KEDELE MAUT 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Jumat, 09 September 2011

Kemudian setelah memuji keagungan sang Buddha lagi, dia
menambahkan:
“Aku akan mohon diri lebih dulu!”
Habis berkata, dia segera menggerakkan badan dan berlari dari
situ dg kecepatan tinggi.
Lama sekali Kho Beng berdiri termangu-mangu ditempat semula
sebelum akhirnya menghela napas dan berkata :
“Perubahan sikap yg diperlihatkan hwesio tua ini kelewat cepat,
aku menjadi tak habis mengerti, sebetulnya niat mereka itu baik
atau jahat……”
Chin Sian kun memperhatikan sekejap wajah anak muda itu, lalu
katanya dg lembut :

“Tampaknya ia mempunyai niat yg jujur dan tulus, apalagi
tindakan semacam inipun bakal mendatangkan keuntungan bagi
kedua belah pihak, aku rasa tawaran tsb tak usah kita risaukan lagi.”
Mendadak Kho Beng menghentakkan kakinya sambil berseru :
“Aduh celaka! Aku telah melupakan suatu masalah yg amat
penting….”
“Soal apa?” Tanya Chin sian kun keheranan.
“Masalah disekapnya ketua Sam goan bun oleh pihak Siau lim
pay, aku lupa utk titip pesan kepadanya agar memohonkan
pembebasan dari ketua Siau lim pay.”
Chin sian kun segera tertawa cekikikan serunya:
“Kalau hanya disebabkan persoalan ini, aku rasa kau tak perlu
terlalu merisaukannya.”
“Kenapa?” Tanya Kho Beng tak habis mengerti.
“Coba kau bayangkan sendiri, ketua dari Sam goan bun bias
disekap dikuil Siau lim si gara-gara urusanmu, apabila sekarang
pihak Siau lim pay bersedia utk bekerja sama dg mu, masa mereka
tak akan membebaskan ketua dari Sam goan bun tsb? Siapa tahu
dia justru akan dikirim kemari utk ikut melacaki jejak dewi In nu?”
Kho Beng segera manggut-manggut, katanya :
“Nona memang sangat teliti dan cermat sekali, dugaanmu
memang tepat sekali!”
Setelah tertawa bangga, kembali Chin sian kun berkata :
“Lantas kemanakah kita harus pergi sekarang?”
“Sekarang kita harus pergi mencari Molim sekalian berempat!”
Maka mereka berdua pun menuruni bukit tsb dan kembali kekota
kecil dikaki gunung.
Ketika menyusul kerumah penginapan tsb, menurut keterangan
pemilik rumah penginapan itu, keempat orang itu sudah
meninggalkan tempat tsb sejak kemarin.
Kho Beng menjadi sangat gelisah, segera tanyanya :
“Apakah mereka telah meninggalkan alamat yg hendak dituju?”
“Tidak!” pemilik penginapan itu menggelengkan kepalanya
berulang kali, “mereka tidak mengatakan apa-apa, langsung pergi
begitu saja…..”
Terpaksa Kho Beng harus meninggalkan rumah penginapan tsb,
sepanjang jalan dia Nampak murung dan sangat kesal.
Melihat sikap anak muda tsb, Chin sian kun segera berkata :

“Bukan aku sengaja banyak mulut, tapi aku rasa alangkah
baiknya bila keempat orang anak buah kongcu itu pergi tanpa
pamit.”
“Kenapa begitu?”
“Aku tak ingin mengatai kejelekan orang lain, tapi dalam
kenyataannya keempat orang itu sama sekali tidak menaruh
kesetiaan terhadap Kho kongcu, sikap mereka selama ini tak lebih
hanya ingin mempelajari isi dari kitab pusaka Thian goan bu boh!”
“Aaaaai….setiap manusia tentu mempunyai watak yg baik dan
jelek, tapi sikap mereka berempat saat ini sudah jauh berbeda dg
sikap mereka waktu pertama dulu.”
“Maksud Kho kongcu………” Chin sian kun berpaling.
“Mereka berempat sebetulnya mempunyai sifat yg jujur dan
terbuka, apalagi setelah melalui pendidikan dan bimbingan beberapa
waktu, boleh dibilang kesetia kawanan mulai mereka kenal. Bisa jadi
kepergian mereka dari rumah penginapan ini adalah utk mencari
jejakku.”
Kemudian setelah menghela napas, kembali katanya :
“Cuma saying mereka terlalu sempit jalan pikirannya sehingga
tidak tahu bagaimana mesti meninggalkan pesan kepada pemilik
rumah penginapan itu………”
Dg nada setengah percaya, Chin sian kun berkata :
“Kalau begitu kita harus pergi mencari mereka berempat?”
Kho Beng berpikir sebentar lalu mengangguk :
“Yaa, tentu saja, tapi aku rasa tiada tempat yg bias kita telusuri
utk mencari jejak mereka, aku pikir lebih baik kita kembali dulu
kelembah hati Buddha, coba kita periksa apakah kondisi badan Bu wi
cianpwee telah pulih kembali seperti sedia kala.”
“Betul!” sambung Chin sian kun, “bisa jadi Molim bersaudara
telah kembali kelembah hati Buddha!”
“Kejadian semacam ini mungkin saja dapat berlangsung, mari kita
segera berangkat kelembah hati Buddha.”
Maka berangkatlah kedua orang itu menuju kelembah hati
Buddha.
Oleh karena kepergian mereka kelembah hati Buddha tidak
mengandung tujuan yg terburu-buru, maka perjalanan mereka
tempuh dg santai, sepanjang jalan selain mereka menikmati
panorama yg indah, pekerjaan mereka adalah mengamati gerak
gerik umat persilatan.

Menjelang magrib keesokan harinya, mereka berdua menempuh
perjalanan sejauh lima li dari bukit Cian san.
Setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, Kho Beng
segera berkata :
“Aku lihat kita sudah jalan terlalu jauh hingga melampaui tempat
penginapan.”
Ternyata sekeliling tempat itu merupakan hutan belantara dg
tanah perbukitan dikejauhan sana.
“Apa salahnya?” sahut Chin sian kun sambil tersenyum, “udara
malam pasti amat nyaman, mengapa kita tidak menempuh
perjalanan malam? Kapan kita sampai dikota, kapan pula kita
beristirahat, toh hasilnya juga sama saja……?”
Kho Beng manggut-manggut, tanpa berbicara mereka berdua
pun melanjutkan perjalanannya menelusuri tanah berhutan.
Mendadak……..
Kho Beng menyaksikan ada seseorang yg berjalan malam
melintas lewat dari sisi kiri mereka, jaraknya hany beberapa puluh
kaki saja dari mereka berdua.
Tergerak perasaan Kho Beng sesudah menyaksikan hal ini,
kepada Chin sian kun dia segera member tanda, kemudian dilakukan
pengejaran secara ketat.
Ternyata ilmu meringankan tubuh yg dimiliki si pejalan malam itu
cukup tangguh, mereka harus mengejar sejauh satu li lebih sebelum
berhasil menyusul sampai jarak sepuluh kaki dibelakang orang itu.
Agaknya si pejalan malam itupun sudah merasakan kalau
jejaknya sedang diikuti orang, tiba-tiba saja dia menghentikan
larinya.
Dalam waktu singkat kedua belah pihak telah saling bersua
muka, tanpa terasa Kho Beng berseru tertahan, ternyata orang itu
adalah orang yg cukup dikenal olehnya, yakni si Saudagar racun
berjalan cepat Cho Tay hap.
Cho Tay hap sendiripun nampak agak tertegun, kembali sambil
buru-buru member hormat, katanya :
“Ooooh rupanya kongcu, mengapa kau datang kemari?”
Kho Beng menghela napas,
“Aaaai…panjang sekali utk diceritakan dan bagaimana dg kau
sendiri? Apakah belakangan ini pernah bertemu muka dg ciciku?”
Kali ini Cho tay hap yg menghela napas panjang,

“Aaaai…cicimu sudah terperangkap oleh anak buah dewi In nu
sehingga hubungan diantara mereka Nampak sangat akrab dan
mesra, kemanakah dirinya berada sekarang kini sudah menjadi
sebuah tanda Tanya yg besar sekali”
“Yaa benar, aku sendiripun merasa amat gelisah dan cemas
karena persoalan ini!” cepat-cepat Kho Beng berkata.
“Ooooh…jadi kongcu pun sudah mengetahui akan persoalan ini?”
Kho Beng manggut-manggut.
“Bukan hanya tahu, tapi aku sudah dua kali menemui ancaman
bahaya maut diperkampungan Ciu hong san ceng, saying sekali
ciciku begitu terpengaruh oleh mereka sehingga bagaimanapun aku
member penjelasan kepada dirinya, ia tetap tidak percaya!”
Kemudian sambil menatap wajah Cho Tay hap sekejap, kembali
ujarnya :
“Bagaimana dg kau sendiri? Hendak pergi kemana?”
“Sebenarnya hamba sedang berusaha mencari kongcu, maksudku
hendak pergi kelembah hati Buddha, sungguh tak kusangka kita
telah bertemu muka disini.”
“Ada persoalan apa mencariku?” Tanya Kho Beng cepat.
“Pertama hamba ingin mengajak kongcu utk berunding
bagaimana caranya melepaskan encimu dari pengaruh anak buah
dewi In nu, kedua adalah menyangkut masalah keempat orang anak
buah kongcu itu…..”
“Apakah kau bersua dg mereka?”
Dg wajah serius Cho Tay hap segera berkata :
“aku telah bersua dg mereka, saat ini mereka telah menjalin
hubungan yg cukup akrab dg para begundal Dewi In nu, tentu saja
tujuan mereka tak lain adalah kitab pusaka Thian goan bu boh yg
berada ditangan kongcu.”
“Aaah, peristiwa ini benar-benar jauh diluar dugaanku!” seru Kho
Beng setengah percaya setengah tidak.
Dg wajah serius kembali Cho Tay hap berkata :
“Sebenarnya hamba bermaksud menguntit dibelakang mereka
utk mengetahui siapakah orang yg mengadakan kontak dg mereka,
tapi akhirnya mereka berhasil meloloskan diri.”
Chin sian kun yg berada disisinya segera menukas:
“Sudah sejak lama aku tahu kalau mereka bukan manusia baikbaik….!”

Sementara itu Cho Tay hap sudah memandang sekeliling tempat
itu, kemudian katanya lagi :
“aku telah bertemu pula dg si Unta sakti berpunggung baja Thio
cianpwee, dia sendiripun mengusulkan agar kongcu bias turun
tangan melenyapkan mereka berempat dari muka bumi.”
“dimanakah si Unta Sakti cianpwee? Apakah kau tahu?” buruburu
Kho Beng bertanya.
“Meskipun aku tak tahu berada dimanakah dia sekarang, tapi
setengah bulan kemudian aku masih mempunyai janji dgnya.”
“Kalian berjanji akan bersua dimana?”
“Lembah bunga tho dibukit Hu gou san!”
Kemudian setelah berhenti sejenak, ujarnya lebih jauh :
“Tapi Thio cianpwee berpesan agar kongcu tidak pergi
menjumpainya, sebab yg terpenting buat kongcu saat ini adalah
menghimpun seluruh kekuatan yg dimiliki utk melacaki jejak dewi In
nu, selain watak diketahui watak dan tabiat keempat orang asing itu
sudah diketahui tak jujur dan berniat membelot. Walaupun semula
Thio cianpwee menghimpun mereka demi membantu kongcu yg
berada dalam posisi seorang diri, tapi sekarang sudah ada Bu wi
cianpwee, hwesio daging anjing serta Kim bersaudara sekalian yg
siap membantu, oleh karenanya dianjurkan agar keempat orang tsb
dilenyapkan saja dari muka bumi, ketimbang akhirnya menimbulkan
banyak kesulitan buat diri sendiri.”
“Baiklah segala sesuatunya akan kulaksanakan sesuai dg perintah
Thio cianpwee, bila kau bertemu lagi dg dia orang tua, tolong
sampaikan pula salamku kepadanya.”
“Hamba mengerti” buru-buru Cho Tay hap mengiakan.
Setelah berpikir sejenak, Kho Beng berkata lebih lanjut :
“Kalau memang begitu, kau boleh pergi sekarang.”
“Harap kongcu bias baik-baik menjaga diri” Cho Tay hap segera
member hormat.
Kemudian berangkatlah saudagar itu meninggalkan tempat tsb.
Mengawasi bayangan punggung Cho Tay hap yg pergi jauh,
tanpa terasa Kho Beng menghela napas sedih.
Chin sian kun mengerti bahwa pikiran dan perasaan hatinya
waktu itu amat kalut dan berat, karenanya dia pun tidak banyak
berbicara , dg mulut membungkam ia berjalan mengikuti
disampingnya.

Sekalipun mereka berdua tidak bercakap-cakap, namun Kho Beng
bias merasakan timbulnya rasa hangat yg sukar dilukiskan dg katakata,
menyelimuti pikiran dan perasaannya yg kalut.
Begitulah dalam suasana hening dan saling mencekam, mereka
berdua menempuh perjalanan selama hampir satu jam lebih,
sementara itu kegelapan yg luar biasa telah menyelimuti seluruh
angkasa.
Waktu itu langit amat gelap tiada cahaya rembulan, tiada cahaya
bintang, yg ada hanya awan gelap yg menutup angkasa.
Tiba-tiba Chin sian kun berbisik :
Padahal Kho Beng sendiripun merasa agak lelah karena selama
beberapa hari terakhir ini mereka berdua belum pernah beristirahat
secara baik.
Kho Beng mencoba utk memperhatikan sekejap sekeliling tempat
itu, mendadak ujarnya sambil menunjuk kemuka :
“Rasanya didepan sana terdapat sebuah bangunan kuil,
bagaimana kalau kita menginap semalam dikuil tsb?”
Walaupun kegelapan telah menyelimuti seluruh bumi waktu itu,
namun mereka masih dapat melihat secara lamat-lamat bahwa
ditengah pepohonan yg rimbun didepan sana terdapat sebuah
bangunan besar yg membentuk seperti kuil.
Dg perasaan gembira Chin sian kun manggut-manggut,
berangkatlah mereka berdua menuju kebangunan kuil tsb.
Sewaktu sampai didekat bangunan tsb, ditemui pintu gerbang
sudah setengah roboh, rumput ilalang tinggi selutut, rupanya tempat
itu merupakan sebuah kuil bobrok yg sudah lama tidak dipergunakan
lagi.
Dari papan nama yg terpancang dimuka bangunan tsb dapat
diketahui bahwa kuil itu bernama “Lu cau bio”
Sambil tertawa Kho Beng segera berkata :
“Malah kebetulan sekali kalau kuil ini adalah kuil yg terbengkalai,
kita tak usah mencari alasan utk membohongi pendeta, biar tak usah
pula membayar uang minyak.”
Dg langkah lebar mereka berdua berjalan masuk keruang tengah
kuil tsb, Chin sian kun segera bersorak gembira :
“Coba lihat, bersih nian tempat ini”
Ketika Kho Beng menyusul kedalam, dijumpai ruangan tsb
memang berada dalam keadaan bersih sekali, lagipula bangunan
utamanya masih tetap utuh.

Tanpa terasa dia berseru dg kening berkerut :
“Sungguh aneh!”
“Yaa, memang sangat aneh” Chin sian kun menimpali, “kalau
dibilang kuil ini sudah lama terbengkalai dan tak dihuni manusia lagi,
kenapa ruangan tengahnya justru begitu rapih dan bersih?”
Kemudian setelah berpikir sebentar, kembali ujarnya :
“Yaa betul, sudah pasti tempat ini dipergunakan kaum pengemis
atau pendatang sebagai tempat pondoknya, itulah sebabnya tempat
ini diatur secara rapih dan bersih!”
“Aaaah, peduli amat” kata Kho Beng sambil tertawa aneh,
“bagaimana juga kita kan Cuma menginap semalam, besok pagi kita
telah berangkat kembali.”
Maka mereka berdua pun duduk bersila didepan altar sambil
mengatur napas utk memulihkan kembali tenaga dalam mereka.
Ditengah suasana hening dan hampir mencapai keadaan akan
lupa akan keadaan sekelilingnya, mendadak terdengar suara langkah
kaki manusia berkumandang datang dari kejauhan sana.
Kho Beng yg pertama-tama merasakan hal itu, cepat-cepat ia
menarik ujung baju Chin sian kun, sambil berbisik :
“Ssst, ada orang datang!”
“Mungkin para pengemis penghuni kuil ini telah pulang” jawab
Chin sian kun lirih.
“Itu toh menurut dugaan kita sendiri, bisa juga orang lain yg
datang kesini.”
“Lantas apa yg harus kita lakukan sekarang?” tanya si nona dg
kening berkerut.
“Lebih baik kita bersembunyi saja!”
Dg langkah cepat mereka berdua segera lari kesisi ruang tengah
dan m enyembunyikan diri dibalik kegelapan.
Dinding samping itu berada dalam keadaan setengah roboh
sehingga mudah sekali bagi mereka untuk mengundurkan diri
kebelakang, boleh dibilang tempat tsb merupakan tempat yg amat
strategis, karena bisa digunakan menyerang maupun mengundurkan
diri secara leluasa.
Baru saja mereka berdua menyembunyikan diri, tampak empat
sosok bayangan manusia telah melangkah masuk kedalam ruang kuil
dg langkah lebar.

Setibanya dalam ruang tengah, keempat orang itu segera
m,embuat api unggun dan mengeluarkan daging serta arak, lalu
bersantaplah mereka dg lahap.
Baik Kho Beng maupun Chin sian kun dapat melihat dg jelas
bahwa keempat orang tsb adalah Molim, Hapukim serta Rumang
berempat.
Beberapa kali Kho Beng berniat utk munculkan diri, namun
niatnya selalu dihalangi Chin sian kun, malah dg ilmu menyampaikan
suara, bisiknya :
“Coba kita dengarkan dulu apa yg mereka bicarakan, apalah
gunanya tergesa-gesa menemui mereka?”
Terpaksa Kho Beng harus bersabar dan tetap menyembunyikan
diri dibalik kegelapan.
Tak lama kemudian keempat orang itu sudah mulai mabuk oleh
air kata-kata.
Tampak Rumang menepuk paha sendiri keras-keras segera
berseru :
“Aku lihat pergaulan kita makin lama makin kacau, benar-benar
mak nya….”
Hapukim berkata pula kepada Molim.
“Sekarang apa yg mesti kita perbuat, jangan lagi orangnya,
bayangan tubuh dari Kho Beng si bocah keparat itupun sudah tak
nampak lagi, hmmm!”
“Sudah pasti kau bertindak kurang hati-hati sehingga rahasia kita
ketahuan, karena itulah dia segera melarikan diri!”
Kho Beng yg menyadap pembicaraan itu kontan saja merasakan
hatinya tenggelam kedasar samudera, diam-diam pikirnya :
“Betul-betul tahu orangnya, tahu mukanya belum tentu dapat
menyelami perasaannya.”
Sementara itu Molim telah berkata sambil tertawa :
“Buat apa kita mesti gelisah, toh tiada pekerjaan yg gampang
didunia ini.”
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
“Tentang masalah Kho Beng, aku kira dia sudah menjumpai
kesulitan diperkampungan Ciu hong san ceng, jadi mustahil dia telah
mengetahui rencana kita, dalam hal ini aku yakin masih dapat
melihatnya secara jitu….”
Rumang segera mendengus :

“Hmmm…baiklah, anggap saja Kho Beng si bocah keparat itu
memang belum mengetahui persoalan kita, tapi kemanakah kita
harus pergi mencari dirinya?”
“Yaa betul” sambung Hapukim, “paling tidak kita kan mesti
menemukan Kho Beng lebih dulu, kalau tidak, bagaimana mungkin
kita bisa mendapatkan kitab pusaka Thian goan bu boh tsb?”
Molim segera menggeleng, katanya :
“Menurut penilaianku, kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu
boh sudah tidak berada ditangan Kho Beng, besar kemungkinan
benda tsb masih berada ditangan si tua Bu wi.”
“Hmm, kau sama sekali tak pernah melakukan pelacakan secara
khusus, dari mana bisa tahu kalau benda tsb tidak berada
disakunya?” seru Rumang.
“Padahal asal kita mau berpikir, hal tsb bisa kita pikirkan dg jelas,
sesungguhnya Kho Beng si bocah keparat itu belum berhasil
menguasai ilmu silat yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan
bu boh, sekalipun pernah dipelajarinya tanpa latihan satu atau dua
tahun mustahil dia bisa memperoleh hasil yg sepadan, jadi tegasnya
kepandaian silatnya tak lebih hanya mendapat sedikit kemajuan
saja. Bayangkan saja, dg bekal kepandaian serendah ini, apakah dia
akan menggembol benda yg tak ternilai harganya itu?”
“Yaa, betul juga perkataan ini” seru Mokim sambil mengangguk.
Tapi Hapukim segera berteriak :
“Aaah, peduli amat betul atau tidak perkataan tsb, yg penting apa
yg mesti kita perbuat sekarang?”
“Sederhana sekali, aku telah berhasil mendapatkan sebuah
rencana yg amat bagus.”
Sekali lagi Rumang menepuk paha sendiri keras-keras, teriaknya :
“Cepat katakan apa rencanamu itu?”
“Kita berangkat kelembah hati Buddha dan berlagak diutus oleh
Kho Beng si bocah keparat itu utk mengambil kedua lembar kitab
pusaka Thian goan bu boh!”
“Aku rasa cara seperti itu tak bakal berhasil, jangan lagi situa Bu
wi adalah seorang yg berotak lihay dan liciknya bukan kepalang. Ia
tak mungkin percaya dg perkataan kita, lagipula si hwesio daging
anjing pun bukan manusia yg boleh dianggap enteng, bagaimana
mungkin dia bersedia menyerahkannya kepada kita?”
Molim segera mendengus :
“Hmmm, dasar goblok!”

“Hey, siapa yg kau maki?” tegur Hapukim marah.
“Tentu saja kau! Otakmu memang bebal dan tak pernah bisa
dipakai utk berpikir, hmmm… sekalipun kita gagal utk menipu
mereka, paling tidak kita kan akan memperoleh kepastian tentang
kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tsb, asal kita laporkan
kabar tsb kepada Thia hu hoat, emangnya kita tak akan peroleh
bagian?”
Agaknya Hapukim menyadari kalau otak sendiri memang tak
selancar dan sepintar Molim, karenanya dia Cuma bisa menahan diri
dan tak banyak bicara lagi.
Sementara itu Molim telah mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak amat bangga.
Chin sian kun segera berbisik kepada Kho Beng dg ilmu
menyampai suara :
“Nah, sekarang kau sudah jelas bukan? Thia hu hot yg dia
maksudkan bernama Thia bu ki, dia adalah salah satu diantara
duabelas pelindung hukum dari dewi In nu.”
Diam-diam Kho Beng menghembuskan napas panjang, utk sesaat
ia merasa sangat kecewa hingga lupa utk memberi jawaban.
Mendadak terdengar lagi suara langkah kaki dari manusia
bergema datang dan langsung menuju kedalam kuil.
Sementara Kho Beng masih tertegun, Chin sian kun kembali
berbisik :
“Sudah pasti pelindung hukum she Thia yg datang!”
Namun setelah suara langkah kaki manusia itu masuk kedalam
ruang kuil, ia baru mengetahui kalau dugaannya salah.
Ternyata yg datang adalah seorang lelaki yg berdandan seperti
seorang Sastrawan tapi tegasnya pakaian tsb sudah dekil lagi luntur
warnanya, mungkin sudah sepuluh tahun tak pernah dicuci hingga
warnanya tak bisa diduga lagi.
Yg jelas pakaian tsb memberi kesan dekil lagi bobrok bagi
siapapun yg melihatnya.
Orang itu berumur empat puluh tahunan, tubuhnya kurus lagi
kuning kepucat-pucatan, mungkin sudah tiga tahun menderita sakit
dan belum juga sembuh, pokoknya dia mempunyai potongan muka
yg mengenaskan dan patut dikasihani.
Sambil mengoyangkan sebuah kipas berwarna hitam, sastrawan
itu berjalan masuk kedalam ruang kuil dg jalan terseok-seok….

Kho Beng serta Chin sian kun yg melihat kehadiran orang itu
menjadi tertegun , utk sesaat mereka tak bisa menduga asal usul
orang tsb.
Agaknya Molim sekalian yg berada didalam ruang kuil pun
merasa agak tercengang dg kehadiran orang itu.
Sambil memutar biji matanya, Molim segera menghardik :
“Hey si peminta-minta, malam ini tempatmu sudah kami
pergunakan, lebih baik mencari tempat pemondokan ditempat lain
saja!”
“Biarpun sudah kalian tempati, memangnya aku tidak boleh
masuk kemari?” sahut sastrawan rudin itu sambil tertawa terkekehkekeh.
Rumang segera berteriak :
“Tempat ini kelewat sempit, tak mungkin bisa menampung sekian
banyak orang utk tidur bersama.”
“Aaah, bisa tak bisa tidurpun tak mengapa, toh aku bisa duduk
duduk….hey, kalian punya arak wangi?”
“Arak sih ada, Cuma sayang bukan disediakan untukmu!” bentak
Hapukim mendongkol.
Kembai sastrawan rudin tertawa :
“Empat samudera adalah sahabat, masa kalian tak akan
mengundangku untuk minum barang dua cawan saja?”
Rumang menjadi teramat gusar, segera teriaknya :
“Hey pengemis busuk, kenapa sih kau ribut amat? Huuuh, dg
tampangmu yg begitu dekil dan menjijikkan, kaupun ingin meneguk
arak kami? Hayo cepat menggelinding pergi dari sini, kalau terlambat
menggelinding akan kusuruh kau merangkak keluar dari sini!”
Kembali sastrawan rudin itu tertawa :
“Aku sipelajar belum pernah belajar merangkak, entah kalian
berempat mampu tidak utk merangkak keluar?”
“Haaaah….haaa…haaaah…orang apapun mengaku sebagai
pelajar? Huuuh, betul-betul tak tahu malu!” ejek Rumang sambil
tertawa seram.
“Sesungguhnya aku sipelajar adalah orang yg paling ramah dan
tahu diri” kata si sastrawan rudin sambil menggeleng, “asal kalian
bersedia menjamu aku dg arak dan daging lezat, akupun bersedia
memaafkan kekasaran kalian serta tidak mempersoalkan lagi.”
“Lebih baik kau persoalkan saja, pingin kulihat bagaimana caramu
utk mempersoalkan masalah ini.”

“Aku lihat kalian semua adalah orang-orang yg tak tahu diri,
orang bermata buta!”
Rumang menjadi sewot, sambil mengepal tinjunya ia membentak
:
“Ngaco belo tak karuan, hati-hati akan kupetik batok kepalamu
itu!”
Mendadak sastrawan rudin itu tertawa tergelak :
“Haaaah…haaahh…haaahh…bagus sekali….aku sipelajar sastra
gagal menjadi sastrawan, belajar pedang gagal menjadi jago
pedang, kemudian belajar memetik batok kepala, ternyata dalam
bidang yg satu ini aku memang cukup ahli dan berpengalaman.”
“Kau pun pandai memetik batok kepala?” tanya Rumang dg
wajah tertegun.
“Yaa, mengetahui sedikit-sedikit”
Sambil bertolak pinggang Rumang segera membentak :
“Kalau begitu coba kau petiklah, bila tak mampu memetik batok
kepala ayahmu….hati-hati kalau batok kepalamu tak bisa di
pertahankan lagi!”
“Bagus sih bagus” kata sastrawan rudin itu sambil tertawa, “tapi
sebelum itu aku ingin melihat dulu bagaimana caramu merangkak
keluar dari sini.”
Tak terlukiskan rasa gusar Rumang menghadapi kejadian ini,
tanpa banyak berbicara lagi dia segera mengepal tinjunya dan
langsung disodokkan kemuka.
Pada hakekatnya dia tak memandang sebelah matapun terhadap
sastrawan rudin yg ceking lagi pucat sehingga mirip orang yg hampir
mampus ini.
Serangan yg dilontarkan dg cepat dan dahsyat itu dalam
perkiraannya paling tidak bisa membuat pelajar rudin itu pingsan
sebelas kali………
Siapa tahu menilai orang tak boleh menilai dari wajahnya, kali ini
Rumang telah salah menilai lawannya.
Tidak tampak bagaimana cara pelajar rudin itu menghindarkan
diri, tahu-tahu jotosan yg sangat kuat itu sudah mengenai sasaran
kosong.
“Hey orang muda, kau betul-betul hendak main pukul?” teriak
pelajar rudin itu keras-keras.
Rumang agak tertegun, kemudian teriaknya pula :
“Hey, kalau punya nyali hayo jangan berkelit!”

Kembali sebuah sodokan tinju yg keras dilontarkan kedepan.
Kali ini ternyata sastrawan rudin itu tidak mencoba utk
menghindarkan diri, dia malah sambut datangnya serangan tsb dg
sodokan kipasnya.
Dg demikian pukulan keras dari Rumang tsb bukan bersarang
ditubuh sastrawan rudin itu, sebnaliknya malah saling membentur dg
ujung kipas.
Tak ampun lagi dia menjerit kesakitan, seketika itu juga kepalan
kanannya sakit bagaikan retak, rasa sakit yg dideritanya benar-benar
tak terlukiskan dg kata-kata.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh, sastrawan rudin itu berseru :
“Nah, bocah tolol, kali ini kau harus menderita cukup berat!”
Kipasnya ditotok berulang kali kedepan, dalam waktu singkat,
sikut kiri serta sepasang lutut Rumang sudah terhajar oleh gebukan
kipas tsb……
Jerit kesakitan yg memilukan hati bergema saling menyusul,
keempat anggota badannya seperti sudah dibikin cacat semua,
membuat ia tak mampu berdiri tegak lagi dan segera roboh
terjengkakng keatas tanah…
Hapukim serta dua bersaudara Mo yg melihat peristiwa itu
menjadi amat terperanjat, serentak mereka meloloskan s enjata
masing-masing sambil menerjang kemuka.
Terdengar sastrawan rudin itu berseru sambil tergelak :
“Kalian tak perlu tergesa-gesa, marilah maju satu persatu!”
Kipasnya segera direntangkan, selapis tenaga pukulan yg tak
berwujud dan bersuara segera menyapu ketubuh ketiga orang tsb.
Bagaikan menumbuk diatas lapisan dinding baja yg amat kuat
saja, tampak ketiga orang itu mencelat kebelakang hingga
menumbuk diatas dinding ruangan keras-keras.
“Blaaaammm….!”
Sampai setengah harian lamanya mereka tak sanggup utk
merangkak bangun kembali.
Kho Beng serta Chin sian kun yg mengikuti jalannya peristiwa itu
menjadi terperanjat sekali hingga paras mukanya berubah hebat,
sadarlah mereka bahwa sastrawan rudin tsb sesungguhnya adalah
seorang tokoh dunia persilatan yg berilmu tinggi, hanya mereka tak
dapat nmenebak siapa gerangan orang ini.
Sementara itu Molim sekalian telah meronta bangun, kini mereka
Cuma bisa berdiri termangu-mangu bagaikan patung.

Sambil tertawa dingin sastrawan rudin itu berkata kemudian :
“Nah, siapa lagi yg merasa tak puas, silahkan maju
menyerang……”
Buru-buru Molim menggoyangkan tangannya berulang kali seraya
berkata :
“Jangan main kasar, jangan main kasar, apalagi diantara kita toh
belum pernah terikat hubungan dendam atau sakit hati.”
“Yaa,yaa…kau memang seorang yg pandai melihat gelagat…”
ejek sastrawan rudin itu sambil tertawa, “dan bagaimana dg yg
lain?”
Sebetulnya Mokim serta Hapukim mempunyai maksud akan turun
tangan utk kedua kalinya, namum kerlingan mata Molim membuat
kedua orang tsb harus mengurungkan niatnya.
Pelan-pelan Rumang berusaha meronta dan merangkak bangun,
tapi kaki kanan sastrawan rudin itu sudah keburu menginjak diatas
punggungnya, hal ini membuat badannya yg hampir bangkit berdiri
segera terjatuh kembali mencium tanah.
“Hey, kau sudah selesai belum?” teriak Rumang keras-keras.
“Belum…belum selesai!” sahut sastrawan rudin itu sambil tertawa
terbahak-bahak, “kau harus merangkak dulu dari sini sampai keluar
kuil ini……”
“Tidak! Aku tak akan merangkak keluar biar harus mati aku tak
akan merangkak keluar!”
Kembali sastrawan rudin itu tertawa :
“Kebetulan sekali aku si pelajar mempunyai watak aneh, yaitu
setiap perbuatan yg kuinginkan harus dilaksanakan sampai jadi,
untuk itu kau mesti merangkak keluar dari sini entah apapun
alasannya.”
“Kalau aku tak mau merangkak keluar, mau apa kau?” teriak
Rumang makin sewot.
“Kalau begitu terpaksa kau mesti menahan pelbagai siksaan dan
penderitaan, nah pertimbangkan sendiri, kau benar-benar enggan
merangkak atau menurut saja? Bila menolak, terpaksa aku sipelajar
akan turun tangan untuk mulai menyiksamu, bahkan……..”
Setelah memutar biji matanya, ia menambahkan :
“Bahkan sekali aku sipelajar sudah turun tangan, maka pekerjaan
ini tak bakal berhenti sampai ditengah jalan.”
Mendadak terdengar Molim berteriak keras,

“Tuan, kau jangan marah dulu, dia...dia pasti akan bersedia
merangkak keluar…..”
“Bagus sekali!” kata pelajar rudin itu sambil tertawa, “coba kau
bujuklah dia”
Molim segera menghampiri Rumang , kemudian teriaknya :
“Seorang lelaki sejati bisa mengikuti perubahan situasi, hari ini
kita telah bertemu dg tokoh berilmu tinggi, sekalipun harus
merangkak keluar dari sini, apalah artinya bagimu?”
“Kalau kau hendak merangkak, lebih baik merangkaklah lebih
dulu, asal kau sudah mulai merangkak, aku pasti mengikuti” teriak
Rumang sambil menggigit bibir.
Molim segera berkerut kening, tiba-tiba ia membisikkan sesuatu
dg menggunakan ilmu menyampaikan suara.
Rumang kelihatan termenung sebentar, akhirnya dia berkata :
“Baiklah! Mak nya….. aku akan merangkak keluar dari sini…..!”
Habis berkata ia benar-benar merangkak sampai diluar kuil.
Sambil bertepuk tangan pelajar rudin itu segera bersorak :
“Horeeee…..bagus, bagus sekali, sungguh menarik, sungguh
menarik hati…….”
Mendadak………
Pada saat Rumang sedang merangkak keluar itulah, Molim,
Mokim serta Hapukim bertiga secara diam-diam telah meloloskan
golok masing-masing, lalu tanpa menimbulkan sedikit suara pun
membacok punggung si pelajar rudin tsb.
Agaknya ketiga orang itu berniat membokong musuhnya secara
diam-diam, padahal si pelajar rudin itu sedang memusatkan seluruh
perhatiannya melihat Rumang merangkak keluar, jelas dia tidak
mempersiapkan diri secara baik.
Keselamatan jiwanya pun segera terancam bahaya maut,
kelihatannya sebentar lagi dia bakal termakan oleh bacokan tsb.
Tapi disaat yg amat kritis inilah, Kho Beng serta Chin sian kun yg
bersembunyi diruang samping telah melayang keluar bagaikan
sukma gentayangan saja, dua bilah pedang mereka dg cekatan
sekali menangkis ketiga golok lawan.
Tentu saja peristiwa ini sama sekali berada diluar dugaan Molim,
Mokim dan Hapukim, untuk sesaat lamanya mereka dibuat terkejut
bercampur amat gusar.
Rumang yg sedang merangkak diatas tanah dan kebetulan
berpaling pun nampak perubahan pada mukanya, dg cepat dia

menjatuhkan diri berbaring diatas tanah dan berlagak sudah
mampus…
“Budak kurangajar!” dengan mata melotot dan suara nyaring Kho
Beng membentak keras, “aku lihat nyali kalian makin lama semakin
bertambah besar saja!”
Molim, Mokim serta Hapukim segera menundukkan kepala dg
mulut membungkam, paras muka mereka berubah menjadi merah
padam karena jengah….
Sebaliknya si pelajar rudin itu berkata sambil tertawa terkekehkekeh,
“Haaaahh…haaahh…haaahh…bagus sekali, nampaknya kuil ini
memang luar biasa, masa dalam waktu sekejap mata telah muncul
kembali dua orang manusia?”
Sambil tertawa hambar Chin sian kun berkata :
“Seandainya kami berdua tidak munculkan diri tepat pada
waktunya, mungkin tuan sudah termakan oleh bokongan mereka!”
“Nona terlalu serius kalau b erbicara” ucap si pelajar rudin sambil
tertawa, “aku si pelajar meski tidak sering berkelana didalam dunia
persilatan, namun aku percaya kemampuan yg dimiliki keempat
anjing asing ini masih belum mampu utk membokongku!”
Lalu sambil memutar biji matanya, dia berkata lebih jauh :
“Aku si pelajar paling senang kalau berbicara sejujurnya, tahukah
kau apa sebabnya aku sengaja memberi kesempatan kepada
mereka utk membokongku?”
“Aku tidak tahu!” sahut Chin sian kun dg paras muka berubah
menjadi merah padam.
Sambil tertawa si pelajar rudin itu berkata lebih jauh :
“Hal ini tak lain disebabkan aku si pelajar ingin mencari sebuah
alasan yg cukup kuat utk membunuh mereka semua.”
“Apa sebabnya tuan bersikeras hendak membunuh mereka
semua.”
“Haaahh…haaahh….haaahh….tegasnya aku sipelajar tak mampu
memberi alasan yg tepat, pokoknya begitu bertemu dg mereka
timbul perasaan muak dan benci dalam hati kecilku, biasanya
terhadap orang-orang yg kubenci, aku si pelajar tak akan
membiarkan mereka hidup terus didunia ini.”
Rasa terkejut, gusar dan gelisah segera mencekam perasaan
Molim sekalian berempat, namun utk berapa saat lamanya tak
sepatah katapun yg sanggup mereka utarakan keluar.

Sambil menjura Kho Beng berkata cepat :
“Bolehkah aku tahu siapa nama tuan yg sebenarnya?”
Si pelajar rudin itu tertawa :
“Selama hidup aku si pelajar tidak memiliki kelemahan apapun
selain rudin, oleh karena itulah namaku memakai pula kata rudin tsb
yakni si pelajar rudin Ho Heng!”
“Haaah…rupanya tuan adalah Ho cianpwee, pemimpin dari Lam
huang pat ciong (nelayan rudin dari Lam huang), kalau begitu
maaf….maaf….”
Sembari berkata dia segera memberi hormat dalam-dalam :
Buru-buru si pelajar rudin, Ho Heng menghalanginya seraya b
erkata :
“Tak usah sungkan-sungkan, kau sendiri sebetulnya siapa…”
“Boanpwee berasal dari marga Kho bernama Beng, asalku adalah
perkampungan Hui im ceng dikota Hang ciu!”
Si pelajar rudin segera bertepuk tangan kegirangan, serunya
cepat :
“Oooh, rupanya kau adalah Kho Beng, sudah lama aku sipelajar
rudin mengagumi nama besarmu”
“Aaaah…perkataan dari cianpwee tsb tak berani boanpwee
terima….”
“Oya, sudah lama aku si pelajar rudin tak pernah melangkah
masuk daratan Tionggoan, dari siapa sih Kho sauhiap pernah
mendengar namaku ini?”
“Bu wi cianpwee yg memberitahukan kepadaku!”
“Situa Bu wi?” si pelajar rudin Ho Heng segera tertawa tertawa
terbahak-bahak, “bukankah si tua bangka ini sudah hidup
mengasingkan diri dari keramaian dunia?”
“Aaaai…panjang sekali utk menceritakan tentang ini…..”
Maka secara ringkas Kho Beng bercerita tentang Bu wi lojin serta
pengalaman yg dialaminya sampai terluka…
Sewaktu selesai mendengar penuturan, sambil tertawa terkekehkekeh,
si pelajar rudin Ho Heng berkata :
“Sewaktu menyinggung tentang aku si pelajar rudin, apa saja yg
dikatakan si tua Bu wi kepadamu?”
Dg wajah serius Kho Beng berkata :
“Dia orang tua sangat memuji kehebatan cianpwee, katanya
cianpwee suka mengembara seorang diri dan membentuk kekuatan

yg tersendiri didalam dunia persilatan, kau adalah seorang tokoh yg
dihormati oleh setiap umat persilatan didunia ini!”
Pelajar rudin Ho Heng segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, ujarnya :
“Tidak mirip, tidak mirip, aku merasa belum sanggup membawa
kedudukanku mencapai tingkatan seperti apa yg dia gambarkan.”
Lalu setelah memutar biji matanya, dia berkata lebih jauh :
“Untung saja perkataan semacam ini biar agak lebih banyak pun
tak akan mengganggu selera orang, entah betul atau tidak yg pasti
mendatangkan rasa gembira bagi yg mendengarkan……..ehmmm,
rasanya pembicaraan diantara kita cocok sekali, baiklah kita cari
kesempatan lain utk pelan-pelan berbicara lagi!”
Berbicara sampai disitu, dia segera menggerakkan lengan
kanannya dan mencengkeram tubuh Rumang yg masih mendekam
diatas tanah.
Kho Beng menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan
peristwa itu, buru-buru serunya :
“Cianpwee, kau…..”
Si pelajar rudin Ho Heng menggoyangkan tangannya seraya
berkata :
“Tunggulah sampai aku si pelajar memetik batok kepala mereka
lebih dulu sebelum melanjutkan pembicaraan kita tadi.”
“Beberapa orang ini adalah anak buah boanpwee, bersediakah
cianpwee utk ringan tangan serta mengampuni mereka semua?”
pinta Kho Beng dg perasaan cemas.
“Anak buahmu?”
Setengah percaya setengah tidak si pelajar rudin Ho Heng
mengalihkan pandangan matanya dan memandang sekejap kewajah
keempat orang asing itu, lalu katanya lebih jauh :
“Sekalipun dalam dunia persilatan sudah tak mampu menemukan
orang lain, kau tidak sepantasnya menerima manusia semacam ini
sebagai anak buahmu.”
Kho Beng segera menghela napas panjang :
“Tapi boanpwee toh sudah menerima sebagai anak buahku,
paling tidak hubungan antara majikan dan pembantu sudah cukup
melekat dihati kami!”
Si pelajar rudin Ho heng menggelengkan kepalanya berulang kali,
ujarnya lagi :

“Menurut penilaianku si pelajar, watak dari beberapa orang ini
tidak baik, mereka tak kenal budi, membalas air susu dg air tuba,
manusia yg tak kenal budi seperti ini hanya merupakan bibit
bencana kalau ditampung disisimu, aku lihat lebih baik……”
Mendadak Molim menjatuhkan diri berlutut dihadapan Kho Beng
seraya merengek :
“Cukong, tolonglah jiwa kami!”
Hapukim serta Mokim serentak menjatuhkan diri berlutut pula
dihadapan anak muda tsb sambil menyembah tiada hentinya.
Sambil mendengus dingin Kho Beng berkata :
“Kalian anggap apa yg telah kamu lakukan sama sekali tidak
kuketahui?”
“Hamba tak berani melakukannya kembali, hamba sudah merasa
amat menyesal….” Seru Molim cepat-cepat.
Pelajar rudin Ho Heng yg ikut mendengar pembicaraan itu segera
menimbrung sambil tertawa :
“Bila kuperhatikan nada pembicaraan kalian, tampaknya orangorang
ini sudah pernah berhianat kepadamu?”
Kho Beng segera menghela napas panjang :
“Aaaai…manusia toh bukan nabi, siapakah yg pernah luput dari
kesalahan?”
“Yaa, siapa tahu salah dan bersedia utk bertobat, berarti orang
ini masih bisa dipelihara lebih jauh.”
Setelah berhenti sejenak, pelajar rudin itu berkata lebih jauh :
“Tapi sayang keempat orang ini bukan termasuk orang-orang yg
tahu salah serta bersedia utk bertobat, rasanya aku si pelajar
terpaksa harus menggunakan sedikit keahlian utk membuat mereka
takluk selamanya dan sepanjang hidup tak berani berhianat lagi.”
“Dengan cara apa?” tanya Kho Beng keheranan.
Si pelajar rudin Ho Heng tertawa:
“Kepandaianku ini bernama “memotong urat menutup nadi”,
setelah dilakukan ditubuh mereka, maka dalam sebulan mendatang
mereka pasti akan merasakan gangguan hebat hingga menyebabkan
peredaran darah mereka tersumbat dan akhirnya mati, namun bila
saban bulan peredaran darah mereka diurut dg kepandaian khusus,
maka tidak akan terjadi persoalan pada dirinya.”
Kemudian sambil menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, katanya
lebih jauh :
“Bagaimana menurut pendapat Kho sauhiap?”

Molim, Mokim serta Hapukim yg masih berlutut buru-buru
merengek dg suara memelas,
“Jangan gunakan kepandaian apapun utk melukai kami, kami
semua berjanji tak akan berhianat lagi…”
Utk beberapa saat lamanya Kho Beng jadi ragu-ragu utk
mengambil keputusan.
Melihat hal tsb, si pelajar rudin Ho Heng segera berkata lagi
sambil tertawa terkekeh-kekeh :
“Kalau persoalan lain, aku si pelajar akan rikuh utk turut campur,
tapi dalam persoalan ini aku si pelajar sudah mempunyai keputusan
yg cukup tegas, nah siapakah diantara kalian yg akan merasakan
lebih dahulu…?”
Berada dalam keadaan seperti ini, Molim sekalian berempat tak
berani lari dari situ, kabur pun tak berani, terpaksa mereka hanya
bisa berlutut sambil merengek tiada hentinya.
Ternyata apa yg diucapkan si pelajar rudin Ho Heng segera
dikerjakan pula, tanpa membuang tempo lagi dia segera
menghampiri Molim sekalian dan melakukan gerakan menotok dg
ilmu menyumbat nadi memotong urat!
Selesai menotok jalan darah orang-orang itu, si pelajar rudin Ho
Heng baru bertanya sambil tertawa :
“Nah sekarang cobalah utk mengatur pernapasan, coba dirasakan
keanehan apakah yg kalian rasakan antara bagian dada dg
lambung?”
Molim sekalian menurut dan segera mengatur pernapasan.
Tak lama kemudian terdengar Molim berteriak lebih dulu :
“Aaah…aku merasa agak kesemutan…..”
Pelajar rudin Ho Heng segera tertawa terbahak-bahak :
“Haaahh…haaah…haahh…itu berarti ilmu menyumbat nadi
memotong uratku telah mulai bekerja menunjukkan reaksinya, cara
yg kupergunakan ini sama sekali tak akan berpengaruh pada tenaga
dalam yg kalian miliki, tapi sebulan kemudian apabila tidak
memperoleh pengurutan secara khusus, habislah sudah riwayat
kalian.”
“Selanjutnya bukankah kami harus mengikuti dirimu terus
menerus?” tanya Molim sangat terkejut.
“Hee…heee…hee…kalau aku mah tak dusi dg kalian, tentu saja
kalian harus mengikuti majikan kalian yg lama…”

“Kalau begitu, bukankah kami hanya bisa hidup selama satu
bulan saja….?” Seru Molim dg perasaan amat gelisah.
Kembali si pelajar rudin Ho Heng menggoyangkan tangannya
berulang kali, ujarnya :
“Kalau soal itu mah kalian tak perlu kelewat kuatir, aku si pelajar
pasti akan mewariskan kepandaian mengurut tersebut kepada
majikan kalian, asal kalian mau setia dan berbakti kepadanya, aku
yakin setiap bulan dia pasti bersedia pula mengurutkan kalian satu
kali.”
Pucat pias selembar wajah Molim karena ngeri dan ketakutan,
buru-buru serunya kemudian :
“Cukong, cepatlah kau pelajari ilmu mengurut nadi
darinya…..selamatkanlah jiwa kami…”
Sambil manggut-manggut pelajar rudin segera berseru :
“Nah, Kho sauhiap, mari kita pergi keluar!”
Kho Beng segera manggut-manggut dan mengikuti si pelajr rudin
menuju keluar ruangan.
Dalam beberapa kali lompatan saja tubuh si pelajar rudin telah
berada sejauh lima puluh kaki dari tempat semula, dari situ dia
segera melompat naik keatas pohon raksasa.
Dg amat cekatan Kho Beng mengikuti dibelakangnya, begitu
sampai diatas pohon, pemuda itu segera berkata dg hormat :
“Mohon petunjuk dari cianpwee!”
“Petunjuk apa?”
Kho Beng jadi tertegun, tapi segera sahutnya :
“Tentu saja ilmu mengurut utk mengobati ilmu menyumbat nadi
memotong urat tsb.”
Pelajar rudin Ho Heng segera tertawa misterius, serunya :
“Terus terang saja aku katakan, sebetulnya apa yg terjadi hanya
tipuan belaka.”
“Tipuan belaka?” tanya Kho Beng agak tertegun, “tapi mengapa
mereka merasakan dada serta lambungnya agak kesemutan?”
Sambil tertawa si pelajar rudin berkata :
“Hal ini disebabkan aku telah menggetarkan dada dan
lambungnya dg tenaga dalamku, paling tidak dalam setahun
mendatang mereka masih akan merasakan kesemutan tsb, setiap
bulan kau cukup berlagak menguruti nadi-nadinya dan mengelabui
mereka dg begitu saja, dalam keadaan seperti ini sebuas-buasnya

watak orang asing tsb, aku rasa mereka tak berani menunjukkan
sikap yg menyeleweng lagi.”
Buru-buru Kho Beng berkata :
“Terima kasih banyak atas bantuan cianpwee, cara yg kau
pergunakan ini memang cukup hebat!”
Pelajar rudin Ho Heng tertawa gembira, baru saja dia hendak
mengucapkan sesuatu, mendadak tampak sesosok bayangan
manusia meluncur datang dari kejauhan sana dan langsung
menerobos masuk kedalam kuil.
“Aduh celaka” bisik Kho Beng dg gelisah, “ada orang menyerbu
dalam kuil itu!”
Si pelajar rudin Ho Heng yg sudah mengetahui kehadiran
bayangan manusia tsb sendiri tadi, segera berkata sambil tertawa :
“Tak usah kuatir, mari kita lihat kembali kedalam kuil, memang
sudah lama tanganku terasa gatal dan pingin mencari orang utk
diajak berkelahi, kuharap orang ini cukup berharga utk bertarung
melawan diriku…”
Dg cepat mereka berdua segera melompat turun dari atas pohon
dan kembali kedalam kuil.
Sementara itu, diruang tengah bangunan kuil tsb telah berdiri
seorang kakek berkerudung, paras muka Molim sekalian berubah
seketika, mereka kelihatan gugup dan gelagapan sendiri.
Chin sian kun sendiripun merasa agak kaget bercampur gugup,
sorot matanya yg gelisah dan cemas berulang kali dialihkan keluar
ruangan, jelas ia sangat berharap Kho Beng dan si pelajar rudin Ho
Hewng bisa pulang kembali dg cepat.
Keadaan semacam ini tak lebih hanya berlangsung dalam sekejap
mata, sebab si pelajar rudin dan Kho Beng telah muncul kembali
kedalam ruangan tsb.
Situasi didalam ruangan kuil seketika mengalami perubahan yg
sangat besar, paing tidak Molim sekalian serta Chin sian kun sudah
tidak sekaget dan segugup tadi lagi.
Dalam pada itu, kakek berkerudung itu sudah memperhatikan
sekejap disekitar ruangan kuil, kemudian sambil tertawa dingin
katanya :
“Haaahh…haaahh…haaahh…bagus sekali, aku sudah menduga
kalau kalian empat anjing asing bukan manusia yg bisa dipercaya,
ternyata dugaanku benar, kalian telah membocorkan rahasia
kehadiranku disini….”

Kemudian sambil berpaling kearah Chin sian kun, bentaknya lebih
lanjut :
“Bukankah kau adalah To ko Giok, anak murid dari Go bi pay?
Mengapa bersekongkol dg mereka?”
Chin sian kun segera mendengus dingin :
“Hmmm, sekarang aku dapat memberitahukan kepadamu,
sesungguh nonamu adalah …”
Belum selesai perkataan itu diucapkan, kakek berkerudung
bertubuh ceking itu sudah menggoyangkan tangannya berulang kali
seraya menukas :
“Tak perlu kau lanjutkan, aku sudah dapat menebak siapa
gerangan dirimu yg sebenarnya.”
“Siapakah aku?” tanya si nona sambil tertawa.
Dg suara rendah dan dalam kakek berkerudung itu membentak :
“Kau adalah si walet terbang Chin sian kun yg telah menghianati
para jago dari kawasan Sam siang…betul bukan?”
Chin sian kun segera tertawa terkekeh-kekeh :
“Ketajaman matamu memang sangat mengagumkan, tebakanmu
memang sangat tepat!”
Dg penuh amarah, kakek berkerudung itu berseru lagi :
“Selama hidup, belum pernah aku dibodohi orang seperti hari ini,
hey budak busuk, aku lihat nyalimu benar-benar cukup besar,
tapi….beginipun ada baiknya juga…….
Bersambung ke jilid 26
Jilid 26
“Yaa benar” sambung Chin sian kun, “mari kita selesaikan
persoalan tsb sekarang juga, toh urusan segera akan menjadi
beres.”
Kho Beng yg berada disisinya segera mengawasi kakek
berkerudung itu tajam-tajam, lalu hardiknya dg suara keras :
“Siapa kau? Berani benar berkaok-kaok semaunya sendiri
ditempat ini…?”
Kakek berkerudung itu segera mendongakkan kepalanya dan
tertawa terbahak-bahak :
“Haaahh…haaahh…haaahh…walaupun hari ini kau sudah
memperoleh kemajuan yg pesat dalam ilmu silat, bukan berarti aku
sudah memandang sebelah mata kepadamu, terus terang saja aku

katakan diriku ini adalah Thia Bu ki, salah satu diantara dua belas
orang pelindung hukum dari Siancu!”
“Kalau begitu kedatanganmu memang sangat kebetulan” kata
Kho Beng kegirangan, “aku memang sedang mencari tahu
dimanakah siluman perempuan In nu berdiam diri, aku rasa kau bisa
memberitahukan alamat kepadaku bukan?”
“Kurang ajar!” bentak Thia Bu ki marah, “berani amat kau
menghina Siancu kami? Hmmm, pelanggaranmu itu pantas kalau
dijatuhi hukuman mati…”
Sebetulnya dia sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap
sipelajar rudin Ho Heng yg dianggapnya sebagai si pengemis itu, tapi
akhirnya dia toh memperhatikan juga sekejap, tanyanya kemudian
dg nada menghina :
“Siapa pula dirimu? Mengapa ikut bergerombol bersama
mereka?”
Pelajaar rudin Ho Heng memandang sekejap kearah Kho Beng,
kemudian baru ujarnya sambil tertawa :
“Apakah anda bertanya kepadaku si pelajar?”
“Aku tak peduli kau adalah seorang pelajar atau seorang guru,
aku Cuma bertanya apa sebabnya kau berkelompok bersama
mereka?” bentaknya sengit.
Si pelajar rudin Ho Heng menghela napas panjang :
“Aaai…aku sipelajar bernasib kurang mujur, ketika ujian negara
yg kuikuti berulang kali, aku gagal lulus akhirnya dg perasaan apa
boleh buat aku mengembara dalam dunia persilatan dan mencari
sesuap nasi dg kesana kemari, sungguh beruntung nasibku hari ini
rada mujur, aku telah bertemu dg beberapa orang langganan yg
berduit, kami telah bicarakan secara baik-baik bahwa temanku ini
akan menggunakan tenaga aku si pelajar dg upah dua tahil perak
setiap hari, waaah…coba kau bayangkan sendiri, bila aku dipakai
selama setahun saja sudah pasti aku sipelajar akan menjadi seorang
hartawan yg cukup lumayan….”
“Untuk apa mereka menyewa dirimu? Memangnya membutuhkan
tenaga utk membuat syair atau membacakan dongeng?” jengek Thia
Bu ki sinis.
“Oooh, bukan, bukan” si pelajar rudin menggoyangkan tangannya
berulang kali, “mereka bukan mengundang utk menjadi guru sastra,
tapi menyewa aku si pelajar utk menjadi tukang pukulnya.”

“Haaahh…haaahh…haaahh…” Thia Bu ki segera tertawa
terbahak-bahak, “betul-betul satu berita yg amat lucu, dg
kemampuan seorang setan penyakitan macam dirimu, mau jadi
tukang pukul macam apakah dirimu itu?”
“Jangan kau menilai orang dari bentuk rupanya, yg penting
adalah isinya” ucap si pelajar rudin sambil menggeleng, “biar pun
tampangku kurang meyakinkan, tapi kepandaian silatku cukup
tangguh, kau tahu delapan belas senjata dapat kupergunakan semua
secara sempurna.”
Utk kesekian kalinya, Thia Bu ki memperhatikan si pelajar rudin
itu dari atas kepala hingga keujung kaki, lalu jengeknya lagi sambil
tertawa dingin :
“Heeehh…heeehh…heeehh…kalau toh kau sudah bersedia
menjadi tukang pukul mereka, andaikata menghadapi soal
pertarungan, tentunya kau pula yg akan tampilkan diri utk membela
bukan?”
“Oooh, tentu saja, tentu saja…! Setelah menerima upah, tentu
saja aku mesti berusaha utk melenyapkan bencana atas dirinya. Kau
tahu bukan, saban hari aku si pelajar telah menerima gaji sebesar
dua tahil perak, tentu saja bila bertemu dg urusan yg menyangkut
nyawa, aku si pelajar lah yg akan tampilkan diri utk
menghadapinya.”
“Mengapa kau tidak mencoba utk menimbang diri sendiri,
mampukah kepandaianmu mengatasi setiap masalah?” ejek Thia Bu
ki lagi sambil tertawa.
Si pelajar rudin Ho Heng segera tertawa terkekeh-kekeh :
“Cukup berbobotkah diriku utk mengatasi masalah tsb, hanya
orang lain yg mampu menimbangnya, aku sipelajar tidak mengerti
bagaimana caranya utk menimbang kemampuan sendiri.”
“Bagus sekali” Thia Bu ki segera membentak keras, “malam ini
juga aku akan mencoba utk menimbang sampai dimanakah bobot
kemampuan yg kau miliki….”
Sesudah berhenti sejenak, kembali tegurnya dg suara dalam :
“Senjata apa yg hendak kau gunakan?”
Si pelajar rudin Ho Heng menggeleng kepalanya berulang kali,
katanya :
“Aku si pelajar tidak pernah mempergunakan senjata, aku pun
tak memerlukan senjata…sebab ak si pelajar adalah orang yg malas,

bila mesti menggembol senjata utk berjalan, waaah…repotnya
setengah mati, maka aku lebih suka tidak membawa apa-apa”
“Bila bertemu dg jagoan yg berilmu tinggi, dg silat apa kau
hendak menghadapinya?” tanya Thia Bu ki mendongkol.
“Jago yg benar-benar berilmu tinggi tidak terlalu banyak
jumlahnya didunia ini, kalau biasa-biasa mah cukup kuandalkan
sepasang kepalanku ini, karena kepalanku sudah lebih dari cukup…”
Lalu setelah mengerling sekejap sekitar ruangan, kembali dia
berkata :
“Seandainya benar-benar bertemu dg lawan tangguh, aku
sipelajar pun menyambar benda apa saja yg kebetulan ada disekitar
sana, sebab setiap benda yg ada didunia ini tak ada sebuahpun yg
tak bisa dipergunakan sebagai senjata.”
Thia Bu ki mendengus dingin :
“Hmmm…kalau didengar dari perkatanmu sih nampaknya
kepandaianmu sangat hebat…coba kau lihat, senjata macam apakah
yg hendak kau comot sekarang?”
“Ooooh…kalau begitu kau hendak menantang aku sipelajar utk
bertarung?” tanya si pelajar rudin sambi tertawa cengar cengir.
“Tepat sekali! Aku memang bermaksud demikian!”
Masih juga tertawa cengar cengir, si pelajar rudin Ho Heng
berkata lebih jauh :
“Apakah kau menganggap aku si pelajar telah bertemu dg musuh
yg sangat tangguh?”
“Haaahh…haaahh…haaahh…kesediaanku utk bertarung
melawanmu pun sudah merupakan sikap yg cukup menghargai
dirimu…”
“Aku sipelajar pun cukup menghargai kemampuanmu” jengek si
pelajar rudin sambil tertawa aneh, “baiklah, aku akan mencomot
sebuah benda sebagai senjata…”
Dia memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya
lebih jauh :
“Aaah…benda yg bisa dipergunakan dalam kuil miskin ini
sungguh tidak terlalu banyak, terpaksa aku harus menggunakan
sekenanya saja biar kupakai yg ini saja!”
Sambil berkata tangannya segera mencomot kedepan, sebuah
tempat hio yg berada diatas altar tahu-tahu sudah berada dalam
genggamannya.

Benda itu besarnya tak lebih Cuma seperti mangkuk nasi, biarpun
berada dalam genggamannya, tak bisa terhitung sebagai senjata yg
membahayakan.
Kejadian tsb bukan saja membuat Thia Bu ki jadi tertegun
bahkan Kho Beng serta Chin sian kun pun ikut merasa terperanjat
sekali.
Terdengar Thia Bu ki tertawa terbahak-bahak, dia segera
membalikkan tangannya dan tahu-tahu sudah mengeluarkan sebuah
panji kupu-kupu yg egera digetarkan ditengah udara.
Dg angkuh dia menggoyangkan senjatanya dihadapan si pelajar
rudin Ho Heng, lalu tegurnya :
“Apakah kau kenal dg senjataku ini?”
“Bukankah senjata tsb bernama panji kupu-kupu?” sahut si
pelajar rudin acuh tak acuh.
Agaknya jawaban si pelajar tsb jauh diluar dugaan Thia Bu ki, dia
nampaknya agak melengak, kemudian serunya :
“Setelah mengenali senjataku, tentunya kau pun tahu asal usul
senjata ini beserta kedudukanku bukan?”
“Heeehh…heeehh…heeehh…sedikit banyak tentu saja tahu,
mungkin kau adalah anak murid dari partai kupu-kupu bukan?”
“Kupu-kupu terbang berpasangan, banjir darah melanda dunia
persilatan, saat ajalmu telah tiba!” seru Thia Bu ki sambil
menggoyangkan senjatanya.
“Aaaah, belum tentu!” jengek si pelajar rudin sambil
menggelengkan kepalanya.
Thia Bu ki tidak banyak berbicara lagi, senjata panji kupukupunya
bagaikan menyodok seperti juga menusuk, langsung
ditujukan kedada si pelajar rudin Ho Heng.
“Waaa…senjatamu memang luar biasa” teriak si pelajar rudin
setengah mengejek, “tapi sepasang kupu-kupumu menarik hati”
Hiolo yg berada ditangannya segera digetarkan, tampak selapis
cahaya kuning menyebar keempat penjuru untuk melindungi
tubuhnya, dg suatu gerakan ringan badannya mundur sejauh lima
kaki lebih jauh dari posisi semula.
Thia Bu ki menarik kembali senjatanya kemudian bentaknya keras
:
“Hey, kalau merasa punya kepandaian, ayo jangan main
sembunyi, mari kita bertarung tiga ratus jurus.”

Walaupun begitu, timbul juga perasaan ngeri didalam hatinya,
sebab gerak gerik si pelajar rudin yg kacau dan tak beraturan
dikenali sebagai suatu ilmu gerakan tubuh yg amat lihay, hal mana
menyadarkan dirinya bahwa pelajar yg dihadapinya bukan jagoan
tak berguna seperti apa yg diduganya semula.
Sementara itu si pelajar rudin telah menggelengkan kepalanya
sambil tertawa, katanya :
“Aku sipelajar merasa amat sayang dg sepasang kupu-kupu itu
dan tak ingin merusaknya, janganlah kita bertarung tiga ratus
gebrakan karena terlalu merepotkan, selamanya aku belum pernah
bertarung dg musuh melebihi sepuluh gebrakan, kalau dalam jangka
sepuluh jurus bisa menang ya anggaplah unggul, kalau tak bisa
menang yaa anggaplah saja kalah.”
“Sepuluh jurus? Baik, kita tetapkan sepuluh jurus saja, sambutlah
seranganku ini!” bentak Thia Bu ki.
Panji kupu-kupunya digoncangkan keras-keras, lalu dg jurus
“pentang sayap terbang berpasangan” ia melepaskan sebuah
serangan yg mah dahsyat.
Tiba-tiba saja tampak sepasang kupu-kupu yg berada diujung
senjatanya meluncur kemuka dg kecepatan luar biasa, satu berubah
menjadi dua, lalu dua menjadi empat, dalam waktu singkat
bayangan kupu-kupu yg berlapis-lapis sudah mengurung seluruh
tubuh pelajar rudin tersebut…
Menghadapi serangan yg begitu gencar, si pelajar rudin hanya
menggoyangkan badannya kian kemari seperti orang sempoyongan,
sementara hiolo ditangannya bergoncang tiada hentinya.
Lapisan cahaya kuning yg terpancar keluar segera membungkus
tubuhnya berlapis-lapis, kendatipun bayangan kupu-kupu sangat
banyak dan menyerang secara ganas, kenyataannya semua
ancaman tsb tak mampu berbuat banyak terhadap dirinya.
“Criiing…!”
Tiba-tiba bergema suara dentingan yg amat nyaring, disusul
kemudian tampaklah bayangan kupu-kupu yg menyilaukan mata tadi
hilang lenyap seketika itu juga.
Thia Bu ki dg perasaan ngeri bercampur kaget nampak mundur
kebelakang, meski poanji kupu-kupunya masih berada ditangan,
akan tetapi sepasang kupu-kupu diujung senjata tsb telah berpindah
tangan, kini benda tsb berada dalam genggaman si pelajar rudin.

Kho Beng dan Chin sian kun maupun Molim sekalian yg berada
disisi arena meski dapat mengikuti semua peristiwa itu secara jelas,
namaun bagaimana cara si pelajar rudin memetik sepasang kupukupu
dari ujung senjata lawan, ternyata tak seorangpun yg sempat
melihat dg jelas….
Lama sekali Thia Bu ki berdiri tertegun, kemudian baru teriaknya
:
“Ilmu kepandaian apa yg telah kau pergunakan….?”
Si pelajar rudin Ho Heng melemparkan hiolo tsb kedepan, dg
tenang tapi mantap benda tadi segera mendarat kembali diatas
altar, setelah itu dia baru berkata sambil tertawa hambar.
“Inilah yg disebut jurus “Petik bunga menangkap kupu-kupu”
Dg penuh kasih sayang dipandangnya kupu-kupu itu sekejap,
kemudian dimasukkannya kedalam saku bajunya yg dekil.
Sambil menggertak gigi menahan amarah, Thia Bu ki berkata :
“Aku benar-benar punya m ata tak mengenal bukit Tay san, boleh
aku tahu siapa namamu sehingga dikemudian hari bisa mohon
petunjuk lagi…?”
“Aku si pelajar bernama Ho Heng!” jawab si pelajar rudin itu
sambil tertawa.
Thia Bu ki kelihatan sangat terkejut, segera serunya tertahan :
“Oooh…rupanya jago lihay dari Pat huang, tak aneh kalau
begitu…”
“Sayang sekali terlalu terlambat kau mengetahui segala sesuatu
itu…”
“Tidak terlalu terlambat” tukas Thia Bu ki sambil menggertak gigi,
“aku segera akan melaporkan kejadian ini kepada Siancu serta
mencatat nama besarmu baik-baik, dikemudian hari kami pasti akan
mengunjungi anda sambil menyatakan terima kasih…nah sekarang
maaf kalau aku hendak mohon diri lebih dulu!”
Ia menggerakkan sepasang bahunya dan siap meninggalkan
tempat tersebut….
“Eeei…tunggu dulu, tunggu dulu!” pelajar rudin Ho Heng segera
menghalang jalan perginya.
Thia Bu ki menjadi tertegun.
“Membunuh orang tak lebih hanya kepala menempel tanah, aku
toh sudah mengaku kalah, apa yg hendak kau lakukan sekarang”
Si pelajar rudin Ho Heng tertawa :

“Yaa benar, semestinya aku si pelajar tak pantas menyusahkan
dirimu lagi tapi aku sudah menerima gaji dua tahil perak saban hari
apakah kau diperkenankan pergi dari sini atau tidak rasanya aku si
pelajar tak bisa memutuskan sendiri…”
Kemudian sambil menjura kepada Kho Beng, katanya lebih jauh :
“Tuanku, sekarang tugas aku si pelajr sudah selesai, kecuali kalau
dia tak mau menuruti perkataanmu, aku sipelajar pasti akan turun
tangan dg sendirinya utk memberi pendidikan kepadanya.”
Thia Bu ki benar-benar mendongkol sekali gemasnya, dia hanya
bisa menggertak gigi keras-keras.
Sementara itu Kho Beng telah maju keepan, katanya kemudian
sambil tertawa :
“Sobat, akupun tak ingin terlalu menyusahkan dirimu,
keinginanku tak lebih hanya berharap kau sudi menjawab sebuah
pertanyaan ku saja, aku rasa kau pasti tahu bukan dimanakah
letaknya sarang dewi In nu?”
“Sebagai salah satu dari dua belas pelindung hukum Siancu,
tentu saja aku mengetahui alamatnya” sahut Thia Bu ki dingin, “tapi
aku tak bakal memberitahukan kepadamu, lebih baik matikan saja
harapanmu itu…”
Kho Beng menjadi gusar sekali, serunya :
“Kuanjurkan kepadamu lebih baik menuruti saja permintaanku,
sebab kalau tidak, hmmm! Kau sendiri yg bakal rugi”
“Hmmm, aku justru sengaja tak mau bicara, apa yg bisa kau
lakukan….?”
Tidak sampai perkataan tsb selesai diucapkan, panji kupu-kupu
yg telah kehilangan sepasang kupu-kupunya itu telah digetarkan
kembali keras-keras kemudian langsung disodokkan kedada Kho
Beng.
Melihat datangnya serangan tsb, Kho Beng menjadi amat gusar,
pedangnya segera diloloskan dari sarungnya, kemudian dg jurus
Thian goan kui wi, dia tangkis datannya ancaman panji kupu-kupu
dari Thia Bu ki….
Pada saat yg bersamaan pula si pelajar rudin menerjang kemuka
dan melepaskan sebuah tendangan kilat ketubuh Thia Bu ki.
Sebetulnya keistimewaan yg dimiliki senjata panji kupu-kupu itu
terletak pada sepasang kupu-kupu diujung senjata tsb, dg lenyapnya
kupu-kupu itu maka senjata tsb menjadi tak ada gunanya sama
sekali.

Itulah sebabnya hanya dalam satu gebrakan saja, senjata tsb
sudah gigetarkan oleh pedang Kho Beng hingga terlepas dari
genggaman dan mencelat keluar pintu.
Tendangan yg dilepaskan si pelajar rudin Ho Heng barusan
memang lihay sekali, tendangan tsb persis menghajar tulang
selangkangan sebelah kanan Thia Bu ki.
Akibatnya ia nampak mundur dua langkah dg sempoyongan,
kemudian roboh terjungkal keatas tanah.
Kho Beng tidak berayal lagi, kelima jari tangannya segera
dikebaskan kedepan utk menotok jalan darah Cian kong hiat dikiri
kanan bahunya serta jalan darah Yong swan hiatnya.
Dg tertotoknya jalan darah Cian kong hiat serta Yong swan hiat,
otomatis keempat anggota badan Thia Bu ki menjadi hilang
fungsinya, meski begitu bagian tubuh yg lain tetap berjalan normal
dan sama sekali tidak ada gangguan.
Sambil tertawa terkekeh-kekeh si pelajar rudin Ho Heng berkata :
“Hey situa bangka, inilah yg disebut mencari penyakit buat diri
sendiri, sungguh menggelikan, sungguh menggelikan!”
Sementara itu Kho Beng telah berjongkok sambil membentak
keras :
“Sekarang kau tentu sudah sadar bukan, tidak berbicara pun
tiada gunanya, biarpun aku mesti mencincang tubuhmy sedikit demi
sedikit, aku tetap akan memaksamu memberi keterangan.”
Mendadak Thia Bu ki tertawa seram, katanya :
“Heee…heee…heee…kalau aku bisa membuat harapan kalian
terkabul, percuma saja menjadi salah satu diantara dua belas
pelindung hukum Siancu, biar aku bakal mampus tapi cepat atau
lambat kalian pun jangan harap bisa lolos dari cengkeraman maut
partai kupu-kupu!”
Pelajar rudin Ho Heng nampak agak tertegun, kemudian
teriaknya :
“Hati-hati, tua bangka itu hendak bunuh diri.”
Tapi sayang peringatan itu toh masih terlambat selangkah,
tampak darah segar menyembur keluar dari mulut Thia Bu ki,
menyusul kemudian terlihat sepotong gu,palan daging berwarna
merah turut tersembur keluar, rupanya dia telah bunuh diri dg
menggigit putus lidah sendiri.
Dg gemas Kho Beng menghentak-hentakkan kakinya keatas
tanah sambil berseru :

“Akulah yg teledor, sayang sekali titik terang yg berhasil kita
peroleh dg susah payah harus terputus kembali ditengah jalan…”
Setelah menyemburkan beberapa gumpal darah segar, selembar
nyawa Thia Bu ki pun turut melayang meninggalkan raganya.
Dalam pada itu Molim telah mendekati jenasah Thia Bu ki serta
mencopot kain kerudungnya, kemudian ia berkata :
“Bajingan inilah yg telah menggaet kami utk masuk kedalam
komplotannya”
Tergerak hati Kho Beng, mendadak ia bertanya :
“Selain dia, siapa lagi yg sering mengadakan hubungan kontak dg
kalian?”
Molim jadi terkejut sekali, buru-buru katanya :
“Sudah tak ada, selain dia seorang kami tidak mengenal yg
lain…”
Pelajar rudin Ho Heng segera menyela sambil tertawa terkekehkekeh
:
“Padahal persoalan ini tak usah digelisahkan, kita bisa menyelidiki
secara pelan-pelan…”
Kemudian setelah melirik sekejap kearah Molim, Mokim, Hapukim
serta Rumang, katanya lebih jauh :
“Ilmu mengurut nadi telah kuajarkan kepada majikan kalian, asal
kamu semua tak punya pikiran nyeleweng dan menuruti
perintahnya, aku rasa tak akan terjadi sesuatu atas dirimu
berempat.”
“Cukong, benarkah kepandaian tsb telah kau pelajari?” dg raguragu
dan gelisah Molim berpaling kearah Kho Beng.
Sianak muda itu segera mengangguk :
“Tentu saja telah kupelajari, kalian tak usah kuatir, setahun
kemudian, cianpwee ini pasti akan membebaskan kalian dari
pengaruh ilmunya, disamping itu aku pun tetap akan menepati
janjiku dulu, yakni mewariskan ilmu silat dari kitab pusaka Thian
goan bu boh kepada kalian”
“Terima kasih cukong…” buru-buru Molim berseru.
Sambil tertawa pelajar rudin segera berkata pula :
“Kho Beng, belum terlalu lama aku sipelajar meninggakan
kawasan Lam huang, munculnya kembali orang-orang partai kupukupu
membuat hatiku sangat tak tenang, sebetulnya siapa sih dewi
In nu itu? Dan apa yg telah terjadi selama ini?”
Setelah menghela napas, Kho Beng berkata :

“Dewi In nu adalah dalang dari peristiwa pembunuhan berdarah
ketujuh puluh lembar jiwa keluarga Kho kami, sedangkan orangorang
dari partai kupu-kupu tak lain adalah para pelindung
hukumnya…”
“Kalau begitu sungguh aneh sekali!” bisik si pelajar rudin sambil
berkerut kening.
“Maksud cianpwee…” Kho Beng kelihatannya agak tercengang.
Dg wajah amat serius pelajar rudin Ho Heng berkata :
“Kau tahu, sewaktu partai kupu-kupu masih malang melintang
didalam dunia persilatan, waktu itu kemampuan mereka amat
dahsyat hingga tujuh partai besar pun bukan tandingan mereka.
Badai pembunuhan berdarah yg berlangsung pada seratus tahun
berselang itu hampir memporak porandakan seluruh dunia persilatan
andaikata tiga dewa Sam gwa sam sian tidak segera munculkan diri,
entah bagaimanakah penyelesaian terhadap pembantaian berdarah
itu. Akibat dari peristiwa ini, pihak partai kupu-kupu telah
mengumumkan pengunduran dirinya dari dunia persilatan, tapi
sempat meninggalkan nyanyian yg berbunyi : Kupu-kupu terbang
berpasangan, banjir darah melanda dunia persilatan, hujan air mata
bersedihan, bangkai berserakan menganak bukit.”
“Tentang masalah ini, boanpwee sudah pernah mendengar”
Pelajar rudin Ho Heng manggut-manggut kembali katanya :
“Setiap anggota partai kupu-kupu hampir semuanya angkuh dan
berpandangan tinggi, coba bayangkan sendiri, apa sebabnya mereka
bersedia tunduk dibawah perintah seorang wanita dan mau
bnertindak sebagai pelindung hukum dari dewi In nu?”
Kemudian sambil menunding kearah jenasah Thia Bu ki yg
terkapar ditengah ruangan, kembali dia berkata :
“Bayangankan pula sikap situa bangka tsb, dia lebih rela mati
daripada mengungkapkan letak sarang dari dewi In nu, dari sini bisa
disimpulkan bahwa persoalannya lebih tak gampang…”
“Yaa, persoalan ini memang membingungkan sekali!” kata Kho
Beng sesudah termenung sebentar.
Sambil memicingkan matanya, si pelajar rudin Ho Heng kembali
berkata :
“Dalam masalah demikian ini hanya ada satu kemungkinan, yakni
bisa jadi dewi In nu adalah salah seorang tokoh dari partai kupukupu.”

Bagaikan baru memahami akan sesuatu, dg rasa kaget Kho Beng
segera berseru :
“Yaa, tebakan cianpwee memang tepat sekali, kemungkinan
besar memang begitulah kenyataannya, kalau tidak mengapa tokohtokoh
partai kupu-kupu seperti Thia Bu ki, Ong Thian siang, Tang
Bok kong serta Liok Ci ang sekalian begitu rela menjadi pelindung
hukumnya?”
“Benar!” pelajar rudin manggut-manggut, “ditambah lagi
tujuannya berada dikitab pusaka Thian goan bu boh, persoalan pun
rasanya semakin jelas lagi, sebab peristiwa berdarah yg terjadi pada
seratus tahun berselang pun timbul dari kitab pusaka Thian goan bu
boh yg lenyap secara tiba-tiba, karena kitab pusaka Thian goan bu
boh sesungguhnya adalah benda mestika milik partai kupu-kupu.”
“Tapi ilmu silat yg tercantum dalam kitab pusaka Thian goan bu
boh hanya terdiri dari ilmu kepalan, ilmu pukulan dan ilmu pedang,
sama sekali tidak tercantum ilmu panji kupu-kupu seperti
andalannya, aku rasa dibalik kesemuanya ini…”
Dg cepat si pelajar rudin Ho Heng menggoyangkan tangannya
menukas pembicaraannya yg belum selesai itu, katanya :
“Tentang soal ini justru aku….sendiri pun tidak mengerti tapi
menurut berita yg tersiar, kenyataannya memang begitu, jadi bila
masih ada persoalan lainnya, jelas aku tak akan mengetahuinya…”
Tiba-tiba ia memutar biji matanya sambil menambahkan :
“Lebih baik kau sendiri yg mencegah persoalan pelik itu, aku
sendiri harus segera pergi!”
“Cianpwee hendak pergi?” tanya Kho Beng agak tertegun.
Pelajar rudin tertawa :
“Aku si pelajar khusus meninggalkan Lam huang datang kemari,
tentunya bukan dikarenakan urusanmu, bukan?”
Merah jengah selembar wajah Kho Beng, segera tanyanya :
“Lantas cianpwee hendak kemana?”
Pelajar rudin Ho Heng berpikir sebentar, lalu katanya :
“Hwesio daging anjing, situa Bu wi semuanya termasuk orangorang
yg ingin kujumpai dalam perjalananku kali ini, biar aku pergi
mencari mereka berdua saja.”
“Saat ini kedua orang tua tsb berada dilembah hati buddha,
apakah cianpwee mengetahui tempat tsb?” buru-buru Kho Beng
bertanya.
Pelajar rudin Ho Heng segera tertawa terbahak-bahak :

“Haa…haaa…haaa…lembah hati buddha adalah sarang lama dari
hwesio daging anjing, aku sipelajar pernah berkunjung kesitu, nah
selamat tinggal….”
Sambil berkata, tubuhnya sudah beranjak pergi meninggalkan
ruangan tsb.
Cepat-cepat Molim menyusul kedepan sambil berteriak :
“Hey situa, setelah berkunjung kelembah hati buddha, kau masih
hendak pergi kemana? Lebih baik kita jangan sampai kehilangan
kontak dg dirimu!”
“Kenapa?” tanya si pelajar rudin sambil mendengus.
Agak tergagap Molim segera berkata :
“Andaikata cukong kami lupa cara menguruti nadi kami, dia bisa
mencarimu utk belajar kembali.”
Mendengar perkataan ini, si pelajar rudin Ho Heng segera
tertawa terbahak-bahak tanpa menjawab pertanyaan dari Molim lagi,
ia segera menggerakkan sepasang bahunya.
Laksana anak panah yg terlepas dari busurnya dia segera melesat
kemuka meninggalkan tempat tsb, dalam waktu singkat bayangan
tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Menyaksikan si pelajar rudin tidak menggubris sama sekali atas
kekuatirannya, Molim menjadi amat m endongkol sambil menggigit
bibirnya ia berseru :
“Aku benci setengah mati dg si tua bangka tsb!”
“Yaa betul betul mak nya…hari ini kita lagi apes semua” teriak
Rumang pula sambil melonjak-lonjak, “sialan, kita bisa mati
penasaran…”
“Tutup mulut!” mendadak Kho Beng membentak keras.
Molim dan Rumang tak berani bicara lagi, sedang Mokim serta
Hapukim nampak agak terkejut, paras muka mereka berubah hebat,
namun selain mengawasi pemuda itu dg termangu, tak seorangpun
berani bersuit lagi.
Dg suara yg keras dan tajam kembali Kho Beng berkata :
“Kalian anggap perbuatan kalian berempat yg berhianat dan
berniat jahat sama sekali tidak kuketahui? Hmmm, selama ini aku
hanya membungkam karena aku masih berharap kalian bisa
bertobat serta kembali kejalan yg benar. Kalian tahu, malam ini Ho
cianpwee sudah menaruh ulat utk membunuh kalian semua, coba
kalau aku tidak mengingat-ngingat hubungan kita yg terdahulu,
mungkin tubuh kalian sudah dingin dan kaku sekarang….”

Buru-buru Molim berseru :
“Yaa, memang cukong telah menyelamatkan kami, selama hidup
kami tak akan melupakan kebaikan dari cukong!”
Kembali Kho Beng mendengus :
“Hmm, lantas kalian lagi mengumbar nafsu apa sekarang?”
“Hamba sekalian mengerti salah!”
“Hmm, ingat baik-baik, mulai hari ini kalian berempat harus saling
menjaga diri baik-baik, dalam perkataan maupun tindak tanduk
kalian mesti bersikap lebih hati-hati, bila salah seorang diantara
kamu berempat telah melakukan kesalahan, akibatnya kalian
berempat yg akan kuhukum, bila ada seseorang diantara kalian
berhianat, maka aku tak akan menguruti kalian berempat, biar
kulihat kalian berempat mampus bersama-sama….”
Berubah hebat paras muka keempat orang itu, serempak mereka
berteriak bersama-sama :
“Cukong tak usah kuatir, betapa pun besarnya keberanian kami,
tak nanti kami berani mempunyai pikiran jahat lagi.”
“Bagus sekali!” Kho Beng manggut-manggut, “asal kalian dapat
berbuat demikian akupun tak akan menyia-nyiakan pengharapan
kalian semua.”
Tiba-tiba Chin sian kun menyela :
“Kho kongcu, fajar sudah hampir menyingsing, kita harus segera
memutuskan langkah kita berikutnya!”
Kho Beng hanya mengangguk tanpa menjawab, keningnya
berkerut kencang, jelas untuk sesaat sulit baginya utk mengambil
keputusan, ia tak tahu kemana harus pergi?
Chin sian kun yg menyaksikan hal itu, kembali berkata :
“Untung saja Bok cuncu sudah kembali ke kuil Siau lim si utk
memberikan laporan pada ketuanya dan segera menurunkan
perintah kepelbagai jago partai utk mengutus jago-jagonya melacaki
jejak siluman perempuan In nu, aku rasa kita harus kembali dulu ke
lembah hati Buddha!”
Kho Beng termenung berapa saat, mendadak ia menggelengkan
kepalanya seraya berkata:
“Tidak, utk sementara waktu ini aku tak ingin bertemu dg Bu wi
cianpwee maupun hwesio daging anjing.”
“Kenapa?” tanya si nona sambil menghembuskan napas panjang.
Kho Beng menghela napas panjang, katanya :

“Sewaktu hendak meninggalkan lembah hati Buddha, aku pernah
sesumbar kepada Bu wi cianpwee dan hwesio daging anjing,
kenyataannya hasil nihil yg kuperoleh sekarang, rasanya kok rikuh
kalau mesti kembali dalam keadaan tangan hampa….”
Setelah memutar biji matanya sebentar, dia berkata lagi :
“Menurut pendapatku, lebih baik nona pulang lebih dulu, biar aku
berangkat kebukit Cian san utk sekali lagi mengadakan
penyelidikan……”
“Bukankah rencana semula kita akan pulang ke lembah hati
Buddha bersama? Mengapa kau berubah pikiran ditengah jalan?”
tegur si nona sambil berkerut kening.
“Sebab, setelah mengetahui penghianatan Molim sekalian
berempat yg secara diam-diam bersekongkol dg pihak In nu siancu,
rasanya semangatku seperti dikobarkan lagi…betul dari pihak Siau
lim si bakal mengirim banyak jago dari pelbagai partai utk melacaki
jejak si pembunuh keji itu, tapi aku rasa toh lebih baik kulakukan
pelacakan sendiri, apalagi keselamatan ciciku terancam bahaya
maut, aku wajib mencoba sekali lagi!”
Chin sian kun segera menghela napas panjang :
“Baiklah, setelah kau memutuskan demikian, maka aku pun tak
berniat menghalangi mu lagi, tapi aku tetap akan mendampingimu,
aku pikir kau tak bakal menampik bukan?”
“Lebih baik nona jangan ikut, pulanglah dulu kelembah hati
Buddha karena kepergian nona sama sekali tak diketahui mereka,
bila kau tak segera kembali kelembah, aku kuatir mereka bakal
gelisah, disamping itu……”
“Cukup! Kau tak usah melanjutkan” tukas Chin sian kun sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali, “aku cukup memahami
perasaanmu, bukankah kau takut kehadiranku hanya akan menjadi
beban untukmu?”
“Nona jangan salah paham, aku sama sekali tak sependapat
begitu….” Buru-buru Kho Beng berseru :
“Kalau begitu kau setuju atau tidak?” desak si nona agak girang.
Dg perasaan apa boleh buat terpaksa Kho Beng berkata :
“Kalau toh nona berkata demikian, rasanya kurang baik kalau
kuhalangi niatmu itu….”
“Nah begitu baru benar…..apakah kita akan segera berangkat
kebukit Cian san?”
Kho Beng berpikir sebentar, kemudian katanya :

“Paling baik kita duduk beristirahat sejenak disini, besok malam
kita baru berangkat kebukit Cian san.”
Waktu itu Molim sekalian berempat telah berubah menjadi amat
jinak dan penurut, mereka hanya mengekor belaka terhadap semua
keputusan yg diambil.
Begitulah, Rumang segera ditugaskan menguburkan jenasah Thia
Bu ki dibelakang kuil, sementara yg lain membersihkan ruang kuil
tsb, distulah mereka berempat duduk bersemedi sambil menunggu
waktu.
Dalam suasana yg hening dan tenang, mereka berenam
beristirahat hingga tengah hari seblum bangkit utk berangkat.
Setelah melalui masa beristirahat yg cukup panjang, kesegaran
mereka telah pulih kembali.
Kho Beng segera menurunkan perintah utk berangkat menuju
kebukit Cian san.
oooOOooo
Ketika melalui sebuah dusun dalam perjalanan, mereka pun
bersantap dulu disebuah rumah makan sampai kenyang, selesai
bersantap mereka baru meneruskan perjalanan kebukit Cian san.
Ketika sampai dikaki bukit, tengah malam telah menjelang tiba.
Mereka berenam melanjutkan perjalanannya memasuki sebuah
hutan lebat, disanalah perundingan rahasia segera dilaksanakan.
Pertama-tama Kho Beng berkata lebih dulu kepada Molim dg
suara berat lagi dalam :
“Sekarang kau harus berbicara sejujurnya, selama kau
mengadakan kontak dg anak buah dewi In nu, benarkah kau Cuma
berhubungan dg Thia Bu ki yg telah terbunuh itu?”
Molim sangat terkejut, buru-buru dia mengangkat sumpah :
“Jika hamba berbicara bohong, biarlah aku dikutuk oleh thian dan
mati secara tak wajar!”
Dg kening berkerut, kembali Kho Beng berkata :
“Bukan aku tak mau percaya kepadamu tapi dg matinya Thia Bu
ki berarti hubunganmu dg mereka pun jadi putus, kini hubungan
semacam ini tak mungkin dapat dipergunakan lagi!”
Tiba-tiba Chin sian kun menimbrung :
“Walaupun Thia Bu ki telah mati, tapi aku rasa anak buah dewi In
nu yg lain pasti mengetahui juga akan hubungan persekongkolan

antara Molim dg mereka, paling tidak dewi In nu pasti mengetahui
persoalan ini….”
Kho Beng berpikir sebentar, kemudian manggut-manggut :
“Yaa, perkataanmu ini memang ada benarnya juga….”
Sorot matanya segera dialihkan kembali kewajah Molim,
lanjutnya :
“Begini saja, kalian berempat tak usah menyembunyikan jejak
lagi, teruskan perjalanan keatas bukit secara terang-terangan, asal
dewi In nu belum meninggalkan bukit Cian san, sudah pasti jejak
kalian bakal mereka diketahui.”
“Apa yg mesti kami lakukan jika kami telah ditemukan?” tanya
Molim agak sangsi.
“Setelah mereka menemukan kalian berempat, tak ada salahnya
bila kau melaporkan peristiwa Thia Bu ki yg telah bunuh diri, bila
ada jawaban lain, aku tentu akan menyampaikan kepada kalian dg
ilmu menyampaikan suara.”
Terpaksa Molim manggut-manggut :
“Hamba turut perintah.”
“Nah, kalian boleh berangkat sekarang.”
Molim saling pandang sekejap dg Mokim, Rumang serta Hapukim,
kemudian beranjak pergi dari situ dg langkah lebar.
Begitulah dibawah petunjuk Kho Beng yg disampaikan secara
diam-diam, keempat orang itu sengaja berjalan dg langkah berat,
bahkan sengaja bercakap dg suara keras.
Asalkan satu li disekitar tempat itu ada orangnya, sudah pasti
kehadiran mereka akan menarik perhatiannya.
Sementara itu Kho Beng bersama Chin sian kun menguntil
dibelakang mereka secara diam-diam, gerak gerik mereka tak
ubahnya seperti sukma gentayangan.
Sepanjang jalan mereka perkampungan Ciu hong san ceng, juga
melewati perkampungan Bwee wan yg rata dg tanah, namun
sepanjang jalan suasana amat sepi dan tak nampak sesosok
bayangan manusia pun…..
Dalam posisi empat berjalan terang-terangan dan dua mengikuti
secara diam-diam inilah mereka berenam meneruskan perjalanan
kepuncak bukit, sebab Kho Beng telah memutuskan, dia harus
memeriksa seluruh bukit Cian san sampai jelas utk membuktikan
apakah dibukit Cian san masih ada musuh yg bersembunyi.

