Lembah Nirmala 7

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Sabtu, 17 September 2011

"Asal tidak mati, hatikupun merasa lega....." kata Lin lin sambil tertawa pula.
"Bocah kunyuk, andaikata kau benar-benar sampai mati, tentu tragis sekali keadaannya."
"Hey tua bangka, aku bakal mati atau tidak, apa sangkutpautnya dengan dirimu?"
"Dengan diriku tentu saja tak ada sangkut paut yang terlalu besar" teriak si unta.
"Tapi....."
Bicara sampai disitu, dia sengaja mengerling sekejap kearah Lin lin-Dengan cepat Lin lin
bertanya: "Tapi kenapa?"

"Tapi keadaanmu tentu tragis."
"Siapa bilang aku bakal begitu?"
"Hmmm, kau berbicara lain dimulut lain dihati, andaikata Kim Thi sia benar-benar ketimpa
suatu kemalangan, bila kau sedang takut, siapa yang akan memelukmu?"
"Hmmm" dengan gemas Lin lin mencibir.
Tapi kali ini dia tidak menyingkir jauh, melainkan hanya bersandar disisi Kim Thi sia dengan
wajah tersipu-sipu.
dalam pada itu si cebol dan sijangkung sudah tak tertawa lagi, mereka saling berpandangan
berulang kali, agaknya antara mereka berdua sedang merundingkan sesuatu. Akhirnya dengan
suara dingin sijangkung berseru: "Jadi bocah ini bernama Kim Thi sia?"
"Wah coba lihat, aku memang sudah pikun." si unta segera berteriak lantang. "Aku hanya
bicara melulu hingga lupa untuk memperkenalkan kalian semua......."
Ternyata kedua orang itu mempunyai asal usul yang luar biasa.
Sijangkung bernama Yo Kian, dia selalu malang melintang diwilayah utara dan selama praktek
sebagai pencuri belum pernah meleset dari sasarannya, karena kemampuannya itu orang
menyebutnya sebagai si Pencuri ulung dari utara.
Sebaliknya sigemuk pendek bernama Ho Tay hong, orang menyebutnya sipencuri sakti dari
selatan, orangnya licik dan pintar, selama praktek belum pernah menjumpai lawan tandingan-
Baik sipencuri ulung dari utara maupun sipencuri sakti dari selatan, mereka berdua tidak
termasuk dalam golongan partai apapun selama ini merekapun segan turun tangan bila
sasarannya bukan bernilai luar biasa besarnya.
Dan kini kedua orang pencuri sakti tersebut telah munculkan diri bersama-sama disitu tak heran
kalau peristiwa tersebut amat mengejutkan hati.
Yang lebih mengagetkan lagi adalah kehadiran si unta, setan kemaruk harta ini dengan mereka
berdua.
Dilihat dari bergabungnya tiga manusia rakus harta dalam satu kelompok, bisa diduga bahwa
bendayang sedang mereka incar pasti merupakan sebuah benda langka yang amat berharga.
Kalau bukan demikian, bagaimana mungkin mereka bertiga bisa berkumpul menjadi satu? Tapi
benda mestika apakah yang sedang mereka incar?
Walaupun dalam hati kecilnya Kim Thi sia merasa amat terperanjat, namun ia tetap berusaha
untuk mengendalikan diri dan berlagak pilon. Sambil manggut-manggut dan tertawa paksa segera
katanya: "ooooh, aku harus minta maaf karena tak mampu memberi hormat kepada kalian"
Pencuri sakti dari utara maupun selatan sama-sama mendengus, mereka sama sekali tidak
menanggapi sikap hormat pemuda itu.
Ketika si unta memperkenalkan nama mereka, kedua orang itu malahan mendongakkan
kepalanya dan sama sekali tak menggubris. Lin lin jadi gemas sendiri, pikirnya tanpa terasa:
"Sombong amat kedua orang ini, apanya sih yang luar biasa dengan mereka berdua?"
Tapi sebagai seorang perempuan dari golongan baik-baik, sudah barang tentu Lin lin tak ingin
menunukkan sikap yang kurang meng hormat, katanya kemudian sambil tertawa paksa.
"Engkoh Thi sia, keadaanmu diluar kemampuan, aku yakin kedua lo siangseng ini tidak akan
menyalahkan dirimu."
Pencuri ulung dari utara dan pencuri sakti dari selatan segera mendengus dingin, mereka tetap
membungkam dalam seribu bahasa. Si unta menjadi tak senang hati, dia menegur keras: "Hey,
bagaimana sih kalian berdua ini?"

"Tidak apa-apa" sahut pencuri sakti dari selatan Ho Tay hong dingin. "Aku hanya merasa
keheranan."
"Apanya yang perlu kau herankan?"
"Dalam bayanganku semula, Kim Thi sia yang tersohor sebagai manusia yang paling susah
dihadapi semestinya....."
Sikap memandang rendah yang diperlihatkan orang ini dalam sekejap mata telah menimbulkan
perasaan anti patik dalam hati si unta.
Belum lagi ucapan Ho Tay hong selesai diutarakan, si unta telah menukas cepat:
"Jadi kau anggap Kim Thi sia semestinya adalah manusia luar biasa yang mempunyai tiga
kepala dan enam lengan?"
"Bukan begitu maksudku"
"Lalu apa maksudmU?" desak si unta sambil melotot.
"Bagaimanapun jua, tidak seharusnya dia adalah seorang bocah kecil seperti pemuda yang
berada dihadapan kita sekarang."
"Tapi masih mudakan bukan kesalahan yang berdosa?" Sipencuri ulung dari utara mendengus
dingin.
"Hmmm, kalau masih muda, bicaranya melantur, manusia begini tak bisa dipercayai"
"Biarpun umurmu lebih tua, apanya yang luar bias a?" bantah si unta cepat. Sipencuri ulung
segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah....haaaah......haaaaah.....selama aku menjalankan aksi mencuri diutara, belum pernah
usahaku meleset."
"Dan kau?" si unta balik bertanya kepada sicebol.
Sipencuri sakti dari selatan Ho Tay hong tertawa tergelak pula.
"Haaah.....haaaah....haaaah.....selama aku melakukan pekerjaanku diselatan semua
perbuatanku bisa kulakukan secara hebat tanpa diketahui orang." "oooh, inikah prestasi kerja yang
berhasil kalian raih?" jengek si unta.
"Memangnya masih kurang?" Kali ini si unta tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaaah.....haaaah.....kalian benar-benar sudah pikun, makin tua semakin melamur
saja."
"Aku sungguh tak mengerti apa sebabnya kau berkata demikian?" teriak sipencuri ulung penuh
amarah.
"Sesungguhnya prestasi yang berhasil kalian raih selama ini masih terlalu minim. Bahkan
memalukan untuk diutarakan keluar."
"Jadi menurutmu Kim Thi sia luar biasa? Apa sih prestasi yang berhasil diraihnya?" seru pencuri
sakti dari selatan tidak puas.
"Biarpun Kim Thi sia masih muda, namun kepandaian silatnya sangat hebat, nama besarnya
sejajar dengan orang kenamaan didalam dunia persilatan, bukan saja ia berhasil mengalahkan
sembilan pedang dunia persilatan, ciang sianseng serta si pukulan sakti tanpa bayanganpun bukan
tandingannya malahan diapun berani menentang kekuasaan Dewi Nirmala......"
Tiada hentinya dia mengutarakan smeua kegagahan dan kehebatan Kim Thi sia, tentu saja hal
ini membuat anak muda tersebut merasa ripuh sendiri. Buru-buru pemuda itu menukas:
"Tua bangka, kau tak perlu mengibul terus, apalah artinya?"
Si unta mendelik besar, kepada pencuri dari utara maupun selatan serunya cepat:

"coba lihat, biar hebat dia masih tahu merendah"
Dengan sorot mata yang tajam pencuri ulung dari utara dan pencuri sakti dari selatan samasama
melotot sekejap kearah Kim Thi sia, kemudian serunya bersama: "Apalah artinya kesemua
itu?"
"Hey, kalian jangan sombong."
"Sombong atau tidak. toh kebebasan kami kenapa kau mesti mencampuri urusan kami?"
"Eeeeh, terus terang saja aku bilang, bila tak ada Kim Thi sia maka benda itu...."
"Memangnya dengan kemampuan yang kami miliki, benda tersebut tak bisa didapatkan?"
"Yaa, memang itulah maksudku."
Sipencuri ulung dari utara YoJin kian segera tertawa menghina.
"Huuuh, seandainya Kim Thi sia memang memiliki kemampuan sehebat itu kenapa jalan darah
kakunya bisa ditotok oleh Lam Peng hingga badannya sama sekali tak mampu berkutik?^
Perkataan ini memang mempunyai daya pengaruh yang amat besar, seketika itu juga siunta
dibuat tertegun dan mulutnya terbungkam sama sekali.
Sebetulnya Kim Thi sia sendiripun segan untuk menggubris kata-kata semacam itu, setelah
disindiri berulang kali, akhirnya berkobar juga amarahnya.
Dengan hati panas ia segera menceritakan semua pengalamannya selama ini hingga bagaimana
dia ditotok jalan darah kakunya.
Bila berada dihari-hari biasa, Kim Thi sia tak akan berbuat begitu, dia memang bukan orang
yang suka menonjolkan diri. Tapi sikap kedua orang pencuri itu kelewat batas, sehingga mau tak
mau timbul juga kesan jelek dihatinya.
Ketika ia menyelesaikan kata-katanya itu untuk berapa saat suasana dalam arena menjadi
hening, sepi dan tak kedengaran suara apapun. Masing-masing sedang terbenam didalam jalan
pemikirannya sendiri-sendiri.
sipencuri ulung dari utara dan pencuri sakti dari selatan sudah lama hidup memencilkan diri,
sekarang mereka mulai menyadari akan keadaan yang sebenarnya.
Mereka mulai menaruh kesan baru terhadap sembilan pedang dari dunia persilatan-
Merekapun mulai memberi penilaian yang lain terhadap lima naga dan burung hong yang baru
muncul didalam dunia persilatan-
Diantara semua yang hadir nampak si unta paling gembira, wajahnya berseri-seri.
"Haaah....haaah.....haaaah.....sobat-sobat tua, sekarang mata kalian tentu sudah melek
bukan?" serunya sambil mengelus jenggot dan tertawa tergelak. "Dunia persilatan dewasa ini
sudah jatuh ketangan kaum muda lebih baik kita yang sudah tua tak usah berlagak sok tua lagi,
sebab sikap demikian tak bakal menguntungkan diri sendiri"
Sementara itu Lin lin nampak amat bersedih hati, tiba-tiba ia berseru dengan gemas: "Hmmm,
engkoh Thi sia, kau......kau bukan orang baik-baik"
"Apa maksudmu?" tanya Kim Thi sia tertegun.
"Hmmm, kau harus mengerti, bahwa hubunganmu dengan Lam Peng......."
"Hubungan apa antara diriku dengan Lam Peng?" tukas sang pemuda semakin keheranan.
Sepasang mata Lin lin berubah menjadi merah, sambil menahan lelehan air matanya ia berkata:
"Lam Peng si siluman kecil itu pernah berkumpul bersamamu."
"Lin lin, kau tak boleh mencaci maki Lam Peng"
"Kenapa?" teriak Lin lin sambil melotot. "la pernah menyelamatkan jiwamu"

"Hmmm, siapa yang kesudian......." seru Lin lin sambil mencibirkan bibirnya.
Kim Thi sia semakin tertegun.
"Lin lin, mengapa kau jadi tak tahu diri?"
"Hmmm, memangnya kau sendiri tahu diri?" kata Lin lin semakin mendongkol. Diam-diam Kim
Thi sia mengeluh dihati, katanya kemudian:
"Lin lin,jika kulihat dari perubahan muka mu, agaknya kau sedang marah kepadaku?"
"Hmmm, tentu saja kau merasa gembira"
"Kenapa aku mesti gembira?" Kim Thi sia makin tertegun.
Tiba-tiba saja air mata jatuh bercucuran membasahi wajah Lin lin, agak terisak ia berkata:
"Perempuan yang bernama si burung hong Lam Peng mana cerdik, cantik jelita lagi."
"Tapi apa sangkut pautnya Dia menyukai dirimu, membantumu."
"Tapi justru dia yang menotok jalan darah kaku ku sehingga sampai sekarang badanku tak
mampu berkutik" teriak Kim Thi sia dengan kening berkerut.
"Aku tak perduli" kata Lin lin sembari menghentak-hentakkan kakinya keatas tanah.
"Pokoknya......."
"Sebetulnya mau apa sih kamu ini?"
Merah padam selembar wajah Lin lin-"Pokoknya mulai sekarang......"
"Mulai sekarang, jika aku bersua lagi dengan Lam Peng, tak akan kuampuni dirinya dengan
begitu saja"
"Apakah kau berbicara dengan sejujurnya?" tanya Lin lin sambil membelalakan matanya lebarlebar.
"Tentu saja sejujurnya"
"Nah, begitu baru lumayan-...." kata Lin lin dengan perasaan amat gembira.
sementara sepasang muda mudi ini sedang cekcok, sipencuri ulung dari utara dan pencuri sakti
dari selatan sedang berunding pula dengan serius, namun suara pembicaraan mereka amat lirih
sehingga tak kedengaran dengan jelas apa yang sedang dibicarakan.
Tap ijika dilihat dari keseriusan wajahnya, dapat diketahui bahwa persoalan yang dibicarakan
amat serius.
Dipihak lain, si unta hanya mengawasi terus Kim Thi sia dan Lin lin sambil tertawa tiada
hentinya.
Sepintas lalu dia nampak seperti asyik menonton percekcokan antara kedua orang tersebut.
Padahal sebagai seorang jago kawakan yang sudah berpengalaman dalam melakukan
perjalanan dalam dunia persilatan, dia mempunyai tujuan yang lain-
Selama ini dia memasang telinga tajam-tajam, dia sedang berusaha untuk menyadap apa yang
sedang dibicarakan antara sipencuri ulung dari utara dnegan pencuri sakti dari selatan-
Tapi sayang apa yang dibicarakan kedua orang tersebut terlalu lirih sehingga tak sepatah
katapun yang berhasil didengar oleh si unta.
Lama kelamaan habis sudah kesabarannya, amarahnya mulai berkobar didalam hati. Dengan
suara yang tinggi melengking, ia berteriak keras:
"Hey pencuri ulung dari utara, pencuri sakti dari selatan, sebenarnya apa yang sedang kalian
kasak kusukkan disitu?"
"Kami sedang merundingkan suatu masalah besar" sahut sipencuri selatan Ho Tay hong.

"Ya betul, hey unta, persoalan ini tak ada sangkut pautnya denganmu" sambung sipencuri
utara.
"Kalau toh persoalannya tak ada sangkutpautnya dengan diriku, kenapa kalian tidak berbicara
keras- keras sehingga akupun bisa turut menyumbangkan pendapat?"
"Aku rasa....hal ini kurang leluasa" ucap pencuri dari selatan, sedang pencuri dari utara segera
berseru:
"Kemarilah kau hey unta, mari kita berunding secara baik-baik"
Seraya berkata mereka berdua segera beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
Rupanya mereka berniat mengajak si unta meninggalkan tempat tersebut sehingga dapat
diajak berunding dengan leluasa.
"Baiklah" kata si unta kemudian- "Mau berunding juga boleh, agar akupun ikut mengetahui
apakah yang sedang kalian lakukan."
Berbicara sampai disitu, dia segera bersiap-siap meninggalkan tempat tersebut. Lin lin takut si
unta akan meninggalkan mereka buru-buru teriaknya: "Tuan unta, harap jangan pergi dulu."
Dalam pada itu sipencuri ulung dari utara dan pencuri sakti dari selatan telah berada disebuah
tebing dan berdiri menanti disitu. Dengan perasaan serba salah si unta segera berkata: "Nona Lin
lin, kenapa sih kamu ini?"
"Apakah kau tega meninggalkan dia dengan begitu saja?" tanya Lin lin sambil menuding kearah
Kim Thi sia.
"Ada persoalan apa?" tanya si unta berlagak tidak mengerti.
"Jalan darah kaku engkoh Thi sia telah ditotok oleh Lam Peng, sehingga badannya sama sekali
tak mampu berkutik, andaikata ada orang jahat yang memanfaatkan kesempatan ini, akibatnya
tentu luar biasa. Apakah kau tak pernah berpikir kesitu?"
"Lantas apa yang kau kehendaki?"
"Kau adalah orang yang mengerti akan ilmu silat, tentunya kau bisa menolong dia bukan?"
pinta sinona. Si unta segera tertawa.
"Nona Lin lin, rupanya kau tidak mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya, kau tahu
sesungguhnya permintaanmu ini hanya akan menyusahkan orang lain saja"
"Kenapa?"
"Si burung hong Lam Peng merupakan anak murid si Raja langit bertangan delapan, ilmu
totokan jalan darahnya berasal dari wilayah Biau yang jauh berbeda dengan sistem didaratan
Tionggoan, sesungguhnya aku sendiripUn kehabisan daya"
"Lantas bagaimana......bagaimana baiknya?" Lin lin mulai murung dan berkerut kening.
"Kau jangan takut Lin lin, tiada jalan buntu didunia ini asal kita mau berusaha" hibur Kim Thi sia
cepat. Si unta turut tertawa.
"Bocah kunyuk, tak kusangka kau mempunyai keyakinan yang begitu besar." Lin lin segera
berseru lagi dengan gelisah:
"Tuan unta, bagaimana kalau kau memohon kepada sipencuri dari utara dan pencuri dari
selatan-...."
"oooh nona, kau jangan begitu aaah, aku tak akan bantu....."
"Apa maksudmu?"
"Si unta yaa si unta, tua bangka yaa tua bangka, kau jangan memanggil tuan kepada ku.
Seperti Khong hucu lagi berkentut saja baunya menyebar sampai dimana-mana, membuat aku
yang mendengarpun ikut geli rasanya."

"Aku ingin memohon kepadamu untuk mengajak mereka berunding, bersediakah mereka
memberi bantuan......."
"Aku memang bermaksud mengajak mereka berunding" kata si unta sambil tertawa aneh.
Berbicara sampai disitu ia segera beranjak dan meninggalkan tempat tersebut.
Sesungguhnya Kim Thi sia tidak berniat untuk memohon bantuan dari kedua orang pencuri
sakti itu, dia berniat menghalangi maksud pencuri sakti tersebut, belum sempat ia berbicara, si
unta sudah keburu meninggalkan tempat tersebut, terpaksa ia menghela napas panjang.
"Aaaai......"
"Mengapa sih kau menghela napas?" tanya Lin lin penuh rasa kuatir.
"Aku tak ingin dibantu mereka, apa lagi dibantu manusia seperti pencuri-pencuri utara dan
selatan-"
"Apakah kau sendiri sudah memukul jalan darahnya?" tanya Lin lin keheranan-
"Jalan keluar apa yang kudapat?" Kim Thi sia balik bertanya sambil tertawa getir.
"Kenapa sih kau berkeras kepala bila kau sendiri tak bisa menemukan cara terbaik?"
"Lin lin, kau adalah seorang gadis pingitan, kau tak akan memahami seluk beluknya dunia
persilatan-"
"Tapi apa salahnya?"
"Kau mesti tahu, baik siunta maupun kedua orang pencuri dari utara dan selatan, semuanya
adalah orang-orang dari rimba hijau"
"Kenapa kita mesti takut kepada mereka?"
"Sekarang kita tak berduit, sepeserpun tak punya, tentu saja keadaan seperti ini bukan
masalah, tapi......."
"Memangnya mereka bisa mencelakai dirimu?" tanya Lin lin lagi dengan perasaan ingin tahu.
"Tentu saja tak sampai begitu" kali ini Kim Thi sia tertawa.
"Kalau memang tak sampai begitu, apa lagi yang mesti kita kuatirkan-.....?"
"Setelah kita mohon bantuan kepada mereka, sudah pasti merekapun akan mengajukan syarat
kepada kita."
"Kau toh boleh saja pergi membantu mereka? Apa salahnya bisa saling tolong menolong?"
"Seandainya aku disuruh membunuh orang atau membakar rumah apakah akupun mesti
menurut serta melaksanakannya?"
Lin lin termenung berapa saat lamanya kemudian ia menjawab:
"Tapi aku rasa tak mungkin permintaan sampai melampaui batas seperti itu."
"Aaaai......kalau tak percaya, tunggu saja nanti" ucap Kim Thi sia sambil menghela napas.
Sementara itu dipuncak seberang sana terlihat si unta bersama pencuri dari utara dan selatan
sedang melangsungkan perundingan yang amat sengit dan serius.
Berapa saat kemudian jelas terlihat bahwa mereka bertiga telah berhasil mendapatkan
penyesuaian pendapat.
Dengan wajah berseri-seri mereka bertiga segera menuruni bukit dan berjalan menghampiri
mereka.
Belum sempat Lin lin dan Kim Thi sia mengajukan pertanyaan, sipencuri sakti dari selatan Ho
Tay hong telah berjalan mengelilingi tubuh Kim Thi sia sampai beberapa kali, kemudian mulai
tersenyum.

Lin lin yang menyaksikan peristiwa itu kontan saja berkerut kening, dia tidak mengerti apa yang
sedang dilakukan orang itu.
Berapa saat kemudian, sipencuri sakti dari selatan Ho Tay hong baru berkata dengan nyaring.
"Kim Thi sia, berbicara sebenarnya, bagi kami membebaskan totokan jalan darahmu itu
merupakan suatu pekerjaan yang mudah dan sederhana sekali."
"Tapi kami punyasyarat yang mesti kau sanggupi" sambung si unta dengan cepat.
Mendengar sampai disini, Kim Thi sia segera berpaling kearah Lin lin dan berkata sambil
tertawa.
"coba lihat, dugaanku tak salah bukan?"
"Tidak bisa, tidak bisa......." Lin lin segera berteriak dengan suara keras.
"Kenapa?" tanya si unta agak melengak.
"Engkoh Thi sia tak sudi melakukan segala macam perbuatan yang jahat seperti membunuh
orang atau membakar rumah."
"Andaikata syarat kami bukan menyuruhnya melakukan perbuatan jahat?" si unta balik
bertanya sambil tertawa.
Lin lin jadi tertegun, kemudian sambil berpaling kearah Kim Thi sia katanya: "Kalau soal
ini.......kalian harus bertanya sendiri kepada engkoh Thi sia."
Si unta segera tertawa tergelak.
"Haaah.....haaah.....haaaah.....aku justru tak mau bertanya kepadanya tapi ingin bertanya dulu
kepadamu."
"Hal ini mana boleh?" tanya Lin lin dengan perasaan sangsi.
"Masa kau sendiripun tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang jelek?"
"Tentu saja aku dapat membedakan mana yang baik dan mana yang jelek........"
Si unta segera berpaling kearah Kim Thi sia dan berseru: "Kalau begitu tentu gara-gara kau
sikunyuk kecil"
"Hey, kenapa dengan aku?" seru Kim Thi sia tertegun.
"Apakah kau tidak setuju kalau Lin lin yang mewakili dirimu untuk mengambil keputusan?"
"Aku sama sekali tidak bermaksud begitu."
Kembali si unta berpaling kearah Lin lin seraya berkata:
"Kalau memang begitu, kau boleh memberikan jawaban untuk mewakili dirinya...."
"Aku rasa hal ini.....hal ini kurang baik" ucap Lin lin dengan perasaan serba salah,
"sebab....sebab....."
"Sebab apa?"
"sebab persoalan ini merupakan masalah pribadi engkoh Thi sia"
"Masa antara kalian berduapun masih dibedakan antara kau dan aku?" kata si unta sengaja
mengejek.
Dengan perasaan apa boleh buat Kim Thi sia menjawab kemudian:
"Lin lin, biarlah mereka bertanya kepadamu dan yang memberikan jawabannya."
Karena orang yang bersangkutan telah memberikan persetujuannya, Lin linpun segera berkata:
"Baiklah, aku bersedia mendengarkan syarat kalian."
"Nona Lin lin, apakah membunuh orang jahat merupakan suatu perbuatan jahat?"

"Bukan"
Si unta segera berpaling kearah Kim Thi sia dan^ bertanya pula.
"Hey kunyuk kecil, apakah orang-orang yang tergabung dalam perkumpulan Tay sang pang
terhitung orang jahat?"
"Tentu saja orang-orang jahat" sahut Kim Thi sia tanpa berpikir panjang lagi. Kali ini si unta
bertanya kepada Lin lin-
"Bila ada orang pergi membunuh kawanan orang jahat dari perkumpulan Tay sang pang,
pantaskah bila kita pergi membantunya?"
"Soal ini......." Lin lin jadi tertegun.
Kim Thi sia yang berada disampingnya segera menyambung: "Tentu saja pantas dibantu"
"Jadi kau menghendaki engkoh Thi sia memberikan bantuan itu?" tanya Lin lin cepat. si unta
tertawa.
"Tak usah terburu napsu, aku masih ingin mengajukan pertanyaan lagi kepadamu"
"Soal apa?"
"Ketua perkumpulan Tay sang pang, Khu It cing telah berhasil mengumpulkan banyak sekali
harta kekayaan selama hidupnya. Aku yakin kau tak pernah tahu tentang hal ini bukan?"
"Yaa, aku memang tak tahu" sahut Lin lin agak tertegun.
"Aku tahu" sela Kim Thi sia, "Semua harta kekayaannya itu didapatkan dari cara yang tidak
halal."
Si unta segera tertawa, kembali ujarnya kepada Lin lin:
"Pantaskah bila barang-barang yang diperoleh secara tak halal itu dirampas dan dikembalikan
lagi kepada rakyat?"
"Ha a, memang pantas."
"Asal kau menganggap pantas saja, ini sudah lebih dari cukup,"
"Aku tidak memahami maksudmu."
"Aku mempunyai sebuah rencana yang sangat baik."
"Apa rencana mu?" tanya Kim Thi sia.
"Pada saat ini wilayah disekitar Kangsiok sedang dilanda kekeringan dan kelaparan. Aku ingin
merampok semua harta kekayaan milik Khu It cing itu guna dipakai menolong rakyat jelata yang
sedang menderita."
"Sebuah rencana yang amat bagus" seru Lin lin sambil bertepuk tangan memuji.
"Itulah sebabnya aku membutuhkan bantuanmu."
"Apa yang bisa kubantu?" Lin lin agak tertegun.
"Setelah kurubah harta kekayaan tersebut menjadi bahan rangsum, kuminta kau bersedia
membantu kami untuk membagikan kepada rakyat yang ketimpa bencana alam itu."
Lin lin sama sekali tak mengira kalau si unta bakal memilih dirinya, dengan ragu-ragu ia
bertanya:
"Tapi......mampukah aku melaksanakan tugas ini?"
"Aku yakin pasti bisa."
Lin lin termenung dan berpikir berapa saat lamanya, kemudian ia bertanya lagi:

"Tapi......siapa yang mampu merampok harta kekayaan milik ketua perkumpulan Tay sang
pang, Khu It cing itu?"
"Lin lin, kau tak perlu terlalu gelisah, aku telah mengatur segala sesuatunya" kata si unta sambil
tertawa.
"Bagaimana caramu mengaturnya?"
"Pencuri ulung dari utara, pencuri sakti dari selatan akan membantu usahaku ini, dan lagi ada
bantuan pula dari Kim Thi sia"
"Eeeeg, sedari kapan aku mengatakan bersedia membantu usaha kalian itu......?" tegur Kim Thi
sia cepat.
"Kau berani ingkar janji?"
"Ingkar janji?"
"Sewaktu aku bertanya kepadamu tadi, pantaskah orang-orang Tay sang pang dibunuh, kau
mengatakan pantas, dan waktu aku bertanya pantaskah kau membantu, kau bilang pantas. Aaah,
masa kau sudah melupakan hal tersebut.......?"
"Jika kau belum lupa, sekarang tidak boleh menyangkal lagi."
"Yaa aku memang tidak menyangkal" kata Kim Thi sia dengan perasaan mendongkol.
"Bila suatu persoalan sudah dianggap pantas untuk dilakukan, sebagai seorang lelaki sejati, kau
tidak boleh mengingkarinya kembali" kata si unta lebih jauh.
"Eeeeh tua bangka, kau memang pandai bersilat lidah, aku tak mampu mengungguli dirimu."
"Bukankah Lin lin pun telah menyanggupi untuk membantu kaum rakyat yang sedang
menderita akibat bencana alam? Apakah kau tetap menolak untuk merampas barang-barang milik
Khu It cing itu?"
"Tapi kita bukan merampas, tapi merampoknya...." teriak Kim Thi sia penasaran-
"Kau tak perlu kuatir, pokoknya aku tak akan menyuruhmu merampoknya barang-barang itu."
"Kalau tidak dirampok. memangnya Khu It cing bersedia mempersembahkan harta
kekayaannya itu kepadamu?"
"Tentu saja tidak. tapi kami mendapat laporan pihak perkumpulan cahaya emas telah berangkat
keselatan dan bermaksud menumpas habis perkumpulan Tay sang pang"
"oooh, rupanya begitu......."
"Kau tahu bukan dalam perkumpulan cahaya emas terdapat seorang yang bernama Ciu tong
kongcu, orang ini berotak cerdas dan berilmu pedang sangat hebat"
"Rasa-rasanya aku sudah pernah bertemu dengan orang ini"
JILID 51
"Tapi aku takut ciu tong kongCu masih bukan tandingan dari Khu It Cing. oleh sebab itu harus
ada orang pandai yang bersedia pergi membantunya."
"Dan kau minta aku pergi membantunya?"
"Tepat sekali, memang demikian maksudku."

"Kalau toh begini tujuanmu, mengapa sih kau harus berputar kayuh lebih dulu dalam
pembicaraan tadi? Apa salahnya bila berbiara langsung pada saSaran?" Si unta segera tertawa
terbahak-bahak.
"Haaah....haaah.....bocah kunyuk, bila aku tak berbuat begini, memangnya kau bersedia
menuruti permintaanku itu......."
Mendengar ucapan mana Kim Thi sia turut tertawa tergelak.
"Haaaah.....haaaaah.....haaaaah.....tua bangka, aku tidak mengira kalau kau mempunyai
banyak akal setan"
Sementara kedua orang itu masih tertawa tergelak. sipencuri sakti dari selatan telah
menyelinap maju kedepan seCepat sambaran petir.
Dalam waktu singkat dia telah berhasil menepuk bebas semua jalan darah kaku Kim Thi sia
yang tertotok.
Tak lama kemudian Kim Thi sia sudah terbebas dari pengaruh totokan dan melompat bangun
dari atas tanah.
"Nah, setelah bocah kunyuk ini segar kembali, semua urusanpun dapat diselesaikan sekarang"
kata si unta kemudian.
Kepada Kim Thi sia dengan cepat sipencuri ulung dari utara berseru keras:
"Tapi haruslah diingat didalam gedung Siau yau lo itu milik Khu It cing itu terdapat sebuah
mestika yang bernama penenang angin."
"Benda itu milikku" sambung pencuri sakti dari selatan Ho Tay hong cepat.
"Kenapa?" tanya pencuri dari utara mendelik.
"Sebab akulah yang telah membebaskan Kim Thi sia dari pengaruh totokan, jadi sudah
sepantasnya bila aku yang mendapatkan-"
"Tapikan aku yang pertama kali menemukan Kim Thi sia" bantah sipencuri dari utara.
Dengan cepat kedua orang itu sudah terlibat dalam percekcokan yang sengit memperebutkan
mutiara mestika itu.
UntUk sesaat Kim Thi sia dibuat sengit, rikUh dan serba salah, dia tak tahu bagaimana mesti
berbuat sekarang.
Si unta yang melihat kejadian tersebut cepat- cepat menengahi.
"Eeeeeh, apa sih yang kalian sengketakan? Barangnya saja belum diperoleh, kenapa kalian
sudah ribut sendiri?"
"Yaa betul" Kim Thi sia menimpali. "Kita harus memperbincangkan langkah kita berikut serta
bagaimana caranya melaksanakan rencana besar ini kenapa kalian malah ribut duluan?"
"Aku mempunyai sebuah rencana yang amat bagus" kata si unta kemudian-
"Apa rencana mu?"
"Aku telah berhasil mendirikan sebuah perkumpulan yang bernama Liok limpang. sekarang aku
menjadi ketuanya, sedang orang yang tergabung dalam perkumpukan ini semuanya memakai baju
berwarna hijau......"
"Aaaah, kalau bicara yang penting saja" tukas sipencuri sakti dari selatan tak sabar.
"Besok pagi perkumpulan cahaya emas sudah siap menyerang gedung Siau yaU lo, maka
sekarang kita harus berkUmpul dulU di gubuk. Saudara-saudara kami dari perkumpulan Liok lim
telah siap menanti disitu, kita harus tukar pakaian dulu sebelum bekerja....."
"Baik, kalau begitu kita segera berangkat"

Tanpa membuang banyak waktu lagi, berangkatlah mereka menuju ketempat yang dinamakan
"gubuk" itu.
Benar juga , disitu telah hadir banyak sekali jago-jago persilatan yang rata- rata berilmu tinggi.
Keesokan harinya, baru saja fajar menyingsing si unta telah berteriak keras: "Hey bocah
kunyuk. cepat bangun dan mohon diri kepada bini mu itu....."
Kim Thi sia mengiakan dan seperti juga yang lain, tukar pakaiannya dengan baju berwarna
hijau.
Sementara itu Lin lin sudah berdiri diambang pintu sambil berseru: "Engkoh Thi sia, aku akan
selalu menunggumu"
"Nona Lin lin tak perlU kuatir, kami pasti akan berhasil dengan sUkses" hibur unta sambil
tertawa.
Sebenarnya Kim Thi sia ingin mengucapkan sesuatu kepada Lin lin, namun setelah sampai
dibibir, diapun meraSa tiada persoalan yang akan dibicarakan lagi. Akhirnya sambil mengulapkan
tangannya dia berkata: "Lin lin, lebih baik kau menanti aku disini saja"
Begitulah, ditengah cahaya fajar yang mulai menyingsing, berangkatlah si unta sekalian menuju
kesasaran.
Mereka semua boleh dibilang merupakan jago-jago pilihan dari dunia persilatan, ilmu
meringankan tubuhpun amat hebat, maka perjalanan dapat ditempuh dengan cepatnya. Entah
berapa lama sudah mereka menempuh perjalanan......
Ditengah keheningan yang mencekam dipagi hari itu, mendadak dari kejauhan sana terdengar
suara senjata beradu yang amat nyaring.
Kim Thi sia yang pertama kali mendengar dulu suara tersebut, dengan cepat dia memburu
kesitu.
Dari balik hutan yang lebar, terdengar suara orang berteriak kesakitan lalu tampak percikan
darah segar berhamburan keempat penjuru.
Rupanya si harimau bermuka besi cu ci thin sedang bertarung sengit melawan Li Beng poo,
anak murid Thi khi ci.
Waktu itu keadaan Li Beng poo sudah amat parah, sekujur badannya penuh berpelepotan
darah, tampaknya ia sudah tak mampu untuk bertahan lebih lanjut. Teriakan kesakitan yang
terdengar tadipun berasal dari teriakan Li Beng poo.
Sebaliknya golok kepala harimau milik siharimau bermuka besi cu Ci Thin telah menancap
dalam-dalam diatas dada Li Beng poo.
Biar masih muda Li Beng poo memiliki keberanian yang luar biasa, sekalipun ajal sudah berada
didepan mata namun sepasang tangannya masih tetap menggenggam gagang goloknya kencangkencang.
Harimau bermuka besi cu Ci thin yang melihat peristiwa itu menjadi sangat terperanjat,
teriaknya cepat: "Bocah keparat, kenapa sih kamu ini?" Sambil tertawa seram sahut Li Beng poo:
"Tak ada yang luar biasa, paling banter juga kehilangan selembar nyawa......."
"orang she Li" serusi harimau bermuka besi lagi dengan suara gemetar. "Kau pantas untuk
mampus, kau tahu sudah berapa orang saudara kami dari enam harimau yang tewas
ditanganmu?"
Memang benar, diatas tanah telah berserakan mayat-mayat manusia yang bergelimpangan
disana sini.
Tapi Li Beng poo masih tetap mempertahankan diri dengan menggenggam gagang golok yang
menancap diatas dadanya erat-erat.

Darah masih bercucuran keluar dari mulut lukanya, tapi ia sempat berteriak keras kearah balik
hutan.
"Yu Kiem sumoay, kau harus cepat bangun dan lari dari sini......."
Ternyata disudut lain Yu Kiem yang terluka parah masih terkapar disitu, darah segar masih
mengucur keluar dengan derasnya dari mulut luka.
Dengan menggunakan kekuatan yang terakhir kembali Li Beng poo berteriak keras:
"Cepat lari Yu Kiem sumoay...aduuuh...aku...aku benar-benar sudah tidak tahan lagi......"
Sementara itu si harimau bermuka besi cu Ci thin telah meronta dengan sekuat tenaga,
akhirnya ia berhasil juga mencabut keluar goloknya dari dada Li Beng poo.
Kasihan Li Beng poo pah lawan mudaini, biarpun ia berhasil memiliki ilmu silat yang luar biasa,
tapi sebelum berhasil mendapatkan nama besar didalam dunia persilatan, dia harus tewas secara
mengenaskan disitu.
Sementara itu si harimau bermuka besi cu Ci thin telah tertawa seram, dengan golok
berlumuran darah dia melejit kedepan dan langsung menyerbu ketepi hutan-
Agaknya dia sedang berusaha membacok mati Yu Kiem yang saat itu sudah terkapar sekarat
disana.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa itu tentu saja tidak membiarkan si harimau bermuka
besi ini melaksanakan niatnya, ia tidak akan membiarkan Yu Kiem tewas dibunuh orang.
Disaat yang amat kritis itulah tiba-tiba saja dia membentak keras: "Bocah keparat, lihat
pedang"
Pedang Leng gwat kiam yang telah terhunus sedari tadi langsung diayunkan kemuka
melancarkan sebuah tusukan dengan menggunakan jurus "Menuding langit selatan" dari ilmu
pedang panca Buddha. "Traaaanngggg......"
Suara benturan nyaring bergema memecahkan keheningan disusul percikan bunga api yang
menyebar kemana-mana.
Seketika itu juga si harimau bermuka besi cu Ci thin merasakan telapak tangannya menjadi
sakit dan robek. Darah segar bercucuran keluar dengan derasnya ia mundur berapa langkah
dengan sempoyongan.
Dalam pada itu si unta sekalian telah menyusul tiba dan menyaksikan semua kejadian itu.
Namun didepan situ tampak cahaya terang menerangi seluruh jagad, suara pertarungan yang
sengitpun bergema dari arah situ.
Jelas sudah dalam gedung Siau yau lo sudah berlangsung pertarungan yang amat sengit antara
orang-orang perkumpulan cahaya emas melawan orang-orang Tay sang pang. Melihat hal ini si
unta segera berteriak:
"Bocah kunyuk, cepat pergi, dia bukan sasaran kita yang utama. Kita tak boleh membuang
waktu dengan percuma disini"
Kim Thi sia amat menguatirkan keselamatan Yu Kiem, tentu saja ia tak mau pergi dari situ
dengan begitu saja.
Dengan gerakan "burung manyar terbang dipasir" ia mengejar kearah si harimau bermuka besi
dengan kecepatan tinggi, lalu sambil melancarkan serangan kilat teriaknya:
"Tua bangka, lebih baik kalian berangkat dulu, aku segera menyusul setelah menyelesaikan
bajingan ini lebih dulu"
Si unta tak ingin menunggu lebih lama lagi hingga kehilangan kesempatan baik, sahutnya
cepat:

"Baiklah kalau begitu, tapi kau harus menyusul datang selekasnya."
Dibawah pimpinannya, berangkatlah kawanan jago dari rimba hijau itu menuju kearah gedung
siau yau lo.
Berbicara sesungguhnya, harumau bermuka besi cu Ci thin bukan termasuk orang biasa yang
gampang dihadapi, apalagi saat ini amarahnya sudah berkobar akibat desakan Kim Thi sia yang
terus menerus.
Sebaliknya Kim Thi sia bertekad hendak membasminya secepat mungkin, sehingga begitu turun
tangan ia telah mempergunakan jurus mematikan dari ilmu pedang Panca Buddhanya.
Dalam waktu singkat, pedang Leng gwat kiam ditangan Kim Thi sia telah bergerak kian kemari
seperti ular sakti, secara beruntun dia telah melancarkan tiga buah serangan berantai.
Dibawah serangan yang begitu dahsyat, siharimau bermuka besijadi kelabakan setengah mati,
ia mundur kebelakang dalam keadaan yang amat mengenaskan.
Melihat serangannya belum berhasil juga merobohkan lawan, Kim Thi sia menjadi amat
penasaran, teriaknya tiba-tiba:
"Keparat, bila dalam tiga jurus mendatang aku Kim Thi sia tak berhasil membacok kutung batok
kepalamu......."
"Kau pasti akan mampus ditanganku" sambung siharimau bermuka besi cepat.
Kim Thi sia amat murka, dengan semangat yang berkobar-kobar secara beruntun dia
melancarkan serangkaian serangan yang hebat.
Baru dua gebrakan berlangsung, tiba-tiba terdengar harimau bermuka besi menjerit kesakitan
lengan kirinya telah terpapas hingga kutung menjadi dua bagian.
Ketika jurus ketiga yaitu "Buddha sakti menunjuk jalan suci" berkelebar lewat, batok kepala
siharimau bermuka besi segera terpapas kutung dan roboh binasa. Melihat serangannya telah
berhasil, Kim Thi sia tertawa dingin tiada hentinya. Ia menyarungkan kembali pedangnya,
kemudian memburu kebalik hutan lebat disisi arena.
Tampak oleh Yu Kiem berbaring diatas tanah dalam keadaan mengerikan, rambutnya terurai
kusut. Luka yang membekas dimana-mana masih mengeluarkan darah kental, mengenaskan sekali
keadaannya.
Cepat-cepat Kim Thi sia memburu kesampingnya dan memeluk gadis itu erat-erat sambil
berseru:
"Adik Yu Kiem....adik Yu Kiem......"
"Ada apa? Kau......" suara sinona kedengaran amat lirih dan lemah sekali.
"Aku adalah Kim Thi sia, apakah masih ingat?"
Yu Kiem tersenyum. "Ya.....aku.....aku masih ingat"
"Mengapa kau tidak menatapku?"
Wajah Yu Kiem amat lusuh dan sayu, dia hanya tertawa getir sambil menahan rasa sakit. Kim
Thi sia segera tertawa lagi.
"Yu Kiem, adik Kiem, apakah kau sudah tak kenal lagi denganku?"
"Masih.....masih kenal....."
"Kalau begitu pa nggilah aku, beritahu kepadaku, siapakah aku ini?"
"Engkoh Thi sia.....kau adalah engkoh Thi sia......" bisik Yu Kiem sambil tertawa hambar.
Kim Thi sia merasa sangat gembira, serunya kemudian:
"Bagus sekali, rupanya kau masih kenal denganku"

"Siapa bilang....aku.....aku tak kenal lagi denganmu?"
"oooh, alangkah bahagiaku, ternyata kau masih kenal denganku"
"Apa yang kau gembira kan?" Yu Kiem berbisik kemudian dengan lemah.
"Kau masih bisa mengenaliku, hal ini membuktikan bahwa kesadaranmu masih tetap jernih"
"Tapi aku.....aku sudah hampir mati engkoh Thi sia."
"Tidak. kau tak boleh berkata begitu"
"Tidak. aku harus bicara, aku harus berbicara....."
"Jangan, kau tak boleh berbicara terus" teriak Kim Thi sia keras- keras.
"Kenapa? Kenapa kau melarangku untuk.....untuk bicara?"
"Coba lihat, wajahmu pucat pias seperti mayat, sudah terlalu banyak darah yang mengucur
keluar dari badanmU."
"Aku tahu"
"Kalau sudah tahu, kau tak seharusnya banyak berbicara lagi."
"Aku harus bicara, sebab aku sudah hampir mati."
"Tidak. kau tidak bakal mati" teriak Kim Thi sia lagi dengan perasaan amat gelisah.
"Kenapa?"
"Sebab kau masih bisa mengenali aku semangatmu masih baik, kau tak bakal mati" Yu Kiem
tertawa pedih.
"sebetulnya aku.....akupun tak ingin mati."
"Itulah sebabnya kau harus tetap hidup, Kau harus berusaha sekuat tenaga untuk
mempertahankan hidupmu."
Tiba-tiba gadis itu memuntahkan darah kental berwarna hitam, keadaannya nampak bertambah
lemah, ia berbisik:
"Senang sekali kesempatan semacam itu sudah tak ada lagi, segala sesuatunya sudah
terlambat."
Dalam keadaan begini, diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"Andaikata lentera hijau berada disakuku, sudah pasti selembar nyawa Yu Kiem bisa kutolong
kembali, sayang benda mestika tersebut telah diperoleh Lam Peng secara licik, kalau tidak...."
Berpikir sampai disitu dia segera berseru:
"Adik Kiem, kau harus berusaha untuk menahan diri....."
"Tapi aku sudah tidak tahan-...aku.....aku....."
"jangan bicara sembarangan, mau apa kau? Tunggulah, akan kucarikan akal untuk mengatasi
keadaan ini......"
Sekulum senyum mengenaskan tersungging diujung bibir Yu Kiem, dia berbisik lirih: "Aku minta
kau berkata terus terang kepadaku..."
"Soal apa?"
"Aaaai....." Yu Kiem menghela napas panjang. "Lebih baik aku saja yang mengatakan
kepadamu."
"Kalau begitu katakanlah cepat"
Sambil menggigit bibirnya kencang-kencang Yu Kiem berkata: "Engkoh Thi sia, tahukah kau
bahwa aku.... aku amat mencintai dirimu?"

Kim Thi sia merasa terharu sekali, sambil manggut-manggut bisiknya: "Yaa, aku mengerti"
"Tidak. kau tak akan tahu, diantara lelaki yang ada didunia ini aku hanya......"
"Kau jangan berbicara terus coba lihat kau harus ngotot dan membuang banyak tenaga untuk
berbicara."
"Tapi aku harus mengatakannya keluar"
"Aku sudah memahami maksudmu."
"Kau benar-benar mengerti?" Yu Kiem membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar.
"Tentu saja"
"Kalau begitu, apakah kau pun menyukai pula diriku?"
"Benar" Kim Thi sia mencoba untuk tertawa paksa. Ia berkata dengan jujur, serius dan tulus
hati.
Yu Kiem amat terharu dibuatnya, dengan suara gemetar dia berbisik pelan: "Engkoh Thi sia,
cepat peluk aku, dekaplah aku kencang-kencang." Kim Thi sia menurut dan memeluk Yu Kiem
erat-erat.
"Engkoh Thi sia, peluk aku kencang-kencang, peluk aku kencang-kencang...."
"Adik Kiem, coba lihat tubuhmu telah kotor oleh noda darah......"
"Kau merasa jijik karena aku kotor?" Yu Kiem bertanya cepat.
"Tidak, bukan maksudku untuk mengatakan begitu......"
"Kalau begitu kau sudah seharusnya memeluk kencang-kencang."
"Aku takut kondisi badanmu tak kuat untuk menahan hal tersebut" keluh Kim Thi sia.
"Tidak apa-apa."
"Tidak. kalau sampai begitu maka kau bisa....."
"Kau takut aku mati didalam pelukanmu?"
"Yaa, memang begitu," kali ini Kim Thi sia manggut-manggut.
"Tapi aku bersedia, aku rela mati didalam pelukanmu" seru Yu Kiem makin manja.
"Tidak, tidak baik kita berbuat begitu?"
"Kenapa tidak? Riwayat hidupku sudah hampir berakhir."
"Belum, hidupmu belum akan berakhir, kau......"
"Aku amat membenci orang-orang Tay sang pang" tiba-tiba Yu Kiem berseru dengan penuh
rasa dendam.
Seketika itu juga Kim Thi sia merasakan darah didalam dadanya bagaikan mendidih, ia berseru
pula:
"Kau tak usah kuatir adik Kiem^......"
Dengan sedih Yu Kiem berbisik:
"Engkoh Thi sia, apakah kau tahu siapakah Khu It cing itu?"
"Dia adalah ketua perkumpulan Tay sang pang"
"Dengarkan baik- baik, Khu It cing sigembong iblis ini......."
"Aku tahu, ia sudah terlalu banyak melakukan kejahatan."
"Dia telah menodai aku"

"Apa?" seru Kim Thi sia tertegun.
"Bukan hanya aku, diapun telah memperkosa adikku"
"Maksudmu Yu Hong?"
"Yaa...." dengan air mata bercucuran Yu Kiem mengangguk. "Secara berturut-turut dia telah
memperkosa aku dan adikku"
"Hmmm, sungguh tak kusangka dikolong langit masih terdapat manusia jahat berhati busuk
seperti dia"
"Andaikata Li Beng poo tidak pertaruhkan jiwanya untuk menolongku, mUngkin kita tak pernah
akan bertemU kembali."
"Kau tak usah kuatir, aku berjanji akan membalas dendam bagi kalian berdua."
"Adikku, dia......dia......."
"Apakah dia sudah mati?"
"Belum......"
"Jadi ia masih hidup?"
"Ya, tapi ia lebih tersiksa daripada mati. oleh Khu It cing ia telah diberikan kepada si utusan
beracun."
"oooh....begitukah kejadiannya?" Kim Thi sia makin tertegun.
"Sebentar lagi aku akan mati, aku..... aku ingin memohon sesuatu kepadamu....."
Melihat keadaan Yu Kiem sudah bertambah parah, Kim Thi sia sadar bahwa ajalnya sudah
hampir tiba, cepat- cepa6t teriaknya: "Soal apa?"
Dengan napas tersengkal-sengkal Yu Kiem berkata:
"Kuharap kau bersedia menolong adikku Yu Hong....rawatlah dia se.... .secara baik-baik....."
"Baik, aku akan segera pergi menolongnya" janji Kim Thi sia.
Agaknya Yu Kiem seperti ingin mengucapkan sesuatu lagi, tapi sayang ajalnya sudah keburu
sampai. Dia menghembuskan napas panjang lalu tertidur untuk selamanya.
Dengan perasaan sedih, Kim Thi sia segera mengubur jenasah Yu Kiem dan Li Beng poo,
kemudian dengan langkah cepat berangkat menuju kegedung Siau yau lo.
Sementara itu.....
Suasana didalam gedung Siau yau lo diliputi asap dan kabut yang tebal, disana sini terendus
bau arang dan anyirnya darah yang menusuk penciuman. Suara pertarungan masih bergema tiada
hentinya.
Dengan dicekam perasaan sedih yang amat sangat, Kim Thi sia memburu ketempat tersebut
dengan langkah lebar.
orang-orang Tay sang pang dengan mengenakan baju serba hitam masih melakukan
perlawanan dengan sengit, sebaliknya anak buah perkumpulan cahaya emas dengan baju
berwarna kuning maju tiada hentinya.
Ditengah sengitnya pertarungan yang berlangsung, tampak pula banyak sekali jago-jago
berbaju hijau yang menyerbu kedalam gudang harta, serta menyikat semua benda berharga yang
ada disitu dan dibawa kabur.
Kim Thi sia tak ambil perduli apa yang sesungguhnya sedang etrjadi ditempat itu, dia hanya
mempunyai satu tujuan sekarang yaitu menuntut balas.....
Kematian Yu Kiem yang mengenaskan dan keadaan Yu Hong yang dinodai orang secara keji
melukiskan sebuah pemandangan yang tragis didalam benaknya.

Sekarang dia harus menemukan Yu Hong lebih dulu dan menyelamatkan jiwanya, setelah itu
dia baru mencari Khu It cing serta membalaskan dendam bagi kematian Yu Kiem.
Tapi suasana didalam gedung Siau yau lo waktu itu sangat kalut, kemanakah harus mencari Yu
Hong?
Mendadak.......
Ditengah suasana pertarungan yang berlangsung dengan sengit, Kim Thi sia mendengar suara
teriakan dari seseorang yang amat dikenal olehnya. Ia menjadi tertegUn, lalu pikirnya: "BUkankah
suara ini suara sipelajar bermata sakti?" Dengan cepat dia memburu kearah mana berasalnya
suara tersebut.
Dibawah reruntuhan dinding pagar, tampak dua orang jago persilatan sedang berdiri saling
berhadapan.
Kedua orang itu tak lain adalah sipelajar bermata sakti serta si utusan beracun Hoa Chin-
Waktu itu terdengar si utusan beracun Hoa Chin sedang berteriak dengan wajah kaget
bercampur gugup,
"Keparat, bila tahu diri cepat serahkan Yu Hong kepadaku"
Kim Thi sia yang mendengar seruan tersebut menjadi amat keheranan, diam-diam pikirnya:
"Aaaaah, tak kusangka Yu Hong telah terjatuh ketangan sipelajar bermata sakti" Sementara dia
masih termenung, sipelajar bermata sakti telah menyahut dengan nyaring: "Utusan beracun, lebih
baik kau tak usah bermimpi disiang hari belong......"
"Seharusnya kau yang bermimpi disiang hari belong, karena setiap saat aku dapat mencabut
nyawamu."
Mendengar itu, pelajar bermata sakti segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaah....haaah.....hal semacam ini tak mungkin bisa terjadi, sebab perkumpulan Tay
sang pang yang kau dukung sudah berada diambang pintu kehancuran." Si utusan beracun Hoa
Chin segera melototkan matanya bulat-bulat, katanya cepat:
"Terus terang aku bilang, mati hidupnya perkumpulan Tay sang pang sama sekali tak ada
sangkutpautnya dengan diriku."
"Hmmm, dasar manusia rendah yang tak kenal budi" umpat pelajar bermata sakti kesaL
"Sudahlah" sela si utusan beracun Hoa Chin cepat-cepat. "Lebih baik kita jangan persoalkan
masalah-masalah itu lagi, ayoh cepat serahkan Yu Hong kepadaku."
"Yu Hong? Hmm, tak akan semudah itu" sahut pelajar bermata sakti sinis.
"Apa syaratmu?"
"Kau tahu, apa tujuanku bersusah payah menyerbu kedalam gedung Siau yau lo ini?
Hmm,kesemuanya tak lain demi Yu Hong"
"Asal kau bersedia menyerahkan Yu Hong kepadaku, akupun berjanji akan menghantar
kepergianmu dari sini dalam keadaan selamat."
"Yu Hong tak akan selamat bila berada bersamamu"
"Tapi aku berjanji akan merawat serta melindunginya secara baik- baik dan sepenuh tenaga."
Pelajar bermata sakti tertawa dingin.
"Heeeh.....sayang Yu Hong tidak membutuhkan perlindunganmu."
"Dia pasti membutuhkan diriku" kata si utusan beracun Hoa Chin sambil tertawa licik.
"Hubungan suami istri biar hanya semalamanpun memberikan kesan yang kelewat mendalam. Aku
yakin kalian kaum muda tidak akan memahami perasaan semacam ini."

"Apa?" seru sipelajar bermata sakti tertegun. "Dia telah mengadakan hubungan intim
denganmu?"
"Bukan hanya begitu, malahan ia sudah berbadan dua?"
sepasang mata sipelajar bermata sakti terbelalak lebar-lebar, katanya kemudian pedih:
"Dia telah berbadan dua? Yu Hong telah mengandung benih anak sikeparat tua macam dirimu
itu?"
Agaknya pukulan batin yang dirasakannya sekarang teramat berat baginya, hampir saja ia
robeh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia yang bersembunyi disisi arena dapat menyaksikan semua adegan tersebut dengan
jelas, diam-diam ia menghela napas panjang.
"Aaai, sama sekali tak kusangka rasa cinta sipelajar bermata sakti terhadap Yu Hong sudah
mencapai tingkatan yang begitu hebat."
Waktu itu diatas punggung sipelajar bermata sakti telah menancap tiga batang pisau terbang.
Darah segar masih jatuh bercucuran dengan amat derasnya.
oleh karena ia berdiri saling berhadapan dengan siutusan beracun, maka kakek berhati keji itu
sama sekali tak tahu apakah musuhnya masih berkemampuan untuk melanjutkan pertarungan
atau tidak. Ia segera berkata:
"Aku mengerti ilmu silatmu memang sangat tangguh, itulah sebabnya aku segan
melangsungkan pertarungan adu kekerasan denganmu, sebab pertarungan semacam itu tak akan
bermanfaat bagimu maupun aku. Coba pikirkanlah kembali persoalan ini dengan seksama" Tibatiba
sipelajar bermata sakti berseru keras:
"Aku telah mengambil keputusan yang bulat, Yu Hong akan pergi bersamaku."
"Kenapa ia harus pergi bersamamu?"
"Ini merupakan urusan pribadiku dengan Yu Hong, kami berdua saling mencintai."
Mendengar jawaban tersebut, si utusan beracun segera mendonggakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah....haaaah.....haaaah......itu mah menurut jalan pemikiran sendiri."
"Kenyataan memang demikian-"
"Hey, bila kau kurang percaya lebih baik tanyakan sendiri persoalan tersebut kepada Yu Hong."
"Kau maksudkan Yu Hong bersedia pergi bersamamu?" tanya pelajar bermata sakti penasaran.
"Dulu mungkin dia menolak tapi sejak kami melakukan hubungan intim......."
"Tidak... tidak... tidak mungkin Yu Hong tak akan bersedia mengikuti dirimu"
"Kau bisa berkata demikian karena kau tidak memahami perasaan seorang wanita^"
"Apa sih yang menarik dengan dirimu?" bentak pelajar bermata sakti sambil menahan geram.
"Aku telah menyelamatkan Yu Hong dari cengkeraman iblis Khu It cing dan melindungi kesucian
tubuhnya dari perkosaan."
"Tapi akhirnya kau telah menodainya, dia pasti membencimu seumur hidup,"
"Justru sebaliknya, malam itu dikala kami tidur seranjang, dia telah mengatakan sendiri
kepadaku....."
"Apa yang dia katakan?"
"Dia merasa amat puas dengan hebatan ilmu silatku, dia mencintai aku dengan setulus hati"

"Tidak!! kau sedang menipu aku, kau sedang menipu......" teriak pelajar bermata sakti keraskeras,
air mata jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
"Bila kau tak percaya, suruh Yu Hong tampil kemari. Mari kita adakan pembicaraan secara
terbuka......" ^
"IHmmm, apa gunanya mengadakan pembicaraan dengan manusia Semacam dirimu itu?" Seru
pelajar bermata sakti penuh rasa benci.
"Seandainya terbukti Yu Hong menyukai aku, bagaimana dengan dirimu......?"
"Tidak mungkin, hal ini tak mungkin terjadi" Utusan beracun segera mendengus dingin.
"Hmmm, asal dia mengatakan sendiri hal tersebut dihadapanku, maka aku......."
"Mau apa kau?"
"Aku bersedia menghantar kalian pergi meninggalkan tempat ini"
"Sungguhkah perkataanmu itu?" tanya sipelajar bermata sakti agak tercengang. Utusan
beracun segera tertawa nyaring.
"Bagi anggota dunia persilatan, perkataan yang diucapkan lebih berat daripada bukit karang."
"Sungguh aneh, mengapa kau menaruh keyakinan yang begitu besar?" seru pelajar bermata
sakti terperanjat.
"Sebab d isaat kami sedang melakukan hubungan intim, dia memang benar-benar bilang kalau
dia sangat mencintaiku"
Seketika itu juga sipelajar bermata sakti merasa api cemburunya berkobar dengan hebat,
dengan geram dia berseru:
"Tapi hubungan cintaku dengan Yu Hong bukan dimulai sejak sekarang....."
"Perasaan cinta memang merupakan suatu kejadian yang sukar diraba perubahan sering terjadi
tanpa diduga."
"Lalu menurut anggapmu apa yang paling berharga bagi hubungan antara lelaki dan
perempuan?"
"Yang penting tentu saja hubungan batin- Antara aku dengan Yu Hong telah menjalin sebuah
hubungan batin yang amat mendalam."
"Hubungan apa? Hubungan cabul, hubungan terkutuk....." seru pelajar bermata sakti makin
gusar.
"Aku tak perduli apa yang hendak kau kata kan, pokoknya aku tak dapat melepaskan Yu Hong
dengan begitu saja, sedang Yu Hongpun tak akan rela meninggalkan aku"
Kalau semula sipelajar bermata sakti masih dapat mempertahankan diri berkat keteguhan
hatinya, maka pukulan batin yang amat berat ini seketika membuat wajahnya kuyu dan sayu.
Semua semangatnya seolah-olah menjadi rontok.
"Utusan beracun" ujarnya kemudian sambil tertawa hambar. "Aku mengerti, tujuanmu berkata
demikian tak lain ingin membangkitkan amarahku, agar kuajak Yu Hong untuk datang bersua
denganmu."
"Sungguh aneh, kenapa aku harus menghindari kejadian seperti ini?" tiba-tiba sipelajar bermata
sakti bergumam:
"Tentu saja, sebab kau merasa takut" teriak si utusan beracun dengan suara keras.
"Ngaco belo, siapa yang takut?"
"Kau takut Yu Hong mengakui kebenaran dari ucapan tadi sehingga kau akan kehilangan dia."

"Tidak. aku tak mungkin akan kehilangan Yu Hong. Tidak mungkin, aku tak akan kehilangan
dia."
"Tapi bila kau tidak menyuruh Yu Hong tampilkan diri, tidak membuktikan hubungan yang
sebenarnya dihadapanmu serta melakukan pilihan secara jujur, kendatipun kalian hidup bersama
dengan Yu Hong dikemudian hari, namun dalam hubungan cinta pasti akan selamanya dilapisi oleh
bayangan hitam......"
"Bayangan hitam apa?" teriak pelajar bermata Sakti penaSaran.
"Karena Yu Hong Sesungguhnya amat mencintai aku."
Pelajar bermata sakti merasa amat sakit hati, mukanya pucat pasi bagalkan mayat. Peluh
bercucuran bagalkan hujan gerimis, luka dipunggungnya akibat tusukan tiga bilah pisau terbang
membuat aliran darah makin deras, ia kelihatan sangat emosi. Akhirnya dengan suara keras dia
berteriak^ "Yu Hong keluar kau?"
Ternyata Yu Hong sedang bersembunyi tak jauh dari tempat tersebut.
Sesungguhnya gadis yang bernasib jekek ini telah mendengarkan semua pembicaraan yang
berlangsung.
Dalam hati kecil Yu Hong sebetulnya ia menaruh cinta yang mendalam sekali terhadap pelajar
bermata sakti.
Tapi diapun pernah bilang kepada si utusan beracun bahwa dia menyukai dirinya, dan kini
menyesalpun tak ada gunanya. Dia hanya merasakan hatinya sedih bercampur malu.
Ketika pelajar bermata sakti berteriak agar dia keluar, gadis itu tak bisa menyembunylkan diri
lebih jauh lagi.
Dengan rambut yang kusut, air mata membasahi wajahnya, selangkah demi selangkah Yu Hong
munculkan diri dari tempat persembunyiannya. ia berjalan dengan kepala tertunduk rendahrendah.
"Yu Hong ayoh katakan, ayoh katakan yang sebenarnya......" dengan suara keras sipelajar
bermata sakti segera berseru.
Sebaliknya si utusan beracun berkata pula sambil tersenyum:
"Siau Hong kusayang, kau pernah bilang amat mencintaiku, bersedia hidup bersamaku untuk
selamanya. Nah sekarang katakanlah hal tersebut kepada pemuda ini"
"Aku.....aku......"
Tiba-tiba saja gadis itu menangis tersedu-sedu menubruk kedalam pelukan pelajar bermata
sakti dan memeluknya kencang-kencang.
"Yu Hong mengapa kau tak berani menyangkal persoalan?" teriak pelajar bermata sakti marah.
"Apa yang perlu dia sangkal?" sambung si utusan beracun cepat.
Yu Hong tetap membungkam, dia hanya menangis tersedu-sedu dalam pelukan pelajar bermata
sakti.
"Yu Hong ayoh katakan, ayoh katakan....." kembali sipelajar bermata sakti berteriak keras.
la mencengkeram tangan Yu Hong keras-keras dan menggoncang dengan sekuat tenaga, rasa
benci dan dendamnya tertera jelas diatas wajahnya. Dengan lemah Yu Hong berbisik: "Apa.....apa
yang harus kukatakan?"
Mendengar perkataan ini tiba-tiba saja pelajar bermata sakti merasakah hatinya amat pedih.
Sekarang dia telah menyadari betapa seriusnya persoalan itu, Yu Hong yang selama ini
dianggap sebagai gadis suci, perempuan pujaan, akhirnya harus ditemukan dalam kenyataan yang
berbeda.

Sekarang dia mengerti, Yu Hong tak berani membantah ucapan dari si utusan beracun, karena
apa yang dikatakan kakek jahat itu bukan karangan belaka tapi merupakan kenyataan-
Hal ini membuktikan pula kalau Yu Hong telah kehilangan keperawanannya ditangan si utusan
beracun. Bahkan disaat melakukan hubungan intim dan mencapai pada klimaksnya gadis itu telah
mengatakan rasa cintanya terhadap utusan beracun, si kakek bertampang jelek ini.
Bagalkan kepalanya diguyur dengan sebaskom air dingin, pelajar bermata sakti merasakan
tubuhnya lemas, semua harapannya hilang lenyap tak berbekas. Lama sekali dia termenung,
kemudian dengan air mata bercucuran katanya lirih: "Yu Hong, tak perlu kau ucapkan lagi, aku
telah mengerti"
"Apa yang kau pahami?" tanya Yu Hong tertegun.
Sambil tertawa paksa pelajar bermata sakti berkata: "Pokoknya hubungan diantara kita berdua
hanya begini saja."
"Apa maksud perkataanmu?" Yu Hong semakin gugup,
Sambil menggigit bibirnya kencang-kencang pelajar bermata sakti berkata:
"Kau perempuan rendah, cepat menggelinding pergi dari sini, pergilah bersama utusan
beracun."
Sambil berkata ia melepaskan diri dari pelukannya serta mendorong tubuh gadis tersebut
kebelakang.
Yu Hong segera terpental sejauh berapa langkah dan jatuh berguling diatas tanah.
Cepat-cepat si utusan beracun memburu kedepan ingin membangunkan gadis itu, katanya
lembut:
"Siau Hong, ikutlah aku pergi dari sini"
Yu Hong tidak menggubris ajakan tersebut, air matanya telah jatuh bercucuran membasahi
wajahnya, dia merasa amat sedih.
Tiba-tiba ia melompat bangun lagi dan menubruk kearah pelajar bermata sakti sambil serunya:
"Tidak^ kau tak boleh meninggalkan aku"
"Aku sama sekali tidak meninggalkan dirimu" sahut pelajar bermata sakti sambil mendorong
tubuhnya lagi kebelakang.
"Tapi kau sudah tak maul diriku lagi...." pekik Yu Hong sambil berdiri tertegun.
Pelajar bermata sakti tertawa dingin.
"Yaa, karena kaupun telah meninggalkan aku."
"Tidak^ aku tidak meninggalkanmu......aku tidak......"
Kembali sipelajar bermata sakti tertawa dingin.
"Heeeh......heeeh...^..heeeeh......kau telah melakukan hubungan suami istri dengan utusan
beracun, bahkan mengucapkan pula kata- kata cinta dan kesetiaan- Sekalipun kita bisa hidup
bersama kembali, tolong tanya dimanakah harga diriku akan kuletakkan?"
Yu Hong menghela napas sedih.
"Aaaai....kau harus memaafkan aku karena....."
Tidak sampai perkataan tersebut selesai diucapkan, sipelajar bermata sakti telah menukas
sambil tertawa seram:
"Heeeh......heeeeh.....heeeeeh......aku rasa penjelasan macam apapun tak bergUna lagi.
Pokoknya hubungan kita berdua berakhir sampai disini saja."
"Kau bersungguh-sungguh?" seru Yu Hong dengan perasaan amat terperanjat.

Pelajar bermata sakti tidak menjawab, dia malah tertawa keras, suara tertawanya lebih tak
sedap daripada suara tangisan- Dari sini bisa dibayangkan betapa pedihnya perasaan pemuda
tersebut.
"Tidak!! kau tidak bersungguh-sungguh, kau tak akan meninggalkan aku......" jerit Yu Hong
lagi.
Pelajar bermata sakti sama sekali tak menggubris lagi, selesai tertawa seram dan menyeka air
matanya dia berseru: "Selamat tinggaL"
Dengan membawa hatinya yang duka, dia beranjak dari situ dan melangkah pergi dengan
cepat.
"jangan pergi.....kembalilah.....kembalilah...."pekik Yu Hong amat sedih.
Tapi sipelajar bermata sakti sama sekali tak menggubris dia melangkah terus dengan cepatnya.
Sekarang ia telah kehilangan segala-galanya, dia tidak menganggap Yu Hong sebagai kekasih
hatinya lagi.
Yu Hong pun sadar bahwa pemuda tersebut tak akan berpaling kembali kepadanya. ia merasa
hatinya remuk redam.
Tiba-tiba ia menjadi nekad, dengan langkah cepat gadis itu memburu kedepan.
la bukan berlari untuk memeluk pelajar bermata sakti, sebaliknya mencabut ketiga bilah pisau
terbang yang masih menancap dipunggungnya itu.
Si utusan beracun yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi amat terperanjat segera
teriaknya:
"Siau Hong, Siau Hong.....kau jangan mengambil keputusan pendek..... jangan-....."
Tapi sayang jaraknya terlalu jauh lagi pula peristiwa itu berlangsung sangat mendadak dan
diluar dugaan- Pada hakekatnya tiada kesempatan lagi buat siutusan beracun untuk memberikan
pertolongan-
Sementara itu Yu Hong telah mengayunkan ketiga bilah pisau terbang itu keatas dadanya.
Ternyata didalam keputus asaan, gadis ini menjadi nekad dan ingin mengakhiri hidupnya
dengan bunuh diri.
Disaat yang amat kritis itulah mendadak terdengar seseorang membentak keras: "Tunggu
sebentar"
Terdengar ujung baju terhembus angin, Kim Thi sia yang bersembunyi dibalik kegelapan tahutahu
sudah munculkan diri dengan kecepatan tinggi.
Dengan menggunakan gerakan tubuh yang paling cepat ia melayang turun dihadapan Yu Hong
dan merampas ketiga bilah pisau terbang yang siap menembusi dada gadis itu.
Yu Hong yang gagal mengambil jalan pendek menjadi semakin sedih, serunya sambil menangis
pedih.
"Kau jangan mengurusi aku......."
Si utusan beracun tertegun, untuk berapa saat lamanya dia seperti tak tahu apa yang mesti
dilakukan.
Sebaliknya pelajar bermata saktipun sudah tak sanggup menahan diri lagi, tubuhnya robeh
terjengkang keatas tanah.
Dalam pada itu Kim Thi sia telah menyambar tubuh Yu Hong sambil berbisik:
"Kau tak boleh mati, aku mendapat pesan dari encimu Yu Kiem untuk menyelamatkan kau dari
tempat ini."

Yu Hong tetap menangis tersedu, semula dia mengira ketiga bilah pisau terbang tersebut akan
mengakhiri hidupnya yang serba salah itu, siapa tahu Kim Thi sia muncul pada saatnya dan
menghindarkan dia dari kematian- Kini dia harus balik kembali dalam kehidupan nyata yang serba
merikuhkan hatinya.
Membayangkan apa yang terjadi, gadis itu sedih sekali. Dia menangis sambil meronta, ia
berusaha terus untuk mencari jalan pintas.
Dalam keadaan apa boleh buat tiba-tiba terlintas sebuah keputusan dalam hatinya, Kim Thi sia
segera berpikir:
"Kini Yu Hong sedang mengalami pukulan batin yang amat berat, bicara pun rasanya tak
berguna dalam keadaan begini. Lebih baik kubawa dia pergi dari sini sebelum mengambil tindakan
lebih jauh."
Begitu keputusan diambil, pemuda ini tidak ragu-ragu lagi.
Dengan cepat dia menyambar pinggang Yu Hong, lalu dengan gerakan burung manyar terbang
diangkasa, tubuhnya melejit setinggi berapa kaki kemudian beranjak pergi meninggalkan tempat
tersebut.
Utusan beracun serta pelajar bermata sakti yang melihat kejadian ini tentu saja tidak berpeluk
tangan belaka.
Pelajar bermata sakti segera berjumpalitan dari atas tanah siap melakukan pengejaran. Ia
belum sempat melihat dengan jelas siapa gerangan orang tersebut. Tapi utusan beracun telah
melihat dengan nyata, cepat- cepat teriaknya lantang: "Kim Thi sia, persoalan ini tak ada sangkut
pautnya denganmu"
Kemudian sambil melakukan pengejaran dengan gerakan burung walet menembusi awan,
melakukan pengejaran seraya berteriak: "Cepat turunkan Siau Hong ku"
Kim Thi sia sama sekali tak berpaling, sambil mengempit tubuh Yu Hong, dia belarian terus
menerjang kemuka.
Sesungguhnya Kim Thi sia memiliki dasar ilmu meringankan tubuh yang amat sempurna
ditambah lagi ia diburu oleh keadaan, tak heran kalau kecepatan larinya bagaikan terbang. Dalam
waktu singkat berapa puluh li telah ditempuh tanpa terasa. Yu Hong yang berada dalam
pelukannya tetap meronta dan menjerit-jerit. "Lepaskan aku, lepaskan aku......."
"Yu Hong, aku adalah Kim Thi sia, bukan orang jahat. Aku datang untuk menolongmu" ujar Kim
Thi sia sambil meneruskan larinya.
"Aku tak perduli siapakah kau,pokoknya kau harus lepaskan aku, aku tak perlu ditolong. Aku
ingin mati saja....." Yu Hong tetap menangis sambil menjerit-jerit.
"Tidak bisa, demi cicimu, kau harus hidup,....."
"Kau tak usah mengurusi aku, aku tak mau hidup,...." Kemudian sambil meronta dengan
sepenuh tenaga teriaknya lagi: "Aku tak perduli siapakah kau, pokoknya aku tak mau hidup,....." ^
Kim Thi sia bukan seorang pemuda yang pandai berbicara, sekalipun dia ingin membujuk dan
menghibur gadis tersebut, akan tetapi tak sepatah katapun yang mampu diutarakan.
Dalam bingungnya diapun mengambil keputusan untuk tidak menggubris perkataan Yu Hong
lagi, sambil menutup telinganya dia melanjutkan perjalanannya dengan sepenuh tenaga.
Utusan beracun melakukan pengejaran secara ketat, caci maki yang keras bergema tiada
hentinya. Sebentar suaranya amat jauh tapi sebentar lagi makin dekat, jelas kakek jelek itu masih
mengikuti terus jejaknya tanpa berhenti.
Peluh sebesar kacang kedele telah bercucuran keluar membasahi seluruh tubuh Kim Thi sia.
Mendadak......

Dalam larinya itu Kim Thi sia telah menemukan suatu peristiwa yang mengejutkan hati.
Ternyata seluruh badan Yu Hong telah basah oleh darah, suara teriakan dan rontaanya waktu
itu makin lama makin melemah.
Ternyata dalam keputus asaannya Yu Hong jadi nekad dan melakukan suatu tindakan bedoh.
Dengan sepasang tangannya dia mencakari luka didadanya akibat tusukan pisau terbang tadi
kemudian merobeknya keras-keras.
Dengan perbuatan ini, mulut lukanya menjadi makin melebar, darah segarpun mengucur keluar
makin deras.
Bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung lebih jauh, dapat dipastikan akhirnya Yu Hong
akan tewas dalam keadaan mengenaskan-
Dalam kagetnya Kim Thi sia segera menghentikan larinya dan membaringkan gadis tersebut
keatas tanah, serunya cemas: "Mengapa sih kau...... kau ingin mati?"
Si utusan beracun yang menyusul datang segera dibuat tertegun pula setelah menyaksikan
peristiwa ini.
"ooooh, Siau Hong kusayang....." teriaknya keras. "Mengapa kau membuat senekad itu?" Yu
Hong meludah keatas tanah dan mengumpat:
"Hmmm, bedebah tutup mulutmu kau tahu aku amat membencimu kalau bisa aku ingin makan
dagingmu dan disaat telah mati akan kugigit sukmamu....."
"Yu Hong, jangan banyak bicara, darah mengalir amat deras" bujuk Kim Thi sia. Pelan-pelan Yu
Hong berpaling, dengan pandangan berterima kasih dia berbisik: "Aku merasa berterima kasih
sekali dengan maksud baikmu......"
Kemudian setelah mengatur napasnya terengah-engah, katanya lebih lanjut:
"Harap kau membantu aku untukmeng ir pergi sisetan tua ini"
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia tertegun.
Sambil tertawa hambar sahut gadis itu: "Disaat ajalku hampir tiba, aku tak sudi melihat dia lagi"
Kim Thi sia segera berpaling kearah utusan beracun dan bentaknya keras- keras: "Nah, sudah
mendengar belum?"
Utusan beracun berdiri tertegun, dia seperti tidak mendengar apa yang sedang dikatakan
pemuda itu. Terdengar Yu Hong berseru lagi:
"Kuharap kau suka melihat diwajah ciciku untuk mengusirnya secepat mungkin"
Tiba-tiba utusan beracun maju berapa langkah kemuka, serunya keras-keras: "Siau Hong,
mengapa kau harus berbuat begini?"
sebelum sinona menjawab, Kim Thi sia telah membentak lagi dengan suara keras: "Utusan
beracun, kau sudah mendengar belum? Ayoh cepat enyah dari sini"
"Kim Thi sia, kunasehati dirimu, lebih baik jangan mencampuri urusan ini" bentak utusan
beracun mulai berang.
"Tidak bisa, aku telah mendapat titipan seseorang, bagaimanapun jua aku tetap akan
mencampuri urusan ini."
"Tapi sekarang akupun telah mengambil keputusan-...." seru utusan beracun keras.
"Apa yang kau putuskan?"
"Barang siapa berusaha untuk memisahkan aku dengan Siau Hong......."
"Kau hendak beradu jiwa dengannya bukan?" jengek Kim Thi sia sambil tertawa sinis.

"Hmmm, kau harus tahu aku si Utusan beracun Hoa Chin bukan manusia sembarangan yang
bisa dipermainkan dengan begitu saja"
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah.....memangnya kau anggap aku takut kepadamu?"
"Ilmu pedang beracun pencabut nyawaku tiada tandingan didunia ini, kuharap kau jangan
menghantar kematian gara-gara urusan ini" ancam utusan beracun dengan wajah serius.
"oooh, jadi kau hendak menakut-nakuti aku?"
"Aku harap kau jangan berlagak terus......"
"Siapa bilang aku berlagak? Aku selalu bersungguh-sungguh"
"Kau tahu apa akibatnya bila seseorang terkena serangan ilmu pedang beracun pencabut
nyawaku?"
"Paling banter mati keracunan"
"Hmmm, kalau cuma sederhana begitu, percuma orang lain menjuluki aku sebagai Utusan
beracun" kata kakek jelek itu sambil tertawa dingin tiada hentinya.
"Jadi masih ada kehebatan lainnya?" tanya Kim Thi sia dengan perasaan ingin tahu.
"Aku mempunyai sebilah pedang mestika yang berbentuk seperti ular, pedang itu bernama
pedang ular beracun"
Seraya berkata, pelan-pelan dia meloloskan pedang ular beracunnya dari dalam sarung. Hawa
dingin yang menggidikkan hati segera memancar keempat penjuru. Kim Thi sia tidak berbicara, dia
hanya tertawa sambil mengawasi gerak gerik lawannya.
Dengan suara keras kembali si utusan beracun membentak:
"Bila kau tahu diri, kuanjurkan lebih baik pergilah dari sini secepatnya"
Kim Thi sia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......bila aku segera angkat kaki dengan begitu saja, maka
percuma aku Kim Thi sia....."
"Kenapa?"
"Percuma orang persilatan mengatakan diriku sebagai manusia yang paling sudah dihadapai"
Baru selesai perkataan itu, mendadak ia berdiri tertegun lalu membungkam diri dari dalam
seribu bahasa.
Sebaliknya si utusan beracun segera berseru sambil tertawa dingin:
"Tentunya kau sudah tahu akan kelihayan sentilan sakti pasir pembingung sukma ku bukan?"
Ternyata menggunakan kesempatan disaat pembicaraan masih berlangsung tadi, dia telah
menyentilkan jari tangannya kedepan memancarkan selapis kabut tipis yang tak berwujud tapi
terendus bau harum.
Bgeitu mencium bau harum yang sangat aneh, Kim Thi sia segera sadar bahwa keadaannya
sangat tidak menguntungkan-
Sekarang dia baru sadar bahwa nama besar si utusan beracun memang bukan bernama ong
belaka.
Cepat-cepat pemuda itu menutup pernapasannya dan mencoba melawan pengaruh racun
tersebut dengan mengandalkan tenaga dalamnya yang sempurna.
Belum selesai ia bersemedi, utusan beracun kembali telah membentak nyaring:
"Bocah keparat, aku akan segera mengirimmu untuk berpulang kealam baka......."

Pedang ular beracunnya dengan menciptakan beribu-ribu lapis bayangan ular secepat petir
menyerang kedepan.
Perlu diketahui, si utusan beracun memiliki tiga andalan ilmu beracunnya yang mematikan.
Ilmu beracunnya yang pertama adalah sentilan pasir pembingung sukma. Ilmu beracunnya
yang kedua adalah ilmu pedang pencabut nyawa.
Sedangkan ilmu beracunnya yang ketiga merupakan kepandaiannya yang paling ampuh. Racun
tersebut disemburkan lewat mulut dan disebut sebagai "semburan darah".
Begitulah keadaan dalam arena saat itu, sementara melancarkan serangan dengan pedang
mautnya, si utusan beracun tiada hentinya me nyentilkan pasir-pasir pembingung sukma. Bahkan
dari mulutnya menyemburkan pula kabut berwarna hitam yang segera menyelimuti seluruh
angkasa.
Kim Thi sia benar-benar terdesak hebat, untuk menghadapi serangan tiga macam racun
sekaligus dia menjadi kelabakan setengah mati.
Untuk berapa saat lamanya kim Thi sia tak tahu apa yang mesti diperbuatnya, berulang kali dia
mengganti gerak tubuhnya tapi selalu terdesak mundur dengan sempoyongan-
Dalam pada itu Yu Hong yang berbaring diatas tanah dapat menyaksikan semua peristiwa tadi
dengan jelas.
berbicara sejujurnya, dia belum ingin mati, paling tidak ia belum ingin mati sebelum mendapat
pengertian dari kekasihnya.
oleh sebab itu dia berharap Kim Thi sia bisa mengalahkan si utusan beracun, menghancurkan
tua bangka yang memuakkan itu.
Dalam keadaan begini untuk ikut terjun kearena dan membantu Kim Thi sia, maka diam-diam
iapun berdoa:
"ooooh Thian, berilah kekuatan untuk Kim Thi sia sehingga dia mampu mengalahkan tua
bangka jahanam itu"
Sementara itu Kim Thi sia bergerak mundur terus sambil secara diam-diam mengeluarkan ilmu
Ciat khi mi khi nya.
Rupanya dalam keadaan terdesak tadi, tiba-tiba saja Kim Thi sia mendapatkan sebuah pikiran
yang sangat aneh pikirnya:
"Betapapun lihaynya si utusan beracun, bukankah tubuhnya pun terdiri dari darah dan daging?
Kalau dia bisa menyimpan hawa beracun didalam tubuhnya tanpa merugikan diri sendiri, mengapa
aku tak mencoba mempergunakan ilmu ciat khi mi khi untuk menghisap dan menyimpan pula
didalam tubuhku. .....?"
Karena berpendapat begitu, maka diapun segera mencoba untuk membuktikan pendapatnya
ini.
Alhasil ia berhasil mengalami sebuah penemuan yang sangat aneh.
Sebagaimana diketahui, apa bila seseorang menghisap hawa beracun kedalam tubuhnya, maka
sekujur badannya akan berubah menjadi amat beracun, dan bila hawa racun itu kemudian dipakai
untuk melawan racun akibatnya tawarlah kemampuan racun tersebut.
Dengan teori ini pula, hawa racun yang terhisap didalam tubuhnya melalui ilmu Ciat khi mi khi
membuat daya racun tersebut sama sekali menjadi hambar dan tak berguna.
Sekalipun begitu disaat sari racun mulai menyerang tubuhnya, timbul juga daya reaksi yang
cukup keras. Hal mana membuat Kim Thi sia merasakan kepalanya pusing tujuh keliling dan
tubuhnya mundur dengan sempoyongan.

Si utusan beracun yang menyaksidkan kejadian tersebut menjadi amat girang, dia segera
memperketat serangannya. Melihat itu, Kim Thi sia segera berpikir:
"Biarpun dengan ilmu ciat khi mi khi aku berhasil menawarkan daya pengaruh hawa racunnya,
tapi aku harus bertindak lebih berhati- hati jangan sampai tubuhku dilukai oleh pedang ular
beracunnya......."
Berpikir begitu, pedangnya segera diputar dengan kencang menciptakan selapis bayangan
pedang yang menyelimuti seluruh angkasa.
Dalam serangannya kali ini, ilmu pedang yang dipergunakan adalah ilmu pedang Panca Buddha.
Seandainya bukan terpengaruh oleh hawa beracun, sudah dapat dipastikan ilmu pedang
pencabut nyawa dari siutusan beracun itu tidak memiliki daya kemampuan yang luar biasa.
Apa lagi bila dibandingkan dengan kehebatan ilmu pedang panca Buddha, boleh dibilang
ketinggalan jauh sekali.
Beruntung Kim Thi sia masih pusing kepalanya hingga serangannya tidak mengena kurang
tepat, sehingga untuk Sementara waktu posisi mereka tetap berimbang.
Dalam waktu Singkat puluhan gebrakan sudah lewat tanpa terasa. Mendadak terdengar si
utusan beracun berteriak keras:
JILID 52
"Bocah keparat, paras muka sudah mulai berubah menjadi kehitam-hitaman-...."
"Aku mengerti"jawab Kim Thi sia masih bertarung dengan penuh semangat. "Tahukah kau,
bahwa kau segera akan mati?"
"Aku tak mungkin akan mati"
"Apakah kau sama sekali tidak merasakan apa-apa?"
"Tentu saja ada"
"Bagaimana perasaanmu sekarang?"
"Mulutku kering, sekujur badanku terasa panas sekali."
Mendengar itu, si utusan beraCun segera tertawa terbahak-bahak. serunya Cepat:
"Haaah.....haaah.....haaah.....bagus sekali, itu tandanya saat kematianmu sudah hampir tiba"
"Aku sama sekali tidak berpendapat begitu....." jengek Kim Thi sia sambil tertawa nyaring.
"Tak lama kemudian kau akan kehilangan sama sekali seluruh tenaga dan kekuatanmu."
"Tidak mungkin, saat ini aku justru merasakan tenaga dalamku meningkat tajam. Bukan
mundur malahan kuperoleh kemajuan yang luar biasa sekali......"
"Kau sedang bohong"
"Jadi kau tak perCaya? baiklah, aku akan segera membuktikan kepadamu......"
"Bagaimana cara membuktikan?" si utusan beracun mulai ragu-ragu dan curiga.
"Tak ada salahnya jika kita beradu kekerasan"
"Kalau sampai begitu, berarti kau akan segera roboh."
Sekalipun pertarungan diantara mereka berdua berlangsung amat seru, namun kedua belah
pihak sama-sama menghindari suatu pertarungan kekerasan, sehingga untuk berapa saat lamanya

kedua belah pihak sama-sama bertahan seimbang. Ketika ucapan mana diutarakan, si Utusan
beracun menjadi amat bergirang hati. Diam-diam pikirnya :
"Bocah keparat ini sudah keracunan hebat, kenapa aku mesti takut untuk beradu kekerasan
dengannya?" Berpendapat begitu, buru-buru sahutnya: "Baiklah"
Kim Thi sia sendiripun merasa amat gembira setelah mendengar persetujuan itu, katanya
kemudian:
"Kalau memang setuju, bagaimana kalau kau segera menyerang dengan jurus pedangmu?"
"Jurus serangan apa sih yang hendak kaupergunakan?" tiba-tiba saja si utusan beracun
bertanya.
Sesungguhnya pertanyaan semacam ini merupakan pantangan terbesar bagi umat persilatan
dan tak mungkin ada orang yang bersedia menyebutkan jurus serangan yang hendak digunakan
itu kepada musuhnya.
Tapi Kim Thi sia justru menjawab dengan polos.
"Aku akan pergunakan jurus "pedang menunjuk langit selatan" dari Ilmu pedang panca
Buddha."
"Bagus sekali" si utusan beracun segera mendengus dingin.
"Dan kau sendiri akan menggunakan jurus apa?" tanya Kim Thi sia kemudian-
Utusan beracun sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu, dengan mulut membungkam dia
menggerakkan pedangnya langsung menyerang kedepan. Sambil melancarkan terkaman kilat
bentaknya keras-keras: "Aku akan pergunakan jurus seranganku ini untuk memenggal batok
kepalamu."
Jurus serangan yang dipergunakan saat itu merupakan jurus tertangguh dari ilmu pedang
pencabut nyawa.
Kim Thi sia sama sekali tidak menjadi gugup dengan tenaganya dia sambut datangnya
serangan musuh dengan jurus "kecerdikan menguasahi seluruh langit." "Traaaanggg......"
Benturan nyaring yang amat memekikkan telinga bergema memecahkan keheningan-Dengan
amat terkesiap si utusan beracun berseru: "Ternyata kau.....kau......."
Rupanya dia hendak berkata begini kepada Kim Thi sia:
"Ternyata kau menipu ku, kau tidak menggunakan jurus "Pedang menuding langit selatan"
seperti yang dikatakan tadi......"
Atau mungkin juga dia hendak berkata begini:
"Ternyata kau sama sekali tidak terluka oleh racunku ternyata tenaga dalammu masih
sempurna....."
Apa yang sebenarnya hendak dikatakan tak akan diketahui oleh siapapun, sebab pada saat
itulah....
Sambil membentak keras Kim Thi sia melancarkan tiga buah serangan dahsyat secara
beruntun.
Diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati, si utusan beracun segera tertusuk oleh serangan
maut itu dan roboh binasa keatas tanah.
Memandang mayat yang terkapar didepan mata, Kim Thi sia menghembuskan napas panjang
kemudian memasukkan kembali pedangnya kedalam sarung.
Dalam pada itu, Yu Hong yang berbaring diatas tanah dapat mengikuti semua peristiwa
tersebut dengan amatjelas, melihat orang yang dibencinya telah binasa, sekulum senyum

kepuasan segera tersungging dibibirnya. la berusaha meronta bangun, lalu serunya: "Aku..... aku
merasa gembira sekali."
"Kau benar-benar gembira?" tanya Kim Thi sia sambil berjalan menghampirinya. Yu Hong
tertawa hambar.
"Setelah utusan beracun menemui ajalnya secara tragis ditanganmu, biar matipun aku akan
mati dengan perasaan tenang."
"Jangan menyebut soal mati, aku tak senang mendengar kata-kata semacam itu...." buru-buru
Kim Thi sia berseru.
Yu Hong membelalakan sepasang matanya lebar-lebar, kemudian berkata lagi:
"Sebelum ajalku tiba, aku berharap....."
"Apa harapanmu?"
"Aku harap kau sudi membopongku dan pergi menjumpai sipelajar bermata sakti......"
pinta Yu Hong dengan napas tersengkal-sengkaL "Tidak bisa"
"Tegakah kau melihat aku mati dengan membawa rasa sesal yang berkepanjangan?"
"Saat ini gedung Siau yau li sedang diliputi kekalutan yang luar biasa, bila kita harus kembali
kesitu, jiwa kita bakal terancam bahaya maut......^"
Yu Hong segera menghela napas panjang setelah mendengar perkataan itu, ucapnya
kemudian:
"Aaaai, aku memang tak bisa menyalahkan dirimu^ Kau memang tidak pantas membawaku
pergi menyerempet bahaya."
"Bukannya aku takut pergi menyerempet bahaya."
"Kalau begitu aku mohon bantuanmu" desak Yu Hong.
Perkataan tersebut diutarakan dengan perasaan amat sedih dan nada yang bersungguhsungguh,
dalam keadaan begini biarpun seseorang berhati sekeras bajapun tentu akan luluh
dibuatnya.
Kim Thi sia mengangguk juga akhirnya, dia berkata: "Baiklah kalau begitu."
Dengan cepat dia menggendong Yu Hong kemudian dengan langkah lebar berlarian kembali
kegedung Siau yau lo.
Sepanjang jalan darah mengucur keluar dengan derasnya dari mulut luka Yu Hong kondisi
tubuhnya yang sudah lemah kini semakin lemah lagi.
Sebetulnya Kim Thi sia sudah berlarian dengan sepenuh tenaga, kecepatan larinya luar biasa
sekali. Tapi sepanjang jalan tiada hentinya Yu Hong berseru: "Ayolah cepatan sedikit......cepatan
sedikit......"
Mendadak.....
Dari depan situ muncul seseorang yang berjalan mendekat dengan langkah sempoyongan.
Begitu bertemu dengan orang tersebut, Yu Hong segera berteriak keras-keras. "Lepaskan aku,
turunkan aku......."
Ternyata orang yang muncul dari depan situ tak lain adalah sipelajar bermata sakti. cepat-cepat
Kim Thi sia menurunkan tubuh Yu Hong dari bopongannya.
Entah dari mana datangnya kekuatan, ternyata Yu Hong dapat bangkit berdiri dan menatap
wajah pelajar bermata sakti dengan wajah termangu-mangu.
Waktu itu seluruh badan sipelajar bermata sakti telah berlumuran darah, tapi keadaannya
mengerikan sekali.

Tapi pemuda itu masih berusaha mempertahankan diri, agaknya sebelum ajalnya tiba dia ingin
menjumpai Yu Hong lebih dulu, sehingga dengan mengerahkan sisa tenaga yang dimilikinya dia
menempuh perjalanan jauh untuk mencari gadis itu.
Kini kedua orang tersebut telah berdiri saling berhadapan, namun kedua belah pihak samasama
terbungkam dalam seribu bahasa.
Kim Thi sia merasa terharu sekali melihat adegan ini, untuk berapa saat dia sampai berdiri
tertegun tanpa berbicara.
Mendadak terdengar pelajar bermata sakti dan Yu Hong saling menyebut nama lawannya,
kemudian berlarian kedepan, saling berpelukan dengan kencang dan bersama-sama roboh
terjungkal keatas tanah.
Akhirnya disaat ajal hampir tiba, sepasang kekasih ini dapat bertemu kembali satu dengan
lainnya.
Mereka bertemu tanpa berbicara.... berpelukan tanpa kata-kata.....dalam keadaan tanpa bicara
dan saling berpelukan inilah kedua orang tersebut menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Kim Thi sia yang menyaksikan kesemuanya itu hanya bisa menghela napas panjang.
Sementara itu.....
Matahari sudah condong kelangit barat, tapi cahaya api dari arah gedung siau yau lo masih
berkobar dengan hebatnya. Pertarungan masih berlangsung amat seru, percikan darah masih
menyebar menodai seluruh permukaan tanah.
Dengan perasaan sedih Kim Thi sia mengubur jenasah Yu Hong dan sipelajar bermata sakti
ditepi jalan.
Kemudian setelah berdoa sebentar didepan pusara kedua orang itu, pelan-pelan ia berjalan
menelusuri tepi hutan. Tiba-tiba dia merasa lapar, segera pikirnya:
"Perutku sudah mulai sekarang, perduli amat dengan urusan di gedung Siau yau lo kenapa aku
tidak mengisi perut dulu?"
Dengan langkah cepat pemuda itu berlarian menuju kearah sebuah rumah penduduk yang
berada tak jauh dari tepi jalan.
dalam anggapannya dirumah penduduk itu tentu akan diperoleh makanan paling tidak dia tak
sampai kelaparan.
Siapa sangka walaupun ia sudah berteriak berulang kali didepan rumah, ternyata tak
seorangpun yang menyahut.
Dengan perasaan ingin tahu ia segera membuka pintu rumah dan nyelonong masuk kedalam.
Pada saat itulah mendadak......
Sebilah pedang tajam tahu-tahu sudah meluncur dengan langsung mengancam dada anak
muda itu.
Tergopoh-gopoh Kim Thi sia mengeluarkan jurus "bintang bergerak komet bergeser" untuk
meloloskan diri dari ancaman mana. Setelah itu dengan perasaan tegang bentaknya keras-keras:
"Jagoan darimana yang bersembunyi disitu? Berani amat main sergap siauyamu?"
Seraya membentak pemuda itu mengawasi sekeliling ruangan dengan seksama, dengan cepat
dijumpainya mayat bergelimpangan disana sini, ada mayat lelaki ada pula mayat perempuan.
Mendadak dari antara mayat- mayat tersebut ia menemukan selembar raut muka yang amat
dikenal olehnya, dengan suara keras segera teriaknya: "Ooooh, rupanya kau......"
Ternyata orang yang dimaksud adalah Nyoo Soat hong.

Waktu itu Nyoo soat hong pun telah mengetahui bahwa sipendatang adalah Kim Thi sia, sambil
tertawa serunya: "Engkoh Thi sia"
"Adik Nyoo....." teriak Kim Thi sia pula.
Pertemuan yang sangat mendadak dan sama sekali diluar dugaan ini membuatnya berdiri
menjublak, hampir saja ia tak mampu bergerak. Nyoo Soat hong segera berseru lagi:
"Engkoh Thi sia, kau tak usah takut, aku yang menyerangmu tadi."^
"Jadi kau yang menyambitku dengan pedang?" seru Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
"Yaa, maklumlah aku tidak tahu kalau orang tersebut adalah kau......"
Melihat Kim Thi sia masih berdiri termangu-mangu, kembali gadis itu berkata: "Tak usah kuatir,
kecuali aku disini hanya ada mayat-mayat belaka."
"Mengapa kau harus berbaring diantara tumpUkan mayat?" seru Kim Thi sia keheranan, dengan
langkah cepat ia maju mendekati.
Tapi belum selesai perkataan itu diutarakan, kembali ia berteriak kaget: "ooooh adik Nyoo,
siapa yang telah mencelakai dirimu hingga menjadi begini rupa?"
Ternyata separuh tubuh bagian bawah Nyoo Soat hong telah hancur dan berlumuran darah.
Sambil tertawa gadis itu menukas.
"Engkoh Thi sia, lebih baik kita tak usah membicarakan persoalan seperti ini."
"Tapi kau ahrus memberitahukan kepadaku, aku hendak membalaskan dendam bagimu"
"Tidak usah" si nona tertawa hambar.
"Apakah kau tak ingin menuntut balas atas sakit hati ini?"
"Bukannya aku tak mau menuntut balas, karena orang yang mencelakai diriku sebagian besar
telah kubunuh sampai mati."
Mendengar ucapan mana Kim Thi sia segera berseru tertahan.
"Aaaah, tak kusangka kau benar-benar seorang jagoan wanita yang luar biasa."
Nyoo Soat hong tertawa lirih, katanya kemudian:
"Engkoh Thi sia, aku hendak memberitahukan sesuatu kepadamu....."
Tampaknya luka yang diderita amat parah, ketika berbicara sampai disitu napasnya sudah
nampak tersengkal-sengkaL
"Apa yang hendak kau bicarakan? Katakan cepat?" buru-buru Kim Thi sia berseru.
"Sebetulnya banyak persoalan yang hendak dibicarakan, tapi sayang tidak banyak waktu yang
tersedia........"
"Kalau begitu katakan yang penting-penting saja."
"Soalpertama, toako.......dia telah tewas."
"Apa?" seru Kim Thi sia tertegun.
Sebagaimana diketahui toako yang dimaksud Nyoo Soat hong adalah Nyoo Jin hui, padahal dia
adalah saudara angkat Kim Thi sia. Itulah sebabnya pemuda tersebut menjadi sedih sekali setelah
mendengar berita kematian itu, tanpa terasa titik air mata jatuh bercucuran.
"Toa ko tewas dikarenakan. ...... "
"Karena apa?" tukas Kim Thi sia cepat.
"Dia tewas karena lentera hijau....." pelan-pelan Nyoo Soat hong menghembuskan napas
panjang.

"Ia tewas lentera hijau?" seru Kim Thi sia dengan perasaan amat terperanjat. setelah berhenti
sejenak, Nyoo Soat hong berkata lebih jauh:
"Kami telah bersua dengan lima naga burung hong, ternyata siburung hong Lam Peng memiliki
lentera hijau"
"Yaa benar, dia memang mendapatkan benda tersebut dari tanganku." Kim Thi sia
membenarkan dengan perasaan dendam.
"Toako telah tewas ditangan lima naga dan burung hong, sedang akupun sudah habis......"
"Kau tak usah kuatir" Kim Thi sia mencoba menghibur. "Merekapun tak akan memperoleh akhir
yang baik."
"Kini mereka telah berkomplot dengan Dewi Nirmala."
"Aaaah......." dengan perasaan terkejut Kim Thi sia berseru tertah an. "Sama sekali tak
kusangka semua orang jahat didunia ini telah berkumpul menjadi satu."
"Dengan berkomplotnya mereka, berarti daya pengaruh orang-orang itu menjadi bertambah
besar, kau mesti bersikap hati-hati."
"Aku sama sekali tak takut kepada mereka" ucap Kim Thi sia dengan gagah.
"Setahuku, saat ini mereka sedang berkumpul didalam Lembah Nirmala......"
"Bagus sekali, aku tentu akan pergi menjumpai mereka......"
"Kau harus merampas kembali lentera hijau itu" buru-buru Nyoo Soat hong berseru.
"Soal ini......." Kim Thi sia jadi tertegun dan gelagapan sendiri.
Agaknya Nyoo Soat hong dapat menemukan keanehan itu, dengan cepat dia menegur: "Apakah
kau menjumpai suatu kesulitan?"
Kim Thi sia adalah seorang pemuda yang jujur, dengan cepat ia berterus terang:
"Dihadapan Lam Peng aku pernah bersumpah tidak akan merebut kembali lentera hijau dari
tangannya."
"Kenapa?" tanya Nyoo Soat hong tercengang.
Secara ringkas Kim Thi sia segera menceritakan apa yang telah dialaminya kepada gadis
tersebut.
Nyoo Soat hong mendengarkan keterangan itu dengan tenang, kecuali sering terbatuk-batuk
dan muntah darah, dia sama sekali tidak mengucapkan sepatah katapun. Sampai lama
kemudian......
Akhirnya Nyoo Soat hong menghela napas dan berkata:
"Aaaaai......kalau jadi orang jujur seperti kau, memang selamanya kerugian yang diperoleh."
Kim Thi sia hanya membungkam diri dalam seribu bahasa. Kembali Nyoo Soat hong berkata:
"Aku merasa ajalku sudah hampir tiba, kuharap....kau.....kau bisa menjaga diri baik-baik."
Dengan cepat Kim Thi sia memeluk gadis itu kedalam pelukannya, lalu berseru dengan pedih.
"Tidak kau tak akan mati, kita akan berada bersama untuk selamanya....."
"Moga-moga saja begitu" Nyoo Soat hong tertawa pedih.
"Selain itu kita tak akan berpisah kembali, kita tak akan berpisah kembali......." sambung Kim
Thi sia dengan penuh luapan emosi.
Mungkin terdorong oleh luapan emosi yang berkobar-kobar sehingga sewaktu berbicara,
suaranya seperti orang sedang berteriak.

Pukulan batin yang diterima selama berapa hari ini terasa amat berat baginya. Pertama-tama
adalah kematian dari Yu Hong. Dilanjutkan kemudian dengan kematian dari Yu Hong.
Kini, dia hanya bisa memeluk tubuh Nyoo Soat hong sambil menangis tersedu-sedu.
Ia rela menyerahkan seluruh cinta kasihnya kepada gadis tersebut asal ia mati,
tapi......mungkinkah hal ini bisa terjadi?
Dan kini Nyoo Soat hong telah menghembuskan napas nyayang terakhir didalam pelukannya.
Dalam keadaan begini, ia tak bisa berbuat lain kecuali menangis sambil berteriak: "Adik Nyoo,
jangan tinggalkan aku...^ jangan tinggalkan aku......"
Tapi mungkinkah gadis tersebut dapat hidup kembali?
Sementara itu, Lin lin sedang menanti kedatangan Kim Thi sia di "GUbuk.".
Hari demi hari dia menanti tanpa melihat kekasihnya kembali, ketika kesabarannya sudah mulai
hilang, tiba-tiba suatu hari ia menerima sepucuk surat. Rupanya surat itu dikirim oleh si Unta.
Ketika ia selesai membaca surat tadi, perasaan hatinya menjadi amat terperanjat sehingga
gadis itu cepat- cepat berangkat meninggalkan "gubuk". Ternyata surat itu bertuliskan begini:
"Nona Lin lin..... Engkoh Thi sia mu meski menempuh perjalanan bersama kami, namun
ditengah perjalanan ia telah bertarung dengan orang lain sehingga tidak datang kegedung Siau
yau lo bersama-sama kami."
Bila dihitung waktunya, kemungkinan sekali engkoh Thi sia mu sudah berada digedung Siau yau
lo sekarang.
Menjelang mag rib tadi, pertarungan sengit telah berkobar digedung Siau yau lo. Pertarungan
ini merupakan suatu pertempuran yang belum pernah terjadi sebelumnya. Mayat bertumpuktumpuk
membukit, darah segar bercucuran menganak sungai, tapi kami tak pernah bersua
kembali dengan engkoh Thi sia mu. Bukankah kau merasa amat kuatir?
Aku tahu, kau tentu amat kuatir itulah sebabnya tak ada salahnya bila kau pun segera datang
kemari untuk menengok sendiri keadaan ditempat ini. Tertanda "Unta"
Tatkala Lin lin selesai membaca isi surat tersebut, perasaan hatinya menjadi amat berat, dia
bingung dan kesal.
Yang paling menguatirkan adalah keselamatan jiwa Kim Thi sia yang telah pergi dan hilang
jejaknya itu.
Dengan membawa perasaan sedih dan kuatir, berangkatlah Lin lin menuju kearah gedung siau
yau lo.
Akhirnya dibelakang kebun gedung tersebut mereka berhasil menemukan Kim Thi sia.
Waktu itu Lin lin merasa kegirangan setengah mati, dia ingin segera maju mendekatinya,
namun apa yang kemudian terlihat membuat hatinya amat kecewa. Sambil tertawa si unta segera
berkata:
"Sungguh tak disangka bocah keparat itu telah bersua kembali dengan seorang gadis cantik
disini......."
Tiba-tiba ia seperti merasa telah salah berbicara, cepat- cepat sambungnya kembali: "Lin lin
tunggulah sejenak disini, biar aku pergi memanggilnya."
"Tidak usah" sahut Lin lin dengan air mata bercucuran-
"Kenapa?" si unta agak tertegun.
"Saat ini dia sedang memeluk gadis tersebut, mengapa kita harus mengusik ketenangannya? "
"Tapi...... mengapa kau memandang persoalan ini begitu serius....."

"Tentu saja, aku memang menganggap serius persoalan ini." Mendengar itu, si unta segera
menghela napas panjang. Terdengar Lin lin berkata lagi:
"Alu tidak tahan melihat dia memeluk gadis itu dengan begitu hangat dan mesrah."
"Aku bisa menyuruh dia datang minta maaf kepadamu" bujuk si unta sambil tertawa.
"Persoalan semacam ini tak mungkin bisa diselesalkan dengan cuma minta maaf saja."
"Lalu apa keinginanmu sekarang?"
"Aku tak ingin berbuat apa-apa"
"Apakah kau tak ingin bertemu denganku lagi?" Lin lin tertawa hambar.
"Untuk saat ini tidak, entah kalau hatiku yang duka telah bisa kuatasi dan pikiranku yang
sempit bisa kubuka......"
"Kau....."
Lin lin hanya menggelengkan kepalanya berulang kali, sementara air matanya jatuh berlinang
membasahi pipinya.
"Nona Lin lin, kau jangan bersedih hati......." cepat-cepat si unta berusaha membujuk.
Pelan-pelan Lin lin membasuh air matanya yang meleleh membasahi pipinya, kemudian
berkata:
"Tuan Unta, mari kita pergi dari sini."
"Bagaimana dengan Kim Thi sia.....?"
"Biarkan dia memeluk gadisnya itu."
"Tapi......."
"sudahlah, tak usah banyak berbicara lagi, aku ingin secepatnya pergi dari sini."
"Mendadak?"
"Aku hendak pergi dari sini untuk sementara waktu dan tak ingin bertemu dengannya dalam
jangka waktu tertentu."
"Tapi kemana kau hendak pergi?"
"Aku berniat mencari sebuah tempat yang sepi dan hidup sebagai rakyat biasa disitu. Siapa
tahu hatiku yang lara bisa terobati dan suatu ketika aku bisa menerima kehadirannya kembali"
"Tapi, mana boleh kau berbuat begitu?"
"Aaaai......aku tidak ingin kau merintangi niatku ini, aku cuma berharap kau bisa menemani aku
selama ini......kuharap kau tidak menampik permohonanku ini........"
"Baiklah, untuk sementara waktu aku akan melindungi keselamatan jiwamu, moga-moga saja
kau bisa cepat berubah pikiran-....."
"Kalau memang begitu, mari kita tinggalkan tempat ini secepatnya....." Si unta manggutmanggut.
Maka berangkatlah Lin lin, gadis yang bersedih hati itu meninggalkan tempat tersebut diiringi si
Unta.
Bayangan tubuh mereka makin lama makin mengecil akhirnya lenyap dikejauhan sana. Kim Thi
sia tersadar kembali dari lamunannya, lalu menghela napas panjang.
Nyoo Soat hong yang berada dalam pelukannya sudah lama menghembuskan napas yang
penghabisan-
Kematian Nyoo Soat hong nampak begitu tenang, seakan-akan ia tidak merasa berat hati untuk
meninggalkan dunia ini.

Menjelang malam, pemuda tersebut kembali berkerja keras untuk mengubur jenasah gadisnya.
Perasaan Kim Thi sia saat itu amat kaku dan bingung.
Seusai berdoa didepan pusara Nyoo Soat hong, dengan langkah agak gontai ia berjalan kembali
menuju ke Gedung Siau yau lo.
Tampak pertempuran sengit yang berlangsung ditempat itu sudah mencapai titik terakhir, tapi
suasana disitu benar-benar amat seram dan menggidikkan hati.
Sepanjang jalan yang dijumpai hanya mayat- mayat yang bergelimpangan diatas genangan
darah.
Ada yang lengannya kutung, ada pula yang kakinya terpapas kutung.
Tapi Kim Thi sia sama sekali tak acuh terhadap mayat- mayat tersebut, dengan memegang
pedangnya erat-erat dia melanjutkan perjalanannya menuju kearah gedung Siau yau lo.
Mendadak ia menyaksikan ada serombongan besar jago persilatan yang berkumpul disuatu
tempat, rombongan itu terdiri dari empat, lima puluhan orang.
Dari keempat, lima puluhan orang itu, mereka terbagi dalam dua barisan yang berdiri saling
berhadapan.
orang-orang yang berada disebelah kiri mengenakan pakaian berwarna kuning, mereka adalah
kawanan jago dariperkumpulan cahaya emas.
Sedangkan orang-orang yang berada disebelah kanan memakai baju berwarna hitam, mereka
adalah orang-orang perkumpulan Tay sang pang.
Rupanya kedua belah pihak saling menghentikan pertarungan karena ditengah arena saat itu
sedang berlangsung pertarungan sengit antara dua orang jago tangguh.
Mereka berdua tak lain dalah ciau thong kongCu melawan Khu It cing, ketua perkumpulan Tay
sang pang.
Dengan pertarungan itu pula agaknya pihak perkumpulan cahaya emas dan perkumpulan Tay
sang pang ingin menentukan siapa menang pun siapa kalah dalam pertarungan tersebut. Pelanpelan
Kim Thi sia berjalan mendekati arena pertarungan itu.
tak seorang manusiapun yang merasakan kehadiran pemuda itu, sebab seluruh pikiran dan
perhatian mereka saat ini telah tertuju kearena pertarungan sehingga tak seorangpun yang
memperhatikan kedatangan Kim Thi sia.
Sesungguhnya Kim Thi sia sama sekali tidak menaruh kesan baik terhadap ciu thong kongcu,
tapi tentu saja ia tak akan membiarkan Khu It Cing hidup dengan tenang didunia
Ditengah gelap dan remang-remangnya suasana, tampak dua orang yang sedang bertarung itu
berpisah satu sama lainnya.
Agaknya suatu bentrokan kekerasan baru saja berlangsung dengan gebatnya, menang
kalahpun nampaknya segera akan ketahuan-
Para jago dari Tay sang pang dan perkumpulan cahaya emas sama-sama berseru tertahan,
mereka maju setengah langkah kedepan tanpa terasa untuk melihat siapa yang berhasil meraih
kemenangan dalam bentrokan itu.
Mendadak terdengar sipukulan sakti penggetar langit Khu It cing tertawa terbahak-bahak.
Dengan perasaan tak senang hati, ciu thong kongcu segera menegur: "Khu It cing, apa yang
kau tertawa kan?"
"Tak kusangka kau memang seorang jago muda yang tangguh" ucap Khu It cing uring-uringan-
"Selama puluhan tahun kulatih ilmu pukulanku, tak disangka akhirnya hanya mampu mengimbangi
permainan silat seorang bocah cilik macam kau......."

Kemudian setelah menyeka air ludahnya dia berkata lebih jauh:
"ciu tong kongcu, usiamu masih muda biarpun akhirnya harus mampus ditanganku, rasanya
kau tetap bisa merasa berbangga hati."
"Hmmm, kongcu mu berasal dari perguruan kenamaan-Justru kaulah yang harus merasa
bangga bila dapat mampus diujung pedangku."
"Sudahlah, kita tak perlu meributkan masalah tersebut lebih dulu. sebelum kau mampus nanti,
bersediakah kau untuk memberitahukan sesuatu kepadaku secara berterus terang." ciu tong
kongcu tertawa dingin.
"Hmmm.. mengingat kematianmu sudah berada diambang pintu. Baiklah, kau boleh
menanyakan persoalan yang tidak kau pahami."
Khu It cing termenung sambil berpikir sejenak, kemudian baru katanya: "Berapa hari berselang
kau pernah datang kemari......"
"orang yang kau maksud bukan kongcu mu sendiri, dia adalah salah seorang duplikatku" tukas
ciu tong kongcu cepat.
"oh, rupanya begitu......" Khu It cing seperti baru memahami akan sesuatu.
"Apa...."
"Berapa waktu berselang, perkumpulan Tay sang pang telah membinasakan dua orang secara
beruntun, pertama adalah ciu tong kongcu......"
"Haaah....haaah.....siapa pula orang yang satunya lagi?" tanya ciu tong kongcu sambil
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"orang itupun terhitung seorang jagoan tenar didalam dunia persilatan, dia masih muda namun
memiliki ilmu silat yang cukup tangguh."
"Hmmm, tampaknya kau seperti tak berani mengatakan siapa kah orang yang kau maksudkan
itu?" ^
"Kenapa tidak berani? orang itu adalah Kim Thi sia."
Kim Thi sia yang turut mendengarkan pembicaraan tersebut menjadi kegelian, tanpa sadar ia
tertawa terbahak-bahak.
Gelak tertawa yang muncul secara tiba-tiba ini sangat mencengangkan hati para jago, tanpa
terasa mereka semua sama-sama berpaling kearah mana berasalnya suara tertawa itu.
Tampaknya Kim Thi sia berdiri dengan wajah dingin dan kaku, ketika melihat semua orang
berpaling memandang kearahnya, sambil tertawa dingin ia segera berseru:
"Sekalipun aku Kim Thi sia bukan manusia yang terdiri dari tiga kepala atau sembilan lengan,
namun aku percaya orang-orang Tay sang pang tidak akan mampu berbuat apa- apa terhadap
diriku."
Sambil berkata dengan pedang siap ditangan selangkah demi selangkah dia berjalan mendekati
arena.
Sipukulan sakti penggetar langit Khu It cing kini menjadi sangat terperanjat sekali, serunya
tertahan: "Sii.....sii......siapa kau^....?"
Kembali Kim Thi sia tertawa dingin.
"Akulah Kim Thi sia, orang yang siang malam ingin kau bunuh tapi tak pernah mampus
ditanganmu"
"Kau^.....kau juga ikut datang?" kembali Khu It cing berseru tertahan ia kelihatan agak panik.
ciu tong kongcu yang menyaksikan hal tersebut kontan saja tertawa terbahak^bahak,
jengeknya dingin:

"Sungguh tak disangka dua orang musuh tangguh yang ingin dibunuh oleh pihak Tay sang
pang ternyata tak seorangpun yang mampus" Kemudian setelah tertawa dingin sambungnya lebih
jauh: "Itu berarti saat kematianmu sudah hampir tiba Khu It cing...^."
Khu It cing sama sekali tidak menggubris ejekan tersebut, dan ia segera berpaling kearah Kim
Thi sia dan menegur: "sebenarnya apa maksudmu datang kemari?"
"Apa lagi, tentu saja akan memenggal batok kepalamu"
"Tidak bisa......" tiba-tiba ciu tong kongcu menyela.
"Kenapa tidak bisa?" seru Kim Thisia agak tertegun.
"Pertarunganku dengannya belum berakhir menang kalahpun belum berhasil ditentukan-"
"Tapi aku datang dengan membawa maksud ingin menuntut balas kepada bajingan tua itu."
"Kim Thi sia, lebih baik aku jangan mengambil kesempatan untuk mencari keuntungan" seru
Khu It cing pula. Kim Thi sia tertawa nyaring.
"Aku tak ambil perduli apapun perkataanmu,pokoknya aku merasa cukup beralasan untuk
datang mencabut nyawamu"
"Tapi dendam kesumat atau permusuhan apa yang terjalin diantara kita berdua?"
"Kau tentu masih ingat bukan dengan nama-nama Yu Hong, Yu Klem, Li Beng poo......."
"Jadi kau datang demi mereka semua?"
"Tepat sekali ucapanmu itu."
"Tidak bisa.......tidak bisa......." cepat- cepat ciu tong kongcu menukas kembali.
"Sudah terlalu banyak anggota perkumpulanku yang tewas ditangan mereka.Jumlahnya tak
tehitung dengan jari tangan, oleh sebab itu perkumpulan kami berhak untuk menuntut balas
kepada pihak mereka."
"Aku tak ingin mencampuri urusan kalian masalah tersebut merupakan masalah kalian dengan
pihak Tay sang pang sendiri."
"Tapi Khu It cing adalah ketua Tay sang pang jadi sudah sepantasnya bila kongcu yang
menghadapi manusia" sambung ciu tong kongcu sambil tertawa hambar.
"Tapi...."
Kim Thi sia memang tak pandai berbicara untuk sesaat diapun menjadi kelabakan dan tak tahu
bagaimana harus mengemukakan alasannya. Melihat itu ciu tong kongcu segera bertanya lagi:
"Apa alasanmu?"
Tiba-tiba Kim Thi sia teringat akan sesuatu, cepat- cepat serunya:
"Sebab kau sudah terlalu lama bertarung melawannya tanpa berhasil ditentukan siapa menang
siapa kalah.Jadi aku cukup beralasan untuk mendapat giliran berikut"
Sipukulan sakti penggetar langit Khu It cing segera tertawa terbahak-bahak, selanya: "Wahai
Kim Thi sia, yakinkan kau untuk bisa mengungguli diriku?"
"Tentu saja."
"Kau tahu Kim Thi sia, aku sudah bertarung tiga ratusan jurus melawan Khu It cing...."
sambung ciu tong kongcu cepat.
"Tapi sekarang aku hanya berharap bisa bertarung dalam tiga jurus saja melawannya."
"Tiga jurus?" ulang ciu tong kongcu dnegan wajah tertegun. "Seandainya belum bisa ditentukan
hasil akhirnya?"
"Tentu saja aku akan segera angkat kaki meninggalkan tempat ini"

ciu tong kongcu segera termenung dan berpikir berapa saat lamanya, kemudian baru berkata:
"Jadi aku mengabulkan permintaanku?"
"Ehmm, aku bersedia untuk mengalah dan memberi kesempatan kepadamu untuk bertarung
sebanyak tiga jurus melawan Khu It cing." Sementara itu Khu It cing telah menjengek sambil
tertawa keras.
"IHaaaah......haaaaah.......haaaaah....^...belumpernah kudengar ada orang yang mampu
menentukan menang kalah melawanku dalam tiga jurus saja. Seandainya terjadi, sudah pasti
batok kepalamu yang bakal berpindah tempat"
"Bagaimana akhir dari pertarungan nanti, lebih baik kita buktikan dengan kenyataan saja."
Ia segera menyarungkan kembali pedangnya, kemudian berseru lagi dengan nyaring:
"Khu It cing, kau tersohor karena ilmu pukulanmu, maka sekarang akupun hendak
membunuhmu dengan tangan kosong."
"Kau hendak bertarung menggunakan tangan kosong?
Haaaah......haaaaah.......haaaaah.........akan kulayani keinginanmu itu dengan senang hati."
Kim Thi sia tertawa keras pula, kepada ciu tong kongcu dia segera menjura seraya berkata:
"ciu tong kongcu memang tak malu menjadi anak murid perguruan kenamaan, kegagahan serta
kesediaanmu untuk mengalah pada hari ini sungguh membuat hatiku amat terima kasih."
ciu tong kongcu tidak berkata apa- apa dia hanya tersenyum sambil memberi hormat.
Dalam pada itu Khu It cing sudah diliputi hawa amarah yang meluap-luap diam-diam ia
berpikir:
"Kurang ajar, kau anggap aku sebagai barang rongsokan yang tak berguna sehingga bisa
dioperkan semaunya sendiri?"
Tapi sebagai seorang jagoan yang berilmu tinggi dan berotak licik, sekalipun dalam hati
kecilnya merasa amat gusar namun perasaannya itu tidak sampai diperlihatkan diwajahnya, dia
tertawa seram kemudian berkata pelan-pelan:
"Kim Thi sia, kulihat kau begitu yakin bisa mengungguli diriku, sebetulnya kepandaian apa sih
yang kau andaikan?"
"Tay goan sinkang"
"Haaaah? Tay goan sinkang? Masa kepandaian tersebut memiliki daya kekuatan yang hebat?"
Khu It cing berseru tertahan.
"Tepat sekali perkataanmu."
"Lantas ketiga jurus serangan yang manakah dari ilmu Tay goan sinkang yang memiliki
kekuatan amat besar?"
"Tiga jurus serangan yang manapun"
"Jadi kau hendak menggunakan ketiga jurus serangan tersebut?"
"Hmmm, sekarang juga akan kupertunjukkan kepadamu."
Begitu selesai berkata, tiba-tiba saja pemuda itu melejit ketengah udara dengan kecepatan
tinggi.
Lalu seperti seekor rajawali raksasa yang mementangkan sayapnya, dia menukik kebawah
sambil melancarkan serangan, bentaknya keras-keras: "Jurus pertama......."
Belum habis suara itu berkumandang, sebuah serangan yang amat dahsyat telah dilontarkan
kebawah.

Khu It cing bukan manusia sembarangan sudah barang tentu dia tak akan tergetar
perasaannya oleh ancaman tersebut.
Dengan sikap yang sangat tenang dia sambut datangnya serangan tersebut dengan kekerasan,
lalu tegurnya:
"Apa nama jurus seranganmu yang pertama ini?"
"Jurus ini bernama Mati hidup di tangan nasib" bentak Kim Thi sia seraya membiaskan beratusratus
bayangan pukulan yang amat menyilaukan pandangan mata.
"Itu mah sederhana sekali, coba lihat jurus matahari tenggelam disungai panjangku ini" seru
Khu It cing.
Dengan sebuah terjangan kilat ia sambut datangnya ancaman tersebut.
ciu tong koncu yang melihat kejadian ini segera berseru sambil menghela napas ^
"Bagus sekali"
Kemudian bagaikan sedang bergumam ia berkata lebih jauh:
"Serangan dari Kim Thi sia kuat dan tangguh, sedangkan pukulan Khu It cing mantap dan
berpengalaman, nampaknya dalam jurus serangan yang pertama ini menang kalah belum bisa
ditentukan-"
Baru selesai perkataan tersebut diutarakan, dalam arena pertarungan sudah terjadi benturan
yang amat keras.
"Blaaaammmm......."
Ditengah suara bentrokan yang memekikkan telinga serta beterbangannya pasir dan debu,
terlihatlah Khu It cing serta Kim Thi sia telah berganti posisi tubuh masing- masing .
Mendadak terdengar Khu It cing berseru lagi: "Berhati-hatilah kau Kim Thi sia."
Dengan cepat tubuhnya mendesak maju kemuka dan berseru kembali:
"Jurus seranganku ini bernama kuda berpekik angin berhembus"
Kim Thi sia segera menekuk pinggang samil memutar tangan, sahutnya keras- keras:
"Serangan yang hebat."
Telapak tangannya diputar kencang lalu menyongsong datangnya ancaman sambil berseru:
"Lihatlah jurus kejujuran meretakkan batu emasku ini......."
"Blaaaaammmm......."
Benturan yang terjadi kali ini berlangsung lebih keras dan dahsyat, jauh lebih hebat dari pada
bentrokan yang pertama kali tadi.
Tampak pasir dan debu beterbangan mengakibatkan suasana menjadi amat kabur sehingga
untuk seperminum teh lamanya orang susah untuk mengetahui hasil dari pertarungan tersebut.
Menyaksikan hal ini, ciu tong kongcu segera menghela napas panjang, serunya dengan
perasaan terkejut:
"Sungguh tak disangka pertarungan yang berlangsung saat ini merupakan pertarungan
terhebat yang pernah kusaksikan selama ini."
Semua orang hanya termangu, karena merekapun tidak mengerti apa yang dimaksudkan orang
tersebut.
Mendadak terdengar seseorang dari pihak Tay sang pang menegur keras:
"Hey ciu tong kongcu, kau bilang ilmu silatmu hebat, apakah kau bisa dengan menemukan
sesuatu dari pertarungan ini?"

"Aku memiliki ketajaman mata yang luar biasa, tentu saja dapat kulihat semua kejadian dengan
jelas^"
"Kalau begitu siapa yang menang siapa yang kalah didalam pertarungan jurus kedua ini?"
sementara itu pasir dan debu sudah mulai membuyar secara pelan-pelan, kemudian tampaklah
Khu It cing dan Kim Thi sia masih berdiri saling berhadapan dengan kaku.
Sikap mereka amat serius namun tak seorangpun yang tahu apa yang sedang mereka pikirkan
sekarang.
Tapi ada satu hal yang pasti yakin kedua belah pihak sama-sama sudah merasa lelah dan
kehabisan tenaga sesudah terjadinya pertarungan sengit tadi, dan sekarang mereka sedang
memanfaatkan kesempatan yang ada untuk mengatur pernapasan. Mendadak terdengar jagoan
dari Tay sang pang tadi berseru lagi:
"Kalian coba lihat, paras muka ketua kita amat tenang dan wajar, tampaknya ia sama sekali tak
terpengaruh oleh pertarungan yang barusan berlangsung......."
"Tapi aku lihat Kim Thi sia pun masih gagah perkasa dan bersemangat tinggi"
"Hmm, memangnya kau bisa mengikuti semua peristiwa dengan jelas?"
"Tentu saja, aku rasa Khu It cing mengangap tenaga dalamnya terlalu sempurna sehingga
dalam serangannya tadi ia kombinasikan pukulan dengan ilmu jari Tay lek kim kong ci....."
"Ya benar, ilmu Tay lek kim kong ci memang merupakan ilmu silat andalan ketua kami."
"Hmm, ilmu silat itu memang licik, ganas dan hebat, suatu kepandaian yang susah dihadapi."
"Kalau dugaanku tak keliru, semestinya isi perut Kim Thi sia sudah mengalami luka parah
bukan?"
"Hmm, justru sebaliknya."
"Maksudmu?"
"Tay goan sinkang milik Kim Thi sia mengandung unsur keras dan lembut, ia sama sekali tidak
terpengaruh oleh serangan lawannya."
"Huuuh...... lebih baik jangan mengumpak. bagaimana hasil pertarungan kali ini?"
"Kenyataan yang berada didepan mata membuktikan bahwa menang kalah belum bisa
ditentukan-....."
"IHmmm, ini berarti pada jurus ketiga akan diketahui dengan segera siapa yang paling
tangguh."
ciu tong kongcu tertawa dingin. "Tepat sekali perkataanmu itu......"
sementara mereka masih berbincang-bincang, Kim Thi sia sudah mulai menggerakkan tubuhnya
pelan-pelan berjalan maju kemuka.
Sebaliknya Khu It cing dengan sepasang matanya yang tajam mengawasi tanpa berkedip setiap
langkah tubuh musuhnya.
suasana menjadi tegang dan setiap saat suatu pertarungan yang dahsyat akan berkobar. Tibatiba
terdengar jagoan Tay sang pang tadi berseru lagi:
"Aku lihat, bagaimanapun juga kim Thi sia tetap adalah seorang bocah cilik yang belum pernah
mengalami situasi seperti ini."
"Apa maksudmu berkata begini?" tanya ciu tong kongcu sambil tertawa.
"Bukankah keadaan sudah jelas terlihat lantaran takut maka tiada hentinya Kim Thi sia
berusaha untuk menghindarkan diri."
"Atas dasar apa kau berkata begini?"

"coba kau lihat."
Sepintas lalu gerak gerik Kim Thi sia memang mirip orang yang ketakutan, setiap Khu It cing
mengerakkkan tangannya melakukan sesuatu gerakan, pemuda tersebut selalu menghindar
kesana kemari dengan cepat.
Tapi ciu tong kongcu agaknya berpendapat lain, setelah menyaksikan kejadian tersebut, ia
segera berkata:
"Pendapat kalian itu keliru besar menurut pandanganku justru ketua kalian yang mulai dicekam
oleh perasaan takut."
Jawaban tersebut tentu saja membuat para jago dari Tay sang pang jadi tertegun. Namun
kenyataan yang tertera didepan mata memang menunjukkan keadaan begitu.
Setiap kali Kim Thi sia menggerakkan tangannya, maka segera terlihatlah Khu It cing
menggeserkan badannya secara panik untuk menghindar kian kemari.
Melihat kejadian mana, para jago dari Tay sang pang jadi tercengang dan gelagapan sendiri.
"Waaaah......kalau begini......kalau begini....."
"Kau tentu tak akan mengerti kenapa jadi begini bukan?" jengek ciu tong kongcu sambil
tertawa nyaring.
"Hmmm, ketua kami gagah dan berilmu tinggi, siapa tahu ia sengaja berbuat begitu untuk
menjebak lawannya?"
"Tak mungkin begitu, coba jawab dulu bukankah mereka berdua telah berjanji hanya akan
bertarung sebanyak tiga gebrakan?"
"Benar"
"Dan sekarang jurus ketiga sudah menjelang tiba, bukankah menang kalah segera akan
ditentukan?"
"Benar"
"Padahal dalam pertarungan yang menentukan begini maka kecepatan dan ketetapan sekarang
sangat mempengaruhi hasil terakhir, itulah sebebanya mereka nampak agak tegang."
Sementara itu Kim Thi sia dan Khu It cing telah saling melancarkan serangan dengan kecepatan
luar biasa.
Dalam waktu singkat kedua orang itu sudah bermandikan peluh, napasnya tersengkal-sengkal
seperti dengusan napas kerbau. Mendadak terdengar ciu tong kongcu berteriak keras: "Bagus
sekali"
"Apanya yang bagus?" tanya jagoan dari Tay sang pang itu dengan wajah tertegun.
"Aku.......aku merasa sangat gembira."
"Apa yang kau gembira kan?"
"Gerak serangan yang digunakan kedua belah pihak dalam serangan tadi sungguh indah dan
mempunyai makna yang mendalam boleh dibilang jurus serangan mereka amat jarang ditemui
didalam dunia persilatan."
Pada saat itulah terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memecahkan
keheningan.
Bersamaan dengan bergemanya suara pekikkan tadi, tampak Khu It cing mundur setengah
langkah dengan sempoyongan.
Sipukulan sakti penggetar langit Khu It cing memang tak malu menjadi seorang pemimpin
dunia persilatan, kendatipun tubuhnya terhajr oleh serangan musuh dan lukanya terletak pada
bagian yang mematikan namun ia masih sanggup untuk mempertahankan diri.

Sebaliknya Kim Thi sia berdiri ditempat semula sambil tertawa dingin tiada hentinya. la bersikap
serius dan penuh wibawa bagaikan dewa.
Setelah berusaha keras untuk mempertahankan tubuhnya, sipukulan sakti penggetar langit Khu
it cing memuntahkan darah segar.
Tiba-tiba Kim Thi sia menggerakkan tubuhnya beranjak dari posisi semula, kepada ciu tong
kongcu katanya sembari menjura:
"Pertarungan tiga jurus telah berlalu, sayang tenaga ku kurang memadai sehingga gagal untuk
membunuh Khu It cing, tapi aku berharap kongcu suka meneruskan usahaku yang gagal tadi
dengan melenyapkan bibit bencana bagi umat persilatan ini dari muka bumi"
"Tak perlu sungkan-sungkan"jawab ciu tong kongcu sambil tertawa nyaring.
Kemudian sambil menyerbu kedepan dengan jurus pasir dingin bayangan meluncur, dia terkam
kehadapan musuhnya seraya membentak: "Khu It cing, serahkan nyawamu sekarang"
Dalam pada itu, Khu It cing tidak menunggu lebih lama lagi ditempat tersebut, ketika selesai
berkata tadi ia segera beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut.
Belum jauh dia melangkah pergi, dari arah belakang sana sudah terdengar suara jeritan ngeri
yang memilukan hati.
Menyusul jeritan yang mengerikan hati tadi, terdengar pula suara bentakan nyaring dari ciu
tong kongcu.
Pertarungan sengit rupanya berkobar kembali, kawanan jago dari perkumpulan cahaya emas
mulai melancarkan serbuannya untuk menumpas orang-orang dari perkumpulan Tay sang pang.
Tak lama kemudian terdengar lagi ciu tong kongcu membentak nyaring:
"Ketua Tay sang pang Khu It cing telah tewas ditanganku, kita jangan biarkan kawanan
manusia dari perkumpulan Tay sang pang itu meloloskan diri dari sini. Mereka adalah orang-orang
jahat yang tak boleh diampuni, bantai saja sampai tumpas......"
Ucapan tersebut bagaikan perintah saja, segenap jago dari perkumpulan cahaya emas serentak
memperketat serangannya dan membantai musuhnya habis-habisan.
Kim Thi sia dapat mendengar suara jeritan kesakitan yang bergema tiada hentinya itu, namun
ia tak ambil perduli, sambil tertawa terbahak-bahak pemuda ini malah mempercepat langkahnya
meninggalkan tempat itu.
Entah berapa lama ia sudah menempuh perjalanan, akhirnya sampailah pemuda tersebut
disebuah tebing bukit yang amat sepi.
Mendadak dari balik keheningan malam yang mencekam tanah perbukitan itu, secara lamatlamat
ia mendengar ada orang yang sedang bercekcok sengit.
Kim Thi sia segera dibuat terkejut bercampur keheranan setelah mendengar suara percekcokan
itu, dengan langkah cepat ia memburu kemana berasalnya suara tadi.
Akhirnya ia memilih sebuah batu cadas yang tingginya mencapai dua kaki untuk
menyembunyikan diri dari pengintaian orang lain-
Ketika ia mencoba untuk melongok kearah tebing tersebut segera terlihatlah cahaya senjata
yang berkilauan memenuhi angkasa, rupanya pertarungan seru sedang berlangsung ditempat itu.
Bukan hanya begitu, diapun merasa suara caci maki yang bergema berasal dari suara
seseorang yang amat dikenalnya.
Terdengar salah seorang diantara mereka yang bertarung itu berseru lantang:
"Demi mendapatkan mutiara penenang angin dari gedung Siau yan lo, aku telah membuang
banyak pikiran dan tenaga untuk mendapatkannya. Eee tahunya kau hendak mengangkanginya
sendiri sekarang....."

suara seorang lagi segera menyerocos keluar.
"IHmmm, kau anggap aku tidak membuang banyak pikiran dan tenaga untuk mendapatkan
mutiara mestika ini.....?"
"Baiklah, kalau begitu mari kita tentukan pemilik mutiara tersebut lewat suatu pertarungan-"
"Hmm, boleh-boleh saja, asaikan kau bisa menangkan diriku biar setengah juruspun, aku pasti
akan serahkan mutiara mestika itu kepadamu."
"Bagus sekali, kita tetapkan dengan sepatah kata ini. Hmmm, terus terang saja aku bilang, aku
tak akan takut terhadap ilmu silat cakar kucingmu itu....."
Pertarungan sengitpun segera berkobar kembali dengan ramainya.
Dalam pada itu Kim Thi sia telah dapat melihat dengan jelas raut muka dua orang yang sedang
bertarung itu.
Ternyata mereka berdua tak lain adalah si Pencuri ulung dari utara Yoji kian dan pencuri sakti
dari selatan Ho Tay hong.
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benaknya, pemuda itu segera berpikir:
"Aneh betul, kenapa si pencuri ulung dari utara saling bertarung sendiri dengan pencuri sakti
dari selatan? Apa gerangan yang telah terjadi dengan mereka berdua?"
Sekalipun Kim Thi sia tahu bahwa mereka berhasil mencuri mutiara mestika Teng Hong cu dari
gedung Siau yan lo, lagi pula diapun tahu bahwa mutiara Teng hong ci merupakan mestika dari
perkumpulan Tay sang pang, namun satu hal membuatnya tak habis mengerti yaitu mengapa
kedua orang pencuri yang semula bersahabat kini malah saling membantai sendiri?
Sementara dia masih ragu-ragu, mendadak terdengar si pencuri dari selatan berteriak keras:
"Bagaimana kunyuk?Bila kau belum puas aku akan menyerang sekali lagi...."
"Hmmm, enam gebrakan sudah kita lalui tanpa berhasil diketahui siapa yang menang dan siapa
yang kalah" ucap pencuri dari utara cepat. "Sayang Kim Thi sia tak ada disini kalau dia berada
ditempat ini dia pasti bisa memberikan penilaian yang adil."
Mendengar ucapan tersebut, si pencuri dari selatan Ho Tay hong segera tertawa tergelak.
"Haaah.....haaaah.....haaaah.....persoalan yang kita hadapi sekarang adalah mutiara Teng hong
cu, apa sangkut pautnya dengan Kim Thi sia?"
"Hey, kau masih ingat bukan, sebelum kita berhasil mencuri mutiara Teng Hong ci dari gedung
Siau yan lo, akulah yang pertama kali menemukan jejak Kim Thi sia. Apakah kau sudah
melupakannya?"
"Haaah.....haaaah.....haaaaah.....omong kosong" tukas pencuri dari selatan sambil tertawa
seram. "Waktu itu Kim Thi sia tertotok jalan darah kakunya ditangan si burung hong Lam Peng
dari wilayah Biau. Andaikata bukan aku yang membebaskan pengaruh totokannya, memangnya
kita bisa berhasil mendapatkan mutiara tersebut? Sudahlah, tak usah banyak ngebacot lagi, bila
kau memang mengaku kalah, mutiara Teng hong ci akan segera kubawa pergi. Mulai detik kini
kitapun tak usah bekerja sama lagi...."
Agaknya sipencuri ulung dari utara menjadi naik pitam setelah mendengar kata-kata yang
sombong itu, dengan amarah yang berkobar teriaknya:
"Kita sama-sama terhitung lelaki tinggi hati, baiklah, kita tak usah banyak bicara lagi. Asal kau
dapat mengalahkan aku hari ini, aku segera akan menyerah kalah. Kalau tidak......hmmm Lebih
baik tak usah bermimpi disiang hari belong."
Maka pertarungan sengitpun kembali berlangsung dengan hebatnya disitu.

Lama kelamaan Kim Thi sia tidak tega juga melihat adegan tersebut, dengan cepat ia
munculkan diri dari balik batu, lalu teriaknya kepada mereka berdua keras- keras. "Hey, sobat
berdua, hentikan pertarungan kalian"
Bentakan yang bergema sangat mendadak ini amat mengejutkan dua orang pencuri yang
sedang bertarung itu, serentak mereka menghentikan serangan masing-masing.
Begitu mengetahui siapa yang datang, dengan penuh bersemangat si pencuri selatan berteriak:
"Bagus sekali kedatanganmu Kim Thi sia, ayoh cepat kemari." Sementara itu sipencuri utara
berteriak pula:
"Hey, sungguh tak kusangka kau malah menonton pertarungan dari situ ayoh kesini."
Tidak sampai perkataan mereka berdua selesai diutarakan, Kim Thi sia telah melompat
kehadapan mereka dengan kecepatan tinggi.
Memandang wajah kedua orang itu mendadak pemuda kita merasa kegelian sehingga tertawa
terbahak-bahak.
Tentu saja pencuri selatan dan pencuri utara dibuat kebingungan setengah mati, mereka tak
habis mengerti kenapa si anak muda itu tertawa tergelak secara tiba-tiba.
Si pencuri ulung dari utara segera menarik kembali pedang Go binya yang tajam, lalu sambil
menatap anak muda tersebut lekat-lekat, tegurnya keras: "Kim Thi sia, apa sih yang kau
tertawakan?"
Sementara itu Kim Thi sia masih tertawa tiada hentinya, saking kerasnya dia tertawa sehingga
seluruh tubuhnya bergoncang keras.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran si pencuri dari selatan, ia menepuk bahu si anak muda
itu dan tegurnya.
JILID 53
"Kim Thi sia, ayoh Cepat katakan, apa yang sebenarnya kau tertawakan. ......? "
Pelan-pelan Kim Thi sia menarik kembali gelak tertawanya dan mengambil tempat duduk diatas
sebuah batu besar, lalu dengan pandangan yang meyakinkan dia mengawasi sekejap kedua orang
tersebut.
Sikap serius dan bersungguh-sungguh yang mendadak diperlihatkan Kim Thi sia itu sekali lagi
membuat sipencuri dari selatan dan pencuri dari utara dibuat kebingungan setengah mati.
Akhirnya kedua orang pencuri ini saling berpandangan sekejap yang bersih untuk duduk bersila.
Suasana menjadi hening untuk sesaat....
Mendadak sipencuri dari selatan menengok sekejap kewajah Kim Thi sia, lalu dengan tak
senang hati ia menegur:
"Hey kenapa kau? Kim Thi sia, mengapa kau hanya membungkam diri dalam beribu bahasa?"
Kim Thi sia sama sekali tidak menjawab pertanyaan itu, dia menghela napas panjang. Sesaat
kemudian pemuda itu baru berkata dengan wajah serius.
"Pantangan pertama bagi umat persilatan adalah saling bunuh membunuh, kenapa kalian
berdua justru saling gontok-gontokan sendiri ditempat yang sepi begini? Apa lagi artinya sesama
teman saling menyerang?"
Mendengar perkataan itu, gemas dan mendongkol sipencuri dari selatan berseru:

"Maknya, aku masih mengira kau mempunyai sesuatu pendapat yang hebat, tak tahunya cuma
mengucapkan kata-kata yang membosankan begitu."
"Tidak. aku tidak berbicara sembarangan- Aku berkata menurut suara hatiku sendiri."
"Apakah kau tidak mengetahui tujuan dari kedatangan kami kemari.......?" seru sipencuri
selatan-
Pelan-pelan Kim Thi sia mengangguk.
Melihat itu sipencuri dari selatan segera berkata lebih jauh:
"Selama aku sipencuri dari selatan berkelana didalam dunia persilatan, maka disaat kita pergi
mencuri mutiara Teng hoo cu di gedung Siau yan lo, tentunya kaupun memahami bukan apa
maksud dan tujuan yang sebenarnya.......?"
"Aku tahu, tujuan kalian dalam mencuri mutiara Teng hong cu adalah untuk menolong kaum
rakyat yang menderita akibat bencana serta membantu mereka untuk meringankan penderitaan."
"Benar, memang begitulah maksud tujuan ku, siapa tahu sipencuri dari utara ini justru
mengacau rencana tersebut, maka......"
Tidak sampai perkataan tersebut selesai diutarakan, Kim Thi sia telah menukas dengan cepat.
"oleh karena itu kalian berdua melangsungkan pertarungan mati-matian disini?"
Sipencuri dari utara tidak ambil diam, dengan cepat dia menimbrung:
"Terus terang saja aku bilang, nama serta kedudukanku sebagai sipencuri utara dalam dunia
persilatan cukup tinggi dan terhormat, tapi hari ini aku mesti berjuang keras, tentunya nama
baikku itu tak boleh dirusak orang lain dengan begitu saja bukan?"
"Kalau begitu kalian telah bersikeras akan melangsungkan pertarungan mati-matian pada hari
ini?"
Baik sipencuri dari selatan maupun pencuri dari utara, mereka serentak menganggukkan
kepalanya berulang kali.
Kim Thi sia jadi kebingungan, ia segera bangkit berdiri dan berjalan bolak balik tak hentinya,
dia seperti lagi memutar otak untuk memecahkan masalah tersebut. Selang berapa saat kemudian
Kim Thi sia baru berkata:
"Kalau toh kalian berkeinginan untuk beradu kepandaian disini. Baiklah, akupun bersedia
menyumbangkan ide kepada kamu berdua."
begitu ucapan tersebut diutarakan, kedua orang pencuri sakti itu menjadi terkejut, katanya
kemudian-
"Menurut pendapatku, ada baiknya kalian memilih sebuah batu cadas sebagai arena
pertarungan."
"Apa yang harus kami lakukan?" tanya pencuri dari selatan ragu-ragu.
"Kalian berdua harus menutupi mata kalian dengan secarik kain, kemudian tapi boleh aku akan
menjadi wasitnya, bila aku sudah menghitung sampai angka ketiga, kalian boleh segera mulai."
"Mulai untuk apa?" tanya pencuri dari utara gelisah.
"Mulai saling meraba, siapa yang terjatuh lebih dulu dari atas batu cadas tersebut, dia harus
dianggap kalah."
"Tapi..... apa maksudmu?"
"Maksudnya kalian boleh bertarung tapi bukan bertarung yang membahayakan jiwa sebagai
jago-jago lihay didalam dunia persilatan bukan cuma ilmu Silatnya yang tangguh, akal dan
kecerdikanpun harus dipuji. Sebab hanya orang yang berakal cerdik yang pantaS disebut jagoan
hebat."

Kedua orang itu segera berunding sendiri berapa saat, akhirnya setelah saling berpandangan
sekejap mereka menyahut: "Baiklah, kita boleh segera mencoba?"
Dengan cepat Kim Thi sia mengambil sapu tangan mereka dan menutupi sepasang mata
pencuri selatan kemudian pencuri utara, lalu mereka berdua diajaknya naik keatas batu besar.
Mendadak terdengar sipencuri dari utara berseru: "Hey Kim Thi sia, aku hendak bicara dulu."
"Apa yang hendak kau ucapkan? Katakanlah......"
"Aku hanya berharap sampai waktunya nanti sipencuri dari selatan jangan mengingkari janji
lagi."
Pencuri dari selatan menjadi sangat marah, teriaknya:
"Aah, kau si keparat hanya bisa menilai orang lain dengan pikiran yang picik, bila kali ini kau
benar-benar kalah, tak akan kuingkari janjiku lagi....."
"Bagus......"
Sementara itu Kim Thi sia merasa amat kegelian, tapi ia berusaha menahan diri, setelah
menempatkan kedua orang yang bermusuhan itu pada posisi masing-masing, dia sendiripun
berkemak kemik dengan suara lirih. Dengan perasaan keheranan sipencuri dari selatan segera
bertanya: "Kim Thi sia, apa yang sedang kau lakukan?"
"Aku sedang mendoakan kalian berdua?"
"Mendoakan apa?"
"Aku berdoa agar kalian berdua bisa meraih kemenangan dengan mengandaikan kecerdikan"
"Sudah, sudahlah, ayoh cepatan sedikit memberi aba- aba."
Dengan suara keras Kim Thi sia mulai menghitung. "Satu....dua....tiga......"
begitu angkat ketiga disebutkan, pencuri dari utara dan selatanpun mulai saling meraba diatas
batu cadas yang lebarnya cuma berapa kaki itu.
Kim Thi sia menyaksikan perbuatan kedua orang itu dari sisi arena, ia merasa amat kegelian-
Entah berapa lama lewat.....
Tiba-tiba ia mendengar ada suara orang yang terjatuh dari atas batu, ketika ia berpaling,
tampaklah sipencuri dari utara dan pencuri dari selatan saling berangkulan satu sama lainnya.
Bahkan mereka berdua sama-sama terjungkal dari atas batu. Dengan cepat kedua orang itu
melepaskan sapu tangan yang menutupi mata masing-masing. Pencuri dari selatan segera
merangkak bangun dari atas tanah, kemudian serunya:
"Tidak bisa, tidak bisa. Kim Thi sia, kalau mesti berbuat begini, mak selamanya kita tak akan
mendapatkan jawabannya."
Sedangkan sipencuri dari utara segera mengomel.
"Hmmm, Kim Thi sia, kau rupanya memang sengaja berbuat begini untuk mempermainkan
kami......"
"Siapa bilang aku berniat mempermainkan kalian?" bantah Kim Thi sia. "Tujuanku yang
terutama adalah tidak berharap kalian saling membacok, akupun tak berharap kalian gontokgontokan
sendiri, maka....."
"Maka ia berpaling sengaja mempermainkan kami, agar kami berdua tersiksa?" sambung
pencuri dari selatan-
"Tidak,^ aku sama sekali tidak bermaksud begitu, jika kalian masih bersikeras hendak saling
beradu jiwa. Yaa apa boleh buat, terpaksa aku harus angkat kaki dari sini."
Sipencuri dari selatan kelihatan agak sangsi sebentar, akhirnya diapun berkata:

"Baiklah, bila ingin pergi, kau boleh sekarang. Kim Thi sia sampai berjumpa lagi lain waktu......"
"Apakah kalian bersikeras hendak saling membunuh, apakah kalian belum puas bila salah
seorang diantara kalian tewas?" tanya Kim Thi sia kemudian-Sipencuri dari selatan tertawa
terbahak-bahak.
"Haah....haaaah...^.asal mutiara Teng hong cu berada ditanganku, urusan bisa diselesaikan.
Kalau tidak, silahkan memenggal batok kepalaku lebih dulu."
Sipencuri dari utara segera tertawa dingin.
"Heeeeh.....heeeeh.....heeeeh.....kalau begitu biar kupenggal batok kepalamu."
begitu selesai berkata, dia segera melepaskan sebuah pukulan dengan jurus " Matahari
terbenam dibalik sungai". Bersamaan waktunya ia mendesak maju kedepan dan mengancam jalan
darah Tiong teng hiat, Impoh hiat dan Hiat hay hiat ditubuh lawan.
Reaksi dari pencuri setan benar-benar amat cepat, belum lagi deruan angin serangan musuh
meluncur datang, pedangnya telah meluncur lebih dulu kedepan dengan jurus "pencabut nyawa
berdiri tegak" berkuntum-kuntum bunga pedang menyelimuti seluruh angkasa dengan cepat.
Pertarungan sengitpun kembali berkobar.
Sesungguhnya Kim Thi sia berusaha untuk mencegah berkobarnya pertarungan, tapi sayang
keadaan sudah terlambat.
Melihat keadaan tersebut, tanpa terasa ia menghela napas panjang sambil berpikir:
"Aaai....tampaknya soal mana, kedudukan dan harta hanya menjadi bibit bencana bagi umat
manusia, hanya gara-gara mutiara Teng hong cu saja kedua orang pencuri yang telah berusia
lanjut itu harus saling gontok-gontokkan sendiri macam anak kecil saja. Aaai....benar-benar
keterlaluan......"
Berpikir sampai disitu, ia segera menjura seraya berseru:
"cianpwee berdua, aku benar-benar tak sanggup untuk menyelesaikan urusan kalian-Maaf kalau
terpaksa aku harus mohon diri"
Baik pencuri selatan maupun sipencuri utara sama-sama tidak menggubris teriakan itu, mereka
telah memusatkan pikiran dan pertarungannya dalam pertarungan itu.
Dengan perasaan berat Kim Thi sia pun berpisah dengan mereka dan meneruskan
perjalanannya.
Dengan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sekarang pemuda itu bergerak dengan
kecepatan luar biasa, sekejap mata kemudian berpuluh-puluh li sudah dilewati tanpa terasa.
Suatu ketika Kim Thi sia mendengar suara deruan angin puyuh yang dingin menyeramkan
berhembus datang.
Sebagai seorang jagoan, Kim Thi sia segera merasakan sesuatu yang aneh, cepat- cepat dia
menghentikan langkahnya sambil melakukan terhadap sekeliling tempat itu.
Tapi sungguh aneh, ia tak berhasil menemukan sesuatu apapun disekitar tempat itu bahkan
yang terlihat disekitar sanapun hanya sebuah hutan yang gelap gulita.
Dengan langkah yang amat berhati-hati, pemuda itu menelusuri hutan dan menyelinap diantara
pepohonan untuk mencari sumber suara aneh tadi.
Akhirnya setelah melalui hutan yang lebar ia menemukan sebuah jalan setapak yang amat
sempit.
Di ujung jalan tadi terpancang sbeuah tugu dengan beberapa tulisan yang amat besar, tulisan
tersebut berbunyi begini:

"Aku yang membuka jalan ini, aku yang membeli tempat ini, bila ada yang ingin lewat,
tinggalkan dulu batok kepalamu." Membaca tulisan mana, Kim Thi sia pun berpikir:
"Sungguh tak disangka aku akan menjumpai tulisan semacam ini ditengah hutan yang terpencil
begini, benar-benar suatu kejadian yang sangat aneh....."
Dengan cermat sekali lagi berapa huruf yang berarti. "Ditulis oleh orang Tiang Pek san."
Siapakah orang Tiang pek san yang dimaksud? Kim Thi sia tidak habis mengerti tapi timbuljuga
rasa ingin tahu didalam hatinya.
Sementara pemuda itu masih ragu-ragu mengambil keputusan,
tiba-tiba......
Dari balik keheningan bergema suara gelak tertawa yang amat menyeramkan. Suara tertawa
itu amat keras dan amat menusuk pendengaran-
Kim Thi sia tertegun dibuatnya, ia segera sadar bahwa manusia yang menyebut diri sebagai
orang Tiang pek san itu merupakan seorang tokoh persilatan yang berilmu tinggi. Kalau tidak.
mustahil gelak tertawanya dapat menimbulkan getaran sekeras ini.
Dengan suatu gerakan yang cepat Kim Thi sia meloloskan pedang Leng gwat kiamnya dan
bersiap sedia menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Menyusul suara gelak tertawa yang amat mengerikan tadi, terdengar pula seseorang menegur
dengan lantang.
"Haaah.....haaaah......bajingan busUk dari mana yang berani membUat keonaran disini?"
Belum sempat ingatan kedua melintas lewat dalam benaknya, Kim Thi sia telah menyaksikan
seorang kakek ceking berambut putih telah melayang turun dihadapannya.
Kakek ceking itu memiliki sepasang mata yang tajam menggidikkan, diatas bibirnya tertera
sebuah codet bekas bacokan golok sepanjang tiga inci, dandanan maupun potongan mukanya
memberi kesan yang menyeramkan bagi siapapun yang memandang.
Namun Kim Thi sia tidak merasakan kesan seram tersebut, malah pikirnya dihati:
"Ia bisa bercokol disini dengan peraturannya, pasti dikarenakan sesuatu alasan tertentu."
Karena berpendapat begini, Kim Thi sia segera menjura seraya menegur:
"Tolong tanya cianpwee, mengapa kau bercokol disini dengan peraturan yang begitu aneh?"
orang Tiang pek san itu tersenyum sahutnya:
"Haaaah.....haaaah.....haaaah......sudah cukup lama aku siorang gunung menanti disini"
"Boleh aku tahu cianpwee, apa yang sedang kau nantikan?" Kim Thi sia makin tercengang.
"Aku sedang menantikan kedatangan dari para jago lihay dunia persilatan dan menantang
mereka untuk berduel."
Kim Thi sia semakin keheranan lagi setelah mendengar perkataan itu, kembali dia berkata:
"cianpwee, apa maksudmu menunggu para jago dan mengajak mereka berduel?"
Kali ini orang dari Tiang pek san itu tertawa seram. "Haaaah.....haaaaah......."
"cianpwee, apa yang gelikan?"
"Aku geli terhadap CeCunguk ingusan macam dirimu itu, ternyata kaupun berani berlagak
didepanku. Hmmm, tidakkah hal ini menggelikan."
Sikap congkak dan tinggi hati dari orang ini dengan cepat mendatangkan kesan jelek dihati
kecil Kim Thi sia, namun dia pun berusaha untuk menghindarkan diri dari pertarungan tak
berguna.

Karenanya sambil tertawa paksa kembali pemuda itu berkata:
"Akupun mengerti, cianpwee bisa bercokol disini tentu disebabkan sesuatu alasan. Bolehkah
kau utarakan alasan tersebut sehingga akupun ikut tahu, bila ada sesuatu yang kurang jelas, aku
Kim Thi sia bersedia pula membantu."
"Aku Sun It tiong orang Tiang pek san selalu malang melintang seorang diri. Hmmm, dulu
dengan susah payah kucari si raja pedang berbaju putih dan mengangkatnya menjadi guru
dengan harapan bisa mempelajari ilmu silat yang tangguh, tak disangka akhirnya guruku itu mati
disaat bertarung melawan Malaikat pedang berbaju perlente, itulah sebabnya aku melatih diri
disini sambil menanti saatnya untuk melakukan pembalasan dendam."
"Waaah, sungguh tak kusangka cianpwee adalah murid kesayangan si Raja pedang berbaju
putih, maaf, maaf."
Belum habis pemuda itu berbicara, dengan gusar orang Tiang pek san itu memotong. "Siapa
kau? cepat sebutkan namamu."
Kim Thi sia mengangguk pelan, katanya:
"Aku adalah Kim Thi sia anak murid Malaikat pedang berbaju perlente...."
begitu mengetahui siapa yang dihadapi, amarah orang Tiang pek san itu semakin membara,
serunya cepat:
"Bagus sekali, sudah tiga tahun lamanya aku menanti disini, akhirnya kau munculkan diri juga
disini."
"Tapi cianpwee, diantara kita berdua toh tak pernah terjalin permusuhan apapun, mengapa kau
menunjukkan sikap bermusuhan terhadapku.....?" seru Kim Thi sia tercengang. orang Tiang pek
san itu segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaaah.....haaaah.....kautahu, apa sebabnya aku Sun It tiong hidup menyendiri dalam
jangka waktu yang lama ditempat seperti ini? Tak lain harapanku adalah suatu saat bisa bertarung
melawan anak muridnya Malaikat pedang berbaju perlente serta melampiaskan rasa dendamku"
Kim Thi sia segera tersenyum.
"cianpwee, kau tak usah gusar, bila ada persoalan katakan saja seCara terus terang mari kita
selesaikan seCara baik-baik."
Tapi orang Tiang pek san itu sama sekali tidak menggubris, tiba-tiba saja ia mendongakkan
kepalanya dan berhembus keras-keras keatas sebatang ranting pohon-
Entah bagaimana jadinya, tahu-tahu saja ranting sepanjang lima enam kaki itu sudah terpapas
kutung dan terjatuh keatas tangannya.
Menyaksikan kelihaian musuhnya, diam-diam Kim Thi sia merasa terperanjat sekali. Terdengar
orang Tiang pek san itu berkata lagi:
"Marilah bocah muda, hari ini kau telah muncul diwilayahku, bila ingin berlalu dari sini maka
kalahkan dulu aku."
Seusai berkata, kembali segulung desingan angin tajam berkelebat kemuka dengan hebatnya.
Kim Thi sia segera meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, lalu berkata dengan tenang:
"Baiklah, kalau toh cianpwee berkeinginan untuk melangsungkan pertarungan, Kim Thi sia
tentu akan melayani keinginanmu itu"
Sambil menggetarkan pedang Leng gwat kiamnya, pemuda tersebut melancarkan sebuah
terkaman kilat kedada orang Tiang pek san-
Merasakan datangnya serangan yang begitu hebat, orang Tiang pek san itu buru-buru
mengeluarkan jurus "cecak mendaki gunung." untuk meloloskan diri dari ancaman yang tiba.

dalam waktu singkat pertarungan berlangsung dengan serunya, tiga ratus gebrakan kemudian
keadaan tetap berimbang.
Kim Thi sia yang diserang terus menerus akhirnya marah juga dibuatnya, darah mudanya
membuat pemuda tersebut menyerang makin bersemangat.
Secara beruntun dia melancarkan serangkaian serangan mautnya dengan jurus-jurus tangguh
dari ilmu pedang panca Buddha, ia berusaha menekan lawannya sampai kepayahan.
Namun orang Tiang pek san itupun tidak jeri, sebaliknya dia justru mengembangkan pula ilmu
silat andalannya untuk melancarkan serangan balasan. Terdengar ia berseru sambil menyerang
dengan gencar:
"Bocah keparat, bila aku tak mampu membelah dua tubuhmu dengan jurus serangan ini,
percuma aku dipanggil orang Tiang pek san-" Kim Thi sia tak mau kalah, ia segera balas
mengejek:
"Hmmm, dulu gurumu siraja pedang berbaju putih pun keok ditangan guruku sudah dapat
dipastikan kaupun bukan tandinganku hari ini, lebih baik cepat- cepat menyerah kalah saja?"
Sambil mengcjek pemuda itu segera mengancam jalan darah Ki hay hiat, to boan hoan hiat,
Koan ciau hiat dan Thian teng hiat dengan jurus "naga sakti muncul disamudra."
orang Tiang pek san bukanlah jagoan sembarangan, merasakan datangnya ancaman yang
begitu hebat, cepat- cepat dia punahkan ancaman dengan gerakan "menggeser bayangan
memindah posisi", lalu teriaknya:
"Bocah kunyuk, sungguh tak kusangka ilmu silatmu hebat sekali, tak malu kau menjadi anak
muridnya Malaikat pedang berbaju perlente"
Kim Thi sia sama sekali tidak menggubris tiba-tiba ia menyelinap kebelakang punggung orang
Tiang pek san dengan gerakan "sepasang walet terbang berbareng".
Baru saja pedang Leng gwat kiamnya siap menusuk punggung lawannya tiba-tiba siorang Tiang
pek san itu membalikkan badan, lalu melepaskan sebuah serangan balasan-" Duuuukkkk. ......"
Diluar dugaan serangan tersebut bersarang didada Kim Thi sia dengan telak.
Pemuda itu segera mengeluh dan memuntahkan darah segar.
Menyaksikan musuhnya terluka, orang Tiang pek san tertawa senang, ejeknya:
"Haaaah.....haaaah.....haaaaah.....bagaimana rasanya? Sekarang kau si kunyuk pasti sudah
mengetahui bukan akan kelihayan aku si orang Tiang pek san?"
Kim Thi sia mendengus dingin, biarpun dadanya terhajar sampai memuntahkan darah segar,
namun berkat ilmu ciat khi mi khi nya yang lihay, kejadian tersebut sama sekali tidak berpengaruh
banyak terhadap kekuatan badannya.
Dengan badan bergetar keras Kim Thi sia bangkit berdiri kembali, serunya lantang:
"cianpwee, tahukah kau bahwa aku, Kim Thi sia termashur didalam dunia persilatan sebagai
manusia yang paling susah dihadapi?"
orang Tiang pek san itu menjadi semakin mendendam dan marah setelah menyaksikan Kim Thi
sia tidak roboh akibat serangannya dengan kesal dan geram ia berteriak:
"Aku tak perduli kau susah dihadapi atau tidak. pokoknya hari ini kau si kunyuk harus mampus
disini"
Berbicara sampai disitu, kembali ia menggerakan ranting pohonnya melancarkan serangan.
Kim Thi sia tak sudi menunjukkan kelemahannya, dengan pedang Leng gwat kiam nya ia
melancarkan serangan balasansekali
lagi pertarungan sengit berkobar dengan hebatnya.

Tiga kentongan sudah pertarungan itu berlangsung, baik Kim Thi sia maupun si orang Tiang
pek san, kini kedua belah pihak sama-sama sudah kehabisan tenaga dan keCapaian setengah
mati.
Mendadak terdengar si orang Tiang pek san itu berteriak keras:
"Bocah keparat, hari ini aku telah merasakan sampai dimanakah kelihayan ilmu silatmu,
bagaimana kau sekarang kita beristirahat dulu kemudian baru dilanjutkan pertarungan ini setelah
fajar nanti?"
Mendengar perkataan tersebut, Kim Thi sia tertawa seram.
"Heeeh....heeeeh.....bila cianpwee sudah mengaku kalah, aku Kim Thi sia akan menyudahi
pertarungan sampai disini saja, kalau tidak, hmmm Jangan harap bisa lolos dari ujung pedang leng
gwat kiam ku."
orang Tiang pek san itu menjadi geram, serunya jengkel.
"Bocah keparat, kau tak usah sombong, biarpun harus mampus diujung pedangmu sekarang,
akupun rela, ayoh maju"
Sambil berkata ia langsung menerkang kedepan Kim Thi sia dengan jurus "sukma gentayangan
menggapai angin-"
Tapi Kim Thi sia sudah bertekad akan mengakhiri pertarungan tersebut secepat mungkin,
begitu musuhnya datang menyerang, ia segera mengeluarkan jurus "naga sakti bermain dilaut"
untuk menggempur lawan-
Betapa kagetnya si orang Tiang pek san itu ketika secara tiba-tiba bahu kirinya sudah
tergempur oleh serangan musuh, tak ampun tubuhnya mundur berapa langkah dengan
sempoyongan-
Kim Thi sia tidak ambil diam, secara beruntun dia melancarkan dua serangan lagi untuk
membacok lengan kanan lawan-
Dengan usia si orang Tiang pek san yang telah lanjut lagipula tenaga dalamnya sudah banyak
berkurang, bagaimana mungkin ia sanggup melawan serangan musuh yang begitu gencar?
Tak bisa dihindari lagi, kengan kanan orang Tiang pek san itu tertusuk tepat oleh serangan
pemuda itu, darah segar bercucuran keluar dengan derasnya.
Merasakan keadaannya semakin terdesak. orang Tiang pek san itu menjadi marah bentaknya:
"Bocah keparat, jangan engkau kira setelah berhasil menusuk lenganku dua kali maka aku si
orang Tiang pek sanjadi takut kepadamu. Hmmm kalau jantan, ayoh majulah."
Seraya berkata, dia segera mengeluarkan jurus "pekerja langit membuat tangga" siap untuk
merobohkan musuh.
Kim Thi sia mendengus dingin, dengan suatu gerakan cepat dia membalikkan badannya
menggunakan jurus burung walet kembali kesarang, lalu secepat kilat menusuk kedada orang
Tiang pek san itu.
Di luar dugaan, siorang Tiang pek san itu sama sekali tak bergerak dari posisinya semula, ia
tidak nampak berusaha untuk berkelit ataupun melancarkan serangan balasan tubuhnya berdiri
kaku bagaikan patung. Dengan keheranan Kim Thi sia segera menegur:
"Cianpwee, meng apa kau tidak berusaha untuk bercelit ataupun menghindarkan diri dari
seranganku ini?"
Pelan-pelan orang Tiang pek san itu membuka matanya kembali, kemudian menjawab:
"Sungguh tak disangka setelah malang melintang dalam dunia persilatan selama puluhan tahun
tanpa tandingan, akhirnya aku si orang Tiang pek san harus......."
"Kenapa kau Cianpwee?" buru-buru Kim Thi sia menukas.

"Sungguh tak disangka aku telah menderita kekalahan total ditangan seorang pemuda ingusan
pada hari ini, dengan kekalahan tersebut, bagaimana mungkin aku punya muka untuk berkelana
lagi didalam dunia persilatan?"
"Cianpwee" Kim Thi sia mencoba menghibur. "Memang kalah adalah suatu kejadian yang
lumrah dalam setiap pertarungan, meng apa sih persoalan tersebut harus dipikirkan?"
orang Tiang pek san itu tidak berkata-kata, ia cuma berdiri tertegun disitu tanpa bergerak,
sementara sepasang matanya mengawasi Kim Thi sia tanpa berkedip.
Menyangka musuhnya amat berputus asa, buru-buru Kim Thi sia memberi hormat seraya
berkata:
"Cianpwee, maafkan aku bila aku telah bertindak kurang hormat kepadamu tadi."
Belum habis perkataan tersebut diutarakan mendadak orang Tiang pek san itu menerobos maju
kedepan dan merebut pedang Leng gwat kiam ditangan Kim Thi sia dengan kecepatan luar biasa.
Dengan amat cekatan Kim Thi sia melompat mundur beberapa langkah kebelakang lalu
serunya:
"Locianpwee, apa...... apa maksudmu?"
Setelah berhasil merampas pedang Leng gwat kiam dari tangan Kim Thi sia tadi, si orang Tiang
pek san itu sama sekali tidak menggunakannya untuk melancarkan serangan, sebaliknya sambil
mendonggakkan kepala ia menghela napas panjang.
"oooh suhu....." keluhnya. "Dalam masa hidupku saat ini tak mungkin aku si orang Tiang pek
san membalaskan dendam bagimu tampaknya hal ini hanya bisa dibicarakan dalam penitisan
mendatang..^..."
Kemudian ia berdiri kaku ditempat tersebut, sikapnya persis seperti sebuah patung tembaga.
Bukan cuma begitu, malah sambil menatap kearah Kim Thi sia, dia seolah-olah berkata begini:
"Sobat, apa gunanya kita mesti bertarung? Apa gunanya kita mencari nama besar dan
kedudukan?"
Kemudian dengan sekali ayunan pedang tahu-tahu ia telah menghujamkan pedang Leng gwat
kiam tersebut kedalam perutnya.
Kim Thi sia tak sempat lagi menghalangi perbuatannya itu, tampak olehnya orang tersebut
roboh terjungkal keatas tanah sambil bermandikan darah segar.
Untuk berapa saat lamanya pemuda itu hanya berdiri tertegun, dia seolah-olah dibuat
terperanjat oleh peristiwa yang berlangsung didepan matanya saat itu.
Sampai lama kemudian ia baru menghela napas panjang dan mencabut keluar pedangnya dari
perut orang itu, setelah membersihkan dari noda darah, dengan masgul dan murung berangkatlah
pemuda itu meninggalkan tempat tersebut.
Pertarungan yang baru saja berlangsung seru membuat pemuda itu merasa amat letih tapi ia
mencoba berjalan terus tanpa berhenti, dia berniat menggunakan kesempatan tersebut untuk
pergi meninggalkan tempat tersebut sejauh-jauhnya.
Angin berhembus sepoi-sepoi, hari berganti hari, suatu ketika disaat Kim Thi sia sedang
menempuh perjalanan tanpa tujuan tiba-tiba ia mencium bau harum semerbak berhembus lewat.
Bersama dengan berhembusnya angin sejuk itu, terlihat pula sesosok bayangan manusia
menerjang datang kehadapannya.
Begitu melihat siapa yang berada dihadapanya, Kim Thi sia jadi melengak, serunya tanpa
sadar: "oooh, rupanya kau"
Ternyata orang yang barusan datang bukan lain adalah putri Kim huan.

Tampaknya gadis itu sudah berhasil memiliki ilmu meringankan tubuh yang cukup sempurna,
gerak geriknya sangat enteng, lincah dan cepat sekali.....
Melihat kegugupan serta kepanikan yang menyelimuti wajah gadis tersebut, dengan keheranan
Kim Thi sia segera menegur: "Putri Kim huan, mengapa kau?"
"Aduh celaka, aduh celaka......" seru putri Kim huan dengan napas tersengkal-sengkaL "Harap
kau sudi menolongku......"
"Kesulitan apa sih yang sebenarnya kau hadapi?" tanya Kim Thi sia keheranan-
"Dia.....dia sedang mengejar diriku, dia.....dia hendak membunuhku......." seru putri Kim huan
dengan cemas bercampur panik.
"Iyaa, sudah tahu kalau kau ada kesulitan, tadi siapa yang kau maksudkan sebagai dia?" sela
Kim Thi sia.
Dengan cepat putri Kim huan menarik tangan Kim Thi sia dan diajak lari menuju kedalam
hutan, katanya kemudian-
"Cepat kita sembunyikan diri disini, jangan sampai ketahuan orang itu........"
"Kau tak usah takut, katakan kepadaku siapakah orang yang sedang mengejarmu?" kata Kim
Thi sia dengan suara dalam, ia menarik tangan gadis itu dan mengajaknya berhenti berlari.
"Tapi aku takut sekali" keluh putri Kim huan dengan keringat bercucuran keluar. "Wajahnya
buas dan seram, ilmu silatnya lihay dan luar biasa sekali........"
Cepat-cepat Kim Thi sia memeluk gadis itu erat-erat, kembali hiburnya dengan lembut: "Selama
ada Kim Thi sia disini, kau tak usah merasa takut lagi"
Berbicara sampai disitu, ia segera mengalihkan pandangan matanya kearah mana berasalnya
gadis tersebut.
Dikejauhan situ terlihatlah sebuah titik hitam yang sedang bergerak mendekat dengan
kecepatan luar biasa.
Dalam waktu singkat bayangan hitam itu kian lama kian bertambah besar dan semakin dekat
didepan mata.
Ternyata orang itu adalah seorang jago persilatan yang sedang berlarian dengan pedang
terhunus.
Dengan mata melotot besar Kim Thi sia segera berteriak:
"Hey pedang perak. kenapa kau tergopoh-gopoh seperti orang yang gugup saja?"
Pedang perak nampak agak tertegun setelah mengetahui siapa yang berada dihadapannya,
serunya tertahan: "Thi sia sute, kau......."
Sesudah berhenti sejenak, segera katanya lagi:
"Apakah kau telah berjanji lebih dulu dengan perempuan ini dan kau sengaja menunggu
kedatangannya disini?"
"Tidak. sama sekali tidak ada kejadian seperti ini" jawab Kim Thi sia sejujurnya. Mendengar
jawaban tersebut, sipedang perak segera tersenyum, katanya pelan: "Kalau begitu bagus sekali,
harap kau segera menyingkir dari sini......"
"Kenapa?"
Setelah melotot sekejap kearah putri Kim huan denganpandanganpenuh kebencian sipedang
perak berseru:
"Aku hendak mencabut nyawa perempuan ini"
"Hmmm, kau tak bisa berbuat semena-mena disini"

"Jadi kau tidak mengijinkan aku berbuat begitu?" tanya sipedang perak dengan wajah tertegun.
"Tepat sekali"
Sebetulnya sipedang perak terhitung juga sebagai seorang jagoan yang angkuh dan tinggi hati,
kontan saja ia merasa tak senang hati setelah mendengar perkataan ini, segera peringatnya:
"Kuharap kau jangan main api, hati- hati kalau sampai membakar jenggotmu sendiri"
"Heeeeh.....heeeeh.....omong kosong" Kim Thi sia tertawa dingin.
"Hmmm, tahukah kau, mesti putri Kim huan berparas cantik, sesungguhnya ia jahat, berhati
busuk dan kejam seperti kalajengking"
"Itukan terbatas pada pandanganmu seorang terhadapnya."
"Bukan pandanganku, tapi memang begitu kenyataannya."
"Kenyataan yang bagaimana maksudmu?"
"Mula-mula dia memikat toa suheng, dengan kecantikan mukanya, kemudian secara beruntun
dia merayU sipedang kayu, pedang air dan lain-lainnya, dia perempUan jalang."
"HUUuh, ngaco belo......." tukas putri Kim huan sambil meludah.
Pedang perak tidak menggubris seruan tersebut, kembali ujarnya kepada Kim Thi sia:
"Gara-gara ulah perempuan ini, hubungan kami kakak adik seperguruan menjadi tak akur, lebih
baik kau jangan menerjunkan diri lagi dalam persoalan ini, daripada kau sendiripun turut tertipu."
"Aku berbeda sama sekali dengan kalian tadi mungkin aku akan menimbrung dengan begitu
saja."
Putri Kim huan yang mengikuti pembicaraan tersebut tiba-tiba menimbrung lagi:
"Pedang perak. katakanlah sejujur hati didalam hal yang manakah aku pernah bersikap jahat
kepadamu?" Pedang perak tertawa dingin.
"Heeeh....heeeeh.....heeeeh.....memangnya aku tak tahu akan semua ulahmu. Hmmm, dengan
bujuk rayumu kau berhasil membohongi sipedang air sehinga dia mengajarkan ilmu pedang tiga
ribu air lemasnya kepadanya......."
"Tapi ia toh mengajarkan ilmu tersebut kepadaku secara rela dan tanpa paksaan?"
"Tapi tidak seharusnya kau mencelakai sipedang air hingga tewas secara mengenaskan-"
"Kau jangan menfitnah orang dengan kata-kata yang tak karuan" bantah putri Kim huan cepat.
sekali lagi sipedang perak mendengus dingin.
"Hmmm, setelah berhasil mempelajari ilmu silat dari sipedang air, siang malam kau telah
menghisap sari lelakinya, kau menggunakan kecantikan wajahmu untuk merayu dan memikat
hatinya sehingga pada akhirnya sipedang air tewas karena kehabisan air mani"
"Kau.....kau jangan menfitnah orang dengan tuduhan yang bukan-bukan-..^...." jerit putri Kim
huan sambil menangis tersedu-sedu. Kim Thi sia segera berpaling kearah pedang perak dan
menegur: "Apakah kau mempunyai bukti dengan tuduhanmu itu?"
"Kau ingin melihat mayat sipedang air yang tewas karena kehabisan air mani? Dia berada
ditebing kuda liar, tidak jauh dari tempat ini"
"Sungguhkah itu?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. Tanpa terasa dia berpaling dan menengok
kearah putri Kim huanberada
dalam pandangan dua orang pria secara bersamaan waktu, putri Kim huan segera
merasa amat malu bercampur sedih.
"Putri Kim huan" tiba-tiba sipedang perak membentak lagi. "Cepat katakan, benarkah ada
kejadian seperti ini?"

"Aku tak bisa disalh kan dalam peristiwa tersebut......" putri Kim huan mencoba untuk membela
diri.
"Kurang ajar, kau masih berusaha membantah?" bentak sipedang perak dengan gusarnya.
"Buat apa aku membantah, didepan Thian sebagai saksi, aku tak ingin berbohong,
kenyataanpun berkata begitu."
"Nona, lebih baik kau berbicara secara terus terang saja" desak Kim Thi sia pula.
setelah didesak berulang kali, putri Kim huan menjadi nekad, serunya kemudian:
"Baiklah, aku akan memberitahukan hal yang sebenarnya, semoga saja kau bisa
mempertimbangkan dengan bijaksana."
"Akupun berharap agar kau tidak merahasiakan kejadian yang sebenarnya."
Setelah menyeka air mata yang membasahi wajahnya, putri Kim huan mulai bercerita.
"Malam tadi, kondisi badan sipedang air mulai melemah."
"Sebab musabab melemahnya kondisi badan sipedang air sudah pernah kudengar dari
penuturan pedang kayu, didalam persoalan ini kau memang tak bisa disalahkan." setelah berhenti
sejenak, putri Kim huan berkata kembali. "Waktu itu, dia......dia minta kepadaku......"
"Kalau toh kau sudah tahu bahwa kondisi badannya lemah, sudah sepantasnya bila aku
memikirkan keadaannya dengan akal yang sehat serta menampik permintaannya." sela pedang
perak cepat.
Dengan sedih putri Kim huan menghela napas panjang. "Aaaai, tapi aku terlalu mencintai
dirinya"
"Apa kau mencintai pedang air?" tanya Kim Thi sia dengan wajah agak tertegun, berita tersebut
sama sekali diluar dugaannya.
Dengan sedih kembali putri Kim huan menghela napas panjang.
"Benar, setiap kali dia berlutut dihadapanku dan mulai memohon agar aku bersedia melayani
keinginannya, maka betapapun besarnya alasan yang tersedia, aku tak akan menampik
keinginannya lagi."
"Hmmm, itu toh menurut pembelaanmu sendiri" jengek pedang perak dengan penuh amarah.
"Kalian sama sekali tidak memahami perasaan seorang wanita, kau tahu perasaan kaum wanita
adalah paling lemah, disaat ia sudah terpengaruh oleh perasaannya maka persoalan apapun tak
pernah akan membuatnya takut atau sangai"
"Bagaimana selanjutnya?" tanya Kim Thi sia.
"Kemudian sipedang air memeluk aku sambil berteriak-teriak keras, dia bilang ingin mati
dihadapanku" ucap putri Kim huan lebih sedih lagi. Air matanya meleleh semakin deras.
Tapi pedang perak cepat menyela.
"Dan saat itulah kebetulan aku menyusul kesana dan melihat semua kejadian....."
"Waktu itu sipedang air sudah.....sudah berada diambang pintu kematian, aku cepat-cepat
merangkak bangun sambil berpakaian saking gugupnya, aku sampai tak tahu apa yang mesti
dilakukan, tapi aku bersumpah bila aku bisa menyumbangkan nyawaku untuk menggantikan
kematian dari sipedang air, aku rela berbuat begitu." Pedang perak mendengar dingin.
"Hmmm, kasihan sipedang air, belum sempat ia berpakaian kembali, nyawanya sudah keburu
melayang selagi masih berada dalam pelukanku"
"Pedang perak. seharusnya kau pergunakan ilmu Tay kim kong lek untuk menolong nyawa
sipedang air....." tegur Kim Thi sia.
Putri Kim huan yang mendengar ucapan mana buru-buru nimbrung.

"Dia sama sekali tidak berbuat begitu bukan saja tidak melakukan usaha apa-apa untuk
menyelamatkan jiwa pedang air, malahan memanfaatkan kesempatan tersebut dia
mempermainkan aku"
"Aku mempermain bagaimana terhadap dirimu?" sela pedang perak dengan wajah berseru
marah.
"Kau menyuruh aku tidak usah memikirkan sipedang air lagi tapi ikut bersamamu kabur sejauhjauhnya
darisini, bahkan mengatakan pula......."
Ketika berbicara sampai disitu, tiba-tiba dia menghentikan pembicaraannya sementara paras
mukanya berubah menjadi merah padam.
Bagaimana pun juga dia adalah seorang wanita sebagai perempuan tentu saja ada banyak
persoalan yang kurang leluasa untuk diutarakan dengan begitu saja.
"Dia bilang apalagi?" desak Kim Thi sia agak tertegun.
Putri Kim huan melirik sekejap kearah pedang perak, kemudian berkata lebih jauh. "Dia bilang,
kemampuannya jauh lebih hebat dari pada pedang air......."
Kim Thi sia segera berseru tertahan dengan cepat ia memahami apa arti "kemampuan" disini,
tentu saja diapun merasa rikuh untuk bertanya lebih jauh.
Setelah berkata demikian, agaknya putri Kim huan pun tidak merasa rikuh atau malu lagi,
dengan cepat ia berkata lebih jauh.
"Pedang perak. seandainya kau adalah seorang manusia yang berperasaan, coba bayangkan
sendiri, pantaskah kau mengucapkan perkataan seperti ini........?"
"Apa yang kukatakan?" dari malunya sipedang perak jadi gusar.
"Kau mengatakan kepadaku, asalkan bersedia kabur bersamamu, tanggung hidupku akan
penuh kenikmatan dan kehangatan cinta......."
"Pedang perak" seru Kim Thi sia kemudian- "Kalau begini persoalannya, maka kaulah yang
berada dipihak yang salah"
"Salah atau tidak, aku rasa tak ada sangkut pautnya dengan kalian" bentak pedang perak
segera dengan sewot. Kim Thi sia tak senang hati, ia berkata:
"Kalau begitu, kau tidak seharusnya berniat mencelakai jiwa putri Kim huan......"
"Tidak, aku bertekad hendak membunuhnya."
Mendengar ucapan mana, tanpa terasa tubuh putri Kim huan bergetar keras sekali. Sedangkan
Kim Thi sia segera berseru:
"Pedang perak terus terang aku berkata kepadamu, Kau tahu, nyawamu sendiripun berada
dalam ancaman"
"Apa maksudmu?"
"Maksudnya aku hendak memenggal batok kepalamu."
"Apakah dikarenakan perempuan yang bernama putri Kim huan?" jengek pedang perak dengan
wajah tercengang.
"Bukan dikarenakan persoalan ini saja." bentak Kim Thi sia.
"Lalu dikarenakan persoalan apa lagi?"
"Untuk menuntut balas bagi kematian suhuku, Malaikat pedang berbaju perlente."
Pedang perak menjadi gusar sekali, teriaknya gusar:
"Hmmm, saban kali bertemu, engkau si kunyuk busuk selalu berkaok-kaok tentang peristiwa
itu, sungguh memuakkan"

"Asal batok kepalamu sudah terpenggal dan lepas dari badan, akupun tak akan menyinggung
persoalan itu lagi dihadapanmu"
Agaknya sipedang perak sadar bahwa jiwanya tak akan lolos dari kematian, ia menjadi nekad
dan segera memutuskan untuk melancarkan serangan lebih dulu, serunya kemudian:
"Manusia keparat, jangan kau anggap pedang perak adalah manusia yang gampang
dipermainkan dengan begitu saja, aku memang sudah lama berniat menyelesaikan persoalan ini
secepatnya denganmu"
Berbicara sampai disitu, ia segera meloloskan pedangnya lalu dengan jurus "sukma pedang
arwah mutiara" melepaskan sebuah sergapan kilat kedepan-
Kali ini amarahnya benar-benar telah berkobar dia berniat membacok mati Kim Thi sia didalam
serangan kilatnya itu.
Kim Thi sia tertawa dingin, bukannya mundur dia malah mendesak maju kemuka tiba-tiba saja
tubuhnya melejit ketengah udara, lalu pedang Leng gwat kiamnya berkilauan membiaskan selapis
cahaya pedang menyelimuti seluruh angkasa.
Begitu ilmu pedang panca Buddha dilancarkan, dalam waktu singkat kabut pedang telah
mengurung musuhnya rapat-rapat.
Melihat kelihayan musuhnya, tak urung timbul juga perasaan gugup dalam hati pedang perak,
tapi ia sudah terlanjur bicara besar sehingga sekarang menyesalpun tidak ada gunanya.
Dalam keadaan begini dia hanya bisa memberi perlawanan dengan sekuat tenaga.
sementara pikirannya berputar terus mencari akal untuk meloloSkan diri dari situ. Dalam waktu
singkat tiga ratus jurus sudah lewat.
Sementara itu Kim Thi sia makin bertarung semakin bersemangat, makin menyerang jurusjurus
serangannya makin ganas dan mematikan.
Sebaliknya pedang perak makin lama makin terdesak hebat, tenaga serangannya bagaikan air
yang mengalir kebawah, mengalir keluar tiada habisnya.
Sedang kan putri Kim huan, pada mulanya merasa hatinya kebat-kebit karena menguatirkan
keselamatan jiwa Kim Thi sia. Secara diam-diam ia berdoa terus dihati kecilnya.
"oooh Thian, moga-moga kau bisa membantu pihak yang benar untuk menegakkan keadilan
didunia ini......"
Tatkala putri Kim huan menyaksikan posisi pedang perak mulai terdesak hebat apa lagi dibawah
kepungan lapisan pedang Kim Thi sia, tubuhnya mundur terus dengan sempoyongan, peluh
bercucuran deras dan keadaannya sangat mengenaskan, dia menjadi amat kegirangan-Dengan
suara keras soraknya:
"Pedang perak, jangan harap kau bisa berbuat kejahatan lagi didalam dunia persilatan-...."
Tak terlukiskan rasa gusar pedang perak mendengar teriakan itu sambil mengerahkan segenap
tenaga dan kepandaian silatnya untuk melakukan perlawanan. teriaknya keras- keras: "Putri Kim
huan, kau jangan keburu bersenang hati....."
"Haaaah.....haaaaah......haaaah......aku justru merasa senang aku merasa gembira......"jengek
putri Kim huan sambil tertawa terbahak-bahak.
Kemudian dengan suara lantang teriaknya lagi:
"Aku ingin melihat batok kepalamu menggelinding teriepas dari badan akupun ingin melihat
hatimu hitam atau tidak warnanya."
Pedang perak benar-benar merasa mendendam. Tiba-tiba saja dia manfaatkan peluang yang
ada untuk melejit setinggi tiga depa ketengah udara, lalu melesat keluar dari arena pertarunganTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Ilmu meringankan tubuh yang dipergunakan kali ini adalah ilmu "seratus setan berubah wujud",
bukan saja luar biasa anehnya pun amat jarang dijumpai dalam dunia persilatan-
Untuk berapa saat lamanya Kim Thi sia menjadi tertegun, tahu-tahu saja dia telah kehilangan
jejak pedang perak.
"Aaaah, sungguh tak kusangka kau masih memiliki ilmu simpanan setangguh ini......." keluh
Kim Thi sia dengan perasaan terkejut.
Sementara dia masih tertegun, tubuh pedang perak telah melejit balik seperti bola karet, tahutahu
ia telah menyerang datang lagi.
Kali ini dia menyerang datang dengan kecepatan bagaikan kilat, pada hakekatnya tidak
memberi kesempatan kepada orang untuk mempertimbangkan lebih dulu.
Dalam keadaan begini Kim Thi sia tidak melakukan tindakan apapun, dia cuma berdiri
termangu-mangu diposisi semula.
Putri Kim huan yang menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat dengan peluh dingin
bercucuran membasahi tubuhnya, ia berteriak:
"Hati-hati......"
Belum habis seruan tersebut, pedang sipedang perak telah mendesak muncul didepan mata.
Pedang perak mendengus dingin, begitu pedangnya diayun kedepan, ia sudah
memperhitungkan bahwa pedang Leng gwat kiam ditangan Kim Thi sia tentu akan menyongsong
kedepan, maka dia segera melepaskan pula sebuah pukulan tangan kirinya dnegan kekuatan luar
biasa.
"Bocah keparat, hari ini kau tak akan lolos dari tanganku lagi, jiwamu hanya bisa selamat bila
matahari dapat terbit dilangit barat"
Mimpipun Kim Thi sia tak pernah menduga sampai kesitu, dia tak mengira kalau disaat terakhir
musuhnya masih mengeluarkan ilmu simpanan yang begitu dahsyat.
Sadar bahwa ia tak mampu memusnahkan serangan tersebut, cepat- cepat pemuda itu
mengerahkan ilmu Ciat khi mi khi nya untuk menahan setiap serangan yang datang sementara
tubuhnya melompat mundur dengan sempoyongan-
Sayang sekali gerak serangan dari sipedang perak meluncur datang dengan kecepatan luar
biasa, Kim Thi sia tak sempat lagi untuk menghindarkan diri. "Blaaaammmm........"
Dimana angin pukulan itu menyambar lewat,pusaran angin tajam menyebar kemana-mana dan
membumbung keangkasa.
Putri Kim huan pun tidak mengira akan datangnya pusaran angin tajam tersebut.
Tak ampun tubuhnya segera tersambar hingga jatuh terjengkang menubruk diatas dahan
pohon, gadis itu menjerit tertahan lalu memuntahkan darah segar.
Waktu itu, keadaan Kim Thi sia lebih mengenaskan lagi, dengan jurus serangan pedang perak
yang begitu aneh, bukan saja ia berhasil meraih kemenangan dari kekalahannya, bahkan berhasil
pula merobohkan Kim Thi sia dan membuat pemuda tersebut memuntahkan darah segar.
Sambil tertawa terbahak-bahak sipedang perak mengejek.
"Bocah keparat, habis sudah riwayatmu kali ini....haaahh....haaaahh....^."
Dalam keadaan begini dia dicekam rasa bangga yang meluap-luap sehingga dia pula kalau Kim
Thi sia memiliki ilmu Ciat khi mi khi yang mampu menahan pukulan serta menyelamatkan dirinya
dari luka yang parah. Sementara itu Kim Thi sia telah merangkak bangun kembali.
Baru selesai sipedang perak tertawa tergelak. tiba-tiba saja Kim Thi sia melompat bangun dan
menyerbu kedepan sambil melancarkan serangan dengan jurus "kejujuran mengalahkan batu
emas."

Dalam gusar dan dendamnya, Kim Thi sia telah mengerahkan tenaga nya hingga mencapai
sepuluh bagian, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya serangan tersebut.
Benturan keras yang memekikkan telinga segera bergema diangkasa dan hampir boleh dibilang
menyelimuti gelak tertawa pedang perak.
Mendadak terdengar jerit kesakitan yang memilukan hati bergema diudara. Tahu-tahu
terlihatlah tubuh pedang perak mencelat kebelakang kemudian roboh terjungkal keatas tanah.
Ia cuma berkelejitan beberapa kali, kemudian menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Melihat kematian sipedang perak, Kim Thi sia mendengus dingin, kemudian pelan-pelan
mengalihkan pandangan matanya kearah putri Kim huan-
Waktu itu, putri Kim huan masih berbaring ditepi pohon sambil merintih kesakitan. Cepat- cepat
Kim Thi sia membimbingnya bangun dan menegur: "Bagaimana keadaanmu sekarang? "
Putri Kim huan menghembuskan napas panjang, lalu manggut-manggut. "Keadaanku masih
rada mendingan."
Dengan seksama Kim Thi sia mengawasi sekejap keadaan wajah tersebut, setelah yakin kalau
lukanya tidak berbahaya, hatinya baru terasa amat lega katanya kemudian-
"Bagus sekali kalau begitu"
"Bagaimana apakah pedang perak telah mampus?" tanya putri Kim huan sambil tertawa.
Pedang perak telah meninggaikan dunia ini dengan membawa semua dosa serta kejahatannya,
dia mati dengan mata melotot besar. Mendapat pertanyaan tersebut, Kim Thi sia mengangguk.
"Yaa benar, pedang perak sudah mati konyol manusia berhati busuk semacam dia memang tak
ada perlu dikasihani, dia harus dibunuh secara keji....."
"Kenapa?"
"Bila manusia berhati busuk macam dia bisa mati dengan tenang, bukankah kejadian lebih
menyayangkan lagi?"
Putri Kim huan segera tertawa.
"Tak kusangka pikiranmu sudah sejauh itu....aku......"
Melihat gadis itu ragu-ragu untuk melanjutkan kata-katanya, dengan cepat Kim Thi sia
bertanya:
"Apa yang ingin kau katakan, katakan saja berterus terang."
"Aku merasa amat berterima kasih kepadamu"
"Aaah, soal itu mah tak perlu dibicarakan lagi....." ucap Kim Thi sia sambil tertawa nyaring.
"Tapi untuk kesekian kalinya aku telah menyelamatkan jiwa kau lagi......"
"Sudah sepantasnya bila kita hidup didunia ini saling tolong menolong, apa lagi sebagai sebagai
anggota persilatan, aku memang berkewajiban menolong kaum lemah dari penindasan kaum
kuat."
Putri Kim huan segera menghela napas panjang, tanya tiba-tiba: "Apakah kau menyukai
kehidupan dalam dunia persilatan?"
"Kini aku sudah hidup dalam dunia persilatan, kenapa mesti dipersoalkan kembali suka atau
tidak?"
"Seandainya kau merubah lingkungan hidupmu serta merubah kebiasaan hidupmu dalam
suasana yang lain- Apakah kau bersedia untuk menjalaninya?"
"Tidak. karena aku memang ditakdirkan sebagai manusia pengembara yang hidup dialam dunia
persilatan"

Putri Kim huan segera tersenyum, katanya lembut:
"Tapi takdir belum tentu akan membiarkan seseorang hidup menuruti kehendak hatinya."
"Apa maksudmu?" tanya Kim Thi sia agak tertegun.
"Kuharap kau jangan terlalu kesemsem dengan kehidupan tak menentu yang penuh dengan
rintangan, percobaan serta ancaman bahaya maut ini......"
Kim Thi sia segera tertawa.
"Ada kalinya akupun pernah berpendapat demikian tapi......"
"Apalagi yang kau risaukan?"
"Dendam sakit hatiku belum terbalas penghinaan yang pernah kualami belum pernah kutuntut,
lagipula aku masih berhutang budi kepada beberapa orang."
"Tapi kesemuanya itu tak terhitung apa-apa, sama sekali tak ada harganya untuk dipikirkan....."
seru putri Kim huan cepat. Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya:
"Kau toh bisa saja membuang jauh-jauh semua persoalan tersebut serta tidak memikirkannya
lagi?"
"Apa yang harus kulakukan?" tanya Kim Thi sia ragu-ragu.
"Aku hanya berharap kau bisa memahami apa maksud tujuan seorang manusia hidup didunia
ini, kita hidup untuk merasakan serta menikmati kebahagiaan hidup,"
"Sayang sekali aku tak punya rejeki untuk merasakan kesemuanya itu" keluh anak muda
tersebut.
"Siapa bilang begitu? Kaupun dapat merasakannya....." jerit putri Kim huan keras- keras.
Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya lagi:
"Ikutlah bersamaku kembali ke negeri Kim. Ayah Baginda pasti akan menerimamu secara baikbaik
dan sejak itu pula kau akan terangkat menjadi kaum bangsawan. Kau tak usah berkeliaran
lagi didalam dunia persilatan sebagai pengembara yang tak menentu kehidupannya....."
"Tidak mungkin hal ini terjadi atas diriku...." tampik Kim Thi sia sambil tersenyum.
"Kenapa?" tanya putri Kim huan agak tertegun. "Apakah kau menganggap aku sudah ternoda,
menganggap aku sudah bukan gadis perawan lagi sehingga memandang rendah diriku?"
"Bukan, bukan begitu maksudku"
"Lalu apa maksudmu yang sebenarnya?" tanya putri Kim huan sambil membelalakkan mata nya
lebar-lebar. Kim Thi sia tersenyum.
"Sebab aku tahu orang yang paling kau cintai sesungguhnya adalah sipedang air"
"Tapi sayang ia telah meninggal dunia"
"Bila seorang gadis telah mencintai seseorang dengan tulus hati, maka tidak seharusnya dia
mengalihkan perasaan cintanya itu kepada orang lain, kendatipun orang dicintainya itu sudah
meninggal dunia."
JILID 54
"Apakah kau menyuruh aku bermesraan dan berCinta dengan seorang yang sudah mati?
Apakah aku harus menyia-nyiakan kehidupanku ini dengan menjanda sepanjang masa?" cepatcepat
Kim Thi sia menyela.

"Waah, kalau masalah itu sih merupakan urusan pribadimu sendiri, tiada sangkut pautnya
denganku....."
"Engkoh Thi sia...." cepat-cepat putri Kim huan berseru.
Belum sempat gadis itu melanjutkan kata-katanya, dengan cepat Kim Thi sia telah menukas.
"Kuminta kau jangan menyebut aku dengan istilah itu lagi......"
"Mengapa?" tanya putri Kim huan tertegun. "Apakah kau lupa bahwa dahulu akupun selalu
menyebut koko kepadamu?"
"Persoalan antara kita dimasa lalu, kini telah berakhir sama sekali, lebih baik kita tak usah
menyinggung kembali kejadian tersebut" kata Kim Thi sia dengan wajah serius.
"Engkoh Thi sia....." pekik putri Kim huan dengan manjanya. "Apakah semua perasaan cintamu
kepadaku waktu itu, semua sikapmu yang begitu menurut kepadaku....."
"Sudahlah, tak perlu kau lanjutkan kata- kata mu itu" kembali Kim Thi sia menukas dengan
serius. "Ketahuilah, Kim Thi sia tak pernah mengerti tentang hal-hal semacam itu terhadap kaum
wanita...."
Tapi putri Kim huan tetap merengek dengan manja.
"Aku tahu, dalam hati kecilmu sekarang bukan aku yang kau cintai lagi...." Kim Thi sia tertawa
dingin, sambungnya cepat.
"Lebih baik lagi kalau kau sudah mengerti benar. Aku Kim Thi sia memang sudah bersumpah
serta akan sehidup semati dengan nona Hay Jin, dan lagi....."
"Dan lagi kalian pernah melihat rembulan bersama-sama, menunggu matahari terbit bersamasama,
dan pernah mendaki bukit bersama-sama bukan?" sela putri Kim huan agak marah.
Dengan kewibawaan seorang lelaki, Kim Thi sia mengangguk dengan angkuhnya.
"Ehm, benar Kami pernah melewati saat-saat yang paling manis dan bahagia. Apa sangkut
pautnya persoalan ini denganmu?"
"Tentu saja semua persoalan tersebut ada sangkut pautnya dengan diriku" kata putri Kim huan
cepat.
"Aneh benar kami ini" Agak tertegun Kim Thi sia sehabis mendengar jawaban mana.
"Dimanakah letak sangkut pautnya persoalan ini dengan dirimu......?"
"Disaat aku menjumpai seorang pria yang kucintai sedang bermesraan dan berkasih-kasihan
dengan perempUan lain, perasaan pedih dan sakit hati yang kualami saat itu tak terlukiskan
dengan kata- kata, lagipula....."
"Lagipula kau merasa cemburu? Merasa tak senang dan tak puas?" sambung Kim Thi sia polos.
"Benar, aku memang merasa sangat tidak puas, terus terang saja aku katakan, mungkin hal ini
dikarenakan rasa cintaku yang terlalu mendalam kepadamu, orang bilang perempuan adalah wajar
bila merasa cemburu. Engkoh Thi sia, apakah kau masih belum memahami perasaan hati seorang
wanita."
"Aku minta janganlah kau membicarakan persoalan semacam ini lagi denganku, mau bukan?"
Kim Thi sia merasakan agak sebaL
Tapi putri Kim huan tidak melepaskan korbannya dengan begitu saja, ia merengek lebih jauh.
"Tidak. aku harus membicarakan persoalan ini denganmu, kita harus berbicara dengan sebaikbaiknya.
Engkoh Thi sia, kuminta kau mengucapkan sepatah kata lagi kepadaku, hanya sepatah
kata saja......."
"Apa yang harus kukatakan?"

Pelan-pelan putri Kim huan menjatuhkan diri kedalam pelukan pemuda tersebut. Lalu dengan
manja katanya:
"Aku hanya berharap kau mengatakan sekali lagi kepadaku bahwa kau tetap mencintai ku,
maka biarpun aku harus mati dalam pelukanmu, hatiku akan rela dan puas....Engkoh Thi sia,
katakanlah cepat Hayolah katakan cepat......"
Berbicara sampai disitu, ia membenamkan sama sekali tubuhnya kedalam pelukan anak muda
tersebut, Sepasang matanya dipejamkan rapat-rapat, seakan-akan dia sedang menikmati
kehangatan tubuh pemuda itu.
Kim Thi sia tidak berkata apa-apa, tiba-tiba saja ia mendorong tubuh gadis tersebut hingga
terjaga dari pelukannya.
Akan tetapi keadaan putri Kim huan waktu itu ibarat seekor ular kecil saja, dengan cepat dia
bersandar kembali diatas tubuh Kim Thi sia bahkan meliuk-liuk kesana kemari melakukan gerakan
yang amat merangsang hawa napsu.
Dengan cepat gerak gerik gadis tersebut menimbulkan perasaan muak dan sebal dihati kecil
Kim Thi sia, sebab orang yang dia cintai bukan putri Kim huan, paling tidak ia tidak menyenangi
sikap serta tingkah laku gadis tersebut. Dengan gemas ia mendorong tubuh itu kesamping.
Tapi dikala dia melihat putri Kim huan sedang mengawasi wajahnya dengan pandang an
merengek serta sikap yang mengenaskan hati, dia menjadi tertegun dan tak tega.
Akhirnya pelan-pelan ia jalan menghampiri gadis tersebut dan memeluknya dengan lembut.
Sementara itu air mata telah jatuh bercucuran membasahi wajah putri Kim huan dengan sedih
dia berbisik:
"Engkoh Thi sia, kau....kau amat tega...."
Isak tangis putri Kim huan makin lama semakin keras, makin lama semakin memedihkan hati,
isak tangis yang memilukan hati itu seakan-akan memerlukan sikap keras kepala Kim Thi sia,
membuat pemuda itu tak tega dan merasa terharu. Akhirnya dengan nada menyesal Kim Thi sia
berbisik:
"Putri Kim huan, aku...... aku memang bersikap terlalu kasar, maafkan aku"
Begitu ucapan tersebut meluncur keluar dari bibirnya, putri Kim huan segera merangkul tubuh
pemuda itu kencang-kencang. Bahkan sembari merapatkan tubuhnya diatas tubuh pemuda
tersebut, dia berbisik dengan suara merangsang.
"Engkoh Thi sia, peluk aku, rangkullah tubuhku erat-erat, ciumlah aku....ciumlah bibirku dengan
mesrah......."
Mereka berdua segera saling berpelukan dengan hangat.
Kedua orang itu seakan-akan sudah melupakan keadaan disekelilingnya lupa akan segala
sesuatunya.......
Mereka saling berciuman dengan hangat, saling meraba dengan penuh napsu.
Disaat keadaan makin panas dan tindak lanjut segera akan berlangsung antara sepasang muda
mudi ini, mendadak dari tengah udara terdengar suara bentakan keras seorang pria yang
mendekati kalap.
"Kalian sepasang laki perempuan anjing yang tak tahu malu, berani benar kamu berdua
melakukan perbuatan terkutuk yang memalukan ditempat terpencil ini, cepat hentikan semua
perbuatan kalian"
Bentakan yang muncul sangat mendadak ini seketika membuat Kim Thi sia dan putri Kim huan
jadi tertegun dan segera menghentikan perbuatan mereka....

Dengan suatu gerakan cepat Kim Thi sia mendorong tubuh putri Kim huan kebelakang, lalu
dengan cekatan sekali meraba pedang leng gwat kiamnya.
Pada saat itulah tampak sesosok bayangan tubuh manusia melayang turun dihadapan mereka
berdua dengan kecepatan luar biasa.
dalam sekilas pandangan saja Kim Thi sia telah mengenali sipendatang tersebut sebagai
sipedang emas Ko Hong liang serta sipedang kayu Gl CU yong.
Dengan pandangan penuh amarah Kim Thi sia mengawasi kedUa orang musuhnya itu lalu
membentak.
"Bagus sekali kehadiran kalian berdua, aku memang berniat mencari kamu berdua untuk dikirim
keakhirat. Hmmm, sekarang kalian telah muncul sendiri, akupun tak usah repot- repot lagi mencari
kalian lagi."
Baru selesai perkataan itu diutarakan, pedang emas telah tertawa dingin sambil mengejek.
"Bocah keparat, lebih baik jangan bicara sombong. Jangan kau kira setelah memiliki pedang
leng gwat kiam maka dunia persilatan berada dibawah telapak kaki mu, terus terang saja aku
bilang, aku sipedang emas akan membunuhmu hari ini......"
Tanpa banyak membuang waktu lagi, sipedang emas Kho Kong liang menerjang maju kedepan
dan melancarkan serangkaian serangan dengan jurus "Raja dari segala kekuatan" serta "kaitan
seribu tahun" dari ilmu Tay jin eng nya......
Sementara itu putri Kim huan telah menyusul datangpula dengan meloloskan sepasang pedang,
agaknya ia telah bersiap sedia mendampingi Kim Thi sia untuk menghadapi serangan musuh.
Pedang kayu Gl CU yong yang menyaksikan hal tersebut dari sisi arena menjadi amat gusar,
bentaknya keras- keras:
"PerempUan rendah, kau jangan bertindak seenaknya sendiri....."
Dengan menggunakan ilmu pukulan Sian ka ciang, ia segera melepaskan dua buah serangan
kedada kiri putri Kim huan,jurus yang dipakai adalah jurus yang melompat harimau mengaum
serta "api membawa air menggulung."
Dengan cepat sipedang kayu telah terlibat dalam pertarungan yang amat seru melawan putri
Kim huan-
Dipihak lain Kim Thi sia dan sipedang emas telah saling berhadapan dengan tak kalah serunya
pula.
Selang berapa saat kemudian....
Ketika sipedang emas melihat ilmu pukulan Tay Jin engnya tak berhasil mengungguli lawannya,
dengan suara keras ia segera membentak:
"Bocah keparat, sungguh tak kusangka baru berpisah berapa hari, ilmu silatmu kembali telah
memperoleh kemajuan yang amat pesat."
"Hmmm, kau jangan mengira aku takut dengan ilmu pukulan tay Jin eng tersebut. Ayoh
lancarkan kembali seranganmu" seru Kim Thi sia penuh amarah.
Sampai disini, anak muda itu melancarkan pula serangkaian pukulan dengan ilmu Tay goan
sinkangnya.
Pertarungan yang berlangsung saat ini benar- benar sangat hebat dan ramai, begitu hebatnya
pertarungan itu membuat pasir dan debu beterbangan menyelimuti angkasa, udara serasa menjadi
gelap secara tiba-tiba.
Berapa ratus gebrakan telah lewat, namun sipedang emas dan Kim Thi sia masih bertempur
terus dengan serunya, menang kalah susah ditentukan dalam waktu singkat.

Melihat itu, sipedang emas segera mengeluarkan ilmu pedang tangan kirinya untuk menghadapi
serangan musuh.
Kim Thi sia sendiripun bukan orang bodoh, ketika ia melihat musuhnya telah mengandalkan
ilmu pedang tangan kiri untuk menggencet dirinya, dengan cepat dia mengeluarkan jurus
"Kejujuran melebihi batu emas" dan "Hawa sakti menyelimuti sembilan langit" dari ilmu pukulan
Tay goan sinkang untuk membendung datangnya ancaman itu. Berapa puluhan gebrakan kembali
sudah lewat. Tiba-tiba terdengar sipedang emas berseru:
"Bocah keparat, aku lihat lebih baik kau menyerah kalah saja, dengan begitu akupun bersedia
mengampuni selembar jiwamu."
Kim Thi sia menjadi gusar sekali setelah mendengar perkataan mana, teriaknya lantang:
"Hmmm, lebih baik kau tak usah berkentut disiang hari belong. Ketahuilah aku Kim Thi sia......"
^
"Mengapa dengan dirimu?"jengek pedang emas.
"Tidak sampai berapa gebrakan lagi, aku pasti dapat memenggal batok kepalamu"
Mendengar itu, sipedang emas tertawa seram.
"Haah....haaah......lebih baik tak usah takabur lebih dulu Jangankan memenggal kepalaku,
menyentuh ujung bajukupUn kau belum mampu. Aku lihat justru kau sendiri yang bakal mampus
hari ini."
Pertarungan kembali dilanjutkan kali ini kedua belah pihak sama-sama telah mengeluarkan
segenap kemampuan yang dimiliki.
Suatu ketika, mendadak sipedang emas mengayunkan pukulannya menggempur sebuah batu
cadas besar dan langsung melontarkan batu tadi menerjang dada musuh.
Kim Thi sia mendengus dingin, dengan sikap yang tenang sekali ia memutar pedang Leng gwat
kiamnya dan membendung datangnya ancaman tersebut. "Braaaakkkk....."
Ditengah suara benturan keras yang memekikkan telinga batu cadas itu kena ditangkis oleh
bacokan pedang hingga hancur berguguran keatas tanah.
Melihat keampuhan musuhnya, pedang emas agak tertegun, segera tegurnya keras- keras:
"Bocah keparat, tak kusangka kepandaian mu sangat tangguh. Hmmm coba lihat kelihayanku
ini sekali lagi"
Sambil menghimpun tenaga dalamnya sipedang emas menyambar sebatang pohon raksasa dan
membetotnya keluar, lalu melemparkan batang pohon yang besar itu kearah lawan-
Kim Thi sia segera melejit ketengah udara dengan gerakan cepat dan enteng, menanti batang
pohon itu sudah tumbang keatas tanah. Ia baru berdiri diatas batang pohon tadi sembari
mengejek sinis.
"Hey bajingan murtad, lebih baik jangan kaupergunakan cara yang amat bedoh ini untuk
menghadapiku"
Gagal dengan kedua serangannya, pedang emas merasa gusar bercampur mendendam.
Tanpa mengucapkan sepatah katapun dia segera mengeluarkan jurus "bunga mar dibulan lima"
dan "bunga anyelir dibulan sembilan", dua diantara jurus-jurus serangan ilmu pedang tangan kiru
yang paling tangguh untuk menerjang Kim Thi sia.
Si anak muda itupun merasa gusar sekali tak segan-segan dia mengeluarkan jurus serangan
yang paling tangguh pula untuk balas menusuk pinggang musuh.
"Traaanggg"
Benturan nyaring bergema memecahkan keheningan.

Pada saat itulah mendadak sipedang emas membentak keras, memanfaatkan kesempatan
disaat Kim Thi sia belum berhasil mengubah gerak serangannya, ia membacok lengan dan
pinggang kiri pemuda itu dengan sepenuh tenaga.
Kim Thi sia menjadi kaget sekali, sekalipun ia dapat melihat datangnya serangan tersebut
namun tak sempat lagi untuk menghindarkan diri tak ampun lengan kirinya tertusuk telak hingga
darah segar jatuh bercucuran dengan derasnya. Pedang emas segera tertawa terbahak-bahak.
serunya:
"Haaah.....haaaah.....haaaah......apa kataku tadi? Lebih baik letakkan senjata dan menyerah
kalah saja, asal kau masih pingin hid up, sekarang masih belum terlambat"
Kim Thi sia benar- benar merasa gusar sekali, dia balas mengumpat.
"Manusia busuk, babatan pedangmu bahaya menyebabkan kulit lenganku lecet sedikit, kau
anggap seranganmu hebat?"
Kembali sipedang emas tertawa seram.
"Hmmm, bukankah tadi kau bilang akan memenggal batok kepalaku dalam berapa jurus? Aku
lihat, justru batok kepalamu sendiri yang bakal tak utuh."
"Omong kosong, mari kita buktikan saja perkataan siapa yang lebih tepat."
"Kemarilah kunyuk jelek, hari ini akan kulihat seberapa hebat sih kepandaiaan silat yang kau
miliki?"
Dengan mengerahkan jurus "Buddha sakit membersihkan debu" Kim Thi sia melancarkan
sebuah tubrukan kilat kearah lawan-
Jurus serangan ini merupakan sebuah jurus yang sangat aneh dari ilmu pedang panca Buddha.
Tidak sembarangan orang dapat menghindarkan diri dari sergapan tersebut.
Sipedang emas hanya merasa berkelebatnya bayangan hitam dihadapannya, kemudian ia
merasakan perutnya sakit sekali.
"Aduh celaka" pikir sipedang emas cepat. "Jurus pedang ini aneh sekali....."
Ingatan tersebut belum habis melintas, Kim Thi sia telah menyusulkan sebuah pukulan lagi
dengan ilmu Tay goan sinkang.
Tak ampun sipedang emas menjerit ngeri, tubuhnya gemetar keras, darah segar menyembur
keluar dari mulutnya.
Kemudian setelah berkelejitan berapa kali, dia awasi Kim Thi sia dengan pandangan sayu,
kemudian tubuhnya pelan-pelan robeh ketanah dan menghembuskan napas yang penghabisan.
Melihat musuhnya telah tewas, Kim Thi sia mendongakkan kepalanya dan tertawa seram,
serunya:
"Haaah......haaaaah.......akhirnya pentolan dari sembilan pedang dunia persilatan berhasil
kubasmi dari muka bumi haaaah.....haaaaah......"
Kemudian dengan suara lirih dia berdoa:
"Suhu, aku telah melaksanakan perintahmu dengan baik, akhirnya aku tidak mengecewakan
hatimu, sipedang emas telah kubasmi dari muka bumi...."
Mendadak......
Terdengar jerit lengking bergema memecahkan keheningan, jeritan itu amat memilukan hati.
Rupanya ujung pedang sipedang kayu Gl cU yong telah menempel diatas tenggorokan putri Kim
huan.
Sementara putri Kim huan sendiri berdiri dengan wajah pucat pias bagaikan mayat, ia nampak
kelabakan dan tak tahu apa yang mesti dilakukan.

Sekalipun ilmu pedang tiga ribu air lemahnya berasal dari dudukan pedang air tapi
kemampuannya masih terbatas sekali, bagaimana mungkin ia bisa menandingi kehebatan pedang
kayu?
Disaat pedang kayu melontarkan pedangnya melancarkan tusukan kedepan, pada hakekatnya
putri Kim huan tak sempat lagi untuk menghindarkan diri......
Belum habis gadis itu menjerit kesakitan, tubuhnya telah robeh terjungkal keatas tanah.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa tersebut buru-buru berteriak keras: "Tunggu sebentar."
Tapi tubuh putri Kim huan sudah keburu robeh terjungkal keatas tanah dengan darah segar
bercucuran membasahi seluruh tanah gadis itu telah kehilangan tenaganya sama sekali.
Sementara itu sipedang kayu telah siap melancarkan tusukan kembali untuk menghabisi nyawa
gadis tersebut, untung pada saat itulah Kim Thi sia muncul tepat pada waktunya.
Dengan geram dan sepasang mata berapi-api sipedang kayu membentak nyaring:
"Bocah keparat, sembilan pedang dunia persilatan beleh dibilang telah punah sama sekali
ditanganmu"
"IHmmm, aku hanya menjalankan pesan terakhir dari suhu. Malaikat pedang berbaju perlente
menjelang ajalnya"
"Apakah orang terakhirpun tak akan kau lepaskan? Apakah kau tega membunuh diriku pula?"
tanya pedang kayu sambil tertawa pedih.
"Sudah menjadi tugasku untuk membasmi kalian sampai seakar-akarnya." Pedang kayu segera
mendengus dingin.
"Hmmm, kalau toh kau berniat jahat kepadaku, akupun tak akan melepaskan dirimu dengan
begitu saja."
Dengan menggunakan jurus "hati kesal pikiran kalut" ia melancarkan sebuah tusukan kedepan.
Kim Thi sia menjengek dingin, tanpa gugup barang sedikitpun ia sambut datangnya ancaman
tersebut dengan jurus "menuding langit selatan."
"Traaaangggg......."
Sepasang pedang saling membentur satu sama lainnya dengan keras, percikan bunga api
memancar keempat penjuru.
Akibat dari bentrokan ini Kim Thi sia tetap berdiri tegak ditempat semula, tubuhnya sama sekali
tak bergeser.
Sebaliknya pedang kayu merasakan pergelangan tangannya menjadi kesemutan, dengan
sempoyongan tubuhnya mundur Sejauh berapa langkah kebelakang.
"Bocah keparat" Pedang kayu Segera berteriak keras. "Tak nyana tenaga dalammu telah
mendapat kemajuan yang begitu pesat."
Kim Thi sia sama seklai tidak menanggapi seruan itu, dengan gerakan yang enteng dan cekam
ia mendesak maju lebih jauh.
Pedang kayu berusaha meloloskan diri dari ancaman, ia mencoba berkelit kian kemari namun
usahanya tak pernah berhasiL
Sementara itu Kim Thi sia telah mendesak maju lebih jauh, dengan ilmu pedang panca Buddha,
ia menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang yang amat menyilaukan mata. sekali lagi
sipedang kayu terdesak hebat hingga mundur berulang kali kebelakang. Mendadak dari gusar ia
menjadi tertawa, serunya dengan suara keras:
"Saudara Thi sia, mengapa sih kau harus mengumbar hawa amarahmu semacam ini,
bagaimanapun juga kita kan masih terhitung sesama saudara seperguruan."

"Hmmm, tak usah banyak bicara, rasa benciku kepadamu sudah telanjur merasuk ketulang
sumsum" bentak Kim Thi sia sambil mendesak maju lebih jauh.
"Haaah.....haaah.....haaaah.....buat apa saling membenci? Kalau ada persoalan kita kan bisa
membicarakan seCara baik-baik."
"Tak usah banyak bicara lagi" tukas Kim Thi sia kesaL "Diantara kita berdua tak ada persoalan
lagi yang bisa dibicarakan-...."
Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, pemuda itu segera berpikir kembali: "Pedang
kayu adalah seorang yang licik dan berakal busuk. jangan-jangan ia sedang mengatur siasat untuk
menjebakku?"
Sementara itu sikap sipedang kayu kian lama kian bertambah lunak, kembali dia berkata:
"Aku bermaksud baik kepadamu, harap kau pertimbangkan perkataan tadi....."
"Hmmm, bukankah kau berniat menyelamatkan jiwamu?"
"Toh tak ada salahnya aku berbuat begini."
"Hmm, bila manusia busuk semacam kau pun dibiarkan hidup terus didunia ini semua umat
persilatan bakal mencaci maki aku."
Berbicara sampai disini, ia semakin mempergencar serangannya, jurus pedangnya bagaikan
amukan angin topan melanda kedepan dan meneter musuhnya habis-habisan.
Sipedang kayu jadi kelabakan setengah mati, dia mencoba menangkis kian kemari namun
tubuhnya mundur terus tiada hentinya.
Desingan tajam kembali menyambar tiada hentinya, kini pakaian yang dikenakan pedang kayu
sudah compang camping tak karuan lagi bentuknya.
Namun Kim Thi sia tidak melepaskan lawannya dengan begitu saja, serangan demi serangan
kembali dilancarkan dengan gencar.
Dalam waktu singkat seluruh badan sipedang kayu sudah penuh dengan luka bacokan, darah
segar yang masih bercucuran deras membuat pemuda itu berubah menjadi manusia berdarah.
Dengan sinar mata buas dan penuh luapan rasa dendam, Kim Thi sia meneter terus dengan
serangan yang lebih gencar.
Mendadak terdengar pedang kayu menjerit ngeri, tubuhnya robeh terjungkal keatas tanah dan
tewas seketika itu juga.
Begitulah nasib pedang kayu yang semasa hidupnya banyak melakukan kejahatan- Kini dia
harus tewas dalam keadaan yang mengerikan.
Selesai membantai musuhnya, cepat-cepat Kim Thi sia memburu kesamping putri Kim huan-
Saat itu putri Kim huan masih berbaring diatas genangan darah sambil merintih kesakitan.
Wajahnya pucat pias bagaikan mayat, napasnya amat lemah,jelas luka tusukan yang
dideritanya amat parah dan jiwanya susah diselamatkan lagi.
Melihat nasib tragis yang menimpa gadis cantik itu, Kim Thi sia merasa sangat beriba hati,
cepat-cepat ia berjongkok disisi tubuhnya dan berbisik dengan lembut. "Apakah kau ingin
kugendong?"
"Tidak usah" putri Kim huan tertawa manis, "Tapi...."
"Tapi apa?"
"Aku harap kau.......aku harap kau...."
"Apa yang kau inginkan?"

Dengan napas yang lemah putri Kim huan berbisik: "Kau harus memenuhi dua buah
permintaanku"
"Apa permintaanmu?"
"Kau jangan tanya dulu, jawablah apakah kau bersedia atau tidak......"
"Mana boleh jadi kalau tidak kau kata kan dulu?" seru Kim Thi sia tertawa paksa.
"Mengapa tidak boleh?"
"Bila tidak kau katakan dulu....."
"Apakah kau merasa kuatir?"
"Yaa, aku takut aku tak mampu melaksanakan permintaanmu itu"
"Kau pasti dapat melakukannya, kau pasti dapat melakukannya" seru putri Kim huan cepat.
"sebenarnya apa sih permintaanmu itu?"
"Katakan saja, bersedia tidak kau memenuhinya?"
"Aku......."
Melihat keraguan anak muda itu, dengan sedih putri Kim huan berbisik: "Aku sudah hampir
mati, apakah kau masih tetap ragu....." Kemudian setelah menghela napas panjang, terusnya:
"Apakah kau tidak menaruh perasaan kasihan terhadap seorang wanita yang sebentar lagi akan
mati?"
Kim Thi sia menjadi amat pedih, setelah termenung sejenak akhirnya dia berkata: "Baiklah."
"Kau.... kau.... kau benar- benar menyanggupinya?" seru putri Kim huan dengan gembira.
"Yaa, benar"
"Pertama, aku minta kau memanggilku dengan sebutan......"
"Putri Kim huan"
"Tidak, aku minta kau memanggilku sebagai....."
Tiba-tiba ia menarik kepala pemuda tersebut dan membisikkan sesuatu disisi telinganya.
Mendengar bisikan ini, paras muka Kim Thi sia segera berubah menjadi merah padam.
tapi karena ia sudah berjanji akan memenuhi permintaannya, terpaksa dengan wajah tersipusipu
dia berbisik: "Adikku sayang......adikku sayang....."
Biarpun panggilan itu diucapkan dengan nada tersipu-sipu, namun bagi pendengaran putri Kim
huan justru jauh lebih merdu dari nada suara musik yang terindah pun. Pelan-pelan putri Kim
huan pejamkan matanya rapat-rapat, gumamnya pelan: "Engkoh Thi sia, boleh kau kusebut
demikian kepadamu? Aku......aku......."
Tiba-tiba ia merasa darah panas mengalir keluar dengan derasnya. Dengan perasaan terkesiap
Kim Thi sia segera berseru: "Kee......kenapa kau?"
"Aku tidak apa-apa......" sahut putri Kim huan sambil menyeka darah yang membasahi
tubuhnya itu.
"Apakah permintaanmu yang kedua?" Kim Thi sia segera bertanya.
Dengan pandangan penuh rasa cinta putri Kim huan memandang sekejap wajah pemuda lalu
bertanya:
"Apakah kaupun bersedia melakukannya bagiku?"
"tentu saja, akan kulakukan dengan senang hati" janji Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Sungguh?"

"Bila aku berbehong dihadapanmu, biarlah aku Kim Thi sia mati tanpa sempat kabur."
"Kalau begitu peluklah aku erat-erat, peluklah tubuhku didalam rangkulanmu......"
Tanpa membuang waktu Kim Thi sia segera merangkul tubuh putri Kim huan yang penuh
berlepotan darah itu dan memeluknya dengan lembut dan mesrah.
"Apakah begini?" ia bertanya.
"Tidak, bukan begitu......."
"Lantas harus bagaimana?" Kim Thi sia agak tertegun.
"kau harus memelukku kencang-kencang, memelukku dengan penuh kehangatan cinta."
"Aku bukannya tak mau memelukmu erat-erat, tapi......" pemuda itu mencoba memberi
penjelasan.
"Kau takut tubuhmu menjadi kotor?" tanya putri Kim huan cepat.
"Tidak... aku tidak bermaksud berbuat begitu"
"Lalu apa maksudmu?"
"Saat ini kau sedang terluka parah, aku kuatir."
"Kau kuatir aku mati dalam pelukanmu karena dipeluk terlalu keras?"
Dengan cepat anak muda tersebut mengangguk.
"Yaa, begitulah maksudku"
"Kalau begitu kau tak perlu kuatir......." kata si nona sambil menghela napas panjang.
"Kenapa harus begitu, tahukah kau bahwa nyawa merupakan benda yang paling berharga bagi
manusia."
"Tapi nyawa sudah tidak berharga lagi bagiku" tukas putri Kim huan-
"Aaaah, masa ada pendapat seperti ini dipikiran manusia......?"
"Sesungguhnya alasanku sederhana sekali" kata si nona dengan sedih. "Kuharap kau jangan
menyalahkan aku, terus terang saja aku sudah tergila-gila olehmu sehingga aku rela mati dalam
pelukanmu......"
"Tapi.....mana boleh begitu?" seru Kim Thi sia gugup,
"Kenapa tidak boleh, aku toh sudah tak mungkin untuk hidup lebih lanjut...."
"Jangan teriampau emosi" bujuk pemuda Kim. "Aku bersedia menggendongmu untuk pergi
mencari Lentera hijau, siapa tahu benda mestika itu bisa menyelamatkan jiwamu."
Kata- kata itu diucapkan dengan jujur, serius dan penuh dengan perasaan sayang.
"Tidak, aku tak mau hidup, aku tak ingin hidup terus......" tampik putri Kim huan.
"Apakah kau memang berniat untuk mati?"
"Benar, aku ingin mati."
"Aaaai, sungguh tragis kejadian ini....." bisik Kim Thi sia sambil menghela napas.
"Tidak tragis, sama sekali tidak memedihkan hati, aku justru menganggap pikiranku ini lebih
terbuka......."
"Sebenarnya bagaimana sih jalan pemikiranmu?"
"Aku merasa kehidupan di dunia ini sama sekali tak berarti lagi."
"Kau toh bisa pulang kenegeri Kim, kembali kepangkuan orang tuamu serta mencicipi
kehidupan yang mewah dan penuh kebahagiaan?"

"Aaaai.....? Kau toh enggan pulang bersama ku, apa artinya kehidupan menyendiri bagiku....?"
sahut putri Kim huan sambil menghela napas sedih.
Kim Thi sia jadi gelagapan-
"Soal ini.....soal ini.....sesungguhnya aku mempunyai alasanku sendiri."
"Yaa aku tahu, orang yang kau cintai sesungguhnya bukan aku, kau lebih mencintai nona Hay
Jin bukan?"
cepat-cepat Kim Thi sia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, ujarnya: "Mari kita jangan
membicarakan persoalan ini?"
"Kalau begitu peluklah aku,peluk aku kencang-kencang......."
Kali ini Kim Thi sia menurut, ia peluk gadis tersebut kencang-kencang. Kembali putri Kim huan
berseru:
"Panggillah aku, panggillah aku, Cepat panggil aku......?"
"Adikku sayang?"
Kegelapan malam makin larut, ketika fajar mulai menyingsing terdengar putri Kim huan berseru
lagi dengan suara:
"Peluklah aku......panggillah aku..^..ooh engkoh Thi sia jangan tinggalkan aku, peluklah aku
dan panggillah aku hingga ajalku tiba....aku.....aku ingin mati dalam pelukanmu......"
Begitulah, akhirnya putri Kim huan menghembuskan napasnya yang terakhir didalam pelukan
Kim Thi sia.
Sinar matahari telah berada diatas awang-awang Cahaya yang panas bersinar diatas pusara
putri Kim huan-
Suasana terasa begitu sepi, begitu hening seakan-akan dunia turut terharu atas kematian nona
yang cantik jelita.
Kim Thi sia berdiri termangu didepan pusara, peluh telah bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya, tetapi ia masih termangu merasa sedih sekali. Dia tak ambil perduli bau busuk yang
terendus dari mayat si Pedang emas, iapun tak ambil perduli bau busuk dari mayat sipedang kayu.
Kim Thi sia amat membenci kedua jahanam ini, ia bersyukur mereka berhasil dibunuh dari
muka bumi ini.
Sambil memandang keangkasa ia bergumam:
"oooh, suhu sekarang kau dapat beristirahat dengan tenang dialam baka, walaupun dengan
susah payah akhirnya muridmu yang tak becus berhasil juga membalaskan sakit hatimu, apa yang
disebut sebagai sembilan pedang dunia persilatan berhasil kutumpaskan-........"
Setelah termenung sejenak kembali ia bergumam:
"Aku harus pergi ke Lembah Nirmala secepatnya, kesatu untuk membasmi dewi Nirmala,
keduanya untuk menolong nona Hay Jin, selain itu akupun harus memenuhi janjiku dengan
sipukulan sakti tanpa bayangan-....."
Makin berpikir ia makin risau dan kesal, akhirnya dengan suara lantang ia membawakan lagu
dendam kesumat.
"Dendam sakit hatiku, jauh melebihi samudra. Harus kan aku mati dalam keadaan begini? Biar
badan hancur, biar tubuh remuk, akan kucuci semua sakit hatiku ini....... Lidahku dipotong,
mataku dicukil, rambutku dipapas, tulangku dikunci, telingaku diiris, ototku dicabut, lenganku
dikuntung dan kakiku ditebas. Rasa dendamku serasa merasuk ketulang. Aku merasa pedih, aku
merasa sedih. Dendam kesumat ini harus kutuntut balas."

Dengan mengerahkan kemampuan yang ada Kim Thi sia berangkat kelembah Nirmala. ia
bergerak bagaikan sambaran kilat.
Menjelang matahari terbenam sampailah pemuda itu disebuah tebing, dari situ ia dapat melihat
pemandangan di Lembah Nirmala dengan amat jelas. Mendadak ia menyaksikan suatu
pemandangan yang amat mengerikan hati.
la melihat Dewi Nirmala sedang memeluk Hay Jin dengan senyum licik buas menghias
wajahnya, begitu kencang ia memeluk gadis tersebut hingga membuat si nona terengah-engah.
Paras muka Hay Jin kelihatan pucat pias seperti mayat, rambutnya amat kusut.
Menyaksikan peristiwa itu merah padam paras muka Kim Thi sia, dengan mata melotot
bentaknya keras- keras: "Lepaskan dia.......lepaskan dia......"
Bagalkan kemasukan setan ia mengayunkan pedang Leng gwat kiamnya sambil menyerang
Dewi Nirmala. "Braaaakkkk"
Sebatang pohon besar tersambar pedangnya hingga tumbang, pasir dan debu beterbangan
menyelimuti udara. Tiba-tiba Kim Thi sia berdiri tertegun.
Pada saat itulah terdengar seseorang berseru sambil tertawa dingin, suara itu berasal dari balik
hutan yang lebat.
"Lepaskan dia......? Haaaah....haaaaah.....aku rasa tidak segampang itu."
Gelak tertawa yang keras menyadarkan kembali Kim Thi sia dari lamunannya.
la mengerti Lembah Nirmala bukan tempat sembarangan, tempat itu berupa sarang naga gua
harimau yang diliputi kemisteriusan dan ancaman bahaya yang mengerikan.
cepat-cepat ia menghimpun tenaga murninya, lalu dengan gerakan burung walet terbang
keselatan secepat kilat ia menyembunylkan diri dibalik sebuah batu cadas. Sementara itu orang
didalam hutan kembali menegur dengan suara dingin: "Hey, yang berbicara barusan nirmala
nomor berapa?"
Kim Thi sia tidak menjawab, dengan sangat berhati-hati ia melongok keluar dan memperhatikan
keadaan disekelilingnya.
Walaupun hutan yang lebat membuat ia tak dapat melihat dengan jelas, namun secara lamatlamat
tampak olehnya seorang pemuda sedang mencengkeram tubuh seorang kakek berambut
putih yang mengenakan gelang emas dikepalanya.
Agaknya pemuda tersebut telah berhasil menotok jalan darah Mia meh hiat ditubuh kakek
berambut putih itu sehingga sama sekali tak mampu bergerak^ oleh sebab itu sewaktu
mendengar ada orang berteriak, ia kelihatan gusar sekali. Menyaksikan kesemuanya ini, diamdiam
Kim Thi sia berpikir:
"Ternyata sudah terjadi kesalahan paham dia mengira aku hendak mencampuri gerak geriknya,
padahal andaikata dia tidak berteriak keras, mungkin akupun akan bertindak gegabah dan tidak
menyangka dalam hutan ini masih ada orang yang lain-"
Sementara itu pemuda tersebut makin bertambah gusar setelah tidak mendapat reaksi apapun
dari lawannya, ia membentak nyaring:
"Aku tak perduli kau adalah Nirmala nomor berapa, setelah berani membentakku untuk
lepaskan dla, kenapa tidak berani tampilkan diri?"
Saat itu, kendatipun Kim Thi sia tidak berani memastikan siapa gerangan orang tersebut,
namun bila ditinjau dari bentakannya, sudah dapat dipastikan orang itu bukan anggota Lembah
Nirmala, itulah sebabnya tanpa ragu-ragu dia munculkan diri dari balik tempat persembunyiannya .
Baru muncul dari balik hutan, dia sudah melihat dengan jelas paras muka pemuda tadi, tanpa
terasa serunya tertahan:
"Aaaah, rupanya kau adalah Sastrawan menyendiri"

"Betul, memang aku yang berada disini, mau apa kau?" bentak sastrawan menyendiri lagi
penuh amarah. Kim Thi sia tertawa.
"Buat apa sih kau marah-marah dan menganggap diriku seperti musuh besar saja?" Sastrawan
menyendiri mendengus dingin:
"Hmmm, Kim Thi sia, aku tak akan berkata terus terang kepadamu setiap manusia yang
membantu Dewi Nirmala untuk melakukan kejahatan, aku akan menganggapnya sebagai musuh
besarku"
"Apa yang hendak kau lakukan terhadap mereka?"
"Akan kutumpas mereka sampai keakar-akarnya...."
cepat-cepat Kim Thi sia mengacungkan jempolnya memberi pujian, serunya dengan lantang:
"Tindakan yang tepat, perbuatan yang amat bagus, kalau begitu kita mempunyai cita-cita serta
tujuan yang sama. Sudah sepantasnya bila kita berkomplot dan bekerja sama untuk membasmi
Dewi Nirmala serta melenyapkan bibit bencana umat persilatan-"
"Apa maksudmu?" tanya Sastrawan menyendiri dengan wajah tertegun-Kim Thi sia segera
tersenyum.
"Harap jangan menaruh kesalahan paham kepadaku, teriakanku tadi bukan ditujukan
kepadamu. Akupun tidak bermaksud membantu pihak Lembah Nirmala, sesungguhnya apa yang
terjadi tadi hanya kebetulan saja. Sebab aku sedang bermimpi disiang hari bohong. Aku seolaholah
melihat Dewi Nirmala sedang mencekik leher putrinya sehingga nyaris putrinya mati konyol,
kau tahu bukan, nona Hay Jin adalah seorang nona yang baik hati......"
"Apakah kau telah jatuh cinta kepada nona Hay Jin, putri dari Dewi Nirmala itu?" tegur
Sastrawan menyendiri ketus.
"Paling tidak. aku dan nona Hay Jin pernah menjalin hubungan yang sangat baik."
"Kalau memang begitu, bagaimana mungkin aku bisa mempercayaimu? Siapa tahu kau sudah
menjadi begundalnya Dewi Nirmala?"
Kim Thi sia menjadi sangat marah, serunya:
"Apakah kau baru percaya setelah kurobek keluar hatiku dan diperlihatkan kepadamu?"
Sastrawan menyendiri segera tertawa tergelak.
"Haaaah......haaaah.......haaaaah.......itu mah tak usah, tapi ada satu kesempatan bagimu
untuk membuktikan ucapanmu tadi"
"Kesempatan apakah itu?"
Sambil menuding kearah kakek berambut putih yang sedang dicengkeramnya itu Sastrawan
menyendiri berkata:
"Tua bangka ini mengenakan gelang emas diatas kepalanya, kau tentu sudah tahu bukan
siapakah dia?"
"Semestinya dia adalah Utusan nirmala anak buah dari Dewi Nirmala bukan?"
"Tepat sekali" sahut Sastrawan menyendiri sambil tertawa dingin, "Dia adalah Nirmala nomor
tujuh yang paling dipercayai oleh Dewi Nirmala....^"
"Waaah, aneh sekali kalau begitu" seru Kim Thi sia keheranan, "Sudah jelas Nirmala nomor
tujuh telah tewas, lagipula sewaktu menghembuskan napasnya, akupun berada dihadapanya,
mustahil kakek ini adalah Nirmala nomor tujuh."
Kakek berambut putih yang dicengkeram jalan da rah Mia meh hiatnya segera meronta keras
dan berseru:

"Aku bukan gadungan, selama ini dalam peraturan Lembah Nirmala berlaku satu undangundang,
yaitu utusan nirmala harus berdiri dari dua puluh orang Jika terdapat seroang anggotanya
yang terkena musibah. Maka akan dicari pengganti lainnya dari dalam tanah Yu ming toe
tong......"
Begitu mendengar nama gua neraka tersebut, tanpa terasa Kim Thi sia teringat kembali cerita
ayahnya dulu. Konon di gua tadi disekap berpuluh orang jago persilatan yang kehilangan
kebebasannya serta menjalani penghidupan yang amat menderita disitu. Sementara dia masih
termenung, dengan sinis Sastrawan menyendiri telah berkata lagi:
"Padahal tua bangka ini sudah cukup banyak merasakan penderitaan dan siksaan ditangan
Dewi Nirmala, tapi sungguh aneh setelah diangkat menjadi Utusan nirmala dia malah seolah-olah
menerima budi kebaikan yang amat besar saja, bukan cuma melupakan segala penderitaannya,
bahkan bersedia pula untuk membantu Dewi Nirmala untuk melakukan pelbagai macam
kejahatan-....."
"Aaaai......sesungguhnya aku sendiri pun mempunyai kesulitan yang tak bisa diterangkan" keluh
Nirmala nomor tujuh sambil menghela napas panjang.
"Sudahlah, tak usah banyak bicara lagi. Nah Kim Thi sia, beranikah kau membunuh Nirmala
nomor tujuh?"
"Kenapa tak berani?" jawab Kim Thi sia agak tertegun.
Walaupun ia menaruh perasaan benci yang merasuk sampai ketulang sumsum terhadap
Lembah Nirmala, tapi sebutan nirmala nomor tujuh menaruh kesan yang amat mendalam baginya.
Walaupun Nirmala nomor tuuh yang berada dihadapannya sekarang sama sekali tidak
mempunyai hubungan apa- apa dengannya, tetapi entah bagaimana, dia merasa agak ragu juga
untuk menghukum mati dirinya. Maka setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata: "Mengapa sih
kita harus membunuhnya?"
"Hmmm, dengan susah payah aku mengembara untuk mencari sanak keluargaku, tapi dia telah
berbuat buas, ia telah membunuh mati satu-satunya adik perempuanku yang masih hidup,....."
"Tapi setahuku, mereka hanya menjalankan perintah dari Dewi Nirmala yang bukan bertindak
menurut kehendak sendiri"
Sastrawan menyendiri mendengus dingin.
"Siapa yang berani membunuh, dia harus mampus, dosa kesalahan orang ini tak bisa diampuni
lagi"
Kim Thi sia merasa iba sekali, terutama setelah melihat kegaduhan Nirmala nomor tujuh yang
nampak tersiksa hebat ditangan Sastrawan menyendiri, bukan saja seluruh badannya gemetar
keras, mukanya menyeringai seram dan peluh dingin jatuh bercucuran membasahi seluruh
tubuhnya. Dengan suara lantang ia pun berseru kemudian:
"Kalau toh kau menaruh perasaan benci yang mendalam terhadap terhadap Nirmala nomor
tujuh, mengapa kau tidak memberi kematian yang cepat baginya?"
Sastrawan menyendiri segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.....haaaah......haaaah......keenakan baginya diberi kematian yang terlalu cepat IHmmm,
akan kupetoti otot-otot tubuhnya, akan kulubangi tulang belulangnya, akan kukuliti tubuhnya dan
akan kukorek hatinya......akan kubuat dia mati tak bisa, hiduppun serasa tersiksa, akan kusuruh
dia merasa kan bagaimana tersiksanya dia karena berani membunuh adik kandung Sastrawan
menyendiri"
"Kau kelewat kejam, buas dan tidak berperikemanusiaan, tak heran orang lain menyebut
Sastrawan menyendiri" kata Kim Thi sia sambil menghela napas panjang. Kembali Sastrawan
menyendiri mendengus dingin.

"Hmmm, setelah bertemu denganmu barusan, tiba-tiba saja aku berubah pikiran. Aku merasa
siksaanku terhadap Nirmala nomor tujuh sudah lebih dari cukup, maka aku putuskan untuk tidak
menghabisi nyawanya dengan tanganku sendiri..."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia agak tertegun. "Apakah secara tiba-tiba kau menjadi tak tega,
apakah kau merasa beriba hati menyaksikan penderitaannya?" Sastrawan menyendiri tertawa
hambar.
"Tidak, karena aku ingin kaulah yang membunuh orang itu."
"Kenapa mesti aku?" seru Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
Paras muka sastrawan menyendiri dingin dan kaku bagaikan es, dengan suara dalam ia
berkata:
"Aku ingin menikmati jeritan ngeri yang memilukan hati dari Nirmala nomor tujuh disaat dia
menemui ajalnya diujung pedang Leng gwat kiamnya, karena hanya suara jeritan yang memilukan
hati itulah yang bisa melenyapkan kecurigaan dihatiku, membuktikan bahwa kau Kim Thi sia
memang suci bersih. Menunjukkan bahwa kau bukan begundalnya Dewi Nirmala."
"omong kosong" bentak Kim Thi sia teramat gusar. "Kau mesti tahu dengan jelas aku Kim Thi
sia adalah seorang lelaki sejati yang tak sudi dieprintah oleh siapa pun aku selalu bertindak
menuruti suara hatiku sendiri."
"Kalau memang begitu, hadiahkan saja dua tusukan pedang diatas dada Nirmala nomor tujuh"
kata Sastrawan menyendiri sambil mendorong tubuh Nirmala nomor tujuh kedepan-
Waktu itu, Nirmala nomor tujuh berdiri dengan tubuh terbetot kebelakang, begitu didorong
kuat-kuat oleh Sastrawan menyendiri, tubuhnya menjadi gontai dan akhirnya roboh terjungkal
keatas tanah.
Ia segera muntahkan darah hitam, matanya melotot makin besar, dengan wajah berkerut
kencang menahan penderitaan yang luar biasa, serunya dengan terengah-engah:
"Kim, Kim Thi sia......berbuatlah kebaikan padaku.....bunuh......bunuhlah aku dengan sekali
tusukan-....."
Rupanya ilmu silat yang dimiliki Nirmala nomor tujuh telah dimusnahkan, meskipun tak sampai
tewas namun tubuhnya sudah berada dalam keadaan cacad. Jarak dengan saat ajalnya pun sudah
tak jauh lagi, tak heran kalau dia berusaha mencari kepastian yang cepat untuk melepaskan diri
dari siksaan dan penderitaan tersebut.
"Baik...." sahut Kim Thi sia sambil melolos kan pedang Leng gwat kiamnya.
Dengan memutar pedangnya kencang-kencang, dia bermaksud menusuk jalan darah Tiong leng
hiat didada kakek itu, serta mengakhiri kehidupannya dalam waktu singkat.
Tapi sayang.....
Belum sempat tusukan tersebut menembusi dada Nirmala nomor tujuh, tiba-tiba Sastrawan
menyendiri membentak keras: "Tunggu sebentar"
Sambil membentak ia rentangkan telapak tangannya lebar-lebar, dengan jurus "Harum bunga
menyebar luas" ia melepaskan sebuah pukulan yang maha dahsyat mengancam tubuh Kim Thi sia.
"Hey, apa-apaan kamu ini?" dengan perasaan amat terkesiap Kim Thi sia berseru.
Dalam keadaan terancam ia tak berayal-ayal lagi dengan gerakan "kupu-kupu menyelinap
dibalik bunga" ia segera mengerahkan ilmu meringankan tubuh tanpa bayangan untuk melejit
ketengah udara dan menghindarkan diri dari sergapan kilat itu sejauh tiga depa dari posisi semula.
Kemudian setelah berhasil berdiri tegak. dengan wajah tertegun tegurnya sengit:

"Sastrawan menyendiri, bagaimanapun jua ia terhitung seorang jago kenamaan dalam dunia
persilatan, mengapa perbuatanmu justru begitu licik dan memalukan? Kenapa kau menyergapku
secara munafik?"
Sastrawan menyendiri tertawa nyaring.
"Sesungguhnya aku tidak berniat sama sekali untuk melancarkan sergapan terhadapmu meski
ilmu silatmu cukup tangguh, namun aku, Sastrawan menyendiri masih mampu untuk bertarung
melawanmu. Hmmm, kenapa aku mesti main bokong.....?"
"Hmmm, tapi buktinya kau telah menyerangku secara tiba-tiba, bagaimana penjelasanmu
dengan perbuatan ini?" teriak Kim Thi sia marah.
"Aku hanya berniat menghalangi niatmu untuk menghabisi nyawa Nirmala nomor tujuh dengan
sebuah tusukan saja"
"Tapu kau sendiri yang menyuruh aku menghabisi nyawa Nirmala nomor tujuh......." bantah
Kim Thi sia keheranan-
"Aku kan menyuruh kau menusuknya tiga kali" tukas Sastrawan menyendiri dengan wajah
mendongkol. "Tusukan pertama maupun tusukan kedua tak boleh membuat Nirmala nomor tujuh
mati konyol, aku ingin dia mampus secara pelan-pelan tusukan yang ketiga........"
Sastrawan menyendiri tertawa dingin.
"Heeeh....heeeeh.....heeeeh.....pada tusukan yang pertama kau harus menusuk tulang bahu
Nirmala nomor tujuh, luka pada bagian bahu cuma menyebabkan darah yang bercucuran deras,
tapi untuk sesaat tak sampai membuatnya menemui ajalnya mengerti? Nah, cepat tusuklah"
Diam-diam Kim Thi sia mempertimbangkan tawaran tersebut, dia berpendapat bagaimana pun
jua Nirmala nomor tujuh telah membantu durjana untuk berbuat kejahatan, dosa semacam ini
memang tak terampuni, ditambah pula jiwanya sudah berada diambang pintu kematian, bila ia
tidak mengikuti permintaan Sastrawan menyendiri, niscaya sikapnya akan menimbulkan
kecurigaan dalam hatinya.
oleh sebab itu tanpa banyak berbicara, dia segera melaksanakan apa yang diminta orang itu.
"Aduuuuuh"
Akibat dari tusukan yang tepat melubangi tulang bahu Nirmala nomor tujuh itu membuat kakek
tersebut menjerit kesakitan, suara pekikkannya amat mengerikan hati, bisa dibayangkan betapa
tersiksanya orang itu. Sastrawan menyendiri segera tertawa terbahak-bahak. pujinya:
"Haaah....haaaah^....sebuah tusukan yang tepat sekali, tusukan kedua harus kau tujukan pada
tulang iga Nirmala nomor tujuh......"
Tanpa berpikir panjang lagi Kim Thi sia segera melaksanakan kata-katanya itu.
Untuk kedua kalinya Nirmala nomor tujuh menjerit ngeri, tapi tindakan yang dilakukan Kim Thi
sia ini sungguh teramat cepat, belum habis Nirmala nomor tujuh menyelesaikan jeritan ngerinya,
pedang Leng gwat kiamnya sekali lagi menyambar kemuka kali ini dia menusuk jalan darah Yu bun
hiat ditubuh lawan-
Tampak cahaya putih yang berkilauan tajam berkelebat lewat, lalu tampak Nirmala nomor tujuh
menyeringai seram, selembar jiwanya segera melayang meninggaikan raganya. Dengan wajah
berubah hebat Sastrawan menyendiri berseru:
"Kim Thi sia, gerak serangan pedangmu sungguh amat cepat da njarang dijumpai dalam dunia
persilatan."
Pada saat yang bersamaan itupula tiba-tiba dari balik hutan bergema suara derap kaki manusia
yang cukup ramai.

Berbareng dengan gema suara derap kaki manusia tadi, muncullah berapa orang kakek
berambut putih yang semuanya memakai gelang emas diatas kepalanya ditempat tersebut.
Terdengar beberapa orang Utusan Nirmala itu membentak keras:
"Manusia latah darimana yang berani membuat keonaran didalam Lembah Nirmala. Hmmm,
tampaknya kalian sudah bosan hidup semua"
cepat-cepat Kim Thi sia mencabut keluar pedang Leng gwat kiamnya dari atas mayat Nirmala
nomor tujuh, kemudian dengan gerakan "Ikan terbang pantang sayap" ia melejit sejauh berapa
depa dari posisi semula dan memilih sebuah tempat yang strategis untuk bersiap diri menghadapi
segala sesuatu yang tidak diinginkan.
Sikap Sastrawan menyendiri amat tenang, ditatapnya berapa orang Utusan Nirmala itu sekejap.
kemudian katanya:
"oooh, ternyata lagi- lagi ada tiga orang Utusan Nirmala yang datang menghantarkan diri
hmmmm Kalian dengarkan baik-baik, saat kiamat bagi Lembah Nirmala sudah diambang pintu, bila
tahu diri lebih baik kalian tinggaikan tempat ini selekasnya. Kalau tidak...... hmmm, jangan
menyesal bila kepala sudah terpapas kutung. Nirmala nomor tujuh merupakan contoh soal yang
terjelas untuk kalian semua."
Ketiga orang Utusan Nirmala itu mendengus dingin kemudian tertawa terbahak-bahak.
Terdengar salah seorang diantara mereka bertiga, seorang kakek bermuka hitam berteriak
lantang.
"Siapa kalian berdua dan berasal dari mana? cepat laporkan sejelasnya kepada kami ketahuilah
diujung tangan Nirmala nomor enam tak pernah ada setan tanpa nama yang dibikin mampus."
"Aku adalah Kim Thi sia" sahut pemuda kita lantang. "sedangkan dia adalah jagoan muda yang
amat tersohor dari dunia persilatan, orang menyebutnya sebagai Sastrawan menyendiri...."
Seorang utusan Nirmala yang berdiri paling dekat, bersenjatakan sebuah sekop berbentuk aneh
yang berwarna hitam segera membentak keras sebelum Kim Thi sia menyelesaikan kata-katanya.
Sambil memutar senjata sekop anehnya, dia berseru:
"Bocah keparat, kau berani membunuh Nirmala nomor tujuh, hmmm Hari ini aku harus
menumpas dirimu dari muka bumi"
Dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, dia memutar senjatanya menciptakan lapisan
sekop yang berlapis-lapis ditengah udara, dalam waktu singkat jalan darah Lo leng hiat, Yu bun
hiat, Im ku hiat, dan Yang wi hiat ditubuh Kim Thi sia sudah terkurung dibawah ancamannya.
Serangan yang dilancarkan Nirmala nomor delapan benar- benar dilakukan sangat mendadak
dengan kecepatan bagaikan sambaran petir, bukan saja diluar dugaan, lagipula amat mengerikan.
Baru saja Kim Thi sia hendak melakukan satu tindakan, tiba-tiba terdengarlah berapa kali suara
dentingan nyaring bergema memecahkan keheningan-....
"Traaang.... Traaanng..... Traaaannng....."
Dentingan demi dentingan yang bergema susul menyusul ini seketika membuat senjata sekop
itu miring kian kemari tak berbentuk serangan lagi, otomatis ancamannya terhadap Kim Thi sia
punjadi buyar.
Tak terlukiskan rasa kaget Nirmala nomor enam, buru-buru serunya dengan lantang:
"Nirmala nomor delapan, senjata rahasia yang dilancarkan Sastrawan menyendiri adalah jarum
penggetar langit, kau tak boleh bertindak gegabah......."
Kembali Nirmala nomor delapan memutar senjata sekopnya melepaskan tiga buah serangan
berantai, tapi berhubung jarum penggetar langit yang dilancarkan Sastrawan menyendiri kelewat
dahsyat, pada hakekatnya susah baginya untuk mendekati Kim Thi sia, otomatis semua
ancamannya pun mengenai sasaran yang kosong.

Kepada Sastrawan menyendiri segera bentaknya:
"Kenapa sih kau suka mencampuri urusan orang lain? Aku hendak menghajar Kim Thi sia untuk
membalaskan dendam bagi kematian Nirmala nomor tujuh, apa sangkut pautnya urusanku
denganmu?"
Sastrawan menyendiri tertawa sinis.
"Aku tahu, kalian menjadi anggota perguruan Nirmala bukan atas dasar kemauan sendiri, kini
musuh tangguh sudah muncul didepan mata, saat kiamat Dewi Nirmala pun sudah berada
diambang pintu, lebih baik kaburlah cepat-cepat untuk menyelamatkan diri, apa artinya menuntut
balas buat kalian semua.......?"
"Tidak bisa" teriak Nirmala nomor delapan dengan mata mendelik. "Nirmala nomor tujuh adalah
saudara kandungku, kini Kim Thi sia telah membunuhnya maka kaupun berkewajiban untuk
membalaskan dendam bagi sakit hatinya itu....."
"Kau justru salah menuduh" jengek Sastrawan menyendiri dengan wajah penuh amarah.
"Nirmala nomor tujuh mampus karena aku, maka bila kau ingin membalas dendam lebih baik
langsung membalas kepadaku."
"Apa maksud ucapanmu itu?" seru Nirmala nomor delapan agak tertegun-
"Sederhana sekali maksudnya, oleh karena Nirmala nomor tujuh telah membunuh adik
kandungku si Dewi awan Khu Hui cu, maka......"
"Apa? kau adalah saudaranya si Dewi awan Khu Hui cu?" seru Nirmala nomor delapan agak
tertegun.
"Tepat sekali, itulah sebabnya aku harus membalaskan dendam bagi kematian adik kandungku,
maka dari itu bila kalian merasa tidak terima atas kematian dari Nirmala nomor tujuh, silahkan
langsung mencari aku"
Jilid 55
Mengetahui bahwa Nirmala nomor tujuh tewas ditangan Sastrawan menyendiri, Nirmala nomor
delapan menjadi sangat berang. Dengan sepasang mata merah membara,bentaknya keras keras"
"Kalau begitu, kau harus menyerahkan nyawa."
Dengan memutar senjata sekopnya, ia segera menyerang Sastrawan menyendiri dengan amat
dahsyatnya.
Menghadapi datangnya ancaman tersebut, Sastrawan menyendiri tertawa dingin.....
Ditengah senyuman dingin ia sama sekali tidak menggerakkan tangannya, tapi sepasang
kakinya dengan gerakan "Bintang berubah meteor berpindah" ia melompat kian kemari meloloskan
diri dari ancaman, kenyataannya seluruh serangan dari Nirmala nomor delapan berhasil
dipunahkan olehnya dengan mudah sekali.
Dalam waktu singkat, sepuluh jurus telah lewat, sikap Nirmala nomor delapan mulai tegang,
peluh bercucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Mendadak terdengar Nirmala nomor enam berteriak keras,
"Nirmala nomor dua puluh, kau cepat memberi laporan kepada Sin-cu, hanya Nirmala nomor
sembilan yang bisa menaklukan bocah keparat ini."
"Baik. aku segera berangkat!!" sahut Nirmala nomor dua puluh cepat.
Selesai berkata, ia segera melejit ke udara dan kabur menuju kearah Lembah Nirmala.

Sebagaimana diketahui, andaikata Nirmala dua puluh berhasil lolos dari situ dan memberi
laporan kepada Dewi Nirmala, niscaya dari pihak Lembah Nirmala akan dikirim sekelompok besar
jagoan untuk membasi mereka berdua, sudah barang tentu Kim Thi sia tidak ingin kejadian
tersebut sampai berlangsung.
Menyaadari akan bahaya yang sedang mengancam, cepat cepat Kim Thi sia melejit ketangan
udara dengan gerakan "Naga sakti terbang ke angkasa"
Bagaikan perputaran roda kereta, dengan gerakan amat cepat dia mengejar Nirmala nomor dua
puluh, lalu dengan pedang Leng gwat kiam yang di putar bagaikan ular berbisa, secepat petir ia
lancarakan tusukan kemuka menggunakan jurus "Bunga Buddha tumbuh berkembang."
Diluar dugaan ternyata Nirmala nomor dua puluh sama sekali tidak becus, belum sempat
membalikkan badan atau memberikan suatu reaksi, tahu tahu tubuhnya sudah tertusuk telak.
Diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati, tubuhnya segera terjungkal ke atas tanah dan tewas
seketika.
Melihat gelagat tidak menguntungkan pihaknya, Nirmala nomor enam menjadi amat terkejut,
pikirnya,
"Aaah, ilmu silat yang dimiliki kedua orang pemuda ini sungguh lihay, aku tidak boleh melayani
mereka secara tolol."
Mengutamakan kesempatan itu segera teriaknya keras-keras.
"Bocah keparat, kalian jangan kabur, tunggu saja orang lain akan datang membereskan
kalian...."
Selesai berkata, bagaikan burung rajawali yang mementangkan sayap, dengan suatu gerakan
cepat dia melarikan diri dari situ.
Setelah membereskan Nirmala nomor dua puluh,Kim Thi sia segera membalikkan badannya,
tentu saja dia tak membiarkan Nirmala nomor enam berhasil kabur dari situ.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, secepat sambaran petir dia melakukan
pengejaran dari belakang.
Keadaan Nirmala nomor enam saat ini seperti seekor anjing ayng kena di gebug. seluruh otot
tubuhnya hanya kelihatan gemetar keras, dengan mengerahkan segenap kekuatan yang
dimilikinya dia melarikan diri terbirit-birit.
Dalam waktu singkat dua buah bukit telah dilewatinya, sementara itu selisih jarak diantara
mereka berdua pun kian lama kian bertambah dekat,
Mendadak......
Dari depatn situ muncul kembali seorang kakek bermuka merah yang memakai gelang emas
diatas kepalanya, kakek itu sedang berjalan mendekat dengan langkah santai.
Nirmala nomor enam menjadi teramat girang sesudah menyaksikan kemunculan orang itu,
buru-buru teriaknya
"Nirmala nomor sembilan, cepat kemari dan tolonglah aku..."
Siapa sangka gara-gara teriakan tersebut, gerak langkahnya menjadi lebih melamban. Kim Thi
sia segera menyusul ke depa dengan kecepatan luar biasa.
lalu dengan menggunakan jurus "Daun kerng gugur berterbangan." hawa pedang serasa
menyelimuti seluruh angkasa, tahu-tahu batok kepala Nirmala nomor 6 sudah terpapas kutung
dan jatuh menggelinding diatas tanah.
Saat ituah secara kebetulan Nirmala nomor sembilan mendengar teriakan tadi dan memburu
ketempat kejadian, melihat apa yang barusan berlangsung, ia pun membentak nyaring
"Bocah keparat, lihat pukulan!!"

"Blaaaaaammm......."
Dengan segulung angin pukulan yang maha dahsyat bagaikan gemuruh guntur disiang bolong,
dia melancarkan sergapan yang mengerikan ke depan.
Agaknya Kim Thi sia pun mengerti bahwa Nirmala nomor sembilan bukan manusia sembarang,
dia tak berani bertindak gegabah.
Cepat-cepat ilmu Ciat Khi mi khi-nya dikerahkan untuk melindungi tubuhnya menyurut mundur
kebelakang.
Rupanya dia bermaksud mencoba kekuatan lawannya terlebih dulu sekalian menghidap sari
kekuatan musuh sebelum melancarkan serangan balasan.
Namun sayang, serangan yang dilancarkan Nirmala nomor sembilan itu tiba-tiba saja ditarik
kembali, Aliran hawa murni yang semula menyelimuti seluruh angkasa pun secara tiba-tiba hilang
lenyap tak membekas.
Dari sini bisa diketahui pula bahwa tenaga dalam yang dimiliki kakek ini sudah mencapai
puncak kesempurnaan hingga bisa dipergunakan dan ditarik kembali sekehendak hati sendiri.
Tat kala dia menyaksikan Kim Thi sia sama sekali tidak berhasrat melancarkan serangan
balasan, ia segera mengerti bahwa sistem pertarungan semacam ini belum tentu mendatangkan
hasil seperti yang diinginkan, oleh sebab itulah cepat-cepat dia menarik kembali serangannya.
Menggunakan kesempatan yang ada, tubuhnya segera melejit ketengah udara seperti burung
walet yang terbang diangkasa, lalu dengan kecepatan luar biasa dia menyelip kebelakang
punggung Kim Thi sia/
Mimpipun Kim Thi sia tidak menyangka kalau ilmu meringankan tubuh yang miliki Nirmala
nomor sembilan telah mencapai kesempurnaan yang luar biasa, untuk sesaat ia menjadi kelabakan
dan tak tahu bagaimana mesti menghadapi ancaman tersebut. tak heran kalau pertahanan
tubuhnya otomatis terbuka sama sekali.
Nirmala nomor sembilan segera tertawa terbahak-bahak..
"Haaahh...Haahh.... bocah keparat, sebelum mati kau harus mengerti lebih dulu nama dari
kemampuanku ini, kepandaiant ersebut tak lain adalah gerakan Lompatan Dewi yang amat
tersohor dikolong langit!"
Berbicara sampai disitu, dengan jurus "Kapak raksasa membelah batu" dia membabat
punggung pemuda itu keras-keras.
"Duuukkk....!!"
Dengan telak serangan tersebut bersarang ditubuh pemuda tersebut. Kim Thi sia segera maju
sempoyongan dan akhirnya roboh terjungkal diatas tanah.
Melihat kejadian ini, Nirmala nomor sembilan segera tertawa terbahak-bahak lagi.
Belum habis gelak tertawanya itu, tiba-tiba suaranya terhenti sampai ditengah jalan dengan
wajah berubah hebat dan sikap tertegun, serunya kaget
"Apa....? Mengapa kau... kau bocah keparat belum mampus?"
Rupanya dia sedang menyaksiakn Kim Thi sia merangkak bangun dari atas tanah
Sekalipun serangan yang dasyat tadi bersarang telak diatas punggungnya dan mengakibatkan
tubuhnya roboh terjerembab keatas tanah hingga muntah darah, namun dengan ilmu Ciat Khi mi
khi, ia mampu memunahkan kekuatan serangan lawan dan kini bangkit berdiri kembali.
Kembali Nirmala nomor sembilan berseru dengan suara yang keheranan
"Hey, bocah keparat, betulkah kau tak mempan digebugi? sebenarnya apa yang kau andalkan?"
Kim Thi sia segera tersenyum.

"Aku Kim Thi sia sudah termasyur didalam dunia persilatan sebagai manusia yang paling susah
dihadapi, kepandaian inilah yang menjadi modal utamaku, aku tak mempan digebugi.."
"Apa sebabnya bisa begitu?" tanya Nirmala nomor sembilan dengan kening berkerut.
"sekalipun kuberitahukan kepadamu, belum tentu kau akan emngerti, inilah ilmu Ciat khi mi khi
yang diwariskan oleh guruku, si Malaikat Pedang berbaju Perlente kepadaku."
Tiba-tiba Nirmala nomor sembilan mengaruk garuk rambut putihnya yangt ak gatal, seperti
memahami sesuatu, segera serunya.
"Aaah, jadi kaulah Kim Thi sia, anak murid Malaikat pedang berbaju perlente kesepuluh."
"Benar-benar omong kosong!" tukas Kim Thi sia sambil membentak, "bukankah sudah
keberitahukan kepadamu sedari tadi?"
Dengan cepat Nirmala nomor sembilan menunjukkan wajah yang amat serius, katanya lebih
lanjut,
"Benar-benar suatu peretua yang tak kusangka, sudha bersusah payah kucari jejakmu tanpa
berhasil, tak tahu akhirnya berjumpa dalam keadaan tak terduga. Hhmmm.... aku memang sedang
mengemban tuas dari Dewi Nirmala untuk mencarimu serta menggusurmu ke Lembah Nirmala."
"Bukankah aku sudah datang di Lembah Nirmala sekarang? Kebetulan aku pun sangat berharap
bisa bersua dengan Dewi Nirmala."
"Kalau begitu, kebetulan sekali." seru Nirmala nomor sembilan sambil bertepuk tangan. "Cepat
serahkan pedangmuitu dan membelenggu diri sendiri, aku segera akan membawamu ke sana."
Berbicara sampai disitu dia benar benar mengeluarkan sebuah tali otot kerbau dan dilemparkan
ke arah Kim Thi sia.
Melihat benda ini, Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Eeeh, apa yang kau tertawakan?" seru Nirmala nomor sembilan dengan wajah tertegun,
"memangnya aku telah salah berbicara?"
"tentu saja salah besar, kau anggap aku Kim Thi sia manusia macam apa? Hmmnn bila ingin
bertemu dengan Dewi Nirmala kalian, buat apa aku mesti memikirkan segala hal yang sepele
begitu?"
"Hmnn, bila kau tak mau menuruti perkataanku, maka ajalmu akan segera tiba di tempat ini
juga." ancam Nirmala nomor sembilan dengan wajah yang amat serius.
"Antara aku dan dirimu toh tiada ikatan dendam sakit hati apapun jua, buat apa sih kau mesti
mejual jiwa tuamu untuk Dewi Nirmala?"
"Terus terang saja aku beritahukan kepadamu, aku bekerja bagi Dewi Nirmala sesungguhnya
demi diriku."
Kim Thi sia memang berhasrat untuk menyelidiki rahasia dari para utusan Nirmala, maka sambil
menyabarkan diri dan sama sekali tidak menjadi gusar dia bertanya lebih jauh.
"Apa maksud perkataan itu?"
"Sesungguhnya aku sendiri pun amat membenci terhadap Dewi Nirmala. rasa benciku boleh
dibilang sudah merasuk ke tulang sumsum. dia merayu ku dengan menggunakan kecantikan
wajahnya sehingga membuat aku hancur, namaku dan pamorku kemudian tersekap didalam gua
neraka hampir sepuluh tahun lamanya. dalam keadaan terpaksalah akhirnya kukabulkan
permintaan Dewi Nirmala dan bersedia menuruti seluruh perintahnya."
"Bukankah sejak saat itu kau pun kehilangan hak mu untuk mendapatkan kebebasan?" kata
Kim Thi sia sambil tertawa.
Nirmala nomor sembilan segera menghela napas perlahan.

"Kebebasan memang merupakan hal yang paling berharga, dan sekarang Dewi Nirmala telah
menjanjikan harapan tersebut kepadaku."
"Harapan apakah itu?" desak Kim Thi sia lebih jauh.
"Asal aku dapat membekukmu baik mati atau hidup, maka aku bisa peroleh kembali
kebebasanku, tapi bila dalam keadaan hidup. Maka aku harus membekukmu hidup-hidup, nah
kuanjurkan kepadamu lebih baik sedikilah tahu diri dan segera menyerahkan diri untuk diikat."
Kim Thi sia segera tertawa geli, jengeknya,
"Bagaimana mungkin hal semacam ini bisa terjadi? Sekalipun kau peroleh kembali
kebebasanmu, baukankah kebebasanmu yang justru kau korbankan?
"Aku sudah tua dan umurku hampir berakhir, aku ingin melewatkan sisa hidupku dalam alam
kebebasan.
"Hal semacam ini bukan merupakan alasan yang kuat."
Nirmala nomor sembilan segera melotot gusar, bentaknya kemudian:
"Bagimu tak berartim bagiku justru merupakan alasanku yang terutama, ketahuilah, kebebasan
tiada bernilai begitu, dari muda aku hidup tersiksa sepanjang masa, lebih baik kau saja yang aku
korbankan."
Berkata sampai disini, dia segera melejit kedepan dengan menggunakan gerakan sakti
lompatan dewanya.
Dalam waktu singkat tampaklah bayangan pukulan telah menyelimuti seluruh angkasa, deruan
angin serangan serasa menusuk pendengaran.
Dengan perasaan apa boleh buat, terpaksa Kim Thi sia meloloskan pedang Leng Gwat kiam-nya
dan mengeluarkan ilmu pedang panca Budha untuk menghadapi serangan serangan musuh yang
gencar itu.
Secara beruntun pedangnya mengeluarkan serangkaian jurus serangan yang aneh, kabut
pedang yang tebal menyelimuti seluruh tubuhnya, sementara tubuhnya selangkah demi selangkah
maju menyongsong ke depan.
Dalam waktu singkat......
Terasa angin pukulan menyelimuti seluruh arena, hawa pembunuhan mencekam empat
penjuru, keadaan saat itu sungguh mengerikan hati siapapun yang melihatnya.
Ditengah gulungan kabut dan debu yang berterbangan, tampak dua sosok bayangan manusia
saling menggempur dengan serunya, sebentar mereka saling bergumul, sebentar lagi saling
berpisah.
Perlu diketahui semasa masih mudanya dulu Nirmala nomor sembilan lebih dikenal sebagai
Pangeran berkaki sakti, ilmu meringankan tubuhnya memang luar biasa mengagumkan, dengan
andalkan kepandaian inilah dia banyak mengalahkan musuh-musuhnya.
Akan tetapi Kim Thi sia dengan bakat hebatnya telah mewarisi pula seluruh kepandaian sakti
dari Malaikat pedang berbaju perlente, baik gerakan tubuh maupun tenaga khikangnya semua nya
boleh dibilang top, terutama sekali ilmu pedang panca buddhanya, boleh dikata jarang menemui
lawan tandingan....
Sementara itu pertarungan antara kedua orang tersebut yang telah berlangsung mencapai
ratusan gebrakan lebih, namun menang kalah maish belum bisa ditentukan.
Dalam pada itu....
Sastrawan menyendiri telah berhasil menghabisi nyawa Nirmala nomor delapan dan menyusul
ke sana, kini dia sedang menonton jalannya pertarungan dari tepi arena.

Pada mulanya secara lamat-lamat dia masih bisa menyaksikan bagaimana Kim Thi sia dan
Nirmala nomor sembilan bertarung sengit. lama kelamaan secara pelan pelan ia berhasil
menemukan keadaan yang sebenarnya dari kedua orang itu.
Dalam waktu singkat ia berhasil mengenali jurus-jurus silat yang dipergunakan oleh Nirmala
nomor sembilan, tanpa terasa gugamnya
"Ah, jurus serangan ini adalah seratur dewa menyembah malaikat... ya... jurus yang ini adalah
tongkat berdiri tampak bayangan.... sedang yang ini adalah lompatan dewa, ilmu andalan dari
keluarga Khu kami di Hoa-im...."
Perlu diketahui ilmu "Lompatan Dewa" milik si Pangeran berkaki sakti Khu Kong hanya
diwarikan kepada putra bungsunya Khu Cu kian seorang, dia pernah bersumpah selain ahli
warisnya, biar putri kesayangannya pun tidak diajarkan.
Dan kebetulan sekali Sastrawan menyendiri tak lain adalah putra dari si Pangeran berkaki sakti
Khu Kong-ci yang bernama Khu Cu kian itu.
Sejak kecila ia telah kehilangan ayahnya hingga membuat dia terseret untuk berkelanan
didalam dunia persilatan, tujuannya yang utama tak lain adalah untuk melacaki jejak ayahnya itu.
Mimpipun dia tak menyangka kalau utusan Nirmala yang sedang bertarung melawan Kim Thi
sia sekarang, menguasai pula ilmu Lompatan Dewa yang merupakan kepandaian khas dari
keluarga Khu mereka.
Tergopoh-gopoh Sastrawan menyendiri mengamati wajah kakek itu dengan lebih seksama,
begitu melihat wajah Nirmala nomor sembilan yang merah membara, air matanya segera jatuh
bercucuran dengan deras.
Teriaknya keras-keras.
"Ayah... ayah... kau adalah ayahku... kau adalah ayahku....."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya, secepat anak panah yang
terlepas dari busurnya ia segera menerjang masuk ke dalam arena pertarungan.
Betapapun lamanya mereka berpisah, antara ayah dan anak memang selalu terjalin hubungan
batin yang akrab.
Apalagi Nirmala nomor sembilan memang tak lain adalah Pangeran berkaki sakti khu Kong.
Ketika secara tiba tiba dia mendengar teriakan dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tadi,
indera keenamnya segera terasa bergetar keras, tanpa menggubris serangan dari Kim Thi sia lagi
serta merta ia menghentikan serangannya secara mendadak dan berdiri tertegun.
"Anak Ce kian, benarkah kau..." serunya kemudian.
Dalam pada itu Kim Thi sia yang sedang bertarung sengit sedang melancarkan sebuah
serangan dahsyat dengan jurus "Panca buddha duduk di teratai..."
"Seeerrr!!"
Ditengah desingan angin tajam yang menyambar lewat, tahu tahu tubuh si Pendekar berkaki
sakti telah terpapas kutung menjadi dua bagian, darah segar segera menyambar ke empat
penjuru dan tewaslah kakek tersebut seketika itu juga.
Kebetulan sekali Sastrawan menyendiri memburu datang pada waktu yang bersamaan, dia
segera memeluk tubuh ayahnya dan berpekik nyaring
"Kim Thi sia!! apa... apa yang sedang kau lakukan??"
Dengan napas tersengal-sengal jawab Kim Thi sia
"sungguh hebat kepandaian silat yang dimiliki Nirmala nomor sembilan, aku harus bersusah
payah mengerahkan segenap kemampuan yang kumiliki sebelum berhasil mengakhiri hidupnya."

Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah menyandarkan mayat ayahnya ditepi
pohon besar,lalu sambil melotot penuh kegusaran, bentaknya keras-keras.
"Kim Thi sia, aku si bajingan keparat benar-benar kelewat kejam dan tak berperi kemanusiaan."
Sesungguhnya dalam arena pertarungan tadi, Kim Thi sia sama sekali tidak mendengar
bagaimana Sastrawan menyendiri memanggil ayah kepada Nirmala nomor sembilan, oleh sebaba
itu dia masih belum mengetahui dengan jelas hubungan erat antara kedua orang tersebut.
Ia menjadi tertegun setelah mendengar teguran tadi, cepat cepat serunya keras.
"Kenapa aku kejam? Kenapa aku tak berperi kemanusiaan? Bukankah Nirmala nomor sembilan
adalah begundalnya Dewi Nirmala?"
"Dia adalah ayahku!" pekik Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
"Aaai..." Kim Thi sia berseru tertahan setelah mendengar pekikan tersebut, "kejadian ini benarbenar
diluar dugaanku."
Sambil menggertak gigi menahan gejolak emosi yang membara didalam dadanya. Sastrawan
menyendiri kembali berseru dengan rasa benci.
"Sekarang kau telah menjadi musuh besar pembunuh ayahku.. dalam kehidupan selanjutnya,
aku bersumpah tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja..."
Kim Thi sia hanya berdiri tertegun serperti sebuah patung, untuk sesaat lamanya dia tak tahu
apa yang mesti diperbuatnya...
Tiba tiba terdengar suara seruan tertahan dari Nirmala nomor sembilan, rupanya kakek itu
belum putus nyawa, dengan suara keras terdengar ia berkata.
"Oooh, anak cu-kian, akhir yang dialami ayahmu sekarang bukan menjadi kesalahan Kim Thi
sia... sesungguhnya akulah yang mencari celaka bagi diri sendiri..."
"Ooohh ayah.. apa yang harus ananda lakukan bagimu?" pekik Sastrawan menyendiri sedih.
"Kau harus membalasakn dendam bagiku."
"Bila Kim Thi sia tidak ku bunuh. kepada siapa dendam sakit hati ini harus ku tuntut balas?"
Pangeran berkaki sakti Khu kong memuntahkan darah segar, kemudian dengan suara terputusputus
katanya lagi
"Kau... kau harus membunuh Dewi Nirmala... sebab... sebab dia... dialah musuh besar ayahmu
yang sesungguhnya."
Kata kata itu diutarakan dengan bersusah payah, seakan akan terdapat beribu patah kata yang
hendak disampaikan, anmun kekuatannya sudah tak mampu untuk berbuat begini.
Melihat keadaan ayahnya semakin lemah, tanpa terasa air mata jatuh bercucuran mebasahi
wajah Sastrawan menyendiri, buru-buru dia menempelkan bibirnya disisi telinga ayahnya dan
berbisik.
"Ayah.. pesan apa lagi yang hendak kau sampaikan... katakanlah cepat...."
Tapi sayang keadaan sudah terlambat, selembar nyawa Pangeran Berkaki sakti Khu kong sudah
keburu meninggalkan raga untuk selamanya.
Isak tangis yang memedihkan hatipun bergema memecahkan keheningan malam.
Kim Thi sia berdiri menyesal disisi arena, dengan mulut membungkam, dia membantu
Sastrawan menyendiri untuk menggali liang kubur serta mengubur jenazah ayahnya.
Mereka berdua sama-sama merasakan pikiran dan perasaannya sangat berat, siapapun tidak
berbicara, mereka hanya mengangkuti batuan dengan mulut membungkam dan membentuk
sebuah kuburan batu yang megah dan kuat.

Menjelang larut malam akhirnya pekerjaan telah diselesaikan, mereka berdua duduk bersama
didepan kuburan sambil melepaskan lelah.
Angin malam berhembus sepoi-sepoi mendatangkan perasaan yang sepi di hati mereka.
Tiba-tiba Sastrawan menyendiri menghela napas panjang, lalu gugamnya pelan.
"Aaaai,... perubahan nasib manusia memang sukar diduga, sore tadi aku masih mamaksamu
dengan ancaman pedang untuk membunuh Utusan Nirmala, sungguh tak disangka, menjelang
malam aku justru membencimu setengah mati setelah melihat kau membunuh seorang Utusan
Nirmala."
Sambil menghela napas panjang Kim Thi sia mengelengkan kepalanya berulang kali, katanya
"Yaa, siapa yang menyangka akan terjadi perubahan seperti ini, aku pun tidak menyangka
Nirmala nomor sembilan yang berhasil ku bunuh sesungguhnya adalah ayah kandungmu."
"Seandainya kau menjadi aku, apa yang hendak kau lakukan?" tanya Sastrawan menyendiri
secara tiba-tiba.
Kim Thi sia termenung sejenak, kemudian sahutnya.
"Aku adalah orang yang tak senang berbohong, maaf kalau aku akan berbicara terus terang,
kuharap kau jangan marah setelah mendengar nanti...."
Dengan tak sabar Sastrawan menyendiri menukas,
"Tak usah berbasa basi lagi, aku ingin tahu seandainya ada orang telah membunuh mati
ayahmu, apa yang hendak kau perbuat?"
"Aku pasti tak akan mengampuni dia dengan begitu saja!" jawab Kim Thi sia cepat.
Sastrawan menyendiri segera tertawa sedih.
"Yaa... perkataan mu memang benar!"
Tapi setelah memandang kuburan ayahnya sekejap, ia segera menghela napas panjang sambil
menyambung,
"Tapi... aku pun tak bisa melanggar pesan terakhir dari ayahku tadi..."
"Perkataan dari ayahmu tadi memang benar, meski kita saling berhadapan tadi, namun orang
yang sesungguhnya membunuh ayahmu bukan aku, melainkan Dewi Nirmala."
"Bagaimanapun juga kita tak bisa menghilangkan kenyataan yang ada dengan begitu saja."
seru Sastrawan menyendiri ketus.
"Aku toh melihat dengan mata kepalaku sendiri bagimana ayahku tewas diujung pedamu tadi."
"Lalu apa yang sebenarnya hendak kau perbuat?"
Kembali Sastrawan menyendiri menghela napas panjang.
"Aaai, sekarang aku sudah kehilangan pegangan sama sekali."
"Kau tak boleh berputus asa, aku harus bangkitkan kembali semangatmu, mari kita bekerja
sama menyerbu. Lembah Nirmala bisa kita kalahkan, akupun yakin Dewi Nirmala pasti dapat kita
cincang hingga hancur berkeping-keping."
Mendadak Sastrawan menyendiri membentak keras.
"Membalas dendam atau tidak adalah urusanku sendiri, dalam kejadian mana kau sama sekali
tak ada sangkut paunyta denganku!"
"Tapi aku berbicara sejujurnya kepadamu..." seru Kim Thi sia agak tertegun.
"Harap kau jangan berbicara itu lagi denganku, harap kau tinggalakn aku secepatnya."
"Mengapa harus begitu?"

"tak ada alasan lain, aku cuma tak ingin bertemu lagi denganmu. tak ingin melihat tampangmu
yang memuakan lagi.." teriak Sastrawan menyendiri lantang.
"Tapi.. buat apa kau mesti berteriak begitu? Aku toh tidak berniat sungguh sungguh untuk
membunuh ayahmu, takdirlah yang telah salah mengatur kesemua ini, mengapa kita tidak
bersahabat saja?"
"Aku tak ingin bersahabat dengan siapapun, selama hidup aku suka menyendiri, dalam
melakukan pekerjaan apapun aku lebih senang melakukannya seorang diri, lebih baik tinggalkan
tempat ini secepatnya, kau tak usah mengganggu ketenanganku lagi!"
Kim Thi sia mengerti bahwa rasa benci Sastrawan menyendiri terhadapnya sudah merasuk
hingga ke tulang sum sum, akan tetapi dia tak pandai bicara dan tak mampu menjelaskan soal ini
kepada Khu cu-kian, akhirnyasambil menghela napas, katanya
"Kalau memang begitu, aku pun tak ingin memaksa lagi."
"Cepat pergi dari sini. cepat tinggalkan tempat ini!" bentak Sastrawan menyendiri keras-keras.
Sambil tertawa getir, Kim Thi sia segera menjura dan berkata.
"Terlepas bagaimana pun anggapanmu terhadapku, aku masih tetap menyebut kau sebagai
sahabat, selamat tinggal!"
Selesai berkata ia segera membalikkan badan dan meneruskan perjalannnya menuju ke
Lembah Nirmala.
Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menghantar kepergiannya, sambil tetap duduk didepan
kuburan ayahnya, dia berseru keras.
"Kuharap kita jangan pernah bersua kembali dikemudian hari, sebab bila sampai bertemu
muka, aku pasti akan mencari alasan lain untuk membunuhmu, kuharap kau bisa memahami
keadaan ini."
Kata-kata tersebut sengaja diucapkan dengan suara keras-keras sehingga sekeliling hutan itu
penuh dengan gema suaranya.
Tentu saja Kim Thi sia dapat mendengar seruan tadi dengna jelas, namun dia tak ambil pusing,
sambil tertawa getir, ia meneruskan kembali perjalanannya kedepan.
Pikiran dan perasaannya saat ini sangat kalut, pada hakekatnya dia tak tahu apa yang mesti
diperbuatnya.
Tanpa terasa betapa buah bukit telah dilewati, kini dia mulai memasuki kawasan Lembah
Nirmala.
Ditengah lembah terbentang hutan batu yang amat luas sekali.
Diantara bebatuan cadas, seringkali ia jumpai tengkorak-tengkorak manusia yang berserakkan
dimana-mana, yang aneh adalah diantara tengkorak manusia yang berserakkan tadi tersebar pula
emas yang berbongkah-bongkah banyaknya, dibawah pantulan sinar rembulan terlihat biasan
cahaya emas yang menusuk pandangan mata.
Kim Thi sia memang bukan seorang pemuda yang kemaruk akan harta, selama ini dia selalu
menganggap harta kekayaan bagaikan kotoran manusia, ditambah lagi pikiran dan perasaannya
sekarang amat kalut, karenanya meski ia sudah melampaui banyak sekali tengkorak manusia dan
gemerlapannya bongkah emas pikirannya sama sekali tak tergerak.
Tapi......
Pemadangan yang terbentang didepan mata sekarang segera mengingatkan Kim Thi sia akan
suatu persoalan.
Sambil menghela napas panjang pikirnya:

"Sebelum menghembuskan napas yang penghabisan dulu, ayah pernah beritahu kepadaku
bahwa pihak Lembah Nirmala sengaja menyebarkan uang emas dalam jumlah yang banyak
disekitar lembahnya untuk memikat orang mengambilnya, malah ayah sendiri pernah keracunan
hebat akibat uang emas ini. Aaaah.....mungkin jalan yang kutempuh hari ini adalah jalan yang
pernah ditempuh ayahku dulu."
Berpikir sampai disini, Kim Thi sia segera merasakan semangatnya berkobar kembali. Sambil
meloloskan pedang Leng gwat kiamnya, dia mendongakkan kepalanya dan berdoa.
"Ayah......kau orang tua tak usah kuatir, hari ini juga ananda akan menyelesaikan pesan
terakhirmu itu, akan kubongkar rahasia Lembah Nirmala yang sebenarnya."
Baru selesai dia memanjatkan doa, mendadak dari balik semak belukar takjauh dari tempatnya
berdiri, bergema suara tertawa dingin yang kaku menyeramkan bagaikan hembusan angin beku
dari gudang salju itu.
Dengan cekatan Kim Thi sia membalikkan badan kemudian melejit kemuka dengan
mengerahkan gerakan "delapan langkah menempuh ombak."
Begitu melihat dengan jelas siapa gerangan yang berada disitu, dia segera menyapa:
"ooh, rupanya cian sianseng yang amat termasyur namanya telah hadir disini, selamat bersua
kembali"
cian sianseng tertawa keras, kemudian tegurnya:
"Ditengah malam buta begini berani amat kau datang kemari. Kaupun nampaknya tidak tertarik
menyaksikan begini banyak bongkahan emas yang berserakkan diatas tanah. Hei anak muda, kau
hebat sekali." Kim Thi sia segera tertawa.
"Sesungguhnya aku tidak terlalu hebat, tapi bila dibandingkan dengan kawanan manusia
munafik yang baik diluar busuk didalam, sesungguhnya aku masih jauh dari bagus."
Merah padam selembah wajah cian sianseng sesudah mendengar perkataan itu, agak tergagap
serunya:
"Tidakkah kau merasa bahwa masalah yang kau singgung sama sekali tidak menarik hati......."
Kim Thi sia tertawa dingin.
"IHeeeh....heeeh.....aku pingin bertanya, persekongkolan apakah yang sebenarnya sedang kau
lakukan dengan Dewi Nirmala? Rencana busuk apapula yang hendak kau perbuat? Aku anjurkan
kepadamu lebih baik berterus terang saja dihadapanku."
Dengan penuh amarah cian sianseng segera berseru:
"Baik, akan kukatakan apa yang sebenarnya terjadi kepadamu, siburung Hong lampeng dengan
membawa kelima pengikutnya, lima naga dari wilayah Biau yang telah membawa lentera hijau
datang ke Lembah Nirmala, bukan itu saja mestika tersebut telah memulihkan kekuatan Kun han
sam coat khikang ku, bahkan membantu Dewi Nirmala dalam latihan ilmu Tay yu sinkannya
hingga memperoleh kemajuan yang amat pesat. Hmmm, kini kau telah memasuki daerah
terlarang, lebih baik berhati-hatilah sedikit kalau berbicara" Kim Thi sia tertawa nyaring.
"soal itu mah sudah kuketahui sejak dulu lama dengan andaikan kalian berdua barang
rongsokan, aku belum bisa dibuat ketakutan"
"Pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bum ayah dan anak berduapun sudah hadir disini
sekarang...." sela ciang sianseng cepat.
"Mau apa mereka datang kemari?"
"Kau mesti tau keluarga Ang dari Tiang pek san adalah besan Dewi Nirmala, sudah sepantasnya
bila mereka saling mendukung."

"Hmmm, sayang sekali nona Hay Jin tak sudi kawin dengan Ang Thian tong, ia sudah kabur
keujung langit danjejaknya tidak ketahuan rimbanya lagi....." sela Kim Thi sia.
"Hmm, sayang sekali kau hanya tahu itu, tak tahu yang lain?"
Sesudah tertegun sejenak Kim Thi sia segera berseru: "Jadi nona Hay Jin telah berhasil kalian
temukan kembali?"
"Bukan hanya ditemukan saja, bahkan sudah melangsungkan perkawinan dengan Ang Thian
tong, malam ini adalah malam pengantin mereka."
Seketika itu juga Kim Thi sia merasakan darah yang mengalir dalam tubuhnya telah mendidih,
teriaknya cepat:
"Kau.......kau situa bangka hanya ngaco belo, rupanya kau sengaja hendak membohongi aku"
Mendengar itu, ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah.....haaaah.....haaaah....rasanya tiada kepentingan bagiku untuk berbohong."
"Lalu apa maksudmu memberitahukan semua persoalan tersebut kepadaku......."
"Aku hanya bermaksud agar kau mengetahui kenyataan dengan sejelasnya, dalam Lembah
Nirmala sekarang bukan cuma ada aku bersama Dewi Nirmala, disinipun hadir lima naga burung
hong, hadir pula Pukulan sakti tanpa bayangan serta putranya, dengan kekuatan sebesar ini,jelas
kau bukan apa- apa dalam pandangan kami semua"
"Hmmm, sayang aku justru datang kemari untuk menumpas kawanan anjing semaCam kalian
itu"
Kembali ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
Rasa benci dan dendam telah menyelimuti seluruh wajah Kim Thi sia, dengan wajah merah
membara bentaknya lagi:
"Beranikah kau memberitahukan kepadaku, dimanakah letak kamar pengantin orang she Ang
itu?"
"Hmmm, tampaknya kau tidak mempercayai perkataanku." seru ciang sianseng dengan kening
berkerut. "Baik, akan kuberitahukan kepadamu, kamar pengantin mereka diruang burung hong,
dari sini belok kiri akan kau turuni sebuah bukit, dipunggung bukit itulah letaknya, disitu akan kau
jumpai Cahaya lentera yang terang benderang."
"Baik" seru Kim Thi sia dengan amarah yang berkobar-kobar. "Sekarang juga aku akan
berangkat kesana dan membumi ratakan gedung tersebut."
Baru saja dia hendak beranjak pergi dari situ, tiba-tiba terasa desingan angin pukulan yang
sangat dahsyat menyergap tiba dengan hangatnya.
Tampak olehnya ciang sianseng telah turun tangan melancarkan serangan, jelas dia bermaksud
mencabut selembar nyawa Kim Thi sia.
cepat-cepat pemuda itu mengeluarkan gerakan "impian indah berputar dikebun" lalu
meloloskan diri dari ancaman lawan lalu dengan amarah yang membara bentaknya: "Sungguh
aneh, mengapa aku jadi begitu garang dan buas macam harimau kelaparan saja?"
ciang sianseng tertawa dingin.
"Aku merasa amat menyesal karena tidak berhasil membacok mampus dirimu dalam sekali
ayunan tangan"
"Padahal antara kau dengan aku toh tak terjalin permusuhan apapun. Buat apa kau mesti
senekad ini?" kata Kim Thi sia sambil tertawa getir. Dengan kebencian yang meluap ciang
sianseng menyahut:

"Ilmu Tay goan sinkang dari guru setanmu telah merusak ilmu Kun goan sam coat khikangku
sehingga hal ini membuatku tersiksa selama banyak tahun. Dendam sakit hati ini tak pernah akan
kulupakan kembali untuk selamanya."
"Jadi kau hendak melampiaskan rasa dendammu itu kepadaku?" kata Kim Thi sia.
"Kau adalah murid terakhir dari Malaikat pedang berbaju perlente, sudah sepantasnya bila kau
yang menanggung segala resikonya."
"Kalau toh kau berpendapat demikian, bukankah Dewi Nirmalapun masih terhitung adik
seperguruannya Malaikat pedang berbaju perlente, kenapa kau tak berani mencari gara-gara
dengannya?"
"Hmmm, aku bebas menentukan lawan tandinganku" seru ciang sianseng agak tersipu-sipu.
Mendengar itu, Kim Thi sia tertawa tergelak.
"Haaah.....haaaah......sudahlah, kau tidak usah berlagak sok gagah dimulut, padahal aku Cukup
memahami bagaimanakah watak manusia rendah semaCam kau itu. Hmmm oleh karena kau
melihat perempuan itu mempunyai banyak anak buah dan pengaruhnya besar, maka kau hendak
mendukung serta menjilat pantatnya......IHmmm, kalau dibicarakan sesungguhnya, aku malah
menaruh perasaan kasihan kepadamu."
"Lebih baik kau mengasihani dirimu sendiri" terlak ciang sianseng dengan gemas. "Sekarang
kau hidup berkelana seorang diri bukankah kau merasa sedih setelah mendengar bahwa Ang
Thian tong telah mengawini nona Hay Jin dan sekarang lagi menikmati malam pengantinnya?"
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia, buru-buru ia berseru: "Aku justru merasa gembira
akan hal ini"
"Tapi sayang dengan kehadiranku disini, aku tak akan membiarkan kau merasa gembira" ucap
ciang sianseng dengan suara dalam.
"Lantas apa yang kau kehendaki?"
Kemudian setelah meludah keatas tanah, kembali lanjutnya:
"Aku justru akan berkunjung kesitu, akan kubumi hanguskan gedung burung hong tersebut,
mau apa kau?"
"Haaaahhhh.......boleh saja kalau kau ingin berkunjung kesitu, tapi aku mempunyai sebuah
syarat yang mesti kaupenuhi dulu."
Kim Thi sia berkerut kening, agakjengkel serunya:
"Apa syaratmu?"
"Silahkan kau minta ijin dulu dengan sepasang kepalanku ini" kata ciang sianseng sambil
mengacungkan tinjunya.
Hawa amarah yang berkobar didada Kim Thi sia benar-benar tak terkendalikan lagi, dia
berseru:
"Kalau begitu kau hendak mencari kesulitan denganku rupanya. Baik, mari kita bertarung untuk
menentukan siapa yang berhak untuk melanjutkan hidup didunia ini?"
"Malam ini adalah saat berlangsungnya malam pengantin yang amat meriah. Kau tahu aku
telah berjanji kepada Dewi Nirmala untuk persembahkan pedang Leng gwat kiam kepadanya"
"Hmmm, aku lihat, mungkin kau sudah dibuat mabuk oleh air kata- kata sehingga mengigau tak
karuan Pedang Leng gwat kiam toh menjadi milikku, atas dasar apa kau hendak mendapatkannya?
"
Berbicara sebenarnya, ciang sianseng memang masih terpengaruh oleh alkohol waktu itu,
hanya suatu munculkan diri pertama kali tadi Kim Thi sia belum merasakan hal itu, setelah
pembicaraan berlangSung dan ia mengendus bau arak. rahaSia mana baru diketahui olehnya.

Benar juga, dibawah Sinar rembulan tampak paras muka ciang sianseng merah padam seperti
bara api, otot-ototnya pada menonjol keluar semua.
Ketika mendnegar ejekan pemuda tadi, dengan suara berang ia segera berteriak: "Kenapa aku
tak bisa mendapatkan pedang Leng gwat kiam itu?"
"Hmmm, tentu saja tak bisa, karena pedang Leng gwat kiam adalah benda milikku dan
sekarangpun masih berada ditanganku."
"Bukankah lentera hijau dulunya juga menjadi milikmu? Tapi buktinya sekarang.....benda
tersebut telah berpindah tangan."
"Keadaan tersebut sama sekali berbeda, lentera hijau bisa berpindah tangan karena si burung
hong Lam Peng telah mendapatkannya dengan Cara yang amat licik. Akupun tidak rela
menyerahkan benda itu kepadanya."
"Sudahlah, tak usah dipersoalkan lagi rela atau tidak, pokoknya sekarang pun aku datang untuk
merampasnya dari tanganmu."
"Hmmm, ngomong sih gampang, tapi dengan cara apa kau hendak merampasnya dari
tanganku?" jengek Kim Thi sia sambil tertawa dingin.
"Akan kuandalkan dengan ilmu pukulan Tiu khi ciang." Kembali Kim Thi sia tertawa.
"Lebih baik jangan terlalu percaya dengan kemampuan sendiri, ketahuilah aku Kim Thi sia
bukan kucing atau anjing yang bisa digertak secara mudah. Bukan saja kau sedang mabuk
sekarang, pikiranmupun dalam keadaan tak jernih. Betapapun hebatnya ilmu silatmu, jelas
kekuatannya akan menderita banyak kekuarangan."
"Mabuk bukan masalah yang serius" bantah ciang sianseng penuh keyakinan pada diri sendiri.
"Aku perCaya dalam tiga gebrakan saja kau paSti sudah keok ditanganku."
"Haaaah.....haaaaah......haaaaah......kau terlalu merendah-rendah kemampuanku" Kim Thi sia
tertawa tergelak.
ciang sianseng pun ikut tertawa seram.
"Bukan memandang rendah, tapi memang begitulah kenyataannya, ketahuilah dibalik pukulan
Tin khi ciang ku ini tersisip racun jahat sembilan bisa yang mematikan- Kau tahu, gurumu sendiri
si Malaikat pedang berbaju perlentepun tak berani menyambut dengan kekerasan."
begitu mendengar asal "racun jahat sembilan bisa" tanpa terasa Kim Thi sia teringat pula
dengan si Utusan beracun, diam-diam segera pikirnya:
"Rasul raCun adalah raja diantara pelbagai raCun, tapi dengan andalkan ilmu ciat khi mi khi
buktinya aku toh tak terpengaruh apapun, apalagi hanya sembilan bisa dari ciang sianseng......?"
Berpikir sampai disitu, diapun segera berkata:
"Aku jauh berbeda dengan guruku tempo dulu Malaikat pedang berbaju perlente belum berhasil
menguasai ilmu ciat khi mi khi sedang saat ini ilmu ciat khi mi khi ku telah menembusi semua
bagian tubuhku......."
"Sudah, tak usah banyak ngaco belo lagi." tukas ciang sianseng tak sabar, "Asal kau mampu
menerima tiga buah pukulanku tanpa Cedera...."
"Apa yang hendak kau perbuat saat itu?" sela Kim Thi sia dingin.
"Aku akan musnahkan seluruh kepandaian ku dengan tenaga Kun goan sam coat khikang ku
sendiri"
Menyaksikan keyakinan orang, Kim Thi sia pun berkata:
"Baiklah, akan kusambut ketiga buah serangan tersebut tanpa melakukan perlawanan-"
"Apa? Kau benar-benar tidak akan melawan?" tanya ciang sianseng agak tertegun.

"UCapan seorang Kun Cu ibarat kuda yang dipecut, sekali dicambuk tanpa akan bisa ditarik
kembali. Aku harap kaupun bisa menepati janjimu sendiri......"
"Tak usah kuatir, aku tak pernah mengingkari janji."
"Hmmm, yang ku kuatirkan sekarang justru dirimu, berpuluh-puluh tahun berupaya
memperdalam ilmu, beratus pertarungan dialami untuk meraih kedudukan dan pamor yang tinggi,
tidakkah merasa sayang apabila kedudukan dan nama besar yang berhasil kau raih, dengan
bersusah payah ini akhirnya mesti hancur gara-gara dorongan emosi?"
"Justru kau sendiri yang mesti merasa sayang dengan keberhasilan yang berhasil kau raih
hingga sekarang." teriak ciang sianseng keras-keras.
"Hmmm, bila kau hendak menyampaikan pesan terakhir, cepat katakan, mengingat usiamu
masih kecil, dalam keadaan yang memungkinkan aku bersedia memenuhi untukmu."
Kim Thi sia tertawa lebar.
"Aku tidak merasa perlu untuk meninggalkan pesan terakhir."
Lalu setelah mencopot pedang Leng gwat kiam dan meletakkannya keatas tanah dia berdiri
sambil bertolak pinggang dan berseru:
"Sekarang bersiap-siap. bila ingin menggunakan pukulan thian khi ciang mu, silahkan di
gUnakan secepatnya."
"Baik" seru ciang sianseng sambil tertawa nyaring.
begitu selesai berkata, tubuhnya telah melejit kedepan sambil merentangkan tangannya lebarlebar,
sebuah pukulan segera dilontarkan kedepan-
"Jurus seranganku ini bernama Bintang dan rembulan berebut sinar"
Dalam perkiraan Kim Thi sia semula, serangan yang dilancarkan lawan sudah pasti dahsyat dan
mengerikan hati.
Siapa tahu ang in serangan yang dilontarkan ciang sianseng begitu ringan sehingga dia hanya
merasakan badannya bergetar sedikit saja tanpa perubahan apapun. Tanpa terasa ia berseru:
"Hmmmm, rupanya Cuma begitu saja.^...."
Setelah melepaskan serangannya tadi tiba-tiba ciang sianseng menggerakkan tubuhnya
melingkari sekeliling pemuda tersebut tiga kali, setelah kembali ujarnya: "Dalam serangan yang
kedUa akan kupergunakan jurus bunga berguguran ditengah salju"
"Huh, ilmu pukulan Thian khi ciang macam apaan itu?" jengen Kim Thi sia sambil tersenyum.
"Aku lihat lebih mirip dengan gerak membersihkan debu"
Gerak serangan dari ciang sianseng kali ini dilakukan dengan keCepatan bagaikan sambaran
kilat, dalam waktu Singkat terdengar suara ujung baju yang terhembus angin, tahu-tahu ia sudah
menempuh lagi jalan darah cian Ceng hit dibahu Kim Thi sia pelan.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan tubuhnya bergetar keras, hampir saja ia bersin berapa
kali.
Tapi pemuda tersebut mengandalkan kemampuan ilmu ciat khi mi khi nya, sekalipun dia dapat
merasakan bahwa pukulan Thian khi ciang lawan agak berbeda dengan pukulan lain, akan tetapi
ia tidak teriak memikirkannya dihati. Segera ujarnya lagi:
"ciang sianseng, kau sudah melepaskan dua buah serangan tanpa menimbulkan Celaka bagiku,
aku lihat usahamu cuma sia-sia belaka."
Sementara itu paras muka ciang sianseng telah berubah menjadi merah membara, napasnya
tersengkal-sengkal, peluh membasahi tubuhnya dan agak payah untuk berbicara. Dengan ucapan
yang terputus-putus terdengar ia berkata:

"Siapa bilang seranganku ini sia-sia saja. Aku tahu tenaga dalammu amat sempurna, tapi aku
telah menggunakan dua belas bagian tenaga dalamku untuk melancarkan serangan tadi....."
"Kau telah menggunakan tenaga sebesar dua belas bagian?" Kim Thi sia semakin tercengang.
"Mengapa aku hanya merasakan pukulan yang begitu ringan?"
"Jangan kau anggap seranganku enteng....padahaL...padahal besar sekali pengaruhnya
bagimu....kaau....kau akan merasakan akibatnya nanti......."
"Tapi hingga sekarang aku tidak merasakannya sama sekali" ucap Kim Thi sia sambil tertegun.
"Sepintas lalu kau memang tidak merasakan apa- apa, padahal isi perutmu sudah terluka parah
biarpun Hoa Tho hidup kembali pun belum tentu bisa mengobati luka itu."
Diam-diam Kim Thi sia mencoba untuk menyalurkan tenaga dalamnya, kemudian berkata:
"Aku hanya merasakan diatas hatiku secara lamat- lamat terasa sakit, tapi aku percaya sakit itu
tak akan berpengaruh besar......."
Sementara itu ciang sianseng telah berhasil mengatur kembali pernapasannya, ia segera
berseru keras:
"Bocah keparat, saat ajalmu tiba sudah dekat diambang pintu......."
"Tak mungkin, aku tidak akan mati secepat itu."
ciang sianseng tertawa terbahak-bahak.
"Haaah....haaah....haaaah.....inilah seranganku yang terakhir. Setan iblis pembetot sukma.
kuharap kau bersikap lebih berhati-hati lagi...."
Selesai berkata, sepasang telapak tangannya segera didorong sejajar dada serangan itu
dilancarkan amat lembut, baru saja menyentuh tubuh Kim Thi sia. Sea kan- akan tersentuh aliran
listrik berarus kuat, cepat-cepat serangannya ditarik kembali. Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasakan
tubuhnya bergetar keras kemudian terbatuk-batuk.
Melihat keadaan pemuda tersebut, ciang sianseng segera tertawa terbahak-bahak seraya
berseru:
"Haaaah.....haaaaah.....haaaaah......Kim Thi sia. Wahai Kim Thi sia, sekalipun kau mempunyai
nyawa rangkap tiga pun. Hari ini kau bakal mampus secara mengenaskan."
"Eeeei, rupanya kau sedang mabuk hebat, kenapa bicaramu ngelantur tak ada ujung
pangkalnya....." tegur Kim Thi sia agak tertegun.
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh kembali ciang sianseng berkata:
"Aku sama sekali tidak ngelantur, aku pun tidak berbicara sembarangan. Bila dalam hitungan
kesepuluh nanti kau tidak roboh binasa, aku akan melaksanakan janjiku tadi, menghabisi nyawaku
sendiri dihadapanmu."
Kim Thi sia semakin keheranan, dari keseriusan kakek tersebut dia dapat merasakan betapa
besarnya keyakinan ciang sianseng dengan ucapannya, agak terCengang ia segera berkata:
"Baiklah, kau boleh menghitung sampai angka sepuluh"
Ternyata ciang sianseng benar-benar mulai menghitung dengan suara lantang. "Satu. . . dua . .
.tiga . . . empat. . . lima . . . enam. . .tujuh . . . delapan. . .sembilan. . .sepuluh " Angka kesepuluh
sengaja diucapkan dengan suara yang keras sekali.
Hampir saja Kim Thi sia dibuat terperanjat oleh hitungan kesepuluh dari ciang sianseng yang
menggeledek itu, cepat tegurnya:
"Bagaimana sih kamu ini, kenapa berteriak sekeras itu? Memang nya kau hendak mengagetkan
aku?"

ciang sianseng sama sekali tidak menggubris perkataan mana, dengan wajah sangat tegang ia
berteriak lagi. "Roboh.....roboh.....roboh......"
Secara beruntun dia meneriakkan kata "roboh" sampai berapa kali, tapi Kim Thi sia masih tetap
berdiri tegak ditempat semula tanpa bergerak sedikitpun jua, malah pemuda itu berdiri sekokoh
batu karang.
ciang sianseng segera berdiri tertegun dengan mata terbelalak lebar dan mulut melongo.
Sesudah terbatuk sedikit, Kim Thi sia berkata sambil tertawa.
"Nah bagaimana sekarang? Tentunya kau boleh segera menghabisi nyawamu sendiri bukan?"
ciang sianseng kelihatan amat sedih, tanpa sadar air mata telah jatuh berCucuran membasahi
wajahnya, ia berseru kemudian: "Bagus, bagus, bagus sekali"
"Jadi kau benar-benar mengakui kekalahanmu?" tegur Kim Thi sia dengan wajah keheranan.
"Yaa kejadian ini memang tak bisa dibantah lagi" ucap ciang sianseng sambil menyeka air
matanya. "Aku telah berusaha dengan sepenuh tenaga, seluruh hasil latihanku selama puluhan
tahun telah kupergunakan habis-habisan, tapi nyatanya masih belum mampu menandingi bocah
cilik macam kau Aaaai..... apa lagi yang bisa kukatakan sekarang? Rasanya hanya satujalan yang
bisa kutempuh sekarang yakni mati dengan cepat. Namun sebelum ajalku tiba nanti, kuharap kau
bersedia mengabulkan sebuah permintaanku"
"Apakah itu?"
Dengan wajah bersungguh-sungguh ciang sianseng berkata:
"Kuharap kau jangan menceritakan kejadian yang kualami hari ini kepada siapapun setelah aku
mati nanti, rusaklah wajahku dengan bacokan pedangmu lalu kuburlah aku dalam-dalam, makin
dalam makin baik......Kau harus melakukan kesemuanya itu bagiku, aku tidak ingin orang lain
memandang rendah nama ciang sianseng yang sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan,
buatlah orang lain menganggap hilangnya ciang sianseng sebagai sebuah teka teki besar yang tak
pernah terjawab"
Mendengar permintaan ini, diam-diam Kim Thi sia berpikir:
"Aaaai, tampaknya nama besarpun dapat menyiksa orang, gara-gara soal nama dan
kedudukan, sampai menjelang ajalnyapun setan tua ini masih berusaha untuk melindungi nama
baiknya."
Dengan cepat dia menyahut: "Aku rasa soal ini bukan masalah lagi."
Setelah mendengar jawaban tersebut, dengan suatu gerakan yang amat cepat ciang sianseng
menyambar pedang Leng gwat klam yang tergeletak diatas tanah itu dan ditempatkan diatas leher
sendiri, kemudian teriaknya keras-keras.
"Puluhan tahun lamanya aku ciang sianseng mengembara didalam dunia persilatan dengan
susah payah kuraih nama serta kedudukan sehingga setenar saat ini. Tapi hari ini.....akhirnya
semuanya punah dan hilang dengan begitu saja......."
Selesai mengucapkan perkataan tersebut, tiba-tiba saja ia menggorok leher sendiri dalamdalam.
PerCikan darah segar segera berhamburan dimana-mana, diiringi jeritan ngeri yang menyayat
hati, robohlah ciang sianseng keatas tanah dalam keadaan tak bernyawa lagi.
Semua peristiwa berlangsung begitu cepat dan sama sekali di luar dugaan, untuk beberapa saat
lamanya Kim Thi sia sampai berdiri termangu-mangu tanpa memberikan reaksi apapun.
Lama.....lama......sekali........
Entah berapa lama sudah lewat, akhirnya Kim Thi sia tersadar kembali dari lamunannya, dia
memungut kembali pedang Leng gwat kiamnya, lalu sambil menghela napas panjang keluhnya:

"See.....sesungguhnya apa.....apa yang telah terjadi?"
Sesuai dengan pesan terakhir ciang sianseng, Kim Thi sia segera membuat liang kubur yang
amat dalam ditempat tersebut dan mengubur jenasah ciang sianseng. Ketika semua pekerjaan
telah selesai dilakukan, malam sudah makin kelam.
Bintang bertaburan diangkasa, sinar rembulan yang terang menyinari seluruh lembah Nirmala.
Dikejauhan sana, dalam gedung burung Hong terlihat Cahaya lentera belum padam, mungkin
disitulah letak kamar pengantin Ang Thian tong dengan nona Hay Jin.
Memang sinar yang gemerlapan dikejauhan sana, Kim Thi sia meludah keatas tanah seraya
bergumam:
"Nona Hay Jin, kecuali perkawinan ini kau lakukan atas dasar keinginanmu sendiri. Kalau tidak,
aku pasti akan berusaha untuk menyelamatkan dirimu dari lautan kesengsaraan."
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya, ia segera berangkat menuju kearah cahaya
api tersebut dengan kecepatan tinggi.
Bila menuruti perasaan Kim Thi sia saat itu, kalau bisa dia ingin selekasnya bertemu dengan
Hay Jin.
Tapi sayang kakinya enggan menuruti keinginan hatinya itu, walaupun ia telah mengerahkan
segenap kemampuannya yang dimilikinya, kecepatan yang berhasil dicapaipun tak seberapa.
Tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa sangat dahaga, kepalanya pusing dan peluh bercucuran amat
deras setelah menempuh perjalanan selama setengah jam lebih ia baru mencapai tanah
perbukitan tersebut dan tiba didepan sebuah hutan lebat. Dari balik hutan itulah cahaya lentera
yang terlihat tadi terpancar keluar.
Dibawah sinar lilin merah, lamat-lamat ia melihat ada sepasang lelaki perempuan sedang
berbisik-bisik dengan asyik.
Jelas kedua sosok bayangan manusia itu adalah Ang Thiang tong serta nona Hay Jin-
"Apa yang sedang diperbincangkan sepasang pengantin baru dimalam pertamanya ini?"
"Membicarakan nona Hay Jin dengan perkawinannya itu? Tidakkah ia merasa muak dan benci
terhadap suaminya?"
Dalam keadaan begitu, Kim Thi sia merasa emosinya bergelora keras, tak tahan lagi ia berteriak
keras-keras: "Nona Hay Jin, aku telah datang....."
Begitu membuka mulut gumpalan darah kental segera melompat keluar dari mulutnya.
Teriakanpun kedengaran amat lemah sehingga dia sendiri juga tak mendengar dengan jelas,
jangan lagi Hay Jin yang berada dalam kamar pengantinnya.
Begitu gumpalan darah itu muntah keluar, ia segera terbatuk berulang kali darahpun muntah
keluar tiada hentinya.
Setelah mengalami batuk-batuk yang gencar ini, tiba-tiba Kim Thi sia merasa tak sanggup
untuk melanjutkan perjalanannya lagi, ia segera roboh terjungkal dibalik semak.
Sambil berbaring dibalik semak belukar dengan napas tersengkal, diam-diam ia mulai berpikir.
"ciang sianseng, ternyata pukulan Tin khi ciang mu memang bukan bernama kosong. sekarang
tubuhku mulai terasa sakit, lemas dan sedikitpun tak bertenaga. Aku seperti seorang yang
kehilangan seluruh ilmu silatku saja......"
Perlu diketahui, ilmu pukulan Thian khi ciang memang merupakan pukulan tenaga Im yang
lembut. Pada mulanya sang korban memang tak merasakan apa- apa tapi sesungguhnya isi perut
mereka sudah terluka dan mulai rusak. ketika saatnya tiba, seluruh isi perutnya akan hancur dan
akhirnya mati secara mengerikan.

Sayang sekali Kim Thi sia merasakan akibatnya jauh lebih lamban seperti keadaan pada
umumnya, hal ini jauh diluar dugaan ciang sianseng hingga ia mengira dirinyalah yang menderita
kekalahan dalam pertarungan tersebut.......
Jilid 56
Dengan bekal ilmu Ciat khi mi khi yang dahsyat, keselamatan jiwa Kim Thi sia memang tak
akan terpengaruh, tapi begitu luka itu kambuh, sedikit banyak pemuda itu harus merasakan juga
penderitaan yang amat hebat.
Saat itulah mendadak dari arah jalan kecil disisi hutan bergema datang suara langkah manusia,
suara itu bergema mendekati tempat persembunyiannya...
Kim Thi sia sadar, situasi saat ini amat berbahaya, dalam kondisi lemah dan sama sekali tak
bertenaga begini, seandainya tempat persembunyiannya itu sampai ketahuan orang, niscaya
akibatnya tak akan terlukiskan dengan kata kata.
Sdara akan bahaya, cepat cepat pemuda itu menutup semua pernapasannya dan sambil
melotot bulat bulat dia mengawasi daerah disekitar situ dengan seksama.
Dibawah sinar rembulan, terlihatlah sepasang muda mudi sedang berjalan mendekat dengan
langkah santai.
Yang perempuan tampak lemah gemulai dengan paras muak yang cantik jelita, ternyata dia tak
lain adalah Hay Jin, gadis yang dimimpikan siang maupun malam.
Sedangkan yang lelaki adalah Ang Thian tong, pemuda gagah yang berwajah tampan itu.
tiba-tiba saja Kim Thi sia merasa cemburu sekali setelah melihat kedua orang muda mudi itu
jalan bersama, ia merasa sakit hati. pikirnya kemudian,
"Aai, beginikah perasaan cinta antara muda mudi? Mengapa aku harus sakit hati...?"
Tapi setelah menyaksikan kegagahan serta ketampanan Ang Thian tong, mendadak timbul
perasaan rendah diri dihati kecilnya, kembali dia berpikir,
"Oooh, nona Hay Jin, kau memang pantas menjadi istri Ang Thian tong, aku Kim Thi sia
berwajah biasa dan rudin sekali, aku tak lebih hanya seorang pengembara yang tidak mempunyai
tempat tinggal tetap, kebahagiaan macam apakah yang bisa ku berikan untukmu..."
Sementara dia masi termenung, Ang Thian tong serta Hay Jin pun telah berjalan mendekat
dengan mulut bungkam dalam beribu basa, agaknya pikiran dan perasaan mereka pun dibebani
oleh masalah yang berat, sehingga boleh dibilang mereka tidak sadar bahwa dibalik semak belukar
, Kim Thi sia sedang berbaring disitu.
Dengan luapan emosi Kim Thi sia pelan pelan menyingkap semak dihadapannya lalu mengintip
keluar.
Ia menyaksikan Ang Thian tong dan Hay Jin sedang duduk besanding disebuah batu besar.
Suasan hening sampai lama sekali.
Tampak Hay Jin hanya duduk termangu sambil memandang ke langit, sementara titik air mata
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Melihat itu, sambil menghela napas Ang Thian tong segera menegur,
"Dimalam pengantin yang seharusnya dilewatkan dalam suasana gembira, mengapa kau justru
mengucurkan air mata?"
"Aku sedang menangisi nasibku!" sahut Hay Jin sambil terisak.

Ang Thian tong tertawa getir,
"Apa jeleknya dengan nasibmu?"
"Semenjak masih kecil aku sudah tidak tahu siapakah ayahmu, sedang ibu, meski dia
menyayangi aku, tapi ia lebih sibuk dengan urusan dunia persilatannya hakekatnya dia tidak
memperdulikan kehadiranku didunia ini."
"Sekarang kau tak perlu risau lagi." tukas Ang Thian tong cepat. "Aku sudah menjadi suamimu,
aku berjanji akan memperhatikan serta menyayangimu sebesar mungkin."
Kembali Hay Jin menghela napas,
"Aaai, tak akan ada yang memahami kepahtian dan penderitaan hatiku."
"Terus terang saja aku bilangm berapa banyak si suami yang baik kepada istrinya seperti aku?"
tukas Ang Thian tong tidak senang hati.
"KEbaikan apa yag kau berikan kepadaku?" Hay Jin balik bertanya dengan tertegun,
"Aku sangat menuruti perkataanmu, kecuali mengambilkan rembukan diangkasa, permintaaan
apapun yang kau ajukan selalu kuusahakan untuk dipenuhi, berbicara menurut liangsimmu, dalam
hal yang manakah aku tak pernah penuhi kehendakmu?"
Sambil menghela napas Hay Jin menggelengkan kepalanya berulang kali, ucapnya:
"Aku bukannya tidak mengerti atas kebaikanmu selama ini."
"Aaaah, kau ini mengetahui soal apa?" tukas Ang Thian tong mendongkol, "disaat malam
pengantin kita, engkau malah bersikeras hendak datang kemari, dan setelah sampai ditempat sini,
kau pun hanya menangis melulu."
"Sebab aku pun tak akan melupakan untuk selamanya semua kejahatan yang telah kau perbuat
terhadap diriku," kata Hay Jin tiba tiba dengan wajah serius.
Ang Thian tong segera mendehem beberapa kali, setelah itu ucapnya,
"Kejelekan dan kejahatan apa sih ayng pernah kulakukan terhadapmu..."
"Aku selalu mengingatkan secara baik baik, disaat aku diculik oleh lima naga dari wilayah Biau
dibukit Ya be Poo tempo hari, kau telah memperlihatkan perbuatan biadabmu bagaikan binatang."
"Kau jangan salah melihat," tukas Ang Thian tong cepat, "Seandainya aku tidak muncul tepat
pada saatnya, mungkin kau telah diperkosa secara bergantian oleh kelima naga dari wilayah Biau
tersebut, kau anggap dirimu masih bisa mempertahankan kesucian badanmu?"
"Tapi setelah kejadian itu, bukankah kau pun memperkosa aku, menodai kesucian diriku?"
pekik Hay Jin sengit.
Dengan jengkel, Ang Thian tong menukas,
"Aaaah, sama saja, toh sekarang kita telah menjadi suami istri!"
"Hmmn, kau tahu sesungguhnya aku tidak sudi kawin dengamu." teriak Hay Jin lagi sambil
menggertak gigi menahan emosi "justru lantaran tubuhku sudah ternoda ditanganmu, aku hanya
terpaksa menuruti kehendakmu."
Ang Thian tong yang mendengar perkataan ini, agaknya semakin gusar pula dibuatnya, dengan
mendongkol ia berseru lagi.
"Sebelum itu, kita sudah bertunangan, kawin hanyalah masalah peresmian belaka"
"setelah tahu hubungan kita belum diresmikan, tidak seharusnya kau mendahului untuk
menodai aku......"
Akhirnya dengan perasaan apa boleh buat Ang Thian tong berkata
"Kau tahu, betapa cintanya aku kepadamu, aku mencintai dirimu dengan setulus hati."

"Aku justru benci kepadamu, aku benci setengah mati kepadamu. rasa benciku sudah merasuk
samapi ke tulang sum sum."
Ang Thian tong segera menghela napas panjang.
"Apa gunanya kau selalu mengungkit ungkit kejadian yang telah lewat?"
Sambil membesut air matanya Hay Jin berseru,
"Ketahuilah dengan jelas, jangan harap kita bisa menjadi sepasang suami istri yang berbahagia,
jangan harap ini bisa terjadai sepanjang hidup kita."
Ang Thian tong merasa gusar sekali, namun ia berusaha mengendalikan perasaan jengeknya
itu, kembali dia mencoba menbujuk
"Janganlah terlalu emosi, jangan kelewat menuruti perasaan sendiri, kau harus mengerti, kita
sudah bakal punya anak..."
"Aku benci dengan anak itu." teriak Hay Jin keras keras.
"Kenapa?" tanya Ang Thian tong dengan tertegun.
Sambil menangis tersedu sedu Hay Jin berseru
"karena anak yang berada dalam perut ini mengalir darahmu, darah kaum durjana, darah
manusia cabul."
Mungkin sangking bencinya, tiba iba saja dia menghantam perut sendiri keras keras. sambil
memukul teriaknya terus.
"Aku tak sudi melihat anak keparat dari bibit cabul itu lahir didunia. aku menghendaki kematian
dari bocah ini.... aku ingin bocah ini mampus....."
Ang Thian tong sangat terkejut, dengan suatu gerakan cepat ia menccengkram tangan Hay Jin
dan menekannya diatas batu, kemudian serunya..
"Bagaimana sih kau ini? sudah gila nampanya...."
Hay Jin masih mencoba untuk meronta, ketika usaha ini gagal, dia mulai menangis tersedu
sedu sambil berteriak,
"Aku memang gila, aku dibuat gila oleh bibit yang ditanamkan diperutku, aku gila karena bocah
cabulmu itu..."
Makin menangis makin menjadi, seakan akan perempuan itu hendak melampiaskan keluar
seluruh rasa benci yang tertanam dihatinya ini.
Menyaksikan kejadian ini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang, keluhnya,
"Aku tidak sejahat apa yang kau bayangkan... sungguh!! aku tidak sejahat apa yang kau
pikirkan..."
"hhmnn, tak usah berkata begitu, percuma aku tak akan menaruh kasihan kepadamu, sebab
aku membencimu setengah mati..."
Lalu setelah menagis terisakm dia melanjutkan.
"Kau tak usah memegangi tanganku, cepat lepaskan, aku tak ingin bersentuhan dengan
tubuhmu... kumohon... lepaskanlah aku dengan cepat.."
"Boleh saja aku lepaskan dirimu, tapi kau tak boleh menggila lagi, tak boleh memukul diri
sendiri lagi.."
"Baik...baik.. apapun syaratmu akan kupenuhi, asal kau segera lepaskan aku..."
Terpaksa Ang Thian tong menurut dan melepaskan Hay Jin dari cengkramannya, setelah
mengehela napas berkata
"Sekarang kau telah membebaskanmu, tentunya kau pun bisa tenang kembali bukan?"

"Tidak!! selama hidup aku tak bakal tenang."
"Buat apa sih mencari penderitaan buat diri sendiri?" Ang Thian tong mulai mengeluh, "Apa
gunanya bila tubuhmu menjadi rusak akibat ulahmu sendiri...?"
"Tubuhku telah kau nodai, bagiku hidup sudah tak ada artinya lagi..."
Ang Thian tong amat tak senang hati, tiba tiba serunya,
"Benarkah aku adalah binatang yang buas dan berbahaya?"
"Kau lebih kejam dari binatang, lebih buas daripada harimau, kau.. kau... kejam.."
Sampai disini, Ang Thian tong segera menghela napas panjang,
"Aaai, semenjak peristiwa ditebing YA be poo, setiap kali kau selalu menangis dan ribut tiada
habisnya, sesungguhnya apa maksudmu?"
"AKu ingin berpisah denganmu, semakin cepat semakin baik!" teriak Hay Jin keras keras.
Ang Thian tong sudah merasa amat sedih hatinnya, ia merasa hatinya bagaikan diiris iris
dengan pisau tajam, paras mukanya segera berubah menjadi amat tak sedap dipandang, ucapnya
agak tergagap,
"Kalau memang begitu, rasanya hubungan antara kita berdua memang sudah tak bisa
diselamatkan lagi.."
"Semoga kau lebih memahami tentang masalah tersebut sehingga mendapat
mempertimbangkan diri dengan semakin baik."
Ang Thian tong menghembuskan napas panjang.
"Baiklah, mari kita kembali dulu ke kamar sekarang, mari kita pikirkan bersama persoalan
diantara kita dengan lebih seksama"
"Lebih baik kau pergi dulu." sahut Hay Jin cepat. "kecuali dipaksa dengan mempergunakan
kekerasan, kalau tidak, aku tak sudi tidur sekamar denganmu."
Ang Thian tong bangkit berdiri lalu tertawa sedih, katanya cepat.
"Kau enggan pergi dari sini? Apakah kau senang duduk diluar hingga fajar menyingsing nanti?"
"Aku tidak tahu."
Bagaimanapun juga, Ang Thian tong adalah seorang lelaki, sudah barang tentu dia tahan
diperlakukan semacam ini oleh wanita yang secara resmi sudah menjadi istrinya . tak urung
meledak juga hawa amarahnya, dengan geram ia berseru,
"Sekarang aku telah mempunyai keputusan, aku akan kembali kekamar untuk tidur, sedang
kau... hmmn, kau boleh tetap duduk disini sambil mempertimbangkan hubungan kita selanjutnya
secara seksama, apabila persoalannya sudah menjadi jelas, ku harap kau bisa kembali kekamar
untuk memberitahukan keputusanmu kepadaku."
"Keputusan sudah lama kuambil, selama hidup aku tak pernah akan berhubungan secara baik
denganmu."
"Apabila memang begini kenyataannya, aku pun tak usah terlalu memaksa dirimu lagi, terserah
kehendak hatimu sendiir kemanapun kau hendak pergi, silahkan pergi kesitu.."
Kali iniAng Thian tong betul betul sewot dan tak mampu menahan gejolak emosinya lagi.
Mendadak Hay Jin bertanya dengan serius,
"Sungguhkah perkataanmu itu?"
"perkataan seorang lelaki bagaikan kuda yang dicambuk, sekali telah diutarakan untuk
selamanya tak akan ditarik kembali."

Ketika selesai mengucapkan perkataan ini, paras mukanya telah berubah menjadi hijau
membesi karena mendongkolnya, dengan langkah lebar ia segera beranjak pergi meninggalkan
tempat tersebut.
Dengan termangu mangu Hay Jin mengawasi bayangan punggung Ang Thian tong ayng berlalu
dari situ dengan rasa benci hingga lenyap dari pandangan, kini dia tidak tertegun lagi, tapi
menangis tersedu sedu dengan amat sedihnya.
Sementara itu........
Kim Thi sia yang berbaring dibalik semak belukar sambil mengatur pernapasan, kini
kekuatannya sudah pulih kembali.
Begitu ia merasa yakin kalau Ang Thian tong telah pergi jauh, pelan pelan pemuda ini bangkit
berdiri dan berjalan menghampiri gadis tersebut, bisiknya kemudian lirih,
"Nona Hay Jin, sudah lama kita tidak bersua.."
Hay Jin yang sedang menangis tersedu sedu menjadi tertegun seudah mendengar teguran itu,
apalagi setelah dia dapat melihat dengan jelas siapa gerangan yang muncul, tak kuasa lagi
serunya tertahan,
"Engkoh Thi sia, sungguh tak disangka engkau yang telah datang."
Dengan cepat dia memburu maju kemuka dan menubruk ke dalam pelukannya Kim Thi sia,
dirangkulnya pemuda tersebut dengan mesra.
Kim Thi sia balas memeluk gadis itu dengan luapan rasa haru, sampai lama sekali dia tak
sanggup berkata kata.
Dengan dasar tak mampu banyak bicara tentu saja pemuda ini semakin gelagapan lagi dalam
luapan emosi begini, ditambah pula hubungan yang menjadi makin rumit dengan munculnya Ang
Thian tong sebagai suami resmi gadis tersebut, untuk beberapa saat lamanya dia tak tahu
bagaimana mesti bertindak.
Dengan mesra dan hangat mereka saling berpelukan, saling berciuman dua hati serasa bersatu
padu, mereka melupakan diri sendiri, lupa dengan lingkungan, lupa dengan adat,lupa denga
tradisi.... pokoknya tiada persoalan yang mereka pikirkan saat itu...
Yang tersisip dan menyelimuti perasaan mereka berdua sekarang hanyalah luapan cinta yang
membara...
Ehtah berapa lama sudah lewat...
Tiba tiba Hay Jin tersedara kembali dari rasa gembiranya, dengan gugup rasa takut ia berbisik,
"Engkoh Thi sia, kenapa kau kembali kesini?"
"Aku ingin mejengukmu, ingin bersua kembali denganmu!" sahut pemuda itu gembira.
Tapi paras muka Hay Jin segera berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, dengan perasan
tegang dia berkata,
"Engkoh thi sia, keadaan sudah berubah, kita bisa celaka.... kita bisa celaka...."
Tadi dengan jelas Kim Thi sia menyaksikan Ang Thian tong pergi meninggalkan disekeliling
tempat tersebut tiada orang itu.
Tapi sikap tegang dan gugup dari Hay Jin sekarang membuatnya terkejut juga, ia segera
celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu katanya,
"Kenapa aku tidak melihat sesuatu yang tak beres?"
Dengan napas tersengal sengal sahut Hay Jin

"Tentu saja kau tak akan melihatnya, tapi Lembah Nirmala telah menjadi sarang naga gua
harimau, selain ibuku dan Cian sianseng, disinipun hadir lima naga dari wilayah Biau, hadir pula
pukulan sakti tanpa bayangan."
"Aku sudah tahu!!"
"Tidak! kau tak akan tahu, semalam mereka telah berunding, mereka telah sepakat dengan
cara apa untuk menghadapi dirimu."
Mendengar kabar tersebut, Kim Thi sia segera berkerut kening, katanya kemudian,
"Aneh, kenapa sih secara tiba-tiba aku bisa berubah menjadi begitu penting sehingga harus
menggerakkan begitu banyak orang khusus hanya untuk menghadapi aku seorang?"
"Sebab mereka telah mendapatkan lentera hijau dan sekarang mengincar pedang mestika Leng
gwat kiam mu." Hay Jin menerangkan "ibuku bahkan pernah sesumbar, dia akan mempersatukan
pedang Leng Gwat kiam dengan lentera hijau sebagai modal dalam usahanya memimpin seluruh
dunia persilatan."
"Waaah.... besar amat ambisi ibumu..." kata Kim Thi sia sambil tertawa.
Kembali Hay Jin celingukan memandang sekejap sekeliling tempat itu, lalu serunya gelisah.
"Cepat pergi, jangan sampai jejak kita diketahui mereka, ayoh cepat tinggalkan tempat ini."
Tanpa bertanya lagi kepada Kim Thi sia apakah setuju dengan pendapatnya itu, begitu selesai
berkata ia segera mencengkram ujung baju Kim Thi sia dan tergopoh-gopoh menelusuri jalan
setapak untuk pergi meninggalkan tempat tersebut.
Terpaksa Kim Thi sia mengintil terus dibelakangnya, sambil berlarian tanyanya agak tertegun,
"Kita hendak kemana?"
"Aku hendak mengajakmu pergi kegua neraka." bisik Hay Jin lirih, "Disudut lorong tersebut
terdapat sebuah lorong rahasia yang bisa berhubungan langsung dengan dunia luar, kecuali ibuku,
jarang sekali ada yang mengetahui letak lorong rahasia tersebut."
"Masa ibumu tak akan memberitahukan lorong rahasia tersebut kepada mereka semua?"
"Sssttt... jangan berisik, jangan berbicara dengan suara yang begini keras... " bisik Hay Jin lagi
dengan wajah yang amat tegang.
Dalam waktu singkat ia telah membawa Kim Thi sia menelusuri hutan dan menyusup ke sebuah
jalan setapak diantara gundukan batu cadas kembali bisiknya,
"SEkarang malam sudah larut, sekalipun mereka tahu tempat tujuan yang sedang kita tempuh,
rasanya belum tentu bisa menemukan kita secara cepat, Engkoh Thi sia,ikuti saja diriku dengan
perasaan lega."
"Baik!" sahut Kim Thi sia sambil tertawa.
Padahal untuk menyerbu ke dalam lembah Nirmala seorang diri pun Kim Thi sia tidak merasa
ngeri,apa lagi yang ditakutinya sekarang? Ia mengikuti Hay Jin saat ini tak lain hanya tak ingin
menampik maksud baiknya saja...
Dalam waktu singkat sampailah mereka dimuka sebuah gua, suasana dalam gua itu sangat
dingin dan menggidikan hati, rintihan kesakitan berkumandang tiada hentinya dari balik gua
tersebut.
Mendadak Kim Thi sia merasa seperti pernah mengenali tempat itu, segera tanyanya.
"Bila kita masuk melalui mulit gua tersebut, seharusnya kita akan sampai di gua neraka bukan?"
"Lebih baik kita tak usah mencampuri urusan itu, bila kita belok kekiri dari tempat ini maka kita
akan sampai dilorong rahasia tersebut, mari kita menuju ketempat yang aman terlebih dulu
sebelum membicarakan soal yang lain..."

Terpaksa Kim Thi sia mengangguk tanda mengiakan dan mengikut dibelakangnya berangkat
kelorong rahasia tersebut.
Setelah belok kekiri dari sisi goa neraka, mereak berjalan selama seperminum teh lamanya
sebelum akhirnya sampai dmuka sebuah jalan setapak yang amat sempit
Jalan setapak itu sudah dipenuhi lumut, titik air mengalir terus tida hentinya bila ditinjau dari
keadaannya yang sama sekali tak terawat, terbukti kalau tempat tersebut sudah lama tak pernah
dilewati manusia
Hay Jin menarik Kim Thi sia untuk duduk diatas sebauh batu dibawah pohon besar, kemudian
sambil membetulkan rambutnya yang kusut, dia berkata lembut,
"Engkoh Thi sia, sekarang kita sudah aman."
"Kau benar benar amat menguatirkan keselamatanku!" ucap Kim Thi sia sambil tertawa girang.
Dengan wajah serius dan bersungguh-snugguh Hay Jin cepat menyela,
"Kenapa sih aku tak pernah memperhatikan dirimu? Tahukah kau, engkoh Thi sia, hampir
setiap saat, setiap detik aku selalu merindukan dirimu...."
Merah padam selembar wajah Kim Thi sia sehabis mendengar ucapan mana, buru buru katanya
pula...
"Akupun demikian......"
"Sungguhkah itu?" tanya Hay Jin sambil tertawa senang.
"Tentu saja sungguh, kalau tidak begitu, akupun tak akan menyerempet bahaya untuk datang
kemari untuk mencarimu!"
Melihat kesungguhan hati anak muda itu Hay Jin segera menghela napas sedih, katanya,
"Akupun pernah berusaha untuk pergi mencarimu, sayang sekali belum lama aku meninggalkan
Lembah Nirmala, lima naga dari wilayah Biau telah berhasil membekukku kembali ditebing kuda
liar, mereka sengaja membohongiku dengan mengatakan kau berada ditebing itu, tapi dengan
cepat aku menyadari bahwa diriku tertipu, kemudian.... kemudian Ang Thian tong si manusia cabul
yang tak tahu malu itupun turut datang, dia... dia....."
Berbicara sampai disini, gadis itu merasakan emosi meluap-luap, air matapun jatuh bercucuran
dengan derasnya. ia menangis terisak.
Cepat cepat Kim Thi sia menghibur,
"Sudahlah, tak usah kau lanjutkan ceritamu itu, sebab aku sudah mengetahui semua
penderitaan dan pengalaman yang kau alami selama ini."
"Dari mana kau bisa tahu?" tnaya Hay Jin agak tertegun.
"Ketika kau sedang cekcok hebat dengan Ang Thian tong tadi, aku bersembunyi disisi kalian,
karenanya semua percakapan kalian berdua sudah kudengar semua..."
"Apa? kau telah mendengar semuanya?" Hay Jin merasakan hatinya amat pedih bagaikan diiris
dengan pisau tajam.
Pelan-pelan Kim Thi sia mengangguk,
"Yaa.. benar!!"
BAgaikan kehilangan pegangan secara tiba tiba, dengan perasaan yang kosong Hay Jin berakat
lagi.
"Kalau begitu, kaupun tahu kalau akupun telah menjadi istrinya Ang Thian tong? kau tahu kalau
aku telah mengandung bibit dari Ang Thian tong....?"

"Yaa.. benar!!" Kim Thi sia menghela napas panjang, "Sesungguhnya kesemuanya ini
merupakan sesuatu kenyataan yang tragis buatku. agaknya Thian telah mengatur yang lain buat
kita berdua..."
"Tahukah engkau Engkoh Thi sia, bahwa aku tak sudi menjadi istrinya Ang Thian tong?"
"Aku tahu!!"
"Mengertikah kau bahwa aku tak sudi mengadakan hubungan suami istri dengan Ang Thian
tong?"
"Yaa.. aku mengerti"
"Pahamkah kau bahwa akupun tak sudi melahirkan anak untuk Ang Thian tong??"
"Aku Paham.."
Sampai disini, Hay Jin tak bisa mengedalikan sedihnya, ia menangis tersedu-sedu.
Sedangkan Kim Thi sia hanya bisa menggelengkan kepala berulang kali sambil menghela napas
panjang lebar.
Untuk beberapa saat lamanya sepasang muda mudi yang bernasib jelek itu hanya bisa saling
berpandangan dibawah cahaya rembulan, air mata berlinang mengiringi kesunyian yang
mencekam.
Sampai lama kemudian, Kim Thi sia baru menghela napas panjang sambil berkata.
"Kesemua ini memang merupakan kesalahanku, kenapa aku tidak mengajak kau pergi
bersamaku ketika meninggalkan Lembah Nirmala dulu!"
"Yang sudah lewat biarlah leat, disesalipun tak ada gunanya." sahut Hay Jin sambil menangis
terisak. "Sekarang kenapa engkau datang lagi kesini?"
"Aku ingin datang kemari untuk menjengukmu, apakah tindakan ku ini tidak benar?"
Hay Jin segera menghela napas sedih.
"Aku tidak mengatakan tindakanmu keliru, lagipula saat ini aku sudah tidak pantas lagi untuk
mendampingi dirimu."
"Kenapa?" tanya Kim Thi sia dengan wajah tertegun.
"Karena... karena aku sudah ternoda, tubuhku sudah tidak suci bersih lagi."
Ia membelalakan sepasang matanya lebar-lebar dan menaguasi pemuda itu tanpa berkedip.
terutama disaat mengucapkan kata katnaya itu rasa sedih yang pedih yang amat sangat tercermin
jelas dibalik wajahnya."
"Terhitung seberapakah hal tersebut?" Aku tak pernah merisaukan masalah sepele itu!" kata
Kim Thi sia tertawa.
pikiran dan perasaan Hay Jin sangat kalut, untuk sesaat dia hanya bisa mempermainkan
rambutnya sambil termenung,
Entah berapa saat telah lewat, akhirnya ia berkata lagi dengan tiba tiba,
"dan kini statusku sudah menjadi istri resmi dari Ang Thian tong"
"Apa maksudmu mengucapkan kata-kata tersebut?" tanya Kim Thi sia.
Dengan perasaan yang bertentangan Hay Jin menjawab ragu,
"Aku kuatir kau memandang hina diriku!"
"Kenapa harus begitu?" tanya Kim Thi sia serius "Tahukah kau, selama ini aku selalu menilaimu
amat tinggi, ku anggap kau sebagai dewi suci yang tiada taranya didunia ini."
"Tapi kenyataannya sekarang , aku adalah bini seorang lelaki rendah yang terkutuk."

Kim Thi sia garuk-garuk kepalanya. sembari menggeleng, dia berkata,
"Mengapa sih kau peringatkan diriku terus menerus bahwa kau adalah istri Ang Thian tong?
Apakah kau berharap aku meninggalkan tempat ini secepatnya? Padahal gampang sekali, aku tak
pernah akan melakukan perbuatan rendah yang memalukan, aku pun tak akan membuntuti dirimu
terus menerus, nah selamat tinggal, aku akan segera pergi."
Berbicara sampai disitu, dia segera angkat kepala sambil membusungkan dada, dengan langkah
lebar dia siap meninggalkan tempat tersebut.
Hay Jin menjadi terperanjat sekali sesudah mendengar perkaatn itu, sebelum Kim Thi sia
sempat beranjak dari tempat itu. dengan cepat dia memeluk pemuda itu kencang-kencang, lalu
keluhnya dengan sedih.
"Jangan! kau tak boleh meninggalkan aku, kau tak boleh meninggalkan aku..."
Agaknya dia takut Kim Thi sia pergi meninggalkan dirinya dalam keadaan gusar, karena itu
dipeluknya pemuda tersebut erat erat.
Pada waktu itulah, tiba-tiba Ang Thian tong datang munculkan diri dari balik hutan belukar,
sambil tampilkan diri dia berseru sambil tertawa dingin.
"heeeh.. Heehh..... Heeehh... bagus sekali, ternyata beginilah kejadiannya.."
Hay Jin seklihatan sangat ketakutan setelah melihat kemunculan Ang Thian tong secara tibatiba.
Dengan wajah pucat pias, dia semakin erat memeluk Kim Thi sia.
Kepada pemuda she Ang itu, tegurnya
"Sedari kapan kau... kau datang kemari?"
Hijau membesi selembar wajah Ang Thian tong, sahutnya sambil mendengus dingin,
"Hmmn, semenjak kau menjadi biniku, baru pertama kali ini kau memperhatikan kau."
Hay Jin terbungkam seketika dan tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kembali Ang Thian tong berpaling kearah Kim Thi sia sambil menegur nyaring,
"Apakah kau senang dengan seorang istri semacam ini?"
Kim Thi sia agak tertegun, tiba-tiba dia merasa seperti dihina, hawa amarahnya segera
berkobar, teriaknya keras.
"Antara aku dengan istrimu sama sekali tidak melakukan apa-apa. kuharap kau jangan terlalu
memojokkan orang dengan kata kata yang begitu ta sedap!"
Ang Thian tong tertawa terbahak-bahak.
"Haah...Haah... aku selamanya memutuskan suatu masalah secara tenang dan damai, sesuatu
yang tak mungkin bisa kuperoleh, tak akan kurebut kembali secara paksa."
"Apa maksud perkataan mu itu?" tegur Kim Thi sia dengan kening berkerut kencang.
"Aku tak pernah berhasil merebut perasaan hati nona Hay Jin terhadap diriku, segala upaya da
usaha ku selalu sia sia belaka, oleh sebab itu dengan perasan sedih telah ku tulis surat
pengunduran diri dengan darah jari tanganku, dalam surat mana telah kujelaskan bahwa mulai
sekarang nona Hay Jin sudah bukan istriku lagi, aku pun bukan suaminya lagi."
"Hmmn, sejak dulu hingga sekarang aku belum pernah mengakui dirimu sebagai suamiku!"
bentak Hay Jin sewot.
Sebalinya Kim Thi sia berseru agak tersipu sipu.
"Ang Thian tong, kau jangan melakukan tindakan yang begitu ceroboh dan gegabah gara gara
penampilanku disini."

Tapi Ang Thian tong telah mengeluarkan sepucuk surat darah dari sakunya, lalu dengan suara
lantang dia berseru,
"Kim Thi sia, persoalan ini sama sekali tak ada sangkut pautnya dengan dirimu, karena jauh
sebelum kau munculkan diri disini, aku telah selesai mempersiapkan surat cerai ini."
"Apakah kau menulisnya setelah kembali kekamar tadi?" tanya Hay Jin tiba-tiba.
Ang Thian tong segera tertawa.
"Seharusnya kau dapat menyelami bagaimanakah perasaanku sewaktu menulis surat cerai ini
bukan?"
Dengan cepat ia serahkan surat darah itu ketangan Hay Jin, serunya keras keras.
"Ambillah! Mulai detik ini kau telah peroleh kembali kebebasanmu..."
Sesungguhnya Hay Jin ingin menyambut surat cerai tersebut dan memutuskan hubungan
mereka dengan begitu saja, tapi berhubung surat cerai itu datangnya sangat tiba tiba, sehingga
sama sekali diluar dugaan maka untuk beberapa saat dia tak berani mempercayai kenyataan
tersebut. jadinya dia telah berdiri tertegun serta tak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kim Thi sia dalam posisi saat itu menjadi serba salah, buru buru dia berkata.
"Lebih baik kalian suami istri berdua membicarakan sendiri masalah tersebut. maaf kalau aku
harus pergi lebih dulu!"
"Kau tak boleh pergi!" hampir pada saat yang bersamaan Ang Thian tong dan Hay Jin berteriak
bersama.
Kim Thi sia tertawa getir,
"Tapi, aku benar benar tidak berkepentingan untuk tetap tinggal disini."
"Bila persoalan ini bisa ada penyelesaiannya." kata Ang Thian tong cepat cpeat "dan nona Hay
Jin bersedia menerima surat cerai tersebut, maka dia akan segera tinggalkan tempat ini
bersamamu, kuharap kau bisa merawat serta menjaganya secara baik baik."
"Tapi, mana boleh aku membawahnya pergi dengan begitu saja?" seru Kim Thi sia gelagapan.
Dengan mata terbelalak lebar lebar Hay Jin berseru pula.
"Engkoh Thi sia, apakah kau bersedia mengajakku pergi dari tempat ini?"
Setelah menelan air ludah, Kim Thi sia menyahut,
"Kau harus mengerti, bagaimanapun juga kau tetap adalah istri Ang Thian tong, kalian telah
dikawinkan secara resmi sudah menyembah langit dan bumi, tapi yang terpenting adalah kalian
sudah punya anak."
"Tapi aku lebih suka pergi mengikutimu!" seru Hay Jin sambil menangis tersedu-sedu.
"kemanapun kau pergi, biar harus menderita ditimpa terika matahari dan hujan, aku rela
menyertai dirimu, aku tak pernah akan mengeluh mendampingimu."
Melihat ketulusan hati dan kesungguhan hati gadis tersebut, Kim Thi sia benar-benar terharu,
untuk sesaat ia menjadi terbungkam dan tak tahu apa yang mesti diucapkan untuk membujuk
gadis tersebut.
Berapa saat lamanya dia hanya berdiri termangu mangu ditempat.
tiba tiba Ang Thian tong tertawa dingin, bentaknya
"Kim Thi sia, apakah kau sudah mendengar? Istriku sedang berbicara denganmu!"
Sementara itu keadaan Hay Jin sudah menyerupai orang kalap, terdengar dia berteriak keras
keras.

"Ang Thian tong, cepat serahkan surat cerai kepadaku, aku akan tinggalkan tempat ini
secepatnya."
Ang Thian tong tertawa dingin, sambil menyimpan kembali surat cerai tersebut kedalam
sakunya dia menjengek,
"Boleh saja kuserahkan surat itu kepadamu, tapi...?"
"Kau hendak mempersulit diriku lagi?" tukas Hay Jin kesal.
"Tidak.. aku ingin berbicara dulu dengan Kim Thi sia." kata Ang Thian tong dengan suara
dalam.
Kim Thi sia melirik sekejap ke arah Hay Jin, lalu tanyanya kepada pemuda itu.
"Apa yang hendak kau bicarakan denganku?"
Ang Thian tong tertawa dingin, sambil memperlihatkan kembali surat cerai tersebut, bagikan
malaikat bengis yang berwajah buas, dia berseru penuh kebencian.
"Kim Thi sia, karena kau telah mengadakan hubungan gelap dengan istriku,maka secara resmi
aku akan menyerahkan biniku ini kepadamu.."
Hay Jin menjadi amat gusar sesudah mendengar perkataan ini, sambari menahan isak
tangisnya dia membentak.
"Ang Thian tong, mengapa kau mengucapkan kata-kata seperti ini?"
"KEnapa aku tak boleh berbicara?" teriak Ang Thian tong pula. "Apakah setelah kehilangan istri,
aku tak boleh berbicara barang sepatah katapun juga??"
"Tentu saja kau boleh berbicara !" sela Kim Thi sia sambil tertawa getir.
"Tapi kata katamu harus sedikit tahu diri, jangan menggunakan kata yang begitu menyakitkan
hati," sambung Hay Jin mendongkol.
Paras muka Ang Thian tong berubah menjadi amat serius, dengan melototkan sepasang
matanya bulat bulat dia mengawasi kedua orang itu secara bergantian tanpa berkedip.
Sampai lama... lama sekali... dia masih mengawasi terus tanpa berkedip, lama kelamaan Kim
Thi sia dan Hay Jin menjadi rikuh sendiri dan amat tak tentram.
Agaknya pemuda itu merasa gembira melihat ketidak tenangan kedua orang muda itu,
mendadak serunya lagi sambil tertawa bergelak..
"Haaah... haaahhh... haahhh... baik, kalian menuduhku tak tahu diri, mengatakan kata-kataku
menyakitkan hati, maka aku pun ingin bertanya pula kepada kalian, apa yang dimaksud tak tahu
diri dan apa pula kata yang menyakitkan hati? Hmm, kalian berdua mengadakan hubungan gelap
ditengah malam buat begini, apakah kejadian semacam ini tidak lebih tak tahu diri, apakah
perbuatan kalian tidak lebih menyakitkan hati?"
Bagaimanapun jua Kim Thi sia adalah seorang lelaki yang berperasaan dan mengutamakan tata
kesopanan, sekalipun dia berpendapat bahwa perkawinan Hay Jin dengan Ang Thian tong buka
muncul atas kehendak sendiri, tapi dikawinkan dalam keadaan terpaksa, meskipun dia pun
menaruh rasa iba dan simpatik terhadap pendriaan serta musibah yang menimpa gadis tersebut.
Namun bagimanapun juga Hay Jin telah dinikahkan secara resmi dengan Ang Thian tong,ini
berarti Hay Jin sudah menjadi istri pemuda tersebut secara sah.
Ini berarti pula perkataannya ditengah malam buat begini dengan istri orang lain memang bisa
dituduh sebagai melakukan hubungan dengan bini orang lain.
Tak heran kalau pemuda kita jadi kelabakan setengah mati, wajahnya merah padam seperti
kepiting rebus, untuk beberapa waktu dia cuma berdiri tertegun ditempat semula.

Hay Jin sendiri pun terbungkam dalam seribu basa, sementara air matanya jatuh berlinang
dengan derasnya, sungguh tak terlukiskan rasa pedih yang dideritanya sekarang.
SEkalipun Ang Thian tong mempunyai kesalahan yang bertumpuk tumpuk, tapi resminya dia
adalah suaminya.
Sekalipun Hay Jin mempunyai berbagai alasan untuk tidak mengakui Ang Thian tong sebagai
suaminya, meski dia membenci pemuda tersebut atas perlakuan yang pernah dilakukan
terhadapnya, tapi bagaimanapun jua ia memang tak bisa menyangkal bahwa dia adalah bini sah
Ang Thian tong.
Dalam posisi serta kondisi seperti ini, apa yang bisa dikatakan lagi oleh Kim Thi sia. apa yang
bisa diperbuat olehnya, dan apa pula yang bisa dikemukakan olehnya?
Cinta segitiga memang suatu kasus yang peluk dan memusingkan kepala, untuk beberapa saat
ketiga orang itu masih berdiri termenung tanpa berkata kata.
Setelah hening beberapa saat lamanya....
Tiba tiba Hay Jin menyeka air matanya dan berkata dengan suara nyaring...
"Apa yang terjadi sampai hari ini merupakan kejelekan dari nasibku sendiri.. tampaknya
kehidupanku didunia ini sesungguhnya percuma..."
Dalam anggapan Ang Thian tong dan Kim Thi sia, Hay Jin berakata begitu tentu mempunyai
alasan yang luar biasa, maka merekapun memperhatikan lebih jauh dengan lebih seksama.
Akan tetapi Hay Jin yang ditatap sedemikian rupa oleh kedua orang itu, tiba tiba saja dia
merasa apa yang seungguhnya merasa perlu dikatakan, kini menjadi sama sekali tak berarti lagi.
Maka setelah tertegun beberapa saat, diapun berkata sambil menangis terisak.
"Ooohh... Thian, dalam kehidupanku yang lalu, kejahatan apakah yang pernah kulakukan?
kenapa kehidupanku didunia saat ini menjadi begini tak berarti?... aku... aku tak ingin hidup lagi,
aku tak ingin hidup lagi..."
Dengan luapan emosi, dia segera berlarian meninggalkan tempat tersebut bagaikan orang
kalap.
Sesungguhnya Hay Jin pun tidak mampunyai suatu tujuan tertentu, dia hanya menganggap
kehidupannya didunia ini sudah tidak berarti lagi, amak dia berharap bisa meninggalkan tempat
tersebut, makin jauh makin baik, dia tak ingin berdiri dihadapan Ang Thian tong, bahkan dia pun
tak ingin menyaksikan Kim Thi sia yang berdiri tersipu sipu dan serba salah itu.
KArenanya dia berlarian seperti orang gila berlari kencang meninggalkan tempat itu secepat
cepatnya.
Baik Kim Thi sia maupun Ang Thian tong sama sekali tidak menduga sampai kesitu, mereka
berdua sama sama tertegun dibuatnya.
Sambil menangis Hay Jin berlari kencang meninggalkan tempat itu, dalam waktu singkat gadis
itu berada dikejauhan sana.
Tiba-tiba Kim Thi sia menegur sambil menghela napas,
"Ang Thian tong, apakah kau tidak berniat mengejar istrimu?"
Sebenarnya Ang Thian tong masih berdiri tertegun disitu, dia sekaan lupa akan segala-galanya.
Tapi setelah mendengar seruan tersebut, bagaikan baru sadar dari lamunannya, ia menepuk
kepala sendiri lalu berseru
"Mengejar? Ya.. betul, aku harus mengejar kembali istriku."
Dengan kecepatan bagaikan kilat ia segera berlarian kencang menyusul kearah mana Hay Jin
melenyapkan diri tadi.

Tak selang berapa lama kemudian bayangan kedua orang itu sudah tertelan dibalik kegelapan.
Kini tinggal Kim Thi sia seorang diri termangu mangu disitu, dia merasa seperti kehilangan
sesuatu, sementara isak tangis Hay Jin sekaan akan masih berdengung disisi telinganya.
Ia menghela napas panjang, rasa sedih dan kosong tiba tiba saja menyelimuti seluruh
perasaanya.
Lama kemudian ia bergugam
"Semenjak aku terjun dan berkelana didalam dunia persilatan banyak anak gadis yang kukenal,
tapi rasanya aku tak pernah bisa melupakan kasih sayang Hay Jin kepadaku...Kim Thi sia wahai
Kim Thi sia sesungguhnya kau pun manusia yang terdiri dari daging dan darah, kau punya
liangsim, punya sukma, punya pikiran....."
Pada saat itulah....
Mendadak Kim Thi sia mendengar suara geeresek ramai bergema dari balik hutan, ketika ia
berpaling, terlihatlah sepasang lelaki tua muda sedang berkejaran kearahnya.
Ternyata kedua orang iut adalah Sastrawan menyendiri Khu cu kian serta si pukulan sakti tanpa
bayangan Ang Bu Im dari bukit Tiang peksam. Ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang
itu benar benar sempurna, daam waktu singkat mereka telah berada dihadapannya.
Waktu itu Khu Cu kian si Sastrawan menyendiri sedang melarikan diri terbirit- birit . keadaannya
tak berbeda seperti anjing yang kena gebuk, sungguh menggenaskan sekali.
Sebalikanya si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu im mengjear dengan kencang bagaikan
malaikat bengis. Telapak tangannya diayunkan berulang kali, sekana akan dia berniat menghabisi
nyawa musuhnya dalam sakali ayunan tangan saja.
Padahal Kim Thi sia sendiripun sedang berdiri ditengah jalan, karena peristiwa itu berlangsung
sangat mendadak sekali, pada hakekatnya dia tidak mungkin sempat lagi baginya untuk
menghindarkan diri.
Betapa terperanjatnya Sastrawan menyendiri ketika dalam usahanya melarikan diri, tiba-tiba dia
melihat ada seseorang berdiri menghadang ditengah jalan.
Ia semakin tertegun lagi setelah mengetahui dengan jelas bahwa orang yang berdiri ditengah
jalan itu tak lain adalah Kim Thi sia.
Sesungguhnya Kim Thi sia sama sekali tidak menaruh perasaan benci atau dendam terhadap
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian, tapi sebaliknya si Sastrawan menyendiri justru menganggap
pemuda tersebut sebagai musuh besar pembunuh ayahnya.
Tak heran kalau kemunculannya yang sangat tiba-tiba itu sempat membuatnya bermandikan
peluh dingin.
Sambil menghentikan gerak larinya, Sastrawan menyendiri berpekik tertahan,
"Tak disangka, aku bersua denganmu disini, habis sudah riwayat ku kali ini."
Belum habis perkataan itu diutarakan, si pukulan sakti tanpa bayangan Ang Bu Im yang
mengejar dari belakang telah menyusulnya dengan kecepatan luar biasa.
Sambil menerjang kedepan musuhnya, kedengaran si pukulan sakti tanpa bayangan
membentak keras.
"Hey, Sastrawan menyendiri, jikalau kau tak berhasil mampus ditanganku, aku bersumpah tak
akan menjadi manusia mulai hari ini."
Dengan mengayunkan telapak tangannya dia mengembangkan serangan dahsyat mengancam
jalan darah Yu bun hiat ditubuh lawan dengan jurus "Kemunculan iblis mengagetkan hati", sebuah
pukulan yang dahsyat dari ilmu pukulan tanpa bayangan.

SEbagaimana diketahui, jalan darah Yu bun hiat merupakan jalan darah mematikan ditubuh
manusia, apabila tempat itu sempat terserang, niscaya jiwanya akan melayang.
Sastrawan menyendiri jadi amat terperanjat ketika secara tiba-tiba merasa datangnya
sambaran angin tajam dari belakang, ia makin terkesiap lagi setelah sadar bahwa tiada
kesempatan lagi baginya untuk menghindarkan diri.
Paras mukanya segera mengejang keras, rasa ngeri dan seram menjelang ajal menghiasi
seluruh wajahnya.
Kim Thi sia tak tega membiarkan Sastrawan menyendiri kehilangan nyawa ditangan musuhnya,
disaat yang kritis itulah dia rentangkan tangannya lalu melontarkan sebuah pukulan ke arah
lawan.
Siapa tahu dengan tangkisannya itu, ternyata situasi dalam arena segera mengalami perubahan
yang amat besar.
Sejak permulaan Kim Thi sia sudah tahu kalau si Pukulan sakti tanpa bayangan bukan manusia
sembarangan, karena itu dia selalu berpendapat bahwa serangan musuh tak akan berhasil
dibendung apabila ia tak menggunakan tenaga yang besar.
Oleh sebab itulah dalam tangkisannya kali ini, dia telah sertakan tenaga dalamnya sebesar
sepuluh bagian, sedangkan jurus serangan yang digunakan pun merupakan jurus serangan paling
tangguh dari ilmu Tay goan sinkang, yakni, jurus "kejujuran membelah batu emas."
"Bllaaammmm...!"
Ditengah benturan keras yang memekikan telinga, terlihat pasir dan debu beterbangan
memenuhi angkasa.
Kim Thi sia mengerti, bagaimana pun juga hebatnya serangan yang dilepaskan tak mungkin Si
pukulan Sakti tanpa bayangan akan terluka diujung telapak tangannya, maka sewaktu melihat
Ang Bu im roboh terjengkang keatas tanah, dengan rasa heran ia menegur,
"Ang Bu Im, usiamu sudah cukup tua, buat apa sih masih bergurau denganku. permainan
busuk apa yang sedang kau persiapkan?"
Tapi kali ini, si pukulan sakti tanpa bayangan ternyata tidak bergurau, ia benar benar yang
terkena serangan Kim Thi sia hingga roboh terjengkang dan muntah darah segar.
Dengan perasaan apa boleh buat Kim Thi sia mengangkat bahunya, tapi setelah melihat
keadaan dari Sastrawan menyendiri, segera serunya tertahan,
"Hey Khu Cu kian, bagaimana keadaanmu?"
Khu Cu kian bersandar dibawah sebuah pohon besar, sekujur badannya basah kuyup oleh
keringat, mulutnya berbuih dan napasnya pun tersengal sengal bagaikan napas kerbau.
Dengan kening berkerut, kembali Kim Thi sia menegur,
"Berapa jauh sih perjalanan yang kau tempuh? Nampaknya kau begitu kecapaian?"
Melihat Kim Thi sia tidak berniat melukainya, diam diam Sastrawan menyendiri merasa leag, ia
menghembuskan napas panjang.
SEmentara itu Kim Thi sia telah menghampiri Si pukulan sakti tanpa bayangan dan memeriksa
keadaannya, lalu dengan kaget bercampur keheranan gugamnya,
"Waaah, sama sekali tak ku sangka kalau serangan yang ku lancarkan menyebabkan luka yang
begitu parah bagi Ang Bu Im, kalau dilihat dari darah yang bercucuran terus agaknya tidak jauh
lagi ajal orang ini..."
Pelan pelan Khu Cu kian bangkit berdiri, dengan napas masih tersengal sengal dia mencoba
bergerak maju kemuka lalu siap melepaskan sebuah pukulan keatas tubuh Ang Bu Im.

Walaupun serangan yang dipergunakan sangat aneh, lagipula dengan kecepatan luar biasa,
namun kekuatan yang disertakan jelas tidak seberapa...
Dengan perasaan heran Kim Thi sia segera menegur,
"Eeeh, Khu cu kian, apakah kau bermaksud membersihkan debu diatas tubuh Ang Bu Im?"
Sastrawan menyendiri sama sekali tidak menggubris sindiran tersebut, wajahnya kelihatan amat
serius, Hawa amarah menyelimuti seluruh mukanya, dengan mengerahkan segenap sisa kekuatan
yang dimiliki dia memukul si pukulan sakti tanpa bayangan dengan gencar.
Dalam pandangan Kim Thi sia, pukulan-pukulan seperti itu tak lebih hanya menimbulkan rasa
geli saja, tapi bagi si pukulan sakti tanpa bayangan yang sudah terluka parah, ia segera merintih
kesakitan, wajahnya kelihatan amat tersiksa.
Sastrawan menyendiri seperti sadar kalau kesempatan sebaik ini jarang ditemukan, ia sama
sekali tidak melepaskan peluang itu dengan begitu saja, pukulan dan tendangan yang bertubi-tubi
dilancarkan dengan gencar,
Lebih kurang sepertanak nasi kemudian, ia baru menghentikan perbuatannya itu. dengan napas
tersengal sengal dia mencari sebuah batu besar lalu duduk bersila disitu untuk mengatur
pernapasan.
Kim Thi sia sangat keheranan melihat tingkah laku kedua orang itu, dengan rasa tercengang
segera tegurnya kepada Ang Bu Im.
"Sebetulnya permainan sandiwara apakah yang sedang kalian perankan??"
Waktu itu, pukulan sakti tanpa bayangan masih berbaring diatas tanah dengan tubuh
berlepotan darah, serangkaian pukulan dari Khu Cu kian membuat wajahnya sembab dan
membengkok, mukanya jadi amat tak sedap dipandang.
Tapi ia merasa agak lega juga setelah melihat Kim Thi sia hanya berdiri saja disitu.
Terdengar Kim Thi sia menegur lagi dengan tertawa,
"Hey, apa maksudmu berbaring saja diatas tanah membiarkan orang lain menggebukimu? Apa
gunaya berlagak mati?"
Pukulan Sakti tanpa bayangan muntahkan darah segar, dengan napas terengah-engah katanya
"Aku...Aku... aku sudah hampir mati..."
"Aaah, jangan bicara sembarangan, buat apa kau membohongi aku?" tegur Kim Thi sia tak
senang hati.
"Aku...aku tidak berbohong" kembali si pukulan sakti tanpa bayangan berkata dengan napas
terengah engah, "isi perutku sekarang telah hancur karena termakan seranganmu tadi..."
Mendengar ucapan mana, Kim Thi sia segera tertawa terbahak-bahak.
"Haaahhhh... Haaahhh.. setan tua, mana mungkin seranganku bisa membunuhmu? Kau tak
usah kelewat mengunggulkan diriku.."
Dengan mata mendelik, si pukulan sakti tanpa bayangan menelan kembali darah kental yang
hampir muntah keluar, lalu katanya,
"Kalau dulu, jangan harap bisa melukai tubuhku... tapi hari ini... keadaannya sama sekali
berbeda..."
Kim Thi sia semakin tertegun, terutama setelah menyaksikan darah yang meleleh keluar dari
mulut orang itu berwarna hitam, segera katanya
"Kenapa bisa begitu?"
Setelah terbatuk batuk, si pukulan sakti tanpa bayangan berkata

"Aku telah bertarung ribuan jurus melawan Sastrawan menyendiri... dan akhirnya kami saling
beradu tenaga dalam... ketika terpisah tadi, kekuatan kami saling sama sama sudah habis...jangan
kau lihat kami masih bisa berlarian dengan begitu cepat... padahal keadaan kami tak berbeda
dengan cahaya lilin yang hampir padam... kami tak mampu menahan gempuran seperti apa saja...
dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin aku bisa menahan pukulan ilmu.. ilmu pukulan
Panca Buddhamu,, apalagi disertai dengan ilmu Tay goan sinkang yang maha dahsyat..."
"Oooh... rupanya begitu, aku sama sekali tidak menduga sampai kesitu!"
Kembali si pukulan sakti tanpa bayangan tertawa getir.
"Akupun lebih-lebih tak mengira kalau pada akhirnya aku bakal tewas diujung telapak
tanganmu."
"Kau jangan mengira kau memang sengaja berbuat demikian untuk memanfaatkan kesempatan
yang ada, coba aku tahu begini, tak nanti akan kupergunakan cara seperti ini untuk
menyerangmu!"
"Aku... aku tak akan menyalahkan dirimu..." kembali si pukulan sakti tanpa bayangan batukbatuk.
"sebab diantara kita memang sudah ada perjanjian untuk melangsungkan pertarungan mati
hidup."
"Yaa, betul dan aku yakin dapat mengungguli dirimu, tapi hal ini baru bisa diselenggarakan apa
bila kekuatan tubuhmu telah pulih kembali seperti sedia kala."
Pukulan sakti tanpa bayangan menghela napas panjang.
"Aaai.. akupun merasa agak menyesal karena tak bisa melangsungkan pertarungan itu...
sebelum pertarungan bisa dilangsungkan, rasanya matipun aku tak akan mati dengan mata
meram."
Menyaksikan si pukulan sakti tanpa bayangan sudah mendekati ajalnya, tiba tiba saja kesan
jelek Kim Thi sia terhadapnya berkurang banyak sekali, serta merta hiburnya lagi.
"Sudahlah, kau jangan terlalu memikirkan soal mati, cobalah bertahan sebisa mungkin, mari
kutotok jalan darahmu, siapa tahu masih ada cara lain mengatasinya."
Sebelum Kim Thi sia melakukan sesuatu tindakan, si pukulan sakti tanpa bayangan telah
menggoyangkan tangannya berulang kali sambil menampik,
"Tidak usah, biarlah maksud baikmu kuterima dalam hati saja..."
Melihat semangat kakek itu mendadak nampak lebih segar, buru buru Kim Thi sia berseru,
"Tak usah mengatakan begitu, coba lihat semangat mu tiba tiba menjadi segar kembali,
agaknya masih ada harapan bagimu untuk melanjutkan hidup!"
"Percuma, tak ada harapan lagi....tak ada harapan lagi..." kata si pukulan sakti tanpa bayangan
sambil tertawa lemah
"sekarang aku hanya nampak segar menjelang saat ajalku tiba... mumpung ada kesempatan
aku ingin berbicara secara baik baik denganmu, bersediakah kau membantuku akan satu hal..."
"Hey, mengapa secara tiba tiba kau mengharapkan bantuanku? Bukankah kita saling
bermusuhan?" ucap Kim Thi sia sambil tertawa.
"Dari berumusuhan kita dapat menjadi kawan, apalagi saat ajalku sudah hampir tiba sekarang.
kuharap diantara kita tak perlu memperbincangkan masalah lampau yang sudah lewat lagi,
akupun berharap aku jangan memikirkan dihati semua kejahatan yang pernah ku perbuat
terhadapmu, bahkan aku sendiripun tak akan mempersoalkan lagi seranganmu tadi yang
membuatku tak ada harapan untuk hidup lagi, sejak kini kita adalah sahabat, biarpun
persahabatan ini mungkin hanya berlangsung dalam waktu singkat, tentunya kau bersedia
bukan?"

Perkatan ini diutarakan dengan wajah tulus dan bersungguh sungguh, sehingga siapapun yang
mendengarkan tak urung tergetar juga perasaan hatinya...
"Baiklah..." kata Kim Thi sia kemudian, "Sekarang kuakui dirimu sebagai sahabatku, bila
menjumpai suatu persoalan katakan saja kepada dirimu, aku tentu akan berusaha untuk
menyelesaikannya bagiu!"
Si Pukulan Sakti tanpa bayangan tertawa puas,
"sesungguhnya masalah yang ingin kutitipkan kepadamu sederhana sekali, yaitu bila suatu saat
kau bertemu dengan putra kesayanganku Ang Thian tong, tolong sampaikan beberapa patah kata
pesanku ini kepadanya,"
"Pesan apa?" tanya Kim Thi sia serius.
Mendadak Si Pukulan sakti tanpa bayangan muntah darah tiada hentinya, sambil muntah darah
serunya berulang kali,
"Aduh celaka... aduh celaka.. isi perutku sudah terjadi pendarahan hebat, aku hampir mati..."
"kalau begitu, cepat kau sampaikan pesan tersebut kepadaku.." desak Kim Thi sia dengan
perasaan tegang.
Darah kental telah menodai seluruh wajah dan badan si Pukulan sakti tanpa bayangan, tapi
sekulum senyuman lega tersungging di ujung bibirnya, ia berkata dengan napas tersengal,
"Tolong... tolong beritahu kepadanya.. tidak.. tidak gampang kucarikan bini baginya.. aku....
aku... telah banyak mengeluarkan tenaga untuk itu... maka... kau... kau harus beritahukan
kepadanya.. agar dia menjadi orang baik baik...."
"Masih ada pesan yang lain?" desak Kim Thi sia lebih jauh.
"Selain itu, keluarga... Keluarga Ang hanya ada seorang putra saja... katakan.. katakan
kepadanya aku... aku... sangat menyayanginya..."
Belum selesai kata kata tersebut diutarakannya, pukulan sakti tanpa bayangan telah
menghembuskan napas yang penghabisan.
Tiba tiba saja Kim Thi sia merasa hatinya amat pedih, sambil memegangi jenazah Ang bu lim,
bisiknya pelan,
"Kau tak usah kuatir Ang lo-cianpwee, aku tentu akan menyampaikan pesanmu itu kepada Ang
Thian tong"
Dalam pada itu.....
Sastrawan menyendiri telah menyelesaikan semedinya, ia berdiri dibelakang Kim Thi sia sambil
tertawa dingin tiada hentinya, kemudian dengan suara melengking berseru,
"Kim Thi sia, sesungguhnya aku membencimu hingga merasuk ke tulang sumsum, sedang saat
ini kau sedang dipengaruhi oleh emosi sehingga ketajaman pendengaran maupun perasaan mu
amat terganggu, andaikata kulancarkan sebuah pukulan yang menggempur punggungmu tadi,
maka saat ini jiwamu pasti dalam perjalanan menuju ke akhirat."
"Lalu mengapa kau melepaskan kesempatan tersebut?" tanya Kim Thi sia sambil membalikkan
badan dan bangkit berdiri..
Sastrawan menyendiri mendengus dingin,
"Aku sendiri pun sedang bertanya kepada diri sendiri, mengapa kesempatan sebaik ini
kulepaskan dengan begitu saja, mengapa aku tidak manfaatkan peluang itu untuk
membunuhmu?"

Jilid 57 - Tamat
Kim Thi sia tertawa getir, katanya cepat.
"Padahal diantara kita berdua tiada jalinan permusuhan, kenapa sih kau harus berpikiran
begitu?"
"Dengan mata kepala sendiri kusaksikan bagaimana kau membunuh ayahku.." bentak
Sastrawan menyendiri dengan suara lantang.
Sambil menelan air liur Kim Thi sia menyahut.
"Kuakui bahwa peristiwa tersebut memang suatu kenyataan, tapi kau toh tidak berniat sunguh
sungguh untuk membunuhnya!"
Sastrawan menyendiri segera tertawa sinis.
"Kalau begtu, tentunya kau bisa menjelaskan pula bahwa seranganmu yang mematikan si
Pukulan Sakti Tanpa Bayangan tadi juga bukan pembunuhan yang disengaja."
"Meski begitu, kenyataannya si Pukulan Sakti Tanpa Bayangan justru berpikiran lebih terbuka
daripadamu, Walaupun dia telah mengorbankan jiwanya, namun tidak memandangku sebagai
musuh besarnya."
"Hmn, itukan berkat kelicikanmu.." Jengek Sastrawan menyendiri sambil tertawa dingin.
"Bagaimana bisa dikatakan berkat kelicikanku?" keluh Kim Thi sia "Belum pernah aku
berbohong dengan siapapun."
"Huuuh, kau anggap aku tidak bisa melihatnya? Hmmn Ang Bu-im si tua bangka celaka itu
sudah dibunuh olehmu malah menyatakan terima kasihnya hal ini bisa terjadi karena berhasil kau
kelabui."
"Tapi aku kan tidak membohonginya." teriak Kim Thi sia lagi.
"Misalkan saja diriku, mula pertama kau telah membunuh ayahku terlebih dulu, kemudian
mencari kesempatan untuk menyelamatkan diriku, hal ini membuat aku berada dalam posisi
antara budi dan dendam, perasaan batinku jadi saling bertentangan hingga pada akhirnya aku
malah merasa berterima kasih kepadamu."
"Tapi kenyataannya toh kau tidak berterima kasih keadaku!"
"Hmmnn, aku tidak akan setolol apa yang kau bayangkan sekarang, terus terang saja
kukatakan, aku benci dirimu, selama hidup membencimu. asal aku berhasil mendapatkan suatu
alasan yang kuat maka kesempatan bagiku untuk membalas dendam segera akan tiba, aku tetap
akan membunuhmu... aku tetap akan membunuhmu!"
Boleh dibilang dia berkata sambil mengertak gigi menahan rasa benci dan dendam yang
meluap-luap, apa lagi sewaktu mengucapkan kata kata hendak membunuh, suaranya keras dan
nyaring hingga mengetarkan seluruh lembah tersebut.
Dalam waktu singkat, seluruh lembah telah dipenuhhi oleh gema suaranya yang memantul...
"Aku hendak membunuhmu! aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
"Aku hendak membunuhmu..."
Pada saat itulah....
Tiba tiba terdengar seseorang berkata dengan suara yang lembut dan genit, suara yang amat
menawan hati.

"Wahai Sastrawan menyendiri, apakah kau masih kurang untuk membunuh manusia?"
Munculnya suara teguran yang amat mendadak ini sama sekali diluar dugaan Sastrawan
menyendiri maupun Kim Thi sia, untuk sesaat kedua orang itu jadi tertegun.
Tanpa terasa mereka berdua sama-sama berpaling kearah mana berasalnya suara terguran
itu...
Dibawa sinar rembulan yang cerah, tampaklah Dewi Nirmala dengan bajunya yang tipis lagi
indah telah berdiri santai disitu dengan senyuman dikulum.
Kemunculan Dewi Nirmala saat ini benar-benar diluar dugaan, dibalik kegelapan malam ia
tmapak begitu cantik, begitu anggun, begitu menawan hati, tak ubahnya bagaikan bidadari yang
baru turun dari khayangan.
Dibelakang wanita cantik rupawan ini berdiri berjajaran lima orang utusan Nirmala.
Mereka berdiri dengan sikap menghormat, sepasang tangan lurus kebawah dan tubuh setengah
membungkuk, sikap demikian membuat kedudukan Dewi Nirmala kelihatan lebih anggun dan
berwibawa.
Keadaan tersebut tak ubahnya seperti seorang Ratu yang sedang melakukan pemeriksaan
diiringi para pengawalnya.
Untuk beberapa saat lamanya Sastrawan menyendiri berdiri tertegun, tapi kemudian serunya
dengan berang.
"Hmm, mengapa aku tidak boleh membunuh? Kau tahu, tujuan kedatanganku ke Lembah
Nirmala saat ini adalah untuk membunuh orang, membunuh orang semacam kalian itu."
Dewi Nirmala tertawa geli.
"Benarkah begitu? Ehmm, akupun tahu, Kau memang sudah membunuh banyak orang, semula
utusan Nirmala ku terdiri dari dua puluh orang, tapi sekarang tinggal lima orang yang masih hidup,
tentunya mereka telah tewas ditanganmu semua bukan?"
"Soal ini..." Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tampak agak tertegun, tapi kemudian sahutnya,
"Baik anggap saja memang aku yang telah membunuh mereka semua, mau apa kau?"
Kembali Dewi Nirmala tertawa cekikikan,
"Aku hanya ingin bertanya akan satu hal, bagaimanakah perasaan hatimu setelah membunuh
begitu banyak orang? Apakah kau merasa puas sekali?"
"Buat apa kau menanyakan persoalan ini?" seru Sastrawan menyendiri dengan rasa heran dan
tak habis mengerti.
Dewi Nirmala sengaja memperingati nada suaranya pelan-pelan dan dia berseru lantang.
"Sesungguhnya pertanyaanku ini memang sedikit berlebihan, tapi aku beranggapan bahwa
kematian dari para utusan Nirmala itu kelewat kejam, kelewat brutal, tentu saja setelah kau
membunuh mereka maka kau bisa cuci tangan dan angkat kaki dari sini tanpa ambil perduli
masalah yang lain, tapi bila kau memperhatikan mayat mereka dengan lebih seksama, dan
mengamati keadaan mereka sewaktu tewas, mungkin jalan pemikiran itu akan berubah sama
sekali."
Tanpa terasa Kim Thi sia berkerut kening setelah mendengar uraian itu, diam-diam ia pun
merasa keheranan sehingga akhirnya menukas cepat.
"Dewi Nirmala kau benar benar aneh sekali, orang bilang kau kejam, buas, brutal dan
membunuh orang tanpa berperi kemanusiaan. kenapa sih sikapmu hari ini barubah sama sekali?
Mengapa secara tiba tiba kau menjadi begitu welas hati dan penuh belas kasihan?"
Dewi Nirmala tertawa hambar, dia melirik sekejap kearah pemuda kita lalu menjawab,

"Terus terang saja, aku merasa agak tak tega setelah menyaksikan kematian yang begitu
menggenakan dari utusan utusan Nirmalaku.. mereka dibunuh kelewat kejam dan berutal..."
"Tentu saja mereka harus dibunuh scara kejam, Bila perlu mencincang tubuh mereka hingga
hancur berkeping-keping, karena kawanan utusan Nirmala itu merupakan orang orang
kepercayaanmu, begundalmu, kaki tanganmu untuk melakukan pelbagai kejahatan dan kenistaan,
jika berkurang seorang saja berarti akan mengurangi pula kekuatanmu untuk menteror dunia
persilatan..."
Kata kata dari Sastrawan menyendiri Khu Cu kian ini diutarakan dengan suara keras diiringi
tertawa dinginnya yang amat tak sedap didengar.
"Oooh.. bukan begitu, aku tidak maksudkan demikian..." buru buru Dewi Nirmala menjelaskan.
"Lantas dikarenakan apa?" tanya Kim Thi sia dengan perasaan agak ragu.
Bagaimanapun juga, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian jauh lebih berpengalaman dari pada
Kim Thi sia dia pun seorang yang cermat dan seksama, dari sikap Dewi Nirmala yang semenjak
kehadirannya hingga sekarang tidak melakukan sesuatu tindakan, melainkan mengajak lawannya
berbicara, ia segera menjadi curiga, bisa jadi musuhnya mempunyai suatu rencana tertentu.
Berpikir demikian dia pun segera berkata
"Hey, Dewi Nirmala, bila kau mempunyai rencana busuk atau akal licik, lebih baik gunakan
semua, bila ingin berkentut, cepat pula berkentut, lalu bicara jangan berputar putar begitu, hmmn,
bikin jemu orang yang mendengar saja!"
Kembali Dewi Nirmala tertawa manis.
"Dengan cepat semua perkataan yang ingin kusampaikan akan selesai kuutarakan keluar,
sesungguhnya aku hanya inin memberitahukan satu hal saja kepadamu, yakni tentang Nirmala
nomor sembilan..."
Bagaikan terkena aliran listrik bertegangan tinggi tiba tiba saja sejujur badannya Sastrawan
menyendiri merasa begetar keras tanpa sadar ia bertanya,
"Bagaimana Nirmala nomor sembilanmu? Apa maksud perkataanmu itu?"
Dewi Nirmala pura pura berlagak sedih dan amat murung sekali, pelan pelan ia berbisik,
"Ai... bila ingin aku berbicara sejujurnya, ia betul betul mati dalam keadaan menggenaskan..."
"Kurang ajar..!!" teriak Kim Thi sia penuh amarah, "apa maksudmu mengucapkan kata kata
yang bersifat mengadu domba kepada kami? Hmn, rupanya kau ingin melihat aku saling gontok
gontotok sendiri."
Dewi Nirmala sama sekali tidak menggubris perkataan dari Kim Thi sia, kembali dia berkata
dengan sedih,
"Dikala kami menemukan Nirmala nomor sembilan, entah atas perbuatan siapa ternyata
mayatnya sudah dikubur, dengan susah payah kami menggalinya keluar... Aii.. kasihan.. benar
benar amat kasihan...............Nirmala nomor sembilan.....!!!!!! Dia... dia...."
Dengan perasaan amat terperanjat, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian berteriak keras,
"Apa yang telah kau perbuat terhadapnya?"
Dewi Nirmala tertawa misterius.
"Kau anggap apa yang telah kami lakukan terhadapnya? Waktu itu kau telah menyerbu masuk
kedalam lembah serta melakukan pengacauan secara ganas, buas dan brutal, seperti misalnya
Nirmala nomor sembilan belas, Nirmala enam belas... entah dengan cara apa kau melukai mereka,
kenyataannya jago jago andalanku itu sudah dibuat cacad oleh serangan yang brutal."
"Ooohh.... jadi kau bermaksud untuk melakukan balas dendam...?" jengek Kim Thi sia .

Kembali Dewi Nirmala tidak menggubris perkataan pemuda itu, dengan hambar dia meneruskan
kata-katanya.
"Hey, Sastrawan menyendiri, kepandaian silatmu memang nyata hebat dan luar biasa. mungkin
saja banyak orang tak sanggup buat sesuatu terhadapmu, tapi dalam gusarku tadi, terpaksa kugali
keluar tubuh Nirmala sembilan dari liang kuburnya dan...."
"Dan kau mencambuki mayatnya untuk menuntutu balas?" sambung Kim Thi sia cepat.
"Aaah, mencambuki mayat bukan permainan yang menarik lagi bagi kami, justru kami telah
praktekan suatu sistem baru yang lebih mengasyikan lagi, kau tahu bagaimana kami telah
bertindak tadi?"
Melihat kedua orang pemuda itu tetap membungkam sambil menunggu jawabannya Dewi
Nirmala segera tertawa.
Setelah menarik napas panjang panjang, ia lalu melanjutkan kata kata yang lebih jauh.
"Stelah menggali keluar mayat Nirmala nomor sembilan tadi, kami cincang daging tubuhnya
hingga hancur berkeping keping, kemudian pula berikut sisa tulang belulangnya kami bagikan
daging cincangannya serta sisa tulang tadi untukk makan anjing liar, aku rasa saat ini sudah tak
bersisa lagi..."
Bisa dibayangkan betapa gusar dan dendamnya Sastrawan menyendiri stelah mendengar
keterangan itu, sepasang matanya merah berapi api. dengan muka menyeringai seram teriaknya
keras keras.
"kau... kau... perempuan jalang...keji amat hatimu..."
Melihat kegusaran orang, Dewi Nirmala bertambah senang, ia tertawa terkekeh kekeh..
"Haaah...Hahaaaahh.... Haaah.... kau marah? kau jengkel. tentu saja kau mendongkol setengah
mati dan membenci kepadaku karena Nirmala nomor sembilan adalah ayahmu, karena Nirmala
nomor sembilan adalah Pangeran Berkaki Sakti, Khu Kong, tentunya kau sudah tahu bukan,
tentang hal ini?"
"Aku.. tentu saja aku tahu.." teriak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian dengan sepasang mata
merah membara, jelas rasa rasa dendamnya sudah merasuk sampai ketulang.
"Cckkk...Cckkkk... sayang, sungguh sayang!"
kembali Dewi Nirmala mengejek, "seandainya kau telah mengenalinya sedari semula,tak nanti
dia akan terbunuh secara menggenaskan, padahal menguburnya kedalam liang kubur pun sudah
terhitung suatu perbuatan yang berbakti dari seorang putra terhadap orang tuanya."
Ternyata dalam anggapan Dewi Nirmala dalam serbuannya ke dalam Lembah Nirmala tadi,
orang pertama yang diserang dan dibunuh Sastrawan menyendiri adalah Nirmala nomor sembilan
tanpa mengetahui bahwa sesungguhnya Nirmala Nomor sembilan adalah ayahnya.
Sampai korbannya terbunuh dan mengetahui identitasnya yang sesungguhnya, pemuda itu jadi
emosi dan melakukan pembunuhan secara besar besaran....
Dengan dasar dugaan itulah maka Dewi Nirmala menyusul kesana dan hendak merangsang
perasaan Sastrawan menyendiri hingga dia marah sedih dan menjadi gila.
Andaikata musuhnya berhasil dibuat gila dan kalap, maka diapun akan membunuh lawannya ini
secara mudah sekali.
Tentu saja menurut anggapannya, Sastrawan menyendiri pasti sedih dan menyesal karena
telah salah tangan membunuh ayahnya sendiir, maka seandainya ia menggunakan masalah ini
sebagai bahan ejekannya. dapat dipastikan lawannya akan menjadi kalap dengan cepat. dengan
sendirinya ia pun bisa melakukan rencananya secara berhasil.
Dalam pada itu Sastrawan menyendiri Khu Cu kian telah di cekam perasaan benci yang meluap
luap, dengan suara yang keras bagikan guntur, teriaknya keras

"Apakah aku termasuk anak yang berbakti atau bukan, aku rasa urusan ini tak ada
sangkutpautnya dengan dirimu!"
Betapapun juga, pemuda ini masih termasuk seorang pemuda yang tenang dan berkepala
dingin, kendatipun ia berada dalam keadaan dicekam rasa benci dan dendam yang berkobar
kobar, namun sedapat mungkin ia berusaha unutk mengendalikan diri.
Setelah menarik napas panjang panjang, dengan mata melotot besar dan memancarkan sinar
berapi api, ia berkata lagi.
"Dewi Nirmala, dengarkan baik baik, kau adalah musuh musuh ayahku, bia kau tidak bisa
menghancur lumatkan tubuhmu hingga berkeping keping aku Khu Cu kian bersumpah tak akan
menjadi manusia, aku pun akan menganggap keturunan keluarga Khu sudah musnah sampai
disini.."
Perlu diketahui, sejak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian akan terjun ke dalam dunia persilatan
serta melakukan pengembaraan, belum pernah ia memberitahukan nama aslinya kepada
siapapun.
Tapi hari ini dia telah menyebutkan nama marganya secara jelas dan nyata, dari sini bisa ditarik
kesimpulan bahwa ia telah mengambil keputusan untuk membinasakan Dewi Nirmala walau
dengan cara serta pengorbanan macam apapun!
Sementara itu Dewi Nirmala telah tertawa hambar,sambil mengejek lagi dengan suara dingin.
"heeeeh...Heeeehhh...Heeehhh.. sesungguhnya kau pun dapat memahami bagimanakah
perasaan hatimu sekarang, tapi kau pun harus tahu secara jelas bahwa ayahmu bukan mati
ditanganku, bukankah aku tak pernah membunuh ayahmu dengan tangan serta kekuatanku
sendiri? betul bukan...?"
Dengan geram dan penuh kebencian Sastrawan menyendiri Khu cu Kiam mendengus dingin.
"Hmmn, sekalipun beliau bukan tewas ditanganmu, tapi ia mati lantaran dirimu!"
"Waah.. Waahh... benar benar perbuatan seorang anak yang sangat berbakti." jengek Dewi
Nirmala lagi dengan terkekeh-kekeh, suaranya dingin penuh penghinaan, "bukankah kau sendiri
yang telah turun tangan membunuh ayahmu? Masa utang-piutang itu kau limpahkan keatas
tubuhku.. bagaimana bisa terjadi?"
Hmm, siapa yang bilang aku limpahkan hutang berdarah tersebut kepadamu?" teriak pemuda
itu dengan berang.
"Lantas kalau bukan kau yang melakukan pembunuhan terhadap ayamu sendiri, siapa pula
yang melakukannya? Aaai... terus terang saja aku ikut merasa kecewa dengan perbuatanmu yang
terkutuk itu..."
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian tertawa pedih,
"Aku tak pernah bohong, tak pernah memjadi manusia munafik, aku selalu bersikap terbuka
dan terang terangan, buat apa kau mesti memutar balikkan fakta dan kenyataan?"
Dewi Nirmala tertawa sinis, diawasinya pemuda tersebut dari atas kepala hingga keujung
kakinya, kemudian ejeknya lagi.
"Hmmn, kau anggap didunia ini terdapat orang kedua yang begitu berbakti kepada ayahnya
sendiri seperti kau? Membunuh ayah kandung sendiri secara keji dan brutal?"

Setelah diejek berulang ulang kali, akhirnya Sastrawan menyendiri Khu cu kian menjadi naik
darah, tiba tiba teriaknya keras,
"Siapa yang berani menuduhku sebagai pembunuh ayah kandungku sendiri...?"
"Kalau bukan kau lantas siapa lagi? Aku tahu kau memang seorang anak yang sangat berbakti!"
Kim Thi sia yang selama ini berdiri disisi arena dan mengikuti jalannya peristiwa itu, lama
kelamaan ia jadi habis juga kesabarannya, terutama sekali setelah melihat Sastrawan menyendiri
disindir dan diejek sampai kelabakan sendiri.
Mendadak dia tampilkan dir ke tengah arena, lalu selanya dengan suara lantang.
"Kau keliru besar, ayah Sastrawan menyendiri bukan tewas ditangannya tapi mati diujung
pedang Leng-Gwat kiam-ku."
"Apa?"
Dewi Nirmala kelihatan tercengang bercampur keheranan, agaknya kejadian ini sama sekali
diluar dugaannya.
Tapi setelah termenung dan berpikir sebentar, sambil tertawa katanya lagi,
"Haaah....Haaah...haaaah... tak heran kalau sewaktu bertemu dengan kalian berdua pertama
kali tadi, kusaksikan kamu berdua sedang saling melotot dengan penuh penasaran dan saling
mencaci maki, rupanya ada ganjalan dibalik kesemuanya ini."
Kemudian setelah melirik sekejap kearah Sastrawan menyendiri, ia berkata lebih jauh.
"Aaaii... kalau aku disuruh berbicara secara terus terang, ya.... aku benar benar kasihan denga
nasib Nirmala nomor sembilan yang begitu tragis, baru saja bertemu putranya, dia sudah harus
mati duluan ditangan orang lain, lagipula mati dalam keadaan yang begitu tragis dan
menggenaskan... aaaii... kasihan... benar benar kasihan...."
Ketika mendengar kata kata yang terakhir ini bukannya bertambah marah, tiba tiba Sastrawan
menyendiri merasa terperanjat sekali. segera sadar bahwa ia sedang diadu domba.
Denga penuh amarah segera tegurnya.
"Dewi Nirmala, lebih baik kau tak usah menggunakan akal muslihat semacam itu untuk
mengadu domba kami berdua, ketahuilah kami tak akan termakan oleh hasutanmu itu.."
Tiba-tiba Dewi Nirmala menutupi wajah sendiri dengan kedua belah tangannya lalu sambil
tersipu-sipu malu ia tertawa.
Senyumannya kelihatan begitu polos, suaranya begitu merdu merayu, tapi dibalik kesemuanya
itu justru terselip sindiran serta pandangan yang menghina.
Sesungguhnya apa yang sedang ditertawakan oleh perempuan cantik yang misterius ini?
Rencana busuk apakah yang terselip dibalik kesemuanya ni?
Benar benar suatu peristiwa yang mencurigakan dan membuat orang tidak habis mengerti.
Dewi Nirmala tertawa aneh secara begini dalam waktu sepertanak nasi lamanya, tapi dia masih
tertawa terus tiada hentinya.
Lama kelamaan Kim Thi sia jadi habis kesabarannya, dengan perasaan jengkel ia menegur,
"Eeei, sebenarnya apa suh yang menggelikan?"
Bagaimanapun juga, pemuda ini termasuk orang yang tidak pandai berbicara, untuk
mengajukan sebuah pertanyaan yang samapun dia harus merangkainya secara pelan-pelan dan
diutarakan dengan terbata-bata.
Kemudian sewaktu pihak lawan tidak mengacuhkan pertanyaannya itu, lama kelamaan dia
menjadi bosan sendiri dan segan berkata lebih lanjut.
Kali ini Dewi Nirmala memberikan tanggapannya, sambil tertawa cekikikan ia berkata

"Aku tertawa geli karena tidak menyangka kalau Sastrawan menyendiri yang sudah tersohor
dalam dunia persilatan sebagai manusia aneh, ternyata sudah kehilangan semua keangkuhan
serta ketinggian hatinya, bukan cuma begitu, bahkan wataknyapun berubah seratus delapan puluh
derajat, benar benar suatu kejadian yang diluar dugaan, bikin hati orang tidak percaya saja!"
"Hmmn, heran, mengapa aku justru tidak menyaksikan hal-hal yang kau katakan menggelikan
tadi?" serut Kim Thi sia lagi dengan suara lantang.
Dengan matanya yang jail dan indah, Dewi Nirmala mengerling sekejap kearah pemuda itu, lalu
jawabnya.
"Ya.... tentu saja au tak akan merasa geli dengan apa yang kukatakan.!"
Kim Thi sia tertegun, serunya cepat.,
"Kenapa?"
Dengan padangan yang sinis dan penuh ejekan Dewi Nirmala mengerlingkan lagi biji matanya
yang sangat indah itu kearah Sastrawan menyendiri Khu Cu kian, lalu dengan genit ia berkata
"hei Kim Thi sia.. seharusnya kau merasa berbangga hati, sebab walaupun ayah kandung
Sastrawan menyendiri Khu cu kian telah tewas ditanganmu, tapi kenyataannya bukan saja ia tidak
menganggap kau sebagai sahabat karibmu, menghormati kau sebagai malaikat penyelamatnya!"
"Hmmn, dia tak usah menghormati aku, toh aku bukannya orang yang gila akan kehormatan."
kata Kim Thi sia dengan penuh perasaan tak senang hati.
"tapi kenyataannya... Hmm, penampilannya sekarang begitu tengik dan menyebalkan, bukan
saa ia munduk munduk dihadapanmu serta menghormati kau sebagai malaikat penyelamatnya,
malahan dia mengekor dibelakangmu seperti anjing yang patuh kepada majikannya untuk ikut
bersamamu datang ke Lembah Nirmala ini untuk mencari gara-gara denganku... benar benar
perbuatan yang menyebalkan...."
"Kentut busuk mak-mu...!" teriak Kim Thi sia dengan gusarnya. "Aku toh tidak mengajaknya
datang bersama, diapun tidak kemari karena mengekor dibelakangku. ia datang ke Lembah
Nirmala ini atas dasar kehendka serta kemauannya sendiri!"
"Oh ya??!" Dewi Nirmala mendengus sinis, pelan pelan dia berpaling lagi kearah Sastrawan
menyendiri Khu Cu kian, lalu katanya lebih jauh dengan suara lembut.
"Coba kau tanyakan kepada hati sanubarimu sendiri, benarkah kedatanganmu kemari timbul
atas kehendak dan kemauanmu sendiri?"
"Mau datang karena mengekor atau atas kehendak sendiri, aku rasa itu merupakan urusan
sendiri, lebih baik kau tak usah turut campur dan banyak ngebacot lagi!!" tukas Sastrawan
menyendiri Khu Cu kian secara tiba-tiba dengan suara dingin.
"Heeehh...heeehh....terserah apapun yang ining kau katakan, pokoknya aku akan tetap
berpendapat bahwa kejadian ini kelewat aneh. Setahuku, bila orang lain menyaksikan musuh
besar pembunuh ayahnya berdiri dihadapannya sambil berbicara dengan santi, dia tentu akan
berusaha untuk membalas dendam, bahkan bila perlu mempertaruhkan selembar jiwa sendiir. Tapi
apa yang kusaksikan sekarang....? Hmmm, tetapi kenyataannya Sastrawan menyendiri yang
termasyur dalam persilatan sebagai manusia aneh malah bersikap acuh tak acuh terhadap
pembunuh ayahnya, bahkan dia menghormatinya sebagai malaikat penyelamat."
Kim Thi sia merasa amat tidak sedap perasaannya, tiba tiba dia menyela dengan suara keras.
"Dibalik semua peristiwa ini sesungguhnya masih terdapat pelbagai lika liku yang tak nanti akan
dipahami orang lain, apa lagi dipahami olehmu...."
Sementara itu, Sastrawan menyendiri Khu Cu kian sudah mulai termakan oleh hasutan Dewi
Nirmala yang mengarah pada pengaduan domba itu, betapa pun tebalnya iman orang ini, akhirnya
rasa dendam tersebut pelan pelan muncul kembali dan menyelimuti perasannya, apa lagi pada
dasarnya dia memang merasa amat idak puas dengan diri Kim Thi sia.

Mendadak ia membentak dengan suara yang keras bagaikan guntur membelah bumi.
"Kim Thi sia, mengapa kau tidak enyah sejauh jauhnya dari hadapanku? Mengapa kau masih
berdiri mematung disitu? Enyah kau dari situ dan jangan mencampuri urusan kami lagi..."
Melihat hasutannya mulai termakan, Dewi Nirmala tertawa geli, diam diam ia harus mengigit
bibirnya untuk menahan gelak tertawanya.
Posisi Kim Thi sia saat ini sungguh menggenaskan, ia tampak tersipu sipu malu dibuatnya,
dengan suara tergagap segera serunya.
"Apa yang ingin kukatakan belum selesai kuucapkan. sesungguhnya Sastrawan menyendiri
tidak mempunyai alasan untuk membenci atau mendendam kepadaku, sebab aku..."
Belum habis perkataan tersebut disampaikan dengan suara hambar kembali Dewi Nirmala
menghasut.
"Terlepas bagaimana pun juga duduk persoalan yang sebenarnya, kenyataan membuktikan
bahwa kau adalah musuh besar pembunuh ayahnya, asal ia mau mencari sebuah alasan atau
persoalan apapun, ia bisa membinasakan dirimu dengan segera. misalkan saja dengan alasan kau
ribut terus disini, atau mungkin juga dengan alasan kau berani mengatakan ayahnya tetap gagah
dan tidak gentar meski dibunuh olehmu..."
Sastrawan menyendiri Khu Cu gian tidak tahan lagi, dengan rasa benci yang meluap luap ia
segera berteriak kepada Kim Thi sia
"Eeei... sudah kau dengar semua perkatannya itu? Sedari dulu toh sudah kukatakan, bila aku
dibikin sewot maka dengan alasan apapun yang dibuat buat aku bisa menggunakan kesempatan
tersebut untuk membunuhmu..."
Kim Thi sia tertegun, lalu serunya dengan keheranan
"Jadi kau benar benar akan menuruti perkataan dari Dewi Nirmala itu dan membuat alasan
yang dibuat buat untuk menyerangku?"
"Sesungguhnya aku bisa menuruti perkataannya itu dan menggunakan apa yang dia katakan
sebagai alasanku untuk membunuhmu, namun berhubung perkataan tersebut keluar dari
mulutnya, sudah barang tentu aku tak sudi melaksanakan menurut keinginannya, meski begitu...
kuanjurkan kepadmu lebih baik sedikitlah tahu diri dan secepatnya menggelinding pergi dari sini!"
"Tidak. aku tak sudi pergi dengan begitu saja." teriak Kim Thi sia keras keras. "Dengan susah
payah aku datang ke Lembah Nirmala ini untuk memenggal batok kepala Dewi Nirmala si
perempuan busuk itu, sebelum tujuan dan cita citaku ini tercapai, tak nanti aku akan pergi
meninggalkan tempat ini."
Sambil tertawa Dewi Nirmala segera menghasut.
"Eeei, Sastrawan menyendiri, coba dengarkan pertanyaannya itu, dia enggan pergi
meninggalkan tempat ini sesuai dengan keinginannya, jelas dia memang sengaja bermaksud
memusuhi dirimu."
"Dewi Nirmala tutup bacot anjingmu yang bau itu!" teriak Sastrawan menyendiri Khu Cu kian
dengan benci. "Sekali lagi kau buka bacotmu yang bau itu, akan kurobek mulutmu sampai
hancur."
"Hey, bagaimana sih kamu ini? aku kan lagi memikirkan kepentinganmu!" Seru Dewi Nirmala
dengan kening berkerut.
"Tutup mulutmu yang bau!" kembali Sastrawan menyendiri Khu Cu kian membentak dengan
marah," sekali lagi kau ngebacot, kujajal dirimu terlebih dulu."
"Kenapa..."tanya Dewi Nirmala sambil berlagak keheranan dan tak habis mengerti.
Sambil menggigit bibir menahan amarah Sastrawan menyendiri Khu Cu kian berseru,

"sebab musuh besarku adalah kau, orang yang hendak ku bunuh untuk membalasnya dendam
sakit hati ayahku adalah kau. Pokoknya rasa benciku terhadap dirimu tidak kalah dengan rasa
benciku terhadap Kim Thi sia...tapi batinku sedang bertentangan, aku tak dapat memutuskan
siapa yang harus dibunuh terlebih dahulu dua diantara kalian semua..."
"Bila musuh besar pembunuh ayahmu telah berada didepan mata, tentu saja orang yang
pertama harus kau cari adalah dirinya." sahut Dewi Nirmala sambil tertawa licik.
Sastrawan menyendiri Khu cu kian meraung keras, suaranya bagaikan harimau terluka:"
"Sekali lagi kau berani banyak bicara, batok kepalamu yang akan menjadi sasaran serangan ku
yang pertama."
Begitu pemuda ini mulai naik darah, suasana tegang dan serius pun seketika menyelimuti
seluruh arena.
Dalam perkiraan Kim Thi sia semula, dengan keangkuhan serta kesombongan Dewi Nirmala, dia
pasti tak akan tahan setelah dibentak bentak lawan sekasar ini.
Siapa tahu apa yang kemudian terjadi ternyata sama sekali diluar dugaannya.
Dewi Nirmala seperti hendak mengucapkan sesuatau, tapi setelah kata kata sampai di ujung
bibir mendadak ditahan kembali dan tak berani berbicara lebih jauh.
Pada saat inilah.....
Tiba tiba dari balik sebatang pohon besar ditengah hutan belukar tepi arena, bergema gelak
tertawa orang yang tak terkendalikan, jelas orang itu tertawa karena kegelian.
Padahal kawanan jago yang hadir diarena dewasa ini rata rata merupakan jago silat pilihan
yang berilmu tinggi, tapi kenyataannya ternyata tak seorang pun diantara mereka yang
mengetahui bahwa dibalik pohon ada orang yang bersembunyi.
Setelah gelak tawa itu berkumandang, semua orang baru tertegun dibuatnya dan bersama
sama mengalihkan perhatiannya ke arah mana berasalnya suara itu.
Dari balik pohon besar tampak melayang turun lima orang lelaki dan seoarang wanita.
Perempuan yang melayang turun lebih duluan memiliki paras muka yang cantik jelita, gerakan
tubuhnya sangat ringan, saat itu dia memakai baju berwarna coklat.
Ternyata perempuan ini tak lain adalah si Burung Hong dari Leng hun Lam peng adanya.
Sedangkan kelima lelaki yang mengikuti dibelakangnya tak lain adalah lima naga dari wilayah
biau yang belum lama terjun ke dalam dunia persilatan.
Dalam sekejap mata sikap Dewi Nirmala telah pulih kembali menjadi amat tenang. pelan-pelan
dia berkata,
"Ooohh.... rupanya kalian, rupanya sudah sedari tadi menyadap pembicaraan kami, megapa
baru sekarang munculkan diri dari tempat persembunyian?"
Si Burung Hong Lam peng bukan seorang wanita bodohm dengan kecerdikannya yang luar
biasa ia dapat menangkap nada teguran dibalik ucapan Dewi Nirmala itu.
Tapi gadis ini sama sekali tidak gentar, malahan dengan suara lembut katanya,
"Sudah lama kudengar orang berkata bahwa Dewi Nirmala adalah seorang wanita licik yang
banyak tipu muslihatnya dan memiliki kemampuan untuk memimpin seluruh umat persilatan. Tapi
sungguh mengecewakan! setelah melihat sendiri penampilannya pada malam ini, aku justru
merasa sedikit diluar dugaan."
"Sebenarnya apa maksudmu berkata begitu?" tegur Dewi Nirmala dengan tak senang hati.
"Dengan jelas sekali kau telah melihat keadaan situasi yang sesungguhnya pada saat ini,
kekuatan dari Lembah Nirmalamu sekarang benar-benar sudah banyak berkurang, bukan cuma

utusan Nirmalanya tinggal lima orang yang masih hidup, bahkan si Pukulan Sakti Tanpa Bayangan
Ang Bu im serta Ciang sianseng pun secara beruntun ditemukan telah tewas, Ehm, keadaan
semacam ini sungguh amat mempengaruhi kekuatan inti yang sesungguhnya, bukankah
dikarenakan alasan tersebut maka sekarang kau merasa takut bila Sastrawan menyendiri yang
termasyur sebagai manusia aneh akan bekerja sama dengan Kim Thi sia yang tersohor sebagai
manusia yang paling susah dilayani untuk menyingkirkan dirimu?"
Tak terlukiskan rasa gusar Dewi Nirmala setelah mendengar perkataan itu, jelas semua
rahasianya sudah terbongkar sekarang.
Tapi sebagai manusia licik, ia tidak memperlihatkan perasaan bencinya itu diatas wajahnya,
malah dengan suara hambar ia berkata:
"Hmn, penilaian mu itu terlalu cetek dan sama sekali tidak berarti."
"Hmmn, tentu saja kau harus berkata begitu karena rahasia pribadimu sudah terlanjur
terbongkar." ucap si Burung Hong Lam peng lebih jauh dengan penuh keyakinan, "sesungguhnya
rasa bencimu terhadap Kim Thi sia sudah merasuk sampai ke tulang sum sum, tapi sekrang kau
sengaja membakar hati Sastrawan menyendiri, apa tujuanmu yang sebenarnya? hmmn,
maksudmu tak lain adalah ingin membasmi Sastrawan menyendiri terlebih dahulu dan
membiarkan Kim Thi sia berpeluk tangan saja hingga antara kedua orang ini terjadi kesalahan
paham yang mengakibatkan mereka saling gontok-gontokan sendiri.... tapi kemudian kau
menemukan bahwa antara mereka berdua sesungguhnya sudah terdapat ganjalan, maka kau pun
mulai menghasut sana sini dengan harapan mereka berdua saling gontok-gontokan sendiri
sementara kau menjadi penonton yang beruntung dan mendapat keuntungan dari pertarungan
mereka berdua, nah coba berilah jawaban dengan menggunakan liangsimmu yang sejujurnya,
bukankah uraianku diatas amat tepat dan sesuai dengan jalan pemikiran mu yang
sesungguhnya...??"
Dewi Nirmala benar benar amat gusar, Alis matanya berkernyit, matanya melotot besar dan
wajahnya merah padah seperti udang bakar, lalu dengan suara keras menahan geram teriaknya,
"Lam peng, apakah kau sudah lupa dengan kejadian semalam? Apakah kau telah
melupakannya sama sekali?"
Pelan pelan si Burung Hong Lam peng mengangguk, sahutnya sambil tersenyum sinis,
"Semalam aku telah menghadiri perjamuan besar Nirmalamu, bukankah kau pun hendak
mengundangku untuk menghadiri perjamuan Nirmala yang lebih besar lagi?"
"Hmmn, kalau toh sudah mengetahuinya dengan jelas maka kau seharusnya memikirkan
kembali posisimu saat ini, mengapa kau masih berceloteh tak karuan disini dan mengaco belo tak
karuan?"
sekali lagi si Burung Hong Lam peng tertawa,
"Aku rasa apa yang kubicarakan dalam pertemuan saat ini sama sekali tidak ada sangkut
pautnya dengan masalah itu."
"Hmmn, aku sudah menduga sedari dulu, manusia macam kau memang tak menentu
pendiriannya..." Bentak Kim Thi sia pula dengan mata melotot gusar.
Burung Hong dari Leng hun, Lam peng berpaling dan memandang sekejap ke arah pemuda itu,
lalu katanya sambil tertawa,
"Sekalipun begitu, toh tak bisa disangkal bahwa apa yang kukatakan berusan merupakan situasi
yang sesungguhnya!!"
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian termenung sejenak dan berpikir sebentar kemudian katanya
pula.
"Yaa.. apa yang telah kau uraikan selama ini memang merupakan suatu kenyataan yang tak
bisa dibantah lagi, tapi numpang tanya, sebenarnya apa pula maksud dan tujuanmu yang

sebenarnya? Kenapa tidak memanfaatkan kesempatan yang sangat baik ini untuk sekalian
diutarakan keluar?"
Dengan gemas dan penuh kebencian Dewi Nirmala melotot sekejap ke arah si Burung Hong
Lam peng, diam diam pikirannya di hati,
"Bagus sekali, Hmn, sungguh tak ku sangka, kau siluman setan kecil berani tampilkan diri untuk
mengkhianati aku dalam situasi yang penting dan kritis seperti ini, Hmmn.... tunggu saja hingga
pertikaian disini telah selesai, akan keberi pelajaran yang setimpal dengan perbuatanmu itu..."
Bagaimanapun juga perempuan ini memang seorang permepuan licik yang banyak akal
muslihatnya dan panjang pikirannya, begitu mengambil keputusan dalam hatinya. dia pun tidak
berniat mengumbar hawa amarahnya lagi.
"Apa yang menjadi maksud tujuanku sebenarnya merupakan urutan kedua, berbicara dari
situasi yang terpampang dihadapan kita sekarang terdapat sebuah kenyataan penting yang harus
diselesaikan terlebih dulu, Kalian berdua sebagai jago jago muda tak boleh tidak harus
mempertimbangkan dengan seksama serta nenaruh perhatian yang khusus.."
"Kenyataan apakah itu?" tanya Kim Thi sia keheranan, ia tak habis mengerti apa maksud
perkataan perempuan itu.
Tapi Sastrawan menyendiri Khu Cu kian segera menjelaskan dengan suara lantang.
"Padahal sangat sederhana, andai kita kita berdau mau bekerja sama, maka kelompok kita pun
akan menjadi satu kelompok yang berkekuatan hampir seimbang dengan kelompok Dewi Nirmala
nya, maupun kelompok Burung Hong Lam peng bersama kelima naganya, maka kita akan menjadi
tiga kelompok kekuatan yang berimbang..."
Mendengar perkataan tersebut, dengan wajah kegirangan si burung Hong Lam peng segera
memuji.
"Kau memang tak malu disebut pendekar cerdik yang berotak encer, tepat sekali ucapanmu
itu, memang begitulah yang ku maksudkan dengan uraianku tadi!"
Baru sekarang Kim Thi sia memahami maksud yang sebenarnya dari ucapan mana, ia berseru
tertahan dan katanya,
"Ooohh,, rupanya begini..!"
Dengan cepat si Burung Hong Lam peng berkata lebih jauh,
"Oleh sebab itulah kuusulkan kepada kalian berdua, kendatipun diantara kalian terdapat
ganjalan hati yang betapapun besarnya, entah permusuhan biasa atau permusuhan dendam
kesumat, lebih baik masalah itu dikesampingkan lebih dulu untuk sementara waktu, kalian harus
bekerja sama membentuk kelompok kekuatan hingga kelemahan kalian tidak dimanfaatkan
lawan!"
"Lam peng, sebenarna apa maksud dan tujuanmu berbuat kesemuanya ini?" tegur Dewi
Nirmala tiba-tiba.
Si burung Hong Lam peng segera tertawa,
"Aku tidak terbiasa menjadi seorang bawahan yang mudah diperintah dengan semaunya
sendiri, selama beberapa hari berdiam di Lembah Nirmala-mu, aku sudah tidak puas dan tidak
senang diperintah dan dibentak olehmu sekehendak hati sendiri, andaikata dikemudian hari kau
benar benar berhasil menguasai jagad, maka apa jadinya?"
Dewi Nirmala tertawa dingin
"Oooh... karena itulah maka kalian berani memberontak serta mengkhianati aku? apakah kalian
tidak pikirkan dulu bagaimana akibatnya nanti?"
Dengan penuh kepercayaan dan keyakinan si burung Hong Lam peng berkata,

"Tiada akibat apapun yang akan kami alami, sebab kelima orang utusan Nirmalamu masih
mampu dihadapi oleh aku bersama kelima naga, dan aku yakin kekuatan kami maish lebih dari
cukup untuk memusnahkan mereka, tinggal engkau seorang yang mana aku percaa pada Kim Thi
sia dan Sastrawan menyendiri masih mampu untuk menghabisi nyawamu, tentu apa bila mereka
berdua bersedia untuk bekerja sama?"
Dewi Nirmala tertawa hambar,
"Andaikata perhitunganmu ternyata meleset dan tidak sesuai dengan apa yang kalian duga
semula, bagaimanakah akibat yang akan kalian alami?"
"Sepanjang hidupku aku tidak suka melakukan transaksi yang berbahaya atau menyerempet
bahaya, jadi soal risiko tak perlu kau urusi lagi. aku percaya tak akan ada risiko apa apa dalam
rencanaku kali ini.."
Melihat gadis itu sudah menyatakan sikapnya secara terang terangan, sadarlah ia bahwa
keadaan tak mungkin bisa dirubah lagi secara mudah, kontan saja hawa amarahnya berkobar,
MEndadak ia berpaling ke arah Kim Thi sia serta Sastrawan menyendiri lalu serunya.
"Lebih baik kalian jangan menuruti perkataannya, dia adalah orang asing dari negeri
perbatasanm jelas dia memutar lidah membujuk kalian karena hendak memperalat kau beruda
untuk menghadapiku, jelas dibalik kesemuanya itu masih terdapat rencana busuk lainnya."
"Kalau rencana busuk sih tidak ada.." cepat si Burung Hong Lam peng menyambung "tapi
memang kuakui, setelah kami bersedia melakukan tindakan yang mempunyai risiko besar dan
harus menyerempet bahaya tentu saja kamipun mempunyai suatu tujuan."
Benar benar diluar dugaan, dalam waktu yang amat singkat dalam arena telah terjadi dua kali
perubahan besar yang sama sekali diluar dugaan.
Kini baik kelompok dari Lembah Nirmala maupun kelompok dari si burung Hong dan kelima
naganya telah saling berhadapan sebagai musuh, dan mereka sama sama beruaha memanfaatkan
kekuatan dari Kim Thi sia serta Sastrawan menyendiri bagi pikirannya.
PAdahal siapapun dari mereka berdua tak ada yang berani memastikan pada akhirnya pada
pihak manakah kedua pemuda itu akan berpihak.....
Sastrawan menyendiri Khu cu kian memang tak malu disebut seorang pemuda yang teliti dan
cermat, dengan cepat ia berpaling ke arah si burung Hong Lam peng dan menegurnya terang
terangan,
"Sesungguhnya apa dan maksud tujuanmu yang sebenarnya? Kenapa tidak diutarakan secara
terang terangan?"
"Tujuanku hanya sederhanam yaitu bila urusan disini telah usai, maka Lembah Nirmala berserta
kawasan sekitarnya menjadi milikku!"
Sastrawan menyendiri Khu Cu kian yang mendengar perkataan tersebut jadi amat keheranan,
segera tegurnya,
"Aneh betul, sebetulnya apakah ada sesuatu yang amat penting didalam Lembah Nirmala ini?"
"Sebenarnya bagi kami soal harta karun bukanlah menjadi tujuan kami yang terutama, karena
yang menjadi incaran kami tak lain adalah gua neraka dalam Lembah Nirmala ini....."
"setahuku didalam gua itu tersekap beratus-ratus orang jago persilatan yang berilmu tnggi."
kata Kim Thi sia "mereka berhasil ditawan Dewi Nirmala dengan menggunakan pelbagai akal
muslihat dan siasat licik, ada yang ditawan ada pula yang terperangkap, tapi rata rata mereka
adalah kawanan jago yang termasyir dari jaman sekarang. Bukankah mereka tersekap sepanjang
masa dan hidup dalam kegelapan?"
"Yaa.. benar, keinginan mereka untuk peroleh kemerdekaan mungkin jauh lebih hebat daripada
siapapun." kembali si burung Hong Lam peng menegaskan.

Tiba tiba Dewi Nirmala berseru dengan keheranan,
"Apakah secara tiba tiba timbul belas kasihan dihati kecilmu dan berkeinginan menyelamatkan
mereka semua dari kurangan? Ehm... bila kau benar benar berbuat demikian, niscaya mereka
akan berterima kasih sekali kepadamu, bahkan mungkin akan mengangkat dirimu dewi
penyelamatnya..."
"Justru karena aku dapat menyelami perasaan mereka serta apa akibat yang baka timbul inilah
maka aku ingi memanfaatan kesempatan yang sangat bagus ini dengan sebaik baiknya." kata si
burung Hong Lam peng sambil tertawa lirih, "Aku berharap setelah berhasil membinasakan Dewi
Nirmala, maka mereka bisa kelepaskan semua dari kurungan, aku percaya dengan dukungan
sekawanan besar jago persilatan yang berilmu tinggi ini, aku pasti bisa menguasai seluruh dunia
persilatan dan menjadi pemimpin seluruh dunia."
Dewi Nirmala tertawa sinis,
"Heehh.....heeehhh....Heehhh.... sayang sekali jalan pemikiranmu itu terlalu kekanak-kanakan,
kau tau dari sekian banyak orang yang kusekap didalam gua neraka, sebagian ada yang telah
kupakai menjadi para utusan Nirmala, adapula yang bunuh diri karena putus asa,ada pula yang
sengaja kuracuni karena berani memberontak, dari sekian banyak jago yang kau sebutkan
tadi,sesungguhnya kini tinggal delapan belas orang saja."
"Kedelapan belas orang tersisa ini betul betul memiliki semangat juang yang mengagumkan
untuk tetap mempertahankan kehidupannya, yang bisa kita dibayangkan ilmu slat yang mereka
miliki pasti hebat sekali, apa bila bisa kurangkul menjadi pengikutku, sudah pasti mereka
merupakan pembantu yang cukup bisa diandalkan dalam perjalananku didunia persilatan. Hmmnn
biar cuma delapan belas orang, aku sudah merasa puas sekali."
Baru sekrang Sastrawan menyendiri Khu cu kian menyadari duduk perkara yang sesungguhnya,
ia segera berseru,
"Oohh... rupanya kau berniat merebut hati kedelapan belas orang yang tersekap dalam gua
neraka itu untuk membantumu membangun perguruan besar serta menguasai dunia persilatan?"
"Tepat sekali. kecuali itu aku memang tiada permintaan lain!" jawab siburung Hong Lam peng
terang terangan.
"Ehmm...." Sastrawan menyendiri Khu cu kian segera mengangguk memberikan
persetujuannya, "permintaanmu ini memang tidak merugikan aku, lagi pula tidak berkepentingan
langsung denganku, karena aku bisa menyetujuinya dan memberikan gua neraka tersebut sesuai
dengan apa yang kau kehendaki."
Dewi Nirmala menjadi teramat gusar setelah melihat transaksi tersebut telah mencapai
kesuksesan besar.
Mendadak terdengar si Sastrawan menyendiri bertanya lagi,
"Kim Thi sia, apakah kau mempunyai pendapat lain?"
Dengan mengajukan pertanyaan itu sama artinya bahwa ia telah menyataan persetujuannya
dengan cara berpikir serta pandangan si burung Hong Lam peng.
Dan kini diapun bersedia untuk bekerja sama dengan Kim Thi sia dalam usahanya melawan
Dewi Nirmala bersama-sama.
Asal Kim Thi sia memberikan persetujuannya, maka pertarungan pun segera akan berkobar.
Siapa tahu Kim Thi sia justru berdiri termangu mangu dengan wajah tak habis mengerti.
"Apa? Pendapat apa...?"
Rupanya dia sedang dibuat kebingungan oleh sikap orang orang yang ada di hadapannya yang
sebentar bergaul hangat, sebentar bermusuhan dengan seru. dari sikap orang orang itu diapun
merasakan betapa berbahayanya dunia persilatan itu.

Sampai berapa kal Sastrawan menyendiri Khu cu kian mengajukan pertanyaan yang sama
kepada Kim Thi sia tanpa memperoleh jawaban yang pasti dari pemuda itu. lama kelamaan
hatinya menjadi tidak senang, segera pikirnya dalam hati.
"Hmm, kau ini manusia macam apa, memangnya kau anggap aku harus membutuhkan bantuan
darimu baru bisa melawan musuh? Jangan anggap aku sangat membutuhkan bantuanmu...."
Berpikir demikian, perasaan bencipun segera muncul diatas wajahnya.
Si burung Hong Lam peng kuatir terjadi perubahan lagi gara gara peristiwa ini sehingga
menggagalkan semua rencanaya, cepat cepat dia peringatkan kepada Kim Thi sia dengan suara
keras.
"Kim Thi sia! Sastrawan menyendiri sedang bertanya kepadmu, mengapa kau tidak memberikan
jawabannya?"
Dewi Nirmala yang melihat ada kesempatan baik untuk menimbrung, cepat cepat manfaatkan
pula peluang tersebut dengan membentak.
"Kalau Kim Thi sia segan menjawab, persoalan ini tak ada sangkut pautnya denganmu, lebih
baik kau pun ikut membungkam."
Berbicara sampai disitu, dengan suatu gerakan amat cepat tiba tiba saja dia melepaskan
sebuah babatan kedepan.
Sekilas pandangan serangan itu amat bersahaja, ringan dan tiada sesuatu kekuatan yang
terkandung, padahal kehebatannya sungguh mengerikan sekali.
Serangan tersebut tak lain adalah serangan ilmu Tay yu sinkang ayng menggunakan jurus
serangannya yang tertangguh "Burung gagak merajai Angkasa"
rupanya perempuan cantik ini berhasrat untuk membinasakan si burung hong Lam peng dalam
sekali serangan saja guna melampiaskan semua rasa bencinya yang menumpuk dihatinya.
Siburung Hong Lam peng hanya berdiri mematung diposisinya yang semula, oleh karena itu
serangan dari Dewi Nirmala dilancarkannya kelewat cepat, dan lagi sama sekali tidak menimbulkan
sedikit suarapun, maka dia hanya berdiri mematung ditempat semula tanpa memberikan suatu
reaksipun.
Sastrawan menyendiri yang menyaksikan kejadin ini segera membentak keras.
"Siluman perempuan, kau hendak membokong orang disaat orang lain sedang tak siap?"
Berbareng dengan suara bentakan itu, dengan jurus "menghajar kuda hancur berkeping", dia
mengayunkan telapak tangannya yang besar dan menyongsong datangya serangan dahsyat dari
Dewi Nirmala.
Ilmu lompatan dewinya merupakan ilmu khas dari keluarganya, ditambah lagi dia berlatih
sangat baik, maka dalam ilmu meringankan tubuh, pada hakekatnya dia memiliki kesempurnaan
yang bisa diandalkan.
Kebetulan sekali, dengan mengandalkan kelebihan inilah dia telah menyelamatkan selembar
jiwa si burung Hong Lam peng dari ancaman.
"Bllaaaaammm....."
Suara benturan keras yang amat memekakan telinga bergema memecahkan keheningan
malam.
Jangan dilihat dari serangan yang dilancarkan kedua orang tersebut dilakukan secara
seenaknya, tapi kenyataannya bentrokan yang kemudian terjadi menimbulkan suasana yang
mengerikan, dari sini bisa diketahui bahwa kedua belah pihak sesungguhnya sama sama telah
pergunakan tenaga besar.

Siburung Hong Lam peng baru tersadar kembali dari lamunannya setelah peristiwa itu berlalu,
dengan rasa terima kasih yang meluap luap ia segera berpaling kearah Sastrawan menyendiri Khu
cu kian, kemudian serunya sambil tertawa manis.
"Terima kasih banyak atas pertolonganmu tadi, kau telah selamatkan jiwaku dari ancaman!"
Sastrawan menyendiri Khu cu kian hanya tersenyum tanpa menjawab, ia sudah terdesak
mundur sejauh setengah langkah dengan sempoyongan, peluh bercucuran membasahi tubuhnya
sementara napasnya tersengal-sengal.
Sebaliknya Dewi Nirmala hanya tertawa, pelan pelan dia pejamkan pula matanya untuk
mengatur pernapasan.
Menyaksikan keadaan tersebut,si burung Hong Lam peng segera sadar bahwa situasi saat itu
ibarat anak panah yang berada dalam busur, serangan harus dapat dilancarkan secepatnya.
Buru buru teriaknya kepada Kim Thi sia
"Eeei, bagaimana sih kamu ini? Kenapa sampai sekrang masih berlagak pilon?"
"Kenapa sih kalian saling beradu jiwa dengan saling melancarkan serangan tadi?" sahut Kim Thi
sia
"Sastrawan menyendiri telah menyatakan pendiriannya dan bersedia untuk bekerja sama
dengan ku dalam melawan Dewi Nirmala, bagaimana dengan kau sendiri?"
Mendadak Kim Thi sia teringat kembali dengan pengalamannya ketika melawan si pedang emas
tempo hari, waktu itu si burung Hong Lam peng pun mendesaknya dengan kata kata begitu, tapi
kenyataannya dia justru memanfaatkan kesempatan yang ada untuk merebut lentera hijau.
Teringat akan hal tersebut dia pun segera berseru:
"Ooh, kau lagi lagi berniat untuk bekerja sama dengan ku, apakah kau sedang mengincar
pedang Leng Gwat kiam ku ini?"
Sebagai orang yang tidak terlalu pintar, boleh dibilang Kim Thi sia tak sadar sama sekali akan
betapa gawatnya situasi saat ini, dalam situasi demikian bagaimana mungkin si burung hong Lam
peng masih berani mengincar benda mestikanya?
SEbaliknya si burung Hong Lam peng adalah seorang gadis cerdas, dari bentrokan kekerasan
yang baru berlangsung antara Sastrawan menyendiri dengan Dewi Nirmala barusan, ia telah
melihat dengan jelas bahwa kepandaian silat dari Dewi Nirmala masih lebih tinggi daripada
Sastrawan menyendiri.
Hal ini berarti mereka sangat membutuhkan dukungan kekuatan dari Kim Thi sia, bila pemuda
itu sampai menolak, maka dengan kerja sama Sastrawan menyendiri saja, akhirnya dari
pertarungan itu sudah pasti memberikan kekalahan total kepada pihaknya.
Karena itu, dia berpendapat tindakan pertama yang terpenting sekarang adalah menarik Kim
Thi sia untuk mendukung pihaknya, asal Kim Thi sia mau turun tangan niscaya kemenangan akan
berada dipihaknya.
Begitu sadar dengan keadaan situasi didepan mata, cepat cepat gadis itu mengambil keputusan
didalam hati, serunya.
"Aku bukan saja tak akan merebut pedang Leng Gwat kiam mu, malah setelah urusan disini,
akan kuserahkan lentera hijau tersebut kepadamu."
"Sungguhkah ini?" tanya Kim Thi sia dengan kegembiraan yang meluap-luap.
"Tentu saja sungguh! nah tak usah menanti lagi, cepat lancarkan seranganmu ke tubuh Dewi
Nirmala".

Walaupun si burung Hong Lam peng sadar bahwa lentera hijau adalah benda mestika yang tak
ternilai harganya, namun keadaan situasi yang dihadapinya amat kritis dan berbahaya, andai kata
tiada benda yang merangsang perhatiannya, mustahil Kim Thi sia bersedia membantu pihaknya.
Oleh sebab itulah ia segera menjanjikan bedan kesayangannya itu sebagai hadiah untuk
menarik perhatian orang. dan diluar dugaan ternyata tawaran tersebut diterima dengan
kegembiraan yang meluap luap.
Terdengar Kim Thi sia membentak dengan suara nyaring,
"Berhati hatilah Dewi Nirmala, aku segera akan melancarkan seranganku..."
Sambil merentangkan sepasang tangannya, dia mendesak maju kemuka dengan jurus
"Kepercayaan menguasai jagad" dari ilmu Tay Goan sinkang, dia melancarkan sebuah serangan
kilat.
Sementara si burung Hong pun memberikan penampilan yang bisa dipercaya, begitu
menyaksikan Kim Thi sia melancarkan serangannya, cepat cepat ia pergunakan bahasa Biau untuk
memberi perintah kepada kelima naga dari wilayah Biau agar menyerang ke lima orang utusan
Nirmala tersebut.
Dalam waktu singkat berkobarlah pertarungan yang amat sengit ditempat itu.
Sementara Kim Thi sia masih menyerang Dewi Nirmala, Sastrawan menyendiri pun
memanfaatkan kesempatan tersebut dengan mendesak maju menggunakan ilmu lompatan
dewanya, lalu dengan jurus "Perasaan hati kacau balau" ia sergap lawannya.
Dewi Nirmala sama sekali tak nampak kaget ataupun gugup menghadapi serangan gabungan
dari Kim Thi sia serta Sastrawan menyendiri, sambil merentangkan sepasang tangannya kekiri dan
kekanan, secara beruntun dia melepaskan dua serangan dengan jurus "Hawa siluman menguasai
bumi" dan "hawa sesat mencapai neraka". dua jurus ampuh dari Tay yu sinkangnya.
"Blaammmm....!"
suara bentrokan yang amat nyaring bergema memecahkan keheningan malam..
Dewi Nirmala tetap berdiri tegak ditempat semual dengan wajah serius dan sedikit tertegun.
Sebaliknya Kim Thi sia dan Sastrawan menyendiri pun berdiri tanpa cedera. mereka berdua
segera saling bertukar pandangan sekejap, begitu mengetahui kalau rekannya tidak cedera
senyuman puas pun tersungging di ujung bibir masing masing.
MEndadak terdengar Dewi Nirmala berseru dengan suara sedingin es.
"Kalian tidak usah tertawa dulu, apanya yang perlu kalian banggakan? Hmmmn, terus terang
saja aku bilang, sekalipun kalian berdua maju bersamapun, kalian masih bukan tandinganku...."
Perkataan ini kelewat takabur, dia seolah olah mengejek lawannya memiliki kepandaian yang
tak mungkin bisa menandingi kemampuannya.
Sastrawan menyendiri segera merasa tak puas dengan ucapan tersebut, serunay lantang.
"Aku tak percaya dengan perkataanmu itu, apa salahnya bila kita gunakan nyawa kita sebagai
taruhannya untuk membuktikan kebenaran dari ucapanmu tadi...."
Berbicara sampai disitu, dia segera melepaskan serangan lebih dulu ke tubuh Dewi Nirmala.
Melihat kejadian ini Kim Thi sia pun tidak ketinggalan, cepat cepat ia mendesak kedepan sambil
melancarkan serangan kembali.
Pertempuran pun terbagi menjadi dua kelompok yang terpisah, masing masing pihak berusaha
menyelesaikan pertarungan yang sedang dihadapi secepat mungkin.
Disatu pihak lima naga dari wilayah Biau, dibawah pimpinah si burung Hong Lam peng
bertarung sengit melawan kelima utusan Nirmala yang masih tersisa.

SEmentara dipihak lain, Dewi Nirmala dengan mengandalkan tenaga dalam hasil latihannya
selama puluhan tahun harus bertarung sengit melawan Kim Thi sia dan Sastrawan menyendiri.
Sekilas pandangan, pertarungan antara mereka berlangsung amat tenang dan tidak kelihatan
ketegangan yang mencekam, tapi dalam kenyataan situasi amat gawat dan berbahaya sekali,
sebab siapa salah melangkah setengah tindak saja bisa berakibat kehabisan yang mengerikan.
Sepertanak nasi kemudian....
Tiba tiba Dewi Nirmala menemukan suatu kejadian yang aneh, ia merasakan meskipun tenaga
dalam yang dimiliki Kim Thi sia hampir berimbang dengan kekuatan Sastrawan menyendiri, namun
setiap kali dia merasakan datangnya suatu gelombang serangan yang aneh sekali.
Ia dapat merasakan setiap kali setelah terjadi gelombang serangan tersebut, secara tiba tiba
saja kekuatan tenaga dalam milik Kim Thi sia memperoleh kemajuan yang lebih pesat, kekuatan
yang terpancar keluarpun terasa makin menghebat.
Sudah barang tentu dia tak akan menyangka bahwa semua peristiwa ini bisa berlangsung
karena Kim Thi sia telah menguasai ilmu Ciat Khi mi khi yang sangat hebat itu.
Dalam pertarungannya melawan si pedang emas temp hari, dia bisa unggul dari lawannya,
sebagian besar hal inipun disebabkan ilmu Ciat khi mi khi-nya berhasil menghisap kekuatan musuh
tanpa musuh bisa menghalanginya.
Dan kini tenaga dalamnya telah peroleh kemajuan yang pesat, apalagi diapun masih dibantu
oleh Sastrawan menyendiri yang tak kalah tangguhnya, tidak heran kalau kemampuannya semakin
dahsyat lagi.
SEbagai seorang perempuan yang sombong dan tinggi hati, Dewi Nirmala pun enggan
menunjukkan kelemahannya didepan orang lain pula, dia tak mau percaya dengan segala macam
tahayul, karenanya dia semakin menekan Kim Thi sia dengan kekuatan yang lebih hebat.
Siapa sangka semakin besar dia menekan makin berlipat pula tenaga perlawanan yang timbul
dari tubh lawan.
Begitulah untuk sementara waktu pertarungan berlangsung seimbang, kedua belah pihak sama
sama tidak mampu mengalahkan musuhnya.
Fajar mulai menyingsing diufuk timur....
cahaya keemasan yang terang benderang mulai menyinari wajah Dewi Nirmala,Kim Thi sia
serta Sastrawan menyendiri, wajah keringat, air mukanyapun berubah menjadi merah padam.
Tiba tiba terlihat Dewi Nirmala tersenyum dan mundur sempoyongan ke belakang.
Menyusul kemudian tampak perempuan itu roboh terjungkal keatas tanah dan tak pernah
bangun lagi untuk selamanya.... ternyata isi perutnya sudha terluka parah, dalam keadaan yang
menggenaskan itulah ia menghembuskan napasnya yang penghabisan.
Kim Thi sia mendongakkan kepalanya sambi menghembuskan napas panjang, ia menjumpai
Sastrawan menyendiri telah terkapar pula diatas tanah tanpa diketahui mati hidupnya...
Sementara itu, si burung hong Lam peng serta lima naga dari wilayah Biau berlumuran darah
pula, tapi mereka masih dapat berjalan mendekat dengan wajah gembira.
Dari sakunya si Burung Hong mengeluarkan Lentera Hijau lalu sambil menyerahkan ke tangan
Kim Thi sia, ia berseru,
"Nah sekarang kita sama sama telah peroleh apa yang diinginkan, bersediakah kau pergi
bersamaku?"
Kim Thi sia segera tertawa,
"Kini Lentera hijau serta pedang Leng Gwat telah berada ditanganku, kemanapun aku tak ingin
pergi, lagi ula kau hendak membangun organisasimu, cita cita demikian tidak pernah akan cocok

dengan seleraku, sebab aku lebih suka hidup bergelandangan dengan bebas merdeka, karenanya
kau tak usah menarik aku lagi.."
"Tentu saja aku tak dapat memaksamu.." sahut siburung Hong Lam peng sambil tertawa, " tapi
kau bisa saksikan nanti, tak sampai berapa tahun kemudian aku pasti sudah dapat memanfaatkan
kedelapan belas orang jago lihay yang kin masih terkurung dalam gua. mereka sebagai tulang
pungungku, dibantu pula oleh kelima naga dari wilayah Biau yang berada disisiku sekarang. Suatu
perkumpulan terwujud, akan kunamakan perkumpulan ku itu sebagai Perkumpulan Burung Hong,
sedang kedelapn belas orang jago lihay itu adalah utusan-utusan burung Hong ku....."
Berbicara sampai disitu, ia nampak amat gembira, hingga wajahnya kelihatan berseri seri..
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata,
"Kuharap disaat kita bersua kembali nanti, aku bisa menyambut kedatanganmu dalam markas
perkumpulan burung hong kami dengan suatu perjamuan yang sangat meriah..."
Kim Thi sia tersenyum, sambil mengulapkan tanganya ia berseru,
"Kalau begitu, selamat tinggal...."
Burung Hong Lam peng dengan membawa kelima naga dari wilayah Biau nya segera berangkat
menuju ke arah gua neraka.
Sedangkan Kim Thi sia hanya berdiri termangu sambil mengawasi bayangan punggung orang
itu lenyap dari pandangan, kemudian gugamnya sambil menghela napas panjang,
"Aaaiii.. siburung Hong Lam peng barulah menjadi pemenang yang sebenarnya, sungguh tak
disangka dengan susah payah aku dan Khu cu kian pertaruhkan nyawa untuk melenyapkan Dewi
Nirmala si perempuan iblis itu, tapi sekarang justru memberi kesempatan kepada perempuan licik
yanglain. siburung hong Lam peng untuk munculkan diri dalam dunia persilatan, aaii... apakah
dikemudian hari diapun akan menteror dunia persilatan seperti halnya dengan perbuatan Dewi
Nirmala? Yaa.. susah untuk dikatakan.. susah untuk dikatakan mulai sekarang..."
Dibawah sinar rembulan, tiba tiba dia menyaksiakan ada sesosok tubuh manusia sedang
bergerak mendekat dengan langkah gontai dan wajah kebingungan....
begitu mengetahui siapa yang datang, Kim Thi sia segera berteriak keras.
"Ang Thian tong, sungguh kebetulan sekali kedatanganmu, aku hendak memberitahukan
sesuatu kepadamu."
Ang Thian tong sama sekali tidak menghentikan langkahnya karena ucapan tersebut, dia masih
berjalan terus kedepan seperti orang yang kehilangan sukma saja.
Mendadak dari sisi arena ia temukan sesosok mayat, begitu melihat mayat tersebut, ia seperti
tersambar guntur disiang hari bolong sambil memeluk mayat tadi dan menangis tersedu-sedu
teriaknya keras,
"Ayah... ayah... oh ayah... putramu yang tidak berbakti ternyata tak mau menuruti kata katamu
yang terakhir menjelang ajalmu... oh ayah.... aku malu dengan arwahmu dialam baka..."
Sementara itu Kim Thi sia telah berjalan mendekat, segera hiburnya
"Ang Thian tong, yang sudah mati biarkan mati, kau tak boleh kelewat bersedih hati..."
tiba tiba timbul suatu perasaan tak enak dihatinya, maka katanya lebih lanjut,
"mari, biar kubantu dirimu untuk mengubur jenazah ayahmu ini.."
Seraya berkata dia segera bekerja keras menggali liang kubur ditempat tersebut.
Ang Thian tong hanya berdiri membungkam bagaikan sebuah patung, agaknya pukulan batin
yang diterimanya terlampau hebat sehingga ia menjadi kehilangan kesadaran dan berdiri bagaikan
orang bodoh.

Dengan cepat Kim Thi sia mengubur jenazah si pukulan sakti tanpa banyangan. ketika
pekerjaannya telah selesai semua, ia baru berkata kepada Ang Thian tong.
"Ada sebuah perkataan hendak kusampaikan kepadamu...."
"Kau jangan sembarangan berbicara denganku!" tukas Ang Thian tong dengan penuh amarah.
Kemudian secepat kilat dia memandang sekejap sekeliling arena, menyaksikan mayat yang
bergelimpangan diatas tanah, kemudian ia berseru,
"Sudah pasti kaulah yang membantai orang orang itu, kalau begitu....."
Berbicara sampai disini, tiba tiba saja dia menjadi emosi, lanjutnya
"sudah pasti kau pula yang membunuh ayahku!"
"Benar!!" jawab Kim Thi sia jujur.
Seketika itu juga Ang Thian tong membentak keras, suaranya nyaring bagaikan guntur.
"Kau telah membunuh ayahku, merebut istriku, dendam sakit hati ini tak akan terlukiskan
dengan kata kata dan kenyataannya kau telah melakukan kedua hal yang paling terkutuk itu
terhadapku.... bagus... bagus sekali.... wahai Kim Thi sia, aku bertekad akan beradu jiwa
denganmu!"
Kim Thi sia kuatir Ang Thian tong melakukan suatu tindakan yang gegabah dalam keadaan
terpengaruh oleh gejolak emosinya, cepat cepat dia menyingkir kesamping sambil berseru,
"Tunggu dulu, aku hendak memberitahukan sesuatu kepadamu, kau tak boleh beradu jiwa dulu
denganku!"
Ang Thian tong menunduk secara pelan pelan, sinar matanya menjadi redup dan sayu, tiba tiba
gugamnya,
"Ya.. aku tak boleh beradu jiwa denganmu.. tidak, aku tak boleh beradu jiwa denganmu,
sebab... sebab aku hendak mencarimu, aku harus mencarimu untuk menyelamatkan jiwa Hay Jin
ku..."
"Mengapa dengan Hay Jin?" tanya Kim Thi sia tertegun.
"Nona Hay Jin.. dia... saat ini dia telah berada ditepi jurang yang sangat dalam... dia.. dia
hendak bunuh diri... aku... ketika aku ingin menolongnya tadi tahukah kau apa yang dia katakan?
Katanya bila aku berani mendekati tubuhnya, maka dia akan segera terjun kedalam jurang, kau
tahu, jurang itu dalamnya mencapai ribuan kaki, jangankan tubuh Hay Jin yang begitu ramping,
begitu lembut, sekalipun seorang yang berilmu amat lihay pun niscaya akan hancur lebur
badannya... aku... aku telah memohon kepadanya dengan segala macam cara, tapi ia enggan
menuruti perkataanku, akhirnya.. dia minta kepadaku untuk mengundang kau, Kim Thi sia
kesisinya... dia bilang...hanya kehadiran Kim Thi sia disampingnya yang bisa membatalkan niatnya
untuk bunuh diri... dia berjanji akan meninggalkan tepi jurang apabila kau sudah berada
disampingnya.."
Kata-katanya itu diucapkan terpotong-potong dan tak karuan bahasanya, mungkin hal ini
dikarenakan perasaan kaget dan panik yang luar biasa.
Namun laporan tersebut cukup mengejutkan hati Kim Thi sia, segera tanyanya cepat
"Dimanakah letak jurang itu? Cepat ajak aku kesana..."
"Baik!"
Ang Thian tong segera mengajak Kim Thi sia berlarian menuju ke tepi jurang tersebut.
Benar juga, Hay Jin berada ditepi jurang, ia berdiri tegak disitu tanpa bergerak, tubuhnya
berdiri diantara perbatasan hidup dan mati.

Baginya, hidup merupakan suatu penderitaan batin yang berkepanjangan karena dirinya itu
telah dikawinkan kepada seorang lelaki yang dibenci, bahkan semua ibunya adalah gembong iblis
wanita yang ditakuti umat manusia.
Sedang mati baginya merupakan suatu hal yang tragis, dia begitu cantik, begitu muda, tak
pernah merasakan cinta yang sejati.
Tapi, manakah yang harus dipilihnya sekarang? mati atau hidup?
Untuk beberapa waktu lamanya dia merasa ragu untuk menentukan sikapna.
Kim Thi sia yang melihat keadaan mana buru-buru berteriak keras
"Nona Hay Jin, cepat kembali....."
Dia ingin berlarian kedepan untuk memeluk gadis tersebut dan mengajaknya kembali ke tempat
yang aman.
Tapi sambil menangis Hay Jin segera berseru,
"Berheti!! Kim Thi sia kau jangan kemari, kalau tidak aku akan segera melompat ke bawah....."
Terpaksa Kim Thi sia harus menghentikan langkahnya, dengan sedih keluhnya,
"Mengapa harus begini?"
"Aku ingin mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu, asal jawabanmu benar, maka aku
akan balik kesitu, kalau tidak... lebih baik aku terjun saja kebawah, mati lebih enak dari pada
hidup menderita."
"Kau jangan melompat, baik... akan kujawab pertanyaanmu." seru Kim Thi sia dengan tegang.
Kemudian setelah menarik napas panjang, katanya lebih jauh,
"Pertanyaan apa yang ingin kau ajukan? BAgaimana harus ku jawab agar benar jawabannya?"
"Kau tak perlu tahu jawabannya yang bagaimana yang dianggap benar, karena aku sendiri
yang akan menentukan, kau hanay boleh menjawab pertanyaanku dengan dua pilihan."
"Dua pilihan yang mana?"
"Jawab saja dengan kata "ya" atau "tidak"."
"Baik, kau boleh mulai berntaya."
"Kim Thi sia, sebenarya kau mencintai aku dengan bersungguh hati atau tidak? bila kau tidak
bersungguh hati, jawab saja dengan kata "Tidak...""
Kim Thi sia menjadi serba salah dibuatnya, dia memandang sekejap kearah Ang Thian tong
yang berdiri dibelakangnya dengan sikap rikuh.
Cepat cepat Ang Thian tong maju mendekat, lalu bisiknya,
"Aku tak berani berbicara terlalu keras, tapi kumohon kepadamu, cepatlah jawab dengan kata
"iya...."".
Kim Thi sia menelan air liurnya, ia semakin tersipu sipu dibuatnya....
Kembali Ang Thian tong merengek,
"Sekali pun kau tidak mencintai Hay Jin pun ku harap kau sudi mengasihani aku, jawablah
dengan kata 'iya..' oohh, aku bisa sakit ingatan kalau tersiksa terus hatiku... aku... tak ingin
menyaksikan Hay Jin menceburkan diri ke dalam jurang, kumohon... kumohon kepadamu,
berbuatlah kebaikan dan jawablah denga kata 'iya..'".
Terpaksa Kim Thi sia harus menjawab dengan lantang,
"Yaa. benar, aku mencintaimu."
Kembali Hay Jin bertanya,

"Kim Thi sia, bersediakah kau membawaku serta untuk hidup bersama-sama denganmu?
Bersediakah kau menerima ku sebagai istrimu?"
Pertanyaan ini semakin membuatnya konyol..
Namun dibawah desakan dan permintaan Ang Thian tong, kembali Kim Thi sia menjawab,
"Yaaa, aku berjanji.."
Ketika mengucapkan perkataan ini, baik Kim Thi sia maupun Ang Thian tong merasa amat sedih
hingga tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran.
Agaknya Hay Jin merasa puas sekali dengan ketiga jawaban tersebut, pelan pelan ia berjalan
meninggalkan tepi jurang dan menghampiri Kim Thi sia. Bukan hanya begitu bahkan ia segera
merangkul Kim Thi sia dan memeluknya erat-erat.
Bisa dibayangkan betapa pedih dan sakit hatinya Ang Thian tong setelah menyaksikan kejadian
ini.
Sebaliknya Kim Thi sia sendiri pun merasa amat rikuh oleh pelukan tadi, apa lagi Hay Jin
memeluknya dihadapan suami yang sah.
Cepat cepat ia melepaskan diri dari pelukan gadis itu, lalu bisiknya,
"Kau tentu lelah, beristirahatlah dulu dibawah pohon besar, aku...."
Meski Hay Jin menuruti perkataanya itu dan duduk dibawah pohon namun serunya pula dengan
suara kaget,
"Mau apa kau? Apakah kau sudah lupa dengan janjimu tadi, tak akan meninggalkan aku
selamanya."
Dengan pandangan yang merah dan hangat, Kim Thi sia menjawab.
"Kau tak usah khawatir, aku tak akan mengingkari janji.."
Sementara itu keadaan Ang Thian tong tak ubahnya seperti patung, saat Kim Thi sia
membimbing Hay Jin duduk dibawah pohon, dia sendiri justru berjalan menuju ketepi jurang
dengan langkah yang amat berat, ia siapapun dapat melihat bahwa pemuda ini berniat untuk
bunuh diri.
Kim Thi sia yang menyaksikan peristiwa itu segera berbisik,
"Hay Jin duduklah disini, aku ingin berbicara dulu dengan Ang Thian tong....."
Berbicara sampai disitu, ia segera memburu maju kedepan dan serunya cepat cepat.
"Ang Thian tong, tunggu sebentar, aku hendak menyampaikan pesan kepadamu..."
Waktu itu Ang Thian tong telah berada di tepi jurang, ketika melihat Kim Thi sia berjalan
mendekat, ia pun berkata,
"Apa lagi yang harus diperbincangkan? Ayahku telah mati ditanganmu, istriku lebih suka
denganmu, apakah arti kehidupan bagiku? Aaai.. aku tahu, Hay Jin sangat mencintaimu, kuharap
kau suka menjaga Hay Jin baik baik, rawat juga putraku yang masih berada dalam rahim Hay
Jin..."
"Tidak, kau tak boleh meninggalkan kami. apakah kau hendak mencari mati?"
"Kalau tidak mati, apa artinya kehidupan bagiku?"
"Engkau harus menjaga istrimu."
"Tapi dia mencintai dirimu.."
"Aaah, itu bukan alasam, kalian telah kawin resmi, apalagi didalam rahim Hay Jin sudah
terkandung bibit anakmu..."

Akhirnya Kim Thi sia berhasil menemukan alasan yang kuat untuk memberikan jawabannya, ia
segera menarik tangan Ang Thian tong untuk meninggalkan tepi jurang, sementara ia sendiir
segera menggantikan tempat Ang Thian tong ditepi jurang.
Melihat hal ini, Ang Thian tong segera menegur,
"Kim Thi sia, mau apa kau? kau hendak terjuan ke jurang itu?"
Kim Thi sia tersenyum, sahutnya
"Aku telah mendapat sebuah akal yang bagus untuk mengatasi semua persoalan ini. terus
terang saja aku katakan, sesungguhnya aku tidak mencintai Hay Jin. Sekarang aku sadar bahwa
kasih sayangku terhadap Hay Jin yang sebenarnya hanya timbul karena rasa kasihku, iba melihat
nasibnya yang jelek, melihat dia beribu seorang gembong iblis wanita. Selama ini cintaku
terhadapnya hanya terbatas pada cinta seorang abang terhadap adik, apa lagi ia telah menjadi
isterimu yang sah, ia telah mengandung putramu, apakah aku harus merebut istrimu untuk
kunikahi? Apakah aku mesti mengawini gadis yang kucintai sebagai adikku sendiri? Nah, saudara
Ang, sebentar aku akan pura pura terjun ke dalam jurang, aku percaya dengan ilmu meringankan
tubuh serta ilmu Tay Goan sinkang yang kumiliki sekarang, jurang ini bukan tempat yang bisa
mematikan dirimu, setelah aku terjun nanti, Hay Jin tentu akan mengira aku telah mati, saat itu
kau bisa kembali ke sisinya..."
"Tapi... bukankah kau telah berjanji kepada Hay Jin bahwa untuk selamanya kau tak akan
meninggalkan dirinya lagi?"
"Tentu saja perjanjian ini ada satu pengecualian yaitu bila aku telah mati, Nah setelah aku
terjun ke dalam jurang nanti, Nona Hay Jin akan mengira aku telah mati, dan berarti pernjanjian
kami tadipun jadi batal..."
Ang Thian tong termangu, ia tak habis mengerti dengna keadaan yang tertera didepan matanya
sekarang.
Sambil tertawa nyaring, kembali Kim Thi sia berakata.
"Sebelum ayahmu meninggal, ia telah berpesan kepadaku agar kau bisa merawat istrimu secara
baik baik. Kau harus meneruskan generasi Ang berikutnya...."
Ang Thian tong sangat terharu, tanpa terasa air matanya jatuh bercucuran.
Kim Thi sia meloloskan Pedang Leng Gwat kiam-nya dan diserahkan kepada Ang Thian tong,
kembali ia berkata,
"Pedang ini sudah tak berguna lagi bagiku, kuhadiahkan untuk anaknya yang dilahirkan Hay Jin,
nah terimalah..."
"Kenapa pedang ini tak berguna lagi?" tanya Ang Thian tong keheranan..
"Setelah urusan disini selesai, aku bermaksud mencari gadis pujaan yang sesungguhnya amat
kucintai, dia adalah Lin lin.... entah dimana dia berada sekarang, tapi aku akan mencarinya sampai
ketemu, kemudian akan kuajak Lin lin unutk hidup mengasingkan diri disuatu tempat yang
terpencil, jauh dari keramaian manusia, disitu aku ingin Lin lin melahirkan beberapa orang anak
untukku, kami akan melewatkan hidup sebagai rakyat biasa, nah coba kau bayangkan sendiri,
sebagai seorang rakyat biasa yang hidup terpencil, apa gunanya pedang mestika itu bagiku?"
Selesai berkata, ia segera melompat turun ke dalam jurang tersebut dengan gerakan yang amat
cepat.
Sambil termangu mangu, Ang Thian tong berdiri disisi jurang sambil memegang pedang Leng
Gwat kiam, ia tertegun untuk beberapa saat.
Sementara itu, Hay Jin yang berada dikejauhan dapat menyaksikan semua peristiwa dengna
jelas. Ia pun melihat bagaimana Kim Thi sia terjunkan diri ke dalam jurang...
Sambil menangis tersedu sedu, ia segera memburu kedepan...

Dengan gerakan cepat Ang Thian tong memburu kedepan, menghalangi jalan pergi istrinya.
Sambil menangis dan berteriak, Hay Jin mengumpat.
"Ang Thian tong, kau binatang jahat, mengapa kau memaksa Kim Thi sia untuk bunuh diri?"
"Kim Thi sia, dia... dia rela terjun sendiri ke dalam jurang!!"
"Omong kosong, dia.. apa yang dia katakan kepadamu?"
"Dia berharap kita bisa hidup rukun sebagai suami istri yang bahagia dan mempunyai beberapa
orang anak..."
"Tidak mungkin, aku benci... aku benci dirimu..."
"Hay Jin, jangan terlalu emosi.. demi anak kita..."
"Anak kita??" Hay Jin tertawa kalap,
"Benar.. aku harus memelihara anak ini, setelah dewasa nanti aku akan menyuruh anak ini
membunuhmu!!!"
"Aaahh. mana boleh jadi.. aku toh ayahnya.."
Tapi Hay Jin tertawa tergelak bagaikan orang yang kalap, sambil memegangi perutnya yang
mulai membesar, dia berlarian menuruni bukit..
Ang Thian tong kaget, cepat cepat dia memburu mengikut dibelakangnya...
Ketika suasana mulai hening, nun jauh dibawah jurang sana terlihat seorang pemuda sedang
berjalan dengan langkah lebar meninggalkan lembah tersebut, dia adalah jago kita, Kim Thi sia.
Setelah melompat turun dari atas jurang tadi, ia telah menggunakan segenap kemampuan yang
dimilikinya untuk melayang turun didasar Lembah dengan selamat.
Kini tujuannya tinggal satu, yaitu menemukan kembali Lin lin, ia percaya Lin lin masih
mencintainya dan menantikan kedatangannya, ia pun tahu keselamatan jiwa lin lin terjamin karena
ia dikawal oleh si unta sahabatnya yang sering justru memusingkan kepalanya.
Berapa tahun kemudian....
Kadang kala ada pemburu yang melihat sekeluarga kecil manusia bermunculan disekitar sebuah
bukit yang tinggi dan terpencil itu dan jauh dari keramaian manusia, tapi bila mereka berusaha
menyelidikinya, bayangan tersebut tidak pernah ditemukan kembali.
Siapakah mereka? Mungkinkah keluarga Dewi yang sedang berpesiar dari khayangan?
Tentu saja tidak, sebab keluarga yang sering munculkan diri itu bukan lain adalah Kim Thi sia
bersama Lin lin dan beberapa orang putra putrinya, semenjak hidup mereka mengasingkan diri
ditempat tersebut, mereka dapat melewatkan sisa hidupnya dengan gembira dan penuh
kedamian.
Dan sampai disini pula kisah "LEMBAH NIRMALA" ini. semoga anda puas dan bertemu di lain
cerita.
==TAMAT==
Anda sedang membaca artikel tentang Lembah Nirmala 7 dan anda bisa menemukan artikel Lembah Nirmala 7 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-7.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Lembah Nirmala 7 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Lembah Nirmala 7 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Lembah Nirmala 7 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/lembah-nirmala-7.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 1 komentar... read them below or add one }

Agen Poker online mengatakan...

bagus artikelnya gan......

Posting Komentar