Misteri Pulau Neraka 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Selasa, 13 September 2011

Belum selesai perkataan itu diutarakan, ia sudah beranjak
pergi dari sana.
Diam-diam Oh Put Kui harus mengakui juga akan
kehebatan ilmu silat yang dimiliki si jago seribu li pembetot
sukma ini, bahkan orang ini tidak kehilangan sifat terbuka dan
gagahnya.
Pada saat Pek Biau-peng sudah melayang turun disamping
Raja setan penggetar langit Wi Thian-yang, Oh Put Kui baru
berseru sambil tertawa nyaring:
"Pek lojin, asal kau orang tua tidak bergaul dengan
manusia sebangsa Wi Thian-yang, Oh Put Kui amat bersedia
untuk berhubungan lebih akrab lagi dengan kau orang tua..."
Perkataan dari Oh Put Kui ini diutarakan dari hati
sanubarinya yang sejujurnya.
semenjak tadi ia sudah tahu bahwa Pek Biau-peng
menaruh perasaan kasihan dan sayang kepadanya sehingga
didalam serangan yang dilepaskan tadi, ia sama sekali tidak
menggunakan jurus maut untuk merenggut nyawanya.
Kalau bukan begitu, sekalipun ia masih dapat
menyelamatkan selembar jiwanya, namun tak urung akan
menderita luka juga!
Berdasarkan alasan inilah, dia ingin berusaha sedapat
mungkin untuk memisahkan Pek lojin dari rombongan Wi
Thian-yang, daripada memberi peluang bagi kelompok Withian-
yang untuk lebih memperkokoh kekuatannya.
Ibun Hau yang mendengar perkataan tersebut, dalam hati
kecilnya segera memuji akan ketelitian dan kecermatan Oh
Put Kui.
Dalam pada itu, Pek Biau-peng telah tertawa, suara
tertawanya sama sekali tidak mengandung nada gusar
ataupun perasaan yang lain.
Dalam gelak tertawa Pek Biau-peng tersebut, cepat-cepat
Wi Thian-yang berseru sambi tertawa dingin:
Oh Put Kui, kau tidak usah membuang waktu dan pikiran
dengan percuma, Pek lojin tak akan termakan oleh siasat adu
dombamu!"
Sekalipun dalam hati kecil Oh Put Kui timbul perasaan
kecewa, namun ia toh tertawa tergelak lagi sambil berkata:
Wi Thian-yang, sekalipun hari ini kau bersikeras tak mau
mengaku sebagai pencuri ruyung mestika Mu-ni-ciang-mopian,
tapi aku percaya dalalm satu bulan mendatang, kau pasti
akan mengakui dengan sendirinya...!"
Wi Thian-yang yang mendengar ucapan mana merasakan
hatinya terkesiap.
Bagaimanapun juga dia harus mempercayai perkataan dari
sianak muda itu, maka serunya lantang:
"Oh Put Kui, sekalipun kau memiliki kemampuan yang lebih
hebatpun belum tentu pekerjaan tersebut dapat kau lakukan
dengan baik!"
"Wi Thian-yang, jika kau tak percaya tunggu saja
bagaimana hasilnya nanti," kata Oh Put Kui sambil tertawa,
"aku cukup berkunjung ke puncak bukit Kun-lun sebelah barat
dan mengundang kehadiran pemilik ruyung mestika ini, akan
kulihat kau berani menyangkal lagi tidak..."
Mendadak...
"Omintohud!" suara pujian kepada sang Buddha yang
nyaring berkumandang datang.
Lalu dari permukaan telaga Phoa-yang oh yang tenang
muncul tiga buah sampan besar.
Menyusul suara pujian kepada Sang Buddha itu, terdengar
pula seseorang berkata dengan suara lembut:
"Ornag muda, kau tak perlu bersusah payah pergi ke Kunlun
sebelah barat!"
Ketika perkataan tersebut berkumandang datang, orangorang
yang berada diatas dua perahu tersebut sama-sama
merasa terperanjat.
Sorot mata Ibun Hau segera dialihkan ke arah perahu yang
masih berada beberapa li jauhnya itu, kemudian berkata:
"Hianti, tampaknya pemilik ruyung mestika itu sudah
datang!"
Oh Put Kui pun sudah berpikir pula sampai keseitu.
Tapi dengan terpikirnya hal itu maka dia pun memperoleh
suatu perasaan lain, dengan kehadiran Wi-in sinni, pemilik
ruyung mestika itu, bisa jadi Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian
pun ikut datang pula.
Sambil membelalakkan matanya lebar-lebar, diawasinya
kejauhan tersebut tanpa berkedip, dia mengawasi terus
perahu-perahu itu hingga semakin mendekat.
Pada saat itulah, dibelakang tubuhnya tahu-tahu sudah
bertambah dengan si kakek latah awet muda, terdengar ia
berpesan:
"Anak muda, lo nikou itu telah datang, kau jangan sekalikali
mengusiknya."
Sambil berpaling Oh Put Kui tertawa, pikirnya didalam hati:
"Mengapa aku harus mengusiknya?"
Tiba-tiba saja dia menjumpai paras muka Kakek latah awet
muda nampak sangat luar biasa, ia seperti merasa tegang,
tapi juga merasa terkejut bercampur gembira.
Ditatapnya kembali Oh Put Kui, kemudian ujarnya lebih
jauh:
"Anak muda, jangan sekali-kali kau katakan kalau aku
berada ditempat ini!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Aaah, tidak bisa, aku harus merubah wajahku."
Dengan cepat dia menggerakkan tubuhnya dan menyusup
masuk kedalam ruangan perahu.
Dalam pada itu, perahu tersebut pelan-pelan telah berlayar
kembali ke depan.
Tapi pada saat itu juga, tiba-tiba Oh Put Kui melihat ada
sesosok bayangan manusia yang meluncur ke atas perahu
dengan kecepatan luar biasa.
Kemudian terdengar pula si Jago seribu li penggait sukma
berseru sambil tertawa
"Hian-hian toaci, baik-baikkah kau selama ini?"
Belum selesai perkataan itu diutarakan, orang tersebut
sudah melayang turun diatas perahu milik Pek Biau-peng
tersebut.
Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu menjadi terkejut
sekali.
Apa hubungan antara Pek Biau-peng dengan Wi-in sinni?
Mengapa dia menyebut Wi-in sinni sebagai Hian-hian toaci?
sudah jelas dibalik kesemuanya ini terdapat hal-hal lain.
Tanpa terasa ia menundukkan kepalanya sambil berpikir.
Tapi pada saat itu pula dari atas perahu yang ditumpangi
Wi Thian-yang tampak sesosok bayangan hitam pelan-pelan
turun ke dalam air lewat buritan dan cepat-cepat berenang
menuju ke pantai yang berjarak tiga li jauhnya itu.
Hanya sayang tak seorangpun yang memperhatikan
kejadian tersebut.
Sementara itu perahu yang ditumpangi Wi-in sinni telah
berhenti dan menurunkan jangkar.
Ibun Hau segera mengalihkan perhatiannya ke arah perahu
tersebut dan berseru sambil tertawa nyaring:
"Sudah lama sinni mengasingkan diri dari keramaian dunia,
kedatanganmu secara tiba-tiba hari ini sungguh membuat aku
merasa terkejut bercampur keheranan, bersediakah sinni
datang ke perahu kami untuk berbincang-bincang?"
Suara yang lembut itu segera menyahut sambil tertawa
merdu:
"Untuk memenuhi undangan dari saudara Ibun dan
Samwan, tentu saja pinni harus memenuhinya..."
Dalam pembicaraan mana, perahu tersebut sudah bergerak
merapat.
Tiba-tiba pintu ruangan dibuka dan muncullah tiga orang,
sebagai orang pertama adalah seorang nikou tua berambut
perak yang berwajah lembut, dibelakangnya mengikuti Pek
Biau-peng, dan dibelakang Pek Biau peng adalah seorang
nona berbaju kuning.
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui melihat kemunculan
nona tersebut, sekulum senyuman segera menghiasi bibirnya,
dia segera membalikkan tubuh masuk kedalam ruangan, lalu
setelah mengambil kembali ruyung mu-ni-pian dari tangan
pengemis sinting, dia balik kembali ke ujung geladak dan
berdiri disitu sambil tersenyum.
Rupanya nona berbaju kuning itu tak lain adalah Nyoo
Siau-sian yang pernah dicari di seluruh Kang-ciu tapi tak
berhasil ditemukan itu.
Sementara itu Samwan-to ikut pula munculkan diri.
Setelah diiringi basa basi, maka kedua belah pihakpun
saling tertawa tergelak.
Bahkan Pek Biau-peng sendiripun seakan-akan sudah lupa
dengan kejadian tadi, sambil tertawa serunya kepada Ibun
Hau dan Samwan-to:
"Mungkin kalian berdua tidak pernah menyangka bukan
kalau Wi-in sinni adalah suci (kakak seperguruan)ku...."
"Hhaaaaah... haaaaah... haaahhh... kejadian ini memang
sama sekali diluar dugaan..." jawab Samwan-to sambil tertawa
tergelak.
Ibun Hau menyambung pula:
"Kalau memang saudara Pek adalah adik seperguruan
sinni, maafkanlah kelancangan kami tadi!"
Mendengar ucapan mana Pek Biau-peng segera berseru:
"Kejadian yang sudah lewat biarkan saja lewat, lebih baik
tak usah disinggung kembali."
Sementara itu Wi-in sinni telah mengalihkan sorot matanya
ke wajah Oh Put Kui, dia seperti menaruh kesan dan perhatian
yang khusus terhadap pemuda tersebut, kendatipun dia sudah
melihat sejak tadi bahwa benda yang berada ditangan Oh Put
Kui adalah senjata Mu-ni-ciang-mo-pian andalannya selama
ini, tapi ia sama sekali tidak menyinggung masalah itu, malah
tanyanya:
"Saudara Samwan, siapakah si anak muda itu?"
"Oooh dia adalah Oh Put Kui, murid Tay-gi!" sahut Samwan
To sambil tertawa.
"Jadi Tay-gi sudah mempunyai ahli waris? Sungguh
menggembirakan......"
Sambil tertawa Ibun Hau berkata pula:
"Oh hianti ini selain menjadi ahli waris Tay-gi, diapun
merupakan ahli waris dari Thian-liong."
-oo0dw0oo-
Paras muka nikou itu semakin berseri segera ucapnya:
"Sebagai ahli waris dari Tay gi dan Thian liong sinceng
berdua, sudah pasti anak muda ini bukan manusia
sembarangan, Oh sauhiap apakah kau telah menemukan
kembali Mu-ni-pian milik pinni?"
Sebenarnya sejak tadi Oh Put Kui sudah ingin berbicara,
hanya saja ia tak berani berlaku kurang adat maka selama ini
hanya berdiam diri belaka.
Setelah ditanyai sinni, pemuda itu baru menjawab dengan
hormat:
"Benar!"
"Terima kasih banyak untuk bantuan sauhiap yang telah
berhasil menemukannya kembali untuk Sian-ji!"
Sementara itu Nyoo Siau sian sudah tak mampu untuk
menahan diri lagi, ia segera berteriak:
"Oh toako, kau berhasil menemukannya dimana? Benarkah
benda itu dicuri oleh pihak Pay kau?"
"Betul," sahut Oh Put Kui sambil tertawa, "cuma bukan
pihak Pay-kau yang mencuri benda itu."
"Oh toako, tahukah kau siapa yang telah mencuri benda
itu?"
"Yaa, aku tahu, bahkan akupun tahu kalau orang itu
bermaksud untuk memfitnah pihak Pay-kau..."
Nyoo Siau-sian sama sekali tidak menggubris apakah Paykau
difitnah atau tidak, dia hanya ingin tahu dengan
secepatnya siapa yang mencuri ruyung mestikanya itu.
Maka sambil tersenyum manis, dia menukas:
"Oh toako, cepat katakan siapa yang telah mencuri
mestikaku itu......?"
"Wi Thian-yang serta kakakmu Nyoo Ban-bu!"
Ucapan tersebut betul-betul suatu perkataan yang sangat
berani.
Nyoo Siau-sian segera dibuat tertegun, kemudian serunya:
"Aaah, hal ini tak mungkin terjadi......"
Oh Put Kui segera tertawa.
"Nona, pertama-tama aku akan mengembalikan dulu
ruyung mestika ini kepadamu, soal nona mau percaya atau
tidak kalau kakakmu yang telah mencuri benda tersebut,
sekembalinya ke Ibu kota nanti, segala sesuatunya toh akan
menjadi jelas!"
Selesai berkata, dia segera melemparkan ruyung mu-nipian
tersebut kedepan, bagaikan sekilas cahaya hitam benda
itu segera meluncur kedepan.
Dengan cekatan sekali Nyoo Siau sian menyambar ruyung
itu dan menangkapnya.
"Oh toako, terima kasih banyak............"
Tapi belum habis berkata, dia telah menundukkan
kepalanya rendah-rendah.
sebaliknya Wi-in sinni segera berkata sambil tertawa:
"Oh sauhiap, kau mengatakan ruyung itu dicuri oleh Wi
Thian-yang............?"
"Yaa, semestinya Wi-thian-yang yang telah mengajak Nyoo
Ban-bu bersekongkol untuk mencuri benda itu."
Nikou tersebut segera berpaling ke arah Pek Biau-peng
dan serunya lantang:
"Sute, cepat kau suruh Wi-thian-yang keluar!"
"Baik, siaute akan segera pergi............." sahut Pek Biaupeng
sambil tertawa.
Selesai berkata, bayangan tubuhnya segera berkelebat
pergi dari situ.
Tapi sekejap kemudian ia telah muncul kembali.
Oh Put Kui yang menjumpai hawa amarah diwajah Kakek
tersebut segera berseru:
"Wi-thian-yang telah melarikan diri.............."
"Bagaimana caranya dia kabur?" tanya Wi-in sinni dengan
kening berkerut, "bukankah tadi ia masih berada disitu?"
Sambil menggertak gigi Pek Biau peng mendepakdepakkan
kakinya berulang kali, lalu katanya:
"Pemilik perahu mengatakan dia telah kabur melalui lorong
bawah perahu."
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa:
"Pek tua, hal ini membuktikan kalau perkataan boanpwee
memang benar!"
Sepasang mata Pek Biau-peng berkilat, kemudian setelah
tertawa hambar katanya:
"Aaah, belum tentu demikian, tapi aku pasti akan
menyelidiki persoalan ini hingga tuntas."
Wi-in sinni pun berkata pula sambil tersenyum:
"Nyali Wi Thian-yang sungguh amat besar sute, dikemudian
hari kau tak usah berhubungan dengannya."
"Toa-suci, siaute hanya silaf sesaat."
"Hiantit, kau mesti tahu, dalam dunia persilatan kau masih
dikenal orang sebagai seorang gembong iblis."
Sekilas perasaan menyesal menghiasi wajah Pek Biaupeng
sesudah mendengar perkataan itu, ucapnya kemudian:
"Yaa, sungguh menyesal akan hal ini."
"Buddha atau ibliskah dia, semuanya hanya tergantung
pada jalan pemikiran sesaat" kata Wi-in sinni sambil tertawa,
"aku tahu hiante tak lebih hanya sempit jalan pemikirannya
dan terlalu menuruti watak sendiri apabila sifat jelek tersebut
dapat dihilangkah, niscaya niat iblis pun akan turut musnah!"
Dengan keringat bercucuran Pek Biau-peng segera
menyahut:
"Siaute amat menghormati petuah dari toaci............"
Saat itulah Wi-in sinni baru berkata kepada Oh Put Kui
sambil tertawa:
"Terima kasih banyak pinni ucapkan atas bantuan Oh
sauhiap untuk merebut kembali ruyung tersebut............"
"Aaah, hanya urusan kecil tak perlu locianpwee risaukan!"
Sinni kembali tersenyum:
"Bilamana Oh sauhiap ada kesempatan di kemudian hari,
silahkan mampir di Hian-leng-an kami untuk bermain..."
"Boanpwee pasti akan meluangkan waktu untuk
menyambangi sinni..."
Wi-in sinni manggut-manggut sambil tertawa, saat itulah dia
baru berkata kepada Samwan-to dan Ibun Hau:
"Apabila kalian berdua ada waktu luang, tak ada salahnya
turut berpesiar ke sana, pinni harus mohon diri lebih dulu!"
Samwan-to dan Ibun Hau sama-sama tertawa:
"Undangan dari sinni membuat aku merasa amat gembira,
selewatnya sembahyang bakcang nanti, kami pasti akan
berkunjung ke sana..."
Maka berangkatlah perahu yang ditumpangi Wi-in sinni
menjauhi tempat itu.
Pek Biau-peng segera minta diri pula kepada Sinni untuk
kembali ke perahunya.
Sedangkan Nyoo Siau-sian berseru kepada Oh Put Kui dari
kejauhan:
"Oh toako, kau hendak ke mana?"
"Lam-cong!"
Nyoo Siau-sian segera tersenyum malu, dia seperti ingin
mengucapkan sesuatu tapi kemudian niat itu diurungkan.
Oh Put Kui juga membuka mulut, namun tak sepatah
katapun yang dapat diutarakan keluar.
Selisih jarak kedua buah perahu itupun makin lama
semakin jauh sebelum akhirnya tinggal setitik hitam.
Dalam waktu singkat perahu yang ditumpangi Wi-in sinni
dan Nyoo Siau-sian itu sudah lenyap ditempat kegelapan
dikejauhan sana.
Pada saat inilah Kakek latah awet muda baru muncul dari
ruangan perahu.
Dengan wajah termangu-mangu diawasinya arah dimana
bayangan perahu itu lenyap, lalu sambil menghela napas
panjang katanya:
"Hian-giok, cepat amat kau pergi................"
Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui,
sambil tertawa katanya kemudian:
"Ban tua, mengapa kau tidak menampakkan diri? Bukankah
kalian adalah bekas kekasih lama?"
Kakek latah awet muda tertawa getir:
"Lebih baik jangan bersua muka, kalau tidak............"
Tiba-tiba ia tutup mulut dan tidak berbicara lagi.
"Kalau tidak kenapa?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
"Mengapa sih kau suka mencampuri urusan ini?" Kakek
latah awet muda tiba tiba dengan mata mendelik.
"Masa bertanya saja tak boleh? Kenapa sih kau ini?" seru
Oh Put Kui sambil tertawa.
@oodwoo@
Jilid ke : 29
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Hhaaaahh..... haaaaahh..... hhaaaaah...... kesulitan dan
kemurungan dalam soal cinta memang mendatangkan
kekuatan yang sangat besar......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu
menghela napas dan berkata lebih jauh:
"Anak muda, tahukah kau andaikata aku munculkan diri
tadi, maka ditelaga ini sekarang tak akan demikian tenang dan
heningnya, mungkin dunia akan terbalik......."
"Kenapa? Apakah antara kau dengan sinni terikat dendam
atau permusuhan?" tanya Oh Put Kui tertegun.
"Tidak ada," Kakek latah awet muda menggeleng, "tapi
memang terjadi suatu kesalahan paham kecil!"
Sementara itu perahu yang ditumpangi Pek Biau-peng
sudah berlayar menjauh dari situ.
Sambil mengawasi bayangan perahu yang sudah berada
berapa li jauhnya itu, kembali Kakek latah berkata:
"Anak muda, kau tak akan mengira bila aku munculkan diri
tadi, maka mereka Kakak beradik seperguruan pasti akan
turun tangan bersama untuk mencabut nyawaku."
"Aaah, masa begitu?" seru Samwan To terkejut.
"Ban loko, sebenarnya kesalahan paham apa sih yang
terjalin diantara kalian berdua?" tanya Ibun Hau pula.
Kakek latah awet muda menghela napas panjang:
"Aaai, mereka mengira Tiau-ki lonie tewas ditanganku."
"Ooooh......." Samwan To semakin terkejut "kalau begitu tak
aneh lagi...... jadi mereka menyangka kau adalah musuh
besar pembunuh guru mereka?"
"Locianpwe, mengapa kau tidak memberi penjelasan
kepadanya?" tanya Oh Put Kui pula dengan kening berkerut.
"Percuma, diberi penjelasanpun tak ada gunanya." kata
Kakek latah awet muda sambil menggeleng, "kecuali kalau
aku berhasil menemukan si pembunuhnya."
"Pernahkah Ban loko melakukan pencarian?" seru Ibun
Hau.
"Siapa bilang tak pernah? Aku sudah mencari selama enam
puluh tahunan." kata Kakek latah awet muda dengan mata
melotot.
"Kalau begitu kejadian tersebut sudah berlangsung
semenjak enam puluh tahun berselang." pikir Oh Put Kui
kemudian, "sudah jelas penghidupan mereka bertiga selama
ini pun amat menderita."
Sementara itu terdengar Ibun Hau berkata:
"Dengan kepandaian silat yang dimiliki kalian bertiga, masa
selama enam puluh tahun ini tidak berhasil menemukan siapa
pembunuhnya? Kalau begitu cara bekerjanya orang itu pasti
luar biasa sekali."
"Belum tentu begitu." sela Oh Put Kui sambil tertawa.
mengapa orang itu ingin membunuh Tiau-ki locianpwe?
Apakah Ban tua pun tahu?"
"Jika aku tahu, persoalan ini tentu sudah berhasil kuselidiki
sedari dulu."
"Betul," kata Samwan To pula sambil tertawa, hanya
pembunuhan yang tidak diketahui sebab musababnya yang
paling sukar diselidiki......."
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, tiba-tiba
saja teringat akan urusan sendiri.
Cepat-cepat dia berseru kepada kakek latah:
"Ban tua, kita harus segera berangkat!"
"Yaa betul, kita memang harus segera berangkat!" kata
Kakek latah awet muda dengan pandangan sedih.
Tanpa menyapa atau menegur lagi, ia segera melompat ke
perahu yang berada di samping perahu Samwan To itu.
Pengemis sinting segera melongokkan kepalanya dari balik
ruang perahu, melihat Kakek latah telah kembali keperahunya,
cepat-cepat diapun menyusul keluar.
"Locianpwe berdua, pengemis Liok ingin memohon diri
lebih dulu......." serunya cepat.
"Silahkan pengemis sakti," ucap Samwan-to sambil
tertawa, "maaf kalau aku tak bisa memberi pelayanan yang
baik......."
Pengemis sinting yang telah menyeberang ke perahu
sendiri segera berseru sambil tertawa terbahak-bahak:
"Arak wangi dari kalian berdua sudah kucuri cukup banyak
terima kasih atas hidangan kalian itu......."
Rupanya sewaktu hendak keluar dari ruang perahu tadi, dia
sempat mencuri arak wangi.
Samwan-to dan Ibun Hau segera tertawa geli:
"Jika pengemis sakti menginginkan, aku akan
menghadiahkan berapa guci arak lagi."
"Tidak usah," pengemis sinting segera menggeleng,
"biasanya arak curian lebih enak rasanya ketimbang arak
pemberian orang......."
Oh Put Kui tertawa geli, kepada dua orang Kakek itu
segera katanya sambil menjura.
"Boanpwee ingin mohon diri dulu........"
"Hiantit, apakah kau hendak pergi ke Lam-cong untuk
mencari Im-tiong-hok?"
"Benar!"
"Ada urusan apa sih hiantit hendak mencarinya?" tanya
Samwan-to pula.
"Untuk menyelidiki soal terbunuhnya ibuku!" kata Oh Put
Kui dengan sorot mata memancarkan sinar tajam.
"Apakah Im-tiong-hok tahu?" tanya Ibun Hau dengan wajah
berubah hebat.
"Boanpwee tidak yakin apakah dia tahu atau tidak........"
Ibun Hau segera bertanya lagi sambil tertawa:
"Apakah hiantit kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami pernah bersua di perkempungan Sin-ling-ceng!"
"Bagaimanakah pendapat hiantit tentang orang ini?"
"Pintar, gagah dan berkepandaian silat tangguh......."
"Haahhhahhh..... hhaaaaahhh..... haaaaahhh..... cocok,
cocok........." seru Samwan-to sambil tertawa tergelak.
Oh Put Kui yang menyaksikan kejadian itu, tiba-tiba saja
timbul kecurigaan dalam hatinya.
"Mungkinkah Im-tiong-hok mempunyai hubungan yang
cukup akrab dengan Thian-tok-siang-coat?"
Berpikir begitu, diapun bertanya sambil tersenyum:
"Apakah cianpwee berdua kenal dengan Im-tiong-hok?"
"Kami adalah sahabat karib, teman lama!" kata Samwan-to.
"Hiantit," kata Ibun Hau pula, "apakah kau mencurigai Imtiong-
hok tersangkut dalam pembunuhan terhadap ibumu?"
"Saat ini boanpwee tak berani memastikan!"
"Hiantit, apakah menurut pendapatmu Im-tiong-hok
mencurigakan?" tanya Samwan-to terkejut.
"Belum tentu!"
"Tidak mungkin, masa dia......."
Belum selesai Samwan-to selesai berbicara, Ibun Hau
sudah menyela.
"Hiantit, kau mendapatkan kabar ini dari siapa?"
"Dari Kit Put-shia......."
"Jadi hiantit percaya dengan perkataan si gembong iblis
tersebut.......?"
"Boanpwee tidak bisa tidak harus percaya!"
"Mengapa?"
"Sebab barang peninggalan ibuku berada ditangan Kit Putshia!"
"Kalau begitu Kit-put-shia sangat mencurigakan, mengapa
hiantit tidak pergi mencarinya?"
"Tusuk konde pelebur tulang Ngo im-hua kut-cian milik
almarhum ibuku telah muncul ditangan Kit-put-shia, ketika
boanpwee bertanya kepada gembong iblis tersebut, baru
kuketahui kalau tusuk konde itu diperoleh dari Im-tiong-hok!"
"Oooh......" Ibun Hau segera termenung berapa saat
lamanya, kemudian baru berkata lagi. "persoalan ini haru
dibikin jelas lebih dulu......"
Perkataan itu seakan akan diutarakan sebagai gumaman
seorang diri, tapi seperti juga mengajak Samwan To untuk
merundingkan persoalan ini.
Terdengar ia berkata lagi:
"Bila salah dalam pengurusan, maka akibatnya akan timbul
bencana besar....... cuma aku percaya Im-tiong-hok bukan
manusia rendah yang memalukan seperti itu."
"Boanpwee pun berpendapat demikian," sahut Oh -put-kui
sambil tertawa.
Ibun Hau segera manggut-manggut.
"Hiantit, aku rasa dalam persoalan ini hanya Im-tiong-hok
seorang yang bisa menjawab dari siapakah tusuk konde
pelebur tulang itu dia peroleh!"
"Justru untuk menyelidiki persoalan inilah, boanpwee
berangkat ke Lam-cong!"
Mendadak Ibun Hau tertawa tergelak sambil berkata:
"Lohu ucapkan semoga sukses perjalanan hiantit kali ini
dan berhasil membalaskan dendam bagi kematian ibumu!"
"Terima kasih banyak locianpwee berdua......." kata Oh Put
Kui dengan wajah sedih.
Selesai berkata dia lantas menjura dan masuk ke dalam
ruangan perahu.
Kembali Ibun Hau berseru sambil tertawa tergelak:
"Hiantit, jika bertemu dengan Im-tiong-hok, tolong
sampaikan salamku kepadanya......."
Perahu yang ditumpangi Oh Put Kui sekalian telah berlayar,
tapi Oh Put Kui justru dibuat amat tak tenang oleh perkataan
Ibun Hau yang titip "salam" tersebut.
Im-tiong-hok tidak lebih hanya seorang Bulim Bengcu dari
Kanglam yang berkedudukan tak seberapa, mengapa Thiantok-
siang-coat justru titip salam kepadanya?
Peristiwa ini benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh.
Ataukah dibalik kesemuanya itu masih terselip sesuatu
yang aneh? Yang tidak diketahui setiap orang?
Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui menjadi termangu dan
merasa tidak habis mengerti.
-oo0dw0oo-
Kota Lam-cong.
Orang bilang kota Lam-cong merupakan suatu kota kuno
yang megah dan antik, namun semua dalam kenyataan tidak
semegah apa yang dilukiskan.
Sekalipun begitu pemandangan alam yang dlihat dari atas
pagoda Peng ong-kok memang amat menawan hati.
Hari ini, di depan sebuah gedung lebih kurang sepuluh kaki
disebelah kanan pagoda Peng-ong-kok telah muncul tiga
orang, mereka tak lain adalah Oh Put Kui sekalian.
Didepan gedung megah itu terpancang sebuah papan
nama terbuat dari emas yang bertuliskan tiga huruf besar:
"TIONG-GI-HU."
Bengcu kaum Liok lim untuk tujuh propinsi di wilayah
Kanglam ini betul-betul memiliki gaya yang luar biasa.
Berhadapan dengan gedung bangunan yang begitu megah
ini, Pengemis sinting menggelengkan kepalanya berulang kali
sambil bereru:
"Betul-betul suatu pemborosan secara besar besaran, apa
sih gunanya gagahan? Padahal kedudukannya tak lebih cuma
seorang Liong-tau totoa dari kaum Liok-lim, kalau seorang
pentolan pencolengpun hidup begitu mewah, bagaimana pula
dengan kehidupan seorang kaisar?"
Kalau didengar dari caranya berbicara, tampaknya si
pengemis sinting ini semakin lama semakin tidak sinting.
Masih untung Oh Put Kui sudah menaruh pandangan lain
terhadap Im-tiong-hok sehingga ia cuma mengatakan hal-hal
yang biasa saja, kalau tidak, entah apa lagi yang ia ucapkan
keluar.
Oh Put Kui sendiri cuma tertawa hambar dan sama sekali
tidak memberi jawaban apa-apa.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berkata sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Sebagai seorang pentolan Liok-lim, aku rasa kekayaannya
melebihi seorang raja muda!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia mengulapkan
tangannya kepada sipengemis sinting sambil berseru:
"Hey pengemis kecil, ayoh ketuk pintu!"
"Baik!" sahut pengemis sinting sambil mengangguk, "tapi
orang-orang dari ruang Tiong-gi-hu ini memang aneh sekali,
masa ditengah hari bolong begini tak nampak seorang
manusiapun? Ngapain mereka selalu mengunci pintu?"
Biar mulutnya ngerocos terus, tangannya tidak berarti cuma
menganggur saja.
Dengan mengepal tinjunya yang besar ia segera
menggedor pintu gerbang yang hitam berkilat itu keras-keras.
Jangan dilihat orangnya pendek, ternyata tenaganya yang
dipakai untuk menggedor pintu kasar sekali.
"Duuukkk....... duuukkk......."
Suara yang ditimbulkan keras sekali bagaikan guntur yang
membelah bumi disiang hari.
Belum habis gempuran yang kesepuluh, tiba-tiba pintu
gerbang berwarna hitam pekat itu sudah dibuka orang.
Seorang kakek berdandan pelayan yang berusia lima puluh
tahunan munculkan diri dengan kening berkerut, ditatapnya
sekejap pengemis yang baru saja menggedor pintu keraskeras
itu, kemudian bentaknya
"Apakah kau datang untuk meminta-minta."
Mendengar pertanyaan ini kontan saja ia merasa naik
darah, dengan gemas dia meludah ke wajah pelayan tua itu,
lalu sambil mengeluarkan selembar uang kertas senilai seribu
tahil emas, teriaknya dengan marah:
"Kau tak usah menghina, lihat ini, dalam kantungku masih
terdapat beberapa lembar uang kertas ribuan tahil emas, buat
apa aku meminta-minta padamu?!"
Mimpipun pelayan itu tak menyangka kalau didunia ini
terdapat pengemis yang bukan minta-minta.
Ludah bercampur riak yang menyembur ke atas mukanya
itu segera menimbulkan bau amis yang amat memuakkan.
Tak heran kalau pelayan itu amat gusar sampai
menggertak giginya kencang-kencang. setelah menyeka riak
kental dari wajahnya, dia langsung saja mengumpat:
"Pengemis sialan yang tak punya mata, tahukah kau
gedung apakah ini? Berani amat mencari gara gara disini?
Sudah pasti kau sudah bosan hidup rupanya?"
"Haaaahhhh..... haaaaahhhh...... haaaaahhhh...... kaulah
yang sudah bosan hidup, aku si pengemis datang untuk
mencari orang!"
Tanpa terasa pelayan tua itu memperhatikan sekejap dua
orang yang berada dua kaki dibelakang pengemis tadi, lalu
tegurnya:
"Kau datang mencari siapa?"
Sekalipun orang ini tidak dapat bersilat, paling tidak ia
mempunyai pandangan yang cukup jeli, dari sikap Kakek latah
awet muda serta Oh Put Kui yang gagah, ia sudah dapat
menebak berapa bagian kalau tamu tamunya adalah jago
berilmu tinggi dari dunia persilatan, kalau tidak, mana mungkin
mereka akan datang ke gedung ini.
Rupanya gedung Tiong gi-hu dari si tombak emas kuda
terbang Im Tiong-hok ini selamanya tak pernah dipakai untuk
menerima sahabat-sahabat rimba hijaunya, bila para jago
Liok-lim hendak mencarinya, kebanyakan akan pergi ke
markas besar yang dibangun disisi sungai Leng-kang, lima li
diluar kota Lam cong, markas besar mereka itu dinamakan Jit
gwat-san cong.
Oleh sebab itu dalam gedung Tiong-gi-hu sama sekali tiada
pelayan yang pandai bersilat.
Dalam pada itu si pengemis sinting telah melongokkan
kepalanya sambil berkata:
"Kami datang mencari Im Tiong-hok!"
"Apakah membawa kartu nama?" tanya pelayan tua itu lagi
dengan kening berkerut.
"Tidak ada. Huuuhh, gaya kalian tampaknya lebih besar
daripada tata cara rumah pembesar."
Pelayan tua itu kontan saja tertawa dingin
"Kongcu kami adalah pensiunan pembesar kelas tiga, tentu
saja harus mengikuti tata cara yang berlaku......."
Baru pertama kali ini si pengemis sinting mendengar kalau
Im Tiong-hok pernah menjadi pembesar kelas tiga, hampir
saja dia tertawa tergelak saking gelinya.
Masa seorang pentolan pencolengpun pernah menjadi
pembesar kelas tiga dari Kerajaan?
"Katakan kepada Im Tiong-hok, kami yang hendak
menjumpainya......." seru pengemis sinting itu cepat.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"Jangan lupa, suruh dia yang munculkan diri dan
menyambut sendiri kedatangan kami !"
"Kau si pengemis betul-betul sudah edan......" umpat
pelayan itu sambil tertawa tergelak.
"Tapi tiba-tiba saja ucapan tersebut terhenti sampai
ditengah jalan......"
Rupanya dari balik pintu telah muncul seorang sastrawan
setengah umur yang berusia empat puluh tahunan.
Orang itu mengenakan baju serba hijau dengan dandanan
yang rapi dan langkah yang gagah.
Begitu melihat orang itu menampakkan diri, pelayan tadi
segera memberi hormat sambil berkata:
"Lim suya, kebetulan sekali kedatanganmu, pengemis ini
bilang mau bertemu kongcu tapi mulutnya kotor dan
mengumpat semaunya sendiri, budak tak sanggup lagi untuk
menghadapinya!"
"Silahkan lo-koankoh mundur selangkah......." ucap suya
she Lim itu sambil tertawa hambar.
Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya ke wajah
pengemis sinting, tiba-tiba ucapnya sambil tertawa tergelak:
"Aku kira siapa yang datang, rupanya Liok sinkay dari kaypang!"
Ucapan mana saja membuat pengemis sinting terbelalak
heran, pikirnya:
"Heran, mengapa bocah keparat ini dapat mengenaliku
dalam sekilas pandangan saja? Sebaliknya aku justru tidak
kenal dengannya?"
Dalam hati ia berpikir demikian, sedang diluar katanya
sambil tertawa tergelak:
"Betul, aku si pengemis tua adalah Liok Jin ki, siapa kau ?
Mengapa kenal aku?"
Lim suya tertawa:
"Nama besar Liok sinkay sudah tersohor diseantero dunia,
sudah barang tentu aku mengenalnya......."
Sementara berbicara, sinar matanya telah dialihkan kearah
Kakek latah awet muda serta Oh Put Kui.
"Apakah kedua orang itu adalah rekan sinkay?"
"Tentu saja, cuma siapakah kau? Tentunya punya nama
bukan? Dan lagi jika Im Tiong-hok tidak berada didalam
gedung, aku si pengemis tak punya waktu lagi untuk
menunggu......."
Lim suya menunggu sampai pengemis itu menyelesaikan
perkataannya, kemudian baru berkata sambil tertawa:
"Saudara Im berada dalam gedung, sinkay tak usah kuatir
harus menunggu, dan kedua orang rekan sinkay, kalau toh
sudah datang silahkan pula memperkenalkan diri......."
Walaupun sudah berbicara setengah harian, suya ini belum
juga memperkenalkan nama sendiri.
Dengan gemas pengemis sinting berpaling kemudian
serunya sambil menggapai:
"Im Tiong-hok ada di rumah!"
"Kalau begitu mari kita masuk!" jawab Kakek latah awet
muda dengan cepat.
Belum selesai dia berkata, tahu-tahu saja tubuhnya sudah
berdiri dihadapan pengemis sinting.
Sementara itu Oh Put Kui juga telah datang dengan
langkah lebar, sejak tadi ia sudah melihat kalau Lim suya ini
bergaya luar biasa, maka begitu bersua dia lantas menjura
sambil berkata:
"Aku Oh Put Kui mohon bertemu dengan Im tayhiap,
dapatkah saudara melaporkan ke dalam?"
Agaknya nama besar Oh Put Kui masih jauh lebih terkenal
daripada nama besar pengemis sinting.
Betul juga, paras muka sastrawan setengah umur she Lim
itu segera berubah hebat, serunya tanpa terasa:
"Jadi saudara adalah pendekar aneh perantauan Oh Put
Kui?"
"Yaa memang aku, entah siapa nama suya?"
Sikap Lim suya itu segera berubah seratus delapan puluh
derajat, dengan sikap yang lebih hangat katanya:
"Aku Lim Yu-kong, dalam gedung milik saudara Im ini
bekerja sebagai juru tulis......."
"Siapa kau?" seru pengemis sinting agak tertegun, "jadi
tangan sakti pemutar langit adalah kau? Maaf kalau
begitu......"
Rupanya si Tangan sakti pemutar langit Lim Yu-kong
mempunyai nama yang cukup termashur dalam dunia
persilatan.
Sambil tertawa Lim Yu-kong segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Aku she Lim hanya seorang anak kemarin sore, tak perlu
diherankan oleh pengemis sakti."
Sambil tertawa Oh Put Kui berkata pula:
"Nama besar saudara Lim sudah lama kudengar, beruntung
sekali kita dapat bersua muka hari ini."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Dapatkah saudara Lim melaporkan kepada Im tayhiap......"
Sementara itu Lim Yu-kong sudah berseru lebih dulu sambil
tertawa lebar:
"Silahkan, aku she Lim mewakili dulu saudara Im untuk
mempersilahkan sin kay Oh heng dan lo......."
Ketika sorot matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet
muda, tiba-tiba saja ia tertegun.
Rupanya kakek latah awet muda sedang menunjukkan
muka setan kepadanya.
Melihat hal ini, Oh Put Kui segera berkata sambil tertawa:
"Saudara Lim, barusan aku lupa untuk memperkenalkan,
locianpwe ini adalah seorang tokoh yang sudah termashur
hampir seratus tahun lamanya, dia adalah Kakek latah awet
muda, Ban Sik-tong!"
Mendengar nama itu, Lim Yu-kong segera merasakan
mandi keringat dingin saking kagetnya.
Mimpi pun dia tak pernah menyangka kalau kakek
berambut putih itu adalah Ban Sik-tong.
Seketika itu juga dia bertekuk lutut dan segera menjatuhkan
diri ke atas tanah sambil menyembah.
"Boanpwe Lim Yu-kong menjumpai kau orang tua!" katanya
dengan penuh rasa hormat.
"Haaaaahhh..... haaaaaahh... ..haaaaaahh..... bangun,
bangun! Aku paling benci dengan segala tata cara semacam
ini!"
Mau tak mau Lim Yu-kong harus bangun juga, sebab dia
sudah terhisap oleh tenaga murni yang dipancarkan kakek
latah awet muda Ban Sik-tong sehingga tubuhnya
meninggalkan permukaan tanah sejauh tiga depa lebih.
Tak terlukiskan rasa terkejut dan ngerinya setelah
menyaksikan kejadian tersebut, dia tak mengira kalau tenaga
dalam yang dimiliki kakek itu sudah mencapai ke tingkatan
yang begini dahsyat.
"Boanpwe turut perintah!" dengan sikap amat hormat Lim
Yu-kong buru-buru berseru.
Sementara itu si Kakek latah awet muda telah melangkah
masuk ke dalam gedung.
Lim Yu-kong mempersilahkan tamu-tamunya masih ke
dalam sebuah kamar baca yang indah dan bersih.
Ketika kacung baru menghidangkan air teh, Im Tiong-hok
telah munculkan diri dari balik pintu kamar baca,
Gelak tertawa nyaring menyusul kemunculan Im Tiong-hok.
"Aku orang she Im merasa amat bangga menerima
kunjungan dari saudara Oh........"
Tapi sesudah melangkah masuk ke dalam kamar baca,
ucapan tersebut segera terhenti sampai ditengah jalan.
Rupanya pelayannya hanya menyebutkan Oh Put Kui
seorang, padahal Im-tiong-hok menyaksikan di kamar baca
hadir tiga orang, otomatis perkataannya terhenti sampai
setengah jalan.
Barulah setelah tertawa panjang, ia baru berkata:
"Rupanya Liok sinkaypun ikut berkunjung."
Setelah mengalihkan pandangan matanya kearah Kakek
latah awet muda, ia baru bertanya:
"Dan orang tua ini......"
Cepat-cepat Lim Yu-kong maju ke depan sambil berkata:
"Saudara Im, orang tua ini adalah Kakek latah awet muda
Ban locianpwee......"
Mendengar nama Kakek latah awet muda, tiba-tiba saja
paras muka Im-tiong-hok berubah menjadi amat serius.
Hampir seperminum teh lamanya dia mengawasi Kakek
latah awet muda, kemudian dengan air mata bercucuran dia
baru menjatuhkan diri berlutut dihadapan Kakek tersebut.
Cepat-cepat Kakek latah awet muda mengulapkan
tangannya sembari berseru:
"Bocah muda, buat apa kau berlutut di hadapanku? Ayoh
cepat bangun......!"
Tubuh Im Tiong-hok segera terangkat oleh tenaga murni
yang dipancarkan Kakek latah, hanya anehnya saja ternyata
tubuh Im Tiong-hok masih tetap berada dalam posisi berlutut.
Terdengar orang itu berkata lagi dengan air mata
bercucuran:
"Boanpwee adalah Cu Khing-cuang!"
Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda melompat bangun
dan menarik Im Tiong-hok dari atas tanah, kemudian serunya:
"Kau...... kongcu, baik-baikkah kalian?"
Terpaksa Im Tiong-hok bangkit berdiri, lalu sahutnya:
"Ban tua, mengapa sudah begini lama tiada kabar berita
darimu? Dewasa ini negeri kita......"
"Didalam dunia ini benar-benar terdapat banyak sekali
persoalannya yang sama sekali tak terduga," ucap Kakek
latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya berulang
kali, "seperti aku ini, banyak persoalan yang terbengkalai garagara
sifatku yang kocak dan binal...... semenjak kapan sih kau
gunakan nama Im Tiong-hok untuk mengikuti ujian negara?"
Im Tiong-hok tertawa getir:
"Apabila boanpwee tidak berbuat demikian, bagaimana
mungkin bisa mengetahui berbagai rahasia Kerajaan?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya:
"Hanya sayang boanpwee menjumpai bahwa To tay-hu
sudah kelewat terbiasa dengan watak wataknya sehingga
mustahil untuk bisa merubahnya kembali, oleh sebab itu
boanpwee pun segera mengundurkan diri serta berkumpul
dengan sahabat-sahabat rimba hijau."
"Haaaaahhhh... haaaaaahh... haaaaaahh... memang sudah
seharusnya berbuat demikian," kata Kakek latah awet muda
sambil tertawa tergelak, "kalau gagal lewat pemerintahan
harus dicari lewat kaum pencoleng... jiwa kita yang berani
maju berani mundur sesuai dengan keadaan memang paling
cocok buat kaum persilatan semacam kita ini..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah
Oh Put Kui sambil berkata lagi:
"Anak muda, Im Tiong-hok ini adalah keponakan langsung
dari Thian-hiang Huciu!"
Semenjak tadi Oh Put Kui sudah menduga sampai kesitu,
hanya saja dia tak pernah menyangka kalau orang tersebut
adalah keponakan dari Permaisuri Thian-yang.
Maka cepat-cepat dia menjura sambil berkata:
"Rakyat kecil menjumpai kongcu!"
Pengemis sinting pun turut menjura dalam dalam.
Im Tiong-hok tertawa sedih kemudian berkata:
"Harap saudara Oh dan sin-kay jangan bersikap demikian,
Cu Khing-cuan telah mati disaat kerajaan ditumpas, harap
kalian berhubungan dengan diriku sebagai Im Tiong-hok saja!"
Oh Put Kui berpikir sejenak, kemudian menyahut:
"Betul, perkataan dari saudara Im memang sangat tepat!"
Setelah pemuda ini mengatakan benar, tentu saja
Pengemis sinting tidak menemukan bagian yang keliru lagi.
Perlu diketahui, orang-orang pada jaman itu sangat
menaruh hormat terhadap para pembesar kerajaan, itu berarti
setiap tindak tanduk maupun cara berbicara harus menuruti
tata kesopanan yang berlaku......
Oleh sebab itulah kendatipun Si pengemis sinting binal
sekali, akan tetapi dia sama sekali tidak setuju dengan cara
pemikiran dari Oh Put Kui tersebut.
Agaknya Oh Put Kui dapat membaca suara hati pengemis
sinting, sambil tertawa segera ujarnya:
"Liok loko, apakah kau menganggap pertimbanganku ini
keliru?"
"Sekalipun kau tidak keliru, namun bukan berarti benar!"
kata pengemis sinting tertawa.
"Liok loko, apakah kau sudah melupakan peristiwa terhina
yang dialami Thio Liang dan Hon Sim?"
"Itu mah berbeda, hubungan antara seorang atasan dan
bawahan harus dijalin secara ketat."
"Itu sih tergantung pada saat dan keadaan seperti apa, dan
kita sekarang adalah rakyat yang kehilangan kerajaan......"
"Liok tua," sela Im-tiong-hok cepat, "asalkan kita semua
bersedia bersatu padu dan berjuang demi menegakkan
kembali kejayaan bangsa Han, apalah arti tata kesopanan
antara pembesar dengan rakyat, apalagi..."
Setelah tertawa dia meneruskan:
"Sejak dulu sampai sekarang, bukankah banyak pemimpin
kita yang justru muncul dari kalangan rakyat biasa?"
Baru sekarang si pengemis sinting manggut-manggut:
"Yaa, rasanya memang masuk diakal juga"
"Bukan agaknya lagi," tukas Oh Put Kui sambil tertawa,
"Liok loko, marilah kuberitahukan kepadamu secara terus
terang, dalam keadaan serba susah seperti sekarang ini
hubungan seorang pemimpin dengan bawahannya justru lebih
baik berupa hubungan sesama saudara, dengan bekerja sama
dan satu penderitaan, perjuangan kita baru dapat diwujudkan
dengan sebaik-baiknya.
"Bagaimana jika dihari-hari biasa?"
"Kalau dihari-hari biasa tentu saja berbeda, kita wajib
mempertahankan tata krama yang berlaku."
Pengemis sinting kembali mengangguk:
"Menurut pandangan aku si pengemis tua haaahh.....
haaahh..... haaahh..... lebih baik tak usah dibicarakan saja."
Tiba-tiba saja dia seperti tahu bagaimana caranya untuk
menjual mahal.
Tapi Oh Put Kui segera menyela dengan sikap acuh tak
acuh:
"Kalau enggan dibicarakan, hal itu lebih baik lagi!"
Tapi si Kakek latah awet muda segera berseru:
"Tidak bisa, bagaimana pun juga dia harus
mengutarakannya keluar, hey pengemis cilik, kau berani jual
lagak?"
"Baik, baik, aku akan berbicara, aku akan berbicara......."
pengemis sinting cepat-cepat berseru.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tambahnya:
"CUma kalian jangan marah lho setelah mendengar
perkataanku ini......"
"Baik, kami tidak akan marah!" Kakek latah berjanji.
Setelah tertawa pengemis sinting baru berkata:
"Menurut pendapat aku si pengemis, berapa ribu patah kata
pun yang mau digunakan, akhirnya toh cuma dua patah kata
yang cocok untuk digunakan yakni "takut mampus"......"
Im-tiong-hok yang pertama-tama bertepuk tangan setelah
mendengar perkataan itu, serunya sambil tertawa:
"Perkataan Liok tua memang benar-benar tepat sekali!"
"Liok tua, perkataanmu itu memang sangat tepat," Oh Put
Kui turut tertawa pula, "andai kata tidak disertai pula dengan
penjelasan tentang sebab musababnya, aku kuatir ucapan
takut mampus ini bisa berubah menjadi memalukan sekali!"
"Tentu saja aku mengetahui sebab musababnya, tunggu
kesempatan baik bukan?"
"Benar!"
Saat itulah Kakek latah awet muda baru berkata sambil
tertawa:
"Pengemis kecil, tampaknya kau benar-benar mampu untuk
mewarisi kemampuanku!"
Cepat-cepat pengemis sinting menggeleng.
"Ban lopek, Liok Jin-ki terlalu tua...... tidak cocok!"
"Kau tak usah merendahkan diri lagi pengemis cilik, apakah
kau belajar kesemuanya itu dari Oh Put Kui si bocah muda
itu?" seru Kakek latah sambil tertawa.
"Tidak, cuma kalau orang sudah meningkat dewasa,
biasanya dia akan lebih tahu urusan......"
Ucapan ini segera disambut gelak tertawa oleh Oh Put Kui,
bahkan Lim Yu-kong pun tak tahan ikut tertawa terpingkalpingkal.
-oo0dw0oo-
"Liok tua memang tidak malu mempunyai hati yang jujur
dan semangat yang menyala." ujar Im Tiong-hok sambil
tertawa.
Kembali pengemis sinting menggeleng:
"Kongcu, jangan sekali-kali kau memuji diriku sebagai
orang berhati jujur yang bersemangat tinggi."
"Kenapa?"
Pengemis sinting memandang sekejap ke arah Kakek latah
awet muda, lalu katanya:
"Bila dia orang tua berniat mewariskan beberapa macam
ilmu silat kepadaku, berarti aku harus menerima banyak
penderitaan... oleh karena itu aku tak berani mempunyai hati
jujur dan semangat tinggi lagi!"
Im Tiong-hok yang mendengar ucapan mana segera
tertawa terbahak-bahak tiada hentinya.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda berkata pula:
"Tampaknya pengemis cilik ini betul-betul sudah ketularan."
Kemudian setelah memandang sekejap ke arah Oh Put
Kui, kembali dia berkata:
"Anak muda, nampaknya kau mempunyai ilmu untuk
menularkan watak kepada orang lain, coba lihat, pengemis tua
itu sudah ketularan sifatmu itu sehingga bersikap lain daripada
yang lain."
"Haaaaahhhh... haaaaaahhhh... haaaaaahhhh.... Ban tua
telah memfitnah orang baik-baik."
"AKu tidak memfitnahmu anak muda, kau tahu kalau dulu si
pengemis cilik itu melihat diriku, maka persoalan pertama
yang dia katakan adalah minta aku mengajarkan ilmu silat
kepadanya."
Tidak sampai Kakek latah menyelesaikan perkataannya,
pengemis sinting segera menukas:
"Tapi lain dulu lain sekarang........"
"Ban tua, perkataan Liok loko memang benar," kata Oh Put
Kui pula sambil tertawa.
"Bagus sekali, jadi kalian bergabung mau mengerubuti
aku?" kontan saja Kakek latah mendelik.
"Kami tidak berani......."
Perlu diketahui ganjalan didalam hati Oh Put Kui sekarang
telah hilang separuh bagian terbesar, sebab ketika dia
mengetahui kalau Im Tiong-hok adalah keponakan Permaisuri
Thian-yang, maka dia sudah merasa bahwa ibunya yang
terbunuh pun pasti bukan hasil perbuatan dari Im-tiong-hok.
Sekalipun persoalan ini tetap akan ditanyakan kepada Imtiong,
namun keadaannya sama sekali telah berbeda, atau
paling tidak ia sudah tidak menganggap Im-ting-hok sebagai
musuhnya lagi.
Oleh sebab itu dia malahan mengambil sikap tidak terburuburu
menyelidiki persoalan ini.
Sambil tertawa Kakek latah awet muda menggelengkan
kepalanya berulang kali seraya berkata:
"Baik, baik, aku memang kalah untuk berdebat dengan
kalian berdua......"
"Haaaaahhhh... haaaaahhhh... haaaaaahh... kalau begitu
Ban tua memang seorang yang sangat terbuka..." kata Im
tiong-hok sambil tertawa tergelak.
Kemudian dia berpaling kearah Lim Yu-kong dan kembali
berkata:
"Saudara Lim suruhlah orang untuk menyiapkan beberapa
macam sayur untuk dihidangkan di kamar baca..."
Lim Yu-kong menyahut dan segera berlalu dari situ.
Sepeninggal Lim Yu-kong, Im tiong-hok baru berkata lagi
kepada Kakek latah awet muda:
"Ban tua, sebetulnya ada urusan apa kau orang tua
berkunjung ke Lam-cong ini?"
"Apa lagi, tentu saja gara-gara urusan bocah muda itu,"
seru Kakek latah sambil menuding ke arah Oh Put Kui,
"tanyakan sendiri kepadanya......."
"Ooooh, rupanya dikarenakan urusan saudara Oh, tapi
persoalan apakah itu? Apabila membutuhkan tenagaku,
silahkan saja saudara Oh utarakan keluar!"
"Siaute hanya ingin menanyakan satu urusan kepada
saudara Im..." kata Oh Put Kui sambil tersenyum.
Sikap maupun caranya berbicara sangat santai dan ringan,
hal ini membuat pengemis sinting menjadi sangat tercengang.
"Persoalan apakah itu?" tanya Im-tiong-hok lagi, "asalkan
aku tahu, pasti akan kuutarakan selengkapnya."
"Aku hanya ingin menanyakan asal usul dari suatu benda
mestika!" "Benda mestika?" Im Tiong-hok tertegun.
Dalam pada itu para pelayan telah datang menghidangkan
arak dan sayur.
Lim Yu-kong telah kembali pula kedalam kamar baca,
dengan cawan arak ditangan, suasana segera berlangsung
lebih meriah lagi.
Setelah menghormati ketiga tamunya dengan arak, Imtiong-
hok baru bertanya lagi kepada Oh Put Kui:
"Bericara kembali tentang persoalan yang disinggung
saudara Oh tadi, sebetulnya mestika apakah itu?"
"Oooh, benda itu adalah tusuk konde Ngo im-hua-kut-cian,
salah satu dari tujuh mestika dunia persilatan."
Mendengar perkataan ini Im-tiong-hok segera menyahut
sambil tertawa:
"Sayang sekali tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian itu sudah
tidak berada ditanganku sekarang!"
"Aku sudah tahu kalau benda itu tidak berada ditangan
saudara Im lagi," Oh Put Kui tertawa.
"Apakah saudara Oh mempunyai hubungan dengan tusuk
konde pelarut tulang ini?" tanya Im-tiong-hok tiba-tiba.
Dengan wajah amat sedih Oh Put Kui mengehela napas
panjang, lalu manggut-manggut:
"Yaa, memang besar sekali hubungannya."
Ketika menyaksikan perubahan wajah Oh Put Kui tersebut,
diam diam Im-tiong-hok merasa sangat terkesiap.
Baru sekarang dia menyadari bahwa persoalan itu bukan
masalah yang sederhana.
"Dapatkah saudara Oh memberi penjelasan yang lebih
terperinci kepadaku?" kembali dia bertanya.
Oh Put Kui manggut-manggut:
"AKu memang ingin mengajukan pertanyaan kepada
saudara Im serta mengharapkan petunjuk darimu!"
"Soal petunjuk sih tak berani, silahkan saudara Oh
mengajukan pertanyaan."
"Dahulu, saudara Im mendapatkan tusuk konde pelarut
tulang itu dari siapa?"
"Oooh, benda itu merupakan hadiah seorang sahabat dunia
persilatan ketika siaute menyelenggarakan peringatan hari
ulang tahunku yang ketiga puluh!"
"Masih ingatkah saudara Im dengan sahabat dunia
persilatan itu?" berkilat sepasang mata Oh Put Kui.
"Tentu saja masih ingat, sekalipun dalam pandanganku,
benda mestika tersebut tak seberapa bernilai, tapi dalam
pandangan sementara umat persilatan justru berharga sekali."
Kemudian setelah berhenti sejenak, terusnya lagi:
"Saudara Oh, diwaktu-waktu sebelumnya aku sama sekali
tidak kenal dengan orang itu, karenanya setelah menerima
hadiah yang amat bernilai itu, siaute malah dibuat pusing tujuh
keliling dan mesti peras otak dengan seksama."
"Betul," kata Kakek latah awet muda sambil tertawa
tergelak, "siapa tahu kalau perbuatan itu merupakan suatu
rencana busuk dari seseorang."
Sambil tertawa Im Tiong-hok menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya lagi:
"Pada waktu itu sih boanpwe belum merasakan sesuatu
rencana busuk dibalik perbuatan itu, tapi setelah belasan
tahun kemudian, baru sekarang boanpwe merasa bahwa
dibalik kesemuanya itu memang terselip suatu rencana busuk
yang amat mengerikan."
"Apakah hal ini dikarenakan kedatangan si bocah muda
yang menanyakan soal tersebut?"
"Benar!"
"Kalu begitu cepat diterangkan dengan sejelas-jelasnya."
"Tatkala boanpwe menerima sumbangan tusuk konde Ngoim-
hua-kut-cian tersebut tempo hari, serta merta
kuperingatkan orang untuk mengembalikan benda ini..."
"Apakah berhasil dikembalikan?" tanya Oh Put Kui.
"Tidak!" Im-tiong-hok menggeleng, "orang yang memberi
hadiah tersebut telah pergi dari sana."
"Tapi tentunya saudara Im tahu bukan siapakah orang itu?"
"Mula-mula aku tidak tahu, tapi selanjutnya setelah
kuselidiki dengan seksama diketahui juga siapakah
orangnya..."
"Siapa?" tanya Kakek latah awet muda dengan gelisah,
saat ini dia justru lebih gelisah daripada Oh Put Kui sendiri.
"Dia adalah Lui-ing-huang-kiam (pedang latah irama
guntur) The Tay-hong!"
"Ooohh..." Oh Put Kui tertegun.
Sebaliknya Kakek latah awet muda segera berseru:
"Im lote, apakah kau tidak keliru?"
"Tak bakal keliru, sikalipun penerima hadiah tersebut tidak
kenal dengan si Pedang latah irama guntur The Tay-hong, tapi
Ci-siong-kiam-kek Sik sianseng yang duduk di meja
perjamuan sebelah barat mengenali dirinya dengan baik!"
"Kalau memang Sik Yu mengenalinya, hal ini bakal tidak
salah lagi!" seru Kakek latah sambil tertawa tergelak.
"Siapakah Sik Yu itu?" tanya Oh Put Kui sambil berkerut
kening.
"Paman guru dari ketua Bu-tong-pay saat ini, seorang
angkatan tua yang mempunyai nama dan kedudukan yang
terhormat didalam dunia persilatan!"
Oh Put Kui mengehela napas panjang, katanya:
"Boanpwee benar-benar tidak menyangka kalau tusuk
konde pelarut tulang ini..."
Dengan sorot mata tak menentu tiba-tiba dia menutup
mulutnya rapat-rapat.
Jelas perasaannya saat itu sedang bergolak sangat keras.
Tiba tiba terdengar Im-tiong-hok berkata lagi:
"Kalau dilihat dari usaha saudara Oh untuk menyelidiki
sumber tusuk konde itu, tampaknya tusuk konde tersebut
menyangkut suatu persoalan yang amat besar dengan
saudara Oh ?"
Oh Put Kui manggut-manggut, dengan sepasang mata
berkaca-kaca sahutnya:
"Tusuk konde itu adalah barang peninggalan ibuku
almarhum..."
Sekujur badan Im-tiong-hok bergetar keras setelah
mendengar perkataan itu, serunya tanpa terasa:
"Jadi saudara Oh adalah ... putra dari Peh-ih-ang-hud Lan
Lan-li-hiap..."
"Siaute sendiripun baru belakangan ini mendapat tahu asal
usulku yang sebenarnya," sahut Oh Put Kui sedih, "tapi sejak
ibuku terbunuh, hingga sekarang belum kuketahui siapakah
pembunuhnya, dan kini..."
Mendadak mencorong sinar tajam dari balik matanya, dia
menambahkan:
"Saudara Im, kau telah memberi sebuah petunjuk jalan
terang kepadaku!"
Im-tiong-hok manggut-manggut:
"Dulu aku tidak mengetahui akan persoalan ini, kalau tidak,
siaute pasti akan menahan tusuk konde pelumat tulang
tersebut, saudara Oh, harap kau jangan menyalahkan siaute
yang telah menghadiahkan benda itu kepada orang lain..."
"Mana mungkin siaute mempunyai jalan pemikiran
demikian?" kata Oh Put Kui sambil menggelengkan kepalanya
berulang kali, "lagipula siaute telah menjumpai tusuk konde
Ngo-im-hua-kut-cian tersebut ditangan Kit Put-shia..."
"Kalau begitu kehadiran saudara Oh kemari pun pasti atas
petunjuk dari Kit Put-shia bukan?"
"Kit Put-shia telah menerangkan kisahnya sampai
mendapatkan tusuk konde tersebut, dia bilang tusuk konde itu
telah dihadiahkan oleh saudara Im kepada cong-caycu dari
bukit Kun-san ditengah telaga Tong-ting-oh yang bernama Ciu
Khong!"
"Benar, untuk menarik simpatik dari para jago telaga Tongting,
maka setelah siaute menjumpai si pemberi hadiah tusuk
konde itu sudah pergi, dalam keadaan jalan buntu maka
keesokan harinya telah kukirim ke bukit Kun-san sebagai
hadiah."
Kakek latah awet muda yang mendengar ucapan tersebut
segera tertawa tergelak:
"Haaahh... haaahh... haaahh... benar-benar sebuah siasat
membunuh orang meminjam golok yang sangat hebat!"
Im Tiong-hok sangat terkejut atas perkataan itu, tapi segera
katanya pula sambil tertawa:
"Ban tua, kau orang tua benar-benar seorang pengamat
yang amat cekatan... terhadap manusia bangsa Ciu Kong,
bukan saja sulit untuk disuap, dibunuh pun tak gagah karena
itu boanpwe pun mendapat sebuah akal bagus dan ternyata
betul-betul berhasil mengirimnya ke neraka, tapi kawanan
perompak dari Tong-ting telah bertobat semua dan kini telah
bergabung dalam laskar pembela tanah air."
"Betul-betul sebuah muslihat yang hebat" seru pengemis
sinting sambil tertawa tergelak, "Ciu Khong memang seorang
manusia yang aneh dan susah dihadapi, seandainya dia tidak
mampus, pihak Tong-ting oh memang selamanya sulit
dikendalikan."
Sementara itu Oh Put Kui sedang termenung sambil
berpikir keras, ia tak bisa menduga dengan cara apakah si
pedang latah irama guntur The Tay-hong bisa mencelakai
ayah ibunya? Sekalipun empat jago pedang dari Raja setan
penggetar langit turun tangan bersama pun rasanya...
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia
teringat kembali dengan ucapan pedang perak berbaju biru
Seebun Jin yang pernah berkata bahwa Pedang baja berhati
merah Hui Bong-ki serta Pedang latah irama guntur The Tay
hong yang selama ini berdiam dalam lembah sin-mo-kah.
Mungkinkah dibalik semua peristiwa ini sebenarnya Kit Putshia
sendiri yang menjadi dalangnya?
Atau mungkin...
Ia berhasil memperoleh kesimpulan bahwa diantara sekian
jago, ada tiga orang yang kemungkinan besar menjadi dalang
dari peristiwa tersebut, mereka adalah:
Kit Put-shia sendiri, kedua adalah raja setan penggetar
langit Wi Thian-yang, tapi kalau didengar dari sikap Seebun
Jin sewaktu berjumpa raja setan itu, Ti-thian-yang memang
paling mencurigakan.
sedang orang ketiga yang mencurigakan adalah pihak
istana Sian-hong-hu.
Ia berani mengambil kesimpulan yang begini berani
dikarenakan si pedang iblis berbaju merah Suma Hian dan
panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi berada di istana Sianhong
hu semua, hal ini membuktikan bahwa Kakek suci
berhati mulia Nyoo Thian wi sendiri meski tiada persoalan, tapi
anak buahnya ini sudah pasti ada masalah.
Ditambah pula dengan peristiwa Mu ni pian yang baru-baru
ini terjadi, Nyoo Ban-bu justru merupakan orang yang paling
mencurigakan diantara kesemuanya ini.
Sikapnya yang termenung tanpa berkata kata ini tentu saja
menumbulkan perasaan tak tenang bagi Im Tiong-hok.
"Saudara Oh," katanya kemudian, "selewatnya hari ini,
mulai besok pagi siaute akan menemani saudara Oh untuk
mengarungi seluruh penjuru dunia untuk mencari si pedang
latah irama guntur The Tay-hong sampai ketemu serta
menanyainya sampai terang..."
Mendengar ucapan ini, dengan penuh rasa berterima kasih
Oh Put Kui berkata:
"Saudara Im harus memikul tanggung jawab yang sangat
berat, mana boleh lantaran urusan kecil harus meninggalkan
posnya? Soal The Tay-hong, aku percaya dapat
menemukannya dengan segera..."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba dari arah depan sana
berkumandang suara bentakan yang sangat nyaring.
"Dia pernah bilang akan kemari, mengapa kalian
mengatakan dia tak ada disini? Hmm, jangan membuat
nonamu menjadi marah, kalau tidak, gedung Tiong gi-hu ini
bisa ku rubuh menjadi puing-puing yang berserakan..."
Perkataan itu sungguh tekebur dan besar lagaknya, tapi
siapakah dia? Semua jago yang berada dalam kamar baca
sama sama tertegun dibuatnya.
Sedangkan Im Tiong hong dengan wajah berubah segera
melompat bangun sambil katanya:
"Biar siaute pergi memeriksanya, ingin kuketahui siapakah
yang berani mencari gara-gara disini!"
@oodwoo@
Jilid ke : 30
Tapi Lim Yu-kong telah bertindak mendahuluinya, dia
berseru:
"Saudara Im, biar siaute yang pergi melihatnya..."
Belum selesai berkata, tubuhnya sudah menyerobot keluar
dari pintu.
Tak lama kemudian Lim Yu-kong telah muncul kembali,
dibelakang tubuhnya mengikuti seorang nona berbaju kuning.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya berat seperti
tenggelam ke air, pikirnya diam-diam:
"Aduh celaka, mengapa dia bisa mencari sampai disini...?"
Tapi disamping itupun timbul suatu perasaan aneh yang
tidak dipahami olehnya.
Ia seperti merasa amat senang dan gembira.
Sementara itu Im-tiong-hok telah bangkit berdiri untuk
menyambut kedatangan tamunya itu.
Sedangkan si nona berbaju kuning itu sedang berjalan
masuk ke dalam kamar baca dengan langkah lebar.
Lim Yu kong segera berkata kepada Im-tiong-hok:
"Nona ini datang untuk mencari saudara Oh..."
Oh Put Kui yang sudah bangkit berdiri, segera menyapa:
"Nona Nyoo, kau..."
Baru beberapa patah kata dia berkata, ucapannya sudah
dipotong oleh suara tertawa dari Hian-leng-giok-li Nyoo Siausian.
Sikap nona ini begitu terbuka dan amat luwes, terdengar ia
berseru:
"Oh toako, ternyata kau memang berada disini..."
"Darimana nona bisa tahu kalau aku berada disini? Mana
gurumu...?"
"Tentu saja aku dapat mencarimu, tiada urusan di dunia ini
yang bisa mengelabui guruku..." kata Nyoo Siau-sian sambil
tertawa merdu.
Sambil berkata, matanya melirik ke arah si kakek latah
awet muda.
-oo0dw0oo-
Tiba-tiba saja Kakek latah awet muda merasakan hatinya
bergetar keras, segera pikirnya:
"Entah apa maksud budak cilik itu berkata demikian?
Jangan-jangan Hian-hian sudah tahu kalau waktu itu aku
bersembunyi didalam ruangan perahu? Tapi mengapa dia
tidak mencariku untuk menantang bertarung atau mungkin dia
sudah memaafkan aku?"
Berpikir demikian, tanpa terasa lagi Kakek latah awet muda
berteriak keras:
"Hey, budak kecil, apa maksud dengan perkataanmu tadi?"
"Apakah locianpwe masih belum paham?" tanya Nyoo
Siau-sian sambil tertawa.
"Heeehh... heeehh... heeehhh... apa yang kupahami?"
Kakek latah tertawa pula.
"Guruku kenal dengan kau orang tua."
"Tentu saja, apalagi yang dikatakan gurumu?"
"Persoalan apapun pasti suhu bicarakan denganku, kalau
tidak, bagaimana mungkin aku tahu kalau kalian pasti berada
didalam gedung Tiong-gi-hu ini?"
"Budak cilik, apa yang suhumu bicarakan tentang aku?"
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Aku tak bisa membicarakannya denganmu suhu bilang bila
aku mengatakannya maka selanjutnya dia tak bisa hidup
dengan tenang, locianpwe, sebetulnya mengapa bisa begitu?
Dapatkah kau memberitahukan kepadaku?"
Ketika mendengar perkataan tersebut, tiba tiba saja Kakek
latah awet muda termenung dan tidak berbicara lagi.
Dalam keadaan demikian, Im Tiong hok, pengemis sinting,
Oh Put Kui tak berani menimbrung ataupun mengusik
ketenangannya.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, Kakek latah awet
muda baru melompat bangun dan berteriak keras:
"Hian-hian, akhirnya kau mengerti, Hian-hian, akhirnya kau
mengerti..."
Ternyata kakek itu berteriak, tertawa dan melompat-lompat
seperti orang gila saja.
Tentu saja diantara sekian orang yang hadir, Nyoo Siausian
yang merasa paling terkejut.
Pada hakekatnya dia tak pernah menyangka kalau kakek
tersebut akan melompat dan berteriak seperti anak kecil saja.
Sedangkan diantara sekian orang, hanya Oh Put Kui
seorang yang mengerti apa gerangan yang telah terjadi.
Ia tahu, kakek tersebut tentu sedang merasa amat gembira
hatinya pada saat itu.
Sebab kesalahan paham antara dia dengan kekasihnya
yang sudah berlangsung selama puluhan tahun, akhirnya
berhasil dijernihkan kembali, tak heran kalau dia amat gembira
sekali.
Diam-diam pemuda itupun turut merasa gembira untuk
kebahagiaan kakek tersebut.
Sedangkan Im Tiong-hok, sekalipun dia tidak paham sebab
musababnya, namun ia pun tak ingin kehilangan
keramahannya sebagai seorang tuan rumah, dengan cepat
dia mempersilahkan Hian-leng-giok-li Nyoo Siau sian untuk
mengambil tempat duduk.
Sekarang Oh Put Kui baru teringat kalau ia belum
memperkenalkan mereka berdua, maka segera ujarnya:
"Saudara Im, Nona Nyoo Siau-sian ini adalah putri
kesayangan dari Kakek suci."
Sebetulnya Im Tiong-hok sudah dapat menduga berapa
bagian, mendengar ucapan tersebut dia segera menjura
seraya berkata:
"Nama besar nona sebagai Hian-leng-giok-li sudah lama
kukagumi..."
"Akupun sudah lama mengagumi nama Im-tayhiap yang
memimpin para jago liok-lim diwilayah Kanglam!" sambung
Nyoo Siau-sian sambil tertawa merdu.
Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut sekali lagi
dibuat tertegun, dia tak mengira kalau nona itu sudah
mengetahui siapa gerangan Im tiong-hok tersebut.
"Apakah nona Nyoo kenal dengan saudara Im?" tanyanya
kemudian.
"Aku tidak kenal," Nyoo Siau-sian menggeleng, "suhu yang
memberitahukan soal itu kepadaku!"
"Mana sinni cianpwee? Apakah dia sudah datang ke Lamcong?"
tanya Oh Put Kui penuh pengertian.
"Tidak, dia orang tua menyuruh aku mencari Oh toako
seorang diri..."
"Oya?" Oh Put Kui merasa agak terkejut bercampur
keheranan, "ada urusan apa nona Nyoo mencari diriku?"
Nyoo Siau-sian mengerutkan dahinya, tiba-tiba dia
menegur:
"Toako, mengapa sih kau selalu memanggil nona Nyoo
kepadaku?"
"Lantas aku harus memanggil apa kepadamu?" Oh Put Kui
balik bertanya dengan wajah tertegun.
"Usiaku lebih muda daripadamu, perguruan kitapun ada
hubungannya, coba pikirkan sendiri kau mesti memanggil apa
kepadaku? Bukankah kau pernah menggunakannya ketika
berada di kuil Pan-im-si dikota Kang-ciu tempo hari?"
Oh Put Kui segera berpikir:
"Tentu saja aku masih ingat, cuma saja..."
Dia sendiripun tidak tahu mengapa dia merasa kurang
leluasa untuk menggunakan istilah tersebut dalam panggilan.
Tapi berada dalam keadaan begini, mau tak mau dia harus
memenuhi keinginan gadis tersebut, maka katanya kemudian:
"Sumoay, ada urusan apa kau datang mencariku?"
Sekulum senyuman manis segera menghiasi wajah Nyoo
Siau-sian, secerah bunga yang sedang mekar dia berseru:
"Tentu saja ada urusan penting!"
"Urusan apa?" tanya Oh Put Kui dengan kening berkerut.
Nyoo Siau-sian memutar biji matanya yang jeli, kemudian
menyahut dengan suara rendah:
"Aku minta kau menemani aku pergi ke lembah Yu-kok di
bukit Tiong-lam-san!"
"Apa?" hampir saja Oh Put Kui berteriak keras saking
kagetnya, "mau apa pergi ke lembah Yu-kok di bukit Tionglam-
san?"
"Bertarung melawan Yu-kok-ciau-li Kiau Hui-hui!" Nyoo
Siau-sian tersenyum renyah.
Oh Put Kui jadi serba salah dibuatnya, untuk sesaat dia
sampai termenung tanpa berkata-kata.
Hal ini dikarenakan saat tersebut ia sudah berhasil
mengetahui sumber tusuk konde Ngo-im-hua-kut-cian dan
ingin secepatnya pergi mencari si pedang latah irama guntur
The-tay-hong.
Tapi Nyoo Siau-sian minta kepadanya untuk menemaninya
ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san, tak heran kalau dia
dibuat serba salah.
Ketika Nyoo siau-sian melihat anak muda itu membungkam
sekian lama, dia segera mencibirkan bibirnya yang kecil dan
berseru:
"Toako, apakah kau merasa keberatan?"
Oh Put Kui segera mengangkat kepalanya dan
memandang nona itu, akhirnya dia mengangguk:
"Aku bersedia..."
Selesai berkata dia menghela napas panjang, karena ia
melihat air mata telah jatuh berlinang dari balik kelopak mata
Nyoo Siau-sian yang jeli.
Toako, suhu bilang kau pasti akan mengabulkan
permintaanku ini..." katanya kemudian.
Jelas dibalik perkataan tersebut, terkandung arti kata yang
terlalu banyak.
Oh Put Kui yang mendengar ucapan tersebut, hatinya
kontan saja merasa bergetar keras.
Ia sudah merasakan bahwa sebuah rantai bibit cinta telah
dikolongkan keatas tengkuknya.
Ia tak dapat menjawab perkataan nona itu.
Untung saja Kakek latah awet muda yang telah duduk
kembali telah berkata:
"Anak Sian, suhumu berada dimana sekarang?"
"Suhu bilang hendak menyambangi teman temannya yang
berada di empat samudra lima telaga, dia akan hidup santai
tanpa ikatan." sahut nona itu tertawa.
Kakek latah segera berkerut kening:
"Benarkah ia berkata demikian?"
"Benarkah dia berkata begitu?"
"Yaa benar, suhu memang berkata demikian!"
Dengan wajah tak percaya, Kakek latah awet muda
menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya:
"Gurumu tidak suka berbuat begini..."
"Lo-kongkong, kau orang tua benar-benar mengetahui
watak guruku," Nyoo Siau-sian segera menutup mulutnya
sambil tertawa cekikikan.
"Haaahh... haaahh... haaahh... tentu saja, aku tahu anak
Sian sedang membohongi aku..."
"Tidak, aku tidak membohongi kau orang tua, suhu benarbenar
berkata begitu!"
Mendadak Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Aaah betul, suhumu tentu sudah kembali ke Kun-lun
barat!"
"Tidak, tidak, kongkong tua, kau orang tua tak boleh ke
sana..." cepat-cepat gadis itu mencegah.
Bagaimanapun juga usianya masih terlalu muda, sehingga
tanpa disadarinya ia telah membocorkan rahasia sendiri.
Kembali si Kakek latah awet muda tertawa tergelak
"Anak Sian, bagaimana pun juga usiamu masih terlalu
muda, mau menipu orangpun belum pantas."
Berbicara sampai disitu dia segera melompat bangun,
kemudian katanya:
"Silahkan kalian untuk berkumpul lebih lama, maaf kalau
aku harus memohon diri lebih dulu."
"Mengapa sih kau orang tua hendak pergi secara tibatiba?"
tanya Im Tiong-hok sambil tertawa, "apakah
dikarenakan pelayanan boanpwe yang kurang memadai?"
Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa:
"Ban tua, kita masih harus pergi mencari The Tay-hong..."
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Anak muda, apa yang kau ucapkan dimulut tidak sesuai
dengan dihati, bukankah kau hendak pergi ke lembah Yu-kok
di bukit Tiong-lam-san? Tepat sekali, aku sih tak ingin hadir
diantara kalian berdua sehingga menjemukan kamu berdua..."
Lalu sambil berpaling ke arah Im Tiong-hok, kembali
katanya:
"Im lote, jika bertemu dengan bibimu, sampaikan salam dari
aku... nah pengemis cilik, kau jangan minum arak melulu, kali
ini kau harus pergi bersamaku."
"Pergi bersamamu?" tanya pengemis sinting sambil
mendongakkan kepalanya.
"Kenapa? Apakah kau ingin menyusahkan anak muda
Oh?"
Cepat-cepat Pengemis sinting menggeleng:
"Tidak berani, tindakan Oh lote masih lebih ganas daripada
kau orang tua."
"Haaah... haaah... haaah... kalau begitu ayohlah berangkat
sekarang juga!"
Begitu selesai berkata, dia segera mencengkeram tubuh
pengemis sinting seperti burung elang yang menangkap anak
ayam, akibatnya pengemis sinting berkaok-kaok keras.
Tapi Kakek latah sama sekali tidak menggubrisnya, malah
memperkencang cengkeraman tubuhnya.
Lalu sambil melemparkan pedang Cing-peng-siu-kiam
kearah Oh Put Kui, dia segera menggerakkan tubuhnya keluar
dari kamar baca dan beranjak pergi dengan cepatnya.
Sambil menerima kembali pedang Cing-peng-siu-kiam
tersebut, Oh Put Kui berseru keras:
"Ban tua, dimana kita akan bersua muka?"
Bayangan tubuh Kakek latah awet muda bersama
pengemis sinting sudah lenyap dari pandangan mata, tapi dari
kejauhan sana masih kedengaran orang tua itu berseru sambil
tertawa tergelak:
"Kita akan bersua lagi di bentengnya Kit Put-shia..."
Oh Put Kui menjadi tertegun, buat apa mereka bertemu di
kota kematian dari Kit Put-shia?
Untuk sesaat pemuda itu dibuat kebingungan dan merasa
tidak habis mengerti.
Terdengar Im-tiong-hok menegur:
"Saudara Oh, mengapa kau cuma termenung saja?"
Dengan wajah agak panas karena jengah sahut Oh Put
Kui:
"Siaute sedang keheranan, mengapa Ban tua harus
memilih benteng kematian dari Kit Put-shia sebagai tempat
pertemuan kami?"
Im-tiong-hok segera tertawa:
"Apakah saudara Oh sudah lupa? Bukankah selama ini si
pedang latah irama guntur The Tay-hong berdiam dikota
kematian? kalau toh saudara Oh hendak mencari The Tayhong,
apakah kau tak akan berkunjung ke kota kematian
tersebut?"
Sesudah mendengar penjelasan dari Im-tiong-hok tersebut,
Oh Put Kui baru tertawa geli, serunya kemudian:
"Heran, mengapa secara tiba-tiba siaute berubah menjadi
begitu pelupa..."
Im-tiong-hok melirih sekejap kearah Nyoo Siau-sian, lalu
katanya sambil tertawa:
"Saudara Oh, persoalan ini tak ada sangkut pautnya
dengan soal pelupa atau tidak."
Kemudian setelah tertawa tergelak, kembali ujarnya:
"Nona Nyoo adalah tamu agung yang datang dari jauh, nah
saudara Oh, lebih baik kita kesampingkan dulu masalah
didepan mata, bagaimana kalau kita teguk beberapa cawan
arak sebagai perjamuan tanda perpisahan kita?"
"Im toako, kau sangat baik," seru Nyoo Siau-sian sambil
tersenyum manis.
Oh Put Kui berkata pula sambil tertawa:
"Keramah tamahan saudara Im sungguh membuat siaute
merasa berterima kasih sekali..."
-oo0dw0oo-
Im-tiong-hok telah menyiapkan dua ekor kuda jempolan
untuk Oh Put Kui dan Nyoo Siau-sian.
Bahkan diapun bersama Lim Yu kong berdua mengantar
tamunya sampai sejauh tiga puluh li lebih sebelum berpisah
dengan Oh Put Kui berdua.
Oh Put Kui yang cukup mengetahui asal usul dari Im Tiong
hok masih tidak merasakan apa-apa, sebaliknya Nyoo Siausian
merasa bergembira sekali karena Oh Put Kui mempunyai
teman yang begitu akrab.
Menyaksikan wajah berseri yang menghiasi wajah gadis itu,
kendatipun dalam hati kecilnya Oh Put Kui merasa amat berat,
namun akhirnya ia toh ketularan juga untuk turut gembira.
Dengan mengambil jalan yang terdekat mereka berangkat
menuju ke propinsi Soat-say.
Selama hidup baru pertama kali ini Oh Put Kui menempuh
perjalanan dengan didampingi seorang gadis, dia merasakan
suatu kegembiraan yang luar biasa disamping pula suatu
perasaan murung yang aneh dan tidak dimengerti.
Ia selalu beranggapan bahwa tidak sepantasnya ia
berhubungan dengan perempuan manapun didunia ini.
Tapi diapun merasa bahwa senyuman dari Nyoo Siau sian
dapat membuat hatinya gembira dan selalu cerah.
Padahal begitu juga keadaannya dengan Nyoo Siau-sian
sendiri.
Lain halnya dengan si nona ia tidak berusaha keras untuk
mengendalikan gejolak dalam hatinya, apa yang dipikirkan
segera dilakukan olehnya tanpa canggung-canggung.
Seperti misalnya dia amat menaruh perhatian terhadap
pemuda itu, maka sebelum tidur setiap malam, dia selalu
menunggu sampai Oh Put Kui benar-benar sudah
membaringkan diri sebelum bersedia kembali ke kamar
sendiri.
Sikap lemah lembut dan penuh perhatian dari nona ini,
membuat keindahan dan kelebihannya sebagai seorang nona,
tertera lebih jelas lagi didepan mata.
Kelebihan-kelebihan tersebut tentu saja semakin
menggetarkan perasaan Oh Put Kui sehingga tanpa dia
sadari, ia semakin terjerumus ke dalam jaring cinta nona itu.
Pergaulan setiap hari yang begitu akrab, membuat
perbedaan dan hubungan yang semula canggung menjadi
lebih akrab dan intim.
Perasaan cinta yang membarapun tumbuh dengan
hebatnya...
sepanjang jalan, Nyoo Siau sian menceritakan pula kisah
permusuhannya dengan Yu-kok-cian-li Kiau Hui-hui, hal ini
membuat Oh Put Kui semakin merasa bahwa Nyoo Siau-sian
betul-betul seorang nona polos yang lincah dan amat
menawan hati.
Rupanya dia hanya dikarenakan sepatah kata dari
kakaknya si pedang kilat naga perkasa Nyoo Ban-bu.
Dan nona itu ternyata bersungguh hati hendak mencari
Kiau Hui-hui dan memaksanya untuk kawin dengan kakaknya.
Benar-benar suatu peristiwa yang lucu.
Ketika Oh Put Kui selesai mendengarkan penuturan
tersebut, hampir saja ia tak sanggup berdiri karena tertawa
terpingkal pingkal.
-oo0dw0ooHari
ketujuh setelah meninggalkan Lam-cong, tibalah
mereka di kota Tin-an.
Mulai dari sini, merekapun meneruskan perjalanannya
dengan menelusuri jalan gunung.
Kalau menurut kehendak Oh Put Kui, maka pada malam itu
juga dia hendak naik gunung.
Tapi Nyoo Siau-sian menolak berbuat demikian.
Atas kejadian ini, Oh Put Kui menjadi kehabisan akal, tentu
saja dia tak dapat memaksa gadis itu untuk meneruskan
perjalanan dengan menembusi bukit yang terjal dengan badan
letih.
Maka merekapun mencari sebuah rumah penginapan untuk
melepaskan lelahnya.
Malam itu, tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan sesuatu
yang kurang beres.
Karena dia melihat Nyoo Siau-sian sangat gelisah serta
tidak tenang hatinya.
Selain itu, diapun selalu merasa lelah, dan mendesak Oh
Put Kui untuk beristirahat secepatnya.
Oh Put Kui yang menyaksikan kesemuanya itu, segera
memendam apa yang diduga ke dalam hatinya.
Selesai bersantap malam, diapun menuruti keinginan gadis
itu dengan menutup diri di dalam kamar.
Padahal pemuda itu hanya pura-pura saja berbaring diatas
pembaringan.
Dengan mengerahkan ilmu Thian-si-too-ting-sian-kang
yang dimilikinya, secara diam-diam pemuda itu
memperhatikan setiap gerak gerik yang terjadi didalam rumah
penginapan itu.
Kentongan pertama lewat, kentongan kedua pun berlalu,
suasana dilalui dalam keadaan yang tenag.
Sementara Oh Put Kui merasa geli akan kecurigaan sendiri
yang berlebihan dan bermaksud untuk pergi tidur, saat itulah
dari kamar sebelah mulai terdengar sesuatu gerakan.
Tampaknya Nyoo Siau-sian telah bangun dari tidurnya.
Oh Put Kui segera berpikir sambil tertawa geli:
"Aaah, rupanya kau pandai sekali menahan di..."
Ia mendengar nona itu berjalan menuju kearah kamar
tidurnya. "Tokk... took... toookk..."
Gadis itu mulai mengetuk pintu kamarnya pelan-pelan.
Oh Put Kui berlagak tidak mendengar, ia tidak
memperdulikan suara ketukan tersebut.
"Oh toako, toako... apakah kau sudah tidur?" Nyoo Siausian
memanggil lirih.
Oh Put Kui tetap membungkam dalam seribu bahasa dan
berlagak tidak mendengar.
Nyoo Siau-sian memanggil lagi beberapa kali, agaknya
kemudian dia merasa yakin kalau Oh Put Kui benar-benar
sudah tidur, diam-diam iapun berjalan menuju kehalaman luar.
Oh Put Kui tak berani bertindak ayal lagi serentak diapun
melompat bangun dan membuka jendela.
Dari situ dia saksikan Nyoo Siau-sian sedang berdiri
ditengah halaman sambil mendongakkan kepalanya
memandang keangkasa.
Selang beberapa saat kemudian, tiba-tiba ia mendepakdepakkan
kakinya berulang kali, agaknya sudah mengambil
suatu keputusan dalam hatinya, dengan cepat dia melompat
naik keatap rumah dan bergerak menuju kearah timur.
Oh Put Kui tidak berayal lagi, diapun membuka jendela dan
turut melompat keluar
Kemudian sambil mengempit pedang karatnya, bagaikan
segulung asap ringan dia mengikuti jejak Nyoo Siau-sian
dengan menggunakan kecepatan gerak yang susah
dibayangkan dengan kata-kata.
Dari kejauhan sana dia jumpai Nyoo Siau-sian sedang
bergerak pada jarak dua puluh kaki dihadapannya.
Oh Put Kui tak berani bergerak terlalu dekat, sebab
sepanjang jalan dia sudah tahu kalau ilmu silat yang dimiliki
Hian-leng-giok-li Nyoo Siau-sian memang hebat sekali
sehingga hampir sejajar dengan kemampuan sendiri.
Setelah melewati lima buah jalan raya, akhirnya gadis itu
berhenti di ujung dinding sebuah gedung besar.
Mula-mula Nyoo Siau-sian celingukan sekejap
memperhatikan sekeliling tempat itu, kemudian baru melompat
masuk ke dalam bangunan gedung itu.