Dipuncak bukit Cian san terdapat sebidang tanah datar,
rerumputan tumbuh subur diatas tanah tsb.
Pepohonan yg rimbun memenuhi pula sisi lereng bukit dg batu
cadas berserakan disana sini.
Sekilas pandangan, tempat tsb tak ubahnya seperti sebuah
puncak bukit yg sepi dan jauh dari keramaian manusia.
Namun menjelang kentongan pertama, tiba-tiba tampak empat
sosok bayangan manusia berkelebat dan berkumpul ditengah-tengah
puncak bukit tsb.
Ternyata keempat sosok bayangan manusia itu adalah Cun hong
Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu.
Mereka berempat saling berpandangan sekejap, lalu tertawa
ringan.
Cun hong Lengcu segera berkata dg lirih :
“Belakangan ini sifat suhu kurang baik, karenanya dalam
pertemuan malam nanti kita harus menghadapinya secara hati-hati.”
Selesai berkata ia segera bertepuk tangan tiga kali sebagai kode
rahasia mereka…
Begitu selesai bertepuk tangan, dari empat arah delapan penjuru
segera bermunculan dua puluhan lelaki berbaju hitam yg semuanya
memakai pakaian ringkas dan menyoren pedang dipinggangnya, dg
cepat mereka mengurung ketengah lapangan.
Salah seorang diantaranya segera menjura , sambil berkata :
“Hamba menjumpai Lengcu berempat!”
Ternyata orang ini adalah sipedang geledek Sin Cu beng, seorang
tokoh silat yg amat termasyur dalam dunia persilatan dimasa lalu
dan sekarang menjadi selah seorang komandan pasukan dibawah
perintah dewi In nu.
Sambi tersenyum, Cu hong Lengcu berkata :
“Malam ini Siancu akan membuka sidang, harap komandan Sin
melakukan penjagaan yg lebih ketat dan berhati-hati lagi!”
“Hamba mengerti!” buru-buru Sin Cu beng manyahut.
“Apakah penjagaan disekeliling tempat ini sudah selesai diatur?”
“Lengcu tak perlu kuatir, hamba telah menyiapkan segala
sesuatunya secara rapi, jangan lagi manusia, seekor burung jangan
harap bias melintasi istana gua pengikat cinta ini tanpa diketahui
jejaknya.”
“Bagus sekali!” dg gembira Cui hong Lengcu manggut-manggut,
“silahkan komandan Sin kembali ke posnya!”

Sin Cu beng segera menjura, lalu sambil membalikkan badan,
bisiknya :
“Masing-masing kebali ke posnya sendiri, jaga dg hati-hati,
menjumpai tanda bahaya jangan bertindak terlalu ayal!”
Dua puluhan orang jago berbaju hitam itu serentak mengiakan
bersama dan menyebarkan diri keempat penjuru, gerak-gerik
mereka cepat bagaikan gulungan asap ringan, dalam waktu singkat
bayangan tubuh mereka sudah lenyap dari pandangan.
Setelah anak buahnya bubaran, Sin Cu beng baru beranjak pula
meninggalkan tempat tsb.
Sepeninggal orang-orang itu, Cu Hong Lengcu mendongakkan
kepalanya dan memandang sebentar keadaan cuaca, lalu bisiknya :
“Waktu sudah semakin dekat, mari kita tunggu suhu naik ke
mimbar sidang!”
“Silahkan suci!” Hee im Lengcu dan Tang soat Lengcu serentak
berseru.
Dg langkah lebar, Cun hong Lengcu segera beranjak lebih dulu
meninggalkan tempat tsb.
Disisi kiri bukit terdapat sebuah dinding karang yg terjal,
disanalah terbuka sebuah lorong rahasia waktu itu, keempat Lengcu
serentak melangkah masuk kedalam lorong tsb.
Ketika mereka telah masuk kedalam, terdengar kembali suara
gemerincingan nyaring, pintu gua merapat kembali seperti sedia kala
hingga sama sekali tak terlihat titik kecurigaan pun.
Setelah berada dalam lorong rahasia, Cun hong Lengcu sekalian
menelusuri undak-undakan batu turun kebawah, lebih kurang lima
puluh anak tangga kemudian didepan sana terbentang sebuah
lorong bawah tanah yg amat luas dan lebar.
Dinding samping maupun langit-langit lorong tsb terbuat dari
batu cadas yg datar, pada jarak setiap dua kaki tertancap sebatang
obor yg menerangi sekitar goa tsb.
Selain itu, pada jarak setiap satu kaki sepanjang lorong tadi
berdiri seorang busu bersenjata lengkap yg siap menghadapi segala
kemungkinan, suasana yg menyeramkan menimbulkan rasa bergidik
bagi siapapun yg memandangnya..
Ketika Cun hong Lengcu sekalian melewati lorong tsb, serentak
semua busu membungkukkan badan member hormat.

Panjang keseluruhan dari lorong rahasia tsb mencapai dua
puluhan, kaki pada ujungnya terdapat dua buah cabang jalan, Cun
hong Lengcu sekalian mengambil jalan yg belok kesisi kiri.
Jalan bercabang itu tidak terlalu panjang, lebih kurang hanya tiga
kaki lebih, pada ujungnya muncul sebuah ruang batu yg luas sekali,
paling tidak lebarnya mencapai dua puluhan kaki persegi.
Waktu itu dalam ruangan telah penuh berdiri manusia yg
berjajar-jajar, diantaranya terdapat busu bersenjata lengkap, ada
gadis-gadis cantik berpakaian ringkas, ada pula kakek yg rambutnya
telah beruban.
Ditengah ruangan, dekat dinding belakang didirikan sebuah
panggung tinggi, didepan panggung tergantung tirai bamboo,
sedang dibelakang tirai bamboo terdapat sebuah kursi besar.
Pada kedua belah sisi kursi besar tadi, masing-masing tersedia
pula empat buah bangku bambu yg agak kecil.
Kecuali kelima lembar kursi tsb berada dalam keadaan kosong,
diluar tirai bamboo telah penuh dg manusia.
Pada barisan terdepan berjajar sebelas orang kakek yg berusia
antara lima puluh sampai tujuh puluh tahunan, pakaian mereka
beraneka ragam.
Sedang pada barisan kedua adalah puluhan nona cantik berbaju
ringkas, pakaian mereka pun berwarna warni dan amat menyolok
mata.
Dibelakang barisan gadis-gadis muda itu adalah lelaki kekar yg
masih muda semua, usia mereka berkisar dua sampai tiga puluhan
tahun, sedang pakaian yg dikenakan adalah warna hitam atau
kuning yg kelihatan amat segar.
Tatkala Cun hong Lengcu sekalian memasuki ruangan tsb,
suasana yg semula hening kini bertambah sepi, demikian sepinya
hingga detak jantung setiap orang hampir bias terdengar jelas.
Keempat orang Lengcu itu langsung menerobos masuk diantara
kerumunan orang banyak, mereka tidak berhenti dalam ruang batu
tapi langsung membuka pintu rahasia dan masuk kedalam.
Lebih kurang sepeminuman teh kemudian, tampak pintu rahasia
itu kembali terbuka, tampak seorang dayang berbaju indah
munculkan diri sambil berseru dg nyaring :
“Siancu memasuki mimbar!”
Suaranya mengalun sampai ketempat kejauhan dan mendengung
tiada hentinya dalam pendengaran.

Tak lama kemudian tampak lima puluh empat orang nona
berbaju ringkas berwarna kuning yg membawa pedang terhunus
munculkan diri dari balik pintu rahasia dan berjalan menuju mimbar
dg langkah lebar.
Dg gerakan cepat mereka menyebarkan diri lalu mengurung
mimbar itu rapat-rapat.
Suasana yg mencekam seluruh ruangan waktu terasa hening dan
sepi, suasana serius menyelimuti perasaan setiap orang.
Lewat beberapa saat lagi baru kelihatan seorang perempuan
cantik berusia tiga pulu tahunan yg memakai baju kuning, bermantel
bulu dan berwajah anggun, munculkan diri ditengah ruangan.
Dua orang nenek berbaju kuning berjalan mengiringi disisi kiri
dan kanannya, sikap yg anggun dan wajah berwibawa membuat
setiap orang merasakan hatinya tercekat.
Barulah dibelakang mereka mengikuti keempat Lengcu yakni Cun
hong, Hee im, Ciu hoa serta Tang soat, semuanya langsung menuju
keatas mimbar.
Tak salah lagi perempuan anggun yg diiringi dua orang nenek tsb
bukan lain adalah In nu Siancu.
Ia langsung menuju kekursi kebesaran yg telah disediakan dan
duduk, sementara kedua orang nenek tadi berdiri mendampingi
dibelakang tubuhnya…….”
Menunggu dewi In nu sudah duduk, secara terpisah keempat
orang Lengcuitu baru mengambil tempat duduk dikeempat kursi kecil
yg telah disediakan.
Pelan-pelan dewi In nu memperhatikan suasana dalam ruangan,
kemudian tanyanya dg suara hambar:
“Apakah semuanya telah hadir!”
Mendadak paras muka dewi In nu berubah hebat, bentaknya
keras-keras :
“Kurangajar, sampai kalian berempat pun berani membohongi
diriku, besar nian nyali kalian!”
Cun Hong Lengcu sangat terkejut, tanpa sadar ia menjatuhkan
diri berlutut diatas tanah sambil katanya :
“Teecu tak berani membohongi suhu!”
Masih dg nada marah, dewi In nu berkata lagi :
“Sudah jelas diantara duabelas orang pelindung hukum hanya
sebelas orang yg hadir, terpaksa hanya sebelas orang yg hadir,
mengapa kau katakana telah hadir semua?”

Tampaknya Cun hong Lengcu sama sekali tidak mengetahui akan
peristiwa itu, ia baru berpaling kebawah mimbar setelah mendengar
perkataan tsb.
Betul juga, diantara deretan kakek yg berdiri dibarisan terdepan,
ternyata hanya sebelas orang yg hadir, terpaksa katanya lagi dg
suara tergagap:
“Teecu memang pikun, silahkan suhu menjatuhkan hukuman!”
Dewi In nu mendengus :
“Dihukum atau tidak, lebih baik dibicarakan nanti saja, hayo
cepat selidiki apa yg telah terjadi!”
“Teecu turut perintah!”
Buru-buru Cun hong Lengcu bangkit berdiri, mundur sejauh tiga
langkah kemudian baru menghadap kebawah mimbar, seraya
membentak :
“Siapakah diantara dua belas pelindung hukum yg belum hadir?”
“Thia Bu ki!” seorang kakek berbaju ungu menjawab.
Dg kening berkerut, Cun hong Lengcu kembali berkata :
“Apakah dia tak tahu kalau mala mini diadakan siding?”
“Tentu saja tahu!”
“Kalau sudah tahu malam ini ada siding, mengapa sengaja ia
tidak hadir? Memangnya ia sudah bosan hidup!”
“Betapapun besarnya nyali Thia Bu ki, semestinya dia akan dapat
hadir pada waktunya…..aku kuatir……..”
“Kuatir kenapa? Mengapa tidak segera diucapkan?” hardik Cun
hong Lengcu keras-keras.
“Aku kuatir terjadi sesuatu peristiwa yg diluar dg dirinya…..”
Bergetar keras perasaan Cun hong Lengcu setelah mendengar
perkataan itu, buru-buru katanya :
“Tahukah kau apa yg sedang dilakukannya selama satu dua hari
belakangan ini?”
“Menurut apa yg kuketahui, dia sedang melacak jejak keempat
orang asing yg menjadi pengikut Kho Beng, tapi hingga saat ini
bayangan tubuhnya masih belum juga Nampak.”
Mendadak…….
Disaat Cun hong Lengcu dan sikakek berbaju ungu itu
melangsungkan Tanya jawab, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki
yg tergesa-gesa datang, disusul kemudian tampak seorang laki-laki
berbaju ringkas lari masuk kedalam ruangan.

Suasana gaduh segera mencekam seluruh ruangan itu, Cun hong
Lengcu menghentikan pembicaraannya dan menyingkir kesamping,
sementara sorot matanya dialihkan kewajah Dewi In nu, jelas ia
sedang mengamati bagaimana reaksi gurunya terhadap peristiwa
ini?
Tampak lelaki berbaju hijau itu lari kedepan mimbar lalu
menjatuhkan diri berlutut seraya berseru :
“Hamba menjumpai Siancu!”
Menyusul kemudian ia menyembah berulang kali.
Paras muka Dewi In nu amat dingin dan tanpa emosi, terhadap
sikap lelaki itu ia menunjukkan sikap acuh tak acuh.
Melihat sikap gurunya itu, buru-buru Cun hong Lengcu segera
membentak dg suara lantang :
“Besar amat nyalimu, berani sekali mengganggu ketengan
Siancu…..”
Buru-buru lelaki itu berkata :
“Berhubung ada urusan penting yg mesti dilaporkan, terpaksa
hamba harus menerobos masuk kemari, untuk itu harap Lengcu sudi
memaafkan kelancangan hamba.”
Agak kurang sabar dewi In nu menyelak secara tiba-tiba :
“Suruh dia laporan secepatnya!”
Buru-buru Cun hong Lengcu berseru :
“Cepat katakan!”
Dg suara lantang lelaki itu berkata :
“Thia huhoat telah mendapat celaka, jenasahnya dikubur
dibelakang kuil Lu cuo bio lima puluh li diluar kota, kini mayatnya
sudah digali keluar dan dibawa kemari.
Paras muka semua jago yg hadir dalam ruangan berubah hebat,
suasana berubah menjadi semakin hening, tiada orang yg berani
bersuara kecuali dengusan marah dari dewi In nu.
Dg perasaan amat bergetar, Cun hong Lengcu bertanya :
“Thia huhoat tewas karena termakan bacokan senjata ataukah
tewas oleh pukulan tenaga dalam?”
Lelaki itu menggelengkan kepalanya berulang kali, katanya :
“Semua tidak, ia tewas karena bunuh diri, Thia huhoat bunuh dg
menggigit putus lidahnya sendiri.”
Tiba-tiba dewi In nu berkata sambil menghela napas :
“Bagus sekali! Masih untung dia tak menyia-nyiakan
kepercayaanku kepadanya, meski tewas karena musibah, ia pantas

dihormati sebagai pembantu yg amat setia, aku pasti akan
memohonkan pujian dari ciangbunjin…”
Setelah berhenti sejenak, dg suara dalam kembali katanya :
“Segera perintahkan orang utk mengurusi layonnya secara baikbaik
dan segera kirim ke markas besar partai kita.”
“Teecu segera akan mengutus orang utk melakukannya….” Buruburu
Cun hong Lengcu berseru.
Dg suara dalam sekali lagi dewi In nu berkata :
“Segera kirim tiga orang pelindung hukum utk menyelidiki sebab
kematian Thia huhoat, kemudian balaskan dendamnya!”
“Teecu terima perintah….”
Dg cepat Cun hong Lengcu membalikkan badan, membalik
kebawah mimbar seraya serunya :
“Tang Bok kong, Liok Ci ang, Oun Thian siang, perintah dari
Siancu tentunya sudah kalian dengar sendiri, kuharap kalian bertiga
segera melaksanakannya.”
“Hamba terima perintah!” buru-buru ketiga orang huhoat itu
menyahut.
Dewi In nu segera berseru :
“Persoalan ini tak perlu ditunda lagi, kalian berangkat sekarang
juga…..”
Tang Bok kong sekalian serentak member hormat kemudian
membalikkan badan dan mengundurkan diri dari situ.
Ruang tengah yg luas pun pulih kembali dlm keheningan, hanya
kali ini paras muka dewi In nu telah dilapisi oleh hawa dingin dan
kaku yg sangat mencekam hati.
Suasana hening semakin mencekam seluruh hadirin, mereka
semua menundukkan kepalanya rendah-rendah dan tak berani
menatap wajah atasannya lagi.
Terutama sekali keempat Lengcu, mereka merasa bagaikan
duduk dikursi berjarum, gerak geriknya amat tak tenang.
Diam-diam Cun hong Lengcu telah balik kembali ketempat
duduknya, sementara sinar matanya secara diam-diam meneliti
wajah Dewi In nu.
Ketika ia menjumpai tatapan mata Dewi in nu sedang tertuju
kearahnya, tanpa sadar cepat-cepat ia mengalihkan pandangan
matanya kearah lain, sementara wajahnya berubah menjadi merah
hijau tak menentu, sikapnya mengenaskan sekali.
Dg suara sedingin es, Dewi In nu berkata kemudian :

“Sewaktu berada diperkampungan Bwee wan tempo hari, justru
karena penjagaan yg sangat kendorlah menyebabkan Bu wi si
bajingan tua itu berhasil mencapai tujuannya secara mudah, kendati
aku berhasil menghajarnya sampai terluka parah, namun bagian yg
terpenting dari kitab pusaka Thian goan bu boh berhasil dicuri
olehnya. Sejak kejadian itu sampai sekarang, sudah berjalan cukup
lama, kenapa kalian semua belum berhasil juga merebutnya
kembali?”
Buru-buru Cun hong Lengcu mengerlingkan matanya sekejap
kearah Hee im, Ciu hoa serta Tang soat, serentak mereka berempat
bangkit berdiri dan berlutut dihadapan gurunya sambil berkata :
“Kesemuanya ini memang merupakan kesalahan teecu yg tak
becus!”
“Sebetulnya sampai dimanakah sulitnya pekerjaan ini? Memang
kalian mengulur waktu terus menerus? Memangnya aku harus turun
tangan sendiri baru berhasil?”
Cun hong Lengcu berpikir sebentar, lalu ujarnya :
“Keadaan yg sebenarnya telah teecu laporkan kepada suhu,
dalam kenyataannya Kho Beng adalah pemuda yg licik, justru karena
kami bermaksud memperalat keempat orang pembantu asingnya,
siapa sangka gara-gara persoalan ini Thia huhoat pun kena
musibah….”
Dewi In nu segera berkata setelah berpikir sebentar :
“Konon kalian menggunakan encinya sebagai umpan, mengapa
sekarang malah mengalihkan sasarannya kepada ke empat
pembantu asingnya?”
Dg hati bercampur keki serta marah, “masa untuk menyelesaikan
pekerjaan kecilpun kamu harus menggunakan cara yg berputar
kayuh macam begini?”
Setelah berhenti sejenak, ia segera membentak “
“Gusur dia kemari!”
Cun hong Lengcu tak berani membantah, ia segera member
tanda kepada Hee im dan Li sian soat, kemudian bersama-sama
mengundurkan diri dari situ.
Lebihkurang setengah peminuman teh kemudian, tampak Cun
hong Lengcu dan Hee im Lengcu telah muncul kembali kedalam
ruang siding dg mengempit tubuh Kho Yang ciu yg berambut awutawutan
serta bermata sayu.

Bersambung ke bab 27
Jilid 27
Wajahnya Nampak berpenyakitan, rasa bimbang dan tak habis
mengerti menghiasi mukanya yang kuyu, agaknya dia tak tahu
kemanakah dirinya telah dibawa.
Hingga dirinya diseret menuju ke depan mimbar, kedua orang
dayangnya Sia hong maupn Bwee hiang tak Nampak turut serta
datang kesitu.
Agaknya Kho yang ciu berada dalam semakin lemahi tampak
napasnya terengah-engah sambil meronta serunya :
"enci jin, enci Li sebenarnya apa yang telah terjadi..tempat
apakah ini?"
Dengan pandangan mata yang sayu dan payah dia
memperhatikan sekejap disekeliling sana, sementara rasa heran dan
curiga menyelimuti wajahnya. Dengan suara sedingin es cun hong
Lengcu berkata :
"Kho yang ciu, setelah kejadian berkembang begini, kamipun tak
bermaksud mengelabui dirimu lagi, terus terang saja kukatakan,
sebenarnya diantara kita merupakan musuh bebuyutan, hakekatnya
antara kita tak ubahnya bagaikan air dengan api."
"Cici berdua jangan bergurau," teriak Kho yang ciu makin
kebingungan, "kalian..."
"Dengarkan baik-baik, kami sama sekali tidak membohongimu,"
sambung Hee im Lengcu Li Sian soat dengan suara ketus.
"Dahulu kami baik kepadamu karena kami hendak memperalat
dirimu untuk membatasi umat persilatan dan sekarang kami akan
memperalat dirimu kembali untuk memaksa Kho Beng agar
menyerahkan kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh
tersebut.."
Berubah hebat paras muka Kho yang ciu, agak tergagap katanya
: "sungguh .sungguh ini?"
"Kau tahu, siapakah orang yang duduk di atas situ? Terus terang
saja kami katakan, dia adalah guru kami. Dewi In Un"
"Aaaah-" Kho yang ciu berteriak keras, ia bermaksud untuk
bangkit berdiri. Tapi sayang dia sudah lupa kalau posisinya saat ini
sangat lemah. tahu-tahu kepalanya terasa amat pening dan seketika
itu juga roboh tak sadarkan diri-Cun hong Lengcu segera
membungkukkan badan memberi hormat keatas mimbar, katanya :

"Harap suhu sudi memberi petunjuk untuk menyelesaikan persoalan
ini.." Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"Heeeeehhi.heeeehhheeeehhh, totok dahulu seluruh jalan
darahnya kemudian sekap dia didalam kamar tahanan, setelah itu
beritahu kepada Kho Beng agar dia datang kemari menukar cicinya
dengan dua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut"
Kemudian sambil berpaling kembali serunya :
"Ciu hoa. Tang soat"
Ciu hoa dan Tang soat Lengcu serentak melompat bangun sambil
berseru:
"Tecu siap menerima perintahi-"
Dengan wajah serius Dewi In «n berkata :
"Kalian berempat kerjakan tugas ini bersama-sama, setiap orang
yang termasuk anak buahku boleh kalian pergunakan bilamana
perlu, yang penting selesaikan tugas ini secepatnya"
"Baik, tecu terima perintah" jawab Ciu hoa dan Tang soat Lengcu
serentak-Tiba-tiba Cun hong Lengcu berseru agak sangsi:
"Lapor suhu, bila kita sampai berbuat demikian kemungkinan
besar rahasia letak gua pengikat cinta ini akan ketahuan musuh. bisa
jadi malah menyebabkan timbulnya pelbagai kesulitan dikemudian
hari."
Dewi In wn tertawa hambar:
"Pertama, bila perkerjaan ini telah selesai dikerjakan maka aku
akan segera memimpin semua jago pulang ke markas besar, secara
otomatis semua bangunan yang berada dibukit cian san ini bakal
ditinggalkan dengan begitu saja"
setelah berhenti sejenaki lanjutnya :
"Kedua, disaat kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh
sudah didapatkan kembali, apakah kalian benar-benar hendak
membebaskan mereka kakak beradik berdua dengan begitu saja?"
"Tentu saja tidak" jawab Cun hong Lengcu sambil memutar biji
matanya "jadi maksud suhu, tecu..."
"Tentu saja harus membabat rumput sampai akar-akarnya, kita
tak boleh membiarkan kedua orang anak jadah tersebut hidup terus
didunia ini." seru Dewi In wn sambil menggertak giginya menahan
emosi-
"Tecu pasti akan melaksanakan pesan suhu, hanya kali ini.."
Tidak sampai Cun hong Lengcu menyelesaikan ucapannya. Dewi
In wn telah menukas lagi dengan suara dalam:

"Bila kali ini menderita kegagalan lagi, kalian berempat akan
menerima hukuman yang paling berat"
Keempat orang Lengcu itu serentak membungkukkan badan
sambil berseru:
"suhu tak usah kuatir, kali ini tecu berempat pergi pasti tak akan
membuat suhu kecewa."
sementara itu seluruh jalan darah ditubuh Kho yang ciu telah
tertotok oleh Hee im Lengcu Li sian soat disaat ia jatuh tak sadarkan
diri tadi, keadaannya saat ini tak jauh berbeda seperti orang mati,
kesadarannya hilang dan tubuhnya lemas tak bertenaga-
Maka dibimbing oleh beberapa orang dayang, tubuhnya kembali
diseret keluar dari ruangan sidang-
Memandang hingga semua orang sudah pergi. Dewi In wn baru
bangkit berdiri sambil tersenyum.
Dayang berbaju perlente yang berdiri disisinya buru-buru
berteriak lagi dengan suara lantang :
"Tutup sidang"
Ditengah suara teriakan yang keras itulah. Dewi In Un diiringi
kedua orang nenek tersebut mengundurkan diri ke ruang dalam
melalui jalan rahasia semula. sementara itu Kho Beng bersama
Chinsian kun sekalian telah menelusuri puncak bukit dalam usahanya
melacak sarang musuhnya.
Tatkala mereka sudah berada setengah li dari puncak bukit,
mendadak Chinsian kun menarik ujung baju Kho Beng sambil
bisiknya :
"Puncak bukit itu gundul tanpa tumbuhan, sudah jelas tiada
bagian tempat yang menarik perhatian, aku rasa justru lembah disitu
yang amat mencurigakan, bagaimana kalau kita lakukan
pemeriksaan lebih dulu atas lembah tersebut?"
Kho Beng berpikir sebentar, kemudian ia manggut-manggut:
"ya a, perkataan nona memang benar-"
Maka dengan ilmu menyampaikan suara dia segera
memberitahukan kepada Molim agar berbelok kesamping kiri
langsung menuju kesebuah lembah yang rimbun.
siapa tahu justru karena perbuatannya ini secara kebetulan sekali
mereka telah menghindari pos penjagaan yang diatur diseputar
puncak bukit itu.

sepanjang jalan Molim sekalian menelusuri hutan dengan langkah
lebar, sepanjang jalan dia pun sibuk mengatur Mokim, Rumang dan
Hapukim sesuai dengan petunjuk yang diterimanya dari Kho Beng.
Tiba-tiba terdengar Molim berseru dengan suara keras :
"saudara-saudaraku, kenapa sih kita begitu apes sehingga segala
pekerjaan sepertinya tak pernah lancer, dengan susah payah kita
berhasil mengadakan hubungan dengan situa Thia, eeei siapa tahu
dia justru melakukan bunuh diri"-
"ya a, nasib kita memang lagi gelap, makanya." sambung
Rumang cepat, sementara pembicaraan berlangsung, mereka telah
memasuki lembah bukit itu.
Pepohonan yang tumbuh dalam lembah tersebut sangat lebat lagi
rimbun, jalan setapak pun susah dilewati, bukan saja hening sepi tak
kedengaran sedikit suara pun, bahkan sesosok bayangan manusia
pun tidak Nampak-
Dengan suara lantang Hapukim segera berseru:
"sebelum melakukan bunuh diri, si tua Thia juga tak
meninggalkan pesan apa pun, kemanakah kita harus mencari rekanrekannya-
heeei-situa Bangka itu betul-betul si telur busuk "
Biar pun nada suaranya tak terlalu lantang samun gema suaranya
telah mengalun diseantero lembah, asal disitu ada orangnya sudah
pasti suara tersebut akan kedengaran.
Tapi sungguh anehi selain gema panggilan suara sendiri, dari
lembah tersebut tak kelihatan sesuatu reaksi apapun.
Dengan gemas Rumang memungut sebutir batu dan ditimpuk
kedalam hutan seraya berteriak
"Makin dipikir rasanya hatiku semakin mendongkol, kalau bisa
akan kuobrak abrik bukit ini hingga rata dengan tanah"
Tangannya segera diayunkan ke depan, sebutir batu pun
meluncur ke depan dengan dahsyatnya. Blarrrrrr,... Diiringi suara
benturan yang sangat keras, sebatang pohon kecil yang terkena
timpukan batunya patah seketika itu juga menjadi dua bagian,
batang pohon itupun segera roboh ke tanah-
Tapi pada saat itu pula kedengaran suara orang membentak
keras dari balik hutan.
"Hey, siapa yang berkaok-kaok disini tengah malam buta begini?
Huuuh, benarkah didunia ini tiada tempat yang betul-betul tenang?"
Tampak seorang kakek berambut putih yang berperawakan kecil
lagi ceking dan membawa sebuah tongkat berkepala ular munculkan

diri disamping pohon yang tumbang itu, dia langsung melotot kearah
Molim sekalian.
sambil tertawa terkekeh-kekeh Molim sebera berseru:
"Maaf orang tua, kami datang untuk mencari seseorang-• "
"Hmmmm, sekalipun maksud kalian hendak mencari orang, toh
bukan begitu caranya" seru si kakek berambut putih itu sambil
mendengus.
"Masa ditengah malam buta begini datang kelembah untuk
mencari orang, benar-benar perbuatan orang edan.siapa sih yang
kalian cari?"
sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, Molim berkata agak
gugup:
"Apakah kau orang tua kenal dengan Thia huhoat?"
"Hmm, mendengar namanya pun belum pernah," sahut kakek itu
sambil mendengus.
"siapa yang tak tahu kalau kau sama seperti Thia huhoat, samasama
menjadi anak buah siancu?" kata Molim lagi dengan kening
berkerut.
"Hey bocah kunyuki kau jangan sembarangan bicara, aku tak
peduli Dewi atau iblis, hayo cepat kalian pergi dari sini."
Molim tiada beranjak dari situ, malah setelah memutar biji
matanya, ia berkata lagi:
"Kalau begitu sungguh aneh, kalau toh kau bukan rekan Thia
huhoat, kenapa dirimu bisa berada dibukit Cian san ini?"
"Hmm, apakah bukit Cian san ini sudah punya pemilik tunggalnya
dan orang lain tak boleh datang?"
"Tentu saja tidak, tentu saja tidak" sahut Molim serasa
menggeleng, "tapi kau orang tua seorang diri bersembunyi di
lembah tersebut, sebetulnya apa yang sedang kau perbuat"
"Tidur"
"Waahi sungguh aneh sekali," tak tahan Molim berteriak
"kalau pingin tidur seharusnya pergi ke kota atau dusun untuk
mencari rumah penginapan. Kalau toh tak punya uang untuk
menyewa penginapan, pergilah ke kuil untuk mondok barang
semalam, masa kau malah datang keatas gunung untuk tidur?"
Kakek berambut putih itu mendengus.
"Baik rumah penginapan maupun dalam kuil sedikit banyak disitu
pasti ada orang, bila ada orang tak bisa dihindari lagi tentu rebut,
itulah sebabnya aku lari kelembah yang sepi ini untuk tidur.

Heii..sungguh tak disangka tidurku lagi-lagi diganggu oleh kalian
beberapa orang telur busuk?"
"Hey, kau lagi maki siapa?" Rumang segera menegur dengan
gusar.
"Tentu saja kau"
Rumang menjadi sewot, sambil mengayunkan kepalannya dia
siap menjotos tubuh kakek tersebut.
Tapi Molim segera menghadang dihadapannya sambil menegur:
"Jangan bertindak gegabah"
Ternyata Kho Beng telah memberi petunjuk kepada Molim
dengan ilmu menyampaikan suaranya untuk menyelidiki nama kakek
tersebut lebih dulu.
setelah mencegah Rumang, Molim segera menjura dalam-dalam
sambil tanyanya kepada kakek berambut putih itu ramah-
"Bolehkah aku tahu nama cianpwe?"
Kakek berambut putih itu tertawa cekakakan, sambil menatap
Molim, katanya :
"Jika kulihat dari tampangmu, agaknya kau Cuma seorang budak
asing, tak kusangka orang asing pun mengerti akan tata kesopanan,
aku dari marga Ang bernama It ciang, orang menyebutku si Kakek
Tongkat sakti"
"Namamu memang tepat sekali orang tua" ujar Molim kemudian
sambil tertawa.
"Mungkin nama tersebut disesuaikan dengan tongkat kepala ular
yang berada ditanganmu, bukan?"
Rupanya dia tak tahu apa yang mesti dibicarakan selanjutnya,
maka diutarakannya kata-kata basa basi untuk mengulur waktu
sambil menantikan petunjuk berikut dari Kho Beng.
Akan tetapi Kho Beng sama sekali tidak memberi petunjuk lagi
kepadanya dengan ilmu menyampaikan suara, sebaliknya malah
munculkan diri bersama Chin sian kun.
Mereka berdua langsung melayang turun dihadapan si Kakek
Tongkat sakti dan menjura dalam-dalam sambil ketanya:
"Boanpwee Kho Beng dan chin sian kun menjumpai Ang
locianpwee"
Buru-buru si Kakek Tongkat sakti berkata :
"Mana...mana..."
Tapi kemudian sambil menghela napas, katanya lebih lanjut:

"Makin lama orang yang muncul semakin banyak. aku rasa
memang susah untuk menemukan tempat yang amat tenang didunia
ini"
"Boanpwee memohon maaf yang sebesar-besarnya bila kehadiran
kami telah mengganggu ketenangan tidur cianpwee" buru-buru Kho
Beng berseru,
"tapi entah disebabkan urusan apa cianpwee munculkan diri
kembali didunia persilatan.."
Ternyata si Kakek Tongkat sakti bersama Bu wi lojin serta Gin san
siancu disebut sebagai tiga tokoh aneh dari dunia persilatan tapi
sejak puluhan tahun berselang jago tua ini telah hidup
mengasingkan diri, tak disangka secara tiba-tiba orang itu muncul
kembali di lembah yang sunyi hari ini.. Kakek Tongkat sakti seoera
tertawa terbahak-bahak:
"Haaahh-haaaah-haaah-sebetulnya aku sedang mencari tempat
untuk tidur, terus terang kukatakan sudah hampir setahun lamanya
aku belum pernah tidur yang nyenyak"
"Aaahi cianpwee memang gemar bergurau "
"Tidaki sama sekali tidak bergurau" si Kakek Tongkat sakti
dengan wajah serius,
"aku dapat memberitahukan kepadamu sejujurnya, tempat
tinggalku yang lama di lembah Ciong cun kok di bukit Pa San boleh
dibilang telah berubah menjadi lembah monyet, siang malam selalu
kedengaran suara monyet berteriak disitu, kau tahu telingaku ini
belum beristirahat dengan tenang barang sejenak saja."
"oooohi kiranya begitu," kata Kho Beng serius.
Mendadak Kakek Tongkat sakti menatap wajah Kho Beng lekatlekat,
setelah itu tegurnya:
"Dilihat dari usiamu masih sangat muda, dari mana kau bisa
mengetahui namaku?"
Buru-buru Kho Beng berseru:
"Nama besar tiga tokoh sakti dari dunia persilatan sudah
termasyur dimana-mana. sekalipun pengalaman boanpwee amat
cetekpun namun nama besar Ang locianpwee masih cukup kukenal"
Kakek Tongkat sakti kelihatan gembira sekali setelah mendengar
umpakan tersebut, segera katanya:
"Aaaahi terlalu sungkan, terlalu sungkan.."
Kemudian sambil mengalihkan pandangan matanya kewajah Kho
Beng kembali katanya sambil tertawa:

"Akupun rasanya seperti pernah mendengar akan namamu itu,
tapi bila ditinjau dari usiamu, sudah pasti namamu kudengar setelah
kemunculanku yang kedua kalinya, tapi dari siapa kudengar
namamu.aaaai, sekarang tak dapat kuingat kembali dengan jelas."
Kho Beng berpikir sejenaki kemudian katanya :
"sungguh beruntung boanpwee bisa bersua dengan cianpwee
pada malam ini, sebab hubungan boanpwee dengan kedua tokoh
sakti lainnya boleh dibilang cukup akrab."
"Coba kaujelaskan, hubungan macam apakah yang terjalin antara
dirimu dengan mereka berdua?" Tanya Kakek Tongkat sakti
keheranan.
"Bu wi lojin pernah mewariskan ilmu silat kepadaku, bahkan
dengan ilmu may teng tay hoat telah menghadiahkan tenaga dalam
sebesar empat puluh tahun hasil latihannya kepadaku, meski tiada
hubungan guru dan murid, tapi kenyataannya hubungan kami
menyerupai guru dan murid, sedang mengenai Gin san siancu, dia
adalah guru dari ciciku. Nah, coba bayangkan sendiri, bukankah
boanpwee mempunyai hubungan yang akrab dengan kedua orang
tokoh sakti tersebut?"
Kakek Tongkat sakti segera tersenyum:
"Paling tidak kau sedang mendekati diriku sekarang, tapi
hubungan kita akan datar, bahkan bertemu pun baru saja
berlangsung, bagaimana mungkin bisa terjalin hubungan yang akrab
diantara kita berdua?"
Dengan wajah serius Kho Beng berkata :
"Berbicara dari nama serta kedudukan cianpwee untuk bertemu
muka saja sudah sukar bagi orang lain, tapi kini boanpwee bisa
berbincang-bincang denganmu, hal ini sudah terhitung suatu
kejadian yang beruntung sekali-"
"Tak nyana kau sibocah muda pandai sekali berbicara, begini
saja, bagaimana kalau kita mengikat tali persahabatan?"
Buru-buru Kho Beng memberi hormat sambil serunya
"cianpwee, hal ini tak berani kuterima, masa boanpwee harus
saling menyebut sobat dengan cianpwee?"
Kembali Kakek Tongkat sakti tertawa :
"Kau jangan salah duga, kau toh tahu aku tak bakal menerima
murid, sekalipun ingin mengorek kepandaianku sedikit demi
sedikitpun tak mungkin bisa terjadi-dan lagi, akupun tak mampu

menerima dirimu sebagai muridku, sekarang teringat sudah aku
siapakah dirimu yang sebenarnya."
Dengan wajah serius ditatapnya wajah Kho Beng lekat-lekat,
kemudian ujarnya lebih jauh:
"Kau adalah keturunan dari perkampungan hui im ceng, sekarang
telah berhasil mempelajari ilmu silat dari kitab pusaka Thian goan bu
boh-yaa aku memang sudah tua, otakku sudah tak berfungsi lagi
sebagaimana mestinya. Padahal baru-baru berselang kudengar
berita tentang dirimu, siapa tahu hari ini sudah hampir
melupakannya kembali. "
"Kalau begitu cianpwee pun sudah mengetahui persoalan si Dewi
In wn?"
"Barusan toh sudah kukatakan dengan jelas," kata Kakek Tongkat
sakti sambil tertawa.
"Aku tak ambil peduli dewi atau setan, yang kuperhatikan justru
pada sudut yang lain, yaitu kemunculan partai kupu-kupu"
"Baik" Kho Beng maupun chinsian kun sama-sama dibuat
tertegun setelah mendengar perkataan tersebut.
"Kalau begitu kedatangan cianpwee ketempat ini bukan
disebabkan untuk mencari tempat tidur, bukan?" kata Kho Beng
kemudian sambil tertawa.
Kakek Tongkat sakti tertawa bergelak:
"Haaah.haaaah-haaah..aku datang kemari-sesungguhnya
memang untuk itu, namun akupun merasa amat terkejut atas
munculnya kembali partai kupu-kupu didalam dunia persilatan."
"Cianpwee, tak nyana kaupun memandang serius kemunculan
partai kupu-kupu tersebut, nampaknya partai kupu-kupu tak boleh
dianggap enteng"
"Bukan cuma tak boleh dianggap enteng" dengus Kakek Tongkat
sakti, "pada hakekatnya persoalan ini harus dianggap sebagai satusatunya
masalah yang terbesar dan paling serius dari dunia
persilatan, aku sebagai salah satu anggota dunia persilatan tentu
saja tak boleh duduk berdiam diri saja, itulah sebabnya meski aku
mencari tempat yang tenang untuk tidur yang nyenyak,
sesungguhnya kedatanganku kemari adalah untuk mencari
seseorang, tapi hingga kini orang yang kucari belum juga
ditemukan.,"
"siapa sih yang cianpwee cari?" tak tahan Kho Beng bertanya.

"orang dari marga Thian bernama Cun yang, dia adalah sahabat
karibku tapi sudah tiga puluhan tahun belum pernah bersua muka."
Diam-diam Kho Beng menyebut nama orang itu berulang kali,
terasa olehnya nama Thian Cun yang amat asing baginya, karena itu
sambil mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, katanya lagi:
"Tahukah cianpwee bahwa diantara anak buah Dewi In un
terdapat pula jago jago lihay dari partai kupu-kupu?"
Kakek Tongkat sakti tertawa lebar:
"Padahal tiada sesuatu yang perlu diherankan dalam persoalan
ini, siapa tahu siancu tersebut adalah tokoh terpenting dalam partai
kupu-kupu? Tapi yang terpenting dari kesemuanya ini masih tetap
berada sang ciangbunjin dari partai kupu-kupu yaitu ui sik kong."
"Apakah locianpwee kenal dengannya?" Tanya Kho Beng agak
tertegun.
Kakek Tongkat sakti menggeleng.
"Kenal sih tidaki tapi sebelum aku mengasingkan diri dari
keramaian dunia persilatan dulu, aku sudah mendengar tentang
keturunan partai kupu-kupu yang dibangkitkan dari keruntuhan dan
sedang mempelajari sejenis ilmu sesat disuatu lembah yang
terpencil, adapun pentolan dari kesemuanya itu tak lain adalah Ui sik
kong, satu-satunya putra Thian it ketua partai kupu-kupu yang telah
tewas ditangan tiga dewa see gwa sam sian tempo hari, semenjak
saat itu aku sudah bisa menduga bahwa suatu saat partai kupu-kupu
pasti akan muncul kembali kedalam dunia persilatan."
"Locianpwee, pengetahuanmu sangat luas, aku rasa diantara
partai kupu-kupu dengan tiga dewa see gwa sam sian pasti sudah
terjalin hubungan dendam sakit hati yang tak mungkin terselesaikan
dengan damai bukan?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut:
"aku rasa ada tiga tujuan partai kupu-kupu muncul kembali
dalam dunia persilatan, pertama mencari kitab pusaka Thian goan
bu boh yang hilang, kedua menuntut balas kepada tiga dewa see
gwa sam sian dan ketiga, membantai umat persilatan untuk
menyampaikan rasa bencinya selama ini."
setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata lebih jauh :
"Kini terbukti kitab pusaka Thian goan bu boh berada
ditanganmu, otomatis kau pun terseret pula didalam peristiwa ini"
"Boanpwee sama sekali tak tahu kalau kitab pusaka Thian goan
bu boh adalah barang milik partai kupu-kupu, selain itu.."

"Tak usah kaujelaskan kepadaku" tukas Kakek Tongkat sakti.
"Padahal kitab pusaka Thian goan bu boh bukannya milik partai
kupu-kupu sejak permulaan. Hanya saja turun temurun kitab
tersebut beralih tangan sampai akhirnya jatuh ketangan mereka jadi
siapakah pencipta kitab tersebut hingga kini masih merupakan tekateki
besar namun yang pasti kitab pusaka Thian goan bu boh adalah
sumber bencana, sejak seratus tahun berselang dimana partai kupukupu
membantai dunia persilatan, hingga peristiwa berdarah yang
menimpa perkampungan Hui im ceng pada belasan tahun berselang,
semuanya sudah ditandai dengan ceceran darah dimana-mana-"
"Ya a, perkataan cianpwee memang betul, karena memang
begitulah kenyataannya," ucap Kho Beng lirihsetelah
menghela napas kembali. Kakek Tongkat sakti berkata :
"Kita memang tak bisa berbuat banyak terhadap peristiwa yang
telah terjadi, tapi menurut hematku, persoalan paling penting yang
harus kita lakukan sekarang adalah menghentikan pembantaian
berdarah yang tampaknya sudah mulai melanda dunia persilatan
ini."
"Lantas apa pendapat cianpwee tentang persoalan ini?"
sesudah mendengus dingin. Kakek Tongkat sakti berkata :
"Tindak tanduk partai kupu-kupu kelewat buas dan tak berperi
kemanusiaan, mereka tinggi hati karena menganggap ilmu silatnya
paling top, selain itu berambisi pula untuk menumbangkan semua
kekuatan yang ada dalam dunia persilatan, oleh sebab itu satusatunya
jalan adalah dengan membunuh untuk menghentikan
pembunuhan, kita tumpas partai kupu-kupu hingga ke akar-akarnya,
dengan begitu keamanan dunia persilatan baru bisa terjamin." Kho
Beng berpikir sebentar, kemudian katanya :
"Konon Tiga dewa see gwa sam sian tinggal dipulau Bong lay sian
to, entah Peristiwa itu terjadi pada seratus tahun berselang, setelah
Tiga dewa see gwa sam sian bekerja sama menumpas ketua partai
kupu-kupu ui Thian it, dengan menderita kerugian hampir lima puluh
tahun hasil latihan, ketiga dewa tersebut kembali ke pulau Bong lay
untuk memulihkan kembali kekuatannya, tapi tiga puluh tahun
kemudian secara beruntun mereka telah pulang kealam baka, jangan
lagi tiga dewa pribadi, sekalipun keturunan mereka pun kini sudah
mencapai generasi yang ketiga yaitu cucu-cucunya-
Tapi pihak partai kupu-kupu toh takkan peduli sampai dimanakah
generasi penerus dari tiga dewa tersebut, jelas mereka hanya akan

melampiaskan rasa benci dan dendamnya kepada ahli waris mereka
bertiga, bukan demikian?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut: "ya a, tentu saja
demikian, tapi ahli waris tiga dewa"
Mendadak dia menghela napas dan tidak melanjutkan kembali
kata-katanya, sebenarnya bagaimana dengan k.tfi.^R^ keturunan
tiga dewa? desak Kho Beng keheranan, setelah lama sekali
termenung akhirnya Kakek Tongkat sakti berkata :
"Keturunan dari tiga dewa minim sekali jumlahnya, hingga
sekarang cucu tiga dewa masing-masing cuma seorang, usianya pun
telah mencapai tujuh delapan puluh tahun tapi mereka sudah tidak
menetap di pulau Bong lay lagi."
"Lantas mereka telah pergi kemana?"
"Tak ada yang tahu" Kakek Tongkat sakti menggeleng.
"Bahkan tak ada yang tahu pula karena persoalan apa mereka
sampai meninggalkan pulau Bong lay tersebut, tapi hubunganku
dengan si dewa An khek Thian cu yang paling akrab, itulah sebabnya
aku sengaja melacaki jejaknya sampai dimana-mana.
"oooh, rupanya cianpwee sedang mencari keturunan dari tiga
dewa,: sela Kho Beng,
"tapi si dewa Bu khek "
sambil tertawa Kakek Tongkat sakti berkata :
"Dewa Bu khek merupakan gelar yang dipergunakan turun
temurun, dulu gelar itu dipergunakan kakek Thian cun yang dan
sekarang dipakai olehnya sendiri, namuan..dunia begini luas, siapa
tahu dia telah pergi kemana?"
"Apakah keturunan tiga dewa sudah mengetahui tentang berita
meunculnya partai kupu-kupu dalam dunia persilatan?"
Kakek Tongkat sakti menghela napas panjang :
"Aaaai.justru persoalan inilah yang amat merisaukan hatiku, lagi
pula berbicara menurut situasi yang ada sekarang, kendati pun jago
silat yang berpihak kepada kita cukup banyak jumlahnya, tapi selain
keturunan dari tiga dewa, siapa lagi yang mampu membendung
agresi dari partai kupu-kupu?"
"Waaahi kalau begitu badai pembunuhan yang melanda dunia
persilatan sudah tak mungkin bisa dihindari lagi?" Tanya Kho Beng
dengan kening berkerut kencang.
Kakek Tongkat sakti tertawa getir:

"Berbicara yang sebenarnya, badai pembunuhan sudah mulai
melanda dunia persilatan, bukankah dimana-mana sudah terjadi
pembunuhan berdarah yang menimpa umat persilatan?"
Kho Beng terbungkam tak mampu menawab pertanyaan itu,
sampai lama kemudian dia baru berkata:
"Apakah cianpwee akan melanjutkan tidurmu? Kalau begitu, biar
boanpwee mohon diri lebih dulu.."
"Setelah dibangunkan oleh suara kalian yang berisik, sekarang
aku tak berminat untuk tidur lagi.."
Lalu sambil tertawa ia berpaling dan melanjutkan,
"Ditengah malam buta begini, sebenarnya karena persoalan apa
kalian mendatangi bukit yang terpencil ini?"
"Bukit cian san merupakan sarang dari Dewi In Un serta anak
buah andalannya. bisa jadi Dewi In un pribadi juga tinggal dibukit
ini, sekarang boanpwee sedang berusaha melacaki letak sarang
mereka itu."
" Apakah telah berhasil ditemukan?"
"Belum" pemuda itu menggeleng,
"tak kusangka gerak aerik mereka begitu misterius dan sangat
rahasia, aku lihat bukan pekerjaan yang gampang untuk
menemukan tempat persembunyian mereka-"
"Lantas apa rencana kalian sekarang?"
"Boanpwee bermaksud meneruskan pelacakan disekitar tempat
ini, bila tak berhasil kami akan segera tinggalkan bukit cian san,
bagaimana dengan cianpwee sendiri"
setelah memperhatikan sekejap sekitar tempat itu. Kakek
Tongkat sakti berkata :
"Aku toh tak bisa tidur lagi, tentu saja akan kutemani kalian, kita
baru berpisah setelah meninggalkan bukit Cian san nanti"
"silahkan cianpwee" buru-buru Kho Beng berseru.
Tapi Kakek Tongkat sakti segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya :
"Aku kurang hafal dengan daerah disekitar sini, lebih baik kalian
saja menjadi petunjuk jalanku."
Maka Molim sekalian berempat pun diperintahkan untuk
berangkat lebih dulu, sementara Kho Beng, chin sian kun serta
Kakek Tongkat sakti mengikuti dari belakang. Kali ini mereka
berangkat menuju kebelakang bukit.

suasana diatas bukit tersebut amat sepi, hening dan tak
kedengaran sedikit suara pun seakan-akan bukit tersebut adalah
sebuah bukit kosong yang tidak berpenghuni. Mendadak Dari
kejauhan sana muncul tiga sosok bayangan manusia yang meluncur
datang dengan kecepatan tinggi, menanti Molim sekalian
mengetahui akan kehadiran orang-orang tersebut, kedua belah
pihak sama-sama tertegun dan serentak menghentikan perjalanan.
Kho Beng, chin sian kun serta Kakek Tongkat sakti yang
menyaksikan dari kejauhan. peristiwa tersebut segera menyusupkan
diri kebalik pepohonan yang rimbun dan menyembunyikan diri
Dengan ilmu menyampaikan suara Kho Beng segera berbisik
kepada Kakek Tongkat sakti:
"Tak disangka kita akan bersua disini-, mereka bertiga adalah
pelindung hukum dari Dewi In wn, yaitu anggota dari partai kupukupu
yang menghebohkan itu. Ternyata mereka bertiga adalah tang
Bok kong, Liok Ci ang serta ong Thian siang."
"Bagus sekali" Kakek Tongkat sakti segera berseru dengan ilmu
menyampaikan suara,
'"Ingin kulihat manusia macam apakah mereka itu?"
Dalam pada itu. Tang Bok kong sekalian telah membentak sambil
tertawa dingin: "Heeehh.heehh.heeeh..kebetulan amat, kami
memang sedang mencari kalian beberapa orang, sungguh tak
disangka kita akan bersua dibukit ini."
Kemudian dengan nada berat, hardiknya :
"Ada urusan apa kalian datang ke bukit Cian san ini?"
" Kami sedang mencari kalian" jawab Molim cepat.
Jawaban tersebut segera membuat Tang Bok kong jadi tertegun,
serunya kemudian:
"Besar amat nyali kalian, kemana perginya Thia huhoat?"
"Justru karena persoalan ini kami khusus datang kemari, Thia
huhoat telah tewas, kamilah yang telah mengubur jenasahnya."
"Apa sebabnya dia tewas?" Tanya Tang Bok kong lagi sambil
kertak gigi.
Molim menghela napas panjang :
"Aaaaai, dia mati karena bunuh diri bahkan kematiannya
mengenaskan sekali-"
ong Thian siang tak bisa menahan diri lagi, dengan suara dalam
segera bentaknya :

"Hayo cepat ceritakan keadaan yang sebenarnya, bila berani
berbicara sembarangan, hati-hati dengan nyawa kalian semua"
"Kami memang sengaja datang kebukit Cian san untuk
melaporkan kejadian ini kepada Dewi In Un"
"Tutup mulut" bentak Liok Ci ang keras-keras.
"Nama siancu bukan sebutan yang boleh diucapkan sembarangan
orang. Hmmm.. cepat katakana, apa yang sebenarnya telah terjadi?"
sesudah menghela napas panjang, Molim beru berkata :
"Kami telah bersua dengan Thia huhoat di kuil Lu con bio, tatkala
ia sedang mengajak kami merundingkan persoalan penting, tiba-tiba
muncullah seorang pelajar rudin yang amat dekil"
"siapa namanya?" Tanya tang Bok kong.
Molim pura-pura mikir sejenak, akhirnya sambil bertepuk tangan
serunya :
"Ahhhh, betul Dia bernama sipelajar rudin Ho heng"
"Pelajar rudin Ho heng?" bisik Tang Bok kong sambil menggigit
bibir.
"Tak disangka bajingan tua inipun muncul kembali di dalam dunia
persilatan.apa yang dia lakukan?"
"Perdebatan segera terjadi antara dia dengan thia huhoat, kami
lihat pembicaraan diantara mereka saling bertolak belakang sampai
akhirnya terjadilah pertarungan yang amat seru. Kami benar-benar
tidak menyangka kalau sipelajar rudin yang kelihatannya ceking dan
tak bertenaga itu ternyata memiliki kepandaian silat yang begitu
tangguh. Tidak sampai dua gebrakan kemudian ia telah berhasil
memetik kupu-kupu diujung senjata Thia huhoat. sampai disitu Thia
huhoat pun mengaku kalah dan siap berlalu dari situ, siapa tahu
sipelajar rudin itu tidak mengijinkan pergi"
"Membunuh orang tak lebih kepala menempel tanah, apalagi
yang hendak diperbuatnya?" Tanya TanBok kong sambil menggertak
gigt.
"Dia memaksa Thia huhoat untuk memberitahukan tempat dan
alamat siancu, tapi permintaan tersebut dtampik oleh Thia huhoat,
kemudian entah mengapa ternyata ia menggigit putus lidah sendiri
dan bunuh diri"
"Bagaimana dengan sipelajar rudin Ho heng?" Tanya TanBok
kong setelah berpikir sejenak-
"Dia pergi dari situ" ucap Molim sambil menggeleng,
"Kemanakah dia pergi aku kurang jelas."

Dengan kemarahan yang meluap Tang bok kong berkata :
"Thia Bu ki telah salah menilai orang itulah sebabnya dia
mengundang bencana kematian bagi diri sendiri. Aku rasa kalian
berempat sama sekali tak berguna lebih baik kuhantar kalian pulang
kerumah nenek saja, hitung-hitung untuk melampiaskan rasa
dendam Thia bu ki"
sambil berkata dia segera mempersiapkan panji kupu-kupunya
untuk melancarkan serangan.
Molim menjadi sangat etrperanjat setelah menyaksikan kejadian
itu, cepat-cepat matanya celingukan ke sekeliling tempat tersebut
kemudian sambil menggoyangkan tangannya berulang kali, ia
berseru:
"Tunggu dulu, tunggu dulu, jangan buru-buru turun tangan."
Tang Bok kong mendengus dingin, sambil melintangkan senjata
panji kupu-kupunya didepan dada, ia berseru:
"Apalagi yang hendak kau ucapkan?"
Agaknya Molim cukup mengetahui akan kelihaian ke tiga orang
tersebut, dengan kemampuan yang dimilikinya bersama Rumang
sekalian berempat, paling banter Cuma bisa menahan seorang saja,
bila musuh turun tangan bersama, mustahil bagi mereka untuk bisa
meloloskan diri
Disamping itu diapun tidak tahu apakah Kho Beng sekalian
berada disekitar situ atau tidaki maka sambil tertawa paksa katanya
:
"Terhadap kematian Thia huhoat, sesungguhnya kami turut
bersedih Wati, tapi ilmu silat yang dimiliki sipelajar rudin Ho Heng
kelewat tinggi, tak mungkin bagi kami untuk membantunya, oleh
sebab itu terpaksa kami berangkat ke bukit Cian san untuk memberi
laporan."
Tang bok kong sebera mendengus dingin:
"Darimana kalian tahu tentang bukit cian san?"
Molim menjadi tertegun setelah mendengar pertanyaan itu, tapi
segera jawabnya :
"Kami pernah mendengar pengakuan Thia huhoat yang konon
berdiam di bukit Cian San. oleh karena itulah terpaksa kami datang
kebukit Cian san untuk beradu nasib."
"sipelajar rudin itu telah pergi kemana?" Tanya Tang Bok kong
kemudian dengan suara dingin.

"Dia telah pergi ke lembah hati Buddha, konon hendak mencari
Bu wi lojin serta Hwesio daging anjing"
Tang Bok kong sebera tertawa dingin: "Apalagi yang hendak
kalian sampaikan?"
sambil berkata senjatanya kembali dipersiapkan, tampaknya ia
sudah berniat untuk turun tangan lagi.
selain itu selain itu. Molim jadi tergagap, "hingga sekarang Kho
Beng masih belum tahu kalau kami telah menghianatinya, ia masih
menganggap kami sebagai orang kepercayaannya, ini berarti kami
dapat memperalat dirinya dan pelan-pelan berusaha untuk mencuri
kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu"
Tang Bok kong sebera mengulapkan tangannya seraya berkata :
"Tidak usah dilanjutkan kata-katamu itu, terus terang saja aku
katakan, siancu sudah bosan dengan cara yang membuang waktu
seperti itu.."
Kemudian setelah berhenti sejenaki bentaknya keras-keras :
"Apalagi kau sudah tiada perkataan lain, hayo bersiap-siaplah
untuk menerima kematian"
senjata panji kupu-kupunya digetarkan siap hendak menyerang
tubuh Molim-
Disaat yang kritis itulah, mendadak terdengar seseorang berseru
dengan suara nyaring
"Tunggu sebentar"
Menyusul suara bentakan itu tampak empat sosok bayangan
menusia melayang turun dihadapan Tang Bok kong sekalian bertiga-
Kehadiran bayangan manusia itu agaknya membuat Tang Bok
kong, Liok Ci ang serta ong Thia n siang jadi tertegun, tapi buruburu
mereka menjura seraya berkata :
"Menjumpai Lengcu berempat"
Ternyata yang datang adalah Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu,
Ciu hoa Lengcu, serta Tang soat Lengcu berempat.
Diantara keempat orang lengcu tersebut Molim sekalian pernah
bertemu dengan ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu, diam-diam
mereka merasa amat terperanjat-sementara itu Cun hong Lengcu
telah maju beberapa langkah ke depan, lalu menegur:
"Apakah mereka berempat adalah budak-budak asing dari Kho
Beng?"
"Benar" sahut Tang Bok kong seraya menjura.

"Kami telah bersiap-siap akan membunuh mereka semua, sebab
secara tidak langsung Thia huhoat telah tewas ditangan mereka."
sambil memutar biji matanya buru-buru Molim maju ke depan,
kemudian ujarnya seraya menjura dalam-dalam:
"Lengcu berempat, sesungguhnya bukan begitu persoalannya"
Cun hong Lengcu tertawa-tawa, bukan menjawab dia malah
bertanya :
"Tahukah kalian Kho Beng berada dimana sekarang?"
Molim berpikir sejenaki kemudian sahutnya :
"sekarang kami tidak tahu, tapi kami dapat segera mencarinya,
kami percaya dalam waktu singkat akan berhasil kami temukan."
"Bagus sekali." Cun hong Lengcu tertawa girang.
"Nah, adikku bertiga bagaimana menurut pendapatmu? Menurut
penilaianku merekalah pilihan yang paling ideal"
Hee im Lengcu mengerling sekejap kearah Cun hong Lengcu
serta Tang soat Lengcu, kemudian katanya sambil tersenyum:
"Toaci adalah pimpinan dari keempat Lengcu, sudah sepantasnya
bila toaci yang mengambil keputusan, siau moy sekalian tak ada
pendapat lain.."
Ucapan tersebut bernada mengumpak tapi bermaksud untuk
mencuci tangan, kontan saja membuat Cun hong Lengcu berkerut
kening, senyuman dinginpun segera menghiasi ujung bibirnya.
sambil berpaling kearah Tang Bok kong sekalian, ia segera berkata :
"Aku ingin mengajukan satu permohonan kepada huhoat bertiga,
apakah kalian bertiga sudi memberi muka"
Tang Bok kong agak tertegun, buru-buru sahutnya :
"Bila anda mempunyai suatu permintaan utarakan saja secara
terus terang, kami pasti akan mentaatinya."
Cun hong Lengcu sebera tertawa :
"Aku mempunyai kegunaan yang lain atas keempat orang budak
asing ini, bagaimana kalau kalian serahkan saja orang-orang
tersebut kepadaku?"
"Kalau memang Lengcu bermaksud demikian, tentu saja ku akan
mentaatinya. Cuma saja.."
"Cuma saja kenapa?" tukas Cun hong Lengcu sambil melotot.
sekujur badan Tang Bok kong Nampak bergetar keras, buru-buru
ujarnya dengan kepala tertunduk:

"yang aku maksudkan bukan persoalan mereka bertiga,
melainkan pembunuhan Thia huhoat yang sebenarnya yakni si
pelajar rudin Ho Heng."
Mendengar kata-kata itu, Cun hong Lengcu sekalian nampak
terperanjat sekali. Hee im Lengcu segera menyela :
"Aku dengar si pelajar rudin ini belum pernah meninggalkan
kawasan Pat huang mengapa secara tiba-tiba ia bisa muncul
didaratan Tionggoan."
Padahal sederhana sekali jawabannya kata Ciu hoa Lengcu sambil
tertawa dingin-
"Mungkin dia cun mendengar kabar tentang kitab cusaka Thian
goan bu boh sehingga bermaksud mencari bagian."
Cun hong Lengcu mendengus dingin, sambil berpaling kearah
Tang bok kong tanyanya :
"Dimanakah dia sekarang?"
sambil menunjuk kearah Molim, Tang bok kong berkata :
"Menurut pengakuan orang ini sipelajar rudin tersebut telah pergi
ke lembah hati Buddha."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Kalau dihitung sekarang berarti dalam lembah hati Buddha
sudah terdapat Bu wi lojin, Hivesio daging anjing serta sipelajar
rudin, tiga orang jago tangguh" sambil mengkertak gigi Cun hong
Lengcu menyela :
"jangankan baru mereka bertiga, sekalipun terdapat tiga puluh
orang atau tiga ratus orang pun akan kubuat mereka hancur
berantakan dan tak seorangpun dibiarkan hidup"
Lalu sambil mengulapkan tangannya kepada Tang Bok kong
sekalian, ia berkata lagi:
"Kalian boleh mengundurkan diri dari sini."
Tang Bok kong saling berpandangan sekejap dengan Liok Ci ang
serta ong Thian siang, kemudian sambil menjura mereka segera
mengundurkan diri dari situ.
sepeninggal ketiga orang pelindung hukum itu, Cun hong Lengcu
mengawasi sekejap wajah Molim sekalian, lalu katanya sambil
tertawa :
"sebenarnya kalian pingin mati atau hidup?"
Buru-buru Molim membungkukkan badan dalam-dalam seraya
berkata :

"sebenarnya maksud kedatangan kami kesini adalah untuk
menyampaikan kabar, perkataan Lengcu barusan benar-benar
membuat kami susah untuk menjawabnya."
"Aku sengaja mengajukan pertanyaan tersebut kepadamu tak lain
maksudku agar kalian mengetahui sampai dimana gawatnya
keselamatan kalian. Bila kamu berempat berpikiran dua.sudah pasti
kematian yang menimpa kamu semua bakal mengerikan sekali."
"Kami tak ingin mati, berjanji akan melaksanakan perintah
Lengcu dengan setia"
"Apakah kau yakin bisa menemukan Kho Beng?" Tanya Cun hong
Lengcu dengan suara dalam.
"Kami yakin bisa menemukannya" Molim mengangguk.-
"Bagus sekali" Cun hong Lengcu tertawa,
"tapi aku hanya memberi waktu tiga hari kepada kalian, bila
dalam tiga hari mendatang tetap tanpa berita, maka kalian semua
akan kubunuh"
Molim sebera menganggukkan kepalanya berulang kali:
"Itu mah gampang dan lagi waktu tiga hari sudah lebih dari
cukup buat kami, tapi apa yang harus kami perbuat setelah berhasil
menemukan dirinya?" "Kalian cukup menyampaikan sebuah kabar
kepadanya"
"Waahi itu mah sangat gampang tapi apa yang mesti kami
sampaikan?"
"Katakan kepada Kho Beng bahwa encinya Kho yang ciu sudah
disekap didalam gua pengikat cinta dibukit Cian san ini, dalam tiga
hari mendatang dia akan dihukum mati, tapi dia bisa menyelamatkan
jiwanya kalau mau. Asal datang dengan membawa kedua lembar
kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut."
"Akan.akan kuingat baik-baik pesan itu" kata Molim kemudian
tergagap. Tiba-tiba Hee im Lengcu berkata pula dengan suara
dalam:
"Katakan kepada Kho Beng, inilah kesempatan terakhir baginya
untuk menyelamatkan cicinya, sebab bila sampai lewat tiga hari,
besar kemungkinan dia Cuma akan bertemu denganjenasah Kho
yang ciu"
"Baik..baik,"
setelah hening sesaat, Cun hong Lengcu berkata lagi:
"Asal dia telah memasuki daerah terlarang dari bukit ini, pasti ada
orang yang akan menyambut kedatangannya, tapi Kho Beng harus

bersikap hati-hati, kuharap dia jangan mempergunakan keselamatan
cicinya sebagai barang taruhan, bila dia berani bermain gila, maka
yang bakal mampus paling dulu adalah cicinya."
Kemudian setelah tertawa terkekeh-kekeh, katanya lagi:
"Nah, adikku bertiga, sekarang kita boleh pulang, sungguh tak
disangka persoalan ini bisa dilaksanakan dengan lancar."
Hee im Lengcu sekalian hanya mengangguk tanpa menjawab,
mereka berempat segera membalikkan badan dan berjalan menuju
kearah puncak bukit.
sepeninggal keempat orang perempuan itu, Molim baru menyeka
peluh dingin yang membasahi tubuhnya sambil berbisik dihati.
"sungguh berbahaya, sungguh berbahaya.."
"Dari keempat orang perempuan itu, aku kenal dua orang
diantaranya, "kata Rumang sambil menghampirinya.
"Mungkinkah mereka semua adalah anak buah dari Dewi In wn?"
"ssst mereka adalah empat orang Lengcu" bisik Molim-
"Kepandaian silat yang dimiliki konon jauh lebih hebat daripada
pelindung hukum, masih untung kita bisa menghadapi mereka
secara baik, kalau tidaki waah bisa berbahaya sekali"
"Apa yang mesti kita takuti?" kata Rumang,
"bukankah cukong serta Kakek Tongkat sakti mengikuti kita
secara diam-diam? Andaikata benar-benar terjadi pertarungan, yang
bakal sial adalah keempat orang perempuan tersebut."
"Tapi hingga detik ini aku tak mendengar pesan cukong lewat
ilmu menyampaikan suara, aku kuatir cukong tidak ikut datang
kemari. " Kata Molim sambil celingukan kesekeliling tempat itu.
Mendadak terdengar Kho Beng berkata sambil tertawa ringan
"Kalian kelewat mengkuatirkan soal itu padahal tak sedetikpun
kutinggalkan semua."
Tatkala Molim sekalian berpaling kearah sumber suara tersebut,
tampak Kho Beng, Chin sian kun serta Kakek Tongkat sakti sedang
berjalan keluar dari balik pepohonan.
Ternyata selama ini mereka bertiga bersembunyi hanya tiga kaki
dari area, tapi kenyataannya Tang Bok kong serta keempat Lengcu
sekalian tidak mengetahui akan kehadirannya.
Buru-buru Molim maju kedepan memberi hormat katanya :
"oooh cukong, hamba sekalian hampir mati saking cemas dan
kuatirnya"

Kakek Tongkat sakti segera mengulapkan tangannya seraya
berkata :
"Aku rasa tempat ini bukan suatu daerah yang aman, lebih baik
kita mencari tempat yang lain untuk berbincang-bincang"
Kho Beng dan chinsian kun segera mengangguki maka
merekapun mengajak Molim sekalian meninggalkan tempat tersebut
menuju kekaki bukit.
Lebih kurang lima li kemudian sampailah mereka disebuah bukit,
meskipun bukit tersebut tidak terlalu tinggi, namun bisa melihat
keadaan disekitarnya dengan jelas-sambil menunding keatas Kakek
Tongkat sakti berkata :
"Tempat diatas sana merupakan tempat yang amat strategis,
mari kita berbincang-bincang diatas sana."
Dia segera menggerakkan badannya dan berangkat lebih dulu
menuju ke atas puncak bukit itu.
setibanya diatas puncaki dengan wajah serius dan amat berat
Kho Beng menatap Molim sekalian seraya berkata:
"Kalian tak perlu menjelaskan lagi, semua pembicaraan yang
berlangsung tadi telah kudengar dengan terang.."
"Tampaknya perubahan yang terjadi bertambah serius, cukong
harus mencari akal yang bagus untuk menanggulangi persoalan ini."
"soal ini aku mengerti," tukas Kho Beng,
" tapi kalian., lebih baik pulang dulu ke lembah hati Buddha dan
menunggu kedatanganku di situ."
"Cukong hendak menyuruh kami pergi ke lembah hati Buddha?"
Tanya Molim sambil berkerut kening.
"ya a, kita harus pergi ke lembah hati Buddha,"
" bagaimana dengan cukong sendiri?" seru Rumang pula dengan
mata melotot-Hapukim tak mau kalah dan berseru juga-
"Kami sudah bertekad akan mengikuti cukong, bila cukong
hendak berangkat ke lembah hati Buddha, maka kami pun turut ke
sana, bila cukong tak pergi, kami pun tak akan kesitu."
"Kalian semua toh sudah mengetahui," kata Kho Beng serius-
"Aku hanya di beri waktu selama tiga hari, dalam tiga hari ke
depan aku harus berupaya sedapat mungkin untuk menyelamatkan
ciciku."
Kemudian setelah berhenti sejenaki terusnya lagi:
"Disamping itu, aku menyuruh kalian pergi ke lembah hati
Buddha tak lain adalah demi memikirkan keselamatan kalian semua,"

sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal, Molim berkata :
"sekalipun keselamatan jiwa cici cukong amat berbahaya, tapi
kepergian cukong jauh lebih berbahaya lagi, aku rasa lebih baik,."
Tiba-tiba ia berhenti bicara dan tidak melanjutkan lagi katakatanya
.
Kho Beng sebera mendengus dingin:
"Lebih baik kenapa?"
setelah tertawa rikuh, Molim berkata :
"Andaikata cukong telah hapal dengan isi kedua lembar kitab
pusaka Thian goan bu boh itu, lebih baik diserahkan saja kepada
mereka"
"Tidak bisa" tukas Kho Beng sambil tertawa dingin,
"Isi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut
adalah gambar-gambar petunjuk yang tak boleh keliru barang
sedikitpun, kenapa aku mesti serahkan kepada mereka? Dan lagi
masih ada dua sebab lain yang jelas tak mungkin bisa kuserahkan
kitab tersebut kepada mereka,"
" sebab apakah itu?" Tanya Molim sambil tertawa getir.
"Kesatu, Dewi In Un adalah mush besar ku yang paling tangguhi
diapun merupakan bibit bencana bagi umat persilatan, baik untuk
kepentingan umum maupun kepentingan pribadi, aku tak bisa
menyerahkan kedua lembar kunci tersebut kepadanya sehingga dia
bisa menyelesaikan pelajaran ilmu silatnya, kedua, sekalipun aku
benar-benar menyerahkan kedua lembar kitab pusaka tersebut,
mereka belum tentu akan benar-benar membebaskan ciciku dengan
begitu saja. "
"Kalau memang begitu, cukong lebih-lebih tak boleh pergi
menyerempet bahaya," seru Molim semakin cemas,
"lebih baik kita undang datang Bu wi lojin, hwesio daging anjing
serta pelajar rudin Ho Heng dan Kim bersaudara sekalian. Dengan
kekuatan yang besar berarti kemungkinan selamatpun semakin
besar pula."
"ya betul" sambung Mokim cepat,
"cukong toh bisa berkunjung ke Siau lim si dan meminta para
hwesio siau lim si untuk menghimpun kekuatan dari pelbagai partai
lainnya agar bersama-sama mengepung bukit Cian san ini"
Kho Beng sebera mendengus dingin.

"Kenapa sih kalian begitu bawel? Apakah kuatir aku tertimpa
musibah sehingga tak ada orang lain yang bisa mengurutkan nadi
kalian lagi?"
Merah padam selembar wajah Molim sekalian karena jengah,
agak tergagap segera katanya:
"Harap cukong jangan salah paham-"
Dengan suara dalam Kho Beng seoera berseru:
"Kalian dengarkan baik-baiki semua persoalan yang telah
kuputuskan tak bisa ditawar lagi, kusuruh kalian pergi kelembah hati
Buddha, lebih baik kalian menurut saja."
" Kami seaera mentaati perintah" kata Molim segera.
Dengan suara dingin kembali Kho Beng berkata :
"seandainya nasib ku jelek dan tewas dalam peristiwa ini, paling
tidak toh masih ada si pelajar rudin Ho Heng yang bisa mengurutkan
nadi kalian, tak mungkin dia akan membiarkan kalian mampus
secara mengenaskan."
Rumang nampak agak tertegun, kemudian serunya :
"Tapi tua Bangka itu berwatak jelek, andaikata dia menolak untuk
mengurutkan nadi kami, bukankah urusan menjadi berabe-"
"andai kata sampai demikian, anggap saja nasib kalian memang
lagi sial" tukas Kho Beng segera.
Kemudian setelah berhenti, katanya lagi,
"sebetulnya kalian mau pergi atau tidak?"
"Pergi, pergi," sahut Molim terkejut,
"semoga cukong baik-baik menjaga diri, hamba akan segera
berangkat"
secara beruntun dia mundur tiga langkah sambil memberi tanda
kepada rekan-rekannya, tak selang berapa saat kemudian bayangan
tubuh mereka berempat telah lenyap dibalik kegelapan sana.
sepeninggal keempat orang itu, sambil menghela napas Kho Beng
segera berpaling kearah Chin sian kun, seraya berkata :
"Nona Chin, bersediakah kau untuk membantu aku mengerjakan
sesuatu."
" Tidak bersedia" Chin sian kun menggeleng.
sementara Kho Beng masih tertegun, dengan agak emosi
Chinsian kun telah berkata lagi:
"Kho kongcu, kau tak usah menggunakan akal untuk mengusirku
pergi, setelah aku bertekad menemanimu untuk menanggulangi

persoalan ini, tak nanti aku akan meninggalkan dirimu dalam
keadaan demikian"
" Tapi-" Kho Beng menghela napas panjang.
Kembali Chin sian kun menggoyangkan tangannya berulang kali,
menukas perkataannya yang belum selesai:
"Aku cukup memahami maksud hatimu, mungkin aku memang
tak bisa membantu dirimu malah sebaliknya akan menjadi beban
untukmu, tapi kau sendiri harus tahu, dalam suatu pertarungan
belum tentu hanya ilmu silat yang diandalkan, paling tidak aku toh
bisa memberikan ide atau akal lain."
"Nona, aaai..kalau toh tekadmu sudah bulat, aku. .a ku hanya
bisa mengucapkan terima kasih.."
Chin sian kun tertawa :
"Bila kau berpendapat bahwa kita harus menanggulangi kesulitan
ini secara bersama, rasanya sepatah kata terima kasih pun sudah
terlalu berlebihan.."
"Bagaimana terhadap diriku? Apakah kaupun hendak mengusirku
pergi dari sini?" sambung Kakek Tongkat sakti secara tiba-tiba
sambil tertawa terkekeh-kekeh.
Kho Beng tertawa getir.
"Boanpwee tak berani berbuat demikian, tapi..bukankah
cianpwee sedang berusaha untuk mencari Thian cun yang cianpwee?
Aku rasa cianpwee tak perlu membuang waktu lagi."
(Bersambung ke jilid 28)
Jilid 28
"Aaah, apa maksud perkataanmu itu?" ucap Kakek Tongkat Sakti
sambil tertawa,
"bukankah sama saja kau hendak mengusirku pergi dari sini?"
Merah padam selembar wajah Kho Beng.
"Harap cianpwee tangan salah paham."
Kakek Tongkat Sakti menggeleng.
"Berbicara secara sejujurnya saja, jangan lagi kau pergi seorang
diri, sekalipun ada aku yang menemanimu pun mungkin kepergian
kita ibarat menimpuk anjing dengan bakpao isi daging, sekali pergi
tak bakal kembali lagi."
"Tapi boanpwee tak akan berpikir sampai kesitu." Kata Kho Beng
sambil menggigit bibir,
"aku tak bisa berpeluk tangan saja membiarkan ciciku terancam
bahaya."

"ya, tentu saja kau harus memikirkan keselamatan jiwanya."
Kakek Tongkat Sakti mengangguk,
"tapi bagaimana pun juga, setiap tindakan harus melalui
perencanaan yang matang lebih dulu. Paling tidak kita harus
mempunyai pegangan sebesar tujuh bagian sebelum berangkat."
Kho Beng berkerut kening.
"Tapi aku tak mempunyai waktu yang cukup, mereka hanya
memberi batas waktu tiga hari kepadaku, rencana apapun yang
hendak dipersiapkan, aku rasa sudah tak akan sempat lagi."
"aku tidak sependapat denganmu." Kata Kakek Tongkat Sakti
sambil menggeleng,
"batas waktu tiga hari Cuma akal-akalan mereka demi kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut, mungkin untuk
menunggu selama tiga tahun pun mereka akan sabar menanti. "Kho
Beng agak tertegun, tiba-tiba dia memberi hormat kepada kakek
itu sambil berkata
"Walaupun cianpwee berjiwa kesatria dan ringan tangan,
mengapa kau begitu berhasrat hendak membantu boanpwee?"
Kakek Tongkat sakti tertawa.
"Masa kau belum tahu apa tujuanku pergi mencari Thian cun
yang?"
"Boanpwee mengerti, tapi cianpwee pun harusnya mengetahui
akan maksud tujuan kepergianku kali ini hanya bertujuan menolong
ciciku dari bahaya maut, persoalan ini merupakan urusanku sendiri,
karenanya boanpwee tidak berharap cianpwee turut menyerempet
bahaya."
Berkilat sepasang mata si Kakek Tongkat sakti, katanya
kemudian:
"Paling tidak aku masih mempunyai dua alasan, pertama ditinjau
dari kehadiran orang-orang tadi, aku telah membuktikan bahwa
Dewi In Un adalah seorang anggota partai kupu-kupu. Kedua, kau
adalah ahli waris dari kitab pusaka Thian goan bu boh, lagipula
merupakan keturunan dari sahabat karib Bu wi lojin, malah
kemungkinan besar beban berat untuk menanggulangi bencana
besar yang menimpa dunia persilatan akan terletak dibahumu, coba
bayangkan sendiri, disaat kau sedang menghadapi bahaya, apakah
aku mesti berpeluk tangan belaka?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :

"yang seharusnya kita bicarakan sekarang adalah bagaimana
caranya menyusup masuk ke sarang iblis dan bagaimana caranya
menyelamatkan encimu, soal-soal yang lain lebih baik jangan kita
bicarakan dulu sementara waktu."
Dengan wajah murung dan amat gelisah, Kho Beng berkata :
"Boanpwee sendiripun tidak berhasil mendapat cara yang lebih
baik lagi untuk menghadapi persoalan ini, sebetulnya aku berniat
menyerempet bahaya dengan mendatangi serangan mereka seorang
diri, tapi sekarang. " Dia menghela napas dan berhenti berbicara.
"Bila kau sampai berbuat demikian, maka tindakanmu itu
merupakan perbuatan bodoh-" Ucap Kakek Tongkat sakti dengan
wajah serius,
"kau harus tahu, setelah mereka berani menyuruh Molim sekalian
menyampaikan kabar tersebut kepadamu, berarti mereka pasti telah
mempersiapkan perangkap yang amat kuat disekitar sana, apabila
cicimu masih berada dalam cengkeraman mereka, kau lebih tak
boleh kehilangan posisi yang menguntungkan, selain itu aku lihat
Lengcu atau pelindung hukum mereka tak boleh dipandang enteng,
oleh sebab itu, aku rasa kita tak boleh bertindak secara gegabah."
Kho Beng segera menggertak gigi menahan gejolak emosi
didalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Ditinjau dari kesemuanya ini, aku dapat mengambil kesimpulan
kalau Dewi In un pasti berada didalam gua pengikat cinta ini,
siluman perempuan itu adalah musuh besar pembasmi keluarga Kho
kami"
"Jangan sekali-kali kau bekerja menuruti emosi" hibur Kakek
Tongkat sakti dengan tenang,
"ketahuilah persoalan ini tak bisa diselesaikan secara terburu
nafsu."
"Apakah petunjuk cianpwee didalam masalah ini?" pinta Kho
Beng kemudian dengan kening berkerut,
"apa yang mesti boanpwee lakukan sekarang?"
Kakek Tongkat sakti jadi tertegun untuk berapa saat, bisiknya
agak tergagap:
"Tentang soal ini..."
Tapi sampai setengah harian lamanya dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun, sebab didalam kenyataannya
persoalan ini memang suatu masalah yang susah diatasi. Tiba-tiba
Chin sian kun berkata :

"aku mempunyai sebuah pendapat yang baik, apakah boleh
kuutarakan keluar.."
"Nona Chin, bila kau mempunyai sesuatu pendapat silahkan saja
diutarakan keluar," seru Kho Beng cepat.
Kakek Tongkat sakti pun tersenyum.
"yaa, biasanya pikiran dan perasaan anak wanita memang jauh
lebih tajam dan seksama . cepat utarakan keluar, "
setelah tertawa, Chin sian kun berkata :
"Terlepas apakah Dewi In Un merupakan anggota partai kupukupu
atau bukan, paling tidak dia pasti mempunyai hubungan yang
sangat akrab dengan partai kupu-kupu bukan?"
"yaa, ini sudah pasti" Kakek Tongkat sakti mengangguk-
"Cianpwee pasti banyak mengetahui tentang peristiwa yang
terjadi pada seratus tahun berselang, tahukah cianpwee apakah
pihak partai kupu-kupu mempunyai hubungan yang akrab dengan
seseorang?"
Kakek Tongkat sakti termenung berapa saat lamanya, mendadak
ia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak-
Kho Beng jadi keheranan, buru-buru tanyanya :
"Cianpwee, kenapa kau tertawa bergelak?"
Kakek Tongkat sakti tidak menjawab pertanyaan Kho Beng,
sambil menatap wajah Chin sian kun ujarnya :
"yaa, memang terbukti pikiran dan perasaan wanita jauh lebih
teliti, aku sudah dapat menduga apa yang sedang kaupikirkan "
"Cianpwee tahu apa yang sedang kupikirkan?" ucap Chin sian kun
sambil tertawa.
"Bukankah kau hendak mempergunakan hubungan akrab antara
pihak partai kupu-kupu dengan seseorang yang dikenalnya dulu
untuk menyelesaikan persoalan ini, karena kau merasa Dewi In un
pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak partai kupukupu?"
"Cianpwee, kalau kudengar dari gelak tertawa mu barusan,
apakah kau pun telah berhasil mengingat orang tersebut?"
"Betul" Kakek Tongkat sakti mengangguk,
"Aku memang sudah teringat dengan seseorang, orang tersebut
masih terhitung sahabat karib dari ui Thian it, ketua partai kupukupu
yang tewas ditangan tiga dewa tempo dulu. orang itu bernama
Kong ci cu, orang lain menyebutnya sebagai si naga terbang dari see
ih. Disaat ui Thian it melangsungkan pertarungan seru melawan tiga

dewa tempo hari, Kong ci cu yang mendapat kabar segera menyusul
ketempat kejadian, sayang kedatangannya terlambat selangkah,
ketika ia tiba disitu, ui Thian it sudah tewas dibawah tebing berduka
hati"
setelah menghela napas panajng, katanya lebih jauh :
"Kong ci cu lah yang membereskan jenasah Ui Thian it serta
membawanya pulang, konon peristiwa tersebut pernah menjadi
bahan pembicaraan yang paling hangat dalam dunia persilatan
waktu itu."
Chin sian kun berpikir sejenak, kemudian tanyanya :
"aku rasa si naga terbang dari see ih Kong ci cu tentunya sudah
lama meninggal dunia bukan?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut -
"Pada seratus tahun berselang ia telah berusia tujuh delapan
puluh tahunan, kini seratus tahun telah lewat, masa dia belum juga
mati? Tentu saja jiwanya telah lama berakhir-"
"Apakah orang partai kupu-kupu mengetahui tentang kematian
Kong ci cu ini?" Kembali Kakek Tongkat sakti tertawa :
"sejak peristiwa berdarah ditebing hati duka, partai kupu-kupu
sudah tiada kabar beritanya lagi, apakah mereka mengetahui akan
kematian Kong ci cu atau tidak kurang jelas, tapi bagi diriku justru
mengetahui soal kematian Kong ci cu tersebut dengan jelas sekali-"
"entah apa yang menyebabkan kematiannya?" Tanya Chin sian
kun dengan perasaan gembira.
"Dia mati karena sakit." Kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa.
"Peristiwa itu terjadi lebih kurang sepuluh tahun setelah peristiwa
berdarah di tebing hati duka, tapi kematiannya tidak diketahui oleh
siapa pun sebab seorang pelayan tua dan seorang bocah muda yang
hidup bersamanya telah bunuh diri pula setelah kematiannya itu"
"Kalau toh soal kematiannya tidak diketahui orang lain, dari mana
cianpwee bisa mengetahui akan persoalan ini?" Kakek Tongkat sakti
tertawa misterius.
"yang mengubur mereka bertiga juga seorang sahabat dari
tingkatan ayahku, sedang diapun akhirnya mati ditempat
pengasingan, itulah sebabnya kecuali aku seorang mungkin tiada
orang kedua yang mengetahuinya."
Chin sian kun termenung sambil berpikir sebentar, lalu katanya :
"Entah bagaimanakah perawakan tubuh serta wajah dari sinaga
terbang dari see ih Kong Ci cu?"

Kakek Tongkat sakti memandang sekejap kedua orang yang
berada dihadapannya lalu ujarnya sambil tertawa:
"Persoalan ini sangat kebetulan sekali, walaupun perawakan
badan si naga terbang dari see ih tidak terhitung tinggi besar,
namun tidak seceking diriku ini, aku rasa Kho sauhiaplah yang paling
cocok untuk memerankan dirinya, sedang seorang pelayan tua dan
bocah muda dari Kong ci cu tampaknya harus diperankan oleh nona
dan aku"
Meskipun rencana ini sangat bagus, tapi cianpwee telah
melupakan satu persoalan" kata Chin sian kun sambil
menggelengkan kepalanya, keningnya Nampak berkerut kencang.
"Apa yang kulupakan?" Tanya Kakek Tongkat sakti tertawa-
"Cianpwee harus ingat bahwa peristiwa itu terjadi seratus tahun
berselang, raut tampang mereka tak akan seperti wajahnya para
sahabat yang lalu-"
"Tentu saja" kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa,
"mana mungkin aku melupakan persoalan ini, tapi hal semacam
itu masih bisa ditutupi."
Dengan suara lirih dia segera membisikkan sesuatu kepada Chin
sian kun dan Kho Beng. selesai mendengar bisikan itu, Kho Beng
berdua segera tersenyum dan manggut-manggut. Kembali Kakek
Tongkat sakti memutar biji matanya sambil berkata lagi:
"Hayo berangkat, mungkin kita harus kerja keras seharian penuh,
ketahuilah benda-benda tersebut tidak mudah untuk dibuat."
Diiringi sekulum senyuman yang misterius, berangkatlah ketiga
orang itu meninggalkan bukit Cian san.
Didalam gua pengikat cinta bukit Cian san, cun hong Lengcu, Hee
im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta tang soat Lengcu sekalian
berempat sedang berdiri didepan Dewi In Un dengan sikap yang
sangat hormat.
Dua orang nenek berbaju perlente berdiri dikedua belah samping
Dewi In Un dengan wajah yang serius, persis seperti dua buah
patung batu.
Disamping itu masih terdapat dua puluhan orang dayang berbaju
ringkas yang berdiri dikedua belah sisi arena, suasana terasa amat
serius dan seram, setelah memberi hormat, Cun hong Lengcu
berkata :

"suhu, tecu sekalian telah melaksanakan semua pekerjaan sesuai
dengan petunjuk suhu"
"Hmmm, apa saja yang telah kalian kerjakan?" dengus Dewi In
Un.
"semua jalan darah ditubuh Kho Yang ciu telah kami totok, kini
dia dirantai diatas kursi batu, selain itu ditempat kegelapan.,"
setelah menunjukkan senyuman bangga, lanjutnya :
"Didalam maupun diluar ruangan tecu telah menyiapkan jebakan
yang berlapis-lapis, setiap perangkap yang kupersiapkan rasanya
sudah lebih dari cukup untuk mengubah mereka kakak beradik dua
orang menjadi perkedel."
Paras muka Dewi In Un tetap dingin kaku tanpa perubahan
emosi, katanya hambar:
"yang perlu kalian perhatikan adalah kedua lembar kitab pusaka
Thian goan bu boh itu"
"soal ini suhu tak perlu kuatir," cun hong Lengcu segera tertawa,
"tentu saja kami akan berusaha untuk mendapatkan kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh lebih dulu sebelum berusaha
melenyapkan kedua bibit bencana ini dari muka bumi"
"Dengan cara apa kalian menyampaikan berita tersebut kepada
Kho Beng?"
sungguh kebetulan sekali kata Cun hong Lengcu dengan bangga,
"sewaktu dalam perjalanan menuruni bukit Cian san tadi, telah
bertemu dengan keempat budak asing dari Kho Beng, kami memberi
batas waktu tiga hari kepada Kho Beng untuk datang kemari
menukar cicinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya :
"Aku dengar Kho Beng adalah seorang pemuda yang sangat licik
dan banyak akal muslihatnya, mungkinkah dia akan datang
memenuhi janji tepat pada waktunya?"
Hee im Lengcu segera menyahuti:
"Menurut apa yang tecu ketahui, Kho Beng pasti akan datang-"
Dewi In Un segera mengerling sekejap kearahnya :
"Atas dasar apa kau berani berkata begitu meyakinkan?"
sambil tertawa paksa Hee im Lengcu berkata :
"Kho Beng adalah seorang yang amat perasa, terutama sekali
terhadap saudara kandungnya sendiri, Ia menaruh perhatian yang
amat khusus- Apabila la mendapat kabar yang menyatakan bahwa

cicinya menjumpai kesulitan disini, biarpun dia tahu bakal mati
namun ia pasti akan datang juga."
"Heeeheee- h eeee- memang inilah kelemahan manusia," seru
Dewi In Un sambil tertawa terkekeh-kekeh,
"kalian harus mempergunakan nya secara baik-baik,"
Tapi sejenak kemudian paras mukanya telah berubah hebat,
dengan suara mendalam dia menambahkan.
"Tapi bila usaha kali ini tidak berhasil, maka kalian berempat
bakal menerima hukuman yang cukup berat."
Keempat orang lengcu itu segera merasakan hatinya bergetar
keras, paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sebentar. Dalam
waktu singkat mereka telah memperoleh ketenangannya kembali.
sambil tertawa paksa Cun hong Lengcu segera berkata :
"suhu tak usah kuatir, kali ini tiada kemungkinan untuk menderita
kegagalan, tanggung kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh
itu akan kita peroleh."
Dengan sikap hambar Dewi In Un manggut-manggut.
"semoga saja usaha kalian berhasil dengan sukses, untuk
mencapai keberhasilan ini kalian boleh menggunakan semua
kekuatan yang berada disini- selain daripada itu, dalam menghadapi
situasi dan keadaan seperti apapun, setiap saat kalian harus
memberi laporan kepadaku"
"Tecu turut perintah" keempat orang Lengcu itu menyahut
serentak dengan sikap menghormat.
Agaknya Dewi In Un merasa puas, dia menguap lalu sambil
mengulapkan tangannya, ia berkata:
"sekarang kalian boleh mengundurkan diri dari sini"
Keempat orang Lengcu itu bersama-sama memberi hormat lalu
mengundurkan diri.
yang disebut sebagai kamar penjara di dalam gua pengikat cinta
tak lebih hanya berupa sebuah gua yang belum pernah dibenahi-
Disana sini ruangan gua terdapat banyak batu granit yang
mencuat kesana kemari, tapi dasar tanah amat datar, dibagian
tengah terdapat sebuah kursi batu, kursi itu terbuat dari tonjolan
batu karang yang mencuat keatassaat
itu Kho yang ciu didudukkan pada kursi tersebut dan dirantai
dengan sebuah rantai raksasa sebesar lengan bocah-
Padahal sekalipun tak dirantai, Kho yang ciu tak mampu lagi
menggerakkan badannya, sebab bukan saja seluruh jalan darahnya

telah tertotok, lagipula ia telah dicekoki cairan beracun yong luo ih
yang mempunyai khasiat membuyarkan tenaga-
Peredaran darah yang tidak lancer membuat keadaan gadis
tersebut tak ubahnya seperti seorang penyakitan yang hampir
sekarat, bentuk rupanya telah berubah menjadi amat mengenaskan.
suasana dalam gua gelap gulita tanpa cahaya, lembab lagi gelap,
berada ditempat seperti ini tak ubahnya seperti berada didalam
neraka.
Tapi diluar maupun didalam gua tersebut, terutama pada bagian
yang gelap dan tersembunyi, secara diam-diam sudah dilengkapi
perangkap yang berlapis-lapis, diantaranya meliputi panah beracun,
uap beracun dan jebakan yang mengerikan.
Kini Kho yang ciu telah mendusin dari pingsannya, namun seluruh
jalan darahnya yang tertotok membuat ia tak mampu ergerak, tak
mampu pula bicara, kecuali benaknya yang dipenuhi pelbagai
persoalan yang pelik, pada hakekatnya keadaan nona tersebut tak
berbeda seperti sesosok mayat.
Namun perasaan sedih dan menyesal yang mencekam
perasaannya tak terlukiskan lagi dengan perkataannya, dia menyesal
mengapa tidak menurui nasehat dari adiknya Kho Beng yang sudah
berhasil membongkar identitas mereka yang sebenarnya ketika
masih berada di perkampungan ciu hong san ceng tempo hari,
malah sudah berulang kali adiknya membujuk serta menasehatinya.
Tapi-mengapa ia tak mau tahu dan belumjuga mau sadar?
sekali salah melangkah, menyesal sepanjang masa, walaupun ia
merasa menyesal sekali tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Ia sama sekali tak takut mati, tapi dendam sakit hatinya belum
terbalas.
sedangkan diapun akan mati ditangan musuh besarnya, inilah
yang membuat ia mati tak meram.
Disamping itu dia pun teringat kembali dengan adiknya Kho
Beng, diapun cukup memahami tujuan yang sebenarnya Dewi In Un
menyekap dirinya disitu, sudah pasti dia akan dijadikan umpan untuk
memancing kedatangan Kho Beng guna menyerahkan kedua lembar
kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut.
Ia pun sadar, demi keselamatan jiwanya, Kho Beng pasti tak
akan memperdulikan segala sesuatunya untuk datang
menyelamatkan jiwanya, apabila keadaan seperti ini sampai terjadi,
bukankah dialah yang telah mencelakai adiknya?

Teringat akan dendam berdarah dari keluarga Kho yang belum
sempat terbalas, teringat pula Kho Beng adalah satu-satunya
keturunan keluarga Kho, andai kata gara-gara keteledoran sendiri
menyebabkan kematian Kho Beng, apakah dia masih punya muka
untuk bertemu dengan arwah orang tuanya dialam baka?
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa air matanya jatuh
bercucuran, satu-satunya yang diharapkan sekarang adalah
berharap agar adiknya tidak menyerempet bahaya. Namun dia pun
tahu, keadaan seperti ini hampir boleh dibilang tak mungkin, sebab
dia cukup memahami perasaan dan tabiat adiknya, dia pasti akan
datang untuk menolongnya apapun yang bakal terjadi-Mendadak-.
Disaat pikirannya sedang melayang entah kemana saja,
terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang.
Dengan paksakan diri Kho yang ciu membuka matanya, tapi apa
yang kemudian terlihat membuat darahnya terasa mendidih,
sepasang matanya berapi-api dan hampir saja melotot keluar.
Ternyata yang datang adalah Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu,
Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu.
Dengan langkah yang santai keempat orang itu berjalan masuk
kedalam ruangan.
Kho yang ciu tak mampu bergerak, tak mampu pula bicara, satusatunya
yang bisa diperbuat olehnya hanya menunjukkan rasa benci
dan dendamnya yang merah membara itu kelihatan berapi-api
seperti mau melompat keluar.
setibanya dihadapan Kho yang ciu, Hee im Lengcu segera
menyapa sambil tertawa :
"Adik Kho, maaf sekali yaa aku telah membuatmu sangat
menderita"
sedemikian benci dan dendamnya Kho yang ciu ketika itu,
mungkin kalau dapat dia hendak menggigit daging mereka mentahmentah,
tapi sekarang yang dapat diperbuat olehnya hanya duduk
tak berkutik seperti patung. Pelan-pelan Hee im Lengcu berkata lagi:
"Walaupun aku merasa rada tak tega, tapi.yaa apa boleh buat
lagi? Padahal manusia hidup seabad pun akhirnya akan mari juga,
hanya sekarang kau mati lebih awal saja."
Cun hong Lengcu tertawa sambungnya pula :
"Disaat ajalmu hampir tiba, kau masih bisa bertemu kembali
dengan adikmu, hitung-hitung anggaplah kebaikan ini sebagai balas

jasa kami terhadapmu mengingat dulu pernah menjadi saudara
sendiri."
Lalu setelah memutar biji matanya dengan genit, dia berkata
lebih lanjut:
"Aku rasa tidak sampai tiga hari kemudian, ia pasti sudah
menyusul kemari."
"Tapi sayang," cun hong Lengcu menambahkan sambil tertawa,
"Disaat kalian kakak beradik saling bersua, saat itulah ajal kalian
akan tiba.-haaaahhhaaaahhhh."
"Keluarga besar kalian telah mati semua," kata Tang soat Lengcu,
"sebenarnya kalau kamu berdua kakak beradik harus hidup
sendirian didunia ini, aku rasa juga tak ada artinya. Lebih baik mati
saja bersama- Toh, semua persoalan akan beres pula dengan
sendirinya," sambil tersenyum Cun hong Lengcu, berkata lagi:
"Tapi kalian tak usah kuatir, kami tak bakal menyia-nyiakan kalian
dengan begitu saja, bila kau telah mati semua, kami pasti akan
membuat upacara penguburan yang megah dan mengubur kalian
dengan batu marmer sebagai nisan."
Begitulah keempat orang Lengcu itu saling berebut bicara, tapi
setiap perkataan yang diucapkan bagaikan sebilah pisau tajam yang
menghujam didada Kho yang ciu dalam-dalam.
Ditinjau dari pembicaraan mereka berempat, Kho yang ciu pun
dapat memahami siasat busuk dibalik kesemuanya itu, rupanya
mereka sedang menipu Kho Beng untuk datang kesana. sementara
dia masih termenung, terdengar cun hong Lengcu berkata sambil
tertawa :
"Pemeriksaan telah usai, mari kita pergi dari sini"
Hee im Lengcu sekalian mengiakan, pelan-pelan mereka
membalikkan badan dan berjalan keluar dari gua.
setelah berada diluar, cun hong Lengcu memandang sekejap
sekeliling tempat itu, lalu serunya :
"Adikku bertiga "
"Ada apa toaci?" Hee im Lengcu segera bertanya, sambil
menghela napas, Cun hong Lengcu berkata :
"Tiba-tiba saja timbul perasaan kuatir didalam hatiku."
"Bukankah persiapan kita sangat rapi dan luar biasa rapatnya?
Apalagi yang toaci kuatirkan?" Tanya Ciu hoa Lengcu keheranan.
Pelan-pelan cun hong Lengcu berkata :

"Mungkin saja perasaan ini timbul disebabkan masalah yang kita
tangani kelewat penting, kita tak boleh gagal tentunya kalian masih
ingat dengan perkataan suhu bukan? Andaikata sampai terjadi halhal
yang tak diinginkan,"
sambil menghembuskan napas panjang dia segera berhenti
berbicara,
Perasaan dan pikiran Hee im Lengcu sekalian pun berubah
menjadi berat dan serius, sebab mereka tahu apa yang telah
dikatakan Dewi In Un selalu dapat dilaksanakan dan menjadi
kenyataan, andaikata usaha mereka kali ini mengalami kegagalan
total, dapat dipastikan hukuman yang berat serta nasib yang kelak
akan menimpa mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya keempat orang itu menjadi
terbungkam dan tidak berbicara lagi.
Akhirnya Cun hong Lengcu mendongakkan kepalanya sambil
berkata lebih lanjut:
"agar usaha kita kali ini tak sampai menderita kegagalan, kita
wajib mengambil suatu tindakan yang cukup gratis"
"Maksud cici? Bukankah penjagaan kita cukup ketat? Tindakan
apa lagi yang hendak toaci lakukan?" sela Hee im Lengcu Li sian
soat.
"Pertama, kta berempat bakal berjuang lebih berat dan sengsara
lagi, selama tiga hari ini setiap malam kita harus melakukan
penjagaan bersama disini- Kedua, kita pun harus mengajukan
permohonan yang lain kepada suhu. "
"Permohonan apa?"
"Biarpun suhu telah menyanggupi permintaan kita
mempergunakan anak buahnya sekehendak hati, tapi aku rasa hal
tersebut tidak meliputi kedua pendamping utamanya yakni Nenek
penunjang langit serta Nenek perata bumi?"
"Tentu saja. Nenek penunjang langit dan Nenek perata bumi
adalah orang yang melindungi keselamatan suhu, tak setengah
jengkal tanah pun mereka meninggalkan beliau."
"ya a, berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa kita harus
mengalihkan perhatian kepadanya, asal kedua orang itu bisa kita
gunakan tenaganya untuk menyamar sebagai pelindung Kho yang
ciu, sudah pasti tiada kegagalan yang mungkin terjadi"
"Cara ini memang bagus, tapi apakah suhu bakal
mengabulkannya?" Tanya Li sian soat denga kening berkerut.

Dengan keyakinan yang amat besar Cun hong Lengcu menyahut:
"Demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh, demi
melenyapkan kedua keturunan terakhir dari keluarga Kho,
kemungkinan besar suhu akan mengabulkan permintaan kita?"
"Perkataan toaci memang benar" Li sian soat mengangguk pula,
"mari kita pergi memohon kepada suhu"
Maka secara berurutan berangkatlah keempat orang Lengcu
tersebut meninggalkan tempat itu.
-ooo00000oooo-
Ditinjau dari luar, puncak bukit Cian san masih tetap kelihatan
gundul lagi gersang, tak ubahnya seperti bukit gersang yang tak
berpenghuni, namun dalam kenyataannya situasi disitu amat tegang
dan serius.
Namun hari pertama lewat dengan begitu saja, sampai hari
kedua lewat pun Kho Beng belum tampak batang hidungnya.
Keempat Lengcu dibawah pimpinan Dewi In Un mulai gelisah
bagaikan semut berada dikuali panas, pada mulanya mereka kuatir
usaha tersebut akan mengalami kegagalan total, dan kini kuatir Kho
Beng tak akan datang memenuhi janji-
Kini senja hari ketiga pun sudah lewat, tampaknya batas waktu
selama tiga hari sudah lewat, namun bayangan Kho Beng belum
kelihatan juga-
Bukan saja keempat orang Lengcu itu mulai gelisah dan tak
tenteram- Dewi In Un sendiripun mulai merasa cemas dan kesal,
berulang kali ia mengirim orang untuk menanyakan persoalan ini
kepada keempat Lengcu, tentu saja dia tak akan memperoleh berita
yang menggembirakan dari keempat orang anak buahnya.
sementara mereka masih dirundung rasa kecewa dan gelisah,
tiba-tiba diluar gua pengikat cinta tersiar datang suatu berita yang
betul-betul mengejutkan hati-
Berita tersebut memang betul-betul merupakan suatu berita
ledakan yang amat menggemparkan, sebab ada seseorang yang
mengaku sebagai sahabat karib ui Thian it, ketua partai kupu-kupu
generasi yang lain dengan membawa pelayan tua dan kacungnya
dimuka gua dan mohon bertemu.
Berita tersebut dengan cepat disampaikan kepada Dewi In Un,
mendengar laporan tersebut Dewi In un jadi tertegun dan segera
membentak:

"sama sekali ngaco belo, tak mungkin akan terjadi peristiwa
semacam ini"
yang datang membawa laporan tersebut adalah ChinBu wi, salah
satu diantara dua belas pelindung hukum, hitung-hitung dia masih
termasuk jago kelas satu dibawah pimpinan Dewi In Un.
Ketika mendapat teguran tersebut, buru-buru dia berkata :
"Pada mulanya hambapun tidak percaya, namun setelah bersua
dengan mereka, hamba jadi rada-"
"Rada percaya bukan?" sambung Dewi In Un sambil tertawa
terkekeh-kekeh. Kemudian sambil menghentikan gelak tertawanya,
dia berkata lebih jauh :
"ciangbunjin angkatan pertama partai kupu-kupu telah mati
dalam pertarungan dibawah tebing hati duka pada seratus tahun
berselang, dalam seratus tahun hidup dalam pengasingan ini partai
kita selalu menggembleng diri dan memupuk kekuatan terus
menerus. Tujuannya tak lain adalah untuk membalaskan dendam
bagi kematian leluhur kita ini. Bila orang tersebut benar-benar
adalah sahabat karib leluhur kita, coba pikir sendiri berapa usianya
tahun ini?"
"Konon dia sudah berusia seratus sembilan puluh delapan tahun"
kata ChinBu wi agak tergagap.
"seratus sembilan puluh delapan tahun?" kembali gelak tertawa
Dewi In Un berderai-derai memecahkan keheningan.
"Haaaahaaaa.mungkinkah didunia ini terdapat manusia yang bisa
hidup seumur itu?"
Cun hong Lengcu segera tampil kedepan sambil menimbrung :
"suhu, bolehkah tecu mengucapkan sepatah dua patah kata?"
Dewi In Un manggut-manggut ¦
"aku bukan orang yang terlalu fanatic dengan pikiran dan
pendapat orang lain, apa pendapatmu dalam masalah ini? Katakana
saja terus terang." Buru-buru Cun hong Lengcu berkata:
"Terlepas dari asli atau palsunya orang ini, paling tidak peristiwa
ini adalah suatu kejadian yang sangat aneh, apa salahnya bila suhu
mengundangnya masuk serta memeriksa secara langsung? Dengan
berhadapan muka secara langsung, tecu percaya, asli tidaknya orang
ini akan segera ketahuan, bila orang ini hanya sengaja hendak
membuat berita sensasi, kita basmi saja seketika daripada
meninggalkan bibit bencana besar dikemudian hari."

"Benar, kalau begitu undang dia masuk" kata Dewi In Un sambil
tertawa lebar.
Chin Bu wi sebera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.
Tak lama kemudian dia telah muncul kembali dengan membawa
tiga orang manusia.
Ketika ketiga orang tersebut memasuki ruangan batu, segenap
hadirin segera merasakan sikap hormat dan serius yang tiba-tiba
muncul dari hati masing-masing.
orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang kakek berbaju
ungu yang berwajah bagaikan tembaga antik, sepasang matanyaa
memancarkan sinar berkilat, jenggot putihnya terurai sepanjang
perut, tingkah lakunya mantap dan berwibawa sekali.
Dibela kang tubuhnya mengikuti dua orang pembantunya, yang
tua berambut dan berjenggot putih, tangannya membawa sebuah
tongkat berbentuk. aneh, berbaju kuning, sedang yang muda
berbaju bersih, putih kemerahan, usianya paling banter baru delapan
belas tahunan.
Ketiga orang itu berjalan dengan langkah lebar dan kepala
terangkat keatas, begitu anggun langkah mereka sampai-sampai
Dewi In Un yang berada ditempat duduknya pun tergerak hatinya
dan berdiri tanpa sadar.
Ketika kakek berbaju ungu itu sudah tiba diruangan tengah, ia
segera mengalihkan pandangan matanya mengawasi sekitar situ,
kemudian berseru dengan suara yang nyaring bagaikan genta:
"Tempat yang bagus.siapa yang bernama Dewi In Un?"
Dewi In Un segera mengernyitkan alis matanya, lalu menjawab :
"akulah orangnya, boleh kutahu siapa namamu?"
Kakek berbaju ungu itu tersenyum,
"sebelum kusebutkan namaku, terlebih dahulu ingin kutanyakan
satu persoalan lebih dulu. soal apa?"
"Anda adalah keturunan keluarga ui yang keberapa?" Tanya
kakek itu dengan suara dalam.
"Angkatan keempat" sahut Dewi In Un keningnya makin berkerut.
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut, katanya lagi:
"kalau begitu anda tentunya mengetahui dengan jelas tentang
segala kejadian yang telah menimpa kakekmu ui Thian it bukan?"
"sejak masih kanak-kanak orang tua kami selalu membicarakan
soal leluhur kami dulu. Kisah ceritanya boleh dibilang telah
mendarah daging ditubuhku"

Kakek berbaju ungu itu segera tertawa girang, katanya lebih jauh
:
"Kalau begitu tentunya kau tahu bukan, ketika leluhurmu ui Thian
it bertarung melawan tiga dewa see hwa sam sian dibawah tebing
hati duka, pernah ada seorang sahabatnya dari see ih yang buruburu
datang ketempat kejadian, tapi berhubung kedatangannya
terlambat satu langkah hingga menemukan leluhurmu telah tewas
ditangan tiga dewa, hingga akhirnya sahabatnya itu menguburkan
jenasah ui Thian it serta mendirikan baru nisan baginya."
sambil berkata sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah
Dewi In Un lekat-lekat, kemudian baru melanjutkan:
"Tahukah kau siapakah orang tersebut?"
Dewi In Un balas menatap wajah kakek berbaju ungu itu dengan
seksama, lalu sahutnya keheranan:
"Tentu saja aku tahu, dia adalah sahabat karib leluhurku. Naga
Terbang dari See ih Kong ci cu, orang tuaku pun pernah
menyinggung tentang perbuatan baik yang pernah dilakukan orang
tua itu, selama ini kami menghormatinya sebagai tuan penolong dari
keluarga ui. Sayang sekali, dia orang tua tidak mempunyai
keturunan, tidak memiliki ahli waris, sehingga budi kebaikannya itu
tak sempat kami balas. Kakek berbaju ungu itu seoera tertawa
terbahak-bahak:
"Haaaahhhh..haaaahhhh.haaaahhhhh akulah Kong ci cu"
segenap yang hadir termasuk juga Dewi In un pribadi menjadi
tertegun sesudah mendengar jawaban tersebut. selang beberapa
saat kemudian Dewi In Un baru berkata sambil tersenyum:
"Lojin gemar amat bergurau, Kong ci cianpwee tak mungkin
masih hidup didunia ini, hal semacam ini sama sekali tak masuk akal
dan tak bakal dipercayai oleh siapa saja."
"Tiada keanehan yang tak bisa terjadi didunia yang lebar ini,"
ucap si kakek berbaju ungu sambil tertawa,
"semua kemungkina bisa terjadi dan dialami setiap manusia, atas
dasar apa kau tidak mengakui keaslianku."
"Bila anda benar-benar adalah Kong ci cianpwee, dengan cara
apa kau bisa.."
Kakek berbaju ungu itu segera menukas perkataannya yang
belum selesai diucapkan itu.
"Aku cukup memahami kecurigaanmu, tegasnya saja peristiwa ini
memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tak masuk diakal

dan susah dipercayai alasannya. Mungkin rasa curigamu itu akan
lenyap dengan sendirinya."
Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan:
"Tatkala leluhurmu ui Thian it telah meninggal disini, hatiku
merasa sangat masgul dan risau, karenanya aku tak pernah kembali
ke see ih lagi, tapi dengan membawa serta pelayan dan kacung aku
mengembara kesegala pelosok tempat, setahun kemudian sampailah
kami dibukit Tiang pek san sebelah timur laut."
"Bila apa yang totiang katakan benar, dari wilayah see ih
disebelah barat kau bisa berkelana sampai wilayah timur laut,
kelihatannya kepandaianmu sungguh mengagumkan" sela Dewi In
Un.
Dengan sorot mata yang tajam, kakek berbaju ungu itu
mengawasinya lekat-lekat, lalu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika aku mengajak kacung dan pelayanku memasuki bukit
tiang pek san untuk berpesiar, akhirnya kami bertemu dengan badai
salju selama sepuluh hari-"
"Apa yang dimaksudkan badai salju selama sepuluh hari?" Tanya
Dewi In Un sambil tertawa.
"selama sepuluh hari lamanya, badai salju menyerang kami tiada
hentinya . itulah yang disebut badai salju sepuluh hari."
"Waaah, kalau terjadi badai salju selama sepuluh hari tiada
hentinya, bukankah semua jalan gunung menjadi terhambat dan
seluruh bumi berubah menjadi putih berkilauan?"
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut.
"yaa, justru Karena itulah kami jadi terjebak didalam suatu
wilayah yang amat terpencil, dalam keadaan begini, betapapun
tingginya ilmu silat yang kumiliki sulit juga untuk melepaskan diri
dari lapisan salju yang menutup seluruh bukit Tiang peksan, rasa
lapar, kedinginan membuat kami hampir saja mati konyol,"
sekali lagi Dewi In Un menyela.
"Lantas dengan cara apakah lotiang berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya?"
Berkilat sepasang mata kakek berbaju ungu itu.
"Kami tidak terlepas dari kurungan, tapi dibawah sebuah tebing
yang terjal kami berhasil menemukan sebatang pohon waru."
Ditengah salju yang begitu dingin, pohon waru yang ditemukan
pastilah sebatang pohon kering yang sudah tak karuan lagi- Tapi

setelah berhenti sejenak- dengan pandangan keheranan dia
bertanya,
"Mengapa lotiang menyinggung soal pohon waru?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah-haaaahhh-haaaahhhhh sebab nyawa kami bertiga telah
diselamatkan pohon waru tersebut, tentu saja harus kusinggung
tentang persoalan ini.
Silahkan lotiang melanjutkan penuturanmu" pinta Dewi In Un
dengan perasaan gelisah.
Setelah melemparkan sekulum senyum misterius, kakek berbaju
ungu itu berkata lebih laniut:
"Dibawah tekanan udara yang amat dingin dan lapisan salju yang
begitu tebal, tentu saja pohon tersebut tinggal sebuah batang kering
yang tak karu-karuan- lagi, namun diatas dahan yang kering
tersebut justru terdapat dua puluh empat butir biji waru, setiap butir
biji waru itu besarnya seperti buah kelengkeng, warnanya merah
menyala."
"Oooo.. sungguh suatu kejadian yang sangat aneh" kata Dewi In
Un keheranan. Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Waktu itu kami merasa amat kelaparan, tentu saja tak terlintas
pikiran yang bukan-bukan terhadap buah tadi, kami petik buah
merah tersebut dan setiap orang mendapat delapan butir untuk
menahan lapar."
Sambil tertawa Dewi In Un menyela :
"Bila seorang sudah berada dalam keadaan kelaparan, rasanya
delapan butir biji waru belum mampu untuk menghilangkan rasa
lapar yang menyerang badan."
"Sama sekali tidak," kakek berbaju ungu itu menggoyangkan
tangannya berulang kali,
"setelah kedelapan butir biji waru itu msuk kedalam perut, bukan
saja semua rasa lapar telah lenyap, bahkan rasa dingin yang
mencekam badan pun lenyap tak berbekas, baru saat itulah aku
merasa amat keheranan"
"Masa benda tersebut adalah buah dewa yang bisa membuat
orang awet muda?"
"setelah kulakukan penyelidikan yang seksama, akhirnya dapat
kusimpulkan bahwa buah waru tersebut sesungguhnya adalah bibit
waru kutub yang telah berusia seribu tahun. Mengapa dinamakan
bibit waru kutub? "

Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Ditengah badai salju yang begitu kencang dan udara yang
begitu dingin, hampir mustahil buat sebatang pohon waru untuk
tetap hidup dibumi sekitar situ, apalagi biji waru yang tak pernah
rontok selama seribu tahun lamanya. Tapi kesemuanya ini bisa
terjadi dikarenakan ada sebab yang lain, rupanya batang pohon
waru itu persis tumbuh ditempat yang dilalui aliran hawa panas
bumi, dengan menghisap sari bumi, maka pohon waru tersebut
dapat mempertahankan setitik harapan untuk hidup, Itulah sebabnya
pohon tadi menghasilkan dua puluh empat butir biji yang berkhasiat
luar biasa. Dasar nasibku lagi mujur, gara-gara mendapat musibah
akhirnya malah peroleh rejeki,"
"itulah sebabnya Kau menjadi dewa yang tetap awet muda?"
sambung Dewi In Un dengan mata melotot besarsambil
menunding kearah pelayan serta kacung yang berada
dibelakang tubuhnya, kakek berbaju ungu itu berkata lebih jauh :
"Waktu itu, wajah mereka persis seperti sekarang ini, biar sudah
lewat seabad lamanya, tampang mereka masih tetap tak berubah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh :
"Menurut perkiraanku, meski kami tak bisa hidup panjang umur,
paling tidak masih bisa hidup tiga atau empat kali enam puluh
tahun."
Dewi In Un tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia
berkata sambil tersenyum,
"kisah cerita lotiang memang sangat menarik hati, tapi rasanya
aku belum dapat mempercayai kau sebagai Kong ci cianpwee hanya
didasarkan pada ceritamu saja"
Kakek berbaju ungu itu sebera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahaaahh-haaahhh.apakah kau masih ingin memeriksa yang
lain?"
Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian katanya :
"Menurut apa yang kuketahui, Kong ci cianpwee menggunakan
sepasang senjata yang berbentuk. aneh, sampai sekarang benda
tersebut masih jarang dijumpai didunia persilatan."
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak, mendadak dia merogoh
kedalam sakunya lalu mengeluarkan sepasang senjata yang
berbentuk sangat aneh.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi oleh cahaya
keemas-emasan yang amat menyilaukan mata.

sewaktu semua orang mengawasi dengan seksama, maka
tampaklah benda tersebut adalah epasang gelang emas, satu
diantaranya mengeluarkan cahaya yang begitu tajam sehingga
sewaktu digerakkan membiaskan cahaya yang begitu menyilaukan
mata persis seperti cahaya sang suryasebaliknya
yang berbentuk setengah lingkaran dan bersinar
redup, bentuknya tak berbeda seperti rembulan yang separuh bulat,
sambil tertawa tergelak-gelak. kakek berbaju ungu itu berkata :
"Apakah kau maksudkan sepasang gelang jit gwat siang huan
ini?"
Dewi In Un membelalakkan matanya lebar-lebar, saking
tergagapnya sampai dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sambil menatap wajahnya lekat-lekat, kakek berbaju ungu itu
berkata lagi:
"Tentunya kau mengharapkan aku bisa mendemontrasikan
kepandaian silatku sebelum mau mempercayainya, bukan?"
sebelum Dewi In Un sempat menjawab, kakek berbaju ungu itu
telah memainkan sepasang tangannya, gelang emas berbentuk.
separuh bulat itu tahu-tahu sudah meluncur kedepan dengan
hebatnya.
Tampak cahaya kuning berkelebat lewat gelang emas tersebut
dengan membawa gaung desingan tajam yang amat memekakkan
telinga telah meluncur kearah dinding yang berada pada jarak tiga
kaki bagaikan kilatan cahaya petir.
Tahu-tahu obor yang diletakkan pada dinding tadi sudah terpapas
kutung menjadi dua bagian.
sementara semua yang hadir masih termangu-mang u dibuatnya.
Kakek berbaju ungu itu kembali sudah melepaskan gelang
mataharinya.
Pancaran cahaya yang begitu kuat dan tajam membuat semua
yang hadir menajamkan matanya tanpa sadar lalu mundur setengah
langkah kebelakang. ' 'criiiiing' Terdengar suara dentingan nyaring
bergema memecahkan keheningan, gelang matahari yang dilepaskan
kemudian telah membentur diatas gelang rembulan yang baru saja
menebas putus batang obor itu.
Begitu sepasang gelang saling beradu, tiba-tiba saja benda
tersebut memencarkan diri kekiri dan kanan, lalu dengan membawa
desingan suara yang amat memekikkan telinga, senjata-senjata
tersebut telah balik kembali ketangan kakek tersebut.

setelah menyambut kembali kedua gelangnya, kakek berbaju
ungu itu baru baru menegur sambil tertawa bergelak:
"Apakah anda masih curiga?"
Rasa kejut dan girang menghiasi wajah Dewi In Un, namun
perasaan curiga masih menyelimuti seluruh perasaannya, segera
katanya lagi:
"yang membuat aku keheranan adalah Lootiang bukannya pergi
mencari ayahku, mengapa sebaliknya datang mencari aku? "
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhh-haaaahhh.-haaaahhhh-.semuanya terdapat tiga
alasan mengapa aku berbuat begini, pertama aku kebetulan sedang
lewat diwilayah sekitar sini, kedua ayahmu sebagai ketua angkatan
ketiga dari partai kupu-kupu ternyata tidak turun tangan sendiri
sebaliknya hanya mengirim putrinya untuk memegang tampuk
pimpinan, tindakannya ini membuat aku merasa sangat tak puas
kepadanya dan ketiga, aku menjumpai kalian sedang terancam
sekarang."
"Ancaman bahaya apakah itu?" Tanya Dewi In Un dengan
perasaan amat bergetar. Kakek berbaju ungu itu tertawa hambar.
"sepintas lalu nampaknya saja kau dilindungi oleh begitu banyak
jago lihay dan memiliki kekuatan yang luar biasa, padahal dalam
dunia persilatan telah terjadi pergolakan sehingga situasipun harus
dipandang dari sudut yang berbeda pula."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Kho Beng dibantu oleh Bu wi Lojin dan berhasil pula mempelajari
ilmu sakti thian goan sinkang, bila jagojago lihay dari Patih uang
berkumpul semua didaratan Tionggoan lalu keturunan dari tiga dewa
see gwa sam sian yang telah mendapat warisan- ilmu silat dari
leluhurnya menyusul pula kesini, hal ini masih dibantu lagi dengan
himpunan seluruh inti kekuatan tujuh partai besar dunia persilatan
membuat jumlah kekuatan mereka jadi beribu-ribu orang
banyaknya, coba bayangkan sendiri mampukah kau menahan
serangan gabungan mereka yang memiliki kekuatan sedemikian
dahsyatnya itu."
Berubah hebat paras muka Dewi In Un, namun diluar dia tetap
paksakan tersenyum, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas perhatian Lootiang, tapi aku yakin
masih mampu untuk menghadapi mereka."
Kakek berbaju ungu itu menghembuskan napas panjang.

"sekalipun ayahmu memimpin partai kupu-kupu, namun situasi
sekarang sulit rasanya untuk membuatnya merasa lega hati. Apalah
gunanya kau membohongi dirimu sendiri? "
Dewi In Un berkerut kening.
"Jadi maksud kedatangan Lootiang kemari adalah."
"Mengajak kau merundingkan masalah besar yang dihadapi dan
membantu usahamu itu, berniat membalaskan dendam bagi
kematian sobat karib ku ui Thian it"
setengah percaya setengah tidak Dewi In Un berkata :
"Apakah cianpwee tidak merasa gusar oleh sikap curiga dan
pelayanan yang jelek dariku?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhhh.haaaahhh.haaaa pengalaman yang kualami
memang sulit membuat orang lain percaya, kecurigaan terhadap
diriku memang sudah sepantasnya dan sewajarnya."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Dewi In Un,
katanya kemudian:
"Jikalau cianpwee memang tidak bermaksud menegur atau marah
kepada kami, boanpwee masih ingin melakukan suatu percobaan
lagi."
Agaknya Kakek berbaju ungu itu merasakan hatinya bergetar
keras, namun diluarnya dia tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahh-haaah-percobaan macam apakah yang kau
inginkan?"
"satu-satunya yang bisa dicoba hanya ilmu silat, boanpwee ingin
berbuat lancang dengan menyuruh keempat orang Lengcu anak
buahku untuk bertarung sebanyak tiga jurus dengan diri
Locianpwee."
"Hahahaha " Kakek berbaju ungu itu menggunakan gelak tertawa
yang keras untuk menutupi perasaan tidak tenangnya, akhirnya dia
menatap lawannya tajam-tajam dan berkata :
"Aku adalah sahabat karib leluhurmu, masa sekarang harus
bertarung melawan angkatan muda dari empat generasi dibawah
ku?"
Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"yaa, sebab hanya dengan cara inilah keaslian cianpwee baru
bisa diketahui, apakah cianpwee tidak berharap rasa curiga
boanpwee sekalian hilang sama sekali?"

Kakek berbaju ungu itu berpikir berapa saat lamanya, lalu berkata
:
"Cara seperti ini sama sekali tak masuk diakal.. "Tapi sejenak
kemudian dia telah berkata lagi:
"Namun aku punya sebuah usul yang lain? entah usul macam
apakah itu?"
"Walaupun aku enggan bertarung sendiri melawan kalian, tapi
pelayan tuaku ini bisa menemani kalian untuk bermain beberapa
gebrakan"
"siapa saja yang turun tangan, rasanya juga sama saja," kata
Dewi In Un sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak,
lanjutnya :
"Bila pelayan cianpwee memiliki ilmu silat yang jauh melebihi
kemampuan kami, sudah jelas kepandaian silat cianpwee jauh lebih
hebat lagi, tentu saja kami tak perlu curiga lagi."
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak, dia segera
berpaling seraya berseru:
"Ang tua"
Pelayan tua yang berdiri dibelakangnya segera maju kedepan dan
menyahut. "Hamba siap"
"Apa yang telah kami bicarakan barusan, tentunya sudah kau
ketahui, bukan? Nah, coba kau yang melayani beberapa orang itu
untuk bermain beberapa gebrakan"
"Hamba turut perintah"
Dewi In Un segera berkata pula sambil tertawa girang :
"Maafkan kelancangan boanpwee ini"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya, seorang dayang
berpakaian ringkas segera muncul sambil menyodorkan sebilah
pedang.
Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu pun tidak menunggu perintah lagi serentak meloloskan
pedang masing-masing dan mengurung pelayan tua ditengah arena.
sambil mempersiapkan tongkat berbentuk anehnya, pelayan tua
itu berkata secara tiba-tiba sambil tertawa :
"Lapor cukong"
"Ada apa?" Tanya si Kakek berbaju ungu agak tertegun.
"Pertarungan ini merupakan pertarungan mati hidup ataukah
Wanya terbatas saling menutul?"

"Tentu saja hanya terbatas saling menutul, masa pertarungan
harus berlangsung antara mati dan hidup,.ingat, kau tak boleh
melukai siapapun diantara mereka"
"Hamba turut perintah"
sementara itu Dewi In Un telah mengayunkan pedang sambil
melancarkan sebuah tusukan ke depan, serunya kemudian:
"Maaf boanpwee menyerang lebih dulu"
Pelayan tua itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya semula,
namun ujung tongkatnya yang naga bukan ular bukan itu segera
dilancangkan tiga kali.
Ketika serangan yang dilancarkan Dewi In Un membentur diatas
bayangan tongkat tersebut, terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, ternyata serangan tersebut sudah terbendung sama sekali.
Padahal Dewi In Un bukan menyerang secara sungguhan,
dengan berbuat demikian pertama, dia hendak member petunjuk
kepada keempat Lengcu dan kedua, dia ingin mengamati aliran ilmu
silat dari pelayan tua tersebut.
Mendadak terdengar keempat orang Lengcu itu membentak
keras, keempat bilah pedang mereka berkelebat memenuhi angkasa
dan melakukan pengepungan dari empat arah delapan penjuru.
sebaliknya Dewi In Un segera menarik kembali pedangnya sambil
mundur sejauh tiga langkah.
Dalam waktu singkat, cahaya tajam telah memenuhi angkasa.
Hawa pedang mederu-deru, seluruh badan pelayan tua itu sudah
terkurung oleh jarrtng pedang yang amat kuat. Pelayan tua itu
tertawa terbahak-bahak, segera serunya :
"IImu pedang yang amat bagus.coba lihat jurus naga ular menari
bersamaku ini"
sementara si pelayan tua tersebut masih terkurung oleh lapisan
hawa pedang yang diciptakan keempat bilah pedang tersebut,
mendadak tampak bayangan tongkat menerobos ketengah angkasa,
lalu bagaikan deruan angin topan segera menyambar keempat
penjuru.
serangan dahsyat ini bukan saja telah menjebolkan bayangan
pedang yang berlapis-lapis, lagipula dalam beberapa putaran saja
seluruh cahaya pedang yang berkilauan telah terdesak balik kembali-
Akhirnya tampak bayangan toya dan cahaya pedang lenyap
semuanya hingga tak berbekas, dengan wajah amat terperanjat
keempat orang Lengcu itu mengundurkan diri kebelakang.

sebaliknya pelayan tua itu tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, seolah-olah tak pernah terjadi pertarungan apa pun disitu.
Baru saja pertarungan berhenti tiba-tiba, terdengar Dewi In Un
membentak keras laksana sambaran petir cepatnya dia menyergap
pelayan tua tersebut.
sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini sungguh luar
biasa, hal tersebut membuat si Kakek berbaju ungu yang berada
disisi arena menjadi amat terperanjat, serangan yang hebat seru si
pelayan tua sambil tertawa bergelak-Bayangan tongkat segera
menyambar kemuka menyongsong datangnya serangan itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru diseluruh
ruangan, tapi sejenak kemudian suasana telah berubah menjadi
sunyi kembali.
Kini suasana sepi yang luar biasa mencekam Perasaan setiap
orang, sementara Dewi In un kelihatan masih berdiri termangu
ditempat semula, senjata panji kupu-kupunya masih berada juga
ditangannya.
.....
sipelayan tua itu berdiri lebih kurang lima depa dihadapanny a,
tapi pada ujung tongkatnya kini telah bertengger sepasang kupukupu
yang sedang mementangkan sayapnya.
Bersambung ke jilid 29
Jilid 29
"Aaah, apa maksud perkataanmu itu?" ucap Kakek Tongkat Sakti
sambil tertawa,
"bukankah sama saja kau hendak mengusirku pergi dari sini?"
Merah padam selembar wajah Kho Beng.
"Harap cianpwee tangan salah paham."
Kakek Tongkat Sakti menggeleng.
"Berbicara secara sejujurnya saja, jangan lagi kau pergi seorang
diri, sekalipun ada aku yang menemanimu pun mungkin kepergian
kita ibarat menimpuk anjing dengan bakpao isi daging, sekali pergi
tak bakal kembali lagi."
"Tapi boanpwee tak akan berpikir sampai kesitu." Kata Kho Beng
sambil menggigit bibir,
"aku tak bisa berpeluk tangan saja membiarkan ciciku terancam
bahaya."
"ya, tentu saja kau harus memikirkan keselamatan jiwanya."
Kakek Tongkat Sakti mengangguk,

"tapi bagaimana pun juga, setiap tindakan harus melalui
perencanaan yang matang lebih dulu. Paling tidak kita harus
mempunyai pegangan sebesar tujuh bagian sebelum berangkat."
Kho Beng berkerut kening.
"Tapi aku tak mempunyai waktu yang cukup, mereka hanya
memberi batas waktu tiga hari kepadaku, rencana apapun yang
hendak dipersiapkan, aku rasa sudah tak akan sempat lagi."
"aku tidak sependapat denganmu." Kata Kakek Tongkat Sakti
sambil menggeleng,
"batas waktu tiga hari Cuma akal-akalan mereka demi kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut, mungkin untuk
menunggu selama tiga tahun pun mereka akan sabar menanti. "Kho
Beng agak tertegun, tiba-tiba dia memberi hormat kepada kakek
itu sambil berkata
"Walaupun cianpwee berjiwa kesatria dan ringan tangan,
mengapa kau begitu berhasrat hendak membantu boanpwee?"
Kakek Tongkat sakti tertawa.
"Masa kau belum tahu apa tujuanku pergi mencari Thian cun
yang?"
"Boanpwee mengerti, tapi cianpwee pun harusnya mengetahui
akan maksud tujuan kepergianku kali ini hanya bertujuan menolong
ciciku dari bahaya maut, persoalan ini merupakan urusanku sendiri,
karenanya boanpwee tidak berharap cianpwee turut menyerempet
bahaya."
Berkilat sepasang mata si Kakek Tongkat sakti, katanya
kemudian:
"Paling tidak aku masih mempunyai dua alasan, pertama ditinjau
dari kehadiran orang-orang tadi, aku telah membuktikan bahwa
Dewi In Un adalah seorang anggota partai kupu-kupu. Kedua, kau
adalah ahli waris dari kitab pusaka Thian goan bu boh, lagipula
merupakan keturunan dari sahabat karib Bu wi lojin, malah
kemungkinan besar beban berat untuk menanggulangi bencana
besar yang menimpa dunia persilatan akan terletak dibahumu, coba
bayangkan sendiri, disaat kau sedang menghadapi bahaya, apakah
aku mesti berpeluk tangan belaka?"
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
"yang seharusnya kita bicarakan sekarang adalah bagaimana
caranya menyusup masuk ke sarang iblis dan bagaimana caranya

menyelamatkan encimu, soal-soal yang lain lebih baik jangan kita
bicarakan dulu sementara waktu."
Dengan wajah murung dan amat gelisah, Kho Beng berkata :
"Boanpwee sendiripun tidak berhasil mendapat cara yang lebih
baik lagi untuk menghadapi persoalan ini, sebetulnya aku berniat
menyerempet bahaya dengan mendatangi serangan mereka seorang
diri, tapi sekarang. " Dia menghela napas dan berhenti berbicara.
"Bila kau sampai berbuat demikian, maka tindakanmu itu
merupakan perbuatan bodoh-" Ucap Kakek Tongkat sakti dengan
wajah serius,
"kau harus tahu, setelah mereka berani menyuruh Molim sekalian
menyampaikan kabar tersebut kepadamu, berarti mereka pasti telah
mempersiapkan perangkap yang amat kuat disekitar sana, apabila
cicimu masih berada dalam cengkeraman mereka, kau lebih tak
boleh kehilangan posisi yang menguntungkan, selain itu aku lihat
Lengcu atau pelindung hukum mereka tak boleh dipandang enteng,
oleh sebab itu, aku rasa kita tak boleh bertindak secara gegabah."
Kho Beng segera menggertak gigi menahan gejolak emosi
didalam hatinya, ia berkata kemudian:
"Ditinjau dari kesemuanya ini, aku dapat mengambil kesimpulan
kalau Dewi In un pasti berada didalam gua pengikat cinta ini,
siluman perempuan itu adalah musuh besar pembasmi keluarga Kho
kami"
"Jangan sekali-kali kau bekerja menuruti emosi" hibur Kakek
Tongkat sakti dengan tenang,
"ketahuilah persoalan ini tak bisa diselesaikan secara terburu
nafsu."
"Apakah petunjuk cianpwee didalam masalah ini?" pinta Kho
Beng kemudian dengan kening berkerut,
"apa yang mesti boanpwee lakukan sekarang?"
Kakek Tongkat sakti jadi tertegun untuk berapa saat, bisiknya
agak tergagap:
"Tentang soal ini..."
Tapi sampai setengah harian lamanya dia tak mampu
mengucapkan sepatah katapun, sebab didalam kenyataannya
persoalan ini memang suatu masalah yang susah diatasi. Tiba-tiba
Chin sian kun berkata :
"aku mempunyai sebuah pendapat yang baik, apakah boleh
kuutarakan keluar.."

"Nona Chin, bila kau mempunyai sesuatu pendapat silahkan saja
diutarakan keluar," seru Kho Beng cepat.
Kakek Tongkat sakti pun tersenyum.
"yaa, biasanya pikiran dan perasaan anak wanita memang jauh
lebih tajam dan seksama . cepat utarakan keluar, "
setelah tertawa, Chin sian kun berkata :
"Terlepas apakah Dewi In Un merupakan anggota partai kupukupu
atau bukan, paling tidak dia pasti mempunyai hubungan yang
sangat akrab dengan partai kupu-kupu bukan?"
"yaa, ini sudah pasti" Kakek Tongkat sakti mengangguk-
"Cianpwee pasti banyak mengetahui tentang peristiwa yang
terjadi pada seratus tahun berselang, tahukah cianpwee apakah
pihak partai kupu-kupu mempunyai hubungan yang akrab dengan
seseorang?"
Kakek Tongkat sakti termenung berapa saat lamanya, mendadak
ia bertepuk tangan sambil tertawa terbahak-bahak-
Kho Beng jadi keheranan, buru-buru tanyanya :
"Cianpwee, kenapa kau tertawa bergelak?"
Kakek Tongkat sakti tidak menjawab pertanyaan Kho Beng,
sambil menatap wajah Chin sian kun ujarnya :
"yaa, memang terbukti pikiran dan perasaan wanita jauh lebih
teliti, aku sudah dapat menduga apa yang sedang kaupikirkan "
"Cianpwee tahu apa yang sedang kupikirkan?" ucap Chin sian kun
sambil tertawa.
"Bukankah kau hendak mempergunakan hubungan akrab antara
pihak partai kupu-kupu dengan seseorang yang dikenalnya dulu
untuk menyelesaikan persoalan ini, karena kau merasa Dewi In un
pasti mempunyai hubungan yang akrab dengan pihak partai kupukupu?"
"Cianpwee, kalau kudengar dari gelak tertawa mu barusan,
apakah kau pun telah berhasil mengingat orang tersebut?"
"Betul" Kakek Tongkat sakti mengangguk,
"Aku memang sudah teringat dengan seseorang, orang tersebut
masih terhitung sahabat karib dari ui Thian it, ketua partai kupukupu
yang tewas ditangan tiga dewa tempo dulu. orang itu bernama
Kong ci cu, orang lain menyebutnya sebagai si naga terbang dari see
ih. Disaat ui Thian it melangsungkan pertarungan seru melawan tiga
dewa tempo hari, Kong ci cu yang mendapat kabar segera menyusul
ketempat kejadian, sayang kedatangannya terlambat selangkah,

ketika ia tiba disitu, ui Thian it sudah tewas dibawah tebing berduka
hati"
setelah menghela napas panajng, katanya lebih jauh :
"Kong ci cu lah yang membereskan jenasah Ui Thian it serta
membawanya pulang, konon peristiwa tersebut pernah menjadi
bahan pembicaraan yang paling hangat dalam dunia persilatan
waktu itu."
Chin sian kun berpikir sejenak, kemudian tanyanya :
"aku rasa si naga terbang dari see ih Kong ci cu tentunya sudah
lama meninggal dunia bukan?"
Kakek Tongkat sakti manggut-manggut -
"Pada seratus tahun berselang ia telah berusia tujuh delapan
puluh tahunan, kini seratus tahun telah lewat, masa dia belum juga
mati? Tentu saja jiwanya telah lama berakhir-"
"Apakah orang partai kupu-kupu mengetahui tentang kematian
Kong ci cu ini?" Kembali Kakek Tongkat sakti tertawa :
"sejak peristiwa berdarah ditebing hati duka, partai kupu-kupu
sudah tiada kabar beritanya lagi, apakah mereka mengetahui akan
kematian Kong ci cu atau tidak kurang jelas, tapi bagi diriku justru
mengetahui soal kematian Kong ci cu tersebut dengan jelas sekali-"
"entah apa yang menyebabkan kematiannya?" Tanya Chin sian
kun dengan perasaan gembira.
"Dia mati karena sakit." Kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa.
"Peristiwa itu terjadi lebih kurang sepuluh tahun setelah peristiwa
berdarah di tebing hati duka, tapi kematiannya tidak diketahui oleh
siapa pun sebab seorang pelayan tua dan seorang bocah muda yang
hidup bersamanya telah bunuh diri pula setelah kematiannya itu"
"Kalau toh soal kematiannya tidak diketahui orang lain, dari mana
cianpwee bisa mengetahui akan persoalan ini?" Kakek Tongkat sakti
tertawa misterius.
"yang mengubur mereka bertiga juga seorang sahabat dari
tingkatan ayahku, sedang diapun akhirnya mati ditempat
pengasingan, itulah sebabnya kecuali aku seorang mungkin tiada
orang kedua yang mengetahuinya."
Chin sian kun termenung sambil berpikir sebentar, lalu katanya :
"Entah bagaimanakah perawakan tubuh serta wajah dari sinaga
terbang dari see ih Kong Ci cu?"
Kakek Tongkat sakti memandang sekejap kedua orang yang
berada dihadapannya lalu ujarnya sambil tertawa:

"Persoalan ini sangat kebetulan sekali, walaupun perawakan
badan si naga terbang dari see ih tidak terhitung tinggi besar,
namun tidak seceking diriku ini, aku rasa Kho sauhiaplah yang paling
cocok untuk memerankan dirinya, sedang seorang pelayan tua dan
bocah muda dari Kong ci cu tampaknya harus diperankan oleh nona
dan aku"
Meskipun rencana ini sangat bagus, tapi cianpwee telah
melupakan satu persoalan" kata Chin sian kun sambil
menggelengkan kepalanya, keningnya Nampak berkerut kencang.
"Apa yang kulupakan?" Tanya Kakek Tongkat sakti tertawa-
"Cianpwee harus ingat bahwa peristiwa itu terjadi seratus tahun
berselang, raut tampang mereka tak akan seperti wajahnya para
sahabat yang lalu-"
"Tentu saja" kata Kakek Tongkat sakti sambil tertawa,
"mana mungkin aku melupakan persoalan ini, tapi hal semacam
itu masih bisa ditutupi."
Dengan suara lirih dia segera membisikkan sesuatu kepada Chin
sian kun dan Kho Beng. selesai mendengar bisikan itu, Kho Beng
berdua segera tersenyum dan manggut-manggut. Kembali Kakek
Tongkat sakti memutar biji matanya sambil berkata lagi:
"Hayo berangkat, mungkin kita harus kerja keras seharian penuh,
ketahuilah benda-benda tersebut tidak mudah untuk dibuat."
Diiringi sekulum senyuman yang misterius, berangkatlah ketiga
orang itu meninggalkan bukit Cian san.
Didalam gua pengikat cinta bukit Cian san, cun hong Lengcu, Hee
im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta tang soat Lengcu sekalian
berempat sedang berdiri didepan Dewi In Un dengan sikap yang
sangat hormat.
Dua orang nenek berbaju perlente berdiri dikedua belah samping
Dewi In Un dengan wajah yang serius, persis seperti dua buah
patung batu.
Disamping itu masih terdapat dua puluhan orang dayang berbaju
ringkas yang berdiri dikedua belah sisi arena, suasana terasa amat
serius dan seram, setelah memberi hormat, Cun hong Lengcu
berkata :
"suhu, tecu sekalian telah melaksanakan semua pekerjaan sesuai
dengan petunjuk suhu"

"Hmmm, apa saja yang telah kalian kerjakan?" dengus Dewi In
Un.
"semua jalan darah ditubuh Kho Yang ciu telah kami totok, kini
dia dirantai diatas kursi batu, selain itu ditempat kegelapan.,"
setelah menunjukkan senyuman bangga, lanjutnya :
"Didalam maupun diluar ruangan tecu telah menyiapkan jebakan
yang berlapis-lapis, setiap perangkap yang kupersiapkan rasanya
sudah lebih dari cukup untuk mengubah mereka kakak beradik dua
orang menjadi perkedel."
Paras muka Dewi In Un tetap dingin kaku tanpa perubahan
emosi, katanya hambar:
"yang perlu kalian perhatikan adalah kedua lembar kitab pusaka
Thian goan bu boh itu"
"soal ini suhu tak perlu kuatir," cun hong Lengcu segera tertawa,
"tentu saja kami akan berusaha untuk mendapatkan kedua
lembar kitab pusaka Thian goan bu boh lebih dulu sebelum berusaha
melenyapkan kedua bibit bencana ini dari muka bumi"
"Dengan cara apa kalian menyampaikan berita tersebut kepada
Kho Beng?"
sungguh kebetulan sekali kata Cun hong Lengcu dengan bangga,
"sewaktu dalam perjalanan menuruni bukit Cian san tadi, telah
bertemu dengan keempat budak asing dari Kho Beng, kami memberi
batas waktu tiga hari kepada Kho Beng untuk datang kemari
menukar cicinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya :
"Aku dengar Kho Beng adalah seorang pemuda yang sangat licik
dan banyak akal muslihatnya, mungkinkah dia akan datang
memenuhi janji tepat pada waktunya?"
Hee im Lengcu segera menyahuti:
"Menurut apa yang tecu ketahui, Kho Beng pasti akan datang-"
Dewi In Un segera mengerling sekejap kearahnya :
"Atas dasar apa kau berani berkata begitu meyakinkan?"
sambil tertawa paksa Hee im Lengcu berkata :
"Kho Beng adalah seorang yang amat perasa, terutama sekali
terhadap saudara kandungnya sendiri, Ia menaruh perhatian yang
amat khusus- Apabila la mendapat kabar yang menyatakan bahwa
cicinya menjumpai kesulitan disini, biarpun dia tahu bakal mati
namun ia pasti akan datang juga."

"Heeeheee- h eeee- memang inilah kelemahan manusia," seru
Dewi In Un sambil tertawa terkekeh-kekeh,
"kalian harus mempergunakan nya secara baik-baik,"
Tapi sejenak kemudian paras mukanya telah berubah hebat,
dengan suara mendalam dia menambahkan.
"Tapi bila usaha kali ini tidak berhasil, maka kalian berempat
bakal menerima hukuman yang cukup berat."
Keempat orang lengcu itu segera merasakan hatinya bergetar
keras, paras mukanya berubah hebat, tapi hanya sebentar. Dalam
waktu singkat mereka telah memperoleh ketenangannya kembali.
sambil tertawa paksa Cun hong Lengcu segera berkata :
"suhu tak usah kuatir, kali ini tiada kemungkinan untuk menderita
kegagalan, tanggung kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh
itu akan kita peroleh."
Dengan sikap hambar Dewi In Un manggut-manggut.
"semoga saja usaha kalian berhasil dengan sukses, untuk
mencapai keberhasilan ini kalian boleh menggunakan semua
kekuatan yang berada disini- selain daripada itu, dalam menghadapi
situasi dan keadaan seperti apapun, setiap saat kalian harus
memberi laporan kepadaku"
"Tecu turut perintah" keempat orang Lengcu itu menyahut
serentak dengan sikap menghormat.
Agaknya Dewi In Un merasa puas, dia menguap lalu sambil
mengulapkan tangannya, ia berkata:
"sekarang kalian boleh mengundurkan diri dari sini"
Keempat orang Lengcu itu bersama-sama memberi hormat lalu
mengundurkan diri.
yang disebut sebagai kamar penjara di dalam gua pengikat cinta
tak lebih hanya berupa sebuah gua yang belum pernah dibenahi-
Disana sini ruangan gua terdapat banyak batu granit yang
mencuat kesana kemari, tapi dasar tanah amat datar, dibagian
tengah terdapat sebuah kursi batu, kursi itu terbuat dari tonjolan
batu karang yang mencuat keatassaat
itu Kho yang ciu didudukkan pada kursi tersebut dan dirantai
dengan sebuah rantai raksasa sebesar lengan bocah-
Padahal sekalipun tak dirantai, Kho yang ciu tak mampu lagi
menggerakkan badannya, sebab bukan saja seluruh jalan darahnya
telah tertotok, lagipula ia telah dicekoki cairan beracun yong luo ih
yang mempunyai khasiat membuyarkan tenagaTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Peredaran darah yang tidak lancer membuat keadaan gadis
tersebut tak ubahnya seperti seorang penyakitan yang hampir
sekarat, bentuk rupanya telah berubah menjadi amat mengenaskan.
suasana dalam gua gelap gulita tanpa cahaya, lembab lagi gelap,
berada ditempat seperti ini tak ubahnya seperti berada didalam
neraka.
Tapi diluar maupun didalam gua tersebut, terutama pada bagian
yang gelap dan tersembunyi, secara diam-diam sudah dilengkapi
perangkap yang berlapis-lapis, diantaranya meliputi panah beracun,
uap beracun dan jebakan yang mengerikan.
Kini Kho yang ciu telah mendusin dari pingsannya, namun seluruh
jalan darahnya yang tertotok membuat ia tak mampu ergerak, tak
mampu pula bicara, kecuali benaknya yang dipenuhi pelbagai
persoalan yang pelik, pada hakekatnya keadaan nona tersebut tak
berbeda seperti sesosok mayat.
Namun perasaan sedih dan menyesal yang mencekam
perasaannya tak terlukiskan lagi dengan perkataannya, dia menyesal
mengapa tidak menurui nasehat dari adiknya Kho Beng yang sudah
berhasil membongkar identitas mereka yang sebenarnya ketika
masih berada di perkampungan ciu hong san ceng tempo hari,
malah sudah berulang kali adiknya membujuk serta menasehatinya.
Tapi-mengapa ia tak mau tahu dan belumjuga mau sadar?
sekali salah melangkah, menyesal sepanjang masa, walaupun ia
merasa menyesal sekali tapi sayang keadaan sudah terlambat.
Ia sama sekali tak takut mati, tapi dendam sakit hatinya belum
terbalas.
sedangkan diapun akan mati ditangan musuh besarnya, inilah
yang membuat ia mati tak meram.
Disamping itu dia pun teringat kembali dengan adiknya Kho
Beng, diapun cukup memahami tujuan yang sebenarnya Dewi In Un
menyekap dirinya disitu, sudah pasti dia akan dijadikan umpan untuk
memancing kedatangan Kho Beng guna menyerahkan kedua lembar
kitab pusaka Thian goan bu boh tersebut.
Ia pun sadar, demi keselamatan jiwanya, Kho Beng pasti tak
akan memperdulikan segala sesuatunya untuk datang
menyelamatkan jiwanya, apabila keadaan seperti ini sampai terjadi,
bukankah dialah yang telah mencelakai adiknya?
Teringat akan dendam berdarah dari keluarga Kho yang belum
sempat terbalas, teringat pula Kho Beng adalah satu-satunya

keturunan keluarga Kho, andai kata gara-gara keteledoran sendiri
menyebabkan kematian Kho Beng, apakah dia masih punya muka
untuk bertemu dengan arwah orang tuanya dialam baka?
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa air matanya jatuh
bercucuran, satu-satunya yang diharapkan sekarang adalah
berharap agar adiknya tidak menyerempet bahaya. Namun dia pun
tahu, keadaan seperti ini hampir boleh dibilang tak mungkin, sebab
dia cukup memahami perasaan dan tabiat adiknya, dia pasti akan
datang untuk menolongnya apapun yang bakal terjadi-Mendadak-.
Disaat pikirannya sedang melayang entah kemana saja,
terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang datang.
Dengan paksakan diri Kho yang ciu membuka matanya, tapi apa
yang kemudian terlihat membuat darahnya terasa mendidih,
sepasang matanya berapi-api dan hampir saja melotot keluar.
Ternyata yang datang adalah Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu,
Ciu hoa Lengcu serta Tang soat Lengcu.
Dengan langkah yang santai keempat orang itu berjalan masuk
kedalam ruangan.
Kho yang ciu tak mampu bergerak, tak mampu pula bicara, satusatunya
yang bisa diperbuat olehnya hanya menunjukkan rasa benci
dan dendamnya yang merah membara itu kelihatan berapi-api
seperti mau melompat keluar.
setibanya dihadapan Kho yang ciu, Hee im Lengcu segera
menyapa sambil tertawa :
"Adik Kho, maaf sekali yaa aku telah membuatmu sangat
menderita"
sedemikian benci dan dendamnya Kho yang ciu ketika itu,
mungkin kalau dapat dia hendak menggigit daging mereka mentahmentah,
tapi sekarang yang dapat diperbuat olehnya hanya duduk
tak berkutik seperti patung. Pelan-pelan Hee im Lengcu berkata lagi:
"Walaupun aku merasa rada tak tega, tapi.yaa apa boleh buat
lagi? Padahal manusia hidup seabad pun akhirnya akan mari juga,
hanya sekarang kau mati lebih awal saja."
Cun hong Lengcu tertawa sambungnya pula :
"Disaat ajalmu hampir tiba, kau masih bisa bertemu kembali
dengan adikmu, hitung-hitung anggaplah kebaikan ini sebagai balas
jasa kami terhadapmu mengingat dulu pernah menjadi saudara
sendiri."

Lalu setelah memutar biji matanya dengan genit, dia berkata
lebih lanjut:
"Aku rasa tidak sampai tiga hari kemudian, ia pasti sudah
menyusul kemari."
"Tapi sayang," cun hong Lengcu menambahkan sambil tertawa,
"Disaat kalian kakak beradik saling bersua, saat itulah ajal kalian
akan tiba.-haaaahhhaaaahhhh."
"Keluarga besar kalian telah mati semua," kata Tang soat Lengcu,
"sebenarnya kalau kamu berdua kakak beradik harus hidup
sendirian didunia ini, aku rasa juga tak ada artinya. Lebih baik mati
saja bersama- Toh, semua persoalan akan beres pula dengan
sendirinya," sambil tersenyum Cun hong Lengcu, berkata lagi:
"Tapi kalian tak usah kuatir, kami tak bakal menyia-nyiakan kalian
dengan begitu saja, bila kau telah mati semua, kami pasti akan
membuat upacara penguburan yang megah dan mengubur kalian
dengan batu marmer sebagai nisan."
Begitulah keempat orang Lengcu itu saling berebut bicara, tapi
setiap perkataan yang diucapkan bagaikan sebilah pisau tajam yang
menghujam didada Kho yang ciu dalam-dalam.
Ditinjau dari pembicaraan mereka berempat, Kho yang ciu pun
dapat memahami siasat busuk dibalik kesemuanya itu, rupanya
mereka sedang menipu Kho Beng untuk datang kesana. sementara
dia masih termenung, terdengar cun hong Lengcu berkata sambil
tertawa :
"Pemeriksaan telah usai, mari kita pergi dari sini"
Hee im Lengcu sekalian mengiakan, pelan-pelan mereka
membalikkan badan dan berjalan keluar dari gua.
setelah berada diluar, cun hong Lengcu memandang sekejap
sekeliling tempat itu, lalu serunya :
"Adikku bertiga "
"Ada apa toaci?" Hee im Lengcu segera bertanya, sambil
menghela napas, Cun hong Lengcu berkata :
"Tiba-tiba saja timbul perasaan kuatir didalam hatiku."
"Bukankah persiapan kita sangat rapi dan luar biasa rapatnya?
Apalagi yang toaci kuatirkan?" Tanya Ciu hoa Lengcu keheranan.
Pelan-pelan cun hong Lengcu berkata :
"Mungkin saja perasaan ini timbul disebabkan masalah yang kita
tangani kelewat penting, kita tak boleh gagal tentunya kalian masih

ingat dengan perkataan suhu bukan? Andaikata sampai terjadi halhal
yang tak diinginkan,"
sambil menghembuskan napas panjang dia segera berhenti
berbicara,
Perasaan dan pikiran Hee im Lengcu sekalian pun berubah
menjadi berat dan serius, sebab mereka tahu apa yang telah
dikatakan Dewi In Un selalu dapat dilaksanakan dan menjadi
kenyataan, andaikata usaha mereka kali ini mengalami kegagalan
total, dapat dipastikan hukuman yang berat serta nasib yang kelak
akan menimpa mereka semua.
Untuk beberapa saat lamanya keempat orang itu menjadi
terbungkam dan tidak berbicara lagi.
Akhirnya Cun hong Lengcu mendongakkan kepalanya sambil
berkata lebih lanjut:
"agar usaha kita kali ini tak sampai menderita kegagalan, kita
wajib mengambil suatu tindakan yang cukup gratis"
"Maksud cici? Bukankah penjagaan kita cukup ketat? Tindakan
apa lagi yang hendak toaci lakukan?" sela Hee im Lengcu Li sian
soat.
"Pertama, kta berempat bakal berjuang lebih berat dan sengsara
lagi, selama tiga hari ini setiap malam kita harus melakukan
penjagaan bersama disini- Kedua, kita pun harus mengajukan
permohonan yang lain kepada suhu. "
"Permohonan apa?"
"Biarpun suhu telah menyanggupi permintaan kita
mempergunakan anak buahnya sekehendak hati, tapi aku rasa hal
tersebut tidak meliputi kedua pendamping utamanya yakni Nenek
penunjang langit serta Nenek perata bumi?"
"Tentu saja. Nenek penunjang langit dan Nenek perata bumi
adalah orang yang melindungi keselamatan suhu, tak setengah
jengkal tanah pun mereka meninggalkan beliau."
"ya a, berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa kita harus
mengalihkan perhatian kepadanya, asal kedua orang itu bisa kita
gunakan tenaganya untuk menyamar sebagai pelindung Kho yang
ciu, sudah pasti tiada kegagalan yang mungkin terjadi"
"Cara ini memang bagus, tapi apakah suhu bakal
mengabulkannya?" Tanya Li sian soat denga kening berkerut.
Dengan keyakinan yang amat besar Cun hong Lengcu menyahut:

"Demi kedua lembar kitab pusaka Thian goan bu boh, demi
melenyapkan kedua keturunan terakhir dari keluarga Kho,
kemungkinan besar suhu akan mengabulkan permintaan kita?"
"Perkataan toaci memang benar" Li sian soat mengangguk pula,
"mari kita pergi memohon kepada suhu"
Maka secara berurutan berangkatlah keempat orang Lengcu
tersebut meninggalkan tempat itu.
-ooo00000oooo-
Ditinjau dari luar, puncak bukit Cian san masih tetap kelihatan
gundul lagi gersang, tak ubahnya seperti bukit gersang yang tak
berpenghuni, namun dalam kenyataannya situasi disitu amat tegang
dan serius.
Namun hari pertama lewat dengan begitu saja, sampai hari
kedua lewat pun Kho Beng belum tampak batang hidungnya.
Keempat Lengcu dibawah pimpinan Dewi In Un mulai gelisah
bagaikan semut berada dikuali panas, pada mulanya mereka kuatir
usaha tersebut akan mengalami kegagalan total, dan kini kuatir Kho
Beng tak akan datang memenuhi janji-
Kini senja hari ketiga pun sudah lewat, tampaknya batas waktu
selama tiga hari sudah lewat, namun bayangan Kho Beng belum
kelihatan juga-
Bukan saja keempat orang Lengcu itu mulai gelisah dan tak
tenteram- Dewi In Un sendiripun mulai merasa cemas dan kesal,
berulang kali ia mengirim orang untuk menanyakan persoalan ini
kepada keempat Lengcu, tentu saja dia tak akan memperoleh berita
yang menggembirakan dari keempat orang anak buahnya.
sementara mereka masih dirundung rasa kecewa dan gelisah,
tiba-tiba diluar gua pengikat cinta tersiar datang suatu berita yang
betul-betul mengejutkan hati-
Berita tersebut memang betul-betul merupakan suatu berita
ledakan yang amat menggemparkan, sebab ada seseorang yang
mengaku sebagai sahabat karib ui Thian it, ketua partai kupu-kupu
generasi yang lain dengan membawa pelayan tua dan kacungnya
dimuka gua dan mohon bertemu.
Berita tersebut dengan cepat disampaikan kepada Dewi In Un,
mendengar laporan tersebut Dewi In un jadi tertegun dan segera
membentak:
"sama sekali ngaco belo, tak mungkin akan terjadi peristiwa
semacam ini"

yang datang membawa laporan tersebut adalah ChinBu wi, salah
satu diantara dua belas pelindung hukum, hitung-hitung dia masih
termasuk jago kelas satu dibawah pimpinan Dewi In Un.
Ketika mendapat teguran tersebut, buru-buru dia berkata :
"Pada mulanya hambapun tidak percaya, namun setelah bersua
dengan mereka, hamba jadi rada-"
"Rada percaya bukan?" sambung Dewi In Un sambil tertawa
terkekeh-kekeh. Kemudian sambil menghentikan gelak tertawanya,
dia berkata lebih jauh :
"ciangbunjin angkatan pertama partai kupu-kupu telah mati
dalam pertarungan dibawah tebing hati duka pada seratus tahun
berselang, dalam seratus tahun hidup dalam pengasingan ini partai
kita selalu menggembleng diri dan memupuk kekuatan terus
menerus. Tujuannya tak lain adalah untuk membalaskan dendam
bagi kematian leluhur kita ini. Bila orang tersebut benar-benar
adalah sahabat karib leluhur kita, coba pikir sendiri berapa usianya
tahun ini?"
"Konon dia sudah berusia seratus sembilan puluh delapan tahun"
kata ChinBu wi agak tergagap.
"seratus sembilan puluh delapan tahun?" kembali gelak tertawa
Dewi In Un berderai-derai memecahkan keheningan.
"Haaaahaaaa.mungkinkah didunia ini terdapat manusia yang bisa
hidup seumur itu?"
Cun hong Lengcu segera tampil kedepan sambil menimbrung :
"suhu, bolehkah tecu mengucapkan sepatah dua patah kata?"
Dewi In Un manggut-manggut ¦
"aku bukan orang yang terlalu fanatic dengan pikiran dan
pendapat orang lain, apa pendapatmu dalam masalah ini? Katakana
saja terus terang." Buru-buru Cun hong Lengcu berkata:
"Terlepas dari asli atau palsunya orang ini, paling tidak peristiwa
ini adalah suatu kejadian yang sangat aneh, apa salahnya bila suhu
mengundangnya masuk serta memeriksa secara langsung? Dengan
berhadapan muka secara langsung, tecu percaya, asli tidaknya orang
ini akan segera ketahuan, bila orang ini hanya sengaja hendak
membuat berita sensasi, kita basmi saja seketika daripada
meninggalkan bibit bencana besar dikemudian hari."
"Benar, kalau begitu undang dia masuk" kata Dewi In Un sambil
tertawa lebar.
Chin Bu wi sebera mengiakan dan mengundurkan diri dari situ.

Tak lama kemudian dia telah muncul kembali dengan membawa
tiga orang manusia.
Ketika ketiga orang tersebut memasuki ruangan batu, segenap
hadirin segera merasakan sikap hormat dan serius yang tiba-tiba
muncul dari hati masing-masing.
orang yang berjalan dipaling muka adalah seorang kakek berbaju
ungu yang berwajah bagaikan tembaga antik, sepasang matanyaa
memancarkan sinar berkilat, jenggot putihnya terurai sepanjang
perut, tingkah lakunya mantap dan berwibawa sekali.
Dibela kang tubuhnya mengikuti dua orang pembantunya, yang
tua berambut dan berjenggot putih, tangannya membawa sebuah
tongkat berbentuk. aneh, berbaju kuning, sedang yang muda
berbaju bersih, putih kemerahan, usianya paling banter baru delapan
belas tahunan.
Ketiga orang itu berjalan dengan langkah lebar dan kepala
terangkat keatas, begitu anggun langkah mereka sampai-sampai
Dewi In Un yang berada ditempat duduknya pun tergerak hatinya
dan berdiri tanpa sadar.
Ketika kakek berbaju ungu itu sudah tiba diruangan tengah, ia
segera mengalihkan pandangan matanya mengawasi sekitar situ,
kemudian berseru dengan suara yang nyaring bagaikan genta:
"Tempat yang bagus.siapa yang bernama Dewi In Un?"
Dewi In Un segera mengernyitkan alis matanya, lalu menjawab :
"akulah orangnya, boleh kutahu siapa namamu?"
Kakek berbaju ungu itu tersenyum,
"sebelum kusebutkan namaku, terlebih dahulu ingin kutanyakan
satu persoalan lebih dulu. soal apa?"
"Anda adalah keturunan keluarga ui yang keberapa?" Tanya
kakek itu dengan suara dalam.
"Angkatan keempat" sahut Dewi In Un keningnya makin berkerut.
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut, katanya lagi:
"kalau begitu anda tentunya mengetahui dengan jelas tentang
segala kejadian yang telah menimpa kakekmu ui Thian it bukan?"
"sejak masih kanak-kanak orang tua kami selalu membicarakan
soal leluhur kami dulu. Kisah ceritanya boleh dibilang telah
mendarah daging ditubuhku"
Kakek berbaju ungu itu segera tertawa girang, katanya lebih jauh
:

"Kalau begitu tentunya kau tahu bukan, ketika leluhurmu ui Thian
it bertarung melawan tiga dewa see hwa sam sian dibawah tebing
hati duka, pernah ada seorang sahabatnya dari see ih yang buruburu
datang ketempat kejadian, tapi berhubung kedatangannya
terlambat satu langkah hingga menemukan leluhurmu telah tewas
ditangan tiga dewa, hingga akhirnya sahabatnya itu menguburkan
jenasah ui Thian it serta mendirikan baru nisan baginya."
sambil berkata sepasang matanya yang tajam mengawasi wajah
Dewi In Un lekat-lekat, kemudian baru melanjutkan:
"Tahukah kau siapakah orang tersebut?"
Dewi In Un balas menatap wajah kakek berbaju ungu itu dengan
seksama, lalu sahutnya keheranan:
"Tentu saja aku tahu, dia adalah sahabat karib leluhurku. Naga
Terbang dari See ih Kong ci cu, orang tuaku pun pernah
menyinggung tentang perbuatan baik yang pernah dilakukan orang
tua itu, selama ini kami menghormatinya sebagai tuan penolong dari
keluarga ui. Sayang sekali, dia orang tua tidak mempunyai
keturunan, tidak memiliki ahli waris, sehingga budi kebaikannya itu
tak sempat kami balas. Kakek berbaju ungu itu seoera tertawa
terbahak-bahak:
"Haaaahhhh..haaaahhhh.haaaahhhhh akulah Kong ci cu"
segenap yang hadir termasuk juga Dewi In un pribadi menjadi
tertegun sesudah mendengar jawaban tersebut. selang beberapa
saat kemudian Dewi In Un baru berkata sambil tersenyum:
"Lojin gemar amat bergurau, Kong ci cianpwee tak mungkin
masih hidup didunia ini, hal semacam ini sama sekali tak masuk akal
dan tak bakal dipercayai oleh siapa saja."
"Tiada keanehan yang tak bisa terjadi didunia yang lebar ini,"
ucap si kakek berbaju ungu sambil tertawa,
"semua kemungkina bisa terjadi dan dialami setiap manusia, atas
dasar apa kau tidak mengakui keaslianku."
"Bila anda benar-benar adalah Kong ci cianpwee, dengan cara
apa kau bisa.."
Kakek berbaju ungu itu segera menukas perkataannya yang
belum selesai diucapkan itu.
"Aku cukup memahami kecurigaanmu, tegasnya saja peristiwa ini
memang merupakan suatu peristiwa yang hampir tak masuk diakal
dan susah dipercayai alasannya. Mungkin rasa curigamu itu akan
lenyap dengan sendirinya."

Pelan-pelan dia mengalihkan sorot matanya memandang sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian melanjutkan:
"Tatkala leluhurmu ui Thian it telah meninggal disini, hatiku
merasa sangat masgul dan risau, karenanya aku tak pernah kembali
ke see ih lagi, tapi dengan membawa serta pelayan dan kacung aku
mengembara kesegala pelosok tempat, setahun kemudian sampailah
kami dibukit Tiang pek san sebelah timur laut."
"Bila apa yang totiang katakan benar, dari wilayah see ih
disebelah barat kau bisa berkelana sampai wilayah timur laut,
kelihatannya kepandaianmu sungguh mengagumkan" sela Dewi In
Un.
Dengan sorot mata yang tajam, kakek berbaju ungu itu
mengawasinya lekat-lekat, lalu melanjutkan kembali kata-katanya:
"Ketika aku mengajak kacung dan pelayanku memasuki bukit
tiang pek san untuk berpesiar, akhirnya kami bertemu dengan badai
salju selama sepuluh hari-"
"Apa yang dimaksudkan badai salju selama sepuluh hari?" Tanya
Dewi In Un sambil tertawa.
"selama sepuluh hari lamanya, badai salju menyerang kami tiada
hentinya . itulah yang disebut badai salju sepuluh hari."
"Waaah, kalau terjadi badai salju selama sepuluh hari tiada
hentinya, bukankah semua jalan gunung menjadi terhambat dan
seluruh bumi berubah menjadi putih berkilauan?"
Kakek berbaju ungu itu manggut-manggut.
"yaa, justru Karena itulah kami jadi terjebak didalam suatu
wilayah yang amat terpencil, dalam keadaan begini, betapapun
tingginya ilmu silat yang kumiliki sulit juga untuk melepaskan diri
dari lapisan salju yang menutup seluruh bukit Tiang peksan, rasa
lapar, kedinginan membuat kami hampir saja mati konyol,"
sekali lagi Dewi In Un menyela.
"Lantas dengan cara apakah lotiang berhasil meloloskan diri dari
mara bahaya?"
Berkilat sepasang mata kakek berbaju ungu itu.
"Kami tidak terlepas dari kurungan, tapi dibawah sebuah tebing
yang terjal kami berhasil menemukan sebatang pohon waru."
Ditengah salju yang begitu dingin, pohon waru yang ditemukan
pastilah sebatang pohon kering yang sudah tak karuan lagi- Tapi
setelah berhenti sejenak- dengan pandangan keheranan dia
bertanya,

"Mengapa lotiang menyinggung soal pohon waru?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak.
"Haaaah-haaaahhh-haaaahhhhh sebab nyawa kami bertiga telah
diselamatkan pohon waru tersebut, tentu saja harus kusinggung
tentang persoalan ini.
Silahkan lotiang melanjutkan penuturanmu" pinta Dewi In Un
dengan perasaan gelisah.
Setelah melemparkan sekulum senyum misterius, kakek berbaju
ungu itu berkata lebih laniut:
"Dibawah tekanan udara yang amat dingin dan lapisan salju yang
begitu tebal, tentu saja pohon tersebut tinggal sebuah batang kering
yang tak karu-karuan- lagi, namun diatas dahan yang kering
tersebut justru terdapat dua puluh empat butir biji waru, setiap butir
biji waru itu besarnya seperti buah kelengkeng, warnanya merah
menyala."
"Oooo.. sungguh suatu kejadian yang sangat aneh" kata Dewi In
Un keheranan. Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Waktu itu kami merasa amat kelaparan, tentu saja tak terlintas
pikiran yang bukan-bukan terhadap buah tadi, kami petik buah
merah tersebut dan setiap orang mendapat delapan butir untuk
menahan lapar."
Sambil tertawa Dewi In Un menyela :
"Bila seorang sudah berada dalam keadaan kelaparan, rasanya
delapan butir biji waru belum mampu untuk menghilangkan rasa
lapar yang menyerang badan."
"Sama sekali tidak," kakek berbaju ungu itu menggoyangkan
tangannya berulang kali,
"setelah kedelapan butir biji waru itu msuk kedalam perut, bukan
saja semua rasa lapar telah lenyap, bahkan rasa dingin yang
mencekam badan pun lenyap tak berbekas, baru saat itulah aku
merasa amat keheranan"
"Masa benda tersebut adalah buah dewa yang bisa membuat
orang awet muda?"
"setelah kulakukan penyelidikan yang seksama, akhirnya dapat
kusimpulkan bahwa buah waru tersebut sesungguhnya adalah bibit
waru kutub yang telah berusia seribu tahun. Mengapa dinamakan
bibit waru kutub? "
Kakek berbaju ungu itu tertawa :

"Ditengah badai salju yang begitu kencang dan udara yang
begitu dingin, hampir mustahil buat sebatang pohon waru untuk
tetap hidup dibumi sekitar situ, apalagi biji waru yang tak pernah
rontok selama seribu tahun lamanya. Tapi kesemuanya ini bisa
terjadi dikarenakan ada sebab yang lain, rupanya batang pohon
waru itu persis tumbuh ditempat yang dilalui aliran hawa panas
bumi, dengan menghisap sari bumi, maka pohon waru tersebut
dapat mempertahankan setitik harapan untuk hidup, Itulah sebabnya
pohon tadi menghasilkan dua puluh empat butir biji yang berkhasiat
luar biasa. Dasar nasibku lagi mujur, gara-gara mendapat musibah
akhirnya malah peroleh rejeki,"
"itulah sebabnya Kau menjadi dewa yang tetap awet muda?"
sambung Dewi In Un dengan mata melotot besarsambil
menunding kearah pelayan serta kacung yang berada
dibelakang tubuhnya, kakek berbaju ungu itu berkata lebih jauh :
"Waktu itu, wajah mereka persis seperti sekarang ini, biar sudah
lewat seabad lamanya, tampang mereka masih tetap tak berubah."
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh :
"Menurut perkiraanku, meski kami tak bisa hidup panjang umur,
paling tidak masih bisa hidup tiga atau empat kali enam puluh
tahun."
Dewi In Un tertegun beberapa saat lamanya, mendadak ia
berkata sambil tersenyum,
"kisah cerita lotiang memang sangat menarik hati, tapi rasanya
aku belum dapat mempercayai kau sebagai Kong ci cianpwee hanya
didasarkan pada ceritamu saja"
Kakek berbaju ungu itu sebera tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahaaahh-haaahhh.apakah kau masih ingin memeriksa yang
lain?"
Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian katanya :
"Menurut apa yang kuketahui, Kong ci cianpwee menggunakan
sepasang senjata yang berbentuk. aneh, sampai sekarang benda
tersebut masih jarang dijumpai didunia persilatan."
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak, mendadak dia merogoh
kedalam sakunya lalu mengeluarkan sepasang senjata yang
berbentuk sangat aneh.
Dalam waktu singkat seluruh ruangan telah diliputi oleh cahaya
keemas-emasan yang amat menyilaukan mata.

sewaktu semua orang mengawasi dengan seksama, maka
tampaklah benda tersebut adalah epasang gelang emas, satu
diantaranya mengeluarkan cahaya yang begitu tajam sehingga
sewaktu digerakkan membiaskan cahaya yang begitu menyilaukan
mata persis seperti cahaya sang suryasebaliknya
yang berbentuk setengah lingkaran dan bersinar
redup, bentuknya tak berbeda seperti rembulan yang separuh bulat,
sambil tertawa tergelak-gelak. kakek berbaju ungu itu berkata :
"Apakah kau maksudkan sepasang gelang jit gwat siang huan
ini?"
Dewi In Un membelalakkan matanya lebar-lebar, saking
tergagapnya sampai dia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
sambil menatap wajahnya lekat-lekat, kakek berbaju ungu itu
berkata lagi:
"Tentunya kau mengharapkan aku bisa mendemontrasikan
kepandaian silatku sebelum mau mempercayainya, bukan?"
sebelum Dewi In Un sempat menjawab, kakek berbaju ungu itu
telah memainkan sepasang tangannya, gelang emas berbentuk.
separuh bulat itu tahu-tahu sudah meluncur kedepan dengan
hebatnya.
Tampak cahaya kuning berkelebat lewat gelang emas tersebut
dengan membawa gaung desingan tajam yang amat memekakkan
telinga telah meluncur kearah dinding yang berada pada jarak tiga
kaki bagaikan kilatan cahaya petir.
Tahu-tahu obor yang diletakkan pada dinding tadi sudah terpapas
kutung menjadi dua bagian.
sementara semua yang hadir masih termangu-mang u dibuatnya.
Kakek berbaju ungu itu kembali sudah melepaskan gelang
mataharinya.
Pancaran cahaya yang begitu kuat dan tajam membuat semua
yang hadir menajamkan matanya tanpa sadar lalu mundur setengah
langkah kebelakang. ' 'criiiiing' Terdengar suara dentingan nyaring
bergema memecahkan keheningan, gelang matahari yang dilepaskan
kemudian telah membentur diatas gelang rembulan yang baru saja
menebas putus batang obor itu.
Begitu sepasang gelang saling beradu, tiba-tiba saja benda
tersebut memencarkan diri kekiri dan kanan, lalu dengan membawa
desingan suara yang amat memekikkan telinga, senjata-senjata
tersebut telah balik kembali ketangan kakek tersebut.

setelah menyambut kembali kedua gelangnya, kakek berbaju
ungu itu baru baru menegur sambil tertawa bergelak:
"Apakah anda masih curiga?"
Rasa kejut dan girang menghiasi wajah Dewi In Un, namun
perasaan curiga masih menyelimuti seluruh perasaannya, segera
katanya lagi:
"yang membuat aku keheranan adalah Lootiang bukannya pergi
mencari ayahku, mengapa sebaliknya datang mencari aku? "
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhh-haaaahhh.-haaaahhhh-.semuanya terdapat tiga
alasan mengapa aku berbuat begini, pertama aku kebetulan sedang
lewat diwilayah sekitar sini, kedua ayahmu sebagai ketua angkatan
ketiga dari partai kupu-kupu ternyata tidak turun tangan sendiri
sebaliknya hanya mengirim putrinya untuk memegang tampuk
pimpinan, tindakannya ini membuat aku merasa sangat tak puas
kepadanya dan ketiga, aku menjumpai kalian sedang terancam
sekarang."
"Ancaman bahaya apakah itu?" Tanya Dewi In Un dengan
perasaan amat bergetar. Kakek berbaju ungu itu tertawa hambar.
"sepintas lalu nampaknya saja kau dilindungi oleh begitu banyak
jago lihay dan memiliki kekuatan yang luar biasa, padahal dalam
dunia persilatan telah terjadi pergolakan sehingga situasipun harus
dipandang dari sudut yang berbeda pula."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Kho Beng dibantu oleh Bu wi Lojin dan berhasil pula mempelajari
ilmu sakti thian goan sinkang, bila jagojago lihay dari Patih uang
berkumpul semua didaratan Tionggoan lalu keturunan dari tiga dewa
see gwa sam sian yang telah mendapat warisan- ilmu silat dari
leluhurnya menyusul pula kesini, hal ini masih dibantu lagi dengan
himpunan seluruh inti kekuatan tujuh partai besar dunia persilatan
membuat jumlah kekuatan mereka jadi beribu-ribu orang
banyaknya, coba bayangkan sendiri mampukah kau menahan
serangan gabungan mereka yang memiliki kekuatan sedemikian
dahsyatnya itu."
Berubah hebat paras muka Dewi In Un, namun diluar dia tetap
paksakan tersenyum, katanya cepat:
"Terima kasih banyak atas perhatian Lootiang, tapi aku yakin
masih mampu untuk menghadapi mereka."
Kakek berbaju ungu itu menghembuskan napas panjang.

"sekalipun ayahmu memimpin partai kupu-kupu, namun situasi
sekarang sulit rasanya untuk membuatnya merasa lega hati. Apalah
gunanya kau membohongi dirimu sendiri? "
Dewi In Un berkerut kening.
"Jadi maksud kedatangan Lootiang kemari adalah."
"Mengajak kau merundingkan masalah besar yang dihadapi dan
membantu usahamu itu, berniat membalaskan dendam bagi
kematian sobat karib ku ui Thian it"
setengah percaya setengah tidak Dewi In Un berkata :
"Apakah cianpwee tidak merasa gusar oleh sikap curiga dan
pelayanan yang jelek dariku?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak:
"Haaaahhhhh.haaaahhh.haaaa pengalaman yang kualami
memang sulit membuat orang lain percaya, kecurigaan terhadap
diriku memang sudah sepantasnya dan sewajarnya."
Tiba-tiba mencorong sinar tajam dari balik mata Dewi In Un,
katanya kemudian:
"Jikalau cianpwee memang tidak bermaksud menegur atau marah
kepada kami, boanpwee masih ingin melakukan suatu percobaan
lagi."
Agaknya Kakek berbaju ungu itu merasakan hatinya bergetar
keras, namun diluarnya dia tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahh-haaah-percobaan macam apakah yang kau
inginkan?"
"satu-satunya yang bisa dicoba hanya ilmu silat, boanpwee ingin
berbuat lancang dengan menyuruh keempat orang Lengcu anak
buahku untuk bertarung sebanyak tiga jurus dengan diri
Locianpwee."
"Hahahaha " Kakek berbaju ungu itu menggunakan gelak tertawa
yang keras untuk menutupi perasaan tidak tenangnya, akhirnya dia
menatap lawannya tajam-tajam dan berkata :
"Aku adalah sahabat karib leluhurmu, masa sekarang harus
bertarung melawan angkatan muda dari empat generasi dibawah
ku?"
Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh :
"yaa, sebab hanya dengan cara inilah keaslian cianpwee baru
bisa diketahui, apakah cianpwee tidak berharap rasa curiga
boanpwee sekalian hilang sama sekali?"

Kakek berbaju ungu itu berpikir berapa saat lamanya, lalu berkata
:
"Cara seperti ini sama sekali tak masuk diakal.. "Tapi sejenak
kemudian dia telah berkata lagi:
"Namun aku punya sebuah usul yang lain? entah usul macam
apakah itu?"
"Walaupun aku enggan bertarung sendiri melawan kalian, tapi
pelayan tuaku ini bisa menemani kalian untuk bermain beberapa
gebrakan"
"siapa saja yang turun tangan, rasanya juga sama saja," kata
Dewi In Un sambil tertawa. Kemudian setelah berhenti sejenak,
lanjutnya :
"Bila pelayan cianpwee memiliki ilmu silat yang jauh melebihi
kemampuan kami, sudah jelas kepandaian silat cianpwee jauh lebih
hebat lagi, tentu saja kami tak perlu curiga lagi."
Kakek berbaju ungu itu tertawa terbahak-bahak, dia segera
berpaling seraya berseru:
"Ang tua"
Pelayan tua yang berdiri dibelakangnya segera maju kedepan dan
menyahut. "Hamba siap"
"Apa yang telah kami bicarakan barusan, tentunya sudah kau
ketahui, bukan? Nah, coba kau yang melayani beberapa orang itu
untuk bermain beberapa gebrakan"
"Hamba turut perintah"
Dewi In Un segera berkata pula sambil tertawa girang :
"Maafkan kelancangan boanpwee ini"
Dengan cepat dia mengulapkan tangannya, seorang dayang
berpakaian ringkas segera muncul sambil menyodorkan sebilah
pedang.
Cun hong Lengcu, Hee im Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu pun tidak menunggu perintah lagi serentak meloloskan
pedang masing-masing dan mengurung pelayan tua ditengah arena.
sambil mempersiapkan tongkat berbentuk anehnya, pelayan tua
itu berkata secara tiba-tiba sambil tertawa :
"Lapor cukong"
"Ada apa?" Tanya si Kakek berbaju ungu agak tertegun.
"Pertarungan ini merupakan pertarungan mati hidup ataukah
Wanya terbatas saling menutul?"

"Tentu saja hanya terbatas saling menutul, masa pertarungan
harus berlangsung antara mati dan hidup,.ingat, kau tak boleh
melukai siapapun diantara mereka"
"Hamba turut perintah"
sementara itu Dewi In Un telah mengayunkan pedang sambil
melancarkan sebuah tusukan ke depan, serunya kemudian:
"Maaf boanpwee menyerang lebih dulu"
Pelayan tua itu sama sekali tidak bergerak dari posisinya semula,
namun ujung tongkatnya yang naga bukan ular bukan itu segera
dilancangkan tiga kali.
Ketika serangan yang dilancarkan Dewi In Un membentur diatas
bayangan tongkat tersebut, terdengar suara dentingan yang amat
nyaring, ternyata serangan tersebut sudah terbendung sama sekali.
Padahal Dewi In Un bukan menyerang secara sungguhan,
dengan berbuat demikian pertama, dia hendak member petunjuk
kepada keempat Lengcu dan kedua, dia ingin mengamati aliran ilmu
silat dari pelayan tua tersebut.
Mendadak terdengar keempat orang Lengcu itu membentak
keras, keempat bilah pedang mereka berkelebat memenuhi angkasa
dan melakukan pengepungan dari empat arah delapan penjuru.
sebaliknya Dewi In Un segera menarik kembali pedangnya sambil
mundur sejauh tiga langkah.
Dalam waktu singkat, cahaya tajam telah memenuhi angkasa.
Hawa pedang mederu-deru, seluruh badan pelayan tua itu sudah
terkurung oleh jarrtng pedang yang amat kuat. Pelayan tua itu
tertawa terbahak-bahak, segera serunya :
"IImu pedang yang amat bagus.coba lihat jurus naga ular menari
bersamaku ini"
sementara si pelayan tua tersebut masih terkurung oleh lapisan
hawa pedang yang diciptakan keempat bilah pedang tersebut,
mendadak tampak bayangan tongkat menerobos ketengah angkasa,
lalu bagaikan deruan angin topan segera menyambar keempat
penjuru.
serangan dahsyat ini bukan saja telah menjebolkan bayangan
pedang yang berlapis-lapis, lagipula dalam beberapa putaran saja
seluruh cahaya pedang yang berkilauan telah terdesak balik kembali-
Akhirnya tampak bayangan toya dan cahaya pedang lenyap
semuanya hingga tak berbekas, dengan wajah amat terperanjat
keempat orang Lengcu itu mengundurkan diri kebelakang.

sebaliknya pelayan tua itu tetap berdiri dengan senyuman
dikulum, seolah-olah tak pernah terjadi pertarungan apa pun disitu.
Baru saja pertarungan berhenti tiba-tiba, terdengar Dewi In Un
membentak keras laksana sambaran petir cepatnya dia menyergap
pelayan tua tersebut.
sergapan yang dilakukan sangat mendadak ini sungguh luar
biasa, hal tersebut membuat si Kakek berbaju ungu yang berada
disisi arena menjadi amat terperanjat, serangan yang hebat seru si
pelayan tua sambil tertawa bergelak-Bayangan tongkat segera
menyambar kemuka menyongsong datangnya serangan itu.
Terdengar suara desingan angin tajam menderu-deru diseluruh
ruangan, tapi sejenak kemudian suasana telah berubah menjadi
sunyi kembali.
Kini suasana sepi yang luar biasa mencekam Perasaan setiap
orang, sementara Dewi In un kelihatan masih berdiri termangu
ditempat semula, senjata panji kupu-kupunya masih berada juga
ditangannya.
.....
sipelayan tua itu berdiri lebih kurang lima depa dihadapanny a,
tapi pada ujung tongkatnya kini telah bertengger sepasang kupukupu
yang sedang mementangkan sayapnya.
Bersambung ke jilid 29
Jilid 29
Ternyata ujung senjata panji kupu-kupu milik Dewi In Un telah
berubah menjadi gundul tanpa lambang andalannya.
Berapa saat kemudian Dewi In Un baru memburu kehadapan
Kakek berbaju ungu itu dan berkata sambil memberi hormat.
"Ternyata kau orang tua benar-benar adalah Kong ci cianpwee,
boanpwee..seharusnya memberi hormat sedari tadi."
Sembari berkata dia siap-siap berlutut untuk menjalankan
penghormatan besar.
"Tak usah begitu, tak usah begitu" cegah Kakek berbaju ungu itu
cepat. Kemudian setelah menghela napas, kembali katanya :
"Aaaai. menurut hasil pengamatanku tadi, ilmu kupu-kupu
terbang berpasangan yang kau gunakan sama sekali tidak berada
dibawah kesempurnaan kakekmu dulu"
"Cianpwee terlalu memuji," buru-buru Dewi In Un merendah.
Kemudian sambil mengulapkan tangannya kebelakang, dia berkata
lagi:

"Hayo cepat siapkan perjamuan, kita harus menyambut
kedatangan Kong ci Cianpwee dengan sebaik-baiknya."
Keempat orang Lengcu itu mengiakan dan siap mengundurkan
diri dari situ.
Tapi Kakek berbaju ungu itu segera mencegah, katanya :
"Tunggu dulu, tunggu dulu"
Agak tertegun Dewi In Un bertanya :
"Kalau toh kedatangan cianpwee untuk membantu boanpwee,
kenapa kau tak sudi menerima rasa hormat boanpwee?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak:
"Haa.haaaah-haaah bukan aku enggan menerima penghormatan,
tapi..." sesudah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan.
"Usiaku sudah hampir mendekati dua abad, meskipun selama ini
aku menggantungkan diri pada kasiat bibit waru kutub untuk
menyambung hidupku, namun hal tersebut menyebabkan kami
mempunyai kelainan yaitu tidak seperti orang-orang biasa bersantap
semaunya sendiri, apalagi makan daging dan minum arak, hal ini
sudah menjadi pantangan untukku,"
" ooooh, rupanya begitu, tapi cianpwee.."
"setiap harinya aku Cuma makan buah-buahan dan minum air
putih untuk menyambung hidup, bilamana perlu paling banter
ditambah dengan sayur-sayuran serta kueh"
"Kalau begitu boanpwee akan sediakan apa yang kau harapkan?
"seru Dewi In Un segera-Kembali Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Makan dan minum adalah soal kecil, nah kalau toh
kecurigaanmu telah hilang, mari kita berbicara tentang masalah
besar-"
"Mohon petunjuk dari Cienpwee " kata Dewi In Un serius-setelah
termenung sebentar. Kakek berbaju ungu itu berkata :
"Kini, tempat tersembunyi, kalian dibukit Cian san telah diketahui
oleh umat persilatan, aku rasa kawanan jago silat dari pelbagai
aliran telah berbondong-bondong datang kemari serta mengepung
seluruh bukit Cian san ini rapat-rapat"
Dengan kening berkerut. Dewi In Un segera berseru:
"sudah pasti keempat budak asing dari Kho Beng yang telah
membocorkan rahasia ini, hmmm Cepat atau lambat aku pasti akan
mencincang tubuh keempat orang budak asing itu hingga hancur
berkeping-keping-"

Lalu sambil menatap wajah Kakek berbaju ungu, kembali katanya
:
"Apakah cianpwee mendapat kabar kalau Kho Beng hendak
datang kemari?"
"sebetulnya Kho Beng hendak datang kemari, tapi niatnya segera
dihalangi oleh para jago lainnya"
"siapa yang menghalangi niatnya itu?" Tanya Dewi In Un sambil
menahan rasa bencinya.
"Hwesio daging anjing, pelajar rudin Ho Heng, Bu wi lojin serta
seorang lagi yang bernama Thian cun yang."
"Thian cun yang?" Dewi In Un kelihatan agak tertegun, siapa sih
Thian cun yang itu? orang itu adalah cucu Bu khek sian, satu
diantara tiga dewa see gwa sam sian.
"Hmm, aku benci kepadanya, kalau bisa hendak kumakan daging
tubuhnya mentah-mentah?" teriak Dewi In un penuh kebencian.
"ya a, akupun seperti juga dirimu, sangat membenci orang
tersebut, dan kerena inilah aku harus datang kemari menemui
dirimu."
"Entah bagaimanakah rencana mereka?" Tanya Dewi In un lagi
sambil meng kertak giginya kencang- kencang.
"Langkah pertama adalah mengepung bukit ini, kemudian pada
langkah kedua yaitu setelah para jago dari pelbagai aliran berkumpul
disini, mereka hendak lancarkan serangan secara besar-besaran
untuk menghancurkan gua pengikat cinta."
Dewi In Un segera tertawa tergelak:
" Haaaaahh..haaaahhh.haaahhh..apakah mereka berkeyakinan
akan berhasil?"
Kakek berbaju ungu itu tertawa getir.
"Terlepas akan berhasil atau tidak, yang pasti tindakan mereka ini
cukup serius dan harus kita perhitungkan."
"Tapi paling tidak. Kho Yang ciu toh masih berada dalam
cengkeramanku?"
Kembali Kakek berbaju ungu itu tertawa tergelak:
"Haaaahh-haaahhhhhaaahhh. Kho yang ciu hanya bisa
dipergunakan untuk mengancam Kho Beng, tapi tak mungkin bisa
dipakai untuk mengancam para jago persilatan lainnya."
Lalu setelah berhenti sejenak, dengan nada yang berat dan
wajah yang serius, dia berkata lebih jauh:

"Kau harus ingat, Kho Yang ciu adalah Kedele Maut, dia telah
banyak membunuh umat persilatan didunta ini, walaupun Bok cuncu
dari pihak siau lim si telah tampilkan diri sebagai penengah untuk
menghentikan pertumpahan darah sementara waktu, namun rasa
benci bukan berarti sudah hilang dengan begitu saja, bayangkan
sendiri, apakah mereka bersedia mengurusi keselamatan hidup Kho
Yang ciu yang mereka benci itu?"
Dewi In Un berjalan mondar mandir dengan wajah bingung,
akhirnya sambil meng kertak giginya, serunya :
"Yang paling kukuatirkan sekarang adalah kedua lembar kitab
pusaka Thian goan bu boh, bila Kho Beng menolak datang,
bagaimana mungkin harapanku bisa tercapai?"
Kakek berbaju ungu itu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya kemudian.
"Menurut pendapatku, masalahnya sekarang bukan terletak pada
kitab pusaka Thian goan bu boh, andaikata keturunan dari sam sian,
para jago Pat huang dan jago-jago lihai dari pelbagai partai telah
berdatangan semua kemari, sudah pasti keadaan yang kritis akan
kita hadapi."
"Lantas menurut locianpwee. "
Kakek berbaju ungu itu tertawa :
"Aku mempunyai sebuah akal yang bagus sekali, siapa tahu
bukan dua kedua lembar kitab pusaka tersebut berhasil kita peroleh,
bahkan bisa lolos dari kepungan para jago-"
"Bagaimana rencana locianpwee?" Tanya Dewi In Un gelisah-
"Dimanakah Kho Yang ciu sekarang?" tiba-tiba Kakek berbaju
ungu itu bertanya sambil tertawa.
Dewi In Un berpikir sejenak, kemudian sahutnya :
"Ia sudah kusekap disuatu tempat yang amat rahasia, tak
mungkin akan terjadi apa-apa atas dirinya."
Dari perkataan tersebut sudah jelas dia enggan membocorkan
rahasia letak penyekapan tersebut.
Kakek berbaju ungu tertawa :
"Dewasa ini kawasan jago yang berkumpul dibawah bukit belum
banyak jumlahnya, kita bisa memanfaatkan kegelapan malam untuk
meninggalkan bukit ini, setelah itu biar kuutus kacungku untuk
mengundang Kho Beng agar mendatangi suatu tempat yang lain
guna menukar encinya dengan kedua lembar kitab pusaka tersebut."

Agak tergerak hati Dewi In Un setelah mendengar perkataan itu,
segera ujarnya :
"siasat cianpwee ini memang angat bagus tapi andaikata jejak
kita sampai diketahui oleh para jago hingga dilakukan penguntitan
secara diam-diam, bukankah"
"Tentang soal inipun, aku telah memikirkannya secara masakmasak,"
sambung Kakek berbaju ungu itu cepat,
"sampai saatnya aku akan membawa kacung dan pelayanku
untuk melakukan pembasmian secara besar-besaran terhadap orang
yang menguntil kita itu?"
Dewi In Un berpikir sebentar, lalu katanya lagi:
"Kalau toh Kho Beng dicegah kepergiannya oleh para jago, ini
berarti ia pasti ada disekitar kawanan jago tersebut, lantas dengan
cara bagaimana kau hendak menghubungi dia?"
"Bila kaupercaya kepadaku, seharusnya percaya pula bahwa aku
mempunyai cara yang terbaik untuk melakukan kesemuanya ini."
"Tentu saja boanpwee percaya kepada cianpwee," tapi-Tapi ia
segera berhenti berbicara dan kelihatan ragu-ragu. Dengan nada
menyelidik. Kakek berbaju ungu itu berkata lagi:
"Kau tidak seharusnya ragu-ragu dan mesti mengambil keputusan
dengan cepat untuk melaksanakan rencana ini, sebab aku takut
terjadi perubahan atas situasi di tempat ini."
Dewi In Un termenung beberapa saat, kemudian katanya dengan
suara lantang :
"Baiklah, aku akan menuruti petunjuk cianpwee dan
melaksanakan rencanamu itu."
Kepada Cun hong Lengcu segera bentaknya : "Cepat ajak Kong ci
cianpwee untuk beristirahat dikamar tamu."
Kakek berbaju ungu itu Nampak agak tertegun, kemudian sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali ia berseru:
"Kalau toh anda telah menerima usulku seharusnya kita
berangkat sekarang juga, ketahuilah persoalan ini tak dapat ditunda
tunda lagi."
Dewi In Un tersenyum:
"Boanpwee mengerti, tapi tempat ini merupakan salah satu
pangkalan yang kubangun didaratan Tionggoan sebagai pengganti
markas, sebelum meninggalkannya aku mesti meninggalkan pesan
dan mengatur segala sesuatunya lebih dulu."

"Baiklah, paling baik kita bisa memanfaatkan setiap waktu yang
ada, paling tidak sebelum kentongan kelima nanti kita sudah mest
turun gunung."
Dewi In Un tertawa misterius.
"Boanpwee mengerti, lebih kurang pada kentongan keempat
nanti kita pasti berangkat, nah silahkan cianpwee beristirahat
sebentar, toh kau baru saja menempuh perjalanan jauh."
Kemudian setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Apabila menjumpai musuh tangguh dibawah bukit nanti, aku
masih memohon bantuan dari cianpwee-"
Kakek berbaju ungu itu tak banyak berbicara lagi, dia tertawa dan
manggut-manggut lalu mengikuti Cun hong Lengcu menuju
keruangan tamu.
yang dimaksudkan sebagai ruang tamu tak lebih Cuma sebuah
gua yang agak lebar, didalamnya tiada meja, tiada pembaringan
ataupun bangku, yang tersedia hanya tiga lembar kasur yang
terletak dekat dinding ruangan.
sambil tertawa dan memberi hormat, Cun hong Lengcu berkata :
"Locianpwee sekalian adalah jago-jago silat yang luar biasa,
tentunya kalian tidak membutuhkan pembaringan bukan?"
"yaa" kakek itu manggut-manggut. "Asal ada sebuah kasur duduk
sudah lebih dari cukup."
"Apakah locianpwee masih ada pesan lain." Tanya Cun hong
Lengcu kemudian sambil memperhatikan sekejap keadaan
disekeliling tempat itu.
"sudah tak ada lagi."
"Kalau begitu hamba hendak mohon diri lebih dulu." Ia
membalikkan badan dan segera berlalu dari sana-
Menanti Cun hong Lengcu sudah pergi meninggalkan ruangan.
Kakek berbaju ungu itu baru menghembuskan naIas panjang sambil
bergumam:
"ooooh, sungguh berbahaya, sungguh berbahaya"
"Kalau hendak berbincang-bincang lebih baik kita pergunakan
ilmu menyampaikan suara, hati-hati kalau ada yang menyadap
pembicaraan kita dari ruang sebelah, kalian toh bisa membayangkan
apa yang bakal terjadi andaikata penyamaran kita ketahuan."
Ternyata pelayan tua ini adalah si kakek tongkat sakti, dengan
sendirinya yang menyamar sebagai si kacung adalah Chian sian kun.

Kho Beng memperhatikan sekejap keadaan disekeliling tempat
itu, kemudian katanya dengan ilmu menyampaikan suara :
"Menurut penglihatan cianpwee, apakah saruanku ada yang
kurang beres atau mencurigakan?"
"yang tak beres sih tak ada, namun Dewi In Un adalah seorang
manusia yang banyak curiga, ditinjau dari sikapnya yang enggan
menyebutkan tempat penyekapan encimu serta sikapnya yang
menolak berangkat sekarang juga, dapat diketahui bahwa rasa
curiga yang mencekam hatinya masih amat tebal."
"Menurut pandangan cianpwee, tindakan apakah yang bakal dia
lakukan?" Tanya Chin sian kun tiba-tiba.
Kakek tongkat sakti berpikir sebentar, lalu sahutnya :
"Paling tidak dia akan mengirim beberapa orang pembantunya
yang terpercaya untuk turun gunung dan melakukan penyelidikan
yang seksama."
"seandainya dibawah bukit sana ia tak berhasil menemukan
kawanan jago yang dikatakan telah mengepung bukit, bukankah
semua hasil penyaruan kita bakal terbongkar?"
"ya a, apa boleh buat, sampai waktunya terpaksa kita harus
mencarikan alasan yang lain untuk mengelabui dirinya."
Dengan perasaan tak tenang Kho Beng meremas-remas tangan
sendiri, lalu katanya :
"Boanpwee mempunyai sebuah akal yang amat menyerempet
bahaya, apakah."
"Akal busuk apa yang berhasil kau temukan?" Tanya Kakek
tongkat sakti sambil tertawa, setelah menghela napas Kho Beng
berkata :
"Disaat cianpwee melangsungkan pertarungan melawan dirinya
tadi, apakah sudah kau cona keampuhan tenaga dalam serta ilmu
silatnya."
Kemudian tanpa menantikan jawaban dari Kakek tongkat sakti,
dia berkata lebih jauh :
"Menurut penglihatan boanpwee, tampaknya dia jauh dari apa
yang kita bayangkan semula, tampaknya sekali gempuran saja
sudah cukup membuatnya keok."
Dengan cepat Kakek tongkat sakti menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya :
"Maaf, kalau terpaksa aku mengucapkan kata-kata yang bakal
melemahkan semangat, tadi aku Cuma menggunakan dua jurus

tipuan saja untuk meraih kemenangan, andaikata harus bertarung
dengan menggunakan ilmu silat sejati, jangan lagi ditambah empat
orang lengcu tersebut, hanya Dewi In Un seorangpun sudah lebih
dari cukup untuk membuatku kerepotan."
"Waaaah-kalau begitu mah susah untuk dikerjakan" ucap Kho
Beng tertegun;.
"sekarang marilah kita jangan menyinggung soal lemah atau
hebatnya ilmu silat, coba kau beberkan dulu semua rencanamu yang
sebenarnya."
"Maksud boanpwee pertama kita bekuk dulu salah seorang jago
tangguh anak buah Dewi In Un untuk memaksanya menunjukkan
tempat penyekapan ciciku dan menolongnya kabur dari sini."
setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Andaikata perbuatan kita ketahuan, maka kita lakukan
perlawanan segigih mungkin, kalau bisa bahkan kita tumpas siluman
perempuan In Un serta membumi ratakan gua ini.
"Kalau dibicarakan sih kelihatannya sangat mudah," kata Kakek
tongkat sakti serius,
"tapi untuk dikerjakan, mungkin banyak ancaman bahaya yang
akan kita jumpai."
"Jadi menurut pendapat cianpwee, apakah kita harus menunggu
disini?"
"Bukankah siluman perempuan In Un telah bilang, tak sampai
kentongan keempat nanti kita akan berangkat? Lebih baik kita
tunggu saja sampai kentongan keempat nanti. Andaikata sampai
kentongan keempat belum juga ada sesuatu gerakan? Terpaksa kita
harus melaksanakan sesuai dengan rencanamu tadi-" sahut Kakek
tongkat sakti dengan suara berat.
Maka mereka bertiga pun tercekam dalam keheningan dan
kesuraman.
Waktu berlalu bagaikan siput yang merangkak, dengan susah
payah kentongan ketiga telah dilewatkan, ketika mereka mencoba
untuk mengamati disekitar sana, terasa suasana hening sepi tak
bersuara barang sedikitpunjua. Akhirnya kentongan keempat pun
sudah lewat.
Kho Beng segera melompat bangun, dengan ilmu menyampaikan
suara segera bisiknya kepada Kakek tongkat sakti serta Chin sian
kun.

"Kini kentongan keempat sudah lewat, aku lihat gelagat rada
kurang beres"
sambil turut berdiri. Kakek tongkat sakti berkata pula :
"ya a a, nampaknya siluman perempuan In Un memang banyak
akal muslihatnya, dia susah sekali tertipu, terpaksa kita harus
mengambil tindakan berikut."
"Kalau memang begitu boanpwee.."
Disaat ketiga orang tersebut hendak mengambil suatu tindakan,
mendadak terdengar suara langkah kaki manusia berkumandang
datang dari kejauhan sana-
Buru-buru Kho Beng mundur berapa langkah dan duduk kembali
ditempat semula, demikian pula dengan Kakek tongkat sakti serta
Chin sian kun, masing-masing duduk kembali ditempatnya sendiri-
Tak lama kemudian, suara langkah kaki manusia itu berhenti
diluar gua, lalu terdengar seseorang mengetuk pintu disusul suara
Hee im Lengcu Li sian soat berseru: "Kong ci cianpwee"
Kho Beng melemparkan pandangannya sekejap kearah Kakek
tongkat sakti serta Chin sian kun, kemudian dengan menggunakan
nada suara yang tua dan serak katanya : "Pintu tak terkunci,
silahkan masuk"
Pintu ruangan segera dibuka orang, lalu tampak Li sian soat
dengan senyuman dikulum masuk kedalam ruangan, katanya sambil
memberi hormat,
"silahkan Kongci cianpwee berangkat?"
"Kemana?" Tanya Kho Beng sementara hati kecilnya merasa amat
terperanjat-
"Hey, bukankah suhu telah berunding dengan Kong ci cianpwee?
Kini kentongan keempat sudah lewat, kita harus sebera berangkat
menuruni bukit."
"Mengapa suhumu tidak datang sendiri?" tegur Kho Beng dengan
kening berkerut. Li sian soat sebera tertawa manis:
"semestinya guru harus datang sendiri, tapi sayang guruku terlalu
sibuk sehingga kami memohon maaf kepada locianpwee."
sementara Kho Beng masih tetap sangsi, tiba-tiba terdengar
Kakek tongkat sakti berbisik dengan ilmu menyampaikan suara-
"Banyak bertanya menimbulkan kecurigaan, ikuti saja ajakannya"
Kho Beng segera bangkit berdiri, katanya kemudian sambil
tersenyum.
"Kalau begitu silahkan anda membawa jalan,"

"silahkan cianpwee"
kata Li sian soat sambil menyingkir.
Kho Beng tidak sungkan-sungkan lagi dan segera berjalan
menuju keluar. Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun mengikuti
dibelakangnya.
Dibawah petunjuk Li Sian soat, mereka menelusuri jalan yang
berbelok-belok dan keluar dari gua pengikat cinta.
Waktu itu kentongan keempat sudah lewat, langit masih gelap,
hembusan angin pagi mendatangkan rasa bergidik bagi siapapun.
Kho Beng mencoba untuk memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu, tampak suasana dibukit itu sangat hening, sepanjang
perjalanan ternyata mereka tak bersua dengan seorang anggota
partai kupu-kupu pun.
Li sian soat sama sekali tidak menghentikan langkahnya, ia
mengajak mereka bertiga menuju kebelakang bukit.
Kho Beng segera menghentikan langkahnya sambil menegur:
"Tunggu sebentar"
"Locianpwee masih ada pesan apa?" Tanya Li sian soat sambil
berpaling dan tersenyum,
"sebenarnya gurumu berada dimana?" tegur Kho Beng.
"suhu telah melaksanakan pesan locianpwee dengan menitahkan
sebagian anak buahnya turun gunung lebih dulu, sekarang mereka
sedang menunggu didepan sana."
Buru-buru Kho Beng berbisik kepada Kakek tongkat sakti dengan
ilmu menyampaikan suara :
"Tampaknya keadaan tak beres, cianpwee Keadaan sudah begini,
terpaksa kita harus mengikuti perubahan menurut keadaan situasi."
Kho Beng tidak berbicara lagi, dia melanjutkan perjalanannya
dengan langkah lebar-
Setelah berjalan menuruni puncak tebing lebih kurang satu li,
tanah perbukitan didepan sana Nampak makin terjal, batuan karang
berserakan dimana-mana, dalam suasana kabut pagi, tempat itu
Nampak lebih seram dan mengerikan. Buru-buru Kakek tongkat sakti
berbisik dengan ilmu menyampaikan suara :
"situasi yang dihadapi makin tak menguntungkan bagi kita, kau
mesti bersikap lebih hati-hati."
sementara itu Kho Beng telah memperlambat langkahnya, lalu
dengan wajah serius tegurnya:

"Mengapa kau mengajak aku menelusuri jalanan yang begini
berbahaya?"
Ternyata Kho Beng belum pernah melihat tempat tersebut
sebelumnya. sambil tersenyum Li sian soat berkata :
"Tempat ini adalah tempat yang sengaja dipilih suhu"
Kemudian setelah berhenti sejenak, sambungnya lebih jauh.
"Walaupun jalanan disini amat sulit dilalui, namun aman sekali,
tak mungkin kita akan menjumpai para jago yang mengepung bukit-
"
Kho Beng tak dapat berbicara lagi, terpaksa dia melanjutkan
perjalanannya menuju kedepan dengan langkah pelan, disamping itu
secara diam-diam ia pun mempersiapkan diri sebaik-baiknya guna
menghadapi setiap perubahan yang tak diinginkan.
setelah berjalan lebih kurang lima puluhan kaki lebih, bukit yang
dilalui semakin menanjak dan curam, kabut yang menyelimuti sekitar
tempat situpun bertambah tebal. Demikian tebalnya sampai
pemandangan yang berada beberapa kaki didepan matapun susah
dilihat.
Mendadak Li sian soat menghentikan langkahnya sambil berkata :
"suhu menanti kedatangan cianpwee didepan sana"
Lalu dengan suara lantang serunya : "Lapor suhu, Kong ci
cianpwee telah datang"
Baru selesai perkataan itu diucapkan, dari belakang sebuah batu
besar telah muncul sesosok bayangan manusia-
Dewi In Un bagaikan sesosok sukma gentayangan telah
melayang turun keatas tanah, dibelakang tubuhnya mengikuti dua
orang nenek beserta Cun hong Lengcu, Ciu hoa Lengcu serta Tang
soat Lengcu. Tampak dia menegur sambil tertawa :
"Kong ci cianpwee, tentunya persiapan yang dilakukan ini sangat
cocok bukan?"
"Bagus sekali" Kho Beng tertawa paksa,
"kecerdasan maupun akal anda tiada jauh berbeda dengan
kehebatan sobat karibku itu."
Dewi In Un tertawa, katanya lagi:
"Dia adalah kakekku, tentu saja terdapat banyak kesamaan
diantara kami-"
"Haaaahhh-haaahhh-haaahhh-benar juga perkataan itu-" Kho
Beng tertawa bergelak-Kemudian setelah berhenti sejenak, dengan
nada menyelidik katanya lagi:

"Mana encinya Kho Beng yang bernama Kho yang ciu itu?"
Dewi In Un tertawa hambar:
"Tak perlu cianpwee kuatirkan, boanpwee telah mengirim jago
jago pilihan untuk menghantarkannya pergi kesuatu tempat yang
aman dan rahasia sekali,"
sekali lagi Kho Beng merasakan hatinya bergetar keras.
"Tak nyana kau memang hebat sekali..mari kita berangkat"
siapa tahu Dewi In Un sama sekali tidak menggerakkan
tubuhnya, malah sambil tertawa seram katanya:
"Tunggu sebentar"
"Masih ada urusan apa lagi?" Tanya Kho Beng dengan perasaan
terperanjat. Dewi In Un menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya :
"Tak ada apa-apa, hanya saja."
Dengan matanya yang licik dia memandang sekejap sekitar
tempat itu, kemudian berkata lebih jauh:
"Tiba-tiba boanpwee teringat akan suatu masalah yang sering kali
disinggung ayahku, soal apa?"
terpaksa Kho Beng harus berlagak tenang.
"Kong ci cianpwee adalah tuan penolong partai kupu-kupu kami,
tiga generasi menurun, kami selalu teringat akan budi kebaikan itu
dan tak pernah melupakannya, Hulah sebabnya ayah sering
menyingung tentang kejadian tersebut,"
sambil tertawa paksa Kho Beng menjawab :
"Aku dan saudara Thian it adalah sahabat karib, sudah
sepantasnya kalau kami tanggung bersama semua kesulitan yang
dihadapi, persoalan semacam ini apa gunanya disinggung terus? "
Dewi In Un tidak menggubris, kembali dia berkata :
"Ayah sering memuji akan kehebatan ilmu meringankan tubuh
yang dimiliki Kong ci cianpwee, konon sekali lompatan bisa mencapai
seratus kaki, itulah sebabnya cianpwee dikenal orang sebagai si
naga terbang dari see ih."
Kho Beng terperanjat sekali, buru-buru dia berseru:
"Aaaah, kepandaian kucing kaki tiga, tak terhitung seberapa."
"Mengingat cianpwee telah melatih diri hampir seabad lamanya,
aku percaya ilmu meringankan tubuh locianpwee pasti sudah luar
biasa sekali, paling tidak untuk melompat sejauh seratus kaki bukan
menjadi masalah."
"ooooooh," tentu saja Kho Beng tertawa paksa,

"tapi dalam keadaan dan situasi seperti ini, apa sebabnya aku
menyinggung tentang masalah tersebut?"
"Boanpwee belajar ilmu silat dari ayahku semenjak masih kecil.
Dengan melatih diri secara tekun selama dua puluh tahun lamanya
hampir boleh dibilang semua kepandaian yang dimiliki ayahku telah
kupelajari semua, meski aku belum berani menjagoi seluruh dunia
persilatan, namun kemahiranku sekarang masih terhitung tingkat
atas, meski begitu dalam kenyataan boanpwee suma bisa meloncat
sejauh sepuluh kaki saja, jadi bila dibandingkan dengan kemampuan
cianpwee, sesungguhnya masih selisih sepuluh kali lipat."
"Asal kau mau melatih diri lebih tekun tak sulit untuk mencapai
ke tingkat seperti itu." Tukas Kho Beng.
Tapi Dewi In Un segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya :
"Tidak- Menurut apa yang boanpwee ketahui, ilmu naga terbang
yang dimiliki Kong ci cianpwee bukan saja merupakan ilmu maha
sakti, mungkin tiada orang kedua didunia ini yang mampu melompati
jurang selebar seratus kaki, oleh sebab itu"
sambil tersenyum dia segera menutup mulut dan tidak berbicara
lagi.
Diam-diam Kho Beng amat gelisah- Tapi perasaan tersebut tak
berani ditunjukkan keluar, terpaksa dia balik bertanya :
"oleh sebab itu kenapa? Mengapa kau tidak melanjutkan
perkataanmu itu?"
"Boanpwee ingin menambah pengalaman dengan menyaksikan
kepandaian cianpwee yang mampu melompat sejauh seratus kaki
itu"
Kho Beng segera menarik muka, tegurnya :
"Jadi kau hendak mencoba kemampuanku?"
Dewi In Un tidak menggubris, sambil menunding kedepan sana
kembali katanya :
"Didepan sana terdapat sebuah tebing jaraknya hanya delapan
puluh kaki dari sini, tapi dibawahnya terpentang sebuah jurang yang
dalamnya mencapai puluhan laksa kaki, meski begitu, aku percaya
dengan kemampuan Kong ci cianpwee yang hebat, jarak sejauh
delapan puluh kaki tentunya tak kaupandang sebelah mata bukan?"
"sesungguhnya apa maksudmu?" kembali Kho Beng menegur
dengan kening berkerut. Dewi In Un tertawa :

"Bukankah boanpwee sudah kemukakan dengan jelas sekali,
silahkan cianpwee mendemontrasikan kehebatanmu agar
pengetahuan dan pengalaman boanpwee bisa bertambah-"
"Kau memang suka bergurau" Kho Beng tertawa paksa,
"dalam keadaan dan situasi seperti ini, masa kau mengajukan
permintaan semacam ini?"
"Ketahuilah. Apa sih yang kurang beres dengan tempat dan
situasi disini?" tukas Dewi In Un.
Kembali Kho Beng dibuat tertegun.
"Musuh tangguh berada disekeliling kita, kitab pusaka pun belum
diperoleh, tentu saja kita wajib menyelesaikan persolan yang pokok
lebih dulu."
"Aaah, cianpwee kau seorang tokoh sakti yang tiada keduanya
didunia ini, masa persoalan sekecil inipun kaupikirkan didalam hati?"
"Paling tidak, tindakan semacam ini sudah merupakan sikap yang
kurang hormat kepadaku." Kata Kho Beng sambil menarik muka.
Buru-buru Dewi In Un memberi hormat:
"Untuk kelancangan ini boanpwee mohon maaf yang sebesarbesarnya,
tapi untuk membuktikan keaslian dari identitas kau orang
tua, mau tak mau terpaksa boanpwee harus mengambil tindakan
demikian ini."
Kho Beng benar-benar amat terperanjat. Tapi sedapat mungkin ia
mengunjuk sikap tenang. setelah mendengus, katanya:
"Apakah kau masih menaruh curiga terhadap identitasku? Kalau
berbicara sesungguhnya, memang demikian adanya Kenapa?" seru
Kho Beng gusar.
"Mungkin hal ini hanya merupakan firasat boanpwee, jadi tak
dapat kulukiskan dengan perkataan."
Lalu sambil menunding kedepan katanya lagi:
"Padahal apa yang boanpwee ajukan bukan termasuk suatu
masalah pelik, apalagi jarak sejauh delapan puluh kaki bukan suatu
pekerjaan yang terlalu sulit untuk cianpwee, disamping dapat
menghilangkan kecurigaanku, bisa menunjukkan pula kebolehanmu,
aku rasa cianpwee pasti tak akan menampik bukan."
Kho Beng mencoba memperhatikan tebing yang dimaksud,
tampak kabut tebal menyelimuti sekeliling tempat tersebut sehingga
sulit baginya untuk melihat keadaan disekitar sana dengan jelas,
tentu saja dia pun tak dapat mengukur berapa lebarkah jurang
tersebut sesungguhnya.

sementara dia masih berpikir, Chin sian kun telah berbisik dengan
ilmu menyampaikan suara.
"Kong cu tak boleh menyanggupi permintaannya, sudah jelas dia
telah mengetahui titik lemah dalam penyamaran kita sehingga
hendak menggunakan cara demikian untuk mencelakai kongcu."
Kho Beng segera menyahut pula dengan ilmu menyampaikan
suara•
"Apakah nona hapal dengan daerah perbukitan disekitar sini?"
"sama sekali tidak hapal, baru pertama kali ini aku berkunjung
kebukit Cian san, apalagi daerah disekitar sini, boleh dibilang aku
belum pernah mendatanginya."
"Akupun belum pernah mendengar kalau disini terdapat jurang
yang lebarnya delapan puluh kaki, mungkin saja dia hanya sengaja
hendak mencoba kita?"
sementara dia masih termenung. Kakek tongkat sakti telah
berkata pula dengan ilmu menyampaikan suara.
"Tampaknya siluman perempuan itu sudah berhasil mengetahui
penyamaranmu, kau tidak boleh menuruti permintaannya."
"Tapi sekarang kita sudah berada didalam perangkapnya,
yakinkah cianpwee untuk membebaskan diri dari perangkap bahaya
yang berada didepan mata?"
Kakek tongkat sakti menghela napas panjang.
"Aku akan berusaha keras untuk membendung siluman
perempuan In Un, kau nona Chin kaburlah secepatnya meninggalkan
tempat ini."
"Kita datang bersama-sama, sudah sewajarnya kalau mundur
bersama pula, boanpwee tak bisa meninggalkan cianpwee dengan
begitu saja, apalagi keempat Lengcu dan kedua orang nenek
tersebut merupakan jago jago yang berilmu tinggi, boanpwee..."
setelah termenung sebentar, dia meneruskan:
"Boanpwee rasa lebih baik biar kucoba dengan menyerempet
bahaya, siapa tahu nasibku mujur dan berhasil melampauinya."
Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun tidak berbicara apa-apa
lagi, sebab mereka semua telah berada dalam posisi maju tak bisa
mundurpun tak dapat, entah tindakan apa pun yang dilakukan,
boleh dibilang mereka pasti berada dipihak yang kalah. Terdengar
Dewi In Un berkata lagi sambil tertawa terkekeh-kekeh :
"Locianpwee, apa lagi yang mesti kaupikirkan? Toh permintaanku
hanya suatu urusan kecil?"

Kho Beng berpikir sebentar, kemudian sahutnya :
"Aku memang benar-benar harus memeras otak. sebab apabila
permintaanmu tidak kukabulkan, jelas akan menimbulkan
kesalahpahaman yang mendalam, sebaliknya bila kuturuti
permintaanmu, dengan kedudukanku sebagai sahabat karib
kakekmu, rasanya aku seperti dipecundangi oleh angkatan muda
saja."
Dewi In Un segera tertawa terkekeh-kekeh :
"Kalau Cuma soal ini mah cianpwee tak perlu kuatirkan, setelah
tiba ditebing seberang nanti boanpivee pasti akan berlutut dan
menyembah dihadapanmu sambil minta ampun, pokoknya aku tak
akan sampai membuat kau orang tua kehilangan muka."
"Baiklah" Kho Beng bergelak tertawa gembira, "rasanya bila aku
tidak menunjukkan kelihaian naga terbangku mungkin kau tak akan
mempercayai diriku dengan begitu saja."
"Tepat sekali silahkan locianpwee memperlihatkan kebolehanmu
itu."
sementara itu si Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun sudah
bermandi peluh dingin saking cemas dan gelisahnya, akan tetapi
mereka tak berdaya untuk mencegah, selain gelisah dalam hatinya
apalagi yang bisa diperbuatnya?
Kho Beng sendiripun merasa terkejut bercampur gelisah, akan
tetapi hanya satu jalan yang tersedia baginya saat ini, kecuali
melaksanakannya memang tiada cara lain yang lebih baik lagi.
Diam-diam dia menghimpun segenap tenaga dalam yang
dimilikinya, lalu sambil tertawa katanya:
"Nah, akan kutunggu kedatangan kalian di tebing seberang sana"
Tubuhnya Nampak melejit ke udara dengan kecepatan tingi,
sewaktu mencapai ketinggian tujuh delapan kaki, tubuhnya berputar
satu lingkaran lebih dulu kemudian melesat kedepan dengan
kecepatan luar biasa-
Namun kabut tebal yang menyelimuti sekeliling itu amat tebal,
bayangan tubuh Kho Beng seketika lenyap tertelan dibalik kabut
yang tebal dan hilang dari pemandangan.
Memandang hingga bayangan tubuh Kho Beng lenyap dari
pandangan mata. Dewi In Un baru berseru memuji:
"Ilmu gerakan tubuh yang sangat indah-"
Tapi menyusul kemudian ia tertawa terbahak-bahakTiraikasih
Website http://kangzusi.com/
"Apa yang kau tertawakan? " chin sian kun tak dapat menahan
diri lagi dan segera menegur.
Dewi In Un agak tertegun, lalu serunya :
"Walaupun usiamu kelihatan masih sangat muda, tapi kalau
dihitung-hitung tentu sudah mencapai seratus tahun lebih bukan?"
Merah jengah selembar wajah Chin sian kun, tapi segera
jawabnya :
"Tentu saja, tahun ini aku telah berusia seratus sembilan tahun"
"Waaah, kalau begitu akupun wajib menghormati dirimu" kata
Dewi In Un sambil tertawa.
"Kepandaian naga terbang yang dimiliki Kong ci cianpwee
memang sangat indah, hanya"
Kakek tongkat sakti sebera menukas :
"Majikan kami telah menunggu ditebing seberang, silahkan siancu
menyuruh orang mengajak kami kesana, kita harus segera
menyeberang ketempat tersebut,"
"sungguh tak beruntung, mungkin sulit baginya untuk bisa
mencapai ke tebing seberang"
Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun menjadi terperanjat
sekali- Dengan perasaan kaget dan cemas Chin sian kun menegur:
"Kenapa., apakah lebar jurang ini lebih dari seratus kaki?"
Dewi In Un menggeleng :
"Berbicara sejujurnya, luas jurang ini paling banter hanya empat
puluhan kaki-"
"Kalau hanya berjarak empat puluh kaki, atas dasar apa kau
menduga kalau majikan kami tak sanggup melampauinya?" tukas
Kakek tongkat sakti. Dewi In Un tertawa terbahak-bahak-
"Haaahh.haaaahh.haaahhh.mungkin ilmu meringankan tubuh
naga terbang yang dimiliki Kong ci cianpwee telah mengalami
kemunduran drastis, masa kalian berdua tak bisa melihat bahwa dia
paling banter Cuma dapat melampaui jarak sejauh enambelas kaki?
Bagaimana mungkin jurang tersebut bisa terlampaui?"
"sesungguhnya apa maksudmu?" tegur Kakek tongkat sakti
dengan penuh amarah-Kembali Dewi In Un tertawa tergelak-
"sepantasnya akulah yang mengajukan pertanyaan itu, bukankah
dia bukan si naga terbang dari see ih Kong ci Cu yang asli?
Bukankah Kong ci Cu sudah lama mati?"
Kemudian setelah memutar biji matanya, dia berkata lebih jauh :

"Walau dongeng yang kalian susun amat mengasyikan dan
memakan hati pendengar, sayang pada akhirnya kebohongan kalian
berhasil juga kubongkar."
Mendengar perkataan ini, dengan ilmu menyampaikan suara
Kakek tongkat sakti segera berbisik kepada Chin sian kun:
"Kini Kho Beng sudah terperosok kedalam jurang, kita tak boleh
melayani mereka dalam suatu pertarungan yang kelewat lama,
secepat mungkin kita loloskan diri dari kepungan mereka dan segera
turun kedasar jurang untuk menolongnya."
"Baik baik " sahut Chin sian kun cepat.
sementara itu Dewi In Un telah berkata lagi sambil tertawa
terbahak-bahak:
"sekarang tibalah saatnya bagi kalian untuk muncul dalam wujud
yang sebenarnya, siapakah kalian yang sebenarnya dan mengapa
mempunyai pikiran untuk berbuat demikian? "
sambil mengayunkan tongkat kepala ularnya si Kakek tongkat
sakti berkata :
"Berdasarkan tongkat andalanku ini, seharusnya kau dapat
menduga siapa gerangan diriku ini"
sambil berkata lantang ia lantas mengetuk ujung tongkatnya
keras-keras sehingga patung paisu yang semula berada disana
terlepas dari tempatnya, dengan begitu muncullah bentuk yang asli
yakni sebuah kepala ular-
Mula-mula Dewi In Un agak tertegun, tapi dengan cepat ia sudah
tertawa terkekeh-kekeh:
"Heeehhhheeehhhheehhh.rupanya si Kakek tongkat sakti,
pemimpin dati tokoh aneh dunia persilatan, waaah kalau begitu
maaf, aku bersikap kurang hormat."
Lalu dengan suara dalam katanya lebih jauh-
"Kalau begitu tak usah ditanya lagi, orang yang menyamar
sebagai Kong ci Cianpwee tadi tak lain adalah Hui im san ceng Kho
Beng-"
"Hmmm, kau pintar sekali" dengus Kakek tongkat sakti-
"Terima kasih banyak atas pujianmu" kata Dewi In Un bangga-
Kemudian sambil berpaling ke Chin sian kun, bentaknya pula keraskeras
:
"Dan kau, siapa dirimu?"
"Kau tak usah tahu" sahut Chin sian kun dengan penuh
kegusaran.

"HaaahWh.haaahhhaaahhhh.kedengarannya kau adalah seorang
wanita, kalau bagitu biar kucoba menebaknya, eeehm..aaah betul.
kau pasti siwalet terbang, sibudak dari marga Chin bukan"
"Tepat, memang nonalah orangnya " sahut Chin sian kun sambil
mengkertakkan gigi.
Untuk kesekian kalinya Dewi In Un tertawa terkekeh-kekeh,
nampaknya dia merasa amat gembira.
Dalam pada itu Kakek tongkat sakti telah memperhatikan sekejap
sekeliling tempat itu, kemudian bisiknya kepada Chin sian kun.
"Didepan tiada jalan, kita harus mundur dari sini "
dengan segera sambil menarik tangan chin sian kun, mereka
berdua serentak melompat m undur kebelakang.
Tapi sayang belakang mereka adalah tebing bukit yang terjal,
walaupun mereka bergerak mundur menuju kesana, ternyata Dewi
In Un tidak bermaksud mengejar, hanya gelak tawanya masih
kedengaran jelas sekali..
Baru saja Kakek tongkat sakti dan chin sian kun mundur sejauh
belasan kaki dari tempat semula, mendadak dari balik batu cadas
dikedua sisi jalan bermunculan belasan sosok bayangan manusia.
sambil munculkan diri, belasan orang tersebut serentak
mengayunkan sepasang telapak tangan mereka melepaskan pukulan
maha dahsyat kearah Kakek tongkat sakti serta Chin sian kun.
Tenaga gabungan dari belasan orang tersebut dalam waktu
singkat mencintakan segulung tenaga pukulan yang maha dahsyat,
sedemikian hebatnya tenaga pukulan itu sehingga rasanya susah
untuk dibendung oleh siapa saja..
Bukan hanya begitu, yang lebih mengerikan lagi adalah kesebelas
orang yang melancarkan serangan bersama-sama itu adalah
kesebelas pelindung hukum dari Dewi In Un. Padahal rata-rata
mereka memiliki tenaga dalam yang amat sempurna.
Berada dalam keadaan seperti ini, biarpun tenaga dalam yang
dimiliki Kakek tongkat sakti jauh lebih hebat pun susah rasanya bagi
kakek itu untuk membendung datangnya pukulan yang datang
secara tiba-tiba itu, apalagi dia sedang berada dalam posisi
berduaan.
selain daripada itu, serangan gabungan dari kesebelas pelindung
hukum pun meluncur datang laksana sambaran petir.
Dalam gugupnya terpaksa dia harus menyambut datangnya
serangan tersebut dengan posisi keras melawan keras.

Kasihan chin sian kun yang bertenaga dalam agak rendah, dia tak
mampu menghadapi pukulan tersebut dengan begitu saja, terpaksa
sambil mengerahkan tenaga dalamnya untuk melindungi badan, ia
menjatuhkan diri bergulingan diatas tanah-B la a a a mmmm- -
suara ledakan yang amat memekakkan telingan berkumandang
memecahkan keheningan malam. Dalam waktu singkat angin
pukulan menderu-deru, pasir dan batu beterbangan memenuhi
angkasa, begitu mengerikan keadaan waktu itu sehingga tak
ubahnya seperti dilanda gempa bumi dahsyat.
Menanti pasir dan batu sudah mereda, pemandangan disekeliling
tempat itu pun mulai Nampak dengan jelas.
Kakek tongkat sakti masih berdiri tegak dengan posisinya semula,
namun paras mukanya telah berubah hebat, tongkat kepala ularnya
juga telah tergetar lepas dari cekalannyasebaliknya
Chin sian kun yang menjatuhkan diri bergulingan
diatas tanah ternyata belum berhasil juga untuk meloloskan diri dari
musibah ini, dia tergetar sampai muntah darah dan roboh tak
sadarkan diri.
Disaat suasana telah mereda kembali, bergemalah suara langkah
manusia yang makin lama makin mendekat, tak lama kemudian
tampak kesebelas orang pelindung hukum Dewi In un. Nenek
penunjang langit, nenek perata bumi, keempat orang Lengcu
beserta sekawanan dayang berpakaian ringkas pelan-pelan maju
mengurung dan mengepung Kakek tongkat sakti ditengah arena-
Dalam keadaan begini Kakek tongkat sakti hanya membungkam
diri dalam seribu bahasa, ia menggertak gigi kencang-kencang,
sambil tersenyum, Dewi In un segera berkata :
"Aku dengar Kakek tongkat sakti yang menduduki kursi pemimpin
diantara tiga tokoh aneh dunia persilatan memiliki ilmu silat yang
amat hebat, kenapa dalam kenyataannya tak kuat menahan sebuah
gempuran pun?"
Lalu sambil menatap wajah Kakek tongkat sakti dengan sinar
matanya yang tajam. kembali dia menambahkan.
"Beranikah anda bertarung sekali lagi?"
Waktu itu Kakek tongkat sakti telah merasakan gejolak darah
yang amat deras didalam dadanya, ia sadar dirinya sudah terluka
maka setelah menatap sekejap Chin sian kun yang tergeletak tak
sadar diatas tanah, ia menghela napas sedih tanpa menyahut.
Dengan sombongnya Dewi In Un berkata lagi.

"Tidak berbicara pun tak menjadi masalah bagiku. Ketahuilah aku
mengharapkan suatu penyelesaian yang tuntas atas persoalan ini,
malam ini juga"
"Menurut pendapat anda, apa pula yang harus kulakukan? "
Kakek tongkat sakti balik bertanya dengan suara dalam. Dewi In Un
segera tertawa dingin:
"Dihadapanmu sekarang hanya tersedia dua pilihan, pertama
meneruskan pertarungan dan kedua mengaku kalah?"
Kakek tongkat sakti segera menghela napas panjang :
"Aaaaai, baiklah biar aku mengaku kalah-" Dewi In Un segera
tertawa tergelak.
"Haaahtyh>haaahhhhaaahhh.orang bilang Kakek tongkat sakti
pandai menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi, ternyata kabar
tersebut memang amat tepat. "
Kakek tongkat sakti tertawa sedih.
"Walaupun aku bersedia mengaku kalah, namun akupun ingin
mengajukan dua syarat."
"Tak ada salahnya untuk kau sebutkan asal syaratmu masih bisa
diterima dengan akal sehat, tentu saja dapat kukabulkan."
sambil menunjuk kearah Chin sian kun yang tergeletak tak
sadarkan diri. Kakek tongkat sakti berkata:
"gadis ini suci dan berhati mulia, tapi sekarang telah menderita
luka dalam yang cukup parah, kalian wajib mengobati luka dalamnya
itu"
"ooooh, kalau soal ini mah tanpa permintaan anda pun pasti kami
akan berbuat begitu"
Kemudian dengan suara dalam segera bentaknya :
"Tang soat Lengcu"
Buru-buru Tang soat Lengcu maju dua langkah kedepan seraya
menyahut:
"Tecu siap menerima perintah"
"segera gotong nona Chin kedalam gua dan obati luka dalamnya
dengan obat paling mujarab dari partai kita, kemudian utuslah orang
untuk melayani segala kebutuhannya secara baik"
"Tecu terima perintah"
Ia segera memanggil dua orang dayang untuk menggotong
Chinsian kun, setelah itu ia beranjak pergi meninggalkan bukit itu.
sepeninggal mereka. Dewi In Un baru berpaling kembali kearah
Kakek tongkat sakti, sambil katanya:

"Apakah anda masih ada syarat lain?"
"Kho Beng yang terjatuh kedalam jurang pasti sudah tewas,
bagaimanapun juga dia masih terhitung keturunan dari seorang
pendekar sejati dunia persilatan, kasihan kalau mayatnya harus
dibiarkan terlantar didasar jurang yang sepi, oleh sebab itu aku
berhasrat hendak menguburkan jenasah itu."
"Aku rasa cianpwee terlalu banyak urusan "
"Kenapa?" Tanya Kakek tongkat sakti agak tertegun.
"Dalamnya jurang ini paling banter hanya dua ratusan kaki,
berbicara dari ilmu meringankan tubuh yang diperlihatkan Kho Beng
tadi, tak mungkin dia sampai mati atau paling tidak sudah pasti akan
menderita luka dalam yang cukup parah, tujuan dari perbuatanku
sekarang tak lain adalah hendak menangkapnya hidup-hidup, tentu
saja aku tak bakal membiarkan dirinya terlantar disana."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Terus terang saja kukatakan, aku telah mengutus empat orang
dayang untuk menantikan kehadirannya didasar jurang sana."
"Kau benar-benar seorang wanita yang amat licik" seru Kakek
tongkat sakti sambil tertawa getir. Dewi In Un tertawa.
"Untung saja aku termasuk seorang yang amat menghormati
angkatan tua. Coba usia anda lebih muda berapa tahun saja, dengan
perkataanmu barusan, sudah pasti aku bakal menampar mulutmu
keras-keras."
Merah padam selembar wajah Kakek tongkat sakti lantaran
jengah, dia segera mendengus dan mengalihkan pembicaraan kesoal
lain, katanya kembali:
"Aku tetap bersikeras hendak menuruni jurang tersebut untuk
meninjau sendiri"
"Bukan hanya kau saja yang ingin turun kebawah, bahkan
akupun akan menyuruh anak buahku turun kesana guna menjemput
Kho Beng dan mempertemukan dirinya dengan encinya didalam gua
pengikat cinta."
"Kalau begitu anda boleh segera berangkat" kata Kakek tongkat
sakti cepat-Tapi Dewi In Un segera menggelengkan kepalanya
berulang kali, ia berkata :
"Maafkan diriku karena ada satu hal terpaksa harus menyiksa
dirimu sebentar, kuharap kau bersedia mengijinkan kepadaku untuk
menotok jalan darah Cian keng hiat diatas bahumu itu."

sambil menggertak gigi Kakek tongkat sakti tertawa dingin tiada
hentinya :
"Heeehhh-heeehhhhheeehhhh-setelah aku bersedia mengaku
kalah, mengapa tidak kuijinkan dirimu untuk menyumbat jalan darah
ku? silahkan anda segera turun tangan"
Kembali Dewi In Un tertawa hambar.
"Sayang akupun mengidap suatu penyakit yang aneh, yaitu
enggan mendekati kaum lelaki "
setelah berhenti sejenak, dengan suara dalam segera serunya :
"Tang huhoat, lebih baik kau saja yang mewakili diriku"
Dari kesebelas orang pelindung hukum segera muncul Tang Bok
kong, dia memberi hormat lebih dulu kepada Dewi In lalu kemudian
baru berpaling kearah Kakek tongkat sakti sambil berkata: "Maaf"
Jari tangannya segera bertindak cepat menotokjalan darah ciang
keng hiat dibahu kiri dan kanan kakek itu.
Dengan tertotoknya jalan darah Cian keng hiat maka sepasang
tangan Kakek tongkat sakti pun seketika berubah menjadi lumpuh
dan tak berbeda jauh dengan orang cacat-sambil tertawa paksa
kakek itu berkata kemudian,
"sekarang kita boleh berangkat bukan?" Dewi In Un tertawa-
"Tebing karang yang tersebar dibawah sana amat susah dilalui,
kini jalan darah Cian keng hiat anda sudah tertotok- aku kuatir gerak
gerikmu menjadi kurang leluasa-"
sambil berpaling segera serunya : "Cun hong, Hee im"
Cun hong Lengcu dan Hee im Lengcu sebera maju memberi
hormat:
"Tecu siap menerima perintah"
"Kalian berdua mendapat tugas untuk melayani kakek Ang secara
baik-baik, jangan biarkan dia sampai terjerumus kedalam jurang"
"suhu tak usah kuatir" kata Cun hong Lengcu segera.
Kepada Hee im Lengcu dia sebera memberi kode dengan
kerlingan mata kemudian mereka bersama-sama maju mendekati
Kakek tongkat sakti, ujarnya kemudian:
"Loya, silahkan jalan pelan-pelan, kami akan menuntunmu secara
hati-hati."
seraya berkata, satu berada dikiri yang lain disebelah kanan,
mereka segera mengempit ketiak Kakek tongkat sakti untuk dibantu
melakukan perjalanan.

Diam-diam Kakek tongkat sakti mengumpat dan menyumpahi
kekejian siluman perempuan tersebut, namun berada dalam keadaan
apa boleh buat, terpaksa dia hanya mengikuti kemauan mereka.
"Mari kita berangkat" ujar Dewi In Un kemudian sambil tertawa
hambar.
Dibimbing kedua orang nenek tersebut, mereka berbelok kesisi
kiri lalu turun kebawah jurang.
Ternyata tebing disisi kiri tak lebih hanya berupa sebuah tebing
yang menjorok kebawah, keadaan medannya tidak terlampau terjal
seperti apa yang diduga semula.
Mereka menelusuri tebing tersebut berjalan turun kearah bawah,
lebih kurang dua ratusan kaki kemudian, sampailah mereka didasar
jurang tersebut.
Ditengah dasar jurang terdapat aliran air sungai yang berliuk-liuk
diantara batuan karang yang amat besar, selain itu batu cadas pun
Nampak berserakan dimana-mana.
Dewi In un sekalian segera mempercepat langkahnya menuju
kearah mana Kho Beng terjatuh kedalam jurang tadi-
Kakek tongkat sakti dibawah bimbingan cun hong Lengcu dan
Hee im Lengcu berjalan dipaling belakang dengan begitu ia tak
sempat melihat secara jelas keadaan didepan.
Tapi secara tiba-tiba ia mendengar suara jeritan kaget yang
diperdengarkan ciu hoa Lengcu.
jeritan kaget ini membuat hatinya ikut terperanjat, ingatan yang
segera terlintas didalam benaknya adalah Kho Beng pasti sudah mati
terbaring didasar jurang tersebut. Namun yang sebenarnya telah
terjadi, ternyata sama sekali diluar dugaannya.
sementara itu terdengar Dewi In Un berseru dengan nada benci:"
Aneh, sungguh aneh."
Akhirnya Kakek tongkat sakti pun berhasil mendekati tempat
kejadian, buru-buru dia melongok kemuka, tapi dengan cepat diapun
dibuat tertegun serta tak habis mengerti-
Ternyata disitu tak menjumpai jenasah dari Kho Beng, juga tak
Nampak bayangan tubuh dari si anak muda tersebut, tapi sebagai
gantinya terlihat ada empat orang dayang berbaju kuning telah
menggeletak mati disekitar sana-
Lama setelah tertegun akhirnya Kakek tongkat sakti tak bisa
menahan rasa gembiranya lagi, ia tertawa terbahak-bahak:

"Haaahhaaahhh-hahhh-siapa suruh anda terlalu memandang
rendah kemampuan Kho Beng, nah rencanamu kali ini pun
tampaknya mengalami kegagalan total-"
"Tak mungkin Kho Beng memiliki kepandaian silat sehebat ini"
seru Dewi In Un sambil menggigit bibir menahan amarah.
Kakek tongkat sakti kembali tertawa.
Bersambung ke jilid 30
Jilid 30
"Waaahi kalau begitu sudah pasti keempat orang dayangmu yang
merasa kasihan kepada Kho Beng sehingga mereka
membebaskannya pergi, lalu menghabisi nyawa sendiri"
"Tutup mulut" bentak Dewi In Un keras- keras
"Jika kau berani bicara sembarangan lagi, jangan salahkan kalau
kucabut selembar jiwa tuamu itu"
Walaupun Kakek tongkat sakti tidak berbicara lagi namun diujung
bibirnya tersungging sekulum senyuman yang dingin sekali.
Walaupun dia sendiripun tak tahu apa yang sebenarnya telah
terjadi, namun ditinjau dari hilangnya Kho Beng serta ditemukannya
keempat sosok mayat dari dayang-dayang tersebut, paling tidak ia
dapat menyimpulkan bahwa Kho Beng belum tewas.
Dalam pada itu para petugas telah mendekati keempat sosok
mayat dari dayang-dayang tersebut serta melakukan pemeriksaan
yang amat seksama.
Namun seluruh badan dayang-dayang itu kelihatan masih utuh
sama sekali tidak terluka oleh bacokan senjata, sedangkan dari
ketujuh lubang inderanya pun tidak ditemukan darah yang mengucur
keluar, untuk berapa saat lamanya mereka jadi bingung dan
kesulitan untuk memeriksa sebab musabab kematian orang-orang
itu.
Menyaksikan hal ini, sambil menghentakkan kakinya keatas
tanahi Dewi In Un berteriak keras :
"Hayo cepat lakukan pemeriksaan, apa yang menyebabkan
kematian mereka berempat?"
Akhirnya terdengar Ciu hoa Lengcu berseru :
"Lapor suhu, luka yang menyebabkan kematian mereka terletak
dibagian dada"
Dewi In Un sangat terkejut, buru-buru ia berjongkok dan
melakukan pemeriksaan sendiri

Dibawah pemeriksaan yang amat seksama segera ditemukan
sebuah lubang berwarna hitam sebesar jari telunjuk diatas dada
keempat orang dayang tersebut, walaupun tiada darah yang
mengalir keluar, namun bisa diduga lubang tersebut menembus
sampai kejantung, sehingga luka inilah yang menyebabkan kematian
mereka.
Meskipun lubang luka itu berwarna hitam namun jelas bukan
hitam karena keracunan, karena hitam yang berada disekitar mulut
luka tersebut tak ubahnya seperti luka terbakar, kulit disekitarnya
pun kelihatan agak hangus seperti terbakar.
Kakek tongkat saktipun dapat menyaksikan keadaan luka
tersebut dengan sangat jelas, tiba-tiba saja dia merasa terkejut
bercampur gembira.
Dalam pada itu Dewi In Un telah menghentakkan kakinya keatas
tanah dengan penuh kegusaran, katanya :
"Apa-apan ini?"
Lalu setelah memandang sekejap sekeliling tempat itu, kembali
serunya lantang :
"siapakah diantara kalian yang tahu, luka ini disebabkan oleh ilmu
pukulan apa?"
Tiada jawaban yang berkumandang dari sekeliling tempat itu,
tampaknya tiada seorangpun yang mengetahui keadaan sebenarnya.
Terdengar Kakek tongkat sakti tertawa ringan, lalu berkata secara
tiba-tiba.
"Aku tahu"
"oya?" Dewi In Un segera mengalihkan pandangan mata
kearahnya, lalu berseru
"hayo cepat katakan, ilmu sesat apa kah yang menyebabkan luka
terbakar itu?"
Sambil tertawa Kakek tongkat sakti menggelengkan kepalanya
berulang kali, dia berkata :
"Ilmu tersebut bukan termasuk jenis ilmu sesat, melainkan
artalah ilmu jari Tong kim ci yang merupakan sejenis ilmu keras dari
dunia persilatan."
"Ilmu jari Tong kim ci?"
Dewi In Un kelihatan terperanjat sekali, sesudah termangumangu
berapa saat, kembali serunya :
"Kau maksudkan ilmu warisan dari dewa Kim ka sian?"
Kakek tongkat sakti segera mengangguk berulang kali :

"Tepat sekali dugaanmu, memang ilmu tersebut merupakan ilmu
kebanggaan dari dewa Kim ka sian, pemimpin dari tiga dewa See
gwa sam sian"
Sambil mengalihkan pandangan matanya kewajah Dewi In Un,
dia berkata lebih lanjut :
"Nah, sekarang kau mestinya sudah percaya bukan bahwa anak
keturunan dari tiga dewa betul-betul telah terjun kedalam dunia
persilatan?"
Dewi In Un tertegun berapa saat lamanya, tiba-tiba dia
mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram :
"Haaaahihaaahh...haaaah, kebetulan sekali kalau mereka berani
tampilkan diri dalam dunia persilatan, aku memang berhasrat
membalaskan dendam bagi kematian kakekku dibawah tebing hati
duka seabad berselang, paling baik lagi jika keturunan dari tiga dewa
muncul secara bersama-sama."
Lalu dengan suara dalam ia berteriak :
"Lakukan penggeledahan"
Ciu hoa lengcu beserta kesebelas orang pelindung hukumnya
segera mengiakan bersama, mereka menyebarkan diri keempat
penjuru dan mulai melakukan penggeledahan seksama disekeliling
tempat itu.
Dewi In Un sendiri berjalan mondar-mandir kesana kemari
dengan wajah gelisah bercampur panik, sesaat kemudian serunya
pada Cun hoa lengcu serta Hee im lengcu dengan suara dalam :
"Kalian pun ikut pergi kesana, serahkan tua Bangka ini kepadaku"
selama itu, nenek penunjang langit dan nenek perata bumi masih
mengikuti saja dibela kang pemimpinnya, mereka tak pernah
meninggalkan sisi tubuhnya walau hanya setengah langkah pun.
Kini perasaan kakek tongkat sakti sudah jauh lebih tentram, ia
segera menjatuhkan diri duduk bersila diatas tanah, kemudian
memejamkan mata dan mulai mengatur pernapasan.
Lebih kurang setengah jam kemudian, para petugas yang
melakukan pemeriksaan berbondong-bondong telah balik kembali,
namun hasil pemeriksaan mereka tetap nihil. sambil membuka
matanya kembali, kakek tongkat sakti berkata dengan suara hambar
:
"Menurut pendapatku lebih baik tak usah kalian lakukan
pemeriksaan lagi"

"Hmmm, siapa yang suruh kau banyak bicara" teriak Dewi In Un
sambil menggigit bibir menahan amarah.
"Aku Cuma berniat baiki sebab pemerikasaan yang dilakukan
secara begini tak mungkin akan membuahkan hasil."
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
ujarnya lebih jauh :
"Coba bayangkan sendiri, mungkinkah keturunan dari dewa Kim
ka sian akan tetap mengendon didalam jurang ini sambil menunggu
kedatangan kalian untuk menggeledahnya."
Dewi In Un mendengus . "siapa tahu mereka memang berbuat
begitu?"
Kakek tongkat sakti termenung dan berpikir sejenak, kemudian
katanya lagi :
"Disamping itu akupun masih mempunyai suatu kesimpulan yang
sangat masuk akal."
Tampaknya pikiran dan perasaan Dewi In Un sudah amat kalut
dan kehilangan pegangan, ketika mendengar perkataan tersebut,
buru-buru dia berseru dengan bersemangat :
"Apa kesimpulanmu?"
"Pertama-tama aku ingin bertanya dulu kepadamu, bukankah Kho
yang Ciu belum dipindahkan dari gua pengikat cinta?"
"Yaa benar, dia masih tetap berada dalam gua tersebut." sahut
Dewi In Un cepat.
sambil berkata dengan pandangan mata penuh kegemasan,
ditatapnya wajah kakek tongkat sakti itu lekat-lekat, kemudian
melanjutkan :
"Apa sangkut pautnya masalah itu dengan persoalan yang berada
didepan mata sekarang? "
Kakek tongkat sakti tertawa :
"Tentu saja besar sekali sangkut pautnya, coba bayangkan
sendiri kalau toh keturunan dari dewa Kim ka sian bersedia
menolong Kho Beng, tentu saja diapun pasti menerima
permohonannya untuk menolong Kho Yang ciu dari sekapan,
padahal persoalan yang dipikirkan Kho Beng saat ini hanyalah
menolong cicinya dari ancaman bahaya, coba bayangkan sendiri,
apa tidak mungkin mereka telah menyerbu kedalam gua pengikat
cinta saat ini."
Dewi In Un segera memutar biji matanya sambil berpikir sejenak,
akhirnya dia manggut-manggut :

"ehmmm, kesimpulanmu memang bisa dipercaya juga, yaa,
kemungkinan kesana memang ada."
Maka dengan suara dalam ia berseru kembali :
"Cepat kita kembali kegua"
Tanpa membuang waktu lagi ia membalikkan badan dan segera
berangkat lebih dulu menuju ke puncak bukit.
Cun hong lengcu dan Hee im lengcu cepat-cepat membimbing
tubuh kakek tongkat sakti dan menyusul kebelakangnya.
Dalam waktu singkat rombongan tersebut sudah berangkat
meninggalkan dasar jurang, bayangan tubuh mereka lenyap
kemudian dibalik kabut pagi yang tebal.
-ooo00000oooketika
tubuhnya melambung ketengah jurang tadi, Kho Beng
sudah kosongkan semua pikiran, sebab dia terpaksa harus berbuat
demikian demi menyelamatkan jiwa rekan- rekannya .
Disamping itu dia pun mempunyai suatu pandangan yang salahi
dia menganggap jurang yang terbentang dihadapannya sekarang tak
mungkin seluas apa yang dikatakan Dewi In Un tadi. sebab dia
mengira Dewi In Un hanya berniat untuk mencobanya.
Akan tetapi tatkala tubuhnya sudah meluncur sejauh enam tujuh
belas kaki dari tepi jurang, pemuda ini segera sadar bahwa dia
memang sudah melakukan suatu kesalahan yang amat besar.
Dalam keadaan demikian tak sempat lagi baginya untuk menarik
diri serta balik kembali ketepi jurang.
Dalam gugup dan paniknya, terpaksa dia hanya bisa berusaha
untuk mengurangi daya luncurnya kebawah, sedapat mungkin
tangan serta kakinya melakukan gerakan mendayung untuk
mengurangi kecepatan daya luncuran badannya.
Akan tetapi, jurang yang dalamnya mencapai dua ratusan kaki
bukanlah suatu pekerjaan yang mudah ditanggulangi. Ia merasakan
daya luncur tubuhnya makin lama semakin bertambah cepat dan
akhirnya. ia jatuh tak sadarkan diri
Namun tak selang berapa saat kemudian, dia telah mendusin
kembali dari pingsannya.
Ketika membuka mata kembali, ia menjumpai ada empat orang
dayang berbaju kuning sedang berdiri disekeliling tubuhnya, salah
seorang diantaranya malah sedang menusuk jalan darah tay yang
hiat dikeningnya dengan sebatang jarum besar.

Dia ingin meronta bangun, namun baru saja tubuhnya hendak
terangkat dia sudah roboh kembali keatas tanah.
Kepalanya terasa amat pening, matanya berkunang-kunang dan
keempat anggota badannya seolah-olah sudah tidak menjadi
miliknya, disamping itu dadanya pun terasa sakit sehingga hampir
saja ia jatuh pingsan untuk kedua kalinya.
Ia sadar, isi perutnya telah menderita luka yang cukup parahi
maka sambil menghembuskan napas panjang dia pun pejamkan
mata dan tidak berbicara lagi. Terdengar si dayang yang memegang
jarum itu berkata sambil tertawa :
"Perhitungan siancu memang sangat tepat, ternyata dia memang
bukan Kong cin cu."
sekarang Kho Beng baru sadar, ternyata hasil penyaruannya telah
dicopot oleh keempat dayang tersebut.
salah seorang diantara dayang itu segera berkata pula :
"Bukan saja siancu telah memperhitungkan bahwa dia adalah Kho
Beng, bahkan telah diperhitungkan pula kalau dia bakal terjatuh
kedasar jurang dalam keadaan setengah mati, nyatanya dia memang
sudah berada dalam keadaan setengah sekarat kita tinggal
menggotongnya pulang."
setelah berhenti sejenak, serunya kemudian :
"Hayo, kita gotong dia dan segera pulang ke gua"
Kho Beng mencoba untuk meronta, namun hasilnya nihil, dia
merasa tubuhnya seakan-akan sudah tak bertenaga lagi.
Berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia hanya pasrah dan
menuruti saja kemauan keempat orang dayang tersebut. Tiba-tiba
terdengar dayang yang memegang jarum itu berseru : "Dia tak usah
digotong Kenapa?"
"Walaupun dia telah sadar kembali, namun luka yang dideritanya
terlampau parah, bila digerak-gerakkan tubuhnya mungkin saja
dapat menyebabkan nyawanya melayang, nah, kalau dia sampai
mampus, kitalah yang bakal memikul tanggung jawabnya."
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Siancu pernah berkata, dia akan menengok sendiri kedasar
jurang ini, terpaksa kita harus menunggu kedatangannya disini"
Mendadak. sementara keempat orang dayang itu sedang
berbincang-bincang, terdengar suara langkah kaki manusia
berkumandang datang. Dayang yang memegang jarum itu segera
berseru :

"Sudah pasti Siancu yang datang"
sambil berkata dia segera melompat bangun lebih dahulu disusul
ketiga orang dayang lainnya, dengan mementangkan matanya lebarlebar
mereka berusaha melongok kesana kemari.
Rupanya kabut yang menyelimuti tempat tersebut tebal sekali,
karenanya meski terdengar suara langkah manusia yang berjalan
mendekat, namun susah untuk melihat dengan jelas siapa gerangan
yang telah datang?
orang tersebut berjalan mendekat dengan langkah yang amat
lambat, sampai setengah harian belum juga mendekati tempat
tersebut.
Dengan kening berkerut dayang yang memegang jarum itu
segera berseru :
"Tampaknya bukan, yang pasti bukan siancu yang datang"
"Benar" sambung dayang yang lain,
"bila siancu yang datang, mustahil dia berjalan selamban ini,
paling tidak suara langkahpun bukan hanya dua orang saja"
"Peduli amat siapa yang datang, toh sebentar lagi Siancu bakal
menyusul kemari.mungkin juga orang yang sedang berburu pagi."
Dengan perasaan ingin tahu, Kho Beng turut membuka matanya
san menengok kearah mana datangnya suara langkah manusia tadi.
Akhirnya dari balik kabut yang sangat tebal itu muncul dua sosok
bayangan manusia.
Perasaan gembira yang semula meluap didalam hati Kho Beng
seketika menyurut kembali, sebab yang munculkan diri disitu
ternyata adalah dua orang nona muda.
seorang diantaranya berbaju hijau dan berusia delapan sembilan
belas tahunan, meski dalam suasana remang-remang dapat terlihat
betapa cantiknya wajah gadis tersebut.
Sedangkan yang seorang lagi berbaju hijau pupus, berdandan
seperti seorang dayang, ia berusia antara enam tujuh belas tahunan.
Menyaksikan kehadiran kedua orang ini, perasaan Kho Beng yang
sudah tenggelam, entah mengapa, ternyata bergelora kembali.
Waktu itu dajar belum menyingsing, tapi apa sebabnya kedua
orang gadis tersebut berjalan sendirian didasar jurang tersebut?
Ditinjau dari sikap. gerak-gerik maupun dandanan kedua orang
itu, dalam sekilas pandangan saja ia telah mengetahui bahwa
mereka pasti bukan anak buah Dewi In Un.

Dalam pada itu, keempat orang dayang berbaju kuning itu pun
kelihatan agak tertegun, mereka bersama-sama mengawasi gerakgerik
kedua orang nona tersebut tanpa berkedip.
sewaktu kedua orang nona tersebut mengetahui didasar jurang
sana terdapat orang lain, mereka pun kelihatan agak tertegun dan
segera menghentikan perjalanannya.
sidayang berbaju hijau pupus itu segera berseru :
"Nona, coba kau perhatikan dari mana datangnya orang-orang
itu?"
sigadis berbaju hijau mengalihkan pandangan matanya kearah
orang-orang itu, ia lalu berkata :
"Yaa betul, fajar belum lagi menyingsing apa sebabnya mereka
mendatangi tempat semacam ini? Siau wan, coba kau tanyakan
persoalan ini kepada mereka."
Baru saja siau wan hendak maju kedepan, tiba-tiba ia berseru
kembali :
"Nona disitu terdapat pula sesosok mayat"
Rupanya Kho Beng yang tergeletak tak bergerak diatas tanah itu
Nampak seperti sudah mati.
si gadis berbaju hijau itu berseru tertahan tanpa terasa dia maju
sendiri mendekati orang-orang itu.
Dengan gerakan yang cekatan dayang yang memegang jarum itu
sebera menghadang jalan pergi mereka berdua, tegurnya ketus :
"Kalian mau apa?"
"seharusnya akulah yang mengajukan pertanyaan ini kepada
kalian," kata nona berbaju hijau itu dingin.
seorang dayang berbaju kuntng yang lain sebera mendengus :
"Hmmm, kalian tak berhak menanyakan persoalan itu kepada
kami"
si dayang berbaju hijau pupus yang mengikuti nona berbaju hijau
tadi menjadi sangat marahi segera tegurnya :
"Besar amat nyali kalian, berani betul berbicara sekasar ini
terhadap nona kami, hmmm, tampaknya kalian sudah pada bosan
hidup?"
Baru saja dayang berbaju kuning itu hendak mengumbar
amarahnya, si dayang yang memegang jarum tadi telah
menghalanginya seraya berkata :
"Adikku, orang lain toh Cuma bertanya secara baik-baiki buat apa
kau mesti cekcok dengan mereka?"

sementara itu si nona berbaju hijau itu pun telah membentak
dayangnya :
"siau wan, jangan bersikap kurang sopan"
Dayang yang bernama siau wan mendengus, dia sebera
mengundurkan diri kebelakang majikannya sementara bibirnya
Nampak cemberut, jelas dia masih merasa tak senang hati.
Dalam pada itu, si Nona berbaju hijau tersebut sudah
memandang sekejap kewajah Kho Beng yang tergeletak ditanah itu
lalu menegur :
"sebenarnya apa yang telah terjadi?"
"oooh tak ada apa-apa" sahut si dayang yang membawa jarum
itu cepat. Kemudian sambil tertawa paksa katanya lagi :
"Dia adalah kongcu kami, barusan bertindak kurang hati-hati
hingga terlepas jatuh kemari, itulah sebabnya buru-buru kami
menyusulnya kesini."
"Mengapa kalian tidak sebera menggotongnya untuk dibawa
pulang kerumah?"
"sebab.sebab." dayang itu menjadi tergagap hingga tak sanggup
melanjutkan perkataannya. siau wan yang menyaksikan kejadian ini
segera berseru :
"Nona, bicara orang ini tersendat-sendat seperti orang gugup,
aku yakin dibalik kesemuanya itu pasti ada persoalan yang tidak
beres."
Nona berbaju hijau itu tertawa, ia tidak menanggapi ucapan
dayangnya tadi, segera ia berkata :
"Kalian tak usah kuatir, kami tidak bermaksud jahat kepada kalian
semua, bila ada kesulitan katakana saja, siapa tahu kami dapat
memberikan bantuan."
Setelah ragu-ragu sejenak, dayang yang memegang jarum itu
segera berkata :
"oleh karena luka yang diderita kongcu kami amat parahi maka
kami tak berani menggerakkan badannya, itulah sebabnya
kami..kami harus menunggu sampai kedatangan majikan kami."
"Siapakah majikan kalian?" Tanya si Nona berbaju hijau. Kembali
dayang itu tergagap.
"Dia adalah..dia adalah nona kami"
Nona berbaju hijau itu segera berkerut kening, kembali dia
membungkukkan badan memeriksa keadaan Kho Beng.

Sementara itu Kho Beng tidak menaruh harapan apa-apa
terhadap kedua orang gadis tersebut, oleh sebab itu dia membiarkan
dayang yang memegang jarum itu berbicara semaunya sendiri.
Selama ini ia tetap membungkam dan sama sekali tidak ikut
menimbrung.
Tampak Nona berbaju hijau itu mengamati wajah Kho Beng
sampai lama sekali, selama ini pula pandangan matanya tak pernah
beralih dari wajahnya sementara pipinya pun tiba-tiba berubah
menjadi semu merah.
Si dayang Siau wan yang melihat sikap majikannya itu, ikut
datang mendekati sambil berkata :
"Nona, kasihan sekali kongcu ini, nampaknya ia telah menderita
luka yang cukup parah." Lalu ia melanjutkan :
"Bukankah nona mempunyai obat yang amat mujarab, berikanlah
sedikit agar dia cepat sembuh"
Nona berbaju hijau berpikir sebentar, lalu dengan cepat ia
berkata :
"Kami berdua sedang berpesiar disekitar sini, sementara ini kami
berdiam disini, bagaimana kalau kalian pergi ketempat kami
sehingga aku dapat memberikan pengobatan seperlunya."
Kho Beng yang mendengar hal ini, semangatnya menjadi
berkobar kembali. Namun dayang yang memegang jarum itu dengan
cepat menjawab :
"Kami sangat berterima kasih atas kebaikan nona berdua, namun
kami tidak berani mengganggu nona, maka lebih baik kami
menunggu majikan kami yang akan datang kemari"
"Masa kalian tidak kasihan sama sekali dengan kongcu ini?"
"Bagaimana kalau kita tanyakan sendiri kepadanya?" balas siau
wan dengan curiga.
"Dia dapat mengerdipkan matanya jika setuju karena memang
seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan sama sekali" lanjutnya.
Nona berbaju hijau berpikir dan manggut-manggut, sambil
katanya :
"Begitupun ada baiknya juga, coba kau saja yang bertanya?"
Tapi sebelum siau wan sempat mengajukan pertanyaan, dayang
berbaju kuning yang memegang jarum itu sudah menghalangi
sambil berteriak keras :
"Tunggu sebentar"
"Kenapa?" hardik siau wan gusar.

"Perbuatan nona hanya suatu tindakan yang berlebihan. Lebih
baik tak usah ditanyakan lagi"
"Kenapa?" saking mendongkolnya siau wan mulai bertolak
pinggang, sikapnya menantang.
"Pertama, kongcu kami sedang menderita luka yang sangat parah
sehingga tidak diperbolehkan banyak bicara. Kedua, sekalipun
kongcu kami bersedia menerima tawaran kalian pun, kami tak akan
membiarkannya pergi dengan begitu saja"
siau wan sebera mendengus.
"Hmmmm, dia toh majikan, sedang kamu semua Cuma dayangdayangnya,
apakah dia tak bisa mengambil keputusan untuk diri
sendiri?"
"Kalau berada dalam keadaan sehat, bisa saja kongcu mengambil
keputusan sendiri Tapi kini dia menderita luka dalam yang cukup
parah, otomatis keadaannya menjadi berbeda bila kalian sanggup
menyembuhkan lukanya tentu saja amat kebetulan, tapi seandainya
tidak berhasil? Bukankah nyawa kami semua yang menjadi taruhan?"
Nona berbaju hijau itu tidak berkata apa-apa, tapi siau wan justru
memutar biji matanya sambil berteriak keras :
"Nona, aku lihat ada yang tidak beres? Apanya yang tidak beres?
Bisa jadi orang ini bukan kongcu mereka"
teriak siau wan lagi dengan wajah bersungguh-sungguh .
"Darimana kau bisa tahu?"
"Dia sendiri yang bilang, coba lihat ."
Rupanya Kho Beng sedang meronta-ronta dan menggoyangkan
tangannya berulang-ulang kali, namun karena tenaganya kurang
sehingga tak mampu berbicara, bahkan gerakan tangannya pun
kelihatan lemas sekali.
serentak keempat dayang lainnya berdiri berjajar dihadapan Kho
Beng, sikap mereka Nampak bengis dan siap bertempur.
"Jangan sentuh dia" bentak dayang yang memegang jarum itu
keras-keras. Nona berbaju hijau itu segera tersenyum,
"Kalau dilihat dari sikap kalian sekarang, jelas terlihat sudah
bahwa hubungan diantara kalian memang ada yang tak beres."
Dayang yang memegang jarum itu makin bengis, sikapnya
setengah mengancam dia berseru
"Bila tahu diri, lebih baik cepat-cepat tinggalkan tempat dan tak
usah mencari kesulitan buat diri sendiri, sebab bila tindakan kalian

kurang berhati-hati, bisa jadi kedua lembar nyawa kalian akan cepat
melayang."
"Hmmm, aku kuatir kalian tak akan memiliki kemampuan untuk
berbuat demikian" jengek Nona berbaju hijau itu sambil mendengus
dingin.
"Hmmm, mampukah kami berbuat demikian dalam waktu singkat
akan kami buktikan dihadapanmu, tapi sebelumnya kami ingin
menyatakan lebih dulu, sebetulnya kami tidak bermaksud untuk
rebut dengan kalian secara bersungguh-sungguh."
Lalu setelah berhenti sejenak, dengan suara nyaring katanya
lebih jauh :
"Asal kalian bersedia untuk menyingkir dari sini, kami anggap tak
pernah terjadi masalah diantara kita"
"seandainya kami tak bersedia untuk menyingkir dari sini?" Tanya
Nona berbaju hijau itu sambil tertawa tak acuh.
"Ini berarti kalian sedang mencarijalan kematian bagi diri sendiri"
bentak dayang yang memegang jarum itu.
Nona tiba-tiba siau wan menyela,
"lebih baik kita bunuh mereka semua, apalah artinya rebut
dengan orang-orang semacam begini?"
Nona berbaju hijau itu segera tertawa :
"Paling tidak kita toh mesti bertanya dulu sampai sejelasnya,
mana boleh membunuh orang semaunya sendiri"
Mendadak terdengar suara langkah manusia yang amat ramai
berkumandang datang, ditinjau dari suaranya dengan hiruk pikuki
bisa diduga bukan saja yang datang berjumlah sangat banyaki
lagipula bergerak mendekat dengan langkah yang cepat sekali.
Dayang berbaju hijau pupus siau wan, segera berteriak :
"Nona, bala bantuan mereka telah datang, kau.."
Nona berbaju hijau itu menggoyangkan tangannya berulang kali
mencegah dayangnya berbicara lebih jauhi lalu dengan sikap yang
masih santai katanya :
"Bukankah bala bantuan kalian telah datang, tentunya kamu
semua tak usah merasa takut lagi, cepat katakana siapakah majikan
kalian?"
Dayang yang memegang jarum itu sebera mendengus :
"Hmmm, diberitahukan kepadamujuga tak apa, majikan kami
tidak lain adalah Dewi In Un"

"Dewi In Un?" agaknya Nona berbaju hijau itu tidak mengenali
orang tersebut.
"sebuah nama yang asing sekali, dia termasuk aliran partai
mana?"
"Partai kupu-kupu?" tiba-tiba paras muka Nona berbaju hijau itu
berubah hebat, bentaknya keras-keras,
"Anggota partai kupu-kupu jahanam"
Kelima jari tangannya segera diayunkan kemuka melancarkan
empat buah serangan jari yang amat dahsyat, belum sempat
keempat orang dayang itu mengetahui apa yang terjadi, mereka
telah terkena serangan dan roboh binasa keatas tanah.
Keempat orang itu tewas dalam keadaan yang sangat tenang,
bahkan memekikkan jerit kesakitanpun tidaki begitu saja mereka
roboh ketanah dan menghembuskan napas yang penghabisan.
sementara itu suara derap langkah kedengaran makin lama
semakin dekat, tidak menanti sampai diperintah lagi siau wan
membopong tubuh Kho Beng lalu berseru : "Nona, cepat kita pergi
dari sini"
Nona berbaju hijau itu manggut-manggut, dia segera melejit
keudara dan bersama dayangnya berlalu dari situ.
Kegelapan malam telah mencekam seluruh jagat, waktu
menunjukkan kentongan kedua.
Didalam sebuah goa yang bersih dan ditengah celah jurang, Kho
Beng sedang berbaring tenang diatas lantai.
Gua tersebut berada lebih kurang lima enam kaki dari permukaan
tanah, didepan gua tumbuh pepohonan yang rimbun sehingga
menutupi letak gua tersebut.
oleh karena mulut gua berada jauh diatas permukaan tanah,
maka pencarian besar-besaran yang dilakukan anak buah Dewi In
Un tidak memberikan hasil apapun.
Keadaan didalam gua amat kering, disisi rerumputan kering yang
dipakai sebagai alas tidur Kho Beng terletak sebuah kantung air,
ransum kering serta dua botol obat.
sementara itu dayang berbaju hijau pupus sedang duduk
disampingnya, dia sedang mengawasi wajah Kho Beng sambil
tertawa cekikikan tiada hentinya. sambil meronta bangun, Kho Beng
sebera berseru :
"Nona."
Biarpun suaranya masih kedengaran lemah, amat jelas terdengar.

Dayang itu segera menghentikan tawanya dan berkata :
"Nona kami sedang mempersiapkan hidangan untukmu, aku
bernama siau wan, sebut saja namaku secara langsung. Nona, nona,
nona melulu, haaaau.bikin telingaku terasa geli"
"Berada dimanakah aku sekarang?" Kho Beng bertanya sambil
tertawa getir. Dayang tersebut segera tertawa :
"Masa kau lupa, bukankah selama ini kau berada dalam keadaan
sadar? Kau terjatuh dari puncak bukit sana.."
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya :
"aku tebak kau pasti didorong mereka, bukan kau sendiri yang
terpeleset jatuh kebawah bukan?"
sambil menghembuskan napas panjang, Kho Beng tertawa getir,
sahutnya :
"sesungguhnya aku sendiri yang melompat turun kebawah
jurang."
"Kau melompat sendiri kedalam jurang?" dayang itu Nampak
agak terkejut,
"Kenapa kau berbuat demikian? Kulihat usiamu masih sangat
muda, kenapa kau harus mengambil keputusan pendek?"
Kembali Kho Beng menghela napas panjang.
"Aaaai..aku tidak bermaksud mengambil keputusan pendeki aku
dipaksa keadaan untuk berbuat demikian."
Dayang itu mengerdipkan matanya berulang kali, lalu ujarnya
lagi.
"Aku semakin tidak memahami maksud perkataanmu itu, kau
betul-betul manusia aneh, kalau memang tidak bermaksud
mengambil keputusan pendek apa sebabnya kau terjun kedalam
jurang?"
Kho Beng tidak langsung menjawab pertanyaan itu, dia mencoba
memperhatikan sekejap keadaan disekelilingnya, lalu balik bertanya :
"sekarang sudah pukul berapa?"
"Kentongan kedua lebih sedikit"
Lalu sambil tertawa katanya lebih jauh :
"sepanjang hari kau mementangkan mata tanpa berbicara, kau
tahu nona kami menjadi panik setengah mati, dia mencoba
memberimu ransum kering namun tubuh tak menerimanya, maka ia
sedang mengusahakan makanan yang lain. Aku pikir sebentar lagi
dia akan sampai disini, apakah kau sudah lapar?"
Kho Beng sebera menggeleng.

"Terima kasih banyak atas kebaikan kalian."
Rupanya setelah mendapat pertolongan tadi, pikirannya menjadi
kendor sehingga walaupun sepasang matanya masih tetap melotot
namun orangnya berada dalam keadaan tak sadar.
Tanpa disadari satu hari telah berlalu dengan begitu saja.
Kini dia benar-benar telah sadar kembali, membayangkan apa
yang telah terjadi, pikiran dan perasaannya mulai kalut dan tidak
tentram.
situasinya sudah bertambah jelas, kakek tongkat sakti dan chin
sian kun pasti sudah tertawan musuh atau bahkan sudah mengalami
musibah.
Teringat kembali semua peristiwa tersebut gara-gara kepentingan
dirinya, ia merasa masgul dan amat bersedih hati.
Masalah lain yang mencekam perasaannya adalah tentang
keselamatan Kho Yang ciu encinya, dimanakah dia sekarang?
Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa air matanya jatuh
bercucuran.
siau wan menjadi amat terkejut setelah menyaksikan kejadian ini,
segera tegurnya :
"Hey kenapa kau? Mengapa menangis?"
Tapi kemudian sambil tertawa katanya lagi :
"Jelek-jelek begini kau toh seorang lelaki sejati, kenapa tanpa
sebab melelehkan air mata?"
Merah jengah selembar wajah Kho Beng, sambil menahan
cucuran air matanya dia berkata
"Aku bukan menangis untuk diri sendiri tapi demi orang lain, aku
merasa telah bersalah terhadap beberapa orang, gara-gara urusanku
akibatnya orang lainlah yang turut menderita."
"Hmmmm, tak nyana kau adalah seorang yang punya perasaan,"
bisik si dayang simpatik, Kho Beng tertawa getir,
"sayang Thian tidak melindungi orang baik, persoalan apapun
yang kukerjakan selamanya tak pernah memperoleh balasan yang
baik"
"Mungkin kali ini berbeda pengalamanmu," kata si dayang sambil
tertawa.
Kemudian sambil menatap wajah Kho Beng lekat-lekat, tanyanya
:
"siapa namamu?"
"Aku bernama Kho Beng"

"siapa saja yang berada dirumahmu?"
"Aaai.aku Cuma mempunyai seorang cici," kata Kho Beng sambil
menghela napas panjang,
"tapi sekarang dia berada dimulut macan, nasibnya masih
menjadi tanda Tanya besar."
"Apakah kau tak mempunyai orang tua dan saudara?" dayang itu
bertanya keheranan.
"sebenarnya memang ada," kata Kho Beng sambil menggigit
bibir.
"Keluarga kesemuanya berjumlah tujuh puluh jiwa, tapi"
Tiba-tiba ia merasa amat sedih sehingga tak sanggup
melanjutkan kembali kata-katanya. siau wan membelalakkan
matanya lebar-lebar, serunya keheranan :
"Tujuh puluh lembar jiwa? Kemana mereka telah pergi? Cepat
katakan"
Kho Beng tak mampu menahan cucuran air matanya lagi, dia
berkata :
"Mereka telah dibantai musuh besarku sehingga tumpas, tianggal
aku dan ciciku berdua yang masih hidup. Itupun berkat pertolongan
serta pengorbanan seorang pelayan kami yang setia menukar kami
berdua dengan putra putri mereka."
"oooooh Sungguh kasihan," dayang itu sesenggukan,
"Akupun pingin menangis rasanya." Betuljuga, sepasang matanya
menjadi merah dan nampaknya seperti mau menangis. Tapi
kemudian sambil menghela napas panjang, katanya lagi :
"Bagaimana pula ceritanya sampai cicimu berada dimulut
harimau, apakah kejadian ini merupakan perbuatan orang-orang
tadi?"
"Yaa, betul Memang ulah orang-orang tadi" Kho Beng
mengengguk membenarkan.
"Kau tak usah bersedih hati, nona kami pasti akan membantumu
untuk membalaskan dendam, ilmu silat yang dimiliki nona kami
sangat lihay."
"oya.." seru Kho Beng setelah berpikir sebentar,
"Aku belum sempat mengetahui siapa nona."
"Nona kami bernama Beng Gi ciu, tahun ini genap berusia
delapan belas tahun." Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya
lagi :
"Bagaimana dengan kau? Tahun ini berapa usiamu?"

"Aku sembilan belas tahun" jawab Kho Beng dengan jening
berkerut kencang. Dengan gembira dayang itu bertebuk kegirangan
:
"waaaa, kau memang sepasang sejoli yang amat serasi dengan
nona kami, usia kalian sepadan"
Tapi dengan cepat dia menyadari kalau telah salah bicara, buruburu
dia menghentikan pembicaraannya dan tak berkata-kata lagi.
Paras muka Kho Beng pun berubah menjadi merah dadu, cepatcepat
dia mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya :
"Mengapa kau bersama nonamu bisa datang kemari dan berdiam
didalam gua ini?" siau wan menghela napas panjang :
"Aaaaai..kalau dibicarakan yang sesungguhnya, nona kami pun
seorang yang bernasib jelek, walaupun keluarga kami tak tertimpa
sesuatu musibah yang mengenakan ati, namun jumlah keluarga
kami tidak terlalu banyak, turun temurun hanya nona seorang yang
mewarisi generasi keluarga kami."
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Walaupun hanya tinggal nona kami seorang, namun kalau
dihitung jumlah dayang dan pelayannya, seluruh anggota kami
mencapai seratusan orang lebih."
Kho Beng manggut-manggut : :
"Lantas mengapa kalian..."
sambil tertawa siau wan menukas :
"sekarang toh aku menyinggungnya, nona kami merasa murung
karena berdiam diri terus menerus dirumah, maka dia ingin keluar
untuk berjalan-jalan, tapi aku mengetahui dengan jelas, paling tidak
dia mempunyai dua tujuan"
"Apa tujuannya?"
"Kesatu, dia hendak mencari kedua empek angkatnya, seorang
dari marga oh dan seorang lagi dari marga Thian. Kedua, dia."
Berbicara sampai disini ia kembali berhenti berkata dan tidak
melanjutkan kembali. Kho Beng jadi keheranan, desaknya :
"Mengapa tidak kau lanjutkan?"
"sebab persoalan ini menyangkut rahasia nona kami, bila
kuutarakan keluar bisa jadi dia akan marah kepadaku.."
"Kalau memang begitu lebih baik jangan kau utarakan keluar"
siau wan memutar biji matanya sebentar, katanya :

"Aaaah benar, aku rasa persoalan ini biar kukatakan saja
kepadamu, sebenarnya nona kami sedang mencari seorang
pasangan yang serasi"
Ucapan tersebut kontan saja membuat paras muka Kho Beng
berubah menjadi merah jengah.
suasana hening segera mencekam seluruh ruangan gua itu,
sampai lama sekali siau wan baru berkata sambil tertawa paksa :
"Apakah sekarang kau merasa rada baikan?"
"Yaaa, jauh lebih baik." sahut Kho Beng sambil tertawa penuh
rasa terima kasih. Dengan kening berkerut kembali siau wan berkata
:
"Dari penuturan nona kami, kudengar peredaran darah pada
jalan darah Ki hay hiat mu menderita luka yang cukup parahi paling
tidak sepuluh hari kemudian lukamu itu baru sembuh kembali seperti
sedia kala."
"sepuluh hari?" Kho Beng terkejut.
"Aku tak bisa menunggu selama sepuluh hari." siau wan tertawa
iba, hiburnya :
"Sepuluh hari toh bukan suatu jangka waktu yang terlalu lama
.tapi apakah kau terburu-buru ingin menolong cicimu?"
Kho Beng mengangguki
"Bukan saja aku akan menolong ciciku, masih banyak masalah
dan pekerjaan yang mesti kuselesaikan secepatnya, aku tak mungkin
bisa menunggu sepuluh hari lagi."
Mendadak siau wan berkata dengan suara dalam :
"sebetulnya aku pun termasuk orang yang berangasan, tidak
sabaran. Tapi kenyataannya kau lebih berangasan daripada diriku,
kau harus mengerti, luka dalam yang kau derita amat parahi biarpun
tak bisa ditunggupun kau harus menunggu, sebabnyaaa apa boleh
buat." setelah berhenti sejenak, katanya lebih jauh :
"Andaikata kau sampai ditangkap orang jahat dari partai kupukupu,
atau nasibmu kurang mujur hingga mati. Bukankah jauh lebih
baik menanti sepuluh hari lagi?"
Kho Beng menghembuskan napas panjang.
"seandainya benar-benar mati, urusan malah beres sama sekali,
karena akupun tak bisa berbicara lainnya, tapi sebelum napasku
berhenti, aku takkan mampu untuk bersandar dan menahan diri
terus menerus."
siau wan berpikir sebentar, kemudian katanya :

"Aku rasa lebih baik kita bicara lagi persoalan ini setelah nona
kami pulang nanti. Mungkin dia mempunyai akal yang lain untuk
membuat lukamu itu sembuh lebih cepat lagi."
Dengan masgul Kho Beng manggut-manggut, dia tak berbicara
apa-apa lagi.
siau wan celingukan sebentar dimulut gua, lalu setelah balik
kembali ketempat semula ujarnya :
"Kho siangkong, ada sebuah persoalan ingin kutanyakan
kepadamu lebih dulu."
"Tanyalah" sahut Kho Beng dengan hati bergetar.
"Dengan bersusah payah nona kami telah menyelamatkan dirimu.
Ditengah malam buta untuk mencari makanan untukmu, tentunya
dia terhitung tuan penolong mu bukan?"
"ooooh, tentu saja." sahut Kho Beng cepat .
"selama hidup aku tak akan melupakan budi kebaikannya itu."
Dengan girang siau wan tertawa merdu.
"Kau adalah seorang pemuda yang punya perasaan, dengan cara
apakah kau hendak membalas budi kebaikan dari nona kami ini?"
"Biar tubuh hancur lebur pun pasti akan kubalas budi
kebaikannya ini."
Buru-buru siau wan menggoyangkan tangannya berulang kali,
katanya :
"Nona kami bukan seorang yang mengharapkan balas jasa dari
orang lain atas pertolongan yang telah diberikan, namun terhadap
kau. nampaknya...nampaknya." sedikit rasa tersipu-sipu, ia
melanjutkan :
"Hey, apa yang mesti kukatakan tentang persoalan ini?"
Kho Beng sendiripun dibuatnya jengah, cepat dia menukas :
"Tak usah kau lanjutkan perkataan itu, aku sudah memahami apa
yang kau maksudkan."
"Ya a, paling baik kalau kau memang mengerti yang
kumaksudkan.." seru siau wan gembira. setelah berhenti sebentar,
diapun berkata lagi :
"Dikemudian hari, asal nonamu membutuhkan bantuan ataupun
tenaga dari aku orang she Kho, biar mesti terjun kelautan api pun
tak akan kutampiki" kata Kho Beng gagah.
"ooooh masalahnya sih tak segawat itu," seru siau wan sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali.

"Asal kau bersedia mengabulkan permintaan nona kami untuk.."
Mendadak siau wan membatalkan perkataan selanjutnya.
Ternyata saat itulah Nampak sesosok bayangan manusia
menerobos masuk kedalam ruangan gua dan bagaikan sukma
gentayangan langsung meluncur kehadapan mereka berdua.
"Nona, kau telah kembali" seru siau wan gembira.
Ternyata orang yang datang adalah si Nona berbaju hijau yang
bernama Beng Gi ciu itu.
Air mukanya kelihatan bersemu merah, butiran keringat
membasahi jidatnya, jelas baru saja dia menempuh perjalanan yang
cukup jauh.
Ditangannya dia membawa sebuah kotak makanan- yang segera
diletakkan dihadapan Kho Beng, tegurnya kemudian sambil tertawa
manis :
"Rupanya kau.kau telah sadar?"
Buru-buru Kho Beng menjawab :
"Terima kasih banyak atas pertolongan nona, aku merasa
berterima kasih sekali dengan kebaikan mu.aaaai, budi kebaikan
yang begini besar membuat aku tak tahu apa yang mesti
diucapkan."
Dengan suara dalam Beng Gi ciu menghela napas :
"Kau tentu sangat lapar, dalam kotak terdapat bubur dan
beberapa sayuran, bersantaplah dulu"
Kepada siau wan segera serunya pula :
"Hayo cepat, layani Kho kongcu untuk bersantap."
"Nona, darimana kau bisa tahu kalau dia bermarga Kho?" Tanya
siau wan keheranan. Beng Gi ciu tersenyum, sambil mengawasi
wajah anak muda tersebut, katanya lagi :
"Bukan saja aku tahu kalau dia berasal dari marga Kho, bahkan
mengetahui juga kalau dia adalah cengcu muda dari perkampungan
Hui im ceng, betul bukan?" setelah tertawa manis, dia
menambahkan :
"sewaktu berada diluar tadi aku telah menyelidiki hal tersebut
hingga jelas."
"Cengcu muda dari mana?" Tanya siau wan tercengang.
"sudahlah tak perlu banyak bertanya lagi," tukas Beng Gi ciu
dengan suara dalam.
"Cepat layani Kho kongcu untuk bersantap setelah itu kita harus
meninggalkan tempat ini secepatnya"

sekali lagi Kho Beng dibuat tertegun sehabis mendengar
perkataan tersebut. siau wan sendiripun agak tertegun, segera
tanyanya :
"Nona, bukankah kau sendiri yang bilang kalau luka yang diderita
Kho kongcu amat parah dan tak boleh meninggalkan tempat ini?
Mengapa kita harus pergi dari sini sebelum luka yang dideritanya
menjadi sembuh." Dengan kening berkerut Beng Gi ciu menyahut :
"Memang benar begitu, tapi situasi saat ini telah terjadi
perubahan, tak mungkin bagi kita untuk berdiam lebih lanjut disini."
"sebenarnya apa yang telah terjadi? Bersediakah nona memberi
penjelasan?" pinta Kho Beng ragu-ragu.
"Ketua partai kupu-kupu Ui Thian it telah membawa sekawanan
jago lihaynya berangkat kemari, mungkin hari inijuga mereka akan
tiba disini, ini berarti seluruh bukit Cian san telah berubah menjadi
lingkungan kekuasaan partai kupu-kupu, bila hal ini sampai terjadi,
maka sulitlah bagi kita untuk meninggalkan tempat ini dengan
selamat."
"Apakah nona berhasil mendapatkan berita lain?" Tanya Kho
Beng sambil menggertak gigi kencang-kencang .
"Berita lain yang kuperoleh adalah Dewi In Un yang bercokol
dibukit ini sesungguhnya adalah putri dari Ui Thian it, ketua partai
kupu-kupu saat ini, aku rasa persoalan ini kau tentu lebih jelas
daripada aku bukan?"
"sudah tak ada yang lain?" Kho Beng berkerut kening. Beng Gi
ciu menggeleng.
"Persoalan lain tentang Dewi In Un tak berhasil kuperoleh,
apakah Kho Beng menguatirkan keselamatan jiwa dari cicimu
sekalian?"
"Benar, persoalan inilah yang sesungguhnya membuat hatiku
gelisah dan tak tenang."
"Ya a, apa boleh buat, kita tak bisa banyak berkutik, ketahuilah
pihak partai kupu-kupu akan menghimpun kekuatan intinya disini,
kekuatan mereka sudah berubah menjadi himpunan kekuatan yang
luar biasa hebatnya, untuk menghadapi hal semacam ini kita perlu
mengadakan perencanaan jangka panjang ."
Kemudian setelah berhenti sejenak, lanjutnya dengan suara
dalam :
"Tapi masalah penting yang kita hadapi dewasa ini adalah
berusaha meninggalkan tempat ini secepatnya."

Sementara itu Siau wan telah membuka kotak makan dan
menghidangkan semangkuk bubur serta empat macam sayur
dihadapan Kho Beng.
Dengan pikiran dan perasaan yang berat karena beban yang
dipikulnya, sulit bagi Kho Beng untuk menelan bubur tersebut,
namun agar tidak mengecewakan Beng Gi ciu yang telah bersusah
payah mencarikan hidangan baginya, terpaksa dia harus
menghabiskan bubur yang tersedia.
Ketika ia selesai bersantap. tampak Beng Gi ciu serta siau wan
telah mempersiapkan sebuah usungan dari rotan. Beng Gi ciu sebera
berkata dengan suara dalam :
"Tengah malam telah tiba, mari kita sebera berangkat"
Tiba-tiba Kho Beng merasa amat kikuki hatinya tergagap : "Nona,
aku."
"Kho kongcu, apalagi yang hendak kau ucapkan?" Tanya Beng Gi
ciu dengan kening berkerut.
"setelah nona Beng mengetahui identitasku yang sesungguhnya,
tentu kau juga mengerti bukan bahwa saat ini aku telah menjadi
musuh dari partai kupu-kupu"
"Ya a a, aku memang tahu," jawab si nona sambil tertawa.
"setelah nona mengetahui akan hal ini, mengapa kau masih
bersedia menyerempet bahaya yang amat besar untuk
menyelamatkan aku? Apakah kau tak kuatir mengikat tali
permusuhan dengan pihak partai kupu-kupu?" Beng Gi ciu sebera
tertawa.
"Tahukah Kho kongcu akan asal usulku yang sebenarnya?"
"Aku memang ingin mengetahuinya."
setelah menatap pemuda itu sekejap dan tersenyum, Beng Gi ciu
berkata pelan :
"Leluhurku sudah lama bermusuhan dengan pihak partai kupukupu,
malah permusuhan kami ibarat air dengan api, tak mungkin
bisa didamaikan kembali, oleh sebab itu aku tak perlu mengikatnya
kembali sekarang." Kemudian setelah berhenti sejenak, dia berkata
lagi :
"Pernahkah Kho kongcu mendengar kisah pertarungan antara
tiga dewa see gwa sam sian dengan ketua partai kupu-kupu dibawah
tebing hati duka?"
"Tentu saja aku pernah mendengarnya, apakah nona adalah."

"Yaa benar, aku adalah keturunan keempat dari dewa Kim ka
sian" sahut si nona sambil tertawa hambar.
"Haaahh" kejut dan girang Kho Beng, segera berseru tertahan.
Beberapa saat kemudian baru ia bisa berkata :
"Tak heran kalau ilmu silat yang nona miliki begitu hebat dan luar
biasa, ternyata nona adalah keturunan dari tiga dewa, kalau begitu
maaf atas ketidak tahuanku" sambil berkata ia siap-siap meronta
bangun. Cepat-cepat Beng Gi ciu menekan bahunya seraya berbisik :
"Lebih baik kau jangan bergerak dulu."
"Tapi aku merasa agak baikan," kata Beng Gi ciu dengan napas
tersengal-sengal,
"Aku bisa berjalan sendiri"
"Mungkin saja kau bisa berjalan sendiri kalau dipaksakan," kata
Beng Gi ciu sambil tertawa dan menggeleng,
"Tapi tahukah kau apa akibatnya bila kau berbuat begitu? "Tidak
menunggu Kho Beng menjawab, dia telah melanjutkan kembali katakatanya
:
"Apabila darah sampai membeku didalam nadi dan berbalik
menembusi pusat, bila parah bisa berakibat kematianmu atau paling
ringanpun akan menyebabkan kau menjadi cacat seumur hidup,"
"Yaa, betul kongcu?" seru siau wan pula sambil berkerut kening,
"bila kau benar-benar ingin membalas budi nona kami, maka kau
harus menuruti nasehat nona kami."
"Sudahi tak usah banyak bicara lagi" tukas Beng Gi ciu tiba-tiba,
"siau wan, cepat bopong Kho Beng kongcu keatas tandu
tersebut"
siau wan tak berani banyak bicara lagi, bersama Beng Gi ciu
mereka bersama-sama membohong tubuh Kho Beng dan
dibaringkan diatas usungan yang telah disediakan.
Berada dalam keadaan seperti ini Kho Beng tak leluasa untuk
bicara lagi, terpaksa dia hanya memandang kedua orang itu dengan
penuh rasa terima kasihi ia membiarkan mereka berbuat sesuka hati
atas dirinya.
Beng Gi ciu bertindak amat cepat, setelah membaringkan Kho
Beng diatas usungan tersebut, kembali dia menyelimuti tubuh anak
muda tersebut dengan sebuah mantel, kemudian baru menggotong
usungan tersebut dan berjalan keluar dari gua.
Jarak antara mulut gua dengan permukaan tanah masihada
beberapa kaki tingginya, namun dengan ilmu meringankan tubuh

yang amat sempurna, kedua orang nona itu telah melompat turun
kedasar jurang dengan gerakan yang amat ringan.
Bahkan sewaktu mencapai atas permukaan tanah pun, usungan
tersebut hanya bergoyang sedikit saja.
setelah keluar dari mulut gua, kedua orang itu menempuh
perjalanan dengan sangat cepat, mereka mengikuti arah aliran
sungai didasar jurang tersebut, berangkat menuju keluar bukit.
Dalam waktu singkat mereka bertiga telah menempuh perjalanan
sejauh tiga li lebih.
Mendadak tampak Beng Gi ciu menghentikan langkahnya secara
tiba-tiba kemudian dengan suatu gerakan cepat menyembunyikan
diri dibalik semak belukar disisi jalan.
siau wan mencoba pasang telinga baik-baik akan tetapi ia tak
berhasil menangkap suara apa pun dengan perasaan heran segera
tegurnya :
"Nona kau."
"ssssstttt"
Cepat-cepat Beng Gi ciu menempelkan jari telunjuknya diatas
bibir sendiri dan memberi tanda agar tidak berisik,
siau wan tidak berani membantah, ia benar-benar membungkam
diri dalam seribu bahasa.
Benar juga lebih kurang setengah peminuman teh kemudian
terdengar suara ujung baju yang tersampok angin bergema tiba, lalu
tampak tiga sosok bayangan manusia meluncur datang dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat, dalam waktu singkat mereka
telah meluncur kedalam dasar jurang sana.
Gerakan tubuh ketiga orang ini benar-benar amat cepat, sekali
lompatan sepuluh kaki telah dilalui..dalam kegelapan malam yang
terlihat hanya tiga sosok bayangan manusia yang remang-remang
serta suara desingan ujung baju yang terhembus angin.
Tak terlukiskan rasa kagum Kho Beng setelah melihat kenyataan
ini, sebab dari sini terbukti betapa lihaynya ketajaman pendengaran
Beng Gi ciu. Sementara itu siau wan telah menjulurkan lidahnya
sambil berbisik :
"Wouw.lihay betul ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketigg
orang itu."
Diam-siam Kho Beng setuju dengan pendapat tersebut, sebab
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki ketiga orang tersebut sama
sekali tidak lebih lemah daripada kemampuan jago nomor satu

malah bisa jadijauh lebih hebat daripada kemampuannya. setengah
berbisik siau wan bertanya :
"Apakah orang-orang itu berasal dari partai kupu-kupu?"
"Hmmm, kecuali kawanan begal tersebut, siapa lagi yang bakal
datang kemari? Kelihatannya Ui sik kang segera tiba disini"
siau wan segera memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
kemudian katanya :
"Nona, mari kita segera berangkat, kalau menunggu sampai
terang tanah nanti, waaah kita bisa berabe"
Tapi Beng Gi ciu segera menggeleng. "Tunggu sebentar"
Lalu sambil menunjuk kedepan, bisiknya lebih jauh :
"Dibelakang sana masih ada seorang lagi."
Kho Beng amat tergetar hatinya setelah mendengar perkataan
itu, dia mencoba untuk memasang telinga , akan tetapi sama sekali
tak terdengar suara langkah manusia maupun suara ujung baju yang
terhembus angin.
Namun diapun sadar, luka yang dideritanya saat ini amat parah,
jelas sudah mempengaruhi ketajaman pandangan mata serta
pendengarannya, meski begitu dia merasa kagum sekali dengan
kemampuan Beng Gi ciu jelas sudah tenaga dalam yang dimiliki
gadis tersebut amat sempurna.
Lewat setengah peminuman teh kemudian mereka baru
mendengar suara langkah manusia yang cukup nyaring.
Bersambung ke jilid 31
Jilid 31
Sewaktu diperlihatkan dengan seksama, terdengar si pendatang
hanya terdiri dari seorang.
Siau wan segera berbisik:
"Yang datang kali ini hanya seorang, mari kita bunuh saja orang
itu"
"Tutup mulut" buru-buru Beng Gi ciu membentak.
Belum habis suara langkah manusia itu sudah kedengaran
semakin nyata, tampaknya orang tersebut berjalan amat lamban.
Tanpa terasa Kho Beng berpikir dengan perasaan ragu-ragu :
"Benar-benar kejadian yang sangat aneh, bila didengar dari suara
derap langkahnya orang itu seperti seseorang yang tidak mengerti
akan ilmu silat." Tapi ingatan lain kembali melintas, pikirnya dengan
perasaan terkejut.

"Biasanya orang yang lihay tak suka jual tampang, mungkin juga
orang itu adalah seorang jagoan yang berilmu tinggi?"
Sementara ingatan tersebut masih melintas dalam benaknya,
suara langkah manusia tadi telah tiba dua kaki dihadapan mereka.
Toook.toooktook Makin lama makin lambat, akhirnya dia berhenti
hanya dua kaki jaraknya dari tempat persembunyian mereka.
Kabut malam yang makin menipis membuat raut wajah orang
tersebut lamat-lamat sudah mulai kelihatan, ternyata dia adalah
seorang kakek yang rambutnya telah beruban semua.
orang itu berperawakan gemuk lagi pendek, mengenakan baju
berwarna ungu, ditangannya membawa sebuah tongkat bambu
sementara dicunggungnya tergantung sebuah buli-buli besar.
sementara orang itu sudah mengambil tempat duduk diatas sebuah
batu besar.
Ketika Kho Beng secara diam-diam mengintip keluar, tampak
olehnya sekulum senyuman seolah-olah selalu menghiasi wajah
kakek tersebut, ia tak memiliki suatu keistimewaan, mungkin setelah
menempuh perjalanan jauh dan merasa lelahi kini sedang
beristirahat disitu. satu-satunya masalah yang mencurigakan adalah
mengapa dia memasuki dasar jurang yang terpencil sepi ini ditengah
malam buta begini.
Beng Gi ciu maupun siau wan telah mengawasi pula gerak gerik
kakek berbaju ungu itu dengan penuh perhatian, sikap mereka
Nampak tegang dan amat serius.
Berada dalam keadaan begini, Kho Beng merasa kurang leluasa
untuk mengajukan pertanyaan, karenanya dia Cuma membungkam
diri seribu bahasa. setelah duduk beberapa saat, mendadak Kakek
berbaju ungu itu bergumam seorang diri :
"Waaah.rasanya makin lama semakin tak beres, ditengah malam
buta begini, kemanakah aku mesti menemukan langgananku itu?"
sembari berkata dia menarik buli-buli dipunggungnya ke depan,
membuka penutupnya serta mengeluarkan bungkusan besar
maupun bungkusan kecil yang banyak sekali jumlahnya.
setelah diperiksanya semua, sekali lagi dia masukkan kembali
bungkusan tersebut kedalam buli-bulinya.
oleh karena udara malam masih menyelimuti angkasa, kabutpun
masih melayang diatas permukaan tanah, maka walaupun selisih
jarak mereka hanya dua kaki, namun tak terlihat dengan jelas
benda-benda apakah itu.

Begitulah, selesai memeriksa barang-barang yang berada didalam
buli-bulinya, Kakek berbaju ungu itu mulai celingukan
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, lalu mengendus pula
dengan hidungnya kesana kemari, pada akhirnya dia bergumam :
"semestinya di tempat ini aku harus bertemu langganan, kenapa
tak seorang manusia pun yang menyapaku?"
Mendengar perkataan tersebut tanpa terasa perasaan Kho Beng
serta Beng Gi ciu agak tergerak.
Mendadak terdengar Kakek berbaju ungu itu berkata lagi :
"Aaahi rupanya ada lagi yang datang, tapi bisa jadi orang itu
bukan langganan yang kucari"
Ia segera melompat turun dari atas batu dan mendekam diatas
tanah untuk menyembunyikan diri.
Tindakan dari Kakek berbaju ungu itu sangat mengejutkan hati
Beng Gi ciu, sebab dia pun merasa ada orang yang mendekati
tempat tersebut, namun ia baru mengetahuinya setelah Kakek
berbaju ungu itu menyembunyikan diri baik-baik.
setengah peminuman teh kemudian, betul juga tampak ada
sesosok bayangan hitam melintas lewat dengan kecepatan luar
biasa, orang itu berjalan lewat persis didepan batu cadas dimana
kakek itu menyembunyikan diri.
Tapi agaknya orang yang berjalan malam itu sama sekali tidak
menyadari akan kehadiran si Kakek berbaju ungu disitu, buktinya dia
lewat dengan begitu saja tanpa berpaling.
Dalam hati kecilnya Kho Beng segera sadar, kakek yang berada
dihadapannya sudah pasti bukan manusia sembarang.
Ditinjau dari tingkah laku si Kakek berbaju ungu itu yang dinilai
amat misterius, kemudian menyembunyikan diri dari pengintaian
orang berjalan malam yang jelas merupakan anggota partai kupukupu,
pemuda tersebut segera menarik kesimpulan bahwaannya
kakek tersebut sudah pasti merupakan seorang tokoh persilatan
yang berilmu tinggi.
Ketika ia mencoba berpaling untuk mengawasi Beng Gi ciu
berdua, tampak kedua orang gadis itu masih mengawasi lawannya
dengan tanpa berkedip. melihat itu terpaksa dia harus menelan
kembali kata-katanya.
Berapa saat kemudian Kakek berbaju ungu itu telah merangkak
bangun dan duduk kembali diatas batu cadas semula.
Terdengar ia tertawa ringan lalu bergumam lagi seorang diri :

"Kalau obat mujarab datang secara tiba-tiba, segala penyakit
pasti akan hilang dengan sendirinya, tapi kalau memang orang lain
tidak berjodoh dengan aku si orang tua, yaa.apa boleh buat lagi,
lebih baik aku pergi saja dari sini"
selesai berkata dia segera menggerakkan tubuhnya dan berjalan
menuju kearah jurang sana.
Tapi baru saja berjalan beberapa langkahi dia telah balik kembali
dan berkata sambil tertawa :
"Aaaahi aku tak usah terburu napsu, biarlah kutunggu sejenak
lagi."
sambil berkata dia mengeluarkan batu api dan menyulut
huncwenya, kemudian sambil duduk dibatu, ia menikmati
huncwenya dengan penuh keasyikan.
sejak kedatangan Kakek berbaju ungu itu, bila diperhatikan
secara sungguh-sungguhi maka dapat dilihat bahwa sinar matanya
selalu dan sekelebatan tanpa sengaja mengawasi tempat
persembunyian dari Kho Beng sekalian.
Akhirnya Beng Gi ciu tak dapat menahan diri lagi, tiba-tiba dia
berbisik kepada Kho Beng dengan ilmu menyampaikan suara :
"Aku lihat kakek ini sedikit rada aneh, bagaimana kalau kita
menemui dirinya?" Buru-buru Kho Beng menjawab dengan ilmu
menyampaikan suara pula : "Terserah kepada nona Beng, bagi diriku
sih tiada pendapat yang lain."
Beng Gi ciu tersenyum, dia segera bangkit berdiri dan berjalan
keluar dari tempat persembunyiannya .
Kakek berbaju ungu itu sama sekali tidak tercengang melihat
kemunculan gadis tersebut, sambil tertawa hambar dia malah
bergumam lagi,
"Untung saja aku menunggu sejenak tadi, kalau tidak tentu
kesempatan baik dilewatkan dengan begitu saja."
Beng Gi ciu maju beberapa langkah kedepan, sambil memberi
hormat, sapanya :
"Mungkin lotiang sudah tahu kalau siau li sekalian berada disini?"
sambil tersenyum Kakek berbaju ungu itu balas memberi hormat.
"Yaa betul, betul, aku tahu kalau disini ada langganan yang
menunggu."
"Boleh aku tahu siapa nama lotiang?" Tanya Beng Gi ciu
kemudian dengan suara dalam.
Kakek berbaju ungu itu tersenyum.

"Dulu sih aku punya nama, tapi kemudian kurasakan nama
bukanlah suatu yang penting, lama kelamaan aku tak pernah
menggunakannya lagi sehingga akhirnya aku sendiripun
melupakannya ."
"Bagaimana pun juga, saban orang pasti punya nama, kalau
tidak, bagaimana cara orang lain memanggilmu?" kata Beng Gi ciu
lagi sambil tertawa.
"Panggilan sih ada."
sambil menunjuk kearah rambut sendiri yang telah beruban
semua, Kakek berbaju ungu melanjutkan,
"Berhubung rambutku putih bagaikan saiju, orang menyebutku
sebagai si kakek berambut putih, tapi ada pula yang memanggilku si
setan tua dari Lam ciang"
"setan tua dari Lam ciang?" gumam Beng Gi ciu lirih,
"sayang sekali pengetahuan serta pengalaman siauli amat cetek
sehingga belum pernah mendengar nama besar dari lotiang, tapi
akum percaya kau pastilah seorang tokoh dunia persilatan yang
berilmu tinggi"
Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaaahhhihaaahhhhaaaahhhhinona, nona.terang saja aku si
kakek pun baru pertama kali ini melangkah masuk ke daratan
Tionggoan, sehingga tak banyak jago persilatan yang kukenal"
"Apakah selama ini lotiang berdiam diwilayah Lam ciang?" Kakek
berambut putih itu mengangguk berulang kali.
"Hampir empat lima puluh tahunan , aku tak pernah
meninggalkan wilayahku barang setengah langkah pun, tapi berapa
tahun belakangan, makin lama kehidupanku disana semakin susah,
maka dengan perasaan apa boleh buat terpaksa aku situa harus
hijrah ke utara, aku ingin mencari keuntungan didaratan Tionggoan
sehingga bisa dibuat sebagai biaya untuk hari tua ku nanti."
"apa sih pekerjaan lotiang?" Tanya Beng Gi ciu sambil mencoba
mengawasinya. sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, kakek itu
menjawab :
"sepanjang hidupku bergumul dengan obat-obatan, meski belum
bisa dibilang mampu menghidupkan kembali orang mati, namun
penyakit dalam maupun penyakit luar bisa kusembuhkan secara
cepat"

"oooohi rupanya lotiang adalah seorang tabib yang gemar
menolong orang, maaf..maaf" Kemudian setelah berhenti sejenak,
kembali dia berkata :
"Bila kutinjau dari perkataan lotiang barusan, agaknya kau
mengatakan bahwa kami adalah langganan lotiang."
Tiba-tiba ia menghentikan perkataannya dan tidak dilajutkan
kembali. sambil tertawa terkekeh-kekeh, Kakek berambut putih itu
menjawab :
"Yaa benar, sudah hampir sebulan lamanya aku melangkah
masuk kedaratan Tionggoan, namun selama ini belum berhasil juga
menemukan seorang langganan pun, padahal bekal yang kubawa
keluar sudah hampir habis terpakai, bila kau gagal mendapatkan
langganan dalam waktu singkat, bisa jadi aku bakal mati kelaparan
didaratan Tionggoan ini."
sambil tertawa dingin Beng Gi ciu menyela :
"Lotiang belum memberikan jawaban yang sejelasnya atas
pertanyaan siauli barusan."
Kemudian dengan suara dalam dia melanjutkan :
"Dari mana lotiang bisa tahu kalau siauli sekalian bersembunyi
disini dan dari mana pula bisa tahu kalau bakal menjadi
langgananmu?"
Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhaaa.haaahi.aku mengandalkan hidungku ini."
"Mengandalkan hidung?" Beng Gi ciu tertawa geli,
"lotiang memang pandai bergurau, apa sangkut pautnya masalah
ini dengan hidungmu?"
"Tentu saja amat besar hubungannya," kata Kakek berambut
putih itu tertawa ringan.
"sebab hidungku ini memiliki ketajaman penciuman yang luar
biasa, jauh berbeda dengan orang biasa."
"Jadi maksud lotiang, kau mengandalkan ketajaman dari daya
penciuman hidungmu itu?"
"Tepat sekali" kakek itu manggut-manggut,
"Memang begitulah yang kumaksudkan." Beng Gi ciu segera
mendesak lebih jauh.
"Jadi lotiang pun mengandalkan ketajaman daya ciummu itu
untuk mengetahui tempat persembunyian kami disini?"
Kembali Kakek berambut putih itu mengangguk.
"Yaa, memang, demikianlah keadaan yang sesungguhnya."

Lalu sambil berpaling dan memandang sekejap kearah semak
belukar dihadapannya, ia berkata lebih jauh :
"Yang menarik perhatianku justru perasaanku yang mengatakan
bahwa didalam sana, agaknya terdapat seseorang yang sedang
menderita luka parah, terus terang saja aku sedang menaruh
perhatian atas dirinya."
"Apa yang kau inginkan?" bentak Beng Gi ciu dengan suara
dalam lagi berat.
Buru-buru Kakek berambut putih itu menggoyangkan tangannya
berulang kali seraya berkata :
"Harap nona jangan salah paham, aku sudah menyembuhkan
beribu-ribu penyakit yang diderita orang, sudah memeriksa keadaan
luka yang diderita beribu jago, tentu saja perhatian yang kucurahkan
saat ini adalah luka yang diderita rekanmu itu."
Kemudian sambil menepuk buli-buli dipunggungnya, dia berkata
lebih jauh :
"Bila aku tak berhasil mendapatkan uang lagi, bisa jadi aku betulbetul
akan mati kelaparan."
setengah percaya setengah tidak, Beng Gi ciu berseru :
Lotiang benar-benar tidak mempunyai tujuan yang lain?
Apa tujuan yang lain itu? kakek itu balik bertanya dengan wajah
amat serius.
Beng Gi ciu termenung s ej enaki lalu berkata :
Peristiwa ini terlampau aneh dan susah membuat orang untuk
mempercayainya, coba bayangkan sendiri, apa sebabnya kau
menelusurijulan yang terpencil seperti ini ditengah malam buta dan
kebetulan sekali mengapa kau memiliki ketajaman daya cium yang
jauh lebih tajam daripada penciuman anjing. Kemudian dengan
suara dalam ia berkata lebih jauh :
"Terus terang saja kukatakan, aku agak mencurigai dirimu
sebagai kaki tangan dari partai kupu-kupu"
sambil tertawa Kakek berambut putih itu menggeleng kepalanya
berulang kali, ujarnya :
"akupun pernah mendengar tentang berita munculnya kembali
partai kupu-kupu didalam dunia persilatan, terus terang saja
kukatakan, aku sendiripun amat membenci orang-orang partai kupukupu,
bila keadaan mengijinkan aku pun ingin sekali membunuh
beberapa orang anggota dari partai kupu-kupu."
"Mengapa?" Tanya Beng Gi ciu keheranan.

Mendadak Kakek berambut putih itu menjadi emosi, sambil
mengkertak gigi kencang-kencang katanya :
"sebab aku mempunyai ikatan dendam kesumat sedalam lautan
dengan mereka..tatkala partai kupu-kupu kehilangan kitab pusaka
Thian goan bu boh pada seabad berselang dan melakukan
pembantaian didalam dunia persilatan, leluhur ku terbunuh pula
ditangan mereka."
Menurut hasil pengamatan Beng Gi ciu, dia menemukan kalau
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak berbohong, karena rasa
benci dan dendam yang menyelimuti wajahnya tak mungkin bisa
ditunjukkan orang lain. Maka katanya kemudian sambil tersenyum,
"Tentunya lotiang sangat mahir didalam ilmu pertabiban?"
"Telah kukatakan tadi, biar pun penyakit itu berada didalam
ataupun diluar, aku sanggup membuatnya sembuh sama sekali."
"Ditinjau dari kesanggupan lotiang untuk mengendus seseorang
diantara kami menderita luka dalam yang cukup parah,
membuktikan kalau kemampuan lotiang memang sangat hebat,
silahkan"
"Haaaahh.haaaahhhaaahh.kalau begitu transaksi kita pasti akan
berhasil." Tukas si kakek dengan wajah kegirangan.
Beng Gi ciu manggut-manggut.
"Yaa, bila lotiang memang mampu menyembuhkan luka, tentu
saja siauli merasa amat bersyukur dan berterima kasih sekali."
"Bagus sekali kalau begitu, bagus sekali, tapi kami harus
memeriksa keadaan luka nya lebih dulu sebelum berbicara soal
harga, silahkan nona mengajakku menjumpainya."
Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dia berjalan lebih dulu menuju
ketempat persembunyian Kho Beng serta siau wan.
sambil membawa tongkat bambunya, Kakek berambut putih itu
mengikuti dibelakangnya.
Mula-mula dia memperhatikan dulu seluruh tubuh Kho Beng
dengan seksama, kemudian baru katanya :
"Luka yang dideritanya tidak enteng, masalahnya darahnya telah
membeku didalam isi perutnya..apakah nona telah memberi obatobatan
kepadanya?"
"Ya a" sinona mengangguk, "Aku hanya memberi obat penambah
darah untuk memperkuat kondisi tubuhnya."
sekali lagi Kakek berambut putih itu memperhatikan air muka Kho
Beng, selang beberapa saat kemudian dia baru berkata :

"Kalau kita ikuti cara pengobatan yang nona lakukan paling tidak
masih dibutuhkan waktu selama sepuluh hari untuk menyembuhkan
kembali lukanya itu, lagipula dalam sepuluh hari ini dia tak boleh
bergerak ataupun melakukan gerakan yang melelahkan, terutama
sekali tak boleh emosi dan menuruti gejolak perasaan sendiri, kalau
tidak keselamatan jiwanya akan berbahaya sekali."
"Betul Pandangan lotiang memang tepat sekali" puji Beng Gi ciu
dengan perasaan kagum. setelah berhenti sejenak, desaknya lagi :
"Menurut cara pengobatan yang lotiang lakukan, kira-kira
beberapa lama yang dibutuhkan?"
Kakek berambut putih itu tersenyum.
"Biarpun luka dalamnya cukup parah, aku Cuma membutuhkan
waktu setengah peminuman untuk bisa membuatnya sembuh dan
segar kembali seperti sedia kala"
"Hanya setengah peminuma n teh saja dapat memulihkan
kembali kesehatannya?" hampir saja Beng Gi ciu melompat bangun
saking kagetnya,
"Lotiang kan tidak sedang bergurau, bukan?"
Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata :
"Kalau persoalan yang lain boleh saja kita bergurau, tapi dalam
soal mengobati penyakit, hal semacam ini tak boleh sekali-kali
sampai terjadi, aku bukan termasuk manusia macam begitu."
Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, segera serunya :
"Baiklah, bila lotiang benar-benar mampu menyembuhkan
lukanya dalam setengah peminumanteh saja, siauli pasti akan sangat
berterima kasih kepadamu."
"Bagus sekali," Kakek berambut putih itu tersenyum,
"Tapi. .kita harus membicarakan soal bayarannya dulu."
"Berapa tahil yang lotiang minta?" Tanya si nona agak tertegun.
Kakek berambut putih itu termenung serta berpikir sebentar,
kemudian sahutnya sambil tertawa,
"Dalam transaksi yang terjadi pertama kali, aku merasa canggung
untuk membuka harga keliwat tinggi, dari para pasien, kedua jadi
mengurungkan niatnya"
setelah garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal, dia baru berkata
:
"Bagaimana kalau lima tahil perak, bersediakah kau
membayarnya?"
Beng Gi ciu segera tersenyum,

"Bila kau minta lima ribu atau lima laksa tahil peraki mungkin
siauli tak mampu membayar sekaligus, tapi kalau Cuma lima tahil
peraki itu mah tak terhitung seberapa."
sambil berpaling kearah siau wan, segera bentaknya :
"Ambil lima tahil emas dan serahkan kepada lotiang ini"
siau wan jadi tertegun.
"Nona, dia kan cuma menghendaki lima tahil peraki bukan lima
tahil emas."
"Tak usah banyak bicara lagi" tukas Beng Gi ciu sambil tertawa,
"Cepat ambil keluar dan serahkan kepadanya"
Terpaksa siau wan mengiakan, dengan rasa berat hati dia
membuka buntalannya dan mengeluarkan sebatang emas sambil
disodorkan kemuka.
Kontan saja paras muka Kakek berambut putih itu berubah
menjadi berseri-seri karena kegirangan, katanya :
"Lima tahil emas..wow, ini berarti nilainya hampir mencapai
seratus tahil perak. nona, kau.."
"Tak terhitung seberapa, terima saja." Tukas si nona hambar.
Kakek berambut putih itu segera menyimpan batangan emas
tersebut kedalam sakunya, kemudian ia mengambil buli-bulinya dan
mengeluarkan sebutir pil berwarna putih, katanya kemudian :
"Apakah kantung air nona berisi air?"
"Ya a, ada" Beng Gi ciu mengangguk. sambil berkata dia
melepaskan kantung airnya.
Kakek berambut putih itu menyodorkan pil bewarna putih tadi
kehadapan sinona sambil berkata :
"silahkan nona melolohkan obat tersebut kedalam mulutnya."
Beng Gi ciu menerima pil tadi, diamati sejenak lalu berdiri
termangu, tampaknya dia merasa agak ragu-ragu.
sambil menggelengkan kepalanya dan tertawa, Kakek berambut
putih itu bertanya :
"Apakah nona masing sangsi?"
"Ya a, mungkin saja aku memang banyak curiga,"
"tapi Aku cukup memahami perasaan nona." Tukas si kakek
cepat.
"Apa yang kaupahami?" Tanya Beng Gi ciu agak tergetar.
Mendadak Kakek berambut putih itu berkata dengan ilmu
menyampaikan suara :

"Nona tidak akan gusar bila aku berbicara blak-blakan dan terus
terang?"
"Katakan saja terus terang" sahut Beng Gi ciu dengan perasaan
agak tergetar.
Tentu saja jawaban dari si nona pun diberikan dengan ilmu
menyampaikan suara. sambil tersenyum kakek itu berkata :
"Aku lihat pemuda itu tentulah kekasih hati nona bukan,
karenanya nona bagitu menguatirkan keselamatan jiwanya?"
"Aaahi ngaco belo" seru Beng Gi ciu dengan wajah bersemu
merah karena jengah.
Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahak dan segera
mengalihkan pandangan matanya kearah lain.
Beng Gi ciu tidak ragu-ragu lagi, dengan cepat ia menjejalkan pil
tersebut kedalam mulut Kho Beng.
Paras muka Kakek berambut putih itu segera berubah serius
kembali, buru-buru dia mendekati Kho Beng dan bertanya lembut :
"Bagaimana rasanya pil tersebut?"
"Rada getir, tapi setelah berada dalam perut rasanya
menyegarkan"
"Kalau begitu tak salah lagi, cepat kau himpun tenaga dalammu
dan membawa sari obat tersebut keseluruh badan, aku jamin
kesehatan tubuhmu segera akan pulih kembali seperti sedia kala."
Kho Beng segera memejamkan matanya rapat-rapat dan meng
ikuti petunjuk tersebut mulai mengatur pernapasan.
sementara itu Beng Gi ciu serta siau wan menjaga disisi arena
dengan wajah teggng dan serius.
Benar juga, tak sampai setengah peminuman teh kemudian, Kho
Beng telah membuka matanya kembali.
Kho kongcu Beng Gi ciu segera menegur dengan agak emosi,
"Kau.."
Kesegaran telah memancar dari balik wajah Kho Beng, tiba-tiba
dia melompat bangun seraya berkata :
"Aku. benar- benar telah segar kembali."
Beng Gi ciu menjadi kegirangan setengah mati, siau wan pun
turut memuji kehebatan kakek itu, katanya :
"Locianpwee, obatmu benar-benar amat mujarab, rupanya
khusus dipakai untuk mengobati luka dalam? Lain waktu aku tentu
akan membantumu untuk menyiarkan nama besarmu dimana-mana,
tanggung kau pasti akan menjadi kaya raya."

Kakek berambut putih itu tertawa.
"Aku tidak mengharapkan punya nama besar, asal bisa mendapat
sejumlah uang sebagai biaya dihari tuaku serta sebuah peti mati
untuk mengubur jenasahku lain waktu, rasanya itu sudah lebih dari
cukup bagiku untuk pulang kedusun."
"Kau orang tua, apakah masih punya keluarga lain?" Kakek itu
menggeleng.
"Aku siorang tua adalah manusia bernasib jelek, sejak dilahir
sudah hidup seorang diri, sampai saat ini pun aku tetap hidup
sebatang kara tanpa anak tanpa bini."
"ooooh . kasihan benar," bisik siau wan simpatik. Kemudian
setelah berhenti sejenak, kembali ujarnya,
"Kau bilang sejak dilahirkan sudah hidup sebatang kara, aku
kurang percaya dengan perkataan itu, apakah.."
sambil menghela napas, Kakek berambut putih itu menyela :
"Bila sudah kuterangkan nanti, kau pasti akan menjadipaham.
Disaat ibu sedang mengandung aku, ayahku dibunuh orang secara
keji, lalu dikala ibuku melahirkan aku dia mengalami kesulitan dalam
kelahiran sehingga terjadi pendarahan hebat, akibatnya aku lahir
diapun ikut mati. Aaaai.justru aku bernasib agak baikan ternyata aku
bisa hidup sampai berusia sembilan puluh tahunan tanpa sekalipun
menderita sakit."
"Kau telah berusia sembilan puluh tahunan?" seru siau wan
tercengang, "Wahi aku tak menyangka."
"Lalu menurut pendapatmu, berapa usiaku sekarang?"
"Paling banter baru berusia tujuh puluh tahunan."
Mendadak terdengar Kho Beng mengeluh :
"Aduuuuh ada yang kurang beres."
"Apanya yang kurang beres?" Tanya Beng Gi ciu dengan
perasaan amat terkejut.
Tampak paras muka Kho Beng berubah sangat hebat, peluh
dingin telah membasahi seluruh badannya, setelah menghela napas
sedih, ia terduduk kembali keatas tanah. siau wan turut gelisah,
sambil menghampiri teriaknya cemas,
"Kho kongcu, sebenarnya apa yang kau rasakan? cepat katakan"
"Aaaai punggungku" seru Kho Beng menghela napas.
"Mengapa dengan punggungmu?" Tanya Beng Gi ciu dengan
perasaan amat terkejut.

"Linu, sakit bagaikan ditusuk jarum, aku tak mampu meluruskan
badanku kembali."
Sekarang Beng Gi ciu baru mengetahui bahwa Kho Beng telah
membungkukkan badannya persis seperti udang, dengan perasaan
kaget bercampur gelisah dia segera berpaling kearah Kakek
berambut putih itu, tegurnya
"Apa yang sebenarnya terjadi?"
"sudah pasti penyakitnya berasal dari pil tadi" seru siau wan pula
sambil meraba gagang pedangnya.
Kakek berambut putih itu mengerutkan dahinya kencangkencang,
katanya :
"obat yang kugunakan tak mungkin salahi aku men.." setelah
berhenti sejenak, katanya lagi dengan suara dalam :
"Cepat. .suruh dia membaringkan diri biar kulakukan pemeriksaan
yang seksama, aku percaya dalam waktu singkat dapat menemukan
penyebabnya."
Berada dalam keadaan begini, Beng Gi ciu tidak berpikir lebih
jauhi dia segera turun tangan sendiri membaringkan Kho Beng
keatas tanah, kemudian melepaskan pula pakaian yang dikenakan.
Kakek berambut putih itu cepat-cepat berjongkok dan melakukan
pemeriksaan dengan seksama.
Tapi sebentar saja dia sudah mendongakkan kepalanya dan
berseru sambil menghentakkan kakinya keatas tanah :
"Aduh celaka."
"sebenarnya apa yang terjadi?" buru-buru Beng Gi ciu bertanya.
setelah menghela napas, Kakek berambut putih itu berkata :
"Semula kukira dia hanya menderita luka dalam, siapa tahu dia
pun sudah menderita keracunan hebat.."
"Ia sama sekali tidak keracunan" kata Beng Gi ciu sambil
menggretak gigi.
"Dari raut mukanya kau tak akan melihat kalau dia sudah
keracunan, kalau bukan begitu racun tersebut tak bisa dibilang
sebagai racun luar biasa."
sambil menunding kearah tulang punggung Kho Beng, dia
berkata lebih lanjut :
"sudah kau lihat bekas merah ditulang punggungnya itu?"
Beng Gi ciu serta siau wan berebut melihat arah yang ditunjuk
kakek berambut putih itu, benar juga diantara tulang punggung

pemuda tersebut benar-benar terdapat sebuah bekas garis panjang
bewarna merah.
sambil menghela napas dan menggelengkan kepalanya berulang
kali, Kakek berambut putih itu berkata :
"Jangan kau anggap remeh garis merah tersebut, padahal inilah
gejala yang khas dari racun Ang bong tok, salah satu racun yang
terkeji didunia ini."
"Apa yang bisa terjadi dengan seseorang yang terkena racun Ang
bong tok tersebut?" Tanya Beng Gi ciu gelisah. Kakek berambut
putih itu tertawa getir :
"Dalam satu bulan ilmu silatnya akan musnah, tiga bulan
kemudian tulang belulangnya membusuk jadi darah kental dan lima
bulan kemudian selurh tubuhnya akan membusuk sebelum mati
dalam keadaan yang amat mengerikan."
Berubah hebat paras muka Beng Gi ciu setelah mendengar
ucapan tersebut, tanyanya kemudian :
"Lantas apa yang mesti kita perbuat sekarang?"
Dengan suara dalam Kakek berambut putih itu berkata :
"Andaikata gejala keracunan ini bisa kuketahui lebih awal
mungkin bisa diatasi lebih mudah, tapi sekarang kita mesti
memunahkan racun tersebut lebih dulu sebelum menyembuhkan
lukanya, tapi kini berhubung racun tersebut belum punah padahal
tenaga dalamnya telah pulih kembali, keadaan tersebut semakin
mempersulit usaha pengobatan yang hendak kulakukan."
"sebenarnya apakah masih ada cara untuk menyembuhkan
lukanya atau tidak?" Tanya Beng Gi ciu sambil menggertak gigi.
Kakek berambut putih itu tertawa angkuh.
"sudah kukatakan tadi, selamanya belum pernah ada penyakit
yang gagal kusembuhkan, bila kubilang tak sanggup, bukankah
sama artinya dengan merusak nama sendiri, hanya saja"
setelah biji matanya berputar sejenak kian kemari, dia berkata
lebih lanjut :
"Untuk pengobatan luka semacam ini, aku benar-benar
menjumpai banyak kesulitan."
Disaat biji matanya berputar inilah Beng Gi ciu dapat melihat
dengan jelas bahwa dibalik sinar matanya seakan-akan terpancar
sifat licik, keji dan jahatnya. Namun setelah dipikir sebentar,
terpaksa dengan nada merengek katanya lagi :

"Lotiang adalah tabib Hua tou jaman sekarang, bagaimana juga
kau harus berusaha untuk menyelamatkannya ."
Tentu saja Kakek berambut putih itu manggut-manggut,
"tapi. .kali ini tak mungkin lukanya bisa kusembuhkan hanya
dalam waktu setengah peminuman teh saja."
"Peduli berapa waktu pun yang kau butuhkan, asal lotiang bisa
menyembuhkan lukanya, itu sudah cukup, siauli pasti akan berterima
kasih sekali padamu." Kakek berambut putih itu berpikir sebentar,
lalu katanya :
"Kali ini bukan dengan biaya lima tahil emas saja bisa
menyembuhkan luka tersebut."
Rasa tidak simpatik segera timbul didalam hati kecil Beng Gi ciu,
namun ia tidak mempersoalkan masalah kecil tersebut, katanya :
"Terserah berapa pun biaya yang kau minta, coba terangkan
berapa jumlah yang kau inginkan?"
"Begini saja, bagaimana kalau ditambah dengan sepuluh kali
lipat? siau wan, berikan dua puluh tahil emas kepadanya." seru Beng
Gi ciu tanpa ragu. sambil menggertak gigi siau wan segera berseru :
"Nona, dia pasti seorang penipu, sudah jelas dia telah
membohongi kita habis-habisan, apakah kau bersedia dibohongi
sekali lagi."
"Kau tak usah banyak bicara, siapa sih yang menyuruh kau tak
tahu aturan?" tegur Beng Gi ciu dengan suara dalam.
Namun siau wan tetap merasa tak puas, katanya lebih jauh :
"Nona, dengan asal usul kita yang terhormat selama hidup belum
pernah ditipu orang mentah-mentah. Mengapa kau bersedia
menuruti perkataan situa Bangka ini? sudah jelas racun tersebut
berasal dari dalam pil yang diberikan olehnya tadi."
"Tutup mulut" bentak Beng Gi ciu gusar.
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
"Persoalan ini menyangkut hidup mati Kho kongcu, siapa suruh
kita kurang berhati-hati sehingga dipecundanginya? Apakah kau
masih merasa saying dengan uang sebesar lima puluh tahil emas
itu?"
siau wan tidak banyak bicara lagi, dia segera mengeluarkan
sebatang emas dan diserahkan kepada Beng Gi ciu.
Tanpa merasa sayang barang sedikitpun Beng Gi ciu
menyerahkan batangan emas tersebut kepada Kakek berambut putih
tadi, katanya :

"Ini lima puluh tahil emas, silahkan lotiang menerimanya." Kakek
berambut putih itu tertawa terkekeh-kekeh :
"Bila kudengar dari pembicaraan nona serta budak tersebut,
seakan-akan kau menuduh racun tersebut berasal dari obat yang
kuberikan tadi bukan?"
"siauli telah salah bicara, harap lotiang sudi memaafkan," sahut
Beng Gi ciu dengan wajah tanpa emosi.
Kakek berambut putih itu menggelengkan kepalanya berulang
kali, katanya :
"Walaupun aku amat membutuhkan uang tapi aku lebih
mementingkan soal nama, bila kalian berdua merusak nama baikku
aku tak terima"
"Lantas apa yang lotiang kehendaki?" Tanya Beng Gi ciu sambil
menggigit bibir menahan diri
"Emas ini aku tak akan menerimanya lebih dulu, tunggu saja
sampai aku berhasil menyembuhkan luka racunnya itu."
"Dengan cara apa lotiang hendak mengobati lukanya? Apakah
diberi obat yang lain?" Kakek berambut putih itu segera tertawa
dingin :
"ang bong tok merupakan racun paling keji didunia ini, belum
pernah kudengar kalau didunia ini terdapat obat-obatan yang
mampu memunahkan racun tersebut?"
"Lantas apa yang hendak kau perbuat?" Tanya Beng Gi ciu
dengan wajah berubah menjadi pucat pias seperti mayat.
"Hanya ada satu cara yakni menghisap keluar sisa racun yang
berada didalam tubuhnya dengan tangan dingin. "
Kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu,
kembali dia berkata :
"Mustahil bagiku untuk melakukan pengobatan ditempat seperti
ini, aku pikir hendak kubawa ke kuil Hian thian koan dibukit Wang hu
san."
"Apakah harus berbuat demikian?" Tanya Beng Gi ciu sambil
menghela napas panjang. Kakek berambut putih itu mendengus :
"Masih ada sebuah cara lagi, yaitu aku angkat tangan dan pergi
dari sini. Nah, silahkan nona memilih sendiri"
Beng Gi ciu termenung berapa saat lamanya, setelah itu dia baru
berkata dengan suara dalam :
"Baiklah aku akan menuruti kehendak lotiang." Kakek berambut
putih itu tertawa terbahak-bahak :

"Haaaahhhi.haaahhhaaahhhhi.nona memang seorang yang tegas
dan cepat mengambil keputusan, ketegasanmu jauh melebihi lakilaki
sejati, bagus..bagus sekali"
Saat itu paras muka Beng Gi ciu telah berubah menjadi dingin
dan kaku bagaikan sebuah batu karang, sepatah demi sepatah ia
berkata kepada siau wan : "Mari kita gotong Kho kongcu dan segera
berangkat"
"Tunggu dulu" mendadak Kakek berambut putih itu mengulapkan
tangannya mencegah.
"Apakah lotiang masih ada pesan lain?" Tanya si nona agak
tertegun.
"Kuil Hian thian koan dibukit Wang hu san bukan merupakan
tempat yang bisa dikunjungi kaum wanita, lebih baik serahkan saja
pemuda itu kepadaku."
Paras muka Beng Gi ciu seketika berubah menjadi lebih tak sedap
lagi, sambil menggigit bibir katanya : "soal ini."
"Nona toh seorang yang tegas dalam mengambil keputusan,
apakah kau tak bersedia?" Rengek Kakek berambut putih sambil
tertawa.
Kemudian setelah berhenti sejenak dengan suara dalam ia
berkata lebih jauh :
"Menggunakan sisa waktu yang luang ini, nona toh bisa
memanfaatkannya untuk melakukan penyelidikan apakah Kho
kongcu benar-benar telah keracunan Ang bong tok lebih dulu,
kemudian kita baru menentukan waktu dan alamat guna saling
menyerahkan orang dan uang "
"Apakah kau mempunyai keyakinan untuk menyembuhkan
lukanya itu??"
"Bila tak berhasil kusembuhkan luka tersebut, bukan saja aku tak
akan menerima lima puluh tahil emas tersebut, bahkan aku pun
akan menyerahkan selembar jiwaku ini kepadamu." Beng Gi ciu
segera manggut-manggut.
"Kalau begitu silahkan lotiang menentukan waktu serta
tempatnya."
Kakek berambut putih itu berpikir sebentar kemudian jawabnya :
"Bagaimana kalau sepuluh hari kemudian didepan bukit Wang hu
san?"
"Baik kita tetapkan dengan sepatah kata ini." sahut si nona
seraya mengangguk.

sementara itu racun yang mengeram didalam tubuh Kho Beng
sudah mulai bekerja, peluh dingin membasahi seluruh tubuhnya,
kesadarannya pun berada dalam keadaan ada dan tidak ada,
karenanya terhadap pembicaraan yang berlangsung antara kedua
orang itu pun dia seperti mendengar seperti jUga tidak, yang pasti
sama sekali tiada reaksi dari dirinya pribadi.
Dengan langkah cepat Kakek berambut putih itu berjalan
mendekati Kho Beng dan membopongnya, kemudian sambil tertawa
ia berkata :
"Kita berjumpa lagi sepuluh hari kemudian"
sambil membalikkan badan, tanpa berpaling lagi dia beranjak
pergi dari situ dengan langkah lebar.
Mengawasi bayangan punggungnya hingga lenyap dari
pandangan mata, tanpa terasa Beng Gi ciu menghela napas panjang.
siau wan pun tak mampu menahan diri lagi, dengan air mata
bercucuran bisiknya : "Nona"
Mendadak Beng Gi ciu berpaling seraya menegurnya untuk tidak
menangis.
siau wan menyeka air matanya yang membasahi wajahnya, siau
wan berkata amat sedih :
"Nona, bukankah kau sendiri sedang menangis?"
Beng Gi ciu tertegun, sekarang dia baru menyadari bahwa dia
sendiripun telah melelehkan air mata.
Kontan saja paras mukanya berubah menjadi merah padam,
buru-buru dia menyeka air mata dipipinya.
setelah menghela napas panjang, siau wan berseru :
"Nona dihari-hari biasa, kau adalah seorang yang berhati keras,
mengapa kau bersedia dipermainkan kakek tersebut semaunya
sendiri?" sambil tertawa getir, Beng Gi ciu menggeleng.
"siapa suruh aku telah salah menilai orang"
"Jadi menurut nona, dia juga yang telah melepaskan racun keji
itu?"
"Ya a, paling tidak tujuh delapan puluh persen adalah hasil
perbuatannya." sahut sinona serius.
sambil menggertak gigi, siau wan berseru lagi :
"Kalau toh kau sudah mengetahui akan hal ini, mengapa kau
biarkan dia membawa pergi Kho kongcu?"
"Apa boleh buat? selain dia seorang mungkin tiada orang kedua
yang mampu menyembuhkan racun didalam tubuh Kho kongcu."

"Menurut pendapatmu, apakah dia benar-benar akan
memunahkan racun yang bersarang dalam tubuh Kho kongcu?"
"Paling tidak kita harus menyerempet bahaya dengan melakukan
suatu pertaruhan besar."
Cepat-cepat siau wan menggeleng, katanya :
"seandainya aku menjadi nona, akan kutangkap orang itu lalu
memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut,
asal kita iris daging tubuhnya sepotong demi sepotong, aku percaya
akhirnya dia pasti akan menyerah."
Beng Gi ciu segera menghela napas panjang.
"Aaaai.anak bocah, kau tidak mengerti akan kelicikan dan
kebusukan orang dunia persilatan, bila kau sampai berbuat
demikian, sama artinya kau telah mencelakakan jiwa Kho kongcu."
"Asal kita bisa memaksanya untuk menyerahkan obat penawar
racun tersebut, bukankah racun yang bersarang dalam tubuh Kho
kongcu akan lenyap dan kesehatan tubuhnya akan pulih kembali,
kenapa..?"
Kembali Beng Gi ciu menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya :
"Pertama, agaknya ilmu silat yang dimiliki tua Bangka itu tidak
berada dibawah kemampuanku, andaikata betul-betul sampai terjadi
pertarungan, masih susah untuk diramalkan siapa yang bakal
menang."
"Tapi budak kan bisa membantumu, apa yang mesti kita takuti?"
seru siau wan dengan penuh emosi.
Beng Gi ciu segera tertawa getir :
"sekalipun kita berhasil mengungguli dirinya, belum tentu bisa
memaksanya untuk menyerahkan obat pemunah racun tersebut,
sekalipun dia menyerahkan obat penawar racun tersebut, belum
tentu obat itu dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh
Kho kongcu."
"Kenapa?" Tanya siau wan sambil membelalakkan matanya lebarlebar.
"Kemungkinan besar obat yang diserahkan kepada kita benarbenar
dapat memunahkan racun yang bersarang ditubuh Kho
kongcu tapi bisa jadi obat tersebut merupakan racun keji jenis
lainnya, sehingga menyebabkan Kho kongcu mati tanpa disadari."
setelah berhenti sebentar, dia berkata lagi :

"Kita berdua sama-sama tidak memahami sifat racun ataupun
obat, apakah kita mampu untuk mencegah terjadinya peristiwa
macam begitu?"
sambil menggigit bibir siau wan segera berseru :
"Waaaahi kejadian semacam ini benar-benar amat
berabe,..aaai.."
Mendadak Beng Gi ciu tertawa pedih, katanya lagi :
"Walaupun demikian keadaannya, tapi aku rasa diapun tak akan
berani bermain gila dengan ku, kecuali dia memang sudah bosan
hidup."
"Mengapa nona mempunyai keyakinan begini?"
"Coba kau lihat apakah itu?" ucap Beng Gi ciu sambil menunding
kemuka dan tertawa.
siau wan segera berpaling kearah mana yang ditunjuki tanpa
terasa serunya dengan tercengang :
"sejak kapan kau perlihatkan kesemuanya ini?"
"Tadi, sewaktu pembicaraan sedang berlangsung," sahut si nona
sambil tertawa.
Ternyata diatas batu cadas itu telah muncul sebuah tusukan jari
tangan yang dalamnya mencapai satu inci lebih, bekasnya masih
baru, ini berarti baru saja dilakukan Beng Gi ciu.
"Nona, kapan kau lakukan serangan dengan jari tanganmu?"
kembali siau wan bertanya dengan keheranan.
"Tadi, sewaktu kita sedang berbincang-bincang."
"Tapi, apalah gunanya?" Tanya siau wan tak habis mengerti.
Beng Gi ciu segera tersenyum,
"Aku berharap agar dia tahu bahwa aku adalah keturunan dari
tiga dewa." Kemudian dengan pancaran sinar tajam dari balik
matanya, dia berkata lebih jauh :
"aku rasa belum ada seorang manusia pun dalam dunia persilatan
dewasa ini yang berani cari gara-gara dengan keturunan tiga dewa,
aku rasa dengan mengandalkan ilmu jari Tong kim ci tersebut,
mungkin kita bisa membuatnya keder dan berpikir berapa kali
sebelum berbuat."
"Andaikata dia tak sampai keder dibuatnya."
"Kita masih mempunyai sebuah cara lagi, mari kita ikuti jejaknya"
kata Beng Gi ciu sambil menggigit bibir.
"Yaa benar," sorak siau wan gembira,

"barusan aku memang ingin mengajak nona untuk berbuat
demikian, asal kita mengikuti terus jejaknya, maka andai kata
sampai terjadi hal-hal yang tak diinginkan, kita masih mempunyai
kesempatan untuk memberikan pertolongan."
"Benar," Beng Gi ciu mengangguk,
"Mari kita segera berangkat" siau wan mengangguk berulang kali.
Maka bersama Beng Gi ciu mereka berkelebat kedepan
melakukan pengejaran terhadap Kakek berambut putih tadi dengan
kecepatan bagaikan sambaran petir.
-ooo00000ooo-
Kho Beng sama sekali tidak mengerti dari mana datangnya racun
yang menyerang tubuhnya, sebab pikiran dan kesadarannya terasa
kosong, kalut hingga tak berkemampuan lagi untuk berpikir.
Namun ia mengerti kalau tubuhnya saat itu sedang dibopong oleh
si Kakek berambut putih tersebut, beberapa kali dia ingin membuka
mulut untuk bertanya, namun sungguh aneh sekali, tak sepatah
katapun yang sanggup siucapkan keluar dari mulutnya.
Ia Cuma merasakan punggungnya bagaikan mau patah, setiap
gerak langkah Kakek berambut putih itu segera mendatangkan
perasaan sakit yang membuat hampir saja ia jatuh pingsan.
setelah membuang waktu hampir satu jam lamanya, akhirnya
sampailah mereka dibukit Wan husan, namun pikiran dan kesadaran
Kho Beng semakin menghilang.
Bukit Wan hu san bukan termasuk bukit yang besar, namun
pepohonan yang tumbuh disitu amat rimbun, bukit dengan daratan
yang terjal terbentang dimana-mana.
sambil bersenandung lirih, Kakek berambut putih itu meneruskan
perjalanannya menaiki bukit.
Dipuncak bukit terdapat sebuah kuil yang besar, bangunan itu
sangat besar lagi megah. Kakek berambut putih itu tidak memasuki
kuil lewat pintu depan, tapi melompati dinding pekarangan dan
bagaikan sukma gentayangan lenyap dibalik bangunan berloteng.
Waktu itu fajar baru menyingsing, suasana gelap masih
mencekam seluruh bangunan kuil itu.
Didalam kuil tiada arca, tapi berjajar lima buah peti mati yang
kelihatannya masih baru.
Dengan wajah gembira kakek itu membaringkan Kho Beng keatas
tanah, kemudian sambil menepuk jidatnya dia berseru :
"Hey anak muda, cepat bangun"

Kho Beng segera membuka matanya, namun sorot matanya
Nampak sayu dan kelihatan kosong.
Kakek itu segera membuka buli-bulinya, mengeluarkan sebuah
botol berisi bubuk obat, setelah dioleskan didepan lubang hidung
pemuda tadi, katanya lagi sambil tertawa :
"sekarang apakah kau sudah merasa agak baikan?"
Dengan sepenuh tenaga Kho Beng mengendus obat yang
diusapkan didepan lubang hidungnya itu kemudian sambil
mengawasi sekejap sekeliling tempat itu, ia menjawab :
"Dimana aku berada sekarang?"
"Tak usah buru-buru ingin tahu, sebentar kau toh akan
mengetahui dengan sendirinya," jawab si kakek sambil tertawa.
Kemudian setelah membangunkan pemuda tersebut, katanya lagi
:
"Mari kita menuju kebawah sana"
sambil maju dua langkah kedepan, dia membuka penutup peti
mati dari salah satu peti mati yang berjajar disana.
Peti mati itu tidak mempunyai sesuatu keistimewaan, didalamnya
kosong melompong tiada suatu yang luar biasa.
Tapi Kho Beng segera membelalakkan matanya lebar-lebar,
dengan wajah bingung katanya
"Lotiang..apakah luka yang kuderita terlalu prah hingga hingga
kau . "
Kakek berambut putih itu tertawa tergelak :
"Haah.haaahh.haahh bocah bodoh, kaujangan salah paham, aku
situa bukan bermaksud membaringkan badanmu kedalam liang
kubur, umurmu masih amat panjang"
"Lantas peti mati ini?" Kho Beng berbisik dengan kening berkerut.
Kembali Kakek berambut putih tersenyum :
"Coba lihatlah "
Ketika ia menekan sebuah tombol yang berada dalam peti mati
itu, terdengarlah suara gemerincing nyaring bergema memecahkan
keheningan, papan yang berada pada dasar peti mati itu segera
bergeser kesamping dan muncullah sebuah lorong rahasia
dibawahnya. sambil tertawa kakek itu berkata kemudian :
"Kau sudah terkena racun yang amat keji bagaimanapun juga
luka tersebut harus disembuhkan ditempat ini, nah mari kita turun
kebawah."

Dengan langkah cepat dia berjalan masuk lebih dahulu kedalam
lorong rahasia dibawah peti mati tersebut.
Kho Beng bagaikan seorang yang telah kehilangan semangat dan
pikiran, tanpa mengucapkan sepatah katapun segera mengikuti
dibelakangnya turun kebawah.
Belum sampai mereka menuruni belasan anak tangga, kembali
bergema suara gemerincingan nyaring, ternyata peti mati tersebut
telah pulih kembali dalam keadaan semula.
Lorong dibawah tanah tersebut tidak terlalu panjang, belum lama
mereka berjalan, tibalah kedua orang itu disebuah ruangan batu
yang sangat luas dan lebar.
Ditengah ruangan batu itu terdapat sebuah meja altar, asap dupa
menyelimuti seluruh ruangan hingga membuat suasana disana
terasa seram dan amat serius. Dikedua belah sisi altar tergantung
tulisan yang berbunyi : 'Menghimpun setan-setan gentayangan di
seluruh dunia. Memelihara sukma penasaran dari empat penjuru.'
Kemudian dikedua belah sisi meja altar terdapat banyak sekali
patung-patung yang berwajah mengerikan, keadaan disitu tak
ubahnya seperti berada didalam neraka.
Kakek berambut putih itu mengajak Kho Beng menuju
kebelakang meja altar, disitu kembali dia membuka sebuah pintu
rahasia.
Letak ruang rahasia ini persis berada dibelakang meja altar,
keadaan dalam ruangan bersih dan rapi, selain terdapat sebuah
pembaringan dan sebuah meja kecil, segala sesuatunya terawatt dan
terpelihara sekali.
Kakek berambut putih itu menyuruh Kho Beng membaringkan diri
diatas pembaringan, lalu katanya sambil tertawa :
"Tahukah kau sedari kapan tubuhmu terkena racun yang amat
keji itu?"
Kho Beng menggelengkan kepalanya berulang kali, "Aku tak bisa
mengingatnya kembali."
Tapi kemudian seperti memahami akan sesuatu, setelah berpikir
sejenak kemudian katanya :
"Aku hanya teringat setelah menelan sebutir pil pemberian
lotiang, maka luka dalamku sembuh sama sekali, tapi kemudian."
Ia menghembuskan napas panjang dan berhenti berbicara.
sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Kakek berambut
putih itu berkata :

"obat yang kuberikan kepadamu itu adalah obat yang mustajab
untuk menyembuhkan segala macam luka, obat tersebut merupakan
obat dewa yang tak ternilai harganya, racun yang mengeram
didalam tubuhmu sudah lama hilang, coba pikirkan kembali."
sambil memejamkan matanya rapat-rapat Kho Beng menggeleng,
katanya setengah bergumam
"Aku benar-benar tak bisa mengingatnya kembali, aku..aku
sangat lelah berilah kesempatan kepadaku untuk beristirahat."
"Tidak Tidak bisa Kau tak boleh beristirahat" seru Kakek
berambut putih itu sambil menggoncang-goncangkan bahunya,
"kau harus mengingat-ingat dulu persoalan ini, kemudian baru
aku akan turun tangan untuk menyembuhkanmu."
"Aku...aku amat lelah" bisik Kho Beng.
Kakek berambut putih itu segera mengeluarkan botol obatnya
tadi dan menggosokkan kembali sedikit bubuk dibawah lubang
hidung anak muda itu.
Tak lama kemudian terlihat Kho Beng mengendusi obat tersebut
kuat-kuat, sepasang matanya pun terpentang lebar kembali,
diawasinya Kakek berambut putih itu dengan termangu.
Mendadak dari balik mata Kakek berambut putih itu memancar
keluar dua buah cahaya hijau yang amat menggidikkan hati,
diawasinya wajah Kho Beng tanpa berkedip, sementara mulutnya
berkomat-kamit berbicara dengan suara yang tinggi melengking dan
amat menusuk telinga.
"Kau harus mengingat ingatnya, apa sebabnya kau sampai
keracunan?"
Perasaan ngeri, takut dan murung tahu-tahu menyelimuti seluruh
wajah Kho Beng, sepasang matanya bagaikan terhisap oleh cahaya
hijau yang menggidikkan hati itu, kembali gumamnya :
"Aku benar-benar tak dapat mengingatnya kembali"
"Kalau begitu aku perlu mengingatkan kepadamu, masih ingat
dengan partai kupu-kupu?"
Bagaikan baru tersadar dari ingatan, mendadak Kho Beng berseru
keras-keras :
"Ya a betul, aku sudah teringat kembali"
"Apa yang kau ingat kembali"
"Aku teringat sekarang secara bagaimana diriku sampai
keracunan"

Dengan perasaan gembira Kakek berambut putih segera berseru
:
"Kalau begitu cepat katakan"
Tanpa ragu-ragu Kho Beng berkata :
"Keempat budak dari Dewi In Un yang meracuni diriku, aku masih
teringat dengan jelas, sudah pasti mereka"
"Kalau begitu Dewi In Un yang meracuni dirimu?" seru si Kakek
berambut putih setengah bersorak karena gembira.
"Yaa betul, Dewi In Un, siperempuan siluman yang melakukan
semuanya ini"
"Kalau begitu, kau harus mengobati luka racunmu dengan hati
tenang dan tentram disini, kemudian baru pergi mencari siluman
perempuan itu untuk membalas dendam"
"Yaa.aku hendak mencincang tubuhnya sehingga hancur
berkeping-keping" seru Kho Beng sambil menggertak gigi menahan
diri
Kakek berambut putih itu tertawa terbahak-bahaki segera
serunya :
"Haaahhhaaahh.haahhhi.aku bersedia untuk mengobati luka
racun yang kau derita tapi yang penting adalah kau wajib menuruti
perkataanku serta melakukan kerja sama secara baik, mampukah
kau melakukannya? "
"Aku mampu" jawab pemuda itu cepat.
"Bagus sekali" Kakek berambut putih itu bertambah girang,
"mari, sekarang juga aku akan mengobati lukamu itu, kendorkan
semua pikiran dan badan, lalu pejamkan matamu rapat-rapat"
Kho Beng menurut dan segera melaksanakan apa yang diminta.
Lebih kurang setengah peminuman teh kemudian, tiba-tiba
terdengar Kakek berambut putih itu berseru :
"Pentang matamu lebar-lebar"
Kho Beng menurut dan segera mementang matanya lebar-lebar,
namun sekujur badannya segera bergetar keras, sebab yang
dilihatnya saat itu adalah dua buah sinar hijau yang sangat
menggidikkan hati.
Terdengar Kakek berambut putih itu berseru lagi dengan suara
yang berat lagi dalam.
Bersambung ke jilid 32
Jilid 32

"Kho Beng, tataplah sepasang mataku tanpa berkedip, jangan
kau gerakkan badanmu, jangan menggunakan tenaga, ingat, aku
sedang berusaha mengobati lukamu."
Kata-kata yang muncul dari bibirnya seakan akan mengandung
semacam kekuatan atau daya pengaruh yang susah dilawan,
membuat Kho Beng menuruti semua perintahnya tanpa membantah.
Mata, kecuali sinar mata terpancar dari balik matanya itu, Kho
Beng merasa dirinya seakan-akan sudah tak hadir lagi di dunia ini,
seolah-olah seluruh badannya punah dengan begitu saja, kecuali
sepasang sorot mata yang tak bergerak.
Tak lama kemudian, Kakek berambut putih itu mengerakkan
sepasang telapak tangannya, segumpal asap putih menyembur
keluar dari balik telapak tangannya itu dan menyelimuti seluruh
tubuh Kho Beng.
Tanpa disadari Kho Beng merasakan kembali tubuhnya bergetar
keras, tiba-tiba gumamnya :
"Dingin. dingin"
Namun Kakek berambut putih itu sama sekali tidak menghentikan
gerakannya, kabut putih yang menyebur keluar terus menerus
menyelimuti seluruh badan Kho Beng hingga sepenanak nasi
lamanya, setelah itu baru dia menghentikan perbuatannya.
Bersamaan waktunya, cahaya hijau yang memancar keluar dari
balik matanya pun turut hilang, ia pulih kembali kedalam keadaan
semula.
Dari balik buli-bulinya dia mengeluarkan sebutir pil merah dan
dijejalkan kemulut anak muda tersebut sambil berseru : "Cepat
telan"
Agaknya Kho Beng sudah tak berpikiran dan perasaan lagi,
sekarang dia hanya tahu menuruti semua perintahi bahkan tanpa
ragu barang sedikitpun dia telan pil merah itu.
selang berapa saat kemudian, Kakek berambut putih itu baru
bertanya dengan suara lembut :
"Bagaimana rasamu sekarang?"
"sudah ada baikan, tidak sedingin tadi lagi"
"Bagus sekali" kakek itu tertawa gembira, "Aku telah mendesak
keluar racun jahat itu dengan menggunakan ilmu hawa dingin, kau
harus tahu Ang bong tok merupakan racun paling jahat di kolong
langit, kecuali mempergunakan cara ini tiada cara lain yang bisa
digunakan untuk menyembuhkannya."

"Aku tahu." sahut Kho Beng kaku.
"sekarang berbaringlah dahulu dengan tenang, selanjutnya tiap
hari aku akan mengobati lukamu sebanyak dua kali, kurang lebih
sepuluh hari kemudian ia akan sembuh kembali seperti sedia kala."
"Baik kembali" sahut Kho Beng kaku.
"Apakah kau lapar?" tiba-tiba Kakek berambut putih itu bertanya
dengan lembut.
"Yaa, aku agak merasa lapar"
Kakek itu segera mengangguk :
"Beristirahatlah dulu dengan tenang, aku akan menyuruh orang
untuk menyiapkan hidangan bagimu"
Ia segera membalikkan badan berjalan menuju keluar, sementara
pintu kamar rahasia pun rapat kembali.
Kali ini dia tidak menuju kejalanan semula tapi berbelok ke sisi
kiri ruang tengah, disitu dia membuka pula sebuah pintu rahasia
yang lain.
Ternyata disekeliling meja altar terdapat dua buah pintu rahasia
yang berbeda letak. Dibalik pintu rahasia itu terdapat pula sebuah
ruang rahasia yang luasnya tak berbeda seperti ruangan dimana Kho
Beng berada, cuma saja disana tidak terdapat pembaringan, yang
tersedia hanya sebuah meja kecil serta dua buah kasur duduk.
Diatas meja kecil terdapat sebuah hiolo kecil yang mengepulkan
asap dupa, sementara diatas kasur duduk itu terdapat seorang tosu
tua yang kurus dan berambut putih sedang duduk bersila disana.
Ketika Kakek berambut putih itu sudah melangkah masuk ke
dalam ruangan, pintu rahasia kembali menutup rapat. Tosu tua itu
menegur :
"Bu liang siu hud, setan tua, tampaknya usahamu telah berhasil
dengan sukses"
Kakek berambut putih itu tertawa misterius :
"Tegasnya saja aku baru berhasil mendapat setengahnya saja."
"Apa maksud perkataanku itu?"
"Bocah muda itu mempunyai dasar kekuatan yang sangat
tangguh, andaikata tidak dibantu oleh pengaruh obat, hampir saja
aku tak mampu mengendalikan dirinya"
"Bagaimana sekarang?" Tanya si tosu ceking itu sambil tertawa.
"Dengan bersusah payah akhirnya aku berhasil juga menguasai
seluruh kesadarannya."

"Bukankah hal ini berarti kau sudah berhasil sembilan puluh
persen? waaah..pinto wajib menyampaikan selamat kepadamu"
"Persoalan ini merupakan urusan kita berdua," ucap Kakek
berambut putih itu dengan wajah serius,
"ada rejeki kita nikmati bersama, ada bencana kita tanggulangi
berbareng, berhasil atau gagal bukanlah urusanku seorang"
tosu tua itu Nampak tertegun, segera ujarnya :
"Jika kutinjau dari nada pembicaraanmu barusan, tampaknya
dalam persoalan ini sudah timbul kesulitan?"
"Darimana kau bisa menduganya?" dengus si kakek. tosu tua itu
balas mendengus .
"Hal ini sudah terlalu jelas membentang didepan mata, dengan
tabiatmu, seandainya tiada kesulitan yang timbul dari peristiwa ini,
tak mungkin kau akan bilang, ada rejeki dinikmati bersama, ada
bencana ditanggulangi berbareng"
Kakek berambut putih itu segera tertawa tergelak :
"Haaa..haaa.haaaa.tepat sekali, hitung-hitung kau memang
termasuk seorang yang hebat, sebetulnya persoalan ini bukan timbul
dari Kho Beng pribadi, tapi dia justru membawa ekor yang
memusingkan kepala."
"Ekor macam apa?"
Kakek berambut putih itu menghela napas :
"Ada seorang budak tolol jatuh cinta kepadanya, ia tak segansegan
mengobral uang untuk memohon pengobatan dariku, malah
darinya aku berhasil menipu sejumlah uang."
"Haaahhaaahhhaaahhhi.kalau hanya urusan sekecil ini mah
bukan menjadi masalah," seru tosu ceking itu sambil tertawa
tergelak-gelak.
"Hmmm, kelihatannya saja bukan menjadi suatu masalah, tapi
kau tahu, budak tersebut bukan termasuk manusia persilatan biasa."
"oya, lantas dewa dari manakah dia?" Tanya tosu ceking itu mulai
tertarik.
"Dihadapanku, budak tersebut telah mendemontrasikan
kehebatan ilmu silatnya, ilmu jari Tong kim ci."
"Tong kim ci?" tosu ceking itu baru merasa terperanjat,
"jangan-jangan dia adalah.."
"Yaa, dia adalah keturunan dari Kim ka sian Beng Cung ciu yang
menjadi pimpinan dari tiga dewa"

Tosu ceking itu segera garuk-garuk kepalanya yang tak gatal,
ujarnya kemudian :
"waaahi.waaah kalau persoalan ini mah betul-betul merupakan
suatu masalah yang sangat merepotkan."
setelah berpikir sebentar, kembali dia bertanya :
"Lantas bagaimana caramu melepaskan diri dari
penguntitannya?"
"Aku telah membuat suatu perjanjian dengannya, kuminta
sepuluh hari kemudian ia siapkan lima puluh tahil emas untuk
ditukar dengan Kho Beng."
"Apa salahnya kalau kau mengingkari janji setelah sampai pada
waktunya? Masa dia
bakal datang mencarimu?"
"Tentu saja dia akan datang mencariku, sebab tempat perjanjian
kami adalah bukit Wang hu san ini."
Berubah hebat paras muka tosu ceking tersebut, mendadak ia
cengkeram dada si Kakek berambut putih itu dan membentak keras :
"Bajingan tua Percuma kau dipanggil setan tua, mengapa kau
pintar dimasa-masa silam justru pikun disaat seperti ini."
Kakek berambut putih itu sama sekali tidak gusar, malah sambil
tertawa ia berkata lagi :
"jadi kau menganggap tidak sepantasnya kuberitahukan
persoalan ini kepadanya?"
"Tentu saja tidak boleh" teriak tosu itu.
Kemudian sambil menggertak gigi kencang-kencang, katanya
lebih lanjut :
"Dengan perbuatanmu ini, bukankah sama artinya hendak
mengobrak abrik kuil Hianthian koan ku ini?"
Kakek berambut putih itu masih tetap tersenyum.
"Coba tenangkan dulu pikiranmu, aku ingin bertanya, andaikata
dia benar-benar mengobrak-abrik kuil Hian thian koan mu, tapi kau
justru mendapatkan Kho Beng si bocah muda tersebut. Coba kau
bandingkan, apakah hal ini lebih menguntungkan atau merugikan?"
Tosu tua itu menjadi tertegun, segera hardiknya : "Apakah
maksud perkataanmu itu?"
si kakek mendengus .
"Hmmm, sebab aku mengetahui dengan pasti, budak tersebut
pasti akan menguntil dibelakangku hingga seandainya kukatakan
sesuatu tempat secara sembarangan, lagi kenyataannya aku

mendatangi kuil Hian thian koan, mungkin kuilmu saat ini sudah
diobrak-abrik tak keruan olehnya"
"Benar juga "tosu ceking itu segera berhasil menenangkan
pikirannya, tapi sambil menggigit bibir ia berseru :
"Aku rasa hal ini kurang baik."
"Tiada persoalan di dunia ini yang bisa berlangsung dengan
lancer dan sukses, paling tidak gangguan toh tetap ada."
"Kalau begitu si budak tersebut pasti sudah berada diluar kuil
sekarang?"
Kakek berambut putih itu mengangguk.
"Tak akan salah lagi dugaanku ini."
"Lantas apa yang harus kita perbuat sekarang?"
"Itu mah terserah padamu, sebab urusan ini adalah urusanmu
sendiri"
"Mengapa urusanku sendiri?" teriak tosu ceking itu gusar,
"Kau yang membawa musuh tangguh tersebut kemari, tentu saja
kau pula yang mesti menghadapinya."
Kakek berambut putih itu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhihaaahhhhahh.ini sih menurut pemikiranmu yang egois,
bukankah kita berkewajiban menanggulangi bencana bersama?
sekarang aku sudah mendapat tugas mengurusi Kho Beng, maka
sudah sepantasnya kalau kau yang mendapat kewajiban
menghadapi serbuan dari musuh tangguh tersebut."
Tosu ceking itu segera menggeleng :
"Rasanya aku tak akan sanggup menghadapi keturunan dari tiga
dewa see gwa sam sian."
"Kalau memang begitu terpaksa kita harus menggunakan cara
yang lain."
"Bagaimana cara itu?"
"Dalam sepuluh hari mendatang aku rasa dia tak akan berani
menyerbu ke dalam kuil sekalipun menyatroni kuilmu, tak mungkin
bisa menemukan rahasia dibawah tanah ini. sepuluh hari kemudian,
bila kau bersedia meninggalkan kuilmu untuk melarikan diri aku rasa
keadaan masih belum terlambat."
"Kau suruh meniggalkan hasil karyaku yang telah kupupuk dan
kubina selama hampir separuh hidupku ini?" seru si tosu sambil
menahan rasa gemas. Kakek berambut putih tertawa bergelak.

"Bila usaha kita telah berhasil dengan sukses dan seluruh dunia
telah menjadi milik kita semua, apalah artinya tokoan semacam ini
bagimu?"
sekilas rasa girang segera menghiasi wajah tosu tua itu, setelah
berpikir sebentar katanya kemudian :
"Baiklah, kita bicarakan lagi sepuluh hari kemudian"
"kalau begitu kau mesti mengatur sebala sesuatunya dalam
kuilmu itu."
Tosu tua tersebut menghembuskan napas dan segera bangkit
berdiri
"Tunggu sebentar" mendadak Kakek berambut putih itu
menghalangi.
"Masih ada suatu persoalan yang perlu kupesankan kepadamu."
"soal apa?"
"Semua kegiatan didalam kuil harus berjalan seperti keadaan
semula, lipat gandakan jumlah hio dan dupa yang dibakar dan
kerahkan semua anggotamu untuk bersembahyang, pokoknya kita
harus merubah suasana di dalam tokoan ini jauh lebih ramai dan
semarak."
Tosu tua itu mendengus tanpa menjawab. sambil tertawa Kakek
berambut putih itu berkata lagi :
"Pintu gerbang harus selalu terbentang lebar, kalau belum sampai
tengah malam janganlah ditutup, tapi tindak tanduk kalian tak boleh
sampai menimbulkan kecurigaan."
"Andaikata budak itu menggunakan alasan hendak
bersembahyang didalam kuil dan masuk kemari melakukan
penyelidikan?"
"Kau harus melayaninya sebaik mungkin, ajak dia mengunjungi
setiap bagian kuil dan jangan sampai kau tunjukkan hal-hal yang
mencurigakan, mengerti?"
"Bajingan tua , dengan berbuat begitu bukankah sama artinya
kau hendak member kesulitan kepadaku, bila budak itu
diperbolehkan melakukan peninjauan kesegala pelosok dan ternyata
tidak menjumpai kau serta Kho Beng, apa akibatnya mungkin kau
sendiripun tidak dapat membayangkan sendiri"
"Aaahhh..tampaknya dalam segala hal, aku mesti menuturkan
untukmu, kau toh bisa menutup sebuah ruang khusus yang terpencil
dengan alasan tempat itu dipakai untuk melakukan pengobatan."
Kemudian setelah tertawa bangga, dia melanjutkan :

"sudah pasti budak tersebut tak akan menunjukkan identitasnya
sendiri, dalam hal demikian kau pun tak usah memperlihatkan
bahwa kau telah mengetahui identitasnya yang sebenarnya, bila dia
bertanya kepada mu mengapa ada disebuah ruangan yang ditutup,"
Bagaikan baru menyadari akan hal itu, tosu tua itu segera
menjawab :
"Yaa, pinto bisa bilang kalau ada orang meminjam tempat
kepadaku untuk menyembuhkan luka seseorang, siapapun tak boleh
mengganggunya sebab hal tersebut dapat membahayakan orang
yang menderita keracunan itu."
Kakek berambut putih itu segera menepuk nepuk bahu tosu tua
tersebut sambil katanya :
"Totiang, mengapa secara tiba-tiba kau dapat berubah menjadi
begini pintar?"
Merah jengah selembar wajah tosu ceking itu, tanpa berkata kata
dia segera membalikkan badan dan beranjak dari situ.
sedang si Kakek berambut putih itu segera menjatuhkan diri
duduk diatas kasur dan tak lama kemudian sudah terlelap dalam
impian yang indah. Kho Beng masih berbaring diatas pembaringan
dengan tenang.
suasana didalam ruangan batu itu memang amat hening,
sedemikian heningnya sehingga dapat didengar suara napas serta
detak jantung sendiri dengan amat jelas.
Dia ingin merangkak turun dari pembaringan, namun keempat
anggota badannya bagaikan tak bertenaga, namun ia dapat
merasakan tubuhnya sangat nyaman, rasa sakit dipunggungnya
telah lenyap sejak tadi, kecuali sama sekali tak bertenaga, yang lain
tidak memperlihatkan gejala yang aneh atau luar biasa.
Ketika ia mencoba untuk mengingat-ingat kembali kejadian yang
dialaminya selama dua hari terakhir ini, pikirannya terasa begitu
rusak hingga tak mampu untuk mengumpulkan kembali semua
pikiran dan perasaannya, seakan-akan segala sesuatu yang pernah
terjadi sudah tiada sangkut pautnya lagi dengan dirinya.
Berada dalam keadaan beginilah dia mendengarkan dengus
napas dan jantung sendiri, membawanya menuju kealam impian
yang penuh ketenangan dan kedamaian.
Entah berapa saat telah lewat, suara gemerincing pintu rahasia
yang dibuka orang membuatnya mendusin kembali dari impian.

Ketika ia mencoba untuk membuka matanya, apa yang kemudian
terlihat segera membuat pemuda itu tertegun.
Ternyata yang datang bukan Kakek berambut putih itu, juga
bukan tosu penghuni kuil, melainkan seorang dayang yang berwajah
cantik,
Dayang tersebut membawa sebuah baki, diatas baki terletak
pelbagai macam hidangan, sambil mendekati Kho Beng ia berbisik
lirih "Kho kongcu."
"Terima kasih banyak untuk hidangan yang kau bawakan," kata
Kho Beng dengan kening berkerut, "tapi aku.."
"Kau tak bertenaga dan tak mampu bergerak bukan?" sambung
dayang itu cepat.
"Ya a benar, sekarang aku merasa terlalu lemah dan lelah."
"Tak apa" ujar dayang itu sambil tertawa, "aku dapat
membimbingmu untuk bangun "
sambil berkata dia benar-benar memayang Kho Beng untuk
dibantu bangkit dari pembaringan.
Kho Beng tak mampu menggerakkan tubuhnya, terpaksa dia
membiarkan dayang itu untuk membantunya bangun dan duduk
bersandar dipinggiran pembaringan.
Tak sampai Kho Beng berbicara, dayang itu telah mengambil
semangkuk nasi serta berapa sayuran lalu menyuapnya dengan
sabar.
Kendatipun Kho Beng merasa sangat rikuh dan tidak leluasa,
namun oleh karena dia betul-betul merasa lapar, maka dalam
suapan dayang tersebut dia melahap semua hidangan yang
diberikan.
Menanti Kho Beng telah selesai bersantap. dayang itu baru
mengamati sekejap paras muka anak muda itu, kemudian menghela
napas panjang
sesudah menghabiskan hidangan yang tersedia, Kho Beng
merasakan semangat dan kesegaran tubuhnya telah pulih kembali,
buru-buru dia berseru :
"Terima kasih banyak nona atas perhatianmu"
Dayang itu menggeleng : "Kho kongcu tak usah sungkansungkan.."
Kemudian sesudah menatapnya sekali lagi, dia berkata dengan
sedih : "Aku harus segera pergi dari sini"

Namun baru berjalan berapa langkahi dia telah balik kembali
kesisi tempat tidur dan berkata :
"Kabarnya ilmu silat Kho kongcu amat tinggi serta
menggemparkan seluruh dunia, entah.."
"dari mana kau tahu?" Tanya Kho Beng setengah bingun.
"Aku dengar hal ini dari majikanku."
siapa pula majikan perempuan itu? Dayang tersebut menghela
napas.
"Majikan perempuan ya majikan perempuan.. a i, nampaknya
pikiran dan kesadaranmu telah mulai kabur dan hilang, apalah
gunanya banyak bicara denganmu?"
"Kalau memang tak mau berbicara ya sudahlah, otakku ini
memang tak bisa dipergunakan lagi, aaaibila kau mempunyai
masalah yang menyulitkanmu, lebih baik pergilah mencari totiang
itu"
si dayang segera mendengus sambil menggigit bibir serunya :
"Hmmm, justru dialah seorang raja iblis yang membunuh orang
tanpa mengucurkan air mata."
Kho Beng yang mendengar perkataan tersebut jadi tertegun tapi
kemudian tertawa hambar, matanya segera dipejamkan kembali dan
tidak berbicara lebih lanjut.
Dengan cemas dayang itu mendekatinya serta menggoncangkan
bahunya Kho Beng, setelah itu bisiknya :
"Andai kata kuberi sebutir pil untukmu, bersediakah kau untuk
menelannya?"
"Tak sedikit obat yang telah kumakan. kenapa pil tersebut harus
kutelan?"
"obat tersebut pemberian majikan perempuanku," bisik si
dayang, "tapi kau tak boleh mengatakannya kepada Kakek berambut
putih itu, sebab kalau tidak, aku serta majikan perempuanku akan
dicelakainya sampai mati"
"Mengapa begitu?" Tanya Kho Beng dengan kening berkerut.
Dayang itu makin gelisah.
"Biarpun kuterangkan kepadamu sekarang juga tidak ada
gunanya, lebih baik telan obat ini lebih dulu, mungkin sesudah itu
kau akan mengerti dengan sendirinya."
sambil berkata dia segera mengeluarkan sebutir pil berwarna
hitam pekat.

Paras muka Kho Beng sangat dingin dan hambar, sama sekali
tidak Nampak perubahan apapun diwajahnya.
Jari tangan dayang itu Nampak agak gemetar, dia seperti rada
sangsi, tapi setelah termenung sejenak akhirnya dia menjejalkan
obat tersebut kedalam mulut Kho Beng.
Kho Beng sendiri ternyata tanpa ragu-ragu segera menelan pil
tersebut kedalam perutnya.
Paras muka dayang itu Nampak berubah makin pucat kehijauhijauan,
cepat-cepat dia berbisik ditelinga Kho Beng :
"Ingat, disaat kau dapat memahami perkataanku ini berarti kau
akan tahu kalau Kakek berambut putih itu mengandung niat jahat
kepadamu, dia hendak mempergunakan ilmu beracun Im han tok
kang nya untuk merubah dirimu menjadi seseorang yang lain, maka
usahanya tak pernah akan berhasil. Bila kau sudah dapat memahami
arti perkatanku ini, jangan sekali-kali kau katakana bahwa aku telah
memberimu sebutir obat, ingat baik-baik"
"Mengapa kau begitu ketakutan?" Tanya Kho Beng. Dengan suara
gemetar dayang itu menjawab :
"sebab bila kau mengatakannya, maka aku bersama majikan
perempuanku bakal mati konyol, kumohon kepadamu ingatlah baikbaik
pesanku ini"
"Baiklah" sahut Kho Beng kemudian sambil menghela napas.
Dengan perasaan gelisah kembali dayang itu berkata :
"sekarang aku harus pergi dari sini, ingat baik-baik pesanku tadi,
jangan sekali-kali kau melupakannya."
Kho Beng mengangguk tanpa bicara, diawasinya bayangan
punggung dayang tersebut hingga lenyap dari pandangan mata,
sementara pikirannya tetap kosong dan hampa.
Dengan termangu- mangu dia mencoba untuk berpikir namun tak
berhasil, tanpa disadarinya akhirnya dia tertidur.
Entah berapa lama dia tertidur, tiba-tiba pemuda itu terjaga
kembali, namun kali ini tiada orang yang memasuki ruangan rahasia
tersebut, melainkan dia sendiri yang terjaga dari tidurnya.
Mendadak ia merasa ada sesuatu yang tak beres, entah apa
sebabnya tiba-tiba muncul perasaan bergidik didalam hati kecilnya.
Ternyata pikiran dan kesadarannya menjadi agak jernih, dia
seperti teringat kembali akan dirinya yang terlupakan, disamping itu
perkataan dari dayang tersebut mendatangkan pula manfaat bagi
dirinya.

'Kakek berambut putih itu hendak menggunakan ilmu Im han tok
kang untuk merubahmu menjadi seorang yang lain. obat ini mungkin
bisa membuat kesadaranmu pulih kembali. Jangan sekali-kali kau
katakana, aku dan majikan perempuanku..'
Teringat olehnya tempat ini adalah sebuah tokoan, siapa pula
dayang tersebut? Dan siapa pula majikan perempuannya?
Ia ingin memecahkan persoalan tersebut namun tak berhasil
menemukan suatu jawaban. Tapi dia pun terbayang kembali akan
cicinya Kho Yang ciu, teringat si kakek tongkat sakti sertya Chin sian
kun, teringat Bu wi lojin, Kim bersaudara, pelajar rudin Ho heng
serta hwesio daging anjing yang berada di lembah hati Buddha,
teringat juga dengan Beng Gi ciu serta siau wan..
Dia cun teringat bagaimana dirinya menyamar sebagai si Naga
terbang dari see ih Kongci Cu, bagaimana dia melompat kedalam
jurang hingga terluka, teringat juga bagaimana Beng Gi ciu
menolongnya, bagaimana si Kakek berambut putih itu muncul secara
tiba-tiba hingga membuat luka dalamnya yang sembuh dalam waktu
singkat tahu-tahu menderita keracunan hebat.
Makin lama pikirannya semakin jernih, diapun semakin mengerti
bahwa Kakek berambut putih itu adalah seorang manusia jahat,
walaupun dia belum bisa memastikan dimanakah letak maksud
tujuannya, tapi paling tidak dia bermaksud mencelakai dirinya.
Dengan perasaan gelisah dan gusar, buru-buru dia mencoba
untuk menghimpun kembali tenaga dalamnya.
Namun dalam pusarnya seolah-olah terjadi pembekuan, seperti
juga kosong tanpa ada isinya, betapapun dia telah berupaya untuk
menghimpun kembali tenaganya, ternyata tak berhasil juga untuk
mengumpulkan kekuatan tenaga murninya.
selain daripada itu, keempat angota badannya tetap terasa lemas
tak bertenaga, bahkan keingainannya untuk membalikkan badan pun
tak mampu dilakukan.
Dalam perasaan sedih yang mencekam, tiba-tiba saja dia terinagt
kembali dengan dayang tersebut, maka dia pun meletakkan seluruh
pengharapannya ke atas pundak dayang itu.
Suasana didalam ruang gua gelap gulita tanpa cahaya, dia tak
tahu pukul berapa sekarang, dia pun tak tahu sampai kapan Kakek
berambut putih itu bakal datang kembali.
Tapi ada satu hal yang diketahui secara pasti, ia sudah pasti telah
terpengaruh oleh sejenis ilmu sesat sehingga kehilangan daya

pikiran serta kesadarannya, ini berarti selama tenaga dalamnya
belum pulih kembali seperti sedia kala, dia masih harus berlagak
seakan-akan orang yang kehilangan kesadaran.
Akhirnya ditengah suasana yang serba tak menentu, pintu
ruangan rahasia tersebut terbuka kembali, kali ini yang muncul
adalah Kakek berambut putih itu.
sedapat mungkin Kho Beng berusaha untuk mengendalikan
gejolak hawa amarahnya, dia berusaha memperlihatkan sikapnya
yang bodoh bagaikan orang yang kehilangan kesadaran, selama ini
dia hanya memandang sekejap sementara mulutnya tetap
membungkam dalam seribu bahasa.
sambil tertawa terkekeh- kekeh, Kakek berambut putih itu
menegur :
"Kho Beng apakah hari ini kau merasa baikan?"
"Yaa, rada baikan" sahut sang pemuda.
Namun Kakek berambut putih itu seperti merasa sangat
terperanjat sekali, dengan sorot matanya yang tajam dia mengawasi
wajah pemuda tersebut tanpa berkedip. nampaknya dia seperti
kebingungan dan tidak habis mengerti.
Kho Beng yang menyaksikan kejadian ini menjadi sangat terkejut,
hatinya berdebar keras.
Tampak Kakek berambut putih itu menegur lagi dengan kening
berkerut kencang :
"Apa yang sedang kaupikirkan?" Dengan cepat Kho Beng
menggeleng.
"Rasanya aku seperti tak memikirkan apa-apa, segala sesuatunya
terasa kosong dan samar-samar, aku tak bisa mengingatnya kembali
secara pasti dan jelas"
Memang itulah perasaan yang dialaminya setelah menelan obat
berwarna hitam.
Kakek berambut putih tertawa puas, nampaknya semua
kecurigaanya pun hilang lenyap dari benaknya, dengan wajah girang
kembali dia berkata :
"Ya a, begitulah gejala yang akan kau alami selama proses
pengobatan dilakukan, tapi lewat berapa hari kemudian keadaanmu
akan jauh lebih segar lagi." Kemudian setelah berpikir sejenak,
kembali dia berkata dengan suara dalam :

"Kho Beng, sekarang aku hendak melakukan pengobatan lagi
atas racunmu itu, tataplah mataku lekat-lekat serta jangan berpikir
yang lain"
"Baik" jawab Kho Beng segera.
Dari balik sepasang mata Kakek berambut putih itu kembali
mencorong keluar dua buah cahaya hijau yang menggidikkan mata,
dalam keadaan apa boleh buat terpaksa Kho Beng balas menatap
sorot mata tersebut.
Bersamaan itu pula, seperti apa yang dilakukan sebelumnya, dari
sepasang telapak tangannya kembali memancar keluar dua buah
gulungan asap putih yang sangat tebal dan segera menyelimuti
seluruh badannya.
segulung hawa dingin yang menusuk perasaan dengan cepat
menyusup kedalam tubuhnya membuat dia gemetar keras.
Namun pada saat ini pikirannya sudah tertuju pada peringatan
dari si dayang, walaupun sepasang matanya menatap sinar hijau
yang terpancar keluar dari balik mata lawan, namun pikirannya
justru membayang persoalan lain.
Akhirnya Kakek berambut putih itu menghentikan pengobatan
dengan senyuman dan menatap Kho Beng tanpa berkedip.
Kho Beng merasa terkejut sekali, buru-buru dia memejamkan
matanya rapat-rapat. Melihat gejala ini si Kakek berambut putih itu
berseru tertahan :
"Aaaah, aneh betul.."
Kho Beng yang mendengar seruan tersebut jadi sangat terkejut,
namun di masih tetap memejamkan matanya tanpa berbicara.
sesudah termenung dan berpikir sejenak, Kakek berambut putih itu
segera berkata :
"Kho Beng, apa yang sedang kaupikirkan?"
"Aku tidak memikirkan apa-apa" terpaksa pemuda itu menjawab.
Kakek berambut putih itu segera mendengus.
"Hmmm, aku tak percaya kalau dalam dunia saat ini terdapat
orang yang memiliki dasar tenaga dalam yang begini kuat dan
sempurna, ternyata dibawah pengobatan serta daya kerja obatku
masih dapat mengendalikan pikiran serta perasaan sendiri"
"Lotiang, apa yang kau katakan?" Kho Beng berlagak bingung
serta tak habis mengerti.
"Hmm, tidak apa-apa"
Lalu setelah berhenti sejenaki dia berkata lagi :

"Kau harus beristirahat sekarang"
Dengan cepat dia membalikkan badan dan beranjak pergi dari
situ, tak lama kemudian pintu rahasia kembali tertutup rapat.
Kho Beng segera merasakan hatinya bagaikan tenggelam kedasar
samudra, sebab dia tahu tingkah lakunya barusan telah
memperlihatkan titik kelemahan yang mengakibatkan timbulnya
kecurigaan dihati kakek tersebut.
Ditinjau dari sikap gusar yang diperlihatkan Kakek berambut putih
itu sesaat hendak meninggalkan tempat tersebut, dapat disimpulkan
dia pasti hendak pergi mencari dayang tersebut.
Terbayang kembali apa yang pernah dikatakan sidayang, tanpa
terasa hatinya tercekat, mungkinkah ia benar-benar telah
mencelakai si dayang beserta majikan perempuannya?
Tapi apa boleh buat, keempat anggota tubuhnya terasa lemas tak
bertenaga, hal ini membuatnya sama sekali tak mampu berkutik,
selain hatinya yang amat sakit bagaikan diiris-iris, ia tak bisa berbuat
yang lain.
-ooo00000oookuil
Hian thian koan termasuk sebuah tokoan yang amat
termasyur, saban hari tak sedikit peziarah yang berkunjung kesitu
untuk memanjatkan doa ataupun membayar kaul. senja itu, tampak
ada dua orang gadis muda berjalan memasuki bangunan kuil
tersebut. Tentu saja kedua orang ini tak lain adalah Beng Gi ciu
beserta dayangnya, siau wan.
Waktu itu suasana didalam kuil kelihatan sangat bersih dan
lenggang, sebab sebagian besar peziarah telah meninggalkan
tempat itu, yang masih tetap tinggal disitu hanya Beng Gi ciu
berdua.
Mula-mula Beng Gi ciu memasang hiolo lebih dulu diruang
tengah, kemudian kepada tosu kecil dia mengajukan
permohonannya untuk bertemu dengan pimpinan kuil. Buru-buru
tosu kecil itu berkata :
"Koancu sedang berada didalam kuil lo kun tian, silahkan lisicu
mengikuti diriku"
Dengan cepat tosu kecil itu mengajak Beng Gi ciu serta siau wan
berangkat menuju keruanga Lo kun tian.
Ruang lo kun tian merupakan ruang yang paling besar didalam
kuil Hian thian koan tersebut, waktu itu ketua kuil Hian thian koan
sedang duduk diruang tengah.

Begitu tiba dimuka ruangan, tosu kecil itu segera berseru :
"Lapor koancu, ada dua orang li sicu hendak bertemu dengan
koancu."
Buru-buru Hian thian totiang munculkan diri untuk meyambut,
katanya kemudian sambil tertawa :
"Bolehkah pinto tahu, li sicu ada urusan apa?"
"Jauh-jauh datang kemari, siau li selain ingin bersembahyang
kepada sam hong congsu, juga karena ingin mengunjungi tokoan
termashur diseluruh dunia."
"Perbuatan semacam ini merupakan perbuatan mulia, silahkan
duduk untuk minum teh." sambil tertawa Beng Gi ciu menggeleng,
ujarnya :
"siauli hanya ingin menanyakan bangunan-bangunan besar yang
berada didalam kuil ini serta member derma untuk kesejahteraan
kuil ini.."
Lalu kepada siau wan merunya : "Ambil sepuluh tahil emas dan
berikan kepada totiang"
Buru-buru Hian thian totiang berkata :
"semenjak pinto jadi pimpinan dikuil ini, belum pernah kami
menerima sumbangan sedemikian besarnya, sicu berdua , terima
kasih banyak atas derma kalian ini."
siau wan segera mengeluarkan sepuluh tahil emas dan
disodorkan kedepan. Ternyata tanpa sungkan-sungkan Hian thian
totiang segera menerima sumbangan tersebut.
Menyusul kemudian, Hian thian totiang pun mengajak kedua
orang tamunya untuk mengunjungi setiap ruangan yang berada
didalam komplek bangunan kuil itu.
Ketika tiba diruangan paling belakang, tampaklah gedung yang
disebut Tay lang tian berada dalam keadaan tertutup rapat. Beng Gi
ciu segera menegur :
"Apa yang terjadi disini? Mengapa gedung ini tertutup?"
sambil tertawa paksa sahut Hian thian totiang :
"Kebetulan berapa hari berselang telah datang seorang tabib
yang hendak mengobati seorang pasiennya dari keracunan, untuk
kelancaran pengobatannya dia telah meminjam gedung tersebut
untuk dipakai selama beberapa hari."
"Lalu apa sebabnya pintu gedung itu tertutup rapat?"
"sebab sicu yang menderita sakit itu telah keracunan hebat,
untuk pengobatannya dibutuhkan waktu yang lama serta

menggunakan semacam pengobatan dengan hawa dingin, oleh
karenanya orang lain tak boleh mengganggu ketenangan mereka."
"Berapa harikah yang dibutuhkan untuk menyembuhkan luka
keracunan semacam itu?"
"Konon delapan sembilan hari lagi orang tersebut dapat
disembuhkan kembali seperti sedia kala."
Beng Gi ciu segera manggut-manggut : "Terima kasih banyak
untuk keterangan totiang"
Maka ia bersama siau wan segera memohon diri dan
meninggalkan kuil tersebut dihantar oleh Hian thian totiang hingga
didepan pintu gerbang.
Beng Gi ciu serta siau wan segera menuruni bukit Wang hu san,
tak lama kemudian mereka berhenti disebuah hutan yang lebat.
Dengan nada menyelidik siau wan segera berkata :
"Hian thian totiang mempunyai tampang yang licik dan banyak
akal, dalam sekilas pandangan saja sudah diketahui kalau ia bukan
manusia baik-baik, selain itu aku merasakan betapa misteriusnya
bangunan tokoan tersebut." Beng Gi ciu segera mengangguk.
"Yaa, bagaimanakah keadaan yang sesungguhnya sulit bagi kita
untuk menentukannya, malam ini kita harus melakukan penyelidikan
kembali keatas kuil Hian thian koan tersebut."
Tak lama kemudian hari sudah gelap. kentongan kedua pun
sudah menjelang tiba.
Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagat inilah, Beng Gi
ciu serta siau wan segera berangkat menuju ke kuil Hian thian koan
dengan kecepatan tinggi.
Mereka langsung mendekati bangunan tersebut dan bersembunyi
disebuah sudut bangunan yang gelap dan tersembunyikan disana.
suasana dalam kuil Hian thian koan waktu itu amat hening, sepi
dan tak terdengar sedikit suara pun, meski dalam setiap gedung
dipasang lentera sebagai penerangan namun cahayanya amat redup,
mungkin semua tosu penghuni kuil tersebut sudah pada tidur.
Lama sekali kedua orang itu bersembunyi disudut ruangan,
setelah yakin kalau tiada sesuatu yang mencurigakan, Beng Gi ciu
berbisik : "Ha yo berangkat, kita langsung menuju ke^edung To
leng thian."
senja tadi dibawah bimbingan Hian thian totiang mereka telah
mengunjungi setiap bangunan gedung tersebut serta mengamatinya
dengan teliti, yang dimaksud sebagai gedung To leng thian tak lain

adalah gedung yang dimaksud Hian thian totiang sebagai tempat
yang digunakan Kakek berambut putih untuk mengobati luka Kho
Beng.
Dengan gerakan yang amat cepat dan ringan, dalam waktu
singkat kedua orang tersebut telah tiba diluar gedung TO leng thian,
namun setelah diteliti dengan seksama mereka jadi amat
terperanjat.
Ternyata pintu gerbang bangunan gedung itu sudah terbuka
lebar, kertas segel dipintu pun sudah dilepas orang.
Beng Gi ciu segera member tanda kepada siau wan, kemudian
mereka bersama-sama menerobos masuk kedalam ruangan gedung
itu.
Ruangan gedung itu tera watt amat rapi dan bersih, diatas meja
altar tergantung gambar dari TO leng coasu, lentera yang terletak
diatas meja altar menyinari seluruh ruangan yang amat redup itu
secara samar-samar.
sejauh mata memandang gedung tersebut berada dalam keadaan
kosong, bayangan tubuh Kakek berambut putih maupun Kho Beng
sama sekali tidak Nampak disana. Dengan perasaan gemas siau wan
segera berseru :
"Nona, kita sudah ditipu mentah-mentah"
Beng Gi ciu segera memberi tanda agar jangan berisik, kemudian
menarik tangan Siau wan dan diajak mengundurkan diri dari
ruangan To leng thian dan menyembunyikan diri dibalik kegelapan.
Nona kembali siau wan berbisik. "Menurut pendapatku si Kakek
berambut putih itu pasti bersekongkol dengan Sian thian totiang dari
kuil ini, kalau tidak, mengapa tosu tua hidung kerbau itu menipu kita
habis-habisan?"
"Permainan busuk apakah yang sedang mereka lakukan saat ini
rasanya susah untuk disimpulkan sekarang," kata Beng Gi ciu
dengan suara dalam, "bagaimana punjuga, pokoknya malam ini kita
harus dapat membongkar persoalan ini hingga jelas dan tuntas."
"Menurut aku, satu-satunya jalan yang terbaik adalah melakukan
keonaran secara besar besaran di dalam kuil Hian thian koan ini, kita
tangkap Hian thian totiang dulu, tosu tua itu kemudian menyiksanya
agar mengaku, masa kita takut dia tak akan memberikan
pengakuannya buat kita?"

"Kita jangan bertindak terlalu gegabah, mari aku sudah
mempunyai akal yang bagus," kata Beng Gi ciu kemudian seraya
menggeleng. Tiba-tiba..
Terdengar suara jerit kesakitan yang amat memilukan hati
berkumandang mmecahkan keheningan malam.
Walaupun jerit kesakitan tersebut kedengarannya amat lemah
dan jauh sekali, namun dengan kesempurnaan tenaga dalam yang
dimiliki Beng Gi ciu, ia dapat menangkap suara tersebut dengan jelas
sekali. Kepada siau wan segera tanyanya :
"Apakah kau sudah mendengar?" siau wan mengangguk berulang
kali :
"Ya a, aku sudah mendengar, ada orang menjerit kesakitan,
suaranya sangat memilukan hati, bahkan nampak seperti suara
wanita."
Kemudian setelah celingukan sejenak sekeliling tempat itu,
kembali la berkata :
"Nona, apakah kau sudah dapat mendengar secara pasti, suara
jerit kesakitan itu berasal dari arah mana?"
Beng Gi ciu segera menggeleng.
"seandainya tempat itu bukan terletak dibawah tanah, tentu
letaknya sangatjauh dari sini, saking jauhnya sehingga aku
sendiripun tak dapat menentukan arahnya secara tepat."
Mereka berdua segera berusaha untuk memasang telinga serta
mendengarkan lagi dengan seksama, namun sepeta nak nasi sudah
lewat suara jerit kesakitan tersebut ternyata tak kedengaran lagi.
Tak tahan lagi siau wan segera berseru :
"Nona, apa gunanya kita menunggu terus disini? Toh mereka tak
akan munculkan diri secara sukarela, lebih baik kita lakukan
pemeriksaan kedalam "
Dengan wajah serius Beng Gi ciu termenung berapa saat
lamanya, kemudian ia berkata :
"Ya a, nampaknya kita terpaksa harus berbuat begitu, tapi ingat,
kau tak boleh bergerak secara sembarangan, mengerti?"
"Mengerti" sahut Siau wan cepat. "Tak usah kuatir nona, aku
akan menuruti semua perkataanmu."
Beng Gi ciu segera melompat keluar dari tempat
persembunyiannya dan bergerak menuju kearah bangunan kuil, kali
ini dia tak berusaha menyembunyikan jejaknya lagi, tapi langsung
menuju keruangan dimana Hian thian totiang berdiam.

Didepan kamar ketua kuil merupakan sebuah halaman kecil
dengan aneka macam bunga yang tumbuh indah, meski berada
dalam kegelapan malam namun tidak mengurangi keindahannya .
siau wan segera berbisik.
"Coba lihat, pintar amat tosu itu menikmati hidupnya, panorama
ditempat ini Nampak sangat indah dan menawan hati."
sementara pembicaraan berlangsung, mereka telah sampai
didepan pintu ruangan.
Ruangan itu terbagi menjadi tiga , dua diantaranya berada dalam
keadaan gelap. sedangkan bilik yang berada dibagian tengah masih
memancarkan cahaya lentera yang redup,
Beng Gi ciu segera mendekati pintu ruang itu, diperhatikannya
sejenak ruangan disekitar sana, kemudian baru mulai mengetuk.
Tiada suara jawaban dari dalam ruangan. Beng Gi ciu menggertak
gigi tiga kali ketukannya kali ini dilakukannya keras-keras.
"siapa disitu?"
Nona siau wan segera berbisik, "mereka tak bakal membukakan
pintu untuk kita, lebih baik kita langsung menyusup kedalam."
Baru saja Beng Gi ciu hendak menjawab terdengar dari dalam
ruangan bergema suara teguran seseorang : "siapa diluar?"
Menyusul kemudian pintu ruangan dibuka orang.
Yang membuka pintu adalah seorang tosu berjenggot putih,
namun orang itu bukan Hian thian totiang pribadi.
setelah tertegun sejenak, Beng Gi ciu segera menegur :
"Apakah Hian thian totiang tidak berdiam disini?"
tosu berjenggot putih itu kelihatan amat tercengang dan agak
gelagapan, dia berkata :
"si.siapakah kalian? Mengapa kamu berdua datang kemari
ditengah malam buta begini..apakah kalian adalah.adalah kawanan
perampok"
Berbicara sampai disitu, dia sudah bermaksud untuk berteriak
keras-keras memanggil rekan-rekannya .
Tapi Beng Gi ciu telah bertindak cepat, tangannya segera
bergerak cepat dan kelima tangannya disentilkan kedepan
melepaskan desingan angin serangan yang langsung menotok jalan
darah ditubuh si tosu tua tersebut.
Tanpa disuruh siau wan memburu kedepan serta menahan tubuh
sitosu tua tersebut agar tidak roboh ketanah, lalu menyeret
tubuhnya kedalam kamar dan didudukkan diatas sebuah bangku.

Beng Gi ciu yang menyusul ke dalam segera mengunci pintu
ruangan rapat-rapat, kepada siau wan serunya :
"Cepat kau geledah dua bilik lainnya."
Siau wan menyahut dan menyusup masuk kedalam ke dua bilik
lainnya, tak lama kemudian ia telah muncul kembali seraya berkata :
"Nona, tiada seorangpun disitu."
"Tak apa, akhirnya toh kita akan berhasil menemukan mereka
semua," sahut Beng Gi ciu sambil tertawa dingin.
Kemudian dia ayunkan jari tangannya kedepan, desingan angin
tajam segera menyambar api lentera hingga padam, lentera tersebut
seketika itujuga padam. Dengan rasa gembira siau wan maju
kedepan, serunya :
"Nona biar budak yang memeriksa orang ini."
"Baik" Beng Gi ciu mengangguk,
"tapi jangan sampai kau lukai dirinya."
siau wan mengangguk berulang kali, segera dia mengeluarkan
sebuah pisau belati kemudian sambil diayunkan dihadapan tosu tua
berjenggot putih itu katanya : "Bila ingin menyelamatkan nyawamu,
berbicaralah secara terus terang, mengerti?"
Jalan darah tosu itu tertotok hingga mulutnya tak mampu
bebricara, badanpun tak dapat bergeraki hanya biji matanya saja
yang berputar-putar panik, Kembali siau wan membentak dengan
suara dalam :
"Jangan kau anggap aku tak berani melukai dirimu, kalau
amarahku meluap, akan kusayati tubuhmu lebih dulu, ingin kulihat
apakah kau bersedia untuk berbicara atau tidak,"
Kembali tosu tua itu memutar biji matanya dengan panic, namun
tak sepatah kata pun yang diucapkan.
Beng Gi ciu yang melihat kejadian ini segera tertawa geli, selanya
:
"siau wan, kalau jalan darahnya yang tertotok tidak kau
bebaskan, bagaimana mungkin dia dapat berbicara?"
setelah ditegur, siau wan baru menyadari apa yang terjadi, dia
sendiripun jadi kegelian sehingga tertawa cekikikan.
sesudah termenung sambil berpikir sejenak, akhirnya dia
menotok dulu jalan darah cian hong kiat di kedua belah bahu tosu
tersebut, kemudian baru menepuk bebas ketiga buah jalan darah
penting yang berada didada tosu tersebut.

Dengan begitu kecuali sepasang tangannya tak mampu
digunakan lagi, tosu tua itu dapat berbicara seperti orang normal.
sesudah menghembuskan napas panjang dengan nada setengah
merengek tosu tua itu berseru:
"Lihiap berdua, ampunilah jiwaku ini?"
"siapa namamu?" tegur siau wan sambil tertawa dingin.
"Pinto bernama Hian hoat, aku termasuk adik seperguruan Hian
thian totiang, ketua kuil ini."
Kembali siau wan mendengus,
"Hmmm, nona kami tiada maksud untuk mencelakai jiwa mu, tapi
sebagai timbal baliknya kau harus menjawab semua pertanyaan dari
kami dengan sejujurnya, kalau tidak,hmmm, aku tak akan menjamin
keselamatanmu itu"
Hian hoat totiang mengiakan berulang kali, sahutnya :
"Baik, aku akan menjawab, aku akan menjawab, asal tahu pasti
akan kujawab dengan sejujurnya."
"Bagus sekali, dimanakah Hian thian totiang suhengmu
sekarang?"
"Dia telah berangkat ke bukit Kun lun" Jawab tosu itu tanpa
berpikir lagi.
Beng Gi ciu menjadi melengak sesudah mendengar jawaban itu,
segera timbrungnya :
"Pergi kebukit Kun lun? Mau apa dia pergi kebukit Kun lun?"
"Kuil kami masih terhitung cabang dari Kun lunpay, koancu kami
mempunyai kewajiban mengunjungi bukit Kun lun satu kali setiap
tiga tahun."
"Kapan kembalinya?" Tanya Beng Gi ciu kemudian sambil
menghela napas. Hian hoat totiang tertawa getir :
"Paling cepat tiga bulan, paling lama setengah tahun, bila lihiap
berdua bermaksud menantikan kedatangannya, aku rasa.."
"Hmmm, kau pasti sedang berbohong" bentak siau wan tiba-tiba,
"tak mungkin ada kejadian yang begitu kebetulan di dunia ini
sewaktu kami datang kemari senja tadi, dia masih berada dalam kuil,
mana mungkin begitu malam tiba dia telah berangkat kebukit Kun
lun?"
Dengan wajah bersungguh-sungguh Hian hoat totiang berkata :
"Apabila lihiap bersikeras mengatakan tak percaya, yaa apa boleh
buat, tapi keputusan koancu kami untuk berkunjung kebukit Kun lun
sudah lama sekali ditetapkan, jadi bukan kebetulan."

"selama Hian thian totiang berkunjung ke Kun lun san, mungkin
kaulah yang mewakilinya menjadi koancu kuil Hian thian koan ini?"
Tanya Beng Gi ciu setelah termenung sejenak.
sambil tertawa paksa, Hian hoat totiang manggut-manggut.
"Ya a, memang begitulah, entah apa urusan apa lihiap berdua
mengunjungi kuil kami ditengah malam buta begini."
"Kemana perginya orang yang mengobati luka beracun digedung
To leng thian tersebut?"
Tiba-tiba Hian hoat totiang tertawa :
"oooo..rupanya kedatangan lihiap berdua disebabkan persoalan
ini."
"Hey, apa yang kau tertawakan? Mengapa cepat katakan,
mengapa gedung To leng thian sudah kosong? Kemana perginya
orang itu?"
"Ia sudah pergi meninggalkan kuil menjelang malam tadi, si tabib
yang berambut putih itu telah pergi membawa pasiennya, dia bilang
terpaksa harus pindah dari sini karena orang yang berziarah di kuil
ini terlalu banyak sehingga ia sulit melakukan pengobatan disiang
hari."
"Kemana dia telah pergi?" Tanya Beng Gi ciu terkejut. Dengan
kening berkerut Hian hoat tojin menyahut :
"Aku dengar dia hendak pergi ke belakang bukit situ mencari gua,
tapi tidak dijelaskan tempat yang sesungguhnya,"
walaupun demikian setelah menatap wajah Beng Gi ciu sekejap.
dia meneruskan :
"Dia bilang delapan hari kemudian akan datang kembali kesini,
sebab waktu itu pasiennya sudah sembuh sama sekali dari pengaruh
racunnya."
"Hmmm, apa lagi pesannya?" dengus si nona. Tosu itu segera
menggeleng.
"Tak ada pesan yang lain, hanya itu saja."
Beng Gi ciu dibuat setengah percaya setengah tidak, untuk
berapa saat lamanya dia menjadi kesulitan untuk mengambil
keputusan.
sementara itu siau wan telah memutar biji matanya berulang kali,
lalu katanya :
"Nona, percayakah kau dengan semua omongan setannya itu?"

Beng Gi ciu berpikir sebentar, mendadak timbul sebuah akal
dalam hatinya, sambil tersenyum ia segera berkata kepada siau wan
:
"Aku rasa dia tak bakal bohong, mari kita pergi saja."
siau wan masih ingin membantah, namun niatnya segera dicegah
oleh Beng Gi ciu dengan kedipan matanya.
Dengan cepat dayang itu memahami apa yang dimaksud
majikannya sambil mendengus serunya :
"Hmmm, malam ini terlalu keenakan untuk si tosu tua hidung
kerbau ini."
"Jangan kau ceritakan kepada siapa pun atas kejadian malam
ini," ancam Beng Gi ciu dengan suara dalam,
" dengan jalan darah cian keng hiat yang tertotok, lebih baik kau
sendiri yang mencari akal untuk membebaskannya."
Tidak menunggu sampai Hian hoat tojin sempat berbicara, gadis
itu telah beranjak pergi meninggalkan ruangan tersebut diikuti siau
wan dari belakang.
Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna,
mereka melompat keluar dari halaman lalu menyembunyikan diri di
atas sebatang pohon yang besar.
setelah menyembunyikan diri baik-Baik, mereka berdua segera
menyingkap dedaunan yang rimbun dan mengintip kebawah.
Tampak Hian hoat tojin muncul dari ruangannya dengan
sempoyongan, begitu sampai di depan pintu segera teriaknya keraskeras
memanggil rekan-rekannya yang lain.
Lama kemudian baru kelihatan seorang tosu setengah umur yang
masih mengantuk munculkan diri dihalaman tersebut, dengan kaget
bercampur gugup dia berseru : "susiok, susiok, ada apa?"
"Cepat cepat bebaskan jalan darah cian keng hiat ku yang
tertotok" seru Hian hoat tojin dengan gelisah.
Tosu setengah umut itu kelihatan terkejut , seakan-akan saat itu
baru mengetahui kalau sepasang lengan Hian hoat tojin terkulai
lemas kebawah dan tak bisa bergerak.
Dengan gerakan cepat dia menepuk bebas jalan darah Hian hoat
tojin yang tertotok itu, kemudian tanyanya dengan perasaan
terkejut, bercampur keheranan.
"susiok, sebenarnya apa.apa yang telah terjadi?" Hian hoat tojin
menghela napas panjang :

"Aaaaai sebetulnya sicu berambut putih dan anak muda yang
keracunan itu berada dimana?"
setelah agak tergagap tosu setengah umur itu menjawab.
"Aku dengar mereka sudah pergi ke belakang gunung untuk
mencari gua yang sepi, tapi tidak diketahui gua yang manakah
mereka berada."
Kembali Hian hoat tojin menghela napas.
"Ingat baik-Baik, bila menjumpai persoalan semacam ini lagi
dikemudian hari, jangan sekali-kali mereka ditampung."
"Kee.. kenapa?"
"Tak usah banyak bertanya lagi tukas Hian hoat tojin marah,
pokoknya ingat saja pesanku ini, gara-gara peristiwa tersebut,
hampir saja selembar jiwaku turut melayang."
Tosu setengah umur itu mengiaka berulang kali dan tak berani
bertanya lebih jauh. Hian hoat tojin segera mengulapkan tangannya
berulang kali seraya berkata :
"sudah, disini tak ada urusan lagi, cepat mundur dari sini"
Tosu setengah umur itu mengiakan dan segera mengundurkan
diri dari situ sementara Hian hoat tojin pun balik kembali kedalam
ruangan.
suasana di dalam kuil Hian thian koan pun segera pulih kembali
dalam keheningan yang luar biasa.
sementara itu siau wan yang telah memutar sepasang biji
matanya sambil mengawasi Beng Gi ciu.
Beng Gi ciu sendiripun sedang terjerumus dalam lamunan yang
dalam, sebab berdasarkan yang terbentang didepan mata saat itu,
sudah jelas semua tindak tanduk Hian hoat tojin bukan sengaja
dibuat-buat tapi memang begitulah kenyataannya. Melihat
majikannya hanya tercengang saja, tak tahan siau wan segera
menegur :
"Nona, kawasan dibela kang bukit situ tak terlalu luas, mari kita
pergi melakukan pencarian, siapa tahu kita akan berhasil
menemukannya?"
Tapi Beng Gi ciu segera menggeleng : "Tidak Lebih baik kita
menunggu sebentar lagi."
Nona kata siau wan sambil berkerut kening, "kelihatannya apa
yang diucapkan tosu itu benar, apa lagi yang kau sangsikan? Lebih
baik kita segera."

"Aku mencurigai suara jerit kesakitan yang memilukan hati tadi"
kata si nona dengan suara dalam.
Bersambung jilid 33
Jilid 33
"oya betul, dengan jelas kita memang mendengar suara jerit
kesakitan yang memilukan hati, tapi.."
setelah memutar biji matanya, kembali dia melanjutkan,
"Kedengarannya suara itu berasal dari suatu tempat yang jauh
sekali, mungkin juga bukan berasal dari kuil ini."
Beng Gi Ciu segera mendengus :
"Kecuali kuil tokoan ini, di bukit Wang hu san sudah tiada rumah
penduduk yang lain, juga tak ada bangunan kuil yang lain, dari
mana suara tersebut bisa berasal kalau bukan dari sini?"
"Yaa, perkataan nona memang benar," Siau wan manggutmanggut,
akan tetapi Setelah berpikir sejenak, Beng Gi Ciu berkata :
"Lebih baik kita menunggu sebentar lagi, coba kita lihat apakah
suara tadi akan berkumandang lagi?"
Mereka berdua pun melanjutkan usahanya bersembunyi diatas
pohon, tapi tunggu punya tunggu hingga mendekati kentongan
keempat pun sama sekali tak kedengaran lagi suara tadi.
"Mari kita pergi" ajak Beng Gi ciu kemudian.
Mereka berdua segera bangkit berdiri dan berjalan meninggalkan
bangunan kuil tersebut.
Disaat mereka berdua sedang meluncur keluar bangunan kuil
inilah, mendadak tampak ada dua sosok bayangan kuning, bagaikan
burung elang saja langsung melayang turun diruang depan.
Beng Gi ciu menghentikan langkahnya dan bersama siau wan
menyembunyikan diri dibalik pepohonan.
Mereka mencoba untuk pasang telinga, akan tetapi tak
kedengaran sedikit suara pun, dengan suara dalamBeng Gi ciu
segera berkata :
"Tampaknya ilmu meringankan tubuh yang dimiliki kedua orang
tersebut cukup tangguh, mereka bisa terhitung jagoan kelas satu
dalam dunia persilatan, tapi siapakah mereka?"
"Mungkin Hian thian loto telah pulang kembali?"
"Tak mungkin, setiap tosu penghuni kuil ini mengenakan jubah
berwarna abu-abu, tak mungkin mereka ganti baju kuning dalam
waktu singkat, selain itu menurut pendapatku, jangan lagi si Hian
thian tosu si tosu tua itu, sekalipun gurunya Hian thian tosu masih

hiduppun, rasanya mereka tak akan memiliki kepandaian sehebat
ini."
"jadi kalau begitu mereka bukan anggota kuil ini?"
"Ya a, sudah pasti bukan"
sementara mereka masih berbicara, terdengar suara ujung baju
yang terhembus angin bergema memecahkan keheningan, lalu
tampak dua sosok bayangan kuning berkelebat lewat dari sisi kiri,
lebih kurang tiga kaki dari tempat persembunyian mereka.
Gerakan tubuh orang itu sangat enteng dan cekatan, biarpun
sedang melintasi atap rumah, namun nyatanya seperti berjalan
ditanah datar saja.
Tanpa terasa Beng Gi ciu serta siau wan dibuat tertegun kembali,
kali ini mereka dapat melihat dengan jelas, ternyata mereka adalah
dua orang pendeta. siau wan segera berbisik sambil tertawa geli :
"Aneh betul kedua orang hwesio tua itu, mau apa mereka
mendatangi kuil para tosu ditengah malam buta begini?"
"Mari kita ikuti mereka" bisik Beng Gi ciu.
Dengan gerakan tubuh yang sangat ringan, dia segera menguntit
dibelakang kedua orang pendeta tua itu, selisih jarak mereka kirakira
sepuluh kaki lebih.
sementara itu kedua orang pendeta tua tadi telah berputar satu
lingkaran mengelilingi bangunan kuil itu, kemudian meluncur keluar
dari sana, dengan kesempurnaan ilmu meringankan tubuh yang
dimiliki Beng Gi ciu serta siau wan, ternyata perbuatan mereka
berdua sama sekali tidak disadari oleh kedua orang pendeta
tersebut.
sementara itu, meski kedua orang pendeta tua sudah
meninggalkan komplek kuil tersebut, ternyata mereka tidak pergi
jauh, kembali kedua orang itu mengelilingi pagar kuil satu kali dan
akhirnya berhenti didepan pintu gerbang.
Beng Gi ciu dan siau wan segera bersembunyi dibelakang
sebatang pohon, jaraknya dengan pintu gerbang ternyata hanya
tujuh delapan kaki.
Dengan menggunakan ilmu menyampaikan suaranya siau wan
segera bertanya : "Nona, tahukah kau apa yang sebenarnya telah
terjadi?"
Dengan menggunakan ilmu menyampaikan suara pula Beng Gi
ciu menjawab :

"Jelas sudah keadaannya sekarang, jelas kedua orang pendeta
tua itu pun sedang melakukan penyelidikan atas kuil Hian thian koan
ini."
"Tapi mengapa mereka keluar lagi dari dalam kuil tersebut
bahkan malah berniat mengetuk pintu segala?"
Baru saja Beng Gi ciu hendak menjawab, mendadak tampak salah
satu diantara kedua orang pendeta itu membalikkan badannya,
kemudian setelah melirik sekejap kearah tempat persembunyian
Beng Gi ciu serta siau wan, ia membentak keras : "siapa disitu?"
Tampak bayangan kuning berkelebat lewat, tahu-tahu ia sudah
berada didepan pohon tersebut.
Dengan cepat Beng Gi ciu munculkan diri dari tempat
persembunyiannya, sambil tertawa dingin ia berseru :
"Lo suhu tajam amat pendengaranmu."
"omitohud." Paras muka pendeta tua itu tetap dingin tanpa
perubahan emosi,
"boleh aku tahu siapakah lisicu berdua dan ada urusan apa
melakukan penyelidikan di saat tengah malam buta begini?"
"Kau anggap berhak untuk mengetahui soal ini?" seru siau wan
cepat.
Dalam pada itu, pendeta tua yang satu nya telah melayang
datang kesana, mendengar perkataan tersebut, dia segera
membentak : "Besar amat nyalimu, berani bersikap kurangajar
terhadap kami?"
sebenarnya Beng Gi ciu hendak menegur siau wan, tapi setelah
mendengar perkataan dari pendeta tua itu, tanpa terasa dia berkerut
kening dan balas membentak :
"Nyalimu pun cukup besar, berani sekali berbicara sekasar ini
terhadap kami?"
Pendeta tua itu makin naik darah, katanya :
"Hayo cepat katakan asal usul serta identitas kalian yang
sebenarnya"
"Kalau kami enggan bicara?" jengek Beng Gi ciu hambar.
Pendeta tua itu Nampak agak tertegun, agaknya ia tak
menyangka kalau lawannya akan menjawab seperti itu, amarahnya
makin berkobar, segera serunya keras-keras :
"Hmmm, kecuali kalian sudah bosan hidup."
"Ya a, mungkin saja kami sudah bosan hidup, tapi adakah orang
yang mampu membunuh diriku?"

"Budak ingusan Kau terlalu jumawa, tampaknya aku perlu
memberi sedikit pengajaran kepadamu"
sepasang tangannya segera direntangkan, tampak bajunya
menggelembung besar dengan cepatnya, sementara jalan darah tay
yang hiat dikedua belah keningnya Nampak menonjol keluar.
Beng Gi ciu tertawa dingin, pelan-pelan dia maju kemuka, lalu
jengeknya : "Kau ingin berkelahi?"
"Ya a, kecuali kau bersedia menjawab seluruh pertanyaanku
sejujurnya."
"Hmmm, kalau memang ingin berkelahi, mari kita berkelahi,
rasanya nonamu tak akan menundukkan kepala
dihadapanmu",jengek Beng Gi ciu dengan suara sedingin es.
"Kurang ajar" pendeta tua itu makin gusar,
"Nampaknya tabiatmu makin lama makin menjadi, hati-hati
dengan seranganku ini"
Tangan kanannya segera diputar, kemudian melepaskan sebuah
pukulan dahsyat kedepan.
Beng Gi ciu segera mengebaskan sepasang ujung bajunya
kedepan tiba-tiba saja berkelebat lewat selapis cahaya emas yang
amat menyilaukan mata, langsung menyongsong datangnya
serangan dari pendeta tua itu.
Pendeta tua lainnya yang menontonjalannya pertarungan itu
menjadi terperanjat sekali, mendadak dia melejit ke udara sambil
berteriak keras : "sute, cepat mundur"
Ditengah bentakan tersebut, tubuhnya yang masih berada
diudara segera menyambar tubuh pendeta tua rekannya dan
menariknya hingga mundur sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Tentu saja perbuatan ini membuat si pendeta tua tersebut jadi
tertegun dantakhabis mengerti.
Menanti tubuh mereka telah melayang turun ketanah, ia baru
bersuara dengan nada gelisah:
"Ciangbun suheng, apa-apan kau ini?"
Pendeta tua yang disebut sebagai ciangbunjin itu tidak segera
menjawab pertanyaan tersebut, dia mengulapkan tangannya,
kemudian berjalan menghampiri Beng Gi ciu.
sementara itu Beng Gi ciu telah menarik kembali serangannya
dan tertawa dingin tiada hentinya.

Dengan langkah lebar, pendeta tua itu berjalan mendekat,
kemudian sambil merangkap sepasang tangannya didepan dada
untuk memberi hormat, katanya :
"Boleh aku tahu siapa nama li sicu?"
"Mengapa kau tidak melapor dulu namamu?" sahut Beng Gi ciu
dengan suara sedingin salju.
Pendeta tua itu manggut-manggut, katanya :
"Aku Phu sian, saat ini menjabat sebagai ketua dari siau lim pay"
Kemudian sambil menunjuk ke arah pendeta tua lainnya yang
sedang berjalan mendekat, katanya :
"sedang dia adalah Hwee cuncu, satu diantara lima rasul panca
unsur partai kami, juga masih terhitung adik seperguruanku."
Mengetahui siapa yang sedang dihadapannya, Beng Gi ciu
merasa amat terkejut, sebab walaupun ia sudah mengetahui kalau
ilmu silat yang dimiliki kedua orang pendeta tua itu sangat lihai,
namun dia sama sekali tak menyangka kalau orang tua itu adalah
ketua siau limpa y, pemimpin dari tujuh partai besar lainnya. Maka
setelah tersenyum, ia berkata :
"Maaf, maaf, siauli adalah Beng Gi ciu, sedang dia adalah
budakku siau wan."
Phu sian sanjin segera merasakan semangatnya berkobar
kembali, dengan cepat katanya :
"Maafkan kelancanganku untuk bertanya, benarkah ilmu yang
Beng li sicu perlihatkan tadi merupakan kepandaian dari tiga dewa
see gwa sam sian?"
Beng Gi ciu tertawa hambar, segera tukasnya :
"Losiansu memang hebat sekali pengetahuannya, betul ilmu
tersebut memang Kim ka sinkang"
"Kalau begitu Beng siocia adalah keturunan dari Kim ka sian? "
"Benar" gadis itu mengangguk.
Phu sian sangjin menjadi sangat kegirangan, segera serunya :
"Benar-benar sangat kebetulan, tak disangka kami akan bersua
dengan Beng lisicu ditempat ini.Dalam seratus tahun terakhir ini
setiap umat persilatan boleh dibilang menyangjung serta
menghormati kehebatan tiga dewa, namun sayang belum pernah
melihat keturunan dari tiga dewa terjun kembali kedalam dunia
persilatan. "
Kemudian sambil berpaling kearah Hwee cuncu serunya lagi :
"sute, hayo cepat minta maaf kepada Beng Li sicu"

Terpaksa Hwee cuncu maju memberi hormat, katanya : "Maaf
atas kelancanganku tadi"
Cepat-cepat Beng Gi ciu balas memberi hormat, katanya
kemudian :
"Lo siansu terlalu sungkan, padahal siauli sendiripun telah
berbuat kesalahan yang sama"
Phu sian sangjin berkata setelah termenung sebentar.
"Kemunculan Beng lisicu secara tiba-tiba dalam dunia persilatan
tentunya disebabkan karena ada urusan besar bukan?"
Beng Gi ciu tersenyum.
"sejak kecil siauli berdiam dipulau Bong lay to, ilmu silat yang
berhasil kupelajari juga hanya ilmu kucing kaki tiga, sebetulnya aku
hanya bermaksud menambah pengetahuan serta mencari
pengalaman didalam dunia persilatan, sekalian mencari kedua orang
empekku yaitu empek Thian serta empek oh yang sudah setahun
meninggalkan pulau Bong lay to, siapa tahu situasi yang kuhadapi
sekarang nampaknya telah berubah menjadi amat rumit dan kacau."
"Apakah empek Thian dan empek oh yang Beng li sicu
maksudkan adalah keturunan dari Bu khek sian serta Thin lui sian?"
Beng Gi ciu mengangguk.
"Benar, mereka masih setingkat berada diatasku, oleh sebab itu
aku memanggil empek kepada mereka."
Kemudian setelah memutar biji matanya, dia berkata lagi :
"Hingga saat ini jejak kedua orang empek ku belum berhasil
kutemukan, tapi kujumpai kemunculan kembali partai kupu-kupu di
dalam dunia persilatan, oleh sebab itu."
Mendadak ia menghentikan perkataannya dan tidak melanjutkan
kembali.
"omitohud" Phu sian sangjin segera berseru memuji keagungan
sang Buddha,
"apakah Beng li sicu sudah mengetahui semua peristiwa yang
terjadi dalam dunia persilatan belakangan ini?"
Beng Gi ciu menggeleng.
"Kami berdua belum lama meninggalkan pulau Bong lay to, jadi
tidak banyak pula yang kami ketahui tentang persoalan dunia
persilatan."
Phu sian sangjin memandang sekejap kuil Hian thian koan yang
sepi itu, lalu setelah berpikir sebentar, katanya :

"Beng li sicu adalah keturunan dari tiga dewa, sudah sepantasnya
bila kubeberkan keadaan yang sebenarnya."
Maka secara ringkas dia menceritakan kemunculan kedele maut
didalam dunia persilatan, bagaimana Kho Beng datang memberi
kabar, bagaimana Bok cuncu membuat perjanjian kerja sama
dengan Kho Yang ciu dan sebagainya
Beng Gi ciu mendengarkan semua penuturan tersebut dengan
asyik, menanti Phu sian sangjin telah menyelesaikan perkataannya,
dia baru berkata :
"Apakah losiancu telah memohon bantuan dari jago-jago partai
lainnya untuk bersama-sama melacaki sarang dewi In Un?"
"Tentu saja" jawab Phu sian sangjin cepat.
"Aku telah mengirim surat pemberitahuan keseluruh perguruan
besar, aku yakin pelbagai perguruan besar telah mengirim jagojagonya
yang lihai untuk mulai bekerja."
Beng Gi ciu sebera tertawa getir.
"Menurut apa yang kuketahui, sarang Dewi In Un terletak
dipuncak bukit Cian san dan yang lebih penting lagi adalah ketua
partai kupu-kupu yang sekarang Ui sik kong sudah tiba dibukit Cian
san."
"Ehmmm, tentang hal ini aku pun sudah mendapat kabar," phu
sian sangjin segera mengangguk.
"Tajam benar pendengaran losiansu," puji Beng Gi ciu sambil
tertawa,
"lantas apa rencana siansu untuk menanggulangi masalah ini?"
"Masalah tersebut betul-betul amat rumit dan membingungkan
hati, tempo dulu entah siapa yang telah dipergunakan Dewi In Un
untuk menyamar sebagai Bu wi lojin hingga membangkitkan amarah
umat persilatan dan terjadi peristiwa berdarah diperkampungan hui
im ceng. Akibat peristiwa itu, Kho Beng kakak beradik berhasil lolos
dari musibah, selanjutnya Kho Yang ciu dengan kedele mautnya
melakukan pembantaian secara besar-besaran terhadap umat
persilatan, kejadian ini dengan cepat menjalinkan permusuhan yang
amat mendalam antara Kho Yang ciu dengan segenap umat
persilatan, dalam suasana itulah rupanya partai kupu-kupu
memanfaatkan kesempatan untuk menancapkan kakinya didaratan
Tionggoan."
"Nah coba bayangkan sendiri, bukankah persoalannya menjadi
bertambah kalut dan membingungkan."

Beng Gi ciu mengangguk.
"Ya a, situasi memang sangat kalut, tapi..ada urusan apa lo
siansU datang kemari?"
"omitohud, setelah aku mendapat laporan dari Bok cuncu yang
mengatakan bahwa Dewi In Un sering munculkan diri disekitar bukit
Cian san, maka aku merasa perlu untuk melakukan penyelidikan
sendiri dengan harapan persoalan diperkampungan Hui im ceng
tempo dulu bisa diselidiki hingga tuntas, dengan demikian
perselisihan kami dengan dua bersaudara Kho pun bisa mendapat
penyelesaian secepatnya."
Beng Gi ciu tertawa hambar.
"Kini pusat kekuatan partai kupu-kupu telah dialihkan kebukit
Cian can, aku lihat perselisihan antara dua bersaudara Kho dengan
umat persilatan pun telah berubah menjadi masalah kedua"
Dengan wajah serius Phu sian sangjin manggut-manggut.
"Akupun sudah berpikir bahwa masalah penting yang kita hadapi
sekarang adalah masalah kehadiran Partai kupu-kupu, andaikata
Dewi In Un tidak menyuruh orang menyamar sebagai Bu wi lojin, tak
mungkin akan terjadi peristiwa berdarah di perkampungan Hui im
ceng. Karenanya akupun mengambil suatu kesimpulan asal masalah
Partai kupu-kupu sudah terselesaikan secara otomatis masalah dua
bersaudara Kho pun akan terselesaikan dengan sendirinya. Tapi Kho
Yang ciu terlalu banyak membunuh orang, rasa dendam yang
menumpuk susah rasanya untuk dihapus dengan begitu saja,
sedangkan Partai kupu-kupu jelas mempunyai niat jahat terhadap
umat persilatan, besar kemungkinan akan terjadi lagi suatu peristiwa
besar didalam dunia persilatan."
"Aku dengar perkampungan Hui im ceng pun telah
diporakporandakan hingga hancur tak karuan, darah bercucuran
dimana-mana dan mayat bertumpuk membukit, tujuh puluh lembar
jiwa keluarga Kho telah kalian bantai sampai ludas?"
"omitohud..aku merasa amat menyesal dengan peristiwa ini,
tapi.aku tetap berpendapat bahwa bencana besar yang kita hadapi
sekarang berasal dari Partai kupu-kupu?"
Kemudian setelah memandang sekejap kearah Beng Gi ciu,
kembali dia berkata :
"Pada seabad berselang, tiga dewa telah membunuh ketua Partai
kupu-kupu dibawah tebing hati duka dan sekarang Partai kupu-kupu
telah muncul kembali dalam dunia persilatan, aku lihat tujuan

mereka yang pertama mungkin hendak membalas dendam atas sakit
hati itu."
Beng Gi ciu tertawa hambar.
"Persoalan ini memang sudah berada dalam dugaan, tapi ada
satu hal yang justru membingungkan hatiku?"
"Persoalan apa?"
"Setiap orang persilatan tahu kalau tiga dewa See gwa sam sian
berdiam di pulau Bong lay to, andaikata tujuan Partai kupu-kupu
hanya untuk membalas dendam atas sakit hatinya pada seabad
berselang sudah pasti mereka akan langsung menuju kepulau Bong
lay to, mengapa mereka tidak berbuat demikian sebaliknya malah
langsung memasuki daratan Tionggoan?"
Phu sian sangjin dibikin tergagap oleh perkataan tersebut.
"soal ini.soal ini."
sambil tersenyum Beng Gi ciu melanjutkan kembali kata-katanya
:
"Dalam hal ini mungkin saja ada dua penyebabnya, kesatu,
mereka hendak merebut kembali kitab pusaka Thian goan bu boh
yang telah hilang sejak seabad berselang, kedua, mereka hendak
membantai umat persilatan, menaklukan setiap partai dengan
kekerasan agar bisa menjadikan dirinya sebagai pemimpin tertinggi
dunia persilatan."
Merah jengah selembar wajah Phu sian sangjin, katanya
kemudian setelah menghela napas.
"Perkataan Beng li sicu memang benar, tapi aku rasa mereka pun
tak akan melupakan dendam sakit hatinya dengan tiga dewa see
Gwa sam sian."
"Tapi aku yakin masalah itu masih masalah kedua setelah
usahanya menguasai seluruh dunia persilatan berhasil seratus tahun
berselang, Partai kupu-kupu pernah melakukan pembantaian
berdarah terhadap umat persilatan, walaupun akhirnya ketua
mereka tewas ditangan tiga dewa, tapi seratus tahun kemudian
ternyata mereka muncul kembali didalam dunia persilatan.sudah
pasti kekuatan mereka saat inijauh lebih tangguh, ini berarti badai
berdarah tak bisa dihindari lagi oleh umat persilatan. Walau pun
demikian, asal tujuh partai besar serta segenap umat persilatan dari
empat arah delapan penjuru mau bersatu padu dan memberikan
perlawanan secara bersama-sama, aku rasa siapa menang siapa
kalah masih susah ditentukan mulai sekarang. "

"siauli sekalian pun pasti tak akan berpeluk tangan belaka," kata
Beng Gi ciu sambil tertawa,
"atau tegasnya saja maksud siauli mencari empek Thian dan
empek oh pun tak lain bermaksud hendak mengajak mereka
merundingkan bersama cara untuk menanggulangi serbuan Partai
kupu-kupu."
Phu sian sangjin menjadi amat girang, katanya cepat :
"Asal keturunan dari tiga dewa bersedia membantu, sudah pasti
usaha kami untuk menumpas kaum iblis tersebut akan berhasil
dengan sukses, apakah Beng li sicu akan berhasil menemukan Thian
tayhiap dan oh tayhiap." Belum Beng Gi ciu menggeleng.
setelah berhenti sejenak. dia mengalihkan pokok pembicaraan ke
soal lain, katanya :
"sebelum itu, ingin sekali siauli mendengar pendapat lo siansu
tentang dua bersaudara Kho?"
"seharusnya musuh besar dua bersaudara Kho yang sebetulnya
adalah Dewi In Un yang melakukan pengacauan dari tengah,
andaikata beruntung Partai kupu-kupu dibasmi, maka asal mereka
tidak ingin membuat perhitungan dengan umat persilatan, aku rasa
sanak keluarga umat persilatan yang tewas ditangan dua bersaudara
Kho pun tak akan mempersoalkan peristiwa itu lagi dan perselisihan
dengan begitu saja."
sambil tertawa Beng Gi ciu manggut-manggut, katanya :
"Pandangan losiansu memang cukup adil, lantas apa sebabnya
kau melakukan pemeriksaan atas kuil Hian thian koan ini?"
Kembali paras muka Phu sian sangjin berubah menjadi semu
merah.
"Tampaknya Beng li sicu telah mengetahui jejakku sedari tadi?"
"Yaa, sejak masih berada didalam kuil."
"Kalau begitu Beng li sicu pun sedang melakukan penyelidikan
atas kuil Hian thian koan ini?" Tanya Phu sian sangjin tercengang.
Beng Gi ciu manggut-manggut.
"Tapi siauli ingin mengetahui lebih dulu apa sebabnya lo siansu
melakukan penyelidikan atas kuil Hian thian koan ini?"
"Dalam perjalanan melalui tempat ini tadi, aku seperti mendengar
ada suara perempuan yang menjerit kesakitan, suara yang
memilukan hati itu berasal dari dalam kuil, karena curiga maka
akupun melakukan pemeriksaan disekitar tempat ini"

"Yaa, siauli pun sempat mendengar jeritan kesakitan itu, tapi
yang membuat aku bertekad melakukan penyelidikan dalam kuil
Hian thian koan ini adalah sebab yang lain."
"Boleh aku tahu apa sebabnya?" buru-buru Phu sian sangjin
bertanya. Agak memerah paras muka Beng Gi ciu.
"sebenarnya Kho Beng sedang merawat luka beracunnya dalam
kuil ini, tapi.."
Tiba-tiba ia menghembuskan napas panjang dan menghentikan
perkataannya.
Phu sian sangjin menjadi agak tertegun dan tak habis mengerti,
dia tak mengira Beng Gi ciu yang baru terjun kedunia persilatan
ternyata dapat menjalin hubungan dengan Kho Beng, lebih-lebih tak
menyangka kalau Kho Beng bakal merawat lukanya didalam kuil
Hian thian koan ini.
Agaknya Beng Gi ciu sendiripun mengerti bahwa persoalan ini tak
mungkin bisa dijelaskan hanya dengan dua tiga patah kata saja.
Maka secara ringkas dia pun bercerita tentang bagaimana
perkenalannya dengan Kho Beng, tentu saja banyak persoalan
diantaranya yang sengaja ditutupi.
"omitohud." Phu sian sangjin berseru memuji keagungan sang
Buddha.
"Rupanya begitu, tapi aku menemukan ada dua halyang
mencurigakan."
"Dalam hal yang mana lo siansu menaruh curiga?" buru-buru
Beng Gi ciu bertanya.
"Kesatu, aku mengetahui dengan pasti kuil Hian thian koan bukan
termasuk pengawasan partai Kun lun, ini berarti ucapan Hian hoat
tojin jelas berbohong dan tak ada kebenarannya. Kedua, sisetan tua
dari Lamciang adalah seorang manusia munafik yang jahat, keji dan
licik sekali, aku cukup memahami watak orang tersebut, jadi
mustahil kalau dia mengobati luka Kho Beng hanya dikarenakan
kemaruk akan harta."
"sungguhkah perkataan lo siansu ini?" Tanya Beng Gi ciu sangat
terkejut.
"omitohud, apakah Beng li sicu menganggap aku punya
kepentingan untuk berbohong?"
siau wan yang berada disisinya cepat menimbrung.

"Nona, cepat kita tangkap Hian hoat tosu tua itu dan
menyiksanya agar mengaku, siapa tahu Kho kongcu sudah mereka
celakai"
Phu sian sangjin termenung dan berpikir sebentar, kemudian
katanya :
"Barusan aku telah melakukan pemeriksaan disekeliling bangunan
kuil ini, sepintas lalu tampaknya tiada sesuatu yang tak beres
dengan tempat ini, baru saja aku hendak mengetuk pintu untuk
melakukan pemeriksaan kedalam, saat itulah kujumpai kehadiran
Beng li sicu disini. Nah Beng Li sicu, apakah kau berhasil menjumpai
sesuatu yang mencurigakan?"
"Apapun tak berhasil kutemukan,"
"kalau tidak. masak kami akan tinggalkan tempat ini dengan
begitu saja?"
"Waaah.kalau begitu Kho Beng sudah terjebak dalam keadaan
yang sangat berbahaya." Kata Phu sian sangjin kemudian dengan
suara berat. Beng Gi ciu menggertak gigi kencang-kencang.
"seandainya sampai terjadi keadaan demikian, aku bersumpah
akan meratakan kuil Hian thian koan ini dengan tanah"
Dengan cepat Phu sian sangjin menggeleng kepalanya berulang
kali, ia berkata :
"Aku minta Beng li sicu jangan kelewat emosi, yang terpenting
buat kita sekarang adalah bagaimana cara menyelamatkan Kho Beng
dari ancaman bahaya."
Beng Gi ciu agak tertegun, serunya :
"Menurut yang kuketahui, antara losiansu dengan Kho Beng
masih terikat permusuhan yang mendalam, apa sebabnya.."
"Beng lisicu dapat berkata demikian karena kau belum
memahami jalan pemikiranku," kata Phu sian sangjin sambil
menggoyangkan tangannya berulang kali,
"padahal yang menjadi tujuan utama dari perjuanganku ini tak
lain adalah mencari ketenangan dan kedamaian bagi umat
persilatan, jadi bagiku tiada hubungan dendam atau sakit hati
dengan siapa saja. Tatkala terjadi peristiwa berdarah
diperkampungan Hui im ceng belasan tahun berselang, akupun telah
berusaha untuk mencegahnya, sayang aku tak berhasil mengatasi
kemarahan umat persilatan akhirnya terjadilah peristiwa yang amat
mengenaskan itu."

Kemudian setelah menghembuskan napas panjang, pelan-pelan
dia berkata lagi :
"Menurut hasil pengamatanku sendiri maupun apa yang kudengar
dari pemberitaan, dapat kutarik kesimpulan bahwa Kho sicu
sesungguhnya adalah seorang sauhiap yang patut dihormati dan
dikagumi, malah banyak hal didalam usaha untuk menumpas kaum
iblis tersebut kita masih membutuhkan bantuannya, oleh sebab itu
sudah sepantasnya bila aku berusaha memberi pertolongan dengan
sekuat tenaga"
Beng Gi ciu tertawa gembira.
"Dengan pengalaman lo siansu yang begitu luas serta
pengetahuanmu yang amat banyak, sudah pasti banyak bermanfaat
bagi usahaku menolong Kho Beng, kalau begitu aku ucapkan banyak
terima kasih atas kehadiran lo siansu ini."
"Aaaah, ini kan sudah menjadi kewajibanku"
Kepada Hwee cuncu segera serunya : "sute, cepat maju dan
menggedor pintu"
Hwee cuncu mengiakan dengan langkah lebar dia berjalan
menuju kedepan pintu gerbang kuil Hian thian koan lalu
menggedornya keras-keras.
Gedoran itu dilakukan dengan kekuatan besar sehingga
menimbulkan suara yang nyaring sekali, ditengah keheningan malam
yang mencekam, hampir boleh dibilang seluruh kuil dapat
mendengar suara itu.
Tak lama kemudian terdengar suara langkah manusia
berkumandang datang, disusul pintu gerbang pun terbuka lebar,
seorang tosu setengah umur dengan pandangan terkejut bercampur
keheranan mengawasi Phu sian sangjin dan Beng Gi ciu sekalian
berempat sekejap. lalu katanya :
"Ditengah malam buta begini, ka. kalian ada urusan apa datang
kemari?"
Hey tosu tua dengan suara yang amat nyaring bagaikan genta,
Hwee cuncu berseru :
"Pentang sepasang matamu lebar-lebar, coba lihat siapakah diri
kami ini?"
Walaupun dia termasuk seorang pendeta tua yang telah
mempunyai hasil latihan selama puluhan tahun dalam agama
Buddha, namun sifat berangasannya tak hilang barang sedikitpun,
baik dalam tingkah laku maupun dalam pembicaraan dia selalu

bersikap kasar. Itulah sebabnya julukan Hwee cuncu atau rasul api
memang cocok sekali dengan keadaannya. sambil tertawa paksa
tosu setengah umur itu menjawab :
"Aku tak ambil perduli siapakah kalian, paling tidak kalian toh
tidak seharusnya datang mengacau kuil kami ditengah malam buta
begini."
"Mengacau?" bentak Hwee cuncu semakin gusar,
"perkataan tersebut sangat tidak pantas kau pergunakan bagi
kami, yang benar kami datang untuk melakukan penggeledahan,
mengerti? Hmmm kami adalah rombongan dari siau lim pay, aku
dikenal orang sebagai Hwee cuncu"
Lalu sambil menunding kebelakang, kembali katanya :
"Dan dia adalah ketua dari partai kami, Phu sian sangjin "
"Aaaaah.." dengan wajah berubah hebat tosu setengah umur itu
berseru tertahan, buru-buru ia memberi hormat sambil katanya,
"Tak disangka ada tamu agung yang datang berkunjung,
maafkan kelancangan pinto."
Phu sian sangjin segera melangkah maju mencegah Hwee cuncu
bertindak lebih jauh, kemudian tegurnya :
"Apakah koancu kalian ada didalam kuil?"
"Tidak ada" jawab tosu itu agak tergagap.
Mendadak Hian hoat tojin munculkan diri dengan langkah lebar,
sambil memberi hormat ia segera menyapa :
"Benar-benar menjadi kehormatan buat kami untuk menerima
kunjungan dari anda sekalian, silahkan masuk kedalam ruangan
untuk minum teh."
Lalu setelah memandang sekejap kearah Beng Gi ciu serta siau
wan, sambil tertawa paksa :
"silahkan lisicu berdua masuk pula kedalam"
Beng Gi ciu tertawa dingin, ia sama sekali tak berbicara.
Walaupun Hian hoat tojin telah mempersilahkan tamunya untuk
masuk. ternyata Phu sian sangjin sama sekali tidak menggeserkan
langkahnya, dia masih tetap berdiri ditempat semula.
Tentu saja Hian hoat tojin menjadi tersipu-sipu dibuatnya, sambil
tertawa paksa segera katanya lagi :
"Apakah lo siancu tidak bersedia untuk memasuki kuil kami?"
"omitohud, boleh aku tahu gelar totiang?"
"Pinto Hian hoat, untuk sementara waktu ini menjabat sebagai
koancu kuil ini."

"oooh dimanakah koancu kalian?" Tanya Phu sian sangjin lagi
dengan suara dingin.
"Dia telah pergi kebukit Kun lun," karena Dengan cepat Phu sian
sangjin menukas :
"Totiang tak usah melanjutkan perkataanmu itu, aku sudah
mengetahui secara pasti kalau kuil kalian tidak termasuk aliran Kun
lun pay, lebih baik undang saja koancu kalian untuk bertemu kami."
Berubah hebat paras muka Hian hoat tojin setelah mendengar
perkataan ini, katanya :
"Apabila losiansu berkeras mengatakan demikian, pinto pun tak
bisa membantah apa-apa, tapi kenyataannya koancu kami betulbetul
tak berada didalam kuil hingga tak mungkin bagiku untuk
mengundangnya keluar"
Phu sian sangjin segera tertawa dingin :
"Baiklah, kalau toh totiang bersikeras mengatakan demikian,
terpaksa aku mesti berbuat kasar kepadamu."
"Apa yang hendak lo siansu lakukan?" Tanya Hian hoat tojin
sambil berusaha menenangkan hatinya.
"Aku sebagai pemimpin dari tujuh partai besar terpaksa akan
turunkan perintah untuk melakukan penggeledahan atas kuil Hian
thian koan, apakah totiang bermaksud menghalangi perintahku ini?"
"Aku tak berani, silahkan lo siansu melakukan penggeledahan"
buru-buru tosu itu berseru.
Phu sian sangjin mengangguk, kepada Beng Gi ciu katanya
kemudian,
"Beng li sicu, mari ikut masuk kedalam kuil"
Dengan langkah lebar dia sebera berjalan masuk kedalam
ruangan kuil itu.
Hian hoat tojin yang mengikuti dibelakang Phu sian sangjin
sebera berkata lagi sambil tertawa paksa :
"Murid-murid kuil kami sudah pada tidur,bagaimana kalau
kubunyikan genta untuk membangunkan mereka serta menanti
petunjuk dari losiansu?"
"Tidak usah" jawab Phu sian sangjin hambar. Lalu sambil
berpaling kearah Beng Gi ciu tanyanya,
"Dimanakah Kho sicu merawat luka beracunnya?"
"Digedung To leng tiang, tapi sekarang sudah tak ada apaapanya
lagi disana."

Mendadak Hian hoat tojin menimbrung sambil tertawa terbahakbahak.
"Haaaahhhaaahhhaaahhhi.rupanya lo siansu pun datang kemari
dikarenakan persoalan tersebut, padahal sicu yang mengobati
pemuda itu sudah lama pergi dari sini."
"Aku tak perduli mereka sudah pergi atau belum, yang ingin
kulihat adalah gedung To leng tian itu."
"Biar aku menjadi penunjuk jalan" seru Hian hoat tojin tanpa
ragu-ragu.
Tak lama kemudian sampailah mereka didepan gedung To leng
tian, Hian hoat tojin segera membuka pintu lebar-lebar dan berdiri
menanti disamping.
Dengan langkah berhati-hati Phu sian sangjin melangkah masuk
kedalam ruangan itu, tampak ditengah meja altar tergantung
gambar dari To leng, sebuah lentera minyak tergantung disisinya.
Kecuali dibagian muka dan belakang masing-masing terdapat sebuah
pintu, jendela di dinding sebelah kiri dan kanan berada dalam
keadaan tertutup rapat.
Dengan sorot mata yang tajam Phu sian sangjin memperhatikan
sekejap keadaan sekeliling tempat itu, mulutnya tetap membungkam
dalam seribu bahasa. Hian hoat tojin segera berkata diiringi
senyuman yang tidak leluasa.
"Berhubung jemaah yang sembahyang di kuil kami pada siang
hari terlalu banyak dan ramai sehingga suasananya amat hiruk
pikuk. maka Peksicu itu."
Namun sebelum perkataan itu selesai diucapkan, tanpa berpaling
sama sekali Phu sian sangjin membentak secara tiba-tiba :
"sute, cepat bekuk kedua orang tosu tersebut"
Hwee cuncu sama sekali tidak berayal, begitu mendapat perintah
ia segera turun tangan dan secepat kilat melancarkan dua buah
totokan dahsyat.
Hian hoat tojin menjadi amat terperanjat, namun sebelum ia
sempat mengambil suat tindakan, desingan angin jari dari Hwee
cuncu telah menghajar dadanya dengan tepat, seketika itu juga
tubuhnya roboh terjengkang keatas tanah.
Nasib yang dialami tosu setengah umur yang membukakan pintu
gerbang pun tak jauh berbeda, dia berubah menjadi patung yang
kaku dan tergeletak diatas tanah.

setelah kedua orang itu berhasil dirobohkan, Phu sian sangjin
baru berpaling kearah Beng Gi ciu seraya bertanya :
"Apakah Beng li sicu pernah melakukan pemeriksaan atas
ruangan gedung ini?^"
"Akupun hanya melongok sekejap dari sisi pintu, dalam gedung
ini kecuali meja altar tersebut sama sekali tiada benda yang lain, apa
pula yang harus kuperiksa dengan seksama?"
Dengan suara dalam dan berat Phu sian sangjin sebera berseru :
"Untung sekali li sicu tak masuk kedalam ruangan ini kalau tidak."
sambil memuji keagungan Buddha, dia pun menutup mulutnya
kembali rapat-rapat.
"Kalau tidak bisa kenapa?" tanya Beng Gi ciu ingin tahu. Phu sian
sangjin tertawa ringan.
"Apakah Beng li sicu pernah mempelajari soal ilmu alat rahasia
atau alat perangkap serta lain sebagainya."
"sama sekali tidak pernah" tukas si nona sambil tertawa,
"mungkin lo siansu pun seharusnya tahu, tiga dewa see gwa sam
sian tidak pernah mempelajari ilmu kepandaian semacam itu."
"Biarpun kepandaian tersebut hanya terhitung ilmu sampingan,
kadang kala justru kepandaian semacam inilah yang sering
membunuh orang secara keji dan luar biasa."
"Waaah, kalau begitu ruangan ini pasti telah dilengkapi dengan
alat rahasia serta alat perangkap yang sangat lihai dan mengerikan
hati?"
Phu sian sangjin manggut-manggut.
"Bukan cuma ada, bahkan telah dilengkapi dengan jebakan api
Lei kiong hwee cing yang paling hebat dan luar biasa, bahkan
pemasangan yang mereka lakukan pun betul-betul kelewat keji"
Kemudian setelah memperhatikan sekejap kedua orang tosu yang
telah tertotok jalan darahnya itu, dia berkata lagi :
"Justru disinilah terletak alasanku mengapa kuturunkan perintah
untuk membekuk kedua orang tosu tersebut, mungkin mereka sudah
terlalu banyak melakukan perbuatan keji dan tak berprikemanusiaan
ditempat ini"
"Lo siansu tak bakal salah melihat bukan" Tanya Beng Gi ciu
setengah percaya setengah tidak.
Phu sian sangjin tertawa.
"Aku akan segera membuktikannya dihadapan Beng li sicu."

Ujung bajunya segera dikebaskan kedepan, segulung angin
pukulan yang maha dahsyat cun sebera menggulung kedepan
dengan sangat hebatnya.
Angin pukulan yang maha dahsyat itu langsung menghantam
kasur duduk yang terletak didepan meja altar. Blaaammm
Ditengah suara benturan yang amat keras, kasur tersebut
terhantam hingga tergetar keras.
Tapi dengan bergetarnya kasur duduk itu, mendadak seluruh
ruangan gedung To leng tian ikut berguncang keras bahkan diiringi
suara yang amat memekikkan telinga, sebagian besar dari ruangan
tersebut amblas dan tenggelam kedasar perut bumi, dalam waktu
singkat ruangan tersebut telah lenyap dibalik tanah, sementara
permukaan tanah pun merepat kembali seperti sedia kala.
Tak terlukiskan rasa terkejut Beng Gi ciu setelah menyaksikan
peristiwa itu, serunya sambil menggigit bibir :
"Benar-benar sebuah alat jebakan yang sangat lihai"
Phu sian sangjin terus tertawa.
"adahal kelihaian dari alat perangkap ini tak sampai disitu saja.."
Belum selesai ucapan itu diucapkan, terdengar suara gemuruh
yang amat keras bergema dari bawah tanah sana.
suara tersebut amat keras dan sangat menusuk pendengaran,
malah seluruh permukaan tanah pun turut bergetar keras.
Menyusul kemudian muncul segulung gelombang panas yang
suhu udaranya makin lama semakin bertambah tinggi, begitu
panasnya suasana disitu sehingga tanpa terasa Beng Gi ciu mundur
berulang kali kebelakang. Phu sian sangjin segera berkata :
"Tatkala seorang sudah terperangkap didalam jebakan dibawah
tanah tersebut, maka kobaran api yang maha dahsyat dan sanggup
melelehkan besi baja akan menyembur serta membakarnya hingga
hancur menjadi abu. Dalam keadaan begini, jangan lagi manusia
biasa, biarpun dewa atau malaikat juga akan terbakar hancur
menjadi abu. Bisa Beng li sicu bayangkan betapa keji dan luar
biasanya alat perangkap tersebut"
sambil menggertak gigi, Beng Gi ciu sebera berkata :
"Benar-benar sangat berbahaya, alat perangkap semacam ini
tentunya bukan dipasang sebuah tempat saja bukan? Dan
bagaimana lo siansu bisa tahu?"
Phu sian sangjin mengangguk dan berkata, "tapi biarpun partai
kami belum terhitung lihai dalam ilmu perangkap serta alat jebakan,

namun aku yakin tiada alat jebakan atau alat rahasia lain yang dapat
lolos dari penglihatanku"
sementara pembicaraan masih berlangsung suara goncangan
dibawah tanah makin lama telah makin mereda sebelum akhirnya
berhenti sama sekali, suhu panas yang menyengatpun makin
berkurang hingga akhirnya mendingin. suasana hening dan sepi
yang luar biasa mencekam daerah sekeliling tempat itu.
Dengan sorot mata yang tajam Beng Gi ciu mencoba untuk
memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, kemudian tanyanya
keheranan :
"sejak kita masuk kedalam kuil sampai alat rahasia itu mulai
bekerja dengan menimbulkan suara gemuruh yang memekakkan
telinga, mengapa tak Nampak seorang tosu pun yang datang
kemari?"
"Yaa betul, kali ini benar-benar dicekam keheningan yang sangat
aneh dan mencurigakan," sambung siau wan.
"Padahal tiada sesuatu yang perlu diherankan," kata Phu sian
sangjin kemudian,
"oleh karena mereka telah menduga bakal ada musuh yang
menyerang kuil mereka, mungkin saja mereka telah merencanakan
ini dengan baik serta cara untuk menanggulanginya, meski kita telah
berhasil merusak salah satu alat perangkapnya, mereka toh masih
mempunyai alat perangkap kedua, ketiga dan seterusnya untuk
menunggu kita masuk perangkap, lantas buat apa mereka harus
munculkan diri disini?"
"Menurut lo siansu, apa yang harus kita lakukan sekarang? "
Tanya Beng Gi ciu sambil berkerut kening.
Phu sian sangjin tertawa hambar.
"Aku rasa paling tidak Hian hoat tojin masih terhitung seorang
jago kelas satu dari kuil Hian thian koan, jadi tidak salah buat kita
untuk mendapatkan pengakuan dari mulutnya."
Ujung bajunya segera dikebaskan, segulung desingan angin jari
segera menyebar kedepan dan membebaskan tosu tersebut dari
pengaruh totokan jalan darah.
Begitu jalan darahnya bebas, Hian hoat tojin segera meronta
bangun dan berusaha melarikan diri
Melihat itu Phu sian sangjin tertawa terbahak-bahak, ujung
jubahnya segera diputar sambil menggulung.

Terasalah segulung tenaga pukulan berpusing menyapu kedepan
dan menggulung tubuh Hian hoat tojin hingga tak sanggup berdiri
tegak lagi, ia segera roboh telungkup tepat didepan kaki Phu sian
sangjin. setelah mendengus dingin, Phu sian sangjin berkata :
"Bila aku membiarkan kau lolos dari sini, kedudukanku sebagai
ketua siau limpay harus kuserahkan pula kepada orang lain"
Hian hoat tojin sadar kalau tiada harapan lagi baginya untuk
meloloskan diri, matanya dipejamkan rapat-rapat dan mendekam
diatas tanah tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
Kembali Phu sian sangjin sengaja menghardik,
"Walaupun aku terhitung masih merupakan murid Buddha yang
tak boleh sembarangan melakukan pembunuhan, namun disaat aku
bisa membunuh seorang untuk menyelamatkan jiwa seratus jiwa,
aku pun tak akan ragu-ragu untuk mengayunkan golok serta
menjagalmu, mengerti?"
"Kalau ingin membunuh silahkan membunuh, jangan dianggap
aku takut mati" teriak Hian hoat tojin sambil menggigit bibir.
Telapak tangannya segera diayunkan dan siap dihantamkan
keatas ubun-ubun sendiri Hwee cuncu yang menjaga disisinya
segera bertindak cepat dengan menotok kembali dua buah jalan
arahnya, setelah itu hardiknya dengan suara dalam .
"Hmmm, pingin mampus? Tak akan segampang itu"
Ternyata kedua buah totokan tersebut dengan tepat sekali
menyumbat jalan darah cian keng hiat dibahu kiri dan kanannya.
"omitohud.." Phu sian sangjin kembali berkata,
"baiklah, kalau roh dia lebih suka mati daripada mengaku
terpaksa kita akan memaksanya untuk membuka suara dengan cara
menyiksanya ."
Hwee cuncu berpikir sebentar, lalu serunya :
"Bagaimana kalau kita menggunakan ilmu menutup nadi
memotong urat untuk memaksanya mengaku berbicara?"
Phu sian sangjin tertawa hambar :
"Asal bisa memaksanya untuk berbicara, terus terang cara
apapun bisa kita halalkan."
Hwee cuncu tidak berayal lagi, dia segera mendekati Hiat hoan
tojin lalu bentaknya :
"Tosu tua kau benar-benar enggan menjawab"
sambil menggertak giginya kencang- kencang, Hian hoat tojin
membungkam diri dalam seribu bahasa.

Hwee cuncu tertawa dingin, kelima jari tangannya segera
disentilkan kedepan, kemudian secara terpisah dia mengetuk tiga
kali tulang iga kiri dan kanan tosu tersebut.
Hian hoat tojin sama sekali tidak mengeluh atau mengerang
kesakitan, akan tetapi sekujur badannya kelihatan gemetar keras,
giginya saling beradu keras dan peluh dingin sebesar kacang kedele
bercucuran membasah, jidatnya. Lebih kurang sepeminuman teh
kemudian, Phu sian sangjin berseru pelan.
"Aku rasa sudah cukup,"
Hwee cuncu mengiakan, dengan cepat dia melakukan gerakan
mengurut diatas tulang iga kiri dan kanan tosu tersebut.
Lambat laun Hian hoat tojin tidak gemetar lagi, namun nafasnya
justru ngos-ngosan seperti dengusan nafas kerbau, dengan suara
yang samar dan tak jelas ia berteriak :
"Bunuhlah diriku, kumohon kepada kalian cepatlah bunuh aku.."
Hwee cuncu sebera mendengus dingin :
"Bukankah sejak tadi telah kukatakan kepadamu, mencari
matipun bukan suatu pekerjaan yang mudah nah, katakan saja,
sebetulnya kau bersedia mengaku atau tidak"
sambil menggertak gigi kembali Hian hoat tojin membungkam diri
dalam seribu bahasa.
"Itu mah gampang sekali" Jengek Hwee cuncu kemudian sambil
tertawa dingin,
"tak salahnya kalau kita mencoba sekali lagi, mungkin kalau ini
kau akan berubah pendirianmu."
Kelima jarinya sebera digetarkan lagi, dia hendak mengetuk
tulang iga tosu tersebut. Namun ilmu menyumbat nadi memotong
urat betul-betul sebuah siksaan yang luar biasa hebatnya dan sukar
ditahan oleh siapapun, cepat-cepat Hian hoat tojin berteriak keras :
"Tunggu dulu, tunggu dulu"
"Nah, cepat katakana, bagaimana keputusanmu?" kata Hwee
cuncu sambil menghentikan gerakan tangannya. Hian hoat tojin
menghela napas panjang.
"Aaai baiklah, aku akan berbicara."
"Nah begitulah baru terhitung tindakan orang yang pandai,
sekarang kau boleh berbicara pelan-pelan."
sambil berpaling kearah Phu sian sangjin, katanya kemudian.
"silahkan ciangbun suheng mulai memeriksanya" Phu sian sangjin
manggut-manggut, tanyanya kemudian :

" sebenarnya koancu kalian berada didalam kuil atau tidak?"
"Aku tidak tahu" jawab Hian hoat tojin sambil menghela napas.
Mendengar jawaban tersebut, Hwee cuncu kembali bersiap-siap
dengan kelima jarinya, ia membentak :
"siluman tosu bau, licik amat akalmu, rupanya sebelum kusuruh
kau merasakan siksaan serta penderitaan yang paling hebat mungkin
kau enggan menjawab sejujurnya" sambil berkata lagi laGi dia
berniat mengetuk tulang iganya. Tapi Hian hoat tojin telah menjerit
lebih dulu :
"Tunggu dulu Hud ya"
"Hmmm, jika kau berani berbohong lagi jangan salahkan kalau
aku pun tak akan sungkan-sungkan."
Hian hoat tojin menghela napas panjang.
"Maksudku walaupun dia berada didalam kuil namun berada
dimanakah dia sekarang aku sungguh-sungguh tidak tahu."
"Lalu sebetulnya dia berada dimana?"
"Didalam ruang bawah tanah didasar peti mati, namun ruang
rahasia tersebut mempunyai sebuah lorong jalan tembus langsung
berhubungan dengan punggung bukit, andaikata ia menyadari kalau
gelagat tidak menguntungkan mungkin saja dia kabur melewati
tempat itu."
"Lantas kemanakah perginya kakek berambut putih serta Kho
Beng?"
"Mereka pun berada didalam ruang rahasia."
Beng Gi ciu menjadi sangat terperanjat, tak tahan lagi dia
menimbrung dari samping.
"Lo siansu, kalau toh dalam ruang rahasia , bisa jadi mereka telah
membawa kabur Kho kongcu dari tempat tersebut?"
"Beng li sicu tak usah kuatir," kata Phu sian sangjin sambil
tertawa lebar,
"dalam perjalananku meninggalkan bukit siong san kali ini , selain
lima rasul panca unsur turut bersamaku, akupun membawa serta
enam puluh orang pendeta sakti yang kini telah menyebarkan diri
disekeliling bukit Wang husan.Asal mereka belum keluar dari sini,
aku percaya tak nanti mereka bisa lolos d ari pengawasan anggota
pendeta siau limpay kami."
Beng Gi ciu segera menghembuskan napas panjang, serunya
tanpa sadar :
"Kalau begitu aku harus berterima kasih sekali kepada lo siansu"

Agaknya Phu sian sangjin sudah mengetahui hubungan gadis
tersebut dengan Kho Beng dilihat dari sikap dan nada
pembicaraannya yang gelisah dan tak tenang tanpa terasa
tersenyum.
Kontan saja paras muka Beng Gi ciu berubah menjadi semu
merah karena jengah.
setelah menarik wajahnya Phu sian sangjin segera membentak
lagi kearah Hian hoat tojin :
"Betulkah kakek berambut putih itu mengobati luka beracun dari
Kho Beng."
Kembali Hian hoat tojin menghela napas,
"Aaaai,,,setelah aku berbicara terus terang rasanya tiada rahasia
yang bisa mengelabui lo siansu lagi, sebetulnya racun Ang bong tok
yang diderita Kho sauhiap tak lain adalah ulah dari kakek berambut
putih itu sendiri."
"Hmmm, kalau itu mah aku sudah tahu" tukas Beng Gi ciu sambil
mendengus. Dengan keheranan Hwee cuncu segera menyela :
"Beng li sicu, kalau toh sudah mengetahui hal ini, mengapa kau
biarkan dia membawa pergi Kho Beng?"
Beng Gi ciu segera menghela napas panjang,
"Aaaai, hal ini disebabkan aku tak mengerti ilmu pertabiban,
andaikata aku menahan Kho kongcu kemudian berakibat dia mati
keracunan, bukankah.bukankah...iaaaai?"
sekali lagi dia menghela napas panjang dan menutup mulut.
Phu sian sangjin segera berpaling kembali kearah Hian hoat tojin
seraya membentak :
"Lanjutkan perkataanmu"
"Kakek berambut putih itu sudah lama tertarik dengan Kho
sauhiap. sebab selain berilmu tinggi diapun sudah menguasai ilmu
silat yang tercantum dalam kitab Thian goan bu boh, maka dengan
mengandalkan ilmu beracun Im ham tok kang ia berhasil merubah
Kho sauhiap menjadi se seorang yang lain."
"Ilmu beracun Ha im tok kang? omitohud" seru Phu sian sangjin
cepat,
"benar-benar suatu maksud tujuan yang sangat keji dan tak
berperi kemanusiaan, walaupun aku sudah mendengar kalau si setan
tua dari Lam ciang adalah manusia busuk. namun belum pernah
kusangka kalau dia sebetulnya adalah manusia buas yang berhati
sekeji ini"

Beng Gi ciu yang berada disisinya buru-buru bertanya :
"sebetulnya ilmu macam apakah ilmu racun Im ham tok kang
tersebut?"
Dengan suara dalam Phu sian sangjin berkata :
"Kepandaian itu merupakan sejenis ilmu beracun yang sangat
jahat dari wilayah Lam ciang. Dengan menggunakan tiga jenis
kekuatan yang sesat yang mengandung hawa dingin beracun,
mereka bisa merubah watak seseorang yang berilmu tinggi menjadi
orang yang bewatak sesuai dengan kehendak hati mereka. Biasanya
orang yang dirubah olehnya dengan menggunakan ilmu beracun
tersebut bukan saja watak aslinya akan hilang, kejadian dimasa
lampau terlupakan sama sekali, namun tenaga dalam yang
dimilikinya justru akan meningkat menjadi sepuluh kali lipat lebih
dahsyat."
setelah berhenti sejenak, kembali ia berkata :
"Jelas sudah sekarang, rupanya si setan tua dari Lam ciang telah
bersekongkol dengan pemilik kuil Hian thian koan ini untuk
menciptakan seorang tokoh sakti yang bisa mengobrak abrik dunia
persilatan serta menguasai seluruh jagat. Benar-benar sebuah
rencana yang amat keji"
Lo siansu,Beng Gi ciu segera berkata , "menurut pandanganku,
lebih baik kita berangkat dulu keruang rahasia dibawah tanah untuk
menolong orang terlebih dahulu."
"Betul" sambil tertawa ketua siau lim pay ini mengangguk.
Kepada Hian hoat tojin segera bentaknya :
"Ayo cepat bangun dan tunjukkan jalan buatjalan kami"
Hian hoat tojin tak berani membantah, sambil meronta untuk
bangun berdiri, katanya :
"Lo siansu, dapatkah kau membebaskan dulu jalan darahku?"
"Tentu saja boleh" sahut Phu sian sangjin sambil tersenyum,
"Cuma kau mesti ingat, apabila mencoba melarikan diri atau
mengacau ditengah jalan, kau bakal mendapat sebuah akhir yang
amat tragis dan mengerikan hati"
Berbicara sampai disitu, ia segera menyentilkan jari tangannya
dan membebaskan jalan darah cian keng hiat dibahu kiri kanangnya
yang tertotok.
setelah bebas dari totokan, Hian hoat tojin menggerak-gerakkan
dulu sepasang tangannya, kemudian katanya sambil menghela
napas :

"Apakah lo siansu hendak berkunjung keruang rahasia dibawah
peti mati?"
"Bila apa yang kau ungkap adalah jujur, tentu saja kami harus
berkunjung kesana"
Hian hoat tojin tidak banyak berbicara lagi, ia segera beranjak
meninggalkan tempat tersebut.
Tak selang berapa saat kemudian, rombongan tersebut telah
berjalan masuk kebawah peti mati.
sambil menghentikan langkahnya dan mendengus dingin, Phu
sian sangjin segera berkata
"Ditempat ini bukan saja terdapat ruang rahasia dan lorong
bawah tanah, masih ada tiga buah alat perangkap yang sangat
lihai."
"Ketajaman mata lo siansu betul-betul mengagumkan," cepatcepat
Hian hoat tojin berseru,
"namun ketiga buah alat perangkap itu tak akan digerakkan
secara sembarangan.
Bersambung ke jilid 34
Jilid 34
Phu sian sangjin tidak menggubris, dia melangkah masuk lebih
dulu kedalam ruangan, lalu setelah memandang sekejap kearah lima
buah peti mati yang berjajar-jajar itu, sambil tertawa dingin dia
mengayunkan telapak tangannya dan menghantam salah satu peti
mati tersebut. Blaaaammm
Ditengah benturan yang sangat keras, peti mati itu seketika
hancur berantakan dan berceceran keempat penjuru.
Dengan hancurnya peti mati tersebut, maka muncullah sebuah
jalan rahasia dibawah tanah.
Tanpa ragu sedikitpun, Phu sian sangjin langsung berjalan
menuruni jalan rahasia tersebut.
Begitu sampai didalam ruang bawah tanah, semua orang segera
dibuat tertegun, ternyata meja altar ditengah ruangan sudah
terbalik, pintu menuju kearah tiga buah ruang rahasia lain pun
berada dalam keadaan terbuka lebar, selain meja kursi yang berada
dalam keadaan hancur, disitupun membujur dua sosok mayat
wanita.
Dari kedua sosok mayat tersebut, seorang berusia empat puluhan
tahun, berbaju berkabung sedang yang lain adalah seorang dayang

yang masih muda. Beng GI Ciu memperhatikan sekejap kedua sosok
mayat wanita itu, tiba-tiba katanya : "Aaaaah, seorang masih hidup."
Tanpa membuang waktu lagi dia menempel telapak tangannya
diatas jalan darah Ki hay hiat ditubuh perempuan setengah umur itu
dan menyalurkan hawa murninya kedalam tubuh orang itu.
Tak lama kemudian terdengar perempuan itu merintih, lalu sadar
kembali dari pingsannya.
Dengan cepat Beng Gi ciu menambahi tenaga dalamnya dengan
satu bagian, serunya : "Bagaimana rasamu sekarang?"
Perempuan setengah umur itu memandang sekejap sekeliling
tempat itu, lalu gumamnya : "Tempat ini. .tempat ini bukan akhirat
bukan?"
"Bukan" sahut Beng Gi ciu sambil tertawa paksa, "Kau masih
hidup didunia ini, sedang ia siansu itu adalah ketua siau lim pay, aku
sendiri dari marga Beng, kami datang untuk menolongmu."
Dalam pada itu Phu sian sangjin telah mengeluarkan sebutir pil
berwarna putih dan diserahkan kepada Beng Gi ciu seraya berkata :
"Pil ini adalah pil penyambung nyawa sio mia pisia wan dari partai
kami, tolong Beng li sicu berikan kepadanya"
Buru-buru Beng Gi ciu menerimanya serta dijejalkan kedalam
mulut perempuan setengah umur itu.
Nyata sekali kasiat pil itu, tak lama kemudian kesegaran dan
semangat perempuan itu pun jauh lebih baik.
setelah menghembus napas panjang, tiba-tiba perempuan itu
menengok kearah mayat dayang tersebut sambil jeritnya kaget : "ciu
leng ciu leng.."
"Tak usah dipanggil lagi, dia telah tewas" kata Beng Gi ciu sedih.
Perempuan itu segera menangis tersedu-sedu, keluhnya :
"Bocah yang mengenaskan. .kau. kau mati dalam keadaan yang
sungguh mengenaskan."
Cepat-cepat Beng Gi ciu menghiburnya, kemudian dengan nada
amat gelisah dia berkata :
"sebenarnya apa yang telah terjadi disini? Bukankah ada seorang
Kho kongcu yang telah disekap orang jahat yang bernama setan tua
dari Lam ciang dan dibawa kemari? Tahukah kau kemanakah mereka
telah pergi?
Perempuan setengah umur itu menganggukkan kepalanya
berulang kali, sahutnya :

"Aku tahu. Kho kongcu telah diculik mereka, dengan ilmu beracun
Ham im tok kang mereka bermaksud merubahnya menjadi
seseorang yang lain, akulah yang menyuruh ciu leng secara diamdiam
menghadiahkan sebutir pil anti racun hawa dingin kepadanya
sehingga membuat Kho sauhiap mendapatkan kembali
kesadarannya, tapi.."
Tiba-tiba napasnya tersengal sehingga tak sanggup melanjutkan
kembali kata-katanya.
Beng Gi ciu menunggu sampai napasnya menjadi reda kembali,
kemudian baru bertanya dengan nada cemas : "Tapi kenapa?"
"Tapi perbuatanku segera diketahui iblis tua tersebut, akibatnya
kami berdua.kami berdua sama-sama dicelakainya."
sesudah memandang sejenak sekeliling ruangan, kembali dia
berkata lebih jauh :
"Kho kongcu telah dibawa keluar oleh setan tua dari Lam ciang
serta Hian thian si tosu tua itu melalui lorong rahasia"
Dengan nada gelisah Beng Gi ciu segera berseru kepada Phu sian
sangjin : "Lo siansu, apa. apa yang mesti kita perbuat sekarang?"
Phu sian sangjin segera berpaling kearah Hian hoat tojin yang
berdiri ketakutan ditepi arena, kemudian bentaknya :
"Apakah lorong rahasia tersebut tembus langsung ke punggung
bukit?"
"Benar, pinto tak berani berbohong"
Phu sian sangjin segera manggut-manggut, katanya lagi :
"Beng li sicu tak usah kuatir, aku jamin mereka tak akan berhasil
meloloskan diri dari kepungan para pendeta siau lim pay dan
kujamin Kho Beng pasti dapat lolos dari ancaman maut secara aman
dan selamat." Kemudian sambil berpaling serunya : "sute"
"silahkan ciangbun suheng memberikan perintah" buru-buru
Hwee cuncu memberi hormat.
"Kuminta bantuanmu untuk segera menolong Kho Beng, soal lain
tunggu pemberitahuanku selanjutnya."
"Terima perintah"
setelah memberi hormat, Hwee cuncu segera meninggalkan
tempat tersebut dengan langkah lebar.
"omitohud.." Phu sian sangjin berkata kemudian, "kalau begitu
suara jerit kesakitan yang kami dengar tadi sudah pasti berasal dari
li sicu berdua sekarang, dapatkah kau mengisahkan pengalamanmu
kepada kami?"

Dengan rasa amat berterima kasih perempuan itu menjawab :
"Aku hanya memohon kepada lo siansu agar bersedia
membalaskan dendam bagi kematian kami berdua."
"Kau tak usah kuatir, kami pasti akan berusaha membalaskan
dendam" kata Phu sian sangjin sedikit agak emosi,
"kalau tidak, apa artinya aku menjadi pimpinan dari tujuh partai
besar?"
Perempuan setengah umur itu segera menghembuskan napas
panjang.
"Aku bernama Yu si hoat , sedang suamiku bernama Tam Cun
hoo."
"Tunggu sebentar" mendadak Phu sian sangjin menggoyangkan
tangannya.
Yusi hoat tertegun dan terpaksa mengurungkan niatnya untuk
melanjutkan pembicaraan.
Dengan kening berkerut kencang, Phu sian sangjin segera
bergumam seorang diri :
"Tam Cun hoo..apakah kau maksudkan si Tabib sakti dari Tiong
ciu, Tam sicu?"
"Yaa, dia adalah suamiku, apakah lo siansu."
Phu sian sangjin menghela napas panjang.
"Aaaaai.dua puluh tahun berselang, aku pernah bertemu dengan
Tam sicu bahkan sempat bermain catur sambil minum arak, sayang
selama dua puluh tahun terakhir kami tak berjodoh untuk bertemu
kembali, dia."
Dengan air mata bercucuran, Yu si hoat berkata : "Ia telah
dicelakai Hian thian koancu hingga tewas"
setelah menahan isak tangisnya , kembali ia meneruskan katakatanya
:
"suamiku almarhum adalah seorang yang termashur karena
kepintarannya dalam ilmu pertabiban, rupanya Hian thian siluman
tosu itu berniat memakai tenaganya untuk melakukan kejahatan,
suamiku bersumpah tidak mau menurut. Maka bajingan itupun
menculik aku dan dayangku serta menyekapnya disini, dia
menyandera kami serta memaksa suamiku agar menuruti
kemauannya, tapi suamiku tetap menolak. Suatu hari suamiku
melihat ada kesempatan baik untuk membunuh siluman tosu Hian
thian, siapa tahu usahanya bukan cuma gagal total, nyawanya
sendiripun turut melayang ditangan siluman tersebut"

Berbicara sampai disini, kembali dia menangis tersedu-sedu.
"Bagaimana selanjutnya?" Tanya Beng Gi ciu menunjukkan rasa
simpatinya, "apakah mereka tetap menyekapmu didalam kuil?"
sambil menggigit bibir menahan rasa benci yang meluap Yu si
hoat berkata lagi :
"siluman Hian thian telah .tela h memperkosaku, ia menyekap
kami berdua didalam ruang bawah tanah, sama sekali tiada
kebebasan buat kami berdua." Dengan kening berkerut dan emosi
yang meluap, Beng Gi ciu segera berteriak :
"Aku Beng Gi ciu bersumpah, kalau tak dapat menguliti tubuh
Hian thian tosu siluman serta setan tua dari Lam ciang, aku tak akan
hidup sebagai manusia layak"
Yu si hoat tertawa getir.
"Aku mengucapkan banyak terima kasih atas kesediaan lihiap
untuk membasmi bajingan itu dari muka bumi, meski aku sudah
berada diaLam baka aku bakal mati dengan mata meram."
Dengan kening berkerut, tiba-tiba Phu sian sangjin menyela :
"Yu sicu, tahukah kau apa hubungan antara tosu siluman Hian
thian dengan partai kupu-kupu?"
"Aku. .aku tak pernah mendengar tentang partai kupu-kupu.
aku..aku hanya tahu Hian thian si tosu siluman itu hendak.hendak
bekerja sama dengan setan..setan tua dari Lam ciang untuk. .untuk
menguasai jagat.."
Dengan semakin menyusutnya kasiat obat yang ditelah, lambat
laun kesadaran perempuan itu makin memudar, kini ia sudah berada
diambang pintu kematian, Dengan wajah gelisah Beng Gi ciu berkata
kepada Phu sian sangjin : "Lo siansu, apakah kau masih mempunyai
obat lain yang bisa menyelamatkan jiwanya?"
"omitohud, aku adalah murid Buddha yang mengutamakan cinta
kasih terhadap sesama dan menolong setiap orang yang
membutuhkan bantuan andaikata aku sanggup menolongnya, masa
aku akan berpeluk tangan belaka."
Kemudian setelah menghembuskan nafas panjang, pelan-pelan
dia berkata lagi :
"Denyut jantungnya sudah melemah, nadinya telah terputus,
kalau tadi ia masih sadar karena rasa gusar dan penasaran masih
menyelimuti dadanya, kini ada orang menyatakan kesediaannya
untuk membalaskan dendam, berarti keinginannya telah tercapai,

dengan sendirinya hawa murni yang terkumpul pun ikut membuyar,
nyawanya sekarang sudah siap meninggalkan raga kasarnya."
sementara pembicaraan berlangsung, benar juga, kepala Yu si
hoat Nampak terkulai kesamping dan memejamkan mata untuk
selamanya, ternyata ia telah menghembuskan napasnya yang
penghabisan.
Beng Gi ciu penuh dicekam emosi yang meluap, katanya tiba-tiba
sambil menghela napas
"Aaaai, mengapa kita lupa bertanya siapa yang telah membunuh
mereka berdua?"
"Ditanya atau tidak bukan masalah, yang pasti perbuatan ini
kalau bukan hasil karya Hian thian si tosu siluman sudah pasti setan
tua dari Lam ciang, pokoknya kedua orang itu harus dibasmi dari
muka bumi, sebab mereka adalah manusia-manusia jahanam yang
berhati keji."
setelah berhenti sejenak, kembali katanya :
"Tak ada gunanya kita berdiam terus disini, mari kita berangkat"
Beng Gi ciu memandang sekejap sekitar tempat itu, lalu katanya :
"Aku rasa masih banyak urusan yang harus kita kerjakan disini,
misalkan saja mengurusi lelayon mereka berdua, lalu mengurusi
para tosu penghuni kuil ini."
Phu sian sangjin manggut-manggut :
"Persoalan semacam ini tak mungkin bisa diselesaikan dalam
waktu singkat, sebentar aku akan mengirim anak buahku untuk
mengurusi semua masalah disini."
Lalu kepada Hian hoat tojin yang berdiri ketakutan disisinya, ia
membentak : "Lorong rahasia itu terletak dimana?"
"Itu dia, berada disisi kiri ruang rahasia tersebut,"
buru-buru Hian hoat tojin menunjuk kemuka.
Phu sian sangjin berpikir sebentar, lalu katanya :
"Untuk mempersingkat waktu, lebih baik kita menelusuri lorong
rahasia tersebut."
Beng Gi ciu mengangguk tanpa menjawab, maka dibawah
bentakan phu sian sangjin, berangkatlah Hian hoat tojin memasuki
ruang rahasia sebelah kiri untuk bertindak sebagai penunjuk jalan.
sebelum melangkah masuk kedalam ruangan, phu sian sangjin
memutar biji matanya dulu mengawasi sekeliling tempat itu,
tampaknya dia sedang memeriksa apakah disekitar sana masih
terdapat perlengkapan alat rahasia yang lain.

Namun dari senyuman lega yang menghiasi wajahnya kemudian,
dapat diketahui bahwa ia telah mmeriksa dengan amat jelas keadaan
diseputar sana dan merasa yakin kalau tiada ancaman bahaya yang
mungkin mereka hadapi.
Beng Gi ciu serta siau wan mengikuti dibelakang Phu sian
sangjin, mereka berjalan cepat memasuki lorong.
Tampak Hian hoat tojin menekan sebuah tombol rahasia, lalu
terbukalah sebuah pintu rahasia disisi ruangan tersebut.
Dinding bagian atas dan bawah lorong rahasia tersebut terbuat
dari lapisan batu rata, selain lebar dan luas juga amat licin, bisa
diduga entah berapa besar biaya, tenaga dan waktu yang telah
dihabiskan untuk membangun lorong ini.
Lorong tersebut berliku-liku naik turun tidak menentu, setelah
berjalan sejauh tiga li lebih, keadaan didepan situ baru Nampak
terbentang lebar dan sampailah diujung lorong tersebut.
Dimulut keluar lorong rahasia itu terbentang sebuah hutan yang
lebat, suasana amat redup, namun kelihatan sekelompok manusia
mengelilingi sekitar tempat itu dengan rapat.
Sebagai pemimpin dari rombongan itu ternyata tak lain adalah
Hwee cuncu sendiri, sementara yang lain terdiri dari dua puluhan
pendeta siau lim pay yang rata-rata berusia enam puluhan tahun,
bermata tajam dan mempunyai gerak gerik yang lincah dan cekatan,
dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa mereka adalah
sekawanan jago silat yang memiliki tenaga dalam amat sempurna.
sewaktu Phu sian sangjin munculkan diri dari balik lorong,
dipimpin oleh Hwee cuncu serentak para pendeta itu memberi
hormat seraya berbisik : "Menjumpai ciangbunjin"
"Apakah orangnya berhasil dihadang?" Tanya Phu sian sangjin
agak gelisah. "orangnya sih berhasil dihadang, tapi.."
Beng Gi ciu segera merasakan jantungnya hampir copot,
mendengar perkataan tersebut, buru-buru dia bertanya : "Tapi
kenapa? Lo siansu, cepat katakan"
Hwee cuncu mengerling sekejap kearahnya, kemudian menjawab
:
"Kho sicu berada dalam keadaan sehat walafiat, Cuma hawa
murninya belum pulih kembali sehingga keadaannya masih sangat
lemah, tapi bila dirawat lukanya selama berapa hari, aku percaya
kondisi badannya akan pulih kembali dalam waktu singkat, hanya
sayang si setan tua dari Lam ciang memiliki kepandaian silat yang

tangguh, terutama ilmu meringankan tubuhnya yang amat
sempurna, ia ia berhasil kabur dari sini."
Biarpun dia bisa melarikan diri sampai keujung langit pun, cepat
atau lambat akhirnya pasti akan tertangkap juga, kita tak usah
terlalu panik dalam hal inibagaimana dengan Hian thian si tosu
siluman itu?
"Ia telah tewas karena kesalahan tanganku" buru-buru Hwee
cuncu menjelaskan.
"Waaah sebetuinya aku telah bersumpah akan menguliti
tubuhnya, sekarang dia sudah mampus, keenakan baginya." omel
Beng Gi ciu.
"Kalau toh orangnya sudah mampus, ya itu anggap selesai saja
persoalan ini." Kata Phu sian sangjin, "mana Kho sicu?"
"Dia berada diatas batu cadas disebelah sana" sahut Hwee cuncu
sambil menunjuk kedepan.
sebetulnya persoalan inilah yang ingin diketahui Beng Gi ciu
secepatnya, maka tanpa banyak berbicara lagi bersama siau wan
buru-buru ia berangkat kesana.
Benar juga, lebih kurang dua puluh kaki didepan sana terdapat
sebuah batu cadas yang besar, diatas batu inilah Kho Beng yang
kelihatan agak kurus berbaring tak bergerak, disisinya berdiri empat
orang pendeta tua berbaju kuning yang siap berjaga-jaga,
sementara tak jauh dari situ berbaring sesosok mayat tosu tua.
Beng Gi ciu tahu, mayat tersebut tentu mayat dari Hian thian
siluman tosu tersebut, tapi ia tak punya waktu untuk memperhatikan
hal-hal semacam ini. sambil mendekati Kho Beng yang berbaring
diatas batu, segera serunya lirih : "Kho kongcu, Kho kongcu"
Dengan sorot mata yang sayu namun penuh luapan rasa terima
kasih, Kho Beng mengawasi gadis tersebut, bibirnya tampak
bergerak seperti hendak mengucapkan sesuatu namun tak sepatah
katapun yang diucapkan keluar, jelas sudah kondisi badannya telah
berubah menjadi sedemikian lemahnya sehingga untuk bicarapun
tak mampu lagi.
Dengan penuh rasa iba Beng Gi ciu segera berbisik :
"Kau jangan berbicara dulu, beristirahatlah dengan tenang, kalau
hendak berbincang-bincang tunggu sampai badanmu puluh seperti
sedia kala."
Berbicara sampai disitu, ia segera melepaskan sekulum senyuman
penuh rasa cinta kepadanya.

Mendadak terdengar suara pujian kepada sang Buddha bergema
memecahkan keheningan, ternyata Phu sian sangjin serta Hwee
cuncu telah berada dihadapannya.
Tidak menunggu Beng Gi ciu buka suara, Phu sian sangjin
berkata lebih dulu dengan suara dalam :
"Aku telah mengirim orang untuk menyelesaikan persoalan dikuil
Hian thian koan, tapi menurut laporan yang kuperoleh, sekawanan
jago lihay dari partai kupu-kupu telah berdatangan dibukit Cian san,
padahal tempat ini dekat sekali letaknya dengan bukit Cian san, kita
harus meninggalkan tempat ini secepatnya."
"Tapi keadaan Kho kongcu," Beng Gi ciu mengerutkan dahinya
rapat-rapat.
"Aku sendiripun sedang bimbang karena masalah ini." setelah
berpikir sebentar, kembali ujarnya :
"Disebelah selatan bukit Wang hu san, jaraknya lebih kurang
sepuluh li dari sini terdapat sebuah dusun yang bernama Leng san
cun, dalam dusun tersebut hanya terdapat belasan kepala keluarga,
kebanyakan hidup sebagai pemburu atau penebang kayu, ketika
datang kemarin kami sempat melalui tempat tmpat tersebut, kulihat
tempat itu terpencil dan amat sepi, cocok sekali sebagi tempat
pengobatan bagi penyakit Kho sicu, aku rasa bila diberi pengobatan
secara insentif, tak sampai tiga hari kemudian kondisi tubuhnya telah
pulih kebali seperti sedia kala."
siau wan yang mendengar perkataan ini segera berkata kepada
Beng Gi ciu : "Kalau begitu mari kita buatkan sebuah usungan buat
Kho kongcu"
"Kini hari sudah hampir gelap, lebih baik kita segera berangkat,"
sela Phu sian sangjin cepat-cepat, "apalagi bila mesti diusung tandu,
jelas hal ini akan menghambat, andaikata sampai diketahui orangorang
partai kupu-kupu, bukan mustahil kita akan menjadi kerepotan
sendiri"
"Kalau memang begitu, biar aku saja yang membopongnya" seru
siau wan sambil menawarkan diri
Dengan cepat Phu sian sangjin menggelengkan kepalanya
berulang kali, katanya :
"Aku rasa hal semacam ini kurang baik, sebab seorang nona yang
membopong seorang pria yang terluka berjalan ditengah gunung
paling gampang menarik perhatian orang."

"Huuh, begini tak baik, begitupun tak baik, lantas bagaimana
yang baik?" Tanya siau wan sambil cemberut.
Dengan wajah amat serius Phu sian sangjin segera berkata :
"Aku mempunyai sebuah usul yang amat baik, bagaimana
kalauBeng lisicu berdua berangkat dulu ke dusun Leng san cun
untuk menyewa sebuah rumah penduduk lebih dulu sementara aku
bersama suteku dengan membawa Kho sicu menyusul dari belakang
dengan memecahkan diri menjadi dua rombongan kita bisa
menghindari kecurigaan orang partai kupu-kupu, selain itu gerakan
kita pun akan bertambah cepat lagi."
Dengan penuh rasa terima kasih Beng Gi ciu berkata :
"Lo siansu, bersediakah kau mengorbankan begitu banyak waktu
demi Kho kongcu?"
Phu sian sangjin segera berkata dengan suara dalam :
"Aku hendak mengajaknya berunding bagaimana cara menumpas
kaum iblis dari muka bumi setelah menunggu luka Kho kongcu
sembuh kembali, tentu saja aku tak akan ambil peduli soal waktu"
"Kalau memang begitu, biar siauli berangkat selangkah lebih
duluan." seru Beng Gi ciu dengan amat gembira.
setelah memberi hormat, bersama siau wan berangkatlah mereka
meninggalkan tempat itu.
Phu sian sangjin mengawasi hingga bayangan tubuh Beng Gi ciu
berdua lenyap dikejauhan sana, kemudian baru katanya kepada
Hwee cuncu : "Cepat bopong Kho sicu, kita pun harus segera
berangkat"
Buru-buru Hwee cuncu mengiakan dan membopong tubuh Kho
Beng, lalu bersama-sama keduanya berangkat menuju kearah
selatan.
Waktu itu fajar telah menyingsing, untung saja kabut tebal masih
menyelimuti tanah perbukitan itu sehingga pemandangan pada jarak
dua kaki masih Nampak agak samar-samar.
Phu sian sangjin menempuh perjalanan tidak terlalu cepat, sebab
dia ingin mempertahankan jarak yang tertentu dengan Beng Gi ciu
berdua. sambil menempuh perjalanan Hwee cuncu berkata :
"seabad berselang, tiga dewa see gwa sam sian bersama-sama
mengerubuti ketua partai kupu-kupu sehingga menyebabkan iblis
tua tersebut tewas dibawah tebing hati duka, andaikata mereka
bertarung satu lawan satu entah bagaimanakah akibatnya?"

"Ilmu silat dari partai kupu-kupu mempunyai banyak bagian yang
memiliki kehebatan yang luar biasa, jangankan keadaan pada
seabad berselang susah ditebak. berbicara menurut keadaan yang
terbentang didepan mata saat inipun, bila terjadi pertarungan antara
kaum sesat dan lurus, entah siapa yang akhirnya bakal keluar
sebagai pemenang?"
sementara kedua orang itu masih berbincang-bincang, mendadak
terdengar seseorang menegur dengan suara yang dingin
menyeramkan :
"Hey kalian dua orang hwesiotua, sekarang boleh menghentikan
dulu perjalanan kalian."
Phu sian sangjin serta Hwee cuncu yang mendengar teguran ini
menjadi terperanjat sekali.
Rupanya walaupun mereka berdua berbincang-bincang sambil
menempuh perjalanan, sesungguhnya tak pernah kedua orang itu
mengendorkan kewaspadaannya untuk mengawasi sekeliling tempat
tersebut.
Padahal kalau berbicara dari tenaga dalam yang dimiliki mereka
berdua, asal ada orang memasuki kawasan seluas dua puluh kaki
dari tempat mereka berada, jejaknya segera akan ditemukan.
Tapi kenyataannya sekarang, kemunculan orang tersebut sama
sekali tidak menimbulkan sedikit suara pun, seandainya orang itu
tidak buka suara menegur, mungkin Phu sian sangjin sendiripun tak
akan menyadari atas kehadirannya.
serentak kedua orang pendeta sakti dari siau lim pay ini
menghentikan langkahnya seraya berpaling, tapi apa yang kemudian
terlihat membuat mereka berdua makin terperanjat lagi.
Ternyata orang itu berdiri persis ditengah jalan setapak hanya
dua kaki dihadapan mereka, orang tersebut seolah-olah muncul
dengan begitu saja dari dalam tanah.
Perawakan tubuhnya ceking lagi kecil, berusia delapan puluh
tahunan, memakai baju bewarna kuning dan memelihara jenggot
kambing bewarna putih, andaikata sepasang matanya tidak
memancarkan cahaya hijau yang menggidikkan hati, mungkin orang
akan mengiranya sebagai dewa yang baru turun dari kahyangan.
"omitohud, apakah anda sedang menegur kami?" Phu sian
sangjin segera bertanya. Kakek berbaju kuning itu tertawa.
"Aneh betul, bukankah sudah kukatakan sejelas-jelasnya? Tentu
saja kalian berdua yang sedang kuajak bicara."

"Ada urusan apa sicu memanggil kami?"
"Kuharap kalian berdua suka beristirahat sejenak untuk
berbincang-bincang."
Lalu dengan sorot mata yang hijau dia menatap wajah Hwee
cuncu sekejap dengan pandangan tajam, kemudian katanya lagi :
"Dengan menempuh perjalanan cepat, apalagi mesti membopong
seseorang yang menderita sakit berat, tidakkah merasa lelah? "
"Aku tidak lelah" jawab Hwee cuncu mendongkol.
Buru-buru Phu sian sangjin maju menghadang dihadapan Hwee
cuncu, kemudian tegurnya sambil tersenyum.
"sicu berasal dari mana dan siapa namamu?"
"Aku hanya seorang gunung dan tak usah menyebut nama,"
sahut Kakek berbaju kuning itu sambil mengelus jenggot
kambingnya. setelah memutar biji matanya sebentar dia melanjutkan
:
"Kalau dugaanku tidak keliru, Lo siansu pastilah ketua siau lim
pay saat ini Phu sian sangjin, sedang sicu adalah pendeta dari lima
rasul panca unsur bukan?"
Phu sian sangjin semakin terperanjat, dia tak menyangka Kakek
berbaju kuning yang enggan menyebut namanya itu ternyata dapat
mengenali dirinya sebagai ketua dari siau lim pay.
Buru-buru dia berseru :
"Yaa benar, aku memang Phu sian, dari mana sicu bisa kenali
diriku?" Kakek berbaju kuning itu tertawa misterius :
"Ditinjau dari tindak tanduk serta mimik wajahmu, dalam sekilas
pandangan saja aku sudah tahu, ternyata dugaanku memang tidak
meleset"
sekali lagi Phu sian sangjin dibuat tertegun.
sudah jelas perkataannya tak dapat dipercaya, dengan begitu
banyak pendeta suci yang hidup didunia ini, darimana Kakek berbaju
kuning itu bisa mengenali satu diantara sejuta orang dengan begitu
tepat dan jelas? Maka setengah bergurau dia berkata lagi :
"Kecuali sicu adalah dewa yang baru turun dari kahyangan, kalau
tidak mana mungkin bisa mengenali diriku dalam sekilas pandangan
saja?"
"Kalau memang begitu anggap saja diriku sebagai dewa dari
kahyangan" ucap Kakek berbaju kuning itu semakin misterius.
Phu sian sangjin merasakan hatinya bergetar keras, buru-buru
dia berseru :

"Maaf kalau aku tak bisa berdiam terlalu lama disini, biar kita
berpisah sampai disini saja"
Namun Kakek berbaju kuning itu sama sekali tidak berniat untuk
memberi jalan malah sambil tertawa dingin jengeknya :
"Bukankah orang Buddha mengutamakan soal jodoh? Hari ini aku
dapat berjumpa dengan taysu berdua, hal ini menunjukkan kalau
diantara kita memang punya jodoh."
"Bila dikemudian hari ada kesempatan silahkan sicu berpesiar
kebukit siong san, aku akan menjadi tuan rumah yang baik dan
mempersilahkan sicu untuk menginap beberapa hari dalam kuil
kami"
Dengan cepat Kakek berbaju kuning itu menggeleng.
"sayang sekali aku tak akan mempunyai waktu luang seperti yang
kau maksud, lebih baik sekarang saja kita berbincang-bincang
sebentar"
"Tapi menolong orang bagaikan kebakaran, maaf kalau aku tak
dapat melayanimu lebih lama," seru Phu sian sangjin mulai gelisah.
Pelan-pelan Kakek berbaju kuning itu mengalihkan sorot matanya
ke wajah Kho Beng yang berada diatas punggung Hwee cuncu,
sesudah tertawa seram, katanya : "Mungkin lo siansu hendak
menolong orang tersebut?"
"Benar" ketua siau lim pay ini membenarkan.
"Mengapa dia sakit? sakit atau terluka? Atau mungkin mengalami
peristiwa lain?"
"Dia..dia menderita sakit parah" Phu sian sangjin berusaha
menahan sabarnya.
"sakit parah lantas losiansu hendak membawanya kemana?
Apakah hendak membawanya pulang kebukit siong san?"
Dengan cepat Phu sian sangjin menggeleng.
"Menuju siau lim si harus membutuhkan waktu yang lama karena
perjalanan yang kelewat jauh, tak mungkin kami punya waktu,
karenanya aku bermaksud mencari sebuah dusun kecil disekitar
bukit ini guna merawatnya."
Kakek berbaju kuning itu memutar kembali biji matanya,
mendadak ia bertanya : "siapakah si penderita sakit itu?"
"soal ini."
sambil tertawa dan menggelengkan kepalanya Phu sian sangjin
melanjutkaan :

"Aku sendiripun kurang begitu jelas, kami hanya menjumpainya
secara kebetulan ditengah gunung, oleh karena keadaannya sudah
amat parah, timbul rasa kasihan kami untuk menolongnya."
"Hmm, sebagai murid Buddha paling pantang berbohong" tegur
Kakek berbaju kuning itu dingin.
"Apalagi dengan kedudukan lo siansu sekarang, rasanya tak
mungkin akan berbohong pula, perkataanmu mungkin bisa
dipercayai."
Merah padam selembar wajah Phu sian sangjin setelah
mendengar sindiran itu, diam-diam bisiknya :
"Aku terpaksa harus berbohong, semoga Buddha maha pengasih
mengampuni dosa-dosaku."
sementara itu, Kakek berbaju kuning tadi telah mendesak kembali
:
"Aku masih ingin menanyakan satu hal lagi.ketua siau lim pay
adalah seorang yang sangat terhormat, biasanya tidak gampang
meninggalkan kuilnya dengan begitu saja, tapi kali ini kalian tak
segan-segan menempuh perjalanan jauh datang kemari, apakah
inipun dikarenakan untuk menolong si penderita sakit ini"
Phu sian sangjin segera tertawa paksa.
"Maksud perjalananku kali ini adalah untuk. untuk memeriksa
sebuah cabang-cabang kami dipelbagai daerah, mengenai menolong
orang .sesungguhnya hal ini hanya merupakan suatu kejadian yang
kebetulan saja."
Mendadak Kakek berbaju kuning itu tertawa terbahak-bahak :
"Haaahhhaaahhhhaaahhhh.lo siansu memang tak malu disebut
seorang pendeta agung dari agama Buddha, aku betul-betul merasa
sangat kagum"
setelah berhenti sejenak. dengan nada suara yang berat dan
dalam kembali dia berkata
"Aku mempunyai sebuah usul, apakah pantas bila kukatakan
secara terus terang?"
"silahkan sicu mengutarakannya secara blak-blakan"
"Jikalau pasien tersebut hanya ditemukan lo siansu secara
kebetulan ditepi jalan, berarti dia sama sekali tak ada sangkut
pautnya dengan diri siansu, bukan?"
Terpaksa Phu sian sangjin manggut-manggut. "Yaa, perkataan
sicu memang benar."

"Kebetulan sekali, akupun mengerti akan ilmu pertabiban,
lagipula tempat tinggalku pun tak jauh dari sini, bila lo siansu sedang
sibuk untuk mengontrol cabang-cabang, bagaimana kalau kau
serahkan saja pasien ini kepadaku, kujamin dalam waktu yang amat
singkat aku bisa memulihkan kembali kondisi badannya seperti
keadaan semula."
Diam-diam Phu sian sangjin merasa amat terkejut sehabis
mendengar perkataan ini, namun dia berusaha menunjukkan
ketenangan hatinya, ujarnya kemudian : "Mengapa sicu?"
"Lo siansu tidak usah curiga," kata Kakek berbaju kuning itu
sambil tertawa. setelah memandang sekejap sekitar sana, terusnya :
"setelah mencapai usia setua ini, aku ingin sekali melakukan
kebajikan untuk menebus dosa-dosaku yang lama, coba kalau aku
tidak memikirkan nasib seorang cucu perempuanku, mungkin
akupun telah mencukur rambut menjadi pendeta."
"omitohud, siapa berniat baik dia pasti akan menerima buah
kebaikan, asal sicu mempunyai minat yang baik dan tulus, hal itu
sudah lebih dari cukup"
Kakek berbaju kuning itu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh.haaahhh.haaahh.harap losiansu menyerahkan si penderita
kepadaku"
"soal ini...soal ini..." Phu sian sangjin menjadi terkejut sekali.
Untuk sesaat dia menjadi gelagapan sebab tak berhasil
menemukan alasan yang tepat untuk menolak permintaan orang,
karena merasa serba salah akhirnya paras mukanya pun ikut
berubah menjadi merah padam.
"Apakah lo siansu keberatan?" Kakek berbaju kuning itu menegur
lagi dengan suara dingin.
setelah berpikir sebentar, sambil tertawa paksa Phu sian sangjin
segera berkata :
"Bukan keberatan, aku telah menguruti seluruh jalan darah
dengan ilmu mengurut rahasia dari partai kami, cara pengurutan
seperti ini paling tidak harus berlangsung selama lima hari tanpa
berhenti, kalau hal ini tak dilakukan maka akibatnya dia bakal
celaka."
"Heeehhheeehh.heeehh.tak nyana lo siansu berhasil
mendapatkan alasan yang begitu bagus," jengek Kakek berbaju
kuning itu sambil tertawa dingin, "tapi itupUn tak menjadi soal,
karena aku mempunyai bahan obat-obatan yang paling bagus untuk

dirinya, kujamin kesehatan tubuhnya akan pulih kembali seperti
sedia kala."
Dalam urutan lima rasul panca unsur, rasul api termasuk pendeta
yang paling berangasan, sejak tadi ia sudah habis kesabarannya
meladeni Kakek berbaju kuning itu. Hanya selama ini ia mencoba
bersabar karena didepan ketuanya.
Tapi sekarang, habis sudah kesabarannya, tak kuasa lagi dia
berteriak dengan keras-keras :
"sicu, mengapa sih kau begitu cerewet dan ngomong tiada
habisnya?"
Kakek berbaju kuning itu terbahak-bahak :
"Haaahhhaaahhaaahhsaat ini aku sedang berbicara dengan ketua
partai anda, hmm orang bilang peraturan dalam siau lim pay amat
keras, tampaknya apa yang diceritakan selama ini tiada
kenyataannya sama sekali."
Hwee cuncu menjadi amat gusar, baru saja dia hendak
mengumbar hawa amarahnya, Phu sian sangjin segera menghalangi
niatnya seraya berkata :
"Yaa, peraturan perguruan kami memang sudah kendor, harap
sicu jangan mentertawakannya ."
"Lo siansu, sesungguhnya kau bersedia menyerahkan si penderita
itu kepadaku atau tidak?" kembali Kakek berbaju kuning itu menegur
dengan suara dingin menyeramkan.
"Maaf, kalau terpaksa aku berbicara blak-blakan, permintaan sicu
tak mungkin akan kukabulkan, sebab aku pernah bersumpah bila
sudah mengerjakan sesuatu maka aku tak akan mengakhirinya
sebelum berhasil."
Kakek berbaju kuning itu segera tertawa dingin :
"Heeehh.hehhheehhh..kalau toh lo siansu merasa keberatan, aku
masih mempunyai sebuah usul lain."
"silahkan diutarakan."
"Siau lim pay sebagai pimpinan dari tujuh partai besar tentu
memiliki ilmu silat yang paling top didunia persilatan saat ini, sedang
lo siansu sebagai ketua siau lim pay tentu mempunyai ilmu silat
nomor wahid pula didunia ini."
"omitohud, puji-pujian sicu tak berani kuterima." Kembali Kakek
berbaju kuning itu tertawa dingin :
"Lo siansu tak usah merendah karena aku tak lain adalah hendak
menantang lo siansu untuk menentukan menang kalah lewat

pertarungan ilmu silat, siapa yang unggul dialah yang berhak dengan
sipenderlta ini, entah bagaimana pendapatmu?"
Perkataan ini sudah jelas merupakan sebuah tantangan bagi Phu
sian sangjin, karena bagi umat persilatan yang menampik tantangan
orang lain sama artinya dengan mengaku kalah sebelum bertanding.
Biarpun Phu sian sangjin termasuk seorang pendeta agung yang
tak memiliki napsu lagi, namun sebagai ketua siau lim pay, sebagai
pemimpin dari seluruh umat persilatan didunia ini, bila ia menampik
tantangan Kakek berbaju kuning itu sama artinya bahwa pamor
serta nama baiknya akan hancur berantakan.
Karena berada dalam keadaan seperti ini, terpaksa dia berkata
sambil tertawa paksa :
"Bila sicu bersikeras hendak menentukan persoalan ini melalui
pertarungan, terpaksa aku hanya melayani kehendakmu itu."
"Bagus sekali." seru si kakek kegirangan, kemudian dengan nada
berat lanjutnya :
"Aku bersedia untuk bertarung melawan lo siansu dalam tiga
gebrakan, dengan batas tiga jurus inilah kita tentukan siapa yang
unggul dan siapa yang kalah."
"Yakinkah sicu dapat meraih kemenangan dalam tiga jurus saja?"
kata Ketua siau lim pay ini dengan kening berkerut. Kakek berbaju
kuning itu tertawa hambar :
"Berdasarkan pengalaman selama bertarung melawan orang,
rasanya tiga jurus pun sudah lebih dari cukup"
Hwee cuncu tak dapat menahan diri terus menerus, tiba-tiba ia
menimbrung :
"Ciangbun suheng adalah seorang yang berkedudukan terhormat,
untuk menghadapi seorang manusia gunung yang tak beradab
kenapa mesti turun tangan sendiri? Biar aku yang mewakilimu"
"sute cepat mundur." Bentak Phu sian sangjin. sementara dengan
ilmu menyampaikan suara dia berbisik lagi :
"Aku lihat orang ini rada kurang beres, tampaknya aku mesti
turun tangan untuk menghadapinya sendiri"
Hwee cuncu tidak berani banyak berbicara lagi, terpaksa dia
menurut dan mengundurkan diri.
sementara itu si Kakek berbaju kuning itu telah berkata lagi
sambil tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh.haahhhhaaahh kelihatannya lo siansu telah menerima
tantanganku?"

"setelah sicu mengusulkan begitu, selain kusambut tantanganmu
rasanya memang tiada jalan kedua yang dapat kupilih lagi."
"Bagus sekali, bagaimana dengan taruhan kita ? siapa yang
unggul dialah yang berhak atas diri sipenderita "
"Aku tak punya usul yang lain" jawab phu sian sangjin sambil
diam-diam menggigit bibir.
sambil tertawa Kakek berbaju kuning itu manggut-manggut,
pelan-pelan ia mencabut keluar sebuah ruyung lemas bewarna emas
dari pinggangnya, lalu berkata : "silahkan lo siansu meloloskan
senjata"
sebetulnya Phu sian sangjin telah bersiap-siap menghadapi
musuhnya dengan tangan kosong, namun setelah menyaksikan
Kakek berbaju kuning itu meloloskan sebuah ruyung lemas, tergerak
hatinya, maka diapun merogoh kedalam sakunya dan mengeluarkan
senjata sekop kecil yang jarang sekali dipergunakan.
"silahkan lo siansu melancarkan serangan" ujar Kakek berbaju
kuning itu kemudian dengan gembira.
Phu sian sangjin sebagai ketua siau limpay tentu saja tak dapat
melancarkan serangan lebih dulu, sahutnya cepat : "omitohud, lebih
baik sicu menyerang lebih dulu."
"Hmmm hampir saja aku lupa dengan kedudukan lo siansu"
jengek Kakek berbaju kuning sambil tertawa seram,
"tampaknya jika aku tidak menyerang dulu, losiansu pun tak
bakal turun tangan, bukan?"
Phu sian sangjin segera mengangguk. "Ya a, tebakan sicu
memang tepat sekali"
"Haaaahhhaahhhaaahhhh.kalau memang begitu, maaf kalau
terpaksa aku menyerang duluan"
Ruyung lemas berwarna emasnya segera digoyangkan dan
dilancarkan sebuah sapuan kedepan.
Phu sian sangjin tak berani berayal, secepat kilat ia sambut
datangnya ancaman itu dengan senjata sekopnya, ia telah bersiap
melangsungkan pertarungan adu kekerasan melawan Kakek berbaju
kuning itu.
Tapi secara tiba-tiba Kakek berbaju kuning itu merubah gerakan
serangannya, sapuan yang melayang kedepan tiba-tiba saja berubah
menjadi sebuah tusukan langsung.

Ternyata ruyung lemas itu telah berubah menjadi sebilah pedang,
bukan cuma keras dan menegang, lagipula jurus serangan yang
dipergunakanjuga merupakan urus pedang yang maha sakti.
Dari sapuan tahu-tahu berubah menjadi tusukan, sesungguhnya
hal semacam ini mustahil bisa terjadi, tapi Kakek berbaju kuning itu
bukan cuma bisa merubahnya menjadi mungkin, bahkan sama sekali
tak disangka-angka sebelumnya.
Dalam terperanjatnya, cepat-cepat Phu sian sangjin mundur
setengah langkah kebelakang, senjatanya segera diputar setengah
lingkaran dan untuk kedua kalinya menangkis datangnya ruyung
lawan.
Mendadak terdengar Kakek berbaju kuning itu tertawa terbahakbahak.
ruyungnya yang dipakai untuk menusuk bagaikan sebilah
pedang, kini berubah kembali sebagai alat penotok jalan darah,
sedang yang diarah adalah jalan darah kitong hiat ditubuh Phu sian
sangjin.
Dengan sebilah ruyung lemas ternyata dalam waktu singkat bisa
dirubah menjadi tiga macam senjata dengan tiga jurus serangan
yang berbeda pula, hakekatnya peristiwa semacam ini belum pernah
terjadi sebelumnya.
Tak terlukiskan rasa terkejut Phu sian sangjin menghadapi
kejadian seperti ini, oleh karena jurus serangan Kakek berbaju
kuning itu secara beruntun berubah tiga kali. Phu sian sangjin
terdesak hingga dari posisi menyerang menjadi pihak bertahan,
selain itu diapun mesti mundur tiga langkah secara beruntun untuk
meloloskan diri dari serangan lawan.
"Jurus pertama" seru Kakek berbaju kuning itu sambil tertawa
terbahak-bahak.
Bukan saja paras muka Phu sian sangjin berubah menjadi semu
merah, peluh dingin sempat membasahi tubuhnya karena kaget,
sampai Hwee cuncu yang mengikuti jalannya pertarungan dari tepi
arena, segera menjadi tertegun dibuatnya.
"Bersiaplah lo siansu untuk menyambut serangan kedua" seru
Kakek berbaju kuning itu mendadak sambil tertawa.
Ruyung lemasnya digetarkan hingga menciptakan serentetan
suara pekikan yang sangat aneh, mendadak bagaikan segumpal roda
cahaya bewarna kuning ia sambar batok kepala Phu sian sangjin.
Phu sian sangjin sama sekali tak sempat melihat dengan jelas
jurus serangan apakah yang dipergunakan lawannya, otomatis dia

pun tidak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi serangan
tersebut.
Dalam gugupnya terpaksa ia menciptakan selapis cahaya tajam
dengan senjata sekopnya, kemudian dengan menyusunjaringan
cahaya yang lembek tapi kuat dia mencoba untuk membendung
datangnya ancaman dari musuh. Traaaaanggg..traaaaangg suara
dentingan nyaring berkumandang tiada hentinya, dalam waktu
singkat senjata tajam kedua orang itu sudah saling beradu sebanyak
tujuh kali lebih.
Phu sian sangjin segera merasakan lengannya menjadi linu dan
kesemutan, gejolak darah didalam dadanya membuat hatinya
berdebar keras, ia betul-betul merasa terkejut oleh ketangguhan
musuhnya.
Walaupun demikian, dengan susah payah jurus serangan inipun
berhasil dibendung secara baik.
Kakek berbaju kuning itu segera menarik kembali senjata
ruyungnya, sambil tertawa dia berkata :
"Lo siansu memang tak malu menjadi ketua siau lim pay,
kesempurnaan ilmu silatmu betul-betul luar biasa."
Merah padam selembar wajah Phu sian sangjin lantaran jengah,
walaupun dalam dua gebrakan ini menang kalah masih belum
ditentukan namun menurut kejadian yang sesungguhnya sudah jelas
dia berada dalam posisi dibawah angin. Dalam keadaan begini,
terpaksa dia berkata sambil tertawa paksa : "silahkan sicu
melanjutkan seranganmu yang terakhir"
Kakek berbaju kuning itu tertawa.
Dua jurus telah berlalu, berarti menang kalah akan segera
ditentukan oleh jurus terakhir ini
"Tampaknya sicu sudah mempersiapkan jurus serangan yang
amat tangguh?"
"Jurus serangannya belum tentu tangguh, namun menang kalah
sudah pasti akan diketahuinya."
Dengan suara dalam ia melanjutkan :
"Bila dalam jurus serangan yang terakhir ini aku gagal
mengungguli lo siansu, aku akan mengaku kalah"
Perkataan itu diucapkan kelewat sombong dan tekebur, bila
diucapkan terhadap kawanan jago persilatan yang lain mungkin tidak
mendatangkan sesuatu yang luar biasa, namun lawan bicaranya

sekarang adalah ketua siau lim pay, tentu saja ucapan mana sangat
menggetarkan sukma.
Phu sian sangjin segera tertawa hambar, katanya :
"Bila dalam jurus yang ketiga sicu tak berhasil meraih
kemenangan, kau toh bisa melanjutkan pertarungan dan tidak usah
mengaku kalah?"
Tapi kakek itu menggeleng.
"Tidak Setiap perkataanku berat bagaikan bukit karang, sekali
telah kuutarakan selamanya tak pernah akan kusesali kembali,
setelah kubilang tiga jurus, tentu saja menang kalah harus
ditentukan dalam tiga jurus juga"
Ruyung lemasnya segera digetarkan dan langsung menusuk ke
dada lawannya.
Jurus serangan yang dipakai kali ini adalah jurus pedang, ruyung
itupun menegang bagaikan sebilah gedang dan langsung menusuk
jalan darah Tam tiong hiat ditubuh lawan.
Dengan cepat Phu sian sangjin menggetarkan senjata sekopnya
sambil menciptakan segulung cahaya hitam, serangannya kali ini
ditunjukkan untuk membabat pergelangan tangan si kakek yang
memegang senjata.
Jurus serangan yang dipakai kali ini merupakan taktik serangan
mematahkan serangan, dalam perkiraan phu sian sangjin betapapun
istimewa dan sombongnya Kakek berbaju kuning itu, serangan yang
dilancarkan dengan dahsyat itu tentu bisa memaksa Kakek berbaju
kuning itu menarik kembali serangannya guna melindungi
keselamatan sendiri dengan demikian serangan yang ketiga inipun
dapat dipatahkan secara mudah.
Asal jurus ini bisa dipatahkan, biarpun Kakek berbaju kuning itu
mengingkari janji dan enggan mengaku kalah, paling tidak ia pun tak
usah menanggung malu atas kekalahan yang tragis.
Hal ini adalah menurut perhitungannya didalam hati, tapi sayang
jurus serangan yang dipergunakan Kakek berbaju kuning itu kelewat
dahsyat dan luar biasa, ternyata ditengah jalan terjadi lagi
perubahan yang sama sekali diluar dugaan.
Ruyung lemas dari Kakek berbaju kuning itu mendadak berubah
bagaikan ular sakti saja, dalam waktu singkat senjata sekop dari Phu
sian sangjin telah terbelenggu kencang-kencang .
Bersamaan waktunya muncul pula segulung tenaga maha
dahsyat yang susah dilawan menghantam perg elangan tangannya,

tak ampun lagi senjata sekop ditangan phu sian sangjin terpental
dari cekalan dan terjatuh lebih kurang sepuluh kaki dari tempat
semula.
Dengan cepat Kakek berbaju kuning itu menarik kembali ruyung
lemasnya, kemudian mendongakkan kepala dan menperdengarkan
gelak tertawanya yang amat keras.
sebaliknya paras muka Phu sian sangjin berubah menjadi pucat
bagaikan mayat. seperti sebuah patung saja untuk berapa saat
lamanya ia tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Kejadian semacam ini betul-betul tak pernah disangka
sebelumnya, dengan kedudukan ketua siau lim pay sebagai
pimpinan umat persilatan, ternyata dalam tiga gebrakan saja
senjatanya kena dipentalkan orang hingga terlepas dari genggaman,
apabila kabar ini sampai tersiar diluaran, sudah pasti seluruh dunia
persilatan akan menjadi heboh.
Akibatnya bukan saja pamor serta nama baik siau lim pay akan
hancur berantakan, seluruh dunia persilatan pun akan terjadi
kehebohan yang menggoncangkan masyarakat.
sementara itu Kakek berbaju kuning telah menghentikan gelak
tertawanya, kemudian menegur :
"apakah lo siansu mengaku kalah?"
Phu sian sangjin menghela napas panjang.
"Aaaai, dalam kenyataan aku memang kalah, tentu saja aku tak
akan banyak berbicara lagi."
sambil memutar sepasang biji matanya, Kakek berbaju kuning itu
berkata lagi :
"Lo siansu sebagai ketua siau lim pay yang memimpin seluruh
dunia persilatan, aku rasa kau tentu mengutamakan soal nama baik,
setelah menderita kekalahan hari ini, tentunya kau tak akan tahan,
bukan?" setelah tertawa seram, lanjutnya :
"sebaliknya kalau peristiwa ini sampai tersiar luas diluaran, nama
besarku tentu akan menggetarkan kolong langit dalam waktu
singkat"
"omitohud, sudah pasti hal ini akan terjadi, untuk itu kuucapkan
selamat dulu kepada sicu"
Kakek berbaju kuning itu tertawa :
"sayang sekali aku bukan seorang manusia yang gemar akan
nama besar, terhadap semacam ini aku tidak tertarik sama sekali."

Kemudian setelah menatap sekejap wajah Phu sian sangjin
secara misterius, dia berkata lebih jauh :
"aku bersedia menyimpan rahasia ini dengan sebaik-baiknya dan
tak akan membocorkan nya kepada siapa pun, dengan begitu nama
baik lo siansu serta partai siau lim pay pasti tak akan ternoda oleh
peristiwa ini."
Mula mula Phu sian sangjin agak tertegun, kemudian sahutnya :
"Tidak usah, aku tak pernah mempersoalkan masalah semacam
itu, setelah menderita kekalahan ditangan sicu, biarpun sicu
merahasiakannya, aku toh tetap akan menyiarkan kejadian ini
kepada umum."
"Lantas apa yang hendak lo siansu lakukan?" Tanya si kakek
sambil tertawa.
"Aku akan mengumpulkan segenap jago dari kolong langit dan
mengumumkan dihadapan mereka kalau aku sudah dikalahkan oleh
seorang jago lihay tak dikenal dalam tiga jurus, karena itu aku tak
punya muka untuk memikul tanggung jawab sebagai pemimpin umat
persilatan lagi, akan kuminta mereka untuk memilih seorang
pemimpin baru yang jauh lebih hebat."
Kakek berbaju kuning itu mendengus dingin.
"Hmmm, kalau toh lo siansu tetap keras kepala, aku pun tak akan
membujukmu lebih lanjut, terserah pada kemauanmu sendiri," tapi
setelah berhenti sejenak. dengan suara dalam ia menambahkan :
"Apakah lo siansu masih ingat dengan perjanjian yang kita buat
sebelum pertarungan tadi?"
Phu sian sangjin merasakan hatinya bergetar keras, cepat
sahutnya :
"Tentu saja masih ingat, tapi. .apalah gunanya si pasien yang
sakit itu untuk sicu, mengapa sicu bersikeras."
"Tujuanku justru terletak pada si sakit itu, karena semua
keputusan yang kuambil tak pernah akan kurubah kembali."
Phu sian sangjin segera menghembuskan napas panjang dengan
nada dalam dan berat, katanya kemudian :
"Kalau memang begitu, paling tidak sicu harus meninggalkan
nama"
"oooo tentu saja," Kakek berbaju kuning itu tertawa, "Aku pasti
akan menyebutkan namaku agarlosiansu mengetahui identitasku
yang sebenarnya, tapi sebalum itu tolong serahkan dulu sisakit
kepadaku"

Dengan perasaan apa boleh buat terpaksa Phu sian sangjin
berpaling kearah Hwee cuncu sambil katanya : "serahkan kepada
sicu ini"
"soal ini. .soal ini" Hwee cuncu menjadi terkejut sekali.
saking gugup dan tergagap nya sampai setengah harian lamanya
dia tak mampu melanjutkan perkataan itu.
Menyaksikan hal ini, Kakek berbaju kuning itu segera tertawa
terbahak-bahak :
"Haaahh.haaahhhhaaahhhh..siau lim pay adalah suatu partai
besar yang memimpin dunia persilatan, mengapa ucapan dari
seorang pendeta agungnya justru menela mencle dan sama sekali
tidak pegang janji?"
Phu sian sangjin merasakan hatinya amat sakit bagaikan diiris-iris
dengan pisau, terpaksa katanya dengan suara dingin : "sute, sudah
kau dengar perkataanku?"
"turut perintah" ucap Hwee cuncu sambil menggigit bibir.
Dengan langkah yang berat dia maju berapa langkah kemuka ,
lalu membaringkan Kho Beng keatas lantai.
Waktu itu kesadaran Kho Beng masih tetap utuh, sehingga
terhadap semua perstiwa yang terjadi pun mengetahui dengan jelas,
sayang dia tak mampu berkata-kata sehingga terpaksa hanya bisa
pasrah pada nasib.
Kakek berbaju kuning itu tertawa girang, dengan cepat ia
menyambar tubuh Kakek berbaju kuning dan mengempitnya
dibawah ketiak. setelah tertawa katanya kemudian : "Terima kasih
banyak atas bantuan kalian , aku hendak mohon diri lebih dulu"
Lalu setelah berhenti sejenak, terusnya :
"aku tidak akan menceritakan peristiwa hari ini kepada orang lain,
kalian berdua tak usah kuatir, tentang apa yang hendak kalian
perbuat, aku tak ingin turut campur" sambil berkata ia segera
percepat langkahnya siap meninggalkan tempat tersebut. Dengan
perasaan gelisah Phu sian sangjin berseru : "Eeeei, tunggu dulu"
"Apalagi yang hendak lo siansu katakan?" Tanya si kakek sambil
menghentikan langkahnya.
"sicu belum meninggalkan nama"
"Haaahhhaaahhhh.haaahhh.bila losiansu tidak mengingatkan
hampir saja melupakan hal ini, nah dengarkan baik-baik lo siansu."
Menyusul kemudian ia pun bersenandung : "Darah menodai bukit
hati duka Dalam sekejap mata seabad telah lewat Kupu-kupu

terbang ditanah yang gersang Rumput layu dahanpun mengering
Thian melindungi keluarga Ui Ilmu silat berhasil, kekuatan pun pulih
Daratan tengah kuserbu, kubangun kembali kejayaan keluargaku"
Bersama dengan selesainya senandung itu, bayangan tubuhnya
turut lenyap pula dari pandangan mata.
"omitohud" Mendadak paras muka Phu sian sangjin berubah
menjadi pucat pias bagaikan mayat, ia segera jatuh terduduk keatas
tanah.
Hwee cuncu pun berdiri tertegun bagaikan sebuah patung, lama
sekali ia tak berkata-kata.
Entah berapa saat telah lewat, pelan-pelan phu sian sangjin
menghela napas sambil berbisik : "sute"
"Ciangbun suheng.. "buru-buru Hwee cuncu menyahut.
Nada suara mereka agak parau sehingga kedengarannya sangat
mengenaskan. sambil menggelengkan kepalanya berulang kali Phu
sian sangjin berkata : "Tentunya sute sudah mengetahui bukan siapa
yang telah kita jumpai barusan?"
Hwee cuncu mengangguk.
Bersambung jilid 35
Jilid 35
"Yaa, dia adalah ketua partai kupu-kupu Ui Sik kong Yaa betul,
memang bajingan tua ini."
Sesudah menghela napas panjang, ketua dari siau lim pay ini
berkata lebih lanjut :
"Sungguh tak disangka aku telah jatuh kecundang ditangan
bajingan tua ini..aaaai apa yang mesti kita lakukan sekarang?"
Sambil menggertak gigi Hwee cuncu berseru :
"Menurut pendapatku, lebih baik kita himpun seluruh kekuatan
Siau lim pay dan melangsungkan pertarungan habis-habisan
melawan partai kupu-kupu."
"Jangan kita tak boleh sekali-kali berbuat demikian" seru Phu sian
sangjin sambil menggeleng.
"Mengapa? Apakah ciangbun suheng mengaku kalah dengan
begini saja?"
"Kita harus tahu..
Dengan pengakuan kalah dariku paling banter cuma nama baik
Siau lim pay serta nama baikku pribadi yang ternoda," tukas Phu
sian sangjin cepat, "tapi jika kita langsungkan pertempuran habishabisan,
banyak kekuatan ini kita yang dipupuk dan dibangun

selama banyak tahun ini bakal musnah dalam pertarungan tersebut,
bahkan akan mempengaruhi pula hasil karya sejarah kuil kita yang
telah berumur ribuan tahun."
"Tapi benarkah dia lihay?" seru Hwee cuncu sambil menggertak
giginya kencang-kencang.
"Setelah merasakan ketiga jurus serangannya tadi, aku dapat
merasakan bahwa cukup dengan kekuatan iblis tua tersebut
seorang, dia mampu melenyapkan seluruh kekuatan dari partai siau
lim kita."
Baru saja Hwee cuncu hendak berbicara tiba-tiba tampak dua
sosok bayangan manusia berkelebat datang, ternyata mereka adalah
Beng Gi ciu serta siau wan. Terdengar Beng Gi ciu telah berseru dari
tempat kejauhan :
"siauli telah mendapatkan tempat tinggal yang baik, kenapa
sampai sekarang Lo siansu baru sampai disini?"
Tapi menyusul ia menjerit tertahan, serunya : "Mana mana Kho
kongcu?"
Dengan wajah pucat pias seperti mayat, sahut Phu sian sangjin
lirih : "Dia..dia telah dirampas oleh ketua partai kupu-kupu Ui sik
kong.."
"Haaaa"
Hampir saja Beng Gi Ciu jatuh pingsan, tanyanya tergagap :
"sung . .sungguh?"
Terpaksa Phu sian sangjin menceritakan kembali pengalaman
yang barusan dialaminya, sebagai akhir kata dia berkata dengan
sedih : "Ya a a, semuanya ini memang kesalahanku."
"Lo siansu tak usah terlalu menyesali diri sendiri." Beng Gi ciu
mencoba menghibur walaupun sepasang matanya telah berubah
menjadi merah, "padahal Kejadian semacam ini bukan kesalahan lo
siansu yang penting kita harus berunding bagaimana caranya
menolong kembali."
Nona siau wan segera berteriak. "mari kita kejar bajingan tua itu
dan merampas kembali Kho kongcu"
Agaknya dia merasa sangat tidak puas dengan kedua orang
pendeta tua itu sehingga daLam pembicaraan pun sedikit banyak
membawa nada menyindir. Dengan cepat Beng Gi ciu
menggelengkan kepalanya berulang kali :

"Percuma, berbuat seperti itu sama artinya dengan perbuatan
orang bodoh yang menghantar kematian sendiri, sama sekali tidak
bermanfaat barang sedikitpun jua."
Kemudian sambil berpaling kearah Phu sian sangjin, tanyanya
lagi : "Bagaimana rencana Lo siansu?" Phu sian sangjin menghela
napas panjang,
"satu-satunya jalan saat ini adalah mengumpulkan semua jago
persilatan yang ada didunia ini dan akan kujelaskan kisah
kekalahanku ditangan Ui sik kong, kemudian akan kuusulkan untuk
mencari pemimpin yang baru, dengan pemimpin yang baru inilah
kita rundingkan bagaimana caranya menolong Kho sicu serta
menumpas habis kaum durjana tua itu dari muka bumi."
"Menang kalah sudah menjadi peristiwa yang lumrah dalam
setiap pertandingan," ujar Beng Gi ciu sambil tertawa getir, "apalagi
Ui sik kong adalah pemimpin dari kaum iblis itu, jadi kesalahan dari
Lo siansu sebetulnya sudah dapat diduga." Kemudian setelah
memutar biji matanya, dia berkata lebih jauh :
"Kini segenap kekuatan inti partai kupu-kupu telah terhimpun
dibukit Cian san, dapat diduga tak lama kemudian mereka akan
melakukan pembantaian berdarah didalam dunia persilatan, mati
hidupnya dunia persilatan dan keutuhan dari umat kita justru akan
tergantung sekali pada hasil pertarungan ini. Dalam keadaan
demikian, aku rasa lo siansu tak usah terlalu mempersoalkan nama
baik peribadi dan partai sendiri, yang penting kita mesti
merundingkan cara penanggulangan yang terbaik."
Merah jengah selembar wajah Phu sian sangjin setelah
mendengar perkataan katanya kemudian :
"Nasehat dari Beng li sicu memang benar, tapi ."
Kembali dia menghela napas dan tidak melanjutkan kata-katanya.
Beng Gi ciu termenung sambil berpikir sebentar, kemudian
katanya :
"siauli mempunyai sebuah usul."
"silahkan Beng lisicu utarakan keluar"
"Aku dengar Bu wi lejin, hwesio daging anjing serta pelajar rudin
Ho heng sekalian berada dilembah hati Buddha, mengapa lo siansu
tidak segera mengirim berita untuk mengundang para jago dari
tujuh partai agar berkumpul semua didalam lembah hati Buddha."
"Lantas bagaimana dengan Beng li sicu sendiri?"

"Aku hendak melanjutkan usahaku untuk mencari empek oh dan
empek Thian, baik kutemukan atau tidak, sampai waktunya aku pasti
akan hadir di lembah hati Buddha"
"Bagus sekali, kalau begitu kita tetapkan demikian saja"
Beng Gi ciu menghembuskan napas panjang, katanya kemudian :
"Kalau memang begitu harap lo siansu baik-baik menjaga diri,
siauli hendak mohon diri lebih dulu. moga-moga kita berjumpa lagi
di lembah hati Buddha tak lama kemudian."
"Beng lisicu harus menjaga diri baik-baik pula" kata Phu sian
sangjin dengan perasaan menyesal
Beng Gi ciu tak banyak berbicara lagi, dengan mengajak siau wan
berangkatlah dia menuju kejalan semula.
ooo)00000(ooo
Kakek berbaju kuning yang menculik Kho Beng memang tak lain
adalah ketua partai kupu-kupu Ui sik kong.
Dengan senyum bangga menghiasi wajahnya dan mengapit
wajah Kho Beng dibawah ketiaknya, ia berjalan santai menuju
kearah bukit Cian san.
Tapi belum sampai sepuluh li kemudian, ternyata dia pun telah
menjumpai suatu peristiwa yang sangat diluar dugaan.
Mendadak terdengar seseorang menegur sambil tertawa ringan :
"Hey tua Bangka, kau boleh beristirahat sekarang"
Ui sik kong amat terperanjat, sebab Kejadian ini sama sekali tidak
terduga sebelumnya, mungkinkah didunia ini masih ada orang yang
memiliki ilmu silat jauh lebih hebat daripada kemampuannya?
Kalau tidak. apa sebabnya teguran itu bisa muncul begitu
mendadak dan sama sekali tak diketahui sebelumnya?
sementara dia masih termenung dengan keheranan, tampak
sesosok bayangan manusia telah melayang turun dan berdiri
dihadapannya, bahkan sedang mengawasinya sambil tertawa.
orang itu adalah seorang kakek berjenggot putih yang berwajah
bagaikan tembaga antik, usianya antara sembilan puluh tahun dan
berwajah amat berwibawa.
setelah tertegun sejenak. Ui Sik, kong segera menegur : "siapa
anda?"
"Lebih baik tak usah kukatakan" sahut si kakek sambil tertawa.
"Kenapa?"
"Aku Cuma orang gunung yang liar, apa gunanya menyebut
nama? "

Ui sik kong semakin terperanjat, serunya lagi : "Apa maksud anda
menghalangi jalan pergiku?"
Kakek itu segera tertawa.
"Aku sudah berkata secara jelas, silahkan mengaso sebentar
sambil berbincang-bincang."
"Maaf aku tak ada waktu untuk menemani" tukas Ui sik kong
dengan penuh amarah. sambil membalikkan badan ia siap beranjak
pergi dari situ.
Tapi dengan suatu gerakan yang cepat kakek itu telah
menghadang kembali dihadapannya
"Eeeeee..eeee..eeeee tunggu dulu.."
"sebenarnya apa maksudmu?" Ui sik kong semakin naik darah.
"Hmmm, lebih baik kita berbicara blak-blakan, tinggalkan Kho
Beng dan serahkan kepadaku"
saking gusarnya Ui sik kong segera tertawa seram, teriaknya
:"Licik amat kau si bajingan tua, sebetulnya siapakah kau?"
"Apakah kau tidak merasa bahwa pertanyaan ini tak perlu
kujawab sebab kau sudah tahu tapi pura-pura bertanya lagi?"
"Sudah tahu tapi pura-pura bertanya?" Ui Sik kong tertawa
seram,
"heeee.heeeehehh kenapa aku mesti berbuat demikian?" jengek
si kakek.
"Hmmm, masa dari wajah serta dandananku ini, kau belum dapat
menduga siapakah diriku ini?" jengek si kakek.
"Aku benar-benar tak dapat mengingatnya" kata Ui sik kong
sambil berkerut kening. Kakek itu berpikir sebentar, lalu katanya :
"Baiklah akan kuperlihatkan senjata andalanku, siapa tahu hal
tersebut akan memperkuat daya ingatanmu sehingga menyebabkan
kau dapat teringat kembali akan diriku."
seraya berkata dia segera mengeluarkan seperangkat senjata
gelang rembulan dan gelang surya.
Ui sik kong memperhatikan sejenak. tiba-tiba meledaklah suara
gelak tertawanya yang amat keras hingga menggetarkan seluruh
angkasa, sampai lama sekali suara tertawanya masih menggema
diangkasa.
Pelan-pelan kakek tersebut menyimpan kembali sepasang gelang
surya rembulannya, kemudian menegur : "Apa yang kau
tertawakan?"

sambil berusaha menghentikan gelak tawanya, Ui sik kong
berkata :
"Aku mentertawakan kau yang bertindak pintar, tapi mengapa
justru melakukan perbuatan sebodoh ini?" si kakek mendengus.
"Hmmm, dimana letak kebodohanku?"
"Siapapun boleh kau tiru, namun tidak sepantasnya menyaru
sebagai si naga terbang dari see ih, Kong ci, ketahuilah dia sudah
meninggal dunia hampir seabad berselang"
Kemudian setelah berhenti sejenak dengan suara dalam kembali
dia berkata :
"Bocah keparat she Kho pun pernah melakukan perbuatan bodoh
yang sama namun hasil penyamarannya segera berhasil dibongkar
oleh putriku"
Kakek itu segera tertawa.
"Kalau dia menyamar sebagai diriku, tapi aku justru sedang
menyamar sebagai diriku sendiri, apakah menyaru sendiripun masih
termasuk suatu penyaruan?" Dengan penuh amarah, Ui Sik kong
segera berseru :
"Aku tidak mempunyai banyak waktu untuk berdebatan
denganmu, jawab saja selekasnya, kau mau mundur dari sini atau
tidak."
Kakek itu balas mendengus marah.
"Tentu saja aku tak bakal menyingkir dari sini, kecuali kalau kau
meninggalkan Kho Beng disini"
"Tak nanti akan kulakukan hal semacam ini," seru Ui sik kong
bertambah marah.
"Hmmm, tiada persoalan yang tak mungkin terjadi dengan ku,
karena persoalan yang tidak mungkin pun bisa berubah menjadi
memungkinkan."
Lalu setelah menatap sekejap lawannya, dia melanjutkan :
"Beranikah kita bertaruh?"
"Bagaimana caranya bertaruh?" Ui sik kong mendengus.
"Pokoknya siapa yang unggul dia yang menentukan nasib bocah
itu, mari kita pun beradu tiga jurus, siapa menang dia mendapatkan
Kho Beng, bagaimana dengan cara ini, setuju bukan?"
Ui sik kong segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat, dia
berseru keras :
"Tampaknya kau telah menyaksikan apa yang telah berlangsung
tadi?"

"Betul" kakek itu mengangguk. "aku adalah satu-satunya
penonton dari peristiwa tadi."
"Kalau memang sudah menyaksikan sendiri, mengapa kau masih
berani mengajukan pertaruhan seperti itu dengan ku?" hardik Ui sik
kong dengan suara yang berat dan dalam. Kakek itu segera tertawa
tergelak : "Haaah.haaahh.lantas bagaimana menurut
pendapatmua?"
"Hmm, rupanya kau sudah bosan hidup dan ingin selekasnya
mencari mampus"
"sayang sekali dugaanmu kali ini keliru besar", kakek itu masih
tetap tersenyum, "sebab aku sudah menyaksikan taraf kepandaian
silat yang kau miliki, justru karena kutahu titik kelemahanmu maka
kuusutkan cara tersebut kepadamu"
"Bagus sekali" teriak Ui sik kong kemudian sambil menggigit bibir,
"akan kusuruh kau menyaksikan kehebatan ilmu silatku, hayo
majulah" sambil berkata dia segera membaringkan tubuh Kho Beng
keatas tanah.
"silahkan mulai menyerang" ucap si kakek sambil tertawa,
sikapnya tetap santai dan seolah-olah tak pernah terjadi sesuatu
peristiwa pun terhadap dirinya.
"selamanya aku tak pernah turun mangan lebih dulu, lebih baik
kau yang menyerang duluan" kata Ui sik kong.
Pelan-pelan kakek itu meloloskan sepasang gelang surya
rembulannya, kemudian sambil dipersiapkan ia berkata :
"Kalau memang begitu, maaf kalau aku menyerang lebih duluan."
sepasang gelang emasnya segera bergerak cepat, gelang surya
menyambar kearah kepala sementara gelang rembulan menyambar
kearah pinggang, bagaikan dua gulungan asap kuning, senjata
tersebut meluncur kemuka dengan sangat hebatnya.
sementara itu Ui sik kong telah mempersiapkan ruyung lemas
bewarna emasnya, senjata tersebut diayunkan kedepan dan tiba-tiba
saja berubah menjadi beribu-ribu cahaya banyaknya yang bersamasama
menyapu keluar. Traaang..traaaaaangggg
Ditengah suara dentingan yang amat nyaring, cahaya kuning
memancar keempat penjuru sangat menyilaukan mata, bagaikan
sang surya yang memercikkan cahayanya keempat penjuru.
Tempaknya kedua belah pihak sama-sama mundur dua langkah,
agaknya menang kalah masih belum bisa ditentukan.

Namun paras muka Ui sik kong telah berubah menjadi berat dan
amat serius, jelas sudah didalam bentrokan tadi, dia telah menyadari
bahwa ilmu silat yang dimiliki kakek tersebut betul-betul lihainya
bukan kepalang. Terpaksa sambil menggigit bibir dia membentak
keras :
"Bajingan tua, ternyata kesempurnaan tenaga dalammu masih
jauh diatas kemampuan phu sian si bajingan gundul itu, tak heran
kau berani menantangku untuk bertarung?" Kembali kakek itu
tertawa,
"Tenaga dalamku memang masih setingkat diatas
kemampuanmu, dalam jurus yang kedua nanti, aku akan
memaksamu untuk melepaskan ruyung serta mengaku kalah"
"omong kosong" teriak Ui sik kong dengan amarah yang meluap.
"bila kau benar-benar mampu memaksaku untuk melepaskan
ruyung, saat ini juga aku akan menggorok leher sendiri dan
melakukan bunuh diri"
"Haaahh.hahhhh..haaaah masuk hitungankah perkataanmu itu?"
"Hmmm, ucapan tersebut keluar dari mulutku dan masuk
kedalam telingamu, siapa bilang tak masuk hitungan."
setelah berhenti sejenak. kembali dia melanjutkan dengan suara
dalam :
"Bagaimana kalau dalam jurus kedua nanti kau gagal memaksaku
untuk melepaskan ruyung?"
"Itu mah gampang sekali. Aku tetap akan melakukan hal yang
sama seperti dirimu, bunuh diri tepat dihadapanmu, nah, setuju
bukan?"
Ui sik kong segera tertawa tergelak :
"Haaah..haaah..haaahhh.bagus sekali, moga-moga saja kau
dapat menepati janjimu nanti"
"Hmmm, yang kukuatirkan justru kaulah yang akan menjilat
ludah sendiri"
"Tak usah banyak bicara lagi" bentak Ui sik kong keras-keras ,
"ayoh cepat turun tangan"
Kakek itu segera mengulangi kembali serangannya dengan
gelang surya diatas dan gelang rembulan dibawah dia melancarkan
serangan dahsyat.
Dengan cepat Ui sik kong memutar ruyungnya menciptakan tiga
lingkaran bayangan cahaya untuk membendung datangnya ancaman
tersebut.

Ketiga lingkaran cahaya itu dua diantaranya meluncur untuk
membendung datangnya serangan dari sepasang gelang surya
rembulan, sementara gulungan yang terakhir langsung menumbuk
kearah dada lawan.
Terdengar kakek itu tertawa terbahak-bahak, mendadak jurus
serangannya berubah, sepasang gelang surya rembulannya berubah
menjadi segulung cahaya tajam dan secara keras melawan keras
menerjang bahu kanan Ui sik kong.
Terdengar dengusan tertahan bergema memecahkan
keheningan, Ui sik kong mundur tiga langkah dengan sempoyongan
sementara ruyung lemas bewarna emasnya terlepas dari genggaman
dan mencelat sejauh dua kaki lebih dari tempat semula.
Bersamaan itu pula bahu kanannya nyaris tak mampu diangkat
kembali, sudah jelas luka yang dideritanya cukup parah.
Peristiwa ini boleh dibilang suatu peristiwa yang luar biasa dan
tidak terduga sebelumnya.
Namun sikap kakek itu masih tetap santai, berdiri disitu sambil
tersenyum seakan-akan tak pernah terjadi sesuatu peristiwa pun.
Paras muka Ui sik kong berubah menjadi mengenaskan, sambil
menggigit bibir dia membungkam diri dalam seribu bahasa.
"Nah, bagaimana?" tegur si kakek kemudian sambil tertawa.
"Kau yang unggul.." nada suara ui sik kong dingin seperti salju.
Kemudian setelah berhenti sejenak, katanya lagi :
"Ada suatu pertanyaan, kumohon agar kau bersedia menjawab
dengan sejelasnya"
"Kalau ada yang mencurigakan hatimu, silahkan tanyakan saja"
kata si kakek sambil tertawa.
"Ruyung terbangku sudah jelas bersarang tepat didadamu,
sepantasnya kalau tak mampus tentu menderita luka yang parah,
mengapa kau masih tetap tenang dan sehat walafiat?" Kakek itu
segera tertawa tergelak :
"Haaaa.haaaahh.haaahhh aku pernah minum cairan mestika Giok
hu wan ci ditambah pula hasil latihanku hampir seabad lamanya,
kesemuanya itu membuat tubuhku berubah menjadi keras dan tahan
serangan, tentu saja aku tak takut menghadapi gempuranmU yang
dahsyat itu"
Pucat pias selembar wajah Ui sik kong, ia berdiri kaku disitu
tanpa sanggup berkata-kata lagi.

Dia tak pernah menyangka kalau dirinya bakal menderita
kekalahan secara mengenaskan, dia pun tak mengira kalau Kong ci
Cu masih hidup didunia ini, kesemua Kejadian tersebut hampir saja
membuatnya tak percaya sama sekali. sambil menggeser tubuhnya
kembali, kakek itu bertanya : "Apakah masih ada persoalan lain yang
mencurigakan?"
sambil menghela napas ui sik kong segera berkata : "Ternyata
kau benar-benar adalah Kongci Cu"
"Aku toh tak pernah memaksamu untuk percaya."
"Bila kau benar-benar adalah Kongci Cu, masih ada satu hal yang
tidak kupahami?" kata Ui sik kong dengan kening berkerut.
"soal apa?"
"Kongci Cu adalah sobat karib kakekku almarhum, terhitung juga
orang yang berbudi untuk keluarga ui, seharusnya dia adalah sobat
kami bukan musuh."
"ooo maksudmu tidak seharusnya aku membantu orang lain?"
tukas si kakek cepat.
"Yaaa, begitulah maksudku."
Kakek itu menghela napas panjang.
"Aaaai. aku tak bersedia memberi penjelasan yang terlalu
mendalam tentang masalah ini, tapi bila kukatakan kepadamu
bahwa setiap orang mempunyai cita-cita yang berbeda."
Kemudian setelah berhenti sejenak. lanjutnya dengan suara
dalam : "Bagaimana dengan pertaruhan kita tadi? Apakah anda akan
melaksanakannya?"
"Pertaruhan apa?" Tanya ui sik kong terperanjat. sambil tertawa
kakek itu berkata :
"Bagi yang unggul, bukan saja akan memperoleh Kho Beng,
lagipula dapat menyaksikan lawannya menggorok leher sendiri dan
bunuh diri, aku rasa begitu bukan pertaruhan yang kita janjikan
tadi?"
"Kalau aku tak mau melaksanakannya, mau apa kau?" seru Ui sik
kong sambil menggigit bibir.
Kakek itu segera tertawa tergelak.
"Haaahh..haaaahhaaaah..sejak tadi telah kuduga bahwa kau tak
bakal menepati janji, tapi akupun tak akan memaksamu untuk
melakukan bunuh diri." sesudah menghela napas panjang, kembali
ujarnya :

"Anggap saja aku memandang diatas wajah saudara Thian it,
sobat lamaku itu dan membatalkan perjanjian kita tadi, tapi kau
mesti ingat cepat atau lambat Kho Beng akan mendesakmu untuk
mati."
"Jangan harap kau bisa membawa pergi Kho Beng dari sini" seru
Ui sik kong sambil menahan geram.
"Tapi bagaimanapun juga aku tetap akan membawanya pergi"
kata si kakek sambil menarik muka.
Ui sik kong tidak berkata kata lagi, mendadak dia membalikkan
tangannya sambil melancarkan sebuah pukulan dahsyat ke tubuh
Kho Beng. Blaaaam
Benturan yang amat dahsyat berkumandang memecahkan ke
heningan, pasir dan batu beterbangan diangkasa. Diatas permukaan
tanah segera muncul sebuah liang raksasa yang luasnya mencapai
beberapa depa.
Tampaknya dia bermaksud membunuh Kho Beng dengan
gempuran dahsyatnya itu.
Namun ketika dia mencoba mengamati lagi dengan seksama,
ternyata Kho Beng yang semula masih berbaring diatas tanah, kini
telah berada dalam pangkuan kakek tersebut. Tentu saja ui sik kong
menjadi tertegun dan berdiri termangu-mangu. Terdengar kakek itu
tertawa terbahak-bahak sambil berkata :
"Haaahhh.haaahh..haaahhh mungkin kau telah melupakan
sesuatu, ilmu meringankan tubuh serta kecepatan gerakku sudah
tersohor didalam dunia persilatan sejak seabad berselang"
"Kalau begitu kau benar-benar adalah Naga terbang dari see ih,
Kongci Cu yang asli?" kata ui sik kong sambil menghela napas sedih.
Kembali Kongci Cu tertawa.
"Bukankah telah kukatakan sejak tadi, namun kau sendiri yang
enggan percaya, apa yang mesti kuperbuat lagi?"
"Kalau kau benar-benar adalah Kongci Cu yang asli, kenapa
sikapmu terhadapku sejelek ini, apakah."
Dengan penuh amarah dia menghela napas, lalu terusnya dengan
suara yang berat lagi dalam :
"Apakah kau menyangkal pernah menjalin tali persahabatan
dengan mendiang kakekku? Apakah kau berniat memusuhi keluarga
ui kami?"
Kongci Cu menghela napas panjang.

"Berbicara sesungguhnya aku tak akan menjadi sahabat pun tak
menjadi musuh kalian, sebab aku tak pernah melupakan
persahabatanku dengan mendiang kakekmu dulu saudara Thian it.
Akan tetapi aku pun tak ingin menyaksikan kalian membuat
kejahatan dan menerbitkan keonaran dimana-mana, itulah sebabnya
aku tak bisa berpeluk tangan belaka."
Kemudian sambil mengalihkan pandangan matanya kewajah Ui
Sik kong, kembali dia menambahkan :
"Moga-moga saja kau tidak terjerumus kedalam lembah
kehancuran, cepatlah menyadarkan diri atas segala perbuatanmu
serta kembali kejalan yang benar. Nah jagalah dirimu baik-baik."
Usai berkata ia segera berkelebat pergi dari situ dan lenyap dari
pandangan mata.
Mengawasi kepergian Kongci Cu sambil membopong tubuh Kho
Beng, ui sik kong berdiri termangu-mangu, dadanya bagaikan
tersumbat oleh sebuah batu cadas yang amat besar, seperti juga
tersulut oleh api amarah yang membara.
Mendadak dia mengayunkan sepasang telapak tangannya dan
secara beruntun melepaskan serangkaian pukulan yang amat
gencar.
Biarpun perawakan tubuhnya kurus dan ceking, namun tenaga
pukulannya betul-betul sangat dahsyat dan mengerikan hati.
Terdengar suara gemuruh yang memekikkan telinga bergema
memecahkan keheningan, batang pohon bertumbangan saling
menindih, hancuran batu beterbangan bagaikan hujan gerimis,
sedemikian dahsyatnya gemurh suara disitu, sampai daerah sejauh
sepuluh lipun bisa mendengar suara gemuruh tersebut secara jelas
dan nyata.
Ia menyerang dan melepaskan serangan tiada hentinya, jelas
jagoan tua dari keluarga Ui ini ingin menggunakan kesempatan
tersebut untuk melampiaskan keluar seluruh rasa kesal dan
jengkelnya.
Hingga dia merasa amat penat dan kehabisan tenaga. Ui Sik kong
baru menghentikan perbuatannya, namun dalam kawasan seluas
berapa li sudah tak Nampak sebatang pohon pun berada dalam
keadaan utuh, tak sejengkal tanah pun berada dalam keadaan rata.
Akhirnya ia jatuh terduduk diatas tanah sementara air mata
bercucuran membasahi wajahnya.

Apakah partai kupu-kupu yang telah hidup memencilkan diri
selama seabad bakal mengalami nasib yang tragis kembali? Apakah
dia tak akan mampu mencapai apa yang dicita-citakan ketua partai
mereka menjelang kamatiannya dibawah tebing hati duka?
Mendadak..
Tampak sesosok bayangan manusia berkelebat datang dengan
kecepatan tinggi sambil meluncur tiba, serunya pelan : "Ayah.."
Ternyata yang muncul adalah Dewi In Un.
Dengan penuh kelembutan, perempuan tersebut duduk
disamping ayahnya, lalu menegur lirih :
"Ayah, mengapa kau?"
Ui sik kong menghela napas panjang, ia tetap terbungkam dalam
seribu bahasa.
Namun sorot matanya palan-pelan dialihkan kedepan sana.
Tampak ke empat tiang lo dari partai kupu-kupu, dua belas
pengawal khusus serta keempat lengcu dari Dewi In Un sekalian, kini
telah berdiri tegak pada lima kaki dihadapannya.
sekali lagi Ui sik kong menghela napas panjang tanpa berkatakata.
Menyaksikan hal ini, Dewi In Un segera bertanya lagi dengan
sedih :
"Ayah, sebenarnya apa yang telah terjadi? Kekuatan apakah yang
membuat dirimu berubah menjadi begini rupa?"
Akhirnya Ui sik kong buka suara, dengan nada yang sangat dalam
dan berat dia berkata
"Ketika partai kupu-kupu didirikan mendiang kakekku dulu, kita
pernah menyapu seluruh jagat dan menaklukan banyak perguruan
besar."
"Kemunculan partai kupu-kupu saat inipun akan berbuat yang
sama membuat seluruh jagat tunduk dibawah perintah kita," kata
Dewi In Un cepat.
Kembali ui sik kong menghela napas :
"Namun kejayaan yang dikecap waktu itu hanya berlangsung
sesaat, menyusul hilangnya kitab pusaka Thian goan bu boh dan
kekalahan tragis di tebing hati duka, menyebabkan mendiang
kakekku tewas secara mengerikan , partai kita terpencil diwilayah
yang jauh."
"Hutang darah tersebut wajib kita tuntut kembali, kita harus
membalas dendam atas sakit hati tersebut " seru Dewi In Un sambil
menggertak gigi kencang-kencang.

"Aaaaai, semenjak peristiwa itu partai kupu-kupu kita tak mampu
bangkit kembali, lenyap bagaikan asap dipagi hari, terusir sama
sekali dari percaturan dunia persilatan"
"Tapi sekarang kita toh sudah bangkit kembali" seru Dewi In un.
"Benar, dalam seabad terakhir ini kita melatih diri secara terus
menerus selama tiga generasi, akhirnya partai kupu-kupu dapat
bangkit kembali didalam dunia persilatan." sesudah menghembuskan
napas panjang, dia melanjutkan :
"Memimpin pasukan menduduki daratan Tiong goan, membangun
kembali kejayaan lama, inilah yang menjadi cita-cita partai kupukupu
kita sekarang."
"Benar, kita mencuci dulu daratan Tiong goan dengan cucuran
darah, menaklukan seluruh umat persilatan, kemudian setelah
berhasil menduduki kursi pimpinan yang tertinggi dalam dunia
persilatan, kita baru pergi membunuh keturunan tiga dewa untuk
membalaskan dendam bagi leluhur kita dan sekarang segala
sesuatunya hampir terwujud didepan mata"
"Tapi sekarang, kita telah menjumpai tantangan yang amat
besar" bisik Ui sik kong sambil menghela napas.
"Ayah , sebenarnya apa yang telah kau alami?" buru-buru Dewi
In un bertanya.
"Ayah, telah bertemu dengan ketua Siau limpa y, Phu sian si
bajingan gundul itu sedang membawa Kho Beng yang terluka parah,
didalam pertarungan tiga jurus secara mudah ayah berhasil
mengalahkan phu sian serta merampas Kho Beng dari tangannya,
tapi."
sesudah menghela napas kembali ia menggigit bibir serta tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
"Mana Kho Beng sekarang?" Tanya Dewi In Un.
"Aaaai, ayah telah berjumpa lagi dengan orang lain, Kho Beng
pun dirampas kembali oleh orang tersebut."
Dewi In Un menjadi sangat terperanjat, segera serunya :
"siapakah yang memiliki kepandaian silat sehebat ini, apakah ilmu
silatnya masih jauh diatas kemampuan ayah?"
"Dengan pertarungan sebanyak tga jurus, orang itu berhasil
mengungguli ayah" bisik Ui sik kong sedih.
"sebenarnya siapa sih orang itu?" desak Dewi In Un dengan
perasaan amat gelisah.
sekali lagi Ui sik kong menghela napas.

"Aaaaai..dia adalah naga terbang dari See ih, Kongci Cu"
"Haaaah" tak terlukiskan rasa kaget Dewi In Un setelah
mendengar perkataan itu,
"tak mungkin hal ini bisa terjadi, siapa pula yang telah
memerankan dirinya? Ayah, kau tentu belum lupa bukan dengan
penuturanku tempo hari, dimana Kho Beng pun pernah menyamar
sebagai Kongci cu?"
"Tiada orang yang menyamar sebagai dirinya. Dialah Kongci Cu y
asli"
Dewi In un membelalakkan sepasang matanya bulat-bulat,
serunya kurang percaya :
"Hal ini mana mungkin bisa terjadi? Kalau orang itu adalah Kongci
Cu, seharusnya dia membantu pihak ayah. Selain itu, masa dia
betul-betul bisa hidup selama dua abad lamanya?"
"Dalam jagad raya yang begini luas, tiada keajaiban yang tak
mungkin terjadi, apa bila orang yang dapat hidup melebihi dua abad
pun bukan hanya Kongci Cu seorang." Sesudah berhenti sejenak,
kembali serunya :
"Tentang apa sebabnya Kongci Cu tidak membantu pihak kita
masih ada satu hal ayah tak pernah menceritakannya kepadamu."
"Tentang soal apa?" Tanya Dewi In Un agak bimbang.
"Kongci Cu betul-betul adalah tuan penolong keluarga ui kita, tapi
itupun hanya disebabkan dia telah mengurusi layon kakekku
almarhum serta memiliki jalinan persahabatan yang cukup erat
dengan kakekku dulu, sedang terhadap segala tingkah laku maupun
sepak terjang partai kupu-kupu kita dia tak pernah mau tahu atau
mencampurinya."
"Dia telah pergi kemana sekarang?" Tanya Dewi In Un. Ui Sik
kong tertawa getir.
"Entah, kemanapun dia pergi, yang pasti tak mungkin bisa kita
temukan, ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya sangat hebat,
apalagi merupakan kepandaian andalannya."
Setelah memancarkan sinar kebencian dari balik matanya,
kembali dia melanjutkan : "Padahal sekalipun kita berhasil
menemukannya, apa pula yang dapat kita perbuat?"
"Dengan mengandalkan kekuatan partai kupu-kupu yang ada
sekarang, kita bunuh tua Bangka tersebut, masa kita tak mampu
melakukannya?"
Kembali Ui sik kong tertawa getir.

"Percuma, menurut apa yang kuketahui sekalipun seluruh
kekuatan partai kita kerahkan pun belum tentu bisa menandingi
kemampuannya"
"Kalau begitu, apa yang mesti kita lakukan sekarang?" Tanya
Dewi In Un terperanjat. Tapi kemudian seperti memahami akan
sesuatu, kembali tanyanya : "Aku mempunyai sebuah ide yang
bagus sekali, apakah ayah menyetujuinya?"
"Apa idemu itu?"
"Kita ajukan rencana yang semula dengan melakukan
pembantaian lebih awal terhadap umat persilatan didunia ini, kita
harus melakukan pembantaian berdarah untuk menyapu serta
menaklukan orang-orang itu"
Tapi Ui sik kong segera menggelengkan kepalanya berulang kali,
katanya : "Cara tersebut bukan sebuah cara yang baik."
Kening Dewi In Un berkerut, segera serunya : "Lalu ayah.."
Mendadak Ui sik kong merasakan semangatnya berkobar
kembali, serunya cepat : "Aku telah berhasil mendapatkan sebuah
akal yang sangat bagus."
"Apa akalmu itu?" Tanya Dewi In Un cepat.
"Tempat ini bukan tempat yang cocok untu berbicara, mari kita
pulang dulu kebukit Cian san "
"Baik ayah, mari kubimbing dirimu"
Maka ayah dan anak pun saling berangkulan sambil melakukan
perjalanan, dalam waktu singkat bayangan tubuh mereka telah
lenyap dikajauhan situ diiringi segenap jago-jago lihainya.
ooo)00000(ooo
ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Kongci Cu benar-benar
sangat lihai, dalam sekali lompatan dia berhasil mencapai jarak
sejauh puluhan kaki, gerakannya begitu ringan seperti segulung
asap lembut, dalam waktu singkat berpuluh li telah dilewati.
selama ini Kho Beng berada dalam keadaan sadar, meskipun rasa
tentram telah menyelimuti perasaannya, namun persoalan lain
membuat pikirannya terasa bertambah berat.
Berhubung gerakan tubuh dari Kongci Cu sedemikian cepatnya
membuat Kho Beng hampir saja tak dapat membedakan jalan bukit
atau jalan datarkah yang mereka lalui selama ini, tapi menurut
perkiraannya paling tidak seratus li telah mereka lampaui. saat itulah
pelan-pelan Kongci Cu baru menghentikan larinya.

Kho Beng mencoba memperhatikan keadaan sekelilingnya secara
diam-diam, ternyata mereka masih berada ditengah hutan yang
lebat, namun dia tahu tempat tersebut bukan bukit Wang hu san ,
juga bukan bukit Cian san.
sambil membungkukkan badan Kongci Cu segera menegur sambil
tertawa ringan.
"Kho Beng, apakah keadaanmu rada mendingan?"
Kho Beng mencoba menggerakkan bibirnya namun tak sepatah
katapun yang sanggup diutarakan.
sambil manggut-manggut Kongci Cu berkata lagi :
"Kondisi tubuhmu sudah lemah sekali, bila tidak diobati
secepatnya, mungkin ilmu silatmu bakal punah sama sekali."
sembari berkata ia segera membaringkan tubuh Kho Beng keatas
tanah.
Tampak ia termenung sebentar, kemudian dari sakunya
mengeluarkan sebutir pil berwarna merah dan dihadapankannya
sebentar pada telapak tangannya, setelah itu baru katanya :
"Pil ini adalah pil mestika Giok ci sin wan terakhir yang kumiliki,
cepatlah kau telan"
Tanpa peduli apakah Kho Beng setuju atau tidak, dia segera
menekan jalan darah Coat ho hiat ditenggorokannya dan
menjejalkan pil tersebut kedalam mulutnya.
Kho Beng tak bertenaga untuk menampik, terasa olehnya pil
yang menggelinding masuk kedalam mulutnya itu segera
menyebarkan hawa segar keseluruh badannya, bersamaan itu pula
dia merasakan semangatnya kembali berkobar. Tiba-tiba Kongci Cu
berbisik d isisi telinganya :
"Usahakan sedapat mungkin untuk menghimpun kembali
kekuatanmu serta mengatur napas." Kho Beng menurut dan segera
berusaha menghimpun kembali tenaga dalamnya.
Mungkin Karena bantuan sisa hawa murni yang dimilikinya,
ternyata percobaan yang dilakukannya kali ini mendatangkan hasil
yang diharapkan, segulung aliran hawa panas pelan-pelan muncul
dari pusarnya dan menyebar keseluruh tubuh.
Kho Beng menjadi girang setengah mati, dengan cepat dia
mengatur napas dengan penuh semangat, matanya dipejamkan
rapat-rapat dan mulutnya membungkam dalam seribu bahasa.
sementara itu Kongci Cu duduk pula disisinya sambil
memejamkan mata rapat-rapat, jelas diapun sedang memanfaatkan

kesempatan tersebut untuk mengatur pernapasan, lebih kurang
sepertanak nasi kemudian Kho Beng telah membuka matanya
kembali dan bangkit dari tidurnya.
Ia merasakan tubuhnya jauh lebih segar dan bertenaga, ketika
mencoba bangkit berdiri ternyata usaha ini pun berhasil, buru-buru
dia berlutut dihadapan Kongci Cu sambil serunya :
"Boanpwee mengucapkan banyak terima kasih atas pertolongan
locianpwee"
Pelan-pelan Kongci Cu membuka matanya kembali, ia sama sekali
tidak membangunkan Kho Beng, hanya ujarnya sambil tersenyum :
"Bagaimana keadaanmu sekarang?"
"Boanpwee telah merasakan kesehatan tubuhku jauh lebih sehat
dan kuat."
"Bagus, bagus sekali" sorak Kongci Cu dengan gembira, "hitunghitung
aku telah melakukan suatu pekerjaan yang amat memuaskan
hati."
"Benarkah cianpwee adalah Kongci cianpwee?" mendadak Kho
Beng bertanya agak ragu-ragu. Kongci cu segera tertawa tergelak :
"Haaahh.haaahhh..haaahhh..masa kau tidak mendengar
pembicaraanku dengan Ui Sik kong tadi?"
"jadi jadi kesemuanya ini sungguh-sungguh? Tapi Boanpwee
pernah mendengar penuturan kakek tongkat sakti katanya
cianpwee..sudah.."
"Sudah mati bukan?" sambung Kongci Cu sambil tertawa.
Kho Beng jadi tergagap, "Lantas cianpwee.."
setelah menghela napas Kongci Cu berkata :
"Aaaaai, aku memang pernah mati sekali tapi waktu itu Cuma
pura-pura mati, hal ini pun disebabkan masalah partai kupu-kupu"
"Boanpwee benar-benar bingung dan tidak memahami
keterangan dari cianpwee, bersediakah cianpwee untuk
menerangkan lebih jelas lagi?" pinta Kho Beng dengan wajah tak
habis mengerti.
"Tentu saja." Kongci Cu manggut-manggut, "aku pasti akan
memebritahukan kepadamu." sesudah berhenti sejenak. kembali dia
melanjutkan :
"Tatkala aku menjalin tali persahabatan dengan Ui Thian it
pendiri partai kupu-kupu, waktu itu usiaku masih amat muda, hal
inipun bisa terjadi lantaran aku merasa berhutang budi kepadanya."

"Apakah dia pernah menolong cianpwee?" Tanya Kho Beng .
Dengan cepat Kongci Cu menggeleng.
"Dia pernah menolong ayahku almarhum, meskipun ayahku
akhirnya mati karena lukanya yang parah, namun dia telah berusaha
dengan sekuat tenaga yang dimilikinya, oleh sebab itu aku merasa
amat berterima kasih kepadanya hingga selanjutnya menjalin
persahabatan yang sangat akrab.
Tapi setelah persahabatan itu berjalan berapa tahun, aku mulai
menemukan banyak kelemahan dan kesalahan yang dilakukan Ui
Thian it didalam pelbagai tindakannya, misalkan saja dia amat
berambisi, tidak mengenal perikemanusiaan, sadis, buas dan
kadang-kadang pula menunjukkan sifat kemunafikannya."
"Mungkin disinilah letak perbedaan antara kaum pendekar
dengan kaum sesat?" sela Kho Beng.
Kongci Cu mengangguk.
"Yaa, boleh dibilang begitu, berhubung tabiatnya yang susah
didekati itu maka lambat laun mulai menjauhkan diri dari pergaulan
dengannya, namun berhubung aku merasa berhutang budi
kepadanya, maka masalah ini selalu mengganjal didalam hatiku dan
tak pernah dapat kulupakan."
"Disinilah letak kebesaran jiwa locianpwee" kata Kho Beng.
Tiba-tiba Kongci Cu melototkan sepasang matanya bulat-bulat
serunya sambil mendengus
"Hmmm bocah muda, kau tak usah bermaksud menjilat
pantatku"
Merah padam selembar wajah Kho Beng, namun ketika
menyaksikan raut wajah Kongci Cu yang lucu, tak kuasa lagi dia
tertawa geli.
Dia tahu manusia yang berusia hampir mendekati dua abad ini
bukan saja gampang diajak bergaul, lagipula tak senang dengan
segala macam tata cara pergaulan. Terdengar Kongci Cu berkata
lebih jauh,
"semenjak peristiwa itu, aku sering tak bertemu dengan Thian it
sampai berapa tahun lamanya, namun setiap kali bertemu,
hubungan kamipun sangat hangat dan akrab, aku masih ingat pada
pertemuan kami yang terakhir, yaitu empat tahun sebelum dia mati
ditangan tiga dewa.
Waktu itu kitab pusaka Thian goan bu boh warisan leluhLimya
telah hilang, ia sedang mempersiapkan diri untuk melakukan

pembantaian secara besar-besaran didalam dunia persilatan. Aku
berusaha membujuknya agar mengurungkan niatnya itu namun tidak
berhasil, akhirnya a kupun terpaksa mohon pamit.
Tapi sebelum pergi meninggalkannya diapun sempat mengajukan
sebuah permohonan kepadaku."
Ketika berbicara sampai disini, ia segera termenung dan tidak
melanjutkan kembali kata-katanya.
"Entah apakah permintaan itu?" Tanya Kho Beng dengan nada
menyelidik. sambil tertawa getir Kongci Cu berkata :
"Mungkin pada saat itu diapun sudah menduga kalau hari
kiamatnya hampir tiba, ternyata sebelum itu dia telah meninggalkan
pesannya, akupun menyanggupi permintaannya untuk berusaha
dengan sepenuh tenaga melindungi keturunan dari partai kupukupunya
sehingga tidak mengalami kemusnahan total"
Kho Beng segera manggut-manggut, katanya :
"Tindakan locianpwee memang sudah terhitung suatu bukti bagi
kesetiaan kawanmu."
Lalu setelah berhenti sejenak. dengan nada menyelidik kembali
dia berkata :
"Apakah locianpwee tidak merasa bahwa perbuatan cianpwee
menolong boanpwee adalah suatu perbuatan yang salah?"
Kongci cu menggeleng.
"sudah kukatakan sedari tadi, setiap orang mempunyai cita-cita
yang berbeda, walaupun aku telah menyanggupi permintaannya
untuk melindungi keturunan dari partai kupu-kupu, namun secara
diam-diam aku pun telah mengambil keputusan pula bahwa aku tak
akan membiarkan partai kupu-kupu menerbitkan bencana bagi umat
persilatan, apalagi menciptakan badai pembunuhan berdarah lagi."
setelah berhenti sejenak. kembali dia berkata :
"Anak muda, apakah kau menyetujui pandanganku ini?"
Buru-buru Kho Beng menjawab :
"Boanpwee merasa kagum sekali dengan tindakan cianpwee,
sebab apa yang dilakukan kau orang tua memang tepat sekali"
Kongci Cu menjadi kegirangan, serunya :
"Waaah..jilatan pantatmu betul-betul membuatku merasa
nyaman.. dulu aku sengaja berlagak mati karena secara diam-diam
aku hendak mengamati segala perbuatan serta sepak terjang dari
ahli waris partai kupu-kupu.

Ternyata selama tiga generasi mereka hidup mengasingkan diri
dan tak pernah terjun kembali kedalam dunia persilatan, selama ini
mereka selalu menekuni ilmu silat keluarganya."
"Bukankah hal semacam ini sudah menunjukkan dengan nyata
bahwa mereka telah bersiap sedia melakukan pergerakan kembali
untuk menuntut balas atas sakit hatinya dimasa lampau?" kata Kho
Beng.
"Aku pun mengetahui akan hal ini," Kongci Cu manggut-manggut,
"sungguh beruntung aku memperoleh penemuan tak terduga
sehingga menyebabkan hidupku juga lebih lama dari dugaan orang,
selama ini pula aku melakukan pengawasan secara diam-diam."
Berbicara sampai disitu, dia menghela napas panjang.. selang
berapa saat kemudian, ia kembali berkata :
"Tapi sayang walaupun aku diberkahi usia panjang, tapi sekarang
telah tiba saat habisnya minyak lentera."
"Cianpwee, apa maksud perkataanmu itu," sahut Kho Beng
dengan perasaan amat terkejut. Kongci Cu tertawa :
"Maksudku sudah amat jelas, aku hampir mati"
"Bukankah locianpwee telah makan obat panjang usia? Mengapa
kau menyinggung soal mati?" Kho Beng sangat keheranan. Kongci
Cu tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh..haaahh..haaahhh..tiada obat yang benar-benar bisa
membuat seseorang tak dapat mati didunia ini, cairan mestika Giok
hu wan ci yang kebetulan kutemukan tak lebih hanya
memperpanjang umurku selama enam puluh tahun, lagipula barusan
aku telah dilukai Ui sik kong dengan serangan yang mematikan"
"Locianpwee benar-benar terluka?" Tanya Kho Beng tercengang.
Kongci Cu tertawa paksa.
"Jurus kedua yang kupergunakan tadi merupakan jurus
berbahaya, kalau bukan begitu mana mungkin aku bisa
mengunggulinya."
Kemudian setelah berhenti sejenak. dengan suara yang dalam
dan berat dia meneruskan.
"Berbicara sesungguhnya, kepandaian silat yang dimiliki Ui sik
kong telah mencapai tingkatan yang amat sempurna, rasanya tiada
orang kedua dalam dunia persilatan saat ini yang sanggup
menandingi kemampuannya itu"
Kontan saja Kho Beng merasakan hatinya jadi tenggelam, terasa
beratnya bukan kepalang.

sambil mengawasi pemuda tersebut, Kongci Cu berkata lagi
sesudah termenung sebentar :
"Anak muda, sekarang marilah kita membicarakan persoalan
antara kita berdua, kau apakah kau sudah mempunyai guru?" Buruburu
Kho Beng menyebut :
"Buwi lojin pernah mewariskan ilmu silat kepada boanpwee,
namun tidak mempunyai hubungan sebagai guru dan murid."
Kongci Cu segera bersorak gembira :
"Bagus sekali, bersediakah kau mengangkat diriku sebagai
gurumu?"
"Memang inilah yang sangat boanpwee harapkan."
Buru-buru pemuda itu bertekuk lutut dan telah menyembah diri,
katanya pelan : "suhu, silahkan menerima hormatku ini."
Menyusul kemudian dengan sikap yang serius dan hormat dia
melakukan sembilan kali sembahan.
sambil mengelus jenggotnya, Kengci Cu tertawa terbahak-bahak,
katanya kemudian :
"Haaahhhaaahhh.hahhh setelah kau mengangkat diriku sebagai
gurumu, berarti kau harus meneruskan cita-citaku."
"Tentu saja, silahkan suhu memberi petunjuk"
"Hutang budiku kapada Ui Thian it belum sempat dibayar,
lagipula aku telah menyanggupi permintaannya untuk melindungi
partai kupu-kupu dari kemusnahan, ini berarti kewajiban serta beban
tersebut sudah jatuh ketanganmu"
Kho Beng jadi serba salah dibuatnya, agak sangsi dia berkata :
"Tapi tecu mempunyai dendam kesumat sedalam lautan dengan
mereka, apalagi kaum sesat dan kaum lurus tak mungkin bisa hidup
berdampingan, bagaimana"
"Itu mah soal gampang," kata Kongci Cu sambil tersenyum,
"seperti contohnya tindakanku terhadap Ui sik kong tadi."
sambil mengawasi wajah sianak muda itu lekat-lekat, dia
melanjutkan : "Apakah kau memahami maksudku?"
"Apakah kita wajib menghilangkan sifat sesatnya serta merubah
kejahatannya menjadi perbuatan mulia" Tanya Kho Beng dengan
suara berat.
"Itu sih pandangan dan pengharapan yang paling tinggi, tapi aku
rasa mustahil hal semacam ini dapat terlaksana, namun kalau bisa
membuat generasi partai kupu-kupu tetap hidup didalam dunia

persilatan dan menempati sebuah posisi tertentu yang tak berubah
untuk selamanya, itu sudah lebih daripada cukup"
"Tecu mengerti sekarang" kata Kho Beng kemudian sambil
manggut-manggut.
Kongci Cu semakin gembira.
"Bagus sekali kalau begitu, dengan demikian biarpun aku
berangkat kealam baka nanti, rasanya dapat pula kuberikan
pertanggung jawab ku kepada saudara Thian it."
setelah berhenti sejenak, kembali dia melanjutkan : "Tak jauh
dari sini terdapat sebuah goa, mari kita berangkat ketempat itu"
Tak selang berapa saat kemudian, mereka berdua telah duduk
didalam sebuah ruang gua yang sangat luas.
Dengan suara dalam dan berat Kongci Cu segera berkata :
"Dari sini sampai bukit Cian san kira-kira jaraknya mencapai
seratus dua puluh li, bukit ini bernama Bi san dan mungkin
merupakan tempat tinggalku untuk beristirahat untuk selamanya."
"suhu jangan mengucapkan kata-kata macam begitu. Kau orang
tua toh." Kongci Cu tertawa, tukasnya :
"Kalau lahir ada tempatnya, kalau matipun harus ada tempat
juga, segala sesuatunya telah ditakdirkan sebelum kita dilahirkan
didunia, lebih baik tak usah kita singgung kembali masalah ini."
setelah terbatuk sebentar, katanya lebih jauh :
"Yang paling penting sekarang adalah mewariskan ilmu silat
kepadamu, aku pernah menciptakan semacam kepandaian silat,
meskipun belum dapat dibandingkan dengan ketangguhan ilmu silat
dalam kitab pusaka Thian goan bu boh, namun kepandaian ini
memiliki kelebihan lain."
"Kalau ilmu silat yang dimiliki Ui sik kong sudah mencapai tingkat
kesempurnaan sehingga suhu pun bukan bandingannya, buat apa
tecu."
"Apakah kau takut bukan tandingan Ui sik kong sehingga tak
berani memikul tanggung jawab ini?" sela Kongci Cu.
"Tecu bukan tidak berani tapi kuatir mengecewakan pesan dari
suhu itu" kata Kho Beng agak tergagap.
Kongci cu segera tertawa terbahak-bahak :
"Haaahh.haaahhh..haaahh.tidak usah kuatir, aku dapat
memastikan kalau ilmu silatmu dapat melampaui kemampuan Ui sik
kong"
"Kenapa?" Tanya Kho Beng tak habis mengerti.

"Bukankah kau sudah melatih ilmu silat yang tercantum didalam
kitab pusaka Thian goan bu boh?"
Kho Beng segera mengangguk.
"Yaa benar, boanpwee pernah mempelajarinya tapi berhubung
ilmu tersebut belum berhasil kukuasai dengan matang, maka susah
bagiku untuk mewujudkan kedahsyatannya sebagaimana yang
diharapkan dalam catatan ilmu silat tersebut."
"Biarpun aku kurang begitu memahami tentang ilmu silat yang
tercantum dalam kitab pusaka Thian goan bu boh, namun bila
kepandaianku ini bisa dikombinasikan dengan kepandaian yang
tercantum dalam kitab pusaka Thian goan bu boh itu, aku percaya
tentu akan menghasilkan kemampuan yang sama sekali diluar
dugaan, bila hal ini berhasil dengan sukses, berarti Ui sik kong tak
nanti sanggup menandinginya lagi."
Kho Beng menjadi sangat gembira, serunya segera :
"Kalau memang demikian, tecu pun tak usah merasa ragu-ragu
atau sangsi lagi"
"Lukamu belum sembuh betul, kira-kira masih membutuhkan
waktu selama tiga hari sebelum dapat pulih kembali seperti sedia
kala, ditambah lagi dengan tujuh hari mempelajari ilmu silat berarti
semuanya membutuhkan waktu sepuluh hari, aku percaya sepuluh
hari kemudian kau pasti telah berubah menjadi seorang yang lain."
"Terima kasih atas bimbingan suhu," cepat-cepat Kho Beng
berseru. Kongci Cu menghela napas panjang :
"Aaaaai, biarpun jangka waktu sepuluh hari tidak terhitung
panjang, namun cukup menimbulkan banyak perubahan dan
Kejadian, mungkin juga."
Ia tidak melanjutkan perkataan itu, setelah menghela napas ,
desahan suara dalam dan berat dia tutup mulut rapat-rapat. Kho
Beng menjadi sangat risau, katanya cepat :
"Kekalahan yang diderita Ui sik kong ditangan suhu mungkin
akan memancing berkobarnya sifat buas orang tersebut, seandainya
dia sampai melakukan tindakan untuk menyerbu berbagai partai
didalam dunia persilatan, mungkin banjir darah akan melanda
manusia dan mayat bergelimpangan memenuhi bumi, entah
bagaimana nasib dari dunia persilatan selanjutnya?"
"Ya a, kemungkinan tersebut memang ada tapi semuanya
terserah bagaimana kehendak tadir nanti, bila memang sudah

ditakdirkan untuk mengalami Kejadian seperti ini, apalagi yang dapat
kita katakana?"
Kho Beng menundukkan kepalanya dan tidak berbicara. Kongci
Cu menghela napas panjang, kembali ujarnya :
"Anak muda, sekarang berbaringlah baik-baik untuk melepaskan
lelah, aku tak punya obat mestika yang lain untukmu lagi."
"suhu, yang paling penting kau harus mengobati luka yang kau
derita lebih dulu."
sambil tertawa getir, Kongci Cu menggeleng :
"Yang kuminta kepadamu untuk diperhatikan adalah keselamatan
dari seluruh dunia persilatan serta bagaimana menghindarkan partai
kupu-kupu dari kemusnahan, masalah yang lain tidak usah kau
campuri"
Terpaksa Kho Beng mengiakan dan menurut saja, membaringkan
diri untuk beristirahat.
Melihat Kho Beng telah memejamkan matanya, Kongci Cu segera
menjatuhkan diri duduk bersila dan memejamkan mata pula untuk
mengatur pernapasan.
Dalam waktu singkat, ruangan gua yang lebar pun pulih kembali
dalam keheningan yang mencekam.
ooo)00000(ooo
Fajar baru saja menyingsing, matahari pagi yang cerah menyinari
lembah hati Buddha.
saat itu yang mendapat tugas untuk menjaga mulut lembah
adalah Molim, Mokim,Rumang serta Hapukim.
Memandang sinar surya yang baru terbit, tiba-tiba rumang
menghela napas sambil menggerutu :
"Kita betul-betul ketimpa sial tujuh turunan"
"Ya a betul" Hapukim menyambung, "kita datang gara-gara kitab
pusaka Thian goan bu boh, tak dinyana bukan saja pusaka tersebut
tak berhasil didapatkan, sebaliknya nyawa sendiri pun nyaris dibuat
tanggungan"
"Walaupun sekarang kita belum kehilangan nyawa," ucap
Rumang lagi, "namun jalan darah kita telah ditotok oleh si pelajar
rudin Ho Heng dengan ilmu memotong nadi menyumbat jalan darah,
seandainya Kho Beng si bocah keparat itu tak pernah kembali lagi,
bukankah riwayat kita pun akan berakhir disini, mati secara konyol?"
"Aaaaai.inilah yang dinamakan nasib, apa lagi yang bisa kita
perbuat selain pasrah?" kata Molim sambil menghela napas.

"sudah beberapa hari lamanya kita tak mendapat kabar, bila Kho
Beng si bocah keparat itu betul-betul mampus, bukankah kita.."
"ssssst. .jangan berisik," mendadak Molim memperingatkan,
"Ketiga orang she Kim itu datang"
Tampak tiga bersaudara Kim muncul dari balik lembah dan
menuju kearah mereka dengan langkah lebar.
Bersambung ke jilid -36
Jilid 36
Sambil maju menyongsong Molim segera menyapa : "Selamat
pagi tiga bersaudara Kim"
"Selamat pagi" sahut Kim lotoa seraya menjura. Dengan nada
menyelidik Molim bertanya lagi :
"Mengapa sampai kini cukong belum mengirim berita? Kami
berempat benar-benar telah rindu kepadanya."
Mendengar perkataan itu Kim loji segera tertawa.
"Aku rasa kalian bukan sungguh-sungguh kangen pada Kho
sauhiap, tapi kuatir tak ada orang yang akan mengurutkan kalian,
bukan?" jengeknya setengah menyindir. Kontan saja merah padam
selembar wajah Molim, buru-buru dia berseru : "Aaaah, Kim Ji hiap
memang suka bergurau"
Kim lotoa segera menyambung :
"Barusan Ho cianpwee telah bilang, apabila Kho sauhiap tak bisa
kembali tepat pada waktunya, maka dialah yang akan menggantikan
sauhiap untuk mengurutkan nadi- nadi kalian"
Belum habis perkataan itu diucapkan, mendadak terdengar Kim
Losam berseru : "Sssst.ada orang datang"
Dengan cepat semua orang berpaling, terlihatlah ada dua sosok
bayangan kuning muncul dari kejauhan sana dan bergerak mendekat
dengan kecepatan tinggi. Kim losam yang bermain tajam kembali
berseru cepat :
"ooooh yang datang adalah dua orang hwesio"
Gerakan tubuh si pendatang tersebut cepat sekali, tak lama
kemudian mereka telah tiba dimulut lembah.
"Ternyata mereka berdua adalah dua orang pendeta yang telah
berusia lanjut." Kim lotoa segera maju menghampirinya, ia menegur
sambil memberi hormat , "Locianpwee berdua berasal dari mana?"
Pendeta tua yang berjalan paling duluan segera berseru memuji
keagungan sang Buddha.
"omitohud, aku adalah Phu sian dari siau lim si."

Tiga bersaudara Kim menjadi sangat terperanjat, sebab mereka
tak pernah menyangka kalau pendeta tua yang berada
dihadapannya sekarang dalah ketua siau limpay.
Mungkin disebabkan harus menempuh perjalanan cepat, saat itu
wajah maupun pakaian Phu sian sangjin serta Hwee cuncu kotor
oleh debu, keadaannya sedikit agak mengenaskan.
sesungguhnya peristiwa ini memang suatu kejadian yang luar
biasa, bayangkan saja pendeta tua itu tak lain adalah ketua siau
limpay yang mempunyai kedudukan sangat tinggi dan terhormat,
namun nyatanya dia justru mendatangi lembah hati Buddha.
Boleh dibilang pada hakikatnya tiga bersaudara Kim tak pernah
menyangka akan hal tersebut.
Buru-buru Kim lotoa memberi hormat, lalu sapanya :
"ooooh, kiranya lo siansu yang datang berkunjung, maaf kalau
boanpwee kurang hormat."
"omotohud, apakah kalian bertiga adalah tiga bersaudara Kim?"
Tanya Phu sian sangjin sambil balas memberi hormat.
Tiga bersaudara Kim merasa sangat gembira walaupun mereka
belum pernah berjumpa muka dengan ketua siau limpay ini, namun
dalam sekilas pandangan saja ketua siau limpay ini bisa menduga
identitas mereka yang sebenarnya, tentu saja kejadian ini sangat
menggembirakan hati mereka semua. Buru-buru Kim bersaudara
menyahut hampir berbareng : "Boanpwee sekalianlah yang
dimaksud, entah losiansu.."
"Aku dengar Bu wi lojin bersama pendeta suci sekalian berkumpul
ditempat ini, apakah berita itu benar?"
"Benar" sahut Kim lotoa cepat. "Malah Ho locianpwee, ketua dari
delapan rudinpun berada disini juga"
Phu sian sangjin segera bersorak gembira.
"Aku ingin cepat-cepat bertemu dengan mereka bertiga, apakah
Kim sicu bersedia menghantar?"
Cepat-cepat Kim lotoa menyingkir kesamping, sahutnya :
"Mereka tiga orang tua berada didalam lembah, silahkan masuk
lo siansu.."
Baru saja Phu sian sangjin hendak melangkah mendadak Molim
memburu kedepan dan memberi hormat seraya berkata :
"Kami ingin bertanya kepada lo siansu akan suatu persoalan,
apakah lo siansu telah bertemu dengan cukong kami Kho Beng?"

Mendengar pertanyaan itu, Phu sian sangjin merasa sangat
terperanjat, agak tergagap segera sahutnya :
"Dia. dia telah ditangkap ketua partai kupu-kupu Ui sik kong"
Berita ini bukan saja membuat Molim sekalian berempat menjadi
terkejut, tiga bersaudara Kim pun turut terkesiap dibuatnya.
sementara itu Phu sian sangjin telah menghela napas, katanya
kembali :
"Mari kita berbincang-bincang didalam lembah saja"
Dengan cepat dia meneruskan perjalanannya menuju kedalam
lembah.
sementara itu Bu wi lojin telah menyelesaikan semedinya, kondisi
tubuhnya juga telah pulih kembali seperti sedia kala.
Phu sian sangjin sebagai teman lama dari Bu wi lojin, Hwesio
daging anjing serta Pelajar rudin Ho Heng tentu saja merasa sangat
gembira dapat berkumpul kembali, sebab mereka tak mengira akan
bertemu kembali disaat seperti ini. sambil menghela napas panjang,
Hwesio daging anjing berkata :
"Diantara kalian semua, aku si hwesio yang paling sial. Enak-enak
hidup disana, eeeh tahunya aku justru datang kemari hanya mencari
gara-gara..aaaai, bukan saja tiada arak, daging anjing pun seolaholah
sudah menjauhi diriku."
Buru-buru Kim lotoa maju kedepan sambil berseru :
"Lo siansu, sudah semenjak tadi kami siapkan segala sesuatunya
bagimu, bukan saja tiga guci arak wangi baru tiba, daging anjing
pun sudah dipersiapkan satu kuali penuh dan kini telah siap
dihidangkan. Kau orang tua tak usah kuatir pokoknya kami akan
mengusahakan makan dan minum sebaik-baiknya untukmu."
Mendengar itu , si Hwesio daging anjing segera tertawa terbahakbahak
:
"Haaaa..haaahhaaahhh.nah, kalian mesti begitu Jadi
pengorbananku selama inipun tidak sia-sia. sejak budak Chin
minggat tanpa pamit untuk menyusul Kho Beng, kalian bertigalah
yang mengurusi makan minumku, sesungguhnya dalam hati kecilku
merasa agak rikuh."
"Aaaah, itu sudah menjadi kewajiban kami, kau orang tua tak
perlu sungkan-sungkan."
sambil menyeka mulutnya Hwesio daging anjing kembali berkata
:

"Bagaimana pun juga kami toh sudah bersahabat karib, tak usah
kuatir, rokoknya aku si hwesio pasti tak akan merugikan kalian
bertiga."
Berbicara sampai disitu, dia segera berpaling kearah Phu sian
sangjin, ketua dari siau limpay itu seraya berkata :
"Benarkah situasi didalam dunia persilatan sedang mengalami
perubahan besar?"
Phu sian sangjin hanya manggut-manggut saja tanpa menjawab.
Tiba-tiba Hwesio daging anjing menghembuskan napas panjang,
kembali ujarnya :
"Persahabatan diantara kita telah berlangsung hampir tiga puluh
tahun lamanya, gara-gara urusan keluarga Kho, hampir saja kita
berhadapan sebagai musuh, tapi urusan sudah berubah sekarang,
aku kira kita tak usah saling gontok-gontokan sendiri, bukan?"
Merah jengah selembar wajah Phu Sian sangjin, setelah
menghela napas ia berseru : "Kesemuanya ini memang gara-gara
ketidak becusanku"
Cepat-cepat si Pelajar rudin Ho Heng tertawa terbahak-bahak,
sambil menukas :
"Menurut pengamatan aku sipelajar, yang aman bakal kacau,
yang kacaupun akhirnya aman, sebab memang begitulah yang
dikehendaki oleh yang kuasa, bukan kesalahan satu dua orang
melulu."
Mendadak Bu wi lojin berpaling kearah Kim lotoa dan berseru :
"Tolong kalian minta kepada Mo bersaudara sekalian agar
menyiapkan hidangan berpantang, kita harus mengadakan sedikit
perjamuan untuk menyambut kedatangan kedua orang lo siansu ini."
"Tak usah locianpwee perintahkan, boanpwee bersama jite dan
samte telah mempersiapkan segala sesuatunya" sahut Kim lotoa
cepat.
Benar juga tak lama kemudian satu meja penuh hidangan
berpantang telah disiapkan.
Hwesio daging anjing yang paling tidak tertarik dengan hidangan
berpantang buru-buru pindah kemeja lain, seorang diri ia menikmati
daging anjing sambil meneguk arak dengan sepuasnya.
setelah perjamuan berlangsung berapa saat, beberapa kali Phu
sian sangjin nampak menggerakkan bibirnya seperti hendak
mengucapkan sesuatu, namun niat tersebut selalu diurungkan
kembali.

Bu wi lojin yang melihat kejadian ini menjadi keheranan, dengan
perasaan yang tak habis mengerti segera tanyanya :
"Maaf kalau aku bertanya agak lancang, nampaknya lo siansu
telah menjumpai suatu masalah yang amat pelik, entah masalah
apakah itu?"
Phu sian sangjin segera menghembuskan napas panjang, katanya
kemudian setelah termenung berapa saat :
"Terus terang saja, aku telah jatuh kecundang orang"
semua orang menjadi tertegun sehabis mendengar ucapan
tersebut.
Sebelum orang lain sempat bertanya, sambil tertawa getir, phu
Sian sangjin telah melanjutkan kembali kata-katanya :
"Atas dukungan dan kepercayaan para umat persilatan, kami siau
limpay sudah bertahun-tahun lamanya dianggap sebagai pemimpin
dari tujuh partai besar, aku sebagai ketua siau limpay pun tak berani
terlalu meremehkan kepercayaan orang atas diriku, tapi aku."
selapis perasaan duka yang amat sangat menghiasi wajahnya,
dengan nada mendekati parau dia melanjutkan :
"Tapi kenyataannya ilmu silat yang dimiliki ketua partai kupukupu
Ui sik kong memang luar biasa hebatnya, dalam suatu
pertarungan yang baru saja terjadi, aku telah dikalahkan hanya
dalam tiga gebrakan saja."
"Apa? Tiga jurus..hanya dalam tiga jurus?" teriak Hwesio daging
anjing sambil membanting cawan araknya kelantai. Phu sian sangjin
menghela napas panjang.
"Aaaaai..tegasnya saja. Andaikata dla ingin meraih kemenangan
dalam satu jurus pun hasilnya tetap sama saja, mungkin dia masih
ingin memberi muka kepadaku, maka aku baru dikalahkan dalam
jurus yang ketiga."
semua orang segera terbungkam dalam seribu bahasa, suasana
hening luar biasa mencekam seluruh ruangan gua.
Kejadian ini betul-betul merupakan suatu peristiwa yang
mengejutkan hati, sejak partai siau limpay didirikan oleh Tat mo
cousu, pelbagai ilmu silat maha sakti boleh dibilang bersumber dari
kuil siau lim si sebagai sumber dari segala macam ilmu silat.
Kini, Phu sian sangjin sebagai ketua siau limpay ternyata berhasil
dikalahkan secara mudah oleh Ui sik kong hanya dalam tiga
gebrakan saja, dari sini bisa disimpulkan bahwa kepandaian yang

dimiliki Ui sik kong betul-betul sudah mencapai tingkatan yang luar
biasa.
Maka secara ringkas ketua siau limpay ini menceritakan kembali
tentang pengalaman yang telah dialaminya.
Bagaimana pun juga rupanya Phu sian sangjin amat
mempercayai orang-orang yang hadir dalam gua itu, bukan saja ia
tidak merahasiakan kejadian itu, bahkan setiap kejadian
dijelaskannya secara terperinci, sebagai akhir kata dia berkata :
"Biarpun aku bukan seorang yang terlalu mempersoalkan tentang
nama dan kehormatan, namun nama baik serta pamor siau limpay
akan turut hancur dengan terjadinya peristiwa tersebut, aku merasa
tidak pantas lagi untuk menjadi pemimpin dari rekan-rekan
persilatan, itulah sebabnya"
"sebetulnya lo siansu mempunyai rencana untuk bertindak
bagaimana?" Tanya Bu wi lojin dengan suara dalam.
"omitohud, apabila rekan-rekan partai telah berkumpul semua,
aku akan menceritakan kembali peristiwa yang kualami ini secara
gambling, lalu akan kumohon kepada hadirin untuk memilih
pemimpin yang baru yang lebih pantas, pokoknya aku beserta
segenap anggota siau lim si akan mendukung serta menuruti semua
perintah dari pemimpin baru ini untuk melanjutkan kembali
perjuangan kita menumpas kaum durjana dari muka bumi."
"Lo siansu, pandanganmu ini keliru besar," kata Bu wi lojin tibatiba
dengan wajah serius.
Dengan kening berkerut Phu sian sangjin bertanya : "Apa yang
lohiap maksudkan?"
setelah tertawa getir, Bu wi lojin berkata :
"Kekalahan lo siansu ditangan Ui sik kong dalam tiga gebrakan
sesungguhnya bukan menjadi kesalahan lo siansu, karena dalam
kenyataannya kelihaian serta kesempurnaan ilmu silat yang dimiliki
Ui sik kong memang tiada bandingannya didunia saat ini, entah
siapa pun diantara ketujuh partai besar, aku yakin tak seorang pun
diantara mereka mampu menahan tiga jurus serangan Ui sik kong,
nah, mengapa lo siansu kelewat menyesali diri?"
"Tapi bila aku tetap menjadi pemimpin tertinggi dalam usaha
menumpas kaum durjana ini, apakah orang lain tak akan
mentertawakan diriku?" kata Phu sian sangjin serius.
Pelajar rudin Ho Heng yang selama ini membungkam, tiba-tiba
menjerit dengan suara lengking :

"Menang kalah adalah suatu kejadian yang lumrah dalam setiap
pertarungan, apa yang perlu dirisaukan?"
Bu wi lojin segera berkata pula dengan serius :
"Bila losiansu tetap menolak jabatan tersebut, apakah tidak kau
rasakan tindakan tersebut justru merupakan tindakan menghindari
kenyataan? bisa jadi umat persilatan malah salah menganggap lo
siansu sudah dibikin jera"
"soal ini.soal ini." Untuk berapa saat Phu Sian sangjin menjadi
tergagap dan tak mampu melanjutkan kata-katanya.
setelah memutar biji matanya sebentar, Bu wi lojin berkata lebih
lanjut :
"sudah terlalu lama partai siau limpay memimpin dunia persilatan,
apabila dalam situasi musuh tangguh didepan mata ternyata lo
siansu menyatakan pengunduran diri, maka kejadian ini bukan saja
menunjukkan rasa takut danjeri lo siansu dalam menghadapi
masalah tersebut, yang lebih gawat lagi adalah pengaruhnya
terhadap semangat juang umat persilatan pada umumnya. Bila
kabar sensasi menunjang pula berita itu, yang jelas perasaan hati
setiap orang menjadi tak tenang, jadi berbicara dari sudut manapun
lo siansu tidak seharusnya mengambil tindakan demikian "
"Betul" sambung Hwesio daging anjing setelah menegur araknya,
"aku rasa perkataan ini memang benar, aku si hwesio setuju seratus
persen"
sambil tertawa si Pelajar rudin Ho Heng berkata pula :
"Biar bukit Thian san runtuh didepan mata, wajah tak boleh
berubah, biar air bah sungai Huang ho meluap disisi badan, hati
tidak kaget. Inilah yang dibutuhkan seorang ksatria sejati. Lo siansu,
kau seharusnya mengempos semangat, kobarkan hati setiap umat
persilatan untuk bersama-sama menumpas segala macam kejahatan
serta kedurjanaan dari muka bumi"
setelah didesak sana sini, akhirnya Phu sian sangjin berseru
memuji keagungan sang Buddha:
"omitohud, kalau toh anda sekalian telah mengatakan demikian,
tentu saja aku akan menurut saja"
Bu wi lojin segera tertawa tergelak.
"Haaaahhaaah haaah kalau begitu masalahnya, urusan pun lebih
mudah untuk diselesaikan, mari kita sekarang merundingkan tentang
masalah besar"
Tapi kemudian dengan kening berkerut, dia melanjutkan :

"sayang sekali, dua bersaudara Kho telah terjatuh ketangan kaum
iblis sehingga bagaimana nasibnya sukar diramalkan, sedang si
kakek tongkat sakti serta nona Chinpun mungkin lebih banyak
mengalami nasib buruk ketimbang nasib mujur. Apakah Ang hiappun
sudah turun gunung?" Tanya Phu sian sangjin agak tertegun.
secara ringkas Bu wi lojin menuturkan semua pengalaman Mo
bersaudara kepadanya, tapi bagaimanakah akhir dari persoalan itu
belum diketahui dengan jelas, karena Molim berempat mendapat
perintah untuk segera meninggalkan bukit Ciansan. setelah berpikir
sebentar si Pelajar rudin Ho Heng berkata :
"Membawa pasukan menyebrang daratan tengah, membangun
kembali kejayaan lama. Hmmm Besar amat ambisi si tua Ui itu"
"Benar" Phu sian sangjin mengangguk. "apa maksud dan
tujuannya kini sudah menjadi jelas, dia memang berambisi
menguasai seluruh daratan Tiongoan dan mengangkat diri sebagai
pemimpin tertinggi umat persilatan, setelah ambisinya itu tercapai,
dia baru berangkat ke pulau Bong lay untuk mencari keturunan dari
tiga dewa serta membalaskan dendam bagi leluhurnya"
"sayang sekali dia tak menyangka kalau keturunan dari tiga dewa
pun telah tiba didaratan Tionggoan," sambung Bu wi lojin.
Dengan kening berkerut, Phu sian sangjin segera berkata :
"Nona Beng gagah perkasa dan berjiwa ksatria, dia memang
memiliki kewibawaan leluhurnya, tapi bagaimana dengan Thian dan
oh dua orang keturunan tiga dewa yang lain, hingga kini rasanya
persoalan tersebut menjadi tanda Tanya besar, lagi pula belum tentu
nona Beng berhasil menemukan mereka."
"Lantas bagaimanakah janji lo siansu dengannya?"
"omitohud, padahal nona Beng yang berjanji kepadaku, katanya
baik kedua orang empeknya berhasil ditemukan atau tidak. dalam
waktu dekat dia pasti akan menyusul ke lembah hati Buddha"
"Bagaimana dengan rekan-rekan persilatan lainnya?" Tanya Buwi
lojin lagi.
"Aku telah memerintahkan anak muridku untuk segera menyebar
surat undangan keseluruh partai dan perguruan besar agar mereka
secepat mungkin mengirim utusan serta jago-jagonya menuju ke
lembah hati Buddha karena kita akan merundingkan bagaimana
caranya membasmi kaum durjana serta segala macam kejahatan
dari muka bumi. Aku rasa dalam waktu singkat mereka telah
berkumpul disini"

Mendadak si Pelajar rudin Ho Heng menggebrak meja, sambil
berteriak aneh : "Aduh celaka"
"Persoalan apa yang bakal celaka?" buru-buru phu sian sangjin
bertanya dengan perasaan hari bergetar keras.
sambil menggelengkan kepalanya dan menghela napas, Pelajar
rudin Ho Heng berkata lebih jauh :
"Lembah hati Buddha merupakan suatu tempat yang sudah
diketahui oleh Dewi In Un sekalian, masih mending kalau Ui sik kong
tidak berambisi menguasai jagat, kini sudah jelas dia pasti akan
mengalihkan sasaran yang pertama kepada kita, bukankah hal ini
sama artinya kita sekalian sedang menunggu datangnya mulut golok
mereka?"
"omitohud, berarti hal tersebut merupakan kecerobohanku" seru
ketua dari siau lim pay itu cepat.
"Yaa benar" kata Bu wi lojin kemudian dengan wajah gelisah,
"kemungkinan besar kejadian semacam ini akan kita alami, kalau
begitu kita mesti secepatnya meninggalkan tempat ini"
"Bukan cuma harus meninggalkan tempat ini, bahkan kita harus
segera berangkat" sambung Pelajar rudin Ho Heng.
Timbul perasaan serba salah diwajah Bu wi lojin, serunya agak
tergagap :
"soal ini soal ini boleh saja kita tinggalkan tempat ini, tapi kalau
harus berangkat sekarang juga, rasanya..rada sulit"
sambil beranjak dari tempat duduknya, si Pelajar rudin Ho Heng
segera berseru lagi :
"Coba anda bayangkan sendiri, hanya dalam tiga gebrakan Phu
sian sangjin sudah menderita kekalahan ditangan Ui sik kong,
andaikata ia menyerbu kemari dengan memimpin sejumlah jagojago
lihainya, berapa orangkah diantara kita yang mampu lolos dari
mulut harimau?"
"Hey pelajar rudin, kau jangan melemahkan semangat sendiri"
teriak Hwesio daging anjing, "aku si hwesio justru tak percaya
dengan segala macam tahayul."
"Hmmm, tampaknya kau sudah mempunyai keyakinan untuk bisa
mengungguli Ui sik kong?" dengus siPelajar rudin Ho Heng. Tiba-tiba
Hwesio daging anjing tertawa :
"Keyakinan sih tak punya atau lebih tegasnya saja, bila aku
disuruh melawan Phu sian sangjin, mungkin saja kemampuan kami

berimbang tapi untuk menghadapi situa Ui sik kong mungkin tiada
kesanggupan dariku."
"Nah, kalau memang tak mampu, kenapa tak segera angkat
kaki?" seru si Pelajar rudin Ho Heng sambil tertawa dingin.
Dengan cepat Hwesio daging anjing menggelengkan kepalanya
berulang kali, ia berkata :
"Aku bukannya merasa keberatan untuk pergi dari sini, tapi tidak
sepantasnya kalau kita angkat kaki secara tergesa-gesa begini
sehingga memberi kesan kepada mereka, seakan-akan kita ini anjing
yang kena digebuk lari terbirit-birit."
Kembali si Pelajar rudin Ho Heng tertawa dingin :
"Masalahnya sekarang adalah masalah taktik, lembah hati
Buddha telah menjadi sasaran pertama dari orang-orang partai
kupu-kupu, bila kita beberapa orang tua bangkotan sampai dihabisi
mereka, bukankah sama artinya separuh dari kekuatan dunia
persilatan telah punah?"
"Waaahh.waaahhh..begitu hebatkah kau menilai kemampuan
sendiri?" seru Hwesio daging anjing sambil tertawa.
Bu wi lojin yang melihat keadaan tersebut buru-buru melerai,
katanya :
"Kalian berdua tak usah cekcok. meninggalkan tempat ini lebih
cepat memang lebih baik, tapi.."
sambil berpaling kearah Phu sian sangjin yang masih berdiri tak
habis mengerti, dia melanjutkan :
"Bagaimana pula dengan janji kita dengan para jago persilatan
serta nona Beng? soal ini masih bisa diatasi secara mudah,"
buru-buru Phu sian sangjin berkata.
"Menurut perhitungan, murid-murid partai ku berada tak jauh dari
sini, biar aku sebera mengutus sute ku untuk menghadang mereka
serta meralat berita yang terlanjur dikirim, selain itu biar kukirim
orang untuk melacak jejak nona Beng serta merubah tempat
perjanjian dengannya."
"Ya a benar, tempat pertemuan harus pindah.." timbrung Pelajar
rudin Ho Heng, setelah berhenti sejenak ia melanjutkan :
"Persoalan ini merupakan masalah yang terpenting, kalau toh
tempat pertemuan kita hendak dirahasiakan, maka tempat tersebut
selain letaknya terpencil, yang penting harus gampang ditemukan."
Bu wi lojin berpikir sebentar, lalu katanya :

"Aku mempunyai sebuah tempat yang rasanya sangat strategis,
letaknya dipuncak Giok cing hong dibukit Tiong lam san. Diatas
puncak itu terdapat sebuah kuil Leng thian siat wan, kuil itu sudah
lama terbengkalai, hanya untung saja walaupun letaknya cukup
tingi, sasarannya mudah ditemukan.
Kalau begitu kita tetapkan dikuil Leng thian sian wan saja, entah
bagaimana pendapat anda sekalian?" seru Phu sian sangjin
kegirangan.
"Ya a, kita tak punya pendapat lagi" teriak Pelajar rudin Ho Heng,
"kalau ada maka usulku adalah cepat angkat kaki dari sini, daripada
menderita pengorbanan percuma."
Phu sian sangjin segera berpaling kearah Hwee cuncu dan
berkata : "sute, tahukah kau apa yang mesti kau lakukan?"
"Aku mengerti" jawab Hwee cuncu dengan suara dalam, "aku
harus menjaga rahasia dan secepatnya menyebarkan berita ini
keluar agar para ketua dari pelbagai partai serta jago-jago dari
empat penjuru segera merubah arah perjalanan dan berkumpul
semua di kuil Leng thian sian wan dipuncak Giok cing hong bukit
Tiong lam san"
Phu sian sangjin manggut-manggut.
"Yang terpenting adalah menjaga rahasia rapat- rapat jangan
sampai rahasia tersebut bocor keluar, kalau tidak maka posisi kita
bakal sangat berbahaya."
"Aku pasti tak akan mengecewakan, harap ciangbun suheng
berlega hati."
setelah berpamitan dengan semua orang berangkatlah Hwee
cuncu meninggalkan tempat itu.
sepeninggal sutenya, Phu sian sangjin segera memandang
sekejap para hadirin lalu berkata :
"Kita tak perlu menunda waktu lagi, mari berangkat sekarang
juga"
Karena dalam gua memang tak terdapat lain, maka begitu
keputusan berangkat diambil, serentak mereka beranjak
meninggalkan lembah hati Buddha dan berangkat menuju kebukit
Tiong lam san.
Dulu, kuil Leng thian sian wan dipuncak Giok cing hiong bukit
Tiong lam san pernah menjadi sebuah kuil yang besar dan sangat
megah, namun berhubung sedikitnya jemaah ya berkunjung ke situ,
lambat laun kuil itu menjadi terbengkalai dan akhirnya terlantar.

Namun waktu itu, suasana disekitar kuil amat bersih dan teratur
rapi, berapa puluh bangunan yang masih utuh mulai dibersihkan dan
diatur segela sesuatunya, api lilin dan asap dupa pun mulai
memenuhi ruangan utama kuil tersebut.
Disekeliling puncak Giok cing hiong telah diatur pula beberapa
pos penjagaan, boleh dibilang puncak bukit itu sudah terkepung
rapat dan berubah menjadi sebuah tempat yang amat rahasia.
Rupanya Phu sian sangjin sekalian telah tiba ditempat tujuan,
maka untuk sementara waktu kelima pulu anak murid siau lim pay
memikul tugas melakukan penjagaan serta perondaan disekitar
sana.
Tapi yang membuat semua orang gelisah adalah kehadiran
kawanan jago persilatan yang diundang datang, selain ketua Bu tong
pay Hian im totiang yang datang dengan membawa delapan
pelindung hokum serta empat puluh orang jago pedang kelas
satunya, yang lain ternyata sama sekali tak ada kabar beritanya.
Apalagi Beng Gi ciu beserta Thian dan oh bertiga, yang menjadi
keturunan tiga dewa, mereka lebih lebih tak ada kabar beritanya.
Hari itu adalah hari kedua belas sesudah Phu sian sangjin
sekalian meninggalkan lembah hati Buddha, bisa dibayangkan
betapa gelisahnya Phu sian sangjin sekalian sehingga tidak tahu apa
yang mesti diperbuat.
Tiga bersaudara Kim beserta Molim, Mokim, Rumang serta
Hapukim sekalian mendapat tugas melakukan patroli disekitar kuil
serta menyampaikan berita yang tiba.
Dengan ditangkapnya Kho Beng oleh musuh, maka saat itu Molim
sekalian berempat telah menganggap Pelajar rudin Ho Heng
bagaikan dewa hidup, setiap waktu setiap saat mereka selalu
mengawasi gerak gerik pelajar tersebut, seakan-akan mereka takut
orang itu minggat tanpa sebab atau bahkan mati karena sakit
sehingga akibatnya keselamatan jiwa mereka berempat pun turut
terpengaruh.
selama ini Pelajar rudin Ho Heng pun sudah pernah satu kali
menguruti nadi mereka berempat, untuk itu diwaktu-waktu yang
senggang ia selalu memerintahkan keempat orang tersebut untuk
mengambilkan air memasak dan lain sebagainya.
senja itu semua orang kembali berkumpul diruang tengah untuk
mengadakan perundingan.

Mendadak ketua siau lim pay Phu sian sangjin mengeluarkan
sepucuk surat undangan dari sakunya dan berkata dengan kening
berkerut.
"Baru saja seorang murid partai kami mengirim berita kemari,
dalam cerita tersebut disertakan pula sepucuk surat undangan."
"surat undangan dari mana?" Tanya Hwesio daging anjing cepat.
"surat undangan itu bukan ditujukan kemari, tapi langsung
disampaikan kealamat siau lim pay surat itu ditunda tangani oleh Ui
sik kong."
"Haaaahhh" semua hadirin berteriak kaget setelah mendengar
berita ini.
Buliang siu hiap ketua Bu tong pay Hiam im totiang segera
berseru, "apa yang ditulis dalam surat tersebut?"
Dengan cepat Phu sian sangjin membacanya.
"Ditujukan kepada para ketua partai, perkumpulan, perguruan
serta pemimpin dunia persilatan.
Mengingat akhir-akhir ini dunia persilatan kita tak pernah tenang,
yang kuat selalu menindas kaum lemah, yang kaya menindas yang
miskin sehingga menyebabkan negeri kita yang tercinta ini selalu
dilumuri darah, maka lama kelamaan partai kami merasa tak tega
untuk duduk diam berpangku tangan belaka.
Untuk mengatasi kejadian kejadian yang tak enak seperti apa
yang kuungkapkan diatas tadi, sengaja kami membawa pasukan
memasuki daratan Tionggoan ini.
Untuk menjaga ketentraman dan keamanan bersama didunia
persilatan, kuharapkan kedatangan anda sekalian dibukit Ciansan
guna merundingkan kembali penghidupan dunia persilatan kita untuk
masa mendatang.
Kuberi batas waktu satu bulan kepada kalian, agar pelbagai partai
dipimpin ketuanya masing-masing dan disertai sebuluh orang
jagonya bersama-sama datang kebukit Cian san.
Bila sampai waktunya ternyata ada yang tak hadir, kami akan
perlakukan dia sebagai musuh dan jangan salahkan bila partai kami
segera akan mengirim pasukan untuk menumpas dan
menghancurkan kekuatannya.
Agar tak menyesal dikemudian hari, kuharap kalian berpikir yang
tenang dan matang serta segera datang berkumpul dibukit Cian
san."

Dibawah surat itu dicantumkan pula tanda tangannya dengan
nama ketua partai kupu-kupu angkatan ketiga, Ui sik kong.
Mendengar isi surat undangan tersebut, Pelajar rudin Ho Heng
segera berteriak :
"Waaah..tindakannya kali ini cukup hebat, tampaknya dia ingin
menjaring seluruh umat persilatan agar tunduk kepada perintahnya"
Hwesio daging anjing berseru pula :
"Hmmm, mungkin diapun sudah tahu kalau para jago tak nanti
akan memenuhi undangannya itu"
"Disinilah letak masalahnya sekarang," kata Bu wi lojin pula
dengan kening berkerut.
"Ui sik kong adalah seorang manusia yang licik, dia pasti tahu
kalau para jago tak akan memenuhi undangannya, lantas dimanakah
letak maksud serta tujuannya menyebarkan surat undangan
tersebut?" Tiba-tiba Hwesio daging anjing tertawa tergelak.
"aku si hwesio jadi teringat akan satu persoalan, kalau sewaktu
berada dilembah hati Buddha tempo hari si Pelajar rudin Ho Heng
kepanikan sampai sepatu pun hampir ketinggalan, rupanya Ui sik
kong sama sekali tidak pernah mendatangi tempat itu"
"Mendatangi atau tidak adalah masalah lain" teriak Pelajar rudin
Ho Heng penasaran, "tapi tindakan kita untuk meninggalkan lembah
hati Buddha merupakan tindakan yang perlu kita ambil, toh
keputusan dari aku si pelajar sama sekali tidak keliru?"
Tiba-tiba Hwesio daging anjing berteriak sambil tertawa :
"Haaahh..haahhhhaaahhh kelihatannya di antara kita berdua
memang tak pernah ada kecocokan satu sama lainnya"
sambil meninggalkan tempat duduknya, Pelajar rudin Ho Heng
berseru pula secara tiba-tiba :
"Yaa betul, aku sipelajar memang mempunyai perasaan yang
sama, mungkin sekali nyawa kita seorang bernyawa air seorang
bernyawa api, satu termasuk shio macan dan seorang lagi shio
ayam"
"Aku si hwesio jadi ingin tahu sebetulnya, shio macan atau shio
ayam yang lebih tangguh" teriak Hwesio daging anjing seraya
berkata diapun ikut bangkit berdiri.
Phu sian sang jin yang melihat gelagat kurang menguntungkan
itu cepat-cepat bangkit berdiri untuk melerai.
"Buat apa sih kalian berdua ribut sendiri? Padahal musuh tangguh
telah berada didepan mata sekarang untuk menanggulanginya saja

sudah cukup memusingkan kepala, masa hanya dikarenakan urusan
sepele orang sendiri malah ingin gontok-gontokan, sudahlah anggap
saja tak pernah ada persoalan seperti ini"
sambil tertawa Bu wi lojin menyambung pula.
"Kalian berdua sama-sama menjadi pendekar dari angkatan tua,
maaf kalau kuucapkan perkataan sedikit kurang sedap didengar, bila
kalian rebut sendiri, tidak kutirkah ulah kalian justru akan
ditertawakan oleh mereka dari angkatan muda?"
Pelajar rudin segera tertawa terkekeh-kekeh :
"Heeeehhh.heeehhhheeehhh aku sipelajar adalah orang
sekolahan, kenapa sama sekali tidak punya kesabaran untuk
menahan diri? Yaa keliru besar,keliru besar"
Dengan cepat la duduk kembali ketempat duduknya semula.
Dengan wajah merah padam karena jengah, Hwesio daging
anjing berkata pula : "Ya a, aku sudah kelewat banyak minum arak.
sudah mabok"
Diiringi gelak tertawa yang keras, semua orang kembali ketempat
duduknya semula. sesudah suasana menjadi tenang kembali, Phu
sian sangjin baru berbicara lebih lanjut.
Yang terpenting sekarang adalah merundingkan masalah yang
pokok, karena surat undangan yang disebar luaskan Ui sik kong
benar-benar mempunyai maksud tujuan yang sangat mencurigakan
Hian im totiang dari Bu tong pay berpikir sebentar, kemudian
katanya :
"Mungkin saja tindakannya itu hanya merupakan siasat melempar
batu bertanya jalan, ia ingin mencoba mengetahui lebih dulu
bagaimana reaksi dari para jago kemudian baru mengambil tindakan
yang harus diambil"
Dengan cepat Buwi lojin menggeleng kepalanya.
"Kalau menurut pandanganku yang bodoh, maksud tujuan Ui sik
kong pasti bukan begitu."
"Bagaimana menurut pandanganmu?" Dengan wajah serius Bu wi
lojin berkata :
"Ui sik kong cukup mengetahui batas kemampuan yang
dimilikinya sendiri, dia tahu kalau berbicara dari masalah ilmu silat
maka tak seorangpun diantara kawanan jago silat yang dapat
menandinginya, jadi dia tak butuh mengetahui bagaimana reaksi dari
para jago. Kalau mau, dia toh bisa langsung melakukan serbuan
secara total serta menghancurkan setiap perguruan yang dilewati?"

"Ehmm, pendapat anda memang tepat sekali," Hian im totiang
segera manggut-manggut, "tapi..."
"Yaa betul" mendadak Pelajar rudin Ho Heng bertepuk tangan
pula sambil berteriak.
"Hosicu, apakah kau mempunyai suatu pendapat?" buru-buru
Phu sian sangjin bertanya. Hwesio daging anjing yang berada
disamping sebera mendengus dingin.
Dengan sorot matanya yang tajam, Pelajar rudin Ho Heng
memperhatikan sekejap wajah hadirin, kemudian sambil tertawa
nyaring katanya :
"Akhirnya aku sipelajar berhasil juga memahami sebuah teori,
aku yakin maksud dan tujuan Ui sik kong tentu begini"
"Ho sicu, kau belum menjelaskan apa maksud tujuan yang
sesungguhnya." Tegur Phu sian sangjin dengan kening berkerut.
Dengan perasaan bangga Pelajar rudin Ho Heng berkata :
"tak ada salahnya kalau kita berpikir untuk si tua Bangka Ui sik
kong, apabila dia hendak menguasai jagat, tentu saja ia harus
mengalahkan pelbagai partai, perguruan yang berada dalam dunia
persilatan."
setelah berhenti sejenak untuk mendehem, kembali dia
melanjutkan kata-katanya :
"Tapi jarak antara partai yang satu dengan yang lain cukup jauh,
para jago dengan pelbagai aliran juga tersebar luas diseluruh negeri,
bila dia mesti menyerang kesana menyerbu kemari, pekerjaan
tersebut tidak bisa diselesaikan hanya didalam waktu setengah atau
setahun, karenanya cara yang terbaik untuk ditempuh adalah
mengumpulkan para jago dari seluruh jagat menjadi satu."
"omong kosong" tukas Hwesio daging anjing tak sabar. setelah
berhenti sejenak, lanjutnya :
"Toh sudah disebutkan tadi, tak aka nada jago yang memenuhi
undangannya, Ui Sik kong juga tahu kalau usahanya ini tak akan
berhasil, apa gunanya kau mengulangi kembali perkataan tersebut?"
Kali ini Pelajar rudin Ho Heng sama sekali tidak marah, masih
dengan senyuman dikulum katanya lagi :
"Kalau Cuma beberapa patah kata ini saja, tentu tiada berharga
bagi aku sipelajar untuk menyinggungnya, perkataan yang
terpenting justru berada dibelakangnya silahkan Ho sicu
menerangkan lebih jauh" buru-buru Phu sian sangjin berseru.
Dengan bangga Pelajar rudin Ho Heng melanjutkan,

"Itu kan reaksi dari para jago sesudah menerima undangan,
apabila kita semua tidak berada disini dan kebetulan menerima surat
undangan tersebut, bagaimana reaksi dan tindakan yang akan kita
ambil?"
Ditatapnya wajah Phu sian sangjin lekat-lekat, kemudian katanya
lebih lanjut :
"Lo siansu bukan saja merupakan ketua dari siau limpay, lagipula
menjadi pimpinan tertinggi dari umat persilatan, tolong Tanya
setelah kau menerima surat undangan tersebut maka tindakan apa
yang selanjutnya kau lakukan?" Phu sian sangjin berpikir sebentar,
kemudian menjawab :
"oleh karena masalah ini menyangkut kepentingan seluruh umat
persilatan, tentu saja aku akan segera menulis surat undangan dan
mengumpulkan para pemimpin dari pelbagai aliran persilatan agar
berkumpul serta merundingkan bersama persoalan ini"
"Nah, kalau sampai kau berbuat demikian, bukankah sama
artinya semua pemimpin perguruan dan aliran persilatan di dunia ini
telah terkumpul semua?" seru Pelajar rudin Ho Heng sambil tertawa.
Begitu ucapan tersebut diutarakan, semua yang hadir menjadi
paham, bahkan Hwesio daging anjing pun sempat melempar
kerlingan kagum kearah Pelajar rudin Ho Heng.
"Perkataan saudara Ho memang tepat sekali." Buru-buru Bu wi
lojin berseru. setelah memandang sekejap para hadirin dia
meneruskan.
"Kalau begitu, Ui sik kong tentu sudah menduga bahwa para jago
dari pelbagai perguruan pasti akan berkumpul untuk merundingkan
persoalan ini dan diapun pasti sudah mempersiapkan pasukannya
untuk menunggu sampai para jago telah berkumpul semua, mereka
baru turun tangan untuk meringkus serta menumpas kita semua
sekaligus"
"Yaa, memang begitulah maksudku." Kata Pelajar rudin Ho Heng
gembira.
"Persoalan segawat ini perlu kita tangani secara cermat dan
berhati-hati, asal berita ini tak sampai bocor keluar, darimana pula
dia bisa tahu tempat pertemuan yang kita pergunakan? Dan
bagaimana pula dapat mempersiapkan tindakan berikutnya?"
"Aku rasa hal ini susah untuk dibicarakan sekarang." Kata Pelajar
rudin Ho Heng sambil menggeleng, "perlu diketahui, makin banyak
orangnya makin banyak pula mulut mereka, bila urusan menyangkut

satu partai atau satu aliran persilatan saja, mungkin kita bisa
menjaga rahasia secara ketat, tapi kalau sudah menyangkut seluruh
dunia persilatan, itu mah susah untuk dikatakan"
"Kalau begitu bukankah tujuan kita untuk mengadakan
perundingan ditempat ini pun menjadi sangat berbahaya?" Tanya
Phu sian sangjin dengan wajah murung.
Bu wi lojin segera menanggapi dengan suara dalam :
"Kita membagi undangan kepada para jago lebih dulu, Ui sik kong
menyebar undangan menyusul kemudian, dalam kenyataan kita
sudah merebut posisi lebih menguntungkan, mungkin saja
keadaannya menjadi sedikit berbeda. omitohud, moga- moga
Buddha maha pengasih melindungi kita semua."
Belum habis perkataan itu diutarakan, mendadak terlihat Kim
lotoa melangkah kedalam ruangan dengan langkah lebar, kemudian
katanya lantang :
"Lapor cianpwee sekalian, ketua Hoa sanpay dengan mengajak
tiga puluh orang jagonya telah sampai dipintu depan"
"Cepat silahkan mereka masuk" buru-buru Phu sian sangjin
berseru sambil bangkit dari tempat duduknya.
Dengan cepat mereka muncul dari ruangan untuk mengadakan
penyambutan.
Tampak seorang gadis berbaju hijau dengan memimpin tiga
puluhan jago berusia lima puluhan tahun melangkah masuk kedalam
halamann kuil.
Kehadiran gadis itu bukan saja membuat Phu sian sangjin jadi
melongo,para jago lain pun turut tertegun dibuatnya, sebab ketua
Hoa sanpay yang bernama Ngo Hoa sian adalah sahabat karib
mereka, kenapa sekarang tak Nampak bayangan tubuhnya?
sementara semua orang diliputi perasaan tak habis mengerti,
gadis berbaju hijau itu telah memberi hormat seraya berkata :
"Menjumpai ketua siau limpay"
Terpaksa Phu sian sangjin tampi kedepan sahutnya :
"Akulah orangnya, sicu."
Cepat-cepat gadis berbaju hijau itu berkata :
"siauli Ngo Can ki menjumpai lo siansu."
Kemudian setelah memberi hormat dia berkata lebih jauh,
"setelah menerima surat undangan dari lo siansu, siauli segera
mengumpulkan kekuatan inti dari partai kami sebanyak tiga puluh

orang untuk menempuh perjalanan siang dan malam, beruntung
sekali kami bisa tiba ditempat tujuan tepat pada waktunya."
Dengan perasaan tak habis mengerti, kembali Phu sian sangjin
berkata : "Maaf bila aku terpaksa bertanya dengan lancang, anda
adalah..."
sambil menghembuskan napas panjang, Nao Cun ki berkata :
"sejak setengah bulan berselang siauli telah menerima jabatan
mendiang ayahku untuk menjadi ketua partai Hoa san"
"Apa? Ayahmu Ngo hoa sian." phu sian sangjin sangat
terperanjat. Dengan air mata bercucuran, Nao Cun ki berkata :
"sungguh tak beruntung ayahku almarhum telah
menghembuskan napasnya yang penghabisan pada satu bulan
berselang, namun berhubung situasi dalam dunia persilatan sedang
kalut, kami sengaja tidak membuat upacara penguburan yang
meriah."
"Aaaai..kematian sobat karib ini bukan saja merupakan
kehilangan bagi partai Hoa san, juga merupakan kerugian yang amat
besar bagi umat persilatan pada umumnya." Kata Phu sian sangjin
sambil menghela napas panjang. setelah berhenti sejenak, katanya :
"Ngo ciangbujin baru datang dari tempatjauh, cepat silahkan
masuk kedalam ruangan untuk beristirahat."
Maka semua orang pun masuk kembali kedalam ruangan dan
merundingkan bersama masalah besar yang sedang dihadapi.
Tapi belum lagi pembicaraan berlangsung lama, kembali terlihat
Kim lotoa muncul dalam ruangan memberi laporan :
"Ketua Tay kek bun dengan membawa dua orang jagonya telah
tiba"
Mendengar laporan tersebut semua orang menjadi tertegun,
sebab Phu sian sangjin telah meminta para jago agar
mengumpulkan kekuatan inti partainya, kenapa dari pihak Tay kek
bun hanya mengajak dua orang?
Walaupun perasaan tak habis mengerti meliputi perasaannya,
namun dengan cepat ia memburu kedepan untuk melakukan
penyambutan. Tapi setelah saling bersua muka, kembali semua
orang dibikin tertegun.
Ternyata yang datang bukan ketua Tay kek bun sendiri yang
bernama Cu sam liu melainkan seorang pemuda yang baru berusia
tiga puluhan tahun.

Tampak dua orang yang mengikuti pemuda tersebut berusia lima
puluhan tahun dan masing-masing membohong sebuah guci arak.
"sicu adalah.." Phu sian sangjin kelihatan agak ragu. Buru-buru
pemuda itu menjura seraya berkata :
"Aku yang muda Cu Giok long, sekarang menduduki jabatan
ketua Tay kek bun"
"Tapi bukankah ketua Tay kek bun adalah Cu sam liu sicu,
mengapa..."
Belum habis perkataan itu diucapkan, cu Giok long telah menyela
dengan cepat :
"Dalam tahun-tahun belakangan ini ayah sering diserang
penyakit, maka pada pertengahan bulan berselang, ayah telah
menyerahkan kedudukan ketua partai kepadaku."
sambil menghela napas Phu sian sangjin manggut-manggut :
"Yaa, ombak belakang sungai Tiankang memang selalu
mendorong masuk didepannya, orang baru selalu menggantikan
orang lama. Cu ciangbunjin silahkan masuk." cu Giok long
tersenyum.
"Dari partai kami tidak mempunyai barang lain yang berharga,
tapi arak Pek hoa siang dari leluhur kami sudah cukup terkenal
didunia, hari ini sengaja kubawakan dua guci sebagai pengiring
pembicaraan kita nanti." Kepada dua orang pengiringnya, ia segera
membentak : "Cepat gotong masuk guci arak itu kedalam ruangan"
Kedua orang pengiringnya segera menyahut dan membawa
masuk kedua guci arak itu kedalam ruangan.
Hwesio daging anjing yang menyaksikan hal ini sebera bersorak
gembira.
"Bagus sekali, arak Pek hoa siang dari Tay kek bun memang
sudah termashur sejak banyak tahun, aku si hwesio hampir sepuluh
tahun lamanya tak pernah mencicipi arak wangi itu."
sambil berkata, hampir saja air liurnya jatuh bercucuran.
sementara itu Phu sian sangjin telah berkata dengan suara dalam :
"Untuk menanggulangi situasi gawat yang berada didepan mata
sekarang, aku telah berharap kepada Cu ciangbunjin untuk
membawa serta jago-jago pilihan partai anda, tapi.."
"Aku telah melaksanakan sesuai dengan permintaan," tukas Cu
Giok long segera, "kami telah siapkan tujuh puluh orang jago pilihan
dari partai kami."

"Tapi mana orangnya?" Tanya Phu sian sangjin sambil celingukan
kesana kemari. Cu Giok long segera tertawa.
"oleh karena jumlah rombongan kami kelewat besar dan kuatir
diketahui jejaknya pleh pihak partai kupu-kupu hingga menyebabkan
suasana yang kurang sedap. maka sengaja aku telah membagi
mereka jadi beberapa rombongan kecil, aku percaya dalam waktu
tak lama mereka sudah akan berdatangan kemari secara
berkelompok."
"ooooh, rupanya begitu." seru Phu sian sangjin kegirangan.
Tak lama kemudian jago-jago dari Kun lunpay dan Kiu kiong bun
pun telah berdatangan semua.
seperti juga dengan partai Tay kek bun, ternyata dari kedua
partai terakhir ini pun telah berganti ketua, partai Kun lun dipimpin
pleh Hoa Bok totiang menggantikan kakak seperguruannya Hoa
Thian totiang.
sedangkan dari partai Kiu kiong bun dipimpin oleh sinBeng
menggantikan kedudukan ayahnya sin cu sim.
Menurut pengakuan, Hoa thian totiang telah meninggal dunia
pada dua puluh hari berselang, sedangkan sin cu sim meninggal
dunia pada setengah bulan berselang.
Berita yang datang saling menyusul ini tentu saja membuat para
jago menjadi termenung masgul, mereka tak menyangka dalam
waktu singkat ternyata sudah terjadi perubahan yang begitu
menakutkan.
Ketua Kui kiong bun sin Beng datang hanya membawa dua orang
pengawal, ketua Kun lun pay Hoa bok totiang juga hanya membawa
dua orang pembantu, namun mereka datang dengan sepikul buah li
yang khas hasil dari bukit Kun lun.
secikul buah li sebera digotong masuk kedalam ruang tengah dan
diletakkan berjajar dengan dua guci arak Pek hoa siang tersebut.
Menurut pengakuan kedua orang ciangbunjin ini, seperti juga
ketua Tay kek bun ternyata jago-jago pilihan mereka telah dibagibagi
dalam kelompok kecil dan tak lama kemudian akan tiba disitu.
Dengan demikian suasana dalam ruang tengah pun berubah
menjadi sangat ramai.
Dari tujuh partai besar, kini sudah enam partai yang hadir disitu,
tinggal partai Go bi yang belum kelihatan wakilnya.
Phu sian sangjin yang duduk dikursi utama sebera berkata
dengan gembira :

"Diantara saudara sekalian yang hadir saat ini, ada sebagian yang
perguruannya baru mengalami musibah, ada pula yang belum lama
menduduki jabatan ketua, namun begitu mendengar kabar ternyata
kalian buru-buru berangkat kemari, hal ini menandakan kalau dari
kelompok para jago kita masih memiliki jiwa persatuan yang sangat
kuat, ini berarti usaha kita untuk menumpas kejahatan dari muka
bumi pasti akan mencapai hasil dengan sukses"
"Tunggu dulu" teriak Hwesio daging anjing tiba-tiba.
"Apakah Beng ceng ada pendapat lain?" buru-buru Phu sian
sangjin bertanya. Hwesio daging anjing tertawa lebar.
"Biarpun tiada pendapat lain, namun mempunyai sebuah usul.."
sambil menjilat ujung bibirnya, kembali dia berkata :
"Kalau hanya duduk berbincang mulut rasanya kurang berarti,
aku rasa arak dari Tay kek bun dan buah lidari Kun lun pai harus kita
keluarkan untuk dinikmati bersama."
"soal ini." phu sian sangjin kelihatan agak ragu.
Cu Giok long ketua Tay kek bun serta Hoa bok totiang ketua Kun
lun pai cepat-cepat berseru :
"Ya a betul, memang seharusnya demikian"
Maka Phu sian sangjin sebera memerintahkan orang untuk
mengambil mangkuk dan menyiapkan secawan arak dengan dua biji
buah li didepan masing-masing orang. setelah itu dia baru berkata
sambil tertawa.
"Inilah dari Hoa bok totiang serta Cu ciangbunjin, tapi karena
masih banyak rekan-rekan persilatan yang belum hadir disini,
sepantasnya kalau kita tinggalkan sebagian untuk mereka nikmati."
"Ya a, tentu saja" seru Hwesio daging anjing sambil tertawa.
Dengan cepat dia mengangkat cawan dan siap meneguk habis
isinya. Mendadak ketua Tay kek bun cu Giok long menghalanginya
sambil berseru : "Tunggu sebentar lo siansu"
"Ada apa?" dengan wajah tertegun Hwesio daging anjing
menghentikan niatnya.
sambil tertawa paksa Cu Giok long berkata :
"Aku mempunyai sebuah usul lain, entah lo siansu menerimanya
atau tidak?"
"Cepat katakan, cepat katakan"
setelah tertawa Cu Giok long berkata lebih jauh :
"Menurut tata cara kuno, sebelum minum arak kita wajib makan
buah-buahan lebih dulu, bagaimana kalau kita makan buah li

tersebut lebih dulu kemudian baru minum arak? Aku rasa arak Pek
hoa siang pasti akan terasa lebih segar lagi."
"Ya a, betul juga perkataan itu" kata Hwesio daging anjing.
Kembali Cu Giok long berkata :
"selama ini ketua siau lim pay dianggap semua orang sebagai
pemimpin dunia persilatan, maka dalam minum arak nanti, kita pun
sudah sepantasnya menghormati secawan arak kepadanya."
"Ehmmm, perkataan inipun masuk diakal juga"
Maka Cu Giok long segera mengambil sebiji buah li yang terletak
dihadapannya. Tapi ketua Hoa san pay, Nao Cun ki berseru secara
tiba-tiba : "Tunggu sebentar"
Dengan kening berkerut Phu sian sangjin bertanya : "Apakah Ngo
ciangbunjin mempunyai pendapat lain?"
sesudah tersenyum santai Ngo Cun ki berkata :
"Ada beberapa buah pertanyaan siauli ingin menanyakan dulu
sampai jelas."
"Pertanyaan apakah yang hendak Ngo ciangbunjin ajukan?"
Dengan suara dalam Ngo Cun ki berkata :
"aku dengar ketua Tay kek bun, cu sam liu adalah seorang yang
sehat dan selalu segar, mengapa secara tiba-tiba ia mengumumkan
pengunduran dirinya? Pertanyaan ini merupakan pertanyaan
pertama yang ingin kuketahui sampai jelas" sambil tertawa Cu Giok
long menjawab :
"Berbicara sejelasnya, ayahku sedang melatih sejenis ilmu toya
yang maha sakti sehingga berniat mengundurkan diri dari
jabatannya, agar dengan demikian beliau bisa memusatkan
perhatiannya untuk menekuni kepandaian tersebut"
Berkilat sepasang mata Ngo Cun ki, tapi ia sebera manggutmanggut
: "Ehmmm, memang bisa diterima dengan akal sehat
alasan tersebut"
Kemudian sambil berpaling kearah Hoa bok totiang dari Kun
lunpay dan sin Beng dari Kiu Kiong bun dia berkata :
"Tapi setahuku usia Hoa thian totiang serta Sin Ca sim baru enam
puluhan tahun, mengapa pula mereka berdua menyatakan
pengunduran dirinya bahkan kejadian inipun berlangsung belum
lama berselang? Persoalan inipun menjadi masalah yang ingin
kuketahui"
Hoa bok totiang sebera tertawa dingin : "Ngo ciangbunjin,
sebenarnya apa maksudmu?"

"sudah kuterangkan sejak tadi, persoalan ini amat mencurigakan
hatiku." Kata Ngo Cun ki tersenyum.
simBeng segera tertawa dingin, selanya :
"Maaf, kalau aku orang she sim balik bertanya kepadamu, usia
Ngo Hoa sian ketua Hoa san pay juga tak terhitung kelewat tua,
mengapa diapun meninggal dunia secara tiba-tiba?"
"sejak muda mendiang ayahku sudah mengidap semacam
penyakit encok yang parah, persoalan ini diketahui setiap umat
persilatan didunia, bisa hidup lebih dari enam puluh tahunpun sudah
terhitung bagus sekali."
Kontan saja Hoa Bok totiang tertawa dingin :
"Hmmm. .siapa sih manusia didunia ini yang bisa menentukan
mati hidup sendiri, aku rasa siapa saja tak bisa meramalkan nasib
sendiri"
"omitohud" buru-buru Phu sian sangjin menukas, "aku harap Ngo
ciangbunjin tidak usah menanyakan persoalan ini lagi, seperti juga
kita sendiri, siapakah yang bisa menduga sampai berapa lama kita
bisa hidup didunia ini."
Kemudian sambil mengambil buah li yang berada dihadapannya,
dia berkata lebih jauh :
"silahkan anda sekalian mencicipi buah khas dari bukit Kun lun
ini"
Untuk meredakan suasana tak sedap dalam ruang sidang
tersebut agaknya ketua dari siau lim pay ini sengaja berbuat
demikian.
Tapi ketua Hoa san pay yang baru ini masih juga mengumbar
napsunya, mendadak dia melompat bangun kembali lalu berteriak
keras : "Tunggu dulu"
Bersambung ke jilid 37
Jilid 37
Sesungguhnya tindakan yang diambil gadis cantik berusia dua
puluh tahunan ini merupakan suatu perbuatan yang kurang sopan,
apalagi biarpun Ngo cun ki adalah ketua Hoa san pay yang masih
baru bagaimana punjuga usianya masih terlalu muda, jadi tidak
sopan bila ia bersikap semacam ini dihadapan ketua Siau lim pay
serta Bu wi lojin sekalian sebagai angkatan tua.
Akibatnya semua perhatian segera dialihkan kewajahnya.
Dengan suara dalam Phu sian sangjin segera menegur :

"Ngo ciangbunjin, tidakkah kau merasa bahwa perbuatanmu ini
sedikit kelewat batas?"
"Ya a, akupun tahu kalau perbuatanku sedikit kelewat batas,
namun terpaksa aku mesti berbuat demikian."
"omitohud, aku ingin mendengarkan penielasan dari Ngo
ciangbudjin"
Tapi Ngo cun ki segera menggeleng.
"siauli tidak mempunyai penjelasan apa-apa."
Dengan wajah serius Phu sian sangjin segera menegur :
"Kalau tiada penjelasan berarti tindakanmu ini merupakan suatu
perbuatan yang sengaja hendak melakukan pengacauan" Jelas
ucapan tersebut sudah mengandung nada marah.
Ngo cun ki sama sekali tidak menjadi panik, dengan sikap yang
tetap santai dia berkata :
"Biarpun siauli tidak mempunyai penjelasan, tapi mempunyai
bukti yang nyata didepan mata."
"Kalau begitu kami semua ingin melihat bukti yang nyata
tersebut" Ngo Cun ki tertawa getir.
"Tapi bukti nyata yang siauli maksudkan itu tak dapat ditunjukkan
sekarang juga."
"Lantas sampai kapan baru bisa diperlihatkan?" Phu sian sangjin
mulai tak senang hati.
"sebelum lo siansi menginginkan bukti tersebut, bolehkah siauli
mengajukan sebuah permintaan dulu?"
Phu sian sangjin manggut-manggut. "silahkan Ngo ciangbunjin
utarakan"
"Harap lo siansu memperketat penjagaan dan melakukan
perondaan seketat mungkin." Phu sian sangjin tak dapat menahan
diri lagi, dia segera tertawa :
"Ngo Ciangbunjin terlalu kuatir, aku bukannya tidak tahu tentang
hal ini, masa penjagaan baru kumulai setelah ciangbunjin sekalian
berdatangan kemari?"
"Kalau begitu lo siansu telah melakukan penjagaan yang cukup
ketat disekitar tempat ini?"
"Biarpun belum bisa dibilang burung terbang diangkasa pun
susah lewat, namun kami telah berusaha semaksimal mungkin."
"Ketua partai kupu-kupu adalah seorang manusia laknat yang
berhati licik dan banyak akal muslihatnya, perbuatan macam apapun

mampu dia lakukan, karena itu kita wajib berjaga-jaga agar tidak
sampai diterobosi olehnya."
"Aku tahu."
setelah berhenti sejenak. kembali ujarnya dengan suara dalam :
"silahkan Ngo ciangbunjin kembali ketempat duduknya semula."
Anda sedang membaca artikel tentang KEDELE MAUT 3 dan anda bisa menemukan artikel KEDELE MAUT 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/kedele-maut-3.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel KEDELE MAUT 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link KEDELE MAUT 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post KEDELE MAUT 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/kedele-maut-3.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar