Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3

Diposting oleh eysa cerita silat chin yung khu lung on Rabu, 07 September 2011

Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3

membuatnya tak tahan juga, setelah mendengus tertahan kembali ia muntahkan darah
segar.
Dengan penuh kebencian Si Tiong pek segera berseru, “Orang she Hoa, suatu ketika
hutang piutang diantara kita pasti akan kuperhatikan!”
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… mana, mana” jawab Thiat kiam kuncu, “membuat
perhitungan, setiap saat lohu pasti akan mengiringinya!”
Berbicara sampai disitu, selapis napsu membunuh yang mengerikan tiba-tiba
menyelimuti seluruh wajahnya, pelan-pelan ia berjalan menghampiri pemuda itu.
Si Tiong pek menjadi terkejut sekali.
“Hey! Mau apa kau?” teriaknya.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi tertawa dingin tiada hentinya.
“Api sekecil bintangpun sanggup membakar sebuah padang rumput yang luas, lohu tak
ingin terjadinya kebakaran besar yang akan memusnahkan sebuah padang rumput nan
luas, sebab itu satu-satunya jalan bagiku hanyalah memadamkan percikan api yang
mumpung belum membesar. Seharusnya kau tahu bukan, apa yang hendak kulakukan!”

Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram, katanya pula, “Kalau membabat rumput
tidak keakar-akarnya bila angin musim semi berhembus lewat, dia akan tumbuh kembali.
Tindakan dari saudara Hoa memang betul-betul suatu tindakan yang cerdik…”
Tampaknya kedua orang itu mempunyai niat yang sama, dengan cepat mereka berdiri
disudut timur dan barat serta mengawasi Si Tiong pek tanpa berkedip.
Diam-diam Si Tiong pek mengeluh ketika dilihatnya dua orang jago tangguh dari dunia
persilatan ini mengepung dirinya rapat-rapat, sekalipun ia telah menguasai seluruh
kepandaian yang tercantum dalam kitab pusaka Hay Ciong kun boh, tapi luka lama
ditambah luka baru yang dideritanya membuat ia tak sanggup untuk menghimpun kembali
tenaga murninya…
Dengan perasaan agak ngeri ia tertawa lalu katanya, “Jalan pemikiran kamu berdua
memang sungguh amat sempurna, baiklah kuserahkan selembar nyawaku ini untuk kalian
berdua!”
Hawa murni yang masih tersisa segera dihimpun kedalam lengan kanannya, tampak
sekujur tubuhnya menggigil keras mukanya pucat pias seperti mayat, namun ia masih
berusaha keras untuk mempertahankan diri, hawa murni yang tersisa ditubuhnya dan
agak tersendat-sendat itu sekuat tenaga dihimpun menjadi satu.
Tosu setan Thian yu Cinjin yang menyaksikan kejadian itu segera tertawa terbahakbahak,
ejeknya, “Si lote, kau masih begitu muda, tampan lagi, tidakkah merasa terlampau
sayang untuk mampus duluan…”
Si Tiong pek tertawa seram.
“Tidak mengapa, dua puluh tahun kemudian toh aku akan muncul lagi sebagai seorang
Hohan.”
Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi mendengus sinis.
“Manusia dari dunia persilatan, biar lohu sempurnakan keinginan hatimu itu!”
Weeess..! Segulung angin pukulan yang sangat kuat, bagaikan gelombang besar
disamudra langsung menghantam ketubuh Si Tiong pek.
Sebaliknya Si Tiong pek sendiripun pelan-pelan mengangkat pula telapak tangan
kanannya, lalu didorong kedepan.
“Enyah kau dari sini!” bentak Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi dengan suara yang dalam
dan berat.
“Blaam…” suatu ledakan keras yang memekikkan telinga segera berkumandang
memecahkan keheningan.
Bersamaan dengan terjadinya ledakkan tersebut, tubuh Si Tiong pek segera terlempar
keluar dari gelanggang.

Pada saat itulah, mendadak seorang membentak keras, “Siapa yang berani melukai
anak muridku?”
Menyusul bentakan itu, beberapa sosok bayangan manusia dipimpin langsung oleh Thi
eng pangcu Oh Bu hong menerjang masuk kedalam arena.
Dengan suatu gerakan cepat Oh Bu hong menyambut tubuh Si Tiong pek yang
mencelat keudara itu, menyaksikan keadaannya yang parah, mendadak timbul suatu
perasaan sedih yang aneh dalam hatinya, sepasang matanya menjadi merah, hampir saja
dia akan melelehkan airmatanya.
Untung saja tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, dalam waktu singkat ia
berhasil menguasai kembali perasaannya, setelah tertawa terbahak-bahak katanya, “Kalau
ingin menggebuk anjing, lihat dulu siapa pemiliknya, kalian berdua telah menghajar
muridku sampai terluka begini parah, tampaknya kalian memang berniat untuk
bermusuhan dengan diri lohu”
Sambil berkata dia lantas memberi tanda.
Ciang seng ki su (sastrawan aneh selaksa bintang) Wan Kiam ciu, Gan tiong cian
(pukulan batu karang) Kwan Kim ciang serta Ki Li soat serentak menggerakkan tubuhnya
menyebarkan diri keempat penjuru, dalam waktu singkat mereka telah mengurung Thiat
kiam kuncu Hoa Kok khi serta Tosu setan Thian yu Cinjin ditengah kepungan.
Wajah Si Tiong pek telah berubah menjadi kaku bagaikan kayu, sambil membuka
sedikit matanya yang mulai pudar, ia berbisik.
“Suhu, jangan melepaskan mereka berdua…”
“Tentu saja!” jawab Thi eng sin siu (kakek sakti elang baja) Oh Bu hong sambil
membaringkan tubuhnya keatas tanah, “suhumu tak akan membiarkan orang lain
menganiaya dirimu sekehendak hatinya sendiri!”
Setelah berhenti sejenak, dengan suara lembut dia bertanya lagi, “Dimanakah Lencana
pembunuh naga tersebut?”
“Ditangannya!” jawab Si Tiong pek sambil menuding kearah Tosu setan Thian yu Cinjin.
Dengan sinar mata setajam sembilu kakek sakti elang baja Oh Bu hong menatap
sekejap wajah tosu setan Thian yu Cinjin.
Ditatap sekejap ini, tanpa terasa terkesiap juga hati Tosu setan Thian yu Cinjin karena
ngeri.
Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi menyapu, sekejap sekeliling tempat itu, kemudian
katanya, “Sebagai seorang jago persilatan, dia toh sudah tahu resikonya suatu
pertarungan? Siapa yang kuat dia tetap hidup, siapa lemah dia akan mampus, kalau ia
sampai terluka ini harus disalahkan pada ilmu silat sendiri yang kurang becus, kenapa kau
malahan menyalahkan diri kami berdua?”
Thi eng sin siu Oh Bu hong mendengus berat.

“Hmm! Enak betul kalau berbicara, kendatipun apa yang kau ucapkan benar, lohu
bukannya seorang manusia yang tak bisa mempertimbangkan keadaan, mendingan kalau
satu lawan satu… Heeehh… heeehh… heeehh… aku rasa bukan hanya saudara Hoa
seorang yang turun tangan…”
Berbicara sampai disitu dengan sorot mata sinis ia melirik sekejap kearah Kui to Thian
yu Cinjin.
Ditatap seperti ini berkobarlah hawa amarah didalam hati Tosu setan Thian yu Cinjin,
dengan penuh kegusaran dia berteriak, “Saudara Oh, kau melototi diri lohu terus menerus,
apakah merasa tidak puas denganku…”
Oh Bu hong tertawa seram.
“Betul, betul, aku memang merasa tak leluasa menyaksikan tingkah lakumu yang
tengik, apalagi menyaksikan hawa sesat yang menyelimuti tubuhmu… Hmm! Jiwa
perampok selamanya tetap merampok, watak macam itu memang sangat memuaskan
hatiku.
Bagaimanapun juga Tosu setan Thian yu Cinjin adalah seorang manusia yang berotak
cerdas dan berpengalaman luas, ia tahu Thi eng sin siu Oh Bu hong memang sengaja
hendak memanasi hatinya, andaikata Lencana pembunuh naga tidak berada disakunya,
dia pasti tak akan tahan menghadapi ejekan dan cemoohan tersebut, tapi keadaannya
sekarang sama sekali berbeda, maka diapun hanya tertawa saja.
Sambil tertawa ringan, katanya, “Saudara Oh betul-betul pandai bergurau, masa kau
menuduh lohu sebagai seorang perampok.
Agak kagum juga Oh Bu hong oleh ketebalan iman lawannya, dia tertawa sinis,
kemudian sambil berpaling katanya, “Pek ji, bagaimana kejadiannya sehingga kau
terluka…”
Si Tiong pek pun seorang pemuda yang pintar! buru-buru jawabnya, “Untuk berhasil
merampas Lencana pembunuh naga itu dari tanganku, mereka berniat untuk membunuh
tecu agar menghilangkan bibit bencana dikemudian hari…”
Seraya berkata matanya melirik sekejap kearah Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, sorot
mata itu penuh memancarkan api kegusaran yang bengis dan menggidikkan hati.
Agak tercekat perasaan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi, ujarnya kemudian, “Saudara Si
pandai betul berbicara, yang melukai dirimu toh lohu seorang, kenapa kau hitung pula
saudara Kui to dalam perhitunganmu? Kalau berita ini sampai tersiar ditempat luaran,
apakah orang tak akan menuduh kami sebagai orang dewasa yang menganiaya anak
kecil?”
Haruslah diketahui kecerdikan Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi sedikitpun tidak berada
dibawah kecerdikan siapapun, ia sengaja melimpahkan tanggung jawab persoalan tersebut
keatas pundaknya dengan harapan bisa menggunakan kesempatan ini untuk menaklukkan
si Tosu setan Thian yu Cinjin.
Ia berharap dengan sikapnya yang gagah dan bijaksana ini bukan saja tosu setan akan
tunduk kepadanya, bahkan akan benar-benar takluk seratus persen, apalagi dia pun tahu,

dengan berkata demikian meski pada akhirnya pihak Thi eng pang akan mengerubutinya,
Thian yu Cinjin tak nanti akan berpeluk tangan belaka dengan membiarkan ia dikerubuti
seorang diri.
Betul juga, si Tosu setan Thian yu Cinjin segera tertawa seram, lalu berkata, “Saudara
Hoa, sekalipun kau tidak menghitung serta, merekapun tak nanti akan melepaskan kita
berdua.”
“Kalau kalian berdua sudah mengetahui akan segala akibatnya lebih baik tinggalkan
saja nyawa kalian disini!” tukas Oh Bu hong sambil tertawa seram.
Begitu selesai berkata, tubuhnya segera menerjang kemuka, sebuah pukulan dahsyat
langsung dilontarkan keatas batok kepala Tosu setan Thian yu Cinjin.
Ngeri juga Thian yu Cinjin menghadapi serangan lawan, teriaknya kemudian, “Hmm!
Kau kira aku takut untuk menyambut seranganmu ini?”
Hawa murninya segera dihimpun kebalik sela-sela jari tangannya kemudian dilancarkan
sebuah pukulan yang tak kalah kuatnya menyongsong datangnya ancaman dari Thi eng
sin siu Oh Bu hong tersebut.
“Braaas..!” ketika sepasang telapak tangan saling beradu, terjadilah suatu desisan
tajam.
Tosu setan Thian yu Cinjin kontan merasakan hatinya menjadi dingin separuh, separuh
bagian lengannya tiba-tiba menjadi kaku. hampir saja dia tak mampu untuk
mengangkatnya kembali.
Begitu melepaskan serangannya yang pertama, Thi eng sin siu Oh Bu hong segera
menubruk maju kedepan.
Dengan cepat Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi meloloskan pedangnya, lalu sambil tertawa
terbahak bahak katanya, “To heng, biar lohu saja yang meminta petunjuk dari saudara
Oh. Kau mundur saja lebih dulu!”
Ia tahu tenaga dalam yang dimiliki Kakek sakti elang baja Oh Bu hong teramat
sempurna, walaupun untuk sesaat tak mungkin Tosu setan Thian yu Cinjin akan menderita
kekalahan ditangannya, tapi dengan Lencana pembunuh naga tersebut ditangannya, dia
kuatir bila waktu berlangsung agak lama maka akhirnya benda mustika itu akan terampas
kembali oleh Oh Bu hong.
Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan benda mustika itu adalah membiarkan dirinya
yang menghadapi Thi eng sin siu Oh Bu hong, dengan begitu si Tosu setan Thian yu Cinjin
baru mempunyai kesempatan untuk meninggalkan tempat itu, kalau tidak demikian,
kuatirnya hari ini mereka berdua akan sama-sama terbunuh ditangan orang-orang
perkumpulan Thi eng pang.
Demikianlah menyusul seruan tersebut, dengan jurus Pek im jut siu (awan putih keluar
dari poros) pedangnya langsung menusuk kedepan dengan kecepatan luar biasa.

Selama ini Ki li Soat tak berani turun tangan secara sembarangan sebelum mendapat
perintah dari Oh Bu hong, maka ketika dilihatnya Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi muncul
ketengah arena, tanpa terasa lagi ia tertawa dingin tiada hentinya.
Seraya mementangkan telapak tangannya, ia membentak, “Berhenti kau!”
Terdesak oleh serangan yang dilancarkan dari arah samping ini, terpaksa Thiat kiam
kuncu Hoa Kok khi menarik kembali gerakan tubuhnya yang sedang meluncur kemuka,
pedang bajanya diangkat keatas, kemudian bentaknya, “Lohu enggan bertarung
melawanmu, hayo cepat menyingkir dari sini!”
Jurus serangan ini meski hanya jurus Ciong hay kui cu (sisa mutiara didasar samudra)
yang amat sederhana tanpa sesuatu yang aneh, namun dibalik kesederhanaan tersebut
justru tersimpan pelbagai perubahan yang luar biasa.
Tampak cahaya pedang itu begitu meluncur kemuka, tiba-tiba saja ditariknya kembali.
Ki Li soat tertawa dingin katanya, “Kau tak usah takabur, hari ini juga aku hendak
meringkus dirimu…”
Tiba-tiba Cian seng kisu Wan Kiam ciu tampil kedepan, lalu serunya lantang.
“Nona Ki! harap mundur kebelakang, biar lohu yang menghadapi dirinya!”
Cian seng kisu Wan Kiam ciu termashur sebagai si juru pemikir dalam perkumpulan Thi
eng pang, bukan saja kepandaian silatnya amat lihay, kecerdasan otaknya juga
menakutkan, kebanyakan hasil-hasil cemerlang yang berhasil diraih Thi eng pang selama
ini adalah berkat hasil karyanya…
Oleh karena Cian seng kisu Wan Kiam ciu sifatnya tak suka menonjolkan diri, maka
sangat jarang orang perkumpulan yang tahu tentang asal usulnya, bahkan Thi eng pangcu
sendiripun tidak begitu tahu tentang asal usulnya yang sebetulnya.
Ketika Ki Li soat menyaksikan Cian seng kisu Wan Kiam ciu telah turun tangan, ia pun
merasa agak lega sedikit, ia tahu tak mungkin baginya untuk menangkan Thiat kiam kuncu
Hoa Kok khi, satu-satunya orang yang sanggup menghadapi jago lihay ini memang tak lain
adalah Cian seng Kisu Wan Kiam ciu.
Begitu terjun kearena pertarungan Cian seng kisu segera melancarkan serangkaian
serangan berantai yang maha dahsyat, ini semua memaksa Thiat Kiam kuncu Hoa Kok khi
terdesak mundur berulangkali, diam-diam ia merasa terkejut juga oleh keampuhan tenaga
dalam yang dimiliki Cian seng kisu Wan Kiam ciu.
“Saudara Wan” kata Hoa Kok khi kemudian, dengan perasaan tercekat, “kenapa kau
musti memusuhi lohu?”
Wan Kiam Ciu tertawa seram.
“Orang yang tidak segolongan tak mungkin berkomplot kaupun tak usah banyak
berbicara lagi!”

Pertarungan yang berlangsung antara kedua orang ini dilakukan dengan kecepatan
tinggi, dalam sekejap mata puluhan jurus sudah lewat tanpa terasa.
Pada saat itulah, mendadak terdengar Oh Bu hong membentak keras, “Kena!”
“Blaaam..!” suara benturan keras terjadi msnyusul kemudian Si Tosu setan Thian yu
Cinjin mundur lima enam langkah dengan sempoyongan.
Pucat pias seluruh wajah Thian yu Cinjin, agaknya luka yang dideritanya cukup parah,
serunya dengan geram, “Kau… kau terlalu kejam!”
Sepasang telapak tangannya diangkat sejajar dengan dada, sekujur tubuhnya menggigil
keras, ditatapnya wajah Oh Bu hong tanpa berkedip.
Menjumpai keadaan musuhnya itu, Oh Bu hong tertawa terbahak-bahak, katanya.
“Serahkan Lencana pembunuh naga itu kepadaku, maka akupun akan mengampuni
selembar jiwamu!”
Si Tosu setan Thian yu Cinjin segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… lebih baik kau tak usah bermimpi disiang hari
bolong!”
“Itu berarti mencari jalan kematian buat diri sendiri!”, bentak Oh Bu hong sambil
menerjang maju kedepan.
Tangan kirinya dengan jurus Ciong hay to ciau (membunuh naga ditengah samudra)
tiba-tiba menyergap kemuka, kelima jari tangannya direntangkan lebar-lebar lalu
mencengkeram dada Thian yu Cinjin dengan kecepatan luar biasa.
Merah berapi-api sepasang mata Thian yu Cinjin karena gusar, diapun membentak
keras, “Mari kita beradu jiwa!”
Berbareng dengan bentakan tersebut, bukan saja ia tidak menghindari datangnya
serangan jari tangan lawan, malahan sepasang telapak tangannya dengan cepat ditolak
kemuka dengan jurus Ji cu say hui (sepasang mutiara memancarkan sinar), sedangkan
kakinya mengikuti gerakan tersebut melancarkan sebuah tendangan kilat.
Pertarungan nekad yang mengajak saling beradu jiwa ini sedikit banyak mendatangkan
perasaan ngeri juga buat Oh Bu hong…
Pada saat itulah tiba-tiba dari tengah arena berkumandang suara dengusan dingin
Liong gin heng (dengusan naga sakti) yang menggetarkan sukma.
Menyusul dengusan naga Liong gin heng tersebut, tahu-tahu ditengah arena telah
bertambah dengan seorang manusia bertopeng muka naga, sepasang tangan
mengenakan sarung tangan cakar naga perenggut nyawa serta mengenakan jubah naga
berwarna kuning…
Siapa lagi orang itu kalau bukan Tok liong Cuncu yang ditakuti orang selama ini?

Belum lagi dengusan Liong gin hengnya selesai, Tok liong Cuncu telah membentak
keras, “Tahan!”
Berhubung munculnya Tok liong Cuncu secara mendadak, serentak pertarungan yang
sedang berlangsung diarena terhenti dengan segera.
Thi eng pangcu Oh Bu-hong tampak agak tertegun, dia tak habis mengerti kenapa Gak
Lam kun harus menyaru kembali dengan tampangnya yang begini menyeramkan?
Ketika Si Tosu Setan Thian yu Cinjin menyaksikan kemunculan Tok liong Cuncu,
mendadak sekujur tubuhnya menggigil keras, sekalipun ia tahu bahwa Tok liong Cuncu
yang berada dihadapannya sekarang kemungkinan besar adalah penyaruan dari Gak Lam
kun, namun oleh karena ia pernah berbuat keji terhadap Tok liong Cuncu dimasa lalunya,
maka kejadian tersebut selalu merupakan momok yang mengerikan hatinya selama ini.
Dengan wajah berubah hebat, dia berseru, “Saudara Hoa, coba kau lihat sobat tua kita
telah muncul kembali disini!”
“Betul, penagih hutang kita telah datang menjenguk kita!” sahut Thiat kiam kuncu Hoa
Kok khi dengan wajah memucat pula.
Dengan tatapan dingin dan menyeramkan Tok liong Cuncu memandang sekejap wajah
kedua orang itu, kemudian serunya, “Setelah berjumpa denganku, mengapa kalian belum
juga bunuh diri?”
Suara dingin bagaikan es, membuat siapapun yang mendengarnya merasakan bulu
kuduknya pada bangun berdiri…
Hoa Kok khi segera tertawa seram, ujarnya, “Setelah bertemu dengan Tok liong Cuncu
seharusnya kami berdua akan bunuh diri, tapi sayang saudara bukan…”
“Kenapa?” Tok liong Cuncu kelihatan agak tertegun, “masakah Tok liong Cuncu juga
ada yang palsu…”
Walaupun selama ini Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi serta Kui to Thian yu Cinjin juga
banyak mendengar kabar yang mengatakan, bahwa Tok liong Cuncu adalah hasil
penyaruan dari Gak Lam kun, tapi mereka sendiri tak berani mempercayainya dengan
begitu saja, maka setelah berjumpa sendiri dengan musuh bebuyutannya sekarang, diamdiam
mereka berdua mengeluh juga…
Kui to Thian yu Cinjin berusaha memberanikan diri, lalu sambil tertawa seram katanya,
“Menurut berita yang tersiar dalam dunia persilatan, Tok liong Cuncu yang sering kali
muncul belakangan ini adalah hasil penyamaran dari muridnya, jangan-jangan kau adalah
muridnya yang dimaksudkan itu…”
Tok liong Cuncu segera tersenyum.
“Jadi kalau begitu, muridku juga berada diistana Kiu ciong kiong ini!” katanya.
Mendengar perkataan tersebut, kembali semua jago yang hadir diarena merasa
tertegun, perkataan dari Tok liong Cuncu ini sungguh membingungkan hati, jangan-jangan

dia adalah Tok liong Cuncu yang asli? Kalau tidak, kenapa ia tak tahu kalau Gak Lam kun
juga berada disini?
Tapi, ketika berada dibukit Hoa san tebing Yan po gan, bukankah Tok liong Cuncu
sudah terluka parah dan tak mungkin tertolong lagi? Bagaimana mungkin ia masih bisa
hidup sampai sekarang? Apalagi sebelum peristiwa tersebut ia sudah minum obat racun
menembus usus yang jahat sekali?
Siapa pula orang ini? Gak Lam kun? Ataukah Tok liong Cuncu?
Sementara itu, Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi serta Si Tosu setan Thian yu Cinjin lambat
laun sudah mulai merasakan seriusnya persoalan, walaupun mereka berdua memiliki
tenaga dalam yang sempurna namun tak berani sembarangan turun tangan.
Para jago lihay dari perkumpulan Thi eng pang juga mulai merasakan ketidak beresan
dari masalah ini, Oh Bu hong sadar kemunculan dari Tok liong Cuncu ini pasti dikarenakan
Lencana pembunuh naga, ia baru mulai merasa bahwa Lencana mustika itu mulai berada
dalam keadaan yang gawat dan menegangkan.
Mendadak Si Tiong pek melompat bangun dan berduduk serunya, “Gak Lam kun, buat
apa kau musti menyaru sebagai setan guna menakuti orang?”
Tok liong Cuncu memutar badannya lalu menjawab.
“Kau kenal dengan Gak Lam kun? Tampaknya kau adalah sahabat muridku..?”
Si Tiong pek mendengus dingin.
“Hmm..! Tahu akan dirinya bukan berarti aku musti adalah sahabat karibnya!”
Pada saat itulah, mendadak dari kejauhan sana berkelebat datang sesosok bayangan
manusia sambil berlarian mendekati teriaknya keras-keras, “Suhu!”
Tok liong berpaling lalu tertawa.
“Untung saja aku dapat berjumpa lagi denganmu!” ia berkata.
Tampaklah Gak Lam kun berlarian mendekat dengan wajah berseri dan penuh
kegembiraan, dia langsung menghampiri Tok liong Cuncu.
Apa yang sudah menjadi kenyataan, kini telah hancur berantakan kembali…
Ternyata Tok liong Cuncu bukan hasil penyamaran dari Gak Lam kun, lantas siapakah
dia?
Kedatangan Gak Lam kun secara tiba-tiba ini membuktikan dugaan semua orang,
bahwa walaupun Gak Lam kun pernah menyaru sebagai Tok liong Cuncu, tapi kali ini Tok
Liong Cuncu tersebut benar-benar bukan hasil penyaruannya.
Seketika itu juga paras muka Si Tosu setan Thian yu Cinjin berubah hebat, jangankan
tenaga untuk melakukan perlawanan, kekuatan untuk melarikan diripun sudah tidak

dimiliki lagi, sekujur badannya mengejang keras, wajahnya menunjukkan minta belas
kasihan.
Paras muka Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi ikut berubah pula menjadi pucat pias seperti
mayat, saking takutnya ia hampir tak berani mendongakkan kepalanya, diam-diam hatinya
menciut, karena ketakutan setengah mati, otaknya diputar keras berusaha untuk mencari
jalan keluar guna melarikan diri dari pulau terpencil tersebut.
Selesai menjalankan penghormatan, Gak Lam kun berkata.
“Suhu, bukankah kau telah berjanji tak akan terjun kembali kedalam dunia persilatan?
Mengapa kali ini kau datang kemari dengan menempuh perjalanan yang begini jauh?”
Mukanya menunjukkan rasa bingung dan tidak habis mengerti, seolah-olah ia merasa
tidak memahami kenapa suhunya tiba-tiba bisa muncul ditempat itu.
Tok liong Cuncu tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… kalau aku tidak datang, mana mungkin kau bisa
masuk kedalam istana Kiu ciong kiong…”
Belum habis ia berkata, tiba-tiba kepalanya didongakkan memandang ketempat
kejauhan.
Tampaknya Ji Cin peng dari perguruan panah bercinta dengan membawa serta Kwik
To, Han Hu hoa serta nenek berambut putih berdatangan ketempat itu.
Ketika Jit poh toan hun Kwik To menyaksikan kemunculan Tok liong Cuncu disitu, ia
tampak agak tertegun, kemudian pikirnya, “Siapa pula orang ini? Jangan-jangan…”
Belum habis dia berpikir, Tok liong Cuncu telah membentak lebih duluan, “Kwik To,
kemari kau!”
Diam-diam Jit poh toan hun merasa terkesiap, tapi ia maju pula kedepan, sahutnya
sambil tertawa seram, “Naga beracun tua rupanya kau belum mampus!”
Perlu diketahui, dari tujuh belas orang musuh besar Tok liong cuncu yang tercatat
dalam buku catatan musuh besarnya Jit poh toan hun Kwik To dikenal sebagai seorang
ahli dalam mempergunakan obat-obatan beracun.
Atas racun penembus utus Cuan cong tok yok yang dibuatnya, ia menaruh kepercayaan
yang besar, ia tak pernah percaya kalau Tok liong cuncu dapat meloloskan diri dari
bencana tersebut.
Sambil tertawa seram Tok liong Cuncu lantas berkata, “Jika lohu sampai mati, maka
apa yang kalian harapkan bisa terpenuhi? Dan kini aku belum mati, itupun jauh diluar
dugaan kalian semua…yaaa, bagaimana lagi? Sebetulnya lohu suka mati saja, tapi selama
ini akupun tak tega untuk membawa budi kebaikan kalian kedalam liang kubur…”
Sorot matanya yang tajam bagaikan kilat, membawa pula kewibawaan yang besar.
Dalam pandangan para jago hal mana semakin mendatangkan perasaan bergidik bagi

siapapun yang melihatnya, diam-diam semua orang mulai menyusun rencana guna
melarikan diri dari situ.
Paras muka Kwik To seketika berubah juga, serunya, “Jadi kau hendak membalas
dendam…”
Tok liong Cuncu tertawa seram.
“Tujuh belas tahun hidup sengsara dan menderita, tujuh belas tahun menahan dendam
berdarah sedalam lautan, sudah beribu-ribu hari aku harus menahan diri, hari seperti
inilah yang kunantikan selalu, siapapun jangan harap bisa menghalangi niatku untuk
menuntut balas…”
Thiat kiam Kuncu Hoa Kok khi dengan cepat meloloskan pedang bajanya, kemudian
berkata, “Saudara Kwik, kalau toh orang lain sudah bertekad tak akan melepaskan kita,
rasanya kita banyak bicarapun tak ada gunanya!”
Kwik To mendengus dingin.
“Hmm, saudara Hoa, maksud baikmu biar kuterima dalam hati saja, lohu tak dapat
mengiringi keinginanmu…”
Sebenarnya Hoa Kok khi berhasrat untuk mengajak Kwik To dan si Tosu Setan Thian yu
Cinjin untuk bekerjasama menghadapi Tok liong Cuncu, meskipun belum tentu mereka
bisa menangkan penarungan itu paling tidak tak akan sampai kalah, siapa tahu ternyata
Kwik TO tidak bersedia untuk memenuhi keinginannya…
Setelah tertegun sejenak, katanya kemudian, “Saudara Kwik, rupanya nyalimu pecah!”
Jit poh toan hun (tujuh langkah pengejar nyawa) Kwik To hanya tertawa misterius,
sambil mengangkat bahu dia tidak berkata apa-apa…
Tok liong Cuncu segera melototkan sepasang matanya bulat-bulat kemudian serunya,
“Gak Lam kun, beri pelajaran kepada manusia durjana yang tak tahu diri itu!”
“Baik!” buru-buru Gak Lam kun memberi hormat.
Dengan enteng tubuhnya berputar, lalu dengan langkah Ji gi ngo heng jit seng liong
heng poh dia berkelebat kesamping, lalu mengayunkan telapak tangannya melancarkan
lima buah pukulan dahsyat kearah Thiat kiam kuncu Hoa Kok khi.
Kelima buah pukulan berantai itu semuanya merupakan serangan-serangan yang
berkekuatan cukup untuk menghancurkan batu karang, lagipula kecepatannya luar biasa
sekali.
Untung sesaat Hoa Kok khi tak sanggup menghadapi serangan sedahsyat ini, oleh
ancaman yang beruntun itu ia terdesak hebat sehingga mundur berulangkali kebelakang.
Tok liong Cuncu tertawa seram, pelan-pelan ia maju kehadapan Tosu setan Thian yu
Cinjin, kemudian bentaknya, “Serahkan benda itu kepadaku!”

Semenjak mengetahui akan munculnya Tok liong Cuncu disitu, daya tempur si Tosu
setan Thian yu Cinjin yang luar biasa itu telah lenyap hingga tak berbekas, apalagi ketika
dilihatnya momok tersebut menghampirinya, ia semakin ketakutan sehingga sekujur
badannya terasa menjadi lemas, sukma serasa melayang meninggalkan raganya.
“Mau… mau apa kau?” serunya ketakutan.
Walaupun berada dalam keadaan ketakutan, tapi suruh ia menyerahkan Lencana
pembunuh naga tersebut masih merupakan suatu perbuatan yang memberatkan hatinya.
Tok liong Cuncu mendengus dingin, katanya.
“Cepat serahkan Lencana pembunuh naga itu kepadaku untuk ditukar dengan selembar
nyawamu pada hari ini!”
Sekalipun Si Tosu setan Thian yu Cinjin merasa berat hati untuk menyerahkan benda
mustika itu kepada lawan, namun keselamatan jiwa memang lebih penting dari segalagalanya,
maka tanpa berpikir lebih jauh lagi ia keluarkan kotak kumala tersebut dari
sakunya.
Ketika para jago dari Thi eng pang menyaksikan Thian yu tojin telah menyerahkan
Lencana pembunuh naga itu kepada Tok liong Cuncu, suasana menjadi amat gempar.
Dengan cepat Oh Bu hong meloloskan toya pedang bajanya, kemudian berseru,
“Cuncu, lohu yang tak becus bersedia untuk melakukan pertarungan melawan kau!”
Jilid 19
Tok Liong Cuncu segera meletakkan kotak kumala itu diatas telapak tangan kanannya,
kemudian menjawab, “Asal kau berniat dan punya kegembiraan untuk berbuat demikian,
silahkan datang kemari dan ambillah sendiri”
Kendatipun kerakusan menyelimuti seluruh wajah Thi eng sin siu Oh Bu hong, namun ia
tak berani terlalu gegabah untuk merampasnya dari tangan lawan, sebab dia tahu bahwa
Tok Liong Cuncu memiliki tenaga dalam yang amat sempurna, kalau ia tidak memiliki
kepandaian silat yang melebihi orang lain, tak nanti sikapnya begitu santai.
Untuk sesaat lamanya Oh Bu hong menjadi terkesiap dan pecah nyali, dia malahan tak
berani maju kedepan lagi, walau cuma selangkahpun.
Waktu itu, si Tosu setan Thian yu Cinjin telah memutar tubuhnya, tiba-tiba ia berseru,
“Cuncu hari ini kau melepaskan lohu, dikemudian hari kebaikan ini pasti akan kubalas!”
Seusai berkata dia lantas menghimpun tenaga dalamnya dan kabur dari situ, dalam
waktu singkat bayangan tubuhnya sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat
semula.
“Kembali!” bentak Tok liong Cuncu tiba-tiba, Tosu setan Thian yu Cinjin merasa
terkesiap, buru-buru ia menghentikan gerakan tubuhnya.

“Masih ada sesuatu persoalan yang lain?” tanyanya.
Sambil menghela napas panjang, kata Tok liong Cuncu, “Sekembalinya dari sini,
beritahu kepada kongsun Po, Say Khi pit serta Yan lo sat, katakan bahwa pun Cuncu telah
muncul kembali dalam dunia persilatan, tak selang beberapa hari lagi pasti akan kucari diri
mereka semua…”
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, “Seandainya diantara beberapa orang ini
masih tetap berada dipulau ini, beritahu kepada mereka agar berhati-hati, jika sampai
kujumpai nyawa mereka pasti akan kukirim kembali keakhirat.
Tosu setan Thian yu Cinjin tertawa seram, “Baik!” katanya kemudian, “lohu pasti akan
menyampaikan kata-kata ini kepada mereka…”
Tok liong Cuncu kembali mendengus, katanya lebih lanjut, “Menggunakan kesempatan
ini, pun cuncu pun akan memperingatkan kepada kalian semua kecuali pun cuncu seorang
yang sanggup membongkar rahasia sekitar istana Kiu ciong kiong ini, orang yang lain tak
usah mempunyai angan-angan yang muluk lagi, bila ada diantara kalian berani
sembarangan bertindak, maka inilah contohnya..!”
“Kraaak… Blaaam!”
Ketika sebuah batu cadas yang beribu-ribu kati beratnya kena ditotok oleh ayunan
tangannya, diiringi ledakan keras hancurlah batu itu menjadi berkeping-keping dan
berhamburan kemana-mana.
“Tok liong Ci jiau (cakar maut naga beracun)!”
Setiap orang yang pernah berjumpa dengan Tok liong cuncu dimasa lalu, rata-rata
mengetahui jelas tentang ilmu cakar maut Tok liong ci jiau tersebut.
000O000
Betul kawanan jago yang berkumpul disitu waktu itu rata-rata adalah jago kelas satu
dari dunia persilatan namun tak seorangpun diantara mereka yang berkeyakinan bahwa
mereka mampu menyambut sebuah cengkeraman maut yang disertai dengan tenaga
maha dahsyat tersebut.
Untuk sesaat lamanya, suasana disekeliling tempat itu menjadi hening sepi, tak
kedengaran sedikit suarapun. Tak seorang manusiapun berani menghembuskan napas
panjang sesudah menyaksikan keampuhan dari tenaga cengkeraman itu, paras muka Oh
Bu hong yang sebelumnya tampak keren tiba-tiba berubah menjadi redup, ia tahu bila
ingin bertarung melawan Tok liong Cuncu dengan kekuatan tenaga dalam yang dimilikinya
sekarang, rasanya hal ini tak mungkin bisa terpenuhi…
Si Tosu «etan Thian yu Cinjin semakin ketakutan, peluh dingin bahkan sempat
membasahi jidatnya, tanpa membuang waktu lagi dia memutar badannya dan melarikan
diri terbirit-birit meninggalkan tempat itu.
Dipihak lain, pertarungan antara Thi kiam kuncu Hoa Kok khi melawan Gak Lam kun
pun telah terhenti, tampak wajahnya pucat pias seperti mayat, sorot matanya pudar dan
liar, otaknya berputar terus berusaha mencari akal bagus untuk melarikan diri dari situ.

Tapi Tok liong Cuncu adalah manusia paling aneh didunia ini, kemanakah dia akan
meloloskan diri?
Mendadak Tok liong Cuncu tertawa seram dan berpaling kearah Hoa Kok khi, Hoa Kok
khi merasa jantungnya tiba-tiba berdebar lebih keras, dengan cepat pedangnya diputar
untuk melindungi semua jalan darah penting disekujur tubuhnya.
“Kau juga enyah dari sini!” seru Tok liong Cuncu lagi dengan suara dingin, “tapi kau
musti ingat, hari ini bisa melepaskan dirimu besok aku dapat menangkapmu kembali,
semoga saja bila berjumpa lagi denganku dikemudian hari, kaburlah sejauh mungkin!”
Thi kiam Kuncu Hoa Kok khi mendongakkan kepalanya dan tertawa seram.
“Haaahh… haaahh… haaahh… baik, baik, anggap saja hari ini aku orang she Hoa jatuh
pecundang ditangan kalian, asal aku Hoa Kok khi masih bisa bernapas di kemudian hari
pasti akan berjumpa lagi dengan sobat lama!”
“Kalau memang begitu hal ini lebih bagus lagi” kata Tok liong Cuncu dingin, “asal
sejarah di tebing Yan po gan bisa terulang lagi, sekalipun pun cuncu harus mati juga tak
akan menyesal!”
“Heeehh… heeehh… heeehh… bagus, kalau begitu biar kuciptakan kembali peristiwa
Yan po gan untuk dipersembahkan kepadamu!”
Seusai berkata, dia lantas melompat kedepan dan berlalu dari tempat itu.
Gara-gara ucapan Hoa Kok khi hari ini hampir saja Gak Lam kun mengalami nasib yang
sama dengan gurunya dibukit Yan po gan tempo hari, cuma tentu saja kejadian itu
berlangsung di kemudian hari nanti…
Tok liong Cuncu tertawa mengejek kepada Oh Bu hong katanya kemudian, “Apakah
saudara masih bermaksud untuk merampas benda mustika ini dari tanganku?”
Ia sengaja mengangkat Lencana pembunuh naga itu tinggi-tinggi, sehingga sinar mata
semua jago dari Thi eng pang bersama-sama dialihkan kearah kotak kumala tersebut.
Oh Bu hong segera memberi tanda kepada kawanan jago yang berada dibelakangnya,
lalu berkata, “Thi eng pang kami berhasrat untuk mendapatkan benda itu walau apapun
resikonya, selama harapan tersebut belum lenyap, lohu beserta anak buah kami siap untuk
bertempur melawan Cuncu…”
Jelas ia telah bertekad untuk mempergunakan kekuatan dari Thi eng pang untuk saling
memperebutkan Lencana pembunuh naga dengan diri Tok liong Cuncu.
Menghadapi kejadian tersebut, Tok liong Cuncu segera tertawa ringan, katanya,
“Saudara suka berbuat bagaimana berbuatlah bagaimana, Pun Cuncu pasti akan melayani
keinginanmu itu…”
Gak Lam kun yang berada disampingnya segera tertawa terbahak-bahak.

“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… jika toa pangcu ada minat, aku pasti akan melayani
dirimu untuk bermain sebanyak beberapa gebrakan…”
Tok liong Cuncu berkata pula dengan cepat.
“Muridku telah memperoleh warisan dari pun cuncu, asal Oh pangcu sanggup
menangkan satu atau setengah jurus darinya, pun Cuncu bersedia pula untuk
menyerahkan Lencana pembunuh naga ini kepadamu…”
Pada saat itulah, mendadak Si Tiong pek melompat bangun dari atas tanah, kemudian
berseru.
“Biar aku saja yang bermain-main dengan Saudara Gak!”
Sebelum Gak Lam kun sempat menjawab ia sudah menerjang maju kedepan lalu
dengan jurus Ciong hay kiu cu (mencari mutiara didasar samudra ia cukil sepasang mata
pemuda itu, jurus serangan tersebut dilancarkan dengan kecepatan luar biasa.
Gak Lam kun tak tahu kalau jurus serangan itu berasal dari kitab pusaka Ciong hay kun
boh, ketika dilihatnya jurus serangan itu sangat tangguh, diam-diam terkesiap juga
hatinya, buru-buru dia melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
“Saudara Si, sungguh pesat kemajuan yang kau capai dalam ilmu silatmu, katanya
sambil tertawa nyaring, “aku lihat jurus serangan yang kau pergunakan ini bukan berasal
dari ajaran gurumu!”
Bagi orang lain, perkataan itu tidak mendatangkan perasaan apa-apa, tapi bagi
pendengaran Thi eng pangcu Oh Bu hong justru sangat tak sedap.
Sebagaimana diketahui, ilmu silat yang dimiliki Si Tiong pek selama ini adalah hasil
ajarannya walaupun Si Tiong pek cerdas dan berhasil menguasai seluruh kepandaian
gurunya, namun kehebatannya tak pernah bisa melampaui yang lain.
Tapi semenjak ia kehilangan lengan kanannya, tiba-tiba Thi eng pangcu Oh Bu hong
menemukan bahwa ilmu silat muridnya mendapat kemajuan yang pesat, lagipula jurusjurus
serangannya jauh diluar dugaan, bukan cuma berbeda dengan jurus-jurus aliran
Tionggoan, bahkan banyak diantaranya yang belum pernah dijumpai selama ini.
Dalam sangsinya, beberapa kali ia sudah berusaha untuk mengamati gerakan jurus
serangan itu, sayang ia selalu tak berhasil dengan usahanya itu.
Begitulah setelah berhasil menghindarkan diri dari jurus serangan Ciong hay kiu cu
tersebut Gak Lam kun sama sekali tak berani menghentikan gerakan tubuhnya, buru-buru
ia mengerahkan tenaganya dan menerjang kemuka, jari tangannya langsung
mencengkeram kebahu lawan.
Pertarungan cara begini ini sungguh tangguh dan mengerikan, membuat Si Tiong pek
sendiripun merasa terkesiap, tapi dia cukup percaya dengan kemampuan jurus-jurus
serangan Hay ciong kun boh yang dimilikinya, maka ia cuma tersenyum.
Lengan kanannya segera ditekuk lalu direntangkan kedepan, sambil membuang bahu ia
bergeser kedepan, kali ini ia serang jalan darah Ci ti hiat tubuh Gak Lam kun.

Menggunakan kesempatan dikala Gak Lam kun melompat mundur, Si Tiong pek segera
membentak, “Suhu, kenapa kau belum juga…”
Oh Bu hong tahu kalau Si Tiong pek sedang memberi peringatan kepadanya agar
menggunakan kekuatan Thi eng pang yang ada sekarang untuk bersama-sama merampas
Lencana pembunuh naga itu dari tangan Tok liong Cuncu mumpung Gak Lam kun kena
dihadang olehnya.
Menyadari bahwa kesempatan baik segera akan berakhir, Oh Bu hong segera
membentak keras, “Cuncu maaf kalau lohu terpaksa harus bertindak kurang sopan
kepadamu!”
Toya bajanya diayunkan kedepan, menggunakan kesempatan itu tubuhnya melambung
beberapa kaki keudara lalu menubruk kebawah.
Ki Li soat, Cian seng ki su Wan Kiam ciu serta Gan tiong ciang Kwan Kim ceng serentak
meloloskan senjata tajam masing-masing lalu membentak keras, dengan suatu gerakan
yang bersamaan serentak mereka menyerang kearah Tok liong Cuncu.
Disaat yang amat kritis itulah, mendadak…
“Perguruan panah bercinta ikut ambil bagian dalam perebutan ini?” terdengar Ji Cin
peng membentak keras.
Tubuhnya yang ramping segera melompat kedepan, sebuah pukulan dahsyat langsung
dilontarkan keatas batok kepala Thi eng sin siu Oh Bu hong yang sedang menubruk
datang.
Jit poh toan hun Kwik To ikut pula membentak keras, “Wan loji, biar lohu saja yang
menghadapi dirimu!”
Cian seng ki su Wan Kiam ciu tertawa seram, “Heeehhh… heeehhh… heeehhh… dalam
pertarungan kita pada sepuluh tahun berselang, belum ada hasil yang kita ketahui, hari ini
kita memang harus ulangi kembali pertarungan tersebut untuk mengetahui siapa yang
jauh lebih tangguh diantara kita berdua!”
Kedua orang itu tidak banyak berbicara lagi, masing-masing segera mengerahkan
tenaga dalamnya untuk menghajar tempat mematikan ditubuh lawannya.
Dalam waktu singkat semua jago lihay Thi eng pang sudah terhadang semua oleh jagojago
perguruan panah bercinta. Mimpipun Oh Bu hong tidak mengira kalau pihak
perguruan panah bercinta bakal membantu Tok liong Cuncu, tak terlukiskan rasa gusar
yang menggelora dalam dadanya.
Sikap dari Tok liong Cuncu sendiripun ternyata sangat aneh, dia tidak bertarung
melawan siapapun, sebaliknya malahan melayang naik keatas gundukan tanah berbukit
dan tertawa tergelak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… Oh pangcu, aku lihat perkumpulanmu menghadapi
ancaman bahaya maut kali ini!” serunya.

Oh Bu hong betul-betul merasa gusar bercampur mendongkol, teriaknya dengan sinis,
“Mentang-mentang Tok liong Cuncu, tak tahunya masih membutuhkan bantuan dari
anjing-anjing perguruan panah bercinta untuk bertarung… hmmm! Sungguh
memalukan…”
Belum habis perkataannya diucapkan, beberapa buah serangan dahsyat dari Ji Cin peng
telah meluncur tiba, terpaksa dia harus menghimpun tenaganya untuk menghadapi
serangan.
Meski demikian, dalam hatinya berpikir terus, ia menduga antara Tok liong Cuncu
dengan pihak perguruan panah bercinta pasti sudah terjalin suatu hubungan rahasia.
Tiba-tiba terdengar Si Tiong pek berteriak kembali.
“Suhu, kalau kau tidak menitahkan semua orang untuk menghentikan pertarungan,
perkumpulan Thi eng pang bisa hancur berantakan ditangan mereka.”
Meskipun sedang berbicara, namun gerakan tubuhnya sama sekali tak berhenti, ini
menunjukkan betapa sengitnya pertarungan antara dia melawan Gak Lam kun.
Terkesiap Oh Bu hong setelah mendengar teriakan itu, sambil bertarung terus, serunya
kembali, “Pek ji, apakah kau dapat melihatnya?”
Sementara itu, Cian seng ki su Wan kiam ciu yang bertempur melawan Jit poh toan hun
Kwik To, selalu merasa betapa aneh dan saktinya kekuatan lawan, bahkan tenaga
dalamnya beberapa kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan sepuluh tahun berselang.
Dengan julukannya sebagai sastrawan sakti selaksa bintang menunjukkan bahwa
otaknya memang cerdas dengan pelbagai akal muslihat yang licin, dengan cepat ia dapat
mengetahui pula akan gawatnya situasi, buru-buru tubuhnya melayang mundur
kebelakang.
Melihat musuhnya kabur, Jit poh toan hun Kwik To segera tertawa terbahak-bahak,
“Haaahh… haaahh… haaahh… sobat lama, kau ingin kabur kemana?”
Dengan dapat ia memutar tubuhnya dan menerjang dari belakang Cian seng ki su.
Sambil melarikan diri terbirit-birit, Cian seng ki su Wan Kiam ciu sempat berteriak keras,
“Pangcu apa yang diucapkan Si Tiong pek tidak salah, lebih baik kau cepat mengambil
keputusan!”
Mendengar itu Oh Bu hong mendengus dingin.
“Hmmm! Sungguhkah demikian serius?” ia berseru.
Tok liong Cuncu yang berada disamping segera tertawa dingin, katanya lirih, “Untuk
menghadapi perguruan panah bercinta saja kalian tak mampu kalau sampai pun Cuncu
ikut turun tangan, hmmm! Apa kalian tidak mampus sedari tadi…”
Setelah mendengar perkataan itu, Thi eng pangcu baru merasa terkejut, buru-buru
teriaknya, “Semua anggota Thi eng pang mundur!”

Menyusul bentakan itu, Si Tiong pek sekalian para jago lihay serentak menarik kembali
serangannya dan melarikan diri dari tempat itu.
Ternyata sikap para jago perguruan panah bercinta pun seolah-olah mempunyai suatu
rahasia besar, mereka sama sekali tidak melakukan pengejaran terhadap para jago Thi
eng pang yang sedang melarikan diri itu.
“Sungguh berbahaya!” diam-diam Gak Lam kun berbisik.
Pelan-pelan ia berjalan menghampiri Tok liong Cuncu dan berdiri disisinya, sementara
Tok liong Cuncu sendiri dengan sorot matanya yang tajam mengawasi terus wajah Kwik
To tanpa berkedip.
Kwik To yang ditatap seperti ini, segera merasakan hatinya bergetar keras, diam-diam
ia menduga-duga siapa gerangan orang ini?
“Tua bangka she Kwik!” seru Tok liong Cuncu tiba-tiba sambil tertawa dingin, “hari ini
pun cuncu hendak merenggut selembar nyawa anjingmu!”
Buru-buru Gak Lam kun maju kedepan sembari berseru.
“Suhu, Kwik To pernah menyelamatkan selembar jiwa tecu, hari ini…”
“Oh, kalau memang begitu biar kutitip nyawa Kwik To untuk tiga tahun lamanya,
setelah lewat tiga tahun pun cuncu baru akan merenggut kembali jiwanya!”
Ji Cin pengpun segera mengulapkan tangannya sambil berkata.
“Untuk sementara waktu kalian boleh mengundurkan diri lebih dahulu, aku serta Gak
siangkong hendak menyelidiki jejak Thiansan soat li…”
Si Nenek berambut putih, Han Hu hoa dan Siangkoan Ik segera mengiakan dan
mengundurkan diri dari situ, sedangkan Jit poh toan hun Kwik To setelah berdiri agak
lama disitu, akhirnya dengan wajah sedih berlalu pula dari tempat itu, tampaknya ia
sedang berusaha untuk mendapat tahu siapa gerangan Tok liong Cuncu yang
sesungguhnya?
Menanti disekeliling tempat itu sudah tiada orang lain, Gak Lam kun baru berkata
sambil tertawa, “Liong te, hari ini aku telah merepotkan dirimu!”
Tok liong Cuncu itu melepaskan topeng yang menutupi wajahnya hingga muncullah
wajah Ji Kiu liong. Ia menyahut.
“Yaa, siapa bilang tidak? Saking cemasnya tadi, peluh dingin telah membasahi seluruh
tubuhku”
Ji Cin peng yang berada disisinya segera tertawa merdu, katanya, “Rahasia ini kecuali
kami bertiga tak mungkin ada orang yang tahu lagi kalau Tok liong Cuncu yang muncul
hari ini sesungguhnya adalah hasil penyaruan dari Liong te…”
Gak Lam kun termenung sejenak, kemudian katanya, “Ada kemungkinan Kwik To telah
menemukan sedikit tanda yang mencurigakan!”

“Tidak mungkin!” sahut Ji Cin peng dengan cepat sambil tertawa, senyumannya ibarat
angin musim semi yang membuyarkan awan hitam dan hujan gerimis.
Gak Lam kun yang menyaksikan mimik wajahnya itu menjadi tertegun, ia selalu merasa
bahwa Buncu dari perguruan panah bercinta ini, Bwe Li pek memiliki persamaan dengan
kekasihnya yang pertama dulu, bahkan senyuman maupun caranya berbicara tiada
satupun yang berbeda dengan Ji Cin peng.
Setelah tertegun beberapa saat lamanya, ia berkata kembali, “Lencana pembunuh naga
yang hilang kini bisa diperoleh kembali, kesemuanya ini adalah berkat perjuangan dari
Liong te, padahal sewaktu nona Bwe memberitahukan hal tersebut kepadaku, siaute masih
merasa sangsi dan tak menentu.”
Ji Cin peng tertawa.
“Gurumu adalah manusia aneh dari kolong langit, sedang kawanan jago dari golongan
sesat itu betul merupakan jagoan setempat, tapi bagaimanapun juga nama besar Tok
liong Cuncu masih cukup punya kewibawaan untuk membuat keder mereka!”
Sementara itu, Ji Kiu liong telah melepaskan perlengkapan Tok liong Cuncu dan
menyerahkan Lencana pembunuh naga itu dengan Gak Lam kun.
“Toako, terimalah ini…”, katanya.
“Nona Bwe!”, ujar Gak Lam kun kemudian dengan kepala tertunduk, “siaute hadiahkan
kembali Lencana ini untukmu…”
Siapa tahu ketika Lencana pembunuh naga itu dibaliknya, kontan saja ia merasakan
hatinya bergetar keras, wajahnya seketika itu juga berubah hebat, lama sekali ia
membungkam dalam seribu bahasa, seolah-olah dalam benaknya telah dihadapkan
dengan suatu masalah serius yang membuatnya menjadi tegang.
Ji Cin peng ikut terperanjat, serunya, “Gak siangkong, kenapa kau?”
“Kita semua sudah tertipu!” seru Gak Lam kun dengan paras muka berubah hebat.
Mendengar seruan itu, Ji Cin peng maupun Ji Kiu liong menjadi tertegun dan berdiri
melongo.
“Dengan nada kurang percaya Ji Kiu liong berkata, “Toako, kau tidak salah melihat
bukan!”
Gak Lam Kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Tidak mungkin!” ia menjawab, “aku sudah pernah memeriksa Lencana pembunuh
naga yang asli, pada permukaan depan berlukiskan suatu gambaran aneh yang penuh
dengan guratan-guratan, sedangkan pada permukaan sebaliknya berlukiskan seorang
gadis yang cantik rupawan, hal mana masih berkesan mendalam dibenakku, tak nanti aku
bisa salah mengingat!”

“Lantas siapakah yang telah membuat Lencana pembunuh naga yang kedua ini?” tanya
Ji Kiu liong dengan wajah murung.
“Entahlah!” Gak Lam kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Mungkinkah hasil perbuatan dari Si Tiong pek?” tiba-tiba Ji Cin peng bertanya.
Seakan-akan Gak Lam kun telah mengambil suatu keputusan dalam hatinya, ia berseru
kemudian, “Perduli hasil karya siapakah itu, lebih baik kita temui dulu jago-jago dari Thi
eng pang!”
Mereka sudah bersiap-siap untuk berangkat meninggalkan tempat itu, ketika tiga
malaikat dari wilayah See ih mendadak muncul dari arah sebelah barat…
Paras muka Ji Cin peng segera berubah hebat, serunya tertahan, “Musuh tangguh kita
telah datang!”
Diam-diam Gak Lam kun merasa terkejut dihati, tapi segera ia menyongsong
kedatangan mereka sambil tertawa nyaring.
“Hay, kalian bertiga bukannya melindungi keselamatan majikan kalian, ada urusan apa
datang kemari…”
Malaikat pedang Ho Ban im tertawa terkekeh sahutnya, “Lohu mendapat perintah dari
majikan kami untuk mengundang Gak sauhiap agar suka berkunjung keistana api!”
“Apa yang terjadi dalam istana api?” tanya Gak Lam kun agak tertegun.
“Asal Gak sauhiap sudah kesana toh akan tahu dengan sendirinya, buat apa musti
banyak bertanya?” kata Malaikat racun Lo Kay seng sambil tertawa dingin.
“Lohu bertiga tak lebih hanya bertugas untuk menyampaikan pesan saja!”
Ji Kui liong segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… mau pergi mari kita pergi bagaimanapun jua cepat atau
lambat akhirnya toh kita akan berduel juga dengan budak dari See thian san tersebut!”
Seusai berkata, tiba-tiba ia melompat keudara dan melayang maju kedepan.
Malaikat telapak tangan Nian Hau ing segera melepaskan sebuah pukulan dahsyat,
katanya, “Majikan kami hanya mengundang Gak Lam kun seorang, lebih baik kau tetap
berada disini saja!”
Sebagai seorang jago persilatan yang termashur dalam dunia persilatan karena ilmu
pukulannya, meski melepaskan pukulan secara tergesa-gesa ternyata daya kekuatan yang
terkandung didalamnya luar biasa sekali.
Baru saja Ji Kiu liong menggerakkan tubuhnya, ia sudah kena dipaksa mundur kembali
oleh tenaga pukulan tersebut.

Ji Cin peng yang menyaksikan kejadian itu menjadi naik pitam, bentaknya penuh
kegusaran, “Lengcu kalian toh bukan manusia berkepala tiga berlengan enam, kenapa ia
begitu berlagak sok seakan-akan hanya dia seorang yang merupakan jagoan?”
Dengan mementangkan jari-jari tangannya, lima gulung desingan angin tajam yang
disertai dengan tenaga yang luar biasa segera memancar keluar mengancam lima buah
jalan darah penting ditubuh Malaikat pukulan Nian Hau ing.
Sreeet! Sreeet! Sreeet! Dalam waktu singkat sekujur tubuh Nian Hau ing sudah berada
didalam kurungan angin serangan tersebut.
Menghadapi ancaman semacam ini, Malaikat pukulan Nian Hau ing tak berani gegabah,
buru-buru ia berganti tempat kedudukan sambil mengulapkan tangannya.
“Gak siangkong, mari kita berangkat!”
Seusai berkata, tiga malaikat dari wilayah See ih itu berangkat lebih duluan menuju
kearah barat.
Gak Lam kun segera berpaling dan tertawa, katanya, “Adik Liong, nona Bwe, kalian tak
perlu gelisah aku hanya pergi sebentar saja untuk segera kembali lagi kemari!”
“Tidak bisa” kata Ji Cin peng sambil tertawa sedih, “istana api terlalu berbahaya,
tempat itu merupakan istana yang paling lihay diantara kesembilan istana lainnya, kalau
ingin mati biar kita mati bersama, aku tak akan mengijinkan kau untuk menempuh bahaya
seorang diri…”
Ji Kiu liong tertawa getir pula, katanya, “Aku ingin hidup bersama toako, matipun
bersama toako, kalau hendak berangkat kesitu, biar kita berangkat bersama saja!”
Tapi dengan cepat Gak Lam kun gelengkan kepalanya berulangkali.
“Orang lain toh mengatakan cuma mengundangku seorang, kalau kalianpun ikut kesitu”
“Kita tak mau mengurusi begitu banyak persoalan” tukas Ji Cin peng sambil tertawa
getir, “lebih baik kita berangkat dulu kesana selanjutnya baru mengambil keputusan
menuruti keadaan yang dihadapi nanti!”
Sepanjang perjalanan ketiga orang itu hanya membungkam belaka, mereka mengintil
dibelakang tiga malaikat dari wilayah See ih itu dengan selisih jarak yang cukup jauh.
Bukit karang tampak menjulang tinggi ke angkasa, aneka warna bunga tumbuh subur
disekitar situ.
Dibelakang bangunan loteng persegi delapan itu tergantung delapan buah lentera
meski masih tengah hari namun lentera itu memancarkan cahayanya dengan redup.
Seorang gadis cantik berbaju perak sedang duduk diatas loteng ditepi pagar sambil
tiada hentinya memandang ketempat kejauhan.

Tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan menghela napas sedih, gumamnya,
“Bayangan tubuhnya begitu tampak amat jelas, kenapa aku tak dapat melupakan
dirinya…”
Menanti dilihatnya Gak Lam kun datang bersama Ji Cin peng berdua, sepasang alis
matanya kembali berkenyit, selapis rasa sedih murung segera menyelimuti wajahnya,
tanpa sadar ia mendengus dingin.
Entah mengapa? Setiap kali ia menyaksikan Gak Lam kun berada bersama gadis lain,
api amarah yang tak diketahui sumber asalnya selalu muncul dan berkobar dalam dadanya
apa sebabnya dapat begini? Karena cinta? Ataukah karena benci?
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu bangkit berdiri lalu berjalan dengan lemah gemulai,
dibenahinya rambut yang kusut dan turun dari loteng, dari sana ia berputar menuju
kedepan sebuah gua raksasa yang berada dibelakang bangunan berloteng tersebut.
Dikala sinar matanya melirik kembali bangunan yang berbentuk segi delapan itu, tanpa
terasa ia terbayang kembali akan dongeng kuno yang menceritakan pertemuan cinta
antara Liang san pek dengan Cu ing tay.
Tiba-tiba timbul suatu lamunan didalam benaknya, ia merasa seakan-akan dirinya
adalah penitisan dari Ing tay, sedangkan Gak Lam kun penitisan dari Sampek, mereka
berdua berangkulan diatas loteng sambil menangis tersedu-sedu, meski hanya lamunan
namun cukup mendatangkan perasaan sedih dalam hati gadis berbaju perak ini.
Tiba-tiba suara seorang yang serak tua berkumandang disisi telinganya, “Siocia, Gak
Lam kun telah datang!”
Ketika lamunannya terbuyar, ketika kenangannya berantakan, gadis berbaju perak itu
merasa agak gusar, tapi dengan cepat senyuman muncul kembali diujung bibirnya, sambil
mengulapkan tangannya ia menitahkan kepada tiga malaikat dari See ih agar berdiri diluar
pintu gua.
“Kau pasti merasa terkejut bukan!” sapa nona berbaju perak itu sambil tertawa manis.
Gak Lam kun tertawa ewa.
“Siapa yang bilang? Kejadian ini sudah berada dalam dugaanku!”
“Kau tahu karena persoalan apa aku mengundangmu kemari?”, seru nona berbaju
perak lagi dengan wajah tertegun.
“Hmm, semua persoalan dapat kuketahui dengan jelas!”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa cekikikan.
“Aku ingin memberikan sedikit benda yang sama sekali tak mungkin kaudapatkan.”
“Terima kasih banyak, aku merasa tak punya rejeki untuk memperolehnya…” kata Gak
Lam kun sambil memutar badannya siap pergi meninggalkan tempat itu.

Dengan suatu gerakan cepat gadis berbaju perak itu maju kedepan dan menghadang
jalan perginya, dengan dingin ia berseru, “Jika kau tidak menerima pemberianku ini,
selama hidup kau akan merasa menyesal!”
Suaranya yang memedihkan hati seakan-akan menunjukkan bahwa dia mempunyai
kesulitan yang tak biss diutarakan dengan kata-kata, sinar penuh pengharapan memancar
keluar dari balik matanya.
Gak Lam kun menjadi tertegun, tapi kemudian katanya sambil tertawa.
“Aaah masa seserius ini persoalannya?”
“Tentu saja!” kembali gadis berbaju perak itu tertawa cekikikan, “sewaktu gurumu
menyuruh kau datang menerima Lencana pembunuh naga ini apakah Tok liong cuncu
tidak memberitahukan kepadamu sifat serius yang terkandung didalam persoalan ini?”
Timbul keragu-raguan dalam hati Gak Lam kun, tanpa sadar dia lantas berpikir,
“Walaupun suhu tak pernah memberitahukan kepadaku bagaimana caranya
mempergunakan Lencana pembunuh naga tersebut, tapi aku dapat merasakan juga sifat
serius yang menyangkut masalah ini, kalau memang Thian san soat li berkata demikian,
jangan jangan didalam istana api benar-benar terdapat suatu benda yang tak kuketahui
sama sekali…”
Berpikir sampai kesitu, dia lantas tertawa nyaring, sahutnya, “Sekalipun suhuku tak
pernah memberitahukan duduk persoalan sebenarnya tentang persoalan ini namun beliau
menitahkan kepadaku agar merampas kembali lencana itu dari tanganmu, jika dalam
istana api ini terdapat masalah yang menyangkut persoalan perguruan sekalipun
pertaruhkan selembar nyawa, aku pasti akan memasuki juga!”
Berpicara sampai disitu dia lantas melirik sekejap kearah Ji Cin peng, dalam lirikan itu
jelas tampak sinar permohonannya yang besar.
Gadis berbaju perak itu tertawa, katanya kemudian, “Kalau begitu, ikutlah aku kedalam
gua ini, didalam sana terdapat peristiwa berdarah yang menyangkut masalah keperguruan
kalian kecuali kau dan aku, didunia ini sudah tiada orang ketiga yang bisa memecahkan
teka teki yang mana besar ini…”
Ji Cin peng segera mendengus dingin.
“Hmm, aku tidak percaya kalau didunia ini tiada orang ketiga yang bisa memecahkan
rahasia tersebut…”
Seraya berkata, dia lantas menarik tangan Ji Kiu liong untuk bersama-sama menyerbu
masuk kedalam istana api.
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, See ih sam seng segera bertindak cepat
dengan menyumbat mulut gua tersebut, enam buah mata yang memancarkan sinar tajam
menatap wajah Ji Cin peng dan Ji Kiu liong tanpa berkedip, tampaknya asal kedua orang
itu berani melakukan sesuatu tindakan maka mereka akan segera turun tangan untuk
menghalanginya.

Gadis berbaju perak itu menghela napas panjang, kepada Gak Lam kun ujarnya, “Lebih
baik suruhlah mereka mengundurkan diri dari sini, persoalan ini menyangkut persoalan
perguruan kita berdua, campur tangan orang lain hanya akan menambah mendalamnya
kesalahan pahaman diantara perguruan kita berdua, maka jika ingin menyelesaikannya
secara baik-baik, hal ini akan semakin sulit lagi!”
Gak Lam kun merasa perkataan itu ada benarnya juga, buru-buru dia berseru, “Nona
Bwee, adik Liong, lebih baik kalian menunggu aku disini saja, aku akan pergi kesana
sebentar ingin kulihat apa yang bisa dia lakukan atas diriku…”
Ji Cin peng mengerutkan dahinya, selapis rasa sedih dan murung segera menyelimuti
wajahnya, ia betul-betul merasa hatinya tak tenang, tapi akhirnya sambil menggertak gigi,
dia menarik Ji kiu liong untuk mengundurkan diri dari situ.
Kemudian dengan paras muka berubah hebat, ia menuding kearah gadis berbaju perak
itu seraya berseru.
“Kuserahkan dia kepadamu, jika sampai ada sesuatu hal yang tidak menguntungkan
menimpa dirinya, lihat saja nanti, kucabik-cabik tubuhmu menjadi berkeping atau tidak…”
Dengan suara dingin gadis berbaju perak itu menjawab, “Suhu udara dalam istana api
dapat menghancurkan semua benda, batu cadaspun dapat hancur menjadi abu apalagi
tubuh manusia? Kami berdua akan segera berangkat keakhirat, ingin kulihat bagaimana
caramu hendak membalas dendam terhadap diriku…”
Diiringi suara tertawanya yang merdu, dia lantas menarik tangan Gak Lam kun dan
menerjang masuk kedalam istana api.
Betapa terkesiapnya ji Cin peng ketika mengetahui bahwa batupun akan hancur
menjadi abu didalam istana api tersebut, jika Gak Lam kun sampai ikut masuk kedalam
istana tersebut, bukankah tubuhnya juga akan hancur menjadi abu?
Dengan suara yang amat memedihkan hati segera teriaknya, “Gak siangkong, kau
kembali!”
Telapak tangannya segera diayunkan kedepan dengan jurus Oh jiau kui hun (mencakar
mampus sukma gentayangan), sasaran yang dituju adalah tiga malaikat dari See ih yang
berjaga diluar gua.
Menghadapi ancaman maut tersebut, ketiga orang malaikat dari wilayah See ih tersebut
segera melompat kesamping untuk menghindarkan diri dari ancaman tersebut.
Malaikat pedang Siang Ban im segera melepaskan sebuah tusukan kilat kedepan,
bentaknya, “Jika kau berani bertindak kasar lagi terhadap kami, jangan salahkan jika
kamipun akan bertindak kejam terhadap dirimu berdua!”
oooqooo
Dengan suatu gerakan yang enteng Ji Cin peng menghindar kesamping, jari tangannya
segera menyentil kemuka sambil bentaknya, “Jika hari ini Gak Lam kun mengalami sesuatu
yang tidak menguntungkan, maka kalian tiga orang tua bangka pun jangan harap bisa
hidup lebih jauh didunia ini!”

Tak terlukiskan daya serangan yang terkandung dibalik sentilan jarinya itu, sudah
barang tentu Tiga malaikat dari See ih tak berani menyambut secara kekerasan, buru-buru
mereka melompat kesamping untuk menghindarkan diri.
Malaikat racun Lo Kay seng tertawa terbahak-bahak dengan seramnya, dia berseru,
“Nona, lebih baik kau jangan terlalu takabur lebih dulu, ketahuilah bahwa See ih sam seng
bukan type manusia yang boleh dipermainkan dengan sekehendak hatimu…”
“Kalau kalian bukan manusia yang bisa dipermainkan, memangnya kami adalah
manusia yang gampang dipermainkan!” seru Ji Kiu hong sambil menerjang maju kemuka.
Malaikat pukulan Nian Hau ing mendengus dingin.
“Hmm! Terlepas apakah dapat dipermainkan atau tidak, yang jelas hari ini kalian tak
boleh berbuat banyak ulah disini…”
“Hey, kalau berbicara lebih baik sedikitlah tahu diri” tukas Ji cin peng sambil tertawa
dingin, “jelek-jelek begini perguruan panah bercinta juga merupakan sebuah perkumpulan
besar dalam dunia persilatan, tak sedikit jumlah jagoan lihay yang kami miliki, sekalipun
See thian san terhitung pula sebagai suatu perguruan dalam dunia persilatan, namun
kalian itu masih terhitung seberapa?”
“Nona Ji!” kata malaikat pedang Siang Ban seng dengan dingin, “seperti apa yang kau
katakan barusan, perguruan panah bercinta boleh dihitung sebagai musuh tangguh yang
baru muncul dalam dunia persilatan, meski begitu, kami See thian san masih tidak
memandang sebelah matapun juga kepada kalian semua!”
Sementara mereka saling bersilat lidah dengan sengitnya tanpa ada salah satu pihak
yang mau mengalah, pada saat itulah tiba-tiba terdengar jeritan kaget berkumandang dari
dalam istana api, kemudian suasanapun pulih kembali dalam keheningan.
Tiba-tiba Ji Cin peng menerjang maju kedepan, teriaknya, “Minggir kalian, nonamu
akan masuk kedalam!”
Sebagaimana diketahui tiga malaikat dari See ih ditugaskan untuk menjaga pintu masuk
istana api tersebut, maka ketika dilihatnya gadis itu berusaha untuk menyerbu masuk
dengan kekerasan, serentak mereka meloloskan senjata untuk menghalanginya dengan
sepenuh tenaga.
Dengan suara angkuh malaikat racun Lo Kay seng berseru, “Istana api mempunyai
suhu udara yang tinggi dan amat beracun, sekalipun kalian masuk kedalam juga sia-sia
belaka…”
“Apakah Siocia kalian tidak takut api?”, jengek Ji Kiu liong sambil tertawa dingin.
“Siocia kami berani memasuki istana api, tentu saja diapun memahami cara, untuk
mematahkan serangan api tersebut, jika kalian bertindak gegabah, maka hal tersebut
hanya akan mempercepat proses kematian mereka berdua saja.”
Sesudah mendengar perkataan itu, Ji Cin peng menjadi tertegun, mendadak ia
merasakan sekujur tubuhnya menjadi kaku.

Setelah tertegun sekian waktu, ia baru berkata, “Kau bilang mereka berdua bisa mati?”
“Benar!”, malaikat racun Lo Kay seng mengangguk, api yang muncul dari dalam bumi
amat panas dan beracun, bila tiada suatu cara pencegahan yang jitu, siapapun jangan
harap bisa meloloskan diri dari tempat itu, tapi sebaliknya…”
“Tapi kenapa?”, tanya Ji Cin peng dengan perasaan tegang.
Malaikat racun Lo Kay seng tertawa seram, terusnya.
“Seandainya istana api persis seperti apa yang telah diduga oleh Siocia kami, otomatis
mereka berdua pun tak akan menjumpai mara bahaya apa-apa lagi…”
“Maksudmu, majikan kalian sudah memiliki suatu cara yang baik untuk mengatasi
persoalan itu?”, tanya Ji Cin peng setelah tertegun sesaat lamanya.
“Tentu saja!” jawab malaikat pedang Siang Ban seng dengan angkuhnya, “majikan
kami memiliki kecerdasan dan pengetahuan yang amat luas, tiada persoalan yang bisa
menyulitkan dirinya…”
Ketika didengarnya ia begitu angkuh dan memuji-muji kehebatan majikannya, Ji Cin
peng segera mengangkat bahunya sambil tertawa dingin.
Ji Kiu liong mendengus dingin, katanya, “Toakoku Gak Lam kun adalah manusia yang
luar biasa dari dunia persilatan, kecerdasan maupun pengetahuan yang dimilikinya tak
akan kalah daripada Thian san soat li…”
Oleh karena dia amat menghormati Gak Lam kun bagaikan menghormati malaikat maka
tanpa sadar pemuda itu telah balik menyindir ucapan See ih sam seng.
Kontan saja See ih sam seng berdiri tertegun, ditatapnya wajah Ji Kiu liong dengan
perasaan bingung dan kosong…
Makin berseri wajah Ji Kiu liong setelah dilihatnya ketiga orang lawannya itu dibikin
tertegun, ia mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… bagaimana? Apakah kalian merasa tidak percaya”.
Malaikat pukulan Nian Hau ing tertawa seram.
“Kami tiga malaikat selalu hidup diwilayah See ih, boleh dibilang selama hidup belum
pernah takluk kepada siapapun, hanya majikan kami seorang yang pernah beradu
kepandaian dengan kami, tapi beradu secara sesungguhnya masih belum pernah satu
kalipun, dan kini…”
Sengaja ia berhenti sejenak, setelah tertawa kering, terusnya, “Asal kali ini Gak Lam
kun bisa keluar dari sini dalam keadan hidup, kami See ih sam seng pasti akan memohon
petunjuk darinya terlebih dahulu…”

“Tidak sulit kalau ingin bertarung dengan toakoku, tapi kau musti mencoba tiga jurus
lebih dulu diujung telapakku!” seru Ji Kiu liong sambil membalik telapak tangannya dan
bersiap-siap melancarkan sebuah serangan dahsyat.
Malaikat pedang Siang Ban seng maju selangkah lebar kedepan, katanya, “Kalau
begitu, kau pun seorang jagoan tangguh pula!”
Sebagai seorang jago yang termashur karena ilmu pedangnya, tanpa terasa pedang
yang tersoren dipunggung segera diloloskan keluar.
Diam-diam Ji Kiu liong agak terkesiap juga menghadapi musuh yang amat tangguh ini,
serunya, “Soal ini…”
Ji Cin peng segera mendorongnya kedepan seraya berkata, “Adik Liong, orang sedang
merasa gelisah setengah mati, kau masih punya kegembiraan untuk bergurau terus!”
Mendadak… muncul delapan jalur cahaya tajam yang menyilaukan mata ditengah
udara, kemudian secepat sambaran kilat meluncur keatas tubuh Ji Kiu liong.
Ji Cin peng yang melihat datangnya ancaman tersebut, dengan cepat membentak
keras, “Kau berani!”
Entah bagaimana caranya ia menghimpun tenaga, tahu-tahu segulung angin pukulan
yang maha dahsyat telah menerjang kedepan.
Menghadapi ancaman pukulan yang begitu dahsyat, malaikat pedang Siang Ban seng
merasa terkesiap, buru-buru ia menarik kembali pedangnya sambil melompat kebelakang.
Walau demikian, saking kagetnya peluh dingin telah membasahi sekujur badan Ji Kiu
liong.
Setelah rasa kagetnya bisa ditenangkan kembali, si anak muda itu baru berseru dengan
gusar, “Kau benar-benar ingin bertarung?”
“Heeehh… heeehh… heeehh… kenapa musti sungkan-sungkan lagi?” jawab malaikat
pedang Siang Ban seng sambil tertawa seram.
Ji Kiu liong segera merentangkan sepasang telapak tangannya untuk bersiap-siap
membuka serangan, dia berkata, “Baik, kalau begitu mari kita bertempur dengan sebaikbaiknya!”
Ji Cin peng tak ingin Ji Kiu liong bertarung, ia lantas berkata, “Adik Liong dalam
keadaan seperti ini apakah kau masih punya minat untuk bergurau terus menerus?”
Ji Kiu liong tertegun, lalu sahutnya, “Lalu kau suruh berbuat apa?”
Ji Cin peng tertawa sedih.
“Adik Liong, seandainya Gak Lam kun menjumpai sesuatu musibah…”
Ji Kiu liong tertegun, buru-buru tukasnya, “Orang baik selalu dilindungi Thian, Gak
toako bukan manusia yang berumur pendek…”

Ji Cin peng gelengkan kepalanya berulangkali ia berkata, “Aku hanya berkata
seandainya saja, apa yang musti kita lakukan…?”
Paras muka Ji Kiu liong berubah menjadi dingin beku bagaikan es, sahutnya, “Toako
sangat baik kepadaku, aku telah berhutang budi kepadanya, maka jika ia mati, akupun tak
ingin hidup lagi!”
“Adik Liong, kau tak boleh berbuat demikian!” seru Ji Cin peng dengan paras muka
berubah.
“Kenapa?” tanya Ji Kiu liong setelah tertegun sejenak.
Tanpa terasa ia menaruh suatu perasaan yang aneh dan tidak habis mengerti terhadap
perkataan dari Ji Cin peng tersebut, ia merasa sikap gadis tersebut pada saat ini seakanakan
telah berubah menjadi seorang yang lain, tapi kenapa bisa demikian?
Ji Cin peng menghela napas panjang, katanya, “Jika kau dan aku telah mati semua,
bukankah keluarga Ji kita tiada keturunan lagi…”
Setelah perkataan itu diucapkan, ia baru merasa kalau sudah salah berbicara, buruburu
mulutnya dibungkamkan kembali.
Ji Kiu liong menjadi tertegun, serunya cepat, “Apa kau bilang? apakah kaucu she Ji?”
Haruslah diketahui, walaupun Ji Kiu liong telah diselamatkan jiwanya oleh Ji Cin peng,
dan mereka bergaul selama banyak waktu, namun selama ini dia hanya tahu kalau gadis
itu she Bwee, ia tidak tahu kalau diapun she Ji, tentu saja lebih-lebih tak menyangka kalau
gadis ini tak lain adalah encinya yang sudah hilang banyak tahun.
Sebaliknya Ji Cin peng sendiripun tak dapat memberitahukan kepada orang lain bahwa
dia adalah encinya Ji Kiu liong karena ia sendiri memiliki suatu kesulitan yang tak dapat
diucapkan keluar.
Walaupun begitu, dia sendiri telah mengetahui kalau Ji Kiu lioag sesungguhnya adalah
adik kandungnya sendiri yang sudah banyak tahun tak pernah bersua.
Begitu mengetahui kalau dirinya telah salah berbicara, buru-buru Ji Cin peng berseru
kembali, “Tidak! Tidak! Maksudku jika Gak Lam kun sampai mati, kita pasti akan merasa
sedih sekali…”
Jelas hingga saat ini dia masih belum ingin memberitahukan kepada Ji Kiu liong, siapa
gerangan dirinya ini?
Andaikata Ji Kiu liong mengetahui bahwa orang yang berada dihadapannya sekarang
adalah kakaknya yang telah mati mungkin dia tak akan percaya dengan penglihatan
sendiri, sebab oleh pelbagai alasan ia telah percaya kalau kakaknya benar-benar sudah
mati.
Sebaliknya Ji Kiu liong merasa sikap Ji Cin peng hari ini sangat aneh, tanpa terasa
ditatapnya gadis itu lekat-lekat tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Lama… lama sekali, ia baru seperti menyadari akan sesuatu, katanya kemudian, “Kau
benar-benar mirip sekali dengan seseorang!”
“Sungguh?” Ji Cin peng tertawa ringan, “menurut anggapanmu, aku mirip siapa?”
Walaupun wajahnya masih tetap tenang dan wajar, namun kewaspadaannya sudah
ditingkatkan, ia kuatir pemuda itu berhasil mengenali kembali dirinya.
Ji Kiu liong menghela napas panjang panjang, katanya, “Kau terlalu mirip dengan
kakakku!”
Ji Cin peng segera mendongakkan kepalanya dan tertawa sedih, ia berseru, “Adik
Liong, kau pandai amat mengajak aku bergurau!”
Meskipun dimulut ia berbicara enteng dan santai, namun butiran air mata tak bisa
dibendung lagi, bagaikan sebuah anak sungai segera meleleh kebawah.
Sekuat tenaga ia berusaha untuk menguasai diri, dia tahu masih banyak pekerjaan
yang harus dia lakukan dikemudian hari, jika rahasia tersebut sampai diutarakan sekarang
maka hal tersebut hanya akan menambah kesedihan diantara mereka saja, apa gunanya
kalau hanya mendatangkan kejelekan belaka?
See ih sam seng tak tahu apa yang sedang dibicarakan kedua orang itu, ketika
mendengar gelak tertawanya yang lengking, dengan perasaan kaget bercampur
tercengang mereka segera, mendongakkan kepalanya.
Tiba-tiba… dari tempat kejauhan sana melayang sesosok bayangan manusia, bagaikan
seekor burung elang raksasa, orang itu langsung meluncur mendekat.
Belum lagi menghentikan gerakan tubuhnya, dengan gelisah orang itu telah berseru,
“Buncu, sungguh sulit mencari dirimu!”.
“Kwik To peristiwa apa yang telah terjadi?” tegur Ji Cin peng sambil mendongakkan
kepalanya.
Dengan sorot mata dingin Kwik To melirik sekejap kearah See ih sam seng, kemudian
baru tanyanya lagi kepada Ji Cin peng, “Buncu kemana perginya Gak Lam kun?”
Melihat wajahnya yang gelisah, Ji Cin peng segera menuding kearah istana seraya
menjawab, “Dia sudah masuk kesitu!”
Buru-buru Kwik To membisikkan sesuatu disisi telinga Ji Cin peng mendengar itu paras
muka gadis tersebut segera berubah hebat.
“Sungguh?” serunya.
“Lohu tak berani berbohong!” dengan tangan lurus kebawah Kwik To memberi hormat.
“Cepat bawa aku kesana!” seru Ji Cin peng kemudian sambil melompat pergi
meninggalkan tempat itu.
Kemudian kepada Ji Kiu liong dia berpesan.

“Adik Liong, kau baik-baik menanti Gak Lam kun disitu, aku hanya pergi sebentar untuk
kembali lagi.”
Belum habis perkataan itu Ji Cin peng serta Jit-poh-toan-hun Kwik To telah berangkat
meninggalkan tempat itu dengan kecepatan luar biasa, menanti Ji Kiu liong ingin bertanya
ternyata sudah tak sempat lagi.
Antara malaikat racun Lo Kay seng dengan Jit poh toan hun Kwik To terdapat
perselisihan yang mendalam, maka ketika dilihatnya orang itu pergi datang sekehendak
hatinya ia menjadi amat gusar, sambil mendengus dingin serunya, “Kalau bukan bapaknya
lagi mampus, kenapa begitu terbirit-birit larinya?”
Suara itu tidak terlalu keras pun tidak terlalu lirih, Kwik To yang sudah berada ditempat
kejauhanpun sempat mendengar perkataan itu dengan amat jelasnya.
Ia segera berpaling sambil serunya.
“Lo Kay seng, bila aku balik kemari nanti kita bikin perhitungan lagi atas hutang-hutang
lama kita!”
“Bagus sekali, lohu sekalian akan menantikan kedatanganmu!” jawab malaikat racun Lo
Kay seng sambil tertawa seram.
Dengan gerakan yang amat cepat, Ji Cin peng serta jit poh toan hun Kwik To berlarian
menelusuri jalan setapak sekejap mata kemudian sampailah mereka disuatu tebing yang
tinggi.
Sambil menunjuk kebawah tebing, tanya Ji Cin peng.
“Disanakah?”.
“Ehmm..!” Kwik To mengangguk, “disitulah letak sumber air dari istana air untuk
memadamkan api yang berada dalam istana api, pihak Thi eng pang telah bersiap-siap
mengalirkan air dalam istana air tersebut kedalam istana api, jika air dan api sampai saling
bersentuhan, akibatnya semua alat rahasia didalam istana Kiu-kiong akan hancur
berantakan…”
Mengikuti arah yang ditunjuk oleh Jit-poh toan hun Kwik To, Ji Cin peng dapat
menyaksikan ada puluhan sosok bayangan manusia sedang berjalan hilir mudik dibawah
tebing sana, seakan-akan telah terjadi suatu peristiwa besar ditempat itu.
Tiba-tiba Ji Cin peng tertawa, katanya, “Biarkan saja mereka repot-repot dulu, dalam
istana Kiu kiong boleh dibilang istana api merupakan istana yang paling hebat, kalau
mereka sanggup memadamkan api yang berada dalam istana api, hal ini justru akan
menguntungkan perguruan panah bercinta kita!”
“Tidak bisa demikian!” seru Kwik To dengan cemas, “jika sunber air itu sampai mereka
hancurkan, maka air dalam bumi pasti akan terpancing untuk meluap keatas permukaan
tanah, ruang rahasia pembunuh nagapun pasti akan terendam air dan musnah tak
berbekas, jika sampai demikian bukankah usaha perguruan panah bercinta kita selama ini
hanya akan sia-sia belaka?”

Kembali Ji Cin peng tertawa merdu.
“Kau masih berniat untuk beradu jiwa lantaran benda-benda tersebut..?” tegurnya.
Mendengar perkataan itu, Kwik To menjadi terkesiap, buru-buru sahutnya kembali,
“Jikalau memang niat kita demikian, sewaktu datang kemari Buncu seharusnya tak usah
terlampau berambisi!”
Tiba-tiba Ji Cin peng nenghela napas sedih.
“Aaai… dulu aku memang memiliki niat untuk merajai dunia persilatan, tapi sekarang
niatku itu sudah berubah!”
“Apakah dikarenakan Gak Lam kun?” tanya Kwik To cepat, hatinya menjadi dingin
separuh.
Ji Cin peng kembali menghela napas panjang.
“Aaai… mungkin juga demikian!” ia mengaku.
Tiba-tiba selapis hawa napsu membunuh menyelimuti wajah Kwik To, katanya
kemudian, “Kalau begitu, lohu harus membinasakan Gak Lam kun lebih dahulu sebelum
bertindak yang lain!”
“Kau berani?” teriak Ji Cin peng dengan perasaan tercekat.
“Aku berani!” jawab Kwik To dengan luapan emosi, “seandainya bukan disebabkan
Buncu, semenjak dulu-dulu aku telah membunuhnya sampai mati, coba bayangkan sendiri,
berapa banyak orang dari pihak kita yang sedang menunggu perjuanganmu untuk merajai
seluruh dunia persilatan, andaikata kau merubah tujuanmu secara tiba-tiba berapa banyak
pula yang akan bersedih hati… Bengcu! Perguruan panah bercinta didirikan belum lama,
apakah kau hendak membubarkannya hanya dikarenakan persoalan ini? Karena apakah
kami semua bersaudara mengikutimu selama ini? Bukankah dikarenakan ingin bersamasama
memperjuangkan diri untuk menguasai seluruh kolong langit?”
“Hmm…! Kau sedang memberi nasehat kepadaku?” tegur Ji Cin peng dengan nada
dingin.
Kwik To menjadi amat terperanjat.
“Apa yang telah lohu katakan, harap jangan Bengcu terima dengan gusar…!” sahutnya
dengan cepat.
Baru saja berbicara sampai disitu, mendadak ia seperti merasakan sesuatu.
Ketika sinar matanya mencoba untuk memperhatikan sekeliling tempat itu. dengan
cepat ia menjadi tertegun.
Ternyata delapan belas elang baja dari pasukan elang baja dengan busur yang
dipentangkan lebar-lebar, telah mengarahkan anak panahnya kearah mereka berdua.

Si Tiong pek berada dipaling muka, terdengar ia sedang membentak dengan suara
dingin, “Jangan bergerak!”
Ji Cin peng masih tetap bersikap santai, seakan-akan sama sekali tidak merasakan akan
kehadiran mereka, hanya ujarnya dingin, “Hmm, gagah amat kau hari ini!”
Si Tiong pek tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… mana… mana, kalau dibandingkan dengan Buncu
dari perguruan panah bercinta, aku masih kalah jauh sekali…”
Tiba-tiba nada suaranya berubah, katanya lebih lanjut dengan suara dingin, “Jangan
berkutik, walaupun aku kenal denganmu, tapi anak buahku tak ada yang kenal dengan
dirimu, panah tajam yang tak berperasaan lebih-lebih tak akan memilih orang, berani
berkutik hati-hati dengan serangan kami, jangan sampai menyesal setelah tiba dialam
baka nanti!”
Ji Cin peng tertawa dingin tiada hentinya, tiba-tiba ia memutar tubuhnya.
“Perguruan panah bercinta tak pernah tunduk dibawah ancaman orang lain…” katanya.
“Betul, betul, cuma kali ini adalah terkecuali!” Si Tiong pek masih juga mengejek
dengan sinis.
Jit poh toan hun Kwik To segera menunjukkan rasa gusar yang amat tebal, serunya,
“Sedikitpun tiada terkecuali, tak sedikit pertarungan besar dan kecil yang pernah lohu
alami, situasi yang lebih gawat dan berbahaya daripada suasana saat inipun sudah banyak
yang kujumpai, jika kau cerdik lebih baik suruh saja mereka untuk menurunkan bendabenda
yang memuakkan itu!”
Agaknya Si Tiong pek sudah mempunyai rencana yang cukup matang dalam hatinya, ia
berkata, “Tidak sulit jika kalian berharap agar kami lepas tangan, tapi kamu berdua harus
menyanggupi pula sebuah permintaanku…”
“Tak usah membuang waktu dengan percuma” tukas Ji Cin peng sambil goyangkan
tangannya berulangkali, “nonamu tak akan mengabulkan satu permintaanpun!”
“Hmmm..! Bagus sekali, kalau begitu jangan salahkan kalau aku tidak berperasaan!”
Baru saja dia akan memberi tanda kepada anak buahnya untuk melepaskan panah,
mendadak dari arah belakang terdengar seorang berseru dengan suara dingin, “Untuk
menyelamatkan jiwa sendiripun tak mampu, masih beraninya berlagak sok gagah disini!”
Si Tiong pek amat terkesiap, dia tahu suara tersebut berasal dari belakang tubuhnya…
Ketika ia mencoba untuk berpaling ke belakang maka tampaklah dibelakang kedelapan
belas elang baja itu telah berdiri puluhan orang jago lihay dari perguruan panah bercinta
yang sama-sama mementangkan pula gendewanya, moncong anak panah tertuju
kepunggung mereka.

Tampaknya jika ia berani memberi tanda untuk melancarkan serangan sekalipun
mereka berhasil melukai Buncu dari perguruan panah bercinta, namun korban dipihaknya
lebih parah lagi, bahkan kemungkinan besar seluruh pasukannya akan musnah disitu…
Melihat gelagat berbalik tidak menguntungkan pihaknya, Si Tiong pek kembali tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… kelabang menangkap comberet, tak tahunya sang
burung mengintai dari belakang, tampaknya tindakan dari aku orang she Si terlambat
selangkah!”
“Hmm, kau bisa lunak bisa keras, memang tak malu sebagai seorang lelaki!” kata Ji Cin
peng dingin.
Seperti diketahui, Si Tiong pek adalah seorang pemuda yang licik dan berhati keji,
setelah mengetahui bahwa situasi tidak menguntungkan bagi pihaknya, dengan cepat dia
mengambil keputusan untuk bersikap ramah kepada lawannya, senyumanpun segera
menghiasi ujung bibirnya.
Mendengar sindiran tersebut, merah padam selembar wajahnya karena jengah,
sahutnya.
“Kalau dibandingkan dengan perguruan panah bercinta, aku orang she Si masih kalah
jauh sekali!”
Ji Cin peng mendengus dingin, “Hmm! Kau masih belum suruh mereka menurunkan
benda-benda yang memuakkan itu”
“Oooh, tentu saja, tentu saja!” jawab Si Tiong pek buru-buru sambil tertawa.
Ketika ia memberi tanda dengan ulapan tangan, delapan belas elang baja tersebut
serentak menarik kembali anak panahnya.
Ji Cin peng tertawa dingin, katanya kemudian, “Barusan kau yang berlagak sok, maka
sekarang tibalah giliranku untuk menunjukkan kebolehan!”
Diam-diam Si Tiong pek merasa terkesiap setelah mendengar perkataan itu, katanya
lagi dengan lirih, “Mana, mana, sampai hari ini aku orang she Si belum pernah berlagak
sok kepada siapapun!”
“Aku hendak mengajukan beberapa buah pertanyaan kepadamu, aku minta kau
menjawab dengan sejujurnya!”
Senyum licik menghiasi ujung bibir Si Tiong pek.
“Kalau aku enggan menjawab?” dia bertanya.
“Hmm, aku pikir kau pasti bisa membayangkan sendiri akibatnya bukan..?”
Dalam keadaan yang terdesak begini Si Tiong pek tak berani membangkang lagi,
katanya dengan dingin, “Ajukanlah pertanyaanmu!”

Dalam hati diam-diam ia tertawa dingin pikirnya, “Perempuan sialan, kau tak usah
bermimpi disiang hari bolong kalau ingin mengorek keterangan dari mulut aku Si Tiong
pek, hal ini bukanlah suatu pekerjaan yang terlalu gampang!”
Ji Cin peng berpikir sejenak, kemudian katanya, “Air didalam istana air apakah bisa
dialirkan kedalam istana api?”
Terkesiap Si Tiong pek ketika mendengar pertanyaan itu jawabnya cepat-cepat, “Tidak
bisa, kamipun tak berani?”
“Kenapa?” tanya gadis itu tertegun.
Dengan berterus terarg Si Tiong pek menerangkan, “Sebab sebagian besar air yang
terkandung didasar tanah adalah air hitam, jika air hitam tersebut sampai berjumpa
dengan api, bukan saja tak akan memadamkan api didalam istana api, malahan akan
semakin menambah besarnya kobaran api ditempat itu, karena resikonya amat besar dan
lagi tiada manfaatnya, terpaksa pihak Thi eng pang kami harus urungkan niat ini!”
(Yang dimaksudkan air hitam disini, sekarang lazim dikenal sebagai minyak bumi)
“Sungguhkah perkataanmu itu?” seru Ji Cin peng dengan wajah tercengang, rupanya
dia kurang percaya.
“Setiap patah kataku adalah ucapan yang sejujurnya!” sahut Si Tiong pek dengan
serius.
“Kalau begitu pergilah!”
Selesai berkata Ji Cin peng segera berlalu dari tempat itu, diikuti para jago lainnya dia
langsung berangkat menuju keistana api.
Sementara itu Si Tiong pek masih berdiri termangu-mangu ditempat semula, belum dia
sempat berlalu dari situ, mendadak dari tempat kejauhan terdengar suara senandung yang
amat keras, “Rumput nan hijau, hatiku murung.
Bukankah hanya kepadaku, tiada sanak tiada keturunan.
Rumput nan hijau, betapa rindu hatiku.
Tidak cinta padaku, tiada terkabul keinginanku.
Sehari tak bersuara, rasanya bagaikan tiga bulan.
Senandung itu membawa nada yang memedihkan hati, membuat siapapun yang
mendengar ikut merasa terharu.
Ketika Si Tiong pek mendongakkan kepalanya dan mengetahui siapa yang datang,
dengan perasaan ngeri bercampur takut, ia mundur beberapa langkah kebelakang.
Tampak seorang nyonya tua berbaju putih sambil membawa beberapa kerat tulang
manusia bergerak datang dari kejauhan dengan kecepatan luar biasa, ternyata dia bukan
lain adalah Hay sim li yang sudah sinting dan tidak waras otaknya itu.

Tiba-tiba Hay sim li tertawa terbahak-bahak, kemudian serunya, “Ooh Yo long! Kau
sungguh amat menderita”
Ketika dilihatnya Si Tiong pek berada disitu, dengan suara penuh kegusaran bentaknya,
“Bocah keparat, kau si bocah keparat yang telah membohongi diriku… kau keparat!”
Dengan ketakutan Si Tiong pek mundur beberapa langkah kebelakang, jeritnya,
“Locianpwe!”
“Kau adalah penipu ulung, heeehh… heeehh… heeehh… kau bilang kaulah murid Yo
long!” seru Hay sim li sambil tertawa seram, selangkah demi selangkah ia berjalan makin
mendekat.
Si Tiong pek yang menyaksikan raut wajahnya makin menyeringai menakutkan, ia
semakin ketakutan lagi, serunya, “Aku…”
“Haaahh… haaahh… haaahh… kau bilang Yo Long belum mati, dimanakah dia
sekarang?”
Paras muka Si Tiong pek berubah bebat tapi ketika dilihatnya beberapa kerat tulang
yang berada dalam bopongannya itu, dengan cepat dia berseru, “Itu dia berada dalam
boponganmu!”
Hay sim li segera membelai tulang manusia itu dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… benarkah? Yo Long, benarkah kau berada dalam
boponganku?”
Jelaslah sudah hawa kesadaran otak perempuan ini sudah kacau dan tidak waras lagi,
sepanjang hari yang dia ingat hanya muridnya… tidak lebih tepat kalau dikatakan sebagai
kekasihnya Tok liong cuncu Yo Long…!
Buru-buru Si Tiong pek berseru kembali, “Yaa, benar, Yo Long berada didalam
boponganmu!”
Gelak tertawa Hay sim li semakin memekikkan telinga.
“Haaahh… haaahh… haaahh… kau baik sekali, tolong beritahu kepadaku, dia sudah
mati atau belum?”
Untuk sesaat lamanya Si Tiong pek tak tahu bagaimana harus menjawab, maka
jawabnya kemudian, “Dia belum mati!”
Tiba-tiba Hay sim li mendengus marah.
“Hmmm! Kau lagi-lagi membohongi aku, kalau dia belum mati, berada dimanakah dia
sekarang?”
Ketika dilihatnya perempuan itu menjadi gusar kembali, terpaksa sambil keraskan
kepala sahut Si Tiong pek, “Dia berada dalam hatimu!”

Dengan suatu gerakan yang sangat cepat. Hay sim li mencengkeram urat nadinya, lalu
berkata dengan lirih, “Kenapa aku tak melihat dirinya?”
Sekarang Si Tiong pek sudah yakin kalau dia benar-benar telah gila, satu ingatan
dengan cepat melintas dalam benaknya.
“Yo Long telah pergi kesuatu tempat yang jauh sekali” katanya, “ia tak akan kembali
lagi kesini, kecuali kalau kau pergi mencari dirinya…!”
“Dia telah kemana?” tanya Hay sim li setelah tertegun beberapa saat lamanya.
“Pergi ke langit barat yang penuh kebahagiaan!” sahut Si Tiong pek sambil menggertak
giginya kencang-kencang.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh…”
Menyusul gelak tertawa yang amat keras itu, Hay sim li melemparkan tubuh Si Tiong
pek ketengah udara…
“Aku akan pergi mencarinya” demikian ia berseru sambil berhenti tertawa, “kalau tidak
kutemukan, maka kau harus membantuku untuk mencarinya sampai ketemu!”
Si Tiong pek tidak menyangka kalau dia sudah segila ini mencintai kekasihnya, buruburu
serunya kembali.
“Untuk bisa menemukan kembali dirinya maka kau harus melakukan perjalanan yang
jauh, jauh sekali…”
Cepat-cepat dia merangkak bangun dari atas tanah dan menyingkir sejauh-jauhnya dari
situ.
Ia kuatir dilemparkan kembali oleh Hay sim li ketengah udara…
Sekali lagi Hay sim li tertawa terbahak-bahak dengan suara yang lengking, tajam dan
mengerikan.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… aku tidak takut untuk melakukan perjalanan jauh,
aku pasti akan mencarinya sampai ketemu… aku pasti akan menemukannya kembali”
Seraya berkata dia lantas berkelebat pergi dari situ dan berangkat menuju kearah
barat.
ooocooOooooooo
ISTANA API! Istana tersebut merupakan tempat yang paling berbahaya dalam istana
Kiu ciong kiong.
Bara api yang membara, bisa membuat langit serasa berubah menjadi kota api.
Batu karang pun bisa hancur menjadi abu dan berubah menjadi air, bagaikan selokan
mengaliri kedasar tebing.

Kecuali kobaran api yang membakar, hakekatnya dalam istana api tidak dapat dijumpai
sesuatu benda apapun, berhubung api memancar keluar tiada hentinya dari dasar bumi,
hal mana membuat pemandangan disitu tampak indah tapi mengerikan.
(Kalau jaman sekarang, orang mengatakan tempat semacam itu sebagai gunung
berapi).
Api! Api! Api! Itulah satu-satunya yang bisa ditemukan dalam istana tersebut.
Baru saja memasuki istana api, Gak Lam kun segera merasakan sekujur tubuhnya
kepanasan bagaikan mau terbakar saja, ia merasa dirinya mulai tak kuasa menahan
diri,sehingga tanpa terasa ia tak berani maju lebih kedalam selangkah lagi.
Padahal pada waktu itu mereka belum benar-benar mendekati tempat yang berapi
tempat itu baru tiga kaki jauhnya dari mulut gua, bila maju beberapa kaki lagi kedepan,
kepundan dimana api berkobar baru akan terlihat jelas.
Anehnya, ternyata gadis berbaju perak itu sama sekali tak nampak menderita, malahan
sambil tertawa cekikikan katanya.
“Kau masih sanggup mempertahankan diri
Jilid 20
Gak Lam-kun adalah seorang lelaki aneh dari dunia persilatan, bukan saja bakatnya
bagus, otaknya juga cerdas, hal mana menimbulkan sifat tinggi hati pada dirinya.
Ketika mendengar pertanyaan tersebut, ia segera tertawa dingin kemudian sambil
menggertak gigi dia maju beberapa kaki lagi kedepan.
Tapi gelombang udara panas yang berhembus datang kian lama kian bertambah kuat,
ia merasakan sekujur tubuhnya hampir musnah rasanya, peluh yang mengucur keluar
bagaikan hujan deras, ketika menetes ketanah segera berubah menjadi uap putih dan
lenyap tak berbekas.
Sambil menahan penderitaan, jawabnya, “Aku tidak takut!”
Mendadak gadis berbaju perak itu mendekati tubuhnya, lalu berkata, “Aku paling suka
dengan watak yang berjiwa seperti kau!”
Sambil berkata, dengan telapak tangannya yang putih mulus dicekalnya lengan Gak
Lam-kun.
Segulung udara dingin yang menyegarkan dengan cepat mengalir keluar dari tubuhnya.
Gak Lam-kun segera merasakan udara panas yang menyerang tubuhnya lenyap
seketika itu juga, penderitaan yang menyiksa tubuhnya ikut pula berkurang, kenyataan ini
membuatnya menjadi terkejut bercampur keheranan.

Dengan cepat dia berpikir, “Heran, kenapa dia tidak takut panas? Kenapa pula dari balik
tubuhnya bisa berhembus keluar hawa sedingin ini?”
Ketika dilihatnya tangan sinona yang putih halus itu hendak memegang tangannya,
dengan cepat dia berkelit kesamping sambil serunya, “Antara laki-laki dan perempuan ada
batas-batasnya, lebih baik nona bisa eedikit menjaga diri!”
Gadis berbaju perak itu menghela napas sedih.
“Aaai… mengapa sikapmu begitu dingin dan sama sekali tidak berperasaan?” keluhnya.
“Aku sama sekali tidak bermaksud menghina atau memandang rendah diri nona!”
Gadis berbaju perak itu gelengkan kepalanya sambil menghela napas panjang lagi.
“Aaai…! Kau memang seorang manusia aneh yang menyenangkan, tapi kaupun seorang
laki-laki yang menggemaskan!”
“Seperti apa yang kau katakan, mungkin aku adalah manusia macam begitu!”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa cekikikan.
“Tapi aku amat suka denganmu!” tambahnya.
Perkataan itu diucapkan dengan jujur dan terbuka, dari atas wajahnya sama sekali tidak
ditemukan kepalsuan atau kepura-puraan, bahkan sehabis mengucapkan kata tersebut
ditatapnya wajah Gak Lam-kun dengan sinar mata penuh rasa cinta.
Diam-diam Gak Lam-kun merasa terkesiap, sengaja dengan suara dingin dia berkata,
“Apakah tujuanmu mengajak aku memasuki istana api ini hanya untuk menyampaikan
kata-kata itu?”
“Bukan!” gadis berbaju perak itu menggelengkan kepalanya berulangkali. “aku hendak
menciptakan dirimu sebagai manusia yang paling tangguh didunia ini!”
Dengan cepat Gak Lam-kun menggelengkan kepalanya berulangkali.
“Aku sama sekali tak berminat untuk menjadi manusia nomor satu dalam dunia ini, aku
hanya ingin cepat-cepat menyelesaikan budi dan dendam diantara kita berdua, asal ini
sudah beres maka hatiku pun merasa puas, maksud baik nona biar kuterima dalam hati
saja!”
Seusai berkata dia lantas putar badannya dan siap pergi meninggalkan tempat itu.
“Tunggu sebentar!” seru gadis berbaju perak itu mendadak sambil menyambar
tangannya.
Gak Lam-kun menjadi tertegun.
“Kau masih ada urusan apalagi?”
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu menghela napas sedih.

“Apakah tujuan dari gurumu menyuruh kau datang kemari untuk menerima Lencana
pembunuh naga ini?” ia bertanya.
“Sekali lagi Gak Lam-kun tertegun.
“Suhu sama sekali tidak meninggalkan pesan apa-apa, karena dia keburu sudah mati
lebih dulu!”
Gadis berbaju perak itu segera tertawa sedih.
“Sungguh mengharukan dan kasihan, tapi ibuku jauh lebih mengenaskan lagi!”
Setelah gelengkan kepalanya berulangkali, tiba-tiba dua titik air mata jatuh berlinang
membasahi pipinya, ia berkata lebih jauh, “Ketika suhumu menyerahkan Lencana
pembunuh naga tersebut kepada ibuku dulu, dia pernah berkata bahwa dua puluh tahun
kemudian jika ada seorang Jago lihay yang tiada tandingannya muncul di kolong langit,
maka orang itu pasti adalah muridnya!”
“Ibu tidak percaya, setelah menerima Lencana itu dia bersumpah kepada gurumu
dengan menyatakan bahwa dua puluh tahun kemudian Lencana pembunuh naga ini pasti
akan terjatuh ketanganku, karena sumpah itu mereka berdua menjadi berselisih dan
akhirnya mengakibatkan pertengkaran hebat.”
Baru untuk pertama kali ini Gak Lam-kun mendengar kisah tentang gurunya, buru-buru
dia berseru, “Jadi kalau begitu Lencana pembunuh naga ini adalah benda yang harus
diperebutkan diantara kita berdua?”
“Yaa, dalam kenyataan memang demikian, tapi agaknya aku sudah tiada harapan lagi!”
Gak Lam-kun tidak mengerti apa yang dimaksudkan sebagai tiada harapan lagi itu?
Tapi ia tahu bahwa hal ini pasti ada alasannya.
Pemuda ini tahu gurunya Tok liong Cuncu adalah manusia yang amat memandang
tinggi soal nama, maka jika dia pernah bersumpah demikian, itu berarti gurunya telah
memperhitungkan bahwa Lencana pembunuh naga itu pada akhirnya pasti akan menjadi
miliknya.
Mendengar kisah tersebut Gak Lam-kun segera mengambil keputusan didalam hati,
pikirnya, “Suhu tewas dalam keadaan yang mengenaskan sebelum meninggal diapun
meminta kepadaku untuk mencemerlangkan kembali namanya serta membalaskan
dendam atas sakit hatinya, jikalau Lencana pembunuh naga memang benar merupakan
benda yang dipersengketakan antara suhu dengan Thian san soat li, maka bagaimanapun
juga aku harus berusaha untuk mendapatkan benda itu”
Berpikir sampai disitu, sambil tertawa terbahak-bahak dia lantas berkata, “Masa depan
nona masih terbentang luas, kenapa kau mengatakan kalau sudah tiada harapan lagi?”
Gadis berbaju perak itu menghela napas panjang.
“Sejak ibu melahirkan aku, ia sudah ditakdirkan untuk kalah, akupun telah bersiap-siap
untuk tidak berebut denganmu, tapi dipihak yang lain sudah dipastikan akulah yang bakal

menang, cuma dalam bagian apakah itu, maaf kalau aku tak bisa memberitahukan
kepadamu!”
Kata-kata yang mengandung maksud mendalam ini sungguh membuat orang merasa
bingung dan tercengang.
Dengan cepat Gak Lam-kun menjura.
“Terima kasih banyak atas kesediaan nona untuk memenuhi harapanku, aku
mengucapkan terima kasih lebih dulu!”
Gadis berbaju perak itu segera menangkap tangan pemuda itu, kemudian katanya,
“Sekarang aku boleh memegang tanganmu bukan?”
“Aku tidak tahu!” jawab Gak Lam-kun dengan wajah merah membara karena jengah.
Gadis berbaju perak itu menghela napas sedih, katanya lagi, “Kau jangan menganggap
aku ini rendah dan tak tahu malu sengaja hendak bermesraan denganmu, sebab jika aku
tidak berbuat demikian, maka jangan harap kau bisa memasuki istana api ini!”
Walaupun diluar Gak Lam-kun tidak berkata apa-apa lagi, namun dalam hatinya merasa
amat setuju dengan kata-kata tersebut…
Dengan sepasang biji matanya yang jeli, gadis berbaju perak, itu melirik sekejap
kearahnya, tiba-tiba ia tertawa merdu.
Agaknya ia telah berhasil menebak suara hatinya, maka sambil tertawa kembali
katanya, “Apakah kau tidak merasa heran kenapa aku tidak takut dengan hawa panas
disini?”
Gak Lam-kun ikut tertawa.
“Semenjak tadi aku sudah merasa keheranan, hanya saja aku tak tahu bagaimana
harus bertanya!”
“Kesemuanya ini adalah disebabkan oleh khasiat Lencana pembunuh naga tersebut,
diatas lapisan Lencana itu terdapat selapis batu kemala dingin yang berasal dari tanah
bersalju, kemala dingin itu merupakan tandingan dari kobaran api disini, bila kau berada
dekat denganku, maka kau tak akan merasa takut lagi dengan panasnya kobaran api
ditempat ini…”
Begitulah, sambil bersenda gurau tanpa terasa mereka sudah masuk puluhan kaki lagi
kedalam istana api.
Sementara itu jilatan api sudah membara diempat penjuru, disetiap sudut ruangan
hanya gumpalan api yang membara saja yang dapat dijumpai, ini membuat pemandangan
disitu berubah menjadi merah membara…
Keajaiban alam memang tak bisa dibicarakan dengan kata-kata, oleh karena mereka
berdua memiliki kemala dingin yang merupakan tandingan hawa panas, maka kedua orang
itu bisa lewat dengan selamat. dimana mereka berjalan, disitu kobaran api menyingkir
dengan sendirinya, bahkan tanah yang mereka laluipun ikut terasa menjadi dingin.

Gak Lam-kun merasakan suatu keanehan yang luar biasa, ia hampir tak percaya kalau
dirinya masih bisa hidup segar bugar dalam istana api, tapi kenyataan berbicara demikian,
sekalipun merasa heran juga tak ada gunanya.
Mendadak… dari arah depan sana berkumandang suara auman yang aneh sekali.
Menyusul auman yang keras dan memekikkan telinga itu, terdengar suara gesekan
tanah yang keras diikuti getaran gempa yang kuat melanda dinding batu disekitar sana.
Paras muka gadis berbaju perak itu kontan saja berubah hebat, serunya tertahan,
“Aduh celaka, naga api telah munculkan diri!”
“Naga api?” ulang Gak Lam-kun tak kalah kagetnya.
Baru selesai mereka berkata, tiba-tiba dari depan sana muncul sebuah makhluk aneh
yang berbentuk mengerikan, empat buah mata raksasa yang menonjol keluar terpancang
pada dua buah kepala aneh yang besar, sambil bergerak maju betul lidahnya yang merah
tiada hentinya menyemburkan kobaran api besar.
Sejak dilahirkan didunia, belum pernah Gak Lam-kun menjumpai makhluk raksasa
seaneh ini, saking kagetnya dia sampai berdiri mematung disana.
Selapis hawa murung menghiasi pula wajah nona berbaju perak itu, katanya,
“Sepanjang hidupnya makhluk aneh ini hanya makan api, sekarang kita tak bisa maju
kedepan, entah bagaimana baiknya?”
“Apakah didunia ini tiada cara lain untuk menaklukkan mereka?” tanya Gak Lam-kun
dengan perasaan tercekat.
Gadis berbaju perak itu menggelengkan kepalanya berulangkali.
“Untuk sesaat aku masih belum berhasil menemukan suatu cara yang baik untuk
mengatasi hal ini!”
Mendadak naga api itu menjulurkan kepalanya yang besar dan menerjang kearah
mereka berdua.
“Cepat mundur!” hardik Gak Lam-kun.
Sambil menarik tangan gadis berbaju perak itu mereka mundur kebelakang, dengan
cepat telapak tangan kanannya didorong kedepan…
“Blaam…!”
Oleh tenaga pukulan yang sangat dahsyat tersebut, tubuh naga api tersebut hanya
goncang sedikit saja, bukan saja tidak menjadi takut sebaliknya malah meraung keras,
mengikuti raungan yang amat dahsyat tersebut kobaran api yang membara dalam gua itu
makin menghebat.
Gak Lam-kun segera merasakan silaunya sinar yang amat menusuk pandangan mata.

Gadis berbaju perak itupun menjerit kaget.
“Aduh mataku sakit benar!”
Tanpa mereka berdua sadari, kedua orang itu sudah terkena racun panas yang luar
biasa dahsyatnya dalam dunia ini, untung saja tenaga dalam yang mereka miliki amat
sempurna, sehingga racun itu tak sampai bekerja cepat.
Pada saat yang kritis inilah, mendadak gadis berbaju perak itu mengeluarkan lencana
pembunuh naga dari sakunya, sambil menghela napas ia mengeluh, “Bisa atau tidak
melewati bencana ini, terpaksa kita harus tergantung pada tindakan ini!”
Lencana pembunuh naga itu segera diayunkan ketengah udara kemudian digoyangkan
berulangkali.
Tiba-tiba suatu peristiwa aneh telah terjadi…
Tersorot oleh cahaya yang memancar keluar dari Lencana pembunuh naga tersebut,
mendadak naga api itu mundur kebelakang dengan ketakutan bahkan sikapnya tampak
mulai gugup.
Sambil maju kedepan, gadis berbaju perak itu segera membentak, “Mengapa masih
belum enyah dari sini?”
Naga api itu menjerit sedih, tanpa membuang waktu lagi binatang tersebut memutar
badannya dan berlalu dari situ, dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap tak berbekas.
Setelah naga api itu lenyap dari pandangan, Gak Lam-kun baru menghembuskan napas
lega keluhnya dihati, “Oooh, sungguh berbahaya!”
Mereka berdua tak berani berhenti lebih lama lagi disitu cepat-cepat kedua orang itu
angkat kaki dari sana dan melanjutkan perjalanannya masuk kedalam istana api.
Tiba-tiba… kedua orang itu sama-sama berdiri tertegun.
Pada ujung istana api itu terdapat sebuah selokan kecil yang melingkar kesana kemari
sebagai sungai, sungai itu telah menghadang merapatnya kobaran api lebih kedalam.
Tepat berseberangan dengan gua api itu, tampak rumput tumbuh dengan suburnya,
aneka warna bunga menyiarkan bau yang harum semerbak, ternyata disitu terdapat
sebuah tempat yang sangat indah bagaikan nirwana.
Diatas permukaan rumput nan hijau, lamat-lamat berlapiskan salju tipis yang
menambah segarnya suasana…
Kejadian aneh memang bisa dijumpai didalam dunia yang penuh keajaiban ini, siapa
yang akan menyangka kalau ditepi neraka yang panas bisa terdapat sebidang tanah yang
subur dengan udara yang segar?
Tidak mengalami sendiri, siapapan tak akan percaya kalau hal ini merupakan suatu
kenyataan.

Dengan wajah berseri dan penuh kegembiraan, gadis berbaju perak itu berteriak.
“Oooh… tempat ini sungguh merupakan sebuah tempat yang sangat indah sekali!”
Gak Lam-kun tertegun pula menghadapi kejadian itu, tiba-tiba ujarnya.
“Coba kau lihat!”
Mengikuti arah yang ditunjuk, dari bawah bunga sakura yang sedang mekar tiba-tiba
muncul seorang gadis berbaju merah.
Dengan mengitari sungai kecil itu, dengan cepat mereka berdua lari mendekati gadis
itu.
Gadis berbaju merah yang berdiri dibawah pohon bwe itu memiliki wajah yang cantik
jelita bagaikan bidadari dari kahyangan, ditambah suasana yang permai dan pemandangan
indah disitu, membuat siapapun merasa seolah-olah dirinya sudah tiba didalam
swargaloka.
Semua keajaiban yang terbentang dihadapannya ini membuat Gak Lam-kun tertegun
dan berdiri termangu untuk beberapa saat, pikirnya.
Gadis berbaju perak ini sudah terhitung gadis cantik rupawan yang tiada keduanya
didunia ini, tapi bila dibandingkan dengan gadis berbaju merah ini, maka ibaratnya
kunang-kunang dengan rembulan, sungguh nyata sekali bedanya aku benar-benar tak
percaya kalau didunia ini benar-benar terdapat gadis secantik ini!
Mendadak terdengar suara yang dingin tapi lembut berkumandang disisi telinga
mereka…
Kedengaran gadis berbaju merah itu berkata.
“Kalian jangan menyentuh aku”
“Kenapa?” tanya gadis berbaju perak itu tertegun.
Mencorong sinar tajam dari mata gadis berbaju merah itu, sahutnya pelan.
“Tubuh kasarku telah mati tapi sukmaku masih utuh, bila kau menyentuh diriku maka
sepanjang masa aku tak dapat menitis kembali.”
Gadis berbaju perak itu menjadi bergidik.
“Kau ini manusia atau setan?” bisiknya.
Paras muka gadis berbaju merah itu sama sekali tanpa emosi, kecuali sepasang biji
matanya yang masih bisa bergerak, sekujur badannya seperti telah mati saja, berdiri kaku
disitu tanpa berkutik barang sedikitpun juga.
Setelah menghela napas panjang, ia menerangkan, “Sudah hampir enam puluh tahun
lamanya aku berdiri terus disini, karena melanggar pantangan aku dikirim kemari oleh

pemilik istana api, dan hari ini kalian telah datang kesini berarti aku bisa menitis
kembali…”
“Enam puluh tahun? Apakah selama ini kau berdiri terus disitu?” tanya sang nona.
“Benar selama enam puluh tahun lamanya siang malam aku selalu berharap ada orang
yang membawa lencana pembunuh naga datang kemari, akupun selalu berharap
pendatang itu adalah seorang gadis kalau tidak…”
“Kenapa harus demikian tukas Gak Lam-kun keheranan.
“Hanya seorang gadis yang bisa membuatku menitis kembali, aku akan meletakkan
sukmaku yang masih utuh dan tak mau membuyar ini kedalam tubuh kasar gadis tersebut,
dengan demikian walaupun jasadku telah mati, sukmaku masih hidup…”
(Tentang apa sebabnya bisa demikian? Hingga kini para ahli ilmu sukma masih giat
melakukan penyelidikan).
“Jadi kalau begitu, kau hendak menggunakan tubuhku sebagai tempat penitipan
sukmamu?” seru gadis berbaju perak itu terperanjat.
“Yaa benar, inilah keberuntunganmu!” sahut gadis berbaju merah itu, pada enam puluh
tahun berselang aku Ang ih kim cha (tusuk kundai emas berbaju merah) adalah
perempuan paling cantik didunia ini, setelah sukmaku masuk kedalam tubuh kasarmu,
maka bukan saja kau akan menjadi gadis paling cantik didunia ini, kaupun akan menjadi
manusia yang paling tinggi ilmu silatnya diseantero jagad…”
Pada saat itulah mendadak Gak Lam-kun menyeka matanya dengan kesakitan sambil
mengeluh, “Aduh… kenapa dengan mataku…”
Gadis berbaju merah itu menjawab.
“Kalian sudah terkena serangan racun api yang menyusup kedalam tubuh kalian
berdua, walaupun lencana pembunuh naga bisa melawan pengaruh racun api itu, namun
hanya mata yang tak sanggup menahan diri, dalam satu jam mendatang kalian akan
menjadi buta!”
Habis-habislah sudah segala sesuatunya, kalau Gak Lam-kun benar-benar menjadi buta
maka segala sesuatunya benar-benar akan selesai…
“Oooh… tak mungkin…” keluh Gak Lam-kun sambil menggosok terus matanya yang
sakit.
“Kalian tak usah panik” kembali gadis berbaju merah itu berkata, dibawah kakimu
terdapat sebuah bunga bwe merah, disitu terdapat dua lembar daun yang lebar, bunga itu
tumbuh oleh panasnya api dari dasar bumi, jika kalian berdua memakannya maka bukan
saja racun yang menyerang mata kalian akan sembuh dengan sendirinya, bahkan bisa
pula membuat kalian berdua selamanya memiliki tenaga yang melampaui siapapun dan
tiada tandingannya didunia ini…”
Ketika gadis berbaju perak itu menundukkan kepalanya dan memperhatikan tempat
yang dimaksud, benar juga, ia temukan disitu tumbuh sebuah pohon bunga bwe yang

berwarna merah membara, disisinya tumbuh dua lembar daun yang berwarna merah pula
seperti darah, daun itu tampak segar, merah dan menyenangkan.
Cepat-cepat mereka berdua memetik daun itu dan ditelannya, betul juga, tak lama
kemudian mata mereka yang sakit telah sembuh kembali seperti sedia kala.
Pelan-pelan gadis berbaju merah itu berkata lebih lanjut.
“Adapun tujuan adanya Lencana pembunuh naga dalam dunia adalah untuk menolong
diriku dari penderitaan, orang yang akan menolongku ini bisa memperoleh tambahan
tenaga dalam sebesar puluhan tahun hasil latihan, itulah yang diinginkan oleh setiap umat
persilatan yang berada didunia ini…”
Mendadak paras muka Gak Lam-kun berubah menjadi merah membara, dari balik
matanya tiba-tiba memancar keluar serentetan sinar yang aneh sekali.
Sedangkan gadis berbaju perak itupun memperlihatkan gejala yang sama, sepasang
pipinya berubah menjadi merah membara bagaikan buah tho yang masak merah diantara
putih yang menyelimuti pipinya membuat ia tampak lebih cantik.
Suatu gejolak api asmara yang tiba-tiba membara dalam dada Gak Lam-kun membuat
pemuda itu tak sanggup mengendalikan diri akhirnya seperti harimau kelaparan ia
menubruk kedepan lalu merangkul gadis berbaju perak itu erat-erat.
Ketika tubuhnya disambar oleh pemuda itu ternyata gadis berbaju perak itupun
menjatuhkan diri kedalam pelukannya malah kemudian ia balas merangkul pemuda itu dan
menempelkan bibirnya yang mungil itu keatas bibir Gak Lam-kun.
Ketika empat lembar bibir saling menempel dan berciuman, tubuh mereka berdua
sama-sama bergetar keras.
Membutuhkan… membutuhkan… tiba-tiba muncul suatu kebutuhan mendadak dalam
hati mereka berdua.
Sambil memejamkan matanya, kata nona berbaju merah itu.
“Barang siapa mendapatkan Lencana pembunuh naga dia harus menjadi suami istri, ini
sudah ditakdirkan semenjak dulu. Ketahuilah bunga bwe merah yang kalian makan itu
adalah Yen yang bwe (bunga bwe perjodohan), jika birahi yang merangsang ditubuh
kalian tidak disalurkan, maka darah dalam tubuh kalian akan meledak yang mengakibatkan
kematian secara mengerikan!”
Kata-kata tersebut diucapkan dengan nada wajar, seakan-akan hal mana sudah pasti
akan terjadi.
Namun kata-kata terakhirnya itu sudah tidak terdengar lagi oleh Gak Lam-kun maupun
gadis berbaju perak itu, mereka hanya merasakan pergolakan napsu birahi yang sangat
hebat didalam hatinya, membuat siapapun tak sanggup mempertahankan diri.
Api birahi telah berkobar dalam dada Gak Lam-kun, tiba-tiba ia berbisik lirih.
“Adikku sayang, aku ingin…”

“Ehmm… aku… akupun ingin…” sahut nona berbaju perak itu lirih.
“Bersediakah kau serahkan kesucianmu kepadaku!” bisik Gak Lam-kun lagi dengan
kesadaran makin punah.
Kesadaran si nona berbaju perakpun sudah makin pudar, dengan suara merayu
sahutnya, “Pintu kesucian telah lama menanti kedatangan kekasih, ooh engkoh Kun…
cepatlah labuhkan sampanmu dalam dermagaku…”
Dengan gerakan yang cepat, Gak Lam-kun mulai melepaskan pakaiannya satu
persatu… dari gaun, baju dalam, sampai celana dalamnya… kemudian membelai, meremas
dan merabanya dengan penuh kenikmatan…
Dalam waktu singkat, nona berbaju perak itu telah berada dalam keadaan bugil, tubuh
yang putih dan mulus bagaikan salju ternyata memiliki sepasang payudara yang montok
dan menggairahkan, pahanya yang setengah terbuka yang memperlihatkan sebuah jalur
merah yang menongol keluar disekeliling hutan bakau lebat…
Gak Lam-kun tak sanggup menguasai diri lagi, terutama sesudah menyaksikan belahan
’selokan’ yang merah merekah itu… mendadak ia tanggalkan pula semua pakaiannya lalu
menubruk keatas tubuh gadis itu, menindihnya… merabanya… meremas payudaranya…
dan sampan pun melabuh dengan tenangnya memasuki dermaga.
Titik-titik merah menghiasi tanah rerumputan nan hijau…
Gak Lam-kun tak sanggup mengendalikan birahinya lagi, ia peluk tubuh gadis berbaju
perak itu erat-erat, menggerakkan tubuhnya dengan penuh gairah… matanya terpejam
rapat, sementara bibirnya merintih melagukan irama syahdu…
Tampaknya gadis berbaju perakpun tak sanggup mengendalikan kobaran napsu dalam
hatinya, dia imbangi gerakan kekasihnya dengan suatu permainan yang menawan hati…
Dengan napas yang memburu, tetesan keringat yang membasahi tubuh serta rintihan
kenikmatan menciptakan serangkaian pemandangan yang menawan hati…
Pada saat puncak kenikmatan inilah, mendadak… nona berbaju merah yang berdiri
kaku itu jatuh keatas tanah dengan memperdengarkan suara keras.
Menyusul kemudian gadis berbaju perak dan Gak Lam-kun tergetar keras tubuhnya,
dengan cepat mereka tersadar kembali dari pengaruh birahi masing-masing…
Nasi telah menjadi bubur, sampanpun telah berlabuh didermaga, sepasang muda mudi
itu hanya bisa saling berpandangan dengan mata terbelalak dan muka terheran-heran…
Akhirnya meledaklah isak tangis yang memilukan hati dari nona berbaju perak itu.
Ini semua membuat Gak Lam-kun merasa pikirannya makin kalut, ia merasa makin
bersedih hati.
Isak tangis gadis berbaju perak itu sungguh memedihkan hati, ia merasa tidak
seharusnya keperawanannya hilang dengan begitu saja, atau paling tidak, ia harus dilamar

lebih dahulu secara resmi sebelum mempersembahkan kesucian tubuhnya kepada anak
muda tersebut.
Dengan isak tangis yang tertahan, diapun berbisik, “Engkoh Kun, sejak kini tubuhku
sudah menjadi milikmu…!”
Gak Lam-kun merasa hatinya sakit sekali bagaikan diiris-iris dengan pisau, diam-diam ia
memaki diri sendiri, “Gak Lam-kun wahai Gak Lam-kun… kau telah merusak keperawanan
Ji Cin peng, sekarang merusak pula keperawanan gadis ini, begitu tegakah hatimu untuk
melakukan kesemuanya itu? Ingatlah, Ji Cin peng mati lantaran kau.”
Dengan pikiran yang kalut, ia lantas mengangguk berulangkali.
“Aku tahu, aku dapat menjaga dirimu baik-baik!”
“Apakah kau hanya akan menjaga diriku saja?” tanya si nona berbaju perak itu dengan
wajah tak senang.
Tercekat hati Gak Lam-kun.
“Tidak!” buru-buru sahutnya, “aku dapat mencintaimu sedalam-dalamnya…!”
Setelah nasi sudah menjadi bubur, apalagi yang bisa dia lakukan kecuali mengakui
kenyataan tersebut?
“Semoga saja kau dapat berbuat demikian!” kata nona berbaju perak itu dengan sedih.
Tiba-tiba terdengar Gak Lam-kun menjerit kaget.
“Haah…! Kau telah berubah!”
Betul, paras muka nona berbaju perak itu mulai terjadi suatu perubahan besar.
Ia berubah menjadi jauh lebih cantik daripada semula, cantiknya seperti sekuntum
bunga mawar, berlipat-lipat kali lebih indah dan ayu daripada dahulu.
Ada satu hal lagi yang membuat Gak Lam-kun merasa tidak habis mengerti, yaitu raut
wajah gadis berbaju perak itu makin lama berubah semakin mirip dengan wajah gadis
berbaju merah itu, hakekatnya bagaikan pinang dibelah dua saja.
(Tentang mengapa bisa demikian, hingga kinipun kejadian tersebut masih berada
dalam penyelidikan para ahli).
Nona berbaju perak itu meraba pipinya sendiri dengan penuh rasa tak percaya katanya.
“Benarkah aku telah berubah?”
Ia mengira wajahnya telah berubah menjadi jelek, sehingga timbul rasa sedih dalam
hatinya.
“Kau berubah lebih cantik!” kata Gak Lam-kun lagi dengan penuh rasa kagum.

Mereka berdua segera tertawa, tertawa yang muncul dari dasar hati masing-masing
kemudian saling berpelukan dengan penuh kemesraan.
OOOOfJOOOO
OOO0O 100 000000000
Seperempat jam sudah lewat…
Seperempat jam kembali lewat…
Tiga perempat jam sudah berlalu dengan lambat.
Sudah hampir tiga jam lamanya Ji Cin peng menunggu diluar istana api.
Wajah yang murung dan sedih kian bertambah kesal, akhirnya titik air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
“Tak usah ditunggu lagi” bisiknya, “sudah pasti Gak Lam-kun telah habis riwayatnya.”
“Tidak!” kata Ji Kiu liong sambil menggoyangkan tangannya berulangkali, “toako ku tak
nanti akan mati!”
Pelan-pelan Ji Cin peng menggelengkan kepalanya.
“Tenaga manusia ada batasnya, siapakah dapat melawan kobaran api dalam istana
tersebut? Adik Liong mari kita masuk!” katanya.
Seraya berkata, dengan langkah lebar dia masuk kedalam istana api tersebut.
Pada saat ini, tiga malaikat dari wilayah See ih sudah tak berani menghalangi mereka
lagi, terpaksa ketiga orang jago tersebut menyingkir kesamping untuk memberi jalan lewat
bagi Ji Cin peng.
“Buncu!” buru-buru si nenek berambut putih dari perguruan panah bercinta
membentak, “kobaran api didalam sana amat besar dan kuat, jika kau kesitu maka akan
musnah jiwamu!”
Ji Cin peng segera berpaling dan tertawa sedih.
“Apakah aku harus berpeluk tangan belaka” katanya.
Dengan sedih nenek berambut putih itu berkata.
“Aku tahu akan kesedihan yang mencekam hatimu, tapi perbuatan ini bukan perbuatan
yang bisa dilakukan dengan keberanian belaka, siapa yang sanggup melawan api alam
yang panas? Jika kau pergi seorang diri, itu sama pula artinya dengan membawa
perguruan panah bercinta menuju kejurang kehancuran…”
“Baik!” kata Ji Cin peng kemudian sambil bertepuk tangan, “mari kita pergi bersama!”

Ucapannya amat tegas sekali, kemudian dengan air mata bercucuran ia berjalan kearah
luar.
Tiba-tiba Ji Kiu liong berteriak keras, “Kalian berangkatlah lebih dulu aku akan
menunggu sehari semalam lagi disini, jika toako belum juga keluar aku baru akan pergi
mencari kalian lagi…”
Hubungan batinnya dengan Gak Lam-kun memang mendalam sekali, ia merasa berat
hati untuk meninggalkan tempat itu.
Ji Cin peng manggut-manggut.
“Bagus sekali, kalau begitu akan kutunggu kedatanganmu didepan sana…!” katanya.
Para jago dari perguruan panah bercinta telah berlalu, Ji Cin peng dengan membawa
hatinya yang hancur pun terpaksa harus pergi dari situ untuk menyelesaikan lebih dulu
tugasnya yang belum selesai, tapi tak bisa dibayangkan betapa sedih dan menderitanya
gadis itu…
ooooOoooo
ooooOoooo ooooOoooo
Dari kejauhan sana terdengar bunyi gema lonceng yang pelan, seakan-akan
menyambut datangnya kesedihan bagi setiap manusia didunia ini…
Mendadak kilat menyambar-nyambar, diikuti suara gemuruhnya guntur membelah
angkasa hujan turun dengan amat derasnya.
Diantara kilat yang menyambar-nyambar tiba-tiba tampaklah dua sosok bayangan
manusia sedang berlarian ditengah hujan yang amat deras.
Karena apa kedua orang itu melakukan perjalanan ditengah badai hujan begini? Dilihat
dari langkah mereka yang tergesa-gesa dapat diketahui bahwa suatu peristiwa besar tentu
telah terjadi disana.
ooooOoooo
Sambil membuat air hujan yang bercampur dengan peluh, Kiu wi hou (rase berekor
sembilan) Kongsun po dari bukit Hoa san berkata, “Saudara Say, percayakah kau dengan
kejadian tersebut?”
Giok bin sin ang (kakek sakti berwajah pualam) Say khi pit segera tertawa seram.
“Tidak percaya pun juga apa boleh buat” jawabnya, “bukankah kita sudah menyaksikan
dengan mata kepala sendiri atas kemunculan Tok liong cuncu? Dulu Gak Lam-kun yang
menyamar sebagai Tok liong Cuncu, tapi sekarang… siapa pula yang menyamar?”
Kongsun Po tertawa dingin, katanya, “Menurut pendapatmu, mungkinkah Tok liong
Cuncu mempunyai seorang murid lagi…”

“Tidak mungkin, tidak mungkin, selamanya perguruan Tok liong pay tak pernah
mempunyai murid rangkap…” sahut Giok bin sin ang Say Khi pit dari bukit Siau ngo tay
sambil gelengkan kepalanya berulangkali.
Sebetulnya kedua orang itu masih berminat untuk mengincar Lencana pembunuh naga,
tapi sejak mendengar kabar tentang munculnya Tok liong Cuncu, setelah melakukan
penyelidikan secara diam-diam, masing-masing segera kabur karena ketakutan, tapi
sekarang mereka muncul kembali disana.
Kiu wi hou (si rase berekor sembilan) Kongsun Po terkekeh-kekeh dengan seramnya.
“Heeehh… heeehh… heeehh… perduli amat apakah Tok liong Cuncu asli atau palsu,
hari ini kita harus mencarinya sampai ketemu…”
Mendengar perkataan itu Kakek sakti berwajah pualam Say Khi phit segera tertawa
terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… tentu saja, tentu saja jika hari ini kita tak dapat
membuktikannya mungkin hati kita semua menjadi tak tenang, sekalipun Yan Lo-sat
(perempuan iblis cantik) Hong Im sendiripun tak akan merasa lega…”
“Benar, benar sekali” sambung Kongsun Po lagi sambil tertawa, “sehari Tok liong Cuncu
belum dilenyapkan dari muka bumi, berarti sehari pula kehidupan kita harus dilewatkan
dengan hati tak tenang, cuma… walaupun hari ini kita akan dibantu oleh Yan Lo-sat,
bagaimanapun juga harus lebih berhati-hati…”
Say Khi pit tertawa terbahak-bahak.
“Kedatangan nona Hong im kali ini meski diluaran seperti hendak menyelidiki jejak Tok
liong Cuncu, agaknya diam-diam bukan itu tujuan kedatangannya, agaknya dia datang
dengan membawa suatu rencana tertentu…”
Kongsun Po menjadi tertegun.
“Darimana kau bisa tahu?” tanyanya.
Say Khi pit segera tertawa dingin.
“Mungkin persoalan ini dapat mengelabuhi orang lain, tapi jangan harap bisa
mengelabuhi diriku..”
Mendadak…
Dari balik hujan yang deras muncul sesosok bayangan manusia yang segera
menghadang jalan pergi kedua orang itu.
Dalam lamat-lamatnya cuaca, sulit bagi kedua orang itu untuk melihat jelas paras muka
lawan, mereka hanya merasa bahwa orang itu adalah sesosok bayangan hitam yang tinggi
besar.
Dengan perasaan terkesiap, Say Khi pit segera membentak, “Siapa disitu?”

Orang itu segera tertawa terbahak-bahak.
“Haahh… haahh… haahh… pokoknya bukan Tok liong Cuncu..! Jangan kuatir?”
jawabnya latah.
Diam-diam Kongsun Po terkesiap.
“Apakah kau adalah sekomplotan dengan mereka…”
“Heehmm… Lui sim cian masih bukan terhitung manusia semacam itu?” jawab orang itu
seraya mendengus.
Orang itu bukan lain adalah Jit poh lui sim ciam (panah inti geledek yang mencabut
nyawa dalam tujuh langkah) Lui Seng thian adanya.
Pelan-pelan ia berjalan menghampiri kedua tokoh persilatan itu.
Lega hati Say Khi pit setelah mengetahui siapa yang datang, ia tertawa terbahak-bahak.
“Haahh… haahh… haahh… saudara Lui, kau menunggu kedatangan kami ditengah
hujan deras, tolong tanya ada urusan apa?”
Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian kembali tertawa seram.
“Kalian berdua melakukan perjalanan sendiri ditengah bukit yang gersang apakah tidak
merasa bahwa tindakanmu itu terlalu berbahaya?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan seketika itu juga dua orang jago lihay tersebut
menjadi amat terperanjat, tanpa sadar masing-masing mundur selangkah kebelakang.
Kongsun Po memandang sekejap sekeliling tempat itu, kemudian katanya, “Saudara Lui
kau bukan sedang bergurau bukan?”
Lui Seng thian segera mendengus dingin.
“Hmmm! Tanggung aku bukan lagi beromong besar untuk menakut-nakuti kalian
dewasa ini pihak perguruan panah bercinta, pihak Thi eng pang dan See thian san tidak
melakukan pergerakan apa-apa, menunggu dengan tenang… haahh… haahh… saudara
berdua, coba kalian berpikirlah sendiri”
Sengaja ia menghentikan perkataannya itu dan tidak melanjutkan kembali, hal ini
membuat Say Khi pit dan Kongsun Po menjadi tak sabar untuk menanti, diam-diam
mereka gemas akan kekejaman orang.
Buru-buru Kongsun Po tertawa lalu katanya, “Saudara Lui, buat apa kau berlagak tuli
dan bisu? Bicaralah yang jelas dan terang!”
Lui Seng thian tertawa bangga, katanya, “Kalian berdua sama-sama terhitung seorang
tokoh persilatan, apakah kau sama sekali tak tahu akan peristiwa yang telah terjadi
belakangan ini”

Kongsun Po serta Say Khi pit segera gelengkan kepalanya berulangkali, mereka
termangu dan merasa tidak habis mengerti.
Lui Seng thian segera tertawa seram ujarnya, “Konon Gak Lam-kun serta Thian san
soat li telah masuk kedalam istana api…”
Mendengar kabar itu, Say Khi pit kontan saja membelalakkan sepasang matanya lebarlebar.
“Apakah mereka telah berhasil menemukan ruang rahasia penjagal naga…?”
“Seperti yang kau duga, kemungkinan besar ruang rahasia pembunuh naga itu telah
mereka temukan…”
Kongsun Po menjadi cemas sekali, buru-buru katanya pula, “Saudara Lui, tahukah kau
benda-benda apa saja yang terdapat dalam ruangan itu?”
Sengaja Lui Seng thian gelengkan kepalanya berulangkali.
“Aku sendiri juga kurang begitu jelas, konon dalam ruang rahasia pembunuh naga
terdapat dua tiga macam benda mustika yang sangat langka didunia ini, siapa yang
berhasil menemukannya, dia akan menjadi seorang jago persilatan yang tiada taranya
didunia ini…”
Kata-kata yang diucapkan dengan serius melukiskan seakan-akan peristiwa itu sebagai
benar-benar telah terjadi.
Say Khi pit segera bertepuk tangan, teriaknya, “Kalau begitu kita harus pergi
menyaksikannya”
Diam-diam Lui Seng thian merasa girang, ujarnya.
“Jika kalian berdua mau bekerja sama dengan lohu, dalam perebutan mestika diruang
rahasia pembunuh naga nanti, mungkin saja masih ada beberapa bagian harapan…”
Kongsun Po tertawa seram, “Heeehh… heeehhh… heeehh… rupanya kau sedang
mengajak kami untuk berkomplotan”
Lui Seng thian tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahhh… haaahhh mungkin saja lohu memang berhasrat untuk berbuat
demikian, tapi sepenuhnya juga demi kalian berdua.”
“Karena kami berdua” tanya Say Khi pit agak tertegun.
“Betul, coba kalian bayangkan, andaikata kita berhasil mendapatkan barang-barang itu
maka dunia persilatan sudah tidak terdapat seorang manusiapun yang bisa menandingi
kita, sedangkan kalian berduapun tak usah takut lagi kepada Tok liong Cuncu!”
Setelah berhenti sejenak katanya lebih jauh.

“Adapun tindakan lohu untuk mengajak kalian berkomplot adalah atas dasar dua
alasan, pertama kekuatan lohu seorang tidak cukup, belum mungkin bagiku untuk
bertarung melawan pihak Thi eng pang dan perguruan panah bercinta, kedua karena
tahun belakangan ini nasibku kurang mujur, lohu ingin sekali mengajak kalian berdua
untuk bersama-sama melakukan suatu usaha besar”
Haruslah diketahui, mereka bertiga semuanya merupakan gembong-gembong iblis yang
tiada taranya dalam dunia persilatan, meskipun diluaran kata-katanya merdu dan enak
didengar, padahal secara diam-diam mereka sedang saling beradu kecerdasan.
Kongsun Po segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… bagus sekali kalau begitu, kita tetapkan demikian
saja!” katanya.
“Lohupun tidak punya usul lain?” sambung Say Khi pit dengan suara menyeramkan.
Dengan mempunyai tujuan sendiri-sendiri, sudah barang tentu mereka bersepakat
untuk berkomplot.
Sambil tertawa dingin Lui Seng thian lantas berkata, “Seandainya kerja sama ini bisa
berhasil, maka dunia akan menjadi milik kita bertiga!”
“Besar amat kata-kata kalian itu!” mendadak seseorang berseru sambil tertawa ringan.
Ucapan yang muncul secara tiba-tiba itu membuat ketiga orang jago tersebut menjadi
tertegun, mereka tidak menyangka kalau masih ada orang yang bersembunyi disisi mereka
bertiga, mendengar ucapan itu, dengan perasaan terperanjat serentak mereka
memencarkan diri dan menubruk kearah tiga arah yang berlainan.
Tapi tak seorang manusiapun yang tampak disitu, merekapun tidak berhasil
mengetahui sumber datangnya ucapan itu.
Dengan gusar Lui Seng thian membentak, “Kiranya hanya manusia bangsa tikus yang
tak berani bertemu dengan manusia!”
Baru selesai ucapan tersebut diutarakan, mendadak orang yang bersembunyi dibalik
kegelapan itu tertawa dingin.
“Anjing bermata buta yang tak tahu diri!”
Mengikuti ucapan tersebut dari tengah udara melayang datang seorang perempuan
yang cantik jelita.
Menyaksikan kemunculan perempuan tersebut, kontan saja sekujur tubuh Say Khi pit
gemetar keras.
“Nona Hong im…!” bisiknya.
Orang itu memang tak lain adalah Yan Lo-sat (iblis perempuan berwajah cantik).

Dengan wajah sedingin es Yan Lo-sat mendengus dingin, kemudian tubuhnya bergerak
maju kedepan.
“Siapakah kalian berdua? Kenapa begitu takabur dan tak tahu diri?” tegurnya dengan
suara dingin.
Buru-buru Kongsun Po maju kedepan seraya berkata.
“Kita semua adalah orang sendiri, nona Hong harap kau jangan marah-marah dulu”
Yan Lo-sat mengerling sekejap kearahnya kemudian mengejek, “Siapa yang sudi
menjadi orang sendiri denganmu!”
Tiba-tiba Kongsun Po merasa dibalik perkataannya ada penyakit tak kuasa lagi merah
padam wajahnya, ia menjadi tersipu-sipu.
“Nona, kenapa kau musti gusar?” katanya sambil tertawa jengah.
Dari ucapannya itu dapat ditangkap betapa jeri dan takutnya jago ini terhadap
perempuan tersebut, membuat Lui Seng thian yang menyaksikan kejadian itu merasa tidak
habis mengerti.
Ketika dilihatnya semua ucapan yang diutarakan perempuan itu amat menyudutkan
orang, Lui Seng thian menjadi naik pitam sambil tertawa seram katanya.
“Siapa kau?”
Yan Lo-sat Hong Im mendengus dingin.
“Hmm! Kalau cuma nyonya besar saja tidak kenal buat apa kau melakukan perjalanan
dalam dunia persilatan?” serunya.
Ucapan tersebut semakin menggusarkan Lui Seng thian ia segera membentak,
“Rupanya kau ingin mampus!”
Wees…! Sepasang tinjunya segera diayunkan kedepan melancarkan serangkaian
pukulan berantai.
Hong Im segera tertawa sinis.
“Hmm… tampaknya masih terhitung hebat juga tenaga pukulan itu…!” ejeknya.
Dengan suatu gerakan yang enteng ia mengegos kesamping, kemudian dengan
gesitnya meloloskan diri dari ancaman tersebut.
Dari kejauhan telapak tangannya diayunkan kedepan, segulung angin pukulan yang
sangat kuat bagaikan hembusan angin puyuh dengan cepat meluncur kedepan.
Terkesiap Lui Seng thian menghadapi serangan itu, pikirnya, “Waah… agaknya
perempuan ini mempunyai ilmu simpanan yang mengerikan hati!”

Dengan cepat ia berkelit pula kesamping lalu sepasang telapak tangannya diayunkan
kembali kedepan.
“Blaam…!” suatu benturan keras yang memekikkan telinga segera berkumandang
memecahkan keheningan.
Tubuh Lui Seng thian segera tergetar mundur sejauh puluhan langkah lebih, dadanya
naik turun, napasnya tersengal-sengal, hampir saja ia muntahkan darah segar…
Sebaliknya Yan Lo-sat Hong Im cuma tergetar sedikit tubuhnya, dari keadaan tesebut
dapat diketahui bahwa tenaga kekuatan yang dimiliki Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian
masih kalah setingkat bila dibandingkan dengan gadis tersebut.
Buru-buru Say Khi pit maju kedepan sambil melerai, katanya sambil tertawa.
“Kita semua adalah orang sendiri, harap kalian berdua jangan menganggap sungguhsungguh
pertarungan ini…”
Cepat Yan Lo-sat Hong Im mendorongnya kebelakang, katanya, “Jika manusia atau
semacam ini tidak diberi sedikit pelajaran, dia tentu tak akan tahu tingginya langit dan
tebalnya bumi…”
Tiba-tiba Lui Seng thian mendongakkan kepalanya dan tertawa seram…
Selama setengah abad melakukan perjalanan dalam dunia persilatan, belum pernah dia
mengalami kejadian seperti hari ini, bukan saja dipermainkan seorang perempuan bahkan
dihina, diejek dan dicemooh.
“Baik.” katanya kemudian sambil tertawa seram, “lohu akan beradu jiwa denganmu!”
Paras mukanya segera berubah menjadi serius, senyuman yang semula menghiasi
wajahnya kontan saja lenyap tak berbekas.
Segenap tenaga dalam yang dimilikinya dihimpun menjadi satu dengan berdiri tegak
bagaikan pagoda, ia memang kelihatan lebih berwibawa dan gagah.
Yan Lo-sat agak tercekat juga menyaksikan sikap tenang lawan, pikirnya.
“Sungguh tak kusangka sewaktu tertawa maupun marah, ia masih dapat menjaga
ketenangan hatinya, dilihat dari sikap tenangnya yang begitu mantap, rasanya sulit untuk
menemukan beberapa orang yang bisa menandinginya dalam dunia persilatan…”
Meskipun dalam hati ia merasa tercekat, namun paras mukanya masih tetap seperti
sedia kala, katanya dengan dingin.
“Dalam dua puluh gebrakan, kau pasti akan menderita kekalahan total ditanganku!”
Siapa tahu bukan menjadi marah, Lui Seng thian malahan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… benarkah?”

Sikapnya ini sebaliknya malah mendatangkan perasaan makin tercekat dalam hati Yan
Lo-sat Hong Im, dalam anggapannya Lui Seng thian pasti akan menjadi gusar setelah
dihina olehnya, siapa tahu dia malahan sanggup untuk mempertahankan diri.
Dengan perasaan tercekat segera katanya, “Aku akan mengalah tiga jurus kepadamu,
nah sekarang silahkan turun tangan lebih dulu!”
Ucapan tersebut diutarakan dengan suara yang santai dan pelan, dari wajahnya juga
tidak menemukan rasa kaget atau takut, malahan terlintas selapis hawa dingin yang
tawar, seakan-akan sama sekali tidak memandang sebelah matapun kepadanya.
Lui Seng thian tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… daripada menolak lebih baik aku menurut saja, maaf
kalau lohu akan turun tangan lebih dahulu…”
Tiba-tiba tubuhnya bergerak maju kedepan telapak tangan kanan dan kirinya secepat
kilat menghajar jalan darah Ki sou hiat ditubuh Hong Im.
“Sebuah jurus Kim tui ki see (palu emas menghantam barat) yang sangat bagus!” puji
Yan Lo-sat sambil berkelit kesamping.
Gaya tubuhnya sangat indah tampaknya seakan-akan tidak menggunakan tenaga
barang sedikitpun ini membuat Say Khi pit dan Kongsun Po yang berada disisi kalangan
merasa makin takluk diam-diam mereka bersorak memuji didalam hati.
Gagal dengan serangannya, Lui Seng thian segera berubah jurus, tubuhnya berputar
kencang kemudian dari jurus Siau ci tham lam (sambil tertawa menuding langit selatan)
dia merubahnya menjadi jurus Muk ku ceng ciong (tambur senja lonceng pagi) serta San
tian lui beng (lari secepat sambaran kilat).
Ketiga jurus serangannya itu hampir boleh dibilang dilancarkan pada saat yang
bersamaan.
Diam-diam terkesiap juga Hong Im menghadapi serangan lawan itu, serunya tertahan,
“Ooh… rupanya ada simpanan juga!”
Dengan kecepatan tinggi telapak tangannya dibalik, kemudian ia melepaskan sebuah
tendangan kilat.
Jurus serangan ini digunakan bukan saja dengan gerakan yang aneh dan sakti,
kekuatannya juga luar biasa, membuat Lui Seng thian menjadi termangu-mangu
dibuatnya.
Dalam keadaan seperti ini, mau tak mau ia harus menarik kembali serangannya sambil
mundur, kalau tidak maka tendangan yang sangat aneh itu akan segera menghajar diatas
lambungnya.
Dalam waktu singkat dua orang itu sudah bertarung sekitar dua puluh gebrakan lebih.
Mendadak Hong Im membentak keras, “Enyah kau dari sini!”

“Blaaam…” suatu benturan yang sangat keras berkumandang memecahkan
keheningan, tiba-tiba sesosok bayangan manusia terlempar ketengah udara.
Paras muka Lui Seng thian berubah menjadi mengenaskan sekali, noda darah mulai
meleleh membasahi bibirnya.
Setelah tertawa pedih, katanya, “Lohu akan beradu jiwa denganmu”
Seusai berkata, dengan suatu gerakan yang cepat dia menerjang kemuka, dengan
cepat suasana dalam gelanggangpun mengalami perubahan yang sangat besar.
Terdengar Hong Im menjerit kaget, “Haaah… jit poh lui sim ciam!”
Lui Seng thian segera mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… kau tahu kalau panah ini adalah jit poh lui sim ciam?
Sayang segala sesuatunya telah terlambat…!”
Pada saat yang kritis itulah tiba-tiba Kongsun Po melompat kedepan dan menghadang
dihadapan Lui Seng thian, ujarnya, “Saudara Lui apakah kau tidak merasa bahwa
tindakanmu ini adalah membesar-besarkan suatu persoalan yang kecil?”
Dengan anak panah inti geledek siap ditangan, Lui Seng thian menjawab dengan penuh
kebencian, “Aku tak akan memperdulikan hal-hal semacam itu lagi!”
“Apakah kau sudah lupa dengan apa yang kau katakan tadi?” buru-buru kongsun Po
berbisik kembali.
Mendengar ucapan tersebut, seperti baru sadar saja dari impian, Lui Seng thian
terperanjat, kemudian serunya dengan cepat, “Saudara Say, saudara Kongsun cepat ikuti
lohu!”
Seusai berkata, dengan langkah lebar dia bergerak lebih dahulu meninggalkan tempat
itu.
Hong Im segera tertawa terkekeh-kekeh, “Heeehhh… heeehhh… heeehhh… aku sudah
tahu kalau dia tak akan membidik diriku!”
Say Khi pit segera tertawa, umpaknya, “Sekalipun anak panah Jit poh lui sim ciam
sudah dibidikkan juga belum tentu bisa melukai seujung rambutmu!”
Sementara itu, Lui Seng thian yang menyaksikan Kongsun Po, serta Say Khi pit belum
juga mengikuti dari belakang, tanpa terasa segera berpaling sambil menegur.
“Saudara Say, saudara Kongsun, kalau kalian berdua enggan untuk berkomplot dengan
lohu, maka kita batalkan saja pembicaraan tadi sampai disini saja”
Say Khi pit segera tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahhh… haaaahhh… harap saudara Lui jangan banyak curiga, lohu segera
akan mengikuti dirimu!”

Jit poh lui sim ciam Lui Seng thian kembali mendengus dingin, kemudian melanjutkan
kembali perjalanannya.
Yan Lo-sat Hong Im tiba-tiba bertanya dengan suara dingin, “Sudahkah Tok liong cuncu
munculkan diri.”
“Belum!” Kongsun Po segera menggelengkan kepalanya berulangkali.
Yan Lo-sat Hong Im menghela napas panjang, bisiknya kemudian, “Semoga saja malam
nanti kita bisa berjumpa kembali…!”
Berbicara sampai disitu dia menghela napas dan mendongakkan kepalanya memandang
awan diangkasa, untuk sesaat lamanya dia hanya termangu-mangu belaka terbuai
lamunan.
Lama, lama sekali, dia baru menarik kembali lamunannya seraya berkata.
“Secara garis besarnya aku telah melakukan peninjauan kearah pulau ini, memang
tempat tersebut merupakan sebuah tempat yang sangat misterius…”
Say Khi pit menjadi tertegun sesudah mendengar perkataan itu, dengan cepat dia
bertanya, “Nona, jangan-jangan kaupun datang untuk mendapatkan Lencana pembunuh
naga?”
Sambil menghela napas panjang Hong Im menggelengkan kepala berulangkali.
“Bukan, yang terutama kedatanganku kemari adalah untuk mencari susiokku”
“Susiokmu? Siapa namanya?” tanya Kongsun Po keheranan, Hong Im berpikir sejenak
kemudian ia menjawab.
“Hoa ih kim cha (tusuk konde emas berbaju merah)!”
Mendengar nama itu, Say Khi pit tampak sangat terkejut sehingga wajahnya berubah
serunya tertahan, “Apakah orang yang disebut sebagai perempuan paling cantik didunia
pada enam puluh tahun berselang?”
Hong Im segera mengangguk.
“Yaa, aku selalu curiga kalau dia bersembunyi ditempat ini, tapi hingga detik ini
jejaknya belum juga berhasil kutemukan…”
Mendadak…
Dari kejauhan sana berkumandang suara tertawa panjang yang memekikkan telinga,
menyusul kemudian tampak sesosok bayangan putih berkelebat lewat dan lenyap kembali
dalam waktu singkat.
Paras muka Hong Im segera berubah sangat hebat serunya, “Orang ini sudah sehari
semalam menguntil terus dibelakangku sekarang lagi-lagi dia munculkan dirinya, aku harus
segera pergi dari tempat ini…”

Sekali berkelebat tubuhnya sudah berada puluhan kaki jauhnya dari tempat semula,
kemudian dalam waktu singkat tubuhnya sudah lenyap dibalik kabut dan hujan yang
deras.
Dikala Yan Lo-sat sedang berangkat pergi itulah, tiba-tiba dari arah istana api
memancar keluar sebuah jalur sinar emas yang amat menyilaukan mata.
Dengan cepat Say Khi pit bergerak maju, serunya.
“Hayo cepat berangkat, kemungkinan besar pertarungan sudah berkobar disana.
Dengan kecepatan seperti anak panah yang terlepas dari busurnya, berangkatlah kedua
orang itu menuju kedepan, tak selang beberapa lama kemudian istana api telah berada
didepan mata.
Dari kejauhan terlihatlah Thi eng sin siu Oh Bu hong dari perkumpulan Thi eng pang
sedang terlibat dalam suatu pertempuran yang amat seru melawan malaikat pedang Siang
Ban im dari See ih sam seng.
Ketika Jit poh lui sim ciam menyaksikan bala bantuannya telah tiba, dengan suara
lantang dia lantas berseru, “Saudara berdua cepat kemari! Pertunjukkan bagus segera
akan dimulai…”
Dengan pandangan mata yang dingin dan sinis Si Tiong pek memandang sekejap
kesekeliling gelanggang, kemudian jengeknya sambil tertawa dingin, “Oooh… rupanya
kalian adalah sekomplotan!”
Kongsun Po tertawa terbahak-bahak.
“Haaahh… haaahh… haaahh… pertemuan semacam ini sulit dijumpai dalam dunia
persilatan sudah barang tentu kami harus manfaatkan kesempatan semacam ini untuk
menambah pengetahuan!”
Mendadak terdengar malaikat pedang Siang Ban im membentak nyaring, “Orang she
Oh, kau benar-benar sanggup untuk masuk kedalam?”
Oh Bu hong tertawa tergelak.
“Haaahhh… haaahhh… haaahhh… lohu sudah mempunyai cara yang praktis untuk
mengendalikan hawa panas didalam, asal kalian ijinkan diriku untuk masuk kedalam, lohu
yakin pasti dapat masuk kedalam dengan leluasa”
“Aku tidak percaya kalau didunia ini masih ada orang yang mampu…” bentak malaikat
pedang.
Oh Bu hong segera menukas kata-katanya yang belum selesai itu, “Lohu telah berhasil
mendapatkan Lam-hay beng cu (mutiara mustika dari laut selatan), kalau tidak percaya
silahkan saja menyingkir dari sini”
Selesai berkata dengan langkah lebar dia lantas berjalan masuk kedalam istana api.
Mendadak…

Dari dalam istana api berkumandang suara auman keras yang amat memekikkan
telinga…
Mendengar suara pekikan yang mengerikan itu, Si Tiong pek menjadi terperanjat,
serunya.
“Suhu, apaksh suara keras itu adalah suara dari naga api yang konon tersiar dalam
dunia persilatan.
“Benar!” jawab Oh Bu hong, “kalian cepat pertahankan tempat itu, kemungkinan besar
dia akan munculkan dirinya!”
Belum habis perkataan itu diucapkan tiba-tiba dari balik istana api menyembur keluar
sebuah jalur api yang membara.
Begitu menyaksikan semburan api itu, See ih samseng cepat-cepat melayang keluar
dari tempat itu.
Sedangkan Oh Bu hong segera membentak gusar.
“Lohu akan masuk kedalam!”
Ternyata seperti apa yang dia katakan, ketika semburan api itu menyentuh tubuhnya
ternyata tidak menimbulkan kebakaran atas badannya, malahan begitu selesai berkata,
badannya segera menyerbu kedalam dan sekejap kemudian sudah lenyap dibalik kobaran
api yang membara tersebut.
Mendadak berkumandang jeritan ngeri dari dalam istana api itu…
“Auuuh celaka…!”
Menyusul kemudian tampaklah Oh Bu hong sambil menutupi wajah sendiri kabur keluar
dari balik istana…
Dari belakang tubuhnya tampak seekor makhluk raksasa mengikutinya dengan garang,
bahkan menerjang kedepan dengan membawa kekuatan yang luar biasa.
“Suhu, cepat mundur!” Si Tiong pek segera berteriak keras.
Tubuhnya bergerak cepat kedepan, buru-buru ia menurunkan perintah begitu komando
diturunkan, serentak para jago lihay dari perkumpulan Thi eng pang itu menyambitkan
serentetan bintang hitam kearah makhluk raksasa tersebut.
0000O0000
Naga api itu dengan membawa selapis cahaya api yang berkobar-kobar menerjang
keluar dari balik liang gua dan menubruk kearah kawanan jago dari Thi eng pang itu
dengan garangnya.
“Lepaskan senjata rahasia” bentak Si Tiong pek.

Para jago dari perkumpulan Thi eng pang segera mengayunkan kembali tangannya,
berpuluh-puluh titik cahaya bintang sekali lagi meluncur kearah tubuh naga raksasa
tersebut.
Cahaya bintang begitu menyambar lewat, suara dentingan nyaring yang memekikkan
telingapun berkumandang memecahkan keheningan.
Begitu naga api tersebut menggetarkan tubuhnya senjata-senjata rahasia beracun yang
tajam dan kuat itupun serentak rontok keatas tanah.
Melihat kekebalan tubuh naga api tersebut atas senjata rahasia, para jago dari Thi eng
pang menjadi amat terperanjat, masing-masing segera mengundurkan diri keluar.
“Weeess…!” segulung kobaran api dahsyat menyembur keluar dari mulut naga api
tersebut dan menyapu tubuh kawanan jago yang tak sempat melarikan diri.
“Aduuuh… aduuuh…”
Jeritan-jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan.
Beberapa jago dari Thi eng pang yang terlambat mengundurkan diri dari situ segera
tergulung dibalik kobaran api dahsyat itu dan terbakar hangus.
Lidah raksasa dari naga api itu kembali menggulung, dua sosok tubuh yang tergeletak
diatas tanah tersebut segera ditelannya kedalam perut.
Menyaksikan peristiwa itu, semua jago makin terkesiap dibuatnya, buru-buru mereka
mundur jauh lebih kebelakang.
Ji Cin peng kuatir anak buah perguruan panah bercintanya mengalami nasib yang naas,
buru-buru ia membentak.
“Semua anggota perguruan panah bercinta cepat mundur sejauh lima kaki dari sini!”
Terdengar suara ujung baju yang tersampok angin berkumandang memecahkan
keheningan, semua anggota perguruan panah bercinta segera meninggalkan gelanggang
sejauh lima kaki lebih.
Mendadak Oh Bu hong membentak keras, “Pek ji, lindungi aku, aku hendak membunuh
naga untuk diambil empedunya!”
Haruslah diketahui bahwa Oh Bu hong sudah lama tahu jika dalam istana api terdapat
seekor naga raksasa yang berusia sepuluh laksa tahun karena setiap hari menghirup sari
api sebagai bahan makanannya, ia telah membentuk sebutir mustika Lei hwe po wan
didalam tubuhnya.
Konon menurut cerita dongeng, barangsiapa dapat menelan pil Lei hwe po wan
tersebut, bukan saja dapat menyembuhkan luka beracun, dapat pula menambah usia
seseorang selain itu masih ada khasiat lain yang lebih berharga lagi, yakni bisa membuat
tenaga dalam yang dimiliki seorang jago silat menjadi enam puluh tahun hasil latihan lebih
hebat.

Hanya saja, pil Lei hwe po wan tidak mudah diperoleh, apalagi naga raksasa berusia
sepuluh laksa tahunpun merupakan makhluk yang langka dalam dunia persilatan,
jangankan memang jarang dijumpai didunia ini orang yang mengetahui akan hal inipun
jarang sekali.
Sejak Thi eng sin siu Oh Bu hong menyaksikan munculnya naga tersebut, diam-diam ia
sudah merasa amat girang, pikirnya, “Orang mengatakan rahasia mestika Lencana
pembunuh naga adalah mestika yang paling hebat didunia ini, darimana mereka tahu jika
pil mestika Lei hwe po wan justru merupakan benda mestika yang lebih berharga lagi
didunia ini? Sekalipun rahasia mestika Lencana pembunuh naga gagal didapatkan, asal
bisa mendapatkan pil mestika dari naga api inipun masih tidak terhitung sia-sia
perjalananku kali ini!”
JILID 21
BERPIKIR sampai disitu, tiba-tiba tubuhnya berkelebat maju ke depan.
Oleh karena dalam sakunya dia membawa batu kemala dingin, maka gelombang panas
yang menyengat tubuhnya itu sementara waktu tak berhasil menyerang badannya.
Telapak tangan kirinya segera melancarkan serangan dengan jurus Nuh-siau sam-kang
(badai keras melanda sungai), sedangkan toya baja ditangan kanannya menyapu datang
ke depan.
Naga raksasa itu segera mengebaskan kepalanya, kemudian sepasang cakarnya yang
tajam menyambar tiba untuk mencengkeram toya bajanya itu.
Menghadapi ancaman tersebut, Oh Bu-hong merasakan hatinya tercekat. Sambil
melejit, ia mundur kebelakang. Diam-diam peluh dingin mengucur keluar membasahi
tubuhnya.
Meski dia lihay namun dibikin apa boleh buat juga oleh naga raksasa yang berotak
cerdas tersebut.
Dengan cepat ia berpaling dan memandang sekejap ke arah kawanan jago, kemudian
serunya lantang. “Diantara saudara-saudara sekalian, siapakah yang berniat untuk
membantu lohu?”
Semua orang tetap membungkam dan tidak menggubris teriakannya itu. Ternyata para
jago hanya berniat untuk menjadi penonton belaka.
Sementara ia sedang merasa terdesak mundur bercampur malu… Mendadak terdengar
si Rase Berekor Sembilan Kongsun Po memperdengarkan suara tawa panjang yang
memekakkan telinga…
Kemudian sambil berhenti tertawa, dia berkata, “Membantumu tanpa memperoleh
kebaikan apa-apa. Siapa yang sudi menyerempet bahaya untuk menjual tenaga buat Thi
Eng-pang kalian….”.

Tak bisa disangkal lagi, si Rase Berekor Sembilan Kongsun Po pun sudah mengetahui
akan kebaikan serta kegunaan naga api tersebut. Hanya saja lantaran pengetahuannya
yang terlampau cetek, sehingga ia belum menduga manfaat serta kemestikaannya pil Lei
hwe po wan yang dihasilkan naga tersebut.
Thi-eng siu Oh Bu-hong bukan manusia sembarangan yang berotak bebal. Dia sendiri
pun sadar bahwasanya kekuatan Thi-eng pang masih sangat lemah. Mustahil dengan
kekuatan yang dimilikinya itu dapat membunuh naga api dan mengambil Lei hwe po wan
nya. Oleh sebab itu dia harus mencari lagi beberapa orang pembantu.
Asal ada beberapa orang pembantu yang kosen, dapat menahan naga api itu agar
jangan kembali ke dalam gua, maka lama kelamaan naga tersebut pasti akan melemah
dan akhirnya mati karena tiada api disekitar sana.
Naga api menggunakan api sebagai bahan makanannya. Selama hidup, bila ia
meninggalkan sumber api, maka tubuhnya tak akan tahan menghadapi hembusan angin
dingin, serta merta kobaran api ditubuhnya akan makin melemah dan padam. Bila api
sudah padam maka kekuatan tubuhnya secara otomatis juga tak sanggup dikerahkan
kembali.
Hal ini ibaratnya dengan sepotong besi yang membara karena dipanaskan, jika
potongan besi yang membara itu dikeluarkan dari tungku api dan diceburkan ke air maka
dia akan menjadi dingin.
Naga api tak dapat meninggalkan api, kejadian tersebut bersumber pula pada teori
tersebut.
Ketika Thi-eng Siu Oh Bu-hong menyaksikan Kongsun Po telah angkat bicara, buru-buru
dia melayang mundur sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
Agaknya naga berapi itupun cukup mengetahui akan titik kelemahannya. Ternyata
diapun tidak melakukan pengejaran lebih jauh.
Mengetahui kalau Kongsun Po sudah tertarik, Oh Bu-hong segera tertawa terbahakbahak,
katanya, “Saudara Kongsun, kau adalah seorang yang cerdik. Tentunya kau
ketahui bukan bahwa diantara terdapat banyak sekali kebaikan, Naga berapi ini bukan saja
telah menghasilkan Lei hwe cu yang langka dan luar biasa berharganya. Sepasang
matanya yang berapi pun merupakan mestika yang tak ternilai harganya. Asal saudara
Kongsun bersedia untuk membantu lohu, paling tidak satu bagian diantara barang-barang
tersebut akan menjadi bagianmu”.
Tertarik juga Kongsun Po oleh kata-katanya itu. Dia lantas bertanya dengan cepat.
“Saudara Oh, benarkah naga berapi itu mempunyai begitu banyak kebaikan dan manfaat?”
Oh Bu-hong tertawa terkekeh-kekeh, “Selain daripada itu, masih banyak manfaat lain
yang tak bisa kuterangkan satu persatu pada saat ini. Tunggu saja setelah naga berapi itu
mati, lohu baru menerangkannya kepada Kongsun-heng”
“Kalau memang terdapat begitu banyak kegunaannya, lebih baik saudara Oh dapatkan
sendiri saja” seru Kongsun Po sambil tertawa dingin.

Oh Bu-hong kembali merasa terkesiap. Dia tidak menyangka kalau disaat yang terakhir
Kongsun Po kembali mengeluarkan tindakan seperti itu.
Buru-buru katanya lagi sambil tertawa terbahak-bahak, “Haa.. haa.. haa.. ada
kesenangan kita nikmati bersama, ada kesulitan kita tanggulangi bersama. Lohu bersedia
untuk menikmati bersama hasil yang kita peroleh nanti dengan saudara Kongsun…”.
Perbagai ingatan dengan cepat melintas dalam benak Kongsun Po, ujarnya kemudian,
“Saudara Oh, kau memang cukup menarik hati orang, sedikit banyak lohu agak tertarik
juga dibuatnya”.
Mendengar ini, diam-diam Oh Bu-hong mencaci maki dihati, sedangkan diluaran
katanya dengan cepat, “Lohu bermaksud sungguh-sungguh. Harap saudara Kongsun
jangan sampai menyia-nyiakan uluran tanganku ini”.
Dalam pada itu, naga berapi tersebut tidak maju pun tidak mundur. Dengan empat
buah matanya yang besar dan aneh ia menatap buas setiap jago yang berada dalam
gelanggan tersebut.
Tiba-tiba Giok bin sin ang Say Khi-pit tampil pula ke depan, serunya sambil tertawa
dingin, “Saudara Oh, setelah mempunyai kesempatan yang begini baik untuk menjadi kaya
raya, mengapa kau tidak mengajak pula diri siaute?”
Diam-diam Oh Bu-hong merasa girang juga oleh keberhasilan siasatnya, segera ia
menjawab, “Aaah… mana… mana. Selama ini saudara Say tidak mengemukakan
pendapatnya. Lohu mana berani mengganggu ketenanganmu. Bila aku telah berbuat
kekeliruan, harap saudara Say suka memakluminya!”.
“Hmm, Mana… Mana..” Say Khi-pit mendengus dingin.
“Apabila saudara Saya bersedia pula untuk memperkuat barisan kami untuk
mengepung naga tersebut, kekuatan lohu tentu akan jauh lebih tangguh lagi.
Orang ini memang betul-betul licik sekali. Dia tahu Kakek Sakti Berwajah Pualam Say
Khi-pit adalah seorang manusia yang suka diumpak. Asal disanjung-sanjung dengan
beberapa patah kata, mungkin nama marga sendiri pun akan dilupakan olehnya.
Siapa tahu Giok bin sin ang Saya Khi-pit yang sekarang jauh berbeda dengan Giok bin
sin ang Say Khi-pit yang dulu. Hanya dengan dua tiga patah kata sanjungan tersebut,
tentu saja belum sanggup untuk menggerakkan hatinya.
Dengan suara dingin, Say Khi-pit berkata, “Dalam perkumpulan anda oraang pintar
bertumpuk-tumpuk, sedangkan kami tak lebih hanya manusia kurcaci yang tak punya
kepandaian apa-apa. Mana mungkin kepandaian kami bisa menarik perhatian saudara
Oh?”.
“Betul!” timbrung Kongsun Po. “Dihari-hari biasa, saudara Oh selalu meletakkan
sepasang matanya di atas kepala. Mana mungkin kau anggap kami dalam pandangan”.
Kata-kata tersebut dengan cepat membuat Oh Bu-hong menjadi tersipu-sipu.
Keadaannya berubah menjadi mengenaskan sekali.

Tapi Thi-eng-siu Oh Bu-hong adalah seorang manusia yang berotak tajam. Dia hanya
menanggapi kata-kata mereka dengan senyuman dikulum. Meski dihati kecilnya rasa benci
tersebut sudah merasuk sampai ke tulang sumsum, tapi dia tak ingin menimbulkan ribut.
Dalam suasana begini, maka sambil tertawa terbahak-bahak, katanya. “Saudara berdua
mengapa ingin mencari gara-gara dengan lohu? Persoalan semacam ini tak bisa ditunda
lagi. Lebih baik tinggalkan dulu perselisihan dimasa lalu untuk bekerjasama dengan loju.
Asal Lei hwe po wan berhasil didapatkan, kita semua pasti akan menarik manfaatnya”!.
Si Tiong-pek yang berjiwa muda dan biasanya selalu bertinggi hati, menjadi tak tahan
menyaksikan suhunya Oh Bu-hong selalu mengalah kepada orang lain. Sifat kasarnya
segera timbul dan rasa tak senangpun muncul di atas wajahnya. Sambil tertawa dingin
katanya kemudian, “Suhu! Kenapa sih kau orang tua? Mengapa selalu mengumpak orang
saja. Aku tak percaya kalau Thi-eng pang tak sanggup menghadapi seekor naga berapi
pun. Jika berita ini sampai tersiar diluaran, apakah orang lain tidak mentertawakan
ketidak-becusan kita”
“Tepat sekali… Tepat sekali!” sambung Kongsun Po sambil tertawa terkekeh-kekeh,
“Apa yang siaute ucapkan memang betul. Thi-eng pang kan perkumpulan yang paling
besar di dunia ini”.
Dengan gusar Oh Bu-hong memandang sekejap ke arah Si Tiong-pek, kemudian
katanya, “Pek-ji, kau kiranya punya hak untuk ikut berbicara dalam keadaan seperti ini?
Kalau mengambil tindakan saja tidak mampu, tentu lebih banyak kegagalan yang dijumpai
daripada keberuntungan. Apa kau sudah lupa dengan masehat suhu dihari-hari biasa?
Hmmm…”
Tak terlukiskan rasa gusar Si Tiong-pek setelah ditegur oleh Oh Bu-hong dihadapan
orang banyak. Rasa mangkel tersebut sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Tapi diatas wajahnya ia tak berani menunjukkan rasa marah barang sedikitpun juga,
dia lantas tertawa getir.
Tiba-tiba sekulum senyuman menghiasi kembali wajah Oh Bu-hong, katanya kemudian.
“Saudara Kongsun, saudara Say, orang yang bijaksana tak akan mengingat-ingat
kesalahan orang rendah. Muridku masih muda dan tak tahu urusan. Jika sampai berbuat
salah, harap kalian berdua suka memakluminya. Aku pun berharap agar kalian berdua bisa
cepat-cepat mengambil keputusan tentang persoalan tadi, lohu…”
Belum habis ia berkata, mendadak dilihatnya kobaran api di tubuh naga berapi itu
sudah makin mengecil. Diantara aumannya yang keras makhluk raksasa tersebut sudah
mengebaskan ekornya sambil menundukkan kepala, tampaknya ia sudah bermaksud untuk
kembali ke dalam guanya.
Menyaksikan kejadian tersebut, tubuhnya segera bergerak ke depan dan maju
beberaopa langkah. Segenggam jarun beracun Yan-hwi tok ciam dipersiapkan ditangan
kirinya untuk bersiap sedia melancarkan serangan atas keempat buah mata naga berapi
tersebut.
Say Khi-pit segera berbisik kepada Kongsun Po. “Saudara Kongsun, bagaimana menurut
pendapatmu?”.

Dewasa ini, kawanan jago yang berkumpul disini amat banyak jumlahnya” kata
Kongsun Po. “Sekalipun kita sekalian berhasil mendapatkan Lei hwe wan tersebut juga
belum tentu bisa mengundurkan diri dengan selamat. Apakah tidak kau lihat orang-orang
dari perguruan Panah Bercinta sedang mengawasi kemari. Dengan mata melotot? Agaknya
mereka sedang menunggu kesempatan baik!”
“Kalau begitu kita tak usah membantu Oh Bu-hong lagi” kata Say Khi-pit setelah
memandang sekerjap ke arah para jago dari perguruan Panah Bercinta.
Kongsun Po berpikir sebentar, kemudian katanya, “Maksud tujuan Oh loji masih sukar
untuk diduga. Membantu dirinya juga tak menjadi soal. Tapi diapun dapat kita peralat…”
Sementara mereka berdua masih berbisik dengan suara lirih, tiba-tiba dari tengah arena
berkumandang suara dengusan tertahan karena kesakitan.
Rupanya si malaikat racun Lo Kay-seng dari See ih sam seng berdiri terlampau dekat
dengan naga berapi itu sehingga lengan kirinya kena disembur sampai terluka. Sambil
meringis kesakitan, buru-buru dia mengundurkan diri ke belakang.
Malaikat pedang Siang Ban-im yang menyaksikan kejadian itu menjadi gusar sekali,
bentaknya, “Binatang, kau berani!”
Sekilas cahaya tajam dengan cepat menyambar ke depan.
Auman keras yang memekakkan telinga berkumandang memenuhi angkasa.
Mendadak naga berapi itu mengangkat tubuhnya ke atas. Cakar mautnya direntangkan
dan diayun kemuka, kemudian menyambut datangnya cahaya pedang tersebut.
Melihat kesempatan baik telah berada didepan mata Oh Bu-hong segera membentak
keras, “Pek-ji, cepat serang sayap kanannya!”.
Sejak tadi Si Tiong-pek sudah tidak dapat mengendalikan dirinya lagi, mendengar
perintah tersebut, segera sahutnya, “Baik!”
Dengan jurus Kan ku see gi (alam semesta bergeser ke barat), satu jurus pukulan yang
tercantun dalam kitab pusaka Ciong hay kun boh, dia melancarkan sebuah pukulan ke
depan.
Dibawah kerubutan tiga orang jago tersebut, ternyata naga berapi itu sama sekali tidak
takut. Sambil meraung keras, ekornya yang panjang dan besar tiba-tiba disapu keluar
dengan menerbitkan deruan angin puyuh yang luar biasa.
“Sin liong pawi (naga sakti mengebaskan ekor)” tiba-tiba Si Tiong-pek teringat kalau
diantara jurus-jurus serangan yang tercantum dalam kitab pusaka Ciong bay kun boh
terdapat sebuah jurus sin liong pawi yang mirip-mirip dengan gerakan tubuh naga berapi
itu. Dia cukup mengeyahui akan kelihayan jurus serangan itu, buru-buru tubuhnya
melompat ke udara untuk menghindarkan diri.
“Suhu, cepat mundur!” teriaknya dari tengah udara.

Thi-eng-siu Oh Bu-hong tidak mengetahui akan kelihayan jurus serangan tersebut. Baru
saja dia hendak menyongsong datngnya ancaman tersebut dengan toya bajanya, tiba-tiba
ia mendengar bentakan dari Si Tiong-pek tersebut, segera sadarlah dia kalau keadaan
tidak beres.
Dengan gerakan mendatar tubuhnya meluncur keluar dari situ.
“Blammm!” suatu benturan keras terjadi di udara, tahu-tahu sebuah liang yang amat
besar telah muncul di atas permukaan tanah.
Ketika sapuan ekornya gagal melukai orang, naga berapi itu semakin gusar. Sambil
meraung keras, kakinya dihentak-hentakkan di atas tanah. Ini mengakibatkan seluruh
permukaan tanah bergetae keras.
“Sungguh berbahaya….!” pekik Oh Bu-hong di dalam hati.
Saking kagetnya peluh dingin telah membasahi sekujur tubuhnya. Untuk sesaat
nyalinya menjadi pecah dan ia tak berani untuk menubruk ke depan lagi.
Dalam pada itu, Malaikat Pedang Siang Ban-im juga tak berani melancarkan serangan
secara gegabah lagi. Dia hanya mengawasi naga berapi itu dengan mata terbelalak karena
kaget. Untuk sesaat lamanya ia termangu-mangu dan tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Mendadak terdengar Kongsun Po tertawa terbahak-bahak, kemudian katanya lantang,
“Haa… haa… haa… Saudara Oh, mari biar lohu membantumu!”
“Haa… haa… haa… Bagus sekali. mari kita bekerjasama untuk membekuk naga itu!”
jawab Oh Bu-hong sambil tertawa terbahak-bahak pula.
Menyusul di belakang Rase Berekor Sembilan Kongsun Po, si Kakek Sakti Berwajah
Pualam Say Khi-pit pun ikut maju ke depam memberikan bantuannya.
Dengan demikian, para jago lihay serentak maju bersama untuk menghampiri naga
berapi itu.
Ternyata naga berapi itu cukup cerdik. Kali ini ia bersikap lebih kalem dengan
mengawasi orang-orang itu menggunakan sinar matanya yang merah berapi-api. Oleh
karena ia memiliki empat buah mata maka gerak-gerik setiap orang tak ada yang lolos dari
pengawasannya.
Kongsun Po menjadi amat terperanjat setelah menyaksikan kesemuanya itu. katanya,
“Saudara Oh, dimanakah letak titik kelemahan yang mematikan dari makhluk ini?”
“Lohu belum berhasil menemukannya” jawab Oh Bu-hong sambil tertawa seram.
Say Khi-pit segera menggerakkan sepasang telapak tangannya, lalu berkata, “Lohu
akan bertarung dari babak yang pertama. Harap saudara sekalian mau melindungi aku dari
samping!”.
Kemudian sambil merendahkan tubuhnya, ia melancarkan sebuah pukulan yang sangat
kuat ke depan.

Naga raksasa itu mendongakkan kepalanya, sambil meraung keras, menyusul kemudian
terjadi benturan yang memekakkan telinga.
Naga berapi itu sama sekali tidak menghentikan tubuhnya, tapi Say Khi-pit telah
merasakan separuh lengannya menjadi kaku dan agak tak sanggup untuk diangkat
kembali. Ia tidak menyangka kalau tubuh naga berapi itu memiliki daya lenting yang begini
kuat.
Dengan hati tercekat ia mundur ke belakang, kemudian serunya, “Saudara Oh, aku lihat
makhluk ini luar biasa. Jika tidak diketahui cara untuk menaklukkannya, belum tentu kita
bisa menundukkannya hari ini. Untuk membunuh naga harus tahu dulu caranya
membunuh. Aku lihat lebih baik kita mencari dulu akal lain!”
“Oh Bu-hong segera mendengus dingin. “Hmmmm….! Kalau aku sudah tahu caranya,
tak nanti lohu sampai memohon bantuan orang lain….”
Mendengar ucapan tersebut Say Khi-pit menjadi naik pitam, teriaknya, “Lohu pun tak
sudi dengan benda mestika itu!”
Seusai berkata ia lantas putar badan dan berjalan keluar dari gelanggang, seakan-akan
ia hendak berlalu dari sana.
Buru-buru Kongsun Po berseru dengan lantang, “Saudara Say, setelah masuk kedalam
bukit mestika, masa kita akan pulang dengan tangan hampa”.
Say Khi-pit agak tertegun, kemudian pikirnya, “Ya benar. Jika aku pergi dengan begini
saja, pihak Thi-eng pang pasti akan mentertawakan ketidak becusanku. Setelah tahu sulit
baru mengundurkan diri. Hmmm….. aku orang she Say tidak boleh pergi dengan begini
saja”
Berpikir sampai disitu, buru-buru ia balik lagi ketempat semula dn berdiri berjajar
dengan Kongsun Po.
Sambil tertawa terbahak-bahak Kongsun Po lantas berkata, “Saudara Oh hari ini kami
dua bersaudara hendak menjual nyawa untuk kalian. Aku harap dikemudian haripun pihak
Thi-eng pang bersedia pula memberi muka untuk kami…”
Kata-kata dua bersaudara sengaja diucapkan dengan nada keras, jelas dia berniat
untuk menarik Say Khi-pit agar berpihak kepadanya.
Oh Bu-hong yang cerdik, tentu saja dapat menebak pula maksud hatinya. Ia segera
tertawa terbahak-bahak. “Haa… haa… haa… tentu saja… tantu saja… Asal saudara
bersedia untuk menyumbangkan tenaga, siau loji pantas akan menghadiahkan sepasang
mata naga tersebut untuk kalian berdua…”
Tiba-tiba terdengar suara tertawa dingin yang menusuk pendengaran berkumandang di
angkasa.
Suara tertawa itu dingin, keji dan menggidikkan hati, membuat para jago yang berada
dalam gelanggang meraskan hatinya bergetar keras.

Ketika semua orang berpaling maka tampaklah si Malaikat Racun Lo Kay seng sedang
memandang ke arahnya dengan pandangan dingin.
“Lo Kay seng, si makhluk beracun tua, Apa yang sedang kau tertawakan….? tegue Oh
Bu-hong dengan kening berkerut.
Lo Kay seng tertawa ternahak-bahak. “Kalian anggap pil Lei hwe po wan tersebut
benar-benar bisa kalian dapatkan dengan begitu saja?”.
“Kalau kami tak mampu, apakah kau mampu?” jengek Kongsun Po ketus.
Lo Kay seng segera tertawa seram lagi. “Tentu saja, tentu saja. Lohu pasti akan
mampu untuk mendapatkan pil Lei hwe po wan tersebut!”.
Oh Bu-hong yang licik dan keji, ketika dilihatnya Jit poh Toan Kwik to berdiri disana,
mendadak sebuah akal busuk melintas di dalam benaknya. Ia lantas tertawa seram,
kemudian drngan nada menghina katanya, “Saudara Lo jangan lupa kalau orang yang
merajai dunia ini dengan ilmu beracunnya bukan cuma kau seorang….”.
Selama ini si Malaikat Beracun Lo Kay seng selalu menganggap ilmu beracunnya
merupakan kepandaian yang tiada taranya didunia ini, kontan saja sepasang alis matanya
bekernyit setelah mendengar perkataan itu. Selapis hawa nafsu membunuh pun dengan
cepat menyelimuti wajahnya. Sekulum senyuman dingin ikut menghiasi pula wajahnya. Ia
tertawa angkuh, kemudian ujarnya, “Lohu tidak percaya kalau didunia ini masih terdapat
orang lain yang mampu mengalahkan lohu!”
Diam-diam Oh Bu-hong merasa gembira sekali setelah mendengar perkataan itu.
Katanya dengan cepat, “Aaaah.. belum tentu demikian…”
“Coba menurut pendapatmu, masih ada siapa lagi yang lihay dalam ilmu beracun”
teriak Lo Kay seng dengan gusar.
Oh Bu-hong segera menuding ke arah Jit Poh Toan-hun Kwik To sambil katanya,
“Dewasa ini, Kwik heng yang berdiri di hadapanmu juga merupakan seorang ahli racun
yang berpengalaman!”
Jelas Oh Bu-hong memang sengaja hendak mengobarkan pertarungan diantara
mereka, agar dua orang jago lihay yang tersohor karena ilmu beracunnya itu saling
gontok-gontokan sendiri….
Jit Poh toan-hun (tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To cuma tertawa ringan dan
sama sekali tak menggubris.
Tok seng (si Malaikat Beracun) Lo Kay seng tidak memiliki kecerdasan seperti Kwik To.
Dia pun tak dapat melihat maksud hati Thi-eng siu (Kakek Sakti Elang Baja) Oh Bu-hong
yang sebenarnya. Dengan wajah sedingin es ia tertawa dingin tiada hentinya. “hee… hee…
heeh… Manusia semacam itu mana mungkin bisa diajak berbicara?”
Saat inilah Jit poh toan-hun Lo Kay seng pasti dapat merasakan atau paling tidak
menduga akan siasat keji dari Oh Bu-hong tersebut. Siapa tahu ternyata dia adalah
seorang manusia yang paling tolol di dunia ini.

Sambil tertawa seram, Kwik To berkata. “Wahai Lo Kay seng, kita berdua sama-sama
termashur dalam dunia persilatan karena ilmu beracunnya. Soal nama dan tingkat
kedudukan bukanlah suatu persoalan yang patut diributkan. Sedang lohu pun tidak akan
mengingat-ingat kesalahan yang dibuat orang rendah. Untuk sementara ini kuampuni
selembar jiwamu…”
Kemudian sambil berpaling ke arah Oh Bu-hong katanya pula sambil tertawa sinis.
“Saudara Oh, kau memang pandai sekali memutar balikkan duduk persoalan. Tampaknya
soal hasut-menghasut merupakan modal yang terutama bagimu dalam kariermu selama
ini”
Merah padam selembar wajah Oh Bu-hong karena jengah. Cepat-cepat katanya sambil
tertawa. “Mana, mana. Kehebatan saudara Kwik sudah merajai kolong langit. Lohu tak
lebih hanya memuji seperti apa yang kupikirkan. Siapa yang berani untuk….”
Mendadak…….
Naga api yang selama ini tak berkutik mulai mundur ke belakang. Rupanya binatang itu
bersiap-siap hendak mengundurkan dirinya ke dalam istana api….
Menyaksikan itu Oh Bu-hong menjadi sangat terkejut, buru-buru bentaknya keras.
“Kekuatan api dari naga berapi itu semakin melemah, harap saudara sekalian bersedia
membantu lohu….”
Sembari berkata, tubuhnya bergerak lebih dahulu menerjang ke arah naga berapi
terebut.
Begitu ia menggerakkan tubuhnya, Kongsun Po dan Say Khi-pit menggerakkan pula
badannya menyusul dari belakang.
Dalam waktu singkat, bayangan manusia saling menyambar. Bayangan naga bergetargetar.
Pasir dan batu dilapisi kobaran api yang menyengat badan segera berhamburan
kemana-mana. Naga berapi itu sepanjang tahun hidup di dalam istana api, meninggalkan
sumber api baginya berarti kematian.
Semenjak kemunculannya dari istana api tadi, hampir satu jam sudah lewat tanpa
terasa. Lambat laun binatang aneh itu mulai tak tahan menghadapi serangan-serangan
hawa dingin di luar gua. Tampaknya makhluk inipun tahu bahwa manusia-manusia yang
sedang dihadapinya sekarang bukan manusia sembarangan. Karena itu ia tak pernah
melangkah keluar dari guanya barang selangkahpun. Selama ini cuma mendekam terus di
mulut gua tersebut.
Ji Cin-peng selama ini cuma meonton dari samping arena tanpa mengucapkan sepatah
katapun. Tapi setelah disaksikannya naga berapi itu sama sekali tidak menunjukkan tanda
kelelahan meski sudah bertarung sengit sekian lama melawan jago-jago lihay sebanyak
itu, hatinya mulai terkesiap.
Kepada nyonya tua berambut putih yang berada disampingnya, ia lantas berkata sambil
tertawa. “Nenek, bukankah kau memiliki seutas Wu kim ciu-kou (pancingan sakti benang
emas).

Nenek berambut putih itu tertawa terkekeh, lalu menjawab, “Selembar serat tak akan
menjadi benang betul. Kaitan emas Wu kim ciu-kou milikku dapat mengkait makhluk besar
ini. Tapi kekuatannya terlampau besar seperti bukit. Aku kuatir sampai waktunya bisa jadi
kita akan terseret masuk ke dalam istana api. Mencuri ayam gagal, segenggam beras
lenyap, bukankah hal ini terlalu rugi…”
Ji Cin-peng berpikir sebentar, kemudian menjawab. “Seandainya kita sumbat mulut
istana api, bukankah naga api itu bisa kita tangkap dengan mudah”
Mendengar perkataan itu, nenek berambut putih itu menjadi sangat terkejut. Segera
katanya, “Naga berapi ini sudah memiliki akal budi. Sebelum dia dibikin gusar, jangan
harap mau meninggalkan gua tersebut barang selangkahpun. Apalagi ingin menangkapnya
hidup-hidup. Ketahuilah, benda mestika hanya akan dimiliki oleh mereka yang berjiwa
mulia. Lebih baik kita jangan memikirkan soal itu”
Pada saat itulah mendadak terdengar Oh Bu-hong membentak keras. “Saudara
sekalian, berusahalah untuk memancingnya keluar…”
Meskipun menghadapi serangan-serangan gencar dari empat lima orang jago lihay,
ternyata naga berapi itu tidak bergeser dari tempat semula walau selangkahpun. Malahan
sambil mundur ia dapat melindungi badan, sewaktu maju bisa menyerang musuh. Makhluk
ini betul-betul seekor makhluk yang luar biasa.
Sembari melancarkan pukulan dahsyat, Kongsun Po berseru, “Ia teramat cerdik, sulit
untuk memancingnya keluar!”.
Belum habis perkataannya naga berapi tersebut telah menyemburkan apinya mengarah
dia.
Paras muka Kongsun Po berubah hebat. Saking kagetnya, cepat-cepat ia menarik
kembali serangannya sambil mundur. Diam-diam peluh dingin membasahi sekujur
tubuhnya saking kaget.
Tiba-tiba… Jit poh lui sim cian Lui Thian seng menyelinap maju ke depan. Sambil
tertawa terbahak-bahak, ia berkata, “Haa… haa… haa… Saudara Oh, seandainya lohu
sanggup untuk memancingnya keluar dari situ, bagaimana caramu untuk mengucapkan
rasa terima kasihmu kepadaku?”.
Oh Bu-hong memutar sepasang biji matanya, lalu berkata, “Asal lohu berhasil
mendapatkan pil mestika Lei hwe po wan, aku bersedia untuk memberikan segala sesuatu
yang diinginkan kepada diri Lui heng!”
“Haa… haa… haa… Termasuk barang mestiika pembunuh naga?” seru Lui Thian seng
lagi sambil tertawa terbahak-bahak.
Tergetar keras dada Oh Bu-hong sehabis mendengar perkataan itu, serunya tergagap.
“Tentang soal ini… Tentang soal ini…”
Untuk sesaat lamanya dia tak tahu bagaimana harus menjawab, karena itu hanya
senyuman tersipu-sipu yang menghiasi seluruh wajahnya.

Lui Thian seng mendengus dingin, kembali ia berkata, “Kalau toh saudara Oh tidak
mempunyai niat jujur dan bersungguh-sungguh, yaa sudahlah!. Anggap tiada saja
ucapanku tadi!”
Seusai berkata ia lantas melangkah mundur dari situ dan balik ketempatnya semula.
Pancaran sinar dingin dan sinis mencorong keluar dari balik matanya.
Mimpipun Oh Bu-hong tidak mengira kalau dalam keadaan gawat seperti ini, Jit poh lui
sim cian Lui Thian seng bisa mengeluarkan kartu yang mematikan dirinya. Dengan suatu
pemikiran yang cepat ia berusaha mengelupas masalah tersebut, kemudian buru-buru
katanya lagi sambil tertawa, “Lohu cuma dapat membantu untuk merampasnya, tapi tidak
menjamin akan keutuhan serta keamanan benda tersebut”.
Orang ini memang cukup licik. Dia tahu Jit poh lui sim cian Lui Thian seng bisa berkata
begitu berarti dia betul-betul memiliki kemampuan untuk memancing kemunculan naga
berapi tersebut. tapi pihak Thi-eng pang pun berhasrat besar untuk mendapatkan benda
mestika pembunuh naga. Ia merasa agak keberatan untuk menyanggupi permintaan
orang.
Sebaliknya kalau tidak disanggupi, terlampau sayang jika pil Lei hwe po wan yang amat
langka itu lenyap dengan begitu saja. Dalam keadaan demikian, maka ia mengambil
keputusan untuk menyanggupi sementara waktu, padahal secara diam-diam ia telah
menyusun suatu siasat keji lainnya.
Lui Thian seng kembali tertawa terbahak-bahak. “Haa… haa… haa… Asal pihak Thi-eng
pang bersedia melindungi lohu dari garis arena, itu sudah lebih dari cukup!” demikian ia
berseri.
Oh Bu-hong tertawa seram pula. “Kalau memang sudah setuju, harap saudara Lui
segera mempersiapkan diri untuk memancing kemunculan naga berapi itu”.
“Hee.. hee… heeeh… Ucapan seorang kuncu bagaikan sebuah cambukan bagi kuda
jempolan. Sampai waktunya aku berharap saudara Oh jangan menyesali!”.
Terkesiap Oh Bu-hong sesudah mendengar perkataan itu. Dia tertawa kering dan
menjawab, “Aaaah…! Apa maksudmu berkata demikian?. Lohu bukanlah manusia
semacam itu!”.
Dengan penuh perasaan bangga Lui Thian seng tertawa tergelak-gelak. kemudian
pelan-pelan maju ke tengah arana.
Ketika mencapai lebih kurang lima enam kaki dari naga berapi itu, mendadak ia
berpaling seraya berseru, “Saudara Oh, dapatkah kau mengutus seorang untuk
menyumbat mulut gua istana api. Jika naga berapi itu sudah pergi meninggalkan guanya
nanti….”
Oh Bu-hong belum pernah berpikir sampai kesitu, maka buru-buru jawabnya cepat.
“Ooh.. itu maah soal gampang!”
Sambil membalikkan badan ia berseru ke arah para anggota Thi-eng pang nya,
“Dimana Wan Kiamciu?”

“Lohu berada disini!” Cian seng khi su Wan Kiamciu segera tampil ke depan sambil
menyahut.
Oh Bu-hong tertawa terkeke-kekeh, ujarnya, “Cepat siapkan kayu-kayu besar dan cada
sebagai persiapan bilamana perlu nanti”
“Terima perintah!” sahut Wan Kiamciu cepat.
Dengan memimpin puluhan orang jago lihay dari perkumpulan Thi-eng pang, dengan
kecepatan luar biasa berangkatlah mereka menuju keluar gua tersebut.
Ketika Jit poh lui sim cian Lui Thian seng menyaksikan semua persiapan telah selesai,
buru-buru serunya, “Hadapilah binatang itu dengan berhati-hati. Wahai saudara sekalian,
bila sedang marah, naga berapi itu bisa melukai orang!”
Dengan suara lantang Oh Bu-hong segera berseru, “Semua murid perkumpulan Thi-eng
pang harap mundur sejauh sepuluh kaki dari posisi masing-masing!”
Dalam waktu singkat bayangan manusia saling berkelebat. Banyak diantara para jagojago
yang merasa kepandaiannya cetek bersama-sama melompat mundur ke belakang.
Para jago dari perguruan panah bercinta juga kuatir kalau mendapat kerugian besar,
buru-buru mereka ikut mundur beberapa kaki jauhnya dari posisi semula.
Sementara semua orang sedang bergerak mundur….
“Blaamm…..!” tiba-tiba terjadi suatu ledakan dahsyat yang amat memekakkan telinga.
Cahaya emas memancar ke empat penjuru, tahu-tahu panah inti geledek yang bisa
merengut nyawa orang dalam tujuh langkah itu sudah dilepaskan ke arah kepala naga
berapi tersebut.
“Cepat mundur…..!” kembali Jit poh lui cim sian Lui Thian seng membentak keras.
Seketika itu juga segenap jago yang hadir di arena bersama-sama melayang mundur
dari tempat itu.
“Auuuuumm… Auuummm….!”
Suara pekikan dahsyat yang memekakkan telinga berkumandang dalam ruangan gua
itu. Sedemikian kerasnya suara itu sehingga seluruh bumi serasa bergoncang keras. Ini
menandakan bahwa naga berapi itu sudah dibuat teramat gusar.
“Aaaah…” serentetan jeritan kaget menggema pula dalam ruangan tersebut.
Tiba-tiba naga berapi itu meluncur ke depan sambil berpekik nyaring. Dengan sinar
mata bengis dan wajah buas makhluk raksasa tersebut maju kemuka dan menyergap
kawanan jago tersebut.
Cahaya petir kembali membelah angkasa. Tiba-tiba dari tengah udara meluncur datang
serentetan cahaya ungu yang menyilaukan mata.

Menyusuk kemudian memancar keluar serentetan cahaya emas yang menyelimuti
seluruh angkasa. Seluruh jagad seolah-olah diselimuti oleh jalur api yang bewarana merah
keemas-emasan.
Gerak maju naga berapi itu teramat cepat. Setelah merentangkan cakarnya yang tajam,
ia menyergap tubuh Jit poh lui cim sian Lui Thian seng dan mencengkeram tubuhnya.
Menghadapi ancaman seperti ini, Jit poh lui cim sian Lui Thian seng merasa terkejut
sekeli hingga hatinya bergetar keras, bentaknya penuh kegusaran. “Binatang keparat!”.
Dalam keadaan terdesak, secepat kilat ia menekan tombol di atas tabung anak
panahnya.
“Blaaaam…!”
Diiringi suara ledakan dahsyat, kembali hujan anak panah berhamburan ke tubuh
makhluk raksasa itu.
Dengan cepat naga berapi itu menggerarkan sisik-sisik diatas badannya seraya
miringkan kepala. Begitu terhindar dari hujan anak panah yang gencar, dia mendongakkan
kepalanya berpekik nyaring, kemudian bergerak maju lagi kedepan.
oooOOOOooo
SEMENTARA itu Jit poh lui sin cian Lui Thian seng sudah mundur sejauh lima kaki lebih
dari tempat semula.
Tak lama kemudian, naga berapi sudah dua kaki lebih meninggalkan mulut guanya.
Saat itulah Oh Bu-hong merasa kesempatan yang sangat baik ini tak boleh disia-siakan,
buru-buru bentaknya. “Cepat sumbat mulut gua tersebut!”
Semenjak tadi Cian seng khik su Wan Kiam ciu sudah mempersiapkan diri sebaikbaiknya
untuk melaksanakan perintah. Mendengar bentakan itu, dia lantas mengulapkan
tangannya seraya berseru. Puluhan orang jago dunia persilatan yang telah mempersiapkan
batangan-batangan kayu besar dan batu-batu cadas itu segera menyerbu ke depan mulut
gua.
Dalam pada itu, sifat buas dari naga berapi itu sudah berkobar. Hakekatnya ia tak
menduga kalau jalan mundurnya bakal dibuntukan. Kemarahannya makin memuncak.
sambil meraung-raung kegusaran dia menyambar kesana kemari dengan dahsyatnya.
Kawanan jago persilatan yang berada disekitar situ makin panik dibuatnya. Dengan
ketakutan mereka lari tunggang langgang untuk menyelamatkan diri.
“Aduuh…!. Aduuh…! beberapa jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang
memecahkan keheningan. Ada dua jago dari perkumpulan Thi-eng pang yang tak sempat
menghindarkan diri roboh terkapar di atas tanah.
Oh Bu-hong segera memutar senjata toya bajanya sembari berseru, “Saudara Kongsun,
saudara Say, hayo kita cepat bertindak!”

Seketika itu juga para jago yang berada disekitar arena mulai turun tangan.
Pertarungan antara manusia melawan binatangpun segera berkobar dengan sengitnya.
Pada saat itulah…. tiba-tiba Ji Cin-peng tertawa merdu, kemudian serunya. “Nenek,
mari kita tampil ambil bagian di dalam pertarungan ini!”
“Kau juga berniat untuk turut memperebutkan pil Lei hwe po wan tersebut?” tanya si
nenek berambut putih dengan wajah agak sangsi.
Ji Cin-peng mengangguk, “Setiap orang yang berada di dunia selalu berharap bisa
mendapatkan benda mestika. Setelah aku tiba disini, sudah sepantasnya bila turun tangan
didalam gerakan ini!”.
Nenek berambut putih itu segera tertawa dingin. “Kalau Bengcu memang berminat,
sudah barang tentu dengan senang hati aku si nenek akan melaksanakannya”.
Seraya berkata dia menggerarkan tanganny. Sebuah kaitan emas Wi Kim cui kou yang
bewarna keemas-emasan dicabut keluar dari balik saku bajunya.
Tiba-tiba… Tok seng (malaikat racun) Lo Kay seng maju ke depan seraya berkata,
“Bengcu, bagaimana kalau kita bekerjasama dalam usaha kali ini?”
“Kenapa? Apakah See ih sam seng berniat untuk mengambil bagian dalam persoalan
ini?” kata Ji Cin-peng dengan mata melotot besar.
Malaikat Racun Lo Kay seng tertawa seram. “Betul..!” jawabnya. “Lohu memang berniat
untuk mengambil bagian dalam persoalan ini!”.
Selesai berkata ia tertawa terkekeh-kekeh lalu dari sakunya mencabut keluar sebuah
tabung bambu.
“Bukan suatu pekerjaan yang gampang untuk menangkap naga berapi. Apakah kau
mempunyai suatu akal bagus?” ujar Cin-peng dingin.
Malaikat Racun Lo Kat seng tertawa seram. “Bila dua telapak tangan bertemu, suara
tepukan baru kedengaran. Hanya tangan sebelah tak mungkin bisa berkumandang suara
tersebut. Kau mempunyai kaitan emas Wi kim ciu kou, aku punya obat pemabuk Thian san
liong hiang. Dengan kombinasi dua macam benda ini, sekalipun naga bisa terbang juga
tak bakalan lolos dari cengkeraman kita. Cuma terserah kepadamu bersedia untuk bekerja
sama atau tidak?”
Dengan cepat Ji Cin-peng berpikir sejenak, lalu jawabnya, “Baiklah, kulihat dulu
kehebatannya”.
Malaikat Racun Lo Kay seng segera melepaskan tabung bambunya itu kedepan naga
beracun tersebut, katanya, “Kau boleh menyaksikan sendiri kehebatan dari benda milikku
ini”
“Blaaaam!”
Tiba-tiba ditengah udara bergema suara ledakan. Selapis kabut bewarna merah yang
membawa segulung angin harum dengan cepat menyambar ketengah udara dan menebar

kemana-mana. Kabut merah itu pelan-pelan melayang kedepan dan menyelimuti sekeliling
badan naga berapi itu.
Rupanya naga berapi itu gemar dengan segala yang berbau harum. Mengendus bau
tersebut, tiba-tiba terhenti dan tidak bergerak lagi. Dengan hidungnya yang besar ia
mengendus kesana kemari disekeliling udara. Setelah itu berpikir tiada hentinya.
Tak lama kemudian semua bau harum yang tebal sudah terhisap ke dalam perutnya.
“Hey si nenek. cepat lemparkan kaitan emasmu!” Malaikat Racun Lo Kay seng buruburu
berseru.
Nenek berambut putih itu mendengus dingin. “Hmm! Atas dasar apa kau hendak
memerintah diriku!” serunya.
Ucapan itu membuat Malaikat Racun Lo Kay seng tertegun, sampai lama sekali dia tak
sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Terpaksa Ji Cin-peng berkata sambil tertawa “Nenek, silakan turun tangan!”
“Terima perintah”
Dengan penuh rasa hormat si nenek berambut putih itu mengiakan.
“Sreeet..!
Serentetan cahaya putih yang menyilaukan mata meluncur keluar dari balik tangannya.
Dengan membawa desingan angin tajam, kaitan emas itu meluncur ditangah udara dan
langsung membelenggu ke tubuh naga berapi itu.
Sekujur tubuh naga berapi itu bergetar keras, tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya.
“Kenapa tidak segera kemari!” bentak nenek berambut putih itu dengan suara lantang.
Seraya berkata, tenaga dalamnya segera disalurkan kedalam telapak tangannya untuk
membetot.
Sekujur tubuh naga berapi itu bergetar makin keras. Setelah berpekik sedih, pelanpelan
dia mendekati si nenek berambut putih dari perguruan Panah Bercinta.
Meskipun tubuhnya besar, ternyata gerak-geriknya amat lamban, bagaikan seekor
kerbau tua yang sedang menarik pedati.
Perlu diketahui, saat itu si naga berapi boleh dibilang telah dikuasai sepenuhnya. Kaitan
emas yang tajam dan kuat itu tepat telah mengkait pada bagian yang mematikan diatas
tubuhnya. Bila si nenek berambut putih itu menarik keras-keras, maka ia akan meraskan
kesakitan hebat. Dalam keadaan demikian terpaksa dia harus mengikuti tarikan itu untuk
maju mendekat.
Oh Bu-hong yang menyaksikan kejadian itu menjadi naik pitam. Segera teriaknya
keras-keras, “Bagus sekali, rupanya kalian perguruan Panah Bercinta hendak memungut
keuntungan yang telah berada didepan mata…”

“Kami berhasil menangkap naga itu dengan mengandalkan kepandaian sejati. Lebih
baik kau tak usah banyak cerewet” tukas Ji Cin-peng dngan wajah dingin.
Mendadak paras muka Oh Bu-hong berubah hebat, serunya, “Kami Thi-eng pang telah
menjua tenaga, orangpun sudah mati beberapa. Jika kalian perguruan Panah Bercinta
hanya ingin memungut hasilnya dengan tanpa bersusah payah, lohu tidak akan setuju!”
“Tidak setuju juga harus setuju. Nonamu tak akan menuruti keinginan hatimu!” kata Ji
Cin-peng dingin.
Suaranya dingin, tegas dan tandas. Ini membuat Oh Bu-hong tak mampu berbicara
lagi.
Dalam keadaan demikian, terpaksa Oh Bu-hong harus nekad, katanya kemudian, “Jika
nona bermaksud demikian, aku kuatir banjir darah dan pembantaian besar-besaran akan
berlangsung hari ini…”
“Kau berani menggertak Bengcu kami!” bentak Ji Kiu liong sambil tertawa penuh
kegusaran.
Oleh karena selembar jiwanya telah diselamatkan Ji Cin-peng maka tanpa merasa ia
telah memasukkan dirinya kedalam bagian dari perguruan Panah Bercinta.
Ji Cin-peng segera mengerling sekejap kearahnya memberi tanda, lalu berkata, “Soal
banjir darah mah tak akan terhindar lagi. Itu cuma tergantung soal cepat atau lambatnya
saja!”
Pada saat itulah, Si Tiong pek menghunus pedangnya. Sambil melompat kemuka
teriaknya, “Kalian orang-orang perguruan Panah Bercinta betul-betul terlalu menghina
orang!”
“Kami menghina orang, memangnya kalian juga tidak menghina orang!” balas Jit poh
toan bun Kwik To dengan suara yang amat dingin.
Suasana semakin tegang, pertarungan agaknya setiap saat dapat berlangsung.
Tiba-tiba Kongsun Po maju kedepan dan memisahkan mereka kekiri dan ke kanan, lalu
katanya, “Jika ada dua harimau berkelahi, maka salah satu pasti akan terluka. Alangkah
baiknya jika kalian berdua jangan bentrok lebih dulu hanya lantaran urusan kecil. Lohu
yang tak becus bersedia untuk menjadi penengah!”
“Kongsun Po heng bagaimana menurut pendapatmu?” tanya Oh Bu-hong kemudian
dengan penuh kebencian.
Kongsun Po terkekek-kekeh seram. “Jangan ribut, jangan ribut. Lohu sudah
menemukan suatu cara yang amat jitu….”
“Cara apa yang berhasil kau dapatkan?” tanya Si Tiong pek rada tertegun.
“Hee… hee… hee… Sebagaimana kita ketahui, naga berapi adalah makhluk tak bertuan.
Siapa yang mendapatkan toh sama saja. Menurut pendapat lohu yang bodoh, lebih baik pil

Lei hwe po wan diberikan kepada pihak Thi-eng pang sedang naga berapi itu sendiri
didapatkan pihak perguruan Panah Bercinta. Bukankan cara ini bagus sekali? Bagaimana
pendapat kalian?”
Ji Cin-peng segera tertawa terbahak-bahak, “Haa… haa… haa… Jika benda itu dibagi
untuk kami bersua, lantas Saudara Kongsun sendiri mendapat apa….?”
Kongsun Po menjadi tertegun, lalu pikirnya, “Hmmm….! Tak sedikit sudah aku
mengeluarkan tenaga, masa aku akan pulang dengan tangan hampa…”
Pada dasarnya ia sudah mempunyai rencana busuk dalam benaknya, maka mendengar
perkataan itu, kontan saja tergelaklah dia “Haa… haaa… haa… Tidak susah, tidak susah.
Kalian semua telah pulang dengan membawa hasil, sudah barang tentu lohu tak bisa
pulang dengan tangan hampa. Begini saja, anggaplah mestika dari To liong pit po sebagai
bagian lohu!”.
Baru selesai ia berkata, Say Khi pit serta Lui Thian seng bersama-sama telah
melototkan sepasang matanya lebar-lebar, jelas mereka tak senang hati.
Mendadak perempuan tua berambut putih itu membentak keras, “Binatang, kenapa kau
tidak menuruti perkataanku?”
Naga api itu kembali berpekik sedih. Tubuhnya segera berbaring diatas tanah dan tidak
bergerak lagi, kepalanya digoyang-goyangkan pertanda sudah takluk dan jinak.
Dengan cepat Ji Cin-peng berpaling sambil membentak, “Semua anggota perguruan
Panah Bercinta harap membuat persiapan….!”
Bentakan demi bentakan berkumandang dari empat penjuru, tampaklah para jago dari
perguruan Panah Bercinta bersama-sama menyebarkan diri membentak sebuah barisan
yang tangguh untuk menggelinding si nenek berambut putih serta naga api itu.
Si Tiong pek melayang maju kedepan dengan kecepatan luar biasa. Setelah tertawa
seram, serunya, “Selama enam puluh tahun, angin dan air selalu berputar. Tiga puluh
tahun air mengalir ke timur, tiga puluh tahun kemudian air mengalir ke barat. Tak nyana
perguruan Panah Bercinta berani secara terang-terangan mencaplok pil Lei hwe po wan
secara kasar. Hmm…..”.
“Siapapun berhak untuk mendapatkan barang tak bertuan”, kata Ji Cin-peng hambar.
“Sekalipun perguruan Panah Bercinta bukan suatu perguruan yang bernama baik, tindakan
kami ini masih belum terhitung suatu perbuatan yang kelewatan…..”
“Tepat sekali, tepat sekali!” seru Si Tiong-pek sambil tertawa seram. “Cuma aku lihat
bukan suatu persolan yang gampang bagi perguruan kalian jika ingin mengangkangi
mestika tersebut seorang diri hari ini”.
Ji Cin-peng segera tertawa dingin. “Pun kuncu tak pernah melakukan pekerjaan yang
tidak memberi keyakinan bagiku. Hari ini kami berani menangkap naga tentu saja memiliki
kemampuan pula untuk melindunginya. Jika pihak Thi-eng pang kurang percaya, silakan
dibuktikan saja dengan kenyataan!”.

Si Tiong pek tertawa terbaha-bahak. “Haa… haa… haa… Tentu saja, tentu saja. Sudah
semenjak dulu aku telah menduga bahwa pada suatu ketika antara perguruan Panah
Bercinta dengan Thi-eng pang pasti akan menghadapi peristiwa semacam ini. Cuma tak
kusangka kalau peristiwa ini bakal terjadi dalam waktu secepat ini….”
Berbicara sampai disitu, dia lantas mengulapkan tangannya memberi tanda. Para jago
dari Thi-eng pang yang berada disekitar tempat itu serentak maju bersama. Agaknya
suatu pertempuran massal segera akan terjadi.
Si Tiong pek memandang anak buahnya sekejap. Kemudian sambil mendongakkan
kepalanya dia berkata dengan sombong. “Toa-buncu, coba kau lihat bagaimana dengan
anak buahk?”
Ji Cin-peng agak tertegun, mungkin ia tidak memahami apa yang dimaksudkan, tapi
kemudian pula katanya sambil tertawa dingin. “Gerombolan bandit dan pencopet, tak bisa
dianggap sebagai suatu kekuatan yang hebat!”
Si Tiong pel naik pitam setelah mendengar perkataan itu, bentaknya penuh rasa gusar.
“Kentut busukmu!”
Paras muka Ji Cin-peng berubah, hawa nafsu membunuh segera menyelimuti seluruh
wajahnya, tapi hanya sebentar, karena dengan nada yang datar dan tenang katanya
kemudian. “Kalau ditinjau dari perkataanmu yang ngawur dan seenaknya, aku pantas
kalau memberi sedikit pelajaran kepadamu, agar kau tahu tingginya langit dan tebalnya
bumi. Tapi… memandang pada sumbangan tenaga yang telah kalian berikan ketika
menangkap naga tadi, aku bersedia untuk memaafkan kelancanganmu itu….”
Kalau didengar dari suaranya yang lembut dan halus, orang tak akan percaya kalau
perempuan ini tak lain adalah seorang iblis perempuan yang paling berkuasa dan paling
hebat dalam dunia persilatan dewasa ini.
Ucapan tersebut segera saja menimbilkan rasa cengang dan tertegun bagi semua jago
yang berada disekitar situ.
Tapi Si Tiong pek belum juga tahu diri, malah dengan mendongkol ia mendengus,
serunya, “Maksud baik nona boar kuterima didalam hati. Sayang persoalan antara kita
berdua tak bisa diselesaikan dengan sepatah dua patah kata saja….”
Ji Cin-peng segera tersenyum. “Aku sudah menduga akan jawabanmu itu”, katanya.
“Sebelum kami memutuskan untuk menangkap naga itupun, nona telah memikirkan juga
akibatnya. Mungkin disebabkan persoalan ini, suatu pertumpahan darah yang mengerikan
akan terjadi hari ini…”
“Haa… haa… haa… Nona memang pintar dan betul-betil lain daripada yang lain” kata
Oh Bu-hong sambil tertawa terbahak-bahak. “Kalau sudah tahu bahwa kejadian ini bisa
berakibat terjadinya pertumpahan darah, sepantasnya kalau kau menarik diri dalam
persoalan hari ini”
Ji Cin-peng mencibir sinis, katanya, “Ucapan pangcu memang sangat tepat, sebetulnya
siau li memang berhasrat untuk mengundurkan diri dari sini, cuma sebelum siau li
meninggalkan gunung tempo hari, suhu siau li pernah berpesan bahwa bagaimanapun
juga maka siau li harus…”

“Haa… haa… haa… Nona memang pintar dan luar biasa. Aku rasa suhumu sudah pasti
adalah seorang tokoh yang maha sakti dari dunia persilatan!” tukas Oh Bu-hong sambil
tertawa terbahak-bahak lagi.
“Aaah…. Tidak, tidak” kata Ji Cin-peng sambil gelengkan kepalanya berulang kali.
“Guruku mah cuma seorang manusia biasa yang tak punya kepandaian apa-apa. Jauh
dibandingkan dengan kegagahan dan kehebatan Pangcu”
Agak merah wajah Oh Bu-hong karena jengah, ujarnya, “Suhumu pernah berkata apa?”
Ji Cin-peng tertawa ringan, “Kalau anjing menggigit orang, itu bukan berita namanya,
tapi kalau orang menggigit anjing, ini baru berita yang luar biasa….”
Paras muka Oh Bu-hong segera berubah hebat. “Kurang ajar, kau berani memaki
aku…!” teriaknya.
Jari tangannya segera menyentil ke muka.
“Sreeeet!”
Segulung desingan angin tajam segera meluncur ke muka dan menghajar ke tubuh Ji
Cin-peng.
Dengan suatu gerakan yang enteng dan cekatan Ji Cin-peng segera mengigos ke
samping.
Si Tiong pek memburu ke muka, serunya sambil tertawa seram. “Suhu, tak ada
gunanya banyak berbicara pada saat ini. Hanya banjir darah yang terbentang didepan
mata kita sekarang!”
Suara teriakan keras yang memekakkan telinga tiba-tiba berkumandang memecahkan
keheningan. Kawanan jago dari perkumpulan Thi-eng pang serentak maju kedepan dan
menyerang orang-orang perguruan Panah Bercinta.
Dalam waktu singkatm kekuatan dari kedua belah pihak telah saling bertemu. Suatu
bentrokan senjata yang memekakkan telingapun berkumandang memecahkan
keheningan…
Jeritan-jeritan ngeri yang menyayatkan hati bergema memenuhi angkasa. Banyak
korban berjatuhan dari kedua belah pihak. Bentakan keras, jeritan kesakitan
dikombinasikan dengan suara deruan angin pukulan serta benturan senjata tajam,
membuat suasana dan pemandangan di sekitar itu betul-betul mengerikan.
Berbicara soal jumlah kekuaatan maka anggota perkumpulan yang hadir dari kedua
belah pihak boleh dibilang seimbang. Kekuatan merekapun setali tiga uang. Bisa
dibayangkan betapa serunya pertarungan yang sedang berlangsung waktu itu.
“Maaf nona, lohu akan bertindak lancang” Oh Bu-hong membentak keras.
Toya bajanya diputar cepat. Hembusan angin dengan gerakan memotong, menyapu,
membacok, menebas, menghantam dan memotong, secara beruntun dia lukai delapan

orang jago lihay dari perguruan Panah Bercinta, kemudian langsung menyerbu ke depan Ji
Cin-peng.
Sebuah pukulan dahsyat segera dilontarkan Ji Cin-peng kedepan, bentaknya nyaring.
“Kau anggap nona takut kepadamu?”
Kedua orang itu sama-sama adalah seorang ketua dari suatu perguruan besar.
Kelihayan tenaga dalam mereka sukar dilukiskan dengan kata-kata. Terlihat angin
serangan dari toya baja serta telapak tangan itu menderu-deru kencang. Sekitar beberapa
kaki di sekitar mereka berdua boleh dibilang telah dilapisi oleh selapis hawa serangan yang
tebal.
Seru dan sengit jalannya pertarungn ketika itu, sedemikian ramainya suasana boleh
dibilang jarang ditemui dalam dunia persilatan. Dalam waktu singkat, korban kembali
berjatuhan dari kedua belah pihak. Meski orang-orang Thi-eng pang telah berusaha untuk
menyerang berulang kali, sayang pertahanan dari orang-orang perguruan Panah Bercinta
setangguh batu karang. Usaha mereka selalu mengalami kegagalan total.
Pada saat itulah… mendadak terdengar suatu ledakan keras yang memekakkan telinga
berkumandang memecahkan keheningan.
Batu cadas dan kayu-kayu besar segera bermuncratan keempat penjuru. Segulung asap
hitam yang amat tebal mengumpal keluar dari balik mulut istana api itu.
Menyusul kemudian muncullah dua sosok bayangan manusia bagaikan sambaran
sukma gentayangan. Dengan suatu kecepatan yang luar biasa kedua sosok bayangan itu
menerjang keluar dari balik istana api.
“Haa… haa… haa… Tidak kusangka begini banyak sobat yang berkumpul disini!”.
Seorang berseru sambil tertawa nyaring.
Berbareng dengan selesainya perkataan itu, tiba-tiba ditengah arena telah melayang
turun dua sosok manusia.
Dengan terjadinya ledakan yang berlangsung secara mendadak tadi, serentak
pertumpahan darah yang sedang berlangsung disana terhenti sama sekali. Masing-masing
pihak mengalihkan perhatian masing-masing untuk mengawasi kedua orang itu tanpa
mengucapkan sepatah katapun.
Ji Cin-peng segera tertawa setelah melihat wajah kedua orang itu. See ih sam seng
berdiri tertegun sedangkan Say Khi pit dan Kongsun Po merasa gelisah bercampur panik.
Peluh dingin mengucur keluar tiada hentinya membasahi sekujur badannya.
“Saudara Gak, baik-baikkah kau?” teriak Ji Cin-peng dengan wajah berseri.
Gak Lam-kun melirik sekejap si nona baju perak yang berada disisinya, lalu menjawab
sambil tertawa. “Berkat doa restu dari nona Bwe, aku berada dalam keadaan sehat wal
afiat!”
Tiba-tiba See ih sam seng bersama-sama maju ke depan lalu menghadang jalan pergi
Gak Lam-kun.

“Gak Siauhiap” tegur Malaikat Racun Lo Kay seng sambil tertawa seram, “Kemana
perginya siocia kami?”
Wajah mereka, rata-rata menunjukkan kecemasan serta kegelisahan. Sementara enam
buah mata yang tajam menatap wajah Gak Lam-kun tak berkedip. Mereka berharap bisa
memperoleh kabar tentang Thian san soat li dari tubuhnya.
Gak Lam-kun tertegun menghadapi pertanyaan itu.
“Nona yang mana?” dia balik bertanya.
Kontan saja Malaikat Racun Lo Kay seng tertawa dingin sesudah mendengar perkataan
itu.
“Aku harap kau tak usah bermain setan dihadapanku” tegurnya. “Hayo jawab saja
berterus terang, kau telah apakan dirinya?”
Gak Lam-kun segera memahami apa yang dimaksudkan, ia tertawa terbaha-bahak
karena kegelian.
Nona berbaju perak itupun ikut tertawa cekikikan, serunya kemudian. “Hey sam seng.
Masa kalian sudah pangling denganku?”
Seperti apa yang diketahui, sukma Ang ih kim cha telah meminjam jasad si nona baju
perak itu untuk hidup kembali di dunia. Oleh karena itu ciri-ciri wajah Thian san soat li
yang sesungguhnya lambat laun mengalami perubahan secara drastis. Kalau ditanya mirip
siapakah wajahnya sekarang maka sembilan puluh persen dia lebih mirip Ang ih kim cha
daripada wajah aslinya sendiri. Tak heran kalau See ih sam seng tak dapat mengenalinya
kembali.
Seperti orang bodoh, Malaikat Pedang Pek Ban im segera bertanya, “Siocia kenapa kau
bisa berubah menjadi begitu rupa?”
Nona baju perak itu tersenyum, “Suratan takdirku memang demikian. Aku harap kalian
tak usah banyak bertanya lagi” tukasnya.
Meski pelbagai kecurigaan masih berkecamuk dalam benak See ih sam seng, namun
bersua dalam keadaan demikian, terpaksa mereka bertiga harus manggut-manggut juga
sambil mengundurkan diri.
Selesai berkata tadi, nona berbaju perak itu segera melangkah ke tengah arena. Sambil
menuding si naga berapi katanya, “Lepaskan dia!”
“Tidak bisa!” jawab nenek berambut putih itu ketus.
Pada hakekatnya Ji Cin-peng memang tidak menaruh kesan baik terhadap gadis
berbaju perak itu. Mendengar ucapannya tersebut, ia lantas berkata dengan ketus. “Atas
dasar apa kau hendak mencampuri urusan perguruan kami?”
Untuk sesaat nona berbaju perak itu terbungkam lalu tertawa jengah. Ia berpaling dan
memandang sekejap wajah Gak Lam-kun dengan pandangan mesra. Wajahnya yang
memang cantik jelita kian banyak bertambah menawan.

Gak Lam-kun segera tertawa nyaring, katanya kemudian. “Nona Bwe, bersediakah kau
untuk memandang diatas wajah siaute…?”
Sampai sekarang dia masih belum tahu kalau Bwe Li pak adalah Ji Cin peng, maka ia
selalu menyebutnya sebagai nona Bwe.
Diam-diam Ji Cin-peng menghela napas, titik air mata segera mengembang dalam
kelopak matanya.
“Tentu saja kau terkecuali!” katanya sambil tertawa pedih.
Lalu sambil berpaling katanya lagi, “Nenek, lepaskanlah binatang itu!”
Si nenek berambut putih itu tertegun, serunya dengan cepat, “Nona, tidak gampang
untuk menangkap makhluk ini, harap kau berpikir tiga kali lagi sebelum mengambil
keputusan!”
Ji Cin-peng hanya tahu memburu kesenangan, segera katanya, “Aaaah… Tak usah
banyak bicara, pokoknya laksanakan saja kan beres…!”
Nenek berambut putih itu tak berani membangkang, dia lantas menarik kembali kaitan
emas Wu tim cui kou miliknya….
“Jangan lepaskan makhluk itu!” tiba-tiba Oh Bu-hong membentak keras.
“Kenapa?” tanya Gak Lam-kun sambil maju ke muka.
Oh Bu-hong tertawa seram, jawabnya. “Naga ini sudah menjadi milikku. Tanpa
seiijinku, siapapun dilarang untuk melepaskannya!”
“Kalau aku tetap melepaskannya?” jengek Gak Lam-kun sambil menarik muka.
“Kubunuh dirimu!” dengus Oh Bu-hong dengan nada sinis.
Toya bajanya segera diputar satu lingkaran di udara, lalu dengan disertai desingan
angin tajam ia totok dada anak muda itu.
Gak Lam-kun tertawa terbahak-bahak, “Haa… haa… haa… Aku lihat perangai Toa
pangcu masih kelewat berangasan”
Sebuah kebasan tangan dilontarkan ke muka. Segulung hawa takanan yang amat kuat
seketika mendepak Oh Bu-hong mundur selangkah.
Kebasan itu cukup kuat dan bertenaga luar biasa. Semua jago kembali dibuat tertegun
Lebih-lebih Oh Bu-hong sendiri. Dengan perasaan tercekat, dia lantas berpikir,
“Setengah bulan tidak berjumpa, bajingan ini sudah mampu untuk mendesak mundur aku
dengan pukulannya. Tenaga dalam sesenpurana ini betul-betul luar biasa. Sekarang tak
seorangpun dari para jago yang hadir di arena mampu untuk menghadapinya. Apalagi
dikemudian hari. Bukankah dia akan menjadi jagoan nomor wahid dalam dunia
persilatan?”

Sebagai orang yang berhati iri dan culas, setelah berpikir sampai kesitu, selapis hawa
nafsu membunuh segera menyelimuti seluruh wajahnya…
Sambil tertawa seram ia lantas berseru, “Bocah muda, tak kusangka ilmu silatmu hebat
juga!”
Bagaimanapun juga dia tidak percaya kalau dalam setengah bulan saja tenaga dalam
yang dimiliki Gak Lam-kun bisa peroleh kemajuan yang demikian pesatnya.
Bayangan toya bajanya segera dibalik, lalu dengan jurus Nu kang huan lam (ombak
sungai mengulung dahsayat), membacok tubuh lawan.
Gak Lam-kun tertawa dingin. Telapak tangan kirinya dikebaskan pelan ke muka.
Kebasan itu sungguh kuat sekali. Dalam waktu singkat tahu-tahu sudah mencapai sasaran.
Dalam waktu singkat angin puyuh menderu-deru. Pasir dan batu beterbangan di
angkasa. Serentetan cahaya hitam meluncur ke tangah udara.
Dengan perasaan terkesiap Oh Bu-hong mundur ke belakang, serunya, “Kau, adalah
malaikat….!”
Waktu itu sepasang tangannya sudah kosong. Toya baja yang sangat berat itu sudah
terhajar oleh serangan Gak Lam-kun sehingga mencelat ke tengah udara. Ditengah
desingan angin tajam, benda itu meluncur ke arah barat laut dengan kecepatan bagaikan
sambaran kilat.
Dengan wajah sedingin es, Gak Lam-kun berkata, “Aku adalah manusia bukan malaikat.
Tapi aku justru adalah musuh tandinganmu!”
Kepandaian maha sakti yang belum pernah dilihat maupun didengar dalam dunia
persilatan ini, bukan saja sudah menggetarkan hati setiap orang yang berada dalam arena,
sekalipun Gak Lam-kun sendiri juga merasa agak tercengang.
Kongsun Po serta Say Khi pit yang menyaksikan gelagat tidak menguntungkan, segera
membalikkan badan dan siap mengambil langkah seribu dari situ.
“Kembali!” bentak Gak lam-kun dengan suara keras.
“Kau hendak membunuh kami?” bisik Saya Khi pit dengan wajah ketakutan hebat.
Gak Lam-kun tertawa sinis. “Itu mah bukan suatu pekerjaan yang tak bisa kulakukan!”
sahutnya.
Menghadapi keadaan demikian ini, Kongsun Po segera mengerahkan tenaga dalamnya
untuk melindungi dada, lalu berkata. “Sekarang urusan telah menjadi begini rupa, agaknya
kami berdua harus beradu jiwa denganmu!”
“Hmmmm! Yang penting, sanggup tidak kalian berdua untuk mengajak aku beradu
jiwa!” ejek Gak Lam-kun sambil mendengus.

Perkataan itu sama sekali tidak terdengar sombong atau sengaja membesar-besarkan
keadaan. Karena kenyataan telah membuktikan segala sesuatunya.
Kongsun Po berpikir sejenak, lalu berkata, “Berada dalam keadaan ingin hidup tak bisa,
ingin mati tak dapat, kami berdua percaya masih mampu untuk melakukan suatu
perbuatan yang jauh diluar dugaan kalian semua!”
Jilid : 22
“BAIK!” kata Gak Lam-kun sambil maju dengan langkah lebar, “Ingin kulihat sebetulnya
kalian memiliki kekuatan macam apa yang disebut melampaui kemampuan orang itu!”
Dengan Wajah yang hambar dan dingin seperti es, selangkah demi selangkah ia
berjalan kedepan Kongsun Po serta Say Khi pit.
Pucat pias selembar wajah Kongsun Po, bisiknya dengan badan menggigil keras, “Kau
amat keji…”
Paras muka Gak Lam-kun agak berubah, katanya lagi, “Dalam pandangan orang lain
perbuatan ini mungkin dianggap kejam, tapi dalam pandanganku hal ini justru merupakan
suatu hal yang lumrah, sebab tindakan yang kalian gunakan untuk menghadapi guruku
jauh lebih kejam dan busuk daripada perbuatan sekarang!”
Menyaksikan musuhnya yang maju mendekat bagaikan malaikat dari langit, tanpa
terasa Say Khi pit dan Kongsun Po mundur terus berulang kali. Wajahnya memperlihatkan
rasa takut bercampur ngeri. Peluh dingin mengucur keluar membasahi seluruh tubuhnya.
Tiba-tiba Oh Bu-hong membentak keras, “Harap kalian berdua cepat lari ke tempat lohu
sini!”
Gak Lam-kun segera berpaling dan memandang sekejap kearahnya, kemudian katanya,
“Bila perkumpulan kalian hendak turut campur persoalan ini, jangan salahkan kalau aku
akan menegakkan keadilan dan kebenaran bagi umat manusia!”
Setiap patah katanya tegas dan mantap, dingin seperti angin yang berhembus datang
dari gunung es.
“Hey orang she Gak, kau tak usah sombong!” teriak Si Tiong-pek sambil memutar
senjatanya.
”Hee… hee… hee… Jangan dianggap setelah memperoleh beberapa jurus ilmu silat
rahasia maka kau bisa menjagoi dunia persilatan” ujar Gak Lam-kun sambil tertawa dingin.
Si Tiong-pek tak mau kalah, ia tertawa seram pula. “Yaa, tapi tak akan jauh selisihnya
darimu”
Pada saat itulah si nenek berambut putih itu telah menarik kembali kaitan emas Wu kim
cui kou nya.

Naga api itu segera barpekik nyaring. Tubuhnya yang amat besar tiba tiba melambung
ke udara dan membuat satu lingkaran di angkasa, setelah itu sambil membentangkan
cakar raksasanya menerjang orang-orang Thi-eng pang.
Dimana cakar raksasanya menyambar lewat selapis warna merah segera menyelimuti
seburuh angkasa.
“Cepat mundur!” buru-curu Oh Bu-hong membentak keras.
Bayangan manusia, segera menyebar ke empat penjuru. Beratus-ratus orang jago dari
Thi-eng pang tercerai berai kemana-mana untuk mencari keselamatan sendiri.
Oh Bu-hong sendiri sambil mengerahkan tenaga dalamnya ke dalam talapak tangan, ia
menerjang kearah Gak Lam-kun dengan suatu ge-rakan yang amat ganas, serunya sambil
tertawa geram, “Gak Lam-kun, kau berani melukai orang dengan menggunakan kekuatan
naga. Tidak takutkah perbuatanmu ini akan dikutuk oleh setiap manusia yang ada didunia
ini?”
Bayangan tangan menyambar silih berganti. Secara beruntun dia melancarkan
serangkaian pukulan bertubi-tubi yang ditujukan ke sekujur badan Gak Lam-kun.
Dengan gesit dan lincah Gak Lam-kun berkelit kesana kemari, lalu katanya. “Untuk
menghadapi manusia bengis semacam kalian ini, kupikir cara ini merupakan suatu cara
yang paling cepat”
Siapa tahu baru saja tubuhnya mundur ke belakang tiba-tiba terasa desingan angin
tajam menyambar datang dari arah belakang.
Sewaktu dia berpaling, maka dilihatnya Si Tiong pek, Kongsun Po serta Say Khi pit
sekalian, dengan kekuatan gabungan dari empat orang sedang menyergap dirinya dengan
kecepatan luar biasa.
Lam-kun tertawa terbahak-bahak, katanya, “Haa… haa… haa… Aku menjadi rikuh
sendiri kalau tidak memenuhi harapan kalian, setelah kamu semua begitu baik memberi
muka kepadaku!”
Dengan suatu gerakan yang amat cepat, tubuhnya berputar kencang. Sepasang telapak
tangannya direntangkan keatas bawah dan sekaligus ia sambut datangnya beberapa
gulung tenaga pukulan itu.
oooOOOOooo
BEBERAPA orang jago ini semuanya sudah menyaksikan sendiri betapa dahsyatnya
tenaga serangan yang dimiliki anak muda tersebut, ketika melihat garangnya pukulan itu
masing masing segera mengigos ke samping untuk menghindarkan diri.
Tapi sayang, walaupun mereka menghindar cukup cepat, namun datangnya serangan
itu jauh lebih cepat lagi. Ditengah benturan yang memekakkan telinga, empat orang jago
lihay itu bersama sama terpental ke belakang dan jatuh terduduk ditanah.
Sepasang mata Oh Bu-hong segera berkaca-kaca. Sambil merangkak bangun dari tanah
katanya. “Gak sauhiap, lohu mengaku kalah!”

“Suhu, menang kalah bukan urusan yang penting” seru Si Tiong pek dengan mulut
bepelopotan darah, “Dikemudian hari kita masih ada kesempatan untuk menagihnya
kembali….”
Dengan wajah yang amat sedih dan air mata bercucuran, Oh Bu-hong hanya
menggelengkan kepalanya berulang kali, dia membungkam dalam seribu bahasa
Orang bilang “Seorang enghiong tak akan melelehkan air mata. Jika tidak menghadapi
persoalan yang betul betul memedihkan hati Thi-eng siu Oh Bu-hong adalah seorang jago
tua yang sudah lama berkecimpungan dalam dunia persilatan, baik nama besar maupun
kedudukannya sama sekali tidak berada di bawah siapa pun. Tak heran kalau pukulan
batin yang diterimanya kali ini membuat ia begitu sedih sehingga tanpa terasa air matanya
jatuh bercucuran.
Gak Lam-kun tak ingin bertindak kebangetan, cepat cepat dia berseru, “Aku betul betul
berbuat ceroboh, bila telah kulakukan kesalahan….”
“Tak usah banyak bicara lagi,” tukas Si Tiong pek sambil membentak gusar. “Aku orang
she Si pasti akan menuntut balas atas penghinaan yang kuterima hari ini!”
Ketika mengucapkan kata kata itu, matanya membelalak memancarkan sinar buas.
Giginya saling gemerutuk menahan emosi. Sedemikian mengerikannya wajah pemuda itu,
membuat Gak Lam-kun diam diam merasa amat bergidik.
Tapi Oh Bu-hong segera menggoyangkan tangannya berulang kali, ujarnya lirih. “Pek ji,
kau tak usah banyak bicara lagi. Lohu akan segera membuyarkan perkumpulan Thi-eng
pang kita!”
“Haah!? Hal ini mana boleh jadi?” teriak Si liong pek dengan perasaan terkesiap.
“Keputusanku telah bulat. Kau tak usah banyak berbicara lagi!” kata Oh Bu-hong tegas.
Sementara itu, dari balik arena berkumandang lagi suara jeritan-jeritan ngeri yang
menyayatkan hati. Puluhan orang jago lihay sudah roboh terkapar diatas genangan darah
sendiri.
“Gak sauhiap” ujar Oh Bu-hong kemudian dengan wajah sedih, “Lohu sudah menderita
kekalahan total, buat apa kau harus menciptakan pembunuhan yang tak berguna”
Gak Lam-kun mengambil keluar Lencana Pembunuh Naga dari sakunya, kemudian
menerjang maju menghampiri naga berapi itu.
“Naga keparat, kenapa belum kembali ke sarangmu” bentaknya lantang dari tengah
udara.
Rupanya naga api itu tahu kalau orang tersebut adalah tandingannya, sambil mengipat
ekor buru-buru makhluk raksasa itu menerobos kembali ke dalam istana api.
Setelah naga itu lenyap dari pandangan, Oh Bu-hong baru memandang sekejap kearah
anak buahnya dengan perasaan berat, ujarnya dengan suara sedih, “Saudara sekalian,
sampai berjumpa lagi…”

“Suhu, kau hendak kemana?” teriak Si Tiong-pek cemas.
“Setinggi tingginya pohon daun akan gugur kembali kebumi. Dunia persilatan demikian
luas tak sulit bagiku untuk mencari tempat pertapaan baru…”
Si Tiong-pek segera menggoyangkan tangannya berulang kali, katanya. “Seenakenaknya
dunia persilatan, di rumah sendiri adalah paling enak. Suhu! Baliklah ke dalam
markas!”
Oh Bu-hong menghela napas sedih. “Kenangan lama paling mudah menimbulkan
kesedihan. Aku tak ingin kembali ke tempat lama yang penuh kenangan itu, lebih baik
pergi jauh dari semua orang!”
“Suhu apakah kau sama sekali tak memperdulikan lagi usaha kita selama ini untuk
membangun perkumpulan Thi-eng pang?” keluh Si Tiong pek, wajahnya murung.
“Kenangan lama pasti akan berlalu. Kesemuanya itu sudah tinggal impian belaka. Sejak
sekarang dalam dunia persilatan sudah tiada orang yang bersama Thi-eng siu lagi….”
Si Tiong pek menghela napas panjang, kembali ia berkata, “Kekayaan Thi-eng pang tak
terhitung dengan jari tangan, apakah suhu tak akan memperdulikannya juga?”
Oh Bu-hong menggeleng. “Nama kedudukan den harta sudah banyak kurasakan. Mulai
sekarang aku tidak suka memburu hal-hal itu lagi. Aku hanya ingin mencari ketenangan
hidup, melihat burung dihutan, memancing ikan di telaga hidup bebas tanpa pikiran,
damai merdeka sentausa selamanya”
Tiba tiba si nenek berambut putih dari perguruan Panah Bercinta itu maju kedepan dan
menuju kehadapan Oh Bu-hong sambil membawa kaitan Wu kim cui kou miliknya. Setelah
menghela napas, dia berkata, “Untuk kemenangan atas bertobatnya Oh-Pangcu dari
semua kesesatan, aku si perempuan tua ingin menyumbangkan sedikit tanda mata ini
sebagai kenangan…”
Air mata Oh Bu-hong jatuh bercucuran semakin deras, tiba tiba ia memegang tangan
perempuan tua itu dan berbisik, “Si-hun ikutlah aku. Mari kita pergi bersama!”
“Bu-hong, kau masih kenal aku?” bisik nenek berambut putih itu dengan air mata
bercucuran.
“Habis gelap terbitlah terang, sudah lama aku mencarimu dalam impian. Tak nyana
setelah kita sama sama menjadi tua, akhirnya bisa bersua kembali…. Yaaa, semenjak
bertemu denganmu, aku sudah menduga siapakah kau….!”
Perempuan tua itu menggeleng pelan, “Sinar senja menang cantik jelita, sayang
selewatnya magrib malam haripun tiba. Kita sudah sama-sama tua renta, tak mungkin lagi
untuk berdampingan sepanjang masa…”
“Sepuluh tahan kita berpisah, sembilan tahun aku terlalu tarkanang. Rembulan ada
kalanya setengah ada kalanya purnama. Si hun, Walaupan kita berdua sudah tua namun
perasaan kita tetap kekal, aku bisa baik-baik marawat dirimu!”

Nenek berambut putih itu tertawa sedih, “Bertemu kembali dengan kekasih, kekasih
telah tua. Sepuluh tahun terkenang air matapun mengering. Aku bertanya kepada gunung
gunung tak menyahut, aku bertanya kepada telaga telaga tak juga menjawab. Bu-hong
aku tak bisa mengikutimu!”
“Kenapa?” seru Oh Bu-hong dengan perasaan gelisah.
“Sepuluh tahun kita berpisah sembilan tahun kau selalu terkenang. Apa yang telah kau
lakukan pada setahun yang terakhir?” tanya nenek itu pedih.
“Untuk menemukan kekasih, ujung langit kujelajahi. Sepuluh tempat yang kukunjungi
sepuluh tempat kosong. Pada tahun yang terakhir aku betul betul merasa putus asa!”
Saking terharunya air mata jatuh bercucuran membasahi seluruh wajah nenek
berambut putih itu .
“Kenangan lama tak akan kembali. Lebih baik kita cari dari kenyataan saja…” bisiknya.
“Jadi kau telah setuju?” seru Oh Bu-hong dengan wajah berseri karena gembira.
Sambil menangis si renek berambut putih itu manggut manggut. “Setelah kudengar
pembicaraan kekasih kuketahui hati kekasih. Aku bersedia mengikutimu sampai mati. Buhong,
Mari kita pergi!”
Ji Cin-peng segera maju ke depan, serunya sambil tertawa, “Siau popo, kuucapkan
selamat berbahagia untukmu. Semoga kalian berdua bisa rukun selalu sepanjang masa….”
Dengan terharu nenek itu menjawab. “Sepuluh tahun menunggu derita akhirnya derita
menjadi beres. Aku tak berharap bisa hidup sepanjang masa. Asal bisa pulang ke alam
baka bersama, sekalipun harus mati di tengah gunung, apa pula yang musti dirisaukan?”
“Orang persilatan ada yang tua ada yang muda, meski ambisi kalian telah lenyap golok
mestika belumlah tua moga-moga dikemudian hari kalian berdua masih mau sering-sering
berkunjung ke perguruan Panah Bercinta sebagai tamu kehormatanku!”
Oh Bu-hong segera tertawa terbahak bahak, “Kematian melenyapkan budi dan dendam
senjata ditukar dengan batu kemala. Walaupun lohu telah pergi semoga Thi-eng pang dan
Cian-cing kau bisa hidup damai berdampingan sepanjang masa. Moga-moga kalian jangan
bertarung lagi dan bersama-sama membangun dunia persilatan…..”
Agaknya gelak tertawa itu merupakan gelak tertawa yang paling bebas dan gembira
selama banyak tahun ini. Selesai tertawa ia merasa hatinya amat lega.
Tapi pada saat itulah tiba-tiba terdengar Si Tiong pek mendengus dingin, kemudian
melengos ke arah lain.
Sambil menggelengkan kepalanya Oh Bu-hong menghela rapas panjang, katanya
lembut, “Anak Pek kau tak usah merasa tak puas, dikemudian hari….”
Dengan kasar dan marah Si Tioug pek mematahkan pedangnya menjadi dua bagian.
Kemudian sambil membantingnya ke atas tanah, ia mundur beberapa langkah ke belakang
seraya membentak, “Sekarang kau sudah bukan suhuku lagi, kau sudah bukan guruku

yaeg berada dalam bayangan ku. Dulu guruku adalah seorang jago yang gagah perkasa
dan menguasahi wilayah utara dan selatan sungai besar, sedang kau? Huuuh…! Kau tak
lebih cuma seorang pangemis tua yang berusaha melarikan diri dari kenyataan”.
Oh Bu-hong menghela napas panjang. “Aaai.. Semua kejadian didunia ibaratnya awan
di angkasa. Setelah tertembus angin maka semuanya akan buyar, apa gunanya kau mesti
menyinggung kembali persoalan itu?”
“Baik!” kata Si Tiong pek kemudian sambil tertawa. Rupanya dia telah mengambil
keputusan, “Soal yang tua mundur yang muda muncul memang suatu hal yang umum
terjadi dalam dunia persilatan. Kalau kau hendak pergi silahkan pergi. Aku pasti akan
membangun duniaku sendiri….”
Seusai berkata dia lantas membalikkan badan dan melangkah pergi.
“Siau-pangcu!” buru-buru Cian seng khi-su Wan Min ciu berseru, “Bagaimana dengan
kami?”
Sambil berpaling dan tertawa seram jawab Si Tiong pek, “Kalian semua telah menjadi
tua mengikuti berkembangnya usia. Tunggu saja, mungkin suatu hari aku bisa
membutuhkan kembali bantuan kalian…”
Oh Bu-hong gelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas, katanya. “Kini
murid durhakaku sudah pergi, perkumpulan Thi-eng pang telah buyar. Dalam dunia
persilatan sudah tiada nama kami lagi”
Selesai berkata, sambil membimbing si nenek berambut putih itu pelan pelan mereka
berjalan menuju ke barat.
“Suhu….!” tiba-tiba Ki Li-soat menjerit sambil menangis, lalu munculkan diri dari
kerumunan orang banyak.
Oh Bu-hong berpaling seraya menghela napas panjang, katanya sedih. “Tiada daun
didunia ini yang tidak gugur. Inilah saatnya buat kita untuk berpisah”
“Tidak aku hendak mengikuti sahu!” teriak Ki Li-soat sambil menggelengkan kepalanya.
Oh Bu heng tertawa sedih, sambil mengelus jenggotnya ia berkata. “Sekarang masa
remajamu lagi mulai. Sedang aku tak lebih cuma tua bangka yang hampir memasuki liang
kubur. Terlalu sayang kalau kau harus mengubur masa remajamu itu bersama kami. Anak
bodoh, pergilah dari sini dan dampingilah kekasihmu…”
Belum selesai ia berkata bayangan tubuhnya sudah berada puluhan kaki dari tempat
semula. Keputusannya untuk pergi betul-betul diluar dugaan siapapun .
“Suhu..! Tunggu aku!” teriak Ki Li-soat sambil menyusul dari belakang.
Terlihat gadis itu makin lama semakin menjauh dan akhirnya ikut lenyap pula dari
pandangan mata.
Malam semakin mendekat, waktu senja makin berakhir mengikuti beredarnya sang
waktu.

Bubarnya perkumpulan Thi-eng pang jauh diluar dugaan siapupun. Perginya Oh Buhong
serta nenek berambut putih dan minggatnya Si Tiong Pek dengan membawa
dendam akan menjadi topik yang paling ramai dalam kisah selanjutnya.
Ji Cin-peng memandang keadaan cuaca, lalu berkata, “Gak sauhiap kita….”
Sebelum habis ia berkata, tiba tiba terdengar suara pekikan panjang yang memekikkan
telinga berkumandang datang dari tempat kejauhan.
Menyusul kemudian sesosok bayangan manusis yang bertubuh ramping, dengan
kecepatan luar biasa meluncur datang.
Koogsun Po menjadi amat girang segera teriaknya, “Nona Hong!”
Tampak seorang perempuan setengah umur yang berwajah cantik dengan gerak gerik
yang genit masuk ke arena dan melirik sekejap sekeliling tempat itu.
Lalu sambil tertawa terkekeh-kekeh katanya, “Siapakah dlantara kalian yang menjadi
muridnya Tok liong Cuncu?”
Gak Lam-kun segera mendengus. “Aku orang she Gak orangnya”
Suara itu sinis dan dingin, seakan-akan tidak memandang sebelah matapun terhadap
perempuan itu.
Tiba-tiba paras muka perempuan itu berubah hebat, ia mendongakkan kepalanya dan
tertawa seram.
Kemudian setelah berhenti tertawa dia berkata “Apakah Tok liong Cuncu masih hidup
didunia ini?”
“Kau anggap itu urusanmu?” jengek Gak Lam-kun ketus.
“Manusia yang tak punya pendidikan, apakah suhumu tak pernah menyinggung tentang
aku?”
Mendengar makian itu, Gak Lam-kun naik pitam dia langsung menyerbu kedepan
sambil membentak. “Kau sendiri yang telur busuk!”.
Dengan suatu gerakan yang enteng dan seenaknya, telapak tangan kirinya ditonjok
kemuka dengan jurus kim cian gin seng (jarum emas bintang perak).
Paras muka perempuan itu berubah hebat dengan cepat dia menghindar ke samping,
kemudian dengan gerakan yang manis dia maju ke depan dan menotok bawah sikut Gak
Lam-kun.
Cepat nian serangan tersebut. Hakekatnya dilakukan pada saat yang hampir
bersamaan.
Gak Lam-kun terkesiap cepat dia mundur ke belakang seraya berseru, “Kau adalah Yan
Lo-sat (perempuan iblis cantik) Hong Im!”

Jelas dalam satu gebrakan barusan ia telah menduga siapakah lawannya.
Padahal hal ini tak perlu diherankan sebab dalam kitab catatannya Tok liong Cuncu
telah menjelaskan secara terperinci ilmu silat andalan dari setiap orang musuh besarnya.
“Kalau kau sudah tahu siapakah aku, mengapa belum juga berlutut untuk minta
ampun….” seru Yan Lo-sat Hong Im dengan suara sedingin salju.
Gak Lam-kun segera tertawa terbahak babak. “Haa.. haa… haa… Berlutut dan minta
ampun kepadamu? Huuh, jangan mimpi! Justru aku hendak membunuhmu!”
“Kau tak akan mampu!”
Gak Lam-kun gelengkan kepalanya berulang kali. “Dulu mungkin aku tak mampu. Tapi
sekarang hanya masalah waktu. Coba kalau aku tidak teringat dengan pesan guruku yang
ingin membalas dendam sendiri atas sakit hatinya, hari ini kau tak akan lolos dari
tanganku!”
Dengan nada kurang percaya Yan Lo-sat (iblis perempuan cantik) Hong Im berkata,
“Bila Tok liong Cuncu dapat muncul sekali lagi, meski aku harus mati, aku akan mati
dengan hati pasrah!”
“Baik” jawab Gak Lam-kun sambit tertawa. “Tiga hari mendatang, suhuku pasti akan
datang menemuimu”
“Aku rasa hal itu tampaknya suatu yang mustahil, tak mungkin bisa terjadi”
Berada dalam keadaan yang begitu jelas dan nyata, dia tetap tak percaya kalau Tok
liong Cuncu masih bisa lolos dari kematiannya walaupun sekujur badannya sudah penuh
ditandai dengan puluhan buah bacokan yang dalam.
Sudah barang tentu masih terdapat banyak hal yang dicurigai olehnya, apalagi Yan Losat
Hong Im pernah menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana parahnya luka
yang diderita Tok liong Cuncu. Waktu itu dia sendiripun berkeyakinan, sekalipun Hoa To
lahir kembali, belum tentu ia sanggup mengobati lukanya itu.
Mendadak…
Dengan suara yang keras bagaikan geledek Jit poh lui sim ciam (tujuh langkah panah
inti geledek) Lui Thian seng membentak, “Orang she Gak, jangan bergerak!. Kalau kau
berani sembarangan bergerak, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji!”
Tampak panah inti geledek yang dahsyat dan mematikan itu sudah dirasakan persis ke
ulu hati Gak Lam-kun. Dalam keadaan begini, asal dia memencet tombol pada senjatanya
itu, niscaya anak panah yang mematikan itu akan berhamburan kemana-mana.
”Mau apa kau?” tegur Gak Lam-kun sambil mengangkat bahu.
Pelan-pelan dia bergeser dari posisinya semula. Ini membuat Jit poh lui sim ciam Lui
Thian tidak berani sembarangan bergerak dan melepasksn serangan.

“Serahkan Lencana Pembunuh Naga itu kepadaku!’“ bentak Jit poh lui sim ciam Lui
Thian seng sambil tertawa seram.
Gak Lam-kun tertawa. “Huuh! Kau lagi bermimpi disiang hari bolong, apa tidak kuatir
kalau sampai ikut melayang” serunya.
Kembali Lui Thian seng tertawa seram. “Hee… hee…hee… Orang mampus lantaran
harta, burung mati lantaran makanan, itulah teori yang umum dan sudah lazim berlaku
didunia ini”
Tiba tiba….
Serentetan suara kim yang datar dan rendah menggeletar memecahkan keheningan,
suasana disekeliling jagadpun seakan-akan berubah menjadi gelap gulita.
“Plaaaak!” percikan bunga-bunga api berhamburan kemana-mana entah bagaimana
caranya, tapi tahu-tahu panah Jit poh lui-sim cian yang maha dahsyat itu sudah rontok
diatas tanah dan meledak sendiri. Pasir dan debu segera beterbangan kemana-mana,
ledakan yang keras itu amat memekikkan telinga.
Sementara Lui Thian seng, sendiri sudah terkapar diatas tanah dalam keadaan terluka
parah.
“Uuaaaak….!”
Darah segar muntah keluar bagaikan air mancur dari mulut Jit poh lui sim ciam Lui
Thian seng, kemudian ia mendengus karena kesakitan, pancaran sinar gusar, dendam dan
penasaran mencorong keluar dari balik matanya,
Mengikuti arah yang ditatap olehnya tampak si gadis berbaju perak itu sedang pelanpelan
meletakkan harpanya ke dalam pangkuan.
Sambil tertawa merdu ia berkata, “Barusan, aku cuma mempergunakan tenaga sebesar
dua bagian saja. Coba kalau ku-gunakan tenaga. sebesar lima bagian, siapapun pasti
sudah tak bisa bertemu lagi denganmu”
Lui Thian seng mendengus dingin. “Hmmm… Antara kita berdua telah terikat dendam
sakit hati yang lebih dalam dari samudra. Ingat saja? Hutang ini pasti akan ku tuntut suatu
ketika”
Selesai berkata dengan susah payah dia merangkak bangun dari atas tanah, lalu
dengan sempoyongan berlalu dari tempat itu.
Nona berbaju perak itu tertawa merdu, dia bergeser ke depan dan memandang ke arah
Gak Lam-kun sambil tertawa manis.
Semua jago disekeliling tempat itu yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi
tertegun dan termangu-mangu, sebab senyuman tersebut benar-benar indah, cantik dan
mempersona hati orang.
Yan Lo-sat Hong Im yang menyaksikan senyuman itu juga ikut tertegun, kemudian
sambil menjatuhkan diri berlutut, sapanya, “Susiok!”

“Siapa kau?” tegur nona berbaju perak itu agak tertegun, “Mengapa kau sebut aku
sebagai paman guru?”
“Bukankah kau adalah Ang ih kim cha (tusuk konde emas baju merah) dari perguruan
Tay khek bun, Gui Bok eng yang sudah lenyap semenjak enam puluh tahun berselang?”
seru Iblis Perempuan cantik Hong Im dengan Wajah tercengang.
Sebagaimana diketahui, semenjak Ang Ih kim cha Gui Bok eng menjatuhkan arwahnya
ke dalam tubuh si nona berbaju perak itu, baik potongan wajah maupun potongan
badannya telah mengalami suatu perubahan yang sungat aneh, banyak dibanyak bagian
tempat justru mempunyai kemiripan dengan Ang ih kim cha itu pribadi.
Maka dengan cepat nona berbaju perak itu tersenyum,ujarnya. “Aku telah berjumpa
dengan susiokmu itu. Dia sudah lama meninggalkan dunia….”
“Bohong!” tiba tiba Yan Lo-sat Hong Im membentak keras.
Seraya berkata, tiba-tiba badannya melompat ke atas dengan kecepatan luar biasa,
kemudian menggunakan jurus Hui hong ti seng (pelangi terbang memetik bintang), suatu
jurus serangan yang tangguh dari perguruan Tay khek bun dia totok dada si nona tersebut.
Tiga malaikat dari wilayah See ih menyaksikan kejadian itu menjadi amat teperanjat,
buru-buru mereka memburu ke tengah arena untuk memberi pertolongan.
Sinona berbaju perak sendiri juga merasa tertegun oleh kejadian itu. segera bentaknya
“Kau berani?”
Entah bagaimana caranya menghindari tanpa disadari ia telah pergunakan suatu
gerakan tubuh yang sangat aneh dan belum dikenali sebelumnya untuk berkelit dan
meloloskan diri dari sisi tubuh Yan Lo-sat Hong im.
Cepat cepat Yan Lo-sat Hong Im mengundurkan diri dari situ, dengan sikap yang
sangat menghormat dia berkata, “Susiok, kenapa kau masih mencoba untuk mengelabuhi
aku?”.
“Kau sudah salah melihat orang” seru nona berbaju perak itu dengan wajah masih
diliputi hawa kegusaran.
“Tidak mungkin salah!” jawab Yan Lo-sat Hong Im dengan nada yang tegas dan
mantap, “Gerakan Im liong jut siu (naga mega tiga kali mencuat) yang kau pergunakan
barusan merupakan gerakan tubuh susiok yang paling diandalkan. Dalam dunia persilatan
dewasa ini tak mungkin ada orang kedua yang bisa pergunakan gerakan tubuh itu kecuali
Susiok seorang…”
Kiranya untuk membuktikan apakah si nona berbaju perak itu benar-benar adalah Ang
ih kim cha yang dulu atau bukan, Yan Lo-sat Hong Im telah mempergunakan jurus Hui hot
ti seng dari Tay khek bun yang merupakan suatu serangan serangan paling dahsyat untuk
melakukan percobaan.

Jurus serangan yang ia pergunakan itu merupakan salah satu ilmu yang paling
diandalkan oleh perguruan Tay khek bun, tidak gampang untuk melepaskan diri dari
ancaman itu kecuali bila orang tersebut sanggup menggunakan ilmu Im liong jut siu yang
amat sakti tersebut. Kalau tidak maka korban pasti akan terluka oleh serangan tersebut.
Padahal kalau dibicarakan sesungguhnya, si nona berbaju perak itupun tak tahu sedari
kapan dia bisa mempergunakan ilmu langkah semacam itu, diam-diam ia merasa kaget
bercampur heran.
Dari mana dia bisa tahu kalau sukma Ang ih kim cha yang berada dalam tubuhnya telah
mulai mempengaruhi semua jalan pemikirannya. Tanpa ia sadari, semua kepandaian Tay
khek bun yang maha dahsyat telah dipahami olehnya tanpa terasa.
Setelah tertegun sejenak nona berbaju perak itu berkata, ”Kau bilang gerakan tubuh
yaug barusan kugunakan itu adalah gerakan Im liong sam siu?”.
“Betul!” Yan lo sit Hong Im manggut-manggut tanda membenarkan “Gerakan tubuh itu
merupakan salah satu ilmu langkah rahasia dari perguruan Tay khek bun yang paling
tersohor dimasa silam…..”
Mendengar semua penjelasan tersebut nona berbaju perak itu menghela nafas panjang.
“Aaaaah….! Mungkin saja aku adalah susiok mu, mungkin juga bukan….”
Yan Lo-sat Hong Im menjadi girang sekali, segera teriaknya, “Susiok mari kita bersama
segera pulang ke perguruan Tay khek bun….!”
Nona berbaju perak itu menggelengkan kepalanya berulang kali, sambil menarik tangan
Gak Lam-kun mereka berangkat menuju keluar.
Menyaksikan hal itu Yan Lo-sat Hong Im menjadi amat gelisah dengan cepat dia
mengejar dari belakang.
Gak Lam-kun segera berpaling lalu setelah tertawa dingin katanya, “Aku sekarang
belum ingin membunuhmu, buat apa kau mencari penyakit buat diri sendiri?”
Yan Lo-sat Hong Im kembali menjadi tertegun, terpaksa dia menghentikan gerakan
tubuhnya dan berdiri termangu-mangu ditem-pat.
Gak Lam-kun kembali tertawa dingin tiada hentinya, bersama nona berbaju perak itu
kembali mereka melanjutkan langkahnya.
Semua gerak-geriknya bersama gadis berbaju perak itu dapat dilihat semua oleh Ji Cinpeng
dengan amat jelasnya. Tanpa terasa timbul perasaan yang amat sedih dalam
hatinya. Ia merasa hatinya seperti disayat-sayat dengan pisau tajam. Ia membenci kepada
diri sendiri kenapa tak berani berterus terang kepada kekasihnya bahwa dia adalah
kekasihnya yang dahulu.
Menyaksikan Gak Lam-kun dan nona berbaju perak itu sudah siap meninggalkan
tempat itu, tanpa sadar Ji Kiu liong segera berteriak keras, “Gak toako, kau hendak
kemana?”

Ketika mendengar seruandari Ji Kiu liong itu Gak Lam-kun sendiripun merasakan
hatinya bergetar keras, buru-buru dia menghentikan gerakan tubuhnya seraya berpaling.
“Adik Liong!” katanya kemudian, “Untuk sementara waktu, kau boleh berada bersamasama
enci Bwe. Setelah aku menyelesaikan semua pekerjaan pasti akan kujemput kembali
dirimu”
Berbicara sampai disitu, dia lantas berpaling dan memandang sekejap kearah Ji Cinpeng.
Ketika itu Ji Cin-peng sedang berdiri dengan air mata membasahi seluruh wajahnya, ia
balas memandang tatapannya dengan wajah yang lesu, murung dan pedih.
oooOOOOoooo
MENYAKSIKAN keadaannya yang cukup mengenaskan itu, Gak Lam-kun menjadi
tertegun. Belum pernah ia menyaksikan Ji Cin-peng memperlihatkan mimik wajah seperti
ini, dengan demikian kata kata yang sebenarnya telah disiapkan segera ditelan kembali
kedalam perut.
Selelah termenung sekian lama, akhirnya setelah menghela napas sedih pikirnya dihati,
“Aaaaai…! Semoga saja nona Bwe jangan menaruh rasa cinta kepadaku. Sesungguhnya
akupun cinta kepadamu, menghormati dirimu. Tapi sekarang aku telah menjadi suami-istri
dengan nona berbaju perak ini. Sekarang aku tak berani menaruh ingatan lain kepadamu,
tapi selalu akan kuingat dirimu, seperti juga rasa hormatku kepadamu di masa-masa yang
lalu….”
Pikiran Gak Lam-kun terasa gundah, kalut dan bercampur baur tak karuan.
Sebaliknya Ji Cin peng merasakan hatinya hancur lebur, rasa sedihnya tak terlukiskan
dengan kata-kata.
Ketika empat buah rnata saling bertemu sampai lama sekali mereka tak mengucapkan
sepatah katapun .
Selapis rasa cemburu yang keji dan mendendam tiba tiba melintas diatas wajah si nona
berbaju perak yang cantik jelita itu…
Ditengah suasana seperti inilah, Yan Lo-sat Hong Im berjalan kehadapan si nona
berbaju perak itu. Kemudian berkata dengan menghormat. “Susiok, tecu mendapat pesan
dari mandiang guruku untuk mengundang susiok agar kembali keperguruan Tay khek bun
serta membangun perguruan kita agar cemerlang dan makin terkenal”
Mendengar ucapan tersebut, selapis hawa napsu membunuh yang tebal segera
menyelimuti wajah noia berbaju perak itu, katanya sambil tertawa dingin, “Aku sudah
bilang tidak pulang yaa tidak pulang. Apakah kau hendak menangkap aku untuk diajak
pulang? Apalagi aku juga bukan susiok kalian, aku bukan Kong ih kim cha Gui Bok eng.
Kalau kau berani menghalang halangi gerakanku lagi, jangan salahkan kalau aku akan
bertindak keji, dan tidak sungkan-sungkan lagi terhadapmu”
Paras muka Yan Lo-sat Hong Im berubah hebat setelah mendengar perkataan itu, tapi
nada ucapannya masih tetap sungkan dan menghormat. Kembali katanya. “Susiok
mendiang guruku pernah berpesan Bila susiok bisa ditemukan kembali, maka

bagaimanapun juga kau harus diundang pulang ke perguruan, sebab hanya susiok
seorang yang bisa mengembangkan perguruan Tay-khek-bun kita sehingga menjadi
termashur dalam dunia persilatan”
Nona berbaju perak itu mendengus dingin dampratnya. “Kurangajar, rupanya kau
benar-benar sudah bosan hidup lagi didunia ini!”’
Seraya berkata jari tangannya segera disentil ke depan melancarkan sebuah serangan
Segulung desingan angin tajam yang terasa menyayat badan segera meluncur kemuka
dan menerjang ketubuh Yan Lo-sat Hong Im.
Menghadapi ancaman yang begitu dahsyatnya Yan Lo-sat Hong Im merasa amat
terperanjat. Buru-buru dia melangkah ke samping dan beruntun menghindar sebanyak tiga
kali dengan suatu gerakan tubuh yang sangat aneh
“Breeet!”
Betapa cepatnya dia menghindar, jubah panjangnya toh sempat tersambar juga oleh
desingan jari tangan sinona baju perak yang maha dahsyat itu. Paha putihnya yang
montok dan halus segera tampak jelas didepan mata.
Paras muka Yao Lo-sat Hong Im segera berubah hijau membesi. Sambil tertawa dingin
serunya. “Bagus sekali. Susiok! Kau dulu yang bersikap kasar kepade boanpwe. Jangan
salahkan kalau Hong Im tak akan bersikap sungkan-sungkan lagi kepadamu”
“Kau purya kepandaian apa? Gunakan saja semuanya!” jengek sinona baju perak itu
dengan suara dingin.
Tiba-tiba Yan Lo-sat Hong Im tertawa seram serunya, “Susiok, ilmu silatmu sudah
termashur di kolong langit semenjak enam puluh tahun berselang. Boanpwe juga tahu
kalau kepandaianmu nada tandingannya di kolong langit. Tentu saja kepandaian boanpwe
tak lebih hanya sinar kunang-kunang yeng dibandingkan dengan sinar rembulan.
Walaupun demikian, boanpwe persilahkan susiok untuk merasakan kehebatan dari Tay
khek ngo heng kiam tin yang baru saja kami ciptakan. Bila ada sesuatu kekurangan,
sudilah kiranya susiok memberi petunjuk”
Dari perkataannya itu dapat diketahui bahwasanya dia hendak mempergunakan ilmu
barisan Tay khek ngo kiam tin dari perguruan Tay-khek bun untuk mengurungi si nona
berbaju perak itu.
Pada saat itulah, dari sebelah timur pelan-pelan berjalan keluar lima orang kakek
berjubah abu-abu yang sama-sama menyoren pedang.
Ketika tiba disamping Yan Lo-sat Hong Im, salah seorang kakek yang bertubuh kurus
dan ceking itu segera berkata dengan serak serak basah. “Hong buncu, ada petunjuk
apakah kau mengundang kami?”
Dengan suara dalam Yan Lo-sat Hong Im berkata, “Tay khek ngo kiamsu, bentuk
barisan Tay- khek ngo-heng kiam tin kali ini!”

Gak Lam-kun kuatir kalau nona berbaju perak itu kena dipecundangi orang, buru-buru
dia melompat kedepan sambil tertawa tergelak-gelak dengan nyaringnya. “Hong Im!” dia
berseru keras. “Biar aku orang she Gak yang mencoba dahulu kehebatan ilmu barisan itu,
ingin kulihat sebenarnya sampai dimana kelihayannya”
Sementara itu, kelima orarg kakek berbaju abu-abu itu sudah menyebarkan diri dan
masing masing berdiri pada posisi Ngo-heng yang terdiri dari Kim (emas), Bok (kayu), Sui
(air), Hwee (api) dan Teh (Tanah).
Kelima orang itu berdiri dengan tangan kiri menyanggah pedang, tangan kanan bersiap
siaga, mereka bersiap-siap dengan tubuh yang tegap kokoh bagaikan batu karang.
Dengan pandangan sinis, Yan Lo-sat Hong Im memandang sekejap ke arah Gak Lamkun.
Kemudian tanpa terasa mendongakkan kepalanya dan tertawa terkekeh kekeh. Suara
tertawanya penuh mengandung nada sindiran mengejek serta mencemooh.
Gak Lam-kun yang ditertawakan seperti itu menjadi naik pitam, dengan suara keras
bentaknya, “Hong Im, kau pastas dibikin mampus!”
Ditengah bentakan tersebut, telapak tangannya segera diayunkan ketengah udara
melepaskan sebuah pukulan dahsyat yang langsung menerjang ke badan Hong Im.
Mimpipun Yan Lo-sat Hong Im tidak mengira kalau dalam usia yang begitu muda
ternyata Gak Lam-kun memiliki tenaga dalam yang begitu sempurna. Kekuatan dari
serangannya itu sudah cukup untuk menggempur sebuah bukit.
Terlepas soal tenaga dalam, yang terutama adalah tenaga aneh yang terpancar ke luar
dari tubuhnya itu sungguh membuat orang sukar untuk menghadapinya. Ternyata dibalik
kekuatan tadi terkandung suatu tenaga hisapan yang menyerupai dengan hawa Khikang
tingkat tinggi.
Sikap Yan Lo-sat Hong Im yang semula mencemooh dengan cepat beralih menjadi
serius dan berat, tiba tiba saja sepasang telapak tangannya diputar dan didorong
sebanyak tiga kali kedepan.
“Sret! Sreer! Sreet!” gulungan hawa pukulan yang kuat memancar kemana-mana.
Selembar wajah Yan Lo-sat Hong Im yang putih dan halus, segera berubah menjadi
merah padam. Lama sekali belum juga membuyar….
Kiranya gaun panjang Hong Im sebatas lutut kebawah telah dipapas robek oleh
sambaran angin pukulan Gak Lam-kun yang tajam, sehingga tampaklah tumitnya yang
putih bagaikan pualam dan halus itu.
Selama hidup belum pernah Yan Lo-sat Hong Im mengalami penghinaan seperti apa
yang dialaminya hari ini. Sedemikian gusarnya dia sampai sepasang matanya melotot
keluar dan memancarkan selapis cahaya tajam yang menggidikkan hati, ditatapnya wajah
Gak Lam-kun tanpa berkedip.

Pelan-pelan Ji Cin-peng menghampiri Gak Lam-kun, lalu ujarnya dengan nada sedih,
“Engkoh Gak, gunakan pedangku ini!”
Sebutan “Engkoh Gak” itu kontan saja menggetarkan perasaan Gak Lam-kun. Ia seperti
masih teringat bahwa tiga tahun berselang, ada orang juga memanggilnya dengan
sebutan itu. Dialah kekasih hatinya Ji Cin- peng!
Dari balik biji mata Ji Cin-peng yang jeli, Gak Lam-kun dapat menangkap sorotan
cahaya pedih yang amat memilukan hati……
Pada ketika itu juga, kembali Gak Lam-kun merasa bahwa sorot mata itu persis seperti
sorot mata Ji Cin-peng….
Mendadak gelak tertawa yang menyeramkan memotong jalan pemikiran Gak Lam-kun
itu.
Tampak sebilah pedang panjang yang memancarkan cahaya berkilauan, dengan
kecepatan luar biasa menusuk datang.
Menyaksikan datangnya ancaman tersebut Ji Cin-peng segera menjerit tertahan karena
kaget.
Gak Lam-kun sedkitpun tidak menjadi gugup. Dengan cepat tubuhnya berjumpalitan
dan mundur sejauh tiga depa lebih dari posisi semula. Pergelangan tangannya segera
diputar. Pedang pendek Giok siang kiam ini diputar sedemikian rupa membendung
datangnya sergapan kilat dan pedang Hong Im tersebut.
Rasa marah dan dendam yang berkobar dalam hati Yan Lo-sat Hong Im pada saat ini
tak terlukiskan dengan kata kata. Apalagi peristiwa itu merupakan suatu kejadian yang
paling memalukan untuk kaum perempuan pada jaman itu. Dalam gelisah dan gusarnya
dia membentak keras, sambil menerjang ke muka pedangmya langsung melepaskan
serangan mematikan.
Ilmu silat yang dimiliki Gak Lam-kun saat ini sudah mencapai tingkatan yang luar biasa
sekali. Sesudah menyambut tiga buah serangan berantai dari Hong Im dengan cepat dia
unjukkan gigi pula dengan memutar senjatanya dan secara beruntun melepaskan tiga
buah serangan kilat.
Menghadapi tiga serangan berantai yang tertuju ke arahnya itu, ternyata Yan Lo-sat
Hong Im, sama sekali tidak berkelit ataupun menghindar. Hawa murninya segera dihimpun
ke pusat dan disalurkan ke dalam tubuh pedang. Dengan gerakan menotok mencakil dan
menekan secara beruntun ia lepaskan pula tiga kuntum bunga pedang.
“Traang. Traang! Traang!” benturan senjata yang amat ramai menggema di udara.
Diantara beterbangannya percikan bunga api, dengan kekerasan ia bendung datangnya
ketiga buah serangan tersebut.
Tapi setelah menyambut ketiga buah serangan tadi, Yan Lo-sat Hong Im merasakan
lengan kanannya menjadii kesemutan dan kaku. Telapak tangannya pecah-pecah sakitnya
bukan kepalang. Kenyataan ini membuat hatinya amat terkesiap, pikirnya, “Jangan-jangan

ia sudah berhasil mencapai tingkatan tenaga dalam seperti apa yang dimiliki Tok Liong
cuncu Yo Long dimasa lalu…”
Berpikir sampai disitu, tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Yan Lo-sat Hong Im.
Cepat-cepat dia memusatkan segenap pikirannya. Dengan melangkah ke posisi Tiong
kiong, hawa murninya dihimpun kembali kepusar. Lalu dari pusar hawa murni itu
disalurkan kembali kedalam pedang.
Agaknya dia hendak mempergunakan ilmu pedang Tay khek cap sa kiam, suatu ilmu
pedang andalan partai Tay khek bun untuk menghadapi kelihayan lawan.
Begitu ilmu pedang Tay khek cap sau kiam digunakan, maka ketenangannya bagaikan
bukit karang. Gerakannya bagaikan aliran sungai, begitu lembut tepi berkepanjangan
sehingga membikin hati orang bergidik rasanya.
Sekalipun Gak Lam-kun sendiri berilmu tinggi, ilmu pedangnya juga telah mencapai
puncak kesempurnaaan, tapi setelah bertemu dengan ilmu pedang yang tiada
tandingannya di dunia ini, sesaat lamanya dia agak kewalahan juga dibuatnya hingga
belum juga berhasil untuk memecahkannya.
Tampaklah serangan demi serangan dari Gak Lam-kun yang dahsyat dan kuat itu
semuanya berhasil dipunahkan oleh Hong Im dengan ilmu pedang Tay khek cap sa nya
yang memanfaatkan beberapa macam taktik lembut seperti menempel, mementil,
menggetar, memancing, memunah, menggulung dan menghisap.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun sungguh mengejutkan hati. Setiap bacokan
dilancarkan tentu disertai dengan hawa pedang yang sanggup membelah batu dan baja.
Lagipula pengetahuanya dalam ilmu silat luas sekali. Banyak jurus-jurus serangan partaipartai
lain yang dipahaminya. Ini membuat Hong Im yang bertarung dengan pergunakan
Tay khek kiam dibikin kewalahan juga oleh tenaga dalamnya yang sempurna.
Pada mula pertarungan, keadaan mereka masih seimbang dan sama kuat. Tapi setelah
bergebrak puluhan jurus kemudian, lambat laun jurus-jurus pedang yang dipergunakannya
itu mulai didesak deh segulung tenaga tak berwujud yang memaksa gerakan serangannya
makin lama semakin lamban, sedangkan Gak Lam-kun sendiri makin bertarung semakin
bersemangat.
Dalam keadaan begitulah kelima orang jago pedang dari perguruan Tay Khek bun
melakukan pengepungan secara tiba tiba dan mengurung Gak Lam-kun serta Hong Im
ditengah arena, lima pedangnya segera bergerak bersama ikut melancarkan serangan.
Menyaksikan kejadian itu Yaan Lo-sat Hong Im menjadi amat kegirangan. Sambil
membentak gusar dia lepaskan tiga buah serangan berantai yang memaksa Gak Lam-kun
harus miringkan badan sambil bergeser beberapa jengkal jauhnya, kini ia berdiri
dihadapan seorang kakek yang bertubuh kurus kering.
Gak Lam-kun memandang sekejap sekeliling tempat itu. Semangatnya tiba-tiba
berkobar sambil berpekik nyaring katanya sambil tertawa, “Sudah lama aku dengar orang
bilang, Tay khek ngo heng kiam tin adalah suatu ilmu barisan yang sangat iihay dan
sejajar namanya dengan barisan Lo han tin dari partai Siau lim. Banyak tahun sudah aku
ingin menjajalnya tanpa menjumpai kesempatan. Sungguh tak nyana aku bakal
menjumpai barisan kenamaan ini di atas pulau terpencil semacam ini. Kejadian ini benar

benar merupakan kesempatan bagus yang belum pernah kujumpai. Hari ini juga aku akan
mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu barisan ini….”
Ditengah gelak tertawa panjangnya, Gak Lam-kun telah berdiri sambil menyilangkan
pedangnya didepan dada. Ia berdiri kokoh dingin seperti sebuah bukit karang.
Ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin meski merupakan ilmu sakti dari perguruan
Tay khek, namun selama enam puluh tahun belakangan ini belum pernah Tay khek pay
mempergunakan barisan itu.
Kiranya Tay khek ngo heng kiam tin tersebut ikut lenyap dan punah bersamaan dengan
hilangnya Ang ih kim cha Gui Bok Eng dari dunia persilatan. Entah bagaimana kemudian
enam puluh tahun kemudian, akhirnya rahasia ilmu pedang tersebut berhasil ditemukan
kembali oleh Yan Lo-sat Hong Im setelah melewati suatu penyelidikan yang makan waktu
cukup lama.
Setelah munghimpun tenaga dalamnya, pelan-pelan Gak Lam-kun mulai bergeser
mendekati posisi sebelah timur kemudian ia tersenyum kepada jago jago Tay khek bun itu
dan tidak berbicara.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh angkasa, mendadak pedang paodek Giok
siang-kiam itu melejit ke udara dan langsung menghajar ke tubuh kakek itu.
Dengan suatu gerakan yang enteng sikakek miringkan badannya untuk menghindar,
kemudian dengan jurus Ih hwe kun tun (perputaran roda dalam jagad) dia tangkis
datangnya ancaman itu.
Begitu pertarungan berkobar, barisan pedang Tay khek ngo heng kiam tin pun segera
mengalami perubahan….
Si kakak disebelah timur yang menangkis pedang Gak Lam-kun itu segera memutar
senjatanya dan tiba-tiba berkelit kembali kesamping gelanggang pertarungan.
Begitu menjumpai peluang baik, Gak Lam-kun bermaksud untuk maju ke depan dan
menyerang Yan Lo-sat Hong Im yang merupakan motor dari ilmu barisan tersebut.
Tiba-tiba bayangan manusia berkelebat lewat. Kakek yang berdiri dihadapannya itu
telah menerjang ke muka menghadang jalan perginya. Lalu pedangnya dengan jurus Ji gi
jut ciau (dua unsur mulai berkembang) menciptakan dua kuntum bunga pedang yang
menusuk bagian atas dan bagian bawah tubuh lawan.
Gak Lam-kun tertawa dingin, pedang Giok siang kiamnya diputar menciptakan selapis
cahaya bianglala yang menyilaukan mata. Senjata itu diayunkan ke muka dan segera
memunahkan serangan yang aneh itu secara gampang.
Tapi sebelum Gak Lam-kun melancarkan serangan balasan, kakek yang berjaga
disebelah barat telah menyelinap pergi, sementara kakek yang berjaga diposisi selatan
mulai melancarkan serangan.
Semua perubahan dalam barisan Tay khek ngo heng kiam tin itu berubah dalam
sekejap mata. Sekalipun Gak Lam-kun tak sampai terkurung oleh serangan demi serangan

yang dilancarkan oleh barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut, tak urung hatinya
dibikin terkesiap juga olehnya.
“Ilmu barisan Tay kheh ngo heng kiam tin ini benar-benar bukan nama kosong belaka.
Hari ini aku musti menghadapinya secara berhati-hati” demikian ia berpikir.
Padahal sesungguhnya pengaruh ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut
jauh lebih lihay dari pada apa yang dibayangkan semula. Cuma saja didalam bentrokan
yang barusan berlangsung, kelihayan dari ilmu barisan tersebut masih belum tertampak
semua.
Haruslah diketahui, urusan dasar dari ilmu barisan itu adalah sebuah unsur dingin
ditambah lima unsur panas. Tay khek dan ngo heng saling dorong mendorong saling
bantu membantu yang berakibat timbulnya suatu sistem pertahanan serta penyerangan
berantai yang berganti-ganti secara bergilir.
Gak Lam-kun adalah seorang pemuda yang cerdik, begitu dirasakan keamehan dari
gerakan barisan tersebut, dengan hawa murninya dihimpun untuk bersiap siap
menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.
Kiranya dalam tiga gebrakan yang barusan berlangsung, iapun dapat merasakan bahwa
dalam barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut bukan saja merupakan suatu
kombinasi kerja sama yang erat dan rapat dari enam jago, bahkan dalam setiap serangan
dan pertahanan selalu mengandung perubahan tay khek dan ngo heng yang saling
berubah tiada hentinya.
ia sadar, sekali kurang berhati-hati bisa berakibat fatal dari berubahnya, unsur ngo
heng tersebut, jika pikirannya sudah dibikin kalut maka dia akan terkurung dibalik barisan
pedang yang dikendalikan urusan tay khek.
Perlu diketahui, ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin yang dibentuk dengan tenaga
manusia, bukan saja mengandung perubahan dari unsur ngo heng yang pada umumnya
berlaku. Lagipula lantaran maju mundurnya manusia seringkali akan mengalami pula
seluruh perubahan dari gerakan barisan tersebut.
Tentu saja semua perubahan yang bakal terjadi itu sama sekali terlepas dari peraturan
yang umum berlaku bagi perubahan ngo heng ini. Ini menyebabkan seseorang yang
memahami unsur Ngo hengpun kadangkala dibikin kewalahan juga untuk menghadapi
perubahan didalam barisan pedang.
Apalagi sekarang ditambah lagi dengan sebuah unsur tay khek yang sifatnya Im
(dingin). Bukan saja hal mana membuat barisan pedang itu makin aneh dan rumit
perubahannya membuat orang lain pun susah untuk menemukan titik kelemahan dari ilmu
barisan tersebut.
Akibatnya setiap erang yang mulai terbawa oleh gerakan iimu barisan tersebut, akan
kehilangan segenap kekuatannya untuk melepaskan serangan balasan.
Walaupun Gak Lam-kun angkuh dan tinggi hati, namun setelah merasakan sendiri tiga
perubahan yang terjadi dalam barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut,
kesombongannya segera sirna tak berbekas. Dia pusatkan semua tenaga dan pikirannya
untuk bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Yan Lo-sat Hong Im sendiri ketika dilihatnya secara tiba-tiba Gak Lam-kun
meninggalkan posisi bergerak dengan berubah menjadi tenang serta enggan melepaskan
serangan lagi, diam-diam kagum juga hatinya. Dia berpikir, “Orang ini memang jauh
berbeda dengan orang-orang yang lain, ternyata dalam sekejap mata ia berhasil
mengatasi keangkuhannya”
Pedang panjang dalam genggamannya segera di angkat, lalu dengan jurus peng sah
liok ing (bubung manyar melayang dipasir) dia tusuk ke muka sementara kaki kirinya,
maju selangkah dan memimpin Ngo heng melakukan perubahan…..
Dalam sekejap mata, lima kakek yang berjaga pada posisi ngo heng itu mulai bergeser
dan berpindah tempat. Cahaya pedang bermunculan dari empat arah delapan penjuru dan
bersama sama meluncur tiba dengan kecepatan luar biasa.
Gak Lam-kun membentak keras, pedang Giok siang kiam nya memancarkan selapis
cahaya berkilauan yang tajam, dengan jurus Im wu mi thian (kabut dan mega menyelimuti
angkasa) dia ciptakan berlapis kabut pedang yang menyongsong datangnya lapisan
cabaya pedang lawan.
“Traaang! Traang! Traaaang”
Serentetan bunyi gemerincingan nyaring bergema memecahkan keheningan. Cahaya
pedang yang menyerang kearahnya itu seketika lenyap dan sirna
Sementara itu, kelima orang kakek itupun merasa kaget bercampur terkesiap, karena
sewaktu pedangnya saling membentur lengan pedang pendek Gak Lam-kun bukan saja
mereka rasakan timbulnya segulung tenaga pantulan yang memantulkan kelima belah
pedang tersebut, bahkan lengan kiri mereka menjadi kesemutan sehingga pedangnya
nyaris terlepas dari genggaman.
Dengan cepat mereka berpikir. “Tenaga dalam yang dimiliki orang ini benar-benar amat
sempurna. Untuk menghadapi manusia semacam ini paling benar kalau berusaha
menghindar dari bentrokan kekerasan”
Perlu diketahui, kelima orang kakek ini, merupakan jago jago pilihan dari perguruan Tay
khek bun. Mereka semua sama sama cekatan dan lihay. Tanpa diberi komando oleh Yan
Lo-sat Hong Im, tiba-tiba mereka memutar tubuh masing-masing sambil melepaskan
kembali sebuah tusukan kilat.
Lima bilah pedang menyergap lima buah tempat yang berlainan, bahkan dilancarkan
pada waktu yang bersamaan. Jika seorang kurang lihay ilmu silatnya, jangan harap bisa
menghindarkan diri dari ancaman tersebut dalam keadaan selamat.
GaK Lam-kun sendiri kian lama kian bertambah terkesiap juga setelah dilihatnya
perubahan serangan musuh lambat laun semakin gencar dan aneh.
Dalam keadaan demikian, ia lantas menekuk lutut kirinya, mendadak seluruh badannya
menjadi lebih rendah separuh bagian. Hawa murninya dihimpun kedalam kaki kanan lalu
sekuat tenaga berputar. Pedang kirinya mengikuti perputaran tersebut secepat kilat
melepaskan lima buah tusukan kilat. Dalam waktu singkat pedang-pedang yang menusuk
tiba dan empat penjuru berhasil dibendung semua.

Tidak menunggu barisan lawan sampai melakukan perubahan lagi, Gak Lam-kun
berpekik nyaring. Kaki kanannya menjejak tanah sepenuh tenaga, lalu melejit ke udara.
Pergelangan tangan kanannya segera diputar dengan kecepatan tinggi….
Dimana pedang Giok Siang kiam itu menyambar, segera terciptalah selapis bayangan
pedang yang tebal yang diikuti dengan hawa pedang yang memekakkan telinga. Serangan
dahsyat itu langsung mengurung sekujur badan Yan Lo-sat Hong Im dengan kecepatan
tinggi.
Gak Lam-kun dapat merasakan akan keanehan serta kesaktian dari perubahan baris
pedang itu. Dia sadar bila mengambil sistem pertahanan tanpa melakukan serangan
balasan, dia akan terperosok dalam posisi yang terdesak dan lambat laun besar
kemungkina akan dilukai orang.
Maka satu ingatan melintas dalam benaknya, timbul niatnya untuk melancarkan
serangan balasan.
Itulah sebabnya, begitu selesai membendung perubahan jurus dari lima orang kakek
itu, badannya langsung melejit ke udara dan menyergap perempuan itu dari tengah udara.
Dia tahu orang yang berjaga diposisi Tay khek adalah Yan Lo-sat Hong Im sendiri.
Posisi tersebut merupakan bagian yang terpenting dari barisan pedang itu, maka serangan
yang dilancarkan dalam sergapan tersebut dilakukan dengaa kedahsyatan yang luar biasa,
dia berhasrat untuk berhasii didalam serangannya.
Ketika dilihatnya serangan Gak Lam-kun dari tengah udara sangat lihay dan garang.
Yan Lo-sat Hong Im tak berani menyambut secara keras lawan keras, tubuhnya segera
melejit ke samping dan menghindar sejauh lima langkah lebih.
Setelah itu pedangnya segera menuding ke atas dia segera menggerakkan gerakan Ngo
heng kiam yang dikombinasikan dengan Tay khek kiam. Seketika itu juga hawa pedang
menyelimuti seluruh angkasa dan menciptakan selapis kabut pedang yang tebal, bayangan
pedang dengan cepat bermunculan dari empat arah delapan penjuru.
Gagal dengan serangannya, dengan cepat Gak Lam-kun terjerumus ke dalam kepungan
cahaya pedang yang sangat tebal.
Tay khek ngo heng kiam tin telah memperlihatkan perubahan yang lebih dahsyat lagi.
Enam sosok bayangan saling berkelebat sambil melancarkan serangan. Perubahan gerakan
pedang mereka semakin sukar untuk diduga arah tujuannya.
Hawa pedang memenuhi seluruh angkasa, Gak Lam-kun seperti seekor naga sakti
bergerak kian kemari diantara gulungan hawa pedang yang
tebal. Saban kali berputar kian kemari, sebentar dia menyerang kebarat sebentar lagi
menerjang ke timur, kehebatannya tak terlukiskan dengan kata- kata
Tiba tiba Yan Lo-sat Hong Im membentak nyaring setelah memancing sebuah setangan
dahsyat dari Gak Lam-kun sehingga miring kesamping, tiba-tiba ia maju dua langkah
kesamping kanan pe-dangnya diayunkan dua kali dengan serangan gencar.

Seteluh itu sambil memutar badannya, pedang itu menuding ke atas dan langsung
melepaskan serangan kilat
Tindakan yang diperlihatkan Yan Lo-sat Hong Im itu sekaligus merupakan suatu kode
rahasia untuk melakakan perubahan terhadap barisan pedang itu.
Terdengar lima orang kakek itu bersama-sama berpekik nyaring. Diantara ujung baju
yang berkibar pedangnya berkibar diangkasa menciptakan pelbagai gerakan yang aneh.
Mengikuti gerakan itu posisi dimanapun segera mengalami perubahan.
Begitu ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin mulai berubah semua keadaan dan
situasi disekitar sanapun ikut mengalami perubahan yang sangat besar.
Enam bilah pedang dengan mengeluarkan suara pekikan yang amat nyaring serta
bayangan tebal bagaikan selapis kebut seperti ombak samudra ditengah amukan angin
puyuh melanda datang berbarengan.
Secara lamat-lamat kedengaran bunyi angin dan guntur menggelegar di angkasa, baik
bayangan tubuh Yan Lo-sat Hong Im mau pun lima jago pedang dari Ngo heng kiam tin
seolah-olah sudah dilapisi oleh hawa pedang yang tebal sekali.
Untung saja tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun cukup sempurna. Walaupun di
kurung oleh kabut pedang yang dahsyat ba-gaikan amukan ombak di tengah samudra,
namun dia tetap berdiri sekokoh batu karang dan sedikitpun tidak terpengaruh oleh
dahsyatnya serangan lawan.
Pedang pedang Giok siang kiam ibaratnya seekor naga, berlompatan kian kemari
ditengah lapisan hawa pedang yang sangat tebal.
Ilmu barisan Tay khek ngo heng kim tin memang benar benar amat dahsyat dan lihay.
Walaupun Gak Lam-kun cukup memahami soal ilmu barisan dan kepandaian sebangsanya,
namun dia gagal untuk menemukan titik kelemahan dan keistimewaan dari Ilmu barisan
ini.
Sementara itu, kawanan jago yang berada di sekitar kalanganpun sudah tertarik semua
oleh barisan pedang yang ampuh dan jarang ditemui di kolong langit ini.
Tampaknya perubahan dalam Tay khek ngo heng kiam tin itu makin lama semakin
rapat, gerak-gerakannya pun semakin kacau dan rumit.
Berbicara yang sesungguhnya, hampir sebagian besar kawanan japo yang hadir saat ini
pada memahami soal ilmu barisan dan ilmu perbintangan namun setelah menyaksikan
perubahan dari Tay khek ngo heng kiam tin itu, mereka mulai merasa berkunang-kunang
juga dibuatnya.
Semenjak peristiwa berdarah di tebing Yan po gan dibukit Hoa san pada delapan belas
tahun berselang, Yan Lo-sat Hong Im sudah mulai melakukan penyelidikan yang seksama
atas ilmu kepandaiannya. Ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin juga semenjak waktu
itu dilatih.
Ke lima orang kakek berbaju abu abu itu merupakan jago kelas satu dalam perguruan
Tay khek bun. Selama delapan belas tahun, mereka boleh dibilang selalu memusatkan

perhatiannya untuk mendalami ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin. Bukan saja hapal
terhadap semua perubahan dalam ilmu barisan itu, merekapun menguasai semua
keistimewaan serta kelebihan-kelebihannya. Malah dalam tenaga dalampun mereka ratarata
memiliki kesempurnaan yang hampir seimbang.
Itulah sebabnya, serangan-serangan gerak-gerik dari ke enam orang itu sama sekali
berlawanan dari keadaan pada umumnya. Sebentar mereka bergerak lurus, sebentar
berbalik anehnya bukan kepalang. Sekalipun seseorang yang memahami soal Ngo heng
tin, dibuat kebingungan juga olehnya.
Jit poh toan hun Kwik To yang menyaksikan kejadian itu segera menghela napas
panjang. katanya, “Sudah lama orang persilatan rnengatakan bahwa ilmu pedang dari
perguruan Tay khek bun telah mengalami kejadian yang pesat. Setelah dibuktikan
sekarang, ternyata perkataan itu memang benar. Ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin
mereka memarg terang merupakan suatu cabang ilmu silat yang luar biasa lihaynya”.
Ji Cin-peng manggut-manggut, “Perkataanmu memang benar” katanya. “Aku sendiripun
mempunyai perasaan demikian…”
Ketika ia mercoba melirik sekejap ke arah nona berbaju perak itu dilihatnya gadis
tersebut sedang memusatkan semua pikiran dan perhatiannya untuk mengikuti
perubahan-perubahan dari ilmu barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut bahkan
sering manggut-manggut sambil memuji. Tapi sebentar kemudian gelengkan kepalanya
sambil menghela napas seolah-olah dia telah memahami seluk-beluk dari ilmu barisan
tersebut.
Mendadak terdengar gadis berbaju perak itu bergumam seorang diri, “Sayang….. ..
Sayang sekali…… Coba kalau antara keng kim dan kun terjalin hubungan pertahanan yang
ketat….”
Waltu itu Gak Lam-kun yang sedang bertarung sudah mulai merasa rada kalut
pikirannya, tentunya dia tidak mendengar petunjuk rahasia yang diberikan gadis berbaju
perak itu untuk memecahkan barisan padahal barisan Tay khek ngo heng kiam tin itu
kerapkali mengalami perubahan yang besar sekali.
Gak Lam-kun dengan kekuatan seorang ternyata sanggup bertarung melawan
kerubutan enam jago lihay dari perguruan Tay khek bun tanpa memperlihatkan tandatanda
akan kalah. Kejadian ini merupakan suatu peristiwa yang langka dalam dunia
persilatan, hal mana membuat para penonton harus menahan napas dan mengikuti semua
perubahan dengan wajah yang sangat tegang.
Ketika gadis berbaju perak itu menyaksikan Gak Lam-kun belum juga memahami kisikkisiknya,
pelan-pelan segera maju ke depan. Diikutinya semua perubahan dari Tay khek
ngo kiam tin dengan seksama, lalu sekulum senyuman manis menghiasi ujung bibirnya.
“Engkoh Gak!” serunya kemudian dengan merdu, “Pusatkan perhatianmu menjadi satu,
jangan terlalu buru napsu untuk mencari kemenangan”
Setelah berhenti sejenak, kembali dia berkata, “Barisan ini mempergunakan sistem Tay
khek bu ceng ngoh heng. Silahkan engkoh Gak menyerang ke utara lalu berbalik ke barat.
Dengan air mengatasi api, dengan belakang yang berupa api mengganjal Tay khek.
Dengan begitu keadaan pasti beres!”

Ketika mendengar panggilannya tadi, mula-mula Gak Lam-kun merasa terperanjat,
cepat cepat dia memusatkan perhatiannya untuk melaksanakan seperti apa yang
dikatakan.
Mendadak pedang Giok siang kiamnya menyerang ke arah utara dengan jurus Mong
coa to sim (ular sawah mengeluarkan lidah).
Pada saat dia melepaskan serangannya itu, tepat dikala keng sim dan jimkui dua
tempat sedang saling bergeser untuk tukar tempat, dengan, dilancarkannya serangan oleh
Gak Lam-kun, kedua posisi tersebut segera kena terhadang.
Akibatnya, barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut mengalami sedikit kekalutan
yang nyaris berakibat kekacauan.
Jilid 23
BEGITU berhasil dengan serangannya, Gak Lam-kun segera membalikkan badannya
balas menyerang posisi penting disebelah barat.
Dengan jurus Poh Im han seng (bintang jeli di balik awan), pedang Giok-siang kiam itu
langsung membacok posisi Ih bok dan Sim-kim dua tempat, kemudian langsung menyerbu
ke posisi Tay-khek yang dijaga oleh Yan Lo-sat Hong Im.
Serangan serangan gencar yang dilepaskan untuk berebut posisi ini kontan
mengakibatkan kekacauan dalam barisan Tay khek ngo heng kiarn tin itu, sehingga semua
pergeseran posisi mengalami hambatan yang berakibat kekalutan.
Yan Lo-sat Hong Im merasa amat terkejut cepat cepat dia menekuk pinggang
menghindarkan diri dari serangan Gak Lam-kun, lalu pedangnya berputar tiga lingkaran
ditengah udara dan menuding kearah sebelah timur.
Mendapat petunjuk itu, lima orang kakek berbaju abu-abu itu segera berganti posisi
dan berputar arah. Barisan Tay khek ngo heng kiam tin yang mulai kalut itu segera dapat
diatasi dan menjadi tenang kembali. Sejak nona berbaju perak itu peroleh sukma dari Ang
ih kim cha Gui Bok-eng, pengetahuannya tentang ilmu silat aliran Tay khek bun seakanakan
begitu luas dan hapal sekali, ditambah lagi pada dasarnya ia memang seorang gadis
yang menguasahi tentang segala macam kepandaian, otomatis diapun memahami pula
kunci rahasia dari barisan Tay khek ngo heng kiam tin tersebut.
Begitulah, baru saja Hong Im merubah barisannya dengan gerakan lainnya, gadis itu
segera memahami kemana tujuan perempuan itu dengan barisannya.
Setelah tertawa terkekeh-kekeh, serunya dengan nyaring. “Engkoh Gak, kali ini dia
hendak menggunakan kelurusan untuk membawa Tay khek menuju keposisi Ngo heng.
Kau boleh serang Posisi Ih bok, mengunci kedudukan Sim Kim lalu menyerang kedudukan
Tay khek”
Gak Lam-kun sendiripun seorang pemuda yang cerdas, begitu peroleh petunjuk, jurus
serangannya segera dilancarkan….

Pedang Giok siang kiam ditangan kanannya dengan jurus Siong liong ciang cu
(Sepasang naga berebut mutiara) melepaskan dua gulung tenaga serangan yang maha
dahsyat, untuk membendung Ih hok serta Sim kim, kemudian telapak tangan kirinya
membacok keluar.
Segulung tenaga pukulan yang dahsyat dengan membawa kekuatan bagaikan angin
puyuh menggulung ke tubuh Yan Lo-sat Hong Im .
Serangan yang dilancarkan kali ini jauh lebih cepat setengah tingkat dibandingkan
dengan cara penyerangan yang diterangkan oleh nona berbaju perak itu.
Padahal waktu ini Yan Lo-sat sedang bermaksud merubah Tay khek ngo heng kiam tin
nya dari posisi berbalik menjadi posisi lurus. Tapi belum lagi serangannya dilancarkan,
serangan kilat dari Gak Lam-kun yang begitu cepat dan dahsyat itu telah memporak
porandakan barisan pedangnya itu.
Yan Lo-sat Hong Im membentak keras, pedangnya secara beruntun melancarkan tiga
buah serangan berantai…
Serangan itu cukup tajam dan hebat, memaksa Gak Lam-kun mau tak mau harus
menarik pedangnya untuk menangkis. Dengan terjadinya peristiwa ini, dengan cepat posisi
barisan Ceng tay khek huan ngo heng kiam tin pulih kembali seperti sedia kata.
Suara pedang dengan enam gulung hawa pedang dengan cepat mengurung kembali
Gak Lam-kun dalam barisan pedang.
Tambaknya perubahan ini telah membangkitkan hawa amarah dari jagoan muda ini. Ia
naik darah, hawa napsu membunuhpun segera menyelimuti wajahnya
Pedang Giok siang kiam itu segera dialihkan ke tangan kiri, kemudian dengan jurus
Kiam hay-teng liong (membelenggu naga dalam laut) menyerang posisi Koi sui. Sedangkan
kelima jari tangan kanannya dengan dipentangkan lebar-lebar mempergunakan
kepandaian Tok liong ci jiau mencengkeram posisi Pia hwee.
Daya penghancur dari ilmu Tok liong ci jiau ini benar-benar luar biasa hebatnya.
Dimana desingan angin tajam menyambar lewat, jerit kesakitan segera berkumandang
memecahkan keheningan
Kakek baju abu-abu yang menjaga diposisi Pia hwee itu seperti memperoleh suatu
pukulan berat yang dahsyat sekali, mendadak tubuhnya mencelat keudara dan terbanting
sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.
hawa napsu membunuh telah berkobar dalam tubuh Gak Lam-kun. Begitu berhasil
dengan serangannya, tidak menunggu barisan lawan melakukan perubahan lagi untuk
kedua kalinya dia menghimpun tenaga dan menyerang lagi dengan ilmu Tok liong ci jiau.
Segulung angin desingan tajam yang luar biasa langsung menyerang keposisi Ih boh.
Dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan. Kembali ada seorang kakek
barbaju abu-abu yang terhajar sampai terpental jauh dari tempat semula.

Hebat sekali akibat dari serangan Gak Lam-kun dengan ilmu sakti Tok liong ci jiau ini.
Dalam waktu singkat dia mengenyahkan dua dari lima orang jago pedang itu bukan saja
seluruh barisan Tay-khek ngo heng kiam tin itu terhambat gerak-geriknya bahkah boleh
dibilang sudah tidak berwujud sebagai barisan lagi.
Menyaksikan dua orang anggota perguruannya mengalami nasib buruk, dan barisan
Tay khek ngo heng kiam tin yang ditekuni dan dibina selama delapan belas tahun ternyata
mengalami kemusnahan dan berantakan, tak terlukiskan rasa sedih dan kesal dalam hati
Yan Lo-sat Hong Im.
Tiba tiba ia berpekik dengan suara yang amat nyaring.
Dalam gelisah dan gusarnya, dia lupa akan kelihayan orang. Sambil mendesak maju
pedangnya langsung diputar melancarkan serangkaian serangan secara gencar.
Gak Lam-kun tertawa dingin, dia putar pedang dan menangkis datangnya ancaman
tersebut.
Sementara tiga orang kakek berbaju abu-abu lainnya sedang dibikin gusar lantaran
rekan mereka dipecundangi, sambil membentak keras, mereka maju bersama sambil
melepaskan serangkaian serangan yang amat dahsyat.
Serangan gabungan dari beberapa orang jago Tay khek bun ini sungguh luar biasa
hebatnya, apalagi dengan tenaga dalam mereka yang terhitung tidak lemah.
Cuma, kalau tadi mereka mengandalkan kelihayan dan barisan Tay khek ngo heng kiam
tin untuk mengepung musuhnya dalam barisan maka sekarang mereka bertarung dengan
mengandalkan kepandaian silat yang sesungguhnya.
Dalam waktu singkat, bunga-bunga pedang beterbangan memenuhi angkasa. Cahaya
padang saling menyambar menyilaukan mata, keadaannya mengerikan sekali.
Gak Lam-kun segera berkata dengan dingin katanya. “Hong Im, kau mencari mampus
buat dirimu sendiri, jangan salahkan kalau aku Gak Lam-kun akan bertindak keji
kepadamu”
Padang pendeknya masih dimainkan dengan tangan kiri, sedangkan tenaga dalamnya
disalurkan kedalam telapak tangan kanan untuk mempergunakan ilmu sakti Tok liong ci
jiau.
Tiba tiba ia membentak keras dan melepaskan sebuah serangan dahsyat kearah
seorang kakek kurus yang ada disebelah kiri.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun pada saat ini telah peroleh kemajuan yang
pesat sekali. Tenaga serangan yang disertakan dalam pukulan ini betul-betul ibaratnya
bukit karang yang ambrol.
Sekalipun kakek kurus itu terhitung salah seorang jago tangguh dari perguruan Tay
Khek bun, darimana mungkin ia mampu menyambut serangan dari Gak Lam-kun ini.

Terdengar dengusan tertahan berkamandang memecahkan keheningan. Kakek kurus
itu berikut pedangnya sudah terpental sejauh tujuh delapan depa dari tempat semula.
Dikala ia menggetarkan tubuh si kakek itu dengan ilmu sakti Tok liong ci jiau itu,
berbareng pada saat yang sama jurus pedang yang dipakai untuk menyergap Hong Im itu
tiba tiba berubah menjadi jurus Ciong eng hui jiau (cakar sakti burung elang).
Pedang pendek Giok sang kiam dengan membawa serentetan suara desingan tajam
langsung menyongsong datangbya pedang si kakek cebol yang berada dihadapannya.
“Traaang……!”
Benturan nyaring yang disertai percikan bunga api terjadi ditengah udara. Si kakek
cebol segera merasakan telapak tangannya menjadi pecah dan sakit sekali. Tahu-tahu
pedangnya terlepas dari genggaman, dengan membawa serentetan cahaya perak
langsung meluncur ke udara dan mencelat sejauh tujuh delapan kaki dari tempat itu.
Diantara pergantian napas, Gak Lam-kun sekali lagi melancarkan sebuah tusukan untuk
membendung jurus serangan dari Yan Lo-sat. Bersamaan waktunya telapak tangan kiri itu
melepaskan juga sebuah pukulan dahsyat yang langsung menghajar si kakek yang lain.
Agaknya kakek berbaju abu-abu itu sudah tahu kalau tenaga pukulan dari Gak Lam-kun
lihay sekali. Ia tak berani menyambut dengan kekerasan, sambil bertekuk pinggang dan
menggeserkan badan, dia berkelit tiga langkah ke samping untuk meloloskan diri dari
serangan tersebut.
Dalam waktu singkat, Gak Lam-kun berhasil merobohkan dua orang, mendesak mundur
seorang dan membuat seorang lagi kehilangan senjatanya. Menyaksikan kesemuanya itu,
sadarlah Yan Lo-sat Hong Im bahwa nama baik perguruan Tay khek bun bakal musnah
akibat dari hasil pertarungan hari ini.
Rasa sedih yang amat sangat membuat parah panas dalam dadanya bergolak keras.
Wajahnya berubah menjadi pucat kehijau-hijauhan. Dengan termangu-mangu dia berdiri
ditempat tanpa berkutik barang sedikitpun juga. Tanpa disadari beberapa titik air mata
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Kemudian ditatapnya wajah Gak Lam-kun lekat-lekat dengan sorot mata penuh rasa
benci dan dendam.
Ini menunjukkan kalau Yan Lo-sat telah dibuat sedih sekali sehingga untuk sesaat
lamanya tak tahu apa yang musti dilakukan olehnya.
Sesungguhnya telapak tangan kanan Gak Lam-kun sudah diangkat ke tengah udara dan
siap dihantamkan ke atas tubuhnya. Akan tetapi setelah menyaksikan penderitaan yang
diperlihatkan pada wajahnya, pelan-pelan telapak tangan itu diturunkan kembali.
Mendadak Yan Lo-sat Hong Im mendonggakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak
dengan seramnya.
Tiba-tiba ia membuang pedangnya ke atas tanah, lalu membalikkan badan dan
menjatuhkan diri berlutut dihadapan gadis berbaju perak itu, mohonnya dengan setengah

merengek, “Susiok mohon pengampunan dari kau orang tua atas dosa dan kesalahan yang
telah aku lakukan barusan”
“Hee… hee… hee… kau tak usah mengaco belo tak karuan” kata sinona berbaju perak
itu sambil tertawa dingin, “Apa-apaan kamu ini? Sudah begitu tua, masih juga berlutut
dihadapan orang. Apa kau anggap perbuatanmu itu bagus?”
Yan Lo-sat Hong Im masih belum bangkit juga, malah rengeknya lebih jauh, “Susiok
kalau kau orang tua tidak bersedia pulang ke perguruan Tay khek bun, tecu akan berlutut
terus disini”
Mendengar ucapan tersebut, si nona berbaju perak itu segera mengernyitkan alis
matanya, lalu tertawa dingin. “Hmm, kenapa sih kau begitu tak tahu diri?. Berulang kali
toh sudah kuterangkan bahwa aku bukan Hong ih kim cha Gui Bok eng, kenapa kau masih
saja tidak percaya? Baik! Kalau kau ingin berlutut, silahkan berlutut terus sampai tua
ditempat ini”
ooOOOoo
SEUSAI berkata gadis itu lantas tersenyum seraya berpaling ke arah Gak Lam-kun,
katanya, “Engkoh Gak, mari kita berangkat!”
Gak Lam-kun mengiakan, pelan-pelan dia berjalan kehadapan Ji Cin peng, setelah
menghela napas panjang, katanya, “Nona Bwe, berulang kali cayhe mendapat bantuanmu.
Budi kebaikan tersebut akan ku ingat terus didalam hati kecilku. Hingga kini ada suatu
persoalan yang masih membingungkan hatiku ingin sekali kumohon petunjuk dari nona
Bwe, bersediakah kau memberi petunjuk kepada diriku ini?”
Mendengar ucapan itu, Ji Cin-peng tertawa paksa, katanya kemudian setelah
termenung sejenak, “Entah persoalan apa yang membingungkan hati Gak siangkong? Aku
bersedia membantumu untuk menghilangkan kerisauan tersebut apabila tenagaku mampu
untuk melakukannya”
Gak Lam-kun segera manggut-manggut. “Baiklah!” dia berkata, “Pada malam bulan
purnama nanti, akan kunantikan kedatangan nona Bwe dalam bangunan mungil di gedung
sebelah barat daya”
Ji Cin-peng tersenyum. “Menjelang kentongan pertama bulan purnama, aku pasti akan
menunggu kedatanganmu disana, pergilah!”
Kiranya pada waktu itu si nona baju perak dengan penuh raia cemburu dan jengkel
telah melengos ke arah lain dan berlalu seorang diri dari situ.
Gak Lam-kun menyerahkan kembali pedang pendek itu ke tangan Ji Cin peng, katanya
lagi, “Semoga kau suka menjaga pula adik Liong ku itu!”
Selesai berkata, dia baru membalikkan badan dan menyusul gadis berbaju perak itu.
Menyaksikan kekasihnya pergi bersama seorang gadis yang lain, Ji Cin-peng tak dapat
melukiskan bagaimana perasaannya saat ini. Titik-titik air mata tanpa terasa jatuh
berlinang membasahi pipinya.

Dia tahu Gak Lim kun masih amat mencintainya. Dia yakin didasar hati kecil Gak Lamkun
sudah tertera nyata bayangan tubuhnya dan bayangan tersebut tak akan lenyap untuk
selamanya. “Jika dia tahu kalau aku adalah Ji Cin-peng rasa cintanya kepadaku pasti akan
jauh lebih dalam daripada rasa cintanya kepada gadis berbaju perak itu. Tapi, aku…
bagaimana mungkin aku bisa munculkan diri dengan wajah asliku… Dendam berdarah dari
orang tuaku belum dituntut balas…..”
Antara dendam kesumat dan cinta ia merasa tak sanggup untuk memilih salah satu
diantaranya….
Hanya penderitaan dan tekanan batin yang selalu menghantui lubuk hatinya.
Titik titik air mata jatuh bercucuran membasahi di pipinya.
Ditengah keheningan yang mencekam seluruh angkasa, pelan-pelan Han Hu hoa
menghampirinya dan berbisik dengan suara lirih. “Buncu, aaaai…”
Padahal dia sendiripun tak tahu harus menggunakan kata-kata apa untuk menghibur
hatinya.
“Enci Bwe” Ji Kiu-liong segera berseru dengan suara lirih, “kau tak usah berduka. Gak
toako tak akan mencintai perempuan macam gadis berbaju perak itu. Kalau dia sampai
kesemsem kepada perempuan itu, aku pasti tak akan membiarkan Gak toako terbuai terus
menerus…..”
Mendengar perkataan itu merah padam selembar wajah Ji Cin-peng lantaran jengah,
dengan gusar serunya, “Adik Liong kau jangan sembarangan berbicara, aku bukan…. aku
bukan…..”
Ketika menatap wajah anak muda itu tiba-tiba gadis tersebut menghela napas sedih,
katanya lagi. “Adik Liong, Gak toako adalah seorang yang baik sekali, lain kali kau harus
mendengarkan perkataannya”
Sementara itu sepasang mata Ji Kiu-liong sedang menatap wajahnya tanpa berkedip.
Sepatah katapun ia tidak berbicara, seakan-akan ada sesuatu yang menyentuh
perasaannya, dia merasa gadis ini terlalu mirip dengan orang itu.
Tiba-tiba beberapa titik air mata jatuh berlinang membasahi wajah Ji Kiu liong,
bisiknya, “Enci Bwe, kau terlalu mirip dengan dia!”
Mendengar perkataan itu, Ji Cin-peng merasakan hatinya bergetar keras, dengan cepat
dia berusaha untuk mengendalikan perasaannya. Dengan lemah lembut dia berjalan
menghampirinya, lalu membelai rambut Ji Kiu-liong dengan penuh kasih sayang. “Adik
Liong, kau mengatakan aku mirip siapa?” tanyanya dengan suara lirih.
Sambil menahan isak tangisnya, jawab Ji Kiu liong. “Kau terlalu mirip dengan enciku.
Pada hakekatnya kau menyerupai enciku yang hidup kembali, baik dalam potongan badan,
logat berbicara, watak serta gerak gerik”
Merdengar perkataannya itu, Ji Cin-peng merasa hatinya sangat sedih, tanpa terasa
gumamnya seorang diri, “Adik Liong.. wahai adik Liong, akulah enci kandungmu, kau
maafkanlah aku. Aku tak bisa melakukan kewajibanku sebagai seorang kakak yang baik

untuk membesarkan dirimu akupun malu terhadap ayah dan ibu di alam baka. “Tapi…
tapi… masih ada seorang bocah lagi yang jauh lebih mengenaskan keadaannya
daripadamu. Dia bakal hidup sebatang kara tanpa ayah dan ibu. Bocah itu tak lain
adalah….”
Ji Kiu-liong yang menyaksikan perempuan itu bergumam seperti orang mengigau,
berusaha untuk memperhatikan kata-katanya, tapi lantaran suara ucapannya terlalu
rendah maka dia hanya sempat mendengar sedikit saja.
Maka dengan perasaan heran dan tidak habis mengerti, diapun bertanya, “Siapakah
bocah itu?”
Mendengar pertanyaan itu, dengan terkejut Ji Cin-peng buru-buru menutup mulut dan
mengalihkan sorot matanya kewajah Ji Kiu-liong, dalam hati kecilnya tak terlukiskan rasa
sedih yang timbul dengan segera, tak tahu apakah dia harus berterus terang kepada
adiknya atau tidak….
Akhirnya sambil menghela napas panjang, Ji Cin-peng berkata, “Adik Liong, bocah itu
adalah anakku!”
Mendengar perkataan itu dengan terkejut Ji Kiu-liong segera bertanya, “Kau sudah…
pernah kawin?”
Sewaktu mengucapkan perkataan itu, wajahnya menunjukkan perasaan kecewa yang
amat tebal.
Tentu saja Ji Cin-peng dapat menangkap perubahan mimik wajahnya itu, ia segera
menganggguk, “Yaa, aku sudah mempunyai suami?” jawabnya.
Dengan sedih dan kecewa Ji Kiu-liong menghela napas panjang, gumamnya kemudian,
“Aaai… Kalau begitu kau dengan engkoh Gak tak mungkin bisa…. tak mungkin bisa….”
Dengan hati sedih Ji Cin-peng mengangguk. “Adik Liong aku mempunyai banyak
persoalan yang hendak dibicarakan denganmu”
“Kau mempunyai kesulitan apa katakan secara terus terang. aku pasti akan berusaha
untuk membantumu menyelesaikan persoalan-persoalan itu…”
Ketika mengucapkan kata-kata itu, dia menunjukkan sikap seperti orang yang sudah
tahu urusan, seperti pemuda yang sudah meningkat kedewasaannya.
Melihat itu Ji Cin-peng merasa agak lega. Ia merasa selama dua tahun belakangan ini
adik liongnya sudah jauh lebih dewasa.
Pelan-pelan Ji Cin-peng membalikkan badannya dan berjalan menuju ke arah barat.
Ji Kiu-liong dengan perasaan penuh tanda tanya, mengikuti terus dibelakangnya.
Ketika tiba di bawah sebatang pohon siong, Ji Cin-peng berhenti seraya berpaling,
panggilnya dengan lembut, “Adik Liong…”

Ji Kiu-liong merasa panggilan ‘adik Liong’ tersebut begitu dikenal olehnya, membuat
pemuda itu hampir saja tidak percaya dengan pendengarannya sendiri.
Mungkinkah didunia ini masih terdapat orang lain yang bisa memiliki suara maupun
wajah yang begitu mirip dengan encinya?
“Atau mungkin dia adalah enciku Ji Cin peng?. Tidak… tidak… hal ini tak mungkin? Jika
dia adalah enci ku, mengapa dia bisa tak kenal dengan toako Gak? Aku rasa enci tak bisa
hidup tanpa engkoh Gak”
“Adik Liong!” ujar Ji Cin-peng lagi dengan suara yang amat pedih, ”tahukah kau bahwa
da-lam hati kecilku tersimpan suatu kejadian amat sedih yang pernah kualami dimasa
lampau?”
Ji Kiu-liong manggut-manggut, “Aku tahu!”
Tiba tiba Ji Cin-peng bertanya lagi. “Aku ingin bertanya kepadamu, bila kau mempunyai
dendam sakit hati. apakah kau bertekad untuk membalasnya?”
Sambil melototkan sepasang matanya bulat-bulat, Ji Kiu-liong segera menjawab, “Tentu
saja harus dibalas, kalau ada dendam kesumat, mengapa kita tidak menuntutnya?”
Ucapan terserut sangat menggetarkan perasaan Ji Cin peng, segera pikirnya dihati,
“Harus dibalas! Harus dibalas! Tentu saja harus dibalas! tentu saja harus dibalas!”
Setelah berhenti sejenak Ji Cin-peng menghela nafas sedih, kembali ia berkata, “Adik
Liong, aku memiliki suatu dendam kesumat keluarga yang lebih dalam dari samudra,
namun dendam sakit hati itu justru tak bisa kutuntut balas”.
“Kenapa?” tanya Ji Kiu-liong keheranan, “apakah ilmu silatmu tak sanggup untuk
menandinginya?”
“Benar ilmu silatku sungat jauh ketinggalan kalau dibandingkan dengan kepandaiannya”
Ji Cin-peng berkata.
Mendengar itu Ji Kiu-liong menjadi amat terkejut bercampur tercengang serunya, “Ilmu
silat yang enci miliki sekarang boleh dibilang tiada bandingannya didunia ini. Siapa yang
mampu mengalahkan dirimu dalam dunia persilatan sekarang? Aku Tidak percaya dengan
perkataaanmu itu, siapakah sih musuh besar enci itu?”
Ji Cin-peng tidak menjawab pertanyaannya tapi berkata kembali lebih jauh, “Bila
menggunakan ilmu silat sudah barang tentu aku tak dapat menangkan dia. Tapi jika aku
ingin membalas dendam, ia pasti akan membiarkan diriku melaksanakan keinginanku
itu…..”
Semakin mendengar Ji Kui liong merasa semakin keheranan. Dia tahu dendam kusumat
yang terjalin diantara mereka pasti suatu jalinan hubungan yang sangat pelik.
Ji Cin-peng kembali menghela nafas panjang, katanya lagi. “Tapi selama ini aku tak
berani mencarinya untuk membalas dendam, karena dia adalah kekasihku sendiri. Aku
dengan dia sudah menjalin hubungan cinta yang amat mendalam, bahkan telah
menmbuahkan hasil ketu-runan. Jika kubalas dendam sakit hati ini, maka anakku yang

patut dikasihani itu akan kehilangan ayah dan ibunya bersama. Dia akan hidup sebatang
kara sepanjang masa. Ooooh…. Betapa mengenaskan nasibnya itu”
“Enci Bwe, seandainya kau bunuh kekasihmu itu, apakah kau sendiri juga enggan untuk
hidup lagi didunia ini?” tiba-tiba Ji Kiu-liong bertanya dengan suara lembut.
Ji Cin-peng menggelengkan kepalanya berulang kali, “Adik Liong!” katanya “jika ada
seorang perempuan telah membunuh sendiri suaminya, apakah dia mungkin akan hidup
seorang diri di dunia ini?”
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, “Itulah…. itulah sebabnya…. antara cinta
dan dendam… aku…. aku sendiripun tak tahu harus memilih yang mana. Adik Liong hari
ini aku telah mengungkapkan semua rahasia hatiku kepadamu, tujuanku tak lain adalah
ingin mohon bantuanmu untuk menyelesaikan kesulitan yang sedang kuhadapi ini”
Setelah mendengar kisah dendam dan cinta yang serba pelik ini. Ji Kiu-liong sendiripun
merasa sedih bercampur serba salah, setelah termenung sebentar dia lantas bertanya.
“Apakah suamimu mengetahui akan persoalan ini?”.
“Tidak tahu, lagi pula dia telah menganggap aku sudah mati”
Ji Kiu-liong menghela napas panjang, “Kalau memang begitu, kau tak usah membalas
lagi dendam sakit hati itu. Lenyapkan saja semua kenangan lama yang serba pahit dan
getir itu dari dalam benakmu sehingga kalian suami istri dan anak bisa berkumpul dengan
rukun kembali serta selamanya melewatkan penghidupan yang senang, gembira dan
bahagia”
“Adik Liong, seandainya kau adalah sipemegang peranan didalam peristiwa semacam
itu, apakah kaupun akan berbuat demikian?”
“Yaa, kalau tidak apakah masih ada cara lain yang lebih baik iagi? Andaikata kita
memilih jalan untuk menuntut balas, sekalipun dendam tersebut dapat dituntut balas,
namun akibatnya malah justru jauh lebih mengenaskan”
Setelah berhenti sejenak, dia melanjutkan, “Tak bisa disangkal lagi bahwa kau tidak
tega untuk membunuh suamimu, itu berarti bibit atau benih dendamnya dalam hatimu
sesungguhnya telah terhapus sama sekali. Kuanjurkan kepadamu lebih baik lupakan saja
tragedi yang mengerikan itu!”
Setelah mendengar ucapan dari Ji Kiu-liong ini, bagaikan genta kuil di pagi hari, Ji Cinpeng
segera tersadar kembali dalam lelapan impian yang buruk dan sudah mencekam
hatinya selama banyak tahun.
Perasaan hatinya sekarang adalah begitu terharu begitu gembira sehingga hampir saja
melupakan keadaan. “Oooh adik Liong!” pekiknya dengan gembira “Aku… aku… amat
menyukai dirimu”
Dipeluknya kepala Ji Kiu-liong erat erat, sementara air matanya tak bisa ditahan lagi
jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dia Ingin menangis, dia ingin menggunakan tangisannya untuk memperlihatkan luapan
rasa gembira yang sedang berkecamuk dalam hatinya.

Agaknya Ji Kiu-liong merasa agak terkejut dengan sikap perempuan itu, serunya
dengan nada kaget, “Kau…. Kau…. Enci Bwe…”
“Oooh….” Ji Cin-peng mengeluh pedih, “adik Liong, aku adalah… enci Peng… Aku
adalah enci Peng….”
“Apa?” Ji Kiu-liong amat terkejut dan segera meronta untuk melepaskan diri dari
rangkulan Ji Cin peng, kemudian dengan terkejut serunya, “Kau… Kau… kau benar-benar
adalah enci Peng? Enci Peng yang telah meninggal?”
Ji Cin-peng manggut manggut, “Benar, adik Liong! Aku … aku belum mati”
Paras muka Ji Kiu-liong segera berubah, hebat, serunya, “Kalau begitu….. engkoh Gak
adalah….”
Ji Cin-peng segera tertawa getir. “Adik Liong, kita tak usah menyinggung kembali
peristiwa yang penuh kesedihan itu” bisiknya.
‘“Oooh….. cici, kau betul-betul sangat mulia!”
“Adik Liong…..”
Ji Kiu-liong yang polos tak dapat menguasai diri lagi. Ia menubruk kedalam rangkulan Ji
Cin-peng dan menangis tersedu-sedu karena kegirangan, lalu serunya tersendat sendat.
“Enci Peng, dimanakah keponakanku itu? Aku terlalu gembira….”
“Dia berada di Lam-hay, ditempat guruku”
“Enci Peng, hayo kita susul Gak toako, biar aku yang akan menuturkan hal ini
kepadanya!”
Tapi sebelum mereka sempat beranjak pergi, tiba tiba dari arah belakang
berkumandang suara tertawa seram yang amat mengerikan. “Hee… hee… hee… jangan
harap kalian bisa pergi menjumpai orang she Gak itu lagi”
Dengan cepat Ji Cin-peng dan Ji Kiu-liong membalikkan tubuhnya. Empat buah mata
yang bersinar tajam segera menyapu sekeliling tempat itu.
Lebih kurang tujuh delapan kaki dihadapannya sana berdiri seorang lelaki bertubuh
tinggi besar yang mengenakan baju berwarna putih, orang itu tak lain adalah Mao Tam
dari Tiang pek-san.
Dibelakangnya mengikuti tiga orang kakek berbentuk aneh sekali. Waktu itu ketua
Thian san pay, Bu-seng sianseng Tang Bu kong sedang bercakap-cakap dengan tiga orang
kakek itu.
Sementara itu dalam arena tinggal jago jago dari perguruan panah bercinta, sedang
See ih sam seng dan orang orang Tay khek bun entah sudah kemana perginya.

Jit poh-toan-hun Kwik To yang menyaksikan kemunculan Mao Tam sekalian, segera
merasakan bahwa suatu pertarungan berdarah segera akan berlangsung, tanpa terasa
mereka maju bersama melakukan pengepungan.
Delapan belas orang pemanah dari perguruan panah bercinta segera mempersiapkan
gendewa masing masing dan mengerahkan arah panahnya ke arah Mao Tam sekalian di
tengah kepungan.
Tiga orang kakek aneh yang bertubuh tinggi, pendek serta gemuk itu sama sekali tidak
menggerakkan biji matanya untuk memandang sekitar arena, jelas kepandaian mereka
sangat lihay sehingga kepungan tersebut sama sekali tidak menggetarkan hati mereka
bertiga.
Sesungguhnya ketiga orang kakek aneh itu adalah jago jago yang amat termashur
namanya dalam dunia persilatan. Orang menyebut mereka sebagai Tiang pek sam hi (tiga
ekor beruang dari Tiang pek san).
Si kakek aneh bertubuh jangkung seperti bambu dengan mata yang sebesar gundu
serta sekujur badannya penuh dengan bulu putih itu adalah pemimpin dari tiga
beruang, Ngo kok bim cun (Malaikat beruang dari lima lembah) Leng Han tang. Disebelah
kirinya yang bertubuh pendek lagi ceking dan berambut emas macam monyet itu bernama
Has thian bu im kim si him (beruang bulu emas yang terbang tanpa bayangan) Hoo Ki
Seng. Sedangkan si kakek yang gemuk bagaikan dewa Mi lek bud tapi sedikit berbeda
karena tak pernah tersenyum ini bukan lain adalah beruang yang terganas di antara kadua
orang rekan lainnya. Dia bernama Im yang bim (si beruang banci) Pit Gi.
Begitu berjumpa dengan ketiga orang kakek aneh itu, Ji Cin-peng segera tahu kalau si
pendatang itu bukan lain adalah Tiang Pek sam him (tiga beruang dari Tiang Pek san) tapi
dasar perempuan ini memang bernyali apalagi ilmu silatnya memang lihay, ia sama sekail
tidak merasa gentar untuk berhadapan dengan mereka.
Tiba tiba Im yang him Pit Gi mengalihkan sinar matanya ke tubuh Ji Cin-peng kemudian
sekulum senyuman cabul tersungging diujung bibirnya.
Ji Cin-peng yang dipandang secara begitu tengik menjadi naik pitam, ia segera
mendengus berulang kali.
Ji Kiu-liong tak tahan melihat ketengikan orang, kontan saja ia mencaci maki kalang
kabut, “Tiga orang itu tujuh bagian mirip setan, tiga bagian mirip manusia, entah siluman
siluman darimana?”
Mao Tam yang mendengar Ji Kiu-liong memaki suhu dan susioknya menjadi naik darah
pula bentaknya, “Setan cilik rupanya kau sudah bosan hidup!”
Sambil membentak dia menerjang maju kedepan.
Ji Kiu-liong tertawa dingin, ia tak mau memperlihatkan kelemahannya, segera anak
muda inipun bersiap-siap untuk menyongsong kedatangannya.
Tiba tiba Ji Cin-peng menarik tangannya sembari berbisik, “Adik liong, jangan gegabah,
ilmu silat yang dimiliki orang ini aneh sekali”

Mao Tam sudah pernah merasakan kerugian ditangan Ji Cin peng. Ketika dilihatnya Ji
Cin-peng berdiri disampingnya, ia tak berani menerjang ke muka lebih jauh, hanya
ditatapnya wajah pemuda Itu dengan penuh kegusaran.
Jit poh-toan hun Kwik To segera tertawa terbahak bahak, sambil melangkah ke depan,
serunya, “Saudara, apakah kau ingin berkelahi?”
Sementara pembicaraan masih berlangsung, diam-diam Jit poh toan-hun Kwik To telah
menghimpun tenaga dalamnya, tiba tiba sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke depan.
Segulung angin pukulan yang maha dahsyat segera meluncur ke muka dan menghajar
telak diatas lambung Mao Tam.
“Blaaaam……!”
Terjadi benturan yang amat keras sekali. Mao Tam menjerit kesakitan sekujur
badannya terasa sakit seperti dililit pisau tak ampun ia terpental ke belakang dan muntah
darah segar.
Sergapan yang dilancarkan Kwik To ini sama sekali diluar dugaan Tiang pek sam him,
agaknya mereka tidak menyangka kalau ada orang berani menghajar muridnya dihadapan
mereka.
Hui thian bu im Kim si him segera berkelebat kedepan dan tahu-tahu sudah berdiri
disamping Mao Tam.
Demontrasi ilmu meringankan tubuh yang dilakukan oleh si beruang berbulu emas yang
terbang tanpa bayangan ini segera mengejutkan semua jago dari perguruan panah
bercinta. Sepasang alis Ji Cin-peng juga ikut berkerut kencang. Ia lalu menyadari bahwa
mereka telah berhadapan dengan musuh tangguh yang belum pernah dijumpainya
sebelum ini.
Setelah mengalami sergapan sehingga mengakibatkan luka dalam isi perutnya tadi,
sifat buas Mao Tam segera berkobar kembali. Sambil menjerit aneh tiba-tiba ia melejit ke
udara lalu menerjang kedepan dengan kecepatan luar biasa.
Tapi dengusan tertahan tiba-tiba berkumandang tahu-tahu Mao Tam sudah roboh
kembali dari tengah udara.
Sambil tertawa dingin Jit poh toan hun Kwik To segera berkata, “Kau sudah terhajar
oleh ilmu pukulan Jian-si-tok-ciang yang amat beracun. Bila tidak berusaha mencegah
menjalarnya racun didalam tubuhmu luka itu segera akan bekerja dan mengakibatkan
keadaan yang lebih fatal.
Tiang pek sam bin tidak percaya dengan ancaman itu, sekalipun Mao Tam sendiri juga
tidak tahu kalau ia sudah kena di pecundangi orang, baru saja dia bersiap-siap turun
tangan lagi…..
Bu Seng sian-seng Tong Bu kong pelan-pelan tampil kedepan kemudian katanya,
“Saudara Mao memang benar benar sudah dipecundangi orang cepat mundur kemari.
Untung saja suhumu hadir disini. Ilmu pukulan beracun semacam itu mah masih belum
cukup untuk melukai orang”

Walaupun Mao Tam adalah seorang kasar yang tak pakai, otak namun ia tak berani
bergurau dengan nyawa sendiri, buru-buru dia menghimpun tenaganya siap disalurkan ke
dalam badan.
“Jangan menyalurkan tenaga dalam!” tiba-tiba sebuah tangan mencengkeram urat
nadinya.
Mao Tam berpaling, ketika dilihatnya orang itu adalah Hui thian bit im kim si him, tanpa
terasa bisiknya: ”Susiok aku sudah keracunan…”
“Cepat salurkan hawa murninya secara terbalik untuk menyerang jalan darah Hian
kwan!” jerit Hui thian bit im Kim si him dengan suara tinggi melengking.
Sementara itu Ngo kok bim cun Leng Han-tang serta Im yang bim Pit Gi entah
menggunakan gerakan apa, tahu-tahu sudah menghampiri Jit poh toan hun Kwik To dan
berhenti kurang lebih empat kaki dihadapannya.
Ketua Thian san pay Bu seng sian-seng Tang Bu kong segera mengelas jenggotnya
sambil tertawa dingin, katanya, “Delapan belas tahun berselang, dengan sekujur tubuh
penuh dengan bisa Kwik heng menjagoi dunia persilatan. Tak seorang manusiapun yang
tidak memberi muka kepadamu. Setelah bersembunyi selama delapan belas tahun sambil
mendalami pelbagai ilmu beracun, tentunya kepandaianmu saat ini setingkat lebih hebat.
Sudah lama siaute mengagumi namamu. Sungguh beruntung hari ini mendapat
kesempatan sebaik ini untuk bertemu muka. Mumpung lagi ketemu, aku ingin mohon
beberapa petunjuk darimu”
Jit poh toan hun Kwik To Cukup mengetahui akan kelihayan Tong Bu kong dalam ilmu
pedang lagi pula sudah memiliki Sian thian kang khi yang berat, dia bersikap sangat
berhati hati. “Mana, mana” katanya sambil tersenyum “kalau memang kau berniat
demikian dengan pertaruhkan nyawa, aku orang she Kwik bersedia untuk mengiringi
keinginanmu itu”
Tong Bu kong segera meloloskan pedangnya, lalu berkata, “Saudara Kwik silahkan
meloloskan senjatamu”
”Biar aku orang she Kwik melayanimu dengan tangan kosong saja”
Tong Bu kong segera tertawa dingin, “Pedang itu tak bermata kau tidak kuatir kalau
sampai terluka?” ejeknya.
“Walaupun lohu tidak menggunakan senjata tapi dalam menghadapi serangan musuh
aku seringkali akan melayani juga memakai benda-benda beracun yang mematikan.
Mungkin juga benda itu jauh lebih menakutkan dari pada senjata. Aku harap Tong-heng
suka berhati hati didalam hal ini”
“Jikalau suatu pertarungan sudah terjadi, berarti posisi kita ibaratnya api dan air. Jika
saudara Kwik memiliki ilmu beracun yang lain, silahkan saja untuk digunakan semua”
Jit poh toan hun Kwik To segera tertawa berbahak-bahak, “Haa… haa… haa…
perkataan saudara Tong memang tepat sekali, sungguh membuat aku merasa kagum
sekali. Harap Tong heng melancarkan serangan lebih dahulu!”

“Jika saudara Kwik memang berniat mengalah, baiklah. Daripada menolak lebih baik
kuturuti saja keinginanmu itu”
Pedangnya didorong ke muka dan segera melancarkan sebuah bacokan ketubuh Kwik
To.
Serangan yang dilancarkan jago kenamaan memang selalu hebat dan indah. Semua
serangan pedang yang dilancarkan Tong Bu kong selalu mirip bacokan atau totokan
membuat orarg sulit untuk menduga semua perubahan dalam permainan pedangnya.
Jit poh toan hun Kwik To segera terdesak sehingga harus mundur tiga langkah ke
belakang
Diam diam terkesiap juga hatinya menghadapi kelihayan lawan. Sekalipun serangan
dari Tang Bu kong itu tampaknya sederhana tanpa sesuatu yang aneh, sesungguhnya
inilah suatu jurus pedang yang luar biasa lihaynya dengan kombinasi yang mengagumkan.
Justru dalam ilmu pedang jenis ini keistimewaannya terletak dalam kesederhanaannya,
membuat siapapun akan merasa bahwa jurus tersebut merupakan suatu serangan tipuan,
tapi justru tidak mudah untuk mengetahui perubahannya.
Begitu berhasil mendesak mundur Jit poh toan hun Kwik To dengan serangan kilatnya
tiba tiba ketua dari Thian san pay ini, Bu Seng sian-seng Tong Bu kong maju selangkah ke
depan. Pedangnya diputar secepat angin dan mengembangkan suatu serangan kilat.
Dalam waktu singkat bayangan pedang memenuhi angkasa. Deruan angin bercampur
guntur menderu-deru amit memekakkan telinga.
Thian san kiam hoat yang digunakan Tong Bu kong ini sungguh luar biasa sekali
kekuatannya. Sekali salah perhitungkan polisi Jit poh-toan hun Kwik To segera terjepit
dibawah angin.
Dihawah serangkaian serangan kilat dari Tong Bu kong yang berbasil merebut posisi di
atas angin itu, dia dipaksa hingga tak sanggup untuk melancarkan serangan balasan.
Walaupun ia sudah berusaha dengan sekuat tenaga untuk menangkis dan berkelit,
namun selalu gagal untuk meloloskan diri dari kurungan cahaya pedang lawan.
Sangkoan Im yang menyaksikan kejadian itu segera berbisik kepada Ji Cin peng, “Ilmu
pedang Thian san kiam hoat dari Tong Bu kong amat ganas, jahat dan lihay. Aku kuatir
kalau saudara Kwik tak sanggup untuk memperbaiki kembali posisinya”
“Tenaga dalam yang dimiliki Kwik To sangat lihay, aku pikir tak usah terlalu
mencemaskan keselamatannya”
Sementara mereka berdua sedang berbicara situasi dalam tengah arena kembali telah
terjadi perubahan besar.
Secara beruntun Tong Bu kong telah melancarkan tiga buah serangan berantai dengan
jurus yang tangguh. Cahaya pedang yang selalu melayang amat rapat itu tiba-tiba terjadi

gelombang amat besar, kemudian menciptakan selapis bayangan pedang yang segera
mengurung seluruh badan Jit pon toan hun.
Sesudah didesak dan diteter terus oleh permainan pedang lawan yang gencar dan
beruntun, lama kelamaan dari malunya Jit-poh toan hun Kwik To menjadi naik pitam.
Hawa murninya dikipatkan ke belakang, kemudian melepaskan sebuah tenaga lembut
yang memaksa pedang Tong Bu kong tergeser ke ramping
Menggunakan kesempatan itu, cepat-cepat telapak tangan kanannya diayunkan ke
depan menghantam dada lawan,
Perubahan ini sama sekati diluar dugaan siapapun, sebab dalam suatu pertarungan
yang seimbang, bukan suatu perbuatan yang gampang untuk menggeserkan senjata
lawan dengan mengandalkan tenaga dalam.
Karena itu, dalam terkejutnya tahu-tahu pedang Tong Bu kong sudah kena digeser
sejauh beberapa inci.
Pada saat itulah, tenaga pukulan yang di lancarkan Kwik To dengan disertai suara
gemuruh yang keras telah manerjang tiba dengan kecepatan luar biasa.
Tong Bu kong kuatir di balik serangan yang dilancarkan Kwik To itu mengandung racun
jahat, buru buru dia menghimpun tenaga khi kang nya untuk melindungi badan, terutama
jalan darah kematian disekitar dada
Setelah itu, menggunakan kesempatan tadi, pedangnya diputar kesamping berbalik
membacok iga kiri Kwik To.
Belum lagi ujung pedangnya menyentuh di atas iga lawan, serangan yang dilancarkan
Kwik To telah bersarang telak diatas dadanya.
Terdengar dua orang itu sama sama mendengus dingin kemudian mundur tiga langkah
ke belakang.
Kiranya serangan yang barusan digunakan Kwik To itu adalah ilmu pukulan Kiam goancing
yang disertai dengan segenap tenaga dalam yang dimilikinya. Betul Tong Bu kong
memiliki tenaga khikang pelindung badan namun dia toh tak tahan juga untuk
membendung datangnya serangan yang dilancarkan secepat kilat itu.
Dadanya terasa bagaikan dihantam dengan martil berat, kontan hawa didalam dadanya
bergolak keras. Kuda-kudanya tergempur dan tanpa terasa tubuhnya mundar beberapa
langkah dengan sempoyongan.
Nyaris pukulan dari Kwik To ini membuyarkan seluruh hawa khikang pelindung badan
yang dimilikinya.
Sekalipun begitu Kwik To sendiri juga kena digetarkan oleh tenaga khikang pelindung
badan dari Tong Bu kong sehingga tangan kanannya menjadi kaku dan kesemutan seluruh
tulang pergelangan tangannya terasa amat sakit bagaikan mau retak. Sambil mendengus
dingin, dia ikut pula mundur dua langkah.

Setelah terjadi bentrokan secara kekerasan, dalam hati masing-masing pihakpun sudah
mempunyai gambaran atas kekuatan lawan, diam-diam mereka mengagumi kekuatan
masing-masing pihak.
Tapi apapun diantara mereka berdua tak mau menunjukkan kelemahannya dengan
begitu saja, setelah mengatur pernapasan sebentar, sekali lagi mereka menerjang maju ke
depan.
Tadi, KwiK To sudah merasakan pahit getirnya orang yang kehilangan posisi, sekarang
kewaspadaannya dipertingkat, ia tak berani gegabah lagi menghadapi musuhnya yang
tangguh itu.
Begitu turun tangan, dia lantas menggunakan ilmu pukulan Kiam goan ciang yang
sudah dilatihnya selama puluhan tahun itu untuk menghadapi lawan.
Dalam waktu singkat bayangan telapak tangan yang melakukan gerakan seperti
menotok, membacok, seperti juga membabat atau menusuk.
Sesungguhnya ilmu pukulan yang sangat aneh ini merupakan ilmu yang paling
diandalkan olehnya sepanjang hidup. Bilamana keadaan tidak terlalu mendesak, dia
enggan untuk melakukannya secara sembarangan.
Tong Bu kong masih tetap memberikan perlawanannya dengan memainkan ilmu
pedang Thian san kiam hoat.
Rangkaian ilmu pedang ini sungguh luar biasa hebatnya, semakin digunakan semakin
banyak gerakan aneh yang membuat orang keheranan dan tidak habis mengerti kearah
mana tujuannya.
Tiga puluh gebrakan kemudian, angin serangan makin memekikkan telinga, daya
kekuatan yang tergencar dari lingkaran pedang pun tiada hentinya mengembang semakin
meluas, ternyata Kwik To kembali sudah dikurung oleb lapisan cahaya pedangnya itu.
Namun Kwik To sama sekali tidak menjadi gugup atau gelagapan oleh karena kekuatan
hawa pedang lawan. Sepasang telapak tangannya masih menyapu dan menyambar tiada
hentinya bagaikan dua bilah pedang tajam, semua serangannya ditujukan ke jalan darah
kematian disekujur badan Tong Bu kong.
Perlu diketahui ilmu pukulan Kiam goan ciang miliknya ini bukan saja sukar diduga
perubahannya, lagipula dari setiap serangan yang dilancarkan tentu tercipta bayangan
tangan ibaratnya beribu-ribu batang pedang yang menyerang bersama bukan cuma
membuat mata orang menjadi silau, pun membuat orang tak habis mengerti ke arah mana
saja sasarannya tertuju.
Rupanya kedua belah pihak telah menggunakan segenap ilmu silat andalannya untuk
bertarung. Hal mana membuat para jago yang mengikuti jalannya pertarungan itu harus
menahan napas dengan perasaan tegang, suasana menjadi sepi dan tak kedengaran
sedikit suara pun.
Ditengah pertarungan yang sedang berlangsung sengit, tiba-tiba terdengar Jit poh toan
hun Kwik To tertawa dingin…

Tangan kirinya diayunkan ke muka, puluhan buah titik cahaya biru yang amat lembut,
tanpa menimbulkan sedikit suarapun mendadak meluncur ke tubuh Tong Bu kong.
Tempo dulu, Kwik To dengan mengandalkan senjata rahasianya yang lembut, kecil
beracun ini, Hu hoat ciam (jarum rambut) pernah menjagoi dunia persilatan. Entah berapa
banyak jago persilatan yang sudah tewas terkena jarum lembut bagaikan rambut yang
sangat beracun mi.
Walaupun Tong Bu kong mempunyai hawa khikang pelindung badan, rupanya ia agak
keder juga menghadapi senjata rahasia lembut yang sangat beracun ini. Ia kuatir kalau
hawa khikang pelindung badannya itu tidak mampu untuk membendung kelembutan
senjata rahasia lawan.
Sambil membentak keras, buru-buru ia mundur tiga langkah ke belakang. Dalam waktu
yang amat singkat inilah dia telah menyalurkan segenap hawa murni yang dimilikinya ke
dalam tubuh pedang, lalu menciptakan berkuntum-kuntum bunga pedang serta
gelombang hawa pedang yang kuat untuk merontokkan puluhan batang jarum yang
lembut itu. Kwik To segera tertawa dingin, jengeknya, “Sanggupkah kau untuk menahan
ke dua ratus enam puluh batang jarum rambut yang kulepaskan?”
Seraya berkata, lengan kirinya diayunkan sebanyak tiga kali, tiga gelombang jarum
beracun segara beruntun segera melancar ke tengah udara….
Dibawah cahaya matahari, tampak kilatan cahaya biru yang menggidikkan hati
beterbangan di angkasa.
ooOOOoo
RUPANYA ilmu melepaskan senjata rahasia yang ia miliki benar-benar telah mencapai
puncak kesempurnaan. Dalam tiga gelombang serangan jarum rambut yang dilancarkan
itu, hampir beratus ratus batang senjata meluncur bersama, begitu rapatnya serangan
tersebut hingga mirip dengan datangnya hujan gerimis. Sungguh membuat orang merasa
susah untuk menghindarinya.
Retapa terkesiapnya Tong Bu kong ketika dilihatnya pihak lawan secara beruntun
melancarkan tiga gelombang senjata rahasia, segera pikirnya dalam hati, “Entah masih
ada betapa banyak senjata rahasia beracun yang dimilikinya? Jika serangan ini di
lancarkan secara beruntun dalam beberapa gelombang, sekalipun tak sampai terluka oleh
jarum beracun itu, paling tidak aku akan kehilangan banyak sekali tenaga dalam jika
pertarungan kemudian dilanjutkan. Sudah pasti akulah yang menderita kerugian besar.
Aaaai….. daripada kehilangan banyak tenaga dalam lebih baik aku beradu jiwa saja
dengan mencoba pedang terbang yang baru kuyakini itu…..”
Berpikir sampai disini, dia lantas menarik napas panjang panjang.
Mendadak……. Jit poh toan hun Kwik To tertawa panjang dengan nyaringnya, ia
berjumpalitan diudara dan mundur sejauh empat lima kaki dari posisi semula.
Tong Bu kong dibikin kebingungan oleh tindakannya itu dengan perasaan tidak habis
mengerti, pikirnya, “Setan tua ini betul-betul amat licik. Masa kau bisa tahu kalau aku
sudah bersiap-siap untuk beradu jiwa denganmu…..”

Setelah tertawa nyaring. Kwik To berdiri di tangah arena dengan sikap yang amat
santai. Terdengar ia berkata dengan suara dingin, “Saudara Tong, kau sudah terkena
racun jahat tanpa bayangan. Jika berani menggunakan tenaga dalam secara sembarangan
lagi berarti hanya ada jalan kematian bagimu”
Mendengar perkataan itu Tong Bu kong menjadi amat terperanjat tapi ia belum mau
percaya kalau dirinya sudah terkena serangan gelap lawan.
Sambil tertawa seram dia berseru, “Tua bangka she Kwik. kau tak usah menakut-nakuti
orang dengari gertak sambal semacam itu. Ketahuilah aku Tong Bu kong bukan seorang
bocah yang berusia tiga tahun. Tak nanti aku bisa kau gertak hinya dengan dua tiga patah
kata belaka!”
Kwik To segera tersenyum, ujarnya, “Saudara Tong, tidakkah kau merasa bahwa
sikapmu itu keliwat angkuh dan jumawa?”
Setelah memperbaiki posisinya, dia berkata lebih jauh. “Haa… haa… haa… Aku Kwik To
tersohor dalam dunia persilatan karena ilmu beracunnya, Tentu saja kepandaianku
melepaskan racun tiada taranya. didunia ini, aku bisa membuat seseorang keracunan
tanpa disadari olehnya. Sudah barang tentu jangan harap korbanku itu bisa lolos dengan
begitu saja”
Mendengar perkataan itu, paras muka Tong Bu kong kembali berubah sangat hebat.
Sampai lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Terdengar Kwik To berkata lebih lanjut, “Sewaktu aku melancarkan jarum beracun Hu
hoat ciam gelombang yang ketiga tadi, didalamnya telah kuisi juga dengan bubuk racun
tanpa bayangan, padahal waktu itu kau sedang menghirup udara untuk menghimpun
tenaga, maka tak bisa dihindari lagi racun itu segera akan terhirup kedalam tubuhmu”
Tiba-tiba paras muka Tong Bu kong berubah menjadi tenang kembali, malah sambil
tertawa tergelak katanya, “Hebat. hebat. Betul-betul suatu cara yang sangat hebat. Tapi
kau sendiri juga jangan harap bisa lolos dari cengkera manku”
Belum habis perkataan itu diucapkan diiringi suara pekikan yang amat nyaring. Tong Bu
kong melompat ketengah udara, pedangnya menciptakan selapis cahaya pelindung badan
yang amat kuat. Kemudian tubuh berikut pedangnya dengan menciptakan diri menjadi
serentetan cahaya putih langsung mengurungi ke tubuh dari Kwik To.
Kepandaian Kiam jin hip it (pedang dan tubuh terhimpun menjadi satu) semacam ini
merupakan sejenis kepandaian tingkat tinggi didalam ilmu pedang. Semua serangan
tersebut mengandalkan himpunan tenaga dalam yang meledak sebagai suatu tenaga
ledakan yang kuat, membawa tubuh berikut pedangnya untuk mengancam lawan yang
ada beberapa kaki jauhnya.
Bila kepandaian tersebut ditingkatkan satu tingkat lebih keatas lagi, maka hanya
pedang saja yang melesat keudara untuk mencabik-cabik tubuh lawannya, itulah ilmu
pedang terbang yang merupakan kepandaian paling top dari ilmu pedang .
Menyaksikan serangan maut yang dilancarkan musuh dengan ancaman yang begitu
nekad itu, Kwik To amat terkesiap, diam-diam ia menghela napas, pikirnya, “Aaai…
Peristiwa yang berlangsung hari ini jelas tak bisa diselesaikan secara damai”

Maka diapun menghimpun tenaga dalamnya, Sambil melompat ke tengah udara, ia
bersiap-siap menggunakan tenaga dalam hasil latihannya selama puluhan tahun untuk
melangsungkan duel mati dan hidup dengan lawannya.
“Kwik To, jangan beradu kekerasan. Cepat mundur!” tiba-tiba Ji Cin-peng berteriak
keras.
Menyusul teriakan itu. Ji Cin-peng mencelat ke udara dan meluncur ke arah kedua
orang itu….
Mendadak Hui thian bu im Kim si him dari Tiang pek san him juga menggerakkan
badannya sambil menyongsong kedatangan lawan dengan kecepatan luar biasa….
Berada di tengah udara Ji Cin-peng segara mengeluarkan kepandaian saktinya.
Pinggangnya dilengkungkan bagaikan gendewa sehingga menambah cepatnya daya luncur
badan. Bersamaan itu pula jari tangan kanannya segera menyentil kedepan
Gerakannya yang berganti posisi ditengah udara ini kembali mengejutkan semua orang.
Tapi merekapun diam-diam mengagumi kelihayan perempuan ini.
Sekalipun begitu, ilmu meringankan tubuh yang dimiliki Hui thian bu im kim si him juga
merupakan kepandaian nomor wahid dalam dunia persilatan. Sepasang kakinya ditekuk
sedikit kemudian berjumpalitan dua kali ditengah udara, dia langsung menyongsong
datangnya tubuh Ji Cin-peng itu….
Walaupun gerakan tubuh Ji Cin-peng sangat cepat, namun serangan pedang yang
dilancarkan Tong Bu kong juga luar biasa cepatnya, ditambah lagi Kwik To enggan berkelit
dari sasaran tersebut sebaliknya menghimpun tenaga dalam hasil latihan puluhan
tahunnya untuk beradu jiwa sudah barang tentu semuanya itu berlangsung dalam sekejap
mata.
Ketika Ji Cin-peng melepaskan ilmu sentilan jari Tan ci sia thong untuk menolong
keadaan tersebut sayang keadaan sudah terlambat.
Terdengar dua kali dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan.
Kilatan cahaya bianglala berwarna putih itu tahu-tahu lenyap tak berbekas.
Kwik To maupun Tong Bu kong hampir pada saat yang bersamaan terjatun dari tengah
udara.
Pada saat itulah Hui thian bu im kim si him telah menerjang ke arah Ji Cin-peng dengan
membawa segulung tenaga serangan yang dingin lembut dan aneh sekali.
Ji Cin-peng amat terperanjat, sambil mendengus dingin, telapak tangan kirinya segera
diayunkan kemuka…..
“Blaaaam…!”
Ji Cin-peng maupun si beruang berbulu emas yang terbang tanpa bayangan itu samasama
merasakan timbulnya segulung tenaga dingin berhawa lunak yang tak sanggup di

lawan dengan badan menerjang langsung ke dalam tubuhnya. Tak ampun kedua belah
pihak sama-sama terdorong mundur sejauh beberapa langkah.
Telapak tangan kanan Ji Cin-peng secepat kilat melepaskan kembali sebuah pukulan ke
depan, berbareng itu juga tubuhnya melayang turun keatas tanah.
Pada saat yang hampir bersamaan, tubuh Hui thian bu im Kim si him juga telah
melayang turun keatas tanah. Diatas wajahnya yang aneh seperti monyet itu terlintas
semacam rasa kaget yang luar biasa. Dengan sepasang biji matanya yang kecil dan bulat
dia awasi wajah perempuan itu tanpa berkedip.
Pertarungan antara mati dan hidup yang mendebarkan hati ini segera membuat semua
orang yang hadir diarena ikut terkejut bercampur terkesiap.
Sementara itu Jit-poh-toan-hun Kwik To telah menggeletak diatas tanah sambil
bermandi darah. Seluruh pakaiannya sudah basah oleh darah kental yang mengucur keluar
dari tubuhnya. Ternyata diatas bahu lengan kirinya telah termakan oleh tusukan pedang
Tong Bu kong sehingga tembus kebelakang.
Akan tetapi Tong Bu kong sendiri juga termakan oleh serangan balasan yang
dilancarkan oleh Kwik To tepat diatas dadanya. Betul ia memiliki hawa khikang pelindung
badan. Akan tetapi bagaimana mungkin ia bisa tahan untuk menghadap serangan Kwik To
yang dilepaskan dengan segenap tenaga dalam yang dimilikinya itu?
Sejak terjatuh dari tengah udara, Tong Bu kong selalu terduduk dengan wajah
memucat, napasnya memburu dan pedangnya terlempar ke samping arena.
Ji Cin-peng segera tenangkan hatinya, kemudian maju ke depan dan secepat kilat
menotok jalan darah ditubuh Kwik To untuk mencegah lebin banyak darah yang mengalir
keluar.
Sementara itu Songkoan Im juga Sudah memburu ke depan dengen cepat ia lantas
memayang Kwik To untuk menyingkir ke sisi arena.
Ji Cin-peng mendengus dingin, tegurnya kemudian, “Orang she Tong, hari ini kau telah
mengajak jago-jago dari Tiang pek san datang mencari kami sesungguhnya apa urusanmu
dengan kami orang orang dari perguruan panah bercinta?”
“Karena apa?” tiba tiba si beruang berbulu emas terkekeh kekeh dengan seramnya,
“Hee… hee… hee… bukankah kau yang telah menghajar murid kami?”
Seraya berkata dia lantas menuding ke arah Mao Tam yarg sedang duduk bersila di
atas tanah.
“Benar!” Ji Cin-peng segera mengangguk.
Serentetan cahaya aneh segera memancar keluar dari balik mata si beruang berbulu
emas yang kecil itu, teriaknya, “Kenapa kau menghajar murid kami?”
“Ia telah menuruti perkataan orang lain untuk merampas Lencana pembunuh naga dari
tanganku kenapa aku tak boleh menghajar adat kepadanya…?” jawab Ji Cin-peng dengan
suara ketus.

Sewaktu mendengar disinggungnya “Lencana pembunuh naga”, Im yang bim maupun
Ngo kok bim cun segera maju ke depan dengan langkah pelan.
Dengan suara yang menyeramkan, Ngo kok bim cun yang merupakan pemimpin dari
Tiang pek san-him tersebut segera berkata, “Jika kau bersedia menyerahkan Lencana
pembunuh naga itu kepada kami, semua hutang lama maupun hutang baru bersedia kami
hapus seluruhnya tanpa membuat perhitungan”
“Kalau aku tak mau menyerahkannya kepadamu?” seru Ji Cin-peng sambil mengerutkan
dahinya kencang kencang.
“Terpaksa kau akan kami bawa pulang ke bukit Tiang pek san dan memenjarakan
dirimu didalam penjara salju yang dingin”
“Hee… hee… hee… yakinkah kalian bahwa aku bisa dibekuk semudah itu” jengek Ji Cinpeng
lagi sambil tertawa dingin tiada hentinya
“Hmm! Bukan cuma kau seorang saja yang hendak kami bekuk, segenap jago lihay
yang berada didaratan Tionggoan akan kami ringkus semua seadanya” kata Ngo kok him
cun sombong. “Sekarang, dari sekian banyak jago perguruan panah bercinta yang
berkumpul disini, bagi mereka yang mampu menahan satu jurus seranganku. maka dia
akan kami tawan hidup-hidup. Sedang mereka yang tak mampu menahan satu jurus
seranganku akan kubunuh tanpa ampun. Aku pikir hanya kau orang kubu she Kwik dan
perempuan berbaju hijau itu yang sanggup menahan satu jurus seranganku sedang yang
lain tak lebih hanya akan menempuh jalan kematian”
Ji Cin-peng yang mendengar perkataan itu diam-diam merasa amat terkejut. Mungkin
juga ucapan tersebut cuma gertak sambal belaka tapi kenyataannya hanya dalam sepatah
kata saja ia sudah dapat mengatakan tiga orang anggota perguruannya yang berilmu
tinggi. Dari sini terbuktilah sudah bahwa ilmu silat yang dimiliki Tiang pek-sam him benarbenar
luar biasa sekali.
Tiba-tiba satu ingatan cerdik melintas dalam benak Ji Cin-peng, serunya kemudian.
“Setiap anggota perguruan panah bercinta segera saling melindungi untuk meninggalkan
tempat ini”
“Hee… hee… hee… Tidak segampang itu” jengek Im-yang him sambil tertawa dingin.
“Seorangpun jangan harap bisa lolos dari sini dalam keadaan selamat”
Sambil berkata tubuhnya yang gemuk dan besar itu sudah menerjang kearah delapan
belas pemanah dari perguruan panah bercinta itu secara garang.
“Berhenti” bentak Ji Cin-peng amat gusar.
Waktu itu pedang Giok-siang kiam telah dilepaskan dari sarung. Hawa murni yang
dimiliki-nya segera dihimpun menjadi satu. Tubuh bersama pedang seakan-akan melebur
menjadi satu. Diiringi serentetan cahaya putih pedangnya meluncur ke depan dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Inilah ilmu podang terbang yang merupakan kepandaian paling tinggi dalam rangkaian
ilmu pedang.

Paras muka Im Yang him agak berubah ketika menyaksikan datangnya sambaran ilmu
pedang terbang itu. Seketika itu juga tubuhnya yang sedang meluncur kedepan itu
berhenti secara tiba tiba
Angin pedang berputar bagaikan roda kereta. Cahaya bianglala yang menyilaukan mata
meluncur ke muka secepat kilat.
Ketika cahaya putih itu hampir tiba didepan mata, Im Yang him segera membentak
keras. Tangan kanannya diayunkan ke depan, tiga titik cahaya putih segera melesat pula
ke tengah udara.
“Triing, triing, traang, traang…”
Serentetan bunyi gemerincing beradu besi berkumandang memecahkan keheningan.
Pedang yang dilepaskan Ji Cin-peng itu tahu-tahu sudah terhajar sehingga rontok ke
atas tanah.
Paras muka perempuan itu segera berubah menjadi amat serius, dia tidak menyangka,
kalau dalam dunia persilatan dewasa ini masih ada orang yang sanggup mematahkan ilmu
pedang terbangnya.
Ternyata tiga bilah pisau tipis liu yap to yang disambit Im Yang him barusan berhasil
menghadang serangan pedang yang dilontarkan oleh Ji Cin-peng.
Sementara itu, para jago dari perguruan panah bercinta telah mengundurkan diri ke
arah timur.
Beruang berbulu emas yang terbang tanpa bayangan segera menjerit aneh. Secepat
sambaran kilat dia meluncur ke muka dan menerjang ke arah delapan belas pemanah jitu
dari perguruan panah bercinta.
“Sreeet, Sreeet”
Hujan panah segera berdesingan ditengah udara.
Selapis anak panah bercinta yang tajam segera berhamburan di udara dan menyambar
ketubuh orang itu.
Akan tetapi, si Beruang terbulu emas yang terbang tanpa bayangan itu betul-betul
memiliki ilmu meringankan tubuh yang sama sekali diluar dugaan siapapun. Tampak
tubuhnya berkelebat lewat bagaikan bayangan setan sebentar berkelebat ke kanan
sebentar berkelebat ke kiri tak sebatangpun dari panah-panah bercinta yang dilepaskan
kearahnya itu mengenai tubuhnya malah menowel ujung baju pun tidak.
Bayangan emas berkelebat lewat kembali ia menerjang masuk ketengah kerumunan
orang banyak
Jeritan kesakitan yang menyayatkan hati segera berkumadang memecahkan kesunyian

Empat orang pemanah jitu dari perguruan panah bercinta secara beruntun tewas
secara mengerikan ditangan iblis itu. Darah kental segera berceceran diatas tanah. Mayat
bergelimpangan di mana-mana. Keadaan waktu itu sungguh mengenaskan.
Ternyata di tangan si beruang berbulu emas ini mengenakan sepasang cakar beruang
yang berwarna emas. Sedemikian tajamnya cakar itu sehingga kemana saja cakar tersebut
menyambar lewat darah segar berhamburan kemana-mana. Kutungan kepala dan anggota
badan tercerai berai disana sini.
Menyaksikan kebuasan orang, dengan gusar Ji Cin-peng membentak keras, sekali lagi
ia menerjang kedepan sambil melancarkan ilmu pedang terbangnya.
Cahaya putih menembusi angkasa, hawa pedang menyelimati arena berkuntum kuntum
bunga emas segera tersebar kemana mana.
Tapi pada saat itu juga mendadak dari arah belakang menyambar datang segulung
angin serangan yang kuat aekali menyergap kepunggungnya.
Menghadapi ancaman tersebut, Ji Cin-peng tak sanggup melepaskan serangan dengan
ilmu pedang terbangnya lagi, terpaksa dia harus melayang turun kembali ke tanah.
Terdengar seseorang berkala sambil tertawa seram, “Belum pernah perkataan yang
diucapkan oleh Ngo kok-him cun pernah diingkari. Aku lihat lebih baik kau cepat-cepat
serahkan Lencana Pembunuh Naga itu kepadaku. Kalau tidak sejenak lagi seluruh anak
buatmu akan tewas secara menggenaskan”
“Kau jangan terlalu memandang hina perguruan kami” bentak Ji Cin-peng marah,
“sambut dulu sebuah pukulanku ini!”
Hawa murninya segera disalurkan ke tubuh pedang, kemudian tubuhnya melejit ke
tengah udara. Tangan kirinya memainkan ilmu totokan Kiu kang ci sedang tangan
kanannya memainkan pedang, secara garang dan buas dia menyerang tubuh Ngo kok him
cun.
Terkekeh kekeh seram Ngo kok him cun menjumpai serangan tersebut, ejeknya,
“Silahkan kau pun merasakan kelihayan dari ilmu Soat him sat tee kang (ilmu pukulan
bertiang salju) dari perguruan Tiang pek san kami!”
Sambil berkata, dia melepaskan pula sebuah pukulan dahsyat ke tubuh Ji Cin-peng…..
Ji Cin-peng mendengus dingin, tubuhnya melesat sejauh beberapa kaki dari posisi
semula.
Kemudian sambil membentak keras tiba tiba ia menarik kembali pedang Giok siang
kiam…
Secepat kilat badannya menerjang ke muka. Telapak tangan kanannya diayunkan ke
muka melancarkan sebuah pukulan dengan ilmu Boan yok ciang.
Ilmu pukulan Boan yok ciang adalah suatu kepandaian paling sakti dari Lam-hay. Bila
bertemu dengan tenaga keras maka sifat serangannya akan menjadi lembek, sebaliknya
jika bertemu dengan serangan bersifat lembek maka dia akan menjadi keras.

Oleh sebab itu, ketika ilmu pukulan Soat him tee sat kang yang dilancarkan Ngo kok
him cun bertemu dengan ilmu pukulan Boan yok ciang tersebut, terasalah ia seolah-olah
menghajar segumpal yang lembek sekali, sedikitpun tiada tenaga barang sedikitpun juga.
kontan saja tenaga pukulan dari kedua belah pihak sama-sama punah dan lenyap tak
berbekas.
Jilid 24
BARU saja Ji Cin-peng akan melancarkan serangan kembali dengan ilmu Boan yok ciang
yang maha dahsyat itu tiba tiba terdengar jeritan ngeri yang menyayatkan hati
berkumandang kembali tiada hentinya.
Tak terlukiskan betapa sakit hatinya gadis ini menyaksikan peristiwa sersebut, merah
membara sepasang matanya.
Tampaklah para jago dari perguruan Panah Bercinta ada separuh diantaranya sudah
tewas dalam keadaan yang mengenaskan. Mayat bergelimpangan memenuhi permukaan
tanah, darah berceceran bagaikan sebuah anak sungai, pemandangan disitu mengerikan
sekali.
Ketika itu, si Beruang berbulu emas sedang melanjutkan pembantaiannya terhadap
sisa-sisa jago yang masih hidup. Di mana tubuhnya menyambar tiba, seseorang segera
menjerit kesakitan dan menggeletak ke tanah dengan tubuh hancur.
Menyajikan kesemuanya itu Ji Cin-peng merasakan bawa amarahnya meluap sampai ke
atas benak. Sambil tertawa seram dia menerjang maju ke muka dengan kecepatan
tinggi…..
Ibaratnya burung elang yang meluncur ke udara, lompatannya ini mencapai ketinggian
tujuh-delapan kaki dari posisi semula, agaknya Ngo kok him cun tidak menyangka kalau
gadis itu memiliki ilmu silat sedemikian lihaynya, untuk sesaat dia tidak berhasil
menghalanginya.
Dengan kecepatan tinggi Ji Cin-peng berjumpalitan di udara lalu meluncur turun ke
bawah, telapak tangan kirinya diayunkan ke depan melepaskan sebuah pukulan dengan
tenaga sakti Boan yok sin kang.
Sementara itu si beruang berbulu emas sedang mengayunkan lengan kanannya siap
melancarkan serangan mematikan terhadap seorang pemanah jitu dari perguruan Panah
bercinta.
Ketika secara tiba tiba merasakan berhembus datangnya segulung tenaga pukulan yang
sangat aneh, ia menjadi terkejut.
Bagaimanapun juga dia adalah seorang tokoh silat yang berilmu tinggi. Dari hembusan
angin serangan yang menerpa datang itu, dia segera tahu lihay, cepat cepat tubuhnya
berjumpalitan dengan gerakan mendatar ke samping. Secara aneh tapi jitu tahu-tahu ia
sudah menyelinap sejauh dua kaki lebih dari posisi semula.

Melihat orang itu sanggup menyelamatkan diri secara cerdik, diam diam Ji Cin-peng
merasa terperanjat. Kegusarannya saat ini benar-benar tak terlukiskan dengan kata-kata,
pedangnya segera diangkat dan pelan pelan menusuk kemuka.
Walaupun si beruang berbulu emas merasa tercengang dan tidak habis mengerti ketika
dilihat-nya serangan pedang dari gadis itu meluncur tiba dengan gerakan lamban, namun
ia tak berani berayal. Telapak tangannya segera didorong ke muka untuk melakukan
pembendungan.
Waktu itu Ji Cin-peng sudah bertekad untuk melancarkan serangan mematikan. Secara
diam-diam mendadak pergelangan tangannya menekan ke bawah, pedang pendek Giok
siang kiam itu secepat sambaran kilat meluncur ke muka dan langsung menusuk lambung
bagian kiri lawan.
Angin pedang mendesis amat memekakkan telinga, kehebatannya sungguh
mengerikan.
Si beruang berbulu emas amat terperanjat. Untung saja dia memiliki gerakan tubuh
yang jauh lebih cepat ketimbang orang lain. Ketika dilihatnya gerakan pedang dari Ji Cinpeng
mengalami perubahan, cepat cepat tubuhnya menyurut mundur sejauh empat lima
langkah.
Ji Cin-peng tertawa dingin, sambil memutar pedangnya ia melancarkan serangkaian
serangan kilat. Jurus demi jurus serangan yang aneh dilancarkan secara bertubi-tubi.
Dalam waktu singkat dia telah melepaskan tujuh buah serangan berantai yang memaksa si
beruang berbulu emas harus berkelit ke kiri menghindar ke kanan dengan gugup dan
kelabakan setengah mati.
Ji Cin-peng benar benar telah bertekad untuk membalaskan dendam bagi kematian
anak buahnya. Semakin lama dia melancarkan serangan semakin aneh jurus serangan
yang digunakan.
Sekalipun si beruang berbulu emas yang terbang tanpa bayangan terhitung seorang
jagoan yang tersohor dalam dunia persilatan namun ia terdesak juga oleh serangkaian
serangan kilat dari Ji Cin-peng itu. Ia sama sekali terkurung dan kehilangan posisinya
untuk melancarkan serangan balasan.
Ditengah pertarungan yang amat seru itu, tiba-tiba Ji Cin-peng berjumpalitan di udara.
Pedang mestikanya diputar sedemikian rupa menyebarkan selapis bintik2 cahaya kilat
yang menyilaukan mata.
Inilah jurus Thian ho to kwa (sungai langit jatuh terbalik) yang pernah diandalkan oleh
Lam-hay sinni untuk merajai dunia persilatan di masa lalu.
Satu kali si Beruang berbulu emas salah bertindak, seketika itu juga ia terkurung di
balik bayangan pedang yang diciptakan oleh putaran pedang Ji Cin-peng.
“Suheng, cepat mundur….!” buru-buru Im yang him (si beruang banci) membentak
keras.

Tangan kanannya segera diayunkan ke depan. Dua buah pisau Liu yap to yang tipis
dengan membawa suara desingan tajam yang memekikkan telinga segera menyambar ke
muka.
Pada saat yang bersamaan, Ngo-kok him-cun juga melepaskan sebuah pukulan udara
kosong dari kejauhan. Meskipun angin serangan amat kuat dan cepat, namun sama sekali
tidak membawa suara desingan barang sedikitpun juga
Waktu itu Ji Cin-peng sudah nekad. Sekalipun ia menyaksikan datangnya dua ancaman
maut yang mungkin bisa merenggut nyawanya itu namun ia tidak gentar maupun
membuyarkan serangannya. Lebih2 ia enggan untuk melepaskan kesempatan yang sangat
baik ini untuk melukai si beruang berbulu emas.
Segenap tenaga dalam yang dimilikinya segera disalurkan keluar. Pergelangan
tangannya digetarkan keras dan mempergunakan kecepatan yang paling tinggi ia
hujamkan pedangnya kemuka.
Dengusan tertahan segera berkumandang memecahkan keheningan.
Ujung pedang yang tajam dan mengerikan itu telah menembusi iga kiri si beruang
berbulu emas hingga tembus kepunggungnya, darah segar segera berhamburan ke manamana.
Hampir pada saat yang bersamaan……
Sebatang pisau liu yap to telah menyambar lewat dari bahu kiri Ji Cin-peng dan
melukainya, darah segar segera muncrat keluar membasahi seluruh pakaian yang
dikenakannya.
Berbareng itu juga, segulung tenaga pukulan yang maha kuat telah menerjang tubuh Ji
Cin-peng membuat tubuhnya terpental sejauh tiga kaki lebih dari posisi semula.
Paras mukanya segera berubah menjadi pucat pias bagaikan mayat, rambutnya yang
panjangpun terurai tak karuan.
Jeritan ngeri, keluhan sedih berkumandang saling susul menyusul…..
Tampaklah kawanan jago dari perguruan Panah Bercinta bertumbangan satu demi satu
diujung golok In yang him yang menyambar kesana kemari. Setiap kali cahaya goloknya
menyambar lewat, percikan darah segar segera berhamburan ke mana mana.
Dalam waktu singkat, delapan orang pemanah jitu dari perguruan Panah Bercinta telah
punah tak berbekas, seorangpun tak ada yang dibiarkan hidup.
Han Hu hoa sambil melindungi Jit poh toan hun Kwik To dengan cepat mengundurkan
diri kearah timur.
Dengan demikian, dalam arena yang begitu luas tinggal Ji Kiu-liong dan Sangkoan It
dua orang.
“Cici….” tiba-tiba terdengar jeritan pedih berkumandang memecahkan kesunyian

Jeritan pedih itu segera menyadarkan kembali Ji Cin-peng yang hampir kehilangan
kesadarannya karena keliwat sedih.
Tampaklah Im yang him dengan wajah yang bengis dan mengerikan, selangkah demi
selangkah berjalan mendekati Ji Kiu-liong
Sambil menahan rasa sedih yang luar biasa Ji Cin-peng membentak gusar, “Kalian tak
boleh membunuhnya!”
Menyusul suara bentakan itu, pedang mestikanya digetarkan dan langsung menusuk ke
perut Im yang him.
Dengan licik Im yang him tertawa licik. Belum lagi serangan itu menyambar, tubuhnya
berputar dan secepat sambaran kilat menerjang ke arah Sangkoan It.
Sementara itu Sam ciang lam kok (tiga pukulan sudah dilewati) Sangkoan It berdiri,
dengan telapak tangannya disilangkan didepan dada. Sedari tadi ia sudah bersiap sedia
menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.
Im yang him tertawa terbahak-bahak, bagaikan bunyi genta yang menggelegar diudara.
Pelan pelan sepasang telapak tangannya didorong ke depan.
Sangkoan It membentak keras segenap tenaga dalam yang dihimpun ke dalam telapak
tangan kiri dan kanan itu susul menyusul dilontarkan ke depan.
Tapi Sangkoan It segera merasakan semua pukulan yang dilepaskan itu seakan akan
dibendung oleh suatu kekuatan yang maha dahsyat yang tak terlukiskan dengan katakata,
mendadak sontak semua kekuatannya itu mental kembali kebelakang.
Padahal pada waktu itu Sangkoan It sedang bersiap-siap untnk menerjang maju
kemuka, ketika secara tiba tiba menjumpai bahwa segenap kekuatan serangannya
tertahan balik, bahkan lenyap dengan begitu saja ia baru merasa amat terkesiap….
Cepat-cepat tenaga dalamnya dihimpun mencapai dua balas bagian lebih kemudian
sekali lagi dia melancarkan sebuah pukulan yang maha dahsyat kedepan.
Siapa tahu semakin kuat Sangkoan It melancarkan serangannya semakin kuat pula
tenaga pantulan yang dihasilkan pulang. Sekujur badannya seakan-akan tersambar
geledek, mendadak mencelat ke udara setinggi beberapa depa…..
Sangkoan It, seorang jago yang sepanjang hidupnya menjagoi dunia persilatan dengan
mengandalkan pukulan telapak tangannya, terakhir harus mengalami nasib yang amat
tragis.
Ketika termakan oleh tenaga pantulan yang sangat dahsyat itu, seketika semua urat
nadi dalam tubuhnya putus, isi perutnya juga ikut hancur remuk tak ada wujudnya. Belum
sempat mengeluh, dia sudah muntah darah segar dan tewas seketika itu juga.
Keberhasilan Im yang him membinasakan seorang jago yang termashur namanya
dalam dunia persilatan hanya dalam satu gebrakan ini sungguh mengejutkan Ji Cin peng.
Paras mukanya sampai berubah hebat.

Ia tahu masa jayanya sudah lewat, sekarang satu-satunya hal yang dipikirkan gadis ini
adalah bagaimana caranya melindungi adik Liong nya dari bencana ini, sebab dia tahu
Tiang pek sam him adalah manusia manusia buas yang tak kenal perikemanusiaan. Sudah
pasti mereka akan melakukan pembasmian sampai keakar-akarnya.
Betul juga, setelah berhasil membinasakan Sangkoan It, Im yang him segera berpekik
nyaring. Selincah kupu-kupu, ia menerjang ke muka mengejar Han Bu hoa dan Jit poh
toan hun Kwik To yang sedang melarikan diri.
Sekulum senyuman licik yang penuh kebanggaan tersungging di ujung bibir Ngo kok
him cun (Malaikat beruang dari panca lembah). Ujarnya dengan suara menyeramkam,
“Jika kau tidak menyerahkan Lencana pembunuh naga itu lagi kepadaku, jangan salahkan
kalau aku berlaku keji”
Seraya berkata pelan-pelan ia mengejar ke depan.
Dengan tenang tapi angkuh Ji Cin-peng berdiri kaku ditempat. Telapak tangan
kanannya diangkat ke tengah udara…..
Ngo kok him cun masih mengejar selangkah demi selangkah. Sekulum senyuman dingin
yang menyeramkan semakin menghiasi wajahnya yang mengerikan itu.
Walaupun gerak tangan Ji Cin-peng yang diayun ke atas itu dilakukan sangat lambat,
tapi akhirnya juga toh terayun pula ke tengah udara. Tangan itu berhenti sebentar disana,
kemudian baru diayunkan ke depan menghajar tubuh Ngo kok him cun.
Dalam serangan yang dilancarkan ini, ia telah mengerahkan segenap kekuatan terakhir
yang dimilikinya. Dia tahu serangan tersebut telah tak berkekuatan lagi. Itu berarti nasib
buruk yang mengerikan kian lama sudah kian mendekati hadapannya.
Akhirnya serangan tersebut dilepaskan juga. Segulung tenaga pukulan yang sama
sekati tidak menimbulkan suara meluncur ke depan dan menerjang tubuh lawannya……
Ngo kok him cun tertawa dingin, ejeknya. “Nona, kau memang tahu kalau kepandaian
silatmu hebat dan melebihi siapapun. Sayangnya justru kau telah kehabisan tenaga pada
saat ini. Seranganmu itu sudah tidak bertenaga sama sekali”.
Sembari berrketa telapak tangan kanannya didorong ke muka. Segulung tenaga
pukulan yang kuat langsung menyongsong datangnya ancaman tersebut.
Bagaimanapun juga Ngo kok him cun sudah terlampau memandang enteng kekuatan
serangan dari Ji Cin-peng tersebut.
Tendengar dengusan teriakan berkumandang memecahkan keheningan, tah- tahu
tubuh Ngo kok him cun sudah terlempar ke belakang sejauh satu kaki lebih dan
terjengkang di atas tanah.
Kiranya ketika Ji Cin-peng menyaksikan Ngo kok him cun mendesak semakin mendekat,
ia telah menghimpun segenap hawa murni yang dimilikinya. Dia ingin melukai musuh
tersebut dalam sekali serangan, maka pertama-tama telapak tangan kanannya melepaskan
sebuah pukulan dengan ilmu Boan yok sin kang.

Haruslah diketahui, Boan yok sin kang adalah semacam kepandaian sakti yang luar
biasa kegunaannya. Segenap tenaga serangan yang dilancarkan oleh Ngo kok him Cun itu
segera tersapu lenyap hingga tak berbekas oleti serangannya itu. Sedangkan tenaga
pentulan yang maha dahstyat itupun segera membalik dan berbalik menyerang diri sendiri.
Masih untung kepandaian silat yang dimilikinya terlalu hebat. Walau terancam bahaya
pikirannya tak sampai kalut. Hawa murninya segera dihimpun keluar. Telapak tangan
kirinya cepat-cepat melepaskan sebuah pukulan dahsyat untuk membendung tenaga
pantulan tersebut.
Betul juga sebagian dari tenaga pantulan yang dilancarkan Ji Cin-peng itu berhasil di
punahkan.
Siapa tahu pada saat itu Ji Cin-peng mengayunkan kembali telapak tangan kanannya
melancarkan sebuah totokan maut dengan ilmu jari Thian kangci.
Desingan tajam yang memekakkan telinga langsung meluncur ke muka dan menerjang
tubuh kakek tersebut.
Mimpi pun Ngo kok him cun tidak menyangka kalau Ji Cin-peng masih memiliki tenaga
dalam yang demikian sempurnanya meski sudah berada dalam keadaan terluka parah.
Sekali salah perhitungan, fatallah akibatnya. Baru saja dia hendak menghimpun tenaga
Soat him tee sin kangnya, keadaan sudah terlambat.
Terasa dadanya seakan-akan dihantam oleh martil yang beribu-ribu kati beratnya, tak
bisa dikendalikan lagi tubuhnya mencelat ke udara dan terlempar keluar arena.
Namun keadaan Ji Cin-peng sendiripun amat payah. Setelah terluka parah secara
beruntun dia harus melancarkan serangan berulang kali, ini menyebabkan lukanya makin
parah. Hawa murninya terasa tersendat-sendat, kepalanya pusing tujuh keliling dan
wajahnya pucat pias seperti mayat. Keempat anggota badannya menjadi lemas dan tak
ampun lagi tubuhnya roboh terduduk di tanah.
Dsngan air mata bercucuran karena sedih Ji Kiu-liong berteriak keras keras, “Cici kau…
lukamu amat parah…”
Ji Cin-peng membuka matanya yang sayu dan memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu, dilihatnya Ngo koh him cun, si beruang berbulu emas, Mao Tam maupun ketua
Thian san pay Tong Bu kong sedaag duduk bersila semua untuk mengatur pernapasan.
Tahulah gadis itu jika Ji Kiu-liong tidak kabur menggunakan kesempatan ini jelas tiada
harapan lagi baginya untuk melarikan diri.
Diapun tahu kalau tenaga dalam yang dimiliki Ngo kok him cun amat sempurna,
kemungkinan besar sebentar lagi kekuatannya akan pulih kembali seperti sedia kala.
”Adik Liong” rintihnya kemudian dengan air mata bercucuran, “kau… kau harus segera
pergi meninggalkan tempat ini”
“Tidak… tidak… aku tak akan pergi meninggalkan tempat ini” seru Ji Kiu-liong
menggertak gigi menahan marah, “aku hendak membalaskan dendam bagi cici, sekalipun
harus mati aku juga akan membalaskan dendam untuk cici!”.

Ji Cin-peng menghela napas panjang, “Aaai! Adik Liong, aku memahami perasaanmu.
Tapi keturunan keluarga Ji kita tinggal kau seorang yang bisa melanjutkan. Kau musti
menuruti perkataan cici. Bila ingin membalaskan dendam untuk cici, tunggulah sampai
ilmu silatmu berhasil mencapai tingkat yang lebih tinggi”
“Oooh… cici… seru Ji Kiu-liong menangis tersedu sedu. “Mana mungkin… Mana
mungkin… Aku tega untuk meninggalkanmu”
“Adik Liong” kata Ji Cin-peng dengan air mata bercucuran. “Jika bertemu dengan Gak
toako ceritakanlah kejadian ini kepadanya. Tapi kau tak usah menyinggung soal dendam
kesumat antara keluarga kita dengannya. Terutama sekali soal keponakanmu yang berada
ditempatnya Lam-hay sinni, dia adalah darah daging Gak toakomu. Suruhlah Gak toako
untuk menjumpainya di tempat guruku itu serta merawatnya sendiri…”
Ketika berbicara sampai disitu, paras muka Ji Cin-peng berubah semakin memucat,
napasnya juga terengah-engah, terpaksa dia harus pejamkan matanya untuk mengatur
pernapasan.
“Cici… kau… apakah kau benar-benar hendak meninggalkan aku dan Gak toako…” seru
Ji Kio liong sambil terisak.
Ji Cin-peng tertawa getir, katanya, “Adik Liong… kaya miskin ada di langit, mati hidup
sudah ditetapkan takdir. Cepatlah pergi meninggalkan tempat ini. Kalau tidak maka kau
akan menjadi orang yang paling berdosa dari keluarga Ji. Tidak berbakti ada tiga, tak
punya keturunan merupakan yang terutama, hayo cepat pergi, cepat tinggalkan tempat
ini!”
Ji Kiu-liong adalah seorang pemuda yang cerdas walaupun berada dalam suasana
perpisahan antara mati dan hidup yang menyedihkan, tapi ia cukup tahu keadaan dan bisa
membedakan enteng beratnya persoalan.
Sambil menggigit bibir menahan cucuran air matanya, pemuda itu lantas berkata, “Cici,
percayalah, bila adik Liong ini tidak mampu membalaskan dendam bagimu, aku
bersumpah tak akan hidup sebagai seorang lelaki dari keturunan keluarga Ji”
Selesai berkata dia membalikkan badan dan melotot sekejap kearah Ngo kok him cun si
beruang berbulu emas yang terbang tanpa bayangan Mao Tam dan Thian san ciang bunjin
Tong Bu kong dengan sorot mata penuh kebencian. Kemudian tanpa mengucapkan
separah katapun segera mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya berlalu dari situ.
Dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah lenyap dari pandangan mata.
Memandang kepergian adik kandungnya itu tanpa teraaa air mata Ji Cin-peng jatuh
bercucuran dengan derasnya.
ooOOOoo
KENTONGAN ketiga baru saja menjelang. Bunyi jangkrik dan binatang kecil lainnya
berbunyi amat memekikkan telinga….

Kecuali bunyi binatang binatang kecil itu, jagad serasa sunyi, sepi daii tiada sedikit
gerakan apa pun.
Rembulan bersinar terang jauh di awang awang dan memancarkan cahaya keperak
perakan keempat penjuru dunia.
Perkampungan rahasia yang luas dipulau terpencil itu tampak lebih menyeramkan dan
menggidikkan hati Orang.
Ditengan sebuah halaman kecil yaag indah di banguuan sebelah timur berdiri termangu
seorang pemuda baju hijau yang menyoren pedang antik dipunggungnya. Sejak
kentongan kedua ia sudah berdiri termangu seorang diri ditempat itu.
Helaan napas panjang bergema dari bibirnya, lalu pemuda itupun bergumam.
“Mengapa nona Bwe belum juga datang? Dengan kedudukannya dan wataknya tak
mungkin akan mengingkari janji… Aaai, bukannya aku Gak Lam-kun terlampau romantis.
Sesungguhnya aku tak kuasa untuk menangkan rasa pergolakan hatiku terhadap
keanggunannya sebab ia begitu mirip dengan Ji Cin-peng”
Seusai bergumam, kembali ia mendongakkan kepalanya memandang awan diangkasa,
sekali lagi hatinya terasa amat murung dan kesal.
Pemuda itu merasa bahwa kehidupan manusia begitu mirip dengan awan yang
melayang diangkasa. Membuat orang sukar menduga akhir dari kehidupannya bahkan apa
yang bakai terjadi dalam sekejap kemudian.
Yaa, Gak Lam-kun waktu itu benar-benar meresapi bahwa awan putih yang tebal
sesungguhnya merupakan suatu perlambang bagi kehidupan manusia didunia ini.
Tiba tiba terdengar helaan napas panjang berkumandang dari belakang tubuhnya.
“Engkoh Gak mengapa kau berada disini seorang diri? Apa yang sedang kau lakukan
disini?”
Terkesiap Gak Lam-kun setelah mendengar teguran itu. Dengan cepat ia membalikkan
badannya, terlihat si nona baju perak yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan itu
sedang melangkah mendekat dengan gerakan tubuh yang ringan.
Gak Lam-kun segera menghela napas sedih katanya, “Mengapa kau belum tidur juga?”
Selapis rasa kesal dan sedih menghiasi wajah si nona baju perak yang cantik, sahutnya,
“Ujung tembok menutupi daun jendela. Asap tipis menyelimuti wajah, rembulan serasa
hamba. kekasih ada di mana…? Oh engkoh Gak…”
Ketika mengucapkan kata kata tersebut, tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang
membasahi wajahnya yang murung itu.
Gak Lam-kun segera menghampirinya, lalu berbisik lirih. “Adik Ping, mengapa kau?”
Diambilnya secarik sapu tangan dan disekanya air mata yang membasahi pipinya itu
dengan penuh kelembutan dan kehangatan, sikapnya itu amat mesra.

Tampaklah dari balik sepasang mata si nona baju perak yang besar, air mata jatuh
bercucuran membasahi pipinya. Tapi sekulum senyuman muncul diujung bibirnya dengan
manis pelan-pelan dia memejamkan matanya dan bersandar dalam pelukan pemuda itu.
“Engkoh Gak. apakah kau sedang menunggu Bwe Li-pek?” tegurnya.
Gak Lam-kun mengangguk “Benar, aku ada urusan hendak dibicarakan dengannya,
karena itu aku harus bertemu dengannya!”
Nona berbaju perak segera mencibirkan bibirnya, dengan nada cemburu dia
bertanyalagi, “Engkoh Gak, cintakah kau kepadanya?”
Gak Lam-kun tidak menyangka kalau gadis itu bakal mengajukan pertanyaan secara
terang-terangan. Dia tahu perempuan itu paling mudah cemburu apalagi dia telah
mencintai dirinya sedemikian rupa, tak nanti dia akan ijinkan orang lain untuk terjun pula
dalam kancah percintaannya dengan pemuda tersebut.
Berpikir demikian Gak Lam-kun segera berkata.: ”Adik Ping. Kau tak usah berpikir yang
bukan-bukan. Aku pasti akan mendampingimu selama hidup”
Mendengar janji tersebut sekulum senyuman yang manis dan hangat kembali
menghiasi wajahnya yang cantik. Dalam sekejap itu pula perasaannya terasa lega dan
terbuka, katanya: ”Engkoh Gak. kalau begitu bagaimana kalau kita hidup tenang dalam
istana kaca Siu bing kiong yang didirikan oleh Kiu tiong-kiongcu Ku Yang-cu itu? Aku pasti
akan melayanimu secara baik-baik. Aku dapat memberikan seorang anak lelaki dan
seorang anak perempuan kepadamu. Waktu itu kita tak akan banyak ribut dengan seorang
persilatan, sepanjang hari memetik harpa bermain pedang untuk menghibur diri…”
Sesungguhnya si nona berbaju perak itu adalah seorang gadis aneh yang aneh pula
wataknya. Ia tinggi hati, terlalu egois dan tahunya menang sendiri. Tapi ketika ia sudah
menjadi istrinya Gak Lam-kun, watak yang aneh itu ternyata seratus delapan puluh derajat
mengalami perubahan yang besar. Ia berubah menjadi begitu romantis, begitu polos dan
lembut, seakan akan sama sekali tiada hubungannnya dengan keanehan serta
keeksentrikan wataknya dimasa lalu.
Gck Lam-kun merasa terharu sekali setelah menyaksikan ketukusan dan dalamnya cinta
orang, diam diam ia berpikir di hati, “Gak Lam-kun wahai Gak Lam-kun, sekarang kau
sudah mempunyai seorang istri yang paling cantik didunia ini, apakah kau masih belum
merasa puas? Apakah kau tidak merasa tindakanmu sekarang telah menyakiti hati Adik
Ping….”
Berpikir sampai disitu, timbul perasaan dihati kecil Gak Lam-kun. Ia merasa hatinya
hancur lebur menjadi berkeping-keping. Dipeluknya tubuh gadis itu dengan hangat dan
mesra, tak sepatah katapun yang sanggup diucapkan. Hanya titik air mata yang jatuh
berlinang membasahi wajah gadis cantik itu.
Tiba tiba nona berbaju perak itu membelalakkan sepasang matanya, kemudian katanya
sambil tertawa, “Engkoh Gak, sedihkah hatimu?”
“Tidak… Aku… aku… terlalu gembira” sahut pemuda itu seraya menggeleng.
Sehabis berkata, ia menundukkan kepalanya dan mancium bibirnya dengan mesra.

“Ehmm… kau jahat…” bisik nona berbaju perak itu dengan wajah memerah.
Menyaksikan pipinya yang merah karena jengah, Gak Lam-kun merasa makin
dipandang gadis itu semakin mempesona hati, sehingga tanpa terasa ia membelai
rambutnya dengan mesra dan timbul perasaan nyaman dan hangat yang tak terlukiskan
dengan kata-kata.
Pelan-pelan gadis berbaju perak itu memejamkan matanya. Sekulum senyuman manis
masih menghiasi ujung bibirnya, seakan-akan ia merasa bahwa detik itu merupakan detik
yang paling bahagia dalam sejarah hidupnya selama ini.
Gak Lam-kun memperlihatkan sekejap matanya yang besar dan jeli itu, senyuman
manis yang menghiasi bibirnya dan sorot matanya yang lembut dan penuh kemesraan itu,
tanpa terasa dia menghela napas dalam hati pikirnya. “Kenapa aku Gak Lam-kun pernah
merasakan kebahagiaan hidup seperti sekarang ini? Sejak mendapatkan Ji Cin-peng
sebagai istriku, kini aku mendapat pula seorang gadis yang cantik jelita bak bidadari dari
kahyangan sebagai istriku pula. Aaai… semoga Thian melimpahkan rahmatnya kepada
kami sehingga bisa hidup bahagia sampai akhir masa nanti….”
Gak Lam-kun memajamkan matanya rapat-rapat dan diam-diam berdoa didalam hati.
Tiba tiba terdengar nona berbaju perak itu berseru, “Engkoh Gak, aku ingin
memberituhukan sebuah rahasia besar kepadamu. Mau dengar tidak?”.
Mendengar ucapan tersebut, bagaikan baru sadar dari impian, cepat-cepat pemuda itu
bertanya, “Rahasia apa?”
“Kau bersedia tidak untuk mendengarkan?”
Menyaksikan wajahnya yang manja dan manis itu, apalagi kalau sedang aleman begini,
kecantikannya terasa bertambah mempesonakan hati, tanpa terasa sahutnya berulang
kali, “Aku bersedia! Aku bersedia! Cepatlah kau katakan!”
Nona berbaju perak itu menatap wajah Gak Lam-kun lekat-lekat, kemudian bertanya,
“Engkoh Gak, beritahu kepadaku secara terus terang, sesungguhnya gurumu Yo Long
sudah mati atau belum?”
Pertanyaan itu sangat mencengangkan hati Gak Lam-kun. Ia tidak habis mengerti apa
sebabnya gadis itu mengajukan pertanyaan seaneh itu. “Adik Ping. mengapa kau
mengajukan pertanyaan tersebut?” tegurnya kemudian.
Sepasang mata nona berbaju perak itu merah karena sedih bisiknya, “Tahukah kau asal
usulku?”
Diam-diam Gak Lam-kun merasa menyesal, pikirnya, “Yaa, benar! Aku telah menjadi
suami istri dengannya tapi asal usulnya masih belum kuketahui dengan jelas. Bukankah
kejadian ini lucu dan menggelikan sekali?”
Berpikir demikian, dia lantas tersenyum, katanya, “Bukankah kau putrinya Soat san
thian li?”

“Kau hanya tahu itu saja, tahukah kau siapa nama ibuku?”
Merah padam selembar wajah Gak Lam-kun lantaran jengah, sahutnya agak tergagap,
“Sungguh menyesal aku….”
Nona berbaju perak itu menghela napas panjang, katanya, “Dalam dunia dewasa ini,
mungkin hanya gurumu seorang yang mengetahui asal usul ibuku… Padahal aku
sendiripun tidik tahu siapakah nama ibuku yang sesungguhnya. Aku hanya lahu dia orang
tua bernama Gi-gi”
Gak Lam-kun menjadi amat keheranan, segera tanyanya, “Adik Ping, apakah ibumu tak
pernah memberitahukan kepadamu siapakah nama lengkapnya?. Kalau begitu siapakah
ayah-mu?”
Nona berbaju perak itu tak kuasa menahan rasa sedihnya lagi setelah mengenang
kembali asal usulnya yang mengenaskan itu tanpa terasa titik air mata kembali jatuh
bercucuran membasahi pipinya.
Gak Lam-kun mengeluarkan sapu tangan dan menyeka air mata yang membasahi
pipinya itu, kemudian berbisik, “Adik Ping, aku benar-benar tidak mengerti kau memiliki
asal usul semacam ini”
Tiba tiba nona berbaju perak itu tertawa kembali, katanya, “Asal kau benar benar
mencintaiku, aku tak akan pernah merasakan sedih lagi dengan asal usulku yang
mengenaskan itu”
Ucapan tersebut sangat menggetarkan perasaan Gak Lam-kun. Sekalipun hanya
sepatah kata yang sederhana tapi sudah terpancar betapa dalamnya cinta gadis itu
kepadanya. Itu berarti dia sendiri tak boleh sampai menyia-nyiakan limpahan rasa
sayangnya itu.
“Adik Ping kau jangan kuatir” janjinya, “sampai mati aku Gak Lam-kun akan tetap
mencin-taimu”
“Engkoh Gak tahukah kau barusan mengapa aku bertanya soal gurumu? Karena lamatlamat
menurut dugaanku ayahku besar kemungkinan adalah gurumu sendiri Yo Long”
Tak terlukiskan rasa kaget Gak Lam-kun setelah mendengar perkataan itu, seruuya,
“Apa…? Hal ini… hal ini mana bisa jadi?”
“Sejak aku tahu urusan, ibu sudah malai mengajarkan aku membaca buku, bermain
khim. Tapi setiap kali aku bertanya soal ayahku, wajahnya selalu memucat dan menangis
dengan sedih. Dia bilang ayahku sudah lama meninggal dunia, dia suruh aku baik-baik
berlatih memetik harpa serta ilmu silat, agar setelah dewasa nanti bisa pergi membunuh
seorang musuh besarnya. Selama enam tujuh tahun lamanya selain ibu mengajarkan ilmu
syair dan ilmu silat, mengenai soal jago-jago dalam dunia persilatan serta watak manusia
di dunia luar boleh dibilang tak pernah membicarakannya. Dia selalu membungam dalam
seribu bahasa, bahkan nama margaku pun tak pernah mau dikatakan. Akan tetapi
sebelum dia orang tua meninggal dunia, ternyata dia telah menyerahkan Lencana
Pembunuh Naga itu kepadaku. Ia berpesan agar aku datang ke pulau terpencil ini dan
menunggu kedatangan Tok liong cuncu Yo long. Ia suruh aku memetikkan khim baginya.
Waktu itu aku bertanya kembali siapakah nama margaku sebab bila seorang tidak memiliki

nama marga berarti dia adalah anak jadah, aku tidak ingin seorang anak yang tidak
berbapak.”
“Apakah ibumu memberitahukan kepadamu siapa nama margamu?” tukas Gak Lam-kun
Nona berbaju perak itu menghela napas panjang, sahutnya. “Ketika kuajukan
pertanyaan ini, sekujur tubuh ibu segera mengejang keras, akhirnya ketika ia
menyebutkan bahwa aku she Yo. Dia orang tua telah menghembuskan napasnya yang
penghabisan”
Gak Lam-kun segera menghels napas panjang pula. “Aaai… ilmu silat yang dimiliki Soat
san-thian li tiada tandinganya diseluruh dunia, mengapa dia bisa meninggal secara tibatiba…..?”
Pada saat itu, si nona berbaju perak itu sudah tak dapat menahan rasa sedihnya lagi
mengenang kembali kematian ibunya. Air mata bercucuran dengan derasnya, dengan
sedih ia berkata, “Berhubung terlalu banyak pikiran dan hatinya tak pernah tenang, maka
sewaktu melihat sejenis ilmu silat yang maha sakti dia telah mengalami jalan api menuju
ke neraka yang mengakibatkan kematiannya”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas panjang. “Bila perasaen tidak tenang pikiran
ikut tak tenang, hal mana justru merupakan pantangan bagi orang untuk berlatih ilmu.
Apakah dia tidak mengetahui akan hal ini?”
“Mungkin ia lebih suka cepat-cepat mati daripada hidup menanggung sengsara?”
“Kau jangan terlalu bersedih hati, kejadian dimasa lampau bagaikan impian, apa yang
sudah lewat biarkan saja dia lewat”
“Engkoh Gak….” pekik Yo Ping, si nona berbaju perak itu lirih, “semenjak kematian ibu,
siang dan malam aku selalu memikirkan hubungan apakah yang sesungguhnya terjalin
antara dia dengan Yo Long. Pada akhirnya aku sudah mulai merasakannya secara lamatlamat
bahwa besar kemungkinan Tok liong cuncu Yo Long adalah ayahku yang
sesungguhnya. Engkon Gak, beritahu kepadaku apakah dia sudah mati? Mari kita pergi
mencarinya dan membongkar keadaan yang sebenarnya”
“Adik Ping, kau tak usah bersedih hati. Guruku telah meninggal dunia pada tiga tahun
berselang!” kata Gak Lam-kun sambil menghela napas sedih.
“Kalau begitu asal-usulku kan tak bisa ku ketahui sepanjang masa….?”
“Aku rasa masih ada seorang yang mungkin tahu…”
“Siapa?”
“Hay sim li yang sinting itu. Asal kita dapat menyembuhkan penyakit yang
menderitanya besar kemungkinan dia bisa memberitahu hubungan yang sebenarnya
antara guruku dengan ibumu”
“Sekarang Hay sim li berada dimana?”
“Dia pergi mengambil tulang dari guruku. Mungkin masih berada dipulau ini”

“Engkoh Gak, malam sudah semakin kelam, mari kita pulang kcdalam rumah!” bisik Yo
Ping lirih.
Dengan mesra Gak Lam-kun merangkul pinggangnya yang ramping dan menempelkan
wajah-nya diatas wajahnya. Sikap itu begitu hangat dan mesra, penuh dengan luapan rasa
cinta yang dalam.
Pelan-pelan mereka beranjak dan kembali ke ruangan.
Tapi baru tiga kaki dia berjalan tiba- tiba dibawah sebatang pahon siang tampak
sesosok bayangan manusia berdiri tegak disitu.
Yo Ping menjadi naik pitam ketika dilihatnya ada orang yang begitu berani mengintip
perbuatan mereka. Sambil membentak nyaring tangan kirinya diayunkan kedepan siap
membinasakan orang itu.
Gak Lam-kun yang memiliki sepasang mata yang tajam segera dapat menangkap siapa
gera-ngan orang itu, buru-buru serunya. “Adik Ping jangan sembarangan bertindak!”
Tiba tiba orang itu meloloskan pedangnya dan secepat kilat menyambar datang.
Cahaya pedang memancar keempat penjuru amat menyilaukan mata dengan jurus Cun
han Hau siau (Kabut dingin menyelimuti bukit) ia gulung tubuh kedua orang itu.
“Liong te, ako!” Gak Lam-kun segera berteriak keras.
Di bawah sorot sinar rembulan, tampaklah bahwa orang itu tak lain adalah Ji Kiu-liong.
Dengan wajah penuh kesedihan dan perasaan aei ci Ji Kiu-liong membentak keras.
“Justru karena aku tahu kalau kau, maka aku hendak membunuh kalian berdua!”
Bukannya mundur kebelakang. pemuda itu malah maju menerjang ke muka dengan
kecepatan bagaikan sambaran kilat.
“Adik Liong, kau…..?”
Berbareng deegan bentakan yang berat, tangan kirinya secepat kilat mencengkeram
kedepan.
“Aduuhh…!” Diiringi jeritan tertahan, pedang ditangan Ji Kiu liong itu tahu-tahu sudah
dipukul rontok keatas tanah oleh serangan dari Gak Lam-kun itu.
Ji Kiu-liong membentak amat gusar. Sepasang telapak tangannya secara beruntun
melepaskan tiga buah serangan berantai dan sebuah tendangan kilat.
Kaki dan tangan digunakan bersama… itulah jurus ampuh yang diwariskan Gak Lamkun
kepadanya.
Ketika dilihatnya pemuda itu menyerang bagaikan orang kalap, bahkan begitu turun
tangan lantas mempergunakan jurus-jurus serangan yang dahsyat dan mematikan, Gak
Lam-kun menjadi tertegun dan tidak habis mengerti. Dia tak tahu apa sebabnya Ji Kiuliong
bisa melancarkan sergapan maut kepadanya?

Gak Lam-kun dan Yo Ping segera memutar tubuhnya dan secara aneh dan gesit dia
menghindarkan diri sejauh tiga depa lebih dari posisi semula.
Dengan gusar Gak Lam-kun segera membentak keras, “Adik Liong, kau jangan
bergurau terus, hayo cepat hentikan seranganmu itu!”
Benar juga. Ji Kiu-liong segera menghentikan serangannya. Dengan sepasang mata
melotot lebar diawasinya Gak Lam-kun lekat lekat. Titik air mata jatuh bercucuran
membasahi pakaiannya. Ia tampak amat sedih dan tersiksa, mulutnya terbungkam dalam
seribu bahasa.
Dari sakunya Gak Lam-kun mengeluarkan sapu tangan dan menyeka air mata yang
membasahi wajah Ji Kiu-liong, kemudian dengan suara lirih dia bertanya, “Adik Liong, apa
yang telah terjadi denganmu?”
Ji Kiu-liong tidak menjawab, dia malah menangis tersedu sedu.
Menyaksikan tindak tanduk pemuda itu, Gak Lam-kun semakin tertegun lagi lagi
dibuatnya sehingga ia menjadi melongo dan tak tahu apa yang musti dilakukan.
Tiba tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, dengan cepat dia berseru, “Adik Liong,
apakah nona Bwe sudah tertimpa sesuatu kejadian besar?”
Sambil menangil terisak kata Ji Kiu-liong, “Engkoh Gak, terima kasih kuucapkan atas
perhatianmu Selama banyak tahun kepadaku. Hari ini hubungan kita sudah berakhir. Sejak
sekarang kita akan berpisah untuk selama-lamanya. Kau…. baik-baiklah menjaga dirimu”
Selesai berkata dia lantas membalikkan badan dan berlalu dari tempat itu.
Gak Lam-kun menjadi sangat gelisah, teriaknya keras keras, “Adik Liong, adik Liong,
harap tunggu dulu. Kau harus menjelaskan dahulu apa yang telah terjadi…!”
Pada waktu itu perasaan Ji Kiu-liong amat sedih bagaikan ditusuk-tusuk dengan pisau.
Terhadap teriakan dari Gak Lam-kun, hampir tak digubris olehnya. Dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya sudah lenyap tak berbekas ditelan kegelapan.
Pelan- pelan Yo Ping menghampirinya dan berkata, “Engkoh Gak. bocah itu telah
menghina dirimu. Biarkanlah dia pergi dari sini!”
Gak Lam-kun mengaela napas panjang. “Adik Ping!” katanya, “tunggulah aku di dalam
istana Sui cin kiong… sebentar aku datang!”
Sehabis berkata dia telah membalikkan badannya dan siap pergi meninggalkan tempat
itu.
Paras muka Yo Ping segera berubah hebat. “Engkoh Gak, kau…..”
“Maafkanlah aku Adik Ping. Aku tak dapat membiarkan bocah itu pergi dengan begitu
saja. Ia perlu pengawasan dariku!”

Sehabis berkata, secepat sambaran kilat Gak Lam-kun berlalu dari sana mengejar
kemana Ji Kiu-liong melenyapkan diri tadi.
Menyaksikan bayangan punggung Gak Lam-kun yang lenyap dari pandangan, air mata
jatuh bercucuran membasahi wajah Yo Ping.
Rasa sedih yang amat tebal menyelimuti wajahnya. Dia bergumam seorang diri, “Lelaki
bedebah, rupanya mulutmu saja yang manis. Rupaya kau lebih mencintai orang she Bwe
itu daripada kepadaku?”
Bergumam sampai disitu selapis hawa napsu membunuh amat tebal segera memancar
keluar diatas wajah Yo ping yang dingin bagaikan es itu, serunya lagi dengan gemas,
“Baik! Kalau ingin mati, kita akan mati bersama…!”
Perempuan memang sebagian besar berhati culas dan curiga. Apalagi terhadap
masalah kecil yang sepele, biasanya mereka akan memandangnya amat serius dan berat.
Bila suatu persoalan sudah menyusup dalam benaknya maka masalah itu seakan akan
selalu merongrong hatinya. Makin dipikir persoalan yang mulanya kecil itu akan makin di
besar-besarkan sehingga akhirnya akan rnenciptakan suatu tragedi yang akan disesalinya
setelah semua itu telah terjadi.
Begitu pula dengan keadaan Yo Ping sekarang. Dia mengira Gak Lam-kun telan
menghianati cintanya. Dia menganggap pemuda itu lebih mencintai gadis lain daripada
mencintainya. Ini membuat gadis tersebut makin dipikir semakin marah, akhirnya kobaran
api yang membara dalam dadanya mendorong hawa napsu membunuhnya. Ini pula
akibatnya dia melangkah ke suatu jalan yang salah yang akhirnya nyaris mengakibatkan
kematian banyak orang.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Ji Kiu-liong? Mengapa secara kebetulan dia dapat
berjumpa dengan Gak Lam-kun serta Yo Ping disana?
Kiranya setelah senja menjelang tiba tadi, Ji Kiu liong telah meninggalkan Ji Cin peng.
Ia tahu ingin melepaskan diri dari cengkeraman Tiang pek sam him, maka tak boleh ia
tinggalkan tempat itu. Maka pemuda tersebut bersembunyi di suatu sudut dari bangunan
tersebut. Menanti kentongan keempat sudah menjelang, tiba-tiba ia teringat kembali janji
Gak Lam-kun dengan kakaknya itu.
Maka secara diam-diam dia menyelinap masuk ke dalam. ruangan bangunan itu. Apa
mau dibilang pada saat itulah ia menyaksikan adegan mesra antara Gak Lam-kun dengan
Yo Ping. Hal ini kontan saja membangkitkan rasa sedih dan sakit hatinya.
Terbayang kembali kakaknya yang bernasib jelek, hidup sengsara sepanjang masa…
bukankah kesemuanya itu karena cinta kasihnya kepada Gak Lam-kun?
Benar dia kurang begitu jelas tentang dendam keluarganya, tapi ia tidak menyangkal
bahwa kesengsaraan yang dialami kakaknya tak lain adalah hasil perbuatan dari Gak Lamkun.
Bagaimanapun juga Gak Lam-kun wajib memikul tanggung jawab ini.
Cinta kasih kakaknya terhadap pemuda itu begitu mendalam, begitu suci dan murni
sehingga ia rela mengorbankan segala sesuatunya demi pemuda itu. Sebaliknya Gak Lamkun
sendiri….

Semakin dipikirkan, Ji Kiu-liong dengan jalan pemikiran kekanak-kanakannya itu
semakin mendendam sehingga tanpa terasa api kemarahannya berkobar didalam dada.
Itulah sebabnya dengan geram ia melancarkan tusukan maut ke tubuh Gak Lam-kun.
Dalam pada itu, Ji Kiu-liong seding berlarian dengan kencangnya. Pelbagai ingatan
berkecamuk dalam benaknya, kini kakaknya sudah ditawan orang. Mati hidupnya tidak
diketahui. Dengan cara apakah dia harus menyelamatkan jiwanya…..
Seandainya ia sampai mati, maka keponakanku itu mengapa harus diserahkan kepada
Gak Lam-kun……
Ternyata didalam hati kecilnya itu sudah mengambil keputusan untuk memikul
tanggung jawab untuk mendidik bocah kecil itu. Dia tak rela menyerahkan keponakannya
itu kepada Gak Lam-kun, sebab bagaimanapun juga bocah itu dilahirkan oleh kakaknya….
Dalam sekejap mata, Ji Kiu-liong sudah berada di pantai laut sebelah barat,
memandcang gulungan ombak di samudra yang bewarna biru kehitam-hitaman itu. Ia
duduk termangu….
Angin dingin berhembus lewat membuat ombak menggulung makin ganas.
Kobaran api amarah yang membara daiam dadanya, pelan-pelan mulai mereda dan
membuyar……
Dengan begitu, otaknya juga mulai dingin. Kesadarannya mulai pulih kembali seperti
sediakala….
Tapi ia menangis, menangis tersedu-sedu persis seperti seseorang anak kecil.
Kemudian, dari belakang tubuhnya tiba-tiba kedengaran seseorang menghela napas
panjang. “Adik Liong, kesedihan apakah yang kau alami, sehingga membuat batinmu
begitu tertekan. Kenapa kau tidak menjelaskan kepadaku? Tahukah kau bila kau sampai
berbuat demikian, aku merasa malu kepada kakakmu dialam baka. Aku merasa seakanakan
tak sanggup menanggung pertanggungan jawab ini”
Ji Kiu-liong makin meledak tangisannya. Tiba-tiba ia melompat bangun dari
menjatuhkan diri ke dalam pelukan Gak Lam-kun.
“Adik Liong!” kata Gak Lam-kun sambil menepuk bahunya, “sebagai seorang lelaki
sejati, tidak pantas kau melelehkan air mata dengan begitu saja. Bila ada persoalan,
katakanlah secara terus terang!”
“Gak toako!”, kata Ji Kiu-liong, sambil menahan isak tangisnya. “Aku… Aku… merasa
bersalah kepadamu….”
Kasih sayang yang diperlihatkan Gak Lam-kun itu sangat mengharukan Ji Kiu-liong.
Sebagaimana diketahui seorang bocah adalah paling gampang terpengaruh emosinya, tapi
paling gampang pula dibikin terharu. Tidak terkecuali Ji Kiu-liong sendiri.
“Kau jangan bersedih hati” kata Gak Lam-kun lagi. “aku tahu didalam hati kecilmu pasti
terdapat kesulitan yang tak mampu diutarakan dengan kata-kata…”

Ji Kiu-liong semakin tergetar perasaannya, tak tahan lagi dia lantas berteriak keras,
“Engkoh Gak, cici ku telah ditawan oleh Tiang pek sam him….!”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun mengerutkan dahinya rapat-rapat lalu berkata,
“Ilmu silat yang dimiliki nona Bwe sangat lihay, bagaimana mungkin ia bisa…..”
“Nona Bwe adalah kakak kandungku. Dia adalah enci Cin peng…!” seru Ji Kiu-liong lagi
dengan pedih.
Ibarat disambar geledek di siang hari bolong Gak Lam-kun merasakan benaknya serasa
benaknya terasa kosong. Tak terasa, dengan suara gemetar, bisiknya agak tergagap,
“Apaa….. apaa kau bilang? Nona Bwe adalah Cin peng? Sedang mimpikah aku ini?”
“Engkoh Gak mengapa kau tidak percaya?” teriak Ji Kiu-liong “Ia telah melahirkan
seorang anak lelaki untukmu. Dia benar-benar adalah kakak kandungku…”
Gak Lam-kun berusaha keras untuk menekan pergolakan perasaan dalam hatinya ia
berkata lirih, “Adik Liong, sesungguhnya apa yang telah terjadi? Cepat kau terangkan
kepadaku”
Secara ringkas Ji Kiu-liong lantas menceritakan bagaimana Ji Cin-peng mengakui
keadaannya serta bagaimana terjadinya pertarungan dengan Tiang-pek sam him, sehingga
mengakibatkan tertawannya dia. Cuma dia secara sengaja telah merahasiakan hubungan
dendam keluarganya dengan si anak muda itu.
Seusai mendengar kisah tersebut, Gak Lam-kun lantas bergumam, “Dia adalah adik
Peng. Yaa dia memang mirip sekali dengan Adik Peng. Baik raut wajahnya maupun
potongan badannya. Tapi kenyataan ini serasa sukar diterima dengan akal…. Yaa… Yaa…!
Dia pasti adalah Ji Cin-peng. Dia benar-benar adalah Ji Cin-peng….”
“Oooh adik Peng… adik Peng… mengapa kau harus meninggalkan kami…? mengapa..?
Belum pernah pikiran dan perasaan Gak Lam-kun sekalut sekararg ini. Sedemikian
kalutnya kepala terasa menjadi pusing tujuh keliling.
Ji Kiu-liong segera berkata, “Cici meninggalkan kita hampir setahun karena ia hendak
melahirkan anak itu.”
Gak Lam-kun menatap wajahnya lekat-lekat, kemudian berkata, “Kiu-liong, kau jangan
berbohong. Setelah melahirkan anak itu, mengapa tidak datang mencari kita berdua?”
Ji Kiu-liong merasa amat terkejut pikirnya. “Aduuuh… celaka? Bila ia sampai menaruh
curiga, habislah sudah segala galanya”
Berpikir demikian, dengan cepat Ji Kiu-liong berkata. “Cici meninggalkan kita tentu saja
karena ia mempunyai rahasia yang tak bisa diungkapkan kepada orang. Apa salahnya bila
kau tanyakan sendiri persoalan tersebut kepadanya dikemudian hari?
Gak Lam-kun manggut manggut. kemudian ia bertanya lagi dengan cemas, “Adik Liong,
bagaimana keadaan lukanya?”

“Luka yang dideritanya itu parah sekali” jawab Ji Kiu-liong dengan sedih. “Mungkin
sekali akibat lukanya itu bisa mempengaruhi jiwanya. Andaikata ia mati. sungguh kasihan
keponaklanku itu. Dia tak akan bisa merasakan kasih sayang dari ibunya lagi!”
Mendengar itu dengan geram Gak Lam-kun menggigit bibirnya menahan rasa gusar dan
bencinya dihati. Ia bersumpah. “Tiang pek san him wahai Tiang pek san him apabila Ji
Cin-peng sampai mengalami sesuatu cedera, aku Gak Lam-kun bersumpah akan membumi
ratakan Ngo kok kosu kalian dan mencincang tubuh kamu bertiga…..!”
Diam diam Ji Kiu-liong merasa girang setelah mendengar perkataan itn, serunya
dengan cepat, “Engkoh Gak. Mereka sudah berangkat semalam lebih awal, bila kita
mengejarnya sekarang jaga mungkin ditengah jalan masib bisa menghalangi jalan pergi
mereka”
Mendengar perkataan itu, bagaikan baru sadar dari impian Gak Lam-kun segera
berseru, “Adik Liong, perjalanan menuju kebukit Tiang pek san jauh sekali, apakah kau
hendak ikut?”
“Gak toako, apakah kau suruh aku berada di sini seorang diri tiap hari sambil
menanggung derita?”
Gak Lam-kun segera manggut manggut “Kalau begitu urusan tak bisa ditunda lagi, mari
kita segera berangkat…..!”
Selesai berkata Gak Lam- kun dan Ji Kiu-liong segera mengerahkan ilmu meringankan
tubuhnya meluncur ke depan dengan kecepatan luar biasa. Setibanya dipantai, dengan
sampan mereka berangkat meninggalkan pulau terpencil itu, kemudian dengan dua ekor
kuda jempolan berangkat menuju ke bukit Tiang pek san.
Perjalanan dilakukan dengan kecepatan luar biasa, siang malam terus berjalan untuk
mengejar waktu. Dalam waktu belasan hari kemudian tibalah ke dua orang itu
diperbatasan.
Sepanjang jalan mereka selalu mencari kabar tentang rombongan Tiang pek-sam him,
tapi tak pernah ada berita yang didapatkan.
Perasaan hati Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong bertambah berat dan murung. Mereka
melanjutkan perjalanannya makin cepat. Sepanjang jalan kedua orang itu jarang
berbicara. Kurang lebih tujuh-delapan hari kemudian tibalah kedua orang itu di wilayah
Tiang pek-san.
Oleh karena jalan yang tidak hapal. setelah naik keatas bukit selama hampir tiga hari
lamanya mereka tak pernah melihat ada jejak manusia, apalagi rasa haus yang luar biasa.
Tak setetes airpun yang bisa dipakai untuk mengusir dahaga.
Hari itu, mereka berdua kembali melewati sebuah tebing karang yang sangat curam
dan tiba dipuncak bukit sebelah utara. Sepanjang mata memandang meski tampak tanah
rerumputan yang terpentang luas, namun tak setetes air pun yang ditemukan.
Tenaga dalam yang dimiliki Ji Kiu-liong agak cetek. Setelah melakukan perjalanan
selama dua puluh hari lebih tanpa berhenti, ia sudah kepayahan dan kehabisan tenaga,
tapi ia tetap bertahan ,untuk melanjutkan perjalanan.

Gak Lam-kun tahu, bila tidak berhasil menemukan air lagi disekitar tempat itu, niscaya
Ji Kiu-liong tak akan kuat untuk menahan diri lebih jauh….
Gak Lam-kun termenung beberapa saat lamanya. Mendadak secara lamat-lamat ia
menangkap suara yang amat lirih berkumandang datang dari dinding karang sebelah
kanan. Satu ingatan segera melintas dalam benaknya, dengan menelusuri dinding bukit
tersebut dia bergerak menuju ke sebelah kanan.
Lebih kurang seratus kaki kemudian, tampak sebatang pohon siong yang amat besar
tumbuh tegak didepan sana. Suara percikan air tadi terdengar menggema datang dari
dinding tebing di belakang pohon siong yang amat besar itu.
Ji Kiu iioag segera merasakan semangatnya berkobar kembali, teriaknya keras keras,
“Gak toako disitu ada air!”
Gak Lam-kun segera menyingkap daun pohon siong yang lebat itu dan melongok
kedepan. Dimuka situ tampaklah sebuah gua yang tingginya mencapai ketinggian seorang
manusia.
Segulung angin sejuk berhembus lewat dari balik gua itu membawa bau harum yang
semerbak.
Gak Lam-kun segera berpikir, “Jikalau dari gua tersebut bisa berhembus keluar angin
sejak, itu menandakan kalau gua tersebut tak akan terlalu dalam”
Ia lantas berpaling seraya berkata, “Ikutlah dibelakangku!”
Seraya berkata dia lantas miringkan badan sambil melangkah masuk kedalam telapak
tangannya yang sebelah melindungi dada, sementara tangannya yang lain disiapkan
menghadapi lawan, selangkah demi selangkah berjalan maju kedepan.
Setelah melewati dua buah tikungan, dari depan situ tampak kilatan cahaya terang
suara percikan airpun kedengaran makin jelas. Dengan hati girang pemuda itu segera
mempercepat langkahnya keluar dari ujung gua tersebut.
Tanpa terasa Ji Kiu-liong segera berpekik tertahan, “Oooh…… alangkah indahnya
pemandangan alam ditempat ini!”
Ternyata diluar gua tersebut seolah olah terdapat dunia lain, disana rumput tumbuh
amat subur dengan aneka warna bunga yang indah menawan, angin lembut berhembus
lewat membawa kelembaban air yeng sejuk. Lebih kurang beberapa tombak jauh didepan
sana, tepatnya ditebing sebelah barat tampak pohon siong tumbuh dengan suburnya.
Dahan yang melengkung diudara membuat selat sempit yang panjangnya seratus kaki
dengan lebar belasan kaki ini terasa rimbun dan nyaman.
Ji Kiu-liong dan Gak Lam-kun hanya tertarik untuk menyaksikan keindahan alam di
sekitar sana hingga rasa dahagapun sampat terlupakan untuk sesaat. Tiba-tiba dua puluh
kaki dari tempat itu berkumandang suara helaan napas……..
oooOOOooo

WALAUPUN helaan napas itu sangat lirih, tapi bagi Gak Lam-kun yang memiliki tenaga
dalam sempurna dapat menangkapnya dengan jelas sekali. Iapun bisa menangkap bahwa
suara tersebut berasal dari suara seorang perempuan.
Gak Lam-kun merasa terkejut, segera pikirnya, “Siapakah dia?”
Sebab ia merasa suara helaan napas itu agak sedikit dikenal olehnya, itu berarti
perempuan itu dikenal pula olehnya.
Pelan pelan Gak Lam-kun berjalan menghampiri asal suara dari helaan napas itu.
Setelah melewati aneka bebungaan yang indah, akhirnya ditepi sebuah kolam kecil ia
menyaksikan seorang gadis berbaju putih sedang duduk termenung disana.
Gadis itu duduk dengan punggung menghadap Gak Lam-kun dan wajah menghadap
kedepan. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya? Ketika angin sejuk berhembus lewat,
rambut dan bajunya yang berwarna putih itu segera berkibar kibar.
Memandang bayangan punggungnya itu, Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar
keras, segera pikirnya, “Dia?! Bukankah dia adakah Ki Li-soat…”
Sementara itu si nona baju putih itu sedang menghela napas sedih, terdengar ia
bergumam seorang diri, “Aaai….. sebetulnya aku ingin melepaskan diri dari segala urusan
keduniawian. Siapa tahu begitu banyak percobaan yang harus kuhadapi, apakah Thian
hendak melimpahkan penderitaan tersebut kepadaku….?”
Bergumam sampai disitu, dengan suatu gerakan yang enteng dara berbaju putih itu
segera bergerak menuju ke puncak sebelah kiri itu dengan gerakan ringan, seakan akan
dia tidak menyadari bahwa Gak Lam-kun telah berada belasan kaki dihadapannya.
Dalam waktu singkat nona berbaju putih itu sudah tiba diatas puncak bukit itu.
Oleh tindak tanduknya yang serba aneh itu Gak Lam-kun dibikin tidak habis mengerti.
An-daikata gadis itu benar-benar adalah Ki Li-soat maka itu menandakan kalau ilmu silat
yang dimilikinya sudah terhitung nomor satu dalam dunia persilatan, tapi kenapa ia tidak
menyadari kalau ada orang sedang mendekatinya?
Kalau dikatakan bukan, mengapa nada suara maupun bayangan punggungnya begitu
mirip apalagi kalau didengar dari gumamnya tadi tampaknya….
Semakin dipikir Gaik Lam-kun semakin keheranan sementara dia masih termenung,
tiba-tiba terdengar suara dari Ji Kiu-liong berkumandang dari belakang, “Gak toako,
siapakah perempuan itu? Cepat benar gerakan tubuh yang dimilikinya”
“Adik Liong, nantikan aku disini akan kutengok keadaan orang tersebut”
Seraya berkata Gak Lam-kun segera meluncur ke arah tebing curam yang berbatu
karang itu. Dalam beberapa puluh kali lompatan saja, tubuhnya sudah berada diatas
tebing itu, setinggi ratusan kaki. Kemudian dalam waktu singkat telah mencapai diatas
tebing tersebut.
Terasalah derusan angin dingin yang berhembus lewat amat menusuk badan. Ternyata
dasar lembah dan puncak tebing itu seolah olah dua buah dunia yang berbeda.

Dalam pada itu sinona berbaju putih itu sedang berdiri diatas sebuah batu karang lebih
kurang tujuh-delapan kaki dihadapannya. Ia berdiri disana tak berkutik, seakan akan
sedang menyaksikan sesuatu benda.
Satu ingatan dengan cepat melintas dalam benak anak muda itu. Tanpa terasa dia
berjalan pula menuju ke batu cadas tersebut.
Ia tahu ilmu silat yang dimiliki gadis itu sudah mencapai puncak kesempurnaan, suara
daun yang rontok pada lima kaki dari tubuhpun bisa didengar olehnya dengan jelas.
Mungkinkah dia sengaja berlagak tidak mendengar kehadirannya?
Siapa tahu sekalipun Gak Lam-kun sudah tiba dibelakang punggung gadis berbaju putih
itu, dia masih tetap tidak memalingkan kepalanya, seakan akan kehadirannya itu sama
sekali tidak dirasakan olehnya……
Akan tetapi, ketika Gak Lam-kun dapat menyaksikan raut wajah si nona dari dekat, ia
menjadi benar-benar tertegun, sebab dia memang tak lain adalan Ki Li-soat dari
perkumpulan Thi-eng pang.
Sesudah termangu beberapa saat lamanya dengan suara rendah Gak Lam-kun segera
menegur, “Tolong tanya nona, kalau ingin menuju ke Ngo kok koan, jalan manakah yang
harus kutempuh?”
Dari antara kelopak matanya yang lebar, tampak air mata nona baju putih itu jatuh
bercucuran dengan wajah sedih dan sayu dia tertawa lirih kemudian tanyanya,
“Siangkong, tolong tanya ada urusan apakah kau pergi ke Ngo kok koan”
Gak Lam-kun pura pura berlagak kaget, segera jeritnya tertahan, “Kau…. bukankah kau
adalah nona Ki?”
Dengan sinar mata penuh pancaran sinar lembut dan kemesrahan, Ki Li-soat bertanya
lirih: ”Gak Siangkong, kau…. kau datang kemari mencari siapa?”
Dengan perasaan agak kaget Gak Lam-kun menghela napas dihati pikirnya. “Aaai…..
kenapa aku Gak Lam-kun bisa mempunyai begitu banyak persoalan dalam hal cinta?
Agaknya dia memang sengaja memancing kedatanganku kemari…..”
Sebagaimana diketahui, sejak berjumpa dengan Gak Lam-kun, luapan rasa cinta yang
aneh lelah menyelimuti seluruh benak Ki Li-soat, tapi sikap Gak Lam-kun terhadapnya
sewaktu dipulau terpencil di dekat bukit Kun san itu begitu dingin dan kaku. Lagipula ia
dapat merasakan pula bagaimana si nona berbaju perak Yo Ping maupun ketua dari
perguruan Panah Bercinta juga menaruh hati kepada pemuda itu, diam-diam kesemuanya
ini membuat hati gadis itu menjadi amat sedih hati.
Ia sadar, baik dalam soal kecantikan mau pun dalam soal ilmu silat, dirinya masih
ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan kecantikan serta kepandaian orang. Timbul
suatu perasaan rendah diri dihati kecilnya dan membuatnya menjadi sangat putus asa.
Ia tahu cinta semacam ini hanya akan menambah kerengsaraan dan kepedihan dalam
hatinya. Ditambah lagi dengan dibubarkannya perkumpulan Thi eng pang, membuat gadis

ini merasa hidup terluntang lantung seorang diri tanpa seorang manusia pun yang
menaruh perhatian kcpadanya.
Maka pandangannya terhadap kehidupan manusia menjadi kecewa sekali, diapun
bertekad untuk mengasingkan diri ditempat pengasingan gurunya ini dan selama hidup
tidak muncul kembali dalam dunia persilatan.
Tapi rupanya Thian tidak merestui keputusannya itu, tiba-tiba saja Gak Lam-kun telah
muncul disitu. Semua perasaan cintanya yang sudah mulai terpendam selama sebulan
inipun segera bergolak kembali dengan kerasnya.
Kalau bisa, dia ingin memeluk tubuh Gak Lam-kun dan menangis tersedu-sedu. Dia
ingin mengutarakan luapan perasaan cintanya yang sudah lama terpendam didalam
hatinya ini.
Akaa tetapi, ketika dilihatnya Gak Lam-kun sama sekali tidak mengucapkan sepatan
katapun. dia menjadi pedih kembali hatinya. Air mata tanpa terasa jatuh berlinang
membasahi pipinya. “Aku… sudah tahu banyak bercinta akan merdatangkan kepedihan.
Siapa suruh aku melibatkan diri dalam masalah semacam itu? Kenapa? Kenapa?
Sebetulnya hatiku sudah bersih dan terang apa mau dibilang….. Aaai….!”
Suaranya begitu pedih, begitu murung, membuat orang turut merasa beriba hati.
Gak Lam-kun sendiripun ikut merasa amat sedih, ia tidak tahu mengapa ada begitu
banyak gadis yang mencitainya? Mengapa ia harus dibuat pusing oleh masalah semacam
itu?
Akhirnya sambil menghela napas, Gak Lam-kun berkata, “Nona Ki, buat apa kau musti
bersikap demikian?”
Ki-li Soat tertawa sedih, sahutnya. “Gak siangkong tak usah kuatir, aku tak akan
membuat dirimu menjadi repot. Aku sudah dapat merasakan penderitaan akibat persoalan
cinta, apakah aku tak tahu bagaimanakah perasaan orang lain? Kalau toh aku sendiri yang
mencari kesengsaraan bagiku sendiri, mengapa pula aku harus mendendam kepada orang
lain? Aku hanya benci kenapa nasibku begitu buruk? Mengapa aku tidak berjodoh
dengarmu sehingga musti menanggung semua penderitaan dan kepedihan ini?”
Ucapan tersebut sungguh membuat Gak Lam-kun menjadi terharu, ia merasa Ki-li Soat
baik dalam soal kecantikan, budi pekerti mau pun ilmu silatnya tidak kalah dibandingkan
dengan isteri yang tercintanya Ji Cin-peng terutama cinta sucinya itu, sungguh membuat
orang merasa tak tahan.
Yaa… sesungguhnya dia memang bisa dibilang tak borjodoh, mengapa ia tidak
berjumpa dengannya sedari dulu? Kalau tidak, seperti juga dengan Ji Cin peng, dia akan
dicintainya sepenuh hati.
Pikir punya pikir, Gak Lam-kun merasakan hatinya semakin murung dan kesal hingga
untuk sesaat tak tahu apa yang harus dilakukan.
Menyaksikan pemuda itu membungkam diri, Ki-li Soat menghela napas sedih, katanya,
“Gak siangkong, entah karena persoalan apakah kau datang kebukit Tiang-pek ini?
Ketahuilah, ilmu silat yang dimiliki Tiang-pek sam him lihay sekali….”

Mendengar perkataan itu, seperti baru sadar dari impian Gak Lam-kun segera berseru,
“Nona Ki. aku harus segera melanjutkan perjalanan”
Dari kemurungan dan kesedihan yang menyelimuti wajah pemuda itu, Ki-li Soat segera
dapat menebak apa gerangan yang telah terjadi, katanya dengan cepat, “Gak Siangkong,
Ngo kek koan amat berbahaya dan penuh dengan ancaman bahaya maut. Bila tidak
mengetahui tempat yang sebenarnya, kau pasti akan tersesat. Untung saja aku sedang
menganggur, aku bersedia menjadi penunjuk jalanmu”
Jilid 25
SUDAH berhari hari lamanya Gak Lam-kun melakukan perjalanan, dia tahu kalau dirinya
masih berada ditengah pegunungan tersebut, padahal Ji Cin-peng telah di bekuk Tiang
pek sam him dengan tidak di ketahui bagaimana nasibnya. Menolong orang bagaikan
menolong api, ia memang sangat membutuhkan seseorang sebagai petunjuk jalan untuk
menolong Ji Cin-peng.
Maka setelah berpikir sejenak, sambil menghela napas Gak Lam-kun berkata, “Bila nona
Ki bersedia membantu kami, budi kebaikan ini tak akan aku orang she Gak lupakan untuk
selamanya!”
Sesudah berhenti sejenak, kembali ia berkata lebih jauh, “Aaai… kali ini aku datang
kebukit Tiang-pek san adalah bermaksud untuk menolong istriku. Ia sudah ditawan oleh
Tiang pek san him dan mati hidupnya tidak diketahui. Itulah sebabnya sedikit terlambat
ditolong bisa mengakibatkan keadaan yang fatal”
Mendengar perkataan itu, Ki Li-soat merasa amat terkejut mimpipun ia tak menyangka
kalau Gak Lam-kun sudah beristri. Bukankah itu berarti setitik harapan yang masih tersisa
dalam hatinya ikut lenyap pula kini.
Tak terlukiskan rasa sedih Ki-li Soat setelah mendengar perkataan itu, tapi ia masih
berupaya keras untuk mengendalikan perasaannya dengan pedih katanya, “Gak
siangkong, dapatkah kau memberitahukan siapa nama istrimu itu?”
“Dia?” Gak Lam-kun segera menghela napas panjang, “kau tak akan kenal……”
Tiba-tiba terdengar suara dari Jit Kiu liong berkumandang datang dangan nyaring, “Dia
adalah kakakku, Ji Cin-peng!”
Ternyata Ji Kiu-liong telah mendaki naik ke puncak tebing tersebut dari dasar lembah
Ki Li-soat menjerit kaget serunya, “Sudah kenalkan aku dangan orangnya? Siapakah
dia?”
Dangan wajah murung jawab Gak Lam-kun lirih, “Kalau dibicarakan sesungguhnya
panjang sekali, dia bukan lain adalah ketua perguruan panah bercinta Bwe Li pek adanya!”
Mendengar perkataan itu, Ki Li-soat segera tersenyum katanya, “Ooooh….. rupanya
kalian sudah menikah selamat, selamat!.

Gak Lam-kun tahu bahwa dia salah paham maka ujarnya kembali. “Nona Ki, kami
sudah menikah hampir dua tahun lamanya, malah sudah berputra seorang”
“Sungguh?” seru Ki li-Soat dengan kening berkerut.
“Sesungguhnya kejadian ini tak bisa diceritakan dengan sepatah dua patah kata saja.
Aaaai….! Sebenarnya aku sendiripun mengira ia sudah berpulang kealam baka, karena itu
aku tidak me-nyangka kalau Bwe Li pek sebetulnya tak lain adalah istriku sendiri yang
telah tiada selama dua tahun itu”
Ketika dilihatnya Ki Li-soat makin kebingungan, pemuda iia segera berkata kembali,
“Nona Ki, jika kau tidak keberatan akan kukisahkan jalannya peristiwa ini pelan-pelan”
Ki Li-soat segera manggut-manggut.
“Duduklah dulu dalam batu disebelah sana, akan kusiapkan dulu sedikit makanan
kemudian kita berangkat ke Ngo kok koan”
Ki Li-soat, Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong segera berangkat menuruni tebing batu karang
ter-sebut.
Ki Li-soat membawa Gak Lam-kun menuju ke tebing bawah bukit itu, lalu sambil
menunjuk sebuah gua batu didepan sana, katanya sambil tertawa, “Gua batu ini adalah
tempat yaag dipakai mendiang guruku untuk melatih diri. Selama satu bulan belakangan
ini, aku berdiam dalam gua ini dengan siang malam berlatih pedang, bila diwaktu
senggang seringkali aku membaca kitab kuno untuk menambah pengetahuan”
Ketika mengucapkan kata kata tersebut nada suaranya kedengaran amat sedih sekali
membuat Gak Lam-kun merasa amat simpatik, dia ikut kasihan kepadanya. Ia merasa
begini cantiknya gadis itu, jika harus memendam masa remajanya diatas bukit yang
terpencil, sesungguhnya, hal ini merupakan sesuatu kejadian yang tragis.
Diam-diam Gak Lam-kun mengamati gua batu itu. Dilihatnya dalam gua kurang lebih
empat kaki dengan lebar satu kaki. Suasana dalam ruangan gua sangat bersih dan
nyaman.
Setelah masuk kedalam gua, disudut kanan terdapat sebuah ruangan batu, mungkin
disitulah Ki Li-soat berdiam selama ini.
Empat penjuru dinding ruang batu licin dan putih bersih seperti kemala, empat buah
kursi batu yang indah dengan sebuah batu besar yang terbuat dari batu granit menghiasi
ruangan tengah. Disudut ruangan sebelah belakang terdapat sebuah tempat pembaringan.
Meskipun amat sederhana perabotnya tapi tampak rapi dan bersih.
Diam diam Gak Lam-kun harus memuji kehebatan Ki Li-soat. Yaa… Remaja manakah
didunia ini yang bersedia hidup sengsara dan sederhana diatas bukit macam ini, apalagi
bila ia memiliki wajah yang cantik.
Begitulah menggunakan sedikit waktu senggang yang tersedia itu, Gak Lam-kun
dengan perasaan yang paling pedih menceritakan kisah hubungannya dengan Ji Cin-peng
dimasa lalu……

Selesai mendengar penuturan tersebut, Ki Li-soat menghela nafas sedih, katanya.
“Untung saja tak lama kemudian kalian akan berkumpul kembali. Semoga kalian bisa hidup
bahagia sepanjang masa dan menikmati senangnya kehidupan sebagai manusia”.
Diam diam Gak Lam-kun menghela napas sedih dan pelan-pelan keluar dari gua itu. Ia
sedang berpikir dalam hatinya, “Aku telah menanam bibit cinta dengan Yo Ping, entah
bagaimanakah penyelesaiannya atas persoalan ini?”
Sementara itu matahari telah tenggelam di langit barat, senjapun menjelang tiba….
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya memandang bianglala diujung langit dimana
terhias oleh cahaya matahari senja yang sedang tenggelam ke balik bukit.
Perasaannya waktu itu bagaikan matahari yang sedang tenggelam tersebut,
suasananya amat mengenaskan sekali. Memandang cahaya keemasan yang makin
memudar itu, lama-lama sekali ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun.
Mendadak…..
Dari kejauhan sana, diantara rentetan pegunungan yang menjulang ke angkasa,
berkumandang beberapa kali pekikan yang amat nyaring……
Pekikan tersebut berkumandang saling bersambung dan tiada hentinya. Mungkin
lantaran jaraknya terlampau jauh, sehingga suaranya kedengaran amat lirih.
Agaknya Ki Li-soat juga mendengar suara pekikan tersebut, buru-baru dia lari keluar
sambil berkata. “Mungkin di sekitar tempat itu ada orang yang telah berjumpa muka
dengan orang- orang Ngo kok koan dari bukit Tiang pek-san’“
Mendengar perkaitaan itu, dengan kening yang berkerut Gak Lam-kun segara bertanya,
“Apakah suara pekikan itu berasal dari Ngo kok koan?”
“Benar, urusan tak bisa ditunda lagi. Mumpung ada kesempatan baik, mari sekarang
juga kita berangkat ke Ngo kok koan”
Selesai berkata, Ki Li-soat segera masuk kedalam untuk tukar pakaian ringkas,
kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuh yang sempurna, berangkatlah
mereka menuju ke arah timur laut.
Cuaca makin lama semakin gelap, ditengah pegunungangn hampir tak ada
penghuninya ini boleh di bilang hampir tiada jalan yang bisa dilalui sepanjang jalan. Kalau
bukan jurang yang terbentang lebar, bukit-bukit karanglah yang menjulang tinggi ke
angkasa serta batu-batu cadas terjal dan curam. Sulit rasanya untuk melanjutkan
perjalanan itu.
Untung saja Ki Li-soat hapal dengan jalan disitu. Dengan kesempurnaan ilmu
meringankan tubuh yang dimiliknya, perjalanan bisa dilanjutkan dengan cepat.
Hanya Ji Kiu-liong seorang yang bertenaga dalam agak cetek. Setelah melalui beberapa
buah bukit, tubuhnya sudah basah kuyup dengan keringat.

Tapi demi menyelamatkan jiwa kakaknya, dia harus menggigit bibirnya menahan derita.
Dengan memaksakan diri dia berlarian terus menelusuri jalan yang sulit.
Gak Lam-kun tahu kalau ilmu meringankan tubuh yang dimilikinya kurang sempurna.
Bila dilanjutkan terus akhirnya pemuda itu bakal mati karena kecapaian, maka dia sambar
lengan kanan pemuda itu dengan tangan kirinya dan ditarik untuk maju ke depan.
Setelah lengan kanannya dipegang Gak Lam-kun, Ji Kiu-liong segera merasakan
tubuhnya enteng seperti burung walet. Angin tajam seperti berdesiran di sisi telinga.
Pemandangan disekelilingnya terasa mundur ke belakang dengan cepat. Dia merasa
dirinya seolah-olah sedang terbang di angkasa.
Ketika Ki Li-soat menyaksikan Gak Lam-kun yang musti menarik seseorang ternyata
masih bisa bergerak cepat seperti burung elang, bahkan sama sekali tidak kepayahan,
diam-diam ia merasa amat terperanjat, pikirnya. “Sungguh tidak kusangka ilmu silat yang
dimilikinya telah peroleh kemajuan yang begini pesatnya. Bila keadaan seperti ini
berlangsung teras, aku yakin tak lama kemudian dia akan menjagoi seluruh dunia
persilatan”
Beberapa saat kembali sudah lewat….
Ditengah perjalanan, tiba-tiba terdengar suara pekikan aneh yang keras dan
memekikkan telinga berkumandang kembali di udara.
Suara itu bukan cuma keras dan melengking bahkan tak sedap didengar, persis seperti
jeritan setan atau lolongan serigala.
Walaupun begitu, suaranya menurut irama. Ada suitan yang panjang ada pula suitan
pendek, tampaknya memang dipancarkan oleh seseorang menurut irama yang telah
ditentukan.
Gak Lam-kun dan Ki Li-soat segera menghentikan gerakan tubuh mereka dan
memperhatikannya dengan seksama.
Agaknya Ji Kiu-liong merasa agak takut, dengan suara lirih ia lantas berbisik, “Gak
toako, sebenarnya suara itu suara manusia atau jeritan setan…?”
Gak Lam-kun tidak menjawab, cuma pikirnya dalam hati, “Jeritan aneh yang sama
sekali berbeda dengan suara-suara pada umumnya ini memang kedengaran sangat
menyeramkan sekali…. tapi suara apakah itu?”
Ternyata untuk sesaat lamanya diapun tak bisa menebak suara apakah itu.
Terdengar Ki Li-soat tertawa ringan, kemudian katanya, “Liong siaute, suara itu bukan
jeritan setan”
Sesudah berhenti sejenak dia berkata lebih jauh, “Suara itu adalah suatu sistem
mengirim beri-ta yang biasa dipergunakan oleh orang-orang Liok- lim, cuma suitan setan
dari Ngo kok koan ini sedikit berbeda dibandingkan dengan cara yang biasa dipakai oleh
orang orang Liok lim. Diantara irama panjang dan pendek yang tersiar tersebut
sesungguhnya mengandung arti kode-kode rahasia yang cuma diketahui oleh pihak
mereka sendiri. Orang lain hanya bisa rnendengar irama suitan yang memanjang dan

memendek, tapi tidak dapat memahami berita apakah yang sesungguhnya telah mereka
kirimkan”
“Sumpritan itu ada yang terbuat dari panca logam, ada pula yang terbuat dari besi
biasa. Ditengah keheningan malam bisa tersiar sejauh beberapa puluh li. Coba kita
dengarkan lebih jauh, sebentar pasti ada suara sempritan setan lain yang menyahut irama
tadi”’
Betul juga, tak lama kemudian terdengar suara sumpritan aneh itu berkumandang lagi
saling sahut menyahut. Selisih waktu antara yang satu dengan lainnya tidak terlalu lama,
tapi sesaat kemudian suara sumpritan lain yang jauh lebih aneh berkumandang kembali,
cuma kali ini suara tersebut berasal dari tempat yang agak jauh.
Mendadak……
“Sreeet…..! Sreet….! Sreeet…..”
Beberapa kali desingan angin tajam berkumandang memecahkan keheningan malam,
menyusul kemudian dari balik kegelapan muncul tiga titik cahaya tajam yang secepat kilat
menyambar ketubuh Gak Lam-kun, Ki Li-soat serta Ji Kiu-liong .
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kanannya segera diayunkan kemuka, segulung
desingan angin tajam yang memekikkan telinga dengan cepat menggulung kemuka dan
mementalkan ketiga titik cahaya tajam tersebut.
Tiba-tiba terdengar gelak tertawa aneh berkumandang kembali diudara sekilas cahaya
tajam di iringi suara desingan angin tajam secepat kilat menyergap datang.
Sementara itu Ji Kiu-liong telah meloloskan pedangnya dengan gusar ia membentak.
“Bangsat, kalian berani main sergap!”
Dengan jurus Im wu kim kong (Cahaya emas dibalik kabut) pedangnya dengan
menciptakan segpulung cahaya keperak-perakan menyongsong kemuka.
“Traang….!”
Serentetan bunyi bentrokan yang amat nyaring berkumandang memecahkan
keheningan, perakan bunga api berpancaran ke empat penjuru.
Akibat dari bentrokan itu, Ji Kiu-liong merasakan pergelangan tangannya menjadi
kesemutan lengan kanannya kaku nyaris pedangnya terlepas dari genggaman.
Ketika dia mengamati kembali musuhnya maka tampaklah lebih kurang lima depa
dihadapannya berdiri seorang tocu berbaju blacu yang aneh dandanannya dan
berperawakan tinggi besar, ditangannya memegang sebilah pedan bewarna perak.
Waktu itu diapun berdiri dengan wajah terperanjat, agaknya merasa tercengang karena
Ji Kiu-liong sanggup menahan sebuah serangannya.
Setelah mengamati sekejap Gak Lam-kun dan Ki Li-soat dengan dingin ia bertanya.
“Kalian datang darimana? Apakah rombongan yang baru masuk tadi adalah rekan-rekan
kalian?”

Mendengar teguran tersebut Gak Lam-kun segera berpikir. “Barusan ada serombongan
manusia datang kemari? Siapakah mereka…? Mungkinkah Han Hu hoa dan Kwik To dari
perguruan Panah Bercinta yang sengaja datang kemari untuk menolong Cin peng……?”
Gak Lam-kun merasa kecuali kedua orang itu rasanya tak mungkin ada orang lain yang
bakal datang kemari untuk mencari gara-gara dengan pihak Ngo kok koan.
Belum sempat Gak Lam-kun menjawab Ji Kiu-liong telah menyahut sambil tertawa
dingin. “Kalau betul mau apa kau?”
Sementara tanya jawab itu sedang berlangsung kembali ada bayangan manusia yang
berkelebat datang dari empat penjuru. Dalam waktu singkat ada dua belas orang tosu
yang memakai baju pendeta dari kain blacu telah mengambil posisi mengepung
disekeliling tiga orang itu.
Pelan-pelan Ji Kiu-liong berjalan kesisi Gak Lam-kun, Kemudian sambil membungkukkan
badannya, dengan jurus Giok li to sou (gadis cantiK. menisik jarum) secepat kilat
pedangnya menyerang ketubuh tosu tersebut.
Serangan kilat yang dilancarkan secara tiba-tiba ini sama sekali diluar dugaan tosu
berbaju blacu itu, sewaktu menjumpai ia berjalan ke samping Gak Lam-kun tadi, dikiranya
dia hendak menyampaikan sesuatu kepada rekannya, atau mungkin merasa sudah
merasakan kelihayannya dalam bentrokam tadi, maka ia mundur sendiri dari arena
pertarungan.
Siapa tahu dengan suatu gerakan yang nama sekali tak terduga, ternyata dia
melancarkan sebuah tusukan lagi.
Sesungguhnya, dalam jarak yang begitu dekat apalagi melancarkan serangan tiba-tiba,
sulit bagi tosu untuk menghindarkan diri.
Tapi, tosu berbaju blacu itu merupakan pemimpin dari kedua belas orang tosu yang
tiba, sudah barang tentu dia memiliki ilmu silat yang luar biasa.
Begitu serangan dari Ji Kiu-liong dilancarkan, untuk menangkispun ia tak sempat lagi.
Tiba-tiba tubuhnya yang tinggi besar itu mengikuti gerakan dari pedang tersebut
menjatuhkan diri kebelakang, kemudian sepasang kakinya menjejak dengan sekuat tenaga
menggunakan gerakkan ikan leihi meletik, tahu-tahu ia sudah melompat mundur sejauh
satu kaki tiga depa lebih.
Melihat serangannya tidak berhasil mengenai sasarannya, dia segera menekuk
pinggang sambil memutar tangan, dengan gerakan yang tidak berubah, secepat bayangan
dia menusuk lawan.
Serangan dan kelitan yang dilakukan ke dua orang itu sama-sama dilakukan dengan
kecepatan bagaikan kilat. Sekalipun para tosu disekitar tempat itu ingin turun tangan
mencegahpun tak sempat lagi.

Ketika tosu baju blacu itu menyaksikan dirinya secara beruntun didesak mundur terus
oleh seorang bacah cilik yang belum hilang bau teteknya ini, dari malu ia menjadi naik
darah!
Sewaktu serangan kedua dari Ji Kiu-liong itu meluncur tiba, dia segera
mengembangkan lengannya untuk menyongsong datangnya ancaman itu. Belum lagi
tubuhnya berdiri tegak, pedang ditangan kanannya sudah menyapu ke depan, diantara
titik kilatan cahaya yang menyilaukan mata, dengan keras lawan keras dia sambut
datangnya serangan dari Ji Kiu-liong tersebut.
Rupanya Ji Kiu-liong sudah tahu kalau ilmu silat yang dimiliki tosu itu tidak lemah. Jika
tidak melancarkan serangan mematikan, tiada harapan baginya untuk merebut
kemenangan.
Pergelangan tangannya segera menekan kebawah, pedangnya berputar dengan jurus
Kim ciam teng-hay (paku emas memantek samudra ). Begitu terhindar dari tangkisan
pedang lawan, tiba-tiba mata pedang yang semula menusuk ke bawah itu berubah arah
dan langsung menyambar ke atas dadanya.
Untuk menggunakan jurus serangan itu Ji Kiu-liong telah melakukan suatu tindakan
yang menyerempet bahaya, pedangnya dengan cepat menyambar diatas bajunya, nyaris
tosu itu terluka di ujung pedangnya tersebut.
Tosu berbaju blaco itu tidak menyangka kalau Ji Kiu-liong begitu berani menyerangnya
dengan menyerempet bahaya. Sebenarnya dia ingin menangkis dulu pedangnya agar
serangan lawan terbendung, kemudian baru memperbaiki posisinya.
Tapi dengan demikian dia malah dipaksa mau tak mau tak harus menghindarkan diri
lebih dulu dari serangan lawan.
Dia segera menarik napas panjang. Gerakan melompatnya yang baru dilakukan tibatiba
ditarik ditengah jalan, kemudian mengikuti gerakan pedang lawan, tubuhnya
menjatuhkan diri ke tanah dengan punggung menempel diatas permukaan tanah tiba-tiba
ia menggelinding ke samping meloloskan diri serangan mematikan dari Ji Kiu-liong
tersebut.
Pada saat inilah kedua belas orang tosu berbaju blacu warna hitam disekeliling tempat
itu telah meloloskan pedangnya dan mendesak maju ke depan.
Gak Lam-kun segera tertawa dingin, katanya, “Jika kalian tetap berdiam disitu untuk
menantikan keputusanku, mungkin masih ada setitik harapan hidup buat kalian. Tapi jika
berani maju lebih ke depan, maka kamu semua akan mati dalam keadaan yang
mengerikan”
Ucapan tersebut diucapkan dengan nada dingin dan menyeramkan, membuat ke
sebelas orang tosu itu tanpa terasa sama sama menghentikan gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba terdengar salah seorang tosu yang berada disamping itu berkata sambil
tertawa dingin. “Apakah kau tidak merasa bahwa ucapan mu itu terlampau tekebur?
Semenjak dulu sampai sekarang, belum pernah ada jego persilatan yang berani mencari

gara-gara dalam lembab Ngo Kok koan bisa lolos dari sini dalam keadaan hidup. Sambut
dulu sebuah tusukan pedangku ini”
Ditengah bentakan keras, dari sisi arena tiba tiba ia melepaskan sebuah tusukan ke
depan.
Tanpa berpaling Gak Lam-kun menggerakkan tangan kirinya untuk menangkis
datangnya tusukan tersebut.
Ketika para tosu lainnya menyakslkan Gak Lam-kun begitu sombong dan tekebur,
mereka semua lantas menganggap pemuda itu sedang mencari kematian untuk diri
sendiri.
Siapa tahu, pada saat itulah dengan kedua jari tangannya Gak Lam-kun telah menjepit
pedang itu lalu membetotnya ke kiri.
Pedang ditangan tosu itu segera terlepas sementara tubuhnya seperti sebuah bola
terlempar sejauh tujuh-delapan kaki dari tempat semula.
Serentetan suara jerit kesakitan yang memilukan hati segera berkumandang
memecahkan keheningan, tubuh sitojin itu mencelat ke udara dan menumbuk di atas
sebuah batu karang besar. Batok kepalanya segera hancur berantakan dan isi perutnya
hingga tercecer bersama genangan darah. Ke empat anggota badannya patah,
keadaannya mengenaskan sekali.
Demontrasi kepandaian maha sakti yang diperlihatkan ini sungguh membuat kawanan
tosu itu menjadi kaget dan ketakutan. Untuk beberapa saat lamanya mereka hanya bisa
berdiri tertegun tanpa mengetahui apa yang musti dilakukan.
Setelah menggunakan kepandaiannya yang maha dahsyat untuk menggetarkan
perasaan kawanan tosu itu, Gak Lam-kun membalikkan badannya. Saat itn dia baru
menjumpai bahwa pertarungan antara Ji Kiu-liong melawan tojin berbaju blaco itu sudah
mencapai puncak ketegangan yang paling berbahaya.
Kedua balah pihak telah mengembangkan jurus-jurus serangan yang tercepat dan
terdahsyat untuk mengalahkan musuhnya. Jurus-jurus serangan yang digunakan tojin itu
bagaikan bunga salju yang beterbangan diudara, hembusan angin serangannya membawa
hawa dingin yang merasuk tulang. Sebaliknya pedang Ji Kiu-liong berkelebat bagaikan
halilintar, dan menari kian kemari bagaikan seekor naga sakti.
Ki Li-soat yang bermata tajam, dalam sekilas pandangan saja dapat menangkap bahwa
permainan pedang tojin berbaju blacu itu mempunyai kemantapan dibalik kecepatan,
agaknya ia telah berhasil menguasahi keadaan. Betul Ji Kiu-liong masih belum
menunjukkan tanda-tanda akan kalah, tapi bila pertarungan ini dilanjutkan lebih jauh,
sudah pasti dia tak akan menerima keuntungan apa apa.
Baru saja dia bersiap-siap untuk turun tangan membantu, tiba-tiba terdengar Gak Lamkun
te-lah berbisik. “Nona Ki jangan kuatir, Kiu liong tak bakal kalah”
Baru selesai dia berkata, tiba-tiba terdengar Ji Kiu-liong membentak lengking. Tiba-tiba
permainan pedangnya berubah, cahaya pedang dengan membawa badai hawa dingin
menyambar-nyambar di udara. Dalam waktu singkat hawa pedang tersebut membubung

semakin besar, cahaya tajam berkelebat kiam kemari, dalam waktu singkat ia telah
melepaskan delapan buah serangan berantai.
Ke delapan buah serangan itu ibaratnya gelombang dahsyat yang menghantam
bendungan di pantai. Benar juga, tojin berbaju blacu ini segera tak tahan dan keteter
hebat sehingga mundur sejauh tujuh-delapan depa lebih dari posisi semula.
“Kau masih akan berkeras kepala?” jengek Ji Kiu-liong sambil tertawa dingin.
Pedangnya berkelebat ke muka secepat sambaran petir dan langsung menusuk ke
lambung tojin itu.
Tojin berbaju belacu itu meraung keras, bahu kirinya tertusuk telak dan darah segar
bercucuran membasahi tubuhnya. Tapi ia sempat merentangkan sepasang lengannya dan
melejit keudara. Dari situ badannya yang tinggi besar menukik ke bawah bagaikan burung
walet yang menyambar ombak, dan secara beruntun dia lancarkan tiga buah serangan
berantai.
Ketiga buah serangan tersebut betul-betul tangguh dan luar biasa. kali ini Ji Kiu-liong
yang terdesak hingga gelagapan dan terjerumus dalam keadaan yang berbahaya sekali.
Pada saat itulah, bahu kiri si tojin berbaju belacu yang terluka itu diangkat.
“Sreet. ….!”
Setitik cahaya kilat yang tajam segera menyambar ke dada Ji Kiu-liong, selisih jarak
mereka tidak lebih cuma tiga depa belaka.
Gak Lam-kun sangat terkejut, ia tahu untuk menolong tak sempat lagi.
“Criing…..!”
Pedang ditangannya segera disambit ke depan.
“Sreet….!”
Dengan menciptakan sekilas cahaya bianglala putih yang menyilaukan mata, senjata itu
segera meluncur kedepan dengan kecepatan luar biasa.
“Criing! Criing…..!”
Ditengah dentingan nyaring yang memekikkan telinga, pedang yang disambit kedepan
itu segera menghajar rontok titik cahaya tajam yang telah berada lima inci dari depan
dada Ji Kiu-liong itu. Kemudian dengan sisa kekuatan yang ada, pedang itu mencelat
sejauh enam tujuh kaki lagi sebelum jatuh ke tanah.
Tapi gerakan serangan si tojin berbaju belacu itu tak sampai di situ saja. Sambil
melompat ke depan pedangnya diayunkan dengan jurus Liong heng it si (satu jurus
gerakan naga), tubuh berikut pedangnya bersama sama menubruk kemuka secara garang.
Tubuhnya belum sampai tiba disasaran, pedangnya telah berganti jurus, kali ini dia
keluarkan jurus Ban hong jut ciau (selaksa lebah keluar dari sarang), ujung pedangnya

bergetar keras. Bagaikan terciptanya segumpal hujan cahaya perak, dengan membawa
hembusan angin dingin segera menerpa wajahnya dan menimbulkan pandangan mata
yang sangat menyilaukan mata.
Semenjak jiwanya terancam bahaya tadi, Ji Kiu-liong sudah dibikin tertegun. Dalam
keadaan pikiran yang bercabang, mana mungkin baginya untuk menghindarkan diri dari
sergapan pedang si tojin berbaju belacu ini?. Tampaknya dia akan segera terluka di ujung
pedang lawan.
Sejak pertama kali tadi, Gak Lam-kun telah menduga bahwa tojin berbaju belacu itu
bakal melakukan gerakan tersebut. Tubuhnya segera berkelebat kedepan menghadang
dimuka Ji Kiu-liong. Kemudian dengan lima jari tangan kanannya yang dipentangkan lebarlebar
dia sentil pedang yang sedang menusuk tiba itu.
“Criing….! Criing…! Criing…!”
Secara beruntun terdengar enam kali dentingan nyaring.
Tertekan oleh sentilan yang sangat keras itu, pedang ditangan tojin berbaju blaco itu,
sudah mencelat dan tergetar patah menjadi lima bagian oleh sentilan jari tangan Gak Lamkun.
Demontrasi tenaga dalam yang demikian mengerikan itu, sekali lagi membuat tojin
berbaju blacu itu lekas untuk mundur ke belakang. Untuk sesaat lamanya dia hanya berdiri
termangu-mangu ditempat.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kirinya segera menekan kedepan menghajar
dadanya.
Segulung tenaga pukulan yang kuat dan dahsyat dengan cepat menekan kearah
dadanya.
Seperti baru sadar dari impian tojin berbaju belacu itu tersentak kaget dari
lamunannya, tapi sayang untuk berkelit sudah tak sempat lagi.
Ia segera merasakan dadanya menjadi sakit sekali. Hawa darah dalam rongga
tubuhnya bergolak keras. Matanya berkunang-kungan dan kepalanya berat sekali. Begitu
mendengus tertahan, seluruh nadi penting ditubuhnya telah tergetar patah menjadi
beberapa bagian. Tak ampun lagi dia tewas secara mengerikan diujung telapak tangan
Gak Lam-kun.
Sepuluh orang tojin yang mengepung diluar arena serentak membentuk keras. Sambil
memutar pedangnya, serentak mereka menyerbu kemuka bagaikan harimau terluka.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ia bergerak pula menerjang kedepan. tangan kirinya
menyambar ke sana kemari, secara mudah ia berhasil merampas sebilah pedang ditangan
seorang tojin.
Ketika tojin itu merasakah pedangnya kena di rampas, berbareng itu juga ia merasa
ada segulung tenaga hisapan yang kuat menghisap badannya sehingga pada akhirnya dia
tak mampu mempertahankan diri dan badannya segera menubruk ketubuh Gak Lam-kun.

Si anak muda itu segera mengangkat kaki kirinya melepaskan tendangan maut….
“Duuuk!”
Tendangan itu dengan telak menghajar dada tojin itu. Dengusan tertahan bergema
memecahkan keheningan. Dengan seluruh tulang dadanya patah dan remuk, tojin itupun
tewas seketika.
Gak Lam-kun bergerak ke depan jauh-jauh. Tubuhnya bergerak kian kemari bagaikan
hembusan angin puyuh, tubuhnya seperti bayangan setan menyambar pedang di kiri,
membabat pedang di kanan…
Ditengah kegelapan yang mencekam seluruh jagad, hanya terdengar jeritan demi
jeritan ngeri berkumandang saling susul menyusul. Suara itu tajam menekakkan telinga.
Belum habis jeritan pertama, dengan tertahan jeritan berikutnya sudah kedengaran….
Tak lama kemudian, sepuluh tojin itu secara beruntun sudah terluka semua diujung
pedangnya.
Mayata terkapar dimana-mana. Dengan darah berceceran di tanah membuat suasana
betul betul mengerikan.
Ketika Ki Li-soat menyaksikan pembantaian yang dilakukan oleh Gak Lam-kun itu diamdiam
ia menghela napas pikirnya, “Ilmu silat yang dimilikinya begitu tinggi dan dahsyat.
Sejak kini entah ada berapa banyak jago persilatan lagi yang bakal tewas diujung telapak
tangannya?”
Mendadak terdengar suara pekikkan panjang yang memekikkan telinga berkumandang
dari kejauhan.
Suara pekikan tersebut bermula dari suatu tempat yang sepuluh kaki jauhnya dari situ,
tapi dalam wattu singkat tahu tahu sudah mendekati mereka bertiga. Segulung angin
kencang yang amat dahsyat segera menyambar ke tubuh Ji Kiu-liong yang berdiri paling
dekat dengannya.
Waktu itu kebetulan Ki Li-soat juga berada tiga depa disamping Ji Kiu-liong , untuk
menolong tak sempat lagi baginya untuk meloloskan pedang, maka sambil membalikkan
badan dia lepaskan sebuah pukulan tangan kosong dengan jurus Im liong peng wu (naga
sakti menyembur kabut), sebab dia tahu ilmu silat yang dimiliki orang itu tak mungkin bisa
dilawan oleh Ji Kiu-liong .
Ilmu silat yang dimiliki Ki Li-soat juga lihay sekali. Meskipun serangan yang dilepaskan
itu dilakukan dalam Keadaan tak siap2 namun enam bagian tenaga dalam yang di
sertakan itu segera menimbulkan suatu daya kekuatan yang maha dahsyat. Siapa tahu,
ilmu silat yang dimiliki pendatang itu sunggah luar biasa sekali. Telapak tangan kirinya
dengan jurus Gi san tian hay (memindah bukit membendung samudra) menyumbat
serangan dari Ki ki Soat tersebut dengan keras lawan keras, sementara tangan kirinya
menyambar keatas bahu Ji Kiu-liong .
Orang itu rupanya terlalu memandang enteng kekuatan daya serangan Ki Li-soat, baru
saja tangan kanannya menempel diatas bahu Ji Kiu-liong , «segulung tenaga pantulan
yang kuat telah menggetarkan tubuhnya sehingga mundur sejauh tiga langkah.

Ki Li-soat sendiri, kendatipun dengan pukulannya itu dia berhasil memukul mundur
musuhnya, tapi hawa darah dalam tubuhnya juga mengalami pergolakan keras. Dari sini
menunjukkan kalau ilmu silat yang dimiliki lawan suagguh luar biasa sekali.
Pada detik itu juga Ki Li-soat dengan gerakan yang amat cepat telah meloloskan
pedangnya.
Ia tidak memberi peluang buat musuhnya untuk mengatur napas. Pedangnya secara
beruntun melancarkan tiga buah serangan dahsyat deagan jurus jurus Hay si ciau lo
(Pandangan semu di tengah gurun) Ya pan hong yan (asap putih ditengah malam) serta
Thian hia lo ciok (burung gereja dari ujung langit), pedangnya dengan menciptakan
segulung cahaya bianglala bewarna perak langsung menyerang ke depan.
Bersamaan itu juga, Ji Kiu-liong telah mengembangkan permainan pedangnya dengan
jurus Cuan im ci gwat (menembusi awan memetik rembulan) untuk menusuk tenggorokan
orang.
Sipendatang itu adalah seorang kakek berbaju merah, ketika dirasakan datangnya
ancaman pedang itu sangat dahsyat, sambi tertawa terbaha-bahak tubuhnya mundur
secara tiba tiba.
Dalam waktu yang amat singkat itulah, si kakek tersebut dengan serangkaian serangan
kilat yang aneh dan sakti untuk meneter Ki Li-soat serta Ji Kiu-liong . Begitu ke empat
buah serangan mereka berhasil dipatahkan, serangan balasan segera dilepaskan
Dalam waktu singkat bayangan telapak tangan menggulung-gulung ditengah udara,
deruan angin tajam menyambar kian kemari, sungguh hebat sekali pertarungan jarak
dekat yang sedang berlangsung ini.
Ji Kiu-liong segera melejit ke udara, lalu dengan jurus Jut pit hong mong (menutup
rapat bianglala pagi) dengan ganas dia bacok batok kepala bagian belakang dari kakek itu.
Bersamaan waktunya, pedang Ki Li-soat juga menusuk tenggorokan musuh dengan
jurus Liong li kencui (putri naga mengiris mutiara).
Tiba-tiba kakek berbaju merah itu merendahkan tubuhnya, kemudian dengan jurus
Hong hong liu ciang (burung hong membuat sarang Hud to seng thian (Buddha suci naik
sorga), Siang go pa cu (Siang go mencabut tusuk konde) yang digunakan secepat kilat dia
menghindarkan diri dari kejaran cahaya pedang Ki Li-soat. Setelah itu kelima jari
tangannya direntangkan dan mencengkeram pedang Ji Kiu-liong .
Ki Li-soat merasa amat terperanjat, segera bentaknya, “Adik Liong, cepat menghindar!”
Dengan jurus Thian lo hud tim (nenek langit mengebaskan kebutan) ia melancarkan
sergapan dari samping.
Pada saat yang bersamaan ketika si kakek berbaju merah itu membatalkan ilmu Ki na
jiu hoat nya. Pedang Ji Kiu-liong berkelebat membentuk gerak lingkaran busur berwarna
perak, lalu dengan ilmu meringankan tubuh Hui tok Thian cay (melayang lewat benteng
langit) dia segera mengundkan diri keluar arena.

Kakek berbaju merah itu mendengus dingin, dengan pukulannya yang sempurna, dia
lancarkan serangkaian serangan berantai yang sangat dahsyat untuk meneter Ki li Ooat.
Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong yang menyaksikan Ki Li-soat bisa bertarung leluasa
melawan musuhnya, merekapun lantas mengundurkan diri dan cuma menonton dari sisi
arena tetapi, kesiap siagaan dilakukan penuh untuk menjaga segala kemungkinan yarg
tidak diinginkan.
Gaya serangan yang digunakan si kakek berbaju merah untuk merebut pedang lawan
itu dilakukan seperti sergapan seekor burung elang berwarna merah. Ditengah lingkaran
cahaya pedang yang menggulung dia menghindar, menempel, menubruk, membalik,
mendaki dan melentik dengan pelbagai gaya yang dahsyat.
Pasir serta debu segera mengepul ke angkasa dan menutupi pemandangan. Dalam
keadaan demikian sulitlah untuk membedakan mana yang manusia, mana yang pedang
dan mana yang telapak tangan.
Ki Li-soat pada mulanya masih berusaha bermain perang gerilya untuk membendung
serangan lawan, tapi lama kelamaan habis sudah kesabarannya, ia bertekad untuk
menyelesaikan pertarungan itu dengan suatu pertempuran kilat.
Angin serangannya segera diperketat. Dengan jurus Sin tiok ing hong (bambu baru
menyambut angin) dia membuka serangannya dengan jurus sakti perguruannya… .
Dengan cepat kakek berbaju merah itu menyusut mundur sejauh beberapa kaki,
kemudian sambil mendengus katanya dengan suara menyeramkan, “Lohu kira siapa,
kiranya nona Ki murid kesayangan dari Tiok yap thian po (nenek langit daun bambu)!”
Mendengar teguran tersebut, Ki Li-soat segera mengamati wajah orang itu dengan
lebih seksama lagi, sekarang hatinya baru terkesiap.
Ternyata kakek berbaju merah ini bukan lain adalah pemimpin dari Ang ma jit tin (tujuh
tosu berjubah merah) yang dalam urutan Ngo kok koan memiliki ilmu silat sedikit di bawah
Thian pek sam him. Orang menyebutnya sebagai Thian jit ang ma.
Setelah berhenti sejenak, Thian jit ang ma berkata kembali, “Dimasa lalu, gurumu telah
mengadakan perjanjian dengan kuil kami untuk tidak saling ganggu mengganggu.
Sungguh tak disangka nona Li begitu berani melewati perbatasan wilayah kita untuk
membunuh anak murid kuil kami. Hmm! Nona Ki, lebih baik turut saja dengan Lohu
kembali ke kuil Ngo kok koan serta menunggu keputusan dari Kongcu kami”
Perlu diketahui, dimasa lalu guru Ki Li-soat yakni Tiok yap thian po pernah mengadakan
perjanjian dengan pihak Ngo kok koan untuk tidak saling melanggar tapal batas masingmasing.
Sebagai orang persilatan tentu saja ucapan tersebut mempunyai arti yang
penting.
Kini Ki Li-soat telah ditegur secara terang terangan, hal mana membuat gadis itu
menjadi gelagapan dan untuk sesaat lamanya tak tahu bagaimana harus menjawab
pertanyaan itu.

Gak Lam-kun yang berada disisinya segera tertawa dingin, katanya, “Kami memang
sedang berniat untuk mengunjungi kuil Ngo tok koan. Bila kau bersedia menjadi petunjuk
jalan kami, hal mana sudah barang tentu akan lebih baik lagi!”
Mendengar perkataan itu, dengan sinar mata yang tajam Thian jit ang mi
memperhatikan Gak Lam-kun dari atas sampai kebawah. Ia merasa pemuda itu masih
terasa asing sekali bagi pandangan matanya.
Maka dengan suara dingin ia menegur. “Siapakah gurumu? Ada urusan apa hendak
berkunjung ke kuil Ngo kok koan kami?”
“Hmm! Kau belum pantas untuk mengetahui nama guruku”, jawab Gak Lam-kun ketus.
“Soal kunjunganku ke Ngo kok Koan mah… pertama hendak menuntut kepada gurumu
untuk mengembalikan seseorang kepada kami, kedua akan kuratakan kuil Ngo kok koan
kalian ini dengan tanah…!”
Nama besar maupun kedudukan Thian jit ang ma diwilayah luar perbatasan boleh di
bilang hanya kalah setingkat bila dibandingkan dengan Thian pek sam him.
Kesombongannya dihari-hari biasa sudah meresap menjadi watak hidupnya. Jangankan
orang lain sekalipun Thian pek san him sendiripun tak berani memperlakukan dirinya
secara begitu menghina.
Tak heran kalau ia naik pitam sesudah mendengar perkataan dari Gak Lam-kun
tersebut. Saking mendongkol dan gusarnya dia malahan tertawa dingin tiada hentinya.
“Kuil kami memang berhasil menangkap seorang lelaki dan seorang wanita. Hee… hee…
hee… cuma dengan mengandalkan kemampuanmu itu, jangan harap kau mampu
melangkah naik ke dalam kuil Ngo kok koan kami”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun segera berpikir pula: ”Seorang lelaki dan
seorang perempuan? Siapa gerangan orang lelaki itu? Mungkinkah Kwik To atau Sangkoan
Ik?”
Sementara dia masih melamun, dengan suara dingin menyeramkan Ki Li-soat telah
mendamprat, “Selama ini, kalian Ngo kok koan hanya malang melintang disekitar daerah
luar perbatasan untuk melakukan kejahatan. Tak nyana keberanianmu belakangan ini
menjadi bertambah besar, sampai orang di daratan Tionggoan pun berani dibunuh
semuanya”
Sekulum senyuman dingin yang menyeramkan segera tersungging di ujung bibir Thian
jit ang ma, katanya, “Nona Ki semasa gurumu masih hidup didunia pun tak berani
memandang hina kuil Ngo kok koan kami. Sungguh tak disangka saat ini kau malah berani
membawa orang untuk datang membunuh orang kuil kami. Hmm…..! Jika kau masib
berani ribut melulu, jangan harap kalau kau bisa meninggalkan tempat ini dengan
selamat!”
ooooOoooo
MENDENGAR ucapan tersebut, Ki Li-soat segera mengernyitkan alis matanya dengan
gusar, bentaknya, “Tempo hari, sebenarnya guruku hendak memberi hukuman yang
setimpal buat kalian semua. Tapi oleh karena dia orang tua masih memandang pada belas
kasihan dan berharap kalian bisa menyesali perbuatan kalian, maka sampai sekarang
beliau tak sampai turun tangan untuk membunuh kamu semua!”

Thian jit ang ma tertawa terkekeh-kekeh, lalu ujarnya, “Nona, mengapa tidak kau
katakan kalau Tiok yap popo merasa tidak berkemampuan untuk menyerang kuil Ngo kok
koan seorang diri?”
Mendengar pihak lawan berani mencemooh gurunya, Ki Li-soat kontan saja naik darah,
bentaknya, “Hari ini, nonamu justru akan membuat gara-gara dengan kalian orang orang
Ngo kok koan!”
“Kalau memang demikian, hayolah kita coba saja!”
Kemarahan Ki Li-soat sudah tak terbendung lagi, segera bentaknya dengan suara
nyaring, “Lihat pedang!”
Ditengah bentakan tersebut pedangnya segera berkelebat melancarkan serangan
dengan jurus-jurus Tiok yap kiam hoat.
Tampak cahaya tajam berkilauan bagaikan halilintar diantara perpaduan cahaya dan
deruan angin tajam, dalam waktu singkat ia telah melepaskan tujuh buah serangan
berantai.
Sebenarnya pedang yang dipergunakan Ki Li-soat adalah sebilah pedang bambu, tapi
semenjak perkumpulan Thi eng pang dibubarkan, dia tahu kalau ilmu silat yang dimilikinya
masih belum mencapai taraf untuk mempergunakan pedang bambu, maka sekembalinya
kebukit Tiang pek-san dia lantas berganti mempergunakan sebilah pedang lemas yang
tajam dan khusus ditinggalkan gurunya untuknya.
Ilmu silat yang dimiliki Thian jit ang ma benar-benar lihay sekali. Dengan
mengandalkan sepasang telapak tangan kosong ia bertarung melawan pedang lemas dari
Ki Li-soat tersebut, dimana sepasang telapak tangannya menyambar lewat, segulung
tenaga pukulan yang kuat segera mementalkan pedang Ki Li-soat kesamping.
Sejak bertarung melawan musuhnya tadi Ki Li-soat telah sadar bahwa tenaga dalam
yang di-miliki musuhnya jauh lebih tinggi daripada apa yang dimilikinya. Jika tidak
diserang dengan jurus jurus pedang yang sakti, pasti sulit untuk memenangkan dirinya.
Thian jit ang ma sendiri juga cukup menyadari keadaan yang sedang dihadapinya. Betul
tenaga dalam yang dimiliki gadis itu agak rendah dibandingkan dengan tenaga dalamnya,
tapi itupun tidak selisih terlalu banyak. Terutama sekali jurus pedangnya yang sakti
dengan daya kekuatan yang luar biasa itu, pada hakekatnya bisa menutupi kelemahannya
dibidang tenaga dalam.
Oleh karena itu, meski pertempuran telah berlangsung belasan gebrakan menang kalah
masih susah diketahui.
Gak Lam-kun yang mengikuti jalannya pertandingan dari sisi arena, segera
menunjukkan rasa kesal dan murung sehabis menyaksikan ilmu silat yang dimiliki Thian jit
ang ma
Kalau seorang anak buah dari Tiang pek sam him memiliki ilmu silat yang sedemikian
lihaynya, maka bisa dibayangkan bagaimana hebatnya ilmu silat dari Tiang pek sam him

sendiri? Ini berarti tak bisa disangkal lagi Ji Cin-peng beserta perguruan Panah Bercintanya
pasti sudah menderita kekalahan yang mengenaskan
Kini dia harus seorang diri berkunjung kekuil Ngo kok koan dan bertarung sendiri
melawan Thian pek sam him, sesungguhnya dalam hal kekuatan masih ketinggalan jauh
sekali. Terbayang sampai kesana,tak terasa lag timbul rasa kesal dan sedih dldalam hati
kecilnya.
Dalam pada itu. Ki Li-soat telah mengeluarkan ilmu pedang Tiok yap kiam hong nya
sambil melancarkan tiga buah serangan berantai. Jurus-jurus serangan yang digunakan
adalah Ki tiong teng ciau (burung hong terbang naga melingkar), Soh hong wong tiau
(angin puyuh menderu deru) serta Wucian im siu (kabut buyar awan terbang).
Begitu ketiga buah serangan berantai tersebut dilancarkan, sekeliling arena segera
terbungkus di balik deruan angin puyuh yang amat memekikkan telinga. Dalam waktu
singkat Thian jit ang-mi telah didesak muudur sejauh enam tujuh depa dari posisi semula.
Begitu berhasil dengan ketiga buah serangannya buru buru Ki Li-soat melancarkan
kembali serangkaian serangan berantai, pedangnya berganti jurus menjadi gerakan Ban
hong jut ciau (selaksa lebah keluar sarang). Jurus serangan ini merupakan sebuah jurus
serangan yang dahsyat dan amat tangguh. Kehebatannya sangat mengejutkan hati orang.
Tampaklah diantara kilatan cahaya yang menyilaukan mata, tercipta serentetan cahaya
bintang bewarna perak tersebar ke seluruh angkasa.
Thian jit ang ma yang berulang kali kena didesak mundur oleh tiga jurus serangan
berantai dari Ki Li-soat itu, hatinya mulai merasa terkejut bercampur keheranan. Ia tak
berani memandang enteng lawannya lagi. Sepasang tangannya segera merogoh ke saku,
kemudian bersamaan waktunya tangan kanan mengelurkan sebuah kencrengan tembaga,
sementara tangan kirinya mengeluarkan sebuah senjata pit baja.
Baru saja sepasang senjata itu dipegang dalam tangan, pedang Ki Li-soat dengan
membawa desingan angin serangan yang lamat-lamat disertai juga dengan suara guntur
dan halilintar telah menyergap tiba dengan kecepatan luar biasa.
Thian jit ang ma bertambah terkejut, ia dapat merasakan bagaimana serangan yang
dilancarkan oleh Ki Li-soat itu jauh lebih aneh dan sukar diduga. Seakan akan ada seribu
batang pedang yang menyerang datang dari empat arah delapan penjuru, membuat orang
pada hakekatnya sukar untuk menangkisnya.
Perasaan hatinya segera bergetar keras, kencrengan tembaga dan pit bajanya segera
diputar, menciptkan selapis cahaya emas untuk melindungi badan, kemudian dengan jurus
Hong liong liam tau (burung hong mengangguk) ia lepaskan sebuah serangan balasan.
Beberapa kali benturan nyaring yang memekikkan telinga segera berkumandang
memecahkan keheningan…..
Kencrengan tembaga dari Thian jit ang ma secara beruntun membendung ketiga buah
serangan berantai dari Ki Li-soat, kemudian menggunakan kesempatan itu, senjata pit
bajanya langsung mendesak kedepan dan mengancam jalan darah Hian ki hiat didepan
dada gadis tersebut.

Terkesiap Ki Li-soat ketika dilihatnya putaran kencrengan tembaga dari musuhnya yang
menciptakan selapis cahaya emas yang melindungi badan itu berhasil mematahkan jurus
serangan Ban hong juit ciau (selaksa lebah keluar sarang) yang tangguh itu. Apalagi ketika
menyaksikan senjata pit ditangan kirinya menerobos pertahanan menyerang datang.
Buru-buru ia mundur tiga depa ke belakang lalu pedangnya diputar sedemikian rupa
menangkis serangan pit bajanya dengan jurus im wu kim kong (Awan kabut cahaya
emas).
Jurus jurus serangan yang dipergunakan kedua orang itu selama berlangsungnya
pertarungan merupakan jurus-jurus tangguh yang sama cepatnya dan sama
berbahayanya. Kedua belah pihak tampaknya telah mengerahkan segenap kemampuan
yang dimilikinya untuk saling menyerang dan siapa pun enggan untuk mengalah.
Ki Li-soat tahu, setelah lewatnya suasana agak tenang dalam beberapa saat ini, suatu
pertempuran yang lebih seru dan ganas segera akan menusul datang. Dengan cepat dia
mengatur pernafasannya untuk menghimpun tenaga, kemudian dengan cepat dia lepaskan
kembali serangkaian serangan berantai.
Dengan serangannya inilah gadis itu telah mempertaruhkan mati hidupnya. Maka begitu
turun tangan dia lantas melepaskan serangan untuk merebut kemenangan. Semua jurus
tangguh dan ilmu pedang Tiok yap kiam hoat ajaran gurunya digunakan semua untuk
mengancam bagian mematikan dari lawannya sambil melepaskan serangan-serangan yang
keji.
Sekalipun demikian Thian jit ang ma adalah seorang jago tangguh nomor empat dalam
kuil Ngo kok koan, sudah barang tentu permainan kencrengan tembaga serta pit bajanya
mempunyai kesempurnaan yang luar biasa.
Baik dalam menangkis, mematahkan maupun melancarkan serangan balasan,
semuanya ia pergunakan sesempurna mungkin dengan senjata pit menyerang musuh.
Kencrengan tembaga melindungi badan, setiap jurus setiap gerakan yang digunakan
hampir seluruhnya di pakai dengan jitu dan tetap.
Dalam keadaan demikian, jurus-jurus Ki Li-soat yang tangguh itu seperti kehilangan
daya kekuatan, ia gagal untuk melukai lawan itu.
Ketika pertarungan sengit telah berlangsung seperempat jam lamanya, tiba tiba
kencrengan tembaga dari Thian jit ang ma diputar semakin kencang menciptakan selapis
cahaya emas untuk melindungi badan, sementara pif bajanya dengan gerakan memagut,
menotok, memukul, secara beruntun melancarkan tiga jurus serangan dahsyat.
Berhedapan dengan tiga jurus serangan yang cepat bagaikan sambaran kilat itu, mau
tak mau Ki Li-soat harus mengambil prakarsa untuk melindungi diri lebih dulu tapi dikala
pedangnya ditarik untuk menangkis senjata lawan, tiba tiba Thian jit ang ma
mempergunakan kesempatan itu untuk melompat mundur sejauh delapan depa lebih dari
posisi semula…
Mendadak, pada saat itulah terdengar beberapa kali pekikkan nyaring berkumandang
datang…..

Enam sosok bayangan manusia, bagaikan burung elang meluncur datang dan melayang
masuk ke tengah arena.
Ki Li-soat mencoba memperhatikan sekeliling tempat itu, ia menyaksikan diseputar
arena tahu-tahu sudah bertambah lagi dengan enam orang tojin aneh yang semuanya
mengenangkan jubah panjang berwarna merah.
Hatinya bergetar keras, pikirnya, “Waah… Urusan menjadi agak berabe sekarang, kini
Ang ma jit tin telah berdatangan semua”
Yang dimaksudkan dengan Ang ma jit tin (tujuh pendeta berbaju merah) adalah
pasukan yang paling tangguh dalam kuil Ngo kok koan, baik ilmu silat maupun kecerdasan
otaknya mereka semua boleh dibilang luar biasa sekali.
Begitu mereka menampakkan diri dan menyaksikan mayat berserakan dimana-mana,
dengan cepat orang-orang ini menyadari bahwa musuh yang sedang dihadapinya adalah
jago tangguh yang belum pernah dijumpainya selama ini.
Oleb karena itu, setelah menampilkan diri, keenam orang tosu itu serentak merogoh
sakunya den setiap orang mengeluarkan sebuah senjata pit dan sebuah kencrengan
tembaga untuk mempersiapkan diri, kemudian mereka menyebarkan diri keseputar tempat
itu sambil mengepung Gak Lam-kun ditengah arena.
Tiba tiba satu ingatan cerdas melintas dalam benak Gak Lam-kun, dia sadar apabila
ingin lancar didalam serbuannya kedalam kuil Ngo kok koan pada hari ini, maka satusatunya
cara yang bisa di umpan adalah membasmi kekuatan inti musuh secepat-cepatnya
dan sebanyak banyaknya.
Berpikir demikian, hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya
dari atas tanah, dia pungut sebilah pedang, lalu pelan-pelan berjalan kesisi Ki Li-soat
tanyanya dengan lirih… “Nona Ki apakah tujuh orang yang kita hadapi sekarang adalah
kekuatan inti dari kuil Ngo kok koan?”.
Ki Li-soat manggut-manggut, “Benar” sahutnya. “Mereka adalah Ang ma jit tin suatu
kelompok kekuatan sedikit dibawah kepandaian silat Tiang pek san him”
Sementara itu, Ang ma jit tin dibuat termangu-mangu keheranan menyaksikan gerakgerik
dari Gak Lam-kun tersebut. Mereka tidak habis mengerti apa maksud yang
sebenarnya dari anak muda tersebut mengajukan pertanyaan semacam itu kepada si
nona.
Sekulum senyuman yang menggidikkan segera tersungging di bibir Gak Lam-kun,
katanya, “Nona Ki, harap kau mundur untuk sementara waktu dan beristirahatlah. Biar aku
seorang diri yang memberi hajaran kepada ketujuh orang cecunguk ini”.
Sekalipun Ki Li-soat juga tahu kalau kepandaian silat yang dimiliki Gak Lam-kun telah
peroleh kemajuan yang pesat, tapi dia tidak yakin kalau Gak Lam-kun sanggup untuk
menghadapi serangan gabungan dari Ang ma jit tin tersebut. Dengan suara lirih dia lantas
berbisik, “Ang ma jit tin berbahaya das sangat ganas”
“Aku mengerti!” sahut Gak Lam-kun sambil tersenyum, “tak akan kubiarkan seorang
pun diantara mereka tetap hidup di dunia ini”

Mendengar ejekan tersebut, Ang ma jit tin menjadi naik pitam, dengan mata merah
membara mereka memelototi musuhnya tajam-tajam.
Kamudian terdengar Thian jit ang ma membentak keras, pedang bajanya segera
diputar melepaskan sebuah serangan lebih dahulu.
Gak Lam-kun segera memutar pedangnya untuk menangkis ancaman itu, kemudian……
“Sreet! Sreet” secara beruntun dia lancarkan dua buah serangan berantai yang
memaksa Thian jit ang ma harus mundur ke belakang dengan gelagapan.
Dalam saat yang bersamaan itulah, Thian gwat ang ma, Thian seng ang ma, Thian sin
angma, Thian khi ang ma, Thian leng ang ma, dan Thian kin ang ma bersama sama
memperkecil lingkaran kepungan mereka menjadi hanya dua kaki luasnya. Dangan
kencrengan tembaga melindungi badan, senjata pit bajanya dipersiapkan untuk
menghadapi lawan.
Gak Lam-kun segera mendongakkan kepalanya tertawa panjang, suaranya keras
memekakkan telinga. Dimana pedangnya digerakkan, berkuntum-kuntum bunga pedang
segera memenuhi angkasa, lalu cahaya tajam tampak berkelebat lewat, sebuah tusukan
kilat telah dilancarkan ke arah tubuh Thian jit ang ma.
Menghadapi ancaman tersebut Thian jit ang ma segera menggunakan senjata
kencrengan emasnya untuk mematahkan serangan, kemudian senjata pit bajanya dengan
jurus Im liong liau ka (naga mega menggetarkan sisik) melancarkan sebuah tusukan.
Gak Lam-kun miringkan badan sambil mengegos, pedangnya diputar dengan jurus To
san kim che (membuyarkan benang emas) menusuk dari belakang punggung, desingan
tajam menderu-deru.
Pada saat ini, hawa napsu membunuhnya telah berkobar-kobar, setiap jurus serangan
yang dilancarkan hampir semuanya merupakan ancaman yang mematikan.
Akan tetapi, Ang ma jit tin adalah inti kekuatan dari kuil Ngo kok koan. Mereka semua
hampir memiliki ilmu silat yang sangat tangguh.
Sekalipun Gak Lam-kun membalikkan pedang sambil menyerang dengan tangguh dan
hebat, akan tetapi pertahanan ketiga orang tosu itupan memiliki kerja sama yang kuat.
Thian gwat dan Thian seng ang ma segera memutar senjata kencrengan tembaga
untuk menangkis.
“Criing……!”
Diiringi suara dentingan nyaring, tangkisan mereka atas bacokan pedang lawan
menghasilkan letupan bunga api yang memancar ke empat penjuru.
Bersamaan waktunya kedua batang senjata pit baja mereka dengan jarus Han hoa toh
lui (Bu-nga salju memetik putik) serentak menusuk jalan darah pay sim hiat dipunggung
Gak Lam-kun.

Ketika pedangnya terkunci tadi, Gak Lam-kun sudah menyadari akan datangnya
bahaya. Menggunakan gerakan itu badannya melompat maju ke arah ke muka. Selagi
badannya melayang turun di atas tanah, cahaya tajam bagaikan sambaran kilat telah
menyongsong datang dari depan mata. Sedangkan kedua batang senjata pit baja dari
Thian sin dan Thian khi ang am juga telah mengancam tiba.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tangan kirinya tiba-tiba memainkan jurus Ci jiu poh liong
(membelenggu naga dengan tangan telanjang). Kelima jari tangannya dilancarkan
bersama mengancam pergelangan tangan Thian sin-ang ma, sementara gagang pedang
ditangan kanannya dengan gerak melintang menotok pena baja ditangan Thian khi ang
ma.
Jurus serangan ini boleh dibilang aneh sekali. Dalam jurus serangan suatu ilmu, hampir
tak pernah dijumpai ada jurus serangan yang menotok dengan gagang pedang, maka
pena baja dari Thian khi ang ma segera kena tertotok hingga terpental kesamping.
Thian sin ang ma yang menyaksikan tangan kiri Gak Lam-kun yang sedang menyambar
datang itu membawa segulung desingan angin tajam yang menyayat badan, hatinya
menjadi amat terkesiap. Buru-buru la tarik napas sambil merendahkan badan kemudian
sambil membuyarkan jurus serangan melompat kebelakang.
Akan tetapi justru dengan gerakan tersebut, dia malah menyongsong datangnya jurus
serangan dari Gak Lam-kun. Tanpa merubah gerak ceugkeraman tangan kirinya, dalam
sekali balikan tangan secara telak dia berhasil mencengkeram urat nadi pada pergelangan
tangan kiri Thian khi ang ma.
Mimpipun Thian khi ang ma tidak menyangka kalau cengkeraman yang tertuju pada
Thian sin ang ma cuma tipuan belaka sedang cengkeraman kearahnya baru merupakan
cengkeraman yang sesungguhnya. Ia segera merasakan peredaran darahnya tersumbat,
otomatis separuh badannya menjadi kaku, lima jarinya mengendor dan pit besinya
terlepas dari genggaman.
Tampaknya sisa enam orang rekan lainnya tidak menyangka sama sekali kalau
serangan pedang dan Ki na jiu hoat yang di gunakan Gak Lam-kun sedemikian lihaynya.
Kedahsyatan dari jurus Ci jiu poh liong (membelenggu naga dengan tangan kosong) ini
betul betul membuat mereka semua terperangah.
Menanti mereka bersiap-siap akan turun tangan menolong, Gak Lam-kun telah
bertindak lebih lanjut. Pedang ditangan kanannya segera membacok ke bawah dan tahutahu
batok kepala Thian khi ang ma sudah mencelat ketengah udara.
Darah segar segera memancar keluar seperti pancuran, tubuhnya terkapar ditanah dan
tak bernyawa lagi.
Padahal pertarungan baru berlangsung tiga empat gebrakan, tapi dari Ang ma jin tin
kini sudah tewas seorang. Enam orang sisanya menjadi terkejut, ngeri dan tak terlukiskan
sedihnya.
Gak Lam-kun tertawa dingin, katanya lagi. “Sekarang sudah seorang yang mampus.
Haa… haa… haa…”

Ditengah gelak tertawanya yang amat keras tubuhnya segera menerobos maju ke
depan. Pedangnya kembali diputar menusuk ke tubuh Thian leng ang ma yang berdiri di
sudut barat.
Tenaga serangan yang dimiliki Gak Lam-kun lihay dan kuat. Angin serangan yang
menyertai tusukan pedangnya itu benar-benar mengerikan.
Dalam sedihnya yang luar biasa, Ang ma lak tin mendongakkan kepalanya dan
bersama-sama tertawa seram, senjata pena mereka diauyunkan bersama, terdengar
benturan nyaring yang memekakkan telinga, tahu-tahu serangan pedang itu sudah
ditangkis oleh keenam batang pena baja itu secara bersama sama.
Gak Lam-kun segera menggetarkan pergelangan tangannya sambil menarik kembali
pedangnya. Jurus kedua belum sempat dilancarkan, sepasang pena baja yang datang dari
kiri dan kanan telah menyerang datang hampir bersamaan waktunya dengan membawa
desingan tajam serangan itu memancar dahsyat kemari.
Gak Lam-kun segera menghimpun tenaga dalamnya dan menyalurkan kekuatan
tersebut ke ujung pedang. Dengan jurus Ciau liong ing hong (menunggang naga
memancing burung hong) dia punahkan kedua serangan itu deugan daya memental.
Kemudian sambil membentak keras pedangnya segera mengembang serangan lagi.
Dalam waktu singkat cahaya tajam berkilauan diangkasa, angin pedang menderu-deru
bagaikan roda.
Tenaga dalam yang dimilikinya cukup sempurna, makin dia melancarkan serangan
makin dah-syat daya kekuatan yang dipancarkan.
Ki Li-soat yang menonton jalannya pertarungan disisi kalangan, pada mulanya masih
gelisah dan cemas, akan tetapi setelah melihat gerakan tubuh Gak Lam-kun yang bergerak
bagaikan seekor naga sakti dan menerobos kesana kemari ditengah kurungan ke enam
batang pena baja dan kencrengan tembaga lawan tiada hentinya melancarkan gerakan,
menotok, menusuk, membacok dan menghadang yang lincah, hatinya lambat laun
menjadi lega.
Dengan begitu, rasa percaya Ki Li-soat pada kemampuan Gak Lam-kun pun bertambah
besar. Ia merasa betapa sakti dan anehnya ilmu silat yang dimiliki Gak Lam-kun tapi
setelah diamati lebih seksama dia baru menyadari bahwa jurus pedang yang dipakai
olehnya untuk membacok, menusuk, menotok dan menyerang itu hampir seluruhnya
merupakan jurus sederhana yang biasa, hal mana segera menimbulkan rasa cengangnya.
Maka dia pun memusatkan segenap perhatiannya untuk mengikuti gerak perubahan
sambil mencoba meresapi makna dari gerakan itu. Tanpa disadari, dengan pemusatan
pikiran ini ia telah berhasil membawa kepandaian silat yang dimilikinya maju ketingkatan
yang lebih dalam.
Hawa pedang Gak Lam-kun malang melintang kemana-mana. Secara beruntun dia
sudah melancarkan puluhan jurus serangan, tapi selalu gagal untuk mendesak mundur
keenam orang lawannya walau selangkahpun. Sebaliknya jurus serangan dan tenaga
pukulan yang terpancar dari keenam orang itu kian lama kian terasa berat dan mantap.

Ke enam orang itu masing masing bertahan disuatu sudut tertentu, baik dikala
melancarkan serangan maupun disaat menahan gempuran. Mereka dapat melakukannya
dengan suatu kerja sama yang sangat rapat.
Haruslah diketahui, pertarungan antara jago lihay sering hanya berselisih kecil sekali.
Bila tenaga dalam yang dimiliki keenam orang itu digabungkan menjadi satu, sudah
barang tentu kekuatan mereka jauh lebih unggul dari pada kepandaian Gak Lam-kun.
Itulah sebabnya ditengah kepungan enam orang jago yang gencar dan rapat, untuk
sesaat lamanya Gak Lam-kun tak mampu meraih kemenangan apa-apa.
Tiga puluh gebrakan kemudian, Gak Lam-kun mulai merasa gelisah. Apalagi setelah
menyaksikan kesempurnaan tenaga dalam yangdimiiiki keenam orang itu, dimana makin
bertarung mereka semakin mantap. Rasa gelisah itu boleh dibilang lak terlukiskan dengan
kata-kata.
Padahal saat itu musuh utamanya belum turun tangan. Itu berarti dia harus menyimpan
sedikit tenaga untuk menghadapi pertarungan tersebut. Andaikata ia tidak mengambil
keputusan untuk melangsungkan pertarungan kilat dikuatirkan ia tak akan berhasil dalam
waktu singkat.
Berpikir demikian gerak serangannya pun segera ikut mengalami perubahan.
Secara tiba-tiba pedang kanan Gak Lam-kun bergetar keras. Jurus pedangnya
dilancarkan secara berantai, sementara telapak tangan kirinya juga berulang kali
melancarkan pukulan-pukulan angin puyuh yang dahsyat. Secara kombinasi telapak
tangan kiri dan pedang ditangan kanan melancarkan serangan secara bertubi-tubi.
Cahaya pedang bagaikan bintang perak yang bertebaran di angkasa, menyelimuti
seluruh ruangan pertarungan. Angin pukulan bagaikan taupan dahsyat menderu-deru.
Untuk sesaat suasana disekitar arena pertempuran sunngguh mengerikan sekali.
Dengan terjadinya perubahan ini, betul juga keenam orang tosu itu segera terdesak
hebat dan secara beruntun mundur kebelakang berulang kali.
Tampaknya sebentar lagi Gak Lam-kun akan meraih hasil, tiba-tiba terdengar Thian jit
ang ma membentak keras, permainan penanya turut berubah, menyusul kemudian lima
orang tosu lainnya saling bergeser. Sementara kencrengan tembaga dan pena bajanya
melancarkan serangan melewati liang luang kosong yang tersedia.
Pada mulanya masih tampak ke enam orang tosu itu menyerang dan bertahan secara
bersama, bayangan pena berkelebat kian kemari. Tapi selewatnya beberapa jurus, makin
bertarung gerakan tubuh mereka semakin cepat. Dua belas macam senjata yang berada
ditangan mereka menciptakan selapis kabut cahaya yang segera mengunci semua
serangan gencar yang dilepaskan oleh Gak Lam-kun.
Jilid 26
DENGAN cepat Gak Lam-kun berkerut kening, sambil membentak keras dia maju
melepaskan serangan berantai…….

“Sreeet! Sreeet! Sreeet……!”
Dalam waktu singkat tiga jurus serangan telah dilancarkan, pedang itu bergerak
bagaikan naga sakti, seketika itu juga memaksa Thian-jit, Thian-gwat dan Thian-seng
terdesak mundur beberapa depa ke belakang.
Tampaknya asal Gak Lam-kun melancarkan beberapa jurus serangan lagi dia pasti akan
berhasil, tiba-tiba terdengar bentakan keras menggelegar memecahkan keheningan….
Thian sin ang ma, Thian leng ang ma dan Thian kin ang ma bersama sama memutar
senjata pena baja dan kencrengan tembaga sedemikian rupa untuk menyerang punggung
Gak Lam-kun.
Si anak muda tertawa terbahak bahak, bagaikan setan gentayangan tiba-tiba badannya
tergeser ke samping, sebentar kekiri sebentar kekanan. Yaa, menghindar, yaa
menghadang yaa menerjang, seketika itu juga ke enam orang tosu itu dibikin kocar kacir
dan kalang kabut tak karuan….
Ki Li-soat dapat melihat betapa aneh dan saktinya gerakan tubuh pemuda, itu, diantara
ayunan senjata yang begitu rapatnya ternyata ia sanggup mengegos kesana kemari
dengan langkah yang lincah, kehebatannya sungguh pantas terpuji.
Dalam waktu singkat, dari posisi menyerang Ang ma jit tin telah berubah menjadi posisi
bertahan. Oleh serangan Gak Lam-kun yang membacok dari kanan menebas dari kiri ini,
mereka terdesak mundur terus berulang kali. Kencrengan tembaga dan baja mereka harus
menangkis ke kiri membendung ke kanan, tak sedikit pun mendapat kesempatan untuk
melancarkan serangan balasan.
Menyaksikan kesemuanya itu, Ki Li-soat bertambah heran, sepintas lalu dapat dilihat
kalau gerakan tubuhnya itu lihay dan mengandung perubahan yang tak ada batasnya, tapi
kalau diperhatikan langkah kakinya ternyata bagitu sederhana dan biasa.
Tiba tiba terdengar dua kali suara dengusan tertahan…….
Menyusul kemudian terdengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati……
Thian sin ang ma dan Thian seng ang mi tahu-tahu sudah tertusuk jalan darah
kematiannya oleh pedang Gak Lam-kun sehingga roboh tewas di tanah, sedangkan Thian
kin ang ma kena dihajar secara telak sehingga muntah darah dan roboh terkapar diatas
tanah dengan terluka parah.
Thian jit ang ma, Thian gwat ang ma dan Thian leng ang ma yang menjumpai tiga
orang rekannya kembali tewas sacara mengerikan, dengan gusar dan dendam mereka
membentak keras, pena baja serta kencrengan tembaganya diayun secara membabi buta
lalu menerjang kemuka.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tiba-tiba pedangnya disambit kedepan. Serentetan cahaya
patih yang menyilaukan mata bagaikan sambaran petir segera meluncur kedepan…….
Dimana cahaya tajam itu menyambar lewat dua kali jeritan ngeri yang menyayatkan
hati kembali bergema memecahkan keheningan malam.

Darah segar berhamburan kemana mana. Thian gwat ang ma dan Thian leng ang ma
tahu tahu sudah tertembus oleh sambaran pedang sehingga tewas seketika itu juga.
Setengah abad malang melintang diluar perbatasan, belum pernah Thian jit ang ma
menderita kekalahan yang demikian mengenaskan seperti apa yang dialaminya saat ini.
Tidak sampai setengah jam lamanya, Ang ma jit tin yang nama besarnya sudah
menggetarkan luar perbatasan dan belum pernah terkalahkan, sudah ada aaam oraag
diantaranya yang tewas ditangan orang lain
Peristiwa ini benar-benar membuat hatinya merasa amat pedih sekali, tapi dia berilmu
tinggi tenaga dalamnya juga cukup sempurna. Sekalipun menghadapi pukulan batin yang
berat, sikapnya tak sampai terbodoh bodoh separti orang yang kehilangan sukma.
Gak Lam-kun telah tertawa dingin tiada hentinya. Setelah memandang sakejap keenam
sosok mayat yang tergeletak diatas tanah itu katanya, “Aku lihat, lebih baik kau juga
mengikuti mereka saja untuk berpulang ke akhirat!”
Seusai berkata, tiba tiba ia maju kedepan sambil melancarkan serangan, sebuah
pukulun dahsyat segera dilontarkan.
Sampai detik itu Thian jit ang ma masih berada dalam keadaan sadar, kaki kanannya
segera maju setengah langkah kedepan, badannya berputar kencang lalu kencrengan
tembaganya digetarkan ke atas, dengan jurus ing hong toan cau (menyongsong angin
memotong rumput) dia bacok lengan musuh.
Gak Lam knn tersenyum sinis, kaki kirinya segera berputar dan mundur beberapa depa
ke belakang, sepasang telapak tangannya digerakkan silih berganti, dalam waktu singkat
dia telah melancarkan empat buah pukulan dahyat bahkan serangan yang jaun lebih
dahsyat daripada serangan yang lalu.
Thian jit ang ma mengerahkan tenaganya ke dalam pena baja kencrengan tembaganya.
Dengan menciptakan setengah lingkaran bianglala berwarna perak membendung keempat
buah serangan tersebut, setelah itu dia balas melancarkan tiga buah tusukan dengan pena
baja itu.
Tapi sayang semua serangannya itu berhasil dipunahkan oleh pukulan pakulan yang
dilancarkan Gak Lam-kun.
Pada waktu itu Thian jit ang ma baru dapat merasakan betapa sempurnanya tenaga
dalam yang dimiliki Gak Lam-kun, diam diam ia lantas menghimpun tenaganya manjadi
satu. Kali ini dia tidak berebut untuk melancarkan serangan lagi, melainkan hanya siap
menanggap dengan ketenangan bagaikan batu karang.
Gak Lam knn segera tertawa keras katanya, “Ilmu silatmu memang benar benar lebih
tinggi daripada mereka. Sambutlah beberapa jurus seranganku ini lagi!”
Selesai berkata kakinya melangkah ke tiong-kiong dan mendesak maju ke muka.
Thian jit ang ma segera menggetarkan senjata penanya melakukan serangan dengan
jurus Hui pau liu suan (air terjun mengalir ke mata air), mata pena menusuk dada dari Gak

Lam-kun sementara kencrengan tembaganya dengan jurus su hoa cun hi (hujan rintik
diatas bunga) menyapu bagian bawah lawan.
Tapi dibawah serangan pena baja dan kencrengan tembaga itu masing masing justru
tersembuyi sejurus perubahan To coan-im yang (membolak balikkan im yang) yang maha
dahsyat.
Asal Gak Lam-kun menghindarkan diri dari serangan itu, dia akan segera merubah
tusukkannya menjadi sapuan, kemudian dari sapuan berubah menjadi tusukan. Kedua
duanya bisa menyerang bersama secara kombinasi.
Siapa tahu Gak Lam-kun sama sekali tidak menghindarkan diri dari ancaman pena mau
pun kencrengan tersebut, telapak tangan kirinya direntangkan lalu diayun ke muka.
Setelah memaksa gerak pena dan kencrengan itu tersumbat ditengah jalan, telapak
tangannya dengan jurus Ci kou thian bun (menyembah-pintu langit) membacok batok
kepala lawan.
Didalam serangannya ini, Gak Lam-kun telah mempergunakan empat bagian tenaga
dalamnya, kehebatannya luar biasa. Thian jit ang ma hanya merasakan tekanan yang
maha dahsyat menindih dadanya, terpaksa ia tarik kembali serangannya sambil melompat
mundur sejauh lebih kurang tujuh depa ke belakang.
Gak Lam-kun segera mengikuti gerakan tersebut mengejar ke muka. Sepasang telapak
tangannya melancarkan serangan secara beruntun, angin pukulan menderu deru. Makin
lama serangannya semakin gencar, beberapa jurus kemudian tenaga serangan yang maha
dahsyat itu sudah melanda hampir tujuh kaki lebih.
Thian jit ang ma telah mengerahkan segenap tenaga murni yang dimilikinya ke dalam
pena baja serta kencrengan tembaga tersebut. Diantara kilatan cahaya tajam yang
berkilauan, terkandung angin pena dan angin kencrengan yang sangat kuat. Sepintas lalu
kedua orang itu tampak seperti saling menggunakan kepandaian saktinya untuk
menguasai keadaan. Sesungguhnya dibalik serangan demi serangan tersebut justru terjadi
saling adu kekuatan yang mengerikan.
Bukan saja di dalam serangan telapak tangan dan pedang itu mengandung perubahan
perubahan jurus yang mematikan, bahkan terkandung pula tenaga serangan yang maha
dahsyat.
Empat belas gebrakan kemudian, Thian jit ang ma sudah merasa keteter hebat dan tak
sanggup untuk bertahan terus. Dia merasa tenaga pukulan yang terpancar dari balik
telapak tangan Gak Lam-kun itu makin lama semakin ganas. Jurus serangan yang
digunakan juga makin lama semakin aneh ternyata dia sudah didesak sehingga tak
sanggup lagi untuk mengendalikan keadaan.
Mendadak……. terdengar dengusan tertahan berkumandang memecahkan keheningan.
Kemudian terlihatlah Thian jit ang ma dengan wajah hijau membesi, senjata penanya
terkulai ke bawah, kencrengan tembaganya terlempar ditanah, tubuhnya berdiri kaku dua
kaki jauhnya diri sisi kalangan tersebut.
Sikap Gak Lam-kun sendiri amat santai, dengan sinar mata memancarkan sinar tajam
yang menggidikkan hati katanya dengan suara sedingin salju.

“Sekarang aku tak akan membinasakan dirimu. Sekarang cepat kembali ke kuil dan
beritahu kepada Tiang pek sam him, pada kentongan kedua nanti aku Gak Lam-kun akan
naik ke kuil untuk meminta orang”
Thian jit ang ma mendongakkan kepalanya dan tertawa seram. “Haa… haa… haa…
bagus. bagus sekali. Dendam kesumat dan hutang darah ini pasti ada orang yang akan
memperhitungkannya denganmu!’
Seusai berkata, sambil menahan rata sakit akibat luka yang dideritanya itu, Thian jit
ang ma segera berangkat menuju kearah utara.
Menanti bayangan tubuh orang itu sudah lenyap dari pandangan mata, Ki Li-soat baru
pelan-pelan berjalan menghampirinya, katanya sambil tersenyum. “Kini Ang ma jit tin
sudah tewas enam orang itu berarti kekuatan Ngo kok koan yang sesungguhnya telah
lenyap separuh bagian besar”
“Nona Ki!” tanya Gak Lam-kun kemudian, “bagaimanakah pendapatmu tentang ilmu
silat yang dimiliki Sam Him jika dibandingkan dengan Ang ma jit tin?”
“Tentu saja jauh lebih tinggi dari ketujuh orang itu. Cuma sampai dimanakah
kelihayannya aku sendiripun kurang begitu jelas”
Gak Lam-kun segera menhela napas panjang. “Dengan kepandaian silat yang dimiliki Ji
Cin-peng pun nyatanya dia berhasil ditawan oleh mereka, aku rasa Tiang pek sam him
(tiga beruang dari bukit Tiang pek) sudah pasti merupakan manusia-manusia yang tak
dapat dianggap enteng!”
Diiringi belian napas panjang, berangkatlah ketiga orang itu meneruskan kembali
perjalanannya, menuju ke arah utara.
Setelah melewati tujuh delapan bukit yang tinggi, waktupun menunjukkan permulaan
kentongan yang pertama.
Agaknya Ji Kiu liong sudah tidak sabar lagi tidak tahan dia lantas bertanya, “Enci Ki,
sebenarnya kuil Ngo kok koan itu terletak di mana? Masih jauhkah letaknya dari sini?”
“Itu dia, diatas puncak bukit yang sangat tinggi itu!” jawab Ki Li-soat sambil menuding
bukit paling tinggi yang berada di sebelah barat laut itu.
Gak Lam-kun mencoba untuk mengerahkan ketajaman matanya dan memeriksa
keadaan disana. Tampak bukit yang berserakan di sekitar sana amat banyak. Dibawah
sinar rembulan tampak salju yang putih menyelimuti hampir seluruh pemukaan tanah,
bahkan pada puncak bukit itu seperti terselimuti oleh selapis kabut yang tebal sekali.
Setelah perjalanan dilanjutkan kembali beberapa saat lamanya, sampailah mereka di
depan mulut bukit tersebut.
Gak Lam-kun kembali memeriksa keadaan sekitar perbukitan itu. Dia menjumpai bahwa
mulut masuk ke bukit itu merupakan selat sempit yang diapit oleh dua buah bukit. Dinding
karang yang terjal dan licin itu mencapai ketinggian ratusan kaki lebih dan memanjang

kearah barat. Ditengahnya terpentang sebuah selat sempit yang luasnya paling banter dua
kaki.
Gak Lam-kun dapat merasakan betapa berbahayanya tempat tersebut, apalagi dinding
tebing yang licin dan terjal itu hakekatnya halus seperti cermin dan sama sekali tiada batu
yang menonjol maupun pohon yang tumbuh disana.
Selain daripada itu makin menjorok kedalam, selat itu semakin sempit. Tiga puluh kaki
kemudian tiba-tiba selat itu berbelok ke arah kiri sehingga tidak diketahui berapa panjang
sesungguhnya selat sempit itu.
Dengan situasi medan semacam ini, seandainya ada musuh yang bersembunyi diatas
dinding bukit dikedua belah sisi selat, baik mereka mau menyerang secara tersembunyi
atau terang terangan, tidak gampang bagi mereka untuk meloloskan diri.
Maka Gak Lam-kun segera maju ke depan lebih duluan untuk membuka jalan. Setelah
melewati lima puluh kaki lebih dan berbelok ke sebelah kiri, tampaklah dinding bukit di
kedua belah sisi jalan itu makin tinggi. Keadaan medanpun semakin berbahaya.
Kurang lebih seperempat jam kemudian, merekapun baru berhasil keluar dari daerah
berba-haya yang ratusan kaki panjangnya itu tanpa mendapat serangan dari lawan.
Sesudah keluar dari lembah itu pemandangan yang terbentang didepan matapun
kembali berubah. Tampak sebuah bukit tinggi yang menjulang ke angkasa berdiri angker
ditengah kegelapan malam.
Didepan puncak tinggi itu merupakan sebuah tanah datar yang beberepa ratus hektar
luasnya. Lapangan itu dikelilingi tebing yang terjal tapi tidak setinggi puncak utama
tersebut. Sayang malam itu sangat gelap sehingga yang bisa dilihat hanya garis besarnya
saja.
Mendadak dari arah depan meluncur datang empat sosok bayangan manusia. Belum
lagi sampai ditempat tujuan, salah seorang diantaranya sudah berteriak lebih dulu dari
kejauhan, “Apakah yang berada didepan adalah orang she Gak?”
Gak Lam-kun tertawa terbahak bahak, “Haa… haa… haa… benar! Kalian berpesan
kepada Tiang pek sam him agar membuat persiapan yang lebih matang lagi”
Salah seorang diantara keempat orang itu kembali berseru dengan suara dingin, “Jika
ingin berkunjung ke kuil Ngo kok koan, harap mengikuti kami”
Selesai berkata mereka berempat segera membalikkan badan dan berlarian kembali
dengan kecepatan tinggi.
Gak Lam-kun, Ki Li-soat dan Ji Kiu liong memang merupakan jago jago yang bernyali
besar dan berilmu tinggi. Dengan cepat mereka mengikuti di belakang dengan ketat.
Sesudah melalui jalan gunung yang sempit mereka mendaki terus lebih keatas. Pada
mulanya meski medan amat berbahaya, masih ada jalan setapak yang dapat dilalui. Akan
tetapi semakin naik keatas, keadaannya semakin berbahaya. Satelah berada pada
ketinggian empat ratus kaki, jalan setapak itu boleh dibilang telah terputus sama sekali.

Sambil melakukan perjalanan dengan gerakan tepat. Ki Li-soat segera menuding
kedepan sambil berseru.
“Dibelakang hutan sana adalah telaga langit dari bukit Tiang pek san….”
Dibawah sebuah tebing curam benar juga Gak Lam-kun menemukan sebuah telaga
yang besar
Bagaimana pun juga Ji Kiu liong masih kekanak-kanakan, buru-buru serunya
keherenan, “Telaga langit? Apakah telaga langit itu?”
Ki Li-soat berpaling dan memandang sekejap kearah pemuda itu, kemudian katanya,
“Konon menurut dongeng, pada suatu hari putri kaisar Thian tee telah turun dari
kahyangan, untuk menolong meringankan kerisauan umat manusia di alam semesta ini.
Diapun mencabut tusuk kondenya dan membuat sebuah garis lingkaran dipuncak bukit ini,
seketika itu juga tanah diperbukitan ini tenggelam dan muncul sumber air yang menutupi
tanah ledakkan tersebut. Sehabis mandi di telaga itu putri Thian tee baru kembali ke
kahyangan. Semenjak itulah telaga ini dinamakan telaga langit telaga ini merupakan suatu
tempat indah yang amat terkenal dinegeri kita ini”
Selesai mendengar cerita itu, Ji Kiu liong baru manggut-manggut tanda mengerti.
Maka Gak Lam-kun, Ki Li-soat dan Ji Kiu liong segera melanjutkan kembali
perjalanannya ke depan.
Setelah melewati hutan yang gelap gulita didepan mereka terbentanglah suatu dunia
lain yang sangat indah.
Empat penjuru bukit yang mengitari sana dilapisi oleh salju putih yang tebal. Angin
dingin yang berhembus lewat serasa menyayat badan.
Bila seseorang tidak memiliki ilmu meringankan tubuh yang sempurna, jangan harap
mereka bisa melewati tempat itu.
Sesudah melewati padang salju yang tebal mereka harus mendaki lagi sebuah tebing
vang curam sebelum akhirnya tiba di puncak bukit tersebut, sementara itu waktu telah
menunjukkan kentongan kedua.
Sekali lagi Gak Lam-kun memperhatikan situasi diatas puncak bukit itu….
Tampak olehnya, kuil Ngo kok koan yang merupakan tempat paling berpengaruh dan
menakutkan bagi orang orang diluar perbatasan itu bertengger diatas puncak bukit,
bangunan itu berdiri dengan menempel padi dinding bukit yang terjal, bangunan ini
berbeda sekali dengan bangunan kuil yang lainnya. Rumah dibangun bersusun susun
dengan amat menterengnya, daripada disebut kuil, tempat itu lebih mirip kalau dikatakan
sebagai suatu perkampungan.
Tiba tiba terdengar tiga kali bunyi tambur berkumandang memecahkan keheningan.
Menyusul kemudian terdengar bunyi genta bertalu-talu dan memekakkan telinga, tapi
sembilan kali kemudian genta itupun berhenti berbunyi suasanapun pulih kembali dalam
keheningan.

Lama sekali setelah tambur dan genta berkumandang tadi, tiba-tiba muncul seseorang
pendeta baju putih dengan langkah targesa-gesa, kemudian ia membisikkan sesuatu
kepada keempat orang itu.
Mendengar bisikan tadi, keempat orang pendeta tersebut segera masuk kedalam kuil
dengan langkah tergesa-gesa.
Sedangkan pendeta berbaju putih tadi segera menjura kepada Gak Lam-kun sekalian
lalu katanya sambil tertawa. ”Kami tidak menyangka akan kedatangan beberapa orang
tamu yang datang dari jauh. Bila penyambutan kami kurang menyenangkan, harap kalian
sudi memaafkan, sekarang silahkan kalian masuk kekuil dan menunggu sebentar”
Gak Lam-kun bertiga sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun, dengan
berjajar tiga mereka mengikuti dibelakang pendeta penerima tamu berbaju putih itu.
Dibalik pagar pekarangan yang tinggi, selain bangunan rumah yang didirikan melingkari
bukit disanapun terbentang sebuah tanah lapang yang sangat luas, dibawah sinar
rembulan tampak bayangan manusia berkelebat kesana kemari.
Walaupun sepintas lalu mereka tampak seperti hwesio, tapi dandanan maupun warna
pakaian yang dikenakan berbeda-beda. Bila dilihat dari langkah mereka yang tergesa-gesa
tampaknya mereka sedang repot sekali, tapi semuanya membungkam dan tak seorangpun
yang berbicara. Masing-masing mengambil jalannya sendiri sendiri seperti satu sama
lainnya adalah orang asing.
Sepanjang jalan Gak Lam-kun bertiga entah sudah bertemu dengan berapa banyak
hwesio, tapi semuanya hanya memandang sekejap kearah beberapa orang itu dengan
pandangan dingin, tidak menegur tidak menyapa bahkan ada pula diantaranya yang
melirik sekejappun tidak.
Situasi yang serba dingin dan aneh ini dengan cepat menciptakan semacam suasana
yang misterius, tegang dan penuh keseraman, membuat seseorang merasa seakan-akan
dirinya berada dalam neraka.
Baik Gak Lam-kun maupun Ki Li-soat, ke dua duanya adalah jago persilatan yang sudah
lama malang melintang didunia. Pertarungan apapun, tempat macam apapun sudah
banyak yang dilihat, tapi sekarang tak urung juga timbul perasaan bergidik dihati mereka.
Mereka semua merasa bahwa lembah ini penuh diliputi hawa setan yang mengerikan
membuat orang tidak tenang terutama Gak Lam-kun yang sangat menguatirkan
keselamatan Ji Cin peng, hatinya merasa gelisah cemas dan tak karuan.
Pendeta penerima tamu berbaju putih itu membawa mereka menuju ke sebuah
ruangan disebelah kiri kuil.
Ruangan itu agaknya khusus digunakan un tuk menyambut kedatangan tamu, baik
dekorasi maupun perabotnya amat bersih dan indah.
Waktu itu udara sangat bersih tiada awan diangkasa, rembulan bersinar lembut diatas
awang-awang dan menyorokan sinarnya menembusi jendela menerangi ruangan.

Ketika cahaya lentera didalam ruangan itu tertimpa sinar rembulan, jilatan apinya
segera berubah menjadi kehijau-hijauan.
Tiba tiba pendeta penerima tamu berbaju putih itu berpaling dan memandang sekejap
kearah Ki Li-soat. Ia saksikan perempuan itu duduk di samping Gak Lam-kun dengan
senyuman dikulum dibawab sinar lentera wajahnya kelihatan amat cantik mempersonakan
hati. Untuk sesaat lamanya ia menjadi tertegun.
Tiba tiba Ji Kiu liong mendengus dingin, kemudian serunya dengas suara lantang.
“Sialan, memangnya Tiang pek sam him sudah mampus semua? Kenapa sampai sekarang
belum datang juga?”
Mendengar perkataan itu, paras muka si pendeta penerima tamu berbaju putih itu
segera be-rubah hebat, kemudian sambi! tertawa seram teriaknya. “Bocah keparat,
mulutmu kotor dan tak tahu sopan, sebentar akan kusuruh kau mampus tanpa tempat
kubur”
oooOooo
JI KIU LIONG tertawa dingin. “Hee… hee… hee… setelah kami berani kemari, itu berarti
mati hidup sudah bukan masalah lagi. Suhu, berapa usiamu tahun ini?’
Sambil berkata selangkah demi selangkah dia maju kedepan menghampiri pendeta
tersebut.
Ketika dilihatnya pihak lawan tak lebih cuma seorang kanak-kanak, pendeta penerima
tamu berbaju putih itu sama sekal tidak memikirkannya dihati, sahutnya dingin. “Tahun ini
aku berusia empat puluh tujuh tahun.
“Kalau begitu hari ini ditahun depan adalah ulang tahun pertama dari kematianmu!”
sambung Ji Kiu liong lagi.
Mendadak sepasang tangannya dirapatkan menjadi satu kemudian didorong ke depan,
segmung tenaga pukulan yang maha dahsyat dengan cepat meluncur ke depan.
Pendeta penerima tamu berbaju putih itu tertawa seram, ia berdiri dengan telapak
tangan tunggal lalu diayun kebawah sekuatnya, angin pukulan segera berhembus lewat
menyongsong datangnya ancaman yang dilancarkan oieh Ji kiu liong tersebut.
‘Blaaaam…!”
Dengan cepat dua gulung tenaga pukulan itu bertemu menjadi satu menimbulkan
ledakan dahsyat, sekujur badan pendeta itu segera bergetar keras lalu terdorong lima
langkah ke belakang dengan sempoyongan.
Kali ini dia benar-benar merasa terperanjat sekali, mimpipun tidak disangka olehnya
kalau bocah cilik itu memiliki tenaga dalam yang sedemikian sempurnanya.
Tiba-tiba ia melihat senyuman dingin dari Ki Li-soat yang begitu dingin dan sinis diujung
bibirnya.

Tiba-tiba saja pendeta baju putih penerima tamu itu dan malunya menjadi gusar,
sambil meraung keras dia mendesak ke depan dengan langkah lebar, kemudian dengan
jurus-jurus To pit hoa san (membacok runtuh bukit Hoa san) telapak tangan kanannya
langsung dihantamkan ke atas ubun ubun Ji Kiu liong.
“Ci Seng, tahan!” mendadak seseorang membentak dengan suara lantang.
Sepertu sambaran kilat seorang pendeta berbaju hijau berkelebat masuk ke dalam
ruangan.
Sementara itu, si pendeta penerima tamu itu telah menghimpun tenaga dalamnya
sebesar dua belas bagian untuk menghantam tubuh Ji Kiu liong. Ketika mendengar
peringatan tersebut, ia sudah tak kuasa untuk menahan serangannya lagi, angin pukulan
yang dahsyat segera meluncur ke depan dan menumbuk tubuh Ji Kiu liong.
Terdengar Gak Lam-kun mendengus dingin telapak tangan kirinya segera dikebaskan
ke muka.
Suatu jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera berkumandang di dalam ruangan itu.
Tubuh si pendeta penerima tamu berbaju putih itu segera mencelat ke tengah udara,
kemudian seperti layang-layarg yang putus benang, tubuhnya meluncur keluar pintu.
Tampaknya ilmu silat yang dimiliki pendeta baju hijau yang sedang melayang masuki
dari luar ruangan itu tinggi sekali. Ketika tubuh si pendeta penerima tamu yang tinggi
besar itu meluncur ke muka dan menumbuk ke arahnya, dia segera mundur setengah
langkah ke belakang, telapak tangan kirinya melepaskan satu pukulan kedepan, sementara
tangan kanannya menyambar bahu kanan pendeta tadi.
Ketika memeriksa keadaannya, tampak pendeta penerima tamu itu sudah mati dalam
keadaan mengerikan. Sepasang matanya membalik ke atas dan darah mengucur keluar
dari panca indranya.
Menyaksikan kematian yang begini mengenaskan dari Ci Seng hwesio, paras maka
pendeta berbaju hijau itu segara menampilkan suatu perubahan yang sangat mengerikan
dengan cepat dia mendongakkan Kepalanya dan melotot ke wajah Gak Lam-kun, Ki Li-soat
serta Ji Kiu Liong bertiga.
Sementara itu, Ki Li-soat sendiripun menampilkan sikap yang tercengang dan
keheranan, segera bisiknya, “Gak siangkong, itukah pukulan Hud keng ciang (pukulan
Kebutan maut)…?”
Gak Lam-kun segera tersenyum “Oooh… itulah pukulan yang baru saja berhasil
kupahami. Sungguh tak kusangka sama sekali kepandaian ilmu pukulan yang demikian
tinggi dan hebatnya ini berhasil kupahami didalam keadaan seperti ini”
Ternyata ilmu pukulan Hud keng ciang itu merupakan suatu ilmu pukulan maha sakti
yang telah menggetarkan dunia persilatan pada ratusan tahun berselang. Ilmu pukulan itu
ciptaan seorang jago persilatan kenamaan yang waktu itu disebut Ku Yang cu.
Sesungguhnya ilmu pukulan itu maha dahsyat, bahkan bila dibandingkan dengan Bok
sian ciang dari kaum agama to pun jauh lebih hebat dan luar biasa.

Terutama sekali waktu dikibaskan keluar sana sekali tidak menimbulkan desingan suara
apa apa. Akan tetapi begitu bertemu dengan tenaga pukulan lawan, maka segera
timbullah suatu tenaga pantulan yang luar biasa dahsyatnya.
Yang lebih istimewa lagi adalah ilmu pukulan semacam itu dapat memancing tenaga
pukulan yang dilancarkan lawan untuk berbalik menumbuk tubuhnya sendiri, sehingga
orang tidak akan menyangka sampai kesitu……
Dengan kehebatan serta keistimewaan semacam itu, mana mungkin pendeta penerima
tamu itu sanggup menahan pukulan hud heng ciang dari Gak Lam-kun? Kontan saja
seluruh nadi penting didalam tubuhnya putus dan hancur, tidak sempat merintih sepatah
katapun jiwanya sudah keburu melayang dulu meninggalkan raganya.
Lama sekali pendeta berbaju hijau itu berdiri termangu-mangu, kemudian setelah
menyingkirkan mayat sipendeta penerima tamu itu kesamping dia merangkap tangannya
didepan dada seraya berkata, “Ilmu silat yang cisu miliki benar-benar sangat lihay, siapa
suruh pendeta penerima tamu itu punya mata tak berbiji dan mencari kematian buat
dirinya sendiri. Kini Koancu kami menyuruh aku mengundang kehadiran saudara sekalian
untuk berjumpa diistana Tiang seng tian”
Ternyata pendeta berbaju hijau itu adalah searang pembantu dari Tiang pak sam him,
ilmu silatnya sangat lihay. Ketika menyaksikan ilmu pukulan Hud keng ciang yang
dilancarkan Gak Lam-kun tadi dia sadar bahwa ilmu silatnya masih jauh sekali bila
dibandingkan kepandaian orang, maka dia menekan kobaran api dendamnya serta
menanggapi sebagaimana mestinya. Boleh dibilang pendeta ini cukup licik dan tahu diri
sehingga pandai mengikuti perkembangan situasi.
Gak Lam-kun berpaling dan memandang sekejap ke arah Ki Li-soat, kemudian pelanpelan
bangkit bersama dan mengikuti di belakang pendeta berbaju hijau itu keluar dari
rumah itu
Setelah melewati sebuah tanah lapang mereka menelusuri sebuah jalan beralaskan
batu putih dan menuju ke dalam sana.
Jalan setapak itu mengitari banguna rumah dan berliku-liku menuju ke dalam sana.
Sesudah melewati beberapa kali tikungan, pemandangan kembali berubah. Tampak
pohon siong raksasa yang tinggi dikedua belah tepian jalan. Dibawah sinar rembulan
tampaklah diujung pohon siong itu berdiri sebuah bangunan yang amat besar dan megah.
Dari kejauhan tampaklah bangunan itu bermandikan cahaya lampu. Bayangan manusia
bergerak kesana kemari tetapi tidak kedengaran suara sedikitpun.
Pendeta berbaju hijau itu membawa Gak Lam-kun sekalian langsung menuju ruang
tengah.
Bangunan istana itu seluruhnya terbuat dari batu hijau yang keras, tingginya mencapai
tiga kaki dan terdiri dari dua belah bilik. Dalam ruangan tengah terdapat tiga puluh enam
buah lilin besar yang memancarkan sinar terang. Suasana amat terang benderang
bagaikan ditengah hari saja.

Kedua belah sisi ruangan itu berdiri berjajar dua baris pendeta dan memanjang sampai
ke dinding sebelah belakang sana. Diujung ruangan terdapat sebuah mimbar yang terbuat
dari batu dengan bentuk sekuntum bunga teratai. Di atas mimbar berbentuk teratai itu
berdiri tegak tiga orang manusia.
Yang berada ditengah adalah seorang manusia aneh yang jangkung dan ceking. Di
sebelah kanannya seorang kakek aneh berbulu emas yang ceking dan kecil, sedangkan
disebelah kiri berdiri seorang Touto (hwesio yang memelihara rambut) berwajah bengis
dan bertubuh gemuk seperti sebuah tong.
Mereka bertiga bukan lain adalah Tiang pek-sam-him (tiga buruang dari bukit Tiang
pak) yang amat termashur namanya didalam dunia persilatan itu.
Gak Lam-kun belum pernah bersua dengan Tiang pek sam him, akan tetapi setelah
menyapo sekejap ketiga orang itu dengan pandangan tajam, hatinya kontan saja bergetar
keras, pikirnya, “Kelihatannya Tiang pek sam him tak bisa disamakan dengan umat
persilatan pada umumnya. Mereka rata-rata berwajah sangar dan keras, jelas tenaga
dalamnya lelah mencapai pada puncak kesempurnaan yang luar biasa sekali. Aku musti
berhati hati, bisa jadi kalau terlalu gegabah malah akan merugikan diriku sendiri”.
Dibelakang Tiang pek sam him, yakni di setengah lingkaran belakang bunga teratai
besar itu berdiri berjajar dua belas orang pendeta berbaju hijau.
Usia mereka rata-rata diantara lima puluh tahunan. Sinar matanya tajam dan keningnya
pada menonjol keluar. Jelas tenaga dalam yang mereka miliki amat sempurna.
Ternyata kawanan pendeta berbaju hijau itu adalah para Hu hoat taysu (pendeta
pelindung) yang berada dalam Ong kok koan. Ilmu silat mereka rata-rata sudah mencapai
pada puncak kesempurnaan, bahkan kehebatannya sama sekali tidak berada dilawan Ang
ma jit tin.
Pendeta berbaju hijau itu segara maju kedepan selangkah lebih cepat, kemudian
memberi hormat sambil berkata. “Tiga orang yang menerobos wilayah suci kuil kita telah
mengikuti tecu masuk ruangan!”
Ong kok bim cun (Rasul beruang dari kuil Ong kok koan) mengalihkan dulu sorot
matanya untuk memandang sekejap ke wajah Gak Lam-kun, kemudian sinar mata itu
beralih pula ke tubuh Ki Li-soat, setelah itu baru katanya sambil tertawa dingin, “Ada
urusan apa kalian berkunjung ke tempat kami? Silahkan mengemukakan maksud tujuan
kalian!”
Sikapnya amat angkuh dan tinggi hati, suaranya dingin bagaikan es, sungguh amat tak
sedap dipandang maupun didengar.
Gak Lam-kun merasa kheki sekali, tapi ia berusaha keras untuk menahan diri, sahutnya
kemudian dengan lantang, “Tanpa urusan tak akan kami ganggu ketenangan kalian. Aku
hanya ingin bertanya ketika beberapa hari berselang kalian mengnjungi wilayah Tionggoan
dan membasmi perguruan Panah Bercinta konon ketua perguruan itu sudah kalian tawan.
Hari ini aku sengaja datang kemari untuk meminta kembali orang itu”

Belum lagi Ong kok him cun sempat menjawab, Im yang him (beruang banci) yang
berada disebelah kiri itu sudah tertawa dingin sambil mengejek, “Minta orang? Hee… hee…
hee… kau anggap begitu gampang?”
Paras muka Gak Lam-kun segera berubah hebat, serunya dengan penuh kegusaran,
“Bila kalian tidak segera menyerahkan ketua dari perguruan Panah Bercinta itu kepadaku,
jangan salahkan kalau segera kubasmi kuil Ong kok koan kalian ini sehingga rata dengan
bumi”
Kendengar ucapan tersebut, Ong koh him cun segera tertawa terbahak bahak. “Haa…
haa… haa… Sejak dulu sampai sekarang kau boleh dianggap sebagai orang pertama yang
berani mendatangi kuil Ong kok koan untuk bikin keonaran. Sekarang aku ingin bertanya
kepadamu, kau telah membantai anggota perguruan kami, tahukah kau berapa besar
dosamu itu?”
Gak Lam-kun tertawa angkuh. “Kau anggap berhak untuk menuntut kepadaku?”
Pertanyaan tersebut kontan saja membuat paras muka Ong kok him cun kembali
berubah hebat. Sekarang ia sudah dapat merasakan bahwa pemuda tersebut memiliki
suatu kewibawaan yang besar dan mengerikan sekali.
Hui thian bu im kim si him (beruang bulu emas terbang diangkasa tanpa bayangan)
segera melejit ke udara, kemudian secepat sambaran kilat menubruk ke muka.
Menyaksikan gerakan tubuhnya itu, Gak Lam-kun merasa terperanjat sekali. Cepatcepat
kakinya berputar dan bergeser tiga depa kesamping kiri.
Tapi, ketika Gak Lam-kun mempersiapkan telapak tangannya untuk melancarkan
bacokan, tahu tahu bayangan tubuh Hui thian bu im kim si him yang berada dihadapannya
sudah lenyap dari pandangan mata. Ternyata ia telah balik kembali ke atas mimbar teratai
itu.
Menyaksikan kesemuanya itu, diam diam Gak Lam-kun berkerut kening, Ia merasa
gerakan tubuh orang ini sedemikian cepatnya sehingga sukar diikuti arah tujuannya
dengan mata telanjang. Itu berarti jika ingin menyerang orang tersebut, maka dia harus
mempergunakan jurus serangan yang paling cepat.
Berpikir demikian, tanpa terasa Gak Lam-kun meningkatkan kewaspadaannya tiga
bagian lebih besar.
Mendadak…..
Sekilas ingatan aneh melintas didalam benaknya…
Gak Lam-kun segera tertawa ringan, dengan sikap yang santai dan acuh tak acuh dia
maju ke muka dan pelan pelan mendekati mimbar eratai dtmana Tiang pek sam him
sedang berdiri.
Lebih kurang satu tombak dari mimbar bunga teratai, Gak Lam-kun segera
menghentikan langkahnya, lalu sambil tersenyum dia berkata, “Silahkan kalian mencoba
untuk menerima satu jurus Lian hon seng hong (bunga teratai mekar besar) ku ini…!”

Sambil berkata telapak tangan kanannya secara beruntun mengibaskan sebuah pukulan
ke arah tiga beruang dari bukit Tiang pek san tersebut.
Ketika pukulan Hud keng ciang ini dilancarkan, tiada hembusan angin tiada suara
desingan. Sepintas lalu ancaman tersebut seolah-olah enteng bagaikan sama sekali tak
berwujud.
Tapi buat Tiang pek sam him yang bermata tajam, tidak gampang mereka terkecoh
dengan begitu saja. Begitu Gak Lam-kun melancarkan serangan, mereka segera tahu akan
kelihayan orang. serentak tiga gulung angin pukulan dilontarkan pula bersama ke tubuh si
anak muda itu.
Kedua belah pihak boleh dikata sama-sama merupakan jago kelas satu di kolong langit.
Begitu mereka melancarkan serangan, suasana dalam ruangan serangan diliputi
gelombang angin pukulan yang dahsyat dan amat menyesakkan nafas.
Cahaya lilin dari ketiga puluh enam batang lilin raksasa dalam ruangan Tiang seng tian
segera bergoncang keras seakan setiap saat bisa jadi padam.
Tapi ketika cahaya lilin itu bergoyang untuk ketiga kalinya, hawa pukulan yang
menyesakkan napas itu tiba-tiba lenyap tak berbekas.
Tiang pek sam him yang berdiri diatas mimbar bunga teratai segera berubah wajah,
bagaikan tiga butir putik yang meletup keudara. Ketiga orang itu segera melejit ketengah
udara dan menyebar ketiga arah yang berbeda.
Dalam sekejap mata itulah….. Dua batas orang pendeta baju hijau yang berada
dibalakang mimbar bunga teratai itu segera merasakan desakan angin pukulan dahsyat
yang menekan keatas dada meraka, tanpa bisa dihindari tubuh mereka segera terlempar
keudara.
Beberapa kali jeritan ngeri yang menyayatkan hati segera menyusul menggema pula di
udara.
Dari dua belas orang pendeta baja hijau yang semula berada disitu, secara misterius
tahu-tahu ada empat orang diantaranya yang roboh terkapar ditanah.
“Blaaaamm……!”
Suatu ledakan dahsyat yang memkakkan telinga menyusul menggema disitu.
Empat belah dinding ruangan Tiang seng tian seolah-olah bergoncang keras, bagaikan
tertimpa gempa bumi saja, suasana menjadi kacau, panik dan mengerikan.
Suasana yang luar biasa hebatnya ini kontan saja membuat semua orang yang berada
didalam ruangan itu tertegun dan berdiri melongo, saking kagetnya mereka tak tahu apa
yang musti dilakukan.
Sedang Gak Lam-kun sendiripun menampilkan juga rasa kaget yang luar biasa. Dia
tidak menyangka kalau pukulan Hud keng cang yang dilancarkan olehnya itu bisa
menghasilkan kekuatan yang demikian besarnya.

Ternyata ketika ketiga buah pukulan dahsyat yang dilancarkan oleh Tiang pak sam him
tadi bertemu dengan pukulan Hud heng ciang tersebut secara tiba-tiba saja arah
sesarannya terpancing hingga berubah arah dan malahan berbalik untuk menghantam
ketubuh ketiga beruang dari Bukit Tiang pek.
Kenyataan ini sangat mengejutkan hati mereka, buru-buru mereka melejit ke udara dan
menghindarkan diri.
Dengan perginya ketiga orang itu secara tiba-tiba, akibatnya kedua belas orang
pendeta baju hijau yang berada dibelakangnya justru persis menyongsong datangnya
pukulan dahsyat itu.
Benar tenaga dalam yang mereka miliki sangat tinggi, tapi tak mungkin bisa manahan
serangan dahsyat yang betul-betul mengerikan itu? Maka, akibatnya empat orang pendeta
yang persis berada di muka serangan dahsyat itu segera terhajar telak dan tewas seketika
itu juga.
Sesungguhnya dengan tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun sendiri, mustahil
baginya untuk menghasilkan angin pukulan yang sedahsyat itu, lalu dari mana datangnya
tenaga pukulan yang begitu hebatnya?
Ternyata angin pukulan maha dahsyat itu dihasilkan dari himpunan segenap tenaga
dalam yang dimiliki oleh Tiang pek sam him.
Untuk sesaat lamanya, Tiang pek sam him, Gak Lam-kun maupun Ki Li-soat hanya
berdiri termangu-mangu ditempat. Sepasang mata mereka memandang jauh ke depan
sana, seakan akan ada sesuatu yang sedang mereka pikirkan.
Rupanya orang-orang itu sedang berpikir, dengan tenaga dalam yang dimiliki Gak Lamkun,
mengapa bisa menghasilkan tenaga serangan yang begitu dahsyat?
Dalam pada itu, kawanan pendeta yang berada di dalam ruangan itu mulai
menggeserkan tubuhnya dan bergerak maju kedepan. Makin lama mereka semakin maju
kedepan dan mendekati Gak Lam-kun bertiga. Sementara posisi yang mereka ambil jelas
adalah suatu posisi pengepungan.
Menyaksikan keadaan tersebut, diam diam Gak Lam-kun merasa amat terperanjat. Ada
dua-tiga ratusan orang banyaknya pendeta yang berada dalam ruangan itu. Andaikan
mereka menggunakan taktik ‘“gelombang manusia” untuk mendesak mereka, sekalipun
bagi dia pribadi hal mana masih bukan merupakan suatu ancaman, akan tetapi buat Ji Kiu
liong yang lebih rendah ilmu silatnya, besar kemungkinan dia akan mengalami musibah
yang tidak diinginkan.
Berpikir sampai disitu, Gak Lam-kun segera mengambil keputusan untuk melakukan
serangan lebih dulu, tiba tiba ia mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring…..
Tiba-tiba Gak Lam-kun menerjang maju ke muka, pergelangan tangannya diayunkan
berulang kali. Baik serangan jari maupun serangan pukulan seluruhnya ditujukan pada
jalan darah kematian ditubuh lawan.
Hanya didalam Waktu yang relatip amat singkat ada dua puluhan jago yang sudah
tertotok olehnya.

Mendadak menggelegar suara bentakan keras dalam ruangan itu, barisan pendeta yang
berada dipaling depan tiba tiba mengayunkan tangannya dan melancarkan serangan
senjata rahasia.
Dalam waktu singkat pisau terbang, panah pendek, pisau baja, jarum lembut serta
aneka macam senjata rahasia lainnya berhamburan datang dari empat penjuru.
Bagaikan tempaan hujan badai yang sangat deras, semua senjata rahasia itu disambit
ke arah Ki Li-soat, Ji Kiu liong serta Gak Lam-kun. Keadaannya benar-benar mengerikan
sekali.
Gak Lam-kun membentak marah, sepasang telapak tangannya diayunkan berulang kali.
Pukulan demi pukulan yang sangat dahsyat segera merontokkan seluruh senjata rahasia
yang tertuju ke arahnya itu.
Dalam gusarnya ini serangan yang dilancarkan olehnya itu sudah menggunakan
segenap tenaga dalam yang dimilikinya. Ini menyebabkan angin serangan yaag dihasilkan
pun luar biasa dahsyatnya
Tampak angin puyuh menggulung di angkasa. Desingan angin tajam memekakkan
telinga, senjata rahasia yang menyerang ketubuh Gak Lam-kun, kontan saja berhamburan
keempat penjuru dan mencelat balik kebelakang,
Kiranya saking banyaknya senjata rahasia yang disambitkan kemuka akibatnya ketika
tertumbuk oleh pukulan tenaga dalam yang dilancarkan oleh Gak Lam-kun, senjata rahasia
itu segera saling bertumbukan satu sama lainnya
“Triiing…! Traang…! Traaang…!”
Bunyi dentingan nyaring yang memekakkan telinga berkumandang memecahkan
keheningan. Aneka senjata rahasia yang berupa golok terbang, panah pendek, pisau baja
serta lain sebagainya itu beterbangan ke angkasa dan saling bertumbukan satu sama
lainnya yang berakibat senjata rahasia itu banyak yang mencelat balik kebelakang dan
sebaliknya malah banyak melukai kawanan pendeta tersebut.
Menggunakan sedikit peluang yang tersedia inilah, sebagian dari kawanan pendeta itu
bergerak maju secara berantai. Selapis demi selapis, segelombang demi segelombang
menyerang maju untuk menyergap Ki Li-soat serta Ji Kiu liong.
Gelombang paling depan segera mundur setelah melancarkan serangan, manyusul
gelombang berikutnya maju ke depan menggantikan gelombang yang terdahulu, demikian
seterusnya yang barlangsung berulang kali.
Ki Li-soat dengan mengandalkan sebilah pedang tipis menciptakan selapis cahaya tajam
yang menyelimuti seluruh angkasa dan melindungi tubuh Ji Kiu liong.
Sekalipun ilmu silat yang dimilikinya sangat lihay, akan tetapi berhubung dia harus
melindungi juga keselamatan dan Ji Kiu liong, ini menyebabkan gerakan pedang maupun
perubahan gerak turunnya menjadi kurang lincah. Seringkali dia di paksa menjadi
gelagapan dan kalang kabut oleh serangan-serangan gencar yang datang dari empat arah
delapan penjuru….

Untung saja setiap saat Gak Lam-kun melancarkan pukulan untuk membebaskannya
dari serangan, sehingga untuk sesaat lamanya suasana masih bisa teratasi.
Ditengah sengitnya pertarungan yang sedang berlangsung, tiba-tiba terdengar Im yang
him tertawa seram.
Tubuhnya yang gemuk dan pendek itu bagaikan gulungan angin berpusing menerjang
kemuka dan menyerang diri Ki Li-soat
Ki Li-soat cukup mengetahui kelihayan dari tiga beruang tersebut. Menghadapi
ancaman bahaya maut yang muncul di depan mata itu, ia tak berani bertindak gegabah.
Buru-buru tenaga dalamnya dihimpun menjadi satu, kemudian pedangnya dengan jurus
Hong yau pek wu (angin menggoyangkan pohon hijau) menciptakan selapis bayangan
pedang untuk melindungi badannya.
Im yang him tertawa cabul, tubuhnya bukan mundur kebelakang sebaliknya malah
menerjang ke depan dan menerobos ke balik bayangan pedang yang berlapis lapis itu.
Ki Li-soat tertawa dingin, pergelangan tangan kanannya segera digetarkan, titik-titik
bayangan pedang yang menyebar di udara mendadak bergabung menjadi satu, kemudian
secepat kilat ujung pedangnya itu menusuk ke jalan darah Hian ki hiat ditubuh Im yang
him.
Didalam melancarkan tusukannya itu, segenap tenaga dalam yang dimilikinya telah
terhimpun menjadi satu, kekuatannya hebat dan luar biasa sekali sehingga batu atau emas
pun akan tembus bisa tertusuk. Lagi pula kecepatannya luar biasa, kebetulan lagi Im yang
him sedang menerjang ke depan, maka kecepatan saling menyongsong itu boleh dibilang
hanya berlangsung dalam beberapa detik.
Tampaknya tusukan pedang dari Ki Li-soat itu segera akan berhasil menembusi jalan
darah penting ditubuh Im yang him.
Tiba tiba…. pada detik yang paling akhir, tubuh Im yang him miring kesamping, ujung
pedang itu hanya sempat menyambar bajunya lalu melesat kesamping.
Tahu tahu Im yang him sudah menyelinap ke belakang punggung Ki Li-soat, bahkan
telapak tangannya segera diayun kemuka menghantam bahu kiri gadis itu pelan-pelan.
Mimpi pun Ki Li saat tidak menyangka kalau dalam keadaan semacam itu, Im yang him
masih sempat untuk menghindarkan diri dari sergapan kilat tersebut. Baru saja ia
merasakan gelagat tidak beres, tahu-tahu bahu kirinya sudah terhajar telak.
Ia segera merasakan sepulung hawa panas yang menyengat badan menerobos masuk
ke dalam tubuhnya. Tiba-tiba saja peredaran darah ditubuhnya menerjang keatas,
matanya menjadi berkunang-kunang dan kesadarannya kalut. Seluruh badannya gemetar
keras lalu menerjang kemuka.
Im yang him tertawa cabul, lengan kanannya segera diayun kemuka menyambar
pinggang Ki Li-soat.

Ji Kiu liong yang menyaksikan kejadian itu segera berteriak keras, tiba-tiba dia
mengeluarkan jurus Siang hok liang gi (bangau dewa mementang sayap) dan menyerang
ke tubuh Im yang him.
Cepat-cepat Im yang him mengayunkan telapak tangan kirinya. Menyusul ayunan
tangan kirinya, segulung angin pukulan segera meluncur ke depan dengan kecepatan luar
biasa….
Dengan kelihayan ilmu silat Im yang him, mana mungkin Ji Kiu liong bisa menahan
serangan yang maha dahsyat itu?. Sambil berpekik nyaring seluruh tubuhnya mencelat ke
udara akibat dari serangan itu. Daa……
“Bluk!” Tububnya roboh terpelanting beberapa kaki jauhnya dari tempat semula.
Tiga orang pendeta yang berada dihadapan nya segera berteriak keras. Tiga bilah
pedang mereka serentak diayunkan ke tubuh Ji Kiu liong dan berusaha untuk
mencincangnya.
Tenaga dalarn yang dimiliki Ki Li-soat untung saja amat sempurna! kebetulan pula Im
yang him memang tidak berniat mencelakai jiwanya, maka sesudah maju beberapa
langkah dengan sempoyongan, kesadarannya segera pulih kembali.
Saat itulah dia menyaksikan selembar nyawa Ji Kiu liong sedang berada diujung tanduk.
Menyaksikan keadaan itu. gadis tersebut segera membentak keras, pedang tipisnya
langsung diayunkan kedepan.
“Criing….! Cring….! Criing..!” Tiga kali dentingan nyaring berkumandang memecahkan
keheningan. Tiga bilah pedang panjang itu segera tersapu oleh babatan pedang lemas itu
sehingga patah semua menjadi dua bagian.
Ki Li-soat segera mengayunkan kembali tangannya. Tiga kali jeritan ngeri yang
menyayatkan hati segera bergema memecahkan keheningan. Darah kental segera
berhamburan kamana-mana. Tiga orang pendeta ita tahu-tahu sudah mampus di ujung
pedangnya.
Ketika Im yang him menyaksikan daging angsa yang sudah didepan mata kembali lolos
dari tangannya, ia menjadi naik darah. Sambil tertawa cabul tubuhnya segera menerjang
maju ke muka.
Ki Li-soat segera memutar pedangnya kencang-kencang. Bagaikan kitiran air hujan
hawa pedangnya menyelimuti seluruh angkasa dan melindungi seluruh badannya. Untuk
sesaat lamanya Im Yang-him tak mampu berbuat apa apa.
Gak Lam-kun yang meyaksikan mati hidup Ji Kiu liong tidak jelas, hatinya menjadi
gelisah sekali. Sambil membentak keras mendadak badannya berputar kencang lalu
menerobos ke tengah lautan manusia.
Rupanya waktu itu dia sudah dipisah dari rombongannya dan terkepung di lain tempat.

Gak Lam-kun segera melakukan pembunuhan secara besar besaran. Setiap sodokan jari
tangan atau pukulan tangannya selalu menghasilkan korban yang berjatuhan. Dalam
sekejap mata sudah ada puluhan orang lagi yang tewas ditangannya.
Hawa napsu membunuh yang mengerikan telah membakar didalam benak Gak Lamkun.
Ketika itu semua serangan yang dilancarkan olehnya rata rata keji dan mematikan.
Setiap korban yang terkena pukulannya atau totokan jari tangannya, kalau bukan tewas
dengan nadi yang putus tentu karena jalan darah kematiannya tertotok. Setiap korban
yang terkena hajarannya, tentu mengucurkan darah yang sangat banyak dari lubang
hidungnya.
Pembunuhan besar-besaran yang dilakukannya secara ganas dan tak kenal ampun itu
dengan cepat mengejutkan kawanan pendeta kuil Ong kok koan yang rata-rata berani
mati itu. Tapi sekarang, saking ngerinya berhadapan maka dengan pembunuh keji yang
tak kenal ampun itu, masing-masing segera mengundurkan diri ke belakang.
Mencorong sinar mata yang menggidikkan hati dari balik mata Gak Lam-kun, ia
mendongakkan kepalanya dan tertawa seram mendadak dari balik bahunya dia meloloskan
sebilah pedang antik.
Begitu pedang antik tersebut diloloskan dari sarungnya, seluruh ruangan tiang Seng
tian secara tiba tiba diselimuti oleh selapis cahaya merah yang menyilaukan mata.
Ternyata pedang yang diloloskan oleh Gak Lam-kun itu telah memancarkan selapis
cahaya merah darah yang menyilaukan mata. Sesungguhnya cahaya tersebut sangat
indah dan menawan, membuat siapa saja yang melihat pedang tadi segera mengetahui
kalau pedang itu adalah sebilah pedang mestika yang amat tajam dan tak ternilai
harganya.
Ketika Ong kok him cun menyaksikan pedang tersebut, paras mukanya kontan berubah
hebat, tapi sejenak kemudian sekulum senyuman tampak mengulasi ujung bibirnya.
Dengan pedang merah itu ditangan, sinar muka Gak Lam-kun berubah semakin seram.
Selapis hawa napsu membunuh vang mengerikan pun semakin tebal menyelimuti
wajahnya.
Mendadak ia menggetarkan pedangnya dan membuka serangan dengan sebuah
tusukan.
Tampak selapis cahaya merah yang menyilaukan mata, secepat sambaran kilat
menerjang ke balik lapisan manusia. Dimana cahaya pedangnya berkelebat lewat, hujan
darah berhamburan dimana-mana. Jeritan ngeri yang menggidikkan hati berkumandang
susul menyusul, keadaannya betul betul luar biasa.
Sungguh cepat gerakan tubuh dari Gak Lam-kun. Dinana pedangnya menyambar
ternyata tak seorang manusia pun yang sanggup mempertahankan diri…..
Dalam waktu singkat, tiga empat puluh orang pendeta yang berada disekeliling tempat
itu roboh bertumbangan keatas tanah.

Mayat bergelimpangan memenuhi tanah, darah kental menggenangi. Keadaan disana
sungguh mengerikan sekali.
Seluruh ruangan Tiang seng tian diselimuti oleh lapisan cahaya merah yang
menyilaukan mata. Bau anyir darah cukup membuar perut terasa mual dan ingin tumpah.
Suasana pembunuhan yang begini menggidikkan hati ini cukup membuat para pendeta
itu lari ketakutan dengan badan menggigil dan keringat dingin bercucuran.
Sepasang mata Gak Lam-kun sudah berubah menjadi merah membara. Bagaikan
seekor naga berapi dia melompat, menerkam, menerjang dengan pedang merahnya.
Pembantaian secara besar-besaran masih berlangsung terus dengan hebatnya.
Mendadak terdengar suara tertawa dingin yang menyeramkan berkumandang datang
dari belakang, menyusul kemudian segulung angin pukulan berhawa dingin yang
menyayat tubuh berhembus datang dari belakang tubuh Gak Lam-kun.
Rupanya Gak Lam-kun cukup tahu bahaya, telapak tangan kirinya segera melancarkan
sebuah pukulan dengan ilmu Hud keng ciang. Sementara badannya melambung tinggi tiga
empat kali ke tengah udara, kemudian setelah berjumpalitan dia melayang turun kembali
lima kali jauhnya di depan sana.
Ketika ia mencoba untuk berpaling, maka tampaknya Ong kok him cun dengan
membawa senjata sebuah trisula yang berwarna hitam pekat sedang bardiri di situ dengan
sorot mata yang bengis dan penuh kemarahan.
“Sungguh sebilah pedang Hiat kong kiam (pedang cahaya darah) yang sangat bagus.
Pedang itu rupanya khusus untuk menghirup darah manusia” serunya sambil tertawa
seram.
Mendengar ucapan itu, Gak Lam-kun merasa hatinya bergetar keras. Tak disangka
olehnya pedang Hiat kong kiam yang sudah hampir enam puluh tahun lamanya hilang dari
peredaran dunia persilatan ini masih bisa dikenal Tiang pek sam him hanya di dalam
sekejap pandangan saja.
Ternyata pedang Hiat kong kiam adalah sebilah pedang mestika yang pernah digilai dan
dikejar-kejar umat persilatan pada enam puluh tahun berselang? Dimasa lalu pedang ini
tersebut ditangan Ku Yang cu. semenjak Ku Yang-cu mengasingkan diri, pedang Hiat kong
kiam juga turut tersimpan didalam istana air.
Dengan suara hambar Gak Lam-kun segera berkata, “Kalau kau sudah tahu bahwa
pedang ini adalah senjata mestika yang khusus untuk menaklukkan siluman membasmi
iblis, hal ani lebih bagus lagi”
Ong kok him cun mandesis sinis. “Hee… hee… hee… Seandainya kau bersedia untuk
meninggalkan pedang ini buat kami. dosa kalian yang telah membunuhi anak murid kuil
kami tak akan kuperhitungkan lagi. Tapi kalau tidak… Hmmmm! Kalian bertiga bakal mati
di tempat ini tanpa tempat kubur!”
Gak Lam-kun segera mendengus dingin, lalu dengan suara yang amat sinis katanya,
“Kalau dilihat tampangmu mah persis seorang gembong iblis tua kenamaan. Tak kusangka

engkau pun bisa mengucapkan kata-kata yang bersifat kekanak-kanakan semacam itu.
Huuuh…. Sungguh menggelikan sekali!”
Dicemooh oleb musuhnya, dari malu Ong kok him cun menjadi naik pitam, ia segera
tertawa seram tiada hentinya. “Hee… hee… hee… Kalau kau sendiri yang mencari jalan
kematian buat dirimu sendiri, jangan salahkan kalau kami akan bertindak keji”
Sambil berseru, senjata trisulanya segera digetarkan untuk menusuk dada lawan.
Sejak mengetahui kalau musuhnya mempergunakan senjata trisula sebagai andalannya,
kewaspadaan dalam hati Gak Lam-kun telah ditingkatkan. Sebab ujung trisula tersebut
berwarna hijau kehitam-hitaman. Ini menunjukkan kalau senjata itu sudah dipolesi dengan
racun jahat yang teramat keji.
Serangan yang di lancarkan oleh Ong kok him cun ini boleh dibilang dilakukan dengan
kecepatan yang luar biasa sekali, tapi cara Gak Lam-kun untuk menghindarkan diri juga
tak kalah cepatnya. Hawa murni yang telah disalurkan mengelilingi seluruh badannya,
tanpa menggerakkan kaki maupun tangannya, tahu tahu dia sudah berada sejauh delapan
depa ke belakang.
Gagal dengan tusukan trisulanya, tita-tiba Ong kok him cun mendesak maju kemuka,
belum lagi tubuhnya tiba ditempat sasaran, senjata trisulanya sudah menyapu keluar.
Gak Lam-kun segera mengerutkan dahinya rapat-rapat. Dari dua gerakan tersebut, la
sudah merasakan bahwa ilmu silat yang dimiliki gembong iblis itu lihay sekali.
Dengan cepat pemuda itu menghindarkan diri kesamping. Begitu meloioikan diri dari
serangan trisula, pedang Hiat kong kiam tersebut segara melancarkan dua buah serangan
balasan.
Kedua orang itu sama-sama merupakan jago kelas satu didalam dunia persilatan.
Setiap gerakan setiap jurus yang mereka pergunakan hampir seluruhnya merupakan
serangan-serangan yang disertai tenaga penuh.
Didalam melancarkan serangan balasannya itu Gak Lam-kun telah mempergunakan
tenaga dalamnya sebesar enam bagian. Begitu pedangsya diayunkan kedepan, segera
terdengarlah desingan angin serangan yang memekakkan telinga, Hal mana segera
memaksa Ong kok him cun harus menarik kembali serangannya sambil melompat mundur
kebelakang.
Ong kok him cun tertawa seram, pelan-pelan senjata trisula ditangannya diayunkan
kembali ke depan dengan melancarkan sebuah tusukan sejajar dengan dada.
Begitu senjata trisula itu meluncur ke muka, tiga gulung terjangan serangan yang amat
tajam turut memancar ke depan.
Gak Lam-kun terkesiap sekali, buru buru dia melompat mundur sejauh beberapa
langkah.
Setelah terjadinya bentrokan ini, sedikit banyak dalam hati masing-masing sudah
mempunyai perhitungan sendiri.

Sambil tertawa seram Ong kok him cun lantas berseru, “Suatu gerakan Liu hong biau
(pohon liu berkibar terhembus angin) yang amat cepat. Sambutlah sekali lagi serangan
trisula ku ini!”
Sebuah tusukan yang sejajar dengan dada kembali dilancarkan ke arah depan.
Gak Lam-kun tertawa dingin, tubuhnya kembali melayang mundur sambil mengayunkan
pedengnya melancarkan sebuah serangan balasan.
Dalam sekejap mata bayangan trisula dan hawa pedang bergabung menjadi satu. Satu
cahaya hitam satu cahaya merah saling bergumul dan saling melebur menjadi satu.
Pertarungan sengit yang berlangsung saat itu boleh dibilang merupakan suatu
pertarungan seru yang jarang sekali dijumpai di kolong langit. Dalam waktu singkat
disekeliiing arena dimana kedua orang itu sedang bertarung, dipenuhi oleh bayangan
trisula dan bunga pedang yang hampir boleh dibilang telah membungkus seluruh tubuh
mereka berdua.
Dalam waktu singkat ratusan gebrakan sudah dilewatkan.
Ditengah pertempuran, mendadak Gak Lam-kun mengeluarkan ilmu saktinya secara
beruntun. Satu jurus demi satu jurus dilancarkan terus berulang kali hawa pedang yang
dahsyat bagaikan sambaran halilintar memaksa Ong kok him cun terdesak mundur sejauh
tiga langkah.
Dengan mundurnya orang itu maka posisi Gak Lam-kun menjadi semakin
menguntungkan. Jurus pedangnya yang lihay dengan cepat dilancarkan secara gencar dan
beruntun.
Semua jurus serangannya disertai dengan perubahan yang tak terhitung banyaknya.
Setiap tusukan selalu disertai dengan kekuatan yang dapat membetot sukma, keadaannya
sungguh mengerikan sekali.
Dalam waktu singkat, Gak Lam-kun telak melancarkan tiga belas buah serangan
berantai yang memaksa Ong kok him cun menjadi kelabakan dan terdesak mundur
berulang kali.
Asalkan Gak Lam-kun melancarkan lagi dua tiga kali serangan beruntun, niscaya Ong
kok him cun akan tewas diujung pedang Gak Lam-kun atau paling tidak juga akan terluka
parah.
Baru saja dia akan menggerakkan pedang untuk menciptakan serangan kembali,
mendadak ia mendengar suara jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang dari
melut Ki Li-soat.
Gak Lam-kun menjadi sangat terperanjat, cepat-cepat ia menarik kembali serangannya
sambil melompat mundur, kemudian ia berpaling ke samping.
Tampak sekujur badan Ki Li-soat telah bermandi darah, bajunya terkoyak-koyak tidak
karuan. Dencen tangan kanan menggenggam pedang, tangan kirinya membopong Ji Kiu
liong, ia mundur terus berulang kali dengan tubuh sempoyongan

Mencorong sinar bengis yang mengerikan dari balik mata Im Yang-him. Sambil tertawa
cabul, selangkah demi selangkah dia berjalan menghampiri Ki Li-soat, tapi langkahnya
juga sudah limbung dan sempoyongan, jelas orang inipun sudah terluka parah.
Menyaksikan kejadian itu, Gak Lam-kun menjadi naik pitam. Sambil membentak keras
tubuhnya menerjang maju ke depan.
Tampak bayangan manusia berkelebat lewat, Hui thian bu im kim si him yang bergerak
bagaikan sukma yang bergentayangan itu tahu-tahu sudah menerjang maju ke muka.
Sepasang cakar setannya yang tajam langsung menyambar ke atas tubuh Gak Lam-kun.
Menghadapi ancaman itu, Gak Lam-kun mendengus gusar, pedangnya diputar
kemudian dengan membawa kilatan cahaya merah darah segera menebas ke bawah.
Dengan ganas Hui thian hu im kim si him mengayunkan sepasang cakar setannya ke
bawah. Siapa tahu dari pedang yang berada di tangan Gak Lam-kun itu seolah-olah
terpancar keluar segulung tenaga hisapan yang kuat sekali. Mengikuti perputaran tenaga
dalamnya, secara jitu dan aneh tahu-tahu serangan tersebut seperti punah dengan begitu
saja, padahal gerakan pedang lawan masih menebas ke bawah seperti semula.
Hui thian bu im kim si him menjadi amat terkejut, dia tak tahu jurus serangan apakah
itu.
Pada saat itu Gak Lam-kun benar-benar merasa gelisah sekali, maka didalam
melancarkan serangannya itu dia telah mempergunakan suatu jurus serangan yang
dahsyat sekali bernama Ban lo cu si (selaksa gulung sarang laba-laba). Peduli
bagaimanapun besarnya tenaga serangan itu dan bagaimanapun ganasnya senjata tajam
lawan, jangan harap bisa menembusi serangan lembut berhawa dingin yaag sangat hebat
itu.
Pedang Hiat kong kiam tersebut dengan cepatnya menyambar ke bawah dan
membabat Pergelangan tangan lawan.
Suatu jeritan ngeri yang menyayat hati segera barkumandang memecahkan
keheningan.
Tahu-tahu sepasang tangan Hui thian bu im kim si him sebatas pergelangan tangannya
sudah tertebas kutung oleh babatan pedang Hiat kong kiam tersebut.
Menyusul kemudian terdengar seseorang mendengus tertahan. Ternyata suatu
sergapan maut yang dilancarkan Ong kok him cun dari belakang telah berhasil menghajar
telak di atas punggung Gak Lam-kun.
‘Uuuuaaakk…!”
Tak ampun Gak Lam-kun muntah darah segar. Dengan sempoyongan tubuhnya
terdorong sejauh beberapa kaki dari tempat semula.
Tapi ia tak sampai roboh, tubuhnya tetap tegak bagaikan batu karang, malahan pelanpelan
ia membalikkan badannya.

Kenyataan ini segera membuat bergidiknya hati Ong kok him cun. Dia tidak menyangka
kalau Gak Lam-kun kuat menahan serangannya tanpa cedera.
Padahal dangan pukulan yang dilancarkannya tadi, sekalipun tubuh yang terdiri dari
baja murnipun akan hancur berantakan. Apalagi badan yang terdiri dari darah dan daging.
Setelah membalikkan badannya, Gak Lam-kun mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
Tapi ia segera merasakan kepalanya pusing tujuh keliling. Hawa darah didalam badannya
bergolak keras, kakinya gemetar dan akhirnya karena tak tahan ia menjatuhkan diri duduk
bersila diatas tanah.
Ong kok him cun tertawa terkekeh kekeh dengan serimnya, bagaikan sesosok sukma
gentayangan pelan-pelan dia berjalan maju ke muka.
Tangan kanannya juga pelan-pelan diangkat ke udara rupanya sebuah pukulan yang
mematikan segera akan dilancarkan.
Seluruh tubuh Gak Lam-kun mengejang keras. Dia berusaha untuk meronta bangun,
tapi ia merasakan badannya lemas sekali seolah-olah sama sekali tak berkekuatan……
Mengetahui akan keadaannya sekarang, ia segera menghela napas panjang, tak
disangka olehnya dia bakal terkubur untuk selamanya ditempat itu….
Akhirnya Ong kok him cun berhenti pada satu kaki didepan si anak. muda itu, katanya
sambil tertawa seram,
Jilid : 27
“ORANG she Gak, serahkan nyawamu sekarang!” Hawa murninya segera dihimpun
menjadi satu, kemudian telapak tangannya diangkat dan siap diayunkan kebawah….
Tapi pada saat itulah mendadak dari luar ruangan berkumandang suara petikan harpa
yang amat lengking…
“Criiing! Criing! Criing…!”
Walaupun hanya tiga kali petikan harpa yang amat sederhana, akan tetapi cukup
mernbuat darah didalam tubuh Ong kok him cun bergolak keras. Hawa murninya yang
telah terhimpun di dalam telapak tangannya juga secara tiba-tiba membuyar dengan
begitu saja.
Selewatnya tiga kali petikan harpa tersebut dari luar pintu ruangan berjalan masuk
empat sosok bayangan manusia.
Orang yang berada di paling depan adalah seorang gadis cantik bersanggul tinggi yang
memakai mantel bewarna kuning. Dia sangat anggun dan memondong sebuah harpa.
Ketika para pendeta yang berada didepan pintu melihat kemunculan gadis tersebut,
hanya memandang sekejap saja, masing-masing segera menundukkan kepalanya rendahrendah.

Mereka hanya merasakan bahwa kecantikan gadis itu bak bidadari dari kahyangan,
begitu anggun dan berwibawanya gadis itu sehingga tak seorangpun yang berani banyak
memandang kearahnya.
Gadis itu bukan lain adalah Yo Ping. Dibelakang Yo Ping adalah See ih sam seng (tiga
malaikat dari wilayah See ih) dan pada barisan paling belakang mengikuti dua orang laki
perempuan yang berpakaian kusut. Kedua orang itu bukan lain adalah Jit poh toan hun
(tujuh langkah pemutus nyawa) Kwik To dan Han Hu hoa dari perguruan Panah Bercinta.
Kemunculan yang tiba-tiba dari keenam orang ini sangat mengejutkan hati semua
orang. Tak seorangpun yang menyangka kalau pada saat seperti ini, dimana bisa muncul
manusia seperti ini.
Ong kok him cun memandang sekejap ke arah Kwik To serta Han Hu hoa. kemudian
sambil tertawa seram katanya, “Siapa yang telah membuka penjara batu dan melepaskan
kedua orang itu? harap tampil ke depan, ingin kuketahui manusia macam apakah dirinya
itu?”
Pelan-pelan Yo Ping tampil ke depan, lalu ujarnya dengan suara hambar, “Akulah yang
telah membuka penjara batu dan melepaskan mereka keluar, mau apa kau”
Ong kok him cun memandang wajah Yo Ping beberapa kejap, kemudian ia bersiap-siap
mengumbar hawa amarahnya.
Tapi belum sempat mengucapkan sesuatu. Im yang him telah menyongsong ke depan
lebih dulu, katanya sambil tertawa cabul, “Nona cantik, apakah kau masih ingin
meninggalkan kuil Ong kok koan….?”
Dalam sekilas pandangan saja Yo Ping telah melihat keadaan Gak Lam-kun yang
bermandikan darah dan duduk bersila dalam keadaan mengenaskan itu, hatinya terasa
menjadi sedih sekali, buru-buru ia maju menghampirinya dan berseru dengan pedih,
“Engkoh Gak… Siapa yang telah melukaimu menjadi begini rupa….?”
Pelan pelan Gak Lam-kun membuka matanya dan tersenyum, sahutnya dengan lembut.
“Adik Ping, terima kasih atas kedatanganmu. Lukaku tak seberapa, cukup mengatur
pernafasan sebentar juga akan sembuh dengan sendirinya”
Yo Ping menghela napas panjang katanya, “Engkoh Gak, ketika kau meninggalkan aku,
hatiku terasa amat marah. Tapi setelah teringat bagaimana kau akan menempuh mara
bahaya seorang diri… aku segera menyusul kemari. Tadi kami sudah menggeledah seluruh
Ong kok koan ini, tapi Ji Cin peng tidak ditemukan. Kemudian setelah bertemu dengan
Kwik To serta Han Hu hoa dalam penjara batu, baru kuketahui kalau Ji Cin-peng tidak
sampai tertangkap”
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar seseorang berseru sambil meraung,
“Kalau begitu enciko telah mati?”
Ternyata Ji Kiu-liong yang terluka parah sedang berbaring dalam pangkuan Ki Li-soat.
Ketika mendengar kalau Ji Cin Peng tidak tertangkap dia menganggap encinya sudah
pasti telah tewas, saking sedihnya ia jatuh tak sadarkan diri.

Gak Lam-kun yang mendengar berita itu juga merasakan goncangan yang amat keras.
“Uaaak..!” Kembali ia muntah darah segar. Wajahnya menjadi pucat pias, Air matanya
tanpa terasa jatuh bercucuran.
Yo Ping yang menyaksikan kejadian itu segera mengayunkan tangannya mengebas
jalan darah Thian leng hiat ditubuh Gak Lam-kun, kemudian serunya, “Engkoh Gak… dia
tidak mati….”
Setelah jalan darah pada Thian leng hiat nya terkebas, gejolok hawa darah didalam
tubuhnya segera dapat dikendalikan kembali. Sambil mendongakkan kepala, katanya
dengan sedih, “Ia benar-benar belum mati?”.
Yo Ping tak dapat melukiskan bagaimanakah perasaannya ketika itu. Sekarang dia baru
tahu kalau Ji Cin-peng menempati kedudukan yang lebih penting dalam hati pertanda itu
cintanya kepada gadis itu tampaknya jauh melebihi cintanya kepada ia sendiri.
Yo Ping jaga tahu bahwa luka dalam yang diderita Gak Lam-kun ketika itu parah sekali.
Bila tidak segera mengatur pernafasan, bisa jadi tubuhnya akan menjadi cacad, maka ia
lantas mengangguk. “Ia balum mati! aku tak akan membohongi dirimu”, katanya.
Gak Lam-kun segera tertawa sedih, “Adik Ping, aku merasa amat barsalah kepada
kalian semua”.
Msnyaksikan penderitaan yang menyiksa diri Gak Lam-kun, hawa nafsu membunuh
segera berkobar didalam tubuh Yo Ping serunya. “Engkoh Gak, beristirahatlah sebentar.
Akan kubunuh mereka semua untuk membalaskan dendam bagimu!”
Selesai berkata, mendadak ia menerjang maju kedepan dan mengayunkan telapak
tangannya untuk membacok wajah Im Yang him.
oooOooo
IM YANG HIM merasa terkejut sekali menyaksikan gerakan tubuh lawan yang aneh dan
sakti semacam itu, buru-buru dia melompat mundur ke belakang sejauh dua langkah…
“Hmmm….! Kau anggap masih bisa kabur?” ejek Yo Ping sambil mendengus dingin.
Pergelangan tangannya diputar, sebuah pakaian dahsyat kembali dilontarkan kedepan.
Seketika itu juga Im Yang him merasakan dari belakang tubuhnya berhembus datang
segulung angin pukulan yang menghadang jalan perginya, ini membuat hatinya merasa
amat terkejut.
Sementara pikirannya bercabang, Yo Ping telah mendesak maju lebih ke depan.
Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya itu seakan-akan tidak terlalu cepat tidak pula terlalu
lambat, tapi justru sangat tepat sekali. Bagaimanapun ia berusaha untuk menangkis atau
bertahan, agaknya agak susah untuk mencegah gerakan maju dari Yo Ping tersebut.
Tampak gadis itu mengayunkan tangannya berulang kali….

“Blaaamm…! Blaaamm….!”
Dua kali benturan nyaring, pipi kiri dan pipi kanan Im yang him masing-masing sudah
kena ditinju satu kali, kontan saja sepasang pipinya itu jadi membengkak besar.
Ong kok him cun menjadi sangat terperanjat setelah menyaksikan kelihayan ilmu silat
yang dimiliki lawannya itu, buru-buru ia menerjang ke muka, secepat kilat senjata
trisulanya melancarkan sebuah tusukan maut ke depan.
Dengan cekatan Yo Ping berkelit ke samping menghindarkan diri dari serangan
tersebut. Tampak kakinya berputar kencang, secara manis dan jitu ia sudah menerobos
masuk lewat sisi kiri Ong kok him cun.
Gerak serangannya yang, menerobos maju ke depan ini cukup membuat Ong kok him
cun menjadi kaget bercampur terkesiap. Sebab di tinjau dari posisi yang diambilnya ketika
menyergap tiba itu, walau dengan gerakan macam apakah dia berusaha untuk
menyerang, ia tetap tidak akan berhasil untuk menghajar bagian tubuh dari nona tersebut.
Sebenarnya Ong kok him cun menganggap ilmu silat yang dimilikinya telah mencapai
kesempurnaan yang lihay sekali tiada titik kelemahan lagi. Siapa tahu kenyataan berbicara
lain. Sehebat-hebatnya ilmu silat yang berada di dunia ini kenyataannya terdapat titik
kelemahan semua. Cuma pihak yang berilmu agak cetek tak sanggup untuk melihatnya
saja.
Kini ilmu silat yang dimiliki Yo Ping telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar
biasa, tentu saja dia mampu untuk menemukan titik kelemahan pada tubuhnya.
Dalam kejut dan terkesiapnya, buru-buru Ong kok him cun mundur sejauh delapan
sembilan depa ke belakang.
Yo Ping segera tertawa dingin, ejeknya. “Bagus sekali, rupanya kau yang telah melukai
dirinya dengan cara main sergap dari belakang!”.
Ong kok him cun semakin terperanjat lagi setelah mendengar perkataan itu. Atas dasar
apakah ia bisa tahu kalau dialah yang telah menyergap Gak Lam-kun dari belakang?
Ong kok him cun segera tertawa seram,sahutnya, “Serangan itu masih belum bisa
dibilang sebagai suatu sergapan dari belakang”
Yo Ping segera mendengus dingin. “Hmmm! Kau masih berani membantah? Huuh,
dengan mengandalkan kepandaian seminim itu hendak melukai dirinya? Kau masih
ketinggalan jauh”
Ong kok him cun segera terkekeh tertawa seram, serunya sambil, tersenyum licik,
“Betul! Betul sekali!. Ia bisa terluka ditanganku, sesungguhnya adalah karena membantu
nona itu”
Paras muka Yo Ping segera berubah he bat, bentaknya, “Kau bilang apa?”
“Oleh karena ia hendak menolong perempuan itu dengan mempertaruhkan jiwanya,
maka dia bisa terluka parah ditanganku”

Perlu diketahui, Yo Ping adalah seorang gadis yaog berwatak aneh sekali. Diapun
mempunyai pandangan yang sempit tentang cinta. Ong kok him cun yang berhasil
mengetahui titik kelemahannya itu segera memanfaatkannya secara baik, maka
digunakannya ucapan tersebut dengan tujuan untuk membuyarkan perhatiannya,.
Benar juga, setelah mendengar perkataan itu, air mata segera jatuh bercucuran
membasahi seluruh wajah Yo Ping. Ia merasakan kesedihan yang luar biasa, ia merasa
dirinya seakan-akan tak mampu menandingi Ki Li-soat sekalipun.
Didalam jalan pikirannya yang sempit, dia beranggapan bila seorang lelaki sudah
bersedia mengorbankan jiwanya untuk menolong seorang gadis, kecuali perempuan itu
adalah kekasih hatinya, ia baru bersedia tanpa memperdulikun keselamatan sandiri untuk
pergi menolongnya.
Dalam benak Yo Ping sama sekali tiada pemikiran bahwa manusia hidup didunia ini
perlu saling tolong menolong, saling bantu membantu. Dia hanya tahu kalau setiap orang
itu egois, mementingkan diri sendiri. Bila seseorang sampai melakukan suatu perbuatan
maka perbuatan tersebut pasti dilakukan atas dasar demi kepentingannya pribadi.
Maka didalam anggapannya Gak Lam-kun bisa menolong Ki Li-soat tanpa
memperdulikan keselamatan sendiri, hal ini pasti dikarenakan dia menaruh rasa cinta yang
mendalam sekali terhadap gadis itu.
Sebab Yo Ping belum pernah menyaksikan Gak Lam-kun menunjukkan sesuatu
perbuatan yang menunjukkan bahwa dia amat mencintai dirinya. Itulah sebabnya ia
merasa sedih sekali sekarang.
Yo Ping sesungguhnya adalah seorang gadis yang paling cerdik didunia ini. Akan tetapi
oleh karena dia mempunyai jalan pikiran yang sempit, maka boleh dibilang diapun menjadi
perempuan paling bodoh didunia ini.
Padahal dia bisa bersikap demikian karena rasa cinta Yo Ping terhadap Gak Lam-kun
boleh dibilang sudah merasuk sampai ke dalam tulang sumsum.
Paras muka Yo Ping waktu itu sungguh mengenaskan sekali. Rasa sedih dan murung
yang sangat tebal menyelimuti seluruh wajahnya.
Mendadak ia menghela napas sedih, dua titik air mata jatuh berlinang membasahi
pipinya. Pelan-pelan kelima jari tangan kanannya mulai menari di atas senar harpa dan
memetiknya dengan penuh keharuan.
“Criiing…!, Criing…!, Criing…!”
Serentetan bunyi harpa yang merdu bergema memenuhi angkasa. Dengan perasaan
yang amat sedih dan berduka, gadis itu memetik harpa membawakan lagu yang
memilukan hati iramanya, begitu membuat orang menjadi terpesona.
Dengan sepajang mata melotot besar dan napas tersengkal-sengkal Gak Lam-kun
segera berteriak keras, “Nona Ki, cepat kalian mundur dari ruangan ini!”
Ternyata irama harpa yang dimainkan oleh Yo Ping saat itu adalah irama Mi-tin huan
hun ci yang merupakan suatu irama sesat tingkat tinggi. Irama harpa semacam itu hanya

bisa ditahan oieh Gak Lam-kun seorang. Selain dia, didunia ini boleh dibilang tak seorang
manusiapun bisa menahan pengaruh irama itu, kendatipun orang tersebut memiliki tenaga
dalam yang amat sempurna
Ketika Yo Ping mulai menempelkan jari tangannya diatas harpanya, See ih sam seng
dengan kecepatan yang luar biasa telah mengundurkan diri dari istana tersebut,
sedangkan Kwik To dan Han Hu hoa masing-masing melompat kesamping Ki Li-soat serta
Ji Kiu-liong dan seorang mengempit satu secepat kilat mangundurkan diri dari tempat itu.
“Bluuuk…! Bluuukk….!”
Benturan keras terjadi. Kwik To, Han Hu hoa, Ki Li-soat dan Ji Kiu-liong bersama sama
terjatuh di muka pintu ruangan.
Tiang pek sam him sendiri meski juga tahu akan kelihayan irama harpa itu, tapi mereka
tidak menyangka kalau irama harpa dari Yo Ping tersebut sudah mencapai tingkatan yang
bisa merenggut nyawa manusia. Lagipula ketiga orang Tiang pek sam him itu
menganggap ilmu silat yang dimilikinya sudah mencapai tingkatan yang paling tinggi,
maka dalam sangkaannya irama semacam itu tak akan mempengaruhi mereka.
Itulah sebabnya ketika See ih sam seng dan Kwik To sekalian mengundurkan diri dari
situ dengan kecepatan tinggi, kawanan pendeta dari Ong kok koan masih tetap tinggal
didalam ruangan tersebut.
Yo Ping telah memperoleh jelmaan tenaga dari Ang ih kim cha Gui Bok eng yang masuk
ke dalam tubuhnya tanpa ia sadari tenaga dalamnya pun memperoleh tambahan sebesar
tenaga dalam yang dimiliki Ang ih kim cha dimasa lalu.
Karenanya, dikala Yo Ping memainkan irama Mi tin huan hunci maka kesempurnaan
tenaga dalamnya waktu itu sudah bukan apa-apanya bila dibandingkan ketika Gak Lamkun
mendengarkan permainan irama tersebut untuk pertama kalinya dulu.
Dalam waktu singkat…..
Hampir semua pendeta yang berada didalam ruangan Tiang seng tian sudah berdiri
mematung karena terpengaruh oleh permainan harpa Yo Ping yang membawakan irama
sedih itu. Mereka semua berdiri tak berkutik dengan wajah pedih dan murung.
Gak Lam-kun duduk bersila diatas tanah sambil mengerahkan hawa sinkangnya untuk
menan-dingi pengaruh Mi tin huan hun ci tarsebut. Kemudian dengan memanfaatkan
gelombang irama maut itu dia menyalurkan hawa murninya keseluruh badan.
Tak lama kemudian, dia merasakan semua luka dalam yang dideritanya itu sudah
sembah kembali seperti sedia kala.
Kepandaian tersebut boleh dibilang merupakan suatu kepandaian Ing po koan keng
(gelombang irama menyembuhkan luka) yang aneh, sakti dan luar biasa. Dalam keadaan
tanpa sadar tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun justru telah meningkat sebagian
lebih sempurna.
Terdengar irama harpa tersebut makin lama semakin memedihkan hati, seakan akan
dunia sudah kiamat dan semua orang didunia ini sudah mati semua……

Tak lama kemudian dalam ruangan Tiang seng tian sudah diramaikan oleh isak tangis
yang memilukan hati, hal mana justru membuat suasana bertambah sedih dan
memedihkan sekali.
Ternyata para pendeta yang tenaga dalamnya agak lemah sudah tak mampu
mengendalikan diri dari pengaruh irama harpa itu lagi. Suatu perasaan sedih yang aneh
tiba-tiba muncul dalam hatinya membuat mereka tak tahan lagi dan menangis tersedu
sedu.
Ong kok him cun dan Im Yang him yang semula masih berdiri kaku bagaikan patung,
sekarang sudah duduk bersila diatas tanah dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk
melawan pengaruh irama sesat tersebut.
Malahan See ih sam seng, Kwik To, Han Hu hoa, Ki Li-soat dan Ji Kiu-liong yang berada
diluar ruanganpun ikut terpengaruh oleh irama harpa yang amat menyedihkan itu,
sehingga lambat laun semakin tak kuasa menahan diri.
Maka mereka serentak melayang mundur lagi sejauh beberapa kaki, tapi ketika
dirasakan bahwa irama harpa dari Yo Ping itu masih juga mempengaruhi perasaan
mereka, dengan cepat beberapa orang itu mengundurkan diri kembali sejauh beberapa
kaki.
Dalam waktu singkat, ruangan Tiang seng tian telah berubah menjadi neraka. Isak
tangis, jeritan, lolongan kesedihan membuat suasana di tempat itu sungguh mengenaskan
dan memilukan hati orang.
Isak tangis yang makin keras mengikuti alunan irama harpa yang naik turun,
menciptakan suatu perpaduan yang aneh.
Waktu itu Yo Ping duduk bersila dihadapan Gak Lam-kun, sepasang matanya yang
basah oleh air mata mengawasi wajah pemuda itu tanpa berkedip, sementara kelima jari
tangan kanannya memetik senar- senar itu tiada hentinya.
Mendadak Gak Lam-kun membuka matanya lebar-lebar, kemudian katanya sambil
menghela napas. “Adik Ping, jangan kau lanjutkan permainan harpamu itu!”
Yo Ping seakan akan tidak mendengar ucapan itu, dia masih melanjutkan permainannya
memetik harpi dalam bopongannya.
Pelan-pelan Gak Lam-kun memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu. Apa yang
kemudian terlihat olehnya membuat perasaan pemuda itu sangat terperanjat.
Tampak kawanan pendeta yang berada disekeliling ruangan sudah berdiri dengan
wajah merah padam dan sepasang mata melelehkan darah, wajah mereka menyeringai
amat me-nyeramkan.
Waktu itu, suara isak tangis telah berubah menjadi parau, kemudian dari parau berubah
menjadi rendah dan berat.
Lambat laun suara isak tangisnya sudah tidak kedengaran lagi, sebagai gantinya adalah
suara raungan yang menyeramkan.

“Bluuk!…. bluuk…. bluuk…..!”
Suara robohnya badan berkumandang susul menyusul…..
Beratus orang pendeta yang berada dalam ruangan Tiang seng tian yang berhasil lolos
dari ujung pedang Gak Lam-kun tadi, kini tewas semua dalam keadaan mengerikan
dengan panca indera bercucuran darah, nadi beku dan tubuh kaku oleh pengaruh irama Mi
tin huan hun ci yang lihay dari Yo Ping.
Angin dingin berhembus lewat, irama harpa masih mengalun lembut di udara.
Ruangan Tiang seng tian yang begitu besar dan lebar kelihatan penuh dengan mayat
yang berserakan memenuhi seluruh tanah, bau amisnya darah amat menusuk hidung.
Dari beratus ratus orang yang semula berada dalam ruangan itu, yang masih hidup
sekarang tinggal Tiang pek sam him yang berilmu silat paling tinggi tapi wajah mereka
pun sudah berubah menjadi pucat pias seperti mayat, napasnya terengah-engah seperti
dengusan kerbau.
Terutama sekali Hui thian bu im kim si him yang kutung sepasang tangannya, tenaga
dalamnya mengalami kerugian paling besar. Bagaimana mungkin ia bisa mempertahankan
diri lagi dari pengaruh gelombang irama yang paling lihay di dunia ini?
Mendadak sepasang matanya terbelalak lebar-lebar. “Uaaaak……..” dia muntah darah
segar, tubuhnya gemeter amat keras lalu pelan-pelan bangkit berdiri, tapi kembali
tubuhnya sempoyongan, kemudian roboh terkapar ditanah….
Dia berusaha untuk meronta dan duduk kembali, tapi sayang tubuhnya sudah lemah
dan tak bertenaga lagi..:..
Mendadak terdengar bentakan keras menggelegar diangkasa….
Im yang him melompat bangun dari atas tanah kemudian secepat sambaran kilat
menubruk ke arah Yo Ping.
“Sreeeet…!Sreeet…!” dua kilatan cahaya putih meluncur ke tubuh gadis itu.
Gak Lam-kun merasa amat terperanjat teleh menyaksikan ancaman tersebut, segera
teriaknya. “Adik Peng, hati-hati, Pisau terbang.,..”
Dengan mata yang tajam Yo Ping memandang sekejap ke arah senjata rahasia yang
meluncur ke arahnya itu, tiada rasa kaget yang melintasi wajahnya. Diapun tidak
menghindar atau berkelit, dengan tenangnya gadis itu melanjutkan permainannya pada
senar senar harpa tersebut.,.
Gak Lam-kun cakup mengetahui sampai dimanakah kelihayan ilmu silat yang dimiliki Yo
Ping. Pemuda itupun tahu bahwa kepandaian sendiri pun masih jauh di bawah
kepandaiannya. Ketika dilihatnya gadis itu tetap tenang, disangkanya kedua bilah pisau
terbang itu tak akan mencelakainya, maka diapun hanya berdiam diri saja tanpa
bermaksud untuk membantunya.

Siapa tahu justru karena Gak Lam-kun diam saja tanpa melakukan sesuatu tindakan,
hal ini justru menambah kesalahan paham Yo Ping terhadap dirinya.
Ketika dilihatnya Gak Lam-kun cuma duduk tenang sama disitu tanpa melakukan
sesuatu tin-dakan. Yo Ping marasa pedih sekali, tak tahan dia lantas mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram.
Harpanya segera diayunkan kedepan untuk menyampok jatuh datangnya golok Liu yap
to yang meluncur kearahnya itu.
“Criing…..! Criing…..!” kedua bilah golok liu yap to itu segera memapas kutung harpa
berikut sebenarnya menjadi empat bagian.
Dengan suara amat pedih Yo Ping berseru. “Gak Lam-kun, kau benar-benar amat keji.
Hubungan cinta diantara kita berdua berakhir sampai disini”.
Seusai berkata gadis itu segara membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Gak Lam-kun menjadi tertegun setelah mendengar perkataan itu. Dia tak tahu pada
bagian yang manakah dia telah menyalahi gadis tersebut.
Ketika Im Yang him menyaksikan Yo Ping hendak pergi meninggalkan tempat ltu,
dengan cepat membentak keras, lalu dengan ganas memburu kedepan.
Waktu itu pikiran Nyow Peng sangat kusut. Dadanya penuh berisikan rasa benci dan
mendongkol yang luar biasa. Ketika dilihatnya Im Yang him memburu datang, dia lantas
tertawa seram, tubuhnya menjelit dan sepasang tangannya segera didorong ke tubuh
lawan.
Terdengar dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, tubuh Im yang him
yang gemuk itu segera mencelat ke atas langit langit ruangan begitu termakan oleh
pukulan yang maha dahsyat tersebut.
“Blaaamm…!” Ketika badannya menubruk diatas langit langit, dengan cepat dia
meluncurkan kembali ke tanah.
Begitu mencium tanah tubuhnya yang besar dan gemuk itu terkapar lemas dan tak
pernah berkutik kembali.
Perlu diketahui, dalam melancarkan pukulan tersebut, Yo Ping telah menggunakan
segenap tenaga dalam yang dimilikinya. Bagaimana mungkin Im yang him bisa tahan
menghadapi serangan yang maha dahsyat itu? Seketika itu juga nadi penting didalam
tubuhnya putus menjadi beberapa bagian.
Ketika Yo Ping berpaling kembali dilihatnya Gak Lam-kun masih duduk termangu disini.
Hal mana semakin menggusarkan hatinya, bahkan hatinya juga menjadi dingin.
Air mata jatuh bercucuran membasahi pipi Yo Ping dengan amat derasnya. Sambil
mendepak-depakkan kakinya keatas tanah, dia menutupi wajahnya dengan kedua belah
tangan lalu berlari meninggalkan tempat itu.

Ketika Ong kok him cun menyaksikan seluruh karyanya yang dipupuk sepanjang hidup
ternyata hancur dan musnah hanya dalam sekejap mata di tangan Yo Ping dan Gak Lamkun,
tak terlukiskan rasa sedih dan gusar yang menyelimuti hatinya waktu itu.
Sewaktu dia melihat Yo Ping membunuh Im yang him tadi, pikirannya sudah mulai
menggila. Diiringi suara tertawa anehnya yang ibarat lolongan serigala ditengah malam
buta, senjata trisula yang berada ditangannya segera diayunkan ke depan disambit ke
tubuh Yo Ping.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu, bagaikan baru sadar dari impian. Secepat
kilat dia menerjang ke muka, pedang Hiat kong kiamnya dengan membentuk selapis
cahaya merah yang membara langsung membacok datangnya cahaya hitam tersebut.
“Criiing…! Criiing!”
Serentetan bunyi gemerincing berkumandang memecahkan keheningan.
Seketika itu juga senjata trisula berwarna kuning kehitam-hitaman itu sudah tersambar
pedang Hiat kong kiam dari Gak Lam-kun itu dan hancur menjadi puluhan keping.
Tapi ketika kepingan senjata trisula tersebut jatuh ke tanah, mendadak mengepullah
gulungan api berwarna hijau yang dengan cepat membakar sekitar tempat itu dengan
dahsyatnya. Sementara segulung bau busuk yang sangat memuakkan berhembus dan
menyebar ke seluruh ruangan tersebut.
“Sungguh berbahaya” pekik Gak Lam-kun dalam hati kecilnya dengan kaget.
Ternyata senjata trisula dari Ong kok him cun tersebut merupakan sebuah tabung
kosong yang berisikan cairan beracun yang segera akan terbakar bila terkena ditubuh
manusia.
Apabila tombol rahasia diatas senjata tersebut disentuh, maka cairan beracun itu
segera akan menyembur keluar dari lubang pori-pori yang puluhan buah banyaknya itu
Dalam keadaan seperti ini, kendatipun kau memiliki ilmu silat yang lebih lihaypun
jangan harap bisa terhindar dari bencana dengan selamat, apalagi dibawah ancaman
cairan beracun yang sangat mengerikan itu.
Keadaan Ong kok him cun saat itu sudah menjadi kalap, sambil tertawa seram
tubuhnya segera menerjang kedepan dan menubruk ke arah Gak Lam-kun.
Gak Lam-kun yang menyaksikan tubrukan musuhnya sangat ganas dan buas, dia kuatir
dalam tubuh Ong kok him cun masih menyimpan makhluk atau benda beracun lainnya,
maka dengan suara menggelegar dia lantas membentak keras.
Pedang Hiat-kong kiam ditangan kanannya langsung disambit ke tubuh Ong kok him
cun, sementara telapak tangan kirinya diayunkan ke depan melancarkan sebuah pukulan
dahsyat yang bertenaga besar.
Semua gerak serangannya itu dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa sekali.

Terlihat cahaya merah darah yang amat menyilaukan mata berkelebat lewat, pedang
Hiat kong kiam tersebut tahu-tahu sudah menembusi dada Ong kok him cun dan
melemparkan tubuhnya sejauh tujuh delapan kaki kebelakang dan akhirnya menancap
diatas sebuah tiang.
Ong kok him cuo benar-benar sangat tangguh dan buas. Sekalipun dadanya telah
ditembusi pedang kemudian termakan juga oleh pukulan dahsyat yang melemparkan
tubuhnya sejauh itu, dia masih belum mau menyerah dengan begitu saja.
Tampak sepasang matanya meloto sangat besar darah kental bercucuran membasahi
ujung bibirnya, dengan wajah bengis dan menyeringai mengerikan, pelan-pelan dia maju
kedepan menyongsong diri Gak Lam-kun yang sementara itu sudah berdiri dengan kesiap
siagaan penuh.
Menyaksikan keadaan musuhnya yang begitu tanggguh, Gak Lam-kun berkerut kening,
himpunan tenaga sakti Tok liong ci jiau yang dimilikinya segera disalurkan semua ke dalam
telapak tangan kanannya. Kemudian kelima jari tangannya dipentangkan lebar-lebar lima
gulungan desingan angin serangan yang maha dahsyat segera meluncur ke depan.
“Sreet….! Sreeet*….!”
Perut dan lambung Ong kak him cun kembali muncul lima buah lobang kecil yang amat
dalam darah segar dengan cepat berhamburan keluar bagaikan pancuran.
Sekarang, sekujur badan Ong kok him cun sudah bermandikan darah segar, tubuhnya
berhenti sejenak sambil menahan sakit, tapi kemudian maju kembali sejauh tiga langkah
sebelum akhirnya tak sanggup menahan diri dan roboh binasa.
Begitulah nasib dari seorang gembong iblis dari luar perbatasan sudah banyak tahun
menjagoi dunia persilatan, akhirnya dia harus mengakhiri riwayat hidupnya dalam keadaan
yang sangat mengerikan.
Gak Lam-kun menghela napas panjang, dari atas tiang dia meloloskah pedang Hiat
kong kiam miliknya kemudian pelan-pelan berjalan keluar dari ruangan tersebut.
Terlihat olehnya Ki Li-soat sedang membopong tubuh Ji Kiu-liong berdiri disamping Jit
poh toan hun Kwik To dan Han Hu hoa, sedangkan Yo Ping dan See ih sam seng entah
sudah kemana perginya.
Api berwarna hijau dalam ruangan Tiang seng tian tersebut berkobar semakin besar,
kini makin lama menjalar semakin meluas, dalam sekejap mata kobaran api tersebut
sudah menjilat seluruh bagian gedang tersebut dan membakarnya dengan sangat hebat.
Paras maka Gak Lam-kun sama sekali tiada berperasaan, kepada Han Hu hoa tanyanya,
“Nona Han, hanya kalian berdua yang tertangkap?’
“Ilmu silat Bun cu kami sangat lihay, aku pikir tak mungkin dia bisa tertangkap!” sahut
Han Hu hoa,
Mendadak terdengar suara dari Ji Kiu-liong berseru agak gemetar, “Gak toako,
enciku…. dia tentu sudah bunuh diri…”

“Apa..!?” teriak Gak Lam-kun dengan sangat terkejut. “dia telah bunuh diri? darimana
kau bisa tahu?”
Mendadak Ji Kin liong meronta dari pelukan Ki Li-soat, kemudian sambil menangis
tersedu-sedu, katanya, “Ketika itu luka yang diderita cici sangat parah. Aku mengira dia
pasti sudah ditangkap dan ditawan ke kuil Ong kok koan, tapi sekarang, kenyataannya dia
tidak tertangkap, ini berarti dia pasti sudah bunuh diri….”
Ki Li-soat menghela napas sedih, tanyanya secara tiba tiba, “Adik Liong, kenapa encimu
harus bunuh diri?”
Mendapat pertanyaan tersebut, Ji Kiu-liong menjadi tergetar keras perasaannya. Dia
menjadi teringat kembali akan pesan encinya teringat bahwa dendam pribadi mereka
jangan diketahui oleh Gak Lam-kun sebab kalau tidak maka keponakannya yang amat
dikasihani itu selain akan kehilangan ibunya, juga akan kehilangan ayahnya, maka dia
tentu akan lebih kesepian lagi….
Terbayang sampai kesitu, tanpa terasa, Ji Kiu-liong berusaha keras untuk
mengendalikan perasaan sedih yang mencekam perasaannya waktu itu, katanya, “Aku tak
tahu apa alasannya, aku hanya berkata menuruti dugaanku sendiri…..”
Gak Lam-kun yang mendengar jawaban tersebut segera berkerut kening, ia tahu dibalik
kesemuanya itu sudah pasti terdapat alasan lain yang jauh lebih besar lagi. Kalau tidak,
tak mungkin Ji Cin-peng akan meninggalkan dirinya tanpa alasan sehingga suami istri tak
bisa hidup bersama, melainkan harus hidup tercerai berai mengambil jalannya masing
masing.
Mungkin alasan tersebut diketahui oleh Ji Kiu-liong, cuma saja dia enggan untuk
mengatakannya.
Berpikir sampai disita Gak Lam-kun segera mengalihkan sorot matanya yang tajam itu
ke atas wajahnya, kemudian setelah menghela napas panjang katanya. “Adik Liong,
dapatkah kau menerangkan apa alasan dari encimu sehingga enggan berjumpa
denganku?”
“Alasan apa, aku tidak tahu…” seru Ji Kiu-liong sambil menggelengkan kepalanya
berulang kali.
Gak Lam-kun kembali menghela napas panjang. “Aaai… Semenjak aku Gak Lam-kun
berjumpa dengan encimu, berkat cinta kasih encimu itu kami dapat berpadu bersama
dengan rukun dan damai, dalam setahun yang amat pendek itu, aku yakin tak pernah
melakukan suatu perbuatan yang menyalahi encimu, tapi apa sebabnya encimu malah
pergi meninggalkan aku? Seandainya dahulu aku Gak Lam-kun telah melakukan suatu
kesalahan, semestinya ia mau mengutarakannya secara berterus terang, asal aku memang
salah, sekali pun harus mati aku juga tidak menyesal.”
Ji Kiu-liong yang mendengarkan perkataan itu segera merasakan peluh dingin
membasahi seluruh badannya, masih untung dia tidak mengatakan apa apa. kalau tidak
akibatnya sungguh tak bisa dibayangkan dengan kata kata. “Aaaai..! Demi keselamatan
Keponakanku, bagaimanapun jugit aku harus berusaha keras untuk menyimpan rahasia
dari enciku itu”

Berpikir sampai disini, tiba tiba Ji Kiu-liong berkata, “Gak toako, aku mempunyai satu
cara untuk bisa menentukan apakah enci masih hidup didunia ini atau tidak”
“Apakah caramu itu?”
“Sekarang, mari kita berangkat bersama menuju ke Lam Bay. Seandainya keponakanku
sudah tidak berada ditempat tinggalnya Lam-hay sinni lagi, itu membuktikan kalau enciku
masih hidup didunia ini. Sebaliknya jika keponakanku itu masih berada di tempat Lam-hay
sinni, maka berarti enciku lebih banyak bahayanya daripada tidak….”
Mendengar perkataan itu, diam diam Gak Lam-kun memuji akan, kecerdikan dari Ji Kiuliong.
Haruslah diketahui seseorang tentu saja akan mencintai sekali putranya sendiri.
Apalagi kalau dia adalah ibunya, sudah barang tentu rasa cintanya kepada anak jauh
melebihi cintanya kepada apapun juga.
Seandainya Ji Cin peng masih hidup di dunia ini, maka dia tak akan meninggalkah
putranya dengan begitu saja sambil membiarkan putranya menderita.
Gak Lam-kun lantas manggut manggut, katanya kemudian, “Baiklah, aku juga sudah
seharusnya pergi menengok dia. Aaai….. sungguh menyesal sekali, aku sungguh tidak
tahu kalau adik Pang telah melahirkan seorang untukku!”
Ketika berbicara sampai kesitu, selapis cahaya terang segera memancar keluar dari
wajah Gak Lam-kun, itulah cahaya kegirangan yang luar biasa.
Yaaa, sesungguhnya lelaki mana yang tidak bergirang hati dikala mengetahui ia
berputra? Sekalipun pikiran dan perasaannya ketika itu sedang kalut dan risau, tak urung
semua kerisauan dan kemurungan itu tersingkirkan juga untuk sementara waktu oleh
berita kegirangan tersebut.
Mendadak Jit poh toan hun Kwik To berseru dengan suara lantang, “Gak Lam-kun,
dendam kesumat diantara kita berdua juga harus segera diselesaikan sekalipun lohu
percaya bahwa kepandaian silatku bukan tandinganmu, tapi asal bisa diselesaikan secara
adil, sekalipun harus mati, lohu juga lidak akan menyesal”
Ketika mendengar ucapan tersebut, dengan air mata bercucuran Han Hu hoa sedang
menatap wajah Kwik To lekat-lekat. Bibirnya seperti hendak mengucapkan sesuatu, tapi
kemudian diurungkan.
Jit poh toan hun Kwik To tertawa pedih, katanya, “Nona Han, harap kau sudi
memandang pada hubungan kita selama belasan tahun untuk menguburkan jenasah lohu
bila sudah mati nanti. Budi kebaikanmu itu pasti akan ku balas dalam penitisan yang akan
datang”.
Han Hu hoa segera mengalihkan kembali sinar matanya ke wajah Gak Lam-kun. itulah
suatu pandangan yang memohon belas kasihan, suatu permohonan yang tulus.
Mendadak Jit poh toan hon Kwik To mendonggakkan kepalanya dan tertawa seram.
“Haa… haa… haa… Hati seorang lelaki sejati, sekalipun golok dan pedang dipasangkan
diatas tengkuk, sampai matipun tak akan menyerah. Nona Han, apakah kau senang
melihat aku menjadi seorang lelaki yang takut mampus dan pengecut?”

Semua kejadian, yang berlangsung didepan matanya itu dapat dilihat oleh Gak Lam-kun
dengan jelas. Meski demikian paras muka Gak Lam-kun masih tetap amat dingin, kaku,
keji dan tak berperasaan.
“Kwik To!” katanya dengan ketus, “Aku cukup mengetahui karaktermu. Seorang ingin
mati, dia juga harus mati sebagai seorang enghiong. Baik, sekarang juga aku akan
memenuhi keinginanmu itu”
Mendadak Ki Li-soat maju kedepan sembari berseru, “Gak siangkong kau….”
“Persoalan ini adalah persoalan dendam pribadi kami berdua” tukas Gak Lam-kun dingin
”A-ku minta nona bersedia untuk mundur dulu ke samping sana. Dendam sakit hati guruku
lebih dalam dari samudra. Bagaimanapun juga dendam ini harus dibalas”.
Ki Li-soat yang mendengar ucapan tersebut, segera merasakan tubuhnya gemetar
keras serunya lagi, “Gak siangkong, sekeji itukah hatimu? Tidak adalah belas kasihan
barang sedikitpun juga dalam hatimu? Apakah semua dendam kesumat hanya bisa
diselesaikan dengan darah saja? Daripada membunuh, bukankah lebih baik disadarkan?
Apakah kau benar-benar hendak membunuh seseorang yang sudah bertobat dan kini
sudah banyak melakukan kebajikan bagi umat persilatan. Hayo katakan…. hayo cepat
katakan”
Paras muka Gak Lam-kun masih tetap sedingin salju, tak sepatah katapun yang
diucapkan.
Mendadak dia melolos pedang Hiat kong kiam dari sarungnya, kemudian dengan dingin
ber-kata. “Kwik To andaikata kau sanggup menerima tiga buah seranganku, maka semua
dendam sakit hati kita akan kuhapus sampai disini saja’“
Setelah ucapan tersebut diutarakan, Han hu-hoa dan Ki Li-soat segera tersenyum
kembali, mereka beranggapan selihay lihaynya ketiga buah serangan pedang dari Gak
Lam-kun tersebut, dengan kepandaian silat Kwik To yang lihay mungkin saja masih bisa
menahannya.
Sementara itu Jit poh toan hun Kwik To yang mendengar perkataan itu menjadi
teramat gusar, serunya. “Gak Lam-kun sekalipun aku Kwik To tidak becus, tapi aku tak
bisa cuma menerima ketiga buah seranganmu itu saja”
Gak Lam-kun segera tertawa dingin. “Hee… hee… hee… meski hanya tiga jurus
serangan belaka, aku rasa dalam dunia persilatan dewasa ini mungkin belum banyak yang
sanggup menyambutnya dengan selamat. Aku cukup menghormati kedudukanmu dalam
dunia persilatan, siapa tahu hanya cukup menggunakan satu jurus serangan saja aku
sudah dapat membereskan nyawamu?”
Jit poh toan hun Kwik To semakin naik pitam setelah memdengar ucapan tersebut
katanya, “Seandainya aku mampus diujung ketiga buah serangan itu, dalam penitisan
yang akan datang aku pasti akan menjadi kerbau atau kuda, untuk membalas budimu itu”
Gak Lam-kun segera tertawa dingin, “Hee… hee… hee… Kalau memang begitu, cobalah
saja sendiri!”’

“Baik, lohu akan mempergunakan sepasang tanganku ini untuk menyambut ketiga buah
seranganmu itu”
Gak Lam-kun memang tahu kalau orang ini selamanya bertarung melawan musuhmusuhnya
dengan tangan koiong, maka serunya kemudian, ““Jurus pertama, Hiat cian
ngopoh (darah berceceran lima langkah)…..!”
Baru selesai dia berseru, pedang Hiat kong kiam di tangan Gak Lam-kun telah
digetarkan pelan. Diiringi suara dentingan yang amat nyaring, ujung pedangnya itu segera
menciptakan bertitik-titik cahaya merah yang segera mengurung seluruh badan Kwik To
dengan rapatnya.
Terkesiap sekali Jit pon toan hun Kwik To setelah menyaksikan datangnya ancaman
yang maha dahsyat tersebut. Ia merasakan enam depa disekeliling tubuhnya seakan akan
muncul bertitik-titik cahaya merah darah yang menyilaukan mata, membuat orang tak
sanggup untuk menentukan dari arah manakah serangan tersebut sesungguhnya akan
tiba.
Bila ingin menghindarkan diri dari ancaman tersebut, maka satu satunya jalan adalah
melompat mundur kebelakang.
Berpikir demikian, dengan jurus To hau lei hi (Ikan leihi berlompatan) secepat kilat dia
melompat mundur sejauh tujuh jengkal dari posisi semula.
Siapa tahu ketika ia mendongakkan kembali kepalanya, tampaklah dua titik cahaya
pedang dari Gak Lam-kun itu masih meluncur tiba dengan kecepatan tinggi.
Kwik To menjadi terperanjat sekali, kembali ia menggunakan gerakan ikan leihi
melentik mundur melompat mundur sejauh tujuh jengkal lagi ke belakang
Akan tetapi, cahaya pedang dari Gak Lam-kun itu malah semakin mendekati alis
matanya.
Sekarang Kwik To baru yakin bahwa dia tak akan mampu untuk menyambut ketiga
buah serangan musuhnya, bahkan bagaimana cara Gak Lam-kun melancarkan serangan
tersebut dan bagaimana cara pemecahannya pun tidak diketahui olehnya, terpaksa
tubuhnya mundur lagi sejauh tiga langkah ke belakang-
Mendadak cahaya pedang menjadi hilang lenyap tak berbekas….
Kwik To merasakan pelipis kirinya terasa sakit dan basah, ketika diseka ternyata darah
telah bercucuran dengan derasnya dari tempat itu.
Terlihat Gak Lam-kun sudah berdiri sejauh tujuh kaki dari tempat semula, ketika itu
malah dia sedang tersenyum sambil berkata, Kwik To, kau telah menerima sebuah
seranganku, dan sekarang sambutlah lagi jurus seranganku yang kedua, Sip poh hiat-kang
(sepuluh langkah cahaya darah)…..!”
Begitu selesai berkata, tampak Gak Lam-kun bersatu dengan pedangnya, kemudian
terlihat serentetan cahaya merah meluncur ke tubuh Kwik To segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa sedih, serunya, “Gak Lam-kun silahkan kaupun mencicipi sebutir
Sip poh mi hun wan (sepuluh langkah pil pemabuk nyawa) milikku ini!”

ooOOOoo
DI TENGAH suatu bentakan nyaring, jari tengah dan telunjuk Kwik To secara tiba tiba
menyentilkan sebutir pil berwarna kuning.
“Blaaamm….!”
Ketika pU berwarna kuning ltu meluncur ke tengah udara, mendadak meledak dan
mengeluarkan segulung asap kuning yang tebal sekali. Dalam waktu singkat kabut
berwarna kuning itu segera menyebar ke empat penjuru.
Ddiam waktu singkat, kabut berwarna kuning itu telah memisahkan kedua orang itu
menjadi dua bagian.
Gak Lam-kun segera tertawa terbahak-bahak, sepasang kakinya segera menjejak tanah
dan melompat sejauh tujuh kaki ke tengah udara, kemudian sesudah berjumpalitan
beberapa kali. dia melayang turun kembali ke atas tanah sembari katanya, “Ooooh…..
Tangguh lihay sekali pil Sip poh mi hun wan mu itu. Tiga buah seraagan dan aku orang
she Gak juga telah selesai dilancarkan…..!”
“Masih ada sejurus!” seru Kwik To dengan wajah membesi
“Barusan sebenarnya aku bersiap-siap hendak menggunakan jurus Sip poh hiat kong
uutuk memaksamu menghindarkan diri, kemudian dengan menggunakan jurus Hong bwee
liu yan (kobaran api menimbulkan asap) untuk melukaimu. Siapa tahu jurus Sip poh hiat
kong tersebut berhasil kau patahkan, otomatis jurus Hongbawe liu yan tersebut pun tak
bisa kugunakan lagi. Kini ketiga jarus seranganku sudah lewat, janji dari aku orang Gak
Lam-kun juga tak pernah diingkari. Maka sejak sekarang dendam kesumat diantara kita
berdua sudah terhapus sama sekali”
Mendadak Jit poh toan hun Kwik To menutup wajah sendiri dan menangis tersedu-sedu
katanya, “Sepanjang hidup aku Kwik To sudah terlalu banyak melakukan kejahatan, aku
mengira jiwaku tak akan lolos dari pembalasan dendam, sungguh tak kusangka kau Gak
Lam-kun justru sengaja membiarkan aku hidup terus di dunia ini, agar jiwaku menderita
dan tersiksa terus sepanjang masa”
Dengan wajah serius dan bersungguh-sungguh Gak Lam-kun segera berkata lantang,
“Siapa bilang aku Gak Lam-kun tak ingin membunuhmu? Apa dayaku jika kemampuan ku
tak sanggup untuk memenuhi keinginan tersebut?”
Kwik To segera berhenti menangis, kemudian katanya, “Apakah kau bukan sedang
mengampuni jiwaku? Kau kira aku tak tahu kalau kau ingin merenggut nyawaku semenjak
pada jurus yang pertama tadi, sebenarnya dengan menggunakan kepandaian siiat yang
kau miliki, sambil menahan napas juga masih sanggup menembusi lapisan kabut untuk
melancar-kan serangan yang kedua, tapi kau lagi-lagi membatalkan serangan tersebut”
“Kwik To!”’ ujar Gak Lam-kun sambil mengbela napas sedih, “Aku Gak Lam-kun sudah
terlalu banyak membunuh orang. Sepasang tanganku sudah penuh bernoda darah apakah
kau menginginkan aku mendapat dosa yang lebih besar lagi?”

Tiba tiba Jlt poh toan hun Kwik To mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahakbahak
dengan amat nyaringnya. “Haa… haa… haa… inilah rejeki bagi umat persilatan. Bila
Gak Lote mau mengurangi keganasan dan kekejianmu terhadap umat persilatan, tanpa
sadar kau pun telah memikirkan juga kesejahteraan serta kehidupan dari umat persilatan
di dunia ini. Atas kesedianmu itu, harap terimalah tiga buah sembah sujud dari aku orang
she Kwik!”
Selesai berkata, Kwik To benar-benar menjatuhkan diri berlutut diatas tanah dan
menyembah kepada Gak Lam-kun.
Tapi dengan suatu gerakkan yang sanget cepat Gak Lam-kun berkelit ke samping untuk
menghindarkan diri, kemudian sambil melompat mundur sejauh tiga kaki, katanya, “Kwik
To, dengan dasar apakah aku orang she Gak harus menerima sembah sujudmu itu?”
“Gak Lam-kun” kata Jit poh toan hun Kwik To dengan wajah sedih, “Benarkah kau
masih akan membunuhi orang secara keji?’
“Aku tahu bahwa kau telah bisa menahan nafsu membunuhmu dan banyak berbuat
salah dan kebajikan” kata Gak Lam-kun dengan suara dalam. “Oleh sebab itu aku Orang
she Gak juga telah merubah pendirianku. Tapi diantara beberapa orang musuh besar yang
membunuh ayahku, ada berapa orangkah yang bisa mengikuti jejakmu itu?
Buat agama Buddha. membunuh secara keji tentu saja merupakan suatu pantangan
yang amat besar. Tapi kalau membiarkan manusia durjana dan manusia laknat hidup di
dunia ini hanya untuk membuat kejahatan saja, bukankah hal ini justru akan
mengakibatkan banyak korban dan kejahatan yang akan dialami umat manusia akibat dari
ulah mereka?
Sejak mulai sekarang, tentu saja aku Gak Lam-kun tak akan sembarangan membunuh
orang. Akan tetapi terhadap manusia keji yang sudah terlalu banyak melakukan kejahatan,
aku tetap akan membunuhnya tanpa mengenal ampun”
Mendengar perkataan tersebut, Jit poh toan hun Kwik To segera menghela napas
panjang. “Aaaai. Semoga saja Gak lote bersedia mengurangi napsu membunuh itu serta
banyak melakukan kebajikan bagi umat manusia”.
“Sekarang jejak Buncu belum diketahui. Lohu dan nona Han akan berangkat selangkah
lebih duluan, akan kujelajahi seluruh dunia untuk menemukannya”.
Gak Lam-kun manggut-manggut. “Bila kalian berhasil mengetahui jejaknya tolong
pergilah ke tebing Pek im gay di bukit Thian ciong san untuk mengabarkan kepadaku!”
“Apakah kau berencana untuk tinggal sepanjang masa di tebing Pek im gay diatas bukit
Thian ciong san?” kata Han Hu hoa sambil tertawa manis.
Gak Lam-kun turut tersenyum. “Pek im gay adalah suatu tempat yang di liputi awan
putih yang tebal, pepohonan nan hijau, air terjun yang sungguh indah dan berkawan
dengan burung burung bangau. Siapakah yang tak ingin berdiam ditempat yang indah
sekali pemandangan alamnya itu?”
“Gak Lote, aku dan nona Han akan berangkat lebih dulu, semoga kalian baik baik
menjaga diri”, seru Kwik To lantang.

Sehabis berkata, dibawah sinar fajar yang memancar keempat penjuru, berangkatlah
dua orang itu menuruni Ong kok koan.
Perasaan Ki Li-soat yang paling sedih dan pedih, kosong melompong serasa tak berisi
apa-apa. Dia tahu saat perpisahannya dengan pemuda itu sudah makin dekat.
Pelan pelan Gak Lam-kun membalikkan tubuhnya, kemudian panggilnya dangan suara
lirih. “Nona Ki, terima kasih banyak….”
Ki Li-soat menghela napas sedih, tukasnya. “Gak siangkong aku tak akan menyusahkan
dirimu, harap kau tak usah kuatir”
Sekali lagi Gak Lam-kun menghela napas, katanya kemudian. “Setelah ini nona akan
pergi kemana?”
“Dunia begini luas kemana aku harus pergi, aku sendiripun tak tahu”
Gak Lam-kun termenung sebentar kemudian katanya pula. “Aaaai…. kalau memang kita
sama-sama tanpa tujuan bila nona Ki tidak menolak, bagaimana kalau kita berpesiar
bersama keatas bukit Pek im gay digunung Thian ciong san”
Mendengar ucapan tersebut, Ki Li-soat merasakan hatinya bergetar keras, tanyanya
dengan lirih, “Gak siangkong, kau……”
Gak Lam-kun menghela napas panjang, katanya “Cin peng lenyap tak berbekas,
andaikata aku pergi ke Lam-hay untuk menjemput anakku, aku pun tak tahu bagaimana
harus merawatnya!’
“Bagaimana dengan Yo Ping?”, tanya Ki Li-soat.
“Yo Ping orangnya dengki dan besar cemburunya, aku takut terjadi hal-hal yang tidak
di-inginkan”
“Baiklah!” kata Ki Li-soat kemudian sambil mengangguk. “Aku akan membantumu untuk
menemukan Cing-peng lebih dulu. Bila tiada khabar beritanya, akan kususul kau diatas
tebing Pek im gay dibukit Thian ciong san. Nah kita berpisah sampai disini dulu”
Seusai berkata, tanpa berpaling lagi Ki Li-soat segera berangkat menuruni bukit itu.
Dengan termangu-mangu Gak Lam-kun mengawasi wajah Ji Kiu-liong tampak olehnya
paras muka bocah itu pucat pias seperti mayat, tampaknya cukup parah luka yang
dideritanya.
Setelah menghela napas dia lantas membopong bocah itu sambil katanya dengan
lembut. “Adik Liong, mari kita turuni dulu bukit ini. Setelah mencari tempat yang aman
baru akan ku obati lukamu itu”
“Gak toako, lukaku tidak seberapa, lebih baik kita berangkat ke Lam-hay sekarang juga”
seru Ji Kiu-liong sambil menggigit bibirnya kencang-kencang

Gak Lam-kun segera membopong bocah itu dan menuruni bukit terjal tersebut. Sambil
melakukan perjalanan katanya. “Adik Liong, jarak dari sini menuju ke Lam-hay jauh sekali,
belum tentu kita bisa mencapainya dalam beberapa hari saja”
“Oooh Gak toako” keluh Ji Kiu-liong dengan sedia, “beritahu kepadaku secara teras
terang sesungguhnya cintakah kau kepada enciku?”
“Bocah bodoh, apakah kau tidak tahu perasaan toakomu?”
“Aku tahu toako sangat mencintai cici, tapi toako tak boleh mencintainya sampai
mengorban-kan jiwa sendiri”
Mendengar ucapan tersebut Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras serunya
kemudian, “Adik Liong, apa maksudmu?”
Dengan sedih Ji Kiu-liong berkata. “Toako! Tadi kau menjanjikan kepada nona Ki agar
naik ke tebing Pek im gay digunung Thian ciong san. Aku tahu kau hendak menitipkan
keponakanku itu kepada nona Ki, kemudian kau akan menyusul encimu untuk berpulang
ke alam baka”
Mendengar perkataan itu, diam diam Gak Lam-kun memuji juga kecerdasan dari Ji Kiuliong
ini, tak disangka olehnya kalau perasaan hatinya dapat diketahui juga olehnya.
Untuk beberapa saat lamanya, si anak muda itu menjadi terbungkam dalam seribu
bahasa.
Setelah hening untuk beberapa saat lamanya, kembali Ji Kiu-liong berkata. “Toako,
kumohon kepadamu janganlah berbuat begitu. Bila cici sudah tiada dan toako juga akan
pergi meninggalkan aku, maka aku akan hidup sebatang kara tanpa sanak tanpa saudara
didunia ini. Yang akan kuterima selanjutnya hanya penderitaan sepanjang masa, aku tak
mau hidup sengsara semacam itu maka akupun tak ingin hidup seorang diri lagi di dunia
ini”
“Adik liong!” kata Gak Lam-kun dengan suara dalam, “Dari keluarga Ji kalian tinggal kau
seorang yang akan meneruskan keturunan, mana boleh kau berpendapat demikian?”
Tiba tiba Ji Kiu-liong menangis tersedu sedu. “Oooh.. toako kau tak boleh mati,
kumohon kepadamu janganlah mati…. Sekarang keponakanku sudah tak beribu, dia tak
boleh kehilangan ayahnya pula. Kau harus memikirkan juga masa depan keponakanku
itun….”
Diam diam Gak Lam-kun merasa girang setelah mendengar ucapan tersebut, sebab dari
perkataan itu dapat diketahui betapa dalamnya dia memperhatikan putranya itu.
Maka dengan suara lembut Gak Lam-kun menghibur. “Adik Liong, tak usah menangis,
lagi. Enci mu toh beium tentu sudah mati. Dan aku juga belum tentu mengambil
keputusan untuk mati. Adik Liong… beritahu kepadaku sekarang, pernahkah kau bertemu
dengan keponakanmu itu”
“Seperti juga toako, aku belum pernah bertemu dengannya, tapi aku rasa dia pasti menyenangkan
sekali”

Sinar matahari sudah melewati bukit yang tinggi dan menyinari seluruh jagad. Cahaya
keemas-emasan yang lembut menerangi seluruh jagad, tampak disebelah kiri bukit
terdapat sebuah hutan pohon siong yang rimbun dengan rumput yang tebal bagaikan
permadani.
Gak Lam-kun memandang sekejap hutan pohon siong itu, lalu katanya, “Adik Liong,
mari kuobati lukamu itu di sana saja”
Maka Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong berdiam sehari lagi disitu, kemudian baru
melanjutkan perjalanannya menuju ke Lam-hay.
oooOOOooo
Di tengah sebuah jalan raya terdengar bunyi derap kaki kuda yang ramai, kemudian
muncullah dua ekor. Kuda yang dilarikan cepat tidak pula lambat, kedua orang
penunggangnya melarikan kuda itu bersanding.
Mereka adalah seorang pemuda tampan berbaju hijau dan seorang bocah berbaju
putih.
Sekalipun tubuhnya penuh berdebu, namun tidak menutupi ketampanan serta
kegagahan mereka.
Siapakah kedua orang itu?
Mereka tak lain adalah Gak Lam-kun serta Ji Kiu-liong.
Setelah melakukan perjalanan hampir dua puluh harian lebih, sampailah mereka di Hoa
tiong.
Tiba-tiba Ji Kin liong memecahkan keheningan yang mencekam sekeliling empat itu
katanya, “Gak toako, agaknya dibelakang kita ada orarg yang mengintil terus. Mungkin
malam nanti ada suatu peristiwa?”
Gak Lam-kun segera tertawa hambar, katanya, “Adik Liong, sekarang kau baru
merasakannya? padahal mereka sudah beberapa hari menguntit terus dibelakang kita”
“Toako, tahukah kau siapa mereka itu?”.
Gak Lam-kun segera menggelengkan kepalanya berulang kali. “Entahlah, cuma
beberapa orang itu sangat cerdik, cekatan dan licik, jelas bukan manusia sembarangan.
Sampai sekarang mereka belum juga turun tangan, mungkin alasannya karena orangorang
mereka belum datang semua, atau mungkin juga belum mengetahui keadaan kita
yang sebenarnya’“
“Tapi kita toh tidak membawa apa apa. Emas juga tidak, mestika juga tidak. Aku pikir
mereka pasti bukan kawanan pencoleng biasa bukan?”
“Yaa, mungkin saja mereka sengaja datang untuk membuat perhitungan dengan kita”
“Nama besar Gak toako sudah menggetarkan seluruh dunia persilatan, siapakah yang
mencari gara gara dengan kita?”

Paras muka Gak Lam-kun berubah menjadi amat serius, katanya, “Yang bermaksud
baik tak akan datang, yang datang tak akan bermaksud baik. Tentu saja kita tak akan
takut kepada mereka, tapi sedikit banyak kita harus berjaga-jaga terhadap permainan
busuk mereka, maka dalam hal makan minum dan tidur, kau musti lebih berhati-hati lagi”
Mendadak dari balik hutan bunga tho ditepi jalan berkumandang suara tertawa dingin
yang merdu, menyusul seorang berseru, “Kau tahu selama tujuh delapan hari ini kau
sudah mampus puluhan kali….?”
Gak Lam-kun berkerut kening, dengan cepat dia melompat ke udara dan langsung
menerjang ke arah mana berasalnya suara itu.
Gerak tubuhnya ini dilakukan dengan kecepatan yang luar biasa sekali. Baru saja orang
itu berkumandang, Gak Lam-kun telah menerjang ke sana.
Tapi, ketika Gak Lam-kun mencapai tempat sasaran dan memeriksa sekeliling tempat
itu dengan seksama, tampaklah belasan kaki disekeliling hutan bunga tho itu tak nampak
sesosok bayangan manusia pun.
Kali ini Gak Lam kan baru merasa terkejut sekali, dia tidak menyangka kalau orang itu
memi-liki gerakan tubuh yang demikian cepatnya, sehingga sergapan yang dilakukan
sendiripun tidak berhasil menemukan jejaknya. Dari sini dapat diketahui bahwa ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki orang itu sudah jelas satu tingkat berada diatasnya.
Padahal dalam dunia persilatan dewasa ini, ada berapa orangkah yang memiliki ilmu
meringankan tubuh jauh diatasnya?
Bukan berarti Gak Lam-kun menyombongkan diri tapi kenyataannya memang tidak
banyak jago persilatan dalam dunia persilatan dewasa ini yang memiliki ilmu meringankan
tubuh jauh lebih hebat daripada kepandaiannya.
Dengan sorot sinar mata yang tajam Gak Lam-kun melakukan pemeriksaannya lagi
disekeliling tempat itu, namun belum ada juga sesuatu hasil yang ditemukan.
Mendadak dari arah jalan raya berkumandang suara derap kaki kuda yang dilarikan
amat ken-cang.
Tanpa berpikir panjang lagi, Gak Lam-kun segera melompat keluar dari balik hutan
bunga tho.
Tampak seekor kuda putih sedang berlarian lewat dari sisi tubuh Ji Kiu-liong dengan
kecepat-an tinggi. Ketika Gak Lam-kun sudah melayang turun di tengah jalan raya, kuda
itu bagaikan sepulung angin puyuh sudah menyambar lewat sejauh tiga empat puluh kaki
dari tempat semula dengan kecepatan tinggi.
Buru-buru Gak Lam-kun menghampiri Ji Kiu-liong, tampak bocah itu sedang duduk
termangu-mangu diatas kudanya. Sementara diatas bahu kanannya tampak selembar
kertas menempel disitu.
Gak Lam-kun merasa terkejut sekali, dengan cepat dia memeriksa keadaan bocah itu
ternyata jalan darah Cian cing hiat dibahu kanan Ji Kiu-liong sudah ditempeli oleh

selembar kertas. Karena pancaran tenaga dalamnya yang kuat, menyebabkan jalan
darahnya turut tertotok pula.
Menyaksikan kejadian paras muka Gak Lam-kun berubah hebat. Dengan cepat dia
menepuk jalan darah Ji Kiu-liong yang tertotok kemudian diambilnya kertas itu dan di baca
isinya.
Tampak diatas kertas tersebut tertera beberapa huruf yang antara lain berbunyi
demikian.
“Pasukan Sip ci kun dari dunia persilatan menantikan kedatanganmu pada malam nanti
dikuburan Liat ku cu di luar kota.
tertanda: Manusia kilat baju hitam.
Tiba-tiba terdengar seruan tertahan, lalu Ji Ika liong menghembuskan napas panjang
katanya kemudian. “Gak toako sungguh cepat sekali gerakan dari kuda yang ditunggangi
orang itu, bagaikan naga dari langit saja, begitu berkelebat lantas lenyap”
“Liong te, apakah kau melihat jelas raut wajah dari manusia tersebut…?” tanya Gak
Lam-kun dengan wajah serius.
“Tidak terlalu jelas, kulit tubuhnya putih bersih bagaikan salju. Mungkin wajahnya
sangat cantik. Dia mengenakan baju bewarna hitam pekat”
Gak Lam-kun semakin mengerutkan dahinya rapat-rapat, manusia kilat berbaju hitam
belum pernah dia mendengar nama tersebut didalam dunia persilatan. Tapi dengan
kepandaian yang didemonstrasikan olehnya tadi, jelas kepandaian silat yang dimiliki orang
itu masih jauh diatas kepandaian yang dimilikinya.
Terutama sekali gerakan tubuhnya yang begitu cepat itu, sungguh membuat orang
bergidik.
“Bu lim sip ci kun…..? Pasukan macam apakah itu? Termasuk dalam perguruan
manakah mereka itu?” pikir Gak Lam-kun kemudian, “Dia bilang aku sudah mati belasan
kali, apa pula maksud dari ucapannya itu? Aneh.. aneh sekali…”
Pelbagai ingatan dengan cepat barkecamuk dalam benak Gak Lam-kun, akan tetapi
bagaimanapun dia berusaha untuk memecahkannya, usaha ini selalu tidak mendatangkan
hasil apa apa.
“Toako, apa yang ditulis diatas kertas tersebut?” tiba tiba Ji Kiu-liong bertanya.
Gak Lam-kun tahu bahwa suatu pertarungan sengit tak akan bisa dihindari lagi pada
malam nanti. Pertarungan berdarah semacam in lebih baik jangan sampai diketahui
olehnya, maka sambil mengendorkan kembali wajahnya dia berkata sambil tertawa,
“Aaaah… tidak apa apa, adik Liong, mari kita masuk ke kota!”
Suara derap kaki kuda kembali berkumandang memecahkan keheningan, dua ekor
kuda itu melanjutkan kembali berjalanan memasuki kota.

Ketika Ji Kiu-liong mendengar Gak Lam-kun berkata demikian tadi, dia pun tidak banyak
bertanya lagi, tapi sang bocah itu amat cerdik sekali, sekalipun tidak melihat isi surat
tersebut sedikit banyak dia bisa menduganya.
Dia mengambil keputusan tak akan tidur pada malam nanti, secara diam diam dia akan
mengawasi gerak gerik dari Gak Lam-kun tersebut kemudian menguntilnya secara diam
diam
Akhirnya Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong menginap disebuah rumah perginapan di dekat
pintu kota sebelah selatan. Untuk meng hindari kecurigaan Gak Lam-kun terhadapnya, Ji
Kiu-liong mengajak Gak Lam-kun bermain di kota hampir dua jam lamanya, kemudian
sekembalinya ke rumah penginapan ia lantas naik keranjang dan pura-pura tidur dengan
nyenyaknya.
Tengah malam pun menjelang tiba, suasana di sekitar situ sudah berubah menjadi
hening dan sepi.
Rembulan berada di awang-awang dan memancarkan sinar yang redup, bintang
bertaburan pula diangkasa mengerdipkan sinarnya yang lirih. Suasana disekeliling rumah
penginapan itu sudah diliputi oleh keheningan yang mencekam.
Mendadak dari sudut ruangan rumah penginapan itu berkelebat keluar sesosok
bayangan manusia, dalam sekali lintasan saja bayangan tubuhnya sudah lenyap dari
pandangan.
Kecepatan gerak tubuh orang itu sangat cepat sekali dan boleh dibilang sukar
dilukiskan dengan kata kata, sekalipun dipagi hari juga hanya terasa dilihat sebuah
bayangan hitam belaka.
Tak lama setelah kemunculan bayangan manusia yang pertama tadi, dari dalam kamar
disebelahnya muncul kembali sesosok bayangan manusia yang meluncur ke udara
berjumpalitan beberapa kali dan melayang turun diatas atap rumah.
Dibawah cahaya rembulan tampaklah orang itu bukan lain adalah Gak Lam-kun.
Dengan sorot matanya yang tajam Gak Lam-kun memperhatikan sekejap sekeliling
tempat itu, kemudian dengan kecepatan tinggi bergerak menuju ke timur kota.
Baru saja bayangan tubuh Gak Lam-kun berkelebat lewat, sesosok bayangan putih
kembali muncul diatas atap rumah, kali ini adalah bayangan tubuh dari Ji Kiu-liong.
Ji Kiu-liong menunggu sampai bayangan tubuh dari Gak Lam-kun lenyap dari
pandangan lebih dulu, kemudian baru menggunakan ilmu meringankan tubuhnya
menyusul ke timur kota.
Sementara itu, diam diam Gak Lam-kun sedang berpikir, “Tampaknya si manusia kilat
berbaju hitam itu sudah mengikuti diriku selama banyak hari. Kalau dia tidak mempunyai
dendam sakit hati yang mendalam sekali, kenapa harus menunggu sampai malam hari
baru turun tangan? Dengan kepandaian yang dimilikinya itu, jelas ia bukan sedang
menunggu sampai orang orang datang semua secara komplit. Kalau tidak, dia tentunya
tiada dendam sakit hati denganku, mungkin dia hanya menantang aku untuk berduel saja.
Kalau memang demikian lebih baik aku berusaha untuk menahan diri saja, karena aku

sudah bosan dengan dunia persilatan ini. Bunuh membunuh yang terjadi dalam dunia
persilatan selama ini tak lebih cuma suatu ungkapan angkara murka belaka, akibatnya
dalam dunia persilatan ini hanya akan muncul anak yang yatim piatu, istri yang kehilangan
suami, orang tua yang kehilangan anak serta penderitaan yang tiada habisnya.”
Pikir punya pikir, tanpa terasa dia sudah berada diluar kota.
Sebelah timur kota ini merupakan sebuah tanah pegunungan yang sepi, disana sini
penuh dengan pepohonan pendek dan semak belukar, gundukan tanah berada disana sini
dalam kegelapan suasana disitu benar-benar terasa menyeramkan sekali.
Jilid : 28
GAK LAM-KUN tidak tahu dimanakah letak dari kuburan Liat hu cu tersebut maka dia
bergerak terus menuju ke arah timur.
Kurang lebih seperminum teh kemudian, mendadak dari kejauhan sana Gak Lam-kun
menyaksikan ada sebuah bangunan besar yang mirip pintu benteng berdiri angker
dibawah sinar rembulan.
Dengan beberapa kali lompatan saja pemuda itu segera mendekati bangunan itu.
Kemudian mendongakkan kepalanya…..
Tampak sebuah papan nama dengan tiga huruf besar berwarna hitam terpancang di
atas benteng tadi, tulisan itu berbunyi, “LIAT HU CU”
Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras, dengan cepat sinar matanya dialihkan
untuk memeriksa keadaan disekeliling tempat itu.
Dihelakan pintu kota tersebut merupakan gundukan gundukan tanah yang tidak rata,
batu nisan berdiri bagaikan hutan, gundukan tanah bagaikan bukit, suasana menyeramkan
sekali membuat berdirinya bulu kuduk semua orang.
Gak Lam-kun berdiri beberapa saat lamanya disitu. ketika tidak mendengar sesuatu
apapun, dengan cepat keningnya berkerut.
Pelan-pelan dia berjalan menelusuri tanah perkuburan tersebut…*
Suasana amat sepi dan hening, kecuali hembusan angin malam dan bunyi jengkerik,
tiada suara apapun yang terdengar.
Sungguh luar biasa sekali tanah pekuburan itu, sejauh mata memandang, yang tampak
hanya kuburan melulu…..
Mendadak…..
Gak Lam-kun menyaksikan dari belasan kaki dihadapkannya sana muncul beberapa
sosok bayangan manusia bagaikan bayangan setan.

Bagaimanapun beraninya seseorang, tak urung hatinya terkesiap juga ketika secara
tiba-tiba menyaksikan munculnya belasan sosok bayangan manusia dari balik tanah
perkuburan yang sepi. tentu saja tidak terkecuali dengan Gak Lam-kun.
Setelah terkejut beberapa waktu dan mengamati bayangan manusia itu. pemuda
tersebut lantas berpikir, “Bagus sekali, tepat berdiri dari sepuluh orang, rupanya inilah
yang dinamakan pasukan sepuluh orang dari dunia persilatan”
Sekulum senyuman sinis dan menghina segera tersungging diujung bibir Gak Lam-kun
pelan pelan dia berjalan maju ke depan.
Sepuluh sosok bayangan manusia yang berada di depan itu masih tetap berdiri tak
berkutik ditempat semula, seakan-akan mereka sama sekali tidak melihat kehadiran Gak
Lam-kun tersebut.
Menyaksikan tingkah laku mereka yang sombong dan takabur itu hawa amarah segera
berkobar dalam dada Gak Lam-kun.
Dia lantas mendengus dingin, kemudian berhenti pada lebih kurang tujuh delapan kaki
dihadapannya. Dengusan naga sakti tersebut tentu saja terdengar juga oleh kesepuluh
orang itu, tapi mereka masih tetap berdiri tak berkutik ditempat semula. Sementara wajah
mereka segera dipalingkan kearah pemuda tersebut.
Lama kelamaan habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Dengan suara dingin segera
tegurnya. “Rupanya kalian yang dinamakan pasukan sepuluh huruf dari dunia persilatan?”
Suasana yang menyelimuti sekeliling tempat itu masih tetap hening dan sepi, tak
kedengaran sedikit suarapun
Kecuali angin yang mengibarkan ujung baju mereka, kesepuluh orang itu masih tetap
berdiri tak berkutik ditempat semula, bahkan seakan akan suara napaspun tidak
kedengaran.
Hawa amarah semakin berkobar menyelimuti seluruh wajah Gak Lam-kun bentaknya,
“Apa sebenarnya kalian Bu lim Si ci kun mengundangku datang ketempat ini?”
Baru selesai dia membentak, dari arah depan sana segera terdengar suara tertawa
yang mengerikan sekali.
Dibalik gelak tertawa itu seakan akan penuh mengandung nada mengejek, menghina
dan mencemooh yang sinis sekali.
Akan tetapi, begitu suara tertawa itu berhenti, suasana disekeliling tempat itu kembali
menjadi sepi dan hening tak kedengaran sedikit suarapun, sepuluh orang manusia
tersebut masih berdiri kaku disana bagaikan mayat mayat yang membeku.
“Hee.. hee…hee…” Gak Lam-kun tertawa seram dengan gusarnya, “manusia kilat
berbaju hitam, kalau maksudmu mengundang kehadiranku hanya untuk mempermainkan
diriku saja, perbuatan ini benar benar telah menurunkan derajat kalian semua. Tampaknya
saja kau betul mengecewakan”

Anehnya, kesepuluh orang itu masih tetap berdiri kaku disana seakan akan sama sekali
tidak mendengar perkataan itu.
Habis sudah kesabaran Gak Lam-kun. Ia tak mampu mengendalikan dirinya lagi,
dengan langkah lebar dia berusaha untuk maju ke depan.
Mendadak dari arah belakang terdengar seseorang berkata, “Gak toako, aku lihat
kesepuluh sosok bayangan manusia itu sudah pasti bukan manusia!”
Ketika Gak Lam-kun mendengar perkataan itu dan berpaling, maka tampaknya Ji Kiuliong
entah sedari kapan sudah muncul tujuh kaki dibelakangnya, waktu itu dia sedang
berjalan maju ke depan dengan langkah lebar.
Gak Lam-kun segera mengerutkan dahinya setelah melihat kehadirannya, dengan cepat
dia menegur, “Adik Liong, mengapa kau juga turut datang kemari? “
Ji Kiu-liong tertawa cekikikan. “Dulu, setiap kali Gak toako akan menghadiri keramaian,
kau selalu mengajakku turut serta. Tapi kali ini kau tidak mengundangku turut serta, maka
aku pikir lebih baik aku berangkat sendiri saja. Gak toako tak usah marah, aku rasa
kemungkinan juga ke sepuluh sosok bayangan manusia manusia itu adalah manusia
manusia yang sudah mati lama!”
Sebenarnya Gak Lam kan hendak mengusirnya pulang, akan tetapi setelah
menyaksikan wajahnya yang berseri ia menjadi tak tega. terpaksa sambil menghela napas
katanya. “Darimana kau bisa tahu kalau mereka sudah mati?”
“Kalau tak bisa berbicara berarti orangnya sudah mampus, atau mungkin juga mereka
adalah sukma sukma gentayangan. Kalau tidak tak nanti mereka akan berdiri melulu diatas
tanah pekuburan itu tanpa melakukan sesuatu gerakanpun”
Setelah mendengar perkataan itu Gak Lam-kun baru tahu kalau Ji Kiu-liong yang binal
ini ru-panya sedang bermaksud untuk memanasi hati lawannya sehingga musuh musuh itu
berbicara.
Siapa tahu, sekalipun sudah disindir dan diejek oleh Ji Kiu-liong dengan kata kata yang
tak sedap didengarpun, kesepuluh orang itu masih tetap terdiri tak berkutik ditempai
semula.
Melihat pancingannya tidak menghasilkan apa-apa, Ji Kiu-liong kontan saja mencaci
maki kalang kabut, “Hei. sebenarnya kalian ini bisu atau tuli?”
Mendengar Gak Lam-kun menghela nafas panjang. “Mereka sudah mati semua!”
gumamnya.
Ternyata secara diam-diam Gak Lam-kun telah menghimpun tenaga dalamnya dan
menghantam orang yang berdiri dipaling depan itu, dimana angin pukulannya menyambar
lewat, bayangan manusia yang pertama itu segera roboh kaku keatas tanah.
Ji Kiu-liong juga terkejut sekali setelah menyaksikan kejadian itu. Buru-buru dia
melompat kedepan dan mendorong orang kedua ternyata orang itu pun segera roboh
keatas tanah.

Sekarang dia baru benar-benar amat terkejut, sepasang matanya terbelalak lebar dan
mulutnya melongo. Untuk beberapa saat lamanya ia tak sanggup mengucapkan sepatah
katapun.
Kesepuluh sosok bayangan hitam itu semuanya memakai kain cadar berwarna hitam.
Gak Lam-kun segera maju kedepan dan memeriksa sebab sebab kematian ditubuh
mereka.
Tapi dengan cepat hatinya menjadi amat terkejut, kiranya orang orang itu sudah dilukai
dulu dengan pukulan tenaga dalam yang amat dahsyat. Setelah jalan darahnya dikuasahi,
isi perutnya baru dihancurkan, sebab itu sampai matipun mereka masih tetap berdiri kaku.
Mendadak Ji Kiu-liong menjerit kaget, “Dia adalah Kiu to (tosu setan) Thian yu Cinjin!”
Rupanya Ji Kiu-liong telah melepaskan kain cadar yang menutupi wajah kedua orang
itu. Ternyata yang menjadi korban adalah si Toosu setan Thian yu Cinjin. Kenyataan ini
segera membuat Gak Lam-kun kebingungan setengah mati.
Dengan cepat ia mengebaskan tangannya ke atas kain cadar korban yang pertama itu,
ternyata orang itu bukan lain adalah Thi-kiam kun cu Hoa Kok khi yang amat tersohor
namanya dalam dunia persilatan itu…..
“Siapa yang telah membunuh mereka?” tanya Ji Kiu-liong kemudian dengan perasaan
heran.
“Mungkin si manusia kilat berbaju hitam itu” sahut Gak Lam-kun meski hatinya juga
diliputi rasa bimbang.
“Tapi siapa pula manusia kilat berbaju hitam itu?”
“Entahlah aku sendiri pun tidak tahu”
“Mungkinkah manusia berbaju hitam yang menunggang kuda putih tengah hari
kemarin?”
“Yaa. mungkin saja dia” Gak Lam-kun manggut-manggut, “sebab didunia ini tak
mungkin ada orang kedua yang memiliki kemampuan selihay orang itu”
Peristiwa berdarah yang serba misteri ini cepat membuat Gak Lam-kun menjadi
kebingungan dan tidak habis mengerti. Bersama Ji Kiu-liong ia berdiri termangu sampai
pagi hari. Namun bayangan dari manusia kilat baju hitam tak pernah ditemukan
oooOOOooo
LAM-HAY merupakan suatu tempat yang paling rahasia dan misterius bagi dunia
persilatan didunia ini. ilmu silat aliran Lam-hay boleh dibilang merupakan suatu
kepandaian aliran tersendiri yang sangat lihay dan sama sekali tidak berada dibawah
kepandaian silat dari wilayah See-ih.
Lam-hay bisa menjadi tempat yang paling rahasia dan misteri bagi umat persilatan
karena Lam-hay terbentuk dari kumpulan beberapa buah pulau berkarang yang meliputi
daerah San-cuan, Toa hay dan To sim.

Itulah sebabnya ilmu silat Lam-hay pun turut menjadi rahasia sekali bagi pandangan
orang.
Pulau Si soat to sejak dulu sampai sekarang juga merupakan suatu pulau yang amat
misteri.
Kuil Si sian an dari Lam-hay letaknya diatas, pulau Si soat to sebelah barat.
Para nelayan di sekitar tempat itu menamakan pulau tadi sebagai tempat tinggal para
dewa dan malaikat.
Rupanya pula Si soat to tersebut merupakan sumber dari ilmu silat aliran Lam-hay. Di
atas pulau inilah berdiam para cianpwe kenamaan dan aliran Lam-hay yang telah
mengundurkan diri. Tak heran para nelayan menyebut mereka sebagai para dewa. apa
lagi setelah menyaksikan ilmu meringankan tubuh mereka yang bisa berjalan di atas air.
Itulah sebabnya, tak pernah ada orang luar yang berani mendatangi pulau tersebut.
Sekalipun jago dari dunia persilatan juga jarang sekali ada yang berani melanggar perairan
Lam-hay. Tak heran kalau pulau itu menjadi terpencil dan jarang sekali dikunjungi
manusia.
Malam amat sunyi……..
Ombak menggulung saling berkejar-kejaran, angin berhembus sepoi sepoi…….
Bintang bertaburan diangkasa memantulkan sinarnya yang redup, betul betul suatu
perpaduan yang sangat indah dan syahdu.
Diujung langit sana tiba tiba muncul sebuah sampan yang menembusi gulungan ombak
bergerak maju kedepan.
Di ujung sampan berdiri seorang pemuda berbaju hijau dan seorang bocah berbaju
putih, mereka sedang memandang gulungan ombak disamudra sambil melamun, entah
apa yang sedang dilamunkan…
Ombak menggulung menerjang sampan, tubuh sampai oleng kian kemari dimainkan
riak, dalam perjalanan mereka menuju ke Lam-hay, entah bagaimana hasilnya nanti?
Rejekikah? Bencanakah? Kegirangankah? atau kesedihan?
Tiba tiba Gak Lam kan menghela napas sedih katanya. “Adik Liong pulau Si soat to
sudah berada di depan mata!”
Cepat sekali gerak maju sampan tersebut, dalam sekejap mata pulau laut itu sudah
berada di depan mata, pulau yang berwarna gelap di tengah kegelapan malam itu.
Dari atas pulau, lamat-lamat mereka mendengar suara yang amat memekikkan telinga.
“Gak toako” dengan suara lirih Ji Kiu-liong lantas berbisik, “suara apakah itu? Sungguh
amat merdu sekali?”

Gak Lam-kun juga merasa keheranan, suara itu bagaikan petikan harpa dari Yo Ping,
begitu merdu begitu indah memabukkan, seperti kicauan burung nuri.
“Mungkin suara kicauan burung!” kata Gak Lam-kun kemudian.
“Aaai….! Aku teringat sekarang?” tiba tiba Ji Kiu-liong berseru tertahan, “konon disini
terdapat sejenis burung yang disebut burung Kim si ing suara kicauannya bagaikan
petikan harpa, indah dan menawan hati…. Tapi burung tersebut sudah amat langka,
konon bulunya sangat indah, sungguh tak di sangka pulau Si soat to ini merupakan sarang
dari burung Kim si ing tersebut”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun menjadi terkejut, bercampur keheranan
iapun pernah mendengar cerita tentang burung Kim si ing ini dari gurunya.
“Dalam dunia persilatan terdapat sejenis burung yang disebut Kim si ing. Burung
tersebut pandai sekali melompat, lagipula gerakan lompatannya lndah sekali. Bila manusia
bisa menirukan gerakan burung itu serta memahami gaya silatnya bisa jadi akan tercipta
serangkaian ilmu pedang atau ilmu pukulan yang maha dahsyat. Bila kepandaian tersebut
sampat tercipta, mungkin tiada jurus silat didunia ini yang sanggup menangkan jurus silat
yang tercipta dari gerakan burung Kim-si ing tersebut. Cuma burung jenis itu langka
sekali. Menurut apa yang kuketahui didunia ini cuma ada satu tempat saja yang banyak
terdapat burung Kim si ing tersebut”
Teringat sampai disitu, satu ingatan lantas melintas dalam benak Gak Lam-kun. Dia
sangat berharap cepat-cepat menyaksikan bentuk dari burung Kim si ing tersebut.
Maka ujarnya kemudian. “Adik Liong, mari kita rapatkan sampan di atas pantai dan
cepat-cepat kita saksikan macam apakah burung itu!”
Selesai berkata Gak Lam-kun segera mendayung perahunya kepantai dan melompat
naik ke atas daratan.
Ji Kiu-liong mengikuti dari belakangnya, ia berbisik, “Gak toako. burung itu sudah tidak
terdengar berkicau lagi”
Betul juga, suara kicauan burung yang sangat indah itu sudah tak terdengar lagi.
Suasana disekitar itu menjadi hening sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Diam diam Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian berkata, “Konon burung Kim
si ing tersebut menpunyai sifat yang cerdik. Andaikata ada orang asing yang datang
kemari maka dia segera merasakan akan hal itu dan berhenti bekicau, hal mana membuat
orang tak bisa menduga dimanakah dia berada. Oleh karena itu bukan suatu pekerjaan
yang gampang untuk bisa berjumpa dengan burung tersebut”
Berpikir sampai disini, dia lantas menghela nafas panjang, katanya lirih, “Yaa, rupanya
memang burung Kim si in…”
“Gak toako” kata Ji Kiu-liong “Setelah datang kemari, bila kita tidak menangkap dua
ekor burung Kim si ing, rasanya sia-sia saja perjalanan kita kali ini”
Baru selesai dia berkata, mendadak dari sisi kiri hutan berkumandang suara tertawa
dingin, kemudian terdengar seseorang berkata dengan suara kaku, “Kau anggap burung

Kim-si-ing adalah burung yang bisa ditangkap oleh sembarangan orang? Kalian berdua
datang dari mana? berani benar memasuki daerah terlarang dari Lam-hay kami? Sekarang
aku akan memberi peringatan kepada kalian, cepat tinggalkan pulau Si soat-to ini sebelum
terlambat. Menginigat kalian melanggar baru pertama kalinya, dosa itu kami ampuni. Tapi
kalau masih saja memaksa, maka jangan salahkan kalau kalian akan mati tanpa tempat
kubur disini”
Dengan suara lantang Ji Kiu-liong segera berseru, “Kami datang kemari ingin
menjumpai Lam-hay sinni, harap cici jangan menjadi marah!”
Rupanya orang itu agak tertegun. Agaknya dia tidak manyangka, kalau lawan bisa
mengenali suaranya sebagai suara seorang perempuan.
Setelah termenung sejenak, pelan-pelan dari balik hutan muncul seorang perempuan
berbaju putih. Kalau dilihat dari gerakan tubuhnya yang enteng, bisa diketahui kalau ilmu
meringankan tubuh yang dimilikinya pasti lihay sekali.
Sambil munculkan diri, dia bertanya lagi dengan dingin, “Siapakah kalian?”
Sementara itu perempuan berbaju putih tadi telah tiba dihadapan mereka berdua.
Ternyata orang itu adalah seorang nikou muda belian, dengan sepasang biji matanya
yang jeli diawasinya dua orang itu sekejap, kemudian wajahnya tampak tertegun.
Gak Lam-kun segera merangkap tangannya memberi hormat, kemudian katanya,
“Permisi siau-sutai, aku Gak Lam-kun dari jauh berkunjung ke pulau Si-soat-to di Lam-hay
ini dengan maksud berjumpa dengan Lam-hay sinni locianpwe, harap kau suka membawa
kami untuk menjumpainya”
Nikou baju putih itu menunduk sejenak, kemudian katanya lagi, “Lantas siapa pula
dia?”
“Aku bernama Ji Kiu-liong, Ji Cin-peng adalah kakakku!”
Dengan wajah agak membesi, nikou cilik berbaju putih itu berkata dengan hamba,
“Sayang sekali sucou kami sedang menutup diri, lebih baik datanglah setahun lagi”
“Kalau memang Lam-hay sinni sedang menutup diri tentu saja kami tak akan
menganggu ketenangannya. Kalau begitu tolong bawalah kami untuk berjumpa dengan Ji
Cin-peng”
Paras muka nikou cilik berbaju putih itu segera berubah hebat, katanya dengan dingin,
“Suruh kalian meninggalkah tempat ini. lebih baik cepat pergi dari sini, mau apa banyak
cerewet?”
Gak Lam-kun berusaha keras untuk menahan kobaran hawa amarah didalam hatinya,
lalu sambil tertawa paksa katanya, “Tolong tanya siau suthay, apakah Ji Cin-peng sudah
sampai disini….?”
Nikoh cilik berbaju putih itu segera tertawa dingin. “Hee… hee… hee… Kalian berdua
mengapa begitu tebal mukanya? Apa harus menunggu sampai kuusir kalian dengan
kekerasan?” serunya.

Ji Kiu-liong tertawa dingin pula, sahutnya, “Pokoknya sebelum bertemu dengan enci ku
atau Lam-hay siani, kami bersumpah tak akan pergi meninggalkan tempat ini lagi”
“Bagus sekali, aku lihat kau memang sengaja datang kepulau Si soat to ini untuk
membuat keonaran”
Sembari berkata dia lantas meloloskan pedangnya dari punggung kemudian sambil
maju kedepan selangkah bentaknya, ‘Kalian mau pergi tidak? Kalau tidak akan kusuruh
kalian mampus diujung pedangku!”
Ji Kiu-liong terkekeh-kekeh seram, “hee… hee… hee… Tidak kusangka seorang pertapa
dari Lam-hay juga begini tak tahu adat. Sedikit-sedikit lantas menggunakan pedang untuk
melukai orang!”
Dicemooh berulang kali oleh musuhnya, nikou cilik berbaju putih itu menjadi marah.
Sambil membentak keras, pedangnya segera digetarkan melancarkan sebuah tusukan ke
tubuh Ji Kiu-liong.
Menghadapi tusukan tersebut Ji Kiu-liong tersenyum. Bukan mundur dia malah maju ke
depan. Kemudian sambil membalikkan badan menumbuk ke atas tubuh pedang tersebut.
Gerakan tubuhnya yang aneh dan diluar perhitungan ini kontan saja mengejutkan si
nikoh cilik berbaju putih yang sama sekali tak berpengalaman itu.
Buru-buru dia menarik kembali pedangnya sambil mundur ke belakang, lalu bentaknya
keras-keras. “Kau benar-benar sudah bosan hidup?”
Ji Kiu-liong tertawa. “Aku ingin tahu hatimu sebenarnya kejam atau tidak. Setelah
dicoba maka baru kuketahui bahwa kau adalah seorang gadis suci yang berhati welas
kasih. Aku rasa lebih baik lemparkan saja pedangmu ke tanah, kemudian menghantar
kami menuju ke kuil Si soat to! “
Sembari berkata, Ji Kiu-liong maju kembali ke depan. Pergelangan tangan kanannya
digetarkan dan segera mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan kanan si Nikou
cilik berbaju putih yang memegang pedang itu.
Sementara nikou cilik berbaju putih itu masih berdiri dengan wajah merah padam
karena jengah, jari tangan Ji Kiu-liong telah menempel di atas urat nadinya.
Urat nadi merupakan jalan darah penting bagi manusia. Begitu kena dicengkeram maka
seluruh badannya akan menjadi lemas tak bertenaga, sekalipun seseorang berilmu sangat
lihay tak akan mampu berkutik lagi.
Rupanya nikou cilik berbaju putih itu tahu lihay, buru-buru dia membuang pedangnya
dan cepat-cepat melompat mundur ke belakang.
Dengan cepat Ji Kiu-liong menggerakkan tangan kanannya untuk menyambar
pedangnya yang terjatuh itu, kemudian sambil tertawa dingin ejeknya lagi, “Terima kasih
atas pemberian pedangmu itu, sayang J i Kiu-liong tak berani menerimanya.”
Seraya berkata, dia melemparkan kembali pedang itu ke depan.

Serentetan cahaya putih yang menyilaukan mata segera meluncur ke tubuh nikou cilik
berbaju putih itu dengan kecepatan luar biasa, terasa desingan angin tajam menderuderu.
Tampak nikou cilik berbaju putih itu segera berjongkok ke tanah, tangan kirinya dibalik
seraya menyambar. Pedang yang sedang meluncur tiba dengan kecepatan tinggi itu tahutahu
sudah tersambar kembali olehnya.
Gerakan tubuhnya disaat menyambut kembali pedangnya ini dilakukan tanpa gugup
barang sedikitpun juga. Lagipula gerakannya manis dan indah, mau tak mau Gak Lam-kun
dan Ji Kiu-liong harus mengagumi juga atas kelihayannya.
Setelah menyambut pedangnya, nikou cilik berbaju putih itu tidak mengucapkan
sepatah kata-pun. Pergelangan tangannya diputar, pedangnya segera membentuk
beberapa kuntum bunga pedang yang secepat kilat segera mengurung seluruh badan Ji
Kiu-liong.
Serangan pedangnya sangat aneh dan sakti, kali ini Ji Kiu-liong kena didesak sampai
mundur sejauh tiga langkah.
Agaknya nikou cilik itu sudah dibikin marah. Pedangnya diputar sedemikin rupa hingga
menciptakan lapisan hawa serangan yang amat dahsyat.
“Sreet, sreet, sreet…..”
Secara beruntun dia lepaskan tiga buah bacokan berantai yang semuanya di sertai
dengan hawa pedang yang tajam dan luar biaaa hebatnya.
Ji Kiu-liong tak sempat mengeluarkan jurus untuk menghadapi ancaman tersebut, maka
secara beruntun pula ia terdesak mundur berulang kali.
Nikou cilik berbaju putih itu membentak keras. Pedangnya dengan gaya Pek hok tian ci
(bangau Putih mementang sayap) menusuk tiba dari arah samping. sungguh cepat
gerakan tubuhnya, hanya tampak sambaran berkelebat, tahu tahu sudah lenyap dari
pandangan mata.
Ji Ki liong marah sekali. Dengan wajah memerah dan mata melotot besar ia membentak
keras. Tubuhnya bagaikan sukma gentayangan menerobos ke muka. Kemudian telapak
tangan kanannya buru-buru diayunkan ketubuh lawan.
“Criiing….!” Pedang ditangan nikou cilik itu terhajar telak oleh serangan Ji Kiu-liong
sehingga rontok dan jatuh ke atas tanah.
Meski senjatanya rontok, nikou cilik itu tidak berdiam diri belaka. Dengan cepat dia
membalikkan badan sambil melancarkan serangan balasan. Telapak tangan kirinya segera
didorong menuju ke arah luar lingkaran.
Ji Kiu-liong tertawa dingin, kaki kirinya mundur setengah langkah, tubuhnya turut pula
miring kesamping. Dengan kelima jari tangan yang dipentangkan saperti kaitan, ia
cengkeram jalan darah penting pada urat nadi pergelangan tangan kiri lawan.

Belum sempat Ji Kiu-liong mengerahkan tenaga dalamnva untuk mencengkeram urat
nadi lawan, nikou cilik berbaju putih itu sudah mengebas tangan kirinya keras-keras.
Ji Kiu-liong segera merasakan tangan nikou cilik itu licin seperti ikan belut, hanya dalam
satu kebasan saja tahu-tahu sudah terlepas dari cengkeraman.
Bersamaan waktunya dengan terlepasnya urat nadi pada pergelangan tangan si nikou
cilik dari ancaman ujung jari Ji Kiu-liong, dengan cepat nikou ini melancarkan serangan
balasan. Tangannya dibalik lantas mencengkeram tahu-tahu jari tangannya yang lentik itu
sudah mencengkeram urat nadi Ji Kiu-liong!
Tindakan yang sami sekali di luar dugaan ini amat mengejutkan Ji Kiu-liong. Ia tak
mengira kalau jarus serangannya begitu aneh, licin dan lihay.
Pemuda itu segera sadir, seandainya ia tidak mengeluarkan jurus tangguh untuk
memecahkan ancaman itu, niscaya sulit baginya untuk meloloskan diri dari cengkeraman
lawan.
Satu ingatan segera terlintas dalam benaknya, mendadak lutut kirinya menumbuk ke
muka.
Gak Lam-kun terperanjat sekali ketika menyaksikan kejadian itu. Dia mengira Ji Kiuliong
bermaksud menghajar bagian tubuh “terlarang” dari nikou cilik itu dengan lutut
kirinya, buru-buru hardiknya,
Adik Liong, jangka kau lancarkan serangan keji!”
“Aduuuh….” jerit kesakitan berkumandang memecahkan keheningan, tahu-tahu perut
nikou cilik berbaju putih itu sudah kena didengkul sehingga badannya terbungkuk bungkuk
dan akhirnya duduk berjongkok di atas tanah, saking kesakitan.
Pada saat itulah, mendadak dari sisi arena berhembus datang segulung angin serangan
tajam yang langsung menyambar ke arah tubuh Ji Kiu-liong….
Waktu itu Gak Lam-kun sudah tiba disamping Ji Kiu-liong. Melihat kejadian itu tangan
kirinya segera d balik kemudian segulung angin pukulan yang sangat kuat meluncur
kedepan menyongsong datangnya ancaman tersebut.
“Blaam…!”
Ketika dua gulung tenaga pukulan itu saling bertemu satu dengan lainnya. Gak Lamkun
segera merasakan pergelangan tangan kirinya bergetar keras.
Dengan perasaan terkejut pemuda itu segera mendongakkan kepalanya, maka
tampaklah kurang lebih tiga kaki dldepan sana berdiri seorang nikou setengah umur
berbaju putih yang sedang berdiri disitu dengan wajah penuh kegusaran
Sepasang matanya yang amat tajam itu dengan cepat memandang sekejap kearah Gak
Lam-kun, kemudian sambil mendengus dingin tegurnya, “Besar amat nyalimu, begitu
berani men-datangi pulau Si soat to dan melukai anggota perguruan kami, sebutkan siapa
nama kalian!”

Dengan senyuman terpaksa buru-buru Gak Lam-kun menjawab, “Li suhu, harap jangan
salah paham. Aku Gak Lam-kun datang karena ada sesuatu urusan yang penting hendak
dibicarakan dengan Lam-hay Sinni serta Ji Cin-peng”
Mendengar perkataan itu si nikou setengah umur itu segera berkerut kening. Lalu
katanya dengan dingin, “Oooh…. rupanya kaulah yang bernama Gak Lam-kun, si manusia
latah yang tak pernah memandang sebelah mata kepada orang lain. Selamat berjumpa,
selamat berjumpa. Hari ini ingin kucoba kelihayan ilmu silatmu”
Mimpipun Gak Lam-kun tidak mengira kalau semua anggota pulau Si soat to begini tak
tahu aturan, tapi dia masih berusaha keras untuk mengendalikan hawa amarahnya,
dengan hambar ia berkata, “Buat apa kita musti main kekerasan. Apa gunanya menambah
kesalah pahaman di antara kita?”
“Jika kau enggan untuk turun tangan, lebih baik sekarang juga mengundurkan diri dari
pulau ini!” seru si nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin salju.
“Kalau ingin turun tangan beradu kepandaian tentu boleh saja, tapi jangan sampai
saling bermusuhan”.
Nikou setengah umur itu segera tertawa dingin, katanya, “Sejak dulu hingga sekarang,
di atas pulau Si soat to berlaku satu peraturan, yakni barang siapa berani memasuki pulau
ini maka dia harus menerobosi barisan Leng hun kiam tin (ilmu barisan sukma terkurung)
suatu kepandaian hebat dari Lam-hay atau segera angkat kaki meninggalkan palau ini.
Cuma sebelum itu aku hendak memberitahukan diri mu dulu, Leng hun kiam tin dari partai
Lam-hay belum pernah ditembusi oleh satu orang saja semenjak diciptakan dulu. Bila kau
masih menyayangi jiwamu, kuanjurkan lebih baik depat cepatlah berpaling dan
mengundurkan diri dari sini sebelum terlambat”’
Gak Lam-kun segera tertawa, “Setelah tiba di atas pulau Si soat to ini, berarti aku harus
berjumpa dulu dengan Ji Cin peng dan Lam-hay sinni. Sebelum hal ini bisa kupenuhi, tak
nanti aku bakal mengundurkan diri dari atas pulau Si soat to!”
“Jadi kalau begitu, kau bersikeras hendak menjajal kelihayan dari ilmu barisan Leng hun
kiam tin?” tukas nikou setengah umur itu dengan wajah sedingin es.
Wajah Gak Lam-kun sendiripun berubah menjadi amat serius dan bersungguh-sungguh,
katanya, “Seandainya aku beruntung dapat berhasil menerobosi ilmu barisan Leng hun
kiam tin tersebut, apakah kau sanggup mengajakku untuk berjumpa dengan Ji Cin peng?”
Menghadapi pertanyaan tersebut. nikou setengah umur itu menjadi tertegun lalu
sahutnya dingin, “Apakah Ji Cin peng berada di atas pulau ini atau tidak, hidup atau mati?
Saat ini aku sama sekali tidak tahu”
Mendengar perkataan itu paras muka Gak Lam-kun segera berubah hebat, serunya
agak tergagap. “Kalau begitu dia sudah mati?”
‘Meadadak Ji Kiu-liong tak sanggup mengendalikan perasaan hatinya lagi, dia menangis
tersedu-sedu. Teriaknya. “Oooh…cici kenapa kau begitu bodoh…?. Benarkah kau telah
pergi meninggalkan kami? Tegakah kau meninggalkan adikmu hidup sebatang kara…..?”

Dalam keadaan begini, sekuat tenaga Gak Lam-kun berusaha keras untuk
mengendalikan perasaan hatinya yang sangat kalut, dia berkata. “Sutay, tolong
merepotkan dirimu untuk memberi kabar kepada Lam-hay sinni bahwa aku Gak Lam-kun
datang untuk menjumpai anakku, dapatkah kau membantu kami?”
“Eeeh kenapa sih kau musti mendesak terus? Aku toh sudah bilang sedari tadi, suhuku
sedang menutup diri. Sekarang dia sudah tidak mau mencampuri urasan keduniawian lagi”
Mendadak Gak Lam-kun mengerutkan dahinya, kemudian tertawa dingin tiada
hentinya, “Hee… hee… hee… Aku Gak Lam-kun sudah merengek dan memohon dengan
segala kerendahan hati, tapi kenyataannya kalian pendeta yang katanya berbelas kasihan
kepada orang sama sekali tidak tergerak hatinya. Baiklah! Jika kau bersikeras menyuruhku
turun tangan, maka bila sampai terjadi apa apa, jangan kau salahkan kepada diriku lagi”
Agak terkesiap juga si nikou setengah umur itu setelah menyaksikan hawa
pembunuhan yang menyelimuti seluruh wajah si anak muda itu, diam-diam pikirnya, “Tak
heran kalau orang ini begitu dahsyat dan hebatnya sehingga bisa menggetarkan seluruh
kolong langit”
Sementara itu pelan-pelan Gak Lam-kun sudah maju menghampiri si nikou setengah
umur sehabis mengucapkan kata-katanya itu. Sementara sepasang matanya yang tajam
mengawasi terus wajahnya tanpa berkedip.
Dipandang oleh sorot mata yang begitu menggidikkan hati, nikou setengah umur itu
merasa hatinya semakin bergidik sehingga tanpa terasa mundur selangkah kebelakang,
tangan kanannya segera diayunkan.
“Criiing!” diiringi suara dentingan nyaring, tahu-tahu dia sudah menyiapkan sebilah
pedang yang berhawa dingin.
Gak Lam-kun segera merasakan pula berhembus keluarnya segulung hawa dingin
menusuk tulang yang mengerikan sekali dari balik pedangnya itu. Tanpa terasa ia menjadi
tertegun, dia tak tahu terbuat dari bahan apakah pedang tersebut. Andaikata bukan terdiri
dari bahan yang istimewa, hal ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang dimilikinya pasti
jauh melebihinya.
Haruslah diketahui, jika seseorang bisa menyalurkan hawa murninya hingga mencapai
ujung pedang dan mengirimkan aliran hawa dingin yang menusuk tulang, itu berarti
tenaga dalam yang dimilikinya pasti lihay sekali dan sudah mencapai puncak
kesempurnaan.
Gak Lam-kun merasa tenaga dalamnya belum sanggup mencapai taraf sedemikian
lihaynya. Maka dia lantas mengambil keputusan seandainya, hawa dingin diujung pedang
lawan itu tercipta karena aliran hawa murni maka itu semua menandakan kalau tenaga
dalamnya masih kalah setingkat di bandingkan lawannya.
Berpikir sampai disitu, pelan-pelan Gak Lam-kun bergerak maju kedepan. Tapi setiap
inci ia mendesak maju kedepan, hawa dingin yang terpancar kaluar dari ujang pedang
lawan makin lama terasa semakin dingin, sehingga membuat orang merasakan dirinya
seakan-akan berada di dalam sebuati gedung salju yang dingin sekali.

Seandainya Gak Lam-kun tidak memiliki tenaga dalam yang sempurna, diapun sulit
untuk menahan dinginnya hawa pedang tersebut.
Dalam pada itu, Ji Kiu-liong serta nikou cilik berbaju putih itu sudah mengundurkan diri
sejauh sepuluh kaki lebih dari tempat semula.
Gak Lam-kun tertawa dingin dengan seramnya, tangan kanannya segera dia ayunkan
kedepan melancarkan sebuah pukulan berhawa dingin ke tubuh nikon setengah umur itu,
kemudian serunya ketus. “Ingin kulihat kulihat hawa pukulan siapa yang jauh lebih
dingin!”
Mendadak Nikou setengah umur itu merasakan hawa dingin yang dipancarkan olehnya
kena didesak balik sehingga berbalik menekan ke tubuhnya. Belum lagi hawa pukulannya
menyambar lewat, segulung aliran hawa yang dingin menusuk tulang dan cukup
membekukan peredaran darah telah menyelimuti sekujur tubuhnya….
Dengan perasaan terperanjat, buru-buru dia mengundurkan diri enam depa ke
belakang.
Gak Lam-kun tertawa terbahak bahak, bagaikan sukma gentayangan dia melintas
kedepan dan menerjang tiga jengkal dihadapan nikou setengah umur itu.
Dengan kening berkerut nikou setengah umur itu menarik pedang ditangan kanannya
ke belakang, setelah itu secara aneh dan diluar dugaan ujung pedangnya kembali
menusuk ketubuh Gak Lam-kun.
Mimpipun Gak Lam-kun tidak menyangka kalau perubahan jurus serangan lawan bisa
berubah sedemikian cepatnya. Segulung aliran hawa dingin yang menyengat badan
secepat petir menerjang tiba.
Dalam gugupnya dia melompat ke sebelah kiri, kemudian dengan kaki kanannya
menutul pedang si nikou.
Berkelit sambil melancarkan serangan balasan. Kedua macam gerakan itu dilakukan
hanya berselisih waktu sedikit sekali, sehingga seakan-akan dilakukan pada saat yang
bersamaan.
Mimpipun nikou setengah umur itu tidak menyangka kalau Gak Lam-kun bakal
melakukan sebuah tandangan dengan gaya serangan demikian anehnya.
Padahal serangan sudah terlanjur dilancarkan, untuk membuyarkan serangan sambil
mundur jelas sudah tak sempat. Terpaksa sambil mendengus dingin dia putar pedangnya
melindungi badan kemudian dibacokkan kebawah.
Dalam anggapannya andaikata Gak Lam-kun tidak segera menarik kembali
tendangannya itu, niscaya sepasang kaki lawan akan terpapas kutung oleh ayunan
senjatanya……
Sayang sekali dia sudah lupa manilai kekuatan tenaga dalam yang dimiliki si anak muda
itu.

Jangan dilihat tendangan dari Gak Lam-kun itu seperti amat sederhana dan tiada
sesuatu yang aneh, padahal sesungguhnya memiliki tenaga pukulan yang luar biasa
dahsyatnya.
Dikala Nikou setengah umur itu mengayunkan pedangnya untuk membacok ke bawah,
dengan cepat ia merasakan hawa serangan yang dikerahkan olehnya itu terpantul balik
oleh dororgan segulung tenaga pantulan yang amat dahsyat sehingga mengakibatkan
pergelangan tangannya mejadi kaku dan kesemutan.
“Criing… criing…..criiing!”
Serentetan suara gemerincing bergema memecahkan keheningan. Termakan oleh
gencetan dua gulung tenaga serangan yang maha dahsyat itu mendadak pedangnya
tergetar putus menjadi berapa bagian.
Nikou setengah umur menjadi terkejut sekali, buru-buru dia membalikkan badan dan
melompat muudur sejauh satu kaki lebih dari tempat semula.
Dengan sikap yang santai tapi gagah perkasa Gak Lam-kun berdiri tegak di tempat.
Setelah menjura katanya: ‘“Maaf. maaf, pertandingan ilmu kita diakhiri sampai di sini
saja!”
Sebenarnya nikou setengah umur itu sedang berdiri dengan wajah kaget bercampur
terkesiap, akan tetapi setelah mendengar perkataan itu. Dengan wajah penuh diliputi
hawa amarah, ia melotot sekejap ke arah Gak Lam-kun, setelah itu baru menghela napas
panjang. “Kau sudah berhasil menembusi penjagaanku” demikian ia berkata, “maka
silahkan melanjutkan perjalananmu akan kumohon petunjukmu lagi dalam barisan Leng
hun kiam tin nanti”
Selesai berkata, ia lantas membalikkan badan dan segera berlalu dari situ.
“Sutay, harap tunggu sebentar!” Gak Lam-kun segera berteriak dengan suara keras.
Langkah tubuh si nikou setengah umur itu sangat enteng dan lagi cepat sekali, dalam
aekejap mata tubuhnya sudah berada belasan kaki jauhnya dari tempat semula, ketika
mendengar teriakan itu dia berhenti sebentar sambil katanya, “Masalah yang menyangkut
soal Ji Cin-peng tentu akan diterangkan sendiri oleh suhuku bila kau berhasil menembusi
barisan Leng hun kiam tin nanti”.
Seusai berkata, dia melanjutkan kembali perjalanannya menuju dalam hutan sana.
Si Nikou cilik berbaju putih itu memandang sekejap kearah Gak Lam-kun, kemudian
dengan perasaan iba bercampur kasihan, bisiknya dengan lirih, “Ji susiok serta bayi
lelakinya sudah tidak berada di atas pulau ini lagi…..”
Tidak menunggu sampai nikou tersebut menyelesaikan kata katanya, dengan cepat Gak
Lam-kun bertanya, “Dimana dia? Dapatkah kau beritahukan kepadaku?”
Nikou kecil berbaju putih itu menghela napas panjang, sahutnya. “Aku juga tidak tahu.
Sejak Ji susiok pulang kemari sebulan berselang, aku hanya pernah berjumpa satu kali,
sampai bulan ini bahkan bayi lelaki itupun sudah tidak kulihat. Aku rasa kau musti
menjumpai sucou ku lebih dulu baru bisa mengetahui duduknya persoalan ini. Cuma sucou

sedang menutup diri sekarang. Satu-satunya cara yang bisa melanggar kebiasaannya tidak
menerima tamu, dikala sedang menutup diri adalah menembus dulu barisan Leng hung
kiam tin!”
“Seandainya aku berhasil menembusi barisan Leng hun kiam tin, betulkah aku bisa
ketemu dengan Lam-hay sinni?”
“Menurut apa yang kuketahui, pada dua puluhah tahun berselang, dikala sucouku
sedang menutup diri pula, mendadak datang seorang lelaki yang bersikeras ingin
berjumpa dengan sucou. Semua susiok dan supek yang berada dalam kuil tak seorangpun
yang mampu menandingi kelihayannya. Kemudian kami juga mempersiapkan barisan Leng
hun kiam tin, tapi toh akhirnya barisan tersebut kena ditembusi juga, terpaksa sucou harus
membatalkan pertapaannya dan keluar dan gua untuk menjampai lelaki tersebut….”
“Siapakah lelaki itu?”
“Konon dia adalah Tok liong cuncu Yo Long yang namanya amat tersohor dalam dunia
persilatan itu”
Mendengar perkataan itu, Gak Lam-kun segera merasakan darah panas yang mengalir
di dalam tubuhnya bagaikan mendidih saja, mencorong sinar tajam dari balik matanya.
Apalagi terbayang bagaimana gurunya dimaia lalu berhasil menembusi barisan Leng hun
kiam tin. Bagaimanapun juga ia merasa berkewajiban untuk mempertahankan prestasi
yang pernah diperoleh orang tua itu.
Kembali terdengar nikou kecil berbaju putih itu berkata. “Selama banyak tahun
belakangan ini, berkat petunjuk dan pengawasan sucou yang seksama dan bersungguhsungguh,
ilmu barisan Leng hun kiam tin kami telah peroleh kemajuan yang amat hebat,
ditambah lagi ilmu silat yang dimiliki supek sekalian telah memperoleh kemajuan yang
berlipat kali lebih hebat, aku kuatir meski ilmu silat yang kau miliki sangat bebat, tapi…….”
Gak Lam-kun tersenyum. “Terima kasih banyak atas petunjukmu, tapi aku bersikeras
akan mencoba sampai dimanakah kehebatan dari ilmu pedang Leng hun kiam tin itu. Kau
toh juga mengerti bahwa bocah itu adalah putraku. Begaimanapun juga mustahil aku
harus pulang dari sini dengan tangan kosong”
“Kalau begitu kuucapkan saja semoga kau sukses selalu, silahkan mengikuti
dibelakangku”
Begitulah dengan dipimpin oleh nikou cilik berbaju putih yang berjalan di depan,
mereka menembusi sebuah bukit. Melalui dua butah lembah bukit dan akhirnya sampailah
ditepi sebuah telaga yang sangat indah sekali. Sebuah bangunan kuil nikou yang
mentereng dan kokoh berdiri dengan angkernya disitu.
Itulah kuil Si tien an yang amat tersohor namanya didalam dunia persilatan, empat
penjuru sekeliling situ penuh ditumbuhii pohon siong. Pohon liu melambai disana sini,
pemandangan alam disekeliling tempat itu sungguh indah menawan.
Waktu itu malam sudah menjelang, tapi suasasa di dalam Kuil Si sian an amat terang
benderang bermandikan cahaya. Anehnya tak nampak seorang manusiapun yang
menyambut kedatangan mereka, suasana di sekeliling tempat itu sunyi senyap.

Nikoh berbaju putih itu mengajak Gak Lam-kun dan Ji Kiu-liong masuki ke dalam
ruangan kuil. Sudah dua buah halaman yang mereka tembusi. akan tetapi tak sesosok
bayangan manusia pun yang kelihatan.
Angin sejuk berhembus sepoi-sepoi, bau harumnya bunga berhembus memenuhi
seluruh ruangan.
Disekeliling halaman kuil penuh tumbuh beraneka macam bunga yang harum baunya.
Suasana yang begitu nyaman dan tenteram itu memberi kesan seakan-akan mereka
sedang berada dalam sorga loka belaka.
Setelah melewati sederet dinding pekarangan yang tinggi, sampailah mereka dalam
sebuah halaman yang luas sekali. Ditengah halaman telah berdiri sembilan orang nikou
setengah umur yang berbaju warna putih bersih..
Halaman itu didirikan dengan menempel di atas dinding bukit sebuah lorong bertingkat
tujuh berdiri dengan angkernya disitu. Di atas pintu gerbang terpancang sebuah lentera
yang memancarkan cahaya terang dan menyoroti tulisan ‘Cing siu kek” di atas pintu itu.
Gak Lam-kun merasa amat terkejut, diam diam pikirnya dengan perasaan was-was.
“Mungkin didalam bangunan loteng inilah lam Bay sinni menutup dirinya untuk bertapa”
Sementara dia masih berpikir sampai disitu, nikou cilik berbaju putih itu sudah maju
lebih dulu dengan langkah lebar, Kemudian kepada seorang nikou tua yang membawa
senjata hud-tim dia melapor. “Toa supek, Gak sicu telah datang!”
Nikou tua itu manggut-manggut katanya dengan suara yang sangat lembut dia halus,
“Ciu beng, disini sudah tiada urusanmu lagi. Kau boleh segera mengundurkan diri untuk
beristirahat”
“Baik!” sahut Ciu beng, si nikou cilik ini. Setelah memberi hormat, dia lantas
membalikkan badan dan berlalu dari situ.
Pelan-pelan Gak Lam-kun mengalihkan sinar matanya dan memperhatikan kesembilan
orang nikou yang berada dihadapkannya, Tampak raut wajah nikou nikou itu rata rata
segar dan bersinar mata amat tajam sudah pasti mereka adalah jago jago lihay yang
memiliki tenaga dalam amat sempurna, terutama sekali nikou tua itu. Sepasang matanya
tajam bagaikan sembilu dan cukup membuat Gak Lam-kun merasakan hatinya amat tak
enak.
Dengan suara yang lembut, kembali nikou tua itu bertanya, “Kaukah yang bernama Gak
Lam-kun?”
Gak Lam-kun manggut manggut, “Benar, harap losutay memberi maaf…”
“Sebelum membicarakan segala sesuatunya lebih baik terjanglah dulu barisan Leng hun
kiam tin ini” tukas nikou tua itu cepat
Gak Lam-kun tidak menyangka kalau mereka akan memaksanya terus untuk bertarung,
padahal dibalik kesemuanya itu mempunyai alasan lain, sudah barang tentu Gak Lam-kun
tidak tahu akan rahasia itu.

Dia hanya merasa bahwa tindak tanduk orang-orang aliran Lam-hay terlalu kaku dan
tidak memberi muka kepada orang lain.
Sesudah berada dalam keadaan seperti ini, Gak Lam-kun sendiripun tak mau
memperlihatkan kelemahan lagi, dengan dingin dia lantas berkata. “Kalau begitu, bersiap
siaplah barisanmu!”
Dalam waktu singkat, kesembilan orang nikou itu sudah bergerak maju ke muka dan
mengurung Gak Lam-kun serta Ji Kiu liong ditengah kepungan serentak mereka
meloloskan pedangnya yang tersoren di belakang punggung…….
Anehnya, setiap bilah pedang tersebut semuanya memancarkan cahaya berkilauan dan
bentuknya putih bersih bercahaya. Bukan di buat dari emas, juga bukan dari baja. Tapi
seperti terbuat dari bongkohan es yang telah membeku.
Begitu kesembilan bilah pedang tersebut diloloskan bersama, hawa dingin segera
memancar ke empat penjuru.
Ji Kiu-liong yang memiliki tenaga dalam agak cetek segera merasakan hawa dingin
yang menusuk badan, tiba-tiba sekujur tubuhnya menggigil keras bagaikan terjebur ke
dalam gudang salju saja. Saking kedinginannya badannya sampai menggigil keras dan
sepasang giginya saling bergemerutakan.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera berkerut kening, mendadak dia
mengayunkan tangannya dan secepat kilat melancarkan sebuah totokan ke atas tengkuk Ji
Kiu liong.
Begitu Ji Ku liong kena tertotok badannya, bagaikan mendapat aliran listrik
bertegangan tinggi saja, sekujur badannya kontan saja terasa kaku dan kesemutan, tapi
sesaat kemudian ia merasakan adanya segulung hawa panas yang menyengat badan
muncul dari dalam pusarnya dan mengalir keseluruh badannya, detak jantung menjadi
lebih keras dan peredaran darahnya juga mengalir semakin cepat.
Keadaan tersebut ibaratnya seorang yang berlarian kencang dalam udara yang sangat
dingin semakin udara diluar dingin membekukan badan, tapi aliran darah dalam tubuhnya
panas bagaikan mendidih. seketika itu juga semua hawa dingin yang mencekam tubuhnya
tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Perlu diterangkan disini, setiap orang memiliki tenaga dalam tingkat tinggi, selain bisa
menotok jalan darah orang untuk membunuhnya, diapun bisa menggunakan totokan jalan
darah untuk mengobati orang atau menembusi nadi penting si sakit, malahan bisa juga
membantu peredaran darah orang yang tersumbat. Kegunaannya beraneka ragam dan
luar biasa daya kekuatannya..
Setelah menyaksikan demontrasi yang dilalukan oleh Gak Lam-kun itu, diam-diam nikou
tua itu mempunyai perhitungan di dalam hati kecilnya. Ia sadar bahwa pemuda yang
dihadapannya itu adalah seorang jago tangguh yang belum pernah dijumpai dalam dua
puluh tahun terakhir ini.
Gak Lam-kun sendiripun merasa terperanjat sekali setelah menyaksikan kesembilan
bilah pedang yang memancarkan cahaya berkiilauan itu, sehingga meski berada dibawah
serangan hawa dingin yang menyengat badan, ia lama sekali tidak merasa gentar.

Mendadak ke sembilan orang nikou itu mulai menggerakkan barisannya. Sembilan bilah
pedang secara bersambung sambungan digetarkan menciptakan selapis jaring cahaya
yang berkilauan dimana-mana pelan-pelan menjerat kedua orarg itu.
“Adik Liong!” Gak Lam-kun segera berbisik, “duduk saja disini dengan tenang sambil
menonton aku bertarung, jangan sembarangan bergerak mengerti?”
Setelah berbicara sampai disitu, dari sakunya Gak Lam-kun segera mengeluarkan
sepasang senjata tunggalnya yakni Tok liong ci jiu (cakar sakti naga beracun) dan cepat
cepat dikenakan di atas tangannya.
Hawa dingin yang seram dan kaku dengan cepat menyelimuti wajah ke sembilan orang
nikou tersebut setelah mereka saksikan senjata itu, sebab pada dua puluh tahun berselang
ditempat yang sama mereka bersembilan telah dikalahkan juga oleh Yo Long dengan
senjata Tok liong ci jiu tersebut.
Gak Lam-kun tidak banyak berbicara lagi, tangan kanannya segera diayunkan ke depan
dan didorong kemuka dengan jurus Lip hua hong kou (membuat garis lekukan dengan
tenaga).
“Triiing, traaan, triiing, traaang….!”
Terdengar suara gcmerincing yang sangat ramai bergema memecahkan keheningan.
Empat bilah pedang yang berada dibarisan depan tahu-tahu sudah membacok semua di
atas cakar sakti sebelah kanan itu.
Di dalam melancarkan serangan cakar sakti itu Gak Lam-kun telah sertakan tenaga
serangan yang maha dahsyat. Betapa terkejutnya dia setelah menyaksikan serangan
tersebut berhasil dibendung oleh keempat orang nikou tersebut tanpa mengeluarkan
tenaga yang terlalu banyak.
Sementara dia masih termenung empat bilah pedang yang berada dibarisan belakang
telah menusuk tiba bersamaan waktunya, kemudian secara tiba tiba memisahkan diri.
Deoan belakang kiri kanan empat bilah menyerang bersama-sama. Selain jurus
serangannya aneh, juga cepat dan gesitnya bukan kepalang.
Gak Lam-kun segera berkelit ke samping, cakar ditangan kirinya digetarkan keraskeras.
Setelah menghindarkan diri dari tusukan yang datang dari belakang, dia
menggetarkan pula tusukan pedang yang datang dari depan, tapi pedang yang datang
dari kiri dan kanan telah menusuk tiba pula dengan kecepatan luar biasa.
Mendadak ia menyaksikan ke empat orang nikou itu melompat maju bersama ke depan,
Gak Lam-kun segera membentak keras, cakar dan telapak tangan dipergunakan
bersama, gulungan tenaga pukulan yang sangat dahsyat bagaikan amukan ombak
disamudra langsung meluncur ke muka dengan hebatnya.
Haruslah diketahui, tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah mencapai puncak
kesempurnaan. Setiap saat kulit badannya bisa berubah bentuk menurut kehendak
hatinya.

Baru saja sepasang pedang nikao yang ada di sebelah kiri dan kanan itu menempel di
atas bajunya, mendadak ujung pedang itu tergelincir ke samping, sementara sepasang
lengannya mendadak menekuk dan memanjang beberapa inci dari biasanya.
Sepasang telapak tangan dan cakar Gak Lam-kun, dengan membawa deruan angin
serangan yang sanggup menghancurkan batu cadas dengan cepat menerjang ketubuh
lawan. Dalam waktu singkat dari posisi bertahan ia merubah posisinya menjadi penyerang.
Gak Lam-kun sama sekali tidak menyangka kalau ilmu meringankan tubuh aliran Lamhay
sesungguhnya demikian sempurnanya. Baru saja serangan dilancarkan, tahu-tahu
kesembilan orang nikou itu sudah menyebarkan diri keempat penjuru.
Seperti capung menyambar air atau kupu-kupu terbang diantara aneka bunga mereka
menyusup kesana kemari, sebentar memisahkan diri sebentar berkumpul kembali.
Semuanya dilakukan dengan enteng, sakti dan luar biasa.
Secara beruntun, Gak Lam-kun telah melancarkan beberapa jurus serangan tangguh
tapi tak sebuahpun yang berhasil mengenai sasarannya. Ia merasa gerakan tubuh mereka
jarang sekali dijumpai dalam dania persilatan.
Padahal, darimana ia bisa tahu kalau gerakan tubuh mereka itu diciptakan berdasarkan
gerakan tubuh dari Kim si ing yang langka dalam dunia ini?
Tanpa disadari kesembilan orang nikou itu sudah menciptakan ilmu barisan yang sangat
tangguh untuk mengepung Gak Lam-kun di tengah arena.
Gerakan tubuh ke sembilan orang nikou itu semuanya enteng dan melompat kesana
kemari tidak menentu. Dimana ujung pedangnya menyambar lewat, yang menjadi sasaran
adalah jalan darah mematikan ditubuh lawan.
Padahal waktu itu Gak Lam-kun harus menutup semua jalan darah pentingnya untuk
membendung aliran hawa dingin yang menyengat badan, lagi pula harus pecahkan
perhatian untuk melawan musuh, sesungguhnya dia berada dalam posisi yang amat sulit.
Mendadak Gak Lam-kun berpekik keras, badannya melompat ke udara. Bagaikan
seekor burung aneh, sepasang cakarnya diayunkan keudara dan menyapu ke bawah
dengan kecepatan luar biasa.
Buru-buru ke sembilan orang nikou itu memencarkan diri keempat penjuru untuk
menyelamatkan diri.
Gak Lam-kun membentak keras secara tegas dan bersungguh-sungguh dia melepaskan
serangkaian serangan berantai. Semua ancaman sama sekali tidak mengenal ampun.
Tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun amat sempurna. Setiap pukulan, setiap
totokan jari tangan, setiap tendangan ataupun sambaran cakarnya, hampir seluruhnya
mengandung tenaga serangan yang amat sempurna. Dimana serangan itu tiba, terasalah
dengusan angin serangan berhembus lewat.
Betul ilmu silat yang dimiliki kesembilan orang nikou itu amat sempurna akan tetapi
mereka masih jauh di bawah kemampuan Gak Lam-kun. Oleh sebab itu mereka tak heran,
menyambut datangnya serangan dengan kekerasan. Setiap kali menghadapi ancaman,

mereka selalu menghindar atau berkelit kesamping dengan gerakan tubuh yang enteng
dan lincah, kemudian mengurungnya dengan barisan pedang yang amat tangguh itu.
Ji Kiu liong yang menyaksikan kejadian itu, diam-diam merasa girang sekali, pikirnya,
“Jika keadaan berlangsung terus dalam keadaan begini, cepat atau lambat pasti ada satu
dua orang diantara mereka yang akan terluka. Jika sampai demikian maka sudah pasti
ilmu barisan ini bisa dijebolkan sama sekali”
Mendadak kesembilan orang nikou itu merubah gerakan barisannya. Sekarang mereka
menyebarkan diri kemana mana, sebentar berkumpul sebentar berpisah. Dengan
mempergunakan pepohonan dan gunung-gunungan sebagai tempat pelindungan mereka
perketat barisannya dengan aneka gerakan tubuh yang aneh.
Sedemikian hebat dua luar biasanya perubahan itu sehingga cukup membuat pusing
setiap orang yang kebetulan mengikuti jalannya pertarungan tersebut.
Sembilan orang nikou itu berlarian kesana kemari persis seperti ada puluhan orang
bahkan ratusan orang yang sedang lari bersama. Seluruh halaman menjadi penuh dengan
bayangan manusia yang saling berkelebatan. Ibaratnya Thian li San hoa (Bidadari langit
menyebar bunga), mereka melompat kian kemari dengan sangat indahnya.
Gak Lam-kun yang sedang bertarung, sambil melanjutkan pertarungannya diam diam
dia mengawasi keadaan disekeliling tempat itu. Setelah melihat sekian lama, diam-diam
dia merasa kaget bercampur keheranan….
Ternyata barisan Leng hua kiam tin yang mereka pergunakan itu mirip sekali dengan
barisan Pat tin toh dari Khong Beng yang amat tersohor itu. Cuma saja kalau diamati lebih
seksama lagi ternyata gerakan itu jauh berbeda.
Delapan orang nikou masing-masing menempati posisi Siu, Seng, Sang, To, Si, Im,
Keng dan Kay delapan buah pintu. Bagaimanapun barisan tersebut berputar, kedelapan
buah posisi tersebut ternyata saling berhubungan dan bantu membantu antara yang satu
dengan yang lainnya.
Tapi posisi itu pun ada bedanya dengan barisan Pat tin toh, yakni disini kelebihan satu
orang.
Orang itu sama sekali tidak ikut bergerak, tapi seorang pemimpin yang berdiri
memegang kendali. Ia tak bergeser dari posisinya semula.
Gak Lam-kun yang menyaksikan kejadian itu segera menarik kesimpulan bahwa orang
itu besar kemungkinan adalah pemimpin barisan yang mengatur perubahan dari kedelapan
orang anak buahnya. Itu berarti seandainya dia merobohkan nikou tua ini lebih dulu, maka
besar kemungkinan barisan tersebut dapat dijebolkan dangan begitu saja tanpa harus
bersusah payah
Gak Lam-kun segera bergerak dari timur ke barat lalu menerobos keluar untuk
menyerang. Siapa tahu baru saja ia bergerak ke timur, nikou di sebelah barat telah
mendahului melancarkan serangan, sementara dia melangkah kebarat, nikou di timur dan
selatan kembali menyergap tiba.
ooOOOoo

DENGAN begitu, kendatipun dia telah berusaha dengan segala kemampuan, akan tetapi
usahanya selalu gagal. Jangan toh menyerang si nikou tua tersebut, untuk mendekati
pusat barisanpun sudah sukarnya bukan kepalang.
Makin bertarung Gak Lam-kun merasa semakin gusar. Tiba-tiba ia menjadi nekad,
segenap kepandaian sakti yang dimilikinya segera digunakan semua. Sepasang cakar
mautnya menyambar kesana kemari dengan hebatnya. Di mana cakar itu menyambar
lewat, batu dan cadas beterbangan diangkasa malah batu-batuan yang tersusun menjadi
gunung-gunungan pun hancur berantakan tak karuan.
Mendadak terdengar serentetan suara dingin yang berkumandang datang, “Bocah
keparat ini terlalu tidak tahu adat, ternyata berani betul untuk merusak tempat pertapaan
kita yang sangat indah ini?”
Mendadak terdengar suara desingan senjata rahasia yang sangat keras berkumandang
datang dengan dahsyatnya, dan langsung menyergap ke arah tubuhnya.
Gak Lam-kun tertawa dingin, ejeknya, “Hmmm, kau anggap senjata rahasia itu sanggup
mengapa-apakan diriku…..?”’
Ternyata Gak Lam-kun mengira senjata rahasia tersebut dilancarkan oleh kesembilan
orang nikou tersebut. Tapi setelah mendengar suara desingan angin tajamnya dia baru
merasa kalau gelagat tidak benar, sebab suara itu kedengarannya seakan-akan datang
dari atas atap loteng bertingkat tujuh itu.
Senjata tersebut entah terbuat dari benda apa. Sebutir demi sebutir persis seperti
mutiara dan bersinar tajam.
Begitu menyambar kebawah dan terhantam oleh pukulan dahsyat Gak Lam-kun,
mendadak saja butiran senjata rahasia itu hancur lebur menjadi bubuk halus.
Segulung hawa dingin yang menusuk badan segera menyebar pula keempat penjuru.
Tanpa terasa Gak Lam-kun merasakan tubuhnya bergidik keras sehingga merinding,
secara tiba-tiba ia merasakan badannya kedinginan setengah mati.
Kiranya Lam-hay sinni telah mengambil bongkahan es abadi yang berusia seribu tahun
dari sebuah tebing bersalju disebut puncak bukit yang tinggi. Bongkahan salju itu telah
dibuatnya menjadi butiran Peng pok-cu yang merupakan senjata rahasia tiada keduanya di
dunia ini.
Mutiara ini bukan saja dapat dipakai sebagai tasbeh, juga bisa dipakai untuk melatih
ilmu tenaga dalam, terutama sekali bisa dipakai sebagai senjata rahasia yang tiada taranya
didunia ini.
Jilid: 29
KALAU senjata rahasia yang ada di dunia ini kebanyakan dipakai untuk melukai orang
atau menotok jalan darah dengan mengutamakan soal ketepatan dalam sasaran, kekuatan
dalam penyerangan, atau ketajaman dari senjata rahasia tersebut, maka hanya Peng pok

cu saja yang jauh berbeda. Karena keistimewaannya terletak pada hawa dingin luar biasa
yang sanggup membekukan badan dan peredaran darah.
Ketika butiran Peng pok cu itu hancur terkena pukulan, maka hawa dingin yang
terpanca keluar. Hebatnya bukan kepalang, bahkan bisa merasuk sampai ke tulang
sumsum.
Sebenarnya dengan tenaga dalam yang di miliki Gak Lam-kun, ia masih bisa melawan
pengaruh hawa dingin tersebut. Akan tetapi berhubung dia harus memusatkan segenap
perhatiannya untuk menghadapi serangan dari kesembilan orang nikou tersebut, dimana
selain pikirannya bercabang tenaga dalamnya harus terpisah. Ditambah lagi tekanan hawa
pedang kesembilan orang nikou yang amat menusuk badannya itu, lama kelamaan
pemuda itu merasa semakin terdesak dan tak sanggup mempertahankan diri.
Akhirnya sambil membentak keras, sepasang telapak tangannya diayunkan ke depan
seperti orang kalap. Peluh sudah membasahi seluruh badannya, sekujur badanpun
gemetar keras sekali, tapi pemuda itu semakin mata gelap. Serangan yang dilancarkan
juga semakin dahsyat dan membabi buta.
Mendadak dari atas bangunan loteng itu berkumandang kembali serentetan suara yang
amat nyaring, “Hei bocah muda, jangan kau mengira dengan mengandalkan tenaga dalam
secara berlebihan itu bisa menimbulkan hawa panas yang dapat mengusir bawa dingin di
dalam badanmu. Jika sampai terjadi keadaan begini, maka pertentangan antara hawa
panas dan hawa dingin yang terjadi di dalam tubuhmu akan melukai isi perutmu. Kali ini
sekalipun kau berhasil menyelamatkan jiwamu, paling tidak kau akan jatuh sakit selama
beberapa ahri”
Dengan suara keras Gak Lamkun segera berseru, “Lam-hay locianpwe, untuk pertama
kalinya aku Gak Lam-kun ingin memohon kepadamu”
“Apakah kau sudah bertekad takluk pada kelihayan barisan leng bun kiam tin?” seru
suara di atas loteng tingkat ke tujuh itu dengan nyaring.
Gak Lam-kun segera mendengus dingin, “Maaf locianpwe, selamanya aku Gak Lam-kun
tak pernah membuat malu perguruanku, cuma saja aku tak ingin melukai anak murid
locianpwe. Maka aku tak sampai menggunakan serangan mematikan selama ini”
“Omong kosong!” bentak Lam-hay sinni dari atas loteng. “Dengan andalkan tenaga
dalammu itu, kau anggap bisa melukai anak muridku?”
“Kalau tidak percaya, kau boleh saja untuk mencobanya!”
“Bagaimana caranya untuk mencoba?”
“Barisan Leng hun kiam tin dari perguruan locianpwe ini adalah semacam barisan yang
dirobah dari sejenis Pat kwa toh yang digabung dengan barisan kiu kiong. Barisan
semacam ini aku yakin masih sanggup untuk memecahkannya”
Tampaknya Lam-hay sinni seperti tertegun dibuatnya, dia seperti tidak menyangka
kalau Gak Lam-kun bisa mengetahui rahasia ilmu barisannya itu.

Setelah termenung sejenak, dengan suara hambar Lam-hay sinni lantas berkata,
“Dengan cara apakah kau hendak memecahkan barisanku ini?”.
“Asal kuserang pemimpin dari barisan yang menjaga Kiu kiong maka segenap
barisanmu itu akan hancur berantakan”
Terdengar Lam-hay sinni di atas loteng berkata, “Sekalipun kau sudah mengetahui cara
untuk memecahkan barisan ini, tapi belum mampu untuk melakukannya. Ini menunjukkan
kalau tenaga dalammu belum cukup”
Gak Lam-kun tersenyum. “Boanpwe sadar kalau tenaga dalamku belum sampai
mencapai titik kesempurnaan. Cuma bila anak muridmu ingin melukaiku, aku rasa hal ini
masih terlampau sulit. Jika kita harus bertarung terus dalam keadaan begini entah sampai
kapan pertarungan baru akan berakhir. Boanpwee yakin masih memiliki kemampuan untuk
mengatur napas sambil bertarung. Sekalipun bakal kehilangan banyak tenaga juga tidak
menjadi soal. Tapi seandainya anak murid lecianpwe yang mengalami keadaan begitu,
bisa saja segenap kepandaian silat mereka akan punah sama sekali. Oleh sebab ito aku
mohon locianpwe suka memerintahkan anak buahmu untuk menarik kembali barisan
pedang itu, andaikata ingin mengajak locianpwe selesaikan persoalan ini dengan
secepatnya”
Lam-hay sinni segera mendengus dingin, “Bocah muda, sombong amat kau” serunya
“Berani betul menantang aku untuk bertarung”.
“Tidak berani, tidak berani. Locianpwe adalah seorang tokoh sakti nomor wahid didunia
ini. Sekalipun boanpwe bernyali besar juga takkan berani untuk bertarung melawan
locianpwe”
“Lantas mau apa kau?”
“Menurut pengamatan boanpwe secara diam-diam, dapat kuketahui bahwa satusatunya
keistimewaan dari Leng hun kiam tin adalah dimilikinya segulang aliran hawa
dingin yang sukar ditahan. Seandainya seseorang tidak memiliki tenaga dalam yang cukup
sempurna, jangankan melakukan pertarungan, sekalipun berdiri di dalam barisan juga
akan mati kaku karena kedinginan, terutama sekali sebutir Peng pok cau yang locianpwe
lancarkan barusan….”.
“Apakah kau menuduh aku melakukan penyergapan terhadap dirimu?” tukas Lam-hay
sinni.
Gak Lam-kun tidak menjawab pertanyaan itu, tapi melanjutkan, “Sekalipun seorang
jago kelas satu yang berilmu tinggi didalam dunia persilatan, sulit rasanya untuk menahan
serangan senjata rahasia itu, tapi boanpwe yakin masih mampu untuk menahan tiga buah
senjata rahasia Peng pok ou tersebut. Jika locianpwe tidak percaya, kita boleh bertaruh.
Bagaimana?”
Begitu ucapan tersebut diutarakan, Lam-hay sinni yang berada diatas loteng itu
termenung beberapa saat lamanya. Tapi tak lama kemudian, dengan nada kurang percaya
katanya, “Kalau toh sudah kau rasakan betapa lihaynya peng pok-cu tersebut, kenapa kau
masih berani mengajukan diri untuk merasakan kelihayan senjata rahasia itu lagi?”

“Sekarang aku telah terjerumus dalam keadaan yang sangat berbahaya, sedang
kelihayan dari senjata rahasiamu juga telah kurasakan. Apa salahnya jika kurasakan dua
butir lagi?”
“Serangan Peng pok-cu yang kulancarkan tadi sudah cukup untuk menimbulkan racun
dingin dalam tubuhmu, apakah kau ingin mempercepat daya kerja racun itu?”
Mendadak Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak……
Suara tertawa itu keras bagaikan bunyi genta, mengetarkan lubuk hati orang dan
menusuk pendengaran setiap orang. Dalam kegelapan malam yang hening, suara tertawa
mengalun sampai ditengah angkasa sana….
Seusai tertawa, kembali Gak Lam-kun berkata, “Locianpwe, seandainya aku sudah
terkena racun hawa dingin, apakah aku masih memiliki tenaga dalam sehebat ini?”
Dengan demontrasi tenaga dalam itu, Lam-hay sinni yang berada diatas loteng baru
merasa terkejut bercampur tercengang. Dalam pekikan tadi jelas terdengar kalau Gak
Lam-kun memiliki tenaga dalam yang amat sempurna. Kekuatan itu bahkan sama sekali
tidak berada dibawah kemampuannya.
Dengan usianya yang masih begitu muda tapi sudah memiliki tenaga dalam sedemikian
sempurna, entah dengan cara apa Yo Long mendidik muridnya ini?
Padahal, darimana ia bisa tahu kalau Gak Lam-kun telah mengalami banyak penemuan
aneh yang membuat ilmu silatnya memperoleh kemajuan yang melampaui siapa-pun. Tapi
Lam-hay sinni juga tahu bahwa senjata rahasia Peng pok cu itu tak mungkin bisa dilawan
dengan tenaga dalam. Lantas kenapa ia sanggup menahan serangan hawa dingin itu
tanpa merasakan pengaruhnya?
Lam-hay sinni tertawa nyaring, kemudian berkata, “Bagus sekali! Kau memaksaku
untuk menghamburkan dua biji peng pok cu lagi, terpaksa aku harus mengamalkannya
untukmu”
“Tunggu sebentar! Locianpwe, sebelum pertaruhan dimulai, aku ingin menerangkan
dulu bahwa hal ini merupakan suatu barter yang adil sekali….”
“Barter apa? Coba katakan!”
“Apa maksud kedatanganku, rasanya kau sudah pasti mengetahui jelas. Aku hanya
memohon kepada kau orang tua agar bersedia memberitahukan kepadaku, dimanakah Ji
Cin-peng dan putraku berada”
Lebih kurang sepeminum teh kemudian, Lam-hay sinni baru berkata, “Baiklah? Kau
boleh sambut dulu kedua butir senjata rahasia Peng pok cu ini!”
Selesai berkata, desingan angin tajam segera mendesis datang….
Sebutir Peng pok cu yang berwarna putih mulus pelan-pelan telah meluncur datang dari
atas puncak loteng tingkat ke tujuh itu dengan kecepatan luar biasa.
Gak Lam-kun segera menyentilkan tangan kirinya kedepan.

“Plaaak!”
Diiringi suara yang cakup keras peng pok-cu tersebut segera meledak dan memancar
ke empat penjuru.
Gak Lam-kun merasakan sekujur badannya menjadi dingin dan kaku. Sekujur badannya
menggigil keras dan bergoncang keras.
“Criiit……!” Lagi-lagi terdengar segulung desingan angin tajam menyambar lewat.
Sebiji senjata rahasia Peng pok-cu kembali meluncur kebawah dengan kecepatan luar
biasa.
Gak Lam-kun merasakan hatinya tercekat sepasang kakinya menjadi lemas, kepalanya
pusing tujuh keliling dan akhirnya jatuh berlutut diatas tanah,
“Gak toako… jerit Ji Kiu-liong keras-keras.
Buru buru ia lari mendekat dan memegang sepasang bahu Gak Lam-kun, terasa
olehnya ada segulung hawa dingin yang menyengat badan muncul dari atas lengan
pemuda itu dan menyerang kedalam tubuhnya.
Ji Kiu-liong menjadi terkejut sekali, buru-buru ia menarik kembali tangannya dan
melompat mundur kebelakang.
Semacam rasa sedih yang amat hebat menguasahi seluruh perasaannya, tiba-tiba sam
bil menangis tersedu serunya, “Gak toako, ooh Gak toako….. kau tak boleh mati….”
Ketika ia mencoba untuk memeriksa dengusan napas Gak Lam-kun, ternyata hidungnya
sudah menjadi dingin, dadanya juga turut menjadi dingin, sekujur badannya ibarat
sebongkah batu es yang keras.
Ji Kiu-liong segera menubruk ke atas tubuh Gak Lam-kun dan menangis tersedu-sedu.
Air mata jatuh bercucuran bagaikan hujan deras.
Ia merasakan kehilangan sesuatu yang besar, sebab didunia ini dia sudah tak akan
memiliki sanak keluarga lagi. Ingatan semacam itu menambah sedihnya Ji Kiu liong
sehingga isak tangisnya menjadi bertambah memilukan.
Sementara itu Lem hay sinni yang berada dialas loteng tetap membisu dalam seribu
bahasa dia seperti lagi bersedih hati karena kematian Gak Lam-kun atau entah karena
apa?
Dalam kesedihan yang luar biasa itu mendadak Ji Kiu liong merasakan dari belakang
punggung Gak Lam-kun pelan-pelan menyebar keluar segulung aliran hawa panas. Hawa
panas itu aneh sekali rasanya dan muncul dan punggung Gak Lam-kun langsung
menembusi pusarnya.
Dalam sekejap mata sekujur badan Gak Lam-kun yang dingin kaku itu telah berubah
menjadi hangat dan segar, kemudian tampak Gak Lam-kun menggerakkan tubuhnya dan
pelan-pelan membuka kembali sepasang matanya.

Kejut dan girang Ji Kiu liong menyaksikan kejadian itu segera teriaknya, “Gak toako,
kau… kau belum mati….”
Gak Lam-kun tertawa misterius sahutnya. “Sungguh berbahaya! Peng pok cu dari Lamhbay
sinni memang semacam senjata rahasia yang luar biasa hebatnya dalam dunia
persilatan. Coba kalau bukan pedang Hiat kong kiam milikku ini adalah tandingan dari
hawa dingin tersebut, sudah sedari tadi aku mampus secara konyol”
Ternyata Gak Lam-kun terpengaruh oleh hawa dingin yerg dipancarkan oleh Peng pok
cu sehingga membekukan badannya tadi. Mendadak ia merasa bahwa pedang Hiat kong
kiat yang tersoren di punggungnya itu pelan-pelan mengeluarkan aliran hawa panas yang
menghangatkan sekujur badannya.
Dengan cepat hawa dingin yang semula menyelimuti seluruh tubuhnya menjadi tersapu
lenyap dari seluruh badannya.
Maka diapun lantas sadar bahwa Hiat kong kiam sesungguhnya adalah lawan tandingan
dari racun hawa dingin. Itulah sebabnya pula mengapa Gak Lam-kun berani bertaruh
dengan Lam-hay sinni.
Terdengar suara helaan nafas berkumandang dari atas loteng itu, kemudian terdengar
rahib itu berseru, “Gak Lam-kun, naiklah ke atas loteng!”
Gak Lam-kun bangkit berdiri dan maju ke depan. “Locianpwe, aku datang!” serunya.
Sekali melompat keudara, tubuhnya lantas meluncur ke depan dan melompat naik ke
atas tingkat ke tujuh.
Ketika tiba diatas tingkat ke enam, lengan kirinya segera menekan diujungi atas loteng
dan sekali berjumpalitan, secepat kilat tubuhnya segera menyusup masuk ke dalam
ruangan lewat jendela.
Setelah berada dalam ruangan loteng, Gak Lam-kun menyaksikan didalam ruangan itu
hanya diterangi oleh setitik cahaya lentera. Ditengah ruangan tampak sebuah tempat
duduk berbentuk bunga teratai. Di atasnya duduklah bersila seorang perempuan berambut
panjang.
Ternyata Lam-hay sinni adalah seorang pendeta yang memelihara rambut…
Gak Lam-kun baru pertama kali ini berjumpa dengan Lam-hay sinni. Tanpa terasa dia
mengawasi pendeta itu beberapa kejap.
Tampak Lam-hay sinni yang namanya amat tersohor didalam dunia persilatan itu telah
berambut putih semua, sudah tak ada rambutnya yang berwarna hitam. Mukanya cantik,
putih dan halus. Sekalipun usianya sudah lanjut namun sama sekali tidak nampak
ketuaannya…
Dalam sekali pandangan saja, Gak Lam-kun segera tahu kalau dahulunya Lam-hay sinni
merupakan seorang perempuan yang cantik jelita bak bidadari dari kahyangan.

Lam-hay sinni sendiripun memperhatikan pemuda itu dari atas kepala sampai ke ujung
kakinya. Setelah mengamatinya beberapa saat, dia baru manggut-manggut.
Gak Lam-kun segera maju kedepan dan memberi hormat, katanya, “Menghunjuk
hormat buat lociapwe. Jika aku telah melakukan kesaiaban harap suka memaafkanku”
“Duduklah!” kata Lam-hay sinni dengan suara merdu. “Aku ingin bertanya kepadamu!”
Sambil berkata dia lantas menuding sebuah bantalan kasur didekatnya.
Gak Lam-kun berjalan maju kedepan dan duduk bersila dihadapkannya, kemudian
katanya, “Harap lociapwe suka memberi petunjuk kepadaku”
Saat itu. Gak Lam-kun telah menarik kembali semua kesombongan, keangkuhan
kekerasan hatinya dan berubah menjadi lemah tulus dan amat terpelajar.
‘“Sudah berapa tahun kau berkenalan dengan Ji Cin-peng?” tanya Lam-hay sinni
kemudian.
“Sudah hampir tiga tahun lamanya,” jawab Gak Lam-kun pelan.
“Benarkah kau sangat mencintai Cin-peng?” kembali Lam-hay sinni bertanya.
Gak Lam-kun segera manggut-manggut. “Aku cinta kepadanya dan dia mencintai diriku.
Langit dan bumi bisa menjadi saksi untuk perasaan kami ini” katanya.
“Bagus sekali! Semoga saja semua orang yang punya hati didunia ini akhirnya bisa
menjadi suami istri semua!”
Gak Lam-kun merasakan hatinya bergetar keras, dia tak tahu apa maksud yang
sesungguhnya dibalik perkataan dari Lam-hay sinni tersebut.
Sementara itu Lam-hay sinni termenung sebentar, kemudian kembali ia bertanya,
“Apakah kau mempunyai perempuan lain?”
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya, tampak sepasang mata Lam-hay sinni yang jeli
itu sedang mengawasinya dengan suatu keheranan yang luar biasa, seakan akan berusaha
untuk menembusi perasaan hati kecilnya…..
Gak Lam-kun menjadi amat rikuh dan jengah, ia menjadi tergagap, “Aku… aku… aku…”
Sudah setengah harian lamanya dia mengulangi perkataan itu, namun tak sanggup
untuk melanjutkan perkataan selanjutnya.
Mendadak Lam-hay sinni menghela napas panjang, katanya lagi, “Bocah bodoh, kau tak
usah sangsi lagi. Pasangan yang serasi di dunia ini seringkali hancur berantakan lantaran
terlalu romantis. Kalau toh kau memang sangat mencintai Cin-peng, maka kau tidak boleh
berpikir untuk orang kedua. Daripada meninggalkan kemurungan dan kesengsaraan saja
di kemudian hari”
“Baik. Baik! Terima kasih banyak atas petunjuk dari locianpwe….” kata Gak Lam-kun.

Sekalipun dibibir ia berkata begitu, padahal hatinya kalut sekali. Perasaannya gundah
dan merasa sangat tak tenang.
Bagaimanapun juga ia telah terlibat hubungan cinta dengan yo Ping. Kalau suruh ia
menge-sampingkan gadis itu serta meninggalkannya, terus terang dia tak tega. Apalagi Yo
Ping adalah putri kesayangan gurunya, sudah barang tentu dia tak mau melupakan budi
orang, apalagi menyia-nyiakan putri gurunya.
Pelan pelan Lam-hay sinni mengangguk, katanya lagi. “Bocah yang pintar memang bisa
diberitahu, nah pergilah!. Cin-peng dan putramu tinggal dikaki bukit Kiu kiong-san sebelah
selatan”
Gak Lam-kun segera bangkit berdiri dan menjura dalam-dalam, katanya kembali,
“Terima kasih banyak atas petunjuk dari locianpwe. Budi kebaikanmu akan Gak Lam-kun
ukir didalam hati tak akan kulupakan untuk selamanya…”
“Andaikata kalian bisa berkumpul kembali, ajaklah keluargamu untuk bermain di pulau
Si-soat-to” kata Lam-hay sinni
“Kami pasti akan seringkali berkunjung kemari sambil memohon petunjuk dari
locianpwe. Sampai jumpa, bovanpwe mohon diri lebih dulu”
Selesai berkata, sekali lagi Gak Lam-kun memberi hormat dulu melompat keluar lewat
jendela…..
oooOOooo
REMBULAN yang redup memancarkan sinarnya menerangi sebuah tanah perbukitan
yang sepi.
Daun kering berguguran terhembus angin bunyi air hujan merintik membasahi
dedaunan.
Telaga Su ci ou atau telaga empat musim di sebelah selatan bukit Kiu kiong san
merupakan sebuah telaga yang sangat indah dan menawan hati. Aneka bunga tumbuh
dan mekar terus sepanjang masa. Air telaga yang tenang dan angin malam yang
berhembus sejuk, sungguh membuat suasana disana amat nyaman dan menyenangkan.
Ditepi telaga empat musim berdiri tiga empat buah rumah bambu. Dibawah cahaya
rembulan tampak kilatan cahaya lentera dari balik rumah bambu itu.
Sesosok bayangan gadis berbaju merah sedang duduk sendirian didepan jendela sambil
mengawasi air telaga dengan termangu.
Malam semakin kelam, bunyi jengkerik memecahkan keheningan, memadukan irama
yang aneh di tempat itu.
Pada saat itulah, mendadak terdengar suara derap kaki kuda yang ramai
berkumandang datang dari kejauhan sana. Mendengar suara derap kaki kuda itu. buruburu
gadis berbaju merah itu melompat bangun, kemudian bisiknya, “Mungkinkah dia
telah datang? Sayang keadaan sudah amat terlambat”.

Baru selesai dia bergumam, dua ekor kuda sudah berhenti didepan pagar rumah,
menyusul penunggangnya melompat turun dari atas punggung kudanya.
Siapakah mereka. Kedua erang itu bukan lain adalah Gak Lam-kun serta Ji Kiu liong
yang baru meninggalkan pulau Si soat to.
Ketika Gak Lam-kun menyaksikan keempat buah rumah bambu itu, hatinya terasa
bergolak keras, kalau bisa dia ingin menyerbu masuk ke dalam…..
Baru dua tiga langkah masuk ke dalam, mendadak Gak Lam-kun berhenti, seakan-akan
kuatir kalau penghuni rumah itu bukan orang yang dicarinya….
Maka dengan suara lantang dia lantas berseru. “Adakah seseorang disini?”
“Siapa?” suara seseorang gadis berkumandang datang dari dalam ruangan rumah.
Mendengar suara itu, selapis rasa kecewa putus asa, sedih, murung dan kesal
menghiasi wajah Gak Lam-kun.
Setelah menghela nafas sedih ia membalikkan badan menengok ke arah Ji Kiu-liong
dengan wajah termangu-mangu.
Rupanya Ji Kiu-liong juga sudah mendengar kalau suara itu bukan suara encinya…
Diapun memendang termangu ke arah Gak Lam-kun tanpa mengucapkan sesuatu apaapa.
Tampak jelas wajahnya kelihatan amat kecewa, sedih dan kesal.
Gadis yang berada di dalam rumah itu, kembali berseru, “Siangkong berdua yang
berada di luar, silahkan masuk”
Bagaikan baru sadar dari mimpi Gak Lam-kun menghela napas panjang, lalu berkata.
“Adik Liong, mari kita masuk dan menanyakan persoalan ini kepadanya….”.
Sembari berkata, mereka berdua lantas masuk ke dalam. Dari balik ruangan bambu
yang diterangi cahaya lentera, pelan-pelan muncul seorang gadis berbaju merah. Orang ini
bukan lain adalah gadis baju merah yang pernah bersama Ji Cin-peng menuju ke bukit
Kun san naik sampan kecil tempo hari… Pek Siau soh.
Ketika Gak Lam-kun menjumpai dirinya, seketika ia merasa lega, katanya sambil
tertawa, “Nona Pek, rupanya kau…!”
Ji Kiu-liong yang menyaksikan kemunculannya juga merasa tergetar sekali hatinya.
Sebagaimana diketahui, Pek Siau-soh pernah bertarung dengannya. Waktu itu kedua
belah pihak sama-sama merasa ingin mencari menangnya sendiri yang berakibat kedua
belah pihak sama-sama terluka.
Akan tetapi, semenjak peristiwa itu bayangan tubuhnya selalu muncul didalam hatinya.
Maka setelah berjumpa lagi dengannya sekarang, Ji Kiu liong tak tahu haruskah merasa
sedih ataukah merasa gembira?

Dengan sepasang biji matanya yang jeli Pek Siau-soh mengerling sekejap kearahnya,
kemudian setengah mengomel katanya, “Kedatangan kalian terlambat sekali’“
“Kenapa? Sudah terlambat, Cin-peng….. dia…….”
“Sebelum senja tadi, dia telah pergi!” tukas Pek Siau soh dengan cepat.
“Kapan Cin-peng baru akan kembali ke sini?” buru-buru Gak Lam-kun bertanya.
Pek Siau-soh tahu kalau dia belum memahami maksud ucapannya, maka sambil
menghela napas katanya, “Enci Ji tak akan kembali kesini lagi untuk selamanya!”
Bagaikan kepalanya diguyur air dingin sebaskom, Gak Lam-kun berdiri tertegun,
kemudian bisiknya, “Apakah….. Apakah dia tahu kalau aku akan datang kemari?”
Pek Siau-soh mengangguk. “Yaa, seekor burung merpati telah membawa sepucuk surat
dari Lam-hay, surat itu sudah tiba disini tujuh hari berselang!”
Mendengar itu Gak Lam-kun segera berteriak keras, “Ooh… Lam-hay sinni, wahai Lamhay
sinni, kenapa kau musti memberi kabar kepadanya? Dengan susah payah aku Gak
Lam-kun datang mencarinya, kalau begini caranya bukankah semua usahaku akan sia-sia
belaka….?”
Air mata bercucuran pula dari mata Pek Siau toh, katanya dengan suara sedih, “Gak
siangkong, enci Ji telah meninggalkan sepucuk surat untukmu, bacalah dulu isinya!”
Ia merogoh sakunya dan mengeluarkan sepucuk surat kemudian diberikan kepada Gak
Lam-kun.
Buru-buru Gak Lam-kun merobek sampulnya dan membaca isinya, terbaca olehnya
surat itu berbunyi begini, “Suamiku yang tersayang Lam-kun
Perpisahan selama dua tahun terasa berat sekali bagiku. Siang malam aku selalu
membayangkan dan teringat kepadamu, karena aku mencintaimu untuk selama lamanya.
Dikala kutulis surat ini, hatiku amat sedih air mataku jatuh bercucuran bagaikan anak
sungai. Selamanya aku tak dapat melupakan kau, selamanya aku tak bisa melupakan kasih
sayangmu.
Aaai!
Cinta memang bagaikan cuaca yang berubah-ubah. Segala sesuatunya yang ada di
dunia ini selamanya tak akan abadi.
Dulu, aku sangat berharap kita bisa mendapat kebahagiaan dan kegembiraan tapi
harapanku itu akhirnya harus lenyap dan hancur berantakan bagaikan terjatuh ke dalam
jurang yang tiada taranya….
Akhirnya aku terjerumus ke dalam jaring cinta, terjerumus ke dalam pelukan kasih
sayangmu. Dalam dasar hatiku hanya ada bayangan tubuhmu yang selalu menghiasi
hatiku. Apalagi jika malam telah tiba, aku tak pernah melupakan dirimu……

“Lam-kun kenapa di dalam kebun bunga cinta dalam kehidupan kita bisa terdapat
bunga-bunga yang rontok? Dalam samudra cinta yang luas bisa terdapat hancuran bunga
yang tenggelam?
Dimasa lalu cinta kasih kita ibaratnya kupu-kupu yang terbang diantara aneka bunga,
dibelai oleh hembusan angin yang lembut….. tapi sekarang tinggal hancuran bunga yang
tercabik cabik dan hembusan angin dingin yang membuat aku menyesal, membuat aku
bersedih hati…….
Lam-kun, jangan kau tanya mengapa, makin gencar kau menanyakan mengapa,
semakin terluka perasaan hatiku.
Kehidupan manusia ibaratnya bintang yang lewat diangkasa, yang cuma berhenti
sebentar ditengah jagad yang luas, untuk kemudian lenyap kembali.
Tapi aku dapat merasakan pula saat-saat kehidupan manusia itu. Hanya didasar hatiku
saja yang merasa kesepian, seperti air sungai yang mengalir tiada habisnya…..
Selamat tinggal cintaku yang abadi, entah diujung langit atau dasar samudra, kau tak
akan kembali,
Didunia ini memang tiada perjamuan yang tidak bubar, apalagi perpisahan kali ini
bukan suatu kebetulan, sudah semenjak dua tahun berselang aku mengambil keputusan,
aku telah lama berencana untuk meninggalkan dirimu.
Oleh karena itu, akupun mengambil keputusan pada saat ini, kasihan anak kita itu, dia
sudah tidak memperoleh kasih sayang ibunya lagi. Yaa… kejadian ini merupakan suatu
kejadian yang paling kusesalkan. Cuma aku rasa, ada kaupun sudah cukup. Dia adalah
darah dagingmu, kau harus baik baik merawatnya hingga tumbuh menjadi dewasa.
Sekalipun aku berada di alam baka, aku pun akan meram dengan hati yang lega.
Akhirnya kupesan kepadamu agar kau jangan terlalu bersedih hati, jangan terlalu
menyesali diri sendiri, kau harus baik baik merawat anakmu.
Tertanda: Ji Cin-peng yang selalu mencintaimu”
Ketika selesai membaca isi surat tersebut air matanya segera jatuh bercucuran
membasahi pipinya. Ia menutupi muka sendiri dan menangis tersedu-sedu. Dia benci,
diapun merasa sangat menderita, tapi ia tak tahu apa yang musti dibencikan…
Dia tidak membencinya, pun tidak membenci diri sendiri, tapi apa yang dia benci?
Ji Kiu liong menerima surat itu dan membacanya dengan seksama, kemudian diamdiam
pekiknya dihati, “Oooh cici! Kenapa pikiranmu tak bisa terbuka….? Kau tak dapat
melupakan engkoh Gak, tapi mengapa kau meninggalkan dirinya? Mengapa kau tidak
melupakan pula semua kejadian tragis yang telah terjadi dimasa lalu? Apakah ayah dan
ibu yang menyuruh kau melakukan semuanya ini? Kasihan keponakanku yang masih
kecil…”
Berpikir sampai disitu, Ji Kiu-liong segera menghela napas panjang, lalu bisiknya, “Nona
Pek, apakah kau tidak tahu kemana enciku telah pergi?”

Seandainya berada diwaktu waktu biasa, Ji Kiu-liong pasti tak akan berani berbicara
dengan Pek Siau-soh. Tapi keadaannya sekarang sama sekali berbeda, ia sama sekali tidak
memperlihatkan sikap bermuka merah atau jengah.
Pek Siau-soh segera mencibirkan bibirnya lalu berseru, “Andaikata aku tahu, kenapa
tidak kukatakan kepada kalian?”
ooOOOoo
“SELAMA ini enciku selalu berada bersamamu. Aku rasa kau… Kumohon kepadamu,
bersedia bukan…?” seru Ji Kiu-liong.
Tiba-tiba Pek Siau-soh menutup mukanya dan menangis tersedu-sedu, serunya dengan
sedih, “Mengapa kau begitu tak percaya dengan perkataanku? Kau tahu ketika enci Ji
pergi, aku tidak berada di rumah, ia pergi setelah meninggalkan surat di tempat ini”
Ketika menyaksikan dia menangis, Ji Kiu-liong menjadi tertegun.
Ji Kiu-liong yang sama sekali tidak memahami perasaan wanita, tentu saja tidak
mengerti apa sebabnya dia sampai menangis.
Perlu diketahui Pek Siau soh adalah seorang yang romantis. Sejak perjumpaannya
ditengah samudra tempo lagi, diam diam benih cinta telah tumbuh didalam hatinya. Tapi
sekarang ia menyaksikan orang yang dicintainya, tidak percaya dengan perkataannya,
bayangkan saja bagaimana mungkin ia tidak bersedih hati?
Gak Lam-kun menghela napas panjang, tiba-tiba ujarnya, “Nona Pek, dimana bocah
itu?”
“Siau kun sedang tidur!”
“Dia bernama Siau kun?” tanya Gak Lam-kun dengan kening berkerut.
Pek Siau-soh manggut-manggut. “Yaa, sejak dilahirkan, ibunya telah memberikan nama
Siau-kun kepadanya”
Mendengar perkataan itu Gak Lain-kun merasa sedih sekali, dia tahu Cin peng sengaja
tidak memberikan nama kepadanya, melainkan hanya ‘menyebutkan Siau-kun’ kepadanya
tentu dimaksudkan agar ia tidak melupakan dirinya….
Sambil menghela nafas, Gak Lam-kun berkata, “Dikala Cin-peng ada disini, dia dipanggil
Siau kun, tapi sekarang aku hendak memanggilnya sebagai Siau Kun peng!”
Baru selesai dia berkata, mendadak terdengar suara seorang bocah sedang berseru,
“Ibu…. kau sudah pulang? Apakah ayah telah pulang bersama sama dirimu….”
Mendengar perkataan tersebut, Gak Lam-kun merasakan hatinya menjadi kecut. Air
matanya tanpa terasa jatuh bercucuran membasahi pipinya.
Dari ruangan sebelah kiri tampaklah seorang bocah berusia dua tahun yang lucu dan
menarik pelan-pelan sedang berjalan keluar. Dia tampak putih lagi kuat. Sepasang

matanya jeli dan terutama sekali bibirnya, persis sekali seperti bibir Gak Lam-kun,
sedangkan mukanya yang bulat telur sangat mirip dengan ibunya.
Melihat itu, Gak Lam-kun, segera menubruk ke muka dan berteriak keras keras,
“Anakku, kenapa kau lari keluar?”.
Sambil membelalakkan sepasang matanya yang bulat besar, sahutnya Siau Kun peng,
“Paman, kenapa aku tidak kenal denganmu?”
Sambil tersenyum Pek Siau soh segera berseru, “Siau Kun-peng, dia bukan pamanmu.
Dia adalah ayahmu”
Ketika mendengar perkataan tersebut, dengan sepasang mata terbelalak lebar Siau
Kun-peng memperhatikan Gak Lam-kun lekat-lekat, sedikitpun tidak berkedip.
Mendadak teriaknya dengan girang, “Ayah!”
Dengan cepat dia lari ke muka dan menubruk ke dalam pelukan Gak Lam kum. Anak
muda tersebut sogera memeluknya kencang-kencang dan mencium pipinya sambil berkata
dengan lembut dan penuh rasa sayang, “Nak, ayah tidak akan meninggalkan dirimu lagi”
“Ayah, mana mama? Ia bilang mau pergi mencarimu, kenapa sampai sekarang dia
belum pulang?”
“Nak, mama belum pulang untuk sementara waktu dia ada urusan pergi ke Lam-hay.
Selama beberapa hari ini kau akan bersama ayah, mau bukan?”
“Ayah ajari aku terbang seperti mama yaa?”
Gak Lam-kun manggut-manggut. “Baik, ayah akan mengajarkan kepadamu”.
Tampaknya Siau Kun-peng merasa girang sekali, sambil tertawa dan bertepuk tangan,
serunya, “Bagus sekali, bagus sekali. Nanti aku juga bisa terbang. Ayah tahukah kau
kenapa mama tidak ajari aku terbang?”.
“Sebab mama kuatir kau pasti akan jatuh!”
“Ayah aku tidak akan jatuh. Aku juga tidak takut sakit. Aku ingin seperti mama bisa
terbang keatas pucuk pohon”
Begitulah untuk sementara Gak Lam-kun dan Siau Kun peng, Ji Kiu liong serta Pek Siau
soh tinggal disitu. Tapi belasan hari sudah lewat sedang Ji Cin-peng belum juga muncul
kembali.
Walaupun sepanjang hari Siau Ku peng bermain bersama Gak Lam-kun sekalian, tapi
jika malam telah tiba dan ia terbangun dari tidurnya, bocah itu selalu menangis sambil
mencari ibanya. Sungguh kasihan bocah itu. Benarkan dia akan kehilangan ibunya dengan
begitu saja?
Dari pagi sampai sore sang surya satu kali demi satu kali tenggelam kelangit barat, lalu
sekali demi sekali terbit kembali di langit sebelah timur, tapi Ji Cin-peng belum juga
kembali.

Sementara, Siau kun peng sepanjang hari ribut ingin mencari ibunya. Ini semua
membuat Gak Lam-kun akhirnya musti membohonginya untuk diajak pergi ke Lam-hay
untuk menyusul ibunya. Padahal yang benar Gak Lam-kun sekali-kali naik ke bukit Si ciong
san tebing pek im shia karena dia punya janji dengan Ki Li-soat, Han hu hoa dan Kwik
To…
ooOOOoo
BUKIT Thian ciong san tebing pek soat sim adalah sebuah bukit yang selalu diliputi oleh
kabut tebal. Pepohonan tumbuh disekeliling lembah dengan tebing karang yang menjulang
tinggi ke angkasa, pemandangannya indah menawan.
Disisi sebelah kiri dekat tebing tampak sebuah rumah kayu bewarna putih, didepan
bangunan kayu merupakan sebuah selokan yang membentang jauh kedepan, sebuah
jembatan kecil merupakan satu-satunya tempat penghubung antara tebing dengan
bangunan rumah itu.
Malam sudah semakin kelam, pepohonan bergoyang kencang terhembus angin malam
dan menimbulkan suara keras.
Saat itulah diujung jembatan kecil itu berdiri seorang pemuda. Sepasang matanya
memandang ke tengah angkasa dan berdiri termangu-mangu, tampaknya ada sesuatu
yang membuat hatinya menjadi murung.
Sejak ia pindah ketebing Pek im shia selama setengah bulan yang lalu, saban hari dia
selalu berdiri sendiri diatas jembatan, seakan-akan sedang menantikan kedatangan
kekasihnya.
Tiap kali angin berhembus lewat dan menggoncangkan perubahan, dengan jantung
berdebar ia selalu mengalihkan sorot matanya mengawasi sekeliling tempat itu, tapi
dimanakah bayangan tubuh dari Ji Cin-peng?
Hari ini adalah bulan dua belas tanggal dua puluh sembilan, itu berarti akhir tahun
sudah diambang pintu. Ia berniat untuk menyerahkan Siau Kun peng kepada Ki Li-soat
besok. Setelah itu dia baru akan menyusul kepergiannya..
Tiba-tiba terdengar helaan napas sedih menggema memecahkan keheningan, dengan
cepat Gak Lam-kun berpaling, tampaklah rambut dikedua belah sisi kepalanya telah
memutih.
Padahal tahun ini dia baru berusia dua puluh sembilan tahun, masih muda dan kuat,
tidak seharusnya rambut tersebut berubah memutih. Apalagi dengan tenaga dalamnya
yang sempurna sekalipun, hidup sengsara selama beberapa waktu juga tak mungkin akan
terjadi perubahan itu.
Maka hampir saja ia menjadi tak mengenali diri sendiri setelah menyaksikan rambutnya
telah memutih.
Dia mencabut beberapa lembar rambutnya ternyata dari tiga lembar rambut yang
dicabut, ada dua diantara telah memutih. Dari sini dapat diketahui betapa sedih dan
sengsaranya dia selama dua bulan belakangan ini?

Mendadak…..
Gak Lam-kun mendongakkan kepalanya dan mengalihkan sinar matanya ke depan.
Dibawab sinar bintang, tampak diujung jembatan sebelah depan sana berdiri seorang
manusia berbaju hitam. Gak Lam-kun amat terperanjat dan segera bersiap sedia.
Tarayata orang itu tak lain adalah San tian hek ih jiu atau manusia kilat berbaju hitam
yang memiliki ilmu sangat lihay itu.
Sungguh tak disangka kalau manusia kilat berbaju hitam itu bisa menyusulnya sampel
ditebing Pek im shia.
Satelah tertegun beberapa saat lamanya Gak Lam-kun segera bertanya dengan suara
dingin?, “Apakah kau ada urusan?”
Agak mendongkol manusia berbaju hitam itu ketika melihat pihak lawan menegurnya
dengan dingin, ia segera mendengus kemudian menjawab, “Malam ini aku datang khusus
untuk merenggut nyawamu!”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun semakin tertegun. pikirnya, “Heran, padahal
dengan dirinya aku tidak mempunyai dendam atau sakit hati apa-apa, kenapa dia hendak
datang untuk merenggut nyawaku…..?”
Berpikir sampai disitu, sambil tertawa dingin katanya, “Aku merasa tak pernah
berkenalan dengan kau, apalagi soai dendam sakit hati, atas dasar apa kau hendak
mencabut nyawaku?”
Manusia kilat berbaju hitam itu tertawa seram tiada hentinya. “Hee… hee… hee… dikala
kau hendak merenggut nyawa orang, apakah kaupun menanyakan dulu soal dendam sakit
hati atau kenal tidak?”
“Jadi kalau begitu, kematian dari Thi kiam kuncu sekalipun sama sekali tidak dendam
sakit hati apa-apa denganmu?” tegur Gak Lam-kun dengan kening berkerut.
Manusia kilat berbaju hitam itu segera tertawa dingin. “Tentu sija mereka tiada dendam
sakit hati apa-apa denganku. Cuma beberapa orang itu ada dendam kesumat dengan
seorang sahabatku, maka aku membantu temanku untuk membalas dendam!”
“Jadi kalau begitu, akupun mempunyai dendam kesumat dengan temanmu itu?” tanva
Gak Lam-kun.
Manusia kilat berpaju hitam itu manggut-manggut, tapi ia tidak menjawab apa apa
“Tolong tanya siapakah sahabatmu itu?” tanya Gak Lam-kun kemudian.
Mendadak manusia kilat berbaju hitam itu menuding ke belakang sambil berseru, “Dia!”
Mengikuti arah yang ditunjuk Gak Lam-kun segera berpaling, dengan cepat hatinya
bergetar keras, kemudian serunya tertahan, “Aaaah, kau….!”

Gelak tertawa nyaring bergema memecahkan keheningan, dan balik kegelapan pelanpelan
berjalan keluar seseorang manusia berbaju biru yang berlengan tunggal. Orang itu
bukan lain adalah Si Tiong pek.
Selesai tertawa, Si Tiong pek segera berkata, “Saudara Gak, tidak kau sangka bukan,
kalau malam ini kita bakal bersua muka di tempat ini!”
Gak Lam-kun tertawa dingin. “Hee… hee… hee… kukira siapa yang datang ternyata
saudara Si yang telah berkunjung kemari”.
Si Tiong pek tersenyum, katanya kemudian, “Tidak berani, tidak berani, sahabatku
inilah yang akan datang mencarimu!”
Seraya berkata dia lantas menuding ke arah manusia kilat berbaju hitam itu.
Saat itu Gak Lam-kun sudah tahu kalau kesulitan yang lebih besar bakal dihadapi.
Kemungkinan besar kesulitan tersebut bakal menimbulkan bencana lebih besar yang
mungkin akan mempengaruhi juga keselamatan jiwanya, kesemua ini membuat keningnya
semakin berkerut.
Dia cukup mengerti bahwa kepandaian yang dimilikinya sekarang masih belum cukup
mampu untuk menangkan manusia kilat berbaju hitam itu, apalagi jika ditambah pula oleh
Si Tiong-pek, sudah pasti dialah yang berada dipihak yang kalah.
Dia cukup akan memahami kekejaman serta kebusukan hati Si Tiong-pek dan terbukti
seka-rang manusia kilat berbaju hitam itu sejalan dengan dirinya. Dari sini dapat diambil
kesimpulan kalau dia pun seoraag manusia yang amat berbahaya.
Pada saat itulah mendadak dari dalam rumah muncul dua orang manusia, mereka
adalah Ji Kiu liong serta Pek Siau soh.
Ketika Ji Kiu liong menyaksikan kehadiran Si Tiong-pek dan manusia kilat berbaju hitam
di tempat itu, hatinya segera merasa bergetar keras….
Gak Lam-kun segera berpaling sambil serunya. “Adik Liong, kalian berdua kembalilah
dan baik baik menjaga Siau Kun peng”
Maksud yang sebenarnya dari ucapan Gak Lam-kun itu adalah menyuruh kedua orang
itu mengajak Siau Kun peng pergi meninggalkan tempat tersebut.
Tiba tiba terdengar manusia kilat berbaju hitam itu tertawa dingin, kemudian berkata.
“Aku sudah mengerti kalau kalian berempat, seorangpun tak bakal lolos dari sini”
Gak Lam-kun menjadi marah sekali setelah mendengar perkataan itu dia
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak bahak, “Haa… haa… haa… memangnya
kau anggap aku Gak Lam-kun takut kepadamu?”
“Tentu saja tidak takut” ejek merusia berbaju hitam itu sinis, “siapa yang tidak tahu
kalau Gak Lam-kun adalah seorang manusia yang bertulang keras”
“Baik baik. Mari kita mulai dengan pertarungan ini.

Si Tiong pek tertawa dingin ejeknya. “Saudara Gak, jika ingin mati, kenapa musti
terburu napsu?”
Mendengar ucapan tersebut, Gak Lam-kun sama sekali tidak menjadi marah malah
sebaliknya segera tersenyum, pelan-pelan dia berjalan menghampiri Si Tiong-pek,
kemudian katanya, “Saudara Si, belakangan ini ilmu silat yang kau miliki tentu
mendapatka banyak kemajun bukan?”.
Si Tiong-pek yang cerdas tentu saja mengerti kalau Gak Lam-kun akan melancarkan
serangan mematikan. Secara tiba-tiba, mendadak dia mundur tiga langkah ke belakang,
lalu ujarnya sambil tertawa, “Aaaah… Terlalu sungkan. Terlalu sungkan. Siaute cuma lebih
banyak mempelajari beberapa macam ilmu pukulan saja”
Menyaksikan musuhnya bergerak mundur, tangan kanan Gak Lam-kun secepat kilat
segera diayunkan ke muka….
Inilah ilmu Hud meh ciang (pukulan menyambar nadi) yang berhasil diciptakanny ketika
berada dalam kuil Ngo kok koan setelah berhadapan dengan Tiang pek sam him.
Kelihayannya bukan kepalang.
Tapi Si Tiong-pek yang amat licik itu segera melompat ke belakang dan
menyembunyikan diri dibelakang manusia berbaju hitam itu….
Dengan gerakan itu, otomatis serangan Hud meh ciang yang maha dahsyat itu
langsuwg menyambar si manusia kilat berbaju hitam itu…..
Dengan cepat manusia berbaju hitam itu mengebas tangannya kedepan dan
menyongsong datangnya ancaman tersebut dengan keras lawas keras…..
Perlu diketahui, ilmu Hud meh ciang ini adalah suatu kepandaian yang lihay sekali.
Sayang manusia berbaju hitam itu terlalu memandang enteng datangnya ancaman Gak
Lam-kun tadi.
Terdengar dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan. Secara beruntun
manusia berbaju hitam segera mundur lima langkah ke belakang….
Sebaliknya Gak Lam-kun sendiri pun merasakan hawa darah yang berada dalam
dadanya bergolak keras, tanpa terasa dia mundur tiga langkah ke belakang.
Bagaikan terluka parah akibat serangan tadi, manusia berbaju hitam itu menjadi marah
bercampur dendam. Dengan tubuh gemetar keras serunya, “Kau… kau… kau benar-benar
teramat keji….”
Kali ini Gak Lam-kun menjadi tertegun dibuatnya, sebab secara tiba-tiba ia mendengar
kalau suara tersebut adalah suara seorang perempuan.
Kiranya manusia berbaju hitam itu adalah seorang perempuan, sedangkan Gak Lamkun
sama sekali tidak tahu apa sebabnya dia sampai mengucapkan kata-kata semacam
itu. Bukankah dalam suatu pertempuran, melukai musuh merupakan tujuan dari setiap
orang.

Setelah tertegun beberapa saat lamanya Gak Lam-kun segera tertawa dingin, ujarnya
kemudian, “Jika kau menghendaki kematianku, kenapa pula aku tak boleh menghendaki
kematianmu?”
Setelah mendengar perkataan itu, dari balik mata si manusia berbaju hitam yang
berkerudung tiba-tiba menetes keluar dua titik air mata. setelah itu bentaknya keras-keras,
“Gak Lam-kun, malam ini juga aku bertekad hendak membunuh dirimu!”
Selesai berkata dia lantas menerjang maju ke depan dan sebuah pukulan segera di
lancarkan.
Dengan cekatan Gak Lam-kun menggegos ke samping, kemudian ujarnya dengan
dingin, “Belum tentu kau mampu untuk membunuhku!”
Sembari berkata kaki kirinya melancarkan serangkaian tendangan berantai sementara
telapak tangan kiri kanannya secepat kilat melancarkan dua belas buah pakuan berantai.
Tapi semua serangan tersebut secara mudan berhasil dihindari oleh manusia berbaju
hitam itu.
Menyaksikan kejadian ini, Gak Lam-kun menjadi terkejut sekali. Dia tahu jika hari ini
tidak ia gunakan ilmu saktinya, sudah pasti akan sulit untuk menahan serangan lawan.
Berpikir demikian, dengan cepat dia gunakan ilmu Hud meh ciang untuk melancarkan
serangan.
Sebelum pukulan itu mengenai ditubuh si manusia berbaju hitam itu, terdengarlah
suara ledakan keras yang memekakkan telinga, seolah-olah tulang belulang disekujur
tubuhnya hendak retak dan hancur berantakan.
Diam-diam manusia berbaju hitam itu merasa amat terkejut. Dia tidak menyangka
bahwa tenaga dalam yang dimiliki Gak Lam-kun telah memperoleh kemajuan yang
demikian pesatnya. Maka sikapnya segera sikutnya direndahkan ke bawah. Setelah itu
kelima jari tangan kirinya diayunkan kedepan menyambut datangnya ancaman tersebut.
Didalam melancarkan serangan kali ini, Gak Lam-kun telah menyertakan pula
tenaganya sebesar seribu kati. Sekalipun belum bisa dikatakan memiliki kemampuan untuk
menghancurkan bukit berkarang, tapi sudah pasti tidak akan mampu ditahan oleh tubuh
manusia.
Akan tetapi, ketika angin pukulan itu saling membentur dengan serangan dari manusia
berbaju hitam itu ternyata ia merasa bahwa tenaganya serasa menjadi lenyap tak
berbekas sama sekali tidak menimbulkan hasil apa-apa, ini membuat hatinya tercengang.
Buru-buru tangan kirinya diayunkan pula ke depan melancarkan sebuah pukulan
tambahan.
Manusia berbaju hitam itu mendengus dingin, mendadak sikut kanannya disodok ke
depan setelah itu jari-jari tangannya diayunkan ke tubuh lawan….
Gak Lam-kun adalah seorang yang ahli dalam menggunakan ilmu cakar Tok liong ci jiau
sinkang. Tapi sungguh tak disangka olehnya kalau serangan tersebut ternyata berpuluh
kali lipat lebih dahsyat dari ilmu To liong ci jiau sinkang nya.

Perlu diketahui, serangan Toan im ci yang dipergunakan, manusia berbaju hitam itu
boleh dibilang telah mencapai puncak kesempurnaan. Hawa serangan yang terpancar
keluar dari jarinya itu seperti lembut dan halus, padahal kemampuannya luar biasa sekali
dan sukar dibendung dengan serangan apapun.
Dalam kejutnya Gak Lam-kun segera menyingkir kesamping, lalu melancarkan sebuah
tendangan kedepan.
Dalam waktu singkat kedua orang itu kembali terlibat dalam tiga empat gebrakan, tapi
dibalik setiap jurus serangan tersebut justru terkandung jurus ancaman yang paling
dahsyat dan mematikan didunia ini.
Si Tiong-pek yang menyaksikan kejadian itu dari samping, diam diam berpekik dihati,
“Ooooh, sungguh berbahaya!”
Kemudian setelah berhenti sebentar, dia berpikir lebih jauh, “Walaupun aku sudah
berlatih tekun selama hampir dua bulan lamanya di pulau terpencil itu, kendatipun
kepandaian silatku telah memperoleh kemajuan yang amat pesat, tapi bila ingin beradu
kepandaian dengan Gak Lam-kun tampaknya kekuatanku masih belum sanggup untuk
memadahi. Andaikan aku sampai bentrok dengannya tadi, mungkin semenjak tadi tubuhku
sudah terluka di tangannya”
Berpikir sampai disitu, tanpa terasa timbul perasaan kosong dan bimbang didalam
hatinya….
Waktu itu dia menyaksikan manusia berbaju hitam itu sedang terlibat dalam suatu
pertarungan yang amat seru melawan Gak Lam-kun. Makin sengit pertarungan itu
berlangsung makin jauh mereka terseret pergi sehingga akhirnya kedua orang itu sudah
berada dua kaki lebih jauh dari tempat semula.
Agaknya kedua orang itu sama-sama telah mempergunakan segenap kepandaian yang
dimilikinya. Seran-meyerang jarak jauh dilancarkan berulang kali.
Si Tiong-pek yang menonton jalannya pertarungan itu dari sisi kalangan dapat melihat
bahwa asap tebal telah muncul dari arah ubun-ubun Gak Lam-kun. Kabut putih itu kian
lama kian bertambah tebal seperti asap diatas kukusan. Jelas, dia sedang mengerahkan
segenap tenaga dalam yang dimilikinya….
Mendadak manusia berbaju hitam itu melompat ke depan, lalu secepat kilat mendorong
sepasang telapak tangannya ke depan.
Gak Lam-kun sama sekali tidak menyangka kalau gerakan tubuh lawan sedemikian
cepatnya, tahu-tahu iga kanan dan dada kirinya berbareng terkena totokan.
Seandainya berganti dengan orang lain, sekalipun serangan mereka berhasil menghajar
telak diatas jalan darah Gak Lam-kun belum tentu bisa menyumbat jalan darahnya
tersebut. Tapi kedua totokan jari yang dilancarkan manusia berbaju hitam itu cukup lihay
dan tiada ketiganya didunia saat ini. Yakni sebuah menggunakan ilmu Tayci sin thong,
sedangkan yang lain mempergunakan ilmu Tun im ci yang maha sakti, bayangkan saja
bagaimana mungkin Gak Lam-kun sanggup menahan diri?.

Ditengah dengusan tertahan, denga sempoyongan, Gak Lam-kun mundur sejauh
beberapa langkah.
Melihat ada kesempatan baik, Si Tiong-pek segera maju ke depan dan langsung
menghadiahkan sebuah pukulan lagi keatas jalan darah Ci yang hiat diatas punggungnya,
kemudian sambil tertawa, “Saudara Gak, roboh kamu!”
Gak Lam-kun merasakan sepasang kakinya menjadi lemas, ia segera jatuh terduduk di
atas tanah.
Si Tiong-pek menjadi amat terkesiap segera pikirnya, “Dia benar-benar sangat lihay.
Sekalipun tubuhnya sudah terkena tiga buah pukulan berat, ternyata tidak sampai roboh
terjengkang ke tanah. Manusia semacam ini berbahaya sekali kalau dibiarkan hidup terus
didunia ini?”
Berpikir Sampai disitu, timbul niat jahat didalam hatinya, secepat kilat tangan kanannya
meloloskan pedang lalu melancarkan seruah tusukan ke depan.
Tlndakan keji yang dilakukan ini boleh dibilang dilakukan sangat cepat, sehingga
manusia berbaju hitam itupun tak sempat untuk menghalanginya, tampak ujung pedang
itu sudah berada tiga inci didepan dada Gak Lam-kun.
“Sreeet! Sreeet….!”
Desingan angin tajam menderu-deru dan amat memekikkan telinga.
Lengan tunggal Si Tiong-pek bagaikan terkena aliran lstrik bertegangan tinggi,
mendadak menggigil keras kemudian mundur dengan sempoyongan, ternyata dua batang
senjata rahasia telak menetap diatas lengannya itu
“Criing!”
Pedang yang berada dalam genggamannya itu segera terjatuh ketanah.
Pada saat yang bersamaan, sesosok bayangan manusia dengan kecepatan luar biasa
telah meluncur datang, kemudian sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke dada Si Tiong
pek.
Dengan perasaan terkesiap Si Tiong pek menggegos ke samping lalu ujung baju kirinya
dikebaskan ke muka.
Orang ini mendengus dingin, serunya. “Kau anggap masih mampu untuk kabur dari
sini?”
Kaki kirinya melancarkan sebuah serangan yang keras ke atas lutut sebelah kanan Si
Tiong pek, ini menyebutkan tubuhnya segera roboh terkapar keatas tanah dan tak
sanggup melarikan diri lagi.
Pendatang itu sedikitpun tidak nampak gugup dengan tenangnya dia membungkukkan
badan untuk mengambil pedang ditanah, kemudian dengan ganas ditusukkan ke atas
dada Si Tiong-pek.

Mendadak terdengar seseorang menjerit, “Enci Ji, ampuni selembar jiwanya!”
“Sreeet….!”
Pedang ditangan pendatang itu sudah diayunkan merobek baju panjang yang
dikenakan Si Tiong-pek, sementara dari kejauhan sana kelihatan Ki Li-soat sedang
berlarian mendekat.
Ketika Gak Lam-kun dapat melihat jelas pendatang tersebut, kejut dan girang,
berkecamuk dalam hatinya sehingga tanpa terasa titik air mata jatuh bercucuran
membasahi pipinya.
Orang itu bukan lain adalah Ji Cin-peng yang dirindukannya siang dan malam.
Ternyata ia telah balik kesana, muncul tepat dikala suasana tegang dan jiwanya
terancam oleh bahaya maut. Bayangkan saja keadaan tersebut mana mungkin tidak
menggetarkan seorang Gak Lam-kun? Malah dia menganggap dirinya seakan-akan sedang
berada dalam impian.
Dengan air mata bercucuran Ji Kiu liong maju menyongsong kedatangannya, kemudian
berderu, “Cici, oooh cici… kau telah kembali”
Titik air mata juga jatuh berlinang membasahi pipi Ji Cin-peng, teriaknya pula dengan
lirih, “Adikku…. aku….”
Dia merasakan kesedihan dan pergolakan emosi yang luar biasa, sehingga untuk
beberapa saat lamanya tak mampu mengucapkan sepatah katapun.
Dengan suara keras Pek Siau soh segera berseru, “Enci Ji, bebaskan dahulu jalan darah
Gak toako yang tertotok”
Ji Cin-peng maju setengah langkah ke muka, tapi sebelum ia melakukan sesuatu
tiadakan….
Tiba-tiba terdengar manusia berbaju hitam itu membentak keras, “Berhenti kau! Yang
bisa kau bebaskan hanya jalan darah Si Tiong pek yang tertotok, tak mungkin kau bisa
membebaskan tua buah totokanku itu. Hmmm…! Kau juga telah datang. Bagus sekali, aku
memang sedang mencari dirimu”.
Sementara itu, Ki Li-soat, Kwik To dan Han Hu-hoa bertiga telah muncul disana.
Dengan sorot mata tajam Ki Li-soat memperhatikan Si Tiong-pek sekejap, kemudian
katanya dengan lembut, “Engkoh Si, tampaknya watakmu belum juga berubah”
Sehabis mengucapkan perkataan itu, tanpa terasa dua titik air mata jatah berlinang
membasahi pipinya.
Seakan akan menyadari sesuatu secara mendadak, tiba tiba Si Tiong-pek juga
menangis tersedu-sedu, katanya, “Adik Ki…. aku telah bersalah kepadamu…. aku telah
melakukan kesalahan kepadamu”

Han Hu-hoa yang berada disampingnya segera tersenyum, kemudian menyela dari
samping, “Saudara Si, kau jangan bersedih hati, menyesal sekarang pun belum terlambat.
Bila kau benar-benar ingin bertobat dan kembali ke jalan yang benar, sekarang pun masih
terbuka kesempatan bagimu. Selanjutnya kau masih bisa berkumpul bersama Li-soat”
Pelan-pelan Si Tiong-pek bangkit berdiri lalu katanya, “Adik Ki, aku…. aku tak punya
muka untuk bertemu dengan dirimu lagi….”
Berbicara sampai disitu, dia membalikkan badan dan siap berlalu dari situ.
Dengan cepat Kwik To menghadang dihadapannya, kemudian berseru, “Saudara Si,
tunggu sebentar disini, bagaimana kalau tunggu saja sampai kalian pergi berduaan nanti?”
Dipihak lain Ji Cin-peng telah berusaha untuk membebaskan jalan darah Gak Lam-kun
yang tertotok. Tapi seperti apa yang di katakan manusia berbaju hitam itu, dua buah
totokannya memang tidak berhasil dibebaskan, jelas jalan darah itu telah ditotok oleh
semacam ilmu totokan jalan darah yang istimewa.
Melihat kegagalan orang, manusia berbaju hitam itu segera tertawa dingin, ejeknya,
“Sampai dimanakah kehebatan yang kau miliki? Memangnya kau mampu untuk
membebaskan totokan jalan darahku?”
Ji Cin-peng mengerutkan dahinya rapat-rapat, kemudian tegurnya dingin, “Siapakah
kau?”
“Hmmm, siapakah aku, perduli amat dengan dirimu? Mau apa kau mencampurinya?”
Dalam pada itu, dengan suara lirih, Ki Li-soat juga sedang bertanya kepada Si Tiongpek,
“Engkoh Si, siapakah perempuan ini?”
“Perempuan ini sangat aneh” jawab Si Tiongpek dengan muka agak memerah padam,
“dia mengetahui jelas sekali semua asal-usulku, tapi sebaliknya aku justru tidak kenal
dengan dirinya, sampai sekarangpun dia masih enggan untuk mengucapkan namanya”
Dengar pedang terhunus, Ji Cin-peng segera maju dua langkah ke depan, setelah itu
katanya, “Aku tak akan ambil peduli siapakah dirimu, tapi aku minta kepadamu untuk
membebaskan jalan darahnya yang tertotok itu”
“Seandainya aku tidak mau?” ejek orang berbaju hitam itu sambil tertawa dingin.
“Maka kaupun jangan harap bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan selamat”
Kontan saja manusia berbaju hitam itu tertawa dingin, “Hee… hee… hee… mungkin aku
bakal mati, tapi dia pun bakal menemani aku juga untuk bersama-sama berangkat ke alam
baka”
Mendengar ancaman tersebut, Ji Cin-peng merasakan hatinya bergetar keras,
mendadak matanya melotot besar, secepat kilat pedangnya diayunkan kemuka. Dalam
waktu singkat dia telah melancarkan tujuh buah serangan berantai.

Ketujuh buah serangan itu dilancarkan dangan kecepatan bagaikan sambaran kilat.
Semua jurus dan ancaman hampir seluruhnya ditujukan ke bagian bagian yang mematikan
ditubuh orang berbaju hitam itu.
Akan tetapi ilmu silat yang dimiliki manusia berbaju hitam itu memang lihay sekali.
Tampak bahu kiri dan bahu kanannya bergoyang kesana kemari mengikuti gerakan
pedang. Meski Ji Cin-peng sudah melancarkan tujuh buah serangan berantai namun
semuanya berhasil dibendung olehnya.
Dengan gusar Ji Cin-peng membentak keras, tiba-tiba badannya berjumpalitan, pedang
kanannya secepat sambaran kilat langsung menusuk ke tenggorokan orang berbaju hitam
itu.
Tusukan pedang yang dilancarkan Ji Cin-peng ini bukan saja sangat aneh juga lihay
sekati, belum pernah ada jurus pedang di dunia ini yang begitu anehnya, membuat Gak
Lam-kun yang menyaksikanpun diam-diam mengaguminya.
Menghadapi ancaman itu, ternyata orang berbaju hitam itu tetap berdiri tak berkutik
ditempat semula.
Tampakrya tusukan pedang itu segera akan menembusi tenggorokannya, buru buru Ji
Cin-peng miringkan gerakan pedangnya dan berganti menusuk ke atas bahunya.
Tapi, disaat rasa kasihannya muncul dalam hati itulah telapak tangan kiri orang berbaju
hitam itu tahu-tahu mencengkeram pergelangan tangannya, sementara tangan kanannya
melepaskan sentilan tajam.
Mimpipun Ji Cin-peng tidak menyangka kalau musuhnya begitu licik dan buruk. Menanti
dia hendak menarik kembali pedangnya, keadaan sudah terlambat.
Buru-buru Ji Cin-peng membalikkan pinggangnya mencoba menghindarkan diri dari
sentilan jari tangannya, tapi urat nadi diatas pergelangan tangan kanannya sudah kena
dicengkeram lawan, pedangnya terjatuh ke atas tanah.
Saat itulah dari belakang terdengar suara seorang bocah sedang berteriak, “Mama, kau
telah pulang?”
Siau Kun peng dengan cepat berlarian mendekat, lalu memeluk sepasang kaki Ji Cinpeng
erat-erat.
Si Tiong-pek, Ki Li-soat, Kwik To, Han Hu-hoa, Ji Kiu-liong dan Pek Siau-soh yang
menyaksikan kejadian itu menjadi amat terperanjat. Serentak mereka maju mengerubung
sambil meloloskan senjata tajam masing-masing.
Dengan tangan kiri mencengkeram urat nadi pada pergelangan tangan Ji Cing-peng
dengan gusar manusia berbaju hitam itu membentak keras.
“Jika kalian berani maju selangkah lagi, jangan salahkan kalau aku segera akan
menghancurkan isi perutnya!”
Sambil berkata, telapak tangan kanannya segera diayunkan ke tengah udara.

Menyaksikan ancaman tersebut, semua orang menjadi terkejut dan segera
menghentikan gerakan tubuhnya,
Siau Kun peng seolah olah tidak mengetahui kalau situasi yang sedang dihadapi
berbahaya sekali, sambil melototkan sepasang matanya yang kecil, ia memperhatikan
manusia berbaju hitam itu sekejap, lalu serunya. “Aneh, kenapa bibi ini mengerudungi
mukanya dengan kain?”
Manusia berbaju hitam itu memandang wajah Siau Kun-peng sekejap kemudian
sahutnya sambil tertawa, “Muka bibi sangat jelek, tidak berani menjumpai orang dengan
muka aslinya”
“Bibi omong kosong, aku tidak percaya!”
Ketika selesai mengucapkan perkataan itu, tiba-tiba Siau Kun-peng mengayunkan
tangan kanannya dengan cepat.
“Sreeet…..!”
Kain cadar hitam yang dikenakan manusia berbaju hitam itu segera tergambar hingga
terlepas.
Tampaknya orang berbaju hitam itu tidak menyangka sampai ke situ. sambil menjerit
kaget dia segera mundur sejauh tiga empat langkah ke belakang.
Sementara itu cengkeramannya pada nadi dipergelangan tangan Ji Cin-peng juga sudah
terlepas.
Tampaklah Siau Kun sambil memegang kain cadar berwarna hitam itu sedang
mengawasi wajah orang berbaju hitam tadi dengan pandangan termangu.
Dengan cepat Cin-peng menghadang di hadapan Siau Kun-peng, dia kuatir lantaran
malu orang berbaju hitam itu menjadi marah dan turun tangan keji kepadanya.
Tampaklah muka orang berbaju hitam itu sudah hangus dan berwarna hitam pekat,
kecuali sepasang biji matanya yang jeli dan indah, boleh dibilang wajahnya sama sekali
bagaikan hangus terbakar.
Suasana di tempat itu menjadi hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun. Tapi
dibalik keheningan tersebut tercekam rasa tegang dan seram yang cukup menggidikkan
hati.
Pada saat itulah mendadak dari balik mata Gak Lam-kun tertetes keluar air mata yang
membasahi pipinya. Perempuan jelek itupun dapat menyaksikan bahwa pemuda tersebut
sedang melelehkan air mata.
Mendadak perasaannya menjadi lemah. Setelah menghela napas panjang, pelan-pelan
dia berjalan mendekati Gak Lam-kun.
Ketika Ji Cin-peng sekalian menyaksikan sikap Gak Lam-kun yang sangat aneh. semua
orang menjadi tertegun, sehingga dengan begitu mereka jadi lupa untuk menghalangi
jalan perempuan jelek itu.

Ketika tiba dihadapkan Gak Lam-kun, mendadak jari tangannya yang putih bersih itu
dikebas ke ke atas tubuh anak muda tersebut.
Kemudian dia membalikkan badan dan berlalu dari sana.
Siapa tahu, pada saat itulah tangan kanan Gak Lam-kun dengan kecepatan luar biasa
telah mencengkeram lengannya, kemudian dengan suara gemetar teriaknya, “Adik Ping,
jangan pergi kau! Aku telah mengenali dirimu”
Setelah mendengar perkataan itu, Ji Cin-peng sekalian baru merasa amat terkejut,
diam-diam pekik mereka didalam hati.
“Ooooh…. rupanya dia!”
Cepat-cepat Ji Cin-peng memburu kemuka lalu sambil memegang lengannya yang lain
dan air mata jatuh bercucuran membasahi pipinya, dia berkata. “Adik Ping, Kau….. kau tak
usah pergi. kau jangan pergi meninggalkan kami”
Perasaan orang berbaju hitam saat itu benar-benar amat kalut. Gejolak emosi yang
besar berkecamuk di dalam benaknya, dia menyesali semua kesalahan yang telah
dilakukannya selama ini. Air mata bagaikan air terjun jatuh bercucuran membasahi seluruh
wajahnya.
“Adik Ping” kata Gak Lam-kun dengan sedih “Maafkanlah aku. kasihanilah daku.
Ketahuilah bahwa sejak dulu sampai sekarang aku belum pernah berniat meninggalkan
dirimu”
Mendadak oraog berbaju hitam itu merentangkan tangannya lebar-lebar, kemudian
memeluk Ji Cin-peng dan Gak Lam-kun erat-erat. Sambil menangis tersedu-sedu, serunya,
“Aku….. Aku tahu salah, tapi segala sesuatunya telah terlambat. Engkoh Gak…. aku telah
membunuh anakmu. oleh sebab itu kuhancurkan paras mukaku sendiri”
“Kau…. kau telah menggugurkan kandunganmu?” bisik Gak Lam-kun terperanjat.
Ternyata orang berbaju hitam ini tak lain adalah gadis berbaju perak Yo Ping adanya.
Setelah pergi dengan gusar dati kuil Ong kok koan, makin membayangkan, gadis itu
merasa hatinya makin mendongkol. Ia menjadi benci kepada Gak lam-kun, diapun menjadi
benci kepada kandungannya, darah daging dari Gak Lam-kun. Dasar pikirannya memang
cupat dan jalan pikirannya memang sempit, ia menjadi nekad dan menggugurkan
kandungannya.
Tapi setelah kejadian, dia baru merasa amat menyesal. Kesedihan yang luar biasa
membuat ia menjadi nekad untuk merusak paras mukanya sendiri…
Sebab dia beranggapan meski wajahnya cantik tapi hatinya sangat busuk dan jelek.
Kemudian diapun merasa bahwa semua kesalahan ini merupakan hasil ciptaan Gak
Lam-kun. Dia menganggap pemuda itu sebagai biang keladinya, maka dia bertekad
hendak membunuh Gak Lam-kun dari muka bumi…..

Dengan suara gemetar, Yo Ping kembali berkata, “Aku… aku amat menyesal. Aku amat
membenci kepada diriku sendiri. Oooh engkoh Gak….”
Dengan lembut Ji Cin-peng menggandeng lengannya, kemudian menghibur, “Adik Ping,
kini semua tentu mempunyai kesulitannya sendiri-sendiri. Kini nasi sudah menjadi bubur.
Sesal kemudian apa gunanya? Yang sudah lewat biarkan lewat. Mari kita bersama-sama
melupakannya! Yang penting sekarang adalah kehidupan kita dikemudian hari. Untung
saja besok adalah tahun baru. Marilah dengan tahun yang baru kita lewatkan penghidupan
yang baru pula. Buksnkah sekarang kita telah berkumpul menjadi satu!”
Gelak tertawa keras bergema memecahkan keheningan, sambil tertawa, tiba-tiba Jit
poh toan hun Kwik To berseru, “Si lote mari kita menjadi tamu. Tahun depan kita baru
pikirkan tempat pemondokan yang baru”
Malam semakin kelam tapi rumah putih ditebing Pek im sia memperlihatkan permainan
yang belum pernah terjadi sebelumnya. Suasana riang dan kebahagiaan dijumpai dimanamana….
Inilah pertanda bahwa kebahagiaan hidup telah terselip di hati para penghuninya.
Yaa, memang begitulah kehidupan manusia, setelah kesengsaraan dan penderitaan
lewat kegembiraan dan kebahagiaanpun akan datang.
Sampai di sini pula ceritera ”Lencana Pembunuh Naga”. Semoga pembaca sekalian
menjadi puas adanya, terima kasih.
TAMAT
Anda sedang membaca artikel tentang Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3 dan anda bisa menemukan artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3 ini dengan url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana_343.html?m=0,anda boleh menyebar luaskannya atau mengcopy paste-nya jika artikel Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3 ini sangat bermanfaat bagi teman-teman anda,namun jangan lupa untuk meletakkan link Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3 sumbernya.

Unknown ~ Cerita Silat Abg Dewasa

Cersil Or Post Cerita Silat Mandarin Terbaru : Lencana Pembunuh Naga 3 with url http://cerita-eysa.blogspot.com/2011/09/cerita-silat-mandarin-terbaru-lencana_343.html?m=0. Thanks For All.
Cerita Silat Terbaik...

{ 0 komentar... read them below or add one }

Posting Komentar