Tatkala Nyoo Siau-sian celingukan tadi, Oh Put Kui segera
menyembunyikan diri di belakang bangunan rumah, barulah
setelah Nyoo Siau-sian melompat masuk ke dalam gedung itu,
dia menyusul pula dengan sangat cepat.
Ternyata dalam gedung besar itu terdapat lima buah
bangunan samping.
Saat itu dari ruangan kamar pada bangunan ketiga, tampak
sinar lampu yang menerangi ruangan.
Dengan berhati-hati sekali Oh Put Kui bergerak mendekati
daun jendela ruangan itu.
Ia tak berani merobek kertas jendela untuk mengintip
kedalam, karenanya hanya berjongkok dibawah jendela
sambil memasang telinga baik-baik...
Sementara itu dari dalam kamar terdengar suara Nyoo Siau
sian sedang bertanya:
"Empek hweesio, apakah kau bertemu dengan Kit toasiok?"
Oh Put Kui yang menyadap pembicaraan itu segera
berpikir:
"Heran, mengapa ada hwesio yang berdiam dalam gedung
seperti ini...?"
Dalam pada itu terdengar suara seseorang yang tua dan
parau menyahut:
"Pagi ini Kit sicu sudah pergi dari sini, anak Sian.
kemungkinan besar dia sudah berangkat lebih dulu kelembah
Yu-kok dibukit Tiong-lam-san untuk membuatkan persiapan
bagimu, agar kau tak sampai terkena serangan gelap dari
Kian Hui hui tersebut.
"Empek hwesio, bukankah pernah kukatakan bahwa
mereka tak usah ke situ?" omel si nona sambil tertawa.
"Anak Sian, lolap sekalian tak bisa membiarkan kau pergi
menyerempet bahaya seorang diri?"
"Tidak!" Nyoo Siau-sian seperti merasa marah, "empek
hwesio, kau harus mencarikan akal untuk menyuruh mereka
balik kemari semuanya..."
"Hal ini mana boleh?" suara tua itu kedengaran sangat
ragu, "anak Sian kau mesti tahu, kepandaian silat dari Kiau
Hui-hui sangat tangguh luar biasa."
"Hmmm, aku sudah tahu!" tiba-tiba Nyoo SIau-sian tertawa
dingin tiada hentinya.
Lalu untuk sesaat lamanya Oh Put Kui tidak berhasil
mendengar suara apa-apa, agaknya Nyoo Siau sian sedang
mengambek dan tak mau berbicara lagi.
Setelah hening beberapa saat, akhirnya dengan perasaan
apa boleh buat suara tua itu berkata lagi:
"Anak Sian, kau ini cuma tahu apa?"
"Sudah pasti delapan puluh persen, hal ini merupakan ide
jahat dari engkohku."
"Belakangan ini kongcu tak pernah berkunjung kemari."
Sambil tertawa dingin Nyoo Siau-sian berkata lebih jauh:
"Apakah dia tak bisa menyuruh orang datang kemari? Aku
tahu, ilmu silat engkohku tak memadahi aku, maka dia
sengaja memanasi hatiku agar bertarung melawan Kiau hUihui,
andaikata aku menang maka Kian Hui-hui pasti akan
menuruti sumpah sendiri dengan kawin dengan engkohku,
sebaliknya kalau aku kalah, aku yakin engkohku pasti
menyuruh Kit toasiok sekalian agar menculiknya dengan
kekerasan, empek hwesio, benar bukan perkataanku ini?"
Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Dia tak menyangka kalau Nyoo Ban-bu adalah seorang
telur busuk terbesar dari dunia:
Sementara itu suara tua tadi kembali telah berkata:
"Tidak mungkin, anak Sian, kongcu bujkan seorang
manusia rendah seperti ini!"
Nyoo Siau-sian kembali tertawa dingin:
"Empek hwesio aku lebih tahu tentang wataknya
daripadamu, dulu aku mungkin tak tahu, tapi kali ini aku dapat
memahaminya dengan jelas sekali..."
Diam-diam Oh Put Kui menggelengkan kepalanya sambil
menghela napas panjang.
Dia merasa penasaran untuk Nyoo Siau-sian.
Sebab dia tahu apa yang diduga gadis itu memang sangat
cocok dan masuk akal.
Sementara itu suara yang tua itu telah berkata lagi.
"Anak Sian, bukankah kau datang kemari bersama-sama
seorang anak muda?"
"Benar, dia adalah Oh Put Kui!" sahutan nona ini
kedengaran amat lirih.
"Oooh, dia adalah pendekar aneh pengembara Oh Put Kui
yang baru-baru ini namanya termashur dalam dunia
persilatan?" seru suara tua itu dengan perasaan kaget.
"Yaa betul, memang dia!"
"Anak Sian, tampaknya kau sudah dimabuk asmara,
bukankah demikian?"
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan dengan suara
yang amat rendah.
Sebaliknya Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu
segera merasakan mukanya merah dan jantungnya berdebar
keras, dia merasa amat tak tenang...
Perasaan saling bertentangan yang selalu mengkilik
hatinya ini belum juga dapat dihilangkan sama sekali...
Dia selalu beranggapan sebelum dendam kesumat ibunya
terbalas, dan sebelum ayahnya meninggalkan pulau neraka, ia
tidak pantas melibatkan diri dalam soal asmara dengan
perempuan mana pun...
sementara dia masih termenung dengan perasaan tidak
tenang, terdengar suara tua tadi bergema lagi:
"Anak Sian, bagaimanakah watak orang ini?"
"Dia adalah seorang lelaki sejati, tapi tata kramanya
membuat orang bosan."
Suara tua itu segera tertawa.
"Nona, penilaianmu tersebut dapat membuat lolap merasa
tak lega sekali..."
"Empek hwesio, apa sih yang membuat kau kuatir?"
"Aku kuatir kau si budak kecil ditipu orang sehingga
menderita kerugian..."
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian berseru keras:
"Empek hwesio, mana mungkin aku akan tertipu? Oh toako
adalah muridnya Tay-gi supek, masa dia akan
mempermainkan aku? Tak usah kuatirkan soal aku lagi!"
Suara yang tua itu segera tertawa tergelak:
"Haaah... haaah.. haaahh... kalau memang muridnya Tay-gi
sangjin, tentu saja lolap tak perlu kuatir lagi. Anak Sian,
dengan ditemani orang seperti itu, lolap setuju untuk mengirim
orang dan memanggil pulang Kit Bun-sin sekalian!"
"Nah, begitu baru empek hwesio yang baik..." seru Nyoo
Siau-sian sambil tertawa.
"Sekarang pulanglah, hati-hati kalau sampai Oh Put Kui
bangun dari tidurnya dan menjadi gelisah karena tidak
menemukan kau!"
"Tak mungkin, Oh toako sudah tertidur nyenyak."
Tiba-tiba kakek itu tertawa tergelak:
"Haaahh... haaahh.. haaahh... nona bodoh pulanglah dan
coba kau tengok..."
Saat itu Oh Put Kui betul-betul merasa amat terkejut sekali.
Dia mengetahui bahwa hwesio yang berada dalam ruangan
itu seakan akan sudah mengetahui tempat persembunyian
sendiri... jika hal ini benar, berarti ilmu silat yang dimiliki
hwesio itu pasti selisih tak seberapa dengan kepandaian yang
dimilikinya.
Sementara itu Nyoo Siau sian telah menyahut:
"Baik, aku akan pulang, empek hwesio, kau jangan lupa
memanggil Kit toasiok sekalian untuk pulang kemari... kalau
tidak, aku bisa marah."
"Pulang saja, lolap pasti akan melaksanakan dengan
sebaik-baiknya."
Setelah ada janji dari hwesio itu, Nyoo Siau-sian baru
tertawa cekikikan:
"Empek hwesio, aku pergi dulu!"
Mendengar itu, cepat-cepat Oh Put Kui membalikkan badan
siap berlalu lebih dulu.
Mendadak, disisi telinganya kedengaran seseorang berbisik
dengan suara ilmu penyampaian suara.
"Siau-sicu, harap kau jangan pergi dulu, lolap Bong-ho ada
persoalan hendak dibicarakan denganmu..."
Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui segera
menghentikan langkahnya dan balik kembali ke bawah
jendela.
Saat itu dia benar-benar merasa terkejut sekali.
Sebab nama Bong-ho siansu jauh berada diatas nama
besar Tiga dewa hong-gwa-sam sian.
Ia sama sekali tidak menyangka kalau hwesio yang saleh
dan berilmu tinggi ini bisa menjadi tamu terhormat dari istana
Sian-hong-hu...
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian sudah keluar dari gedung
itu.
Ia tidak menduga kalau Oh Put Kui bakal mengikutinya
sampai disitu maka tanpa menengok sekejap pun kesekeliling
sana, dia langsung melejit ke udara dan kembali ke rumah
penginapan.
Sepeninggal gadis itu, Oh Put Kui baru bangun berdiri
seraya ujarnya:
"Boanpwee Oh Put Kui menanti petunjuk dari taysu..."
"Silahkan siau-sicu masuk kedalam ruangan!" kata suara
tua itu sambil tertawa.
"Saat ini Nyoo sumoay sudah pulang, bila ia tidak
menemukan boanpwee sudah pasti hatinya akan terkejut dan
panik, boanpwee kuatir akan terjadi hal-hal diluar dugaan..."
"Siau sicu tak usah kuatir, silahkan saja masuk untuk
berbincang bincang sejenak."
Setelah mendengar perkataan itu, tentu saja Oh Put Kui tak
bisa berkata apa-apa lagi, terpaksa dia masuk kedalam
gedung dan menuju kearah kamar tersebut.
Didalam ruangan yang lebar terdapat sebuah kasur duduk
yang besar, diatas kasur duduk itu nampak seorang hwesio
kurus kecil yang berjenggot putih.
Oh Put Kui segera menjura sambil katanya:
"Boanpwee Oh Put Kui menjumpai taysu"
"Silahkan duduk siau sicu," kata Bong-ho siansu sambil
tertawa.
Setelah mengambil tempat duduk, Oh Put Kui baru
bertanya lagi sambil tertawa:
"Entah ada urusan apakah taysu mengundang
kedatanganku?"
"Siau sicu, baik-baikkah Tay-gi sangjin?"
"Suhu berada dalam keadaan sehat wal afiat."
Bong-ho siansu manggut-manggut, lalu tanyanya lagi
secara tiba-tiba:
"Siau-sicu, kehadiran lolap dalam istana Sian-hong-hu ini
apakah membuat siau-sicu merasa terkejut bercampur
keheranan?"
Boanpwee memang merasa agak terkejut, dengan nama
dan kedudukan taysu dalam dunia persilatan, rasanya tidak
seharusnya berbuat demikian."
"Omintohud!" Bong-ho siansu segera merangkap
tangannya sambil tertawa, "kalau bukan aku yang masuk
neraka, siapa lagi yang bersedia masuk neraka?"
Mendengar perkataan itu, Oh Put Kui merasa terkejut
sekali, segera serunya:
"Apakah taysu sudah mendapatkan suatu informasi yang
luar biasa?"
Siau-sicu, lolap sudah hampir dua puluh tahunan berdiam
di istana Sian-hong-hu ini sedikit banyak aku toh berhasil juga
menemukan gejala-gejala yang tidak beres."
"Taysu bersedia mengorbankan diri demi kepentingan
umum pengorbanan ini sungguh mulia dan mengagumkan."
seru Oh Put Kui dengan sikap yang amat menghormat.
Bong-ho siansu segera menghela napas panjang:
"Apabila benar-benar bisa berkorban demi kepentingan
umum, lolap pasti akan berusaha tanpa menyesal, cuma
saja..."
Tiba-tiba hwesio itu menghela napas panjang, kemurungan
menghiasi wajahnya yang saleh, setelah menggelengkan
kepalanya berulang kali dia berkata lagi:
"Siau-sicu, sampai akhirnya mungkin usaha lolap ini hanya
sia-sia belaka..."
Mendadak saja Oh Put Kui mengerutkan dahinya rapat
rapat.
Dari balik ucapan Bong-ho taysu tersebut dia telah berhasil
menemukan banyak sekali titik-titik kelemahan yang
mencurigakan.
Dari sini pula dia bisa mengambil kesimpulan bahwa istana
Sian-hong-hu memang sebuah sarang naga gua harimau
yang amat mencurigakan sekali...
Akan tetapi bagaimana dengan Kakek suci berhati mulia
Nyoo Thian wi? Apakah orang ini...
Berpikir sampai disitu, dengan wajah serius dia segera
berkata:
"Taysu, bagaimana dengan watak si Kakek suci, apakah
sesuai dengan apa yang tersiar selama ini? Boanpwee
menyesal dilahirkan terlalu lambat sehingga tak bisa terjun
kedalam dunia persilatan secepatnya serta menyaksikan
kegagahan orang ini..."
Pertanyaan yang sangat tepat ini ternyata menghasilkan
pula jawaban yang sangat mengejutkan hati.
Tiba-tiba saja mencorong sinar tajam dari balik mata Bong
ho siansu sesudah mendengar pertanyaan itu, dia tertawa
dingin kemudian katanya:
"Siau-sicu, apakah perkataan orang bisa dipercaya dengan
begitu saja...?"
Oh Put Kui jadi amat terkesiap.
"Jadi maksud taysu, Nyoo Thian-wi ada maksud untuk
menghilangkan jejaknya?"
"Apakah siau-sicu mengetahui manusia yang bernama raja
setan penggetar langit?"
Oh Put Kui mengangguk.
"Boanpwee sudah dua kali berjumpa dengan orang ini."
Bong-ho segera tertawa hambar.
"Siau-sicu, ada satu hal bila lolap ucapkan keluar maka
siau-sicu pasti akan merasa keheranan."
"Silahkan taysu utarakan keluar."
"Empat puluh tahun berselang, didalam dunia persilatan
sama sekali tidak terdapat manusia yang bernama Kakek suci
berhati mulia Nyoo Thian wi, jadi kemunculan Nyoo Thian-wi
boleh dibilang sangat tiba-tiba dan aneh sekali..."
"Betul," kata Oh Put Kui sambil tertawa, "menurut apa yang
boanpwee dengar, Nyoo Thian wi mulanya menjadi termashur
dalam suatu pertarungan, dengan kepandaian silatnya yang
amat dahsyat dia berhasil membinasakan raja setan
penggetar langit di puncak Koan jit-hong bukit Tay san..."
"Jadi siau-sicu percaya akan hal ini?"
"Cerita orang persilatan ini diketahui hampir oleh setiap
orang, sudah barang tentu boanpwee percaya."
"Tapi mengapa pula raja setan penggetar langit Wi Thianyang
tidak terbunuh hingga sekarang?" tanya Bong-ho siansu
lagi lirih.
"Nasib ternyata tidak membiarkan bajingan itu mampus,
sudah barang tentu Nyoo Thian-wi tidak pernah menyangka
sebelumnya."
"Dalam peristiwa ini tiada sangkut pautnya dengan nasib
ataupun takdir," kata BOng ho siansu sambil menggeleng,
"siau-sicu, menurut pendapat lolap, hal ini justru merupakan
hasil perbuatan dari manusia sendiri."
Oh Put Kui segera mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Dia merasa tidak habis mengerti dengan arti kata yang
terkandung dibalik ucapan Bong-ho siansu tersebut.
"Hasil perbuatan manusia? Jadi menurut pendapat taysu,
Nyoo Thian-wi sengaja melepaskan Wi Thian-yang dalam
keadaan hidup?"
Bong-ho siansu segera menghela napas panjang:
"Siau-sicu, lolap rasa bukan cuma begitu..."
Oh Put Kui yang mendengar sampai disitu segera
menundukkan kepalanya dan termenung sampai lama sekali.
Tiba-tiba ia tertawa tergelak sambil berseru:
"Boanpwee mengerti sekarang..."
"Tidak mungkin, siau-sicu tak akan memahami dengan
begitu saja..." kata Bong-ho siansu sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Menurut pendapat boanpwe, Nyoo Thian-wi pasti
berkomplotan dengan siraja setan penggetar langit Wi Thianyang,
sedangkan cerita tentang dibunuhnya Wi Thian-yang tak
lebih hanya cerita isapan jempol untuk membohongi semua
orang dikolong langit..."
"Aah, tak nyana kalau siau-sicu memang amat pandai."
mencorong sinar tajam dari balik mata Bong-ho siansu
sesudah mendengar perkataan itu, "sekalipun belum mengena
secara tepat, tapi tidak selisih terlalu jauh!"
Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun oleh ucapan mana,
padahal dia mengira apa yang diduganya pasti tidak meleset.
Siapa sangka Bong-ho siansu mengatakan meski tidak
persis toh tidak selisih jauh, hal ini menunjukkan bahwa apa
yang diduganya tidak betul secara seratus persen.
Maka dengan kening berkerut katanya kemudian:
"Taysu, apakah Wi Thian-yang dengan Nyoo Thian-wi
bukan berasal dari satu komplotan?"
"Buddha mengatakan tiada aku tiada manusia, mengapa
siau-sicu tidak mencoba berpikir dengan perdoman perkataan
itu?"
Teka teki ini dengan cepat mendatangkan banyak kesulitan
dan kemurungan bagi Oh Put Kui.
Semakin dipikir dia semakin merasa bahwa apa yang
diduganya semula merupakan dugaan paling tepat.
Maka sambil menggelengkan kepalanya berulang kali ia
berkata:
"Boanpwee rasa sudah tiada kemungkinan yang lain lagi."
"Siau-sicu," kata Bong-ho siansu sambil tertawa, "tolong
tanya ketika Raja setan penggetar langit muncul dalam dunia
persilatan untuk kedua kalinya, apakah Nyoo Thian-wi telah
melakukan sesuatu gerakan atau tindakan penanggulangan?"
"Haaahhh... haaahhh... haaahhh.... sebulan sebelum Withian-
yang munculkan diri lagi kedalam dunia persilatan, Nyoo
tayhiap telah berpulang ke alam baka..." kata Oh Put Kui
sambil tertawa tergelak.
"Betul, tapi mengapa Oh sicu tidak berpikir lebih jauh,
pernahkah Nyoo thian-wi dan Wi Thian-yang munculkan diri
bersama-sama pada saat yang bersamaan pula?"
"Pernah!"
"Kapan? Apakah siau-sicu menyaksikan dengan mata
kepala sendiri...?" dengan wajah berubah Bong-ho siansu
berseru dengan rasa kaget dan tercengang.
Sudah jelas jawaban dari Oh Put Kui ini mendatangkan
perasaan kaget dan keheranan yang luar biasa bagi Bong-ho
siansu.
"Apa yang perlu disangsikan lagi?" Oh Put Kui tertawa, "Ku
Bun-wi sekalian adalah panglima-panglima andalan Raja
setan penggetar langit, berita yang mereka siarkan apakah tak
boleh dipercaya dengan begitu saja?"
"Apa yang telah disiarkan oleh Ku Bun-wi?"
"Dalam pertarungan di bukit Thay-san, Raja setan telah
menemui ajalnya."
Paras muka Bong-ho siansu berubah menjadi hambar
kembali, dia menggelengkan kepalanya sambil tertawa, lalu
katanya:
"Siau-sicu, peristiwa itu adalah kejadian lama yang terjadi
pada empat puluh tahun berselang."
"Sekalipun merupakan kejadian lama, tapi toh bisa dipakai
sebagai bukti bahwa Nyoo Thian-wi dan Wi Thian-yang
pernah muncul bersama sama."
BOng-ho siansu tertawa, hanya senyuman dari hwesio
tersebut tampak begitu murung sedih dan pedih.
-oo0dw0ooOh
Put Kui merasa terkejut bercampur keheranan,
mengapa hwesio tua itu menunjukkan perasaan yang begitu
sedih?
Mungkinkah hwesio tua ini merasa sedih karena Nyoo
Thian-wi yang saleh telah mati, sedangkan Wi Thian-yang
yang jahat justru tidak mati.
Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui segera berbisik:
"Taysu, kau orang tua tak usah terlalu risau dan murung,
sekalipun Wi Thian-yang telah muncul kembali didalam dunia
persilatan dengan membawa maksud dan tujuan yang jahat,
namun boanpwee masih sanggup untuk membinasakan
dirinya."
"Siau-sicu, berbicara soal ilmu silat, lolap percaya kau
memang sanggup..." kata Bong-ho siansu tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan wajah amat
sedih terusnya lebih jauh:
"Tapi ia terlalu licik dan berbahaya, disamping dapat
merubah diri menjadi seribu jenis manusia lain..."
"Sekalipun Wi Thian yang mampu berubah seribu kali,
boanpwee yakin masih dapat mencarinya sampai ketemu."
"Siau-sicu, dengan cara bagaimana kau bisa mengenali Wi
Thian-yang dalam begitu banyak manusia yang hidup didunia
ini?" tanya Bong-ho taysu tertegun.
"Walaupun wajah, suara dan perawakan tubuh seseorang
dapat berubah-ubah, tapi tahukah taysu bahwa didalam tubuh
seseorang manusia, ada semacam benda yang tak mungkin
bisa dirubah untuk selamanya?"
Bong-ho siansu termenung beberapa saat, lalu katanya:
"Apakah siau-sicu maksudkan sorot mata seseorang tidak
dapat berubah-ubah?"
"Betul!"
Namun Bong-ho siansu kembali menggelengkan kepalanya
berulang kali.
"Tapi sayang diapun dapat merubah sorot matanya
menurut kehendak hatinya!"
Oh Put Kui sungguh dibuat berdiri bodoh oleh pernyataan
itu, benarkah sorot mata seseorangpun dapat dirubah menurut
kehendak hati sendiri? Kalau benar, kejadian ini betul-betul
merupakan suatu berita yang luar biasa.
Maka setelah menghela napas rendah katanya:
"Kalau memang begitu manusia jahanam ini sungguh
menakutkan sekali..."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa tergelak
katanya lagi:
"Taysu, persoalan tentang Wi Thian-yang lebih baik kita
bicarakan lagi dikemudian hari, andaikata boanpwee berjumpa
dengannya pasti tak akan melepaskan dengan begitu saja,
aku justru ingin tahu sebetulnya hubungan apakah yang
terjalin antara Sian-hong-hu dengan Wi Thian-yang tersebut?"
"Apakah secara tiba-tiba siau sicu telah memahami
sesuatu?" tanya Bong-ho siansu dengan kening berkerut.
"Tidak, aku belum berhasil memahami sesuatu," Oh Put Kui
menggelengkan kepalanya, "tapi boanpwee pernah melihat
Nyoo Ban-bu bersikap amat menaruh hormat terhadap Wi
Thian-yang!"
"Dengan hubungan sebagai ayah dan anak, apakah dia
berani bersikap kurang ajar?" ujar Bong-ho siansu sambil
merangkap sepasang tangannya didepan dada.
"Apa yang taysu katakan?" seru Oh Put Kui dengan wajah
tertegun. "Lolap bilang Nyoo Ban-bu..."
"Taysu, bukankah Nyoo Ban-bu adalah putra kakek suci?"
tukas pemuda itu keheranan.
"Lolap tahu!"
"Kalau memang tahu, mengapa pula taysu mengatakan
bahwa sikap hormat Nyoo Ban-bu terhadap raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang adalah sikap hormat seorang
anak terhadap ayahnya?"
"Siau-sicu, coba kau membaca nama Nyoo Thian-wi itu
secara terbalik..."
Nyoo (Yang) thian-wi dibaca secara terbalik?
Oh Put Kui berpikir dengan wajah tertegun, tapi begitu
selesai membaca nama itu secara terbalik, tiba-tiba saja dia
melompat bangun dengan wajah berubah hebat.
"Jadi Nyoo (Yang) Thian-wi adalah Wi Thian-yang?"
serunya kemudian agak tertahan.
Bong-ho siansu tertawa hambar.
"Lolap sendiripun baru belakangan ini berpikir sampai ke
situ."
Tak terlukiskan rasa terkejut Oh Put Kui setelah
mengetahui keadaan tersebut.
Tidak heran kalau Bong-ho siansu selalu menyuruhnya
berpikir apakah pernah Wi Thian-yang dan Nyoo (Yang) Thian
wi munculkan diri bersama-sama, rupanya mereka adalah
sama.
Kalau begitu berita tentang dilukainya Wi Thian yang oleh
Nyoo Thian-wi serta berita tentang Nyoo Thian-wi yang
dicelakai orang sampai tewas merupakan isapan jempol
belaka.
Akan tetapi Oh Put Kui masih tetap tidak mengerti,
bukankah dahulu si Raja setan penggetar langit Wi Thianyang
mempunyai empat orang pengawal pedang, apakah
merekapun dikelabui juga oleh majikannya ini?
Kemudian dia teringat pula dengan sikap si Pedang perak
berbaju biru Seebun Jin yang bertemu dengan Raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang diperkampungan Sin-singceng
tempo hari, sikap itupun tidak mirip sebagai sikap yang
berpura-pura.
Ditinjau dari sini bisa dibayangkan bahwa kelicikan dan
kebuasan Wi Thian-yang benar-benar mengerikan sekali.
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba Oh Put Kui bertanya lagi
dengan suara lirih:
"Taysu, sebenarnya apa maksud dan tujuan Wi Thian-yang
dengan perbuatannya ini?"
Kembali Bong-ho siansu tertawa hambar
"Apa lagi, tentu saja berniat menguasai seluruh dunia
persialtan..."
Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang
kali:
"Kalau dipikirkan kembali, boanpwee merasa semakin tidak
habis mengerti, dengan kedudukannya sebagai Kakek suci
berhati mulia Nyoo Thian-wi, boleh dibilang semua perbuatan
dan tindakan yang dilakukan olehnya merupakan perbuatan
mulia. apakah tindakan semacam ini dapat membantu
ambisinya untuk menguasai seluruh dunia persilatan?"
Bong-ho siansu menghela napas panjang:
"Siau-sicu, tahukah kau bahwa daya pengaruh Sian-honghu
sudah tersebar luas sampai ke utara sampai selatan sungai
besar, bahkan telah menyusup pula kedalam tubuh lima partai
besar dunia persilatan?"
Sekali lagi Oh Put Kui dibuat tertegun oleh berita itu, dia tak
berani mempercayai berita tersebut dengan begitu saja.
"Taysu," katanya kemudian, "aku rasa hal ini tidak
mungkin..."
"Justru mungkin sekali! Siau-sicu, kau jangan memandang
rendah kemampuan yang dimiliki Wi Thian-yang itu..."
Pikiran dan perasaan Oh Put Kui pada saat ini benar-benar
sangat kalut dan kacau balau tak karuan, dengan perasaan
agak bimbang katanya kemudian:
"Taysu, apakah kesemuanya itu diatur oleh Wi Thian yang
ketika dia munculkan diri dengan nama si Kakek suci berhati
mulia Nyoo Thian-wi?"
"Benar..." pendeta itu mengangguk.
Kemudian sesudah berhenti sejenak, katanya lebih jauh:
"Namun kesemuanya ini bisa berhasil berkat bantuan dari
istri mudanya yang paling disayangi..."
Untuk ketiga kalinya Oh Put Kui dibikin tertegun.
Dia tak menyangka kalau Wi Thian-yang masih mempunyai
seorang pembantu yang begitu setia.
@oodwoo@
Jilid ke : 31
Mungkin perempuan yang dimaksud adalah ibu kandung
Nyoo Siau-sian...........?
Tiba-tiba saja dia merasakan hatinya bergetar keras.
Jikalau Nyoo Siau-sian adalah putri Wi thian-yang, buat apa
dia menemani gadis itu pergi ke lembah Yu-kok dibukit Tionglam-
san? Bila hal ini dilakukan, bukankah hal tersebut akan
membuat dia menjadi manusia berdosa dalam dunia
persilatan?
Untuk sesaat lamanya Oh Put Kui jadi termenung dan
membungkam dalam seribu bahasa.
"Siau-sicu, apa yang sedang kau pikirkan?" tiba-tiba Bongho
siansu menegur.
Oh Put Kui menghela napas panjang:
"Taysu, apakah nona Nyoo Siau-sian mengetahui bahwa
Wi Thian-yang adalah ayahnya yang menggunakan nama
Nyoo thian-wi?"
Bong-ho siansu menggeleng:
"Bocah itu tidak tahu, siau-sicu, bila kulihat dari sikap siausicu
yang termenung begitu lama, apakah kau sedang merasa
risau dan bingung karena persoalan gadis tersebut?"
"Wi thian-yang adalah manusia yang berambisi besar dan
berpikiran licik serta berbahaya, cepat atau lambat akhirnya
dia akan menjadi musuh seluruh umat persilatan, sedangkan
nona Nyoo adalah putrinya, maka boanpwee pikir bila aku
berhubungan dengannya, hal ini justru membuat gerak gerikku
menjadi kurang leluasa........"
Tiba-tiba Bong-ho siansu menggelengkan kepalanya dan
berkata:
"Siau-sicu, sekalipun Wi-thian-yang seorang manusia yang
berdosa, tapi nona Nyoo bukan seorang yang turut
berdosa..........."
Kemudian setelah menghela napas panjang, hwesio tua itu
berkata lebih jauh:
"Siau-sicu, andaikata nona Nyoo turut terlibat dalam
kesalahan tersebut, tidak mungkin Wi-in sinni akan
menerimanya sebagai murid serta mewariskan ilmu silat
kepadanya"
Sebagai seorang pemuda yang cerdas, sudah barang tentu
Oh Put Kui memahami teori tersebut.
Akan tetapi dia toh merasa resah juga, ujarnya kemudian:
"Taysu, boanpwee masih ingin memohon petunjuk tentang
satu persoalan."
"Silahkan siau-sicu utarakan."
"Apakah ibu nona Nyoo masih hidup?"
"Masih!"
"Apakah dia adalah gundik kesayangan Wi-thian-yang yang
taysu maksudkan tadi?" kata Oh Put Kui lagi sambil tertawa
dingin.
Bong-ho siansu segera menggelengkan kepalanya sambil
tertawa:
"Bukan, ibu kandung nona Nyoo sudah digunduli
rambutnya oleh Wi-in sinni............"
"Apakah Nyoo Thian-wi membiarkan istrinya mencukur
rambut menjadi pendeta?" Oh Put Kui berkerut kening.
"Hal ini justru yang sangat diharapkan olehnya........."
"Mengapa?"
"Karena seorang perempuan yang lain................"
Setelah menghela napas rendah, Bong-ho siansu berkata
lebih jauh:
"Perempuan itu tak lain adalah gundik kesayangan yang
banyak akal dan tipu muslihat itu, orang persilatan
menyebutnya sebagai Thian-ho-wan-hoa-li "Perempuan bunga
dari Thian-ho-wan" Lian Peng."
"Apakah nona Nyoo mengetahui akan hal ini?" tanpa terasa
Oh Put Kui menghela napas panjang.
"Sejak berusia satu tahun, anak Sian sudah pergi ke Kunlun
sebelah barat, darimana dia bisa tahu akan persoalan ini?"
Untuk keempat kalinya Oh Put Kui dibuat tertegun.
Kembali Bong-ho siansu berkata:
"Wi-in siansu yang berhati saleh sudah sejak lama
membawa pergi anak Sian, dia berharap bocah perempuan itu
bisa menebuskan dosa yang pernah dibuat Wi Thian-yang tapi
menurut pendapat lolap, sulit rasanya keinginan ini dapat
terwujud..........."
Berkilat sepasang mata Oh Put Kui setelah mendengar
ucapan ini, katanya kemudian.
"Jadi menurut taysu, sinni sengaja mewariskan ilmu
silatnya kepada nona Nyoo dengan harapan ia bisa
menebuskan dosa yang telah diperbuat Wi Thian-yang dan
paling tidak membawa ayahnya kembali ke jalan yang benar?"
"Begitulah maksudnya."
Lalu setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Siau-sicu, anak Sian adalah sebuah batu pualam yang
belum digosok, lolap sangat berharap agar siau-sicu mau
melindungi secara baik baik, kalau tidak, jikalau dia sampai
terpengaruh oleh sikap Wi Thian-yang sebagai ayahnya, lolap
kuatir hal ini akan menyebabkan posisi Wi Thian-yang ibarat
harimau yang tumbuh sayap, tak sedikit bantuan yang akan
diperoleh Wi Thian-yang di dalam mewujudkan cita citanya
itu."
Dengan cepat Oh Put Kui memutar otaknya keras keras,
akhirnya dia menghela napas panjang:
"Sekarang boanpwee sudah tidak mempunyai pendirian
lagi, tapi apa yang taysu katakan pasti akan kulaksanakan
dengan sebaik baiknya."
Bong-ho siansu tertawa:
"Bukan cuma harus dijalankan saja, menurut pendapat
lolap, hal ini pun masih tergantung bagaimana cara siau-sicu
menangani hal ini, aku cuma berharap agar siau-sicu berhatihati
dan selalu waspada, jangan membiarkan anak Sian
terjerumus ke dalam perangkap ayahnya."
"Perangkap? Apakah terhadap anaknya sendiripun wi
Thian-yang menggunakan perangkap untuk menjebaknya?"
Bong-ho tertawa lirih:
"Perjalanan ke lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-san
merupakan salah satu perangkap........"
"Oooh........."
"siau-sicu, sebelum lolap mengetahui siapakah siau-sicu,
aku merasa kuatir sekali dengan perjalanan yang akan
dilakukan anak sian, oleh sebab itu lolap mengutus si kutu
buku pena emas Ku Bun-siu untuk melakukan persiapan
disana."
Setelah berhenti sejenak, terusnya lebih jauh:
"Tapi sekarang lolap dapat berlega hati."
"Budi dan kasih sayang taysu terhadap Siau-sian sungguh
membuat boanpwee merasa tak tenang."
"Siau sicu, saat ini posisi lolap serta Ku Bun-wi terhadap
istana Sian hong-hu belum mencapai saat bermusuhan, oleh
sebab itu paling baik jika kami tidak ikut menampakkan diri."
"Boanpwee pasti akan berupaya dengan sepenuh tenaga
untuk membantu usaha ini..." Oh Put Kui memberikan janjinya
sambil tertawa hambar.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia seperti hendak
menanyakan suatu persoalan lagi.
Mendadak.......
Dari kejauhan terdengar suara Hian-leng-giok-li Nyoo Siau
sian sedang berteriak keras:
"Empek hwesio...... empek hwesio.........!"
Bong-ho siansu cepat-cepat berbisik:
"Siau-sicu boleh pulang secepatnya, paling baik kalau kau
tidak menyinggung soal pertemuan dengan lolap ini."
Oh Put Kui mengiakan dan cepat-cepat melompat keluar
dari tembok pekarangan.
Pada saat itulah ia sempat mendengar suara gelak tertawa
dari Bong-ho siansu.
Agaknya si hwesio tua ini sedang mentertawakan Nyoo
Siau-sian yang bersikap terlalu tegang.
Tapi Oh Put Kui tak sempat untuk mendengarkan lebih
jauh, dia harus secepat-cepatnya kembali ke kamarnya
sebelum jejaknya diketahui oleh gadis tersebut.
Sebab dia masih teringat dengan pesan Bong-ho siansu
yang minta kepadanya untuk merahasiakan pertemuan
tersebut.
Seperminum teh setelah Oh Put Kui kembali ke kamarnya,
Nyoo Siau sian telah kembali pula ke rumah penginapan itu.
Dari kejauhan dia sudah melihat cahaya lentera yang
menyinari ruangan Oh Put Kui.
Karena itu dia segera memburu ke dalam kamarnya sambil
menegur : "Toako, kau telah pergi ke mana?"
Oh Put Kui mempersilahkan Nyoo Siau-sian masuk lebih
dahulu, melihat sikap si nona yang begitu menaruh perhatian
dan gelisah, tapi juga gembira dan manja, hatinya merasa
sangat bergetar keras.
Sambil tersenyum diapun menyahut:
"Aku pergi mencarimu!"
Merah dadu selembar wajah Nyoo Siau-sian mendengar
ucapan ini, segera ujarnya:
"Toako...... tengah malam begini ada urusan apa kau
mencariku.......?"
Agaknya si nona telah menyelewengkan pikirannya ke halhal
yang lain.
Atas pertanyaan tersebut, seketika itu juga Oh Put Kui
merasakan pipinya turut menjadi merah.
"Berhubung aku merasa tak tenang pikirannya, maka
akupun berjalan kekamar tidur sumoay, tapi panggilanku
berulang kali tidak peroleh jawaban, maka persoalanku pun
menjadi sangat tak tenang......."
"Aku telah keluar rumah!" kata Nyoo Siau-sian sambil
tertawa.
"Benar, sumoay memang tidak berada di dalam kamar, tapi
aku menjadi gelisah sekali akibatnya."
"Toako, menurut dugaanmu aku telah pergi berbuat apa?"
tanya Nyoo Siau-sian sambil tersenyum.
"Jarak dari sini dengan lembah Yu-kok di bukit Tiong-lamsan
sudah dekat sekali, aku kuatir Kiau Hui-hui telah
melakukan tindakan yang tidak menguntungkan bagimu, maka
setelah mengetahui bahwa sumoay tidak berada di kamar,
segera itu juga aku melakukan pencarian disekitar tempat
itu......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata:
"Sumoay, kemana sih kau pergi? Mengapa hingga
sekarang baru pulang?"
Nyoo Siau-sian tersenyum:
"Aku pergi menengok seorang cianpwee, berhubungan
toako sudah tidur maka aku tidak membangunkan kau,
lagipula kau toh tidak kenal dengan orang itu......"
Oh Put Kui tahu, Nyoo Siau-sian sengaja berkata demikian
karena kuatir dia marah, ia merasa berterima kasih sekali
dengan kebaikan hati nona tersebut, sebab hal ini
menunjukkan bahwa peranan dirinya dalam hati kecil nona itu
penting sekali.
Padahal perasaannya waktu itu jauh lebih berat daripada
semula.
Paling tidak sampai sekarang ia belum mempunyai
keyakinan, bagaimana dia harus bersikap terhadap nona yang
masih polos dan lincah ini dimasa mendatang, terutama sekali
hubungan perasaan diantara mereka berdua.
"Sumoay," katanya kemudian, "pergilah beristirahat, besok
kita harus mendaki bukit!"
"Toako, kau tidak marah kepadaku bukan?"
"Kenapa mesti marah? Ayohlah ce[at beristirahat, kalau
ingin berbicara kita lanjutkan besok pagi saja."
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian segera beranjak pergi dari
ruangan tersebut.
Tapi Oh Put Kui tidak mampu tertawa lagi.
Sekarang dia sudah tahu, bahwa Nyoo Thian-wi pada
hakekatnya tak pernah mati.
Itu berarti peristiwa terakhir dari empat peristiwa
pembunuhan terbesar dalam dunia persilatan hanya
merupakan perbuatan pura-pura saja, ditinjau dari sini dia
mulai menduga-duga, mungkinkah pembunuh dari ketiga kali
pembunuhan yang terdahulu adalah orang yang pura-pura
mati pada peristiwa yang terakhir ini?
Seandainya ditinjau dari bukti-bukti yang diperoleh,
kemungkinan semacam ini bukannya tak ada.
Tanpa terasa Oh Put Kui menghubungkan pula peristiwa ini
dengan kehadiran ketiga pendeta See-ih ke wilayah
Tionggoan.
Lalu peranan Kakek penggetar langit Sian Hian yang
menyaru sebagai ketua Pay-kau untuk merebut Mu ni pian.
Ditambah pula keikut sertaan toya emas tangan sakti Sik
Keng-seng dalam perebutan ruyung serta persekongkolan Withian-
yang dengan Pek Biau-peng di telaga Phoa-yang-oh......
Dari semua peristiwa itu diperoleh petunjuk bahwa semua
kekacauan ini menyangkut pula nama Wi Thian-yang.
Disamping itu Oh Put Kui teringat juga dengan ketua dari
lima partai besar yang mengikuti Nyoo Ban bu pergi ke istana
Sian-hong-hu dan selanjutnya tiada kabar beritanya lagi,
kejadian mana semakin memperlihatkan ambisi rakus dari Withian
yang untuk menguasai seluruh dunia persilatan.
Tapi ada satu hal yang tidak dipahami olehnya, yakni para
korban dari ketiga peristiwa berdarah itu sesungguhnya tak
pernah terjalin perselisihan atau permusuhan apa pun dengan
si raja setan penggetar langit Wi-thian-yang.
Seharusnya tanpa dasar perselisihan atau permusuhan,
mustahil dia mempunyai alasan untuk melakukan
pembunuhan.
Itulah sebabnya Oh Put Kui tak sanggup memecahkan
teka-teki tersebut......
Akhirnya sambil mengehela napas panjang dia berpikir:
"Untuk menyelidiki latar belakang dari peristiwa ini,
terpaksa harus menunggu sampai saatnya tiba......"
Senja telah menjelang tiba.
Dua buah lentera yang memancarkan sinar terang tampak
tergantung pada mulut masuk menuju kelembah Yu-kok
dibukit Tiong-lam-san.
Empat orang gadis berdandan model keraton, berdiri
dibawah lentera itu dengan lemah gemulai.
Sementara kedelapan buah mata mereka yang melotot
besar, ditujukan keluar lembah tanpa berkedip.
Angin barat berhembus kencang dan mengibarkan ujung
baju yang mereka kenakan.
Udara yang dingin dan membekukan badan membuat
paras muka mereka berubah menjadi merah padam.
Akan tetapi mereka sama sekali tidak nampak kesal atau
murung oleh keadaan yang dialaminya itu.
Sementara itu kegelapan malam sudah mulai menyelimuti
seluruh lembah tersebut.
Mendadak salah seorang diantara keempat gadis itu
berbisik dengan lirih:
"Itu dia, sudah datang!"
Siapa yang telah datang?
Delapan buah mata yang jeli bersama sama dialihkan ke
arah luar lembah yang remang-remang itu.
Mendadak salah seorang diantaranya mengerutkan
dahinya sambil berseru keheranan:
"Mengapa dua orang yang datang?"
Gadis yang berbicara tadi segera berkata lagi:
"Memang dua orang yang datang, mengapa sih mesti
merasa keheranan atau kaget?"
Sementara pembicaraan masih berlangsung sang tamu
agung sudah berada di hadapan.
Rupanya kedua orang itu adalah Nyoo Siau-sian dan Oh
Put Kui yang berjalan bersama-sama.
Keempat orang gadis berdandan keraton itu segera maju
ke muka menyongsong kedatangan mereka.
Terdengar salah seorang diantara mereka berseru dengan
suara yang merdu:
"Empat orang dayang dari Kiau siancu lembah Giok-lan-kok
dibukit Tiong-lam-san mendapat perintah dari majikan untuk
menyambut kedatangan nona Nyoo serta sauhiap untuk
bersua didalam lembah."
"Silahkan membawa jalan!" kata Nyoo Siau-sian sambil
tertawa hambar.
Oh Put Kui yang mendengar itu segera berkerut kening.
Pihak tuan rumah telah menunjukkan sikap yang begitu
sungkan, mengapa nona ini justru tidak sungkan-sungkan?
Namun si anak muda itupun tidak berbicara apa-apa,
dengan mulut membungkam mereka berjalan mengikuti
dibelakang keempat orang dayang tersebut dan dibawah
bimbingan dua sinar lentera, mereka berjalan menuju ke
lembah Giok-lan-kok.
Setelah berjalan kurang lebih lima li, sampailah mereka
didepan sebuah bangunan loteng kecil yang berwarna putih,
loteng itu dibangun dengan menempel pada bukit.
Sinar lentera menyinari seluruh ruangan loteng itu sehingga
terang benderang.
Sepanjang jalan, sekalipun Oh Put Kui bersikap amat hati
hati serta diam-diam menghimpun tenaga dalamnya untuk
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak
diinginkan, namun dia sama sekali tidak menemukan pertanda
yang mencurigakan ataupun jago-jago yang disembunyikan di
sekitar sana.
Melihat keadaan mana, diam-diam pemuda itu mulai
merasa rada lega.
Dalam pikirannya, paling tidak Kiau Hui hui bukanlah
termasuk manusia licik yang berbahaya.
Setelah berada didepan bangunan loteng berwarna putih
itu, Oh Put Kui baru melihat bahwa loteng itu mencapai luas
tiga kaki dan terdiri dari empat lantai.
Pintu gerbang pada lantai terbawah bangunan itu tampak
terbuka lebar lebar.
Dibawah penerangan sinar lentera yang memancar keluar
dari balik pintu, nampak seorang nona berbaju hijau yang
berambut panjang berdiri di muka pintu.
Begitu bersua dengan nona itu, tiba-tiba saja Nyoo Siausian
bersorak gembira:
"Enci Kiau, aku telah datang!"
Dengan cepat tubuhnya melompat ke depan dan menubruk
gadis tersebut.
Gerakan dan tindakan yang diambil Nyoo Siau-sian ini
dengan cepat menimbulkan perasaan kaget dan tercengang
bagi Oh Put Kui.
Bukankah mereka berjanji akan bertemu disini untuk
melangsungkan pertarungan?
Mengapa Nyoo Siau-sian justru menunjukkan sikap yang
begitu mesra dengan gadis itu, bahkan hubungan mereka
seperti lebih hangat daripada hubungan kakak beradik?
Dalam pada itu, Nyoo Siau-sian telah saling bergenggaman
tangan dengan nona berbaju hijau berambut panjang itu dan
tertawa cekikikan tiada hentinya, entah apa saja yang mereka
bicarakan saat itu.
Otomatis Oh Put Kui jadi tertinggal seorang diri ditempat itu
sambil berdiri melongo.
Akhirnya dia cuma bisa menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas panjang.
Perempuan memang makhluk yang sangat aneh dan susah
diraba maksud dan tujuan mereka.
Entah berapa saat sudah lewat, rupanya mereka sudah
cukup puas berbicara sambil tertawa.
Terdengar gadis berbaju hijau itu berkata lirih:
"Adik Sian, coba kau lihat temanmu itu......."
Baru sekarang Nyoo Siau-sian teringat kalau Oh toakonya
masih berdiri tertegun disitu.
Maka dengan wajah merah jengah serunya:
"Toako, cepat kemari, mari kuperkenalkan kepadamu......"
Oh Put Kui mendehem pelan dan segera maju
menghampiri kedua orang gadis itu.
Sambil tertawa merdu Nyoo Siau sian berkata lagi:
"Dialah Yu-kok-cian-li (gadis suci dari lembah Yu kok) Kiau
Hui-hui yang amat termashur namanya dalam dunia
persilatan, toako, coba kau lihat betapa cantiknya enci
Kiau......"
Sebagai gadis yang polos, apa saja yang terpikirkan
olehnya segera diutarakan pula secara blak-blakan, dia tak
ambil perduli apakah orang yang dipuji dan diperkenalkan itu
bakal rikuh atau tersipu-sipu dibuatnya.
Dengan wajah bersemu merah karena jengah, gadis suci
dari lembah Yu-kok segera menundukkan kepalanya rendahrendah.
Sebaliknya Oh Put Kui dengan peraaan tidak tenang
segera menjura dan berkata sambil tertawa:
"Aku adalah Oh Put Kui, sudah lama kukagumi nama besar
siancu, sungguh gembira hatiku dapat bersua dengan siancu
hari ini........"
"Toako, tak nyana kau malahan memperkenalkan diri lebih
dulu......." goda Nyoo Siau-sian sambil tertawa.
Merah padam selembar wajah Oh Put Kui oleh ucapan
tersebut.
Sebaliknya gadis suci dari lembah Yu-kok, Kian Hui-hui
yang mendengar nama Oh Put Kui tersebut menjadi amat
terperanjat, diam-diam dia mendongakkan kepalanya lagi
sambil memperhatikan jago paling lihay dari angakatan muda
dunia persilatan dewasa ini.
Begitu dipandang wajahnya, gejolak perasaan hatinya
menjadi semakin menjadi-jadi.
"Oooh...... betapa tampannya dia......" dalam hati kecilnya
dia berpekik lirih.
Kepalanya ditundukkan semakin rendah setelah memberi
hormat katanya pula lirih.
"Nama besar Oh kongcupun sudah lama kudengar......."
Ketika Nyoo Siau-sian menyaksikan sikap kedua orang itu
sama-sama amat sungkan, tanpa terasa katanya sambil
tertawa:
"Aaah, sungguh menjemukan, semenjak kapan sih enci
Kiau mempelajari tingkah laku yang membosankan seperti
itu......"
Dengan wajah memerah gadis suci dari lembah Yu-kok ini
mengomel:
"Adik Sian, mengapa sih kau selalu memaki enci mu
dihadapan tamu.......?"
"Apakah dia dianggap tamu asing?" goda nona itu sambil
tertawa.
Kemudian setelah membalikkan badan dia berkata lagi:
"Enci Kiau, apakah kau tidak mengundang kami untuk
masuk kedalam ruangan?"
Mendengar perkataan ini, paras muka Kiau Hui hui kembali
berubah menjadi merah padam, serunya kemudian sambil
tertawa:
"Aaah betul, gara gara kau suka menggoda, hampir saja
aku melupakan sopan santun........"
Setelah membetulkan letak rambutnya, diapun berkata
kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Silahkan masuk Oh kongcu........."
Sementara itu pelan-pelang Oh Put Kui sudah berhasil
menenangkan kembali perasaan yang bergolak, sambil
tersenyum dia menyahut:
"Terima kasih........"
Dengan cepat tubuhnya melangkah masuk kedalam
ruangan itu.
Dibalik pintu adalah sebuah ruangan tamu yang kecil.
Tidak sampai Oh Put Kui memalingkan kepalanya, si gadis
suci dari lembah Yu-kok Kiau Hui-hui telah berkata lagi sambil
tertawa:
"Silahkan naik ke atas loteng!"
Tanpa mengucapkan sepatah katapun Oh Put Kui langsung
menuju kelantai kedua.
Rupanya pada lantai kedua terdapat sebuah ruang tamu
yang jauh lebih lebar.
Bukan saja semua perabotnya teratur sangat rapi, lagipula
lantainya bersih dan bebas dari debu.
Dengan cepat Kiau Hui-hui mendahului tamunya masuk
kedalam ruangan dan berseru:
"Kongcu, silahkan duduk!"
Oh Put Kui mengucapkan terima kasih dan duduk disebuah
kursi disebelah kanan.
Sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui duduk tepat
dihadapan mukanya.
Dua orang dayang berbaju hijau segera muncul
menghidangkan air teh.......
"Adik Sian," ujar Kiau Hui-hui kemudian sambil tertawa,
"silahkan kau dan Oh kongcu minum secawan air teh lebih
dulu......."
"Tidak, aku justru merasa lapar........" sela Nyoo Siau-sian
sambil tertawa.
Waktu itu Oh Put Kui sedang mengangkat cawan sembari
menghirup air teh.
Ketika perkataan dari Nyoo Siau-sian itu diutarakan keluar,
hampir saja air teh yang memenuhi mulutnya itu tersembur
keluar.
Kiau Hui-hui segera tertawa tergelak:
"Adik Sian, aku sudah tahu kalau kau merasa lapar,
sekarang mereka sedang mempersiapkan hidangan didapur,
siapa suruh kau malas sehingga datang terlambat? Ayoh kita
segera pergi bersantap dulu......"
"Enci Kiau, mengapa kau tidak suruh mereka cepatan
sedikit.............?" kembali Nyoo Siau-sian tertawa, "aaai, tahu
kalau bakal kelaparan disini, aku pasti membawa rangsum
dari rumah."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, para dayang
telah muncul sambil menghidangkan sayur dan arak.
Nyoo Siau sian segera melompat kedepan lebih dulu dan
menyambar sumpit yang telah tersedia.
Oh PUt Kui yang menyaksikan kejadian ini hanya bisa
tertawa geli saja.
Dengan wajah bersemu merah, Kiau Hui-hui segera
menghormati mereka dengan secawan arak.
Selama berada dihadapan anak perempuan, Oh Put Kui
sendiripun tak ingin minum arak terlalu banyak, setelah
menghirupnya sedikit, dia bertanya kepada Nyoo Siau-sian
sambil tertawa:
"Sumoay, bukankah kau berjanji dengan Kiau siancu untuk
datang bertarung?"
Nyoo Siau-sian memandang sekejap kearah Kiau Hui-hui,
lalu sahutnya sambil tertawa:
"Sebetulnya memang itu maksud kedatanganku."
Oh Put Kui segera berkerut kening, lalu katanya sambil
tertawa:
"Sumoay, sekarang aku sudah merasa tidak percaya
lagi........."
Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan:
"Toako, mengapa sih kau tak percaya? Apakah
dikarenakan aku dan enci Kiau tidak saling memaki sehingga
memerah mukanya?"
"Aku rasa hubungan diantara kalian berdua justru
merupakan kebalikannya........." kata pemuda itu sambil
tertawa hambar:
"Aaah, belum tentu demikian........"
Kiau Hui-hui ikut berkata pula sambil tertawa:
"Oh kongcu, persoalan dari kaum perempuan memang
mudah sekali berubah, bahkan berubahnya juga amat cepat."
Oh Put Kui tertawa tergelak.
"Kiau siancu, kebetulan sekali aku hanya mengetahui
sedikit sekali tentang urusan kaum wanita........."
"Kalau memang begitu tak usah ditanyakan lagi, yang
penting makan dulu sampai kenyang, kemudian baru
menonton keramaian."
Oh Put Kui memang tidak mengetahui permainan setan
apakah yang sebetulnya sedang dilakukan oleh Nyoo SIausian,
karenanya diapun tertawa hambar, lalu sambil
meneruskan santapannya dia berkata:
"Tampaknya aku hanya memperoleh bagian makan banyak
saja........."
"Hidangan gunung yang kasar mungkin tidak cocok dengan
selera kongcu," sambung Kiau Hui-hui tertawa.
Cepat-cepat Oh Put Kui merendah:
"Siancu terlalu merendah, aku hanya seorang manusia tak
berarti, lebih baik siancu jangan terlalu sungkan."
"Bila kongcu berkata begitu, aku menjadi malu sendiri."
Kebetulan sekali sorot matanya saling bertemu dengan
sorot mata dari Oh Put Kui, dengan tersipu-sipu dia
menundukkan muka dan sampai lama sekali dia tak mampu
berkata-kata.
Nyoo Siau-sian yang menyaksikan hal ini segera bertepuk
tangan sambil menggoda:
"Aneh betul enci Kiau hari ini, mengapa sih pipimu menjadi
merah melulu........."
Godaan ini benar-benar membuat gadis suci dari Yu-kok ini
menjadi malu sekali, seandainya dilantai ada lubang, dia pasti
akan menyembunyikan diri disana.
Sementara Oh Put Kui justru bersikap acuh tak acuh,
sekalipun dia merasa tertarik oleh kelincahan, kelembutan
serta kecantikan Kiau Hui-hui, itupun hanya terbatas
mengagumi saja.
Oh Put Kui menunjukkan sikap jengah hanya disaat
permulaan berjumpa saja, tapi bagaimana pun juga dia
memang seorang perantauan yang berhati tawar, sekalipun
dia pernah dibuat tergetar hatinya oleh kecantikan serta
kelembutan Kiau Hui hui, namun bukan berarti hatinya
menjadi tertarik dan tergoda.
Ia sadar, Nyoo siau-sian seorangpun sudah lebih dari
cukup mendatangkan kesulitan baginya.
Nyoo siau sian masih tertawa saja tiada hentinya,
sebetulnya dia ingin menggoda Kiau Hui-hui lagi, akan tetapi
ketika sinar matanya membentur dengan wajah hambar dari
Oh Put Kui, hatinya menjadi tertegun, tanpa terasa pikirnya.
"Kenapa sih dengan Oh toako ini? Mengapa sikapnya
berubah menjadi begitu dingin dan hambar?"
Secara tiba-tiba saja dia berhenti tertawa kejadian yang
berlangsung sangat mendadak ini kontan saja mengejutkan
hati Kiau Hui-hui.
Dengan cepat gadis itu mendongakkan kepalanya lalu
bertanya:
"Adik Sian, mengapa sih kau ini?"
Dengan mata melotot Nyoo Siau-sian segera berseru:
"Enci Kiau, aku hendak beradu jiwa denganmu!"
Begitu ucapan "adu jiwa" diutarakan oleh Nyoo Siau-sian,
Oh Put Kui turut menjadi terkejut sehingga tanpa terasa
mendongakkan kepalanya secara tiba-tiba dan mengawasi
gadis itu dengan pandangan termangu-mangu.
Kiau Hui-hui sendiri pun nampak tertegun dibuatnya.
"Adik Sian, kau ingin bertarung denganku?" serunya tanpa
sadar.
"Tentu saja."
"Apakah tidak menunggu sampai makan kenyang nanti?"
"Aku sudah kenyang sedari tadi!" sahut Nyoo Siau-sian
sambil tertawa cekikikan.
Sambil berkata dia lantas bangkit berdiri dari tempat
duduknya.
Oh Put Kui mengerutkan dahinya rapat-rapat, dengan
perasaan tidak mengerti diawasinya dua orang gadis yang
sama sama cantik dan menarik ini dengan termangu, untuk
beberapa saat lamanya dia tak tah apa yang mesti dikatakan.
Terdengar gadis suci dari lembah Yu-kok. Kiau Hui-hui
tertawa cekikikan, sambil meletakkan kembali sumpitnya dia
berkata:
"Adik Sian, bagaimana kalau kita bertarung ditempat ini
saja?"
Pertanyaan ini sekali lagi membuat perasaan Oh Put Kui
sangat terkesiap.
Tampaknya kedua orang ini benar-benar hendak bertarung.
Hanya saja ada satu hal yang tidak dipahami oleh Oh Put
Kui, sekalipun pemuda ini termasuk seorang pemuda yang
pintar, dia tidak mengerti kenapa dua orang gadis yang saling
membahasai sebagai kakak beradik dan selalu berhubungan
secara mesra dan hangat disertai gelak tertawa riang ini,
dalam sekejap mata dapat berubah menjadi saling
bermusuhan bahkan akan menyelesaikan pertarungan itu
secara mati-matian........
Dan didalam kenyataannya, Kiau Hui-hui betul-betul sudah
meloloskan sebilah pedang Giok-pek-kiam dari atas dinding,
Sedangkan Nyoo Siau-sian telah meloloskan pula ruyung
Mu-ni-piannya sambil berkata:
"Enci Kiau, bagaimana kalau kita bertarung diluar saja?"
Dengan kening berkerut Kiau Hui-hui menyahut sambil
tertawa:
"Terserah kepadamu, bagaimana pun juga sang enci
memang harus mematuhi keinginan sang adik......."
Maka dia pun segera melompat turun dari atas loteng.
Sambil tertawa Nyoo SIau-sian segera menggapai pula
kearah Oh Put Kui seraya serunya:
"Toako, mari bantu aku nanti........"
"Aku memang ingin sekali menyaksikan kemampuan ilmu
silat yang kalian miliki........" sahut Oh Put Kui sambil
tersenyum.
Dengan langkah lebar mereka berdua segera menyusul
pula kebawah loteng.
Disisi sebelah kiri bangunan loteng berwarna putih itu
merupakan sebuah kebun bunga dan sayur yang luasnya
mencapai tiga hektar........
Diantara pepohongan bunga dan sayur terdapat sebuah
tanah lapang beralas batu putih yang luasnya mencapai
sepuluh kaki persegi, disekeliling lapangan telah dipasang dua
puluhan buah lentera.
Pada waktu itu, gadis suci dari lembah Yu-kok Kiau Hui-hui
dengan pedang terhunus berdiri ditengah lapangan itu.
Pelan-pelang Nyoo Siau-sian berjalan menuju kedalam
tanah lapang tersebut.
Sedangkan Oh Put Kui dengan langkah cepat segera
berdiri berapa kaki disamping kedua orang gadis itu.
Kiau Hui-hui memandang sekejap ke arah Nyoo Siau-sian
yang baru muncul, lalu katanya sambil tertawa:
"Adik Sian, bagaimana kita harus bertarung? Apakah tak
akan berhenti sebelum ada yang mampus?"
"Terserah......." sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa
cekikikan.
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut, paras
mukanya segera berubah hebat.
Bagaimanapun juga dia merasa dua orang gadis ini telah
bergurau keterlaluan.......
"Sumoay, benarkah kau hendak bertarung mati-matian
melawan Kiau siancu?" tanyanya kemudian tanpa terasa.
Pertanyaan itu diajukan dengan perasaan setengah tegang
dan setengah bimbang.
"Tentu saja!" sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa,
"bukankah golok dan pedang tak bermata?"
Sambil tersenyum Kiau Hui-hui berkata pula:
"Oh kongcu, urusan diantara aku dengan adik Sian ini lebih
baik jangan ikut campur!"
Oh Put Kui menggelengkan kepalanya sambil tertawa
hambar:
"Boleh saja aku tidak mencampuri, cuma...... aku mendapat
titipan orang......."
Bagaimanapun juga dia mencoba memagang rahasia,
akhirnya bocor juga tanpa sengaja, menanti pemua itu akan
menutup mulut, keadaan sudah terlambat.
Terdengar Kiau Hui-hui berseru sambil tertawa cekikikan:
"Adik Sian, kau sungguh amat lihay......"
Sekalipun kata selanjutnya tidak dilanjutkan, namun siapa
saja dapat mendengar arti dari perkataan itu. Sudah jelas dia
menuduh Nyoo Siau sian telah mempersiapkan bala bantuan
yang tangguh sebelum dilangsungkannya pertarungan itu.
Paras muka Nyoo Siau-sian segera berubah hebat,
kemudian tegurnya cepat:
"Toako, siapa yang memberi titipan kepadamu? Kau......."
Mimpipun dia tak menyangka kalau Oh toakonya datang
karena mendapat titipan dari seseorang.
Sebab menurut apa yang diketahui, justru dialah yang
mengajak pemuda itu datang ke sana.
Tak heran kalau gadis itu amat terperanjat setelah
mengetahui bahwa Oh Put Kui datang kesitu karena disuruh
orang.
Sambil tertawa hambar Oh Put Kui berkata:
"Sumoay, tak usah kau ketahui siapa yang menitipkan kau
kepadaku, yang penting aku ingin bertanya kepadamu,
apakah persoalanmu dengan Kiau siancu pada hari ini tak
bisa diakhiri sebelum salah seorang diantaranya mampus?"
"Kau tak usah mencampuri!" seru Nyoo Siau-sian tiba-tiba
dengan wajah penuh amarah.
Oh Put Kui menjadi tertegun, lalu pikirnya
"Aku benar-benar mencari banyak urusan........"
Sekalipun demikian, diluaran dia berkata lagi:
"Sumoay, sebetulnya dikarenakan persoalan apa sih kalian
sampai bertarung disini? Kalau dilihat dari sikap kalian,
tampaknya kalian berdua begitu akrab dan hangat, mengapa
pula harus melakukan pertarungan mati-matian?"
"Apakah kau tak bisa tidak bertanya?" seru Nyoo Siau-sian.
Sambil tertawa Kiau Hui-hui berkata pula:
"Oh kongcu, persoalan ini adalah urusanku dengan adik
Siau-sian, paling baik apabila kau jangan mencampurinya,
silahkan saja menonton pertarungan kami dari tepi arena, tapi
bilamana Oh koncu kuatir akan kemampuan Nyoo Siau-sian,
akupun bersedia bertarung satu melawan dua, silahkan saja
Oh Kongcu mempersiapkan senjatanya untuk ikut
bertarung......."
Baru saja Oh Put Kui tertawa terbahak-bahak, Nyoo Siausian
telah berteriak keras:
"Enci Kiau, kau terlalu mempermainkan orang....... aku mah
tak mau dibantu olehnya!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali serunya
kepada Oh Put Kui:
"Oh toako, tahukah kau bahwa persoalan ini menyangkut
nama baik perguruanku, apabila kau mencampuri urusan ini,
maka sulit bagiku untuk meninggalkan tempat ini dalam
keadaan hidup......."
Oooh, rupanya persoalan ini sudah menyangkut soal nama
baik perguruan......." pikir Oh Put Kui dengan perasaan
terkesiap.
Maka diapun tak bisa berkata apa-apa lagi.
Disamping itu diapun tak percaya-percaya kalau kedua
orang ini benar-benar akan saling beradu jiwa, oleh sebab itu
setelah Nyoo Siau-sian mengungkapkan bahwa persoalan ini
menyangkut masalah perguruan, diapun berkata sambil
tertawa:
"Sumoay, tampaknya aku hanya bisa berpeluk tangan saja
sambil menonton kalian bertarung!"
"Yaa, itu memang lebih baik lagi." Nyoo Siau-sian tertawa
manis.
Oh Put Kui yang menghadapi kejadian ini cuma bisa
menggelengkan kepalanya berulang kali, diapun tidak
menyangka kalau sebelum pertarungan mati-matian dimulai,
sikap Nyoo Siau-sian masih begitu santai dan seenaknya
sendiri.
Dalam pada itu Kiau Hui-hui telah menggetarkan
pedangnya dan berkata sambil tertawa:
"Adik Sian, ruyung penakluk iblis akan berhadapan dengan
pedang penakluk iblis, pertarungan hari ini merupakan
pertarungan yang kedua puluh satu kalinya, kita tak boleh
seperti guru kita, selalu bertarung seimbang dan sama kuat."
"Tidak mungkin," sahut Nyoo Siau-sian sambil tertawa,
"siapa tahu aku bisa mengunggulimu........"
Kiau Hui-hui segera tertawa cekikkan sambil
membungkukkan badannya, rambut yang panjang pun hampir
saja menyentuh permukaan tanah.
"Adik Sian, apakah Wi-in supek telah mewariskan berapa
jurus tangguh lagi kepadamu?" dia bertanya kemudian.
"Kemungkinan sekali demikian, tapi setelah kau coba nanti
kan bakal diketahui dengan sendirinya"
Kiau Hui-hui menarik napas panjang, kemudian katanya
pula sambil tertawa:
"Tentu saja harus kucoba kemampuanmu, nah, adik Sian,
kau mesti berhati-hati!"
Sambil menegakkan badannya, dia segera memutar
pedang sambil melancarkan sebuah tusukan ke depan.
Serangan tersebut dilancarkan begitu cepat, membuat Oh
Put Kui yang menyaksikan pertarungan itupun menjadi
terkesiap.
Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan, ruyung Mu-ni-pian itu
diputar kencang sehingga menimbulkan sinar berwarna
kehitam-hitaman, lalu secepat sambaran kilat menyambar
pedang Pek giok-kiam milik Kiau Hui-hui tersebut.
Oh Put Kui yang mengikuti jalannya pertarungan itu diamdiam
mangangguk, berbocara soal tenaga dalam yang dimiliki
kedua gadis itu, Nyoo Siau-sian tidak lebih cetek daripada si
Gadis suci dari lembah Yu-kok.
Akan tetapi perasaannya sekarang menjadi goncang dan
tidak tenang.
Sebab dari pembicaraan kedua orang gadis itu, dia dapat
mendengar bahwa pertarungan yang dijanjikan hari ini, pada
hakekatnya bukan kejadian seperti apa yang pernah
diterangkan Nyoo Siau-sian kepada dirinya.
Pertarungan ini dilangsungkan karena perselisihan dari
kedua perguruan mereka.
Wi-in sinni dengan ilmu ruyung penakluk iblisnya
diwariskan kepada Nyoo Siau-sian sebaliknya Giok-bong
sinni, satu diantara tiga dewa Hong-gwa-sam-sian telah
mewariskan ilmu pedang penakluk iblisnya kepada Kiau Huihui.
Ketika Oh Put Kui mendapat tahu kalau Kiau Hui-hui anak
murid dari Giok-hong sinni It-ing taysu, dia segera mengethui
bahwa pertarungan yang berlangsung saat ini tak akan
berkembang menjadi pertarungan berdarah.
Sudah lama orang persilatan tahu mengenai perselisihan
antara Wi-in sinni dengan It ing taysu.
Dan dari pembicaraan Kiau Hui-hui tadi, Oh Put Kui pun
mendapat tahu bahwa kedua orang nikou tersebut sudah dua
puluh satu kali bertarung untuk menentukan mana yang lebih
unggul antara senjata ruyung penakluk iblis dengan pedang
penakluk iblis,
Dan didalam pertarungan kali ini, mereka telah menitahkan
ahli waris masing-masing untuk melanjutkan pertarungan ini.
Sekalipun pertarungan telah berlangsung berulang kali,
namun kejadian itu bukan berarti merusak hubungan baik
kedua orang sinni itu, sudah barang tentu murid-murid
merekapun tak nanti akan saling beradu jiwa karena urusan
tersebut.
Menyadari akan hal ini, Oh Put Kui baru bisa tertawa,
pikiran dan perasaannya pun tidak lagi merasa tegang seperti
apa yang dialaminya semula.
Sambil berpeluk tangan diapun menonton jalannya
pertarungan dari kedua orang gadis itu........
Dalam pada itu pertarungan ditengah arena sudah
berkobar dengan serunya, tampak bayangan kuning dan hijau
saling menyambar dengan serunya.
Keempat orang dayang dari Kiau Hui-hui cuma berdiri
dikejauhan sana sambil menonton jalannya pertarungan itu,
namun wajah mereka sama-sama mencerminkan kegelisahan
serta perasaan tak tenang.
Mungkin mereka mengira Kiau Hui-hui sudah terdesak
sehingga berada diposisi bawah angin.
Waktu itu, dari ketiga puluh enam jurus ilmu ruyung
penakluk iblis dari Nyoo Siau-sian, ia telah menggunakan
sampai ke jurus yang kesembilan belas yang bernama
"pekikan naga auman singa".
Bayangan ruyung yang berlapis-lapis segera muncul dari
empat arah delapan penjuru dan mengurung sekeliling tempat
itu rapat-rapat.
Kiau Hui-hui berkerut kening namun tidak menjadi gentar
oleh keadaan tersebut, dengan cepat tangan kirinya
melepaskan sebuah pukulan, sementara pedang ditangan
kanannya memainkan pula jurus Hui-sim-li-mo (dengan hati
suci menangkap iblis) satu diantara jurus jurus ilmu pedang
penakluk iblis.
Tampak cahaya hijau berkelebat lewat dan menjebolkan
pertahanan bayangan ruyung yang berlapis-lapis itu dan
langsung menyerang iga kiri Nyoo Siau-sian.
Menghadapi ancaman ini, bukan saja Nyoo Siau-sian tidak
menunjukkan sikap gugup atau panik, malahan dia tertawa
cekikikan sambil berseru:
"Enci Kiau, kau sudah tertipu!"
Tiba-tiba saja ruyungnya diayunkan ke atas dan berputar
kekanan dengan kecepatan bagaikan kilat, dengan suatu
gerakan cepat dia menghindarikan diri dari ujung pedang
lawan.
Kiau Hui-hui sangat terkejut, tapi ia sampat juga berseru
sambil tertawa:
"Adik Sian, kau benar-benar sangat hebat"
Sementara itu ruyung panjang itu sudah menyerang lagi
dengan gaya bukit Thay-san menindih kepala, dengan tenang
dan kalem dia segera membuang pedang sambil miringkan
badan, lalu dengan rambutnya yang panjang dia sambar Nyoo
Siau-sian.
Sebagaimana diketahui panjang ruyung mu-ni-pian itu
mencapai satu kaki tiga depa, jauh lebih menguntungkan bila
digunakan untuk pertarungan jarak jauh, sebaliknya sangat
merepotkan bila digunakan untuk pertarungan jarak dekat.
Dengan sorot mata berkilat dia segera menjejakkan kakinya
ke atas tanah dan tiba tiba saja melompat dua kaki ke udara.
Dengan demikian, sambaran pedang yang dilancarkan Kiau
Hui-hui pun kembali mengenai sasaran yang kosong.
Menyaksikan pertarungan itu, Oh Put Kui tidak dapat
menahan diri lagi, dia segera bertepuk tangan sambil memuji:
"Ilmu ruyung dan ilmu pedang yang sangat bagus!"
Sementara Nyoo Siau-sian sudah melayang turun ke atas
tanah, dengan cepat dia mengayunkan ruyungnya sambil
melancarkan serangan lagi, katanya sambil tertawa:
"Enci Kiau, kau tak bisa bersantai-santai lagi, ayoh gunakan
seluruh tenagamu!"
Sembari berkata dia perketat serangan yang dilancarkan,
dalam waktu singkat dia telah melepaskan lima buah
serangan berantai yang sangat hebat.
"Kau ingin bertarung sungguhan?" seru Kiau Hui-hui
terperanjat, "adik Sian, bila orang lain yang menghadapi jurus
serangan itu, mungkin tiada orang yang mampu
menghadapinya."
"Tapi justru dengan cara ini saja, kau baru bisa didesak
mundur," jawab Nyoo Siau-sian sambil tertawa.
Dalam pembicaraan yang berlangsung Kiau Hui-hui telah
berhasil menghindari ancaman itu.
Sekali lagi Oh Put Kui bersorak memuji.
Ternyata gerakan tubuh yang digunakan gadis suci dari
lembah Yu-kok untuk menghindari serangan tersebut ada
tujuh bagian mirip sekali dengan ilmu tay-siu-huan im-poh
yang pernah dipelajari dari Pulau neraka tempo hari.
Hanya saja dalam perubahan, gerakan itu tidak setangguh
ilmu langkah Tay-siu-huan-im poh tersebut.
Sambil tertawa cekikikan kembali Nyoo Siau-sian berseru:
"Enci Kiau, coba kau lihat serangan ruyungku ini........"
Mendadak ruyung yang berada ditangan kanannya itu
melayang datang dari sisi tubuhnya.
Gerakan ruyung itu lambat sekali, tapi justru mendatangkan
suatu ancaman yang sukar diduga.
Kiau Hui-hui seketika terlihat agak kaget bercampur
keheranan, dengan pandangan tak berkedip diawasinya
ruyung panjang ditangan Nyoo Siau-sian itu tanpa berkedip,
sementara pedang Pek-giok kiam nya disilangkan di depan
dada tanpa bergerak.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui berkerut kening.
Secara diam-diam dia telah menghimpun tenaga dalamnya
sebesar sepuluh bagian untuk berjaga-jaga atas segala
peristiwa yang tidak diinginkan.
Rupanya dia telah menyaksikan bahwa dibalik serangan
ruyung yang dilancarkan Nyoo Siau-sian saat ini, terkandung
suatu kekuatan yang tak terlukiskan dengan kata.
Sebaliknya sikap Kiau Hui-hui yang berdiri tenang dengan
pedang terhunuspun kelihatan sangat serius, oleh sebab itu
dia sadar bahwa serangan itu bila dilancarkan keluar, niscaya
akan menimbulkan suatu bentrokan kekerasan yang maha
dahsyat.
Yang dikuatirkan olehnya saat ini adalah keteledoran dari
mereka berdua, sebab salah-salah bisa mengakibatkan suatu
bencana yang amat dahsyat.
Oh Put Kui tak ingin bencana yang berada didepan mata ini
timbul dan terjadi........
Maka secara diam-diam ia telah mengambil keputusan
didalam hati, apabila keadaan memerlukan, maka dia akan
turun tangan memberi bantuan.
Pada saat itulah ruyung Mu-ni-pian dari Nyoo Siau-sian
telah menyambar datang dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
Disaat ruyung panjang itu tinggal berapa depa saja dari
tubuh Kiau Hui-hui itulah, mendadak ujung ruyung tersebut
menggulung dan menyambar keatas dengan kecepatan luar
biasa.
Berkilat sepasang mata Kiau Hui-hui menghadapi kejadian
ini, secepat kilat pedangnya dilontarkan pula kedepan.
Dalam waktu singkat ruyung dan pedang itu sudah saling
membentur satu sama lainnya.
"Plaaaakkk......."
Akibat dari bentrokan ini, ruyung Mu-ni-pian segera
membelenggu pedang ciang mo kiam.
Dan kedua belah pihakpun saling membetot dengan
sepenuh tenaga, namun tak berhasil untuk melepaskan diri
satu dengan lainnya.
Dalam sekejap mata, kedua orang gadis itu sama-sama
mengerahkan tenaga dalamnya hingga mencapai dua belas
bagian.
Diantara rambut yang berkibar terhembus angin dan wajah
yang memerah seperti kepiting rebus, kedua orang gadis itu
saling mempertahankan diri dengan sepenuh tenaga, namun
nampak sekali kalau mereka berdua sama-sama merasa
ngotot dan berat.
Namun siapapun enggan mengendorkan diri sehingga
memberi peluang baik untuk lawannya.
Pertarungan adu tenaga dalam semacam ini memang
merupakan pertarungan yang sangat berbahaya, siapa saja
yang berani berayal sedikit saja, niscaya bencana besar akan
tiba didepan mata.
Untuk sesaat lamanya suasana dalam arena dicekam
dalam keheningan yang luar biasa, sedemikian heningnya
sampai dengus napas setiap orang dapat kedengaran secara
jelas.
Seperminum teh sudah lewat tanpa terasa.
Peluh sudah mulai bercucuran keluar membasahi jidat
Nyoo Siau-sian........
Begitu juga dengan ujung hidung Kiau Hui-hui, basah dan
berkilat oleh peluh yang bercucuran.
Rupanya pertarungan yang sangat berat ini menyebabkan
mereka saling ngotot mempertahankan diri dengan sepenuh
tenaga dan siapapun tak mau mengundurkan diri lebih dulu...
@oodwoo@
Jilid ke : 32
Oh Put Kui berkerut kening, pelbagai ingatan segera
berkecamuk didalam benaknya..........
Haruskah dia turun tangan? Atau jangan? Pemuda itu tak
dapat mengambil keputusan secara pasti.
Sebab bagaimanapun juga pertarungan itu menyangkut
nama baik serta pamor dari suatu perguruan.
Sementara dia masih termenung mencari akal, tiba-tiba
terdengar keempat orang dayang dari Kiau Hui-hui sudah
berteriak keras:
"Oh kongcu, siancu dan nona Nyoo sudah tak mungkin bisa
memisahkan diri lagi, bila tidak segera dilerai, akibatnya kedua
orang itu akan terluka parah atau bahkan tewas....... Oh
kongcu, kau harus mencari akal dengan cepat untuk
memisahkan mereka berdua!"
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan hatinya bergetar
keras, teriakan dari keempat orang dayang itu telah
menyadarkan dirinya.
Paling tidak, dia tak boleh membiarkan dua orang gadis
yang cantik rupawan itu tewas dalam keadaan mengenaskan.
Dalam waktu singkat dia mengambil keputusan didalam
hatinya.
Mendadak pemuda itu mendongakkan kepalanya dan
berpekik nyaring, begitu pekikannya selesai diutarakan,
tubuhnya menerjang kedalam arena dengan kecepatan luar
biasa.
Tampak sepasang tangannya direntangkan kekiri dan
kanan secara bersama-sama......
Pada saat yang bersamaan dia telah mencengkeram
ruyung Mu-ni-pian dan menyentil lepas pedang penakluk
iblis......
Ditengah gelak tertawanya yang sangat nyaring inilah,
kedua orang gadis itu sama-sama mundur sejauh delapan
langkah sebelum berhasil berdiri tegak.
Tapi mereka berdua segera menghembuskan napas
panjang dan memandang kearah Oh Put Kui dengan
termangu.
Tampaknya kelihayan ilmu silat yang dimiliki anak muda itu
membuat mereka tercengang dan hampir saja tidak percaya.
Setelah berhasil memisahkan kedua orang gadis itu, Oh
Put Kui baru menegur dengan suara dalam!
"Siapa suruh kalian berdua saling beradu tenaga dalam?
benar-benar suatu tindakan yang tidak seharusnya dilakukan!"
Teguran itu diutarakan sangat berat dan pedas, bahkan
sama sekali tidak sungkan-sungkan.
Akan tetapi dua orang gadis itu tidak menjadi marah atau
tersinggung, justru perasaan menyesal dan malu muncul
didalam hati masing masing, tanpa disadari mereka berpikir
dihati:
"Aaah, betul juga. mengapa kami harus saling beradu
jiwa?"
Akan tetapi kedua orang itupun paham, ibarat anak panah
diatas gendewa, bagaimanapun juga harus dilepaskan juga.
Maka setelah Oh Put-kui menyelesaikan perkataannya,
kedua orang gadis itu hanya menundukkan kepalanya rendarendah
tak berani membantah.
Dengan sorot mata yang tajam Oh Put-kui mengawasi
kembali wajah kedua orang gadis itu, lalu sesudah tertawa
terbahak-bahak dia berkata:
"Sudahlah, pertarungan kali inipun harus diakhiri dengan
serie alias sama kuat, menurut pendapatku, biarpun ilmu
ruyung penakluk iblis dan ilmu pedang penakluk iblis diadu
seratus kali lagipun percuma saja, selamanya tak akan bisa
diketahui siapa yang lebih unggul."
Kedua orang gadis itu mendongakkan kepalanya sambil
memandang pemuda itu sekejap, kemudian masing-masing
tersenyum.
Dan pada saat itulah, dari atas bukit di belakang bangunan
loteng berwarna putih itu kedengaran dua kali suara gelak
tertawa yang sangat keras.
Menyusul gelak tertawa itu, terdengar seseorang berseru
lantang:
"Perkataan itu memang benar nak, dia berkata sangat
tepat......."
Mendengar ucapan tersebut, dengan perasaan terperanjat
Oh Put-kui segera mendongakkan kepalanya.
Tapi Nyoo Siau-sian segera berteriak dengan gembira:
"Suhu, rupanya kau sudah datang lebih duluan........"
Saat itulah kedengaran pula suara yang lain berseru
dengan nada berat dan rendah
"Wi in suci, tampaknya perselisihan kita betul betul suatu
perselisihan yang tak ada artinya........!"
Mendengar suara ini, Kiau Hui-hui yang segera menjerit
keras:
"Suhu, rupanya kau orang tua juga datang"
Paras muka Oh Put Kui yang semula diliputi perasaan
kaget dan terkesiap itu, kini berubah menjadi penuh
senyuman.
Dia tak menyangka suhu dari kedua orang gadis itu sudah
datang semua.
Kini dia baru menyesal mengapa harus turun tangan.
Tapi dia pun merasa gembira atas keterlibatannya didalam
pertarungan tadi.
Kalau tidak, entah sampai kapan pertarungan antara
ruyung dan pedang tersebut baru bisa diakhiri?
Atau bahkan bisa jadi akan berubah menjadi perselisihan
yang turun temurun.
Tapi bila didengar dari nada pembicaraan Giok-hong sinni
It-ing Taysu barusan, agaknya dia sudah tidak berniat lagi
untuk meneruskan pertarungan tersebut.
Tapi bagaimana dengan Wi-in sinni? Ia percaya, nikou tua
itupun tak akan menampik.
Disaat Oh Put Kui mendongakkan kepalanya sambil
tersenyum, dua sosok bayangan manusia telah meluncur
turun dari puncak tebing itu dengan gerakan yang amat
ringan.
Dalam waktu singkat ditengah arena telah bertambah
dengan dua orang nikou tua.
Seorang diantaranya sudah pernah dijumpai Oh Put Kui,
dia adalah Wi-in sinni.
Ini berarti nikou yang satunya lagi adalah It-ing taysu.
Tapi hampir saja Oh Put Kui tidak percaya kalau kedua
orang nikou tersebut adalah tokoh silat yang sudah lama
termashur dalam dunia persilatan.
Sebab Giok-hong sinni It-ing taysu yang merupakan satu
diantara tiga dewa ini nampaknya baru berusia tiga puluh
tahunan.
Wajahnya yang lembut dan saleh serta bajunya yang putih
bersih dengan senyum manis membuat nikou itu kelihatan
lebih anggun dan simpatik.
Nyoo Siau sian segera lari menghampiri nikou tua itu,
sedangkan Kiau Hui-hui menghampiri nikou setengah umur
itu.
"Suhu......." hampir bersamaan waktunya mereka berseru.
Tapi kedua orang nikou itu segera menukas:
"Cepat kau jumpai dulu paman gurumu!"
Maka kedua orang gadis itupun bertukar patner untuk
saling memberi hormat.
Dengan senyum dikulum It-ing taysu berkata kepada Nyoo
Siau-sian:
"Anak Sian, tampaknya seluruh ilmu ruyung dari gurumu
telah kau pelajari dengan sempurna."
"Susiok, enci Kiau lebih ganas daripada aku," kata Nyoo
siau-sian sambil tertawa, "bukan saja dia sudah menguasai
penuh seluruh ilmu pedang penakluk iblis dari susiok, bahkan
permainannya sudah mendekati kesempurnaan."
Sementara itu Kiau Hui-hui yang baru saja memberi hormat
kepada Wi-in sinni segera membantah:
"Adik Sian, kau tak usah memuji diriku, bagaimanakah
keadaan yang sesungguhnya tentu kau pahami, andaikata Oh
kongcu tidak segera turun tangan, aku si enci akan
mengenaskan sekali."
"Enci Kiau, kau jangan menyindir orang" Nyoo Siau-sian
kembali berteriak. "sudah jelas aku yang tak mampu menahan
diri........"
"Sudah, sudahlah, kalian tak usah saling memuji........"
tukas It-ing taysu kemudian sambil tertawa ramah.
Kemudian sambil mengalihkan sorot matanya kearah Oh
Put Kui, sembari ujarnya sambil tertawa:
"Oh sicu, kalau dilihat dari jurus serangan yang kau
gunakan tadi, tampaknya mirip sekali dengan Thian-liong
siankang, apakah siau-sicu adalah ahli waris dari Thian-liong
sangjin?"
"Suhu boanpwee adalah Tay-gi!" jawab Oh Put Kui dengan
sikap amat menghormat.
It-ing taysu yang mendengar itu segera berseru dengan
gembira:
"Oooooh....... rupanya kau adalah muridnya Tay-gi sangjin,
kalau begitu tak aneh lagi......."
Mendadak ia menghela napas panjang, lalu kepada Wi-in
sinni katanya pula:
"Suci. Kita benar-benar mencari penyakit buat diri sendiri.
aku lihat pertarungan yang diselenggarakan satu kali setiap
dua tahun ini tak usah dibicarakan lagi mulai sekarang......."
"Adikku, sejak lama kita sudah seharusnya menghentikan
pertarungan itu......." Wi-in sinni tersenyum.
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Kalau dilihat dari kemampuan yang dimiliki kedua orang
bocah itu, semestinya merekapun bisa terhitung jago kelas
satu didalam dunia persilatan, aku rasa kita berdua pun tak
usah merisaukan keadaan mereka lagi......."
Oh Put Kui yang turut mendengarkan pembicaraan itu dari
samping, diam-diam merasa amat terkesiap.
Dia sama sekali tidak mengira kalau nikou yang saleh ini
bisa bertarung hampir empat puluh tahun lamanya gara-gara
ingin mengetahui ilmu silat siapakah yang lebih unggul
diantara mereka.
Tiba-tiba saja dia merasa, ada kalanya orang persilatan
memang bisa berbuat bodoh sekali tanpa mereka sadari.
Setelah tertawa hambar It-ing suthay berkata pula:
"Yaa betul, pertandingan yang tak berarti telah menyianyiakan
waktu kita selama empat puluh tahun, aaaaaiiii......."
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Nyoo SIau-sian
berseru sambil tertawa cekikikan:
"Susiok, selanjutnya aku tidak perlu bertarung melawan
enci Kiau lagi bukan?"
It-ing suthay segera manggut-manggut.
Sedang Wi-in sinni berkata pula sambil tertawa:
"Anak Sian, ilmu pedang penakluk iblis dari susiok mu tiada
taranya didunia ini, berbicara soal ilmu pedang, mungkin
selain ilmu pedang thian-lui-kiam-hoat dari si iblis diantara
pedang yang disebut orang sebagai pedang iblis pencabut
nyawa Oh Ceng-thian, didunia ini tiada ilmu pedang kedua
yang mampu menandinginya."
Oh Put-kui yang mendengar ucapan tersebut tiba tiba saja
merasakan hatinya bergetar.
Ia tahu ilmu Thian-lui-kiam merupakan ilmu pedang
andalannya, sebab dia adalah putera Oh Ceng-thian.
Sekalipun demikian, pujian dari Wi-in sinni ini
mendatangkan rasa gembira juga bagi Oh Put-kui yang
mendengarkan.
Tanpa terasa sebelum senyman menghias ujung bibirnya.
"Suhu," terdengar Nyoo Siau-sian berkata sambil tertawa.
"benarkah ilmu pedang "Thian-lui-kiam itu lihay sekali?"
Wi-in sinni manggut manggut seraya tertawa:
"Ya, tentu saja. kalau tidak mengapa Oh tayhiap disebut
orang sebagai iblis diantara pedang?"
Sambil tertawa It-ing suthay berkata pula:
"Nak sian, suatu ketika bila kau dapat menyaksikan
kehebatan dari ilmu pedang thian-lui-kiam, maka kau akan
tahu bahwa suhumu tidak membohongi kau, lagi pula akupun
tahu........"
Setelah menunduk agak sedih, ia meneruskan:
"Sepanjang hidup, mungkin tiada ilmu pedang lain yang
bisa menandingi kehebatan Oh tayhiap!"
"Suhu, apakah kau suruh aku mencari si iblis diantara
pedang untuk mencoba kepandaiannya?" tanya Kiau Hui-hui
tiba-tiba sambil mengerdipkan matanya.
Dengan cepat It-ing suthay menggeleng:
"Anak bodoh, bahkan suhumu sendiripun sadar bukan
tandingannya. apalagi kau? Berani amat kau berbicara latah?
Betul-betul anak harimau yang tak tahu diri........"
"Tecu tidak percaya kalau ilmu pedang Thian-lui-kiam bisa
lebih hebat daripada ilmu pedang ciang-mo-kiam!" seru Kiau
Hui-hui lagi sambil tertawa.
Mendadak Oh Put Kui berkata sambil tersenyum:
"Kiau siancu, ilmu pedang Thian-lui kiam-hoat tersebut
memang betul-betul memang sangat hebat."
"Darimana kau bisa tahu?" tanya Nyoo siau-sian sambil
tertawa.
"Tentu saja aku tahu......."
"Dimana sih kau pernah menyaksikan ilmu pedang Thianlui-
kiam itu?" tanya Kiau Hui-hui pula, "Oh kongcu, bila kau
mengetahui, bersediakah kau memberitahukan kepadaku,
dimanakah si iblis diantara pedang itu berada?"
"Apakah kau ingin menjumpai dia orang tua?" tanya Oh Put
Kui sambil tertawa hambar.
Kiau Hui-hui sama sekali tidak memperhatikan nada
pembicaraan dari Oh Put Kui saat itu.
Setelah membereskan rambutnya, dia menjawab:
"Benar, aku ingin menggunakan ilmu pedang ciang-mokiam
untuk mengungguli ilmu pedang Thian-lui-kiam."
"Kau tak akan bisa mengunggulinya......." Oh Put ui
menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak percaya, dari namanya saja iblis diantara
pedang, sudah kedengaran membawa tiga bagian hawa
sesat, sejak dulu sampai sekarang kaum lurus pasti dapat
mengungguli kaum sesat, maka ilmu pedang penakluk iblis
justru akan merupakan ilmu tandingannya."
"Kiau siancu, dari mana kau menyimpulkan kalau Oh
tayhiap mengandung tiga bagian hawa sesat?" tanya Oh Put
Kui sambil mengerutkan dahinya rapat-rapat.
"Kalau bukan mengandung hawa sesat, mengapa ia
disebut sebagai iblis......"
Mendengar itu Oh Put Kui segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa tergelak.
"Haaaaahhhh..... haaaaahhhhh..... haaaaahhhh..... Kiau
siancu, kau keliru besar.......!"
Kiau Hui-hui yang ditertawakan segera menjadi tertegun
dibuatnya, bahkan dua orang sinni itupun turut tertarik
dibuatnya.
"Dimanakah kesalahanku?" dengan nada suara agak
berubah Kiau Hui-hui mendesak.
"Siapa yang bertarung dengan mengandalkan ilmu silat dia
adalah kaum iblis, bila ingin menjadi nabi, mengapa pula
harus menggunakan kekerasan? Oleh sebab itu julukan iblis
diantara pedang hanya bisa diartikan sebagai melukiskan
keadaan ilmu pedangnya yang kelewat tangguh dan hebat,
bila Kiau siancu mengartikan kata iblis tersebut sebagai hawa
sesat, maka jelas kau sudah mengartikan yang salah."
Nyoo Siau-sian yang menyakskan keseriusan dan
kesungguhan Oh Put Kui dalam pembicaraan tersebut, diamdiam
merasa amat terkejut, pikirnya kemudian:
"Heran, mengapa Oh toako seperti menaruh perhatian yang
amat serius terhadap persoalan itu?"
Dalam pada itu Kiau Hui-hui telah berkata lagi sambil
tertawa lebar:
"Sekalipun apa yang diucapkan Oh Kongcu benar, aku
ingin sekali menyaksikan kehebatan dari ilmu pedang Thianlui-
kiam tersebut......"
"Tekad siancu sungguh mengagumkan......." puji Oh Put
Kui.
Kiau Hui-hui kembali tertawa, tanyanya kemudian:
"Oh kongcu, tahukah kau Oh tayhiap berada dimana
sekarang?"
"Aku tidak tahu......" pemuda itu menggeleng.
Lalu dengan kening berkerut, katanya lagi sambil tertawa:
"Jadi Kiau siancu benar-benar ingin menyaksikan ilmu
pedang Thian-lui-kiam itu?"
"Tentu saja......."
Mendadak Nyoo siau-sian ikut menimbrung:
"Oh toako, mengapa sih kau harus membelai ilmu pedang
Thian-lui-kiam? Atau jangan jangan...... kau dapat
menggunakan ilmu pedang tersebut?"
Begitu pertanyaan itu diajukan, kedua orang nikou sakti
itupun ikut tertegun dibuatnya.
Benar juga perkataan itu, mengapa Oh Put-kui begitu
bersikeras membelai ilmu pedang Thian-lui-kiam?
Mungkin pemuda itu ada hubungannya dengan Oh Cengthian?
Sementara itu Oh-put-kui telah menjawab sambil tertawa:
"Adik Sian, kau memang seorang yang pandai......."
Jawaban tersebut sekali lagi membuat semua yang hadir
merasa amat terkejut.
Setelah mengalihkan sorot matanya memandang seluruh
hadirin, sambil tertawa Oh Put-kui berkata lebih jauh:
"Kiau siancu, kau tidak usah mengharapkan yang jauh
dengan menampik yang berada didepan mata, aku pernah
belajar ilmu pedang Thian-lui-kiam-hoat selama lima hari,
apabila siancu tidak keberatan, aku bersedia menemani
siancu untuk mencoba kehebatan ilmu pedang tersebut......."
Tiba-tiba saja paras muka Kiau siancu berubah berulang
kali, berbicara yang sebetulnya, dia merasa enggan untuk
bertarung melawan si anak muda itu.
Seandainya ditanya apakah dalam hatinya terdapat
bayangan seorang lelaki, maka bayangan lelaki yang
menempel di hatinya tak lain adalah Oh Put-kui yang berada
dihadapannya.
Hanya saja Oh Put-kui sendiri justru tak pernah berpikir
sampai kesitu.
Maka diapun mendesak lebih jauh:
"Kiau siancu, apakah kau sudah merubah keinginanmu?"
Kiau Hui-hui mengerdipkan matanya berulang kali, tapi
akhirnya dia tertawa:
"Oh kongcu, aku tak pernah berubah pikiran......."
Setelah menundukkan kepalanya sejenak, kembali dia
melanjutkan:
"Cuma saja, Oh kongcu baru belajar ilmu pedang Thian-luikiam
selama lima hari......."
Sudah jelas dia maksudkan perkataan dari Oh Put-kui tadi
kelewat tekebur.
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian berkata pula:
"Toako, kau jangan begitu memandang rendah orang
lain......"
"Aku tak akan berbuat sebodoh ini," sahut Oh Put Kui
sambil tertawa hambar.
Kemudian setelah memandang sekejap It-ing taysu,
kembali dia berkata:
"Sebagai murid kesayangan It-ing cianpwee aku percaya
kemampuannya pasti sangat hebat!"
Sudah jelas dibalik perkataan itu sesungguhnya masih
mengandung maksud lain.
Paras muka It-ing suthay sama sekali tidak berubah,
katanya kemudian sambil tertawa:
"Oh sicu amat gagah dan bertenaga dalam amat sempurna,
meskipun hanya lima hari mempelajari ilmu pedang Thian-luikiam-
hoat, tapi pinni percaya siau-sicu pasti sudah
memperoleh seluruh warisan dari Oh tayhiap."
Wi in sinni berkata pula sambil tertawa
"Aku rasa pelajaran yang diperoleh secra tergesa-gesa,
belum tentu bisa menggunakan seluruh intisari dari
kepandaian tersebut."
"Tidak mungkin," It-ing suthay menggeleng, "bila ditinjau
dari kemampuan Oh sicu dalam ilmu Thian-liong siaukang,
pinni percaya untuk mempelajari ilmu silat apapun, asalkan
berhasil mempelajari inti sarinya, maka semua rahasia ilmu
tersebut dapat dipahami."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata
lagi kepada Oh Put Kui:
"Siau-sicu, pinni ingin sekali menanyakan satu persoalan
kepadamu, bersediakah kau untuk menjawabnya?"
Oh Put Kui segera menjura seraya menyahut dengan
hormat:
"Silahkan cianpwee utarakan!"
"Siau-sicu berasal dari marga Oh, apakah kau berasal satu
marga dengan Oh Ceng-thian?"
Oh Put Kui tersenyum.
"Boanpwee adalah putra tunggal dari si iblis diantara
pedang Oh Ceng-thian!"
Jawaban yang amat santai ini, degnan cepat mengejutkan
semua orang yang berada disitu.
"Jadi kau adalah putra Oh Ceng-thian?" tanya Wi-in sinni
kemudian.
"Benar!"
Dengan cepat It-ing suthay menggelengkan kepalanya
sambil tertawa, serunya:
"Kejadian ini benar-benar merupakan suatu peristiwa yang
sama sekali tak terduga......."
"Nak, apakah Tay-gi adalah empekmu?" kembali Wi in sinni
bertanya.
"Baru belakangan ini boanpwee mengetahui persoalan
tersebut."
Wi-in sinni teratawa hambar:
"Kalau memang begitu, mengapa kau hanya belajar ilmu
pedang thian-lui-kiam selama lima hari saja? Seharusnya Oh
Ceng-thian mewariskan seluruh kemampuannya kepadamu!"
Oh Put Kui menghela napas panjang:
"Berhubung ayahku terkurung di pulau neraka dan tak bisa
kembali ke daratan Tionggoan, maka boanpwee dengan
menyerempet bahaya telah mengunjungi pulau tersebut dan
atas kemurahan hati ketujuh orang jago lihay itu, masingmasing
telah mewariskan kepandaian silatnya kepadaku.
"Waktu itu boanpwee sama sekali tidak tahu kalau orang
tua yang mewariskan ilmu pedang kepada boanpwee adalah
ayahku... oleh sebab itulah boanpwee hanya belajar ilmu
pedang selama lima hari saja......."
Mendengar sampai disini, It-ing suthay ikut menghela
napas panjang......
"Nak, kalau begitu aku telah salah mendugamu......." kata
Wi-in sinni sambil tertawa.
Dengan sedih Oh Put Kui menjawab:
"Terima kasih banyak atas perhatian kau orang tua......."
Pada saat itulah tiba-tiba It-ing suthay berkata dengan
suara lirih:
"Siau-sicu, kalau begitu berilah petunjuk kepada anak Hui!"
Sekalipun Kiau Hui-hui merasa terkejut oleh asal usul dari
Oh Put Kui, tapi tekadnya untuk mencoba ilmu pedang Thianlui-
kiam tidak menjadi luntur sama sekali.
Begitu It-ing suthay menyelesaikan perkataannya, dia
segera berkata sambil tertawa hambar.
"Oh kongcu, sekalipun aku tak becus, ingin sekali kucoba
kelihayan dari ilmu pedang Thian-lui-kiam!"
"Akupun ingin sekali menyaksikan keampuhan yang
sebetulnya dari ilmu pedang Ciang-mo-kiam......."
Sementara pembicaraan berlangsung, pedang Ciang-pengsiu-
kiam telah diloloskan dari sarungnya.
Begitu pedang karat yang sama sekali tak bersinar itu
dicabut keluar, kedua orang nikou itu sama-sama dibuat
tertegun.
-oo0dw0oo"
Nah, pedang apakah itu?" tanya Wi-in sinni kemudian
dengan wajah lembut.
Pada saat yang hampir bersamaan, It-ing suthay berkata
pula:
"Oh sicu, aku lihat pedangmu itu mempunyai asal usul yang
luar biasa!"
Oh Put Kui tersenyum.
"Pedang karat milik boanpwee ini tak lain adalah pedang
karat Cing-peng-siu-kiam dari tujuh manusia aneh dunia
persilatan."
"Sejak kapan Tay-gi mendapatkan pedang ini?" seru Wi-in
suthay dengan terkejut, "nak, pernahkah kau gunakan pedang
itu?"
Oh Put Kui menggeleng.
"Semenjak boanpwee mengikuti suhu, pedang ini sudah
berada didalam goa Cing-peng-gay, sejak kapan suhu
mendapatkan pedang tersebut, boanpwee sendiripun tidak
tahu......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa katanya
lagi:
"Semenjak pedang ini berada ditangan boanpwee, belum
pernah boanpwee mempergunakannya"
"Nak, kau benar-benar sangat hebat," puji Wi-in sinni
sambil tertawa.
"Boanpwee hanya merasa belum saatnya mempergunakan
pedang tersebut."
Berkilat sepasang mata It ing suthay setelah mendengar
perkataan itu, segera serunya
"Apakah Oh sicu bersedia memberi muka kepada
pinni........"
"Suthay adalah cianpwee kami, sudah sepantasnya bila
boanpwee menghormatimu." kata Oh Put Kui dengan hormat.
Belum selesai dia berkata, Nyoo Siau-sian telah berkata
sambil tertawa:
"Toako, mengapa kau tidak segera turun tangan? Sebentar
lagi fajar pun akan segera menyingsing!"
Tentu saja aku tak ingin membuang waktu lagi, nah Kiau
siancu, bersiap-siaplah........" kata Oh Put Kui kemudian
sambil tertawa
dengan memeluk pedangnya ia memberi hormat kepada
kedua orang nikou itu, kemudian membalikkan badan dan
berdiri saling berhadapan dengan Kiau Hui-hui.
Gadis suci dari lembah Yu-kok, Kiau Hui-hui segera
menggetarkan pedang Pek giok kiam yang berada ditangan
kanannya, setelah tersenyum dia memandang sekejap kearah
It-ing suthay, lalu serunya:
"Silahkan Oh kongcu!"
"Silahkan siancu melancarkan serangan lebih dulu!"
"Baiklah, kalau toh koncu tak ingin melancarkan serangan
lebih dulu, terpaksa aku akan mendahului......."
Ditengah tertawanya yang merdu, pedang ditangan
kanannya segera berkelebat kedepan melancarkan sebuah
tusukan kilat.
Serangan yang dilancarkan ini nampaknya sederhana
sekali.
Tapi Oh Put-kui tahu, justru gerakan serangan yang makin
sederhana itulah akan menimbulkan perubahan yang lebih
banyak sehingga sukar diduga lawan sehingga didahului.
Oh Put-kui dengan pedang terhunus tetap berdiri tenang
pada posisinya semula.
Dengan pandangan mata yang tajam dia awasi bayangan
pedang lawan, sampai ujung pedang Kiau Hui-hui hampir
mencapai dadanya itulah dia baru menggetarkan pedangnya.
"Traaaangggg.......!"
Suatu benturan yang amat nayringpun bergema
memecahkan keheningan, akibatnya kedua belah pihak saling
berpisah.
Sambil tertawa hambar Oh Put-kui berkata:
"Sungguh amat sempurna tenaga dalam yang dimiliki
siancu......"
Rupanya pedang Kiau Hui-hui tidak berhasil dipentalkan
oleh bentrokan itu.
Ketika mendengar ucapan mana, paras muka Kiau Hui-hui
berubah menjadi merah.
Tapi dia sadar, sianak muda itu belum menggunakan
seluruh kekuatan yang dimilikinya.
Maka dengan cepat dia melancarkan serangan pedangnya
untuk kedua kalinya.
Stelah itu gadis itu baru berseru:
"Kongcu, aku toh berniat minta petunjukmu, mengapa kau
tidak mempergunakan segenap kekuatan yang kau miliki?"
kata Kiau Hui-hui kemudian sambil tertawa.
Belum habis perkataan itu, serangan pedangnya telah tiba.
Oh Put Kui segera tertawa hambar:
"Siancu terlalu sungkan, masa aku akan menyembunyikan
kemampuan sendiri.."
Kembali suatu bentrokan kekerasan terjadi.
Tiba-tiba Kiau Hui-hui melancarkan serangannya yang
ketiga dengan jurus "Jari Buddha menghilangkan duka".
"Waaah, rupanya benar-benar sebuah ilmu pedang yang
hebat dan tiada taranya......" seru Oh Put Kui sambil tertawa
tergelak, mencorong sinar tajam dari balik matanya.
Pedang karat cing-peng-kiamnya segera diputar
mengeluarkan jurus "api guntur melelehkan emas" dari ilmu
pedang guntur langit yang secara langsung menembusi
lapisan bayangan pedang dari gadis tersebut.......
Dalam waktu singkat, bayangan tubuh kedua orang itu
sudah saling bergumul satu sama lainnya.
Nyoo Siau sian yang menonton jalannya pertarungan itu
segera bertanya kepada It-ing taysu dengan perasaan heran
dan kaget:
"Susiok, mengapa gerak serangan pedang dari enci Kiau
barusan tidak setajam semula?"
It-ing thaysu segera tertawa tawa:
"Siau-sian, keistimewaan dari ilmu pedang penakluk iblis ini
adalah bila bertemu musuh tangguh akan menjadi tangguh,
bila bertemu musuh lemah akan lemah, lagipula ilmu
ruyungmu justru memiliki bagian-bagian yang merupakan
tandingan dari ilmu pedang tersebut, sehingga didalam
pandanganmu kekuatan dan pengaruh dari ilmu pedang
tesebut kurang hebat."
"Susiok, benarkah ilmu pedang tersebut memiliki kehebatan
yang luar biasa?"
"Anak Sian, nampaknya kaupun tidak percaya?" seru It-ing
taysu sambil tertawa.
"Kalau begitu enci Kiau sengaja menyembunyikan ilmu
simpanannya?" seru Nyoo Siau sian lagi.
Kembali It-ing taysu tertawa:
"Mana ia berani berbuat begitu? Kalau kurang percaya,
tanyakan saja kepada suhumu!"
Nyoo siau sian segera berpaling kearah Wi-in sinni yang
berada disisinya lalu berseru:
"Suhu, benarkah apa yang diucapkan susiok?"
Sambil tertawa Wi-in sinni mengangguk:
"Yaa betul, apa yang dikatakan susiokmu memang betul!"
Nyoo Siau-sian menjadi sangat terkejut, kembali ujarnya
"Susiok, kalau begitu bisa jadi ilmu pedang guntur langit tak
mampu menandingi ilmu pedang penakluk iblis."
It-ing taysu segera tertawa:
"Hey budak, setelah berbicara setengah harian lamanya,
baru perkataan ini muncul dari sanubarimu!"
"Tidak.......," merah jengah selembar wajah Nyoo Siau-sian.
Sambil tertawa kembali It ing taysu berkata:
"Terlepas kau percaya atau tidak, yang pasti ilmu pedang
guntur langit dari Oh Put Kui tak bakal kalah dari ilmu pedang
penakluk iblis, nah tentunya kau dapat berlega hati bukan."
"Aku tetap tak percaya." sekali lagi Nyoo Siau-sian
menggelengkan kepalanya.
Tiba-tiba Wi-in sinni berkata sambil tertawa:
"Anak Sian, apa yang dikatakan It-ing susiok memang
benar sekali.
Nyoo Siau-sian berpaling dan memandang sekejap kearah
dua orang yang sedang bertarung ditengah arena, lalu
katanya kembali.
"Anak Sian lebih tak percaya lagi, coba suhu lihat,
bukankah seluruh badan Oh toako telah terkurung ditengah
bayangan pedang dari enci Kiau?"
"Nak, kau dapat berkata begitu berhubung pengalamanmu
masih amat cetek." kata It-ing taysu sambil tertawa.
Wi-in sinni berkata pula sambil tertawa:
"Anak Sian, bila kau tak percaya, lihat saja sebentar lagi,
dalam sepuluh gebrakan kemudian menang kalah akan
segera ketahuan."
"Tentu saja anak Sian tidak......"
Mendadak ucapan sinona itu terhenti sampai ditengah
jalan.
Rupanya dua orang yang sedang bertarung ditengah arena
itu sudah mencapai titik klimaknya, perubahan drastis telah
terjadi...
Kalau semula Oh Put-kui terkurung rapat dibalik kabut
cahaya pedang lawan, maka saat ini dia sudah lolos sama
sekali dari kurungan.
Sebaliknya Kiau Hui-hui yang semula berada dalam posisi
menyerang, ini sudah berubah menjadi posisi
mempertahankan diri.
Bukan cuma begitu, malahan cahaya berkilauan yang
memancar keluar dari pedang Pek-giok-kiam pun jauh lebih
lemah dan redup.
Sekulum senyuman manis segera tersungging diujung bibir
Nyoo Siau-sian, ia nampak berseri.
Lain halnya dengan It-ing taysu, perasaan kaget dan
terkesiap menghiasi seluruh wajahnya.
Sambil menghela napas pelan, Wi in sinni berkata pula:
"Sungguh tak disangka ilmu pedang guntur langit memiliki
daya kemampuan yang begitu dahsyat dan mengerikan
hati......."
Mendadak.......
Terdengar suara pekikan nyaring berkumandang dari mulut
Oh Put-kui, kemudian bersamaan dengan berhentinya suara
pekikan tersebut, semua orang merasakan munculnya cahaya
merah yang memancar keluar kemana.......
Oh Put-kui bersama pedangnya telah berubah menjadi
sekilas cahaya bianglala merah yang membumbung tinggi
keangkasa.
Dari ujung pedang karat cing-ping-kiam tersebut, tampak
pancaran sinar pedang yang memancar sampai sejauh tiga
depa dari senjata tersebut.
wi-in sinni yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi
sangat terkejut, segera bentaknya:
"Nak, jangan kau lancarkan serangan yang mematikan.......
Paras muka It-ing taysu berubah lebih hebat lagi, dia
berteriak pula keras keras:
"Anak Hui, cepat mundur......."
Tapi bagi Kiau Hui-hui sulit rasanya bagi nona ini untuk
mundur dengan begitu saja.
Ternyata hawa pedang yang kuat dan dahsyat itu bagaikan
besi sembrani yang menghisap kuat-kuat sebatang jarum,
betapapun ia berusaha untuk melepaskan diri, namun
usahanya selalu sia-sia belaka.
Atau dengan perkataan lain, Kiau Hui-hui sudah tak mampu
menggeserkan badannya barang setengah langkahpun.
Oh Put-kui yang masih berada ditengah udara segera
berputar satu lingkaran, dari gerakan yang begitu leluasa bisa
diketahui pula bahwa pemuda tersebut telah berhasil melatih
tenaga murninya hingga mencapai tingkatan mengeluarkan
dan menarik tenaga menurut kemauan sendiri, kejadian ini
sama sekali diluar dugaan kedua nikou tersebut.......
Wi in sinni yang melihat kejadian mana serta merta
menghimpun seluruh tenaga dalam yang dimilikinya untuk
bersiap sedia.
Ia telah mempersiapkan diri sebaik-baiknya, andaikata Kiau
Hui-hui terancam bahaya maut, maka dia akan berusaha
untuk menyelamatkan jiwanya.
Begitu pula dengan It-ing taysu, dia telah membuat
persiapan yang matang.
Tapi kenyataan Oh Put Kui sama sekali tidak berbuat
begitu, setelah mengitari udara tiga kali, dia melayang turun
kembali ke atas tanah.
Lalu sambil memeluk pedangnya, ia berkata sambil tertawa
hambar:
"Siancu, maaf, maaf......."
Pucat kehijau-hijauan paras muka Kiau Hui-hui waktu itu,
hal ini membuktikan kalau ia telah mengeluarkan seluruh
tenaga yang dimilikinya untuk melawan daya tekanan hawa
pedang lawan.
Namun ada satu hal yang tidak dipahami, bukankah dia
belum sampai menderita kalah, kenapa lawannya justru
mengucapkan "maaf" kepadanya?
Pada saat itulah, tiba-tiba terdengat It-ingtaysu berkata
sambil menghela napas panjang:
"Oh sicu, ilmu pedang guntur langit ayahmu sungguh hebat
dan luar biasa...... anak Hui, coba kau periksa sisa bunga
disamping sanggulmu, bukankah sudah terlepas dari
tempatnya?"
Kiau Hui-hui merasa amat terkejut setelah mendengar
perkataan itu, tanpa terasa ia melepaskan ketiga kuntum
bunga Soh-sim-lau yang diselipkan pada sanggulnya.
Tapi dengan cepat dia dibuat tertegun, ternyata pada setiap
kuntum bunga itu telah bertambah dengan sebelas lubang
kecil.
Nyoo Siau-sian turut tertegun dibuatnya setelah
menyaksikan kejadian ini.
Seandainya serangan hawa pedang itu bukan ditujukan
pada bunga yang berada di sanggulnya mulainya pada bagian
tubuh yang lain, bukankah saat ini Kiau Hui-hui sudah
tergeletak diatas tanah dengan bermandikan darah?
Tiba tiba terdengar Wi-in sinni berkata sambil tertawa:
"Nak, kepandaian silat yang kau miliki itu sungguh
membuat pinni merasa kagum sama sekali tak kuduga kalau
ayahmu memiliki kepandaian ilmu pedang yang telah
mencapai tingkatan sedemikian sempurnyanya, sungguh
membuat aku merasa malu sendiri......"
Sementara itu Oh Put Kui telah menyarungkan kembali
pedang karat cing-peng-kiamnya, dia segera tertawa seelah
mendengar perkataan itu, ujarnya kemudian:
"Locianpwee terlalu memuji, padahal ilmu pedang yang
boanpwee miliki sekarang masih ketinggalan jauh sekali
ketimbang kemampuan ayahku.
Ketiak boanpwee berkunjung ke Pulau Neraka tempo hari,
dengan mata kepalaku sendiri kusaksikan hawa pedang yang
terpancar keluar dari ujung senjata ayahku dapat mencapai
sejauh dua kaki lebih dari hadapannya."
"Siau sicu, kalau begitu ayahmu telah berhasil melatih ilmu
pedang!" seru It-ing taysu dengan perasaan terkejut.
"Yaa, ayahku memang berkemampuan demikian." Oh Put
Kui tertawa hambar.
Bagaimanapun juga ia menaruh perasaan tak senang
terhadap It-ing taysu.
Sebab dia selalu beranggapan Thian-tok-siang-hoat dan
Hong-gwa-sam-sian lah sebagai penyebab ayahnya sampai
hidup mengasingkan diri di Pulau Neraka tempo hari.
Namun It-ing taysu tidak merasa sampai disitu, karena
dalam peristiwa tersebut dahulu, dia hanya mendapat
undangan dari Thian-tok-siang-coat, dan lagi hawa
pembunuhan yang diciptakan ayahnya beserta keenam orang
rekan lainnya dimasa itu memang kelewat menakutkan.
Sementara itu, baru selesai Oh Put Kui berkata, Wi-in sinni
telah berkata lagi sambil tertawa:
"Nak, kalau toh kau sudah bersua dengan ayahmu,
tentunya kau juga tahu tentang sumpah dari penahanan
mereka itu."
"Boanpwee sudah tahu." sahut Oh Put Kui tertawa.
"Kalau memang sudah tahu, mengapa kau tidak pergi ke
Pulau Neraka untuk menjemput ketujuh orang tua itu?"
Oh Put Kui segera menggeleng.
"Boanpwee telah menyanggupi permintaan dari seorang
locianpwee bahwa sebelum lewat hari pehcun, boanpwee tak
akan berkunjung ke pulau neraka untuk menyambut ayahku!"
"Siau sicu, sebenarnya kau telah menyanggupi permintaan
siapa untuk mengundurkan rencanamu menjemput mereka
dari pulau neraka?" tiba-tiba It-ing taysu menyela.
"Thian-hiang Hui-cu!"
"Oooh, rupanya Huicu, kalau begitu dia memang
mempunyai maksud tertentu." kata Wi-in sinni sambil
manggut-manggut.
It ing taysu berkata pula sambil tertawa:
"Tatkala pinni mendapat undangan dari Thian-tok-siangcoat
untuk menghadapi tujuh manusia aneh dimasa lalu,
waktu itu aku masih belum memahami apa gerangan yang
terjadi, sepuluh tahun kemudian setelah berjumpa dengan
Thian-hian Huicu, baru aku memahami maksud tujuan Huicu
yang sejati. Apalagi setelah menjumpai keberhasilan Oh sicu
didalam ilmu pedangnya hari ini, pinni merasa semakin kagum
dengan ketajaman pandangan Huicu ketika itu......."
"Sudah lama pinni memahami akan tujuannya." kata Wi-in
sinni sambil tersenyum.
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba tiba ia berpaling ke
arah Oh Put Kui sambil berseru:
"Nak, kau hendak pergi kemana sekarang?"
"Mencari Wi Thian-yang!" sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
"Mencari Raja setan penggetar langit?" Wi-in sinni
mengulangi dengan wajah tertegun.
"Ya, memang dia yang sedang kucari."
"Apakah siau sicu mempunyai perselisihan paham
dengannya?" timbrung It-ing taysu pula dengan nada tak
mengerti.
Sekali lagi Oh Put Kui mengangguk:
"Soal ada perselisihan atau tidak, hal ini tergantung setelah
bertemu muka nanti, sekarang belum dapat kupastikan."
"Siau sicu!" It-ing taysu segera berseru sambil tertawa,
"orang ini amat licik dan berbahaya, kau mesti berhati-hati
menghadapinya."
"Sudah lama boanpwee mengetahu rencana keji serta
tampang muka aslinya!"
"Tampang muka asli apa lagi yang dimiliki Wi Thian-yang?"
seru Wi-in sinni tertegun, "aku tahu dia baru lolos dari bahaya
dan luka yang parah, rencana busuk apa pula yang
direncanakan? Nak, apa maksud perkataanmu itu?"
Oh Put Kui tertawa terbahak bahak:
"Haaahh... haahh... haaahh... kalau dibicarakan mungkin
cianpwee tak mau percaya, sesungguhnya si Raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang tidak pernah dilukai orang,
sayang sekali umat persilatan mau dikelabui olehnya mentahmentah."
Berapa patah perkataan dari Oh Put Kui ini benar-benar
mengejutkan hati setiap orang.
Wi-in sinni serta It-ing taysu segera dibuat tertegun dan
berdiri melongo untuk beberapa saat lamanya.
"Nak, dari mana kau peroleh berita ini?" hampir bersamaan
waktunya mereka bertanya.
"Pokoknya kabar berita yang boanpwee peroleh ini dapat
dipercaya." kata Oh Put Kui tertawa.
"Kalau memang Wi Thian yang tak pernah dikalahkan
orang sehingga terluka parah, lantas bagaimanakah
pertanggungan jawab dari perkataan Wan-sin-seng-siu Nyoo
Thian wi serta panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi?"
"Pada hakekatnya perkataan dari Ku Bun wi itu cuma
obrolan kosong belaka!"
"Bagaimana pula dengan Nyoo Seng-siu?" tanya Wi-in
sinni sambil menggelengkan kepalanya berulang kali.
Oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaahhh..... hhaaaaahhh..... hhaaaaahhh.....
sesungguhnya tiada manusia yang bernama Nyoo Thian-wi
didunia ini!"
"Siau-sicu tidak boleh meminta nama baik seorang
angkatan tua dari dunia persilatan!" tegur It-ing taysu dengan
suara dalam, meski berkilat sepasang matanya.
"Semua perkataan boanpwee adalah kata yang sejujurnya!"
jawab Oh Put Kui dingin.
"Setiap orang tahu kalau Seng-siu telah mendapat
musibah, mengapa kau katakan kalau tiada manusia bernama
itu didalam dunia persilatan? Lagipula sejak Seng-siu
membacok roboh Wi Thian yang hingga mendapat musibah
tak lama berselang, hampir empat puluh tahun lamanya dia
tenang dan menjagoi dunia persilatan, manusia manakah
didunia ini yang sanggup menandinginya? Siau-sicu, apakah
kau tak pernah mendengar kesemuanya ini?"
"Boanpwee telah mendengar semua berita itu dengan jelas
sekali......"
"Nak," tukas Wi-in sinni pula dengan cepat, "kalau toh kau
mengetahu masa silam dari kakek suci tersebut, mengapa
pula kau katakan bahwa didalam dunia persilatan
sesungguhnya tidak terdapat kakek suci berhati bajik Nyoo
Thian-wi?"
Kembali Oh Put-kui tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaahhh...... hhaaaaahhh...... hhaaaaaahhh......
locianpwee berdua, sebenarnya nama Nyoo Thian-wi hanya
catutan dari nama orang lain......!"
"Catutan nama orang lain?" kata It-ing taysu sambil
tertawa, "kawanan jago lihay yang terdapat didalam istana
Sian-hong-hu banyak tak terhitung, siapa yang begitu besar
untuk membunuh Nyoo Thian-wi serta mencatut namanya?
lagi pula, paling tidak toh puterinya harus mengenali ayah
sendiri......"
Dalam pada itu Nyoo Siau sian berdiri termangu disamping
dengan perasaan hancur lebur.
Sebab didengar dari nada pembicaraan Oh Put-kui
tersebut, jelas sudah kalau ia mempunyai maksud tujuan yang
jahat terhadap ayahnya.
Boleh dibilang hampir saja ia tak percaya dengan
pendengaran sendiri.
Sementara itu It-ing taysu telah berpaling kearah Wi-in sinni
sambil katanya:
"Aku lihat perkataan dari Oh sicu mempunyai hal-hal yang
tak beres......"
"Benar," sahut Wi-in sinni sambil tertawa hambar, "memang
ada masalah yang kurang beres, tapi aku percaya bukan
isapan jempol belaka...... nak, coba kau terangkan semenjak
kapan Nyoo Thian wi dicela orang dan bagaimana pula
sampai dicatut namanya oleh orang lain?"
Agkanya kedua orang nikou ini masih belum mengerti
dengan jelas maksud perkataan dari Oh Put Kui.
Mendengar pertanyaan tersebut Oh Put Kui segera tertawa
terbahak-bahak.
It-ing taysu menjadi agak mendongkol menyaksikan sikap
anak muda tersebut, segera tegurnya:
"Oh sicu, kau tak boleh mencari gara-gara dengan
berbicara yang bukan-bukan......"
"Oh toako, mengapa kau menuduh ayahku dengan tuduhan
yang bukan-bukan......?" seru Nyoo Siau-sian pula secara tibatiba.
Oh Put Kui berpaling dan memandang sekejap keatas
wajah Nyoo Siau-sian yang gelisah dan penuh penderitaan itu,
hatinya merasa amat sedih dan menderita pula.
Sesungguhnya diapun tidak berharap apa yang diucapkan
Bongho siansu merupakan suatu kenyataan.
Namun kenyataan tersebut pun mau tak mau harus
membuat orang untuk mempercayainya.
Dipandangnya Nyoo Siau-sian dengan perasaan iba, lalu
katanya:
"Nona Siau, aku rasa didalam persoalan inipun kau tak
dapat memahaminya pula."
"Oh toako, mana mungkin aku tidak mengetahui tentang
ayahku sendiri? Bagaimana mungkin aku tidak
mengenalinya?"
Oh Put Kui tertawa rendah:
"Nona Sian, kapan pernah kukatakan kalau kau sudah tidak
mengenalinya lagi?"
"Lantas apa maksud toako......" akhirnya Nyoo Siau-sian
menangis tersedu-sedu karena sedihnya.
"Aaai, membicarakan kembali masalah tersebut,
sesungguhnya cukup membuat orang merasa serba
susah......" Oh Put Kui membuka pembicaraannya dengan
perasaan tak tenang.
"Katakan saja nak," sela Wi-in sinni sambil berkerut kening.
Oh Put Kui menghela napas panjang, kemudian katanya:
"Loocianpwee, sebetulnya nona Nyoo bukan berasal dari
marga Nyoo!"
"Apa?!" Nyoo Siau sian membelakakkan matanya lebarlebar
sambil berseru keras.
"Siau sicu kau jangan bicara sambarangan!" It-ing taysu
memperingatkan sambil tertawa dingin.
Kiau Hui-hui sambil berpeluk pedang hanya berdiri
termenung disamping arena, ia terbungkam dalam seribu
bahasa.
Saat itulah Nyoo Siau-sian berlarian menuju ke sisinya,
memeluknya sambil menangis tersedu-sedu.
Kiau Hui-hui segera menepuk bahunya sambil berbisik:
"Tenangkan dahulu pikiranmu adik Sian!"
Oh Put Kui memandang sepi adegan tersebut, setelah
tertawa ia berkata lagi:
"Aku sama sekali tidak bohong atau berbicara semaunya
sendiri, sebetulnya nona Nyoo berasal dari marga Wi!"
"Marga Wi?" Wi-in sinni terkesiap.
"Benar, dia adalah putri kandung Wi Thian-yang!"
Mendengar sampai disini, Wi-in sinni segera tertawa
terbahak-bahak:
"Haaaaahhhhh...... hhaaaaahhh...... hhhaaaaahhh....... nak,
kau benar-benar amat pandai berbicara sembarangan, ibu
kandung anak Sian masih berada didalam kuilku sekarang,
sekalipun dia menjadi pendeta karena didesak oleh Nyoo
tayhiap, namun tidak pernah melakukan perbuatan yang
tercela, kau tak boleh merusak nama baik orang lain."
Sambil menggigit bibir Nyoo Siau-sian berseru pula waktu
itu:
"Oh toako, bila kau berani menodai nama baik ibuku,
terpaksa aku akan bermusuhan denganmu......."
Oh Put Kui cepat-cepat menggelengkan kepalanya:
"Aku tidak pernah berniat untuk menodai nama baik ibu
kandungmu, sebab...... aaaaai, tahukah cianpwee berdua
bahwa orang yang menjadi suaminya sebetulnya tidak lain
adalah si Raja setan penggetar langit Wi Thian yang!"
"Siau-sicu, bagaimana penjelasanmu tentang persoalan
ini?" hardik It-ing taysu dengan mata melotot, "sudah jelas
anak Sian adalah putri kandung si kakek suci Nyoo Thian-wi,
darimana kau katakan kalau dia adalah putri Wi Thian yang?"
Oh Put Kui segera tertawa:
"Locianpwee, sesungguhnya kedua orang ini adalah
seorang, dua orang yang berasal dari seorang."
Perkataan ini dengan cepat membuat kedua orang nikou
tersebut tertegun dan berdiri termangu.
Mereka saling berpandangan sekejap, kemudian berseru
hampir bersamaan waktu:
"Nak, kau mengatakan Nyoo Thian-wi adalah Wi Thianyang?"
@oodwoo@
Jilid ke : 33
"Siapa bilang tidak?" Oh Put Kui manggut-manggut,
"asalkan cianpwee berdua manyebutkan nama kedua orang
ini secara bolak balik, maka kalian akan segera menemukan
bahwa apa yang boanpwee katakan bukan kosong belaka!"
Kedua orang nikou itu segera menyebutkan nama Wi
Thian-yang secara bolak-balik.
Dalam waktu singkat mereka berdua menjadi paham dan
mengerti.
Dengan cepat pula mereka sadar bahwa keadaan yang
sebenarnya adalah sangat mengerikan, benar benar sebuah
penipuan secara besar besaran, suatu skandal yang
menggemparkan.
Bukan cuma begitu, mereka pun segera menyadari bahwa
Nyoo Thian-wi sesungguhnya adalah seorang manusia yang
amat menakutkan.
"Betul nak, apa yang kau katakan memang sangat masuk
diakal!" seru Wi-in sinni kemudian, dia mulai percaya dengan
berita tersebut.
"Yaa, mungkin saja benar," sambung It-ing taysu pula mulai
percaya, "siau-sicu, penemuan ini benar-benar merupakan
suatu penemuan yang mengejutkan......."
Tapi Nyoo Siau-sian segera berpekik keras:
"Tidak tidak mungkin! Oh toako, aku bukan putri dari Raja
setan penggetar langit........ tidak, aku, tidak mau aku tak sudi
menjadi putri dari manusia durjana itu........"
Dalam teriakan dan jeritannya yang memilukan hati,
akhirnya gadis tersebut jatuh tak sadarkan diri didalam
pelukan Kiau Hui-hui.
Dengan pandangan iba dan penuh rasa kasihan Wi-in sinni
memandang sekejap kearah Nyoo Siau-sian, lalu membopong
tubuhnya.......
It-ing taysu menggelengkan kepalanya dengan sedih, lalu
bergumam pelan:
"Dosa...... dosa......."
Dengan penuh penderitaan Oh Put Kui menggelengkan
pula, kemudian berkata lagi:
"Sesungguhnya boanpwee sendiripun merasa amat
menderita akibat dari kabar berita tersebut, itulah sebabnya
aku bertekad hendak mencari Wi Thian yang serta
menanyakan persoalan ini hingga jelas....... boanpwee
berharap didalam dunia persialtan dewasa ini benar-benar
terdapat manusia yang bernama Nyoo (Yang) Thian-wi......."
Sementara itu Wi-in sinni telah menempelkan telapak
tangannya diatas jalan darah Min-bun-hiat ditubuh Nyoo Siausian,
segulung hawa murni yang lembut segera menembusi
hawa murni Nyoo Siau-sian yang membeku didalam
dadanya.......
Setelah menghela napas panjang Nyoo SIau-sian
membuka matanya kembali, sementara air matanya jatuh
bercucuran dengan deras.
"Tidak...... tidak...... ooh suhu...... aku bukan putri dari Wi
Thian yang......." pekiknya sedih.
Wi-in sinni memandang sekejap ke arahnya dengan
pandangan iba, lalu katanya:
"Jangan bersedih hati anak Sian, kau adalah putri si Kakek
suci, kau tidak she Wi......."
Biarpun nikou tersebut berkata demikian, padahal hatinya
merasa pedih hancur dan pilu........
Sekarang ia sudah percaya, delapan puluh persen Nyoo
(Yang) Thian-wi sesungguhnya adalah Wi Thian-yan.
Mendadak Oh Put Kui menjura kepada kedua orang nikou
itu sambil katanya:
"Persoalan disini telah usai sekarang maaf, boanpwee
harus memohon diri lebih dulu........"
"Kau jangan pergi dulu untuk sementara waktu!" mendadak
It-ing taysu menggelengkan kepalanya dengan mata bersinar
tajam.
"Apakah cianpwee masih ada urusan?" tanya Oh Put Kui
agak tertegun karena heran.
Sekali lagi It-ing taysu menggeleng:
"Tiada urusan lain ingin pinni sampaikan kepadamu........"
"Kalau memang tiada urusan penting, boanpwee rasa lebih
baik berangkat dulu meninggalkan tempat ini, sebab
boanpwee ingin secepatnya menyelesaikan persoalan dari Wi
Thian-yang........"
"Siau-sicu, sepeninggalmu nanti, bagaimana dengan anak
Sian?" tanya It-ing taysu tiba-tiba sambil tertawa.
Oh Put Kui segera merasakan hatinya bergetar keras
setelah mendengar ucapan tersebut, dia sendiripun tidak tahu
apa yang mesti dilakukannya.
Dia ingin pergi dari situ, hal ini disebabkan dia merasa
bingung dan tak tahu bagaimana mesti memberikan
penjelasannya kepada Nyoo Siau-sian.
Tapi sekarang, It-ing taysu telah membongkar rahasia
hatinya, hal ini membuat pemuda tersebut kehabisan daya.
Untuk beberapa saat lamanya dia termenung sambil
memutar otak........
Memandang sang pemuda yang termenung sambil
membungkam diri itu, It-ing taysu tertawa dan berkata lagi:
"Siau-sicu, untuk melepaskan lonceng lebih baik dilepaskan
oleh orang yang mengikat lonceng itu, kau tak bisa mengambil
langkah seribu dengan begitu saja."
Bergetar keras seluruh tubuh Oh Put Kui setelah
mendengar perkataan itu, dia mengangkat kepalanya lalu
bertanya:
"Lantas bagaimanakah menurut pendapat taysu? Apa yang
mesti boanpwee lakukan?"
"Ajaklah dia untuk menjumpai Wi Thian-yang!" ucap It-ing
taysu sambil tertawa.
Oh Put Kui tertegun setelah mendengar ucapan tersebut.
Bagaimana mungkin hal ini bisa dilakukan? Sudah terang
Wi Thian-yang adalah ayah kandungnya, andaikata dia
mengajak si nona tersebut untuk bersama-sama membuktikan
kenyataan mana, bagaimanakah keadaan Nyoo Siau sian
pada waktu itu?
Untuk kedua kalinya dia termenung dan memikirkan
persoalan tersebut dengan mulut membungkam.
Pada saat itulah Kiau Hui-hui berjalan menghampirinya
sambil berkata pula:
"Oh kongcu, kau harus menyanggupi permintaan ini!"
Pelan-pelan Oh Put Kui menggelengkan kepalanya. lalu
berkata:
"Kiau siancu, tahukah kau bahwa persoalan tersebut akan
menyusahkan diriku?"
"Heeeeehhhhh...... heeeeeehhhhhh...... heeeeehhhhhh.......
dan seandainya kau angkat kaki dengan begitu saja, tahukah
kau betapa susah dan pedihnya perasaan adik Siau-sian?"
Kiau Hui-hui balik bertanya sambil tertawa dingin.
Sudah barang tentu Oh Put Kui mengetahui akan persoalan
itu, kalau tidak, mengapa pula dia tergesa-gesa hendak
mengambil langkah seribu dari situ?
"Kiau siancu, aku benar benar tidak tahu apa yang mesti
kulakukan sekarang........" akhirnya pemuda itu berseru.
Pikirannya kalut, perasaannya juga kalut, ia benar benar
kebingungan setengah mati dan tidak tahu apa yang mesti
diperbuat.
Manusia, memang dapat dibuat bingung kalut dan bimbang
karena pertentangan batin serta perasaan yang serba salah.
Sekalipun Oh Put Kui berusaha untuk membekukan
perasaannya, namun ia toh tak bisa melepaskan kenyataan
dengan begitu saja.
Untuk kesekian kalinya Kiau Hui-hui tertawa dingin sambil
berkata:
"Oh Kongcu, kau ingin mengambil langkah seribu dengan
begitu saja........?"
"Siapa bilang aku berbuat demikian?" Oh Put Kui balik
bertanya dengan wajah tertegun.
"Tapi dalam kenyataannya kau mempunyai pikiran serta
niat untuk berbuat demikian......."
"Aku bukan manusia berwatak rendah dan pengecut
semacam itu, harap Kiau siancu jangan menyinggung harga
diriku!" tegur Oh Put Kui dengan kening berkerut.
Tiba-tiba Kiau Hui-hui tertawa ringan, katanya:
"Nah itulah dia, kalau toh Oh Kongcu tidak berharap orang
lain lalu menyinggung harga dirimu, lantas apakah adik Siausian
harus menerima keadaan dan membiarkan orang lain
menyinggung harga dirinya dengan begitu saja?"
Oh Put Kui segera merasakan betapa tajamnya ucapan
dari Kiau Hui-hui tersebut, begitu tajamnya sehingga membuat
dia tak sanggup untuk membantah.
Pada saat itulah It-ing taysu berkata pula sambil tertawa:
"Siau-sicu, setelah persoalan muncul didepan mata, aku
rasa ada baiknya kau tanggapi saja sewajarnya!"
Oh Put Kui tidak berkata apa apa, namun otaknya berputar
keras memikirkan persoalan tersebut.
Justru karena dia merasa tak tega menyaksikan kepedihan
serta kesedihan Nyoo Siau-sian disaat dia mengetahui bahwa
Wi Thian yang adalah ayah kandungnya, maka dia berupaya
untuk pergi sendiri tanpa mengajak serta nona tersebut.
Disamping itu, diapun berpendapat bahwa banyak
persoalan menjadi terhadang bila nona tersebut turut serta
bersamanya, sebab secra otomatis banyak persoalan yang tak
bisa dipaksakan kepada raja setan penggetar langit Wi Thianyang
untuk menjawabnya.
Bukan keadaan tersebut membuat semua tujuannya
menjadi terbengkalai, apalagi mengenai dendam sakit hati
atas terbunuhnya ibu kandungnya.........
Sekalipun dia sangat berharap agar Nyoo Siau-sian tetap
menjadi putri si kakek suci dan tidak menjadi putri musuh
besarnya, akan tetapi.........
Sementara ia masih termenung dan memikirkan persoalan
tersebut, sikap mana kembali menimbulkan perasaan tak
senang dihati Kiau Hui-hui.
Mendadak ia menegur keras:
"Oh kongcu, mengapa sih kau tidak memiliki jiwa kelakilakian........?"
Suatu teguran yang amat menusuk perasaan Oh Put Kui,
kontan saja sorot mata tajam yang menggidikkan keluar dari
balik matanya.
Ia melotot sekejap kearah Kiau Hui-hui yang membuat
gadis itu mundur dua langkah dengan perasaan bergidik dan
ngeri.........
Lalu setelah tertawa terbahak bahak dengan suara keras,
serunya lantang:
"Kiau siancu, suatu umpatan yang amat tepat, bagus
sekali........."
"Kiau sicu, apakah dia sudah mengerti?" sela It-ing taysu.
"Ya, boanpwee sudah mengerti!" jawab Oh Put Kui sambil
tertawa.
"Omintohud!" bisik It ing taysu sambil merangkap sepasang
tangannya didepan dada, "asal siau-sicu sudah mengerti,
tentunya kau pun sudah tahu bukan bagaimana harus
bertindak!"
"Tentu saja, boanpwee setuju dengan pendapat cianpwee
berdua........"
"Nak, apakah kau sudah mengetahui kewajibanmu?" tibatiba
Wi-in sinni menyela.
Kata "kewajiban" yang diucapkan Wi-in sinni dengan
cepatnya membuat Oh Put Kui menjadi tertegun dan berdiri
melongo-longo karena kebingungan.
Ditatapnya nikou itu sekejap, lalu tanyanya dengan
keheranan:
"Loocianpwee, apa maksud perkataan itu?"
"Nasib anak Sian sudah berada ditanganmu mulai
sekarang........."
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasa bahwa "kewajiban" yang
berada diatas bahunya ini amat berat sekali.
Mendadak satu ingatan melintas didalam benaknya, dia
manggut-manggut dan berkata:
"Boanpwee mengerti......... cuma ada satu hal ingin
boanpwee utarakan terlebih dulu."
"Apa permintaanmu? Nak, pinni pasti berusaha untuk
menyanggupi keinginanmu itu." Wi-in sinni berjanji.
Oh Put Kui segera tertawa terbahak-bahak:
"Boanpwee minta Kiau Siancu turut serta pula berasama
kami!"
Permintaan yang diajukan oleh sianak muda tersebut
benar-benar berada diluar dugaan Kiau Hui-hui.
Sesungguhnya didalam hati kecilnya dia menyetujui seratus
persen atas ajakan tersebut, namun diluarnya dia justru
bersikap seakan-akan tidak bersedia untuk memenuhi
permintaan tersebut, segera ujarnya dengan merdu:
"Aku tak mau pergi, supek, kau tak bisa memenuhi
permintaannya itu........."
"Yaa," kata It-ing taysu pula dengan kening berkerut, "mana
boleh anak Hui dilibatkan pula didalam pertikaian tersebut?
Siau sicu, permintaanmu ini sungguh keterlaluan, enci Chin,
kau tak boleh menyanggupi permintaannya........"
Rupanya It-ing taysu masih menggunakan nama praman
Wi-in sinni untuk pembicaraan dalam sehari-harinya.
Sedangkan Wi-in sinni segera berkerut kening dan
memikirkan persoalan itu dengan wajah serius, dia
membungkam dalam seibu bahasa.
Lama setelah berpikir, akhirnya Wi-in sinni berkata kepada
It-ing taysu sambil tertawa:
"Sumoay, demi anak Sian terpaksa pinni harus
menyanggupi permintaannya itu......."
"Enci Chin, jadi kau menyetujui anak Hui turut serta
bersama mereka?" tanya It-ing taysu dengan kening berkerut.
"Yaa, pinni rasa keikut sertaan anak Hui bersama mereka
tak akan mendatangkan kerugian baginya!"
"Aah, belum tentu........" seru It-ing taysu tidak sependapat
dengan jalan pemikiran saudara seperguruannya.
Sambil tertawa Wi-in sinni kembali berkata:
"Sumoay, aku memahami jalan pikiranmu, hingga kini anak
Sian masih berwatak polos, dalam masalah perasaan pun ia
belum terlalu mendalam, jadi keikut sertaan anak Hui tidak
bakal menimbulkan apa-apa."
-oo0dw0oo-
Kiau Hui hui segera merasakan jantungnya berdebar keras
sehabis mendengar perkataan itu.
Apa yang dikatakan Wi-in sinni memang tak lain adalah
masalah yang paling dicemaskan dan dikuatirkan olehnya
selama ini.
It-ing taysu segera menggelengkan kepalanya sambil
tertawa getir, katanya kembali:
"Kalau toh enci Chin berpendapat demikian, tentu saja pinni
tidak dapat berkata apa-apa lagi........"
Oh Put Kui yang selama ini hanya berdiri membungkam
ditepi arena, saat itulah berbicaralagi:
"Persetujuan dari cianpwee berdua benar benar membuat
boanpwee merasa berlega hati........"
Mendadak Nyoo Siau-sian melompat bangun dari atas
tanah, lalu serunya keras:
"Oh toako, enci Kiau, ayoh berangkat, sekarang juga kita
berangkat mencari Wi Thian-yang!"
Sikapnya sangan aneh dan jelas kalau tidak normal.
Hal ini segera menimbulkan perasaan murung dan kuatir
dari Wi in sinni, ditatapnya gadis itu sekejap, lalu tegurnya.
"Anak Sian, jernihkah jalan pemikiranmu sekarang?"
"Jalan pikiran tecu jernih sekali........." jawab Nyoo Siau sian
sambil tertawa.
Tapi Oh Put Kui yang menjumpai keadaan tersebut segera
berpikir didalam hati:
"Siapa bilang pikiranmu jernih? Tindak tandukmu serta
gerak gerikmu jelas memperlihatkan kalau kau tidak
normal........"
Namun berada dalam keadaan begini, dia pun tidak dapat
berbuat apa-apa pula.
Tiba tiba Wi-in sinni maju menyelinap maju kedepan serta
melancarkan sebuah totokan keatas jalan darah tidur Nyoo
Siau-sian, kemudian beru ujarnya:
"Nak, berangkatlah sehari lebih lambat, pinni harus
mengobati dulu anak Sian........"
"Locianpwee, apa yang tidak beres dengan nona Sian?"
tanya Oh Put Kui tertegun.
Sudah jelas pertanyaan ini tak berguna, karena ia sudah
tahu namun pura-pura bertanya lagi.
Wi in sinni segera membopong tubuh Nyoo Siau-sian
sambil katanya:
"Pinni harus menyembuhkan dulu kejernihan otaknya
sebelum berangkat melanjutkan perjalanan........"
Lalu dia berpaling kearah It ing taysu dan katanya :
"Sumoay, lindungilah pinni selama pinni melakukan
pengobatan nanti."
Kemudian dengan membopong tubuh Nyoo Siau-sian
segera beranjak pergi menuju ke dalam ruang loteng.
"Enci Chin tak usah kuatir, akan kulindungi keselamatan
kalian." kata It-ing taysu sambil manggut-manggut.
Lalu sambil berpaling ke arah Oh Put Kui katanya pula:
"Oh sicu, beristirahatlah sendiri, lebih baik perjalanan
ditempuh esok siang saja."
Lalu dengan cepat dia melangkah masuk pula kedalam
ruangan loteng itu.
Perasaan Kiau Hui-hui saat itu amat gundah, pikirannya
kalut dan tak terlukiskan dengan kata-kata.
Dia ingin sekali bertemu dengan Oh Put Kui sambil
berbincang-bincang, namun keinginannya itu tak sanggup
diutarakan keluar.
Maka akhirnya dia cuma bisa berkata sambil tertawa:
"Oh Kongcu, silahkan naik keloteng untuk
beristirahat........."
Sebagaimana diketahui, didalam lembah saat ini selalu dia
seorang boleh dibilang tiada lelaki kedua lagi, betul sebagai
umum persilatan mereka tak usah terlalu memegang teguh
tentang adat istiadat, akan tetapi Oh Put Kui toh merasa rikuh
juga untuk tetap berada di tempat tersebut.
Maka dari itu baru saja Kiau Hui-hui selesai berkata, ia
segera menyahut sambil tertawa:
"Tidak usah, biar aku bersemedi saja di kebun ini......."
Entah menyesal atau berterima kasih, Kiau Hui-hui segera
memberi hormat kepada pemuda itu sambil tersenyum malu,
kemudian dengan membawa keempat dayangnya masuk
kedalam bangunan loteng.
Malam semakin kelam. dialam terbuka yang dicekam
kegelapan itu tinggal Oh Put Kui seorang.........
-oo0dw0oo-
Entah berapa saat sudah lewat, mendadak Oh Put Kui
tersadar kembali dari semedinya dengan perasaan kaget.
Secara lamat-lamat ia menangkap suara gemeresek yang
amat lirih berkumandang datang dari luar lembah.
Dengan perasaan bergetar keras, Oh Put Kui melompat
bangun lalu secepat kilat meluncur kedepan dimana
berasalnya suara tersebut.
Mungkinkah didalam lembah Yu-kok di bukit Tiong-lam-sam
ini terdapat gerombolan ular liar yang bermukim disitu?
Dalam waktu singkat ia telah menjumpai munculnya seekor
ular kecil berwarna merah dari balik batuan berwarna putih.
Oh Put Kui segera berkerut kening sambil
menyembunyikan diri diatas dahan pohon, lalu dengan sorot
matanya yang tajam dia memperhatikan sekejap keadaan
disekeliling tempat itu.
Begitu melayangkan pandangannya Oh Put Kui menjadi
amat terkejut dibuatnya.
Rupanya dari arah barat lapangan berbatu putih itu dan
menjulur sejauh tiga li lebih kedepan telah dipenuhi berbagai
macam ular besar maupun kecil yang tak terhitung jumlahnya.
Diantara gerombolan ular beracun itu, berdirilah lima sosok
tubuh manusia.
Dari kelima orang tersebut, empat orang adalah lelaki
sedang seorang lagi adalah perempuan.
Dari empat orang lelaki tersebut, ternyata ada tiga orang
yang merupakan pendeta, bahkan dari mereka semua, Oh Put
Kui mengenal tiga orang diantaranya.
Ternyata ketiga orang itu adalah Put Khong hwesio dan Wicay
hwesio dari tiga hwesio Tibet serta Tongkat emas
bertangan sakti Sik Keng-seng yang pernah menyaru sebagai
Ciu It-cing, murid ketua Pay-kau tempo hari.
Lelaki keempat adalah seorang hwesio tua yang kurus
kering tinggal kulit pembungkus tulang.
Hwesio tua itu mengenakan jubah pendeta berwarna merah
darah dengan kaos kaki berwarna putih, ditengah kegelapan
malam sorot matanya kelihatan memancarkan sinar tajam
yang menggidikkan hati...
Diam-diam Oh Put Kui merasa terkejut juga setelah
menyaksikan kejadian ini, pernah ia jumpai seseorang yang
memiliki tenaga dalam sedemikian sempurnanya seperti
hwesio tua tersebut.
Sebaliknya satu satunya perempuan yang hadir diantara
mereka, justru mempunyai dandanan yang luar biasa
merangsangnya.
Sepasang bahunya yang telanjang memperlihatkan kulit
badannya yang putih bersih bagaikan salju, tubuh bagian
atasnya hanya ditutup dengan selembar kulit macan tutul yang
minim, sementara dari pinggang kebawah mengenakan gaun
kulit harimau yang panjangnya mencapai lutut, dengan begitu
sepasang pahanya yang putih mulus pun nampak amat jelas.
Perempuan itu bertelanjang kaki, rambutnya yang panjang
tergerai sepanjang bahu, paras mukanya cantik jelita namun
justru memancarkan kegenitan dan kejalangan yang
merangsang.
Pada tangan kanannya ia menggenggam sebuah ruyung
panjang, sedangkan bahu kirinya justru setengah bersandar
didepan dada Sik Keng-seng........
Oh Put Kui yang menyaksikan kesemuanya itu segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Ia tidak menyangka dalam kolong langit masih terdapat
perempuan yang begitu tak tahu malu semacam perempuan
tersebut........
Tapi pemuda itupun mulai putar otak dan berpikir, dia tak
tahu apa yang hendak dilakukan oleh beberapa orang itu.
Kendatipun dia tahu sampai dimanakah ngerinya kekuatan
yang dihasilkan oleh selaksa ekor ular tersebut, tapi pemuda
itu tetap merasa tenang dan sedikitpun tidak merasa
takut........
Sementara itu, pendeta berbaju merah yang kurus kering
itu sedang berbicara sesuatu terhadap keempat orang
rekannya.
Menyusul kemudian perempuan siluman setengah
telanjang itu mulai berpekik dengan suara yang rendah.
Melihat hal ini, Oh Put KUi segera tertawa. Rupanya suara
pekikan yang membangunkan dari semedi tadi tak lain adalah
suara pekikan rendah itu.
Kalau didengar secara cermat suara pekikan itu mirip sekali
dengan suara seruling.
Bersamaan dengan bergemanya suara pekikan itu,
berlaksa-laksa ekor ular beracun itu mulai bergerak secara
pelan-pelan kedepan.
Dalam waktu singkat loteng berwarna putih itu sudah
terkurung rapat-rapat.
Oh Put Kui segera berpikir,
"Biarpun kawanan ular tersebut belum tentu mampu
mengepung kedua orang nikou yang berada diatas loteng, tapi
sungguh muak dan menjemukan melihat kawanan makhluk
jelek itu disini........"
Berpikir sampai disini, tiba-tiba saja timbul suatu ingatan
didalam benaknya.
Bila ular-ular tersebut dibakar dengan api, sudah pasti akan
berlangsung suatu tontonan yang sangat menarik hati.
Tapi dengan cepat pemuda itu merasa bahwa ideenya tidak
benar, seandainya kobaran api kelewat besar, bukankah
akibatnya gedung loteng berwarna putih yang begitu indah
dan menawan didekatnya akan terbakar?
Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali sambil
tertawa, ia memutuskan lebih baik jangan mengusik orangorang
yang sedang berada didalam ruangan tersebut.
Ini berarti dia harus berusaha untuk menaklukkan
perempuan siluman itu terlebih dulu.
Tentang bagaimana caranya untuk membekuk siluman
perempuan tersebut, ia sendiripun belum memperoleh
gambaran yang pasti, dia tak tahu dengan cara apakah
rencana itu baru dapat terlaksana secara gemilang dan
sukses.
Sementara itu, kawanan ular telah mulai bergerak maju
kemuka.........
Suara gemerisik yang lirihpun bergema lagi memecahkan
keheningan malam.
Oh PUt Kui segera berkerut kening, tiba-tiba ia melejit ke
udara dan seperti seekor burung elang raksasa meluncur ke
depan.
Pemuda ini memang bernyali sekali, ternyata ia sengaja
melayang turun persis di depan mata kelima orang tersebut.
Begitu tubuh Oh Put Kui melayang turun keatas tanah,
kawanan ular yang semula tersebar hanya beberapa kaki di
luar kelima orang tersebut, mendadak saja membubarkan diri
dan lari terbirit-birit ke empat penjuru seakan akan bertemu
dengan lawan yang ditakuti.
Dalam waktu singkat kawanan ular tersebut telah mundur
sejauh lima kaki lebih dengan keadaan yang resah dan panik.
Benar-benar suatu peristiwa yang anek sekali.
Benarkah Oh Put Kui memiliki kemampuan yang bisa
membuat kawanan ular tersebut merasa ketakutan?
Paras muka perempuan siluman setengah telanjang itu
segera berubah sangat hebat sedangkan Put Khong taysu, Wi
cay taysu dan serta Sik Keng-seng mundur berulang kali
dengan perasaan terkesiap.
"Meng....... mengapa kau bisa berada disini........!" seru Sik
Keng-seng tanpa terasa.
Oh Put Kui tertawa nyaring:
"Itulah yang dinamakan kalau memang berjodoh,
dimanapun kita dapat bertemu lagi."
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menuding ke arah
perempuan siluman setengah telanjang itu sambil menegur:
"Siapa sih perempuan siluman pawang ular tersebut?"
Sebelum Sik Keng-seng menjawab pertanyaan tersebut,
sambil tertawa genit perempuan siluman itu telah berkata:
"Aku adalah tuan putri selaksa Ibun Hong. Kongcu, siapa
pula kau? Tak nyana kaku berhasil melatih ilmu anti ular dari
wilayah Biau sehingga kawanan ular tersebut mundur
ketakutan sejauh lima kaki lebih........"
Oh Put Kui segera berkerut kening setelah mendengar
kata-kata ini, ia tak mengira musuhnya bisa menduga sampai
kesitu.
Dengan suara dalam dan berat Oh Put Kui segera
membentak:
"Apakah kau putri dari Ibun Lam?"
Tuan putri selaksa ular Ibun Hong tertawa merdu :
"Kongcu, dari kepandaian anti ular yang kaku miliki, terbukti
bahwa kau kenal dengan ayahku, betul, aku memang putri
dari Ibun Lam si raja ular. Siapakah kongcu sendiir?"
Betapa muak dan bosannya Oh Put Kui menyaksikan
dibalik sorot mata perempuan siluman itu terpancar sinar
cabul yang amat tebal, ia tertawa dingin dan menyahut:
"Aku adalah Oh Put Kui,,,"
Begitu menangkap nama "Oh Put Kui" sekujur badan Ibun
Hong segera bergetar keras.
Tiba-tiba ia menggertak giginya kencang-kencang dan
menjerit sekeras-kerasnya.
"Kau benar-benar adalah Oh Put Kui?"
"Aku yakin tiada manusia didunia ini yang berani mencatut
namaku, memangnya kau tak percaya?" ujar pemuda itu
tertawa.
"Tiba-tiba Ibun Hong tertawa seram:
"Haaaaaahhhhh....... haaaaaaahhhhhh.......
haaaaaahhhhhh....... bagus sekali, akhirnya aku berhasil juga
menemukan kau."
"Mau apa kau setelah menemukan aku?"
"Aku akan membunuhmu!" jerit Ibun Hong dengan suara
yang tinggi melengking.
Oh Put Kui setengah tertegun atas jawaban itu, kemudian
serunya lagi:
"Kau anggap pekerjaan itu amat gampang?"
"Betul, aku akan membunuhmu untuk membalas dendam!"
Oh Put Kui segera tersenyum.
"Oooh, jadi kau hendak membalaskan dendam bagi
ayahmu Ibun Lam......."
"Benar........"
"Haaaaahhhhhh.......haaaaaahhhhhhh........haaaaaahhhhhh
....... aku mau bertanya kepadamu hey siluman perempuan
bagaimana sih kepandaian silatmu bila dibandingkan dengan
ayahmu? Apakah kau percaya kemampuanmu itu jauh lebih
tangguh?"
"Tidak........" sahut Ibun Hong tertegun.
"Nah itulah dia, dengan cara apa kau hendak membalaskan
dendam sakit hati ayahmu itu?"
Sekalipun ia tidak mengemukakan kalau Ibun Hong tidak
punya harapan untuk membalaskan dendam bagi ayahnya,
namun arti dari perkataan tersebut sudah amat jelas.
Andaikan Ibun Lam sendiripun tak mampu berkutik,
bagaimana mungkin Ibun Hong dapat membalas dendam?
Untuk berapa saat lamanya Ibun Hong menjadi tertegun
dan berdiri bodoh, apa yang dikatakan Oh Put Kui memang
benar, ayahnya saja tewas ditangan lawan, bagaimana
mungkin ia bisa membalaskan dendam bagi kematian
ayahnya?
Untuk berapa saat ia menjadi tertegun dan menangis
terisak dengan suara rendah.
Oh Put Kui sama sekali tidak memandang sekejap pun ke
arah Ibun Hong, sambil berpaling katanya kemudian kepada
Put-khong siansu:
"Mengapa taysu balik kembali setelah pergi?"
Dari perkataan tersebut, jelas ia sedang menegur Putkhong
karena ingkar janji serta balik kembali kedaratan
Tionggoan.
Mencorong sinar tajam dari balik mata Put-khong siansu
setelah mendengar pertanyaan itu, dia berkata:
"Koksu perkumpulan kami telah berkunjung kemari, dengan
sendirinya lolap harus mengiringi kedatangannya!"
Diam-diam Oh Put Kui merasa terkesiap, dia tak mengira
hwesio ceking yang bertampang jelek itu sesungguhnya
adalah Koksu dari wilayah Tibet.
Sebagai seorang Koksu, dengan sendirinya ilmu silat yang
dimiliki pendeta ceking itu luar biasa hebatnya, itu berarti pula
apabila ia tidak menghadapi secara hati-hati, sudah pasti
peristiwa tersebut akan mengagetkan orang-orang yang
berada didalam ruang loteng.
Sambil berputar otak, Oh Put Kui segera berkata sambil
tertawa:
"Aku pikir dialah Koksu dari perkumpulanmu itu!"
"Benar........." Put-khong siansu mengangguk.
Dalam pada itu si hwesio ceking itu telah melirik sekejap
kearah Oh Put Kui dengan pandangan menghina, kemudian
katanya kepada Put-khong siansu dengan suara dalam:
"Siapa sih bocah muda itu?"
"Dialah Oh Put Kui yang menjadi termashur kebelakang
ini!"
"Oooooh, begitu muda orangnya?" mencorong sinar tajam
dari balik mata pendeta ceking itu.
"Siau-sicu ini adalah ahli waris dari Tay-gi serta Thian-liong
taysu berdua, biar usianya masih muda, namun kepandaian
silatnya sudah mencapai puncak kesempurnaan yang luar
biasa!"
Baru selesai Put-khong hwesio berkata, pendeta ceking itu
sudah tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaahhhhh.......haaaaahhhhh........haaaaaahhhhh........
tampaknya kalian sudah dibuat ketakutan oleh
kemampuannya........."
Paras muka Put-khong siansu yang dingin dan kaku tetap
hambar tidak menunjukkan perubahan apa-apa.
Pendeta ceking itu segera berpaling kearah Oh Put Kui dan
katanya:
"Bocah, akupun pernah menyaksikan kepandaian silat dari
Thian-liong sangjin, ingin kulihat sudah berapa bagian ilmu
silatnya yang berhasil kau kuasahi sehingga sikapmu begitu
sombong dan berani mencampuri urusan perkumpulan kami?"
Oh Put Kui tertawa hambar:
"Siapa nama toa-hwesio? Kalau didengar dari caramu
berbicara, nampaknya kau adalah seorang toko yang ternama
diwilayah Tibet."
Pemuda itu tidak menjawab aoa yang ditanyakan,
sebaliknya justru menggunakan beberapa patah kata yang
tajam dan bernada menyindir itu untuk mengejek lawannya.
Namun hwesio ceking itu mempunyai iman yang cukup
terlatih, dia tertawa setelah mendengar ejekan itu, ujarnya:
"Lolap adalah Hian hui, salah satu dari dua orang koksu
pelindung hukum dari perkumpulan Tibet!"
Itu berarti koksu kedua adalah Hian-kong siansu yang
berhasil mengetahui rahasia dari ruyung mu-ni pian tersebut.
Kembali Oh Put Kui tertawa hambar:
"Nama besar koksu sudah pernah kudengar dari mulut
orang lain........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi
dengan suara dalam:
"Koksu adalah seorang pejabat tinggi yang dihormati dan
disanjung orang di wilayah Tibet, entah dikarenakan persoalan
apakah sehingga ditengah malam buta begini datang
berkunjung kelembah Yu-kok dibukit Tiong-lam-san ini?"
"Haaaaaahhhhhh........ hhhaaaaaahhhhhh.......
haaaaaahhhhhh....... tentu saja kedatangan lolap kali ini
disebabkan ruyung mestika Mu-ni-pian tersebut," jawab Hianhui
koksu sambil tertawa tergelak.
"Ehmmm, tajam amat berita yang kau peroleh!"
Hian-hui koksu kembali tertawa dingin:
"Biarpun Tibet-kau berada jauh diluar perbatasan namun
setiap perubahan dan peristiwa yang terjadi dalam wilayah
Tionggoan sangat kami ketahui seperti melihat jari tangan
sendiri......... lagipula Sik-hu kongcu pun mempunyai matamata
yang tersebar luas di seantero kolong langit."
Sambil tertawa Oh Put Kui segera berkata kepada Sik
Keng-seng:
"Aaah, tidak nyana kalau Ho-hap kau mempunyai
hubungan yang begitu akrab dengan Tibet-kau! Sobat Sik,
pernahkah kau mendengar cerita tentang mengundang srigala
masuk kamar? Aku kuatir kau akan menyesal kemudian hari."
Toya emas tangan sakti Sik Keng-seng tertawa hambar:
"Antara Ho-hap-kau dengan Tibet-kau sebenarnya adalah
dua aliran yang berasal dari satu dahan, kekuatiran saudara
Oh sesungguhnya merupakan suatu tindakan yang
berlebihan........."
Sekali lagi Oh Put Kui merasa amat terkesiap, tidak heran
kalau Ho-hap-kau berani secara terang-terangan melakukan
pelbagai kejahatan didalam dunia persilatan, rupanya mereka
mengandalkan Tibet-kau sebagai kekuatan tulang punggung
yang mendukung mereka dari belakang layar..........
Setelah termenung sebentar, Oh Put Kui segera berkata
lagi sambil tertawa:
"Kalau begitu pengetahuanku memang cetek sekali... sobat
Sik, kau telah mengundang putri dari Ibun Lam dan datang
kemari dengan membawa serta kawanan ularnya, bolehkah
aku tahu apa maksud dan tujuanmu yang sebenarnya?"
Sik Keng-seng tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaahhhhhh........ haaaaahhhhh.......
hhhaaaaaahhhhh....... perkumpulan kami berniat mengundang
Kiau Hui-hui untuk menjabat sebagai pelindung hukum
kami........"
Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya lagi dan segera
tertawa tergelak sesudah mendengar perkataan itu, segera
ujarnya:
"Belum pernah kujumpai cara mengundang orang menjadi
pelindung hukum dengan cara semacam ini, bagaimana
seandainya Kiau Hui-hui menampik? Hey sobat Sik apakah
kalian bermaksud menggunakan kekerasan untuk
memaksanya?"
"Tebakan saudara Oh memang benar!"
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa dingin ejeknya:
"Sobat Sik, aku kuatir kalian bakal kecewa........."
Pada saat itulah si pendeta ceking Hian hui koksu telah
membentak dengan nada tak senang:
"Hey anak muda, apakah kemunculanmu sekarang ini
bermaksud untuk mewakili Wi in nikou tua itu?"
"Kalau benar mau apa kau hah?" sahut Oh Put Kui sambil
tertawa.
"Itu sih gampang sekali, aku hanya minta agar ruyung Muni-
pian segera dipersembahkan kepadaku!"
"Huuuuuhhh, mana adakah urusan yang begitu gampang
didunia ini?"
Hian-hui koksu segera tertawa dingin:
"Wahai bocah muda, bila kudengar dari nada
pembicaraanmu, tampaknya kau ada niat untuk merepotkan
lolap?"
"Haaaaaahhhhhh....... hhhhaaaahh....... haaaaaahhhh.......
bagaimanapun juga kau sebagai seorang koksu memang lebih
tajam daya tangkapnya dan lebih cepat memahami perkataan
orang."
"Bagus sekali!" kata HIan-hui koksu kemudian sambil
berkerut kening, "suruh Wi-in keluar lebih dulu......."
Oh Put Kui tertawa, sebelum ia sempat mengucapkan
sesuatu, mendadak dari balik pohon dibelakang tubuhnya
terdengar seorang membentak nyaring:
"Hian-hui, pinni It-ing berada disini, ada urusan apa lebih
baik sampaikan saja kepadaku......."
Bersamaan dengan ucapan itu tampak bayangan putih
berkelebat lewat secepat kilat tahu-tahu It-ing taysu sudah
tampilkan diri didepan mata.
Penampilan yang sangat mendadak ini sama sekali tidak
membuat Oh Put Kui menjadi tertegun, sebab dari tadi ia
sudah mengetahui kalau It-ing taysu telah munculkan diri dari
bangunan loteng.
Berbeda sekali dengan kawanan musuh penampilan nikou
ini sangat mengejutkan mereka, terutama sekali bagi Hian hui
koksu. Kemunrulan It-ing taysu yang sama sekali tidak
menimbulkan suara itu ternyata tidak dirasakan pula olehnya,
peristiwa semacam ini boleh dibilang sangat memalukan dan
merosotkan kemampuannya dihadapan orang. Tapi hal inipun
membuktikan betapa sempurnanya tenaga dalam yang dimiliki
lawan.
Sekalipun dalam hati kecilnya merasa amat terkesiap,
Hian-hui koksu tak mau mengaku kalah dengan begitu saja,
segera berseru:
"Aku tidak mengira kalau Giok-heng sinni pun berada disini,
benar-benar beruntung sekali dapat bersua denganmu
disini..."
It-ing taysu tertawa dingin:
"HIan-hui, benarkah tidak kau ketahui kalau lembah Yu-kok
dibukit Tiong-lam-san ini merupakan salah satu tempat tinggal
pinni........"
HIan-hui tertawa tergelak:
"Haaaaaahhhhh....... haaaaaaahhhhh........ haaahhhhh.......
walaupun banyak persoalan dunia persilatan yang kuketahui,
tapi tidak pernah kuperhatikan masalah tentang harta benda
serta tempat kediaman yang dimiliki masing-masing jago
didalam dunia persilatan........"
Suatu ucapan yang tajam dan amat mengejek dari hweesio
tersebut........
Jawaban semacam ini tentu saja sama sekali berada diluar
dugaan It-ing taysu.
Nikou itu segera memutar biji matanya sambil tertawa
dingin, kemudian terusnya:
"Hian-hui, saat ini kau pasti sudah tahu bukan?"
"Yaa, benera! Benar! Barusan aku baru mengetahuinya dari
sinni sendiri!"
"Kalau memang sudah tahu, mengapa tidak segera
beranjak dari sini?"
"Tentu saja, tentu saja aku akan pergi," HIan-hui tertawa,
"cuma aku perlu minta sedikit sedekah dari sinni, asal sinni
mengabulkan, sudah pasti aku akan segera angkat kaki........"
"Hmmm Hian-hui, rupanya kau memang sengaja datang
mencari gara-gara......." tegur It-ing taysu sambil tertawa
dingin.
"Oooh, tidak berani!"
"Sinni tak sabar untuk bermain setan terus denganmu........"
It-ing semakin berang.
"Benar" Hian-hui tertawa, "aku mengerti bahwa sinni
merasa amat tak senang hati saat ini, tapi setelah jauh-jauh
datang kemari, aku merasa berkewajiban untuk menjumpai
apa yang menjadi tujuanku!"
"Hian-hui, rupanya kedatanganmu kemari benar-benar
membawa suatu maksud?" mendadak It-ing taysu membentak
keras.
"Tentu saja!"
"Mengingat kalian murid-murid dari aliran Tibet juga berasal
dari kaum Buddha selama ini aku bersabar terus
kepadamu........"
Setelah berhenti sejenak dan mendengus dingin, terusnya:
"Tapi jika kau masih juga tak mau sadarkan diri, hati hatilah
dengan selembar nyawamu........"
Hian-hui tertawa tergelak:
"Apanya yang perlu berhati-hati? Aku merasa tidak
berkeperluan untuk bertindak lebih hati-hati........."
Mencorong sinar tajam dari balik mata It-ing taysu setelah
mengdengar perkataan itu, mendadak dia mengebaskan ujung
bajunya melepaskan sebuah serangan sambil serunya dengan
marah:
"Mundur kau........."
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan
amukan ombak samudra segera meluncur.
Jangan dilihat serangan tersebut hanya merupakan sebuah
kebutan belaka, sesungguhnya kekuatan yang terkandung
mencapai ribuan kati lebih.
Put khiong taysu dan Wi-cay taysu sama-sama menjadi
terkesiap menghadapi serangan mana.
"It-ing, kau jangan kurang ajar........" bentak mereka
bersama-sama.
Empat buah telapak tangan serentak dilontarkan bersama
kemuka melancarkan serangan balasan.
Sebaliknya Hian-hui taysu yang melihat adegan mana
segera tersenyum dengan sikap yang amat santai seolah-olah
tak pernah terjadi sesuatu apapun ia berkata:
"It-ing, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan
sembarangan turun tangan! Kau mesti tahu, orang orang dari
aliran Tibet hampir semuanya berlatih ilmu toa-lok-kim-kongsian-
kang, bila kau ingin beradu kekuatan dengan mereka,
ibaratnya telur yang diadu batu, kau cuma mencari penyakit
buat diri sendiri..........."
It-ing taysu segera tertawa dingin:
"Hmmmm, mari kita buktikan bersama-sama, siapakah
yang sesungguhnya mencari penyakit buat diri sendiri......."
Dalam pembicaraan mana, tenaga pukulan kedua belah
pihak telah saling bertemu satu sama lainnya.
"Blaaaaaammm.......!"
Ditengah benturan keras yang memekikkan telinga, Put
khong taysu dan Wi-cay taysu masing masing terdorong
mundur sejauh dua langkah dari posisi semula.
Sebaliknya It-ing taysu masih tetap berdiri tegak ditempat
semula, bergeser pun tidak.
Peristiwa tersebut kontan saja mengejutkan Leng-hui yang
menonton dari samping, dia segera berseru:
"Waaah, rupanya tenaga dalam yang taysu miliki telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat, agaknya Hong-gwasam-
sian (tiga dewa dari luar perbatasan) benar-benar
memiliki kepandaian silat yang tangguh dan hebat........"
"Hmmm, kau baru tahu sekarang?" jengek It-ing taysu
sambil mendengus dingin.
Kembali telapak tangan kirinya dikebaskan kedepan
langsung menyerang Hian-hui.
Hian-hui taysu terawa tawa, dengan cekatan dia
menghindar kesamping.
"It-ing, kau memang lebih hebat daripada empat puluh
tahun berselang........" kembali dia berseru.
It-ing taysu tetap membisu dalam seribu bahasa, sepasang
pergelangan tangannya digerakkan berulang kali melancarkan
serangkaian serangan dahsyat.
Sepuluh gulung tenaga pukulan yang amat dahsyat dan
tajam serentak membelah angkasa dan langsung menyerang
Hian-hui koksu.
Menghadapi serangkaian serangan yang begitu dahsyat,
terlintas rasa kaget dan seram dibalik mata Hian-hui koksu.
Sambil berkelit kesamping, serunya sambil tertawa
terbahak-bahak:
"Haaaaaaahhhhh........ haaaaaaahhhh.......
hhhhaaaaaahhhhhh.......... Apakah kau telah berhasil melatih
ilmu sakti penakluk iblis dari kaum Buddha? Tak heran
kalau..."
Mendadak ucapannya terhenti di tengah jalan, sebab
sebuah totokan jari yang amat keras telah bersarang diatas
bahu kirinya.
Sambil tertawa dingin It-ing taysu segera tertawa mengejek:
"Jika kau belum juga mundur, jangan salahkan bila pinni
akan turun tangan lebih keji lagi!"
Hian hui koksu tidak menjadi gusar oleh serangan mana,
malahan katanya sambil tertawa:
"It-ing, kau mesti tahu, serangan jarimu itu tidak akan
berhasil melukai aku."
"Sesungguhnya pinni memang tidak berniat melukaimu,
kalau tidak, kau anggap masih bisa bersikap santai macam
begini?"
"Kalau kudengar dari pembicaraanmu itu, seolah-olah kau
beranggapan bahwa aku tak mampu menghadapi serangan
jarimu itu?"
"Mampu atau tidak, itu mah urusanmu sendiri!"
"Baik," kata Hian-ui koksu kemudian sambil menarik
kembali senyumannya, "seandainya aku tidak mencoba
kemampuan itu, kau tentu tak akan merasa lega..........."
Berbicara sampai disitu, dia segera melepaskan sebuah
pukulan kedepan.
Serangan itu dilancarkan tidak cepat tidak pula lambat,
melayang diudara dan meluncur kedepan agak mengambang.
"Toa-lek-kim-keng-ciang!" diam-diam Oh Put Kui berpekik
dalam hati.
Sementara itu It-ing taysu telah memusatkan seluruh
pikiran dan perhatiannya untuk mengawasi setiap gerak-gerik
Hian-hui koksu.
Tatkala lawannya telah melancarkan sebuah pukulan,
dengan cekatan dia mengayunkan pula tangan kanannya
melepaskan sebuah serangan dengan ilmu Boen-yok-siankang.
Dalam waktu singkat kedua gulung tenaga kekuatan yang
maha dahsyat itupun saling beradu satu sama lainnya.
"Blaaaaammm........!"
Ledakan keras yang memekikkan telinga menggelegar
diudara dan memecahkan keheningan.
Hian-hui Koksu sama sekali tidak tergerak dari posisinya
semula.
Begitu juga dengan It-ing taysu, ia tetap berdiri diposisinya
dengan mantap.
Itu berarti hasil pertarungan kali ini adalah seimbang,
siapapun tak berhasil merebut keuntungan ataupun
kemenangan.
It-ing taysu tertawa dingin, secepat kilat tubuhnya
berkelebat kemuka lalu melepaskan sebuah pukulan lagi.
Hian-hui koksu tertawa tergelak, dia segera maju pula
untuk menyongsong datangnya ancaman itu.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah terlibat dalam
pertarungan yang amat seru.
Oh Put-kui yang melihat kesemuanya ini segera tertawa
hambar, kepada Sik Keng-seng katanya kemudian:
"Sobat Sik, coba kau suruh Ibun Hong untuk menarik
kembali kawanan ular itu!"
"Begini banyak ular yang berkumpul di sini, mana mungkin
bisa ditarik kembali?" kata Sik Keng-seng sambil geleng
kepala, "apakah saudara Oh bukan lagi bergurau?"
Sebaliknya Ibun Hong segera berseru dengan gemas:
"Kalau aku tak mau menariknya kembali, kau bisa apa?"
"Aku memang tak bisa berbuat apa-apa, tapi paling tidak
aku toh mampu membunuh ular-ular itu...!" jawab Oh Put Kui
sambil tertawa.
"Kau berani?"
"Kenapa tidak?" Ular-ular dari Ibun Lam pun pernah
kubunuh sampai habis, apalagi ular-ularmu itu?"
Ibun Hong tak bisa menahan diri lagi, sambil menangis
kembali teriaknya:
"Orang she Oh, aku akan beradu jiwa denganmu.........."
Sambil menggetarkan ruyung panjangnya, ia langsung
menubruk kearah Oh Put Kui.
Menghadapi tubrukan ini Oh Put Kui hanya tersenyum,
tangannya segera digerakkan dan entah apa yang dilakukan,
tahu-tahu sang ruyung panjang lawan telah berada dalam
cekalannya.
Kemudian serunya sambil tertawa tergelak:
"Ibun Hong, kau masih ketinggalan jauh bila dibandingkan
dengan kemampuan ayahmu !"
Sambil berkata ia segera mengendorkan tangannya dan
melepaskan ruyung tersebut.
Disaat ruyungnya kena ditangkap lawan tadi, Ibun Hong
sungguh merasa terkejut bercampur ngeri, paras mukanya
sampai berubah hebat..........
Akan tetapi ia tidak menyangka kalau Oh Put-kui bakal
melepaskan cengeramannya dengan begitu saja.
Untuk berapa saat lamanya dia sampai berdiri tertegun dan
memandangi lawannya dengan termangu.
Sambil tertawa hambar kembali Oh Put Kui berkata:
"Nona, andaikata kau tidak segera menarik kembali
rombongan ularmu itu, terpaksa aku akan bekerja untuk
mewakilimu.........."
Setelah berhenti sejenak, ia menambahkan:
"Cuma......... seandainya aku yang turun tangan, sudah
pasti nona mengetahui bukan apa akibatnya?"
Sebelum Ibun Hong menjawab, Sik Keng-seng telah
berseru sambil tertawa dingin:
"Saudara Oh, benarkah kau mempunyai kepandaian untuk
membunuh sekian banyak ular?"
"Jadi kau anggap aku tidak mampu?" Oh Put Kui balik
bertanya sambil tertawa.
"Aku rasa kau memang tidak sanggup!"
Tiba-tiba Oh Put Kui tertawa, jengeknya:
"Sobat Sik, kau memang berhati amat keji dan buas!"
"Bagaimana kejiku?" Sik Keng-seng nampak terkejut.
"Bukankah kau ingin memperalat diriku untuk membunuhi
ular-ularnya sehingga memaksa nona Ibun tak ada tempat
berpijak dan terpaksa menggabungkan diri untuk selamanya
dengan perkumpulan Ho-hap-kau kalian itu?"
Tak terlukiskan rasa kaget Sik Keng-seng ketika melihat
rencana busuknya dibongkar lawan secara blak-blakan.
Tapi sebagai seorang yang licik dan banyak akal
muslihatnya, ia segera berseru lagi sambil tertawa:
@oodwoo@
Jilid ke : 34
"Haaaaaahhhhhh....... hhhaaaaaaahhh.......
hhhaaaaaaahhh......... benarkah begitu?" Oh Put Kui tertawa
tergelak, "tapi, apakah kau memang pantas disebut seorang
lelaki sejati?"
"Paling tidak aku toh bukan manusia kurcaci seperti apa
yang saudara Oh katakan!"
Oh Put Kui tertawa hambar, kepada Ibun Hong segera
ujarnya:
"Nona, bagaimana rencanamu selanjutnya? Apakah kau
bersedia mempercayai perkataanku?"
Saat ini Ibun Hong percaya seratus persen bahwa Oh Put
Kui memang berkemampuan untuk menjinakkan ular serta
membunuhnya, ia termenung sejenak, lalu dengan air mata
bercucuran katanya kemudian:
"Baiklah, hari ini aku tak akan menyinggung masalah balas
dendam lagi.........."
Oh Put Kui segera tertawa tergelak:
"Hhhaaaaaahhh....... hhhaaaaaaahhh.......
hhhaaaaaahhh........ nona memang amat berbesar jiwa, tapi
aku perlu memberitahukan kepada nona, disaat ayahmu
masih banyak melakukan kejahatan di dalam dunia persilatan
dulu, tidak sedikit kawanan jago yang menemui ajalnya
ditangan ayahmu itu."
"Soal ini tak perlu kau kuatirkan........" jawab Ibun Hong
dingin.
Dia mengira Oh Put Kui menguatirkan keselamatan jiwanya
setelah hari ini.
Padahal Oh Put Kui berniat untuk memberitahukan
kepadanya, mengapa dia sampai turun tangan untuk
membunuh si raja dari selaksa ular, dewa ular seribu bisa Ibun
Lam.
Tapi pemuda itu tidak berniat memberi penjelasan lebih
jauh, katanya lagi sambil tertawa:
"Kalau toh nona telah bersedia menarik mundur kawanan
ularmu itu, bagaimana kalau kau tinggalkan saja tempat ini
sejauh-jauhnya........?"
Dengan sedih Ibun Hong memandang sekejap kearah Oh
Put Kui, lalu katanya:
"Oh Kongcu....... harap kau jangan bersua lagi denganku
setelah lewat hari ini, kalau tidak aku akan membalaskan
dendam bagi kematian ayahku....... kongcu, berjanjilah......."
Belum habis perkataan itu diutarakan, dia sudah menutupi
mukanya sambil menangis tersedu.
Dengan perasaan agak iba Oh Put Kui segera menyahut:
"Baiklah, sejak kini aku akan berusaha untuk menghindari
perjumpaan dengan nona........"
Ibun Hong segera menyeka air matanya lalu setelah
mendepakkan kakinya keatas tanah, diapun berpekik panjang.
Begitu pekikan berkumandang, kawanan ular itupun mulai
bergerak meninggalkan tempat itu.
Tak seekorpun kawanan ular itu yang berani bergerak
mendekati Oh Put Kui, dari jarak sejauh lima kaki mereka
telah menyingkir jauh-jauh dan berbondong-bondong
mengundurkan diri dari dalam lembah.
Kata Ibun Hong kemudian sambil menghela napas panjang:
"Oh kongcu, baik-baiklah kau menjaga diri, jangan
membuat aku kehilangan kesempatan untuk membalaskan
dendam bagi kematian ayahku......."
Lalu dia membalikkan badan dan berkelebat pergi
meninggalkan lembah tersebut.
Sik Keng-seng sama sekali tidak menyangka kalau Ibun
Hong bakal pergi sungguhan dari situ, bahkan menyapa
diapun tidak.
Rasa sedih yang dirasakan kali ini sungguh tak terlukiskan
dengan kata-kata.
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya, tampak
pertarungan antara It-ing taysu dengan Hian-hui koksu masih
berlangsung amat seru, sadarlah dia bahwa posisi yang
dihadapinya hari ini tidak menguntungkan bagi pihakknya.
Maka tanpa membuang banyak waktu lagi ia segera
memanfaatkan kesempatan itu untuk mengambil langkah
seribu.
Sambil membalikkan badan, teriaknya keras-keras:
"Nona Hong, mari kutemani kau........"
Secepat sambaran petir dia ngeloyor pergi pula dari lebah
tersebut.
Oh Put Kui cuma tertawa hambar belaka menyaksikan
kepergian kedua orang itu.
Tapi secara tiba-tiba ia teringat akan sesuatu, dengan
perasaan terkejut cepat-cepat dia mengejar keluar lembah.
Apa yang diduga ternyata benar, Kiau Hui-hui dengan
disertai keempat orang dayangnya telah menghadang didepan
mulut lembah.
Dari kejauhan Oh Put Kui sudah melihat pertarungan
melawan Ibun Hong.
Sedangkan Sik Keng-seng malahan sudah bertarung
melawan kerubutan empat dayang tersebut.
Oh Put-kui segera meluncur kedepan sambil berseru keras:
"Nona Kiau, lepaskan mereka........."
"Melepaskan mereka pergi dari sini........?" dengan
perasaan tercengang dan sedikit di luar dugaan Kiau Hui-hui
memandang sekejap kearah Oh Put-kui yang sedang
meluncur tiba.
"Ya, aku telah berjanji akan melepaskan mereka," kata Oh
Put-kui lagi sambil tertawa.
"Baiklah," kata Kiau Hui-hui kemudian, kalau toh toako
sudah berjanji, tentu saja siaumoay tak berani
menghalanginya......."
Ternyata mereka telah saling berganti sebutan, namun bagi
Kiau Hui-hui kejadian tersebut cukup membuatnya tersipusipu,
sebab selama dua puluh tahun ini baru pertama kali dia
menyebut seorang lelaki sebagai kakaknya.
Oh Put-kui tertawa lagi:
"Terima kasih adik Hui......."
Kiau Hui-hui tertawa gembira, ia segera berpaling kearah
Ibun Hong dan berkata dengan suara dalam:
"Kau boleh pergi........"
Dalam pada itu keempat orang dayangnya telah
menghentikan pula serangan-serangan mereka.
Sik Keng-seng segera menjura kepada Oh Put-kui dan
berseru sambil tertawa:
"Saudara Oh, sekali lagi perkumpulan kami menderita
kekalahan total ditanganmu........"
"Yaa benar, tolong sampaikan kepada ketua kalian, setiap
saat aku she Oh menantikan pembalasan darinya."
"Aaah tidak mungkin," Sik Keng-seng tertawa, "sebaliknya
kami justru berharap kehadiran saudara Oh bersama Kiau
siancu dan nona Nyoo Siau-sian untuk berpesiar kemarkas
besar kami bila kau ada waktu di lain saat........."
Mendengar perkataan tersebut Oh Put-kui tertawa tergelak:
"Haaaaaahhhhh....... hhhaaaaaahhh........
hhhaaaaaaahhh........ sahabat Sik memang benar-benar
berakal tajam........ kau bukannya tak berani berkunjung ke
sana, cuma kuatirnya setelah pergi kesitu maka kami akan
mengalami nasib yang tragis......."
-oo0dw0oo-
"Tidak mungkin!" seru Sik Keng-seng sambil menggeleng,
"bila ada kesempatan silahkan saudara Oh berkunjung, kau
tentu akan mengerti sendiri nanti............"
Kemudian ia berpaling kearah Ibun Hong dan katanya lagi
sambil tertawa:
"Nona Hong, mari kita berangkat!"
Ibun HOng tidak mengucapkan sepatah katapun, dengan
kepala tertunduk ia berjalan menuju keluar lembah.
Dalam waktu itu kawanan ular yang beribu ribu ekor
banyaknya itu sudah menanti di luar lembah.
Sambil melangkah keluar lembah, Sik Keng-seng berkata
lagi kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Saudara Oh, jangan lupa dengan undangan kami..........."
"Haaaaaaaahhhhh........ hhhhaaaaaaahh.........
hhhhaaaaaaahh........ undangan saudara tentu akan kuingat
selalu........."
Memandang sampai kedua orang itu pergi jauh, Kiau Huihui
baru berkata kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Toako, lebih baik cepat-cepat kembali hati-hati kalau
sampai kedua orang hwesio yang lain naik keloteng.........."
Terkesiap Oh Put Kui setelah mendengar perkataan itu,
benar juga peringatan tersebut.
Waktu itu Wi-in sinni sedang mengobati luka yang diderita
Nyoo Siau-sian, ini berarti dia tak akan bisa beranjak dari
tempatnya untuk melawan musuh-musuh yang datang.
Dengan suatu gerakan secepat kilat Oh Put Kui segera
kembali ke arena.
Untung saja Put-khong taysu dan Wi-cay taysu masih tetap
berdiri tenang di tempat semula.
Sebaliknya pertarungan antara It-ing taysu melawan Hianhui
koksu telah berubah dari pertarungan ditengah udara
menjadi adu kekuatan yang menegangkan syaraf.
Menyaksikan kesemuanya ini Oh Put Kui segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Jelas sudah kalau pertarungan itu bukan lagi pertarungan
mainan, apalagi bagi jago jago lihay kelas satu seperti
mereka, sekali bertarung adu tenaga dalam maka pertarungan
tersebut tak akan bisa dilerai sebelum salah satu pihak
menderita kekalahan..........
Walaupun begitu, keadaan dari mereka berdua saat ini
tidak sampai terancam oleh mara bahaya.
Kedua belah pihak sama-sama bertahan dalam posisi
seimbang, mereka saling mempertahankan keadaan masingmasing.
Biar begitu, Put-khong siansu dan Wi-cay siansu yang
mengikuti jalannya pertarungan itu nampak mulai cemas,
gelisah dan murung.
Oh Put Kui mengerti, yang menjadi cemas, gelisah dan
murung adalah kekuatiran mereka jika dia membantu It-ing
taysu atau secara tiba-tiba dia menantang mereka berdua
untuk bertarung.
Sudah barang tentu Oh Put Kui tidak akan berbuat
demikian.
Setelah melihat jelas keadaan situasi dalam arena
pertarungan, segera katanya kepada Put-khong siansu:
"Apakah taysu sudah melihat ancaman bahaya dari situasi
didepan mata sekarang? Kalian datang dengan jumlah yang
kecil, andaikata Hian-hui koksu menderita kekalahan ditangan
It-ing taysu, kalian kira bisa mengundurkan diri dari sini
dengan selamat?"
"Toa-kongcu tak bakal kalah, siau-sicu tidak usah kuatir!?
sahut Put-khong siansu dengan napas dalam.
Oh Put Kui segera tertawa:
"Kalau begitu percuma saja aku menguatirkan hal ini.........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba katanya lagi
sambil tertawa dingin:
"Seandainya aku turun tangan mewakili It-ing taysu saat ini,
beranikah kalian mengatakan bahwa Hian-hui koksu tersebut
tak akan menderita kekalahan?"
Put-khong siansu tidak menyangka kalau anak muda
tersebut bakal mengucapkan perkataan itu.
Untuk sesaat dia menjadi gusar, bimbang dan tak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Lama setelah termenung Put-khong siansu baru berkata:
"Asalkan siau-sicu tidak kuatir merusak nama baik tiga
dewa dari luar wilayah silahkan siau-sicu segera turun tangan
untuk mewakili It-ing taysu untuk bertarung."
Tampak Put-khong siancu pun seorang hwesio yang
sangat lihay, cukup dengan sepatah kata ini saja, ia sudah
dapat menyulitkan Oh Put0kui sehingga tak mampu berkutik.
Akibatnya pemuda tersebut menjadi tertegun dan tak
mampu berbuat banyak.
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya kearah
lapangan dimana dua orang tokoh silat tersebut sedang
melangsungkan suatu pertarungan seru...........
Menurut perkiraannya, dengan tenaga dalam yang dimiliki
mungkin dia dapat memisahkan kedua orang tersebut, akan
tetapi ia tak berani bertindak secara gegabah, karena
keyakinannya hanya mencapai enam puluh persen saja.
Untuk sementara waktu pemuda ini menjadi sangsi dan tak
tahu apa yang mesti diperbuat.
Pada saat itulah Put-khong siansu kembali berkata lagi
sambil tertawa dingin:
"Ilmu Tok-lek-kim keng-sinkang dari perkumpulan kami
paling cocok bila digunakan untuk suatu pertarungan jangka
panjang biarpun tiga dewa dari luar wilayah tanggguh, jangan
harap mereka sanggup bertahan selama dua jam
lamanya........."
Mendadak......... Dari atas sebatang pohon terdengar
seorang tertawa dingin, lalu disusul kemudian seruan
mengejek:
"Huuuh, sungguh tak tahu malu, aku tak percaya kalau
perkumpulan dari Tibet benar-benar memiliki ilmu silat yang
sangat tangguh........."
Bersamaan dengan bergemanya suara itu tampak sesosok
bayangan manusia melayang turun dari atas pohon.
Orang itu berjumpalitan beberapa kali di tengah udara lalu
melayang turun persis di tengah-tengah antara It-ing taysu
dan Hian-hui koksu yang sedang bertarung.
Bukan cuma begitu, malahan sambil mementangkan
sepasang tangannya dia berseru seraya mengejek:
"Haaaaaahhhhh........ hhhhaaaaaaahh........
hhhaaaaaaaahh........ ayoh cepat dipisah, jangan kau pakai
semua tenagamu sampai habis........"
Dalam waktu singkat It-ing taysu merasakan tenaga
dalamnya yang kuat bagaikan bertemu dengan hembusan
angin segar, tahu tahu hilang lenyap tak berbekas, bahkan tak
bisa ditahan lagi tubuhnya terdorong oleh tenaga lembut itu
sampai mundur sejauh tiga langkah.
Sebaliknya keadaan dari Hian-hui koksu jauh lebih
mengenaskan lagi.
Disaat tenaga Toa-lek-kim-kong-siankang nya sedang
dihimpun dalam tangan kanannya, dia seperti menjumpai
serangan yang amat berat saja. tahu-tahu.........
"Blaaaaaammm......."
Ia merasakan isi perutnya tergetar sangat keras, tubuhnya
harus mundur sejauh lima depa lebih sebelum dengan susah
payah berhasil mempertahankan diri........
Peristiwa mana kontan saja mengakibatkan Hian-hui Koksu
merasa terperanjat sekali.
Serta merta dia mencoba untuk menghimpun hawa
murninya guna menekan gejolak hawa murni didalam
dadanya........
Ketika dia mengalihkan kembali pandangan matanya
ketengah arena. ternyata disitu telah muncul seorang kakek
berambut putih yang sedang memandang kearahnya sambil
tertawa nyengir..........
Ia tiada mengenal siapakah orang tersebut sebab kali ini
baru kedua kalinya dia menginjakkan kakinya didaratan
Tionggoan.
Berbeda dengan It-ing taysu, dia segera mengenalinya dan
menegur:
"Ban tua, mengapa kau pun berada disini?"
Ternyata kakek itu tak lain adalah Put-lo huang-siu si kakek
latah awet muda Ban Sik-tong.
Si kakek latah awet muda tidak menggubris teguran It-ing
taysu, sebaliknya tertawa tergelak kearah Hian-hui koksu yang
masih berdiri kagetnya seraya bentaknya:
"Huuuh, koksu dari perkumpulan Tibet cuma begini-begini
saja, apa sih yang kau banggakan? Kuberi waktu seperminum
teh kepada kalian untuk segera pergi meninggalkan tempat ini,
kalau tidak........."
Tiba-tiba kakek itu berpaling kearah balik pepohonan dan
serunya keras keras:
"Pengemis kecil, siapkan kencing anjing untuk mencekoki
mereka........"
Dari balik pepohonan segera terdengar seseorang
menjawab:
"Dari pada kencing anjing, rasanya lebih marem kotoran
manusia, empek tua, sudah kusiapkan tiga kati tahi manusia,
tanggung mereka akan menikmatinya sampai kenyang."
Oh Put Kui segera tahu, si pengemis pikun pun telah ikut
datang.
Tapi mengapa mereka bisa muncul disini? suatu persoalan
yang tak sempat terpikir olehnya karena ia sudah tidak tahan
untuk tertawa tergelak.
Bahkan It-ing taysu pun turut tersenyum sehabis
mendengar perkataan itu.
Hian-hui koksu mengatur pernapasannya lebih dulu,
kemudian dengan langkah lebar maju kedepan dan berseru:
"Lo sicu, siapakah kau? Boleh aku tahu siapa nama
besarmu?"
"Ada apa? Kau tidak puas? Setelah mengetahui nama
besarku lantas berniat membalas dendam dikemudian hari?"
seru Kakek latah awet muda dengan mata melotot, "baiklah,
aku akan memberitahukan nama besarku itu.........."
Setelah berhenti sejenak dan tertawa tergelak, ia berkata
lebih jauh.
"Didalam dunia persilatan terdapat seorang makhluk aneh
yang tak pernah tua, orang menyebutnya si tua bangka binal,
Kakek latah awet muda Ban Sik-tong, nah Kakek moyang she
Ban tersebut tak lain adalah aku ini!"
Mendengar perkenalannya ini, Oh Put Kui yang sebenarnya
sudah berhasil menahan rasa gelinya itu segera tertawa
terpingkal pingkal lagi.........
Malahan si pengemis pikun yang bersembunyi di balik
pepohonanpun ikut tertawa tergelak-gelak.
"Kakek moyang, kau benar-benar membuat perutku si
pengemis kecil menjadi sakit lantaran kebanyakan
tertawa........"
Sedangkan ketiga hwesio dari Tibet itu benar-benar tak
mampu tertawa lagi.
Ketika Hian-hui Koksu mendengar Kakek dihadapannya
adalah Kakek latah awet muda ia tak berani banyak berbicara
lagi.
Setelah merangkap tangannya didepan dada untuk
memberi hormat, segera serunya:
"Rupanya dewa tua yang telah datang, bila pinceng
sekalipun berbuat dosa, harap sudi dimaafkan........"
Jelas nama besar si Kakek latah awet muda telah
merontokkan nyali mereka.
Kakek latah awet muda menjadi amat girang setelah
mendengar perkataan itu, segera serunya sambil tertawa:
"Hey keledai gundul kecil, rupanya kalian juga mengetahui
akan nama besarku?"
Hian-hui Koksu segera mengerutkan dahinya karena
dipanggil keledai gundul kecil, namun diapun tak berani untuk
tidak menerimanya, terpaksa sambil tertawa getir dan
merangkap tangannya didepan dada ia berseru:
"Siapa sih manusia didunia ini yang tidak mengenali nama
besar dewa tua? Biarpun pinceng berdiam jauh diwilayah
Tibet, namun nama besar kau orang tua sudah lama kami
mendengarnya........."
"Mana, mana........" kakek latah awet muda tertawa
tergelak.
Sekali lagi Hian-hui Koksu merangkap tangannya didepan
dada memberi hormat:
"Kalau toh dewa tua masih hidup segar bugar didunia ini,
maka pinceng sekalipun akan segera balik ke Tibet, selama
kau orang tua masih hidup, kami orang-orang dari
perkumpulan Tibet tak berani melangkah masuk lagi
kedaratan Tionggoan!"
Beberapa patah kata dari Hian-hui Koksu ini kontan saja
membuat sikakek latah awet muda menjadi kegirangan
setengah mati.
Sambil mengelus jenggotnya dan menari nari kegirangan,
ia berseru sambil tertawa tergelak:
"Haaaaaahhhhh......... hhhhaaaaaaahhh.........
hhhaaaaaaaahhh......... bagus, bagus sekali! Tak nyana kalian
semua begitu tahu diri. Baiklah, seandainya kalian tidak akan
memasuki daratan Tionggoan lagi, jika aku punya waktu
senggang tentu akan kukunjungi Tibet untuk menjenguk kalian
semua........."
"Tidak berani.......... tidak berani..........." cepat cepat Hianhui
Koksu berseru agak ketakutan, "kami tak berani menerima
kunjungan kau orang tua........"
Kemudian sambil mengajak kedua orang pendeta lainnya,
cepat-cepat ia berseru lagi:
"Pinceng sekalian hendak mohon diri lebih dulu........."
"Selamat jalan, bila ada waktu aku pasti akan menjenguk
kalian.........." sahut sikakek latah awet muda sambil
mengulapkan tangannya berulang kali.
Sikap maupun gerak-geriknya persis seperti kawan lama
yang sedang berpisah.
Namun keadaan dari ketiga orang hwesio itu amat lemas,
dengan kepala tertunduk macam ayam jago yang kalah
bertarung, selangkah demi selangkah berlalu dari situ.
Sementara itu Oh Put-kui telah datang mendekati sambil
tegurnya.
"Ban tua, mengapa kau orang tua bisa muncul dilembah Yu
kok bukit Tiong-lam-san ini?"
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Kau boleh datang, masa aku tak boleh ikut datang juga?"
"Tentu saja kau boleh datang, cuma......... bukankah kau
pergi ke Kun-lun-san........."
Tidak sampai Oh Put-kui menyelesaikan perkataannya, si
kakek latah awet muda telah berteriak keras:
"Anak muda, kau bukannya tidak tahu apa yang hendak
kulakukan dalam kepergianku kebukit Kun-lun? Setelah Wi-in
sinni berada disini, buat apa aku mesti menyusulnya dibukit
Kun-lun? Kau suruh aku kesitu untuk menghirup angin barat
laut?"
"Yaaa......... betul juga, boanpwee sudah lupa akan hal
ini........" terpaksa Oh Put Kui tertawa lebar.
"Lupa? Kau bisa lupa? Hmmm, cuma setan yang bisa kau
tipu......."
"Kau orang tua memang sangat hebat, sesungguhnya
boanpwee hanya asal tanya saja."
"Anak muda, kau sungguh kurang ajar." kakek latah awet
muda pura pura marah, "begitukah caramu berbicara dengan
orang tua? Masa bertanyapun asal tanya? tampaknya kau
ingin digebuki........."
"Digebuki............" Oh Put Kui pura-pura ketakutan juga,
"waaah, tulang-tulangku bisa rontok kalau digebuki.............
oya, ada satu hal yang tidak kupahami, mengapa beritamu
begitu tajam?"
"Haaaaaahhhhh........ hhhaaaaaahhhhhh.......
hhhaaaaaaahhhhhhh....... kau harus mencoba untuk
menebaknya, darimana aku bisa tahu kalau Wi-in taysu telah
datang kemari? Jika kau tak bisa menebaknya, hati-hati
dengan gebukanku nanti............"
Mendengar perkataan tersebut Oh Put Kui segera tertawa,
padahal dia sudah dapat menebak apa sebabnya.
Sudah dapat dipastikan, pihak anggota Kay-pang lah yang
telah memberikan kabar tersebut.
Tapi pemuda tersebut tidak langsung menjurus kesitu,
sebaliknya menebak dua kali secara ngawur.
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Kakek
latah awet muda berseru keras:
"Tidak cocok, kau hanya boleh menebak tiga kali, jika
tebakanmu yang ketiga tidak benar, maka aku akan
menggebuki pantatmu sampai memar........."
Oh Put Kui pura-pura berpikir sejenak lalu serunya sambil
tertawa lebar:
"Aaah, kali ini tebakanku pasti benar."
"Coba kau utarakan!"
Sambil menuding kearah si pengemis pikun, Oh Put Kui
berseru:
"Sudah pasti Liok loko yang berhasil mendapatkan berita
tersebut........."
"Apa?" Kakek latah awet muda nampak tertegun.
"Berita ini pasti diperoleh dari mulut para anggota Kaypang........."
"Hey anak muda, tak nyana aku memang cerdik seperti
setan kecil saja............" teriak Kakek latah awet muda dengan
kening berkerut.
"Nah, bagaimana? Tepat bukan tebakan kali ini?"
Kakek latah awet muda melirik sekejap kearah pengemis
pikun, tiba-tiba dia menegur:
"Hey pengemis cilik, kau sedang bermain gila?"
Cepat cepat pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali, serunya:
"Masa kau orang tua melihat aku berani barbuat begini?"
"Betul juga," Kakek latah awet muda tertawa, "aku yakin
kau si pengemis cilik pasti tak berani berbuat begitu"
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia melotot lagi kearah
Oh Put Kui sambil serunya lebih jauh:
"Kau si anak muda, memang benar-benar licik dan banyak
akalnya, anggap saja nasibmu memang sedang baik,
gebukannya kutunda sampai dikemudian hari saja."
"Terima kasih atas kemurahan hatimu itu," Oh Put Kui
segera tertawa tergelak.
Dalam pada itu Kiau Hui-hui telah muncul kembali dari
mulut lembah tersebut.
It-ing taysu segera menarik nona tersebut untuk maju
kedepan memberi hormat.
Kakek latah awet muda memandang sekejap kearah Kiau
Hui-hui, kemudian katanya:
"Ehmmm......... budak ini mempunyai tulang tulang yang
bagus sekali untuk belajar ilmu silat!"
"Dengan pujian dari kau orang tua, dikemudian hari bocah
ini tentu akan berhasil menonjol dimata dunia." kata It-ing
taysu merendah.
"Itu sih belum tentu, apalagi nanti perempuan paling susah
untuk diduga."
"Ban tua, bagaimana kalau kau bantu bocah ini agar
berhasil?"
"Bagus sekali, baru bertemu kau sudah menyuruh aku
menjadi kerepotan." teriak Kakek latah awet muda sambil
tertawa keras.
"Tidak berani, tapi bukankah kau orang tua paling suka
membantu kaum muda agar lebih maju?"
"Hhhaaaaaahhhhh......... hhhhaaaaaaahhhhhhh.......
hhhaaaaaaahhhhhh.......... dulu memang begitu, tapi sekarang
watak dan kebiasaanku telah berubah."
"Berubah?" It-ing taysu tertegun, "kau orang tua sudah
enggan membantu kaum muda meraih kemajuan?"
Kakek latah awet muda menghela napas panjang:
"Aaaaaaiiii......... kaum muda sekarang terlalu hebat dan
pandai, bahkan sewaktu aku ingin mengajarkan ilmu silat ku
kepadanya pun ia enggan untuk mempelajarinya, oleh sebab
itu aku menjadi sedih hati dan memutuskan tak akan
membantu kaum muda lagi untuk meraih kemajuan."
Berbicara sampai disini, sepasang matanya yang melotot
besar mengawasi Oh Put Kui tanpa berkedip.
Tapi Oh Put Kui berlagak seolah-oleh tidak melihatnya, dia
hanya tersenyum-senyum biasa.
"Kau orang tua bukan lagi bergurau?" It-ing taysu bertanya
dengan keheranan.
"Siapa bilang aku bergurau? Aku tak pernah berpura,"
kakek itu menjawab sambil tertawa.
"Benarkah ada orang yang enggan mempelajari ilmu
silatmu? Jangan-jangan orang itu adalah seorang tolol yang
tak tahu urusan?"
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Oh Put
Kui sambil berseru:
"Hey anak muda, sudah kau dengar belum? Orang yang
enggan mempelajari ilmu silatku akan disebut orang tolol oleh
umat persilatan.........."
"Benarkah?" Oh Put Kui tertawa tergelak, "sayang sekali
orang itu bukan boanpwee..........."
Kakek latah awet muda benar-benar dibuat tak berdaya
oleh ulah si anak muda tersebut, terpaksa katanya kemudian
sambil tertawa:
"Anak muda, kau memang sangat pandai berpura-pura!"
"Boanpwee tidak berpura pura, sesungguhnya kau orang
tua tak pernah menyebut namaku!"
Tanya jawab yang berlangsung diantara mereka berdua ini
segera menimbulkan perasaan geli bagi It-ing taysu yang
mendengarnya.
Tampaknya orang yang dimaksudkan oleh Kakek latah
tersebut bukan lain adalah Oh Put Kui.
Berpikir sampai disini, sambil tertawa It-ing taysu segera
berkata:
"Ban tua, kau mengatakan orang yang enggan mempelajari
ilmu silatmu adalah siau sicu ini?"
"Selain dia, siapa lagi yang berani?" jawab Kakek latah
awet muda dengan gemas.
It-ing taysu segera tertawa:
"Kalau memang demikian, kau sudah sepantasnya
mendidik murid boanpwee ini hingga berhasil."
"Kenapa?" tanya Kakek latah awet muda tertegun.
Kembali It-ing taysu tertawa:
"Oh sicu bermaksud melakukan perjalanan jauh, sedang
kamipun telah berkeputusan akan memerintahkan nona Siausian
serta anak Hui untuk mendampinginya, coba kau
bayangkan, tidak seharuskah kau mendidik anak Hui agar ia
lebih berkemampuan untuk membantu Oh sicu.........?"
Kakek latah awet mdua berpikir sejenak lalu setelah
memandang wajah Kiau Hui-hui yang tersipu malu, dia
menghela napas lalu tertawa tergelak:
"Betul, aku memang harus membantunya........."
Sambil berpaling kearah Kiau Hui-hui dia berseru pula
dengan suara keras:
"Nah budak, ayoh turut aku keatas loteng akan kulihat
bagaimanakah kemampuanmu........."
"Ban tua, kau harus mencurahkan banyak tenaga untuk
bocah ini........." It-ing taysu segera menambahkan.
Selesai berkata dia lantas menarik Kiau Hui-hui dan
mengikuti dibelakang Kakek latah awet muda menuju kedalam
loteng.
Sedangkan Oh Put Kui bersama pengemis pikun tetap
berada di lapangan tersebut.
Pengemis pikun memandang sekejap keadaan cuaca, lalu
katanya sambil tertawa:
"Lote, setengah jam lagi fajar bakal menyingsing........"
-oo0dw0oo-
Menjelang tengah hari, dari balik lembah Yu Kok dibukit
Tiong-lam-san muncul tiga ekor kuda yang dilarikan kencang.
Oh Put Kui dengan membawa Nyoo Siau-sian serta Kiau
Hui-hui sedang menempuh perjalanan menuju kearah ibu
kota.
Mereka berniat untuk mengunjungi istana Sian-hong-hu
lebih dulu dan Oh Put Kui tidak menolak usul tadi.
Tentu saja dia pun teringat akan satu hal: Ingin mengengok
keadaan dari kelima orang ciangbunjin.
Tengah malam hari ketujuh, mereka telah tiba di istana
Sian-hong-hu.
Bagi Oh Put Kui, baru pertama kali ini dia berkunjung
ketempat tersebut.
Nyatanya semua perlengkapan dan bangunan dari istana
Sian-hong-hu memang sangat mengejutkan hati, pada
hakekatnya tidak kalah dari sebuah istana raja, selain itu
begitu aneka ragam manusia yang berdiam di situ, membuat
hatinya amat gelisah.
Nyoo Siau-sian bersama Kiau Hui-hui berdiam diruang
belakang.
Sedangkan Oh Put Kui ditempatkan oleh Ku Bun-wi diruang
tamu untuk beristirahat.
Terhadap kehadiran dari Oh Put Kui nyata sekali kalau
pihak istana Sian-hong hu merasa terperanjat.
Sebagaimana diketahui Ku Bun-wi pernah menderita
kekalahan ditangannya, tapi dia pun tak berani menampik
kunjungan dari Oh Put Kui, apalagi dia datang bersama putri
kesayangan majikannya.
Diluarnya mereka melayani Oh Put Kui sebagai seorang
tamu terhormat, tapi dibalik semuanya ini, kawanan jago lihay
dari istana Sian-hong-hu tersebut sama-sama mengerutkan
dahi.
Malam itu, dikala Oh Put Kui telah beristirahat, Ku Bun-wi
segera menghimpun beberapa orang jago kelas satunya untuk
mengadakan perundingan yang cukup lama di dalam kamar
rahasianya.
Beberapa orang jago lihay yang dihimpun Ku Bun-wi itu
antara lain adalah:
Nyonya petani dari Lam-wan Ku Giok-hun, Perempuan
cerdik dari ruang barat Leng Seng-luan, hakim sakti hitam
putih Pak Kun jiau, Tabib sakti Ang Yok-su.
Ditambah pula dengan seorang jagoan yang belum pernah
dijumpai Oh Put Kui sebelumnya yaitu Pak-san-ciau-sin
(Kakek penebang kayu dari bukit utara) Siang Ki-pia.
Menurut usul dari Nyonya petani dari Lam Wan Ku Giokhun,
lebih baik mereka turun tangan lebih dulu dengan cara
diam-diam mencampuri arak dan sayur yang dihidangkan
dengan racun keji.
Tapi Ang Yok-su tidak setuju, dia berkata
"Oh Put Kui mempunyai tubuh yang hebat dan kebal
terhadap aneka racun, sudah jelas tindakan main racun hanya
suatu perbuatan memukul rumput mengejutkan ular bukannya
berhasil sebaliknya malah akan meningkatkan kewaspadaan."
"Perkataan saudara Ang memang benar," dukung Ku Bunwi,
"Bocah keparat itu memang rada hebat."
"Jadi menurut pendapat saudara Ang, apakah kita harus
menyudahi begitu saja?" seru nyonya petani dari Lamwan Ku
Giok-hun sambil tertawa dingin.
"Dengan kekuatan gabungan kita semua, masa kita tak
mampu mengungguli keparat itu?" seru Ang Yok-su dengan
wajah dingin.
Hakim sakti hitam putih Pak Kun-jiau menggelengkan
kepalanya berulang kali, selanya:
"Saudara Ang, kita tak boleh berkata begitu!"
"Lantas apa yang mesti kita bilang?" tanya Ang Yok-su
sambil tertawa dingin.
Pak Kun-jiau tertawa:
"Jangan lagi tenaga gabungan kita semua belum tentu
dapat mengungguli keparat tersebut, sekalipun berhasil,
andaikata berita ini sampai tersiar keluar, apakah kita tak akan
ditertawakkan oleh umat persilatan?"
Ang Yok-su mendengus dingin:
"Hmmmm! Kalau memang takut ditertawakan orang,
mengapa tidak lebih baik gunakan otak untuk
mencelakainya?"
Ku Bun-wi tak ingin melihat anak buahnya cekcok sendiri,
cepat-cepat ia melerai sambil tertawa hambar:
"Kini majikan tak ada dirumah, saudara Nyoo juga lagi
keluar, semua persoalan ini dalam istana kebanyakan
diputuskan oleh nona Lian seorang, hanya saja...... nona
datang bersama-sama Oh Put Kui, sekalipun nona Lian
berniat membunuh Oh Put Kui pun aku rasa dia belum tentu
mau menyerempet bahaya dengan menyalahi nona..............."
"Perkataan Ku tua itu memang betul," Leng Seng-luan
dengan menyela sambil tertawa, "dalam masalah ini nona Lian
tak bakal mengunjukkan diri..."
Setelah menghela napas pelan Ku Bun-wi segera berkata:
"Menurut pendapatku, lebih baik kita tipu nya masuk
kedalam penjara kematian saja."
Kakek tukang kayu dari bukit utara Siang Ki-pia segera
berseru sambil tertawa tergelak,
"Bagus sekali, usul ini memang paling bagus."
"Saudara Siang." mendadak Ang Yok-su tertawa dingin,
"aku rasa hal ini tak mungkin bisa dilakukan."
"Apakah saudara Ang mempunyai pendapat lain?"
Dengan wajah membeku Ang Yok-su berkata lebih jauh:
"Apakah kalian lupa kalau didalam penjara kematian masih
terdapat seorang makhluk tua lain?"
"Lantas apa sangkut pautnya dengan Oh Put Kui?" tanya
Siang Ki-pia tertawa.
Ang Yok-su tertawa dingin:
"Saudara Siang, silahkan kau bertanya sendiri kepada
saudara Ku, sebetulnya Oh Put Kui itu keturunan siapa? Aku
rasa bila saudara Siang telah mengetahui hal ini tentu tak
akan menyekapnya lagi di dalam penjara kematian."
"Saudara Ku, sebenarnya keparat she Oh itu keturunan
siapa?" tanya Siang Ki-pia kemudian dengan kening berkerut.
Baru sekarang Ku Bun-wi memahami maksud dari Ang
Yok-su, mendengar pertanyaan tersebut ia segera tertawa
tergelak:
"Hhhaaaaaaahhh.......... hhhhaaaaaaaaahhhhhh...........
hhhaaaaaaaahhhhhhh.......... saudara Ang memang sangat
teliti hampir saja aku melupakan persoalan yang sangat benar
ini..."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata kepada
Siang Ki-pia:
"Oh Put Kui sesungguhnya adalah putra dari Oh Cengthian............!"
Siang Ki-pia menjadi tertegun, segera serunya:
"Jadi dia adalah putra Oh Ceng-thian? Kalau begitu...........
Lan Hong adalah ibunya?"
"Tepat sekali."
Siang Ki-pia termenung beberapa saat lamanya, kemudian
berkata lagi:
"Ehmmmmm, memang masalah ini perlu dipertimbangkan
secara baik-baik, Oh Put Kui memang tak boleh sampai tahu
tentang si makhluk tua yang berada didalam penjara kematian
tersebut, kalau tidak, sudah pasti dia akan menimbulkan
gelombang yang sangat besar ditempat ini......."
Tiba-tiba si nyonya petani dari Lam-wan Ku Giok-hun
berseru sambil tertawa dingin:
"Sudah setengah harian kita berbicara, bagaimana
pendapat kalian sekarang?"
Ku Bun-wi menggelengkan kepalanya berulang kali,
ujarnya:
"Aku sendiripun tak berhasil menemukan suatu akal yang
cocok dan bagus........"
"Kalau begitu yaa sudahlah," tiba-tiba nyonya petani dari
Lamwan Ku Giok-hun tertawa, "biar aku segera menghadap
nona Lian sambil minta petunjuk darinya."
"Bagus sekali, cara ini memang merupakan suatu tindakan
yang paling baik," kata Ang Yok-su dengan mata berkilat dan
suara dingin.
"Apakah saudara Ang setuju bila kita minta petunjuk dari
nona Lian?" tanya Ku Bun-wi kemudian dengan kening
berkerut.
"Tentu saja! Sesungguhnya dialah majikan yang
sesungguhnya dari istana ini!"
Ku Bun-wi tertawa getir.
"Kalau begitu terpaksa kita harus merepotkan nona
Lian......."
Dalam pada itu satu ingatan mendadak melintas lewat
dalam benark si Kakek pencari kayu dari bukit utara Siang Kipia,
segera katanya sambil tertawa:
"Saudara Ku, kalau begitu kita putuskan demikian saja.
Besok siang disaat saudara Ku menyelenggarakan perjamuan
untuk menyambut Oh Put Kui, aku ingin memanfaatkan
kesempatan itu untuk mencoba tenaga dalam yang
dimilikinya......."
"Saudara Siang, kuanjurkan kepadamu lebih baik jangan
kau lakukan........!" tiba-tiba Ang Yok-su berseru sambil
tertawa dingin.
"Apakah saudara Ang menganggap aku tidak mampu?"
tanya Siang Ki-pia sambil tertawa.
"Andaikata kau tak kuatir mendapat malu sudah barang
tentu lain ceritanya!"
"Aku percaya kalau saudara Ang tidak bohong, tapi aku
tetap akan mencobanya."
Ang Yok-su mendengus dingin dan tak berbicara lagi
segera melangkah keluar dari ruang rahasia.
Sementara itu nyonya petani dari Lamwan serta
perempuan cerdik dari ruang barat telah beranjak pula dari
situ.
Sambil memberi hormat Ku Bun-wi buru-buru berseru:
"Harap saudara sekalian pulang dulu untuk beristirahat,
siapa tahu kita masih akan melangsungkan pertarungan sengit
esok hari!"
Setelah berpamitan masing-masing orang pun kembali
kekamarnya untuk beristirahat.
Tapi diantaranya ada seorang Kakek ternyata tidak kembali
kekamarnya, dia justru berjalan menuju ke gedung tamu.
Lama dia berdiri disitu sambil mengawasi keadaan
disekelilingnya, sampai dia yakin kalau disekitarnya tak ada
orang yang menguntit, ia baru masuk kedalam gedung dan
mengetuk pintu kamar dari Oh Put Kui.
"Tooookkk........ toookkk........ tooookkkkk........."
Oh Put Kui yang berada dalam ruangan belum tidur waktu
itu, ia sedang duduk bersemedi mengatur pernapasan.
Begitu mendengar suara ketukan, ia segera melompat
bangun sambil menegur:
"Siapa?"
Teguran itu lirih, sebab dia mengira Nyoo Siau-sian atau
Kiau Hui hui yang telah datang mengunjunginya.
Tapi dari luar pintu segera kedengaran suara serak tua
menjawab teguran itu:
"Aku adalah si Kakek pencari kayu dari bukit utara Siang
Ki-pia..........!"
Oh Put Kui pernah mendengar tentang nama orang tua ini,
nama besarnya amat termashur diwilayah luar perbatasan.
Tapi dia tak pernah mengira akan menjumpai Kakek
tersebut didalam istana Sian-hong-hu.
Begitu pintu dibuka, dihadapannya muncul seorang Kakek
berjenggot putih yang berdandan sederhana tapi memiliki
sinar mata yang amat tajam.
Sambil mengelus jenggotnya dan tersenyum Siang Ki-pia
berkata:
"Bila kedatanganku mengganggu harap lote
memaafkan.........."
Oh Put Kui tertawa:
"Siang tua adalah seorang tokoh lihay dari luar perbatasan,
suatu keberuntungan bagiku bisa bersua muka hari ini."
Berbicara sampai disitu ia segera mempersilahkan tamunya
untuk masuk kedalam.
Setelah mengambil tempat duduk, Oh Put Kui baru berkata:
"Siang tua ada urusan apa?"
"Apakah lote telah bersua dengan Bong-ho siansu?" tanya
Siang Ki-pia sambil tertawa.
Tiba-tiba Oh Put Kui menjadi terkejut:
"Apakah Siang tua baru datang dari Shoa-tiong?"
"Tidak," Siang Ki-pia menggeleng. "Aku datang dari luar
perbatasan........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya:
"Tapi aku telah menerima surat dari Kit Bun-siu!"
Kerutan kening Oh Put Kui segera memudar, dia percaya
Siang Ki-pia adalah salah seorang dari kelompok Bong-ho
siansu, maka katanya kemudian sambil tertawa:
"Apa yang dikatakan Kit tayhiap? Apakah menyangkut pula
tentang diriku?"
"Tidak! Cuma dibilang kalau lote datang ke istana Sianhong-
hu maka ia minta kepadaku untuk membantu secara
diam-diam....... hanya sayang kekuatanku sangat
terbatas......."
Tidak sampai Siang Ki-pia menyelesaikan perkataannya,
Oh Put Kui telah mencegah:
"Siang tua tak perlu kuatir, boanpwee mampu untuk
menjaga diri........"
Siang Ki pia percaya kalau pemuda itu mampu untuk
melindungi diri sendiri, tapi dia toh masih menguatirkan juga
keselamatan jiwanya.
"Lote, kau mesti tahu istana Sian-hong-hu adalah sarang
naga gua harimau!"
"Bila kita tak memasuki sarang harimau, bagaimana
mungkin bisa memperoleh anak macan?"
Siang Ki-pia mengangguk berulang kali:
"Ehmmmm...... kegagahan lote memang sangat
mengagumkan........"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba ia bertanya lagi:
"Lote sebenarnya apakah Lei-hun-mo-kiam (pedang iblis
pencabut nyawa) adalah ayahmu?"
Rupanya dia masih menyangsikan hal tersebut sehingga
perlu pembuktian lagi.
"Betul, dia memang ayahku," Oh Put Kui segera menyahut
sambil bangkit berdiri.
Siang Ki-pia segera menghembuskan napas panjang:
"Lote, kalau begitu ibumu adalah Pek-ih ang-hud (kebutan
merah berbaju putih) Lan Hong lihiap?"
"Sejak dilahirkan belum pernah boanpwee bertemu dengan
ibuku, tapi menurut guruku, ibuku memang Lan Hong........"
Setelah mengerutkan dahinya Siang Ki-pia berkata dengan
sedih:
"Lote, kalau begitu nasibmu amat buruk."
"Jika takdir berkehendak begini, apa yang bisa kita
lakukan? Cuma........ sebelum dendam sakit hati kematian
ibuku terbalas, setiap hari boanpwee merasa tak tenang........"
"Lote, apakah kau berhasil mendapatkan titik terang
mengenai peristiwa pembunuhan terhadap ibumu itu........"
"Titik terang sama sekali tidak kutemukan......."
Sambil menghela napas Siang Ki-pia menggelengkan
kepalanya berulangkali, ujarnya kemudian.
"Terbunuhnya ibumu memang merupakan suatu peristiwa
aneh dalam dunia persilatan, kalau dengan kemampuan suhu
dan ayahmupun tak berhasil memperoleh keterangan apa-apa
tentang peristiwa ini, jelas kalau masalahnya memang bebarbenar
pelik........"
"Masalah tersebut memang merupakan beban pikiran
boanpwee selama ini........... tapi, apakah kau sudah
mengetahui dengan jelas segala sesuatunya tentang istana
Sian-hong-hu ini? Terutama watak dan perangai dari Nyoo
Seng-siu.........."
Mendadak Siang Ki-pia menggoyangkan tangannya
berulangkali mencegah Oh Put Kui berkata lebih jauh,
tukasnya:
"Lote sudah bertemu dengan Bong-ho siansu, tentunya
segala sesuatunya juga telah diketahuinya........ tapi ada satu
hal yang perlu kusampaikan kepadamu malam ini."
"Oooh, nampaknya kau orang tua memang mempunyai
suatu maksud tertentu," kata Oh Put Kui tertawa.
Siang Ki-pia tertawa:
"Lote, aku hanya menyesal kemampuan yang kumiliki
sangat terbatas........."
Setelah berhenti sejenak, mendadak bisiknya dengan suara
lirih:
"Lote, kau mempunyai seorang sanak yang terkurung
didalam penjara kematian dalam istana Sian-hong-hu ini
hampir dua puluhan tahun lamanya........."
Bergetar keras sekujur badan Oh Put Kui setelah
mendengar kabar tersebut.
Seorang sanak? Siapakah dia? Mungkinkah orang itu
adalah ibu kandungnya?"
Setelah berhasil menguasai diri, Oh Put Kui segera
bertanya kembali:
"Siang tua, siapakah sanak boanpwee itu?"
"Lote, sanak yang terkurung ditempat ini tak lain adalah
kakek luarmu............"
"Kakek luarku?" berubah paras muka Oh Put Kui setelah
mendengar hal ini.
"Betul! Dia adalah Pneg-gwan-koay-kek (jago aneh dari
Peng-goan) Lan Ciu-siu tayhiap, seorang jago yang termashur
dalam dunia persilatan dimasa lampau, saat ini dia disekap
didalam penjara kematian dalam gedung Siang hong hu ini."
Mencorong sinar kegusaran dari balik mata Oh Put Kui
segera tanyanya:
"Siang tua, dimanakah letak penjara kematian tersebut?"
"Penjara kematian konon berada didalam gedung tapi letak
yang tepat tidak kuketahui,,, bukankah kau baik sekali dengan
nona Siau-sian? Aku rasa dia tentu bersedia memberitahukan
letak tempat itu kepadamu."
"Benar, kita harus bertanya kepadanya." Oh Put Kui
manggut-manggut.
"Lote, tahukah kau sejak kedatanganmu kemari, setiap
orang yang berada didalam gedung ini sama-sama menaruh
perhatian kepadamu? Bahkan ada maksud hendak
mencelakai dirimu?"
"Boanpwee dapat melihatnya semenjak semula!"
Lalu setalah berhenti sejenak dan mencorong sinar tajam
dari balik matanya, dia melanjutkan sambil tertawa:
"Tapi kau tak usah kuatir, boanpwee tidak takut
menghadapi orang orang itu........"
Siang Ki-pia tertawa:
"Dalam hal ini aku percaya!"
"Apakah kau masih tidak percaya kepadaku dalam hal
lain?" tanya pemuda itu kemudian sambil tertawa.
"Sesungguhnya aku tidak mempunyai persoalan lain yang
membuatku tak percaya, kau harus tahu anggota gedung
Sian-hong-hu ini beraneka ragam, aku hanya kuatir tidak
mampu menghadapi sergapan-sergapan mereka."
Oh Put Kui tertawa ewa.
"Kalau aku sudah berani memasuki sarang harimau,
otomatis mempunyai juga nyali untuk membekuk sang
macan."
"Lote, keberanianmu memang sangat mengagumkan........"
Siang Ki-pia tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, diapun bangkit
memohon diri, katanya:
"Lote, sudah terlalu lama aku berada disini, untuk
menghindari segala kecurigaan orang terpaksa aku mesti
mohon diri lebih dulu. Oya, besok siang ketika
diselenggarakan pesta perjamuan, bisa jadi aku akan
mengutarakan beberapa patah kata kasar kepadamu, harap
lote bisa memaklumi keadaanku ini serta menanggapinya
secara wajar........."
"Boanpwee cukup memahami keadaan dari Siang tua.
maaf bia boanpwee tidak menghantarmu lebih jauh."
Siang Ki-pia tertawa seraya menjura, lalu menyelinap
keluar dari pintu ruangan.
Oh Put Kui menghantar sampai diluar kamar sambil
mengawasi keadaan disekeliling tempat itu, betul juga ternyata
disekitar situ tiada nampak seorang manusia pun.
Diam-diam ia tertawa geli sendiri, bila pihak Sian-hong hu
benar-benar berani mencari gara-gara dengannya maka
perbuatan tersebut keliru besar sekali.
Sambil geleng-gelengkan kepalanya dan tertawa, ia balik
kembali kedalam kamar.
Baru melangkah masuk, kembali Oh Put Kui dibuat
terperanjat.
Ternyata didalam kamarnya telah muncul kembali seorang
tamu yang tidak diundang.
Tapi dengan cepat pula Oh Put Kui tertawa lebar, agaknya
tamu tak diundang yang berada didalam kamarnya adalah
seseorang yang sudah dikenal olehnya.
"Lote, kau tidak menyangka bukan!" tamu tak diundang itu
tertawa secara aneh.
"Liok loko, setelah kau muncul disini, aku yakin Ban tua pun
pasti berada pula di sini!" seru Oh Put Kui kemudian sambil
tertawa.
Ternyata orang yang baru muncul adalah si pengemis
pikun.
Pengemis pikun segera tertawa:
"Jika tak ada Ban tua, masa aku si pengemis bernyali
begini besar? lagipula biar aku bernyali cukup besar, belum
tentu bisa masuk kedalam gedung Sian-hong-hu ini!"
"Mana Ban tua?" tanya si anak muda itu kemudian.
"Dia orang tua sudah pergi tidur."
"Pergi tidur?" Dimana?"
"Tentu saja didalam gedung Sian-hong-hu ini, tuh dia,
dikamar sebelah!"
Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya, dia segera
tertawa:
@oodwoo@
Jilid ke : 35
"Tak aneh kalau engkoh tua bisa memasuki kamarku tanpa
menimbulkan sedikit suarapun....... rupanya kau serta Ban tua
telah mengangkangi kamar sebelah lebih dahulu......."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa kembali
ia berkata:
"Engkoh tua, ayoh ajak aku menjumpai Ban tua!"
"Tidak usah," tampik pengemis pikun sambil menggeleng
"Ban tua telah berpesan, semua persoalan dibicarakan besok
malam."
"Engkoh tua, tahukah kau bahwa persoalan yang kuhadapi
ini adalah suatu persoalan yang amat gawat?"
"Apakah menyangkut soal gwakong mu?" tanya sipengemis
pikun sambil tertawa menggelak.
"Betul, apakah tidak gawat masalah tersebut?"
"Ban tua menyuruh aku kemari tak lain hendak
memberitahukan kepadamu agar jangan terlalu kelewat
gelisah dan cemas menghadapi persoalan tersebut, sebab
hingga sekarang kita belum mengetahui letak penjara
kematian yang sesungguhnya, apabila bertindak kelewat
gegabah sehingga "memukul rumput mengejutkan ular" bisa
jadi keselamatan jiwa kakek Lan akan terancam bahaya. Lote
nampaknya kau mesti menyelidiki letaknya lebih dulu besok."
Oh Put Kui termenung sejenak, lalu sahutnya:
"Baiklah, besok apakah Liok loko dan Ban tua tetap
bersembunyi didalam kamar itu ?"
Pemuda itu yakin kedua orang rekannya pasti masuk
dengan jalan menerobos, dengan demikian tiada leluasa bagi
mereka untuk bergerak disiang hari.
Mendengar ucapan mana Pengemis Pikun menyahut
seraya tertawa:
"Tidak! Besok kita bersua muka dalam perjamuan
tersebut!"
"Jadi kalian akan munculkan diri secara terang-terangan?"
tanya pemuda itu tertegun.
Pengemis Pikun tertawa:
"Ban tua bilang dia punya cara yang baik untuk
menghadapi persoalan tersebut......."
Oh Put Kui berpikir sejenak, lalu katanya:
"Kalau begitu besok pagi aku harus mencari kabar lebih
dulu dari mulut Nyoo Sian-sian!"
"Lote, kau telah bersua muka dengan Lian Peng?" tanya
pengemis pikun sambil tertawa.
"Gundik Nyoo Thian-wi maksudmu? Belum, aku belum
bersua dengannya....."
"Bisa jadi kau akan bersua dengannya besok!"
"Engkoh tua, mengapa kau singgung tentang dia?" tanya
Oh Put Kui dengan perasaan tidak mengerti.
"Dialah orang paling berkuasa didalam gedung Sian hong
hu ini dan hak membunuh berada pula ditangannya, maka lote
mesti berhati hati menghadapinya bila berjumpa dengannya
besok!"
"Selamanya aku tak suka bermanis muka dengan kaum
wanita!" seru Oh Put Kui sambil menggeleng.
"Lote, kali ini kau tak boleh kelewat mengikuti suara hatimu!
Bila kau tidak menghadapinya secara hati-hati, bisa jadi Nyoo
Siau-sian serta Kiau Hui-hui pun tidak dapat meninggalkan
gedung sian hong-hu ini untuk selamanya........"
Oh Put Kui benar-benar merasa terperanjat setelah
mendengar perkataan itu, tapi dengan ucapan mana dia sadar
pula akan gawatnya persoalan yang sedang dihadapi.
"Baik" katanya kemudian sambil tertawa, "akan kujumpai
dengannya dalam kedudukan seorang angkatan muda!"
"Dalam soal tingkat kedudukan sih bukan masalah." ujar
pengemis pikun sambil tertawa, "yyang penting adalah jangan
kau perlihatkan sikap angkuhmu itu......."
Setelah berhenti sejenak dan menguap besar-besar,
pengemis itu menggelengkan kepalanya sambil
menambahkan:
"Lote, setelah mengusikmu setengah malaman aku jadi
mengantuk sekarang, aku pergi tidur lebih dulu."
"Loko, beristirahatlah disini, toh aku juga tak ingin tidur
cepat-cepat."
Sambil menggelengkan kepalanya ppengemis pikun
membuka pintu seraya berbisik lagi :
"Lote, semua alat rahasia yang berada didalam gedung
tamu agung ini telah dirusak Ban tua secara diam-diam, itulah
sebabnya kedatangan Siang Ki-pia tadi tak sampai ketahuan
orang, kalau tidak, bisa jadi Siang loji yang lama berdiam
diluar perbatasan itu sudah dijebloskan kedalam penjara
kematian sekarang !"
Mendengar ucapan mana Oh Put Kui baru menjadi sadar.
Dia menjadi geli sendiri, disangkanya pihak sian hong-hu
bertindak kelewat berani.
ooo0dw0oooo
Fajar belum lama menyingsing.
Baru saja Oh Put Kui bangun dari tidurnya, pintu kamar
telah digedor orang dengan keras.
Ternyata Nyo Siau-sian telah muncuk didepan pintu
dengan senyum di kulum.
Baru Oh Put Kui membuka pintu, si nona langsung berkata
sambil tertawa merdu, "Apakah tidurmu nyenyak semalam?"
"Dalam istana semegah ini, tentu saja tidurku amat
nyenyak...."
Setelah berhenti sejenak, tambahnya , "Tapi... ada urusan
apa pagi-pagi begini Sumoay sudah muncul dikamarku?"
Sambil tertawa cekikikan sahut Nyo Siau-sian, "Coba tebak,
ada urusan apa pagi-pagi aku telah muncul disini?"
Oh Put-Kui menggeleng kepala, "Darimana aku tahu?"
"Bibi Lian mengundangmu untuk sarapan bersama"
"Bibi Lian?"
"Betul, Bibi Lian, orang menyebutnya Lian Peng"
Oh Put Kui agak tertegun, cepat pikirnya, " Belum lagi ku
temuan cara untuk menjumpai orang ini, ternyata dia telah
mengundangku lebih dulu."
Buru-buru sahutnya "Ah, ternyata bibimu begitu
menghormati aku hingga menyempatkan diri mengundangku
sarapan bersama."
"Sudah, tak usah biara sungkan-sungkan lagi, ayo cepat
kita berangkat kesana."
Selesai membenarkan letak pakaiannya, berangkatlah Oh
Put Kui mengikut dibelakang Nyo Siau Sian menuju ke sebuah
ruangan yang sangat indah.
Baru melangkah masuk, tampak seorang wanita setengah
umur berparas cantik, didampingi Kiau Hui=hui telah
menyambut kedatangannya dengna senyum dikulum.
Cepat Oh Put-Kui maju menghampiri dan ujarnya sambil
menjura, "Bibi Lian, salam hormatku untukmu."
Wanita cantik itu memandang Oh Put Kui sekejap,
kemudian sapanya, "Apakah kau adalah Oh-Kongcu? Murid
Tay-gi Siansu?"
"Benar, bibi Lian terlalu memuji, aku merasa tidak enak
karena bibi harus menyiapkan sarapan untukku."
"Kongcu, perjamuan pun telah dipersiapkan, harap kau tak
usah menampik lagi," kata Lian Peng tertawa.
Oh Put Kui juga tahu bahwa hal ini tak mungkin bisa
ditampik, maka ujarnya kemudian sambil tersenyum:
"Kalau memang begitu terpaksa aku akan merepotkan bibi
Lian saja..........."
Lian Peng tertawa sejenak kemudian diapun berkata lagi:
"Oh kongcu, baik-baikkah gurumu?"
"Suhu selalu berada dalam keadaan sehat wal'afiat tanpa
kekurangan suatu apa pun."
Tiba-tiba Lian Peng menghela napas panjang, kemudian
katanya:
"Aaaai...... suhumu selalu mengembara didalam dunia
persilatan dengan kebesaran jiwanya, tempo hari akupun
pernah memperoleh banyak petunjuk darinya, meski dua
puluh tahun telah lewat, namun bila teringat kembali, sungguh
membuat hati orang menjadi rindu dan mengingatnya
kembali......."
"Jadi bibi Lian pernah bersua dengan guruku dulu?" tanya
Oh Put Kui dengan hormat.
"Benar, sudah bertemu tiga kali......" sahut bibi Lian sambil
tertawa.
SEtelah berhenti sejenah, tiba-tiba dia berpaling kearah
Nyoo Siau-sian sambil menambahkan:
"Anak Sian, mana sarapannya ?"
Mendengar pertanyaan itu Nyoo Siau-sian segera tertawa
merdu:
"Bibi, aku telah lupa.........."
Lian Peng segera tertawa cekikikan:
"Kalau begitu cepat suruh mereka hantar kemari, Oh
Kongcu tentu sudah merasa lapar !"
Oh Put Kui yang melihat kesemuanya ini ikut tertawa geli,
pikirnya:
"Adik Sian memang polos dan lucu, masa hal sarapan pun
sampai dilupakan olehnya...... sungguh kebangetan!"
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian telah menyahut dan
meninggalkan tempat tersebut.
Cepat-cepat Oh Put Kui berseru:
"Tidak usah adik Sian, aku belum lapar."
"Kau tidak lapar, apakah kamipun tidak lapar ?" kata Nyoo
Siau-sian sambil tertawa.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, tahu-tahu
bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan.
Lian-peng yang menjumpai hal ini segera berkata lagi
sambil tertawa:
"Oh Kongcu, anak Sian memang sudah terbiasa hidup di
manja, harap kau jangan menertawakan!"
"Aaaaahh, anak Sian memang polos dan lincah, dia
merupakan perempuan sejati yang mengagumkan."
Sementara itu Kiau Hui-hui turut berkata pula sambil
tertawa !
"Bibi Lian, adik Sian toh masih kecil......."
"Yaa, kesemuanya ini gara-gara aku dan mendiang
suamiku kelewat memanjakan dirinya......"
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian telah muncul kembali
diiringi para dayang yang membawa hidangan sarapan.
"Toako, cepat bersantap!" serunya kemudian.
Sementara itu Lian Peng juga telah bangkit berdiri sambil
mempersilahkan tamunya duduk.
Setelah mengucapkan terima kasih, Oh Put Kui mengambil
semangkuk bubur sambil bersantap.
Dalam sarapan itu, Lian Peng pun bertanya lagi seraya
tertawa:
"Oh kongcu, sebenarnya ada urusan apa kau datang ke ibu
kota kali ini ?"
"Disamping datang menyambangi bibi Lian, sesungguhnya
aku masih mempunyai suatu persoalan kecil."
"Persoalan apakah itu?"
"Aku ingin sekali menyelidiki nasib seseorang."
"Ooooh, orang yang sedang dicari Oh Kongcu sudah tentu
seorang pendekar besar dalam dunia persilatan bukan?"
"Betul........"
Mendadak ia menyaksikan paras muka Nyoo Siau-sian
serta Kiau Hui-hui berubah hebat, karenanya diapun segera
mengurungkan kembali kata-kata yang hendak diutarakan.
Oh Put Kui mengerti, berubahnya paras muka kedua orang
gadis itu karena mereka kuatir bila dia mengemukakan nama
dari raja setan penggetar langit Wi Thian-yang yang
sesungguhnya sedang mereka cari sehingga menimbulkan
sikap permusuhan dari Lian Peng.
Tapi dia sendiri tetap bersikap tenang seolah-olah tak
pernah terjadi sesuatu apapun, karena dia mengerti bahwa
orang yang hendak dikemukakan sesungguhnya bukan Wi
Thian-yang.
Sementara itu bibi Lian telah menanggapi dengan cepat:
"Oh Kongcu, siapa sih yang sedang kau cari?"
"The Tay-hong!" tiba-tiba Oh Put Kui menyahut sambil
tertawa hambar.
Begitu nama tersebut diungkap, kedua orang gadis itupun
menghembuskan napas lega.
Lian Peng nampak agak tertegun, lama kemudian ia baru
berkata sambil tertawa:
"Bukankah The Tay-hong adalah salah seorang diantara
empat pengawal pedang dari si Raja setan penggetar langit
Wi Thian-yang dimasa lampau? Aku dengar orang itu sudah
lama meninggal dunia!"
Oh Put Kui sudah melihat perubahan sikap dari Lian-Peng,
tapi ia tetap berlagak seolah-olah tidak tahu, segera ujarnya
lagi sambil tertawa:
"Bibi Lian, The Tay-hong belum mati."
"Benarkah begitu?" bibi Lian terperanjat, "aaaaii, aku
memang sudah kelewat lama berdiam digedung ini, sehingga
urusan dunia persilatan tidak banyak yang kudengar."
Kembali Oh Put Kui tertawa seraya menambahkan:
"Bukan saja The Tay-hong belum mati, bahkan keempat
pengawal pedang dari siraja setan penggetar langit Wi Thianyang
pun telah munculkan diri semua dari dunia persilatan!"
"Oya......?" penampilan wajah Lian-peng kali ini nampak
amat bersungguh-sungguh.
oooooooooo0dw0oooooooooo
Lama kemudian perempuan itu baru berkata lagi:
"Apakah Oh Kongcu telah bertemu dengan mereka?"
Meskipun merasa geli, Oh Put Kui manggut-manggut juga:
"Yaaa tentu saja, aku telah bertemu muka dengan mereka
semua !"
Lian Peng kembali tertawa:
"Ada urusan apa kongcu mencari The Tay-hong?"
"Ooooh sesungguhnya aku hanya mendapat titipan saja
dari seseorang untuk menyampaikan sebuah pesan!"
Jawaban dari anak muda tersebut benar-benar diluar
dugaan bibi Lian.
Menurut apa yang diketahuinya, kedatangan Oh Put Kui
mencari The Tay-hong seharusnya bukan dikarenakan
persoalan tersebut.
"Oh Kongcu kau mendapat titipan dari siapa sih?" tanyanya
kemudian.
"Dia adalah seorang gembong iblis yang cukup termashur
namanya didalam dunia persilatan, Siau Hian!"
"Siau Hian? Kau maksudkan kakek penggetar langit?" Lianpeng
benar-benar merasa terperanjat.
"Betul, memang dialah orangnya !"
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian menyela:
"Toako, mengapa kau bisa berhubungan dengan gembong
iblis tersebut? Manusia itu tidak gampang untuk dihadapi."
Oh Put Kui segera tertawa:
"Kalau tidak bertarung tentu tidak saling berkenalan, mujur
sekali aku dapat menaklukkan gembong iblis ini dengan ilmu
silatku, maka setelah kekalahannya ini ternyata si iblis
tersebut malahan bersahabat denganku."
Beberapa patah kata ini diutarakan oleh pemuda tersebut
secara ringan dan santai.
Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui tidak merasa terlalu
kaget oleh perkataan semacam ini, sebab mereka tahu kalau
ilmu silat yang dimiliki Oh toakonya memang sangat tangguh
dan jarang ada yang sanggup menghadapinya.
Tapi bagi Lian-peng benar-benar merupakan suatu berita
yang sangat mengagetkan, paras mukanya sampai berubah
hebat.
Bocah muda ini berhasil mengalahkan si kakek penggetar
langit yang amat termashur itu?
Seandainya apa yang dikatakan benar, bukankah pemuda
ini merupakan bibit bencana yang terbesar bagi pihaknya?
Pelbagai ingatan jahat dan keji segera bermunculan
didalam benaknya.
Tapi dia segera teringat kembali dengan Nyoo Siausian......
Satu-satunya hadangan terbesar adalah bila Nyoo
Siau-sian turut campur didalam persoalan ini, jangan lagi dia,
bahkan ayah Siau-sianpun tak akan berani menentang
kemauan dari gadis tersebut.
Karena itulah dia tak berani berpikir lebih jauh.
"Tak nyana Oh Kongcu mampu mengalahkan kakek
penggetar langit Siau Hian, kejadian ini sungguh membuat aku
merasa kaget bercampur kagum........" katanya kemudian.
Kemudian Oh Put-kui tertawa:
"Aaaah, padahal kemenangan tersebut berhasil kuraih
secara kebetulan saja, harap bibi Lian jangan
menertawakan..........."
"Masa aku akan mentertawakan? Untuk mengagumi saja
tak sempat.............."
Sesudah berhenti sejenak, dia berkata kepada Nyoo Siausian:
"Anak Sian, sebentar ajaklah Kiau titli serta Oh Kongcu
untuk berjalan-jalan mengitari gedung kita ini........"
"Bibi, aku memang ingin mohon ijin kepadamu." seru Nyoo
Siau-sian tertawa.
Sambil tersenyum Lian Peng berkata lagi kepada Oh Put
Kui:
"Oh kongcu, sayang aku masih ada urusan sehingga tak
dapat menemani kongcu lebih lama lagi........"
Ia bangkit berdiri dan memberi hormat kepada Oh Put Kui,
kemudian beranjak dari ruangan tersebut.
Oh Put Kui segera bangkit berdiri untuk mengantar
kepergiannya, padahal dihati kecilnya dia tahu Lian-peng
bukannya ada urusan lain yang hendak dilakukan, sebaliknya
karena dibuat kaget oleh perkataannya barusan.
Perempuan itu tentu akan mengumpulkan para jagonya
untuk berunding serta menyusun rencana bagaimana caranya
menghadapinya nanti.
Dalam hati kecilnya pemuda itu tertawa geli, pikirnya:
"Hmm, usahamu itu bakal sia-sia belaka."
Dalam pada itu Nyoo Siau-sian kelihatan gembira sekali,
katanya sambil tertawa merdu:
"Toako, apakah kau sudah kenyang?"
"Yaa, sudah kenyang!"
"Kalau begitu mari kita berangkat."
"Kemana?" tanya pemuda itu sambil tertawa, "sebetulnya
berapa besar sih gedung sian-hong-hu ini? Adik Siau, apakah
kau mengetahui semua bagian yang berada disini?"
Jelas terlihat kalau dibalik perkataan tersebut mengandung
suatu maksud tertentu.
Nyoo Siau-sian segera tertawa:
"Ini kan rumahku sendiri, masa ada bagian yang tidak
kuketahui......?"
Oh Put Kui tertawa hambar, dia segera bangkit berdiri dan
berjalan menuju keluar.
Sambil berjalan kembali katanya sambil tertawa:
"Aaaaah, belum tentu demikian. Adik Sian, gedung sianhong-
hu terdiri dari ratusan buah bangunan, aku tak percaya
kalau setiap tempat pernah kau kunjungi!"
Nyoo Siau-sian yang menyusul keluar sambil bergendong
tangan dengan Kiau Hui-hui segera berseru kembali sambil
tertawa:
"Toako, bagaimana pun juga aku kan jauh lebih mengerti
dari pada dirimu!"
Tiba-tiba dia memburu kedepan seraya berseru pula:
"Mari, biar aku menjadi petunjuk jalan bagimu!"
"Baiklah, kita akan kemana lebih dulu?" tanya Oh Put Kui
sambil tertawa.
"Kebun cay-hong-wan!"
"Suatu nama kebun yang amat artistik, aku yakin
pemandangan disitu pasti indah sekali!" seru Oh Put Kui
sambil bertepuk tangan.
"Asal kau sdah kunjungi nanti, tentu akan kau pahami
dengan sendirinya........"
"Toako," Kiau Hui-hui yang berada disisinya segera
menyela sambil tertawa, " kebun Cay-hong-wan betul betul
merupakan sebuah tempat yang indah menawan......"
"Ehmmmm, aku percaya........," Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah
mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai
pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan
sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna-warni, bangunan
gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebut diantara kolam
kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan
rimbun dengan pepohonan Cay-hong-wan betul-betul
merupakan sebuah tempat yang indah menawan........"
"Ehmmm, aku percaya........." Oh Put Kui tertawa.
Sambil berbincang-bincang sambil berjalan, sampailah
mereka disebuah pintu berbentuk rembulan.
Oh Put Kui mencoba untuk memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, jaraknya dari ruang belakang sampai
pintu berbentuk rembulan ini mencapai empat puluhan kaki.
Dibelakang pintu berbentuk rembulan itu merupakan
sebuah kebun yang amat luas.
Diantara aneka bunga yang berwarna warni, bangunan
gardu, loteng dan gunung-gunungan tersebar diantara kolam
kecil dengan bunga teratai yang sedang mekar, keadaan
rimbun dengan pepohonan, sejuk hawanya dan benar-benar
merupakan suatu tempat yang amat menawan hati.........
"Ehmmmm, sebuah tempat peristirahatan yang
menyenangkan !" puji Oh Put Kui kemudian dengan suara
kagum.
Kiau Hui-hui tertawa, katanya pula :
"Toako memang seorang yang luar biasa, begitu melihat
tempat yang berpemandangan indah, pikirannya langsung
terbayang akan tempat peristirahatan yang nyaman......."
"Yaaaa, mungkin tak ada orang kedua yang dapat
menandingi Oh Toako......." sambung Nyoo Siau-sian pula
sambil tertawa.
Sementara berbicara, mereka tiba dibawah sederetan
pepohonan bambu yang rindang.
Diantara tumbuhan bambu tersebut, terpancang sebuah
papan nama besar yang bertuliskan :
"Cay Hong Wan"
"Adik Sian, tulisan pada papan bambu itu tentu hasil tulisan
dari seorang sastrawan kenamaan !" Oh Put Kui segera
berkata sambil tertawa.
"Yaa, ketiga huruf itu merupakan hasil karya dari si jago
berbaju putih Ibun Han !"
"Ehmmm, tulisan seorang seniman kenamaan memang lain
dari pada yang lain........"
Dalam perbincangan, mereka bersama-sama memasuki
kebun itu.
Dibawah petunjuk dan keterangan dari Siau-sian, Oh Put
Kui segera menjumpai kalau kebun Cay-hong-wan ini
memang memiliki keistimewaan yang tersendiri, setiap batu,
setiap pohon seakan-akan diatur secara cermat dengan
perhitungan yang matang.
Tapi disaat mereka sudah memasuki gardu Cui-sim-teng
ditengah-tengah pohon bambu dalam kebun cay-hong-wan
tersebut, secara diam-diam Oh Put Kui merasa terperanjat.
Sebab dengan cepat dia menemukan kalau didalam kebun
tersebut telah diatur pula semacam ilmu barisan yang sangat
hebat.
Untuk beberapa saat lamanya ia belum dapat mengenali
barisan apakah itu, maka sambil mendengarkan penjelasan
dari Nyoo Siau-sian tentang keindahan kebun tersebut, sorot
matanya yang tajam dan jeli tiada hentinya mengamati
keadaan disekeliling tempat tersebut.
Akhirnya pandangan matanya terhenti pada sebuah loteng
kecil disebelah barat sana.
Dengan cepat Nyoo Siau-sian telah menjumpai ketidak
tenangan Oh Put Kui, sambil tertawa ia segera menegur:
"Toako, apa sih yang sedang kau lakukan ?"
"Aku sedang memperhatikan loteng itu !" sahut sang
pemuda sambil tertawa.
"Ooooohh, itu adalah loteng Seng-sim-lo !"
"Ada orang yang berdiam disitu ?" tanya sang pemuda
sambil tertawa.
"Didalam kebun Cay-hong-wan ini hanya dibangun loteng
tersebut ada penghuninya, tapi sekarang sudah tiada orang
yang berdiam disitu..... sebab..... sebab......."
Tiba tiba wajahnya menjadi murung, sedih dan tak sanggup
melanjutkan kembali kata katanya.
Kiau Hui-hui yang menyaksikan hal ini, segera menegur
dengan kening berkerut :
"Adik Sian, mengapa kau ?"
"Adik Sian, persoalan apa sih yang membuat kau tidak
gembira secara tiba-tiba ?" seru Oh Put Kui pula.
Sambil menyeka air matanya kata Nyoo Siau-sian:
"Toako, loteng Seng-sim-lo ini merupakan kamar baca dari
ayahku........."
"Ooooohhhhhhh......" baru sekarang Oh Put Kui paham, tak
aneh kalau dia bersedih hati, "adik Sian, bagaimana kalau kita
berkunjung kesitu......?"
"Boleh saja kita kesitu bila toako ingin melihatnya......" kata
Nyoo Siau-sian sedih.
SEtelah berhenti sejenak, tiba-tiba ia melanjutkan sambil
menahan isak tangisnya :
"Semestinya engkohku yang harus pindah kedalam loteng
ini, tapi entah mengapa ternyata ia menolak keras keras untuk
pindah kemari......."
"Mungkin saudara Nyoo menganggap tempat ini terlampau
sepi dan terpencil !" kata Oh Put Kui.
"Benar, engkohku memang sangat tak becus...... coba
kalau bibi Lian tidak melarang, sejak dulu aku sudah pindah
kesitu.........."
Ketika mendengar perkataan itu, satu ingatan segera
melintas didalam benak Oh Put Kui.
Apa sebabnya Lian Peng melarang Nyoo Siau-sian pindah
keloteng itu?
Mungkin dibalik semuanya ini masih tersimpan sesuatu
rahasia lain?
"Mari berangkat, kita harus melihat-lihat kesana...... tapi
adik Sian mesti menyanggupi dulu suatu permintaanku, asal
kau sudah menyetujui baru aku bersedia pula berpesiar
kesana......"
"Urusan apa sih? Silahkan toako mengutarakannya," seru
Nyoo Siau-sian dengan wajah tertegun.
"Setelah masuk kedalam loteng itu, adik Sian tak boleh
menangis lagi bila melihat barang-barang yang berada
disitu......."
"Betul, adik Sian harus menyetujui permintaan ini !" dukung
Kiau Hui-hui pula.
Nyoo Siau-sian manggut-manggut:
"Baik, aku berjanji........"
Biar begitu dia toh tidak tahan melelehkan kembali air
matanya.
"Adik Sian, kita tak usah kesitu!" pemuda itu segera
menggelengkan kepalanya.
"Mengapa ?"
"Sebab kau tentu akan menangis...... oleh sebab itu lebih
baik kita tak usah kesana !"
"Toako, aku tak akan menangis, aku segera tertawa !"
cepat-cepat Nyoo Siau-sian gelengkan kepalanya sambil
memperlihatkan sekulum senyumannya.
Ia benar-benar tertawa, demi lelaki yang dicintai ini tentu
saja dia harus tertawa, hanya saja tertawanya ini kelihatan
begitu mengenaskan.
Iba juga Oh Put Kui menyaksikan kejadian ini, tapi ia sadar,
persoalan yang lebih mengibakan hati masih berada
dikemudian hari.
Sebab sesungguhnya Wi Thian-yang tidak mati.
Bukankah tangisan dari Nyoo Siau-sian saat ini sebenarnya
hanya suatu perbuatan yang sama sekali tak berguna ?
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa lagi Oh Put Kui berkata
sambil tertawa.
"Adik Sian, aku ingin cepat-cepat menyaksikan kamar baca
dari Nyoo tua....... ayoh kita segera berangkat !"
Ucapan ini tiba-tiba saja membuat Nyoo Siau-sian teringat
kembali dengan apa yang pernah dikatakan olehnya, bahwa
Nyoo Thian-wi sebenarnya tak ada.
Untuk berapa saat lamanya ia menjadi tertegun dan sempat
lama sekali tak mampu melangkah setindakpun.
"Adik Sian, mengapa kau ?" Oh Put Kui segera menegur
dengan wajah tertegun.
"Toako, apakah yang pernah kau ucapkan itu betul?" tanya
Nyoo Siau-sian dengan kening berkerut.
Suatu pertanyaan yang diajukan tanpa ujung pangkalnya.
"Apanya sih yang betul ?" tanya pemuda itu kemudian
sambil tertawa.
"Wi Thian-yang sesungguhnya adalah ayahku..............."
Dengan perasaan terkejut Oh Put-kui segera berseru.
"Adik Sian, lebih baik persoalan ini dibicarakan lagi setelah
bertemu dengan Wi Thian-yang besok !"
Padahal urusan yang paling dikuatirkan Kiau Hui-hui
selama ini adalah masalah tersebut, justru keikut sertanya ke
ibu kota tak lain karena kuatir Nyoo Siau-sian tak sanggup
menerima pukulan batin yang sangat besar ini.
Dalam keadaan demikian mau tak mau dia harus berbicara
pula, segera katanya:
"Adik Sian, kemungkinan besar Oh toako mempunyai
tujuan yang mendalam tentang keinginannya meninjau loteng
tersebut, kau jangan mengusik konsentrasi Oh toako lebih
dulu dengan persoalan lain."
Dengan kening berkerut Nyoo Siau-sian segera menghela
napas panjang:
"Aaaaaii...... enci Kiau, aku........ aaaaiii.......!"
Ia tak sanggup lagi untuk melanjutkan perkataannya.
Siapapun yang menghadapi persoalan semacam ini tentu
akan dibuat bingung juga seperti halnya dengan gadis itu.
Dengan suara lirih Kiau Hui-hui segera menghibur:
"Adik Sian, segala sesuatunya lebih baik dibicarakan lagi
bila sudah diperoleh bukti yang jelas........"
Lalu tanpa menunggu Nyoo Siau-sian berbicara lagi, Kiau
Hui-hui segera menariknya menuju ke loteng Seng-sim-loo.
Kepada Oh Put Kui serunya tiba-tiba sambil tertawa:
"Toako, mulai sekarang kita hanya akan membicarakan
soal pemandangan alam tanpa menyinggung masalah lain,
kau setuju bukan?"
"Tentu saja !" sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Bangunan loteng Seng-sim-lo mempunyai perabot yang
sangat megah dan mewah.
Bagian bawah bangunan itu merupakan sebuah ruang
tamu kecil.
Sedangkan bagian atasnya merupakan sebuah ruang baca.
Ketika Nyoo Siau-sian membuka semua jendela diempat
penjuru bangunan loteng itu, pemandangan di kebun Cayhong-
wanpun segera terlihat semua dengan jelas.
"Betul-betul sebuah tempat kediaman yang indah !" Oh-putkui
menghela napas pelan.
Waktu itu Nyoo Siau-sian sedang mengambil sejilid kitab
yang penuh berdebu, mendengar pujian ini segera katanya
sambil tertawa:
"Toako, apa lagi yang sedang kau lamunkan..............?"
Kiau Hui-hui yang bersandar dijendala segera menanggapi
pula dengan cepat:
"Adik Sian, pemandangan alam yang terbentang didepan
mata memang sungguh merupakan suatu pemandangan yang
menawan."
"Bila kalian senang, bagaimana kalau kita bertiga berdiam
bersama-sama disini ?" usul Nyoo Siau-sian tiba-tiba sambil
tertawa.
Merah padam selembar wajah Kiau Hui-hui setelah
mendengar perkataan tersebut, sebaliknya Oh Put Kui
malahan tertawa terbahak-bahak karena geli..
Sementara itu, Nyoo Siau-sian yang tidak mendengar
jawaban dari mereka segera berpaling dengan wajah
tercengang, serunya:
"Toako, salahkah perkataanku itu?"
"Adik Sian, kau benar benar telah salah berbicara," ujar Oh
Put Kui sambil tertawa.
Sesudah ragu sejenak, kembali dia berkata :
"Mungkinkah bagi kita bertiga untuk berdiam bersamasama
ditempat ini ?"
Sebenarnya dia ingin menjelaskan sebagai lelaki dan
perempuan, bagaiman mungkin mereka bisa tinggal bersama?
Tapi diapun tahu bahwa Nyoo Siau-sian tidak mempunyai
maksud lain dibalik perkataannya itu, bila ia sampai berkata
demikian, bukankah hal tersebut malah menunjukkan ketidak
jujuran?
Mungkin NYoo Siau-sian telah memahami pula arti
sebenarnya dari perkataan tersebut, mendadak paras
mukanya berubah menjadi merah padam, dengan setengah
tergagap ia berseru:
"Toako, aku..........."
Untuk menutupi rasa malu dari kedua orang nona itu, cepat
cepat Oh Put Kui mengalihkan pembicaraan kesoal lain, tiba
tiba dia bertanya:
"Adik Sian, buku apa sih yang berada ditanganmu ?"
Dengan perasaan berterima kasih Nyoo Siau-sian
memandang sekejap kearah Oh Put Kui, lalu menyahut :
"Ooooohh, sejilid kitab tulisan mendiang ayahku........"
"Apakah menyangkut soal ilmu silat?" tanya sang pemuda
itu lagi sambil tertawa.
"Aku sendiripun tidak mengerti, sepertinya memang begitu,
tapi seperti juga tidak ?"
Sejak memasuki bangunan loteng Seng-sim-lo tersebut, Oh
Put Kui sudah menaruh rasa keheranan.
Sebab didalam bangunan loteng ini sama sekali tidak
terlihat jejak sesuatu yang menandakan bahwa penghuninya
berilmu silat.
Bahkan pedang yang biasanya digantung sebagai hiasan
pun sama sekali tidak dijumpai didalam bangunan tersebut.
Itulah sebabnya begitu Nyoo Siau-sian selesai berkata, ia
segera maju menghampirinya sambil berseru:
"Adik Sian, bolehkah pinjamkan sebentar kepadaku?"
"Toako, apakah kau memahami isinya?" kata Nyoo Siausian
sambil tertawa.
Seraya berkata ia sodorkan kitab tersebut kedepan.
Oh Put Kui menyambut lalu membuka buka halaman
pertama, tapi tiba-tiba saja dia berkerut kening.
Ternyata kitab itu berisikan tulisan yang syair bukan syair,
dibilang catatan ilmu silatpun bukan.
Pada halaman pertama hanya tercantum beberapa huruf
yang berbunyi:
"Rumput dan pepohonan bertumbuh subur.
Kekalutan dan kemurungan susah dihilangkan dari tubuh"
Sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Oh Put Kui
membalik pada halaman yang kedua, disitu tercantum katakata
yang berbunyi begini:
"Bukit nan tinggi menjulang keangkasa !
Dewa turun dari kahyangan.
Duduk ditahta penuh dengan keanggunan...."
Oh Put Kui mengerutkan dahi semakin kencang.
Menyusul kemudian pada halaman ketiga dan keempatpun
merupakan petilan dari syair syair kenamaan.
Kalau dibilang Nyoo Siau-sian tidak memahami isi dari kitab
tersebut hal tersebut bukan suatu yang aneh.
Sebab dia sendiripun dibuat pusing dan tak habis mengerti
menyaksikan kesemuanya itu.
Dengan gerakan cepat Oh Put Kui membalik pada halaman
kelima dan seterusnya tapi isinya hampir semuanya
merupakan petilan dari pelbagai syair.
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian menegur sambil tertawa:
"Toako, apakah kau telah berhasil menyaksikan sesuatu?"
Oh Put Kui menggeleng:
"Tampaknya isi buku ini bukan catatan ilmu silat........"
Mendadak perkataannya terhenti sampai ditengah jalan.
Pada halaman terakhir dari tulisan tersebut, ada berapa
patah kata yang telah menarik perhatiannya.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san terjatuh dimana?
Manusia biru tidak tahu........."
Mendadak saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir
didalam tubuhnya bergolak keras.
"Baju wasiat Thian-sun-gwat-lo san......." kata-kata tersebut
bagaikan panah tajam yang menembusi lubuk hatinya.
Benda itu tak lain merupakan salah satu diantara tujuh
mestika dunia persilatan.
Bahkan seperti juga tusuk konde penghancur tulang Ngoim-
hua-kut-cian, semuanya merupakan benda peninggalan
ibunya.
Mengapa Nyoo Thian-wi mencatat tulisan tersebut dalam
buku catatannya ?
Yang lebih aneh lagi, kertas dari buku catatan itu tidak
terlalu kuno, seolah olah belum lama berselang Nyoo Thian-wi
baru berhasil menyelidiki masalah baju wasiat Thian sun gwat
lo san tersebut dari mulut simanusia aneh biru.
Mungkinkah Nyoo Thian-wi mengurung kakek luarnya
didalam penjara kematian lantaran baju wasiat Thian sun gwat
lo san tersebut........?
Saking asyiknya berpikir, dia sampai lupa dengan keadaan
dan waktu.......
Nyoo Siau-sian menjadi termangu setelah menyaksikan
kesemuanya itu, segera tegurnya:
"Toako, apa yang sedang kau pikirkan?"
Dengan perasaan terperanjat Oh Put Kui tersadar kembali,
tentu saja dia tak ingin membiarkan Nyoo Siau-sian
mengetahui akan persoalan itu.
Sambil tertawa paksa cepat cepat dia berseru:
"Ooooohhh...... sudah lama sekali aku berkelana didalam
dunia persilatan dan lama juga tidak memegang buku syair,
karenanya setelah melihat isi catatan ini aku jadi teringat
kembali dengan masa kecilku dulu........."
"Benar" sambung Nyoo Siau-sian sambil tersenyum,
"sewaktu masih kecil akupun suka membaca buku syair,
akibatnya setiap kali melihat syair akupun jadi teringat masa
kecil dulu......."
Diam-diam Oh Put Kui merasa malu bercampur menyesal,
Nyoo Siau-sian begitu polos dan jujur, tapi dia justru harus
menghadapi dengan segala tipu muslihat.
"Adik Sian, kembalikan buku catatan ini ketempat semula !"
kata pemuda itu kemudian sambil mengangsurkan buku itu.
Kemudian setelah berhenti sejenak, dia menambahkan lagi:
"Adik Sian, apakah loteng Seng-sim-lo ini hanya terdiri dari
dua tingkat ?"
Nyoo Siau-sian tertawa terkekeh-kekeh, setelah
mengembalikan kitab catatan itu kemeja, dia menggeleng
seraya berkata:
"Toako, kau tidak percaya hanya terdiri dari dua tingkat?
Ehmmmmm, didepan sana hanya langit-langit ruangan, jika
tak percaya silahkan dibuka untuk diperiksa."
"Tentu saja dibagian atasnya tak akan terdapat tingkatan
yang lain........." kata Oh Put Kui.
SEtelah sengaja menghela napas, dia melanjutkan:
"Seandainya aku yang memiliki bangunan ini, maka aku
pasti akan membangun sebuah ruang rahasia dibawah tanah
sana sebagai tempat untuk berlatih silat.........."
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian tertawa cekikikan:
"Toako memang sangat pintar, padahal dibawah loteng ini
memang terdapat sebuah ruang rahasia !"
Oh Put Kui berganti jadi tertegun.
Dia tak menyangka kalau dibawah loteng sana benar-benar
terdapat sebuah ruangan rahasia.
Walaupun begitu, sudah barang tentu dia tak boleh
memperhatikan rasa gelisahnya itu didepan wajah.
Setelah mendehem pelan, dengan lagak santai dia berkata
:
"Benarkah begitu ? Tentunya ruangan tersebut sering
digunakan oleh seng-siu untuk berlatih ilmu silat?"
"Tidak!" gadis itu menggeleng, "ayah tidak berlatih ilmu silat
disini."
"Kalau bukan digunakan sebagai tempat berlatih ilmu,
lantas apa gunanya ruangan dibawah tanah ini ?" tanya Oh
Put Kui agak tertegun.
Nyoo Siau-sian tidak menyangka kalau pertanyaan Oh Put
Kui itu mempunyai maksud lain, dia segera tertawa :
"Aku dengar ayahku sengaka membangun ruang rahasia
dibawah tanah itu, karena khusus digunakan unutk
mengurung seorang gembong iblis, dihari-hari biasa selain
ayah dan Ku cong-huhoat, siapapun dilarang memasuki
tempat tersebut."
Mendengar perkataan ini Oh Put Kui segera berusaha
keras untuk menekan gejolak perasaan hatinya, ia berkata
lebih jauh:
"Bagiamana kalau kita tengok kebawah sana ?"
Tapi setelah ucapan tersebut, ia baru sadar kalau dirinya
kelewat emosi, cepat-cepat dia menambahkan sambil tertawa:
"Adik Sian, siapa sih gembong iblis itu? Apakah kau
mengetahuinya ?"
Dikala Oh Put Kui mengutarakan kata-kata tersebut tadi,
Nyoo Siau-sian dibuat tertegun, baru pertama kali ini dia
menyaksikan Oh Put Kui terpengaruh oleh gejolak emosi yang
begitu hebat.
Tapi setelah mendengar kata selanjutnya, gadis itu baru
mengerti, rupanya pemuda itu hanya terdorong oleh perasaan
ingin tahunya saja.
Maka setelah tersenyum sahutnya:
"Akupun tidak tahu siapa gembong iblis itu, tapi jika
didengar dari pembicaraan ayah, tampaknya ilmu silat yang
dimiliki gembong iblis itu tidak lebih rendah daripada
kemampuan yang dimiliki kakek latah awet muda."
"Ooooohh........." Oh Put Kui sengaja berlagak termenung,
kemudian katanya lagi, "maukah kau mengajak diriku untuk
menengok gembong iblis itu ?"
"Tidak bisa !" tampik Nyoo Siau-sian sambil
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Oh Put Kui tidak menyangka kalau permintaannya bakal
ditolak segera serunya lagi :
"Adik Sian, apakah kau takut aku terbitkan keonaran ?"
"Bukan begitu toako, aku tahu kau tak akan takut
menghadapi gembong iblis itu, tapi ayah tak pernah
memberitahukan kepadaku bagaimana caranya membuka
pintu rahasia tersebut, oleh sebab itu........."
Setelah menghela napas pelan, dengan wajah minta maaf
dia meneruskan:
"Toako, tentunya kau tak akan marah bukan,"
Dengan perasaan kecewa Oh Put Kui menghela napas
panjang, tapi ia toh tak bisa memasuki penjara kematian untuk
menolong orang...........
Maka sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa
hambar dia berkata :
"Tidak usah adik Sian, kalau toh ruang rahasia itu dibangun
dengan begitu rahasia, sudah tentu dibalik kesemuanya ini
terdapat sebab-sebab tertentu, lebih baik adik Sian jangan
pergi menanyakan, kalau tidak tentu akan mendatangkan
banyak kesulitan bagiku."
Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian tak ingin
mendatangkan banyak kesulitan buat Oh Put Kui, maka
diapun berkata:
"Kalau begitu tak akan kutanyakan lagi soal ini........."
Sementara itu Kiau Hui-hui yang selama ini hanya berada
diluar pagar sambil memperhatikan pemandangan alam, saat
itu berpaling dan tiba-tiba berkata sambil tertawa !
"Apa sih yang sebenarnya hendak kau tanyakan?
Tampaknya kok begitu serius dan gawat ?"
"Aku ingin bertanya kepada bibi Lian bagaimana caranya
membuka pintu rahasia dari ruang bawah tanah dalam loteng
Seng-sim-lo ini, tapi Oh toako melarang aku untuk
menanyakan."
Kiau Hui-hui turut kaget setelah mendengar perkataan itu,
cepat-cepat ia berseru sambil tertawa:
"Perkataan toako memang ada betulnya juga, lebih baik
adik Sian jangan bertanya."
"Baik, baiklah, aku tak akan bertanya," janji gadis itu.
Sesudah membalikkan badan, dia berkata lagi kepada Oh
Put Kui:
"Toako, mari kita berpesiar ketempat lain sebelum kembali
keruangan Wan-sim-tong untuk makan siang."
"Baiklah, bagaimanapun juga kau toh tuan rumahnya,
terserah apa maumu."
ooo0dw0ooo
Sepanjang jalan Oh Put Kui tak mampu membendung
gejolak didalam hatinya.
Ia tak dapat melupakan penjara kematian yang ternyata
berada dibawah loteng Seng-sim-lo.
Oleh sebab itu meski dibagian lain dari kebun Cay-hongwan
terdapat banyak pemandangan yang indah, namun tak
satupun yang berkenan didalam hatinya.
Untung saja Nyoo Siau-sian tidak mempunyai dugaan
kesitu.
Dengan penuh riang gembira mengajak Oh Put Kui dan
Kiau Hui-hui berjalan kesana kemari, sebentar menunjuk
kesitu sebentar menuding kemari diiringi gelak tertawa yang
riang.
Kiau Hui-hui sebagai seorang gadis yang lebih tua dan
lebih berpengalaman setelah menemukan ketidak beresan
pada diri Oh Put Kui.
Disaat mereka telah selesai mengitari kebun Cay-hong-wan
dan ternyata Nyoo Siau-sian melihat masih ada sisa waktu
hampir setengah jam, dia mengusulkan untuk berpesiar
keruang Hud-tong.
Tapi Kiau Hui-hui segera menggelengkan kepalanya sambil
berbisik lirih:
"Adik Sian, didalam perjamuan siang nanti, bisa jadi ada
orang akan mencoba kemampuan Oh toako, ditambah pula
semalam kita datang agak larut, sekarang kita mesti kasih
waktu kepadanya untuk mengatur pernapasan."
Nyoo Siau-sian menjadi tertegun sehabis mendengar
ucapan ini, segera ujarnya:
"Betul juga enci Kiau, aku memang bodoh sekali."
"Kau tidak bodoh, hanya kelewat gembira.........." bisik Kiau
Hui-hui sambil tertawa.
Nyoo Siau-sian segera mengerling sekejap kearahnya, lalu
berbisik:
"Enci Kiau, jangan menggoda aku terus...... bukankah
kaupun begitu juga......."
"Budak tak tahu malu........" seru Kiau Hui-hui segera
dengan wajah bersemu merah.
Dalam pada itu mereka bertiga telah melangkah keluar dari
kebun Cay-hong-wan.
Tiba-tiba Nyoo Siau-sian berkata dengan lembut :
"Toako, setengah jam lagi perjamuan akan
diselenggarakan, aku dan enci Kiau segera akan berganti
pakaian dulu, bagaimana kalau toakopun kembali dulu untuk
beristirahat."
Padahal Oh Put Kui telah mendengar semua pembicaraan
mereka berdua, maka segera katanya sambil tertawa:
"Adik Sian dan nona Kiau tak perlu sungkan, aku segera
akan kembali untuk mengatur pernapasan dulu..........."
@oodwoo@
JILID KE : 36
Belum habis ucapan tersebut diutarakan, kedua orang
gadis itu sudah lari meninggalkan tempat itu dengan wajah
bersemu merah.
Sebab dari ucapan tersebut, segera diketahui bahwa Oh
Put Kui telah mendengar pula pembicaraan mereka berdua.
Tak heran kalau mereka segera lari karena jengah.
Wan-sim-teng memang sebuah gedung yang amat besar,
lebar dan megah.
Pada ruangan berlapiskan batu hijau yang tingginya
mencapai tiga kaki dan luar mencapai sepuluh kaki itu sudah
disiapkan tiga buah meja perjamuan.
Setiap meja perjamuan hanya diperuntukkan empat orang.
Pada meja pertama ditempati Oh Put Kui, Kiau Hui-hui, Nyoo
Siau-sian serta Lian Peng.
Pada meja kedua ditempati si nyonya petani dari Lamwan
Ku Giok-hun, perempuan cerdik dari ruang barat Leng Sengluan,
sitabib sakti Ang Yok-su serta seorang gadis cantik
berbaju merah.
Pada meja ketiga ditempati oleh si kakek pencari kayu dari
bukit utara Siang Ki-pia, panji sakti pencabut nyawa Ku Bunwi,
hakim sakti hitam putih Pak Kun-jian serta seorang kakek
toosu berbaju warna hitam.
Setelah menempati kursi masing-masing, bibi Lianpun
memperkenalkan jago-jagonya satu persatu kepada Oh Put
Kui.
Baru setelah diperkenalkan Oh Put Kui mendapat tahu
setelah gadis cantik berbaju merah itu tak lain adalah Coat-jiu
tongcu Si Cui-siong seorang gembong iblis yang angkat nama
bersama-sama raja wilayah Biau Ibun Lam.
Sebaliknya toosu berbaju hitam itu merupakan seorang
tukang ramal yang amat termashur namanya dalam dunia
persilatan, ia lebih dikenal orang sebagai si tukang ramal
setan tujuh bintang Li Hong-siang.
Kehadiran Coat-jiu tongcu Si Cui-siong tak sampai
mengagetkan Oh Put Kui, namun kehadiran si tukang ramal
setan Li Hong-siang dalam gedung Sian-hong-hu tersebut
benar benar sangat mengejutkan Oh Put Kui.
Sekalipun Li Hong-siang terkenal sebagai situkang ramal
setan, tapi orangnya justru jujur dan gerak-geriknya lurus.
Ia segera menaruh curiga kalau kehadiran kakek ini pun
ada sangkut pautnya dengan Beng-ho siansu? Sehingga
tanpa terasa ia perhatikan kakek itu beberapa kejap.
Akan tetapi Li Hong-siang sama sekali tidak menunjukkan
reaksi apapun.
Setelah tertawa hambar, Oh Put Kui segera menjura
kepada para jago dari gedung Sian-hong-hu itu sambil
katanya:
"Sungguh merupakan suatu kebanggaan bagi aku she Oh
dapat bertemu muka dan berkenalan dengan para cianpwe
ditempat ini hari ini.........."
Balum sampai pemuda itu menyelesaikan katanya, Lian
Peng segera menukas:
"Oh kongcu adalah ahli waris dari Thian Liong Senceng,
sebutanmu itu tak berani kami terima..........."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata
sambil tertawa terkekeh kekeh:
"Nama besar kongcu sudah terkenal diseantero dunia
persilatan, merupakan suatu kebanggaan bagi kami hari ini
dapat menjamu kongcu dalam gedung sian-hong-hu........."
Belum selesai perkataan tersebut diutarakan, mendadak
dari depan pelataran gedung sian-hong-hu telah muncul
seorang lelaki kekar yang memasuki ruangan dengan langkah
tergesa-gesa.
Lelaki kekar ini merupakan salah satu diantara jago pedang
pengawal gedung, tanpa suatu peristiwa yang gawat, mustahil
lelaki itu akan munculkan diri dengan langkah yang begitu
terburu-buru.
Tidak heran kalau Lian Peng jadi amat terperanjat setelah
menyaksikan kemunculan orang ini.
Kontan saja perkataan yang belum selesai diutarakan itu
segera terhenti sampai ditengah jalan.
Cepat-cepat sipanji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi
melompat bangun seraya membantah:
"Majikan sedang menjamu tamu diruangan ini, ada urusan
apa kau datang dengan gelagapan?"
Dengan wajah kaget bercampur gelisah lelaki kekar itu
membisikkan sesuatu disisi telinga Ku Bun-wi, dan paras
muka si panji sakti pencabut nyawapun segera berubah hebat.
Sementara itu Lian Peng telah berhasil mengendalikan
perasaannya yang bergolak, pelan-pelan dia bertanya:
"Ada urusan apa saudara Ku ?"
Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk
kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih:
"Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung
dan mohon bertemu!"
Dengan langkah cepat Ku Bun-wi melangkah masuk
kedalam ruangan, lalu sahutnya lirih:
"Ban Sik-tong serta Liok Jin-khi telah datang berkunjung
dan mohon bertemu!"
Mula-mula Lian Peng nampak agak tertegun sehabis
mendengar kata-kata tersebut menyusul kemudian dengan
wajah penuh senyuman serunya kepada Ku Bun-wi:
"Saudara Ku, cepat kau keluar lebih dulu, katakan kalau
aku akan menyambut sendiri kehadiran mereka !"
Ku Bun-wi nampak tertegun, lalu tanpa mengucapkan
sepatah katapun segera beranjak pergi dari situ.
Dalam pada itu semua jago yang hadir dalam ruangan
tersebut sama-sama menunjukkan rasa kaget bercampur
tertegun, masing-masing dengan kening berkerut mengawasi
wajah Lian Peng tanpa berkedip.
Sambil tersenyum Lian-peng segera berkata kepada Oh
Put-kui:
"Oh kongcu, sungguh tak disangka gedung kami telah
kedatangan tamu agung lagi, benar-benar suatu kebanggaan
berganda buat kami! Orang tua she Ban ini lebih dikenal umat
persilatan sebagai kakek latah awet muda, berbicara soal
tingkatan dia masih setingkat dengan para locianpwe yang
berusia seratus dua puluh tahunan keatas........"
Bagaikan sengaja tak sengaja dia telah membeberkan asal
usul dari kakek latah awet muda tersebut kepada Oh Put Kui,
kemudian baru beranjak dari tempat duduknya dan maju
kepintu luar.
Padahal Oh Put Kui yang menyaksikan tingkah lakunya itu
justru merasa amat kegelian dalam hatinya.
"Locianpwe ini memang sangat menyenangkan hati,
rupanya mereka sudah memperhitungkan waktu bersantap
secara tepat, sehingga muncul tepat pada waktunya."
Nyoo Siau-sian segera melontarkan pula sekulum
senyuman kepada Oh Put Kui.
Hingga kini Oh Put Kui belum mengetahui bagaimana
sandiwara kakek latah awet muda selanjutnya, apakah dia
akan berlagak tidak kenal dengannya ataukah berlagak sudah
kenal.
Karena itu dia kuatir bila senyuman dari Nyoo Siau-sian
tersebut segera akan menimbulkan persoalan yang tak
diinginkan, sebab itu cepat-cepat dia berkata kepada gadis itu
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Nona Sian, apakah kau kenal dengan kakek latah awet
muda?"
Biarpun orangnya polos dan bersifat kekanak-kanakan,
kecerdikan Nyoo Siau-sian terhitung mengagumkan. Dari
perkataan Oh Put Kui, ia segera menyadari akan
kesalahannya.
Karena itu ujarnya setelah tertawa terkekeh-kekeh:
"Oh toako, aku pernah satu kali bertemu muka dengan dia
orang tua........., oooh benar orang tua ini betul-betul bersifat
ketolol-tololan persis seperti anak kecil........."
Belum habis perkataan itu diutarakan, dari arah pelataran
muka sudah kedengaran kakek latah awet muda berseru
sambil tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaahhhhh...... haaaaaaaahhhh......
haaaaaahhh........ bagus, bagus sekali! Kebetulan sekali aku
lagi lapar......... nona Lian, jangan-jangan kau mempunyai
kepandaian untuk meramalkan hal yang bakal terjadi sehingga
telah mempersiapkan meja perjamuan, jamuan untuk
menantikan kedatanganku? Waaaaah, kalau begitu aku juga
jadi malu sendiri............."
Ditengah pembicaraan tersebut, kakek latah awet muda
melangkah masuk kedalam ruangan.
Lian Peng mengikuti dibelakangnya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi serta Ku Bun-wi
mengikuti dibelakang kedua orang itu. Pada saat itulah Lian
Peng telah berebut maju lebih dulu sambil serunya lantang:
"Ban tua, silahkan duduk dikursi utama !"
Dengan mata melotot besar Kakek latah awet muda
memperhatikan sekejap sekitar ruangan, lalu sambil tertawa
berjalan menuju kebangku disisi Oh Put Kui.
Lian Peng segera mengikuti pula disisinya.
Sedangkan pengemis pikun Liok Jin-khi bersama Ku Bunwi
berada pada meja perjamuan ketiga.
Setelah mengambil tempat duduk, kakek latah awet muda
segera menengok sekejap kearah Oh Put Kui sambil
menegur:
"Hei anak muda, rupanya kau juga telah datang?"
Mendengar teguran itu, Oh Put Kui tahu kalau sikakek latah
awet muda tidak bermaksud berlagak tak kenal, sudah barang
tentu diapun tak bisa berlagak pilon terus.
Cepat-cepat sahutnya:
"Ban tua, boanpwe sendiri juga baru datang semalam!"
Mendengar itu Kakek latah awet muda tertawa terbahakbahak:
"Haaaaaaahhhh..... haaaahhhhh...... haaaaaahhhhh......
bagus sekali, nona Lian kukira si tukang ramal setan Li Hongsiang
telah membuat ramalan bagimu sehingga mengetahui
kedatanganku dan kau siapkan perjamuan lebih dahulu,
ternyata dugaanku keliru besar, jadi kalian sedang
menyelenggarakan perjamuan bagi bocah muda itu............."
"Kau orang tua memang gemar menggoda......" cepat-cepat
Lian Peng tertawa paksa.
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah Oh Put
Kui dan serunya keras-keras:
"Hei anak muda, agaknya mukamu jauh lebih besar
dariku.........."
"Siapa suruh kau tak datang sehari lebih duluan.........."
sahut Oh Put Kui sambil tertawa.
Kakek latah awet muda kontan saja melotot besar:
"Bocah muda, siapa bilang aku tak ingin cepat-cepat
datang kemari? Aaaaaii, gara-gara mesti membantu orang lain
untuk menambah tenaga dalam, akibatnya aku jadi kehilangan
banyak tenaga dan tak sanggup berjalan kelewat cepat........"
"Ban tua, bagaimana kalau kau jangan banyak bicara lebih
dulu...........?"
"Kenapa tak boleh banyak bicara? Kau hendak
memberontak haaaahh?"
"Bukan begitu, maksudku lebih baik minumlah arak lebih
dulu..........?" kata pemuda itu sambil tertawa.
"Betul..... kita mesti minum arak lebih dulu........"
Seraya berkata dia lantas mengangkat cawan arak dan
meneguk isinya sampai habis.
Dengan sangat berhati-hati sekali dan wajah penuh
senyuman Lian Peng menemani dari samping.
Sebaliknya beberapa orang jago dari Sian-hong-hu justru
sama-sama berkerut kening.
Rencana yang telah mereka persiapkan masak-masak,
akhirnya harus berantakan dengan kehadiran kakek latah
awet muda yang sama sekali tak terduga sebelum ini.
Terutama sekali Ku Bun-wi, saking gelisahnya dia sampai
menghela napas berulang kali.
SEtelah meneguk tiga cawan arak, kakek latah awet muda
baru berkata kepada Nyoo Siau-sian sambil tertawa:
"Hey budak cilik, suhumu menyuruh aku sampaikan
kepadamu, jika tiada persoalan yang luar biasa, dalam dua
tahun mendatang kau tak usah pergi mencarinya!"
Nyoo Siau-sian jadi tertegun.
"Ban tua, apakah belakangan ini suhu tak akan kembali ke
bukit Kun-lun?"
"Entahlah, asal kau menuruti perkataannya itu sudah
cukup!"
Lian Peng segera menimbrung pula sambil tertawa
terkekeh-kekeh:
"Sian-ji, bila sinni tak maui dirimu lagi, sudah pasti dia
mempunyai alasan tertentu, selama banyak tahun belakangan
ini kau jarang sekali berdiam dirumah sampai setengah tahun,
kenapa tidak kau manfaatkan kesempatan ini untuk berdiam
lebih lama lagi dirumah?"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Bibi, anak Sian cuma kuatir kalau suhu enggan berjumpa
lagi dengan diriku........."
"Aaaah, tidak mungkin!" kata Lian Peng sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling kearah Ban tua, dia
menambahkan:
"Ban tua, dimanakah kau telah bersua dengan sinni?"
"Di ibukota, tapi ia sudah bersiap-siap hendak berangkat
keluar perbatasan......"
"Ban tua, ada urusan apa suhu hendak pergi keluar
perbatasan?" sela Nyoo Siau-sian.
"Untuk menjenguk seorang sahabatnya!"
"Oooh, dia pasti pergi menengok tosu bungkuk dari Soatnia,
Thian-hian Cinjin......" tiba-tiba Lian Peng menyela sambil
tertawa lebar.
"Belum tentu!" sela kakek latah awet muda dengan kening
berkerut kencang.
"Kecuali Thian-hian Cinjin seorang, teman mana lagi diluar
perbatasan yang pantas disambangi sinni? Ban-tua, aku rasa
dugaan boanpwe pasti benar!"
Padahal apa yang diduganya memang benar.
Kakek latah awet muda segera tertawa terbahak bahak:
"Haaaahhhh...... haaaahhhh...... hhhhaaaaaaaaahhhhhh.....
nona Lian, kau memang hebat......"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba serunya pula kepada
sipengemis pikun:
"Pengemis kecil, mana kertas surat itu? Cepat bawa
kemari!"
Oh Put Kui yang mendengar perkataan tersebut segera
berkerut kening, dia tak tahu permainan setan apa lagi yang
hendak dilakukan kedua orang tua tersebut.
Sementara itu pengemis pikun Liok Jin-khi telah
mengeluarkan secarik kertas dari sakunya dan dilontarkan
kearah Kakek latah awet muda sambil serunya:
"Nah, sebutlah......"
Secepat kilat kertas itu meluncur kehadapan kakek latah
awet muda.
Sebenarnya Oh Put Kui ingin menghadang kertas surat itu
ditengah jalan tapi diapun kuatir hal tersebut akan
menyinggung perasaan kakek Ban sehingga niat tersebut
kemudian diurungkan.
Dalam waktu singkat kertas surat itu sudah terjatuh di
tangan Kakek latah awet muda.
"Nona Lian, tahukah kau apa maksud kedatanganku
kemari?" katanya kemudian.
Dari pertanyaan tersebut, Lian Peng segera mengerti
bahwa maksud kedatangan si jago tua tersebut tentu ada
hubungannya dengan isi surat tersebut.
Dengan senyuman yang tenang dia berkata kemudian:
"Apakah kau orang tua bukan kemari untuk bermain?"
"Betul, betul! Aku memang datang untuk bermain, cuma
saja........"
Tiba-tiba kakek itu berkerut kening, kemudian melanjutkan:
"Nona Lian, pemandangan manakah dalam gedung sianhong-
hu yang paling indah?"
Lian Peng hanya tersenyum tanpa menjawab, sebaliknya
Nyoo Siau-sian telah berseru sambil tertawa:
"Ban tua, Oh toako mengetahui dengan jelas pemandangan
alam yang terindah didalam gedung ini."
Lian Peng segera mengerutkan dahinya setelah
mendengar ucapan tersebut.
Sedangkan kakek latah awet muda tertawa terbahak
bahak:
"Hhaaaaahhhhh......hhhhhaaaaaahhhhhhhh.....
haaaaahhhhh........ sudah kau dengar perkataannya anak
muda?"
"Sudah!" Oh Put Kui tertawa.
"Kalau sudah mendengar, ayohlah diutarakan!"
"Pemandangan alam dikebun Cay-hong-wan paling indah."
"Apakah seluruh kebun bunga itu sangat indah?"
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Oh Put Kui,
segera ujarnya sambil tertawa:
"Kalau bicara soal keindahan alam, maka seluruh kebun
Cay-hong-wan paling indah, tapi kalau berbicara soal
keheningan, maka loteng Seng-sim-lo itu merupakan tempat
paling terpencil dan hening."
"Hey, darimana munculnya loteng Seng-sim-loo itu?" seru
Kakek latah awet muda sambil menggeleng.
"Didalam kebun Cay-hong-wan terdapat sebuah bangunan
loteng yang bernama Seng-sim-loo!"
"Oya.......?" kakek latah awet muda segera berpaling
kearah Lian Peng sambil serunya, "Nona Lian, benarkah apa
yang diucapkan bocah muda ini?"
"Benar!" Lian Peng terpaksa tersenyum.
Kembali Oh Put Kui menyela:
"Ban tua, kau jangan membicarakan keindahan alam lebih
dulu, toh kedatanganmu kemari adalah untuk bermain, kalau
begitu kau pasti akan berpesiar pula diseluruh kebun Cayhong-
wan tersebut."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian katanya, "
Lantas apa sih kegunaan kertas surat yang berada
ditanganmu itu?"
Mendengar perkataan itu kakek latah awet muda segera
mendongakkan kepalanya dan tertawa tergelak:
"Haaaaahhhhh...... hhaaaaaahhhhh...... haaaahhhh......
anak muda, kertas ini tak ternilai harganya."
"Kau maksudkan surat cek dari bank?"
"Yaaa boleh dibilang demikian," Kata kakek latah awet
muda sambil tertawa, " Cuma uang tersebut hanya boleh
diambil disuatu tempat saja, sedangkan jumlah terserah pada
kemauanku sendiri."
"Waaahhh, masa ada cek semacam ini dikolong langit?"
teriak Oh Put Kui tak percaya.
"Jadu kau tak percaya?"
SEjak tadi Oh Put Kui sudah tahu kalau dibalik kertas yang
berada ditangan kakek latah awet muda mempunyai hal hal
yang luar biasa, karena itu untuk menggelitik perasaan para
jago dari Sian-hong-hu, dia sengaja sambil tertawa:
"Tentu saja boanpwe tidak percaya, coba kau tanyakan
saja kepada setiap orang, mereka pasti tak ada yang
percaya."
"Baik aku akan bertanya kepada orang lain!" seru kakek
latah awet muda penasaran.
Ia pun berpaling kearah Lian Peng seraya bertanya:
"Nona, percayakah kau?"
Waktu itu perasaan Lian Peng benar-benar merasa tak
tenteram, pada hakekatnya dia tak tahu apa maksud tujuan
kakek latah awet muda yang sesungguhnya, tapi diapun tak
bisa membungkam diri belaka.
Terpaksa katanya kemudian:
"Sebenarnya boanpwe sendiripun kurang percaya, tapi
setelah kertas tersebut berada ditangan kau orang tua, apa
boleh buat tak bisa tidak harus percaya juga..........."
"Jadi tegasmu?" desak kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak.
"Aku percaya penuh dengan perkataan dari kau orang tua."
"Kau percaya?"
"Yaaa, boanpwe percaya!"
Kakek latah awet muda segera menyodorkan kertas
tersebut kehadapannya dan berkata sambil tertawa tergelak:
"Jika percaya silahkan kau melihatnya sendiri............"
Lian Peng tertawa cekikikan, diterimanya kertas itu dan
katanya kemudian:
"Kau orang tua memang suka bergurau.........."
Namun secara tiba-tiba paras mukanya berubah hebat dan
perkataan yang belum selesai diutarakan itu segera terhenti
sampai ditengah jalan, kertas tersebut telah membuatnya
tertegun.
Sementara itu kakek latah awet muda telah berseru
kembali sambil tertawa tergelak:
"Bagaimana? Berapa besar nilainya?"
Pertanyaan yang diajukan olehnya ini segera membuat Oh
Put Kui yang mendengarkan menjadi tertegun.
Sebaliknya para jago dari gedung Sian-hong-hu samasama
dibuat gelagapan.
Sebab mereka tak tahu persoalan apakah yang membuat
paras muka bibi Lian mereka berubah muka, bahkan
tangannya yang memegang kertas itupun kelihatan gemetar
keras..........
Setelah tertegun beberapa saat Nyoo Siau-sian bertanya:
"Ban tua, sebenarnya tulisan apa sih yang tertera diatas
kertas tersebut?"
Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Mengapa kau tidak membacanya sendiri, budak ?"
Mendengar itu Nyoo Siau-sian benar-benar berusaha
melongok isi surat tersebut.
Tapi sayang dia tak sempat melihatnya.
Sepasang tangan Lian Peng secepat sambaran kilat telah
meremas kertas itu sehingga hancur lebur dan berceceran
diatas tanah.
Dengan wajah berubah Nyoo Siau-sian segera berseru:
"Bibi Lian......... kau.........."
Sikap Lian Peng sangat tenang, setelah tertawa hambar
katanya pelan:
"Anak Sian, persoalan ini tak ada sangkut pautnya
denganmu, lebih baik tak usah kau tanyakan..........."
oo0dw0oo
Sesudah berhenti sejenak, kembali katanya kepada sikakek
latah awet muda:
"Ban-tua, kau orang tua benar-benar seorang yang
mengetahui akan segala-galanya."
Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Hhhaaaaahhhhh.......haaaaahhhhhh....... hhaaahhhhhh......
sesungguhnya aku memang seorang yang mengetahui akan
segala galanya, nona Lian, apakah transaksi ini bisa
dilaksanakan?"
Lian-peng ikut tertawa terkekeh-kekeh:
"Ban tua, aku adalah si pembeli, tolong tanya apakah masih
ada kesempatan begitu untuk menawar?"
"Nona, belum pernah aku melakukan transaksi seperti saat
ini atau dengan perkataan lain hari ini adalah hari yang
pertama, jika kau masih mencoba menawar, bukankah hal ini
sama artinya hendak merusak emasku?"
Lian Peng tersenyum,
"Kalau begitu hargamu tak bisa ditawar tawar lagi?"
"Dengan mengandalkan namaku selama seratus tahun,
jangan harap ada yang bisa mengajukan tawaran kepadaku."
Lian Peng nampak termenung sambil berpikir sejenak,
akhirnya dia berseru:
"Baiklah, aku menerima transaksi jual belimu itu!"
"Haaaahhhhh...... haaaahhhhh....... haaaahhhhh.......
sungguh tak nyana kau mempunyai jiwa gagah seorang lelaki
sejati.........."
Setelah tertawa keras tiba-tiba dia berpaling kearah
pengemis pikun dan serunya:
"Hey, pengemis cilik, siapa yang menang ?"
"Aku benar-benar menderita kekalahan secara
mengenaskan........" keluh si pengemis pikun sambil bermuram
durja.
Tampaknya kakek latah awet muda merasa gembira sekali
menyaksikan sikap pengemis pikun yang bermuram durja
tersebut.
Dia mengernyitkan alis matanya lalu tertawa terkekeh
kekeh, serunya lagi:
"Pengemis cilik, kau jangan mencoba untuk mengingkar
janji."
"Boanpwe tak berani......" sahut pengemis pikun sambil
menghela napas panjang.
Kembali kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Asal kau tahu hal ini, itu sudah cukup."
Kemudian setelah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek itu
berpaling kepada Oh Put Kui sambil katanya:
"Anak muda, tentunya kau ingin secepatnya mengetahui
obat apakah yang sebenarnya kujual dalam cupu-cupuku?"
Sesungguhnya Oh Put Kui memang sudah dibuat
kebingungan setengah mati oleh tingkah laku kakek latah awet
muda yang sangat tidak dimengerti olehnya.
Mendengar pertanyaan tersebut ia tertawa hambar,
sahutnya:
"Bila kau orang tua bersedia untuk memberi keterangan,
sudah barang tentu boanpwe akan mendengarkan pula
dengan senang hati..........."
"Anak muda, tak nyana kau pandai sekali mengendalikan
perasaan..........."
Dalam kesempatan itu Lian Peng telah berkata secara tibatiba
sambil tertawa:
"Ban tua, sekarang transaksi diantara kita telah jadi, aku
harap kau orang tua jangan membicarakan persoalan tersebut
dalam perjamuan sekarang, tentunya kau tidak merasa
keberatan bukan?"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak:
"Haaaaaaahhhh....... haaaaaahhhhh........ haaaahhhhh.....
boleh saja tidak membicarakan persoalan tersebut untuk
sementara waktu, tapi nona........"
Berkilat sorot mata kakek itu, lalu setelah mendengus
dingin dengan wajah aneh dia melanjutkan:
"Apabila kau berani mempersiapkan segala perbuatan dan
tindak tanduk yang merugikan diriku, jangan salahkan aku bila
tidak akan memegang janji nantinya sehingga bersikap tidak
sungkan kepadanya!"
"Tentu saja, tentu saja. Nah Ban tua, terimalah hormatku
dengan secawan arak ini..........."
"Bagus sekali, aku akan meneguk dulu arak kehormatanmu
ini..........."
Seusai berkata, dia segera meneguk isi cawannya sampai
habis.
Dalam pada itu, cong-huhoat dari gedung sian-hong-hu, si
panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi benar-benar merasa
cemas bercampur gelisah. Ia tak tahu transaksi jual beli
apakah yang sesungguhnya telah dijalin antara Lian Peng
dengan kakek latah awet muda, makhluk tua yang berilmu
silat sangat lihay itu.
Diapun berusaha untuk mengorek keterangan dari mulut
pengemis pikun.
Sayang sekali pengemis pikunpun bertindak amat cerdik,
tak sepatah katapun dia singgung persoalan tersebut.
Dalam keadaan begini Ku Bun-wi benar-benar mati
kutunya, sudah barang tentu diapun tak berani memaksa
pengemis pikun untuk buka suara, sebab bukan saja disitu
hadir Oh Put Kui, bahkan kakek latah awet muda yang
disegani pun berada pula disana.
Sebagai seorang yang cerdik tentu saja Lian-Peng juga
mengetahui akan ketidak tenangan Ku Bun-wi, tapi dia sendiri
tak bisa menyampaikan berita tersebut secara diam-diam.
Bayangkan saja kakek latah awet muda berada disitu,
betapapun besar nyalinya, tak nanti ia berani mencoba untuk
bermain setan dihadapannnya.
Kelihatan sekali si kakek latah awet muda merasa gembira
tak terkirakan, dia tertawa terbahak bahak tiada hentinya.
Entah sedari kapan Oh Put Kui telah mengangkat pula
cawannya untuk menemani orang tua itu minum arak.
Sebaliknya Nyoo Siau-sian dengan berkerut kening
mengawasi Lian-peng tanpa berkedip.
Tiba tiba saja dia menaruh kecurigaan yang teramat besar
atas kertas surat yang berada ditangan kakek latah awet
muda tadi, dia merasa bahwa Lian Peng telah merahasiakan
suatu masalah besar didalam gedung tersebut dan belum
pernah menyinggung dihadapan mukanya.
Mendadak saja dia merasa dirinya seolah olah seorang luar
yang tak tersangkut dengan urusan tersebut.
Dia seperti merasa bahwa tempat ini bukan rumahnya dan
dia bukan termasuk salah seorang anggota dari kelompok
orang-orang tersebut.
Perasaan sedih, terhina tertinggal segera mencekam dan
meliputi seluruh perasaan Nyoo Siau-sian.
Tanpa disadari butiran air matapun jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Kiau Hui-hui menghela napas pula dengan gelisah, dengan
pandangan memohon dia mencoba mencegah gadis tersebut
melampiaskan napsunya, sebab dia tahu apa yang terjadi
sekarang barulah suatu permulaan, ia tak ingin kemarahan
gadis itu membuat terbengkalainya masalah besar tersebut.
Untuk saja Nyoo Siau-sian dapat mengendalikan diri dan
akhirnya tidak sempat mengumbar hawa napsunya.
Mendadak si tukang ramal setan Li Hong Sian bangkit
berdiri, lalu serunya:
"Ban locianpwe, boanpwe dapat meramalkan isi surat yang
berada ditanganmu itu!"
Ucapannya benar-benar merupakan suatu kejutan yang
menggemparkan seisi ruangan.
Sementara semua orang mengalihkan sorot mata serta
perhatiannya kewajah orang itu, hampir semuanya mengawasi
dengan penuh pengharapan, rasa gelisah dan tak tentram.
Pelan-pelan kakek latah awet muda meletakkan cawan
araknya keatas meja, kemudian katanya sambil tertawa:
"Benarkah kau dapat menebak isinya?"
"Benar, boanpwe dapat menebaknya!" sahut Li-hong-siang
sambil tertawa.
Kakek latah awet muda segera tertawa dan manggutmanggut,
katanya kemudian:
"Tak ada salahnya coba kau sebutkan......."
Li Hong Siang tidak langsung menjawab pertanyaan
tersebut, dia mengalihkan sorot matanya kewajah Lian Peng
lalu bertanya:
"Nona Lian, bolehkah aku mengutarakannya keluar?"
Paras muka Lian Peng berubah menjadi dingin dan kaku
bagaikan es, segera tukasnya:
"Bukankah sudah kukatakan sejak tadi, selama perjamuan
ini berlangsung, siapapun dilarang untuk membicarakan
kembali masalah tersebut."
Li Hong-sian segera tertawa.
"Ban tua," katanya kemudian. "Berhubung nona Lian tidak
setuju, terpaksa kutelan kembali kata-kataku tadi kedalam
perut!"
Kakek latah awet muda tertawa keras:
"Ya, memang lebih baik kau telan kata-katamu itu didalam
perut!"
Tanya jawab yang barusan berlangsung sudah jelas
memberi pertanda yang cukup jelas bagi Oh Put Kui.
Secara tiba-tiba saja dia mendapat kesan bahwa delapan
puluh persen Li Hong-siang merupakan salah seorang
komplotan dari Bong-ho siansu, manusia yang diselundupkan
kesitu seperti juga halnya dengan si kakek pencari kayu dari
bukit utara.
Disamping itu diapun dapat merasakan betapa besarnya
daya tekanan yang dihasilkan oleh kertas surat dalam cekalan
kakek latah awet muda tadi, sedemikian besarnya sampai bisa
membuat Lian-peng tak berkutik sama sekali.
Tapi persoalan apakah yang bisa mendatangkan daya
tekanan sedemikian besar terhadapnya?
Setelah mempertimbangkannya masak-masak, akhirnya
Oh Put Kui berhasil mengambil tiga kesimpulan.
Kesatu, menyingkap sekitar teka-teki kematian Nyoo Thianwi
yang palsu.
Kedua, membongkar intrik busuk lawan yang menyekap
Peng-gian-koay-kek Lan Cin Sui dalam penjara kematian.
Ketiga, bisa jadi kakek latah awet muda meminta kepada
semua anggota Sian-hong-hu agar mengundurkan diri dari
dunia persilatan dan selanjutnya tidak melakukan segala
perbuatan yang merugikan lagi bagi umat persilatan.
Tapi dalam kenyataannya Oh Put Kui telah salah menduga,
dia tidak menyangka kalau tindakan dari kakek latah awet
muda sesungguhnya jauh lebih hebat dan lebih memusingkan
orang.
Diatas kertas mana kakek latah awet muda hanya
menuliskan beberapa kata yang berbunyi demikian:
"Menggunakan nyawa setan Nyoo Thian-wi untuk ditukar
dengan keluarnya si jenggot Lan dari penjara."
Diancam dengan keselamatan jiwa suaminya tidak
mengherankan kalau Lian Peng segera dibuat gugup,
gelagapan dan sangat tidak tenang.
ooooo0dw0oooooo
Dikala perjamuan telah berlangsung mencapai setengah
jalan, Lian Peng makin dapat mengendalikan perasaannya,
dia nampak jauh lebih tenang dan mantap.
Tiba-tiba ujarnya kepada Oh Put Kui sambil tertawa:
"Oh Kongcu, dengan kepandaian silatmu bukan saja kau
termashur diseantero dunia persilatan, bahkan pernah pula
mendatangi pulau neraka, kegagahanmu itu membuat kami
semua orang-orang dari Sian-hong-hu merasa kagum.........."
"Bibi Lian terlalu memuji !" kata Oh Put Kui sambil tertawa.
Lian Peng tidak memperdulikan sikap merendah dari
pemuda itu, kembali dia berkata:
"Oh Kongcu, baik aku pribadi maupun segenap sahabat
dari gedung sian-hong-hu sangat berharap bisa menyaksikan
kehebatan dari kongcu itu, entah bersediakah kongcu untuk
mendemontrasikan kemampuanmu itu diruang Wan-sim-teng
ini ?"
Didalam perkiraan Oh Put Kui, dengan hadirnya kakek
latah awet muda maka rencana si kakek pencari kayu dari
bukit utara Siang Ki-pia yang ingin mencoba kepandaian
silatnya pun turut diurungkan.
Siapa disangka Lian-peng justru mengajukan juga usul
tersebut.
Untuk berapa saat lamanya dia dibuat bimbang dan tak
tahu mesti menyanggupi ataukah harus menampik.
Sementara dia masih termenung dengan wajah
kebingungan, Siang Ki-pia telah bangkit berdiri seraya
berkata:
"Oh Siauhiap, aku yang tua Siang Ki-pia ingin sekali
menemani siauhiap untuk melepaskan otot-otot badan!"
"Aaaaaaaaah, aku tahu Siang tua adalah seorang tokoh
termashur dari luar perbatasan, tak berani kuiringi
keinginanmu itu," sahut Oh Put Kui cepat-cepat dengan kening
berkerut.
"Haaaahhhh....... haaaahhhhh...... haaahhhh...... apakah Oh
sauhiap tak sudi menemani aku?"
"Bila Siang tua memang begitu tertarik denganku, sudah
barang tentu aku akan mengiringi keinginanmu itu.........."
Dia segera bangkit berdiri dari tempat duduknya, kemudian
kepada Lian Peng katanya sambil tertawa:
"Bibi Lian, terpaksa aku harus memperlihatkan kejelekanku,
untuk itu harap kau sudi memaafkan."
Tanpa menunggu jawaban dari Lian Peng lagi, dia maju
ketengah ruangan dengan langkah lebar.
Dalam pada itu si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang
Ki-pia telah meloloskan kampak pendeknya yang besar dan
berwarna hitam berkilauan itu dari pinggangnya, dia sudah
menanti dengan senyum dikulum,
Melihat lagak orang tua itu, didalam hati kecilnya Oh Put
Kui tertawa geli, pikirnya:
"Tampaknya Siang tua memang pandai amat bersandiwara
!"
Tapi diluarnya dia berseru agak kaget:
"Siang tua, apakah kita harus menggerakkan senjata
tajam?"
Siang Ki-pia tertawa tergelak:
"Haaaaaaaahhhhhh........ haaaahhh........ haaaahhhh......
semua kepandaian andalanku terletak pada permainan
kampak pendek ini, jika Oh siauhiap enggan menggunakan
senjata, bukankah hal ini sama artinya ingin memberi
kejelekan kepadaku?"
Dengan kening berkerut Oh Put-kui tertawa:
"Sayang seribu kali sayang, pedang karatku itu tak boleh
bertemu dengan orang, begini saja, kau orang tua tetap
mepergunakan kampakmu, sedang aku biar melayani dengan
tangan kosong saja, tentunya kau tidak merasa keberatan
bukan?"
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata si kakek
pencari kayu dri bukit utara Sian Ki-pia, serunya kemudian
setelah tertawa tergelak:
"Lote, kalau begitu kau terlalu memandang enteng
kemampuanku.........."
Di hati kecil Siang Ki-pia memang muncul perasaan tidak
percaya terhadap kemampuan lawan.
Dia cukup yakin akan permainan kampaknya ini, sudah
hampir lima puluhan tahun dia memperdalami kepandaian
tersebut, padahal cuma beberapa gelintir manusia saja yang
dapat mendhadapi permainan kampaknya sebanyak seratus
gebrakan.
Tapi sekarang Oh Put-kui bermaksud menfhadapinya
dengan tangan kosong belaka, Siang Ki-pia segera
menganggap tindakan yang dilakukan si anak muda tersebut
terlalu latah dan ceroboh.
Dalam pada itu Oh Put Kui telah berkata lagi sambil
tertawa:
"Siang tua, aku masih berkeyakinan dapat menanggulangi
keadaan tersebut, harap kau tak usah gelisah atau cemas !"
Siang Ki Pia segera mempersiapkan kampak pendeknya,
lalu katanya sambil tertawa tergelak:
"Lote, tentunya kau tak akan memaksa aku untuk turun
tangan lebih dulu bukan?"
Oh Put Kui tersenyum.
Dia tahu, menurut aturan dia memang harus turun tangan
lebih dahulu.
Oleh sebab itu dalam senyumannya dia segera
melepaskan sebuah bacokan kilat kedepan. Hilang lenyap
senyuma diujung bibir Siang Ki-pia, diam-diam hatinya merasa
terperanjat.
Dari ayunan telapak tangan lawan, dia dapat merasakan
betapa dahsyatnya tenaga serangan yang terselip
dibaliknya.......
Cepat-cepat dia mengayunkan kapak pendeknya sambil
mendesak maju kemuka, memanfaatkan peluang yang ada
dia melepaskan sebuah serangan balasan.
Oh Put Kui segera mengayunkan sepasang telapak
tangannya secara berangkai, beruntun dia melancarkan tiga
buah serangan gencar.
Terpaksa Siang Ki-pia harus memutar kapaknya
sedemikian rupa untuk menciptakan selapis bayangan senjata
yang tebal sebelum berhasil menghadapi ketiga buah
serangan lawan.
"Hong-hui-ciang........!" pekik bibi Lian dengan suara
tertahan.
Lalu sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian, dia berkata
lagi seraya tertawa:
"Kepandaian silat yang dipelajari Oh kongcu benar-benar
beraneka ragam, sampai ilmu pukulan Hong-hui-ciang dari Ku
Put-beng, salah seorang dari Bu lim-jit-sat pun berhasil
dikuasai secara sempurna, kemampuan semacam ini benarbenar
jarang ditemui dalam dunia persilatan.........."
Nyoo Siau-sian masih mengambek, dia tidak menanggapi
perkataan tersebut, sebaliknya hanya mendengus dengan
mulut dicibirkan.
Kakek latah awet muda yang berada disisi lain segera
berseru sambil tertawa keras:
"Nona Lian, apakah tidak kau perhatikan bahwa ilmu silat
yang dipelajari bocah muda itu selalu beraneka ragam,
lagipula semua ilmu yang dipelajari merupakan ilmu
pilihan........."
Ketika Nyoo Siau-sian mendengus tadi, sebenarnya paras
muka Lian Peng telah berubah hebat, tapi setelah mendengar
perkataan dari kakek latah awet muda itu, diapun
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mengalihkan
persoalan kearah lain.
Sambil tertawa segera katanya:
"Akupun mempunyai pendapat begitu, hanya saja keadaan
demikian ini rasanya kurang sesuai sebagai seorang tuan
rumah yang baik........"
"Ban tua, aku tak ingin dimaki orang sebagai seorang tuan
rumah yang menganiaya tamunya......."
"Aku kuatir kalian tak bakal bisa menganiaya dirinya........"
kata kakek latah awet muda sambil tertawa aneh.
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambil tertawa tergelak
kembali dia berkata:
"Nona Lian, coba kau saksikan keadaan situa Siang yang
begitu mengenaskan......"
Selama ini sorot mata dari Lian Peng belum pernah
meninggalkan arena pertarungan barang sekejappun.
Perkataan dari Kakek latah awet muda itu tak lebih hanya
menambah rasa kaget dalam hatinya.
Kenyataan pada waktu itu Oh Put Kui berhasil memaksa
permainan kapak si kakek pencari kayu dari bukit utara Siang
Ki-pia sama sekali tak berfungsi lagi, sebaliknya ilmu pukulan
Hong-hui-ciangnya justru malang melintang menguasai
seluruh arena.
Hampir setiap jago yang berada dalam ruangan dibuat
terkejut dan berdebar hatinya menghadapi kejadian tersebut.
Ku Bun-wi mengerutkan pula alis matanya sehingga
berubah menjadi satu garis, baru hari ini dia menyaksikan
dengan mata kepala sendiri betapa sempurna kepandaian
silat yang dimiliki Oh Put Kui.
Sebaliknya si tukang ramal setan Li Hong Sian segera
berseru kaget setelah menghela napas panjang:
"Lima tahun kemudian, orang ini pasti dapat malang
melintang tanpa tandingan di kolong langit............."
Apa yang diucapkan olehnya memang tidak terlalu
berlebihan.
Hampir semua orang yang hadir dalam arena sama-sama
mengakui bahwa ucapan dari Li Hong-siang ini tepat sekali.
Bahkan diantara mereka, Lian-peng dan Ku Bun-wi
berdualah yang merasa paling tidak tentram.
Tanpa disangsikan lagi Oh Put Kui telah menjadi suatu
ancaman yang serius bagi rencana busuk mereka.
Bahkan ancaman itu rasanya datang secara langsung,
ancaman yang langsung akan mempengaruhi tindak tanduk
pihak Sian Hong-hu selanjutnya didalam dunia
persilatan............
Dan sekarang mereka harus memikul beban ketakutan,
kuatir dan ngeri yang besar sekali.
Disamping itu mereka pun tak dapat menghilangkan niat
mereka untuk melenyapkan Oh Put Kui dari muka bumi, tapi
sayang keinginan tersebut justru mendatangkan beban yang
beratus kali lipat lebih berat dalam hati mereka.
Dalam pada itu, Siang Ki-pia yang berada dalam arena
telah mencapai keadaan yang paling kritis dan sulit.
Serangan demi serangan yang dilancarkan Oh Put Kui
datang melanda bagaikan tindihan bukit karang yang berlapis
lapis.
Ditengah bayangan tangan yang menderu deru
memancarkan udara panas yang menyengat badan, kapak
pendek Siang Ki-pia justru berubah seakan akan beratnya
mencapai sepuluh ribu kati........
dia sudah mulai tak mampu mengendalikan permainan
senjatanya secara lancar........
Tapi sebaliknya Oh Put Kui justru tidak menunjukkan gejala
akan menarik kembali serangannnya.
Jelas terlihat sepuluh gebrakan lagi, Siang Ki-pia tentu tak
akan terlepas dari ancaman serangan pemuda itu.
Ketika Kakek latah awet muda menyaksikan Oh Put Kui
bersikap seperti kehilangan kontrol sehingga cuma tahu
menyerang dengan sepenuh tenaga tanpa memikirkan apakah
lawannya mampu menahan diri atau tidak, dalam hati kecilnya
merasa terkejut sekali.
Dengan amat jelas ia telak mendengar pembicaraan antara
lawan dengan Oh Put Kui semalam, tapi mengapa Oh Put Kui
justru menyerang secara bersungguh-sungguh saat ini tanpa
niat menghentikan serangan? Suatu kejadian yang tidak
dimengerti olehnya.
Bukan hanya si kakek latah awet muda merasa keheranan,
bahkan sipengemis pikun yang selalu pikun pun turut dibuat
terperanjat.
Dia berpaling sekejap kearah kakek latah awet muda,
akhirnya tak tahan lagi teriaknya:
"Oh lote, apakah kau hendak menghancurkan nama baik si
tukang pencari kayu tua itu dengan begitu saja? Bagaimana
kalau lote memberi muka kepadaku dengan menyudahi
pertarungan sampai disini saja?"
Teriaknya itu memang persis pada saatnya.
Bila terlambat sedetik saja, niscaya Siang Ki-pia akan
mendapat malu besar.
Padahal Oh Put Kui memang tidak berniat melukai
perasaan Siang Ki-pia.
Hal ini bisa terjadi karena baru pertama kali ini dia mencoba
kehebatan ilmu pukulan Hong-hui-ciang tersebut, apalagi
bertarung dengan seseorang, saking asyiknya bertarung,
hampir saja ia lupa untuk menilai kemampuan lawannya.......
Untung saja pengemis pikun berteriak tepat pada waktunya
sehingga Oh Put Kui cepat cepat menghentikan serangannya.
Begitu serangan ditarik kembali, dia segera melompat
mundur sejauh tiga langkah.
Derua angin pukulan yang panas menyengatpun seketika
hilang lenyap tak berbekas.
Setelah berdiri tegak Oh Put Kui baru menjura dan berkata
sambil tertawa:
"Siang tua, aku lupa diri sehingga hampir saja melukai
anda, untuk keteledoranku ini harap kau sudi memaafkan......."
waktu itu Siang Ki-pia telah mandi keringat, pelan-pelan dia
menyelipkan kembali kampaknya dipinggang, kemudian
sambil menghela napas panjang katanya:
"Aaaaaaiiii, aku memang sudah tua..........."
Biarpun cuma beberapa patah kata yang singkat, tapi
nadanya justru mengenaskan hati.
Kemudian setelah menjura dan mengulumkan senyuman
yang getir, dia berkata lagi:
"Lote, aku benar-benar takluk kepadamu."
Kemudian dengan langkah lebar segera mengundurkan diri
dari situ.
Oh PutKui sendiri berdiri dengan wajah serius, menanti
Siang Ki-pai telah duduk kembali, dia baru berpaling kearah
Lian Peng dan berkata lantang:
"Bibi Lian, bila aku telah menyusahlan jago anda, harap kau
sudi memaafkan......."
Selesai berkata, dengan langkah yang santaipun dia
berjalan kembali ketempat duduknya.
Sambil tertawa Lian Peng segera berkata
"Ilmu silat yang kongcu miliki benar-benar sangat hebat!
Sudah lumrah jika dalam suatu pertarungan ada pihak yang
menang ada pula yang kalah, terbukti sekarang kongcu
memang unggul karena kehebatan ilmu silatmu, apapula yang
membuat kau risau?"
Lalu setelah berhenti sejenak, sambil mengangkat kembali
cawannya dia berkata lebih jauh:
"Kongcu, terimalah hormat secawan arakku ini sebagai
ucapan selamat kami......."
Sambil tersenyum Oh Put Kui meneguk isi cawannya.
Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berbisik pelan:
"Toako, sungguh hebat ilmu pukulanmu tadi............."
"Sayang tenaga dalamku masih belum cukup sempurna,"
kata Oh Put Kui sambil tertawa, "andaikata orang tuamu yang
mewariskan ilmu tersebut kepadaku yang memainkannya,
mungkin seluruh ruangan ini sudah hancur lebur menjadi
puing berserakan."
Mendengar perkataan tersebut Nyoo Siau-sian segera
menjulur lidahnya.
Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh, katanya pula:
"Ilmu pukulan hong-hwee ciang ini merupakan pukulan
yang diandalkan It-gi Kitsu dalam berkelana dalam dunia
persilatan dimasa lampau, sebagai seorang jago yang
termashur karena ilmu pukulannya, bilamana ilmu tersebut
digunakan sendiri oleh si tua Ku, sudah barang tentu
kelihayannya akan berlipat ganda.........."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, tiba-tiba kakek latah
awet muda berkata pula sambil tertawa:
"Nona Lian, tolong tanya perjamuan ini akan
diselenggarakan sampai kapan?"
Tertegun Lian Peng menghadapi pertanyaan tersebut,
sahutnya kemudian:
"Ban tua, sayur yang dihidangkan pun baru separuh."
"Kalau begitu cepat sayur yang lain dihidangkan, makin
cepat transaksi diantara kita diwujudkan, hal ini semakin baik."
"AKu rasa kau orang tua kan tak usah terburu napsu," kata
Lian Peng sambil tertawa hambar.
Ilmu silat yang dimiliki Oh Put Kui nampaknya telah
menggemparkan semua jago lihay dari gedung Sian-hong-hu.
Perjamuan yang diselenggarakan kali ini akhirnya bisa
diakhiri dalam suasana yang tenang.
Kiau Hui-hui benar-benar merasa lega sekali ketika
perjamuan ini dinyatakan selesai.
Bahkan Nyoo Siau-sian sendiripun turut menghembuskan
napas lega.
Sebaliknya keadaan Oh Put Kui seperti dihari hari biasa, ia
tak nampak kaget tak nampak pula gembira, ketika selesai
bersantap, diapun kembali kegedung tamu agung untuk
beristirahat.
Kakek latah awet muda sendiri diundang langsung
memasuki gedung belakang.
Oh Put Kui tahu, orang tua ini sedang membicarakan
transaksi jual belinya dengan Lian Peng.
Tapi hal yang paling menggelisahkan hatinya adalah
sampai senja menjelang tiba, belum juga nampak kakek itu
munculkan diri.
Pengemis pikun sudah mulai habis kesabarannya.
Untung saja Oh Put Kui berhasil mencegah pengemis itu
untuk tidak melakukan hal-hal yang tak diinginkan.
Sebagai seorang tokoh tua yang berpengalaman dan
berkepandaian tinggi. Kakek latah awet muda tak mungkin
bisa dicelakai orang-orang Sian-hong-hu dengan begitu saja.
Menjelang kentongan pertama, dia bersama pengemis
pikun secara diam-diam berangkat meninggalkan gedung
tamu agung.
Suasana didasar loteng Seng-sim-lo gelap gulita tak
nampak sedikit cahayapun.
Oh Put Kui dan sipengemis pikun bergerak secara pelanpelan
ditengah kegelapan malam.
Tapi dengan mengandalkan ketajaman mata Oh Put Kui
yang mampu memandang dibalik kegelapan ditambah pula
kecerdasan otaknya yang mengagumkan, tak selang
beberapa saat kemudian mereka telah berhasil menemukan
pintu gerbang menuju kepenjara kematian tersebut.
Seluruh bangunan itu sudah mereka cari dan periksa
secara merata, namun orang yang dicari tak berhasil juga
ditemukan.
Pengemis pikun mulai menghela napas dan
menggelengkan kepalanya dengan hati kecewa.
Sedangkan Oh Put Kui?
dia tak percaya kalau jalan menuju kedalam penjara
kematian dibangun sedemikian rahasia dan hebatnya.
@oodwoo@
Jilid ke : 37
Kalau bisa, dia ingin mencabut keluar pedang karat cingpeng-
kiamnya dan menghancurkan bangunan dibawah tanah
itu sampai rata dengan tanah.
Suatu ketika, mendadak.............
Oh Put Kui merasa terperanjat sekali.
Ia tidak melakukan pencarian lagi atas pintu rahasia dari
penjara kematian itu.
Dengan suatu gerakan cepat dia menarik tangan
sipengemis pikun kemudian secepat sambaran kilat
menyembunyikan diri dibawah meja altar..........
"Ssssst Liok loko, ada orang datang !"
Waktu itu si pengemis pikun pun sudah mendengar ada
seseorang datang kesitu dengan kecepatan tinggi.
Serta merta mereka menyembunyikan diri dibawah kolong
meja dan tak berani berkutik.
Tak selang lama kemudian terdengar pintu loteng dibuka
orang.
Menyusul kemudian terlihat setitik cahaya lampu memancar
masuk kedalam ruangan loteng itu.
Lalu terdengar pula suara Lian Peng sedang berbisik:
"Saudara Ku, aku menduga mereka tak akan kemari,
bagaimana? Disini tak nampak sesosok bayangan
manusiapun bukan? Aku rasa saudara Ku kelewat banyak
curiga."
Dengan suara agak sangsi Ku Bun-wi segera berkata
"Tapi nona Lian....... sudah jelas aku memperoleh laporan
rahasia......."
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru lagi dengan
terperanjat:
"Nona Lian, mungkinkah mereka telah berhasil menemukan
pintu masuknya?"
Tiba-tiba Lian Peng tertawa:
"Penjara kematian ini dibangun secara kuat dan penuh
kerahasiaan, bagaimana mungkin mereka dapat menemukan
pintu rahasia tersebut? Bila saudara Ku tidak percaya,
silahkan kau buka pintu tersebut serta melakukan
pemeriksaan!"
Oh Put Kui serta pengemis pikun yang mendengar
perkataan tersebut menjadi tegang sekali dibuatnya.
Mereka sangat berharap Ku Bun-wi dapat segera membuka
pintu penjara tersebut secepatnya........
Sayang sekali Ku Bun-wi segera menyahut.
"Nona Lian, aku rasa tak usah diperiksa lagi, bayangkan
saja si kakek latah awet muda Ban Sik-tong pun dapat
tersekap disitu, apalagi yang mesti kita takuti dengan Oh Put
Kui? Hanya saja........."
Tiba-tiba ia termenung sampai lama sekali dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
Tapi Oh Put Kui serta pengemis pikun yang menyadap
pembicaraan itu menjadi terkejut sekali.
Benarkah si kakek latah awet mudapun terkurung dibawah
penjara kematian?
Berita tersebut pada hakekatnya sukar unutk dipercaya
dengan begitu saja.
Mendadak Lian Peng berkata sambil tertawa:
"Saudara Ku, lebih baik kau buka pintu rahasia itu, mari kita
turun kebawah melakukan pemeriksaan."
Ku Bun-wi segera tertawa dingin:
"Baiklah, andaikata Oh Put-kui dan sipengemis sialan itu
benar-benar berhasil menemukan pintu rahasia tersebut,
mungkin saat inipun mereka sudah terkurung didalam."
"Kalau dilihat dari wajah mereka yang tersekap semua
disitu, bisa kubayangkan tentu menarik sekali........." Lian Peng
menambahkan sambil tertawa.
Dalam pada itu Ku Bun-wi telah mengalihkan langkah
menuju kearah meja altar.
Oh Put Kui serta pengemis pikun kontan saja merasa
hatinya sangat tegang, sedemikian tegangnya sampai
tenggorokkan pun terasa amat kering.
Mereka kuatir sekali apabila Ku Bun-wi menyingkap meja
dan mengintip kekolong meja tersebut.
Secara diam-diam Oh Put Kui segera menghimpun tenaga
dalamnya mencapai sepuluh bagian dan bersiap sedia
melancarkan serangan, apabila Ku Bun-wi benar-benar
mengintip kekolong meja, dia segera akan menyerangnya
lebih dulu secara ganas.
Untung sekali Ku Bun-wi tidak berbuat demikian.
Dia menuju kesebuah lampu gantung dibelakang meja dan
menariknya...........
"Kraaaaaaaaakk...........
kraaaaaaaaaaaaaaakkkkkkkk........... "
Diiringi suara yang nyaring, tiba-tiba muncul sebuah pintu
rahasia disisi sebelah kiri meja tersebut.
Dengan langkah lebar Ku Bun-wi serta Lian Peng segera
melangkah masuk kebalik pintu rahasia tersebut.
Diam-diam Oh Put Kui menghembuskan napas lega
setelah menyaksikan kesemuanya ini.
Sebaliknya pengemis pikun menyeka keringat yang
mengalir ditubuhnya itu dengan perasaan lega.
Meski begitu, kedua orang itu belum berani berkutik dari
tempatnya semula.
Lebih kurang setengah perminum teh kemudian, Ku Bun-wi
dan Lian Peng muncul kembali dari balik pintu rahasia dengan
senyum dikulum.
"Sangat aneh, kemana perginya sipengemis busuk dan
bicah keparat itu?" Ku Bun-wi nampak sangat jengkel dan
kesal, "nona Lian, mungkinkah mereka sudah menuju keruang
belakang.................."
mendadak Lian Peng kelihatan tegang sekali, segera
sahutnya:
"Benar, hampir saja aku lupa dengan ruang belakang,
terutama Kiau Hui-hui, bisa jadi satu komplotan dengan
mereka. Bila Oh Put Kui pergi bertanya kepada mereka,
bukankah semua rahasia yang tak ingin kita beritahukan
kepada Siau-sian akan terbongkar? Mereka tentu tahu kalau
perbuatan kita yang mengatakan kakek Ban serta pengemis
pikun telah pergi lebih dulu adalah pemberitaan bohong."
Sambil berkata dia segera lari menuju keluar ruangan.
Melihat kepanikan yang melanda Lian Peng, cepat-cepat
Ku Bun-wi berseru dengan lantang:
"Benar, nona Lian harus melakukan pemeriksaan keruang
belakang, sedang aku akan melakukan pemeriksaan kebagian
kebun yang lain.........."
Lampu lentera segera menjadi redup dan kedua orang itu
telah beranjak meninggalkan tempat tersebut.
Sepeninggal kedua orang itu, Oh Put Kui menghembuskan
napas panjang dan segera merangkak keluar dari kolong
meja.
Pengemis pikun kelihatan sangat gembira katanya
kemudian sambil tertawa:
"Lote, nasib kita benar bagus, dalam keputus asaan
ternyata mereka muncul disini sambil memberi kesempatan
baik kepada kita untuk bertindak........."
"Liok loko, kau jangan keburu merasa gembira, siapa tahu
kalau perbuatan mereka ini hanya suatu perangkap!" kata Oh
Put Kui sambil tertawa.
"Apa?" pengemis pikun tertegun, "Kau
maksudkan.............."
Oh Put Kui memandang sekejap kearah lampu gantung itu
kemudian katanya sambil tertawa:
"Liok loko, sekalipun hal ini merupakan sebuah perangkap,
namun kita tetap akan menerjangnya......... aku lihat sudah
tiada jalan lain lagi buat kita..............."
"Lote, apakah kau menganggap secara yakin bahwa
semuanya ini merupakan perangkap yang sengaka mereka
atur?" tanya pengemis pikun dengan wajah tertegun.
Tampaknya pengemis pikun inipun telah berhasil menebak
keadaan yang sebenarnya secara samar.
"Siapa bilang tidak mungkin?" kata Oh Put Kui sambil
tertawa, "siapa tahu kalau mereka sesungguhnya tahu kalau
kita sedang bersembunyi dibawah kolong meja? Kalau tidak,
mengapa mereka tidak melakukan pemeriksaan diseluruh
ruangan loteng ini?"
"Tidak benar jika kau berkata demikian," seru pengemis
pikun sambil tertawa," lote, andaikata mereka tahu kalau kita
bersembunyi disini, mengapa pula mereka harus membuka
pintu rahasia tersebut serta melakukan pemeriksaan dibawah
penjara?"
"Disinilah terletak perangkap mereka, mereka ingin agar
kitapun terkurung juga dalam penjara ini," kata Oh Put Kui
sambil tertawa.
Mendengar perkataan tersebut si pengemis pikun segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, serunya cepat:
"Omong kosong, masa mereka dapat mengurung dirimu?"
Oh Put Kui menghela napas panjang:
"Mungkin juga penjara tersebut benar-benar dapat
mengurung kita, kalau tidak mengapa sampai sekarang belum
juga kita peroleh kabar berita dari Ban tua?"
Berubah hebat paras muka pengemis pikun setelah
mendengar perkataan itu.
Cepat-cepat dia mundur sejauh tiga langkah kebelakang,
kemudian serunya:
"Lote, kalau memang tempat ini merupakan sebuah
perangkap yang disediakan untuk menjebak kita, lebih baik
kita tak usah memasukinya."
"Tidak, kita harus memasukinya," kata Oh Put Kui sambil
tertawa, "loko, lebih baik kau tetap berada diatas."
Sambil berkata dia segera menekan lampu gantung diatas
dinding.
Diiringi suara gemuruh, pintu penjara itu segera terbuka
lebar.
Mendadak pengemis pikun menyelinap lebih dulu kedalam
pintu rahasia itu seraya serunya
"Lote, biar harus mengorbankan jiwa, aku sipengemis tetap
akan menemanimu.........."
"Tidak usah," tukas Oh Put Kui dengan kening berkerut,"
lebih baik engkoh tua menunggu diatas saja, dengan begitu
kita bisa saling bantu membantu........."
"lote, kali ini kau keliru besar, bila aku tetap tinggal diluar,
mungkin keselamatan jiwaku jauh lebih terancam daripada
mengikuti dirimu memasuki penjara kematian........"
"Oooooh, rupanya engkoh tua kuatir tak mampu
menghadapi kerubutan mereka?"
"Siapa bilang tidak?" sahut pengemis pikun sambil
melompat masuk kedalam pintu rahasia, "kau anggap mereka
tak dapat berbuat demikian terhadapku?"
Selesai berkata dia segera berjalan lebih dulu memasuki
pintu rahasia tersebut.
Terpaksa Oh Put Kui hanya tertawa dan tidak banyak
berbicara lagi.
oooo0dw0oooo
Setelah menuruni tujuh belas tingkat undakan batu,
sampailah mereka disebuah ruangan batu kecil yang gelap
gulita tak nampak setitik cahayapun.
Ditengah ruangan hanya terdapat sebuah kasur untuk alas
duduk orang.
Pada muka ruangan terdapat sebuah pintu selebar
beberapa depa, dibalik pintu itu tampak setitik cahaya lampu
memancar keluar, suasananya sungguh mengerikan hati.
Dengan suatu gerakan cepat Oh Put Kui menyelinap
menuju kearah pintu tersebut.
Ternyata dibalik pintu itu merupakan sebuah ruang batu
yang jauh lebih besar daripada ruang batu didepan.
Ditengah ruangan itu terdapat sebutir mutiara besar,
Pada tiga bagian dinding ruangan, masing-masing terdapat
tiga buah goa sebesar mangkuk yang tingginya tiga depa dari
permukaan tanah, gua itu gelap gulita sehingga tidak nampak
sesuatu apapun.
Oh Put Kui memperhatikan sekejap keadaan disekeliling
tempat itu, tiba-tiba serunya:
"Ban tua, berada dimanakah kau?"
Bentakan keras yang ditemukan dibawah ruangan ini
benar-benar menghasilkan suatu dengungan yang keras
sekali.
Dengan perasaan terkesiap pengemis pikun segera
berpikir:
"Sialan, siapa suruh kau berteriak keras?"
Tapi belum habis ingatan tersebut melintas lewat, dari balik
goa kecil disebelah kiri sudah kedengaran seorang tertawa
terbahak bahak dengan keras.
Suara tersebut tak lain adalah suara dari si kakek latah
awet muda.
"Anak muda" kedengaran dia berseru, "sudah kuduga kau
pasti akan mencari sampai disini..........."
Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendengar suara itu,
segera pikirnya:
"Tampaknya kakek ini tidak tahu apa artinya duka,
andaikata aku tidak kemari........."
Sementara itu diluarnya dia segera menjawab:
"Ban tua, boanpwe tidak menerima kalau kau benar-benar
terkurung disini........."
Mendengar itu kembali kakek latah awet muda tertawa
tergelak:
"Benar, aku memang terkurung disini........"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kedengaran dia berseru
lagi dengan suara dalam:
"Mana sipengemis ?"
Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, pengemis pikun
telah menyahut dengan lantang:
"Aku sipengemis berada disini........."
"Haaaaaaaaaahhhhhhhhh........ haaaaaahhhhh........
hhhhaaaaahhhhh.......... bagus sekali," seru kakek latah awet
muda sambil tertawa tergelak, "apabila kau tak berani
memasuki penjara bawah tanah hari ini, aku sudah bersiapsiap
memunahkan semua kepandaian silatmu begitu lolos dari
kurungan disini........."
Mendengar ancaman tersebut sipengemis pikun segera
menjulurkan lidahnya dengan perasaan ngeri, teriaknya:
"Empek Ban, kapan sih aku sipengemis telah membuat
gara-gara kepadamu?"
"Masa kau berani? Coba bayangkan saja apakah aku mesti
berpeluk tangan saja melihat seorang pengemis kecil macam
kau hidup sebagai pengecut yang takut mampus?"
Baru sekarang pengemis pikun dapat bersyukur didalam
hati, untung saja dia nekad turut masuk kedalam penjara
bawah tanah, seandainya dia tetap tinggal diluar pintu rahasia
tadi, sudah jelas dia tak akan terlepas dari tuduhan sebagai
pengecut yang takut mati.
Biarpun merasa terkejut didalam hati, namun diluarnya dia
berseru dengan penuh bersemangat:
"Empek Ban, siapa bilang aku sipengemis adalah seorang
pengecut yang takut mati?"
Baru selesai dia berkata, kakek latah awet muda telah
menyambung sambil tertawa:
"Aku percaya kepada mu........."
Baru sekarang Oh Put Kui berkata sambil tertawa:
"Ban tua, perlukah kubukakan tembok penghalang ini?"
Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaaaaaahhhhh........... haaaaaaaaaaaahhh...........
haaaaaaaaaahhhhhhhh..... anak muda, kau anggap aku
benar-benar terkurung disini?"
Oh Put kui segera menjadi tertegun setelah mendengar
perkataan tersebut, dia berpaling dan memandang sekejap
kearah goa kecil dihadapannya, lalu bertanya sambil tertawa:
"Apakah kau orang tua mampu keluar dari situ?"
"Tentu saja........" kakek latah awet muda tertawa tergelak,
"kalau cuma dinding batu setebal tiga depapun sudah dapat
mengurung diriku, buat apa orang menyebutku sebagai situa
Ban yang serba tahu dan serba bisa?"
"Kalau toh kau orang tua tidak tersekap, mengapa tidak
segera keluar dari sini?" tanya sang pemuda kemudian sambil
tertawa.
"Haaaaahhhhhh.......... hhhhhhaaaaaaahhhhhhhh......
haaaahhhhh....... aku ingin mencoba sampai dimanakah
kemampuanmu, kecerdasanmu serta keberanianmu............."
"Ban tua, tentunya kau sudah mencobanya bukan
sekarang?"
"Yaaa, sudah kubuktikan, ternyata kau memang seorang
pemuda yang berhati mulia......"
Oh Put Kui tertawa geli oleh perkataan tersebut.
SEmentara si pengemis pikun berteriak keras tiba-tiba:
"Ban tua, ayoh cepat keluar!"
"Hey pengemis cilik, aku saja tidak cemas apa pula yang
kau gelisahkan?"
"Ban tua, kau tahu perempuan she Lian itu sengaja
membuat perangkap disini agar aku sipengemis dan Oh lote
terjebak didalamnya, bila kau tidak segera keluar dan sampai
mereka berdatangan semua disini, urusannya tentu akan
bertambah repot........."
"Perangkap? Perangkap apa?" kata kakek latah awet muda
sambil tertawa.
"Ban tua, kau anggap kami sendiri yang berhasil
menemukan alat rahasia pembuka pintu bawah tanah ini?"
"Kalau bukan dicari sendiri, memangnya ada orang yang
sengaja membukakan pintu untuk melepaskan kalian masuk?"
"Memang begitulah, cuma mereka bukakan pintu tersebut
secara diam-diam.........."
"Siapa yang telah memberi petunjuk kepada kalian?"
"Lian Peng serta Ku Bun-wi?"
"Lhooo, kok bisa mereka?" seru kakek latah awet muda
agak tertegun.
"Itulah sebabnya kubilang hal ini merupakan suatu
perangkap, dia ingin mengurung pula aku serta oh lote
disini..........."
"Benarkah demikian?"
"Memang begitulah keadaan yang sebenarnya," sahut Oh
Put Kui sambil tertawa.
Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Anak muda, bukan saja kau berhati mulia, pada
hakekatnya kau lebih mengutamakan urusan dinas daripada
kepentingan sendiri, memandang kematian bagaikan
berpulang biasa............"
"Pujian yang kelewatan..........." batin Oh Put Kui.
Dalam pada itu si kakek latah awet muda telah berkata lagi
setelah berhenti sejenak:
"Anak muda, dimanakah Lian Peng serta Ku Bun-wi
sekarang?"
"Aku rasa mereka segera akan menyusul kemari........."
Mendadak dari arah pintu yang memisahkan ruang depan
dengan ruang dalam kedengaran suara gemerincing yang
amat nyaring.............
Menyusul kemudian tampak pintu sempit tersebut sudah
tertutup rapat-rapat.
Pada saat itulah kedengaran Lian Peng berseru sambil
tertawa dingin:
"Oh Kongcu, tentunya kedatanganku tepat pada waktunya
bukan..........."
Disaat pintu batu itu hampir menutup, pengemis pikun
cepat-cepat menyerbu keluar dan menghantam pintu tersebut
dengan sepenuh tenaga.........
Sambil menggempur pintu, teriaknya keras-keras:
"Nona Lian, jangan kau tutup pintu ini, aku sipengemis akan
keluar untuk kencing..........."
Tapi sayang pintu batu tersebut sudah tertutup rapat-rapat.
Kakek latah awet muda yang mendengar perkataan
tersebut segera berseru sambil tertawa:
"Pengemis kecil, kalau ingin kencingpun tak usah terburu
nafsu............."
Sementara itu Oh Put Kui telah berkerut kening.
Dia menjumpai kalau suara pembicaraan dari Lian Peng
berasal dari atas ruangan batu itu.
Padahal diatas langit-langit ruangan batu itu sama sekali
tidak terdapat sedikit celahpun.
Dia tak habis mengerti bagaimana cara Lian Peng
menyampaikan suara pembicaraannya kebawah ruangan,
bilamana ruangan tersebut tertutup begitu rapat.
Setelah termenung sejenak, Oh Put Kui segera berkata
sambil tertawa tergelak:
"Bibi Lian, beginikah caramu melayani tamu?"
Lian Peng tertawa terkekeh-kekeh:
"Oh kongcu, saat ini kau sudah bukan merupakan tamu
agung gedung kami lagi..........."
Untuk berhasil menemukan dariamanakah sumber suara
dari Lian Peng tersebut, tentu saja Oh Put Kui tak ingin
memutuskan pembicaraan antara mereka dengan begitu saja,
mendengar perkataan tersebut ia segera berkata sambil
tertawa tergelak:
"Bibi Lian, jadi kau yakin kalau aku tak sanggup keluar lagi
dari sini?"
"Yaaaa, pada hakekatnya kau memang tak bisa keluar lagi
dari situ."
Dalam waktu singkat Oh Put Kui telah berhasil menemukan
sesuatu titik terang.
Tapi dia belum berani memastikan seratus persen, maka
kembali ujarnya sambil tertawa:
"Bibi Lian, adik Siau-sian tentu akan menanyakan
persoalan ini kepadamu!"
Mendadak Lian Peng tertawa cekikikan, serunya:
"Tentu saja dia akan menanyakan persoalan ini, tapi kau
tak usah kuatir, aku dapat membuatnya percaya dengan
perkataanku, bukan saja tidak cemas malahan justru
bertambah gembira.............."
"Jawaban apakah yang hendak bibi Lian sampaikan
kepada adik Siau-sian sehinggga membuatnya merasa
gembira?"
Lian Peng tertawa:
"Oh kongcu, sebenarnya aku tak ingin menjawab
pertanyaanmu itu, tapi berhubung kau memang tak bisa keluar
lagi dari penjara kematian untuk selamanya, baiklah akan
kuberi kesempatan kepadamu untuk bertanya sampai
jelas.........."
Sementara itu sipengemis pikun sudah berapa kali ingin
mencaci maki lawannya, tapi niat tersebut selalu berhenti
dicegah oleh Oh Put Kui, sebab dia menganggap segala
umpatan tersebut sama sekali tak ada manfaatnya.
Disaat Lian Peng berhenti berbicara, Oh Put Kui segera
berseru lagi:
"Bibi Lian, kau memang berbesar jiwa."
Lian Peng tertawa dingin:
"Terhadap seseorang yang sudah tak punya harapan lagi
untuk hidup bebas, aku memang perlu berbesar jiwa.........."
Sejenak kemudian dengan suara yang lebih lembut dia
berkata kembali:
"Oh kongcu, akan kukatakan kepada anak sian bahwa kau
bersama kakek latah awet muda dan pengemis pikun telah
pergi lebih dulu, dia tentu akan percaya dengan perkataanku
ini."
Oh Put Kui segera berpikir:
"Bisa saja dia berbuat demikian..........."
Ketika Lian Peng tidak mendengar jawaban dari Oh Put
Kui, dia segera berkata lagi:
"Oh Kongcu, tentunya kau mengakui bukan kalau
perkataanku ini tepat sekali?"
"Tapi aku rasa alasanmu itu tak akan bisa mengembalikan
hati adik Siau-sian."
Lian Peng segera tertawa.
"Andaikata akupun memberitahukan kepadanya bahwa
kalian telah berhasil menolong seorang tokoh silat yang
terkurung ddalam penjara kematian, bukankah dia akan
bergembira sekali?"
"Haaaaahhhhh......... haaaaahhh.........
haaaaaaaaahhhhhh........ mana mungkin dia akan percaya ?"
seru Oh Put Kui sambil tertawa tergelak, "apalagi rahasia
penjara kematian kau bakal bocor?"
Dia menganggap perkataan dari Lian Peng ini tidak tepat,
orang yang berada dalam penjara kematian disekap oleh Lian
Peng sendiri, bagaimana mungkin dia bisa memberi
penjelasan kepada Siau-sian?
Tapi Lian Peng segera tertawa terkekeh-kekeh sambil
katanya:
"Asalkan kulimpahkan semua tanggung jawab kini kepada
mendiang suamiku, anak Sian pasti tak akan menaruh curiga
lagi.............."
Mau tak mau Oh Put Kui harus mengakui juga akan
kelicikan serta kecerdikan perempuan ini.
Seandainya dia benar-benar berkata demikian, Nyoo Siausian
pasti akan percaya penuh dengan perkataannya.
Dalam pada itu Oh Put Kui telah berhasil pula membuktikan
bahwa apa yang diduganya memang benar.
Ternyata suara pembicaraan dari Lian Peng disalurkan
melalui balik tirai besi diantara mutiara yang berada dalam
ruangan, bahkan bisa jadi dibalik tirai besi itu terdapat sebuah
lubang kecil yang dapat dipakai untuk mengintip keadaan
dalam ruangan tersebut.
Setelah termenung sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil
tertawa:
"Bibi Lian, semua perhitunganmu cukup membuat aku
kagum, hanya sayang kesalahanmu yang terbesar tak pernah
terpikirkan olehmu.............."
"Aku tidak percaya kalau aku telah melakukan kesalahan!"
kata Lian Peng sambil tertawa dingin.
"Bibi Lian, kau harus tahu penjara kematian ini tak akan
mampu mengurung kami!" seru sang pemuda sambil tertawa.
Baru selesai perkataan itu diutarakan, Lian Peng tak bisa
menahan diri lagi untuk tertawa tergelak:
"Oh kongcu, bagaimanakah kemampuanmu bila
dibandingkan dengan kemampuan Ban Sik-tong?"
"Tentu saja tak bisa ditandingi, Ban tua merupakan seorang
tokoh persilatan yang luar biasa."
"Itulah dia, bahkan Ban Sik-tong pun terkurung
disini.............."
Belum habis perkataan itu diutarakan kakek latah awet
muda telah berseru sambil tertawa tergelak:
"Budak Lian, kau tak usah mengigau lebih dulu, sebetulnya
aku masih ingin berdiam beberapa lama lagi dalam ruangan
yang kau sebut sebagai penjara kematian ini, tapi berhubung
aku mendongkol setelah mendengar ejekanmu ini, maka
terpaksa aku akan keluar lebih awal..................."
Begitu selesai berkata, mendadak terdengar suara
bentakan keras berkumandang dalam ruangan.
Sementara Oh Put Kui masih tertegun, dinding batu setebal
tiga depa itu sudah retak sepanjang beberapa kaki dengan
lebar beberapa depa............
Kemudian disusul kakek latah awet muda pun menerobos
keluar dari situ.
Oh Put Kui segera mendengar jeritan kaget dari Lian Peng
bergema tiba.
"Bagaimana anak muda?" terdengar kakek latah awet
muda berseru kepada Oh Put Kui sambil menepuk bahunya,
"aku tidak mengibul bukan...............?"
Oh Put Kui tertawa:
"Sejak tadi boanpwe sudah percaya!"
Kakek latah awet muda segera mendongakkan kepalanya,
lalu berseru sambil tertawa tergelak:
"Hey budak, apakah kau masih berada disitu?"
Tentu saja tidak ada.
Disaat kakek latah awet muda menjebol dinding tadi, Lian
Peng sudah kabur terbirit-birit karena ketakutan.
"Ban tua, dia sudah lari ketakutan !" seru Oh Put Kui
kemudian sambil tertawa.
"Anak muda, aku rasa dia bukan lari karena
ketakutan............"
"Empek tua, kau anggap apa yang sedang dilakukan Lian
Peng?" tanya pengemis pikun tertegun.
"Tentu saja mencari akal jahat lain untuk memendam
hidup-hidup kita semua disini..........."
"Mati tertimbun paling tak enak, Ban tua, lote, ayoh cepat
kita kabur dari sini............." teriak pengemis pikun ketakutan.
"Tak usah terburu napsu," Oh Put Kui menggeleng sambil
tertawa, "Ban tua, apakah gwakongku berada disini?"
"Yaaa, benar!"
"Mengapa boanpwe tidak mendengar suaranya?"
"Haaaaahhhh.......... hhhaaaaaahhhhhhhhh........
hhhhhaaaaahhhhhh.......... karena aku telah menotok jalan
darah tidurnya."
"Mengapa begitu?"
"Si tua aneh she Lan ini kelewat berangasan. Aku kuatir
setelah lolos dari sini nanti kelewat banyak membunuh orang,
oleh sebab itu mau tak mau aku harus menotok jalan darah
tidurnya lebih dulu, apalagi aku pun tak tega membiarkan dia
tahu dengan mata kepalanya sendiri bagaimana dirinya
ditolong orang........."
Oh Put Kui bukan orang bodoh, dia segera mengerti bahwa
dibalik kesemuanya ini tentu ada hal-hal yang tak beres.
Maka sambil tertawa hambar katanya:
"Ban tua, apakah gwakongku telah mendapat musibah?"
"Anak muda kau memang cerdik sekali.........." puji kakek
latah awet muda setelah tertegun sejenak.
Oh Put Kui merasa amat terperanjat, cepat-cepat dia
berseru:
"Ban tua, luka apakah yang diderita dia orang tua?"
Tiba-tiba kakek latah awet muda menghela napas panjang:
"Kakek luarmu telah dibelenggu tulang pie-pa-kutnya oleh
Wi Thian-yang dengan rantai tembaga yang terbuat dari baja
berumur selaksa tahun, akibatnya meskipun memiliki ilmu silat
yang tinggi namun tak dapat digunakan.........."
"Jadi ilmu silat yang dimiliki gwakongku telah punah?"
tanya Oh Put Kui dengan perasaan ngenes.
"Siapa yang mampu memunahkan ilmu silat dari situa aneh
she Lan? Anak muda, kakek luarmu hanya terluka pada goankhinya,
asal beristirahat barang sepuluh hari sampai dengan
setengah bulan, kesehatannya tentu akan pulih kembali."
Oh Put Kui baru merasa lega setelah mendengar perkataan
ini, katanya kemudian:
"Kalau begitu biar boanpwe masuk kedalam untuk
membopong keluar dia orang tua."
"Tidak usah kau sendiri, biar sipengemis cilik yang
melakukan tugas tersebut!"
Tapi Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya:
"Tidak bisa jadi, sudah menjadi kewajiban boanpwe untuk
mengurusi kakek luarku, masa aku harus merepotkan Liok
loko untuk membopongnya?"
Dalam pada itu sipengemis pikun telah menerobos masuk
kedalam penjara kematian tanpa mengucapkan sepatah
katapun.
Dalam waktu singkat dia telah muncul kembali dari balik
goa dengan membopong seorang kakek berbaju biru yang
berjenggot putih.
Betul juga, kakek berbaju biru itu sudah tertidur sangat
nyenyak..........
Jubah biru yang dikenakan olehnya sudah compang
camping........... dibagian bawah bahunya terdapat dua buah
lubang besar, mungkin disitulah rantai baja yang semula
membelenggunya berada.
Dengan sedih Oh Put Kui menjura kepada Peng-goankoay-
kek Lan Ciu-sui yang tertidur nyenyak itu, lain
gumamnya:
"Cucunda menjumpai gwakong........."
Tanpa disadari titik air mata telah jatuh berlinang
membasahi pipinya.
Melihat hal tersebut, kakek latah awet muda segera
menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya sambil
tertawa:
"Anak muda, kau jangan bersedih hati, mari kita buka pintu
dan menerobos keluar dari sini........."
"Boanpwe turut perintah.........."
Dengan langkah lebar dia berjalan menuju kedepan pintu
batu yang btertutup rapat itu, lalu menarik napas panjang,
menghimpun tenaga dalam sebesar sepuluh bagian dalam
telapak tangannnya, dan diiringi suara bentakan keras segera
dilontarkan kedepan.
"Blaaaaaaammmmm............."
Pintu batu itu segera hancur berkeping-keping dan roboh
keatas tanah.
"Ilmu pukulan yang sangat hebat, anak muda, ternyata kau
mampu menghancurkan seluruh pintu batu tersebut!"
Padahal secara diam-diam Oh Put Kui sendiripun merasa
sangat terkejut.
Ia tak habis mengerti darimanakah datangnya tenaga
serangan yang begini dahsyat.
Tapi dia lupa, serangan tersebut dilancarkan olehnya dalam
keadaan sedih dan marah, tak heran kalau tenaga yang
terpancar kemudian sama sekali diluar dugaan bahkan satu
kali lipat lebih dahsyat daripada kemampuannya semula.
Dengan cepat mereka bertiga melangkah keluar dari pintu
batu tersebut.
Tapi pintu keluar diatas permukaan tanah ternyata
disumbat pula rapat-rapat.
Kakek latah awet muda segera berseru sambil tertawa:
"Anak muda, pergunakan pedangmu."
Oh Put Kui menurut dan segera mencabut keluar pedang
karatnya, baru saja siap akan dibacokkan keatas, mendadak
kakek latah awet muda menghalangi kembali seraya berseru:
"Berikan pedang itu kepadaku!"
Oh Put Kui berdiri tertegun setelah mendengar seruan itu,
tapi dia segera menyodorkan pedang karat itu kedepan.
Setelah menerima pedang tersebut, kakek latah awet muda
baru berkata sambil tertawa tergelak:
"Anak muda, tahukah kau apa kegunaaan pedang yang
kupinjam ini..........."
Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Biarpun boanpwe tidak tahu setepatnya namun masih
dapat menduga, bukankah kau ingin menggunakan ketajaman
pedang tersebut untuk membelah pintu tersebut..............."
"Kau hanya betul separuh anak muda!" seru kakek latah
awet muda sambil tertawa.
"Hanya betul separuh?"
"Aku tak akan mempergunakan ketajaman dari pedang
tersebut, melainkan menggunakan sari hawa sakti dari
ketajaman pedang tersebut.............."
Setelah berhenti sejenak, kakek itu berkata lebih jauh:
"Pedang ini merupakan senjata tajam yang luar biasa, apa
bila digunakan oleh orang yang bertenaga dalam tinggi, dan
menyalurkan seluruh kemampuan kedalam pedang tersebut,
maka baja yang berada sepuluh kaki jauhnyapun akan
tertembus juga...................."
"Boanpwe sudah mengerti!" Oh Put Kui tertawa.
"Apa yang kau pahami?"
"Pintu batu yang tembus keatas ini tebalnya mencapai
berapa kaki, kau orang tua tentu kuatir boanpwe tidak
memahami rahasia tersebut sehingga membuang tenaga
dengan percuma tanpa memberikan hasil yang nyata,
bukankah demikian?"
"Ya memang begitulah................" kakek latah awet muda
tertawa.
Begitu selesai berkata, pedangnya yang berada ditangan
kanan segera ditusukkan kearah pintu batu yang tebal itu.
Dengan sebilah pedang yang sama, namun memberikan
pengaruh yang berbeda ditangan kakek tersebut.
Oh Put Kui segera menyaksikan disaat ujung pedang karat
cing-peng-kian itu hampir mencapai pintu batu itu, tiba-tiba
menyembur keluar segulung hawa pedang berwarna hijau
yang langsung menembusi batu tersebut.
Ketika kakek latah awet muda mengerahkan tenaganya
sambil memutar pergelangan tangan.
Hancuran batu segera berguguran keatas tanah bagaikan
hujan gerimis.
Secara beruntun kakek latah awet muda melancarkan tiga
buah serangan berantai.
Diatas pintu batu yang sangat tebal itu segera muncul tiga
retakan besar yang membelah batu besar menjadi tiga bagian.
Tidak sampai disitu batu raksasa seberat ribuan kati itu
rontok keatas tanah, tiba-tiba kakek latah awet muda
mengayunkan tangan kirinya melepaskan sebuah pukulan
dahsyat setelah itu baru serunya sambil tertawa tergelak:
"Anak muda, bagaimana hasilnya............."
Ternyata pintu batu itu sudah terbelah sehingga muncul
sebuah lubang yang besar.
Sebaliknya hancuran batu yang terbelah oleh pedang tadi
sudah mencelat sejauh dua kaki lebih oleh tenaga pukulan
kakek latah awet muda, terbukti timbul suara gemuruh yang
keras diatas permukaan tanah sebelah atas.
"Ban tua, kekuatan tenaga pukulanmu benar-benar
mengagumkan boanpwe.........." puji Oh Put Kui kemudian
sambil tertawa.
kakek latah awet muda tertawa terbahak bahak, setelah
mengembalikan pedang ketangan Oh Put Kui, tanpa
mengucapkan sepatah katapun dia menerobos keluar dari
pintu rahasia tersebut.
Setelah menyarungkan pedangnya, Oh Put Kui malah
mundur selangkah kebelakang.
Dia membiarkan pengemis pikun yang membopong
kakeknya keluar lebih dulu sebelum dia menyusul
dibelakangnya.
Ketika mereka bertiga sudah keluar dari penjara bawah
tanah, ditemukan ruangan loteng Seng-sim-lo telah terang
benderang bermandikan cahaya lentera.
Meja altar yang berada dalam ruangan telah hancur
berantakan tertumbuk oleh pintu batu yang mencelat terkena
pukulan tadi.
Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kakek
latah awet muda segera berseru:
"Anak muda, mari kita balik dulu ke gedung penerimaan
tamu..........."
"Silahkan kau orang tua mengambil tampuk pimpinan!"
sahut Oh Put Kui tertawa.
Mendadak pengemis pikun menggelengkan kepalanya
berulang kali seraya berseru:
"Aku rasa tak baik, kita tak boleh terlalu lama berdiam
didalam sarang harimau..........."
"Huuuuuuh, tempat macam inipun disebut sarang
harimau?" kakek latah awet muda tertawa tergelak, "kentut
anjing, hey ppengemis cilik, jika nyalimu kelewat kecil lebih
baik cepat-cepat menggelinding pergi dari sini, aku kuatir kau
akan membikin malu perkumpulanmu saja........"
"Aaaaaaakh, tindakan pengamanan seperti ini bukan
termasuk perbuatan yang memalukan," teriak pengemis pikun,
"Ban lopeh, ini namanya orang yang tahu diri."
"Huuuuuuh, tahu diri apa.........." ejek Oh Put Kui tertawa
geli.
"Hey kunyuk," seru kakek latah pula, "ini bukan namanya
tahu diri, tapi pengecut takut mati !"
"Aku sipengemis bukan seorang pengecut yang takut mati,
" seru pengemis pikun sambil membalikkan biji matanya,
"yang benar, Lan cianpwe ini tak boleh sampai memperoleh
rasa kaget lagi akibat gangguan dari mereka !"
Diam-diam terkejut juga Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, dia merasa apa yang dikatakan sipengemis
pikun memang beralasan sekali.
Tapi si kakek latah awet muda segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Siapa yang berani berbuat demikian? Selama aku berada
disini, tak nanti mereka berani mencoba mencabut gigi dari
mulut harimau............."
Memang apa yang dikatakanpun bukan sebuah kibulan
kosong belaka.
Sudah barang tentu pengemis pikunpun tak berani banyak
berbicara lagi.
Dengan dipimpin oleh si kakek latah awet muda,
berangkatlah ketiga orang itu menuju ke gedung tamu agung.
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera pula direbahkan
diatas pembaringan dalam kamar kakek latah awet muda.
Sedangkan Oh Put Kui balik pula kedalam kamar sendiri.
Hanya pengemis pikun seorang yang mengomel tiada
hentinya:
"Sialan........ benar-benar lagi apes.........."
Rupanya lagi-lagi mendapat tugas untuk menjaga pintu.
Padahal apa yang diperbuat mereka saat ini sama sekali
tak ada artinya, karena segenap pemimpin dalam gedung
Sian-hong-hu telah mengambil langkah seribu dan tak
seorangpun yang ketinggalan.
Yang masih tetap berada disitu hanya sikakek pencari kayu
dari bukit utara serta situkang ramal setan.
Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui juga tidak pergi.
Lian Peng tidak memberi kabar kepada mereka, diapun tak
berani mengabarkan kejadian tersebut kepada mereka.
Oleh sebab itulah disaat fajar telah menyingsing dan
mereka berdua berniat memberi salam kepada Lian Peng,
baru saat itulah diketahui kalau Lian peng sudah tidak berada
ditempat.
Nyoo Siau-sian sama sekali tidak merasakan sesuatu
gejala yang tidak beres.
Sebab dimasa-masa lalupun bibi Liannya seringkali pergi
meninggalkan rumah tanpa pamit.
Berbeda sekali dengan Kiau Hui-hui, dia segera merasakan
ada sesuatu yang tak beres.
"Adik Sian," demikian ia berkata kemudian, "mari kita pergi
menengok Oh toako, apakah dia masih berada
ditempat.........."
Pertanyaan ini serta merta meningkatkan kewaspadaan
Nyoo Siau-sian, dia tahu tentu ada yang tak beres dalam
gedungnya.
"Betul enci Kiau," sahutnya segera, "apakah kau
merasakan sesuatu gejala yang kurang beres?"
Kiau Hui-hui manggut-manggut:
"Yaaa, aku kuatir kalau kepergian bibi Lian secara
mendadak ini ada sangkut pautnya dengan oh toako!"
"Kalau begitu, mari kita segera berangkat..........." kata Nyoo
Siau-sian dengan wajah berubah.
Bagaikan hembusan angin, serentak berangkatlah kedua
orang gadis itu menuju kegedung tamu agung.
Sungguh diluar dugaan ternyata persoalan yang dijumpai
sama sekali berjalan lancar dan tanpa halangan.
Tapi kejadian ini pun membuat Nyoo Siau-sian merasakn
hatinya makin pedih dan menderita.
Ia merasakan hatinya resah dan duka.
Diapun merasakan cekaman yang begitu besar dan
mengerikan tentang asal usulnya.
Dan saat ini , dia seolah olah merasa dirinya sudah menjadi
puteri Nyoo Thian-wi serta memperoleh cemoohan, hinaan
dan caci maki dari umat persilatan.
Tapi dengan munculnya kedua orang gadis itu, Oh Put Kui
pun menjadi semakin yakin bahwa gedung Sian-hong-hu
memang terdapat masalah yang kurang beres, bahkan bisa
jadi seluruh peristiwa yang terjadi selama ini didalangi oleh
mereka.
sambil tertawa terbahak-bahak kakek latah awet muda
segera berkata:
"Hey budak, bukankah Lian Peng hilang secara
mendadak?"
"Betul, semenjak pagi tadi, tak seorang manusiapun yang
berhasil kami jumpai!" sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa getir.
Kembali kakek latah awet muda tertawa:
"Sudah kuketahui sejak tadi, ia tentu sudah melarikan
diri............."
"Sudah kau duga?" tanya Oh Put Kui tercengang.
"Haaaaahhhhhh......... haaaaahhhhhhhh..........
haaaaaahhhhhh......... aku bukan cuma menduga, bahkan
dugaanku amat tepat sekali. Demi keselamatan jiwanya sudah
barang tentu Lian Peng tak akan berani bercokol dalam
gedung lagi!"
"Tapi mungkinkah dia kabur kemana?" tanya Nyoo Siausian
dengan perasaan kaget.
Bagi pendapat Nyoo Siau-sian, kepergian Lian Peng tanpa
pamit merupakan suatu peristiwa yang sukar dimengerti.
"Menurut pendapatmu dia bisa pergi kemana?" kakek latah
awet muda balik bertanya.
"Boanpwe tidak tahu....."
"Hey budak, biasanya apakah dia seringkali pergi
meninggalkan gedung.............?"
"Betul," gadis itu mengangguk, "bibi Lian memang
seringkali pergi meninggalkan rumah."
"Tahukah kau kemana dia pergi?"
Nyoo Siau-sian berpikir sebentar, lalu jawabnya :
"Agaknya suatu kali bibi Lian pernah bilang hendak pergi ke
Tay-tong........."
"Tay-tong diShoa-say?" tanya kakek latah awet muda
dengan kening berkerut.
"Betul!"
"Waaaaah tidak betul !" seru kakek latah awet muda sambil
garuk-garuk kepala dan menggeleng berulang kali,
"seharusnya dia mesti pergi ke Biau-hong-san!"
"Biau-hong-san?" kembali Oh Put Kui tertegun.
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Anak muda, tahukah kau apa sebabnya aku mengatakan
bahwa dia seharusnya pergi ke Biau-hong-san ?"
"Boanpwe memang ingin mohon petunjuk!"
"sebab diatas bukit Biau-hong-san berdiam seorang
manusia aneh dari dunia persilatan!"
Oh Put Kui tidak percaya, mungkinkah dibukit Biau-hongsan
berdiam manusia aneh dari dunia persilatan?
Sambil tertawa segera ujarnya:
"Boanpwe merasa kurang percaya!"
"Anak muda, pernahkah kau mendengar tentang dua
manusia aneh tertawa dan menangis?"
Setelah tertegun sejenak sahut Oh Put Kui:
"Boanpwe pernah bersua dengan Tiang-siau-sin-ang
(Kakek sakti tertawa keras) Beng Pek-tim, mungkinkah kakek
Beng berdiam diatas bukit Biau-hong-san yang banyak
dikunjungi pelancong itu?"
Timbul perasaan tertarik dalam hati kakek latah awet muda
setelah mendengar ucapan ini, dia segera bertanya:
"Anak muda, kapan sih kau pernah bersua dengan si cebol
Beng........?"
"Boanpwe pernah bersua dengan mereka ketika berada
diperkampungan Tang-mo-san-ceng!"
"Kau pernah beradu kepandaian dengan sicebol she Beng
itu?"
"Belum pernah!" Oh Put Kui menggeleng.
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"untung saja kau tidak mencobanya, kalau tidak kau benarbenar
tak akan mampu berbuat apa-apa terhadapnya!"
Oh Put Kui tertawa hambar sesudah mendengar ucapan
tersebut.
"Jadi kau tidak percaya?" tanya kakek latah awet muda
sambil mendelik.
"Boanpwe mengerti kalau bukan tandingan dari kakek
Beng, itulah sebabnya tak sampai bertarung dengannya,"
pemuda itu tertawa.
Mendadak terdengar pengemis pikun yang berada didepan
pintu berteriak:
"Lote, kau jangan kelewat merosotkan kemampuan
sendiri!"
"Tapi loko......... aku toh tidak bertarung dengannya waktu
itu," bantah Oh Put Kui.
"Siapa bilang tidak? Bukankah kau telah memperlihatkan
kehebatan ilmu Thian-liong-sian-kang mu?"
"Aaaaahh, itu sih tidak terhitung seberapa............." kata Oh
Put Kui sambil tertawa.
Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaahhhh.......... haaaaaaaaahhhh........
haaaaaahhhhhh......... aku tahu sekarang, rupanya disebabkan
kau telah mendemontrasikan kehebatan ilmu sakti tersebut,
maka tua bangka itu dipaksa mundur sebelum
bertarung.........."
"Memang begitulah keadaan yang sebenarnya !"
Kakek latah awet muda segera berpaling kearah pengemis
pikun, lalu serunya:
"Pengemis kecil, bukankah kau yang memberitahukan soal
ini kepadanya?"
Pengemis pikun tertawa:
"Aku si pengemis adalah orang yang takut menderita rugi!"
"Nah itulah dia," seru kakek latah awet muda lagi,
"seandainya mereka berdua betul bertarung, yang jelas bocah
muda ini pasti akan menderita kekalahan........"
Pengemis pikun segera menjulurkan lidahnya sambil
menarik kembali kepalanya.
Sedangkan Oh Put Kui bertanya lagi sambil tertawa
hambar:
"Ban tua, apakah Beng lojin berdia di bukit Biau-hong-san?"
"Bukan hanya sicebol Beng, kakek cengeng beralis putih
Cin Huay-wan sisetan ceking itupun berdiam pula disana."
Oh Put Kui terkejut sekali, sedangkan Nyoo Siau-sian dan
Kiau Hui-hui dibuat tertegun.
Sebenarnya hubungan apakah yang terjalin antara bibi Lian
dengan kakek cengeng beralis putih itu?
Tak tahan lagi mereka segera bertanya:
"Ban tua, sebenarnya apa sih hubungan bibi Lian dengan si
manusia cengeng itu?"
"Tunggu saja setelah bertemu dengan setan ceking itu, kau
boleh bertanya sendiri kepadanya............."
"Jadi kita pergi mencari si manusia cengeng itu?" tiba-tiba
Nyoo Siau-sian bertanya dengan wajah tertegun.
Seakan-akan teringat akan sesuatu, kakek latah awet muda
segera berkata sambil tertawa:
"Budak, pernahkah kau bertemu dengan si ceking she Cin
itu?"
Nyoo Siau-sian mengangguk.
"Yaaa, pernah bertemu dua kali!"
"Apakah bertemu didalam gedung?"
"Ayah boanpwe yang mengundang kehadirannya.........."
"Nah itulah dia, apa sebabnya Lian Peng pergi mencarinya
tentu sudah kau pahami bukan !"
Nyoo Siau-sian menjadi terperanjat sekali teriaknya tanpa
terasa:
"Ban tua, jadi maksudmu ayahku............."
Dia tak ingin mengetahui kalau ayahnya mempunyai watak
berganda dengan peran yang berbeda.
Dia lebih suka menjumpai ayahnya mati dari pada
menemukan hal yang lain, sebab hal semacam itu pasti akan
mendatangkan penderitaan penghinaan baginya.
Itulah sebabnya dia tak ingin mendengar kalau ayahnya
berada ditempat kediaman si manusia cengeng.
Kakek latah awet muda segera tertawa katanya:
"Budak, besar kemungkinannya bapakmu yang sebentar
mati sebentar hidup kembali itu saat ini sudah berada didalam
istana Pek soat goan-kunnya dibukit Biau-hong-san!"
"Tidak........ tidak......... " mendadak Nyoo Siau-sian
menutupi wajah sendiri sambil menangis tersedu-sedu.
Melihat keadaan itu, Oh Put Kui menggelengkan kepalanya
berulang kali sambil menghela napas, bisiknya:
"Adik Sian, kau tak usah menyiksa diri........."
Tapi perkataan ini justru makin melukai perasaan Nyoo
Siau-sian, bagaimana mungkin ia tak sedih mengetahui
semuanya itu?
Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil pusing
akan keadaan tersebut, kembali dia berkata:
"Apa sih yang perlu kau sedihkan? Hey budak, ayahmu toh
bernama Nyoo Thian-wi, setelah bertemu dengan Wi Thianyang
nanti, asal kau tak mau mengenalinya toh urusan jadi
beres?"
Tapi mungkinkah hal ini bisa dilakukan? Mungkinkah Nyoo
Siau-sian bisa tak mengenalinya?
Tak heran kalau gadis itu menangis semakin sedih.
Kiau Hui-hui berusaha untuk menghibur hatinya, sayang hal
ini pun tak ada gunanya.
Oh Put Kui mengerutkan dahinya, tiba-tiba dengan
perasaan tak sabar dia beranjak dari ruangan dan menuju
keluar ruangan.............
@oodwoo@
Jilid ke : 38
Kakek latah awet muda yang menyaksikan kejadian ini
menjadi gelisah sekali.
"Hey anak muda, jangan mencoba kabur............."
Ia segera bangkit berdiri dan siap mengejar keluar.
Oh Put Kui berhenti didepan pintu lain sahutnya sambil
tertawa:
"Boanpwe hanya ingin bersemedhi sebentar mumpung
waktu masih pagi.................."
"Tidak bisa, kau tidak bisa meninggalkan aku seorang
untuk menghadapi kedua orang bocah perempuan itu, dulu
gara gara Hian-hian akupun sudah cukup dibikin
pusing................."
"Mereka kan masih muda, apa yang mesti kau takuti?" ujar
Oh Put Kui sambi tertawa.
Sambil membenarkan rambutnya yang beruban, kakek
latah awet muda menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Anak muda, kau terlalu sedikit yang diketahui................"
Setelah berhenti sejenak dan menghela napas, terusnya:
"Dulu, bukankah nona Hian-hian pun munculkan diri
sebagai seorang angkatan muda?"
"Tapi waktu itu usiamu kan masih muda?"
Kembali kakek latah awet muda tertawa:
"Anak muda, bagaimanapun juga kau memang belum
banyak berpengalaman, kau tahu, belakangan ini anak gadis
lebih suka mencari kaum tua, terutama lelaki yang sudah
banyak pengalaman tapi lemah lembut dan tahu
mengasihinya, tidak seperti kalian kaum muda, sedikit-sedikit
lantas ngambek dan diajak bercekcok.................."
Oh Put Kui merasa geli sekali dan ingin sekali tertawa
tergelak, dia tak menyangka kalau begitu banyak persoalan
yang diketahui oleh si kakek latah awet muda.
Tapi dia tak sampai tertawa, hanya ujarnya dengan tertawa
hambar:
"Ban tua, belum pernah boanpwe bayangkan persoalanpersoalan
semacam ini............."
"Itulah sebabnya kau harus banyak berpikir kesana
dikemudian hari.........."
Mendadak pengemis pikun bangkit berdiri dan menyela
sambil tertawa:
"Ban tua, sesungguhnya dia sudah memikirkan persoalan
ini sedari dulu."
Lalu sambil memonyongkan bibirnya menunjuk kedalam
kamar, dia berkata lebih jauh:
"Ban tua, seandainya dia tidak memikirkan persoalan ini,
buat apa mesti melakukan perjalanan dengan membawa serta
kedua orang perempuan itu? Bukankah hal ini terlalu
merepotkan dan menjemukan?"
Oh Put Kui memandang sekejap kearah pengemis pikun
itu, kemudian tertawa getir.
Sebaliknya kakek latah awet muda segera tertawa terbahak
bahak:
"Tak kusangka pengemis cilik ini makin lama semakin
bertambah pintar.........."
Pada saat itulah, mendadak Nyoo Siau-sian berjalan keluar
dari dalam kamar, lalu bertanya dengan sedih:
"Toako, apakah kau sedang marah kepadaku?"
"Tidak!" Oh Put Kui menggeleng, "aku cuma ingin
beristirahat dan mengatur pernapasan sebentar!"
Nyoo Siau-sian segera menyeka airmatanya, lalu berkata
lagi dengan lirih:
"Toako, aku tak akan menangis lagi, mau bukan kau jangan
marah lagi?"
Mendengar perkataan itu Oh Put Kui merasakan hatinya
bergetar sekali.
Ia sadar, bila kedudukannya didalam hati kecil Nyoo Siausian
jauh melebihi kedudukan ayahnya, maka banyak
kesulitan yang bakal dihadapinya dikemudian hari.
Diapun segera merasakan bahwa dia berusaha untuk
menghindarkan diri.
Tapi, sanggupkah dia untuk menghindarkan diri?
:Aku tak akan marah adik Sian, pulanglah dulu keruang
belakang bersama nona Kiau, bagaimana pun juga gedung
Sian-hong-hu ini toh tak bisa tanpa kepala
keluarga....................."
Lalu setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Bagaimana kalau adik Sian mengumpulkan terlebih dahulu
segenap jago yang belum pergi lalu merundingkan persoalan
ini secara baik-baik."
"Toako, kau masih begitu menguatirkan persoalanku??"
Nyoo Siau-sian tertawa sedih.
Mendengar itu Oh Put Kui segera berpikir:
"Bila kau tidak menguatirkan permintaanmu, tak akan nanti
kutempuh perjalanan kemari........"
Tapi diluarnya dia segera menyahut:
"Tentu saja adik Sian, oh ya, tiba-tiba saja aku teringat
akan suatu persoalan................"
"Soal apakah itu?"
"Lebih baik adik Sian lakukan pemeriksaan yang teliti, coba
lihat apakah ciangbunjin dari keempat partai besar serta Wiei
tianglo dari Kay-pang masih berada didalam gedung.........."
"Agaknya mereka sudah berlalu dari sini.........." sahut Nyoo
Siau-sian cepat.
Tapi setelah berhenti sejenak dia menambahkan:
"Mereka datang bersama engkohku, mungkin pergi juga
bersama-sama engkohku, tapi tentu akan kuselidiki persoalan
ini dari mereka yang masih berada disini..............."
Sambi tertawa Oh Put Kui segera manggut-manggut:
"Yaaaa betul, kau memang harus menyelidikinya kembali,
mungkin aku dan Ban tua berniat mengganggu di gedung
kalian ini barang setengah bulan lamanya, adik Sian,
pergunakanlah waktu selama belasan hari ini untuk
menyelesaikan semua masalah besar didalam gedung ini !"
"Toako, kau tak akan mengurusinya ?" tanya Nyoo Siausian
sambil berkerut kening.
"Persoalan apa yang harus kuurusi?" Oh Put Kui balik
bertanya dengan wajah tertegun.
"Tentu saja urusan dalam gedung ini."
Oh Put Kui segera tertawa.
"Bagaimana pun juga aku termasuk orang luar, mana boleh
mencampuri rumah tangga adik Sian ?"
Cepat-cepat Nyoo Siau-sian menggelengkan kepalanya,
dia berkata:
"Toako, urusan ini kan bukan urusan rumahku, kehadiran
Sian-hong-hu dalam dunia persilatan cukup berbobot, masa
toako akan cuci tangan begitu saja?"
Tanpa terasa Oh Put Kui berpaling dan memandang
sekejap kearah si kakek latah awet muda.
Sebaliknya kakek latah awet muda pun sedang
memandang kearahnya sambil tersenyum.
Tiba-tiba saja Oh Put Kui merasakan wajahnya menjadi
panas, cepat-cepat dia menggelengkan kepalanya seraya
berkata:
"Adik Sian, lebih baik semua urusan tentang gedung ini kau
selesaikan sendiri, andaikata timbul banyak persoalan
dikemudian hari, dengan kehadiran kakek Ban disini, tentunya
kau tak usah menguatirkan lagi.........."
Belum habis perkataan itu diutarakan, kakek latah awet
muda sudah berkaok-kaok:
"Anak muda apa sangkut pautnya persoalan itu dengan
aku..............?"
"Haaaaaaaaahhhhhhhhh......... hhhaaaaaaaaaahhhhh........
hhhaaaaaahhhhhhhhh...... ban tua, kau toh tak akan bisa
melepaskan tanggung jawab tersebut dengan begitu saja,"
sahut sang pemuda sambil tertawa.
Suatu tindakan yang benar-benar mencekik leher kakek
latah awet muda sehingga dia tak mampu berkutik lagi.
"Aku tak bisa melepaskan tanggung jawab ini?" kakek latah
awet muda segera mendelik, "bocah muda, kau sendiripun
jangan harap bisa enak-enakkan belaka."
Oh Put Kui tertawa makin keras.
"Tentu saja, sebab boanpwe memang sudah bertekad akan
mengiringi disisimu."
"Waaaaah, aku memang sial banget........... tak nyana aku
mesti bertemu setan cilik macam kau........"
"Tampaknya kau seperti menyesal karena harus
meninggalkan bangunan loteng batu ini?" ejek pemuda itu.
"Tidak, tidak...." cepat-cepat kakek latah awet muda
berteriak keras, "siapa bilang aku menyesal? Setiap kali
mendengar nama loteng batu itu, kepalaku segera menjadi
pusing lagi."
"Nah, kalau memang begitu kau orang tua tak usah
menggerutu lagi, bila kau tak mau mencampuri urusan besar
dunia persilatan lagi, mungkin sepuluh tahun kemudian orang
orang dari golongan putih cuma tinggal separuhnya
saja.........."
Kata-kata yang terakhir ini sangat berbobot dan benarbenar
memberikan daya pengaruh yang amat besar.
Pengemis pikun segera berseru pula sambil manggutmanggut:
"Betul, perkataan lote memang tepat sekali !"
"Kentutnya yang tepat !" umpat kakek latah awet muda
sambil tertawa gemas, "Seorang bocah muda cukup
memusingkan, apanya yang betul? Dia catut namaku tak lebih
hanya merupakan kembangan saja........ padahal aku
disuruhnya menjadi mak comblang.........."
Tiba-tiba paras muka Oh Put Kui berubah menjadi merah
padam.
Sebab dia menemukan bahwa perkataan dari kakek latah
awet muda itu sangat mengena dihatinya. Dia memang
sedang membonceng kakek tersebut untuk mempersatukan
kekuatan kaum lurus dan bersama-sama membasmi kaum
jahat.
Hanya saja persoalan tersebut tak pernah terpikirkan
olehnya selama ini.
"Nah, bagaimana anak muda? Apa yang kukatakan betul
bukan..........?" kembali kakek latah awet muda itu mengejek.
Oh Put Kui segera tertawa.
"Boanpwe tahu bahwa persoalan ini memang tak bisa
mengelabui kau orang tua....... hanya saja........."
Dia ingin sekali memberikan suatu penjelasan.
Dan pengemis pikun serta Nyoo Siau-sian pun berniat
mendengarkan penjelasan tersebut.
Tapi kakek latah awet muda segera menukas dengan
cepat:
"Sudahlah, kau tak usah banyak bicara lagi, asal aku sudah
tahu, ini sudah cukup."
Oh Put Kui tertawa hambar dan tidak bicara lagi.
Nyoo Siau-sian pun tidak merasa sedih lagi, tiba-tiba ia
berkata kepada Kiau Hui-hui.
"Enci Kian, mari kita kembali keruang belakang."
"Adik Sian, kau..........."
Sebetulnya Kiau Hui-hui ingin bertanya apakah gadis itu
sudah dapat menembusi masalah tersebut, tapi ketika sampai
dibibir, tiba-tiba saja dia merasa pertanyaan itu tak ada
gunanya, karena itu segera diurungkan kembali.
Sambil tertawa Nyoo Siau-sian segera berkata:
"Mari enci Kiau, kita periksa dulu masih ada siapa saja
yang tetap tinggal didalam gedung ini............."
Kiau Hui-hui tersenyum dan manggut-manggut.
Mereka berduapun segera memberi hormat kepada kakek
latah awet muda serta pengemis pikun, lalu setelah minta diri
kepada Oh Put Kui berangkatlah kedua orang itu
meninggalkan ruangan tersebut.
Memandang bayangan punggung kedua orang gadis itu,
Oh Put Kui menghela napas lirih:
"Aaaaaiiii, betapa malang nasib mereka.............."
ooooo0dw0ooooo
Suasana didalam gedung Sian-hong-hu tetap tenang
seperti sedia kala.
Lian Peng, siperempuan bunga dari Thian he wan itu tak
pernah muncul kembali.
Panji sakti pencabut nyawa Ku Bun-wi juga tak pernah
muncul kembali disitu.
Kini, untuk sementara waktu Nyoo Siau-sian menjadi tuan
rumah gedung tersebut.
Dan semua masalah yang dihadapipun telah diatasi oleh si
tukang ramal setan Li Hong-siang serta kakek pencari kayu
dari bukit utara Siang Ki-pia.
Sepuluh hari lewat dengan cepat.
Didalam sepuluh hari ini, Oh Put Kui selalu merawat
keadaan luka dari Peng-goan-koay-kek dengan teliti dan
seksama.
Kini, Lan Ciu-sui telah sehat dan tumbuh kembali seperti
sedia kala.
Terhadap cucu luar yang satu ini, Lan Ciu-sui kelihatan
amat senang dan menyayanginya sepenuh hati, oleh sebab itu
tak heran kalau Oh Put Kui juga memperoleh banyak
keuntungan dari kakek luarnya ini.
Disamping itu, dari pembicaraan kakek luarnya diapun
memperoleh berita tentang suatu rencana busuk yang maha
besar.
Rupanya Wi Thian-yang adalah utusan yang dikirim untuk
membunuh ibunya.
Ia berbuat demikian karena ingin mendapatkan jubah
wasiat Thian-sun-gwat-lo-san.
Dan konon jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san ini hendak
dihadiahkan kepada seseorang.
Satu-satunya persoalan yang paling disesali oleh Lan Ciusui
adalah ketidak berhasilannya untuk menyelediki siapa
gerangan orang yang bakal diberi jubah wasiat tersebut oleh
Wi Thian-yang.
Atas persoalan yang pelik ini, Oh Put Kui mulai murung dan
risau sekali.
Sebenarnya dia berniat langsung pergi mencari Wi Thianyang.
Tapi Lan Ciu-sui tidak setuju, sebab Wi Thian-yang belum
berhasil mendapatkan jubah wasiat Thian-sun-gwat-lo-san
tersebut, disamping itu dia sendiripun harus menderita
terkurung dalam penjara bawah tanah selama hampir dua
puluh tahun lamanya gara-gara kena dicelakai oleh Wi Thianyang.
Itulah sebabnya Lan Ciu-sui minta kepada Oh Put Kui agar
mau bersabar sejenak.
Tentu saja Oh Put Kui tidak ingin menolak permintaan dari
kakek luarnya ini.
Tapi diapun balik bertanya:
"Yaya, mana jubah wasiat milik ibuku. Apakah tidak kau
pakai ditubuhmu?"
Menghadapi pertanyaan ini Lan Ciu-sui segera tertawa.
Seandainya jubah Thian-sun-gwat-lo-san dikenakan
ibunya, tak mungkin ibunya akan tewas, sebab dengan
kemampuan dari Oh Ceng-thian serta Lan Hong suami istri,
andaikata Pek-ih-ang-hud Lan Hong tidak terluka lebih dulu,
tak mungkin mereka akan menderita kekalahan total.
Lan Ciu-sui pun memberitahukan kepada Oh Put Kui
bahwa baju wasiat itu telah dipinjamkan ibunya kepada Thianhian-
huicu.
Sekarang Oh Put Kui baru mengerti, apa sebabnya selama
dua puluh tahun Wi Thian-yang belum berhasil juga
menemukan jejak dari baju wasiat Thian-sun-gwat-lo-san
tersebut, rupanya baju itu sudah dipinjamkan kepada Thianhian-
Huicu Ki Un-hong.
Tiba-tiba satu ingatan melintas lewat dalam benak Oh Put
Kui...........
Ia seperti mempunyai firasat bahwa diantara dipinjamnya
baju wasiat gwat-lo-san tersebut dengan kematian yang
menimpa ibunya terdapat suatu sangkut paut yang sangat
erat.
Tapi disaat ia mencoba untuk memikirkan persoalan ini
lebih jauh, diapun merasa agak bingung.
Kini, Lan Ciu-sui telah mengatakan bahwa raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang merupakan dalang yang
membunuh ibunya, dalam hal ini ia tidak menaruh curiga lagi,
tapi dia tetap beranggapan bahwa mencari tahu baju wasiat itu
hendak dihadiahkan Wi Thian-yang kepada siapa mungkin
jauh lebih berharga.
Karena itulah diapun berkata kepada kakek latah awet
muda bahwa dia bermaksud hendak berangkat ke Biau-hongsan
lebih dulu.
kakek latah awet muda segera menggelengkan kepalanya
berulang kali seraya berkata:
"Tunggulah tiga hari lagi, kakekmu perlu beristirahat lagi
selama tiga hari sebelum berbuat sesuatu."
Terpaksa Oh Put Kui harus menanti lebih jauh.
Tapi menunggu selama tiga hari ini ternyata memberikan
manfaat yang sangat besar kepadanya.
Ternyata pada hari kedua, Bong-ho siansu serta Kit Bun-siu
munculkan diri disitu.
Menurut perkiraan Oh Put Kui, munculnya dua orang tokoh
silat ini sudah pasti karena dihubungi oleh situkang ramal
setan Li Hong-siang. Bagaimanapun juga secara diam-diam
Oh Put Kui harus mengakui atas ketelitian dari Li Hong-siang.
Sebab situkang ramal setan telah memberitahukan kepada
Nyoo Siau-sian bahwa sebagian besar jago yang berada
digedung Sian-hong-hu sekarang, dimasa lampau mereka
adalah anak buah dari Kit Bun-siu.
Padahal Kit Bun-siu sendiripun merupakan orang yang
paling dipercaya dari Bong-ho siansu.
Oleh sebab itu dengan mendapatkan dukungan dari Bongho
siansu, hal ini sama artinya dengan memperoleh dukungan
penuh dari segenap jago yang masih tersebar dalam gedung
Sian-hong-hu.
Sudah barang tentu Nyoo Siau-sian amat setuju dengan
usul dari Li Hong-siang ini.
Itulah sebabnya Li Hong-siang segera menulis surat dan
memberi kabar kepada Bong-ho siansu.
Bahkan bersama-sama Kit Bun-siu, mereka muncul
bersama diibukota.
Malam itu, diruang Wan-sim-teng diselenggarakan sebuah
perjamuan kecil untuk merayakan kedatangan Bong-ho siansu
serta Kit Bun-siu, tapi dalam kenyataan pesta itu khusus
diadakan untuk menyambut munculnya wadah dan wajah baru
dalam gedung Sian-hong-hu.......
oooooo0dw0ooooo
Pada hari keempat, Oh Put Kui minta diri kepada Nyoo
Siau-sian. Diluar dugaan ternyata Nyoo Siau-sian serta Kiau
Hui-hui telah menyiapkan pula barang-barang perbekalannya,
mereka berdua telah bertekad akan mengikuti Oh Put Kui
kemanapun pemuda itu hendak pergi...........
Menghadapi keadaan tersebut, Oh Put Kui segera berkerut
kening sambil tertawa getir.
Sebaliknya kakek latah awet muda menyambutnya dengan
gelak tertawa keras.
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiri hanya tersenyum
menyaksikan kesemuanya ini.
Akhirnya merekapun berangkat mengikuti Oh Put Kui.
Pengemis pikun segera mendekati Oh Put Kui dan berbisik
lirih:
"Lote, aku lihat kau memang muur sekali nasibnya, sekali
panah memperoleh dua gadis manis sekaligus................"
Istana Pek-soat-goan-kun dibukit Biau-hong-san berdiri
megah dan mentereng.
Hari ini, didepan istana tiba-tiba muncul empat orang lelaki
dan dua orang gadis muda.
Dari ke tujuh orang itu, tiga orang sudah lanjut usia dan tiga
yang lainnya masih muda.
Mereka bukan peziarah, tapi keenam orang itu langsung
menuju kehalaman belakang bangunan istana.
Pengemis pikun dengan rambutnya yang awut-awutan
berjalan dipaling muka.
Pengurus istana Pek-soat-kiong berniat menghalangi
mereka, tapi usaha tersebut tak berhasil dalam waktu singkat
keenam orang itu sudah memasuki halaman belakang.
Halaman belakang istana Pek-soat-kiong luas sekali,
pepohonan tumbuh disitu dengan rimbunnya.
Ketika pengemis pikun berjalan menembusi sebuah hutan
bwee, mendadak dia menghentikan langkahnya.
Dengan perasaan tegang Nyoo Siau-sian segera
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu tanyanya:
"Liok tua, ada dimana?"
Dimana?
Pengemis pikun membelalakan matanya lebar-lebar, dia
sendiripun tidak tahu.
Kiau Hui-hui segera berkata sambil tertawa:
"Adik Sian, Liok tua sendiripun tidak tahu!"
Pada saat itulah Oh Put Kui telah berkata sambil tertawa:
"Liok loko, bagaimana kalau kita lakukan pemeriksaan lebih
dahulu disekitar tempat ini ?"
Pengemis pikun memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, disitu semuanya terdapat empat buah pesanggarahan
indah, sambil menggelengkan kepala segera katanya:
"Tidak usah diperiksa lagi, asal diumpat diakan bakal
muncul dengan sendirinya!"
"Aaaaahh, mana boleh begitu..........." seru Oh Put Kui
sambil berkerut kening.
Mendadak.............
Kakek latah awet muda telah tertawa tergelak sambil
berteriak keras:
"Setan kurus she Cin, kau keluar tidak? Jangan dikira
permainanmu itu dapat menghalangiku..............."
Bersamaan dengan teriakan dari kakek latah awet muda itu
mendadak muncul segulung asap tipis dari sisi kanan dimana
keenam orang itu berada.
Andaikata kakek latah awet muda tidak keburu berteriak
lebih dulu, Oh Put Kui sekalian tak nanti akan menaruh
perhatian ke situ, dan bisa jadi mereka akan termakan oleh
serangan gelap tersebut.
Begitu asap tipis itu muncul, Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui
segera tersenyum.
Dia segera mengebaskan ujung bajunya kedepan, asap
tipis itupun hilang lenyap tak berbekas.
Pada saat itulah..........
Dari balik sebuah pesanggarahan disisi kanan
berkumandang datang suara jeritan aneh yang jauh lebih tak
sedap didengar daripada suara tangisan.
"Kau situa bangka celaka ada urusan apa datang
mencariku? Hey........."
Setelah terhenti sejenak, orang itu berseru lagi:
"Siapa yang telah menghancurkan dupa sepuluh li ku itu?"
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak:
"Haaaaaaaaahhhhhh............. haaaaaaaaaaahhhhh..........
haaaaahhhhhhhh........ siapa lagi, tentu saja aku si Lan
manusia aneh!"
Tampaknya orang itu merasa terkejut sekali disamping rasa
herannya, kembali dia berteriak:
"Hey Lan lokoay, kau telah berhasil memulihkan kembali
seluruh tenaga dalammu?"
Lan Ciu-sui tertawa seram:
"Permainan busuk dari Wi Thian-yang masih belum cukup
untuk menhancurkan diriku secara keseluruhan.............."
Sementara itu kakek latah awet muda telah berteriak pula
keras-keras:
"Hey setan kurus, kau bersedia keluar tidak?"
Hening sesaat, kembali dia berteriak.
"Terus terang kubilang, andaikata kau tidak keluar lagi dari
sini, jangan salahkan bila aku tak akan sungkan-sungkan, kau
anggap pesanggrahan kecilmu itu mampu menahan sebuah
seranganku..........."
Belum habis perkataan itu bergema, suara yang
menyerupai orang menangis itu telah bergema lagi:
"Tua bangka celaka, kau jangan berbuat semaunya
sendiri........!"
Bersamaan itu pula didepan pintu pesanggrahan telah
muncul seorang kakek bertubuh kurus bagaikan bambu,
dengan ketinggian sembilan depa dan memakai jubah
berwarna hitam.
Oh Put Kui segera menjumpai kalau paras muka kakek itu
pucat pias tak ubahnya seperti sesosok mayat.
Dalam pada itu kakek latah awet muda telah berjalan lebih
dulu menghampiri pesanggrahan tersebut dengan langkah
lebar.
"SEtan kurus, lebih baik kita berbicara didalam rumah
saja.........." ajaknya.
"Silahkan!" sahut kakek kurus itu sambil berkerut kening,
"setelah bertemu dengan tua bangka semacam kau, memang
aku tak bisa banyak berkutik........."
Dibalik pintu merupakan sebuah ruang tamu kecil, dikedua
sisinya merupakan kamar tidur yang tertutup dengan tirai
tebal, sehingga orang yang berada diluar sulit untuk melihat
keadaan didalamnya.
Begitu melangkah masuk kedalam ruang tamu, kakek latah
awet muda segera menempati kursi utama.
"Lan lote, silahkan duduk disini!" serunya kemudian.
Bukan saja dia sendiri menempati kursi utama, bahkan
mengundang pula Lan Ciu-sui untuk menempati
disampingnya.
Kakek kurus beralis putih itu tidak banyak berbicara, dia
hanya mengawasi sampai keenam orang tamunya duduk
semua.
Kemudian Lan Ciu-sui baru bertanya sambil tertawa:
"Saudara Ciu, mana Wi Thian-yang?"
Sekarang Oh Put Kui sudah tahu kalau kakek kurus itu tak
lain adalah kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan, satu
diantara dua manusia menangis dan tertawa, tapi sebelum
diperkenalkan dia tak ingin turut menimbrung dalam
pembicaraan tersebut.
Mendadak terdengar kakek cengeng beralis putih menjerit
lengking : "Wi Thian-yang tidak berada disini!"
"Apa? Wi Thian-yang tidak berada disini?" seru Lan Cui-siu
dengan kening berkerut.
"Betul!"
"Aku tidak percaya!"
Mendadak kakek cengeng beralis putih menjerit lagi
dengan suara yang melengking:
"Aku paling tak suka berbohong dengan orang, apabila
saudara Lan tidak percaya, akupun tak ingin memberi
penjelasan lebih lanjut, terserah kepadamu sendiri..............."
Berkilat-kilat sepasang mata Lan Ciu-sui memperhatikan
sekejap sekeliling tempat itu, lalu setelah tertawa dingin
serunya kembali:
"Mana Ku Bun-wi?"
"Diapun tak ada disini !!"
"Saudara Ciu," dengan gusar Lan Ciu-sui segera berseru,
"aku harap kau jangan bermain gila dihadapan kami !"
Kakek cengeng beralis putih pun segera tertawa
menyeramkan:
"Heeeeeehhhhhh......... hhhhheeeeeeeeehhhhhh..........
heeeeehhhhhhhhh........ saudara Lan, terhadap kalian semua
tak perlu ku gunakan sesuatu tingkah, memang dalam
kenyataannya mereka sudah pergi meninggalkan bukit Biauhong-
san ini semenjak lima hari berselang.........."
"Kemana mereka telah pergi ?" tiba-tiba kakek latah awet
muda menimbrung.
"Aku sendiripun tak tahu..............."
"Kau berani mengulangi sekali lagi?" teriak kakek latah
awet muda sambil melotot besar.
Mencorong sinar mata yang mengerikan hati dari balik
mata orang tua itu.
Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan benar-benar
tak berani mengulangi kata-katanya sekali lagi.
Dia mengangkat bahunya lalu berteriak:
"Tua bangka Ban, mengapa sih kau bersikap galak dan
garang terhadapku?"
"Untuk menghadapi manusia-manusia macam kau, selain
bersikap garang rasanya tak ada cara lain lagi yang bisa
kulakukan, apa boleh buat..............."
"Hey, kau memang tua bangka yang tak mau
mampus.............?" umpat kakek cengeng lagi sambil
gelengkan kepala.
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi dengan
suara lirih:
"Mereka telah pergi ke Ngo Tay-san!"
"Bukit Ngo Tay-san?"
"Benar!"
"Mau apa mereka pergi ke bukit Ngo-tay-san?" desak
kakek latah awet muda lebih jauh dengan kening berkerut.
"Aku juga tidak tahu!"
Kali ini si kakek latah awet muda tidak mendesak lebih
jauh, seakan-akan dia tahu kalau orang itu juga tak tahu.
Lan Ciu-sui segera bertanya pula:
"Berapa orang yang telah pergi kesana?"
"Mungkin terdiri dari belasan orang !"
Lan Ciu-sui menjadi tertegun:
Sudah hampir dua puluh tahun lamanya dia dikurung dalam
penjara, sudah barang tentu diapun tidak mengetahui segala
sesuatu tentang dunia persilatan secara jelas.
Siapa-siapa saja yang kini menjadi anak buah Wi Thianyang?
Tentu saja dia tak tahu secara pasti.
Sementara itu kakek latah awet muda telah bertanya lagi
sambil tertawa tergelak:
"Setan kurus, mengapa kau sendiri tidak ikut pergi?"
Ketika mendengar pertanyaan ini, diam-diam Oh Put Kui
berpikir:
"Pertanyaan dari Ban tuan ini memang tepat sekali, aku
sendiripun merasa keheranan apa sebabnya si tua Ciu ini
tidak ikut pergi bersama mereka.............."
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya:
"Aku malas untuk berjalan jauh!"
"Apanya yang malas berjalan jauh?" jengek Lan Ciu Sui
sambil tertawa dingin, "sudah jelas kau bermaksud duduk
dirumah sambil berusaha mengumpulkan berita dari manamana,
bukan kah begitu tujuanmu..........."
Kakek cengeng beralis putih kembali tertawa seram:
"Kau anggap aku adalah seorang pencari berita untuk
kepentingan orang lain?"
"siapa tahu memang begitu............" kembali Lan Cui-siu
mengejek sinis.
Kakek latah awet muda segera menambahkan pula sambil
tertawa:
"Setan kurus, selain kau, siapa saja yang masih tertinggal
dibukit Biau-hong-san ini?"
"Tak ada siapa-siapa lagi, semua anak buah Wi Thian-yang
telah pergi dari sini!"
"Bagaimana dengan keempat pengawal pedangnya?" pada
saat itulah tiba-tiba Oh Put Kui menimbrung.
"Mereka juga ikut pergi!"
Tapi setelah berbicara sampai ditengah kalimat, tiba-tiba
dengan marah kakek cengeng beralis putih berteriak:
"Siapakah kau sianak muda? Berani amat mengajak bicara
diriku?"
Mendengar perkataan tersebut Oh Put Kui segera tertawa
hambar, katanya:
"Masa untuk berbicara dengan kau pun masih dibedakan
juga siapa yang berhak dan siapa yang tidak?"
Kakek cengeng beralis putih segera berteriak aneh:
"Tentu saja harus dibedakan mana yang berhak dan mana
yang tidak.............. bocah keparat, siapakah kau?"
Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku she Oh bernama Put Kui.........."
"Oooohh, jadi kau yang bernama Oh Put Kui?" teriak kakek
cengeng beralis putih tiba-tiba sambil berkerut kening.
"Betul, kau katakan cukup berhak tidak untuk berbicara
denganmu?"
Kakek cengeng beralis putih melototkan matanya bulatbulat,
agaknya dia hendak mengumbar hawa amarahnya.
Tapi kemudian dia gelengkan kepalanya berulang kali
sambil menghela napas panjang, kembali katanya:
"Cukup, cukup! Dengan memandang diatas wajah saudara
Beng, aku tak akan menyalahkan dirimu lagi!"
Suatu perkataan yang ingin mencari menangnya sendiri.
Agaknya dia mau mengalah karena memandang diatas
wajah si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim.
Sudah barang tentu Oh Put Kui tak sudi menerima
keramahan tersebut karena membonceng kemampuan orang.
Tiba-tiba sja dia tertawa dingin, lalu berseru:
"Kau maksudkan memandang diatas wajah si kakek sakti
she Beng..........?"
"Yaa, andaikata aku tidak memandang diatas wajah
saudara Beng, tak nanti akan mengampuni dirimu."
Dengan menguarnya perkataan tersebut, suatu
kesempatan baik buat Oh Put Kui telah tiba.
Sesungguhnya sianak muda itu memang berniat untuk
mengobarkan hawa amarahnya, dan sekarang dia telah
memperoleh peluang yang baik untuk keberhasilan
rencananya itu.
Serta merta dia pun berseru keras:
"Aku rasa kau tidak usah memperdulikan soal kakek sakti
she Beng lagi, disamping itu akupun yakin tak perlu
menggantungkan diri pada kebolehan orang lain, tanpa
dukungan orang lain, aku merasa diriku cukup berhak!"
"Bocah keparat, kau betul-betul keras kepala........." seru
kakek cengeng beralis putih dengan kening berkerut.
Oh Put Kui kembali tertawa:
"Bila kau tak percaya, mengapa kita tidak mencoba-coba
kemampuan masing-masing?"
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Lan Ciu-sui segera
mengerutkan dahinya rapat-rapat.
Sebagai seorang kakek yang baru bersua dengan cucunya,
sudah barang tentu dia tak ingin menyaksikan cucunya
menderita kerugian ditangan orang lain, segera serunya pula
sambil tertawa dingin:
"Bocah ini adalah cucu luarku, saudara Ciu apakah kau
masih merasa kurang puas?"
Kakek cengeng beralis putih nampak tertegun setelah
mendengar perkataan itu, serunya kemudian:
"Dia adalah cucumu?"
"Yaaa, dia adalah putra dari putri sulungku, kalau bukan
cucuku lantas apa namanya?"
Kakek cengeng beralis putih segera termenung dan
membungkam diri dalam seribu bahasa.
Lama kemudian................
Kakek cengeng beralis putih membuka matanya kembali,
lalu berkata dengan lantang:
"Saudara Lan, aku tetap akan mencoba kemampuan dari
bocah muda ini..........."
Timbul hawa amarah diatas wajah Lan Ciu-sui, agaknya dia
menjadi berang karena perkataan itu, baru saja hendak
mengumbar hawa amarahnya, tiba-tiba kakek latah awet
muda menimbrung dari samping sambil tertawa tergelak:
"SEtan kurus, jika kau kurang percaya tentu saja boleh
mencoba kemampuannya, tapi aku rasa nama besarmu tidak
gampang diperoleh, lebih baik tak usah mencari penyakit buat
diri sendiri..........."
Dengan perkataan dari kakek latah tersebut, kakek
cengeng beralis putih tak bisa mengundurkan diri lagi dari
keadaan tersebut, bagaimanapun juga dia harus mencoba
kemampuan dari lawan mudanya ini................
Sebab perkataan tersebut sangat mengena dihatinya
memaksa dia tak mungkin berpeluk tangan belaka.
Dengan penuh amarah kakek cengen beralis putih segera
berteriak keras:
"Ban tua, terima kasih banyak atas maksud baikmu
memperingatkan aku, tapi bagaimanapun juga aku tetap akan
mencoba kemampuan dari bocah keparat ini!"
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah
Oh Put Kui sambil serunya pula:
"Hey, anak muda, aku telah bertekad akan mencoba
kemampuan yang kau miliki itu........"
"Bagus sekali, aku sendiripun mempunyai keinginan yang
sama," jawab Oh Put Kui tertawa.
Setelah berhenti sejenak, segera bisiknya pula kepada Lan
Ciu-sui, kakeknya:
"Yaya, cucunda tidak takut dengannya!"
"Tapi kau mesti berhati-hati, tenaga dalam yang dimiliki
mahluk tua itu amat lihay!" kata Lan Ciu-sui sambil memberi
peringatan.
"Cucunda tahu.................."
Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah menjerit
keras dengan suara melengking:
"Hey anak muda, aku ingin mencoba tenaga dalam lebih
dulu............."
"AKu yakin cukup mampu untuk menghadapimu, tapi kau
harus berhati-hati, jangan sampai mendapat malu
nanti..............." seru sang pemuda sambil tertawa.
Perkataan dari anak muda itu benar-benar sangat lihay, lagi
pula tajam sekali.
Kakek cengeng beralis putih benar-benar dibuat naek
darah sesudah mendengar perkataan tersebut.
SEpanjang alis matanya segera berkerut, kemudian setelah
tertawa seram katanya:
"Bajingan muda, berhati-hatilah kau.............."
Mendadak Oh Put Kui merasa hatinya bergetar keras.
Rupanya bersama dengan selesainya perkataan lawan,
sikakek cengen beralis putih telah mengerahkan ilmu Jut-siawkui-
ku (tangis setan berhati remuk) yang merupakan ilmu sakti
andalannya selama ini.
Berhubung diarena masih hadir dua gadis dan pengemis
pikun, maka sikakek cengeng beralis putih terpaksa
mengerahkan ilmu tangisan setan penghancur hatinya dengan
lewat cara ilmu menyampaikan suara.........
Dengan begitu orang lain tak akan mendengar sura
tersebut, tapi Oh Put Kui seorang diri dapat menangkap
serangan tersebut secara nyata sekali.
Dengan perasaan tergetar, cepat-cepat Oh Put Kui duduk
bersila diatas tanah sambil mengatur pernapasan.
Ilmu Thian-liong-sian-kang yang maha dahsyatnyapun
dikerahkan untuk melindungi detak jantungnya.
Suara tangisan sikakek cengeng beralis putih itu memang
sangat hebat dan sanggup membetot sukma siapapun yang
tak kuat mendengarnya, kini walaupun sudah dioancarkan
dengan sangat hebat, tapi bagi Oh Put Kui, serangan tersebut
sama sekali tidak mendatangkan daya pengaruh apapun.
Pemuda tersebut tetap duduk bersila dengan tenang,
mantap dan kuat tak ubahnya seperti seorang hwesio.
Menyaksikan kejadian tersebut, diam-diam si kakek
cengeng beralis putih menjadi terkejut sekali.
Dia tidak menyangka kalau kemampuan yang dimiliki Oh
Put Kui telah mencapai tingkatan sedemikian hebatnya..........
Biarpun dia sudah mengerahkan ilmu tangisan setan
penghancur hatinya sampai paling puncak, namun daya
pengaruh tersebut tidak berhasil mengalutkan jalan pikiran
lawan.
Dalam keadaan demikian, tiba-tiba saja timbul niat jahat
dalam hati kakek cengeng tersebut, mendadak dia
melancarkan serangan yang mematikan.
Tenaga dalamnya segera dikerahkan mencapai dua belas
bagian, tangisan keras macam lolongan serigala itu makin
lama semakin bertambah merendah, lalu setelah dihimpun
dalam pusar, secara tiba-tiba saja dia menangis kembali
sekeras-kerasnya.
Tenaga serangan yang digabungkan menjadi satu ini
benar-benar mendatangkan daya pengaruh yang luar biasa.
Walaupun Oh Put Kui mengandalkan ilmu Thian-liong-siankang
untuk melindungi badan, nyaris juga kena kebobolan
oleh serangan suara tangisan yang membetot sukmanya
sehingga hawa murninya hampir saja buyar.
Tapi untung saja pihak lawan hanya mampu mengerahkan
semacam itu hanya satu kali saja.
Andaikata secara beruntun kakek cengeng beralis putih
dapat melakaukan dua kali penyerangan secara beruntun,
mungkin saja Oh Put Kui tak akan mampu menahan diri
sehingga isi perutnya menderita luka parah..............
Padahal waktu itu si kakek cengeng beralis putih telah
kehabisan tenaga sama sekali.
Atas getaran akibat serangan maut itu Oh Put Kui masih
tetap duduk tenang di tempat semula.
Peristiwa ini kontan saja membuat kakek cengeng beralis
putih menjadi kaget bercampur tertegun.
Nyata sekali kemampuan yang dimiliki bocah muda ini
memang sangat hebat dan luar biasa.
Padahal kakek cengeng beralis putih yakin, apabila tenaga
dalamnya dihimpun menjadi satu dan ilmu tangisan setan
penghancur hatinya dipancarkan secara langsung terhadap
seseorang, biar dia seorang ketua dari sebuat partai
besarpun, tak nanti ada orang yang akan sanggup untuk
mempertahankan diri.
Tapi kenyataannya bocah muda she Oh masih sanggup
untuk menerima serangannya tanpa kekurangan sedikit apa
pun, mungkinkah kemampuan yang dimiliki bocah muda ini
jauh lebih tangguh daripada kemampuan para ketua partai
lainnya?
Padahal Oh Put Kui sendiripun dibuat terperanjat sekali
atas kehebatan lawannya.
Dia bisa mempertahankan diri tanpa menderita kalah tak
lain tak bukan karena mengandalkan hawa murninya.
Andaikata si kakek cengeng beralis putih mampu
menghimpun kembali sisa kekuatan hawa murninya serta
sakali lagi melancarkan serangan dengan ilmu tangisan setan
penghancur hati, tak disangkal lagi Oh Put Kui tentu akan
menderita kerugian besar................
Dengan demikian kedua belah pihak sama-sama dibuat
terkesiap oleh kemampuan lawannya.
Tapi dengan kejadian itu pula mereka berdua sama-sama
memperoleh kesan bahwa mereka tak boleh memandang
enteng kemampuan yang dimiliki lawannya.
Kakek cengeng beralis putih mengernyitkan alis matanya,
lalu setelah membuyarkan hawa murninya, dia berseru keras:
"HEy anak muda, kau telah unggul! Selama hidup
meskipun aku enggan tunduk kepada orang lain, tapi hari ini
mau tak mau aku harus takluk kepadamu.........."
Setelah menggelengkan kepalanya berulang kali diiringi
helaan napas panjang kakek yang kurus lagi jangkung kembali
berkata:
"Bocah muda, aku yakin Beng loko pasti pernah menderita
kerugian pula secara diam-diam sehingga waktu itu dia
mundurkan diri sebelum melakukan pertarungan
denganmu..........?"
Rupanya kakek cengeng beralis putih tetap enggan
mengakui kelemahannya, terutama dengan rekannya sikakek
sakti tertawa panjang..............
Oh Put Kui membuyarkan kembali hawa murninya
kemudian berkata sambil tertawa:
"Kakek Ciu terlalu merendah, sesungguhnya Beng tua
memang pernah beradu ilmu denganku sebelum
mengundurkan diri tempo hari.............."
Kakek cengeng beralis putih segera tertawa keras, meski
suara tertawanya jauh lebih mirip dengan tangisan seseorang.
"Apakah kau pergunakan ilmu Thian-liong-ci waktu itu?"
tanyanya cepat.
"Betul, memang ilmu jari tersebut yang kugunakan."
"Itulah dia anak muda............."
Setelah berhenti sejenak, dia berpaling kearah Lan Ciu-sui
dan berkata lebih jauh:
"Saudara Lan, kuucapkan selamat kepadamu karena kau
mempunyai seorang cucu yang sangat hebat!"
Dari mimik wajahnya dapat diketahui kalau perkataan
tersebut diutarakan setulus hatinya tanpa sesuatu paksaan
sedikitpun juga................
Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu segera tertawa terbahakbahak
karena girang:
"Saudara Ciu, aku segera akan menyuruh cucuku minta
maaf kepadamu, disamping itu ku ucapkan terima kasih juga
kepadamu karena telah berbelas kasih dengan menjaga nama
baik cucuku ini."
Cepat kakek cengeng beralis putih menggelengkan
kepalanya berulang kali, dia berkata:
"Saudara Lan, bila kau lakukan hal tersebut, maka sama
artinya dengan mengejek diriku.............."
Tiba-tiba kakek latah awet muda tertawa tergelak, selanya:
"HEy, bagaimana kalau kalian berdua tak usah
bersungkan-sungkan terus? Setan kurus she Ciu, kau berdiam
di bukit Biau-hong-san selama ini apakah bermaksud menjadi
tulang punggung si raja setan penggetar langit?"
"Tidak!" diluar dugaan kakek cengeng beralis putih
menggelengkan kepalanya.
Jawaban yang diberikan ini kontan saja membuat kakek
latah awet muda sekalian menjadi tertegun.
Mereka tidak menyangka kalau kakek cengeng beralis putih
Ciu Hway-wan yang bersahabat dengan raja setan penggetar
langit Wi Thian-yang, ternyata tidak berkomplot dengannya
bahkan tidak pula memberi dukungan kepada rekannya itu.
Tak heran kalau semua orang dibuat terbelalak dan berdiri
termangu..........
Kakek cengeng beralis putih Ciu Hway-wan memandang
sekejap wajah orang-orang itu, kemudian serunya lagi dengan
suara lengking:
"Ban tua, sesungguhnya aku sendiripun dijadikan
sandera.............."
"Oleh siapa?"
Hampir saja kakek latah awet muda melompat bangun
saking kagetnya.
Benarkah dua manusia aneh tertawa dan menangis telah
dijadikan sandera?
Tapi oleh siapa? Yaa, oleh siapa?
Mereka tidak percaya kalau raja setan penggetar langit
mempunyai kemampuan sehebat ini.
Tapi selain Wi Thian-yang, siapa pula yang memiliki
kemampuan semacam ini?
Biarpun dalam dunia persilatan terdapat banyak sekali
jago-jago berilmu tinggi, tapi siapakah diantara mereka yang
mampu menguasai dua manusia aneh tertawa dan menangis
sekaligus?
Pertanyaan yang diajukan oleh kakek latah awet muda
ternyata tidak memperoleh jawaban yang memuaskan hati.
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
dan menyahut dengan suara dalam:
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera berseru pula
dengan suara dalam:
"Saudara Ciu, mengapa sih kau nampak ragu untuk
mengutarakannya keluar?"
Kakek cengeng beralis putih segera memperdengarkan
suara tertawanya yang mirip dengan lolongan serigala:
"Saudara Lan, aku bukannya ragu untuk berbicara, tapi
sesungguhnya terikat oleh sumpah..........."
"Kaupun terikat oleh sumpah?" kakek latah awet muda
segera tertawa keras sesudah mendengar perkataan ini, "hey
si kurus, kalau dilihat dari kemampuan orang tersebut untuk
memaksa kau si manusia cengengpun harus pegang teguh
sumpahmu, bisa kuduga dia tentunya seorang tokoh ternama
didalam dunia persilatan."
Kakek cengeng beralis putih tidak menjawab, dia hanya
tertawa getir belaka.
Tampaknya dia merasa mengaku tak enak, tidak
mengakupun tidak enak, sehingga serba salah jadinya.
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui yang menyaksikan
keadaan tersebut segera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaaaaahhhhhhhh...........hhhhhhhhhaaaaaaaahh
hhhhhh......... haaahhh..... saudara Ciu apakah orang ini
adalah Wi Thian-yang?"
Kakek cengeng beralis putih segera menggelengkan
kepalanya berulang kali.
Dengan kening berkerut kakek latah awet muda berkata
pula:
"Kalau orang itu bukan Wi Thian-yang, sudah pasti dia
mempunyai hubungan yang erat hubungannya dengan Wi
Thian-yang bukan?"
Kali ini kakek cengeng beralis putih mengangguk:
"Ban tua, orang itu seperti juga Wi Thian-yang............."
Kesan yang segera timbul dari perkataannya itu adalah
rasa kaget dan tercengang.
Tapi bagi pendengaran Nyoo Siau-sian justru menimbulkan
pengharapan yang besar dan tak terhingga.
Dia sangat berharap bahwa ayahnya bukan orang jahat.
"Saudara Ciu", Peng-goan-koay-kek berseru lagi dengan
kening berkerut, "Kalau begitu, masih ada seseorang lain yang
mengatur segala sesuatunya dibelakang mereka?"
"Perkataan saudara Lan memang tepat sekali........" kakek
cengeng beralis putih menjawab sedih.
"setan kurus, cepat kau sebutkan siapa orang itu!" kakek
latah awet muda segera berteriak keras.
Kakek cengeng beralis putih menggelengkan kepalanya
berulang kali:
"Maaf Ban tua, aku tak dapat menuruti permintaanmu
itu........."
Meledak hawa amarah si kakek latah awet muda setelah
mendengar perkataan itu.
Tapi mungkinkah baginya untuk turun tangan memaksa
orang itu berbicara?
Jelas hal ini tak mungkin, sebab diapun tahu paksaannya
tak akan menghasilkan apa yang diharapkan.
Itu berarti perjalanan mereka ke buit Biau-hong-san kali ini
hanya satu perjalanan yang sia-sia belaka.
Mendadak Oh Put Kui berhasil mendapatkan sebuah akal
bagus, dia segera berseru:
"Ban tua, kalau toh kakek Ciu enggan berbicara, boanpwe
justru memperoleh sebuah akal bagus yang bisa menyelidiki
siapa gerangan manusia dibelakang layar itu secara pelanpelan........."
"Akal bagus apa yang berhasil kau dapatkan........" seru
kakek latah awet muda sambil mendelik.
Tapi dia segera terbungkam, seakan-akan baru teringat
apa yang baru dikatakan Oh Put Kui kembali teriaknya:
"Hey anak muda, coba kau utarakan bagaimana akalmu
itu?"
Hampir tertawa Oh Put Kui saking gelinya, dia segera
berkata:
"Boanpwe rasa bila ingin menyelidiki orang dibelakang
layar itu, maka kita harus mengikuti jejak dari Wi Thian-yang!"
Mendengar ucapan tersebut kakek latah awet muda
tertawa tergelak, teriaknya:
"Omong kosong, siapa yang tidak tahu cara tersebut?"
"Ban tua, cara ini memang amat sederhana dan boleh
dibilang diketahui setiap orang tapi bila tidak dikemukakan
oleh seseorang, siapa pula yang akan menduga sampai
kesitu?"
"Ehmmmm, betul juga perkataanmu itu........" kakek latah
awet muda manggut-manggut dengan mata melotot.
Oh Put Kui tertawa geli didalam hati, tapi diluarnya dia
segera berkata:
"Ban tua, bagaimana kalau kita berangkat ke bukit Ngo taysan...........?"
"Baik..........."
"Apakah kita akan pergi bersama-sama?" tiba-tiba Penggoan-
koay-kek Lan Ciu-sui bertanya dengan kening berkerut.
@oodwoo@
Jilid ke : 39
"Yaa, tentu saja kita semua akan pergi bersama!"
Lan Ciu-sui segera tertawa tergelak:
"Aaaahh, menbuang tenaga degnan percuma, aku tak ingin
turut!"
Oh Put Kui menjadi tertegun, dia tak habis mengerti
mengapa kakeknya enggan turut serta.
"Yaya, kau hendak pergi kemana?" tanyanya kemudian.
"Nak, yaya akan pergi menjemput ayahmu sekalian untuk
diajak pulang kedaratan Tionggoan........"
Rupanya disaat Lan Cui-siu telah memperoleh kembali
tenaga dalamnya, Oh Put kui telah menceritakan
pengalamannya sewaktu dipulau neraka kepada orang tua itu.
Ketika memperoleh berita tersebut Lan Cui-siu segera
menyatakan rasa gusarnya, dia menganggap tiga dewa dari
luar wilayah dan sepasang manusia sakti dari Thian-tok
adalah manusia-manusia busuk yang kelewat menghina
orang...........
Tapi setelah Oh Put Kui menuturkan pula kisah
perjumpaannya dengan Thian-hiang-huicu, amarah Lan Cuisiu
baru agak mereda.
Waktu itu diapun segera memutuskan akan berangkat
kepulau neraka serta menjemput kembali ayahnya sekalian
untuk diajak pulang kedaratan Tionggoan.........
Karena inilah, ketika Peng-goan-koay-kek mengemukakan
keinginannya sekarang, Oh Put Kui merasa serba salah
dibuatnya.
Dia tak tahu apakah Poan-cay siansu telah bertemu serta
berunding dengan keempat orang lainnya?
Disamping itu dia pun percaya perkataan dari Thian-hianhuicu
yang minta kepadanya menjemput tujuh orang tua
dipulau neraka setelah hari Pekcun mengandung satu maksud
tertentu...............
Sekarang dia ingin mencegah kepergian orang tua
tersebut, tapi diapun tak tahu bagaimana harus berkata........
Terpaksa Oh Put Kui mengalihkan sorot matanya kewajah
si kakek latah awet muda.
Kakek latah awet muda segera tersenyum, kepada Penggoan-
koay-kek serunya keras-keras:
"Lan lote, buat apa kau mesti bersusah payah pergi
kelautan timur? Setengah bulan lagi bocah muda ini akan
pergi kepulau neraka, cepat atau lambat toh cuma menunggu
setengah bulan saja, masa kau tak sabar untuk menunggu ?"
Lan Ciu-sui termenung sejenak, lalu sahutnya:
"Saudara Ban, aku cuma merasa penasaran dengan
hwesio-hwesio liar itu........."
Kakek latah awet muda segera menukas sambil tertawa:
"Sudahlah Lan lote, buat apa sih kau mesti mengambek
terhadap mereka? Lebih baik kita cari dulu manusia licik yang
berada dibelakang layar itu sebelum membicarakan persoalan
lain."
Lan Ciu-sui yang mendengar ucapan tersebut segera
menggelengkan kepalanya sambil tertawa getir.
"Saudara Ban, terpaksa aku mesti menyetujui usulmu itu."
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Nah, tindakanmu ini baru cocok dengan seleraku
lote........... hanya manusia yang tahu keadaan barulah
manusia sejati............."
Oh Put Kui yang menjumpai kesemuanya ini diam-diam
tertawa geli, dia tak mengira Kakek latah awet muda pandai
juga membujuk seseorang..........
Dalam pada itu kakek cengeng beralis putih telah berkata
pula secara tiba-tiba:
"Ban tua, kepergian kalian kebukit Ngo-tay-san tidak
termasuk diriku..............?"
"Kau sikurus enggan pergi?" tanya Kakek latah awet muda
sambil berkerut kening.
"Ban tua, bagaimana mungkin aku bisa pergi...................."
"Mengapa kau tak bisa pergi?"
"Ban tua, apakah kau menyuruh aku menyingkap rahasia
keterlibatanku dihadapan mereka...............?"
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaahhhhhh........... haaaaaahhh...........
haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang
pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan
memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak
memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak
boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang
layar itu..........."
Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih
manggut-manggut:
"Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi
meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"
"Kau hendak kemana?" tanya Kakek latah awet muda
tertegun.
Kakek cengeng beralis putih tertawa getir:
"Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah
berabe? Cuma saja............."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah
sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim
untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang
lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan
demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka
kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."
Mendengar itu, Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Haaaaaaahhhhhh........... haaaaaahhh...........
haaaaaaaaahhhhhh.......... berbicara pulang pergi toh yang
pasti kau sikurus memang bernyali kecil. Baiklah, aku tak akan
memaksa kau sikurus untuk turut serta, tapi akupun hendak
memberitahukan kepadamu lebih dulu, lain kali kaupun tak
boleh menjual tenaga lagi buat orang yang berada dibelakang
layar itu..........."
Dengan mata terbelalak kakek cengeng beralis putih
manggut-manggut:
"Ban tua, malam ini juga akupun hendak pergi
meninggalkan bukit Biau-hong-san ini"
"Kau hendak kemana?" tanya Kakek latah awet muda
tertegun.
Kakek cengeng beralis putih tertawa getir:
"Jika tidak kabur, bukankah keadaan bakal bertambah
berabe? Cuma saja............."
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Cuma saja aku akan terpaksa berlagak seolah-olah
sedang mencari si kakek sakti tertawa panjang Beng Pek-tim
untuk diajak beradu kepandaian serta menentukan siapa yang
lebih unggul diantara kami sepuluh tahun terakhir ini, dengan
demikian mereka baru bisa dikelabuhi dan tidak menyangka
kalau aku sedang berusaha melarikan diri dari sini.............."
"Yaaaaa, usulmu itu memang bagus sekali,naaaahhh
silahakan..........."
Oh Put Kui yang mendengar ucapan mana segera berpikir
didalam hatinya:
"Perkataan macam apa ini? Masa sang tuan rumah kabur
lebih dulu sebelum tamunya pergi?"
Sementara dia masih berpikir, kakek cengeng beralis putih
telah berseru pula:
"Nah Ban tua, kita sampai bertemu lagi dikemudian
hari............"
Belum habis kata-katanya, dia sudah melompat pergi
meninggalkan tempat tersebut.
Kakek cengeng beralis putih memang aneh, begitu dia
bilang mau pergi, ternyata tanpa memberi pesan kepada
siapapun juga, dia segera angkat kaki dengan begitu saja,
tindakan ini segera mencengangkan semua orang.
Sambil gelengkan kepala Oh Put Kui segera berpikir:
"ORang-orang tua itu memang pada aneh
wataknya.............."
Dalam pada itu Kakek latah awet muda malah berteriak lagi
sambil tertawa:
"Hey si kurus, bila bertemu sicebol Beng, tolong titip salam
untuknya............."
Oh Put Kui yang mendengar perkataan itu segera bertanya
sambil tertawa:
"Ban tua, benarkah dia hendak pergi mencari Beng lojin?"
Kakek latah awet muda berpaling dan memandang sekejap
kearah Oh Put Kui, lalu sahutnya:
"Dia memang mengatakan akan pergi mencari Beng Pektim,
masa kau tidak mendengar?"
"Tapi bukankah dia mengatakan juga kalau kepergiannya
mencari Beng Pek-tim cuma dibuat alasan saja?"
"Anak muda, dugaanmu kali ini keliru besar," kata Kakek
latah awet muda sambil menggelengkan kepalanya, "padahal
sikurus ini jauh lebih cerdik daripada siapapun justru karena
dia kuatir tak mampu mengungguli Beng Pek-tim, maka
sengaja dia berkata begitu."
"Tapi apa sangkut pautnya antara bertarung dengan tidak
bertarung.............?" tanya Oh Put Kui kebingungan.
"Masalah ini menyangkut masalah gengsi. Yang kosong
sebetulnya sungguh, yang sungguh justru kosong. Bila ia tak
berhasil mengungguli si cebol Beng, maka diakan bisa
mengatakan kepada orang luar bahwa dia tak pernah pergi
mencarinya............."
Sekarang Oh Put Kui baru paham.
Rupanya masalah gengsi memang merupakan masalah
gawat yang jauh lebih penting daripada segala-galanya.
Tiba-tiba Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui menghela napas
sambil berkata:
"Saudara Ban, mari kita berangkat!"
"Lote, sudah hampir empat puluh tahun lamanya aku tak
pernah menunggang kuda," kata Kakek latah awet muda
sambil tertawa, "mumpung kita ditemani dua orang budak cilik
itu, bagaimana kalau kita beli beberapa ekor kuda dan
meneruskan perjalanan dengan naik kuda?"
"Baik sih baik, cuma aku tidak mempunyai uang sebanyak
itu, "kata Lan Ciu-sui sambil tertawa.
"Haaaahhhhhhhhh..........hhhhhaaaaaahhhhhh........
hhhaaaahhhh.......... biarpun kita tak punya, tapi orang lain sih
mempunyai banyak sekali.........,."
SEmbari berkata dia mengerling sekejap kearah pengemis
pikun.
Entah mengapa tiba-tiba saja pengemis pikun jadi sangat
kikir, sambil menggelengkan kepalanya berulang kali dia
berseru,
"Ban tua, kau jangan memandangi aku terus menerus, kau
toh mengerti aku si pengemis cuma bisa meminta belas
kasihan orang, sejak kapan ada orang memberi uang
kepadaku............."
"Kau berani mengatakan tak punya ?" bentak Kakek latah
awet muda sambil mendelik.
Pengemis pikun memandang sekejap kearah Oh Put Kui
yang cuma berdiri sambil tersenyum itu, lalu katanya lagi
sambil tertawa getir:
"Ban tua, aku sipengemis amat rudin, kalau tidak, buat apa
aku harus bergabung dengan kay-pang?"
Kakek latah awet muda mendengus dingin.
Bila dia sedang tertawa maka orang akan kerasan terus
untuk memandangi terus wajahnya, tapi begitu dia
mendengus, pengemis pikun kontan saja menjadi gemetar
karena ketakutan.
"Pengemis cilik, aku akan menggeledah sakumu............."
ancamnya kemudian.
Oh Put Kui segera tertawa geli, bila benar-benar digeledah,
segera akan ditemukan empat lembar cek disaku pengemis
tersebut.
Tak heran kalau pengemis pikun menjadi semakin panik,
dia gelengkan kepalanya berulang kali sambil berteriak:
"Ban tua, seorang kuncu hanya akan menggunakan mulut,
tidak akan menggerakkan tangan.........."
"Aaaah, aku tak ambil perduli siapa kuncu siapa bukan,"
tukas Kakek latah awet muda ngotot, "pokoknya apa yang
ingin kulakukan segera akan kulaksanakan, bawa kemari
sakumu pengemis!"
Pengemis pikun benar-benar sangat panik.
Dengan mata terbelalak ia segera menengok ke arah Oh
Put Kui sambil serunya:
"Lote, cepat kau ambil kembali uangmu itu..............."
"Wah, itu sih urusanmu sendiri," tukas Oh Put Kui sambil
menggelengkan kepalanya, "aku kan sudah menghadiahkan
uang tersebut untukmu............."
"tapi aku juga tak mau..........." jerit pengemis pikun.
Tampaknya Oh Put Kui juga berminat untuk menggoda
pengemis tersebut, tiba-tiba ia berkata:
"Liok loko, bukankah kau sendiripun mempunyai tiga ratus
tahil perak?"
Seketika itu juga pengemis pikun berdiri lemas, tapi segera
jeritnya:
"Lote, uang itu sengaja kusediakan untuk membeli peti
matiku, kau toh sudah tahu aku tua dan lemah, masa uang
sebesar tiga ratus tahil perakpun..........."
"Konyol!" umpat Kakek latah awet muda sambil menarik
muka, "cepat katakan, mau diserahkan atau tidak? Pengemis
cilik, aku tak ambil perduli uang itu buat membeli peti mati atau
tidak, pokoknya hari ini harus membeli kuda dan kau yang
membayar."
Dimaki oleh Kakek latah awet muda, si pengemis pikun
menjadi ketakutan setengah mati.
Akhirnya dengan susah payah, dia mengeluarkan juga tiga
ratus tahil perak itu dan mengomel sambil menghela napas:
"Aaaaaii, apa boleh buat, peti mati untuk aku sipengemis
tua telah diseret pergi oleh kuda-kuda sialan!"
ooooo0dw0ooooo
Mencari jejak seseorang dibukit Ngo tay-san bukanlah
suatu pekerjaan yang gampang.
Pengemis pikun yang harus menempuh perjalanan
bersama mereka, boleh dibilang benar-benar lagi sial.
Sebab setibanya diatas bukit, kuda-kuda tersebut jadi tak
ada gunanya sama sekali.
Tapi pengemis pikunpun merasa sayang untuk
membuangnya dengan begitu saja, maka tugas menjaga
kudapun terjatuh ketangan pengemis tersebut.
Satu orang harus merawat enam ekor kuda sekaligus, jelas
hal ini merupakan suatu pekerjaan yang amat menyiksa.
Apalagi jalan bukit berliku-liku dan lebarnya cuma sekian
depa, manusia saja susah lewat, apalagi harus mengurusi
enam ekor kuda sekaligus, bisa dibayangkan betapa repotnya
dia.
Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui yang menyaksikan
kerepotan pengemis itu, terutama melihat peluh yang
membasahi tubuhnya meski udara sangat dingin, segera
merasa kasihan disamping geli...............
Bukan hanya begitu, siKakek latah awet mudapun masih
saja menyindir dan mendampratnya, ini menyebabkan
pengemis pikun selain mesti mendongkol terhadap kuda,
mendongkol terhadap kakek itu.
Masih untung Oh Put Kui sering memberikan bantuannya.
Beberapa kali dia harus menarik kuda-kuda yang hampir
saja jatuh terpeleset kedalam jurang.
Enam orang dengan enam ekor kuda harus berjalan
menyelusuri bukit Ngo-tay-san yang luasnya mencapai
limaratus li itu hampir tiga hari lamanya, tapi mereka belum
berhasil juga menemukan tempat tinggal dari Lian peng
sekalian.
Bagi orang lain disamping gelisah, sama sekail tidak
merasakan penderitaan apapun.
Berbeda dengan pengemis pikun, dia nampak
mengenaskan sekali..............
Bukan saja dia dibuat lelah karena musti mengurusi enam
ekor kuda, disamping itupun harus mencarikan rumput dan
membersihkan kotoran kuda, akibatnya dia menjadi dekil lagi
bau.
Hingga mencapai hari kelima.
Tiba-tiba Kakek latah awet muda menghentikan
perjalanannya dipuncak bukit sebelah utara, kemudian
serunya:
"Lan lote, kita sudah sampai ketempat tujuan!"
Sudah sampai? Mungkinkah berada dipuncak tertinggi dari
bukit Ngo-tay-san ini?
"Mana mungkin mereka akan berdiam di sini ?" Peng-goankoay-
kek segera tertawa hambar.
"Yaa, setiap orang memang berpendapat demikian.
Tapi si Kakek latah awet muda kembali tertawa terbahakbahak:
"Haaaahhhhh......... haaaaahhhh..........
haaaaaahhhhhhhhhh............. bila kita belum sampai juga
ditempat tujuan, apakah sipengemis cilik yang lebih suka
memeluk emas terjun kesumur dan mati-matian
mempertahankan hartanya itu tidak mampus karena
kecapaian?"
Perkataan ini memang sejujurnya dan benar.
Gara-gara keenam ekor kuda itu hampir saja si pengemis
pikun telah mengorbankan separuh lembar jiwanya.
Sambil tersenyum Oh Put Kui segera berkata:
"Ban tua, tentunya kau sudah mengetahui bukan tempat
persembunyian Wi Thian-yang?"
Baru selesai dia berkata, Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui
sudah tak tahan lagi tertawa cekikikan.
"Toako, perkataanmu itu benar-benar kelewat tolol.........."
"Oh toako, andaikata Ban tua sudah mengetahui
tempatnya, buat apa dia mesti mengajak kita untuk berputar
sekian lama sehingga harus menempuh perjalanan ditengahtengah
salju dengan penuh resiko?"
Sambil tertawa kembali Oh Put Kui berkata:
"Apabila adik Sian dan nona Kiau tidak percaya, mari kita
dengarkan bersama-sama apa yang dikatakan Ban tua nanti !"
Dalam pada itu Kakek latah awet muda telah tertawa
tergelak tiada hentinya, ia berkata:
"Hey anak muda, agaknya tak ada sebuah persoalanpun
yang dapat mengelabuhi dirimu?"
"Ban tua, kesemuanya ini tak lebih hanya dugaan boanpwe
saja, "sahut pemuda itu tertawa.
Sebaliknya Nyoo Siau-sian segera berseru kaget:
"Ban tua, kau benar-benar mengetahui tempat tinggal dari
bibi Lian?"
"Haaaaaaahhhhhhhh........... haaaaahhhhh..........
haaaaaaahhhhhhhhh.......... kalau semacam itu saja tidak
kuketahui, buat apa orang menyebutku sebagai si Ban tua
yang tahu akan segala-galanya?"
"Ban tua," seru Kiau Hui-hui pula dengan kaget, "kalau
memang sudah tahu, apa sebabnya kau menyiksa kami
semua sehingga mesti mendaki bukit selama beberapa hari?"
Kakek latah awet muda melirik sekejap kearah pengemis
pikun, kemudian baru katanya sambil tertawa:
"Bertemu dengan orang yang lebih suka uang daripada
nyawa merupakan suatu kesialan bagi kita semua, oleh sebab
itu untuk menghilangkan bencana tersebut, lebih baik kita
sedikit menderita lebih dulu, kalau tidak, bila sampai betulbetul
ketemu musibah mungkin penderitaan yang kita alami
jauh berapa kali lipat lebih hebat..........."
Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian hanya mendengarkan
perkataan itu dengan mata terbelalak lebar.
Sebaliknya Peng-goan-koay-kek Lan ciu-sui segera berseru
sambil tertawa:
"Loko, memang disinilah kelebihan yang kau
punyai............."
"Haaaaahhhhh.......... haaaaaaaahhhhh...........
hhhhhhhhahhhhhhhhh......... lote hidup dalam dunia persilatan,
setiap kali kita memikul resiko kepala bakal dikutungi orang,
bila kita tidak berusaha mencari kesempatan untuk bergurau,
lantas apa artinya kehidupan ini? Apakah lama kelamaan kau
tak akan merasa bosan sendiri?"
Pengemis pikun yang mendengar perkataan itu langsung
saja mendelik besar saling mendongkolnya, dia segera
berkaok-kaok berulang kali:
"Bagus sekali, jadi rupanya kau memang sengaja hendak
mempermainkan aku sipengemis, aku tak takut disambar
geledek.........."
Sambil berkata dia segera mengendorkan tali les keenam
ekor kuda itu seraya teriaknya lagi:
"Kuda wahai kuda........... silahkan kalian pergi, aku
sipengemis sudah kenyang menderita..............."
Bukan cuma begitu, bahkan dia memukul pantat kuda-kuda
itu agar lari dari situ.
Oh Put Kui tak bisa menahan rasa gelinya setelah
menyaksikan kejadian ini, segera serunya:
"Liok loko. buat apa kau mesti berbuat demikian? Bila
sedari dulu kau lepaskan kuda-kuda itu, bukankah kau tak
perlu menderita? Lagipula kamipun sudah menempuh
perjalanan yang cukup jauh."
Sambil tertawa getir pengemis pikun menggelengkan
kepalanya berulang kali, katanya:
"Saudara ku, apakah kau belum pernah mendengar
pepatah yang mengatakan: Burung mati karena makanan,
manusia mati karena harta? Justru karena pikiranku tak dapat
terbuka, akibatnya banyak penderitaan yang harus kualami."
Setelah berhenti sejenak, dia berkata lebih jauh:
"Tapi sekarang lote, pikiranku betul-betul sudah terbuka,
yaaa......... aku memang kelewat penasaran."
"Waaah, masa kaupun dapat berkata begitu?" ejek kakek
latah awet muda sambil tertawa tergelak, "nah pengemis cilik,
makanya lain kali harus ingat baik-baik peristiwa ini.............."
"Saudara ban, mari kita kerjakan persoalan yang
sesungguhnya!" sela Lan Ciu-sui kemudian.
"Ban tua, sebenarnya Wi Thian-yang bersembunyi
dimana?" kata Oh Put Kui pula.
"Masa kau tidak tahu anak muda?" tanya kakek latah awet
muda sambil tertawa tergelak.
"Bagaimana mungkiin boanpwe bisa tahu?"
"Tidak kunyana ternyata ada persoalan yang tidak kau
ketahui juga anak muda........."
Agaknya orang tua ini masih saja berupaya untuk
menyusahkan Oh Put Kui.
Oh Put Kui terpaksa tertawa getir setelah mendengar
perkataan itu katanya:
"Mana mungkin boanpwe bisa dibandingkan dengan kau
orang tua? Cepatlah kau katakan dimana Wi Thian-yang telah
menyembunyikan diri.................."
"Anak muda, coba kau alihkan pandanganmu mengikuti
arah yang kutunjuk..............."
Oh Put Kui segera berpaling dan mengalihkan pandangan
matanya...........
Diantara bukit sebelah utara dan sebelah tengah, ia
temukan sebuah selat yang dalam.
Dipandang dari ketinggian, lembah itu nampak hijau segar
tertutup oleh pepohonan atas pepohonan yang tumbuh
disekitar sana lebat sekali.
"Tempat itu pasti sebuah lembah yang dalam.......... dengan
pemandangan yang indah.........."
Kiau Hui-hui yang turut berpaling segera berseru pula
memuji.
Mendadak terdengar Oh Put Kui berseru kaget:
"Ban tua, disitu terdapat bangunan bata merah, mirip sekali
dengan sebuah perkampungan besar!"
"Haaaaaahhhhhhhh.......... haaaaaahhhhh..........
haaaaaaaahhh........... perkampungan itu tak lain bernama
Kang-thian-lo............." kakek latah awet muda menjelaskan
sambil tertawa.
Belum habis perkataan itu diutarakan, Lan Ciu-sui telah
menimbrung dengan cepat:
"Jadi tempat ini adalah tempat kediaman dari Ang-lo-cuikek
(Jago pemabok dari loteng merah) Siau Yau?"
"Betul, dan aku yakin si kakek penggetar langit Siau Hian
pasti sudah pulang pula!"
"Kebetulan sekali aku memang hendak mencari mereka
dan bersaudara untuk membuat perhitungan, tidak disangka
akan kutemukan disini, " seru Lan Ciu-sui lagi sambil tertawa,
"dulu, aku hanya pernah mendengar tentang loteng Keng
Thian-lo, tapi belum pernah berhasil kutemukan letak loteng
itu..........................."
"Haaaaaahhh.......... haaaahhhh......... haaaaaahhhh.........
kalau begitu kedatangan lote ke bukit Ngo-tay-san ini tidak sia
sia belaka.............." seru kakek latah awet muda sambil
tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata:
"Wi Thian-yang sekeluarga sudah pasti berdiam didalam
rumah Siau Yau.........."
"Ban tua, mari kita turun kebawah..........." seru Oh Put Kui
kemudian sambil tersenyum.
Seraya berkata dia langsung meluncur turun dari atas bukit
tersebut.......
Lan Ciu-sui nampak tertegun, kemudian cepat-cepat
serunya:
"Nak, Siau Yau bukan seorang manusia yang gampang
dihadapi................"
Tampak bayangan biru berkelebat lewat, ia segera
menyusul pula kebawah.
Dengan gerakan secepat sambaran kilat kedua orang itu
melayang turun dari bukit Ngo-tay-san dan langsung meluncur
kearah loteng Keng-thian-lo dibalik lembah dikejauhan sana.
Menyaksikan kejadian ini, keempat orang jago lainnya yang
masih berada diatas puncak bukit menjadi terkejut sekali.
kakek latah awet muda pun tidak menyangka kalau Oh Put
Kui bakal meluncur sedemikian cepatnya.
Sambil berkerut kening ia segera berseru kepada ketiga
orang lainnya:
"Ayoh kalian pun boleh ikut turun, siapa tahu sampai
waktunya terdapat beberapa orang gembong iblis yang perlu
kalian hadapi."
Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera menyambut usul
itu dengan amat gembira.
Selain itu merekapun sangat menguatirkan keselamatan
dari Oh Put Kui, kendatipun pemuda itu didampingi Lan Ciusui
tak mungkin akan menemui bahaya, tapi begitulah
keanehan manusia, mereka tetap menguatirkan keselamatan
jiwanya.
Itulah sebabnya ketika kakek latah awet muda baru selesai
berbicara, Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah meluncur
kebawah dengan kecepatan tinggi, kemudian langsung
mengejar Oh Put Kui dan Lan Ciu-sui.
Pengemis pikun memandang sekejap kearah kakek latah
awet muda, lalu tanyanya sambil tertawa:
"Apakah kita juga ikut pergi?"
kakek latah awet muda tertawa aneh:
"Pengemis sialan, rupanya sifat pengecutmu kambuh lagi,
kau takut mampus?"
"Boanpwe tidak berani!"
"Kalau memang tak berani itu sih gampang, ayoh, kau
mesti bertarung bagiku pada babak yang pertama."
"Bertarung pada babak pertama? Waaaahh? Mana boleh
jadi?" teriak pengemis pikun tertegun "entah Siau Yau, Siau
Hian,aku tak bakal sanggup menahan seujung jarinya, masa
kau orang tua malah menyuruh boanpwe bertarung pada
babak yang pertama?"
"Kau tak mau bukan?" seru kakek latah awet muda sambil
tertawa mengejek.
Pengemis pikun tertawa getir.
"Boanpwe bukannya tidak mau, tak sesungguhnya
memang tidak mampu............."
Mendadak kakek latah awet muda tertawa tergelak, sambil
mencengkeram ujung baju pengemis itu, serunya keras-keras:
"Bocah keparat, aku akan membantumu, membantu
melemparkan tubuhmu kebawah....."
Seketika itu juga tubuh pengemis pikun terlempar kedalam
lembah yang dalam itu bagaikan sebuah keranjang rongsok.
Pengemis pikun menjadi ketakutan setengah mati, dia
menjerit-jerit keras seperti babi yang baru disembelih...........
"Tolong.......... Ban tua........... gara-gara lemparanmu itu,
semua tenaga dalamku menjadi buyar..........."
Kakek latah awet muda sama sekali tidak ambil perduli,
pengemis pikun berteriak semakin keras karena ketakutan, dia
merasa semakin kegirangan.
Apalagi setelah menyaksikan gerak gerik pengemis pikun
yang gelagapan ditengah udara, dia tertawa semakin keras
lagi:
"Hhaaaaahhhhhhhh........ haaaaaaaaah.........
haaaaaaaaahhhhh............. pengemis busuk, inilah yang
dinamakan dengan "Kura-kura" terbang diangkasa.........."
Mendadak Kakek latah awet muda menghentikan
perkataannya sampai ditengah jalan, lalu sepasang ujung
baunya dikebaskan, bagaikan sebatang anak panah yang
terlepas dari busurnya, dia langsung menerjang kearah
pengemis pikun.
Jangan dilihat selisih jarak antara Kakek latah awet muda
dengan pengemis pikun terpaut sampai lima puluh kaki,
nyatanya dia telah tiba lebih duluan.
Sekali tangannya menyambar, tahu-tahu dia sudah
mencengkeram tubuh pengemis pikun itu lalu dengan
ringannya mereka berdua melayang turun didasar lembah.
Begitu sampai diatas tanah, Kakek latah awet muda segera
membanting tubuh si pengemis pikun itu keatas tanah, lalu
umpatnya:
"Kau sipengemis busuk memang betul-betul tak becus,
masa menghadapi persoalan semacam ini pun ketakutan
setengah mati !"
Dengan susah payah pengemis pikun merangkak bangun
dari atas tanah, lalu sambil tertawa getir, keluhnya:
"Ohhh...... Ban tua, selama hidup belum pernah boanpwe
melompat dari ketinggian seperti ini, apalagi terjun kedalam
jurang yang begitu dalam, oooh....... Thian, kau tahu aku
sudah semaput sedari tadi."
"Aaaaaiii, kalau dibilang kau manusia tak becus, nyatanya
kau memang betul-betul tak becus." keluh si Kakek latah awet
muda sambil menggelengkan kepalanya berulang kali, "Ayoh
cepetan sedikit, mereka sudah pada tak nampak, bila kau ku
tinggal seorang diri disini, tentu bakal asyik.........."
Begitu selesai berkata, dia langsung kabur terlebih dahulu
menuju ke arah loteng Keng-thian-lo.
Pengemis pikun benar-benar ketakutan setengah mati,
sambil meraung keras dia segera lari mengejar sekuat tenaga,
teriaknya sambil mengejar:
"Eeeeeehh....... tunggu dulu........ tunggu sebentar...........
Ban tua, kau tak boleh meninggalkan aku seorang
diri.............."
"Kenapa? Toh lebih baik bermalas-malasan lebih dulu
diatas tanah sambil santai?" goda Kakek latah awet muda
seraya tertawa tergelak.
"Oh...... Ban tua, maafkan daku, boanpwe sudah tahu
salah," pinta pengemis pikun kemudian sambil tertawa getir.
Kakek latah awet muda segera memperlambat larinya, lalu
berkata sambil tertawa:
"Kau.... aaaaai, kalau dilihat dari wajahmu yang begitu
mengenaskan, yaaaa sudahlah!"
Mendadak tubuhnya melejit setinggi satu setengah kaki lalu
melewati pagar pekarangan yang tinggi dan melayang turun
dibalik kebun Keng-thian-lo.
Pengemis pikun tak berani berayal lagi cepat-cepat dia
menyusul dari belakang.
Setelah berada didalam kebun, Kakek latah awet muda
langsung menuju kearah bangunan loteng disisi kebun.
Agaknya keempat orang yang berjalan duluan telah
memasuki gedung Keng-thian-lo itu lebih dulu, tapi anehnya
ternyata tak terdengar suara bentakan ataupun suara orang
sedang ribut.
Seandainya Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah
berjumpa dengan dua bersaudara Siau, tak mungkin
suasananya akan begini tenang dan hening, orang tak akan
percaya bila mereka sampai berbaikan kembali.
Mendadak si Kakek latah awet muda berkerut kening, lalu
ujarnya:
"Eeeeii pengemis cilik, kenapa tak kedengaran suara
pertarungan? Jangan-jangan gedung ini sudah tak
berpenghuni lagi?"
"Yaaaa........... darimana boanpwe bisa tahu?" sahut
pengemis pikun sambil berkerut kening.
"Huuuuuh, dasar goblok! Percuma saja aku bertanya
kepadamu," seru Kakek latah awet muda menjadi marah.
"Aku memang goblok, siapa suruh kau bertanya kepada
ku?" batin pengemis pikun penasaran.
Sudah barang tentu jalan pikirannya ini tak berani
keutarakan keluar.
sementara pembicaraan masih berlangsung kedua orang
itu sudah melangkah masuk kedalam bangunan loteng itu.
Pada tingkat dasar bangunan tersebut terbentang sebuah
ruangan yang sangat lebar, namun tak nampak sesosok
bayangan manusiapun disekitar sana.
"Mana orangnya?" seru Kakek latah awet muda sambil
berkerut kening rapat-rapat.
"Diatas loteng!" kali ini pengemis pikun menjawab dengan
cepat sekali.
Mendengar itu si Kakek latah awet muda segera tertawa
terbahak-bahak:
"Haaaaahhhhh.......... haaaaaaaaaahhhhh..............
haaaaahhhh........... buat apa mesti kau jawab? Kalau tak
berada dibawah, tentu saja berada diatas loteng, ayoh kita
langsung naik keatas!"
"Duuukk......... duuukkkk........duuuuukk........."
Langkah si Kakek latah awet muda yang begitu berat dan
bersuara keras ini kontan saja mengejutkan pengemis pikun,
buru-buru dia mempercepat langkahnya dan menebos naik
keatas loteng lebih dahulu.
Namun suasana diatas lotengpun sangat hening, tak
nampak sesosok bayangan manusiapun.
Kakek latah awet muda bersama pengemis pikun mencari
secara beruntun hingga tiga lantai, namun bukan saja tidak
nampak pemilik dari gedung Keng-thian-lo tersebut, bahkan
Lan Ciu-sui sekalian berempatpun seakan-akan hilang lenyap
dengan begitu saja.
Dengan perasaan bingung pengemis pikun segera berseru:
"Kemana perginya orang-orang itu?"
"Haaaaaahhhh......... haaaaaaaahhhhh.......
haaaaaaaahhhhh.......... pengemis cilik, bila seseorang ingin
berbicara, janganlah sekali-kali mencoba belajar dari orang
lain, mengerti?" kata Kakek latah awet muda sambil tertawa
keras, "kini terbukti pada lantai atas maupun lantai bawah
tiada penghuninya, bisa jadi gedung Keng-thian-lo ini memang
bukan merupakan tempat untuk didiami orang!"
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berseru kembali:
"Hey pengemis,ayoh turut aku!"
Tergopoh-gopoh dia lari turun kebawah, kemudian dengan
langkah cepat pula menuju ke lantai dasar.
Pengemis pikun yang mengikuti dibelakangnya menjadi
kegelian melihat ketergopohan rekannya, dia segera berseru
keheranan:
"Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
"Tentu saja lagi mencari orang! Coba kau periksa ke empat
dinding ruangan ini pengemis..........."
Sambil memerintahkan pengemis pikun untuk mengetuk
keempat dinding dalam ruangan tersebut, dua sendiri justru
menuju ketengah ruangan dimana terdapat sebuah meja altar
dan dibalik altar terdapat sebuah kelambu tipis.
Ternyata arca yang dipuja dalam meja altar tersebut adalah
Tong-peng Cousu.
Waktu itu, si Kakek latah awet muda benar-benar merasa
amat terkejut bercampur keheranan, sebab berdasarkan
pengamatan sepasang matanya yang tajam, dalam sekilas
pandangan saja dia sudah melihat bahwa patung pujaan
tersebut bukan terbuat dari kayu ataupun tanah liat.
Sebab biarpun si tukang pahat tersohor Lu Pan menjelma
lagi pun, tak nanti dia dapat mengukir sebuah arca menjadi
sedemikian hidupnya mirip manusia asli, bahkan
memancarkan pula hawa kemanusiaan.
Namun dalam kenyataannya, patun tersebut memang
kelihatan sangat hidup dan nyata.
Itulah sebabnya Kakek latah awet muda segera menegur
sambil tertawa:
"Hey, sebenarnya siapakah kau? Mengapa harus berlagak
menjadi dewa disini?"
Patung tersebut tetap membungkam tidak menjawab.
Kakek latah awet muda menjadi tidak senang hati.
Tiba-tiba saja dia menggerakkan tangannya lalu menarik
patung tersebut dari tempat duduknya.
Bersamaan dengan gerakan itu, dia membentak pula
keras-keras:
"Bila anda adalah Siau Yau, maka usahamu untuk menipu
orang hanya akan sia-sia belaka."
Seketika itu juga si patung sudah terseret oleh Kakek latah
awet muda sehingga roboh terguling diatas tanah.
Nyatanya patung itu memang bukan terbuat dari kayu
ataupun tanah liat, sebab benda mana sama sekali tidak
pecah, atau hancur karena terguling diatas tanah.
Namun anehnya, si orang yang menyaru sebagai dewa ini
justru tetap membungkam dalam seribu bahasa tanpa
bergerak barang sedikitpun juga.
Lama kelamaan meluap juga hawa amarah Kakek latah
awet muda, namun dia sendiripun merasa keheranan.
Dalam marahnya, tiba-tiba saja dia menampar patung
tersebut keras-keras.
Coba bayangkan saja dengan kemampuan tenaga dalam
yang dimiliki Kakek latah awet muda, bagaimana mungkin
orang itu akan sanggup menahan diri?
Paling tidak, pipi kirinya pasti akan merah membengkak
akibat terkena tempelengan tersebut.
Tapi alhasil, apa yang dijumpai sama sekali berada diluar
dugaan si Kakek latah awet muda tersebut.
Wajah si patung itu bukan saja tidak membengkak, malah
sebaliknya berbunyi gemerutukan keras bagaikan tulangtulangnya
pada retak semua, malahan warna emas di
wajahnya pun turut rontok beberapa potong.
Kakek latah awet muda benar-benar dibuat tertegun.
Tiba-tiba saja dia teringat, bisa jadi patung tersebut adalah
seorang manusia hidup.
Begitu ingatan tersebut melintas lewat, dengan suatu
gerakan yang amat cepat Kakek latah awet muda segera
mencopot kopiah yang dikenakan patung tadi.
Dalam waktu singkat terurailah rambut yang berwarna
hitam dan panjang, ternyata orang itu memakai gaun panjang.
Jelas terlihat bahwa dia adalah seorang wanita.
Kembali si Kakek latah awet muda menjerit tertahan
lantaran kaget bercampur henar.
Sementara itu, pengemis pikun yang mencoba untuk
mengetuk keempat belah dinding ruangan tidak berhasil
mendapatkan sesuatu gejala apapun, sewaktu mendengar
jeritan tertahan dari Kakek latah awet muda, cepat-cepat dia
datang menghampiri.
Begitu dia menjumpai patung tersebut berisikan seorang
wanita, pengemis pikun pun segera menjerit keras-keras,
hampir saja dia melarikan diri terbirit-birit.
Untung saja disampingnya terdapat Kakek latah awet
muda, sehingga nyalinya rada membesar, dengan keheranan
segera tanyanya:
"Ban tua, sebenarnya apa sih yang telah terjadi?"
"Coba kau korek lepas semua warna emas itu dari
wajahnya!" perintah Kakek latah awet muda sambil tertawa.
Biarpun perasaan dan pikiran si pengemis pikun diliputi
pelbagai kecurigaan, namun dia tak berani banyak bertanya.
Dengan cepat dia berjongkok disamping patung perempuan
itu, kemudian mulai mengelupasi kerak emas yang menempel
diatas wajahnya.
Sedikit demi sedikit, kerak emas itu berhasil juga terkelupas
dari wajahnya.
Dan terakhir muncullah seraut wajah yang sangat dikenal
oleh mereka berdua.
Perempuan itu bukan lain ternyata adalah perempuan
bunga dari Thian-ho-wan, Lian Peng adanya.
Mimpipun si Kakek latah awet muda tidak mengira kalau si
perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng bisa jadi
patung dalam ruangan Keng-thian-lo, bahkan sudah menemui
ajalnya.
Tapi siapa yang telah melakukan pembunuhan ini? si kakek
penggetar langit Siau Hian? ataukah sijago pemabuk dari
loteng utara Siau-Yau.
Atau mungkin juga perbuatan ini merupakan hasil karya
dari si raja setan penggetar langit Wi thian-yang?
Kakek latah awet muda gagal unutk memperoleh jawaban,
sudah barang tentu si pengemis pikun lebih-lebih tak sanggup
untuk menberikan jawabannya.
Dalam sesaat lamanya, kakek yang dikenal sebagai orang
yang tahu segala-galanya ini dibuat berdiri tertegun dan tak
habis mengerti.
"Ban tua, mengapa budak ini bisa mampus?" tanya
pengemis pikun kemudian sambil menghela napas dan
menggelengkan kepalanya berulang kali.
Kakek latah awet muda yang berkerut kening segera
menjawab setelah mendengarkan pertanyaan itu.
"Pengemis cilik, bukankah pertanyaan itu sama sekali tidak
ada gunanya? Bagaimana mungkin aku siorang tua bisa tahu
apa sebabnya dia mati? Mungkin dia sudah bosan hidup,
mungkin juga dia memang kepingin menjadi dewa yang
dipuja-puja!"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian ujarnya:
"Kemana orang-orang itu pergi? Ayoh cepat kau cari
mereka sampai dapat..........."
"Baik, baik, boanpwe segera pergi mencari..........."
Setelah memberi hormat, cepat-cepat pengemis pikun
berangkat menuju kederetan rumah yang berada disamping
kiri.
Sebaliknya Kakek latah awet muda sendiri tetap berdiri
ditempat semula sambil memejamkan mata dan memeras
otak.
Selang beberapa saat kemudian...........
Tiba-tiba Kakek latah awet muda membuka matanya
kembali, sambil mencorongkan sinar tajam dia menegur:
"Siapa disitu?"
"Aku!"
Jawaban tersebut berasal dari suara Oh Put Kui.
"Oooohh, rupanya kau sianak muda!?" Kakek latah awet
muda tertawa.
Oh Put Kui segera berjalan menghampirinya, akan tetapi
sewaktu menjumpai Lian Peng yang tergeletak diatas tanah, ia
segera berseru agak tertegun:
"Ban tua, bukankah dia adalah Lian Peng?"
"Yaa, kalau bukan dia siapa lagi? Anak muda, kemana
perginya kakekmu serta kedua orang budak itu?"
"Sebentarpun mereka akan berdatangan kemari!" jawab
san pemuda sambil tertawa.
Baru selesai dia berkata, Lan Ciu-sui bersama kedua orang
gadis itu sudah muncul dari pintu sebelah kanan.
"Ban loko, dalam gedung ini tiada penghuninya!" seru Lan
Ciu-sui begitu muncul dalam ruangan.
Mendadak terdengar Nyoo Siau-sian menjerit kaget lalu
berlarian mendekat.
"Bibi Lian.........." jeritnya pilu.
Gadis itu segera berjongkok diatas tanah dan menangis
tersedu-sedu.
Walaupun ia sudah mengetahui akan watak serta perangai
Lian Peng yang sesungguhnya, namun dia toh tak bisa
menahan diri setelah melihat jenasah Lian Peng membujur
diatas tanah, saking pedihnya ia menangis tersedu-sedu.
Selama banyak tahun terakhir ini, mereka telah berkumpul
dan bergaul dengan sangat akrab.
Bagaimanapun juga, manusia itu memang berperasaan,
dan tak bisa disalahkan bila Nyoo Siau-sian menangis sedih
saat ini, sebab memang wajarlah bila manusia
memperlihatkan luapan emosinya.
Cepat-cepat Kiau Hui-hui mendekati rekannya dan
berusaha menghibur hatinya.
Cuma Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui seorang yang tidak
nampak kaget atau tercengang, malah sambil tertawa dingin,
katanya:
"Akhir yang diterima budak ini hanya menunjukkan betapa
kejam dan buasnya Wi Thian-yang serta Siau Yau! Saudara
Ban, tidak nampak kehidupan didalam gedung berloteng ini,
mungkin dua bersaudara Siau telah melarikan diri setelah
memperoleh kabar tentang kehadiran kita disini?"
"Aaaah, mustahil, darimana mereka bisa menduga kalau
kita akan datang kebukit ngo-tay-san ini ?" sahut Kakek latah
awet muda seraya tersenyum.
"Tapi kau jangan lupa, saudara Ban tua, kita sudah
berputar selama berapa hari di bukit Ngo-tay-san ini sebelum
akhirnya tiba digedung Keng Thian-lo, apa tidak mungkin dua
bersaudara Siau mempunyai mata-mata diseputar sini?"
"Haaaaaahhhhhh........ haaaaaaah.............
haaaaaaaaaaaaahhh.............. Lan lote, apabil dua bersaudara
Siau menyingkir dari sini hanya disebabkan kita semua akan
datang mencarinya, mungkin mereka tak berhak lagi disebut
sebagai gembong iblis!"
Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui termenung sejenak,
kemudian katanya lagi:
"Ehmmmm, benar juga perkataan ini, selamanya Siau Yau
hidup dengan santai, orangnya pun sangat sombong dan amat
tekebur, andaikata dia tahu bahwa kita akan datang
mencarinya, bukan saja dia tak bakal mengambil langkah
seribu, malahan bisa jadi akan menyambut kedatangan kita
secara besar-besaran."
"Yaya, mengapa dia akan menyambut kedatangan kita
secara besar-besaran?" tanya Oh Put Kui.
Lan Cui-siu kembali tertawa.
"Nak, dia sengaja menyambut kedatangan kita tak lebih
hanya ingin menunjukkan kepada seluruh orang didunia ini
bahwa dia tak takut menghadapi kita. Kau anggap sambutan
tersebut dilakukan dengan hati yang tulus? Kau tahu, kedua
orang she Siau itu amat membenci yayamu!"
"Yaya, kalau begitu kepergian mereka dikarenakan
mempunyai rencana atau maksud lain?"
"Haaaaaaahhhh.............
haaaaahhhh......hhhhhhhhaaaaaahhhhh...... memang
demikian keadaannya!" kata Kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak, "Hei anak muda, kalian datang lebih duluan,
apakah tak sedikit jejakpun yang berhasil kalian temukan?"
Oh Put Kui segera menggelengkan kepalanya berulang
kali.
Sementara itu Nyoo Siau-sian telah berhenti pula
menangis, kepada Kakek latah awet muda katanya:
"Locianpwe bolehkah kukubur jenasah dari bibi Lian?"
Kakek latah awet muda tahu kalau perbuatan tersebut
hanya merupakan rasa bakti Nyoo Siau-sian terhadap bekas
bibinya itu, dia segera mengangguk:
"Yaa, tentu saja boleh, tapi mengapa kalian tidak
periksakan dili seluruh tubuh dari budak tersebut, coba kalian
periksa mungkinkah terdapat sesuatu benda yang bisa
menunjukkan kepergian dari Siau Yau bersaudara?"
"Boanpwe memang bermaksud menggantikan pakaian bibi
Lian dengan pakaian bersih." sahut gadis itu.
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya pula kepada
Kiau Hui-hui:
"Enci Kiau, bersedia membantu aku bukan!"
"Tentu saja!"
Sambil berbicara, dua orang gadis itu segera menggotong
jenasah dari perempuan bunga dari Thian-ho-wan Lian Peng
yang sudah didandani sebagai patung dewa itu menuju
kedalam ruangan sebelah kiri.
Sepeninggal kedua orang gadis itu, Oh Put Kui baru
bertanya dengan perasaan tak tenang:
"Ban tua, mana Liok loko?"
"Aku menyuruh dia pergi mencari kalian," sahut Kakek latah
awet muda sambil tertawa, "tapi nampaknya pengemis cilik itu
memang benar-benar tak becus, begitu pergi dia seolah-oleh
tak mampu balik kembali, masa sampai sekarang pun belum
nampak batang hidungnya kembali?"
"Ban tua, jangan-jangan sudah terjadi hal yang tak
diinginkan............" kata Lan Ciu Sui sambil tertawa.
Didalam gedung ini tak nampak seorang manusia
hiduppun, bagaimana mungkin bisa terjadi hal-hal yang tak
diinginkan?
Sambil menggelengkan kepalanya Oh Put Kui segera
berseru:
"Ban tua, biar boanpwe pergi menengoknya, siapa
tahu........."
Belum habis tanya jawab dari kedua orang itu, mendadak
dari balik ruangan sebelah kiri sudah berkumandang datang
jeritan si pengemis pikun yang amat keras bagaikan babi
disembilih:
"Ban tua........... empek jenggot putih............ kongkong
mampus.......... tolong......... tolong........."
SEcepat sambaran kilat Oh Put Kui segera berkelebat
menuju kedepan dan menerjang kedalam kesederetan
bangunan rumah disebelah kiri itu.
Kakek latah awet muda serta Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui
segera menyusul pula dibelakangnya.
SEtelah melalui lima buah ruangan, akhirnya mereka
temukan kembali pengemis pikun.
Ternyata tubuh pengemis pikun sudah terjepit oleh tiga
buah gelang besi yang besar sekali.
Menyaksikan keadaan itu, Kakek latah awet muda segera
berseru sambil tertawa:
"Huuuhhh........ tak nyana si pengemis cilik masih tak tahu
rikuh untuk berteriak minta tolong, andaikata bukan lantaran
kemaruk harta, mungkin dia tak akan menderita pula, keadaan
yang begitu mengenaskan........."
Bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya dari
pengemis itu?
Bahkan Oh Put Kui sendiripun tak bisa menahan rasa
gelinya dan tertawa tergelak.
Ternyata ruangan itu merupakan sebuah kamar tidur.
Waktu itu leher, sepasang tangan serta sepasang kaki si
pengemis pikun telah terjepit oleh gelang besi yang
dihubungkan dengan seutas rantai besar, ujung dari rantai
tersebut terletak pada sebuah peti besar.
Penutup dari peti besar itu, kini sudah terbuka lebar.
Dilihat dari pemandangan tersebut dapatlah disimpulkan
bahwa sipengemis pikun telah membuka peti itu dan berusaha
mencari barang berharga, siapa tahu dia telah menyentuh alat
rahasia sehingga tubuhnya terjepit oleh gelang besi dan
terantai disitu.
Sambil menempelkan wajahnya diatas peti karena jengah,
pengemis pikun kembali berteriak:
"Saudara Oh, cepat bebaskan aku............."
Sambil tertawa Oh Put Kui maju kemuka lalu menjepit
gelang besi tersebut dengan jepitan jari tangannya, sekali
pencetan saja gelang-gelang besi tersebut sudah patah
menjadi dua.
Dengan lemas pengemis pikun terjatuh kebawah dan
tergelak diatas tanah.
Tapi dengan jatuhnya sang badan kelantai, dari sakunya
segera berhamburan pula kepingan-kepingan uang perak
yang amat banyak jumlahnya.
Menyaksikan hal ini, Oh Put Kui kembali berseru sambil
tertawa tergelak:
"Liok koko, kali ini kau betul-betul bakal kaya
mendadak..............."
Sambil tertawa Kakek latah awet muda berseru pula:
"Hey pengemis cilik, kalau begitu beberapa ekor kudamu
tidak sia-sia terbuang, aku lihat harta kekayaan yang
tersimpan dalam gedung Keng-thian-lo ini tak sedikit
jumlahnya, asal kau sanggup unutk membawanya semua, tak
ada salahnya bila kau penuhi sakumu dengan benda-benda
tersebut."
Pengemis pikun menghela napas panjang, sambil
merangkak bangun dari atas tanah, katanya:
"Ban tua, lain kali boanpwe tidak kepingin memperoleh
uang lagi........."
"Waaaaah, pasti akan menyulitkan dirimu," seru Kakek
latah awet muda tertawa, "tapi akan kubuktikan perkataanmu
itu! Nah pengemis, kecuali uang-uang perak tersebut apakah
kau berhasil menemukan sesuatu benda yang
mencurigakan?"
"Tidak, apapun tidak berhasil kutemukan!" sahut pengemis
pikun sambil menggeleng.
Dengan kening berkerut Kakek latah awet muda segera
berpaling kearah Lan Ciu-sui, kemudian katanya lagi:
"Lote, jangan-jangan kedatangan kita kemari hanya
perjalanan yang sia-sia?"
"Yaaa, mungkin juga!" jawab Peng-goan-koay-kek Lan Ciusui
tertawa.
Tapi setelah berhenti sejenak, tiba-tiba ujarnya lagi:
"Ban tua, bagaimanapun juga aku tetap merasakan sesuatu
yang tak beres!"
"Apa yang tak beres?"
@oodwoo@
Jilid ke : 40
"Mengapa dua bersaudara Siau meninggalkan markas
besarnya dengan begitu saja? Seandainya bukan disebabkan
sesuatu sebab yang serius, dengan watak mereka, mustahil
kedua orang tersebut akan berbuat demikian."
"Saudara Lan, perkataanmu memang benar, tetapi jika Wi
Thian-yang datang kemari untuk mengajak mereka
berkomplot, kepergian mereka secara mendadak jadi tak aneh
lagi!"
"Nah itulah dia, saudara Ban, coba kau lihat, gedung
Kheng-thian-lo telah menjadi sebuah bangunan kosong yang
tak ada penghuninya kecuali sesosok mayat dari Lian Peng
yang telah mereka dandani sebagai patung dewa, mungkinkah
dibalik kejadian tersebut masih terdapat hal-hal yang perlu kita
selidiki?"
"Tentu saja, persoalan semacam ini memang ada nilainya
untuk diselidiki lebih jauh!" sahut kakek latah awet muda
cepat.
Kemudian dia berpaling kearah Oh Put Kui dan ujarnya
lagi:
"Anak muda, apakah kau berhasil mendapatkan suatu
kesimpulan tentang kejadian tersebut?"
Oh Put Kui tertawa.
"Walaupun boanpwe berhasil menemukan beberapa hal
yang mencurigakan namun tidak kuketahui apakah dugaanku
tersebut benar atau tidak."
"Kalau begitu coba kau utarakan cepat!"
"Boanpwe rasa mereka tentu sudah tahu kalau kakek
cengeng beralis putih Ciu Hway-wan bukan seorang manusia
yang dapat dipercaya, oleh karena itu disaat Lian Peng datang
melaporkan tentang kedatangan kau orang tua bersama
boanpwe yang berhasil menolong gwakong dari penjara,
orang orang itu segera berkesimpulan bahwa gedung Keng
Thian-lo inipun tak dapat dipertahankan lebih jauh, itulah
sebabnya mereka segera memutuskan untuk pindah ketempat
lain."
Mendengar sampai disitu, kakek latah awet muda segera
manggut-manggut sambil tertawa:
"Ehm, sangat beralasan sekali, tetapi apa yang
menyebabkan mereka menghukum mati Lian-Peng?"
"Aku rasa dalam peristiwa ini hanya terdapat sebuah
kemungkinan saja."
"Apakah kemungkinan itu?"
"Wi Thian-yang merasa amat gusar kepadanya karena
perempuan itu tak mampu mempertahankan gedung Sianhong-
hu, karena itu dalam gusarnya ia segera membinasakan
istri mudanya ini."
"Kalau memang begitu, apa sebabnya pula mereka dandani
mayatnya sebagai patung dewa yang dipuji dimeja altar?"
tanya Lan Ciu-sui pula sambil tertawa.
Oh Put Kui turut tersenyum.
"Yaya, menurut cucunda, ada dua kemungkinan apa
sebabnya mereka berbuat demikian."
"Kalau begitu cepatlah kau kemukakan."
"Kemungkinan pertama, mereka hendak menggunakan
cara begini untuk merahasiakan perbuatan mereka yang telah
membunuh Lian Peng, agar selamanya tak ada orang yang
mengetahui tentang kematian perempuan tersebut, sebab
orang lain tak pernah akan berhasil menemukan mayatnya
selama-lamanya.........."
"Ehm......... alasan yang terlempau dipaksakan," Lan Ciusui
sambil tertawa, "andaikata diatas mayat ditaburi obat
penghancur tulang, bukankah hal ini semakin beres lagi?"
"Yaaa, cucunda sendiripun beranggapan alasan yang
pertama ini terlampau dipaksakan."
"Kalau begitu cepat kau kemukakan alasan yang kedua!"
seru kakek latah awet muda lagi.
"Kemungkinan yang kedua, bisa jadi mereka sudah
menduga kalau patung tersebut tak akan bisa mengelabuhi
Ban tua, oleh sebab itu mereka kalau bukan ingin
menggunakan mayat dari Lian Peng sebagai alat gertakan
atau peringatan kepada kita, tentunya didalam tubuh mayat
Lian Peng telah dipersiapkan suatu rencana jebakan lainnya
yang amat keji............."
Ketika berbicara sampai disitu, mendadak pemuda itu
tersentak kaget, cepat-cepat serunya kepada kedua orang tua
itu:
"Celaka, bisa jadi kedua orang nona itu akan menemui
ancaman bahaya.........."
"Betul, mereka betul-betul kelewat gegabah," seru kakek
latah awet muda sambil berkerut kening, "mari cepat kita
tengok keadaan mereka............."
Belum habis perkataan itu diucapkan, ia sudah bergerak
lebih dulu menyusul kedua orang gadis tersebut.
Oh Put Kui dan pengemis pikun segera mengikuti pula
dibelakangnya.
Hanya Peng-goan-koay-kek Lan Cui-siu seorang yang tidak
turut pergi, dia tetap tertinggal didalam kamar tersebut, sebab
kakek itu berpendapat bahwa riangan ini cukup mencurigakan
dan harus diselidiki dengan seksama.
Tak lama setelah kepergian kakek latah awet muda
sekalian bertiga, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui segera
melakukan penyelidikian yang seksama didalam kamar yang
luasnya tiga kaki itu, tak sejengkal tanahpun yang dilewatkan
olehnya.
Alhasil Lan Ciu-sui berhasil mendapatkan sebuah benda
yang berharga sekali.
Benda yang tertinggal itu berupa kutungan sebatang
pedang.
Bahkan pedang itu tak lain adalah pedang milik Peng-goankoay-
kek Lan Ciu-sui dimasa lampau.
Tiga puluh tahun berselang, dia telah menyerahkan pedang
kesayangannya itu kepada putri tunggalnya Lan Hong.
Tapi sekarang, tiba-tiba saja ia menemukannya kembali
didalam ruang kamar Keng Thian-loo, menemukan pedang
kesayangannya yang pernah dipergunakan selama banyak
tahun ini sudah patah hingga tinggal sebagian kecil saja.
Bisa dibayangkan betapa sedih dan gusarnya orang tua
tersebut waktu itu.
Sambil menggenggam kutungan pedang tersebut, Lan Ciusui
berdiri termenung sampai lama sekali didalam ruangan, tak
sedikitpun dia bergeser dari posisi semula.
Sebab dia tak perlu berpikir terlalu jauh lagi, jelaslah
terbukti sekarang bahwa pembunuh yang telah menghabisi
nyawa putrinya tak lain adalah pemilik gedung ini, si jago
pemabok dari loteng merah Siau Yau serta kakek pengejut
langit Siau Hian.
Dendam baru sakit hati lama datang bersama-sama, hal ini
membuat pikiran dan perasaan jago tua ini menjadi amat
kalut.
Sedemikian kalutnya pikiran dan perasaannya, hingga
kemunculan Oh Put Kui disisinya pun sama sekali tak
diketahui olehnya.
Oh Put Kui sendiripun dibuat tertegun oleh kejadian dalam
ruangan tersebut, dia tak habis mengerti kenapa kakek
luarnya hanya berdiri termangu didalam kamar tersebut sambil
membelai sebilah kutungan pedang.
Pelan-pelan dihampirinya orang tua itu, lalu tegurnya:
"Yaya............."
Dengan perasaan bergetar keras Lan Ciu-sui berpaling dan
memandang sekejap ke arah Oh Put Kui, kemudian teriaknya:
"Cucu, yaya telah berhasil mengetahui pembunuh
ibumu..............."
Kontan saja Oh Put Kui merasakan darah yang mengalir
didalam tubuhnya mendidih keras, serunya tanpa terasa:
"Yaya, siapakah dia?"
"Dua bersaudara Siau!"
"Apakah yaya berhasil menemukan bukti yang kuat?"
Lan Ciu-sui menghela napas panjang, sambil
menggenggam kutungan pedang itu, katanya:
"Nak, pedang ini merupakan pedang andalan yaya pada
empat puluhan tahun berselang, sejak diwariskan kepada
ibumu, yaya tak pernah mempergunakan pedang ini lagi,
sungguh tak disangka pedang ini berhasil kutemukan lagi
disini."
"Kalau begitu............. ibu benar-benar sudah tewas
ditangan gembong-gembong iblis she Siau itu!"
"Ketika ibumu mewarisi pedang tersebut dulu, dia pernah
bersumpah selama pedangnya ada orangnya ada, bila
pedangnya hilang orangnya mati! Kini pedang tersebut
kutemukan sudah kutung, pedang tersebut ditemukan dalam
gedung Khong thian-loo, hal ini membuktikan pula kalau
pembunuhnya sudah pasti dua bersaudara she Siau
tersebut.........................."
Kembali Oh Put Kui merasakan darahnya mendidih keras,
segera teriaknya lantang:
"Yaya, cucunda pasti akan membunuh kedua orang
gembong iblis ini untuk membalaskan dendam bagi
ibu.................."
"Nak, yaya pasti akan membantumu hingga mencapai
tujuan tersebut! Aaaaaaaiii..... bila teringat ibumu, aku jadi
teringat kembali dengan masa kecilnya dulu................"
Sepasang mata Oh Put Kui berkaca-kaca, tanpa terasa
butiran air mata jatuh berlinang membasahi pipinya..................
Lama sekali kakek dan cucu dua orang ini berdiri
berhadapan tanpa berkata-kata.
Sampai akhirnya kakek latah awet muda dengan membawa
pengemis pikun serta kedua orang gadis she Nyoo dan Kiau
muncul kembali disitu, mereka baru menyeka air mata serta
memperlihatkan sekulum senyuman getir...............
Mungkin Oh Put Kui maupun Lan Ciu-sui tak ingin
mengemukakan persoalan tersebut kepada mereka.
Yaaaa, ketika kakek latah awet muda menjumpai mimik
wajah kedua orang itu kurang beres dan ingin bertanyam Lan
Ciu-sui telah berkata lebih dulu sambil tertawa hambar:
"Saudara Lan, Put Kui teringat kembali ibunya secara tibatiba
sehingga siautepun turut terbuai kedalam kesedihan. Nah,
bagaimana dengan kedua orang nona tersebut? Tidak apa
apa bukan?"
Rupanya Lan Ciu-sui menemukan kedua orang gadis itu
menunjukkan tanda-tanda lemah dan lemas, karena itu
mengajukan pertanyaan tersebut.
Dengan gemas kakek latah awet muda berseru:
"Siau Yau si bangsat tua ini benar-benar berhati kejam dan
buas, andaikata kami tidak datang tepat pada waktunya, dan
cucumu tidak memiliki sebutir mutiara penolak bala, mungkin
dua lembar nyawa gadis-gadis ini tak dapat tertolong lagi."
"Apakah diatas tubuh Lian Peng telah ditaburi racun jahat?"
tanya Lan Ciu-sui tertegun.
"Betul! Mereka telah menaburkan bubuk beracun yang
amat keji itu dibalik pakaian yang digunakan Lian Peng..........."
Ketika mendengar perkataan tersebut, satu ingatan kembali
melintas dalam benak Oh Put Kui.
Tadi, sewaktu mereka menyusul kedua orang gadis
tersebut, ditemukan mereka berdua sudah tergeletak tak
sadarkan diri disisi mayat si perempuan bunga dari Thian hoowan
Lian Peng.
Sedangkan pakaian yang dikenakan Lian Peng belum
terlepas semua, pakaian dalamnya masih menempel diatas
tubuh.
Saat itu Oh Put Kui hanya berpikir untuk cepat-cepat
memasukkan pil penolak bala ke mulut kedua orang gadis itu
serta menawarkan racun yang mengeram ditubuhnya,
sehingga tak sempat menyelidiki dimanakah racun jahat
tersebut ditaburkan pada tubuh Lian Peng.
Selain daripada itu Oh Put Kui pun sangat menguatirkan
keselamatan kakeknya yang sampai lama sekali belum juga
muncul, maka disaat racun didalam tubuh kedua orang nona
itu sudah mereda dan mereka telah sadar kembali, cepatcepat
dia menyusul kakeknya tanpa sempat menyelidiki
kembali dari bagian manakah racun tersebut menyerang Nyoo
Siau-sian serta Kiau Hui-hui.
Sekarang, setelah dia mendengar racun itu berasal dari
balik pakaian Lian Peng, tanpa terasa diapun jadi terbayang
kembali, mungkinkah semua gerak gerik mereka telah berada
didalam perhitungan lawan?
Mungkin mereka sudah menduga kalau Nyoo Siau-sian
serta Kiau Hui-hui pasti akan menggantikan pakaian yang
dikenakan oleh Lian Peng, bahkan mereka pun pasti sudah
memperhitungkan, disaat Nyoo Siau-sian menggantikan
pakaian dari Lian Peng, beberapa orang lelaki tentu tak akan
hadir disitu, sebaliknya menyerahkan tugas itu semua kepada
Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui.
Bila hal ini berlangsung seperminum teh saja, niscaya Nyoo
Siau-sian serta Kiau Hui-hui sudah keracunan hebat dan
jiwanya tak akan tertolong lagi.
Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka bukan lain
adalah ingin meracuni Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui
sampai mati.
Ingatan tersebut melintas lewat dengan cepatnya dalam
benak Oh Put Kui, begitu kakek latah awet muda selesai
berbicara dan Lan Cui-siu baru sempat menghela napas
sebelum menjawab, dia telah berteriak lebih dulu:
"Ban tua, jadi racun itu dioleskan dibalik pakaian dalam
Lian Peng...............?"
"Benar!" sahut kakek latah awet muda sambil tertawa,
"bahkan akupun berhasil menemukan bahwa racun yang
digunakan juga merupakan racun yang paling keji di dunia
ini..............."
"Racun apakah itu?" tanya Lan Ciu-sui.
"Salep pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau!"
Mendengar nama racun tersebut, Peng-goan-koay-kek Lan
Ciu-sui segera berdiri tertegun.
Sedangkan Oh Put Kui berseru kaget dengan wajah
berubah hebat, diam-diam ia bersyukur dihati karena tak
sampai jatuh korban jiwa.
Dia pernah mendengar tentang keganasan salep
pembusuk hati seribu ular dari wilayah Biau tersebut, konon
racun itu terbuat dari pelbagai macam racun yang ganas,
malah jauh lebih ganas dari pada racun Kim-jan-ku yang
termashur itu.
Andaikata dia tidak meiliki pil penolak bala yang ampuh
kasiatnya, tidak mustahil Nyoo Siau-sian serta Kiau Hui-hui
sudah menemui ajalnya.
Setelah terkejut dan berdiri tertegun sejenak, Oh Put Kui
kembali berkata dengan suara dalam:
"Ban tua, bila ditinjau dari semua kejadian yang tertera
didepan mata sekarang, dapat disimpulkan kalau tuan rumah
tempat ini telah memperhitungkan secara tepat akan
kedatangan kita, dan sudah memperhitungkan juga kalau
nona Nyoo bakal menggantikan pakaian buat jenasah Lian
Peng.
"Perkataanmu itu memang tepat sekali, yaa memang harus
diakui kecerdasan Siau Yau patut dikagumi, dia memang
hebat dan luar biasa, tapi sayangnya betapapun tepatnya
perhitungan yang dia lakukan, ia tak pernah menyangka kalau
kedua orang nona itu tak sampai menemui ajalnya."
"Kebusukan dan kekejamannya benar-benar terkutuk, aku
rasa tiada manusia kedua didunia ini yang memiliki kebuasan
seperti Siau Yau....." seru Lan Ciu-sui penuh perasaan
dendam.
"Lote, dalam hal ini kejam atau tidaknya Siau Yau bukan
merupakan masalah."
"Apa? Saudara Ban ingin membelai kedua orang iblis itu?"
seru Lan Ciu-sui dengan tertegun.
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaaahhhhhhhh.........
haaaaaaaaahhhhhhhh..............
haaaaaaaaaahhhhhhhhh.......... mana mungkin aku akan
berbuat seperti itu, hanya masalah sekarang adalah kita
berdiri dalam posisi saling bermusuhan, mereka berusaha
hendak membinasakan kita secepatnya, dia tak dapat
disalahkan bila mereka bertindak tanpa sungkan-sungkan
terhadap kita."
"Saudara Ban, mari kita segera berangkat mencari mereka
untuk beradu jiwa dengannya." teriak Lan Ciu-sui lagi sambil
tertawa.
"Saudara Lan, kita tak perlu pergi mencarinya lagi."
"Kenapa?" seru Lan Ciu-sui tertegun, "apakah kau sudah
mengetahui tempat tinggal mereka?"
"Benar, benar sekali perkataanmu itu, mereka memang
sudah meninggalkan petunjuk!"
"Ban tua, berada dimanakah mereka sekarang ?" teriak Oh
Put Kui pula.
"Mereka berada dilembah Sin-mo-kok!"
Tiba-tiba Oh Put Kui membalikkan badan lalu berlarian
meninggalkan ruangan tersebut.
Kakek latah awet muda segera membentak keras setelah
menyaksikan kejadian itu.
"Hey, anak muda, mau apa kau?"
"Boanpwe segera akan berangkat kelembah Sin-mo-kok!"
"APakah kau akan pergi kesana dengan seorang diri ?"
tanya kakek latah awet muda lagi sambil tertawa.
"Apakah boanpwe seorang tidak cukup?"
"Tentu saja tidak cukup! Dua bersaudara Siau telah
meninggalkan pesan ditubuh Lian Peng, dia menyuruh kau
membopong jenasah dari Nyoo Siau-sian untuk pergi berduel
dengan mereka? Anak muda, agaknya mereka sudah
memperhitungkan dengan tepat bahwa kita akan kesana, itu
berarti mereka sudah melakukan persiapan pula secara
matang, bila sekarang kau harus pergi seorang diri, bukankah
perbuatanmu itu sama artinya seperti anak domba yang
menghantarkan diri kemulut harimau...........?"
Oh Put Kui tertawa dingin.
Tapi sebelum pemuda itu sempat menjawab, Lan Ciu Siu
telah berkata lebih dulu:
"Saudara Ban, siaute akan pergi bersama-sama bocah ini!"
"Biar aku turut sertapun masih belum cukup!" tukas kakek
latah awet muda dengan wajah bersungguh-sungguh.
"Aku tidak percaya!" teriak pemuda itu.
Kakek latah awet muda segera tertawa:
"Kau tak usah tidak percaya, kau tahu anak muda, orang
lain berambisi besar hendak mengangkangi seluruh dunia
persilatan dan menyeret semua rekan persilatan berpihak
kepadanya, bayangkan saja apakah kau mempunyai cukup
kekuatan utnuk menentang kekuatan mereka itu?"
Oh Put Kui segera berdiri tertegun, dia tidak mengira kalau
persoalan tersebut mempunyai sangkut paut yang begitu
besar dengan keselamatan dunia persilatan.
Bahkan Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui sendiripun turut
dibuat tertegun:
"Saudara Ban, apa kau bilang?"
Kakek latah awet muda tertawa tergelak:
"Kau tahu, mereka telah mempersiapkan pertemuan besar
"Peluk kaum iblis mengembangkan ilmu silat" yang ditetapkan
akan diselenggarakan pada bulan enam tanggal lima belas,
seluruh umat persilatan mungkin akan berkumpul disitu."
"Benarkah itu?" seru Lan Ciu-sui tertegun.
"Saudaraku, buat apa aku mesti berbohong? Satu-satunya
jalan yang harus kita tempuh sekarang adalah mengadakan
perseiapan sematang-matangnya. Dari pihak pulau neraka,
Un-hiang-lo, perkampungan Tang-mo-san-ceng, para tianglo
dari pelbagai partai besar serta Thian-tok-siang-coat serta
Hong-gwa-sam-sianpun harus segera kita hubungi."
Melihat si kakek latah awet muda yang selamanya
berbicara santaipun kini menunjukkan wajah yang
bersungguh-sungguh, Lan Ciu-sui segera sadar bahwa
persoalan yang mereka hadapi sekarang bukan masalah
sepele saja.
Karena itu katanya kemudian kepada Oh Put Kui sambil
tertawa:
"Nak, pergilah menjemput ayahmu sekalian, sedangkan
masalah yang lain biar yaya serta Ban loko yang mengaturkan
bagimu!"
Oh Put Kui segera menyahut dan mohon diri.
Tapi ada dua orang yang segera mengikutinya pula pergi
meninggalkan tempat itu.
SEtelah turun dari bukit Nyo-tay-san, Oh Put Kui langsung
berangkat menuju kelautan timur.
Menurut perhitungannya sepuluh hari lagi akan tiba hari
Peh-cun, oleh karena ia pernah dipesan agar menjemput
ketujuh orang tua tersebut setelah lewat hari Pek-cun, maka
pemuda itu merasa tak perlu untuk cepat-cepat sampai
ditempat tujuan.
Biarpun begitu, ia toh melakukan perjalanan terus siang
malam tiada hentinya.
Akibat dari perbuatannya ini. kedua orang nona yang
mengikuti perjalanannya itu menjadi tersiksa.
Ketika fajar menyingsing pada bula lima tanggal enam, ia
sudah tiba di Giok-huan.
Maka pertama-tama dia pergi menghubungi si kakek
nelayan dari lautan timur Ciu Pao-tiong.
Terhadap kemunculan Oh Put Kui yang sangat tiba-tiba ini,
Ciu Poo-tiong menyambutnya dengan penuh kegembiraan,
perpisahan selama beberapa bulan rupanya membuat sorot
mata Oh Put Kui kelihatan lebih tajam dan bercahaya.
Sambil tertawa kerasa kakek nelayan dari lautan timur
segera berkata:
"Oh lote, hanya berpisah beberapa bulan nyatanya kau
kelihatan lebih hebat. Tentunya kemajuan yang kau capai
selama ini amat pesat bukan? Aku benar-benar ikut merasa
gembira..........."
Oh Put Kui tertawa.
"Pujian dari kau orang tua, hanya membuat aku menjadi
rikuh sendiri........."
"Haaaaaaaaahhh...... haaaaaaahhhhh.......
haaaaaaaahhhhhhh..... apakah lote bermaksud mengunjungi
pulau neraka lagi...........?"
"Betul, boanpwe memang ingin merepotkan kau orang tua
dengan menemani aku mengunjungi pulau neraka lagi..........."
"Kapan kau siap akan berangkat......?"
"SEtiap saat bila kau sudah ada waktu, tentu saja lebih
cepat lebih baik!"
"Bagaimana kalau tengah hari nanti? Biar aku
mempersiapkan dulu sedikit sayur dan arak untuk mu."
Buat apa kau persiapkan sayur dan arak? Apakah kau ingin
minum arak diatas perahu?" tanya Oh Put Kui sambil tertawa.
Kakek nelayan dari lautan timur kembali tertawa:
"Lote, bukankah kau bermaksud menjemput ketujuh
malaikat tersebut untuk pulang ke Tionggoan? Nah itulah dia,
aku akan persiapkan sayur arak untuk menjamu mereka."
Mendengar ucapan mana, Oh Put Kui menjadi tertegun.
"Ciu tua, darimana kau bisa tahu?" tanyanya kemudian
dengan kening berkerut.
Kembali Kakek nelayan dari lautan timur tertawa tergelak:
"Lote, Poan cay siansu telah memberi kabar kepadaku, dia
bilang bila lote datang lagi kepulau tersebut, berarti saat itulah
saat ketujuh malaikat kembali kedaratan Tionggoan, Tentunya
perkataan ini tidak keliru bukan lote?"
Dengan perasaan baru mengerti Oh Put Kui tertawa
tergelak:
"Haaaaaahhhhhhh............ haaaaaaaahhhh..........
haaaaahhhh........... rupanya Poan-cay taysu yang
mengabarkan kepadamu, boanpwe masih mengira............."
Ia tidak melanjutkan kembali kata-katanya, sebab dia
merasa bahwa dugaannya kalau sikakek nelayan dari lautan
timur Ciu Poo-tiong mempunyai kepandaian untuk meramal
adalah suatu perkataan yang menggelikan.
Kembali kakek nelayan dari lautan timur Ciu-poo-tiong
barkata sambil tertawa:
"Lote, pergilah beristirahat dulu didalam perahu, aku akan
segera mempersiapkan segala sesuatunya, tengah haru nanti
kita sudah dapat mulai berangkat.............."
Sambil berkata Oh Put Kui segera diajak menuju kesebuah
perahu besar dengan tiga buah layar.
Oh put Kui memperhatikan sekejap perahu besar itu,
kemudian katanya sambil tertawa:
"Ciu tua, apakah perahu ini baru saja kau beli?"
"Ooooohh, perahu tersebut merupakan hadiah dari Honggwat-
sam-sian..........."
Terharu sekali hati Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu Hong-gwat-sam-sian sengaja
menghadiahkan perahu tersebut untuk kakek nelayan dari
lautan timur dengan maksud agar dia bisa berangkat ke pulau
neraka dengan leluasa serta menjemput kembali ayahnya
sekalian bertujuh pulang kedaratan Tionggoan.
Maka diapun menjura ketengah udara dan berkata sambil
menghela napas panjang:
"Demi urusan ayahku, ternyata Hong-gwa-sam-sian harus
repot-repot menghadiahkan perahu, kejadian ini sungguh
membuat hatiku tak tenang."
Ciu Poo-tiong yang melihat hal ini cepat-cepat menyela
sambil tertawa:
"Lote, buat apa kau mesti berkeluh kesah.............. aku
akan persiapkan dulu semua barang kebutuhan, silahkan lote
beristirahat sejenak diperahu..........."
Tengah hari itu, Oh Put Kui berdiri diujung perahu sambil
menyaksikan ombak yang terbelah diterjang kapal.
Ketika ombak memecah ditepian buritan segera
menimbulkan suara yang amat keras.
Tanpa terasa Oh Put Kui terbayang kembali
pengalamannya ketika melakukan penyelidikan untuk pertama
kalinya kepulau neraka, perasaannya waktu itu sungguh
berbeda dengan perasaannya saat ini.
Walaupun didalam perjalannya kali ini dia belum berhasil
mengetahui siapa pembunuh ibunya, tapi berdasarkan
pelbagai data yang berhasil dikumpulkan, ia sudah dapat
menebak secara garis besarnya.
Wi Thian-yang dan dua bersaudara Siau sudah jelas
merupakan beberapa orang yang paling mencurigakan.
Kawanan jago yang berada disekitar si Raja setan
penggetar langit pun hampir semuanya mencurigakan,
terutama sekali si pedang sakti bertenaga raksasa Kit Put-sia.
Dia mempunyai kemungkinan yang cukup banyak sebagai
otak dari seluruh peristiwa berdarah ini.
Segala sesuatu yang ditemukan dalam kota Huang-si-shia
nya, gerak geriknya yang misterius ditambah pula, tusuk
konde Ngo-im-hun-kut-ciam telah muncul pula digedungnya,
meski kemudian dia telah menjelaskan asal usul datangnya
tusuk konde Ngo-im-hun-kut-ciam tersebut, tapi bukan
mustahil kalau kesemuanya ini memang sengaja diatur oleh
Kit Put-shia untuk mengelabuhi pandangan orang.
Berbicara menurut kecerdasan otak serta kepandaian silat
yang dimiliki Kit Put-shia, pekerjaan sekecil ini sudah pasti
dapat dilakukan olehnya secara mudah, bahkan tidak sulit
juga untuk tak diketahui orang.
Oh Put Kui mendongakkan kepalanya memandang sekejap
langit nan biru dengan sinar matahari yang memancar terik,
ombak yang menggulung-gulung menimbulkan suara
gemerisik.
Ia merasa pikirannya terombang-ambing bagaikan
gulungan ombak ditengah samudra entah sampai kapan baru
dapat mereda kembali?
Lama................ lama sekali....................
Hingga bayangan pulau neraka yang hitam muncul
dikejauhan sana, pemuda itu baru sadar kembali dari
lamunannya.
Dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali dan
bergumam sambil tertawa:
"Aaaaaai, buat apa mesti dipikirkan? Tunggu saja setelah
bertemu Kit Put-shia nanti, bukankah segala sesuatunya akan
menjadi jelas dengan sendirinya..............."
oo0dw0oo
Pelan-pelan perahu itu sudah merapat ditepian.
Kelihayan si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong
dalam mengemudikan perahu memang sangat
mengagumkan, mau tak mau Oh Put Kui harus memuji
kemampuannya itu.
Bayangkan saja, perahu yang begitu besar ternyata dapat
dikemudikan olehnya secara mantep dan tenang bagaikan
perahu kecil saja, andaikata mesti berganti pelaut lain belum
tentu mereka dapat melakukan semulus ini.
Setelah jangkar diturunkan, layar digulung, kakek nelayan
dari lautan timur segera berpesan kepada tiga orang kelasinya
agar menjaga perahu itu baik-baik, sementara dia sendiri
menemani Oh Put Kui naik kedaratan.
Suasana diatas pulau amat sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suarapun.
Suasana yang dihadapi saat ini sama sekali berbeda
dengan suasana ketika ia datang untuk pertama kalinya dulu.
Waktu itu belum lagi mereka merapat ke daratan, serangan
telah mereka hadapi secara gencar. Tapi kini, biarpun mereka
sudah mencapai daratanpun belum nampak sesosok
bayangan manusiapun yang muncul disitu.
Mengapa begitu?
Dengan kening berkerut Oh Put Kui segera berpaling
kearah sikakek nelayang dari lautan timur.
Sambil menggelengkan kepalanya Ciu-poo-tiong segera
berkata:
"Lote, apakah kau menaruh curiga kalau pulau ini sudah
tiada penghuninya?"
Oh Put Kui mengangguk:
"Yaaa, boanpwe memang merasa amat
keheranan............."
Sambil tertawa Ciu-poo-tiong kembali berkata:
"Saban hari aku berjaga-jaga dikota Giok-huau, biarpun
tidak kuketahui secara jelas keadaan dipulau ini, tapi jika ada
perahu yang masuk keluar pelabuhan, tak satupun yang bisa
lolos dari pengamatanku."
Hal ini membuktikan kalau ketujuh orang tua tersebut masih
tetap berada diatas pulau.
"Ciu tua, boanpwe hanya merasa heran, mengapa ayahku
sekalian tidak menyambut kita seperti dulu, bahkan tak
seorangpun yang datang menjenguk?" ujar Oh Put Kui cemas.
"Mungkin............... ayahmu sekalian telah memperoleh
pemberitahuan lebih dulu dari Hong-gwa-sam-sian dan
mengetahui kalau lote akan muncul dalam beberapa hari ini,
itulah sebabnya mereka segera mengendorkan pos
pengawasannya."
"Moga-moga saja apa yang diduga Ciu tua memang
benar...................."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, mereka
berdua telah naik ke bukit berkarang.
Dikejauhan sana mereka sudah melihat gardu Bong-ji-teng
yang berdiri angker.
Gardu yang berdiri menyendiri di puncak bukit karang itu
kelihatan begitu mengenaskan dibawah timpaan cahaya
matahari senja, terpancar pula kesepian yang amat
mencekam.
Suasana dipulau itu amat sepi, sedemikian sepinya sampai
dapat terdengar mengalirnya sumber air diantara batuan.
Oh Put Kui memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
tiba-tiba dia berbisik:
"Ciu tua, kita akan pergi ke gua tempat kediaman mereka?
Ataukah langsung menuju ke gardu Bong-ji-teng?"
"Menurut pendapatku lebih baik kita langsung menuju ke
gardu Bong-ji-teng!" sahut Ciu Poo-tiong sambil tertawa.
Oh Put Kui manggut-manggut, ia segera beranjak lebih
dulu meninggalkan tempat itu.
Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong segera
mengikuti dibelakangnya, dalam waktu singkat mereka sudah
tiba ditempat tujuan.
Mendadak berkumandang suara tertawa yang amat nyaring
dari balik gardu tersebut.
"Nak, akhirnya kau datang juga?"
Oh Put Kui segera menghentikan langkahnya sambil
menengok, ternyata ia jumpai ke tujuh orang tua itu sedang
duduk bersila dilantai gardu Bong-ji-teng tersebut.
Tak heran kalau mereka tidak menjumpai seseorangpun,
apalagi melihat dari bawah bukit, tentu saja sulit untuk
menjumpai orang-orang itu.
Begitu bersua dengan ketujuh orang tua itu, Oh Put Kui
segera merasakan darah yang mengalir didalam tubuhnya
mendidih, ia segera berteriak keras lalu menerjang masuk
kedalam gardu Bong-ji-teng serta berlutut dihadapan ketujuh
orang itu.
"Ayah..........."
Sambil berteriak ia berpaling kearah pedang iblis pencabut
nyawa Oh Ceng Thian.
Oh Ceng-thian yang kurus nampak tertegun karena kaget
oleh tindakan yang dilakukan oleh Oh Put Kui tersebut.
Sekilas perasaan kaget dan girang yang sukar dilukiskan
dengan kata-kata melintas diatas wajahnya yang tua,
gumamnya agak tergagap:
"Kau.......... bocah............. kau memanggil apa
kepadaku...........?"
Dengan mata berkaca-kaca oleh airmata Oh Put Kui
berseru:
"Ooooooh ayah, aku adalah putramu yang
hilang...................."
Pedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng-thian kelihatan
seperti terperanjat menghadapi peristiwa yang sama sekali tak
terduga olehnya itu, dengan wajah kurang percaya dan kenign
berkerut kencang ia berseru lirih:
"Benarkah kau............. kau adalah putraku yang hilang?"
"Ooooh ayah, setelah kembali kedaratan Tionggoan dulu
ananda selalu bertanya kepada toa pekhu, dan empek telah
memberitahukan segala sesuatunya kepadaku.............."
"Apakah sian-toako?" tanya Oh Ceng-thian.
"Ayah, ananda dibesarkan dan dipelihara oleh empek
selama ini..............."
Tiba-tiba Oh Ceng-thian melompat bangun dipegangnya
sepasang bahu Oh Put Kui kencang-kencang lalu serunya:
"Kau benar-benar adalah anakku yang hilang............."
Butiran air mata nampak membasahi wajah loji dari tujuh
malaikat dunia persilatan ini, perjumpaan yang mengharukan
antara ayah dengan seorang anak yang hilang memang selain
menjadi ajang memeras airmata.
Lama sekali ayah dan anak saling berangkulan tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Kakek nelayan dari lautan timur Ciu Poo-tiong yang berdiri
diluar gardupun kelihatan berdiri dengan mata berkaca-kaca.
Akhirnya si kakek pemabuk dari Tiang-nan-san Tu Ji-khong
berseru sambil tertawa terbahak-bahak memecahkan
keheningan tersebut:
"Oh Ji-heng, kini putramu sudah datang dan seharusnya
kau sambut dengan gembira, mengapa sih malahan kau
berubah menjadi begitu lemah macam perempuan saja?"
Dalam keadaan demikian, sikongcu berhati dingin Leng To
yang kaku tanpa perasaan serta sastrawan latah pedang
kitung Liong Ciau-thian yang sombong pun kelihatan
terpengaruh oleh gejolak emosi dan sama-sama
memperlihatkan rasa haru.
Hal ini menunjukkan bahwa pertemuan antara ayah dan
anak ini telah membangkitkan perasaan baru bagi siapapun
yang memandangnya.
Ketika Tu-ji-khong selesai berkata, Oh Ceng-thian segera
menarik tangan Oh Put Kui sambil katanya:
"Nak, perkataan Tu-jit-siok mu memang betul, kita harus
bergembira menyambut pertemuan ini! Selama delapan belas
tahun, siang dan malam aku selalu mengharapkan dapat
bertemu denganmu, ternyata Thian memang maha pengasih.
Dia telah mengabulkan permintaanku dalam wujud suatu
kenyataan! Nak, kita harus tertawa, kita harus
bergembira.............."
Mendadak gelak tertawa yang amat kencang dan
memekakkan telinga bergema keluar dari mulut Oh Cengthian.
Begitu keras gelak tertawa tersebut hingga kakek nelayan
dari lautan timur hampir saja tak sanggup berdiri tegak.
Kakek tinggi besar yang merupakan pemimpin dari ketujuh
orang itu, It-gi-kit-jiu Ku Put-beng segera membentak keras:
"Jite, jangan sampai gelak tertawamu melukai kakek
nelayan dari lautan timur serta keponakan Put kui!"
Rupanya gelak tertawa dari Oh Ceng-thian tersebut
dipancarkan dari dalam pusar yang disertai dengan tenaga
dalam amat dahsyat, barang siapa lemah tenaga dalamnya,
dia tentu akan terluka oleh hawa murni yang terpancar keluar
lewat suara tertawa itu.
Ku Put-beng mengerti bahwa kakek nelayan dari lautan
timur serta Oh Put Kui tak akan tahan menghadapi ancaman
tersebut, karena itulah ia segera menegur.
Padahal Oh Ceng-thian tidak sengaja berbuat begitu, dia
hanya tertawa saking gembiranya.
Baru setelah ditegur Ku Put-beng, ia segera menghentikan
gelak tertawanya dan berkata sambil menggelengkan
kepalanya berulang kali:
"Teguran saudara Ku memang tepat sekali, gara-gara lupa
diri hampir saja aku membuat bencana besar.............."
Sementara itu si kakek nelayan dari lautan timur Ciu Pootiong
berdiri dengan peluh sebesar kacang kedelai membasahi
seluruh tubuhnya, hal ini membuktikan dengan jelas
seandainya Oh Ceng-thian tidak segera menghentikan gelak
tertawanya, niscaya dia akan terluka oleh suara tertawa
pencabut nyawa dari Oh Ceng-thian tersebut.
Tiba-tiba Jian-ih siansu merangkap tangannya didepan
dada dan berkata sambil tertawa:
"Putra yang dinantikan kini telah muncul, harap Mo kiam
sicu jangan kelewat terpengaruh emosi, kini dunia persilatan
didaratan Tionggoan sedang menantikan kehadiran kita
semua, mengapa sicu tidak mengajak mereka masuk untuk
duduk dan berbincang-bincang?"
Oh Ceng-thian nampak tertegun setelah mendengar
perkataan itu, tapi segera serunya sambil tertawa:
"Betul juga perkataan siansu.........."
Dia segera menarik Oh Put Kui untuk menempati kasur
duduknya, kemudian baru berkata lagi:
"Nak, jumpailah keenam cianpwe mu.................."
Dengan sikap amat hormat Oh Put Kui memberi hormat
kepada keenam orang lainnya satu-persatu.
Sambil tertawa terbahak-bahak sisastrawan latah pedang
kutung Liong Ciok-thian berseru:
"Hiantit, duduklah lebih dulu!"
Padahal sastrawan ini termashur karena sombong dan
latah, tapi sekarang justru bersikap begitu sungkan terhadap
Oh Put Kui, kejadian semacam ini benar-benar diluar dugaan
kakek nelayan dari lautan timur.
Dengan sedikit agak rikuh Oh Put Kui segera duduk.
Barulah waktu itu Ku Put-beng menggapai kearah Ciu Pootiong
yang masih berdiri diluar gardu seraya berkata:
"Nelayan tua she Ciu, kau pun boleh masuk dan duduk
disini!"
Ciu Poo-tiong tersenyum dan melangkah masuk kedalam
gardu, setelah memberi hormat kepada ketujuh orang tua itu,
dia menempatkan diri pada urutan yang paling akhir.
Dalam pada itu si pedang iblis pencabut nyawa Oh Cengthian
berkata lagi dengan mata bersinar:
"Nak, apakah kedatanganmu kali ini adalah untuk
menjemput ayah sekalian untuk pulang kedaratan
Tionggoan?"
"Betul, ananda memang sedang melaksanakan perintah
untuk menyambut ayah dan enam paman lainnya untuk
kembali kedaratan Tionggoan!" sahut pemuda itu tertawa.
"Nak, kau sedang melaksanakan perintah siapa?"
"Perintah dari Ban Sik-tong cianpwe."
Mendengar nama Ban Sik-tong, ketujuh malaikat dari dunia
persilatan ini sama-sama merasakan hatinya bergetar keras.
It-gi-kitsu Ku Put-beng segera tertawa tergelak, katanya:
"Apakah Ban Sik-tong masih hidup didunia ini nak?
Haaaaaaaahhhhhh............ haaaaaaaaahhhhhh..............
haaaaaaaahhhhhh............ benar-benar tidak kusangka.........."
"Siancay, siancay!" seru Jian-gi siansu pula, "kehadiran
orangtua ini didalam dunia persilatan betul-betul merupakan
rejeki buat seluruh umat persilatan!"
Sebaliknya coat-cing kongcu Leng To-yang bersikap dingin
segera berseru sambil tertawa dingin:
"Bila si kakek latah awet muda masih hidup dikolong langit,
mengapa kaum iblis didaratan Tionggoan masih tetap meraja
lela? Nak, jangan-jang kau bukan bertemu dengan situa Ban
yang sesungguhnya..........."
"Boanpwe telah berkumpul selama beberapa bulan dengan
situa Ban, yakin hal ini tidak bakal salah lagi," jawab Oh Put
Kui segera.
"Kalau toh si tua Ban masih hidup, mengapa kawanan iblis
itu masih bisa merajalela seenaknya sendiri? Atau jangan
jangan kakek latah awet muda sudah tidak mencampuri
urusan keduniawian lagi?"
Kembali Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang
kali:
"Si tua Ban bukannya sudah tidak mencampuri urusan
keduniawiaan lagi, tapi selama dua puluh tahun terakhir ini dia
sendiri pun kena ditipu orang dan terkurung dalam sebuah
bangunan loteng, dia baru lolos dari sekapan belum lama
berselang!"
"Siapakah yang telah menipu si tua she Ban itu?" tanya
Liong Ciok-thian tiba-tiba dengan kening berkerut.
"Orang itu adalah Kit Put-shia!"
Mendengar perkataan tersebut ketujuh orang tua itu
kembali dibuat tertegun.
Tiba-tiba Mi-sim-kui-ta berkata sambil tertawa:
"Anak muda, apakah Kit Put-shia sudah menjadi pentolan
kaum iblis didaratan Tionggoan?"
Oh Put Kui tertawa:
"Boanpwe tak berani sembarangan menduga, tapi kalau
ditanya pendapat boanpwe sendiri, Kit Put-shia pribadi belum
pernah munculkan diri untuk berbuat sesuatu kejahatan, tapi
dia memang cukup mencurigakan!"
"Mencurigakan bagaimana maksudmu?" tiba-tiba Coat-cing
kongcu menyela.
"Kemungkinan besar dialah dalang yang menjadi otak dari
semua kerisauan dalam dunia persilatan selama ini!"
Si kakek pemabuk dari bukit Tiang-pek-san, Tu Ji Khong
segera tertawa tergelak:
"Haaaaaahhhh........ haaaaaahhhh........
haaaaaaaaahhhh........ kini kau sudah datang, berarti sumpah
kita dulupun sudah berakhir, tentunya kita sudah boleh pergi
bukan sekarang?"
"Tentu saja!"
"Nah saudara Ku dan saudara sekalian bila kita tidak pergi
saat ini juga, mau menunggu sampai kapan lagi...........?"
Perahu besar dengan tiga buah layar lebar kembali
menempuh perjalanan mengarungi samudra bebas.
Kegelapan malam telah muncul diujung langit, kegelapan
pun mencekam seluruh permukaan bumi.
Impian buruk dipulau neraka kini sudah berakhir, daratan
tersebut sudah jauh tertinggal diujung langit situ.
Tujuh orang tua yang menyendiri, kini tidak menyendiri lagi.
Oh Ceng-thian berhasil pula memperoleh kembali anaknya,
dalam anggapan mereka bertujuh, bocah tersebut tak lain
adalah ahli waris dari mereka bertujuh.
Cin Poo-tiong dengan gagahnya berdiri diburitan perahu
sambil memberi perintah kepada ketiga orang kelasinya untuk
mengemudikan perahu.............
Semenetara dalam ruangan perahu diselenggarakan
perjamuan yang dinikmati ke tujuh orang itu dengan penuh
riang gembira, mereka amat berterimakasih sekali atas
kecermatan serta ketelitian Cin Poo Tiong dalam
mempersiapkan segala sesuatunya.
Dalam perjamuan ini, secara singkat Oh Put Kui
menceritakan pula keadaan situasi didalam dunia persilatan,
yang disambut ketujuh orang tua itu dengan helaan napas
panjang.
Kepada putranya, Oh Ceng-thian berkata demikian:
"Nak, apakah keempat buah peristiwa berdarah yang
pernah kau ceritakan ketika berkunjung kemari dulu, kini
sudah terpecahkan?"
"Belum!" pemuda itu menggeleng.
"Hmmm, apakah para ciangbunjin dan lima partai besar tak
ada yang mengurusi persoalan ini?" seru Coat-cing kongcu
Leng To sambil mendengus marah.
"Keluma orang ciangbunjin dari lima partai besar selalu
mondar mandir kian kemari untuk melakukan penyelidikan
atas peristiwa tersebut, namun hingga boanpwe akan
berangkat kemari, belum nampak hasil penyelidikan mereka."
"Masa begitu susahnya persoalan ini dipecahkan?" seru
Leng TO agak tertegun, "apakah pihak lawan dapat bekerja
secara bersih tanpa menimbulkan sedikit jejakpun?"
"Betul, mereka memang bekerja secara bersih tanpa
meninggalkan jejak, hanya saja....................."
Setelah berhenti sejenak, dia meneruskan:
"Menurut pendapat boanpwe, siraja setan penggetar langit
Wi Thian-yang amat mencurigakan dalam beberapa peristiwa
tersebut, sebab Nyoo Thian-wi serta Wi Thian-yang
sesungguhnya adalah satu orang yang sama!"
Jian-gi siansu segera tertawa:
"Lolap rasa dugaan siau-sicu memang beralasan sekali,
andaikata orang yang melakukan peristiwa tersebut benarbenar
adalah Wi Thian-yang, berarti dibalik ketiga macam
peristiwa berdarah itu sudah terselip suatu rencana atau untrik
yang amat keji."
"Apakah siansu tahu kalau diantara Wi Thian-yang dengan
Hu-mo suthay sekalian terikat dendam?" kata kakek pemabok
dari Tiang-pek-san sambil tertawa.
Jian-ih siansu menggelengkan kepalanya.
"Lolap belum pernah mendengar tentang hal ini, kalau
tidak, lolappun tak akan menganggap dibalik peristiwa
tersebut masih terdapat intrik keji lainnya."
"Boanpwe berpendapat dibelakang Wi Thian-yang tentu
ada orang yang mendalanginya!" kata Oh Put Kui
selanjutanya.
"Siapa yang mendalangi dia? Apakah Kit Put-shia?" tanya
sastrawan latah pedang kutung sambil mendelik.
Oh Put Kui kembali menggeleng.
"Boanpwe belum terlalu yakin akan kesimpulan yang
kubuat, tapi berbicara menurut kepandaian silat yang dimiliki
Wi Thian-yang rasanya dia tak akan berkemampuan untuk
berbuat demikian, bisa saja dua bersaudara Siau patut
dicurigai."
"Betul, Siau Yau serta Siau Hian memang mempunyai
kemampuan untuk berbuat demikian." seru Mi-sim-kui-to
tertawa.
It-gi Kitsu Ku Put-beng berkerut keningnya, kemudian
katanya sambil tertawa:
"Nak, apakah selama ini kau pun tidak berhasil
memperoleh sesuatu petunjuk dalam peristiwa ini?"
Dengan perasaan menyesal Oh Put Kui tertawa.
"Kecerdasan boanpwe sangat terbatas, boanpwe memang
tidak berhasil menyelidiki persoalan tersebut..................."
Padahal kalau berbicara dari hasil penyelidikannya,
mungkin orang lain harus berjuang seumur hidup untuk
mendapatkannya.
"Nak, setelah kita kembali kedaratan Tionggoan,
kemanakah kita akan bertemu dengan Ban Sik-tong?" tanya
Ku Put-beng lagi.
"Gedung Un Hiang-lo di kota Kim-leng!"
"Siau sicu, apakah gurumu Tay-gi sangjin juga akan hadir?"
tanya Jian-ih siancu.
Oh Put Kui menggeleng.
"Soal itu boanpwe kurang tahu..........."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba Oh Ceng-thian telah
berseru dengan suara dalam.
"Nak, apakah toa-pekmu pernah memberitahukan soal
ibumu?"
"Benar, beliau telah memberitahukan segala sesuatunya
kepada ananda."
"Apakah kau sudah selidiki siapa pembunuhnya? Apakah
dia adalah Kok Cu-hong?" tanya Oh Ceng-thian lagi dengan
kening berkerut.
"Menurut pemberitahuan dari si tua Ban, Kok Cu-hong telah
tewas ditangan Nyoo Thian-wi, sedangkan mengenai si
pembunuh itu sendiri, bisa jadi dia adalah Wi Thian-yang!"
"Nak, mengapa kau tak dapat memberikan kepastian yang
meyakinkan...........?" tegur Oh Ceng-thian dengan marah.
"Ayah, berhubung ananda belum berhasil memperoleh
bukti yang pasti, maka belum berani kupastikan siapakah
pembunuh yang sebenarnya."
Tampaknya Coat-cing kongcu Leng To merasa sangat tidak
puas atas teguran Oh Ceng-thian terhadap anak muda itu
segera serunya:
"Bocah, aku rasa apa yang kau perbuat sudah bagus
sekali."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi kepada
Oh Ceng-thian sambil tertawa dingin:
"Saudara Oh, tempo dulu kau malahan secara langsung
terlibat pertarungan sengit dengan orang itu, tapi nyatanya kau
tak dapat mengenali siapakah lawannya, mengapa kau malah
menegur putramu sekarang? Apakah tindakanmu ini tidak
keliru besar?"
Sesungguhnya Oh Ceng-thian hanya menjadi gusar karena
dorongan emosi, tentu saja dia tidak bermaksud menyalahkan
Oh Put Kui.
Setelah Coat cing kongcu Leng Tp menegurnya secara
langsung, bukan saja hal itu menimbulkan rasa sesal dihati Oh
Ceng-thian, namun menimbulkan pula rasa gembira dalam
hatinya.
Sebab dia cukup kenal dengan watak Leng To, sebagai
seorang kongcu tanpa perasaan semestinya dia adalah orang
yang kaku, aneh dan tak sudi memuji prang lain dengan begitu
saja.
Tapi nyatanya dia justru membela Oh Put Kui dan merasa
tak puas bagi tegurannya, dari sini membuktikan kalau Leng
To telah berhasil melihat bahwa anaknya bakal berhasil
dikemudian hari menjadi seseorang yang berguna.
Oleh karena itulah Oh Ceng-thian merasa gembira dan
riang.
Setelah tertawa terbahak-bahak segera ujarnya:
"Teguran saudara Leng memang benar, aku memang
sudah menyalahkan bocah ini!"
"Kau bisa mempunyai seorang anak semacam ini, sudah
sepantasnya bila suadara Oh bergembira................" kembali
Leng To berkata dengan suara dingin.
Tiba-tiba Tu Ji-khong si pemabok dari Tiang-pek-san
menyela sambil tertawa tergelak:
"saudara Oh, bocah ini merupakan ahli waris kita bertujuh,
kau jangan membentak dia terus menerus, kalau sampai
membuat ia menjadi ketakutan, hmmmm! Aku tak akan
terima..................."
Mi-sim-kui-to segera berseru pula sambil tertawa:
"Sesungguhnya persoalan ini tak perlu diributkan terus, tapi
kalian malah cekcok sendiri karena masalah sepele, benarbenar
keterlaluan. Ketika bocah ini datang untuk pertama
kalinya dulu, kita masing-masing telah mewariskan semacam
ilmu silat kepadanya, padahal sejak itu soal hubungan sudah
resmi ada, tapi sekarang kalian malah meributkannya kembali,
apakah hal ini tidak berlebihan? Nah, mari kita beralih kesoal
yang serius saja. Barusan aku teringat kembali dengan ayah
mertua saudara Oh, mengapa sekian lama belum juga ada
kabar berita tentangnya? Nak, apakah kau pernah bersua
dengannya didaratan Tionggoan?"
Baru sekarang Oh Put Kui teringat kalau dia sudah lupa
menceritakan tentang Kakek luarnya itu.
Maka sambil tertawa segera katanya:
"Boanpwe telah bertemu dengan gwakong!"
"Nak, dimanakah gwakongmu sekarang?" seru Oh Cengthian
dengan emosi.
"Ketika ananda berangkat kemari, dia orang tua melakukan
perjalanan bersama-sama si tua Ban, mungkin disaat kita
sampai dikota Kim Leng, dia telah menunggu kedatangan kita
disitu!"
Oh Ceng-thian segera menghembuskan napas panjang,
katanya kemudian:
"Nak, apakah gwakongmu juga belum tahu siapa yang
telah membunuh ibumu?"
"Gwakong telah dikurung Wi Thian-yang dalam penjara
bawah tanah selama delapan belas tahun lamanya, justru
ananda bertemu kembali dengan gwakong setelah berhasil
menolongnya dari gedung Sian-hong-hu diibu
kota...................."
@oodwoo@
Jilid ke : 41
"Kalau begitu Wi Thian-yang benar-benar patut
dicurigai.........."
"Baik boanpwe maupun gwakong serta si tua Ban,
semuanya berpendapat demikian.........."
"Haaaaaaaahhhh.......... haaaaaahhh.........
haaaaaahh........" Tu Ji-khong tertawa tergelak pula, "saudara
Ku, kedatangan kita ke daratan Tionggoan kali ini tentu
bertambah semarak, malahan bisa jadi akan disuguhi
tontonan yang menarik! Selain empat buah peristiwa
berdarah, masalah enso Oh pun sudah cukup memusingkan
kepala orang."
"Lote pemabuk, apakah kau tidak merasa terlalu awal untuk
menduga mulai sekarang? Siapa tahu disaat kita tiba disitu,
segala urusan telah terselesaikan, nah kalau sampai begitu,
apa pula yang bakal merepotkan dirimu?"
"Tampaknya Ku lotoa sudah terlanjur malas, andaikata
segala sesuatunya berlangsung seperti apa yang kau duga,
sebelum kita sampai urusan telah beres, bukankah dunia
persilatan sudah lama menjadi tenang kembali?"
"Yaa, betul, bukankah kau berharap dunia persilatan cepat
tenang kembali sehingga kau punya waktu luang untuk minum
arak setiap hari?"
"Lotoa, bila aku minum arak setiap hari, mungkin para iblis
kembali akan merajalela."
Perkataan tersebut segera disambut oleh rekan-rekannya
dengan gelak tertawa keras.
Dibawah kemudi si kakek nelayan dari lautan timur yang
amat cekatan, tidak sampai beberapa jam kemudian perahu
sudah merapat didermaga kota Giok-huan.
Kakek nelayan dari lautan timur segera mempersilahkan
ketujuh orang tua itu naik keatas daratan.
Tiba-tiba Coat-cing kongcu Leng To menghela napas
panjang, katanya:
"Delapan belas tahun lamanya aku tak pernah
menyaksikan keramaian kota dan kesemarakan rumah
makan, setelah menjumpainya kembali hari ini, rasanya
segala sesuatunya serba asing......"
"Haaaahhhhh........ haaaaaaaaahhhh.........
hhhhaaaaaaaahhhhhh........ perasaan dari saudara Leng ini
sungguh diluar dugaan kamu semua!" katan Tu Ji-khong
menanggapi.
Belum selesai perkataan itu diutarakan, mendadak dari
kejauhan sana berkumandang suara pujian kepada sang
Buddha, menyusul kemudian tampak tiga sosok bayangan
manusia meluncur tiba dengan kecepatan bagaikan sambaran
kilat.
Ketajaman mata Oh Ceng-thian memang jauh melebihi
rekan-rekannya, mendadak ia tertawa tergelak seraya berseru
keras:
"Kedatangan sam-sian sungguh mengejutkan hati kami
semua.........."
Rupanya Hong-gwa-sam-sian telah muncul bersama-sama
ditempat itu...........
Satu ingatan segera melintas dalam benak Oh Put Kui,
pikirnya:
"Cepat amat mereka peroleh kabar..............."
Dalam pada itu, Pendeta liar dari Hoa-san Poan-cay
siauceng, tosu bungkuk dari Soat-sia Thian-hian Cinjin serta
Pendeta sakti dari Giok-hong It-ing taysu telah muncul
dihadapan ketujuh orang tua tersebut.............
Sambil tertawa Poan-cay siansu segera berkata:
"Lolap Poan-cay mengucapkan selamat atas keberhasilan
kalian bertujuh didalam meyakinkan ilmu silat serta balik
kembali kedaratan Tionggoan!"
Thian-hian cinjin dan It-ing taysu segera memberi hormat
pula seraya berkata:
"Keberhasilan sicu bertujuh dalam ilmu silat cukup
membuat kami merasa kagum!"
Dari ketujuh orang yang hadir, kecuali Coat-cing kongcu
Leng To serta sastrawan latah Liong Ciok-thian yang cuma
berdiri kaku, lima orang lainnya segera membalas hormat
sambil tertawa.
Oh Put Kui yang terbilang sebagai angkatan muda, hanya
berdiri disamping dengan mulut membungkam.
Tiba-tiba Poan-cay siansu berpaling kearahnya, lalu
menegur sambil tertawa:
"Siau-sicu, baik-baikkah kau semenjak waktu perpisahan
dulu?"
"Cepat nian kedatangan siansu," jawab Oh Put Kui sambil
tertawa tergelak, "boanpwe betul-betul merasa kagum!"
"Ketika Ban losicu mengutus orang memberi kabar, tentu
saja lolap tak berani berayal. Pembicaraan dengan siau sicu
dikuil Kek-cing-si tempo hari telah banyak membuka pikiran
lolap, siau-sicu memang tidak malu menjadi ahli waris dari
Tay-gi dan Thian-liong suheng, kemampuanmu membuat lolap
betul-betul merasa sangat kagum..........."
Kemudian sambil menjura kepada Oh Ceng-thian, kembali
dia berkata:
"Oh sicu bisa memperoleh bocah sehebat ini, tentu bahagia
hidupmu dikemudian hari."
"Aaaah, lo-siansu terlalu memuji, pujianmu membuat aku
merasa tak tentram....." kata Oh Ceng-thian sambil tertawa.
Tiba-tiba Thian-hian cinjin berkata pula:
"Kereta telah dipersiapkan didepan sana, bagaimana kalau
pembicaraan kita lanjutkan setibanya dikota Kim-leng nanti?"
Persiapan yang diatur ketiga dewa ini benar-benar amat
sempurna, nyatanya sampai keretapun telah dipersiapkan.
Ku Put-beng segera tertawa tergelak:
"Waaaah, rupanya merepotkan kalian bertiga saja, kami
benar-benar telah menyusahkan kalian."
"Haaaaaaaaahhhhh......... haaaaahhhhh........
haaaaaaaahhhhhhhh....... asal sicu bertujuh tidak mengingat
kembali perbuatan kami yang telah memaksa kalian
mengasingkan diri dulu, pinto sekalian sudah merasa terima
kasih sekali."
Baru selesai Thian-hian tootiang berkata, sastrawan latah
berpedang kutung telah menyambung sambil tertawa dingin:
"Hidung kerbau, selewatnya hari ini, aku she Liong pasti
akan mencarimu dan mengajak kau bertarung sebanyak tiga
ribu jurus lagi!"
Mula-mula Thian hian cinjin nampak tertegun setelah
mendengar perkataan itu, tapi kemudian sambil tertawa
terbahak-bahak sahutnya:
"Boleh, boleh saja, bila sicu memang berminat, biar harus
mempertaruhkan nyawapun pinto pasti akan mengiringi
keinginanmu itu."
"Hmmmmm, kau sendiri yang berkata begitu, sampai
waktunya harap kau sihidung kerbau jangan mangkir!"
"Haaaaaahhhhhhhh..... haaaaaaaahhhhh.........
haaaaaaaaahhhhh........... pinto bukan seorang yang gemar
mengingkari janji."
Dalam kesempatan itu si kongcu tak berperasaan Leng To
telah berkata pula kepada It-ing taysu:
"Bila ada kesempatan aku she Leng pun ingin meminta
petunjuk dari sinni degnan menggunakan serulingku ini!"
Agaknya dua orang tua yang sombong dan latah ini masih
tetap memendam rasa mangkel dan mendongol kerena
kekalahan yang pernah dideritanya dimasa lampau.
Mendengar perkataan tersebut It-ing taysu segera
merangkap tangannya didepan dada dan menyahut sambil
tertawa:
"Setelah melakukan latihan tekun hampir delapan belas
tahun lamanya, pinni percaya ilmu seruling Liu-ho-siau-hoat
pun telah mencapai tingkatan yang hebat, tapi pinni sadar
kalau bukan tandinganmu lagi, aku rasa lebih baik
pertarungan semacam ini diurungkan saja."
Leng To kembali tertawa dingin:
"Hmmm, apabila taysu tidak kuatir menurunkan pamor dari
tiga dewa, aku sih mau-mau saja membatalkan pertarungan
tersebut!"
Dengan diutarakan perkataan itu, mau tak mau Giok-hong
sinni It-ing taysu harus menerima tantangan tersebut.
Ketika persoalan tersebut dapat diputuskan olehnya sendiri
tanpa mempengaruhi nama baik Hong-gwa-sam-sian, sinni
itupun segera menghadapinya dengan lega.
Apalagi Thian-hian cinjin sudah menerima pula tantangan
dari Liong Ciok-thian, andaikata menampik,bukankah pamor
Hong-gwa-sam-sian betul-betul akan merosot?
Maka setelah memutar pandangan matanya sejenak, It-ing
tausupun segera berkata sambil tertawa hambar:
"Jadi Leng sicu memaksa pinni untuk menerima
tantanganmu itu.......?"
"Tak ada salahnya bagi taysu untuk memutuskan sendiri!'
jengek Leng-to sambil tertawa dingin.
"Buddha maha pengasih, terpaksa tecu pinni bersedia
menerima tantanganmu itu."
"Bagaimana kalau sekarang juga?" seru Leng-to lagi sambil
tertawa tergelak.
"TErserah kepada sicu!"
Leng To segera tertawa dingin, dengan cepat dia mencabut
keluar serulingnya, kemudian membentak:
"Nah berhati-hatilah sinni........."
Tampak cahaya merah berkelebat lewat secara beruntun
dia melancarkan tiga buah serangan berantai.
Secepat kilat It-ing taysu meloloskan pula pedang penakluk
iblisnya seraya memuji:
"Ilmu seruling dari sicu memang benar-benar luar
biasa..........."
"Sreeeet, sreeet........."
Secara berantai dia lepaskan dua buah serangan yang
segera membendung ancaman dari seruling Leng To.
Melihat kejadian ini, Leng To mendengus marah,
serulingnya segera diputar kencang bagaikan titiran air hujan,
dalam waktu singkat daerah seluas beberapa kaki telah
tergulung dibalik cahaya merah yang amat tebal itu dan
mengurung tubuh nikoh itu rapat-rapat.
Akan tetapi ilmu pedang ciang-mo-kiam-hoat dari It-ing
taysu pun sangat hebat, ditengah gulungan cahaya merah,
cahaya pedangnya berulang kali menyambar kian kemari.
Melihat jalannya pertarungan itu, keenam orang kakek
lainnya maupun Poan-cay taysu serta Hian-hian tojin hanya
bisa menghela napas panjang.
Oh Put Kui sendiri sebagai angkatan yang jauh lebih muda,
tentu saja tak dapat mencampuri urusan tersebut.
Dalam waktu singkat pertarungan yang berlangsung antara
kedua orang jago itu, sudah mencapai pada puncaknya,
serangan demi serangan yang dilancarkan juga makin hebat
dan berbahaya, kini Leng To sudah mulai menyerang tanpa
memperdulikan keselamatan sendiri, sebaliknya dari balik
pedang It-ing taysu pun sudah mulai memancarkan hawa
pembunuhan.
Tiba-tiba.............
Leng To serta It-ing sinni sama-sama menjerit kaget.
Rupanya disaat Leng-to dan It-ing sinni menjerit kaget tadi,
sesosok bayangan manusia telah berkelebat lewat dari antara
kedua orang tersebut.
"Hey, apakah kalian sudah bosan hidup?" teguran lantang
bergema memecahkan keheningan.
Suara teguran itu sangat dikenal oleh Oh Put Kui.
"Bagus sekali.............. Ban tua, kedatanganmu memang
tepat pada saatnya........" teriak Oh Put Kui kemudian sambil
tertawa.
Munculnya sikakek latah awet muda secara tiba-tiba
sungguh berada diluar dugaan siapapun.
Andaikata kakek tersebut telah muncul tepat pada saatnya,
mungkin situasi dalam arena dapat berubah semakin gawat.
Atau paling tidak pertarungan antara Leng To melawan Iting
taysu bisa berakibat terlukanya kedua belah pihak.
Cepat-cepat Poan-cay siansu maju kedepan dan memberi
hormat, katanya:
"Lo sicu pinceng Poan-cay memberi hormat kepadamu!"
Kakek latah awet muda tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaahhhhhh.............. haaaaaaaaahhhhhh...........
haaaaaaaaaahhhh........ hwesio cilik, bagus juga sepak
terjangmu selama ini, paling tidak nama besar Hong-gwa-samsian
sudah cukup mentereng dalam dunia persilatan dan
disegani setiap orang!"
Merah jengah selembar wajah Poan-cay siansu setelah
mendengar ucapan itu, sahutnya agak tersipu:
"Harap lo-sicu jangan menertawakan! Bila kemampuan
pinceng sekalian dibandingkan dengan kau orang tua,
keadaan kami betul-betul ibarat kunang-kunang dengan sinar
rembulan, bagaimana mungkin dapat menandingimu? Apabila
nama kosong pinceng sekalian masih bisa berkenan dalam
pandanganmu, rasa kehidupan pinceng selama ini memang
tidak sia-sia belaka."
"Sudah cukup, tak nyana kau sihwesio kecilpun pandai
membari topi kebesaran kepada orang lain," teriak kakek latah
awet muda dengan keras.
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berpaling kearah Oh
Put Kui sambil serunya pula:
"Anak muda, mengapa perjalananmu begitu lambat? Masa
baru hari ini kau pulang dari pulau neraka?"
"Ban tua, sesungguhnya boanpwe tak pernah berhenti
barang seharipun, bukankah hari Peh-cun baru saja lewat?"
sahut Oh Put Kui tertawa.
"Apakah kau tetap berpegang teguh pada janjimu akan
berangkat setelah lewat hari Peh-cun?"
"Ki......... kuncu yang memberi perintah, tentu saja boanpwe
harus turut perintah."
"Baiklah, anggap saja kau memang beralasan.......... tapi,
mana kedua orang yang lain?"
Oh Put Kui menjadi tertegun setelah mendapat pertanyaan
itu.
Masih ada dua orang lagi? Siapakah kedua orang itu?
"Masih ada dua orang?........... boanpwe datang kemari
seorang diri!"
"Omong kosong!" bentak kakek latah awet muda dengan
marah, "Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui menyusul
dibelakangmu, apakah kau tidak tahu? Heran mengapa kau
meniru seperti Liok Jin-khi, pikunnya setengah mati?"
Tak terlukiskan rasa kaget Oh Put Kui setelah mendengar
perkataan itu, serunya pula:
"Apa? Jadi nona Nyoo dan nona Kiau juga turut kemari?"
"Hey, tampaknya kau seperti benar-benar tidak tahu?"
"Yaaa, boanpwe memang benar-benar tidak tahu! Ban tua,
mengapa kau tidak berusaha menghalangi niat mereka?"
Kakek latah awet muda segera tertawa tergelak:
"Bocah muda, kau menyalahkan diriku karena tidak
berusaha untuk menghalangi, niatnya? Tapi mengapa pula
kau tidak cukup waspada sepanjang jalan? Sudah sekian
lama orang lain menguntilmu ternyata kau sama sekali tak
tahu, coba kalau orang jahat yang berniat mencelakaimu,
bukankah kau sudah mampus sedari dulu........."
Mendengar itu Oh Put Kui segera tertawa:
"Ban tua, boanpwe rasa seceroboh cerobohnya boanpwe
tak nanti kecerobohanku bisa mencapai ketingkatan semacam
itu."
Tiba-tiba Oh Ceng Thian membentak keras:
"Nak, mengapa kau bersikap demikian terhadap Ban tua?"
Buru-buru Oh Put Kui menyahut:
"Ayah, lain kali ananda tentu akan berusaha untuk merubah
sikap ini."
Biarpun dia sudah mengaku salah, namun si Kakek latah
awet muda bukan saja tidak menjadi senang, malah serunya
kepada Oh Ceng-thian:
"Oh loji, kau jangan mengumpat bocah itu dulu, memang
begitulah cara kami berbicara sedari dulu!"
"Kau orang tua mana boleh bersikap begitu bebas
kepadanya? Nanti dia bisa kurang ajar..............."
"Haaaaaaaahhhhhh........... haaaaahhh........
haaaahhhh........ Oh loji, hitung-hitung aku masih merupakan
sahabat karib dengannya, kenapa mesti kuurusi sial tetek
bengek macam begitu? Lagipula aku masih berhutang budi
kepada anakmu itu!"
Kata-kata yang terakhir ini kontan saja membuat Oh cengthian
tertegun, ia segera berkata:
"Aaaahh, kau orang tua kelewat menyanjung bocah ini,
berapa besar sih kemampuannya sehingga dapat melepaskan
budi kepadmu?"
"Haaaaaahhh............ haaaaaaaaahhhh.............
haaaaaaaaahhh...... Oh loji, andaikata tiada putramu, mungkin
aku masih tersekap didalam rumah loteng itu, bahkan bisa jadi
sampai matipun tak dapat keluar untuk menghirup udara
segar!"
"Oya?" kembali Oh Ceng-thian dibuat tertegun.
Bukan cuma dia , bahkan Hong-gwa-sam-sian serta
keenam orang kakek lainnyapun turut tertegun.
Dengan wajah riang gembira kembali Kakek latah awet
muda berkata:
"Kalian tak usah kaget atau tercengang, tapi nyatanya
memang bocah ini yang telah membantu aku untuk
menangkan Kit Put Shia, sehingga akupun mendapatkan
kesempatan untuk terlepas dari kurungan, budi kebaikan
semacam ini tak pernah akan aku lupakan untuk
selamanya.................."
Oh Put Kui yang ikut mendengarkan perkataan itu dari
samping, mendadak teringat akan sesuatu, segera serunya:
"Ban tua, tahukah kau ketika boanpwe membantumu
menghadapi Kit Put-shia di lembah Sin-mo-kok tempo hari,
apa yang telah kuperbuat dalam uang yang terlempar
kebawah itu?"
"Anak muda, masa kau lupa dengan julukanku? Bukan saja
perbuatan yang kau lakukan untuk membantuku mengungguli
Kit Put-shia dapat kuketahui, sekalipun apa yang diperbuat Kit
Put-shia dalam mengungguli diriku pada dua puluh tahun
berselangpun tak akan bisa mengelabuhi aku."
Selembar wajah Oh Put Kui menjadi merah padam seperti
kepiting rebus, segera katanya sambil tertawa:
"Kalau toh kau orang tua sudah tahu, mengapa tidak kau
siapkan waktu itu?"
"Aku tidak membongkar rahasia tersebut karena aku ingin
tahu sebenarnya Kit Put-shia ingin berbuat apa terhadapku,
sedangkan mengenai soal bantuan yang kau berikan, hal ini
lebih gampang lagi, aku cuma ingin menggunakan cara yang
sama untuk disuguhkan kepadanya, bukankah adil sekali
namanya?"
"Yaa, memang adil sekali, entah Kit Put Shia mengetahui
rahasia tersebut atau tidak?"
"Haaaaahhh......... haaaaaahhhhhh........
haaaaaahhhhhhhh......... aku rasa Kit Put-shia tidak akan lebih
bodoh daripada aku!"
"Ban tua, mengapa Kit Put-shia juga tidak membongkar
rahasia tersebut waktu itu?"
"Aaaah, masa dia tidak rikuh untuk berbuat demikian?
Pertama-tama dia dulu yang menipu orang, setelah orang
lainpun mengunggulinya dengan cara yang sama, tentu saja
dia menjadi rikuh sendiri untuk mengutarakannya keluar."
"Ban tua, ada suatu persoalan yang tidak kuketahui.
Haruskah kutanyakan kepadamu?"
"Kalau memang ingin bertanya, tanyalah cepat-cepat."
"Seandainya Kit Put-shia berani membongkar rahasia
tersebut waktu itu, apapula yang hendak kau perbuat?"
"Haaaaaaaaaahh........ haaaahhh....... haaahhh........ mana
ia berani berbuat begitu?"
"Dalam hal ini masalanya bukan berani atau tidak, aku
cuma pingin tahu andaikata dia sampai berbuat demikian, apa
pula yang akan kau lakukan?"
"Seandainya Kit Put-shia benar-benar berani berbuat
demikian, paling tidak akupun akan menuntut ganti kerugian
kepadanya karena telah mengekang kebebasanku selama
dua puluh tahun. Nah, bayangkan saja, apakah dia berani
menanggung resiko ini?"
"Yaaa, betul juga perkataanmu, biarpun Kit Put-shia punya
nyali sebesar kepalapun tak nanti ia berani menyerempet
bahaya."
"Itulah dia, oleh sebab itu akupun berlega hati membiarkan
kau bermain gila..........."
"Permainanmu betul-betul sangat tepat dan hebat,
membuat boanpwe merasa sangat kagum!"
"Sudahlah bocah muda, aku tak usah menjilat pantat terus,"
tukas Kakek latah awet muda tiba-tiba, "ayoh jawab dulu mana
kedua orang budak itu? Bagaimanapun juga kau harus
mencarinya sampai dapat, coba kau lihat, gurunya si budak
Kiaupun berada disini."
Kemudian setelah berhenti sebentar, katanya pula kepada
It-ing taysu:
"Nikou kecil, muridmu sudah lenyap. Mengapa kau tidak
menagih kepada pemuda ini?"
SEraya menyarungkan kembali pedangnya kedalam
sarung, It-ing taysu menyahut sambil tertawa:
"Ban-lo-sicu, Hui-hui pernah mendapatkan budi pelajaran
silat darimu, apabila terjadi sesuatu hal atas dirinya, masa kau
orang tua tidak ikut panik? Kalau toh kau sendiri tenang, buat
apa boanpwe mesti gelisah?"
"Betulkah demikian?" seru Kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak, "haaahhhh........ haaahhh.......
haaaahhhh....... kau si nikoh cilik memang sangat lihay,
tampaknya usahaku untuk mengadu domba tak akan
tercapai........"
Berbicara sampai disini, tiba-tiba dia berpaling seraya
teriaknya keras-keras:
"Mengapa kalian masih bersembunyi terus disitu? Ayoh
cepat keluar........"
Oh Put Kui segera dibuat tertegun oleh teriakan itu.
Sementara dia masih termangu, dari balik kegelapan telah
muncul dua sosok bayangan manusia.
Ternyata mereka tak lain adalah Nyoo Siau-sian serta Kiau
Hui-hui yang baru saja diributkan.
"Suhu!"
"Susiok!"
Dua orang gadis itu langsung menuju kehadapan It-ing
taysu.
"Nak, mengapa kalianpun datang kemari?" It-ing taysu
segera menegur sambil tertawa.
"Kami datang kemari dengan mengikuti dibelakang Oh
toako," sahut Kiau Hui-hui sambil tertawa, "ketika Oh toako
sudah naik keperahu, kami gagal menemukan kapal yang bisa
mengarungi samudra, karena itu terpaksa menunggu disini
sampai sekembalinya, siapa tahu kami telah ditemukan oleh
Ban-locianpwe!"
"Nyali kalian berdua memang amat besar," ujar It-ing taysu
sambil tertawa ramah, "Ehmm, Sian-ji juga ikut kemari, ayoh
kalian berdua segera menjumpai tujuh malaikat dunia
persilatan."
Diperkenalkan oleh sinni, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian
segera maju kemuka dan memberi hormat kepada tujuh orang
tua tersebut.
Sambil tertawa tergelak Tu Ji-khong segera berseru:
"Taysu, kau boleh berbahagia dengan mempunyai murid
sebagus ini..........."
"Ehmmm, bakat bagus," puji Oh Ceng-thian pula dengan
gembira, "kuucapkan selamat kepada taysu karena
mempunyai ahli waris yang hebat..........."
Kemudian sambil berpaling kearah Nyoo Siau-sian,
tanyannya pula:
"Nona, siapakah gurumu?"
Nyoo Siau-sian tahu kakek kurus ini adalah ayah kandung
Oh Put Kui, tiba-tiba muncul suatu perasaan yang sangat
aneh didalam hati kecilnya.
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, segera sahutnya
sambil tersenyum:
"Guru boanpwe adalah Wi-in........."
"Ooooh, gurumu adalah Hian leng Amcu? Nona harus
berbahagia karena mempunyai guru yang hebat."
"TErima kasih atas pujian cianpwe......."
Saat itulah Oh Put Kui baru maju kedepan dan menjumpai
kedua orang nona itu, katanya sambil tertawa:
"Setelah kalian datang kemari, mengapa tidak langsung
menjumpai diriku? Aaaaaiiii........... untung saja tidak terjadi
sesuatu disepanjang jalan, kalau tidak bagaimana caraku
untuk bertanggung jawab dihadapan kedua orang sinni?"
Walaupun kata-kata itu merupakan teguran secara
langsung, namun kedua orang gadis itu menerimanya dengan
bersuka cita, sebab paling tidak mereka tahu kalau pemuda ini
sangat memperhatikan keselamatan mereka berdua.
Sambil tersenyum Nyoo Siau-sian segera berkata:
"Oh toako, kami........ kami takut kau tidak mengijinkan kami
turut serta, itu sebabnya kami mengikuti pun tanpa ragu."
"Aaaaai, mana mungkin aku berbuat demikian........." sambil
tertawa Oh Put Kui menggelengkan kepalanya.
Belum selesai dia berkata, tiba-tiba Kakek latah awet muda
sudah menyela sambil tertawa tergelak.
"Hey anak muda, bagaimana kalau kau jangan bermesraan
terus dihadapan kami semua?"
Teriakan ini segera saja disambut Oh Put Kui dengan
wajah yang berubah merah, dia tak mampu melanjutkan lagi
kata-katanya.
Sedangkan Nyoo Siau-sian dan Kiau Hui-hui segera
menundukkan kepalanya rendah-rendah, seandainya disitu
terdapat lubang mungkin mereka sudah menyembunyikan diri
disitu.
Dalam pada itu Ku Put Beng sekalianpun segera
menggunakan kesempatan mana untuk bertemu dengan
Kakek latah awet muda.
Kepada ketujuh orang tua itu, Kakek latah awet muda
segera berkata sambil tertawa:
"Kalau dibicarakan sesungguhnya, nasib kalian masih jauh
lebih mujur ketimbang aku, paling-paling kalian cuma berdiam
selama delapan belas tahun diatas pulau, lagipula ada tujuh
teman yang bisa diajak ngobrol dan berkelahi, kalianpun bisa
melihat birunya langit dan hijaunya hamparan laut, semuanyan
itu cukup mendatangkan kegembiraan buat kalian! Hey bocah
muda she Leng, kalau dilihat dari pertarungan melawan nikou
kecil tadi, rasanya kau tidak seberapa hebat?"
Ketujuh orang tua itu hanya tertawa tersipu-sipu saja
menanggapi ucapan tersebut.
Terutama sekali Leng To, terhadap orang lain dia bisa
berbicara dengan ketus dan dingin, tapi terhadap Kakek latah
awet muda Ban Sik Tong ia tak berkutik, sebab
sebagaimanapun juga orang tua ini masih terhitung angkatan
tuanya.
Setelah hening sesaat, kembali Kakek latah awet muda
berkata:
"Nah si hwesio, si tosu dan si nikou telah menyiapkan
kereta untuk kalian semua, kalian diundang pergi ke kota Kimleng
untuk menjumpai Thian-hian Huicu, apakah kalian ada
minat?"
Pertanyaan tersebut diajukan secara tiba-tiba dan
diutarakan secara aneh.
Ku Put-beng sebagai pemimpin dari ketujuh orang tua itu
segera menjawab sambil tertawa:
"Menurut pendapat kau orang tua, perlukah buat kami
semua berangkat kesitu?"
Tindakan Ku Put-beng yang balik bertanya ini kembali
diluar dugaan semua orang.
Tampaknya Kakek latah awet muda sudah mempunyai
rencana yang cukup masak, ia segera menjawab sambil
tertawa:
"Kalian tak usah kesana lagi, sebab gedung Un-hian-lo
sudah kosong tiada penghuninya lagi!"
Begitu perkataan tersebut diutarakan, Hong-gwa-sam-sian
sama-sama tertegun dibuatnya. Poan-cay siansu segera
bertanya dengan keheranan:
"Apakah lo sicu baru saja datang dari Kim-leng?"
"Siapa bilang tidak? Nyatanya Ki Un-hong sudah pergi
meninggalkan gedungnya."
Thian-hian tojin yang sudah bungkuk nampak semakin
bungkuk lagi karena harus menjura, dia berkata pula:
"Dapatkah lo-sicu memberi penjelasan kepada kami? Apa
sebabnya tuan putri meninggalkan gedung Un-hiang-lo secara
tiba-tiba? Mungkinkah sudah terjadi suatu peristiwa dikota
Kim-leng?"
Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya
berulang kali, sahutnya:
"Tidak akan terjadi sesuatu peristiwa dikota Kim-leng, kau
si hidung bungkuk jangan sembarangan bicara."
"Lo-sicu," seru Poan-cay siansu kemudian setelah agak
tertegun, "justru tuan putri yang minta kepada pinceng
sekalian untuk menjemput tujuh malaikat dan Oh siau-sicu
agar diantar kekota Kim-leng, mengapa dia sendiri malah
pergi dari situ?"
"Andaikata tiada urusan penting, mana mungkin Ki Un-hong
akan pergi dari situ? Ketika menempuh perjalanan kemari tadi,
kami telah berpapasan muka ditengah jalan, masa kalian
masih tetap tidak percaya?"
"Pinceng bukannya tidak percaya, hanya merasa heran dan
tidak habis mengerti."
"Haaaaaaahhhh.............. haaaaahhhh...........
haaaaaahhhhh.......... hwesio cilik, kapan sih aku pernah
membohongi kalian?"
"Tidak berani, perkataan lo-sicu terlalu serius!"
Berkilat sepasang mata Kakek latah awet muda, segera
ujarnya lagi sambl tertawa:
"Apabila kalian bersepuluh yang mengaku sebagai dewa
dan malaikat ini percaya dengan perkataanku, perjalanan
menuju ke Kim-leng boleh diurungkan.........."
Tiga dewa dan tujuh malaikat sama-sama tersenyum
mendengar perkataan itu.
Selang sesaat kemudian Poan-cay siansu baru berkata
lagi:
"Tentu saja boanpwe sekalian percaya kepada lo-sicu."
"Kalau memang percaya, bagaimana kalau turut aku saja
berkunjung ke lembah Sin-mo-kok?"
Kembali semua orang dibuat terkejut.
Pergi kelembah Sin-mo-kok? Mau apa?
Menyaksikan mimik wajah orang-orang itu, si Kakek latah
awet muda segera berkata:
"Anak-anak muda, segenap jago sesat dan lurus dari dunia
persilatan telah berkumpul semua dalam lembah Sin-mo-kok,
apakah kalian tidak berniat untuk ikut hadir dalam keramaian
yang luar biasa ini.............?"
Kalau ditanya berniat atau tidak, tentu saja semua orang
berminat,.............
Karena itu walaupun tidak diperoleh jawaban, semua dari
mimik wajah mereka si Kakek latah awet muda dapat
menyimpulkan atas persetujuan dari orang-orang itu.
Karena sambil tertawa serunya:
"Kalau toh dalam hati pingin pergi, kenapa kalian masih
tetap berdiri disitu? Ayoh kita berangkat................"
Bagikan hembusan angin puyuh, dalam waktu singkat
semua orang sudah berangkat meninggalkan tempat itu.
Kini hanya tinggal si kakek nelayan dari lautan timur
seorang tetap berdiri ditempat dengan kening berkerut dan
menghela napas panjang..............
Dari lautan timur menuju bukit Ci-lian-san merupakan suatu
jarak perjalanan yang cukup jauh.
Biarpun keempat belas orang tersebut rata-rata merupakan
jago kelas satu didalam dunia persilatan, mereka pun
membutuhkan waktu selama belasan hari sebelum tiba di
tempat tujuan.
untung saja pertemuan puncak diselenggarakn dalam
lembah Sin-mo-kok belum lagi dilangsungkan.
Menurut pemberitahuan dari Kakek latah awet muda, pihak
lembah sin-mo-kok atas nama si pedang sakti bertenaga
raksasa Kit Pit-shia, kakek pengejut langit Siau-Hian, jago
pemabuk dari loteng merak Siau Yau serta raja setan
penggetar langit Wi Thian-yang telah menyebar kartu
undangan Liok-lim-tiap keseluruh dunia persilatan.
Kartu undangan tersebut berisikan pemberitahuan kepada
segenap umat persilatan bahwa pada bulan enam tanggal
satu akan diselenggarakan pertemuan besar selaksa iblis
dilembah sin-mo-kok dan mengundang segenap jago dari
golongan putih maupun hitam untuk datang menghadirinya.
Ketika Kakek latah awet muda bersua dengan Thian-hian
huicu Ki Un-hong dikota Kim-leng tempo hari, mereka telah
berunding cukup lama dan akhirnya menyetujui usul dari jago
berbaju putih Ibun Han untuk menghubungi segenap jago
sealiran untk bekerja sama dan memanfaatkan kesempatan ini
untuk membasmi kaum iblis tersebut dari muka bumi.
Disamping itu merekapun hendak menggunakan
kesempatan ini untuk membuat penyelesaian atas beberapa
kasus peristiwa berdarah yang terjadi dalam dunia persilatan.
Setelah keputusan diambil, Kakek latah awet mudapun
berangkat kelautan timur.
Ki Un-hong dengan mengajak keempat orang dayangnya
berangkat ke bukit Ci-lian-san.
Si kakek tanpa wujud Samwan To mendapat tugas untuk
menghubungi Bu-tong-pay dan Hoa-san-pay.
Jago berbaju putih Ibun Hau mendapat menghubungi Siaulim-
pay serta Pay-kau.
Urusan tentan Kay-pang diserahkan kepada pengemis
pikun.
Sebaliknya Go-bi-pay yang terletak jauh di Kuan-tiong
ditugaskan kepada pihak Kay-pang untuk menghubunginya.
Sampai saat itulah Oh Put Kui baru tahu kalau kakek
luarnya, Peng-goan-koay-kek Lan Ciu-sui telah pergi seorang
diri. Tak seorangpun yang tahu kemana dia telah pergi.
Tapi semua orang telah berjanji akan berkumpul dibukit Cilian-
san pada akhir bulan lima.
Tatkala Oh Put Kui selesai mendengar penjelasan dari
Kakek latah awet muda itu, dia segera berkata sambil tertawa:
"Ban tua, mengapa kau sama sekali tidak menyinggung
tentang guruku?"
"Haaaaaaahhhh............ haaaaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaaaahhhh........ sudah kuduga kau tentu akan
bertanya demikian, itulah sebabnya aku tidak menyinggung
sama sekali, ternyata dugaanku betul, kau memang tak dapat
menguasai diri serta mengajukan pertanyaan itu kepadaku."
Oh Put Kui turut tertawa setelah mendengar itu, segera
ujarnya:
"Apakah aku salah bertanya?"
"Tidak, kau tidak salah bertanya anak muda, tapi kau tidak
usah kuatir, toa supekmu pasti akan datang, bahkan suhumu
Thian-liong si hwesio kecil itupun mungkin akan munculkan
diri pula."
Tak terlukiskan rasa kaget dan gembira Oh Put Kui setelah
memperoleh berita ini.
Ia Pasti ingat Thian-liong sangjin pernah berkata
kepadanya, dia bakal mengalami sebuah badai besar lebih
dulu sebelum akhirnya memperoleh ketenangan lahir batin.
Mungkinkah Thian-liong sangjin sudah mengetahui bakal
terjadi peristiwa semacam ini?
Berpikir akan hal tersebut, diam-diam ia menjadi termangu.
Tapi satu ingatan segera melintasi kembali didalam
benaknya, cepat dia bertanya lagi:
"Ban tua, dimanakah kelima orang ciangbunjin itu? Apakah
kau berhasil menyeledikinya?"
"Entah!" jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa,
"bukankah budak Nyoo bilang ke lima orang ciangbunjin itu
sudah pergi meninggalkan gedung Sian-hong-hu bersamasama
kakaknya Nyoo Ban-bu? Andaikata apa yang dikatakan
budak ini benar, delapan puluh persen kelima orang
ciangbunjin itu telah tiba didalam lembah Sin-mokok....................."
"Mungkinkah jiwa mereka terancam?" seru Oh Put Kui
dengan perasaan terkejut.
Kakek latah awet muda menggelengkan kepalanya, lalu
sambil tertawa katanya pula:
"Anak muda, menjelang pertarungan besar setara kaum
lurus dan sesat ini, ada beberapa persoalan. Jangan lupa kau
selesaikan!"
"Beberapa persoalan yang mana?"
"Tentu saja tentang kasus kematian dari Hu-mo-suthay di
Cing-shia-san, Sin-ou, dipuncak Go-bi, suami istri Leng-hong
dikebun Cay-wi-wan serta Kakek suci berhati mulia Nyoo
Thian-wi, kau harus dapat memecahkan kasus-kasus tersebut
didalam pertemuan besar tersebut..............."
"Tapi boanpwe sama sekali tidak memperoleh data apapun
tentang peristiwa tersebut, bagiamana mungkin dapat
memecahkannya?" sahut Oh Put Kui tertegun.
"Bila kau belum berhasil memperoleh sesuatu data apapun,
sudah sepantasnya bila kau pergi mencari."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kemudian Kakek latah
awet muda berkata lagi:
"Tentang persoalan yang menyangkut ibumu, lebih baik
diselesaikan juga dalam pertemuan itu, mengerti?"
"Tentu saja............."
Sesudah tertawa rendah, Kakek latah awet muda berkata
lebih lanjut:
"Anak muda, mungkin kita akan tiba di Ci-lian-san pada
bulan lima tanggal dua puluh tujuh, berarti masih ada sisa
waktu tiga hari tiga malam sebelum pertemuan itu
diselenggarakan, kita harus memanfaatkan waktu yang cuma
tiga hari itu dengan sebaik-baiknya, bukankah perkataanku ini
betul?"
Tergerak hari Oh PutKui setelah mendengar perkataan
tersebut, sahutnya dengan cepat:
"Betul,asalkan kita memiliki waktu selama tiga hari, berarti
kita masih mempunyai waktu untuk menyelidiki banyak
persoalan........ Ban tua, apakah kau sendiri akan turun
tangan? Ataukah hendak mengundang..........."
"Haaaaaaahhh.......... haaaahhh........... haaaaahhh........
dengan tenaga gabungan kita berdua, masa belum cukup?"
oooo0dw0oooo
Menjelang tengah hari bulan lima tanggal dua puluh enam,
Hong-gwa-sam-sian, Bu-lim-jit-seng, Kakek latah awet muda,
Oh Put Kui, Kiau Hui-hui serta Nyoo Siau-sian empat belas
orang, betul-betul telah tiba di lembah Sin-mo-kok dibukit Cilian-
san.
Didepan lembah Sin-mo-kok telah didirika sebuah
panggung setinggi tiga kaki lebih. Ditengah-tengah panggung
itu terpampang sebuah tulisan yang bertuliskan:
"PErtemuan sehati sejuta iblis"
Dibawah panggung tadi berjajar dua baris lelaki kekar
berbaju hitam, semuanya kelihatan gagah, bersemangat tinggi
serta memeluk sebilah golok berpita merah, suasana nampak
cukup menyeramkan.
Di bagian tengah panggung berdiri pula dua baris gadis
muda yang masing-masing membawa sebilah pedang,
mereka bertugas menyambut kedatangan para tamu.
Dalam sekilas pandangan saja, dapat diketahui jumlah
mereka mencapai dua tiga puluh orang. Diantara kelompok
manusia tersebut, tampaknya tak seorangpun yang
merupakan pimpinan.
Oh Put Kui dengan membawa kartu nama yang bertuliskan
nama Hong-gwa-sam-sian serta Bu-lim-jit-seng, pelan-pelan
mendekati panggung tersebut.
Kakek latah awet muda ternyata mengikuti pula dibelakang
dengan langkah yang tenang. Oh Put Kui langsung menuju
kedepan barisan gadis-gadis muda itu, ketika mereka
mencapai jarak satu kaki dari panggung tersebut, tiba-tiba
muncul seorang kakek botak dari balik pintu berpagar dan
berjalan keluar dari balik sebuah pintu kecil.
Melihat wajah orang itu, Oh Put Kui segera berpikir dengan
kening berkerut:
"Bukankah orang ini adalah si kakek patah hati putus usus
Hui Lok.........?"
Berpikir demikian diapun menegur dengan suara keras:
"Hui tua, aku Oh Put Kui menjumpai dirimu!"
Ketika Hui Lok melihat kemunculan Oh Put Kui disitu,
selintas perubahan wajah yang sukar diartikan dengan katakata
melintas lewat, tapi begitu pemuda tersebut selesai
berkata, ia sudah menyahut sambil tertawa tergelak:
"Saudara Oh, rupanya kaupun ikut kemari?"
Sambil berkata dia sambut kartu merah yang berada
ditangan Oh Put Kui itu, bersamaan pula waktunya sorot
matanya dialihkan ke wajah Kakek latah awet muda yang
berada dibelakang pemuda tersebut.
Mendadak paras muka Hui Lok berubah hebat, cepat-cepat
dia maju kemuka dan menjura dalam-dalam seraya berseru:
"Hui Liok menjumpai Ban tua.........."
"Haaaahh........ hhaaahhh.......... haaahhh....... tak usah
banyak adat," tukas Kakek latah awet muda sambil tertawa
tergelak, "cepat bawa kartu nama itu dan beritahu kepada
para gembong iblis tua, bahwa tiga dewa dan tujuh malaikat
telah berdatangan semua, bahkan termasuk diriku terdapat
empat belas orang yang datang untuk menonton
keramaian........."
Baru saja Kakek latah awet muda itu selesai berkata, Hui
Lok telah mengiakan dan cepat-cepat berlalu dari situ.
Tak selang beberapa saat kemudia Kit Put-shia telah
muncul dengan langkah cepat.
Gembong iblis yang bertampang gagah ini segera
mengulumkan senyuman palsunya diujung bibir, seakan-akan
dia sedang menyambut konco-konco segolongannya saja.
Dengan cepat keempat belas orang jago itu disambut
masuk kedalam kelembah Sin-mo-kok.
Oh Put Kui sekalian tidak ditempatkan dalam kota
kematian.
Rupanya untuk menyambut kedatangan para jago dari
pelbagai aliran yang akan mengikuti pertemuan besar itu,
mereka telah membangun tenda sepanjang bermil-mil
panjangnya untuk menampun tamu-tamunya, semua tenda
tersebut dibangun degnan mengitari sungai pelindung kota,
sehingga mendatangkan kesan seolah-olah berada diluar
perbatasan saja.
Akan tetapi mereka pun tidak diberi tenda sebagai tempat
untuk beristirahat.
Kit Put-shia langsung mengantar mereka menuji kedalam
sebuah kuil besar yang berada di kaki bukit Ci-lian-san diluar
kota kematian.
Dahulu kuil tersebut merupakan markas besar dari partai
Ci-lian-pay, tapi kemudian ketika ilmu silat partai mereka kian
lama kian melemah sehingga akhirnya kehilangan syarat
sebagai sebuah partai dalam dunia persilatan, maka Kit Put
Shia pun membeli markas mereka itu serta dijadikan kuil
pelindung bagi kota kematiannya.
Bahkan oleh si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau,
kuil itu dinamakan Tay kong-sian-si.
Ruangan yang berada dalam kuil Tay-kong-sian-si
semuanya berada dalam keadaan bersih dan rapi.
Oh Put Kui dengan rombongannya memperoleh jatah
sebuah halaman khusus didalam kuil tersebut, dibalik halaman
itu tersedia delapan buah kamar yang terdiri dari kamar besar
maupun kecil, untuk mereka berempat belas orang, ruangan
yang tersedia lebih dari cukup.
Sebelum mengundurkan diri Kit Put-shia sempat
memberitahukan kepada Kakek latah awet muda bahwa kuil
Tay-kong-si ini khusus disediakan untuk menampung
kawanan jago persilatan kelas satu serta mereka yang
setarahf dengan seorang ciangbunjin suatu partai besar.
HAri ini rombongan dari Kakek latah awet muda menjadi
rombongan pertama yang menempati kuil Tay-kong-si
tersebut.
Bahkan Kit Put-shia pun menugaskan si saudagar kaya dari
kota naga Ku Yu-gi untuk melayani kebutuhan mereka
sebelum akhirnya dia mengundurkan diri.
Menunggu sampai Kit Put Shia telah pergi, kakek latah
awet muda baru berkata sambil tertawa tergelak:
"Gembong iblis ini betul-betul sangat lihay......... ternyata
dia telah memisahkan kami semua sedemikan jauhnya dari
pusat pertemuan........"
Malam itu, Oh Put Kui dan Kakek latah awet muda tidak
melakukan suatu gerakan.
Ketika mereka kembali kekuil setelah menghadiri
perjamuan yang diselenggarakan Kit Put-shia serta dua
bersaudara Siau, waktu sudah menunjukkan lewat tengah
malam.
Tapi secara lamat-lamat Oh Put Kui merasa sangat tidak
tenang, apa sebabnya Wi Thian-yang tak nampak batang
hidungnya?
Orang yang mempunyai perasaan yang sama dengannya
adalah Nyoo Siau-sian, dalam hati keculnya timbul pula suatu
perasaan bimbang dan ragu ketika ia tidak menjumpai
ayahnya yang mungkin merupakan gembong iblis itu
munculkan diri sebagai tuan rumah.
Mungkinkah Wi Thian-yang bukan Nyoo Thian-wi seperti
apa yang diduga.......?
Dia ingin sekali mencari Oh Put Kui untuk diajak
berbincang-bincang, tapi ia menjumpai Oh Toakonya berada
bersama-sama dengan ayahnya, hal ini membuatnya tak
berani berkutik, karena dia merasa agak takut terhadap Oh
Ceng-thian.
Keesokan harinya, Thian-hian Huicu dan rombongan telah
tiba pula disitu, yang bergabung dalam rombongannya
terdapat sipengemis pikun Liok JinKhi, ketua kay-pang si
kakek bintang pencabut nyawa Kongsun Liang, keempat
tiangloonya masing-masing bernama si sembilan toya
pengurung naga HE Bu-hui, kakek pemabuk dari Kang lam
Ting Tin-shia, guntur membelah bumi Kay Sian-bu serta si
pukulan geledek Cian-siu.
Otomatis suasana didalam kuil Tay-kong-s pun menjadi
sangat ramai.
Sore itu si kakek bayangan semu berbaju hijau Samwan To
muncul pula disertai para tianglo dari Bu-tong-pay serta Hoasan-
pay.
Jago berbaju putih Ibun Han disertai dua orang tianglo dari
Siau lim pay dan cousu dari Pay kau muncul pula hampir
bersamaan waktunya.........
Malam itu, dipihak para jago golongan lurus
diselenggarakan pula sebuah pertemuan yang dipimpin oleh
Thian-hian huicu, dalam pertemuan tersebut dirundingkan
pelbagai cara untuk menghadapi lawan, terutama dalam
pertarungan melawan kaum iblis di hari pertemuan
tersebut..........
Sayang sekali pertemuan ini tiada mendatangkan hasil
seperti apa yang diharapkan, sebab bagaimanapun juga
Thian-hian Huicu sekalian belum berhasil mengetahui secara
pasti siapa-siapa saja yang berada dipihak lawan.
Malam itu, Oh Put Kui dan kakek latah awet muda
meninggalkan kuil Tay-kong-si secara diam-diam.
Ditengah kegelapan malam, dua sosok bayangan manusia
itu bagaikan dua lembar sukma gentayangan saja langsung
menerobos masuk kedalam kota kematian.
Mereka langsung menuju kewarung penjual beras dimana
Kit Put Shia berdiam.
Diluar dugaan, ternyata gembong-gembong iblis tersebut
sudah pada tidur dengan nyenyaknya. Oh Put Kui serta kakek
latah awet muda yang menyaksikan kejadian itu segera
bertukar pandangan sekejap dengan perasaan amat kecewa,
dengan perasaan tak rela mereka melakukan perondaan lagi
hampir satu kentongan, namun akhirnya harus pulang dengan
tangan hampa.
Malam berikutnya sekali lagi mereka melakukan
penyelidikan.
Namun alhasil seperti juga dalam gerakan pertama, kali ini
pun mereka harus pulang dengan tanpa hasil.
Oh Put Kui segera merasa kalau ada sesuatu yang tak
beres, ditengah perjalanan kembali segera bisiknya:
"Ban tua, apakah kau tidak merasa kalau persoalan ini rada
kurang beres?"
"Yaa betul, aneh betul jika mereka bersikap begitu tenang.
Anak muda, agaknya kita mesti memutar otak mencari jalan
lain, coba bayangkan, mungkinkah Kit Put Shia masih
mempunyai tempat tinggal lain yang dipakainya........"
Mendadak sepasang mata kakek latah awet muda itu
berkilat, dia mencegah pembicaraan lebih lanjut lalu memberi
kode rahasia kepada Oh Put Kui.
Dalam pada itu Oh Put Kui sendiripun dapat merasakan
ada sesuatu yang tak beres.
Waktu itu mereka sudah ada dalam perjalanan bukit lebih
kurang satu li dari kuil Tay-kong-si, dari situ semua
pemandangan di kota kematian dapat terlihat jelas.
Begitu kakek latah awet muda memberikan kode
rahasianya, Oh Put Kui segera tertawa tergelak seraya
berseru:
"Ban tua, pemandangan alam disini sungguh
indah..............."
Belum habis dia berkata, tiba-tiba tubuhnya melejit keudara
dan meluncur kebelakang sebuah batu besar dan bentaknya:
"Sobat, ayoh keluar........."
Bersamaan dengan bentakan itu, dari balik batu cadas
kedengaran seorang menyahut sambil tertawa keras:
"Lote, kau memang sangat lihay..........."
SEorang kakek berbaju putih dengan tubuh gemuk pendek
dan berwajah bulat telah munculkan diri dengan langkah lebar.
"Ooooh, bukankah kau adalah kakek sakti tertawa keras
Beng tua?" seru Oh Put Kui tertegun, "hampir saja boanpwe
akan berbuat lancang kepadamu,......."
"Haaaaaaahhhh.......... haaaaaaaaaaaahhhhhhhh.........
haaaaaahhhhhh...... lote tak udsah merendahkan diri!
Ehmmm, Ban tua, baik-baikkah kau?"
Seraya berkata dia menjura pula kearah kakek latah awet
muda.
Sebaliknya si kakek latah awet muda nampak gembira
sekali setelah mengetahui kalau orang yang muncul adalah
kakek sakti tertawa keras.
"Hey si cebol Beng, rupanya kau! Aku masih menduga
siapakah yang bernyali besar dan berkepandaian begitu tinggi
menyembunyikan diri dibalik batu, ternyata kau
orangnya........"
"Cebol Beng, ada urusan apa kau bersembunyi disitu?"
"Apalagi kalau bukan menyampaikan kabar buat engkoh
tua serta Oh lote, kunasehati kepada kalian agar tak usah
bersusah payah lagi masuk keluar kota kematian tanpa hasil."
kakek latah awet muda berkata pula diiringi senyumannya:
"Cebol Beng, apakah kalian bersembunyi disuatu tempat
dalam kota..........?"
"Tidak, kami berada diluar kota."
Mula- mula kakek latah awet muda nampak tertegun lalu
dia balik bertanya:
"Kenapa?"
"Sebab aku sudah mengetahui akan persoalan tersebut."
"Wah celaka, kenaoa kami tidak sampai berpikir kesitu?"
seru kakek latah awet muda kemudian sambil garuk-garuk
kepala.
"Hey anak muda, apa sebenarnya maksudmu...................?"
"Beng loko bukan orang-orang dari golongan iblis,
sekalipun dia tampil sebagai saksi namun belum tentu ada
orang yang percaya maka menurut pendapat boanpwe, paling
baik lagi jika dipihak kaum iblispun ada yang mau tampil
sebagai saksi..............."
"Lote, bagaimana kalau Siau Lun yang tampilkan diri?"
"Sudah pasti orang akan puas!"
"Kalau begitu biar aku yang menghubungi Siau loko
nanti......................." Beng Pak tim berjanji.
"Apakah Siau Lun juga datang..........?"
"Bagus sekali, ini yang dinamakan kaum iblis berpesta
pora.........................." seru kakek latah awet muda sambil
tertawa tergelak.
Sesudah berhenti sejenak, tiba-tiba kakek latah awet muda
berkata dengan kening berkerut:
"Cebol Beng, darimana kau tahu kalau keempat kasus
berdarah itu merupakan hasil karya mereka?"
@oodwoo@
Jilid ke : 42 - tamat -
"KIT PUT SHIA sendiri yang mengungkap persoalan itu
kepada kami, aku rasa tak bakal keliru lagi."
"Beng tua, apa sebabnya Kit Put Shia menyinggung
kembali peristiwa berdarah yang dilakukannya secara bersih
dan rapi itu kepada orang luar? Apakah dia tidak kuatir rahasia
tersebut sampai bocor dan diketahui oleh golongan putih?
Lagipula menurut pengetahuan boanpwe, Kim-teng-sin-oh
yang terbunuh tak lain adalah istri Kit Put-shia
sendiri.................."
"Lote hanya tahu satu tak tahu yang lain, tak heran bila kau
tak percaya. Perlu diketahui tindakanku memberitahukan
persoalan ini kepada kalian sesungguhnya merupakan
tindakan menyerempet bahaya..........."
"Oooh......." Oh Put Kui sangat terkejut.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berseri pula tanpa
terasa:
"Siapa yang mampu merenggut selembar nyawamu?"
"Kecuali tuan putri ke dua Cu Yu-hun, siapa lagi yang
sanggup berbuat begitu?"
Oh Put Kui tertegun dan untuk beberapa saat lamanya tak
mampu bersuara.
Sebaliknya Kakek latah awet muda berseru pula dengan
perasaan tercengang:
"Jadi sipenyelenggara pertemuan ini bukan Kit Put-shia?"
"Bukan, Kit Put-shia cuma anak buahnya yang paling
diandalkan..........."
Tiba-tiba Oh Put Kui berseru:
"Beng tua, tahukah kau bahwa Cu Yu-hun selalu mencatut
nama Thian-hian Huicu selama ini?"
"Yaa aku tahu, dia sendiri tak pernah menyangkal akan
perbuatannya itu."
"Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk
menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya?
Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan,
tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk
membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan,
sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan
olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal
ini susah untuk dipercaya."
"Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia
memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai
kaum iblis tersebut."
"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela
pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas
apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup
berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."
Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia
tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya:
"Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat
sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku
memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak
tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."
"Betulkah demikian? Tapi........... bagaimana caranya untuk
menguasai kalian sehingga kalian mau menuruti perintahnya?
Disamping itu, kalau ku dengar dari pembicaraanmu barusan,
tampaknya Cu Yu-hun seperti mempunyai kemampuan untuk
membinasakan kalian. Peristiwa ini sangat mengherankan,
sebetulnya tindakan apakah yang telah dipergunakan
olehnya? Kalau dibilang mengandalkan ilmu silat, rasanya hal
ini susah untuk dipercaya."
"Haaaaaaaaaaaaahhhh........... haaaaaaaaahhhhhh..........
haaaaaaaahhhhhh...... dugaan lote memang tepat sekali, dia
memang tidak mengandalkan ilmu silat untuk menguasai
kaum iblis tersebut."
"Cebol Beng," tiba-tiba Kakek latah awet muda menyela
pula, "kalau memang bukan ilmu silat yang diandalkan, lantas
apa yang dia andalkan? Aku tidak percaya kalau dia sanggup
berbuat sesuatu didalam tubuh kalian semua."
Walaupun Beng Pek-tim berada dalam keadaan begitu, dia
tertawa tergelak juga setelah mendengar perkataan itu,
ujarnya:
"Semestinya Cu Yu-hun memang tak akan mampu berbuat
sesuatu didalam tubuh siaute, tapi didalam kenyataannya aku
memang sudah termakan oleh serangan bokongan dari budak
tersebut sehingga mau tak mau harus menuruti perintahnya."
"Serangan apakah itu sehingga membuat jago lihay macam
kaupun kehabisan daya?"
"Racun Tok-ku dari wilayah Biau!"
Kakek latah awet muda benar-benar mengerutkan dahinya,
dia tak mengira kalau lawan akan mempergunakan racun
yang paling keji dari wilayah Biau itu.
Sebaliknya Oh Put Kui segera bertanya sambil tertawa
hambar:
"Beng tua, tahukah kau jenis racun tok-ku apakah yang
telah ditanamkan Cu Yu-hun kedalam tubuhmu?"
"Untuk menghadapi manusia macam diriku ini, kecuali
menggunakan racun Kim-jian-tok-ku dari ular sutera emas,
racun apa pula yang dapat bereaksi dalam tubuhku?"
"Beng tua, kebetulan sekali boanpwe mempunyai
kemampuan untuk memunahkan pengaruh racun itu,
bagaimana kalau kubantu dirimu untuk mencabutnya keluar
lebih dulu?"
"Sungguh?" seru Beng-pek-tim dengan wajah berseri.
"Buat apa boanpwe mesti bergurau denganmu? Tentu saja
sungguh............"
Beng Pek-tim segera tertawa tergelak-gelak:
"Haaaahhhh....... haaahhhh....... hhaaaaahhhhh.......... asal
lote benar-benar memiliki kemampuan tersebut, urusan
menjadi lebih muda lagi untuk diselesaikan, sekarang belum
waktunya untuk memunahkan racun itu."
"Kenapa?" tanya kakek latah awet muda sambil tertawa,
"cebol Beng, siapa yang melepaskan racun itu? Apakah Cu
Yu-hun sendiri?"
"Bukan! Tapi Cu Yu-hun sendiripun pandai melepaskan
racun tok-ku, bila racunku dipunahkan sekarang, bukankah
tindakan ini sama artinya dengan menggebuk rumput
mengejutkan sang ular?"
"Apabila aku bisa menangkap orang yang melepaskan
racun tok-ku tersebut, bukankah semua urusan akan beres
dengan sendirinya?"
Beng Pek-tim tertawa.
"Soal ini tak perlu Ban loko risaukan, tay-gi sangjin serta
Thian-liong sangjin telah berangkat ke wilayah Biau, mungkin
pada tanggal satu nanti mereka sudah muncul kembali di Cilian-
san."
"Benarkah itu?" seru Oh Put Kui gembira, "Beng tua,
benarkah kedua suhu boanpwe telah pergi?"
"Buat apa aku mesti bohong? Lote, pembunuh dari
keempat kasus pembunuh berdarah serta pembunuh dari Lan
Hong tak lain adalah Wi Thian-yang......"
"Jadi benar-benar dari perbuatan Wi Thian-yang?" seru Oh
Put Kui tertahan, tubuhnya seperti disambah geledek disiang
hari bolong.
"Yaaa, dia adalah biang keladinya, sedang beberapa orang
pembantunya terdiri dari Siau Yau dan Kit Put Shia sendiri.
Kuharap dalam pertemuan puncak tanggal satu bulan enam
nanti, Ban Loko dan Oh lote jangan sampai salah menuduh
orang baik..........."
Oh Put Kui segera merasakan darah didalam tubuhnya
mendidih keras, kalau bisa dia ingin mencari Wi Thian-yang
sekarang juga untuk beradu jiwa dengannya.
Kakek latah awet muda yang menyaksikan tingkah lakunya
itu kontan saja menegur sambil tertawa:
"Anak muda, tunggulah satu hari lagi, sekarang kita harus
kembali dulu untuk merundingkan persoalan ini dengan semua
kawan.........."
Begitu selesai berkata mendadak ia totok jalan darah Oh
Put Kui untuk mencegah gejolak emosi yang kelewat batas
bakal melukai isi perutnya, setelah membopongnya dia baru
berkata kepada Beng Pek-tim:
"Nah cebol, sampai jumpa dalam pertemuan puncak
tanggal satu nanti........"
Tubuhnya segera berkelebat balik ke kuil Tay-kong-si.
Tengah hari tanggal satu bulan enam telah tiba. Ditanah
lapang didepan kuil Tay-kong-si telah dibangun sebuah
panggung seluas beberapa kaki dengan lebar puluhan kaki.
Diatas panggung pada bagian belakang disediakan sederet
kursi, pada kursi utama duduklah seorang perempuan cantik
berbaju putih. Dihadapannya berderet pula belasan buah
kursi.
Diantara deretan kursi itu duduklah Kit Put Shia, Siau Hian,
Siau Yau dan sekalian jago-jago kaum sesat.
Wi Thian-yang sendiri justru berdiri disamping perempuan
cantik berbaju putih itu.
Dibawah panggung inilah kawanan jago dari berbagai
golongan berkumpul.
Disebelah kanan panggung tersedia pula lima buah meja
besar, disekeliling meja duduklah Thian-hian Huicu, Honggwa-
sam-sian, Thian-tok-siang-coat, Bu-lim-jit-seng, Kakek
latah awet muda, pengemis pikun, Oh Put Kui, Nyoo Siausian,
Kiau Hui-hui, Liok lim bengcu Im Tiong-hok serta para
wakil dan tianglo dari lima partai serta aliran lainnya.
Sebagai pemimpin dari rombongan besar ini tak lain adalah
Thian-hian Huicu.
Persis pada tengah hari, mercon dibunyikan berdentumdentum,
lalu tampak Kit Put Shia bangkit berdiri.
Sambil melangkah kedepan sambil membawa sebuah poci
emas, dia berseru sambil tertawa lantang:
"Kit Put Shia menyampaikan salam kepada segenap sobat
dan rekan-rekan dunia persilatan yang telah berkumpul disini
hari ini............."
Kemudian setelah tertawa nyaring, dia melanjutkan:
"Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam
didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan
air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh
yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak
serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh
kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-liansan,
hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir
dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku
ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama
golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita
ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua
bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa
bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun
diselenggarakan pada hari ini............."
"Selama ribuan tahun lamanya, kaum putih dan kaum hitam
didalam dunia persilatan selalu hidup bermusuhan bagaikan
air dan api, selama ini pula belum pernah ada seorang tokoh
yang mampu menaklukkan jago-jago dari kedua belah pihak
serta mempersatukan mereka dalam suatu wadah yang penuh
kedamaian.......... Semenjak aku she Kit berdiam di Ci-liansan,
hampir selama tiga puluh tahun lamanya kucoba berpikir
dan mencari jalan untuk mewujudkan harapan tersebut, aku
ingin hidup secara damai dan berdampingan diantara sesama
golongan, tapi sayang kemampuan terbatas sehingga cita-cita
ini tak pernah terwujud! Untunglah pada tahun berselang dua
bersaudara Siau serta dua bersaudara cengeng dan tertawa
bersedia membantu usaha kami untuk mewujudkan cita-cita
tersebut, itulah sebabnya pertemuan puncakpun
diselenggarakan pada hari ini............."
Berbicara sampai disitu Kit Put-shia berhenti sejenak dan
memandang sekejap kearah tiga dewa sekalian kemudian
lanjutnya:
"Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja
tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan
inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa
memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini.
Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk
semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau,
sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan
mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup
berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang
berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit
sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."
"Aku she Kit yang berasal dari golongan sesat, tentu saja
tak akan mengaku golongan putih, sebab itu dalam pertemuan
inipun aku tak ingin melampaui wewenangku dengan terpaksa
memakai sebutan 'Sejuta iblis sehati' untuk pertemuan hari ini.
Tapi tujuan yang sebenarnya bukanlah ingin membentuk
semacam perkumpulan kaum iblis atau sebangsa Mo Kau,
sebaliknya aku justru berharap kawan-kawan dunia persilatan
mau melepaskan dendam sakit hati masing-masing dan hidup
berdampingan secara damai mulai saat ini, bila ada yang
berusaha menentang usul ini, terpaksa aku she Kit
sekalianpun akan membekuknya dengan kekerasan..............."
Setelah berhenti sejenak dan tertawa, diapun meneruskan:
"Atau mungkin juga ada banyak sobat yang hadir didalam
arena ini tak setuju dengan pandanganku ini, maka akupun
dapat memberitahukan kepada kalian bahwa yang dimaksud
tak boleh saling bermusuhan lagi adalah setelah pertemuan ini
selesai diselenggarakan, karenanya aku serta saudara Siau
sekalian bersedia menjadi saksi dalam penyelesaian tersebut!"
Begitu Kit Put-shia selesai berkata, tampak sorak yang
gegap gempita segera bergema dari bawah panggung.
Sebaliknya Oh Put Kui tertawa dingin, gumamnya:
"Hmmmm....... pandai amat bajingan tua itu berpidato........"
Semenatara itu Kit Put Shia telah berkata lebih lanjut:
"Berhubung tempat tinggal aku jauh dari kota, maaf bila
tiada hidangan mewah yang dapat disuguhkan, harap kalian
mau bersantap seadanya untuk bersama-sama meramaikan
pertemuan ini."
Kemudian dia berkata kembali:
"Jika genta dibunyikan tiga kali nanti, sahabat yang
mempunyai persoalan atau perselisihan tak ada salahnya
untuk naik kepanggung sambil mengemukakan alasannya.....
bahkan mereka yang mempunyai permusuhan dengan diriku
pun dipersilahkan naik keatas panggung.........."
Setelah berbicara sampai disitu, ia tertawa tergelak dan
pelan-pelan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian suara gentapun dibunyikan tiga kali.
"Taaaaaang........ taaaaaaaaang........ taaaaaaaaang........"
Pada saat genta terakhir berbunyi, dua sosok bayangan
manusia telah melompat naik keatas panggung.
Diluar dugaan, ternyata orang yang naik keatas panggung
adalah pemilik perkampungan Tang-mo-san-ceng, yaitu Hoatay-
siu suami istri.
Kakek latah awet muda segera berkata kepada Oh Put Kui:
"Anak muda, mengapa a-ik dan ik-thio mu datang juga
kemari?"
Rupanya tak lama setelah Oh Put Kui meninggalkan
perkampungan Tang-mo-san-ceng itu, dia baru mendapat
tahu kalau Hoa hujin Hoa Ting-go adalah a-ik nya.
Mendengar ucapan mana, dia segera tertawa:
"Ban tua, demi nama baik perkampungannya sebagai
perkampungan pembasmi iblis, mau tak mau mereka harus
datang kemari."
Baru selesai dia berkata, Hoa-tay-siu yang berada
dipanggung telah menunding kearah Kit Putshia sambil
berseru:
"Saudara Kit, aku orang she Hoa ingin memohon keadila
dari Siau Hian dan Siau Yau dua bersaudara."
Kit Put-Shia tertawa ewa.
"Saudara Hoa bersedia muncul pada babak pertama, lagi
pula langsung mencari penyelenggara pertemuan ini, boleh
dibilang kejadian ini patut digirangkan, tapi perselisihan
apakah yang telah terjalin antara saudara Hoa dengan
saudara Siau? Harap kau kemukakan kepada umum,
sehingga dua bersaudara cengeng dan tertawa bisa
memberikan pertimbangan secara adil..........."
Sementara itu Siau hian telah tampil ketengah panggung
dengan langkah lebar.
Sebaliknya si jago pemabuk dari loteng merah Siau Yau
dengan langkah yang lembut dan menggoyang-goyangkan
kipas kertasnya, pelan-pelan berjalan menuju kehadapan
suami istri she Hoa ini.
Siau Hian tertawa pelan, kemudian berseru:
"Saudara Hoa menuduh kami dua bersaudara Siau
mempunyai perselisihan denganmu, sesungguhnya
perselisihan apakah yang kau maksudkan? Seingatku,
rasanya diantara kita berempat, tak pernah terjalin
perselisihan apa pun."
"Siau Hian," seru Hoa Tay-siu dengan kening berkerut,
"antara aku dengan kau memang tak ada perselisihan apaapa,
tapi aku hendak menuntut balas bagi beberapa orang
jago persilatan yang telah tewas ditanganmu."
Mendengar ucapan mana Siau Hian segera tertawa
terbahak-bahak:
"Haaahhh....... haaahhhh......... haaahhh...... rupanya
saudara Hoa sedang mewakili orang lain, tapi siapa-siapa saja
yang menurut saudara Hoa telah tewas ditanganku? Aku ingin
tahu manusia manakah yang begitu berharga bagi kalian
sehingga kamu berdua tak segan-segan datang mewakilinya?"
Hoa Tay-siu tertawa dingin.
"Aku datang kemari hendak menuntut keadilan bagi
kematian dari Hu mo suthay dari Cing-shia-pay, Kim-teng-sinoh
dari Go-bi-pay dan Leng Hong-bin suami istri dari kebun
Cay-wi-wan."
Siau Hian nampak tertegun setelah mendengar ucapan
tersebut, dia segera berseru:
"Mengapa saudara Hoa menuduh kasus-kasus
pembunuhan berdarah itu merupakan hasil karya kami?
Apakah saudara Hoa telah dihasut seseorang.........? Kalau
tidak mengapa kau sembarangan menuduh tanpa disertai
bukti?"
Sementara itu Siau Yau telah mengulumkan senyum
liciknya diujung bibir, tapi selain Oh Put Kui serta Kakek latah
awet muda, rasanya orang lain tak akan memperhatikan hal
itu.
Sementara itu Hoa Tay-siu telah berkata lagi dengan suara
dingin:
"Orang she Siau, bila aku tanpa bukti, tak nanti kami akan
kemari untuk mencari kalian."
Sambil berkata dia merogoh sakunya dan mengeluarkan
selembar kain kumal, kemudian serunya lagi sambil tertawa
dingin:
"Siau Hian, kau boleh periksa sendiri benda tersebut."
Dengan kening berkerut Siau hian menerima kain kumal itu
serta diperhatikan dengan seksama.
mendadak gembong iblis ini mengerutkan dahinya semakin
kencang, lalu sambil menarik muka bentaknya:
"Saudara Hoa, tulisan siapakah ini?"
"Tulisan dari Kim-teng-sin-oh, apakah keliru? Kau anggap
tulisan yang mengatakan Loteng Keng-thian-lo Siau tersebut
masih belum cukup membuktikan bahwa pembunuhnya
adalah kalian berdua?"
Lima orang ciangbunjin yang pernah memeriksa ditempat
kejadian setelah peristiwa berdarah itu berlangsung menjadi
tertegun setelah melihat kejadian tersebut, padahal sewaktu
melakukan pemeriksaan dulu, mereka sama sekali tak
berhasil menemukan tanda-tanda apapun.
Lantas darimanakah Hoa Tay-siu bisa memperoleh
robekan kain kumal itu?
Mendadak terdengar Siau Hian bertanya sambil tertawa:
"Saudara Hoa, darimana kau peroleh sobekan kain kumal
tersebut?"
"Siau Hian, jika tak ingin diketahui perbuatannya, lebih baik
janganlah berbuat," seru Hoa Tay-siu sambil tertawa dingin,
"sehari setelah kalian melakukan perbuatan tersebut, secara
kebetulan Thian-liong-sang-jin melewati kota Kim-leng dan
berhasil mendapatkan barang bukti itu. Nah Siau-hian, apakah
kalian masih ingin menyangkal?"
Siau Hian segera melemparkan robekan kain kumal itu
kearah Hoa Tay-siu, kemudian setelah tertawa tergelak,
ujarnya:
"Saudara Hoa, kalau memang Thian-liong-sang-jin yang
menemukan benda tersebut, aku rasa hal ini tak bakal salah
lagi, tapi akupun perlu memberitahukan kepada saudara Hoa,
disaat Kim-teng-sin-oh terbunuh, aku sedang bertamu di gua
setannya si kakek cengeng beralis putih Ciu loko......"
Dengan dikemukakannya alibi tersebut sudah jelas hal
mana tak bisa diragukan lagi, sebab si kakek cengeng beralis
putih Ciu Hway-wan telah bangkit berdiri serta memberikan
kesaksian baginya.
Memang selama beberapa bulan lamanya pada tahun
berselang, mereka sedang berada dalam goa setan dan
bersama-sama menyelidiki sejenis ilmu silat.........
Mungkin orang lain tak akan percaya dengan keterang
tersebut, namun bagi pendengaran Hoa Tay-siu sekalian mau
tak mau mereka harus percaya juga.
Sebab bagi mereka semacam Siau Hian, dia pasti berani
berbuat berani pula bertanggung jawab.
Dengan kening berkerut Hoa Tay-siu segera bergumam.
"Mungkinkah Sin-oh telah salah lihat..........?"
"Mungkin juga........." jawab Siau Hian sambil tertawa.
Mendadak Nyonya Hoa Tay-siu, si dewi dari nirwana Lan
Tin-go maju kedepan dan berseru sambil tertawa:
"Siangkong, jangan-jangan yang dimaksud adalah pemilik
gedung Keng-thian-lo, Siau Yau?"
Sementara Hoa Tay-siu masih tertegun, si jago pemabuk
dari loteng merah Siau Yau telah tertawa terbahak-bahak:
"Haaaaaaaaaahhh............. haaaaaaaaaaahhh...............
haaaaaaaaaahhh......... bagaimanapun juga Hoa hujin
memang jauh lebih teliti, Hoa Tay-siu, selama puluhan tahun
ini kau cuma hidup dengan sia-sia, masa berapa tulisan itupun
tak mampu kau pecahkan? Benar-benar menggelikan hati."
Kontan saja Hoa Tay-siu membentak gusar:
"Siau Yau, rupanya kaulah pembunuhnya."
"Haaaaaaahhhh......... haaaaaaaahhhh.........
haaaaaaahhhhh........... kalau benar mau apa? APakah kalian
she Hoa berdua akan membalas dendam bagi kematiannya?"
Mencorong sinar tajam dari balik mata Hoa Tay-siu setelah
mendengar perkataan tersebut, segera bentaknya:
"Orang she Siau, aku akan mencincang tubuhnya menjadi
berkeping-keping untuk membalaskan dendam bagi kematian
mereka!"
Sebuah pukulan yang maha dahsyat segera dilontarkan
kearah depan..........
Siau Yau kembali tertawa tergelak, dia membuat sebuah
lingkaran dengan kedua belah tangannya kemudian berseru:
"Lebih baik kalian berdua maju bersama-sama saja, adik
Hian kau menyingkir dulu."
Siau Hian menurut dan segera mengundurkan diri.
Sebaliknya Lan Tin-go mengayunkan pula telapak
tangannya, bersama-sama suaminya mengerubuti Siau Yau
seorang.
Pertarungan yang kemudian berlangsung benar-benar
amat seru, biarpun Siau Yau mesti menghadapi dua orang
sekaligus, nyatanya dia masih mampu melepaskan serangan
yang mematikan.
Oh Put Kui yang menyaksikan jalannya pertarungan itu
segera berkerut kening, mendadak bisiknya kepada Kakek
latah awet muda:
"Ban tua, ilmu silat yang dimiliki gembong iblis tua ini
kelewat tangguh, perlukah aku tampilkan diri?"
"Anak muda, gurumu belum datang, lebih baik jangan
bertindak gegabah," cegah Kakek latah awet muda dengan
cepat.
"Tapi bagaimana seandainya A-ik dan Ik-thio terancam oleh
bahaya maut?"
"Kau tak usah kuatir, aku pasti akan menampilkan orang
lain untuk membantunya."
Sementara pembicaraan masih berlangsung, Hoa Tay-siu
suami istri telah berulang kali terancam bahaya maut.
Dengan perasaan terkejut cepat-cepat Kakek latah awet
muda berseru keras:
"Kemanakah ciangbunjin dari Siau-lim-pay, Bu-tong-pay,
Hoa-san-pay serta Go-bi-pay? Kalian merupakan saksi yang
menyaksikan peristiwa berdarah itu, sekarang pembunuhnya
sudah muncul, mengapa kalian tidak segera naik ke panggung
untuk membekuknya?"
Begitu seruan bergema, beberapa orang ciangbunjin itu
segera menyadari apa yang mesti diperbuat.
Hui-sin Taysu segera berseru memuji keagungan Budha,
kemudian menerjang lebih dulu keatas panggung.
Disusul kemudian Hian-hek cinjin dari Bu-tong-pay, Bwee
Kun-peng dari Hoa-san-pay dan Wici BIn dari Kay-pang
bersama-sama melompat naik keatas panggung.
Begitu tiba di panggung, Hui-sin taysu segera berseru
sambil mendengus dingin:
"Ho sicu, lolap sekalian sudah kelewat lama dibodohi oleh
Siau sicu, kejadian ini benar-benar membuat kami tak terima,
bagaimana jika persoalan ini diserahkan saja penyelesaiannya
kepada lolap sekalian...........?"
Mendengar seruan itu, Hoa Tay-siu suami istri secara
beruntun melancarkan tiga buah pukulan dan dua tendangan
kilat, kemudian sambil melompat mundur dari arena, katanya:
"Kalau memang Ciangbunjin berpendapat demikian, tentu
saja kami akan turut perintah."
Selesai berkata merekapun melompat turun kebawah
panggung.
Dengan ditemukannya pembunuh yang asli, maka Hoa-taysiu
pun berhasil mencapai keinginannya untuk membasmi
kaum iblis dari muka bumi, maka tindakan mereka yang
mengundurkan diri dari arenapun tidak sampai menimbulkan
ejekan orang.
Dalam pada itu keempat ciangbunjin ditambah seorang
tianglo yang berada diatas panggung telah mengurung Siau
Yau rapat-rapat.
Siau Yau sendiri sama sekali tak nampak takut atau gentar,
dia malahan berdiri tak berkutik sambil tertawa dingin tiada
hentinya.
"Siau sicu," Cui sian sangjin dari Go-bi-pay segera
menegur, "sudah hampir dua puluh tahun lamanya aku tak
pernah melanggar pantangan membunuh, tapi hari ini
terpaksa harus kulanggar kembali, semoga siau sicu bisa
baik-baik menjaga diri.........."
Begitu selesai berkata, ujung bajunya segera dikebaskan
kedepan melepaskan sebuah pukulan dahsyat ketubuh Siau
Yau.
Terkesiap juga Siau Yau menghadapi ancaman tersebut,
cepat-cepat dia menghindarkan diri sejauh lima langkah lebih.
Begitu dia berkelit, tubuhnya menjadi berdiri dihadapan
Wici Bin, dengan kening berkerut Wici Bin segera melepaskan
sebuah pukulan juga sambil membentak:
"Gembong iblis, serahkan nyawamu!"
Siau Yau tertawa seram, dia tidak menghindar, kali ini
disambutnya ancaman dari Wici BIn itu dengan kekerasan.
Jangan dilihat dia tak berani menyambut serangan dari Cuisian
sangjin, tapi terhadap ancaman dari Wici Bin sama sekali
tak dipandang sebelah matapun.
Begitu sepasang telapak saling beradu, Wici Bin segera
terdesak mundur sejauh tiga langkah lebih.
Pada saat itulah mendadak Kit Put-shia tampil kedepan
dengan langkah lebar, serunya kemudian:
"Empat orang ciangbunjun mengerubuti saudara Siau
seorang, rasanya tindakan ini kurang adil, mari, mari, biat
akupun ikut membantu saudara Siau."
Begitu selesai berkata, dia lantas melepaskan sebuah
pukulan dahsyat kearah ketua Siau Lim-pay dan ketua Butong-
pay.
Dalam waktu singkat ketujuh orang itu sudah terlibut dalam
suatu pertempuran yang amat seru.
Siau Hian sendiri hanya berdiri ditepi arena tanpa berbicara
maupun bergerak barang sedikitpun jua.
Oh Put kui yang melihat hal ini segera berkata sambil
tertawa:
"Ban tua, apa yang terjadi? Mengapa Siau Hian tidak turut
terlibat dalam pertarungan itu?"
Kakek latah awet muda tertawa.
"Anak muda, Siau Hian bukan orang jahat, tentu saja dia
tak sudi turun tangan."
Setelah berhenti sejenak, tiba-tiba dia berkata lagi sambil
tertawa tergelak.
"Nah, kau boleh naik kepanggung sekarang, kedua orang
suhumu sudah datang."
"Dimana?" tanya Oh Put Kui tertegun.
"Sudahlah tak usah banyak bicara lagi, pokoknya kau
hanya tahu naik kepanggung."
Mendadak Oh Put Kui menggelengkan kepalanya berulang
kali, ujarnya:
"Ban tua, boanpwe mesti menggunakan alasan apa untuk
naik kepanggung?"
"Terserah alasan apapun yang hendak kau gunakan,
asalkan kau bisa menumbangkan pamor dari beberapa orang
tua bangka tersebut, bahkan biar kau mesti melukai perasaan
kelima orang ciangbunjin itupun tidak menjadi soal."
Oh Put Kui termenung sebentar, lalu sahutnya sambil
tertawa:
"Baiklah!"
Selesai berkata, dia segera melejit ketengah udara,
bersamaan itu pula bentaknya:
"Tahan!"
Bentakan keras yang menggelegar bagaikan guntur ini
seketika mengejutkan tujuh orang yang sedang bertarung itu
sehingga masing-masing menghentikan serangannya.
Secepat kilat Oh Put Kui melayang turun ditengah arena,
lalu bentaknya lagi:
"Harap para ciangbunjin mundur dulu kebelakang, aku ingin
menyelesaikan sedikit perselisihan dulu dengan keduan orang
gembong iblis tersebut........."
Tidak menunggu beberapa orang ciangbunjin itu
menjawab, dia telah berpaling seraya menyapa:
"Kit shiacu, baik-baikkah kau?"
Dikala melihat Oh Put Kui tampilkan diri tadi, Kit Pus Shia
sudah merasa berdebar hatinya, mendengar teguran itu
terpaksa sahutnya sambil tertawa paksa:
"Ooooh, rupanya Oh sauhiap..... maaf kalau aku kurang
hormat!"
Mendadak Siau Yau melotot besar seraya membentak
marah:
"Hay anak muda, siapakah kau? Aku belum pernah
bertemu muka denganmu, darimana datangnya perselisihan
diantara kita?"
Oh Put Kui tertawa tergelak:
"Aku bernama Oh Put Kui, dengna anda memang tak
pernah terjalin perselisihan apapun, tapi aku ingin sekali
menyelidiki suatu persoalan darimu, apakah kau bersedia
memberi jawaban?"
Siau Yau tertawa dingin:
"Aku berani mengakuinya bahwa ketiga kasus berdarah itu
merupakan hasil perbuatanku, persoalan apa lagi yang tidak
berani aku katakan.........."
"Bagus sekali, kalau begitu aku dapat mempercayai
perkataanmu itu............."
Setelah berhenti sejenak, dia lantas menggapai kearah raja
setan penggetar langit Wi Thian-yang yang berdiri disamping
perempuan berbaju putih dibelakang punggung itu, lalu
serunya:
"Wi Thian-yang, bagaimana kalau kau pun kemari?"
wi Thian-yang nampak tertegun setelah mendengar teguran
itu, tanpa terasa dia memandang sekejap kearah perempuan
cantik berbaju putih itu.
Setelah perempuan cantik berbaju putih itu mengangguk,
Wi Thian-yang baru maju kedepan dengan langkah lebar.
"Lote, ada urusan apa kau mencariku?" tegurnya.
"Apakah kau adalah jelmaan dari Nyoo Thian-wi?" tanya
Oh Put Kui sambil tertawa.
Pertanyaan yang diajukan secara langsung ini seketika
mengejutkan semua jago yang berada dibawah panggung,
dengan penuh perhatian semua orang mengalihkan
pandangannya kewajah Wi Thian-yang, menantikan jawaban
darinya.
Wi Thian-yang tidak nampak kaget atau tercengang
menghadapi pertanyaan tersebut, sahutnya sambil tertawa:
"Lote, bila ingin mencari orang yang paling pandai dalam
dunia persilatan saat ini, mungkin lotelah orangnya."
Dengan jawaban tersebut, sama saja artinya bahwa dia
telah mengakui kalau perkataan dari Oh Put Kui itu memang
benar.
Tak heran kalau suasana dibawah panggung menjadi amat
gaduh karena gempar.
Nyoo Siau-sian yang duduk disamping Kiau Hui-huipun
nampak berubah menjadi pucat pias, lalu meledaklah isak
tangisnya yang amat memilukan hati.
Sementara itu Oh Put Kui telah tertawa hambar.
"Ucapan mu kelewat memuji, ada satu persoalan lagi ingin
juga kutanyakan kepadamu."
"Silahkan bertanya!"
"Pek-ih-hud Lan lihiap apakah juga tewas ditanganmu?"
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, Wi Thian-yang
memandang sekejap kearah Kit Put Shia serta Siau-Yau, lalu
jawabnya sambil tertawa pula:
"Lote, Lan Hong memang tewas ditanganku, darimana kau
bisa tahu.........?"
Perasaan Oh Put Kui waktu itu benar-benar sakit sekali,
hatinya seperti diiris-iris dengan pisau tajam, namun perasaan
mana sama sekali tidak ditampilkan diatas wajahnya, dia
malahan tersenyum.
"Titik terang ini berhasil kutemukan dari loteng Seng-sim-lo
digedung Sian-hong-hu mu itu, cuma aku tak percaya kalau
kau seorang mampu melakukan hal tersebut!"
Belum selesai dia berkata, Siau Yau telah menyela sambil
tertawa tergelak:
"Bocah muda, kau memang cerdik, selain Wi lote, aku dan
Kit shiacu memang terlibat dalam penyergapan terhadap Oh
Ceng-thian suami istri waktu itu."
"Benarkah begitu?" Oh put Kui tertawa pedih, "kau berani
mengakui perbuatan tersebut, apakah kalian tidak kuatir ada
yang datang menuntut balas buat dirinya?"
"Kau hendak menuntut balas?" jengek Siau Yau sambil
tertawa, "apa hubunganmu dengan Lan Hong?"
Sekali lagi Oh Put Kui tertawa pedih.
"Anaknya! Cukup berhak bukan?"
Jawaban ini kembali membuat Siau Yau tertegun.
Bukan cuma dia, bahkan Kit Put Shia Wi Thian-yang pun
turut merasa amat terperanjat setelah mendengar jawaban
tersebut.
"Jadi kau.............. kau adalah putra Oh Ceng Thian?" seru
Wi Thian-yang tergagap.
Sebelum Oh Put Kui sempat menjawab, tiba-tiba muncul
sesosok bayangan manusia ditengah arena, lalu terdengar
orang itu menyambut sambil tertawa dingin:
"Betul, dia adalah putraku!"
Ternyata orang yang munculkan diri tak lain adalah
sipedang iblis pencabut nyawa Oh Ceng Thian.
dengan hati terkesiap Siau Yau segera berseru:
"Oh Ceng-thian, kau belum mampus?"
"Haaaahhh......... hhaaaaaahhhh........ haaaahhhh.......
dengan mengandalkan kemampuanmu itu masih ingin
mencabut nyawaku? Hmmmm............."
Berbicara sampai disitu, secepat kilat dia telah meloloskan
pedangnya.
"Haaaahhhh......... haaaaaaahhhhhh........ haaahhhh.........
panglima yang pernah kalah perangpun berani omong besar?"
ejek Siau Yau sambil tertawa tergelak.
Dia mengira kemampuan Oh Ceng Thian masih seperti
pedang iblis pencabut nyawa yang dulu.
Oh Ceng-thian tertawa dingin, segera teriaknya:
"Siau Yau, lebih baik kau maju bersama-sama Kit Put-shia!"
"Bagus sekali," sahut Kit Put Shia setelah mendengar
perkataan itu, "aku memang ingin mencoba sampai seberapa
jauhkah kemajuan yang berhasil dicapai saudara Oh selama
delapan belas tahun terakhir ini................"
Seusai berkata dia segera mencabut pedangnya dan
langsung ditusukkan ketubuh Oh Ceng-thian.
Hampir pada saat yang bersamaan Siau yau melancarkan
pula sebuah pukulan dengan dua serangan kipas.
Oh Ceng-thian segera menggetarkan pedangnya
menciptakan serentetan cahaya pelangi, tahu-tahu saja
serangan kedua orang itu sudah berhasil dipunahkan.
Dalam pada itu keempat ciangbunjin serta Wici Bin telah
mengundurkan diri dari atas panggung, mereka merasa Oh
Ceng-thian serta Oh Put Kui jauh lebih berhak untuk
menghadapi musuh-musuhnya demi membalaskan dendam
bagi kematian istri serta ibunya.
Waktu itu Oh Put Kui dan Wi thian-yang belum sampai
melangsungkan pertarungan.
Sebab sebelum pertarungan dimul;ai, dia ingin
menanyakan sebuah persoalan lebih dulu sampai jelas.
Maka setelah tertawa dingin katanya:
"Wi Thian-yang selama dua puluh tahunan terakhir ini kau
tak pernah menyingkapkan bahwa kaulah pembunuh ibuku,
apa sebabnya kau mempunyai keberanian untuk mengakui
perbuatan tersebut hari ini?"
Wi Thian-yang tertawa tergelak:
"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh.......
segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal
menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit
baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan
selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang
bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk
membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani
mengakui perbuatanku itu?"
"Haaaahhhh........ haaaaahhhh...... haaaahhhh.......
segenap orang yang menghadiri pertemuan hari ini bakal
menjadi anggota Mo-kau semua, kalau tidak maka sulit
baginya untuk meloloskan diri dari sini dalam keadaan
selamat. Demikian juga bagi lote, hanya ada dua jalan yang
bisa kau tempuh, setelah aku mempunyai keyakinan untuk
membunuh kau sibajingan cilik, apa sebabnya tak berani
mengakui perbuatanku itu?"
Oh Put Kui merasakan hatinya terkesiap, segera serunya:
"Apa yang telah kalian lakukan disini?"
"Didalam hidangan yang kalian makan telah dicampuri
racun tok-ku dari wilayah Biau, itu berarti kalian taka akan
lolos dari cengkeraman ji-kuncu."
"Siapa sih Ji kuncu itu?" tanya Oh Put Kui tertegun.
Sambil tertawa Wi Thian-yang segera menunjuk kearah
perempuan cantik berbaju putih itu seraya ujarnya:
"Ji kuncu adalah kuncu dari Ban-mo-teng-sim-hwee, nanti
lote mesti maju memberi hormat kepadanya. Nah lote,
selanjutnya kau akan menjadi anggota perkumpulan kami,
bukankah semua perselisihan pun akan berakhir dengan
begini saja?"
Mendengar sampai disitu Oh Put Kui segera tertawa dingin:
"Wi Thian-yang, sekarang aku sudah mengerti!"
Dalam pada itu suasana dibawah panggung telah terjadi
kegaduhan, sebab perkataan dari Wi Thian-yang telah
mengejutkan mereka semua, tanpa terasa peluh dingin jatuh
bercucuran, malahan ada pula yang wajahnya berubah
menjadi pucat pias.
Disaat Oh Put Kui selesai berkata tadi, tiba-tiba Wi Thianyang
berkata lagi sambil tertawa:
"Lote, kau benar-benar ingin beradu jiwa?"
"Wi Thian-yang!" mendadak Oh Put Kui berteriak keras,
"kau harus merasakan kelihayan dari pedang karat cing-pengsiu-
kiam ku lebih dahulu!"
Cahaya tajam berkelebat lewat, tahu-tahu pedang karat itu
sudah melancarkan tujuh buah serangan secara beruntun.
Wi Thian-yang sama sekali tidak menyangka kalau
serangan pedang dari Oh Put Kui begitu tajam dan hebat,
seketika itu juga dia terdesak sehingga mundur delapan
langkah secara beruntun.
Andaikata Oh Put Kui tidak menghentikan serangannya
dengan segera, niscaya Wi Thian-yang akan mengalami
keadaan yang tragis.
Wi Thian-yang segera mengerutkan alis matanya rapatrapat,
menggunakan kesempatan disaat Oh Put Kui
menghentikan serangannya, dia segera meloloskan pedang
antiknya, dan berseru sambil tertawa seram:
"Bajingan keparat, aku akan memusuhi harapan itu, segera
akan kukirimkan kau menjumpai ibumu...........!"
"Sreeeeeet, sreeeeeeet........!"
Secara beruntun dia melancarkan lima buah serangan
berantai, ternyata tenaga dalam yang dimilikinya tak kalah dari
Oh Put Kui.
Oh Put Kui tertawa seram segera teriaknya:
"Wi Thian-yang, saat ajalmu telah tiba......"
"Traaaaaaaaaaang.............."
Mendadak pedang karat cing-peng-kiam itu diayunkan
keatas langsung membentur pedang antk dari Wi Thian-yang,
menyusul bentrokan itu, Wi Thian-yang merasakan peluh
dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Ternyata pedang andalannya telah kutung menjadi dua.
Ia sadar situasi tidak menguntungkan baginya, dengan
segera seraya melayang meninggalkan raganya cepat-cepat
dia mengundurkan diri kebelakang.
Sudah barang tentu Oh Put Kui tak akan membiarkan
musuhnya menghindarkan diri, dimana pedangnya berkelebat
lewat, mata pedang langsung membacok bahu kiri siraja setan
penggetar langit.
"Omitohud......" tiba-tiba dari kejauhan bergema suara
pujian, "siau sicu, ampunilah selembar jiwanya..........."
Sayang keadaan sudah terlambat.
Percikan darah tampak berhamburan kemana-mana, tubuh
Wi Thian-yang sudah terbabat pedang Oh Put Kui dan roboh
terkapar diatas tanah.............
Saat itulah sesosok bayangan manusia melayang turun
diatas panggung, ternyata orang itu adalah Wi-in sinni.
Melihat Wi Thian-yang sudah terkapar bermandikan darah,
sementara Oh Put Kui berdiri sambil menyeka air mata, dia
menghela napas panjang sambil katanya:
"Siau sicu, bencan yang kau lakukan kali ini betul-betul
kelewat besar!"
Belum habis perkataan dari nikou itu, kembali tampak dua
sosok bayangan manusia melayang naik keatas panggung.
Orang yang pertama segera berjongkok dan membopong
tubuh Wi Thian-yang lalu tanpa mengucapkan sepatah
katapun melompat turun dari panggung dan segera kabur
menuju keluar bukit.
Orang itu tak lain adalah Nyoo Ban-bu.
sedangkan orang kedua tetap berdiri dihadapan Oh Put Kui
tanpa mengucapkan sepatah katapun.
Dengan perasaan tak tenang Oh Put Kui mendongakkan
kepalanya, ternyata orang itu tak lain adalah Nyoo Siau-sian.
Agaknya semua kesadaran Nyoo Siau-sian sudah hilang, ia
berdiri termangu-mangu sambil mengawasi wajah pemuda itu
tanpa berkedip selang beberapa saat kemudian tiba-tiba ia
perdengarkan suara yang menyeramkan bagaikan lolongan
serigala.
Suara tertawa itu boleh dibilang jauh lebih tak sedap
didengar dari pada suara tangisan kuntilanak.
Dengan perasaan iba Oh Put Kui memandang sekejap
kearahnya, namun tak sepatah katapun berani diutarakan.
Mendadak Nyoo Siau-sian menghentikan suara tertawanya,
kemudian berseru sambil menangis:
"Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu,
ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak
membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........
Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak
dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas
panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung
dibelakang punggung seperti orang gila.
"Oh toako...... Oh Put Kui..... bagus sekali perbuatanmu,
ternyata dia memang ayahku; aku.......... aku tidak
membencimu......... tidak membencimu......... aku tidak!........
Oh Put Kui......... aku sangat membencimu!........ Mendadak
dia membalikkan tubuh lalu melompat turun dari atas
panggung, rambutnya yang terurai dibiarkan tergantung
dibelakang punggung seperti orang gila.
Dengan langkah sempoyongan, tiba-tiba dia membalikkan
badan dan lari meninggalkan tempat itu.
"Anak Sian!" Wi-in sinni segera berteriak keras, dengan
cepat dia menyusul dibelakangnya.
Oh Put Kui yang berada diatas panggung cuma bisa berdiri
termangu-mangu bagaikan patung.
Mendadak percikan darah memancar keluar dari sisi
tubuhnya.
Pedang Thian-lui-kiam dari Oh ceng-thian telah meluncur
ketengah udara, hawa pedang yang tajam telah menerkang
kemuka dan menyambar tubuh Kit Put shia serta Siau Yau
yang berada lima depa dihadapannya.
"Bluuuuuuuuuukkkk, bluuuuukkkkk..........!"
Bersamaan waktunya Kit Put Shia dan Siau Yau kehilangan
batok kepalanya dan bersama-sama roboh terkapar diatas
tanah.
Pada saat itu juga, perempuan cantik berbaju putih yang
duduk diatas panggung itu melompat bangun kemudian
melompat kebawah dan berusaha melarikan diri.
Mendadak sesosok bayangan manusia berwarna putih
muncul dari samping panggung dan mengejar perempuan
cantik berbaju putih itum, dalam sekali sambaran saja ia
sudah berhasil membekuk lawan serta menyeretnya kembali
keatas panggung.
Ternyata orang ini adalah Thian-hian Huicu Cu Yu-hong,
akhirnya ia berhasil juga membekuk kembali adiknya yang
sesat.
Dengan sepasang mata berkaca-kaca Cu Yu-hong segera
berkata kepada Oh Ceng-thian:
"Jite, aku akan pulang kegunung, biar urusan ditempat ini
diselesaikan oleh Siau toako serta Ban tua.............."
Berbicara sampai disitu ia segera melejit ketengah udara
dan meluncur keluar lembah...
Oh Ceng-thian menghela napas panjang, setelah
menyarangkan kembali pedangnya, dia berseru kepada Kakek
latah awet muda:
"Ban tua, toa kuncu menyuruh kau yang memimpin
penyelesaian dalam tempat ini."
"Tak usah kuatir, aku sudah mendengar ucapan tersebut!"
jawab Kakek latah awet muda sambil tertawa.
Kemudian sambil berpaling kearah kuil Tay-kong-si,
teriaknya pula:
"Oh Sian, bila kau bersama Thian-liong, Lan Ciu-sui dan
Pek Bian-peng berempat tidak segera tampilkan diri, akupun
tak akan mencampuri urusan ini lagi."
Puji syukur kepada sang Buddha dan gelak tertawa nyaring
segera bergema memecahkan keheningan.
Tay-gi-sangjin, Thian-liong-sang-jin, Peng-goan-koay-kek
Lan Cui-siu, seribu li pencabut nyawa Pek Bian-peng, serta
seorang perempuan suku Biau setengah telanjang yang
diseret, pelan-pelan munculkan diri dari balik pintu kuil Taykong-
si.
Sambi tertawa tergelak Kakek latah awet muda segera
berseru:
"Oh sian, bebaskan dulu semua teman-teman yang berada
disini dair pengaruh racun Tok-ku!"
"Tak usah kuatir, segera akan kulaksanakan perintah lo
sicu........." jawab Tay-gi sang-jin sambil tersenyum.
Semua orang repot bekerja untuk membebaskan para jago
yang hadir dari pengaruh racun tok-ku serta menyelesaikan
persoalan disitu.
Tapi ada satu orang yang sama sekali tidak ikut campur.
Sambil menggenggam pedang karatnya, dia berdiri
termangu-mangu diatas panggung...........
Lama kemudian, selangkah demi selangkah dia baru
berjalan meninggalkan tempat itu menuruni bukit Ci-lian-san.
Paras mukanya hambar tanpa emosi, pikirannya bagaikan
kosong tak berisi, tapi jalanan yang ditempuh justru
merupakan jalan perbukitan yang curam, terjal dan penuh
dengan semak belukar yang berduri.
Mungkin ia sedang memikirkan suatu persoalan.
Tapi semua persoalan sudah tidak terlalu penting lagi
baginya, sebab ia merasa dendam sakit hatinya telah terbalas,
bukankah begitu? Musuh besar pembunuh ibunya telah tewas
pula diujung pedangnya.
Tapi ingatan lain segera melintas dalam benaknya, dia
teringat bahwa dia telah menjadi seorang pembunuh, seorang
pembunuh yang telah membinasakan ayah orang lain pula.
Mungkinkah dia akan membalas dendam kepadanya?
Mungkinkah hal ini terjadi? Pikiran tersebut berputar dan
melintas tiada hentinya dalam benaknya.
Beberapa tetes air mata bercampur darah menetes
membasahi wajahnya...............
Dia seperti merasa agak lelah, tapi dia bertekad akan
mengembara lebih jauh.
Sebab dia lamat-lamat merasa bahwa dia harus
menghilangkan pikiran dan perasaan berdosa yang
membebani hatinya selama ini, dia harus menghilangkannya,
sekalipun hal ini akan terjadi disaat rambutnya telah beruban
semua.
Jalan bukit yang berliku-liku tak diperduli, dia berjalan terus
menuruti suara hatinya.
Ia berjalan dan berjalan terus............. begitu asyik dia
berjalan sehingga sama sekali tak terasa olehnya ada dua
orang sedang mengikuti pula dibelakangnya.
"Liok tua, kenapa dengan Oh toako? Aku merasa amat
cemas!"
"Nona Kiau, asal aku sipengemis dan kau mengikutinya
terus, tak nanti dia akan tertimpa sesuatu musibah!"
"Aaaaaaaaaaaaaai,,,,,,,,,,,,,, Liok tua, terpaksa kita harus
mengikutinya terus, kemanapun dia akan pergi.............."
Helaan napas panjang yang dalam dan berat bergema
diudara, andaikata lapisan salju dibukit Ci-lian-san tidak
menebal hingga membatu, mungkin helaan napas yang begitu
berat itu dapat menggugurkan salju-salju tersebut.............
Lambat laun.............
Bayangan-bayangan manusia itupun makin lama makin
jauh dan makin buram sebelum akhirnya lenyap dikejauhan
sana.
Ditengah udara hanya tertinggal suara langkah yang berat
serta helaan napas yang dalam...........
Dan sampai disini pula kisah "Pulau neraka" ini, sampai
berjumpa dilain kesempatan.
-TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Misteri Pulau Neraka 3 dan anda bisa menemukan artikel Misteri Pulau Neraka 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/misteri-pulau-neraka-3.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Misteri Pulau Neraka 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Misteri Pulau Neraka 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Misteri Pulau Neraka 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/misteri-pulau-neraka-3.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar