan batu yang tenggelam di tengah
samudra, bayangan tububnya sudah lenyap tak
berbekas....”

„Apakah dia sudah pulang ke wilayah See Ih”
,,Hmmm! pulang ke wilayah See Ih?? kita beberapa
orang kerabat tua telah merencanakan satu siasat bagus
dan berhasil membekuk si jago latah dari ruas
perbatasan ini”
Hong Po Seng mengerutkan dahinya mendengar
perkataan itu.
„Menang atau kalah adalah suatu kejadian yang
umum, kalau ilmu silat yang dimiliki tak bisa menangkar
orang semestinya pulang ke gunung dan berlatih dengan
lebih tekun, menggunakan siasat busuk mencelakai
orang, apakah kalian tidak takut ditertawakan orang??”
,,Hmmn! pendapat bocah cilik, tujuan kami
menangkap si manusia latah itu bukan lain adalah
bermaksud menyelidiki sumber dari ilmu silat yang
dimilikinya, siapa tahu walaupun diancam maut ia tetap
tak mau mengaku, terpaksa kami gunakan alat
penyiksaan yang hebat untuk memaksa dia mengaku,
dikala manusia latah itu mulai tak tahan dan siap
mengaku itulah mendadak ayah dan ibumu datang."
“Peristiwa itu luar biasa sekali, kenapa kalian
membiarkan ayah ibuku berhasil menemukan tempat
tersebut??” tanya Hong po Seng tercengang.
,,Kenapa kalau berhasil ditemukan ayah ibumu???
dengan adanya kamil lima orang kerabat tua yang
berkumpul menjadi satu sekalipun raja akhirat datang
sendiripun hanya bisa berdiri dengan mata terbelalak”
Ia merandek sejenak untuk tukar napas, lalu
tambahnya:
,,Persoalan ini justru hancur di tangan seorang
perajurit tak bernama dari dunia persilatan, bangsat itu

bernama Chin Pek Cuan, dialah yang pertama-tama
mengetahui akan persoalan ini, kecuali memberitahukan
kepada ayah ibumu, diapun menyampaikan persoalan ini
kepada dua orang toosu bidung kerbau yang mendapat
kabar dan sedang berada di kota Chi Chin itu hingga
mereka itu datang, persoalan itu masih terhitung
masalah kecil”
Berbicara pampai di sini mendadak ia membungkam
dan menuding ke atas angkasa.
Heng po Seng segera mendongkak ke atas, kecuali
cahaya bintang ia tidak menemukan suatu di mulut
telaga tersebut”, maka tanyanya lirih:
„Apakah Pek Siauw Thian??”
Sikakek Telaga Dingin sendiri banya mendengar sedikit
suara lirih belaka, ia tak bisa meyakinkan suara apakah
itu. Matanya lantas di dongakkan ke atas dan
menatapnya tanpa berkedip, kemudian tertawa terbabakbahak
dan berkata:
,,Bocah keparat, bagus amat arak ini, ayoh
minumlah!”
,,Baik, boanpwee akan minum dan silahkan
loocianpwee melanjutkan ceritatmu!”
Kakek Telaga Dingin mendehem ringan lalu
melanjutkan:
,,Kalau dibicarakan panjang sekali ceritanya, pokoknya
terakhir Siang Tang Lay berhasil diselamatkan oleh Hoa
Goan Sioe, sedangkan loohu mendapatkan pedang emas
milik bangsat she Siang itu, siapa sangka sebelum
meninggalkan tempat itu bangsat she Siang tadi, telah
meninggalkan sepatah kata, justru karena perkataannya
itulah loohu jadi mengenaskan sekali keadaannya”

,,Siang Tang Lay hendak merampas kembali pedang
emas itu, sudah tentu ia tak mau melepaskan
loocianpwee dengan begitu saja” sambung Hong Po Seng
cepat.
,,Huuh! kau anggap kami beberapa orang kerabat tua
manusia macan apa?? selamanya pekerjaan yang kami
kerjakan selalu dilakukan dengan sempurna dan tak sudi
meninggalkan bibit bencana bagi diri sendiri dikemudian
hari, walaupun Slang Tang Lay berhasil ditolong oleh
ayahmu tapi keadaannya tidak jauh berbeda bagaikan
sesosok mayat, ia tak bakal bisa hidup lebih jauh.
,,Aaah! sebetulnya apa yang telah dia ucapkan? dan
sampai dimanakah mengenaskannya keadaan
loocianpwee?”
,,Bangsat itu berkata, barang siapa yang berbasil
mendapatkan pedang emasnya, dialah yang bakal punya
harapan untuk memperoleh kepandaian silat yang dimiliki
itu, kunci yang paling pokok untuk mendapatkan ilmu
silat maha sakti itu dapat dilihat di atas pedang tersebut.
Coba bayangkanlah setelah mendengar perkataan itu,
beberapa orang kerabat tua yang sama-sama bukan
manusia baik apakah rela membiarkan pedang emas itu
berada di tangan loohu? dan loobu sendiri apakah dapat
hidup dalam hari-hari yang tenang serta damai??”
Hong Po Seng tertawa hambar.
,,Asalkan loocianpwee serahkan pedang emas itu
kepada mereka, bukankah persoalan jadi beres dan kau
bisa bidup dalam kedamaian serta ketenangan ???”
serunya.

,,Kentut busuk!” teriak Kakek Telaga Dingin dengan
mata melotot besar besar, ,,Bini sih masih dapat dipakai
bersama, kalau ilmu silat dimiliki bersama lalu apa
gunanya memiliki kepandaian silat tersebut ??”
,,Bukankah ilmu silat yang dimiliki Siang Tang Lay
cukup libay ??? sekalipun ia berhasil melatih ilmunya
mencapai taraf demikian hebat, tapi apa hasilnya?? toh
akhirnya dia sendiripun mendapat akibat yang tidak
menguntungkan???”
„Tidak cocok ! tidak cocok !” tukas Kakek Telaga
Dingin dengan cepat. „Orang she-Siang itu masih muda,
tidak berpengalaman dan otaknya kurang cerdas,
andaikata loohu yang memiliki ilmu silat selihay dia,
dalam pertempuran besar Pak- Beng-Hwie tidak nanti
kakiku bakal kutung jadi begini, dan sekarang akupun tak
akan menderita siksaan seperti ini”
Hong po Seng mengangguk.
,,Loocianpwee sendiri bukankah berhasil memperoleh
pedang emas itu??? Kenapa ilmu silat yang kau miliki
masih tetap seperti sedia kala??”
,,Ketika loohu merasa keadaanku berada dalam mara
bahaya, saat itu juga timbul pikiran dalam benakku untuk
ngeloyor pergi sambil membawa pedang emas tadi.
Hmmm! Pek loo-jie paling tidak tahu malu, dialah yang
pertama-tama bentrok dengan aku serta turun tangan
merampas pedang tersebut, diikuti Lie Boe Liang pun ikut
ribut, siluman tua dari Thong Shian Kauw ikut
menimbrung dari samping membuat suasana berubah
semakin panas.
Loohu jadi pusat sasaran, semua orang, rupanya kalau
aku tidak serahkan pedang emas itu bakal dikerubut

orang banyak. Di saat yang kritis itulah Jien loo jie dan
perkumpulan Hong Im Hwie berkata....”
„Apa yang dia katakan???”
Dengan hati benci kakek telaga dingin mendengus.
,,Jien loo-jie bilang, kalian senua menggelikan sekali,
orang she-Siang itu adalah manusia licik, seaudainya
kalian betul-betul saling bergebrak karena persoalan ini,
sekalipun manusia she Jien itu mati karena lukanya,
diapun akan tertawa terbahak-hahak di dalam baka!
mendengar ucapan itu loo-hu buru-buru menyambung:
betul! sekali pun pedang kecil ini adalah sebilah pedang
mustika, tapi mana mungkin ada sangkut pautnya
dengan ilmu silat?? sudah terang ini lah siasat licik yang
sengaja diatur oleh bangsat she Siang itu untuk
memancing pertikaian serta perpecaban diantara kita,
agar kita saling bunuh-membunuh semuanya, Jien loo jie
pun segera menyambung kembali: bagaimanapun juga
kita toh sahabat-sahabat yang sudah berhubungan
selama banyak tahun, janganlah kita saling bertengkar
hingga membiarkan Hoa Goan Sioe merasa senang dan
bangga. Melihat ada orang yang membantu loohu
berbicara dalam hati aku lantas berpikir: kalau tidak pergi
sekarang mau tunggu sampai kapan lagi ?? maka aku
segera berpamitan dengan semua orang dan segera
ngeloyor pergi”
Diam-diam Hong po Seng merasa geli mendengar
cerita itu, jengeknya:
,,Waaaah, rupanya manusia sbe Jien dan perkumpulan
Hong Im Hwie itu punya hubungan yang tidak jelek
dengan loocianpwee ???”

,,Hmmm! justru bajingan tua itulah merupakan
manusia berhati serigala ….!” teriak kakek telaga dingin
sambil menggertak gigi menahan rasa benci yang
meluap-luap. ,,Belum sampai satu bulan ia telah
memimpin jago-jago lihay anak buahnya untuk
mengurung loohu serta memaki loohu untuk
menyerahkan pedang emas itu kepadanya”
Hong po Seng gelengkan kepalanya dan menghela
napas panjang.
,,Aaaai.... merampas benda milik orang dengan akal
yang licik, betul-betul suatu perbuatan yang memalukan”
Ia berpikir sejenak lalu tertawa”
,,Setelah loocianpwee kehilangan pedang emas itu,
Pek Siauw Thian bukannya pergi mencari manusia she
Jien itu untuk merampas pedang tersebut sebaliknya
malah mengurung loocianpwee, apa pula sebabnya???".
„Huuuh! tak nyana otakmu terlalu sederhana sekali.
Coba pikirlah sendiri. Seandainya loohu mengatakan
bahwa pedang emas itu sudah dirampas oleh Jien loo-jie
sedang Jien Lo-jie tidak mau mengaku, menurut
pendapatmu Pek Loo-jie bakal mempercayai
perkataannya atau percaya kepadaku....???”
,,Bukankah manusia she Jien itu adalah seorang
pemimpim dari suatu perkumpulan besar, perbuatan
yang sudab dilakukan sendiri apakah tidak berani untuk
diaku???”
8
,,HMMM! kau mengerti apa??” seru Kakek Telaga
Dingin. „Dalam pertemuan besar Pak-Beng-Hwie,
dibadapan para eng-hiong hoohan dari seluruh kolong

langit loohu telah menuntut kembali pedang emas itu
dari tangan jien Loo-jie, tapi sampai matipun Jien Loo-jie
tetap ngotot tidak mau mengaku, ditinjau dari
tersohornya pedang itu dalam dunia persilatan, ditambah
pula ilmu silat yang loobu miliki tidak berada di bawab
kepandaian bajingan tua itu, kalau kukatakan pedang itu
berhasil dirampas olehnya semua orang bukan saja tidak
percaya malahan mengira loobu sengaja mengatur siatat
itu guna mengacaukan serta membingungkan hati para
jago di kolong langit”
,,Kalan didengar dari pembicaraan itu” kata Hong-po
Seng kemudian dengan alis berkerut ,,Walaupun
loocianpwee ada maksud menyerahkan pedang emas
itupun tak ada benda yang sanggup diserahkan,
terkurung di tempat seperti ini bukankah berarti tiada
harapan untuk munculkan dia lagi dalam dunia kang-ouw
???”
„Mau apa munculkan diri ???” jengek kakek itu ketus.
,,Justru loohu akan suruh Pek Siauw Thian menanti
dengan sia-sia. Haah... baab... haah... entah bajingan
tua she Jien itu telah berbasil memecahkan rahasia dari
pedang emas itu atau belum, dan entah a pula dengan
latihan ilmu silatnya ???”
Berbicara sampai di situ mendadak ia mendongak dan
memandang ke sana ke mari dengan pandangan tajam,
tampaklah dinding di sekeliling tempat itu gelap gulita,
tiada benda yang terlihat dan meski di angkasa ada
cahaya bintang namun cahaya itu hanya sebagian yang
berhasil menembusi dasar telaga itu.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya,
mendadak Kakek Telaga Dingin mendongak dan berkata:

,,Bocah kepara!, loohu telah mewariskan ilmu pukulan
itu kepadamu, seandainya kau berhasil melarikan diri dari
sini maka kau harus lakukan satu pekerjaan buat loobu”
,,Perintah apa yang hendak loocianpwee berikan
kepadaku ???".
,,Kau harus berusaha mencuri pedang emas itu dan
menyusup kembali kemari, dengan adanya pedang kecil
itu loobu dapat memutuskan tali liur naga yang
membelengeu lengan loohbu, dengan sendirinya loobu
pun punya harapan untuk melarikan diri”
Ucapan ini disampaikan dengan nada dingin bagaikan
es.
,,Boanpwee pasti akan berusaha dengan sekuat
tenaga, tapi aku tak berani berjanji seratus persen pasti
berhasil”
„Tentu saja. Markas besar perkumpular Sin-Kee-Pang
adalah telaga naga, markas besar perkumpun Jan Hong
Im Hwie adalah gua harimau, tempat-tempat semacam
itu bukanlah daerah yang bisa dimasuki dan ditinggalkan
dengan leluasa”
Ia termenung sebentar, kemudian katanya lagi :
„Jien Loo-jie si bangsat tua itu mempunyai seorang
putra, kalau kau berbasil membinasakan keparat cilik itu,
berarti pula hutang- piutang di antara kita sudah impas,
siapapan tidak berhutang budi kepada pihak yang lain”
„Hiiih....orang in betul-betul berhati kejam!” batin
Hong Po Seng, ia mendongak memandang sekejap
tangan kanannya yang dibelenggu di atas dinding lalu
berkata:

,,Apakah tali serat liur naga ini hanya bisa dipatahkan
dengan pedang emas itu saja??.
Kakek Telaga Dingin mengangguk.
„Benar, hati Pek loo jie memang amat kejam bagaikan
kala, bilamana liur naga itu mengering maka golok
mustika atau pedang mustika biasa tak akan berbasil
mematahkannya, tetapi ketajaman dari pedang kecil
berwarna emas itu melampaui ketajaman dari pedangpedang
emas lain, apabila loohu ingin meloloskan diri
maka aku harus menggunakan pedang emas itu untuk
mematahkan serat liur naga ini. Dan di sinilah letak
kekejian dari siasat Pek Loo jie”
Diam-diam Hong Po Seng menghela napas panjang,
mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya dan
segera ujarnya:
,,Loocianpwee, menurut ucapanmu tadi persoalan
mengenai pedang emas itu sejak dahulu kala hanya
suatu cerita kosong belaka, apa maksudmu yang
sebetuluya??”
Kakek telaga dingin memutar biji matanya melirik
sekejap ke atas telaga, kemudian jawab:
,,Kapan loohu sudah mengatakan demikian? Hmmm!
pedang emas itu sudah berada di tangan loohu selama
sebulan lamanya tapi loohu tidak berhasil memecahkan
rahasia ilmu silat seperti apa yang dimaksudkan, kalau
bukan cerita kosong lalu apa artinya ???”
Berbicara sampai di situ ia lantas pejamkan matanya
dan duduk bersila mengatur pernapasan, kakek itu tidak
berbicara apa-apa lagi.
Hong po Seng sendiri setelah melangsungkan
pertarungan seharian penuh juga mulai merasa lelah,

maka diapun mengundurkan diri ke samping untuk
mengatur pernapasan, tanpa sadar akhirnya ia tertidur
lelap.
Bintang bergeser dari angkasa, tanpa terasa
semalampun sudah lewat, mendadak terdengar si Kakek
Telaga Dingin tertawa terbahak-bahak sambil berseru :
“Hong po Seng, saatmu untuk munculkan diri telah
tiba”
Hong po Seng segera membuka matanya, di bawah
sorot cahaya matahari pagi tampaklah seutas tali
diturunkan dari atas telaga, darah panas dalam rongga
dadanya kontan bergolak, buru-buru ia meloncat bangun.
„Kini aku akan melihat dirimu!” seru kekek telaga
dingin sambil menuding tali tersebut.
Sesudah bergaul beberapa saat lamanya, sedikit
banyak Hong Po Seng telah dapat menilai perubahan
wajah kakek itu, mendengar di antara ucapannya
terkandung rasa sedih tanpa terasa ia tertawa getir, ia
maju ke depan lalu menjura.
,,Dengan ini boanpwee mohon diri terlebih dahulu...”,
ucapan selanjutnya tak sanggup ia teruskan.
Dengan wajah penuh nada mengejek Kakek Telaga
Dingin mencibirkan bibirnya dan nyahut:
,,Kau tak usah banyak adat, kita masing-masing pihak
saling mempergunakan”. Tangan kirinya mendadak
menyambar ke depan mencabut ke luar pedang baja
milik si anak muda itu, kemudian sekali ayun pedang tadi
menancap di atas tanah hingga tinggal gagangnya
belaka.
,,Loocianpwee, apa yang kau lakukan?” tegur Hong Po
Seng dengan wajah tercengang.

„Haah...haah.... memandang benda bagaikan
memandang orang, baiklah loohu ambil pedang baja itu
sebagai tanda mata”
,,Tapi.... pedang itu adalah senjata boanpwee untuk
menjaga diri..”
„Tidak usah pakai senjata” tukas kakek telaga dingin
seraya ulapkan tanannya. ,,Satu jurus ilmu pukulan yang
telah loohu wariskan kepadamu jauh lebih ampuh
daripada pedang bajamu itu”
Hong-po Seng semakin gelisah, kembali serunya:
Pedang baja itu adalah hadiah dari ayahku almarhum
kepada boanpwee, ketika menyerahkan pedang tersebut
kepada boanpwee beliau telah berpesan: pedang utuh
manusia tetap hidup, pedang hancur manusia ikut
binasa.... cianpwee…...”
Kakek Telaga Dingin tertawa semakin keras lama
sekali ia baru tarik kembali gelak tertawanya seraya
berkata:
„Kalau memang demikian malah lebih bagus lagi,
berusahalah mencuri pedang emas milik loohu kalau kau
telah serahkan kembali pedang tadi kepadaku maka
loohu pun akan mengembalikan senjata ini kepadamu di
samping memberi pula kebaikan-kebaikan lain
kepadamu”
Mendengar perkataan ini Hoag-po Seng jadi naik
pitam, teriaknya:
,,Kiranya apa yang kemarin kau ucapkan adalah
kejadian yang sabenarnya...”
,,Yang benar lebih banyak dari pada yang bohong”
tukas kakek telaga dingin. “Loohu pun tidak berani
memastikan apakah Pek Loo jie telah datang kemari atau

tidak, pergilah adu untung, kalau kau benar-benar bakal
modar, membawa serta pedang baja ini pun tiada
gunanya”
Hong-po Seng merasa amat gusar tapi dia sadar
bicara banyakpun tak ada gunanya karena itu dengan
perasaan apa boleh buat ia menjejakan kakinya loncat ke
atas, mencekal tali tadi dan memanjat keluar.
Hampir satu bulan lamanya ia terkurung di dasar
telaga, kerjanya tiap hari hanya berlatih ilmu silat dengan
tekun hal ini membuat luka dalamnya bukan saja telah
sembuh, ilmu silatnyapun sudah memperoleh kemajuan
yang sangat pesat, saat ini memanjat naik ke atas cepat
dan gesit bagaikan monyet, dalam sekejap mata ia sudah
keluar dari telaga itu.
Sepasang matanya segera berputar cepat menyapu
sekejap sekeliling tempat itu tampaklah seoiang kakek
berjubah warna ungu berdiri kaku di sisi telaga sambil
mencekal ujung tali.
Kakek itu memelihara jenggot yang panjang,
wajahnya tampan tapi dingin dan hambar, sama sekali
tidak menunjukkan sikap mesra, membuat orang yang
memandang segera merasa bergidik dan tidak berani
mendekat.
Sekali memandang orang itu, Hong-po Seng segera
menduga kakek itu sebagai Pek Siauw Thian, pangcu dari
perkumpulan Sin-Kee Pang, bibirnya bergerak mau
mengucapkan sesuatu, tapi setelah menyaksikan
sikapnya yang dingin dan hambar ia segera batalkan
kembali maksudnya untuk berbicara, karena dia takut

bicarapun tak ada gunanya sebab orang itu belum tentu
mau memperdulikan dirinya.
Kakek berjubah warna ungu itupun hanya memandang
sekejap ke arah Hong-po Seng, ke mudian menyimpan
kembali tali yang dipegang dan putar badan berlalu.
Si anak muda itu tertegun, tapi dengan cepat ia
menyusul dari belakang.
Dengan mulut membungkam kedua orang itu berjalan
melampaui batas wilayah yang dipagar dengan panji
berwarna kuning lalu putar ke samping masuk ke dalam
sebuah jalan kecil. Di situ ia jumpai Pek Koen Gie diiringi
seorang siucay berusia pertengahan yang bermata tajam
bagaikan panah serta Siuw Leng dan seorang bocah
lelaki berbaju hijau berdiri di sisi jalan.
Beberapa orang itu berdiri tenang di samping jalan
dengan wajah serius, menanti kakek berjubah ungu serta
Hong-po Seng sudah lewat mereka baru menyusul dari
belakang.
Sekarang si anak muda itu sudah merasa makin yakin
bahwasanya kakek berbaju ungu ini bukan lain adalah
ketua dari perkumpulan Sin-Kee Pang yang sangat
berkuasa dewasa itu, tanpa terasa semangatnya
berkobar. Dengan kepala diangkat dan dada dibusungkaa
ia meneruskan langkabnya ke depan, selama hidup
belum pernah ia merasa segagah hari ini.
Beberapa saat kemudian mereka sudah memasuki
hutan pobon Song yang lebat, setelah melewati sebuah
selokan kecil sampailah beberapa orang itu di depan
sebuah ruangan kecil yang mungil dan indah.

Setelah masuk ke dalam ruangan, kakek berjubah
ungu itu mengambil tempat duduk di sebuah kursi yang
ada di tengah ruangan sedang siucay berusia
pertengahan serta Pek Koen Gie duduk dikedua belah
sampingnya.
Hong-po Seng yang berdiri di tengah ruangan diamdiam
berpikir dalam hati kecilnya:
„Tiga orang iblis libay masing-masing du¬duk dikursi
utama sedang aku disuruh beidiri di tengah ruangan
persis seperti tawanan yang sedang diadili. Hmm!
seandainya ibu tidak selalu berpesan kepadaku agar
jangan bertindak menuruti emosi dan darah panas, ingin
sekali kumaki mereka habis-habisan kemudi-an
mempertaruhkan selembar jiwaku untuk beradu jiwa
dengan mereka!”
,,Hong Po Seng!” mendadak terdengar kakek berjubah
ungu itu menegur dengan suara ketus, ,,Kau pingin mati
atau pingin hjdup?”
Hong Po Seng tertegun, diam-diam pikirnya lagi:
,,Ucapan dan orang ini kaku dan aneh, membuat
orang susah untuk menangkap maksud yang
sebenarnya”
Dalam hati ia berpikir begitu, diluar dengan tenang
jawabnya:
,,Seandainya cayhe pingin mati, sedari dulu-dulu
sudah mati diujung telapak putrimu”
Dengan sorot mata yang tajam bagaikan kilat kakek
berjubah ungu itu menyapu sekejap wajah Hong Po Seng
dari atas hingga ke bawah kemudian mendengus dingin:

„Hmm, terus terang kuberitabukan kepadamu, putriku
serta Kok See Piauw sama sekali tidak memandang
sebelah matapun kepada dirimu”
Ia merandek sejenak dan kembali memperhatikan
sekejap wajah Hong po Seng kemudian melanjutkan
,,Mereka hanya mengerti tentang keadaan sendiri dan
kurang pengetahuan untuk menilai orang lain, hal ini tak
bisa salahkan mereka”
Hong po Seng alihkan sinar matanya ke samping, dia
lihat wajah Pek Keen Gie telah berubah jadi merah
padam dan tertunduk dengan rasa amat jengah, segera
pikirannya:
,,Pek Siaow Thian kalau berbicara terlalu belakbelakan
dan sama sekali tidak pikirkan orang lain,
ditinjau dari hal ini bisa diduga bagaimana tak
berbudinya orang ini dalam setiap tindakan segera
wataknya …….”
Berpikir begitu ia lantas menjura dari berkata dengan
nada hambar:
,,Terima kasih atas cinta kasih dari Loo pang cu,
manusia hidup memang demikian keadaannya tidak
terkecuali dan cayhe sendiri”
Kakek berjubah ungu itu tertawa hambar senyuman
dalam sekejap telah lenyap kembali tanpa berbekas
terdengar ia berkata lambat-lambat:
,,Hanya anak yang berbakti yang dapat menjadi
pembantu setia, dalam kolong langit anak yang betulbetul
berbakti tidak banyak jumlahnya, apalagi pembantu
yang benar-benar setia lebib sedikit jumlahnya. Aku
dengar kau adalah seorang anak yang berbakti, dikala
keselamatan jiwa sendiri terancam bahaya masih dapat

memahami maksud hati ayah dan ibumu, kaiena itu aku
punya maksud untuk menarik dirimu sebagai pembantu
dan bantu diriku. Tapi sebelum itu aku ingin kau suka
berbicara yang sejujurnya lebih dabulu, apakah kau
benar-benar suka masuk menjadi anggota
perkumpulanku serta berbakti dan setia kepadaku??”
,,Sedari dulu caybe sudah masuk menjadi anggota
perkumpulan Sin-Kee-Pang...!” jawab Hong po Seng.
Namun kakek berjubah ungu itu segera gelengkan
kepalanya.
„Putriku bertindak menuruti emosi dan jalan pikirannya
sendiri, hal itu tidak terhitung sungguh-sungguh”
Ia merandek sejeuak dan kembali menatap wajah
Hong po Seng tajam-tajam, katanya lebib jauh:
„Akupun tidak ingin membohongi dirimu kalau kau
tidak mau berbakti kepadaku dengan sungguh hati,
untuk menghindari bibit bencana di kemudian hari
terpaksa aku tak akan membiarkan kau hidup lebih
lanjut”
„Apa yang harus kalakukan sehingga bisa terhitung
benar-benar setia dan berbakti?? serta bagaimana pula
aku harus lakukan sehingga bisa mendapat kepercayaan
dari loo pangcu ???”
,,Gampang sekali, ceritakanlah asal-usulmu yang
sebenarnya dan bawalah batok kepala Chin Pek Cuan
untukku, maka aku segera akan mempercayai dirimu !”
Mendengar perkataan ini air muka Hong-po Seng
segera berubah jadi amat sedih, katanya :
,,Cayhe mengerti loo pangcu tidak akan membiarkan
cayhe hidup lebih lanjut” ia menjura kepada kakek itu
dan menambabkan dengan wajah serius. ,,Semoga loo

pangcu suka memberikan sebuah pukulan berat kepada
cayhe, daripada cayhe harus terjun ke air membawa
lumpur serta tak dapat mempertanggungjawabkan diri
dihadapan leluburku”
,,Hong-po Seag” tiba-tiba Pek Koen Gie membentak
dengan gusar. „Siapakah sebenarnya ayah ibumu???
sampai di manakah kehebatan mereka, sehingga kau
pandang setinggi langit ?? kalau kau rela mengaku terus
terang asal usulmu, mungkin jiwamu bisa diselamatkan
dari kematian”
Hong-po Seng alihkan sinar matanya ke arah gadis itu,
lalu menjura dan menjawab:
,,Nona tak usah banyak bertanya, cayhe bukanlah
manusia pengecut yang takut menghadapi kematian, bisa
mati dalam markas besar perkumpulan Sin-Kee-Pong
juga terhitung-hitung sebagai balas budi atas
pertolongan nona dalam menyembuhkan lukaku”
,,Kurang ajar” Pek Koen Gie semakin gusar. ,,Untuk
menyembuhkan lukamu itu aku harus membuang dua
butir pil mujarab, kalau kau bikin mendongkol hatiku....
Hmm ! tidak nanti kubiarkan kau mendapat kematian
dengan enteng ....”
„Banyak bicara tiada gunanya” tukas kakek berjubah
ungu itu secara tiba-tiba sambil mengulapkan tangannya
berpaling ke arah Hong-po Seng ia menambahkan:
„Memandang kematian bagaikan pulang ke rumah
adalah suatu perbuatan yang terhina dalam pandangan
loohu, terang-terangan kau takut mati tapi tidak ingin
hidup terhina itu baru perbuatan yang patut loohu hargai
serta kagumi, ambillah keputusan untuk membereskan

diri sendiri daripada loohu harus repot-repot turun
tangan sendiri”
Hawa amarah yang berkobaran dalam dada Pek Keen
Gie benar-benar telah mencapai pada puncaknya,
dengan cepat is meloncat bangun sambil berteriak:
,,Bajingan cilik yang tak tahu diri, kau anggap ayahku
adalah menusia apa? untuk mencabut jiwa anjingmu,
tidak perlu dia orang tua harus turun tangan sendiri”
Melihat gadis itu tambil ke depan Hong Po Seng malah
jadi senang karena dia memang berharap begitu, segera
katanya dengan nada hambar:
,,Dari si kakek telaga dingin cayhe telab meminjam
sebuah jurus ilmu pukulan, kalau nona punya
kegembiraan tiada halangannya untuk mewakili ayahmu
turun tangan”
,,Gie jie ayoh duduk” kakek berjubah ungu itu berseru.
"Dalam bilik kecil pendengar salju ini tidak akan
memperkenankan kalian utuk turun tangan”
Bicara sampai di situ ia berpaling ke arah siucay
berusia pertengahan yang duduk di sisinya dan ia
menambabkan:
„Koen su, aku minta tolong kepadamu untuk sekali
tabok mencabut nyawa Hong Po Seng” Siucay berusia
pertengahan itu tersenyum ia bangkit dari tempat
duduknya dan berjalan mendekati si anak muda itu,
langkahnya tenang dan mantap seolah-olah tak pernah
terjadi sesuatu apapun, dalam anggapnya dalam sekali
tabok Hoa po Seng pasti akan menemui ajalnya.
Menyaksikan siucay berusia pertengahan itu berjalan
mendekati ke arahnya, jago kita segera ayunkan telapak

kirinya melakukan peristiwa untuk menghadapi serangan
lawan.
Sebelum pertarungan berlangsung, mendadak
terdengar Pek Koen Gie bertenak :
,,Ayah orang yang Gie jie bawa pulang harus kubunuh
dengan tanganku sendiri !”
Mendengar ucapan itu Pek Siauw Thian mengerutkan
alisnya, sedangkan siucay berusia pertengahan yang
dicebut Koen su atau penasehat itu mendadak berpaling
dan tersenyum, katanya:
,,Sebelah selatan dari sungai Hoang ho merupakan
daerah kekuasaan dari perkumpulan Sin Kee Pang,
setelab Koen Gie berhasil melatih serangkaian ilmu silat,
tiada kesempatan untuk mengujukkan kekuatan, rasanya
sebagai seorang remaja yang ingin mencari menang pasti
merasa tidak puas. Pangcu! apa salahnya kalau kau
ijinkan Koen Gie untuk bertindak menuruti suara batinya
sehingga ia jadi tidak kecewa ataupun merasa menyesal”
Pek Siauw Thian termenung sebentar akhirnya ia
bangkit dan berjalan keluar.
Air muka Pek Koen Gie segera berubah jadi girang,
bisiknya kepada siucay berusia pertengahan itu:
,,Bantuan dari paman Coe-kat, tit-li merasa amat
berterima kasih sekali!”
Siucay berusia pertengahan itu tersenyum tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia berjalan keluar dari
ruangan.
Jilid 6: Lepas dari Sin Kee Pang

HONG-PO SENG sendiri sesudah mengetahui bahwa
kematian berada diambang pintu, sikapnya malahan
berubah jadi semakin tenang, dengan mulut
membungkam ia lantas mengikuti dibelakang semua
orang berjalan meninggalkan ruangan tersebut.
Siauw Leng yang berjalan didepan Hong-po Seng tibatiba
berpaling, mengerling sekejap kearahnya, rupanya ia
menasehati sianak muda itu agar jangan menghantarkan
nyawa dengan percuma.
Hong-po Seng tertawa sedih, ia segera gelengkan
kepalanya berulang kali.
Sekeluarnya dari bilik kecil yang indah tadi. Pek Siauw
Thian serta siucay berusia pertengahan itu berdiri
menanti disisi lapangan. sedangkan Pek Koen Gie sambil
bertolak pinggang berdiri kaku ditengah lapangan,
ujarnya ketus sambil memandang kearah pemuda itu:
„Menyeranglah dengan segenap tenaga yang kau
miliki, asal kau bisa menangkap aku orang Pek Koen Gie
satu jurus atau setengah gerakan, kami akan
menganggap nasibmu baik dan umurmu panjang, jiwamu
akan kami ampuni untuk kali ini”.
„Terima kasih atas nasehatmu" sahut Hong Po Seng
dengan wajah serius."Sejak kecil cayhe sudah dapat
didikan keras dari keluargaku untuk melakukan segala
pekerjaan dengan segenap tenaga, akupun berharap
agar nona lebih berhati hati".
Napsu membunuh melintasi diatas wajah Pek Koen
Gie, ia mendengus gusar kemudian menerjang maju
kedepan, sebuah pukulan kilat dengan cepat dilepaskan.
Tampak Hong Po Seng menarik mundur kaki kirinya
setengah langkah kebelakang, telapak kirinya dikepal
kencang lalu membentuk gerakan setengah lingkaran

depan dada...Duus! satu pukulan kilat telah dilepaskan
kedepan.
Sedari tadi baik Pek Siauw Thian maupun Pek Koen
Gie telah mengetahui kalau pemuda ini telah mempelajari
jurus pukulan tersebut, tetapi setelah menyaksikan
kedahsyatan serta kemantapan dari serangan yang
dilepaskan, diam-diam merasa kaget juga.
Gerakan telapak yang amat sederhana dari Hong-po
Seng barusan dengan gampang sekali berhasil
mematahkan serangan telapak musuh melihat
pukulannya digagalkan Pek Koen Gie mengerutkan dahi,
ia tertawa dingin dan jurus serangannya segera berubah.
Telapaknya langsung menabok kearah pinggang
sementara jari tangan kirinya mendadak meletik dan
diam-diam membokong punggungnya.
Serangan telapak serta jari yang dilancarkan dalam
tempo yang bcrsamaan ini kecepatan yang luar biasa,
Hong- po Seng ter kesiap, dengan tetap menggumakau
jurus "Koen-Siuw-Ci-Tauw" ia balas mengancam bahu
gadis itu, kecepatan serta kedahsyatannya tidak kalah
dengan pihak lawan, memaksa Pek Koen Gie harus
membuyarkan ancamannya sambil berkelit kesamping
untuk menghindarkan diri.
.,Gie-jie, bertarunglah dengan hati mantap dan
Jenyapkan godaan emosi dari benakmu! "terdengar Pek
Siauw Thian memperingatkan.
„Aku sudah tahu! "sahut gadis itu, badannya meluncur
kembali kedepan sambil melepaskan pukulan-pukulan
maut.

Dengan langkah yang mantap tapi tepat Hong Po
Seng selalu berputar kian kemari dalam ruangan seluas
tiga depa, telapak kirinya membabat terus dengan gagah
dan berat, walaupun perobahannya sangat banyak
namun tetap hanya memakai jurus" Koen Sie Ci Sauw".
Sekalipun begitu perlahan-lahan tapi tetap Pek Koen
Gie berhasil dipaksa mundur hingga sudut yang terjepit.
Setelah lewat belasan jurus kembali, mendadak Hong
Po Seng mengerutkan alisnya, Sreet - . .! sebuah pukulan
gencar yang dilepaskan kembali memaksa Pek Koen Gie
untuk mundur satu langkah lebar kesamping.
Hong Po Seng tidak rela menyerah dengan begitu
saja, tapi diapun tahu meskipun berhasil merebut
kemenangan juga sulit baginya untuk lolos dari situ
dalam keadaan hidup, maka pertarungan ini
dilangsungkan dengan tenaga, mantap dan sama sekali
tidak gugup. Tanpa sadar perbuatannya ini justru
membawa dia mencapat puncak yang tertinggi dari ilmu
silat, dengan sendirinya daya tekanan yang dihasilkan
oleh pukulan-pukulannya jauh lebih ampuh t
tiga bagian.
Pek Koen Gie sendiri walaupun dua kali berturut-turut
kena didesak mundur oleh pukulan Hong-po Seng,
namun hatinya pun semakin tenang, sepasang bahunya
diangkat dan sekali lagi ia menerjang kemuka sambil
mengirim serangan-serangan mematikan.
Ilmu silat yang dimiliki gadis ini berasal dari warisan
langsung ayahnya Pek Siauw Thian, sebagai musuh
tangguh Kakek Telaga Dingin selama sepuluh tahun,
setelah melakukan penyelidikan yang seksama selama
lima tahun akhirnya ketua dari perkumpulan Sin Kee

Pang itu berhasil menciptakan ilmu silat yang kbusus
untuk memunahkan serangan "Koen-Sioe Ci-Tiauw".
Pek Koen Gie yang setiap hari belajar silat beserta
ayahnya tentu saja merasa paham sekali gerakangerakan
aneh dari ilmu pukulan itu, kendati ia tak
mengerti intisari yang sebenarnya dari kepandaian lawan,
tapi ia menyadari perubaban-perubahan yang rumit dari
jurus tersebut.
Dalam sekejap mata kedua orang itu sudah saling
bertempur mencapai lima puluh jurus lebih.
Angin pukulan menderu-deru, ujung baju berkibar
kencang tertiup angin, pohon siong yang tumbuh
diempat penjuru bergoyang tiada hentinya tetapi tak
sepatah katapun suara
manusia berbicara yang terdengar berkumandang
disitu.
Dengan wajah berat dan serius Pek Siauw Thian serta
siucay berusia pertengahan itu berdiri disisi kalangan
sambil menyaksikan jalannya pertarungan antara kedua
orang itu, suasana disekeliling tempat itu yang semula
memang sunyi kini diliputi oleh napsu membunuh yang
amat tebal, membuat keadaan terasa bertambah
mengerikan.
Mendadak ....dari balik sorot mata Pek Koen Gle
memancar keluar sinar napsu membunuh, ia tertawa
dingin, tiba tiba gerakan telapaknya berubah semakin
cepat, mengitari di sekeliling tubuh Hong Po Seng, ia
menyerang semakin gencar hingga boleh dikata tiada
hentinya.
Serangan gencar yang dilancarkan ini boleh dibilang
bagaikan hujan deras ditengah badai, kecepatan gerakan
tubuh Pek Koen Gie laksana sesosok bayangan yang
tipis, sebaliknya ba yangan telapak yaag memenuhi

angkasa membentuk jadi selapis tembok yang
mengurung tubuh Hong Po Seng ditengah kalangan.
Dalam sekejap mata dengusan napas berat anak muda
itu sudah mulai kedengaran, terkurung ditengah deruan
angin pukulan yang menyapu kian kemari, keringat
sebesar kacang kedelai mengucur keluar tiada hentinya.
Kakek telaga Dingin hanya memiliki lengan kiri yang
bisa bergerak, karena itu Hong po Seng pun mempelajari
telapak kiri, karena Han-Than-Sioe terkurung ditermpat
terpencil ia namakan ilmu pukulannya "Koen-Sioe-Ci-
Tauw"atau Pergulatan binatang binatang terkurung dan
kini Hong-po Seng sedang bergulat menjelang kematian
yang mengancam dirinya, keadaan yang dihadapi saat ini
persis seperti binatang buruan yang melakukan
pergulatan terakhir dalam perangkap.
Pertarungan antara jago liehay berlangsung cepat
bagaikan kilat, ditengah berlangsungnya serangan gencar
itu ratusan jurus telah dilampai, dengan sekuat tenaga
Hong -po Seng berusaha mententeramkan diri sendiri
kemudian memancing jalannya pertarungan itu menuju
kearah jalan yang pernah digambarkan Kakek Telaga
Dingin beberapa hari berselang.
Pek Siauw Thian bukanlah jago kemarin sore, sekali
pandang ia segera berhasil menangkap keadaan dari
Hong-po Seng meskipun dia keteter dan berada didalam
posisi terdesak tapi sianak muda itu masih bertahan
keras seakan masih menantikan sesuatu dan masih ada
sebuah serangan mematikan yang belum dipergunakan,
maka ia lantas berseru:.
"Gie jie. hati hati, bertarunglah yang mantap dan
kalem !".
Siucay berusia pertengahan itu sendiri rupanva dapat
menangkap pula tersernbunyinya napsu membunuh

dibalik kenakalan sianak muda itu, ia sadar asal ilmu
simpanan tersebut digunakan maka akibatnya tentu
sukar dilukiskan dengan kata kata.
Maka ia maju dua langkah kedepan dan bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan, andaikata Pek Koen
Gie menjumpai marabahaya ia segera akan turun tangan
melakukan pertolongan.
Pertarungan ini betul betul suatu pertarungan yang
sengit, Koen Gie sebagai seorang gadis berpandangan
pendek jadi makin gusar hatinya menyaksikan
serangannya tidak mempan, makin gagal ia semakin
bernapsu untuk membinasakan Hong po Seng dibawah
telapaknya, dengan begitu perterunganpun berjatan
semakin sengit dan seru.
"Dengan susah payah ibu mendidik serta memelihara
aku selama belasan tahun, maksudnya tidak lain adalash
agar bisa meneruskan cita-cita ayah yang luhur serta
melakukan suatu perbuatan besar untuk menyelamatkan
umat Bu lim dari penindasan kaum durjana. Ternyata
sebelum cita-cita terwujud aku harus mati konyol dalam
keadaan begini, kematianku ini betul-betul sangat tidak
berharga apa lagi mati diujung tangan seorang gadis
muda…tetapi seandainya beruntung dan aku menang,
Pek Koen Gie tentu bakal terluka atau binasa ditanganku,
dalam keadaan begini aku semakin tak ada harapan
untuk hidup Aaaai.... kebaikan serta jerih payah ibu
selama inipun sama sekali tak ada harganya...".
Walaupun persoalan yang dipikirkan dalam hatinya
amat banyak tetapi gerakan tangannya sama sekali tidak
menjadi kendor. Mendadak darah panas bergolak dalam
dadanya, ia membentak keras:
„Nona Pek! Walaupun cayhe akan mati, tapi aku tak
sudi menemui ajalnya ditanganmu”

„Hmm! Bakal mati diujung telapak siapa, kau tidak
berhak untuk menentukannya sendiri!” sahut Pek Koen
Gie ketus, serangan-serangan kilat yang maha hebatpun
dilancarkan dengan menggunakan kesempatan itu.
Hong Po Seng merasasedih barcampur dengan marah
ia membentak keras, perubahan gerakan terakhir yang
berhasil ia pelajaripun segera dikeluarkan.
Gulungan angin puyuh meluncur keluar dari
telapaknya, diiringi desiran angin tajam yang
memekikkan telinga menggulung dan menyapu keluar
dengan hebatnya.
Pek Koen Gie yang berhasil duduk diatas angin tentu
saja tak sudi beradu kekerasan dengan lawannya,
menyakstkan betapa keji dan hebatnya ancaman
tersebut ia segera mengenjotkan badannya melayang
mundur kebelakang.
Siapa sangka justru kesaktian serta keampuhan dari
jurus “Koen-Sioe Ci Tauw" ini terletak pada bagian
belakang, ketika serangan Hong po Seng mencapai
ditengah jalan mendadak gerakannya berubah sama
sekali.
Pek Koen Gie segera merasakan perubahan yang aneh
dalam serangan musuh, melihat ujung telapak sudah
mengancam didepan mata, dalam keadaan gugup buru
buru ia tangkis serangan tersebut dengan keras lawan
keras.
Serangan Hong-po Seng laksana kilat meluncur
datang… Plokkk ! dengan telak bersarang diatas telapak
gadis she Pek itu.
Air muka Pek Koen Gie berubah jadi pucat pias, ia
loncat mundur beberapa tombak kebelakang dan berdiri
dengan mata napsu membunuh.

“Gie jie. tenangkan hatimu bertarunglah dengan
perlahan dan mantap.... jangan terburu napsu ! " seru
Pek Siauw Thian dengan nada dingin.
Pek Koen Gie mendengus dingin, tanpa mengucapkan
sepatah katapun ia menerjang maju kedepan, sekejap
mata mereka berdua saling bergebrak lagi dengan
serunya.
Pek Siauw Thian adalah seorang lihay dalam dunia
persilatan, dalam bentrokan barusan ia dapat melihat
bahwasanya Pek Koen Gie sama sekali tidak terluka,
sementara itu matanya dengan tajam mengawasi terus
gerakan dari pukulan Hong po Seng sambil menantikan
perubahan jurus yang terakhir itu.
Bagi Hong po Seng pribadi sekalipun jurus seranganya
memperoleh kemajan yang pesat namun tenaga
lweekangnya lambat sekai kemajuannya, bertarung
sampai disini a sudah mulai merasa lelah dan tak
betenaga, tapi dengan andalkan kekerasan hatinya itulah
pertempuran dipaksakan juga untuk berlangsung lebih
jauh.
Belum lama pertarungan berlangsung posisi Hong po
Seng sudah semakin terjepit dan keadaannya berada
dalam keadaan sangat berbahaya, sekali lagi ia keluarkan
perubahan gerakan terakhir untuk mendesak mundur
musuhnya.
Tapi kali ini Pek Koen Gie sudah mengadakan
persiapan, sulit bagi sianak muda itu untuk memaksakan
suatu pertarungan keras lawan keras.
Setelah mundur dengan cepat Pek Koen Gie
menerjang maju lagi kedepan, jengeknya dengan nada
dingin:
“Hong-po Seng, tentunya kau sudah kehabisan bahan
untuk bertarung lagi bukan??".

Hong po Seng menggertak giginya keras-keras dan
barpikir dalam hati:
“Urusan sudah jadi begini, terpaksa aku harus beradu
jiwa dengan dirinya!".
Setelah mengambit keputusan didalam hati ia lantas
membentak keras sekuat tenaga diserangnya gadis itu
habis-habisan.
Dalam sekejap mata dari posisi bertahan ia berubah
jadi posisi menyerang, secara beruntun tiga belas buah
pukulan dilancarkan secara berantai, sedikitpuu tidak
salah ia benar benar berhasil memancing dada kiri Pek
Koen Gie memperlihatkan titik kelemahan.
Semua yang terjadi sudah terlingkup didalam rencana
pertarungan yang disusun secara cermat oleb Kakek
Telaga Dingin, sudah tentu baik Pek Siauw Thian
maupun Pek Koen Gie sama sekali tidak menduganya
sama sekali Hong Po Seng yang sudah sangat hapal
dengari jalannya pertarungan ketika menyaksikan
kesempatan yang di nanti-nanti telah tiba, tanpa berpikir
panjang lagi segera menyodorkan telapaknya kedepan.
Serangan ini muncul dengan posisi yang sangat aneh
dan sama sekali tak terduga oleh siapapun, andaikata
Pek Koen Gie tidak hapal dengan gerakar jurus"Koen
Sioe Ci Tauw" ini mungkin disaat terakhir masih sanggup
menyelamatkan diri, tapi ia punya pendapat lain disaat
tersebut, walaupun melihat datangnya ancaman namun
badannya tetap berdiri tegak ditempat semula untuk
menantikan perubahan berikutnya_
Menanti gadis itu merasakan keadaan tidak beres,
untuk berkelit sudah tak sempat lagi.
Semua perubahan ini terjadi dalam waktu tersingkat,
terdengar Pek Siauw Thian serta siucay berusia

pertengahan itu membentak berbareng, mereka berdua
bersama-sama menubruk kedepan.
Siapa tahu disaat menjelang detik yang terakhir itulah
kembali terjadi perubahan diluar dugaan, tampak Pek
Koen Gie menekan pergelangan tangannya kebawah...
Blaam ! sebuah pukulan dahsyat dengan telak bersarang
diatas ulu hati Hong-po Seng.
Sianak muda itu mendengus kesakitan, secara
beruntun tubuhnya mundur tiga langkah kebelakang,
kakinya jadi lemas dan jatuh terduduk diatas lantai,
darah segar mengucur keluar dari mulutnya membasahi
seluruh baju serta badannya.
Suasana ditengah kalangan berubah jadi sunyi senyap,
Pek Siauw Thian, Pek Koen Gie serta siucay berusia
pertengahan itu berdiri kaku ditengah kalangan tanpa
mengucapkan sepatah katapun, wajah mereka
menunjukkan perubahan yang sangat aneh.
Kiranya serangan telapak yang dilancarkan Homg-po
Seng tampaknya segera akan membinasakan gadis
tersebut, siapa tahu pada saat itulah sinar matanya
menemukan bahwa sasaran yang dituju telapaknya
bukan lain adalah buah dada Pek Koen Gie, sebagai
seorang lelaki sejati yang sedari kecil mendapat didikan
keras, ia merasa perbuatan itu adalah tindakan yang
sangat bejat sekali, maka disaat yang terakhir itulah
tangannya bagaikan dipagut kala beracun segera ditarik
kebelakang cepat-cepat.
Karena perbuatannya inilah serangan yang kemudian
dilancarkan Pek Koen Gie segera bersarang telak diatas
ulu hatinya.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya, tiba
tiba Pek Siauw Thian alihkan sinar matanya kearah
siucay berusia pertengahan dan berkedip sekejap.

Siucay berusia pertengahan itu mengangguk dia
segera melangkah maju kedepan, telapaknya diayun siap
menabok batok kepala Hong Po Seng.
„Paman Yauw!“mendadak terdengar Pak Koen Gie
membentak keras.
Jeritan ini penuh mengandung rasa kaget dan kuatir
membuat hati siucay berusia pertengahan itu terkesiap,
cepat ia tarik kembali tagannya dan berpaling kearah
gadis itu.
Dalam pada itu Hong Po Seng yang duduk diatas
lantai dengan isi perut yang tergoncang keras telah
mejamkan matanya menantikan kematian, mendadak
mendengar jeritan Pek Koen Gie membuat ia jadi
tertegu, sinar matanya segera dialihkan pula keatas
wajahnya. Sekilas rasa dingin dan ketus yang amat
sangat terlintas di wajahnya yang cantik, kemudian
ujarnya kaku:
„Ayah, sebenarnya tiada halangan bagi kita u ntuk
membinasakan orang ini, tapi seandainya kita berbuat
demikian maka putrimu merasa tidak punya muka lagi
untuk berkelana didalam dunia persilatan, kalau kau
orang tua suka melindungi nama baik putrimu, aku
berharap agar ayah mau berjiwa besar dan melepaskan
satu jalan hidup bagi Hong po Seng!”.
Perkataan ini diucapkan dengan tegas dan tajam
suaranya dingin kaku seakan akan bukan pembicaraaa
antara seorang putri terhadap ayahnya.
Mendengar perkataan itu Pek Siauw Thian berdiri
tertegun, air mukanva segera berubah jadi pucat kehijau
hijauan, jelas ia sudah dibikin kikuk bercampur gusar
oleh ucapan putrinya.

Siucay berusia pertengahan yang selama ini berdiri
disisi kalangan, ketika menyaksikan ayah dan anak
segera akan bentrok sendiri, dalam hati lantas berpikir
“Budak cilik ini punya rasa dendam yang amat tebal, ia
bisa saja lupa hubungan dan tertindak keji. Kalau dalam
persoalan ini hari aku tidak ikut buka suara, niscaya
dikemudian hari bakal dibenci olehnya, serangan
bokongannya sulit dijaga alangkah baiknya kalau aku
bersikap lebih hati hati". -
Siucay berusia pertengahan ini she Yauw bernama
Soet dengan julukan "Tok Coe-kat" atau si Coe-kat
beracun, ia baru munculkan diri sewaktu diadakan
pertemuan besar Pak Beng-Hwie, dimana akhirnya
diterima Pek Siauw Thian menjadi anggota
perkumpulannya dan diangkat sebagai penasehat yang
paling dipercaya, setiap ucapannya didengarkan seratus
persen. Perkumpulan Sin-Kee Pang bisa jaya seperti hari
ini sebagian besar adalah berkat jasanya.
Orang ini berakal panjang, berotak cerdas dan berhati
kejam, siapapun yang mengenal dirinya pada gelengkan
kepala. Oleh sebab itu diatas julukan "Coe kat" telah
ditambahi de ngan kata "Tok" atau beracun.
Demikianlah dengan mempertimbangkan kepentingan
sendiri, Yauw Soet segera putar biji matanya dan berkata
kepada Pek Siauw Thian dengan ilmu menyampaikan
suara:
„Si mahkluk tua itu sudah mewariskan ilmu silat
andalannya kepada pemuda ini, jelas ia sudah
tumpukkan semua harapannya ketangan orang ini,
menurut dugaan aku Yauw Soet, sembilan belas persen
ia sudah merencanakan siasat bagi lolosnya ini. Aku pikir
persoalan ini tentu adahubungannya dengan pedang
emas, seandainya kita bunuh dirinya dengan begitu saja

berarti kita bakal kehilangan satu pembantu yang baik,
maka lebih baik lepaskan saja dirinya".
Mendengar ucapan itu Pek Siauw Thian mengangguk,
dengan ilmu menyampaikan suara pula ia lantas
menyahut:
„Pendapat Koensu sedikitpun tidak salah, tapi
seandainya "Pedang emas" itu benar benar berada
ditangan Jie Hian, dengan kepandaian silat yang dimiliki
Hong- po Seng belum tentu berhasil mendapatkannya.
daripada kita gantungkan urusan ini kepadanya kenapa
kita tidak berusaha sendiri saja ?".
„Sin Kee-Pang, Hong-lm Hwie serta Thong Thian Kauw
merupakan tiga besar didalam dunia persilatan,
andaikata terjadi bentrokan langsung dapat dibayangkan
bagaimana ngerinya akibat tersebut, sebelum kita
bersiap sedia melakukan bentrokan secara langsung apa
salahnya kalau membiarkan Hong-po Seng bergerak lebih
duluan ?? bagaimanapun juga melepaskan bocah ini tak
akan mendatangkan kejelekan bagi kita".
Pek Siauw Thian lantas mengangguk, senyum an yang
belum pernah diperIihatkan pun segera tersungging
diujung bibirnya.
,.Apa yang Koen su ucapkan sangat beralasan sekali,
tetapi bagaimapapun juga aku tetap merasa kendati usia
Hong Po Seng masih muda, tapi dia punya kegagahan
serta keangkeran yang luar biasa, bila kita sia-siakan
kesempatan baik ini untuk menyingkirkan dirinya,
kemungkinan besar dikemudian hari ia bakal menjadi
bibit bencana bagi dunia persilatan, kalau memang tak
bisa dipergunakan tenaganya lebih baik cepat-cepat
dilenyapkan saja".

Coe kat beracun Yauw Soet segera tertawa.
„Walaupun orang ini merupakan keturunan dari orang
kenamaan, tapi beberapa orang seteru kita yang paling
berat sudah mati semua, yang tersisapun hanya satu dua
orang belaka, ilmu silat yang mereka milikipun jauh
dibawah kita. Mungkin saja Hong Po Seng bisa menjadi
besar dan terkenal, tapi urusan ini mungkin baru bisa
terwujud dua tiga tahun mendatang.
Kalau pangcu memang kuatir rasanya tiada halangan
bagimu untuk menancapkan beberapa batang jarum"
Soh Hoen Sin Ciam"atau Jarum sakti Pengunci sukrna
diatas tubuhnya, setelah itu kita tak usah murung dia
dapat terbang kelangit, Andaikata kita dapat memancing
pula kemunculan beberapa orang musuh kita yang
berhasil lolos, sekali tepuk membasmi mereka semuapun
rasanya merupakan suatu tindakan yang lumayan".
Mendengar sampai disini Pak Siauw Thian segera
mendongak dan tertawa terbahak-bahak
„Pendapat Koen-su yang hebat betul betul memuaskan
hatiku, dua tiga tahun kemudian jago-jago perkumpulan
Sin-Kee Pang yang jauh hebat ilmu sitatnya daripadanya
pun paling sedikit masih ada dua puluh orang lebih,
kenapa kita musti jeri terhalap seorang bocah cilik ?”
Pembicaraan mereka berdua mula-mula dilakukan
dengan ilmu menyampaikan suara, ketika secara tiba-riba
Pek Siauw Thian berseru sambil tertawa terbabak-bahak,
Hong po Seng, serta Pek Koen Gie yang tidak mengerti
mak sud sebenarnya dari ucapan itu jadi melengak dan
berdiri termangu-mangu.
Tampaklah Pek Siauw Thian segera merogoh kedalam
sakunya mengambil keluar sebuah kotak kecil, dari dalam
kotak mengambil keluar tiga batang jarum beracun

sepanjang dua coen yang memancarkan cahaya kebiru
biruan, lalu berkata:
„Hong-po Seng, ketiga batang jarum sakti pengunci
sukma ini akan katancapkan diatas tubuhmu, racun
tersebut baru akan bekerja setahun kemudian dimana
sebelum menelan obat pemunah maka nyawamu bakal
melayang. Kau harus ingat bahwa obat penawar hanya
berada disakuku, sampai waktunya datanglah kembali
kemarkas perkumpulan Sin Kee Pang dan jumpailah
diriku "selesai berkata selangkah ia mendekati sianak
muda itu.
Meskipun dalam hati kecil Hong po Seng merasa arnat
gusar, tapi ia tahu banyak bicarapun tak ada gunanya,
karena itu sambil menggertak gigi kencang kencang ia
bungkam seribu bahasa.
Setibanya dibelakang tubuh pemuda itu Pek Siauw
Thian segera rentangkan telapak tangannya, tiga batang
jaram beracun yang memancarkan cabaya kebiru biruan
itu segera ditancapkan kedalam tulang pungunguya.
Hong po Seng merasakan badannya gemetar keras,
bibirnya menjadi kaku dan bersin beberapa kali, setelah
itu keadaan menjadi tenang kembali.
Pek Koen Gie yang berdiri disisi kalangan
menggerakkan bibirnya seperti mau mengucapkan
sesuatu, tapi akhirya ia batalkan maksud tadi dan segera
melengos kearah lain.
Diam diam Hong po Seng menghela napas panjang, ia
meronta untuk bangkit berdiri, menyapu sekejap orang
orang dihadapannya dengan mata melotot dan berkata:
„Andaikata cuwi sekalian tidak maksud untuk menahan
diriku lebih lanjut, cayhe akan mohon diri terlebih
dahulu".

Selesai menjura pemuda itu segera melangkah keluar
dari tempat itu.
Air muka Pek Siauw Thian seketika berubah jadi hijau
membesi, air muka si Coe kat beracun Yauw Soet serta
Pek Koen Gie pun berubah hebat, mereka tahu bahwa
Hong po Seng tak akan lolos dari jaring perkumpulan Sin
Kee pang, tapi mereka sama sama merasa mendapat
pukulan batin yang hebat seakan akan baru saja mereka
menderita kekalahan.
Suasana hening untuk beberapa saat lamanya,
mendadak Yauw Soet si Coe kat beracun tertawa
tcrbahak bahak.
“Haasaah...,haaah„..haaaah Siauw Leng han antarlah
dia keluar, sampaikan berita urtuk membuka jalan bagi
dirinya !"
Siauw Leng segera mengiakan dan buru bunu
mengejar dari belakang pemuda she Hong po.
Pek Siauw Thian berdiri termangu-mangu, akhirnya ia
bergumam seorang diri .
"Enghiong hoohan tidak terpikat oleh kecantikan
wajah tidak kemaruk oleh harta benda, tidak kesemsem
oleh kedudukan serta pangkat dan tidak tertarik pada
nama besar, entah bocah ini apakah manusia diluar
pengecualian....".
Dalam pada itu Hong po Seng dengan langkah lambat
berjalan kedepan, ditengah perjalanan ia rasakan
kepalanya pusing tujuh keliling, sepasang kakinya lemas
sekali dan ulu hatinya teramat sakit.
Semenjak terjun kedalam dunia persilatan, secara
beruntun ia telah dua kali menderita luka parah, kejadian

ini membuat hatinya teramat sedih hingga sukar
dilukiskan dengan kata kata, tetapi ia tidak menggerutu
atau menyesal, hanya secara lapat-lapat hatinya merasa
kosong dan kesal.
Pikirnya didaIam hati :
„Aku tak usah memikirkan persoalan-persoalan itu lagi,
yang penting hanyalah "Tan Hwie Tok Lian" Teratai
racun empedu api benda yang dibutuhkan oleh ibuku,
bagaimana pun juga aku harus berusaha untuk
mendapat kannya".
Saat itulah tiba-tiba Siauw-Leng menyusul datang
sambil berseru
.,Hong po Seng, marilah ikuti diriku, aku akan
menunjukkan jalan untukmu!'
Mendengar ucapan itu Hong-po-Seng memperhatikan
sekejap sekeliling tubuhnya, ternyata ia sudah tersesat
jaIan ditengah tumbuhan pohon bamhu itu, segera ia
manyahut dan mengikuti dibelakang dayang tersebut.
Sekeluarnya dari belakang benteng terdengar suara
derap kaki kuda berkumandang datang, Oh Sam dengan
menunggang kereta milik Pek Koen Gie telah meluncur
datang dari balik benteng.
Kereta itu berhenti tepat dihadapannya, Oh Sam
sambil melayang turun ketanah segera mengangsurkan
sebutir pil kehadapan sianak muda itu sambil ujarnya :
"Ceyhe mendapat perintah untuk menghantar Hong po
Seng kongcu keluar dari wilayah kekuasaan perkumpulan
Sin Kee Pang, Kongcu hendak pergi kemana silahkan kau
utarakan kepada cayhe".
Hong po Seng mendongak dan memandang sekejap
kearah kereta itu. ia lihat sebuah panji kuning tertancap

diujung kereta dan benda itu belum pernah dilibat
sebelumnya, maka setelah berpikir sejenak ia berkata :
"Aku mau berangkat keutara, kekota Yan Im!".
Oh Sam mengangguk tanda mengerti lalu melangkah
kedepan membukakan pintu kereta, Melihat sikapnya
mendadak berubah sama sekali terhadap dirinya walau
dalam hati merasa curiga tapi sianak muda itu ogah
untuk berpikir lebih jauh, setelah mengangguk kepada
Siauw-Leng ia lantas melangkah masuk kedalam kereta.
Ledakan pecut menggeletar ditengah angkasa, roda
kereta bergulung menggilas jalan, dengan cepat kereta
itu berangkat menuju kearah utara.
Selama beberapa hari berikutnya Hong- po Seng hidup
dalam kemewahan dan keagungan panji "Hong-Loei-
Leng" yang teatancap di atas kereta kuda walaupun kecil
bentuknya tapi mempunyai kekuasaan sangat besar
dimana kereta itu lewat para jago Bu-lim baik dari
golongan Pek to maupun Hek to sama sama menyingkir
kesamping, dimana mereka menginap karnar yang
disediakan tentu bersih clan mewah, makanan yang
dihidangkanpun lezat serta mewah, dimanapun Hong po
Seng berada suasana selalu dipelihara dalam
keheningan.
Belum sampai beberapa hari dalam keteta mereka
sudah dipenuhi oleh tumpukan uang mas dan perak.
‘00oo0O'
9
Sejak menelan pil pemberian Oh Sam, sepanjang hari
Hong-po Seng bersemedi terus untuk menyembuhkan
luka dalamnya. Tidak sampai sepuluh hari luka yang

dideritanya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda
sembuh.
Suatu hari ketiaa ia sedang duduk dalam kereta
dengan hati kesal, tiba tiba telinganya menangkap suara
pertempuran yang sedang berlangsung dari arah depan,
ia segera melongok keluar lewat jendela, dimana
terlihatlah disisi sebuah jalan segerombol manusia
sedang melangsungkan pertempuran sengit.
Sebuah gerobak dorong diparkir dipinggir jalan, diatas
kereta terlapis selembar selimut dekil, seorang kakek tua
berbaju compang-camping meringkuk diatas gerobak
dorong itu, noda darah berpelepotan diatas kain dekil
tadi sedangkan matanya ditujukan ketengah kalangan
dimana pertempuran sedang berlangsung.
Sementara dttengah kalangan seorang nenek tua
berambut putih serta seorang lelaki berbadan kekar
dengan punggung menempel punggung sedang
bertarung menghadapi nausuh-musuhnya, empat buah
telapak dengan perkasa menghadapi sembilan orang
lelaki bersenjata tajam yang mengelilingi disekitarnya,
Nenek serta lelaki kekar itu telah terluka tubuhnya,
darah segar membasahi hampir seluruh pakaian yang
dekil.
Disamping itu terdapat pula seorang lelaki berbaju
perlente dengan tangan yang luar biasa panjangnya
berdiri disisi kalangan sambil bertolak pinggang, matanya
dengan tajam sedang mengawasi pula jalannya
pertarungan itu
Sebelum Hong Po Seng sempat naelihat jelas
datangnya pertempuran sipria berbaju perlente yang
sedang mengawasi jalannya pertempuran itu telah

mangenal sang kusir dari kereta tersebut. menyaksikan
pula panji "Hong Loei Leng" yang menancap diujung
kereta wajahnya menunjukkan rasa yang amat
terperanjat, buru-buru ia ulapkan tangannya sambil
membentak:
,.Mundur! Mundur! Mundur!".
Secara beruntun ia mangulangi teriakannya itu sampai
tiga kali, mendapat perintah kilat yang dilontarkan lelaki
barbaju perlente itu, sembilan orang jagoan yang sedang
mengerubuti nenek serta lelaki kekar tadi segera
meloncat mundur kebelakang dan mengundurkan diri
dari kalangan.
Hong po Seng pun menyaksikan pula dengan jelas
keadaan ketiga orang itu, melihat keadaan yang sangat
mengenaskan hawa amarahnya kontan berkobar, ia
segera mengetuk lantai kereta dan memerintahkan untuk
berhenti.
Dalam melakukan perjalanannya kali ini Oh Sam
membawa tugas rahasia yang diperintahkan atasannya
terhadap ,Hong-po Seng sikapnya selalu para pura
menghormat.
Tapi sesudah melakukan perjalanan beberapa kali,
sikap gagah dan agung yang diperlihatkan pemuda itu
sedikit demi sedikit mulai menembusi hati kecilnya
sehingga membuat kusir ini dari berpura pura akhirnya
menjadi sungguh sungguh menghormat.
Kereta kuda segera berhenti, Hong po Seng membuka
pintu kereta dan melangkah turun.
Oh Sam segera memperkenalkan pemuda itu kepada
pria berpakaian perlente yang sedang berdiri disisi
kalangan dengan wajah penuh rasa terkejut itu:

„Inilah Hong po Seng kongcu, Tong Hoen Tong cu
silahkan menemuinya !”
Pria herbaju perlente itu melirik sekejap "'Hong Loei
Leng" yang berkibar diujung kereta. kemudian buru buru
menjura sambil berkata : Cayhe Tong Ceng, menghunjuk
hormat untuk Hong po kongcu".
Dalam pada itu kesembilan orang tadi telah
rnenyimpan kembali senjata tajamnya. melihat
pemimpinnya memberi hormat mereka pun bensama
sama memberi hormat pu1a.
Diam diam Hong po Seng berpikir didalam hati.
"Luka dalam yang kuderita belum sembuh, tak munkin
bagiku untuk bertempur, rasanya mengatasi persoalan ini
aku harus pura pura menjadi srigala".
Berpikir demikian ia lantas ulapkan tangan dan
menyahut dengan nada ketus.
"Tong hoen Tong cu tak usah banyak adat !" seraya
menuding tua muda tiga orang itu tegurnya lebih jauh.
"Siapakah ketiga orang itu??".
"Kalek tua yang berada diatas kereta bernama " Bong
Beng Hauw" atau si Harimau Pelarian Tiong Liauw,
Sinenek bernama Bee Ya Hauw atau si Harimau Ompong,
sedangkan si lelaki itu adalah putra mereka berdua
bernama 'Poet Siauw Hauw" atau siharimau bisu Tiong
Long orang orang kangouw
menyebut ketiga orang ini sebagai Tiong Sam Hauw
atau tiga ekor harimau dari keluarga Tiong.”
“Ehemm kesalahan apa yang telah mereka lakukan ?,”
tanya Hong po Seng lagi dengan alis berkerut.
"Si Harimau pelarian Tiong Liauw yang ada digerobak
dorong itu segera mendengus dingin dan berteriak:

“Aku telah membunuh bapak tuamu !" kemudian
dengan lengan sebagai bantal berbaring kembali diatas
kereta gerobak dorongnya.
Tong Ceng serta sembilan orang pria dibelakangnya
menjadi naik pitam setelah mendengar teriakan itu,
mereka bersama sama menoleh kearah kakek itu
kemudian melototinya dengan hati mendongkol.
Buru buru Hong po Seng ulapkan tangannya.
"Tong Hoen tong cu, katakanah duduk perkara yang
sebenarnya. aku punya cara untuk membereskan
mereka.”
Mendapat teguran Tong Ceng berpaling kembali dan
segera menjawab:
„Tiga ekor harimau dari keluarga Tiong ini bengis dan
suka berkelahi, mereka bernyali besar dan tak takut mati,
seringkali tanpa sebab menerbitkan keonaran dan
berkelahi dengan orang. Bulan berselang mereka telah
menyelesaikan jiwa dua orang saudara dari perkumpulan
kita, dari pihak markas pusat segera turunkan peritah
untuk memberi tanda mata diatas tubuh ketiga orang ini
di manapun ia tiba, tapi jiwa mereka harus tetap
dipertahankan. Karena itu sewaktu mereka memasuki
wilayah kekuasaan kantor cabang kami, cayhe mendapat
tugas untuk melaksanakan perintah tersebut".
Darah panas dalam rongga dada Hogg po Seng kontan
bergerak keras, ia menjadi teramat gusar sekali, pikirnya
:
"Kawanan bajingan kalau tilak cepat cepat dibasmi
dari muka bumi, umat Bu lim yang ada dikolong langit
mana bisa hidup dengan aman dan sentausa?".

Ketika Tog Ceng menyaksikan wajah Hong po Seng
menujukkan kegusaran, ia mengira pemuda ini benci
terhadap ketiga ekor harimau dari kelurga Tiong, buru
buru ia maju membari hormat seraya ujarnya:
"Harap kongcu jangaa gusar, cayhe segera turun
tangan untuk meninggalkan tanda mata ditubuh mereka
setelah itu baru kutemui kongcu untuk beristitahat
dikantor cabang".
Tangan berkelebat kebelakang, tahu-tahu dalam
genggamannya telah bertambah dengan sebilah golok,
kemudian dengan langkah lebar segera menghampiri
ketiga ekor harimau dari keluarga Tiong itu.
Dengan cepat pikiran Hong po Seng berputar, ia
merasa tidak ada untungnya untuk bentrok dengan
mereka dalam keadaan begini maka teriaknya keraskeras:
„Tong hoen Tong cu, harap tunggu sebentar !".
Tong Ceng berhanti dan menjura.
„Kongcu masih ada pesan apa???".
„Aku membutuhkan jiwa ketiga orang ini sebagai
kado, kebetulan sekall ketiga ekor harimau dari keluarga
Tiong cocok dengan seleraku
Ia menoleh kearah Oh Sam diatas kereta dan
menambahkan:
,.Tangkap ketiga orang itu dan lemparkan kedalam
kereta!".
Oh Sam yang mendapat perintah ini diam-diam
merasa gelisah, tapi keadaan memaksa dia harus berbuat
begini, maka tanpa membantah ia segera melayang
turun dari tempat duduknya dan mendekati ketiga orang
itu.

Si harimau Ompong Tiong Lo Popo kontan menuding
Hong po Seng sambil meraung gusar:
“Bajingan cilik anjing betina, kenapa kau tidak turun
tangan sendiri?".
Hong Po Seng pura-pura tidak mendengar, dengan
wajah membesi ia masuk kembali kedalam kereta.
Secara lapat-lapat Oh Sam dapat merasakan maksud
hati sianak muda itu, melihat ia kena dimaki diam diam
hatinya merasa geli. Sebagai seorang jago
berkepandaian lihay tentu saja ketiga orang itu bukan
tandingannya, dalam waktu singkat ketiga ekor harimau
itu sudah ditotok jalan darahnya dan dilemparkau
kedalam kereta.
Kepada Tong Ceng yang berada diluar kereta, Hong
Po Seng segera ulapkan tangau sambil berkata:
„Sakarang aku sedang ada urusan penting yang harus
segera diselesaikan, waktu kembali nanti saja akan
kusinggah kekantor”
Jangan dikata tanda perinteh" Hong Loei Leng" berada
didepan mata. Cukup kereta kuda milik Pek Koen Gie
serta kusirnya Oh Sam telah menggetarkan hati para
pemimpin kantor cabang, tentu saja Tong Ceng tidak
berani banyak bicara lagi, bersama sama anak buahnya
mereka segera memberi hormat dan menghantar
keberangkatan sianak muda itu.
Kereta kudapun melanjutkan perjalanannya menuju
kedepan, Hong-po Seng yang berada didalam ruang
kereta segera bangkit berdiri dan membebaskan jalan
darah Si Harimau pelarian Tiong Liauw yang tertotok.
Setelah jalan darahnya tertotok tadi keempat anggota
badan siharimau pelarian Tiong Liauw sama sekali tak
bisa berkutik, tapi riak kental yang berada dimulutnya

dapat diludahkan sekehendak hatinya, melihat Hong-po
Seng datang mendekat ia kegirangan, menggunakan
kesempatan dikala pihak lawan tidak bersiap siaga itulah
mendadak ia pentang mulutnya dan meludah.
Cuuuh....! riak kental tadi segera disembur kearah
wajah sianak muda itu.
Hong-po Seng mimpipun tidak menyangka kalau ia
bakal diludahi, belum sempat ia bertindak pipinya segera
terasa amat sakit, riak kental itupun sudah mengotori
seluruh wajahnya mendatangkan rasa yang sangat tidak
enak dibadan.
Pemuda ini baru berusia enam tujuh belas tahunan,
wataknya keras hati dan masih berdarah panas.
mendapat penghinaan yang sama sekali tak terduga ini
kontan membangkitkan hawa amarah dalam hatinya,
telapak kiri segera diayun menggaplok kedepan.
Tapi ketika serangannya tiba ditengah jalan, hatinya
jadi lemah, sambil menarik kembali serangannya ia
menghela napas dan berkata :
,.Aaai ..! aku tak akan mengumbar hawa amarah
dengan kalian !".
Dengan ujung bajunya ia menyeka noda riak kental
yang menempel diatas wajahnya, kemudian berpailing
kearah Tiong Loo-po dengan maksud membebaskan
jalan darahnya.
Si Harimau ompong Tiong Lo Poo cu merasa amat
girang dan sewaktu dilihatnya sang suami berhasil
mendaratkan riaknya diatas wajah orang diam diam
diapun mempersiapkan riaknya didalam mulut, asal
Hong-po Seng berani mendekat maka dengan cara yang
sama dia akan melukai pemuda itu.

Dari perubahan air muka sinenek tua itu Hong po
Seng menyadari bahwa orang inipun mengandung
maksud jelek terbadap dirinya, maka dia lantas
mengambil keputusan untuk tetap membiarkan ketiga
orang itu berbaring dilantai, sedang ia sendiri kembali
kekursinya sambil berpikir didalam hati:
„Ketiga orang ini berjiwa gagah, berhati keras kepala
dan tanpa memperdulikan keselamatan sendiri berani
memusuhi manusia manusia laknat itu, manusia
semacam itu boleh dibilang termasuk patriot sejati. Aaai!
cuma sayang kepandaian silat yang mereka miliki terlalu
cetek".
Mendadak satu ingatan berkelebat dalam benaknya
hingga tanpa terasa ia bergumam seorang diri:
„Dunia persilatan penuh diliputi kelicikan serta
kekejian, setiap langkah penuh dengan jebakan mara
bahaya, diatas tubuh Pek Siauw Thian telah
menghujamkan ketiga batang paku beracun pengunci
sukmanya yang membuat badanku jadi tersiksa,
walaupun racun diujung senjata itu baru akan bekerja
setahun mendatang, siapa tahu kau sebelum batas
waktunya aku bakal kehilangan nyawa terlebih dahulu?".
Berpikir demikian didalam hati diapun segera
mengambil keputusan, serunya:
„Siapa bilang ilmu silat hanya boleh dimiliki pribadi?
alangkah baiknya kalau kusebar luaskan kepandaian
tersebut keseluruh dunia persilatan, suatu hari pasti akan
muncul seorang pendekar sejati yang memiliki ilmu silat
lihay, waktu itu dengan suatu kerja sama yang keras
rasanya tidak sulit untuk membasmi kaum durjana dari
muka bumi".

Mendadak terdengar si Harimau pelarian Tiong Liauw
menegur sambil tertawa:
„Bajingan cilik, rupanya kau sedang mimpi disiang hari
bolong?".
Dengan cepat Hong po Seng menenteramkan hatinya,
lalu dengan wajah sungguh-sungguh ujarnya:
„Aku minta kalian perhatikan dengan seksama, aku
bernama Hong po Seng dengan pihak perkumpulan Sin
Kee Pang terikat dendam yang amat mendalam, setiap
saat jiwaku terancam oleh bahaya maut...''.
„Bajingan cilik, semestinya sedari dulu kau harus
modar!” jengek Tiong Liauw sinis.
Hong po Seng menghela napas panjang.
„Dalam hatiku sebenarnya terdapat banyak persoalan
yang hendak dibicarakan dengan kalian....".
Siharimau ompong Tiong Loo Boo cu yang selama ini
berbaring disudut kereta mendadak menyela:
„Anjing bajingan cilik, kalau mau melepaskan kentut
busuk cepat kau lepaskan!".
Sikap serta tingkah laku beberapa orang ini benarbenar
membuat Hong po Seng jadi serba salah, mau
menangis tak bisa mau tertawapun sungkan, tapi
disambungaya juga katanya:
„Walaupan aku ada pesan terakhir yang hendak
disampaikan kepada kalian, sayang kalian termasuk
manusia manusia patriot yang terlalu emosi, manusia
macam kalian sulit untuk memikul tanggung jawab berat,
akupun tidak tega untuk memasrahkan pesanku ini
kepada kalian".
Bicara sampai disini nadanya tiba tiba berubah jadi
amat sedih, sambungnya :

„Aku mempunyai serangkaian sim hoat tenaga dalam
serta satu jurus ilmu pukulan yang maha dahsyat, kini
akan kupersembahkan kepada kalian semua, setelah
kalian berhasil mempelajari kepandalan tersebut carilah
suatu tempat terpencil serta terasing dari pergaulan
masyarakat untuk berlatih kepandaian tersebut dengan
tekun, bilamana ilmu si1at itu berhasil kalian kuasahi saat
itulah kalian baru boleh muncul kembali didalam dunia
persilatan, bantulah kaum lemah dan hadapilah kaum
laknat, jadilah pendekar yang sejati pembela rakyat
jelata".
Mendengar perkataan itu Si Harimau pelarian Tiong
Liauw mengerutkan alisnya, setelah memperhatikan
wajah Hong po Seng beberapa kejap, ujarnya dengan
nada dingin :
„Bajingan cilik, sungguh tak nyana kau adalah seorang
manusia yang berhati bajik, waaah.... maaf kalau loohu
bersikap kurang hormat terhadap dirimu, kau punya sim
hoat serta ilmu pukulan apa? cepat dikeluarkan agar
kami bisa menyaksikan kelihayanmu”
Hong po Seng mengerti bahwa dirinya sedang disindir
tapi dia tidak menggubris sindiran orang, ujarnya
hambar.
“Tak usah banyak bicara lagi, baik baiklah perhatikan
keterangan serta pelajaran yang akan kuutarakan”.
Selesai berkata tanpa memperdulikan apakah ketiga
orang itu suka mendengarkan atau tidak segera mulai
menerangkan rahasia dari jurus serangan ,Koen Sioe Ci
Tauw " tersebut .

Petangya kereta berjalan masuk kedalam kota, Hong
po Seng segera menggedor dinding kereta sambil
berteriak keras .
"Siapkan rangsum kering dan lanjutkan perjalanan
menuju keutara, malam ini kita menginap didalam hutan
saja”
Oh Sam menghentikan keretanya dan segera meloncat
bangun, sambil menghampiri jendela kereta serunya:
"Kongcu-ya, buat apa kau mencari penderitaan yang
tak berguna??".
“Sudah, tak usah banyak bicara lagi, apa yang aku
lakukan sama sekali tidak dirahasiakan terhadap dirimu,
kalau kau merasa senang dengan caraku bekerja
lakukanlah apa yang kuucapkan, sebaiknya kalau kau
tidak senang hati, silahkan membawa tanda perintah
Hong Loei Leng tersebut dan kembali kemarkasmu!".
Oh Sam rada tertegun, tapi ia segera tertawa.
.,Cayhe mendapat perintah untuk menghantar kongcu
keluar dari perbatasan, sebelum juga dilaksanakan
hingga selesai aku tidak berani pulang kemartkas untuk
memberi laporan".
Habis berkata ia kembali keatas keretanya dan
meneruskan kembali perjalanannya menuju kedepan.
Dalam pada itu siharimau pelarian Tiong Liauw setelah
mendengarkan uraian dari Hong Po Seng mengenai sim
hoat tenaga dalam serta ilmu pukulan dan merasa bahwa
kepandaian tersebut benar benar merupakan kepandaian
maha sakti yang sangat berharga serta belum pernah
didengar sebelumnya dalam hati merasa terkejut
bercampur curiga, nada pembicaraannya pun sudah jauh
berobah lebih lunak.
Terdengarlah ia berkata dengan nada serius:

“Kongcu ya sebenarnya siapakah kau?? Kau berbuat
demikian sebetulnya disebabkan karena apa?".
„Aku berbuat demikian karena setiap saat ada
kemungkinan bagiku untuk menemui ajalnya, kalian
sekeluarga tiga orang adalah manusia-manusia kosen
yang berjiwa besar dan bersemangat patriot, hanya
manusia-manusia semacam kalianlah yang pantas untuk
mendapat pelajaran ilmu silat seperti ini".
Sambil berkata ia maju kedepan dan membebaskan
jalan darah yang tertotok ditubuh ketiga orang itu.
Si Harimau ompong Tiong Loo Boo cu dengan
pandangan yang tajam mengawati wajah pemuda itu
beberapa saat, kemudian dengan mata melotot
tanyanya:
„Antara kau dengan pentolan perkumpulan Sin Kee
Pang sabetulnya terikat dendam sakit hati? ataukah
masih ada ikatan sanak serta keluarga.??".
„Waktu yang kita miliki sangat terbatas, lebih baik tak
usah kita bicarakan persoalan yang tak berguna itu"
tukas Hong-po Seng cepat, ia segera meneruskan
keterangannya membicarakan soal rahasia ilmu pukulan
tersebut.
Sejak itulah setiap hari baik siang maupun malam
Hong po Seng selalu bekerja keras mewariskan ilmu
pukulan yang amat lihay itu kepada tiga ekor harimau
dari keluarga Tiong ini, tetapi berhubung dilihatnya bakat
yang dimiltki mereka bertiga hanya biasa biasa saja,
sewaktu mempelajari kepandatan tersebut terlalu lamban
dan payah, maka akhirnya ia membagi ketiga orang itu

rnenjadi rombongan dan mempelajari kepandaian
tersebut secara bergilir.
Tiap orang mempelajari perubahan jurus serangan
yang berbeda, dengan demikian maka setiap orang harus
menghapalkan tiga puluh gerakan labih, dengan cara
begini bukan saja beban yang diterima mereka rada
enteng, bahkan merekapun bisa beristirahat secara
bergilir dan pelajaranpun dapat diingat lebih mendalam.
Dua tiga puluh hari kemudian sampailah mereka di
tepi sungai Hoang hoo, dan dengan susah payah pula
ketiga orang itu berhasil mempelajari satu jurus ilmu
pukulan itu.
Waktu itu Hong po Seng telah mewariskan sim hoat
tenaga dalam keluarganya kepada mereka bertiga,
melihat kereta mendadak berhenti ia segera loncar keluar
dari ruang kereta dan menjura kearah Ong Sam, ujarnya:
„Ong heng, walaupun perkenalan kita tidak terhitung
pendek tapi berhubung diantara kita masih terikat
permusuhan, make lebih baik kita berpisah sampai disini
saja, bila ada jodoh dikemudian hari kita saling berjumpa
kembali!".
„Kongcu ya, apakah kau hendak menyeberangi
sungai?" tanya Oh Sam sambil loncat turun dari
keretanya dan tertawa.
Hong po Seng mengangguk membenarkan.
„Aku masih ada urusan penting yang harus segera
diselesaikan, banyak bicara tak ada gunanya, lebih baik
kita berpisah sampai disini saja”
Bicara sampai disitu diapun lantas berjalan menuju
ketepi pantai.

Oh Sam meloncat masuk kedalam kereta untuk
mengambil beberapa keping uang emas, kemudian
sambil menyusul pemuda itu serunya:
„Tak ada uang sulit untuk melanjutkan perjalanan,
uang ini adalah sumbangan dari tiap tiap kantor cabang
kepada diri kongcu. lebih baik kongcu bawa saja sebagai
persediaan.”
Sambil tertawa Hong po Seng menyambut uang itu,
melihat tiga ekor harimau dari keluarga Tiong mengikuti
disisinya, ia segera mengambil satu keping uang emag
untuk diri sendiri dan menyerahkan sisanya ketangan
Harimau ompong Tiong Loo Poo cu.
Tiong Loo Poo cu menyambutnya dan tanpa
mengucapkan sepatah katapun segera dimasukkan
kedalam saku.
Mereka bertigapun segera naik perahu untuk
menyebrangi sungai Huang hoo, setibanya diatas daratan
Hong po Seng putar badan dan ujarnya kepada ketiga
orang itu:
“Sebelah utara sungai Huang hoo sudah bukan
termasuk wilayah kekuatan perkumpulan Sin Kee Pang,
lebih baik kalian bertiga untuk sementara waktu berdiam
diwilayah utara saja, tiga lima tahun kemudian rasanya
belum terlambat untuk kembali kedesa kelahiran kalian”
Mendengar perkataan itu siharimau pelarian Tiong
Liauw segera berdiri dan tertegun serunya:
“Eeee.. kenapa? apakah Kongcu-ya mengusir kita
pergi ???”.
Hong po Seng sendiripun dibikin tertegun oleh
pertanyaan tersebut, ia segera menyahut:

„Secara kebetulan kita bisa saling bertemu satu sama
lainnya, persahabatan pun telah kita jalin, apakah kalian
selamanya hendak mengikuti diriku terus?”
Mendadak terdengar siharimau ompong, nenek tua
she Tiong berteriak keras:
“Tiga lembar jiwa dan tiga ekor harimau dari keluarga
Tiong kau yang menyelamatkan, sedang kami tiada
rumah tempat bertinggal lagi, kalau tidak ikut kongcu lalu
kita musti pergi kemana?”
„Aaaah, hal ini mana boleh jadi ?" sahut Hong po Seng
dengan wajah melengak.
“Aku masih ada banyak urusan yang harus
diselesaikan, lagi pula perjalananku selanjutnya penuh
dihalangi oleh kesulitan serta mara bahaya, aku tidak
ingin menyusahkan kalian bertiga!”
Pada dasarnya pemuda ini baru saja sembuh dari luka
dalam yang parah ditambah pula selama hampir sebulan
lamanya siang malam ia bekerja keras untuk mewariskan
ilmu silatnya kepada Tiong Si Sam Hauw, hal ini
membuat kesehatan badannya lama kelamaan jadi
semakin lemah, bukan saja luka dalamnya kambuh
kembali, matanya jadi cekung, wajahnya kunyal dan lesu
hingga untuk mengucapkan beberapa patah kata itupun
harus menggunakan banyak tenaga.
Tiong Si Sam Hauw semuanya merupakan manusia
manusia yang berjiwa keras, semula mereka tidak
berpikir lebih mendalam akar, maksud perbuatan sianak
muda itu. Kini setelah mengetahui bahwa Hong po Seng
benar benar tiada permintaan yang diajukan kepada
mereka bahkan justru mereka malah yang berhutang
budi kepadanya, jadi tertegun dan berdiri termanguTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
mangu, tanpa sadar air mata jatuh bercucuran
membasahi wajab ketiga orang itu.
Hong- po Seng tidak ingin melihat keadaan seperti itu
berlarut larut, ia segera keraskan hati dan menjura
kepada mereka bertiga.
„Harap kalian bertiga suka baik baik menjaga diri kita
berpisah dahulu ditempat ini !"
„Kongcu-ya!" mendadak siharimau pelarian Tiong
Liauw berseru dengan suara gagah. „Kamni Tiong si Sam
Houw bukan lantaran hendak membalas budi lantas
hendak mengutarakan kata-kata ini, tapi berhubung kami
kami kagum atas kegagahan serta kebesaran jiwa
kongcu ya maka bila kongcu menampik, kami sekeluarga
tiga orang rela mengikuti diri kongcu untuk berbuat apa
saja, walaupun harus mengorbankan jiwa kamipun kami
bertiga rela.”
Hong po Seng dibuat amat terharu oleh ketulusan hati
ketiga orang itu, tanpa terasa air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya.
„Terima kasih kuucapkan atas maksud dari cuwi
bertiga" katanya lirih. "Aku menyadari bahwa jiwaku
selalu terancam bahaya maut, aku tidak ingin
menyusahkan pula kalian bertiga. Untuk sementara
waktu kalian berdiamlah diwilayah utara, tekunilah
pelajaran ilmu silat kalian, bilamana suatu waktu aku
membutuhkan bantuan pasti akan kucari kalian bertiga
untuk menyumbangkan tenaganya".
„Kongcu ya, dewasa ini kau hendak pergi kemana?".
Sebelum Hong po Seng sempat menjawab
terdengarlah siharimau ompong Tiong Loo Poo cu talah
membentak dengan nada gusar:

„Hey tua bangka, kenapa kau musti banyak bicara
yang tak berguna, kita ikuti saja dibelakangnya”.
Mendengar perkataan itu siharimau pelarian Tiong
Liauw benar-benar tidak berbicara lagi.
Sebaliknya Hong-po Seng diam diam segera berpikir :
„Sekeluarga ini berjiwa besar dan berhati jujur, setiap
melaksanakan pekerjaan hanya didasari oleh emosi serta
perasaan, andaikata aku tidak menerangkan yang jelas,
mereka tentu akan mengikuti diriku terus menerus,
seandainya sampai terjadi begini bukankah urusan
besarku bakal runyam dibuatnya ?".
Karena berpikir demikian baru buru serunya kepada
Tiong Liauw dengan wajah serius :
„Loo-tiang, harap kau berpikir dengan seksama,
sebenarnya apa sih maksud tujuanku dengan susah
payah menurunkan ilmu silat yang kumiliki kepada kalian
bertiga ??".
Mendengar pertanyaan itu si Harimau Pelarian Tiong
Liauw berpikir sejenak, kemudian jawabnya :
„Aaah betul ! pastilah kongcu memandang ilmu silat
yang kami miliki terlalu cetek, maka bilamana mengikuti
disisimu sebaliknya malah mengganggu serta
merepotkan".
Walaupun perkataan tersebut tidak mengena dengan
jitu atas apa yang dipikirkan di dalam hati, tetapi Hongpo
Seng tidak membantah, sambil mengangguk katanya:
„Perkataanmu ini ada benarnya juga, kalian musti tahu
kepergianku kali ini kalau bisa alangkah baiknya kalau
menyembunyikan diri terhadap pengawasan orang lain,
bilamana kita harus melakukan perjalanan secara

bergerombol, hal itu malah justru menyulitkan untuk
menyelesaikan pekerjaan itu".
Mendengar sampai disini, si Harimau pelarian Tiong
Liauw tidak berbicara lagi, setelah berdiri termangu
mangu beberapa saat lamanya mendadak ia jatuhkan diri
berlutut diatas tanah diikuti oleh Sinenek tua she-Tiong
serta si Harimau Bisu Tiong Long.
Hong-po Seng jadi terkesiap, buru-buru ia ikut terlutut
diatas tanah setelah itu putar badan dan cepat berlalu.
Semenjak kecilnya sianak muda ini sama sekali belum
pernah meninggalkan rumahnya seorang diri, boleh dia
dia buta seratus persen terhadap jalanan disekitar
tempat itu, setelah melepaskan diri dari Tiong Si Sam-
Hauw pemuda itu segera mancari tahu jalan menuju
keutara dari para penduduk disekitar situ, kemudian
langsung berangkat menuju kegunung Im-Tiong san.
Setelah melakukan perjalanan belasan hari, suatu
petang sampailah sianak muda itu didalam wilayah
pegunungan Im-Tiong san.
Setelah masuk gurung, daya ingatnya terhadap
perkampungan Liok-Soat san cung kian lama kian
bertambah jelas. Waktu itu sambil melakukan perjalanan
dibawah sinar bulan purnama diam-diam doanya didalam
hati:
.,Sukma ayah yang ada dilangit, moga moga kau suka
melindungi teratai racun empedu api itu tetap berada
ditempat semula, agar ananda berhasil mendapatkan
teratai racun itu untuk mengobati luka ibu yang parah
sehingga tenaga dalam yang dimiliki dia orang tua bisa
pulih kembali seperti sedia kala, dengan begitu Ibu baru
sanggup membalaskan dendam sakit hati ayah....'.
Tanpa terasa sampailah pemuda ini dimulut sebuah
selat, setelah memperhatikan sekejap suasana

disekeliling tempat itu, keragu raguan yang semula masih
tersisa dalam hatinya seketika tersapu lenyap, ia merasa
yakin bahwa perkampungan Liok-Soat san-cung terletak
di dalam selat tersebut.
Dalam pada itu bulan purnama berada di awang
awang, cahaya yang terang menerangi seluruh isi selat
tersebut setelah melakukan perjalanan beberapa saat
lamanya mendadak Hong-po Seng merasakan sesuatu
yang tidak beres, ia segera berpikir:
“Pepohonan didalam selat ini diatur dengan sangat
teratur dan rapi, jalan gunung bersih bebas dari debu,
bahkan batu kerikil serta rumput ilalangpun tidak
nampak, kalau ditinjau keadaan tersebut jangan-jangan
perkampunganku sudah diduduki orang lain ?...".
Begitu ingatan tersebut berkelebat lewat di dalam
benaknya, ia segera menyembunyikan diri kebalik
pepohonan dan meneruskan perjalanannya dari tempat
kegelapan.
Ketika tubuhnya hampir tiba dipintu perkampungan,
mendadak ia temukan kerlipan cahaya lentera, hatinya
semakin terkesiap, pikir nya lebih jauh:
“Aaah ! dugaanku ternyata tidak salah, kampung
halamanku benar-benar sudah diduduki orang lain. Kalau
ditinjau dari cahaya lentera yang dipasang begitu rapat,
jelas keadaan didalam perkampungan jauh lebih terang
benderang... Ehmm! Wilayah Sam Say adalah daerah
kekuasaan perkumpulan Hong Im Hwie, para jago dari
kalangan lurus tidak nanti akan menduduki kampung
halamanku ini dengan manusia-manusia dari kalangan
hek to yang biasa jelas lebih-lebih tak punya nyali untuk
menempati perkampungan Liok Soat san cung, manusiamanusia
laknat yang telah mengangkangi rumah

kediamaaku ini seratus persen pastilah tokoh-tokoh
terpenting dari perkumpulan Hong Im Hwee.
Setelah mengetahui kelihayan orang, ia segera
menyusup kesebelah kiri perkampungan kemudian
menyusup masuk kedalam perkampungan dengan
gerakan yang sangat berhati-hati.
Tampaklah gunung-gunung, pepohonan, kebun
bunga, serambi, jalan berlapis batu-batu semuanya
masih tetap seperti apa yang pernah dilihatnya dikala dia
masih kecil. Maka sambil menghindari sorotan cahaya
lampu ia meneruskan gerakannya menyusup kebelakang
perkampungan.
Ia masih ingat dengan jelas bahwa tempat tinggal
ayah ibunya serta dia terletak dibelakang perkampungan,
Teratai Racun empedu Api itupun dipelihara dibelakang
kamar tidur ayahnya, diam diam ia lantas berpikir:
"Mengambil teratai adalah suatu pekerjaan yang
besar, perduli amat siapa yang telah mengangkangi
perkampunganku ini, setelah berhasil mendapatkan
teratai racun empedu api aku akan segera berlalu
sedangkan urusan yang lain dibicarakan dikemudian hari
saja, dari pada menimbulkan peristiwa yang tidak
diinginkan sehingga masalah besar ibuku terbengkalai . .
. ."
Diperkampungan sebelah depan seringkali ia jumpai
ada manusia yang berlalu lalang, pengamatannya yang
cermat membuktikan bahwa orang orang itu semuanya
pandai bersilat bahkan sebagian besar memiliki ilmu silat
yang tidak lemah, mereka semua bpleh dibilang
merupakan jago jago kelas satu didalam dunia persilatan,

hal ini seketika mempertinggi kewaspadaannya
selangkah demi selangkah ia bergerak lebih hati hati
sedikitpun tidak berani bertindak gegabah.
Meskipun usianya masih kecil namun pemuda ini dapat
meresapi betapa pentingnya masalah besar, pada saat
itu ia segera tinggalkan persoalan-persoalan kecil yang
dianggapnya tak penting dan pusatkan seluruh
perhatiannya untuk mengambil teratai racun tersebut.
Dengan mengandalkan daya ingatan yang telah hapal
dengan daerah sekitar situ, akhirnya pemuda itu berhasil
menyusup ketempat dimana teratai racun itu dipelihara,
ia segera bersembunyi ditempat kegelapan dan
mengawasi dengan seksama, setelah diketahui bahwa
benda yang dicari masih tetap berada ditempat semula.
Bisa dibayangkan betapa girangnya hati pemuda itu
hingga sukar terkendalikan.
Kiranya Teratai Racun Empedu Api itu masih tetap
terpelihara ditempat semula, hitam dan menyungging
keatas persis seperti keadaan tempo dulu cuma dari balik
jendela memancar keluar sebilah cahaya lampu dan tepat
menyinari permukaan kolam teratai tersebut.
Hong Po Seng segera alihkan sinar matanya kearah
jendela tersebut, terlihatlah didalam ruangau duduk
seorang pria berusia dua puluh tahunan, raut wajah
orang itu tidak bengis dan memakai jubah panjang putih
bersulamkan kuntum bunga emas, waktu itu sambil
mencekal sebuah cawan air teh sedang duduk seorang
diri menikmati minuman,
„Entah bagaimanakah ilmu silat pang dimiliki orang
ini?" diam-diam Hong Po Seng menpertimbangkan

diri."Aku harus merampas teratai itu dengan menempuh
mara bahaya? ataukah lebih baik menunggu sampai
tertidur lebih dahulu kemudian baru perlahan-lahan turun
tangan??...".
Otaknya dengan cepat berputar keras, ia sadar apabila
perbuatannya kali ini mengalami kegagalan niscaya
urusan yang kedua kalinya akan jauh lebih susah,
mengingat betapa besar nya masalah ini mempengaruhi
keselamatan ibunya, pemuda itu akhirnya mengambil
keputusan untuk bertindak lebih hati hati.
Setelah mengambil keputusan maka diapun
menyembunyikan diri kebelakang sebuah pohon Koei dan
menanti dengan hati sabar, ingatan untuk menempuh
mara bahaya tersapu lenyap dari dalam benaknya.
Lewat beberapa saat kemudian terlihatlah dua orang
dara berbaju hijau masuk kedalam ruangan setelah
menghidangkan sayur dan arak diatas meja, ujarnya
kepada pria berbaju putih itu dengan nada hormat :
„Lapor kongcu sayur dan arak telah disiapkan. apakah
kau masih ada pesan”
“Peringatkan mereka, jangan memperbolehkan
siapapun melangkah masuk kedalam perkampungan
belakang, barang siapa yang melanggar, bunuh dia
sampai mati" kata pria berbaju putih itu „Kalianpun harus
memperhatikan peringatanku ini sebelum memperoleh
panggilan tak usah kamu berdua mendekat tempat ini,
siapa yang berani mengintip kucukil biji matanya biar
buta !".
Kedua orang dara berbaju hijau itu mengiakan
berulang kali kemudian mengundurkan diri dari ruangan
tersebut.

Hong po Seng yang bersembunyi ditempat kegelapan
jadi tercengang dan heran, pikirnya:
"Apa sih yang hendak dia lakukan ?? kenapa hanya
mengintip saja biji matanya lantas mau dicongkel keluar
?".
Beberapa saat telah berlalu, pria berbaju putih itu
mulai bergendong tangan berjalan bolak balik didalam
kamar dengan hati gelisah dan tidak tenang, seringkali ia
menoleh keluar jendela dan memperhatikan sekeliling
tempat itu.
Hong-po Seng yang menyaksikan perbuatan pria itu
segera dibikin sadar, sekarang ia mengerti pastilah pria
berbaju putih itu sedang menantikan kedatangan
seseorang.
Mendadak.... terdengar suara sentilan jari
berkumandang memecahkan kesunyian.
Pria berbaju putih itu segera meloncat kedepan
jendela, dengan nada kaget bercampur girang serunya :
„Ooh Giok-moay, kalau kau tidak munculkan diri lagi,
siauw-heng pasti bakal mati saking gelisahnya!".
Hong-po Seng segera mendongak keatas, tapi seketika
itu juga keringat dingin mangucur keluar membasahi
seluruh tubuhnya.
Ternyata ada sesosok bayangan manusia tepat berdiri
diatas ranting diatas batok kepalanya, ranting pohon itu
sama sekali tidak bergerak atau bergoyang, Hong po
Seng yang bersembunyi dibelakang pohon sedikitpun
tidak merasa sedari kapan ada sesosok bayangan
manusia telah berada diatas pohon itu.

Ditinjau dari gerakan tubuh sidara berbaju putih yang
meluncur kearah jendela, pemuda ini menyadari bahwa
kepadaiannya masih jauh ketinggalan kalau dibandingkan
dengan orang itu, hatinya semakin terperanjat dibuatnya.
Mendadak terdengar suara tertawa merdu bergema
diangkasa, angin berbau harum menyambar lewat dan
orang itu tanpa menimbulkan sedikit suarapun telah
menerobos masuk kedalam ruangan.
"Hooooh sungguh lihay ilmu meringankan tubuhnya!
diam diam Hong po Seng memuji.
Menanti ia berpaling kembali kearah ruangan,
tampaklah ditempat itu telah bertambah dengan seorang
gadis berbaju ungu.
Dara itu mengenakan kain kerudung berwarna ungu
diatas wajahnya hingga tidak kelihatan raut wajahnya,
sementara Hong po Seng sedang tercengang pria tadi
telah melepaskan kain kerudung tersebut sambil ujarnya
tertawa:
"Giok moay' legakanlah hatimu ! aku telah
menurunkan perintah yang melarang siapapun
mendekati tempat ini, meski dibelakang perkampungan
masih ada beberapa orang dayang, tetapi sebelum
mendapat panggilanku tidak nanti mereka berani datang
mengintip".
Sementara pembicaraan itu masih berlangsung, kain
kerudung yang menutupi wajah dara tadi telah terlepas,
Hong po Seng yang bersembunyi ditempat kejauhan
segera merasakan pandangannya jadi terang.
Tampaktah dara berbaju ungu itu baru berusia
delapan sembilan belas tahunan, matanya jeli dengan

bibir yang mungil, kecantikan wajahnya boleh dibilang
bagaikan bidadari turun dari kahyangan.
Setelah melepaskan kain kerudung tersebut pria
berbaju putih itu segera memeluk tubuh gadis tadi, dan
mereka berduapun melakukan suatu gerakan yang
diliputi kemesraan. Hong po Seng buru-buru
memejamkan matanya.
Kedua orang itu berbisik bisik sesaat dengan suara
lirih diikuti saling berpandangan sambil tertawa,
kemudian sembari bergandeng tangan mereka menuju
kearah meja perjamuan, ambil tempat duduk dan mulai
minum arak sambil berbicara.
Melihat sampai disini, Hong-po Seng tantas berpikir
didaam hatinya :
“Aaaii..! perbuatan pribadi seorang pria dan wanita
tidak sepantasnya kuintip, apalagi ikut mencuri
dengar..."!
Sebagai seorang lelaki yang jujur dan tahu sopan
santun, setelah mengambil keputusan untuk tidak
melihat dan mendengar, ia benar-benar pejamkan mata
dan menutupi lubang telinganya dengan jari tangan,
dalam benaknya sama sekali tidak terlintas pikiran apa
apa.
Lewat beterapa saat kemudian ia membuka matanya
dan melirik kedalam ruangan, tapi setelah dilihatnya
kedua orang itu masih bercakap-cakap sambil minum
arak maka pemuda itu sekali lagi pejamkam matanya.
Dengan sabar ditunggunya beberapa waktu dengan
mata terpejam, setelah dirasakan kira-kira dua orang itu
telah selesai bersantap maka ia baru membuka matanya,

Tetapi kali ini wajahnya seketika berobah jadi merah
jengah, ternyata dibawah pengaruh air kata-kata
sepasang muda mudi itu telah melanggar susila, gaun
yang dikenakan dara berbaju ungu tadi telah dicopot
separuh hingga terlihatlah bagian terlarangnya dibawab
sorot cahaya lampu lentera.
Pemuda ini usianya masih muda lagi pula dibesarkan
dalam gunung yang terpencil, terhadap perbuatan seperti
ini boleh dibilang belum mengenalnya sama sekali, tapi
setelah menyaksikan kejadian itu ia segera merasa
sangat malu, buru buru matanya dipejamkan kembali.
Lubang telinga yang ditutupi terlalu lama dirasakan
sangat tak enak, tapi ketika jari tangannya dikendorkan,
rayuan-rayuan tengik seketika menggema masuk
kedalam telinganya membuat ia semakin muak, akhirnya
sambil pejam mata dan menutupi telinganya ia
menyumpah didalam hati:
,,Sialan ! sungguh tak tahu malu, mau melakukn
perbuatan begitupun tidak menutup pintu jendela
terlebih dahulu!".
Lama,... lama sekali, akhirnya pemuda itu tak kuat
menahan diri dan membuka matanya kali ini dia hanya
menjumpai pakaian luar dan pakaian dalam berserakan
diatas lantai sedangkan muda mudi itu tidak nampak
batang hidungnya lagi.
Secara lapat-lapat dia mengetahui bahwa kedua orang
itu pasti sudah naik keatas pembaringan, hatinya
semakin muak dibuatnya, kesabaran hatinya kontan
hilang. Melihat dibalik jendela sudah tak ada orang
pemuda itu segera menjejakkan kakinya melayang ke
tepi kolam teratai.

Bagi orang yang berlatih silat, ketajaman
pendengarannya jauh lebih tajam dari orang biasa,
setelah tubuhnya berada semakin dekat dengan kolam
teratai apalagi tangannya telah dilepaskan dari lubang
telinga tentu saja rayuan-rayuan maut, dengusan napas
memburu serta rintihan cabul kedengaran makin jelas
lagi membuat jantung sianak muda ini berdebar debar
keras.
Jilid 7 : Putra Ketua Hong Im Hwee terbunuh
LUAS kolam teratai itu hanya delapan depa, Teratai
Racun Empedu Api tumbuh di tengah kolam, meskipun
tak usah turun ke kolam, untuk menjangkau teratai
tersebut dengan tangan dari tepi kolam masih sanggup
dilakukan.
Hong-po Seng tegera miringkan tubuhnya ke samping
dan menjulurkan lengan kirinya ke depan, sepasang
jarinya mengerahkan tenaga dan menggunting batang
teratai itu, seketika itu juga bunga Teratai Racun
Empedu Api terjatuh ke dalam tangannya.
Sayang sekali pada waktu itu hatinya terpegaruh oleh
emosi hawa murni yaug berada di dalam tububnya tak
dapat tenang dan mantap seperti hari-hari biasa, dikala
melakukan pemetikan itulah tanpa sadar ia telah
menimbulkan sedikit suara berisik.
Mendadak terdengar gadis yang berada di dalam
ruangan membentak nyaring. ,,Siapa diluar??”

Hong Po Seng amat terperanjat, buru-buru ia sambar
teratai racun itu dan tutulkan ujung kirinya meluncur
keluar dari situ.
Terdengar desiran angin tajam menyambar datang
dari arah belakang, sebuah pukulan yang tajam dan
berat telah mengancam punggungnya.
,,Sungguh cepat gerakan tubuh orang itu” batin Hong
po Seng di dalam hati.
Dengan cepat badannya berputar ke belakang, sebuah
pukulan laksana kilat dilancarkan.
Terdengar suara pengejar berseru tertahan, jurus
serangannya buru-buru dibuyarkan dan berganti arah, ia
melayang turun persis pada si anak-muda itu dan tanpa
membuang sedikit waktu pun ia lanjutkan serangan
berikutnya secara bertubi-tubi.
Suatu pertarungan sengitpun segera berkobar di
tengah kalangan, angin pukulan menderu-deru bayangan
telapak memenuni seruluh angkasa.
Hong po Seng melemparkan beberapa kerlingan ke
arah lawannya, segera tertampak olehnya bahwa lawan
yang sedang bertarung melawan dirinya sekarang bukan
lain adalah pria berbaju putih itu. Meski pada saat ini ia
berada dalam keadaan telanjang bulat tetapi sepasang
telapaknya dimainkan sedemikian gencar, sehingga
pukulan-pukulannya boleh dibilang merupakan seranganserangan
mematikan.
Dalam keadaan demikian kedua orang itu sama-sama
mempunyai tujuan yang sama yaitu cepa-cepat
menyelesaikan pertarungan tersebut, di salah satu pihak

ingin cepat-cepat membungkamkan mulut lawannya,
sedang di lain pihak cepat-cepat melepaskan diri dari
kepungan lawan dengan begitu pertempuran pun
berlangsung dengan serunya. Siapapun tidak ingin
memberi kesempatan kepada lawannya untuk menguasai
keadaan.
Mendadak terlihatlah dara ayu tadi munculkan diri
diluar jendela, setelah terburu-buru mengenakan
pakaian, matanya segera menatap keluar jendela sambil
serunya dengan suara berat :
,,Engkoh Bong, jangan sekali-kali kau lepaskan orang
itu dalam keadaan hidup!” ,,Jangan kuatir adik Giok”
sahut pria itu dengan suara lirih. ,,Kalau orang ini
berhadil lolos, siauw beng akan persembahkan batok
kepalaku kepadamu”
„Engkoh Bong, dapatkah kau melakukan petarungan
dengan mempergunakan tenaga dalam??”
„Apa susahnya?” sahut sang pria.
Sepasang telapaknya segera bekerja keras dan secara
beruntun melancarkan beberapa buah serangan kilat.
Menggunakan kesempatan dikala Hong po Seng
melakukan pembalasan itulah ia sambut datangnya
serangan itu dengan keras lawan keras.
Ploook.. ! sepasang telapak segera bertemu satu lama
lainnya menimbulkan suara yang nyaring.
Ternyata orang ini mempunyai pengalaman yang
sangat luas di dalam melakukan pertarungan, setelah
mengatakan hendak beradu tenaga dalam orang itu
segera membuktikan kata-katanya. Hong po Seng yang

pada dasarnya sudah kewalahan kini semakin keteter
keadaannya.
Dalam pada itu sepasang telapak dari kedua orang itu
saling menempel satu sama lainnya, masing-mating
pihak mengerahkan segenap tenaga lweekang yang
dimlikinya ke atas telapak, sebab mereka tahu menang
kalah dalam pertempuran ini sangat mempengarubi mati
hidupnya masing-masing pihak, karena itu siapapun tak
berani bertindak gegabah.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, di atas jidat
Hong po Seng telah muncul butiran air keringat,
sebaliknya sang pria berada dalam keadaan telanjang
bulat itu tetap kokoh dan kuat seperti sedia kala,
sedikitpun tidak nampak gejala payah atau keteter.
Tiba tiba tertihatlah dara berbaju ungu itu melayang
keluar dari dalam ruangan, sambil berdiri di sisi pria itu
ujarnya tertawa :
„Engkoh Bong, jangan takut! mari kubantu dirimu
untuk menyelesaikan bajingan ini!".
Seraya berkata telapak kirinya segera diayun ke depan
melancarkan dua serangan dahsyat ke arah Hong po
Seng.
„Mati aku kali ini !” jerit si anak muda itu diam diam.
„Giok moay, menyingkirlah ke samping!” seru pria itu
dengan suara berat, „Lihatlah siauw beng akan
membereskan orang ini seorang diri!”
Mendengar perkataan itu, mendadak dara berbaju
ungu tadi tertawa cekikikan.

„Hiiih ....... hiiih ...... hiiih .... kalau kau tidak sudi
menerima bantuanku, lebih baik aku membantu dirinya
saja!”
Begitu selesai berkata ujung bajunya segera bergetar
dan tampaklah sekilat cabaya tajam berkelebat lewat
tahu-tahu sebilah pisau belati telah menembusi
punggung pria itu.
Hong Po Seng yang berdiri saling berhadap-hadapan
muka dengan pria telanjang itu tidak sempat
menyaksikan perubahan yang terjadi di belakang
punggungnya, ketika mendadak menyaksikan orang itu
mendengar berat dan hawa murninya seketika buyar, ia
tak dapat menahan diri lagi, hawa pukulannya bagaikan
gulungan ombak di tengah samudra segera memancar
keluar dengan bebatnya.
Terdengar pria itu mendengus berat, darah segar
segera muncerat keluar dari bibirnya, tanpa
mengeluarkan suara jeritan badannya terjengkang ke
atas tanah dan menemui ajalnya saat itu juga.
Perubahan ini terjadi sangat mendadak, baru saja
Hong Po Seng berdiri tertegun mendadak terasalah
cahaya tajam yang menyilaukan mata menyambar lewat,
sebilah pisau belati dengan cepatnya mengancam ulu
hatinya.
Hong po Seng merasa amat terperanjat buru-buru
sepasang kakinya menjejak tanah dan meloncat mundur
beberapa tombak jauhnya ke belakang, nyaris sekali ia
tampak oleh tusukan pisau belati tersebut.

-oooOooo-
MELIHAT serangannya tidak mengenai sasaran, biji
mata dara berbaju ungu itu segera berputar, lalu
bentaknya dengan suara lirih:
„Bajingan cilik, kenapa kau tidak coba melarikan diri ??
rupanya kau benar-benar kepingin modar ??”
Hong-po Seng alihkan sinar matanya melirik sekejap
ke arah mayat telanjang yang membujur di atas lantai,
teringat akan peristiwa yang baru saja barlangsung di
mana dalam pertarungannya mengadu tenaga dalam.
Ternyata dara berbaju ungu itu telah melakukan tusukan
maut dari arah belakang, hatinya jadi terperanjat
bercampur curiga, ia jadi bergidik dan segera putar
badan melarikan diri.
Perkampungan bagian belakang adalah daerah yang
tidak bermanusia, Hong po Seng sambil menghindari
cabaya lampu lentera dalam beberapa kali loncatan telah
berhasil keluar dari perkampungan tersebut, tanpa
berhenti ia segera lari menuju keluar selat.
Akhirnya dengan susah payah dia berhasil juga tiba di
mulut selat, hatinya jadi lega dan sambil menyeka
keringat yang membasahi jidatnya diam-diam ia melirik
ke arah belakang.
Sreeet....! mendadak segulung angin desiran tajam
berkelebat lewat. Sebilah pisau belati yang memancarkan
cahaya berkilauan tahu-tahu sudah mengancam
pinggangnya.
Hong po Seng merasa terkejut bercampur gusar di
saat yang amat kertis ia segera melemparkan diri

kesamping dan menggelinding beberapa tombak jauhnya
dari tempat semula.
Kiranya selama ini si dara berbaju ungu itu menguntil
terus dari belakangnya cuma karena ilmu meringankan
tubuh yang dimiliki dara tersebut sangat lihay, maka
walaupun sudah diikuti setengah harian lamanya Hong
po Seng sama senali tidak merasakan akan hal itu.
Melinat serangannya kembili mengemi sasaran yang
kosong, dara berbaju ungu itu segera menarik
pinggangnya sambil ayun pisau belatinya ke depan.
Kembali ia melakukan pengejaran.
Sementara itu kain kerudung yang menutupi wajahnya
telah dikenakan kembali hingga dari luar hanya nampak
sepasang biji matanya yang menonjol keluar. Di balik biji
matanya yang bening secara lapat-lapat terpancar keluar
napsu membunuh yang tebal, rupanya sebelum berhasil
membinasakan Hong Po Seng ia merasa tidak terima.
Hong Po Seng sendiri setelah melihat dirinya dibokong
sebanyak dua kali, hawa amarahnya kootan memuncak.
Ia tunggu sampai senjata pisau belati orang bampir
mendekati, tiba tiba badannya tergeser ke samping,
telapak kirinya dengan sepuluh bagian tenaga dalam
segera dihantamkan ke depan.
Pukulan yang dilancarkan dalam keadaan gusar ini
benar-benar amat dahsyat, diiringi desiran angin tajam
yang memekikan telinga segera meluncur ke depan.
Air muka dara berbaju ungu itu berobah hebat,
sepasang pundaknya segera bergerak dan
meloncat mundur beberapa tombak ke belakang.

Melihat serangannya mengenai di sasaran yang
kosong, dalam hati Hong po Seng lantas berpikir:
,,Perempuan memang tersohor akan kekejaman
hatinya yang seperti ular berbisa, setelah ia membunuh
kekasih gelapnva sekarang hendak melenyapkan pula
diriku. Waaah ….. jelas dalam ilmu meringankan tubuh
aku tidak dapat menangkan dirinya kalau aku sampai
sambil langkah seribu dia pasti akan berusaba untuk
membokong diriku dari belakang, lebih baik aku
melakukan perlawanan saja sekuat tenaga ………….”
Setelah mengambil keputusan di dalam hatinya, sang
badan dengan cepat menerjang maju ke muka, sebuah
pukulan dahsyat dilancarkan.
Criiing dari balik punggungnya dara berbaju ungu itu
meloloskan sebilah pedang baja, dengan jurus “Pat Hong
Hong Yu” atau angin hujan dari delapan penjuru
mengirim satu tusukan kilat ke arah Hong po Seng.
Sewaktu meninggalkan perkampungan Liok-Soat san
cung tadi, di atas tubuhnva hanya terdapat sebilah pisau
belati, entah sejak kapan pada punggunagnya telah
tersoren sebilah pedang panjang. Saat itu gerakannya
menghindar dari serangan, mencabut pedang serta
melancarkan serangan balasan dilakukan dengan
kecepatan bagaikan kilat, bukan saja tusukan yang
dilepaskan amat keji bahkan luar biasa mengerikannya
…………
Baru saja Hong po Seng merasakan serangannya
mengenai sasaran yang kosong mendadak pandangan
matanya jadi silau. Cahaya tajam segera bermunculan

dari empat penjuru, seluruh angkasa dipenuhi oleh
bayangan pedang yang membingungkan hati.
Dalam keadaan terkesiap sepasang kakinya segera
menjejak tanah dan buru-buru melayang mundur sejauh
dua tombak lebih.
Dara berbaju ungu itu tidak mengeluarksn sedikit
suarapun, sambil menempel permukaan tanab ia
meluncur maju ke depan, laksana kilat pedangnya
dibabat keluar melakukan pengejaran.
Kegusaran Hong po Seng sudah mencapai pada
puncaknya, sang telapak kiri segera dibekukan setelah
membentuk gerakan setengah lingkaran busur ia
membentak keras kemudian melepaskan satu pukulan
dahsyat ke depan.
Jurus pukulan ,,Koen Sioe Ci Taow” benar-benar luar
biasa sekali, ditambah pula Hong po Seng melancarkan
serangannya dengan segenap tenaga, ujung pedang si
dara berbaju ungu itu baru saja mencapai di tengah jalan
segera terpental ke samping setelab termakan oleh
getaran angin pukulan yang maha dahsyat itu.
Dara berbaju ungu itu segera bergeser satu langkah
ke samping, dengan cepat ia mengerling sekejap ke
belakang kemudian tegurnya sambil tertawa:
,,Siapakah namamu ? kalau mau berkelahi yaah
berkelahi, kenapa musti berteriak-teriak dan gembar
gembor seperti setan kepanasan??”
,,Aku bernama Ong Khong!” sahut Hong po Seng
dengan nada ketus, telapak kirinya disilangkan di depan
dada siap menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan. ”Setiap kali melepaskan satu pukulan harus

dibarengi dengan gemboran keras, eeei siapa pula
namamu???”
Sejak turun gunung walaupun ia selalu berada dalam
suasana yang demikian krisisnya seperti kali ini, kendati
Kok See Piauw serta Pek Koen Gie sekalian hendak
mencabut jiwanya tetapi ia masih mempunyai alasan
untuk mengadakan pembicaraan dengan mereka.
Sebaliknya keadaan dari dara berbaju ungu ini jauh
berbeda dengan keadaan mereka, ia selalu tenang tidak
bergerak sepintas lalu bagaikan permukaan samudra
yang tenang serta bebas dari angin, tetapi setiap pukulan
serta tusukan pedang yang dilancarkan semuanya
merupakan jurus maut yang mengancam jiwanya,
sedikitpun tiada keraguan-raguan atau rasa kasihan.
Dalam keadaan begini asal sekali saja ia salah
perhitungan, maka niscaya jiwanya bakal melayang di
tengah tusukan pedang yang masih membigungkan
hatinya itu.
Tampak si dara berbaju ungu itu tersenyum biji
matanya sekali lagi melirik sekejap ke sekeliling tempat
itu, kemudian tegurnya:
,,Aku bernama Che Giok, apakah kau adalah anak
buah dari perkumpulan Sin Kee Pang??”
Namaku Ong Khong adalah nama palsu, jelas Che Giok
yang diakui sebagai namanya pun hanya cuma samaran
belaka” pikir Hong po Seng di dalam hati.
Karena berpikir begitu, dengan serius dia harus
menjawab:

,,Aku berasal dari perkumpulan agama Thong Thian
Kauw, Nona Che Giok! Apakah kau adalah enghiong dari
perkumpulan Sin Kee Pang??”
Dara berbaju ungu itu mengangguk.
„Lebih baik kita jangan membicarakan soai ini, aku
libat tindakanmu rada sedikit tolol ……”
Biji matanya berkilat dan kembali ia mengerling
sekejap ke sekeliling tempat itu.
„Nona Che Giok, hatimu bimbang dan kacau apakah
kau takut ada orang yang berhasil menyusul dirimu ???”
,,Aku mengatakan kau tolol ternyata ucapan ini
sedikitpun tidak salah, setelah kau bunuh Jien Bong
kalau tidak bermaksud lari sejauh-jauhnya ke ujung
langit untuk menghindarkan diri dari pengejaran, apakah
kau ingin berlagak sok-sokan untuk berlagak pilon di
tempat ini?? Hmm! setelah kejadian ini diketahui besok
pagi, lima propinsi besar di wilayah utara pasti akan
terjadi kekacauan yang hebat, akan kulihat kau hendak
menyembunyikan diri di mana???”
Diam-diarn Hong-po Seng merasa terperanjat dengan
ucapan itu, setelah berhasil menenteramkan hatinya ia
menyahut:
„Siapakah Jien Bong itu? Bukankah sudah jelas sekali
nonalah yang diam-diam menusuknya hingga mati, apa
sangkut pautnya peristiwa berdarah itu dengan cayhe??”
„Huuuh sungguh suatu lelucon besar yang
menggelikan hati” seru si dara berbaju ungu itu sambil
mengangkat bahu, „Masa siapakah Jien Bong pun kau
tidak tahu, mau apa kau menyusup ke dalam
perkampungan Liok Soat san cung??”

„Masalah mencuri teratai tak boleh kuutarakan
kepadanya!” pikir Hong po Seng dalam hati, ia segera
tertawa lantang.
,,Secara tidak sengaja cayhe telah menyusup ke dalam
perkampungan Liok Soat san cung, mengenai siapakah
manusia yang disebut Jien Bong itu, serta apa
hubungannya dengan nona aku tidak mau tahu,
pokoknya aku hanya tahu bahwa nonalah yang
melancarkan serangan bokongan untuk mengabisi
selembar jiwanya”
Merah padam selembar wajah dara berbaju ungu itu
sehabis disindir oleh si anak muda ini, untung wajahnya
tertutup oleh kain kerudung sehingga Hong po Seng
tidak sempat melihat perubahan wajahnya itu.
Setelah memutar biji matanya, gadis itu tertawa dan
berkata kembali:
,,Jien Bong adalah putra kesayangan dan ketua
perkumpulan Hong Im Hwie, baik dia mati lantaran
dibunuh olehmu atau mati di tanganku pokoknya kalau
malam ini kita tak berhasil melarikan diri, maka kita
berdua bakal mati konyol di tangan mereka”
,,Waaah …… rupanya kejadian ini luar biasa sekali”
pikir si anak muda itu di dalam hati dengan gelisah.
,,Tetapi racun empedu api masih berada di dalam
sakuku, dan benda itu merupakan bukti yang kuat untuk
menunjukkan kebadiranku dalam perkampungan Liok
Soat San cung pada malam peritiuwa berdarah ini. Jika
benda ini sampai ketahuan orang-orang dari
perkumpulan Hong Im Hwie . . . waaaah bisa berabe.
Sekalipun aku menceburkan diri ke dalam sungai Huang

hoo pun belum tentu bisa mencuci bersih segala tuduhan
yang dilontarkan kepadaku”
Di dalam hati ia berpikir demikian, diluaran sambil
tertawa lantang sahutnya:
,,Haaah …… haah …… haaa …… kiranya Jien Bong
adalah putra tunggal dan Jien Hian si ketua dari
perkumpulan Hong Im Hwie. Bagus! ..... bagus! .....
daerah di sebelah utara
sungai Huang Hoo merupakan wilayah kekuaasaan
orang-orang perkumpulan Hong Im Hwie, peristiwa ini
pasti luar biasa jadinya. Kenapa nona sendiri tidak
berusaha untuk melarikan diri??”
Sebenarnya keadaan dari dara berbaju ungu itu tidak
jauh berbeda dengan keadaan dari Hong-po Seng, bukan
saja hatinya merasa amat gelisah bahkan ia ingin cepatcepat
kabur dari situ. Namun diluaran ia sengaja
berlagak tenang. Mendengar perkataaa itu diapun
tertawa.
„Mau kabur aku masih sanggup untuk merat secepatcepatnya
justru yang paling kutakuti adalah dirimu yang
tak bisa lari cepat, jangan-jangan sebelum berhasil
bersembunyi telah kedahuluan di tangan orang-orang
Hong Im Hwie!”
,,Soal itu nona tak usah kuatir, sekalipun cayhe
ketangkap tidak nanti akan kuseret orang lain untuk ikut
tercebur ke dalam air!”
„Sungguhkah ucapanmu itu?? hiiih...biiih... hiiih..
jarang sekati aku bisa menjumpai manusia yang berbaik
hati seperti kau!”

Sambil berkata dengan senyum dikulum dan langkah
yang genit setindak demi setindak ia maju ke depan.
Hong po Seng bukanlah seorang manusia yang bodoh,
begitu otaknya berputar ia segera menyadari bahwa
situasi yang dihadapinya saat ini jauh lebib parah dari
pada sewaktu dirinya terjerumus ke dalam kekuasaan
perkumpulan Sin Kee Pang.
Ia segera mendongak dan tertawa terbabak-bahak.
,,Haaah...haaaah ..haaaah kalau nona ada maksud
melenyapkan diriku dari muka bumi, maka perhitungan
itu adalah salah besar …!” sembari membentak keras ia
segera melancarkan babatan yang maha dahsyat.
Si dara berbaju ungu itu segera mengerutkan dahinya,
melihat pemuda itu menyerang pulang pergi selalu hanya
menggunakan gerakan yang sama, tapi justru di tengah
persamaan tadi muncul perubahan aneh yang sulit
dipatahkan olehnya, dalam keadaan apa boleh buat
terpaksa ia mundur selangkah untuk menghindar .
,,Kau benar-benar kepingin mati?” jeritnya.
,,Hmmmm marilah kita bersama-sama pergi
menghadap Jien Hian, siapa salah siapa benar dia pasti
akan memberi keadilan buat kita!”
Dara berbaju ungu itu segera tertawa cekikikan.
,,Hiiih …… hiiih ……hiiiih …… sungguh tidak becus!”
setelah melirik lagi sekeliling tempat itu serunya, „Ayoh
cepat melarikan diri, persoalan yang lain lebih baik kita
bicarakan nanti saja!”
Hong-po Seng diam-diam merasa bergidik juga setelah
dia harus berhadapan dengan perempuan yang

menyembunyikan kekejiannya di balik senyumannya, ia
segera mendengus dingin.
,,Kau berangkatlah lebih dulu, aku segera menyusul di
belakang ..!”
„Eeei …..! kenapa musti begitu ???”
,,Hmm! hatimu terlalu licik, menyembunyikan golok di
balik senyuman, membuat orang harus berjaga-jaga
terhadap segala kemungkinan yang tidak diinginkan,
cayhe tidak berani berjalan di depanmu”
Dara berbaju ungu itu tertawa cekikikan, ia segera
menyimpan kembali pedangnya ke dalamn sarung dan
berangkat lebih dahulu.
Hong-po Seng tahu bahwa situasi yang dihadapinya
saat ini sangat berbahaya, maka diapun tak berani
berayal segera mengikuti di belakang dara tersebut.
Kali ini perjalanan dilakukan dengan cepat dan
terburu-buru, hingga fajar menyingsing mereka baru
berhenti berlari.
Sementara itu keadaan dari si dara berbaju ungu
masih tetap seperti sedia kala, seakan-akan tak pernah
melakukan suatu apapun, sebaliknya keadaan Hong-po
Seng payah sekali, bukan saja keringat telah membasahi
seluruh tubuhnya bahkan dengusan napas memburupun
secara lapat-lapat kedengaran nyata sekali.
Mcndadak terdengar dara berbaju ungu itu berkaia:
,,Ong Khong! gertaklah gigimu raput-rapat, kita harus
melanjutkan perjalanan secepatnya, dengan begitu
barulah kita bisa lolos dari daerah bahaya”
,,Perkataanmu memang tidak salah, tetapi bilamana
cayhe harus menuruti perkataanmu sehingga akhirnya
kehabisan tenaga dan tak sanggup mempertahankan diri

lagi, bukankah caybe bakal mati konyol bilamana
menggunakan kesempatan itu nona melakukan serangan
mematikan kepadaku??”
Pada mulanya dia masih mengikuti di belakang tubuh
si dara berbaju ungu itu, tapi setelah berbicara napasnya
semakin memburu dan dia pun ketinggalan sampai
beberapa tombak jauhnya.
Si dara berbaju ungu itu segera memperlambat
larinya, berlari di samping si anak muda itu ujarnya
sambil tertawa:
„Kau sangat sigap dan cerdik, di dalam perkumpulan
agama Thong Thian Kauw merupakan anak murid dan
cin jien mana sih??”
Dalam keadaan demikian Hong po Seng selalu
waspada dan berjaga-jaga terhadap pembokong dari
nona tersebut, mendengar ia hendak mengorek
keterangan dari mulutnya, segera dijawab dengan
sekenanya:
,,Persoalan yang menyangkut perkumpulan agama
kami tidak ingin cayhe bicarakan de¬ngan orang lain
nona Che Giok memiliki ilmu silat yang lihay, entah di
dalam perkumpulan Sin Kee Pang menduduki jabatan
apa??”
Dara berbaju ungu itu tertawa riang.
,,Aku bekerja di ruang Thian Kie Thong! dan kau??
murid dari jago lihay mana??”
,,Tindak tanduk pertempuran ini sangat mencurigakan
membuat hati orang sukar menduga” pikir Hong po Seng
di dalam hati, ,,Apa yang diucapkan jelas bukan ucapan
sejujurnya, dia mengakui sebagai anggota perkumpulan

Sin Kee Pang, sudah jelas seratus persen bahwa dia
bukanlah anggota dari perkumpulan itu!”
Berpikir demikian iapun menyahut:
,,Suhuku adalah seorang awam biasa, dia she Lie,
sedang menanya aku yang menjadi muridnya tidak
berani sembarangan menyebut, nona apakah she-mu??”
Jawaban yang diutarakan sekenanya ini membuat dara
berbaju ungu itu tertegun, lalu sambil tertawa ia berkata.
,,Aku she Poei!”
Pergelangannya bergerak, ia segera menyalurkan
telapak tangannya yang halus dan empuk bagaikan tak
bertulang itu ke depan, sahutnya:
,,Mari aku ajak kau melakukan perjalanan, dengan
bergandeng tangan maka kau tak usah menguatirkan
dirinku akan melancarkan serangan bokongan terhadap
dirimu lagi”
Ilmu pukulan yang dilatih Hong po Seng, adalah
pukulan sebelah kiri, maka ia segera menggeleserkan
badannya ke sebelah kiri dari gadis itu.
Poei Che Giok tersenyum, ia ganti mengulurkan
tangan kirinya ke depan dan Hong po Seng pun
menggenggam telapak tangannya dengan tangan kanan,
dalam hati kecilnya pemuda ini sudah mengambil
keputusan, asal dara berbaju ungu itu melancarkan
serangan bokongan maka ia segera akan membalas
dengan memakai jurus pukulan Koen Sioe Ci Tauw yang
tersohor akan kedahsyatannya itu.
Begitu telapak saling menggenggam, mendadak Hong
po Seng merasa agak rikuh, pertama, karena antara
perempuan dan lelaki ada batasnya, terutama sekali

telapak Poei Che Giok yang halus, licin dan empuk seperti
tak bertulang itu mendatangkan perasaan yang tak enak
dalam genggaman Hong po Seng. Kedua dirinya sebagai
seorang lelaki sejati ternyata harus membutuhkan
tuntunan seorang gadis untuk melakukan perjalanan, ia
merasa wajahnya kehilangan cahaya, karena itu baru
saja digenggam segera dilepaskan kembali.
Poei Che Giok mengencangkan kelima jarinya dan
berbalik mencengkeram telapak tangannya, sambil
tertawa ia berseru:
,,Bicara sesungguhnya ilmu meringankan tubuh yang
kau miliki sudah termasuk lumayan, ilmu pukulan serta
tenaga dalammu pun termasuk kukoay sekali, kalau
dibicarakan aku hanya dengan paksakan diri menang
setingkat darimu dalam hal ilmu meringankaa tubuh
saja!”
,,Heeeh . . . heeeh . . . heee . . seandainya dalam
semua hal kau lebih unggul dariku, mungkin sedari tadi
aku sudah modar di ujung pedangmu! …….” jengek Hong
po Seng sambil tertawa dingin.
Poei Che Giok segera tertawa cekikikan.
,,Kau anggap aku benar-benar tidak sanggup untuk
membinasakan dirimu ?? ........”
Jari tangannya ditegangkan bagaikan tombak,
kemudian laksana kilat disodorkan keatas iga pemuda
itu.
Hong po Seng yang telah bersiap sedia sedari tadi
tentu saja tak akan membiarkan dirinya tertotok, ia
mendengus dingin, telapak kirinya diayunkan dan
meluncurlah sebuah babatan dahsyat.

Terdengar Poei Che Giok menjerit kaget, badannya
buru-buru berputar satu lingkaran memindahkan diri ke
sisi yang lain dari pemuda itu, kemudian teriaknya gusar
:
,,Kau benar-benar kepingin berkelahi ???”
,,Nona! kau menyembunyikan jarum dibalik selimut,
cayhe sekalipun bodoh dan kasar tapi selamanya tak
akan membiarkan orang lain menginjak injak kepalaku !”
Kedua orang itu saling bergenggaman tangan dan
berpandangan pula tanpa bicara. kalau dipandang
sepintas lalu keadaan tersebut persis seperti sepasang
muda mudi yang berkasih-kasihan.
Setelah termenung beberapa waktu, akhirnya Poei Che
Giok menggigit bibir dan se-gera berlarian ke depan.
Hong-po Seng membiarkan dirinya ditarik untuk
berlarian ke arah depan sementara di dalam hati
pikirnya:
,,Perempuan ini mempunyai tingkah laku yang tidak
benar, hatinya kejam dan perbuatannya telengas, kalau
aku harus melakukan perjalanan bersama-sama dirinya
berarti setiap saat jiwaku bakal terancam mara bahaya.
Mulai sekarang aku harus mencari akal yang bagus untuk
berusaha menaklukkan dirinya, atau melarikan diri dari
sisinya, ataupun membinasakan dirinya hingga
menghilangkan bibit bencana dikemudian hari, setelah itu
akupun harus cepat-cepat pulang ke gunung untuk
menyembuhkan luka dari ibu agar tenaga dalamnya
cepat pulih kembali seperti sedia kala ...”
Berpikir sampai di sini, diam-diam ia meraba teratai
racun empedu api yang berada di dalam sakunya, dalam
hati pemuda ini merasa bergirang hati karena

perjalanannya turun gunung kali ini, kendati harus
mengalami pelbagai siksaan batin, kenyang dihina dan
kehilangan pedung baja pemberian ayahnya, bahkan di
atas punggungnya masih menggembol tiga batang jarum
racun pengunci sukma dari Pek Siauw Thian yang setiap
saat dapat mencabut jiwanya, tetapi Teratai Racun
Empedu Api yang dibituhkan berhasil didapatkan juga, itu
berarti kesehatan ibunya ada harapan untuk pulih
kembali seperti sedia kala.
Dalam pada itu ketika Poei Che Giok menyaksikan
pemuda itu membungkam diri dan lama sekali tidak
berbicara, mendadak memperlambat larinya. Sambil
melepaskan kain kerudung yang menutupi wajahnya ia
berpaling dan tertawa.
,,Ong Khong! Apakah kau kenal dengan diriku?”
tegurnya.
Mendengar ucapan tersebut Hong-po Seng tertegun
dan segera berpaling ke samping, begitu memperhatikaa
raut wajah itu dengan cermat jantungnya segera
berdebar keras.
,,Aaak., ! kenapa potongan wajahnya persis seperti
raut wajah diri Pek Koen Gie ??” pikirnya.
Kiranya kemarin malam sewaktu berada di
perkampungan Liok Soat san cung meskipan ia sempat
melihat wajah gadis ini, tetapi disebabkan pertama,
jaraknya terlalu jauh. Kedua sorot cahaya lampu yang
redup, dan ketiga karena ia tak suka mengintip rahasia
pribadi orang, maka dalam sekelebatan ia hanya merasa
bahwa gadis itu hanya potongan wajah yang menarik,
kemudian ia tidak perhatikan lebih laujut.

Kini setelah berdiri saling berhadapan dengan jarak
hanya beberapa jengkal, sudah tentu kendaannya jauh
berbeda. Pemuda ini dapat memperhatikan setiap lekuk
wajahnya dengan lebih seksama.
Terdengar Poei Che Giok tertawa dan menegur
kembali:
„Kau benar-benar tidak kenal denganku???”
Sekali lagi Hong po Seng tertegun, diam-diam
pikirnya:
„Ia bertanya kepadaku apakah kenal dengan dirinya
sebanyak dua kali, di balik pertanyaan itu pasti terselip
sebab-sebab tertentu kalau dilihat panca inderanya yang
rada mirip Pek Koen Gie, jelas tak mungkin dia adalah
budak sialan dari Sin Kee Pang ……….”
Sementara dia masih termenung, Poei Che Giok telah
memutar biji matanya dan tertawa cekikikan.
„Hiiih .... hiiih ... hiiih .... sekarang aku sudah
mengerti!” serunya.
Mula mula Hong-po Seng rada melengak, tetapi
dengan cepat iapun menyadari akan sesuatu, sambil
tertawa serunya pula:
„Cayhe pun telah mengerti!”
„Apa yang kau pahami?”
„Dan nona sendiri apa yang telah kau pahami?”
Sepasang biji mata yang jeli dan penuh daya
pengaruh yang kuat dengan tajam menyapu sekejap
wajah pemuda itu, lalu ujarnya sambil tertawa:
,,Sekarang aku sudah mengerti, kau adalah anak buah
dari perkumpulan Sin Kee Pang dan bukan anak murid
dari perkumpulan agama Thong Thian Kauw!”

,,Cayhe sendiri pun sudah mengerti bahwa nona
adalah jago lihay dari perkumpulan Thong Thian Kauw,
dan jelas bukan enghiong dari ruang Thian Kie Thong
dalam perkumpulan Sin Kee Pang!”
,,Darimana kau bisa tahu??”
,,Buat apa musti banyak bicara?? cayhe tidak kenal diri
nona hal ini menyebabkan nona lantas beranggapan
babwa cayhe bukanlah anak murid dari perkumpulan
Thong Thian Kauw, ditinjau dari hal ini sudah jelas
membuktikan bahwa nona di dalam perkumpulan Thong
Thian Kauw mempunyai nama yang gemilang serta
kedudukannya yang tinggi”
,,Ooo, kau sangat cerdik” seru Poei Che Giok sambil
tertawa, setelah merandek sejenak sambungnya. "Aku
dengar Pek Siauw Thian mempunyai seorang putri yang
bernama Pek Koen Gie mempunyai potongan wajah
persis seperti diriku, sungguhkah perkataan itu??”
Dengan tajam Hong Po Seng memperhatikan sekejap
wajah nadis itu kemudian me-ngangguk.
,,Memang enam tujuh bagian mirip dengan wajahnya,
cuma dalam hati berbicara serta tingkah lakunya jauh
bertolak belakang”
„Bagaimana bertolak balakangnya??”
Hong po Seng tersenyum.
„Pek Koen Gie sombong, jumawa dan tinggi hati,
sikapnya dingin bagaikan es dan ketusnya luar biasa,
membuat orang yang memandang jadi benci dan anti
pati!",
,,Hiih...hiih… hiih….. setan cilik, tentunya disebabkan
wajahmu kurang ganteng sehingga tidak mendapat

perhatian dari Pek Koen Gie maka kau lantas
mengucapkan kata yang tidak enak didengar ini”
Sambil menaban gelinya ia menambahkan :
,,Bagaimana dengan aku?? Apakah akupun
menimbulkan perasaan benci dan anti pati di dalam
hatimu?".
,,Caybe merasa nona kalem dan mempunyai potongan
yang agung serta menyenangkan hati, tetapi itu hanya
termasuk kebaikan pribadi dirimu, kalau tidak melihat
perbuatanmu yang licik, serta suka membokong orang di
kala korbannya tidak berjaga aku tentu akan
menganggap dirimu bagus seratus persen”
Merah jengah selembar wajah Poei Che Giok saking
malunya, mendadak sambil menggertak gigi makinya :
,,Bajingan cilik, mati kau!”
Telapak tangannya diayun dan segera melancarkan
sebuah pukulan dahsyat ke arah lawannya.
Pukulan ini bukan saja dilancarkan dengan kecepatan
bagaikan kilat bahkan luar biasa hebatnya Hoog po Seng
jengah terperanjat, ia hendak menangkis datangnya
serangan itu dengan keras lawan keras tapi sudah tidak
sempat lagi.
Dalam keadaan gugup dan terdesak telapak kanannya
segera diangkat ke atas sambil membentak keras ia
mengirim satu serangan balasan ke arah depan.
Tampaklah bayangan ungu memenuhi angkasa. Hong
po Seng mencengkeram tangan kiri gadis She Poei itu
dan segera diangkatnya ke atas, kemudian berada di
tengah udara ia putar tangan tersebut satu lingkaran.

Reaksi yang diberikan secara tiba-tiba ini sama sekali
tidak memakai aturan tapi kelihayannya justru terletak
pada kecepatan serta ketepatannya menggunakan
tenaga.
Poei Che Giot segera merasakan tulang telapak kirinya
jadi sakit bagaikan retak, ia menjerit keras dan hawa
murninya seketika lenyap tak berbekas.
Diikuti Hong Po Seng ayunkan tangannya ke depan
dan melemparkan tubuh gadis itu ke muka, serunya
dingin:
„Andaikata aku harus melukai dirimu dalam keadaan
begini sebagai seorang lelaki sejati aku merasa jadi amat
malu, apalagi bukan menggunakan jurus silat yang sejati,
tetapi kalau kau terus menerus tak tahu diri dan
menginginkan kedua belah pihak sama-sama menderita
luka, terpaksa kita harus melangsungkan pertarungan
kembali!”
Sembari memegangi tangan kirinya yang sakit Poei
Che Giok berseru dengan wajah gusar:
,,Orang mati, aku ingin sekali melangsungkan
pertarungan sengit melawan dirimu, tapi aku takut para
pengejaran dari perkumpulan Hong Im Hwie menyusul
kemari”
Perempuan ini dasarnya memang berwajah cantik
ditambah pula tingkah lakunya yang mempersonakan,
membuat Hong po Seng kendati berjiwa besar dan tidak
mempunyai ingatan sesat, dipandang terus oleh biji
matanya yang jeli lama kelamaan merasa malu juga ia
tak tahu apa yang harus dilakukan.

Setelah merandek sejenak, gadis she Poei itu maju
selangkah ke depan, sambil ulurkan tangan serunya:
,,Orang tolol ayoh berangkat!”
Hong po Seng mundur satu langkah ke belakang,
dengan wajah membesi hardiknya:
,,Lebih baik kau berjalan di depan sana! kau harus
tahu bahwa aku tidak meagenal apa artinya kasihan
terhadap kaum wanita, bila kau berani menunjukkan
maksud jelek lagi terbadap diriku, jangan salahkan kalau
telapakku tidak mengenal kasihan!”
„Huuh …….. ! orang laki hatinya paling palsu” jengek
Poei Che Giok sambil mencibirkan bibirnya. ,,Semakin
mengatakan tidak kenal kasihan, dia justru paling tahu
kasihan ……”
Sembari berkata ia segera ulurkan tangannya untuk
menarik pergelangan pemudi ter-sebut.
„Hmm! lihat saja aku benar-benar tahu kasihan atau
tidak kenal kasihan!” dengus Hong-po Seng sinis,
telapaknya segera diayun dan sebuah pukulan yang
maha dahsyat bagaikan gulungan ombak di tengah
samudra segera menghantam tubuh Poei Che Giok.
Setelab lama melatih kepandaiannya, jurus pukulan
”Koen-Sioe Ci-Tauw” ini boleh dibilang telah dapat
dipergunakan sesuai dengan kehendak hati, bukan saja
amat dahsyat serangannya babkan jauh lebih ampuh
daripada sewaktu bertarung melawan Pek Koen Gie
tempo dulu.
Diam-diam Poei Che Giok merasa terperanjat, ia sadar
bahwa dirinya telah bertemu dengan musuh tangguh,
sang badan segera berkelebat mundur beberapa tombak

ke belakang kemudian setelah mengerling sekejap ke
arah pemuda itu ia putar badan dan berlalu lebih dahulu.
Hong-po Seng sendiripun menyadari akan bahaya
yang mecgancam dirinya, ia tak berani berayal dan
segera enjotkan badannya menyusul di belakang gadis
itu.
Tetapi setelah dilihatnya dara berbaju ungu itu berlari
menuju ke selatan, dalam hati kecilnya segera timbul
perasaan curiga.
Beberapa puluh li kembali dilewati dengan cepat, lama
kelamaan akhirnya Hong-po Seng tidak kuat menahan
diri, teriaknya:
„Hey, Poei Che Giok! bukankah kau hendak kembali
keperkumpulanmu Thong Thian Kauw?? kenapa
mengambil jalan kearah Tenggara ???”
,,Ini namanya siasat untuk mengelabuhi mata musuh!”
sahut Poei Che Giok sambil tertawa. „Seandainya rahasia
sampai konangan, maka biarlah pihak Hong Im Hwie
mencari orang-orang dari perkumpulan Sin Kee Pang
untuk dimintai pertanggungan jawab.
Mendengar jawaban tersebut, diam-diam Hong po
Seng mengerutkan dahinya.
„Eeei …., sekarang kita berada di mana???” kembali
teriaknya, ”Kenapa sepanjang perjalanan tidak nampak
seorang manusiapun yang berlalu lalang ??”
„Sebelah kiri adalah gunung Thay beng san, jalan
kuno ini sudah lama dilupakan orang, tentu saja sulit
untuk menjumpai ada orang yang mengambil jalan ini
......”
Belum habis ia berkata, mendadak dari arah depan
meluncur datang empat sosok bayangan manusia, di

antara keempat orang itu terdapat lelaki perempuan tua
dan muda.
Merasakan dari depan ada orang yang muncul diri.
Hong po Seng segera pusatkan perhatiannya untuk
memandang, tapi dengan cepat ia telah berpikir dengan
hati tertegun.
„Eeeei ?? kenapa mereka bisa berjalan satu
rombongan ??? ..........”
Kiranya keempat orang yang sedang berlarian
mendatang itu bukan lain adalah Tiong si Sam Hauw tiga
ekor harimau dari keluarga Tiong sedangkan si gadis
berbaju abu-abu yang mengiringi di belakang bukanl
adalah Chin Wan Hong, putri dari Chin Pek Cuan.
Mendadak terdengar Poei Che Giok berseru.
„Ong Khong! keempat orang itu harus dibasmi semua,
jangan dibiarkan seorangpun di antara mereka berbasil
meloloskan diri!”
Sembari berkata ia segera meloloskan pedangnya dari
sarung.
Sejak pertama kali tadi Hong po Seng mengaku
bermama Ong Khong, dan gadis itupun sudah terbiasa
menyebut nama tersebut, maka pemuda itupun selalu
berlagak pilon.
Dalam pada itu Tiong si Sam Hauw telah berajalan
semakin dekat, berhubung kedua belah pihak sama-sama
melakukan perjalanan dengan cepat, sedangkan Hong po
Seng pun membuntuti di belakang Poei Che Giok maka
ketiga orang itu sama sekeli tidak mengetahuinya.
„Perempuan yang menyebut dirinya bernama Poei Che
Giok ini bukan saja cabul dan bermoral rendah, hatinya

sangat keji sekali” pikir si anak rauda itu di dalam hati
”Daripada membiarkan dirinya hidup jauh, lebih baik
dibasmi saja dari muka bumi!”
Belum sempat ia mengambil sesuatu tindakan
terlihatlah gadis itu sudah mempersiapkan pedangnya
untuk melancarkan serangan bokongan ke arah si
harimau pelarian Tiong Liauw yang berada di paling
depan.
Ia jadi terperanjat bercampur gelisah segera
bentaknya keras-keras:
„Poei Che Giok, lihat serangan!”
Gadis she-Poei itu terperanjat, buru-buru ia berkelit ke
samping dan melayang lima depa ke depan.
Dalam pada itu si harimau pelarian Tiong Liauw telah
menghentikan larinya, ketika menjumpai Hong-po Seng
secara tiba-tiba munculkan diri di tempat itu ia jadi
sangat kegirangan segera teriaknya :
,,Hong-po Kongcu .......”
,,Harap cuwi sekalian menanti sebentar di samping!”
seru pemuda itu, ia segera maju ke depan dan
melancarkan sebuah pukulan lagi ke arah depan.
Poei Che Giok dari jengkelnya jadi tertawa ia putar
pedangnya ke depan, bukannya mundur sebaliknya
malah maju ke depan. Sahutnya :
„Keparat cilik, ternyata kau benar- benar tidak
bernama Ong Khong!!...”
Sementara pembicaraan masih berlangsung dengan
cepatnya kedua orang itu telah saling melancarkan tiga
buah serangan.

„Poei Che Giok!” teriak Hong Po Seng lagi sambil
mengirim pukulan-pukulan gencar. „Kau harus mengaku
terus terang Jien Bong dengan dirimu toh sepasang
kekasih yang setimpal, mengapa kau melancarkan
serangan keji dengan membinasakan dirinya??
sebetulnya apa tujuan mu?? …..”
Air muka Poei Che Giok seketika berubah hebat sambil
menyeringai seram serunya:
„Untuk menyelamatkan jiwamu tahu bangsat!”
Pedangnya meluncur ke depan semakin cepat
bagaikan biang lala yang membelah bumi ia lepaskan
serangan-serangan keji yang dahsyat dan mematikan.
Mendadak terdengar suara bentakan keras
berkumandang memecahkan kesunyian, si Harimau
pelarian Tiong Liauw sambil menubruk ke depan
telapaknya segera diayun menghajar punggung Poei Che
Giok.
Poei Che Giok putar pedang sambil menangkis, ia
temukan ilmu pukulan yang digunakan
orang lain ternyata persis dengan ilmu pukulan yang
digunakan Hong po Seng hatinya kontan jadi terkejut
bercampur sangsi, dengan pandangan tercengang
ditatapnya wajab lawan tanpa berkedip.
Hong po Seng sendiri diam-diam pun berpikir:
„Ilmu pukulan ini meski digunakan dengan tenaga
yang jauh belum mencukupi tetapi gerkannya tepat dan
sedikitpun tidak salah dengan bakatnya yang amat bagus
itu, asalkan dikemudian hari dia mau berlatih rajin dan
tekun rasanya tidak sulit untuk memperoleh kemajuan
pesat!”

ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1, cersil terbaru Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1, Cerita Dewasa, Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1,Cerita Dewasa Terbaru, Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-seru-abg-bara-maharani-1.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Seru ABG : Bara Maharani 1 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-seru-abg-bara-maharani-1.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

poker mengatakan...

poker online terpercaya
poker online
Agen Domino
Agen Poker
Kumpulan Poker
bandar poker
Judi Poker
Judi online terpercaya

Posting Komentar