Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala]

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Senin, 26 Desember 2011

Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala]

“Hmm! Sudah tahu pura-pura bertanya lagi!”

320
Bukannya menjadi gusar, Seng Tocu malahan tertawa
terbahak-bahak,
“Haaahh……haaahh…….haaahh………hei budak, tahukah
kau ketika lohu dan bocah muda she Hoa itu sedang
melangsungkan pertaru ngan adu tenaga, sekeliling tubuh
kami telah dilapisi hawa murni pelindung badan? Apabila dari
luar ada serangan yang datang maka akan memancarlah
tenaga gabungan dari kami berdua, siapakah didunia ini yang
sanggup menerima tenaga gabungan dari kami berdua ini?
Bukankah kau mencari jalan kematian buat diri sendiri?”
“Tapi aku toh masih hidup segar bugar?”
Seng Tocu segera mendengus dingin.
“Kau masih hidup segar bugar?” katanya. “Kau tahu?
Kenapa sampai sekarang kau masih tetap segar bugar?”
Tidak menanti jawaban dari Si Leng-jin, dengan marah ia
berkata lebih lanjut, “Kau tahu? Seseorang yang hampir saja
tiada tandingannya dikolong langit, telah hancur lebur dan
lenyap tak berbekas, gara-gara perbuatanmu itu?”
Suaranya keras dan tegas, sama sekali berubah dari sikap
semulanya yang hambar dan berbau hawa setan itu.
Si Leng-jin termenung sebentar, mendadak dengan wajah
berubah hebat serunya, “Jangan, jangan……”
“Betul!” tukas Seng Tocu, “gara gara ingin menyelamatkan
jiwamu dan lagi diapun tak ingin menangkan aku dengan cara
tak adil, akhirnya ia malah berubah menjadi begini rupa”

321
Dibalik ucapannya itu lamat-lamat kedengaran pula
nadanya yang bersedih hati.
Haruslah diketahui, barang siapa telah menjadi seorang ahli
dalam suatu kepandaian, tentu akan timbul suatu perasaan
sayangnya terhadap genera si penerus yang memiliki bakat
bagus.
Selama hidupnya boleh dibilang Seng Tocu ha nya terjun
dalam bidang ilmu silat, sudah barang tentu dia menaruh rasa
sayang terhadap setiap o-rang yang berbakat bagus dan
berilmu tinggi.
Sayangnya Hoa In-liong bukan berasal dari Seng-sut-pay,
malahan merupakan musuh tangguh partainya, rasa dengki
telah menindas rasa sayangnya. Akan tetapi disaat keadaan
Hoa In-liong terancam bahaya, rasa dendamnya seketika
lenyap tak berbekas, sebagai gantinya timbul rasa sayang dan
kasihannya.
OOOOOOOOOOOOOO
47
Dengan tatapan sinar kosong Si Leng-jin memandang awan
di angkasa, lama sekali ia berdiri termanggu, lalu dengan
wajah yang sedih, guman-nya lirih, “Aku………… akulah yang
telah mencelakainya…………….tak kusangka…..tak
kusangka…..!”
Tiba-tiba sinar matanya membentur dengan pedang antik
yang tergeletak ditanah, tanpa berpikir panjang lagi ia
menyambar senjata itu dan menggorok keleher sendiri.

322
Kelihatannya pedang itu segera akan melukai tenggorokan
si nona dan gadis yang cantik jelita segera akan berpulang ke
alam baka….
Mendadak Seng Tocu merampas pedang itu sambil ujarnya
dengan suara yang dingin, “Sampai kini orang she Hoa itu
belum mati, buat apa kau buru-buru hendak mampus” Si
Leng-jin tertegun, mendadak ia menengadahkan kepalanya
sambil berkata, “Apakah kau dapat menyelamatkan jiwanya?”
“Seng Tocu hanya dapat menyelamatkan jiwanya selama
sepuluh hari, bila ingin menolong jiwanya kecuali kau bisa
mendapat jin som berusia seribu tahun atau bahan obat
mujarab lain seperti Leng ci dan lain sebagainya…..”
“Ke mana aku harus mencari Jin som berusia seriba tahun
dan Lengci itu?” tanya Si Leng-jin lagi dengan wajah penuh
pengharapan.
Seng Tocu mengerutkan dahinya, lalu menjawab, “Bendabenda
yang langka didunia ini hanya bisa ditemukan dan tak
mungkin diharapkan tapi bagaimana caranya untuk
menemukan benda-benda mustika itu?”
Tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, katanya
kemudian, “Keluarga Hoa tersohor didunia persilatan sebagai
tempat yang dimiliki pelbagai mustika, siapa tahu dirumahnya
tersedia bahan obat-obatan seperti itu? Cuma saja sekalipun
ada, jaraknya dari sini menuju ke bukit Im tiong san ada tiga
empat ribu li, dalam sepuluh hari tak mungkin bisa tiba
ditempat tujuan kecuali terbang, apa lagi dirumahnya toh
belum tentu ada benda tersebut………?”
Mendengar ucapan itu tiba-tiba Si Leng-jin seperti teringat
akan sesuatu, ia teringat dengan botol porselen yang baru

323
saja diserahkan Hoa In-liong kepadanya itu, siapa tahu kalau
isi botol porselen itu adalah obat mujarab?
Dengan cepat botol itu diambil keluar, tapi baru saja
hendak membuka penutupnya, sebagai seorang gadis yang
cukup berpengalaman dan mengetahui bahayanya orang
persilatan, dengan cepat ia teringat kalau disana masih ada
Seng Tocu, andaikata isinya betul-betul adalah obat mustika,
lalu Seng Tocu hendak merampasnya, apa yang bisa dia
lakukan?
Seng Tocu bukan manusia kemarin sore, dari sikap si nona
yang mengeluarkan sebuah botol berbentuk aneh tapi segera
membatalkan niatnya untuk membuka penutup botol itu,
dengan cepat ia dapat menebak suara hatinya.
Sambil mendengus dingin katanya kemudian, “Kau anggap
Lohu ini manusia macam apa? Tak akan kurampas benda
milikmu, baiklah! Memandang Hoa yang sebagai seorang lelaki
ksatria, lohu akan memperpanjang umurnya selama sepuluh
hari”
Begitu selesai berkata, tanpa menantikan jawaban dari Si
Leng-jin lagi ia lantas maju ke depan dan secara beruntun
melepaskan tujuh belas buah pukulan keatas dada Hoa Inliong.
Si Leng-jin dapat menyaksikan bahwa dalam setiap
pukulannya itu selalu disertakan tenaga yang cukup kuat,
tempat yang di incarpun merupakan jalan darah penting,
berdebar juga jantungnya menyaksikan kejadian itu, untuk
sesaat ia hanya bisa memperhatikannya tanpa berkedip.
Dengan sebuah kebutan ujung bajunya, Seng Tocu
membalikan tubuh Hoa In-liong, kemudian menotok pula
beberapa buah jalan darah penting di punggungnya itu, secara

324
beruntun ia lepaskan lima belas buah pukulan, hanya kali ini
gerakannya dilakukan lambat sekali.
Pukulannya yang terakhir itu ditujukan pada jalan darah
Thian-teng hiat ditubuh Hoa In-liong, setelah itu ia baru
menghembuskan napas panjang dan membesut keringat yang
telah membasahi jidatnya.
Sekarang Si Leng-jin baru tahu bahwa Seng Tocu telah
mengor-bankan banyak sekali tenaga dalamnya untuk
memperpanjang usia Hoa In-liong selama sepuluh hari,
bagaimanapun juga gadis itu tercengang juga oleh tindak
tanduk gembong iblis tersebut yang ternyata bersedia
berkorban demi musuhnya……..
Sementara itu Seng Tocu telah memutar balik tubuh Hoa
In-liong, dari sakunya ia mengeluarkan sebuah botol porselen
berwarna hijau dan mengeluarkan sebutir pil warna hitam
yang besarnya seperti gundu.
“Eeh, obat itu terbuat dari bahan apa saja? Kenapa jelek
amat warnanya…………….?” tiba-tiba Si Leng-jin menegur.
Suara itu amat lirih, seakan akan sedang bergumam
seorang diri.
Seng Tocu segera mendengus dingin, sahutnya, “Jika lohu
berniat untuk mencelakainya buat apa musti melakukan
banyak perbuatan yang tak ada gunanya?
Ia membungkuk dan membuka mulut Hoa In-liong lalu
masukkan pil berwarna hitam itu ke mulutnya, kemudian
sambil membopong tubuh si anak muda itu ia siap berlalu dari
sana.

325
Si Leng in menjerit kaget, sambil melompat bangun
teriaknya, “Hei, mau apa kau?”
Seng Tocu menghentikan langkah kakinya seraya berpaling,
lalu dengan nada tak sabar katanya, “Hmm……! Dengan
mengandalkan sedikit kepandaian yang kau miliki itu
dianggapnya bisa membawa turun seorang yang terluka parah
dengan selamat? Lohu akan menghantarkannya ke rumah
gubuk itu, urusan selanjutnya terserah padamu.”
Setelah berhenti sebentar ia menambahkan.
“Dasar pikiran perempuan memang selalu picik tubuhnya
cuma curiga melulu………….
Hmm! Brengsek!”
Merah padam selembar wajah Si Leng-jin karena jengah, ia
segera maju dua langkah seraya berkata, “Kalau begitu harap
locianpwe sudi membawa serta diriku!”
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Seng Tocu
menyambar tubuh Hoa In-liong dengan tangan kanan dan
menggenggam lengan Si Leng-jin dengan tangan kirinya.
Tiba-tiba gadis itu berseru lagi.
“Eeeh….tunggu sebentar!”
Seng Tocu mengernyitkan alis matanya seperti tidak sabar,
tapi ia toh melepaskan juga genggamannya.
Si Leng-jin segera menghampiri pedang milik Hoa In-liong
dan mengambilnya, lalu mencari pula pedang pendek miliknya
sendiri, tapi pedang itu lenyap tak berbekas, tahukah nona itu
ada kemungkinan pedangnya sudah terjatuh ke bawah jurang.

326
Sebagaimana diketahui, pedang pendek itu tajamnya luar
biasa, selama ini ia selalu menyayanginya, kini setelah terbukti
hilang sedikit banyak nona itu merasa sayang juga, tapi
karena lebih menguatirkan keselamatan Hoa In-liong, maka
buru-buru ia kembali ke tempat semula.
Seng Tocu sudah tak sabaran lagi, lengan kanannya segera
disambar dan dibawanya turun ke bawah tebing.
Separjang jalan Si Leng-jin hanya merasa desingan angin
kencang menyambar lewat dari sisi telinganya, pemandangan
alam di sekitarnya sukar di perhatikan dan kakinya seakan
akan tidak menempel tanah, diam-diam terkejut juga si nona
itu oleh kebebatan ilmu silat yang dimiliki Seng Tocu
“Bila dilihat dari kepandaian silat yang dimiliki iblis ini tak
mungkin kemenangan bisa kuraih bila terjadi pertarungan
yang saling berhadapan muka, mumpung sekarang ada
kesempatan lebih baik kutusuk punggungnya secara diamdiam
dengan begitu dendam sakit hati Hoa kongcu pun bisa
terbalas, toh bagaimanapun juga yang bakal celaka juga aku
seorang, kenapa tidak beradu jiwa dengannya?”
Berpikir sampai disini dengan hati-hati sekali dia
mengangkat pedangnya, karena sudah punya rencana, maka
pedang itu tidak dikembalikan kepada Hoa In-liong, sebaiknya
digenggang ditangan kirinya, Tiba-tiba ia teringat pula bahwa
tindakannya ini pasti akan berakibat tewasnya Hoa In-liong
pula, sekalipun kini nyawa anak muda tinggal sepuluh hari
Saja tapi baginya sepuluh hari itu adalah wak tu-waktu yang
berharga sekali, ini semua menyebabkan ragu-ragu untuk
melanjutkan rencananya itu.
Belum lagi keputusannya diambil, tiba-tiba mereka sudah
berhenti dan Seng Tocu telah melepaskan tangannya, ternyata

327
mereka telah tiba di depan rumah gubuk itu. Diam-diam ia
menyesal karena telah menyia-nyiakan suatu kesempatan
baik.
Tiba tiba terdengar Seng Tocu berkata, “Hei budak cilik tadi
kenapa kau tidak jadi menusuk punggungku?”
“Oh rupanya dia sudah tahu!” pikir Si Leng-jin.
Ia menjadi sangat mendongkol, dengan gusar serunya,
“Aku hanya merasa bahwa selembar jiwamu itu sekalipun
hidup seratus tahun lagi juga tidak menangkan kehidupan Hoa
kongcu sendiri, bukan berarti aku jeri kepada ilmu silatmu”
Seng Tocu tidak gusar sebaliknya malah tertawa, katanya,
“Budak cilik ternyata kau memang betul-betul sedang mabuk
cinta, cuma lohu tidak mengerti, kenapa kau masih memanggil
bocah muda itu sebagai Hoa kongcu?”
Walau pun Si Leng-jin merasa girang dihati, merah padam
juga selembar wajahnya karena jengah, buru-buru ia berseru.
“Kau tak usah ngaco belo tak karuan, aku dengan Hoa
kongcu sama sekali tak punya hubungan apa-apa”
“Hmm! Lain dimulut lain dihati” dengus Seng Tocu.
Si Leng-jin menjadi marah katanya, “Hmmm, Dia adalah
putra Thian cu kiam, asal usulnya tersohor dan punya
kedudukan terhormat, sebaliknya aku tak lebih cuma seorang
gadis yang tak dikenal…..”
Teringat dengan asal-usulnya sendiri, rasa sedih segera
menyelimuti perasaannya, apalagi teringat keadaan Hoa Inliong
yang terluka parah, seketika itu juga ia menangis terisak.

328
“Aku enggan mengetahui apa hubunganmu dengan bocah
muda dari keluarga Hoa ini” Seng Tocu berkata, “baik-baiklah
biarkan dia hidup selama beberapa hari, bila ada pesan-pesan
lebih baik dikatakan pula sejak sekarang”
Lalu setelah melirik sekejap wajah Hoa In-liong, ia
menambahkan, “Sekarang isi perutnya sudah bergeser, untuk
mengharapkan penyembuhan hanya ibarat orang bermimpi.
Daripada dikirim balik ke perkampungan Liok-soat-san ceng
lebih baik temanilah dia hidup selama beberapa hari disini,
lohu akan pergi menghalangi orang-orang yang mungkin akan
datang mengacau”
Selesai berkata, ia letakkan tubuh Hoa In-liong keatas
tanah dan sekali berkelebat tubuhnya telah lenyap dari
pandangan mata.
Buru-buru Si Leng-jin membopong tubuh Hoa In-liong
sambil menyumpah, “Seng Tocu setan tua, kau betul-betul
menggemaskan! Kau toh mengerti kalau Hoa In-liong lagi
terluka parah, masa ditengah malam buta yang berkabut tebal
kau geletakkan tubuh ke tanah dengan begitu saja?”
Baru habis ia berkata, pandangan matanya menjadi kabur
dan tiba-tiba Seng Tocu teah muncul kembali dihadapan-nya.
Sesudah memandang sekejap wajah si nona, pelan-pelan
katanya.
“Bila dia telah sadar nanti, katakanlah bahwa lohu sangat
berharap agar lukanya cepat sembuh, sebab lohu ingin sekali
dapat bertarung sekali lagi dengannya”
“Aku pasti akan menyampaikan kepadanya, sekarang kau
boleh pergi dari sini!”

329
Terhadap sikap kasar dari Si Leng-jin ini, ternyata Seng
Tocu tidak merasakan reaksi apa-apa, dia hanya mendengus
dingin lalu berkelebat pergi dari situ, sekejap mata kemudian
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Tiba-tiba terdengar suara dari Si Nio berkumandang dari
samping, “Nona, bagaimana dengan Hoa kogcu?”
Sambil menahan rasa sedih dalam hatinya, Si Leng-jin
berpaling lalu sahutaya, “Seandainya ia tewas, maka ia tewas
lantaran aku……..”
Air matanya kembali bercucuran membasahi pipinya, ia
menjadi sesunggukan dan sambil membopong tubuh Hoa Inliong
masuk ke dalam ruangan.
Diatas wajah Si Nio yang penuh kerutan tampak agak
gemetar keras, dia ikut melangkah masuk ke dalam ruangan.
Dengan sangat hati-hati, Si Leng-jin membaringkan tubuh
Hoa In-liong diatas pembaringan, lalu melepaskan sarung
pedangnya, menya rungkan pedang dan menggantungkan
diatas dinding.
Setelah itu ia melepaskan sepatu dan kaus kaki dari Hoa Inliong,
dan menutupi badannya dengan selimut.
Si Nio mengira ia sudah selesai bekerja, baru saja akan
bersuara mendadak dilihatnya gadis itu berdiri termenung
sejenak lalu membetulkan kembali letak bantal, ternyata gerak
geriknya amat le mah lembut dan penuh perhatian.
Ketika semuanya telah selesai dan dilihatnya Hoa In-liong
tidak berbaring dalam keadaan tak enak, ia baru duduk ditepi
pembaringan dan memandang wajahnya dengan termangu,
lama sekali ia tetap membungkam dalam seribu bahasa.

330
Si Nio yang menanti disampingnya, lama kelamaan menjadi
tak sabar, ia lantas menegur, “Nona!”
lima depa disisi Si Leng-jin, semestinya siapapun akan
mendengar panggilan tersebut, akan tetapi gadis itu tetap tak
berkutik, ia sama sekali tak mendengar panggilan dari pelayan
setianya ini.
Terpaksa Si Nio harus mempertinggi suara panggilannya,
“Nona…”
Tanpa berpaling Si Leng-jin ulapkan tangannya
“Sst….jangan berisik!”
Si Nio betul betul dibikin tertegun, agaknya kecuali Hoa Inliong
ketika itu ia sudah melupakan segala persoalan yang ada
didunia ini.
Satu ingatan segera melintas dalam benak pelayan tua itu,
tiba-tiba ujarnya!, “Setelah sadar nanti apa yang dibutuhkan
Hoa kongcu? Apakah nona perlu mempersiapkannya?”
Ternyata ucapan itu manjur juga, Si Leng-jin segera
menjawab, “Ehhmm….coba periksalah apakah didapur masih
ada makanan, kalau ada bawa saja kemari!”
Sekalipun mulutnya menjawab, sepasang matanya yang jeli
itu masih mengawasi wajahnya Hoa In-liong tanpa berkedip.
Diam-diam Si Nio berpikir, “Ai…orang she Hoa ini betulbetul
penyakit, kalau nona begini terus keadaannya
bagaimana jadinya nanti?”
Setelah berpikir sebentar, terpaksa ia menuju kedapur.

331
Tak lama kemudian ia telah muncul kembali sambil
membawa sebuah baki yang berisi dua mangkuk bubur panas
serta tiga macam sayur.
Setibanya dibelakang Si Leng-jin, perempuan itu berseru,
“Nona, hidangan telah tiba!”
“Nanti saja,” jawab si nona, “ia toh masih belum sadar!”
Sekali lagi raut wajah Si Nio yang jelek bergetar keras,
katanya setelah merenung sejenak, “Nona, lebih baik kau
makan lebih dulu!”
“Tidak usah!”
Kembali Si Nio menjadi tertegun, akhirnya dia menghela
napas panjang, dengan perasaan apa boleh buat terpaksa ia
menarik meja itu ke sisi pembaringan lalu setelah meletakkan
baki ke atas meja ia duduk dibangku dan memperhatikan
gerak gerik majikannya.
Dalam kebeningan malam yang mencekam diantara tiga
orang yang ada dalam ruangan, dua duduk berjaga satu tidur
dengan pulasnya, tanpa terasa fajar mulai menyingsing.
Tiba-tiba Hoa In-liong menghembuskan napas panjang dan
pelan-pelan membuka mulutnya.
Leng-jin girang, Si Leng-jin menyaksikan kejadian itu,
segera serunya, “Kau telah sadar?”
Diam-diam Hoa In-liong mencoba untuk mengatur hawa
murni yang dimilikinya sudah tak ada, iapun menemukan isi
perutnya sudah tergeser dan jiwanya terancam bahaya maut,
diam-diam ia merasa terkejut sekali.

332
Kendatipun demikian, sambil tertawa hambar ia toh berkata
juga, “Kemana perginya Seng Tocu?”
Dengan sikutnya menyangga badan, ia mencoba untuk
bangkit dan duduk.
Buru-buru Si Leng-jin menahannya sambil berkata,
“Lukamu sekarang parah sekali lebih baik jangan
sembarangan bergerek dan terbaring saja”
Ketika Hoa In-liong mencoba menggadakan tenaga, ia
segera merasakan kepalanya pusing dan dadanya sesak, ia
sadar tak boleh banyak berkutik lagi, maka sambil berpaling
kembali katanya seraya tertawa, “Waahh….. baru pertama kali
ini kurasakan keadaan seperti ini, hitung-hitung aku punya
jodoh juga dengan keadaan seperti ini”
Si Leng-jin yang menjumpai anak muda itu sama sekali
tidak memperhatikan mati hidup sendiri, apalagi teringat
dengan ucapan Seng Tocu yang mengatakan bahwa nyawa
Hoa In-liong tinggal sepuluh hari lagi, hatinya menjadi sedih
sekali bagaikan disayat-sayat dengan pisau, air matanya
segera bercucuran membasahi pipinya.
Hoa In-liong tersenyum,kembali ujarnya, “Aku tahu
waalaupun keras hati dan gagah, di hari-hari biasa jarang
sekali melelehkan air mata, persoalan apakah yang membuat
kau bersedih hati……?”
Sekalipun dalam keadaan terluka, ternyata ucapan-nya
masih lemah lembut, Si Leng-jin benar-benar tak kuat
mengendalikan emosinya lagi, tiba-tiba ia menjatuhkan diri
berlutut dan membenamkan kepalanya ke pembaringan sambil
menangis tersedu-sedu.

333
Si Nio bangkit berdiri sambil membuka mulutnya seperti
hendak mengucapkan sesuatu, tapi ia segera membatalkan
niatnya, setelah menghela napas sedih, dengan air mata
membasahi pipinya diam-diam ia mengundurkan diri dari situ.
Hoa In-liong palingkan wajahnya kearah si nona, lalu
dengan lembut katanya, “Persoalan apa yang telah
menyedihkan hatimu? Coba ceritakanlah kepadaku”
“Aku benci!” seru Si Leng-jin sambil menangis tersedusedu.
“Membenci siapa” tanya Hoa In-liong sambil menggerutkan
dahinya.
“Aku membenci Seng Tocu” Hoa In-liong segera tertawa,
katanya, “Ia pernah menganiaya diriku, melukai aku pula, kau
memang pantas membencinya”
Dengan suara tersendat-sendat Si Leng-jin melanjutkan
kembali kata-katanya, “Aku lebih membenci pada diri sendiri!”
“Waah……… ini tidak boleh terjadi, mana ada orang yang
membenci diri sendiri? kata pemuda itu sambil tersenyum.
“Akupun membenci dirimu!” sambung gadis itu gemetar.
Hoa In-liong mengernyitkan alis matanya, tapi setelah
membenarkan letak tubuhnya ia mengangguk.
“Yaa, pastilah aku telah membuat kesalahan kepadamu”
Si Leng-jin menengadahkan kepalanya, dengan air mata
bercucuran ia berkata, “Aku membenci dirimu, membenci
kepada mu kenapa terlalu memikirkan keselamatan jiwaku?
seharusnya kau gunakan kesempatan itu untuk membunuh

334
Seng Tocu si iblis tua itu, aku mati juga tidak mengapa,
daripada hidup sengsara didunia ini”
Hoa In-liong segera tertawa.
“Pepatah kuno mengatakan: Daripada mati secara baik-baik
lebih baik hidup agak sengsara, meskipun didunia ini penuh
dengan orang jahat, namun tidak mengurangi kecantikannya,
meski aku harus mati secara mengenaskan, itupun kulakukan
dengan hati yang berat, sebaliknya kau masih muda, mana
cantik lagi, kenapa musti mengucapkan kata-kata yang begitu
tak sedap didengar?”
Si Leng-jin menundukkan kepalanya sambil menangis
tersedu-sedu ia tidak berbicara pun tidak berhenti menangis.
Melihat gadis itu tak bisa dihibur diam-diam Hoa In-liong
berkerut kening, tapi setelah berpikir sebentar ia lantas
berkata, “Coba dongakkan kepalamu!”
Dengan lemah lembut Si Leng-jin mendongakkan
kepalanya, meski ia tidak habis mengerti dengan maksud
tujuan pemuda itu.
Dengan sinar mata yang cerah Hoa In-liong mengamati
sekejap wajahnya yang basah oleh air mata itu, kemudian
dengan wajah bersungguh-sungguh ujarnya, Sewaktu kau lagi
menangis ternyata jauh lebih menarik daripada sewaktu kau
lagi tertawa, dulu aku tak punya kesempatan untuk
memperhatikannya, sekarang bisa mendapat rejeki besar
seperti ini, rasanya lukaku ini pun ada harganya”
Si Leng-jin tidak mengira kalau dalam keadaan seperti ini
pemuda itu masih punya kegembiraan untuk menggodanya, ia
menjadi tersipu-sipu dibuatnya.

335
Ketika itulah Si Nio muncul sambil membawa sebuah baki
penuh dengan bubur yang masih mengepul panas, bubur yang
telah dingin tadi diambilnya kembali.
Setelah digoda oleh Hoa In-liong barusan, rasa sedih di hati
Si Leng-jin menjadi jauh berkurang, ketika mencium bau
harumnya bubur ia terasa lapar sekali, segera pikirnya, “Dia
pasti merasa lapar sekali!”
Berpikir demikian, iapun membimbing bangun anak muda
itu, letak bantalnya dibelikan sehingga pemuda itu dapat
setengah berbaring, lalu diambilnya bubur dan secara telaten
menyuapi anak muda itu.
Diam-diam Hoa In-liong lantas berpikir, “Padahal ia sendiri
sedang lapar, tapi aku yang diurusi lebih dulu”
Maka sambil gelengkan kepalanya dia berkata, “Lebih baik
kau makan duluan, aku belum lapar!”
Si Leng-jin mengerutkan dahinya, dengan wajah cemberut
ia berseru, “Kalau kau tidak makan duluan, mana aku tega
untuk makan?”
“Sebaliknya kalau kau tidak makan, aku pun merasa tak
enak untuk makan lebih dulu” sambung Hoa In-liong sambil
tertawa.
Tiba-tiba Si Leng-jin mengucurkan air mata kembali,
katanya dengan sedih, “Kau bisa menjadi begini, semuanya
adalah gara-gara aku……..”
“Baik, baiklah aku makan duluan!” buru-buru Hoa In-liong
menukas sambil tertawa.

336
Ia mencoba untuk mengambil mangkuk sendiri, ternyata
lengannya terasa lemas sekali, sewaktu di angkat ternyata
lengan itu gemetaran keras.
Si Leng-jin teramat sedih melihat kejadian itu, hatinya
serasa disayat-sayat dengan pisau, nyaris ia melelehkan air
matanya.
Ia tak mengira seorang jago silat yang tak terkalahkan
dalam dunia dewasa ini, kini berubah jadi begitu lemah
sehingga untuk menggerakkan lengan sendiripun susah sekali.
Akan tetapi lantaran ia kuatir Hoa In-liong tak senang hati
maka buru-buru ia berpaling ke arah lain sambil diam-diam
menyeka air matanya, kemudian sambil tertawa paksa
katanya, “Lebih baik kau jangan mempersoalkan segala tata
cara yang tetek bengek, biar kusuapin untukmu!”
Hoa In-liong tertawa getir, terpaksa ia biarkan Si Leng-jin
menyuapi untuknya.
Sambil menyuapi bubur untuk pemuda itu, secara ringkas
Si Leng-jin menceritakan apa yang telah terjadi setelah
pemuda itu tak sadarkan diri, hanya soal usia yang tinggal
sepuluh hari ia rubah menjadi harus beristirahat sehingga
dapat sembuh seluruhnya.
Tentu saja hal tersebut tak dapat mengelabuhi diri Hoa Inliong,
cuma ia pun tidak membongkar rahasia itu.
Ketika dua mangkuk bubur sudah habis, ceritapun telah
berakhir, sambil menghela napas Hoa In-liong lantas berkata,
“Ternyata Seng Tocu bersedia mempergunakan ilmu Thian mo
hu ti sinkang untuk menyembuhkan lukaku, hal ini betul-betul
merupakan suatu kejadian yang sangat aneh”

337
“Thian mo hu ti?” kata Si Leng-jin dengan dahi berkerut,
kok kedengarannya berbau hawa setan? Jangan-jangan secara
diam-diam ia telah melukai dirimu?”
Hoa In-liong segera tertawa.
“Walaupun kedengarannya tak sedap, sesungguhnya ilmu
itu adalah cara pengobatan yang paling hebat dari pihak
Mokau, tidak mungkin Seng Tocu akan bertindak pengecut
seperti itu”
Setelah berhenti sejenak, ia menambahkan.
“Dikemudian hari, akupun harus menolong jiwanya satu
kali!”
Mendengar itu Si Leng-jin lantas berpikir”.
Nyawamu saja tinggal beberapa hari lagi mana mungkin
bisa menolong orang lain??
Dengan perasaan yang amat pedih seperti diiris-iris dengan
pisau, ia mencoba tertawa paksa, kemudian katanya,
“Sekalipun mampus, iblis tua itu juga rada keenakan, buat apa
kau musti menolongnya?”
“Yaa, barang siapa telah berhutang budi, apakah tidak
pantas untuk membalas budi itu?” katanya.
Tapi kalau dibiarkan hidup terus, entah berapa banyak
orang yang bakal dicelakai oleh iblis tua itu??
“Tidak mungkin, aku tahu bahwa dia adalah seorang yang
tinggi hati, tak mungkin ia akan mau turun tangan terhadap
orang biasa, asal orang itu bisa ditaklukan, dia pasti akan
mengasingkan diri, tak nanti akan mencelakai dunia”

338
Ketika Si Leng-jin menyaksikan pemuda itu sudah
menunjukkan tanda-tanda lelah setelah berbicara sekian lama,
buru-buru katanya sambil tertawa, “Bagaimana kalau kau
berbaring dulu, aku hendak bersantap”
Dalam keadaan terluka parah, keadaan Hoa In-liong
memang lemah sekali, ia merasa agak lelah setelah bercakapcakap
sekian lamanya, maka diapun mengangguk.
Si Leng-jin buru-buru memayangnya untuk berbaring
kembali.
Tak lama kemudian Hoa In-liong sudah pulas dengan
nyenyaknya.
Dengan termangu-mangu Si Leng-jin mengawasi terus
wajah pemuda itu, ia tidak bersantap dan entah apa saja yang
dipikirkan, sebentar senyuman dikulum sebentar lagi parasnya
berubah dan air mata bercucuran, tapi karena kuatir
menyadarkan Hoa In-liong dari tidurnya ia tak berani
menangis hingga bersuara.
Selama ini Si Nio hanya mengawasi terus dari luar pintu,
menyaksikan keadaan tersebut dia segera lari masuk sambil
serunya, “Nona, kalau begini terus keadaanmu, bagaimana
jadinya nanti?”
Si Leng-jin menghela napas sedih, sahutnya dengan lirih,
“Si Nio, jika ia mati akupun mati!”
Dua patah kata “mati” itu ibaratnya martil berat yang
mengetuk hati Si Nio, kontan saja ia menjerit sekeraskerasnya,
“Mati? Nona, kau sudah gila?”

339
Si Leng-jin berpaling, wajahnya menunjukkan kekerasan
hatinya yang telah bulat.
“Tidak, aku tidak gila! Aku waras dan segar bugar”
“Nona tak ada harganya kau berbuat demikian” kembali Si
Nio berseru dengan perasaan gelisah.
“Kenapa tak ada harganya?”
“Sebab bocah muda dari keluarga Hoa ini pada hakekatnya
adalah seorang kongcu romantis yang suka bermain
perempuan…”
“Jangan kau hina dirinya dengan kata-kata yang tak
senonoh!” hardik Si Leng-jin marah.
Si Nio agak tertegun, lalu serunya lagi, “Tapi ia memang
menebarkan bibit cintanya kepada siapapun, belum tentu
dalam hatinya terdapat bayangan nona!”
Perkataan itu diucapkan dengan suara keras dan nyaring. Si
Leng-jin segera kuatir kalau ucapan itu menyadarkan Hoa Inliong
dari tidurnya, ia berpaling sekejap kearahnya, ketika
dilihatnya Hoa In-liong masih tertidur pulas, hatinya baru
merasa lega.
katanya kemudian, “Pergilah beristirahat, lebih baik
persoalan ini tak usah dibicarakan lagi”
Si Nio tertegun dan berdiri melongo, tapi bagaimanapun
juga dia adalah pelayan dari keluarga Si, dengan mata kepala
sendiri dia saksikan Si Leng-jin tumbuh jadi dewasa, karena itu
diapun tahu bahwa keputusan yang telah diambil selamanya
tak dapat dirubah kembali.

340
“Semua ini timbul gara-gara karena lelaki hidung bangor
itu, lebih baik kubunuh saja Hoa In-liong”
Berpikir sampai disitu, hawa nafsu membunuh segera
memancar keluar dari sorot matanya, tanpa sadar diapun
berpaling dan melotot sekejap kearah sianak muda itu.
Si Leng-jin yang menyaksikan keadaan tersebut menjadi
gelisah sekali, tiba-tiba dia berkata, “Bila kau berani berbuat
sesuatu yang tidak menguntungkan bagi Hoa kongcu, seketika
itu juga aku akan mati. Seluruh kulit wajah Si Nio yang
menyeramkan itu mengejang keras, ia menggertak gigi dan
tidak menjawab.
Si Leng-jin segera berkata.
“Kau anggap aku cuma bermain-main saja?”
“Nona, apakah kau lupa dengan Joya-cu?” tiba tiba Nio
menjerit keras.
Mendengar jeritan itu, Si Leng-jin merintih pelan, sepasang
tangannya menekan dadanya keras-keras seperti menahan
rasa sakit yang luar biasa, kemudian hembuskan nafas
panjang katanya dengan sedih, “Kau boleh keluar lebih dulu,
aku…..akan…..kupikirkan kembali….akan kupikirkan lagi”
Si Nio amat sedih sekali hingga air matanya bercucuran,
tapi ia pun tidak berbicara lagi dan segera keluar dari ruangan
itu.
Selama lima hari berikutnya Si Leng-jin tak pernah bergeser
dari tempatnya semula, ia selalu menjaga ditepi pembaringan,
kalau lelah iapun tidur di bawah kaki Hoa In-liong, sekalipun
anak muda itu berulang kali mencegahnya tapi percuma saja,
maka akhirnya diapun tidak banyak bicara lagi.

341
Selama ini semua kebutuhan makanan dan minuman
diurusi oleh Si Nio, untungnya Seng Tocu telah menyiapkan
bahan makanan yang cukup disitu, sehingga mereka tidak
takut kekurangan.
Sepanjang hari Hoa In-liong selalu duduk bersila sambil
mengatur pernapasan dengan harapan bisa menyembuhkan
luka yang dideritanya, sayang tiada perkembangan apapun,
hanya secara dipaksakan dapat mencegah keadaannya
berubah menjadi makin buruk.
Hari itu ia merasa hawa murninya sudah betul-betul tak
terhimpun lagi, bahkan urat-urat pentingnya mulai tersumbat
dan ia merasa amat mederita, dalam keadaan demikian
pemuda itupun berpikir, “Tampaknya keadaan lukaku tak bisa
disembuhkan lagi dengan mengandalkan kekuatan sendiri, yaa
apa boleh buat, terpaksa aku harus mempergunakan obat Yau
ti wan tersebut untuk menolong diri”
Berpikir sampai disitu, dia lantas berpaling hendak minta
botol berisi Yau ti wan itu dari Si Leng-jin akan tetapi ketika
dilihatnya gadis itu sedang tidur dengan nyenyaknya, ia
menjadi tak tega untuk membangunkannya kembali.
Karena iseng, diam-diam ia amati wajah gadis itu dengan
seksama ketika dilihatnya gadis itu jauh lebih kurus dengan
mata yang membengkak setelah kelelahan selama beberapa
hari ini, dengan perasaan terharu pikirnya, “Aaai……. selama
beberapa hari ini ia terlalu payah dan menderita……. kasihan
betul…..”
Sementara ia masih melamun, tiba-tiba dilihatnya Si Lengjin
mengernyitkan alis matanya lalu mengigau, “Ayah, cepat
kemari…….. In liong, Jangan pergi……. tolonglah aku…..”

342
Hoa In-liong menjadi tertegun, pikirnya, “Ia mempunyai
asal-usul yang amat mengenaskan, saat ini penghidupannya
amat sengsara dan penuh penderitaan…….. kalau dilihat dari
igauannya yang memanggil namaku, terbukti bahwa ia sangat
mempercayaiku, bagaimana pun juga aku harus membantu
tenaga untuk melepaskan nya dari lautan kesengsaraan…..”
Dengan perasaan sayang diapun berbisik lembut, “Jangan
kuatir aku tak akan pergi!”
Tiba tiba Si Leng-jin tersentak bangun dari tidurnya dan
terduduk dengan termangu, kemudian setelah berhasil
menenangkan hatinya, ia baru bertanya dengan suara lirih,
“Barusan apa yang kau katakan?”
“Tempo hari karena ada persoalan pembicaraan kita
terhenti ditengah jalan lalu selama beberapa hari ini karena
perhatianku tertuju untuk meyembuhkan luka, aku selalu tak
sempat menanyakan asal usulmu, mumpung sekarang ada
waktu bersediakah kau memberitahukan soal ini kepadaku?”
Si Leng-jin menghela napas panjang.
“Aaii…..soal ini lebih baik kita bicarakan lagi sesudah
lukamu sembuh nanti”
Hoa In-liong manggut-manggut.
“Baiklah, apakah botol porselen yang kutitipkan kepadamu
itu masih ada….?”
“Masih” sabut Si Leng-jin setelah tertegun sejenak, “mau
apa kau?”
Dari sakunya ia mengeluarkan botol itu dan di serahkan
kepada Hoa In-liong, kemudian katanya lagi, “Sebenarnya

343
sejak semula obat ini hendak kuberikan kepadamu, tapi
berhubung Seng Tocu ada disamping dan kaupun tak mampu
berkutik maka niatku ini kemudian kubalalkan”
Hoa In-liong tertawa hambar, “Kini apakah lukaku bisa
disembuhkan atau tidak, terpaksa kita harus menggantungkan
pada kemujaraban obat ini”
“Obat mustika apakah itu? Bagaimana kemanjurannya?”
tanya Si Leng-jin tercengang.
“Pil ini bernama Yau ti, dibuat oleh Bu seng (malaikat ilmu
silat) pada tiga ratus tahun berselang”
“Malaikat ilmu silat?” tanya Si Leng-jin sambil
membelalakan sepasang matanya lebar-lebar.
“Yaa, malaikat ilmu silat Im locianpwe yang namanya
pernah tersohor dalam dunia persilatan pada tiga ratus tahun
berselang…..
…” sahut Hoa In-liong sambil tertawa.
“Kenapa aku tidak mengetahui tentang lo-cianpwe ini”
tukas Si Leng-jin tiba-tiba,” padahal persoalan sekitar
keturunan malaikat ilmu silat tak ada yang lebih jelas dari
pada keluargaku”
Mendengar ucapan tersebut, hati Hoa In-liong segera
tergetak, pikirnya kemudian, “Aaaa, kalau begitu dia pastilah
keturunan dari Tin Hoo yang ada diluar perbatasan, kalau
tidak kenapa ia mengucapkan kata-kata ini?”
Jilid 9

344
Tiba-tiba terdengar Si Leng-jin berseru, “Kalau toh kau
mempunyai obat mujarab ini kenapa tidak kau makan sejak
dulu dulu?” Hoa In-liong menghela napas panjang.
“Aaaai….. kau tidak tahu, obat ini sebenarnya hendak
kugunakan untuk menolong kawanan jago yang terkena racun
ular putih dari Mokau, bila kugunakan sekarang, hal ini
sesungguhnya karena keadaan yang terlalu terpaksa”
“Sekalipun demikian, semestinya kau terangkan dulu
kepadaku!” Si Leng-jin kembali menegur. Hoa In-liong
tertawa.
“Seandainya kuterangkan kepadamu, maka kau pasti akan
memaksaku untuk minum pil itu, padahal aku lebih suka
mengobati luka itu dengan caraku sendiri dari pada
membuang obat mustika itu secara percuma”
Kejut dan girang Si Leng-jin setelah mengetahui bahwa
pemuda itu bakal tertolong jiwanya, dia hanya menggerutu
karena pemuda itu tak mau bicara sejak semula, dikerlingnya
sekejap dengan cemas.
Kembali Hoa In-liong tersenyum katanya, “Dalam obat ini
terkandung juga jin som berusia seribu tahun, Hu-leng dan
bahan obat lain…..
“Aku tahu obat ini adalah obat mustika yang dibuat Bu seng
pada tiga ratus tahun berselang” tukas Si Leng-jin cepat,
“dengan obat mustika semacam ini, lukamu seratus persen
pasti akan sembuh”
Tiba-tiba suatu perasaan masgul muncul dalam hatinya,
untuk sesaat ia merasa hubungannya dengan Hoa In-liong
menjadi terpaut jauh sekali.

345
Sebagaimana diketahui Si Leng-jin adalah seorang gadis
yang tinggi hati dan angkuh, pemandang remeh soal
hubungan cinta antara muda mudi, tapi perempuan semacam
ini bila sekali jatuh cinta maka ukurannya adalah mati dan
hidup.
Sudah beberapa kali ia berjumpa dengan Hoa In-liong,
berjumpa yang berulang membuatnya jatuh hati oleh
kegagahan serta kejantanan-nya itu, dengan lagi terlukanya
Hoa In-liong kali ini adalah gara-gara ulahnya, diam-diam ia
telah bersumpah kehendak hatinya, maka ia melupakan
ketinggian hatinya dan tanpa ragu-ragu merawat si anak
muda itu dengan penuh kesabaran, dalam pembicaraan pun
penuh perasaan cinta dalam pemikirannya asal Hoa In-liong
sudah meninggal maka diapun akan bunuh diri untuk
menyusulnya.
Tapi dikala Hoa In-liong secara tiba- tiba bisa tak usah
mati, meskipun ia merasa gembira tapi sedikit banyak timbul
juga perasaan bahwa pada akhirnya mereka bakal berpisah.
Sesungguhnya perasaan itu kan ia sendiri hampir saja tidak
merasakannya.
Mendadak Si Leng-jin tersentak bangun dari lamunannya,
dengan suara rendah ia berkata, “Biar kuambilkan air
untukmu, harap kongcu segera menelan obat itu sehingga
kesehatanmu cepat pulih kembali seperti sedia kala”
Selesai berkata, ia lantas bangkit dan menuju ke dapur.
ketika secara tiba-tiba mendengar gadis itu merubah
panggilannya menjadi “Kongcu”, Hoa In-liong agak tertegun,
lalu pikirnya, “Kenapa secara tiba-tiba ia malah bersikap asing
padaku? Entah apa sebabnya?”

346
Sementara ia masin berpikir, Si Leng-jin sambil membawa
air teh dan sebuah botol masuk ke dalam ruangan, air teh ia
letakkan di meja dan penutup botolpun dibuka, bau harum
semerbak segera tersiar ke seluruh ruangan membuat orang
jadi segar rasanya.
Hoa In-liong segera menunjuk ke tepi pembaringan sambil
berkata dengan serius, “Cepat atau lambat menelan pil ini
kasiatnya toh sama saja, lebih baik kau duduk dulu, aku ingin
bercakap-cakap denganmu”
Mendengar ucapan tersebut dengan kaku Si Leng-jin duduk
kembali ketepi pembaringan dan menutup botol itu. Lama
sekali suasana dalam keheningan, akhirnya Hoa In-liong
bertanya dengan suara lirih, “Apakah aku telah membuat
kesalahan kepadamu?”
Si Leng-jin gelengkan kepalanya dan tidak berbicara.
“Kalau begitu kau merasa tidak puas kepadaku?” kata si
anak muda itu lebih lanjut.
Si Leng-jin berdiam diri beberapa saat lamanya, kemudian
menjawab dengan hambar, “Bagiku kau adalah segala budi
kebaikan, jika aku tidak puas lagi kepadamu, maka aku jauh
lebih rendah dari binatang”
“Kalau begitu aku menjadi tidak habis mengerti…..”seru
Hoa In-liong dengan kening berkerut.
“Kau tidak perlu mengerti, tukas si nona.
Tiba-tiba ia letak-kan botol obat itu dimeja, keluar dari
ruangan itu.

347
Ia merasa hatinya amat gundah dan masgul, kalau bisa ia
ingin menangis sepuasnya.
Setelah keluar dari ruangan, gadis itu kabur ke hutan
bambu, ketika tiba ditanah lapang, ia menjatuhkan diri,
menangislah gadis itu sejadinya.
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya ia berhenti
menangis, dadanya terasa lebih nyaman dan lega.
Pada saat itulah terdengar Si Nio memanggil dengan lirih,
“Nona!”
Ketika Si Leng-jin berpaling maka terlihatlah sendiri entah
dari kapan Si Nio telah berdiri dibelakangnya, buru-buru ia
menyeka air mata dan bangkit berdiri.
Si Nio menghela napas panjang katanya, “Kalau memang
jiwanya sudah tidak terancam lagi mari kita tinggalkan tempat
ini”
“Tidak!” Si Leng-jin gelengkan kepalanya berulang kali
“sekalipun hendak pergi, kita harus menunggu sampai lukanya
betul betul sembuh kembali!”
Si Nio menggerakkan bibirnya seperti hendak
menggucapkan sesuatu, tapi belum sempat berbicara Si Lengjin
telah berkata lagi.
“Dahulu sifat terlalu mementingkan diri sendiri ku terlalu
berat kini aku sudah mulai sadar kembali. Asal masih bisa
berjuang dengan kekuatan sendiri, aku orang she Si tidak
akan memohon kepada orang!”
Saking emosinya mungkin, perkataan itu diucapkan sampai
beberapa kali banyaknya.

348
Menyaksikan sikap nonanya, terpaksa Si Nio berkata,
“Baiklah segala sesuatunya terserah kepada nona
Setelah berhenti sejenak ia menambahkan, “Aku lihat orang
she Hoa itu lumayan juga, baik kecerdasan maupun ilmu
silatnya tak ada yang cacad, walaupun waktunya terlalu binal
itupun bukan suatu cacad benar…..”
“Bahkan akupun sudah menjadi paham, kenapa kau malah
tak habis mengerti?” tukas Si Leng-jin.
Setelah tertawa getir ia melanjutkannya.
“Benar, aku mencintainya tapi bagaimana sikapnya
kepadaku aku tak dapat dan tak ingin mengetahuinya
sekarang…..lebih baik persoalan ini tak usah dibicarakan lagi,
mari kita pergi?”
“Sekarang, bagaimana pula dengan nona?” tanya Si Nio
kebingungan.
Si Leng-jin tertawa katanya, “Biarpun sikapku terlalu tak
sopan, sekarang aku hendak minta maaf kepadanya”
Melihat diantara senyumannya terselip kegetiran, Si Nio
tertegun, ketika dilihatnya gadis itu sudah maju ke depan,
buru-buru ia mengikuti dibelakangnya.
Tiba tiba Si Leng-jin menghela napas panjang, lalu berkata,
“Si Nio, demi keluargaku kau telah mengorbankan segalagalanya,
sebaliknya keluarga kami sama sekali tidak pernah
membalas budi kebaikanmu itu…..

349
“Nona, mengapa kau mengucapkan kata-kata semacam
itu?” seru Si Nio dengan cemas, “sekali pun aku harus mati
seratus kali demi majikan tua itu pun sudah sepantasnya”
Si Leng-jin sedih, ia melanjutkan langkahnya masuk ke
dalam ruangan gubuk itu.
Si Nio sambil mengikuti dibelakangnya, diam-diam berpikir,
“Watak nona selalu keras kepala, kesulitan apapun selalu
hanya disimpan dihati, kalau dilihat dari mimik wajahnya itu
rupanya ia telah mengambil suatu keputusan, semoga saja
jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, kalau
tidak dimana aku musti taruh wa jahku bila bertemu dengan
arwah majikan di alam baka nanti?”
Pikir punya pikir akhirnya semua kesalahan ia limpahkan
keatas pundak Hoa In-liong, diam-diam sumpahnya.
“Sialan betul bajingan muda itu, kalau nona sampai terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan, aku pasti akan beradu jiwa
denganmu!”
Selang sesaat kemudian mereka sudah tiba kembali
didepan rumah gubuk itu.
Si Leng-jin segera menerobos masuk kedalam ruangan, ia
jumpai Hoa In-liong masih berbaring dipembaringan, obat itu
belum di makan dan botolnya masih berada ditempat semula.”
Ketika menjumpai gadis itu berjalan masuk ke dalam
ruangan, sambil tertawa ia lantas berkata, “Aku mengira kau
tidak akan kembali lagi”
Si Leng-jin tertegun, bibirnya bergetar seperti ingin
mengucapkan suatu tapi tenggorokannya serasa tersumbat
dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun, tiba-tiba ia

350
menubruk ke dalam rangkulan Hoa In-liong dan memeluknya
erat-erat.
“Belum pernah ada orang yang begitu memperhatikan
diriku…..” bisiknya sambil menangis, Dengan penuh kasih
sayang, Hoa In-liong membelai rambutnya, lalu berbisik
lembut, “Aku tahu kau sangat menderita, banyak persoalan
yang telah menyiksa dirimu selama ini”
Sambil menangis tersedu-sedu Si Leng-jin berkata, “Ketika
aku berusia lima tahun, ibu telah tiada, ayah mempunyai
ambisi yang sangat besar untuk membangun suatu kekuasaan
besar didunia, ia tak punya cukup waktu untuk berkumpul
denganku…….”
Diam-diam Hoa In-liong berpikir, “Sejak kecil ia sudah
kehilangan kasih sayang, ayahnya jauh pula darinya, seorang
anak yang tanpa kasih sayang dari orang tuanya memang
merupakan suatu kejadian yang tragis”
Terdengar Si Leng-jin berkata lagi sambil menangis terisak,
“Ketika aku berusia sepuluh tahun, tiba-tiba muncul Hianbeng-
kaucu Ki ci Sinkun, dalam suatu pembicaraan yang
kemudian terjadi merekapun bersahabat dan saling berjanji
akan bersama-sama menguasai dunia”
Ketika berbicara sampai disini, mendadak ia mendongakkan
kepalanya sambil menambahkan, “Kau tahu ayahku……”
“Han Seng tek!” tukas Hoa In-liong sambil tertawa,
“bukankah dia adalah keturunan dari Tin wan ho yang ada
hubungan famili dengan Bu seng pada tiga ratus tahun
berselang?”
“Jadi kau sudah tahu?” tanya Si Leng-jin tercengang.

351
Hoa In-liong kembali tersenyum.
“Gwakong yang memberitahukan kepadaku, dia orang tua
adalah bekas ketua Sin-ki-pang dimasa lalu, katanya juga
bahwa ayahmu sudah kena ditangkap orang……”
Setelah berhenti sebentar, kembali ujarnya, “Menurut
pembicaraan tadi, ayahmu dan Kok See-piau yang mengaku
bernama Sinkun itu mempunyai hubungan yang intim,
sesungguhnya apa yang telah terjadi?”
“Aaaai…….hubungan apa? Apalagi kalau bukan
mengundang setan masuk rumah”
“Bersediakah kau memberi penjelasan lebih mendalam
lagi?”
Si Leng-jin manggut-manggut.
“Peristiwa itu terjadi pada dua tahun berselang, entah
dengan cara apa ternyata Kok See-piau berhasil menyuap
seorang pelayanku yang bernama Si Thong pada waktu itu,
diam-diam bangsat tersebut telah mencampuri makanan dan
minuman ayahku dengan racun pembuyar tenaga yang
bekerja lambat, menanti ayahku menyadari akan hal ini
keadaan sudah terlambat, maka setelah membunuh
penghianat tersebut, beliau menitahkan kepada Si Nio untuk
mengajakku melarikan diri”
Sambil menggigit bibir tambahnya kemudian dengan nada
penuh kebencian”
“Wajah Si Nio, telah hancur ditangan bajingan anjing she
Kok tersebut!”

352
“Sungguh kejam hati Kok See-piau, sungguh busuk
perbuatannya” kata Hoa In-liong kemudian sambil
mengerutkan dahi, “hmmm…, hmmm……aku ingin melihat
perbuatan terkutuknya itu dapat bertahan sampai berapa
lama?”
“Yaa, dendam berdarah ini bagaimanapun juga harus
dituntut balas!” katanya.
Hoa In-liong termenung sebentar, lalu katanya kemudian,
Lantas dengan cara apakah kalian melewati penghidupan
selama dua tahun belakangan ini?”
Mula-mula kami kabur kebarat lalu ketimur untuk mencari
keselamatan, untungnya Kok See-piau tidak terlampau
memandang serius atas diriku dan Si Nio, selain daripada itu
sebagian anak buah Hian-beng-kau sekarang adalah anak
buah ayahku, sejak ayahku tertangkap, mereka dipaksa untuk
menggabungkan diri, sekalipun ada juga di antaranya yang
rela berpihak kepada musuh tapi sebagian besar masih setia
kepada kami, mereka terpaksa harus menjalankan perintah
musuh lantaran ayahku masih berada ditangan mereka, sebab
itulah merekapun tak berani memberontak, tapi kemudian……,
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak ia tutup mulut.
“Bagaimaaa selanjutnya?” tanya Hoa In-liong.
Agak merah wajah Si Leng-jin karena jengah, katanya.
“Kok See-piau mengutus orang untuk menyampaikan pesan
kepada kami yang katanya bila kami dapat membunuh salah
seorang anak dari Thian-cu-kiam, maka dia akan segera
membebaskan ayahku!”
0000O0000

353
48
Mendengar perkataan itu, Hoa In-liong segera berpikir,
“Oooh……… rupanya beginilah duduknya persoalan, tak heran
kalau niat mereka untuk membunuh adalah begitu besar dan
berkobar-kobar, terutama dalam perjumpaan yang pertama
kalinya dulu……..”
Berpikir demikian, diapun tertawa tergelak, lalu katanya,
“Kematianku sih urusan kecil cuma benarkah Kok See piu mau
menepati janjinya?”
“Hei, orang kan sedang menyesal setengah mati, kenapa
kau bicarakan kembali persoalan itu?” bisik Si Leng-jin.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi, “Cuma, aku rasa
ia pasti akan menepati janjinya untuk melepaskan diri ayahku”
“Oya? Darimana kau bisa berkata demikian….?” tanya Hoa
In-liong sambil tertawa”
“Kepandaian silat yang dimiliki ayahku telah punah sama
sekali, hakekatnya beliau tak lebih hanya seorang cacad, jelas
bukan merupakan suatu ancaman serius baginya, ditambah
pula jika kami berhasil memenuhi syaratnya, itu berarti kami
dengan keluarga Hoa telah saling berhadapan sebagai musuh
bebuyutan, tentu saja dia tak usah kuatir kalau kami kabur ke
pihakmu dengan membocorkan rahasianya, selain dari pada
itu, ia berambisi menguasahi dunia persilatan, itu betarti ia
harus memupuk kewibawaan baginya sendiri, jika tidak
pegang janji, siapa pula yang akan bersedia menjual nyawa
baginya?”

354
“Sungguh cermat sekali jalan pikirnya” pikir Hoa In-liong,
“agaknya ia tak akan melakukan segala tindakan secara
gegabah”
Maka sambil tersenyum ujarnya, “Tenaga dalam ayahmu
telah buyar, seandainya kau berhasil menyelamatkan dirinya,
apa pula yang hendak kau lakukan?” Sahut Si Leng-jin dengan
sedih, “Seandainya Thian mengabulkan permintaanku dan
membiarkan kami ayah dan anak bisa berkumpul kembali, Aku
Si Leng-jin pasti akan mengajak ayahku untuk hidup
mengasingkan diri, apa lagi yang bisa kuinginkan? Sekalipun
ilmu silat ayahku telah punah, toh jiwanya masih dilindungi
Thian, hal ini sudah merupakan suatu keberuntungan ditengah
kemalangan.
Diam-diam Hoa In-liong merasa kagum sekali atas
kebaktian gadis itu terhadap ayahnya, mendadak ia seperti
teringat akan suatu persoalan, segera tanyanya, “Sebenarnya,
siapakah pembunuh sebenarnya dari kasus pembunuhan atas
keluarga Sumi? Apa bukan Yu si dan Cia Hoa yang turun
tangan? Kok See-piau dan Kiu-im-kaucu mendalangi dari
belakang??
Hoa In-liong termenung sejenak kemudian katanya, “Kok
See-piau dan Kiu-im-kaucu memang tak dapat terlepas dari
persoalan ini, cuma kemungkinan besar masih ada latar
belakang lainnya”
Setelah berhenti sejenak, katanya lebih lanjut dengan suara
nyaring, “Leng-jin, tentang persoalanmu sesungguhnya akan
menjadi beres asal perkumpulan Hian-beng-kau berhasil
dimusnahkan, cuma hal itu merupakan suatu pekerjaan yang
sulit, maka lebih baik janganlah berbuat secara sembrono
lebih dulu. Nah, sekarang aku hendak makan obat dulu untuk
menyembuhkan lukaku”

355
Untuk pertama kalinya ini ia memanggil nama Si Leng-jin
secara langsung, gadis itu segera merasakan hatinya menjadi
hangat dan manggut berulang kali, iapun mencabut penutup
botol itu dan mengeluarkan dua butir pil sebesar kelengkeng
yang menyiarkan bau harum semerbak, sambil diangsurkan ke
hadapan Hoa In-liong katanya, “Pil mustika semacam ini
kebanyakan akan hancur begitu kena air liur, percuma
mengambil air sebagai pendorong, hayo telanlah obat ini
dengan cepat”
Melihat tangan si nona yang halus dan lembut dan hampir
sebanding dengan pil Yau ti wan tersebut, Hoa In-liong begera
berseru memuji, Walaupun pil mustika itu mujarab tapi jauh
lebih menyenangkan tangan yang halus itu, mari biar
kurabahnya dulu.
Merah padam wajah Si Leng-jin karena jengah, serunya
cepat, “Kalau kau ngaco belo lagi, aku segera akan pergi dari
sini dan perduli dengan mati hidupmu”
“Obat itu cukup sebutir saja, tolong kembalikan yang lain
kedalam botol!”
“Lukamu begini parah, dua butir pil pun belum tentu
sembuh, perduli amat dengan kawanan jago yang sedang
keracunan itu? Apa lagi untuk membebaskan pengaruh racun
jahat, toh belum tentu musti mempergunakan obat mustika
ini” kata si nona manja.
Dengan wajah serius Hoa In-liong berseru, “Leng-jin,
menjadi orang kita tak boleh terlalu mementingkan diri sendiri,
kita jangan melupakan kepentingan umum, nah simpanlah
baik-baik obat tersebut”

356
Melihat keseriusan orang, Si Leng-jin tak berani bergurau
lagi, dia simpan baik-baik sebutir obat mustika itu dan
memberikan yang lain kepada pemuda itu.
Setelah menelan pil Yau ti wan, Hoa In-liong pejamkan
mata dan mulai duduk bersila sambil mengatur pernafasan.
Si Leng-jin duduk menanti di sampingnya, dengan wajah
yang terang dan sinar mata yang tajam, ia awasi wajah Hoa
In-liong lekat-lekat, rasa girang membuat wajahnya berseri,
kesedihan dan kemurungan yang dulu menghiasi wajahnya
kini tersapu lenyap tak berbekas.
0000O0000
Kota Wi Leng sian terletak dipantai selatan Hway-ho,
tempat itu merupakan persimpangan lalu lintas penting yang
menghubungkan kota Hway-im dengan Si ciu.
Suatu hari, dari selatan pintu kota Wi-leng sian telah
muncul seorang kakek dan dua orang gadis muda.
Yang tua bertubuh kurus kering tinggal kulit pembungkus
tulang, mukanya penuh keriput, jenggot sepanjang dada,
membawa tasbeh, memakai jubah abu-abu khas kependetaan
dan bersepatu rumput, tampaknva dia adalah seorang
pendeta tua yang hidup dengan berkeliling.
Sedangkan yang muda adalah dua orang gadis cantik jelita
bak bidadari dari kahyangan, mereka mengiringi ke kiri kanan
pendeta tua tersebut………
Gadis disebelah kiri memakai baju ungu dengan sanggul
yang tinggi, gaun panjang dan berwajah lembut.

357
Sebaliknya gadis yang ada disebelah kanan mempunyai
wajah yang luar biasa cantiknya, ia bermata jeli, berhidung
mancung, berbibir kecil dan bertubuh ramping, suatu tipe
gadis ideal yang sukar dicarikan keduanya didunia ini.
Ternyata ketiga orang itu tak lain adalah Goan cing taysu
keturunan dari Malaikat silat beserta buyut perempuannya Coa
Wi-wi dan murid Pui Che-giok, itu kaucu dari Cian li kau yang
bernama Cia In.
Seorang pendeta tua melakukan perjalanan bersama-sama
dua orang gadis muda hal ini sudah merupakan suatu
pemandangan yang amat mencolok, ditambah lagi kecantikan
Coa Wi-wi dan Cia In menawan hati orang, kehadiran mereka
semakin banyak menarik perhatian orang yang bersama-sama
mengalihkan pandangannya ke arah rombongan mereka.
Melihat itu, Coa Wi-wi mengerutkan dahinya sambil
menyumpah.
“Huuuh, sialan!” Kepada Cia In tambahnya, “Betul bukan
enci In?”
Cia In hanya tersenyum dan tidak memberi tanggapan.
Melibat rekannya cuma diam saja, Coa Wi-wi segera
berseru lagi dengan manja, “Hmm, Makin lama enci In
semakin membisu macam patung, seakan akan berubah
menjadi orang lain saja, tidak bisa tidak, kau harus menjawab
pertanyaanku dengan segera”
Lantaran didesak terus, terpaksa Cia In menyahut setelah
tertawa-tawa.

358
“Kecantikan adik Wi bak bidadari dari kahyangan, tentu
saja sepanjang kehadiranmu memancing perhatian mata para
lelaki”
“Beeh……….tampaknya enci In lagi menyindir diriku?
Kenapa tidak kau katakan kalau lantaran kau?”
Cia In tersenyum.
“Aku jelek dan berwajah tak sedap dilihat, mana berani
dibandingkan dengan adik Wi?” katanya.
Coa Wi-wi hendak mendebat lagi tapi Goan cing Taysu
segera menukas, “Anak Wi, jangan kau ganggu terus enci In
mu itu!”
“Huuuh, semuanya ini adalah hasil pelajaran dari
kongkong” seru Coa Wi-wi sambil mencibirkan bibirnya yang
kecil, “Kalau tidak, mana mungkin enci In dapat berubah
menjadi begini rupa? Kalau lain waktu enci In masih saja
disuruh membaca kitab Kim cong ceng atau sebangsa kitab
sembayangan lainnya, akan kubakar buku-buku itu sampai
habis……!”
“Ngaco belo!” bentak Goan cing taysu sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali, “kau tahu perbuatan
itu dosa?”
“Aku tak ambil perduli dosa atau tidak, pokoknya aku tak
mau kalau sepanjang hari enci In cuma membungkam melulu
macam sebuah patung arca saja”
“Andaikata kongkong menerangkan terus isi pelajaran
Buddha kepadaku mau apa kau? kata Cia In kemudian.

359
Coa Wi-wi kontan saja melotot, serunya cepat “Aku akan
memukul tambur disampingnya dengan keras akan kulihat
dengan cara apa dia akan memberi pelajaran kepadamu”
Mendengar perkataan itu, baik Goan cing taysu maupun Cia
ln segera tersenyum.
Tiba-tiba muncul seorang laki-laki berdandan pelayan
menghadang jalan pergi mereka, sambil memberi hormat
katanya.
“Rumah makan kami mempunyai hidangan yang lezat,
silahkan taysu mampir?”
Goan cing taysu diam diam berpikir, “Ooh…..rupanya ada
warung makan yang menarik pendeta untuk
mengunjunginya?”
Pada dasarnya ia memang seorang pendeta yang tidak
terikat ketat oleh peraturan, diapun tidak kuatir orang-orang
itu main gila kepadanya, ia segera mengangguk.
“Harap tunjukan jalan kepada kami!” Pelayan itu kembali
memberi hormat.
“Harap taysu dan nona berdua mengikuti hamba.
Cia In adalah seorang pendekar perempuan yang telah
berkecipung dalam dunia persilatan semenjak kecil, sekilas
pandang saja setelah mengetahui bahwa urusan agak kurang
beres tapi ia tidak berbicara apa-apa.
Sebaliknya Coa Wi-wi pada dasarnya memang tak berminat
untuk mengurusi hal-hal tersebut maka tanpa mengucapkan
sepatah katapun ia berjalan mengikuti dibelakang
kongkongnya.

360
Tak lama kemudian sampailah mereka didepan sebuah
rumah makan yang mentereng sekali, kehadiran mereka
diantar langsung oleh ciangkwe keatas loteng.
Setelah ambil tempat duduk, ciangkwe itu lantas bertanya
kepada Cia wi wi dan Cia In, “Tolong tanya apakah nona
berdua…..”
“Akupun berpantang makan barang berjiwa” tukas Cia In
cepat.
Dengan suara rendah Coa Wi-wi segera berbisik, “Hei,
sepanjang jalan begini terus makan yang kau pesan padahal
usiamu toh masih muda, kenapa musti begitu?”
Cia In pura-pura tidak mendengar, hal mana membuat Coa
Wi-wi segera mencibirkan bibirnya yang kecil karena
mendongkol.
Sementara itu sang ciangkwe telah berpaling kearah Coa
Wi-wi sambil bertanya, “Dan nona pesan apa…….”
“Sama seperti pesanan mereka!” seru Coa Wi-wi sambil
ulapkan Tangannya dengan mendongkol, Ciangkwe pun
mengiakan berulang kali dan mundur dari situ.
Tak lama kemudian hidangan telah siap dan mengalir
datang dengan cepatnya, semua hidangan itu berbau harum
dan tampaknya lezat, tempat sayurpun terbuat dari tembikar
dan sendoknya terbuat dari perak.
Menyaksikan kesemuanya itu, dengan dahi berkerut Coa
Wi-wi segera berseru, “Buat apa sebanyak ini? Kami toh cuma
bertiga saja”

361
Untuk menghormati keturunan dari Bu Seng, mana boleh
hanya menghidangkan beberapa macam sayur saja” sambung
Cia In sambil tertawa.
Kemudian sambil menuding sendok-sendok itu terusnya,
“Coba lihatlah, untuk menghilangkan kecurigaan kami, sengaja
mereka memakai sendok yang terbuat dari perak untuk kita”
Coa Wi-wi memang seorang gadis yang cerdik, begitu
diingatkan diapun menjadi paham kembali dengan duduknya
persoalan, dia lantas berbisik dengan lirih, “Dari pihak Hianbeng-
kau? Ataukah Kiu-im-kau?”
“Tempat ini dekat dengan Lu Lam, aku rasa lebih besar
kemungkinannya dari pihak Hian-beng-kau” sahut Cia In
sambil tersenyum.
“Nah, mereka sudah datang” tiba-tiba Goao cing taysu
berkata.
Coa Wi-wi pusatkan perhatiannya untuk memeriksa
sekeliling tempat itu, kemudian katanya, “Aaah benar, ada
orang sedang bertanya kepada ciangkwe, kita ada dimana,
Ciangkwe menjawab kita ada diruang nomor empat, ehm! Dia
sudah naik keatas”
Buru-buru Cia In mengerahkan tenaga dalamnya ke telinga
untuk ikut mendengarkan pembicaraan tersebut tapi tiada
suara apapun yang terdengar, sambil tertawa ia lantas
berseru, “Waah, tampaknya tenaga dalam yang dimiliki orang
itu jauh lebih tinggi daripada aku”
“Siapa suruh waktumu kau habiskan diatas kitab
sembayangan daripada kemajuan yang kau capai….”

362
Tiba-tiba tirai disingkap orang dan masuklah seorang kakek
berkulit merah dan bertubuh tinggi besar, Coa Wi-wi segera
menutup mulutnya rapat-rapat.
Kakek bermuka merah itu memandang sekejap ketiga
orang itu, kemudian memperhatikan pula wajah Coa Wi-wi
sekejap, akhirnya sambil menjura kepada Goan cing taysu
katanya, “Hanya hidangan yang tak seberapa untuk
menyambut kedatangan taysu, bila ada kesalahan mohon
maaf”
Goan cing taysu segera membalas hormat sambil
menyahut, “Terima kasih atas sambutan dari sicu, maaf jika
mata lolap………”
Sambil tertawa seram kakek bermuka merah itu menukas,
“Lohu adalah Tang Bong liang, atas kebaikan sinku kini
menjawab di bagian bidang administrasi”
“Ooooh rupanya adalah Tong thamcu, maaf kalau lolap
kurang hormat”
Setelah berhenti sejenak, ia bertanya lagi, “Dengan maksud
apa Tong thiamcu datang kemari?”
“Lohu sedang menjalankan tugas dari sinku untuk
menyampaikan surat undangan.
Dari sakunya ia mengeluarkan sepucuk surat undangan
merah dan diangsurkan ke depan, katanya lagi, “Sebenarnya
sudah lama surat undangan ini di bagi, tapi berhubung
kedudukan taysu berbeda maka sinkun khusus mengutus lohu
untuk menyampaikan sendiri, sebab itulah tertunda sampai
sekarang”

363
Melihat pihak lawan datang dengan sikap hormat, Gon cing
taysu tak berani berayal, setelah menyambut uudangan
tersebut sahutnya sambil tersenyum, “Aaah, lolap tak lebih
hanya manusia dari gunung, sikap atasanmu yang begitu
memandang tinggi diriku sungguh membuat lolap merasa
malu sendiri”
Undangan itupun dibuka dan terbaca tiga baris kata,
“Ditujukan untuk yang terhormat Gon cing taysu.
Pada hari Toan yang nanti, kami hendak menyelenggarakan
upacara peresmian perkumpulan kami di Ou gou penag dalam
wilayah Ci mong mengharapkan kedatangan saudara”
Dibawahnya tertulis tanda tangan pengundang nya.
“Murid angkatan kedua dari Bu liang-san, ketua
perkumpulan Hian-beng-kau, Kok See-piau”
Diam-diam Goan cing taysu berpikir, “Sepanjang jalan
sudah kudengar kalau Hian-beng-kaucu adalah Kok See-piau
bekas murid Bu liang sin kun, padahal Li Bu-liang tewas
ditangan Bun Tay kun, dengan dicantumkannya tulisan Bu
liang san, jelas Kok See-piau bertekad hendak membalaskan
dendam bagi kematian gurunya”
sementara ia masih termenung, Tang Bong liang telah
berkata lebih lanjut, “Undangan nona Coa disertakan pada
orang tuanya, sedang nona Cia turut dalam perkumpulan Cian
li kau, oleh sebab itu undangan nona berdua tidak dihantar
secara khusus”
Coa Wi-wi menyambut undangan dari tangan Goan cing
taysu dan dilihatnya sekejap, kemudian sambil mendongakkan
kepalanya ia berkata, “Oooh, kalau itu sih urusan kecil, cuma

364
ada beberapa persoalan yang membuatku tidak habis
mengerti, apakah Tong thamcu bersedia memberi petunjuk?”
Tang Bong-liang segera tertawa terbahak-bahak.
“Haahh……….haaahhh……..haaahhh………harap nona katakan!

“Konon perkumpulan anda akan diresmikan pada bulan
empat tanggal enam, kenapa sekarang dirubah menjadi pada
hari Peh-cun?”
“Yaa, karena persiapan yang terlambat terpaksa harus
diundur sejauh itu” sahut Tong Bong liang sambil tertawa
kering. Coa Wi-wi tertawa dingin, kembali katanya, “Disini
dicantumkan Bu liang san dan Kiu ci san, jelas nama-nama itu
menunjukkan dua tempat yang berbeda, kenapa bisa kau
kaitkan menjadi satu hal ini sungguh membuat orang tak
habis mengerti”
Paras muka Tang Bong liang agak berubah setelah
mendengar perkataan itu, tapi sebentar kemudian telah pulih
kembali menjadi sedia kala, sahutnya, “Sinkun mula-mula
mendapat pelajaran dari Linkong Bu liang sinkun yang
berdiam di Bu liang san, selanjutnya memperoleh warisan
kitab silat dari Sinkun generasi berselang, karena tak ingin
melupakan asal mulanya maka kedua nama itu dicantumkan
menjadi satu”
“Pandai juga orang ini berbicara pikir Coa Wi-wi, “dengan
ucapannya tersebut seolah olah Hian-beng-kaucu benar-benar
adalah seorang manusia berbudi yang tidak lupa dengan
asalnya”
Bibirnya lantas bergetar hendak mengucapkan sesuatu lagi
tapi Goan cing taysu tak ingin perdebatan itu berlangsung

365
terus, sambil tersenyum katanya kemudian, “Undangan untuk
Hoa tayhiap apakah telah di sampaikan?”
“Perkampungan Liok soat san ceng adalah pusat kekuatan
dunia persilatan, tentu saja perkumpulan kami tak akan lupa
untuk mengundangnya”
Goan cing taysu kembali berpikir setelah mendengar
perkataan itu, “Kalau Hian-beng-kaucu tidak yakin dengan
ilmu silatnya yang lihay sehingga berani mengundang
kehadiran Hoa Thian-hong, sudah tentu ia mempunyai
rencana busuk lainnya……”
Berpikir sampai disitu, sambil tertawa-tawa katanya
kemudian, “Lolap adalah manusia berwatak orang gunung,
tulang belulangku sudah kaku dan enggan untuk kuatirnya aku
hanya akan menyia-nyiakan harapan atasan kalian saja”
Ucapan itu jauh diluar dugaan Tang Bong liang, untuk
sesaat ia menjadi tertegun.
“Taysu, bila kau tidak pergi sehingga dari pihak Malaikat
Silat tak ada wakilnya, hal mana tentu akan mengurangi
kesemarakannya upacara peresmian itu” Goan cing taysu
tertawa-tawa.
“Selama hidup lolap tak pernah melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, aku pun tidak mempunyai nama
besar, hadir atau tidak sebetulnya tak usah dipersoalkan
secara serius”
Diam-diam Tang Bong liang gelisah sekali, biji matanya
segera berputar, lalu sambil sengaja tertawa angkuh ujarnya,
Sinkun ada maksud untuk membuka suatu pertemuan ilmu
silat dalam upacara peresmian itu, mengingat banyaknya
manusia yang mencari nama dalam dunia persilatan, sudah

366
barang tentu mereka yang mencabut nama besar belaka tak
akan berani hadir pada waktunya……..
Coa Wi-wi mendengus dingin, tiba-tiba selanya, “Jadi kau
ingin menyaksikan kehebatan dari Bu seng? Itu sih gampang,
nah sambutlah sebuah pukulan ini.”
Telapak tangannya sudah diangkat keatas siap untuk
melepaskan sebuah pukulan.
Tang Bong liang merasa terkesiap, segera pikirnya,
“Ditinjau dari beberapa kali pengalaman pertarungan yang
berlangsung, agaknya ilmu yang dimiliki dayang ini jauh
diatasku, apa lagi dengan demikian akan mengakibatkan
terjadinya bentrokan langsung dengan keluarga Coa, aku
harus menahan diri…,…..”
Berpikir demikian ia tidak menyambut ataupun menghindar,
sebaliknya malah mendongakkan kepalanya dan tertawa
terbahak-bahak.
Sudah barang tentu Coa Wi-wi tak dapat turun tangan
terhadap orang yang tidak membalas, dengan perasaan apa
boleh buat terpaksa ia menarik kembali telapak tangan-nya
sambil berkata, “Kalau toh kau berani pandang remeh ilmu
silat Bu seng, mengapa tak berari menyambut seranganku
ini?”
“Aaah…………siapa bilang kalau lohu pandang remeh?” kata
Tang Bong liang sambil berhenti tertawa.
“Sudah jelas kau bilang…………..” teriak Coa Wi-wi dengan
gusar.
Mendadak is sadar bahwa dalam perkataan Tang Bong
liang tadi meski ada nada memandang remeh, sesungguhnya

367
yang dimaksud adalah mereka-mereka yang tidak menghadiri
pertemuan yang akan dise-lenggara kan Hian-beng-kau, maka
iapun berkata kembali, “Apanya yang luar biasa dengan
upacara peresmian perkumpulan Hian-beng-kau? Berani betul
mengundang para enghiong dari seluruh kolong langit……?”
Tang Bong liang hanya tertawa-tawa belaka, sinar matanya
segera dialihkan ke wajah Goan cing taysun.
Sementara itu Goan cing taysu termenung sebentar, tibatiba
sepasang matanya dipentangkan dan memancarkan sinar
yang amat tajam.
Ketika sinar mata Tang Bong liang saling membentur
dengan sepasang mata Goan cing taysu, ia merasakan bahwa
ketajaman mata pendeta itu ibaratnya dua bilah pisau yang
tajam sekali menusuk ke ulu hatinya, ia merasa amat
terkesiap.
“Tajam amat penglihatan hwesio ini” sempurna betul
tenaga dalamnya…” demikian ia berpikir.
“Omitohud?” Goan cing berseru memuji keagungan
Buddha. “lolap merasa tak berilmu dan tak berani menghadiri
pertemuan semacam itu…..
“Jadi taysu bersedia untuk menghadirinya sekarang?” sela
Tang Bong liang cepat.
“Tak usah kuatir Tong tham cu, sampai waktunya lolap
pasti akan sampai…..”
Diam-diam Tang Bong liang merasa girang, katanya
kemudian, “Kalau memang taysu bersedia datang, upacara
peresmian perkumpulan kami nanti tentu akan berttambah
semarak, para jago yang hadir dalam pertemuan ini pun dapat

368
menyaksikan, kelihayan dari jurus silat malaikat silat…..hal ini
akan merupakan suatu atraksi yang menarik”
Sinar matanya dialihkan kembali ke wajah Coa Wi-wi,
kemudian ujarnya sambil tertawa.
“Nona Coa sekalian menempuh perjalanan melewati tempat
ini apakah kalian hendak ke kota Si ciu?”
“Buat apa tanya-tanya?” kata Coa Wi-wi ketus. Tang Bong
liang tertawa tergelak.
“Haah…..haaa….aaah….bi1a kalian bukan pergi mencari
Hoa ji-kongcu, tentu saja lohu tak usah banyak bicara tapi
kalau memang benar……
Coa Wi-wi dapat menangkap bahwa dibalik ucapannya
masih ada perkataan lain, dengan perasaan tercekat dia lantas
berseru, “Kenapa dia?”
Paras muka Cia In pun berubah hebat, dengan sinar
matanya yang jeli ia berpaling pula ke arah orang she Tang
itu.
Tang Bong liang kembali tertawa terbahak-bahak “Haaah…
hahh…..haaah..
kurang lebih setengah bulan berselang, Tong thian kaucu
Thian Ik-cu salah seorang pentolan dari tiga maha besar dunia
persilatan muncul secara mendadak dikota Si ciu dan mencari
Hoa kongcu, pertarungan seru yang berlangsung mendadak
terhenti dan merekapun masuk ke dalam gedung sambil
bergandeng tangan”

369
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “kemudian
apakah Hoa kongcu dan Thian Ik-cu menjadi bersahabat atau
bermusuhan terus lo hu kurang lebih tahu”
Meskipun Coi wi wi tidak begitu Jelas dengan manusia yang
bernama Tiga pembawa bencana itu, tapi dari namanya bisa
diketahui bahwa orang itu adalah seorang manusia jahat yang
berhati busuk.
Berbeda dengan Cia In, gurunya Pui Che-giok dahulunya
adalah dayang Giok teng hujin dan ikut menyusup dalam
tubuh Tong thian kau, dia tahu bagaimanakah kebiasaan dari
orang-orang perkumpulan tersebut, hatinya kontan bergetar
keras sehingga tanpa sadar serunya?”
Tang Bong liang melirik sekejap kearahnya, lalu menyabut,
“Konon Hoa kongcu dan Thian Ik-cu telah berangkat secara
rahasia pada malam harinya, kemana mereka pergi hingga kini
belum ada kabarnya, itupun berbasil lohu ketahui sewaktu
sedang membagi undangan”
Cia In dan Coa Wi-wi saling berpandangan sekejap, lalu
sama sama memperlihatkan wajah yang murung.
Terdengar Tang Bong liang berkata lebih berlanjut, “Dari
sini menuju ke utara, dalam setiap kota besar tentu ada
rumah makan yang khusus disediakan perkumpulan kami
untuk menerima tamu agung, saudara sekalian boleh makan
minum dan menginap secara gratis”
Sampai disitu diapun menjura sambil menambah, “Kini
tugas lohu telah selesai, aku ingin mohon diri terlebih
dahulu….”
“lolap tak akan mengantar lebih jauh lagi!” Goan cing taysu
merangkap tangganya balas memberi hormat.

370
Tanpa berbicara lagi, Tang Bong liang segera putar badan
dan mengundurkan diri dari situ.
Sepeninggal jago dari Hian-beng-kau itu, Coa Wi-wi lantas
bertanya, “Kongkong, menurut pendapatmu mungkinkah jiko
telah ketimpa musibah…..?”
Walapun dihati kecilnya merasa murung dan kuatir,
senyuman masih tetap mengahiasi ujung bibir Goan cing
taysu, sahutnya, “Jangan lagi kepandaian dan keberesan Liong
ji luar biasa, berbicara diri raut wajahnya dapat diketahui
bahwa ia bukan manusia yang berumur pendek, harap kau tak
usah kuatit”
Mendadak Cia In bangkit sambil berkata, Aku akan
mencoba untuk mencari berita dari kantor cabang
perkumpulan kami yang ada dikota ini.
“Ehm, cepatlah pergi dan cepat kembali” katanya.
Buru-buru Cia In beranjak dan meninggalkan rumah makan
itu, tak lama kemudian ia muncul kembali dengan wajah
masih murung
“Enci In, kabar apa yang kau peroleh?” Coa Wi-wi segera
berseru.
Cia In tertawa paksa, sahutnya, Orang-orang yang berada
disini mempunyai jabatan yang terlampau rendah, mereka
tidak begitu jelas, rasanya jika ingin tahu keadaan yang
sebenarnya kita harus kekota Si ciu.
Goan cing taysu mengangguk.

371
“Yaa, dari sini sampai Si ciu hanya terpaut dua ratus li, asal
berangkat sekarang sore nanti pasti telah sampai!”
Berbicara sampai disitu, mereka bertiga pun tidak banyak
bicara lagi, tanpa bersantap mereka turun untuk membayar
rekening, tapi ciangkwe tak mau menerima bayaran, karena
enggan banyak ribut, Coa Wi-wi melemparkan sekeping uang
kemeja lalu berlalu dari situ.
Setelah keluar dari pintu kota, mereka tidak ambil perduli
lagi apakah jalanan ramai atau tidak, tanpa sangsi lagi mereka
bertiga mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya untuk
melakukan perjalanan.
Goan cing taysu kuatir tenaga dalam Cia In masih
ketinggalan jauh, maka ia tarik tangan kanannya dan
menyeret gadis itu untuk melakukan perjalanan dengan cepat.
Kepandaian silat yang dimiliki Coa Wi-wi memang betulbetul
amat sempurna, apalagi kepandaian yang dimiliki Goan
cing taysu, sore itu mereka telah sampai dikota Si Ciu.
Baru masuk kekota, mereka telah bertemu dengan Cia Sau
yan, kontan saja Cia In bertanya, “Hoa kongcu berada di
mana?”
Cia Sau-yan tidak menjawab secara langsung, ia memberi
hormat lebih dulu kepada Goan cing taysu, kemudian baru
menyapa Coa Wi-wi.
“Tak usah banyak adat” katanya.
“Enci Yan, sebenarnya jiko berada di kota Si ciu atau
tidak?” dengan tak sabar Coa Wi-wi bertanya.

372
Cia Sau yan memandang sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian sambil tertawa paksa katanya, “Bila ada persoalan
lebih baik kita bicara saja dalam rumah!”
Ia memutar badannya dan berjalan lebih dulu
meninggalkan tempat itu.
Tak lama kemudian mereka berempat tiba digedung
tersebut dan langsung masuk ke ruang dalam.
Waktu itu dua bersaudara Kiong sedang duduk dalam
ruang tengah, ketika mendengar suara langkah manusia ia
maju menyongsong ke depan pintu, tapi begitu menjumpai
Coa Wi-wi mereka agak tertegun.
Secara ringkas Cia Siau yan memperkenalkan mereka
semua, lalu tak sempat duduk lagi dia berkata, “Setengah
bulan berselang, Hoa In-liong dan Thian Ik-cu telah berangkat
ke bukit Ho san di wan see”
“Mau apa dia kesana?” tanya Coa Wi-wi.
“Menurut perkataan Thian Ik-cu, katanya ada sekelompok
jago dari daratan Tionggoan yang terkena racun jahat ular
emas dan tersekap di bukit Ho San, mendengar berita itu Hoa
kongcu segera berangkat untuk memberi pertolongan!”
“Apakah waktu itu Somoay juga hadir disana?” tiba-tiba Cia
In bertanya.
“Yaa, aku hadir!”
Dengan dahi berkerut dan suara menegur, Cia in segera
berseru, “Sumoay, bukankah dihari-hari biasa suhu selalu
memperingatkan kita bahwa Tong thian kau adalah
sekawanan manusia licik yang banyak tipu muslihatnya,

373
mengapa kau tidak mencoba untuk menghalanginya?
Semuanya ini, kaulah yang salah”
Dengan wajah malu Cia Sau yan menundukkan wajahnya
rendah-rendah.
Pergaulan selama beberapa hari ini diantara dua
bersaudara Kiong dengan Cia sau yan membuat hubungan
mereka bertambah intim, melihat keadaan itu, Kiong Gwat hui
segera menyela, Dalam masalah ini enci Yan tak bisa
disalahkan, waktu itu kami dua bersaudara, Siang huan toh mi
(sepasang gelang pencabut nyawa) Ting Ji-san dan Ho Keesian
dari Sin-ki-pang hadir pula ditempat tersebut, tapi ling
dan Ho dua orang cianpwe sama sekali tidak bermaksud untuk
menghalangi kepentingan”
“Ooooh….. begitu!” dengan nada minta maaf, coa In
berkata kemudian, “kalau begitu akulah yang telah salah
menegur, harap sumoay sudi memberi maaf”
Cia Sau yan menghela napas panjang, katanya, “Siau moay
memang bersalah. Cuma siapakah yang bisa mengurusi
persoalannya Hoa kongcu? Apalagi menurut pengamatan Siau
moay atas tingkah laku Thian Ik-cu, kami benar-benar tidak
menemukan sesuatu gejala yang mencurigakan”
“Tapi betapa jahatnya Thian Ik-cu itu?” seru Coa Wi-wi
dengan cemas, “bagaimanakah tingkah lakunya ketika itu?”
“Urusan yang lewat lebih baik tak usah dibicarakan lagi”
Kata Cia Sau yan kemudian setelah berpikir sebentar, “biarlah
kuceritakan kembali keadaan waktu itu”
Setelah berhenti sebentar, diapun mulai menceritakan
bagian ketika Thian Ik-cu mendatangi kota Si ciu, menjajal
kepandaian Hoa In-liong, lalu bagaimana masuk kerumah

374
untuk berunding dan bagaimana berusaha untuk menolong
orang…….
Ketika selesai bercerita, dengan sinar mata berkilat ia
berkata kembali, “Kakek nona Coa, Ting Ji-san dan Ho Keesian
sekalian telah berangkat untuk memberi pertolongan, tapi
sampai sekarang mereka masih belum juga kembali”
“Tentu saja” seru Coa Wi-wi, “kalau engkohku sudah
mengetahui akan urusan ini, sudah pasti dia tak akan berdiam
diri saja”
Cia Sau yan berkata kembali, “Murid Thian Ik-cu dengan
suka rela bersedia disekap beberapa lama sampai ada kabar
berita tentang gurunya dan Hoa kongcu”
“itu semua cuma urusan kecil” tukas Coa In, “masih ada
yang lain?”
Cia Sau yan ragu ragu sejenak, kemudian katanya,
“Menurut laporan Ho Kee-sian, Ting Ji-san locianpwe dan Coa
kongcu telah berjumpa dengan Sing Tocu, suheng dari Tang
Kwik-siu ditengah jalan, nyaris jiwa mereka melayang
dengannya, terpaksa buru-buru mereka menarik diri”
Mendengar itu, Coa Wi-wi lantas berpaling ke arah Goan
cing taysu dan berkata dengan cemas, “Kongkong, apakah
Jiko sanggup untuk menandingi Sing Tocu?”
Selama ini Goan cing taysu hanya duduk membungkam
sambil mendengarkan pembicaraan mereka, ketika mendengar
perkataan itu dengan ham bar sahutnya, Meskipun tak
sanggup menandinginya, bukan suatu urusan yang susah
baginya jika ingin kabur!”

375
“Kalau ia tak sudi kabur?” sambung Coa Wi-wi dengan
perasaan cemas bercampur gelisah. Goan cing taysu segera
tertawa. “Liong ji adalah seorang manusia yang tahu diri, tak
mungkin ia berani mengajak musuhnya beradu jiwa bila tiada
manfaat apapun.
Coa Wi-wi merasa sangat tak lega, serunya tiba-tiba, “Kalau
begitu biar ku berangkan kebukit Ho san”
Cia In berpaling sekejap memandang ke arah Goan cing
taysu, meskipun tidak mengucapkan apa-apa tapi jelas kalau
gadis inipun ingin menyusul ke sana.
Goan cing taysu lantas berkata, “Dari sini menuju ke bukit
Ho-san ada seribu empat lima ratus li, sampai di wilayah Gi
mong pun ada seribu li pula, padahal saat peresmian
perkumpulan Hian-beng-kau telah tinggal belasan hari saja,
tak sempat lagi…….”
Coa Wi-wi segera mengerutkan dahinya.
“Wi ji ogah menghadiri peresmian itu, apa sih yang hebat
untuk dilihat……?” serunya.
Goan cing taysu gelengkan kepalanya berulang kali sambil
berpaling katanya, “Nona Yan, berapa orang yang mendapat
undangan dari pihak Hian-beng-kau…..?”
Setelah membungkukkan badan memberi hormat sahut Cia
Sau yan, “Kau orang tua terlalu sungkan, boanpwe mana
berani menerimanya”
Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh, “Boanpwe
rasa setiap orang yang punya nama, baik ia masih berkelana
atau telah mengasingkan diri, pihak Hian-beng-kau pasti telah
menyampaikan undangan kepada mereka, yang tidak

376
mendapat bagian undangan tapi i-ngin melihat keramaianpun
sebagian besar sudah berangkat, dewasa ini tak sedikit
jumlahnya manusia yang telah meninggalkan kota Si ciu.
“Apakah dari pihak keluarga Hoa telah melakukan suatu
tindakan?”
“Bun tay kun belum melakukan tindakan apa-apa, Hoa
tayhiap juga belum turun gunung, ketika urusan yang
mengirim undangan tersebut tiba ditengah bukit ia telah
dihadang oleh kuasanya, jadi belum sampai bertemu langsung
dengan Hoa tayhiap.
Setelah menghela napas, lanjutnya.
“Keluarga Hoa selalu dianggap sebagai keluarga pesilatan
nomer satu didalam dunia persilatan tapi sikapnya yang sukar
diraba ini benar-benar membuat umat persilatan didunia ini
menjadi bingung dan tidak habis mengerti”
Kiong Gwat hui yang berada disampingnya tiba-tiba
menyela.
“Sewaktu turun gunung, kali ini kami berdua sempat pula
mengunjungi perkampungan Liok soat san ceng dan
menyambangi Bun Tay kun, Hoa tayhiap dan dua orang Hoa
hujin”
“Kalian telah bertemu?” tanya Goan cing taysu sambil
tersenyum.
“Ketemu sih sudah ketemu, cuma saja Bun Tay kun sedang
memusatkan semua perhatiannya untuk mendidik Suma Jin,
putri pendiam Suma tayhiap, mengenai yang lain penghidupan
berjalan biasa, hanya Koa toako Koa samet dan dua orang
sumoay yang secara diam-diam membicarakan segala sepak

377
terjang dan Hoa jiko, selain itu masih ada pula seorang Coa
hujin…..
“Dia adalah ibuku!” kata Coa Wi-wi dengan mata mendelik,
“bagaimana dengan dia orang tua?
“Ibumu dan kedua orang hujin bergaul dengan riang
gembira, dan berpesan kepadaku bila datang ke timur maka
kami diminta mampir di Kota Kiam leng dan mengajak kau
bermain”
“Kenapa cici berdua tidak membicarakannya sejak tadi?”
seru Coa Wi-wi sambil bertepuk tangan kegirangan.
Kiong Gwat hui tertawa, sahutnya.
“Tadi kau buru-buru ingin mengetahui nasib Hoa jiko, kami
mana berani untuk mengganggunya
Sementara itu Goan cing taysu sedang berpikir, Wiji hanya
menguatirkan keselamalan jiko nya, ilmu silat In-ji amat cetek,
beberapa orang gadis inipun tak bisa menghadapi masalah
besar ini dengan sempurna…….”
Setelah berpikir sebentar, serunya kemudian, “Anak Wi!”
Menyaksikan paras muka Goan-cing taysu amat serius,
buru-buru Coa Wi-wi meluruskan tangannya ke bawah sambil
bertanya, “Kongkong ada pesan apa?”
“Upacara pembukaan perkumpulan Hian-beng-kau
mempunyai arti penting bagi keselamatan umat persilatan
didunia, karenanya aku harus berangkat untuk melakukan
penyelidikan lebih dulu, kau boleh menyusul kemudian.

378
Setelah berhenti sebentar, kembali ia berkata, “Sedangkan
urusan Liong ji, lebih baik kita pikirkan selesai upacara
peresmian itu, mau kebukit Ho san juga tak bisa sekarang,
aku harap kau dapat mengingat selalu pesan leluhur kita yang
lebih mengutamakan kepentingan umum dari pada
kepentingan pribadi. Begitu juga dengan anak ini!”
Selesai berkata, ujung bajunya segera dikebaskan dan
tahu-tahu bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Bagi Goan cing taysu yang sepanjang hidupnya berkelana
diluar, kepergiannya tidak meninggalkan kesan apa-apa tapi
berbeda dengan Coa Wi-wi dan Cia In. mereka merasa seperti
kehilangan sesuatu, sambil memburu ke tepi jendela, titik air
mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Tiba-tiba Kiong Gwat hui berkata, “Ilmu silat yang kami
berdua memiliki amat cetek, jarak dari sini sampai bukit Gi
sanpun tidak dekat, bila ingin menghadiri pertemuan tersebut,
kita harus melakukan perjalanan mulai sekarang”
Diam diam Co wi wi berpikir, “Terpaksa persoalan tentang
jiko harus ditunda untuk sementara waktu.
Padahal bicara dari kepandaian yang di milikinya, tak
mungkin sampai terjadi peristiwa, mungkin juga kita akan
berjumpa dalam pertemuan nanti….”
Berpikir demikian ia lantas berkata, “Enci Kiong, bagaimana
kalau melakukan perjalanan bersama sama……?”
Kiong Gwat hui memegang tangan Coa Wi-wi dan tertawa
merdu, serunya, “Kau benar benar cantik jelita seperti bidadari
yang turun dari kahyangan, kami berdua sungguh merasa tak
sanggup untuk melakukan perjalanan bersamamu”

379
“Kau iri hati?” goda Kiong Gwat lan sam bil tertawa.
Kiong Gwat hui ikut tertawa. “Yaa, tentu saja iri sekali!”
“Kenapa?” tanya Coa Wi-wi sambil tertawa, sekalipun sedang
menguatirkan keselamatan Hoa In-liong, sempat pula dia
untuk bergurau.
Kiong Gwat hui dapat merasakan bahwa dibalik kecantikan
gadis itu terkandung juga kepolosan dan kelembutan, sama
sekali tidak menaruh rasa iri atau dengki, hal mana
membuatnya menghela napas panjang.
Sambil menarik tangan Coa Wi-wi, katanya kemudian,
“Terus terang saja aku mengaku, bahwa aku merasa iri sekali
ketika untuk pertama kalinya mengetahui akan dirimu, tapi
sekarang semua kedengkian itu sudah lenyap tak berbekas”
Mendengar perkataan itu, Coa Wi-wi menjadi tertegun, ia
tak habis mengerti kenapa gadis itu bisa menaruh perasaan
dengki ketika berjumpa untuk pertama kalinya tadi.
“Malam ini kita beristirahat dulu, besok pagi baru
melanjutkan kembali perjalanan kita” tiba-tiba Cia In berkata.
0000O0000
Jalan raya yang menuju ke Lu lam selama beberapa hari ini
mendadak menjadi ramai, sebagian besar orang yang
menempuh perjalanan disana adalah kawanan jago persilatan.
Pengaruh Hian-beng-kau memang benar-benar besar dan
luas, dengan bukit Gi san sebagai pusat seribu li disekitar
tempat itu telah tersebar tempat-tempat penyambutan,
terutama sekali dikota-kota besar, baik rumah penginapan

380
tersedia, makanan terjamin, yang melayani merekapun ratarata
gadis cantik jelita yang bertubuh indah.
Alunan musik yang indah, tempat yang nyaman, hidangan
yang lezat dan pelayan yang memuaskan, sungguh membuat
siapapun menjadi kerasan.
Sudah terlalu lama dunia persilatan berada dalam keadaan
tenang, banyak yang sudah lama tenangpun berbondongbondong
memunculkan diri, sebagian besar adalah bermaksud
untuk melihat keramaian, hanya sebagian kecil saja yang
benar-benar menguatirkan ambisi orang yang bermaksud
menguasai jagat.
Waktu itu, Coa Wi-wi, Cia In dan dua bersaudara Kiongpun
sedang melakukun perjalanan ke utara, untuk menghindari
tempat-tempat penyambutan yang disediakan pihak Hianbeng-
kau, mereka khusus memilih jalanan yang kecil dan
terpencil.
Empat orang gadis itu berencana akan tiba ditempat
peresmian itu sehari sebelumnya, maka sepanjang jalan
mereka banyak berpesiar dan bersantai-santai.
Senja itu mereka telah tiba diluar kota Gi sun shia, oleh
karena empat orang gadis itu tak tahu dimanakah letaknya Ou
gou peng, setelah berunding sejenak akhirnya diputuskan
kalau malam itu akan mendatangi gedung penerima tamu
guna melakukan penyelidikan.
Malam itu keempat gadis itu masuk ke dalam kota dan
langsung menuju ke gedung penerima tamu dari Hian-bengkau.

381
Ditengah jalan, mendadak Coa Wi-wi berhenti dan
berpaling ke arah sebelah kiri.
Melihat gadis itu berhenti, tiga orang lainnya pun ikut
berhenti dengan wajah tertegun.
“Apa yangg terjadi?” Kiong Gwat lan segera berbisik lirih.
“Bwe Su-yok telah datang!” sahut Coa Wi-wi sambil
menatap terus ke depan”
Cia In dan dua bersaudara Kiong segera berpaling pula ke
arah mana yang ditujukan.
Tapi Coa Wi-wi gelengkan kepalanya sambil berkata, “Ia
sudah keluar dari kota, tidak terlihat lagi”
Cia In termenung sebentar kemudian ujarnya.
“Dibalik ucapan peresmian perkumpulan Hian-beng-kau kali
ini sesungguhnya mereka bermaksud untuk menantang para
jago dari kalangan lurus sebagai seorang ketua dari Kiu-imkau,
sudah barang tentu Bwe Su-yok harusnya berada
dimarkas Hian-beng-kau, daripada berkeliaran ditempat
luaran”
“Jadi maksudmu, Bwe Su-yok sedang melakukan suatu
pekerjaan?” tanya Kiong Gwat hui.
Cia In mengangguk.
“Semestinya memang begitu!” sahutnya,
“Enci In, bagaimana kalau kita ikuti dirinya?” bisik Coa Wiwi
mendadak dengan suara lirih, diantara keempat orang itu
usia Cia In paling tua dan pengalamannya paling luas oleh

382
sebab itu dalam menghadapi pelbagai persoalan, dia juga
yang mengambil keputusan.
Padahal Cia In sudah jemu dengan persoalan tentang dunia
persilatan, tapi dalam keadaan demikian mau tak mau dia
harus juga membangkitkan semangat untuk menghadapinya.
Diam-diam Cia In berpikir, “Kedatangan Bwe Su-yok ke
tempat ini pasti karena urusan penting, seandainya ia
memang bermaksud tidak menguntungkan untuk golongan
kami, memang ada baiknya jika mencari kesempatan untuk
mengacaunya”
Berpikir sampai disitu, diapun lantas mengangguk,
sahutnya, “Bagaimanapun juga kita memang tidak repot, tak
ada salahnya untuk melihat-lihat.
Mendengar ucapan tersebut, Coa Wi-wi segera berangkat
lebih dulu untuk membawa jalan dan menuju kearah mana
Bwe Su-yok melenyapkan diri.
Sesaat kemudian sampailah keempat orang itu ditengah
sebuah hutan yang lebat.
Mendadak Coa Wi-wi berhenti sambil berbisik, “Sudah
sampai!”
“Dimana?” tanya Kiong Gwat hui karena tidak menyaksikan
sesosok bayangan manusia pun.
Baru saja akan menjawab, air muka Coa Wi-wi mendadak
berubah, serunya kemudian dengan cemas, “Cepat
menyembunyikan diri!” Meskipun agak keheranan, tiga orang
itu tahu bahwa ucapan tersebut pasti ada alasan tertentu,
maka masing-masing mencari sebatang pohon dan
menyembunyikan diri.

383
Baru saja selesai bersembunyi, bayangan manusia
berkelebat lewat, tahu-tahu ditempat mereka berada tadi telah
muncul dua orang laki-laki bertubuh kekar.
Agak merah wajah Kiong Gwat-hui karena jengah, pikirnya
kemudian, Yaa, pasti ucapanku terlalu keras tadi sehingga
mengagetkan penjaga di sana…….”
Dengan sepasang mata yang tajam, dua orang laki-laki
kekar itu memeriksa sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
salah seorang diantaranya berkata, “Lo tan, kentut busukpun
tak ada, mungkin kau salah mendengar?”
“Tidak mungkin” jawab laki laki kekar yang bernama lo tan
itu dengan suara berat, “dengan jelas kudengar ada suara
perempuan yang berkumandang dari sini……”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Sudah pasti
orangnya bersembunyi, lo Thio, mari kita geledah sekeliling
tempat ini!”
Ia mencabut keluar sebatang tombak pendek dan siap
melakukan penggeledahan.
“Tunggu sebentar!” seru lo thio tiba-tiba sambil menarik
lengan rekannya itu.
“Eeh… kenapa kau musti mengulur waktu terus? dengan
gusar lo tan berteriak, “coba kalau sampai urusan menjadi
berantakan akan kulihat beberapa butir batok kepala yang kau
miliki?”
Lo Thio mendengus dingin.

384
“Kalau begini cara penggeledahan yang kita lakukan, jika
sampai terkena sergapan, siapa yang bakal rugi? Lebih baik
kita melepaskan tanda bahaya saja untuk mengundang bala
bantuan
“Bajingan cilik!” diam-diam Kiong Gwat hui menyumpah.
Sambil menggigit bibir, ia tetap bersiap sedia untuk
menyerempet bahaya dengan menaklukan ke dua orang itu.
Baru saja ingatan tersebut melintas dalam benaknya, tibatiba
bayangan manusia berkelebat lewat, diam-diam Coa Wiwi
menerjang turun ke bawah….
Ilmu silat yang dimiliki kedua orang laki-laki kekar itu
memang bukan kepandaian sembarangan apalagi berada
dalam keadaan siap siaga namun di bawah sergapan dari Coa
Wi-wi ternyata tak sanggup untuk meloloskan diri.
Terdengar Lo Thio mendengus tertahan dan roboh ke
tanah, sedangkan lo Tan menggerakkan tombaknya siap
berteriak tapi sebelum sempat melanjutkan gerakannya, ia
sudah ditotok jalan darah pingsannya oleh Coa Wi-wi dan
roboh dan tak berkutik diatas tanah.
Setelah dua orang manusia ditaklukan, Kiong Gwat hui baru
melompat keluar sambil memuji, “Siapapun diantara kedua
orang ini memiliki ilmu silat jauh diatas kepandaianku, tapi
tanpa mengeluarkan sedikit tenagapun kau berhasil
menaklukan mereka, bahkan menjeritpun tak sempat, ini
membuktikan bahwa kau memang betul betul hebat”
Cia In tertawa ringan, katanya, “Dua orang itu masih belum
terhitung seberapa, ilmu silat sesungguhnya dari adik Wi
belum pernah kau lihat, coba kalau sudah tahu…..tanggung
kau akan kagum”

385
Kiong Gwat hui mengerdipkan sepasang matanya,
kemudian berkata, “Semoga saja pada malam ini bakal ada
suatu pertarungan yang seru, sehingga menambah
pengalaman”
Setelah menyembunyikan dua orang tawanan-nya,
beberapa orang itu melanjutkan kembali perjalanannya untuk
menyusup ke depan, tak sampai sepuluh kaki kemudian
dengan dahi berkerut dan mengerahkan ilmu menyampaikan
suaranya, Coa Wi-wi berbisik kepada ketiga orang itu,
“Semakin masuk kedalam, para penjaganya memiliki ilmu silat
yang semakin tinggi, bila kita memaksa untuk maju lebih ke
depan, niscaya jejak kita bakal ketahuan”
Baik Cia In maupun dua bersaudara Kiong sama-sama tak
dapat berbicara dengan menyampaikan suara, merekapun
tahu kalau gadis itu menguatirkan keselamatan mereka
bertiga.
Maka setelah termenung sebentar, Cia In lantas berbisik
ditepi telinganya, “Bagaimana kalau kau masuk saja seorang
diri?”
Coa Wi-wi mengangguk tapi menggeleng pula, bisiknya
dengan ilmu menyampaikan suara “disinipun boleh juga, Aku
duga Kiu-im-kau sedang memasang jebakan disini untuk
meringkus seseorang, sebentar aku akan tahu siapakah
sasarannya itu”
Cian In tahu kalau Coa Wi-wi kuatir bila ia dan dua
bersaudara Kiong tak sanggup menandingi jago-jago dari Kiuim-
kau, maka ia sengaja tetap tinggal disini.

386
Pikirnya kemudian, “Bila tujuan Kiu-im-kau memang sedang
mencegat seseorang, berada disini pun sama saja dapat
menyelidiki jejak mereka, baiklah ditunggu sebentar lagi,……”
Berpikir demikian, diapun mengangguk.
Ke empat orang itupun segera berhenti di sana sambil
memasang telinga baik-baik untuk memperhatikan keadaan di
sekitar sana.
Kurang lebih setengah jam kemudian, tiba-tiba Coa Wi-wi
mendengar ada suara ujung baju yang tersampok angin
berkumandang datang dari kejauhan dan makin lama makin
mendekati tempat itu.
Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki orang itu tinggi
sekali, dalam waktu singkat jaraknya tinggal sepuluh kaki saja.
Pada saat itulah tiba tiba terdengar seorang membentak
keras,
Jilid 10
“Ku Ing ing, berhenti!”
Sinar lampu segera menerangi empat penjuru, menyusul
kemudian bayangan manusia yang entah berapa banyak
jumlahnya bermunculan disekeliling hutan itu.
Diam-diam terkejut juga Coa Wi-wi mendengar seruan tadi,
pikirnya, “Oooh…..rupanya bibi Ku yang sedang mereka
hadang!”
Ketika berpaling, tampak olehnya Cia In pun sedang berada
dalam keadaan tertegun dengan wajah kaget.

387
Ia mencoba pula untuk mengawasi sekeliling sana diatas
sebatang dahan pohon sepuluh kaki dihadapannya sana,
berdirilah seorang tokoh berusia setengah umur yang cantik
jelita, tokoh itu membawa sebuah Hud tim bergagang pualam
di tangan kirinya.
Meski hanya memakai sebuah jubah pendeta yang
berwarna hijau, namun tidak menyembunyikan kecantikan
wajahnya yang mempesonakan hati itu.
Dan dia memang bukan lain adalah Giok teng Hujin Ku Ing
ing yang kini bernama Tiang heng Tokoh.
Hanya sebentar terkejut, Tiang heng Tokoh segera dapat
menenangkan kembali hatinya, dengan sepasang biji matanya
yang jeli ia mengawasi sekejap sekeliling tempat itu….
Disebuah tanah lapang didepan sana, tampaklah Bwe Suyok
yang berwajah cantik tapi dingin itu berdiri angker sambil
memegang tongkat kepala setannya, dikiri kanannya masingmasing
berdiri Lei Kiu-it dan seorang kakek berbaju hitam
yang bertubuh ceking sekali, sementara sayap kiri dan sayap
kanan masing-masing berdiri dua baris anak buahnya.
Diarah kiri dan kanan masing-masing berdiri kawanan jago
yang dipimpin Kek Thian tok, Seng Sin san dan Huan Tong
untuk menghadang jalan mundur orang, kalau dilihat dari
tampang-tampang kawanan jago dari Kiu-im-kau itu, bisa
diketahui bahwa mereka bukan manusia manusia yang
berilmu cetek.
Setelah menyaksikan keadaan tersebut, Tiang beng Tokoh
baru merasa terkesiap pikirnya.

388
“Celaka, kalau dilihat dari posisi yang terbentang didepan
mata sekarang, rasanya untuk kabur dari sini jauh lebih sulit
dari pada mendaki ke langit!”
“Ku Ing-ing!” kedengaran Lei Kui it membentak, “kenapa
kau masih belum juga memberi hormat kepada Kiu-imkaucu?”
Setelah mengasingkan diri selama belasan tahun,
kemampuan Tiang heng Tokoh untuk mengendalikan
perasaan sungguh mengagumkan sekali.
la tertawa-tawa, sambil melompat turun dari atas dahan,
dan memberi hormat kepada bwe Su-yok sapanya.
Bwe Su-yok berlagak tidak melihat, ia berdiri angkuh disitu
sementara sinar matanya berkilat tajam, tampaknya terjadi
pergolakan hebat di dalam hati kecilnya.
00000O0000
49
Ku Ing Ing, apakah kau sudah lupa dengan asalmu?” kakek
berjubah hitam yang bertubuh ceking itu kembali membentak
dengan suara dingin.
Tiang heng Tokoh mengalihkan sorot matanya ke arah
orang itu, lalu tanyanya, Siapa kau? maaf bila pintoi tidak
mengenalinya!”
Lohu adalah Sik Bio Ciao pelinduag hukum dan kaucu
angkatan kedua, sekalipun belum pernah berjumpa tentu
pernah mendengar bukan?” kata kakek ceking berbaju hitam
itu lagi dengan dingin.

389
Terkesiap juga Tiang heng Tokoh sesudah mendengar
nama tersebut, segera pikirnya, “Ooooh… rupanya dia!”
Ternyata Sik Ban-cian si kakek ceking berjubah hitam itu
adalah salah satu diantara empat orang pelindung hukum dari
Kiu-im-kaucu angkatan kedua, dimasa itu empat orang
pelindung hukum dari Kiu-im-kaucu ini disebut orang
persilatan sebagai Kiu im su-ciat (empat yang luar biasa dari
Kiu-im-kau cu).
Berbicara tentang kesuksesan Kiu-im-kau dimasa lampau,
ada separuh bagian diantaranya adalah berkat perjuangan
keempat orang itu, coba kalau keempat orang itu tidak
tersekap dibukit Wu san pada lima tahun berselang tak
mungkin Kiu-im-kau bakal di paksa orang untuk kabur
ketengah samudra dan hidup terombang ambing tanpa tujuan.
Tiang heng Tokoh menjadi murid Kiu-im-kau justru disaat
Kiu-im-kau sedang mengalami masa runtuh, diapun kemudian
mendapat tugas untuk menyusup ke tubuh Tong thian kau
sambil menunggu saat yang baik untuk muncul kembali dalam
dunia persilatan.
Karenanya ia belum pernah berjumpa dengan keempat
orang itu, tapi pernah mendengar kelihayan mereka berempat.
Maka sambil menghela napas diam-diam berpikir,
“Waah…….rupanya aku bakal mampus hari ini”
Tapi pertapaannya selama ini membuat hatinya setenang
air, dengan sikap yang tenang ia memberi hormat kepada Sik
Ban-ciau, la lu katanya, “Rupanya kau adalah cianpwe pinni,
maafkanlah bila Tiang heng bersikap kurang hormat
kepadamu”

390
“Hmm, apa kau anggap setelah mengenakan jubah
kependetaan maka urusan dimasa lalu bisa diselesaikan
dengan begitu saja?”
Tiang heng tokoh tertawa hambar, sahutnya, Sudah lama
pinni bukan anggota Kiu-im-kau lagi.
“Ku Ing ing, kau berani menghianati su-cou?” bentaknya.
Pinni bernama Tiang heng. Ku Ing Ing sudah mati
semenjak dua puluh tahun berselang.
Sekalipun Ku Ing ing belum mati, tapi setelah menjalankan
hukuman Im-hwe-lian-hun (api dingin melelehkan sukma) aku
sudah bu kan terhitung anak murid Kiu-im-kau lagi.
Ucapan tersebut membuat Sik Ban-cian tertegun, ia lantas
berpaling ke arah Bwe Su-yok.
“Yaa, memang ada kejadian tersebut!” Bwe Su-yok segera
mengangguk tanda membenarkan.
Kiranya dalam peraturan Kiu-im-kau ada tercantum bahwa
barang siapa telah menjalani hukuman Api dingin melelehkan
sukma maka ia sudah bukan termasuk anggota Kiu-im-kau
lagi.
Sebagaimana diketahui, siksaan Api dingin melelehkan
sukma adalah siksaan paling kejam didunia ini, belum tentu
setiap manusia bisa menahannya, barang siapa t lah
menjalaninya selama tujuh hari tujuh malam tubuhnya akan
berubah menjadi sesosok mayat kering.
Peraturano itu sebenarnya diujukan untuk anggota
perkumpulan yang telah melakukan pelanggaran besar, agar
setelah mati pun tak dapat menjadi murid Kiu-im-kau.

391
Siapa tahu dikala Giok teng hujin menjalani siksaan di kota
Cho ciu, Hoa Thian-hong telah datang tepat pada waktunya,
karena menguatirkan ilmu silat Hoa Thian-hong yang lihay,
terpaksa Kiu-im-kaucu membatalkan hukuman-nya ditengah
jalan, sebab itulah Giok Teng hujin bisa hidup sampai
sekarang.
Kenyataan mana segera membuat Sik Ban-cian menjadi
serba salah, sebab menurut peraturan setelah Giok teng hujin
tidak menjadi murid Kiu-im-kau, maka peraturanpun tidak
berlaku lagi baginya, atau dengan perkataan lain diapun tidak
berhak lagi untuk menuntutnya.
“Ku lng ing” mendadak Lei Kiu-it membentak dengan
dingin, “hukuman api dingin melelehkan sukma yang
semuanya berlangsung selama tujuh hari tujuh malam belum
kau laksanakan hingga selesai, itu berarti kau masih belum
terlepas dari ikatan peraturan perkumpulan kami”
Dengan langkah lebar ia lantas maju ke depan dan
melepaskan sebuah pukulan ke arah Ku Ing ing, seraya
membentak, “Akan kulihat sampai dimanakah kemajuan yang
berhasil kau capai selama beberapa tahun ini?”
Ku Ing ing tersenyum, hud tim ditangan kanannya
menggulung keatas..
Terdengar suara benturan seperti benda retak, hawa
pukulan langsung membuyar keempat penjuru dan membuat
kobaran api obor menjilat-jilat tiada hentinya.
suasana dalam hutan itupun menjadi mengerikan sekali
seperti ada setan-setan yang sedang bergentayangan.

392
Lei Kiu-it mundur selangkah dengan cepat sementara ujung
baju Tiang-heng Tokoh berkibar keras terhembus angin.
Kejadian itu segera membuat semua anggota Kiu-im-kau
menjadi terperanjat, dalam bentrokan yang baru terjadi
terbukti bahwa kepandaian yang dimilikinya memang hebat.
Padahal sebagai seorang jago dibawah ruangan Yu beng
thiam, kepandaian silat yang dimiliknya masih berada di
bawah dua istana dan tiga ruangan, tapi kenyataannya dia
masih berada diatas kepandaian Lei Kiu-it.
Tiba tiba Bwe Su-yok menegur dengan dingin, Lei tiamcu,
apakah aku menitahkan kepadamu untuk turun tangan?
Paras muka Lei Kiu-it agak bsrubah, buru-buru ia memberi
hormat kepada Bwe Su-yok sambil menyahut, Hamba
melakukannya karena buru-buru ingin menangkap penghianat
tersebut.
“Mundur kau!” tukas Bwe Su-yok cepat.
Lei Kiu-it agak ragu-ragu sejenak, kemudian setelah sangsi
beberapa waktu diapun mengundurkan diri dari sana.
Bwe Su-yok mendengus dingin, setelah melirik sekejap
kearah Sik Ban-cian katanya, “Sik hu hoat, bagaimana
menurut pendapatmu??”
Sik Ban-cian memberi hormat lalu sahutnya, Walaupun
peraturan dalam perkumpulan kita memang berbunyi
demikian, tapi menurut pendapat lohu, Ku Ing ing tak dapat
dile paskan dengan begitu saja.

393
“Kalau peraturan yang telah adapun tidak dipegang teguh,
perkumpulan macam apakah perkumpulan kita ini? Dan
bagaimana pula bisa merajai dunia persilatan?” tegurnya.
Mendengar itu diam-diam Sik Ban-cian berpikir, “Kalau
didengar dari perkataannya itu, agaknya dia berniat untuk
melindungi Ku Ing ing perempuan rendah itu, hmm! Orang
bilang dia ada main dengan bocah muda dari keluarga Hoa,
rupanya perkataan tersebut tak bakal keliru lagi.”
Berpikir demikian iapun lantas berkata, “Menurut peraturan
perkumpulan, orang harus menjalani hukuman api dingin
melelehkan sukma sukma tujuh hari tujuh malam, walaupun
tidak dicantumkan keterangan lalu tapi artinya sudah jelas,
harap kaucu bersedia untuk memahaminya”
Paras muka Bwe Su-yok mulai tampak agak sangsi, namun
diapun tidak banyak berbicara lagi.
Diam-diam Tiang beng Tokoh berpikir kembali, “Aaai….”
Keadaan telah berkembang menjadi begini, rasanya diapun
tak akan mampu untuk membentak diriku lagi, janganlah
lantaran persoalan membuat kewibawaannya dibadan anak
buahnya merosot, semoga bocah ini dapat membawa
perkumpulan Kiu-im-kau menuju ke jalan yang benar….”
Berpikir demikian, ia merasa enggan untuk menyulitkan
Bwe Su-yok lagi dalam persoalan ini, ia lebih rela beradu iiwa
daripada menyulitkan orang lain.
Maka sesudah berpikir sejenak, katanya sambil tersenyum,
“Kaucu…..”
Setajam sembilu Bwe Su-yok berpaling, ketika dilihatnya
paras muka Tiang heng Tokoh yang se-mula sedih kini
berubah jadi cerah, dengan cepat ia dapat menebak suara

394
hatinya, iapun lantas berpikir, “Bila membiarkan ia mati
dihadapanku, jika sampai diketahui olehnya, niscaya dia akan
membenciku setengah mati!”
Walaupun sikapnya yang istimewa dimasa dalam
pertemuan yang pertama dengan Tiang beng Tokoh, ia telah
menyebutnya sebagai cianpwe dan sikapnya menunjukan
penuh kesopanan dan rasa hormat mempunyai penjelasan
tertentu, namun kesemuanya ini dia lakukan jelas disebabkan
oleh Hoa In-liong.
Kalau tidak demikian, mungkin sedari tadi ia telah menuduh
Tiang heng Tokoh sebagai seorang penghianat.
Maka dari itu ketika dilihatnya Tiang heng Tokoh ada
maksud untuk mengakui kesalahannya di hadapan umum, ia
menjadi cemas bercampur gelisah, tiba-tiba bentaknya dengan
keras, “Tutup mulut!”
Kemudian sambil berpaling kearah Sik tan cian, katanya
lagi, “Sik Hu hoat, dalam usaha penghadangan terhadap Ku
Ing ing ini, kaulah yang memimpin langsung semua penjagaan
disini, apakah cukup rapat dan kuat penjagaan di sekeliling
tempat ini?”
Coa Wi-wi yang mendengar sampai disitu hatinya lantas
bergerak, pikirnya, “Jangan-jangan Bwe Su-yok memang
bermaksud memancing ke-datanganku ke tempat ini”
Berpikir demikian, iapun melirik sekejap kearah Cia In,
ketika empat mata saling bertemu, Cia In segera
mengangguk, rupa nya mereka berdua mempunyai pendapat
yang sama.
Sik Ban-cian agak tertegun setelah mendengar dibalik
perkataan Bwe Su-yok masih ada perkataan lain, dengan

395
tenaga dalam yang dimilikinya, asal memasang telinga baik
baik maka tak sulit baginya untuk menemukan tempat
persembunyian dari Cia ln serta dua bersaudara Kiong, maka
sorot matanya lantas dialihkan ketempat persembunyian
empat orang gadis itu kemudian tertawa panjang.
Sungguh amat sempurna tenaga dalam ysng di miliki Sik
Ban-cian, gelak tertawanya melengking dan membelah
keheningan malam hingga membuat Cia In dan dua
bersaudara Kiong yang berada pada jarak agak jauhpun
merasakan gendang telinganya menjadi amat sakit, kepalanya
pusing tujuh keliling, hampir saja ia tak tahan.
Menyaksikan kejadian itu Coa Wi-wi menjadi amat gelisah,
kontan saja ia membentak nyaring.
Dalami keadaan cemas dan gelisah bentakan tersebut telah
disertai dengan tenaga dalam yang cu-kup empurna, bahkan
saja berhasil mengimbangi gelak tertawa Sik Ban ciao, bahkan
menusuk pendengaran lawan.
Bwe Su-yok maupun Lei Kiu-it yang sama sekali tidak
bersiap sedia hampir saja merasakan dadanya bergolak keras
apalagi murid-murid Kiu-im-kau lainnya, mereka merasa
seperti disambar guntur, tubuhnya sampai bergoyang keras.
Dengan wajah tertegunn Sik Ban ciao tutup mulut tapi
sejenak kemudian dengan suara dalam serunya, “Rupanya ada
jago tangguh yang berada disini, bagaimana kalau tampilkan
diri sebentar?”
Coa Wi-wi tahu bahwa kemungkinan besar ia tak dapat
mengundurkan diri dari situ dengan aman pada malam ini,
maka dengan suara setengah berbisik katanya, “Tiga orang
saudaraku, jago-jago tangguh dari Kiu-im-kau telah berkumpul
semua disini, kalian bukan tandingannya, maka jika sampai

396
terjadi bentrokan nanti, lebih baik hindari jago-jago tangguh,
cari saja para anak buahnya yang agak cetek kepandaian
silatnya.
Sebetulnya ucapan semacam ini pantang di utarakan
keluar, sekalipun merupakan suatu kenyataan, untung saja
ketiga orang gadis itu berhati polos dan tidak menaruh
perasaan tak senang atau perasaan lainnya, mendengar
perkataan itu serentak mereka manggut manggut.
“Jangan kuatir!” kata Giong Gwat lan sambil tertawa
“sebetulaya aku memang cuma ingin berpeluk tangan belaka,
ingin kulihat sampai dimanakah kehebatan ilmu silat yang kau
miliki itu”
Coa Wi-wi tersenyum, diapun berjalan keluar lebih dulu dari
tempat persembunyian nya disusul ketiga orang lainnya.
Ketika Tiang heng Tokoh melihat Coa Wi-wi dari depan,
dengan heran iaberseru.
“Anak Wi, rupanya kau!”
“Bibi Ku” kata Coa Wi-wi dcngsn manja, “aku harus
berterima kacih kepada pihak Kiu-im-kau karena berhasil
mengurung dirimu disini kali ini aku tak akan biarkan kau
kabur dengan begitu saja”
Tiang heng Tokoh tersenyum, sinar matanya pelan-pelan
dialihkan kewajah Cia In serta dua bersaudara Kiong,
kemudian sambil menggape katanya, “Anak In, kau dan nona
berdua dibelakangku saja”
Dalam sekilas pandangan saja, Sik Pan cian telah
mengetahui bahwa kepandaian silat yang dimiliki keempat
orang ini amat cetek, tapi setelah mengetahui bahwa orang

397
yang membentak amat dahsyat tadi adalah seorang gadis
belia yang cantik jelita, ia menjadi tercengang.
“Aaali…..!” serunya tertahan.
“Budak ini bernama Coa Wi-wi, keturunan dari Bu seng
(malaikat ilmu silat)!” demikian Bwe Su-yok berkata dingin.
Paras muka Sik Ban-cian berubah hebat, serunya dengan
suara lantang, “Wahai budak she Coa, ape hubungan mu
dongan Coan cing si keledai tua gundul?”
Tak terkirakan rasa gusar Coa Wi-wi mendengar orang itu
mengejek kakeknya, biji mata yang jeli berputar-putar, lalu
sahutnya dingin, “Setan tua, apa yang kau ngaco belokan?”
“Budak sialan!” teriak Sik Ban-cian penuh kegusaran,
selanglah demi selangkah ia maju ke depan.
Coa Wi-wi tidak berani bertindak gegabah, diam-diam ia
menge rahkan tenaga dalamnya untuk bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan, sementara Thian heng
Tokoh mempersiapkan senjata Hud timnya untuk melancarkan
Serangan.
“Setan tua, lihat toya saktiku!” mendadak seseorang
berseru dengan suara lantang.
Belum lagi ucapan tersebut selesai diucapkan, sesosok
bayangan hitam dengan membawa desingan angin tajam
langsung menerjang kearah Sik Ban-cian.
Melihat datangnya ancaman, Sik Ban-cian memutar telapak
tangan-nya melancarkan serangan balasan, tiba-tiba ia merasa
keadaan tidak betul, bawa murninya segera ditarik kembali

398
lalu dari pukulan merubahnya menjadi cengkeraman, ia cakar
punggung bayangan hitam tersebut.
Benar juga ternyata orang itu adalah anggota Kiu-im-kau
yang dilemparkan orang ke arahnya.
“Sik lo ku!, kau memang hebat” suara itu memuji lantang,
“untung matamu cukup jeli sehingga nyawa seorang anak
buahmu berhasil diselamatkan
Habis sudah kesabaran Sik Ban-cian, karena gusarnya ia
tertawa terbahak-bahak, lalu menerjang ke atas sebatang
pohon besar yang rimbun lebih kurang sepuluh kaki
dihadapannya sana, bentaknya penuh kegusaran, “Kawanan
tikus darimana yang telah datang? Hayo cepat meng-gelinding
keluar dari tempat persembunyianmu!”
Belum lagi tubuhnya menerjang tiba, sepasang telapak
tangannya telah dilontarkan ke depan, gulungan angin
pukulan yang maha dahsyat segera menyambar tubuh lawan,
“Blaaaar……….!” getaran keras yang memekik-kan telinga
berkumandang memecahkan keheningan, batang pohon yang
lima kaki tingginya itu segera terhantam telak sehingga patah
menjadi dua dan roboh ketanah.
Diantara daun-daun dan ranting-ranting yang beterbangan
diudara, terdengar gelak tertawa pan-jang yang memekikkan
telinga berkumandang memecahkan keheningan, sesosok
bayangan hitam melompat keudara lalu berseru sambil
tertawa, Sungguh suatu tenaga pukulan yang amat hebat,
cuma sayang hanya bisa dilampiaskan pada batang pohon.
Sik Ban ciat makin marah, teriaknya keras-keras, “Manusia
sialan, jangan kabur kau!”

399
Dia melompat keudara dan meluncur ke depan melakukan
pengejaran..
Semua orang telah dapat melihat bahwa orang yang
mengejek Sik Ban-cian itu memiliki ilmu silat yang maha
hebat, sudah jelas kepergian Sik Ban-cian kali ini tak pasti
akan berhasil menyusul lawan.
Diam-diam Tang heng Tokoh berpikir, “Walaupun Sik Bancian
berhasil dipancing pergi, tapi ketiga orang Thamcu dari
Kin im kau serta Bwe Su-yok masih ada di sini, belum tentu
anak Wi sanggup menghadapinya, lebih baik mumpung masih
ada kesempatan aku kabur saja lebih dulu.
Satelah mengambil keputusan, iapun berbisik, “Anak Wi,
buka jalan! Nona berdua dan anak In ditengah, mari kita
berangkat!”
Coa Wi-wi mengangguk, ia bersiap-siap untuk berangkat
mening-galkan tempat itu.
Mendadak terdengar suara pujian kepada sang Buddha
berkumandang diudara, seorang, tauto (hwesio yang
memelihara rambut) dengan rambut yang terurai sepundak,
berwajah pualam dan berikat kepala perak, dengan memakai
jubah pendata warna abu-abu dan membawa sebuah senjata
sekop dari perak melayang turun ketengah arena.
“Siapa sebutanmu taysu?” tanyanya.
“Pinceng adalah Cu Im!” jawab si Tauto.
Kemudin sambil berpaling kearah Tiang heng Tokoh,
katanya, “Nona Ku, apakah masih kenal dengan pinceng?”
Tiang heng Tokoh tertawa getir.

400
Budi kebaikan taysu dan suma tayhap yang jauh-jauh
datang memberi bantuan tak akan Tiang heng lupakan untuk
selamanya, mana mungkin pinceng lupa dengan taysu?!!
Tiba-tiba paras muka Cu Im taysu berubah menjadi amat
sedih, dia berkata memuji keagunggan sang Buddha.
“Omintahud!” Kini Suma loce telah berpulang kelangit barat
sementara pinceng masih kelayappan dialam semesta.
Aai..Kejadian dalam dunia memang berubah dengan cepatnya.
Semuanya itu akan menambah kenanggan dan kepedihan
dihati orang saja.
Tiba tiba Lei Kiu-it berkata dengan dingin.
“Cu Im tauto, tempat ini bukan tempat bagi kalian untuk
mengenang kembali kejadian-kejadian dimasa silam, aku pikir
bila kau sudah bersiap mencampuri urusan ini, tak berguna
banyak bicara lagi, mari kitalangsung saja beradu kekuatan.
Cu Im taysu tertawa-tawa.
“Lei sicu, cukup tajam perkataanmu itu, pinceng kagum
sekali, cuma berilah kesempatan lebih dulu kepada pinceng
untuk bercakap cakap dengan kaucu kalian”
“Taysu hendak membicarakan soal apa?” tanya Bwe Suyok.
Cu Im taysu lantas berpaling, diawasinya sekejap wajah
Bwe Su-yok, kemudian sambil merangkap tangannya didepan
dada ia berkata, “Bwe kaucu adalah seorang perempuan yang
pintar dengan hati yang bijaksana, masa jaya Kiu-im-kau tak
lama lagi pasti akan tiba, pinceng akan menyampaikan
selamat lebih dahulu”

401
Bwe Su-yok terpaksa membungkukkan badan membalas
hormat.
“Aku tak berani menerima ucapan selamat dari taysu” cepat
sahutnya.
Cu Im taysu menghela napas panjang, katanya, “Bwe
kaucu, dua puluh tahun berselang nona Ku sudah
melaksanakan hukuman im hwe lian nun (api dingin
melelehkan sukma) selama sehari dua malam, keadaannya
mengerikan sekali…….”
“Taysu!” tukas Bwe Su-yok, “jika ingin mengucapkan
sesuatu, katakan saja berterus terang, aku pikir kau tak perlu
berbelok-belok lagi dalam pembicaraan”
“Pinceng hanya ingin berkata bahwa menurut peraturan,
semestinya Kiu-im-kau sudah tidak berhak lagi untuk
mencampuri urusan nona Ku, sebab nona Ku telah
menjalankan siksaan tersebut”
Bwe Su-yok tertawa dingin.
“Heeehh…..heeeh….heeeh…..hebat betul taysu, rupanya
kau pandai mengupas masalah peraturan dari pertarungan
kami.
“Maksud Bwe kaucu…..” Cu Im Taysu mengernyitkan
sepasang alis matanya.
Tidak menanti ia menyelesaikan kata-katanya, dengau
dingin Bwe Su-yok telah berkata, “Semua persoalan tentang
perkumpulan kami, tak akan mengijinkan orang lain untuk
mencampurinya.

402
Setelah kejadian berkembang jadi dingin, demi menjaga
nama baik serta martabat Kiu-im-kau, terpaksa ia tak dapat
mundur dengan begitu saja, padahal hati kecilnya merasa
salah, coba kalau tidak terikat oleh budi kebaikan dari
gurunya, ia sudah tinggalkan kedudukannya sebagai kaucu
dan mengasingkan diri ditempat yang terpencil.
Ketika mendengar perkataan itu, Lei Kiu-it sekalian segera
merasakan semangatnya berkobar kembali, rasa antipati yang
timbul dalam hati merekapun segera tersapu lenyap.
Tiba-riba terdengar suara parau berkumandang
memecahkan kesunyian.
“Hei hwesio tua, sekalipun kau berhati baik, sayang sekali si
keras kepala enggan menganggukkan kepala, lebih baik
simpan saja hati baikmu dan mengangkat senjata.”
“Siapa disitu?” bentak Lei Kiu-it.
“Ciu Thian-hau dan gunung Hong-san” jawab orang itu
dingin.
Paras muka semua jago dari Kiu-im-kau segera berubah
hebat, sebab keadaan yang terbentang didepan mata mereka
sama sekali diluar dugaan siapapun.
Kepandaian Giok teng Hujin sudah tidak seperti kepandaian
yang dulu, ilmu silat Coa Wi-wi tiada tandingannya dan pernah
dibuktikan sendiri oleh para jago Kiu-im-kau, kini Sik Ban-cian
dipancing orang dan belum kembari, ditambah Ciu Thian-hau
dan Cu Im taysu telah muncul dipihak lawan, sudah bisa
dipastikan Kiu-im-kau berada dalam keadaan kalah.
Dalam pada itu, Kek Thian tok, Seng Sim san dan Huan
Tong yang menyaksikan kepungan mereka tak mungkin

403
mendatangkan hasil, dengan cepat mereka mundur ke
samping Bwe Su-yok.
“Ciu Thian hau!” bentak Huan Tong dengan gusar “jelekjelek
kau juga punya nama, kenapa tidak segera menampilkan
diri? Memangnya malu untuk bertemu orang?”
Ciu Thian hau mendengus dingin.
“Hmm…..! Hanya kawanan setan gentayangan yang ada
disitu, lohu malas untuk bertemu dengan kalian”
Menggunaakan kesempatan ketika Huan tong sedang
bertanya jawab dengan Ciu Thian hau, Bwe Su-yok berpaling
ke arah Kek Thian tok sambil bertanya dengan suara lirih,
“Bagaimana pendapat Kek tongcu?”
“Hamba rasa tiada berharga buat kita untuk beradu
kekerasan” bisik Kek Thian tok. “lebih baik kita tunggu saja
sampai saat peresmian perkumpulan Hian-beng-kau, waktu itu
sekalian kita turun tangan membasmi kawanan musuh besar
kita ini*
“Bagaimana dengan pendapat kalian?” Bwe Su-yok
berpaling ke arah para jago lainnya.
Seng Sim sam menghela napas, katanya, “Padahal rencana
kita diatur sangat rahasia, entah kenapa mereka dapat
mengetahui rahasia ini sehingga pada berdatangan kemari,
kalau tahu begini keempat huhoat kita diajak kemari semua
dengan kekuatan yang tangguh kita tak usah takut pada
mereka lagi, yaa, apa boleh buat, terpaksa kita harus berbuat
demikian”
Bwe Su-yok tersenyum, tiba-tiba ia maju lima langkah ke
depan, dengan sorot mata yang tajam ia menatap sekejap

404
wajah Tiang beng Tokoh, kemudian katanya, “Ku….. Tiang
heng Tokoh, jika kita langsungkan pertarungan, yakinkah kau
dapat menangkan pertarungan ini?”
Tiang heng Tokoh agak tertegun, lalu pikirnya, “Kek Thian
tok merekapun bermaksud lepas tangan, kenapa kau malah
tak mau mengundurkan diri?”
Dalam hati berpikir demiktar, diluar hati ujarnya sambil
tersenyum, “Masakah pinto dapat menandinggi kehebatan Kui
im kaucu, tentu saja aku yang bakal kalah”
“Coa Wi-wi yang berada disisinya lantas berpikir, “Jika bibi
Ku sampai bertarung dengan Bwe Su-yok, dan karena tak
beruntun sampai kalah, nama baiknya pasti akan ikut ternoda,
hal ini sangat tidak berharga baginya”
Berpikir demikian, diapun menampilkan diri, seraya berkata,
“Bwe Su-yok, mana mungkin bibi Ku mau bertarung dengan
seorang boanbwe seperti kau, kalau ingin bertarung, hayo kita
saja yang bertarung”
Bwe Su-yok pura-pura tidak mendengar, kembali ujarnya,
“Sebelum pertarungan dilangsungkan, sukar untuk
menentukan menang kalahnya, tapi berbicara menurut
pendapat umum aku lebih banyak bera-da dipihak yang kalah
dari pada menang”
Setelah berhenti sejenak, katanya kembali, “Dalam
pertarungan ini, bila kau dapat menang, sejak hari ini Kiu-imkau
tak akan mencarimu lagi, tapi jika aku yang menang,
maka terpaksa aku harus membawamu pergi”
Tiang heng Tokoh tidak langsung menjawab, diam-diam
pikirnya kembali;

405
“Terhitung lumayan juga ia bisa berpikir sampai kesitu,
cuma jelas aku tak boleh kalah, padahal sebagai seorang
kaucu tak mungkin akan membiarkan dirinya sampai
kalah”……..
Berpikir sampai disitu, diapun melirik sekejap kearah Cu Im
taysu, ia berharap paderi itu bisa membantunya berbicara.
Cu Im taysu mengernyitkan, alis matanya, lalu berkata,
“Bwe kaucu!”
Bwe Su-yok tertawa angkuh, katanya, “Apakah taysu
bermaksud untuk memberi petunjuk kepadaku?” Cu Im taysu
tertawa.
“Pinceng sudah tua, enggan rasanya aku untuk bermain
kekerasan, apalagi melangsungkan pertarungan dengan orang
muda”
Setelah berhenti sebentar, ia berkata lebih jauh, “Menurut
pendapat pinceng, mumpung saat peresmian perkumpulan
Hian-beng-kau tinggal beberapa hari, lebih baik kita selesaikan
masalah ini dihadapan para enghiong hohan dari kolong
langit, bukankah hal ini jauh lebih baik?”
Bwe Su-yok termenung dan tidak berbicara padahal
memang itulah yang diharapkan, segera pikirnya, “Dalam
peresmian perkumpulan Hian-beng-kau nanti, seluruh jago
dari pelbagai tempat bakal berkumpul semua disitu, keadaan
nya pasti kacau balau tak karuan, bila ingin membereskan
pertikaian dalam ke adaan seperti ini, jelas hal ini bukan suatu
pekerjaan yang gampang…..
Baru saja berpikir sampai disitu, tiba-tiba berkumandang
suara pekikan nyaring yang memmbelah udara, Sik Bon cian

406
bagaikan seekor burung raksasa melayang masuk ke dalam
gelanggang.
Di bawah cahaya api, tampak wajarnya berubah menjadi
hijau membesi, ujung baju sebelah kanannya terpapas kutung
sebagian.
Ia melirik sekejap kearah Cu Im taysu kemudian sambil
tertawa seram bentaknya.
“Cu Im, siau pwe darimanakah itu?”
“Haputule!” jawab Cu Im taysu dengan kening berkerut.
“Belum pernah kudengar nama orang itu, siapa gurunya?”
“Aku rasa kau pasti telah merasakan pedang mestika itu,
pedang emas tersebut merupakan pedang paling tajam
dikolong langit, rasa nya tidak sulit bukan bagimu untuk
menebak asal perguruannya.
“Lohu tidak menyangka bakal…..”tapi sampai ditengah
jalan, Sik Ban-cian telah mengalihkan pembicaraannya ke soal
lain “apakah dia muridnya It kiam kay tionggoan (Pedang sakti
yang menyelimuti daratan Tionggoan) Siang Tang lay, si setan
tua itu?”
“Huh, sungguh tak tahu malu” ejek Coa Wi-wi sambil
tertawa dingin, “tak mampu mengalahkan orang, berkaokkaok
juga ditempat ini, kau pamerkan kepada siapa lagakmu
itu?”
Kegusaran Sik Ban-cian ketika itu sedang mencapai pada
puncaknya, mendengar perkataan itu ibaratnya minyak yang
bertemu api, kontan saja ii menyeringai seram.

407
“Budak sialan!” teriaknya menahan geram, Coa Wi-wi sama
sekali tidak menghindar atau pun berkelit, tetapi tangannya
segera digetarkan dan langsung menyambut nya tubrukan
lawan.
Kedua orang itu asma sama maagandalkan tenaga pukulan
dingin yang bersifat lembut, apalagi serangannya sama-sama
dilancarkan tanpa menimbulkan sedikit suarapun, maka ketika
dua kekuatan saling bertemu………”Blaar!” pancaran hawa
sakti menyebar ke empat penjuru.
Cu Im taysu yang berada didekat sana segera merasakan
tenaga tekanan yang maha kuat menghantam dadanya,
dengan hati terkejut ia awasi Coa Wi-wi beberapa kejap,
kemudian pikirnya, “Dengan tubuh yang begitu ramping dan
lemah lembut ternyata memiliki tenaga dalam sehebat itu,
sungguh merupakan suatu kejadian yang sama sekali diluar
dugaan”
Dalam pada itu, Sik Ban-cian mendengus gusar, lengan
kanannya diangkat, siap melancarkan serangan lagi, tapi ia
segera berubah ingatan, pelan-pelan dihampirinya Bwe Suyok,
lalu bibirnya berke mak-kemik entah apa yang diucapkan,
sebab ia mengirim suaranya dengan ilmu menyampaikan
suara.
Mendengar bisikan tersebut paras muka Bwe Su-yok
berubah hebat, dengan cepat ia menengadah sambil berkata,
Jika taysu memang berpendapat demikian, baiklah persoalan
ini kita undur sampai diselengarakannya peresmian
perkumpulan Hian-beng-kau nanti.
Tidak menunggu jawaban dari Cu Im taysu lagi, tongkat
kepala setannya segera digetarkan lalu mengundurkan diri dari
situ.

408
Sik Ban-cian serta Kek Thiann tok sekalian menyusul
dibelakangnya, sementara para jago dari Kiu-im-kau samasama
memadamkan obor dan mundur ke dalam hutan,
sekejap kemudian tak seorangpun yang tertinggal disitu.
Dengan keheranan Coa Wi-wi lantas berkata, “Mereka
mundur dengan begitu tergesa gesa, jangan-jangan Kiu-imkau
telah tertimpa suatu musibah?”
Cu Im taysu gelengkan kepalanya berulang kali “Entahlah
pinceng sendiripun kurang jelas” Kemudian sambil berpaling
dengan wajah lembut katanya, “Nona Coa……”
“Panggil aku anak Wi!” sela Coa Wi-wi manja.
Cu Im taysu tersenyum, ujarnya, “Baiklah, tiga puluh tahun
berselang, pinceng pernah bertemu dengan kakekmu dan
ayahmu sewaktu berpesiar ke kota Kiui leng, aku memang
pantas memanggilmu sebagaia anak Wi!”
“Kenapa kau tak pernah mendengar ibuku membicarakan
persoalan ini….?” tanya Coa Wi-wi sambil membelalakkan
matanya yang jeli.
Cu Im taysu tertawa.
“Waktu itu usia ayahmu maupun aku masih amat muda,
ketika kakekmu mengetahui bahwa pinceng adalah orang
persilatan, beliau enggan bersahabat lebih akrab denganku,
Cuma saja lantaran ayahmu begitu dimerahasiakan dirinya,
maka hingga kini pinceng baru tahu bahwa keluargamu adalah
keturunan dari Bu seng,.
Coa Wi-wi menggerakkan bibirnya hendak menjelaskan
pesan dari Kakek moyangnya yang melarang anak keturunannya
berkelana dalam dunia persilatan.

409
Tapi ia sebelum ia sempat berbicara, tiba-tiba terdengar
Tiang-heng Tokoh bertanya.
“Kenapa Ciu tayhiap masin belum juga munculkan diri?”
Cu Im taysu memandang sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian sambil menghela nafas panjang, sahutnya, “Karena
kematian suma lote, ia telah bersumpah tak akan berjumpa
dengan sahabat-sahabat lamanya sebelum pembunuh itu
berhasil ditemukan dan lehernya digorok untuk membalas
dendam”
Thiang heng Tokoh lantas berpaling ke arah hutan,
kemudian serunya, “Ciu tayhiap bisa begitu setia kawan, hal
ini sungguh membuat Thiang heng merasa kagum, cuma saja
tindakan semacam ini apakah tidak terlalu……..”
“Percuma banyak bicara, mungkin ia sudah pergi
meninggalkan tempat ini” sela Cu Im taysu dari samping.
“Cu pekya malahan merasa tak senang hati lantaran Ciu
pekya enggan turun gunung!” sela Coa W i wi dengan manja.
Sementara itu Thian heng Tokoh sedang berpikir.
“Jika tidak pergi meninggalkan tempat ini, aku akan sulit
untuk kabur setelah direcoki budak tersebut.”
Selama banyak tahun belakangan ini, dia selalu berusaha
untuk menghindarkan diri dari pertemuan dengan sanak
keluarga, maka ketika kemunculan Ciu Thian-hau justru
mencocoki selera hatinya, maka sambil tersenyum katanya,
“Kalian bicaralah pelan-pelan disini, karena masih ada sedikit
urusan, pinto harus mohon diri lebih dulu”

410
Lalu sambil berpaling kearah Cia In, katanya lagi, “Anak In,
guruku telah berangkat ke utara lebih dulu untuk menyelidiki
gerak-gerik dari tiga perkumpulan besar, sepanjang jalan, ia
meninggalkan tanda rahasia, pergi susullah dia, kalau bisa
bergabung saja dengan gurumu!
Cu Im taysu bukan orang bodoh, segera dia pun berpikir,
“Setelah kepergiannya, sudah pasti jejaknya akan semakin
rahasia, selanjutnya kemana aku harus pergi untuk
mencarinya?”
Berpikir demikian, buru-buru ia berkata, “Nona ku, harap
tunggu sebentar, Haputule dari See ih ingin bercakap-cakap
denganmu”
“Lain kali saja!” jawab Thiang heng Tokoh.
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Pinto bernama
Thiang heng, jika taysu masih juga memanggil nama ku dulu,
maaf jika pinto tak akan menggubris lagi.”
Haputule dan Hoa Thian-hong berhubungan lebih akrab
dari saudara sendiri, sudah tentu ia lebih-lebih tak ingin
berjumpa de ngannya, belum lagi kata-katanya selesai dia
ucapkan, senjata Hud timnya telah dikebaskan siap
meninggalkan tempat itu.
“Omintohud!” Cu Im taysu berseru memuji keagunggan
sang Buddha, senjata sekopnya langsung dilintangkan di
depan dada, sepasang kakinya menjejak ketanah dan
melayang turun bersamaan waktunya dihadapan Thiang heng
Tokoh, sehingga jalan perginya segara terhadang.
Melihat itu, Thiang heng Tokoh mengerutkan dahinya, lalu
berseru dengan nada yang tenang.

411
“Apakah taysu melarang pinto pergi dari sini?”
“Ah, mana pinceng, berani?” buru-buru Cu Im taysu
menjawab.
“Kalau begitu, minggirlah dari situ!”
Pelbagai ingatan berkecamuk dalam benak Cu Im taysu,
untuk sesaat ia tak berhasil menemukan cara yang baik untuk
menahan Thiang heng Tokoh disitu……
Tiba tiba Cia In berseru lantang.
“Oh supek! Bukankah kau telah berjanji dengan pihak Kiuim-
kau untuk menyelesaikan pertikaian ini pada saat
peresmian perkumpulan Hian-beng-kau….? Jika kau orang tua
pergi, bukankah Cu Im taysu yang membuat perjanjian ini
akan kehilangan kepercayannya?”
“Perkotaan sutit memang benar” cepat-cepat Cu Im taysu
berseru dengan gembira, “harap nona Ku jangan
menyusahkan pinceng.
Ia masih tetap memanggil Tiang heng Tokoh dengan
sebutan “nona Ku” maksudnya dia hendak menginggatkan
Giok teng hujin Ku lng ing bahwa hubungannya dengan
keluarga Hoa sesungguhnya erat sekali.
Diam-diam Thiang heng Tokoh merasa marah sekali,
segera serunya.
“Budak sialan, kau berani barsekongkol dengan mereka
untuk menghadapi aku?”

412
Cia In segera bertekuk lutut dan menjatuhkan diri berlutut
dihadapan supeknya lalu sambil menengadah katanya dengan
suara gemetar.
“Ooh supek, kenapa kau orang tua musti bersusah payah
berbuat demikian?
Keponakan murid rela dijauhi hukuman mati asal kau orang
tua bersedia untuk bertemu dengan Hoa tayahiap!”
Dua bersaudara Kiong saling berpandangan sejejap,
kemudian bersama-sama memberi hormat kepada Tiang heng
Tokoh.
Kata Kiong Gwat hui.
“Kiong Gwat hui dan Gwat lan dari perguruan MHa san
memberi hormat buat cianpwe”
“Tidak berani” jawab Thiang heng Tokoh sambil tersenyum,
“baik baikkah kakekmu?”
“Dia orang tua ada dalam keadaan baik-baik dan boleh
dibilang sehat walafiat”
Berbicara sempai disini, ia lantas mengedipkan matanya
memberi tanda kepada Gwat lan untuk berbicara.
Semenjak tadi Kiong Gwat lan telah berniat untuk
berbicara, melibat itu buru-buru ia menyam-bung.
“Ku locianpwe, kejadianmu dimasa lalu yang penuh
kegembiraan maupun kesedihan telah banyak kami dengar,
hanya sayang boanpwe sekalian tak sempat menjumpaimu,
sungguh beruntung malam ini kami bisa berjumpa muka….”

413
“Tak usah mengumpak” tukas Thiang heng Tokoh sambil
tertawa, apa yang kau ucapkan katakan saja terus terang!”
Maaf cianpwe, apakah kau tidak merasa terlalu manja
sekali?”
Kiong Gwat lan dengan wajah serius.
“Aaah, kalian anak kecil cuma tahu satu tak tahu dua, apa
yang hendak kalian bicarakan?” dengan gusar Thiang heng
Tokoh berseru.
Aku tak ambil perduli soal satu atau dua, seru Coa Wi-wi
dengan capat, Pokoknya kau musti berjumpa dengan empek
Hoa, kalau tidak tinggalkan alamatmu, aku pikir empek Hoa
pasti akan berkunjung kesitu untuk minta maaf”
Melihat gelagat tak baik, Tiang beng Tokoh segera berpikir,
Wah, mereka pada mengerubuti aku seorang, kalau begini
terus caranya, tidak memakai sedikit akal jelas aku tak bakal
bisa loloskan diri dari sini.
Berpikir demikian, diapun berkata, “In jin, hayo bangun!
Supek tak akan menyalahkan kamu lagi”
Cia In menyembah beberapa kaki kemudian baru bangkit
berdiri, wajahnya kelihatan sedih, ia seperti mau
mengucapkan sesuatu namun maksud tersebut kemudian
diurungkan.
Diam-diam Thiang heng Tokoh menghela napas panjang
sambil berpaling ke arah Cu Im taysu, katanya, “Taysu,
persoalan antara Kiu-im-kau dengan pinto biarlah diselesaikan
saja pada ucapacara peresmian Hian-beng-kau nanti, kalau
toh demikian untuk sementara waktu, bagaimana kalau
jangan kita bicarakan lagi?”

414
“Apakah sampai waktunya, nona Ku pasti akan tiba?” Cu Im
taysu masih kelihatan sangsi.
“Yaa, sampai waktunya Ku Ing ing pasti akan datang!”
Begitu selesai berkata, ia lantas melejit ke udara dan
melayang pergi dari situ.
Cu Im tsysu masih juga agak sangsi tapi terbayang bahwa
orang persilatan selalu memegang janji yang telah diucapkan,
apalagi Tiang beng Tokoh pun telah berjanji akan datang,
maka dia tidak menghalangi lagi jalan perginya.
Sebab bagaimanapun juga cukup mengerti, apa bila ia
sampai mengucapkan kata-kata yang ber-nada tak percaya
akibatnya bisa terjalin perselisihan paham, karena itulah ia
selalu tak berani mengucapkan kata-kata yang bermaksud
menghalangi niatnya.
Setelah berjalan sejauh beberapa li, mendadak Tiang hen
tokoh merasa gelagat tak benar, tiba-tiba ia berpaling
kebelakang, maka tampaklah Coa Wi-wi dengan senyuman
dikulum sedang mengikuti di belakangnya, jelas ia sudah
cukup lama membuntuti disana.
Ketika Coa Wi-wi menjumpai jejaknya ketahuan, kontan
saja ia tertawa cekikikan.
“Bibi Ku, aku ingin mengikutimu! Tiang heng Tokoh segera
terhenti, serunya, “Budak cilik,, kau berani tak pacaya dengan
perkataanku?”
Coa Wi-wi tertawa cekikikan, serunya, “Hei, apa yang kau
katakan?”

415
“Aku bilang…” mendadak ia terbungkam.
Kembali Coa Wi-wi tertawa.
Biar aku saja yang mengatakannya untuk bibi Ku, waktu itu
Bibi ku berkata bahwa Ku Ing ing pasti akan datang, padahal
bibi Ku pernah berkata bahwa kau sudah bukan Giok teng
hujin Ku Ing ing lagi, kalau memang demikian, itu berarti
sudah tiada hubungannya lagi dengan Tiang heng Tokoh,
sampai waktunya asal kau mengirim orang yang mengabarkan
bahwa Giok teng hujin sudah tiada lagi, otomatis Thiang heng
Tokoh tak perlu memenuhi janji tersebut. Yaa, taysu itu
terlampau jujur, tentu saja ia tak da-pat menangkap
rencanamu itu”
Padahal memang begitulah rencana Tiang heng Tokoh,
setelah rahasianya ketahuan, ia pun tak sanggup tertawa lagi.
“Anak Wi, kau memang pintar, tapi setiap orang
mempunyai jalan pemikiran yang berbeda, buat apa kau
memaksa terus……”
“Maka dari itu, aku sudah bertekad untuk mengikuti terus
bibi Ku!” sambungnya.
Tiang hieng Tokoh agak tertegun, tiba-tiba wajahnya
berubah mem besi, kemudian serunya, “Bila kau mengejar
diriku lari, hati-hati kalau kuanggap dirimu sebagai musuh
besarku.”
Sepasang mala Coa Wi-wi berubah menjadi merah,
katanya, “Pukullah aku, pokoknya aku tak akan pergi!”
Karena gadis itu sudah tersengguh hendak menangis, buruburu
Tiang heng Tokoh mengendorkan sikap kerasnya, sambil

416
tertawa ia berkata, “Ah, ucapan bibi Ku memang kelewat
berat, anak Wi. Kenapa musti kau msukkan kedalam hati”
”Kalau bibi Ku mengijinkan aku mengikutimu” kata Coi Wi
wi lagi sambil lertawa.
Tingkah polahnya yang tak menentu itu sungguh membuat
Tiang heng Tokoh kehabisan akal, apa lagi Coa Wi-wi pada
dasarnya memang polos dan lembut ibarat bidadari dari
kahyangan, siapapun yang bertemu dengan nya lantas akan
merasa cocok dan senang sekali untuk bergaul dengannya.
Betulkah, dengan perasaan apa boleh buat, Tiang heng
Tokoh berkata sambil tertawa, “Siapa yang berani
melarangku?”
Tiba-tiba terdengar suara Haputule berseru, “Setelah ada
nona Coa yang mengiringi perjalanan, siaute akan mohon diri
sampai disini saja!”
Sesosok bayangan hitam menerjang keluar dari balik hutan,
lalu seperti seekor burung elang me-luncur ke arah barat laut.
Tiang heng tokoh agak tertegun, kemudian serunya dengan
lantang, “Bagus sekal”, hei Haputule! Kau berani bermain gila
dengan pinto”
“Harap nona Ku suka memaafkan kesalahanku ini” jawaban
dari Haputule datang dari kejauhan, “siaute……”
Mungkin lantaran sudah amat jauh, suara selanjutnya tak
dapat terdengari lagi dengan jelas.
Melihat itu, Tiang heng Tokoh pun bergumam, “Tampaknya
ilmu silat yang di miliki sudah berhasil menyusul kehebatan
gurunya ketika mengetarkan daratan Tionggoan tempo hari”

417
Lalu sambil berpaling ke arah Coa Wi-wi, katanya lagi
sambil tertawa.
“Hei, budak cilik bukankah semenjak tadi kau sudah tahu
kalau ia sedang menguntil di belakang ku?”
Coa Wi-wi tertawa cekikikkan.
“Masa kau tak bisa menangkap nada ucapannya? Muugkin
sudah banyak waktu ia menguntil dibelakangmu, hanya saja
kau tidak merasakan hal itu, kalau tidak kenapa Cu Im taysu
dan Ciu tayhiap, bisa berdatangan kemari secara kebetulan”
Thiang heng tokoh gelengkan kepalanya sambil tertawa
getir, katanya kemudian, “Hayo kita berangkat!”
oooOooo
Upacara perkumpulan Hian-beng-kau di selenggarakan
ditebung Ui gou peng diatas bukit Gi san.
Nama Ui gou peng tersebut tak akan di kenal orang lain,
sekalipun bertanya pada orang sedesa pun, rupanya nama
tersebut diberikan sendiri oleh orang-orang Hian-beng-kau.
Menurut keterangan dari orang-orang Hian-beng-kau,
letaknya berada disebelah selatan bukit Gi san, ditengah
lekukan bukit yang bersusun dan menghadap ke arah bukit
Mong-san, jaraknya kira-kira seratus li dari kota Gi sui shin.
Kira-kira mendekati akhir bulan empat, semua rumah
penginapan yang berada dikota-kota sekitar bukit Gi mong
san, seperti kota Gi sui shia, Leng hou shia, An khu shia, Mong
im shia, hampir boleh dibilang penuh oleh tamu.

418
Setelah mengalami masa tenang selama banyak waktu
dengan keluarga Hoa saja yang paling menonjol dalam dunia
persilatan, sebagai besar umat persilatan merasa gembira
sekali menyambut ter-jadinya peristiwa besar ini, berbondongbondong
mereka berdatang dari segala penjuru tempat untuk
ikut meramaikan suasana.
Ketika bulan lima tanggal satu, orang sudah mulai mendaki
bukit, sepanjang jalan tentu saja orang-orang Hian-beng-kau
sibuk menyiapian tempat penginapan dan hidangan untuk
menjamu tamu-tamunya itu.
Hari ini adalah bulan lima tanggal empat, sebagian besar
tamu sudah naik gunung ketika mende-kati senja, kembali ada
sekelompok orang yang berdatangan.
Setelah menembusi sebuah jalan usus kambing yang
dihimpit dua buah bukit karang menjulang ke langit, didepan
sana adalah sebuah tempat terbuka yarg dikelilingi bukit
dengan bentuk seperti kerbau, itulah sebabnya tempat itu
dinamakan Ui gou peng.
Dikeliling puncak bukit terdapat sebuah tanah lapang yang
bertumbuh pohon siang, kicauan burung berbunyi
memeriahkan suasana, keadaan terasa nyaman sekali.
Didepan sana terbentang sebuah jalan batu yang lebar,
dihadapannya berdiri sebuah tugu kumala putih yang
bertulisan “Kun leng thian he” (Aku merajai kolong langit)
empat huruf besar yang terbuat dan emas.
Tertimpa sinar senja, huruf-huruf itu memantulkan sinar
emas yang amat menyilaukan mata.
Tiba-tiba salah seorang kakek berjubah hijau mendengus
dingin, kemudian gumamnya, “Hmm, takabur amat!”

419
“Tam tayhiap, persoalan apa yang membuatmu merasa
kurang puas?” seseorang menegur menda-dak.”
Ketika semua orang alihkan sinar matanya, tampaklah
seorang kakek berjenggot cabang tiga de-ngan sinar mata
yang tajam dan mengenakan jubah hitam berdiri disisi jalan.
Kakek berbaju hijau itu tampak agak terkejut, lalu pikirnya,
Padahal aku sudah banyak tahun tak pernah muncul dalam
dunia persilatan, tapi orang itu dapat segera menyebut
namaku, Hian-beng-kau benar-benar bukan suatu
perkumpulan yang boleh dianggap remeh.
Ternyata kakek berbaju hijau itu shi Tam bernama Si bin
berasal dari perguruan Thian tay-pay dan terhitung kakak
seperguruan dari Kanglam Sin-ih Yu Siang-tek, ilmu silatnya
jauh melebihi adik seperguruannya.
Kalau Kanglam Sin-ih (tabib sakti dan Kanglam) lebih
menitik beratkan perhatian-nya untuk memperdalam ilmu
pertabiban-nya sehingga dalam ilmu silat ia ketinggalan jauh,
maka Tam Si-bin menetap terus di Thian tay sambil berlatih
ilmu dengan tekun.
Ketika Kanglam Sin-ih Yu Siang-tek diculik orang, seluruh
partai Thian tay-pay menjadi gempar, sebagai orang yang
berilmu paling tinggi dalam partai Thian tay, sudah barang
tentu ia tak dapat berpeluk tangan belaka, maka di pimpinnya
beberapa orang murid untuk turun gunung.
Kebetulan mereka menjumpai perayaan tersebut, maka
kesempatan baik ini pun segera dimanfaatkan, mereka
bermaksud menyelidiki markas besar Hian-beng-kau, sebab

420
dengan kedudukannya sekarang, jelas sulit akan dikenali
orang lain.
Siapa tahu, baru saja sampai di tengah jalan, indentitasnya
sudah diketahui orang.
Dengan perasaan bergetar keras, dia pun bertanya, “Siapa
kau?”
“Aku bernama Cui Heng, menjabat kedudukan seorang
Thamcu dari ruangan Tee it tham!”
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak Tam Sibin,
segera ia menjura, lalu katanya, “Oooh……..rupanya kau
adalah It pit kon hua (pit sakti penggaet sukma) dari wilayah
tian liong yang termashur karena ketujuh puluh dua jurus ilmu
Poan koan pit Kui seng tiam goan, maaf….. maaf!”
Pit sakti pengaet sukma Cui Heng segera menjura, katanya
pula, “Mana, mana, cukup memandang ilmu Kui goan sinkang
dari Tam heng yang sudah beratus tahun lenyap dari
peredaran dunia bisa disimpulkan bahwa partai Thian tay
bakal merajai kembali dunia persilatan”
Semakin terkesiap Tam Si-bin setelah mendengar
perkataan itu, pikirnya, “Aku sudah tiga puluh tahun lamanya
mengundurkan diri dari dunia persilatan untuk melatih ilmu
sakti tersebut, bahkan anak muridku pun tak, kenapa Hianbeng-
kau sudah bisa menyelidiki persoalan ini begitu
jelasnya?”
Terdengar Cui Heng berkata lagi, “Saudara Tam, bolehkah
aku tahu, apakah pelayanan dari perkumpulan kami sepanjang
jalan kurang sempurna sehingga tak berkenan dihatimu, harap
saudara Tam katakan padaku dengan terus terang, siaute
pasti akan menghukum berat mereka yang bersalah”

421
Tam Si-bin segera tertewa terbahak-bahak.
“Haaahh…..haaahh….haahh….pelayanan dari perkumpulan
kalian cukup baik dan menyenangkan, masa siaute tidak
merasa puas”
“Kalau begitu tolong tanya karena persoalan apakah
saudara Tam tak senang hati?”
“Sialan betul orang ini” maki Tam Si-bin dalam bati, “sudah
tahupun pura-pura tidak mengerti, sialan!”
Maka sambil menuding huruf “Kun leng thian he” yang
tercantum diatas tugu, ia tertawa terbabak-bahak, kemudian
katanya, “Siaute memang bodoh sekali, apakah Cui thamcu
bersedia menjelaskan arti daripada ke empat huruf tersebut?”
0000000O0000000
50
Ciu Heng memutar sekejap matanya, lalu tertawa-tawa.
“Oooh, jadi saudara Tam tak senang hati karena persoalan
itu” katanya.
Jika sekarang saudara Tam masih tak paham, maka selesai
upacara nanti kau akan mengerti dengan sendirinya.
Sudah jelas arti lain dari perkataan itu adalah, sejak kini
perkumpulan Hian-beng-kau bakal menguasahi seluruh kolong
langit!

422
Tam Si-bin tertawa dingin, tiba-tiba sambil menjura ia
berkata!, “Dalam penemuan nanti siaute ingin mo hon
petunjuk dari saudara Cui!”
“Siaute pasti akan melayaninya!” jawabnya.
Setelah memberi hormat, ia lantas putar badan dan
berjalan menelusuri jalan kecil itu, sekejap kemudian
bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Tiba-tiba terdengar seseorang berkata sambil tertawa,
“Tam cianpwe, kionghi! kionghi! Rupanya ilmu sakti partaimu
telah berhasil di kembangkan kembali!”
Ketika Tam Si-bin berpaling, maka tampaklah seorang lakilaki
setengah umur yang berwajah bersih dan berdandan
seorang sastrawan, dengan tangan kirinya membawa sebuah
kipas yang terbuat dari baja, sedang berjalan
menghampirinya.
Ia merasa teramat asing dengan orang itu, maka setelah
ter-menung subentar, katanya sambil tertawa, “Lote ini
adalah……..”
“Tam locianpwe, masih ingatkah kau dengan Yau Tiang li
dari partai Tian cong?” sapanya.
Tam Si-bin baru teringat kembali, segera pikirnya,
“Ooohhhh………….. rupanya dia!”
“Tiba-tiba paras mukanya menjadi dingin.
“Oh, ternyata adalah Yau lote, konon pada sepuluh tahun
berselang kau telah menjadi seorang ketua dari suatu
perguruan, ke jadian ini patut diberi selamat”

423
Lalu satelah memberi hormat, ia menambahkan, “Disini
banyak orang dan tidak leluasa untuk berbicara, maaf……”
Tak mau banyak berhubungan dengan orang ini, maka
dengan membawa anak buah, segera melanjutkan kembali
perjalanan menuju ke depan.
Bila sewaktu Tam Si-bin berbicara dengan Cui Heng tadi,
sebagian besar jago pada ikut berhenti dan menonton
keramaian, maka setelah berbisik-bisik sejenak, merekapun
melanjutkan kembali perjalanan menuju ke dalam lembah,
suasana pulih kembali dalam keheningan.
Kiranya partai Cian cong terhitung pula aliran kaum
pemdekar, tiga puluh tahun berselang ketika mereka
kekurangan orang berbakat, tiba-tiba diumumkan bahwa
perguruan menutup pintu dan tak mengadakan hubungan lagi
dengan dunia persilatan, walaupun ketika itu hawa jahat
menyelimuti angkasa, kejahatan merajalela bahkan pertemuan
besar Pak beng hwe maupun Kian-ciau tay-hwee, tidak hadir
pula. Karenanya Tam Si-bin memandang sinis orang tersebut.
Tiba tiba Yau Tiong-in berteriak kembali, “Tam locianpwe,
harap tunggu sebentar, silaukan kau dengarkan dulu
perkataan dari aku Yau Tiong-in”
Tam Si-bin pura-pura tidak mendengar dan meneruskan
perjalanannya menuju ke depan.
Melihat itu, Yau Tiong-in mengerutkan dahinya, kemudian
berseru dengan lantang, “Tam locianpwe, masakah sepatah
katapun tak kau ijinkan kami Tiam cong pay memberi
penjelasan?”

424
Setelah berkata demikian, tentu saja Tam Si-bin tak bisa
berpura-pura lagi, ia putar badan dan berkata dengan hambar,
“Apa lagi yang hendak kau katakan?”
Yau Tiong-in maju tiga langkah ke depan, ia saksikan
hanya terpaut sedikit waktu saja mereka berdua telah
tertinggal sejauh beberapa kaki dari rombongan lainnya.
Maka sambil maju menghampiri Tam Si-bin dengan serius
dia berkata, “Ketidakhadiran kami dalam penemuan Pak beng
hwe, maupun Kiau ciau tay hwe bukau disebabkan karena
takut mati, tapi sesungguhnya guru kami……”
Agaknya ia merasa sukar nntuk meneruskan perkataan itu
tapi setelah berheeti sejenak, ia pun melanjutkan,
“Sesungguhnya guru kami telah dikalahkan oleh Bu liang
Sinkun, oleh sebab itu partai kami harus menepati janji
dengan menutup diri selama puluhan tahun lamanya”
Berkenyit sepasang alis mata Tam Si-bin setelah
mendengar perkataan itu, cepat dia berseru.
“Oooh, kiranya begitu! Cuma pegang janjipun harus
dibedakan atas urusan yang serius dan urunan yang tidak
serius, jika persoalan su- dah menyangkut mati hidupnya
dunia persilatan, tidak betul kalau partai Kalian hanya berpeluk
tangan belaka, untung ada Hoa tayhiap dan ibunya coba kalau
tidak demikian, entah bagaimanakah keadaan dunia persilatan
dewasa ini…..”
“Perkataan locianpwe memang benar!” tukas Yau Tiong-in
sambil tertawa getir, “sebenarnya suhu pun hendak berbuat
demikian, beliau rela mengingkari janji dan ditertawakan
orang, dari pada tidak turut serta dalam usaha melenyapkan
hawa sesat dari dunia persilatan……”

425
Sesudah menghembuskan napas panjang, ia melanjutkan,
“Cuma saja, pada waktu itulah tiba-tiba kami temukan bahwa
kecuali sebagian kecil anggota perguruan, hampir seluruhnya
telah terkena racun jahat yang membuat kami kehilangan
tenaga dan tak mampu bertarung lagi dengan orang lain”
Setelah mendengar sampai disini, dengan nada minta maaf
buru-buru Tam Si-bin berseru, “Oooh, selama ini lohu tak tahu
duduk perkara yang sesungguhnya, jika telah melakukan
kesalahan, harap Lote sudi memaafkan!”
“Partai kami tak pernah mengungkapkan persoalan yang
sesungguhnya, tak heran kalau menimbulkan kesalahpahaman
semua orang!”
Agaknya ia merasa amat murung dan sedih, setelah
menghela napas panjang katanya lebih jauh, “Akhirnya suhu
kami nanti dengan membawa duka nestapa, sebelum
meninggal beliau berpesan agar kami balaskan dendam sakit
hati ini, tiga puluh tahun kemudian partai kami dapat muncul
kembali dalam dunia persilatan, sesungguhnya dendam sakit
hati ini hendak kami tuntut balas, tapi Bu Liang loji sudah
keburu mampus ditangan Bun Tay-kun, partai kami tiada
kesempatan lagi untuk membalas dendam, tak tahunya murid
dari setan tua itu, Kok See-piau berani menyebar undangan
untuk mendirikan perkumpulan disini, maka kehadiran partai
kami kali ini pasti akan membalas dendam sakit hati itu
dihadapan para enghiong hohan”
“Semoga saja usahamu itu berhasil!” kata Tam Si-bun
sambil menghela napas panjang.
Sesudah berhenti sebentar, ia menambahkan.
“Sudah tahukah kalian, siapa yang melepaskan racun keji
itu sehingga membuat sengsara semua partai?”

426
Yau Tiong-in menggeretakan giginya kencang-kencang
menahan luapan emosi, katanya, “Sudah bisa dipastikan tak
akan terlepas dari Bu-liang si bajingan tua itu!”.
Diam-diam Tam Si-bin lantas berpikir, “Dendam sakit hati
sedalam ini sudah pasti akan dituntun balas oleh semua
kekuatan dari Thiam cong pay, itu berarti pertumpahan darah
pasti akan menghiasi seluruh pertemuan ini”
Setelah berpikir sebentar, ia merasa tidak baik jika berhenti
terlalu lama disitu, maka sambil berjalan ke depan, ia bertanya
lagi, “Berapa banyak jago yang telah kau bawa kali ini?”
Angkatan mudanya tidak dihitung, dari angkatanku saja
ada sembilan orang, ditambah lagi dengan kedua orang
susiokku!”
Mencorong sinar tajam dari balik mata Tam Si-bin, serunya
dengan cepat, “Asal Thiam cong siang kiam (sepasang pedang
dari Thian cong) maka kekuatan kita untuk menumpas hawa
sesatpun akan bertambah tangguh!”
Rupanya cianpwe terlalu tinggi menilai Hian-beng-kau!”
Tampak Si bin menghela napas panjang.
Aaaai… pada mulanya lohu pun berpendapat demikian,
sebagai seorang angkatan muda seberapa besar yang bisa
dimiliki Kok See-piau dengan ilmu silatnya, tapi sekarang
hatiku betul-betul amat murung. Ternyata kehebatan Kok Seepiau
jauh melebihi Kiu ci sin-kan dimasa lalu, bahkan lebih
sulit dihadapi kami kalau Hoa tayhip hadir, aaai……! andaikata
ada Hoa jikongcu, paling tidak keadaanpun rada mendingan,
sayangnya iapun tidak diketahui kemana perginya!”

427
Kiu Tiong in segera menunjukkan rasa tidak puasnya, ia
berkata, “Ilmu silat Hoa tayhiap tiada keduanya dikolong
langit, hal mana sudah jelas diketahui setiap orang tapi Hoa ji
kongcu masih muda, apakah locianpwe tidak menilai dirinya
terlalu tinggi?”
Tam Si-bin tersenyum.
“Tidak, sama sekali tidak, kecerdasan Hoa ji kongcu tiada
duanya didunia ini berbicara soal ilmu silat, secara diam-diam
lohu pun pernah menjajalnya ketika hendak menghormati
secawan arak kepadanya…….”
“Sekalipun Hoa ji kongcu berasal dari keluarga persilatan
yang termashur, masakah ia sanggup menandingi kehebatan
cianpwe?” tukas Yau Tiong-in tidak percaya
Tim Si bin gelengkan kepalanya berulang kali sambil
tertawa, Sekalipun sepintas lalu orang mengira kekuatan kita
seimbang, padahal lohu tahu bahwa tenaga dalam yang
dimiliki Hoa ji kongcu jauh diatas kemampuanku”
Yau Tiong-in menjadi tertegun, segera pikirnya, “Telaga
dalamnya ini tergantung dari hasil latihan, usia Hoa yang
paling banter berusia dua puluh tahunan, masa dia dapat
menandingi mu, sudah tentu kau ingin memopulerkan
namanya saja…….”
Sementara itu mereka berdua telah tiba di ujung jalan
berbatu itu, setelah melewati dinding tinggi, mereka pun
menjadi tertegun.
Kiranya setelan melewati dinding tinggi maka semua
pemandangan dalam lembah dapat terlihat dengan jelas.

428
Kiranya dihadapanya terbentang sebuah lapangan yang
amat luas dengan ubin putih yang amat indah sebagai
alasnya.
Sebuah bangunan istana yang bersusun-susun tertera
nyata nun jauh didepan, pada pintu istana terukir empat buah
huruf besar terbuat dari emas berbunyi “Kiu ci-piat-kiong”
Tempat ditengah tanah lapang, dibangun sebuah panggung
tiga tingkat yang sangat besar, sebuah permadani berwarna
merah darah menghiasi permukaan lantai dari pintu istana
hingga bawah panggung tersebut, sementara dikiri kanannya
masing-masing berdiri sebuah barak besar, sekalipun
dibangun dengan tergesa-gesa namun tidak berkurang
keindahanya.
Pada saat itu baik panggung upacara maupun barak besar
tak nampak seorang menusia pun, di-tengah tanah lapang
yang luaspun hanya ada belasan orang jago Hian-beng-kau
yang berlalu lalang sehingga suasana terasa begitu lenggang.
Diam-diam kedua orang itu merasa terperanjat, mereka
tidak mengira kalau Hian-beng-kau bisa membangun istana
seindah ini ditengah bukit yang gersang, cukup melibat arsitek
bangunan, bisa diketahui betapa besar biaya dan tenaga yang
telah mereka hamburkan.
Tam Si-bin mencoba untuk memeriksa keadaan disekeliling
tempat Itu, tiba-tiba ia menemukan bahwa dalam tebing Ui
gou beng tersebut hampir boleh dibilang tiada jalan tembus
lain kecuali jalan usus kambing tersebut, sekeliling lembah
hanya ada dinding-dinding bukit yang terjal dan menjulang
keudara.

429
Dengan hati terkesiap diam-diam dia pun berpikir,
Seandainya terjadi pertarungan nanti, asal pihak Hian-bengkau
menutup mulut lembah, sekalipun kita punya sayap juga
tak mungkin bisa kabur dari sini dengan selamat.
Sementara mereka berdua masih mengamati keadaan,
mendadak muncul dua orang bocah berbaju hijau yang
menghampiri mereka.
Melihat langkah kaki kedua orang bocah berbaju hijau yang
ringan itu, Tam Si-bin menjadi tertegun, kemudian pikirnya,
Jilid 11
“Hanya dua orang bocah cilikpun memiliki ilmu silat yang
tidak lemah, hal ini menunjukkan kalau Hian-beng-kau
memang benar-benar penuh dengan jago lihay”
Terdengar Yau Tiong-in berkata dengan hambar, “Aku
belum lelah, kalian boleh pergi dulu karena kami ingin berhenti
sebentar disini.”
Bocah yang ada disebelah kanan itu berkata, “Kalau
memang begitu biar hamba menunggu perintah disini!”
“Aku tidak menghendaki pelayan orang, lebih baik kalian
segera berlalu dari sini!”
Dua orang bocah berbaju hijau itu segera berpaling ke arah
Tam Si-bin, kemudian serunya berbareng, Loya-cu………….!”
Sambil mengelus jenggotnya Tam Si-bin tertawa, katanya,
“Lohu adalah tulang orang miskin, tidak terbiasa mendapat

430
pelayanan orang lain, jadi kalian lebih baik pergi saja dari
sini!”
Tapi setiap enghiong yang turut serta dalam pertemuan
besar ini……..
“Orang lain adalah orang lain, kami adalah kami, hayo
cepat pergi!” bentaknya.
Kedua orang bocah berbaju hijau itu segera menunjukkan
wajah serba salah, mereka saling berpandangan sekejap,
namun tetap berdiri ditempat semula.
“Kenapa?” teriak Yau Tiong-in lagi semakin gusar, “jadi
kalian hendak mengawasi gerak-gerik kami?”
“Persoalan apa sih yang telah menimbulkan rasa tak
senang dihati Yau Ciangbun?”
Mendengar seruan tersebut, Tam Si-bin dan Yau Tiong-in
segera berpaling, tapi dengan cepat mereka tercengang
dengan wajah tertegun.
Ternyata dihadapan mereka telah berdiri seorang gadis
cantik jelita berbaju putih, kecantikan gadis itu jarang sekali
dijumpai dikolong langit, tapi bukan hal itu yang membuat
mereka berdua terkejut, melainkan wajah gadis itu persis
sekali dengan wajah ke dua orang putri Pek Siau-thian, bekas
ketua dari Sin-ki-pang dimasa lalu.
Dengan cepat Tam Si-bin menjura kepada gadis itu,
kemudian sapanya, “Nona memakai marga Bong? Ataukah
marga Pek?”
Gadis cantik itu tertawa cekikikan.

431
“Hei, apa yang terjadi? Heran benar, setiap kali bertemu
orang, selalu pertanyaan itu yang diajukan kepadaku!”
Setelah berhenti sebentar, katanya, “Aku bernama Kok Gi -
pek!”
Baik Tam Si-bin maupun Yau Tiong-in menjadi tertegun,
dalam hati pikirnya, Heran, jika dilihat dari raut wajahnya, ia
mirip sekali dengan wajah Pek si hujin, kenapa bisa bukan
putri dari Bong Pay dan Pek Soh-gi??
Walaupun heran, Tam Si-bin berkata juga, “Kalau begitu
nona adalah!………..
Tidak menunggu ia menyelesaikan kata-katanya, dengan
cepat Kok Gi-pek menukas.
“Hian-beng-kaucu adalah guruku!”
Diam-diam Tang Si bin dan Yau Tiong-in merasa sayang
dihati, gadis secantik bidadari ternyata adalah murid si
gembong iblis, yaa……ibaratnya sekuntum bunga tumbuh
diatas kotoran kerbau.
Dalam pada itu Kok Gi-pek telah berpaling ke arah dua
orang bocah berbaju hijau itu, kemudian tegurnya dengan
dingin, “Apakah kalian yang telah menggusarkan Yau
tayhiap?”
Bocah berbaju hijau yang ada disebelah kiri itu menjadi
gelagapan, serunya tergagap, “Adalah…….adalah Yau tayhiap
sendiri.”
“Hmm! Setiap enghiong yang menghadiri pertemuan ini
adalah manusia-manusia yang berjiwa besar” tukas Kok Gi-pek
ketus, bila bukan kalian yang tak tahu sopan, masa dapat

432
memancing ketidaksenangan Yau tayhiap? Kenapa tidak cepat
mengaku salah?”
Sungguh tak terlukiskan perasaan Yau Tiong-in setelah
mendengar perkataan itu, ia tertawa serak, lalu katanya,
“Nona telah salah menegur, persoalan ini sama sekali tiada
hubungannya dengan mereka berdua”
Kok Gi-pek mengerling sekejap dengan sepasang biji
matanya yang jeli, kemudian sambil tersenyum ia berkata,
“Aaah, kenapa Yau tayhiap berkata demikian? Kalau begini
jadinya malah kami yang merasa tak enak sendiri!”
Lalu sambil menarik muka, katanya kepada dua orang
bocah tersebut, “Kaucu toh telah berpesan jangan menyalahi
tamu agung yang menghadiri pertemuan ini? Sekarang kalian
telah melakukan kesalahan, hayo sana menghadap toa kongcu
untuk menerima hukuman”
Sekujur tubuh bocah-bocah berbaju hijau itu gemetar
keras, agaknya mereka merasa ketakutan setengah mati,
namun tidak berani pula banyak bicara maka setelah memberi
hormat, sahutnya, “Terima perintah!”
Ketika memutar tubuhnya hendak pergi, tak tahan lagi titik
air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.
Yau Tiong-in yang menyaksikan kejadian itu menjadi tak
tega, segera bentaknya, “Tunggu sebentar.”
Dua orang bocah berbaju hijau itu segera berhenti,
kemudian berpaling kearah Kok Gi-pek.
Kalau memang Yau tayhiap ada perintah, tetua saja kalian
harus berhenti” ujar Kok Gi-pek.

433
Lalu sambil berpaling kearah Yau Tiong-in, ujarnya sambil
tertawa, “Apakah Yau tayhiap merasa cara tersebut kurang
dapat melampiaskan rasa gusarmu, sehingga ingin
menghukum sendiri mereka berdua?”
“Tolong tanya, apakah kedua orang saudara cilik ini harus
melaksanakan hukumannya?” tanya Yau Tiong-in dengan
suara dalam.
Kok Gi-pek segera tertawa hambar.
“Aneh benar pertanyaan dari Yau tayhiap, memangnya
perintah dari perkumpulan Hian-beng-kau kami hanya
permainan belaka?”
Merah padam selembar wajah Yau Tiong-in karena jengah,
kembali ia bertanya, “Entah hukuman apakah yang hendak
dilaksanakannya?”
“Jika masuk ke ruang hukuman, berarti mereka harus
mampus tapi jika mendapat pengampunan maka keputusan
berada ditangan suheng kami, itupun paling enteng harus
potong lengan”
Bergidik hati Tam Si-bin dan Yau Tiong-in setelah
mendengar perkataan itu, kekejaman serta keketatan
peraturan Hian-beng-kau boleh dibilang jarang ditemui didunia
ini, sebab hanya dibilang melakukan kesalahan kecil pun
hukumannya potong lengan, malah Kok Gi-pek
mengucapkannya dengan begitu santai seolah-olah hukuman
tersebut sudah merupakan suatu kejadian yang umum, hal
mana cukup menggetarkan hati siapapun yang mendengar.
Yau Tiong-in segera memberi hormat, lalu katanya, “Aku
orang she Yau ingin memohonkan pengampunan bagi
mereka!”

434
“Waaah, jika Yau tayhiap berkata demikian, hal ini malah
justru akan menyusahkan kami!” kata Kok Gi-pek sambil
mengerutkan dahinya.
Sebagai seorang jagoan dari golongan kaum pendekar,
sudah barang tentu Yau Tiong-in merasa tak tega
mengorbankan jiwa dua orang bocah cilik yang tak berdosa
karena persoalannya, karena terpaksa maka diapun berkata,
“Nona Kok dalam persoalan ini akulah yang sebetulnya tidak
benar karena hatiku sedang gundah dan murung maka semua
kemarahan telah kulampiaskan pada dua orang saudara cilik
ini, sesungguhnya mereka tak bersalah, tentu saja tak pantas
dijatuhi hukuman, bila ingin menyalahkan seharusnya akulah
yang pantas disalahkan”
Kok Gi-pek berseru tertahan, lalu sambil pura-pura
tercengang, serunya kembali, “Aaah, hal ini sama sekali tak
masuk diakal” masa ada jago dari golongan lurus yang
melampiaskan hawa amarahnya kepada orang lain”
Merah padam wajah Yau Tiong-in karena malu, diam-diam
sumpahnya dalam hati, “Budak sialan, tajam benar lidahmu!”
Dalam pada itu Kok Gi-pek telah ulapkan tangannya sambil
berkata, “Kalau memang kalian menjemukan dan bodoh sekali
sehingga tidak berkenan dihati Yau tayhiap, kenapa tidak
cepat pergi dari sini? Berdiri melulu disitu hanya membikin
jemu orang saja”
Bocah berbaju hijau itu segera memberi hormat seperti
memperoleh pengampunan, buru-buru mereka kabur
meninggalkan tempat itu.
Kok Gi-pek mengerling sekejap ke arah dua orang
tamunya, lalu berkata kembali, “Para bocah pelayan itu

435
memang bodoh dan tak tahu aturan, tentu saja sulit buat
mereka untuk melayani orang pintar entah bagaimana kalau
aku saja yang mengantar saudara berdua kembali ke tempat
istirahat para tamu agung?”
Mana berani merepotkan nona?” seru Tam Si-bin.
“Ah, tidak menjadi soal”
Tidak banyak berbicara lagi ia putar badan dan berlalu lebih
dulu dari situ.
Terpaksa Tam Si-bin dan Yau Tiong-in mengikuti pula di
belakangnya.
Kok Gi-pek membawa dua orang itu berjalan melewati sisi
lapangan dan berbelok ke sebuah jalan tembus.
Dalam perjalanan, tiba-tiba Kok Gi-pek berkata sambil
tertawa, “Yau tayhiap, apakah kau anggap perkumpulan kami
terlampau miskin sehingga tak mampu menjamu tamu
banyak?”
Pertanyaan tersebut segera membuat Yau Tiong-in menjadi
tertegun, katanya, “Maaf aku tidak paham dengan apa yang
nona maksudkan?”
Kok Gi-pek tertawa cekikikan.
“Aaah, masa Yau tayhiap tidak mengerti?”
Tam Si-bin ikut tertawa tergelak, timbrungnya, “Lebih baik
nona jangan bermain teka-teki, apalah salahnya jika berbicara
saja terus terang!”

436
Kok Gi-pek tersenyum manis, katanya kemudian, “Yan
tayhiap, susiokmu Tiang cong siang kiam, masa yang satu
tinggal diruang kedua, yang lain tinggal di ruang ketiga,
sementara suheng dan murid-muridmu malah menempati
ruangan ke empat sampai ruang sembilan bukan saja tidak
memakai nama asli, pun tidak menye-butkan asal perguruan
asal mana, sungguh menyulitkan perkumpulan kami ataukah
Yau tayhiap merasa malu karena membawa anggota
perguruan yang terlalu besar jumlahnya, sehingga daripada
ditolak masuk maka kalian gunakan taktik tersebut?”
Setelah berhenti sejenak, sambil tertawa ia melanjutkan,
“Harap Yau ciangbun legakan hati sekalipun dari perguruan
kalian ada seribu orang yang datang, perkumpulan kami masih
sanggup untuk menjamunya apalagi cuma lima puluh orang”
Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Yau
Tiong-in berubah menjadi pucat sebentar merah sebentar,
sungguh tak terlukiskan rasa kaget dan terkesiapnya.
Ternyata partai Tiam cong memang telah mengatur
rencana untuk membalas dendam dengan mempergunakan
kesempatan itu, maka segenap ke kuuatan mereka telah
dikerahkan datang.
Akan tetapi karena kuatir kekuatan tersebut ketahuan Hianbeng-
kau, maka kecuali Yau Tiong-in seorang, yang lain
segera menyaru dan menyusup masuk dengan cara
menyebarkan diri, rencana mereka bila upacara peresmian
nanti diselenggarakan, maka mereka akan lancarkan serangan
secara mendadak….
Siapa tahu jejak mereka justru telah diketahui oleh pihak
Hian-beng-kau, malahan jumlahnya tak kurang seorangpun,
ucapan dari Kok Gi-pek tersebut semakin menunjukkan bahwa
gerak-gerik mereka memang selalu diawasi.

437
Tam Si-bin yang menyaksikan kejadian itu segera kuatir
kalau ia tak tahan diri, buru-buru menarik ujung bajunya lalu
tertawa terbahak bahak.
“Haaahn…..haaah h…haaahhh…………berita yang kalian
peroleh sungguh amat tajam, sungguh mengagumkan!”
Kok Gi-pek mengerdipkan biji matanya yang jeli, lalu
katanya, “Tan cianpwe terlalu memuji partai kami……
Sambil tertawa Tam Si-bin segera menukas, Tiga orang
suteku dan delapan orang keponakan muridku datang kemari
secara berombongan, mungkin merekapun tidak menyebutkan
nama yang sebenarnya, harap kalian suka memaafkan.
Mendengar perkataan itu, diam-diam Kok Gi-pek berpikir,
Jago kawakan memang biasanya lebih cerdik dan
cekatan………
Maka ujarnya sambil tersenyum, Ah, ucapan Tam cianpwe
terlalu serius. Para jago dengan tidak mengecilkan partai kami
sebagai partai sesat telah sudi berkunjung kemari, hal ini
sudah amat mengharukan hati kami, orang lain sedang
berbuat bagaimana lantas bagaimana, tentu perkumpulan
kami tak berani banyak bicara, pertama jangan kuatir kalau
pelayanan kami kurang baik, kedua kuatir jika ada kawanan
manusia rendah yang memanfaatkan kesempatan ini untuk
memancing diair keruh maka mau tak mau terpaksa kami
harus bersiap lebih waspada”
Meskipun perkataan itu mengandung sindiran, namun
kedua orang jago tersebut tak mampu menanggapi walaupun
hanya sepatah kata pun.

438
Sementara itu Kok Gik pek telah berkata lagi setelah
berhenti sejenak, “Seandainya kali ini Jin tianglo dan Tiangsun
tianglo dari perkumpulan kami tidak berhasil mengenali jagojago
lihay dari partai kalian berdua jika hal ini sampai tersiar
dalam dunia persilatan, bukankah orang lain akan
mentertawakan kami orang orang Hian-beng-kau sebagai
manusia yang punya mata tak berbiji”
Tam Si-bin segera tertawa terbahak bahak.
Haahh……haahh…..haaahh……aku pikir Jin tianglo serta
Tiangsun tianglo kalian pastilah jago-jago lihay dari dunia
pesilatan.
“Tiangsun tianglo sudah lama mengasingkan diri dari
keramaian dunia” kata Kok Gi-pek hambar, “dia merupakan
keturunan langsung dari seng jiu lu pan (Lu Pan bertangan
malaikat) yang telah membangun istana Kiu ci kiong dari
coucu kami tempo hari, kali ini keturunannya kembali
berkerjasama dengan perkumpulan kami untuk membangun
istana kedua………”
“Apakah dia adalah Tiangsun Poh?” tanya Tam Si-bin
dengan perasaan bergetar keras.
“Betul!” Kok Gi-pek manggut-manggut.
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh, “Sedangkan
Jin tianglo, dia lebih termashur lagi, tentunya kalian berdua
belum lupa bukan dengan Cong tausu dari perkumpulan Hong
im hwee yang tersohor pada dua puluh tahun berselang?”
“Jin Hian maksudmu?” seru Yau Tiong-in kaget.
Kok Gi-pek tertawa hambar.

439
“Yaa, itulah Jin tianglo”
Sementara pembicaraan berlangsung sampai disitu, mereka
bertiga telah tiba disebuah bangunan rumah yang dikelilingi
pagar tembok tinggi.
Bangunan rumah disana bersusun-susun dengan serambi
yang saling berhubungan, ada pohon yang rindang, kolam air
yang jernih, gunung-gunungan yang indah dan taman bunga
dengan aneka tumbuhan yang berbau harum, sungguh tempat
itu merupakan sebuah pemandangan yang sangat indah…….
Sepanjang serambi ruangan kecuali para jago dari empat
penjuru yang datang menghadiri upacara, terlihat pula banyak
gadis cantik yang berjalan hilir mudik.
Sambil menghentikan langkahnya Kok Gi-pek lantas
bertanya, “Kalian berdua ingin tinggal bersama orang-orang
separtai, ataukah ingin tinggal secara terpisah?”
Tam Si-bin dan Yau Tiong-in saling berpandangan sekejap
lalu diam-diam tertawa getir.
Baru saja mereka masuk ke wilayah Ui gou peng, sekalipun
tahu kalau rekan-rekan seperguruannya telah masuk kedalam
lembah tapi hingga kini belum mengadakan kontak,
merekapun enggan menanyakan persoalan ini kepada pihak
Hian-beng-kau, maka untuk sesaat menjadi bingung tidak
memberi jawaban.
Kok Gi-pek segera tertawa cekikian, tiba-tiba ia bertepuk
tangan pelan, segera muncul dua orang gadis cantik
menghampirinya, setelah memberi hormat tanyanya, “Ada
urusan apa nona?”

440
Sambil menuding kedua orang itu, Kok Gi-pek berkata,
“Persiapkan segera baik-baik tempat menginap dua orang
tayhiap ini, jangan tertindak kurang sopan!”
Dua orang pelayan cantik itu segera mengiakan, setibanya
dihadapan Tam Si-bin dan Yau Tiong-in mereka memberi
hormat kemudian ujarnya bersama, “Menjumpai ya koan
berdua!”
Sambil menuding dua orang pelayan cantik itu Kok Gi-pek
kembali berkata, “Yang disebelah kiri bernama Kim Kwi khusus
melayani Tam loy cu, Sedangkan yang di kanan Cui Huan
anggap saja untuk Yau tayhiap”
Setelah berhenti sebentar ia melanjutkan, “Mulai sekarang,
dua orang pelayan ini menjadi milik kalian berdua kecuali
makan, hidup kalian berdua, mati hidup kedua orang pelayan
inipun berada ditangan kalian, perkumpulan kami tidak akan
berhak untuk menanyakan lagi, jika kalian memang setuju,
selesai upacara nanti kedua orang pelayan itu boleh kalian
bawa pergi”
Kontan saja Yau Tiong-in mencaci maki, “Hmm! Tidak
bermaksud baik, rupanya kau hendak menjebak orang”
Kok Gi-pek tertawa cekikikan.
“Arak itu tidak memabukkan adalah orang yang mabuk
dengan sendirinya, emas tulen tak kuatir dibakar dengan api,
hanya jago-jago tulen yang tidak kuatir perpengaruh oleh
arak, perempuan, har ta dan kedudukan. Apakah Yau tayhiap
kuatir imannya kurang tebal dan tidak tahan godaan……
Sepasang alis mata Yau Tiong-in langsung berkenyit,
serunya dengan angkuh, “Ako orang she Yau mana takut…..”

441
Tiba-tiba Tam Si-bin mendeham pelan, kemudian dengan
kening berkerut katanya, “Lohu adalah orang dari gunung
yang terbiasa hidup bebas, jika dilayani orang malah rasanya
kurang leluasa, nona Kok, biarlah maksud baikmu itu kuterima
dalam hati saja”
Ketika mendengar perkataan itu, paras muka dua orang
pelayan cantik itu segera berubah hebat.
Kok Gi-pek tersenyum, katanya, “Tam cianpwe, kau harus
tahu, seandainya suhengku atau para thamcu yang melayani
kedatangan kalian sekarang, maka dua orang pelayan ini
mungkin sudah tergeletak tak bernyawa lagi!”
Yau Tiong-in mendengus marah, serunya.
“Aku orang she Yau merasa kagum sekali dengan ketatnya
peraturan Hian-beng-kau, cuma…….hmm, apakah kalian tidak
merasa kebangatan dengan tindakan semacam itu?”
“Yaa, kalau tidak begini, mana mungkin perkumpulan kami
bisa menegakan disiplin dan memperketat peraturan?”
Tam Si-bin benar benar tak dapat mengendalikan
perasaannya lagi. dengan dingin ia berseru.
“Perbuatan perkumpulan kalian memang luar biasa sekali,
waah, dengan cara kalian yang kejam dan tidak kenal
perasaan begini rasanya memang tidak sulit bila ingin
menguasahi seluruh jagad.
Kok Gi-pek tidak membantah atau mendebat perkataan itu,
pelan- pelan dia berjalan kehadapan dua orang pelayan itu,
lalu setelah menghela nafas sedih ujarnya, “Kalian baik-baiklah
bertugas, seperti yang diketahui, peraturan dari perkumpulan
kita sangat ketat, jika sampai melanggar peraturan tersebut,

442
bahkan akupun tak akan sanggup menyelamatkan jiwa
kalian.”
Agak merah sepasang mata dua orang pelayan itu, mereka
tundukkan kepalanya rendah-rendah.
Dengan suara lirih Cui Huan lanias berkata, “Terima kasih
banyak atas kebaikan nona.”
Kok Gi-pek menghela nafas panjang, dia berpaling kearah
lain dan berkata lagi dengan dingin, “Soal penyambut tamu
agung sesungguhnya bukan urusanku, aku sampai berbuat
demikian tak lebih karena ingin mengurangi jumlah kematian
yang tak berguna, toh aku hanya bisa berbicara disini saja,
untuk selanjutnya terserah pada kalian sendiri!”
Sambil putar badan ia bersiap meninggalkan tempat itu,
tapi tiba-tiba ia berhenti.
Tam Si-bin dan Yau Tiong-in yang menyaksikan kejadian
tersebut ikut berpaling.
Tampaklah dari tikungan jalan sebelah depan sana muncul
tiga orang manusia, paling depan adalah seorang kakek
berjenggot putih berwajah merah sedang dibelakangnya
mengikuti seorang laki dan seorang perempuan yang jalan
bersanding.
Kedua orang itu mirip suami istri, yang pria beralis tebal
bermata besar dan bertubuh tegap, ia tampak gagah perkasa
sedang yang perempuan berwajah cantik dan bersikap
anggun, kedua-duanya ti dak membawa senjata.
Dalam sekilas pandangan saja Kok Gi-pek telah mengetahui
siapakah kedua orang itu, ditatapnya perempuan cantik

443
setengah umur itu sekejap, lalu pikirnya, “Yaa, tak salah lagi
aku memang mirip sekali dengannya……”
Entah mengapa tiba-tiba muncul suatu perasaan aneh
dalam hatinya, kalau bisa ia ingin sekali menubruk kedalam
pangkuan perempuan cantik setengah umur itu.
Ketika sepasang suami istri itu berjumpa dengan Kok Gipek,
merekapun kelihatan agak tertegun, empat buah mata
sama-sama menatap wajahnya tanpa berkedip.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, tiba-tiba
perempuan cantik berusia setengah umur itu berjalan
menghampiri Kok Gi-pek kemudian sapanya, “Nona, bolehkah
aku tahu siapa namamu?”
Keangkuhan Kok Gi-pek sama sekali lenyap tak berbekas,
dengan amat sopan ia memberi hormat, lalu sahutnya.
“Boanpwe Kok Gi-pek!”
Mendengar perkataan itu, sang nyonya cantik itu tertawa
kepada laki-laki kekar itu, ujarnya, “Toako, sudah kau dengar?
Aku tebak yang di maksudkan pastilah moay moay”
Laki-laki kekar mendengus rendah, sikap sinis menghiasi
wajahnya.
“Nona berasal darimana?” kembali nyonya cantik itu
bertanya lagi.
Kok Gi-pek tidak menjawab, sebaliknya mala bertanya,
“Apakah cianpwa adalah Cu sim siancu (Dewi berhati bajik)?”
Nyonya cantik setengah umur itu tersenyum.

444
“Aaah, itu cuma sanjungan dari sahabat-sahabat persilatan,
Pek Soh-gi mana pantas menerima julukan tersebut?”
Ternyata sepasang suami istri ini bukan lain adalah Bong
Pay serta Pek Soh-gi.
Walaupun Pek Soh-gi adalah putri Pek Siau-thian, tapi sejak
kecil dia ikut dengan ibunya Koa Hong bwe meninggalkan
perkumpulan Sin-ki-pang dan tinggal dibukit Hoan keng san.
Sepanjang tahun dia makan makanan berpantang seperti
ibunya dan tak pernah meninggalkan rumah barang selangkah
pun, oleh sebab itu bukan saja tidak ternoda oleh kebiasaan
orang-orang persilatan, kelembutan dan kehalusan budinya
masih suci bersih, hingga siapapun yang berjumpa dengannya
tentu menaruh simpati kepadanya.
Kemudian setelah menikah dengan Pek lek kun (pukulan
geledek) Bong Pay, untuk menebus dosa ayahnya dan lebihlebih
atas dorongan suaminya untuk banyak beramal,
kelembutan dan kebaikan hatinya merebut simpati banyak
orang, sekalipun ada musuh yang berniat ja hat, hawa
sesatnya segera terpunahkan setelah berjumpa dengannya,
sebab itulah orang persilatan menghadiahkan julukan “Cu sim
Siancu kepada-nya,
Bong Pay adalah murid Pek sian (Dewa geledek) dari Bu lim
siang sian (sepasang dewa dari dunia persilatan) didalam
pertemuan Pak beng-bwe, Pek lek sian menemui ajalnya
dengan menanggung dendam, waktu itu ia masih muda dan
hidup gelandangan dalam dunia persilatan, tapi untung
dengan ketekunannya berlatih dan memperoleh bimbingan
dari supeknya Siau yau sian (dewa yang suka keluyuran) Cu
Thong serta Hoa Thian-hong, akhirnya ia berhasil juga
mengangkat dirinya menjadi seorang pendekar besar yang
menggemparkan dunia persilatan.

445
Semenjak kawin dengan Pek Soh-gi yang lemah lembut, ia
banyak sekali berbudi sosial dan menolong orang apa lagi
didampingi istrinya yang lemah lembut, hal mana membuat
kewelasan hatinya bukan aja bertambah tebal, bahkan sifat
berangasannya dimasa lalupun sudah banyak berubah.
Coba kalau bukan demikian, setelah mendengar perkataan
dari Pek Soh-gi tadi, niscaya ia sudah memaki Kok See-piau
dengan beberapa patah kata yang tajam.
Sejak ia masuk kedalam keluarga Pek, sebenarnya kursi
kebesaran sebagai seorang pangcu dari perkumpulan besar itu
menjadi miliknya, tapi ia adalah seorang yang tak suka
kebesaran dan kedudukan, malah perjuangannya terhitung
paling besar ketika membubarkan Sin-ki-pang, atas
perbuatannya itu banyak jago dari kalangan lurus yang kagum
dan memuji dirinya.
Dengan pandangan kagum Kok Gi-pek memperhatikan
wajah Pek Soh-gi lekat-lekat, meski usianya telah mencapai
empat puluh tahunan, ternyata kelembutan dan kecantikannya
masih tertera jelas.
Makin dilihat, gadis itu merasa semakin simpati, sehingga
akhirnya ia berkata, “Aaah mana kecantikan cianpwe bagaikan
bidadari, kelembutan hatinya bagaikan Buddha julukan Cu sim
Siancu memang paling pantas untuk diri cianpwe”
“Soal itu tak usah dibicarakan lagi nona, apakah kau
bersedia memberi tahukan kepadaku berasal dari mana?”
“Boanpwe berasal dari Cing-ciu!”
“Aaah……!” Pek Soh-gi berseru tertahan,

446
wajahnya segera diliputi oleh rasa kecewa yang mendalam
sekali.
“Soh-gi, belum tentu dalam dunia ini terdapat kejadian
yang begini kebetulan, sudahlah, lupakan saja!”
Tapi Pek Soh-gi segera gelengkan kepalanya berulang kali.
“Aku tidak terlalu percaya!” katanya.
Tiba-tiba satu ingatan menggerakkan hati Kok Gi-pek,
diam-diam pikirnya, “Kalau diresapi maksud dari ucapannya
itu, apa dia telah menganggapku sebagai putrinya…”
Sementara ia masih melamun, Pek Soh-gi telah bertanya
lagi, “Nona, apakah ayah ibumu masih sehat semua?”
Kok Gi-pek menggerakkan bibirnya hendak menjawab, tapi
sebelum mengucapkan sesuatu, kakek berwajah merah
berambut putih yang bukan lain adalah Toan bok Seeliang,
Tamcu dari markas besar Hian-beng-kau telah manyela sambil
mendehem ringan.
“Bong hujin, orang tua nona Kok tentu saja masih sehat
wal’afiaat……”
Sebenarnya Bong Pay terhitung masuk anggota keluarga
Pek, tapi berhubung Pek Soh-gi amat menghargai suaminya,
dalam setiap persoalan Bong Pay yang mengatasi dan untuk
meneruskan tali keturunan keluarga Bong, maka keturunannya
semua memakai nama marga Bong, dan persoalan ini telah
dirunding sebelumnya secara baik baik.
Pek Soh-gi sama sekali tidak memperdulikan jawaban kakek
itu, kembali ia mengulangi pertanyaannya, “Apakah ayah
ibumu masih hidup?”

447
Kok Gi-pek manggut manggut
“Terima kasih atas perhatian cianpwe hingga kini orang
tuaku masih segar bugar”
Pek Soh-gi amat kecewa, pikirnya, Betul-betul aneh sekali,
masa kolong langit bisa terdapat seorang anak yang bukan
keturunannya tapi mempunyai type wajah yang begitu mirip?
Hal ini betul-betul mustahil!”
Dengan perasaan tergerak, ia bertanya lagi, “Bolehkah
kami suami isteri berdua bertemu dengan orang tuamu?”
Tiba-tiba Toan See liang menyela kembali, “Bong hujin, ada
pepatah mengatakan, jika tidak sepaham maka tak akan
sekomplot, buat apa kalian musti berjumpa muka?”
Pek Soh-gi kembali pura-pura tidak mendengar.
“Aku pikir she Kok tersebut bukan nama warga nona yang
sebetulnya, bolehkah aku tahu nona sebenarnya she apa?
Kenapa mengikuti she gurumu?
Percayalah bahwa aku bermaksud baik, maka akupun minta
agar kau jangan berbohong”
Bong hujin!” tegur Toan bok See liang dengan kening
berkerut, “cara menyelidiki urusan pribadi nona Kok dari
perkumpulan kami sudah merupakan perbuatan yang
melanggar pantangan besar”
Sehabis berkata ia lantas melangkah pergi dari situ.
Bong Pay mengernyitkan alis matanya yang tebal, tiba-tiba
ia rentangkan tangannya untuk menghadang jalan pergi kakek

448
itu kemudian sambil tertawa ujarnya, “Toan bok thamcu,
terimalah salam hormat dari Bong Pay!”
Rentangan tangan itu memang kelihatan-nya sederhana
dan tiada sesuatu yang aneh, padahal justru mengandung
suatu kekuatan besar yang setiap saat siap dilontarkan
bilamana Toan bok See liang nekad untuk menyerbu ke
depan, maka serangan yang dahsyat dan mematikan itu
segera akan meluncur keluar.
Sebagai seorang jago kawakan tentu saja Toan bok See
liang cukup mengetahui kelihaiyan dari serangan tersebut,
dengan wajah berubah ia segera berhenti, katanya dengan
gusar, “Bong tayhiap, kalian suami istri berdua datang kemari
sebagai tamu, kenapa sikap kalian begitu kelewat batas?”
“Istriku toh cuma mengajukan beberapa buah pertanyaan
saja kepada nona ini, apakah perbuatan semacam ini
termasuk kebangetan”
Paras muka Toan bok See liang segera berubah menjadi
hijau membesi, katanya kemudian, “Baik, baik, apakah Bong
tayhiap bermaksud untuk bertarung sekarang juga?”
“Oh, aku orang she Bong sebagai tamu pasti akan
mengiringi keinginan tuan ramah!”
Kok Gi-pek yang melihat gelagat tak enak, dengan alis
berkenyit segera menegur, “Empek Toan bok, kenapa sih kau
ini”
Toan bok See liang berkerut kening, tiba-tiba sambil
tertawa tergelak katanya, “Ternyata Bong tayhiap suami istri
sangat memperhatikan murid sinkun perkumpulan kami,
peristiwa ini betul-betul merupakan ke jadian yang baik, lohu
merasa amat gembira”

449
Pek Soh-gi tersenyum ia bertanya lagi, “Bagaimana
pendapat nona?”
Pek Soh ikut tertawa.
“Cianpwe suami istri adalah jago-jago kenamaan dalam
dunia persilatan, bila ada waktu, dengan senang hati orang
tua kami pasti bersedia untuk bertemu dengan kalian”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan, “Aku mengikuti
nama marga dari guruku, ini dikarenakan guruku telah
mendapat persetujuan dari ayahku, semenjak kecil sudah
demikian”
Dengan kecewa Pek Soh-gi menghela napas panjang,
setelah fakta berbicara demikian terpaksa ia harus urungkan
niatnya sampai disitu.
Dengan penuh kasih sayang Bong Pay membelai bahu
istrinya dan menghibur dengan kata-kata yang manis.
Tapi Pek Soh-gi gelengkan kepalanya berulang kali, dengan
mata berkaca- kaca, tiba-tiba ia berseru, “Ooh toako jika dia
adalah putri kami, betapa senangnya aku!”
Kok Gi-pek merasakan hatinya bergetar keras, kalau bisa
dia ingin menubruk ke dalam pangkuan Pek Soh-gi dan
menghibur hatinya,
Perasaan semacam itu memang aneh sekali, bahkan ia
sendiripun agak tercengang oleh perasaan demikian, sambil
mengendalikan diri iapun berpiir, “Kalau diingat kembali,
sebetulnya mereka dengan aku masih terhitung musuh besar
tapi heran, kenapa kau bisa mempunyai perasaan semacam
itu.

450
Berpikir sampai disitu, ia lantas bungkukkan badan
memberi hormat seraya ujarnya, “Boanpwe ingin mohon diri
lebih dulu, semoga saja dikemudian hari bisa banyak peroleh
petunjuk dari cianpwe berdua”
Diam-diam Toan bok See liang menghembuskan napas
panjang, cepat ia berkata pula sambil tertawa.
“Saat upacara peresmian sudah makin dekat, tamu yang
datang makin banyak, maaf jika lohu muski mohon diri lebih
dulu karena masih banyak tugas yang harus ku selesaikan”
Setelah memberi hormat kepada Bong Pay suami istri,
menyusul dibelakang Kok Gi-pek diapun berlalu dari situ.
Bong Pay segera menjura, Pek Soh-gi membalas hormat
pula dengan memaksakan diri katanya.
“Nona Kok, semoga saja dalam waktu singkat kita bisa
berjumpa kembali……”
“Semoga saja demikian, Boanpwe pun berharap bisa
bertemu lagi”
Ketika sampai diujung jalan saja, gadis itu tak tahan telah
berpaling kembali ketika dilihatnya Bong Pay suami istri
menghantar kepergiannya, tiba-tiba iapun merasa agak berat
hati untuk berpisah dengan mereka, setelah tertegun sejenak
akhirnya ia baru beranjak dan pergi dari situ.
Menanti bayangan tubuh gadis itu sudah lenyap tak
berbekas, Pek Sob gi baru berkata dengan sedih.
“Toako, bila Siau yu masih hidup, saat ini dia pun sudah
dewasa seperti dia!”

451
Bong Pay menghela napas panjang.
“Aaai…..tapi ia punya orang tua, sedang jenasah Siau yu
pun hingga kini telah….”
Tapi melihat kesedian yang melimuti wajab istrinya, tibatiba
ia berganti pembicaraan, katanya dengan lembut.
“Dalam dunia yang begini lebar, segala kemukjijatan bisa
terjadi dimana-mana, wajah yang mirip bukannya suatu hal
yang tak mungkin terjadi tapi bila Kok See-piau sengaja
mencarinya, diapun belum tentu bisa menemukan”
Kiranya sejak kawin dengan Bang pay, Pek Soh-gi telah
melahirkan dua orang putra dan seorang putri.
Putra sulungnya Cong beng tahun ini telah berusia dua
puluh tahun, ia merupakan anak yang dipersiapkan untuk
meneruskan generasi keluarga pek.
Putra bungsunya Giok heng, tahun ini berusia lima belas
tahun, ia adalah anak yang dipersiapkan untuk meneruskan
generasi keluarga Bong.
Hanya seorang anak perempuannya yang paling dimanja
dengan nama kecil Siau yu, ketika belum genap berusia
setahun, ketika dibopong pelayan bermain-main di bukit Tay
pa san, kedua-duanya ternyata terjerumus ke dalam jurang
dan mati.
Keesokan harinya Bong Pay suami istri telah melakukan
pencarian diseluruh lembah, akhirnya tidak berhasil
menemukan jenasah pelayan dan putrinya, hal mana tentu
saja amat menyedihkan hati Pek Soh-gi, hampir setengah

452
tahun lamanya ia bermuram durja dan murung sepanjang
hari.
Kemudian lambat laun pun pikirannya terbuka kembali, ia
merasa ayahnya memang banyak melakukan kejahatan
dimasa lalu sehingga karmanya sekarang terkena pada cucu
perempuannya.
Untuk mengatasi kesedihan tersebut, sepa sang suami istri
ini pun mempergiat usaha sosialnya menolong orang orang
lain.
Untuk menghilangkan kenangan tersebut peristiwa ini sama
sekali tidak mereka wartakan kepada Hoa Thian-hong suami
istri, sebab itu Hoa In-liong pun tak tahu kalau ia sebenarnya
mempunyai seorang adik misan yang telah mati sebelum
genap berusia satu tahun.
Demikianlah, setelah peristiwanya berlangsung demikian,
tak tahan lagi Tam Si-bin dan Yau Tiong-in maju ke depan
menghampiri suami istri berdua.
“Bong tayhiap, masih ingatkah kau dengan si tua bangka
dari bukit Thian tay?”
Bong Pay memutar badannya dan berpikir sebentar,
kemudian sambil menjura ia berkata, “Oh, kiranya adalah Tam
cianpwe, dalam pertemuan Pak beng hwee….”
“Dalam pertemuan Pak beng hwee, beruntung sekali lohu
berhasil menyelamatkan diri, sejak itu aku mengasingkan diri
dari keramaian dunia untuk mendalami ilmu kui goan sinkang
dari partai kami, siapa tahu begitu berlatih puluhan tahun
telah lewat, coba kalau suteku tidak minta kembali kitab
pelajaran itu, entah sampai kapan aku baru munculkan diri,

453
yaa…..sampai-sampai dalam pertemuan Kian Ciau tay-hwee
pun aku tak sempat menyumbangkan tenaga, tindakan ini
pasti telah mengecewakan banyak sobat lama.
Bong Pay tersenyum, kemudian berpaling ke arah Yau
Tiong-in.
Buru-buru Yau Tiong-in menjura sambil berkata.
“Yau Tiong-in dari partai Thiam cong merasa beruntung
sekali bisa berjumpa dengan Bong tayhiap suami istri”
Bong Pay merangkap tangannya membalas hormat, Pek
Soh-gi sendiri meski hatinya agak tergetar, toh ia membalas
hormat juga dengan sopan.
“Bong hujin!” Tam Si-bin berkata lagi sambil tertawa, “jika
Kok Gi-pek berdiri bersanding denganmu, maka siapa pun
akan menduga kalian berdua sebagai ibu dan anak”
Pek Soh-gi gelengkan kepalanya berulang kali, ujarnya.
“Tam cianpwe, bagaimana tanggapanmu mengenai watak
nona Kok tersebut?”
Diam-diam Tam Si-bin berpikir dalam hati, “Kalau dilihat
dari sikapnya yang begitu memperhatikan Kok Gi-pek,
memang mirip sekali hubungan mereka seperti hubungan
antara ibu dengan anaknya”
Dalam hati berbicara demikian, diluar ujarnya, Menurut
pendapat lohu, meskipun nona itu tumbuh jadi dewasa dalam
kalangan sesat tapi watak nya termasuk baik, cuma sayang
rada angkuh dan mulutnya terlalu tajam”

454
“Aku lihat ia begitu lembut, halus dan menawan hati” ujar
Pek Soh-gi cepat dangan kening berkerut.
Itu kan terhadap hujin” sela Yau Tiong-in, “sikapnya
kepada orang lain justru tidak demikian, terus terang ku
beritahu kepada Bong hujin, sewaktu datang tadi aku orang
she You telah merasakan sindirannya yang panas itu”
Ketika berbicara sampai disini, keempat orang itu segera
merasakan hatinya agak bergerak, semua orang teringat
dengan ucapan yang berbunyi, antara ibu dan anak
mempunyai ikatan batin yang mendalam, hanya saja hal itu
tak sampai diutarakan keluar.
Tiba-tiba Kim Kui, Cui Huan dan dua orang pelayan lainnya
berjalan mendekat, lalu dipimpin oleh Kim Kui, kata mereka,
“Waktu magrib telah menjelang tiba, santapan malam tayhiap
sekalian telah disiapkan dalam pagoda air, apakah sekarang
juga akan bersantap?”
Keempat orang itu saling berpandangan sekejap lalu tanpa
banyak berbicara lagi mereka berjalan menuju ke pagoda air
dengan mengikuti dibelakan pelayan-pelayan tersebut.
Jika Tam Si-bin dan Yau Tiong-in, yang satu adalah jago
silat yang sudah lama mengasingkan diri, yang lain jarang
bergaul dengan masyarakat, tidak banyak kenalan yang
mereka punyai.
Berbeda dengan Bong Pay suami istri yang hampir
mendekati dua puluh tahun lamanya dikenal orang sebagai
jago silat yang termashur, sekalipun banyak yang tidak
mereka kenal, tapi tak sedikit yang menyapa dan memberi
salam kepada mereka.

455
Sebab itulah meski jaraknya dekat, perjalanan ini memakan
waktu yang cukup lama.
Selang beberapa saat kemudian, tibalah mereka disebuah
pagoda air yang empat penjuru berjendela lebar, angin malam
berhembus lewat membawa kesejukan, membuat ruangan
yang terang benderang oleh sinar lampu itu terasa bertambah
segar.
Dalam pagoda tiada orang lain, agaknya khusus disiapkan
untuk mereka berempat, begitu keempat orang tersebut
duduk, pelayan pun datang menghidangkan arak.
“Lebih baik kalian mengundurkan diri saja dari sini” tibatiba
Bong Pay berkata.
Sementara para pelayan itu masih tertegun, sambil
tersenyum Pek Soh-gi telah berkata, “Kami lebih suka makan
minum sendiri secara bebas, nona sekalian boleh pergi
beristirahat”
Cui Huan menjadi sangsi, bisiknya agak gelagapan.
“Terima perintah, cuma……..”
“Bukankah nona sekalian ditugaskan kembali untuk
melaksanakan perintah kami?” tukas Pek Soh-gi cepat, “inilah
perintah kami!”
Pelayan-pelayan itu masih kelihatan agak sangsi tapi
akhirnya mereka letakkan poci arak ke meja dan
mengundurkan diri dari pagoda tersebut, sebelum keluar
mereka sempat merapatkan pula pintu pagoda itu……….”
Pek Soh-gi melirik sekejap kearah suami nya, Bong Pay
segera mengangguk, maka diapun bangkit dan berjalan ketepi

456
jendela lalu balik kembali kemeja sekalian memadamkan api
lentera.
Dengan padamnya lampu maka suasana dalam pagoda itu
hanya diterangi sinar rembulan yang memancar masuk lewat
jendela pagoda, sekalipun agak lamat-lamat namun bukan
halangan bagi beberapa orang jago tangguh tersebut.
Sambil mengangkat poci arak, Pek Soh-gi berkata sambil
tertawa, “Malam ini bulan bersinar purnama, minum arak
dalam pagoda air dalam suasana begini memang cukup
romantis, marilah ku penuhi cawan arak kalian berdua sebagai
tanda mohon maaf”
Sekalipun Tam Si-bin dan Yau Tiong-in merasa agak kesal,
namun mereka pun tahu bahwa perbuatan mereka pasti
mengandung maksud tertentu, oleh karena orang tidak
berkata, tentu saja merekapun enggan bertanya.
Sambil bangkit berdiri, buru-buru serunya, “Aaah, mana
berani menurunkan derajat hujin!”
Sambil tersenyum Pek Soh-gi memenuhi cawan arak,
ternyata ada lima cawan yang dipenuhi olehnya, hal mana
dengan cepat menyadarkan Tam Si-bin berdua bahwa mereka
sedang menunggu kehadiran orang dan tanda rahasia baru
saja dilepaskan.
Tiba-tiba Bong Pay berseru sambil tertawa, “Paman Ho,
bahkan cawan arak bagimu pun sudah dipenuhi oleh Toa
moay cu, hayo masuklah!”
Desingan angin berhembus lewat, dan tahu-tahu dalam
pagoda telah bertambah besar, orang itu bukan lain adalah
Boan thian jiu (si tangan sakti pembalik langit) Ho Kee-sian
adanya.

457
Sambil tertawa terbahak bahak ia berkata, “Koh-ya, tenaga
dalammu makin lama makin mengejutkan, lohu masih berada
pada jarak lima kaki, jejakku sudah kau ketahui!
Dengan langkah lebar ia menghampiri meja perjamuan dan
duduk.
“Paman Ho, jangan buru-buru minum arak dulu, masih ada
dua orang lain yang belum kau jumpai” kata Pek Soh-gi.
“Tidak usah!” sahut Ho Kee-sian sambil tertawa, “dua
orang ini, yang satu pernah beradu pukulan denganku
sewaktu ada dalam pertemuan Pak beng hwee tempo hari,
sedang yang lain datang bersama seluruh anggota partainya,
tapi kurang rapat dalam merahasiakan jejaknya, Hian-bengkau
saja sudah tahu, tentu saja akupun tahu”
Merah padam selembar wajah Yau Tiong-in karena jengah.
Sedangkan Tam Si-bin sambil tertawa terbahak-bahak
segera berseru, “Saudara Ho, kapan aku baru ada kesempatan
untuk mencoba pukulan sakti pembalik langitmu?”
“Aah, apa susahnya, aku si Ho tua……..
Tapi sebelum ucapan tersebut selesai diucapkan, Pek Sohgi
telah menyela lebih dulu.
“Paman Ho, bagaimana dengan persiapan kita? Apakah
diketahui pihak Hian-beng-kau?”
“Masa masih ada persoalan?” jawab Ho Kee-sian sambil
tertawa angkuh, “dari rekan-rekan lama siapakah yang tidak
memiliki ilmu yang tinggi dan pengalaman yang luas? Sampai

458
waktunya, mungkin Kok See-piau si anjing keparat itu masih
ada dalam impian”
00000O0000
51
Diam-diam Tam Si-bin dan Yau Tiong-in merasa malu
dengan sendirinya setelah mendengar perkataan itu.
Mereka tak menyangka kalau kedatangan Bong Pay suami
istri kesitu telah disertai dengan suatu rencana yang matang,
tidak seperti mereka berdua baru saja masuk kedalam lembah,
rahasianya su dah diketahui oleh orang lain, Bong Pay
rupanya tidak setuju dengan kata-kata Ho Kee-sian, segera
ujarnya, “Paman Ho, kau tak boleh terlalu gegabah, Kok Seepiau
yang sekarang bukan Kok See-piau yang dulu lagi,
kelicikkan dan kehebatannya tak bisa disamakan dengan
pretasinya dimasa lalu”
“Sekalipun demikian, toh ia pun tidak punya sesuatu yaag
patut dibanggakan”
Bong Pay mengernyitkan sepasang alis matanya yang tebal,
kemudian pelan-pelan berkata.
Tidak sedikit jumlah tokoh sakti yang bergabung dengan
pihak Hian-beng-kau, yang telah menampakkan diri sampai
sekarangpun rata-rata berilmu tinggi, apa lagi yang masih
belum muncul hingga seka-rang, entah sampai dimana taraf
kepandaian yang dimilikinya…..”
Tiba-tiba Yau Tiong-in menimbrung.
Bong tayhiap, taukah kau kalau Jin Hian serta Tiangsun Poh
yang merencanakan penggalian atas harta pusaka dalam

459
istana Kiu ci kiong telah menggabungkan diri dengan pihak
Hian-beng-kau?”
Paras muka Bong Pay agak berubah, serunya dengan
cepat, “Haah masa terjadi peristiwa semacam ini? Dari mana
saudara Yau mendapat tahu?”
“Nona yang bernama Kok Gi-pek itulah yang
memberitahukan hal ini kepada kami, sahut Tam Si-bin.
Aaaah, tidak mungkin!” kata Pek Soh-gi dengan kening
berkerut, walaupun ada lima enam tahun paman Tiang-sun
tak pernah berkunjung kebukit Tay pa-san, tapi dia adalah
seorang laki-laki yang berjiwa lurus dan ksatria, mana ia sudi
bertekuk lutut oleh ancaman?”
“Jin Hian adalah pentolannya Hong-im hwee dimasa lalu”
kata Ho Kee-sian pula, “meski perkumpulan Hong im hwee
nya sekarang sudah bubar, dan ia dipaksa untuk
mengasingkan diri hingga mati hidupnya tak ketahuan, tapi
dengan kedudukannya sebagal seorang jago kawakan dari
dunia persilatan yang pernah menguasahi sepertiga dari dunia
persilatan, aku rasa tak mungkin ia rela diperintah oleh
seorang angkatan muda macam Kok See-piau”
Untuk sesaat suasana menjadi hening, mereka sama-sama
merenungkan kembali ada berapa bagian kemungkinan yang
memungkinkan Ji Hian dan Tiangsun poh diserap pihak Hianbeng-
kau.
Dalam keheningan tersebut, tiba-tiba Ho Kee-sian berkata,
Menurut dugaanku, ada delapan bagian Kok See-piau
merasakan lemahnya kekuatan sendiri, maka sengaja ia
tiupkan berita sensasi agar mengacaukan pikiran para jago,
bahkan Jin Huan sendiri siapa tahu kalau justru berada pada
posisi bermusuhan dengan mereka?”

460
“Perkataan dari saudara Ho ini memang ada betulnya juga
maka lebih baik jika kita selalu waspada sehingga tak sampai
termakan oleh siasat busuk dari Kok See-piau”
“Tapi aku tidak percaya kalau paman Tiangsun bersedia
membantu kaum durjana melakukan kejahatan” kata Pek Sohgi.
“Tiangsun cianpwe pribadi mungkin saja ksatria dan
seorang laki laki sejati” ucap Yau Tiong-in “tapi seandainya
Kok See-piau menyandera istrinya atau anaknya, bukankah
mau tak mau ia musti tunduk juga dibawah ancamannya?”
Ketika Pek Soh-gi merasa hal ini ada kemungkinannya juga,
ia menghela nafas panjang.
“Sayang dalam perjalanan menuju kemari aku tidak mampir
dulu kebukit Bu-gi, untuk menengok keadaan paman
Tiangsun, kalau tidak niscaya kecurigaan dan keraguan ini
dapat teratasi”
Tiba-tiba Bong Pay tertawa, ujarnya, “Besok adalah saat
dilangsungkannya upacara peresmian, sampai dimana
kekuatan sesungguhnya dari Hian-beng-kau, dengan
sendirinya akan kita ketahui juga pada waktunya, buat apa
kita musti main tebak secara ngawur dan membuang tenaga
dengan percuma?”
Yau Tiong-in manggut-manggut.
Perkataan saudara Bong memang betul, lebih baik kita
jangan gubris lagi persoalan itu.

461
Sampai disini, Bong Pay pun tersenyum, lalu sambil
mengalihkan pokok pembicaraan, serunya kepada Ho Keesian,
Sekarang Liong-ji berada dimana?
Ho Kee-sian tertegun, lalu pikirnya, “Kalau aku bicara terus
terang dengan mengatakan kalau dia dan Thian Ik-cu setelah
kebukit Ho san tiada kabar beritanya, mereka pasti akan amat
gelisah, lebih baik jangan kusinggung dulu untuk sementara
waktu.”
Sementara ia masih termenung, Pek Soh-gi telah bertanya
lagi dengan gelisah, “paman Ho, apakah keselamatan Liong ji
terancam?”
Buru-buru Ho Kee-sian tertawa.
“Memangnya nona tidak kenal dengan tabiat Liong sauya?”
ucapnya, “kepergiannya begitu tiba-tiba, sampai lohu
sendiripun tidak begitu jelas kemana ia telah pergi”
Hmm, bocah ini memang terlalu binal, masa menghadapi
masalah besarpun sikapnya masih acuh tak acuh…..
“Sifat binalnya memang belum hilang, tapi mungkin juga
ada sedikit persoalan yang hendak diselesaikannyaa sendiri,
siapa tahu kalau ia menang bermaksud membuat surprise?”
kata Pek Soh-gi lagi sambil tersenyum.
Tam Si-bin cepat menyambung pula sambil tertawa.
Hoa jin kongcu terkenal karena kecerdikan serta
keberaniannya, tindakan yang ia lakukan pasti mengandung
maksud tertentu, cuma ia memang gemar tertawa haha hihi
dalam mengerjakan tiap persoalan, sikapnya yang santai
tersebut memang cukup dikenal oleh setiap orang”

462
Bong Pay tersenyum.
Tam locianpwe terlalu menyanjung keponakanku itu, ia
masih muda, pengalamannya masih cetek, mana sanggup
menanggung tanggung jawab sebesar ini?”
“Lohu bukannya memuji dan menyanjung dia lantaran dia
adalah putra Thian cu kiam, tidak! Aku berbicara demikian
karena setiap umat persilatan merasa berpendapat demikian”
kata Tam Si-bin dengan wajah bersungguh-sungguh.
Hubungan Bong Pay dengan Hoa Thian-hong boleh dibilang
melebihi saudara sendiri, Pek Soh-gi pun kakak dari Pek Kun
gi, ibu Hoa In-liong, jadi hubungannya dengan keluarga Hoa
boleh dibilang erat sekali.
Dengan eratnya hubungan ini, maka boleh dibilang mereka
seringkali berkunjung ke perkampungan Liok soat san cong,
sementara angkatan muda dari keluarga Hoa pun setiap waktu
berkunjung ke tempat mereka, sebab itu pula dalam soal
hubungan keluarga maupun dalam hal pelajaran silat, kedua
keluarga ini berkaitan satu sama lain dengan eratnya, itulah
sebabnya empat jurus terakhir dari ilmu Ci yu jit Ciat dapat
berpindah pula ke dalam keluarga Hoa.
Jadi dalam anggapan Bong Pay suami istri, Hoa In-liong
sama pula dengan anak kandung mereka sendiri.
Justru lantaran itu Bong Pay suami istri berdua amat risau
menyaksikan watak Hoa In Hong yang suka bermain
perempuan disana sini dengan tabiatnya yang binal sukar
diurus, tapi ketika mengeta hui kalau diapun dipuji serta
dikagumi umat persilatan, hatinya kembali terasa lega dan
nyaman.

463
“Orang yang terlalu pintar dan suka bersikap acuh biasanya
kurang baik dalam melakukan pekerjaan!” kata Pek Soh-gi
tertawa.
Tiba-tiba dari kejauhan sana lamat-lamat kedengaran suara
pertarungan yang tampaknya sedang berlangsung amat seru.
Dengan wajah tercengang Yau Tiong-in lantas berseru,
“Heran, siapa yang telah membuatr keonaran di dalam markas
besar Hian-beng-kau?”
Ia bangkit berdiri dan berjalan menuju ke tepi jendela,
beberapa orang lain pun ikut pula berpaling.
Sekeliling pagoda air itu merupakan jendela besar, jadi
tanpa meninggalkan tempat duduk pun bisa melihat ke tempat
kejauhan.”
Terlihatlah pada sudut barat daya dari lembah itu berkobar
cahaya merah yang membumbung tinggi keangkasa, suara
pertarungan tersebut berlangsung dari tempat itu.
Dari balik bangunan bangunan lainpun segera bermunculan
bayangan manusia yang pada menengok keluar jendela, tapi
mereka hanya terbatas menengok belaka tanpa mendatangi
tempat kejadian tersebut, hal ini pertama untuk menghindari
kecurigaan orang, kedua suasana disekitar tempat kebakaran
itu pasti kalut, salah-salah mereka bisa menerima serangan
lawan malah……….
Pek Soh-gi segera berpaling kearah Ho Kee-sian, kemudian
tanyanya, Paman Ho, mungkinkah ulah dari rekan-rekan bekas
seperkumpulanmu?
Pasti bukan rekan-rekan kami, sudah lohu pesankan
kepada mereka agar menyembunyikan diri diempat penjuru,

464
sebelum melihat tanda rahasia, mereka tak akan bertindak
sewenang-wenang.
Pek Soh-gi termenung sejenak, lalu katanya.
“Walaupun tiga perkumpulan besar telah berserikat, namun
sesungguhnya mereka tidak akur satu sama lainnya walaupun
begitu aku pikir kedua belah pihak lainnya tak mungkin akan
menimbulkan kesulitan bagi Hian-beng-kau sebelum
berlangsungnya upacara peresmian esok pagi”
Itu berarti dari pihak kaum luruslah yang bermaksud
hendak melenyapkan kaum besar dari muka bumi” sambung
Bong Pay, kita sebagai seorang manusia yang hidup didunia
ini hanya akan bertindak secara terus terang dan terbuka, tak
mungkin kaum hiap khek bersedia membakar rumah atau
menimbulkan kekalutan dengan cara demikian.
Pek Soh-gi berpikir sebentar, lalu ujarnya lagi, “Janganjangan
perbuatan dari Ngote atau anak Liong?”
Bong Pay kembali berpikir.
“Yaa, Hoa Ngo dan Liong ji memang memiliki sifat suka
mengaco orang, lagipula wataknya memang binal,
kemungkinan sekali mereka memang ada niat untuk membuat
malu Hian-beng-kau dihadapan para jago dari seluruh kolong
langit.
Ketika makin dipikir ia merasa makin benar, sambil
melompat bangun segera serunya, “Biar kutengok sebentar
keadaan disana!”
Bagaikan seekor burung rajawali, secepat anak panah yang
terlepas dari busurnya ia meluncur ke luar jendela, kemudian
dengan meminjam daun teratai sebagai tempat berpijak,

465
dalam dua tiga lompatan saja tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan.
Pek Soh-gi mau menghalangi kepergian suaminya, tapi tak
sempat, maka iapun cuma berdiam diri saja.
Menyusul kepergian Bong Pay, dari balik pagoda-pagoda air
lainnya segera bermunculan pula bayangan-bayangan hitam
lainnya, dalam waktu singkat ada dua tiga puluh orang yang
telah pergi.
Tiba-tiba terdengar Yau Tiong-in bergumam.
“Aaah, bukankah itu adalah Suto susiok serta Ong dan Ko
sute berdua……..”
Buru-buru ia terpaling sambil berseru, “Akupun akan ikut
kesitu!”
Sekali berkelebat ia telah menyusul kawanan jago lainnya
yang sedang memburu tempat kejadian itu.
Menyaksikan kesemuanya itu. Tam Si-bin tertawa terbahakbahak,
“Haaahh….. haaahh………. haahh………betul betul
sangat ramai, begini banyak orang telah menyusul kesana,
suasana pasti bertambah kalut, tak bisa disangkal lagi
kepergian mereka tentu akan membantu si pelepas api
tersebut”
“Apakah locianpwe juga ingin menonton keramaian?” tanya
Pek Soh-gi sambil tersenyum.
Tam Si-bin segera tertawa terbahak-bahak.

466
Haaahh………Haahh……haaahh……kenapa musti kesana
untuk menonton keramaian? Menyaksikan dari tempat inipun
tak mengurangi kegembiraan hatiku”
Pek Soh-gi tersenyum ia lantas berkata ke pada Ho Keesian,
“Setelah terjadinya peristiwa ini, pihak Hian-beng-kau
pasti akan memperketat penjagaannya, orang-orang yang kita
atur dalam lembah tampaknya sukar dipertahankan lebih jauh”
Ho Kee-sian berpikir sebentar, lalu kata nya, “Persoalan ini
memang cakup merisaukan cuma mereka semua rata-rata
adalah jago kawakan yang sudah berpengalaman selama
puluhan tahun semestinya merekapun tahu gelagat, siapa
tahu kalau telah mengundurkan diri keluar lembah…..
Sementara itu, kobaran api yang membumbung ke udara
tadi sudah padam dengan cepat, suara pertarungan yang
sedang berlangsungpun kini sudah tak kedengaran lagi.
Melihat itu, sambil tertawa Tam Si-bin berkata,
“Kepandaian si orang yang melepaskan api memang luar biasa
sekali, dalam waktu singkat ia dapat menimbulkan kebakaran
sebesar ini, mungkin yang digunakan adalah apotas dan
belerang sehingga begitu kena api lantas meledak. Cara Hianbeng-
kau memadamkan api pun tak kalah cepatnya, entah si
pelepas api itu berhasil ditangkap atau berhasil meloloskan
diri?”
“Diatas bukit disebelah kiri lembah ini terdapat sebuah
telaga besar kata Ho Kee-sian, “asal air itu dialirkan ke bawah
maka tidak sulit untuk memadamkan api yang berkobar,
anggap saja nasib mereka masih mujur…….”
Mendadak tampak sesosok bayangan manusia secepat kilat
bergerak menuju ke gedung penerima tamu, Pek Soh-gi yang

467
bermata tajam segera mengenali siapa gerangan orang itu,
serunya tiba-tiba, “Ngo te!”
Sebenarnya bayangan manusia itu hendak bergerak
menuju kesamping pagoda, tapi setelah mendengar panggilan
itu, tanpa ragu-ragu lagi ia berubah arah dan menyusup
masuk kedalam.
Tampaklah orang itu berkulit hitam pekat dengan rambut
yang kusut dan pakaian yang tak rapi, sepintas lalu usianya
tampak baru tiga puluh tahunan, ia menggendong seorang
pemuda berpakaian ringkas yang berwajah pucat dan
memejamkan matanya rapat-rapat, noda darah mengotori
ujung bibirnya, bila dilihat dari keadaannya jelas isi perutnya
telah menderita luka yang cukup parah.
Napasnya tersongkal-songkal jelas suatu pertempuran
sengit baru saja berlangsung, begitu masuk kedalam pagoda
meskipun melihat ada Ho Kee-sian dan Tam Si-bin berada
disitu, diapun tidak menyapa.
Dengan langkah tergesa-gesa ia baringkan pemuda itu
disebuah pembaringan bambu didekat jendela sana, lalu
serunya, “Enso, cepat kau periksa keadaan, apakah luka yang
diderita pemuda ini masih bisa ditolong?”
Pek Soh-gi sangat tenang, pelan-pelan ia berjalan
mendekati pembaringan dan memeriksa denyutan nadinya,
lalu kepada laki-laki itu katanya, “Kau masih saja bertingkah
seperti dulu saja, hayo cepat beristirahat dulu, minumlah
secawam dua cawan arak untuk menghilangkano rasa kaget,
serahkan pemuda ini kepadaku!”
Tiba-tiba Tam Si-bin berjalan mendekat seraya berkata,
“Pemuda ini bernama Yu Siau lam, dia adalah keponakan

468
muridku, entah kenapa bisa menderita luka disini, mari biar
lohu saja yang memeriksa keadaan lukanya?”
Dengan mata mendelik laki-laki setengah umur itu segera
berseru.
“Sekalipun kau adalah supeknya, aku Hoa Ngo tidak
percaya kalau ilmu pertabibanmu jauh lebih hebat dari
kepandaian ensoku, sudahlah tak usah banyak urusan! Jangan
karena sopan santun mengakibatkan nyawa orang melayang!”
Waktu itu Pek Soh-gi sedang memeriksa denyutan nadi
pemuda tersebut, ketika mendengar ucapan itu, ia lantas
menengadah sambil menegur, “Ngo te, jangan kurang ajar,
dia adalah Tam Si-bin locianpwe dari bukit Thian tay!”
“Kalau memang dari Thian tay lantas kenapa? Aku hanya
membicarakan tentang persoalan bukan soal manusianya, aku
rasa ia memang sedikit tak tahu keadaan”
Pek Soh-gi tidak menyangka kalau makin bicara ia makin
tak karuan, dengan menarik wajahnya, ia berseru, “Ngo te,
kau terlalu kasar, apakah kau memang tidak memandang
sebelah matapun kepada enso-mu?”
“Siau te mana berani!” jawab Hoa Ngo cepat-cepat dengan
wajah agak takut.
“Kalau memang tidak berani, buat apa kau musti berdiri
terus disitu…?”
Hoa Ngo ragu-ragu sejenak, akhirnya ia menjura kepada
Tam Si-bin, bibirnya bergetar seperti hendak mengucapkan
sesuatu, agaknya ia hendak minta maaf tapi tak tahu
bagaimana musti berbicara.

469
Seperti diketahui sebenarnya dia adalah seorang anak
yatim piatu yang hidup gelandangan dalam kota Lok-yang,
sejak kecil ia sudah hidup sengsara dan sering kali merasa
kelaparan dan kedinginan.
Suatu kali ia berjumpa dengan Hoa Thian-hong serta kedua
orang hujinnya, karena merasa kasihan maka bocah itupun
mereka bawa pulang keperkampungan liok soat san ceng.
Betul, sejak itu dia dididik membaca, menulis dan belajar
silat, tapi wataknya yang binal sukar dikendalikan.
Hanya Pek Soh-gi seorang yang seringkali bersikap tegas
dan keras kepadanya, sebab itulah Hoa Ngo tidak begitu takut
kepada Bun Tay-kun sebaliknya malah takut dengan Pek Sohgi
yang halus dan lembut, kalau di bicarakan kembali, hal ini
memang lucu sekali.
Diam-diam Pek Soh-gi berpikir, “Dengan tabiat Ngo te,
untuk memberi hormat saja sudah sulitnya bukan kepalang
apalagi disuruh mengucapkan kata-kata minta maaf, tak heran
kalau ia tak sanggup memberi jawaban”
Harap Tam cianpwe suka memaafkan kesalahan ngote ku
ini, maklum dia memang agak berangasan dan kasar.
Untung imam Tam Si-bin cukup tebal, sekalipun merasa
agak susah juga, terpaksa iapun harus bersikap terbuka.
Maka sambil tertawa terbahak-bahak dan mengelus
jenggotnya ia berkata, Hoa ngo hiap memang jujur dan
bersikap terbuka, tak heran kalau semua yang ingin diucapkan
segera diutarakan, memang ucapannya tak salah, ilmu
bertabiban Bong hujin memang tiada tandingannya didunia
ini”

470
Pek Soh-gi tersenyum.
Sedikit ilmu pertabiban yang tak seberapa hebat ini berhasil
kupelajari dari enci Chin, tentu saja dalam pandangan orang
lain kepandaianku ini masih jauh ketinggalan bila
dibandingkan dengan enci Wan hong”
Sebagaimana diketahui, Pek Soh-gi amat gemar menolong
orang, ia merasa kebanyakan orang miskin didunia ini
menderita akibat terserang oleh aneka macam penyakit yang
parah sebab itu ia merasa sangat tidak leluasa jika tidak
mengerti tentang ilmu pertabiban.
Untuk mewujudkan cita citanya untuk mengobati orang
itulah, maka ia belajar ilmu pertabiban dan ilmu tusuk jarum
dari Chin si hujin.
Dengan otaknya yang pintar, kemauannya yang besar
ditambah lagi ilmu pertabiban dari Chin si hujin memang
nomer satu didunia, tak heran kalau ilmu pertabiban yang
berhasil dipelajarinya terhitung hebat pula dalam dunia
persilatan dewasa ini.
Berhubung Pek Soh-gi suami istri sepanjang tahun
berkelana dan menolong orang, lambat laun namanya menjadi
jauh lebih tersohor daripada nama besar Chin si hujin, ratarata
para jago memuji kehebatan ilmu pertabibannya,
sekalipun dalam kenyataan memang masih kalah dengan Chin
wan hong, toh selisihnya tidak seberapa lagi.
Demikianlah, sambil berbicara ia lanjutkan pemeriksaannya
atas nadi pemuda itu, ketika hasilnya telah diketahui, diamdiam
iapun berkerut kening.

471
Tam Si-bin yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi
amat cemas katanya, “Bong hujin, apakah keponakan muridku
masih bisa ditolong?”
“Bisa ditolong sih bisa” sahut Pek Soh-gi sambil tertawa,
“cuma kalau ditinjau dari keadaan lukanya, jelas
memperlihatkan bahwa ia sudah lama menyimpan rasa pedih,
hati dan paru parunya mengalami luka parah, ditambah lagi
dalam adu tenaga tadi, Tay yang hui keng dan Cui im sim pau
kengnya tadi, masih mendingan kalau ia muntahkan darahnya,
justru sikapnya menahan muntahan darah tersebut semakin
menambah parahnya luka yang diderita”
Kemudian sambil berpaling kearah Hoa Ngo, ujarnya lagi,
“Ngo te, ketika kau menolong dirinya tadi apakah kau telah
menotok jalan darah im bun dan tiang hu niatnya untuk
mencegah penjalaran luka yang dideritanya?”
Jilid 12
Hoa Ngo tertegun, lalu sahutnya, “Benar! Apakah keliru?
Kan to so yang mengajarkan aku berbuat demikian…..?”
Sebenarnya tidak salah, cuma tenaga dalam yang dimiliki
musuh agaknya jauh lebih lihay darinya, pihak lawan
tampaknya tidak bermaksud merenggut jiwanya tapi cuma
melukai isi perutnya belaka, mengakibatkan peredaran
darahnya mengalir balik dengan menyumbat Sau ha pit dan
Say yang sam-ciau ji kengnya, coba kalau waktu itu kau paksa
darah itu muntah keluar, kemudian menotok jalan darah Han
bun dan Thian cwan guna menantikan pengobatan, banyak
kesulitan yang tak diinginkan bisa dielakan.

472
Tam Si-bin yang mendengarkan penjelasan itu, diam-diam
berpikir, “Kalau didengar dari penuturannya barusan, ilmu
pertabiban yang dimilikinya memang sangat hebat.”
Sementara itu Pek Soh-gi telah mengeluarkan sebuah botol
porselen dan mengambil tiga biji pil berwarna merah yang
harum semerbak, tapi pil itu tidak dimakankan ke Yu Siau lam,
sebaliknya sambil mengeluarkan segenggam jarum emas,
katanya, “Ngo te, bimbinglah ia bangun, bebaskan jalan
darahnya dan tembusi peredaran darah yang menembusi Sauim-
sim-keng dan Cui-im-sim-pao-keng yang ada ditangan
kanan-nya, kemudian nantikan perintahku selanjutnya”
Hoa Ngo menurut dan segera membebaskan jalan darah
im-bun dan tiong-hu niat ditubuh Yu Siau lam, lalu
menggenggam tangan kanannya dan diam-diam menyalurkan
hawa murninya ketubuh pemuda itu.
Pek Soh-gi mengayunkan tangannya berulang kali, belasan
batang jarum emas itu segera menancap didalam jalan darah
pada dada dan lambung Yu Siau lam, kemudian tanpa
berpaling ia berkata, “Bukankah Tam locianpwe telah berhasil
menguasahi ilmu Kui goan sinkang dari partai anda?”
Sambil tertawa Tam Si-bin gelengkan kepalanya berulang
kali.
Yaa, sedikit ilmu simpananku ini tampaknya memang tak
bisa dirahasiakan lagi, pepatah bilang: Siapa yang tampaknya
hebat dia belum tentu hebat, harap hujin memberi perintah
saja.
“Hei, Kui goan sinkang itu termasuk ilmu sakti macam
apaan?” tiba tiba Ho Kee-sian berseru sambil tertawa, “wah,
agaknya ilmu silat yang dimiliki Tam loji jauh diatas ke
pandaian lohu!”

473
Rasa ingin menangnya masih tertera jelas dibalik
ucapannya itu.
Terdengar Pek Soh-gi berkata, “Locianpwe, harap kau
gunakan hawa murnimu untuk melindungi nadi Yu sauhiap!”
“Ngo te, gunakan tenaga sebesar tiga bagian untuk
memukul jalan darah Tiong tay Liatnya, hati-hati, kurang
sedikit saja bisa mengakibatkan hilangnya nyawa Yu sauhiap”
Koa Ngo menurut dan menepukkan telapak tangannya
diatas jalan darah Tiong tay hi-at…….
Yu Siau lam yang sadarkan diri, tiba-tiba muntahkan
segumpal darah kental berwarna merah kehitam-hitaman.
Dengan tanpa menggubris rasa kotor lagi, Pek Soh-gi
menjejalkan obat yang telah dipersiapkan itu ke dalam
mulutnya, kemudian sambil menghembuskan napas lega
katanya, “Setelah darah kental yang menyumbat peredaran
darah ini bisa dimuntahkan keluar, keadaan sudah tidak
berbahaya lagi, sekarang kalian berdua boleh menarik kembali
telapak tangan masing-masing”
Kemudian ia sendiripun mencabuti jarum-jarum emasnya.
Tiba-tiba terdengar Yu Siau lam merintih lalu gumamnya
dengan suara yang masih kabur, “Ayah…… ibu……….”
Pek Soh-gi merasa hatinya bergetar! pelan-pelan ia
menotok jalan darah tidurnya, maka terlelaplah Yu Siau lam
dalam tidur yang amat nyenyak.
Selesai melakukan pengobatan, mereka bertiga
membiarkan Yu Siau lam tetap terbaring diatas pembaringan,

474
sementara mereka sendiri kembali kemeja perjamuan. Tibatiba
Hoa Ngo berseru, “Toa so, ujung bajumu!”
Ketika Pek Soh-gi mengangkat ujung bajunya, maka
terlihatlah pada ujung bajunya yang putih bersih telah ternoda
oleh darah, saking memusatkan segenap perhatiannya untuk
memberi pengobatan, ternyata ia sampai tidak merasakan
akan hal itu.
Maka sambil tersenyum ia merobek bajunya itu sambil
berkata, “Sekarang kita sebagai tamu orang, yaa, terpaksa
hanya bisa berbuat demikian saja” Diam-diam Tam Si-bin
merasa kagum, katanya sambil tertawa, “Sebagai sesama
rekan sealiran, rasanya lohu pun tak usah berterima kasih lagi
kepadamu!”
“Seharusnya memang demikian” kata Pek Soh-gi tertawa,
kemudian sambil berpaling ke arah Hoa Ngo katanya lebih
jauh, Ngo te aku tebak kaulah yang melepaskan api, ternyata
dugaanku tak keliru”
“Aaah…….masa enso masih menganggapku sebagai
seorang bocah cilik yang nakal?” ujar Hoa Ngo sambil tertawa.
“Kalau begitu anak Liong?”
Kembali Hoa Ngo gelengkan kepalanya berulang kali,
sahutnya sambil tertawa terbahak-bahak.
“Aku sama sekali tak tahu kemana perginya anak Liong.
Enso kau melihat aku pulang dengan membawa seorang yang
setengah mati, kenapa tidak kau duga kalau perbuatan ini
adalah hasil karyanya?”
Tam Si-bin menghela napas panjang, “Ayah ibu Yu sudah
kena culik oleh Hian-beng-kau” ujarnya, “aku pikir ia pasti

475
berusaha menolongnya dengan menggunakan kesempatan ini,
maka ia lepas api untuk membakar rumah, aaai…….nyali
bocah ini memang terlampau besar”
Hoa Ngo manggut-manggut ujarnya, “Ia beserta beberapa
orang anak muda lain yang menamakan dirinya sebagai Kim
leng ngo kongcu, dengan membawa beberapa orang pemuda
lagi yang bernama Kongsua Peng, Oh Keng bun, sekalian
beberapa orang, ternyata dengan amat berani menerbitkan
keonaran dalam markas besar perkumpulan Hian-beng-kau,
coba kalau bukan pihak Hian-beng-kau ingin menangkap
mereka hidup-hidup, sebelum aku dan Ko toako tiba, niscaya
mereka sudah tewas semenjak tadi. Mengingat dia adalah
seorang anak yang berbakti maka ketika melihat dia terluka
aku berusaha untuk menolongnya….”
Kemana perginya pemuda pemuda yang lain?” tukas Pek
Soh-gi.
Hoa Ngo menghela napas panjang, sahutnya, “Setelah
menahan serangan mereka sejenak aku dan Ko toako lantas
memisahkan diri, ditengah jalan aku bertemu dengan Bong
toako yang menyuruh aku membopongnya datang kemari
untuk minta pengobatan dari toaso, jadi bagaimana kah nasib
yang lain, terpaksa harus menunggu sampai Bong toako
kembali nanti”
Selesai berkata ia mengangkat cawan dan menegak isinya
sampai habis, wajahnya murung dan kesal agaknya seperti
lagi menyesali ketidak becusan dirinya.
Dengan wajah sedih, Pek Soh-gi berbisik pula, “Kalau
dilihat perjuangan mereka untuk membela teman, jelas
pemuda-pemuda itu adalah kawanan pemuda berjiwa ksatria,
semoga saja mereka jangan sampai tertimpa musibah”

476
0000O0000
Setelah berjumpa dengan Hoa Ngo dan menitahkannya
berangkat keruang penerima tamu untuk mencari istrinya dan
menolong jiwa Yu Siau lam, Bong Pay melanjutkan
perjalanannya menuju ketempat kejadian.
Ketika makin mendekati tempat peristiwa, dibawah sinar
api yang terang benderang tampaklah para anggota Hianbeng-
kau berbaris sepuluh orang satu regu sedang berusaha
keras menanggulangi kebakaran yang sedang terjadi.
Yang menyimpan air menyiram, yang membongkar
reruntuhan membongkar, semuanya dilakukan secara tertib
dan teratur, sedikitpun tidak tampak kalut atau bingung.
Melihat hal mana, kembali ia berpikir, “Hian-beng-kau
memang suatu kelompok manusia yang terorganisir, agaknya
jika kelompok ini tidak teratasi sebaik-baiknya, dikemudian
hari pasti akan merupakan bibit bencana yang besar bagi
umat persilatan”
Disekeliling tempat kebakaran itu terjadi, bayangan
manusia bagaikan lautan, meteka terdiri dari orang-prang
Hian-beng-kau, Mokau, kui im kau serta para jago persilatan
yang datang memenuhi undangan, suasana hiruk pikuk dan
gaduh sekali.
Tindakan yang dilakukan pihak Hian-beng-kau sungguh
amat cepat, apalagi sebagian besar terdiri dari jago-jago lihay,
pekerjaan yang mereka lakukan, puluhan kali lebih hebat
daripada orang lain.
Ternyata kebakaran itu terjadi diseleretan gudang barang,
dengan begitu korban manusia bisa dihindari. Dalam suatu
kerja sama yang erat, dalam waktu singkat kebakaran bisa

477
diatasi dan rumah yang belum terbakar pun bisa
diselamatkan.
Ditepi tempat kebakaran itu berlangsung berdiri seorang
Imam tua berjubah panjang yang memelihara jenggot,
disisinya berdiri Toan bok See liang serta sekawanan jago dari
Hian-beng-kau, rupanya ia seba gai pemimpin rombongan
disitu.
Setelah berpikir sejenak, Bong Pay segera mengenali orang
itu sebagai wakil kaucu dari Hian-beng-kau yang bernama Go
Tang cuan.
Tampaklah disampingnya menggeletak tiga orang pemuda,
rupanya jalan darah mereka sudah tertotok, Bong Pay lantas
berpikir.
“Mereka sudah pasti adalah satu komplotan dengan Yu Siau
lam, sebetulnya aku harus menolong mereka, tapi sekarang
kawanan jago lihay dari Hian-beng-kau perkumpulan semua
disini, lebih baik jangan dilakukan tindakan ceroboh yang bisa
mengakibatkan melukis harimau tidak jadi malah munculnya
anjing.
Bila peristiwa ini berlangsung dimasa lampau, dengan
waktunya itu niscaya ia sudah menerjang kemuka kendatipun
tahu kalau perbuatan tersebut bisa mengakibatkan kematian,
tapi sekarang setelah termenung sebentar, ja bertekad untuk
mencari bantuan lebih dulu, kemudian baru memaksa pihak
Hian-beng-kau untuk melepaskan orang, bila mana perlu
pertarungan sengit pun boleh jadi akan dilangsungkan.
Setelah berpikir sampai disitu, sebenarnya ia siap
meninggalkan tempat tersebut, pada saat itulah tiba-tiba
muncul seorang pemuda tinggi besar yang bermata gede dari
balik hutan.

478
Begitu munculkan diri, dengan suara lantang segera
teriaknya, “Hei manusia she Go, hayo kita langsungkan
pertarungan lagi!”
Go Tang cuan berpaling, lalu mendengus dingin, jengeknya
sinis, “Bocah keparat, dengan susah payah kau berhasil
melarikan diri, mau apa datang kemari lagi? Cari mati?”
Toan bok See liang yang berada disampingnya, cepat-cepat
berbisik, “Hu kaucu, bocah keparat ini datang kemari pasti
dikarenakan ada yang mem “baking” dirinya…..
Go Tang cuan manggut-manggut. “Ehmm, memang bisa
jadi demikian” Sementara itu kawanan jago Hian-beng-kau tak
ada yang turun tangan karena belum mendapat perintah dari
Hu kaucunya.
Dengan langkah lebar, pemuda itu lansung menuju
kehadapan Go Tang cuan dan berhenti lima kaki
dihadapannya, setelah berhenti, katanya, “Orang she Go, Coa
kongcu mu datang kemari khusus mencari kau, berani tidak
berduel denganku?”
Go Tang cuan tidak menggubris tantangan tersebut,
dengan sorot mata tajam ia menyapu sekejap kesekeliling
tempat itu, ketika menjumpai kehadiran Bong Pay, ia tertawa
dingin.
Tiba-tiba muncul seorang pemuda berpakaian ringkas
warna hijau dari kerumunan para jago, kemudian bentaknya
keras-keras.
“Coa Cong gi, rupanya kau sudah bosan hidup!”
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan ke depan.

479
Coa Conggi maju ke depan menyongsong datangnya
ancaman tersebut, katanya, “Bagus sekali! Membunuh kau Ciu
Hoa lo sam lebih dulupun sama saja!”
Telapak tangannya berputar kencang, dalam waktu singkat
kedua orang itu sudah bertarung puluhan jurus banyaknya.
Tiba-tiba Coa Cong gi membentak keras, kepalanya
langsung meninju ke depan.
Sodokan tinju yang menyambar ke depan secara tiba-tiba
ini, boleh dibilang merupakan suatu serangan yang indah dan
luar biasa sekali, karena tak sempat menghindarkan diri,
terpaksa Ciu Hoa losam harus menerima serangan tersebut
dengan keras lawan keras.
Coa Cong gi membentak keras, secara beruntun ia lepaskan
lima buah pukulan, bahkan pukulan yang satu lebih hebat
daripada pukulan yang lain.
Begitu kehilangan posisi baiknya, terpaksa Ciu Hoa losam
harus menyambut semua pukulan itu dengan keras lawan
keras.
“Blang, blang, blang, Blang!” ditengah benturan-benturan
keras yang memekikkan telinga, Ciu Hoa losam terdesak
mundur berulang kali, peluh sebesar kacang membasahi
jidatnya, ia makin kepayahan untuk menghadapi ancaman
tersebut.
Sekeliling gelanggang penuh dengan anggota Hian-bengkau,
tentu saja mereka tak senang melihat Coa Cong gi
menunjukkan kehebatannya, maka ketika dilihatnya Ciu Hoa
losam terdesak hebat dan sebentar lagi bakal kalah, seorang

480
jago lihay dari Hian-beng-kau segera terjun ke arena
sementara beberapa jago-jagonya mengadakan pengepungan.
Coa Cong gi sedikitpun tidak jeri, sambil melangsungkan
terus pertarungannya, ia mengejek sambil tertawa, Rupanya
pihak Hian-beng-kau mau mencari kemenangan dengan
mengandalkan jumlah banyak?
Waktu itu Bong Pay merasa jejaknya sudah konangan,
maka dia tampil ke depan secara terang-terangan, Sewaktu
dilihatnya Coa Cong gi memiliki watak yang mencocoki
seleranya, tak lama lagi segera serunya dengan lantang,
Saudara cilik, hantam terus!”
Dalam menghadapi pertarungan sengit semacam itu, Coa
Cong gi tak sempat untuk menengok ke samping, maka ia
bertanya, “Cianpwe, siapakah kau?”
“Bong Pay dari Hwi im!”
Go Tang cuan mendegus dingin, pelan-pelan ia maju ke
depan, lalu sambil ulapkan tangannya ia membentak,
“Semuanya mundur!”
Seluruh anggota perkumpulan Hian-beng-kau berikut
mereka yang sedang bertempur, bersama-sama
mengundurkan diri kebelakang.
“Hu kaucu, apakah kau hendak turun tangan sendiri? Bagus
sekali bentak Coa Cong gi dengan suara lantang.
Go Tang cuan tertawa dingin, ia menyapu sekejap
sekeliling gelanggang, kemudian katanya, “Kau adalah
manuusia rendah yang melepaskan api, manusia pengecut
seperti kau kenapa musti membicarakan lagi tentang soal
peraturan dunia persiltan?”

481
Ucapan sebut jelas ditunjukkan untuk didengar oleh semua
umat persilatan yang ada disekitar sana, setelah berhenti
sejenak, katanya kembali.
Hari ini lohu pasti akan membuat kau merasa puas, dalam
tiga puluh gebrakan aku akan menangkapmu hidup-hidup, jika
kau bisa melewatkan ketiga puluh gebrakan ini, kuanggap
nasibmu masih mujur dan kau boleh pergi dari sini.
Hmm! Apa kau bilang?” seru Coa Cong gi sambil melotot
besar, sebelum kau lepaskan empek Yu dan sahabatsahabatku,
sekalipun diusir, aku juga tak akan pergi!”
Go Tang cioa tertawa seram.
Hmm…. apa sulitnya jika kau mengingginkan itu, cuma kau
musti menyambut dulu tiga puluh jurus seranganku”
“Baik, kita terpaksa dengan sepatah kata ini!” teriak Coa
Cong gi dengan lantang.
Bong Pay merasa kagum sekali dengan sang pemuda yang
ibaratnya anakan harimau yang tak punya rasa takut ini, tapi
iapun cukup mengetahui manusia macam apakah lawannya,
maka sambil melangkah ke depan dan terbahak bahak, ia
berkata, “Haaahhh….haaahhh……haaahhh……masa Hu kaucu
dari Hian-beng-kau yang punya nama besar beraninya cuma
menganiaya seorang boanpwe dari angkatan muda!”
Go Tong cuan segera tertawa dingin.
“Heehhh…..heehhh….heehhh….. jadi Bong tayhiap juga
ingin melibatkan diri didalam air keruh ini…..”

482
“Anak Gi, besar amat nyalimu, hayo cepat mundur!” tibatiba
seorang perempuan menegur.
Ketika mendengar suara itu, tanpa terasa semua orang
berpaling ke arah mana berasalnya suara tersebut.
Dari balik hutan pohon siong, pelan-pelan muncul seorang
perempuan cantik setengah umur, wajahnya ayu dan sikapnya
anggun, membuat siapapun tak berani sembarangan
memandang kearahnya.
Selintas lalu nyonya setengah umur itu kelihatan seperti
lagi berjalan dengan pelan, tapi jarak antara hutan sampai ke
arena yang dua puluh kaki lebih itu ternyata hanya dilewati
dalam beberapa langkah saja.
Tahu-tahu ia sudah tiba dihadapan Go Tang cuan dengan
santai, padahal dengan jelas semua orang melihat perempuan
itu melangkah dengan amat lambatnya.
Demonstrasi ilmu meringankan tubuh yang sangat lihay itu,
kontan saja menggetarkan hati setiap orang yang ada dalam
arena, suara gaduh seketika sirap dan semua orang samasama
mengawasi perempuan cantik itu sambil menduga asal
usulnya.
Terdengar Coa Cong gi berteriak dengan penuh
kegirangan, “Ibu, kenapa sampai sekarang kau baru tiba?”
Nyonya cantik itu hanya tersenyum, lalu memberi hormat
kepada Bong Pay, ia tidak berbicara pun tidak menjawab,
hanya sepasang matanya yang tajam menatap lekat-lekat
wajah Go Tang cuan.
Diam-diam terkesiap juga Go tang cuon setelah bertemu
dengan nyonya cantik itu, segera pikirnya, Ternyata dia adalah

483
ibunya Coa Cong gi, keluarga Coa ternyata memang musuh
tangguh dari perkumpulan kami, cuma…. Hmm! Sekalipun
tenaga dalammu lebih hebatpun, pihak kami tetap punya cara
untuk membunuh kalian semua ditempat ini…”
Sementara dalam hati ia berpikir demikian, di luar ujarnya,
Oooh…. kiranya Coa hujin yang telah datang, dengan
kemunculan dari keturunan Bu seng dalam dunia persilatan,
agaknya ada sesuatu karya besar yang hendak dilakukan”
Bersama dengan berkumandangnya ucapan tersebut, suara
bisik-bisik segera meramaikan suasana dalam arena, kian lama
suara bisik-bisik itu kian bertambah keras sehingga akhirnya
berubah menjadi suara pembicaraan yang gaduh.
Dengan suara hambar Coa hujin atau Swan Bun sian
segera berkata, Menurut peraturan keluarga, sebenarnya
keluarga kami sudah lama mengundurkan diri dari dunia
persilatan, kali ini terpaksa kami muncul kembali dalam dunia
persilatan, tak lain hanya ingin mencari jejak suami ku yang
sudah lama hilang, jadi berbicara sebenarnya, aku tidak
bermaksud untuk melakukan apa-apa”
Setelah berhenti sejenak, katanya kembali, “Dengan
memberanikan diri Swan Bun sian ingin mengajukan sebuah
permohonan kepadamu, entah bersediakah kau untuk
mengabulkannya?”
Go Tang cuan melirik sekejap ke arah tiga orang pemuda
yang bergeletak ditanah itu, kemudian sahutnya, “Apakah
persoalan yang menyangkut beberapa orang pelepas api
ini……?”
Sengaka ia mengucapkan kata “si pelepas api” itu dengan
suara lantang, jelas ini bermaksud hendak menyindir.

484
Coa Hujin sama sekali tidak memberikan reaksi apa-apa
terhadap sindiran tersebut, hanya katanya, “Maaf kalau Swan
Bun sian hendak memberi keterangan, bahwasanya mereka
sampai berbuat demikian, sesungguhnya disebabkan karena
keadaan yang terpaksa….”
Go Tang cuan tidak memberi kesempatan kepada
perempuan itu untuk menyinggung masalah diculiknya Yu
Siang tek suami istri oleh perkumpulannya, dengan cepat ia
menukas, “Baiklah, memandang diatas wajah Coa hujin, dosa
mereka dalam membakar gedung kita, tak akan lohu tuntut
lebih jauh”
Coa hujin segera membungkukkan badan-nya memberi
hormat..
“Kalau begitu, Swan bun sian mengucapkan banyak banyak
terima kasih lebih dahulu”
Kemudian sambil berpaling, serunya, “Anak Ci, maju ke
depan dan bebaskan jalan darah dari tiga orang engkoh cilik
itu”
Tiba-tiba Go Tang cuan berseru, “Tunggu sebentar hujin,
perkataan lohu belum selesai” Dengan kening berkerut, Coa
hujin ulapkan tangannya mencegah Coa Cong gi maju ke
depan, kemudian tanyanya, “Hu kaucu masih ada petunjuk
apa lagi?”
“Tolong tanya hujin, apakah gedung-gedung kami ini harus
dibakar dengan begitu saja tanpa ada pertanggungan jawab
dari mereka?” seru Go Tang cuan dengan ketus.
Tiba-tiba terdengar seseorang tertawa dingin sambil
menyindir, “Hemmm……main tipu berotak licik, Hu kaucu
macam apaan itu……?”

485
Go Tang cuan segera berpaling ke arah mana berasalnya
suara itu, terlihatlah dua orang kakek berjubah abu-abu yang
berjenggot panjang dan menyoren pedang dipunggungnya,
berdiri angker ditepi arena, orang yang berbicara adalah kakek
disebelah kanan.
Para anggota Hian-beng-kau melotot gusar kearahnya,
sedang Go Tang cuan berkata sambil tertawa, “Ciang Pek jin,
kalian tak usah terburu napsu, dalam upacara tengah hari
esok, perkumpulan kami pasti akan memberi kesempatan
terhadap partai Thian cong untuk mewujudkan keinginanya”
Dua orang kakek berjenggot perak ini adalah Tiam cong
siang kiam (sepasang pedang dari Ti-am cong) yang sulung
bernama Lau Gi tiong dan yang terakhir bernama Ciang Pek
jin, meskipun bukan saudara sekandung, hubungan mereka
melebihi saudara sendiri, selama berkelana dalam dunia
persilatan, mereka belum pernah berpisah dengan sepasang
pedang bajanya selama tiga puluh tahun, mereka menjaga
wilayah Thian lam.
Kami berdua akan menanti datangnya kesempatan itu!”
seru Cian Pek jin sinis.
Go Tang cuan tertawa dingin, ia tidak menggubris kedua
orang itu lagi, sepasang matanya kembali dialihkan kewajah
Coa hujin.
Dengan serius Coa hujin menjawab. Itu mah soal gampang,
biar kami keluarga Coa yang membayar kerugian ini.
Walaupun Coa hujin berasal dari keluarga persilatan, tapi
keluarga persilatan Kim leng, sejak dari Cing Tong ti sampai
anak cucu keturunannya tak ada yang melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan, merekapun jarang sekali melangkah

486
keluar dari rumah, oleh sebab itu tak heran kalau caranya
untuk menghadapi persoalan yang berbau dunia persilatan ini
terasa menjadi kaku dan lucu.
Sekalipun kata-kata yang diucapkan itu sesungguhnya
merupakan pantangan bagi umat persilatan kenyataannya tak
seorangpun berani memandang rendah dirinya, malahan
semua orang merasa bahwa keputusannya itu memang tepat
sekali.
Untuk sesaat Go Tang cuan menjadi tertegun tapi sebentar
kemudian ia telah berkata, “Walaupun perkumpulan kami
miskin tapi kerugian sekecil ini masih belum sampai kami
pikirkan, kalau sampai Coa hujin musti bayar ganti rugi,
apakah perbuatan ini tak akan ditertawakan oleh kawankawan
persilatan?”
Setelah berhenti sebentar, ia melanjutkan”
“Begini saja! Sudah lama lohu mengagumi akan kehebatan
ilmu silat dari Bu seng, sayang aku dilahirkan terlalu lambat
sehingga tidak berjodoh untuk berjumpa dengar mereka,
bagaimana kalau hujin unjukkan kepandaianmu sebagai ganti
rugi atas dilepaskannya ketiga orang pemuda ini…?”
Baik mereka dari golongan lurus maupun yang berasal dari
golongan sesat, sama-sama ingin menyaksikan kehebatan dari
ilmu silat peninggalan Bu seng, oleh sebab itu perkataan dari
Go Tang cuan segera disambut dergan tempik sorak dari
segenap jago, beratus-ratus pasang matapun bersama sama
dialihkan ke wajah Coa hujin.
Waktu itu api yang membakar gedung su dah berhasil
dipadamkan, para jaga dari Hian-beng-kau pun telah berhenti
mengambil air untuk memadamkan api. suasana disekitar
tempat itu, jadi terasa lebih tenang dan hening……

487
Coa hujin memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia
tahu bila tidak memperlihatkan sedikit kepandaiannya, jelas
hal ini tak mungkin.
Sebab itu setelah berpikir sebentar, tiba-tiba ujung bajunya
dikebaskan ke arah kanan seraya ujarnya, “Baiklah,
kuperlihatkan sedikit kejelekanku!”
Sementara semua orang masih terkejut bercampur
keheranan tiba-tiba tiga orang pemuda yang tertotok jalan
darahnya itu menghembuskan napas panjang lalu melompat
bangun.
Kiranya ia telah mendemonstrasikan ilmu membebaskan
jalan darah dengan udara kosong.
Kontan saja tempik sorak berkumandang memecahkan
keheningan disekeliling tempat itu.
“Suatu kepandaian yang sangat hebat!” pekik Hong Pay
didalam hati.
Haruslah diketahui, walaupun kebasan tersebut
kelihatannya amat sederhana, sesungguhnya merupakan
suatu serangan yang sulit dilakukan, sang korban bukan cuma
berselisih jarak antara tiga kaki lebih, tidak di ketahui juga
jalan darah manakah yang tertotok, sebab itu kebasan yang
berhasil membebaskan totokan ketiga orang itu sungguh di
luar dugaan…..
Go Tang cuan paling terkejut dibandingkan dengan yang
lain, sebab totokan atas ketiga orang tersebut dilakukan
dengan suatu ilmu totokan tunggal, siapa tahu mereka
berhasil ditolong oleh Coa hujin dengan gerakan yang
demikian entengnya.

488
Setelah melompat bangun tiga orang pemuda yang
berpakaian ringkas itu melirik sekejap ke arah Coa hujin dan
Coa Cong gi, lalu dengan langkah lebar menuju ke arah
mereka.
Saudara Siong-peng, saudara Keng bu, saudara Kiat kian,
kalian tidak terluka bukan?” seru Coa Cong gi dengan suara
lantang.
Tiga orang pemuda itu tertawa dan bersama-sama
gelengkan kepalanya, kemudian masing-masing orang
memberi hormat kepada Coa hujin.
Cepat Coa hujin ulapkan tangannya menyuruh mereka
jangan banyak adat, setelah itu katanya, “Jika tak ada urusan
lagi, Swan si ingin mohon diri lebih dahulu!”
Go Tang cuan segera menjura.
“Sampai jumpa lagi dalam pertemuan besok!”
Coa hujin tersenyum, lalu ujarnya kepada Bong Pay,
“Anakku tak tahu diri, untung memperoleh bantuan
saudara…..”
Sungguh menyesal Bong Pay tidak mengeluarkan tenaga
barang sedikitpun juga” tukas Bong Pay, justru hujin lah yang
sudah menolong mereka dengan ilmu yang maha dahsyat
itu…..”
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi, “Bila hujin tiada
urusan penting, kenapa tidak menjumpai dulu rekan-rekan
sealiran yang lain?”

489
Sementara Coa hujin masih termenung, Coa Cong gi sudah
berseru dengan tak sabar, “ibu……!”
Coa hujin termenung sejenak, ia merasa setelah dirinya
tampil didalam dunia persilatan, memang tidak seharusnya
menjauhi kawanan jago lainnya, apalagi antara dia dengan
kedua orang hujin dari keluarga Hoa sudah ada persetujuan
secara diam-diam untuk banyak membujuk rekan-rekan
persilatan lainnya,
Ditambah lagi diapun tak tega menampik keinginan Coa
Cong gi yang kelihatan antusias sekali itu, maka setelah
menghela napas dihati, diapun manggut manggut.
“Kalau begitu, tolong bawalah kami kesitu!
Ia memutar badannya, lalu bersama Bong Pay berlalu dari
situ.
Go Tang cuan yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam
berkerut kening, kemudian pikirnya, “Kalau dilihat dari
keadaan ini, tampaknya kedua orang musuh tangguh tersebut
memang sudah bekerja sama secara diam-diam” Tiba-tiba
serentetan suara bisikan yang lirih seperti suara nyamuk
berkumandang disisi telinganya, “Tang cuan, bubarkan anak
buahmu dengan cepat, tunggu kedatanganku dipuncak bukit
lembah sebelah timur”
Sekalipun ucapan itu diutarakan dengan ilmu
menyampaikan suara, tapi begitu mendengar suara tadi, Go
Tang cuan segera tahu siapakah dia. Sebab dalam kolong
langit de wasa ini, kecuali istri ke sayangannya tak ada orang
lain yang menyebut dirinya secara demikian.
Kontan saja hatinya bergolak keras.

490
Tak tahan lagi ia celingukan kesana-kemari, tampaklah
kawanan jago persilatan itu telah buyar semua dari situ, tapi
bayangan tubuh dari Thian Siok-bi tidak kelihatan juga.
Tentu saja Toan bok See liang menjadi keheranan ketika
dilihatnya Hu kaucu yang dihari-hari biasa selalu kelihatan
tenang itu, secara tiba-tiba celingukan dengan wajah
kebingungan.
Hu kaucu…..! segara panggilnya dengan suara heran.
Go Tang cuan segera ulapkan tangannya sambil menukas.
Toan bok thamcu, harap kau perhatikan lembah kita baikbaik,
semua jago lihay kita dikerahkan untuk melakukan
penjagaan terutama ditempat-tempat yang sepi, kewaspadaan
perlu ditingkatkan, aku harap kejadian seperti ini jangan
sampai terulang kali, nah aku pergi sebentar!”
Selesai memberi pesan, tidak menunggu jawaban dari Toan
bok See liang lagi buru-buru dia kerahkan ilmu meringankan
tubuhnya dan berlalu dari situ.
Disebelah timur lembah merupakan sebuah telaga seluas
beberapa li, pada bagian depan lembah terbuka sebuah mulut
dan dari situlah air mengalir turun sebagai sebuah air terjun
yang amat besar.
Dengan menelusuri jalan rahasia yang dibuat Hian-bengkau,
Goa Tang cuan bergerak naik ke puncak bukit, sepanjang
jalan tiada hentinya ia celingukan kesana-kemari meneliti
pepohonan Pak yang dijumpainya di tempat tersebut.
Tak lama kemudian, ia saksikan sesosok bayangan lain
sedang bergerak naik ke atas puncak.

491
Dengan ketajaman matanya, dalam sekilas pandangan ia
telah melihat bahwa bayangan manusia itu adalah seorang
tokoh berusia setengah umur yang berjubah pendeta dan
membawaj hud tim.
Siapa lagi tokoh setengah umur itu kalau bukan istrinya
yang telah berpisah hampir sepuluh tahun lamanya? Kecuali ia
telah mengenakan jubah pendeta, dandanan serta raut
wajahnya masih tetap seperti sediakala.
Kontan saja ia merasakan hatinya bergolak keras, teriaknya
tanpa terasa, “Siok-bi….-”
Cepat-cepat dia memburu ke depan.
Thia Siok-bi segera mengebaskan hud tim-nya seraya
membentak, “Berhenti!”
Bagaikan diguyur dengan air dingin, Go Tang cuan segera
menghentikan langkahnya lalu dengan wajah tertegun ia
berseru.
“Kau………”
“Lebih baik kita bicarakan dulu secara baik, kalau tidak
cocok……”
“Bagaimana kalau tidak cocok?” tukas Go Tang cuan tidak
sabar lagi.
“Lebih baik kita putus hubungan sampai disini!” jawab Thia
Siok-bi dengan tegas.
Go Tang cuan mengerutkan dahinya, lalu berkata, “Kalau
begitu katakanlah!”

492
Thia Siok-bi menggerakkan bibirnya ingin berbicara, tapi
niat tersebut kemudian dibatalkan, selang sesaat kemudian,
sambil menghela napas katanya, “Apa yang hendak
kukatakan, aku pikir kau tentu sudah menduganya, kenapa
mesti kukatakan lagi?”
Go Tang cuan tertawa hambar.
Memang, apa yang ingin kau katakan sudah Ih heng tebak
delapan sampai sembilan bagian, tapi Ih heng pun ada
beberapa patah kata yang ingin kugunakan kesempatan ini
untuk membicarakannya secara baik-baik”
Kalau begitu kau saja yang berkata!” Go Tang cuan
tersenyum.
Pertama lama Ih heng hendak memberi tahukan kepadamu
bahwa sejak esok pagi, seluruh dunia akan menjadi milik Hianbeng-
kau!”
“Heeeehh…heeehhh…..heeehh…. apakah bukan siburang
pungguk yang merindukan rembulan?”
Senyuman masih menghiasi ujung bibir Go Tang cuan,
kembali ia berkata, Aku tahu kalau kau tak akan percaya tapi
kau pun musti tahu, jika perkumpulan kami tidak bersuara
keadaan tetap tenang tapi begitu bersuara, dunia akan
menjadi gempar, tunggu saja sampai esok pagi dunia akan
tahu sampai dimanakah kemampuan sesunguhnya yang
dimiliki perkumpulan Hian-beng-kau kami!”
Thia Siok-bi segera mendasis dingin.
“Hmm! Jangan dibilang kepandaian silat yang dimiliki Hoa
tayhiap tiada tandingannya dikolong langit, apa yang hendak
kau lakukan untuk menghadapi keturunan dari Bu seng?

493
Apalagi kalau berbicara dari segitu banyak jago persilatan
yang hadir, sekarang kauanggap Hian-beng-kau sanggup
untuk menghadapi mereka semua?”
Mendengar ucapan tersebut, Go Tang cuan segera tertawa
terbahak-bahak, sampai lama sekali, ia baru berkata dengan
lantang, “Haaahh…..haaahh……haaah…..Siok-bi, jangan dikata
kawan jago yang menghadiri pertemuan sekarang cuma
sebangsa manusia kurcaci yang sekali hantaman lantas
hancur, sekalipun Hoa Thian-hong yang kau anggap manusia
nomer satu dalam dunia persilatanpun, perkumpulan kami
sudah mempunyai orang yang sanggup untuk
menghadapinya”
Diam-diam Thia Siok-bi mengamati wajah orang itu, ketika
diketahui kalau ucapan tersebut bukan cuma bohong belaka
hatinya menjadi tercekat, namun ketika dipikir kembali, diapun
tak merasa percaya. Maka akhirnya diam-diam dia berpikir.
“Ketika masih muda dulu, Hoa Thian-hong sudah sanggup
mengalahkan Tang Kwik-siu sekalian, selama dua puluh tahun
terakhir ini entah sampai dimana pula kemajuan yang berhasil
dicapainya dalam kepandaian silat, siapakah dalam dunia
dewasa ini yang sanggup menandinginya?”
Berpikir sampai disitu, tak tahan lagi dengan suara
menyelidik ia bertanya, “Siapakah orang itu? Apakah dia
adalah Sinkun kalian itu?” Go Tang cuan tersenyum.
“Sebenarnya tak jadi soal kalau cuma kuberikan kepadamu,
tapi kau pasti akan membocorkan rahasia ini kepada pihak
keluarga Hoa, jika sampai kabur, bukankah usaha Sinkun
untuk membalas dendam bakal menjumpai banyak kesulitan
lagi?”

494
Thia Siok-bi segera tertawa dingin,
“Heeehhh……..heeehhh………heeehh……..aku lihat kau tak
sanggup mengalahkan orang tersebut dalam waktu singkat,
makanya sengaja mengarang sekenanya saja”
Go Tang cuan hanya tersenyum tidak menjawab.
Melihat ia tidak menyahut juga, diam-diam Thia Siok-bi
merasa semakin terperanjat, tapi diluar wajahnya ia masih
tetap tertawa-tawa.
“Kalau kudengar dari nada ucapanmu, tampaknya kau
memang tak sudi berpaling kembali” katanya, “Berpaling
kenapa?”
“Kau sudah terlanjur terjerumus dalam kesesatan, hawa
jahat sudah merongrong pikiran dan perasaanmu, maka sulit
untuk diajak kembali lagi ke jalan yang benar” teriak Thia
Siok-bi marah.
oooooOoooo
52
Sesungguhnya, tiada perbedaan antara yang lurus dan
yang sesat dalam dunia persilatan” kata Go Tang cuan dengan
suara hambar, “kalau toh sekarang ada, hal itu hanya buatan
dari manusia dunia itu sendiri, bayangkan saja, kalau toh kira
berhasil mempelajari serangkaian ilmu yang hebat, apakah
kita suka berkumpul jadi satu dengan kawanan manusia
kurcaci yang tak berkemampuan apa-apa?”
“Bagaimana pun juga, bersikap ksatria, berjiwa pendekar
dan menolong sesama toh lebih baik dari pada merugikan
orang lain?”

495
kata Ih Siok-bi lagi dengan kening berkerut.
“Aaai……..berbicara pulang pergi kau tetap tidak paham
dengan urusan dunia persilatan, Siok-bi! Kau adalah seorang
pendekar dari kaum wanita, tentu saja kau mempunyai
pandangan yang berbeda”
Thia Siok-bi merasa gusar sekali, sambil mendengus ia
putar badan dan siap berlalu lari situ, tapi secara tiba-tiba ia
berhenti lagi seraya bertanya.
“Engkau sudah tahu tertang peristiwa yang menimpa anak
Giok?”
Mula-mula Go Tang cuan agak tertegun, menyusul
kemudian jawabnya, “Pihak Mokau telah minta maaf kepada
ku, Giok ji pun………….”
Thia Shiok bi segera tertawa dingin, tukasnya, “Kau tahu
Giok ji sebenarnya she apa?”
Go Tang cuan bisa menjabat sebagai wakil ketua dari Hianbeng-
kau, tentu saja baik dalam soal ilmu silat maupun dalam
hal kecerdasan melebihi orang lain, ketika mendengar kalau
dibalik ucapannya masih ada ucapan lain, diam-diam pikirnya,
“Wan Hong giok tentu saja she Wan, apa maksudnya……..”
Mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan
wajah berubah hebat dan suara gemetar ia lantas berseru,
Maksudmu…….”
“Giok ji adalah putrimu!”
Seperti disambar geledek disiang hari bolong, kontan saja
paras muka Go Tang cuan berubah menjadi pucat pias seperti
mayat.

496
Bagaikan seseorang yang baru sembuh dari sakit parah,
dengan lemas ia bersandar diatas pohon siong sambil
menghembuskan napas panjang, katanya kembali, “Giok-ji
tidak She Go, pun tidak she Thia…….. dapatkah kau terangkan
lebih jelas lagi?”
Jawab Thia Siok-bi sambil tertawa dingin, “Giok ji mengikuti
she dari neneknya, maksudku memang agar kau tidak akan
tahu tentang dirinya”
“Kau…… kau betul betul berhati kejam!” bisik Go Tang cuan
sambil menuding Thia Siok-bi dengan tangan gemetar.
Padahal Thia Siok-bi sendiripun merasakan hatinya sakit
seperti diiris-iris, tapi sekuat tenaga ia berusaha
mengendalikan diri, kembali katanya, “Yaa, aku memang
kejam, tapi ketika aku sedang mengandung, kau telah pergi
meninggalkan rumah tanpa memperdulikan nasehatku, apa
kau tidak terbilang kejam?”
Go Tang cuan tak sanggup menjawab lagi, dia hanya bisa
memandang ke langit dengan air mata bercucuran.
“Oooh…anak Giok, ayah telah berbuat salah kepadamu,
dengan dosa ayah, memang pantas mati…..” guman-nya.
kemudian ia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram,
suaranya lebih tak sedap didengar daripada suara
tangisannya, setelah berhenti tertawa ia menggertak gigi
seraya serunya.
“Tang Kwik-siu, kalau orang she Go tidak membiarkan
kalian orang orang Seng sot pay musnah sebelum ucapan ini
lewat, didunia ini tak akan ada manusia yang bernama Go
Tang cuan lagi!”

497
“Anak orang lain kau anggap begitu tawar Go Tang cuan,
dimanakah Liang sim-mu?”
Tiba-tiba Go Tang cuan berdiri tegak, kemudian dengan
sinar mata yang penuh diliputi hawa membunuh katanya,
“Siapa yang telah memperkosa Giok ji?”
“Orang itu telah kubunuh!” sahut Thia Siok-bi, setelah
berhenti sejenak ia berkata lebih jauh, “Sekalipun kau bunuh
habis seluruh anggoto Mokau juga percuma, bagaimana
mungkin kau bisa membayar kerugian ini untuk Giok ji?”
“Apapun yang Giok ji minta, sekalipun menginginkan
bintang dilangit aku akan pertaruhkan nyawa tua ku ini untuk
memenuhi Keinginannya!
Jika Giok ji menginginkan kau mengasingkan diri, apakah
kau pun mewajudkan-nya?” ujar Thia Siok-bi dingin.
Go Tang cuan tertegun, lalu sahutnya dengan sangsi,
“Selewatnya ucapan besok…..”
Tidak nanti ia menyelesaikan kata-katanya, dengan jengkel
Thia Siok-bi segera menukas, “Aku sudah tahu kalau kau tak
bisa ditolong lagi, coba kalau tidak memandang diatas wajah
Giok ji, pada hakekatnya aku enggan untuk bertemu
denganmu lagi, tampaknya aku memang harus beradu jiwa
denganmu”
Selesai mengucapkan kata- kata tersebut mendadak ia
putar badan dan berlalu dari situ, dalam sekejap mata
bayangan tubuhnya lenyap diatas puncak sana.
Go Tang cuan menggerakkan bibirnya seperti mau
memanggil, tapi niat itu tak pernah diwujudkan, dengan

498
termangu-mangu ia berdiri kaku disitu dengan sinar mata
sayu, keadaan tersebut tak ubahnya seperti seonggokan kayu
kering.
Angin malam berhembus lewat, tiba-tiba ia merasakan
tubuhnya kedinginan, baru pertama kau ini ia merasakan
hatinya goncang, iapun merasa ragu apakah ambisinya bisa
terwujud atau tidak?
Malam mulai luntur, sinar sang surya pun mulai muncul
diufuk timur, saat itulah ia baru tersadar kembali dari
lamunannya, sambil menghela napas, pelan-pelan ia menuruni
bukit tersebut. Ia merasa meski waktu hanya terpaut
beberapa jam, tapi usianya sekarang dirasakan jauh lebih tua
sepuluh tahun.
000O000 000O000 000O000
Tengah hari belum lewat, istana Kiu Ci piat kiong yang luas
dengan barak-barak lebar yang didirikan dikedua belah
sampingnya telah penuh dengan kawanan jago dari kolong
langit.
Barak sebelah timur dipenuhi oleh para jago dari Kiu-imkau
dan Seng-sut-pay, masing-masing menempati separuh
barak dengan bagian tengahnya dibiarkan kosong selembar
satu kaki, dengan begitu kedua golongan tersebut terpisahkan
secara jelas.
Dibagian sebelah kiri ditempati pihak pihak Kiu-im-kau, Bwe
Su-yok dengan tongkat kebesarannya duduk ditengah barak
dengan dikedua belah sisinya diapit oleh Sik Ban-cian serta
dua orang kakek berambut putih yang telah berusia seratus
tahun lebih dan tidak diketahui namanya, setelah itu baru
duduk Kek Thian tok, Lei Kiu-it dan sekalian Tiamcu serta tiga
orang tongcu nya.

499
Sedangkan dipihak Seng-sut-pay dipimpin oleh Seng Tocu,
tapi tidak kelihatan Tang Kwik-siu hadir disitu, selanjutnya
hadir dua bersaudara Lenghou, Hu-yan Kiong, Hong Liong dan
lain-lainnya.
Jumlah anggota perkumpulan yang hadir dari dua
kelompok tersebut di taksir berjumlah dua ratus orang lebih,
mereka semua rata-rata bermata tajam, berlangkah tegap dan
bertenaga dalam sempurna, jelas bukan manusia manusia
sembarangan.
Pada barak disebelah barat, sebagian besar di tempati oleh
para jago dari golongan pandekar, mereka dipimpin oleh Bong
Pay serta Coa hujin, di tambah dengan jago-jago dari Thian
cong serta Thian tay, jumlahnya pun mencapai ratusan orang.
Suasana dibarak bagian tengah yang paling gaduh dan
ramai, tidak seperti barak-barak timur maupun barat yang
hening, sebagian besar jago yang berada dibarak tengah
adalah kawanan jago persilatan biasa, jumlah mereka paling
banyak, ditaksir ada dua tiga ribu orang lebih meskipun barak
itu cukup besar tapi hampir saja tidak cukup untuk
menampung mereka……
Kawanan jago persilatan tersebut sering kali menuding
kearah barak timur maupun barak sebelah barat lalu berbisikbisik
seperti membicarakan sesuatu.
Pada bagian utama dari arena, berdiri panggung upacara,
waktu itu kain selubung yang menutupi meja upacara telah
dibuka sehingga tampaklah ditengah meja terdapat dua
tempat abu yang masing-masing tertuliskan, “Tempat abu dari
Bu liang san couso Li Bu-liang”

500
Sedang disebelah kanan bertuliskan, “Tempat abu Kiu ci
kiong cousu Seng Beng cit”
Selain alat sembahyangan, barang sesaji pun sudah
komplet tersedia disana.
Padahal tak seorangpun umat persilatan yang mengetahui
nama sebenarnya dari Kiu ci sinkun, maka setelah membaca
tempat abu itu mereka baru tahu nama aslinya.
Karena waktu itu adalah hari Toan yang, dari pihak Hianbeng-
kau menyediakan pula pelbagai jenis bakeang dan buahbuahan
untuk para tamunya tapi kecuali mereka yang berada
dibarak tengah boleh dibilang siapapun tidak boleh
mencicipinya.
Mendekati lohor, tiba-tiba muncul kembali tiga orang jago
yang dipimpin oleh seorang touto berambut panjang dan
berjubah pendeta dengan bersenjata sekop.
Dua orang rekannya adalah laki-laki berusia setengah
umur, yang satu berkulit tubuh hitam dengan wajah lebar dan
bahu lebar, sedang yang lain adalah seorang laki-laki
berwajah bersih dan berjubah putih.
Menyaksikan kedatangan mereka, serentak kawanan jago
bangkit berdiri sambil menyapa, ternyata mereka adalah Cu
Im taysu, Ko Tay dan Haputule…..
Cu Im taysu menyapu sekejap ke arah barak, ketika tidak
menjumpai Tiang beng Tokoh hadir disitu, sepasang alis
matanya segera berkenyit.
Sambil menjura Bong Pay segera berkata, “Dalam keadaan
dan saat seperti ini, taysu terhitung orang yang paling

501
terhormat, sudah sepatas-nya kalau taysu menjadi pemimpin
dikelompok kita ini”
Cu Im taysu segera tersenyum.
“Kedatangan pinceng hanya untuk menyelesaikan suatu
masalah pembunuhan, tidak sepantasnya kalau tanggung
jawab berat ini kalian berikan kepadaku!”
Lalu sambil berpaling ke arah Coa Hujin, kembali ia
berkata, “Putrimu pergi bersama Giok teng hujin, apakah
sampai sekarang belum tiba disini?”
Coa hujin menjadi tertegun setelah mendengar ucapan
tersebut, bukannya menjawab, ia malah balik bertanya, “Lho,
anak Wi kok bisa berada bersamanya? Hoa tayhiap suami istri
sedang mencari-cari hujin itu!”
Cu Im taysu menghela napas panjang.
“Aaai…..! Kalau ia tak datang, itu berarti sudah
mengasingkan diri dari keramaian dunia. Padahal jagad begini
luas, kemanakah kita harus menemukan jejaknya?”
Kalau kejadian ini berlangsung dimasa lalu, sudah pasti Coa
Hujin hanya akan melongo saja sebab ia tak memahami
keadaan dunia persilatan, tapi semenjak kepergiannya ke
perkampungan Liok soat san ceng, bukan saja ia mendapat
tahu banyak masalah besar dalam dunia persilatan, bahkan
soal kejadian-kejadian ia mapun banyak pula diketahui
olehnya.
Setelah mendengar perkataan itu, dengan cemas ia
berseru, “Musuh-musuh Giok teng hujin dimasa lalu amat
banyak, semoga saja jangan sampai berjumpa, entah
bagaimana dengan anak Wi?”

502
“Aduh celaka, jangan-jangan Kiu-im-kau yang telah turun
tangan lebih duluan?” kata Cu Im taysu sambil berpaling ke
arah barak seberang.
Haputule yang menjumpai kedua orang itu yang satu
menguatirkan keselamatan putrinya yang lain mencemaskan
keselamatan Giok teng hujin, dari tadi sampai sekarang ribut
terus tiada hentinya, sambil tertawa segera ia tersenyum,
“Taysu tak perlu kuatir, kalau aku tidak melihat kecerdikan
nona Coa luar biasa sehingga berhasil menasehati Giok teng
hujin untuk berubah pikiran, mana mungkin kubiarkan pergi
dengan hati yang lega?” Cu Im taysu manggut manggut.
“Yaa, memang pinceng terlalu gelisah dan tidak sabaran”
katanya kemudian, Haputule tersenyum, kepada Coa hujin
katanya kemudian, “Dengan ilmu silat yang dimiliki Coa serta
Giok teng hujin, rasanya mereka masih sanggup untuk
menghadapi pertarungan macam apapun, sekalipun tak bisa
memang, untuk mengundurkan diri rasanya masih bukan
menjadi persoalan, harap hujin jangan kuatir!”
Sementara Coa Hujin ingin bertanya lebih jauh, tiba-tiba
terdengar bunyi tambur dan lonceng berkumandang bersama,
rupanya tengah hari tepat menjelang tiba.
Dengan berkumandangnya bunyi tambur dan lonceng,
suasana seketika berubah menjadi hening dan serius, semua
perhatian ber sama-sama ditujukan ke tengah arena.
Bunyi lonceng dan tambur berkumandang amat
memekikkan telinga, lama sekali suara itu baru sirap.
Pelan-pelan pintu istana Kiu ci piat kiong yang indah dan
megah itu terbuka lebar lalu mumcul dua baris bocah berbaju

503
putih, ditangan masing-masing bocah itu membawa sebuah
dupa emas yang menyiarkan bau harum semerbak.
Mereka berjalan dari pintu istana menuju ke bawah
mimbar, melewati beranda depan istana dan menuruni anak
tangga batu panjangnya mencapai satu dua kaki lebih.
Setelah semua barisan bocah itu muncul dari pintu istana,
mereka bersama-sama berhenti lalu putar badan dan berdiri
dikedua belah sisi permadani merah.
Setiap satu kaki berdiri seorang bocah pembawa dupa,
padahal jumlah mereka mencapai dua tiga ratus orang lebih,
bisa dibayangkan betapa meriahnya suasana ketika itu.
Asap dupa menyebar keempat penjuru terhembus angin,
dalam waktu singkat seluruh tempat itu sudah diliputi selapis
asap dupa yang tipis.
Bunyi tambur dan lonceng kembali berkumandang, dari
dalam istana muncul kembali sekelompok laki-laki kekar
berbaju hitam yang berbaris keluar secara teratur, sehabis
barissn laki-laki berbaju hitam, menyusul laki-laki berbaju
hijau, kemudian disusul laki-laki berbaju putih dan akhirnya
laki-laki berbaju ungu, diantara kelompok terakhir ini lebih
banyak kakek yang tua-tua daripada kaum mudanya.
Setibanya didepan mimbar upacara, merekapun
memisahkan diri kedua belah samping dan bersama sama
menghadap kearah mimbar.
Dengan penyusunan kelompok demi kelompok ini, maka
yang berada pada lapisan yang paling dalam adalah kelompok
baju ungu, menyusul kemudian baju biru, baju putih, baju
hijau dan akhirnya baju hitam, jumlah mereka mencapai tujuh

504
delapan ratus orang lebih, hal mana sungguh menggetarkan
hati siapapun yang melihatnya.
Dengan kening berkerut Ko Tay segera berbisik, “Golongan
Liok lim merupakan golongan manusia yang paling susah
diatur apalagi dihimpun ke dalam suatu organisasi dengan
disiplin yang tinggi, aku rasa kecuali perkumpulan Sin-ki-pang
dimasa lalu, belum pernah ada kelompok lain yang sanggup
menandinginya”
Cu Im taysu menghela napas panjang.
“Aaaai…….sungguh tak disangka, dalam kehidupan pinceng
ternyata berkesempatan untuk mengikuti pertarungan antara
kaum lurus dengan kaum sesat untuk ketiga kalinya”
Dari perkataan itu dapat ditarik kesimpulan bahwa ia
sedang mengeluh atas napsu angkara murka manusia yang
suka berebut dan bertarung itu.
“Para anggota perkumpulan dari kelompok baju putih ke
bawah masih belum merupakan ancaman serius” ucap Bong
Pay, “tapi kelompok baju ungu rasanya tak boleh di anggap
enteng, sungguh tak disangka sementara Hian-beng-kau
menghimpun kekuatan secara diam-diam, kita semua masih
terbuai dalam impian”
Dengan dingin Haputule segera berseru, “Yang penting
sekarang adalah membangkitkan semangat untuk membunuh
beberapa orang manusia busuk lebih banyak, kata-kata
keluhan semacam itu lebih baik jangan disinggung kembali!”
Tiba-tiba bunyi lonceng kembali bergema lalu irama musik
merdu pun mengalun di udara, dari balik pintu istana muncul
dua baris muda mudi berpakaian warna warni.

505
Disebelah kiri adalah kelompok pemuda berbaju kuning
yang membawa pedang mustika, sedang disebelah kanan
adalah kelompok pemudi berdandan keraton yang rata-rata
berwajah cantik, mereka membawa sebuah Pek giok ji gi yang
ditempelkan didepan dada.
“Sialan!” sumpah Hoa Ngo, “kaum iblis sesatpun banyak
juga lagak tengiknya…….”
“Memang tidak sedikit jumlah manusia didunia yang gemar
segala keindahan!” sambung Tam Si-bin sambil tertawa.
Hoa Ngo mendengus dingin, tapi sebelum ia sempat
mengucapkan sesuatu tiba-tiba bunyi irama musik mengalun
kembali, kemudian pelan-pelan muncul kembali sekelompok
manusia.
Orang dipaling depan mengenakan jubah lebar berwarna
merah dengan wajah yang putih dan memelihara jenggot
bercambang tiga, itulah Hian-beng-kaucu yang telah
menggetarkan dunia persilatan selama ini dan kini telah
merubah dirinya sebagai Kia ci sin kun Kok See-piau.
Sesudah tampil ke depan, Kok See-piau sedikit
mendongakkan kepalanya lalu melanjutkan langkahnya ke
depan.
Dibelakang Kok See-piau, secara tertib menyusul wakil
ketuanya, Go Tang cuan, Lau san in siu, Ui Shia ling, Ci Soat
cu, Im san siang koay, thamcu markas pusat dan ketiga orang
thamcu bagian luarnya serta beberapa orang kakek berwajah
aneh yang seluruhnya berjumlah dua puluh lebih.
Tiba-tiba Cu Im taysu menghela napas, lalu mengeluh,
“Sungguh tak kusangka, beberapa orang gembong iblis itu

506
belum mati, agaknya dunia persilatan bakal terancam kembali
oleh suatu badai pembunuhan yang mengerikan”
Ketika didengarnya perkataan tersebut diucapkan dengan
wajah serius, Bong Pay buru-buru bertanya
“Siapa yang taysu maksudkan?”
“Sudah kau lihat orang kedua Serta kelima sampai ketujuh
dibelakang Kok See-piau itu?”
Bong Pay segera berpaling, dilihatnya orang dimaksudkan
Cu Im taysu adalah kakek kakek bertampang jelek semua,
bahkan ada pula diantara mereka yang cacad. Terdengar Cu
Im taysu menerangkan. “Orang kedua itu bernama Leng lam it
khi, wataknya berada sesat dan lurus, tapi mempunyai
hubungan persahabatan yang kental dengan Bu liang sinkun,
konon hubungan perahabatan itu dijalin setelah ter jadinya
pertarungan diantara merela berdua, mereka berdua
bertempur sengit sehari semalam dipuncak Bu liang san
sebelum akhirnya Leng-lam it khi (si aneh dari Teng lam) ini
kena dikalahkan dengan sebuah totokan”
“Kalau bisa bertarung selama sehari semalam melawan Bu
liang sinkun, berarti orang itu luar biasa sekali” pikir Bong Pay.
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar tanyanya kembali,
“Lantas siapa pula ketiga orang itu?”
“Lantaran ketiga orang itu dilahirkan sudah cacad lagipula
mereka memang kejam dan berhati busuk, maka orang
menyebutnya sebagai Po cu sam jian (tiga cacad dari Po cu),
menurut urutannya mereka adalah Phoa Siu, Pi Ci liang dan
Kao Kiat”

507
Dengan penuh perhatian Bong Pay mengawasi orang-orang
itu, dilihatnya orang kelima cacad pada sepasang kakinya, ia
berjalan berkat tongkatnya, orang keenam tidak berlengan
kanan, sedangkan orang ketujuh tidak kelihatan cacad apaapa,
cuma muka tanpa kumis atau jenggot sehingga tampak
agak lucu.
Terdengar Cu Im taysu berkata kembali, “Kao Kiat adalah
seorang laki laki, alat kelaminnya tidak bisa berfungsi sama
sekali, dari tiga orang tersebut ia terhitung paling buas dan
jahat. Sementara beberapa orang lainnya tidak kuingat
kembali, tapi aku rasa orang-orang itupun tak akan selisih
jauh lebih dibandingkan dengan ketiga orang itu”
Tiba-tiba terdengar Tiang Ji-san berkata, “Seingat lohu,
ketiga orang dan keempat adalah adik seperguruannya Li Bu
liang?”
“Belum pernah kudengar kalau Li Bu liang punya kakak
seperguruan atau adik seperguruan” kata Ho Kee-sian sambil
berkerut kening.
“Sudah lama mereka saling tak akur, kedua orang sutenya
ini selalu bergerak disekitar perbatasan, tentu saja jarang
diketahui oleh umat persilatan”
“Sungguh tak disangka gembong-gembong iblis yang
dikabarkan sudah mati lama kini bisa muncul semua ditempat
ini” kata Tam Si-bin sambil mengernyitkan pula alis matanya,
“sedangkan dari pihak keluarga Hoa, tak seorangpun yang
datang malah Hoa ji-kongcu pun entah mengapa hingga kini
belum juga muncul disini”
Sambil tersenyum Coa hujin segera menukas, “Dengan
kecerdasan Hoa tayhiap, sudah pasti ia telah menyusun semua

508
persiapan yang diperlukan, buat apa kalian musti merisaukan
dirinya…..?”
Bong Pay merasa murung sekali, pikirnya, “Tak heran kalau
Kok See-piau begitu berambisi dan angkuhnya bukan
kepalang, ternyata ia berbasil menghimpun kembali semua
gembong-gembong iblis lama untuk berpihak semua
kepadanya, Tiba-tiba terdengar Pek Soh-gi menghembuskan
napas panjang sambil berkata lirih, “Diantara mereka tidak
terlihat paman Tiangsun ataupun Jin Hian……
Sementara mereka sedang bercakap-cakap, diiringi irama
musik yang merdu dan dibimbing oleh kelompok muda mudi,
Kok See-piau sekalian telah menelusuri permadani merah,
melangkah turun ke serambi istana dan pelan-pelan menuju
ke mimbar upacara.
Para pemuda pembawa pedang dan pemudi pembawa Ji-gi
kemala ikut pula naik ke panggung mimbar dan berhenti
kedua belah sisi panggung tersebut.
Pada setiap tingkat berdirilah dua belas orang muda mudi,
dengan tiga tingkatan pada panggung, itu berarti ada tiga
puluh enam orang yang berdiri disana, agaknya lamat-tamat
hal itu diartikan sebagai kedudukan Thian kang.
Menanti Kok See-piau sekalian sudah tiba diatas panggung
upacara, irama musik segera terhenti dan suasana ditengah
lapangan yang luas itu pun segera tercekam dalam suatu
keheningan yang luar biasa.
“Menjumpai sinkun!” tiba- tiba anggota Hian-beng-kau
yang berada dibawah panggung mimbar bersama-sama
memberi hormat sambil berseru.

509
Sebagaimana diketahui jumlah anggota Hian-beng-kau
yang hadir saat itu mencapai tujuh delapan ratus orang lebih,
padahal tak sedikit diantara mereka yang berilmu tinggi, maka
seruan bersama yang gegap gempita itu segera menggeletar
di udara dan memekikkan telinga siapapun juga.
Berdiri diatas mimbar Kok See-piau memandang sekejap
sekeliling gelanggang dengan sepasang matanya yang tajam.
Walaupun orang-orang ditiga bagian barak berada jauh
sekali dari mimbar itu, tak urung tercekat juga oleh ketajaman
mata orang itu.
Pelan-pelan Kok See-piau mengulapkan tangan-nya, dan
pembawa acara pun berseru, “Para murid perkumpulan Hianbeng-
kau tak usah banyak adat”
Serentak semua jago dari Hian-beng-kau mengiyakan dan
berdiri kembali, semua gerakan dilakukan bersama-sama
sehingga meski beratus orang banyaknya, seolah-olah seperti
gerakan dari satu orang saja.
Dalam pada itu, Kok See-piau telah maju ke depan,
kemudian setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu,
katanya, “Kami Hian-beng-kau merasa berterima kasih sekali
atas kesudian para enghiong dan orang gagah dari segala
penjuru dunia yang sudi datang kemari serta menghadiri
upacara peresmian dari perumpulan kam”
Tiba-tiba Bwe Su-yok dari barak timur bangkit dan
menjawab, “Diresmikannya perkumpalan Hian-beng-kau
dalam dunia persilatan merupakan suatu peristiwa yang luar
biasa, seluruh anggota perkumpalan kami menyampaikan
selamat dan semoga sejahtera selalu”

510
Kok See-piau segera memberi hormat sambil berseru,
“Terima kasih kaucu!”
Menyusul kemudian, Seng Tocu dari Seng sit pay pun
berseru, “Partai kami mengucapkan selamat atas
diresmikannya perkumpulan anda….!”
Kembali Kok See-piau menjura tanpa banyak bicara, sinar
matanya dialihkan ke barak barat dimana para pendekar
golongan putih berkumpul….
Bong Pay melirik sekejap kesemua orang, sambil tertawa,
Coa hujin segera berkata, “Sudah lama Swan si mengasingkan
diri dalam dunia persilatan, aku tidak tahu menahu tentang
segala tata cara dunia persilatan, semua keputusan lebih baik
kalian saja yang ambil”
Cu Im taysu segera menyambung pula, Betul, kalau
memang dari pihak keluarga Hoa tak ada orang, dengan nama
dan kepandaian yang kau miliki, memang sudah sepantasnya
kalau kau yang tampilkan diri, buat apa musti sungkansungkan
lagi?”
Pelan-pelan Bong Pay muncul keluar barak, lalu sambil
menjura kearah Kok See-piau katanya, “Perayaan semacam ini
memang patut dihadiri oleh Bong Pay sekeluarga, sayang
sekali kami tidak membawa sesuatu benda sebagai tanda
mata, maka ingin sekali kugunakan ujar-ujar sebagai
persembahan kami untuk kenang-kenangan kalian semua”
“Aku orang she Kok siap mendengarkannya!”
Kok See-piau segera menjura untuk membalas hormat.

511
“Sudah lama dunia persilatan berada dalam ketenangan,
buat apa umat persilatan musti mencari sengsara lagi dengan
saling gontok-gontokan?”
“Aku tahu kekuatan perkumpulan anda sangat tangguh,
lagipula baru saja didirikan, jika mau berbakti untuk
kepentingan umat banyak, hal itu pasti akan disambut oleh
segenap masyarakat persilatan dengan riang gembira,
pertikaian yang tak berartipun pasti akan tersingkirkan dengan
sendirinya”
Ucapan itu diutarakan dengan wajah serius dan nada yang
bersungguh- sungguh, banyak orang yang berkenan oleh
sikapnya itu, diam-diam banyak diantaranya yang merasa
gembira, sebab tidak sia-sia Pek lek sian bisa memiliki seorang
murid seperti dia, sukmanya dialam baka pun pasti akun
tersenyum setelan melihat hal ini.
Kok See-piau tersenyum.
“Maksud baik Bong tayhiap tentu mengagumkan segenap
umat persilatan, sayangnya keluarga Hoa dari Im tiong-san
sudah terlam pau lama merajai dunia persilatan, hal mana
sungguh tak menyenangkan hati kami”
Jelas sekali kalau perkataan itu merupakan suatu tantangan
untuk bertarung.
“Kalau memang demikian, Bong Pay pun tiada perkataan
lain yang bisa diucapkan lagi” ujar Bong Pay kemudian dengan
serius.
Sambil menjura ia lantas balik kembali ke tempat
duduknya.

512
Tiba-tiba terdengar suara yang amat nyaring
berkumandang memecahkan keheningan.
“Anak baik, tepat sekali perkataanmu itu. Bagus sekali
ucapan itu…….”
Dengan tercengang semua orang mengalihkan sinar
matanya kearah mana berasalnya perkataan itu, mereka heran
siapa yang menyebut Bong Pay sebagai seorang anak, pada
hal usia pendekar itu sudah empat puluh tahun lebih.
Kiranya diatas barak ketika itu berdirilah orang kakek
gemuk pendek berkepala botak yang memiliki wajah merah
dan bibir yang lebar, ia mengenakan baju pendek dengan
membawa sebuah kipas berbentuk bulat.
Begitu mendengar suaranya Bong Pay segera mengetahui
siapa orangnya, dengan perasaan terharu ia berseru, “Cu
supek! Baik-baikkah kau orang tua selama ini?”
Kok See-piau yang menyaksikan kejadian tersebut, diamdiam
iapun berpikir, “Tak nyana kalau setan-setan tua inipun
masih hidup semua, kalau sampai terjadi pertarungan nanti,
sudah barang tentu sulit pula untuk merobohkan mereka”
Dalam pada itu Si dewa yang suka berpelancongan Cu
Thong telah tertawa terbahak-bahak seraya menjawab.
“Haaahh…..haaahh…..haaahh…..masih untung saja aku
belum mampus!”
Jilid 13
Di tengah jawaban itu dia melayang turun kebawah dan
langsung menyeberangi tanah lapang tersebut, dengan

513
melawati diatas kepala para anggota Hian-beng-kau yang
berada dibawah mimbar tersebut. Tindakannya yang
demonstratif dan sama sekali tidak menganggap orang lain
sebagai manusia ini, kontan saja menimbulkan kemarahan
yang meluap-luap bagi segenap anggota Hian-beng-kau, tapi
lantaran peraturan perkumpulan yang ketat, sebelum ada
perintah dari Kok See-piau maka tak seorangpun juga yang
turun tangan menghalanginya.
Tiba-tiba terdengar seseorang membentak dengan suara
yang tinggi melengking tak sedap didengar.
“Setan cebol, kau anggap ditempat seperti ini kau boleh
berbuat semaunya?”
Tampaklah dari atas panggung mimbar yang delapan
sembilan kaki tingginya itu melayang turun sesosok bayangan
manusia yang secepat kilat telah menghadang jalan pergi Cu
Thong.
Orang itu bukan lain adalah Mao Kiat dari Po cu sam jian
(tiga manusia cacad dari Po cu).
Ketika para jago menyaksikan gerakan tubuhnya itu, diamdiam
mereka merata terperanjat, sebab terbukti sekarang
kalau nama besar tiga manusia cacad memang bukan nama
kosong belaka.
Siau yau sian Cu Thong segera menghentikan gerakan
tubuhnya, kemudian tertawa terbahak bahak.
“Haaah…… haaah…… hahahh…….. kukira siapa yang
datang, eeeeh…… kiranya kau si orang cacad haaah…..
haaah….. panjang amat usiamu!”

514
Mao Kiat yang menderita cacad pada alat kelaminnya,
paling benci kalau mendengar ada orang menyebutnya
sebagai orang cacad, tak heran ia menjadi geram sehingga
menggertak gigi keras-keras sesudah mendengar perkataan
itu.
“Setan tua she Cu!” sumpahnya, “kau jangan keburu
bangga lebih dulu, lohu bersumpah akan menyuruh kau
rasakan bagaimana jika empat anggota badanmu kutung dan
mati tak bisa hidup pun menderita”
“Hanya dengan mengandalkan kekuatan seorang cacad
seperti kau?” ejek Cu Thong.
Ucapan yang cacad, cacad terus menerus ini kontan aaja
mengobarkan sifat buas dari Mao Kiat, sudah sejak tadi ia tak
sanggup mengendalikan diri, maka sambil tertawa seram ia
pentangkan ke sepuluh jari tangannya, kemudian dengan
ganas menerjang ke arah Cu Thong.
Po cu sam jian sudah tersohor karena kebuasan nya, ilmu
silat yang dimilikipun amat lihay, ke tika kedua belah
tangannya masih berada tujuh delapan depa dari ujung jarinya
segera terasa munculnya desingan angin tajam yang amat
dahsyat, bahkan sekeliling tempat itu segera terendus bau
busuk mayat yang sangat memuakkan.
Jelaskan sekarang bahwa dibalik serangan jari dari Mao
Kiat tersebut, terseliplah suatu hawa racun yang amat jahat.
Cu Thong memang telah bersiap sedia semenjak tadi,
sambil tertawa terbahak-bahak kipasnya segera dikebaskan ke
arah Mao Kiat.
Walaupun hanya kebasan dari sebuah kipas, namun dalam
genggaman Cu Thong yang berilmu tinggi, hekekatnya benda

515
itu telah berubah menjadi senjata penyerang yang luar biasa
dahsyat nya.
Orang lain mengira dengan serangannya itu, Mio Kiat tentu
akan buyarkan serangan untuk berganti jurus.
Siapa sangka Mao Kiat yang jumawa dan kasar, apa lagi
memang ada dasar-dasar perselisihan lasa diantara mereka
berdua, dengan cepat segera berpikir, Ilmu Hu si ci (jari mayat
membusuk) mungkin akan mematikan korban dalam tiga
perempat menit jika tidak segera diberi obat pemunah,
hmmm… lebih baik aku menderita luka dalam dari pada
membiarkan setan tua ini berlagak terus dalam dunia
persilatan…..”
Karena berpendapat demikian, ia sama sekali tidak
menggubris terhadap tibanya ancaman dari serangan kipas
lawas, malahan sepasang tangannya menyambar ke tubuh Cu
Thong dengan kecepatan yang lebih hebat.
Sudah puluhan tahun lamanya Sian yau sian Cu Thong
berkelana dalam dunia persilatan, tentu saja ia dapat
menebak maksud hati Mao Kiat, maka iapun dapat
menghindar ataupun berkelit, kipasnya segera dibuang, lalu
jari tangan kanan-nya ditegangkan bagaikan tombak dan
menggunakan jurus “menyerang sampai mati” ia melepaskan
sebuah serangan balasan yang mematikan.
Berbareng dengan dilancarkannya serangan tersebut, hawa
murninya disalurkan pula keseluruh badan untuk menutup
segenap jalan darah yang berada dalam tubuhnya.
Dengusan tertahan dan pekikan keras segera
berkumandang bersama tubuh Siau yau sian Cu Thong
mencelat beberapa kaki jauhnya kemudian mundur dua tiga
langkah sambil muntah darah segar.

516
Sebaliknya Mao Kiat tetap berdiri tegak ditempat semula,
cuma sorot matanya telah tak bersinar lagi sambil melotot
kearah Cu Thong, ia tertawa sedih, katanya, “Setan tua” kau
yang menang!”
Siau yau sian Cu Thong pun tertawa terpaksa. Jawabnya,
Mao Kiat, kau memang cukup keji, aku Cu Thong takluk
kepadamu….”
Mo Kiat kembali tertawa paksa, ia tertawa lebih jauh,
“Sekalipun aku orang she Mao harus mati ditanganmu, aku
mati dengan tidak menyesal…….”
Berbicara sampai disitu, tiba-tiba ia muntah darah segar,
tubuhnya bergoncang keras, kemudian roboh terjengkang ke
tanah.
Peristiwa ini terjadinya sungguh amat tiba-tiba. Kedua
belah pihak sama-sama tahu, bila berbicara dari kepandaian
silat yang di miliki kedua belah pihak, maka menang kalah
baru bisa ditentukan setelah bertarung dua tiga ratus jurus
kemudian.
Siapa tahu, baru didalam satu gebrakan saja, kedua belah
pihak telah melakukan suatu pertarungan adu jiwa yang
berakibat sama-sama terluka, kejadian ini sedemikian
cepatnya berlangsung sehingga sama sekali tiada kesempatan
bagi orang lain untuk memberikan bantuannya.
Dalam kejut dan terkesiapnya, dari atas mimbar maupun
dari barak sebelah barat segera bermunculan bayangan
manusia yang langsung menghampiri Cu Thong maupun Mao
Kiat.

517
Bong Pay yang memang sudah keluar barak untuk
menyambut kedatangan kakek cebol itu, segera tiba lebih dulu
ditempat ke jadian, cepat ia menyambar tubuh Cu Thong.
Pho Siu dan Pi Ci liang dari Pa cu sam jian amat
menguatirkan keselamatan saudaranya, merekapun menyusul
tiba disitu dengan kecepatan tinggi.
Pi Ci-liang segera berjongkok untuk memeriksa denyut nadi
Moa kiat dengan lengan tunggalnya, setelah itu dengan wajah
berubah hebat serunya, “Sam-to sudah tamat riwayatnya!”
Paras muka Phoa Siau berubah menjadi hijau membesi,
kemudian ia tertawa dingin dengan suara yang mendirikan
bulu roma, sepasang tongkatnya ditekannya pada permukaan
tanah, tubuhnya segera melambung ke udara dan menerjang
ke arah Bong Pay serta Cu Thong dengan kecepatan luar
biasa, ketika masih diudara, tongkat sebelah kanannya
langsung diayun kebawah membacok ubun-ubun Cu Thong.
Bong Pay mengeryitkan alis matanya, baru saja akan
bertindak, Coa hujin telah keburu tiba, perempuan itu segera
membentak keras, ujung bajunya dikebaskan ke depan…….
Seperti terkena suatu serangan yang maha berat, Phoa Siu
kembali berjumpalitan diudara dan melayang turun tiga kaki
jauhnya dari gelanggang…..
Pi Ci liang bangkit berdiri, setelah mendengus penuh
kegusaran, lengan tunggalnya diayunkan ke depan menghajar
tubuh Cu Thong.
Dengan lengan kirinya Bong Pay memayang tubuh
supeknya, sementara telapak tangan kanannya dengan
mengandung tenaga geledek yang sangat dahsyat diayunkan
kemuka untuk menyongsong datangnya ancaman.

518
“Blaaaang!” suatu ledakan keras menggelegar diudara, Pi Ci
liang kontan merasakan tubuhnya bergoncang keras, kakinya
sampai melesak dalam-dalam diatas ubin hijau yang keras itu,
Bong Pay kuatir tenaga serangannya akan mempengaruhi
Cu Thong. iapun tak berani menyambut dengan keras lawan
keras, secara beruntun tubuhnya mundur lima langkah ke
beakang untuk punahkan sisa kekuatan yang masih ada, tiap
mundur selangkah, di atas ubinpun segera muncul bekas
telapak kaki yang beberapa inci dalamnya.
Pi Ci liang amat terperanjat, semula ia masih tidak pandang
sebelah matapun terhadap Bong Pay, siapa tahu ilmu silat
yang di miliki lelaki itu ternyata, masih sanggup untuk
menandingi kepandaian yang dimilikinya.
Dalam detik yang amat singkat itulah, Cu Im taysu, Leng
lam it-khi, Haputule, Ko Tay Im-san siang-koay dan lain
lainnya dari kedua belah pihak telah saling berhadapan
dengan wajah bermusuhan, jelas suatu pertarungan sengit
bakal segera berlangsung.
Tiba-tiba Kok See-piau berseru dengan lantang, “Harap
para tianglo kembali dulu kemari, dendam baru permusuhan
lama kita selesaikan bersama sehabis upacara nanti!”
Begitu seruan diutarakan, pertama-tama Leng lam it khi
yang pulang dulu ke mimbar. Phoa Siu dan Pi Ci liang meotot
sekejap ke arah Cu Thong dengan, penuh kebencian, lalu
sambil membopong mayat Mo Kiat, mere ka kembali ke
mimbar dengan uring-uringan.
Para jago kembali dibuat tertegun oleh kejadian ini,
siapapun tahu kalau Po cu sam jian adalah manusia-manusia
bengis yang jarang bisa ditundukkan, tapi sekarang, hanya

519
dengan sepatah kata yang ri ngan ternyata Kok See-piau
berhasil menangguhkan niat mereka untuk membalaskan
dendam bagi kematian saudaranya.
Sementara itu Siau yau sian Cu Thong dengan hawa hitam
menyelimuti wajahnya telah berada dalam keadaan tak sadar,
dipayang oleh Bong Pay, para jago dari golongan luruspun
kembali ke barak mereka.
Pek Soh-gi muncul menyongsong kedatangan suaminya,
kata Bong Pay kemudian, “Soh-gi, coba lihatlah bagaimana
dengan luka yang diderita Cu supek……?”
Pek Soh-gi memandang sekejap ke wajah Cu Thong, lalu
menjawab, “Meskipun isi perutnya terluka parah, luka itu tidak
terlalu merisaukan, justru yang mencemaskan adalah racun
dari ilmu jari la wan”
“Bagaimana dengan racun itu?” tanya Bong Pay cemas.
Pek Soh-gi termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu
jawabnya pelan, “Agaknya racun jari tangannya diperoleh
dengan menghisap racun pembusukan yang berada di tubuh
sesosok mayat, bila orang biasa yang terkena maka sekejap
mata kemudian sang korban akan tewas, kini aku tidak
membawa obat-obatan, yang ada hanya jarum emas untuk
mencegah menjalarnya racun, aku pikir dengan kesempurnaan
tenaga dalam yang dimiliki Cu supek, ia masih bisa bertahan
satu hari setengah lagi.”
Bong Pay menghela napas panjang.
“Aaai…….terpaksapun kita musti berbuat demikian, kalau
begitu cepatlah turun tangan!”

520
Pek Soh-gi manggut-manggut, cepat ia mengeluarkan
jarum emas dan segera ditusukkan ke dada Cu Thong.
Walaupun Bong Pay amat risau, dalam keadaan
demikianpun terpaksa harus menyingkirkan dulu persoalan itu
dari benaknya, ia mengalihkan kembali sorot matanya ke arah
mimbar.
Sementara itu asap dupa telah mengebul dari atas mimbar,
diiringi alunan musik yang merdu, Kok See-piau
bersembahyang dimeja abu dan membaca naskah sumpah,
setelah tu ia meneteskan beberapa titik darah dalam sebuah
hiolo emas.
Yang lain pun segera mengikuti dibelakangnya melakukan
sumpah kesetiaan dan meneteskan darah untuk mengikat tali
persaudaraan.
Diantaranya tampak pula kehadiran seorang kakek berbaju
hijau, dia hanya memberi hormat kepada meja abu Kiu ci
sinkun sedangkan terhadap yang lain-lainnya hampir tidak
dipandangnya barang sekejap pun.
Semua orang yang menyaksikan kejadian itu merasa
terkejut sekali, sebab didalam barisan yang muncul dan istana
tadi jelas tidak nampak adanya kakek berjubah hijau itu, dan
kenyataannya seka rang tak seorang jago pun yang
mengetahui sejak kapan dan dengan cara apakah ia muncul
diatas mimbar terus.
Dengan cepat kehadiran orang itu menimbulkan
kegemparan, masing-masing orang segera memper
hatikannya dengan seksama.

521
Dia adalah seorang kakek berambut putih yang memelihara
jenggot sepanjang dada, matanya tajam seperti pisau, usianya
paling tidak sudah diatas seratus tahun lebih.
Siapa yang tahu siapa gerangan kakek berjubah hijau itu?”
tanya Cu Im taysu.
Para jago saling berpandangan dengan mulut
membungkam, ternyata tak seorangpun diantara mereka yang
tahu.
Sesudah heing sejenak, tiba-tiba Ho Kee-sian berseru,
“Coba lihat!”
Agaknya pihak Kiu-im-kau dan Mokau juga dibuat terkejut
oleh kehadiran orang itu”
Ketika semua orang berpaling, betul juga waktu itu Seng
Tocu serta Bwe Su-yok sekalian sedang melirik ke arah
mimbar dengan wajah aneh, lalu berbisik-bisik membicarakan
sesuatu, bahkan ada pula diantara mereka yang menunjuk ke
arah kakek berjubah hijau tersebut.
Tiba-tiba Coa hujin berkata, “Tenaga dalam yang dimiliki
orang itu tampaknya jelas diatas kepandaian Kok See-piau!”
“Menurut taksiran hujin, tenaga dalam yang di milikinya itu
sudah mencapai ke tingkatan yang bagaimana tingginya…….?”
tanya Ko Tay dengan suara dalam.
Coa hujin termenung sambil berpikir sejenak, setelah itu
jawabnya dengan serius, “Swan si tak dapat menduganya, tapi
dapat ku katakan bahwa kepandaian silat orang itu jauh di
atas kepandaian Swan si!”

522
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Agaknya hanya
Hoa tayhiap atau kakek luar ku yang sanggup menandingi
kelihayannya!”
Paras muka semua orang segera berubah hebat, malah ada
pula yang menunjukkan rasa tak percaya.
Ketika semua orang mengalihkan kembali sinar matanya ke
arah mimbar, terlihatlah Kok See-piau sedang memberi
hormat kepada kakek berjubah hijau itu, kemudian
membisikkan sesuatu dengan suara lirih. Kakek berjubah hijau
itu manggut-manggut, dia mengambil hiolo emas tersebut dari
atas meja dan membawanya menuju ke depan mimbar,
setelah memandang sekejap keseluruh gelanggang, pelanpelan
katanya!
“Segenap anggota perkumpulan harap dengarkan baikbaik,
mulai hari ini Hian-beng-kau secara resmi dibuka, mulai
sekarang pintu perguruan kami terbuka lebar-lebar untuk
menerima murid baru serta mendirikan cabang disegenap
penjuru dunia, barang siapa yang ingin bersatu dengan kami
dengan senang hati kami akan ulurkan tangan untuk
menerimanya……”
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba suaranya berubah
menjadi amat keren dan tegas, katanya lebih jauh, “Atas
permintaan dari kaucu, hari ini akan diadakan pengambilan
darah untuk mengangkat sumpah, segenap murid Hian-bengkau
akan berbakti sampai mati demi perkumpulan, barang
siapa berani timbul pi kiran menyeleweng, dia akan dibunuh
secara mengerikan!”
Sungguh dahsyat tenaga dalam yang dimiliki orang ini,
sekalipun musti berbicara untuk khalayak banyak, tanpa
berteriak pun bahkan hanya berbicara seperti orang biasa

523
segenap orang dapat mendengar ucapan tersebut bagaikan
sang pembicara berada disisinya saja.
Selesai berkata, hiolo emas yang berada ditangannya itu
tiba-tiba melesat keudara dan melayang sejauh dua kaki dari
atas mimbar, kemudian hiolo itu berbalik menuangkan isinya
yaitu arak bercampur darah kedalam sebuah hiolo lain yang
amat besar ditengah lapangan, ketika arak darah itu sudah
tertuang habis, tangan kanannya kembali di gerakkan dan
hiolo emas itupun melayang balik ketangan-nya.
Demonstrasi tenaga dalam yang dilakukan olehnya ini
benar-benar mengejutkan para jago baik dari golongan lurus,
maupun dari golongan Kiu-im-kau, Seng-sut-pay serta para
jago persilatan lainnya.
Sedangkan anggota Hian-beng-kau segera bersorak sorai
memuji kehebatan kakek berjubah hijau itu, begitu kerasnya
suara tempik sorak mereka hingga menggetarkan seluruh
bumi rasanya.
Lau gi tiong dari Thiam cong siang kiam yang melihat itu
tiba-tiba menghela napas sambil berkata, “Siapakah manusia
didunia ini yang sanggup menyalurkan hawa murninya ke
dalam benda lain serta mengendalikannya menuruti ke-inginan
hati sendiri……”
Hoa Ngo yang kebetulan mendengar keluhan tersebut
segera mencibirkan bibirnya.
“Huuuh…..apanya yang aneh?” ia berseru, “buat Hoa toako,
itu mah cuma permainan kanak-kanak!”
“Yaa, meskipun demikian, toh Hoa tayhiap tidak datang
kemari!” kata Ciang Pek jin dengan cepat.

524
Hoa Ngo kembali mendengus. “Hmmm! Kenapa musti Hoa
toako yang tu run tangan? Sebentar aku Hoa Ngo yang
pertama-tama akan menghadapi setan tua itu”
“Banyak bicara apa pula artinya?” sela Ko Thay dengan
hambar, “yang penting datang serangan prajurit, kita bendung
dengan Prajurit, datang air bah kita bendung dengan tanah,
tak bisa dikarenakan musuh terlalu lihay maka kita mundur
terbirit birit”
“Aaai……Thian bong kenapa begitu gegabah sehingga sama
sekali tidak memandang serius atas berdirinya Hian-beng-kau
dalam dunia persilatan……?” keluh Cu Im taysu.
Ia berpaling ke arah Coa hujin, lalu tanyanya, “Bukankah
hujin datang dari Im tiong san? Apakah hujin tahu apa
rencana Bun Tay kun serta Thian hong…….”
Sambil tertawa getir Coa hujin menukas, “Sewaktu akan
berpisah, dua orang Hoa hujin pernah berkata bahwa Hoa
tayhiap itu dan anaknya telah mempunyai rencana lain, hanya
apakah rencana tersebut tidak dijelaskan, oleh karena
boanpwe merasa hal ini tak penting, waktu itupun tidak ku
tanyakan lebih jauh”
Tiba-tiba terdengar Bong Pay berpekik heran,
“Wwwouuuw……aneh benar!”
Ketika semua orang berpaling, hampir seluruhya segera
tertawa tergelak karena kegelian.
Kiranya setelah kakek berjubah hijau itu menuang arak
darah dalam hiolo emas ke dalam hiolo raksasa tersebut,
karena dalam hiolo raksasa memang sudah disiapkan arak
sebagai arak darah pengangkatan sumpah oleh para petugas

525
arak itu diisikan ke dalam berpuluh puluh cawan perak dan
dibagikan kepada para anggotanya.
Siapa tahu baru saja isi arak tersebut diteguk, mendadak
mereka yang meneguk arak tersebut segera roboh ketanah
dan tak bisa bangun lagi.
Mendekati perintah penghentian minum arak darah
diturunkan, sudah ada tujuh delapan puluh orang jago yang
tergeletak tak berkutik, tentu saja hal ini segera mengejutkan
semua anggota Hian-beng-kau.
Go Tang cuan yang menyaksikan kejadian itu segera
membentak keras, Tenang, tenang! Petugas baju biru, segera
gotong semua murid kita yang jatuh korban ke dalam istana!”
Peraturan Hian-beng-kau memang cukup ketat, lagi pula
terdisiplin tinggi sekalipun terjadi peristiwa dan kalut untuk
sesaat, tapi sesaat kemudian suasana telah tenang kembali.
Dari bawah mimbar segera bermunculan puluhan orang
laki-laki baju biru yang dengan cepat menggotong pergi
rekan-rekan mereka yang pingsan.
Cara kerja mereka ternyata gesit dan tertib, dalam waktu
singkat suasana telah pulih kembali seperti sedia kala.
Dengan wajah penuh kegusaran Kok See-piau segera
berteriak, “Wahai jago-jago lihay dari Biau nia, kalau memang
sudah datang, kenapa tidak segera unjukkan diri?”
Semula semua orang masih sangsi tapi setelah mendengar
seruan tersebut jadi sadar kembali, memang kecuali orangorang
Biau, tak ada orang manusiapun yang memiliki
kepandaian racun lihay seperti mereka, lebih-lebih lagi punya
nyali seperti mereka.

526
Terdengar dari depan istana, tiba-tiba berkumandang suara
teriakan yang amat nyaring “Orang she Kok, kami berada
disini, mau apa kau?”
Sebenarnya perhatian semua orang tertuju ke mulut
lembah, siapa tahu justru tiga orang perempuan suku Biau
yang cantik dan bertangan telanjang itu muncul dari pintu
istana, seketika suasana menjadi gempar.
Ternyata ketiga orang itu adalah Biau-nia Sam-sian (tiga
dewi dari wilayah Piau).
“Sambil tertawa, Ci wi siacu segera berkata
“Kok See-piau, istana Kiu ci siat kiong mu ini sungguh
dibangun sangat indah dan megah, sebenarnya hendak kami
persembahkan untuk dewa api, namun kamipun merasa tak
tega untuk turun tangan”
“Apa yang telah kau lakukan terhadap anggota
perkumpulan kami?” bentak Kok See-piau.
“Aku lihat mereka sudah terlampau letih dalam bertugas,
maka sengaja kusulutkan sebatang hio Ui-liang hio agar
mereka dapat beristirahat sebenar” kata Lam Soa siancu
sambil tertawa-tawa.
Setelah berhenti sebentar, ia berkata kembali, “Mungkin
kau merasa heran, kenapa dengan jarak sejauh ini kami bisa
meracuni arak darah itu? Terus terung saja kuberitahukan
kepadamu, sejak semalam kami telah polesi dinding sebelah
dalam dari hiolo emas itu dengan selapis obat beracun yang
tak berwarna dan tak berbau”

527
Tak terlukiskan rasa gusar Kok See-piau menghadapi
kejadian ini, pikirnya, “Semua jago perkumpulan telah datang
disini, tak kusangka tiga orang perempuan rendah ini berani
bertingkah dihadapanku.
Berpikir demikian, dia lantas mengulapkan tangannya, tiga
orang kakek yang ada disampingnya segera melompat turun
dari mimbar, kemudian secepat kilat melompat ke atas anak
tangga istana.
Dengan cemas Pek Soh-gi segera berseru, “Toako,
perbuatan Biau nia san sian mengacau ucapan pembukaan ini
sudah merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan
dunia persilatan. Kok See-piau pasti akan turun tangan kejam
terhadapnya, kita tak boleh berpeluk tangan belaka”
Bong Pay memandang sekejap ke arah tiga orang kakek
itu, lalu ujarnya, “Ilmu melepaskan racun dari wilayah Biau
sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, belum tentu
Kok See-piau bisa berbuat banyak terhadap mereka, dalam
posisi demikian, lebih baik kita bertindak menurut keadaan,
jangan sampai karena salah bertindak mengakibatkan
terjadinya hal-hal yang justru akan merugikan pihak kita
sendiri”
Sementara itu, belum sampai ke tiga orang kakek itu
menaiki tangga istana, mendadak kepala mereka serasa
pusing tujuh keliling, saat itulah mereka baru terperanjat.
Sadarlah ketiga orang itu bahwa mereka sudah terkena
racun keji dari wilayah Biau, untuk mundur sudah tak sempat,
dua orang diantaranya segera roboh terjengkang ke tanah,
hanya kakek disebelah tengah yang berhasil mundur sejauh
tiga kaki dan berdiri kaku sambil berusaha mendesak keluar
hawa racun dari tubuhnya.

528
Berbicara dari kepandaian silat yang dimiliki ketiga orang
itu, sesungguhnya mereka sudah terhitung jagoan kelas satu
dalam dunia persilatan, bila terjadi pertarungan sungguhan,
belum tentu Biau-nia Sam-sian dapat menandingi mereka, tapi
belum lewat segebrakan mereka sudah roboh dua orang dari
sini terbuktikan sudah bahwa ilmu meracun dari wilayah Biau
memang betul betul sangat Iihay.
Terdapat peristiwa itu, ternyata Biau-nia Sam-sian berlagak
seakan akan tidak melihatnya.
Li hoa siancu berkata kemudian sambil tertawa merdu,
“Kok See-piau, kami telah mempersiapkan delapan belas lapis
barisan racun disekitar tangga istana ini, ingin ku buktikan
sampai dimanakah taraf kepandaian silat dari para jago
dewasa ini, Nah, terbukti sudah kalau ketiga orang anak
manusia itu tak becus, belum sampai lima lapis barisan yang
ditembusi, mereka sudah roboh, aku lihat lebih baik kau turun
tangan sendiri, coba di lihat berapa lapis barisan yang berhasil
kau tembusi”
Paras muka Kok See-piau telah berubah menjadi hijau
membesi dengan nada menyeramkan dia berkata, “Jika hari ini
aku orang she Kok tidak berhasil menangkap kalian dan
mencincangnya menjadi berkeping-keping, perkumpulan Hianbeng-
kau segera akan kububarkan!”
Tampaknya kemarahan yang menyelimuti hatinya sekarang
sudah mencapai pada puncaknya.
Haruslah diketahui, bahwasanya Biau-nia Sam-sian telah
mengacau upacara peresmian perkumpulan Hian-beng-kau,
hal ini berarti telah mengikat tali permusuhan yang mendalam
sekali dengan beribu-ribu anggota perkumpulannya, apalagi
mereka dihadapan umum, hal ini semakin menyakitkan hati
semua orang.

529
Sebagaimana telah diketahui tujuan Kok See-piau dengan
perkumpulannya adalah mempersatukan seluruh umat
persilatan dibawah komandonya, sudah barang tentu dia tak
ingin kehilangan pamornya didepan para jago dari seluruh
penjuru dunia.
Maka, kepada kakek berjubah hijau yang berdiri
disampingnya, ia berkata pelan.
“Suheng, terpaksa harus merepotkan dirimu untuk
membekuk ketiga orang perempuan rendah itu!”
Kakek berjubah hijau itu manggut-manggut, dengan
langkah yang pelan ia menuruni mimbar dan menuju kearah
tangga istana, gerakan tubuhnya sangat enteng, dalam waktu
singkat ia telah tiba di serambi panjang.
Para jago yang menyaksikan kelihayan kakek itu samasama
merasa terperanjat, Bong Pay, Coa hujin, Cu Im taysu
serta Haputule bersama sama lari keluar dari barak dan
bergerak menuju ke tangga istana.
Kok See-piau tertawa dingin, ia memberi tanda kepada
anak buahnya, dua orang dari Po cu sam jian, Im sau siang
koay, Ui Sia ling serta sekalian jago lihay lainnya segera
melompat turun dari mimbar dan menghadang jalan pergi
kawanan jago itu.
Coa hujin yang menyaksikan kejadian itu segera
mengerutkan dahinya, kemudian berbisik, “Perlukah kita
menerjang rintangan tersebut dengan kekerasan…….?”
“Dalam keadaan seperti ini, aku pikir Biau-nia Sam-sian
masih mampu untuk menghindarkan ke dalam istana bilamana

530
gelagat tidak mengijinkan, aku rasa lebih baik kita jangan
bertindak dulu dengan gegabah”
Sementara itu kakek berjubah hijau itu telah menatap
tajam-tajam wajah Biau-nia Sam-sian, kemudian tegurnya
dengan dingin, “Kalian lebih suka menyerahkan diri ataukah
ingin mencicipi dulu sedikit penderitaan?”
Selama hidup belum pernah Biau-nia Sam-sian jeri kepada
orang lain, dengan kening berkerut, Lan hoa siancu segera
berseru, “Hei setan tua, siapakah kau?”
Hmm, jika nama lohu kusebutkan, sudah pasti kalian akan
mati karena kaget, lebih baik kusebutkan saja”
Huuuh….! Mengibul dengan kata-kata sombong, apakah
tidak takut lidahmu tersambar oleh angin gunung? Palingpaling
kau hanya siluman kayu atau siluman rumput yang
telah mencapai masa pertapaannya”
Kakek berjubah hijau itu merasa amat gusar, ia mendengus
dingin kemudian tubuhnya berkelebat maju ke depan.
Semua orang hanya merasakan pandangan matanya
menjadi kabur, tahu-tahu ia sudah melewati tangga batu dan
berdiri dimuka istana, kecepatan gerakan tubuhnya sukar
dilukiskan dengan kata-kata.
Betul, racun jahat dari wilayah biau sangat lihay, namun
kenyataanya racun-racun itu sama sekali tidak bermanfaat
terhadanya.
Sekalipun Bian nia san sian sudah tahu kalau kakek berbaju
hijau itu luar biasa lihaynya, mereka tak menyangka kalau
kelihayannya telah mencapai taraf sehebat ini, dalam
kagetnya, tiga orang dengan geram, tangan segera diayunkan

531
bersama kemuka melepaskan selapis kabut beracun Kiu-tokciang
yang tak berwarna dan tak berbau.
Kakek berjubah hijau itu segera mengebaskan ujung
bajunya ke depan, segulung angin pukulan yang maha
dashyat seketika itu juga membuyarkan kabut Kiu-tok-ciang ke
tengah udara.
Untuk pertama kalinya ilmu beracun dari wilayah Biau tidak
menghasilkan apa-apa dalam penggunaanya.
Bian nia san sian menjadi amat kaget oleh peristiwa
tersebut, belum sempat mereka berpikir lebih jauh, sambil
tertawa dingin kakek berjubah hijau itu telah berkata,
“Sekarang tiba giliran buat kalian untuk merasakan
kelihayanku ini!”
Ketika telapak tangannya diayunkan ke depan, segulung
angin pukulan yang maha dahsyat segera mengurung sekujur
badan Biau nia san sian.
Dalam keadaan tergopoh-gopoh, Biau-nia Sam-sian tak
sempat lagi untuk menghindarkan diri, tampaknya mereka
segera akan terluka diujung telapak lengan kakek berbaju
hijau itu.
Kelihayan ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu
sungguh sukar dilukiskan dengan kata-kata, Bong Pay sekalian
menjadi terperanjat, sekalipun mereka sadar dibantupun tak
sempat lagi, mereka tak bisa tidak harus berusaha dengan
sekuat tenaga.
Dipimpin langsung oleh Bong Pay, mereka segera
menerjang kemuka, sebuah pukulan segera dilancarkan ke
arah Ui Shia ling dari bukit Lau san, tapi pihak musuhpun

532
segera memberikan perlawanan, pertarungan sengit segera
berkobar.
Sekalipun para jago dari golongan lurus memiliki tenaga
dalam yang sempurna, akan tetapi pihak penghadang pun
merupakan jago-jago pilihan, usaha mereka untuk memberi
pertolongan segera terbendung, jangankan untuk menolong
jiwa Biau-nia Sam-sian, untuk menembusi pertahanan pun
sudah sulitnya bukan kepalang.
Untunglah disaat yang kritis inilah tiba-tiba terdengar suara
pujian kepada sang Buddha berkuman dang memecahkan
kebeningan, menyusul kemudian dari arah belakang istana
muncul selapis tenaga pukulan yang amat lunak…..
Dalam waktu singkat, pukulan kakek berjubah hijau yang
berat bagaikan bukit karang itu sudah terpancing kesamping,
kemudian…. “Blang! menghantam diatas permukaan tanah.
Debu dan pasir segera beterbangan memenuhi seluruh
angkasa, pada lapangan batu yang belasan kaki luarnya
didepan istana Kiu ci kiong itu segera muncul sebuah liang
yang sangat besar.
Sekalipun secara beruntung Biau-nia Sam-sian berhasil
meloloskan diri dari ancaman maut, toh mereka merasakan
juga getaran keras yang menga kibatkan darah dalam
tubuhnya bergolak keras, dengan sempoyongan mereka
sama-sama mundur sejauh beberapa langkah.
Kakek berjubah hijau itu sesungguhnya menganggap
dirinya sebagai jago nomor satu didunia ini, betapa herannya
dia setelah mengetahui ada orang yang sanggup
menyingkirkan kekuatan pukulannya itu, sambil berseru
tertahan ia lantas berpaling ke samping.

533
Dari balik pintu istana pelan-pelan berjalan ke luar Coan
cing taysu yang berjubah pendeta dengan tangan membawa
tasbeh.
Dibelakangnya mengikuti seorang gadis cantik yang
rupawan, dia bukan lain adalah Coa Wi-wi.
Ketika para jago dari golongan lurus dan para jago dari
Hian-beng-kau menyaksikan situasi diatas tangga istana telah
mengalami perubahan, serentak merekapun menghentikan
pertarungan dan sama-sama mengalihkan pandangan
matanya ketengah istana.
Coa hujin yang menyaksikan putrinya muncul bersama
kakeknya, dengan cepat merasakan hatinya lega tapi ia tahu
tak baik menyapa anaknya dalam keadaan seperti ini, maka
diapun hanya berdiam diri.
Terdengar kakek berjubah hijau itu mendengus dingin, lalu
menegur, “Apakah kau adalah Goan cing siau hwsesio?”
Ucapannya kasar dan sombong sedikitpun tidak
mengindahkan sopan santun….
Ternyata Coan cing taysu tidak menjadi marah oleh sikap
kasar lawannya, sambil tersenyum ia menjawab, “Yaa, benar
memang pinto adanya. Jika aku terpaksa turun tangan secara
keras, harap sicu sudilah memaafkan”
Coa Wi-wi yang berada disampingnya segera mengomel.
“Hei, tahun ini kongkongku sudah berusia sembilan puluh
tahun lebih! Siapakah kau si setan tua? Berani betul bersikap
kurang ajar terhadap kongkongku, jika tidak kau rubah
sebutanmu itu, hmm! Hmm…..

534
Wajahnya yang cantik, tindak tanduknya yang lincah
membuat kata-kata yang bengis itu justru tampak
menyenangkan, hal ini membuat semua orang menjadi
terkesima dibuatnya.
Bukannya menjadi gusar, kakek berbaju hijau itu malah
tertawa “Haahah….. haahhh…….. haahah……. nona cilik! Kalau
kongkong mu paling banter berusia sembilan puluh tahun,
maka tahun ini lohu sudah berusia seratus empat puluh tahun,
itu berarti aku lebih tua empat puluh sembilan tahun dari
kongkongmu, coba bayangkan sendiri, pantaskah kupanggil
dirinya sebagai hwesio cilik?”
Waktu itu semua jago yang terada diarena sudah dibikin
terperanjat oleh keampuhan ilmu silat yang dimiliki kakek
berjubah hijau itu, beribu-ribu pasang mata bersama-sama
dialihkan kearahnya tanpa berkedip. Maka ketika mendengar
ucapan tersebut, serentak semua orang mulai berbisik-bisik.
Seorang manusia bisa hidup sampai setua itu, hakekatnya
sulit untuk dipercaya oleh siapapun, tapi kalau dilihat dari
kelihayan kakek tersebut, merekapun tak bisa tidak, harus
mempercayainya juga.
Haruslah diketahui, jika seorang dapat hidup sampai
berusia seratus tahun lebih, dan ia berlatih ilmu silatnya terusmenerus,
ma ka kelihayan ilmu silat yang dimiliki orang itu
pasti tak terlukiskan hebatnya.
Coa Wi-wi segera membelalakkan matanya lebar-lebar,
kemudian serunya, “Masa sepanjang itu usiamu?”
Sambil menggelengkan kepalanya tanda tak percaya, ia
berkata kembali, “Omong kosong! Hanya setan yang percaya
dengan perkataanmu itu!”

535
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…..haaahhh……..haaaahhh bocah cilik tak tahu
urusan, lohu akan berbicara dengan kongkongmu!” Kemudian
sambil berpaling ke arah Goan cing, ia berkata, “Goan cing,
apakah kaupun tak percaya?”
“Pinceng mana berani tak percaya?” jawab Goan cing taysu
dengan serius, “hanya saja, apakah aku boleh tahu siapakah
nama lo sicu?”
“Asal kau mengetahui diriku sebagai Liok tee sin sian (dewa
daratan), itu sudah lebih dari cukup, soal lain lebih baik tak
usah kau tanyakan lagi” jawab kakek berjubah hijau dengan
angkuh.
Kakek berjubah hijau itu menyebut dirinya sebagai Liok tee
sin sian, si dewa daratan, sesungguhnya sebutan itu
terlampau jumawa dan takabur, akan tetapi oleh karena
semua orang yang hadir di arena sudah menyaksikan sendiri
kelihayan ilmu silatnya, maka tak seorangpun diantara mereka
berani mengejek.
Tiba-tiba terdengar Coa Wi-wi mendengus dingin, sambil
mencibirkan bibirnya ia berseru, “Hmm! Liok tee sin sian
apaan? Aku lihat, kau lebih cocok kalau disebut sebagai si tua
bangka celaka!”
Kakek berjubah hitam itu pura-pura tidak mendengar
ejekan tersebut, kembali ia berkata, “Goan cing kau anggap
ilmu silat yang kumiliki itu sudah cukup dikatakan sebagai
hebat tidak?”
Goan cing taysu termenung sebentar, kemudian jawabnya,
“Kalau dilihat dari kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki lo si
cu, memang pantas kalau dika takan sebagai hebat, cuma ada

536
satu hal yang masih pinceng bingungkan, bolehkah aku
bertanya kepada diri situ?”
“Katakan!”
“Menurut pendapat pinceng yang bodoh, kehidupan
seorang dewa adalah suatu kehidupan yang bebas merdeka
dan terlepas dari segala urusan ke duniawan, biasanya mereka
hanya berpesiar dan mendekati keindahan alam….
Belum habis pendeta itu berkata, kakek berjubah hijau itu
telah menukas.
“Lohu sudah berusia seratus tahun lebih kalau hanya katakata
semacam itu, buat apa aku musti mendengarkan-nya dari
mulutmu?”
00000O0O00
53
Goan Cing Taysu segera merangkap tangannya didepan
dada seraya berseru, “Asal sicu sudah mengerti, itu tandanya
bagus” Kakek berjubah hijau itu kembali mendengus. “Hmmm!
Kata-kata yang tak berguna lebih baik tak usah dibicarakan
lagi, sudah lama lohu de ngar tentang kelihayan Malaikat ilmu
silat, sayang selama ini tak berjodoh untuk menjumpainya
sendiri, hari ini aku pasti akan manfaatkan kesempatan ini
dengan sebaik baiknya”
Setelah berhenti sejenak, ia membentak, “Berhati-hatilah!”
Telapak tangan kanannya diayunkan ke bawah lalu pelanpelan
didorong ke depan.

537
Serangan ini tampaknya sederhana dan tiada sesuatu yang
aneh, tapi dengan wajah berubah menjadi serius, Goan-cing
taysu mengebaskan ujung bajunya, secara tiba-tiba melompat
mundur sejauh tiga kaki dari posisi semula.
“Manusia dengan usia seperti sicu sudah langka dijumpai
didunia ini, buat apa kau musti menceburkan diri lagi ke dunia
ini serta menodai tubuh sendiri dengan amisnya darah?”
Dengan gerakan tak berubah dan tak nampak sesuatu
gerakan pun seperti sesosok bayangan, kakek berjubah hijau
itu sudah menyusul ke depan, serunya, “Jika ingin
mengucapkan sesuatu, tunggu saja setelah menyambut
sepuluh jurus seranganku ini!”
Goan cing taysu segera mundur kebelakang, serunya
dengan suara dalam. “Sicu…..
Dengan tak sabar kakek berjubah hijau itu menukas!
“Apakah keturunan dari Malaikat ilmu silat adalah manusia
lemah seperti ini? kenapa tidak kau balas seranganku ini?”
“Kongkong!” Coa Wi-wi yang berada disampingngnya
segera berteriak dengan tak sabar, “beri saja sedikit pelajaran
kepada tua bangka yang tak tahu diri itu”
Walaupun ilmu silat yang dimiliki kakek berjubah hijau itu
sangat lihay, tentu saja Goan cing taysu tak akan gentar
mengha dapinya, ketika mendengar ucapan lawan yang
mendesaknya terus menerus, pendeta yang berjiwa besar ini
segera berpikir, “Dalam suatu pertarungan yang dicari orang
adalah kemenangan, walaupun kemenangan itu bakal diraih
dengan kecerdasan otak, yaa, apa boleh buat, kini
persoalannya sudah menyangkut nama baik leluhur,
bagaimanapun juga aku tak bisa mengalah terus-menerus.

538
Berpikir demikian, ia lantas berdiri sekokoh batu karang,
kemudian ujarnya.
“Maaf jika pinceng terpaksa harus melepaskan serangan
balasan!”
Ditengah pembicaraan tersebut, telapak tangan kanannya
segera disilangkan didepan dada, lalu dengan jari tengah dan
jari telunjuk tangan kanannya, ia totok jalan darah kematian di
kening kakek berjubah hijau itu dari tempat kejauhan.
Kakek berjubah hijau itu segera merasa bahwa posisi ini
betul-betul sempurna dalam penyerangan maupun
pertahanan, sama sekali tak dijumpai titik kelemahan barang
secuwilpun yang bisa dimanfaatkan, ibaratnya sebuah dinding
yang terbuat dari baja, pertahanan itu sungguh-sungguh amat
sulit untuk ditembusi.
Melihat itu, sambil tertawa segera katanya.
“Aku lihat hanya kau serta Hoa Thian-hong, dua orang
yang masih sanggup menerima beberapa jurus seranganku!”
Telapak tangan kanannya segera di dorong ke depan,
belum mencapai setengah jalan tiba-tiba ditarik kembali,
tangan kirinya berputar kencang, berbarengan dengan
gerakan telapak tangan kanannya segera dibacok ke bawah
dengan kecepatan luar biasa.
Terdengar suara retakan keras yang memekikkan telinga
berkumandabg memecahkan keheningan, belum lagi
serangannya di lancarkan, kekuatannya sudah cukup
menghancurkan batu karang, hawa pembunuhan yang
menyelimuti angkasa sungguh menciutkan hati orang.

539
“Omintohud………!” Goan cing taysu berseru memuji
keagungan sang Buddha, tanpa merubah gerakan tangan
kanannya, telapak tangan kirinya dibalik lalu dilontar kan ke
depan.
Berbicara soal taraf kepandaian silat, maka kepandaian
yang dimiliki kedua orang ini boleh dikata sudah mencapai
puncak yang tertinggi, belum tentu bisa ditemukan dua tiga
orang di dunia ini yang sanggup manandingi kehebatan
mereka, tanpa terasa semua orang memusatkan segenap
perhatiannya untuk mengikuti jalannya pertarungan itn, siapa
tahu dari sana dapat menarik manfaat yang berguna bagi diri
sendiri.
Namun dalam kenyataannya, ternyata serangan serangan
yang dilancarkan kedua orang itu tidak sama seperti jago lihay
lainnya yang bergerak secepat kilat, semua gerakan yang
mereka gunakan pada hakekatnya seperti orang yang baru
belajar ilmu silat, bukan saja tiada sesuatu yang hebat, tidak
pula mengandung kekuatan yang luar biasa, sebagian jago
yang berilmu cetek diam-diam merasa kecewa sekali,
dianggapnya pertarungan itu tidak lebih jelek dari pertarungan
kampungan.
Hanya beberapa bagian saja dari kawanan jago tersebut
yang betul-betul menyadari bahwa ilmu silat yang dimiliki
kedua orang ini telah mencapai tingkatan yang tak terhingga.
Justru dibalik sederhanaan kebiasaan dari gerakan mereka,
tersimpan sesuatu perubahan yang luar biasa.
Jangan dianggap jurus-jurus serangan mereka sederhana
dan tiada sesuatu yang bagus dilihat, padahal ppertarungan
semacam ini ini justru amat sulit dilakukan oleh setiap
manusia.

540
Sebab disamping harus berjaga-jaga terhadap perubahan
jurus serangan berikutnya dari lawan, merekapun harus
mencari titik kelemahan ditubuh musuh untuk mempersiapkan
serangan berikutnya, akal pikiran mereka sedikit saja
bercabang maka akibatnya akan menyangkut keselamatan
jiwa mereka, itu berarti selain beradu pengetahuan dalam ilmu
silat, merekapun beradu tenaga dalam, kecer dasan serta
pengalaman.
Ketika pertarungan mencapai jurus yang ke sembilan,
seperminum teh sudah lewat tanpa terasa.
Mendadak terlihatlah kakek berjubah hijau itu melepaskan
sebuah pukulan ke udara, kemudian dengan cepat mundur
kebelakang.
Semua orang menjadi keheranan mereka tak habis
mengerti kenapa sebelum genap sepuluh jurus ia telah
menarik serangannya sambil mundur?”
Tiba-tiba Goan cing tasyu berkata, “Selama ini kita tiada
perselisihan apa-apa, mengapa sicu begitu kemaruk ingin
mencari kemenangan?”
Kakek berjubah hijau itu hanya membungkam diri dalam
seribu bahasa, tubuhnya tegak sekokoh karang, rambutnya
dan jubahnya tanpa angin mulai bergerak-gerak, lalu kian
lama kian menggembung menjadi sangat besar….
Ketika memperhatikan kembali keadaan Goan cing taysu,
tampaklah pendeta itupun berdiri dengan wajah serius,
tubuhnya secepat angin bergerak kian kemari mengambil
langkah Lak cap si kwa, makin bergerak semakin cepat
sehingga pada akhirnya hampir seluruh bayangan tubuhnya
tak tampak jelas, yang ada hanya seekor naga berwarna abuabu
yang berputar tiada hentinya.

541
Semua orang tahu bahwa perbuatan kedua orang itu bukan
cuma bergurau belaka, melainkan merupakan suatu
pertarungan terakhir yang telah mengerahkan segenap kepan
daian yang dimiliki.
Suasana menjadi tegang, semua orang mengalihkan
perhatiannya ke tengah arena dan melotot dengan mata
terbelalak serta mulut melongo.
Coa hujin serta Coa Wi-wi paling tegang dibandingkan
dengan yang lain, hampir saja jantung mereka melompat
keluar dari dalam rongga dadanya….
Siapa tahu, setelah saling bertahan sekian waktu, tiba-tiba
kakek berjubah hijau itu menghela napas panjang, gelembung
pada ju bahnya makin lama semakin mengimpis dan akhirnya
pulih kembali seperti sedia kala, belum lagi helaan napasnya
habis, mendadak ia tertawa terbahak-bahak pula.
Mendadak Goan cing taysu menghentikan pula gerakan
tubuhnya, kemudiann sambil merangkap tangannya memberi
hormat ia berkata, Atas kesediaan Lo sicu menarik kembali
serangannya disaat mara bahaya telah mengancam, terlebih
dulu pinceng ucapkan banyak-banyak terima kasih.
Kau tak usah berterima kasih!! jawab kakek berjubah hijau
itu dengan dingin, “oleh karena lohu tak yakin untuk
membunuhmu dalam sebuah serangan yang terakhir ini, maka
sengaja kubatalkan niatku tersebut……”
Setelah berhenti sebentar, ia menambahkan, “Memandang
pada kemampuanmu untuk menyambut sepuluh jurus
seranganku ini apa yang ingin kau katakan sekarang boleh kau
utarakan!!

542
Diam-diam Goan cing taysu berpikir.
“Bila Kok See-piau mempunyai orang ini sebagai tulang
punggungnya, ibarat harimau yang tumbuh sayap, tak heran
ia berani menantang keluarga Hoa, aai…..! Lolap saja tak
sanggup menaklukan dirinya, terpaksa aku musti mencari akal
lain……”
“Berpikir sampai disini, pelan-pelan iapun berkata,
“Sebenarnya disebabkan karena apakah Lo sicu muncul
kembali didalam dunia persilatan?”
Sambil tertawa jawab kakek berjubah hijau itu berkata.
Adapun kemunculan lohu kali ini adalah khusus untuk
mencari gara-gara dengan keluarga Hoa dan sekarang
ditambah pula dengan keluarga Coa kalian. Nah hwesio cilik,
sudah puas?”
Goan cing taysu segera mengerutkan dahi nya rapat-rapat.
“Sebetulnya ada dendam atau sakit hati apakah yang
pernah terikat antara lo sicu dengan keluarga Hoa serta
keluarga Coa kami?
Haaahh…haahh….haaahhh…lohu datang ke mari oleh
karena mendapat undangan dari orang, walaupun sampai
pecah bibirmu berbicara, jangan harap bisa merubah jalan
pemikiranku, sebab percuma saja……”
Goan cing taysu menjadi kewalahan dan tak bisa berbuat
apa-apa, mendadak satu ingatan melintas dalam benaknya,
katanya kemudian, “Baiklah urusan itu lebih baik tak usah
disinggung kembali, sekarang pinceng ingin mencoba untuk
menebak asal usul lo sicu!”

543
Kakek berjubah hijau itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh…..haaahh……haaah……masa kau bisa menebak
asal usulku? Lohu tidak percaya!”
“Apa salahnya kalau sicu mendengarkan dugaanku ini?”
Kakek berjubah hijau itu segera tersenyum.
“Baiklah, katakan! Akan lohu dengarkan……..”
Setelah termenung sebentar, Goan cing taysu berkata,
“Jurus pertama yang sicu pergunakan agaknya adalah
perubahan gerak dari ilmu Ji im jiu (tangan sakti pembuyar
awan) dari bukit Mao san, hanya gerakan tersebut jauh lebih
disempurnakan”
Kakek berjubah hijau itu segera manggut-manggut.
“Ehmm!, kau bisa melihat asal dari kepandaianku, betulbetul
tajam penglihatanmu itu”
Goan cing taysu tersenyum, kembali katanya, “Gerakan
kedua adalah ilmu Kim kong ciat eng, jurus ketiga adalah…..”
“Kau bisa mengenali kepandaianku, hal ini sudah
merupakan suatu hal wajar” tukas kakek berjubah hijau itu,
“tapi jika kau ingin menebak asal usul lohu dengan cara
demikian, hmm! Jangan mimpi disiang hari bolong……”
Goan cing taysu tersenyum, kembali ia berkata.
“Semua kepandaian yang sicu gunakan, sebagian besar
justru merupakan ilmu paling lihay diri pelbagai perguruan,
dari sini lah dapat diketahui asal usul sicu yang sebenarnya,
cuma saja…….

544
“Cuma saja kenapa?”
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata, “Setelah
mengalami penyempurnaan pada jurus yang pertama, maka
jurus itu boleh dibilang sudah termasuk ilmu silat aliran Kiu ci
kiong, apalagi sejak jurus keatas, hakekatnya semua gerak
serangan itu merupakan jurus jurus ciptaan terbaru dari aliran
Kiu ci kiong”
Mendengar perkataan itu, mencorong sinar tajam dari balik
mata kakek berjubah hijau itu ditatapnya wajah Goan cing
taysu lekat-lekat, kemudian tegurnya, “Masih ada yang lain?”
“Pinceng terlalu bodoh, yang lain aku tak berhasil untuk
mengenalinya dengan tepat”
Mendengar sampai disitu, diam-diam kakek berjubah hijau
itu berpikir, “Ilmu silat aliran Kiu ci kiong belum pernah
diwariskan ke dunia luar, darimana keledai gundul ini bisa
mengetahui? Sekalipun jurus kesembilan tidak ia kenali,
namun prestasinya sudah cukup mengejutkan hati………”
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar ujarnya sambil
tertawa, “Ehmm………..tampaknya keturunan dari malaikat
silat memang tak sampai mengecewakan diriku”
Kakek berjubah hijau itu tertawa.
“Hwesio cilik, anggap saja matamu cukup tajam”,
setelah berhenti sejenak, lanjutnya, “Tapi, menurut
anggapanmu siapakah lohu?”
Pertanyaan ini segera membungkamkan diri Goan cing
taysu, ia bisa mengenali aliran jurus serangan yang digunakan

545
kakek berjubah hijau itu, lantaran ia pernah membaca isi dari
tulisan yang tercantum diatas Pek giok siau ciam (batas buku
batu kemala) dari istana Kiu si kiong milik Hoa In-liong.
Betul isi catatan itu hanya dilihat sepintas lalu, namun
dengan dasar kesempurnaan ilmu silat yang dimilikinya, hal
mana sudah terlebih dari cukup, itulah sebabnya ia kenal betul
gerakan silat aliran Kiu ci kiong….
Sebaliknya tentang keadaan dari istana Kiu cing kiong
sendiri, ia merasa gelap dan tak tahu, sudah barang tentu
iapun tak bisa menebak asal usul dari kakek berjubah hijau
itu.
Ketika dilihatnya Goan cing tasyu dibuat terbungkam, kakek
berjubah hijau itu menjadi amat gembira, ia tertawa terbahakbahak
dengan kerasnya, baru saja dia akan berbicara……
Tiba-tiba terdengar Cu Im taysu yang berada dibawah telah
berseru dengan lantang, “Pada dua puluh tahun berselang,
pinceng pernah mendengar Ui san su hau (empat tua dari Ui
san) membicarakan tentang sejarah Ciu ci sinkun serta
keadaan dalam istana Kiu ci kiong, konon harta karun yang
terdapat dalam istana tersebut tak terhitung jumlahnya, para
jago lihay yang berada disana pun rata-rata berilmu tinggi……”
Kakek berjubah hijau itu mengalihkan sinar matanya
memandang sekejap ke arah Cu Im taysu, ketika mendengar
ia berkata sampai disitu. tiba-tiba menambahkan, “Jumlah
seluruhnya adalah lima ratus tujuh puluh tiga orang”
Mendengar jawaban tersebut, Cu Im taysu segera berpikir,
“Kalau dilihat dari kehapalannya terhadap segala sesuatu
tentang istana Kiu ci ki ong, tak bisa diragukan lagi, orang ini
sudah pasti salah seorang diantaranya”

546
Berpikir demikian, diapun berkata, “Waktu itu, Kiu ci sinkun
semuanya menerima tiga puluh enam orang murid, tiga puluh
lima orang diantaranya ternyata berani bekerja sama untuk
membunuh…..”
“Tutup mulut!” tiba-tiba kakek berbaju hijau itu membentak
keras.
Dengan tenaga dalam yang dimiliki kakek berjubah hijau
itu, bentakan tersebut sungguh ibaratnya guntur yang
membelah bumi ditengah hari bolong, mereka yang berilmu
cetek seketika merasakan telinganya sakit seperti ditusuktusuk,
setengah harian lamanya tak bisa mendengar kembali,
sebaliknya mereka yang berilmu tinggi, merasakan hatinya
amat tersiksa.
Semua orang tahu, kata-kata selanjutnya sudah pasti
adalah, “membunuh guru sendiri menghianati perguruan”, dari
sikap gusar kakek berjubah hijau sekarang itu membuktikan
bahwa kakek itu sudah pasti datang dari istana Kiu ci kiong,
hanya beberapa orang yang mengetahui latar belakang
persoalan ini saja yang lamat-lamat mulai menebak siapa
gerangan kakek berjubah hijau ini, sedang lainnya masih tetap
tidak habis mengerti…..
Cu Im taysu tertawa-tawa, katanya kembali, “Seratus tahun
kemudian istana Kiu ci kiong telah muncul kembali, saat itulah
baru diketahui bahwa semua anggota istana telah tewas, tapi
Cho Thian-hua yang merupakan murid terbuncit dari tiga
puluh enam murid lainnya tak tampak ada disitu, konon Cho
Thian-hua telah mampus pada usia dua puluh tahun…….”
“Keledai gundul busuk, kau berani menyumpai lohu?” teriak
kakek berjubah hijau itu sambil tertawa dingin.

547
Walaupun secara lamat-lamat Cu Im taysu telah menduga
sampai kesitu, tapi pengakuan langsung dari kakek berjubah
hijau itu toh sempat menggetarkan kembali hatinya.
“Jadi Lo sicu benar-benar adalah Cho Thian-hua?”
tanyanya.
Kakek berjubah hijau itu tertawa angkuh. “Setiap manusia
didunia ini mengatakan lohu sudah mati muda,
haaahh…..haaahh…… haaahh…..siapa tahu usia lohu justru
jauh lebih panjang dari siapapun juga”
Kecuali para anggota Hian-beng-kau sejak dari Seng-sutpay,
Kiu-im-kau sampai para jago dari golongan Hiap gi, tak
seorangpun yang tidak merasa terkejut oleh kenyataan ini.
Haruslah diketahui, dalam anggapan umat persilatan, Cho
Thian-hua adalah seseorang yang sudah mati lama sekali, tapi
sekarang tahu-tahu sudah munculkan diri dihadapan umum,
sudah barang tentu kejadian ini segera menggemparkan
seluruh gelanggang.
Tapi hal itu masih merupakan masalah yang kedua masalah
yang terutama adalah pada masa lalu oleh karena Tang Kwiksiu
berhasil memperoleh kitab pusaka Thian hua cha ki milik
Cho Thian-hua, tiba-tiba namanya menjadi menjadi amat
tenar dalam dunia persilatan dan kini pencipta buku itu telah
muncul sendiri disini, rasa curiga dan ragu-ragu tentu saja tak
bisa dihindari.
Mendadak Bwe yok berbisik kepada kakek bercambang
yang berada disampinrgnya, dengan ilmu menyampaikan
suara.
“Ua huhoat, Kok See-piau telah merahasiakan sebagaian
besar keku atan perkumpulan Hian-beng-kau yang

548
sebenarnya, ini menandakan kalau ia tidak berhati ikhlas
dalam persekutuan ini”
Kakek bercambang itu bukan lain adalah pemimpin dari Kiu
im su-ciat (empat manusia sakti dari Kiu-im) yang bernama Un
Yong ciau, dibawah urutan namanya adalah Tu Cu yu, Khong
im serta Sik Ban cuan. Diantara empat orang ini, hanya Tu Cu
yu seorang yang tidak nampak.
Dengan kening berkerut Un Yong ciau segera berbisik pula
dengan ilmu menyampaikan suara.
“Lantas bagaimanakah pendapat kaucu?”
“Menurut pendapatanku, baik atau buruk kita harus bersiap
sedia untuk menghadapi segala sesuatu yang tak diinginkan
dari pihaknya”
“Jite telah membawa orang berjaga-jaga diluar lembah,
antara Mokau dengan kitapun sudah ada persetujuan diamdiam,
aku rasa sekalipun Kok See-piau mempunyai rencana
busuk, tak nanti ia bisa laksanakan seperti apa yang
diharapkan”
“Orang-orang Mokau tak bisa dipercaya janjinya” kata Bwe
Su-yok dengan nada dingin, “apalagi menanggulangi
kesusahan bersama-sama, betul Lu butoat berada diluar
lembah, tapi bisakah dia mencegah begitu banyak pekerjaan?”
“Agaknya kaucu sudah memiliki keputusan yang mantap,
silahkan diutarakan kepada hamba!”
Dengan sepasang matanya yang jeli, Bwe Su-yok
memperhatikan terus ke barak para pendekar, ketika
dilihatnya Hoa In-liong belum nampak juga, diam-diam ia
lantas berpikir, “Pertemuan besar ini sangat mempengaruhi

549
situasi dunia persilatan pada puluhan tahun selanjutnya, saat
ini pula antara yang lurus dan yang sesat saling beradu
kekuatan, sebagai orang yang memikul beban berat atas
persoalan ini, tak mungkin ia tak datang ke sini, janganjangan
ia sudah ketimpa musibah yang tak diharapkan?”
Saking kelamaan-nya berpikir akan hal itu, dia sampai lupa
memberi jawaban.
Un Yong ciau menjadi tertegun, dia ulangi sekali lagi
pertanyaan tersebut, saat itulah bwe Su-yok baru sadar dari
lamunannya dan buru-buru menentramkan pikirannya.
“Bersiap-siap sajalah kalian untuk turun tangan, katanya
kemudian dengan dingin.
Setelah berhenti sejenak, dia menambahkan, “Sebelum ada
perintah dariku, dalam keadaan yang bagaimanapun, kalian
dilarang turun tangan secara sembarangan”
“Kaucu!” kata Un Yong ciau dengan perasaan bimbang,
merurut hasil persekutuan, kita tiga perkumpulan akan bekerja
sama untuk membasmi para jago dari golongan Hiap gi lebih
dulu, dengan demikian sisa lainnya yang menyerah akan
menyerah, yang harus dibunuhpun akan dibunuh, setelah
kekuasaan dunia persilatan jatuh kepihak kita, kekuatan
keluarga Hoa pasti akan makin lemah, apakah menurut
pendapat kaucu dalam pembasmian nanti pihak perkumpulan
kita hanya akan berpeluk tangan menonton keramaian
belaka?”
“Tentu saja tidak” jawab Bwe Su-yok hambar, pokoknya
kalian lakukan saja setiap perintahku”

550
Setelah mereka mengambil keputusan secara diam-diam,
tampaklah Seng Tocu dan dua bersaudara Leng bou sekalian
juga sedang berunding dengan suara berbisik-bisik.
Tampak Leng hou Ki berpaling sambil berkata, “Toa
suheng, setelah Kok See-piau bajingan itu mempunyai tulang
punggung sebebat ini, tak heran ambisinya begitu besar dan
berani berniat untuk mencaplok seluruh dunia persilatan”
Seng Tocu mengalihkan sinar matanya untuk melirik
sekejap Kiu im su ciat, kemudian ujarnya, “Siapa bilang cuma
pihak Hian-beng-kau belaka? Semenjak perempuan bajingan
dari Kiu-im-kau mengundurkan diri, sebetulnya kukira pihak
mereka merupakan pihak yang terlemah, siapa tahu diantara
yang kuat masih ada pula yang lebih kuat, ditinjau dari
keaadaannya sekarang, sebagai pihak yang paling lemah
justru adalah pihak kita sendiri”
Dengan perasaan penasaran Leng hou Ki mendengus.
“Hmm, memangnya pihak kita masih lebih lemah dari pada
pikak Kiu-im-kau………?” serunya.
“Dalam persoalan ini, janganlah kau nilai sesuatu keadaan
dengan emosi……” kata Seng Tocu dengan nada berat, “sebab
bila kita berani bertindak secara gegabah, maka mungkin
sekali hanya ada satu dua orang saja dari pihak kita yang bisa
pulang kembali ke Seng-sut-pay. Makanya bila sampai terjadi
pertarungan nanti pihak kita tak boleh menempatkan diri pada
barisan paling depan!”
“Jadi kalau begitu, soal pembalasan dendam juga tak boleh
disinggung kembali” seru Hong Liong dengan kening berkerut.
“Yaa, aku pikir hal itu memang sulit untuk dilaksanakan!”

551
Agaknya Hong Liong serasa amat tidak puas, bibirnya
sudah bergerak siap berbicara.
Tapi pada saat itulah, terdengar Cho Thian-hua telah
berkata kembali, “Hwesio cilik, bila tiada urusan lain lohu akan
mulai turun tangan…..!”
“Tunggu sebentar sicu!” cegah Goan cing taysu “pinceng
masih ingin mengajukan sebuah pertanyaan lagi”
“Cepat diajukan! Lohu sudah amat gelisah sekali hingga
seluruh badanku terasa mulai gatal!” Goan cing taysu
tersenyum, katanya, “Ketua menghentikan pertarungan tadi,
kenapa sicu menghela napas lebih dulu kemudian baru
tertawa?”
Cho Thian-hua berpikir sebentar, lalu jawabnya,
“Memberitahukan soal ini kepadamu juga tak mengapa, ketika
munculkan diri untuk kedua kalinya ini, sebetulnya lohu
mengira sudah tiada tandingannya lagi didunia ini, siapa tahu
kau si hwesio cilik masih sanggup menandingi diriku, kejadian
ini sangat diluar dugaanku, sebab itulah aku menghela
napas…..”
“Tapi jika berbicara dari orang-orang yang lain didunia ini,
ternyata mereka tak mampu menahan sebuah pukulanmu, hal
ini sangat menggembirakan hatimu, maka kau tertawa
terbahak-bahak, bukankah demikian?” sambung Goan cing
taysu dengan cepat.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian-hua segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haahh……haaahhh…….haaahhh……bagus, bagus sekali,
Goan cing, kau memang pantas menjadi tandinganku”

552
“Terima kasih atas pujian dari sicu!”
Tiba-tiba Cho Thian-hua mandengus dengan suara dalam,
katanya lagi, “Goan cing, kau jangan keburu merasa bangga
lebih dahulu, bila berlangsung suatu pertarungan jarak lama,
sudah dapat dipastikan kemenangan berada dipihakku.”
Goan cing taysu tertawa hambar.
“Sicu memiliki ilmu silat yang luar biasa hebatnya, tentu
saja pinceng ketinggalan jauh sekali, tapi didunia ini masih
ada orang yang sanggup menandingi kepandaian itu”
“Hmmm, kau maksudkan Hoa Thian-hong?” jengek Cho
Thian-hua sinis, ketika muncul kembali ke dalam dunia
persilatan kali ini, akupun mendengar setiap orang
menyanjung-nyanjung dirinya setinggi langit, padahal dasar
terpenting dari ilmu silat adalah kesempurnaan dalam tenaga
dalam yang sudah mencapai seratus dua puluh tahun hasil
latihan ini…….? Hmm!”
Tiba-tiba Coa Wi-wi mendengus dingin.
“Hmm….!” Berlagak sok, tidak pandang sebelah mata
kepada orang lain, rasain kalau dikeokkan orang”
Cho Thian-hua segera mengalihkan sorot matanya dan
memperhatikan beberapa kejap diri Coa Wi-wi, sekalipun dia
adalah seorang gembong iblis yang lihay, bagaimanapun juga
usianya sudah terlalu lanjut, dia sendiri pun tak tahu sampai
kapan kehidupannya ini akan berlangsung.
Dalam suasana begini, ia merasakan juga dirinya yang
sebatang kara dan hidup tanpa sanak keluarga itu.

553
Betul selama ini, rasa kesepian tersebut masih dapat
diatasi, akan tetapi setelah bertemu dengan Coa Wi-wi yang
cantik jelita bak bidadari dari kahyangan, terutama sikap
polosnya yang manja dan menyenang kan itu, dengan cepat
mendatangkan perasaan simpatik dan senang dihatinya yang
tua, sebab itulah bukan saja ia tidak menjadi gurar oleh
sindiran-sindiran si nona, sebaliknya makin dilihat semakin
tertarik dan senang.
Akhirnya karena tak tahan, diapun berkata dengan lembut,
“Coa Wi-wi, jika kau bersedia menganggap lohu sebagai ayah
angkatmu, lohu jamin kau pasti akan menjadi seorang jago
paling lihay dalam dunia ini”
“Huuh……..! Kau sendiri saja bukan seorang jago lihay yang
tiada tandingannya di kolong langit, mana mungkin bisa
mendidik orang lain menjadi seorang jagoan yang paling
hebat didunia?” ejek Coa Wi-wi sambil mencibirkan bibirnya.
Mendengar perkataan itu, Cho Thian-hua segera tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahhh…..haaahhh……..haah………jika kau tak percaya,
tanya saja kepada kongkong mu!”
Dengan wajah serius Goan cing taysu berkata, “Pinceng
mengakui bahwa diriku memang bukan tandingan mu. Hoa
tayhiap berbakat bagus dan berilmu jauh diatas diri pinceng,
belum tentu sicu dapat menandinginya, cuma yang pinceng
maksudkan bukanlah Hoa tayhiap, melainkan sesorang yang
lain”
“Siapa?” tanya Cho Thian-hua dengan sepasang alis
matanya berkenyit.

554
“Menurut dugaan pinceng hari ini orang tersebut pasti akan
tiba disini, jika lo sicu mempunyai kegembiraan, silahkan saja
menunggu beberapa waktu lagi”
Cho Thian-hua kembali tertawa.
“Sebenarnya lohu ingin segera turun tangan melawanmu
tapi setelah mendengar perkataanmu itu timbul rasa ingin
tahu dalam hatiku, ingin kukelahui malaikat darimanakah yang
kau maksudkan itu? Heeeh…..heeeh……heeeh……sekalipun
perbuatanmu itu hanya suatu siasat untuk menunda waktu,
akupun merasa rela”
Lalu kepada Coa Wi-wi katanya pula sambil tartawa, “Budak
cilik, persoalan kita lebih baik dibicarakan pula nanti saja!”
“Bagaimana jika kau yang kalah!” seru Coa Wi-wi.
Cho Thian-hua tertegun, lalu sahutnya sambil tertawa,
“Aaah…! Hal ini tak mungkin terjadi” Coa Wi-wi gelengkan
kepalanya berulang kali. “Suatu kejadian kemungkinan besar
bisa terjadi manapun, aku lihat lebih baik kau mengambil
keputusana lebih dulu, dari pada sampai waktunya malu untuk
turun dari panggung!”
“Baiklah” kata Cho Thian-hua kemudian sambil tertawa,
“asal ada orang sanggup bertarung seimbang denganku, soal
penerimaan murid tentu saja tak akan dibicarakan lagi, selain
itu lohu akan menghadiahkan pula sebuah benda untukmu”
“Kalau sudah kalah bertarung nanti jangan mungkir lho!”
teriak gadis itu keras-keras.
Cho Thian hoa mengerutkan dahinya, ia hendak marah
rupanya, tapi senyum getir segera tersungging diujung
bibirnya.

555
“Budak cilik, kau anggap aku sebagai manusia apa?
Memangnya seperti bocah cilik saja seperti kau?”
Seraya berkata ia putar badan dan melayang turun dari
tangga istana…..
Mendadak terdengar Ci wi siancu tertawa dingin, kemudian
serunya, “Cho loji, sekarang ku suruh kau merasakan
kelihaiyan dari kami anggota perguruan Kiu tok sian ci!”
Waktu itu Cho Thian-hua sudah sampai ditengah jalan,
mendadak paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat
tubuhnya menyingkir sejauh enam tujuh kaki dari posisi
semula, setelah melirik sekejap ke arah Biau-nia Sam-sian
dengan perasaan gemas, ia pejamkan matanya dan berdiri
ditempat sambil mengatur pernapasan.
Sebagai manusia-manusia yang sudah terbiasa berwatak
tinggi hati, apalagi selama mengandalkan ilmu beracun dari
wilayah Biau belum pernah mengalami kegagalan, peristiwa
memalukan yang hampir saja merenggut nyawa mereka
bertiga ini membuat Biau-nia Sam-sian menjadi malu
bercampur gusar.
Semenjak tadi mereka sudah bertekad untuk membalas
dendam atas sakit hati itu, tapi sayang tenaga dalam yang
dimiliki Cho Thian-hua terlampau tinggi, bukan suatu
pekerjaan yang gampang buat mereka untuk meracuni jago
tersebut.
Lan hoa siancu yang cerdik segera mendapat akal bagus,
secara diam-diam ia memasang kembali tiga lapis racun jahat
disekitar beranda istana, ia menduga Cho Thian-hua yang bisa
masuk ke istana dengan gampang, pasti akan berlalu pula dari

556
situ dengan gegabah, betul juga ternyata kakek sakti itu
segera termakan oleh siasat mereka.
Apa yang dikatakan Lan hoa siancu sebagai delapan belas
lapis racun seperti yang diucapkan tadi, sebetulnya hanya
omong kosong belaka tapi dalam kenyataan ia memang sudah
memasang lima lapis racun disana, walaupun tidak sehebat
racun Kiu-tok-ciang, namun termasuk juga racun-racun yang
luar biasa hebatnya.
Siapa tahu dengan sangat mudahnya Cho Thian-hua
berhasil melewati tempat itu secara gampang, maka ketiga
macam racun yang disebarkan kali ini semuanya merupakan
racun-racun yang diciptakan belakangan ini. kehebatannya
tidak berada dibawah kehebatan racun Kiu-tok-ciang, apalagi
dipergunakan bersama, kelihayannya benar-benar
mengerikan.
Jilid 14
Kepandaian melepaskan racun dari wilayah Biau terhitung
tiada tandingannya didunia saat ini, semenjak Kiu tok siau ci
mengundurkan diri dari keramaian keduniawian, secara resmi
Lan hoa siancu lah yang memangku jabatan ketua perguruan,
lewat penyelidikan yang tekun, ilmu beracun yang mereka
miliki telah disempurnakan sedemikian rupa hingga
memperoleh kemajuan yang pesat sekali.
Betul diwajahnya Cho Thian hua bersikap seolah-olah tidak
pandang sebelah matapun terhadap perempuan-perempuan
suku Biau itu, sesungguhnya ia tak berani bertindak gegabah,
tanpa persiapan yang benar-benar sempurna bahkan diapun
tak akan berani menembusi pertahanan lapisan racun mereka
secara sembarangan.

557
Begitulah terdengar Li hoa siancu dengan perasaan cemas
berseru, “Taysu, cepat gunakan kesempatan ini untuk
membinasakan setan tua tersebut!”
“Lolap mana boleh mencari keuntungan dikala orang lain
belum siap?” pikir Goan cing taysu.
Berpikir demikian, ia lantas gelengkan kepalanya berulang
kali sambil berkata, “Sekalipun Cho Thian hua sudah
keracunan, namun tenaga serangannya masih cukup
mengerikan, tak boleh diserang secara gegabah!”
Menyaksikan Goan cing taysu enggan manfaatkan
kesempatan baik itu, diam-diam Lan hoa siancu merasa gemas
bercampur mendongkol sehingga menggertak gigi kencangkencang,
diam-diam makinya dihati, “Hwesio goblok, hanya
membuang buang tenagaku saja dengan percuma”
Bagaimanapun juga Goan cing taysu pernah
menyelamatkan jiwa mereka semua, maka ia merasa tak enak
hati untuk mendapratnya secara terang-terangan.
Sebagaimana diketahui, selamanya Biau-nia Sam-sian
bertindak menurut suara hati mereka sendiri, peraturan dunia
persilatan boleh dibilang tidak berlaku bagi mereka, sekalipun
begitu merekapun merasa tak enak untuk memaksa Goan cing
taysu untuk turun tangan.
Selain daripada itu, merekapun mengerti bahwa apa yang
diucapkan Goan cing taysu ada benarnya juga, seekor ular
kecilpun ingin hidup terus, apalagi manusia.
Betul Cho Thian hua sudah keracunan, tapi manusia lihay
itu masih tak boleh dipandang enteng, selain daripada itu,
mereka bertiga pun sadar bahwa kekuatan gabungan mereka

558
masih belum sanggup untuk menerima serangan terakhir
darinya, maka dari itu dengan perasaan apa boleh buat
terpaksa mereka membiarkan Cho Thian hua bersemedi untuk
mendesak keluar sari racun dari tubuhnya, Kok See-piau yang
menyaksikan kejadian itu tampaknya mereka tidak tenteram,
ia segera berkelebat kebawah dan mendekati ke samping Cho
Thian untuk bersiap siaga menghadapi segala sesuatunya
yang tak diinginkan.
Menyaksikan gerakan tubuhnya yang sangat cepat itu,
Biau-nia Sam-sian Kembali merasa terperanjat, mereka tak
menyangka kalau tenaga dalam yang dimiliki Kok See-piau
saat ini ternyata sedemikian sempurnanya.
“Suheng, bagaimana perasaanmu? tanya Kok See-piau
dengan suara yang lirih.
Tiba-tiba Cho Thian hua melototkan sepasang matanya
bulat-bulat, lalu menjawab dengan sinis, “Hmm, kalau cuma
sedikit racun begini, memangnya bisa mengapa- apakan
diriku?”
Tangan kanannya segera diluruskan ke depan dengan jari
telunjuk direntangkan ke depan, lalu bawa murninya
dikerahkan untuk menembusi kulit ujung jarinya, tampaklah
darah berwarna hitam setetes demi setetes menetes keluar
tiada hentinya.
Ketika menyentuh lantai, berbunyilah suara gemerincing
seperti suara tembaga yang beradu, dari sini dapat diketahui
betapa keras dan hebatnya sari racun tersebut.
Setelah setetes, kembali meleleh keluar setetes, kemudian
secara beruntun keluar dari belasan tetes darah hitam, saat
itulah darah yang hitam sudah mulai berubah menjadi merah,

559
tetesan yang keluar pun kian lama kian bertambah pelan
sebelum akhirnya berhenti sama sekali.
Ternyata waktu yang dibutuhkan untuk proses
penyembuhan ini berlangsung hampir sepernanak nasi
lamanya.
Kok See-piau mendengus, katanya, “Biar siaute yang
membekuk tiga orang perempuan rendah itu!”
“Tak usah sute, serahkan saja kepadaku” jawab Cho Thian
hua.
Sorot matanya segera dialihkan ke wajah Goan cing tasyu,
kemudian menambahkan, “Goan cing, kau telah menyianyiakan
suatu kesempatan yang sangat baik….”
Goan cing taysu mengerutkan dahinya, lalu berkata dengan
tertawa, “Maaf, pinceng tidak mengerti dengan apa yang sicu
maksudkan”
Cho Thian hua tertawa, katanya, “Sekalipun kalian cuma
berpura-pura sok jujur dan sok berbelas kasihan, cuma lohu
tetap menerima maksud baik itu, pokoknya aku tak akan
membuat menjadi penasaran!”
Senyumannya tiba-tiba lenyap, sambil berpaling ke arah
Biau-nia Sam-sian ia mendengus dingin.
Mendesak keluar racun yang dilepaskan pihak Kiu tok sian
ci dengan pengerahan tenaga dalam, boleh dibilang Cho Thian
hua merupakan orang pertama yang melakukannya, terhadap
kemampuan musuh yang amat dahyat itu, diam-diam Biau-nia
Sam-sian merasa amat terkesiap.

560
Kendatipun demikian, mereka enggan menunjukkan
kelemahannya dihadapan orang lain, melihat sikap musuh,
Lan hoa siancu segera berseru dengan dingin, “Berpura-pura
hebat, menggertak orang biar takut, tak mungkin gertakanmu
itu menjerikan hati kami, Ingat saja, hutang ini setiap saat
pasti akan ditagih oleh kami orang-orang dari Hu hiang kok”
Cho Thian hua mendengus gusar, agaknya ia berniat untuk
turun tangan, akan tetapi berhubung ia sudah kehilangan
banyak tenaganya dikala mendesak keluar sari racun dari
tubuhnya, dan lagi iapun tahu bahwa Goan cing tasyu tak
akan berpeluk tangan belaka, sebelum tenaga dalamnya pulih
kembali seperti sedia kala, ia tak berani turun tangan secara
gegabah.
Sambil menekan rasa gusarnya yang meluap-luap, dia
ulapkan tangannya seraya berseru, “Mari kita selesaikan dulu
upacara yang tertunda, bagaimanapun juga perempuanperempuan
itu tak bakal sanggup melarikan diri dari sini”
Setelah melirik sekejap kearah Biau-nia Sam-sian dengan
pandangan menyeramkan, bersama Kok See-piau ia berlalu
meninggalkan tempat tersebut.
Biau-nia Sam-sian pun segera menarik kembali jebakannya
dan bersama-sama Goan cing tasyu dan Coa Wi-wi
menggabungkan diri dengan para pendekar lainnya.
“Ibu……..!” dengan gembira Coa Wi-wi memanggil ibunya
sambil menubruk kedalam pelukan Coa hujin.
Oleh karena kekuatan musuh jauh lebih tangguh dan jauh
diluar dugaan, semua orang tak sempat untuk membicarakan
soal yang lain lagi.

561
sekembalinya ke barak sebelah barat, Bong Pay segera
bertanya, “Tasyu, sanggupkah kau untuk menangkan Cho
Thian hua?”
Goan cing tasyu melirik sekejap ke arah mimbar upacara,
dimana Kok See-piau sedang melaksanakan upacaranya
dengan hikmat, sementara para anggota perkumpulannya
yang semula berada didepan mimbar, kini telah beralih ke
belakang mimbar sehingga membicarakan tempat tersebut
sebagai suatu arena kosong, tampaknya mereka telah bersiapsiap
untuk turun tangan.
Goan cing tasyu mengatur sebentar pernapasan-nya lalu
menarik kembali sorot matanya, dengan tawa dia menjawab,
“Kalau berbicara menurut keadaanku yang lampau, sekalipun
tak bisa mengalahkan dirinya, paling tidak masih dapat
bertahan seimbang tapi kini hawa murniku sudah berkurang
banyak, sekalipun tidak menjadi halangan untuk bertarung
dengan jagoan lainnya, tapi untuk menghadapi jago
setangguh Cho Thian hua, lama kelamaan tenagaku pasti akan
bertambah merosot, aku pikir keadaan tersebut sulit bagiku
untuk mengatasinya”
Coa hujin yang mendengar perkataan itu menjadi terkejut,
segera serunya, “Kenapa kau orang tua….”
“Inilah yang dinamakan takdir” tukas Goan cing taysu,
“buat apa anak Siao musti banyak bertanya?”
Ketika mendengar perkataan itu, rasa murung dan kuatir
Bong Pay sekalian bertambah membara, sebetulnya semua
orang mengharapkan Goan cing taysu bisa menahan kelihayan
Cho Thian hua tapi keadaan tersebut ternyata tidak seperti
yang diharapkan, hal mana membuat posisi yang mereka
hadapi menjadi bertambah bahaya.

562
Tiba-tiba Coa Wi-wi berkata dengan manja, “Kongkong,
bukankah tadi kau mengatakan ada orang yang mampu
melawan Hoa bangka terse but, benarkah perkataanmu itu?”
“Tentu saja berar!” jawab Goan cing taysu sambil
tersenyum.
Bong Pay yang berada disampingnya menjadi tak tahan,
buru-buru tanyanya dengan cepat, “Siapakah jago lihay itu?
Apakah tausu bersedia memberitahukan kepada kami semua?”
Goan cing taysu tersenyum. “Tentu boleh saja!”
“siapa?” tanya Coa Wi-wi tak sabar lagi. Goan cing taysu
memandang sekejap ke arah semua orang yang hadir disitu,
kemudian katanya, “Orang itu bukan lain adalah ji kongcu dari
keluarga Hoa!”
Begitu ucapan tersebut diutarakan semua orang menjadi
tertegun, walaupun mereka sadar bahwa Goan cing taysu tak
akan berbicara sembarangan apalagi membohongi mereka,
tapi kenyataan tersebut sungguh membuat mereka tak
percaya.
Tiba-tiba Hoa Ngo berkata, “Sekalipun tenaga dalam yang
dimiliki Liong ji telah peroleh kemajuan yang amat pesat,
rasanya tak mungkin ia bisa mencapai taraf yang sedemikian
hebatnya bukan?”
“Tentu saja dibalik kesemuanya ini dikarenakan masih ada
alasan alasan tertentu…..”
Ketika berbicara sampai ditengah jalan, mendadak ia
merasa tak baik untuk menceritakan soal penggunaan Wao
kong koan teng yang telah digunakannya untuk menambah
tenaga pada diri Hoa In-liong itu kepada semua Orang, maka
secara tiba-tiba saja ia menutup mulut.

563
Melihat pendeta itu tutup mulut secara tiba-tiba, semua
orang lantas tahu bahwa dibalik kesemuanya itu pasti ada
sebab-sebab tertentu, maka merekapun tidak mendesak lebih
lanjut.
Dengan nada kuatir dan penuh perhatian Pek Soh gi
berkata”
“Liong ji terlalu berani dan sembrono, tentunya ia sudah
banyak mendatangkan kesulitan dan kerepotan pada diri
taysu?”
“Aaaah…! Kenapa Bong hujin musti berkata demikian….”
kata Goan cing taysu sambil tersenyum.
“Taysu, dimanakah Hoa ji kongcu pada saat ini?” mendadak
Tam Si bin yang berdiri disamping bertanya.
Haputule bertanya pula.
“Tolong tanya taysu, sampai kapan Hong ji baru akan tiba
disini? Kenapa ia tak datang bersama-sama taysu?”
Sekarang ia sedang repot menyembuhkan sekawan jago
lihay yang kena racun jahat dari Mo kau, dewasa ini para jago
lihay dari para perkumpulan besar telah berkumpul semua di
sini, inilah kesempatan yang paling baik baginya untuk
menolong mereka serta membebaskan orang-orang itu dari
ancaman musuh”
Dengan kening berkerut Ting Ji san segera menimbrung.
“Persoalan ini merupakan suatu masalah yang amat besar,
masa boleh membiarkan dia repot seorang diri? Sepantasnya
kalau ia minta bantuan dari rekan-rekan lainnya”

564
“Yaa taysu” kata Ho Kee sian, pula, “apakah kau dapat
menjelaskan kepada kami dimanakah Liong sauya berada saat
ini, lohu akan segera menyusul kesana”
Sekarang Hoa In-liong sudah menjadi pucuk pimpinan dari
para pendekar, ia dianggap sebagai satu-satunya harapan dari
semua jago, otomatis ke selamatan jiwanya amat menarik
pula perhatian semua rekan-rekan sealiran, maka
berbondong-bondonglah mereka mengajukan pertanyaan.
Goan cing taysu yang harus menghadapi berondongan
pertanyaan sebanyak itu menjadi kewalahan, akhirnya diapun
tidak berbicara apa- apa lagi kecuali menutup mulut sendiri
rapat-rapat.
Mendadak dari balik barak musuh, melompat keluar Sik Ban
cuan. Setibanya ditengah arena, serunya kepadanya para
pendekar yang berada dibarak seberang, Ku Ing ing berada
dimana?
BaIk-Cu Im taysu maupun Haputule jadi tertegun
dibuatnya, mereka sudah keheranan ketika dilihatnya Tiang
heng Tokoh tidak datang bersama Coa Wi-wi, sebenarnya
masalah ini sudah akan ditanyakan sedari tadi tapi karena
persoalan Hoa In-liong, urusan itu menjadi tersisihkan untuk
sementara waktu.
Setelah pihak Kiu-im-kau menegur secara langsung
sekarang, mereka baru mulai gelisah dibuatnya.
Dengan sepasang kening berkerut, Haputule bertanya
kepada Coa Wi-wi, “Nona Coa, apakah Giok teng hujin tidak
datang?”

565
Belum sempat Coa Wi-wi menjawab, tiba-tiba dari arah
mulut lembah terdengar seseorang menyahut dengan suara
dingin, “Tiang heng berada disini”
Ketika Coa Wiwi berpaling maka nampaklah dari balik jalan
tembus dimulut lembah itu, pelan-pelan muncul Tiang heng
Tokoh, di belakangnya mengikuti seorang perempuan cantik
berbaju ungu yang berambut panjang dan bergaun panjang
pula.
Diam-diam ia merasa amat gelisah, pikirnya, “Aaaii….! Mau
apa bibi Ku datang kemari?”
Ia lantas bangkit berdiri untuk menyambut kedatangannya.
Bong Pay, Cu Im taysu serta Hapulule sama-sama beranjak
pula dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari barak.
Disebelah sini ia merasa gelissh. Bwe Su-yok yang berada
diseberang sanapun tertegun, pikirnya pula.
“Sewaktu berada diluar kota Thian ki sut shia tempo hari,
sengaja aku mengikat janji ini, apakah dengan kecerdasanmu
masih tak jelas dengan maksud hatiku ini?”
Sementatara itu, Sik Ban-cian telah mengalihkan sinar
matanya memandang sekejap kearah Tiang heng Tokoh, lalu
sambil tertawa dingin, katanya, “Bagus, bagus sekali, akhirnya
kaudatang juga!” Sambil memutar badannya menghadap Bwe
Su-yok, ia memberi hormat dari kejahuan lalu berkata, “Harap
kaucu menurunkan perintah!”
Bwe Su-yok mengernyitkan alis matanya, dengan
memegang toyanya pelan-pelan ia bangkit berdiri.

566
“Kenapa musti merepotkan kaucu?” kata Un Yong ciau tibatiba,
serahkan saja persoalan ini kepada hamba”
“Dalam keadaan dan situasi semacam ini pun, kaucu
merasa perlu untuk memberikan sedikit keterangan dan
pertanggungan jawabnya didepan para enghiong yang sedang
berkumpul disini” kata Bwe Su-yok dingin.
Un Yong ciau merasa agak tertegun, lalu katanya, “Hamba
tak tahu, akan hamba iringi perjalanan kaucu”
Bwe Su-yok manggut-manggut, kedua orang itupun
berjalan menuju ketengah arena. Dengan pandangan hambar,
Tio heng Tokoh menyapu sekejap sekeliling arena, lalu sambil
ulapkan tangannya ia berseru, “Che giok kau boleh kesana”
Pui Che-giok tertegun, kemudian katanya, “Che giok
bersedia menemani no……. tootiang!”
Dengan dingin Tiang heng Tokoh berseru, “Bagaimanapun
juga kau adalah seorang kaucu dari suatu perkumpulan,
bersikaplah seperti dulu, nah pergilah!”
Ketika dilihatnya Pui Che-giok masih berdiri tak bergerak, ia
menghela napas dihati kemudian katanya dengan gusar,
“Bagaimana pun juga aku sudah bukan majikanmu lagi, kalau
kau tak mau turuti perkatanku juga terserah dirimu sendiri”
Mendengar perkataan itu, mula-mula Pui Che-giok agak
tertegun, menyusul kemudian air matanya jatuh bercucuran
membasahi pipinya, setelah memberi hormat ia berjalan
menuju kebarak sebelah barat.
Setelah berjumpa dengan empat orang itu, ia maju
menyongsong dengan cepat sambil katanya, “Kalian berempat
menonton dulu dari samping, bila nona menjumpai bahaya

567
nanti rasanya belum terlambat untuk turun tangan, sekarang
kalian tak perlu untuk maju menjumpai dirinya”
“Bila Pui” kata Coa Wi-wi dengan kening berkerut, “terangterangan
bibiku tak perlu datang, kenapa ia muski datang
mencari kesulitan buat diri sendiri?”
Dengan sedih Pui Che-giok menjawab, “Nak, masih banyak
urusan yang harus ia selesaikan, kau tak akan mengerti”
Sambil berkata, tak bisa ditahan lagi air matanya jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Dengan dahi berkerut Bong Pay segera berkata, “Cepat
atau lambat persoalan ini memang harus diselesaikan, biar
aku orang she Bong mencari orang-orang Kiu-im-kau untuk
mem bicarakan persoalan ini”
Seraya berkata dia lantas berjalan menuju ke arah Bwe Suyok.
Buru buru Pui Che-giok berseru, “Bong tayhiap, apakah kau
berbuat demikian untuk membalas budi kepadanya?”
Bong Pay berhenti, lalu sahutnya sambil berpaling, “Adakah
sesuatu yang tak benar?”
Kiranya ketika ia menderita luka parah dalam pertemuan
Kian ciau tay hwe tempo dulu, seandainya tiada selembar
daun lengci dari Giok teng hujin, mungkin jiwanya sudah
melayang.
Betul kejadian itu sudah lewat puluhan tahun, namun budi
kebaikan tersebut masih melekat didalam hatinya, ia merasa
budi tersebut harus dibalas walau berada dimana dan kapan
saja,

568
Pui Che-giok berkata, “Jika kau ikut munculkan diri, maka
suatu pertarungan sengit pasti akan berkobar, dan Kiu-im-kau
pasti akan turun tangan lebih dulu, itu berarti besar
kemungkinannya perkumpulan ini akan musnah paling dulu
dari muka bumi”
“Kalau bisa demikian hal ini lebih bagus lagi!” jawab Bong
Pay.
Tapi tahukah kau akan kesulitan yang dialami nonaku?
Bagaimanapun juga ia berasal dari Kiu-im-kau, dia tak ingin
menyaksikan Kiu-im-kau hancur berantakan dan musnah dari
muka bumi, apalagi kejahatan yang dilakukan pihak Kiu-imkau
tidak terhitung seberapa besar, bila ingin menjadi biang
keladi dari semua kejahatan yang berlangsung selama ini,
maka kita harus mencari langsung kepada pihak Hian-bengkau
serta Mo kau. Bong tayhiap, bila kau masih teringat
dengan kebaikan nona kami, maka kau harus memikirkan pula
kepentingan nona kami”
Bong Pay termenung sebentar, kemudian dengan kening
berkerut katanya, “Tapi jika pihak Kiu-im-kau membuka
serangan lebih dahulu, bagaimanapun juga kita harus
menghadapinya dengan sepenuh tenaga”
Pui Che-giok menghela napas panjang.
“Situasi jauh lebih serius dari orangnya, andaikata memang
sampai terjadi begini, terpaksa kita pun harus bertindak pula”
Agaknya Bwe Su-yok sendiripun merasakan pikiran-nya
gundah dan tak tenang, jarak yang sedemikian pendeknya
ternyata harus dilalui dalam waktu yarg relatif cukup lama.

569
Dalam waktu sekian panjang, pelbagai ingatan berkecamuk
dalam benaknya, tapi tak sebuah pun diantaranya yang bisa
membebaskan simpul mati yang sedang dihadapinya itu,
diam-diam ia menghela napas panjang.
Setelah berdiri tegak, ia memandang sekejap ke arah Tiang
heng Tokoh, kemudian dengan nada kesal serunya,
“Kau………”
Belum lagi perkataan tersebut dilanjutkan tiba-tiba
terdengar suara pekikan yang amat nyaring berkumandang
diangkasa dan memotong perkataan tersebut.
Suara pekikan tersebut mengalun diangkasa dan
berkumandang tiada hentinya, suara yang panjang dan
berkepanjangan membuat seluruh angkasa serasa ikut
begetar keras.
Tapi anehnya, walaupun suara pekikan itu amat nyaring,
namun dalam pendengaran semua orang justru terasa lembut
dan enak di dengar seperti jeritan burung hong atau naga, tak
bisa diragukan lagi pekikan nyaring itu jelas berasal dari
seorang jago persilatan yang berilmu tinggi.
Setiap jago yang hadir di arena segera berubah wajahnya,
mereka tahu bahwa disitu telah kedatangan seorang jago
persilatan yang berilmu sangat lihay.
Paras muka Cho Thian hua ikut berubah hebat, tiba-tiba
serunya dengan suara lantang.
“Apakah yang datang adalah Hoa Thian-hong?”
Suara pekikan nyaring itu makin mendekat dan akhirnya
berhenti, menyusul kemudian seseorang menjawab dengan
lantang.

570
Kalau hanya persoalan semacam ini saja buat apa musti
merepotkan kehadiran ayahku? Aku adalah Hoa Yang!”
Aaaa, dia adalah Jiko!” jerit Coa Wi-wi kaget.
Bibirnya segera bergetar siap berteriak memanggil pemuda
itu.
Tiba-tiba Coa hujin menegur dengan suara dalam.
Anak Wi, jangan berisik!
Diantara sekian banyak jago yang hadir disitu, Seng To cu
boleh dibilang paling terkesiap, sambil melompat bangun
gumamnya seorang diri.
Heran, ternyata bocah muda itu masih hidup, lagi pula
tenaga dalamnya telah memperoleh kemajuan sepesat ini,
heran, heran, sungguh mengherankan!
Kok See-piau menjadi tercengang dan tidak habis mengerti
pikirnya, “Heran, sedari kapan bocah cilik dari keluarga Hoa
memiliki ilmu silat selihay ini?”
Berpikir sampai disitu, dengan suara rendah ia pun berbisik,
“Asal bocah keparat itu munculkan diri nanti, harap suheng
membunuhnya dengan sepenuh tenaga”
“Apa yang musti dikatakan lagi” jawab Cho Thian hua
dingin.
Sorot matanya segera dialihkan keatas tebing sebelah timur
kemudian bentaknya, “Bocah keparat dari keluarga Hoa,
kenapa kau tidak turun kemari?”

571
Sementara itu, semua orang sudah tahu kalau suara
tersebut berasal dari puncak tebing sebelah timur, sorot mata
mereka semua segera dialihkan ke sana.
Dengan demikian, pertikaian antara Kiu-im-kau dengan Ku
ing ing pun menjadi tertunda untuk sementara waktu.
kedengaran Hoa In-liong tertawa nyaring kemudian
menegur, “Kau kah yang bernama Cho Thian hua?”
Mendengar ucapan tersebut, dengan kening berkerut Cho
Thian hua segera menghardik.
“Bocah keparat, tak tahu adat!”
Hoa In-liong kembali tertawa nyaring, ucapnya, “Orang
kuno bilang, hidup berusia tujuh puluh tahun manusia sudah
dianggap tua, tahun ini kau berusia dua kali tujuh puluh
tahun, seharusnya boleh dianggap orang tua yang sudah tua,
semestinya Hoa Yang harus menghormati kau sebagai seorang
locian pwe, sayangnya kau membantu kaum laknat berbuat
kejahatan dan mendatangkan bencana bagi umat persilatan,
jadinya akupun musti beranggapan lain terhadapmu”
Cho Thian hua menjadi gusar sekali setelah mendengar
perkataan itu, ia mendengus dingin, lalu dampratnya, “Bocah
keparat, bau tetekmu saja belum hilang, begitu berani kau
sindir lohu dengan kata-kata tak sedap, hmm! Lohu mesti
baik-baik memberi pelajaran kepadamu”
Hoa In-liong tertawa terbahak bahak.
“Haaahh……haaahh……haaahhh…..kalau ingin pelajaran
silahkan naik sendiri kemari, maaf kalau aku malas turun
kesitu”

572
Tak terlukiskan hawa amarah yang berkobar didada Cho
Thian hua, dia melirik sekejap ke arah Kok See-piau kemudian
katanya “Sute, biar Ih heng naik kesana untuk meringkus
bocah keparat tersebut……
“Untuk menghadapi bocah keparat dari keluarga Hoa,
kenapa suheng musti menurunkan gengsi sendiri?” jawab Kok
See-piau dengan kening berkerut, biar kuutus orang lain saja.
Dengan cepat Cho Thian hua gelengkan kepalanya
berulang kali.
“Ilmu silat yang dimiliki bocah keparat itu tidak lemah, aku
kuatir orang tak akan mampu mengapa-apakan dirinya”
“Selihay-lihaynya bocah keparat itu, aku tak percaya kalau
ia lebih hebat dari pada Leng lam it khi (manusia aneh dari
propinsi Leng lam), biar kuutus saja dirinya untuk meringkus
bangsat itu”
Cho Thian hua termenung dan berpikir sebentar, kemudian
sahutnya, “Baiklah!”
Kok See-piau lantas berpaling ke arah Leng lam it khi
seraya perintahnya, “Harap Koan lojin suka naik ke atas untuk
membekuk bajingan cilik itu….!”
0000O0000
56
Nama asli dari Leng lam it khi adalah Cu It koan, jarang
sekali umat persilatan mengetahui nama aslinya itu. Berbicara
soal ilmu silat, ia termasuk tiga orang terdepan dari
perkumpulan Hian-beng-kau, atau dengan perkataan lain,

573
diutusnya jago tua ini oleh Kok See-piau sesungguhnya
merupakan suatu kehormatan bagi Hoa In-liong.
Leng lam it khi memberi hormat lalu maju ke depan, tanpa
berbicara bayangan tubuhnya segera berkelebat lewat dan
lenyap dari pandangan mata…….
Para pendekar dibarak barat yang menyaksikan kejadian
itu, diam-diam merasa kuatir juga bagi keselamatan Hoa Inliong,
meski mereka sudah mendengar penjelasan dari Goan
cing taysu.
Tak sampai seperminum teh kemudiaa, tiba-tiba tampak
Leng lam it khi muncul diatas tebing sebelah timur, dari situ
jago tua tersebut berteriak dengan suara lantang, Lapor
sinkun, hasil pencarian menunjukkan bahwa bayangan tubuh
Hoa Yang telah lenyap tak berbekas”
“Tak mungkin bajingan cilik dari keluarga Hoa itu melarikan
diri pikir Kok See-piau.
Berpikir demikian dia lantas mendongakkan kepalanya
sambil berteriak keras, “Hoa Yang, kau betul-betul sudah
membuat malu orang-orang keluarga Hoa, kalau berani orang
sombong, kenapa sebelum bertarung sudah kabur lebih dulu?”
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, tiba-tiba
terdengar suara gelak tertawa yang amat nyaring
berkumandang datang dari atas tebing sebelah barat.
Dalam kejutnya, semua orang lantas berpaling kearah
mana berasal nya suara tersebut….
Tampak seorang pemuda tampan yang gagah perkasa
berdiri angker diatas puncak tebing sebelah barat dia
menggunakan jubah yang per-lente dengan pedang tersoren

574
dipinggang dan kipas ditangan, tampang maupun
dandanannya persis seperti seorang kongcu keturunan
hartawan.
Siapa lagi orang itu kalau bukan Hoa jiya dari bukit Im
tiong san?
Terdengar si anak muda itu tertawa terbahak-bahak,
kemudian dengan suara lantang berseru, “Kok See-piau, kau
punya mata seperti orang buta, kalau mengutus orang
semestinya diberitahu tempatnya yang tepat, buat apa kau
suruh dia ke puncak tebing seberang? Cho Thian hua kau
yang menyebut dirinya sebagai Liok tee sin sian pun sungguh
tak becus, masakah kau tak tahu kalau aku orang she Hoa
berada disini?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, bukan saja Cho Thian
hua dan Kok See-piau menjadi malu bercampur gusar, bahkan
kawanan jago lihay lain pun diam-diam merasa malu sendiri.
Tiba-tiba terdengar Coa Cong gi bertanya, “Kongkong
bukankah adik Im liong berada di tebing seberang? Sedari
kapan ia sudah berpindah tempat?”
Walaupun Goan cing taysu berada disampingnya, akan
tetapi berhubung pemuda ini sudah terbiasa bicara keras dan
nyaring, maka pertanyaan itupun dapat didengar oleh setiap
orang yang berada dibarak tersebut.
Berhubung sebagian besar memang tidak tahu keadaan
yang sebenarnya, maka para jago yang berada dalam barak
itu sama-sama memusatkan perhatiannya untuk ikut
mendengarkan penjelasan tersebut.
Goan cing taysu tersenyum, kemudian katanya, “Sejak awal
sampai akhir Liong ji bersembunyi terus diatas puncak tebing

575
itu, tapi dengan pantulan hawa murninya yang sempurna ia
telah mengirim getaran suaranya ketebing seberang, sehingga
hal mana membuat orang mengira kalau dia ada disitu
padahal sesungguhnya tidak demikian, pemutaran posisi yang
sebenarnya ini cukup membingungkan banyak orang, cuma
saja sebelumnya aku sudah tahu lebih dulu, maka aku tak
sampai terkecoh pula olehnya”
Mendengar keterangan tersebut, Hoa ngo segera tertawa
rendah, katanya. “Sejak kecil bocah ini dasarnya memang
binal, tak disangka dalam situasi beginipun ia masih tak lupa
untuk mempermainkan pihak Hian-beng-kau, betul-betul
kebangetan”
Hoa In-liong dibesarkan bersama dengannya dalam
perkampungan, kebinalan mereka boleh dibilang setali tiga
uang, ini membuat hubungan kedua orang ini sangat akrab
melebihi siapa pun.
Karenanya meski ia berbicara dengan nada menegur,
padahal tak terbendung rasa girangnya yang meluap dihati.
Dalam pada itu, Cho Thian hua telah tertawa dingin tiada
hentinya.
“Heehh……heehh…..hheeeh…….kalau Cuma menghimpun
tenaga menyalurkan getaran suara mah terhitung suatu
kepandaian kecil, jauh kalau dibandingkan pembagian suara
berubah menjadi getaran, bocah keparat, apa yang musti kau
banggakan?”
“Haaah…..haaahh…..haah…siapa bilang aku merasa
bangga?” jawab Hoa In-liong sambil tertawa nyaring, “aku
cuma merasa bahwa perkumpulan anda cukup menggelikan
hati”

576
Kok See-piau berusaha keras untuk menekan hawa
amarahnya yang berkobar dalam hatinya, kemudian tertawa
seram.
“Hoa Yang!” dia berseru “Hoa Thian-hong takut mampus
tak berani datang, kalau memang kau yang dikirim untuk
menghantar kematian, setelah sampai disini kenapa tidak
turun kemari?”
Hoa In-liong tertawa.
“Aku lihat napsu membunuh Sin kun sudah berkobar-kobar,
apalagi bermaksud mencabut nyawaku, aku orang she Hoa
merasa takut sekali, buat apa aku musti turun untuk
menghantar kematian?”
Jawaban ini segera membuat Kok See-piau menjadi
tertegun, tapi sejenak kemudian sambil tertawa dingin
katanya, “Keluarga Hoa bisa muncul keturunan macam kau
hemm…hemm….. betul-betul suatu kejadian yang sangat
aneh”
Hoa In-liong tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…. haaahhh…..haaahhh…. ucapan Sinkun
memang benar, benar aku memang terhitung keturunan
paling tak becus dari keluarga Hoa”
Saking mendongkolnya, kalau bisa Kok See-piau ingin
mencincang tubuh Hoa In-liong menjadi berkeping keping,
maka ketika dilihatnya ia gagal memancing pemuda itu turun
ke bawah, sebenarnya ia ingin mengutus orang untuk naik lagi
ke atas, tapi iapun merasa tindakan ini terlalu gegabah dan
menurunkan derajat sendiri, maka untuk sesaat ia hanya
berdiri termenung tanpa mengetahui apa yang musti
dilakukan.

577
Menyaksikan ia terbungkam, Hoa In-liong memutar biji
matanya, lalu berkata sambil tertawa, “Kok See-piau, aku
orang she Hoa mempunyai suatu persoalan maha besar yang
bisa membuat kau merasa amat terkejut, inginkah kau untuk
mendengarnya?”
“Di kolong langit masih belum ada persoalan yang bisa
membuat pun sinkun merasa terkejut” jawab Kok See-piau
dingin.
“Oooh…… jadi kalau begitu, kau tak ingin mendengarnya?”
ucap Hoa In-liong sambil tertawa.
Kok See-piau tertawa dingin, pikirnya”
Entah apa yang menyebabkan bajingan cilik itu bersikap
demikian?”
Mendengar dari balik barak sebelah tengah melompat
keluar seseorang yang langsung berseru kepada Hoa In-liong.
“Keparat cilik she Hoa, kau mempunyai berita apa yang
cukup mengejutkan bagi orang? Bila Kok See-piau enggan
mendengarkan, biar lohu saja yang mendengarkan”
Semua orang segera mengalihkan perhatian-nya ke arah
orang itu…..
Dia adalah seorang kakek bermata merah yang bertulang
kening tinggi dengan pipi yang peyot, rambutnya disanggul ala
iman tapi mengenakan baju preman, bentuk wajah aneh sekali
dan ternyata tak dikenali oleh kawanan jago yang hadir disitu.
Meski demikian semua orang tak berani mentertawakan
keanehan bentuk wajahnya sebab setiap orang tahu bahwa

578
pelbagai macam manusia telah berkumpul disitu, kalau orang
ini tidak memiliki ilmu silat yang lihay, tak mungkin dia berani
angkat bicara di hadapan orang banyak.
Hoa In-liong mengaaihkan sinar matanya ke wajah orang
itu, ketika dikenalinya sebagai Kiong Hau, ia lantas tertawa
terbahak bahak
Haaahh…….haaah…….haaahh…….rupanya kau, kemana
larinya Gai Gi hong?”
Dari dalam barak segera melompat keluar Im heng jiu
(tangan sakti angin dingin) Gai Gi hong yang bercodet dipipi
kirinya dengan mata tunggal itu, katanya dengan nyaring,
“Ada urusan apa kau panggil loya mu?”
“Haahh……haaahh…… haaahh…….mungkin saja kalian
bukan cuma berdua saja, tapi diantara sekian banyak
manusia, kalian toh tetap tersendiri dengan kekuatan yang
minim, tiada keuntungan apa-apa yang bisa kalian raih dari
sini, menurut anjuranku, alangkah baiknya kalau mumpung
masih ada kesempatan, cepat kabur sejauh-jauhnya dari sini”
“Kentut busukmu!” bentak Gai Gi hong gusar.
“Yaa, yaa, sekarang tidak percaya, tunggu saja nanti! Tahu
rasa bakalnya”
Tiba-tiba terdengar Pho Siu berseru dengan nyaring, “Paras
muka saudara Kiong telah mengalami perubahan berat, maaf
jika siaute tak bisa mengenali dirimu. Aku tahu bahwa kau
serta Saudara Gui mempunyai dendam sedalam lautan dengan
keluarga Hoa, meski Hoa Goan siu sudah mampus, Bun Siau ih
serta anak cucunya masih hidup segar bugar, itu berarti kita
menghadapi musuh yang sama, apa salahnya jika kalian

579
berdua pindah saja kemari dan duduk bergabung dengan kami
semua?”
“Siaute datang kemari cuma menonton keramaian belaka,
dan tidak berniat mencari permusuhan dengan orang, maksud
baik saudara Phoa biar kuterima dihati saja” kata Kiong Hau
hambar.
Ketanggor batunya, merah padam selembar wajah Phoa Siu
karena jengah, diam-diam dampratnya, “Tua bangka sialan,
betul-betul tak tahu diri!”
Dalam pada itu terdengar Hoa In-liong berkata lagi sambil
tertawa.
“Kiong Hau, aku orang she Hoa menghormati dirimu
sebagai seorang enghiong yang gagah perkasa, andaikata
kau……”
“Tak usah banyak bicara” tukas Kiong Hau dengan cepat,
“lohu tidak ambil perduli apakah kau akan menghormati diriku
atau tidak?”
Hoa In-liong tertawa hambar ujarnya, “Paham yang berada
tak mungkin berkomplot anggap saja aku orang she Hoa
terlalu banyak mulut”
Setelah berhenti sejenak, ia berkata lebih jauh, “Kau tahu
kemana perginya Tang Kwik-siu?”
Tiba-tiba terdengar Hong liong berseru dengan suara
menyeramkan, “Kemana lagi? Tentu saja pergi membunuh
habis kalian kawanan manusia munafik yang berlagak sok
suci!”

580
Hoa In-liong pura-pura tidak mendengar akan pembicaraan
tersebut, katanya lebih lanjut, “Kau tahu Tang Kwik-siu
mengandung maksud keji dengan menanam bahan peledak
disekeliling lembah ini, dia bermaksud membasmi kita semua
jikalau keadaannya tidak menguntungken”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua orang merasa
terperanjat, betul mereka tidak percaya seratus persen, toh
sinar mata semua orang di alihkan jaga kearah orang-orang
Mo kau, tidak terkecuali pihak Hian-beng-kau maupun Kiu-imkau.
Hong liong menjadi gusar sekali sehabis mendengar
perkataan itu, bentaknya keras-keras, “Bajingan cilik kau lagi
berkentut!” Hoa In-liong tertawa.
“Kalau bukan begitu, kemana kaburnya gurumu?”
“Ciss! Kau anggap jejak guru taoya mu pantas
diberitahukan kepadamu?” kata Hong Liong gusar.
“Haahh……haahh…..haahh…. tentu saja tidak pantas, tapi
aku merasa agak curiga terhadap gerak-gerik gurumu
belakangan ini”
“Anjing kecil tak usah mengaco belo” teriak Hong Liong
gusar, “suhu toayamu tereng-terangan berada di……”
Mendadak ia menyadari akan kehilafannya buru-buru
mulutnya membungkam kembali.
Tadi justru dengan sikapnya yang berusaha merahasiakan
jejak gurunya ini, orang malah semakin curiga terhadapnya,
sinar mata semua orang semakin lekat mengawasi wajah nya,
seakan-akan mereka semua berusaha untuk mencari suatu
titik kecurigaan dari mimik wajahnya.

581
Dasar berangasan, hal mana kontan saja membangkitkan
hawa amarah dalam hatinya namun ia lebih-lebih tak sanggup
untuk berbicara lagi.
Waktu itu Hoa In-liong berdiri seorang diri diatas puncak
tebing dengan kawanan jago dari dunia persilatan berada
dibawah lembah, walaupun berhadapan dengan musuh
tangguhh ternyata sikapnya berbicara maupun menggoda
orang amat leluasa, seakan-akan ia tak pandang sebelah
matapun terhadap orang lain, ini membuat pihak Hian-bengkau,
Kiu-im-kau serta Mo kau dibuat agak keder juga.
Setelah dikacau oleh anak muda itu, situasi dalam arena
berubah menjadi lebih kuat, melihat itu Bwe Su-yok
mengerutkan dahinya, lalu dengan ilmu menyampaikan suara
bisiknya kepada Un Yong ciau serta Sik Ban-cian, “Huhoat
berdua, situasi semacam ini sama sekali bukan saat yang
paling baik untuk menyelesaikan pelbagai persoalan”
“Tapi bagaimanapun juga penghianat itu harus diberi
hukuman!” seru Sik Ban-cian cepat-cepat dengan ilmu
menyampaikan suara pula.
“Sik huhoat!” tegur Bwe Su-yok dengan suara dalam,
“apakah kau ingin menyaksikan perkumpulan kita hancur dan
musnah dari muka bumi?”
Baik Un Yong ciau maupun Sin Ban-cian bukannya tidak
tahu bahwa pertarungan yang terjadi pasti akan mengundang
campur tangan dari pihak para pendekar, seandainya
pertempuran sengit sampai berkobar, lantas pihak Hian-bengkau
dan Mo kau hanya berpeluk tangan belaka, sudah bisa
dipastikan pihak Kiu-im-kau akan terancam bahaya besar.

582
Berpikir sampai kesitu, Sik Ban-cian segera mengerutkan
dahinya rapat-rapat dan tidak berbicara lagi.
Dipihak lain, Coa Wi-wi telah memutar biji matanya kian
kemari, tiba-tiba ia peroleh akal bagus, maka dengan ilmu
menyampaikan suara Coa im ji mi, bisiknya kepada Tiang
heng Tokoh, “Bibi Ku, mengertikah kau akan maksud
kemunculan jiko itu?”
Tentu saJa Tiang heng Tokoh mengerti bahwa kemunculan
Hoa In-liong tak lain adalah hendak mengacau suasana
sehingga membuat pihak Kiu-im-kau tidak mampu melakukan
niatnya.
Diam-diam ia berpikir, “Aaaai……! Bocah, buat apa kau
musti berbuat demikian?”
Sementara itu terdengar Coa Wi-wi berkata lagi, “Bibi Ku,
jika kau menyayangi perkumpulan Kiu-im-kau maka
sepantasnya jika kau mengundurkan diri lebih dulu, berilah
kesempatan kepada kami untuk menghadapi Hian-beng-kau
atau Mo kau terlebih dulu”
Tiang heng Tokoh berpaling, bibirnya bergetar seperti
hendak mengucapkan sesuatu, namun niat itu kemudian
dibatalkan.
Menyaksikan keadaan tersebut, Coa Wi-wi tahu bahwa
hatinya sudah tertarik, ia menjadi girang sekali, cepat
teriaknya lagi, “Bibi Ku, cepat kemari!”
Diam-diam Tiang heng Tokoh berpikir, “Berbicara tentang
persoalan ini, aku memang kalah dalam penyusunan rencana,
tapi urusan telah berkembang menjadi begini, bagaimanapun
juga aku harus mencari suatu cara yang baik untuk
menyelesaikan masalah ini…..” berpikir sampai disitu, tiba-tiba

583
ia menganggukkan kepalanya kepada Bwe Su-yok, lalu tanpa
mengucapkan sepatah katapun, ia putar badan dan
meninggalkan tempat itu menuju ke arah barak para
pendekar, lalu bersama-sama Bong Pay sekalian berempat
masuk ke dalam barak.
Bwe Su-yok dan Un Yong ciau hanya membungkam diri
menyaksikan kepergiannya, sedangkan Sik Ban-cian telah
membuka mulutnya hendak menegur, tapi niat itu kembali
dibatalkan secara tiba-tiba.
Mendadak terdengar Seng To cu berkata dengan suara
dingin.
“Pemimpin partai kami adalah seorang pemimpin yang jujur
dan cemerlang, tak mungkin kaucu kami akan melakukan
perbuatan rendah semacam itu. Hoa Yang! Kau memfitnah
orang dengan tuduhan yang bukan-bukan, tidakkah merasa
bahwa perbuatanmu ini telah menghina semua orang didunia
ini…….?”
Selama ini Hoa In-liong memperhatikan terus gerak-gerik
Tiang heng Tokoh, ketika dilihatnya perempuan itu berhasil
digerakan hatinya, diam-diam ia menghembuskan napas lega.
Maka ketika mendengar perkataan itu, ia lantas tertawa
panjang, kemudian sahutnya.
“Percuma saja kau berkata demikian, meski kau sangkal
beribu kali, sebelum kalian terangkan dimanakah Tang Kwiksiu
berada sekarang, jangan harap bisa menghilangkan rasa
curiga semua orang terhadap partai kalian……”
Beng Wi cian dari pihak Hian-beng-kau tiba-tiba berkata.

584
“Lapor sinkun, bocah keparat itu agaknya sedang mengaco
belo sambil mengulur waktu!”
Kok Se piau manggut-manggut.. “Akupun tahu, menurut
pendapatmu apa yang harus kita lakukan?”
“Kewajiban bocah keparat itu sedang berusaha untuk
mencegah pihak Kiu-im-kau mencari gara-gara dengan Ku Ing
ing, lebih baik Sinkun perintahkan saja kepada pihak Kiu-imkau
agar turun tangan, kita lihat saja apakah bocah keparat
dari keluarga Hoa itu bakal turun kemari atau tidak……..?”
“Dalam pertemuan Kian ciau Hong, im hwee mengalami
kerugian yang paling parah lantaran pihak mereka membuka
serangan lebih dahulu, setelah ada contoh yang begini jelas,
sudah pasti Bwe Su-yok tak akan sudi membuka serangan
terlebih dulu”
Beng Wi cian termenung sebentar, kemudian jawabnya,
“Seandainya hamba membawa orang untuk membantu
dirinya, Bwe Su-yok pasti akan turun tangan terhadap Ku Ing
ing dengan lega hati”
Kok See-piau berpikir sebentar, lalu berkata, “Siasat ini
memang cukup baik, tapi kalau hanya kekuatanmu seorang
rasanya terlampau lemah, belum tentu Bwe Su-yok mau turun
tangan dengan lega hati, biar Toan bok Thamcu serta Cui
thamcu ikut serta dalam operasi ini”
Setelah merundingkan dengan matang, Kok See-piau
mendongakkan kepalanya kembali, lalu sambil tertawa dingin
katanya,
“Hoa Yang, jika kau punya minat, silahkan saja menunggu
perkembangan selanjutnya dari atas sana!”

585
Hoa In-liong adalah seorang manusia pintar, melihat itu dia
lantas berpikir, Kok See-piau sekalian bukan sekawanan
manusia bodoh, jangan-jangan maksud hatiku telah diketahui
mereka?”
Dalam hati ia berpikir demikian, diluar katanya sambil
tertawa, Maaf, aku orang she Hoa masih ada urusan penting
lainnya, aku tak bisa menemani kalian lebih jauh”
Selesai berkata, dia lantas memutar badannya dan lenyap
dibalik tebing curam sana.
Tindakannya ini kelewat mendadak dan sama sekali diluar
dugaan, seketika itu juga semua orang dibikin tertegun oleh
sikapnya itu.
Dengan kening berkerut Li hoa Siancu berguman, “Heran
permainan setan apalagi yang sedang dilakukan Liong ji?”
Sesudah berhenti sejenak, tanyanya kepada Goan cing
taysu, “Taysu apakah kau tahu akan hal ini?”
Sambil tertawa Goan cing taysu gelengkan kepalanya
berulang kali.
“Lolap sendiripun dibuat tidak habis mengerti” jawabnya.
Beng wi ciau tertegun pula oleh tindakan pemuda tersebut,
dengan penuh kecurigaan, dia berbisik.
“Sinkun, keparat Hoa adalah manusia yang licik dan
berbahaya, jangan-jangan tindakannya itu disertai dengan
suatu rencana busuk?”
“Rencana busuk apakah itu?” tanya Kok See-piau dengan
kening berkerut.

586
“Hamba sendiripun kurang jelas, apakah perlu kita lepaskan
tanda rahasia agar orang-orang diluar lembah menghadang
jalan perginya?”
Kok See-piau menggelengkan kepalanya berulang kali,
tukasnya.
“Jangan! Kawanan manusia itu belum tentu bisa mengapaapakan
dirinya, dengan tindakan tersebut justru tempat
persembunyian mereka akan ketahuan.
Tiba-tiba Cho Thian hua menimbrung. “Sute, kenapa kau
musti risau oleh perbuatan bajingan cilik itu? Yang aneh itu
tak aneh, kalau aneh pasti kalah, memangnya kau kuatir
bajingan cilik itu bisa terbang ke langit?”
“Benar juga perkataan suheng!” kata Kok See-piau.
Dia lantas ulapkan tangannya seraya berseru.
“Laksanakan seperti yang direncanakan semula!”
Beng Wi ciau bertiga segera mengiakan dan bersama-sama
melompat turun dari atas mimbar, lalu mereka memberi
tanda, puluhan orang anggota Hian-beng-kau anak buah
ketiga orang thamcu tersebut serentak keluar dari barisan dan
mengikuti mereka menuju ketengah arena.
Bwee Su-yok melirik sekejap kearah mereka dengan dingin,
lalu serunya. “Kalian bertiga…..”
Sambi! menjura jawab Beng Wii ciau, “Kami sekalian
mendapat perintah dari sinkun untuk membantu perkumpulan
anda!”

587
Tiba-tiba Bong Pay tertawa dingin, lalu serunya, Bagus
sekali kalau memang ada orang luar yang ikut campur dalam
persoalan ini, aku orang she Bong sekalipun tak akan berpeluk
tangan belaka.
Bersama Cu Im taysu dan Coa Wi-wi, mereka segera tampil
kembali keluar barak.
Tam Im bin tertawa tergelak.
“Dengan Kui Heng, aku mempunyai perjanjian untuk
melangsungkan pertarungan, tentu saja akupun tak bisa
berpeluk tangan belaka” katanya, Selesai berkata diapun
beranjak.
Haputule bangkit berdiri dan tanpa mengucapkan sepatah
katapun segera berjalan keluar dari barak itu, Tiang heng
Tokoh betul-betul merasa apa boleh buat, diapun sadar bahwa
cepat atau lambat suatu pertarungan pasti akan berlangsung,
setelah menghela napas, katanya kepada Pui Che-giok yang
berada disampingnya dengan lirih, “Akupun tak akan
mengurusi dirimu lagi, kalau kau ingin turun tangan, turun
tanganlah sehendak hatimu!”
Ketika Sik Ban-cian menyaksikan kemunculan Haputule,
hawa amarah dalam hatinya segera berkobar, dengan penuh
kegusaran bentaknya.
“Bangsat keparat, tempo hari kau berhasil melarikan diri,
hari ini mari kita beradu kekuatan lagi”
Haputule tertawa dingin, dengan langkah lebar dia
menghampiri Sik Ban-cian.
Agaknya Sik Ban-cian sudah tidak sabar lagi menghadapi
sikap angkuh musuhnya.

588
sambil mendengus marah ujung bajunya segera dikebaskan
ke depan melancarkan sebuah serangan, sementara tangan
kanannya dengan jurus Im kay kian jit (awan menyingkir
kelihatan matahari) dengan disertai tenaga pukulan Yu cing
ciang, diam-diam dilontarkan ke depan dibalik kebutan ujung
bajunya itu.
Jurus serangan ini teramat keji dan kejam kalau berganti
dengan orang lain, mereka pasti akan berusaha untuk
menghindari serangan yang datang lebih duluan.
Berbeda dengan Haputule, dalam tubuhnya mengalir darah
ksatria dari suku Fibu lo, yang terkenal karena pantang
mundurnya, sambil tertawa dingin cahaya emas di tangan
kanannya berkelebat lewat dan langsung di bacokkan ke atas
kepala Sin Ban-cian.
Ketika terjadi pertarungan diluar kota Gi sui shia tempo
hari, nyaris lengan Sik Ban-cian terpapas kutung oleh jurus
serangan tersebut, maka setelah menghadapi ancaman yang
sama kini, cepat-cepat tubuh nya berkelebat ke samping, dari
pukulan tangan kanannya berubah menjadi serangan jari yang
langsung menusuk Ke dada kiri Haputule.
Menghadapi serangan itu, Haputule membentak keras,
tubuhnya berputar kencang menghindari datangnya serangan
jari tangan itu, lalu cahaya emas berkelebat lewat dan
menyergap turun kebawah.
Sik Ban-cian tidak menyangka kalau musuhnya pantang
mundur dan bertarung bukan dengan cara seorang jago lihay,
melibat ujung pedang lawan sudah tiba didepan mata,
terpaksa dia harus menyalurkan hawa murninya ke ujung baju
sebelah kanan dan menyambut datangnya ancaman itu.

589
Begitu saling membentur, kedua belah pihak segera
berpisah kembali, Sik Ban-cian mundur sejauh beberapa kaki
dari posisi semula, tanpa menimbulkan sedikit suarapun, tahutahu
ujung baju kanannya sudah terpapas kutung sebagian.
Belum lagi dua gebrakan, dia harus menelan kekalahan
yang tragis, hal mana segera membangkitkan bawa amarah
yang luar biasa dalam hatinya, bentaknya keras-keras.
“Haputule hari ini kalau ada kau tak akan ada aku!”
Senjata totokan jalan darahnya yang terbuat dari emas
segera dicabut keluar, kemudian dengan garangnya menubruk
ke depan.
Haputule tertawa dingin, ejeknya pula.
Tentu saja kalau ada aku tak akan ada kau!
Ketika dilihatnya serangan dari Sik Ban-cian sangat ganas
dan hebat, ia tak berani bertindak gegabah, dihadapinya
serangan musuh itu dengan penuh tenaga.
Senjata penotok jalan darah milik Sik Ban-cian ada dua
depa panjangnya, sementara pedang emas dari Haputule
cuma lima inci dan lebih mirip dengan sebuah mainan kanakkanak
dari pada senjata pembunuh, meski begitu cahaya
tajam yang memancar keluar amat menyilaukan mata.
Orang bilang: Satu inci lebih panjang, satu inci lebih
pendek, satu bagian lebih berbahaya.
Dengan sistim pertarungan bergerilya, Haputule selalu
manfaatkan setiap kesempatan untuk melancarkan serangan
mematikan.

590
Didalam genggamannya, pedang pendek itu berkembang
seolah-olah sebilah pancuran cahaya tajam yang dua depa
panjangnya, jurus-jurus serangan yang ampuh dan kekuatan
yang dahsyat merubah senjata tersebut seakan-akan bukan
sebilah pedang pendek saja.
Sebagaimana diketahui, pedang emas itu merupakan
senjata paling tajam dalam dunia persilatan dewasa itu, ketika
gurunya Sung Tang lay merajai daratan Tionggoan tempo
hari, sebagian besar adalah berkat keampuhan pedang itu, hal
mana pada akhirnya sampai memancing perhatian banyak
jago silat yang bersama-sama mengincar senjatanya itu.
Sik Ban-cian termasuk diantara Kiu im su ciat (sembilan
manusia bengis empat manusia sakti) semenjak lima tahun
berselang telah menggetarkan sungai telaga, tenaga dalam
nya bukan saja amat sempurna, jurus serangannya pun
ampuh.
Muski demikian, pada saat ini ia tak berani bertindak
gegabah, dengan wajah serius dan mengembangkan ilmu
langkah Loan ngo heng sian tun hoat senjata penotok jalan
darahnya diputar kian kemari mengkombina sikan serangan
telapak tangannya dengan ilmu Yu cing cang.
Walaupun posisi tersebut hakekatnya seimbang dan tidak
diketahui siapa lebih tangguh, namun bagi penglihatan orang
lain, Haputule justru berada pada posisi diatas angin.
Diam-diam para jago dari tiga perkumpulan besar merasa
terkejut bercampur keheranan, mereka tidak menyangka kalau
Haputule sesungguhnya memiliki ilmu silat selihay ini.
Tam Sin bin melirik sekejap kearah Cui Heng, kemudian
katanya sambil tertawa.

591
“Cui tham cu, kesempatan baik seperti ini jarang bisa
ditemukan, bagaimana kalau sekarang juga kita laksanakan
janji kita sewaktu berada di mulut lembah tadi?”
Cui Heng mengerutkan dahinya, tanpa berbicara lagi dia
meloloskan senjata poan koan pitnya, kemudian maju ke
depan sambil melancarkan serangan.
Tam Si bin tertawa terbahak-bahak, ia tidak menggunakan
senjata, telapak tangan kanannya di ayunkan kemuka, sebuah
pukulan yang amat dahsyat segera dilontarkan ke depan.
Sungguh dahsyat serangan tersebut, bukan saja tenaganya
kuat, desingan angin serangannya juga tajam.
Cui Heng mendengus dingin, tubuhnya berkelebat
kesamping, menggunakan kesempatan tersebut dengan jurus
Ci thian hia tee (menuding langit menggaris bumi) dia
berputar kesamping menyerang Tam Si bin dari sayap kiri.
Tam Si bin berdiri tak berkutik, telapak tangannya kembali
diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan.
Tenaga pukulannya berat dan kuat, desingan tajam
memekikkan telinga, Cui Heng tak berani menyambut dengan
kekerasan, cepat dia bergeser ke samping sambil buru-buru
berganti jurus serangan.
Kok See-piau yang mengikuti jalannya pertandingan itu dari
kejauhan segera mengerutkan dahinya setelah menyaksikan
kejadian tersebut katanya kemudian, “Tua bangka itu sudah
berhasil dengan ilmu sakti Kui goat sinkangnya, Cui thamcu
mungkin bukan tandingannya”

592
Tiba-tiba Pi Ci liang berkata, “Lohu mempunyai sedikit
perselisihan dengan setan tua itu, berilah perintah itu
kepadaku”
“Harap Pi tianglo tunggu sebentar” cegah Kok See-piau
mengulapkan tangannya.
Pelan-pelan sorot matanya dialihkan kewajah Seng To cu.
Melihat itu, Seng To cu segera tertawa terbahak-bahak.
“Samte, Sute, kalian turunlah ke arena. Dua bersaudara
Lenghou segera mengiakan dan bersama-sama masuk ke
dalam arena.
Coa Wi-wi segera menghadang jalan pergi mereka, serunya
sambil tertawa merdu, “Saudara berdua, bagaimana jika
pertarungan di bukit Tiong san tempo hari kita lanjutkan di
sini saja!”
Lenghou Yu melototkan sepasang matanya dengan buas,
serunya sambil menyeringai seram, “Budak cilik, kau jangan
sombong Lenghou loya mu akan segera menjumpai dirimu”
Tangan kanannya diayunkan ke depan, sebuah pukulan
segera dilontarkan ke arah Coa Wi-wi dari kejauhan.
Coa Wi-wi memutar tangannya dan balas mencengkeram
pergelangan tangan Lenghou Yu, sementara tangan kirinya
diayun ke depan menolak tubuh Lenghou Ki, sembari
bentaknya.
“Lebih baik kalian berdua maju ke depan bersama-sama
saja” Lenghou Ki tidak menyangka kalau gadis itu berani
menentang mereka berdua, damprat nya dengan mendongkol.

593
“Budak busuk!”
Sebuah pukulan kembali dilontarkan ke depan.
Diam-diam Coa Wi-wi berpikir, Situasi semacam ini tak baik
untuk melangsungkan pertarungan dengan beradu
kekerasan……….
Maka sambil tertawa cekikikan dia lantas bertekuk
pinggang dan menghindarkan diri dari sergapan kedua orang
itu.
Gerakan tubuhnya amat lincah, enteng dan cepat, jauh
melebihi dua bersaudara Leng hou, setelah ia mengambil
keputusan untuk bertarung ala gerilya maka percumalah
serangan gabungan dari bersaudara Lenghou, sekalipun
lapisan telapak tangan mereka me nyelimuti seluruh angkasa
dan tenaga serangan mereka bagaikan bukit ia tetap bisa
bergerak kian kemari secara leluasa, malahan setiap kali
sempat melancarkan pula sebuah pukulan balasan yang
dahsyat.
Ketika Toan bok See liang dan Beng wi ciau menyaksikan
Cui Heng makin terdesak dibawah angin setelah bergebrak
dua puluh jurus melawan musuhnya, mereka saling bertukar
pandangan sekejap, lalu Toan bok See liang maju ke depan
menghampiri kedua orang itu.
Bong Pay mendengus gusar, baru saja ia hendak
menghalangi jalan perginya, tiba-tiba terdengar Hoa Ngo
membentak marah, “Bajingan anjing!”
Ia melayang keluar dari baraknya dan langsung menyergap
diri Toan bok See liang.

594
Semenjak melangkah ke depan tadi, Toan bok See liang
sudah menduga kalau tindakannya ini pasti akan dihadang
orang, ia telah bersiap siaga semenjak tadi, maka begitu
disergap tiba-tiba saja sebuah pukulan dilontarkan ke depan
Dalam waktu singkat, kedua orang itu sudah terlibat dalam
suatu pertarungan yang amat seru.
Sebagai seorang jago yang berakal panjang, ketika Beng
Wi cian menyaksikan Bong Pay serta Cu Im tayiu hanya berdiri
disamping saja, ia tahu bahwa percuma untuk menolong Cui
Heng yang keteter, maka dia lantas membatalkan niatnya
untuk turun tangan dan mengalihkann kembali perhatian-nya
untuk mengikuti jalannya pertarungan antara Cui Heng
melawan Tam Si bin tersebut.
Berhubung pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau maupun Mo
kau tak ingin membiarkan jago-jago lihaynya mampus duluan
ditangan para pendekat kaum lurus, maka berusaha keras
menghindarkan diri dari pertarungan terbuka dengan
lawannya, walaupun pertarungan ditengah arena berlangsung
dengan seru, namun para pemimpin dari pelbagai ke lompok
justru hanya menonton belaka dari sisi arena tanpa berniat
untuk campur tangan.
Cuma setiap orang tahu bahwa suatu pertarungan terbuka
tak akan terhindar, akhirnya salah satu pihak diantara mereka
akan menjadi kelompok pertama menjadi bulan-bulanan
musuh, tentu saja setiap kelompok berharap agar bukan
kelompoknya yang menjadi sasaran.
Dalam padaa itu, Kiong Hau dan Gui Gi hong telah kembali
lagi ke dalam barak sepeninggal Hoa In-liong, ternyata mereka
betul-betul hanya berindak sebagi penonton belaka.

595
Jumlah manusia yang berkumpul di barak sebelah tengah
merupakan jumlah yang terbanyak, tapi sembilan puluh
persen merupakan kawanan manusia yang berilmu rendah.
Tentu saja semua pihak tahu bahwa diantara sekian banyak
orang, pasti terdapat pula jago-jago lihay yang berilmu tinggi,
namun mereka tidak tertalu mmemperhatikan, tentu saja
pihak kaum lurus lebih lebih tidak memperhatikan pula.
Pihak Hian-beng-kau, Kiu-im-kau dan Mo kau masingmasing
mempertinggi terus ke waspadaannya selama
pertemuan ini berlang sung, mereka kuatir sejarah dalam
pertemuan Kian ciau tay hwe dimasa lalu terulang kembali,
mereka takut munculnya suatu kelompok baru secara tiba-tiba
yang akan mengeruhkan suasana.
Itulah sebabnya selain selalu waspada mereka
mempertahankan pula kekuatan inti masing-masing sebagai
persiapan untuk menghadapi segala kemungkinan yang tak
diinginkan.
Diantara sekian banyak orang, Kok See-piau boleh dibilang
paling sibuk, secara diam-diam ia mengutus orang orangnya
pula untuk melakukan penyelidikan secara diam-diam apakah
ada jago lihay yang terlepas dari pengawasan mereka.
Suasana yang paling bertentangan dan saling curiga
mencurigai ini tentu saja tak dapat mengelabuhi para
pendekar, diam-diam semua orang mulai merundingkan dan
mencari akal untuk membasmi jago lihay lawan sebanyakbanyaknya
dengan pengorbanan sekecil mungkin.
Dalam pada itu, pertarungan sengit telah berlangsung
hampir setengah jam lamanya, ketiga kelompok manusia yang
sedang bertempur masih tetap memperhankan diri dengan

596
seimbang, hanya posisi Cui Heng yang berhadapan dengan
Tam Si bin saja kian lama kian bertambah gawat.
Kok See-piau yang menyaksikan kejadian itu, segera
berseru dengan suara dalam.
“Mo tianglo, Ui Tianglo, harap kalian menggantikan
kedudukan Cui thamcu!
Im san tiang koay serta Lau san in siu Ki Shia leng yang
menerima perintah segera beranjak, dan secepat kilat
bergerak mendekati Ciu Heng serta Tam Si bin.
Waktu itu, Tam Si bin telah berada diatas angin, ketika
menyaksikan gelagat tak baik, dia lantas berpikir.
Kalau aku tidak buru-buru melancarkan serangan
mematikan, kesempatan baik ini pasti akan lenyap dalam
sekejap”
Berpikir demikian, hawa napsu membunuhnya segera
berkobar, tiba- tiba ia membentak keras, “Ciu Heng!”
Dalam waktu singkat hawa pukulan yang terhimpun dalam
telapak tangan Tam Si bin menjadi berkali-kali lipat lebih
dahsyat desingan angin tajam yang memekikkan telinga,
sungguh membetot sukma rasanya.
Inilah bertanda kalau tenaga sakti Kui goan sinkang dalam
tubuhnya telah disalurkan hingga mencapai pada puncaknya.
Dalam waktu singkat, bayangan telapak tangan yang
berlapis-lapis segera menyelimuti sekujur tubuh Cui Heng
rapat-rapat.

597
Cui Heng sebagai Lee Ti thamcu dalam perkumpulan Hianbeng-
kau sesungguhnya memiliki kepandaian silat yang cukup
menjagoi dunia per silatan, tapi untuk melawan tenaga
serangan dari Tam Si bin yang maha dahsyat itu, ia justru
terdesak hebat dan berulang kali menjumpai mara bahaya…..
Beng Wi cian menjadi terkesiap menyaksikan kejadian itu,
ia tak berani sangsi lagi, cepat tubuhnya bergerak ke depan.
“Sambut dulu sebuah pukulanku ini!” mendadak Bong Pay
membentak keras.
Tubuhnya maju ke depan menghadang jalan pergi orang
itu, sebuah pukulan segera dilontarkan ke muka.
“Bong Wi cian membentak nyaring, sepasang telapak
tangannya segera didorong pula ke depan menyambut
datangnya ancaman tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaam……..!” suatu ledakan keras menggelegar di udara,
kedua orang itu sama-sama tergetar keras akibat benturan
tersebut.
“Pada saat yang bersamaan Tam Si bin telah membentak
nyaring, dengan jurus Ban tiong tiau goan dia hajar bahu kiri
Cui Heng keras-keras.
Sedimikian dahsyatnya pukulan ini sehingga tubuh Cui
Heng mencelat ke depan, isi perutuya hancur remuk, darah
kental mengucur keluar tiada hentinya dari bibir.
Cui Heng tidak berdiam diri belaka, dengan sisa kekuatan
yang masih dimilikinya mendadak poa koan pit dalam
genggamanya disambitkan ke ulu hati Tam Si bin….

598
Mengetahui akan datangnya ancaman bahaya, buru-buru
Tam Si bin mengegos kesamping menghindarkan diri dari
serangan itu, namun sayang bahunya tak sempat ditarik
kebelakang……
Dengan tenaga sambitan yang begitu besar dari senjata
poan koan pit tersebut, tak ampun lagi bahu kirinya terhajar
telak sehingga tembus kedalam tulang.
Detik itu juga Ui Sia ling telah menerjang tiba dengan
wajah dingin membesi dan penuh perasaan dendam, jagoan
dari bukit Lau San ini secara kilat melontarkan sebuah pukulan
dashyat ke depan. Setelah bahu kirinya tertusuk poan coan
pit, gerak-gerik Tam Si bin menjadi tidak leluasa, ditambah
lagi rasa sakit yang menusuk tulang, membuat gerak-geriknya
semakin lamban…
Ketika dilihatnya serangan dari Ui Sia ling meluncur tiba,
cepat-cepat ia memutar badannya lalu sambil menggigit bibir
mundur dari posisi semula.
Meleset dengan serangannya yang pertama, Ui Sia ling
memburu ke depan dan siap melontarkan serangan yang
kedua.
Tiba-tiba cahaya tajam berkelebat lewat didepan mata,
seorang kakek berjubah hijau telah maju sambil melepaskan
sebuah tusukan kilat.
Dengan dahi berkerut ia menegur, “Apakah Lau Ik tiong
yang telah datang?”
Begitu mundur tubuhnya bergerak maju kembali,
pedangnya menyambar ke depan dengan tak kalah cepatnya.

599
“Benar, inilah Tiam cong siang kiam!” sahut Lau Ik tiong
dingin.
Jilid 15
Di tengah pembicaraan tersebut, suara benturan senjata
berkumandang berulang kali, dalam waktu singkat kedua
orang itu sudah saling menyerang sebanyak empat lima kali.
Dipihak lain, Co Im taysu telah terlibat dalam pertarungan
sengit melawan Im san toa koay sedangkan Ciang Pek jin dari
Tiam cong siang kiam bertarung melawan ji koay,
pertempuran berlangsung amat seru.
Sesungguhnya Im san toa koay (manusia aneh pertama
dari buku Im san) Mo Ciang lam bukan tandingan Cu Im
taysu, apa mau dikata watak Cu Im taysu belakangan ini
semakin lembut dan penuh welas kasih, apabila bukan karena
terpaksa dia enggan melukai lawannya, sebab itu mereka
berdua bertarung seimbang.
Dalam pada itu, Tam si bin telah mengundurkan diri keluar
arena, dengan tangan kirinya mencekal gagang poan koen pit,
sambil menahan sakit ia cabut keluar senjata tersebut, betul
sudah menggetarkan gigi, namun tak urung mengucur juga
peluh sebesar kacang kedelai dari jidatnya, darahpun mengalir
keluar dengan amat derasnya…….
Buru buru Pek Soh gi menghampirinya sambil
membubuhkan obat luka diatas mulut luka tersebut.
Dengan tewasnya Kui Heng, pertarungan berlangsung
makin seru, walaupun sebagian besar kawanan jago dari Hianbeng-
kau yang turun ke gelanggang saat ini, namun kekuatan

600
Hian-beng-kau pula yang terhitung paling besar dan tangguh,
karena sebagian besar jago lihaynya belum sampai turun
tangan.
Kok See-piau yang pandai membawa diri, diam-diam
merasa murung juga setelah menyaksikan kekuatan yang
sebetulnya dari pihak kaum pendekar, pikirnya, “Pihak
keluarga Hoa saja belum menampilkan diri tapi pertarungan
sudah demikian sulitnya, jika Hoa Thian-hong dan Bun Siau ih
turun serta dalam pertarungan, bukankah kemenangan bagi
pihak kami lebih tiada harapan lagi?”
Berpikir sampai disitu, kewaspadaannya makin meningkat,
ia merasa jika antara tiga perkumpulan besar masih terdapat
saling curiga mencurigai maka hal mana merupakan suatu
kerugian besar bagi pihaknya. Maka kepada Tang Bong liang
dia berkata “Tang thamcu, kau cepat mengirim utusan untuk
menghadap Seng To cu serta Bwe Su-yok…”
“Sinkun ada pesan apa?” tanya Tang Bong liang agak
tertegun.
Kok See-piau termenung sejenak, kemudian katanya, “Utus
orang untuk menyampaikan kata-kataku, katakan bahwa pun
sinkun, beranggapan bahwa keadaan musuh saat ini jauh
berbeda dari keadaan dulu, apalagi pihak keluarga Hoa sama
sekali tak nampak batang hidungnya, kita butuh suatu kerja
sama yang kuat, bila saling curiga mencurigai terus niscaya
kita akan ditunggangi orang lain, keadaan tak bisa ditunda
lagi, jika setuju harap mereka mengirim jago-jago lihay nya
kedalam arena dan bersama-sama membasmi musuh, tanya
kepada mereka bagaimana pendapatnya….?”
Selelah berhenti sejenak, terusnya, “Hanya itu saja
pesanku, nah sekarang boleh kau sampaikan kepada mereka!”

601
Tang Bong liang segera membungkukkan badannya
memberi hormat, dan mengundurkan diri dari mimbar.
Tak selang beberapa saat kemudian, Tang Bong liang
muncul kembali dengan wajah berseri, katanya.
“Lapor Sinkun, Seng To cu dan Bwe Su-yok telah
menyatakan kesanggupannya untuk mengangkat Sinkun
sebagai pimpinan”
Kok See-piau tertawa hambar, katanya kemudian, “Bwe Suyok
serta Seng To cu adalah manusia-manusia pintar, tentu
saja mereka dapat mempertimbangkan untung ruginya”
Berpaling kearah Cho Thian hua, dia berkata lagi.
“Harap suheng bersedia membantu dengan sepenuh
tenaga!”
Cho Thian hua manggut-manggut.
“Tentu saja!” katanya.
“Orang-orang lainnya tak perlu dirisaukan, kuserahkan saja
Goan cing si hwesio tua itu untuk suheng”
“Jangan kuatir sute, serahkan saja semuanya kepadaku!”
jawab Cho Thian hua dengan angkuh.
Kok See-piau mengalihkan kembali sinar matanya kearah
para pendekar dibarak barat, mendadak hawa napsu
membunuh menyelimuti seluruh wajahnya, tiba-tiba ia
mendongakan kepalanya dan tertawa seram, serunya seperti
orang kalap, “Hoa Thian-hong! Hoa Thian beng Loh” akan ku
papas kutung sayap- sayapmu, akan kulihat sekalipun kau

602
berilmu tinggi, dengan cara apa akan kau kuasahi dunia
persilatan?
Haaahhh.. .haahhhh……..haaahhh…hari ini kalian kawanan
manusia yang munafik, yang berlagak sok suci dan gagah
akan kutumpas habis dari muka bumi……!”
Tiba-tiba ia menghentikan gelak tertawanya dan pulih
kembali dalam ketenangan semula, sambil mengulapkan
tangannya dia berkata, “Harap kalian semua mengikuti pun
sinkun!”
Selesai berkata ia berjalan turun lebih dulu dari mimbar
diikuti Cho Thian hua, Leng lam it khi sekalian jago.
Seng To cu yang menyaksikan hal itu dari kejahuan segera
beranjak, seraya berkata, “Semua murid Sang sut pay
dengarkan baik-baik, separuh tinggal disini, separuh yang lain
ikut diriku”
“Dengan memimpin Hu yan Kiong, Hong Liong, sekalian
enam tujuh puluh orang mereka berjalan menuju ke tengah
arena.
Bwe Su-yok yang menyaksikan hal tersebut segera
mengangkat pula toya kepala setannya ke udara, Hong Im,
Lee Kiu-it sekalian yang berada dalam barak segera
munculkan diri ke tengah arena, merekapun meninggalkan
separuh bagian anggotanya ditempat semula.
Situasi berubah dengan cepatnya, para pendekar kaum
lurus yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat
terperanjat.
Lan hoa siancu segera menyumpah, “Cucu iblis, tampaknya
mereka lebih cerdik daripada siapapun!”

603
Dengan suara keras Bong Pay berseru, “Urusan telah
berkembang menjadi begini, mari kita beradu jiwa dengan
mereka!”
Tubuhnya berdiri kaku ditempat semula, hawa murni
segera dihimpun kedalam telapak tangan dan melancarkan
serangkaian serangan berantai.
Dalam waktu singkat, angin puyuh menderu-deru, desingan
angin tajam yang disertai sambaran guntur lamat-lamat
terdengar jelas, sungguh hebat serangan tersebut.
Benq Wi cian kontan terdesak hebat oleh serangan dahsyat
dari Pek lek ciang tersebut, tubuhnya mundur beberapa
langkah dengan sempoyongan, darah panas bergolak dalam
dadanya ia merasa isi perutnya sudah terluka parah.
Tiba-tiba terdengar Cu Im taysu membentak keras, senjata
sekop peraknya memancarkan sinar tajam yang menyilaukan
mata, dalam waktu singkat Im sam toa koay Mo Ciong lam
terbungkus dibalik kabut cahaya perak yang tebal dan
berlapis-lapis itu.
Agaknya beberapa orang itu sudah bertekad untuk
menyelesaikan pertarungan secepat mungkin, karena itu
serangan-serangan yang dilontarkan semakin dahsyat dan
menggila.
Separuh bagian jago-jago dari Kiu-im-kau dan Mo kau
sudah terjun kearena sedangkan anak murid Hian-beng-kau
dari tingkatan baju biru keatas sebagian besar sudah terjun ke
gelanggang pertempuran, jumlah mereka mencapai tiga ratus
orang lebih.

604
Serangan gabungan ini ibaratnya air bah yang menggulung
datang, sedemikian dahsyatnya sehingga membuat para jago
yang bernyali kecil sudah merasa keder dulu sebelum
pertarungan berlangsung.
Dari pihak pendekar kaum lurus, dari Tian tay pay, Tiam
cong pay serta bekas anak buah Sin-ki-pang bersama-sama
sudah terjun ke dalam arena pertarungan.
Sebaliknya Goan cing taysu cuma duduk memejamkan
mata seakan-akan tidak melihat akan terjadinya pertarungan
tersebut, Coa hu jin menjadi tercengang setelah menyaksikan
kejadian itu, dia ingin menegur tapi niat tersebut segera
diurungkan, akhirnya tanpa mengucapkan sepatah katapun ia
terjun pula dalam arena pertarungan.
Pek Soh gi tidak suka segala macam pertarungan, maka ia
hanya bertugas menolong yang terluka dan mengobati mereka
dalam barak.
Pihak Thian tay pay meninggalkan pula tiga orang
muridnya yang terlemah dalam barak, sedang yang lain
hampir sudah terjun semua ke arena pertarungan
Coa Cong gi sekalian kaum muda yang paling bersemangat,
mereka saling berebut terjun ke arena dan menyikat musuh
yang dijumpainya.
Cahaya golok, hawa pedang serasa menyelimuti angkasa,
teriakan dan bentakan keras menggelegar memecahkan
kesunyian, suara bentrokan senjata, jeritan ngeri memekikkan
telinga, sungguh mengerikan suasana pertempuran waktu
itu……

605
Dalam waktu singkat darah telah berceceran membasahi
lantai, tumpukan mayat bergelimpangan di sana sini
menambah seramnya suasana disekitar tempat itu.
Tiang heng tokoh selalu berusaha untuk menghindari murid
Kiu-im-kau, ia bergerak mendekati orang-orang Hian-bengkau,
tapi saat itulah terdengar Khong Im membentak gusar,
“Ku Ing ing, berhenti kau!”
Segulung angin pukulan yang berat bagaikan bukit,
langsung menindih keatas kepalanya.
Dengan cepat ia mengegos ke samping, tapi Khong Im
menerjang lebih jauh, karena apa boleh buat terpaksa Tiang
heng Tokoh mengebaskan senjata hudtimnya dan terlibat
dalam pertarungan sengit melawan Khong Im.
Su kong tongcu Ke Thian tok dari Kiu-im-kau yang
menyaksikan kejadian itu dengan cepat berpikir,
“Bagaimanapun juga, hari ini Ku Ing ing tak boleh dibiarkan
pergi dengan selamat!”
Berpikir demikian dia lantas menerjang ke muka sambil
melancarkan sebuah pukulan.
Pui Che-giok yang selama ini mengikuti dibelakang Ku Ing
ing, segera mengerutkan dahinya setelah melihat kejadian itu,
“Criiing!” pedang mustikanya diloloskan dari sarung, kemudian
dengan jurus Pat boa hong yu (hujan angin di delapan
penjuru) dia sergap diri Kek Thian tok.
Baru saja Kek Thian tok melepaskan serangan-nya, tibatiba
ia merasakan matanya menjadi silau kemudian bayangan
pedang memenuhi angkasa, dalam kagetnya cepat-cepat ia
menjejakkan kakinya ke tanah dan melompat ke samping.

606
Pui Che-giok membentak keras, pedangnya kembali
diayunkan ke depan melakukan pengejaran.
Kek Thian tok menjadi naik darah, bentaknya, “Perempuan
sialan, kau anggap pun tong cu jeri kepadamu?”
Sambil memutar telapak tangannya ia menerjang ke depan,
dua orang itu segera terlibat dalam suatu pertarungan yang
amat seru.
Selama ini yang menjadi titik perhatian pihak Kiu-im-kau
tak lain adalah Tiang heng Tokoh, maka begitu terjun ke
arena, Le Kiu-it, Seng Yu san dan Huan Tong sekalian segera
mengurung perempuan itu rapat-rapat.
Ho Ke sian dan Si Jin kiu yang menjumpai keadaan itu,
dengan cepat memimpin para bekas anggota Sin-ki-pang
untuk menyerbu kearah situ.
Tiba-tiba terdengar Bong Pay membentak keras, jurus
serangannya berubah, deruan angin geledek mendadak
terhenti, kemudian tubuhnya maju ke depan, sepasang
telapak tangannya diayunkan kemuka dengan kecepatan
bagaikan sambaran petir.
Beng Wi cian menggetarkan sepasang bahunya karena tak
kuat menahan tekanan lawan, sambil menjejakkan kakinya ke
tanah, cepat-cepat dia melompat kesamping untuk
menghindarkan diri.
Tujuan Bong pay dengan serangannya itu justru
menginginkan musuhnya mundur, maka begitu lawan
bergerak kebelakang, dia lantas membentak nyaring, “Kena!”
Sepasang telapak tangannya dibalik, seperti seekor ular
lincah, tiba-tiba menerjang ke depan.

607
Keempat buah serangan berantai yang di lancarkan ini tak
lain adalah jurus serangan yang tercantum dalam kitab Ci yu
jit ciat (tujuh kupasan dari Ci yu) bagian bawah, nama aslinya
adalah Liok cu hun dan terdiri dari empat jurus.
Kitab tersebut sudah lama hilang dari peredaran dunia
persilatan, tapi dalam penggalian harta diistana Kiu ci kiong,
kitab tersebut berhasil ditemukan kembali, bukan saja
kekuatannya luar biasa, perubahan jurus nya sakti dan diluar
dugaan, jauh lebih he bat dari pada tiga jurus “Menyerang
sampai mati”
Sejak mendapatkan ilmu sakti ini, baru pertama kali ini
Bong Pay mempergunakannya untuk menghadapi lawan, bisa
dibayangkan betapa dahsyatnya ancaman tersebut.
Ketika bertarung melawan Hoa In-liong di kota Si ciu
beberapa bulan berselang, Beng Wi cian kehilangan jarinya
justru dalam ketujuh jurus serangan ini, luka itu belum lama
sembuh dan kesannya masih mendalam sekali, walaupun ia
tahu kalau serangan itu lihay, namun ia toh tak sanggup untuk
menahannya juga.
Dalam kejut dan gusarnya, tanpa memperdulikan ancaman
musuh lagi, dia membentak gusar, telapak tangan kanannya
langsung dibacokkan ke perut Bong Pay dengan tujuan saling
beradu jiwa.
Bong Pay sudah memperhitungkan segala sesuatunya
dengan tepat, tentu saja ia tak sudi membiarkan musuhnya
meraih keuntungan, sambil mendengus, tiba-tiba tubuhnya
berputar ke belakang Beng Wi cian, sebuah pukulan segera
dilancarkan,

608
Phoh Siu dari Po cu tam jian (tiga manusia cacad dari po
cu) yang melihat gelagat tak baik, segera tertawa seram.
Tubuhnya menerjang maju ke belakang Bong Pay, lalu di
sambarnya pinggang musuh dengan sebuah cengkeraman
maut.
Dengan gerakan tubuhnya yang enteng seperti bayangan
setan, ditambah lagi serangannya sedikitpun tidak membawa
suara desingan, ancaman dari manusia semacam ini justru
merupakan suatu ancaman yang sangat berbahaya, apa lagi
dalam pertarungan massal seperti ini.
Tapi pendidikan keras yang diterima Bon Pay selama
banyak tahun bukan saja membuat ilmu silatnya sangat lihay,
perubahan sikapnya pun cukup hebat, betul ia tidak
mendengar suara apa-apa, tapi dengan ke cerdasan otaknya
ia bisa menduga bahwa ada seseorang sedang mendekati
tubuhnya, maka tanpa berpikir lagi dia mengegos ke samping
sambil melanjutkan serangannya.
Beng Wi cian bukan seorang jago sembangan, ketika Bong
Pay menggeserkan tubuh sambil melepaskan serangan tadi,
ternyata ia telah memanfaatkan peluang yang amat sedikit itu
untuk menyusup mundur dari tempat semula…
Selisih waktu yang tersedia memang relatif kecil, betul ia
bisa lolos dari serangan yang telak, namun punggungnya tak
urung kena disapu juga oleh pinggiran angin pukulan yang
tajam.
Dengan tenaga dalam Bong Pay yang begitu sempurna, tak
ampun lagi tubuhnya terlempar sejauh beberapa kaki dari
tempat semula, kemudian……
“Uaak!” ia muntah darah segar.

609
Detik berikutnya, Bong Pay telah memutar badannya dan
terlibat dalam suatu pertarungan sengit melawan Pho Siu.
Tiba-tiba terdengar Im sam toa koay menjerit ngeri,
pinggangnya tersambar telak oleh bacokan senjata sekop Co
Im taysu sehingga mengakibatkan kematian yang mengerikan
baginya.
Len lam it khi yang menyaksikan peristiwa itu menjadi amat
gusar, sambil berpekik nyaring ia menerjang ke depan dan
secara beruntun melepaskan delapan buah serangan berantai.
Serangan yang tiba secara beruntun dengan kekuatan
bagaikan gelombang samudra ini segera mendesak Co Im
taysu yang ketinggalan selangkah menjadi keteter hebat.
Para jago bekas anggota Sin-ki-pang, rata-rata adalah jago
kawakan yang berpengalaman luas dan terbiasa melakukan
pertarungan sengit, meskipun sudah berpisah banyak tahun
ternyata kerja sama mereka dimasa silam masih tetap
dipertahankan.
Kekuatan gabungan dari sekawanan jago kelas satu ini
betul-betul mengerikan hati, begitu pertarungan berlangsung,
anak murid tiga perkumpulan segera dibasminya habishabisan,
jerit kesakitan berkumandang silih berganti, dalam
waktu singkat banyak diantaranya yang tewas dan terluka
parah.
Sebenarnya Cho Thian hua enggan turun tangan, tapi
setelah menyaksikan kejadian itu dengan kening berkerut ia
berseru, “Bocah-bocah dari Sin-ki-pang, bersiap-siaplah, lohu
akan turun tangan terhadap kalian.
Seakan-akan tidak terjadi sesuatu apapun pelan-pelan ia
berjalan menghampiri kawanan jago dari Sin-ki-pang tersebut.

610
Para jago dari Sin-ki-pang cukup mengetahui akan
kelihayannya, melihat itu mereka jadi amat terkejut,
sementara Cho Thian hua masih berada beberapa kaki
jauhnya, semua orang telah mengayunkan telapak tangannya
bersama………
Segulung tenaga pukulan gabungan yang tak terlukiskan
dahsyatnya, dengan cepat menghantam ke depan……..
Cho Thian hua betul-betul memiliki kepandaian yang
mengerikan, sebelum semua orang sempat menyaksikan
gerakan apa yang dia la kukan, tahu-tahu jago tua itu sudah
menghindari serangan dahsyat itu dan tiba didepan dua orang
jago, kemudian sepasang tangannya direntangkan, secepat
kilat serangan dahsyat dilancarkan.
Buru-buru dua orang jago itu mengangkat tangannya untuk
menangkis, tapi jurus serangan belum sampai dilancarkan…….
“Kraaak” jalan darah Thian leng kay di ubun-ubun mereka
sudah terhajar telak.
Tak ampun lagi tubuh mereka roboh terjengkang ke tanah
dan tewas seketika itu juga.
Para jago dari kaum lurus menjadi terperanjat oleh
peristiwa itu. Coa Cong gi yang berangasan dan membenci
kejahatan segera membentak dengan penuh kegusaran.
“Setan tua, rasakan pukulanku ini!”
Sepasang telapak tangannya bersama-sama dilontarkan ke
depan.

611
Cho Thian hua naik pitam, ia mengentak pula, “Bocah
muda, kau pingin mampus!”
Untuk menghadapi anak muda seperti ini, hakekatnya ia
tak sudi turun tangan sendiri, tubuhnya segera berdiri tegak
tak berkutik ditempat semula.
Bagi Coa Cong gi, jangankan berhasil membunuh Cho
Thian hua dengan serangannya, kalau tak sampai dibikin
mampus oleh tenaga pantulan yang memancar keluar dari
tubuh lawanpun sudah boleh dikatakan mujur sekali.
Coa Wi-wi menjadi amat terperanjat, teriaknya kaget,
“Koko…….!”
Mendengar panggilan itu, Cho Thian hua cepat berpikir,
“Ooob……..rupanya bocah ini adalah kakaknya dayang
tersebut, kalau sampai kubunuh dirinya, sudah pasti dayang
cilik itu akan beradu jiwa denganku……!”
Niatnya untuk mengangkat Coa Wi-wi sebagai anak
angkatnya masih belum hilang, maka berpikir sampai disitu,
mendadak ia cengkeram per gelangan tanggan Coa cong gi
kemudian melemparkan tubuhnya ke belakang.
Sekalipun ia tidak berniat mencabut nyawa Coa Cong gi,
namun jago tua ini berhasil memberi pelajaran kepada
pemuda itu, karenanya bantingan itu dilakukan cukup keras,
Coa Cong gi terlempar sejauh tujuh delapan kaki dari
tempat semula, saking kerasnya bantingan itu sampai
beberapa waktu ke mudian ia baru bisa bangkit secara paksa.
Sekujur tubuhnya segera terasa sakit melilit, tulang
belulangnya seperti terlepas semua tapi dasar bandel dan
keras kepala, ketika di liatnya Leng Wi cian ada disampingnya

612
ia lantas menubruk ke depan sambil mengayunkan tinjunya,
sedangkan sebuah tendangan menghajar pusat lawan.
Beng Wi cian merasa amat gusar, katanya, “Walaupun lohu
sudah terluka, untuk membereskan bajingan cilik seperti kau
masih cukup punya tenaga!”
Ia mengegos kesamping menghindarkan diri dari
tendangan tersebut kemudian kepalanya diayun ke depan
menghantam dada lawan.
Sementara itu Coa hujin sedang bertarung melawan dua
orang sutenya Bu liang sinkun, ketika melihat Coa Cong gi
tercekam dalam mara bahaya, ia menjadi kuatir sekali
sehingga pikirannya bercabang.
Dua orang sutenya Bu liang sinlun itu bernama Bu Beng
san dan Khi Tiong kui, ilmu silatnya dimasa lalu hanya selisih
setingkat ketimbang Bu liang Sinkun sendiri, kerja sama kedua
orang ini cukup tangguh dan berbahaya sekali.
Betul Coa hujin berilmu sangat tinggi namun dia agak
kewalahan juga menghadapi ancaman yang berat tersebut,
apalagi setelah pikirannya bercabang, dari posisi diatas angin
dengan cepat ia terdesak berada dibawah angin.
Setelah membanting Coa Cong gi, Cho Thian hua memutar
kembali biji matanya memandang kesana-kemari, lalu dia
bersiap sedia kembali untuk melancarkan serangan.
Goan cing taysu yang duduk bersila dalam barak, sepintas
lalu ia tampak seperti lagi semedi, padahal semua kejadian
dalam arena dapat diikuti olehnya dengan jelas.
Pendeta ini sadar bahwa ia tak bisa berpeluk tangan
belaka, maka setelah menghela napas panjang, dia

613
mengebaskan ujung bajunya dan menghadang jalan pergi Cho
Thian hua.
Melihat kemunculan pendeta itu, Cho Thian hua
melepaskan sebuah totokan sambil tertawa terbahak-bahak.
“Haashh…..haaahhh……haaahhh……lohu memang berniat
untuk memaksa kau turun tangan!”
Kelihayan ilmu silat yang dimiliki dua orang ini boleh
dibilang jarang sekali bisa dijumpai didunia ini, begitu
pertarungan ber kobar, daerah seluas lima kaki disekitar
tempat itu segera diliputi oleh hawa tajam yang serasa
menyayat badan, bagi orang yang berilmu agak cetek, untuk
berdiri saja merasa sulit, tentu saja tiada seorangpun yang
berani turut serta dalam pertarungan ini.
Dalam pada itu, Ko Thay telah bertarung melawan Yan
Long, sedangkan ling Ji sau dengan sepasang gelang Jit gwat
siang huan nya bertarung melawan Pi ci liang, Tam Si bin
yang barusan terluka, sambil menahan rasa sakit, bertarung
melawan Huyan Kiong, sisanya terlibat dalam suatu
pertarungan massal.
Kok See-piau, Go Tang cuan, Bwe Su-yok, Un Yong ciu dan
Seng To cu dari pihak Seng-sut-pay hanya menyaksikan
jalannya pertarungan dari samping, mereka tidak melibatkan
diri dalam pertarungan, sebaliknya dari pihak kaum lurus
hampir seluruhnya sudah terjun ke arena.
ooooOoooo
55
Dari barak sebelah tengah, manusia mulai menjadi gaduh,
suara bisik-bisik mulai terdengar dari sana sini…….

614
Mendadak muncul beberapa puluh orang dari barak
tersebut dan segera terjun pula ke dalam arena pertarungan
membantu kaum lurus, cuma sayangnya ilmu silat mereka
yang terhitung kelas satu tidak banyak jumlahnya, walau
begitu situasi pertempuran menjadi lebih sengit dan ramai.
Tiba-tiba Go Tang cuan berbisik kepada Kok See-piau,
Sinkun, menggunakan situasi sedang kalut tadi diam-diam
Kiong Hau dan Gui Gi hong telah kabur dari situ, murid kita
yang ditugaskan mengawasi mereka kehilangan jejaknya,
sekarang mereka sedang menunggu dijatuhinya hukuman”
“Aaaah…..! Benarkah telah terjadi peristiwa ini?” seru Kok
See-piau dengan wajah agak berubah.
“Padahal semua lembah sudah berada dibawah
pengawasan kita” ucap Go Tang cuan lagi, “sekalipun orang
she Kiong dan si buta she Goi be rubah menjad semutpun
sukar untuk menghilangkan jejaknya, kejadian ini cukup
membuat hamba sendiripun merasa keheranan”
Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Selain itu,
sebagian besar manusia yang berkumpul dalam barak tengah
lebih condong ke pihak keluarga Hoa, pada akhirnya mereka
juga akan membantu pihak mereka, bagaimana kalau sekalian
kita basmi saja dari muka bumi?”
“Jangan!” cegah Kok See-piau, “kelompok manusiamanusia
tersebut bukan merupakan suatu ancaman ynag
serius, kalau dibunuh malahan justru akan mengundang
ketidak puasan semua orang, apa lagi menaklukan mereka
juga bukan urusan yang sulit, lebih baik dibiarkan saja.

615
Tentang soal lenyapnya Kiong dan Gai berdua perintahkan
para petugas untuk mencari sampai ketemu, suruh mereka
membuat pahala untuk menebus dosa ini”
Kecerdasan orang ini memang luar biasa sekali, dia tahu
kepergian Kiong Hau dan Gui Gi hong secara tiba-tiba ini pasti
mengandung rencana busuk, hanya untuk sementara waktu ia
tak bisa menduga rencana busuk apakah yang sedang
mereka
lakukan.
Maka setelah termenung sejenak pikirnya, “Sekalipun
mereka berdua punya komplotan juga tak mungkin bisa
menangkan kekuatan, ku rasa nya tak mungkin mereka bisa
melakukan banyak kerugian bagi pihakku. Justru pihak
keluarga Hoa merupakan ancaman serius, kekuatan-kekuatan
yang berpihak kepadanya ini musti dibasmi secepatnya sampai
habis”
Setelah mengambil Keputusan, ia pun berseru dengan
suara nyaring.
“Go hu kaucu pimpin murid kita baju ungu ke atas untuk
terjun kearena..!”
“Terima perintah!” jawab Go Tang cuan sambi1 memberi
hormat.
Dia lantas ulapkan tangannya memberi tanda, dengan
memimpin enam tujuh puluh orang anggota baju ungu serta
belasan orang kakek berbaju hitam, serentak mereka terjun
kearena dan melibatkan diri dalam pertarungan.
Sejak semula para jago dari golongan lurus sudah
Kepayahan menghadapi serbuan lawan, apalagi setelah
menghadapi serangan massal kali ini, keadaan mereka
bertambah runyam.

616
Bagi para jago yang berilmu tinggi, keadaan tersebut masih
tidak terasa gawat tapi mereka yang terlibat langsung dalam
pertarungan massal, segera keteter berat dan mundur
berulang kali.
Menghadapi pertarungan kalut yang ramai dan kacau ini,
Biau-nia Sam-sian tak dapat mempergunakan ilmu
beracunnya, lama kelamaan hal mana menimbulkan rasa
gusar dalam hati mereka.
Tiba-tiba Lan hoa siancu membentak nyaring, “Kawan
kawan sealiran harap mundur kebelakang, kalau tidak jangan
salahkan jika aku akan pergunakan racun keji kami”
Para pendekar cukup mengerti akan tabiatnya yang tak
tahu aturan, apa yang dikatakan bisa dilaksanakan secara
sungguh-sungguh, maka begitu mendengar perintah tersebut,
serentak para jago yang berada disekelilingnya pada bergeser
dan menjauhi tempat itu.
Akan tetapi, para jago dari tiga perkumpulan besarpun
bukan orang bodoh, mereka cukup kenal akan kelihayan racun
mereka, kewaspadaannya segera dipertingkat, serentak
merekapun menempel rapat-rapat disekitar para pendekar dan
ikut bergerak menjauhi tempat itu, suasana menjadi kacau
balau tak karuan.
Menyaksikan kejadian itu Lan hoa siancu mengernyitkan
alis matanya, bagaimanapun juga ia harus bertindak pula
dengan hati-hati, maka ketika dilihatnya ada dua orang
anggota Hian-beng-kau secara kebetulan berada
disampingnya, dengan cepat ia menyentilkan ujung jarinya
sembari membentak, “Roboh kamu!”

617
Kedua orang anggota Hian-beng-kau tersebut sedang enakenaknya
bertempur ketika mendadak kepalanya menjadi
pusing, gerakan tubuh mereka jadi lamban dan kontan saja
pinggangnya terpapas kutung menjadi dua bagian, sedang
yang lain lambungnya tertusuk telak hingga ususnya
berserakan kemana-mana, keadaannya sungguh mengerikan
sekali.
setiap orang yang belajar silat, mereka lebih suka mampus
diujung senjata lawan daripada mati akibat keracunan, sebab
keja dian seperti ini dianggapnya sebagai suatu kematian yang
penasaran.
Para jago Hian-beng-kau, Kui im kau mau pun Mo kau yang
melihat kejadian itu menjadi keder dan pecah nyali, mereka
segera berusaha untuk menjauhi Biau nia sam siun daripada
mendekati tiga perempuan yang cantik tapi amat beracun itu.
Diantara sekian banyak jago yang terlibat dalam
pertempuran, para jago dari Hian-beng-kau paling banyak
jumlahnya, Biau-nia Sam-sian pun lebih gampang mengincar
seragam mereka, sebab itu jumlah korban yang tewas pun
paling banyak.
Bila kawanan jago lainnya bertarung mati-matian dengan
penuh resiko kematian maka hanya tiga orang perempuan dari
suku Biau saja yang bisa bergerak kesana kemari dengan
leluasa bahkan selalu duduk diatas angin.
Ketika Go Tang cuan terjun ke arena pertarungan, dari
pihak kaum lurus sudah kehabisan jago lihay yang dapat
menandingi ke pandaiannya lagi, dalam waktu singkat ia telah
membunuh dua orang jago dari Tiam cong pay, untung saja
seorang sute dari Tam Si bin segera maju membendung gerak
majunya itupun dengan posisi yang amat berbahaya.

618
Kok See-piau memperhatikan sekejap situasi diarena
pertarungan, kemudian sambil berpaling kearah Seng To cu
serta Bwe Su-yok, teriaknya keras-keras, “Jika kalian berdua
tidak turun tangan lagi, hendak menunggu sampai kapan?”
Seng To cu termenung dan herpikir sejenak, ke mudian
berjalan ketengah arena.
Tapi sebelum ia sempat melancarkan serangan, mendadak
dari balik hutan sana muncul seorang laki-laki berbaju hitam
yang kurus Kecil, sambil menyerbu tiba, bentak orang itu, “Ciu
Thian hau dari Hong san telah tiba, manusia she Seng!
Berhenti kau!”
Sebetulnya Seng To cu merasa enggan untuk bertarung
melawan kawanan jago kelas rendah maka kemunculan Ciu
Thian hau justru amat berkenan dihatinya, sambil tertawa
dingin ia berseru, “Kebetulan sekali kedatanganmu!” Secepat
kilat ia menyongsongg datangnya Ciu Thian hau, ujung
bajunya dikebaskan kemuka, segulung angin pukulan berhawa
dingin yang merasuk tulang segera menyergap tiba tanpa
menimbulkan sedikit suarapun.
Tampak Ciu Thian hau memutar goloknya, membentuk satu
lingkaran, kemudian sambil membentak keras, goloknya
dibacokkan ketengah udara.
“Sreet!” bagaikan terjadi retak-retak, angin pukulan
dilancarkan Seng To cu itu segera membuyar dan lenyap tak
berbekas, sedangkan golok tajam tadi melanjutkan
sergapannya ke tubuh lawan.
Ilmu golok pembuyar angin pukulan yang dipergunakan ini
betul- betul indah dan sempurna, tanpa terasa Seng To cu
berseru memuji, “Suatu jurus serangan yang bagus!”

619
Ketika dilihatnya serangan itu amat dahsyat, tubuhnya
segera mengegos ke samping menghindarkan diri, lalu sebuah
pukulan balasan segera dilancarkan.
Ciu Thian hau mendengus dingin, golok Han si to dalam
genggamannya segera di kembangkan, kemudian langsung
menyergap tempat kematian dipinggang dan iga Seng To cu.
Menghadapi ancaman tersebut, Seng To cu tertawa rendah,
tiba-tiba tangan kanannya menusuk dan menjulur ke depan,
dengan paksa ia berusaha merampas golok Han si to tersebut”
Ciu Thian hau segera berpikir didalam hati.
Golok Han si to milikku ini tajamnya luar biasa, rambutpun
bisa terhembus putus, dengan dasar kemampuan apa Seng To
cu si setan tua ini hendak merampas senjata dengan tangan
kosong?”
Berpikir demikian, mendadak goloknya diayunkan ke bawah
lebih jauh.
Seng To cu tertawa panjang dengan dinginnya, tangan
kirinya diayun menotok jalan darah disikut lawan, sementara
tangan kanannya meluncur ke bawah dan tiba-tiba
menghantam pusar Ciu Thian hau.
Terkesiap Ciu Thian hau menghadapi ancaman tersebut,
secara beruntun golok han si to nya diputar dengan jurus Kiu
yu coan lay (sembilan irama pewaris sukma) dan Tok thian im
(bayangan segenap langit), cahaya hitam segera menyelimuti
seluruh angkasa, desingan angin tajam menderu deru.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Ciu Thian hau terhitung
paling top diantara kaum pendekar, akan tetapi Seng To cu
justru adalah kakak seperguruannya Tang Kwik-siu, bicara

620
soal ilmu maka dia hanya berada setingkat dibawah Cho Thian
hua, sebab itulah meski ia sudah menyerang berulang kali, toh
tetap tak berhasil untuk merebut posisi diatas angin …….
Selama ini Bwe Su-yok berdiri dengan hati bimbang,
sebaliknya Un Yong ciau yang melihat Haputule dengan
pedang emasnya berhasil memaksa Sik Ban-cian keteter
hebat, dengan hati terkejut segera membentak keras,
tubuhnya menerjang maju ke muka, sebuah pukulan dahsyat
segera dilancarkan kearah lawan.
Haputule segera memutar pedangnya dengan cekatan, lalu
makinya keras-keras, “Anjing biadab, cucu kura kura, sungguh
tak tahu malu!”
Bagaimanapun juga, Un Yong Ciau adalah seorang jago
kawakan yang sudah tersohor semenjak puluhan tahun
berselang, diam-diam merasa malu juga karena musti
mengerubuti seorang dari anggota muda, karena sangsi
gerakan tubuhnya menjadi lamban, tahu-tahu cahaya emas
berkelebat lewat, pedang emas Haputule sudah menyerbu tiba
dengan kecepatan luar biasa.
Meskipun ia putar badan dengan gugup tak untung
jubahnya kena tersambar juga sehingga robek beberapa depa,
untung ia masih sempat menghindar, coba kalau sedetik
terlambat, niscaya pedang musuh sudah menembus ulu
hatinya.
Sebagaimana diketahui, pedang emas milik Haputule
adalah sebilah pedang mestika yang luar biasa sekali, gerakgeriknya
sama sekali tidak menimbulkan sedikit suarapun,
kalau orang kurang waspada niscaya akan terkecoh oleh
senjata itu.

621
Peluh dingin telah membasahi sekujur badan Un Yong ciau,
dengan penuh kegusaran dia lantas berpekik nyaring,
kemudian sekali lagi menubruk ke depan.
Tenaga dalam mereka berdua sebetulnya jauh lebih tinggi
bila dibandingkan dengan kekuatan Haputule, dalam suatu
kerja sama yang ketat, pada hakekatnya tiada harapan buat
Haputule untuk meraih kemenangan.
Tapi pada dasarnya ia memang pemberani dan tak takut
mati, keadaan tersebut justru semakin memancing
kepongahannya, pedang emas segera diputar sedemikian
rupa, jurus serangan yang digunakan rata-rata adalah jurus
serangan beradu jiwa, ini semua membuat posisi mereka
untuk sementara tetap dalam keadaan seimbang.
Un Yong ciau dan Sik Ban-cian yang harus menerima
kenyataan tersebut, dari malunya mereka jadi marah, setelah
bertukar pandangan sekejap, Sik Ban-cian dengan
mengandalkan senjata penotok jalan darahnya segera
menyerbu ke depan, sedangkan Un Yong ciau telah
meloloskan pula ikat pinggangnya melancarkan serangan.
Ikut pinggang itu betul hanya ikat pinggang biasa, tapi
dalam genggamannya benda itu justru berubah melebihi
senjata mestika macam apapun ditambah lagi ilmu silatnya
berasal dari aliran Hu wa im, ini semua membuat gerakan ikat
pinggang nya menjadi dahsyat dan lebih berbahaya daripada
seekor ular berbisa.
Dalam sistem penyerangan semacam ini tanpaknya tak
sampai seratus gebrakan lagi, Haputule akan tewas dibawah
kerubutan mereka berdua.

622
Pek Soh gi yang menjumpai keadaan tersebut menjadi
gelisah sekali, kepada murid Tiam cong pay yang tinggal
dalam barak katanya.
“Harap kalian berdua sudi menjaga diri Cu supek!”
Dua orang anggota Tim cong pay itu rata-rata berusia dua
puluh tahunan, tiba-tiba salah seorang diantaranya berseru,
“Hujin!”
Pek Soh gi tertegun, sambil berpaling tanyanya, “Ada
urusan apa?”
“Boanpwe…….boanpwe ingin turut serta dalam pertarungan
itu!” sahut sang pemuda tergagap.
Pek Soh gi segera tersenyum, ujarnya.
“Aku tahu bahwa kalian tak betah untuk duduk sambil
menonton terus, cuma perintah guru kalian tak boleh
dibantah, apalagi meskipun turut dalam pertarungan juga tak
akan bermanfaat banyak, keselamatan Cu locianpwe lebih
penting dari segala-galanya, kalian harus tahu bahwa
tanggung jawab kalian berdua pun tidak enteng”
Sambil berkata dia lantas berkelebat keluar dari barak dan
langsung menghampiri Haputule yang sedang bertarung
sengit melawan Un Yong ciau serta Sik Ban-cian itu.
Pergelangan tangan segera digetarkan, serentetan cahaya
emas dengan cepat menyergapi punggung Un Yang ciau.
Dalam pertarungan yang sedang berlangsung, tiba-tiba Un
Yong ciau merasakan datannya desingan angin tajam dari
belakang, tanpa berpikir panjang lagi ikat pinggangnya segera

623
diayunkan ke belakang untuk merontokkan jarum emas
tersebut.
Siapa tahu, ilmu yang digunakan Pek Soh gi adalab ilmu
Hong hong ceng ciu jiu hoat (burung hong berebut sarang),
ketika jarum pertama kena terpukul rontok, jarum kedua
menyusul tiba, jarum kedua terpukul rontok, jarum berikutnya
menyusul tiba, demikian kejadian itu berlangsung berulangulang
sehingga dalam waktu singkat seluruh angkasa dipenuhi
oleh kilatan cahaya emas yang menyilaukan mata.
“Kepandaiannya dalam permainan jarum emas memang
luar biasa sekali, semenjak ia merobohkan delapan belas
orang penyamun dari wilayah Lu tang dengan delapan belas
batang jarum emas pada sepuluh tahun berselang, namanya
semakin dikenal semua orang, setiap jago tahu kalau Cu sim
siancu lihay dalam jarum emas, baik dalam ilmu menolong
manusia, maupun dalam menaklukan lawan.
Ketika Un Yong ciau mendengar suara desingan itu sangat
aneh, ia tak berani menyambut dengan sambaran tangan,
walaupun sapuan ikat pinggangnya berhasil juga merontokan
jarum-jarum itu, tapi dengan demikian ia jadi tak punya
kesempatan lagi untuk menyerang Ha putule.
Menghadapi kenyataan ini, Heputule merasa semangatnya
berkobar kembali, pedang emasnya digetarkan mcnciptakan
beribu-ribu titik cahaya bintang, secara beruntun dengan tiga
jurus serangan, ia paksa mundur Sik Ban-cian sejauh dua
langkah kemudian sambil memutar badannya ia melepaskan
kembali sebuah tusukan.
Un Yong ciau segera menghentakkan ikat pinggangnya,
dengan jurus Wu liong pa wi (naga hitam menggetarkan nadi)
ia putar pergelangan tangan musuh.

624
Mendadak desingan angin tajam menyambar lagi dari
belakang, sebatang jarum emas lagi-lagi mengancam jalan
darah pentingnya. Dengan gugup ia miringkan kepalanya ke
samping untuk berkelit, tapi lantaran kurang berhati-hati, ikat
pinggang ditangannya kena terpapas kutung sepanjang
beberapa depa.
Kenyataan ini sangat menggusarkan hatinya, ia membentak
keras, kuningan ikat pinggangnya ditimpuk ke wajah Haputule,
kemudian dengan tangan kosong ia maju menyerang.
Sik Ban-cian memutar pula senjatanya sambil maju
menyerang, teriaknya tiba-tiba, “Lotoa, kau bereskan
perempuan itu lebih dulu!”
Diam-diam Un Yong ciau berpikir, “Setelah muncul kembali
dalam dunia persilatan, kalau tak dapat mengharumkan nama
Su kiat tak apalah, tapi kalau cuma beberapa orang angkatan
muda pun tak sang gup berbuat apa-apa, jika hal ini sampai
tersiar didalam Bu lim, akan ditaruh kemana wajah kami
semua?”
Berpikir sampai disitu, mencorong sinar buas dari balik
matanya, ia lantas meninggalkan Haputule dan langsung
menubruk ke arah Pek soh gi.
“Haputule hendak menghalangi kepergiannya tapi tak
sempat, buru-buru teriaknya, “Toaci, cepat mundur!”
Pek Son gi sendiripun cukup menyadari bahwa ilmu silatnya
masih jauh kalau dibandingkan Un Yong ciau, setelah berpikir
sebentar tiba-tiba ia menyelinap ke balik kawanan jago
lainnya.
Waktu itu seorang jago dari Kiu-im-kau sedang mengejar
seorang jago dari Thian tay pay, ketika dilihatnya Pek Soh gi

625
lari mendekat, pedangnya segera diayunkan menusuk ke
punggungnya.
Pek Soh gi miringkan badan menghindarkan diri dari
ancaman, kelima jari tangannya segera di ayunkan
menyambar pergelangan tangan musuh.
Seketika itu juga jago dari Kiu-im-kau tersebut merasakan
pergelangan tangan kanannya menjadi kaku, tahu-tahu
pedangnya sudah dirampas oleh Pek Soh gi.
Meskipun ilmu silat yang dimiliki Pek Soh gi masih kalah
setingkat bila dibandingkan dengan para jago lihay lainnya,
namun ia terhitung pula seorang jago yang tangguh, apalagi
ilmu Lan hoa hud hiat jie-nya sangat lihay, untuk menghadapi
anggota Kiu-im-kau tersebut sudah berang tentu jauh
berlebihan.
Setelah berhasil merampas pedangnya, Pek Soh gi tidak
melanjutkan serangan untuk melukai lawan tapi dengan
pedang rampasan itu ditimpuknya Un Yong ciau yang sedang
menubruk datang itu, kemudian badannya menyelinap
kesamping dan menyusup kembali dibalik kawanan jago
lainnya.
Menggunakan kesempatan dikala jago dari Kiu-im-kau itu
masih tertegun, jago dan Thian tay pay itu segera
mengayunkan senjatanya, tak ampun jago dari Kiu-im-kau
tersebut segera roboh binasa dengan kepala terpisah dari
badan.
Ketika itu, Hoa Ngo sedang bertarung sengit melawan Toan
bok See liang, empat lima ratus jurus sudah lewat namun
menang kalah masih belum ketahuan, maka ketika dilihatnya
Un Yong ciau mengejar Pek Soh gi ia tak kuasa menahan diri

626
lagi, dengan gusar bentaknya, “Hoa Ngo berada disini setan
tua! Kau berani bertindak kurang ajar……….?”
Telapak tangannya diayunkan dan segera membacok tubuh
Un Yong ciau
Menghadapi datangnya serangan tersebut, Un Yong ciau
tak mengalah, dengan cepat telapak tangan kanannya
dikibaskan pula untuk menyambut datangnya ancaman
tersebut dengan keras lawan keras.
“Blaaam……!” suatu benturan keras terjadi, akibatnya Un
Yong ciau mundur selangkah, sedang kan Hoa Ngo dengan
hawa darah bergolak keras secara beruntun mundur sejauh
tiga langkah.
“Sungguh lihay setan tua ini!” pikirnya dihati.
Melihat ada kesempatan bagus, tanpa menimbulkan sedikit
suara pun, Toan bok See liang mengayunkan senjata pitnya
untuk menotok jalan darah Cing sut biat dan Ci tiong hiat
dipunggung Hoa Ngo.
Sebagaimana diketahui Hoa Ngo adalah seorang manusia
yang binal dengan tipu muslihat yang amat banyak, tentu saja
ia tidak membiarkan dirinya tersergap musuh, kakinya
bergeser kesamping, tahu-tahu sudah lepas dari cengkeraman
musuh, lain telapak tangannya langsung disodok ke iga Toan
bok See liang.
Tiba tiba terdengar Go Tang cuan membentak
keras dengan sebuah pukulan dahsyat, ia berhasil
membinasakan adik seperguruannya Tam Si bin, kemudian
sorot matanya beralih ke sekitar sana, dengan suatu gerakan
cepat ia menubruk ke arah Hoa Ngo.

627
Saat itu Coa hujin, Swan Bun sian sedang bertarung
melawan dua orang sute dari Li Bu liang, setelah bertempur
sekian lama, a khirnya ia berhasil juga merebut kembali
posisinya diatas angin.
Ketika menyaksikan keadaan gawat mengancam Hoa Ngo,
ia bergerak cepat melepaskan diri dari kerubutan kedua orang
itu, kemudian telapak tangannya diayun ke depan,
melancarkan serangan dahsyat ke arah Go Tang cuan,
sedangkan tangan kirinya dikebaskan menotok jalan darah
kematian seorang anggota Mo kau.
Go Tang cuan tidak menyangka dalam pertarungan seru
tersebut, Coa hujin masih sempat meloloskan diri untuk
menyerangnya, dalam keadaan gugup buru-buru dia
mengegos ke kiri.
Kedua orang sutenya Li Bu liang tertawa seram karena
gusar, sambil mergejar ke depan, pukulan dahsyat
dilancarkan.
Pada saat yang bersamaan, Ci soat cu dari Hian-beng-kau
berhasil pula menebas kutung lengan kiri salah seorang adik
seperguruan Tam Si bin yang lain, darah segar segera
mengucur keluar dengan derasnya…..
Meski pun ia telah terluka parah, tapi dalam situasi
semacam ini terpaksa ia harus mempertahankan diri lebih
jauh, meski bahayanya tentu saja kian lama kian bertambah
besar.
Selama pertarungan sengit ini berkobar, hanya Kok Seepiau
serta Bwe Su-yok dua orang yang tidak turut dalam
pertempuran itu, mereka hanya mengikuti jalannya
pertarungan dari tepi arena.

628
Diri sekian banyak pertarungan yang sedang berlangsung,
boleh dibilang pertarungan antara Cho Thian hua melawan
Goan cing taysu berlangsung paling seru, daerah sekitar
beberapa kaki disekeliling tempat itu boleh dibilang diliputi
deruan angin pukulan yang amat tajam.
Sedemikian cepatnya pertempuran itu berlangsung, yang
tampak hanya bayangan manusia yang berputar-putar, tak
seorangpun dapat melihat jelas jurus serangan apakah yang
dipergunakan kedua orang itu, meski demikian agaknya
tenaga dalam yang dimiliki kedua belah pihak seperti tiada
batasnya, sejak awal sampai akhir pukulan-pu kulan yang
dilontarkan selalu berkekuatan dahsyat, dilihat dari keadaan
tersebut, tampaknya walaupun bertarung sehari semalam
menang kalah sukar diketahui.
Yan Long bersenjata golok bergigi seberat empat puluh kati
ditangan kirinya dan ikat pinggang serat emas ditangan
kanannya, sa tu keras satu lembek ternyata bisa
dikombinasikan secara sempurna dan rapat, kehebatannya
tentu saja tak usah dibilang lagi .
Ko Thay yang bertarung melawannya hanya mengandalkan
satu jurus Ku im sim ciang belaka, sekalipun keadaannya
bahaya tapi menang kalahpun sukar ditentukan.
Bong Pay yang bertarung melawan Phoa Siu berlangsung
seimbang. Coa Wi-wi yang melawan dua bersaudara Lenghou
pun berjalan seru, siapapun jangan harap bisa mencari
kemenangan dalam waktu singkat, Cu Im taysu yang melawan
Leng lam it khi pun berlangsung seru, hanya Tiang heng
Tokoh yang bertarung melawan Khong Im mulai menunjukkan
tanda-tanda kalah.

629
Diam-diam Kok See-piau memeriksa situasi pertarungan,
ketika dilihatnya pihak kaum lurus mulai terdesak hebat,
diapun berpikir.
“Pada akhirnya musuh-musuhku berhasil juga dibasmi dari
muka bumi, betul Goan cing hwesio lihay tapi sekarang tak
usah di kuatirkan lagi, seandainya Kiu-im-kau sampai bekerja
sama dengan Mo kau pun, kekuatan mereka tak akan sanggup
melawan kekuatan perkumpulanku, Hehehe….sejak kini dunia
akan menjadi milik Hian-beng-kau… Hoa Thian-hong wahai
Hoa Thian-hong, akan kulihat apakah keluarga Hoa kalian
masih bisa berkutik lagi? Akan kusuruh kau tahu bahwa jerih
payah aku orang she Kok selama dua puluh tahun ini bukan
perjuangan yang sia-sia belaka…..”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa sekulum senyuman
bangga yang menyeramkan tersungging diujung bibirnya.
Baru saja dia akan menurunkan perintah, untuk membasmi
kaum pendekar dari muka bumi.
Mendadak dari atas tebing sebelah timur berkumandang
suara bentakan yang amat keras.
“Tahan!”
Suara itu keras bagaikan guntur membelah bumi, setiap
orang yang mendengar bentakan itu segera merasakan
telinganya menjadi sakit, meski demikian setiap orang dapat
mengenalii suara tersebut sebagai suara Hoa In-liong.
Kok See-piau merasa amat terperanjat mendengar
bentakan itu, dengan cepat dia berpaling, ketika dilihatnya
Hoa In-liong berdiri angker diatas puncak tebing, sambil
tertawa dingin ia lantas berseru.

630
“Hoa Yang, kau sebentar datang sebentar pergi, sebetulnya
permainan setan apa yang sedang kau persiapkan? Jika sudah
bosan hi dup kenapa tidak segera turun kemari, biar punsinkun
menggantar nyawamu pulang ke nirwana?”
Hoa In-liong tertawa tergelak dengan nada penuh ejekan
dan sindiran, ejeknya, “Kok See-piau, yang sudah bosan hidup
adalah kau sendiri tahukah kau apa yang sedang dilakukan
olah Jin Hian serta Kiong Hau sekalian?…..”
Baru selesai ia berkata tiba-tiba dari tebing sebelah barat
telah berkumandang suara pekikkan nyaring.
Paras muka Hoa In-liong segera berubah hebat dengan
cemas serunya, “Jin Hian sudah mulai menyulut obat peledak
nya, kenapa kalian masih saja,……”
Belum habis perkataan itu diucapkan mendadak dan arah
mulut lembah berkumandang suatu ledakan dahsyat yang
menggetarkan seluruh permukaan bumi, menyusul kemudian
dari empat penjuru bukit itu lamat-lamat berkumandang suara
gemuruh yang sangat keras.
Dalam waktu singkat dunia serasa bergoncang keras, batu
karang berbamburan jatuh kebawah, bumi ikut bergetar keras,
tanah merekah, bukit bergoyang keras dan batu besar
beterbangan bagai hujan badai, dalam waktu singkat seluruh
lembah sudah tersumbat oleh batu karang, pasir dan debu
beterbangan.
Jeritan-jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul
dari dalam lembah, sebagian besar terluka oleh timpaan batu
cadas yang terbang dari atas.

631
Banyak diantara mereka yang berilmu silat lemah jatuh
bertumbangan karena cemas, sedangkan mereka yang
bernyali kecil mulai berteriak-teriak seperti orang kalap.
“Habis sudah riwayat kita….! Hayo cepat melarikan diri dari
sini….”
Semua peristiwa ini berlangsung dalam sekejap mata,
dalam kaget dan gugupnya semua orang yang berada dalam
lembah lari tunggang langgang berusaha menyelamatkan diri,
tapi tiada pintu yang bisa digunakan untuk kabur, hal mana
persis seperti pemandangan tibanya hari kiamat…..
Dengan terjadinya peristiwa ini, secara otomatis
pertarungan yang sedang berlangsung antara pihak lurus dan
sesaatpun ikut berhenti ditengah jalan, masing-masing pihak
segera menyingkir dari situ dan berusaha menghindarkan diri
dari kejatuhan batu cadas.
Dari sekian banyak orang, Kok See-piau boleh dibilang
paling terkejut bercampur gusar, sambi mengebaskan ujung
baju kirinya untuk mementalkan sebuah batu cadas, teriaknya
keras-keras, “Jin Hian!”
Dari atas tebing sebelah barat segera berkumandang suara
gelak tertawa yang menyeramkan menyusul kemudian
munculnya sekelompok manusia berbaju ringkas.
Dengan kepandaian silat yang dimiliki kawanan jago
disekitar situ, dengan cepat mereka dapat melihat jelas
tampang-tampang dari mereka yang muncul diatas tebing itu.
Sebagai pemimpinnya adalah seorang lelaki kurus kering
berbaju hitam yang berlengan kanan kutung sebatas bahu,
mukanya suram tapi matanya tajam, dalam sekilas pandangan
saja semua orang segera mengenali orang itu sebagai Jin

632
Hian, bekas ketua Hong im hwe yang bercokol di utara pada
dua puluh tahun berselang.
Kecuali rambutnya lebih panjang dari wajahnya lebih
seram, sebagian bentuk tubuhnya tidak mengalami
perubahan.
Disampingnya berdiri seorang kakek yang bertampang
jelek, dia adalah salah seorang di antara empat tonggak
penyangga perkumpulan Hong im hwee yang lebih dikenal
sebagai Liong bun ji sat (manusia bengis kedua dari liong bun)
Sim Ciu adanya, sementara Kiong Hiu dan Gui Gi hong
sekalian berdiri disamping kiri kanannya.
Selain daripada itu, tampak pula manusia-manusia lain
yang panjangnya mencapai puluhan li memenuhi atas puncak
tebing tersebut, ini semua membuat suasana bertambah
seram rasanya.
Jin Hian memandang sekejap suasana disekelilingnya, lalu
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh…haaahh…..haaahhhh,….Kok See-piau, apa lagi
yang bisa kau katakan sekarang?”
“Jin Hian!” hardik Kok See pisu dengan marah. “semenjak
kau menggabungkan diri dengan perkumpulan kami dan
mempunyai jabatan Tianglo, pun-sinkun toh bersikap sangat
baik kepadamu, mengapa kau malah berhianat kepada kami
semua dengan perbuatan terkutukmu itu?” Apabila kau
bersedia menyesali perbuaatanmu itu, pun sinkun bersedia
pula untuk mengampuni selembar jiwamu”
Sementara itu, guguran batu cadas telah berhenti, meski
masih ada dua tiga buah hancuran batu yang masih

633
berterbangan, namun suasa na mulai pulih kembali dalam
ketenangan.
Mereka yang berangasan, kini mulai berkaok-kaok sambil
mencaci maki tiada hentinya, sedangkan kawanan jago lihay
dari pelbagai kelompok hanya menyabarkan diri sambil
menantikan perubahan selanjutnya.
Terdengar Jin Hian tertawa tergelak kembali dengan
seramnya. Suara tertawanya dingin dan memilukan hati,
begitu keras suaranya tergelak sehingga dalam waktu singkat
seluruh angkasa seolah-olah sudah digetarkan oleh gelak
tertawanya itu.
“Kok See-piau!” terdengar Hoa In-liong berteriak secara
tiba-tiba, “kau telah berbuat untuk membunuh diri sendiri,
apakah sampai sekarang belum juga sadar?”
Jin Hian berhenti pula tertawa, katanya dingin, “Bocah
keparat she Kok, tahukah kau apa yang selalu kumurungkan
dan kupikirkan selama dua puluh tahun terakhir ini?”
Paras muka Kok See-piau telah berubah menjadi hijau
membesi mimpipun ia tak mengira kalau obat peledak yang
dipersiapkan olehnya sebagai senjata terakhir apabila tidak
berhasil mendapat keuntungan apa-apa dalam pertarungan
yang bakal berlangsung, kini menjadi senjata makan tuan.
Padahal ia telah berencana, seandainya gagal dengan
siasatnya yang pertama, maka mereka akan cepat
mengundurkan diri dari situ kemudian ledakkan bahan peledak
tersebut untuk menyumbat jalan mundur semua orang dan
menjebak semua jago iihay dari seluruh kolong langit dalam
lembah tersebut.

634
Nyatanya sekarang, bukan saja siasat kejinya itu
mengalami kegagalan total, yang lebih menggemaskan lagi
adalah ternyata ren cana rapinya itu justru dipergunakan
orang lain untuk menjebak mereka sendiri, ini baru tragis
namanya.
Sebagai mana diketahui, sebelum segala sesuatunya
dilaksanakan, ia telah mengatur semua persiapannya dengan
matang, lembah yang dipilih sebagai tempat pertemuanpun
merupakan sebuah lembah yang empat penjuru dikelilingi
tebing curam.
Pada puncak tebing meski tumbuh beberapa batang pahon
siong, itupun tak bisa membantu banyak bagi kawanan jago
yang terkurung didasar lembah untuk melarikan diri, dengan
demikian sekalipun seseorang memiliki ilmu meringankan
tubuh yang sempurna juga tak mungkin bisa memanjat
dinding tebing itu.
Untuk mencegah hal-hal yang tak diinginkan, pada puncak
tebing ia persiapkan pula batu dan kayu serta para ahli
senjata rahasia, dengan demikian makin tipislah harapan
semua jago untuk kabur dari situ.
Diam-diam ia berpikir kembali.
“Lorong rahasia yang kuhubungkan langsung dengan luar
lembah pasti telah diledakkan pula oleh bajingan keparat she
Jin tersebut, aaii! itu berarti orang-orangku yang ditugaskan
disekitar puncak tebingpun tiada harapan bisa hidup lebih
jauh…..”
Pelbagai ingatan sudah melintas dalam benaknya, meski ia
cerdik, toh untuk sesaat tak ditemukan cara terbaik untuk
meloloskan diri dari kurungan tersebut, saking gemas dan
jengkelnya dia hanya bisa menggertak giginya keras-keras,

635
kalau bisa dia ingin mencincang tubuh Jin Hian menjadi
berkeping keping.
Terdengar Hoa In-liong berkata kembali sambil tertawa,
“Jin lo tongkeh, apa sih yang kau pikirkan selama dua puluh
tahun terakhir ini? Apa salahnya untuk diutarakan kepada
kami semua?”
Jin Hian mengalihkan sinar matanya dan melirik sekejap ke
wajah Hoa In-liong dengan dingin kemudian tegurnya,
“Kaukah yang bernama Hoa Yang, putra Hoa Thian-hong?”
Hoa In-liong segera tertawa tergelak.
“Haaah…….haaahn……haahhh……sungguh tak kusangka Jin
lo tongkeh kenal juga dengan nama kecilku!”
“Kau telah apakan anak buah lohu?”
“Aaai………! Tak usah kuatir lo tongkeh, aku hanya menotok
jalan darah mereka saja”
Dengan gemas Jin Hian mendengus dingin, lain berkata,
“Sebetulnya lohu akan menunggu sampai kelompok-kelompok
manusia bodoh itu saling bertarung sampai mampus semua,
baru menyulut obat peledak ini, sayang kau telah memberi
peringatan lebih dulu sehingga mau tak mau rencnaku harus
diajukan lebih awal. Kalau kulihat dari cara kerjamu yang
cekatan kuakui bahwa otakmu memang amat cerdas, lohu
merasa amat kagum kepadamu”
Hoa In-liong segera menjura, sahutnya, “Terima kasih
banyak atas pujian lo tongkeh, aku merasa malu untuk
menerima pujian tersebut”
Jin Hian mendengus gusar.

636
“Hmmm! Beruntung kau bisa lolos dari bencana ini, apa
pula artinya kau berkata demikian?”
“Orang bilang, disaat manusia menghadapi musibah,
berhasil atau tidak meloloskan diri dari bencana, semuanya
telah ditakdirkan oleh Thian, memangnya kau bisa
menentukan nasib mereka semua?”
Jin Hian segera tertawa dingin.
“Tentu saja!” sahutnya, “heeehh……heeehh……
heeehh……….. jangankan baru mereka, bapakmu Hoa Thianhong
pun sama saja akan mampus pula ditanganku!”
Hoa In-liong tertawa hambar, ejeknya, “Takdir sukar
ditebak manusia, Lo tongkeh jangan terlampau cepat untuk
merasa bangga lebih dulu”
Coa Wi-wi yang melihat Hoa In Hong hanya melulu
bercakap-cakap dengan Jin Hian tanpa mcmperdulikan nasib
sobat dan rekan-rekannya yang terkurung dalam lembah,
hatinya mulai gelisah karena tak tahan, ia berteriak keras,
“Jiko!”
Hoa In-liong melongok ke bawah, kemudian jawabannya
keras-keras, “Harap sabar sebentar adik Wi, aku segera akan
menolong kalian untuk menyelelamatkan diri, para cianpwe,
para sobat, harap ka lianpun bersabar sebentar lagi”
“Hmm! Bocah keparat kau tak usah bermimpi disiang hari
bolong!” jengek Jin Hian sinis.
Setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh.

637
“Bocah muda dari keluarga Hoa, tahukah kau selama
banyak tahun ini apa yang lohu pikirkan siang dan malam?”
Hoa In-liong mengalihkan sinar matanya ke arah orang itu
kemudian sambil tersenyum menjawab, “Aku bersedia
mendengar semua perkataan mu!”
Jin Hian tertawa seram katanya, “Selama banyak tahun ini,
Lohu selalu berpikir bagaimana caranya untuk membantai
kalian manusia-manusia yang menganggap dirinya sebagai
pendekar sejati satu persatu, aku selalu berpikir bagaimana
pula caranya unuk mencincang tubuh Hek Siau-thian, Kiu-imkaucu
dan Tang Kwik-siu sekalian menjadi berkeping-keping,
bagaimana pula caranya mencincang tubuh Ku Ing lng dan
menyiksanya sampai mampus secara mengenaskan…”
Secara beruntun sampai tiga kali dia mengucapkan kata
“bagaimana caranya” nadanya yang menyeramkan semakin
mendatangkan perasaan ber gidik bagi siapapun yang
mendengarnya, seketika itu juga seluruh tebing Ui gou peng
serasa diliputi suasana pembunuhan yang menyeramkan.
Sekalipun Tiang heng Tokoh sudah cukup banyak makan
asam garam, tak urung bergetar juga perasaannya setelah
mendengar perkataan itu, pikirnya, “Putra Jin Hian mampus
diujung belati Pui Che-giok atas perintahku, bisa dimaklumi
betapa dendamnya ia kepadaku lantaran kehilangan satusatunya
putra kesayangan-nya itu, tak heran kalau selama
banyak tahun dia selalu putar otak dan berusaha menyusun
rencana untuk mencelakai orang lain”
Tiba-tiba muncul seorang iman beralis mata putih dari balik
tebing, sambil memberi hormat kepada Jin Hian, serunya
keras-keras, “Jin sicu, pinto Thian Ik-cu memberi hormat
untukmu!”

638
Mencorong sinar tajam dari balik mata Jin Hian, diawasinya
wajah Thian Ik-cu sekejap kemudian katanya dengan dingin”.
“Oooh, kiranya tootiang sudah takluk kepada keluarga
Hoa!”
“Jin sicu” ujar Thian Ik-cu lembut, “bagaimanapun juga kita
adalah manusia yang sudah berusia hampir seabad, sekalipun
kita tidak teringat oleh budi kebaikan Hoa tayhiap dalam
peristiwa penggalian harta karun dalam istana Kiu ci kiong,
sepantasnya kalau kita membayangkan bahwa hidup kita
didunia ini sudah tak lama lagi, dalam sisa waktu yang tak
seberapa ini sepantasnya bila kita kekang kembali napsu
mencari kemenangan yang berkobar dihati, toh akhirnya
setelah masuk peti mati dan dikubur dalam liang lahat, segala
sesuatunya juga kembali ke nol besar! Apa gunanya
menerbitkan kembali badai pembunuhan yang tak ada
artinya.. ..?”
Mendengar perkataan itu, Jin Hian tertawa dingin tiada
hentinya.
“Heehh……heehhh…..heehh……berita menarik! Berita aneh!
Tong thian kaucu pintar pula berkhotbah untuk menjual welas
kasihnya kepada umat manusia!”
Thian Ik-cu tersenyum, dengan wajah serius ia berkata lagi.
“Apa yang pinto ucapkan adalah kata-kata yang muncul
dari hati yang sejujurnya, harap sicu bersedia memikirkan tiga
kali sebelum bertindak lebih lanjut”
“Kentut busuk!” bentak Jin Hian dingin, putra tunggal lohu
sudah mati, apa pula yang musti kutakuti? Hukum karma?
Balas dendam? Hmm……..bedebah semua!

639
“Suhu……..!” tiba-tiba terdengar seseorang dengan suara
merdu.
Tampak dari belakang Hoa In-liong muncul seorang gadis
berbaju hitam yang berparas muka cantik jelita bak bidadari
dari kahyangan.
Menjumpai kemunculan gadis itu, Jin Hian menjadi
tertegun, kemudian serunya, Leng jin, walaupun lohu telah
mewariskan ilmu silat kepadamu, aku bukan terhitung
gurumu, kalau kau menang lebih suka bergabung dengan
pihak lawan, mulai detik ini kita akan anggap asing terhadap
masing-masing pihak”
Mengucur keluar titik-titik air mata dari kelopak mata Si
Leng jin, ujarnya dengan sedih, “Suhu, bagaimanapun juga
kau pernah mewariskan ilmu silat kepadaku, aku merasa
berhutang budi kepadamu, bila kau bersedia membatalkan
perbuatanmu dan menyingkir jauh dari keramaian dunia untuk
hidup mengasingkan diri, tecu bersedia pula untuk menemani
kau sepanjang masa”
Ucapan tersebut jauh diluar dugaan Jin Hian, untuk sesaat
lamanya ia merasa terharu sekali, hatinya tergerak dan lama
sekali mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
Jit set Sim Ciu merasakan gelagat yang kurang beres dari
pemimpinnya, tiba-tiba ia menegur dengan dingin, “Cong
tongkeh!”
Sekujur tubuh Jin Hian bergetar keras.
Setelah mendengar panggilan itu, akhirnya sambil
menggerak gigi serunya, “Tidak bisa! Hmm, jika aku orang she
Jin tidak berhasil mengobrak abrik seluruh dunia sebelum
ajalku tiba, aku tidak rela untuk mampus!”

640
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ujarnya lagi dengan
suara yang lembut.
“Anak Jin, bila kau masih menganggap diriku sebagai
gurumu, menyeberanglah ke mari, kujamin hidupmu
sepanjang masa akan makmur dan bahagia, akupun bisa
melatih ilmu silatmu hingga mencapai tingkatan yang paling
tinggi”
Si Leng jin menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya sambil menahan isak tangis, “Terima kasih banyak
atas budi kebaikan suhu, sayang bakat tecu jelek dan tidak
cocok untuk melatih ilmu silat yang tinggi, aku lebih lebih tidak
mengharapkan nama dan kekayaan terpaksa tecu hanya akan
mengecewakan harapan suhu belaka”
“Lantas apa yang kau inginkan?” tukas Jin Hian dengan
suara dingin.
Si Leng jin menangis tersedu-sedu, sahutnya”
“Apabila kau tak mau berbaling, maaf tecu…….tecu
terpaksa harus mengundurkan diri dari sini”
Begitu selesai berkata, ia lantas memutar tubuhnya dan
berlalu dari situ sambil menutupi mukanya dengan kedua
belah tangan, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah
lenyap dibalik tebing sana.
Jin Hian si jagoan dari Liok lim ini tertunduk dengan wajah
yang amat sedih, bibirnya bergetar seperti hendak
mengucapkan sesuatu, tapi niat tersebut kemudian
diurungkan, dia hanya bergumam seorang diri, “Yaa,
begitupun baik juga!”

641
Hoa In-liong mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan
cepat dia berseru lantang,
Jilid 16
“Leng jin, kau telah berusaha dengan sepenuh, jika gurumu
tak mau menurut, hal ini merupakan suatu kejadian yang apa
boleh buat, kau tak usah bersedih hati. Disekitar itu masih
banyak jago tersembunyi, kau jangan terlalu jauh
meninggalkan tempat ini!”
Selesai berpesan kepada Si Leng jin, dia berpaling kembali
dan bersiap sedia untuk menolong mereka yang terkurung
dalam lembah, mendadak satu ingatan melintas dalam
benaknya, pikirnya kemudian, “Inilah kesempatan yang paling
baik untuk menyelidiki soal pembunuhan atas diri suma giok
ya, yaa, aku tak boleh lewatkan peluang ini dengan begitu
saja”
Berpikir demikian, dengan suata lantang dia lantas berseru.
“Jin Hian, Kok See-piau, Seng To cu!”
Sinar matanya dialihkan ke wajah Bwe Su-yok, ketika
sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata Bwe Suyok
yang jeli, kedua belah pihak sama-sama merasakan
hatinya amat pedih.
Dengan cepat Hoa In-liong menenangkan kembali hatinya,
kemudian melanjutkan, “Masih ada Bwe kaucu, mumpung hari
ini semua jago dari pelbagai daerah berkumpul semua disini,
aku ingin minta bertanggungan jawab kepada kalian semua
atas kasus pembunuhan terhadap diri Suma siok ya ku!”

642
Kok See-piau tertawa tergelak sesudah mendengar
perkataan itu, ujarnya, “Hoa Yang, melihat cara kerjamu yang
selalu berusaha menyelidiki dan mencari tahu tentang
peristiwa pembunuhan tersebut, baiklah pun-sinkun
memenuhi harapanmu itu, hari ini akan kuberikan keterangan
yang sejelas-jelasnya kepadamu”
Bahwasanya Hoa In-liong sampai dikirim turun gunung, tak
lain tujuannya adalah untuk menyelidiki soal pembunuhan atas
diri Suma Tiang cing, dan kini meski situasi telah berubah,
persoalan itupun sudah tidak penting lagi, namun pemuda itu
merasa berkewajiban untuk mencari tahu latar belakang dari
duduk persoalan yang sebenarnya.
Tak heran kalau hatinya segera berdebar keras setelah
mengetahui bahwa hasil penyelidikannya segera akan
diketahui, Seraya menjura dia lantas berseru, “Aku mohon
bisa mengetahui keterangan yang sebenarnya!”
Kok Sue piau tertawa dingin, katanya, “Adapun yang
menjadi sebab kematian Suma Tiang cing tak lain adalah ia
mati sebagai korban ulah keluarga Hoa kalian, tentu saja
disamping itu dikarenakan tindak tanduknya yang keji dan tak
kenal ampun dimasa lalu, sedangkan kematian Kho Gi hun
adalah disebabkan ia berhianat kepada Kiu-im-kau, hal ini
menyangkut soal urusan pribadi perkumpulan yang
bersangkutan”
Suma Tiang cing dikenal sebagai Kiu mia kiam khek (jago
pedang bernyawa sembilan), dia merupakan manusia paling
kejam dari kelompok kaum lurus, ilmu silatnya tinggi dan
jarang ada yang bisa menandinginya.
Berita tentang kematiannya telah menjadi berita topik
dalam dunia persilatan waktu itu, maka ketika latar belakang

643
peristiwa pembunuhan ini segera akan terungkap, semua
sobat-sobatnya maupun lawan-lawannya ikut merasa tegang
untuk mendengarkan keterangan itu.
Untuk sesaat lamanya, suasana disekitar sana menjadi sepi,
hening dan tak kedengaran sedikit suarapun,
Ciu Thian hau adalah sahabat paling akrab dengan Suma
Thiang cing, ia tak kuasa mengendalikan emosinya lagi,
dengan suara keras teriaknya, “Siapakah otak dari
pembunuhan ini?”
“Tentu saja aku, pun sinkun!”‘ jawab Kok See-piau angkuh.
“Kho Gi hun adalah penghianat dari perkumpulan kami”
ujar Bwe Su-yok dingin “sedang kami pun hanya bertindak
untuk membersihkan perguruan dari manusia laknat, tindakan
kami tidak terhitung suatu pembunuhan, tapi bila ingin
mengetahui siapa otaknya, tentu saja orang itu adalah pun
kaucu sendiri”
Jin Hian tertawa-tawa, ia berkata pula.
“Perkumpulan kami mempunyai dendam paling mendalam
dengan Suma Tiang cing, bila ada yang ingin membalaskan
dendam bagi kematiannya, silahkan menuntut langsung
kepada lohu”
Seng To cu tertawa tergelak, katanya kemudian, “Ciu lo kui
(setan tua ciu), orang yang melaksanakan pembunuhan itu
selain Bwe kaucu dan partai kami, Kok See-piau serta Jin Hoa
pun terlibat secara langsung, maka jika kau punya kepandaian
tak ada salahnya untuk membunuh kami semua untuk
membalaskan dendam bagi kematian Suma Tiang cing.

644
Beberapa orang ini semuanya adalah pemimpin-pemimpin
dari suatu partai besar, di hari-hari biasa jarang sekali mereka
mengatur siasat untuk mencelakai orang, tapi sekarang,
dihadapan para enghiong dari seluruh kolong langit, ternyata
siapapun tak mau mengalah, masing-masing telah mengakui
bertanggung jawab dalam peristiwa itu.
Ciu Thian hau mendengus dingin, sinar tajam
memancarkan keluar dari matanya, tapi ia tetap tidak berkutik
dari tempat semula.
Dengan alis mata berkenyit, Cu Im Taysu berkata.
“Omintohud, putri Suma tayhiap bertekad hendak
membalaskan dendam bagi kematian ayahnya, tapi peristiwa
ini menyangkut orang yang terlalu banyak, jika pembunuh
yang sebenarnya tak berhasil ditemukan, ini pasti akan
menimbulkan kembali suatu badai pembunuhan besar
besaran…..:”
“Hmm…”suatu sikap welas kasih yang mengagumkan!” ejek
Kok See-piau sinis, “lo siansu, dengan hati Buddhamu itu kau
memang tak malu menjadi murid kaum beragama.
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, “Semua
peristiwa yang terjadi selama ini sejak awal sampai akhir boleh
dibilang merupakan hasil ciptaan pun-sinkun, jika putri Suma
Tiang cing punya kepandaian, silahkan saja membunuh diri
lohu, Sebab itu berarti separuh dendam sakit hatinya sudah
terbalas”
“Siapa yang turun tangan?” bentak Ciu Thian hau.
“Dari pibak kami yang turun tangan adalah Toan bok
thamcu, Beng thamcu serta murid-muridku, siapakah mereka

645
rasanya pun-sinkun tak usah menjelaskan lagi” sahut Kok Seepiau
hambar.
“Walaupun ia berkata tak akan banyak bicara dalam
kenyataan siapapun tak ingin menyembunyikan diri dari
pertanggungan jawab ini, meski mereka tahu bahwa
pembalasan dendam dari pihak keluarga Hoa sukar ditahan.
Sebab kalau tidak mengaku sekarang, andaikata di
kemudian hari diketahui orang, hal mana akan sangat
mempengaruhi nama baiknya, sekalipun kau adalah seorang
penjahat yang paling keji pun, akan tak punya muka untuk
melakukan perjalanan lagi dalam dunia persilatan.
Dengan suara nyaring Hoa In-liong lantas berseru, “Jia
Hian dari pihak kalian tentunya tak mungkin tiada orang yang
terlibat bukan?” Sim Ciu tertawa seram.
“Heeehh…..heeehh……….heeehh……bocahkeparat,
pertanyaan mu itu memang tepat bila diajukan kepadaku,
sebab Suma tiang cing memang mampus ditangan lohu,
haaahh………..haaahh………… ………..haaahh……….dalam
kenyataannya Kiu mia kiam khek juga cuma bernyawa
selembar!”
Mencorong sinar tajam dari balik mata Ciu Thian hau
seteleh mendengar perkataan itu, dia melotot sekejap ke arah
Sim Ciu, kemudian bentaknya keras-keras, “Sungguhkah
perkataanmu itu?”

ALWAYS Link cerita silat : Cerita silat Terbaru Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala], cersil terbaru, Cerita Dewasa Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala], cerita mandarin,Cerita Dewasa terbaru Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala],Cerita Dewasa Terbaru Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala], Cerita Dewasa Pemerkosaan Terbaru Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala]
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala] dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala] ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-abg-manis-neraka-hitam-2.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala] ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala] sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat ABG Manis : Neraka Hitam 2 [Lanjutan Rahasia Hiolo Kumala] with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/12/cerita-silat-abg-manis-neraka-hitam-2.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar